Juz 17

Surat Al-Anbiya |21:101|

إِنَّ الَّذِينَ سَبَقَتْ لَهُمْ مِنَّا الْحُسْنَىٰ أُولَٰئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ

innallażiina sabaqot lahum minnal-ḥusnaaa ulaaa`ika 'an-haa mub'aduun

Sungguh, sejak dahulu bagi orang-orang yang telah ada (ketetapan) yang baik dari Kami, mereka itu akan dijauhkan (dari neraka).

Indeed, those for whom the best [reward] has preceded from Us - they are from it far removed.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan dari Kami) yakni kedudukan (yang baik) antara lain adalah para nabi yang telah disebutkan tadi (mereka itu dijauhkan dari neraka Jahanam).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anbiya | 21 : 101 |

Penjelasan ada di ayat 98

Surat Al-Anbiya |21:102|

لَا يَسْمَعُونَ حَسِيسَهَا ۖ وَهُمْ فِي مَا اشْتَهَتْ أَنْفُسُهُمْ خَالِدُونَ

laa yasma'uuna ḥasiisahaa, wa hum fii masytahat anfusuhum khooliduun

Mereka tidak mendengar bunyi desisnya (api neraka) dan mereka kekal dalam (menikmati) semua yang mereka inginkan.

They will not hear its sound, while they are, in that which their souls desire, abiding eternally.

Tafsir
Jalalain

(Mereka tidak mendengar sedikit pun suaranya) yakni suara gemuruh api neraka itu (dan mereka dalam menikmati apa yang diingini oleh mereka) yakni berupa nikmat surga (hidup kekal).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anbiya | 21 : 102 |

Penjelasan ada di ayat 98

Surat Al-Anbiya |21:103|

لَا يَحْزُنُهُمُ الْفَزَعُ الْأَكْبَرُ وَتَتَلَقَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ هَٰذَا يَوْمُكُمُ الَّذِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

laa yaḥzunuhumul-faza'ul-akbaru wa tatalaqqoohumul-malaaa`ikah, haażaa yaumukumullażii kuntum tuu'aduun

Kejutan yang dahsyat tidak membuat mereka merasa sedih dan para malaikat akan menyambut mereka (dengan ucapan), "Inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu."

They will not be grieved by the greatest terror, and the angels will meet them, [saying], "This is your Day which you have been promised" -

Tafsir
Jalalain

Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar) yaitu perintah yang menyuruh hamba Allah dimasukkan ke dalam neraka (dan mereka disambut)

dijemput (oleh para Malaikat) sewaktu mereka keluar dari kuburannya masing-masing, seraya berkata kepada mereka, ("Inilah hari kalian yang telah dijanjikan kepada kalian") sewaktu kalian hidup di dunia.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anbiya | 21 : 103 |

Penjelasan ada di ayat 98

Surat Al-Anbiya |21:104|

يَوْمَ نَطْوِي السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ ۚ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ ۚ وَعْدًا عَلَيْنَا ۚ إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ

yauma nathwis-samaaa`a kathoyyis-sijilli lil-kutub, kamaa bada`naaa awwala kholqin nu'iiduh, wa'dan 'alainaa, innaa kunnaa faa'iliin

(Ingatlah) pada hari langit Kami gulung seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya lagi. (Suatu) janji yang pasti Kami tepati, sungguh, Kami akan melaksanakannya.

The Day when We will fold the heaven like the folding of a [written] sheet for the records. As We began the first creation, We will repeat it. [That is] a promise binding upon Us. Indeed, We will do it.

Tafsir
Jalalain

(Yaitu pada hari) ia dinashabkan oleh lafal Udzkur yang diperkirakan sebelumnya (Kami gulung langit seperti menggulungnya malaikat Sijil) lafal As Sijilli ini adalah nama malaikat pencatat amal perbuatan

(terhadap kitab) catatan amal perbuatan anak Adam, sewaktu anak Adam yang bersangkutan mati. Huruf Lam pada lafal Lil Kutubi adalah Zaidah atau tambahan.

Atau yang dimaksud dengan As Sijilli adalah lembaran-lembaran, sedangkan yang dimaksud Al Kitab adalah barang yang ditulis atau kertas dan huruf Lamnya bermakna 'Ala.

