Mendhihaar Istri dan Dendanya

Salamah ibnu Shakr ra. menceritakan bahwa ia adalah seorang laki-laki yang memiliki kecenderungan terhadap wanita melebihi laki-laki lainnya.

Ketika bulan Romadhon tiba, ia merasa khawatir akan mencampuri istrinya, maka ia men-dhihaar-nya selama bulan Romadhon. Namun pada suatu malam ketika istrinya sedang melayaninya, tanpa sengaja ia melihat bagian tertentu dari tubuh istrinya.

Akhirnya ia tak tahan dan mencampurinya. Pagi harinya ia mengajak beberapa kaumnya untuk menemui Nabi Saw. Karena tidak ada yang mau menemaninya, ia berangkat menghadap beliau seorang diri dan menceritakan semua perbuatannya terhadap istrinya.

“Benarkah engkau berbuat demikian?” tanya Rosululloh Saw. “Benar ya Rosululloh, aku melakukannya dua kali, dan aku bersedia menerima keputusan Alloh SWT. Maka hukumlah aku sesuai dengan apa yang telah Alloh beritakan kepadamu.”

Muhammad Rosululloh Saw bersabda, “Merdekakanlah seorang budak.” “Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan benar, aku tidak memiliki kecuali hanya ini,” Salamah menepuk bagian samping lehernya.

“Puasalah dua bulan berturut-turut.” “Aku tidak sanggup. Aku melakukan dhihaar ini karena aku puasa.” Rosululloh Saw bersabda, “Berikanlah makanan satu wasaq kurma kepada enam puluh orang miskin.”

Salamah menjawab, “Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan benar, sesungguhnya kami semalaman dalam keadaan lapar.

Kami tidak memunyai makanan apa-apa.” “Sekarang temuilah pemungut zakat Bani Zuraiq,” sabda Rosululloh Saw.

“Pintalah ia membayarkannya kepadamu, lalu berilah makan enam puluh orang miskin dari satu wasaq kurma itu.

Sisanya makanlah olehmu dan orang-orang yang menjadi tanggunganmu.” Lalu Salamah kembali kepada kaumnya. “Aku mendapati kes empitan dan pendapat yang buruk dari kalian.

Namun aku menda patkan dari Nabi Saw keluasan dan pendapat yang baik. Sesungguhnya beliau telah memerintahku untuk mengambil zakat kalian.” (HR. Muslim)

Keterangan: Dhihaar adalah perkataan seorang suami yang menyerupakan istrinya dengan ibu kandungnya sendiri dalam hal kemuhriman.

Misalnya, “Engkau bagiku sama dengan punggung ibuku”. Pada zaman Jahiliyah (masa kebodohan sebelum kedatangan Islam),

dhihaar sama dengan talak. Syariat Islam mengubahnya bahwa dhihaar tidak sama dengan talak,

hanya mengubahnya menjadikan si suami haram untuk menyetubuhi istrinya kecuali jika ia telah membayar kafarat (denda)nya.

Hadits di atas menerangkan, karena Salamah takut mencampuri istrinya pada siang hari selama bulan Romadhon, maka ia men-dhihaar-nya.

Namun, sebelum ia membayar denda dhihaar, pada malam harinya ia mencampurinya.

Untuk itu, ia dianjurkan oleh Rosululloh Saw membayar kafarat dhihaar sebagai berikut:

Memerdekakan seorang budak; atau• Puasa selama dua bulan berturut-turut; atau• Memberi makan enam puluh orang miskin.•