Juz 15

Surat Al-Isra |17:1|

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

sub-ḥaanallażiii asroo bi'abdihii lailam minal-masjidil-ḥaroomi ilal-masjidil-aqshollażii baaroknaa ḥaulahuu linuriyahuu min aayaatinaa, innahuu huwas-samii'ul-bashiir

Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.

Exalted is He who took His Servant by night from al-Masjid al-Haram to al-Masjid al-Aqsa, whose surroundings We have blessed, to show him of Our signs. Indeed, He is the Hearing, the Seeing.

Tafsir
Jalalain

(Maha Suci) artinya memahasucikan (Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya) yaitu Nabi Muhammad saw. (pada suatu malam) lafal lailan dinashabkan karena menjadi zharaf.

Arti lafal al-isra ialah melakukan perjalanan di malam hari; disebutkan untuk memberikan pengertian bahwa perjalanan yang dilakukan itu dalam waktu yang sedikit;

oleh karenanya diungkapkan dalam bentuk nakirah untuk mengisyaratkan kepada pengertian itu (dari Masjidilharam ke Masjidilaksa) yakni Baitulmakdis; dinamakan Masjidilaksa

mengingat tempatnya yang jauh dari Masjidilharam (yang telah Kami berkahi sekelilingnya) dengan banyaknya buah-buahan dan sungai-sungai (agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda Kami)

yaitu sebagian daripada keajaiban-keajaiban kekuasaan Kami. (Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) artinya yang mengetahui semua perkataan dan pekerjaan Nabi saw.

Maka Dia melimpahkan nikmat-Nya kepadanya dengan memperjalankannya di suatu malam; di dalam perjalanan itu antara lain ia sempat berkumpul dengan para nabi;

naik ke langit; melihat keajaiban-keajaiban alam malakut dan bermunajat langsung dengan Allah swt. Sehubungan dengan peristiwa ini Nabi saw. menceritakannya melalui sabdanya,

"Aku diberi buraq; adalah seekor hewan yang berbulu putih; tingginya lebih dari keledai akan tetapi lebih pendek daripada bagal; bila ia terbang kaki depannya dapat mencapai batas pandangan matanva.

Lalu aku menaikinya dan ia membawaku hingga sampai di Baitulmakdis. Kemudian aku tambatkan ia pada tempat penambatan yang biasa dipakai oleh para nabi.

Selanjutnya aku memasuki Masjidilaksa dan melakukan sholat dua rakaat di dalamnya. Setelah itu aku keluar dari Masjidilaksa datanglah kepadaku malaikat Jibril seraya membawa dua buah cawan;

yang satu berisikan khamar sedangkan yang lain berisikan susu. Aku memilih cawan yang berisikan susu, lalu malaikat Jibril berkata, 'Engkau telah memilih fitrah (yakni agama Islam).

' Nabi saw. melanjutkan kisahnya, kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit dunia (langit pertama), lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit;

ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah kamu' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah yang bersamamu itu' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya,

'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Kemudian pintu langit pertama dibukakan bagi kami; tiba-tiba di situ aku bertemu dengan Nabi Adam.

Nabi Adam menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan untukku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kedua. Lalu ditanyakan kepadanya,

'Siapakah kamu' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.

' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka pintu langit yang kedua dibukakan bagi kami;

tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang anak bibiku, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Isa. Lalu keduanya menyambut kedatanganku, dan keduanya mendoakan kebaikan buatku.

Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang ketiga, lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu' Malaikat Jibril menjawab,

'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya'

Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit ketiga bagi kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Yusuf;

dan ternyata ia telah dianugerahi separuh daripada semua keelokan. Nabi Yusuf menyambut kedatanganku, lalu ia mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku

naik ke langit yang keempat, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu' Malaikat Jibril menjawab. 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya,

'Siapakah orang yang bersamamu itu' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.

' Maka pintu langit yang keempat dibukakan bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Idris, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku ke langit yang kelima,

lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kelima, maka ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Dan ditanyakan lagi kepadanya,

'Siapakah orang yang bersamamu itu' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.

' Lalu dibukakanlah pintu langit yang kelima bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Harun, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku.

Selanjutnya malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia mengetuk pintunva, ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya,

'Siapakah orang yang bersamamu itu' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya' Malaikat Jibril menjawab,

'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit yang keenam buat kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Musa, lalu Nabi Musa menyambut kedatanganku,

dan ia mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, lalu ia mengetuk pintunya. Ditanyakan kepadanya,

'Siapakah kamu' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya,

'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit yang ketujuh bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Ibrahim.

Kedapatan ia bersandar pada Baitulmakmur. Ternyata Baitulmakmur itu setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat, yang selanjutnya mereka tidak kembali lagi padanya.

Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke Sidratul Muntaha, kedapatan daun-daunnya bagaikan telinga-telinga gajah dan buah-buahan bagaikan tempayan-tempayan yang besar.

Ketika semuanya tertutup oleh nur Allah, semuanya menjadi berubah. Maka kala itu tidak ada seorang makhluk Allah pun yang dapat menggambarkan keindahannya. Rasulullah saw.

melanjutkan kisahnya, maka Allah mewahyukan kepadaku secara langsung, dan Dia telah (mewajibkan) kepadaku lima puluh kali sholat untuk setiap hari.

Setelah itu lalu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa (langit yang keenam). Maka Nabi Musa bertanya kepadaku, 'Apakah yang diwajibkan oleh Rabbmu atas umatmu' Aku menjawab,

'Lima puluh kali sholat untuk setiap harinya.' Nabi Musa berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah keringanan dari-Nya karena sesungguhnya umatmu niscava tidak akan kuat melaksanakannya;

aku telah mencoba Bani Israel dan telah menguji mereka.' Rasulullah saw. melanjutkan kisahnya, maka aku kembali kepada Rabbku, lalu aku memohon, 'Wahai Rabbku, ringankanlah buat umatku.

' Maka Allah meringankan lima waktu kepadaku. Lalu aku kembali menemui Nabi Musa. Dan Nabi Musa bertanya, 'Apakah yang telah kamu lakukan' Aku menjawab, 'Allah telah meringankan lima waktu kepadaku.

' Maka Nabi Musa bertanya, 'Sesungguhnya umatmu niscaya tidak akan kuat melakukan hal tersebut, maka kembalilah lagi kepada Rabbmu dan mintalah keringanan buat umatmu kepada-Nya.

' Rasulullah melanjutkan kisahnya, maka aku masih tetap mondar-mandir antara Rabbku dan Nabi Musa, dan Dia meringankan kepadaku lima waktu demi lima waktu. Hingga akhirnya Allah berfirman,

'Hai Muhammad, sholat lima waktu itu untuk tiap sehari semalam; pada setiap sholat berpahala sepuluh sholat, maka itulah lima puluh kali sholat. Dan barang siapa yang berniat untuk melakukan kebaikan,

kemudian ternyata ia tidak melakukannya dituliskan untuknya pahala satu kebaikan. Dan jika ternyata ia melakukannya, dituliskan baginva pahala sepuluh kali kebaikan.

Dan barang siapa yang berniat melakukan keburukan, lalu ia tidak mengerjakannya maka tidak dituliskan dosanya. Dan jika ia mengerjakannya maka dituliskan baginva dosa satu keburukan.

' Setelah itu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa, lalu aku ceritakan hal itu kepadanya. Maka ia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah kepada-Nya keringanan buat umatmu,

karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat melaksanakannya.' Maka aku menjawab, 'Aku telah mondar-mandir kepada Rabbku hingga aku malu terhadap-Nya.

'" (Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim; dan lafal hadis ini berdasarkan Imam Muslim). Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak meriwayatkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a.

yang menceritakan, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, "Aku melihat Rabbku Azza Wajalla."

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 1 |

Allah Swt. memulai surat ini dengan mengagungkan diri-Nya dan meng¬gambarkan kebesaran peran-Nya, karena kekuasaan-Nya melampaui segala sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh seorang pun selain Dia sendiri. Maka tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.


{الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ}


yang telah memperjalankan hamba-Nya. (Al-Isra: l) Yaitu Nabi Muhammad Saw.


{لَيْلا}


pada suatu malam. (Al-Isra: l) Maksudnya, di dalam kegelapan malam hari.


{مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ}


dari Masjidil Haram. (Al-Isra: l)Yang tempatnya berada di Mekah


{إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى}


ke Masjidil Aqsa. (Al-Isra: 1)Yakni Baitul Muqaddas yang terletak di Elia (Yerussalem), tempat asal para Nabi (terdahulu) sejak Nabi Ibrahim a.s. Karena itulah semua nabi dikumpulkan di Masjidil Aqsa pada malam itu, lalu Nabi Saw.

mengimami mereka di tempat mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah imam terbesar dan pemimpin yang didahulukan. Semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada mereka semuanya. Firman Allah Swt:


{الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ}


yang telah Kami berkahi sekelilingnya. (Al-Isra: 1) Yakni tanam-tanamannya dan hasil buah-buahannya.


{لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا}


agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. (Al-Isra: 1)Maksudnya, Kami perlihatkan kepada Muhammad sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar-besar. Dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:


{لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى}


Sesungguhnya Dia telah melihat sebagian tanda-tanda (ke¬kuasaan) Tuhannya yang paling besar. (An-Najm: 18)Kami akan mengetengahkan hadis-hadis yang menceritakan peristiwa Isra ini yang bersumber dari Nabi Saw. Firman Allah Swt:


{إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ}


Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Menge¬tahui. (Al-Isra: l)Allah Maha Mendengar semua ucapan hamba-hamba-Nya, yang mukmin maupun yang kafir yang membenarkan maupun yang mendustakan di antara mereka.

Dan Dia Maha Melihat semua perbuatan mereka: Maka kelak Dia akan memberikan kepada masing-masing dari mereka balasan yang berhak mereka terima di dunia dan di akhirat.HADIS-HADIS TENTANG ISRA Riwayat sahabat Anas ibnu Malik r.a.


قَالَ الْإِمَامُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ -هُوَ ابْنُ بِلَالٍ-عَنْ شَرِيكِ بْنِ عَبْدِ اللِّهِ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَسْجِدِ الْكَعْبَةِ: إِنَّهُ جَاءَهُ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ قَبْلَ أَنْ يُوحَى إِلَيْهِ وَهُوَ نَائِمٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ فَقَالَ أَوَّلُهُمْ: أَيَهُمُّ هُوَ؟ فَقَالَ أَوْسَطُهُمْ: هُوَ خَيْرُهُمْ، فَقَالَ آخِرُهُمْ: خُذُوا خَيْرَهُمْ. فَكَانَتْ تِلْكَ اللَّيْلَةَ فَلَمْ يَرَهُمْ حَتَّى أَتَوْهُ لَيْلَةً أُخْرَى فِيمَا يَرَى قَلْبُهُ، وَتَنَامُ عَيْنَاهُ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُ -وَكَذَلِكَ الْأَنْبِيَاءُ تَنَامُ أَعْيُنُهُمْ وَلَا تَنَامُ قُلُوبُهُمْ-فَلَمْ يُكَلِّمُوهُ حَتَّى احْتَمَلُوهُ فَوَضَعُوهُ عِنْدَ بِئْرِ زَمْزَمَ، فَتَوَلَّاهُ مِنْهُمْ جِبْرِيلُ، فَشَقَّ جِبْرِيلُ مَا بَيْنَ نَحْرِهِ إِلَى لَبَّتِهِ حَتَّى فَرَغَ مِنْ صَدْرِهِ وَجَوْفِهِ، فَغَسَلَهُ مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ، بِيَدِهِ حَتَّى أَنْقَى جَوْفَهُ، ثُمَّ أُتِيَ بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ فِيهِ تَوْرٌ مَنْ ذَهَبٍ مَحْشُوًّا إِيمَانًا وَحِكْمَةً، فَحَشَا بِهِ صَدْرَهُ وَلَغَادِيدَهُ -يَعْنِي عُرُوقَ حَلْقِهِ-ثُمَّ أَطْبَقَهُ. ثُمَّ عَرَجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَضَرَبَ بَابًا مِنْ أَبْوَابِهَا، فَنَادَاهُ أَهْلُ السَّمَاءِ: مَنْ هَذَا؟ فَقَالَ: جِبْرِيلُ. قَالُوا: وَمَنْ مَعَكَ؟ قَالَ: مَعِي مُحَمَّدٌ. قَالُوا: وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالُوا: مَرْحَبًا بِهِ وَأَهْلًا بِهِ، يَسْتَبْشِرُ بِهِ أَهْلُ السَّمَاءِ لَا يَعْلَمُ أَهْلُ السَّمَاءِ بِمَا يُرِيدُ اللَّهُ بِهِ فِي الْأَرْضِ حَتَّى يُعْلِمهم. وَوَجَدَ فِي السَّمَاءِ الدُّنْيَا آدَمَ، فَقَالَ لَهُ جِبْرِيلُ: هَذَا أَبُوكَ آدَمُ فسلِّم عَلَيْهِ، فسلَّم عَلَيْهِ، وَرَدَّ عَلَيْهِ آدَمُ فَقَالَ: مَرْحَبًا وَأَهْلًا بِابْنِي، نِعْمَ الِابْنُ أَنْتَ، فَإِذَا هُوَ فِي السَّمَاءِ الدُّنْيَا بِنَهْرَيْنِ يَطَّرِدَانِ فَقَالَ: "مَا هَذَانِ النَّهْرَانِ يَا جِبْرِيلُ؟ " قَالَ: هَذَا النِّيلُ وَالْفُرَاتُ عُنْصُرُهُمَا، ثُمَّ مَضَى بِهِ فِي السَّمَاءِ، فَإِذَا هُوَ بِنَهْرٍ آخَرَ عَلَيْهِ قَصْرٌ مِنْ لُؤْلُؤٍ وَزَبَرْجَدٍ، فَضَرَبَ يَدَهُ فَإِذَا هُوَ مِسْكٌ أذْفر فَقَالَ: "مَا هَذَا يَا جِبْرِيلُ؟ " قَالَ: هَذَا الْكَوْثَرُ الَّذِي خَبَّأَ لَكَ رَبُّكَ. ثُمَّ عُرِجَ إِلَى السَّمَاءِ الثَّانِيَةِ، فَقَالَتِ الْمَلَائِكَةُ لَهُ مِثْلَ مَا قَالَتْ لَهُ الْأُولَى: مَنْ هَذَا؟ قَالَ: جِبْرِيلُ. قَالُوا: وَمَنْ مَعَكَ؟ قَالَ: مُحَمَّدٌ. قَالُوا: وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالُوا: مَرْحَبًا وَأَهْلًا وَسَهْلًا. ثُمَّ عَرَجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ الثَّالِثَةِ، فَقَالُوا لَهُ مِثْلَ مَا قَالَتِ الْأُولَى وَالثَّانِيَةُ. ثُمَّ عَرَجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ الرَّابِعَةِ، فَقَالُوا لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ. ثُمَّ عَرَجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ الْخَامِسَةِ، فَقَالُوا لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ. ثُمَّ عَرَجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ السَّادِسَةِ، فَقَالُوا لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ. ثُمَّ عَرَجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ، فَقَالُوا لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ. كُلُّ سَمَاءٍ فِيهَا أَنْبِيَاءُ قَدْ سَمَّاهُمْ، قَدْ وَعَيْتُ مِنْهُمْ إِدْرِيسَ فِي الثَّانِيَةِ وَهَارُونَ فِي الرَّابِعَةِ، وَآخَرَ فِي الْخَامِسَةِ لَمْ أَحْفَظِ اسْمَهُ، وَإِبْرَاهِيمَ فِي السَّادِسَةِ، وَمُوسَى فِي السَّابِعَةِ بِتَفْضِيلِ كَلَامِ اللَّهِ. فَقَالَ مُوسَى: "رَبِّ لَمْ أَظُنَّ أَنْ يُرْفَعَ عَلَيَّ أَحَدٌ" ثُمَّ عَلَا بِهِ فَوْقَ ذَلِكَ، بِمَا لَا يَعْلَمُهُ إِلَّا اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، حَتَّى جَاءَ سِدْرَة الْمُنْتَهَى، وَدَنَا الْجَبَّارُ رَبُّ الْعِزَّةِ فَتَدَلَّى، حَتَّى كَانَ مِنْهُ قَابَ قَوْسَيْنِ أو أدنى، فأوحى الله إليه فيما يُوحِي: خَمْسِينَ صَلَاةً عَلَى أُمَّتِكَ كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ. ثُمَّ هُبِطَ بِهِ حَتَّى بَلَغَ مُوسَى فَاحْتَبَسَهُ مُوسَى فَقَالَ: "يَا مُحَمَّدُ، مَاذَا عَهِدَ إِلَيْكَ رَبُّكَ؟ " قَالَ: "عَهِدَ إِلَيَّ خَمْسِينَ صَلَاةً كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ" قَالَ:" إِنَّ أُمَّتَكَ لَا تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ فَارْجِعْ فَلْيُخَفِّفْ عَنْكَ رَبُّكَ وَعَنْهُمْ". فَالْتَفَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى جِبْرِيلَ كَأَنَّهُ يَسْتَشِيرُهُ فِي ذَلِكَ، فَأَشَارَ إِلَيْهِ جِبْرِيلُ: أَنْ نَعَمْ، إِنْ شِئْتَ. فَعَلَا بِهِ إِلَى الْجَبَّارِ تَعَالَى، فَقَالَ وَهُوَ فِي مَكَانِهِ: "يَا رَبِّ، خَفِّفْ عَنَّا، فَإِنَّ أُمَّتِي لَا تَسْتَطِيعُ هَذَا" فَوَضَعَ عَنْهُ عَشْرَ صَلَوَاتٍ، ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مُوسَى فَاحْتَبَسَهُ، فَلَمْ يَزَلْ يُرَدِّدُهُ مُوسَى إِلَى رَبِّهِ حَتَّى صَارَتْ إِلَى خَمْسِ صَلَوَاتٍ. ثُمَّ احْتَبَسَهُ مُوسَى عِنْدَ الْخَمْسِ فَقَالَ: "يَا مُحَمَّدُ، وَاللَّهِ لَقَدْ رَاوَدْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ قَوْمِي عَلَى أَدْنَى مِنْ هَذَا، فَضَعُفُوا فَتَرَكُوهُ، فَأُمَّتُكَ أَضْعَفُ أَجْسَادًا وَقُلُوبًا وَأَبْدَانًا وَأَبْصَارًا وَأَسْمَاعًا، فَارْجِعْ فَلْيُخَفِّفْ عَنْكَ رَبُّكَ" كُلَّ ذَلِكَ يَلْتَفِتُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى جِبْرِيلَ لِيُشِيرَ عَلَيْهِ، وَلَا يَكْرَهُ ذَلِكَ جِبْرِيلُ، فَرَفَعَهُ عِنْدَ الْخَامِسَةِ فَقَالَ: "يَا رَبِّ، إِنَّ أُمَّتِي ضُعَفَاءُ أَجْسَادُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ وَأَسْمَاعُهُمْ وَأَبْدَانُهُمْ فَخَفِّفْ عَنَّا" فَقَالَ: الْجَبَّارُ: "يَا مُحَمَّدُ، قَالَ: "لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ" قَالَ: إِنَّهُ لَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ، كَمَا فَرَضْتُ عَلَيْكَ فِي أُمِّ الْكِتَابِ: "كُلُّ حَسَنَةٍ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، فَهِيَ خَمْسُونَ فِي أُمِّ الْكِتَابِ وَهِيَ خُمْسٌ عَلَيْكَ"، فَرَجَعَ إِلَى مُوسَى فَقَالَ: "كَيْفَ فَعَلْتَ؟ " فَقَالَ: "خَفَّفَ عَنَّا، أَعْطَانَا بِكُلِّ حَسَنَةٍ عَشْرَ أَمْثَالِهَا" قَالَ: مُوسَى: "قَدْ وَاللَّهِ رَاوَدْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ فَتَرَكُوهُ، فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَلْيُخَفِّفْ عَنْكَ أَيْضًا". قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا مُوسَى قَدْ -وَاللَّهِ-اسْتَحْيَيْتُ مِنْ رَبِّي مِمَّا أَخْتَلِفُ إِلَيْهِ" قَالَ: "فَاهْبِطْ بِاسْمِ اللَّهِ"، فَاسْتَيْقَظَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ.


Imam Abu Abdullah Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada¬ku Abdul Aziz ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sulaiman (yakni Ibnu Bilal), dari Syarik ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar

sahabat Anas ibnu Malik menceritakan malam hari yang ketika itu Rasulullah Saw. mengalami Isra dari Masjid Ka'bah (Masjidil Haram). Disebutkan bahwa ada tiga orang datang kepadanya sebelum ia menerima wahyu, saat itu ia (Nabi Saw.)

sedang tidur di Masjidil Haram. Orang pertama dari ketiga orang itu berkata, "Yang manakah dia itu?" Orang yang pertengahan menjawab, "Orang yang paling pertengahan dari mereka. Dialah orang yang paling baik."

Orang yang terakhir berkata, "Ambillah yang paling baik dari mereka." Hanya itulah yang terjadi malam tersebut. Nabi Saw. tidak melihat mereka, hingga mereka datang kepadanya di malam lainnya menurut penglihatan hatinya;

sedangkan matanya terti¬dur, tetapi hatinya tidak tidur. Demikianlah halnya para nabi, mata mereka tidur, tetapi hati mereka tidak tidur. Mereka tidak mengajak beliau bicara, melainkan langsung memba¬wanya, lalu membaringkannya

di dekat sumur zamzam, yang selanjutnya urusannya ditangani oleh Malaikat Jibril yang ada bersama mereka. Ke¬mudian Jibril membelah bagian antara tenggorokan sampai bagian ulu hatinya, lalu ia mencuci isi dada dan perutnya

dengan memakai air zam¬zam. Ia lakukan hal ini dengan tangannya sendiri sehingga bersihlah bagian dari tubuh Nabi Saw. Kemudian Jibril membawa sebuah piala emas yang di dalamnya terdapat sebuah wadah kecil terbuat dari emas,

wadah itu berisikan iman dan hikmah. Lalu Jibril menyisihkannya ke dalam dada dan kerongkongan¬nya serta menutupkan bedahannya. Setelah itu Jibril membawanya naik ke langit pertama. Jibril mengetuk salah satu pintu langit pertama,

maka malaikat penghuni langit pertama bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Orang yang bersamaku adalah Muhammad." Mereka bertanya,

"Apakah ia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab "Ya." Mereka berkata, "Selamat datang untuknya." Semua penduduk langit pertama menyambut gembira kedatangannya. Para penduduk langit tidak menge¬tahui

apa yang diinginkan oleh Allah di bumi hingga Allah sendiri yang memberitahukan kepada mereka. Nabi Saw. bersua dengan Adam di langit yang pertama, dan Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Ini adalah bapakmu Adam." Maka Nabi Saw.

mengucapkan salam kepada Adam, dan Adam menjawab salamnya seraya berkata, "Selamat datang, wahai anakku, sebaik-baik anak adalah engkau." Di langit pertama itu Nabi Saw. tiba-tiba melihat ada dua buah sungai yang mengalir.

Maka ia bertanya, "Hai Jibril, apakah nama kedua sungai ini?" jibril menjawab, "Kedua sungai ini adalah Nil dan Eufrat, yakni sumber keduanya." Jibril membawanya pergi ke sekitar langit itu. Tiba-tiba Nabi Saw. melihat sungai lain.

Yang di atasnya terdapat sebuah gedung dari mutiara dan zabarjad. Maka Nabi Saw. menyentuhkan tangannya ke sungai itu, ternyata baunya sangat wangi seperti minyak kesturi. Lalu ia bertanya, "Hai Jibril, sungai apakah ini?"

Jibril menjawab, "Ini adalah Sungai Kausar yang disimpan oleh Tuhanmu buat kamu." Jibril membawanya naik ke langit yang kedua, maka para malaikat (penjaga langit kedua) mengatakan kepadanya pertanyaan yang sama seperti pertanyaan

yang dilontarkan oleh penjaga langit pertama, "Siapa¬kah orang ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapa¬kah yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka berta¬nya, "Apakah dia telah diperintahkan

untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Selamat atas kedatangannya." Kemudian Jibril membawanya naik ke langit yang ketiga, dan para penjaganya mengatakan kepadanya pertanyaan yang semisal

dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh malaikat penjaga langit yang kedua. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang keempat. Para penjaga¬nya pun melontarkan pertanyaan yang sama seperti pertanyaan sebelum¬nya.

Jibril membawanya lagi naik ke langit yang kelima, dan para penjaganya melontarkan pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan para malaikat penjaga langit yang sebelumnya. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang keenam.

Para penjaga¬nya mengajukan pertanyaan yang semisal dengan para malaikat sebelum¬nya. Kemudian Jibril membawanya lagi ke langit yang ketujuh, dan para penjaganya mengajukan pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan

yang dilontarkan oleh penjaga langit sebelumnya. Pada tiap-tiap lapis langit terdapat nabi-nabi yang nama masing-masingnya disebutkan oleh Jibril. Perawi hadis berkata bahwa ia ingat nama-nama mereka, antara lain:

Nabi Idris di langit yang kedua, Nabi Harun di langit yang keempat, dan nabi lainnya di langit yang kelima; pe¬rawi tidak ingat lagi namanya. Nabi Ibrahim di langit yang keenam, dan Nabi Musa di langit yang ketujuh berkat keutamaan

yang dimilikinya, yaitu pernah diajak berbicara langsung oleh Allah Swt. Musa berkata "Wahai Tuhanku, saya tidak menduga bahwa Engkau akan mengangkat seseorang lebih tinggi di atasku." Kemudian Jibril membawanya naik di atas itu

sampai ke tingkatan yang tiada seorang pun mengetahuinya kecuali hanya Allah Swt., hingga sampailah Nabi Saw. di Sidratul Muntaha dan berada dekat dengan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung. Maka ia makin bertambah dekat,

sehingga jadilah ia (Nabi Saw.) dekat dengan-Nya. Sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi. Maka Allah memberikan wahyu kepadanya, antara lain ialah, "Aku wajibkan lima puluh kali salat setiap siang dan malam hari atas umatmu."

Kemudian Jibril membawanya turun sampai ke tempat Musa berada, lalu Musa menahannya dan berkata, "Hai Muhammad, apakah yang te¬lah diperintahkan oleh Tuhanmu untukmu?" Nabi Saw. menjawab, "Tuhan¬ku telah memerintahkan

kepadaku salat lima puluh kali setiap siang dan malam hari." Musa berkata, "Sesungguhnya umatku tidak akan mampu mengerja¬kannya, sekarang kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan mintalah ke¬ringanan dari-Nya buatmu

dan buat umatmu." Nabi Saw. menoleh kepada Jibril, seakan-akan beliau meminta saran darinya mengenai hal tersebut. Dan Jibril menjawab, "Baiklah jika kamu menghendakinya." Maka Jibril membawanya lagi naik

kepada Tuhan Yang Mahaperka-sa lagi Mahasuci, lalu Nabi Saw. memohon kepada Allah Swt. yang ber¬ada di tempat-Nya, "Wahai Tuhanku berikanlah keringanan buat kami, karena sesungguhnya umatku tidak akan mampu memikulnya.

" Maka Allah memberikan keringanan sepuluh salat kepadanya. Nabi Saw. kembali kepada Musa dan Musa menahannya. Maka Musa terus menerus membolak-balikannya dari dia ke Tuhannya, hingga jadilah salat lima waktu.

Setelah ditetapkan salat lima waktu, Musa menahannya kembali dan berkata, "Hai Muhammad, demi Allah, sesungguhnya aku telah mem¬bujuk Bani Israil:—umatku— untuk mengerjakan yang lebih sedikit dari lima waktu,

tetapi mereka kelelahan, akhirnya mereka meninggalkannya. Umatmu lebih lemah, tubuh, hati, badan, penglihatan, dan pendengaran¬nya; maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintakanlah keringanan kepada-Nya buatmu."

Setiap kali mendapat saran dari Nabi Musa, Nabi Saw. selalu meno¬leh kepada Jibril untuk meminta pendapatnya, dan Malaikat Jibril dengan senang hati menerimanya, akhirnya pada kali yang kelima Jibril membawanya naik dan ia berkata,

"Wahai Tuhanku, sesungguhnya umatku adalah orang-orang yang lemah, tubuh, hati, pendengaran, penglihatan, dan jasad mereka, maka berilah keringanan lagi buat kami." Maka Tuhan Yang Mahaperkasa, Mahasuci,

lagi Mahatinggi berfir¬man, "Hai Muhammad."Nabi Saw. menjawab, "Labbaikawasa'daika (saya penuhi seruan-Mu dengan penuh kebahagiaan)." Allah berfirman, "Sesungguhnya keputusan yang ada pada-Ku ini tidak dapat diubah lagi,

persis seperti apa yang telah Aku tetapkan atas dirimu di dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuz). Maka setiap amal kebaikan berpahala sepuluh kali lipat kebaikan. Dan kewajiban salat itu telah tercatat lima puluh kali di dalam Ummul Kitab,

sedangkan bagimu tetap lima kali." Nabi Saw. kembali kepada Musa dan Musa berkata "Apakah yang telah engkau lakukan?" Nabi Saw. menjawab, "Allah telah memberikan keringanan bagi kami, Dia telah memberikan kepada kami

setiap amal kebaikan berpahala sepuluh kali lipat kebaikan yang semisal." Musa berkata, "Sesungguhnya, demi Allah, saya telah membujuk Bani Israil untuk mengerjakan yang lebih ringan dari itu, tetapi mereka meninggalkannya.

Maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah ke¬ringanan buat dirimu juga." Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Musa, sesungguhnya —demi Allah— saya malu kepada Tuhanku, karena terlalu sering bolak-balik kepada-Nya." Musa berkata,

"Kalau begitu, turunlah engkau dengan menyebut nama Allah." Perawi melanjutkan kisahnya, "Lalu Nabi Saw. terbangun, dan dia berada di Masjidil Haram." Demikianlah menurut lafaz yang diketengah¬kan oleh Imam Bukhari

di dalam Kitabut Tauhid, bagian dari kitab sahih¬nya.Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam Sifatun Nabi Saw., dari Ismail ibnu Abu Uwais, dari saudaranya (yaitu Abu Bakar Abdul Hamid), dari Sulaiman ibnu Bilal.

Imam Muslim meriwayatkannya dari Harun ibnu Sa'id dari Ibnu Wahb dari Sulaiman, yang di dalam riwayatnya Sulaiman memberikan tambahan, ada pula yang dikuranginya, serta ada yang didahulukan dan yang dibelakangkan.

Pada kenyataannya memang seperti apa yang di¬katakan oleh Imam Muslim, karena sesungguhnya Syarik ibnu Abdullah ibnu Abu Namir kacau dalam hadis ini dan hafalannya buruk, ia tidak dapat menyusunnya dengan baik;

seperti yang akan dijelaskan kemudian dalam hadis-hadis lain, insya Allah.Di antara perawi ada yang menganggap peristiwa ini terjadi di saat Nabi Saw. sedang tidur, karena menyelaraskannya dengan apa yang terjadi sesudah itu. Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan di dalam hadis syarik adanya suatu tambahan yang hanya ada pada riwayatnya, sesuai dengan pendapat orang yang menduga bahwa Nabi Saw. melihat Allah Swt. da¬lam peristiwa ini. Yang dimaksudkan ialah apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya,


"ثُمَّ دَنَا الْجَبَّارُ رَبُّ الْعِزَّةِ فَتَدَلَّى، فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى"


"Kemudian Dia mendekat," yakni Tuhan Yang Mahaperkasa mendekat kepadanya (Nabi Saw.), "lalu bertambah mendekat lagi, maka jadilah Dia dekat kepadanya (Muhammad Saw.) sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi."

Selanjutnya Imam Baihaqi mengatakan bahwa pendapat Aisyah dan Ibnu Mas'ud serta Abu Hurairah yang menakwilkan ayat-ayat ini —bahwa Nabi Saw. meli¬hat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya— merupakan pendapat yang paling sahih.

Pendapat yang dikatakan oleh Imam Baihaqi dalam masalah ini adalah pendapat yang benar, karena sesungguhnya Abu Zar r.a. pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau melihat Tuhanmu?" Rasulullah Saw. menjawab:


"نُورٌ أَنَّى أَرَاهُ". وَفِي رِوَايَةٍ "رَأَيْتُ نُورًا"


Nur, mana mungkin aku dapat melihatnya. Menurut riwayat yang lain disebutkan: Saya hanya melihat nur (cahaya). (Diketengahkan oleh Imam Muslim)Firman Allah Swt.:


{ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى}


Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. (An-Najm: 8)Sesungguhnya yang dimaksudkan hanyalah Malaikat Jibril a.s., seperti yang ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui Siti Aisyah Ummul Muminin dan Ibnu Mas'ud.

Demikian pula yang ditetapkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Hurairah. Tiada seorang pun di antara para sahabat yang menentang penafsiran ayat dengan takwil seperti ini.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، أَخْبَرَنَا ثَابِتٌ البُناني، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أُتِيتُ بِالْبُرَاقِ وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ، يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهِ، فَرَكِبْتُهُ فَسَارَ بِي حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ، فَرَبَطْتُ الدَّابَّةَ بِالْحَلْقَةِ الَّتِي يَرْبِطُ فِيهَا الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ دَخَلْتُ فَصَلَّيْتُ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ خَرَجْتُ. فَأَتَانِي جِبْرِيلُ بِإِنَاءٍ مِنْ خَمْرٍ وَإِنَاءٍ مِنْ لَبَنٍ، فَاخْتَرْتُ اللَّبَنَ. قَالَ جِبْرِيلُ: أَصَبْتَ الْفِطْرَةَ" قَالَ: "ثُمَّ عُرِجَ بِي إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ، فَقِيلَ: مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ: جِبْرِيلُ. فَقِيلَ: وَمَنْ مَعَكَ؟ قَالَ: مُحَمَّدٌ. قِيلَ: وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ؟ [قَالَ: قَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ] فَفُتِحَ لَنَا، فَإِذَا أَنَا بِآدَمَ، فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ. ثُمَّ عَرَج بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الثَّانِيَةِ، فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ، فَقِيلَ: مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ: جِبْرِيلُ. فَقِيلَ: وَمَنْ مَعَكَ؟ قَالَ: مُحَمَّدٌ. فَقِيلَ: وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: قَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ. فَفُتِحَ لَنَا، فَإِذَا أَنَا بِابْنَيِ الْخَالَةِ يَحْيَى وَعِيسَى، فَرَحَّبَا بِي وَدَعَوَا لِي بِخَيْرٍ. ثُمَّ عُرِجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الثَّالِثَةِ، فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ، فَقِيلَ: مَنْ أَنْتَ؟ فَقَالَ: جِبْرِيلُ. فَقِيلَ: وَمَنْ مَعَكَ؟ فَقَالَ: مُحَمَّدٌ. فَقِيلَ: وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: قَدْ أرسل إليه. ففتح لنا، فإذا أنا بيوسف، وَإِذَا هُوَ قَدْ أُعْطِيَ شَطْرَ الْحُسْنِ، فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ. ثُمَّ عُرِجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الرَّابِعَةِ، فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ، فَقِيلَ: مَنْ أَنْتَ؟ فَقَالَ: جِبْرِيلُ. فَقِيلَ: وَمَنْ مَعَكَ؟ قَالَ: مُحَمَّدٌ. فَقِيلَ: قَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: قَدْ بُعِثَ إليه. ففتح الباب، فإذا أنا بإدريس، فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ. ثُمَّ قَالَ: يَقُولُ اللَّهُ: {وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا} [مَرْيَمَ: 57] . ثُمَّ عُرِجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الْخَامِسَةِ، فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ، فَقِيلَ: مَنْ أَنْتَ؟ فَقَالَ: جِبْرِيلُ. فَقِيلَ: [وَ] مَنْ مَعَكَ؟ فَقَالَ: مُحَمَّدٌ. فَقِيلَ: قَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ. فَفُتِحَ لَنَا، فَإِذَا أنا بهارون، فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ. ثُمَّ عُرِجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ السَّادِسَةِ، فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ، فَقِيلَ: مَنْ أَنْتَ؟ فَقَالَ: جِبْرِيلُ. قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ؟ قَالَ: مُحَمَّدٌ. فَقِيلَ: وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: قَدْ بعث إليه. ففتح لنا، فإذا أنا بموسى فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ. ثُمَّ عُرِجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ، فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ، فَقِيلَ: مَنْ أنت؟ قال: جبريل. قيل: ومن مَعَكَ؟ قَالَ: مُحَمَّدٌ. فَقِيلَ: وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ. فَفُتِحَ لَنَا، فَإِذَا أنا بإبراهيم ، وَإِذَا هُوَ مُسْتَنِدٌ إِلَى الْبَيْتِ الْمَعْمُورِ، وَإِذَا هُوَ يَدْخُلُهُ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ ثُمَّ لَا يَعُودُونَ إِلَيْهِ. ثُمَّ ذَهَبَ بِي إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى، فَإِذَا وَرَقُهَا كَآذَانِ الْفِيَلَةِ، وَإِذَا ثَمَرُهَا كَالْقِلَالِ. فَلَمَّا غَشِيَهَا مِنْ أَمْرِ اللَّهِ مَا غَشِيَهَا تَغَيَّرَتْ، فَمَا أَحَدٌ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ تَعَالَى يَسْتَطِيعُ أَنْ يَصِفَهَا مِنْ حُسْنِهَا. قَالَ: "فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيَّ مَا أَوْحَى، وَفَرَضَ عَلَيَّ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَمْسِينَ صَلَاةً، فَنَزَلْتُ حَتَّى انْتَهَيْتُ إِلَى مُوسَى". قَالَ: "مَا فَرَضَ رَبُّكَ عَلَى أُمَّتِكَ؟ قَالَ: "قُلْتُ: خَمْسِينَ صَلَاةً فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ". قَالَ: ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ؛ فَإِنَّ أُمَّتَكَ لَا تُطِيقُ ذَلِكَ، وَإِنِّي قَدْ بَلَوْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَخَبَرْتُهُمْ". قَالَ:" فَرَجَعْتُ إِلَى رَبِّي، فَقُلْتُ: أَيْ رَبِّ، خَفِّفْ عَنْ أُمَّتِي، فَحَطَّ عَنِّي خَمْسًا. فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ: مَا فَعَلْتَ؟ قُلْتُ: قَدْ حَطَّ عَنِّي خَمْسًا". قَالَ: "إِنَّ أُمَّتَكَ لَا تُطِيقُ ذَلِكَ، فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لِأُمَّتِكَ" قَالَ: "فَلَمْ أَزَلْ أَرْجِعُ بَيْنَ رَبِّي وَبَيْنَ مُوسَى، وَيَحُطُّ عَنِّي خَمْسًا خَمْسًا حَتَّى قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، هِيَ خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، بِكُلِّ صَلَاةٍ عَشْرٌ، فَتِلْكَ خَمْسُونَ صَلَاةً، وَمَنْ هُمْ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ [لَهُ] حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ عَشْرًا. وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ وَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ، فَإِنَّ عَمِلَهَا كُتِبَتْ سَيِّئَةً وَاحِدَةً. فَنَزَلْتُ حَتَّى انْتَهَيْتُ إِلَى مُوسَى فَأَخْبَرْتُهُ، فَقَالَ: ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لِأُمَّتِكَ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لَا تُطِيقُ ذَلِكَ". فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَقَدْ رَجَعْتُ إِلَى رَبِّي حَتَّى اسْتَحْيَيْتُ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, te¬lah menceritakan kepada kami Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda seperti berikut: Didatangkan kepadaku Buraq, yaitu seekor hewan yang berwarna putih; tubuhnya lebih tinggi dari keledai, tetapi lebih rendah dari begal. Ia meletakkan kedua kaki depannya di ufuk batas jangkauan

penglihatannya. Aku menaikinya dan Jibril membawaku berjalan hingga sampailah aku di Baitul Muqaddas. Lalu aku menambatkan hewan itu di lingkaran tempat para nabi biasa menambatkan hewan tunggangannya.

Aku mema¬suki masjid dan melakukan salat dua rakaat di dalamnya, sesudah itu aku keluar. Jibril menyuguhkan kepadaku sebuah wadah berisikan khamr dan sebuah wadah lagi berisikan susu. Maka aku memilih wadah yang berisi¬kan air susu,

dan Jibril berkata, "Engkau memperoleh fitrah." Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang terdekat, lalu Jibril mengetuk pintunya, dan dikatakan kepadanya, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Jibril." Dikatakan lagi,

"Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab "Muhammad." Dikatakan lagi, "Apakah ia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukakanlah bagi kami

(pintu langit terdekat), tiba-tiba aku bersua dengan Adam, dan Adam menyambut kedatanganku serta berdoa kebaikan untukku. Setelah itu Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, ia mengetuk pintunya. Maka dikatakan kepadanya,

"Siapakah kamu?" Jibril menja¬wab, "Saya Jibril." Dikatakan kepadanya, "Siapakah yang bersamamu itu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan lagi "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab,

"Dia telah di¬utus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukalah pintu langit yang kedua bagi kami, tiba-tiba saya bersua dengan dua orang nabi anak bibiku yaitu Yahya dan Isa, maka keduanya menyambut kedatanganku

dan mendoakan kebaikan buatku. Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, lalu Jibril mengetuknya maka dikatakan kepadanya, "Siapakah kamu?" Jibril men¬jawab, "Saya Jibril." Dikatakan kepadanya,

"Siapakah orang yang ber¬samamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan lagi, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukalah pintu langit

yang ketiga untuk kami, tiba-tiba saya bersua dengan Yusuf a.s., dan ternyata dia telah dianugerahi separo dari ketampanan. Yusuf a.s. menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan buatku. Jibril membawaku lagi naik ke langit

yang keempat, dan ia mengetuk pintunya. Maka dikatakan, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan lagi, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menja¬wab, "Muhammad." Dikatakan lagi, "Apakah dia telah diutus

untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukakanlah pintu langit yang keempat bagi kami. Tiba-tiba saya bersua dengan Nabi Idris. Lalu Nabi Idris menyambut kedatanganku

dan mendoakan kebaikan buatku. Kemudian Allah Swt. berfirman: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang kelima. Jibril mengetuk pintunya, lalu dikatakan,

"Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Dan siapakah orang yang bersamamu itu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan lagi, "Apakah dia telah diutus untuk mengha¬dap kepada-Nya?" Jibril menjawab,

"Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukakanlah pintu langit yang kelima bagi kami, tiba-tiba saya bersua dengan Harun a.s. Harun menyambut kedatanganku, lalu mendoakan kebaikan buatku.

Jibril membawaku naik ke langit yang keenam. Ia mengetuk pintunya, lalu dikatakan kepadanya, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Dan siapakah orang yang bersamamu itu?" Jibril menjawab, "Muhammad."

Dikatakan pula, "Apakah dia telah diutus un¬tuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukakanlah pintu langit yang keenam bagi kami, tiba-tiba saya bersua dengan Musa a.s.

Lalu Musa menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan buatku. Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, dan Jibril mengetuk pintunya, maka dikatakan, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan,

"Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril men¬jawab, "Muhammad." Dikatakan lagi, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukakanlah pintu langit

yang ketujuh bagi kami. Tiba-tiba saya bersua dengan Nabi Ibrahim a.s. yang ternyata sedang bersandar di Baitul Ma'mur. Dan tiba-tiba saya melihat Baitul Ma'mur dimasuki setiap harinya oleh tujuh puluh ribu malaikat,

lalu mereka tidak kembali lagi kepadanya. Selanjutnya Jibril membawaku ke Sidratul Muntaha, tiba-tiba saya jumpai Sidratul Muntaha itu daun-daunnya seperti daun telinga gajah be-sarnya, dan buah-buahannya seperti gentong besarnya.

Tatkala Sidratul Muntaha itu dipengaruhi oleh perintah Allah yang mencakup kesemuanya, maka berubahlah bentuknya. Pada saat itu tiada seorang pun dari makhluk Allah Swt. yang mampu menggambarkan keindahannya.

Allah menurunkan wahyu-Nya kepadaku, dan Dia memfardukan atas diriku salat lima puluh kali setiap siang dan malam hari. Lalu saya turun hingga sampai ke tempat Musa berada. Musa bertanya, "Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu

atas umatmu?" Saya menjawab, "Lima puluh salat setiap siang dan malam hari." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringan¬an kepada-Nya buat umatmu. Karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukannya.

Sesungguhnya aku pernah mencoba Bani Israil dan menguji mereka." Maka saya kembali kepada Tuhanku dan berkata, "Wahai Tuhanku, berikanlah keringanan buat umatku." Maka Dia meringankan lima salat buatku.

Lalu saya turun hingga sampai ke tempat Musa berada, dan Musa bertanya, "Apakah yang telah engkau lakukan?" Saya menjawab, "Allah telah memberikan keringanan lima kali salat buatku." Musa berkata, "Sesungguhnya umatmu

tidak akan mampu melaku¬kannya. Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah lagi keringanan kepada-Nya buat umatmu." Saya terus menerus bolak balik antara Musa dan Tuhanku, dan Tuhanku memberikan keringanan kepadaku

lima kali salat setiap saya menghadap. Akhirnya Allah berfirman, "Hai Muhammad, semuanya lima kali salat setiap siang dan malam hari. Setiap kali salat berpahala sepuluh kali lipat, maka semuanya genap menjadi lima puluh kali salat.

Barang siapa yang berniat melakukan suatu kebaikan, lalu dia tidak mengerjakannya, maka dicatatkan baginya pahala satu kebaikan; dan jika dia mengerjakannya, maka dicatatkan baginya pahala sepuluh kebaikan.

Barang siapa yang berniat akan mengerjakan suatu keburukan, lalu dia tidak mengerjakannya, maka amal keburukan itu tidak dicatat. Dan jika dia mengerjakannya, maka dicatatkan satu amal keburukan." Maka saya turun

hingga sampai ke tempat Musa berada dan saya ceritakan kepadanya segala sesuatunya. Maka Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu, dan mintalah keringanan kepada-Nya buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu

tidak akan mampu mengerjakannya." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya saya telah bolak-balik kepada Tuhanku sehingga aku merasa malu (kepada-Nya)."Imam Muslim meriwayatkannya dari Syaiban ibnu Farrukh,

dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz ini. Lafaz hadis ini lebih sahih dari¬pada lafaz yang diriwayatkan oleh Syarik tadi.Imam Baihaqi mengatakan bahwa di dalam hadis ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa

Mi’raj dilakukan pada malam Nabi Saw. di-Isra-kan dari Mekah ke Baitul Muqaddas.Apa yang dikatakan oleh Imam Baihaqi ini adalah benar dan tidak diragukan lagi kebenarannya.


وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ قَتَادَةُ، عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِالْبُرَاقِ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ مُسْرَجًا مُلْجَمًا لِيَرْكَبَهُ، فَاسْتَصْعَبَ عَلَيْهِ، فَقَالَ لَهُ جِبْرِيلُ: مَا يَحْمِلُكَ عَلَى هَذَا؟ فَوَاللَّهِ مَا رَكِبَكَ قَطُّ أَكْرَمُ عَلَى اللَّهِ مِنْهُ. قَالَ: فارفضَّ عَرَقًا.


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, dari Anas, bahwa didatangkan kepada Nabi Saw. hewan Buraq di malam beliau melakukan Isra.

Buraq itu telah diberi pelana dan tali kendali untuk dinaiki Nabi Saw., tetapi Buraq sulit untuk dinaiki. Maka Jibril berkata kepadanya, "Apakah yang mendorongmu bersikap demikian? Demi Allah, tiada seorang pun yang menaikimu

lebih dimuliakan oleh Allah Swt. daripada orang ini." Setelah itu Buraq mengucurkan keringatnya.Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ishaq ibnu Mansur, dari Abdur Razzaq; dan imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib kami tidak mengenal hadis ini kecuali melalui jalurnya (Ishaq ibnu Mansur).


قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ، حَدَّثَنِي رَاشِدُ بْنُ سَعْدٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ جُبَيْرٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَمَّا عَرَجَ بِي رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ، يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ، فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الذين يأكلون لُحُومَ النَّاسِ، وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ".


Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepadaku Rasyid ibnu Sa'id dan Abdur Rahman ibnu Jubair,

dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda mengemukakan hadis berikut, yaitu: Ketika saya dinaikkan menghadap kepada Tuhanku, saya bersua dengan suatu kaum yang memiliki kuku tembaga,

mereka mencakari muka dan dada mereka dengan kuku tembaga itu. Maka saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu? " Jibril menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang suka memakan daging manusia (mengumpat orang lain)

dan mempergunjingkan kehormatan mereka.”Imam Abu Daud mengetengahkannya melalui hadis Safwan ibnu Amr dengan sanad yang sama; juga dari jalur yang lain, tetapi tidak disebutkan nama Anas.


قَالَ أَيْضًا: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ سُلَيْمَانَ التّيْمِي، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى مُوسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، قَائِمًا يُصَلِّي فِي قَبْرِهِ"


Imam Abu Daud mengatakan pula, menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Sulaiman At-Taimi, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Di malam aku menjalani Isra bersua dengan Musa a. s. sedang berdiri mengerjakan salat di dalam kuburnya.Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Salamah, dari Sulaiman Ibnu Tarkhan At-Taimi dan Sabit Al-Bannani,

keduanya menerima hadis ini dari Anas. Menurut An-Nasa-i, riwayat ini lebih sahih daripada riwayat yang menyebutkan dari Sulaiman dari Sabit dari Anas.Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya menga¬takan,

telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Baqiyyah, telah men¬ceritakan kepada kami Khalid, dari At-Taimi, dari Anas yang mengatakan, "Salah seorang sahabat Nabi Saw. telah menceritakan kepadaku bahwa ketika beliau Saw.

melakukan Isra, beliau bersua dengan Musa sedang melakukan salat di dalam kuburnya."Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Ur'urah telah menceritakan kepada kami Mu'tamir,

dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia telah mendengar sahabat Anas mengatakan, "Ketika Nabi Saw. menjalani Isra-nya, beliau bersua dengan Musa sedang mengerjakan salat di dalam kuburnya." Anas mengatakan Nabi Saw.

menceritakan bahwa ia mengendarai Buraq, lalu ia menambat¬kan hewan itu, atau kuda itu. Abu Bakar bertanya, "Gambarkanlah kepadaku Buraq itu." Rasulullah Saw. bersabda, "Buraq bentuknya seperti anu dan anu."

Maka Abu Bakar berkata, "Saya bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah." Dan Abu Bakar r.a. pernah melihatnya.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرٍو الْبَزَّارُ فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا الْحَارِثُ بْنُ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الْجَوْنَيِّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَيْنَا أَنَا قَاعِدٌ إِذْ جَاءَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَوَكَزَ بَيْنَ كَتِفِي، فَقُمْتُ إِلَى شَجَرَةٍ فِيهَا كَوَكْرَيِ الطَّيْرِ، فَقَعَدَ فِي أَحَدِهِمَا وَقَعَدْتُ فِي الْآخَرِ فَسَمَتْ وَارْتَفَعَتْ حَتَّى سَدَّتِ الْخَافِقَيْنِ وَأَنَا أُقَلِّبُ طَرْفِي، وَلَوْ شِئْتُ أَنَّ أَمَسَّ السَّمَاءَ لَمَسِسْتُ، فَالْتَفَتُّ إِلَى جِبْرِيلَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، كَأَنَّهُ حِلْس لَاطَ فَعَرَفْتُ فَضْلَ عِلْمِهِ بِاللَّهِ عَلَيَّ، وَفُتِحَ لِي بَابٌ مِنْ أَبْوَابِ السَّمَاءِ فَرَأَيْتُ النُّورَ الأعظمَ، وَإِذَا دُونَ الْحِجَابِ رَفْرَفُ الدُّرِّ وَالْيَاقُوتِ، وَأُوحِيَ إليَّ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يُوحِي"


Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad ibnu Amr Al-Bazzar mengatakan dalam kitab Musnad-nya, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami

Al-Haris ibnu Ubaid, dari Abu Imran Al-Juni, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba datanglah Malaikat Jibril a.s. lalu Jibril menotok

bagian antara kedua tulang belikatku, maka aku bangkit menuju ke sebuah pohon yang padanya terdapat seperti dua buah sarang burung. Maka Jibril duduk pada salah satunya, dan aku duduk di sisi yang lainnya.

Maka pohon itu meninggi ke langit sehingga menutupi cakrawala ti¬mur dan barat, sedangkan aku membolak-balikkan pandangan mataku. Seandainya aku sentuh langit itu, niscaya aku dapat menyentuhnya.

Dan aku menoleh ke arah Malaikat Jibril yang saat itu seperti pelana yang terhampar (karena pingsan), maka aku mengetahui akan keutamaannya yang lebih dariku menge-nai Allah. Lalu dibukakan untukku sebuah pintu langit,

maka aku melihat cahaya yang Mahabesar. Dan tiba-tiba di balik hijab terdapat bantal-bantal dari permata dan yagut. Lalu Allah menurunkan wahyu-Nya kepadaku menurut apa yang Dia ke¬hendaki untuk mewahyukannya (kepadaku).

Selanjutnya Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui ada sese¬orang meriwayatkan hadis ini kecuali hanya Anas. Dan kami tidak menge¬tahui ada seseorang meriwayatkannya dari Abu Imran Al-Juni kecuali Al-Haris ibnu Ubaid,

dia adalah seorang yang terkenal di kalangan ulama penduduk Basrah."Al-Hafiz Imam Baihaqi meriwayatkannya di dalam kitab Dalail-nya, dari Abu Bakar Al-Qadi, dari Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali ibnu Dahim,

dari Muhammad ibnul Husain ibnu Abul Husain, dari Sa'id ibnu Mansur, lalu ia menceritakan hadis ini berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal. Lalu ia mengatakan bahwa selainnya mengatakan dalam hadis ini —yakni di bagian akhirnya—

bahwa Malaikat Jibril terkapar di bawahku, atau di bawah hijab terdapat bantal-bantal permata dan yaqut. Kemudian Imam Baihaqi mengatakan bahwa demikian pula menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Haris ibnu Ubaid.

Hammad ibnu Salamah meriwayatkannya dari Abu Imrari Al-Juni, dari Muhammad ibnu Umair ibnu Utarid bahwa Nabi Saw, berada di tengah sekumpulan sahabatnya. Tiba-tiba Malaikat Jibril datang kepadanya lalu menotok punggungnya,

dan membawanya ke sebuah pohon yang padanya terdapat sesuatu semi¬sal dengan dua buah sarang burung. Lalu Nabi Saw. didudukkan pada salah satunya, sedangkan Malaikat Jibril duduk di sisi yang lainnya. Lalu pohon itu tumbuh

meninggi membawa kami, hingga mencapai cakrawala langit. Seandainya saya julurkan kedua tanganku ke langit, tentulah saya dapat menyentuhnya.Lalu dijulurkan sebuah tangga dan turunlah Nur (cahaya) kepadaku,

maka Malaikat Jibril jatuh pingsan dan tak sadarkan diri, lemas seakan-akan seperti pelana. Maka saya mengetahui keutamaan rasa takutnya kepada Allah yang melebihi ketakutanku kepada-Nya. Maka Allah me-wahyukan kepadaku,

"Hai nabi malaikat atau nabi manusia!", dan juga kepada surga, "Apakah keinginanmu?" Maka Jibril yang dalam keadaan terbaring mengisyaratkan kepadaku supaya aku berendah diri, dan saya menjawab, "Bukan, bahwa saya adalah

seorang nabi manusia biasa."Menurut kami, jika hadis ini sahih, maka pengertiannya menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi bukan pada malam Isra. Karena sesungguhnya di dalamnya tidak disebutkan Baitul Muqaddas, tidak pula naik ke langit,

sehingga dapat disimpulkan bahwa peristiwa ini terjadi di luar apa yang sedang kita bicarakan.Al-Bazzar mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Abu Bahr, telah menceritakan

kepada kami Syu'bah, dari Qatadah, dari Anas, bahwaNabi Muhammad pernah melihat Tuhannya. Hadis ini berpredikat garib.Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami

Abdullah Ibnu Wahb, telah men¬ceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abdur Rahman Az-Zuhri. dari ayah¬nya, dari Abdur Rahman ibnu Hasyim ibnu Atabah ibnti Abu Waqqas, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa

ketika Malaikat Jibril da¬tang kepada Rasulullah Saw. dengan membawa Buraq, maka Buraq se¬akan-akan menggerak-gerakkan ekornya. Lalu Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Diamlah, hai Buraq. Demi Allah, tiada seorang pun

yang menaikimu semisal dengan dia!" Rasulullah Saw. berangkat dengan mengendarai Buraq, tiba-tiba be¬liau bersua dengan nenek-nenek di sisi jalan (yang dilaluinya), maka Nabi Saw. bertanya, "Siapakah nenek-nenek ini, hai Jibril?"

Jibril berkata, "Hai Muhammad, lanjutkanlah perjalananmu." Nabi Saw. melanjutkan perjalanannya menurut apa yang dikehendaki oleh Allah, dan tiba-tiba ada sesuatu yang memanggilnya seraya menjauh dari jalan. Suara itu berseru,

"Kemarilah Muhammad." Maka Jibril berka¬ta kepada Nabi Saw., "Hai Muhammad, lanjutkanlah perjalananmu!" Maka Nabi Saw. melanjutkan perjalanannya seperti apa yang dikehendaki oleh Allah Swt. Maka Nabi Saw. bersua dengan banyak

orang dari kalangan makhluk Allah. Mereka mengucapkan, "Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada¬mu, hai orang yang pertama; semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada¬mu, hai orang yang terakhir; semoga keselamatan

terlimpahkan kepadamu, hai orang yang menghimpunkan (manusia)." Lalu Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Hai Muhammad, jawablah salam itu." Maka Nabi Saw. menjawab salam mereka. Kemudian Nabi Saw. bersua dengan sejumlah orang

untuk yang kedua kalinya, dan mereka mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan oleh golongan yang pertama. Demikianlah pula ketika bersua dengan golongan yang ketiga, hingga sampai di Baitul Maqdis.

Kemudian ditawarkan kepada Nabi Saw. arak, air, dan susu, maka Rasulullah Saw. mengambil air susu (dan meminumnya). Dan Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Engkau telah memilih fitrah. Seandainya kamu memilih air,

niscaya kamu tenggelam dan umatmu akan tenggelam pula. Dan seandainya kamu memilih arak (khamr), tentulah kamu sesat dan sesat pula umatmu." Kemudian dibangkitkanlah untuk Nabi Saw. Nabi Adam dan nabi-nabi lain yang sesudahnya,

maka Rasulullah Saw. menjadi imam mereka di malam itu. Setelah itu Jibril berkata kepada Nabi Saw., "Adapun nenek-nenek tadi yang kamu lihat ada di pinggir jalan, maka tiada yang tersisa dari usia dunia ini selain usia yang tersisa

dari si nenek-nenek itu. Sedangkan orang yang memanggilmu agar kamu mendekat kepadanya, dia adalah musuh Allah iblis, dia bermaksud agar kamu cenderung kepadanya. Adapun orang-orang yang mengucapkan salam kepadamu,

mereka adalah Ibrahim dan Musa a.s."Demikian'pula riwayat Al-Hafiz Imam Baihaqi di dalam kitab Dala-ilun Nubuwwah-nya melalui hadis Ibnu Wahb, tetapi pada sebagian la¬faznya terdapat hal-hal yang berpredikat munkar dan garib.

Jalur yang lain diriwayatkan melalui Anas ibnu Malik, tetapi di dalam¬nya terdapat hal yang garib dan munkar sekali. Riwayat ini pada Imam Nasai terdapat di dalam kitab Al-Mujtaba, tetapi saya tidak menjumpainya dalam kitab Al-Kabir.

Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepa¬da kami Amr ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Makhlad (yaitu Ibnu Husain), dari Sa'id ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepa-da kami Yazid ibnu Abu Malik,

telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda menceritakan hadis berikut: Didatangkan kepada saya seekor hewan yang tingginya di atas keledai, di bawah begal; langkahnya sampai sejauh matanya

memandang. Maka saya kendarai dengan ditemani oleh Malaikat Jibril a.s., lalu saya berangkat. Jibril berkata, "Turunlah dan salatlah!" Maka saya (turun dan) salat. Jibril berkata, "Tahukah kamu di manakah tadi kamu salat?

Engkau salat di Taibah, tempat hijrahmu kemudian." Kemudian Jibril berkata lagi, 'Turunlah dan salatlah!" Maka saya salat. Jibril berkata, "Tahukah kamu di manakah kamu salat tadi? Kamu salat di Bukit Thur Sina,

tempat Allah mengajak bicara langsung kepada Musa." Jibril berkata lagi, "Turunlah dan salatlah!" Maka saya turun dan mengerjakan salat, lalu Jibril berkata, "Tahukah kamu di manakah kamu salat tadi? Kamu Salat di Baitul Lahm,

tempat Isa a.s. dilahirkan." Kemudian saya masuk ke Baitul Maqdis, dan semua nabi dikumpul¬kan bersamaku, lalu Malaikat Jibril a.s. memajukan diriku hingga aku menjadi imam mereka. Sesudah itu Jibril membawaku naik ke langit

yang paling dekat, tiba-tiba saya bersua dengan Adam a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, tiba-tiba di dalamnya saya besua dengan kedua orang putra bibi, yaitu Isa dan Yahya a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga,

dan tiba-tiba di dalamnya saya bersua dengan Yusuf a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang keempat, tiba-tiba di dalamnya saya bersua dengan Harun a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang kelima, tiba-tiba di dalamnya

saya bersua dengan Nabi Idris a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, tiba-tiba di dalamnya saya bersua dengan Musa a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, tiba-tiba saya bersua dengan Nabi Ibrahim a.s.