Artinya: sebagaimana tergulungnya lembaran-lembaran kertas. Dan menurut qiraat yang lain lafal Lil Kitabi dibaca Lil Kutubi dalam bentuk jamak, yakni kitab-kitab atau kertas-kertas.

(Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama) yakni mulai dari alam ketiadaan (begitulah Kami akan mengulanginya) yakni sesudah penciptaan itu ditiadakan.

Huruf Kaf di sini berta'alluq kepada lafal Nu'iiduhu dan Dhamir Hu lafal Nu'iiduhu kembali kepada lafal Awwal dan huruf Ma pada lafal Kama adalah Mashdariyah

(Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati) Lafal Wa'dan dinashabkan oleh lafal Wa'dunaa yang keberadaannya diperkirakan pada sebelumnya,

sedangkan lafal Wa'dan ini berfungsi mengukuhkan makna dari lafal yang diperkirakan sebelumnya (sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya) yaitu melaksanakan janji yang telah Kami tetapkan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anbiya | 21 : 104 |

Allah Swt. berfirman bahwa kejadian ini pasti akan terjadi pada hari kiamat nanti, yaitu:


{يَوْمَ نَطْوِي السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ}


pada hari Kami gulung langit laksana menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104) Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالأرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}


Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Tuhan dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (Az-Zumar: 67)


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُقَدم بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنِي عَمِّي الْقَاسِمُ بْنُ يَحْيَى، عَنْ عُبَيد اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ يَقْبِضُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الأرضَين، وَتَكُونُ السموات بِيَمِينِهِ"


Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muqaddam ibnu Muhammad, telah menceritakan kepadaku pamanku Al-Qasim ibnu Yahya, dari Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:

Sesungguhnya Allah kelak di hari kiamat menggulung bumi, dan begitu pula langit dengan tangan kanan-Nya.Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini bila ditinjau dari segi jalurnya dengan periwayatan yang tunggal (munfarid).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnul Hajjaj Ar-Ruqiy, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah, dari Abul Wasil,

dari Abul Malih Al-Azdi, dari Abul Jauza Al-Azdi, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah menggulung tujuh lapis langit bersama semua makhluk yang ada di dalamnya, dan menggulung tujuh lapis bumi bersama semua makhluk

yang ada di dalamnya, semuanya itu digulung oleh Allah dengan tangan kanan-Nya. Dan semuanya itu di tangan-Nya sama dengan sebiji sawi. Firman Allah Swt.:


{كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ}


seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104) Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan sijil adalah lembaran kertas kitab. Menurut pendapat yang lain ialah segolongan malaikat. Ibnu Abu Hatim mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yaman, telah menceritakan kepada kami Abul Wafa Al-Asyja'i, dari ayahnya,

dari Ibnu Umar sehubungan dengan makna firman-Nya: (Yaitu) pada hari Kami gulung langit laksana menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104) Bahwa yang dimaksud dengan sijil di sini ialah malaikat; apabila ia naik ke langit

dengan membawa permohonan ampunan, maka dikatakan kepadanya, "Tulislah dengan nur." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abu Kuraih, dari Ibnu Yaman dengan sanad yang sama.Ibnu Abu Hatim mengatakan,

telah diriwayatkan dari Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali ibnul Husain, bahwa sijil adalah malaikat. As-Saddi mengatakan bahwa as-sijil dalam ayat ini berarti malaikat yang ditugaskan mencatat amal perbuatan; apabila seseorang meninggal dunia,

maka kitab catatan amalnya dimasukkan ke dalam sijil, lalu ditutup dan disimpan hingga hari kiamat. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah nama seorang sahabat yang bertugas mencatat wahyu bagi Nabi Saw.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali Al-Jahdami, telah menceritakan kepada kami Nuh ibnu Qais, dari Amr ibnu Malik, dari Abul Jauzai, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

