Suami Tetap Wajib Membayar Mahar Meski Tertipu
Bashroh ibnu Aktsam Al-Anshori ra. menceritakan bahwa ia pernah memberitahukan kepada Nabi Saw, “Aku pernah menikah dengan seorang wanita yang mengaku perawan dalam pingitan.
Ketika aku menggaulinya, ternyata ia telah mengandung.” Nabi Muhammad Rosululloh Saw bersabda, “Ia berhak memperoleh maskawin sebab engkau telah menghalalkan farjinya, sedangkan anaknya seperti budakmu. Apabila ia telah melahirkan, deralah ia.” (HR. Abu Dawud)
Keterangan: Dalam riwayat lain dikatakan, “Lalu Rosululloh Saw menceraikan keduanya.” Hal ini yang dipegang oleh Imam Ahmad,
Ishaq, dan Tsauri, sebagai alasan bahwa kandungan hasil zina menghalangi sahnya nikah.
Namun, menurut Imam Syai’i dan Abu Hanifah, pernikahan wanita yang telah hamil dari hasil zina terhitung sah.
Sebab, anak hasil zina yang dikandungnya itu makruh. Jadi, tidak mencegah sahnya nikah.
Dan, jika langsung bercerai, menurut imam Syai’i, wanita itu tidak wajib iddah.
Kedua pendapat tersebut sama kuatnya karena dikeluarkan oleh ulama-ulama besar,
dan masing-masing sampai kini diikuti oleh para ulama. Jadi, dalam hal ini kita boleh mengikuti pendapat salah satunya.
Jangan berdebat yang menjurus pada pertengkaran. Juga, janganlah mencela orang lain yang berbeda pendapat dengan kita.
Sebab, itu hanya akan mencerai-beraikan umat Islam. Yang dimaksud “anaknya seperti budakmu”
adalah anjuran memelihara, mendidik, dan memperlakukannya dengan baik sehingga kedudukannya sama dengan seorang budak.
Karena dengan menerima kebaikan-kebaikan pemberian kita itulah seseorang bisa diperbudak.
Sebab, anak dari hasil zina tergolong orang yang merdeka dan nasabnya mengikuti ibunya.