Jibril membawaku naik ke atas langit yang ketujuh, hingga sampailah aku ke Sidratul Muntaha. Kemudian diriku ditutupi oleh awan, maka aku menyungkur bersujud, lalu dikatakan kepadaku, "Sesungguhnya Aku sejak hari Kuciptakan langit

dan bumi telah memfardukan atas kamu dan umat¬mu lima puluh kali salat, maka kerjakanlah olehmu dan umatmu!" Maka saya pulang dengan membawa perintah itu hingga sampai di tempat Musa a.s. Musa bertanya,

"Apakah yang telah difardukan Tuhan¬mu atas umatmu?" Saya menjawab, "Lima puluh salat." Musa berkata, "Sesungguhnya engkau tidak akan mampu mengerjakannya, begitu pula umatmu, maka kembalilah kepada Tuhanmu

dan mintalah keringanan dari-Nya." Saya kembali menghadap kepada Tuhanku, dan Dia memberikan keringanan kepadaku sebanyak sepuluh kali salat. Kemudian saya datang kepada Musa, dan Musa memerintahkan kepadaku supaya kembali,

maka saya kembali menghadap Tuhanku, dan Dia memberikan keringanan kepadaku sebanyak sepuluh kali salat. Kemudian fardu salat ditetapkan lima kali. Dan Musa berkata, "Kem¬balilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya,

karena se¬sungguhnya Dia pernah memfardukan atas kaum Bani Israil dua kali sa¬lat, dan ternyata mereka tidak mampu mengerjakannya." Maka saya kembali kepada Tuhanku dan saya meminta keringanan lagi kepada-Nya,

tetapi Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya sejak Aku menciptakan langit daabumi, Aku telah memfardukan salat lima waktu atas kamu dan umatmu. Salat lima waktu sama pahalanya dengan salat lima puluh waktu,

maka kerjakanlah salat lima waktu itu olehmu dan umatmu." Setelah itu saya (Nabi Saw.) mengetahui bahwa keputusan dari Allah Swt. yang menetapkan salat lima waktu itu merupakan suatu keharusan. Lalu saya kembali kepada Musa a.s.,

dan Musa berkata, "Kembalilah kamu." Tetapi saya mengetahui bahwa salat lima waktu adalah suatu keharusan, maka saya tidak mau kembali meminta keringanan.

Jalur lain, Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, te¬lah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Yazid ibnu Abu Malik, dari ayahnya dari Anas ibnu Malik r.a.

yang menceritakan bahwa di malam Rasulullah Saw. menjalani Isra ke Baitul Maqdis, Malaikat Jibril datang kepadanya dengan membawa seekor hewan yang lebih besar dari keledai, tetapi lebih kecil dari begal, lalu Malaikat Jibril

menaikkan Nabi Saw. ke atas hewan itu. Kedua kaki depan hewan itu melangkah sejauh pandangan matanya. Setelah sampai di Baitul Maqdis dan tiba di suatu tempat yang diberi nama Bab Muhammad (Pintu Muhammad),

lalu menuju ke sebuah batu yang ada di tempat itu, maka Jibril menusuknya dengan jari telunjuknya hingga berlubang, dan hewan itu ditambatkan di tempat tersebut. Setelah itu Nabi Saw. menaiki tangga masjid. Ketika keduanya

telah beradadi serambi masjid, Malaikat Jibril ber¬kata, "Hai Muhammad, tidakkah engkau meminta kepada Tuhanmu agar Dia memperlihatkan kepadamu bidadari-bidadari yang bermata jelita?" Nabi Saw. menjawab, "Ya,

saya akan memohon itu kepada-Nya." Malaikat Jibril berkata, "Kalau begitu, berangkatlah dan temuilah wanita-wanita itu serta ucapkanlah salam kepada mereka." Saat itu para bidadari sedang duduk-duduk di sebelah kiri Sakhrah.

Maka saya datang menemui mereka serta mengucapkan salam kepada mereka, dan mereka membalas salamku. Lalu saya bertanya, "Siapakah kalian ini?" Mereka menjawab, "Kami adalah bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik,

istri-istri kaum yang bertakwa, yang bersih dari noda-noda dosa; mereka bermukim (di dalam surga) dan tidak akan pergi (darinya), dan mereka hidup kekal dan tidak akan mati (selama-lamanya)." Kemudian saya pergi.

Tidak lama kemudian saya melihat banyak orang telah berkumpul, lalu diserukanlah azan dan sesudahnya diserukan iqamah untuk salat. Maka kami berdiri dalam keadaan bersaf, menunggu orang yang akan mengimami kami. Ternyata Jibril a.s.

memegang tangan¬ku, lalu mengajukanku ke depan menjadi imam. Maka saya salat bersama mereka. Setelah selesai salat, Jibril bertanya kepadaku, "Hai Muhammad, tahukah kamu siapakah orang-orang yang salat di belakangmu tadi?"

Nabi Saw. menjawab, "Tidak tahu." Jibril berkata, "Orang-orang yang tadi salat di belakangmu adalah semua nabi yang diutus oleh Allah Swt." Kemudian Jibril memegang tanganku dan membawaku naik ke langit. Setelah sampai di pintu langit,

Jibril mengetuk pintunya, dan mereka (para malaikat penjaga langit) berkata, "Siapakah engkau?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya,

"Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Pintu langit dibukakan untuknya, dan mereka berkata, "Marhaban (selamat datang) untukmu dan untuk orang yang bersamamu." Setelah Nabi Saw.

berada di langit yang terdekat, tiba-tiba padanya terdapat Adam. Maka Jibril berkata kepadaku, "Hai Muhammad, tidak¬ kali engkau bersalam kepada ayahmu, Adam?" Nabi Saw. menjawab, "Tentu saja saya mau bersalam kepadanya."

Maka saya datang kepada Adam dan mengucapkan salam kepadanya. Ia pun menjawab salamku dan berkata, "Selamat datang anakku yang saleh, Nabi yang saleh." Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang kedua.

Sesampainya di langit kedua itu Jibril meminta izin untuk masuk, maka para penjaganya berkata, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya,

"Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka dibukakanlah pintu langit yang kedua untuknya, dan mereka menyambutnya dengan ucapan, "Selamat datang untukmu

dan untuk orang yang bersamamu." Tiba-tiba pada langit yang kedua terdapat Isa dan anak bibinya, yaitu Yahya a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, lalu ia meminta izin untuk masuk. Mereka bertanya, "Siapakah kamu?"

Jibril menjawab, "Jib¬ril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menja¬wab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya" Jibril menjawab, "Ya." Maka mereka

membukakan pintu langit yang ketiga untuknya dan berkata, "Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu." Dan tiba-tiba di langit yang ketiga terdapat Yusuf a.s: Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang keempat,

lalu ia meminta izin untuk masuk. Para penjaganya bertanya, "Siapakah kamu?" Ia menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang ber-samamu?" Ia menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan

untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka mereka membukakan pintu langit yang keempat untuknya, lalu mengatakan, "Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu." Tiba-tiba di langit yang keempat

terdapat Nabi Idris a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang kelima, dan ia mengetuk pintu¬nya, maka para penjaganya bertanya, "Siapakah kamu?" Ia menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?"

Ia menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Lalu mereka membukakan pintu langit yang kelima untuknya, dan mereka mengatakan, "Selamat datang untukmu

dan untuk orang yang bersamamu." Dan ternyata di langit yang kelima terdapat Nabi Harun a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia meminta izin untuk masuk, maka para penjaganya bertanya, "Siapakah kamu?"

Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang ber¬samamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka mereka

membukakan pintu langit yang keenam untuknya dan mengatakan, "Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersama¬mu." Dan ternyata di langit yang keenam terdapat Nabi Musa a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh,

lalu ia meminta izin untuk masuk. Maka para penjaganya bertanya, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya J ibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersa¬mamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya,

"Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab.”Ya." Maka mereka membukakan langit yang ketujuh untuknya, dan me¬ngatakan, "Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu." Tiba-tiba di dalamnya

terdapat Nabi Ibrahim a.s. Maka Jibril berkata, "Hai Muhammad, tidakkah engkau ucapkan salam kepada ayahmu Ibra¬him?" Nabi Saw. menjawab, "Ya, saya akan mengucapkan salam kepada¬nya." Maka saya datang kepadanya

dan mengucapkan salam kepadanya. Dia pun menjawab salamku seraya berkata, "Selamat datang anakku yang saleh, Nabi yang saleh." Selanjutnya Jibril membawaku pergi ke atas permukaan langit yang ketujuh, hingga sampailah kami

ke suatu sungai yang di tepinya terdapat kemah dari mutiara, yaqut serta zabarjad, dan di atasnya terdapat burung-burung hijau yang bentuknya beium pernah saya melihat burung seindah itu. Lalu saya bertanya, "Hai Jibril,

sesungguhnya burung ini benar-benar sangat indah." Jibril menjawab, "Orang yang memakannya jauh lebih indah dari itu." Kemudian Jibril berkata, "Hai Muhammad, tahukan kamu sungai apakah ini?" Saya menjawab, "Tidak tahu."

Jibril mengatakan, "Ini adalah Sungai Kausar yang diberikan Allah kepadamu." Dan ternyata di sungai itu terdapat banyak wadah yang terbuat dari emas dan perak. Sungai itu mengalir di lembah yang terdiri dari yaqut dan zamrud,

airnya lebih putih daripada air susu. Lalu saya mengambil sebuah wadah dari wadah emas yang ada, dan saya mengambil air sungai itu, lalu saya meminumnya. Tiba-tiba te¬rasa olehku airnya lebih manis daripada madu,

dan baunya lebih harum daripada minyak kesturi. Kemudian Jibril membawaku pergi hingga sampai di sebuah pohon, lalu diriku diselimuti oleh awan yang padanya terdapat semua warna. Maka Malikat Jibril mendorongku,

dan aku tersungkur bersujud kepada Allah Swt. Allah berfirman kepadaku, "Hai Muhammad, sesungguhnya sejak Aku menciptakan langit dan bumi, Aku telah memfardukan atas kamu dan umatmu lima puluh kali salat.

Maka kerjakanlah lima puluh kali salat itu olehmu dan umatmu." Setelah awan itu lenyap dariku, maka Jibril menarik tanganku dan membawaku dengan cepat hingga sampai ke tempat Nabi Ibrahim, tetapi Ibrahim tidak mengucapkan

sepatah kata pun kepadaku. Dan ketika sampai di tempat Musa a.s., ia bertanya, "Hai Muhammad, apakah yang telah engkau lakukan?" Saya menjawab, "Telah difardukan atas diriku dan umatku lima puluh kali salat." Musa menjawab,

"Engkau tidak akan mampu mengerjakannya, begitu pula umatmu. Sekarang kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah kepada-Nya agar memberikan keringanan bagimu." Maka saya kembali dengan cepat hingga sampailah di sebuah pohon

(Sidratul Muntaha), lalu awan menyelimutiku, dan Jibril mendorongku. Lalu aku tersungkur bersujud dan berkata, "Wahai Tuhanku, sesungguh¬nya Engkau telah memfardukan atas diriku dan umatku lima puluh kali salat, sedangkan aku

tidak akan mampu mengerjakannya, begitu pula umatku. Maka berikanlah keringanan bagi kami." Allah berfirman, "Aku berikan keringanan sepuluhnya dari kalian." Setelah awan itu lenyap dariku, Jibril menarik tanganku dan memba¬waku pergi

dengan cepat hingga sampailah aku di tempat Nabi Ibrahim; ia tidak mengatakan sepatah kata pun kepadaku. Kemudian sampailah aku di tempat Musa a.s., dan ia berkata, "Apakah yang telah dilakukan terhadapmu, hai Muhammad?"

Saya menjawab, "Tuhanku telah meringankan sepuluhnya dariku." Musa berkata, "Empat puluh kali salat itu tidak akan kuat kamu la¬kukan, begitu pula umatmu. Maka kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya

buat kalian." Perawi melanjutkan kisahnya dalam hadis ini hingga sampai pada pembahasan salat lima waktu. Yakni salat lima waktu sama pahalanya dengan salat lima puluh kali. Kemudian Musa memerintahkan kepada Nabi Saw.

agar kembali menghadap kepada Allah Swt. untuk meminta keringanan dari-Nya lebih dari itu. Maka saya (Nabi Saw.) bersabda, "Sesungguhnya saya telah merasa malu kepada-Nya." Kemudian Nabi Saw. turun, dan beliau Saw.

bertanya kepada Ma¬laikat Jibril, "Mengapa saya tidak sekali-kali bersua dengan penghuni la¬ngit melainkan mereka mengucapkan selamat kepadaku seraya terse¬nyum selain seorang lelaki. Ketika saya mengucapkan salam kepadanya,

ia menjawab salamku, tetapi tidak tersenyum kepadaku?" Malaikat Jibril menjawab, "Hai Muhammad, dia adalah penjaga nera¬ka Jahannam. Dia tidak pernah tertawa sejak diciptakan. Seandainya dia pernah tertawa kepada seseorang,

tentulah dia akan tertawa (terse¬nyum) kepadamu." Kemudian Nabi Saw. pergi menaiki kendaraannya. Ketika berada di tengah jalan, Nabi Saw. bersua dengan kafilah orang-orang Quraisy yang membawa bahan makanan pokok.

Dalam iringan kafilah itu terdapat seekor unta jantan yang membawa dua peti barang, yang satu berwarna hitam, sedangkan yang lainnya berwarna putih. Ketika Nabi Saw. berada lurus di atas unta itu, maka unta tersebut menjadi larat

dan menjauh darinya seraya berbalik hingga unta itu terjatuh dan patah kakinya. Nabi Saw. melanjutkan perjalanannya, dan pada keesokan harinya, beliau menceritakan semuanya (kepada semua orang). Ketika kaum musyrik mendengar

kisahnya, maka mereka datang kepada Abu Bakar dan berkata kepadanya, "Hai Abu Bakar, bagaimanakah pendapatmu tentang temanmu (yakni Nabi Saw.)? Dia menceritakan bahwa tadi ma¬lam dia mendatangi suatu tempat

yang jauhnya selama perjalanan satu bulan, lalu ia kembali darinya di malam yang sama." Abu Bakar r.a. menjawab, "Jika dia mengatakannya, sesungguhnya dia benar, dan sesungguhnya kami benar-benar percaya kepadanya lebih jauh dari itu,

sesungguhnya kami percaya kepadanya akan berita langit (yang dibawanya)." Orang-orang musyrik berkata kepada Rasulullah Saw., "Apakah bukti kebenaran dari apa yang kamu katakan itu?" Nabi Saw. menjawab,

"Saya melewati kafilah orang-orang Quraisy yang sedang berada di tem¬pat anu dan anu, lalu ada seekor unta milik mereka yang larat dan berbalik; dan dalam iringan kafilah itu terdapat seekor unta yang membawa dua buah peti barang,

yang satunya berwarna hitam, sedangkan yang lainnya berwarna putih; lalu unta itu jatuh dan patah kakinya." Ketika iringan kafilah itu datang, mereka bertanya kepada iringan kafilah tersebut. Lalu iringan kafilah tersebut menceritakan

kepada mere¬ka kejadian yang dialaminya, persis seperti apa yang diceritakan oleh Rasulullah Saw. kepada mereka. Sejak saat itu Abu Bakar dijuluki dengan gelar "A§-Siddiq". Mereka kembali bertanya kepada Nabi Saw.,

"Apakah di antara orang-orang yang kamu jumpai terdapat Musa dan Isa?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Kalau demikian, gambarkanlah rupa mereka kepada kami." Nabi Saw. menjawab: Ya. Musa adalah

orang yang berkulit hitam manis, seakan-akan bentuknya seperti seorang lelaki dari kalangan kabilah Azd Amman. Adapun Isa, dia adalah seorang lelaki yang tingginya sedang, berambut ikal, sedangkan warna kulitnya semu kemerah-merahan,

seakan-akan mutiara berjatuhan dari rambutnya.Konteks hadis ini penuh dengan hal-hal yang garib (aneh) dan ajaib. Menurut riwayat Anas ibnu Malik, dari Malik ibnu Sa'sa'ah, disebutkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Affan,

telah menceritakan kepada kami Hammam; ia pernah mendengar Qatadah menceritakan dari Anas ibnu Malik, bahwa Malik ibnu Sa'sa'ah pernah menceritakan hadis berikut. Nabi Saw. menceritakan kepada mereka kejadian malam Isra'

yang dialaminya seperti berikut: Ketika saya berada di Hatim (Ka'bah) —dan adakalanya Qatadah (perawi hadis) mengatakan di Hijir Ismail— sedang merebahkan diri, ti¬ba-tiba datanglah seseorang kepadaku bersama dua orang temannya.

Lalu ia mengatakan sesuatu kepada temannya yang berada di tengah-tengah ketiga orang itu. Lalu orang itu membelah —saya mendengar Qatadah mengatakan membedah— antara bagian ini sampai dengan bagian ini.

Qatadah menga-takan bahwa ia berkata kepada Al-Jarud yang duduk di«ampingnya se¬raya menerangkan apa yang dimaksud; yang dimaksud ialah dari bagian bawah lehernya sampai dengan bagian tumbuhnya rambut

(kemalu¬annya. Al-Jarud mengatakan, "Saya mendengarnya mengatakan bagian tumbuhnya rambut kemaluannya (yakni bagian bawah perutnya)" dalam kisah yang diriwayatkannya. Kemudian lelaki itu mengeluarkan hatiku,

dan disuguhkan kepadaku sebuah piala emas yang dipenuhi dengan iman dan hikmah. Lalu ia mencu¬ci hatiku dan memenuhinya dengan (iman dan hikmah), kemudian dikembalikan ke tempat semula. Kemudian didatangkan kepadaku

seekor hewan yang lebih besar dari keledai, tetapi lebih kecil dari begal, warna bulunya putih. Al-Jarud bertanya (kepada Qatadah), "Apakah hewan itu Buraq, hai Abu Ham¬zah?" Qatadah menjawab, "Ya, Buraq meletakkan kaki depannya

sejauh matanya memandang." Nabi Saw. melanjutkan kisahnya: Lalu aku dinaikkan ke atas hewan itu, dan Jibril a.s. membawaku pergi hingga sampailah Jibril bersamaku ke langit yang paling dekat. Lalu ia mengetuk pintunya, maka dikatakan,

"Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan lagi, "Siapa¬kah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan lagi, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya.

" Maka dikatakanlah, "Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang." Lalu dibukakanlah pintu langit pertama bagi kami. Dan ketika aku telah memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Adam a.s. Jibril berkata,

"Ini adalah ayahmu, Adam. Ucapkanlah salam kepadanya." Lalu saya mengucapkan salam kepadanya. Dia menjawab salamku, kemudian ber-kata, "Selamat datang anak yang saleh, Nabi yang saleh." Malaikat Jibril membawaku naik ke langit

yang kedua. Ketika sampai di langit yang kedua, Jibril meminta izin untuk masuk, maka dikatakan, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan,

"Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka dikatakan, "Selamat datang untuknya, sesung¬guhnya orang yang paling baik kini telah datang." Maka dibukakanlah pintu langit yang kedua bagi kami.

Ketika saya telah memasukinya, tiba-tiba saya bersua dengan Isa dan Yahya, kedua¬nya adalah anak bibi. Jibril berkata, "Dua orang ini adalah Yahya dan Isa, ucapkanlah salam kepada keduanya." Saya mengucapkan salam,

dan keduanya menjawab salamku seraya berkata, "Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh." Jibril membawaku naik hingga sampai di langit yang ketiga, lalu Jibril meminta izin untuk masuk. Maka dikatakan, "Siapakah orang ini?"

Jibril menjawab.”Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka dikatakan,

"Selamat datang untuknya, orang yang paling baik kini telah datang." Maka dibukakanlah pintu langit yang ketiga bagi kami. Ketika telah berada di dalamnya, tiba-tiba aku bersua dengan Yusuf a.s. Jibril berkata, "Inilah Yusuf."

Saya mengucapkan salam kepadanya, dan ia menjawab salamku seraya berkata, "Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh." Kemudian Jibril membawaku naik hingga sampai ke langit yang ke¬empat, lalu Jibril meminta izin

untuk masuk. Maka dikatakan, "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab.”Muhammad." Dikatakan, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?"

Jibril menjawab, "Ya." Maka dikatakan, "Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang." Maka dibukakanlah pintu langit yang keempat bagi kami. Dan ketika aku telah memasukinya, tiba-tiba aku bersua

dengan Idris a.s. Jibril berka¬ta, "Inilah Idris, ucapkanlah salam kepadanya." Maka saya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku seraya berkata, "Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh.

" Malaikat Jibril membawaku naik hingga sampai ke langityangkelima, lalu ia meminta izin untuk masuk. Maka dikatakan, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab,

"Muhammad." Dikatakan, "Apakah dia telah diperintah untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka dikatakan, "Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang." Maka dibukakanlah pintu langit

yang kelima bagi kami. Setelah memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Harun a.s. Jibril berkata, "Ini¬lah Harun, ucapkanlah salam kepadanya." Maka aku mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku seraya berkata,

"Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh." Malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia memin¬ta izin untuk masuk. Maka dikatakanlah, "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah

orang yang bersamamu?" Jibril men¬jawab, "Muhammad." Dikatakan, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Dikatakan, "Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini

telah datang." Maka dibukakanlah pintu langit yang keenam bagi kami. Dan ketika aku telah memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Musa a.s. Jibril berkata, "Inilah Musa a.s., ucapkanlah salam kepadanya." Maka saya mengucapkan salam

kepadanya. Dia menjawab salamku seraya berkata, "Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh." Ketika saya melewatinya, ia menangis, dan ketika dikatakan kepada¬nya, "Apakah yang menyebabkan kamu menangis?" Ia (Musa a.s.)

men¬jawab, "Saya menangis karena seorang pemuda yang diutus sesudahku dapat memasuki surga dengan membawa umatnya yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada umatku yang memasukinya." Kemudian Jibril membawaku naik

ke atas hingga sampai ke langit yang ketujuh, lalu ia meminta izin untuk masuk. Maka dikatakan, "Siapa¬kah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan,

"Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Dikatakan, "Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang." Kemudian dibukakanlah pintu langit yang ketujuh bagi kami.

Ketika memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Ibrahim a.s. Maka Jibril berkata, "Inilah Ibrahim a.s., ucapkanlah salam kepadanya." Maka saya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku seraya berkata,

"Selamat datang anak yang saleh, Nabi yang saleh." Selanjutnya saya dinaikkan ke Sidratul Muntaha. Tiba-tiba ternyata buahnya sebesar-besar gentong buatan tanah Hajar, dan daun-daunannya lebar-lebar seperti telinga gajah.

Maka Jibril berkata, "Inilah Sidratul Muntaha." Tiba-tiba terdapat empat buah sungai, yang dua berada di bagian dalam, sedangkan yang duanya lagi berada di bagian luar. Maka saya bertanya, "Hai Jibril, sungai apakah ini?" Jibril menjawab,

"Adapun sungai yang berada di bagian dalam, maka keduanya itu adalah dua sungai surga. Sedangkan dua buah sungai yang berada di bagian luar adalah (sumber) Sungai Nil dan Sungai Eufrat." Kemudian saya diangkat ke Baitul Ma'mur.

Qatadah mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Al-Hasan, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang bersabda bahwa beliau telah melihat Baitul Ma'mur yang setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat,

kemudian mereka tidak kembali lagi kepadanya. Kemudian Qatadah kembali kepada hadis Anas yang mengatakan bahwa kemudian disuguhkan kepadaku (Nabi Saw.) sebuah wadah yang berisikan khamr, sebuah wadah yang berisikan susu,

dan sebuah wadah lagi yang berisikan madu. Maka saya mengambil wadah yang berisikan air susu (lalu meminumnya). Maka Jibril berkata, "Inilah fitrah yang engkau pilihkan buat dirimu dan umatmu." Kemudian difardukan atas diriku

lima puluh kali salat setiap harinya. Lalu saya turun hingga sampai ke tempat Musa a.s. berada. Dia bertanya, "Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu atas dirimu dan umatmu?" Saya menjawab, "Lima puluh kali salat setiap hari."

Musa berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerja¬kan lima puluh kali salat. Sesungguhnya saya pernah mencoba orang-orang yang sebelummu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat.

Sekarang kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan mintalah keringanan kepada-Nya buat umatmu." Maka saya kembali menghadap kepada-Nya, dan Dia memberikan keringanan untukku sebanyak sepuluh salat. Lalu saya kembali lagi

kepa¬da Musa. Ia bertanya, "Apakah yang diperintahkan kepadamu?" Saya menjawab, "Empat puluh kali salat setiap hari." Musa berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan empat puluh kali salat setiap harinya,

karena sesungguhnya saya pernah menguji orang-orang yang sebelum kamu dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat. Sekarang kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya

buat umatmu." Maka saya menghadap kembali kepada-Nya dan Dia memberikan keringanan sepuluh kali salat lagi buatku. Lalu saya kembali kepadaMusa dan dia bertanya, "Apakah yang telah diperintahkan kepadamu?" Saya menjawab,

"Aku diperintahkan untuk mengerjakan tiga puluh kali salat." Musa a.s. berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat menger¬jakan tiga puluh kali salat setiap harinya; karena sesungguhnya saya te¬lah mencoba orang-orang

yang sebelum kamu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat. Sekarang kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu." Lalu saya kembali menghadap kepada Tuhanku,

dan Dia memberi¬kan keringanan sepuluh kali salat lagi bagiku. Setelah itu aku kembali kepada Musa. Ia bertanya, "Apakah yang diperintahkan kepadamu?" Aku menjawab, "Saya diperintah dua puluh kali salat setiap hari." Musa berkata,

"Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan dua puluh kali salat setiap harinya; karena sesungguhnya saya telah men¬coba orang-orang sebelum kamu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat.

Sekarang kembalilah kepada Tuhan-mu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu." Maka saya kembali menghadap kepada-Nya, dan Dia meringankan sepuluh kali salat lagi bagiku, lalu saya kembali kepada Musa a.s. Musa bertanya,

"Apakah yang diperintahkan kepadamu?" Aku menjawab, "Saya diperintahkan mengerjakan sepuluh kali .salat setiap hari." Musa berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan sepuluh kali salat setiap harinya;

karena sesungguhnya saya telah menguji orang-orang yang sebelum kamu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat. Sekarang kembalilah kepada Tuhan¬mu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu.

" Maka saya kembali menghadap kepada-Nya dan saya diperintahkan mengerjakan salat lima waktu setiap hari, lalu aku kembali kepada Musa a.s. Musa bertanya, "Apakah yang telah diperintahkan kepadamu?" Saya menjawab,

"Saya diperintahkan untuk mengerjakan salat lima waktu setiap hari." Musa berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan salat lima waktu setiap harinya; karena sesungguhnya saya telah mencoba

orang-orang yang sebelum kamu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat. Sekarang kembalilah kepada Tuhan¬mu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu." Saya berkata,

"Sesungguhnya saya telah meminta keringanan kepa¬da Tuhanku hingga saya merasa malu kepada-Nya, tetapi sekarang saya rela dan pasrali untuk melaksanakannya." Maka terdengarlah suara yang berseru mengatakan,

"Sesungguhnya Aku telah menetapkan apa yang Kufardukan (atas hamba-hamba-Ku) dan Aku telah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Ku."Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya

masing-masing melalui hadis Qatadah dengan sanad yang semisal.Riwayat Anas, dari Abu Zar, disebutkan oieh Imam Bukhari; telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Yunus

dari Ibnu Syihab, dari Anas ibnu Malik, yang mengatakan bahwa Abu Zar pernah menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika saya berada di Mekah, atap rumahku dibuka, lalu turun-lah Malaikat Jibril,

maka ia membedah dadaku dan mencucinya dengan air zamzam. Kemudian ia mendatangkan sebuah piala emas yang penuh berisi hikmah dan iman; ia menuangkannya ke dalam dadaku, lalu menutupnya kembali. Sesudah itu ia me¬nuntun

tanganku dan membawaku naik ke langit yang terdekat. Setelah sampai di langit. Jibril berkata kepada penjaga langit, "Bukalah!" Penjaga langit berkata, "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril.” Penjaga langit bertanya,

"Apakah kamu bersama seseorang?" Jibril menjawab, "Ya, saya bersa¬ma dengan Muhammad Saw.” Penjaga langit bertanya, "Apa¬kah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya.” Setelah pintu langit pertama

dibuka, lalu kami berada di atasnya, tiba-tiba saya bersua dengan se¬orang lelaki yang sedang duduk; sedangkan di sebelah kanan¬nya terdapat banyak manusia, dan di sebelah kirinya terdapat banyak manusia. Apabila ia memandang

ke sebelah kanannya, maka ia tertawa; dan apabila memandang ke sebelah kirinya, menangislah ia. Lalu lelaki itu berkata, "Selamat datang Nabi yang saleh, anak yang saleh.” Saya bertanya kepada Jibril, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab,

"Orang ini adalah Adam, dan manusia yang berada di sebelah kanan dan kirinya adalah semua anak-anaknya. Orang-orang yang berada di se¬belah kanannya adalah ahli surga sedangkan orang-orang yang berada di sebelah kirinya

adalah ahli neraka. Apabila ia memandang ke sebelah kanannya, maka ia tertawa; dan apabi¬la memandang ke arah sebelah kirinya maka ia menangis." Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, lalu Jibril berkata kepada penjaganya,

"Bukalah!" Penjaga langit kedua mengajukan pertanyaan seperti yang telah diajukan oleh penjaga langit yang pertama, sesudah itu pintu langit ke¬dua dibuka.Sahabat Anas menyebutkan dalam hadisnya bahwa Nabi Saw.

ketika berada di langit bersua dengan Nabi Adam, Nabi Idris, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Ibrahim, tanpa disebutkan tempat-tempat kedudukan mere¬ka. Hanya saja Anas menyebutkan bahwa Nabi Saw. bersua dengan Nabi Adam di langit

yang terdekat, dan dengan Nabi Ibrahim di langit yang keenam. Sahabat Anas melanjutkan kisahnya bahwa ketika Jibril dan Nabi Saw. bersua dengan Nabi Idris,, maka Idris berkata, "Selamat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh.

" Maka saya (Nabi Saw.) bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Idris." Kemudian Nabi Saw. bersua dengan Musa, dan Musa berkata, "Sela¬mat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh." Saya bertanya,

"Siapa¬kah orang ini?" Jibril menjawab, "Dia adalah Musa." Kemudian saya bersua dengan Isa. Maka Isa berkata, "Selamat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh." Aku bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab,

"Orang ini adalah Isa." Kemudian saya bersua dengan Nabi Ibrahim. Ibrahim a.s. berkata, "Selamat datang Nabi yang saleh, anak yang saleh." Saya bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Ibrahim."

Az-Zuhri mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Hazm, bahwa Ibnu Abbas dan Abu Habbah Al-Ansari pernah mengatakan bah¬wa Nabi Saw. pernah bersabda: Kemudian Jibril membawaku naik hingga sampai di suatu ting¬katan

yang dari tempat itu saya dapat mendengar suara gores¬an qalam.Ibnu Hazm dan Anas ibnu Malik mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Maka Allah memfardukan atas umatku lima puluh kali salat, lalu saya kembali dengan membawa

perintah itu hingga bersua dengan Musa a.s. Maka ia bertanya, "Apakah yang telah difar-dukan oleh Allah atas umatmu?” Saya menjawab, "Lima puluh kali salat.” Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu, kare¬na sesungguhnya umatmu

tidak akan mampu mengerjakannya." Saya kembali menghadap, dan Allah menghapuskan separonya. Setelah itu saya kembali kepada Musa lalu berkata (kepadanya), "Allah telah menghapuskan separonya." Musa berkata, "Kem¬balilah

kepada Tuhanmu karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakannya.” Saya kembali menghadap, dan Allah menghapuskan sebagiannya lagi. Lalu saya kembali kepa¬da Musa, dan ia berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu,

kare¬na sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakannya.” Maka saya kembali menghadap dan Allah berfirman, "Fardu salat itu adalah lima kali, ia sama pahalanya dengan lima puluh kali salat. Perintah ini tidak dapat diganti lagi di sisi-Ku.

” Saya kembali kepada Musa, dan ia berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu.” Saya menjawab, "Sesungguhnya saya malu kepada Tuhanku.” Kemudian Jibril membawaku hingga sampai di Sid¬ratul Muntaha, lalu Sidratul Muntaha

ditutupi (diselimuti) oleh berbagai macam warna yang saya tidak ketahui apakah warna-warna itu. Kemudian saya dimasukkan ke daiam surga, dan ternyata di dalamnya terdapat tali-temali dari mutiara, dan ter¬nyata tanah surga itu

adalah kesturi.Demikianlah menurut lafaz Imam Bukhari di dalam Kitabus Salat-nya. Ia meriwayatkannya pula dalam kisah Bani Israil serta kisah haji dan ki¬sah-kisah para nabi melalui berbagai jalur lain dari Yunus dengan sanad yang sama.

Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya dalam Kitcibul Iman melalui Harmalah, dari Ibnu Wahb, dari Yunus dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan,

telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq yang mengatakan bahwa ia pernah berkata kepada Abu Zar, "Seandainya saya melihat Rasulullah Saw., tentu saya akan bertanya kepadanya."

Abu Zar bertanya, "Apakah yang akan kamu tanyakan kepadanya?" Saya berkata, "Saya hendak bertanya kepadanya, apakah dia pernah melihat Tuhannya?" Abu Zar menjawab bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi Saw.

pertanyaan tersebut. Maka beliau Saw. men¬jawab melalui sabdanya: Sesungguhnya aku telah melihat-Nya (tertutupi oleh) nur, mana mungkin saya dapat melihat-Nya.Demikianlah bunyi hadis menurut apa yang ada di dalam

riwayat Imam Ahmad.Imam Muslim di dalam kitab sahihnya telah mengetengahkannya melalui Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Waki', dari Yazid ibnu Ibrahim, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Abu Zar telah mengatakan:

Saya pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Apakah eng¬kau telah melihat Tuhanmu?” Rasulullah Saw. menjawab, "Dia (tertutupi oleh) nur, mana mungkin saya dapat melihat-Nya.”Imam Muslim telah mengetengahkannya pula

melalui Muhammad ibnu Basysyar, dari Mu'az ibnu Hisyam; telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq yang mengatakan bahwa* ia pernah berkata kepada Abu Zar, "Seandainya saya sempat melihat

Rasulullah Saw., tentulah saya akan bertanya kepadanya." Abu Zar ber¬kata, "Apakah yang kamu tanyakan kepadanya?" Ibnu Syaqiq berkata, "Saya akan bertanya kepadanya, 'Apakah engkau telah melihat Tuhan¬mu?'."

Abu Zar menjawab.”Bahwa ia pernah menanyakan hal itu kepa¬da Nabi Saw., dan Nabi Saw. menjawabnya: Aku hanya melihat nur (cahaya).Riwayat Anas, dari Ubay ibnu Ka'b Al-Ansari r.a. diketengahkan oleh Abdullah ibnu Imam Ahmad;

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq ibnu Muhammad ibnu Misyani, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Yazid yang mengatakan bahwa Ibnu Syihab pernah mengatakan,

Anas ibnuMalik telah mengatakan bahwa Ubay ibnu Ka'b pernah menceritakan hadis berikut dari Rasulullah Saw.: rumahku dibuka, ketika aku -berada di Mekah, lalu turun¬lah Malaikat Jibril dan ia membedah dadaku, lalu mencucinya

dengan air zamzam. Kemudian ia mendatangkan sebuah piala emas yang penuh berisikan hikmah dan iman, lalu ia menuang¬kannya ke dalam dadaku dan menutup dadaku kembali. Setelah itu Jibril menuntun tanganku dan membawaku

naik ke langit. Ketika sampai di langit yang terdekat, saya bersua dengan se¬orang lelaki yang di sebelah kanannya terdapat sejumlah besar manusia dan di sebelah kirinya terdapat sejumlah besar manu-sia. Apabila lelaki itu memandang

ke arah kanannya, maka ia tersenyum; dan apabila memandang ke arah kirinya, maka ia menangis. Lalu lelaki itu berkata, "Selamat datang Nabi yang saleh, anak yang saleh.” Saya bertanya kepada Jibril, "Siapa¬kah orang ini?” Jibril menjawab,

"Orang ini adalah Adary, dan orang-orang yang ada di sebelah kanan dan kirinya ada¬lah anak-anaknya. Orang-orang yang ada di sebelah kanannya adalah ahli surga, dan orang-orang yang ada di sebelah kirinya adalah ahli neraka.

Apabila ia memandang ke sebelah kanan-nya, tertawalah dia; dan bila memandang ke sebelah kirinya, menangislah ia.” Kemudian Jibril membawaku naik hingga sam¬pai di langit yang kedua, lalu Jibril berkata kepada penjaga¬nya, "Bukalah!"

Penjaganya berkata kepadanya seperti apa yang telah dikatakan oleh penjaga langit yang pertama, kemu¬dian pintu langit yang kedua dibukakan baginya. Anas mengatakan, Ubay ibnu Ka'b menyebutkan dalam hadisnya bahwa Nabi Saw.

ketika berada di langit bersua dengan Nabi Adam, Nabi Idris, Nabi Musa, Nabi Ibrahim, dan Nabi Isa. Tetapi ia tidak menyebutkan kepadaku tentang kedudukan-kedudukan mereka. Hanya dia menyebut¬kan bahwa Nabi Saw.

bersua dengan Adam a.s. di langit yang terdekat dan bersua dengan Nabi Ibrahim di langit yang keenam. Anas mengatakan bahwa ketika Jibril a.s. dan Rasulullah Saw. mele¬wati Idris, maka Idris a.s. mengatakan,

"Selamat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh." Saya (Nabi Saw.) bertanya, "Siapakah orang ini, hai Jibril?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Idris." Kemudian saya bersua dengan Musa, dan Musa mengatakan,

"Sela¬mat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh." Aku bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Musa." Lalu saya bersua dengan Isa, dan Isa mengatakan, "Selamat datang Nabi yang saleh,

saudara yang saleh." Aku bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Isa putra Maryam." Setelah itu saya bersua dengan Nabi Ibrahim. Ia mengatakan, "Selamat datang Nabi yang saleh, anak yang saleh."

Aku bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Ibrahim."Ibnu Syihab mengatakan bahwa Ibnu Hazm telah menceritakan pula kepadanya bahwa Ibnu Abbas dan Abu Habbah Al-Ansari pernah me¬ngatakan bahwa

Rasulullah Saw. telah bersabda: Kemudian Jibril membawaku naik hingga sampailah aku di sua¬tu tingkatan yang dari tempat itu saya dapat mendengar suara guratan qalam.Ibnu Hazm dan Anas ibnu Malik mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda: Allah memfardukan atas umatku lima puluh kali salat, lalu aku kembali dengan membawa perinlah itu hingga sampai ke tempat Musa berada, maka Musa berkata, "Apakah yang telah difar-dukan oleh Tuhanmu atas umatmu?”

Saya menjawab, "Dia te¬lah memfardukan lima puluh kali salat atas mereka.” Musa ber¬kata kepadaku, "Kembalilah kepada Tuhanmu, karena sesung¬guhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakannya.” Maka saya kembali menghadap Tuhanku,

dan Dia menghapuskan separo¬nya. Lalu saya kembali kepada Musa dan menceritakan hal itu kepadanya, maka ia berkata, "Kembalilah lagi kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat menger¬jakannya.”

Maka saya kembali menghadap kepada-Nya, dan Dia berfirman, "Fardu salat itu adalah lima waktu, ia pahalanya sama dengan lima puluh kali salai. Perintah ini tidak dapat di¬ganti lagi di sisi-Ku.” Maka saya kembali kepada Musa,

dan Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu.” Saya jawab, "Saya telah malu sekali kepada Tuhanku.” Kemudian Jibril membawaku pergi hingga sampailah aku di Sidratul Muntaha, lalu Sidratul Muntaha ditutupi oleh berbagai macam warna

yang saya tidak ketahui warna-warna apakah itu. Kemudian saya masuk ke dalam surga, tiba-tiba di dalamnya terdapat tali-tali dari mutiara, dan tiba-tiba tanah surga itu adalah minyak kesturi.Demikianlah menurut riwayat Abdullah ibnu Ahmad

di dalam kitab Musnad ayahnya, tetapi hal ini tidak dapat di jumpai dalam suatu kitab pun dari kitab Sittah.Tetapi dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan nukilan hadis dari kitab Sahihain melalui jalur Yunus, dari Az-Zuhri, dari Anas,

dari Abu Zar hal yang semisal dengan teks hadis ini.Riwayat Buraidah ibnu Hasib Al-Aslami diketengahkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Mutawakkil dan Ya'qub ibnu Ibrahim,

sedangkan lafaz Hadis ini menurut apa yang ada padanya (Ya'qub ibnu Ibrahim). Keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Namilah, telah menceritakan kepada kami Az-Zubair ibnu Junadah, dari Abdullah ibnu Buraidah,

dari ayahnya yang mengatakan, "Rasulullah Saw. pernah bersabda bahwa di malam beliau menjalani Isra—perawi menyebutkan— lalu Malaikat Jibril mendatangi sebuah batu besar yang ada di Baitul Maqdis. Maka dia melubanginya

dengan ujung jari telunjuknya hingga tembus, lalu ia menambatkan hewan Buraq pada batu besar itu."Kemudian Al-Bazzar mengatakan, kami tidak pernah mengetahui hadis ini diriwayatkan oleh seseorang dari Az-Zubair ibnu Junadah

selain Abu Namilah, dan kami tidak mengetahui hadis ini kecuali dari Buraidah.Imam Turmuzi telah meriwayatkannya di dalam kitab tafsir dari kitab Jami -nya melalui Ya'qub ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi dengan sanad yang sama,

lalu ia mengatakan bahwa hadis ini garib.Riwayat Jabir ibnu Abdullah r.a. diketengahkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ya"qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Saleh, dari Ibnu Syihab yang mengatakan

bahwa Abu Salamah telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdul¬lah menceritakan hadjs berikut; ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, "Ketika orang-orang Quraisy mendustakan peristiwa perjalan¬an Isra-ku

ke Baitul Maqdis, maka saya berdiri di Hijril Ismail lalu Allah menampakkan kepadaku Baitul Maqdis. Maka saya menceritakan kepada mereka tentang ciri-ciri khasnya seraya memandang ke arah pemandang¬an yang ditampilkan Allah kepadaku itu."

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing melalui berbagai jalur dari hadis Az-Zuhri dengan sanad yang sama.Imam Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Ahmad ibnu Hasan Al-Qadi, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Al-Asam, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Muhammad Ad-Dauri, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah men¬ceritakan kepada kami

ayahku, dari Saleh ibnu Kaisan, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab mengatakan, "Sesungguhnya ketika Rasulullah Saw. sampai di Baitul Maqdis, beliau bersua dengan Nabi Ibrahim, Nabi Musa,

dan Nabi Isa di dalamnya. Dan sesungguhnya didatangkan kepada Nabi Saw. dua buah wadah, yang satu berisikan air susu, sedangkan yang lainnya berisikan khamr; lalu Nabi Saw. memandang kedua wadah itu dan mengambil wadah

yang berisikan air susu. Maka Malaikat Jibril berkata, 'Engkau benar, engkau mendapat petunjuk memilih fitrah, seandainya engkau memilih khamf, tentulah umatmu akan sesat'." Kemudian Rasulullah Saw. kembali ke Mekah dan menceritakan

kepada orang-orang bahwa ia baru saja menjalani Isra, maka banyak orang yang tadinya ikut salat bersama beliau mendapat ujian berat.Ibnu Syihab mengatakan, Abu Salamah ibnu Abdur Rahman menga¬takan bahwa

sejumlah orang-orang Quraisy bersiap-siap menuju ke rumah Abu Bakar—atau ia mengatakan kalimat yang serupa—. Lalu mereka bertanya, "Bagaimanakah pendapatmu tentang temanmu (yakni Nabi Saw.)? Dia menduga bahwa dirinya

telah mengunjungi Baitul Maqdis dan kembali ke Mekah dalam satu malam saja."Sahabat Abu Bakar balik bertanya, "Apakah dia telah mengatakan hal itu?" Mereka menjawab, "Ya, benar." Maka Abu Bakar berkata, "Saya bersaksi

bahwa sesungguhnya jika dia benar-benar mengatakan hal itu, sungguh dia adalah benar." Mereka bertanya, "Apakah kamu perca¬ya, sekalipun dia mengatakan bahwa dirinya datang ke negeri Syam, lalu kembali ke Mekah dalam satu malam

sebelum pagi hari tiba?" Sahabat Abu Bakar menjawab, "Ya, saya percaya kepadanya lebih jauh dari itu. Saya percaya kepadanya akan berita dari langit."Abu Salamah mengatakan bahwa karena peristiwa tersebut, maka Abu Bakar dijuluki

dengan panggilan " As-Siddiq".Abu Salamah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Ketika orang-orang Ouraisy mendustakan aku

sehubungan de¬ngan peristiwa Israku ke Baitul Maqdis. aku berdiri di Hijir (Ismail) dan Allah menampakkan kepadaku Baitul Maqdis, maka aku ceritakan kepada mereka (orang-orang puraisy) ciri-ciri khas Baitul Maqdis seraya memandang

ke arah gambaran yang ditampilkan itu.Riwayat Huzaifah ibnul Yaman r.a. diketengahkan oleh Imam Ahmad; telah menceritakan kepada kami Abun Nadr. telah menceritakan kepada kami Sulaiman, dari Syaiban, dari Asim,

dari Zur ibnu Hubaisy yang me¬ngatakan bahwa ia datang kepada Huzaifah ibnul Yaman r.a. yang sedang menceritakan hadis tentang Isra yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. seperti berikut. Maka keduanya berangkat hingga sampai

di Baitul Maqdis, tetapi keduanya tidak memasukinya. Saya (Zur ibnu Hubaisy) menyangkal, "Tidak, bahkan Rasulullah Saw. memasukinya di malam itu dan melaku¬kan salat di dalamnya." Huzaifah ibnul Yaman r.a. bertanya, "Siapakah namamu,

hai orang botak?" Saya kenal roman mukamu, tetapi saya tidak tahu namamu." Saya jawab, "Aku adalah Zur ibnu Hubaisy." Huzaifah r.a. berkata, "Apakah alasanmu hingga mengatakan bahwa Rasulullah Saw. melaku¬kan salat di Baitul Maqdis

pada malam itu?" Saya menjawab, "Al-Qur'an-lah yang mengatakannya kepadaku." Huzaifah r.a. berkata, "Barang siapa yang berbicara dengan memakai dalil Al-Qur'an, berarti dia orang yang menang. Bacakanlah ayat itu!"

Maka saya membaca firman Allah Swt.: Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. (Al-Isra: 1) Huzaifah bertanya, "Hai orang yang botak, apakah kamu menjumpai

di dalam ayat itu keterangan yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. mengerjakan salat di dalamnya?" Saya menjawab, 'Tidak." Huzaifah berkata, "Demi Allah, Rasulullah Saw. sama sekali tidak melakukan salat di dalamnya malam itu.

Seandai¬nya beliau mengerjakan salat di dalamnya, tentulah di wajibkan atas kalian melakukan salat di dalamnya, sebagaimana di wajibkan atas kalian mela-kukan salat di Baitul' Atiq (Masjidil Haram). Demi Allah, keduanya tidak beranjak

dari hewan Buraq hingga dibukakan bagi keduanya semua pintu langit, maka keduanya dapat melihat surga dan neraka serta semua yang dijanjikan di akhirat. Sesudah itu keduanya kembali ke tempat semula mereka berangkat.

" Sesudah itu Huzaifah tertawa sehingga kelihatan gigi serinya. Huzai-fah berkata, "Kalian menceritakan kepadaku bahwa Jibril menambatkan Buraq agar tidak lari, padahal sesungguhnya Buraq telah ditundukkan buat Nabi Saw.

oleh Tuhan Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata." Saya bertanya, "Hai Abu Abdullah, seperti apakah hewan Buraq itu?" Huzaifah menjawab, "Hewan yang berwarna putih tingginya seki¬an, sekali langkah menempuh jarak sejauh

mata memandang."Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Hammad ibnu Salamah, dari Asim dengan sanad yang sama.Imam Turmuzi dan Imam Nasai telah meriwayatkannya di dalam kitab tafsir melalui hadis Asim

(Ibnu Abun Nujud) dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi selanjutnya mengatakan bahwa hadis ini hasan.Pendapat yang dikemukakan oleh Huzaifah r.a. ini bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh lainnya dari Rasulullah Saw.

yang menga¬takan bahwa Buraq ditambatkan di halqah (tempat yang berbentuk ling¬karan), dan bahwa Rasulullah Saw. melakukan salat di Baitul Maqdis, seperti yang telah di sebutkan sebelumnya. Keterangan yang telah dise¬butkan

sebelumnya lebih didahulukan daripada pendapat Huzaifah ini.Riwayat Abu Sa'id ibnu Malik ibnu Sinan Al-Khudri diketengahkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitab Dalailun Nubuwwah-nya. Disebutkan bahwa telah menceritakan

kepada kami Abu Abdul-lah Muhammad ibnu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Muhammad ibnu Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Yahya ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepada kami

Abdul Wahhab ibnu 'Ata, telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad Rasyid Al-Hammani, dari Abu Harun Al-Abdi (yang berpredikat daif, menurut pendapat yang lain dicap pendusta), dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., dari "Nabi Saw.

Disebutkan bahwa para sahabat berkata kepada be¬liau Saw., "Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami tentang perjalan¬an Isra yang telah engkau alami itu." Yang dimaksudkan adalah perincian dari apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam. (Al-Isra: 1), hingga akhir ayat. Maka Nabi saw. menceritakan kepada mereka, bahwa ketika saya se¬dang tidur pada suatu malam di Masjidil Haram,

tiba-tiba ada seseorang datang kepadaku dan membangunkanku, tetapi saya tidak melihat apa-apa. Dan tiba-tiba saya melihat sesosok bayangan, maka bayangan itu saya ikuti hingga saya keluar dari Masjidil Haram.

Tiba-tiba saya melihat seekor hewan yang bentuk dan rupanya mirip dengan hewan kendara¬an kalian ini, yakni hewan begal kalian. Hanya, hewan tersebut selalu menggerak-gerakkan kedua daun telinganya; hewan itu disebut Buraq.

Dahulu hewan Buraq itu merupakan tunggangan para nabi sebelumku. Keistimewaan Buraq ialah sekali langkah dapat menempuh jarak sejauh matanya memandang. Lalu saya mengendarainya. Ketika saya sedang berjalan mengendarainya

tiba-tiba ada suara yang memanggilku dari sebelah kanan, "Hai Muhammad, tunggulah saya, saya akan bertanya kepadamu. Hai Muhammad, tunggulah saya, saya akan bertanya kepadamu. Hai Muhammad, tunggulah saya,

saya akan bertanya kepadamu." Tetapi saya tidak menyahutnya, tidak pula mempedulikannya. Ketika saya sedang berjalan mengendarainya, tiba-tiba terdengar suara yang memanggilku dari sebelah kiriku mengatakan, "Hai Muham¬mad,

tunggulah saya, saya akan bertanya kepadamu." Tetapi saya tidak menyahutnya, tidak pula mempedulikannya. Ketika saya sedang mengendarainya, tiba-tiba saya bersua dengan seorang wanita yang lengannya terbuka

memakai segala macam -perhiasan yang diciptakan oleh Allah. Lalu wanita itu berseru, "Hai Muhammad, tunggulah saya, saya akan bertanya kepadamu." Saya tidak menyahutnya, juga tidak mempedulikannya. Akhirnya sampailah saya

di Baitul Maqdis, lalu saya tambatkan hewan kendaraanku di suatu halqah yang para nabi dahulu biasa menambatkan kendaraannya di tempat itu. Lalu Malaikat jibril datang kepadaku dengan membawa dua buah wadah yang salah satunya

berisikan khamr, sedangkan yang lainnya ber¬isikan air susu. Maka saya memilih wadah yang berisikan air susu, lalu meminumnya; saya menolak wadah yang berisikan khamr. Maka Jibril berkata, "Engkau telah memilih fitrah. Ingatlah,

sesungguhnya jika kamu mengambil wadah yang berisikan khamr, maka tentulah umatmu akan sesat." Maka saya berkata, "Allahu Akbar, Allahu Akbar." Jibril berka¬ta, "Saya belum pernah melihat roman mukamu seperti ini."

Dan ketika saya sedang berjalan, tiba-tiba ada suara menyeruku dari sebelah kananku, "Hai Muhammad, tunggulah saya, saya akan berta¬nya kepadamu." Tetapi saya tidak menyahutnya, tidak pula mempedulikannya. Jibril berkata,.

"Itulah seruan orang Yahudi. Seandainya kamu memenuhi seruannya atau kamu berhenti untuk meladeninya, tentulah umatmu akan menjadi orang-orang Yahudi." Ketika saya sedang berjalan (dengan mengendarai Buraq), tiba-tiba terdengarlah

seruan yang memanggilku dari arah sebelah kiri mengatakan, "Hai Muhammad, tunggulah saya, saya akan bertanya kepadamu." Tetapi saya tidak menoleh, tidak pula mempedulikannya. Jibril berkata, "Itulah seruan orang-orang Nasrani.

Ingatlah, seandainya kamu memenuhi seman itu, tentulah umatmu akan menjadi orang-orang Nasrani." Ketika saya sedang berjalan (mengendarai Buraq), tiba-tiba saya melihat seorang wanita yang terbuka lengannya memakai segala macam

perhiasan yang diciptakan oleh Allah. Wanita itu mengatakan, "Hai Muhammad, tunggulah saya, saya akan bertanya kepadamu." Tetapi saya tidak menjawabnya, tidak pula mempedulikannya. Jibril berkata, "Itulah dunia. Ingatlah,

seandainya kamu memenuhi seruannya atau kamu berhenti meladeninya, tentulah kamu akan memilih dunia daripada akhirat." Kemudian saya dan Malaikat Jibril masuk ke dalam Baitul Maqdis, lalu masing-masing dari kami mengerjakan salat

dua rakaat. Setelah itu didatangkan kepadaku sebuah tangga yang dahulu dipakai naik oleh arwah para nabi. Tiada suatu makhluk pun yang bentuknya lebih indah daripada tangga itu. Tidakkah engkau lihat mayat yang membeliakkan

pandangan matanya ke arah langit? Sesungguhnya dia membeliakkan matanya sebelum arwahnya meninggalkannya tiada lain karena ia sangat menginginkan naik ke langit dengan tangga itu. Dia merasa takjub kepada keindahan tangga itu.

Lalu saya dan Malaikat Jibril naik ke langit, tiba-tiba saya bersua dengan Malaikat yang dikenal dengan sebutan Ismail, penjaga langit yang terdekat. Di hadapannya terdapat tujuh puluh ribu malaikat, dan tiap-tiap malaikat membawa pasukannya

yang terdiri atas seratus ribu malaikat. Allah Swt. telah berfirman: Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri (Al-Muddassir: 31) Kemudian Malaikat Jibril meminta izin masuk dengan mengetuk pintu langit pertama.

Maka dikatakan "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya."

Tiba-tiba saya bersua dengan Adam dalam rupa dan bentuk seperti keadaan semula ketika ia diciptakan oleh Allah Swt. Dan tiba-tiba ditam¬pilkan kepadanya semua arwah anak cucunya yang beriman, maka Adam berkata, "Roh yang baik

dan jiwa yang baik, tempatkanlah mereka di 'Illiyyin (tempat-tempat yang tertinggi di surga)." Kemudian ditampilkan di hadapannya semua arwah keturunannya yang durhaka. Maka Adam berkata, "Roh yang buruk dan jiwa yang buruk,

tempatkanlah mereka di Sijjin (tempat yang paling bawah di dasar bumi)." Kemudian saya melanjutkan perjalanan sebentar, tiba-tiba saya meli¬hat banyak piring besar yang padanya terdapat daging segar yang telah dipotong-potong,

tetapi tidak ada seorang manusia pun yang mendekatinya. Dan tiba-tiba saya melihat banyak piring besar yang padanya terdapat daging yang sudah basi dan berbau busuk, ternyata banyak orang yang memakannya. Saya bertanya, "Hai Jibril,

siapakah mereka itu ?" Jibril menjawab, "Mereka adalah orang-orang dari kalangan umatmu yang suka mengerjakan hal yang haram dan meninggalkan hal yang dihalalkan." Selanjutnya saya meneruskan perjalanan sebentar,

tiba-tiba saya melihat banyak kaum yang memiliki bibir seperti bibir unta. Lalu dibukakan mulut mereka, dan bara api itu dimasukkan ke dalam mulut mereka bingga keluar dari lubang bawah mereka. Saya dengar mereka menjerit meminta tolong

kepada Allah Swt. Lalu saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang-orang itu?" Jibril menjawab bahwa mereka adalah sebagian orang dari kalangan umatku yang disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan

harta anak yatim secara aniaya, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (An-Nisa: 10) Kemudian saya melanjutkan perjalanan dalam waktu yang tidak lama,

tiba-tiba saya melihat banyak wanita yang digantungkan dengan susunya. Saya mendengar jeritan mereka meminta toiong kepada Allah Swt. Saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah wanita-wanita itu?" Jibril menjawab, "Me¬reka adalah

wanita-wanita pezina dari kalangan umatmu." Kemudian saya melanjutkan perjalanan sebentar, tiba-tiba saya meli¬hat banyak kaum yang perut mereka sebesar-besar rumah, setiap kali seseorang dari mereka hendak bangkit,

ia jatuh terjungkal seraya berkata, "'Ya Allah, janganlah Engkau jadikan hari kiamat." Mereka berada di jalan yang biasa dilalui oieh keluarga Fir'aun, kemudiandatanglah para pemakai jalan itu, lalu para pejalan menginjak-injak mereka.

Saya mende¬ngar mereka merintih meminta tolong kepada Allah. Saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?" Jibril menjawab bahwa mereka adalah sego¬longan dari umatmu yang disebutkan oleh firman-Nya: Orang-orang memakan

(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lan¬taran (tekanan) penyakit gila. (Al-Baqarah: 275) Kemudian saya melanjutkan perjalanan sebentar. Tiba-tiba saya melihat banyak kaum

yang daging lambung mereka dipotongi, lalu mereka mema¬kannya, seraya dikatakan, "Makanlah olehmu daging ini sebagaimana kamu pernah memakan daging saudaramu!" Saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?" Jibril menjawab,

"Mereka adalah orang-orang yang suka mengumpat dan mencela dari kalangan umatmu." Kemudian kami naik ke langit yang kedua, tiba-tiba saya bersua dengan seorang lelaki paling tampan di antara semua makhluk Allah.

Ia memiliki ketampanan yang lebih dari semua manusia, rupanya seperti bulan di malam purnama yang sinarnya lebih cerah mengalahkan semua bintang. Saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah

saudaramu Yusuf a.s." Ia ditemani oleh sejumlah orang dari kalangan kaumnya. Maka saya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku. Lalu kami naik ke langit yang ketiga. Malaikat Jibril mengetuk (pintu)nya. Setelah dibuka,

tiba-tiba saya bersua dengan Yahya dan Isa a.s.; keduanya ditemani oleh sejumlah orang dari kalangan kaumnya masing-masing. Maka saya ucapkan salam kepada keduanya, dan keduanya menjawab salamku. Kemudian kami naik ke langit

yang keempat, dan tiba-tiba saya bersua dengan Idris a.s. yang telah diangkat oleh Allah di tempat yang tinggi. Maka saya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku. Selanjutnya kami naik ke langit yang kelima.

Tiba-tiba saya bersua dengan Harun; separo dari jenggotnya berwarna putih, dan separo lainnya berwarna hitam yang panjangnya sampai ke pusarnya. Saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah

Harun ibnu Imran yang dicintai di kalangan kaumnya." Ia ditemani oleh sejumlah orang dari kalangan kaumnya, maka saya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku. Kemudian kami naik ke langit yang keenam,

tiba-tiba saya bersua dengan Musa ibnu Imran, seorang lelaki yang berkulit hitam manis dan berambut lebat. Seandainya dia memakai dua lapis baju gamis, tentulah rambutnya itu dapat menembus sampai ke balik baju gamisnya.

Dan tiba-tiba ia berkata.”Orang-orang menduga bahwa saya adalah orangyang lebih dimuliakan oleh Allah lebih dari orang ini, padahal orang ini jauh lebih dimuliakan oleh Allah daripada aku." Saya bertanya, "Hai Jibril, Siapakah orang ini?"

Jibril menjawab, "Orang ini adalah saudaramu Musa ibnu Imran a.s," Ia ditemani oleh sejumlah besar dari kalangan kaumnya. Saya mengucapkan salam kepa¬danya, dan dia menjawab salamku. Kemudian kami naik ke langit yang ketujuh,

tiba-tiba saya bersua dengan ayah kami (yaitu Nabi Ibrahim, kekasih Allah Yang Maha Pemurah) sedang menyandarkan punggungnya ke Baitul Ma'mur dalam rupa seorang lelaki yang sangat tampan. Saya bertanya, "Hai Jibril,

siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah ayahmu Ibrahim, kekasih Tuhan Yang Maha Pemu¬rah." Ia ditemani oleh sejumlah orang dari kalangan kaumnya. Maka sa¬ya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku.