(Yaitu) pada hari Kami gulung langit laksana menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104), Bahwa as-sijil adalah seorang lelaki. Nuh berkata, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Ka'b Al-Auzi, dari Amr ibnu Malik,

dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa as-sijil adalah juru tulis Nabi Saw. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud dan ImamNasai, keduanya melalui Qutaibah ibnu Sa'id, dari Nuh ibnu Qais, dari Yazid ibnu Ka'b,

dari Amr ibnu Malik, dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa as-sijil adalah juru tulis Nabi Saw. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Nasr ibnu Ali Al-Jahdami seperti yang telah disebutkan di atas. Ibnu Addi meriwayatkannya

melaluiYahya ibnu Amr ibnu Malik Al-Bakri, dari ayahnya, dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu Rasulullah Saw. mempunyai seorang juru tulis bernama as-sijil. Dialah yang disebutkan oleh firman-Nya: (Yaitu)

pada hari Kami gulung langit sebagaimana (sijjil) menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104) Sebagaimana sijil menggulung kertas tulis, begitulah kelak langit digulung. Kemudian Ibnu Addi mengatakan bahwa riwayat ini

tidak dikenal. Al-Khatib Al-Bagdadi di dalam kitab Tarikh-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-Barqani Muhammad ibnu Muhammad ibnu Ya'qub Al-Hajjaji, telah menceritakan kepada kami

Ahmad ibnul Husain Al-Karkhi, bahwa Hamdan ibnu Sa'id pernah menceritakan kepada mereka hadis berikut dari Abdullah ibnu Numair, dari Ubaidillah ibnu Umar, dari Nafi, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa as-sijil adalah

juru tulis Nabi Saw. Al-Khatib Al-Bagdadi selanjutnya mengatakan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Nafi', dari Ibnu Umar ini berpredikat sangat munkar, tidak mempunyai asal-usul sama sekali. Begitu pula hadis terdahulu darI Ibnu Abbas

yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan lain-lainnya berpredikat munkar pula dan tidak sahih. Sejumlah ahli huffaz telah mengemukakan keterangannya bahwa hadis ini maudu', sekalipun di dalam Sunan Abu Daud salah seorang perawinya

adalah guru kami, yaitu Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazzi. Saya telah mengulas hadis ini dalam suatu karya tulis yang terpisah.Imam Abu Ja'far Ibnu Jarir menilai hadis ini berpredikat munkar, lalu membantahnya dengan bantahan yang sempurna.

Ia mengatakan bahwa tiada seorang pun di antara para sahabat yang bernama as-sijil. Juru tulis Nabi Saw. orang-orangnya telah dikenal, dan tiada seorang pun di antara mereka bernama as-sijil. Ibnu Jarir dapat dibenarkan

dengan pendapatnya itu, dan alasannya yang kuat itu cukup untuk dijadikan sebagai bukti yang menunjukkan predikat munkar hadis ini. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa ia adalah nama seorang sahabat, maka tiada pegangan

yang lain baginya kecuali hanya hadis ini. Pendapat yang benar dari Ibnu Abbas ialah yang mengatakan bahwa as-sijil adalah lembaran kertas. Demikianlah menurut Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama

dikatakan pula oleh Mujahid, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir adalah pendapat ini dengan alasan bahwa memang makna inilah yang dikenal menurut istilah bahasa.

Dengan demikian, makna ayat ialah bahwa di hari Kami gulung langit sebagaimana menggulung lembaran-lembaran kertas. Huruf lam pada lafaz lil kitab bermakna 'alal kitab, dan yang dimaksud dengan kitab ialah maktub­nya,

yakni kertasnya. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:


{فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ}


Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). (Ash-Shaffat: 103) Lil jabin bermakna 'alal jabin, yakni pada pelipisnya. Masih banyak contoh lainnya dalam bahasa. Firman Allah Allah Swt.:


{كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ}


Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. (Al-Anbiya: 104)

Yaitu hal ini pasti terjadi kelak pada hari Allah mengembalikan semua makhluk dalam kejadiannya yang baru, sebagaimana Allah menciptakan mereka pada pertama kalinya. Dia Mahakuasa untuk mengembalikan penciptaan mereka.

