Larangan Menceritakan Saat-saat Intim

Abu Huroiroh ra. menceritakan, Rosululloh Saw melakukan sholat bersama para sahabat. Usai sholat, beliau menghadap kepada para sahabat seraya bersabda,

“Wahai majelis, apakah di antara kalian ada pria yang apabila mendatangi istrinya ia menutup pintunya dan membentangkan tabirnya, kemudian keluar dan mengatakan kepada orang lain:

aku telah melakukan anu dengan istriku, dan aku telah berbuat anu dengan istriku?” Para sahabat diam. Lalu Rosululloh Saw menghadap kepada para jama’ah wanita, dan bersabda,

“Apakah di antara kalian ada yang menceritakan kepada orang lain tentang praktik jimaknya?” Seorang gadis belia berdiri di atas lututnya, dan memanjangkan tubuhnya agar terlihat oleh Rosululloh Saw,

dan supaya beliau dapat mendengarkan apa yang akan dikatakannya. Ungkap gadis itu, “Ya, demi Alloh. Sesungguhnya mereka (para suami) telah membicarakannya.

Dan sesungguhnya mereka (kaum wanita) juga membicarakannya.” Rosululloh Saw bersabda, “Tahukah kalian seperti apakah perumpamaan orang-orang seperti itu?

Sesungguhnya wanita yang seperti itu seperti setan laki-laki dan setan perempuan. Salah seorang di antara mereka ada yang bertemu di tengah jalan, kemudian ia memenuhi hajatnya (berjimak)

dengan perempuan sementara orang lain melihat kepadanya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Keterangan: Sepengetahuan penulis, umumnya seseorang menceritakan saatsaat intim dengan pasangannya,

karena dua alasan: Harus diakui ada sebagian laki-laki yang ingin keperkasaan-• nya mendapat pengakuan dari teman-temannya.

Begitu pula di antara para wanita, ada yang ingin mendapat pujian perihal “keberingasan”nya di ranjang.

Terdorong oleh keinginan tersebut, suami/istri itu akhirnya menceritakan kepada teman-teman dekatnya saat-saat intim dengan pasangan masing-masing.

Untuk golongan yang pertama ini, biasanya cara mereka mengungkapkannya sangat rinci.

Mulai dari awal pemanasan, teknik permainan, hingga yang terjadi pada puncak “kebersamaan” mereka.

Ketahuilah, laki-laki yang mengisahkan keperkasaannya dan wanita yang menceritakan keberingasannya di ranjang

umumnya orang-orang bodoh dan tidak punya malu. Jika mereka tidak bodoh pasti memiliki prestasi di bidang lain

dan prestasinya itulah yang pasti akan mereka banggakan. Selain itu, jika tidak bodoh,

mereka pasti tidak akan menceritakan hal yang tidak bermanfaat. Bukankah lebih bermanfaat jika waktu digunakan untuk berdiskusi atau membaca buku.

Lebih tragis lagi, hal-hal semacam itu tergolong aib, dan hanya orang yang tidak punya malu yang mau menceritakannya.

Karena tidak berhasil menjalankan kewajiban atau menda-• patkan haknya dengan baik.

Umumnya disebabkan oleh sikap suami/istri yang dingin atau egois saat bercinta.

Untuk alasan yang kedua ini, cara mereka bercerita biasanya penuh keluh kesah untuk cari simpati.

Apa pun alasannya, menceritakan saat-saat intim dengan pasangan kita tidak ada manfaatnya.

Bahkan, cepat atau lambat akan membuat kita terhina. Benarlah hadits di atas yang menegaskan

bahwa menceritakan saat-saat intim sama dengan setan yang berjimak (bersetubuh) di tempat terbuka.