Tiba-tiba saya bersua dengan kaumku yang terbagi menjadi dua ba¬gian; sebagian dari mereka memakai pakaian putih seperti putihnya kertas, sedangkan sebagian yang lainnya memakai pakaian kelabu. Lalu saya memasuki Baitul Ma'mur,

dan ikut masuk pula bersamaku orang-orang dari kalangan umatku yang berpakaian putih; sedangkan mereka yang berpakaian kelabu dilarang masuk, tetapi mereka dalam keadaan baik-baik saja. Lalu saya dan orang-orang yafig bersamaku melakukan salat di Baitul Ma'mur,

sesudah itu saya keluar bersama de¬ngan orang-orang yang mengikutiku. Baitul Ma'mur setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu Malaikat yang mengerjakan salat di dalamnya, mereka tidak kembali lagi kepada¬nya sampai hari kiamat.

Selanjutnya saya diangkat ke Sidratul Muntaha, tiba-tiba semua de¬daunannya hampir menutupi umat ini. Dan tiba-tiba padanya terdapat mata air yang mengalir—disebut dengan nama Salsabil—dan mengalirlah darinya dua buah sungai,

salah satunya bernama Al-Kausar, sedangkan yang lainnya bernama Sungai Rahmat. Maka saya mandi di dalam sungai itu, dan diampunilah bagiku semua dosaku yang terdahulu dan yang kemudian. Setelah itu saya diangkat naik ke surga,

dan saya disambut oleh se¬orang bidadari pelayan surga. Saya bertanya, "Hai pelayan, milik siapakah kamu?" Ia menjawab, "Saya milik Zaid ibnu Harisah." Ternyata di dalam surga terdapat banyak sungai dari air yang tiada berubah rasa

dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring. Dan ternyata buah delima surga besarnya bagaikan timba.

Tiba-tiba saya melihat burung-burungnya besar-besar seperti unta kalian ini. Ketika kisah Nabi Saw. sampai pada bagian ini, beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah menyediakan bagi hamba-ham-ba-Nya yang saleh apa (pahala)

yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terdetik oleh hati seorang manusia pun. Kemudian saya di bawa ke neraka, tiba-tiba di dalamnya terdapat murka Allah, bentakan,

dan pembalasan-Nya. Seandainya dilemparkan batu dan besi ke dalamnya, niscaya api neraka memakan (melebur)nya. Kemu¬dian neraka ditutup dari pandanganku. Kemudian saya diangkat menuju ke Sidratul Muntaha, maka Sidratul Muntaha

menyelimutiku; dan jarak antara aku dan Dia seperti jarak anta¬ra dua ujung busur panah atau lebih dekat daripada itu. Pada tiap daun dari pohon Sidratul Muntaha di tempati oleh seorang Malaikat. Dan difardukan atas diriku

lima puluh kali salat, serta Allah berfirman kepadaku: Bagimu dalam setiap amal kebaikan pahala sepuluh amal ke¬baikan. Apabila kamu berniat akan mengerjakan amal kebaik¬an, lalu kamu tidak mengerjakannya, maka dicatatkan bagimu pahala

satu kebaikan. Dan jika kamu mengerjakannya, maka dicatatkan bagimu pahala sepuluh kebaikan. Apabila kamu berniat akan mengerjakan keburukan, lalu kamu tidak melaksanakannya, maka tidak dicatatkan sesuatu pun atas dirimu.

Dan jika kamu mengerjakan keburukan itu, maka di catatkan atas dirimu satu amal keburukan. Kemudian saya kembali kepada Musa, dan dia bertanya, "Apakah yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu buat kamu?" Saya menjawab,

"Lima puluh kali salat." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan minta¬lah keringanan dari-Nya buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakannya; dan bilamana mereka tidak kuat me¬ngerjakannya,

berarti kafirlah mereka." Maka saya kembali menghadap kepada Tuhanku, dan saya berkata memohon, "Wahai Tuhanku, berikanlah keringanan buatmmatku, karena sesungguhnya umatku adalah umat yang paling lemah."Maka Allah,

menghapuskan sepuluh salat buatku, dan menjadikannya empat puluh salat. Saya terus-menerus bolak-balik antara Musa dan Tuhanku. Setiap kali saya datang kepada Musa, maka Musa mengatakan kepadaku kata-kata yang semisal dengan

kata-kata sebelumnya. Hingga akhirnya saya datang menemui Musa, lalu Musa berkata, "Apakah yang diperintahkan kepadamu?" Saya menjawab, "Saya diperintahkan untuk mengerjakan salat sepuluh kali." Musa berkata, "Kembalilah

kepada Tuhanmu, dan mintalah keringan¬an dari-Nya buat umatmu."Maka saya kembali menghadap kepada Tu¬hanku, dan saya memohon kepada-Nya, "Wahai Tuhanku, berilah ke¬ringanan bagi umatku, karena sesungguhnya umatku

adalah umat yang paling lemah." Maka Allah menghapuskan yang limanya dan menetapkan yang lima¬nya lagi buatku. Maka di saat itu ada malaikat di Sidratul Muntaha yang menyeruku dengan ucapan, "Kini telah lengkaplah hal yang difardukan

oleh-Ku. Aku telah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Ku, dan pada setiap amal kebaikan Aku beri mereka pahala sepuluh kali li¬pat amal kebaikannya." Kemudian saya kembali kepada Musa, dan Musa bertanya,

"Apakah yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu?" Saya menjawab, "Salat lima waktu." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu, karena sesung¬guhnya tiada sesuatu pun yang merepotkan-Nya, dan mintalah keringanan dari-Nya

buat umatmu." Maka saya menjawab, "Aku telah bolal-balik kepada Tuhanku hingga aku merasa malu kepada-Nya." Kemudian pada keesokan harinya di Mekah, Nabi Saw. menceritakan kepada mereka semua keajaiban yang pernah dilihatnya,

"Sesungguhnya tadi malam saya pergi ke Baitul Maqdis dan saya dinaikkan ke langit, la¬lu saya melihat anu dan anu." Abu Jahal (yakni Ibnu Hisyam) berkata, "Tidakkah kalian heran terhadap apa yang dikatakan oleh Muhammad ini?

Dia menduga bahwa dirinya tadi malam pergi ke Baitul Maqdis, kemudian pada pagi harinya ia ada bersama kita, padahal seseorang dari kita bila memacu kendaraan¬nya pergi ke Baitul Maqdis memerlukaan waktu satu bulan dan perjalanan

pulangnya satu bulan. Ini berarti perjalanan dua bulan, tetapi dia mengakui¬nya dapat menempuhnya dalam satu malam saja." Maka saya ceritakan kepada mereka tentang kafilah dagang orang-orang Quraisy yang kujumpai saat aku pergi,

kulihat mereka sedang di tempat anu dan anu. Kuceritakan pula bahwa ada seekor untanya yang larat. Dan ketika saya dalam perjalanan pulang, kujumpai mereka berada di Al-Aqabah. Maka saya ceritakan kepada mereka bawaan

yang dibawa oleh setiap orang dari mereka berikut untanya, bahwa yang dibawanya adalah anu dan anu, sedangkan ciri untanya anu dan anu. Abu Jahal berkata, "Dia memberitakan kepada kita banyak hal." Seorang lelaki

dari kalangan Quraisy berkata, "Saya adalah orang yang paling mengenal Baitul Maqdis tentang ciri khas bangunannya, bentuknya, dan letak jaraknya dari bukit. Jika Muhammad benar, tentu aku akan menceritakan kepada kalian;

dan jika dia bohong, maka saya akan mence¬ritakannya pula kepada kalian." Kemudian lelaki musyrik itu datang dan berkata, "Hai Muhammad, aku adalah orang yang paling mengetahui tentang Baitul Maqdis, maka sebutkanlah kepadaku

bagaimanakah ciri bangunan dan bentuknya, dan seberapa jauh letaknya dari bukit!" Maka ditampakkanlah kepada Rasulullah Saw. Baitul Maqdis di tem¬pat beliau berada, lalu beliau memandang ke arahnya sebagaimana seseorang di antara kita

memandang rumahnya sendiri dari jarak yang dekat. Lalu Nabi Saw. menjawab si penanya, bahwa bangunan dan bentuk Baitul Maqdis adalah anu dan anu, sedangkan letak jaraknya dari bukit adalah sekian anu. Lelaki itu berkata,

"Kamu benar." Lalu ia kembali menemui teman-temannya dan berkata kepada mereka bahwa Muhammad memang benar dalam ucapannya. Atau ia mengatakan hal yang semakna.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Ja'far ibnu Jarir

dengan panjang lebar melalui Muhammad ibnu Abdul A'la, dari Muham¬mad ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Abu Harun Al-Abdi. Juga dari Al-Hasan ibnu Yahya, dari Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Abu Harun Al-Abdi dengan sanad yang sama.

Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula melalui ha'dis Ibnu Ishaq, bahwa telah menceritakan kepadanya Rauh ibnu! Qasim, dari Abu Harun dengan sanad yang serupa dan lafaz yang semisal dengan hadis di atas.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari ayahnya, dari Ahmad ibnu Abdah, dari Abu Abdus Samad Abdul Aziz ibnu Abdus Samad, dari Abu Harun Al-Abdi, dari Abu Sa'id Al-Khudri. Lalu ia menceritakan hadis ini dengan teks yang panjang, indah,

dan jauh lebih baik daripada apa yang diketengahkan oleh yang lain, sekalipun di dalamnya terdapat hal-hal yang garib dan munkar.Kemudian Imam Baihaqi menuturkannya pula melalui riwayat Rauh ibnu Qais Al-Hadda-i

dan Hasyim serta Ma'mar, dari Abu Harun Al-Abdi yang nama aslinya Imarah ibnu Juwain yang menurut para imam ahli hadis dinilai daif.Sesungguhnya kami sengaja mengetengahkan hadisnya, mengingat di dalamnya terkandung

banyak syawahid (bukti) yang memperkuat hadis lainnya. Dan karena ada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi yang menyebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Usman Ismal ibnu Abdur Rahman,

telah menceritakan kepada kami Abu Na'im Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ibrahim Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Abu Hamid ibnu Bilal, telah menceritakan kepada kami Abul Azhar, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Hakim

yang mengatakan bahwa dalam tidurnya ia melihat Rasulullah Saw. lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, ada seorang lelaki dari kalangan umatmu yang dikenal dengan nama Sufyan As-Sauri, dia berpredikat tidak tercela." Maka Rasulullah Saw.

bersabda, "Dia tidak tercela." Dia telah menceritakan kepada kami, dari Abu Harun Al-Abdi, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dan dari engkau, wahai Rasulullah, dalam kisah Isra-mu, engkau mengatakan, "Bahwasanya ketika engkau berada

di langit melihat," hingga akhir hadis, Ia menceritakan hadis hingga akhirnya. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Ya, benar." Maka saya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada sejumlah orang dari kalangan umatmu

yang menceritakan hadis darimu tentang Isra yang di dalamnya disebutkan kisah-kisah yang ajaib." Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Hal itu merupakan kisah tukang dongeng."Riwayat Syaddad ibnu Aus diketengahkan

oleh Imam Abu Ismail Muhammad ibnu Ismail At-Turmuzi. Disebutkan bahwa telah mencerita¬kan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnul Ala ibnud Dahhak Az-Zubaidi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris

dari Abdullah ibnu Sa-lim Al-Asy'ari, dari Muhammad ibnul Walid ibnu Amir Az-Zubaidi, telah menceritakan kepada kami Abul Walid ibnu Abdur Rahman, dari Jubair ibnu Nafir, telah menceritakan kepada kami Syaddad ibnu Aus

yang mengatakan bahwa kami pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaima-nakah kisah tentang Isra-mu?" Rasulullah Saw. menjawab, bahwa seusai aku mengerjakan salat (berdoa) di petang hari di Mekah buat sahabat-sahabatku,

maka datanglah Malaikat Jibril a.s. kepadaku dengan membawa seekor hewan putih yang bentuknya lebih besar dari keledai, tetapi di bawah begal. Lalu Jibril ber¬kata, "Naiklah!" Tetapi pada mulanya Buraq sulit untuk kukendarai,

maka Jibril menjewer telinganya, Akhirnya Buraq mau membawaku. Maka Buraq melaju dengan pesat, sekali langkah sampai ke jangkau¬an batas matanya memandang membawa kami, hingga sampailah kami di suatu tempat yang penuh

dengan pohon korma. Lalu Jibril menyuruhku turun. Maka saya turun dan Jibril berkata, "Salatlah!" Maka saya menger¬jakan salat. Sesudah itu saya mengendarai Buraq lagi, dan Jibril bertanya, tahukah kamu di manakah tadi kamu salat?"

Saya menjawab, "Allah lebih menge¬tahui." Jibril menjawab, "Kamu salat di Yasrib, alias Taibah." Maka Buraq melanjutkan perjalanannya membawa kami dengan melangkahkan kaki depannya sejauh mata memandang, hingga sampailah kami

di suatu tempat, lalu Jibril berkata, "Turunlah!" Kemudian Jibril berkata lagi, "Salatlah!" Maka saya salat di tempat itu. Kemudian kami menaiki Buraq lagi, dan Jibril bertanya, "Tahukah kamu, di manakah tadi kamu salat?" Saya menjawab,

"Allah lebih mengeta¬hui." Jibril berkata, "Kamu tadi salat di Madyan, di dekat pohon Musa." Sesudah itu Buraq melanjutkan perjalanannya membawa kami de¬ngan meletakkan kedua kaki depannya sejauh mata memandang,

hingga sampailah kami di suatu tempat yang padanya kelihatan banyak gedung. Maka Malaikat Jibril berkata, "Turunlah!" Lalu saya turun, dan Jibril berkata lagi, "Salatlah!" Maka saya salat. Kemudian kami menaiki Buraq lagi, dan Jibril bertanya,

"Tahukah kamu di manakah kamu tadi mengerjakan salat?" Aku meujawab, "Allah lebih mengetahui." Jibril berkata, "Tadi kamu salat di Baitul Lahm, tempat kelahiran Isa putra Maryam." Selanjutnya Jibril melanjutkan perjalanan dengan membawaku

hingga masuklah kami ke suatu kota dari pintunya yang sebelah kanan, lalu Jib¬ril mendatangi kiblat masjid dan menambatkan hewannya di tempat itu. Kemudian kami memasuki masjid itu dari arah pintu yang matahari dan bulan kelihatan

dari pintu itu bila condong. Dan saya mengerjakan salat di dalam masjid itu sebanyak apa yang dikehendaki oleh Allah Swt. Sesudah itu saya merasa sangat kehausan. Kemudian didatangkan dua buah wadah kepadaku, salah satunya,

berisikan air susu, sedangkan yang lainnya berisi madu. Allah telah mengirimkan keduanya kepadaku, maka saya memilih salah satu di antara keduanya. Dan Allah memberikan petunjuk-Nya kepadaku, maka saya memilih wadah yang berisikan

air susu dan langsung meminumnya hingga keningku berkeringat karenanya. Saat itu di hadapanku terdapat seorang tua yang sedang bersandar di tempat duduknya, lalu orangtua itu berkata, "Temanmu ini telah memilih fitrah,

sesungguhnya dia telah mendapat petunjuk." Jibril melanjutkan perjalanannya bersamaku, hingga sampailah aku ke sebuah lembah yang padanya terdapat sebuah kota. Tiba-tiba neraka Jahannam diperlihatkan kepadaku yang kelihatan

seperti bukit-bukit. Saya (perawi) bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaiifianakah engkau jumpai ke¬adaan neraka Jahannam?" Rasulullah Saw. menjawab, "Saya jumpai Jahannam, sangat panas seperti air yang mendidih." Kemudian Jibril

membawaku pergi dan kami bersua dengan kafilah orang-orang Quraisy di tempat anu dan anu, sedangkan seekor unta me¬reka telah tersesat, lalu berhasil ditemukan si Fulan. Saya mengucapkan kata salam kepada mereka,

dan sebagian mereka ada yang mengatakan, "Ini suara Muhammad." Sebelum subuh saya kembali kepada sahabat-sahabatku di Mekah, maka Abu Bakar datang kepadaku seraya bertanya, "Wahai Rasulullah, kemanakah engkau tadi malam?

Saya merasa kehilangan engkau dan saya mencarimu di tempat engkau biasa tidur." Rasulullah Saw. menjawab, "Tahukah kamu bahwa tadi malam saya telah ke Baitul Maqdis?" Abu Bakar r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah,

sesungguhnya Baitul Maqdis itu ditempuh dengan jarak satu bulan lama¬nya, maka gambarkanlah Baitul Maqdis kepadaku." Maka ditampakkanlah kepadaku suatu gambar sehingga aku dapat memandangnya dengan jelas.

Tiada sesuatu pun tentang Baitul Maqdis yang ditanyakan kepadaku melainkan aku jawab dia (Abu Bakar). Lalu Abu Bakar berkata, "Saya bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah." Orang-orang musyrik berkata, "Lihatlah oleh kalian

Ibnu Abu Kabsyah, dia menduga bahwa dirinya telah pergi ke Baitul Maqdis tadi ma¬lam." Rasulullah Saw. menjawab, "Sesungguhnya bukti dari apa yang aku ucapkan ialah saya bersua dengan kafilah kalian di tempat anu dan anu,

sedangkan mereka kehilangan seekor untanya, lalu berhasil diketemukan oleh si Fulan. Dan sesungguhnya mereka masih dalam perjalanannya berada di tempat anu, kemudian mereka akan datang kepada kalian pada hari anu.

Yang berada paling depan adalah unta yang berwarna hitam dengan memakai pelana hitam membawa dua buah peti barang yang kedua-duanya berwarna hitam." Pada hari yang dimaksud orang-orang berkumpul menunggu

keda¬tangan kafilah mereka. Dan ketika tengah hari telah dekat, kelihatanlah oleh mereka kafilah itu sedang menuju ke arah mereka. Di depan kafilah itu terdapat unta yang disebutkan ciri khasnya oleh Rasulullah Saw.

Begitu pula bunyi hadis yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi melalui dua jalur dari Abu Ismail At-Turmuzi dengan sanad yang sama. Kemudian sesudah selesai mengutarakan hadis ia mengatakan bahwa sanad hadis ini berpredikat sahih.

Ia telah meriwayatkan pula secara terpisah-pisah melalui hadis-hadis lainnya, yang sebagian darinya akan kami sebutkan. Kemudian ia menceritakan banyak hadis mengenai Isra yang berkedu¬dukan sebagai syahid bagi hadis ini.

Imam Abu Muhammad Abdur Rahman ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsir telah meriwayatkan hadis ini dari ayahnya, dari Ishaq ibnu Ibrahim ibnul Ala Az-Zubaidi dengan sanad yang sama.Tidak diragukan lagi bahwa hadis ini—

yang diriwayatkan dari Syad¬dad ibnu Aus — mengandung banyak hal, antara lain ada yang sahih, seperti apa yang disebutkan oleh Imam Baihaqi tadi; dan yang lainnya berpredikat munkar, seperti hadis yang menyebutkan bahwa Nabi Saw.

melakukan salat di Baitul Lahm. Demikian juga pertanyaan Abu Bakar As-Siddiq tentang ciri khas Baitul Maqdis serta lain-lainnya.Riwayat Abdullah ibnu Abbas r.a. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Usman ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Qabus, dari ayahnya yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ibnu Abbas tentang perjalanan Isra di malam hari yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.

Disebutkan di dalamnya bahwa Rasulullah Saw. masuk ke dalam surga, lalu beliau mendengar suara langkah ditepi surga, maka Rasulullah Saw. bertanya, "Hai Jibril, suara apakah ini?" Jibril menjawab, "Ini adalah suara Bilal, juru azan."

Ketika Rasulullah Saw. menghadapi orang banyak, beliau bersabda, "Beruntunglah si Bilal, saya menyaksikan anu dan anu miliknya." Selanjutnya Nabi Saw. bersua dengan Musa a.s. Musa mengucapkan selamat datang kepadanya seraya berkata,

"Selamat datang Nabi yang ummi." Nabi Saw. bersabda bahwa Musa adalah seorang lelaki yang berkulit hitam manis, bertubuh tinggi, dan berambut ikal sampai ke daun telinganya atau kurang dari itu. Nabi saw. bertanya, "Hai Jibril,

siapakah orang ini?" Jibril menjawab bahwa orang itu adalah Musa. Kemudian Rasulullah Saw. melanjutkan perjalanannya, tiba-tiba beliau bersua dengan seorang tua yang kelihatan sangat agung dan berwibawa. Lalu orang tua itu

mengucapkan selamat datang dan salam kepada Nabi Saw. Semua orang yang bersua dengan Nabi Saw. mengucapkan salam kepada beliau. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Dia adalah ayahmu Nabi Ibrahim.

" Nabi Saw. melihat neraka tiba-tiba di dalamnya terdapat suatu kaum yang sedang memakan bangkai. Maka Nabi saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?" Jibril menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang suka memakan

daging orang lain (suka mengumpat)." Dan Nabi Saw. melihat seorang lelaki yang berkulit merah dan bermata biru sekali. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Ini adalah penyembelih unta Nabi Saleh."

Ketika Rasulullah Saw. sampai di Masjidil Aqsa berdiri mengerjakan salat, ternyata semua nabi ikut salat bersamanya. Setelah mengerjakan salat, disuguhkan kepada Nabi Saw. dua buah wadah; yang satunya dari sebelah kanan,

dan yang lain dari sebelah kiri. Pada salah satunya terdapat air susu, sedangkan pada yang lainnya terdapat madu. Maka Nabi Saw. mengambil wadah yang berisikan air susu dan meminumnya. Dan orang yang bersamanya mengatakan,

"Engkau telah memilih fitrah." Sanad hadis ini sahih, tetapi Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak mengete¬ngahkannya.Jalur lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Sabit Abu Zaid,

telah men¬ceritakan kepada kami Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. menjalani Isra ke Baitul Maqdis dan kembali pulang di malam yang sama. Lalu beliau menceritakan kepada mereka tentang perjalanan Isra

yang dialaminya dan menceritakan kepada mere¬ka (orang-orang Quraisy) tentang kafilah mereka (yang masih ada dalam perjalanannya). Di antara orang-orang yang mengatakan, "Kami tidak percaya kepa¬da Muhammad tentang

apa yang dikatakannya." Maka murtadlah mereka berbalik menjadi kafir, dan Allah menghinakan mereka bersama pemimpin mereka, yaitu Abu Jahal. Abu Jahal berkata, "Muhammad menakut-nakuti kita dengan buah zaqqum,

maka datangkanlah oleh kalian buah kurma dan zubdah, marilah kita buat makanan zaqqum (yakni campuran kurma dan zubdah)." Dan Nabi Saw. melihat Dajjal dengan penglihatan yang nyata, bukan dalam mimpi. Beliau juga bersua dengan Isa,

Musa, dan Ibrahim. Ketika Nabi Saw. ditanya tentang ciri khas Dajjal, maka beliau Saw. menjawab, "Dajjal bertubuh besar, dengan warna kulit yang putih, salah satu matanya menonjol seakan-akan seperti bintang yang bercahaya,

sedangkan rambutnya seakan-akan mirip dengan ranting pohon (yang lebat). Saya juga melihat Isa a.s. Dia orang yang berkulit putih, berambut keriting, tajam pandangan matanya, dan bertubuh padat. Dan saya melihat Musa a.s.,

orang yang berkulit hitam manis, berambut lebat, lagi bertubuh kuat. Saya pun melihat Ibrahim a.s., maka saya tidak memandang kepada salah satu anggotanya melainkan seakan-akan saya memandang kearah diriku sendiri.

Seakan-akan dia adalah teman kalian ini (yakni Nabi Saw. sendiri)." Jibril berkata, "Ucapkanlah salam kepada bapakmu." Maka saya mengucapkan salam kepada Nabi Ibrahim a.s.Imam Nasai meriwayatkannya melalui

Hadid Abu Yazid Sabit ibnu Zaid, dari Hilal (yaitu Ibnu Hibban) dengan sanad yang sama. Sanad ha¬dis ini berpredikat sahih.Jalur lain. Imam Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz,

telah menceritakan kepada kami Abu Ba¬kar Asy-Syafii, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Muhammad, telah mencerita¬kan kepada kami Syaiban, dari Qatadah,

dari Abul Aliyah yang mengata¬kan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abbas (anak paman Rasulullah Saw.) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Pada malam aku menjalani Isra, bersua dengan Musa ibnu Imran,

seorang lelaki yang tinggi, berambut keriting, seakan-akan dia adalah seorang lelaki dari kalangan Azd Syami-ah. Dan saya melihat Isa a.s. putra Maryam, seorang lelaki yang bertubuh sedang berkulit putih kemerah-merahan, berambut ikal.

Saya juga melihat Malaikat Malik—penjaga neraka Jahannam — serta Dajjal berikut dengan ciri-ciri khasnya tersendiri yang diperlihatkan oleh Allah kepadaku. Allah Swt. berfirman: maka janganlah kamu ragu-ragu dalam bersua dengannya.

(As-Sajdah: 23) Qatadah menafsirkan ayat ini dengan penafsiran bahwa Nabi Saw. telah bersua dengan Musa a.s. dan Kami jadikan Musa petunjuk bagi Bani Israil. (As-Sajdah: 23) Yakni Allah menjadikan Musa a.s. sebagai petunjuk

bagi kaum Bani Is¬rail.Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dalam kitab sahihnya dari Abdu ibnu Humaid, dari Yunus ibnu Muhammad, dari Syaiban. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Syu'bah,

dari Qatadah secara ringkas.Jalur lain, Imam Baihaqi mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ahmad ibnu Abdullah, bahwa Ahmad ibnu Ubaid As-Sattar telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Dabis Al-Mu'addal,

telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ata ibnus Saib, dari Sa'id ib¬nu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda bahwa ketika Nabi Saw.

menjalani Isra melewati suatu tempat yang baunya sangat harum. Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Bau harum apakah ini?" Jibril menjawab, "Masyitah binti Fir'aun dan anak-anaknya." Jibril melanjutkan kisahnya, bahwa pada suatu hari

terjatuhlah sisir dari tangannya, maka Masyitah berkata, "Dengan menyebut asma Allah." Anak perempuan Fir'aun bertanya, "Sebutlah nama ayahku." Masyitah berkata, "Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan ayahmu adalah Dia."

Anak perempuan Fir'aun bertanya, "Apakah ada Tuhan selain ayahku?" Masyitah berkata, "Benar. Tuhanku, Tuhanmu dan Tuhan ayahmu adalah Allah." Maka Fir'aun memanggilnya dan berkata, "Apakah engkau mem¬punyai Tuhan lain

selain diriku?" Masyitah berkata, "Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah Swt." Fir'aun memerintahkan agar dipersiapkan sebuah belanga besar, lalu belanga itu dipanaskan (dengan api). Kemudian dia memerintahkan Masyitah

agar menceburkan diri ke dalam belanga itu. Masyitah berkata, "Saya mempunyai sebuah permintaan kepada¬mu." Fir'aun berkata, "Sebutlah permintaanmu." Masyitah berkata, "Ka¬mu kumpulkan tulang-tulangku dengan tulang-tulang anakku

di suatu tempat." Fir'aun menjawab, "Baiklah, saya turuti permintaanmu, meng¬ingat kamu mempunyai hak pada kami." Fir'aun memerintahkan agar Masyitah sekeluarga dilemparkan ke dalamnya. Mereka dilemparkan seorang demi seorang

hingga sampailah giliran anak Masyitah yang masih menyusu padanya. Anehnya anak Masyitah ini dapat berbicara. Ia mengatakan, "Hai ibuku, ceburkanlah dirimu ke dalamnya. Janganlah takut, karena sesungguhnya

engkau berada dalam jalan yang benar." Nabi Saw. bersabda, "Ada empat orang bayi yang masih dalam buaian dapat berbicara, yaitu anak Masyitah, saksi Nabi Yusuf, teman Juraij dan Isa putra Maryam a.s."

Sanad hadis ini tidak bercela, tetapi mereka (para ahli hadis) tidak mengetengahkan nya.Jalur lain. Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far dan Rauh ibnul Mu'in; keduanya mengata¬kan,

telah menceritakan kepada kami Auf, dari Zurarah ibnu Aufa, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda bahwa setelah beliau menjalani Isra pada malam hari, maka pada pagi harinya beliau berada di Mekah

dengan perasaan bahwa orang-orang pasti akan mendustakannya. Rasulullah Saw. duduk sendirian memisahkan diri dalam keadaan sedih. Lalu lewatlah kepadanya musuh Allah, Abu Jahal. Abu Jahal meng¬hampirinya dan duduk bersamanya.

Lalu ia berkata dengan sinis, "Apa¬kah ada berita baru?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Abu Jahal berta¬nya, "Apakah berita itu?" Nabi Saw. menjawab, "Tadi malam saya baru melakukan Isra (perja¬lanan di malam hari)."

Abu Jahal bertanya, "Kemana?" Nabi Saw. men¬jawab, "Ke Baitul Maqdis." Kemudian Abu Jahal bertanya, "Lalu pagi harinya engkau berada di antara kami?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Abu Jahal tidak menanggapi langsung ucapan Nabi Saw.,

juga tidak langsung mendustakannya; karena ia merasa khawatir bila hal itu dicerita¬kan kepada kaumnya, mereka tidak akan percaya. Maka ia berkata, "Bagaimanakah pendapatmu jika saya panggil kaummu? Apakah kamu

akan menceritakan juga kepada mereka apa yang baru kamu ceritakan kepadaku?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Abu Jahal berkata, "Hai seluruh orang-orang Bani Ka'b ibnu Luay!" Tidak lama kemudian orang-orang berdatangan

ke majelis Nabi Saw. Mereka datang dan langsung duduk di majelis itu, tempat Nabi dan Abu Jahal. Abu Jahal berkata, "Berceritalah kepada kaummu seperti cerita kamu kepadaku tadi." Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya

tadi malam saya menjalani Isra." Mereka bertanya, "Menuju ke mana?" Nabi Saw. menjawab, "Ke Baitul Maqdis." Mereka bertanya, "Kemudian pagi harinya kamu berada di antara kami?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Maka di antara mereka

ada yang bertepuk tangan, ada pula yang meletakkan tangannya di atas kepala karena merasa heran mendengar kisah yang mereka anggap dusta itu. Mereka bertanya.”Dapatkah kamu menyebutkan ciri khas Masjidil Aqsa kepada kami."

Di antara mereka ada orang yang pernah bepergian ke negeri itu dan melihat Baitul Maqdis. Rasulullah Saw. bersabda, bahwa ia terus menerus menceritakan kepada mereka ciri khas masjid tersebut, hingga ada sebagian ciri khasnya

yang terlupakan oleh Nabi Saw. Lalu Masjidil Aqsa ditampakkan kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. memandangnya, hingga gambar Masjidil Aqsa diletakkan di dekat rumah Aqil, atau Iqal. Maka Nabi Saw. menyebutkan ciri-ciri khasnya

seraya melihat ke arah gambar tersebut. Perawi mengatakan bahwa ada suatu ciri khas yang terlupakan olehnya. Orang-orang Quraisy berkata, "Demi Allah, ciri khas yang disebut¬kannya mengenai Baitul Maqdis adalah benar."

Imam Nasai menceritakan hadis melalui Auf ibnu Abu Jamilah (yakni Al-A'rabi) dengan sanad yang sama.Imam Baihaqi meriwayatkannya melalui hadis An-Nadr ibnu Syumail dan Hauzah, dari Auf, yaitu dari Ibnu Abu Jamilah Al-A'rabi,

salah seorang imam yang berpredikat siqah (dapat dipercaya).Riwayat Abdullah ibnu Mas'ud r.a. diketengahkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz,

telah menceritakan kepada kami Abu Ab¬dullah Muhammad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami As-Sirri ibnu Khuzaimah, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Bahlul, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Namir,

dari Malik ibnu Magul, dari Az-Zubair ibnu Addi, dari Talhah ibnu Masraf, dari Murrah Al-Hamdani, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah menjalani Isra dan sampai di Sidratul Muntaha yang berada di langit keenam.

Hanya sampai kepadanya segala sesuatu naik, lalu diambil darinya; dan hanya sampai kepadanya segala sesuatu yang turun dari atasnya, lalu diambil. Ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (An-Najm: 16);

Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa Sidratul Muntaha diliputi oleh kupu-kupu emas. Dan di situlah Rasulullah Saw. diberi perintah untuk mengerja¬kan salat lima waktu, ayat-ayat yang mengakhiri surat Al-Baqarah,

dan diberikan ampunan bagi orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun (dari kalangan umatnya), serta dosa-dosa besar.Imam Muslim meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sahihnya dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Namir

dan Zuhair ibnu Harb, kedua-duanya menerima hadis dari Abdullah ibnu Namir dengan sanad yang sama.Kemudian Imam Baihaqi mengatakan bahwa hadis yang diceritakan oleh Ibnu Mas'ud ini merupakan bagian dari hadis Mi’raj.

Sahabat Anas telah meriwayatkan hadis ini dari Malik ibnu Sa'sa'ah, dari Nabi Saw., kemudian dari Abu Zar, dari Nabi Saw. selanjutnya Imam Baihaqi meriwayatkan pula hadis ini secara mursal tanpa menyebutkan keduanya,

lalu ia menyebutkan ketiga hadis tersebut, seperti yang disebut¬kan di atas.Menurut kami, sahabat Ibnu Mas'ud telah meriwayatkan hadis ini pula dengan lafaz yang lebih panjang daripada hadis di atas, tetapi di da¬lamnya terkandung hal

yang garib. Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Hasan ibnu Arafah di dalam kitab Juz-nya yang terkenal itu. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyyah, dari Qatadah ibnu Abdullah At-Taimi,

telah menceritakan kepada kami Abu Zabyan Al-Janabi yang mengatakan bahwa ketika kami sedang duduk di dalam majelis Abu Ubaidah ibnu Abdullah ibnu Mas'ud dan Muhammad ibnu Sa'd ibnu Waqqas, yang saat itu keduanya

ada dalam majelis tersebut. Muhammad ibnu Sa'd berkata kepada Abu Ubaidah, "Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis dari ayahmu yang menceritakan tentang perja¬lanan Isra yang dilakukan oleh Nabi Saw." Abu Ubaidah berkata, "Tidak,

tetapi engkaulah yang harus menceritakan kepada kami sebuah hadis dari ayahmu." Muhammad menjawab, "Seandainya kamu meminta kepa¬daku sebelum aku meminta kepadamu, tentu aku mau menceritakannya." Maka Abu Ubaidah

menceritakan hadis tersebut dari ayahnya sesuai dengan apa yang diminta, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda bahwa Malaikat Jibril datang kepadanya dengan membawa seekor hewan putih yang lebih besar dari keledai,

tetapi lebih kecil dari begal; lalu Malaikat Jibril menaikkan Nabi Saw. ke atas punggung hewan itu. Kemudian hewan itu membawa kami berangkat. Manakala mendaki tanjakan (jalan yang menaik), maka kedua kaki depan

dan kaki belakang¬nya lurus; begitu pula bila sampai ke jalan yang menurun, hingga kami bersua dengan seorang lelaki yang tinggi, bertubuh bidang, dan berkulit hitam manis seakan-akan dia adalah seorang lelaki dari kalangan kabilah

Azd-Sanu-ah. Maka lelaki itu berkata dengan suara keras, "Engkau telah memuliakan dan mengutamakannya." Maka kami datang menemuinya dan kami ucapkan salam kepadanya, lalu dia menjawab salam kami. Lelaki itu bertanya, "Hai Jibril,

siapakah orang yang bersamamu ini?" Jibril menjawab, "Dia adalah Ahmad." Lelaki itu berkata, "Selamat datang Nabi yang ummi dari Arab, yang te¬lah menyampaikan risalah Tuhannya dan menasihati umatnya." Kemudian kami melanjutkan

perjalanan, dan saya (Nabi Saw.) berta¬nya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Musa ibnu Imran." Aku bertanya, "Kepada siapakah dia tadi mengeluh?" Jibril menjawab, "Dia mengeluh kepada Tuhannya tentang

(kemuliaan dan keutamaan) kamu (yang melebihinya)." Aku bertanya, "Apakah dia mengangkat suaranya keras-keras kepada Tuhannya?"'Jibril menjawab, "Sesungguhnya Allah telah memberinya watak yang keras." Kami melanjutkan perjalanan

hingga sampailah kami pada suatu pohon yang buahnya besar-besar, di bawahnya terdapat orang tua bersa¬ma anak-anaknya. Maka Jibril berkata kepadaku, "Temuilah bapakmu Ibrahim." Kami menemuinya, lalu mengucapkan salam kepadanya,

dan dia menjawab salam kami. Ibrahim a.s. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang yang bersamamu ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah anakmu Ahmad." Ibrahim berkata, "Selamat datang Nabi yang ummi yang telah menyampaikan risalah

Tuhannya dan menasihati umatnya. Hai anakku, sesungguhnya engkau akan menjumpai Tuhanmu malam ini. Dan sesungguhnya umatmu adalah umat yang paling akhir dan paling lemah. Jika kamu dapat mengajukan kebutuhanmu

atau sebagian besar dari keperluanmu mengenai umatmu, maka lakukanlah." Kemudian kami melanjutkan perjalanan hingga sampailah kami di Masjidil Aqsa. Lalu saya turun dan menambatkan hewan kendaraanku di sebuah halqah

yang ada di dekat pintu masjid, yaitu tempat para nabi terdahulu biasa menambatkan kendaraannya. Saya masuk ke dalam masjid dan melihat para nabi berada di dalam¬nya: di antara mereka ada yang sedang rukuk,

ada pula yang sedang sujud. Selanjutnya diberikan kepadaku dua buah wadah, yang satu berisikan madu, dan yang lain berisikan air susu. Maka saya mengambil yang ber¬isikan air susu, lalu meminumnya. Malaikat jibril menepuk pundakku

seraya berkata, "Engkau telah memperoleh fitrah, demi Tuhan Muhammad." Kemudian salat diiqamahkan dan saya mengimami mereka. Setelah salat selesai, kami pulang.Sanad hadis ini garib, dan mereka (para imam ahli hadis)

tiada yang mengetengahkannya. Di dalamnya terdapat banyak hal yang garib yaitu pertanyaan para nabi tentang pribadi Nabi Saw. merekalah yang mulai bertanya, kemudian pertanyaan Nabi Saw.

tentang mereka sesudah melanjutkan perjalanan. Karena sesungguhnya menurut kitab-kitab sahih—seperti yang telah disebutkan di atas—Jibrillah yang memberitahu Nabi Saw. tentang siapa mereka agar Nabi Saw.

mengucapkan salam perkenalannya kepada mereka. Di dalam hadis ini disebutkan bahwa Nabi Saw. bertemu dengan para nabi sebelum memasuki Masjidil Aqsa. Padahal yang benar ialah Nabi Saw. bersua dengan mereka di langit.

Kemudian Nabi Saw. turun ke Baitul Maqdis untuk kedua kalinya bersama para nabi, lalu berliau salat mengimami mereka di Baitul Maqdis. Setelah itu Nabi Saw. mengendarai Buraq dan kembali ke Mekah.Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Al-Awwam, dari Jabalah ibnu Suhaim, dari Marsad ibnu Junadah, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. yang telah bersabda bahwa

di malam men¬jalani Isra-nya, beliau bersua dengan Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa. Lalu mereka berbincang-bincang tentang masalah hari kiamat. Mereka menanyakan kepada Nabi Ibrahim, tetapi Nabi Ibrahim men¬jawab,

"saya tidak mempunyai pengetahuan tentang hari kiamat." Mereka menanyakan kepada Nabi Musa, tetapi Nabi Musa berkata, "Saya tidak mempunyai pengetahuan tentang hari kiamat." Akhirnya mereka mena¬nyakan kepada Nabi Isa.

Maka Nabi Isa berkata, "Kapan saat hari kia¬mat terjadi, "tidak ada seorang pun yang mengetahuinya selain Allah Swt. Tetapi menurut keterangan yang diberikan oleh Tuhanku kepadaku, Dajjal pasti akan muncul."

Nabi Isa melanjutkan kisahnya, "Saat itu saya (Nabi Isa) memegang dua bilah tombak. Manakala Dajjal melihatku, maka leburlah (luluhlah) tubuhnya sebagaimana leburnya timah bila dipanaskan. Allah membinasa¬kan Dajjal

di saat Dajjal melihatku, sehingga batu-batuan dan pepohonanpun dapat berbicara, 'Hai Muslim, sesungguhnya di bawahku bersembunyi seorang kafir. Kemarilah, bunuhlah dia.' Allah membinasakan semua orang kafir sehingga orang-orang

(kaum muslim) kembali ke negeri dan tanah airnya masing-masing (dalam keadaan aman). Dan di saat itulah muncul Ya-juj dan Ma-juj mereka datang berbon¬dong-bondong dari daerah yang tinggi, falu menginjak-injak negeri manu¬sia.

Tiada sesuatu daerah pun yang didatanginya melainkan mereka menghancurkannya, dan tiada suatu mata air pun yang mereka lalui me¬lainkan airnya habis mereka minum. Kemudian manusia kembali mengadu kepadaku tentang ulah

yang dilakukan oleh Ya-juj dan Ma-juj. Maka saya berdoa kepada Allah untuk membinasakan Ya-juj dan Ma-juj. Lalu Allah membinasakan mereka semua dengan mematikan mereka semuanya, sehingga bumi ini berbau busuk karena penuh

dengan bangkai mereka. Lalu Allah menurunkan hujan lebat, maka terhanyutlah bangkai me¬reka dan terbuang ke laut. Menurut keterangan yang diberikan oleh Allah kepadaku, apabila hal tersebut telah terjadi, maka saat kiamat

ibarat se¬orang wanita hamil yang sudah saatnya untuk melahirkan. Tiada seorang pun dari kalangan keluarganya yang tahu bilakah dia akan membuat ke¬jutan akan kelahiran anaknya, di malam hari ataukah di siang hari."

Ibnu Majah mengetengahkan hadis ini dari Bandar, dari Yazid ibnu Harun, dari Al-Awwam ibnu Hausyab melalui riwayat Abdur Rahman ibnu Qart (saudara Abdullah ibnu Qart As-Samali). Sa'id ibnu mansur mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Miskin ibnu Maimun (juru azan masjid Ar-Ramlah), telah menceritakan kepadaku Urwah ibnu Ruwayyim, dari Abdur Rahman ibnu Qart, bahwa Rasulullah Saw. dimalam beliau menjalani Isra-nya dari Masjidil Haram

sampai ke Masjidil Aqsa berada di antara Zamzam dan Maqam Ibrahim. Malaikat Jibril berada di sebelah kanannya, dan Malaikat Mikail berada di sebelah kirinya. Kemudian keduanya membawa Nabi Saw. terbang hingga sampai di langit

yang tertinggi. Dan dalam per jalanan pulangnya Nabi Saw. men¬dengar suara tasbih di langit yang tertinggi bersamaan dengan bacaan tasbih lainnya yang banyak. Langit yang tertinggi bertasbih kepada Tuhan Yang memiliki wibawa

karena merasa takut kepada Tuhan yang memiliki kekuasaan Yang Mahatinggi. Mahasuci Tuhan Yang Mahatinggi, tiada yang menandingi-Nya. Mahasuci Dia lagi Mahatinggi.Dan sehubungan dengan hal ini, nanti kami akan ketengahkan

sebuah hadis, yaitu dalam tafsir surat ini pada firman-Nya: Langit yang tujuh bertasbih kepada Allah. (Al-Isra : 44), hing¬ga akhir ayat.Riwayat Umar ibnul Khattab r.a. Iman Ahmad mengatakan, telah men¬ceritakan kepada kami

Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ibnu Sinan, dari Ubaid ibnu Adam Abu Maryam, dan Abu Syu'aib, bahwa ketika Khalifah Umar ibnul Khat¬tab r.a. berada di Jabiyah menceritakan

tentang kemenangan atas Baitul Maqdis. Hammad ibnu Salamah mengatakan, Abu Salamah telah menga¬takan bahwa telah menceritakan kepadaku Abu Sinan, dari Ubaid ibnu Adam yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar

Umar ibnul Khattab berkata kepada Ka'b, "Utarakanlah pendapatmu, di manakah saya harus mengerjakan salat?" Ka'b menjawab, "Seandainya aku menjadi engkau, tentulah saya akan salat di belakang Sakhrah, maka semua kawa¬san

Baitul Maqdis berada di hadapanmu." Umar ibnul Khattab r.a. berkata, "Kalau demikian, berarti saya sama dengan orang-orang Yahudi. Tetapi saya akan melakukan salat di tempat yang pernah Rasulullah Saw. mengerjakan salat padanya.

" Lalu Umar maju ke arah kiblat, kemudian salat. Setelah itu ia datang dan menggelarkan kain selendangnya, sebelumnya ia menyapu terlebih dahulu tempat itu dengan selendangnya dan orang-orang meniru perbuatannya.

Umar tidak mengagungkan Sakhrah dengan melakukan salat di belakangnya, sedang¬kan Sakhrah berada di hadapannya, seperti yang diisyaratkan oleh Ka'b Al-Habar yang berasal dari kaum yang mengagungkannya hingga mereka

menjadikan sebagai arah kiblatnya. Tetapi Allah memberinya petunjuk berkat Islam, maka ditunjukkanlah kepada cara yang benar. Karena itulah ketika Ka'b memberikan saran kepadanya, ia berkata, "Kalau begitu,

saya seperti orang-orang Yahudi." Dan Umar tidak menghina tempat itu sebagaimana orang-orang Nasrani menghinanya. Mereka menjadikannya tempat pembuangan sampah, sebab tempat itu adalah kiblat orang-orang Yahudi.

Akan tetapi, Khalifah Umar justru membersihkan kotorannya dengan kain selendangnya. Apa yang dilakukan oleh Umar r.a. ini mirip dengan apa yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Marsad Al-Ganawi yang mengatakan

bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian duduk di atas kuburan, jangan pula kalian salat dengan menghadap kepadanya.Riwayat Abu Hurairah sangat panjang, dan di dalamnya terdapat hal yang garib.

Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan di dalam tafsir su¬rat Subhana (Al-Isra), bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Ar-Razi,

dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah Ar-Rayyahi, dari Abu Hurairah atau lainnya — di sini Abu Ja'far ragu — sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam. (Al-Isra: 1),

hingga akhir ayat. Bahwa Jibril datang kepada Nabi Saw. bersama Mikail. Lalu Jibril berka¬ta kepada Mikail, "Berikanlah kepadaku piala berisikan air zamzam untuk membersihkan hatinya dan membedah dadanya." Maka Malaikat Jibril

membelah dadanya dan mencucinya sebanyak tiga kali, sedangkan Malaikat Mikail bolak-balik kepadanya sebanyak tiga kali membawa tiga piala berisikan air zamzam. Jibril membelah dada Nabi Saw. dan membuang bagian

yang berisikan kedengkian, lalu meme¬nuhinya dengan ilmu, kesabaran, iman, keyakinan, dan Islam. Kemudian membuat cap di antara kedua tulang belikat Nabi Saw, yaitu cap kenabian. Setelah itu diberikan seekor kuda kepada Nabi Saw.,

dan Nabi Saw. dinaikkan ke atas hewan itu setiap melangkah dapat sampai ke jarak jangkauan matanya memandang, atau lebih jauh dari itu. Nabi Saw. berjalan mengendarainya diiringi oleh Malaikat Jibril. Nabi Saw.

sampai di tempat suatu kaum yang bercocok tanam dalam waktu satu hari, kemudian menuainya di hari yang lain. Setiap kali mereka me¬nuainya, maka tanaman mereka kembali seperti sediakala. Lalu Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril,

siapakah orang ini?" Malaikat Jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Amal kebaikan mereka dilipatgandakan menjadi tujuh ratus kali lipat, dan segala sesuatu yang mereka belanjakan Allah mengganti-nya.

Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Kemudian sampailah Nabi saw. di tempat suatu kaum yang kepala mereka dipecahkan oleh batu-batu besar; setiap kali kepala mereka hancur, maka akan kembali seperti semula.

Hal itu dilakukan terhadap mereka tanpa henti-hentinya: Nabi saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?" Malaikat jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang berat kepala (malas) dalam mengerjakan salat fardu.

Lalu sampailah Nabi Saw. ke tempat suatu kaum yang di bagian muka mereka terdapat tandanya, mereka digiring bagaikan unta dan binatang ternak. Mereka makan pohon berduri, pohon Zaqqum, dan batu-batu neraka Jahannam.

Maka Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah manusia itu?" Jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang tidak menunaikan zakat harta bendanya. Allah sama sekali tidak menganiaya mereka barang sedikitpun. Dan tiadalah

Allah berbuat aniaya terhadap hamba-hamba-Nya. Kemudian sampailah Nabi Saw. ke tempat suatu kaum yang di depannya mereka terdapat daging masak yang ada di dalam kuali, sedangkan di dalam kuali yang lain terdapat daging mentah

yang buruk.Tetapi mereka memakan daging mentah yang buruk itu dan membiarkan daging masak yang baik. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?" Malaikat jibril menjawab: Lelaki ini adalah seorang dari kalangan umatmu

yang mempu¬nyai seorang istri yang halal lagi baik, tetapi ia mendatangi wanita lain yang buruk lalu ia tidur bersamanya hingga pagi hari. Dan (dia adalah) seorang wanita yang mempunyai suami yang halal lagi baik tetapi ia mendatangi lelaki lain

yang buruk lalu tidur bersamanya hingga pagi hari. Lalu sampailah Nabi Saw. di suatu tempat yang ada kayunya di tengah jalannya; tiada seorang pun yang melaluinya melainkan bajunya pasti ro¬bek, dan tiada sesuatu pun yang melewatinya

melainkan pasti menusuk¬nya. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, apakah ini?" Malaikat Jibril menjawab: Ini adalah perumpamaan sejumlah orang dari kalangan umat-mu yang suka duduk di pinggir jalan, lalu mereka menghalang-halangi

(manusia dari)nya (jalan Allah). Kemudian Jibril membacakan firman-Nya: Dan janganlah kalian duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman. (Al-A'raf: 86), hingga akhir ayat. Setelah itu sampailah

Nabi Saw. di tempat seorang lelaki yang telah me¬ngumpulkan setumpuk besar barang yang tidak mampu diangkatnya, se¬dangkan dia terus menambahinya. Maka Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, apakah ini?" Malaikat Jibril menjawab:

Dia adalah seorang lelaki dari kalangan umatmu yang mempu¬nyai banyak amanat orang lain yang tidak mampu ditunaikannya sedangkan dia ingin membawanya. Kemudian sampailah Nabi Saw. di tempat suatu kaum yang lisan dan bi¬bir mereka

dipotong dengan gunting (catut) besi, setiap kali telah digunting, maka lidah itu akan kembali seperti sediakala. Hal itu dilakukan terhadap mereka tanpa henti-hentinya. Nabi Saw. bertanya, "Apakah ini, hai Jibril?" Malaikat Jibril menjawab:

Mereka adalah ahli khotbah tukang fitnah. Lalu sampailah Nabi Saw. di suatu tempat yang ada batu kecilnya, yang darinya keluar seekor sapi jantan yang besar. Lalu sapi jantan itu bermak¬sud kembali ke tempat ia keluar, tetapi ia tidak mampu.

Nabi Saw. berta¬nya, "Hai Jibril, apakah ini?" Malaikat jibril menjawab: Ini (perumpamaan) seorang lelaki yang mengucapkan kata-kata besar, kemudian menyesalinya, tetapi ia tidak mampu mencabut kata-katanya itu.

Kemudian sampailah Nabi Saw. ke suatu lembah yang beliau jumpai menyebarkan bau harum yang menyegarkan dan bau minyak kesturi, beliau pun mendengar suara. Maka Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, bau wangi apa yang menyegarkan ini,

bau minyak kesturi apa pula ini, dan suara apakah ini?" Malaikat Jibril menjawab: Ini adalah suara surga yang mengatakan, "Wahai Tuhanku, berikanlah kepadaku apa yang telah Engkau janjikan. Sesung¬guhnya telah banyak kamar-kamarku,

kain sutera halus, tipis, tebal, dan permadani-permadaniku, mutiaraku, marjanku, pe¬rakku, emasku, gelas-gelasku, piring-piringku, kendi-kendiku, cangkir-cangkirku, maduku, airku, susuku, dan khamrku, maka berikanlah kepadaku

apa yang telah Engkau janjikan.” Maka Allah berfirman, "Bagimu semua orang muslim laki-laki dan perempuan serta orang mukmin laki-laki dan perempuan, serta orang-orang yang beriman kepada-Ku, rasul-rasul-Ku, ber¬amal saleh,

dan tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Dan dia tidak menyembah tandingan-tandingan selain Aku. Dan barang siapa yang takut kepada-Ku, dia akan aman; ba¬rang siapa yang meminta kepada-Ku, tentu Aku memberinya;

barang siapa yang memberi pinjaman kepada-Ku, tentu Aku membalasnya; dan barang siapa yang bertawakal kepada-Ku, tentu Aku memberinya kecukupan. Sesungguhnya Aku adalah Allah, tiada Tuhan selain Aku, Aku tidak akan ingkar janji.

Dan sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. Mahasuci Allah, sebaik-baik Pencipta makhluk semuanya.” Surga berkata, "Saya rela.” Kemudian Nabi Saw. melanjutkan perjalanannya hingga sampailah di suatu lembah

yang padanya beliau mendengar suara gemuruh dan bau yang tidak enak. Maka Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, bau apakah ini, dan suara apakah ini?" Malaikat Jibril menjawab: Ini adalah suara neraka Jahannam. Ia mengatakan,

"Wahai Tuhanku berikanlah kepadaku apa yang telah Engkau janji¬kan. Sesungguhnya telah banyak rantai-rantai, belenggu-belengguku, nyala apiku, air panasku, duri-duriku, nanahku, dan azabku. Dan dasarku sangat dalam,

serta panas apiku sangat kuat, maka berikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku.” Allah berfirman, "Untukmu semua orang musyrik laki-laki dan perempuan, orang kafir laki-laki dan perempuan, semua yang jahat laki-laki dan perempuan,

dan semua orang yang sewenang-wenang yang tidak beriman kepada hari hisab.” Neraka menjawab, "Saya rela.” Nabi Saw. melanjutkan perjalanannya hingga sampailah di Baitul Maqdis, lalu turun dan menambatkan kudanya di Sakhrah.

Nabi Saw. masuk ke dalam masjid,lalu salat bersama para malaikat. Setelah menjalankan sa¬latnya para malaikat bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Malaikat Jibril menjawab, "Orang ini adalah Muhammad." Mereka bertanya,

"Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka mengatakan, "Semoga Allah merahmati sauda¬ra dan khalifah kita ini. Sebaik-baik saudara dan sebaik-baik khalifah adalah dia,

dan sebaik-baik orang yang datang kini telah tiba." Kemudian Nabi Saw. bersua dengan arwah para nabi. Para nabi itu sedang mengucapkan puji syukur kepada Tuhan mereka. Nabi Ibrahim a.s. mengatakan, "Segala puji bagi Allah

yang telah menjadikan aku se¬bagai kekasih-Nya dan telah memberiku kerajaan yang besar. Dia telah menjadikan diriku seorang imam yang dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah, dan Dia telah menyelamatkan diriku dari api —

serta menjadikan api itu dingin — dan keselamatan bagiku." Kemudian Nabi Musa a.s. memanjatkan puji syukurnya kepada Tuhannya-seraya mengatakan, "Segala puji bagi Allah yang telah mengajak aku berbicara secara langsung,

menjadikan kehancuran Fir'aun beserta para pengikutnya dan keselamatan kaum Bani Israil melalui tanganku, serta menjadikan umatku kaum yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.

" Kemudian Nabi Daud a.s. memanjatkan puji syukurnya kepada Tuhannya seraya mengatakan, "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kepadaku kerajaan yang besar, mengajarkan kepadaku kitab Zabur, melunakkan besi bagiku,

menundukkan gunung-gunung hingga dapat bertasbih bersama burung-burung, dan memberikan kepadaku hikmah serta kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan." Kemudian Nabi Sulaiman a.s. memanjatkan puji dan syukurnya

kepa¬da Tuhannya seraya mengatakan, "Segala puji bagi Allah yang telah menundukkan bagiku angin, menundukkah bagiku setan-setan sehingga mereka mau bekerja untukku menurut apa yang aku kehendaki membuat gedung-gedung

yang tinggi, patung-patung, dan piring-piring yang (besar¬nya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku); meng¬ajarkan kepadaku pengertian bahasa burung, Allah memberiku segala sesuatu sebagai karunia-Nya,

menundukkan kepadaku bala tentara setan, manusia, dan burung; memberikan keutamaan kepadaku yang melebihi kebanyakan hamba-hamba-Nya yang mukmin, memberikan kepadaku kerajaan yang besar yang tidak diberikan

kepada seorang pun sesudahku, dan menjadikan kerajaanku — kerajaan yang baik—tiada hisab padanya." Kemudian Nabi Isa a.s. memanjatkan puji dan syukurnya kepada Tuhannya serta mengatakan, "Segala puji bagi Allah

yang menjadikan diriku (tercipta) melalui kalimah (perintah)-Nya dan menjadikan perumpa¬maanku seperti Adam yang diciptakan-Nya dari tanah liat. Kemudian Allah berfirman kepadanya, 'jadilah kamu!' Maka jadilah ia.

Dan meng¬ajarkan kepadaku Al-Kitab, hikmah, Taurat, dan Injil, serta menjadikan aku dapat membuat dari tanah liat sesuatu berbentuk burung, lalu aku meniupnya, maka jadilah ia seekor burung yang dapat terbang dengan seizin Allah.

Allah pun telah menjadikan aku dapat menyembuhkan orang yang buta, berpenyakit supak, dan aku dapat menghidupkan orang-orang yang telah mati dengan seizin Allah. Diatelah mengangkat diriku, menyu¬cikan aku serta melindungi diriku

dan ibuku dari godaan setan yang terku¬tuk, sehingga setan tidak mempunyai jalan untuk menggoda kami." Selanjutnya Nabi Muhammad Saw. memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhannya seraya berkata, "Kalian semua

telah memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan, maka saya pun akan memanjatkan puji dan syukurku kepada-Nya, Segala puji bagi Allah yang telah mengutusku menjadi rahmat buat semesta alam, buat seluruh umat manusia

sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan kepada mereka. Dan Allah telah menurunkan kepadaku kitab Al-Qur'an yang di dalamnya terkandung penjelasan segala sesuatu, menjadikan umatku sebagai umat yang terbaik

yang dikeluarkan buat umat manusia, dan menjadikan umatku umat yang adil, menjadikan umatku orang-orang yang pertama (masuk surga) dan yang terakhir (munculnya di dunia); melapangkan dadaku serta menghapuskan dariku

sernuadosa-dosaku, dan meninggikan sebutan namaku serta menjadikan diriku seorang yang membuka dan menutup." Maka berkatalah Nabi Ibrahim a.s., "Karena itulah maka Muhammad Saw. mempunyai kelebihan di atas kalian."

Abu Ja'far Ar-Razi mengatakan, yang dimaksud dengan 'penutup' ialah penutup kenabian; dan yang dimaksud dengan 'pembuka' ialah orang yang mula¬mu Ia membuka syafaat di hari kiamat nanti. Kemudian di suguhkan kepada Nabi Saw.

tiga buah wadah yang tertutup. Pertama disuguhkan kepada Nabi Saw. wadah yang di dalamnya berisikan air, lalu dikatakan kepadanya, "Minumlah!"Nabi Saw. memi¬numnya sedikit. Lalu disuguhkan kepadanya wadah yang berisikan air susu,

dan dikatakan kepadanya, "Minumlah!" Maka Nabi Saw. memi¬numnya hingga kenyang. Setelah itu disuguhkan kepada Nabi Saw. wadah yang berisikan khamr, lalu dikatakan kepadanya, "Minumlah!" Nabi Saw. menjawab,

"Saya tidak menginginkannya karena sudah kenyang." Maka Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Ingatlah, sesungguhnya khamr ini kelak akan diharamkan atas umatmu. Seandainya kamu meminumnya, niscaya tiada orang yang mengikutimu

dari kalangan umatmu kecuali hanya sedikit." Kemudian Malaikat Jibril membawanya naik ke langit, dan Jibril mengetuk pintunya. Maka dikatakan, "Siapakah orang ini, Hai Jibril?" Jibril menjawab, "Muhammad." Para penjaga langit bertanya,

"Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Semoga Allah memanjangkan usia saudara dan khalifah ini, dia adalah sebaik-baik saudara dan khalifah, sebaik-baik orang

kini telah datang." Maka dibukakanlah pintu langit bagi keduanya. Nabi Saw. memasukinya, dan tiba-tiba ia bersua dengan seorang lelaki yang sempurna bentuknya, tiada sesuatu pun dari bentuknya yang kurang sempurna

seperti kurangnya bentuk manusia lain. Di sebelah ka¬nannya terdapat sebuah pintu yang keluar darinya bau yang wangi, dan di sebelah kirinya terdapat pintu lain yang keluar darinya bau busuk. Apabila ia melihat ke pintu

yang sebelah kanannya, maka tertawa dan gembiralah dia. Tetapi apabila ia memandang ke arah pintu yang di sebelah kirinya, maka menangis dan sedihlah dia. Nabi Saw. bertanya kepada Jibril, "Hai Jibril, siapakah orang tua ini

yang bentuknya sempurna; tiada sesuatu pun dari bentuknya yang kurang, dan kedua pintu apakah ini?" Malaikat Jibril menjawab, "Orang ini adalah bapakmu Adam, dan pintu yang ada di sebelah kanannya adalah pintu surga.

