Iddah bagi Wanita Hamil sampai Suci dari Nifas
Abdulloh bin Utbah ra. mendengar penuturan Suba’iah, istri Sa’ad bin Khoulah dari suku ‘Amir bin Luai. Sa’ad adalah salah seorang sahabat yang ikut berperang dalam perang Badar, dan wafat ketika haji Wada’.
Ketika itu, Subai’ah sedang hamil tua. Beberapa waktu setelah Sa’ad wafat, Subai’ah melahirkan. Setelah suci dari nifas, dia pun berhias karena berharap agar ada laki-laki lain melamarnya.
Lalu datanglah kepadanya Abu Sanabil bin Ba’kak, “Aku melihatmu berhias diri. Mungkin engkau berharap untuk kawin lagi. Demi Alloh, engkau belum boleh menikah sebelum lewat empat bulan sepuluh hari.”
Kata Subai’ah, “Setelah ia berkata demikian, aku pergi menemui Rosululloh Saw. Lalu kutanyakan masalah itu kepada beliau. Rosululloh Saw berfatwa kepadaku,
bahwa aku sudah halal untuk menikah setelah melahirkan anakku. Bahkan beliau menyuruhku menikah jika aku mau.” (HR. Muslim)
Keterangan: Iddah adalah masa menanti yang diwajibkan atas wanita yang diceraikan suaminya (cerai hidup atau cerai mati),
guna mengetahui apakah dia sedang hamil atau tidak. Sebab, wanita yang dicerai atau ditinggal mati suaminya adakalanya sedang hamil.
Ketentuan masa iddah tersebut sebagai berikut: Cerai hidup, iddahnya tiga kali suci sesuai dengan QS. 2/• Al-Baqoroh: 228.
Cerai mati, maksudnya berpisah karena suaminya meninggal • dunia. Iddahnya 4 bulan 10 hari
sebagaimana diterangkan dalam QS. 2/Al-Baqoroh: 234. Namun, apabila wanita yang ditinggal mati suaminya itu hamil,
iddahnya sampai melahirkan dan suci dari nifas, meskipun belum sampai 4 bulan 10 hari.