Anak Hasil Zina Menjadi Hak Ibunya
‘Aisyah mengisahkan, suatu waktu Sa’ad bin Abi Waqqosh bersengketa dengan ‘Abdu bin Zam’ah mengenai seorang anak lakilaki. “Ya Rosululloh,” kata Sa’ad. “Anak ini adalah anak saudaraku ‘Utbah bin Abi Waqqosh. Ia berpesan kepadaku, bahwa ini memang anaknya.
Lihatlah, bukankah ia serupa benar dengan ‘Utbah?” ‘Abdu bin Zam’ah berkata, “Anak ini adalah saudaraku. Ia lahir di tikar ayahku, dari sahaya perempuan ayahku.” Muhammad Rosululloh Saw memperhatikan anak laki-laki yang diperebutkan itu dengan teliti.
Ternyata tubuhnya serupa benar dengan ‘Utbah bin Abi Waqqosh. Lalu beliau bersabda, “Anak ini untukmu, hai ‘Abdu. Yakni untuk orang yang memunyai tikar di mana anak itu dilahirkan.
Sedangkan, pria yang menzinai ibunya tidak memiliki hak apa-apa terhadapnya. Karena itu, tetaplah kamu menutupkan tabirmu terhadapnya, hai Saudah binti Zam’ah.” (HR. Muslim)
Aisyah ra. mengisahkan, suatu ketika Sa’ad bin Abi Waqqosh bersengketa dengan Abdu bin Zam’ah mengenai seorang anak lakilaki. “Ya Rosululloh, anak ini adalah anak saudaraku Utbah bin Abi Waqqosh,” ucap Sa’ad.
“Dia berpesan kepadaku,
bahwa ini memang anaknya. Lihatlah, bukankah ia serupa benar dengan Utbah?” “Anak ini adalah saudaraku,”
tukas Abdu bin Zam’ah. “Dia lahir di tikar ayahku dari sahaya perempuan ayahku.” Muhammad Rosululloh Saw memperhatikan anak laki-laki yang sedang diperebutkan itu dengan teliti.
Ternyata tubuhnya serupa benar dengan Utbah bin Abi Waqqosh. Lalu ia bersabda, “Anak ini untukmu, hai Abdu. Yakni untuk orang yang memunyai tikar, di mana anak itu dilahirkan.
Sedangkan, pria yang menzinai ibunya tidak punya hak apa-apa terhadapnya. Karena itu, tetaplah kamu menutupkan tabirmu terhadapnya, hai Saudah binti Zam’ah.” (HR. Muslim)