Apabila ia me¬mandang ke arah orang-orang yang masuk surga dari kalangan keturu¬nannya, maka tertawa dan gembiralah ia. Sedangkan pintu yang ada di sebelah kirinya adalah pintu neraka Jahannam; apabila ia melihat

kepada orang-orang yang memasukinya dari kalangan keturunannya, maka mena¬ngis dan bersedihlah dia." Kemudian Jibril a.s. membawa Nabi Saw. naik ke langit yang kedua, maka Jibril mengetuk pintunya dan mereka (para penjaganya)

bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad utusan Allah." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Semoga Allah

memberi usia panjang kepada saudara dan khalifah ini. Sebaik-baik saudara dan khalifah adalah dia, kini orang yang paling baik telah datang."' Nabi Saw. masuk ke langit yang kedua, tiba-tiba ia bersua dengan dua orang pemuda.

Maka ia bertanya, "Siapakah kedua orang pemuda ini?" Jibril menjawab, "ini adalah Isa putra Maryam dan Yahya ibnu Za-karia, keduanya adalah saudara sepupu dari ibu." Jibril a.s. membawa Nabi Saw. naik ke langit yang ketiga,

lalu Jibril mengetuk pintunya dan mereka bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "'Siapakah orang yang bersa¬mamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan

untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Semoga Allah memanjangkan usia saudara dan khalifah ini. Sebaik-baik saudara dan khalifah adalah dia. Kini orang yang paling baik telah tiba." Nabi Saw.

masuk ke dalam langit yang ketiga, tiba-iba ia bersua dengan seorang lelaki yang mengungguli manusia dalam hal ketampanannya, sebagaimana lebihnya bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril,

siapakah orang yang memiliki ketampanan yang lebih di atas semua manusia ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah saudaramu Yusuf a.s." Jibril membawa naik Nabi Saw. ke langit yang keempat, maka Jibril mengetuk pintunya

dan dikatakan, "Sapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka (para penjaga langit yang keempat) bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka berta¬nya, "Apakah dia telah diutus

untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka mengatakan, "Semoga Allah memberinya usia panjang, dia adalah saudara dan khalifah. Sebaik-baik saudara dan khali¬fah adalah dia, kini orang yang terbaik telah tiba.

" Nabi Saw. masuk ke langit yang keempat, dan tiba-tiba Nabi Saw. bersua dengan seorang lelaki. Maka Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril a.s. menjawab, "Dia adalah Idris a.s. Allah-telah mengangkatnya

ke tempat yang tinggi." Kemudian Jibril membawa Nabi Saw. naik ke langit yang kelima, ialu Jibril mengetuk pintunya. Para penjaga langit kelima bertanya, "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang

yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata.”Semoga Allah memberi usia panjang kepada saudara dan khalifah ini.

Sebaik-baik saudara dan khalifah adalah dia, dan sebaik-baik orang kini telah datang." Nabi Saw. masuk ke langit yang kelima. Tiba-tiba beliau bersua de¬ngan seorang lelaki yang sedang duduk, di sekelilingnya terdapat suatu kaum,

lelaki itu sedang bercerita kepada mereka. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini, dan siapakah mereka yang berada di seke¬lilingnya?" Jibril menjawab, "Dia adalah Harun yang dicintai, sedangkan mereka adalah kaum Bani Israil."

Kemudian Jibril membawa Nabi Saw. naik ke langit yang keenam, dan Jibril mengetuk pintunya. Maka dikatakan, "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersa¬mamu?" Jibril menjawab, "Muhammad."

Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Semoga Allah memberi usia panjang kepada saudara dan khalifah ini. Dialah sebaik-baik saudara dan khalifah,

orang yang paling baik kini telah datang." Maka masuklah Nabi Saw. ke langit yang keenam. Tiba-tiba beliau bersua dengan seorang lelaki yang sedang duduk. Maka Nabi Saw. mele¬watinya, dan lelaki itu menangis. Nabi Saw. bertanya,

"Hai Jibril, siapakah lelaki ini?" Jibril menjawab, "Lelaki ini adalah Musa." Nabi Saw. bertanya, "Mengapa dia menangis?" Jibril menjawab, "Bani Israil menduga bahwa sesungguhnya Musa adalah Bani Adam yang paling dimuliakan oleh Allah Swt.

Lalu (ia mengatakan setelah melihatmu) 'Ini seorang lelaki dari kalangan Bani Adam yang telah menggantikan kedudukanku di dunia setelah saya berada di akhirat. Sekiranya dia (lebih utama dariku karena dirinya sendiri), saya tidak peduli,

tetapi masing-masing nabi mempunyai umatnya sendiri-sendiri (yakni umat Nabi Saw. jauh lebih banyak daripada umatnya)'. Kemudian Jibril membawanya naik ke langit yang ketujuh. Jibril mengetuk pintunya, maka dikatakan, "Siapakah orang ini?"

Jibril menja¬wab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Para penjaga langit ketujuh berkata, "Apakah dia telah diperintahkan untuk mengahadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya."

Mereka berkata, "Semoga Allah memberi usia panjang kepada saudara dan khalifah ini. Dia adalah sebaik-baik saudara dan khalifah, kini orang yang terbaik telah datang." Maka Nabi Saw. masuk ke langit yang ketujuh, tiba-tiba beliau bersua

dengan seorang lelaki yang beruban sedang duduk di depan pintu surga di atas sebuah kursi; di hadapannya terdapat suatu kaum yang sedang duduk, mereka memiliki wajah yang putih seputih kertas, dan suatu kaum lagi warna kulit mereka

ada nodanya. Maka orang-orang yang ada nodanya itu pergi, lalu masuk ke dalam sebuah sungai dan mandi di dalamnya. Lalu keluar dalam keadaan telah lenyap sebagian dari noda mereka. Kemudian mereka, masuk lagi ke dalam sungai

yang lain dan mandi di dalamnya, lalu keluar dalam keadaan telah lenyap sebagian besar dari nodanya. Kemudian mereka masuk lagi ke dalam sungai lainnya dan mandi di dalamnya, lalu keluar dalam keadaan telah bersih dari semua nodanya,

sehingga keadaan mereka sama seperti teman-teman mereka yang putih bersih seperti putihnya kertas. Selanjut¬nya mereka datang dan duduk bergabung dengan teman-temannya. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril,

siapakah orang yang beruban ini, siapakah mereka yang putih wajahnya serta mereka yang bernoda wajah¬nya, dan sungai-sungai apakah yang mereka mandi di dalamnya sehingga wajah mereka menjadi bersih?" Jibril menjawab,

"Orang ini adalah ayahmu Nabi Ibrahim, orang yang mula-mula beruban di muka bumi. Adapun mereka yang berwajah putih adalah orang-orang yang tidak mencemari iman mereka dengan perbuatan aniaya (syirik). Sedangkan mereka

yang bernoda adalah orang-orang yang mencampuradukkan amal salehnya dengan amal buruk, lalu mereka bertobat, dan Allah menerima tobat mereka. Adapun sungai yang pertama disebut sungai rahmat, sungai yang kedua disebut

sungai nikmat Allah, dan yang ketiga Allah memberi mereka minuman yang suci (dari sungai itu)." Kemudian sampailah Nabi Saw. ke Sidratul Muntaha, lalu dikatakan kepada Nabi Saw., "Pohon Sidrah ini merupakan tempat pemberhentian terakhir

(bagi amal) setiap orang dari kalangan umatmu yang mati dalam keadaan berpegang kepada sunnahmu." Dan ternyata Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon yang dari akarnya mengalir sungai-sungai yang mengalirkan air

yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai yang mengalirkan air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai yang mengalirkan khamr yang enak bagi orang-orang yang meminumnya, dan sungai-sungai yang mengalirkan madu

yang disaring (dijernihkan). Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon yang naungannya tidak dapat ditempuh oleh seorang yang berkendaraan selama tujuh puluh tahun, sebuah daunnya saja dapat menutupi seluruh umat manusia.

Maka Sidratul Muntaha diliputi oleh Nur Tuhan Yang Maha Pencipta, dan para malaikat menutupinya pula seperti burung-burung gagak bila hinggap berkerumun pada suatu pohon, karena kecintaan mereka kepada Tuhan Yang Mahasuci

lagi Mahatinggi. Di tempat itulah Nabi Saw. diajak berbicara oleh Allah Swt. Allah berfirman, "Mintalah!" Nabi Saw. berkata, "Sesungguhnya Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih dan Engkau berikan kapadanya kera¬jaan yang besar.

Dan Engkau telah mengajak Musa berbicara langsung. Dan Engkau telah berikan kepada Daud kerajaan yang besar serta Engkau lunakkan besi baginya dan Engkau tundukkan gunung-gunung baginya. Dan Engkau telah berikan kepada

Sulaiman kerajaan, Engkau tundukkan baginya jin, manusia, dan setan. Engkau tundukkan angin baginya, dan Engkau berikan kepadanya sebuah kerajaan yang tidak akan diberikan kepada seorang pun sesudahnya. Engkau telah mengajarkan

kepada Isa Taurat dan Injil, dan Engkau jadikan dia dapat menyembuhkan orang yang buta, orang berpenyakit supak, dan dapat menghidupkan orang-orang mati dengan seizin-Mu. Dan Engkau hindarkan dia dan ibunya dari setan yang terkutuk,

sehingga setan tidak mempunyai jalan untuk menimpakan mudarat kepada keduanya." Maka Allah Swt. berfirman kepadanya, "Sesungguhnya Aku pun telah menjadikanmu sebagai kekasih —yaitu tertulis di dalam kitab Taurat,

bahwa engkau adalah kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah — dan Aku utus engkau kepada segenap umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Aku telah lapangkan dadamu serta menghapuskan dari dirimu

semua dosa-dosamu. Aku telah meninggikan sehutanmu sehingga tidak sekali-kali Aku disebut melainkan engkau ikut disebut pula bersama dengan sebutan-Ku. Aku jadikan umatmu sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia,

Aku jadikan umatmu umat yang adil, dan Aku jadikan umatmu adalah orang-orang yang pertama (masuk surga) serta yang terakhir (munculnya di dunia). Aku tetapkan pada umatmu bahwa mereka tidak boleh melakukan suatu khotbah pun

tanpa menyebutkan kesaksian bahwa engkau adalah hamba dan rasul¬Ku. Aku jadikan umatmu sebagai umat yang hati mereka adalah kitab-kitabnya, dan Aku jadikan engkau Nabi yang mula-mula diciptakan, tetapi paling akhir diutusnya

dan paling pertama yang akan diberi keputusan. Aku telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang yang belum pernah Aku berikan kepada seorang nabi pun sebelummu. Dan Aku berikan kepadamu ayat-ayat

yang menutup surat Al-Baqarah dari sebuah perbendaharaan yang ada di bawah 'Arasy; ayat-ayat tersebut belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelummu. Aku telah memberikan kepadamu Al-Kausar serta Aku berikan kepadamu

delapan bagian, yaitu Islam, hijrah, jihad, salat, sedekah (zakat), puasa Ramadan, amar ma'ruf dan nahi munkar, dan Aku jadikan engkau sebagai pembuka (syafaat) serta penutup (para nabi)." Untuk itulah Nabi Saw. pernah berkata

dalam salah satu sabdanya: Tuhanku memberiku keutamaan enam perkara, Dia memberiku pembukaan-pembukaan kalam dan penutupnya serta himpunan-himpunan hadis. Dia mengutusku kepada segenap umat manusia sebagai pembawa

berita gembira dan pemberi peringatan. Dia menjatuhkan rasa gentar terhadap musuh-musuhku dalam jarak perjalanan satu bulan. Dihalalkan bagiku ganimah yang tidak pernah dihalalkan bagi seorang pun sebelumku. Dan dijadikan bagiku

bumi ini seluruhnya suci lagi menyucikan dan sebagai masjid. Lalu difardukan atas Nabi Saw. lima puluh kali salat. Ketika beliau kembali kepada Nabi Musa, Nabi Musa bertanya, "Apakah yang diperintahkan kepadamu, hai Muhammad?"Nabi Saw.

menjawab, "Saya diperintahkan untuk mengerjakan salat lima puluh kali." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya, karena sesungguhnya umatmu adalah umat yang paling lemah. Saya telah mengalami

kesulitan dari kaum Bani Israil." Nabi Saw. kembali menghadap kepada Tuhannya dan memohon keringanan dari-Nya, maka Allah menghapuskan sepuluh kali salat untuknya. Kemudian Nabi Saw. kembali kepada Musa, dan Musa bertanya,

"Berapa kali salat yang diperintahkan kepadamu?" Nabi Saw. menjawab, "Empat puluh kali salat." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya, karena sesungguhnya umatmu adalah umat yang terlemah.

Sesungguhnya saya telah mengalami kesulitan dari kaum Bani Israil." Nabi Saw kembali menghadap kepada Tuhannya dan memohon keringanan dari-Nya, maka Allah menghapuskan sepuluh kali salat lagi untuknya. Kemudian Nabi Saw.

kembali kepada Musa dan Musa bertanya, "Berapa kali salat yang diperintahkan kepadamu?" Nabi Saw. menjawab, "Saya diperintahkan untuk mengerjakan tiga puluh kali salat." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah

keringanan dari-Nya, karena sesungguhnya umatmu adalah umat yang paling lemah. Sesungguhnya saya telah mengalami kesulitan dari kaum Bani Israil." Nabi Saw. kembali menghadap kepada Tuhannya dan memohon keringanan dari-Nya,

maka Allah menghapuskan sepuluh kali salat lagi untuknya. Kemudian Nabi Saw. kembali kepada Musa, dan Musa bertanya, "Berapakah salat yang diperintahkan kepadamu?" Nabi Saw. menjawab, "Saya diperintahkan mengerjakan

dua puluh kali salat." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya, karena sesungguhnya umatmu umat yang terlemah. Sesungguhnya saya telah mengalami kesulitan dari kaum Bani Israil." Maka Nabi Saw.

kembali menghadap kepada Tuhannya dan memohon keringanan dari-Nya, maka Allah menghapuskan baginya sepuluh kali salat lagi. Nabi Saw. kembali menemui Musa, lalu Musa bertanya, "Berapa kali salat yang diperintahkan kepadamu?"

Nabi Saw. menjawab, "Saya diperintahkan untuk mengerjakan sepuluh kali salat." Musa berkata, kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya, karena sesungguhnya umatmu adalah umat yang terlemah, sesungguhnya

saya telah mengalami kesulitan dari kaum Bani Israil." Nabi Saw. kembali kepada Tuhannya dengan rasa malu, lalu memohon keringanan dari-Nya, maka Allah menghapuskan baginya lima kali salat. Nabi Saw. kembali kepada Musa,

dan Musa bertanya, "Berapa kali salat yang diperintahkan kepadamu?" Nabi Saw. menjawab, saya diperintahkan untuk mengerjakan lima kali salat." Musa berkata, " Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya,

karena sesungguhnya umatmu adalah umat yang paling lemah. Sesungguhnya saya telah mengalami kesulitan dari kaum Bani Israil." Nabi Saw. berkata, "Sesungguhnya saya telah bolak-balik kepada Tuhanku (berkali-kali)

hingga aku merasa malu terhadap-Nya, maka aku tidak mau kembali lagi kepada-Nya." Maka dikatakanlah (saat itu), "Ingatlah, sesungguhnya sebagaimana engkau rela untuk dirimu dengan salat lima waktu,

maka sesungguhnya salat lima waktu itu sudah mencukupimu sebagai ganti dari lima puluh kali salat, karena sesungguhnya setiap kebaikan berpahala sepuluh kali lipatnya." Mendengar suara itu puaslah hati Nabi Muhammad Saw.

dengan kepuasan yang melegakan. Dan Musa a.s. adalah nabi yang kelihatan paling keras saat Nabi Saw. bersua dengannya, tetapi dia adalah nabi yang paling baik kepada Nabi Saw. saat kembali kepadanya.

Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini melalui Muhammad ibnu Ubaidillah, dari Abun Nadr Hasyim ibnu Qasim, dari Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah atau lainnya—ketika sampai di sini Abu Ja'far (Ibnu Jarir)

ragu — dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. Kemudian Ibnu Jarir menuturkan hadis yang semakna dengan hadis di atas.Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi telah meriwayatkannya dari Abu Sa'id Al-Malini, dari Ibnu Addi, dari Muhammad Ibnul Hasan

As-Sukuni Al-Balisi dan Ar-Ramlah, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, lalu ia menceritakan hadis yang semisal dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui Abu Hurairah. Imam Baihaqi menuturkan bahwa

Al-Hakim Abu Abdullah telah meriwayatkannya dari Ismail ibnu Muhammad ibnul Fadl ibnu Muhammad Asy-Sya'rani, dari kakeknya, dari Ibrahim ibnu Hamzah Az-Zubairi, dari Hatim ibnu Ismail, bahwa telah menceritakan kepadaku Isa ibnu Mahan

(yakni Abu Ja'far Ar-Razi), dari Ar-Rabi' ibnu Anas Al-Bakri, dari Abul Aliyah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw., lalu Al-Hakim menyebutkan hadis yang dimaksud.Ibnu Abu Hatim mengatakan, Abu Zar'ah pernah mengatakan bah¬wa telah

menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Abdullah At-Tamimi, dari Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas Al-Bakri,

dari Abu Aliyah — di sini Isa merasa ragu — atau dari lainnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda sehubungan dengan firman-Nya: Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram.

(Al-Isra: 1) Kemudian Abu Zar'ah menyebutkan hadis dengan panjang lebar yang isinya semisal dengan apa yang telah kami kemukakan di atas.Menurut kami, Abu Ja'far Ar-Razi memberikan komentar di dalam¬nya bahwa

Al-Hafiz Abu Zar'ah Ar-Razi banyak ngaconya dalam meriwayatkan hadis; dan selain Abu Ja'far ada yang menilainya daif, tetapi ada pula sebagian dari mereka yang menilainya siqah. Tetapi bila ditinjau dari segi lahiriahnya dia adalah

orang yang buruk hafalannya. Oleh karena itu, dalam kasus hadis yang hanya dia sendiri yang meriwayatkannya masih perlu dipertimbangkan kesahihannya. Hadis ini dalam sebagian teksnya terdapat hal yang garib dan ke-munkar-an yang berat,

serta di dalamnya terdapat sedikit hadis mimpi dalam riwayat.Samurah ibnu Jundub tentang mimpi yang panjang yang ada pada Imam Bukhari. Dapat pula dikatakan bahwa hadis ini merupakan gabungan dari hadis-hadis yang bermacam-macam,

atau hadis mengenai mimpi (Nabi Saw.) atau kisah lainnya.Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Abdur Razzaq. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar,

dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnul Musayyab dari Abu Hurairah yang telah mengatakan, Rasulullah Saw. pernah menceritakan bahwa ketika beliau menjalani Isra-nya berdua dengan Musa a.s. lalu Nabi Saw.

menyebutkan ciri khasnya, bahwa Musa adalah seorang lelaki yang lincah, berambut keriting, seakan-akan dia adalah seorang lelaki dari kalangan kabilah Azd-Sanu-ah. Dan saya (Nabi Saw.) bersua dengan Isa. Nabi Saw. menyebutkan

ciri khasnya, bahwa Isa a.s. adalah seorang lelaki yang bertubuh sedang dengan kulit yang semu kemerah-merahan, seakan-akan seperti seseorang yang baru keluar dari pemandian air panas. Saya bersua pula dengan Ibrahim a.s.

saya adalah orang yang paling mirip dengannya di antara keturunannya. Setelah itu disuguhkan kepadaku dua buah wadah yang pada salah satunya berisikan air susu, sedangkan pada yang lainnya terdapat khamr. Dikatakan kepada saya,

"Ambillah salah satunya yang kamu sukai." Maka saya mengambil wadah yang berisikan air susu dan meminumnya. Lalu dikatakan kepada saya, "Engkau telah mendapat petunjuk memilih fitrah," atau "Engkau telah memilih fitrah."

Selanjutnya dikatakan, "Seandainya engkau memilih khamr niscaya umatmu akan sesat."Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan. Melalui jalur lain dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Muhammad ibnu Rafi', dari Al-Hajin ibnul Musanna, dari Abdul Aziz ibnu Abu Salamah, dari Abdullah ibnul Fadi Al-Hasyimi, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a. yang telah mengatakan bahwa

Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya ketika saya berada di Hijir Ismail sedang orang-orang Ouraisy menghujaniku dengan pertanyaan tentang perjalanan Isra-ku, mereka menanyaiku tentang berbagai hal mengenai Baitul Maqdis

yang tidak aku perhatikan. Maka saya mengalami suatu kebingungan yang tidak pernah saya alami sebelumnya, lalu Allah menampakkan Baitul Maqdis kepadaku sehingga aku dapat melihatnya dengan jelas. Maka tiada suatu pertanyaan pun

yang mereka ajukan kepadaku melainkan aku ceritakan kepada mereka tentangnya. Dan sesungguhnya ketika aku berada di antara golongan para nabi, tiba-tiba saya melihat Musa sedang berdiri menjalankan salatnya. Ternyata dia adalah

seorang lelaki yang berambut keriting, seakan-akan dia adalah seorang lelaki dari kalangan kabilah Azd-Sanu-ah. Dan tiba-tiba saya melihat Isa putra Maryam sedang berdiri menjalankan salatnya, orang yang paling mirip dengannya

adalah Urwah ibnu Mas’ud As-Saqafi. Tiba-tiba saya melihat Ibrahim sedang berdiri menjalankan salatnya, orang yang paling mirip dengannya ialah teman kalian ini (maksudnya dirinya sendiri). Maka masuklah waktu salat,

lalu saya mengimami salat mereka. Setelah saya menyelesaikan salat itu, seseorang berkata kepadaku, "Hai Muhammad, inilah Malaikat Malik, penjaga neraka Jahannam.” Saya menoleh ke arahnya dan ia menyalamiku dahulu.

Ibnul Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Minhal, telah menceriatakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid. dari AbusSilt, dari Abu Hurairah

yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Pada malam Isra-ku ketika aku sampai di langit yang ketujuh, aku memandang ke arah atasku: tiba-tiba aku melihat guruh,kilat, dan petir. Dan sampailah saya di tempat suatu kaum

yang perut mereka sebesar-besar rumah, di dalamnya terdapat ba¬nyak ular yang kelihatan dari bagian luar perut mereka. Maka saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?” Jibril menja¬wab, "Mereka adalah orang-orang

yang suka memakan riba.” Ketika saya turun ke langit yang terdekat, saya memandang ke bagian bawahku; tiba-tiba saya melihat debu beterbangan, asap, dan suara-suara gaduh. Maka saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?”

Jibril menjawab, "Ini adalah setan-setan yang menutupi pandangan mata anak-anak Adam, sehingga anak-anak Adam tidak memikirkan (kekuasaan Allah yang ada di) kerajaan langit dan bumi. Seandainya tidak ada hal itu,

tentulah anak-anak Adam dapat melihat banyak keajaiban.”Imam Ahmad meriwayatkan dari Hasan dan Affan yang kedua-duanya menerima hadis ini dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama. Ibnu Majah meriwayatkannya

pula melalui hadis Hammad dengan sanad yang sama.Riwayat sejumlah sahabat yang telah disebutkan di atas dan lain-lainnya. Al-Hafiz Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah (yakni Al-Hakim),

telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid ibnu Ya'qub Ad-Daqqaq Al-Hamdani, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Husain Al-Hamdani, telah menceriatakan kepada kami Abu Muhammad (yaitu Ismail ibnu Musa Al-Fazzari),

telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Sa'd An-Nadri dari Bani Nadrah ibnu Mu'in, telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz, Lais ibnu Sulaim, dan Sulaiman Al-A'masy serta Ata ibnus Sa-ib, sebagian dari mereka ada yang lebih panjang

riwayat hadisnya daripada sebagian yang lain, mereka menerimanya dari Ali ibnu Abu Talib dan Abdullah ibnu Abbas. Juga dari Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, dari orang yang menceritakannya kepada dia, dari Ibnu Abbas.

Juga dari Salim ibnu Muslim Al-Uqaili, dari Amir Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Mas'ud. Dan dari Juwaibir dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim; semuanya mengatakan bahwa Rasulullah Saw. ketika berada di rumah Ummu Hani'

sedang tidur seusai beliau mengerjakan salat Isya. Abu Abdullah Al-Hakim mengatakan, telah menceritakan kepada kami guru kami, lalu ia menyebutkan hadis yang dimaksud, dan saya menulis teks hadis itu yang saya salin dari catatan

yang berasal dari ucapannya. Selanjutnya Al-Hafiz Imam Baihaqi menuturkan sebuah hadis yang cukup panjang, di dalamnya disebutkan tentang bilangan tangga, para malaikat, dan lain sebagainya yang tidak diingkari lagi sesuatu pun darinya

bagi kekuasaan Allah, jika riwayat ini sahih.Imam Baihaqi mengatakan bahwa kisah yang telah kami sebutkan sebelumnya—yaitu dalam hadis Abu Harun Al-Abdi yang mengukuhkan peristiwa Isra dan Mi'raj — merupakan hal yang cukup memuaskan.

Menurut kami, hadis ini telah diriwayatkan secara mursal oleh bukan seorang saja dari kalangan para tabi'in dan para imam ahli tafsir. Semoga rahmat Allah terlimpahkan kepada mereka semua.Riwayat Siti Aisyah Ummul Mu’minin r.a.

Imam Baihaqi mengata¬kan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah men¬ceritakan kepadaku Makram ibnu Ahmad Al-Qadi, telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnu Haisam Al-Bakri, telah menceritakan kepadaku

Muhammad ibnu Kasir As-San'ani, telah menceritakan kepada kami Ma'mar ibnu Rasyid, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Siti Aisyah yang telah menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. menjalani Isra-nya ke Masjidil Aqsa, pagi harinya beliau Saw.

menceritakan hal tersebut kepada orang-orang. Maka murtadlah sebagian dari orang yang tadinya mereka beriman dan percaya kepada Nabi Saw. Kemudian mereka me¬ngadukan hal tersebut kepada Abu Bakar. Mereka mengatakan

kepada Abu Bakar, "Bagaimanakah pendapatmu tentang temanmu ini? Dia men¬duga bahwa dirinya telah menjalani Isra tadi malam ke Baitul Maqdis." Abu Bakar balik bertanya, "Apakah benar dia mengatakan hal itu?" Mereka menjawab, "Ya."

Abu Bakar berkata, "Jika dia memang menga¬takannya, sesungguhnya dia benar." Mereka berkata, "Apakah kamu percaya kepadanya bahwa dia menjalani Isra (perjalanan di malam hari) tadi malam ke Baitul Maqdis,

lalu kembali sebelum pagi hari?" Abu Bakat menjawab, "Ya." Sesungguhnya saya benar-benar percaya kepadanya lebih jauh dari itu. Saya percaya kepadanya tentang berita langit (wahyu) yang datang kepadanya, baik di pagi hari

atau di petang hari." Sejak saat itu sahabat Abu Bakar r.a. dijuluki dengan gelar "As-Siddiq."Riwayat Ummu Hani' binti Abu Talib. Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Muhammad As-Sa-ib Al-Ka!bi

dari Abu Saleh Badzan dari Ummu Hani' binti Abu Talib tentang perja¬lanan Isra Rasulullah Saw., bahwa Ummu Hani' pernah mengatakan, "Tiadalah Rasulullah Saw. melakukan perjalanan Isra-nya melainkan ketika berada di dalam rumahku.

Malam itu beliau berada di dalam rumahku. Sesudah mengerjakan salat Isya, beliau tidur, dan kamipun tidur pula. Sebelum waktu subuh tiba Rasulullah Saw. membangunkan kami, dan setelah kami salat Subuh bersamanya ia bersabda,

'Hai Ummu Hani', sesungguhnya saya telah mengerjakan salat Isya bersama kalian di lembah (tempat tinggal kalian) ini. Kemudian saya datang ke Baitul Maqdis dan melakukan salat di dalamnya, setelah itu saya salat Subuh bersama kalian

sekarang ini seperti apa yang kamu lihat'." Akan tetapi, dalam sanad hadis ini terdapat Al-Kalbi, dia orangnya berpredikan matruk (tidak terpakai hadisnya) sama sekali. Tetapi Abu Ya'la di dalam kitab musnadnya telah meriwayatkan

dari Muhammad ibnu Ismail Al-Ansari, dari Damrah ibnu Rabi'ah, dari Yahya ibnu Abu Amr Asy-Syaibani, dari Abu Saleh, dari Ummu Hani' sebuah hadis yang lebih panjang daripada teks hadis di atas.Al-Hafiz Abdul Qasim At-Tabrani

\ telah meriwayatkan melalui hadis Abdul A'la ibnu Abul Musawir dari Ikrimah, dari Ummu Hani' yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menginap di rumahnya saat beliau menjalani Isra-nya. Di suatu saat pada malam itu saya

merasa kehilangan beliau, perasaan inilah yang membuat saya tidak dapat tidur karena takut bila ada sebagian orang Quraisy yang mencelakakannya. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya Jibril a.s. datang kepadaku,

lalu memegang tanganku dan mengajakku keluar, tiba-tiba di depan pintu rumah terdapat seekor hewan lebih kecil daripada begal, tetapi lebih besar dari keledai. Jibril menaikkan aku ke atas punggungnya, lalu membawaku pergi

sehingga sampailah aku di Baitul Maqdis. Jibril mengenalkan Ibrahim a.s. kepadaku; orang yang paling mirip bentuk dan akhlaknya dengan dia adalah aku sendiri. Jibril memperkenalkan Musa kepadaku, dia adalah orang yang hitam manis,

bertubuh tinggi, berambut keriting; saya melihatnya mirip dengan seorang lelaki dari kalangan kabilah Azd Sanu-ah. Lalu Jibril memperkenalkan Isa putra Maryam kepadaku. dia adalah seorang yang berperawakan sedang,

berkulit putih kemerah-merahan; saya melihatnya mirip dengan Urwah ibnu Mas'ud As-Saqafi. Dan Jibril memperlihatkan Dajjal kepadaku, dia adalah orang yang mata kanannya buta; saya melihatnya mirip dengan Qatn ibnu Abdul Uzza.

Sekarang aku akan keluar menuju kepada orang-orang Quraisy untuk menyampaikan apa yang saya alami tadi malam." Ummu Hani' mengatakan bahwa ia mengambil baju Nabi Saw. dan berkata, "Saya ingatkan engkau, bahwa sesungguhnya

engkau akan men¬jumpai suatu kaum yang tidak percaya kepadamu dan ingkar terhadap ucapanmu, maka saya merasa khawatir bila mereka mencelakakanmu." Ummu Hani' melanjutkan kisahnya, "Rasulullah Saw. mengambil bajunya

dari tanganku, lalu ia keluar menuju kepada mereka. Ketika Nabi Saw. sampai kepada mereka, mereka sedang duduk-duduk, lalu Nabi Saw. menceritakan kepada mereka seperti apa yang telah diceritakan kepadaku." Jubair ibnu Mufim bangkit

dan berkata, "Hai Muhammad, jikalau engkau ingin tetap mempunyai kedudukan seperti keadaanmu sebelum ini, tentulah engkau tidak akan mengatakan hal-hal seperti itu di hadapan kami." Seorang lelaki dari kalangan hadirin yang ada bangkit

dan bertanya, "Hai Muhammad, apakah engkau bersua dengan kafilah kami di tempat anu dan anu?" Nabi Saw. menjawab, "Ya, demi Allah, saya bersua dengan mereka di saat mereka kehilangan seekor untanya dan mereka sibuk mencari¬nya.

" Lelaki itu bertanya lagi, "Apakah engkau bersua pula dengan kafilah Bani Fulan?" Nabi Saw. menjawab, "Ya, saya jumpai mereka di tempat anu sedangkan seekor unta merah mereka patah kakinya. Mereka mem¬punyai semangkuk air,

lalu unta itu meminumnya sampai habis." Mereka berkata, "Kalau demikian, ceritakanlah kepada kami per¬lengkapannya dan berapa orang penggembalakah yang ada padanya?" Nabi Saw. berkata (kepada dirinya sendiri), "Saya tidak sempat

menghitungnya dengan teliti." Nabi Saw. berdiri, lalu kafilah itu ditampakkan di hadapan Nabi Saw. dan Nabi Saw. menghitungnya sehingga beliau mengetahui jumlah penggembala yang ada padanya. Sesudah itu Nabi Saw.

datang kepada orang-orang Quraisy dan bersabda kepada mereka, "Kalian telah menanyakan kepadaku tentang unta milik Bani Fulan? Unta itu berciri khas anu dan anu, padanya ada penggembalanya, yaitu si Fulan dan si Anu.

Dan kalian menanyakan kepadaku tentang unta Bani Fulan? Ciri khasnya ialah anu dan anu, penggembalanya ialah Ibnu Abu Quhafah, si Fulan dan si Anu; kafilah tersebut akan sampai kepada kalian besok pada siang hari di celah Saniyyah.

" Maka mereka menunggu di celah Saniyyah untuk membuktikan kebenaran dari apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. kepada mereka. Ternyata kafilah itu datang dan mereka menanyakan kepada orang-orang yang ada dalam kafilah itu,

"Apakah unta kalian ada yang hilang (lari)?" Orang-orang kafilah menjawab, "Ya." Mereka menanyakan kepada kafilah lainnya, "Apakah unta merah kalian ada yang patah kakinya?" Mereka menjawab, "Ya." Mereka bertanya,

"Apakah kalian mempunyai mangkuk besar?" Abu Bakar (Abu Quhafah) berkata, "Saya, demi Allah, telah menaruhnya dan tiada seorang pun yang meminum air yang ada padanya, dan tiada seorang pun yang menumpahkannya ke tanah.

" Maka Abu Bakar percaya pada kisah Nabi Saw. dan beriman kepadanya. Sejak saat itu Abu Bakar diberi julukan "As-Siddiq".Sebuah Pasal:Setelah kita meneliti semua hadis-hadis ini, yang sahih, yang hasan, dan yang daif-nya,

maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa Isra yang dijalani oleh Rasulullah Saw. dari Mekah sampai ke Baitul Maqdis adalah hal yang telah disepakati kebenarannya; dan bahwa perjalanan Isra ini dilaku¬kannya sekali, sekalipun ungkapan hadis

yang dikemukakan oleh para perawinya berbeda-beda, sebagian di antaranya ada yang lebih panjang, dan sebagian yang lainnya ada yang singkat. Karena sesungguhnya kekeliruan itu boleh saja terjadi pada diri selain para nabi.

Pendapat orang yang mengatakan bahwa semua riwayat, sebagian darinya berbeda dengan sebagian yang lain, adakalanya perbedaannya sangat mencolok. Lalu ia menyimpulkan adanya berkali-kali perjalanan Isra, maka sesungguhnya

pendapat ini keliru dan jauh dari kebenaran. Sebagian di antara ulama mutaakhkhirin mengatakan bahwa Nabi Saw. menjalani Isra dari Mekah ke Baitul Maqdis sekali, lalu dari Mekah ke langit sekali, dan sekali lagi ke Baitul Maqdis lalu ke langit.

Yang mengherankan orang yang berpendapat seperti ini merasa puas dengan kesimpulan yang didapatkannya. Dia merasa bahwa dirinya telah menyelesaikan semua kesulitan sehubungan dengan masalah Isra ini. Padahal kenyataannya

pendapatnya ini tiada seorang pun yang menukilnya dari ulama Salaf selain dia sendiri. Seandainya perjalanan Isra yang dilakukan oleh Nabi Saw. berbilang, tentulah Nabi Saw. menceritakannya kepada umatnya, dan tentulah

orang-orang menukilnya dan menyatakan bahwa perjalanan Isra Nabi Saw. dilakukan berkali-kali.Musa ibnu Uqbah telah meriwayatkan dari Az-Zuhri bahwa perja¬lanan Isra dilakukan setahun sebelum hijrah. Hal yang sama telah dikata¬kan

oleh Urwah. Lain pula dengan As-Saddi, ia mengatakan bahwa perjalanan Isra dilakukan enam belas bulan sebelum hijrah.Pendapat yang benar mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menjalani Isra-nya dalam keadaan terjaga,

buka dalam keadaan tidur (mimpi), yaitu dari Mekah ke Baitul Maqdis dengan mengendarai Buraq. Disebutkan bahwa setelah Nabi Saw. di depan pintu Masjidil Aqsa, ia menambatkan hewan kendaraannya di dekat pintu masjid, lalu memasukinya

dan me-ngerjakan salat menghadap ke arah kiblat sebanyak dua rakaat, yaitu salat tahiyyatul masjid (penghormatan pada masjid).Kemudian didatangkan Mi’raj, sebuah alat seperti tangga bentuknya, memiliki undagan-undagan

untuk naik ke atas. Lalu Nabi Saw. menaikinya menuju ke langit yang terdekat, kemudian ke langit-langit selanjutnya sampai ke langit yang ketujuh.Di setiap lapisan langit Nabi Saw. disambut oleh penghuni langit yang selanjutnya. Nabi Saw.

mengucapkan salam kepada nabi-nabi yang ada di setiap langit sesuai dengan kedudukan dan tingkatan mereka. Se¬hingga bersualah Nabi Saw. dengan Musa yang pernah diajak bicara langsung oleh Allah di langit yang keenam,

dan beliau bersua dengan Nabi Ibrahim di langit yang ketujuh.Kemudian Nabi Saw. melampaui kedudukan kedua nabi itu dan nabi¬ nabi lain yang sebelumnya, hingga sampailah Nabi Saw. pada suatu ting¬katan yang dari tempat itu

beliau dapat mendengar geretan kalam, yakni kalam yang mencatat takdir terhadap segala sesuatu yang telah ada.Nabi Saw. melihat Sidratul Muntaha, lalu Sidratul Muntaha diliputi oleh perintah Allah Swt,, yaitu oleh sejumlah

yang sangat besar dari kupu-kupu emas dan berbagai macam warna-warni, para malaikat meliputinya pula. Di tempat itulah Nabi Saw. melihat bentuk dan rupa asli Malaikat Jibril yang memiliki enam ratus sayap. Dan Nabi Saw.

melihat rafraf (bantal-bantal) hijau yang menutupi semua cakrawala pandangan.Nabi Saw. melihat Baitul Ma'mur dan Nabi Ibrahim Al-Khalil pemba¬ngun Ka'bah bumi sedang menyandarkan punggungnya ke Baitul Ma'mur,

karena Baitul Ma'mur adalah Ka'bah penghuni langit. Setiap hari Baitul Ma'mur dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat yang melakukan ibadah di dalamnya, kemudian mereka tidak kembali lagi kepadanya sampai hari kiamat.

Nabi Saw. melihat surga dan neraka serta difardukan kepada Nabi Saw, salat lima puluh kali di tempat itu, kemudian diberikan keringanan oleh Allah Swt. sampai menjadi lima kali salat (salat lima waktu) sebagai rahmat dari Allah

dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dalam hal ini terkandung perhatian yang besar terhadap kemuliaan dan kebesaran salat.Lalu Nabi Saw. turun ke Baitul Maqdis dengan ditemani oleh semua nabi, kemudian Nabi Saw.

salat bersama mereka di dalam Baitul Maqdis setelah waktu salat tiba. Barangkali salat yang dimaksud salat Subuh hari itu.Di antara ulama ada yang menduga bahwa Nabi Saw. mengimami salat mereka di langit. Tetapi berdasarkan riwayat

yang banyak menyebutkan, hal itu terjadi di Baitul Maqdis. Hanya dalam sebagian riwayat tersebut ada yang menyebutkan bahwa salat itu dilakukan ketika pertama kali Nabi Saw. memasukinya.Menurut lahiriah makna hadis menunjukkan

bahwa hal itu terjadi setelah Nabi Saw. pulang menuju ke Baitul Maqdis. Dikatakan demikian karena ketika Nabi Saw. melewati mereka di tempatnya masing-masing, Nabi Saw. bertanya kepada Jibril a.s. tentang masing-masing orang dari mereka,

lalu Malaikat Jibril memberitahukan kepada Nabi Saw.Kesimpuan inilah yang layak dipegang, karena pada awalnya Nabi Saw. di¬perintahkan untuk menghadap kepada Allah Swt. yang Mahatinggi untuk difardukan atasnya dan atas umatnya

perintah yang dikehendaki-Nya.Setelah selesai menerima perintah yang dimaksudkan oleh Allah, maka barulah Nabi Saw. berkumpul bersama saudara-saudaranya dari kalangan para nabi. Kemudian ditampakkan keutamaan dan kemuliaan

Nabi Saw. atas mereka karena Nabi Saw. diajukan untuk menjadi imam salat mereka, Jibrillah yang mengisyaratkan hal tersebut kepada Nabi Saw.Setelah itu Nabi Saw. keluar dari Baitul Maqdis, lalu mengendarai Buraqnya dan kembali ke Mekah

sebelum pagi hari.Adapun mengenai penyuguhan beberapa jenis minuman kepadanya, yaitu minuman susu dan minuman madu atau minuman khamr, atau minuman susu dan air atau semuanya; menurut sebagian riwayat,

hal itu terjadi di Baitul Maqdis, sedangkan menurut riwayat yang lain terjadi di langit. Barangkali hal ini terjadi di Baitul Maqdis dan juga di langit, mengingat suguhan ini termasuk ke dalam Bab "Menyediakan Sajian buat Tamu yang Baru Datang".

Kemudian para ulama berbeda pendapat apakah Isra yang dilakukan oleh Nabi Saw. ini dilakukan oleh tubuh dan rohnya, ataukah hanya dengan rohnya saja? Ada dua pendapat mengenai masalah ini. Tetapi menurut kebanyakan ulama,

Nabi Saw. menjalani Isra-nya dengan tubuh dan rohnya lagi dalam keadaan terjaga, bukan sedang dalam keadaan tidur (mimpi).Tetapi mereka tidak menyangkal bila Rasulullah Saw. telah melihat hal tersebut dalam mimpinya,

kemudian sesudah itu beliau Saw. melihat¬nya langsung dalam keadaan jaga. Karena sesungguhnya tidak sekali-kali Nabi Saw. melihat suatu mimpi melainkan mimpi itu datang seperti cahaya pagi hari.Bukti yang menunjukkan bahwa Nabi Saw.

menjalani Isra-nya de¬ngan badan dan rohnya adalah firman Allah Swt. yang menyebutkan: Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah kami berkahi sekelilingnya.

(Al-Isra: 1) Kata tasbih yang mengawali ayat ini tidak sekali-kali disebutkan melainkan bila mengawali perkara-perkara yang besar. Seandainya peristiwa Isra itu dilakukan dalam keadaan tidurnya (mimpinya), tentulah tidak mengandung

sesuatu hal pun yang besar dan bukan dianggap sebagai peristiwa yang besar, serta orang-orang kafir Quraisy pun tidak segera mendustakannya; dan tidak akan murtadlah sejumlah orang yang tadinya telah masuk Islam.

Dan lagi pengertian kata 'hamba' mencakup pengertian roh dan ja¬sad. Allah Swt. telah berfirman: Yang telah memperjalankan hamba-Nya di suatu malam. (Al- Isra: 1); Dan Kami tidak menjadikan penglihatan yang telah Kami tampilkan

kepadamu melainkan sebagai ujian bagi manusia. (Al-Isra: 60)Menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan ru-ya dalam ayat ini ialah penglihatan mata yang di tampakkan kepada Rasulullah Saw. pada malam beliau menjalani Isra-nya,

(begitu pula) pohon kayu yang terkutuk, yakni pohon zaqqum. Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari. Dan firman Allah Swt. yang mengatakan: Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)

melampauinya. (An-Najm: 17)Sedangkan penglihatan mata merupakan bagian dari indera tubuh, bukan bagian dari roh. Dan lagi Nabi Saw. mengendarai Buraq, yaitu hewan yang berwarna putih mengkilat. Sesungguhnya hal ini hanyalah

untuk badan, bukan untuk roh. Karena jika rohnya, maka dalam gerakannya tidak diperlukan adanya kendaraan yang dinaikinya.Ulama yang lainnya mengatakan bahwa Nabi Saw. melakukan Isra-nya hanya dengan rohnya,

tidak dengan jasadnya. Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar di dalam kitab Sirah-nya mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Atabah ibnul Mugirah ibnul Akhnas, bahwa Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan apabila ditanya tentang

Isra Rasulullah Saw., maka ia menjawab, "Perjalanan Isra itu adalah mimpi yang benar dari Allah."Dan telah menceritakan kepadaku sebagian keluarga Abu Bakar, bahwa Siti Aisyah pernah mengatakan, "Jasad Rasulullah Saw. tidaklah hilang,

melainkan beliau menjalankan Isra dengan rohnya."Ibnu Ishaq mengatakan bahwa perkataan Siti Aisyah ini tiada yang menyangkalnya, mengingat Al-Hasan pernah mengatakan bahwa ayat berikut, yakni firman Allah Swt.:

Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia. (Al-Isra: 60) Dan firman Allah Swt. tentang kisah Nabi Ibrahim: Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembe¬lihmu.

Maka pikirkanlah apa pendapatmu. (Ash-Shaffat: 102)Muhammad Ibnu Ishaq melanjutkan perkataanya, bahwa Al-Hasan melanjutkan perkatannya, lalu ia menyimpulkan bahwa kini ia mengetahui bahwa wahyu sampai kepada para nabi

dari Allah, baik mereka dalam keadaan terjaga maupun dalam keadaan tidur. Dan Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kedua mataku tidur, tetapi hatiku tetap terjaga. Dengan kata lain, hal tersebut datang kepada Rasulullah Saw.

dalam semua keadaannya, baik beliau dalam keadaan tidur ataupun terjaga, semuanya adalah hak dan benar. Demikianlah pendapat Ibnu Ishaq.Akan tetapi, Abu Ja'far ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya menyang¬gah dan menyangkal

serta mengecam pendapat tersebut, bahwa pendapat seperti itu bertentangan dengan makna lahiriah Al-Qur'an. Lalu Ibnu Jarir mengemukakan dalil-dalil dalam sanggahannya yang antara lain ialah dalil-dalil yang telah di sebutkan di atas.

Sebuah pembahasan penting Al-Hafiz Abu Na'im Al-Asbahani di dalam kitab Dalailun Nubuwwah telah meriwayatkan melalui jalur Muhammad ibnu Umar Al-Waqidi, bahwa telah menceritakan kepadaku Malik ibnu Abur Rijal, dari Umar ibnu Abdullah,

dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. mengutus Dahiyyah ibnu Khalifah kepada Kaisar. Lalu disebutkan tentang kedatangan Dahiyyah kepada Kaisar, yang di dalam teksnya terkandung bukti yang nyata

tentang luasnya wawasan berfikir Kaisar Heraklius. Kaisar memanggil para pedagang (Arab) yang ada di negeri Syam, maka dihadapkanlah Abu Sufyan ibnu Sakhr ibnu Harb beserta teman-temannya kepada Kaisar. Kaisar menanyai mereka

pertanyaan-pertanyaan yang telah terkenal itu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, seperti yang akan dijelaskan kemudian.Kemudian Abu Sufyan berupaya semaksimal mungkin untuk menghina Nabi Saw.

dan menganggap kecil perkaranya di hadapan Kaisar. Dalam konteks ini disebutkan kata-kata Abu Sufyan yang mengatakan, "Demi Allah, tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi diriku untuk mengata-ngatai Muhammad dengan kata-kata

yang menjatuhkannya di hadapan Kaisar kecuali karena aku tidak suka melakukan suatu kedustaan di hadapan Kaisar, yang akibatnya justru akan berbalik terhadap diriku dan Kaisar tidak percaya lagi dengan kata-kata

yang aku ucapkan pada¬nya."Abu Sufyan mengatakan, "Sampai aku teringat ucapannya tentang malam hari dia menjalani Isra," Abu Sufyan mengatakan pula, "Aku berkata, hai Raja! Maukah aku ceritakan kepadamu suatu berita,

agar engkau mengetahui ia seorang pendusta?" Raja menjawab, "Berita apakah itu?" Abu Sufyan mengatakan, "Sesungguhnya dia (Nabi Saw.) mengaku kepada kami bahwa dirinya pergi dari tanah kami — yakni Tanah Suci — dalam suatu malam,

lalu datang ke masjid kalian yang di IIiya ini (Yerussalem), lalu ia kembali kepada kami dalam malam yang sama sebelum subuh."Saat itu Uskup Iliya berada di belakang Kaisar. Ia berkata, "Sesung¬guhnya saya mengetahui kejadian malam itu."

Kaisar menoleh ke arah uskup dan bertanya, "Bagaimana engkau mengetahui kejadiannya?" Uskup menjawab, "Sesungguhnya saya tidak pernah tidur dalam suatu malam pun sebelum menutup semua pintu masjid. Dan pada malam itu

saya menutup semua pintu masjid selain sebuah pintu yang tidak kuat saya tutup. Maka saya meminta bantuan kepada para pekerja (pembantu) saya dan semua orang yang hadir pada saat itu untuk menutup pintu tersebut,

tetapi pintu itu tidak bergeming sedikit pun. Kami tidak mampu menggerakkannya, seakan-akan kami sedang menggeser sebuah bukit. Maka saya memanggil tukang-tukang kayu untuk memeriksa pintu itu. Mereka datang dan mengatakan,'

Sesungguhnya pintu ini terkena oleh tekanan tembok bangunan yang menurun, juga oleh kusennya. Kami tidak mampu menggerakkannya, nanti saja pagi hari kami akan melihat penyebabnya'."Uskup melanjutkan kisahnya,

bahwa ia masuk ke dalam dan membi¬arkan dua pintu itu terbuka lebar, "Kemudian pada pagi hari saya kembali memeriksa pintu itu. Tiba-tiba batu yang ada di sudut masjid dalam keadaan telah berlubang, dan ternyata pada lubang itu

terdapat bekas tali kendali hewan kendaraan yang ditambatkan. Maka saya berkata kepada teman-teman saya, 'Tiada lain pintu ini tertahan tadi malam melainkan karena ada seorang nabi, dan dia telah melakukan salat di masjid kita ini'.

" Abu Na'im Al-Asbahani melanjutkan hadisnya hingga selesai.Sebuah FaedahAl-Hafiz Abul Khattab Umar ibnu Dahiyyah di dalam kitabnya yang berjudul At-Tanwir fi Maulidis Sirajil Munir telah meriwayatkan hadis Isra melalui Anas,

dan ia mengetengahkannya dengan baik serta lengkap. Sesudah itu ia mengatakan bahwa banyak riwayat hadis mengenai Isra sampai kepada tingkatan mutawatir, seperti riwayat dari Umar ibnul Khattab, Ibnu Mas'ud, Abu Zar,

Malik ibnu Sa'sa'ah, Abu Hurairah, Abu Sa'id, Ibnu Abbas, Syaddad ibnu Aus, Ubay ibnu Ka'b, Abdur Rahman ibnu Qart, Abu Habbah, dan Abu Laila yang kedua-duanya dari kalangan Ansar, Abdullah ibnu Amr, Jabir, Huzaifah,

Buraidah, Abu Ayyub, Abu Umamah, Samurah ibnu Jundub, Abul Hamra, Suhaib Ar-Rumi, Ummu Hani', Aisyah dan Asma yang kedua-duanya putri Abu Bakar.Sebagian di antara mereka mengetengahkannya secara panjang lebar,

dan sebagian lainnya mengetengahkannya secara ringkas seperti yang disebutkan di dalam kitab-kitab musnad. Sekalipun riwayat sebagian dari mereka harus memenuhi standar syarat sahih, tetapi hadis mengenai Isra ini kebenarannya

telah disepakati oleh kaum muslim, dan orang-orang kafir zindiq dan orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhanlah yang berpaling darinya. Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (Ash-Shaff: 8)

Surat Al-Isra |17:2|

وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلَّا تَتَّخِذُوا مِنْ دُونِي وَكِيلًا

wa aatainaa muusal-kitaaba wa ja'alnaahu hudal libaniii isrooo`iila allaa tattakhiżuu min duunii wakiilaa

Dan Kami berikan kepada Musa, Kitab (Taurat) dan Kami jadikannya petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman), "Janganlah kamu mengambil pelindung selain Aku.

And We gave Moses the Scripture and made it a guidance for the Children of Israel that you not take other than Me as Disposer of affairs,

Tafsir
Jalalain

Allah swt. berfirman: (Dan Kami berikan kepada Musa kitab) yakni kitab Taurat (dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israel) dengan firman: ("Janganlah kalian mengambil penolong selain Aku")

di mana mereka menyerahkan semua perkara mereka kepada-Nya. Menurut suatu qiraat lafal tattakhidzuu dibaca yattakhidzuu dengan versi ungkapan iltifat; dan huruf an adalah zaidah,

sedangkan makna al-qaul diperkirakan keberadaannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 2 |

Tafsir ayat 2-3

Setelah Allah menyebutkan bahwa Dia telah memperjalankan hamba-Nya—Nabi Muhammad Saw.— di suatu malam, lalu Dia mengiringinya dengan kisah Musa yang juga sebagai hamba, rasul,

dan orang yang pernah diajak bicara langsung oleh-Nya. Dalam Al-Qur'an sering Allah menyebutkan kisah tentang Musa dan Nabi Muhammad Saw. secara beriringan, demikian juga penuturan tentang Taurat dan Al-Qur'an. Karena itulah setelah menyebutkan peristiwa Isra, Allah Swt. berfirman:


{وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ}


Dan Kami berikan kepada Musa kitab. (Al-Isra: 2) Yang dimaksud adalah kitab Taurat.


{وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلا تَتَّخِذُوا}


dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman), "Janganlah kalian mengambil..." (Al-Isra: 2)Maksudnya janganlah kalian menjadikan.


{مِنْ دُونِي وَكِيلا}


"...penolong selain Aku.” (Al-Isra: 2)Yakni pelindung, penolong, dan sembahan selain Aku. Karena sesungguhnya Allah Swt. selalu menurunkan kepada setiap nabi yang diutus-Nya firman­Nya mengatakan, "Sembahlah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya." Selanjutnya Allah Swt. berfirman:


{ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ}


anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. (Al-Isra: 3)Bentuk lengkap ayat ialah, "Hai anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh." Di dalam kalimat ayat ini terkandung makna

yang mengingatkan akan nikmat dan karunia Allah. Dengan kata lain, ayat ini seakan-akan mengatakan, "Hai keturunan orang-orang yang Kami selamatkan dan Kami bawa bersama-sama Nuh di dalam bahtera, tirulah jejak bapak kalian!"


{إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا}


Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyu­kur. (Al-Isra: 3)Dengan kata lain, ingatlah kalian semua akan nikmat-Ku kepada kalian, yaitu Kami telah mengutus Nabi Muhammad Saw. kepada kalian.

Di dalam hadis dan asar dari ulama Salaf disebutkan bahwa Nabi Nuh a.s. selalu memuji kepada Allah bila makan, minum, berpakaian, dan dalam semua perbuatannya. Karena itulah maka ia dijuluki sebagai hamba Allah yang banyak bersyukur.

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah men­ceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Husain, dari Abdullah ibnu Sinan,

dari Sa'd ibnu Mas'ud As-Saqafi yang mengatakan, "Sesungguhnya Nabi Nuh mendapat julukan seorang hamba yang banyak bersyukur, tiada lain karena bila hendak makan atau minum ia selalu memuji kepada Allah."


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ أَبِي زَائِدَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي بُرْدَة، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إن اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَ اللَّهَ عَلَيْهَا".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Sa'id ibnu Abu Burdah, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda: Sesungguhnya Allah benar-benar rida kepada seorang hamba manakala ia makan sesuap atau minum seteguh tidak pernah lupa mengucapkan pujian kepada Allah atas nikmat itu.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai melalui Jalur Abu Usamah.Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, bahwa Nabi Saw. selalu memuji kepada Allah dalam semua keadaan.

Imam Bukhari dalam bab ini telah meriwayatkan hadis Abu Zar'ah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda, "Aku adalah pemuka anak Adam kelak di hari kiamat," hingga akhir hadis. Di dalam hadis ini disebutkan

bahwa lalu mereka datang kepada Nabi Nuh dan meminta, "Hai Nuh, sesungguhnya engkau adalah rasul yang mula-mula diutus Allah untuk penduduk bumi, dan Allah telah memberimu nama julukan seorang hamba yang banyak bersyukur. Maka mohonkanlah syafaat bagi kami kepada Tuhanmu," hingga akhir hadis.

Surat Al-Isra |17:3|

ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ ۚ إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا

żurriyyata man ḥamalnaa ma'a nuuḥ, innahuu kaana 'abdan syakuuroo

(Wahai) keturunan orang yang Kami bawa bersama Nuh. Sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur."

O descendants of those We carried [in the ship] with Noah. Indeed, he was a grateful servant.

Tafsir
Jalalain

(Yaitu anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh) di dalam bahtera. (Sesungguhnya dia adalah hamba Allah yang banyak bersyukur) kepada Kami dan selalu memuji dalam semua sepak terjangnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 3 |

Penjelasan ada di ayat 2

Surat Al-Isra |17:4|

وَقَضَيْنَا إِلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا

wa qodhoinaaa ilaa baniii isrooo`iila fil-kitaabi latufsidunna fil-ardhi marrotaini wa lata'lunna 'uluwwang kabiiroo

Dan Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu, "Kamu pasti akan berbuat kerusakan di Bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar."

And We conveyed to the Children of Israel in the Scripture that, "You will surely cause corruption on the earth twice, and you will surely reach [a degree of] great haughtiness.

Tafsir
Jalalain

(Dan telah Kami tetapkan) telah Kami wahyukan (terhadap Bani Israel dalam kitab itu) yaitu kitab Taurat ("Sesungguhnya kalian akan membuat kerusakan di muka bumi ini)

di negeri Syam dengan perbuatan-perbuatan maksiat (dua kali dan pasti kalian akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar) kalian akan menimbulkan kelaliman yang besar.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 4 |

Tafsir ayat 4-8

Allah Swt. memberitakan bahwa sesungguhnya di dalam kitab itu Dia telah menetapkan terhadap kaum Bani Israil. Dengan kata lain, Allah telah memberitahukan terlebih dahulu kepada mereka di dalam kitab

yang diturunkan-Nya kepada mereka, bahwa mereka kelak akan membuat kerusakan di muka bumi sebanyak dua kali, dan mereka berlaku menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. Jelasnya,

mereka akan berbuat sewenang-wenang, melampaui batas, dan durhaka terhadap orang lain. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَقَضَيْنَا إِلَيْهِ ذَلِكَ الأمْرَ أَنَّ دَابِرَ هَؤُلاءِ مَقْطُوعٌ مُصْبِحِينَ}


Dan telah Kami wahyukan kepadanya (Lut) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh. (Al-Hijr: 66)Yakni telah Kami beritahukan terlebih dahulu kepada Lut akan kesudahan yang menimpa kaumnya nanti. Firman Allah Swt.:


{فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولاهُمَا}


Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu. (Al-Isra: 5)Maksudnya, bila telah tiba saat pembalasan bagi kejahatan yang pertama di antara kedua kejahatan tersebut.


{بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ}


Kami datangkan kepada kalian hamba-hamba Kami yang memiliki kekuatan yang besar. (Al-Isra: 5)Yaitu Kami kuasakan diri kalian di tangan bala tentara dari kalangan makhluk Kami yang memiliki kekuatan yang besar, yakni tentara yang mempunyai kekuatan, perlengkapan, dan kekuasaan yang besar.


{فَجَاسُوا خِلالَ الدِّيَارِ}


lalu mereka merajalela di kampung-kampug. (Al-Isra: 5)Mereka menguasai negeri kalian dan menempuh jalan di antara rumah-rumah kalian, datang dan perginya tanpa merasa takut kepada seorang pun.


{وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولا}


dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. (Al-Isra: 5)Ulama tafsir dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf berbeda pendapat tentang yang dimaksud dengan orang-orang yang menguasai mereka, siapakah mereka sebenarnya?

Riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas dan Qatadah mengatakan bahwa yang berkuasa atas mereka adalah Jalut (Goliat) dan bala tentaranya, sesudah itu berkuasalah Adilu. Kemudian Nabi Daud dapat membunuh Jalut. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ}


Kemudian Kami berikan kepada kalian giliran untuk mengalah­kan mereka. (Al-Isra: 6), hingga akhir ayat.Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair bahwa orang yang dimaksud adalah Raja Sanjarib dan bala tentaranya.


Diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Jubair, dan dari selainnya, bahwa orang yang dimaksud adalah Bukhtanasar, Raja negeri Babilonia. Sehubungan dengan hal ini Ibnu Abu Hatim telah menuturkan kisah yang aneh dari Sa'id ibnu Jubair

tentang fase-fase peningkatan yang dialami oleh Bukhtanasar dari suatu tingkatan ke tingkatan lain yang lebih tinggi, hingga berhasil menempati kedudukan raja. Asalnya Bukhtanasar adalah seorang yang miskin,

pengangguran lagi lemah ekonominya, kerjanya hanya meminta-minta kepada orang lain untuk mendapatkan sesuap nasi. Kemudian setapak demi setapak keadaannya meningkat, hingga sampailah ia pada kedudukan yang tinggi

dan berhasil menjadi raja. Setelah menjadi raja, ia berjalan bersama pasuk­annya menyerang negeri-negeri yang ada di sekitar Baitul Maqdis dan membunuh banyak manusia dari kalangan Bani Israil yang mendiaminya.

Ibnu Jarir dalam bab ini telah meriwayatkan sebuah kisah yang ia sandarkan kepada Huzaifah secara marfu'. Kisahnya cukup panjang, tetapi kisah ini dikategorikan sebagai hadis maudu' yang tidak diragukan lagi ke-maudu '-annya.

