Jangan Sembarang Ambil Ilmu! Termasuk Dalam Ilmu Kesehatan

logo enjoyquran

Jangan Sembarang Ambil Ilmu! Termasuk Dalam Ilmu Kesehatan

Jangan Sembarang Ambil Ilmu! Termasuk Dalam Ilmu Kesehatan

Dalam mengambil ilmu agama, kita harus selektif tidak mengambil dari sembarang orang. Demikian juga ilmu dunia, harus selektif. Karena menyerahkan urusan bukan pada ahlinya adalah sumber kehancuran.

Ilmu agama harus diambil dari orang yang berilmu agama. Muhammad bin Sirin rahimahullah, beliau mengatakan:

إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

“Ilmu ini adalah bagian dari agama kalian, maka perhatikanlah baik-baik dari siapa kalian mengambil ilmu agama” (Diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam Al ‘Ilal, 1/355).

 

Ilmu dunia juga tidak boleh ambil sembarangan. Harus diambil dari yang ahli dan berilmu di bidangnya. Allah Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya” (QS. Al-Isra’ : 36).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:

أن الله تعالى نهى عن القول بلا علم بل بالظن الذي هو التوهم والخيال

“Allah Ta’ala melarang untuk bicara tanpa ilmu, yaitu bicara dengan sekedar sangkaan yang merupakan kerancuan dan khayalan” (Tafsir Ibnu Katsir).

Maka ayat ini umum berlaku untuk masalah agama atapun masalah dunia, tidak boleh bicara tentang sesuatu yang tidak diketahui dan tidak diilmui. Dan orang yang melakukannya akan dimintai pertanggungjawaban.

 

Berbicara tentang sesuatu dengan modal prasangka adalah akhlak yang tercela dan merupakan dosa. Allah berfirman:

اِجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa” (QS. Al-Hujuraat: 12).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

إياكم والظنَّ، فإنَّ الظنَّ أكذب الحديث

“Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta” (HR. Bukhari-Muslim).

Dan menyerahkan urusan kepada orang yang tidak ahli adalah salah satu tanda kiamat. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بينما النبي صلى الله عليه وسلم في مجلس يحدث القوم جاءه أعرابي فقال: متى الساعة؟ فمضى رسول الله صلى الله عليه وسلم يحدث فقال بعض القوم: سمع ما قال فكره ما قال. وقال بعضهم: بل لم يسمع. حتى إذا قضى حديثه قال ((أين السائل عن الساعة)). قال: ها أنا يا رسول الله قال: ((فإذا ضيعت الأمانة فانتظر الساعة)). قال كيف إضاعتها؟ قال: ((إذا وسد الأمر إلى غير أهله فانتظر الساعة))  

“Ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam duduk berceramah kepada beberapa orang, datang seorang Arab Badwi lalu ia bertanya: “kapan kiamat?”. Namun Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam meneruskan ceramahnya. Maka sebagian orang berkata: “Sebenarnya Nabi mendengar orang Badwi tadi, namun Nabi tidak menyukai apa yang dikatakannya”. Sebagian orang berkata: “Nampaknya Nabi tidak mendengarnya”. Hingga ketika Nabi selesai berceramah, Nabi bertanya: “mana orang yang bertanya tentang kiamat?”. Orang tadi menjawab: “saya wahai Rasulullah”. Nabi bersabda: “Ketika amanat disia-siakan, maka tunggulah kiamat”. Ia bertanya lagi: “apa maksudnya amanah disai-siakan?”. Nabi menjawab: “Jika urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat!”” (HR. Bukhari no.59).

 

Maka wajib menyerahkan segala urusan kepada orang yang berkompeten, termasuk masalah kesehatan.

Ilmu kesehatan, harus diambil dari ahli kesehatan seperti dokter, tabib, dan semisalnya. Bukan orang yang hanya ikut pelatihan kesehatan.

Ilmu herbal juga harus diambil dari ahli herbal. Yang bertahun-tahun belajar herbal*). Bukan orang yang hanya ikut pelatihan herbal.

Demikian juga dokter tidak punya kapasitas bicara herbal, kecuali dia belajar herbal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَن تطبَّبَ ولا يُعلَمْ منه طِبٌّ فهوَ ضامنٌ

“Barangsiapa yang berlagak melakukan pengobatan padahal ia tidak mengetahui ilmu pengobatan, maka ia akan dimintai pertanggungjawaban” (HR. Abu Daud no. 4586, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Kemudian jika kita berbicara mengenai thibbun Nabawi, maka dia harus paham ilmu kesehatan dan paham ilmu agama. Karena thibbun Nabawi itu disandarkan kepada agama.

Tidak layak orang yang tidak paham Al Qur’an dan hadits bicara thibbun Nabawi. Hendaknya tinggalkan orang yang demikian!!