Sunnah Menyebutkan Jumlah Maskawin

Uqbah ibnu Amir ra. mengungkapkan, Nabi Muhammad Saw bertanya kepada seorang laki-laki, “Maukah engkau jika kunikahkan dengan si Fulanah (sebutan buat wanita)?” “Mau,” jawab laki-laki itu.

Nabi Saw juga bertanya kepada wanita yang dimaksud, “Sukakah engkau jika kunikahkan dengan si Fulan (sebutan buat lakilaki)?” Wanita itu pun menyetujuinya. Maka Rosululloh Saw sendiri yang menikahkan keduanya.

Lalu mereka hidup menjalani kehidupan sebagai suami-istri, padahal si laki-laki tidak menentukan maharnya dan belum memberinya maskawin apa pun. Laki-laki tersebut termasuk orang yang hadir dalam perjanjian Hudaibiyah.

Dan setiap orang yang turut hadir di Hudaibiyah memperoleh bagian dari tanah Khaibar. Menjelang meninggal dunia, laki-laki itu berwasiat,

“Sungguh Rosululloh Saw telah menikahkan aku dengan Fulanah, namun aku tidak menentukan maharnya, dan belum memberinya suatu pun maskawin.

Sekarang aku nyatakan di hadapan kalian, bahwa bagianku dari tanah Khaibar kuberikan kepadanya sebagai ganti dari maskawinnya.” Lalu wanita itu mengambil tanah yang menjadi bagian suaminya, dan menjualnya. (HR. Abu Dawud)

Keterangan: Dengan demikian, menyebutkan jumlah maskawin saat nikah hukumnya sunnah.

Namun betapa pun, menyebutkan atau tidak, harus dimusyawarahkan lebih dahulu dengan calon istri beserta keluarganya.

Terlebih dalam masyarakat kita muncul pemahaman, bahwa jumlah maskawin mencerminkan status sosial pengantin pria.

Dan itu bisa mengangkat martabat keluarga pihak mempelai wanita.