Tidaklah pantas bila hadis seperti ini diketengah­kan oleh seorang yang berpengetahuan minim, sekalipun dalam riwayat hadis. Terlebih lagi bila hadis ini diriwayatkan oleh seorang yang berkedu­dukan tinggi dan berpredikat sebagai imam

seperti Ibnu Jarir.Guru kami — Al-Hafiz Al-Allamah Abul Hajjaj Al-Mazi — telah mengatakan bahwa hadis tersebut berpredikat maudu' (dibuat-buat) dan mak'zub (dusta). Predikat ini dicatatkan olehnya dalam catatan kaki dari kitabnya.

Sehubungan dengan hal ini banyak kisah israiliyat yang menceritakan­nya. Menurut kami tidak ada gunanya diketengahkan dalam kitab tafsir ini, mengingat sebagian di antaranya ada yang maudu' buatan orang-orang kafir zindiq

dari kalangan Bani Israil, dan sebagian lainnya ada ke­mungkinan berpredikat sahih. Akan tetapi, kita tidak memerlukannya lagi.Apa yang telah dikisahkan kepada kita oleh Allah di dalam kitab Al-Qur'an sudah cukup

tanpa memerlukan informasi dari kitab-kitab lain yang sebelumnya. Allah dan Rasul-Nya telah membuat kita tidak memer­lukan berita dari mereka. Allah Swt. telah menceritakan tentang keadaan mereka,

bahwa ketika mereka berlaku melampaui batas dan sewenang-wenang, Allah menguasakan diri mereka kepada musuh-musuh mereka yang menghalalkan kehormatannya dan merajalela di kampung-kampung serta rumah-rumah mereka,

juga menindas dan menghinakan mereka. Hal itu dilakukan oleh Allah atas mereka sebagai pembalasan yang setimpal dari perbuatan mereka sendiri — Allah sekali-kali tidak pernah berbuat aniaya terhadap hamba-hamba-Nya

— karena sesungguhnya sebelum itu mereka telah berbuat sewenang-wenang dan membunuh banyak orang dari kalangan nabi-nabi dan para ulama.Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A'la,

telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Bilal, dari Yahya ibnu Sa'id yang mengatakan, ia pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab bercerita bahwa Bukhtanasar menguasai negeri Syam

dan merusak Baitul Maqdis serta membunuh para penghuninya. Kemudian Bukhtanasar datang ke Damaskus. Di Damaskus itu ia menjumpai darah yang mendidih di atas buih air. Kemudian raja Bukhtanasar menanyakan kepada

penduduk kota itu tentang darah tersebut, "Darah apakah ini?" Mereka menjawab, "Kami telah menjumpainya dalam keadaan seperti ini sejak bapak-bapak kami dahulu." Setiap kali Bukhtanasar memasuki kota itu, ia melihat darah itu mendidih.

Maka Bukhtanasar melakukan pembantaian atas darah itu yang memakan korban sebanyak tujuh puluh ribu orang dari kalangan orang-orang muslim dan lain-lainnya. Setelah itu barulah darah tersebut tenang, tidak mendidih lagi.

Kisah ini sahih sampai kepada Sa'id ibnul Musayyab dan kisah inilah yang terkenal, yaitu yang menyebutkan bahwa Bukhtanasar telah membu­nuh orang-orang terpandang dan para ulamanya sehingga tiada seorang pun yang dibiarkan hidup

dari kalangan mereka yang menghafal kitab Taurat. Selain dari itu Bukhtanasar menahan anak-anak para nabi dan lain-lainnya, kemudian terjadilah banyak peristiwa dan kejadian yang sangat panjang bila disebutkan.

Seandainya kami menjumpai hal yang sahih atau yang mendekati kesahihan, tentulah diperbolehkan mencatat dan meriwayatkannya.Kemudian Allah Swt. berfirman:


{إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لأنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا}


Jika kalian berbuat baik, (berarti) kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri; dan jika kalian berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi diri kalian sendiri. (Al-Isra: 7)Artinya, jika kalian berbuat kejahatan,

maka akibatnya akan menimpa diri kalian sendiri. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا}


Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang berbuat jahat, maka (dosanya) atas dirinya sendiri. (Fushshilat: 46)Adapun firman Allah Swt.:


{فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الآخِرَةِ}


Dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua. (Al-Isra: 7)Maksudnya, apabila kalian melakukan kerusakan untuk kedua kalinya, maka akan datanglah musuh-musuh kalian.


{لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ}


untuk menyuramkan muka-muka kalian. (Al-Isra: 7) Mereka datang untuk menghina dan menindas kalian.


{وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ}


dan mereka masuk ke dalam masjid. (Al-Isra: 7) Yaitu Masjid Baitul Maqdis.


{كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ}


sebagaimana musuh-musuh kalian memasukinya pada yang pertama kali. (Al-Isra: 7)Yakni mereka akan merajalela di kampung-kampung kalian.


{وَلِيُتَبِّرُوا}


dan untuk membinasakan. (Al-Isra: 7) Maksudnya, melakukan penghancuran dan pengrusakan terhadap:


{مَا عَلَوْا}


apa saja yang mereka kuasai sehabis-habisnya. (Al-Isra: 7)Yakni segala sesuatu yang mereka kuasai dihancurkan dan dirusak oleh mereka.


{تَتْبِيرًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يَرْحَمَكُمْ}


Mudah-mudahan Tuhan kalian akan melimpahkan rahmat-(Nya) kepada kalian. (Al-Isra: 8)Artinya, berkat rahmat dari-Nya itu musuh-musuh kalian akan berpaling pergi dari kalian, dan kalian selamat dari ulah mereka.


{وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا}


dan sekiranya kalian kembali kepada (kedurhakaan), niscaya Kami kembali (mengazab kalian). (Al-Isra: 8)Maksudnya, manakala kalian kembali melakukan pengrusakan.


{عُدْنَا}


tentulah Kami kembali (mengazab kalian). (Al-Isra: 8)Yakni Kami kembali mengazab kalian di dunia di samping azab dan pembalasan yang Kami simpan buat kalian di akhirat nanti. Karena itulah dalam firman selanjutnya Allah Swt. menyebutkan:


{وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا}


dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman. (Al-Isra: 8)Yaitu tempat menetap, penjara, dan sekapan bagi mereka yang tiada jalan menyelamatkan diri bagi mereka darinya.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa hasiran artinya penjara. Mujahid mengatakan bahwa mereka dipenjarakan di dalamnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh yang lainnya. Al-Hasan mengatakan, yang dimaksud

dengan hasiran ialah hamparan dan lantai.Qatadah mengatakan bahwa memang setelah itu Bani Israil kembali melakukan pengrusakan. Maka Allah menguasakan mereka kepada go­longan ini —yakni Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya — yang memungut jizyah dari mereka, sedangkan mereka dalam keadaan terhina.

Surat Al-Isra |17:5|

فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ ۚ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا

fa iżaa jaaa`a wa'du uulaahumaa ba'aṡnaa 'alaikum 'ibaadal lanaaa ulii ba`sin syadiidin fa jaasuu khilaalad-diyaar, wa kaana wa'dam maf'uulaa

Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang perkasa, lalu mereka merajalela di kampung-kampung. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.

So when the [time of] promise came for the first of them, We sent against you servants of Ours - those of great military might, and they probed [even] into the homes, and it was a promise fulfilled.

Tafsir
Jalalain

(Maka apabila datang saat hukuman bagi yang pertama dari keduanya) kejahatan yang pertama dari kedua kejahatan itu

(Kami datangkan kepada kalian hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar) orang-orang yang kuat dalam berperang dan memiliki kekuatan yang luar biasa

(lalu mereka merajalela) mereka mengejar-ngejar kalian (di kampung-kampung) di perkampungan kalian untuk membunuh kalian dan menawan kalian

(dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana) dan memang mereka benar membunuh Nabi Zakaria. Maka Allah mengirimkan Jalut dan tentara-tentaranya untuk menghukum mereka;

akhirnya Jalut dapat membunuh mereka dan menawan anak-anak mereka serta memporak-porandakan Baitulmakdis.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 5 |

Penjelasan ada di ayat 4

Surat Al-Isra |17:6|

ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا

ṡumma rodadnaa lakumul-karrota 'alaihim wa amdadnaakum bi`amwaaliw wa baniina wa ja'alnaakum akṡaro nafiiroo

Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka, Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.

Then We gave back to you a return victory over them. And We reinforced you with wealth and sons and made you more numerous in manpower

Tafsir
Jalalain

(Kemudian Kami berikan kepada kalian giliran) kesempatan dan kemenangan (untuk mengalahkan mereka kembali) sesudah selang seratus tahun yang terakhir dengan terbunuhnya Jalut

(dan Kami membantu kalian dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kalian kelompok yang lebih besar) keluarga yang besar.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 6 |

Penjelasan ada di ayat 4

Surat Al-Isra |17:7|

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا ۚ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا

in aḥsantum aḥsantum li`anfusikum, wa in asa`tum fa lahaa, fa iżaa jaaa`a wa'dul-aakhiroti liyasuuu`uu wujuuhakum wa liyadkhulul-masjida kamaa dakholuuhu awwala marrotiw wa liyutabbiruu maa 'alau tatbiiroo

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. Apabila datang saat hukuman (kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu lalu mereka masuk ke dalam masjid (Masjidilaqsa), sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai.

[And said], "If you do good, you do good for yourselves; and if you do evil, [you do it] to yourselves." Then when the final promise came, [We sent your enemies] to sadden your faces and to enter the temple in Jerusalem, as they entered it the first time, and to destroy what they had taken over with [total] destruction.

Tafsir
Jalalain

Kemudian Kami katakan (Jika kalian berbuat baik) dengan mengerjakan ketaatan (berarti kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri) karena sesungguhnya pahala kebaikan itu untuk diri kalian sendiri

(dan jika kalian berbuat jahat) dengan menimbulkan kerusakan (maka kejahatan itu bagi diri kalian sendiri) sebagai pembalasan atas kejahatan kalian.

(Dan apabila datang saat hukuman) bagi kejahatan yang (kedua) maka Kami kembali mengutus mereka (untuk menyuramkan muka-muka kalian)

untuk membuat kalian sedih karena terbunuh dan tertawan hingga pengaruh kesedihan itu dapat terbaca dari roman muka kalian (dan mereka masuk ke dalam mesjid)

yakni Baitulmakdis untuk menghancurkannya (sebagaimana musuh-musuh kalian memasukinya) dan menghancurkannya (pada kali pertama dan untuk menghancurkan)

untuk mengadakan pembinasaan (terhadap apa saja yang mereka kuasai) yang dapat mereka kalahkan (dengan penghancuran habis-habisan) dengan pembinasaan yang sehabis-habisnya.

Ternyata mereka melakukan kerusakan untuk kedua kalinya, yaitu dengan membunuh Nabi Yahya. Maka Allah mengirimkan untuk membinasakan mereka Raja Bukhtanashar.

Raja Bukhtanashar akhirnya membunuh ribuan orang dari kalangan mereka dan menahan anak cucu mereka serta memporak-porandakan Baitulmakdis.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 7 |

Penjelasan ada di ayat 4

Surat Al-Isra |17:8|

عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَنْ يَرْحَمَكُمْ ۚ وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا ۘ وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا

'asaa robbukum ay yar-ḥamakum, wa in 'uttum 'udnaa, wa ja'alnaa jahannama lil-kaafiriina ḥashiiroo

Mudah-mudahan Tuhan kamu melimpahkan rahmat kepada kamu, tetapi jika kamu kembali (melakukan kejahatan), niscaya Kami kembali (mengazabmu). Dan Kami jadikan Neraka Jahanam penjara bagi orang kafir.

[Then Allah said], "It is expected, [if you repent], that your Lord will have mercy upon you. But if you return [to sin], We will return [to punishment]. And We have made Hell, for the disbelievers, a prison-bed."

Tafsir
Jalalain

Dan Kami katakan di dalam kitab (Mudah-mudahan Rabb kalian akan melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian) sesudah kali yang kedua ini jika kalian bertobat

(dan sekiranya kalian kembali) melakukan kejahatan (niscaya Kami kembali) mengazab kalian. Dan memang mereka kembali melakukan kejahatan lagi, yaitu mendustakan Nabi saw.,

maka Allah swt. membinasakan mereka dengan terbunuhnya orang-orang Bani Quraizhah dan Bani Nadhir serta mereka dikenakan membayar jizyah.

(Dan Kami jadikan neraka Jahanam penjara bagi orang-orang kafir") sebagai tempat tahanan dan penjara bagi mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 8 |

Penjelasan ada di ayat 4

Surat Al-Isra |17:9|

إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

inna haażal-qur`aana yahdii lillatii hiya aqwamu wa yubasysyirul-mu`miniinallażiina ya'maluunash-shooliḥaati anna lahum ajrong kabiiroo

Sungguh, Al-Qur´an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar,

Indeed, this Qur'an guides to that which is most suitable and gives good tidings to the believers who do righteous deeds that they will have a great reward.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada) jalan (yang lebih lurus) lebih adil dan lebih besar

(dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 9 |

Tafsir ayat 9-10

Allah Swt. memuji kitab-Nya yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw., yaitu kitab Al-Qur'an; bahwa kitab Al-Qur'an itu memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan lebih terang.


{وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ}


dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh. (Al-Isra: 9)sesuai dengan apa yang dikandung di dalam kitab Al-Qur'an.


{أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا}


bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (Al-Isra: 9) kelak di hari kiamat.


{وَأَنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ}


dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat. (Al-Isra: 10)Yakni menyaimpaikan berita kepada orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat.


{لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا}


Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih. (Al-Isra: 10)Yaitu di hari kiamat kelak. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}


maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. (Ali 'Imran: 21)

Surat Al-Isra |17:10|

وَأَنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

wa annallażiina laa yu`minuuna bil-aakhiroti a'tadnaa lahum 'ażaaban aliimaa

dan bahwa orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih.

And that those who do not believe in the Hereafter - We have prepared for them a painful punishment.

Tafsir
Jalalain

(Dan) membawa berita (bahwasanya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat Kami sediakan) Kami persiapkan (bagi mereka azab yang pedih) yang menyakitkan, yaitu neraka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 10 |

Penjelasan ada di ayat 9

Surat Al-Isra |17:11|

وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ ۖ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا

wa yad'ul-insaanu bisy-syarri du'aaa`ahuu bil-khoiir, wa kaanal-insaanu 'ajuulaa

Dan manusia (seringkali) berdoa untuk kejahatan sebagaimana (biasanya) dia berdoa untuk kebaikan. Dan memang manusia bersifat tergesa-gesa.

And man supplicates for evil as he supplicates for good, and man is ever hasty.

Tafsir
Jalalain

(Dan manusia mendoa untuk kejahatan) terhadap dirinya dan keluarganya jika ia menggerutu (sebagaimana ia mendoa) sebagaimana ia berdoa untuk dirinya sendiri

(untuk kebaikan. Dan adalah manusia) yang dimaksud adalah jenisnya (bersifat tergesa-gesa) di dalam mendoakan dirinya tanpa memikirkan lebih lanjut akan akibatnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 11 |

Allah Swt. menceritakan tentang sifat manusia yang tergesa-gesa dan doa yang dilakukannya dalam keadaan tertentu untuk keburukan dirinya atau anaknya atau harta bendanya.

Yang dimaksud dengan keburukan ini adakalanya ingin mati, atau binasa, atau kehancuran, dan laknat serta lain sebagainya yang buruk akibatnya. Seandainya Allaji mengabulkan doanya,

niscaya binasalah dia. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:


{وَلَوْ يُعَجِّلُ اللَّهُ لِلنَّاسِ الشَّرَّ اسْتِعْجَالَهُمْ بِالْخَيْرِ لَقُضِيَ إِلَيْهِمْ أَجَلُهُمْ}


Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia. (Yunus: 11), hingga akhir ayat.Hal yang sama telah ditafsirkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah. Dalam sebuah hadis disebutkan:


"لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلَا عَلَى أَمْوَالِكُمْ، أَنْ تُوَافِقُوا مِنَ اللَّهِ سَاعَةَ إِجَابَةٍ يَسْتَجِيبُ فِيهَا"


Janganlah kalian mendoa untuk keburukan diri kalian, jangan pula untuk keburukan harta benda kalian, karena dikhawatir­kan doa kalian akan bertepatan dengan sa'atul ijabah, lalu diperkenankan bagi kalian doa itu.

Sesungguhnya yang mendorong seseorang melakukan hal seperti ini hanyalah rasa kekhawatiran dan ketergesa-gesaannya. Maka di dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:


{وَكَانَ الإنْسَانُ عَجُولا}


Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (Al-Isra: 11)Salman Al-Farisi dan Ibnu Abbas dalam bab ini telah menyebutkan kisah Nabi Adam a.s. ketika ia berniat akan bangkit berdiri sebelum roh yang ditiupkan ke dalam tubuhnya

sampai ke bagian kedua kakinya. Demikian itu karena peniupan roh dimulai dari bagian kepalanya. Setelah roh sampai ke bagian otaknya, Maka Nabi Adam bersin dan mengucapkan, "Alhamdu­lillah (segala puji bagi Allah)",

lalu dijawab oleh Allah melalui firman-Nya, "Hai Adam, Tuhanmu merahmati kamu." Setelah roh sampai pada bagian kedua matanya, maka kedua matanya terbuka, lalu mengalir ke bagian tubuhnya,

dan Adam memperhatikan tubuhnya dengan penuh rasa takjub. Maka ia berupaya untuk bangkit berdiri sebelum roh sampai ke bagian kedua kakinya, tetapi ternyata ia tidak mampu bangkit, dan ia berkata, "Wahai Tuhanku, segerakanlah sebelum malam tiba."

Surat Al-Isra |17:12|

وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ آيَتَيْنِ ۖ فَمَحَوْنَا آيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا آيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا

wa ja'alnal-laila wan-nahaaro aayataini fa maḥaunaaa aayatal-laili wa ja'alnaaa aayatan-nahaari mubshirotal litabtaghuu fadhlam mir robbikum wa lita'lamuu 'adadas-siniina wal-ḥisaab, wa kulla syai`in fashsholnaahu tafshiilaa

Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran Kami), kemudian Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang-benderang, agar kamu (dapat) mencari karunia dari Tuhanmu, dan agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.

And We have made the night and day two signs, and We erased the sign of the night and made the sign of the day visible that you may seek bounty from your Lord and may know the number of years and the account [of time]. And everything We have set out in detail.

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda) yang kedua-duanya menunjukkan kekuasaan Kami (lalu Kami hapuskan tanda malam)

Kami tutup cahayanya dengan kegelapan malam hari supaya kalian tenang berada di dalamnya; idhafat di sini menunjukkan makna bayan (dan Kami jadikan tanda siang itu terang)

seseorang dapat melihat berkat adanya cahaya (agar kalian mencari) pada siang hari (karunia dari Rabb kalian) dengan berusaha (dan supaya kalian mengetahui)

melalui malam dan siang hari itu (bilangan tahun-tahun dan perhitungan) waktu-waktu. (Dan segala sesuatu) yang diperlukan (telah Kami terangkan dengan jelas) artinya Kami telah menjelaskannya secara rinci.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 12 |

Allah menganugerahkan kepada makhluk-Nya tanda-tanda kekuasaan-Nya yang Mahabesar, antara lain perbedaan malam dan siang hari, supaya mereka beristirahat dengan tenang di malam hari,

sedangkan di siang harinya mereka bertebaran untuk mencari penghidupan, bekerja, dan berkarya serta melakukan perjalanan. Dengan adanya perbedaan itu mereka mengetahui bilangan hari, minggu, bulan, dan tahun.

Dan agar mereka mengetahui berlalunya masa yang telah ditetapkan untuk pembayaran utang, juga waktu ibadah, muamalat, sewa-menyewa serta lain-lainnya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{لِتَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ}


agar kalian mencari karunia dari Tuhan kalian. (Al-Isra: 12)Yakni dalam kerja kalian dan misi perjalanan kalian serta hal-hal lainnya yang semisal.


{وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ}


dan supaya kalian mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. (Al-Isra: 12)Karena sesungguhnya jikalau semua waktu sama saja, tidak ada perbeda­annya, maka tentulah hal-hal ini tidak dapat diketahui. Seperti hal yang disebutkan oleh Allah melalui firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:


{قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ اللَّيْلَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِضِيَاءٍ أَفَلا تَسْمَعُونَ قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِلَيْلٍ تَسْكُنُونَ فِيهِ أَفَلا تُبْصِرُونَ وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}


Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untuk kalian malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepada kalian?" Maka apakah kalian tidak mendengar?”

Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untuk kalian siang itu terus-menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepada kalian yang kalian beristirahat padanya?

Maka apakah kalian tidak memperhatikan?” Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untuk kalian malam dan siang, supaya kalian beristirahat pada malam itu dan supaya kalian mencari sebagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kalian bersyukur kepada-Nya. (Al-Qashash: 71-73)


{تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيرًا وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا}


Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya. Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al-Furqan: 61-62)


{وَلَهُ اخْتِلافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ}


dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. (Al-Mu’minun: 80)


{يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لأجَلٍ مُسَمًّى أَلا هُوَ الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ}


Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah, Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Pengampun. (Az-Zumar: 5)


{فَالِقُ الإصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ}


Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 96)Dan firman Allah Swt.:


{وَآيَةٌ لَهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ}


Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka ada­lah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan, dan matahari berjalan di tempat peredarannya.

Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Yasin: 37-38)Sesungguhnya Allah menjadikan tanda bagi malam hari, yaitu munculnya kegelapan dan terbitnya bulan di malam hari. Allah juga menjadikan tanda bagi siang hari,

yaitu munculnya cahaya dengan terbitnya matahari yang meneranginya. Dan Allah membedakan antara sinar matahari dan cahaya rembulan agar yang ini dapat dibedakan dengan yang lainnya, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:


{هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلا بِالْحَقِّ}


Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan ber­cahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kalian mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu), Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. (Yunus:5)sampai dengan firman-Nya:


{لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ}


benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa. (Yunus: 6)Dan firman Allah Swt.:


{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ} الْآيَةَ


Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.” (Al-Baqarah: 189), hingga akhir ayat.Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Kasir

sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang. (Al-Isra: 12) Bahwa yang dimaksud dengan tanda malam ialah gelapnya malam hari, sedangkan yang dimaksud

dengan tanda siang hari ialah terangnya siang hari. Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid bahwa matahari adalah tanda siang hari, dan rembulan adalah tanda malam hari. lalu Kami hapuskan tanda malam. (Al-Isra: 12)

Mujahid mengatakan, yang dimaksud ialah bercak-bercak hitam yang ada pada rembulan, dan memang demikianlah keadaannya sejak Allah menciptakannya. Ibnu Juraij telah meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan,

"'Dahulu rembulan bersinar seperti matahari bersinar, dan rembulan itu adalah tanda malam hari, sedangkan matahari adalah tanda siang hari. lalu Kami hapuskan tanda malam. (Al-Isra: 12) bercak hitam yang ada pada rembulan.

Abu Ja'far ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui berbagai jalur yang baik, bahwa Ibnul Kawa pernah bertanya kepada Amirul Mu’minin Ali ibnu Abu Talib r.a. Untuk itu ia berkata, "Hai Amirul Mu’minin,

apakah bercak hitam yang ada pada rembulan itu?" Khalifah Ali r.a. menjawab, "Celakalah kamu, tidakkah kamu pernah membaca firman Allah Swt. yang menyebutkan: 'lalu Kami hapuskan tanda malam.’ (Al-Isra: 12)"

Maka itulah yang dimaksud dengan penghapusannya.Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu Kami hapuskan tanda malam hari. (Al-Isra: 12) Kami dahulu selalu memperbincangkan

bahwa penghapusan tanda malam hari ialah bercak hitam yang ada pada rembulan. dan Kami jadikan tanda siang itu terang. (Al-Isra: 12) Yakni terang benderang. Lalu Allah menciptakan matahari yang bentuk dan sinarnya jauh lebih terang

serta lebih besar daripada rembulan.Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda. (Al-Isra: 12) Yaitu silih bergantinya siang dan malam hari, sejak Allah menciptakan keduanya.

Surat Al-Isra |17:13|

وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ ۖ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا

wa kulla insaanin alzamnaahu thooo`irohuu fii 'unuqih, wa nukhriju lahuu yaumal-qiyaamati kitaabay yalqoohu mansyuuroo

Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya. Dan pada hari Kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka.

And [for] every person We have imposed his fate upon his neck, and We will produce for him on the Day of Resurrection a record which he will encounter spread open.

Tafsir
Jalalain

(Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya) artinya dia telah membawa amal perbuatannya sendiri (pada lehernya)

lafal ini disebutkan secara khusus mengingat lafal ini menunjukkan pengertian tetap yang paling akurat. Dan sehubungan dengan pengertian ini Mujahid telah berkata,

bahwa tiada seorang anak pun yang dilahirkan melainkan pada lehernya telah ada suatu lembaran yang tertulis di dalamnya apakah ia celaka atau bahagia.

(Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab) yang tertulis di dalamnya semua amal perbuatannya (yang dijumpainya terbuka) kedua lafal ini menjadi sifat daripada lafal kitaaban.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 13 |

Tafsir ayat 13-14

Setelah menyebutkan tentang waktu dan segala sesuatu yang dilakukan oleh anak-anak Adam di dalamnya, lalu Allah Swt. berfirman:


{وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ}


Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatan­nya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. (Al-Isra: 13)Yang dimaksud dengan istilah ta-ir adalah segala sesuatu dari amalnya yang terbang,

yakni amal baik dan amal buruknya; dan amal itu merupakan suatu ketetapan atas diri pelakunya, kelak dia mendapatkan balasannya, menurut Ibnu Abbas, Mujahid, serta lain-lainnya.


{فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ}


Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun niscaya ia akan melihat (balasan)nya. (Az-Zalzalah: 7-8) Allah Swt. telah berfirman:


{عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ}


seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebe­lah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir. (Qaf: 17-18)


{وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ كِرَامًا كَاتِبِينَ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ}


Padahal sesungguhnya bagi kalian ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaan kalian), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaan itu), mereka mengetahui apa yang kalian kerjakan. (Al-Infithar: 10-12)


{إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}


Sesungguhnya kalian hanya diberi balasan menurut apa yang kalian kerjakan. (At-Tahrim: 7; Ath-Thur: 16)Adapun firman Allah Swt.:


{مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ}


Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibe­ri pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123), hingga akhir ayat.Makna yang dimaksud adalah bahwa amal perbuatan manusia itu

— baik yang kecil maupun yang besar— semuanya terpelihara dalam catatan yang mencatatnya sepanjang malam dan siang hari, pagi dan petang.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنْ أَبَى الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَطَائر كُلِّ إِنْسَانٍ فِي عُنُقِهِ". قَالَ ابْنُ لَهِيعَةَ: يَعْنِي الطِّيرَةَ


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutai-bah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Abuz Zubair, dari Jabir, bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya

ketetapan amal perbuatan manusia itu (seperti tetapnya kalung) pada lehernya.Ibnu Lahi'ah mengatakan, yang dimaksud dengan ta-ir ialah tiyarah (yakni kesialannya). Pendapat Ibnu Lahi'ah sehubungan dengan makna hadis ini sangat garib. Firman Allah Swt.:


{وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا}


Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya dengan terbuka. (Al-Isra: 13)Maksudnya, Kami himpunkan seluruh amal perbuatannya di dalam sebuah kitab yang akan diberikan kepadanya kelak di hari kiamat.

Adakalanya ia menerima dari sebelah kanannya, bila ia orang yang berbahagia; atau dari sebelah kirinya, bila ia orang yang celaka.


{مَنْشُورًا}


dengan terbuka. (Al-Isra: 13)Yakni terbuka lebar sehingga ia dan orang lain dapat membacanya, di dalamnya tercatatkan semua amal perbuatannya sejak permulaan usianya hingga akhir hayatnya.Allah Swt. telah berfirman:


{يُنَبَّأُ الإنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ بَلِ الإنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ}


Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun ia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 13-15) Karena itulah dalam ayat ini selanjutnya Allah Swt. berfirman:


{اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا}


Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini seba­gai penghisab terhadapmu. (Al-Isra: 14)Dengan kata lain, sesungguhnya kamu mengetahui bahwa dirimu tidak dianiaya. Dan tidaklah dicatatkan atas dirimu

kecuali hanya apa-apa yang telah kamu kerjakan, karena sesungguhnya kamu ingat segala sesuatu yang telah kamu lakukan. Tiada seorang pun yang lupa terhadap apa yang telah diperbuatnya, walaupun sedikit.

Pada hari itu setiap orang membaca kitab catatan amal perbuatannya. Ia dapat membacanya, baik ia dari kalangan orang yang bisa baca tulis atau pun orang ummi (tidak bisa baca tulis).Firman Allah Swt.:


{أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ}


Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. (Al-Isra: 13)Sesungguhnya dalam ayat ini disebutkan leher, tiada lain karena leher merupakan anggota tubuh manusia

yang tidak ada duanya dalam tubuh­nya. Dan barang siapa yang telah ditetapkan atas sesuatu, maka ia ti­dak dapat menghindarkan diri darinya. Seperti yang dikatakan oleh se­orang penyair:


اذْهَبْ بِهَا اذْهَبْ بِهَا ... طُوِّقْتَهَا طَوْقَ الْحَمَامَةِ ...


Pergilah dengan membawanya, pergilah dengan membawanya, aku telah mengalunginya sebagaimana kalung yang ada pada burung merpati.Qatadah telah meriwayatkan dari Jabir ibnu Abdullah, dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. bersabda:


"لَا عَدْوَى وَلَا طيرَة وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ".


Tiada penyakit dan tiada kesialan, tiap-tiap orang telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Imam Abdu ibnu Humaid telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Musnad-nya secara muttasil. Untuk itu ia mengatakan:


حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "طَيْرُ كُلِّ عَبْدٍ فِي عُنُقِهِ"


telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Ketetapan amal perbuatan seorang hamba berada pada lehernya (sebagaimana tetapnya kalung pada lehernya).


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنِي يَزِيدُ: أَنَّ أَبَا الْخَيْرِ حَدَّثَهُ: أَنَّهُ سَمِعَ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] يُحَدِّثُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَيْسَ مِنْ عَمَلِ يَوْمٍ إِلَّا وَهُوَ يُخْتَمُ عَلَيْهِ، فَإِذَا مَرِضَ الْمُؤْمِنُ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ: يَا رَبَّنَا، عَبْدُكَ فُلَانٌ، قَدْ حَبَسْتَهُ؟ فَيَقُولُ الرَّبُّ جَلَّ جَلَالُهُ: اخْتِمُوا لَهُ عَلَى مِثْلِ عَمَلِهِ، حَتَّى يبرأ أو يموت"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepadaku Yazid;

Abul Khair pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. Pernah bersabda: Tiada suatu amal sehari pun melainkan amal itu ditetapkan atas pelakunya.

Apabila seorang mukmin sakit, maka para malaikat berkata, "Wahai Tuhan kami, hamba-Mu si Fulan telah Engkau tahan.” Allah Swt. Berfirman, ”Tetapkanlah baginya amal perbuatan yang semisal dengan amal kebiasaannya

hingga ia sembuh atau mati, "Sanad hadis cukup baik dan kuat, tetapi mereka tidak mengetengahkan­nya.Ma'mar telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami tetapkan amal perbuatannya

(sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya (Al-Isra: 13) Makna yang dimaksud ialah amal perbuatannya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat. (Al-Isra: 13) Artinya, Kami keluarkan amal perbuatan itu pada hari kiamat.

(berupa) sebuah kitab yang dijumpainya dalam keadaan terbu­ka. (Al-Isra: 13) Ma'mar mengatakan bahwa Al-Hasan Al-Basri membaca firman-Nya: seorang duduk di sebelah kanan, dan yang lain duduk di sebelah kiri. (Qaf: 17) Hai manusia,

Aku telah mempersiapkan bagimu kitab amal perbuatanmu; dan telah ditugaskan kepadamu dua malaikat yang mulia, yang seorang duduk di sebelah kananmu, sedangkan yang lain duduk di sebelah kirimu.

Malaikat yang ada di sebelah kananmu bertugas mencatat semua amal baikmu, sedangkan malaikat yang duduk di sebelah kirimu bertugas mencatat semua amal burukmu. Maka beramallah sesukamu, sedikit ataupun banyak.

Apabila kamu telah mati, maka buku catatanmu itu ditutup, lalu Aku kalungkan di lehermu bersama kamu dalam kuburan, hingga kamu dibangkitkan nanti pada hari kiamat, lalu dikeluarkan bagimu sebuah kitab yang kamu jumpai

dalam keadaan terbuka. Bacalah kitabmu! (Al-Isra: 14), hingga akhir ayat. Sesungguhnya demi Allah, Mahaadillah Tuhan yang menjadikan dirimu sebagai penghisab terhadap dirimu. Ini adalah penafsiran yang terbaik diketengahkan oleh Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna ayat ini.

Surat Al-Isra |17:14|

اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَىٰ بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا

iqro` kitaabak, kafaa binafsikal-yauma 'alaika ḥasiibaa

"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu."

[It will be said], "Read your record. Sufficient is yourself against you this Day as accountant."

Tafsir
Jalalain

Dan dikatakan kepadanya: ("Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu itu sebagai penghisab terhadapmu.") menjadi penghisab sendiri.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 14 |

Penjelasan ada di ayat 13

Surat Al-Isra |17:15|

مَنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا

manihtadaa fa innamaa yahtadii linafsih, wa man dholla fa innamaa yadhillu 'alaihaa, wa laa taziru waazirotuw wizro ukhroo, wa maa kunnaa mu'ażżibiina ḥattaa nab'aṡa rosuulaa

Barang siapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri, dan barang siapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian) itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul.

Whoever is guided is only guided for [the benefit of] his soul. And whoever errs only errs against it. And no bearer of burdens will bear the burden of another. And never would We punish until We sent a messenger.

Tafsir
Jalalain

(Barang siapa berbuat sesuai dengan hidayah Allah, maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk keselamatan dirinya) karena pahala hidayahnya itu dia sendirilah yang memetiknya

(dan barang siapa yang sesat, maka sesungguhnya dia tersesat bagi kerugian dirinya sendiri) karena sesungguhnya dia sendirilah yang menanggung dosa sesatnya itu.

(Dan tidak dapat menanggung) seseorang (yang berdosa) pelaku dosa; artinya ia tidak dapat menanggung (dosa) orang (lain, dan Kami tidak akan mengazab) seorang pun

(sebelum Kami mengutus seorang rasul) yang menjelaskan kepadanya apa yang seharusnya ia lakukan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 15 |

Allah Swt. menyebutkan bahwa barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah dan mengikuti kebenaran serta menelusuri jejak Nabi Saw. (yakni sunnahnya), maka sesungguhnya akibat yang baik dari perbuatannya yang terpuji itu hanyalah untuk dirinya sendiri.


{وَمَنْ ضَلَّ}


dan barang siapa yang sesat. (Al-Isra: 15)Yakni sesat dari kebenaran dan menyimpang dari jalan yang lurus. Maka dia hanyalah menganiaya dirinya sendiri, dan sesungguhnya akibat buruk dari perbuatannya itu akan menimpa dirinya sendiri. Dalam firman selanjutnya disebutkan:


{وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى}


Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain. (Al-Isra: 15)Maksudnya, tiada seorang pun yang memikul dosa orang lain; dan bagi orang yang berdosa, tiada lain akibatnya

akan menimpa dirinya sendiri. Ayat ini semisal dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ}


Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosa itu, tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun. (Fathir: 18)Tidak ada pertentangan antara makna ayat ini dengan apa yang disebut­kan oleh firman-Nya:


{وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالا مَعَ أَثْقَالِهِمْ}


Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka dan beban-beban (dosa orang lain) di samping beban-beban mereka sendiri. (Al-'Ankabut: 13)


{وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ}


dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). (An-Nahl: 25)Karena sesungguhnya orang-orang yang menyeru orang lain kepada kesesatan

akan memperoleh dosanya sendiri dan juga dosa orang lain yang mereka sesatkan, tanpa mengurangi dosa mereka yang disesatkannya. Tetapi para penyeru itu bukanlah sebagai penanggung dosa mereka yang disesatkannya.

Hal ini merupakan keadilan dan rahmat dari Allah kepada hamba-hamba-Nya. Pengertian ini terkandung pula di dalam firman selanjutnya, yaitu:


{وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا}


Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15)Makna ayat ini menggambarkan tentang keadilan Allah Swt., bahwa Dia tidak akan mengazab seorang pun melainkan

setelah tegaknya hujah terhadap dirinya melalui rasul yang diutus oleh Allah kepadanya. Di dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:


{كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نزلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلا فِي ضَلالٍ كَبِيرٍ}


Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, "Apakah belum pernah datang kepada kalian (di dunia) seorang pemberi peringatan?” Mereka menjawab,

"Benar ada. Sesung­guhnya lelah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakannya) dan kami katakan, 'Allah tidak menurunkan sesuatu pun, kalian tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar'.” (Al-Mulk: 8-9) Disebutkan pula dalam ayat lainnya melalui firman Allah Swt.:


{وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ}


Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan, sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya, dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, "Apakah belum pernah datang

kepada kalian rasul-rasul di antara kalian yang membacakan ayat-ayat Tuhan kalian dan memperingatkan kepada kalian akan pertemuan dengan hari ini.” Mereka menjawab, "Benar, telah datang.” Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir. (Az-Zumar: 71)


{وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ}


Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami, niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan.” Dan apa­kah Kami tidak memanjangkan umur kalian

dengan masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kalian pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun. (Fathir: 37)

Masih banyak ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah tidak memasuk­kan seorang manusia pun ke dalam neraka kecuali setelah Allah mengutus rasul-Nya kepada mereka. Berangkat dari pengertian ini ada sejumlah ulama

yang membahas lafaz yang diutarakan secara mu'jamah dalam kitab Sahih Bukhari pada pembahasan tafsir firman-Nya:


{إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ}


Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-A'raf: 56)


حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعْدٍ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَان، عَنِ الْأَعْرَجِ بِإِسْنَادِهِ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "اخْتَصَمَتِ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ" فَذَكَرَ الْحَدِيثَ إِلَى أَنْ قَالَ: "وَأَمَّا الْجَنَّةُ فَلَا يَظْلِمُ اللَّهُ مِنْ خَلْقِهِ أَحَدًا، وَأَنَّهُ يُنْشِئُ لِلنَّارِ خَلْقًا فَيُلْقَوْنَ فِيهَا، فَتَقُولُ: هَلْ مِنْ مَزِيدٍ؟ (2) ثَلَاثًا، وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيثِ


Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Saleh ibnu Kaisan, dari Al-A'raj dengan sanadnya sampai kepada Abu Hurairah,

bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Surga dan neraka mengadukan perkaranya (kepada Allah)," yang antara lain di sebutkan dalam hadis ini: "Adapun surga, maka Allah tidak berlaku aniaya terhadap seseorang pun

dari kalangan makhluk-Nya. Dan sesungguhnya Dia terus membuat makhluk untuk neraka, lalu makhluk itu dilemparkan ke dalam­nya, dan neraka berkata, "Masih adakah tambahannya," sebanyak tiga kali. Hingga akhir hadis.

Padahal sesungguhnya hal ini hanyalah terjadi pada surga, karena surga adalah tempat menetapnya karunia Allah. Adapun neraka adalah tempat dilaksanakannya keadilan Allah, tiada seorang pun yang memasu­kinya kecuali

sesudah adanya alasan untuk memasukinya dan telah tegaknya hujah atas orang yang memasukinya.Sejumlah ulama membicarakan bunyi teks hadis ini. Mereka me­ngatakan bahwa barangkali perawinya mengutarakannya terbalik,

sebagai buktinya ialah adanya sebuah hadis yang diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing, sedangkan teks hadis berikut menurut apa yang ada pada Imam Bukhari

melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Harnmam, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:


"تَحَاجَّتِ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ" فَذَكَرَ الْحَدِيثَ إِلَى أَنْ قَالَ: "فَأَمَّا النَّارُ فَلَا تَمْتَلِئُ حَتَّى يَضَعَ فِيهَا قَدَمَهُ، فَتَقُولَ: قَطٍ، قَطٍ، فَهُنَالِكَ تَمْتَلِئُ وَيَزْوِي بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ، وَلَا يَظْلِمُ اللَّهُ مِنْ خَلْقِهِ أَحَدًا، وَأَمَّا الْجَنَّةُ فَيُنْشِئُ اللَّهُ لَهَا خَلْقًا"


Surga dan neraka bersengketa. Yang di dalamnya antara lain disebutkan: Adapun neraka, maka ia tidak merasa kenyang dengan penghu­ninya sehingga Allah meletakan telapak kaki kekuasaan-Nya ke dalam neraka,

maka barulah neraka berkata, "Cukup, cukup.” Saat itulah neraka penuh dan sebagian darinya memisahkan diri dari sebagian lainnya. Dan Allah tidak berbuat aniaya terhadap seorang pun dari makhluk-Nya. Adapun surga,

sesungguhnya Allah membuatkan baginya makhluk (yang baru).Masih ada suatu masalah yang diperselisihkan di kalangan para imam sejak masa dahulu hingga sekarang, yaitu mengenai dua orang anak yang meninggal dunia

pada waktu masih kecil, sedangkan orang tua mereka kafir, maka bagaimanakah hukum mereka? Demikian pula halnya orang gila, orang tua yang pikun, orang tuli, serta orang yang meninggal dalam masa fatrah (kekosongan dari nabi)

dan dakwah Islam masih belum sampai kepadanya. Perihal mereka disebutkan oleh hadis-hadis yang akan kami kemukakan dengan seijin Allah, taufik, dan pertolongan­Nya berikut ini. Kemudian kami sebutkan pula sebuah pasal ringkas

tentang pendapat para imam mengenai masalah ini. Hanya kepada Allah­lah kami memohon pertolongan.Hadis pertama, dari Al-Aswad ibnu Sari'.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ سَرِيعٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَرْبَعَةٌ يَحْتَجُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: رَجُلٌ أَصَمُّ لَا يَسْمَعُ شَيْئًا، وَرَجُلٌ أَحْمَقُ، وَرَجُلٌ هَرِمٌ، وَرَجُلٌ مَاتَ فِي فَتْرَةٍ، فَأَمَّا الْأَصَمُّ فَيَقُولُ: رَبِّ، قَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَسْمَعُ شَيْئًا، وَأَمَّا الْأَحْمَقُ فَيَقُولُ: رَبِّ، قَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَالصِّبْيَانُ يَحْذِفُونِي بِالْبَعْرِ، وَأَمَّا الهَرَمُ فَيَقُولُ: رَبِّ، لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَعْقِلُ شَيْئًا، وَأَمَّا الَّذِي مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ فَيَقُولُ: رَبِّ، مَا أَتَانِي لَكَ رَسُولٌ. فَيَأْخُذُ مَوَاثِيقَهُمْ ليُطِعنّه فَيُرْسِلُ إِلَيْهِمْ أَنِ ادْخُلُوا النَّارَ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ دَخَلُوهَا لَكَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلَامًا"


Imam Ahmad mengata­kan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah mencerita­kan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Qatadah, dari Al-Ahnaf ibnu Qais, dari Al-Aswad ibnu Sari',

bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Empat orang akan mengajukan alasannya kelak dihari kiamat, yaitu seorang lelaki tuli yang tidak dapat mendengar suara apa pun, seorang lelaki dungu (idiot), seorang lelaki pikun,

dan seorang lelaki yang mati di masa fatrah. Orang yang tuli mengajukan alasannya, "Wahai Tuhanku, Islam telah datang, tetapi saya tidak dapat mendengar apa pun.” Orang yang dungu beralasan, "Wahai Tuhanku, Islam telah datang,

sedangkan anak-anak kecil melempariku dengan kotoran ternak (yang kering).” Orang yang pikun beralasan, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya Islam telah datang, tetapi saya tidak ingat akan sesuatu pun.” Orang yang meninggal

dalam masa fatrah beralasan, "Wahai Tuhanku, tiada seorang pun dari rasul-Mu yang datang kepadaku.” Maka Allah mengambil janji dari mereka, bahwa­sanya mereka harus benar-benar taat kepada-Nya. Setelah itu diperintahkan

agar mereka dimasukkan ke dalam neraka. Maka demi Tuhan yang jiwa Muhammad ini berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya mereka memasukinya, tentulah ne­raka itu menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagi mereka.

Menurut sanad yang sama dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Abu Rafi', dari Abu Hurairah disebutkan hal yang semisal. Akan tetapi, dalam riwayat ini di akhirnya disebutkan hal berikut:


"مَنْ دَخَلَهَا كَانَتْ عَلَيْهِ بَرْدًا وَسَلَامًا، وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْهَا يُسْحَبُ إِلَيْهَا"


Barang siapa yang memasukinya, maka tentulah neraka itu menjadi dingin dan menjadi keselamatan baginya; dan barang siapa yang tidak mau memasukinya, maka ia diseret ke dalamnya.Hai yang sama telah diriwayatkannya

oleh Ishaq ibnu Rahawaih dari Mu'az ibnu Hisyam. Imam Baihaqi meriwayatkannya di dalam Kitabul I'tiqad melalui hadis Ahmad ibnu Ishaq, dari Ali ibnu Abdullah Al-Madini. Dengan sanad yang sama, lalu ia mengatakan bahwa

sanad hadis ini sahih.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Abu Rafi', dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, "Ada empat macam orang yang semuanya

mengajukan alasannya kepada Allah," hingga akhir hadis dengan teks yang semisal.Ibnu Jarir meriwayatkannya dari hadis Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah. lalu ia menyebutkannya secara marfu'. Kemudian Abu Hurairah mengatakan,

"Jika kalian suka, bacalah ayat berikut (yakni firman -Nya): 'Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus se­orang rasul.' (Al-Isra: 15).”Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ma'mar, dari Abdullah ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara mauquf.Hadis kedua, diriwayatkan melalui Anas ibnu Malik.


قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبَانٍ قَالَ: قُلْنَا لِأَنَسٍ: يَا أَبَا حَمْزَةَ، مَا تَقُولُ فِي أَطْفَالِ الْمُشْرِكِينَ؟ فَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَمْ يَكُنْ لَهُمْ سَيِّئَاتٌ فَيُعَذَّبُوا بِهَا فَيَكُونُوا مِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ حَسَنَاتٌ فَيُجَازُوا بِهَا فَيَكُونُوا مَنْ مُلُوكِ أَهْلِ الْجَنَّةِ هُمْ مَنْ خَدَمِ أَهْلِ الْجَنَّةِ"


Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi', dari Yazid (yakni Ibnu Aban) yang menceritakan, kami pernah bertanya kepada Artas, "Wahai Abu Hamzah (julukan Anas),

bagaimanakah pendapatmu tentang anak orang-orang musyrik?" maka Anas ibnu Malik menjawab bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda sehubungan dengan masalah mereka: Mereka tidak mempunyai dosa-dosa

yang menyebabkan mereka diazab karenanya, lalu mereka menjadi ahli neraka. Dan mereka tidak mempunyai amal-amal baik yang menyebabkan mereka beroleh pahala karenanya, lalu mereka menjadi ahli surga. Hadis ketiga, diriwayatkan melalui Anas pula.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ لَيْث، عَنْ عَبْدِ الْوَارِثِ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُؤْتَى بِأَرْبَعَةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: بِالْمَوْلُودِ، وَالْمَعْتُوهِ، وَمَنْ مَاتَ فِي الفَتْرَة، وَالشَّيْخِ الْفَانِي الْهَرِمِ، كُلُّهُمْ يَتَكَلَّمُ بِحُجَّتِهِ، فَيَقُولُ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لِعُنُقٍ مِنَ النَّارِ: ابْرُزْ. وَيَقُولُ لَهُمْ: إِنِّي كُنْتُ أَبْعَثُ إِلَى عِبَادِي رُسُلًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ، وَإِنِّي رَسُولُ نَفْسِي إِلَيْكُمُ ادْخُلُوا هَذِهِ. قَالَ: فَيَقُولُ مَنْ كُتِبَ عَلَيْهِ الشَّقَاءُ: يَا رَبِّ، أَنَّى نَدْخُلُهَا وَمِنْهَا كُنَّا نَفِرُّ؟ قَالَ: وَمَنْ كُتِبَتْ عَلَيْهِ السَّعَادَةُ يَمْضِي فَيَقْتَحِمُ فِيهَا مُسْرِعًا، قَالَ: فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنْتُمْ لِرُسُلِي أَشَدُّ تَكْذِيبًا وَمَعْصِيَةً، فَيُدْخِلُ هؤلاء الجنة، وهؤلاء النار".


Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Lais, dari Abul Waris, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,

"Dihadapkan empat macam orang kelak di hari kiamat. Yaitu anak yang baru lahir (lalu mati), orang yang dungu, dan orang yang mati dalam masa fatrah serta orang yang pikun. Masing-masing dari mereka mengemukakan alasan

membela dirinya. Lalu Allah berfirman kepada salah satu leher neraka, 'Keluarlah kamu.' Dan Allah berfirman kepada mereka, 'Sesungguhnya dahulu Aku telah mengutus rasul-rasul-Ku kepada hamba-hamba-Ku dari kalangan mereka sendiri,

dan sesungguhnya Aku sekarang adalah utusan diri-Ku sendiri kepada kalian. Masuklah kalian ke dalam neraka ini!'." Rasul Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu berkatalah orang yang ditakdirkan celaka, "Wahai Tuhanku,

bagaimanakah kami masuk ke dalam neraka, sedangkan kami menghindar darinya?" Sedangkan orang-orang yang telah ditakdirkan berbahagia berjalan terus memenuhi perintah-Nya dan masuk dengan cepat ke dalam neraka.

Lalu Allah Swt. berfirman, "Kalian lebih mendustakan dan lebih durhaka terhadap utusan-utusan-Ku." Maka mereka yang berbahagia masuk ke dalam surga, dan mereka yang celaka masuk neraka.Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar

telah meriwayatkan hal yang semisal dari Yusuf ibnu Musa, dari Jarir ibnu Abdul Hamid dengan sanad yang sama.Hadis keempat, diriwayatkan melalui Al-Barra ibnu Azib r.a.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ فِي مُسْنَدِهِ أَيْضًا: حَدَّثَنَا قَاسِمُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ. -يَعْنِي ابْنَ دَاوُدَ-عَنْ عُمَرَ بْنِ ذَرٍّ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أُمَيَّةَ، عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ: سُئل رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَطْفَالِ الْمُسْلِمِينَ قَالَ: "هُمْ مَعَ آبَائِهِمْ". وَسُئِلَ عَنْ أَوْلَادِ الْمُشْرِكِينَ فَقَالَ: "هُمْ مَعَ آبَائِهِمْ". فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا يَعْمَلُونَ؟ قَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِهِمْ"


Abu Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya mengatakan, telah menceri­takan kepada kami Qasim ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdullah (yakni Ibnu Daud), dari Umar ibnu Zar, dari Yazid ibnu Umayyah,

dari Al-Barra yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang anak-anak orang-orang muslim, maka beliau Saw. menjawab, "Mereka akan bersama-sama dengan ayah-ayahnya." Dan beliau ditanya

tentang anak-anak kaum musyrik, maka beliau Saw. menja­wab, "Mereka akan bersama-sama dengan ayah-ayahnya." Ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, anak-anak kaum musyrik itu masih belum beramal?" Rasulullah Saw. menjawab,

"Allah lebih mengetahui tentang mereka."Umar ibnu Zar telah meriwayatkannya dari Yazid ibnu Umayyah, dari seorang lelaki, dari Al-Barra, dari Aisyah, lalu ia menuturkan hadis ini.Hadis kelima, diriwayatkan melalui Sauban.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرٍو بْنِ عَبْدِ الْخَالِقِ الْبَزَّارُ فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ، حَدَّثَنَا رَيْحَانُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ مَنْصُورٍ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلابة، عَنْ أَبِي أَسْمَاءَ، عَنْ ثَوْبَانَ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عظَّم شَأْنَ الْمَسْأَلَةِ، قَالَ: "إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، جَاءَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَحْمِلُونَ أَوْثَانَهُمْ عَلَى ظُهُورِهِمْ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ، فَيَقُولُونَ: رَبَّنَا لَمْ تُرْسِلْ إِلَيْنَا رَسُولًا وَلَمْ يَأْتِنَا لَكَ أَمْرٌ، وَلَوْ أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولًا لَكُنَّا أَطْوَعَ عِبَادِكَ، فَيَقُولُ لَهُمْ رَبُّهُمْ: أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ تُطِيعُونِي؟ فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، فَيَأْمُرُهُمْ أَنْ يَعْمِدُوا إِلَى جَهَنَّمَ فَيَدْخُلُوهَا، فَيَنْطَلِقُونَ حَتَّى إِذَا دَنَوْا مِنْهَا وَجَدُوا لَهَا تَغَيُّظًا وَزَفِيرًا، فَرَجَعُوا إِلَى رَبِّهِمْ فَيَقُولُونَ: رَبَّنَا أَخْرِجْنَا -أَوْ: أَجِرْنَا-مِنْهَا، فَيَقُولُ لَهُمْ: أَلَمْ تَزْعُمُوا أَنِّي إِنْ أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ تُطِيعُونِي؟ فَيَأْخُذُ عَلَى ذَلِكَ مَوَاثِيقَهُمْ. فَيَقُولُ: اعْمَدُوا إِلَيْهَا، فَادْخُلُوهَا. فَيَنْطَلِقُونَ حَتَّى إِذَا رَأَوْهَا فَرِقوا وَرَجَعُوا، فَقَالُوا: رَبَّنَا فَرِقنا مِنْهَا، وَلَا نَسْتَطِيعُ أَنْ نَدْخُلَهَا فَيَقُولُ: ادْخُلُوهَا دَاخِرِينَ". فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ دَخَلُوهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ كَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلَامًا".


Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad ibnu Amr ibnu Abdul Khaliq Al-Bazzar di dalam kitab Musnad-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'id Al-Jauhari, telah menceritakan kepada kami Raihan ibnu Sa'id,

telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Mansur, dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Abu Asma, dari Sauban, bahwa Nabi Saw. memberatkan masalah ini. Maka beliau Saw. bersabda: Apabila hari kiamat tiba, orang-orang Jahiliyah

datang dengan membawa dosa-dosa mereka di punggungnya. Lalu Tuhan menanyai mereka, dan mereka menjawab, "Wahai Tuhan kami. Engkau tidak mengutus seorang rasul pun kepada kami, dan tidak pernah pula

datang suatu perintah pun dari Engkau. Seandainya Engkau mengutus kepada kami seorang rasul, tentulah kami akan menjadi seorang yang paling taat di antara hamba-hamba-Mu.” Allah berfirman kepada mereka,

"Bagaimanakah pendapat kalian jika Aku perintahkan kalian suatu perintah? Apakah kalian mau taat kepada-Ku?” Mereka menjawab, "Ya.” Maka Allah memerintahkan kepada mereka untuk berangkat menuju neraka Jahannam dan memasukinya.

Tetapi ketika mereka telah berada di dekat neraka Jahannam. mereka menjumpainya sedang bergejolak dan bersuara gemuruh, akhirnya mereka kembali kepada Tuhannya. Dan mereka mengatakan, "Wahai Tuhan kami, keluarkanlah kami,"

atau "Lindungi­lah kami dari neraka Jahannam.” Allah berfirman kepada mereka.”Bukankah tadi kalian mengatakan bahwa jika Aku perintahkan sesuatu kepada kalian, maka kalian akan taat kepada-Ku?" Maka Allah mengambil janji dari mereka

untuk hal tersebut, lalu berfirman, "Pergilah kalian ke neraka dan masuklah ke dalamnya!" Maka mereka pun berangkat. Dan ketika mereka melihat neraka, rasa takut menimpa mereka, lalu mereka kembali dan berkata, "Wahai Tuhan kami,

kami takut kepada neraka, dan kami tidak mampu memasukinya.” Lalu Allah berfirman, "Masuklah kalian ke dalam neraka dengan hina dina!' Nabi Saw. melanjutkan sabdanya: Seandainya mereka masuk ke dalam neraka pada yang pertama kali,

tentulah neraka menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagi mereka.Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa matan (teks) hadis ini tidak dikenal terkecuali melalui jalur ini. Mereka tidak meriwayatkannya dari Ayyub selain dari Abbad,

tidak pula dari Abbad selain Raihan ibnu Sa'id.Menurut kami, Ibnu Hibban telah menyebutnya di antara golongan orang-orang yang siqah dalam kitab siqah-nya. Yahya ibnu Mu'in dan Imam Nasai mengatakan bahwa dia (Raihan ibnu Sa'id)

orangnya tidak tercela, tetapi Imam Abu Daud tidak suka kepadanya. Abu Hatim menga­takan, Raihan ibnu Sa'id adalah seorang syekh (guru) yang hadisnya boleh ditulis, tetapi tidak dapat dijadikan sebagai hujah. Hadis keenam, diriwayatkan melalui Abu Sa'id alias Sa'd Ibnu Malik Ibnu Sinan Al-Khudri.


قَالَ الْإِمَامُ مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى الذُّهَلي: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ فُضَيْلِ بْنِ مَرْزُوقٍ، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْهَالِكُ فِي الْفَتْرَةِ وَالْمَعْتُوهُ والمولود: يقول الهالك فِي الْفَتْرَةِ: لَمْ يَأْتِنِي كِتَابٌ، وَيَقُولُ الْمَعْتُوهُ: رَبِّ، لَمْ تَجْعَلْ لِي عَقْلًا أَعْقِلُ بِهِ خَيْرًا وَلَا شَرًّا، وَيَقُولُ الْمَوْلُودُ: رَبِّ لَمْ أُدْرِكِ الْعَقْلَ فَتُرْفَعُ لَهُمْ نَارٌ فَيُقَالُ لَهُمْ: رِدُوهَا"، قَالَ: فَيَرِدُهَا مَنْ كَانَ فِي عِلْمِ اللَّهِ سَعِيدًا لَوْ أَدْرَكَ الْعَمَلَ، وَيُمْسِكُ عَنْهَا مَنْ كَانَ فِي عِلْمِ اللَّهِ شَقِيًّا لَوْ أَدْرَكَ الْعَمَلَ، فَيَقُولُ: إِيَّايَ عَصَيْتُمْ، فَكَيْفَ لَوْ أَنَّ رُسُلِي أَتَتْكُمْ؟ ".


Imam Muhammad ibnu Yahya Az Zuhali mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, dari Fudail ibnu Marzuq, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw, pernah bersabda:

Orang yang mati di masa fatrah dan orang yang akalnya kurang (sangat idiot) serta anak yang baru lahir (mengadu). Orang yang mati di masa fatrah berkata, "Tiada suatu kitab pun yang didatangkan kepadaku.”

Orang yang dungu berkata, "Wahai Tuhanku, Engkau tidak membekaliku dengan akal yang dengannya saya dapat membedakan hal yang baik dan hal yang buruk.” Anak yang baru lahir berkata, "Wahai Tuhanku,

saya masih belum mencapai usia balig.” Lalu diangkatlah neraka dari mereka, kemudian dikatakan kepada mereka, "Masuklah kalian ke dalam neraka!" Maka dihindarkanlah dari neraka orang-orang yang tercatat di dalam ilmu Allah

menjadi orang-orang yang berbahagia seandainya dia sempat beramal. Dan dibiarkan di neraka orang-orang yang menurut ilmu Allah menjadi orang yang celaka seandainya dia sempat beramal. Dan Allah berfirman

(kepada yang masuk neraka), "Kalian durhaka kepada-Ku, maka bagaimanakah kalian (jadinya) bila utusan-utusan-Ku datang kepada kalian?"Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari Muhammad ibnu Umar ibnu Hayyaj Al-Kufi,

dari Abdullah ibnu Musa, dari Fudail ibnu Marzuq dengan sanad yang sama. Kemudian ia mengatakan bahwa tidak dikenal riwayat ini melalui Abu Sa'id kecuali melalui jalur Fudail Ibnu Marzuq, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id. Dan di akhir riwayat ini disebutkan:


"فَيَقُولُ اللَّهُ: إِيَّايَ عَصَيْتُمْ فَكَيْفَ بِرُسُلِي بِالْغَيْبِ؟ "


Maka Allah berfirman, "Kalian durhaka kepada-Ku, maka ba­gaimanakah iman kalian kepada utusan-utusan-Ku yang telah tiada.”Hadis ketujuh, diriwayatkan melalui Mu'az ibnu Jabal r.a.


