Mencari Pemimpin Harus Melalui Pemilihan, Bukan Penunjukan

Ibnu Umar ra. menceritakan, ia mendampingi bapaknya (Umar bin Khotthob) ketika terkena musibah ditikam orang. Para sahabat beliau yang turut hadir pada waktu itu mendoakan, “Semoga Alloh memberi balasan kepada engkau dengan balasan yang baik.”

“Aku penuh harap dan juga merasa cemas,” jawab Umar. Di antara para sahabat, ada yang meminta, “Tunjuklah penggantimu (untuk menjadi kholifah).”

“Apakah aku harus memikul urusan pemerintahanmu sewaktu hidup dan matiku?” tanya Umar. “Aku ingin tugasku su“Aku ingin tugasku sudah selesai, tidak kurang dan tidak lebih.

Memang orang yang lebih baik daripadaku, yaitu Abu Bakar pernah menunjuk penggantinya. Orang yang paling baik dibandingkan aku, yaitu Rosululloh Saw pernah membiarkan kamu memilih sendiri penggantinya menjadi kholifah.”

“Dengan ucapannya itu, tahulah aku bahwa beliau (Umar bin Khotthob) tidak akan menunjuk penggantinya untuk menjadi kholifah,” ucap Ibnu Umar. (HR. Muslim)

Keterangan: Hadits di atas mengungkapkan beberapa hal: Menjelang wafatnya, Rosululloh Saw tidak pernah menunjuk

• seseorang untuk menjadi penggantinya. Dengan kata lain, beliau membiarkan kaum muslimin memilih sendiri pemimpin mereka.

Dan, terpilihlah Abu Bakar ra. sebagai pemimpin umat pengganti Nabi Saw. Sebelum Abu Bakar ra.

wafat, beliau berpesan kepada umat • Islam kala itu agar mengangkat Umar bin Khotthob sebagai penggantinya.

Maksud dari jawaban Umar, “Aku penuh harap dan juga • merasa cemas,”

adalah bahwa beliau berharap akan memperoleh pahala dari Alloh SWT, dan cemas akan siksaan Alloh SWT atas tanggung jawabnya selama memerintah.

Sepanjang sejarah kepemimpinannya yang kita baca, Umar senantiasa mengusahakan yang terbaik bagi rakyatnya.

Tetapi dalam hatinya, masih tebersit kekhawatiran melakukan perbuatan dosa selama memerintah. Kini,

masih adakah pemimpin seperti Umar bin Khotthob yang tetap memiliki hati dan jiwa yang bersih? Ucapan Umar,

“Apakah aku harus memikul urusan pemerin-• tahanmu sewaktu hidup dan matiku?”, mengisyaratkan dua hal.

Pertama, beliau tidak ingin menunjuk penggantinya. Kedua, mengandung pesan,

bahwa orang yang mengangkat seorang pemimpin turut bertanggung jawab atas perilaku pemimpin yang diangkatnya.

Maksudnya, jika pemimpin itu berhasil mencapai kesuksesan, yang mengangkatnya mendapat pujian.

Sebaliknya, apabila pemimpin tersebut gagal atau bahkan mengkhianati masyarakat, maka orang yang mengangkatnya juga dicaci maki.