Hukum Rajam bagi Zina Muhshon (1)
Abu Huroiroh ra. menceritakan, seorang laki-laki mendatangi Nabi Muhammad Saw “Ya Rosululloh, aku berzina.” Seketika Nabi Muhammad Saw memalingkan muka dari orang itu.
Lalu laki-laki tersebut pindah ke hadapan beliau mengarahkan muka, dan kembali mengatakan, “Ya Rosululloh, aku berzina.” Nabi Muhammad Saw kembali memalingkan muka.
Hal itu berlangsung sampai empat kali. Setelah laki-laki tersebut empat kali mengaku bahwa dia telah berzina, maka beliau bertanya, “Apakah engkau gila?” Laki-laki itu menggeleng, “Tidak.”
Nabi Muhammad Saw bertanya,
“Apakah engkau beristri?” Laki-laki itu mengangguk, “Ya, aku beristri.” Akhirnya Muhammad Rosululloh Saw bersabda kepada para sahabat, “Bawa orang ini, kemudian rajamlah dia.” (HR. Muslim)
Keterangan: Zina Muhshon adalah apabila pelakunya sudah baligh, berakal, merdeka, dan pernah menikah
(yakni janda, duda, atau wanita yang masih bersuami dan laki-laki yang masih beristri). Hukuman yang dikenakan kepada mereka adalah dirajam,
yakni tubuhnya dipendam dalam tanah sebatas leher, lalu kepalanya dilempari dengan batu sampai meninggal dunia.
Tentu saja untuk melaksanakan hukuman ini, Islam telah menetapkan syarat-syarat sebagai berikut:
Hukuman dapat dibatalkan jika ada keraguan terhadap per-• buatan zina itu, kecuali jika telah diyakini benar-benar terjadi perzinaan.
Haruslah ada empat saksi laki-laki yang adil. Jadi, kesaksian • empat orang wanita,
atau kesaksian empat laki-laki yang fasik tidak cukup untuk dijadikan bukti.
Empat saksi laki-laki ini pun harus melihat dengan pasti bahwa perzinaan (kontak alat kelamin) itu telah terjadi.
Jika salah seorang dari empat saksi laki-laki itu mencabut ke-• saksiannya, maka mereka semua dijatuhi hukuman menuduh zina.
Jelaslah bahwa syarat-syarat untuk menjatuhkan hukuman zina ini sulit terpenuhi.
Karena itu, hukuman ini lebih ditekankan sebagai usaha pencegahan daripada pembalasan.