قَالَ هِشَامُ بْنُ عَمَّار وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُبَارَكِ الصُّورِيُّ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ وَاقِدٍ، عَنْ يُونُسَ بْنِ حَلْبَسٍ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، عَنْ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُؤْتَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِالْمَمْسُوخِ عَقْلًا وَبِالْهَالِكِ فِي الْفَتْرَةِ، وَبِالْهَالِكِ صَغِيرًا. فَيَقُولُ الْمَمْسُوخُ: يَا رَبِّ، لَوْ آتَيْتَنِي عَقْلًا مَا كَانَ مَنْ آتَيْتُهُ عَقْلًا بِأَسْعَدَ مِنِّي -وَذَكَرَ فِي الْهَالِكِ فِي الْفَتْرَةِ وَالصَّغِيرِ نَحْوَ ذَلِكَ-فَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: إِنِّي آمُرُكُمْ بِأَمْرٍ فَتُطِيعُونِي؟ فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، فَيَقُولُ: اذْهَبُوا فَادْخُلُوا النَّارَ -قَالَ: وَلَوْ دَخَلُوهَا مَا ضَرَّتْهُمْ-فَتَخْرُجُ عَلَيْهِمْ قَوَابِصُ، فَيَظُنُّونَ أَنَّهَا قَدْ أَهْلَكَتْ مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ، فَيَرْجِعُونَ سِرَاعًا، ثُمَّ يَأْمُرُهُمُ الثَّانِيَةَ فَيَرْجِعُونَ كَذَلِكَ، فَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: قَبْلَ أَنْ أَخْلُقَكُمْ عَلِمْتُ مَا أَنْتُمْ عَامِلُونَ، وَعَلَى عِلْمِي خَلَقْتُكُمْ، وَإِلَى عِلْمِي تَصِيرُونَ، ضُمِّيهِمْ، فَتَأْخُذُهُمُ النَّارُ"


Hisyam ibnu Ammar dan Muhammad ibnul Mubarak As-Suri mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Waqid, dari Yunus ibnu Jalis, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Mu'az ibnu Jabal, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

Kelak di hari kiamat dihadapkan seorang yang kurang akalnya, orang yang mati di masa fatrah, dan orang yang mati masih kecil. Maka berkatalah orang yang kurang akalnya, "Wahai Tuhanku, seandainya Engkau memberiku akal,

tentulah orang yang Engkau beri akal tidaklah lebih bahagia keadaannya daripada aku.” Kemudian orang yang meninggal dunia di masa fatrah dan orang yang meninggal dunia pada waktu masih berusia kecil (belum balig)

mengata­kan hal yang sama: Maka Tuhan yang Mahaagung lagi Mahamulia berfirman, "Se­sungguhnya Aku- akan memerintahkan sesuatu kepada kalian, apakah kalian akan taat kepada-Ku?” Mereka menjawab, "Ya." Allah berfirman,

"Pergilah dan masuklah kalian ke dalam neraka.” Nabi Saw. bersabda, "Seandainya mereka lang­sung masuk ke dalam neraka, tentulah neraka tidak akan membahayakan mereka.” Maka pijar-pijar api neraka keluar dari dalam neraka

menyambut mereka, sehingga mereka menduga bahwa neraka akan membinasakan segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah. Karena itulah maka mereka kembali dengan cepat. Kemudian Allah memerintahkan hal itu kepada mereka

untuk kedua kalinya, tetapi mereka kembali lagi sama dengan sebelumnya. Maka Tuhan berfirman, "Sebelumnya Aku menciptakan kalian, Aku mengetahui segala sesuatu yang akan kalian kerjakan. Penciptaan kalian

telah berada di dalam pengetahuan-Ku dan tempat kembali kalian telah berada di dalam pengetahuan-Ku. Hai neraka, Ambillah mereka!" Maka neraka mengambil mereka.Hadis kedelapan, diriwayatkan melalui Abu Hurairah.

Hadis ini telah disebutkan jauh sebelum ini, yang riwayatnya digabungkan menjadi satu dengan riwayat Al-Aswad ibnu Sari'. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui sahabat Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدانه ويُنَصِّرَانه ويُمَجِّسانه، كَمَا تُنْتِجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟ "


Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka hanya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau seorang Nasrani, atau seorang Majusi. Perihalnya sama dengan binatang ternak yang melahirkan anaknya,

dalam keadaan utuh, maka sudah barang tentu kalian tidak akan menjumpai adanya cacat tubuh pada anaknya.Di dalam riwayat lain disebutkan seperti berikut:


قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ صَغِيرًا؟ قَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ"


Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu tentang anak kecil yang meninggal dunia?" Rasulullah Saw. menjawab, "Allah lebih mengetahui apa yang bakal mereka kerjakan (bila dewasa).”


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَابِتٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ قُرَّة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ ضَمْرَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -فِيمَا أَعْلَمُ، شَكَّ مُوسَى-قَالَ: "ذَرَارِيُّ الْمُسْلِمِينَ فِي الْجَنَّةِ، يَكْفُلُهُمْ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ "


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sabit, dari Ata ibnu Qurrah, dari Abdullah ibnu Damrah, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw.

—menurut sepengetahuanku—(dalam hal ini Musa, salah seorang perawinya merasa ragu), bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Anak-anak kaum muslim berada di dalam surga, mereka dipelihara oleh Nabi Ibrahim a.s.

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Iyad ibnu Hammad, dari Rasulullah Saw., bahwa Allah Swt. telah berfirman:


"إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ وَفِي رِوَايَةٍ لِغَيْرِهِ "مُسْلِمِينَ".


Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif. Menurut riwayat lainnya disebutkan: dalam keadaan muslim.Hadis kesembilan, diriwayatkan melalui Samurah r.a. Al-Hafiz Abu Bakar Al-Barqani di dalam kitabnya

Al-Mustakhraj 'Alal Bukhari telah meriwayatkan melalui hadis Auf Al-A'rabi, dari Abu Raja Al-Utaridi, dari Samurah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:


"كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ" فَنَادَاهُ النَّاسُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَأَوْلَادُ الْمُشْرِكِينَ؟ قَالَ: "وَأَوْلَادُ الْمُشْرِكِينَ"


"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.” Maka orang-orang mengajukan pertanyaannya, "Wahai Rasulullah, bagai­manakah dengan anak-anak kaum musyrik?" Nabi Saw. bersabda, "Begitu pula anak-anak kaum musyrik.”


قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ الضَّبِّي، عَنْ عِيسَى بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ مَنْصُورٍ، عَنْ أَبِي رَجَاء، عَنْ سَمُرَةَ قَالَ: سَأَلْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَطْفَالِ الْمُشْرِكِينَ فَقَالَ: "هُمْ خَدَمُ أَهْلِ الْجَنَّةِ"


Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Makram Ad-Dabbi, dari Isa ibnu Syu'aib, dari Abbad ibnu Mansur, dari Abu Raja,

dari Samurah yang menceritakan, "Kami pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang anak-anak kaum musyrik, maka beliau Saw. bersabda: 'Mereka (akan menjadi) pelayan penghuni surga'.”Hadis kesepuluh, dari paman Khansa.


قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ: [حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، يَعْنِي الْأَزْرَقَ] ، أَخْبَرَنَا رَوْح، حَدَّثَنَا عَوْفٌ، عَنْ حَسْنَاءَ بِنْتِ مُعَاوِيَةَ مَنْ بَنِي صَرِيمٍ قَالَتْ: حَدَّثَنِي عَمِّي قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ: "النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ، وَالشَّهِيدُ فِي الْجَنَّةِ، وَالْمَوْلُودُ فِي الْجَنَّةِ، وَالْوَئِيدُ فِي الْجَنَّةِ


Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Khansa binti Mu'awiyah, dari Bani Sarim. Khansa mengatakan, pamannya telah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah bertanya

kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, siapa sajakah orang yang masuk surga itu?" Nabi Saw. menjawab: Nabi masuk surga, orang mati syahid masuk surga, anak yang baru lahir masuk surga, dan anak yang dikubur hidup-hidup

masuk surga.Di antara ulama ada yang tidak mengemukakan tanggapannya tentang mereka, yakni perkaranya terserah kepada Allah, karena berdasarkan hadis kedelapan. Ada pula ulama yang menetapkan bahwa mereka masuk surga

karena berdasarkan hadis Samurah ibnu Jundub di dalam kitab Sahih Bukhari yang menyebutkan tentang hadis mimpi Nabi Saw. Antara lain disebutkan di dalamnya bahwa ketika Nabi Saw. bersua dengan orang tua yang berada di bawah

sebuah pohon, sedangkan di sekitarnya terdapat banyak anak-anak. Maka Malaikat Jibril berkata kepada Nabi Saw., "Ini adalah Ibrahim a.s., sedang mereka (anak-anak) itu adalah anak-anak kaum muslim dan anak-anak kaum musyrik."

Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, termasuk juga anak-anak kaum musyrik?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, termasuk pula anak-anak kaum musyrik."Di antara ulama ada yang memastikan bahwa anak-anak kaum musyrik

dimasukkan ke dalam neraka, karena berdasarkan kepada sabda Nabi Saw. yang mengatakan: Mereka (anak-anak kaum musyrik) tinggal bersama orang tua-orang tuanya (yakni di dalam neraka).Sebagian ulama berpendapat bahwa

anak-anak kaum musyrik pada hari kiamat kelak diuji di tempat penantian. Barang siapa yang taat, masuk surga, lalu dibukakan ilmu Allah tentang mereka yang di dalamnya tercatat kebahagiaan bagi mereka. Dan barang siapa yang durhaka,

masuk neraka, lalu dibukakan ilmu Allah tentang nasib mereka di masa mendatang yang di dalamnya tercatat bahwa mereka termasuk orang-orang yang celaka (masuk neraka).Pandapat terakhir ini merupakan kesimpulan

dari gabungan semua dalil mengenainya. Hal ini telah dijelaskan oleh hadis-hadis tadi yang sebagian darinya memperkuat sebagian yang lain dan sekaligus sebagai bukti yang menguatkannya. Pendapat inilah yang diceritakan

oleh Syekh Abul Hasan Ali ibnu Ismail Al-Asy'ari, dari ulama ahli sunnah wal jama'ah. Dan pendapat ini pula yang didukung oleh Al-Hafiz, Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam Kitabul 'Itiqad; begitu pula oleh yang lainnya dari kalangan ahli tahqiq,

huffaz, dan para kritikus.Tetapi Syekh Abu Umar ibnu Abdul Bar An-Namiri sesudah mengetengahkan hadis-hadis mengenai ujian tadi mengatakan bahwa hadis-hadis mengenai bab ini kurang kuat dan tidak dapat dijadikan sebagai hujah.

Ahlul 'ilmi jelas menolak pendapat ini karena sesungguhnya kampung akhirat itu adalah kampung pembalasan, bukan kampung amal, bukan pula kampung ujian. Maka mana mungkin mereka dipaksa untuk masuk neraka,

padahal hal ini di luar kemampuan semua makhluk; dan tidak sekali-kali Allah membebankan kepada seseorang melainkan menurut kemampuannya.Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa hadis-hadis mengenai masalah ini

sebagian di antaranya ada yang sahih, seperti yang dinas-kan oleh kebanyakan para imam dan ulama. Di antaranya ada yang berpredikat hasan, ada juga yang berpredikat daif, tetapi menjadi kuat karena ada hadis sahih yang semakna

dengannya atau hadis hasan.Apabila hadis-hadis dalam satu bab berkaitan dan saling menguatkan satu sama lainnya sesuai dengan kriteria di atas; maka hadis-hadis tersebut dapat dijadikan sebagai hujah menurut orang-orang

yang merenungkannya secara mendalam.Adapun mengenai alasan yang mengatakan bahwa kampung akhirat adalah kampung pembalasan, tiada seorang pun yang meragukannya sebagai kampung pembalasan.

Tetapi hal ini tidaklah bertentangan dengan adanya beban taklif di tempat penantian sebelum masuk surga atau masuk neraka, seperti yang diriwayatkan oleh Syekh Abul Hasan Al-Asy'ari dari kalangan mazhab ahli sunnah wal jama'ah yang mengatakan bahwa adanya ujian bagi anak-anak. Allah Swt. telah berfirman:


{يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ}


Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk ber­sujud, (Al-Qalam: 42), hingga akhir ayat.Di dalam kitab-kitab sahih dan kitab-kitab lainnya disebutkan bahwa pada hari kiamat kelak orang-orang mukmin bersujud kepada Allah.

Dan bahwa orang-orang munafik tidak mampu melakukannya, melainkan punggungnya kembali tegak menjadi seperti sebuah papan yang berdiri tegak. Setiap kali ia hendak melakukan sujud, maka punggungnya menolak

dan kembali menjadi tegak, sejajar dengan tengkuknya.Di dalam kitab Sahihain disebutkan tentang seorang lelaki penghuni neraka yang paling akhir dikeluarkan dari neraka; Allah mengambil janji sumpahnya, bahwa ia tidak boleh meminta selain

dari apa yang diberikan kepadanya. Hal ini terjadi berkali-kali. Akhirnya Allah berfirman, "Hai anak Adam, betapa ingkar janjinya kamu." Lalu Allah mengizinkannya untuk masuk surga.Adapun mengenai pendapat yang mengatakan bahwa

mana mungkin Allah memerintahkan kepada mereka untuk masuk neraka, padahal hal itu di luar kemampuan mereka. Maka sesungguhnya hal ini tidaklah bertentangan dengan kesahihan hadis mengenainya, karena sesungguhnya

pada hari kiamat nanti Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk melewati sirat. Sirat adalah sebuah jembatan yang terletak di atas neraka Jahannam, yang bentuknya lebih kecil daripada sebilah rambut

dan lebih tajam daripada pedang.Orang-orang mukmin melewatinya sesuai dengan amal perbuatan masing-masing, ada yang seperti kilat dan angin yang menyambar, ada yang cepatnya seperti kuda dan kendaraan yang sangat kencang,

ada yang cepatnya seperti unta berjalan; dan di antara mereka ada yang berjalan kaki, ada pula yang berjalan biasa. Di antara mereka ada yang merangkak, ada pula yang merayap dengan tubuh yang penuh luka, lalu masuk ke dalam neraka.

Apa yang disebutkan di dalam hadis mengenai mereka yang diperin­tahkan untuk memasuki neraka bukanlah tidak lebih berat daripada apa yang disebutkan dalam hadis di atas. Bahkan apa yang disebutkan oleh hadis mengenai sirat

jauh lebih mengerikan dan lebih berat.Di dalam sunnah pun telah disebutkan bahwa kelak Dajjal membawa surga dan nerakanya sendiri. Pentasyri' memerintahkan kepada orang-orang yang beriman yang menjumpai masanya,

agar seseorang dari mereka meminum dari tempat yang kelihatannya seperti neraka; karena sesungguhnya kelak neraka itu akan menjadi dingin dan menjadi keselamatan baginya. Apa yang disebutkan dalam hadis ini semisal dengan hadis tadi

yang menyebutkan bahwa Allah memerintahkan kepada mereka untuk masuk neraka.Allah juga pernah memerintahkan kepada kaum Bani Israil untuk saling membunuh di antara sesama mereka. Lalu mereka saling membunuh,

sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lainnya hingga matilah semua orang yang diperintahkan untuk membunuh itu. Menurut suatu pendapat, dalam masa sehari telah terbunuh tujuh puluh ribu orang.

Seorang lelaki membunuh ayahnya dan saudaranya karena mereka berada dalam cuaca gelap gulita akibat mendung yang dikirimkan oleh Allah kepada mereka. Demikian itu terjadi atas mereka sebagai hukuman terhadap mereka

yang menyembah berhala anak sapi. Hal ini pun sangat berat dilakukannya, dan kenyataan ini tidaklah terbatas hanya pada hadis yang telah disebutkan di atas (mengenai perintah masuk neraka).Sebuah pasal

Apabila hal ini telah jelas, sesungguhnya para ulama masih memperselisihkan tentang anak-anak kaum musyrik. Ada dua pendapat di kalangan mereka.Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa mereka dimasukkan ke dalam surga.

Orang-orang yang berpendapat demikian beralasan dengan hadis Samurah yang mengatakan bahwa Nabi Saw. (dalam perjalanan Isra-nya) melihat anak-anak kaum muslim dan kaum musyrik ada bersama Nabi Ibrahim.

Juga beralasan dengan hadis yang diriwayat­kan oleh Ahmad melalui Khansa, dari pamannya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Anak yang baru lahir berada di dalam surga.Dalil ini memang sahih,

tetapi hadis-hadis yang menyebutkan adanya ujian di hari kiamat lebih khusus lagi daripada dalil ini. Anak yang menurut ilmu Allah kelak akan menjadi orang yang taat, rohnya di alam Barzakh bersama Nabi Ibrahim dan anak-anak kaum muslim

yang mati dalam keadaan fitrah (yakni masih anak-anak dan belum berusia balig). Dan anak yang menurut ilmu Allah kelak tidak taat, maka perkaranya diserah­kan kepada Allah Swt., dan kelak di hari kiamat ia akan di masukkan ke dalam neraka,

seperti apa yang di tunjukkan oleh hadis-hadis imtihan (ujian) yang dinukil oleh Al-Asy'ari dari kalangan ulama ahli sunnah.Kemudian mereka yang berpendapat bahwa anak-anak tersebut berada di dalam surga,

di antara anak-anak tersebut ada yang di jadikan hidup bebas di dalam surga, dan di antara mereka ada yang dijadikan sebagai pelayan-pelayan ahli surga; seperti yang disebutkan di dalam hadis Ali ibnu Zaid,

dari Anas yang ada pada Imam Abu Daud At-Tayalisi. Hadis ini daif.Kedua, yaitu yang mengatakan bahwa anak-anak kaum musyrik tinggal bersama ayah-ayah mereka, yakni di dalam neraka. Pendapat ini berdalilkan kepada apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal melalui Abul Mugirah:


حَدَّثَنَا عُتْبَةُ بْنُ ضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبَى قَيْسٍ مَوْلَى غُطَيْف، أَنَّهُ أَتَى عَائِشَةَ فَسَأَلَهَا عَنْ ذَرَارِيِّ الْكُفَّارِ فَقَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُمْ تَبَعٌ لِآبَائِهِمْ". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، بِلَا عَمَلٍ؟ فَقَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ"


telah menceritakan kepada kami Atabah ibnu Damrah ibnu Habib, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Qais maula Gatif, bahwa ia datang kepada Siti Aisyah, lalu bertanya kepadanya mengenai nasib anak-anak kaum Kuffar.

Maka Siti Aisyah menjawabnya dengan hadis Rasul Saw. yang mengatakan: "Mereka mengikuti kepada ayah-ayah mereka.” Saya (Aisyah) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah demikian sekalipun mereka tidak beramal?”

Rasulullah Saw. menjawab, "Allah lebih mengetahui tentang apa yang bakal mereka amalkan (bila terus hidup)."Imam Abu Daud mengetengahkan hadis ini melalui riwayat Muhammad ibnu Harb, dari Muhammad ibnu Ziyad Al-Ilhani;

ia pernah mendengar Abdullah ibnu Abu Qais mengatakan bahwa ia pernah mendengar Siti Aisyah menceritakan hadis berikut:


سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَرَارِيِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَ: "هُمْ مِنْ آبَائِهِمْ". قُلْتُ: فَذَرَارِيُّ الْمُشْرِكِينَ؟ قَالَ: "هُمْ مَعَ آبَائِهِمْ" قُلْتُ: بِلَا عَمَلٍ؟ قَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ"


Saya pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang nasib anak-anak kaum mukmin. Maka beliau Saw. menjawab, "Mere­ka ada bersama ayah-ayah mereka (yakni di dalam surga).” Saya bertanya lagi, "Bagaimanakah

dengan nasib anak-anak kaum musyrik?” Nabi Saw. menjawab, "Mereka tinggal bersama ayah-ayah mereka.” Saya bertanya, "Sekalipun tanpa amal?” Nabi Saw. menjawab, "Allah lebih mengetahui tentang apa yang bakal mereka kerjakan.”

Imam Ahmad telah meriwayatkan pula dari Waki', dari Abu Uqail Yahya ibnul Mutawakkil yang hadisnya berpredikat matruk (tidak dapat dipakai), dari tuan perempuannya (yaitu Bahiyyah),

dari Siti Aisyah, bahwa ia pernah menceritakan perihal anak-anak kaum musyrik kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda:


"إِنْ شِئْتِ أَسْمَعْتُكِ تَضَاغِيَهُمْ فِي النَّارِ"


Jika engkau suka, aku akan memperdengarkan suara tangisan mereka sedang berada di dalam neraka kepadamu.


قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْإِمَامِ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ فُضَيْلِ بْنِ غَزْوَانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُثْمَانَ، عَنْ زَاذَانَ عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَأَلَتْ خَدِيجَةُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ وَلَدَيْنِ لَهَا مَاتَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ: "هُمَا فِي النَّارِ". قَالَ: فَلَمَّا رَأَى الْكَرَاهِيَةَ فِي وَجْهِهَا [قَالَ] لَوْ رَأَيْتِ مَكَانَهُمَا لَأَبْغَضْتِهِمَا". قَالَتْ: فَوَلَدِي مِنْكَ؟ قَالَ: [قَالَ: "فِي الْجَنَّةِ". قَالَ: ثُمَّ قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ]. "إِنَّ الْمُؤْمِنِينَ وَأَوْلَادَهُمْ فِي الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الْمُشْرِكِينَ وَأَوْلَادَهُمْ فِي النَّارِ" ثُمَّ قَرَأَ: {وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ [أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ]}


Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, dari Muhammad ibnu Fudail ibnu Gazwan, dari Muhammad ibnu Usman, dari Zazan, dari Ali r.a. yang menceritakan bahwa Siti Khadijah

pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang anaknya yang mati di masa Jahiliah. Maka Nabi Saw. bersabda bahwa keduanya berada di dalam neraka. Ali r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa setelah kelihatan muka Khadijah murung

karena tidak suka, maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Seandainya engkau aku perlihatkan kedudukan keduanya (bila telah besar), tentulah kamu akan membenci keduanya." Siti Khadijah kembali bertanya,

"Maka bagaimanakah nasib anakku yang lahir dari kamu?" Nabi Saw. menjawab: Sesungguhnya orang-orang mukmin dan anak-anak mereka berada di dalam surga, dan sesungguhnya orang-orang musy­rik dan anak-anak mereka

berada di dalam neraka. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka. (Ath-Thur: 21)

Hadis ini garib, karena sesungguhnya di dalam sanadnya terdapat Muhammad ibnu Usman, sedangkan dia orangnya tidak dikenal; dan gurunya (yaitu Zazan) sesungguhnya tidak menjumpai masa sahabat Ali r.a.

Abu Daud telah meriwayatkan melalui hadis Ibnu Abu Zaidah, dari ayahnya, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"الْوَائِدَةُ وَالْمَوْءُودَةُ فِي النَّارِ".


Wanita yang menguburkan anak perempuannya hidup-hidup dan anaknya yang dikuburnya hidup-hidup, keduanya berada di dalam neraka.Kemudian Asy-Sya'bi mengatakan, "Hadis ini telah diriwayatkan kepada­ku oleh Alqamah,

dari Abu Wa-il, dari Ibnu Mas'ud." Hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Jama'ah, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Salamah ibnu Qais Al-Asyja'i yang mengata­kan, "Aku dan saudaraku datang kepada Nabi Saw.,

lalu kami bertanya, ' Sesungguhnya ibu kami telah meninggal dunia dimasa Jahiliah, padahal dahulu dia adalah seorang yang suka menghormati tamu, suka bersilatu­rahmi, tetapi ia pernah mengubur hidup-hidup saudara perempuannya yang belum balig di masa Jahiliah.' Maka Rasulullah Saw. bersabda:


"الْوَائِدَةُ وَالْمَوْءُودَةُ فِي النَّارِ، إِلَّا أَنْ تُدْرِكَ الْوَائِدَةُ الْإِسْلَامَ، فَتُسْلِمَ"


'Wanita yang mengubur hidup-hidup anak perempuan dan anak perempuan yang dikuburnya hidup-hidup (keduanya) berada di dalam neraka, terkecuali bila si wanita yang mengubur hidup-hidup anak perempuannya itu menjumpai masa Islam,

lalu masuk Islam'.”Sanad hadis ini hasan.Pendapat terakhir mengatakan bahwa segala sesuatunya diserahkan kepada Allah. Dengan kata lain, mereka bersikap abstain, dan mereka melandasi pendapatnya dengan hadis Nabi Saw.

yang mengatakan: Allah lebih mengetahui apa yang bakal mereka kerjakan.Hal ini di dalam kitab Sahihuin disebutkan melalui hadis Ja'far ibnu Abu Iyas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai anak-anak kaum musyrik. Beliau Saw. menjawab:


"اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ"


Allah lebih mengetahui apa yang bakal mereka kerjakan.Hal yang sama disebutkan pula dalam kitab Sahihain melalui hadis Az-Zuhri, dari Ata ibnu Yazid, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. Bahwa Nabi Saw.

pernah ditanya mengenai anak-anak kaum musyrik, maka beliau Saw. menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang bakal mereka kerjakan.Akan tetapi, di antara ulama ada yang berpendapat bahwa mereka dijadikan oleh Allah

untuk menghuni Al-A'raf (tembok-tembok yang tinggi yang membatasi antara surga dan neraka). Pendapat ini merujuk kepada pendapat yang mengatakan bahwa mereka termasuk ahli surga, karena sesungguhnya Al-A'raf bukanlah tempat

untuk menetap; dan tempat kembali para penduduknya tiada lain adalah surga, seperti apa yang telah dijelaskan di dalam tafsir surat Al-A'raf.Sebuah pasal Perlu diketahui bahwa perbedaan pendapat ini menyangkut anak-anak kaum musyrik.

Adapun anak-anak orang-orang mukmin, tidak ada perbe­daan pendapat di kalangan mereka mengenainya, seperti yang diceritakan oleh Abu Ya'la ibnul Farra Al-Hambali, dari Imam Ahmad yang mengata­kan bahwa tidak ada

perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang anak-anak kaum muslim, semua bersepakat bahwa mereka termasuk ahli surga. Pendapat inilah yang terkenal di kalangan orang-orang banyak, dan pendapat ini pulalah

yang dapat kita buktikan kebenarannya.Adapun mengenai apa yang disebutkan oleh Syekh Abu Umar ibnu Abdul Bar dari sebagian ulama, bahwa mereka bersikap abstain mengenai masalah ini dan menyerahkan nasib mereka

kepada kehendak Allah Swt., Abu Umar mengatakan bahwa pendapat ini dikatakan oleh sejumlah ulama dari kalangan ahli fiqih dan ahli hadis, antara lain Hammad ibnu Zaid, Hammad ibnu Salamah, Ibnul Mubarak, Ishak ibnu Rahawaih,

dan lain-lainnya. Mereka mengatakan bahwa pendapat ini mirip dengan apa yang digambarkan oleh Imam Malik di dalam kitab Muwatta '-nya dalam Abwabul Qadar, yakni hadis-hadis yang diketengahkannya dalam hal ini.

Pendapat ini pulalah yang dijadikan pegangan oleh murid-muridnya, padahal tiada suatu nas pun yang bersumber dari Imam Malik mengenai­nya. Akan tetapi, kalangan ulama terkemudian dari kalangan pengikutnya berpendapat

bahwa anak-anak dari kaum muslim berada di dalam surga, sedangkan anak-anak kaum musyrik khususnya berada dalam kehendak Allah. Demikianlah menurut Abu Umar, dan pendapat ini dinilai garib sekali.

Abu Abdullah Al-Qurtubi mengatakan hal yang semisal dengan pendapat di atas dalam kitabnya At-Tazkirah.Dalam masalah ini mereka menyebutkan pula hadis Aisyah binti Talhah, dari Aisyah Ummul Mu’minin yang menceritakan bahwa:


دُعِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى جِنَازَةِ صَبِيٍّ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، طُوبَى لَهُ عُصْفُورٌ مِنْ عَصَافِيرِ الْجَنَّةِ لَمْ يَعْمَلِ السُّوءَ وَلَمْ يُدْرِكْهُ، فَقَالَ: "أَوَ غَيْرَ ذَلِكَ يَا عَائِشَةُ، إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْجَنَّةَ وَخَلَقَ لَهَا أَهْلًا وَهُمْ فِي أَصْلَابِ آبَائِهِمْ، وَخَلَقَ النَّارَ وَخَلَقَ لَهَا أَهْلًا وَهُمْ فِي أَصْلَابِ آبائهم"


Nabi Saw. diundang untuk mengurusi jenazah seorang anak dari kalangan Ansar. Maka saya (Aisyah) berkata, "Wahai Rasulullah, beruntunglah anak ini, dia menjadi seekor burung pipit surga, tidak pernah melakukan suatu dosa

dan tidak pula menjumpainya." Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Aisyah, tidaklah demikian keadaannya. Sesungguhnya Allah menciptakan surga dan menciptakan pula penduduknya, sedangkan mereka masih berada di dalam tulang sulbi

bapak-bapak mereka. Dan Allah menciptakan neraka serta mencipta­kan pula penduduknya, sedangkan mereka masih berada di dalam tulang sulbi bapak-bapak mereka.Hadis riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud, Nasai, dan Ibnu Majah.

Mengingat pembahasan dalam masalah ini memerlukan dalil-dalil yang sahih lagi baik — sedangkan orang-orang banyak yang meng­utarakan pendapatnya mengenai masalah ini, padahal mereka tidak mempunyai pengetahuan dari pentasyri'

mengenainya—maka sejumlah ulama memakruhkan pembahasan masalah ini. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Al-Qasim ibnu Muhammad ibnu Abu Bakar As-Siddiq, Muhammad ibnul Hanafiyah, dan yang lainnya.

Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya telah mengetengahkan sebuah hadis dari Jarir ibnu Hazim; ia pernah mendengar Abu Raja Al-Utaridi mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas r.a. berkhotbah di atas mimbarnya seraya mengeluarkan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"لَا يَزَالُ أَمْرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ مُوَاتِيًا -أَوْ مُقَارِ

Surat Al-Isra |17:16|

وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا

wa iżaaa arodnaaa an nuhlika qoryatan amarnaa mutrofiihaa fa fasaquu fiihaa fa ḥaqqo 'alaihal-qoulu fa dammarnaahaa tadmiiroo

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu).

And when We intend to destroy a city, We command its affluent but they defiantly disobey therein; so the word comes into effect upon it, and We destroy it with [complete] destruction.

Tafsir
Jalalain

(Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu)

yakni orang-orang kaya yang dimaksud para pemimpinnya, yaitu untuk taat kepada Kami melalui lisan rasul-rasul Kami (tetapi mereka melakukan kefasikan di negeri itu)

maka menyimpanglah mereka dari perintah Kami (maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan Kami) azab Kami (kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya)

artinya Kami binasakan negeri itu dengan membinasakan penduduknya serta menghancurkan negerinya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 16 |

Ulama ahli qiraat berbeda pendapat sehubungan dengan bacaan lafaz amarna. Menurut qiraat yang terkenal dibaca takhfif (bukan ammarna). Dan kalangan ulama tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya.

Menurut salah satu pendapat, makna yang dimaksud ialah Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu dengan perintah takdir. Seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:


{أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلا أَوْ نَهَارًا}


tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang. (Yunus: 24)Dan firman Allah Swt.:


إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ


Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji. (Al-A'raf: 28)Mereka yang berpendapat demikian mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah menundukkan mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan

fahisyah, karenanya mereka berhak menerima azab-Nya.Menurut pendapat lain, Kami perintahkan mereka untuk mengerja­kan ketaatan, tetapi sebaliknya mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji,

karenanya mereka berhak mendapat hukuman. Demikianlah menurut riwayat ibnu Juraij, dari Ibnu Abbas, dan pendapat yang sama dikatakan pula oleh Sa'id ibnu Jubair.Ibnu Jarir mengatakan, barangkali makna yang dimaksud ialah

bahwa Allah menjadikan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu sebagai pemimpin mereka. Menurut kami, pendapat ini tiada lain berdasarkan qiraat yang membaca ayat ini dengan bacaan ammarna mittrafiha

(maka Kami jadikan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu sebagai pemimpin-pemimpinnya).Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Kami perintahkan kepada orang-orang

yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu. (Al-Isra: 16) Bahwa Kami jadikan orang-orang jahat mereka berkuasa, lalu mereka melakukan kedurhakaan

dan kerusakan di dalamnya. Bilamana mereka melakukan hal tersebut, Allah membinasakan mereka dengan azab-Nya. Tafsir ini semakna dengan firman-Nya:


{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا}


Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri pembesar-pembesar yang jahat. (Al-An'am: 123), hingga akhir ayat.Hal yang sama telah dikatakan oleh Abul Aliyah, Mujahid, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.Al-Aufi telah meriwayatkan

dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah),

tetapi mereka melakukan kedurha­kaan dalam negeri itu. (Al-Isra: 16) Yakni Kami perbanyak bilangan mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Qatadah.Diriwayatkan dari Malik, dari Az-Zuhri

sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu. (Al-Isra: 16) Maksudnya, Kami perbanyak bilangan mereka. Sebagian dari mereka berdalilkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang mengatakan,


حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو نَعَامَةَ الْعَدَوِيُّ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ بُدَيْل، عَنْ إِيَاسِ بْنِ زُهَيْرٍ، عَنْ سُوَيْد بْنِ هُبَيْرة، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَيْرُ مَالِ امْرِئٍ لَهُ مُهْرَةٌ مَأْمُورَةٌ أَوْ سِكَّةٌ مَأْبُورَةٌ".


telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im Al-Adawi, dari Muslim ibnu Badil, dari Iyas ibnu Zuhair, dari Suwaid ibnu Hubairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sebaik-baik harta

seseorang buat dirinya sendiri ialah kuda, dan ternak yang berkembang biak atau kebun karma cangkokan.Imam Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam di dalam kitabnya Al-Garib mengatakan bahwa al-ma'murah artinya yang banyak anaknya,

sedangkan as-sikkah artinya deretan pohon-pohon kurma yang ditanam rapi secara berbaris. Al-ma’burah berasal dari ta’bir, artinya cangkokan. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa sesungguhnya hal ini

dikemukakan secara tanasub (bersesuaian), sama seperti pengertian yang terdapat di dalam sabda Nabi Saw. yang mengatakan,


"مَأْزُورَاتٍ غَيْرَ مَأْجُورَاتٍ"


"Yang dibiarkan rimbun dan tidak dipangkas."

Surat Al-Isra |17:17|

وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِنْ بَعْدِ نُوحٍ ۗ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا

wa kam ahlaknaa minal-quruuni mim ba'di nuuḥ, wa kafaa birobbika biżunuubi 'ibaadihii khobiirom bashiiroo

Dan berapa banyak kaum setelah Nuh, yang telah Kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu Yang Maha Mengetahui, Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.

And how many have We destroyed from the generations after Noah. And sufficient is your Lord, concerning the sins of His servants, as Acquainted and Seeing.

Tafsir
Jalalain

(Dan sudah berapa banyak) telah banyak (Kami binasakan umat-umat) bangsa-bangsa (sesudah Nuh. Dan cukuplah Rabbmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya)

Dia mengetahui dosa-dosa mereka yang tersembunyi dan dosa-dosa mereka yang terang-terangan. Lafal bidzunuubi bertaalluq kepada lafal khabiiran dan bashiiran.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 17 |

Allah Swt. memperingatkan kaum Kuffar Quraisy yang mendustakan Rasul-Nya, Nabi Muhammad Saw.; bahwa Dia telah membinasakan umat-umat yang mendustakan rasul-rasul-Nya sesudah Nuh a.s. Ayat ini menunjukkan bahwa

generasi-generasi yang hidup di masa antara Adam dan Nuh a.s. memeluk agama Islam. Ibnu Abbas pemah mengata­kan bahwa antara Adam dan Nuh a.s. terdapat sepuluh generasi, yang semuanya memeluk agama Islam.

Dengan kata lain, ayat ini mengandung makna bahwa kamu sekalian, hai orang-orang yang mendustakan Rasul Saw., tidaklah lebih mulia bagi Allah daripada mereka. Kalian telah mendustakan rasul yang termulia dan makhluk yang paling ulama,

maka kalian lebih berhak mendapat hukuman daripada mereka (yang mendustakan rasul-rasul-Nya di masa lalu).Firman Allah Swt.:


{وَكَفَى بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا}


Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya. (Al-Isra: !7)Yakni Dia mengetahui semua amal perbuatan mereka, yang baik dan yang buruknya; tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah Swt. dari amal perbuatan mereka.

Surat Al-Isra |17:18|

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا

mang kaana yuriidul-'aajilata 'ajjalnaa lahuu fiihaa maa nasyaaa`u liman nuriidu ṡumma ja'alnaa lahuu jahannam, yashlaahaa mażmuumam mad-ḥuuroo

Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) Neraka Jahanam, dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.

Whoever should desire the immediate - We hasten for him from it what We will to whom We intend. Then We have made for him Hell, which he will [enter to] burn, censured and banished.

Tafsir
Jalalain

(Barang siapa yang menghendaki) dengan amalnya (kehidupan sekarang) yakni perkara duniawi (maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki)

lafal liman menjadi badal dari lafal lahuu yang juga disertai pengulangan huruf jar (dan Kami tentukan baginya) di akhirat kelak (neraka Jahanam; ia akan memasukinya)

dijebloskan ke dalamnya (dalam keadaan tercela) terhina (lagi terusir) dijauhkan dari rahmat Allah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 18 |

Tafsir ayat 18-19

Allah Swt. menyebutkan bahwa tidaklah setiap orang yang mencari duniawi dan kesenangan-kesenangannya dapat memperolehnya, melainkan dunia itu dapat diperoleh oleh orang yang dikehendaki oleh Allah untuk memperolehnya.

Makna ayat ini mengikat kemutlakan makna yang terdapat dalam ayat-ayat lainnya. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah mengatakan dalam firman-Nya:


{عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا}


maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam. (Al-Isra: 18)Yakni di akhirat kelak.


{يَصْلاهَا}


ia akan memasukinya. (Al-Isra: 18)Maksudnya, ia akan dimasukkan ke dalamnya sehingga neraka Jahannam meliputinya dari segala penjuru (yakni ia tenggelam di dalamnya).


{مَذْمُومًا}


dalam keadaan tercela. (Al-Isra: 18) Ia masuk ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan tercela. Hal itu sebagai balasan dari sepak terjang dan amal perbuatannya yang buruk, karena ia lebih memilih dunia daripada akhirat yang kekal.


{مَدْحُورًا}


lagi dalam keadaan terusir. (Al-Isra: 18)Yakni dijauhkan dari rahmat Allah lagi terhina dan terusir.


قَالَ الإمام أحمد: حدثنا حسين، حدثنا ذويد ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ زُرْعَة، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الدُّنْيَا دَارُ مَنْ لَا دَارَ لَهُ، وَمَالُ مَنْ لَا مَالَ لَهُ، وَلَهَا يَجْمَعُ مَنْ لَا عَقْلَ لَهُ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepada kami Ruwaid, dari Abu Ishaq, dari Zar'ah, dari Siti Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Dunia ini adalah rumah bagi orang yang tidak punya rumah, dan harta bagi orang yang tidak berharta, dan hanya karena dunialah orang yang tidak berakal menghimpunnya.Firman Allah Swt.:


{وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ}


Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat. (Al-Isra: 19)Yaitu menginginkan kampung akhirat berikut segala kenikmatan dan kegembiraan yang ada padanya.


{وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا}


berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh. (Al-Isra: 19)Maksudnya, dia mencari hal itu dengan menempuh jalannya dan selalu mengikuti Rasul Saw.


{وَهُوَ مُؤْمِنٌ}


sedangkan ia adalah mukmin. (Al-Isra: 19)Yakni hatinya beriman dan membenarkan adanya pahala dan pembalasan di hari akhirat.


{فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا}


maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (Al-Isra: 19)

Surat Al-Isra |17:19|

وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا

wa man aroodal-aakhirota wa sa'aa lahaa sa'yahaa wa huwa mu`minun fa ulaaa`ika kaana sa'yuhum masykuuroo

Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik.

But whoever desires the Hereafter and exerts the effort due to it while he is a believer - it is those whose effort is ever appreciated [by Allah].

Tafsir
Jalalain

(Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh) yakni ia beramal dengan amal yang dengannya ia berhak

untuk mendapatkan kehidupan akhirat (sedangkan ia adalah mukmin) kalimat ini berkedudukan menjadi hal (maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik)

di sisi Allah; artinya amalnya diterima oleh-Nya dan mendapat pahala dari-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 19 |

Penjelasan ada di ayat 18

Surat Al-Isra |17:20|

كُلًّا نُمِدُّ هَٰؤُلَاءِ وَهَٰؤُلَاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ ۚ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا

kullan numiddu haaa`ulaaa`i wa haaa`ulaaa`i min 'athooo`i robbik, wa maa kaana 'athooo`u robbika maḥzhuuroo

Kepada masing-masing (golongan), baik (golongan) ini (yang menginginkan dunia) maupun (golongan) itu (yang menginginkan akhirat), Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.

To each [category] We extend - to these and to those - from the gift of your Lord. And never has the gift of your Lord been restricted.

Tafsir
Jalalain

(Kepada masing-masing) dari kedua golongan itu (Kami membantu) memberikan bantuan (baik kepada golongan ini maupun golongan itu) kalimat ayat ini menjadi badal (dari)

bertaalluq kepada lafal numiddu (kemurahan Rabbmu) di dunia (Dan tiadalah kemurahan Rabbmu) di dunia ini (dapat dihalangi) artinya tiada seorang pun yang terhalang dari kemurahan-Nya itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 20 |

Tafsir ayat 20-21

Allah Swt. berfirman:


{كُلا}


Kepada masing-masing. (Al-Isra: 20)Maksudnya, kepada tiap-tiap orang dari kedua golongan itu, yakni golongan yang mengharapkan dunia dan golongan yang mengharapkan akhirat, Kami berikan bantuan kepadanya,


{مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ}


dari kemurahan Tuhanmu. (Al-Isra: 20)Yakni Dialah yang mengatur lagi memutuskan yang tidak pernah aniaya dalam keputusan-Nya. Maka Dia memberikan kepada tiap-tiap orang apa yang berhak diterimanya,

yakni nasib bahagia dan nasib celakanya. Tiada yang dapat menolak keputusan-Nya, tiada yang dapat mencegah apa yang diberikan-Nya, dan tiada yang dapat mengubah apa yang dike-hendaki-Nya. Karena itulah Allah Swt. berfirman dalam ayat selanjutnya:'


{وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا}


Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (Al-Isra: 20)Artinya, tiada seorang pun yang dapat mencegahnya dan tiada seorang pun yang dapat menolak apa yang dikehendaki-Nya.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (Al-Isra: 20) Bahwa yang dimaksud dengan mahzura ialah dikurangi.

Sedangkan menurut Al-Hasan dan lain-lainnya, makna yang dimaksud ialah dicegah.Dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:


{انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ}


Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). (Al-Isra: 21)Yaitu di dunia, sehingga di antara mereka ada yang kaya dan ada yang miskin serta ada yang berada di antara keduanya.

Di antara mereka ada yang tampan, ada yang buruk rupa, serta ada yang berada di antara keduanya. Di antara mereka ada yang mati dalam usia muda, ada yang diberi usia panjang sehingga berusia lanjut, serta ada pula yang ada di antara usia keduanya.


{وَلَلآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلا}


Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatannya dan lebih besar keutamaannya. (Al-Isra: 21)Dikatakan demikian karena perbedaan keadaan mereka di kampung akhi­rat jauh lebih mencolok daripada kedaan mereka ketika di dunia.

Di antara mereka ada yang tinggal di dasar neraka Jahannam dalam keadaan terbelenggu oleh rantai-rantainya, ada pula yang tinggal pada kedudukan yang tertinggi bergelimangan dengan kenikmatan dan kegembiraan.

Kemudian ahli neraka pun berbeda-beda pula tingkatan tempatnya, sebagaimana berbeda-bedanya tingkatan kedudukan ahli surga; karena sesungguhnya surga itu terdiri atas seratus derajat (tingkatan),

jarak antara satu tingkatan ke tingkat yang lainnya sama dengan jarak antara bumi dan langit. Di dalam kitab Sahihain disebutkan:


"إِنَّ أَهْلَ الدَّرَجَاتِ الْعُلَى لَيَرَوْنَ أَهْلَ عِلِّيِّينَ، كَمَا تَرَوْنَ الْكَوْكَبَ الْغَابِرَ فِي أُفُقِ السَّمَاءِ"


Sesungguhnya penduduk surga tingkatan tinggi, benar-benar dapat melihat penduduk surga 'Illiyyin (yang lebih tinggi darinya) sebagaimana kalian melihat bintang-bintang yang terletak jauh di ufuk langit.

Karena itulah dalam ayat ini di sebutkan oleh firman-Nya: Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatannya dan lebih besar keutamaannya. (Al-Isra: 21)Di dalam kitab Imam Tabrani melalui riwayat Zazan, dari Salman secara marfu' disebutkan hadis berikut:


«ما من عبد يريد أن يرتفع في الدنيا درجة فارتفع، إلا وضعه الله في الآخرة أكبر منها» ثم قرأ وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا.


Tiada seorang hamba (Allah) pun yang menginginkan diangkat satu tingkat kedudukannya di dunia ini, lalu ia ditinggikan, melainkan merendahkannya di akhirat nanti ketingkatan bawah yang lebih rendah dari itu.

Kemudian Salman membacakan firman-Nya: Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatannya dan lebih besar keutamaannya. (Al-Isra: 21)

Surat Al-Isra |17:21|

انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا

unzhur kaifa fadhdholnaa ba'dhohum 'alaa ba'dh, wa lal-aakhirotu akbaru darojaatiw wa akbaru tafdhiilaa

Perhatikanlah bagaimana Kami melebihkan sebagian mereka atas sebagian (yang lain). Dan kehidupan akhirat lebih tinggi derajatnya dan lebih besar keutamaannya.

Look how We have favored [in provision] some of them over others. But the Hereafter is greater in degrees [of difference] and greater in distinction.

Tafsir
Jalalain

(Perhatikanlah bagaimana kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain) dalam hal rezeki dan derajat (Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi)

lebih agung (kedudukannya dan lebih besar keutamaannya) daripada kehidupan dunia, oleh karenanya harus lebih dipentingkan dalam meraihnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 21 |

Penjelasan ada di ayat 20

Surat Al-Isra |17:22|

لَا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَخْذُولًا

laa taj'al ma'allohi ilaahan aakhoro fa taq'uda mażmuumam makhżuulaa

Janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau menjadi tercela dan terhina.

Do not make [as equal] with Allah another deity and [thereby] become censured and forsaken.

Tafsir
Jalalain

(Janganlah kamu adakan tuhan yang lain di samping Allah agar kamu tidak tercela dan terhina) artinya tidak ada yang menolongmu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 22 |

Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya. tetapi makna yang dimaksud ialah orang-orang yang terkena taklif di antara umatnya, yakni: "Hai orang mukallaf, janganlah kamu adakan sekutu bagi Tuhanmu dalam penyembahanmu kepada Dia."


{فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا}


agar kamu tidak menjadi tercela. (Al-Isra: 22) karena kamu mengadakan sekutu bagi Allah.


{مَخْذُولا}


dan tidak ditinggalkan (Allah). (Al-Isra: 22)Karena nanti Allah Swt. tidak akan menolongmu, bahkan Dia menyerahkanmu kepada sekutu yang kamu sembah itu bersama Allah, padahal sekutu Allah itu tidak dapat menimpakan mudarat

dan tidak dapat pula memberikan manfaat kepada dirimu. Karena sesungguhnya yang memiliki mudarat dan manfaat hanyalah Allah semata. Tiada sekutu bagi-Nya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ، حَدَّثَنَا بَشِيرُ بْنُ سَلْمَانَ، عَنْ سَيَّار أَبِي الْحَكَمِ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ -قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِالنَّاسِ لَمْ تُسَدَّ فَاقَتُهُ، وَمَنْ أَنْزَلَهَا بِاللَّهِ أَوْشَكَ اللَّهُ لَهُ بِالْغِنَى، إِمَّا أجَلٌ [عَاجِلٌ] وَإِمَّا غِنًى عَاجِلٌ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad Az-Zubairi. telah menceritakan kepada kami Basyir ibnu Sulaiman, dari Sayyar Abul Hakam, dari Tariq ibnu Syihab, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan

bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang mengalami suatu kebutuhan, lalu meminta tolong kepada manusia untuk menutupi kebutuhannya, maka kebutuhannya itu tidak akan dapat terpenuhi.

Dan barangsiapa yang mengalami suatu kebutuhan, lalu ia meminta tolong kepada Allah untuk menutupinya, maka Allah mengirimkan kepadanya kecukupan, adakalanya di masa mendatang, dan adakalanya kecukupan dikirimkan dengan segera.

Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Basyir ibnu Sulaiman dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan, sahih, garib.

Surat Al-Isra |17:23|

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

wa qodhoo robbuka allaa ta'buduuu illaaa iyyaahu wa bil-waalidaini iḥsaanaa, immaa yablughonna 'indakal-kibaro aḥaduhumaaa au kilaahumaa fa laa taqul lahumaaa uffiw wa laa tan-har-humaa wa qul lahumaa qoulang kariimaa

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.

And your Lord has decreed that you not worship except Him, and to parents, good treatment. Whether one or both of them reach old age [while] with you, say not to them [so much as], "uff," and do not repel them but speak to them a noble word.

Tafsir
Jalalain

(Dan telah memutuskan) telah memerintahkan (Rabbmu supaya janganlah) lafal allaa berasal dari gabungan antara an dan laa (kalian menyembah selain Dia dan)

hendaklah kalian berbuat baik (pada ibu bapak kalian dengan sebaik-baiknya) yaitu dengan berbakti kepada keduanya. (Jika salah seorang di antara keduanya sampai berumur lanjut

dalam pemeliharaanmu) lafal ahaduhumaa adalah fa`il (atau kedua-duanya) dan menurut suatu qiraat lafal yablughanna dibaca yablughaani dengan demikian

maka lafal ahaduhumaa menjadi badal daripada alif lafal yablughaani (maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan ah kepada keduanya) dapat dibaca uffin dan uffan;

atau uffi dan uffa; lafal ini adalah mashdar yang artinya adalah celaka dan sial (dan janganlah kamu membentak mereka) jangan kamu menghardik keduanya

(dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia) perkataan yang baik dan sopan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 23 |

Tafsir ayat 23-24

Allah Swt. memerintahkan (kepada hamba-hamba-Nya) untuk menyem­bah Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya. Kata qada dalam ayat ini me­ngandung makna perintah. Mujahid mengatakan sehubungan dengan mak­na firman-Nya,

"Waqada" bahwa makna yang dimaksud ialah memerin­tahkan. Hal yang sama dikatakan oleh Ubay ibnu Ka'b, Ibnu Mas'ud., dan Ad-Dahhak ibnu Muzahim; mereka mengartikannya, "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu

jangan menyembah selain Dia."Selanjutnya disebutkan perintah berbakti kepada kedua orang tua. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}


dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu. (Al-Isra: 23)Yakni Allah memerintahkan kepadamu untuk berbuat baik kepada ibu bapakmu. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ}


Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Luqman: 14)Adapun firman Allah Swt.:


{إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ}


Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan 'ah' kepada keduanya (Al-Isra: 23)

Artinya, janganlah kamu mengeluarkan kata-kata yang buruk kepada keduanya, sehingga kata 'ah' pun yang merupakan kata-kata buruk yang paling ringan tidak diperbolehkan.


{وَلا تَنْهَرْهُمَا}


dan janganlah kamu membentak mereka. (Al-Isra: 23)Yakni janganlah kamu bersikap buruk kepada keduanya, seperti apa yang dikatakan oleh Ata ibnu Abu Rabah sehubungan dengan makna firman-Nya:

dan janganlah kamu membentak mereka. (Al-Isra: 23) Maksudnya, janganlah kamu menolakkan kedua tanganmu terhadap keduanya.Setelah melarang mengeluarkan perkataan dan perbuatan buruk ter­hadap kedua orang tua,

Allah memerintahkan untuk berbuat baik dan bertutur sapa yang baik kepada kedua. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا}


dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Al-Isra: 23)Yaitu bertutur sapa yang baik dan lemah lembutlah kepada keduanya, serta berlaku sopan santunlah kepada keduanya dengan perasaan penuh hormat dan memuliakannya.


{وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ}


Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan. (Al-Isra: 24)Yakni berendah dirilah kamu dalam menghadapi keduanya.


{وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا}


dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka kedua­nya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Al-Isra: 24)Maksudnya, berendah diriiah kepada keduanya di saat keduanya telah berusia lanjut,

dan doakanlah keduanya dengan doa ini bilamana keduanya telah meninggal dunia. Ibnu Abbas mengatakan bahwa kemudian Allah menurunkan firman-Nya:


{مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى}


Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat.Hadis-hadis yang menyebutkan tentang berbakti

kepada kedua orang tua cukup banyak, antara lain ialah hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Anas dan lain-lainnya yang mengatakan bahwa pada suatu hari Nabi Saw. naik ke atas mimbar,

kemudian beliau mengucapkan kalimat Amin sebanyak tiga kali. Maka ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah yang engkau aminkan?" Maka Nabi Saw. menjawab:


"أَتَانِي جِبْرِيلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ رَغِمَ أَنْفُ امْرِئٍ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ، فَقُلْ: آمِينَ. فَقُلْتُ: آمِينَ. ثُمَّ قَالَ: رَغِمَ أَنْفُ امْرِئٍ دَخَلَ عَلَيْهِ شَهْرُ رَمَضَانَ ثُمَّ خَرَجَ وَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ، قُلْ: آمِينَ. فَقُلْتُ آمِينَ. ثُمَّ قَالَ: رَغِمَ أَنْفُ امْرِئٍ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ، قُلْ: آمِينَ. فَقُلْتُ: آمِينَ"


Jibril datang kepadaku, lalu mengatakan, "Hai Muhammad, terhinalah seorang lelaki yang namamu disebut di hadapannya, lalu ia tidak membaca salawat untukmu. Ucapkanlah 'Amin'.” Maka saya mengucapkan Amin lalu Jibril berkata lagi,

"Terhinalah seorang lelaki yang memasuki bulan Ramadan, lalu ia keluar dari bulan Ramadan dalam keadaan masih belum beroleh ampunan baginya. Katakanlah, 'Amin'.” Maka aku ucapkan Amin. Jibril melanjutkan perkataannya,

"Terhinalah seorang lelaki yang menjumpai kedua orang tuanya atau salah seorangnya, lalu keduanya tidak dapat memasukkannya ke surga. Katakanlah, 'Amin'.” Maka aku ucapkan Amin.Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هُشَيْم، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ زَيْدٍ، أَخْبَرَنَا زُرَارَة بْنُ أَوْفَى، عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحَارِثِ -رَجُلٍ مِنْهُمْ -أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ ضَمَّ يَتِيمًا بَيْنَ أَبَوَيْنِ مُسْلِمَيْنِ إِلَى طَعَامِهِ وَشَرَابِهِ حَتَّى يَسْتَغْنِيَ عَنْهُ، وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ الْبَتَّةَ، وَمَنْ أَعْتَقَ امْرَأً مُسْلِمًا كَانَ فَكَاكه مِنَ النَّارِ، يُجْزَى بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنْهُ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Zurarah ibnu Aufa, dari Malik ibnul Haris, dari seorang lelaki yang tidak disebutkan .namanya,

bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Barang siapa yang menjamin makan dan minum seorang anak yatim yang kedua orang tuanya muslim hingga anak yatim itu tidak lagi memerlukan jaminannya,

maka wajiblah surga bagi­nya. Barang siapa yang memerdekakan seorang budak muslim, maka akan menjadi tebusan baginya dari neraka, setiap anggo­ta tubuh budak itu membebaskan setiap anggota tubuhnya. Kemudian Imam Ahmad mengatakan:


حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، سَمِعْتُ عَلِيَّ بْنَ زَيْدٍ -فَذَكَرَ مَعْنَاهُ، إِلَّا أَنَّهُ قَالَ: عَنْ رَجُلٍ مِنْ قَوْمِهِ يُقَالُ لَهُ: مَالِكُ أَوِ ابْنُ مَالِكٍ، وَزَادَ: "وَمَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا فَدَخَلَ النَّارَ، فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ"


telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia pernah mendengar Ali ibnu Zaid mengatakan hadis ini, lalu Imam Ahmad menuturkan hadis yang semakna.

Hanya dalam riwayat ini disebutkan 'dari seorang lelaki dari kalangan kaumnya' yang dikenal dengan nama Malik atau Ibnu Malik, dan ditambahkan dalam riwayat ini: Barang siapa yang menjumpai kedua orang tuanya

atau salah seorang dari keduanya, lalu ia masuk neraka, maka ia adalah orang yang dijauhkan oleh Allah (dari rahmat-Nya).Hadis lainnya Imam Ahmad mengatakan:


حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى عَنْ مَالِكِ بْنِ عَمْرٍو الْقُشَيْرِيِّ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُسْلِمَةً فَهِيَ فِدَاؤُهُ مِنَ النَّارِ، مَكَانَ كُلِّ عَظْم مِنْ عِظَامِهِ مُحَرّره بِعَظْمٍ مِنْ عِظَامِهِ، وَمَنْ أَدْرَكَ أَحَدَ وَالِدَيْهِ ثُمَّ لَمْ يُغْفَرْ لَهُ فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، وَمَنْ ضَمَّ يَتِيمًا بَيْنَ أَبَوَيْنِ مُسْلِمَيْنِ إِلَى طَعَامِهِ وَشَرَابِهِ حَتَّى يُغْنِيَهُ اللَّهُ، وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ"


telah menceritakan kepada kami Affan, dari Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Zurarah ibnu Aufa, dari Malik ibnu Amr Al-Qusyairi bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

Barang siapa yang memerdekakan seorang budak muslim, maka akan menjadi tebusannya dari neraka, karena sesungguh­nya setiap tulang dari budak itu akan membebaskan setiap tulang (anggota tubuh)nya.

Dan barang siapa yang menjumpai salah seorang dari kedua orang tuanya, kemudian masih belum diberikan ampunan baginya, maka semoga ia dijauhkan oleh Allah (dari rahmat-Nya). Dan barang siapa yang menjamin

makan dan minum seorang anak yatim yang kedua orang tuanya muslim, hingga si anak yatim mendapat kecukupan dari Allah, maka wajiblah surga baginya.Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ وَمُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَتَادَةَ سَمِعْتُ زُرَارَةَ بْنَ أَوْفَى يُحَدِّثُ عَنْ أُبَيِّ بْنِ مَالِكٍ الْقُشَيْرِيِّ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا ثُمَّ دَخَلَ النَّارَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ، فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ وَأَسْحَقَهُ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj dan Muhammad ibnu Ja'far; keduanya mengatakan, telah menceri­takan kepada kami Syu'bah, dari Qatadah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar

Zurarah ibnu Aufa menceritakan hadis berikut dari Abu Malik Al-Qusyairi yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang menjumpai kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya,

kemudian ia masuk neraka sesudah itu, maka semoga ia dijauhkan dari (rahmat) Allah dan semoga Allah memhinasakannya."Abu Daud At-Tayalisi telah meriwayatkan dari Syu'bah dengan sanad yang sama, tetapi di dalamnya ada beberapa tambahan lainnya.Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، حَدَّثَنَا سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا عِنْدَ الْكِبَرِ وَلَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Awwanah, telah menceritakan kepada kami Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw.

yang telah bersabda: Terhinalah seorang lelaki, terhinalah seorang lelaki, terhinalah seorang lelaki yang menjumpai salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut dalam jaminan­nya, lalu ia tidak masuk surga.

Dari Jalur ini hadis berpredikat sahih, mereka tidak mengetengahkannya selain Imam Muslim melalui Hadis Abu Awwanah, dan Jarir, dan Suiaiman ibnu Bilal, dari Suhail dengan sanad yang sama.Hadis lainnya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رِبعيّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ -قال أحمد: وهو أخو إسماعيل بن عُلَيَّة، وَكَانَ يُفَضَّلُ عَلَى أَخِيهِ -عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَغِمَ أَنْفُ رِجْلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ! وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ شَهْرُ رَمَضَانَ، فَانْسَلَخَ قبل يُغْفَرَ لَهُ! وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ" قَالَ رِبْعِيٌّ: لَا أَعْلَمُهُ إِلَّا قَالَ: "أَحَدَهُمَا".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepa­da kami Rab'i ibnu Ibrahim (saudara Ismail ibnu Ulayyah, dia lebih utama daripada saudaranya), dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari Sa'id Ibnu Abu Sa'id,

dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Terhinalah seorang lelaki yang namaku disebut di hadapannya, lalu tidak membaca salawat untukku. Dan terhinalah seorang lelaki yang memasuki bulan Ramadan,

lalu keluar darinya, sedangkan ia masih belum mendapat ampunan baginya. Dan terhinalah seorang lelaki yang menjumpai kedua orang tuanya telah berusia lanjut dalam jaminannya, lalu kedua orang tuanya itu tidak dijadikannya

sebagai perantara buat dirinya untuk masuk surga.Rab'i mengatakan, "Saya merasa yakin bahwa dia (Abdur Rahman ibnu Ishaq) mengatakan pula, 'Atau salah seorang dari kedua orang tuanya'."

Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, dari Rab'i ibnu Ibrahim, kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa ditinjau dari jalur ini hadis berpredikat garib.Hadis lain.


وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الغَسِيل، حَدَّثَنَا أُسَيْدُ بْنُ عَلِيٍّ، عَنْ أَبِيهِ، عَلِيِّ بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ وَهُوَ مَالِكُ بْنُ رَبِيعَةَ السَّاعِدِيُّ، قَالَ: بَيْنَمَا أَنَا جَالِسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ بَقِيَ عَلَيَّ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ بَعْدَ مَوْتِهِمَا أَبَرُّهُمَا بِهِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، خِصَالٌ أَرْبَعٌ: الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا، وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا، وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا، وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا، وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا رَحِمَ لَكَ إِلَّا مِنْ قِبَلِهِمَا، فَهُوَ الَّذِي بَقِيَ عَلَيْكَ بَعْدَ مَوْتِهِمَا مِنْ بِرِّهِمَا"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceri­takan kepada kami Abdur Rahman ibnul Gasil, telah menceritakan kepada kami Usaid ibnu Ali. dari ayahnya,

dari Abu Ubaid, dari Abu Usail (yaitu Malik ibnu Rabi'ah As-Sa'idi) yang menceritakan, "Ketika saya sedang duduk di hadapan Rasulullah Saw., tiba-tiba datanglah seorang lelaki dari kalangan Ansar. Lalu lelaki itu bertanya, 'Wahai Rasulullah,

apakah masih ada jalan bagiku untuk berbakti kepada kedua orang tuaku sepeninggal keduanya?' Rasulullah Saw. menjawab: 'Ya, masih ada empat perkara, yaitu memohonkan rahmat bagi keduanya, memohonkan ampunan bagi keduanya,

melaksana­kan wasiat keduanya, dan menghormati teman-teman keduanya serta bersilaturahmi kepada orang yang tiada hubungan silaturahmi denganmu kecuali melalui kedua orang tuamu. Hal itulah yang masih tersisa bagimu

sebagai jalan baktimu kepada kedua orang tuamu sesudah mereka tiada'.”Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melaui hadis Abdur Rahman ibnu Sulaiman (yaitu Ibnul Gasil) dengan sanad yang sama.Hadis lainnya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ طَلْحَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ السَّلَمِيِّ؛ أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَدْتُ الْغَزْوَ، وَجِئْتُكَ أَسْتَشِيرُكَ؟ فَقَالَ: "فَهَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ؟ " قَالَ. نَعَمْ. فَقَالَ: "الْزَمْهَا. فَإِنَّ الْجَنَّةَ عِنْدَ رِجْلَيْهَا ثُمَّ الثَّانِيَةَ، ثُمَّ الثَّالِثَةَ فِي مَقَاعِدَ شَتَّى، كَمِثْلِ هَذَا الْقَوْلِ


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepa­da kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceri­takan kepadaku Muhammad ibnu Talhah ibnu Ubaid illah ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya,

dari Mu'awiyah ibnu Jahimah As-Sulami, bahwa Jahimah pernah datang kepada Nabi Saw. lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, saya ingin berangkat berperang (di jalan Allah), dan saya datang untuk meminta nasihat darimu." Rasulullah Saw.

balik bertanya, "Apakah kamu masih mempunyai ibu?" Jahimah menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bersabda: Rawatlah ibumu, karena sesungguhnya surga itu berada di bawah telapak kakinya. Kemudian diajukan pertanyaan yang serupa

dan jawaban yang serupa untuk kedua kalinya hingga ketiga kalinya di tempat-tempat yang berlainan. Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Juraij dengan sanad yang sama.Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا ابْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ بَحِير بْنُ سَعْدٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ، عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِ يَكْرِبَ الْكِنْدِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ يُوصِيكُمْ بِآبَائِكُمْ، إِنَّ اللَّهَ يُوصِيكُمْ بِأُمَّهَاتِكُمْ، إِنَّ اللَّهَ يُوصِيكُمْ بِأُمَّهَاتِكُمْ، إِنَّ اللَّهَ يُوصِيكُمْ بِأُمَّهَاتِكُمْ، إِنَّ اللَّهَ يُوصِيكُمْ بِالْأَقْرَبِ فَالْأَقْرَبِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Wahid, telah menceritakan kepada kami Ibnu Iyasy dari Yahya ibnu Sa'd, dari Khalid ibnu Ma'dan, dari Al-Miqdam ibnu Ma'di Kriba, dari Nabi Saw.

yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah telah menitipkan kepada kalian ayah-ayah kalian, sesungguhnya Allah telah menitipkan kepada kalian ibu-ibu kalian, sesungguhnya Allah telah menitipkan kepada kalian ibu-ibu kalian,

sesungguhnya Allah telah menitipkan kepada kalian ibu-ibu kalian, sesungguhnya Allah telah meni­tipkan kepada kalian keluarga kalian yang terdekat, kemudian yang dekat (hubungan) kekeluargaannya dengan kalian.Ibnu Majah telah mengetengahkannya melalui hadis Abdullah ibnu Iyasy dengan sanad yang sama.Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، عَنِ الْأَشْعَثِ بْنِ سُلَيْمٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي يَرْبُوعٍ قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعْتُهُ وَهُوَ يُكَلِّمُ النَّاسَ يَقُولُ: "يَدُ الْمُعْطِي [الْعُلْيَا] أُمَّكَ وَأَبَاكَ وَأُخْتَكَ وَأَخَاكَ، ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ"


Ahmad telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Asy'as ibnu Salim, dari ayahnya, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Yarbu' yang mengatakan bahwa

ia pernah datang kepada Nabi Saw. dan mendengarkan beliau sedang berbicara dengan orang-orang. Antara lain beliau bersabda: Orang yang paling utama menerima uluran tangan(mu) ialah ibumu, bapakmu, saudara perempuanmu,

saudara laki-lakimu, kemudian saudaramu yang terdekat, lalu yang dekat (denganmu).Hadis lain. Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad ibnu Amr ibnu Abdul Khaliq Al-Bazzar telah mengatakan di dalam kitab Musnad-nya,


حَدَّثَنَا إبراهيم ابن الْمُسْتَمِرِّ العُرُوقي، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ سُفْيَانَ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ لَيْثِ بْنِ أَبِي سُلَيْمٍ، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ مَرْثَدٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيدة، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ رَجُلًا كَانَ فِي الطَّوَافِ حَامِلًا أُمَّهُ يَطُوفُ بِهَا، فَسَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هَلْ أَدَّيْتُ حَقَّهَا؟ قَالَ: "لَا وَلَا بِزَفْرَةٍ وَاحِدَةٍ" أَوْ كَمَا قَالَ.


telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Mustamir Al-Aruqi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Abu Ja'far, dari Lais ibnu Abu Sulaim, dari Alqamah ibnu Marsad,

dari Sulaiman ibnu Buraidah, dari ayahnya, bahwa pernah ada seorang lelaki sedang menggendong ibunya sambil melakukan tawaf, lalu lelaki itu bertanya kepada Nabi Saw., "Apakah saya telah menunaikan haknya?" Nabi Saw. bersabda,

"Belum, masih belum menunaikannya barang sedikit pun," atau seperti apa yang dimaksud oleh sabdanya. Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengenal riwayat hadis ini melainkan melalui jalur ini." Menurut kami, Al-Hasan ibnu Ja'far orangnya berpredikat daif.

Surat Al-Isra |17:24|

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

wakhfidh lahumaa janaaḥaż-żulli minar-roḥmati wa qur robbir-ḥam-humaa kamaa robbayaanii shoghiiroo

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil."

And lower to them the wing of humility out of mercy and say, "My Lord, have mercy upon them as they brought me up [when I was] small."

Tafsir
Jalalain

(Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua) artinya berlaku sopanlah kamu terhadap keduanya (dengan penuh kesayangan) dengan sikap lemah lembutmu kepada keduanya

(dan ucapkanlah, "Wahai Rabbku! Kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana) keduanya mengasihaniku sewaktu (mereka berdua mendidik aku waktu kecil.").

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 24 |

Penjelasan ada di ayat 23

Surat Al-Isra |17:25|

رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا فِي نُفُوسِكُمْ ۚ إِنْ تَكُونُوا صَالِحِينَ فَإِنَّهُ كَانَ لِلْأَوَّابِينَ غَفُورًا

robbukum a'lamu bimaa fii nufuusikum, in takuunuu shooliḥiina fa innahuu kaana lil-awwaabiina ghofuuroo

Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu, jika kamu orang yang baik, maka sungguh, Dia Maha Pengampun kepada orang yang bertobat.

Your Lord is most knowing of what is within yourselves. If you should be righteous [in intention] - then indeed He is ever, to the often returning [to Him], Forgiving.

Tafsir
Jalalain

(Rabb kalian lebih mengetahui apa yang ada dalam hati kalian) apa yang terpendam di dalamnya berupa perasaan berbakti dan menyakiti (jika kalian orang-orang yang baik)

taat kepada Allah (maka sesungguhnya Dia kepada orang-orang yang bertobat) orang-orang yang kembali kepada Allah dengan berbuat taat kepada-Nya (Maha Pengampun)

terhadap apa yang telah mereka lakukan sehubungan dengan hak-hak kedua orang tua, yaitu berupa perbuatan yang menyakitkan lalu dengan segera mereka bertobat

dan tidak akan berbuat yang menyakitkan lagi kepada keduanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 25 |

Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna ayat ini menyangkut perihal seorang lelaki yang membuat kesalahan terhadap kedua orang tuanya, sedangkan dalam hatinya dia beranggapan tidak berdosa.

Menurut riwa­yat yang lain, tiada yang dia inginkan dengan perbuatannya itu melainkan hanya kebaikan belaka. Maka Allah Swt. berfirman:


{رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا فِي نُفُوسِكُمْ}


Tuhan kalian lebih mengetahui apa yang ada dalam hati kalian, jika kalian orang yang haik. (Al-Isra: 25)Firman Allah Swt.:


{فَإِنَّهُ كَانَ لِلأوَّابِينَ غَفُورًا}


Maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat. (Al-Isra: 25)Qatadah mengatakan bahwa makna awwabin ialah orang-orang yang taat, ahli salat. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna yang dimak­sud ialah

orang-orang yang selalu bertasbih. Dan menurut riwayat lainnya, dari Ibnu Abbas, orang-orang yang taat lagi berbuat baik.Sebagian di antara mereka (ulama) mengatakan bahwa mereka ada­lah orang-orang yang mengerjakan salat

di antara salat Magrib dan Isya.Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang gemar mengerjakan salat duha.Syu'bah telah meriwayatkan dari Yahya ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnul Musayyab sehubungan

dengan firman-Nya: maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat. (Al-Isra: 25) Yakni orang-orang yang mengerjakan dosa, lalu bertobat, kemudian mengerjakan dosa lagi dan bertobat pula sesudahnya.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Assauri, dan Ma'mar, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Ibnul Musayyab. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Al-Lais dan Ibnu Jarir dari Ibnul Musayyab.Ata ibnu Yasar

dan Sa'id ibnu Jubair serta Mujahid mengatakan, mereka adalah orang-orang yang kembali mengerjakan kebaikan.Mujahid telah meriwayatkan dari Ubaid ibnu Umair sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah

seseorang yang bila mengingat dosa-dosanya di tempat yang sepi, maka ia memohon ampun kepada Allah dari dosa-dosanya. Mujahid berpendapat sama dengan pendapat ini.Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Maslamah dari Amr ibnu Dinar, dari Ubaid ibnu Umar sehubungan dengan firman-Nya: Maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat (Al-Isra: 25) Ia beranggapan bahwa al-awwab artinya

orang-orang yang memelihara dirinya (dari perbuatan dosa) lagi selalu mengatakan, "Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas dosa yang aku lakukan di majelisku ini."Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang paling utama

sehubungan dengan makna ayat ini ialah pendapat orang yang mengatakan bahwa al-awwab ialah orang yang bertobat dari dosanya, lagi meninggalkan perbuatan maksiat dan kembali mengerjakan ketaatan,

dan meninggalkan semua yang dibenci oleh Allah, lalu mengerjakan apa yang disukai dan diridai-Nya. Pendapat inilah yang benar, karena lafaz al-awwab berakar dari al-aub yang artinya kembali. Dikatakan Aba Fulanun (si Fulan telah kembali/bertobat). Dan dalam firman Allah Swt. disebutkan:


{إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ}


Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka. (Al-Gasyiyah: 25)Di dalam hadis sahih dari Rasulullah Saw disebutkan bahwa Rasulullah Saw. apabila kembali dari perjalannya selalu mengucapkan doa berikut:


آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ، لِرَبِّنَا حَامِدُونَ"


Kami kembali dengan selamat seraya bertobat lagi menyembah-(Nya) dan hanya kepada Tuhanlah kami memuji.

Surat Al-Isra |17:26|

وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا

wa aati żal-qurbaa ḥaqqohuu wal-miskiina wabnas-sabiili wa laa tubażżir tabżiiroo

Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

And give the relative his right, and [also] the poor and the traveler, and do not spend wastefully.

Tafsir
Jalalain

(Dan berikanlah) kasihkanlah (kepada keluarga-keluarga yang dekat) famili-famili terdekat (akan haknya) yaitu memuliakan mereka dan menghubungkan silaturahmi kepada mereka

(kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros) yaitu menginfakkannya bukan pada jalan ketaatan kepada Allah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 26 |

Tafsir ayat 26-28

Setelah disebutkan tentang berbakti kepada kedua orang tua, maka diiringilah dengan sebutan tentang berbuat kebaikan kepada kaum kerabat dan bersilaturahmi. Di dalam sebuah hadis disebutkan:


"أُمَّكَ وَأَبَاكَ، ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ" وَفِي رِوَايَةٍ: "ثُمَّ الْأَقْرَبَ فَالْأَقْرَبَ".


(berbuat baiklah kamu) kepada ibumu, dan bapakmu, kemudian orang yang terdekat (kekerabatannya) denganmu, lalu orang yang dekat denganmu. Menurut riwayat yang lain disebutkan, "Kemudian kerabat yang terdekat (denganmu), lalu kerabat dekat." Di dalam hadis lain disebutkan pula:


"مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَجَلِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ"


Barang siapa yang menyukai diluaskan rezekinya dan diper­panjang usianya, hendaklah ia bersilaturahmi.Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami

Abu Yahya At-Taimi, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Marzuq, dari Atiyyah, dari ibnu Sa'id yang mengatakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan (yaitu firman-Nya): Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat

akan haknya. (Al-Isra: 26) Maka Rasulullah Saw. memanggil Siti Fatimah (putrinya), lalu beliau memberinya tanah Fadak. Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui ada seseorang yang meriwayatkan hadis ini

dari Fudail ibnu Marzuq selain Abu Yahya At-Taimi dan Humaid ibnu Hammad ibnul Khawwar." Dan hadis ini mengandung musykil sekiranya sanadnya berpredikat sahih, karena ayat ini Makiyyah; sedangkan Fadak baru dimenangkan

bersamaan dengan kemenangan atas tanah Khaibar, yaitu pada tahun ketujuh hijrah. Maka mana mungkin pendapat tersebut sealur dengan kenyataan sejarah.Sehingga dapat disimpulkan bahwa hadis ini berpredikat munkar,

dan yang lebih tepat ialah bila dikatakan bahwa hadis ini merupakan buatan golongan kaum Rafidah (salah satu sekte dari kaum Syi'ah).Pembahasan mengenai orang-orang miskin dan ibnu sabil telah kami sebutkan

secara panjang lebar di dalam tafsir surat Bara-ah (At-Taubah), sehingga tidak perlu diulangi lagi dalam tafsir surat ini.Firman Allah Swt.:


{وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا}


dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (harta kalian) secara boros. (Al-Isra: 26)Setelah perintah untuk memberi nafkah, Allah melarang bersikap berlebih-lebihan dalam memberi nafkah (membelanjakan harta),

tetapi yang dianjur­kan ialah pertengahan. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:


{وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا}


Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir. (Al-Furqan: 67), hingga akhir ayat.Kemudian Allah Swt. berfirman untuk menanamkan rasa antipati terhadap sikap pemborosan dan berlebih-lebihan:


{إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ}


Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan. (Al-Isra: 27)Yakni tindakan mereka serupa dengan sepak terjang setan, ibnu Mas'ud mengatakan bahwa istilah tab'zir berarti membelanjakan harta

bukan pada jalan yang benar. Hal yang sama dikatakan oleh ibnu Abbas. Mujahid mengatakan, "Seandainya seseorang membelanjakan semua hartanya dalam kebenaran, dia bukanlah termasuk orang yang boros.

Dan seandai­nya seseorang membelanjakan satu mud bukan pada jalan yang benar, dia termasuk seorang pemboros."Qatadah mengatakan bahwa tab'zir ialah membelanjakan harta di jalan maksiat kepada Allah Swt., pada jalan yang tidak benar, serta untuk kerusakan.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا لَيْث، عَنْ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبَى هِلَالٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ: أَتَى رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي ذُو مَالٍ كَثِيرٍ، وَذُو أَهْلٍ وَوَلَدٍ وَحَاضِرَةٍ، فَأَخْبِرْنِي كَيْفَ أُنْفِقُ وَكَيْفَ أَصْنَعُ؟ فَقَالَ: رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تُخْرِجُ الزَّكَاةَ مِنْ مَالِكَ، فَإِنَّهَا طُهْرَةٌ تُطَهِّرُكَ، وَتَصِلُ أَقْرِبَاءَكَ، وَتَعْرِفُ حَقَّ السَّائِلِ وَالْجَارِ وَالْمِسْكِينِ ". فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَقْلِلْ لِي؟ فَقَالَ: {وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا} فَقَالَ: حَسْبِي يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِذَا أَدَّيْتُ الزَّكَاةَ إِلَى رَسُولِكَ فَقَدْ بَرِئْتُ مِنْهَا إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولِهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نَعَمْ، إِذَا أَدَّيْتَهَا إِلَى رَسُولِي فَقَدْ بَرِئْتَ مِنْهَا، فَلَكَ أَجْرُهَا، وَإِثْمُهَا عَلَى مَنْ بَدَّلَهَا"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Khalid ibnu Yazid, dari Sa’id ibnu Abu Hilal, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mencerita­kan bahwa

seorang lelaki dari Bani Tamim datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah orang yang berharta banyak, beristri dan beranak serta mempunyai pelayan, maka berilah saya petunjuk

bagaimana cara yang seharusnya dalam memberi nafkah." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Kamu keluarkan zakat harta bendamu bila telah wajib zakat, karena sesungguhnya zakat menyucikan hartamu dan dirimu; lalu berilah,

kaum kerabatmu, dan jangan lupa akan hak orang yang meminta, tetangga, dan orang miskin. Lelaki itu bertanya, "Wahai Rasulullah, persingkatlah ungkapanmu kepa­daku.'" Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya:

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (Al-Isra: 26) Maka lelaki itu berkata,

"Wahai Rasulullah, apakah dianggap cukup bagiku bila aku menunaikan zakat kepada pesuruh ('amil)mu, dan aku terbebas dari zakat di hadapan Allah dan Rasul-Nya sesudah itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Ya. Apabila kamu menunaikan

zakatmu kepada pesuruhku, maka sesungguhnya kamu telah terbebas dari kewajiban zakat dan kamu mendapatkan pahalanya. Dan sesungguhnya yang berdosa itu adalah orang yang menyelewengkan Harta zakat.Firman Allah Swt.:


{إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ}


Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-sauda­ra setan. (Al-Isra: 27)Yaitu saudara setan dalam pemborosan, melakukan tindakan bodoh, dan tidak giat kepada Allah serta berbuat maksiat kepada-Nya. Dalam firman selanjurnya disebutkan:


{وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا}


dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Al-Isra: 27)Dikatakan demikian karena dia ingkar kepada nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya dan tidak mau mengerjakan amal ketaatan kepada-Nya, bahkan membalasnya dengan perbuatan durhaka dan melanggar perintah-Nya.Firman Allah Swt.:


{وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاءَ رَحْمَةٍ مِنْ رَبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُلْ لَهُمْ قَوْلا مَيْسُورًا}


Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu. (Al-Isra: 28), hingga akhir ayat.Dengan kata lain, apabila ada yang meminta kepadamu dari kalangan kaum kerabatmu dan orang-orang yang Kami anjurkan kamu

agar mem­beri mereka, sedangkan kamu dalam keadaan tidak mempunyai sesuatu pun yang kamu berikan kepada mereka, lalu kamu berpaling dari mereka karenanya.


{فَقُلْ لَهُمْ قَوْلا مَيْسُورًا}


maka katakanlah kepada mereka ucapan yang.pantas. (Al-Isra: 28)Maksudnya, berkatalah kepada mereka dengan kata-kata yang lemah lembut dan ramah; serta janjikanlah kepada mereka bahwa apabila kamu mendapat rezeki dari Allah,

maka kamu akan menghubungi mereka. Demikianlah menurut tafsir yang dikemukakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa’id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang sehubungan dengan makna firman-Nya:

maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas. (Al-Isra: 28) Bahwa yang dimaksud dengan qaulan maisuran ialah perkataan yang mengandung janji dan harapan.

Surat Al-Isra |17:27|

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

innal-mubażżiriina kaanuuu ikhwaanasy-syayaathiin, wa kaanasy-syaithoonu lirobbihii kafuuroo

Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.

Indeed, the wasteful are brothers of the devils, and ever has Satan been to his Lord ungrateful.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang pemboros itu adalah saudara-saudara setan) artinya berjalan pada jalan setan (dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya)

sangat ingkar kepada nikmat-nikmat yang dilimpahkan oleh-Nya, maka demikian pula saudara setan yaitu orang yang pemboros.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 27 |

Penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Isra |17:28|

وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاءَ رَحْمَةٍ مِنْ رَبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُلْ لَهُمْ قَوْلًا مَيْسُورًا

wa immaa tu'ridhonna 'an-humubtighooo`a roḥmatim mir robbika tarjuuhaa fa qul lahum qoulam maisuuroo

Dan jika engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang engkau harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang lemah lembut.

And if you [must] turn away from the needy awaiting mercy from your Lord which you expect, then speak to them a gentle word.

Tafsir
Jalalain

(Dan jika kamu berpaling dari mereka) artinya dari orang-orang yang telah disebutkan tadi, yaitu kaum kerabat yang dekat dan orang-orang lain sesudahnya,

dalam arti kata kamu masih belum mampu untuk memberi mereka akan hak-haknya (untuk memperoleh rahmat dari Rabbmu yang kamu harapkan)

artinya kamu masih mencari rezeki yang kamu harap-harapkan kedatangannya, kemudian setelah kamu mendapatkannya akan memberikan sebagian daripadanya kepada mereka

(maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas) yakni ucapan yang lemah lembut; seumpamanya kamu menjanjikan kepada mereka akan memberi jika rezeki telah datang kepadamu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 28 |

Penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Isra |17:29|

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا

wa laa taj'al yadaka maghluulatan ilaa 'unuqika wa laa tabsuth-haa kullal-basthi fa taq'uda maluumam maḥsuuroo

Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.

And do not make your hand [as] chained to your neck or extend it completely and [thereby] become blamed and insolvent.

Tafsir
Jalalain

(Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu) artinya janganlah kamu menahannya dari berinfak secara keras-keras; artinya pelit sekali

(dan janganlah kamu mengulurkannya) dalam membelanjakan hartamu (secara keterlaluan, karena itu kamu menjadi tercela) pengertian tercela ini dialamatkan kepada orang yang pelit

(dan menyesal) hartamu habis ludes dan kamu tidak memiliki apa-apa lagi karenanya; pengertian ini ditujukan kepada orang yang terlalu berlebihan di dalam membelanjakan hartanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 29 |

Tafsir ayat 29-30

Allah Swt. memerintahkan (kepada hamba-hamba-Nya) agar bersikap ekonomis dalam kehidupan, dan mencela sifat kikir; serta dalam waktu yang sama melarang sifat berlebihan.


{وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ}


Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu. (Al-Isra: 29)Dengan kata lain, janganlah kamu menjadi orang kikir dan selalu menolak orang yang meminta serta tidak pernah sekalipun memberikan sesuatu

kepada seseorang. Orang-orang Yahudi, semoga laknat Allah menimpa mereka, mengatakan bahwa tangan Allah terbelenggu. Maksud mereka ialah Allah bersifat kikir, padahal kenyataannya Allah Mahatinggi lagi Mahasuci, Mahamulia dan Maha Pemberi. Firman Allah Swt.:


{وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ}


dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. (Al-Isra: 29)Artinya janganlah kamu berlebihan dalam membelanjakan hartamu dengan cara memberi di luar kemampuanmu dan mengeluarkan biaya lebih dari pemasukanmu.


فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا


karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (Al-Isra: 29)Ungkapan ini termasuk ke dalam versi lifwan nasyr, yakni gabungan dari beberapa penjelasan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa jika kamu kikir,

maka kamu akan menjadi orang yang tercela; orang-orang akan mencela dan mencacimu serta tidak mau bergaul denganmu. Seperti yang dikatakan oleh Zuhair ibnu Abu Sulma dalam Mu'aliaqat-nya yang terkenal itu, yaitu:


وَمَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَيَبْخَلْ بِمَالِهِ ... عَلَى قَوْمِهِ يُسْتَغْنَ عَنْهُ وَيُذْمَمِ


Barang siapa yang berharta, lalu ia kikir dengan hartanya itu terhadap kaumnya, tentulah dia tidak digauli oleh mereka dan dicela.Dan manakala kamu membuka tanganmu lebar-lebar dengan memberi di luar kemampuanmu,

maka kamu akan menyesal karena tidak punya sesuatu lagi yang akan kamu belanjakan Perihalnya sama dengan hewan yang tidak kuat lagi melakukan perjalanan, maka ia berhenti karena lemah dan tidak mampu.

Hewan yang berspesifikasi demikian dinamakan hasir, yakni hewan yang kelelahan. Pengertian ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:


{فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ}


Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemu­kan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun

dalam keadaan payah. (Al-Mulk: 3-4)Yang dimaksud dengan hasir ialah lemah, tidak dapat melihat adanya cela.Makna yang dimaksud oleh ayat ini ditafsirkan dengan pengertian kikir dan berlebih-lebihan, menurut ibnu Abbas, Al-Hasan,

Qatadah, Ibnu Juraij, Ibnu Zaid, dan yang lainnya. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:


"مَثَلُ الْبَخِيلِ وَالْمُنْفِقِ، كَمَثَلِ رَجُلَيْنِ عَلَيْهِمَا جُبَّتَانِ مِنْ حَدِيدٍ مِنْ ثَدْيَيْهِمَا إِلَى تَرَاقِيهِمَا. فَأَمَّا الْمُنْفِقُ فَلَا يُنْفِقُ إِلَّا سَبَغَت -أَوْ: وَفَرَتْ -عَلَى جِلْدِهِ، حَتَّى تُخفي بَنَانَهُ وَتَعْفُوَ أَثَرَهُ. وَأَمَّا الْبَخِيلُ فَلَا يُرِيدُ أَنْ يُنْفِقَ شَيْئًا إِلَّا لَزِقَتْ كُلُّ حَلْقَةٍ مَكَانَهَا، فَهُوَ يُوَسِّعُهَا فَلَا تَتَّسِعُ".


Perumpamaan orang yang kikir dan orang yang dermawan ialah sama dengan dua orang lelaki yang keduanya memakai jubah besi mulai dari bagian dada sampai ke b'agian bawah lehernya. Adapun orang yang dermawan,

maka tidak sekali-kali ia mengeluarkan nafkah melainkan jubah besinya itu terasa makin lebar atau longgar sehingga semua jarinya tersembunyi dan tidak kelihatan. Adapun orang yang kikir, maka tidak sekali-kali dia bermaksud

hendak membelanjakan sesuatu melainkan setiap lekukan dari jubah besinya menempel pada tempatnya; sedangkan dia berupaya untuk melonggar-kannya, tetapi baju besinya tidak mau longgar.

Demikianlah menurut lafaz hadis yang diketengahkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab zakatnya.Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Hisyam ibnu Urwah, dari istrinya (yaitu Fatimah bintil Munzir), dari neneknya (yaitu Asma binti Abu Bakar) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"أَنَفِقِي هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا، وَلَا تُوعِي فَيُوعي اللَّهُ عَلَيْكِ، وَلَا تُوكِي فَيُوكِيَ اللَّهُ عَلَيْكِ" وَفِي لَفْظٍ: "وَلَا تُحصي فَيُحْصِيَ اللَّهُ عَلَيْكِ"


Berinfaklah dengan cara anu dan anu dan anu, dan janganlah kamu mengingat-ingatnya, karena Allah akan membalasmu karena Allah akan membalas menghitung-hitungnya pula. Menurut lafaz lain disebutkan:

Janganlah kamu menghitung-hitungnya, karena Allah akan membalas memperhitungkannya terhadapmu.Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui jalur Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"إِنَّ اللَّهَ قَالَ لِي: أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ"


Sesungguhnya Allah telah berfirman kepadaku, "Berinfaklah kamu! Maka Aku akan menggantikannya kepadamu.”Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui jalur Mu'awiyah ibnu Abu Mazrad, dari Sa'id ibnu Yasar, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا وَمَلَكَانِ يَنْزِلَانِ مِنَ السَّمَاءِ يَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَيَقُولُ الْآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا"


Tiada suatu hari pun yang padanya hamba-hamba Allah berpagi hari melainkan terdapat dua malaikat yang turun dari langit. Salah seorang yang mengatakan, "Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfak.”

Sedangkan malaikat yang lain­nya mengatakan, "Ya Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang kikir.”Imam Muslim telah meriwayatkan hadis berikut ini dari Qutaibah, dari Ismail ibnu Ja'far, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu’ yaitu:


"مَا نَقَصَ مَالٌ مِنْ صَدَقَةٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَنْ تَوَاضَعَ لِلَّهِ رَفَعَهُ اللَّهُ"


Tiada harta benda yang berkurang karena bersedekah, dan tidak sekali-kali Allah menambahkan kepada orang yang berin­fak melainkan kemuliaannya. Dan barang siapa yang berendah diri karena Allah,

Allah pasti mengangkatnya (meninggikannya).Di dalam hadis Abu Kasir disebutkan hadis berikut dari Abdullah ibnu Umar secara marfu':


"إِيَّاكُمْ والشُّح، فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، أَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فَبَخِلُوا، وَأَمَرَهُمْ بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا، وَأَمَرَهُمْ بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوا"


Waspadalah kalian terhadap sifat kikir, karena sesungguhnya telah binasalah orang-orang yang sebelum kalian karena mere­ka menganjurkan kepada kekikiran, lalu mereka menjadi kikir. Dan mereka menganjurkan

memutuskan tali silaturahmi, lalu mereka memutuskannya. Dan mereka menganjurkan kepada perbuatan maksiat, lalu mereka bermaksiat.Imam Baihaqi telah meriwayatkan melalui jalur Sa'dan ibnu Nasr, dari Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari ayahnya yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"مَا يُخْرِجُ رَجُلٌ صَدَقَةً، حَتَّى يَفُكَّ لَحْيَى سَبْعِينَ شَيْطَانًا"


Tidak sekali-kali seseorang mengeluarkan suatu sedekah, melainkan terlepaslah (karenanya) rahang tujuh puluh setan.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah Al-I laddad,

telah menceritakan kepada kami Sikkin ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"مَا عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ"


Tidak akan jatuh miskin orang yang berhemat. Firman Allah Swt.:


{إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ}


Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. (Al-Isra: 30)Ayat ini memerintahkan bahwa Allah Swt. adalah Tuhan Yang Memberi rezeki dan yang Menyempitkannya.

Dia pulalah yang mengatur rezeki makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Untuk itu Dia menjadikan kaya orang yang Dia sukai, dan menjadikan miskin orang yang Dia kehendaki, karena di dalamnya terkandung hikmah

yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:


{إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا}


sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Al-Isra: 30)Artinya Dia Maha Melihat iagi Maha Mengetahui siapa yang berhak menjadi kaya dan siapa yang berhak menjadi miskin. Di dalam sebuah hadis disebutkan seperti berikut:


"إِنَّ مِنْ عِبَادِي مَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا الْفَقْرُ، وَلَوْ أَغْنَيْتُهُ لَأَفْسَدْتُ عَلَيْهِ دِينَهُ، وَإِنَّ مِنْ عِبَادِي لَمَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا الْغِنَى، وَلَوْ أَفْقَرْتُهُ لَأَفْسَدْتُ عَلَيْهِ دِينَهُ".


Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku benar-benar terdapat orang yang tidak layak baginya kecuali hanya miskin. Seandainya Aku jadikan dia kaya, niscaya kekayaannya itu akan merusak agamanya. Dan sesungguhnya

di antara hamba-hamba-Ku benar-benar terdapat orang yang tidak pantas baginya kecuali hanya kaya. Seandainya Aku jadikan dia miskin, tentulah kemiskinan itu akan merusak agamanya.Adakalanya kekayaan itu pada sebagian manusia

merupakan suatu istidraj baginya (yakni pembinasaan secara berangsur-angsur), dan adakalanya kemiskinan itu merupakan suatu hukuman dari Allah. Semoga Allah melindungi kita dari kedua keadaan tersebut.

Surat Al-Isra |17:30|

إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا

inna robbaka yabsuthur-rizqo limay yasyaaa`u wa yaqdir, innahuu kaana bi'ibaadihii khobiirom bashiiroo

Sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki), sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat hamba-hamba-Nya.

Indeed, your Lord extends provision for whom He wills and restricts [it]. Indeed He is ever, concerning His servants, Acquainted and Seeing.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Rabbmu melapangkan rezeki) meluaskannya (kepada siapa yang Dia kehendaki dan membatasinya) menyempitkannya kepada siapa yang Dia kehendaki

(sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya) mengetahui apa yang tersembunyi dan apa yang terlahirkan tentang diri mereka

karena itu Dia memberi rezeki kepada mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 30 |

Penjelasan ada di ayat 29

Surat Al-Isra |17:31|

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا

wa laa taqtuluuu aulaadakum khosy-yata imlaaq, naḥnu narzuquhum wa iyyaakum, inna qotlahum kaana khith`ang kabiiroo

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar.

And do not kill your children for fear of poverty. We provide for them and for you. Indeed, their killing is ever a great sin.

Tafsir
Jalalain

(Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian) dengan menguburnya hidup-hidup (karena takut) merasa ngeri (kemiskinan) menjadi melarat

(Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu kesalahan) dosa (yang besar) teramat besar.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 31 |

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Swt. lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada orang tua kepada anaknya, karena Dia melarang membunuh anak-anak; dan dalam kesempatan yang lain

Allah memerin­tahkan kepada orang tua agar memberikan warisannya kepada anak-anaknya. Di masa Jahiliah orang-orang tidak memberikan warisan kepada anak-anak perempuannya, bahkan ada kalanya

seseorang membunuh anak perempuannya agar tidak berat bebannya. Karena itulah maka Allah Swt. melarang perbuatan itu melalui firman-Nya:


{وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ}


Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan. (Al-Isra: 31)Yakni takut berakibat jatuh miskin di masa mendatang. Karena itulah dalam firman selanjutnya diprioritaskan penyebutan tentang rezeki anak-anak mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ}


Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kalian. (Al-Isra: 31)Dengan kata lain, khitab dalam ayat ini ditujukan kepada orang yang mampu, yakni Kamilah yang memberi rezeki mereka dan juga rezeki ka­lian.

Lain halnya dengan apa yang disebutkan di dalam surat Al-An'am, khitab-nya ditujukan kepada orang miskin. Allah Swt. telah berfirman:


{وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ مِنْ إِمْلاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ}


Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka. (Al-An'am: 151)Adapun firman Allah Swt.:


{إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا}


Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (Al-Isra: 31)Maksudnya, perbuatan dosa besar. Sebagian ulama membacanya khata-an kabiran, tetapi maknanya sama.

Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa ia pernah berta­nya kepada Rasulullah Saw.,


قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: "أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ". قُلْتُ:ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: "أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: "أَنْ تُزَانِيَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ"


"Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?" Rasulullah Saw. menjawab: Bila kamu mengadakan tandingan bagi Allah, padahal Dialah yang menciptakan kamu. Ia bertanya lagi, "Kemudian dosa apa lagi?" Rasulullah Saw.

menjawab: Bila kamu membunuh anakmu karena takut dia makan bersamamu. Ia bertanya lagi, "Kemudian dosa apa lagi?" Rasulullah Saw. menjawab: Bila kamu berbuat zina dengan istri tetanggamu.

Surat Al-Isra |17:32|

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

wa laa taqrobuz-zinaaa innahuu kaana faaḥisyah, wa saaa`a sabiilaa

Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.

And do not approach unlawful sexual intercourse. Indeed, it is ever an immorality and is evil as a way.

Tafsir
Jalalain

(Dan janganlah kalian mendekati zina) larangan untuk melakukannya jelas lebih keras lagi (sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji)

perbuatan yang buruk (dan seburuk-buruknya) sejelek-jelek (jalan) adalah perbuatan zina itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 32 |

Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya berbuat zina, begitu pula mende­katinya dan melakukan hal-hal yang mendorong dan menyebabkan terjadi­nya perzinaan.


{وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً}


Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. (Al-Isra: 32)Yakni dosa yang sangat besar.


{وَسَاءَ سَبِيلا}


Dan suatu jalan buruk. (Al-Isra: 32)Perbuatan zina merupakan bal yang paling buruk.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، حَدَّثَنَا سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: إِنَّ فَتًى شَابًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ائْذَنْ لِي بِالزِّنَا. فَأَقْبَلَ الْقَوْمُ عَلَيْهِ فَزَجَرُوهُ، وَقَالُوا: مًهْ مَهْ. فَقَالَ: "ادْنُهْ". فَدَنَا مِنْهُ قَرِيبًا فَقَالَ اجْلِسْ". فَجَلَسَ، قَالَ: "أَتُحِبُّهُ لِأُمِّكَ؟ " قَالَ: لَا وَاللَّهِ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ. قَالَ: "وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأُمَّهَاتِهِمْ". قَالَ: "أَفَتُحِبُّهُ لِابْنَتِكَ"؟ قَالَ: لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ. قَالَ: "وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِبَنَاتِهِمْ"، قَالَ: "أَتُحِبُّهُ لِأُخْتِكَ"؟ قَالَ: لَا وَاللَّهِ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ. قَالَ: "وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأَخَوَاتِهِمْ"، قَالَ: "أَفَتُحِبُّهُ لِعَمَّتِكَ"؟ قَالَ: لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ. قَالَ: "وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِعَمَّاتِهِمْ" قَالَ: "أَفَتُحِبُّهُ لِخَالَتِكَ"؟ قَالَ: لَا وَاللَّهِ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ. قَالَ: "وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِخَالَاتِهِمْ" قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ وَقَالَ: "اللَّهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ" قَالَ: فَلَمْ يَكُنْ بَعْدَ ذَلِكَ الْفَتَى يَلْتَفِتُ إِلَى شَيْءٍ


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Jarir, telah menceritakan kepada kami Salim ibnu Amir, dari Abu Umamah, bahwa pernah ada seorang pemuda datang

kepada Nabi Saw., lalu pemuda itu bertanya, "Wahai Rasulullah, izinkanlah aku berbuat zina." Maka kaum yang hadir memusatkan pandangan mereka ke arah pemuda itu dan menghardiknya seraya berkata, "Diam kamu, diam kamu!"

Rasulullah Saw. bersabda, "Dekatkanlah dia kepadaku." Maka pemuda itu mendekati Rasulullah Saw. dalam jaraknya yang cukup dekat, lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Duduklah!" Pemuda itu duduk, dan Nabi Saw. bertanya kepadanya,

"Apakah kamu suka perbuatan zina dilakukan terhadap ibumu?" Pemuda itu menjawab, "Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu." Rasulullah Saw. bersabda, "Orang lain pun tentu tidak suka hal tersebut

di lakukan terhadap ibu-ibu mereka." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah kamu suka bila perbuatan zina dilakukan terhadap anak perempuanmu?" Pemuda itu menjawab, 'Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah, semoga diriku menjadi tebusanmu.

" Rasulul­lah Saw. bersabda menguatkan, "Orang-orang pun tidak akan suka bila hal itu dilakukan terhadap anak-anak perempuan mereka." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah kamu suka bila perbuatan zina dilakukan terhadap

saudara perempuanmu?" Pemuda itu menjawab, "Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu." Rasulullah Saw. bersabda menguatkan, "Orang lain pun tidak akan suka bila hal tersebut dilakukan

terhadap saudara perempuan mereka." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah kamu suka bila perbuatan zina dilakukan terhadap bibi (dari pihak ayah)mu?" Pemuda itu menjawab, "Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku

sebagai tebusanmu." Rasulullah Saw. bersabda, "Orang lain pun tidak akan suka bila perbuat­an itu dilakukan terhadap bibi (dari pihak ayah) mereka." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah kamu suka bila perbuatan zina dilakukan terhadap bibi

(dari pihak ibu)mu? Pemuda itu menjawab, "Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu." Rasulullah Saw. bersabda, "Orang lain pun tidak akan suka bila hal itu dilakukan terhadap bibi (dari pihak ibu) mereka.

" Kemudian Rasulullah Saw. meletakkan tangannya ke dada pemuda itu seraya berdoa: Ya Allah, ampunilah dosanya dan bersihkanlah hatinya serta peliharalah farjinya. Maka sejak saat itu pemuda tersebut tidak lagi menoleh kepada perbuatan zina barang sedikit pun.


قَالَ ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا: حَدَّثَنَا عَمَّارُ بْنُ نَصْرٍ، حَدَّثَنَا بَقيَّةُ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ، عَنْ الْهَيْثَمِ بن مالك الطائي، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ الشرك أعظم عند الله من نطفة وَضَعَهَا رَجُلٌ فِي رَحِمٍ لَا يَحِلُّ لَهُ"


Ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnu Nasr, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Abu Bakar ibnu Abu Maryam dari Al-Haisam ibnu Malik At-Ta-i, dari Nabi Saw.

yang telah bersabda: Tiada suatu dosa pun sesudah mempersekutukan Allah yang lebih besar di sisi Allah daripada nutfah (air mani) seorang lelaki yang diletakkannya di dalam rahim yang tidak halal baginya.

Surat Al-Isra |17:33|

وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ ۖ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا

wa laa taqtulun-nafsallatii ḥarromallohu illaa bil-ḥaqq, wa mang qutila mazhluuman fa qod ja'alnaa liwaliyyihii sulthoonan fa laa yusrif fil-qotl, innahuu kaana manshuuroo

Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sungguh, Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan.

And do not kill the soul which Allah has forbidden, except by right. And whoever is killed unjustly - We have given his heir authority, but let him not exceed limits in [the matter of] taking life. Indeed, he has been supported [by the law].

Tafsir
Jalalain

(Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya melainkan dengan suatu alasan yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim,

maka sesungguhnya Kami telah memberi kepada wali si terbunuh) yakni para ahli warisnya (kekuasaan) terhadap si pembunuhnya (tetapi janganlah ahli waris itu berlebihan-lebihan)

melampaui batas (dalam membunuh) seumpamanya ahli waris itu membunuh orang yang bukan si pembunuh atau ia membunuh si pembunuh dengan cara yang lain. (Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 33 |

Allah Swt. melarang membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat agama, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihuin melalui salah satu hadisnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالزَّانِي الْمُحْصَنِ، وَالتَّارِكِ لِدِينِهِ الْمُفَارِقِ لِلْجَمَاعَةِ"


Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, terkecuali karena tiga perkara, yaitu membunuh jiwa diba­las dengan jiwa, penzina muhsan,

dan orang yang murtad dari agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah.Di dalam kitab Sunan disebutkan sebuah hadis yang mengatakan:


"لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُسْلِمٍ"


Sesungguhnya lenyaplah dunia ini menurut Allah lebih mudah dari pada membunuh seorang muslim.Firman Allah Swt.:


{وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا}


Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya. (Al-Isra: 33)Yakni kekuasaan atas si pembunuh, maka ia boleh memilih antara menghu­kum mati pelakunya

atau memaafkannya dengan membayar diat. Dan jika ia menghendaki, boleh memaafkannya secara cuma-cuma tanpa dibebani diat, seperti yang telah disebutkan di dalam sunnah Nabi Saw.

Imam yang sangat alim lagi luas ilmunya (yaitu Ibnu Abbas) menyim­pulkan dari keumuman makna ayat ini keberkahan Mu'awiyah akan kekuasaan, bahwa Mu'awiyah kelak akan menjadi raja karena dia adalah ahli waris Usman.

Sedangkan Khalifah Usman terbunuh secara aniaya.Pada mulanya Mu'awiyah menuntut kepada Khalifah Ali r.a. agar menyerahkan si pembunuh kepadanya, karena ia akan menghukum qisas pelakunya, mengingat Usman r.a.

adalah seorang Umawi. Sedangkan Khalifah Ali menangguh-nangguhkan perkaranya hingga pada akhirnya Ali dapat menangkap orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Khali­fah Usman. Kemudian Ali r.a. mengabulkan

permintaan Mu'awiyah, tetapi dengan syarat hendaknya Mu'awiyah melepaskan negeri Syam kepada Ali; Mu'awiyah menolak permintaan itu sebelum Ali menyerah­kan para pembunuh Usman kepadanya. Dan dalam waktu yang sama

Mu'awiyah menolak membaiat Ali dengan didukung oleh penduduk Syam. Lama-kelamaan akhirnya Mu'awiyah berhasil menguasai keadaan dan kekuasaan dipegang olehnya. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas yang ia simpulkan

dari makna ayat ini. Pendapat ini termasuk salah satu pendapat yang mengherankan, Imam Tabrani meriwayatkan pendapat ini di dalam kitab Mu'jam-nya.Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul Baqi,

telah menceritakan kepada kami Abu Umair ibnun Nahhas. telah menceritakan kepada kami Damrah ibnu Rabi'ah, dari ibnu Syauzab, dari Mathar Al-Warraq, dari Zahdam Al-Jurmi yang mengatakan, "Ketika kami bergadang di rumah Ibnu Abbas,

Ibnu Abbas berkata bahwa sesungguhnya ia akan menceritakan kepada kami suatu hadis tanpa rahasia dan tanpa terang-terangan. Bahwa setelah terjadi pembunuhan atas lelaki ini (yakni Usman), ia berkata kepada Ali r.a.,

'Turunlah dari jabatanmu. Sekalipun engkau berada di sebuah liang, pastilah Mu'awiyah akan menuntutmu hingga kamu mengundurkan diri.' Tetapi Ali tidak mau menuruti nasihatnya." Ibnu Abbas berkata, "Demi Allah,

sungguh Mu'awiyah akan meng­adakan serangan kepadamu, karena Allah Swt. telah berfirman: 'Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah

ahli warisnya itu melampaui batas dalam membunuh.' (Al-Isra: 33), hingga akhir ayat.” Dan sungguh orang-orang Quraisy akan memperlakukan kamu seperti perlakuan mereka kepada orang-orang Persia dan orang-orang Romawi;

dan orang-orang Nasrani, Yahudi, dan Majusi akan memberontak kepada­mu. Karena itu, barang siapa di antara kamu pada hari itu bersifat tidak memihak, selamatlah ia. Dan barang siapa yang bersifat memihak, tidak akan selamat. Kalian bersikap memihak, maka nasib kalian akan binasa. Firman Allah Swt.:


{فَلا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ}


Tetapi janganlah ahli warisnya itu melampaui batas dalam mem­bunuh. (Al-Isra: 33)Mereka (ahli tafsir) mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'ja­nganlah pihak ahli waris si terbunuh berlebihan dalam melakukan hukuman qisas

terhadap si pembunuhnya, misalnya mencincang si pembunuh atau membunuh orang yang bukan si pembunuh. Firman Allah Swt.:


{إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا}


Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. (Al-Isra: 33)Sesungguhnya ahli waris si terbunuh adalah orang yang mendapat perto­longan terhadap si pembunuh menurut hukum syara', dan mempunyai kekuasaan serta kekuatan hukum yang dapat mengalahkan si pelaku pembunuhan.

Surat Al-Isra |17:34|

وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۚ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا

wa laa taqrobuu maalal-yatiimi illaa billatii hiya aḥsanu ḥattaa yablugho asyuddahuu wa aufuu bil-'ahdi innal-'ahda kaana mas`uulaa

Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai dia dewasa, dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.

And do not approach the property of an orphan, except in the way that is best, until he reaches maturity. And fulfill [every] commitment. Indeed, the commitment is ever [that about which one will be] questioned.

Tafsir
Jalalain

(Dan janganlah kalian mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik/bermanfaat sampai ia dewasa dan penuhilah janji)

jika kalian berjanji kepada Allah atau kepada manusia (sesungguhnya janji itu pasti akan diminta pertanggungjawaban)nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 34 |

Tafsir ayat 34-35

Firman Allah Swt.:


{وَلا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ}


Dan janganlah kalian mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa. (Al-Isra: 34)Maksudnya, janganlah kalian menggunakan harta anak yatim kecuali dengan niat untuk melestarikannya.


{لَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ}


Dan janganlah kalian makan harta anak yatim lebih dari kepa­tutan dan (janganlah kalian) tergesa-gesa (membelanjakan) sebe­lum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemeliharaan itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri

(dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. (An-Nisa: 6)Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada sahabat Abu Zar:


"يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنِّي أَرَاكَ ضَعِيفًا، وَإِنِّي أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِي: لَا تَأَمَّرَن عَلَى اثْنَيْنِ، وَلَا تَوَلَّيَنَّ مَالَ يَتِيمٍ "


Hai Abu Zar, sesungguhnya aku melihat dirimu orang yang lemah, dan sesungguhnya aku menyukai dirimu sebagaimana aku menyukai diriku sendiri. Janganlah kamu menjadi pemimpin atas dua orang, dan jangan pula kamu mengurus harta anak yatim. Adapun firman Allah Swt.:


{وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ}


dan penuhilah janji. (Al-Isra: 34) Yakni janji yang telah kamu adakan dengan orang lain dan transaksi­ transaksi yang telah kalian tanda tangani bersama mereka dalam muama­lahmu. Karena sesungguhnya janji dan transaksi itu, masing-masing dari keduanya akan menuntut pelakunya untuk memenuhinya.


{إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولا}


sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya. (Al-Isra: 34)Artinya, pelakunya akan dimintai pertanggungjawabannya. Firman Allah Swt.:


{وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ}


Dan sempurnakanlah takaran apabila kalian menakar. (Al-Isra: 35)Yakni kalian tidak boleh melipat (mengurangi)nya. Ayat ini semakna de­ngan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ


dan janganlah kalian kurangkan bagi manusia barang-barang takaran. (Al-A'raf: 85)


{وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ}


dan timbanglah dengan neraca yang benar. (Al-Isra: 35)Qistas sewazan dengan lafaz qirtas (kertas); dapat dibaca qurtas. artinya timbangan. Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan qistas menurut bahasa Romawi artinya neraca timbangan. Firman Allah Swt.:


{الْمُسْتَقِيمِ}


yang benar. (Al-Isra: 35)Yaitu neraca yang tidak miring, tidak melenceng, dan tidak kacau (berge­tar).


{ذَلِكَ خَيْرٌ}


Itulah yang lebih utama. (Al-Isra: 35}Maksudnya, lebih utama bagi kalian daiam kehidupan dunia dan akhirat. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا}


dan lebih baik akibatnya. (Al-Isra: 35)Yakni lebih baik akibatnya bagi kehidupan akhirat kalian. Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Itulah yang lebih utama (bagi kalian)

dan lebih baik akibatnya. (Al-Isra: 35) Yakni lebih baik pahalanya dan lebih baik akibatnya. Ibnu Abbas pernah berkata, "Hai para mawali (pelayan) sesungguhnya kalian diserahi dua perkara yang pernah mengakibatkan

kebinasaan manusia di masa sebe­lum kalian, yaitu takaran dan timbangan ini." Dan Qatadah pernah menga­takan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:


"لَا يَقْدِرُ رَجُلٌ عَلَى حَرَامٍ ثُمَّ يَدَعُهُ، لَيْسَ بِهِ إِلَّا مَخَافَةُ اللَّهِ، إِلَّا أَبْدَلَهُ اللَّهُ فِي عَاجِلِ الدُّنْيَا قَبْلَ الْآخِرَةِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ذَلِكَ"


Tidak sekali-kali seseorang mampu berbuat hal yang haram, lalu ia meninggalkannya yang tiada lain karena takut kepada Allah, kecuali Allah menggantikan baginya dengan segera di dunia ini sebelum akhiratnya sesuatu yang jauh lebih baik dari­pada hal yang haram itu.

Surat Al-Isra |17:35|

وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

wa auful-kaila iżaa kiltum wazinuu bil-qisthoosil-mustaqiim, żaalika khoiruw wa aḥsanu ta`wiilaa

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

And give full measure when you measure, and weigh with an even balance. That is the best [way] and best in result.

Tafsir
Jalalain

(Dan sempurnakanlah takaran) penuhilah dengan tepat (apabila kalian menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar) timbangan yang tepat (itulah yang lebih utama dan lebih baik akibatnya.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 35 |

Penjelasan ada di ayat 34

Surat Al-Isra |17:36|

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

wa laa taqfu maa laisa laka bihii 'ilm, innas-sam'a wal-bashoro wal-fu`aada kullu ulaaa`ika kaana 'an-hu mas`uulaa

Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.

And do not pursue that of which you have no knowledge. Indeed, the hearing, the sight and the heart - about all those [one] will be questioned.

Tafsir
Jalalain

(Dan janganlah kamu mengikuti) menuruti (apa yang kami tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati) yakni kalbu

(semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya) pemiliknya akan dimintai pertanggungjawabannya, yaitu apakah yang diperbuat dengannya

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 36 |

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengata­kan bahwa makna la taqfu ialah la taqul (janganlah kamu mengatakan). Menurut Al-Aufi, janganlah kamu menuduh seseorang dengan sesuatu

yang tidak ada pengetahuan bagimu tentangnya. Muhammad ibnul Hanafiyah mengatakan, makna yang dimaksud ialah kesaksian palsu. Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah kamu mengatakan

bahwa kamu melihatnya, padahal kamu tidak melihatnya; atau kamu katakan bahwa kamu mendengarnya, padahal kamu tidak mendengarnya; atau kamu katakan bahwa kamu mengetahuinya, padahal kamu tidak mengetahui.

Karena sesungguhnya Allah kelak akan meminta pertanggungjawaban darimu tentang hal tersebut secara keseluruhan.Kesimpulan pendapat mereka dapat dikatakan bahwa Allah Swt. melarang mengatakan sesuatu tanpa pengetahuan,

bahkan melarang pula mengatakan sesuatu berdasarkan zan (dugaan) yang bersumber dari sangkaan dan ilusi.Dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:


{اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ}


jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. (Al-Hujurat: 12) Di dalam hadis disebutkan seperti berikut:


"إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ؛ فَإِنَّ الظَّنَّ أكذبُ الْحَدِيثِ"


Jauhilah oleh kalian prasangka. Karena sesungguhnya pra­sangka itu adalah pembicaraan yang paling dusta.Di dalam kitab Sunnah Imam Abu Daud di sebutkan hadis berikut:


"بِئْسَ مطيةُ الرَّجُلِ: زَعَمُوا"


Seburuk-buruk sumber yang dijadikan pegangan oleh sesorang ialah yang berdasarkan prasangka.Di dalam hadis yang lain disebutkan:


"إِنَّ أَفَرَى الفِرَى أَنْ يُرِي عَيْنَيْهِ مَا لَمْ تَرَيَا"


Sesungguhnya kedustaan yang paling berat ialah bila sese­orang mengemukakan kesaksian terhadap hal yang tidak di­saksikannya.Di dalam hadis sahih disebutkan:


"مَنْ تَحَلَّمَ حُلْمًا كُلف يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنْ يَعْقِدَ بَيْنَ شَعيرتين، وَلَيْسَ بِعَاقِدٍ


Barang siapa yang berpura-pura melihat sesuatu dalam mimpi­nya, maka kelak di hari kiamat ia akan dibebani untuk memintal dua biji buah gandum, padahal dia tidak dapat melakukannya.Firman Allah Swt.:


{كُلُّ أُولَئِكَ}


semuanya itu. (Al-Isra: 36)Maksudnya semua anggota tubuh, antara lain pendengaran, penglihatan, dan hati,


{كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا}


akan dimintai pertanggungjawabannya. (Al-Isra: 36)Seseorang hamba akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dilakukan oleh anggota-anggota tubuhnya itu pada hari kiamat, dan semua anggota tubuhnya

akan ditanyai tentang apa yang dilakukan oleh pemilik­nya. Pemakaian kata ula-ika yang di tujukan kepada pendengaran, pengli­hatan, dan hali diperbolehkan dalam bahasa Arab. Seperti- apa yang dikatakan oleh salah seorang penyairnya:


ذُمَّ المَنَازلَ بَعْدَ مَنزلة اللِّوَى ... وَالْعَيْش بَعْدَ أولئِكَ الْأَيَّامِ ...


Tiada tempat tinggal yang enak sesudah tempat tinggal di Liwa, dan tiada kehidupan yang enak sesudah hari-hari itu (yang penuh dengan kenangan manis).

Surat Al-Isra |17:37|

وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا

wa laa tamsyi fil-ardhi maroḥaa, innaka lan takhriqol-ardho wa lan tablughol-jibaala thuulaa

Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.

And do not walk upon the earth exultantly. Indeed, you will never tear the earth [apart], and you will never reach the mountains in height.

Tafsir
Jalalain

(Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong) artinya berjalan dengan sombong dan takabur (karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi)

melubanginya hingga sampai batas akhir bumi dengan ketakaburanmu itu (dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung)

maknanya bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat mencapai hal tersebut, mengapa kamu bersikap sombong

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 37 |

Tafsir ayat 37-38

Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya bersikap angkuh dan sombong dalam berjalan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا}


Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan som­bong. (Al-Isra: 37)Yakni dengan langkah-langkah yang angkuh seperti langkahnya orang-orang 'yang sewenang-wenang.


{إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الأرْضَ}


karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi. (Al-Isra: 37)Maksudnya, dengan langkahmu yang demikian itu kamu tidak akan dapat menembus bumi, menurut Ibnu Jarir.

Ibnu Jarir menafsirkan demikian berdasarkan syahid dari ucapan seorang penyair (yaitu Ru-bah ibnul Ajjaj):


وقَاتِم الأعْمَاق خَاوي المُخترقْ


dan suatu tempat yang jauh di daerah pedalaman, tiada suatu jalan pun padanya yang dapat di tempuh.Firman Allah Swt.:


{وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولا}


dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (Al-Isra: 37)Yakni dengan langkahmu yang angkuh dan sifatmu yang besar diri itu kamu tidak akan sampai setinggi gunung, bahkan orang yang berlaku demikian akan mendapat balasan yang sebaliknya. Seperti yang disebut­kan di dalam hadis sahih:


"بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، وَعَلَيْهِ بُرْدَان يَتَبَخْتَرُ فِيهِمَا، إِذْ خُسِف بِهِ الْأَرْضَ، فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ"


Dahulu kala di kalangan orang-orang sebelum kalian terdapat seorang lelaki yang sedang berjalan dengan langkah-langkah yang angkuh seraya memakai dua lapis baju burdahnya, tiba-tiba ia ditelan oleh bumi,

dan ia amblas ke dalam bumi sampai hari kiamat.Demikian pula dalam firman Allah Swt. tentang Qarun, bahwa pada suatu hari Qarun pergi menemui kaumnya dengan memakai semua per­hiasan kebesarannya lalu Allah Swt.

membenamkan Qarun dan rumah­nya serta harta bendanya ke dalam bumi. Di dalam sebuah hadis disebutkan:


"مَنْ تَوَاضَعَ لِلَّهِ رَفَعَهُ اللَّهُ، فَهُوَ فِي نَفْسِهِ حَقِيرٌ وَعِنْدَ النَّاسِ كَبِيرٌ، وَمَنِ اسْتَكْبَرَ وَضَعَهُ اللَّهُ، فَهُوَ فِي نَفْسِهِ كَبِيرٌ وَعِنْدَ النَّاسِ حَقِيرٌ، حَتَّى لَهُوَ أَبْغَضُ إِلَيْهِمْ مِنَ الْكَلْبِ أَوِ الْخِنْزِيرِ"


Barang siapa yang berendah diri karena Allah. Allah pasti meninggikannya, sedangkan dia merasa hina di matanya sendiri dan besar di mata orang lain. Dan barang siapa yang sombong, maka Allah akan merendahkannya,

sedangkan dia merasa be­sar diri menurut dirinya, tetapi hina di mata orang lain, sehing­ga ia lebih dibenci oleh mereka daripada anjing dan babi.Abu Bakar ibnu Abud Dunia di dalam kitabnya yang berjudul Al-Khumul wat Tawadu'

mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim ibnu Kasir, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Muham­mad, dari Abu Bakar Al-Huzali yang mengatakan, "Ketika kami sedang bersama Al-Hasan,

tiba-tiba lewatlah di hadapannya Ibnul Ahtam (yang dimaksud ialah Al-Mansur) dengan memakai jubah kain sutera yang sebagiannya dilapiskan pada sebagian yang lain, lalu bagian tengah jubahnya itu dibelah. Dia berjalan dengan langkah

yang angkuh. Saat itu Al-Hasan memandangnya dengan pandangan yang tajam, lalu berkatalah ia, 'Sombong benar orang ini, dia melangkah dengan langkah yang angkuh dan memalingkan mukanya seraya memandang ke arah dirinya.

Orang, bodoh macam apakah orang yang memandangi dirinya memakai pakaian yang tidak pernah disyukurinya, yang dipakai bukan berdasarkan perintah dari Allah, dan yang tidak pernah menunaikan hak Allah yang ada padanya. Demi Allah,

jika seseorang dari mereka berjalan seperti cara jalan orang ini, maka dia bagaikan orang gila yang sedang berjalan; tiap anggota tubuhnya merasa enak, tetapi setan yang ada padanya mendapat laknat'." Ibnul Ahtam mendengar

apa yang dikatakan oleh Al-Hasan itu, maka ia melangkah mundur dan meminta maaf kepada Al-Hasan. Al-Hasan berkata, "Janganlah kamu meminta maaf kepadaku, tetapi bertobatlah kepada Tuhanmu. Tidakkah kamu pernah mendengar

firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan som­bong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (Al-Isra: 37)

Al-Bukhturi (seorang ahli ibadah) pernah melihat seorang lelaki dari kala­ngan keluarga Ali yang sedang berjalan dengan langkah-langkah yang angkuh. Maka Al-Bukhturi berkata kepadanya, "Hai kamu, sesungguh­nya orang yang menjadikanmu

terhormat karenanya (maksudnya Ali r.a.) bukan seperti kamu cara jalannya." Maka sejak saat itu lelaki tersebut meninggalkan cara jalan seperti itu.Ibnu Umar pernah melihat seorang lelaki berjalan dengan langkah yang angkuh,

maka Ibnu Umar berkata, "Sesungguhnya setan itu mem­punyai teman."Khalid ibnu Ma'dan pernah mengatakan, "Tinggalkanlah oleh kalian bersikap sombong dalam berjalan, karena sesungguhnya

kaki itu merupa­kan tangan bagi seluruh tubuhnya."Kedua asar di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abud Dunia. Ia mengata­kan pula:


حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ هِشَامٍ الْبَزَّارُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ يُحَنَّس قَالَ: قَالَ: رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا مشت أمتي المطيطاء، وخدمتهم فارس والروم، سُلِّطَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ"


telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnu Hisyam Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Yahya, dari Sa'id, dari Muhsin yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Apabila umatku berjalan dengan langkah yang congkak dan mereka dilayani oleh orang-orang Persia dan Romawi, maka sebagian dari mereka akan menguasai sebagian yang lainnya.Firman Allah Swt.:


{كُلُّ ذَلِكَ كَانَ سَيِّئُهُ عِنْدَ رَبِّكَ مَكْرُوهًا}


Semua kejahatan itu adalah amat dibenci di sisi Tuhanmu. (Al-Isra: 38)Menurut orang yang membacanya sayyi-uhu yakni kejahatannya. Makna yang dimaksud menurutnya ialah bahwa semua apa yang telah Kami larang dimulai dari firman-Nya:


{وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ}


Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan. (Al-Isra: 31)Surat Al-Isra sampai dengan ayat 38 ini memaparkan perbuatan-perbuatan dosa yang pelakunya akan dihukum karenanya

dan perbuatan-perbuatan itu tidak disukai serta dibenci oleh Allah, Allah tidak meridainya. Adapun menurut orang yang membacanya sayyi-atan, makna yang dimaksud ialah bahwa semua yang telah kami sebutkan mulai dari firman-Nya:


{وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ}


Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia. (Al-Isra: 23)sampai dengan ayat ini ialah bahwa semua kejahatan ini dibenci di sisi Allah. Demikianlah menurut analisis Ibnu Jarir.

Surat Al-Isra |17:38|

كُلُّ ذَٰلِكَ كَانَ سَيِّئُهُ عِنْدَ رَبِّكَ مَكْرُوهًا

kullu żaalika kaana sayyi`uhuu 'inda robbika makruuhaa

Semua itu kejahatan sangat dibenci di sisi Tuhanmu.

All that - its evil is ever, in the sight of your Lord, detested.

Tafsir
Jalalain

(Semua itu) hal telah disebutkan itu (Kejahatannya amat dibenci di sisi Rabbmu)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 38 |

Penjelasan ada di ayat 37

Surat Al-Isra |17:39|

ذَٰلِكَ مِمَّا أَوْحَىٰ إِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ الْحِكْمَةِ ۗ وَلَا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ فَتُلْقَىٰ فِي جَهَنَّمَ مَلُومًا مَدْحُورًا

żaalika mimmaaa auḥaaa ilaika robbuka minal-ḥikmah, wa laa taj'al ma'allohi ilaahan aakhoro fa tulqoo fii jahannama maluumam mad-ḥuuroo

Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu (Muhammad). Dan janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah).

That is from what your Lord has revealed to you, [O Muhammad], of wisdom. And, [O mankind], do not make [as equal] with Allah another deity, lest you be thrown into Hell, blamed and banished.

Tafsir
Jalalain

(Itulah sebagian apa yang diwahyukan kepadamu) hai Muhammad (oleh Rabbmu yaitu berupa hikmah) pelajaran

(Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan) artinya dijauhkan dari rahmat Allah

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 39 |

Allah Swt. berfirman, "Semua yang Kami perintahkan kepadamu, Muhammad, berupa akhlak-akhlak yang baik; dan semua yang Kami larang kamu mengerjakannya, berupa sifat-sifat yang tercela yang Kami wahyukan kepadamu, hendaklah kamu anjurkan kepada manusia."


{وَلا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَتُلْقَى فِي جَهَنَّمَ مَلُومًا}


Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela. (Al-Isra: 39)Artinya, kelak kamu akan mencela dirimu sendiri; dan Allah serta semua makhluk akan mencelamu pula.


{مَدْحُورًا}


lagi dijauhkan (dari rahmat Allah). (Al-Isra: 39)Yakni dijauhkan dari semua kebaikan. Ibnu Abbas dan Qatadah mengata­kan, yang dimaksud ialah diusir atau dijauhkan dari rahmat Allah. Khitab dalam ayat ini

memang ditujukan kepada Rasulullah Saw., tetapi makna yang dimaksud ialah buat umatnya, mengingat Rasulullah Saw. adalah seorang yang di-ma'sum (dipelihara) dari dosa.

Surat Al-Isra |17:40|

أَفَأَصْفَاكُمْ رَبُّكُمْ بِالْبَنِينَ وَاتَّخَذَ مِنَ الْمَلَائِكَةِ إِنَاثًا ۚ إِنَّكُمْ لَتَقُولُونَ قَوْلًا عَظِيمًا

a fa ashfaakum robbukum bil-baniina wattakhoża minal-malaaa`ikati inaaṡaa, innakum lataquuluuna qoulan 'azhiimaa

Maka apakah pantas Tuhan memilihkan anak laki-laki untukmu dan Dia mengambil anak perempuan dari malaikat? Sungguh, kamu benar-benar mengucapkan kata yang besar (dosanya).

Then, has your Lord chosen you for [having] sons and taken from among the angels daughters? Indeed, you say a grave saying.

Tafsir
Jalalain

(Maka apakah patut telah memilihkan bagi kalian) telah mengkhususkan bagi kalian, hai penduduk Mekah (Rabb kalian akan anak-anak laki-laki sedangkan Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan

di antara para Malaikat) yakni sebagai anak-anak perempuan-Nya sesuai dengan dugaan kalian itu (Sesungguhnya kalian benar-benar mengucapkan) melalui perkataan kalian itu (kata-kata yang besar dosanya)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 40 |

Allah Swt. membantah orang-orang musyrik yang berbuat kedustaan terhadap Allah, semoga mereka dilaknat Allah, yaitu mereka yang mendu­ga bahwa sesungguhnya malaikat-malaikat itu adalah anak-anak perem­puan Allah.

Mereka menganggap para malaikat yang merupakan hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah itu berjenis kelamin perempuan, kemu­dian mereka menganggap para malaikat itu anak-anak perempuan Allah,

selanjutnya mereka menyembah malaikat-malaikat itu. Mereka melakukan kekeliruan yang sangat besar dalam setiap anggapan itu. Maka Allah menyanggah mereka melalui firman-Nya:


{أَفَأَصْفَاكُمْ رَبُّكُمْ بِالْبَنِينَ}


Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagi kalian anak-anak laki-laki. (Al-Isra: 40)Yakni mengkhususkan bagi kalian anak laki-laki.


{وَاتَّخَذَ مِنَ الْمَلائِكَةِ إِنَاثًا}


sedangkan Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat? (Al-Isra: 40)Maksudnya, memilih untuk diri-Nya sendiri anak-anak perempuan seperti yang didugakan oleh kalian itu.

Dalam ayat selanjutnya Allah menyanggah mereka dengan sanggah­an yang keras. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{إِنَّكُمْ لَتَقُولُونَ قَوْلا عَظِيمًا}


Sesungguhnya kalian benar-benar mengucapkan kata-kata besar (dosanya). (Al-Isra: 40)Yakni anggapan kalian yang mengatakan bahwa Allah beranak, lalu kalian menganggap Allah mempunyai anak-anak perempuan

yang kalian sendiri menolaknya dan bahkan adakalanya kalian mengubur anak-anak perem­puan kalian hidup-hidup. Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Dalam ayat-ayat yang lain disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


{وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا * لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا* تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا* أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا* وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا* إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِلا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا* لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا* وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا}


Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kalian mendatangkan suatu perkataan yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena perkataan itu,

dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.

Tidak ada seorang pun di langit dan bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 88-95)

Surat Al-Isra |17:41|

وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَٰذَا الْقُرْآنِ لِيَذَّكَّرُوا وَمَا يَزِيدُهُمْ إِلَّا نُفُورًا

wa laqod shorrofnaa fii haażal-qur`aani liyażżakkaruu, wa maa yaziiduhum illaa nufuuroo

Dan sungguh, dalam Al-Qur´an ini telah Kami (jelaskan) berulang-ulang (peringatan), agar mereka selalu ingat. Tetapi (peringatan) itu hanya menambah mereka lari (dari kebenaran).

And We have certainly diversified [the contents] in this Qur'an that mankind may be reminded, but it does not increase the disbelievers except in aversion.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya telah Kami jelaskan) kami terangkan (di dalam Alquran ini) misal-misal, janji dan ancaman (agar mereka selalu ingat)

maksudnya mengambil pelajaran darinya (Akan tetapi tidak menambahkan kepada mereka) hal tersebut (melainkan hanya menambah mereka lari) dari perkara yang hak

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 41 |

Firman Allah Swt.:


{وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَذَا الْقُرْآنِ لِيَذَّكَّرُوا}


Dan sesungguhnya dalam Al-Qur’an ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan). (Al-Isra: 41)Maksudnya, Kami ulang-ulangi di dalam Al-Qur'an ancaman Kami agar mereka selalu ingat apa yang terkandung di dalamnya

berupa alasan-alasan, bukti-bukti, dan pelajaran-pelajaran; sehingga mereka meninggal­kan apa yang bisa mereka kerjakan, yaitu perbuatan syirik, perbuatan aniaya, dan dusta.


{وَمَا يَزِيدُهُمْ}


Dan ulangan peringatan itu tidak menambah mereka. (Al-Isra: 41)Yaitu orang-orang zalim di antara mereka.


{إِلا نُفُورًا}


Melainkan hanya lari. (Al-Isra: 41) Yakni lari dari kebenaran dan menjauh darinya.

Surat Al-Isra |17:42|

قُلْ لَوْ كَانَ مَعَهُ آلِهَةٌ كَمَا يَقُولُونَ إِذًا لَابْتَغَوْا إِلَىٰ ذِي الْعَرْشِ سَبِيلًا

qul lau kaana ma'ahuuu aalihatung kamaa yaquuluuna iżal labtaghou ilaa żil-'arsyi sabiilaa

Katakanlah (Muhammad), "Jika ada tuhan-tuhan di samping-Nya, sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai 'Arsy."

Say, [O Muhammad], "If there had been with Him [other] gods, as they say, then they [each] would have sought to the Owner of the Throne a way."

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah) kepada mereka ("Jikalau ada di samping-Nya) yakni di samping Allah (tuhan-tuhan lain sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari)

mencari-cari (kepada Tuhan Yang mempunyai Arasy) yakni Allah (jalan) untuk memerangi-Nya

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 42 |

Tafsir ayat 42-43

Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang musyrik yang menduga bahwa Allah mempunyai sekutu dari kalangan makhluk-Nya (yaitu mereka yang menyembah selain Allah

di samping Allah untuk mendekatkan mereka kepada Allah sebagai perantara mere­ka) bahwa seandainya duduk perkaranya seperti apa yang kalian dugakan itu (yakni bahwa di samping Allah ada tuhan-tuhan yang disembah

untuk mendekatkan diri menyembahnya kepada Dia, dan untuk memintakan syafaat di sisi-Nya buat penyembahnya), maka tentulah sembahan-sembahan itu akan menyembah Allah pula, mendekatkan dirinya kepada Dia,

serta mencari jalan untuk sampai kepada-Nya. Oleh karena itu, sembahlah Allah semata oleh kalian, sebagaimana sembahan-sembahan kalian selain Allah menyeru-Nya. Kalian tidak memerlukan adanya sembahan

yang menjadi perantara antara kalian dan Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyukai hal tersebut dan tidak rela, bahkarrmembenci dan menolaknya."Allah Swt. telah melarang hal tersebut melalui lisan semua rasul dan nabi-Nya.

Kemudian Allah menyucikan diri-Nya Yang Mahamulia dan membersihkan-Nya dari apa yang mereka dugakan itu melalui firman-Nya:


{سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يَقُولُونَ}


Mahasuci dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan. (Al-Isra: 43)Yakni Mahasuci dan Mahatinggi dari apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrik yang melampaui batas lagi zalim dalam dugaannya yang mengatakan bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah.


{عُلُوًّا كَبِيرًا}


dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. (Al-Isra: 43)Yaitu dengan ketinggian yang tak terperikan, bahkan Dialah Allah Yang Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tiada seorang pun yang menyamai-Nya.

Surat Al-Isra |17:43|

سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يَقُولُونَ عُلُوًّا كَبِيرًا

sub-ḥaanahuu wa ta'aalaa 'ammaa yaquuluuna 'uluwwang kabiiroo

Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan, luhur, dan agung (tidak ada bandingannya).

Exalted is He and high above what they say by great sublimity.

Tafsir
Jalalain

(Maha Suci) ungkapan untuk memahasucikan-Nya (dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan) dari dakwaan sekutu-sekutu itu (dengan ketinggian yang sebesar-besarnya).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 43 |

Penjelasan ada di ayat 42

Surat Al-Isra |17:44|

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ ۗ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا

tusabbiḥu lahus-samaawaatus-sab'u wal-ardhu wa man fiihinn, wa im min syai`in illaa yusabbiḥu biḥamdihii wa laakil laa tafqohuuna tasbiiḥahum, innahuu kaana ḥaliiman ghofuuroo

Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.

The seven heavens and the earth and whatever is in them exalt Him. And there is not a thing except that it exalts [Allah] by His praise, but you do not understand their [way of] exalting. Indeed, He is ever Forbearing and Forgiving.

Tafsir
Jalalain

(Bertasbih kepada-Nya) memahasucikan-Nya (langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya. Dan tak ada) tiada (suatu pun) di antara semua makhluk

(melainkan bertasbih) seraya (memuji kepada-Nya) artinya mereka selalu mengucapkan kalimat subhaanallaah wa bihamdihi (tetapi kalian tidak mengerti) tidak memahami

(tasbih mereka) karena hal itu dilakukan bukan memakai bahasa kalian. (Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun) karena itu Dia tidak menyegerakan azab-Nya kepada kalian, bila kalian berbuat durhaka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 44 |

Tujuh langit dan bumi bertasbih menyucikan Allah. dan semua yang ada di dalamnya. (Al-Isra: 44) Yakni semua makhluk yang ada di langit dan di bumi menyucikan Allah, mengagungkan, memuliakan,

dan membesarkan-Nya dari apa yang dika­takan oleh orang-orang musyrik itu. Dan semuanya mempersaksikan keesaan Allah sebagai Rabb dan Tuhan mereka.


فَفي كُلّ شَيءٍ لَهُ آيَةٌ ... تَدُلُّ عَلى أنَّه وَاحِدٌ ...


Dalam segala sesuatu terdapat tanda kekuasaan-Nya yang menunjukkan bahwa Dia adalah Maha Esa.Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan Allah dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا * أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا }


hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (Maryam: 90-91)


قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، حدثنا مسكين ابن مَيْمُونٍ مُؤَذِّنُ مَسْجِدِ الرَّمْلَةِ، حَدَّثَنَا عُرْوَةُ بْنُ رُوَيم، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ قُرْطٍ؛ أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم لَيْلَةَ أُسْرِيَ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى، كَانَ بَيْنَ الْمَقَامِ وَزَمْزَمَ، جِبْرِيلُ عَنْ يَمِينِهِ وَمِيكَائِيلُ عَنْ يَسَارِهِ، فَطَارَ بِهِ حَتَّى بَلَغَ السَّمَاوَاتِ السَّبْعَ، فَلَمَّا رَجَعَ قَالَ: سَمِعْتُ تَسْبِيحًا فِي السَّمَاوَاتِ الْعُلَى مَعَ تَسْبِيحٍ كَثِيرٍ: سَبَّحَتِ السَّمَاوَاتُ الْعُلَى مِنْ ذِي الْمَهَابَةِ مُشْفِقَاتٍ لِذِي الْعُلُوِّ بِمَا عَلَا سُبْحَانَ الْعَلِيِّ الْأَعْلَى، سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى


Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Maimun (Juru azan Masjid Ramlah),

telah menceritakan kepada kami Urwah ibnu Ruwayyim, dari Abdur Rahman ibnu Qart, bahwa Rasulullah Saw. ketika akan menjalani Isra-Nya ke Masjidil Aqsa sedang berada di antara Maqam Ibrahim dan sumur Zamzam.

Malaikat Jibril berada di sebelah kanan, dan Malaikat Mikail berada di sebelah kirinya. Lalu keduanya membawa Nabi Saw. terbang sampai ke langit yang ketujuh. Ketika Nabi Saw. kembali (ke bumi), beliau bersabda:

Saya mendengar suara bacaan tasbih di langit yang tertinggi bersamaan dengan suara tasbih (para malaikat) yang sangat banyak. Semua penduduk langit tertinggi bertasbih menyucikan nama Tuhan Yang memiliki pengaruh

karena takut kepada Tu­han yang memiliki kekuasaan Yang Mahatinggi, Mahasuci Tu­han Yang Mahatinggi, Mahasuci Dia dan Mahatinggi.Firman Allah Swt.:


{وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ}


Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji­Nya. (Al-Isra: 44)Maksudnya, tiada suatu makhluk pun melainkan bertasbih dengan memuji nama Allah.


{وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ}


tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka, (Al-Isra: 44)Yakni kalian, hai manusia, tidak mengerti tasbih mereka, karena mereka mempunyai bahasa yang berbeda dengan bahasa kalian. Pengertian ayat ini

mencakup keseluruhan makhluk, termasuk hewan, benda-benda padat, dan tumbuh-tumbuhan. Demikianlah menurut pendapat yang terkenal di antara dua pendapat yang ada. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui Ibnu Mas'ud

yang mengatakan, "Kami mendengar tasbih makan­an ketika sedang disantap."Di dalam hadis Abu Zar r.a. disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah mengambil beberapa batu kerikil dan dipegangnya,

maka beliau mendengar suara tasbih batu-batu kerikil itu mirip dengan suara rintihan pohon kurma. Hal yang sama pernah terjadi di tangan Abu Bakar, Umar, dan Usman —semoga Allah melimpahkan rida-Nya pada mereka— seperti yang telah disebutkan di dalam hadis masyhur di dalam kitab-kitab Musnad.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ لَهيعة، حَدَّثَنَا زَبَّان، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ مَرّ عَلَى قَوْمٍ وَهُمْ وُقُوفٌ عَلَى دَوَابٍّ لَهُمْ وَرَوَاحِلَ، فَقَالَ لَهُمْ: "ارْكَبُوهَا سَالِمَةً، وَدَعُوهَا سَالِمَةً، وَلَا تَتَّخِذُوهَا كَرَاسِيَّ لِأَحَادِيثِكُمْ فِي الطُّرُقِ وَالْأَسْوَاقِ، فَرُبَّ مَرْكُوبَةٍ خَيْرٌ مِنْ رَاكِبِهَا، وَأَكْثَرُ ذِكْرًا لِلَّهِ مِنْهُ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Zaban, dari Sahl ibnu Mu'az, dari Ibnu Anas dari ayahnya r.a., dari Rasulullah Saw.

Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. menjumpai suatu kaum, saat itu mereka sedang duduk bertengger di atas hewan-hewan kendaraan mereka (dalam keadaan berhenti sambil mengobrol dengan temannya masing-masing).

Maka Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka: Kendarailah kendaraan kalian dengan baik-baik, dan lepas­kanlah (istirahatkanlah) kendaraan kalian dengan baik-baik, dan janganlah kalian menjadikan kendaraan kalian sebagai kursi

bagi obrolan kalian di jalan-jalan dan pasar-pasar, kare­na banyak kendaraan yang lebih baik daripada pengendara­nya dan lebih banyak berzikir kepada Allah daripadanya.

Di dalam kitab Sunnah Imam Nasai disebutkan melalui Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. melarang membunuh katak, lalu beliau bersabda:


"نَقِيقُهَا تَسْبِيحٌ"


Suara katak adalah tasbihnya.Qatadah telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Ubay, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa apabila seseorang mengucapkan, "Tidak ada Tuhan selain Allah," maka hal ini merupakan kalimat ikhlas

yang Allah tidak akan menerima amal seseorang sebelum ia mengucapkannya. Dan apabila seseorang mengucapkan, "Segala puji bagi Allah," maka hal ini merupa­kan kalimat syukur yang sama sekali Allah tidak membalas pahala hamba-Nya

sebelum si hamba mengucapkannya. Dan apabila seseorang meng­ucapkan, "Allah Maha Besar," maka kalimat ini memenuhi segala sesuatu yang ada di antara langit dan bumi. Dan apabila ia mengucapkan, "Maha­suci Allah,"

maka hal ini merupakan doa semua makhluk, yang tidak sekali-kali seseorang dari makhluk Allah mendoa dengannya melainkan Allah mengakuinya sebagai doa dan tasbih. Dan apabila seseorang meng­ucapkan,

"Tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan perto­longan Allah," maka Allah Swt. berfirman, "Hamba-Ku telah Islam dan berserah diri."


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، سَمِعْتُ الصَّقْعَبَ بْنَ زُهير [يُحَدِّثُ] عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى الله عليه وسلم أعرابيّ عليه جبة مِنْ طَيَالِسَةٍ مَكْفُوفَةٌ بِدِيبَاجٍ -أَوْ: مُزَوَّرَةٌ بِدِيبَاجٍ -فَقَالَ: إِنَّ صَاحِبَكُمْ هَذَا يُرِيدُ أَنْ يَرْفَعَ كُلَّ رَاعٍ ابْنِ رَاعٍ، وَيَضَعَ كُلَّ رَأْسٍ ابْنِ رَأْسٍ. فَقَامَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُغْضَبًا، فَأَخَذَ بِمَجَامِعِ جُبَّتِهِ فَاجْتَذَبَهُ، فَقَالَ: "لَا أَرَى عَلَيْكَ ثِيَابَ مَنْ لَا يَعْقِلُ". ثُمَّ رَجَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَلَسَ فَقَالَ: "إِنَّ نُوحًا، عَلَيْهِ السَّلَامُ، لَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ، دَعَا ابْنَيْهِ فَقَالَ: إِنِّي قَاصٌّ عَلَيْكُمَا الْوَصِيَّةَ: آمُرُكُمَا بِاثْنَتَيْنِ وَأَنْهَاكُمَا عَنِ اثْنَتَيْنِ: أَنْهَاكُمَا عَنِ الشِّرْكِ بِاللَّهِ وَالْكِبْرِ، وَآمُرُكُمَا بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَإِنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَوْ وُضِعَتْ فِي كِفَّةِ الْمِيزَانِ، وَوُضِعَتْ "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" فِي الْكِفَّةِ الْأُخْرَى، كَانَتْ أَرْجَحَ، وَلَوْ أَنَّ السَّمَاوَاتِ والأرضِ كَانَتَا حَلْقَةً، فَوُضِعَتْ "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" عَلَيْهِمَا لَفَصَمَتْهُمَا أَوْ لَقَصَمَتْهُمَا. وَآمُرُكُمَا بِسُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، فَإِنَّهَا صَلَاةُ كُلِّ شَيْءٍ، وَبِهَا يُرْزَقُ كُلُّ شَيْءٍ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Jarir, telah menceritakan kepada kami ayahku, bahwa ia pernah mendengar Mus'ab ibnu Zuhair menceritakan hadis berikut

dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abdullah ibnu Amr yang menceritakan bahwa seorang Badui datang kepada Nabi Saw. dengan memakai jubah yang diberi hiasan dengan kain sutera atau pinggirannya dihiasi dengan kain sutera.

Lalu lelaki Badui itu berkata, "Sesungguhnya teman kalian ini (Nabi Saw.) bermaksud akan mengangkat martabat semua penggembala anak penggembala dan merendahkan semua pemimpin anak pemimpin." Maka Nabi Saw.

bangkit menuju ke tempat lelaki Badui itu dan memegang jubahnya, lalu menariknya seraya bersabda, "Saya melihatmu memakai pakaian orang yang tidak berakal." Kemudian Rasulullah Saw. kembali ke tempat duduknya dan duduk lagi,

lalu bersabda: Sesungguhnya Nuh a.s. ketika menjelang ajalnya memanggil kedua putranya, lalu berwasiat, "Sesungguhnya aku akan mengutarakan kepadamu wasiat berikut: Aku perintahkan kamu berdua untuk mengerjakan dua perkara

dan aku larang kamu melakukan dua perkara lainnya. Aku larang kalian mem­persekutukan Allah dan takabur (sombong). Dan aku perintah­kan kamu berdua membaca kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah'. Karena sesungguhnya

langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya, jikalau diletakkan pada salah satu sisi timbangan, lalu di sisi lainnya diletakkan kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah', tentulah kalimah itu lebih berat.

Dan seandainya langit dan bumi kedua-duanya dijadikan satu, lalu diletakkan padanya kalimah "Tidak ada Tuhan selain Allah', niscaya kalimah itu akan memotongnya atau membuatnya terbe­lah. Dan aku perintahkan kamu berdua

untuk membaca 'Maha­suci Allah dan dengan memuji kepada-Nya', karena sesungguh­nya kalimah ini merupakan doa semua makhluk, dan karenanya segala sesuatu (semua makhluk) mendapat rezekinya.”

Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Sulaiman ibnu Harb, dari Ham-madah ibnu Zaid, dari Mus'ab ibnu Zuhair dengan sanad yang sama, tetapi lafaznya lebih panjang daripada lafaz di atas. Imain Ahmad meriwa­yatkan hadis ini secara munfarid.


وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي نَصْرُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الأوْدِيّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَعْلى، عَنْ مُوسَى بْنِ عُبَيْدَةَ، عَنْ زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِشَيْءٍ أَمَرَ بِهِ نُوحٌ ابْنَهُ؟ إِنَّ نُوحًا، عَلَيْهِ السَّلَامُ، قَالَ لِابْنِهِ: يَا بُنَيَّ، آمُرُكَ أَنْ تَقُولَ: "سُبْحَانَ اللَّهِ"، فَإِنَّهَا صَلَاةُ الْخَلْقِ وَتَسْبِيحُ الْخَلْقِ، وَبِهَا يُرْزَقُ الْخَلْقُ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ}


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Nasr ibnu Abdur Rahman Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ya'la, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Zaid ibnu Aslam, dari Jabir ibnu Abdullah r.a.

yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Maukah aku ceritakan kepada kalian sesuatu yang diperintah­kan oleh Nuh kepada anaknya? Yaitu sesungguhnya Nabi Nuh a.s. mengatakan kepada anaknya, "Hai anakku,

aku perintah­kan kamu untuk membaca Subhanallah (Mahasuci Allah), karena sesungguhnya kalimah ini merupakan doa makhluk; juga tas­bih makhluk, karena berkat kalimah ini makhluk diberi rezeki. Allah Swt. telah berfirman:

Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji­nya. (Al-Isra: 44)Sanad hadis ini mengandung ke-daif-an, karena Al-Audi orangnya dinilai daif oleh kebanyakan ulama hadis.Ikrimah telah mengatakan sehubungan

dengan firman-Nya: Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji­nya. (Al-Isra: 44) bahwa tiang bertasbih dan pohon-pohonan bertasbih.Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa deritan pintu adalah tasbihnya,

dan gemerciknya suara air adalah tasbihnya. Allah Swt. telah berfirman: Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji­nya. (Al-Isra: 44)Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim,

bahwa makanan pun bertasbih. Pendapat ini berpegang kepada sebuah ayat sajdah yang ada di dalam surat Al-Hajj. Ulama lainnya mengatakan bahwa sesungguhnya tasbih itu hanya dilakukan oleh makhluk yang bernyawa,

yakni termasuk pula hewan dan tumbuh-tumbuhan.Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji­nya. (Al-Isra: 44) Segala sesuatu yang hidup bertasbih,

termasuk tumbuh-tumbuhan dan lain-lainnya yang hidup.Al-Hasan dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji­Nya. (Al-Isra: 44) Keduanya

mengatakan bahwa yang dimaksud ialah segala sesuatu yang bernyawa.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih dan Zaid ibnu Hubab;

keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir Abul Khattab yang mengatakan bahwa ketika kami sedang bersama Yazid Ar-Raqqasyi —yang saat itu ditemani oleh Al-Hasan dalam suatu jamuan makan— lalu mereka

menghidangkan piring besar (yang terbuat dari kayu). Maka Yazid Ar-Raqqasyi berkata, "Hai Abu Sa'd, apakah piring ini bertasbih?" Maka Al-Hasan menjawab, "Ia pernah bertasbih sekali." Seakan-akan Al-Hasan berpendapat bahwa

ketika kayu itu masih dalam bentuk pohon dan hidup, ia bertasbih. Tetapi setelah di­potong sehingga menjadi kayu dan mati, maka tasbihnya berhenti. Barang­kali pendapat ini merujuk kepada suatu hadis yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda:


"إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتر مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ". ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً، فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ، ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً، ثُمَّ قَالَ: "لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا".


Sesungguhnya keduanya sedang disiksa dan bukanlah kedua­nya disiksa karena dosa besar. Salah seorang di antara kedua­nya tidak pernah membersihkan diri setelah buang air kecil, sedangkan yang lainnya gemar mengadu domba.

Setelah itu Nabi Saw. mengambil sebuah pelepah kurma, lalu membelah­nya menjadi dua, kemudian menanamkannya pada masing-masing dari dua kuburan tersebut. Dan setelah itu beliau Saw. bersabda:

Mudah-mudahan siksaan diringankan dari keduanya selagi kedua pelepah kurma ini belum kering.Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih masing-masing. Sebagian ulama yang membahas hadis ini

mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi Saw. mengatakan, "Selagi kedua pelepah kurma ini belum kering," karena keduanya tetap bertasbih selagi masih hijau warnanya; dan apabila telah kering, maka berhentilah tasbih­nya.Firman Allah Swt.:


{إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا}


Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isra: 44)Dengan kata lain, sesungguhnya Allah tidak menyegerakan hukuman­Nya terhadap orang yang durhaka kepada-Nya, melainkan menangguh­kannya

dan memberinya kesempatan untuk bertobat. Apabila ternyata orang yang bersangkutan masih tetap pada kekafirannya dan tetap ingkar, maka barulah Allah menghukumnya sebagai pembalasan dari Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa. Di dalam kitab Sahihain disebutkan oleh salah satu hadisnya bahwa:


"إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ، حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ". ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ} الآية،


Sesungguhnya Allah benar-benar memberikan masa tangguh kepada orang yang zalim; sehingga manakala Allah mengazab-nya, Allah tidak membiarkannya luput (dari azab-Nya). Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya:

Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. (Hud: 102), hingga akhir ayat.


{وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَمْلَيْتُ لَهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ ثُمَّ أَخَذْتُهَا وَإِلَيَّ الْمَصِيرُ}


Dan berapalah banyaknya kota yang Aku tangguhkan azab-(Ku) kepadanya, yang penduduknya berbuat zalim. (Al-Hajj: 48), hingga akhir ayat.Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya,

yang penduduknya dalam keadaan zalim. (Al-Hajj: 45)Dan barang siapa yang menghentikan perbuatan kufur dan maksiatnya, lalu ia kembali kepada Allah dan bertobat kepada-Nya, maka Allah pun akan menerima tobatnya. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا}


Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya' dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah. (An-Nisa: 110), hingga akhir ayat.Dan dalam ayat surat ini Allah Swt. berfirman:


{إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا}


Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isra: 44)Dalam surat Fafir disebutkan oleh firman-Nya:


{إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ أَنْ تَزُولا وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا}


Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap, tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengam­pun. (Fathir: 41)sampai dengan firman-Nya:


وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ


Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia. (Fathir: 45), hingga akhir surat.

Surat Al-Isra |17:45|

وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ حِجَابًا مَسْتُورًا

wa iżaa qoro`tal-qur`aana ja'alnaa bainaka wa bainallażiina laa yu`minuuna bil-aakhiroti ḥijaabam mastuuroo

Dan apabila engkau (Muhammad) membaca Al-Qur´an, Kami adakan suatu dinding yang tidak terlihat antara engkau dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat,

And when you recite the Qur'an, We put between you and those who do not believe in the Hereafter a concealed partition.

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila kalian membaca Alquran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat suatu dinding yang tertutup rapat)

artinya Kami menjadikan penutup yang rapat bagimu dari mereka sehingga mereka tidak dapat melihatmu. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang musyrik yang hendak membunuh Nabi saw.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 45 |

Tafsir ayat 45-46

Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad Saw.: Dan apabila kamu membaca. (Al-Isra: 45) hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik itu akan Al-Qur'an, maka Kami jadikan dinding penghalang antara kamu dan mereka.

Menurut Qatadah dan Ibnu Zaid, yang dimaksud dengan hijaban masturan ialah berupa penutup yang menutupi hati mereka. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:


{وَقَالُوا قُلُوبُنَا فِي أَكِنَّةٍ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ وَفِي آذَانِنَا وَقْرٌ وَمِنْ بَيْنِنَا وَبَيْنِكَ حِجَابٌ}


Mereka berkata, "Hati kami berada dalam tutupan (yang menutup) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding.” (Fushshilat: 5)

yakni dinding yang menghalang-halangi apa yang kamu ucapkan untuk dapat sampai kepada kami. Firman Allah Swt.:


{حِجَابًا مَسْتُورًا}


suatu dinding yang tertutup. (Al-Isra: 45)Mastur adalah bentuk maf'ul, tetapi bermakna fa'il, yakni satir (tertu­tup). Perihalnya sama dengan lafaz maimun dan masy-um; yang pertama bermakna yamin,

dan yang kedua bermakna sya-im karena berasal dari yumnun dan syu-mun. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimak­sud ialah yang tersembunyi dari pandangan mata, sehingga mata tidak dapat melihatnya.

Dan selain dari itu menjadi penghalang antara mereka dan hidayah. Pendapat yang terakhir ini dipilih sebagai pendapat yang kuat oleh Ibnu Jarir.Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Abu Musa Al-Harawi Ishaq ibnu Ibrahim, telah mencerita­kan kepada kami Sufyan, dari Al-Walid ibnu Kasir, dari Yazid ibnu Tadris, dari Asma binti Abu Bakar r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan (yaitu firman-Nya):

Binasalah kedua tangan Abu Lahab. (Al-Lahab: 1) Datanglah Al-Aura ibnu Jamil (istri Abu Lahab) dengan membawa lesung seraya memaki-maki dan mengatakan, "Kami datang, atau kami menolak (Abu Musa ragu dalam kalimat ini),

kami tidak mau mengikuti agamanya, kami tentang perintahnya." Saat itu Rasulullah Saw. sedang duduk bersa­ma Abu Bakar yang ada di sampingnya. Lalu Abu bakar berkata kepada Nabi Saw., "Istri Abu Lahab datang,

dan saya merasa khawatir bila ia melihat engkau,." Maka Nabi Saw. bersabda, "Dia tidak akan dapat melihat diriku." Lalu Nabi Saw. membaca ayat Al-Qur'an yang melindungi dirinya dari wanita itu. Dan apabila kamu membaca Al-Qur’an,

niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehi­dupan akhirat suatu dinding yang tertutup. (Al-Isra: 45) Lalu Ummu Jamil tiba di tempat Abu Bakar sambil berdiri bertolak ping­gang,

tetapi ia tidak melihat Nabi Saw. Ia berkata, "Hai Abu Bakar, saya dengar temanmu menghinaku." Abu Bakar r.a. menjawab, "Tidak, beliau tidak menghinamu." Maka Ummu Jamil pergi seraya berkata, "Semua orang Ouraisy mengetahui bahwa aku adalah anak perempuan pemimpin mereka." Firman Allah Swt.:


{وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً}


dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka. (Al-Isra: 46) Akinnah bentuk jamak dari kinan, artinya selaput yang menutupi hati.


{أَنْ يَفْقَهُوهُ}


Agar mereka tidak dapat memahaminya (Al-Isra: 46)Yakni agar mereka tidak dapat memahami Al Qur'an.


{وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا}


dan sumbatan di telinga mereka. (Al-Isra: 46)Yaitu sumbatan yang menghalang-halangi mereka dapat mendengar Al-Qur'an dengan pendengaran yang dapat memberikan manfaat dan hida­yah kepada mereka. Firman Allah Swt.:


{وَإِذَا ذَكَرْتَ رَبَّكَ فِي الْقُرْآنِ وَحْدَهُ}


Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al-Qur'an. (Al-Isra: 46)Artinya, bilamana kamu esakan nama Tuhanmu dalam bacaan Al-Qur'anmu dan kamu katakan, "Tidak ada Tuhan selain Allah."


نُفُورًا


niscaya mereka berpaling. (Al-Isra: 46)Nufur adalah bentuk jamak dari nafir (berpaling). Perihalnya sama dengan qu'ud, bentuk jamak dari qa’id. Tetapi boleh dikatakan bahwa ia adalah

bentuk masdar yang bersandar bukan dari fi'il-nya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ وَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ}


Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhi­rat. (Az-Zumar: 45), hingga akhir ayat.Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al-Qur'an. (Al-Isra: 46), hingga akhir ayat. Bahwa manakala kaum muslim mengucapkan kalimah "Tidak ada Tuhan selain Allah", maka orang-orang musyrik memprotesnya dan kalimat itu

terasa berat oleh mereka, kemudian iblis dan bala tentaranya membantu mereka. Akan tetapi, Allah membelanya dan tetap melancarkannya, meninggikannya, menolongnya serta memenangkannya atas orang-orang yang menentangnya.

Sesungguhnya kalimat ini (kalimat tauhid) adalah kalimat yang bila dijadikan pegangan oleh orang yang sedang berseteru, tentulah dia akan beruntung; dan barang siapa berperang demi membela­nya, tentulah dia mendapat pertolongan

dari Allah. Saat itu yang mengenal kalimah tersebut hanyalah kaum muslim penduduk kawasan Jazirah Arabia yang dapat ditempuh oleh seorang pengendara hanya dalam beberapa malam saja. Sedangkan semua manusia di masa itu

tenggelam di dalam, kegelapannya, mereka tidak mengenalnya dan tidak pula mengakuinya.Pendapat lain tentang ayat tersebut Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Husain ibnu Muhammad Az-Zari',

telah men­ceritakan kepada kami Rauh ibnul Musayyab alias Abu Raja Al-Kalbi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Malik, dari Abul Jauza, dari ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu

saja dalam Al-Qur'an, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya. (Al-Isra: 46) Bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah setan-setan. Tetapi penda­pat ini garib sekali, karena sesungguhnya sudah jelas bahwa setan-setan itu apabila dibacakan Al-Qur'an atau diserukan azan atau zikrullah, mereka lari terbirit-birit.

Surat Al-Isra |17:46|

وَجَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ۚ وَإِذَا ذَكَرْتَ رَبَّكَ فِي الْقُرْآنِ وَحْدَهُ وَلَّوْا عَلَىٰ أَدْبَارِهِمْ نُفُورًا

wa ja'alnaa 'alaa quluubihim akinnatan ay yafqohuuhu wa fiii aażaanihim waqroo, wa iżaa żakarta robbaka fil-qur`aani waḥdahuu wallau 'alaaa adbaarihim nufuuroo

dan Kami jadikan hati mereka tertutup dan telinga mereka tersumbat, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila engkau menyebut Tuhanmu saja dalam Al-Qur´an, mereka berpaling ke belakang melarikan diri (karena benci).

And We have placed over their hearts coverings, lest they understand it, and in their ears deafness. And when you mention your Lord alone in the Qur'an, they turn back in aversion.

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka) yakni penutup-penutup (agar mereka tidak dapat memahaminya) yakni Alquran; oleh karenanya mereka tidak dapat mengerti tentang isinya

(dan di telinga mereka sumbatan) menyumbat sehingga mereka tidak dapat mendengarkannya (Dan apabila kamu menyebut Rabbmu saja dalam Alquran niscaya mereka berpaling

ke belakang karena bencinya) kebencian mereka terhadap-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 46 |

Penjelasan ada di ayat 45

Surat Al-Isra |17:47|

نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَسْتَمِعُونَ بِهِ إِذْ يَسْتَمِعُونَ إِلَيْكَ وَإِذْ هُمْ نَجْوَىٰ إِذْ يَقُولُ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا

naḥnu a'lamu bimaa yastami'uuna bihiii iż yastami'uuna ilaika wa iż hum najwaaa iż yaquuluzh-zhoolimuuna in tattabi'uuna illaa rojulam mas-ḥuuroo

Kami lebih mengetahui dalam keadaan bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkan engkau (Muhammad), dan sewaktu mereka berbisik-bisik (yaitu) ketika orang zalim itu berkata, "Kamu hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir."

We are most knowing of how they listen to it when they listen to you and [of] when they are in private conversation, when the wrongdoers say, "You follow not but a man affected by magic."

Tafsir
Jalalain

(Kami lebih mengetahui dalam keadaan bagaimana mereka mendengarkan) karena mereka memperolok-olokkanmu (sewaktu mereka mendengarkan kamu)

sewaktu mendengarkan bacaan Alquranmu (dan sewaktu berbisik-bisik) di antara sesama mereka (yaitu ketika) kata idz di sini menjadi badal daripada kata idz yang sebelumnya

(orang-orang zalim itu berkata) di dalam bisikan-bisikan mereka ("Tiada lain) tidak lain (orang yang kalian ikuti ini hanyalah seorang laki-laki yang kena sihir.") orang yang tidak sadar dan hilang akal warasnya. Maka Allah berfirman:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 47 |

Tafsir ayat 47-48

Allah Swt. memberitahukan kepada Nabi-Nya tentang apa yang dibisik-bisikkan oleh pemimpin orang-orang kafir Quraisy di antara sesamanya ketika mereka datang mendengarkan apa yang dibacakan oleh Nabi Saw.

secara sembunyi-sembunyi melalui kaum mereka. Mereka mengatakan bahwa Nabi Saw. adalah seorang laki-laki yang kena sihir. Demikianlah menurut pendapat yang terkenal yang mengatakan bahwa kata mas-hur

adalah bentuk isim maf'ul dari as-sihr yang artinya terkena sihir. Atau dapat dikatakan bahwa ia berasal dari as-sahar yang artinya paru-paru. Dengan kata lain, tiadalah yang kalian ikuti melainkan seorang manusia yang memakan makanan. Pengertian ini sama dengan yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:


فَإن تَسألينا فِيمَ نَحْنُ فَإنَّنا ... عصافيرُ مِنْ هَذا الأنَام المُسَحَّر ...


Maka jika engkau menanyakan kepada kami tentang apa yang kami alami, maka sesungguhnya kami adalah orang-orang kecil dari kalangan manusia yang diberi makan.Dikatakan yus-haru bit ta'ami wasy'syarabi artinya diberi makan dan minum.

Pendapat ini dinilai benar oleh Ibnu Jarir. Tetapi masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, karena sesungguhnya orang-orang kafir itu dalam kalimatnya ini bermaksud bahwa Nabi Saw. adalah seorang yang kena sihir yang memiliki jin.

Jin itu selalu datang kepadanya menyam­paikan kalam yang telah didengarnya, kemudian Nabi Saw. membacanya.Di antara orang-orang kafir ada yang menuduhnya (Nabi Saw.) sebagai seorang penyair, ada yang menuduhnya

seorang tukang tenung, ada yang menuduhnya seorang yang gila, dan ada yang menuduhnya seorang yang ahli sihir. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{انْظُرْ كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ الأمْثَالَ فَضَلُّوا فَلا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلا}


Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar). (Al-Isra: 48)Yakni mereka tidak dapat memperoleh petunjuk

ke jalan yang benar dan tidak dapat menemukan jalan keluar dari kesesatannya.Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab As-Sirah-nya mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Muslim ibnu Syihab Az-Zuhri;

ia pernah menceritakan suatu kisah bahwa Abu Sufyan ibnu Harb dan Abu Jahal ibnu Hisyam serta Al-Akhnas ibnu Syuraiq ibnu Amr ibnu Wahb As-Saqafi (teman sefakta Bani Zuhrah) keluar di suatu malam dengan tujuan untuk mendengar

apa yang dibaca oleh Rasulullah Saw. dalam salatnya di malam hari di dalam rumahnya. Kemudian masing-masing orang dari mereka mengambil posisinya masing-masing untuk mencuri dengar dari tempat (posisi)nya, masing-masing dari mereka

tidak mengetahui tempat temannya. Maka semalaman penuh mereka mendengarkan apa yang dibaca oleh Rasulullah Saw. Setelah fajar terbit, mereka bubar.' Dan ketika mereka bertemu di tengah perjalan pulangnya, mereka saling mencela

di antara sesamanya. Sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lain, "Janganlah kalian lakukan lagi, karena kalau ada seseorang dari kalangan awam kalian melihat kalian, maka akan menimbulkan kecurigaan di hatinya

terhadap kalian." Setelah itu mereka pulang ke tempatnya masing-masing. Kemudian pada malam yang kedua, masing-masing dari mereka kembali ke tempat posisinya semula, lalu semalaman mereka mendengarkan bacaan Nabi Saw.

Ketika fajar terbit mereka bubar; dan dalam perjalanan pulangnya mereka bersua, lalu sebagian dari mereka mengatakan hal yang sama seperti kemarin kepada sebagian yang lainnya, kemudian pulang ke rumahnya masing-masing.

Pada malam yang ketiganya masing-masing orang dari mereka kem­bali ke tempat posisinya semula, lalu semalaman mereka mendengarkan bacaan Nabi Saw. (dalam salatnya) hingga fajar terbit, kemudian mereka pulang. Di tengah jalan

mereka bersua, maka sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lain, "Kita tidak mau meninggalkan tempat ini sebelum ada perjanjian di antara kita, bahwa kita tidak akan kembali lagi melakukan hal ini!" Akhirnya mereka

mengadakan perjanjian di antara sesamanya, bahwa mereka tidak akan mengulanginya lagi. Se­telah itu masing-masing pulang ke rumahnya. Pada keesokkan harinya Al-Akhnas ibnu Syuraiq mengambil tong­katnya, lalu keluar rumah

menuju ke tempat Abu Sufyan ibnu Harb. Sesampainya di rumah Abu Sufyan, Al-Akhnas berkata kepadanya, "Hai Abu Hanzalah, bagaimanakah pendapatmu tentang apa yang telah engkau dengar dari Muhammad?" Abu Sufyan menjawab,

"Hai Abu Salabah, demi Allah, sesungguh­nya saya telah mendengar banyak hal yang saya ketahui, dan saya menge­tahui apa yang dimaksud olehnya dengan perkataannya itu. Tetapi saya juga telah mendengar banyak hal

yang tidak saya ketahui makna dan maksudnya." Al-Akhnas berkata, "Demi yang engkau sebut dalam sumpahmu itu, saya pun mempunyai pemahaman yang sama." Al-Akhnas pergi meninggalkan Abu Sufyan, lalu menuju ke rumah Abu Jahal.

Sesampainya di rumah Abu Jahal, Al-Akhnas bertanya kepa­danya, "Hai Abul Hakam, bagaimanakah pendapatmu tentang apa yang telah engkau dengar dari Muhammad?" Abu Jahal menjawab, "Apa yang saya dengar?"

Abu Jahal melanjutkan perkataannya, "Kami dan Bani Abdu Manaf bersaing untuk merebut kedudukan. Mereka memberi makan, maka kami memberi makan pula. Mereka memberikan tunggang­an, maka kami pun memberikan tunggangan pula.

Dan mereka memberi, maka kami pun memberi pula. Hingga manakala kami sedang sengit-sengitnya berlomba, mereka mengatakan, 'Di antara kami ada seorang nabi yang mendapat wahyu dari langit.' Maka jika kami menjumpai masa­nya,

demi Allah, kami tidak akan beriman kepadanya dan tidak memper­cayainya selama-lamanya." Maka Al-Akhnas bangkit meninggalkan Abu Jahal dan pulang ke rumahnya.

Surat Al-Isra |17:48|

انْظُرْ كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ الْأَمْثَالَ فَضَلُّوا فَلَا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلًا

unzhur kaifa dhorobuu lakal-amṡaala fa dholluu fa laa yastathii'uuna sabiilaa

Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan untukmu (Muhammad), karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar).

Look how they strike for you comparisons; but they have strayed, so they cannot [find] a way.

Tafsir
Jalalain

(Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadap dirimu) yaitu dengan menuduhmu sebagai orang yang terkena sihir, juru peramal,

dan seorang penyair (karena itu mereka menjadi sesat) dari jalan hidayah (dan tidak dapat lagi menemukan jalan) yang benar untuk mencapai hidayah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 48 |

Penjelasan ada di ayat 47

Surat Al-Isra |17:49|

وَقَالُوا أَإِذَا كُنَّا عِظَامًا وَرُفَاتًا أَإِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا

wa qooluuu a iżaa kunnaa 'izhoomaw wa rufaatan a innaa lamab'uuṡuuna kholqon jadiidaa

Dan mereka berkata, "Apabila Kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apakah Kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?"

And they say, "When we are bones and crumbled particles, will we [truly] be resurrected as a new creation?"

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka berkata) dalam keingkaran mereka terhadap adanya hari berbangkit ("Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang

dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru").

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 49 |

Tafsir ayat 49-52

Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang kafir yang menganggap mustahil terjadinya hari berbangkit, bahwa mereka mengatakan dengan nada ingkar yang perkataan mereka disitir oleh firman-Nya:


{أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا وَرُفَاتًا}


Apakah bila kami telah menjadi tulang dan benda-benda yang hancur. (Al-Isra: 49)Yang dimaksud dengan rufatan ialah tanah, menurut mujahid. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa rufatan ialah debu.


{أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا}


apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali seba­gai makhluk yang baru? (Al-Isra: 49)yakni di hari kiamat kelak, padahal kami telah hancur dan telah tiada. Seperti yang disebutkan oleh Allah" dalam ayat lain menceritakan ucapan mereka melalui firman-Nya:


{يَقُولُونَ أَئِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِي الْحَافِرَةِ* أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا نَخِرَةً* قَالُوا تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ}


(Orang-orang kafir) berkata, "Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan yang semula? Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat?” Mereka berkata, "kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan.” (An-Nazi'at: 10-12)


{وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ}


Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kepada kejadiannya. (Yasin: 78), hingga akhir ayat berikutnya.Maka Allah memerintahkan Rasul-Nya agar menjawab mereka dengan kalimat yang diajarkan-Nya, yaitu firman-Nya:


{قُلْ كُونُوا حِجَارَةً أَوْ حَدِيدًا}


Katakanlah, "Jadilah kamu sekalian batu atau besi.” (Al-Isra: 50) karena kedua benda ini jauh lebih tahan daripada tulang dan tanah.


{أَوْ خَلْقًا مِمَّا يَكْبُرُ فِي صُدُورِكُمْ}


atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiran kalian. (Al-Isra: 51)Ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Ibnu AbuNujaih, dari Mujahid, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai maknanya;

maka Ibnu Abbas menjawab bahwa yang dimaksud ialah maut. Atiyyah telah meri­wayatkan dari Ibnu Umar, bahwa Ibnu Umar pernah mengatakan sehu­bungan dengan tafsir ayat ini, "Seandainya kalian telah mati,

tentulah Allah akan menghidupkan kalian kembali." Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya. Makna yang dimaksud ialah seandainya kalian benda mati

—yang merupakan lawan kata dari hidup—tentulah Allah dapat menghi­dupkan kalian; jika Dia menghendaki; karena tiada sesuatu pun yang sukar bagi-Nya jika Dia menghendaki-Nya.Sehubungan dengan tafsir ayat ini Ibnu Jarir telah mengetengahkan sebuah hadis yang bunyinya seperti berikut:


"يُجَاءُ بِالْمَوْتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُ كَبْش أَمْلَحُ، فَيُوقَفُ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ، ثُمَّ يُقَالُ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ، أَتَعْرِفُونَ هَذَا؟ فَيَقُولُونَ: نَعَمْ. ثُمَّ يُقَالُ: يَا أَهْلَ النَّارِ، أَتَعْرِفُونَ هَذَا؟ فَيَقُولُونَ: نَعَمْ. فَيُذْبَحُ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ، ثُمَّ يُقَالُ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ، خُلُودٌ بِلَا مَوْتٍ، وَيَا أَهْلَ النَّارِ، خُلُودٌ بِلَا مَوْتٍ"


Kelak pada hari kiamat maut didatangkan dalam bentuk seekor kambing gibas yang bertanduk, lalu diberdirikan di antara surga dan neraka. Kemudian dikatakan, "Hai penduduk surga, tahukah kalian apakah ini?" mereka menjawab, "Ya.

” Kemudi­an dikatakan lagi, "Hai penduduk neraka, tahukah, kalian apa­kah ini?" Mereka menjawab, "Ya." Selanjutnya kambing itu disembelih di antara surga dan neraka, kemudian dikatakan, "Hai penduduk surga, kekallah kalian tanpa mati.

Hai pendu­duk neraka, kekallah kalian tanpa mati!"Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiran kalian. (Al-Isra: 51) Yakni jadilah kalian seperti langit,

bumi, dan gunung-gunung. Menurut riwayat yang lain, jadilah kalian sesuka kalian, maka Allah tetap akan menghidupkan kalian sesudah kalian mati.Di dalam tafsir firman Allah Swt. berikut ini yang diriwayatkan oleh Imam Malik,

dari Az-Zuhri (yaitu firman-Nya): atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiran kalian. (Al-Isra: 51) Makna yang dimaksud ialah maut (makhluk mati). Firman Allah Swt.:


{فَسَيَقُولُونَ مَنْ يُعِيدُنَا}


Maka mereka akan bertanya, "Siapakah yang akan menghi­dupkan kami kembali?” (Al-Isra: 51)Artinya, siapakah yang akan menghidupkan kami bila kami menjadi batu atau besi atau makhluk lainnya yang kuat.


{قُلِ الَّذِي فَطَرَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ}


Katakanlah, "Yang telah menciptakan kalian pada yang perta­ma kali." (Al-Isra: 51)Yaitu Tuhan Yang telah menciptakan kalian. Pada awal mulanya kalian bukan merupakan sesuatu yang disebut-sebut,

kemudian jadilah kalian manusia yang menyebar. Sesungguhnya Dia mampu menghidupkan kem­bali kalian, sekalipun kalian telah berubah menjadi apa pun. Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:


{وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ}


Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemu­dian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghi­dupkan kembali itu lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah Swt.:


{فَسَيُنْغِضُونَ إِلَيْكَ رُءُوسَهُمْ}


Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepalanya kepada­mu. (Al-Isra: 51)Ibnu Abbas dan Qatadah mengatakan bahwa mereka menggeleng-gelengkan kepalanya mengandung makna mencemoohkan.

Pendapat yang dikatakan oleh keduanya ini berdasarkan pengertian bahasa, karena makna ingad ialah menggerakkan kepala dari arah bawah ke arah atas atau sebaliknya. Termasuk ke dalam pengertian ini ialah

dikatakan nagdun terhadap anak burung unta. Dikatakan demikian karena bila berjalan burung itu condong ke depan seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. Dikatakan nagadat sinnuhu, artinya giginya bergerak dan goyah. Seorang penyair mengatakan,


ونَغَضَتْ مِنْ هَرَم أَسْنَانُهَا ...


"Giginya telah goyah karena usianya yang lanjut."Firman Allah Swt.:


{وَيَقُولُونَ مَتَى هُوَ}


dan berkata, "Kapan itu (akan terjadi)?" (Al-Isra: 51) Ungkapan ini menunjukkan pengertian bahwa mereka menganggap mus­tahil akan terjadinya hari berbangkit. Perihalnya sama dengan yang dise­butkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ}


Dan mereka berkata, "Kapankah datangnya ancaman itu, jika kalian orang-orang yang benar?” (Al-Mulk: 25)


{يَسْتَعْجِلُ بِهَا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِهَا}


Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu disegerakan kedatangannya. (Asy-Syura: 18)Mengenai firman Allah Swt.:


{قُلْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَرِيبًا}


Katakanlah, "Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat.” (Al-Isra: 51)Ayat ini dapat diartikan bahwa waspadalah kalian akan datangnya hari itu, karena sesungguhnya hari itu dekat waktunya bagi kalian.

Hari itu pasti akan datang kepada kalian, karena sesuatu yang pasti terjadi akan menjadi kenyataan. Firman Allah Swt.:


{يَوْمَ يَدْعُوكُمْ}


yaitu pada hari Dia memanggil kalian. (Al-Isra: 52) Yakni di hari Tuhan menyeru kalian semua. Dalam ayat lain disebutkan:


{إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ الأرْضِ إِذَا أَنْتُمْ تَخْرُجُونَ}


apabila Dia memanggil kalian sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kalian keluar (dari kubur). (Ar-Rum: 25)Dengan kata lain, apabila Allah memerintahkan kepada kalian untuk kelu­ar dari kuburan,

maka perintah-Nya itu tidak dapat ditentang dan tidak dapat ditolak, semua menaati-Nya. Bahkan dalam ayat yang lain disebut­kan oleh firman-Nya:


{وَمَا أَمْرُنَا إِلا وَاحِدَةٌ كَلَمْحٍ بِالْبَصَرِ}


Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata. (Al-Qamar: 50)


{إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}


Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu'apabila Kami menghendaki, Kami hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah! Maka jadilah ia. (An-Nahl: 40)Dan firman Allah Swt.:


{فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ. فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ}


Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 13-14)Yakni sesungguhnya menghidupkan kembali itu hanyalah dengan sekali perintah saja,

maka dengan serta-merta mereka keluar dari perut bumi ke permukaannya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{يَوْمَ يَدْعُوكُمْ فَتَسْتَجِيبُونَ بِحَمْدِهِ}


yaitu pada hari Dia memanggil kalian, lalu kalian mematuhi­nya sambil memuji-Nya. (Al-Isra: 52)Artinya, kalian semua memenuhi seruan-Nya karena taat kepada perintah-Nya dan patuh kepada kehendak-Nya.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud adalah lalu kalian mematuhi perintah-Nya. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Juraij. Qatadah me­ngatakan bahwa kalian memenuhi perintah-Nya

dengan sepengetahuan-Nya dan karena taat kepada-Nya.Sebagian ulama tafsir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yaitu pada hari Dia memanggil kalian, lalu kalian mematuhi­nya sambil memuji-Nya. (Al-Isra: 52) Yakni bagi Allah segala puji dalam semua keadaan. Di dalam hadis disebutkan:


"لَيْسَ عَلَى أَهْلِ "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَحْشَةٌ فِي قُبُورِهِمْ، وَكَأَنِّي بِأَهْلِ "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" يَقُومُونَ مِنْ قُبُورِهِمْ يَنْفُضُونَ التُّرَابَ عَنْ رُءُوسِهِمْ، يَقُولُونَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ". وَفِي رِوَايَةٍ يَقُولُونَ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ}


Orang-orang' yang biasa membaca kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah' tidak akan merasa kesepian di dalam kuburnya. Saya seakan-akan melihat ahli kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah' bangkit dari kuburan mereka

seraya menepiskan debu dari kepalanya sambil membaca kalimat 'Tidak ada Tuhan sela­in Allah'. Menurut riwayat lain disebutkan bahwa mereka mengucapkan: Segala puji bagi Allah yang telah mengilangkan dukacita dari kami. (Fathir: 34) Hal ini akan diterangkan dalam tafsir surat Fathir.Firman Allah Swt.:


{وَتَظُنُّونَ}


dan kalian mengira. (Al-Isra: 52) Yaitu pada hari kalian dibangkitkan dari kubur kalian.


{إِنْ لَبِثْتُمْ}


bahwa kalian tidak berdiam. (Al-Isra: 52) Maksudnya, tidak berdiam di kampung dunia (termasuk dalam kubur).


{إِلا قَلِيلا}


kecuali sebentar saja. (Al-Isra: 52)Makna ayat ini semisal dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain me­lalui firman-Nya:


{كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا}


Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. (An-Nazi'at: 46)


{يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ وَنَحْشُرُ الْمُجْرِمِينَ يَوْمَئِذٍ زُرْقًا * يَتَخَافَتُونَ بَيْنَهُمْ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا عَشْرًا * نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ إِذْ يَقُولُ أَمْثَلُهُمْ طَرِيقَةً إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا يَوْمًا}


(Yaitu) di hari (yang di waktu itu) ditiup sangkakala dan Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang yang berdosa dengan muka yang biru muram, mereka berbisik-bisik di antara mereka, "Kalian tidak berdiam (di dunia)

hanyalah sepuluh (hari)." Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka, "Kalian tidak berdiam (di dunia) melainkan hanya sehari saja." (Thaha: 102-104)


{وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ يُقْسِمُ الْمُجْرِمُونَ مَا لَبِثُوا غَيْرَ سَاعَةٍ كَذَلِكَ كَانُوا يُؤْفَكُونَ}


Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; "Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)". Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan. (dari kebenaran). (Ar-Rum: 55)Dan firman Allah Swt.:


{قَالَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الأرْضِ عَدَدَ سِنِينَ * قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ الْعَادِّينَ * قَالَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ}


Allah bertanya, "Berapa tahunkah lamanya kalian tinggal di bumi?” Mereka menjawab, "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari,maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman, "Kalian tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja kalau kalian sesungguhnya mengetahui." (Al-Mu’minun: 112-114)

Surat Al-Isra |17:50|

قُلْ كُونُوا حِجَارَةً أَوْ حَدِيدًا

qul kuunuu ḥijaarotan au ḥadiidaa

Katakanlah (Muhammad), "Jadilah kamu batu atau besi,

Say, "Be you stones or iron

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah) kepada mereka ("Jadilah kamu sekalian batu atau besi).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 50 |

Penjelasan ada di ayat 49