Hari itu pasti terjadi karena termasuk salah satu di antara yang dijanjikan oleh Allah Swt. Janji Allah tidak akan diingkari dan tidak akan diganti, Dia Mahakuasa untuk melakukan hal tersebut. Karena itulah dalam penghujung ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ}


sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. (Al-Anbiya: 104)


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع وَابْنُ جَعْفَرٍ الْمَعْنَى، قَالَا : حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ النُّعْمَانِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْر، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَوْعِظَةٍ فَقَالَ: "إِنَّكُمْ مَحْشُورُونَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلا كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ، وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', Abu Ja'far, dan Ubaidah Al-Ammi. Mereka mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Mugirah ibnun Nu'man, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas

yang mengatakan bahwa di suatu waktu Rasulullah Saw. berdiri di antara kami untuk menyampaikan nasihatnya kepada kami, lalu beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya kalian akan digiring menghadap kepada Allah Swt.

dalam keadaan tak beralas kaki, telanjang lagi tidak disunat, "Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah

yang akan melaksanakannya.” Hingga akhir hadis. Syaikhain mengetengahkan hadis ini melalui riwayat Syu'bah. Imam Bukhari di dalam kitabnya menyebutkan ayat ini. Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Siti Aisyah,

dari Rasulullah Saw. hal yang semisal. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. (Al-Anbiya: 104)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa segala sesuatu binasa semuanya, lalu diciptakan kembali sebagaimana penciptaan semula.

Surat Al-Anbiya |21:105|

وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ

wa laqod katabnaa fiz-zabuuri mim ba'diż-żikri annal-ardho yariṡuhaa 'ibaadiyash-shooliḥuun

Dan sungguh, telah Kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam Az-Zikr (Lauh Mahfuz), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.

And We have already written in the book [of Psalms] after the [previous] mention that the land [of Paradise] is inherited by My righteous servants.

Tafsir
Jalalain

(Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur) yakni kitab Zabur yang telah diturunkan oleh Allah (sesudah adanya peringatan) yang dimaksud adalah Ummul Kitab atau Alquran yang telah ada di sisi Allah,

yakni di Lohmahfuz (bahwasanya bumi ini) yakni bumi surga (diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang saleh) yakni siapa saja di antara hamba-hamba-Ku yang saleh.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anbiya | 21 : 105 |

Tafsir ayat 105-107

Allah Swt. berfirman, memberitahukan tentang apa yang telah dipastikan­Nya dan apa yang telah ditetapkan-Nya buat hamba-hamba-Nya yang saleh, yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat; di dunia dipusakakan-Nya bumi ini

kepada mereka, selain kebahagiaan di akhirat nanti yang menjadi milik mereka. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{إِنَّ الأرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ}


sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-A'raf: 128)


{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأشْهَادُ}


Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). (Al-Mu’min: 51) Dan firman Allah Swt.:


{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ } الْآيَةَ


Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang

yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya. (An-Nur: 55) Selanjutnya Allah menyebutkan bahwa hal ini telah tertulis di dalam kitab-kitab syariat, juga takdir; hal ini pasti akan terjadi. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ}


Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauhul Mahfuz. (Al-Anbiya: 105) Al-A'masy pernah bertanya kepada Sa'id ibnu Jubair tentang makna firman Allah Swt.: Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur

sesudah (Kami tulis dalam) Lauhul Mahfuz. (Al-Anbiya: 105) Bahwa yang dimaksud dengan az-zikr ialah kitab Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Mujahid mengatakan bahwa Zabur adalah nama kitab. Ibnu Abbas, Asy-Sya'bi, Al-Hasan, Qatadah,

dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah mengatakan bahwa Zabur adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Daud, sedangkan az-zikr artinya kitab Taurat. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa az-zikr artinya Al-Qur'an.

Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa az-zikr ialah kitab yang ada di langit. Mujahid mengatakan bahwa Zabur artinya semua kitab sesudah az-zikr. az-zikr ialah kitab yang ada di sisi Allah (Lauhul Mahfuz). Pendapat inilah yang dipilih

oleh Ibnu Jarir. Hal yang sama telah dikatakan oleh Zaid ibnu Aslam, bahwa az-zikr adalah kitab pertama. As-Sauri mengatakan bahwa az-zikr artinya Lauhul Mahfuz. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa Zabur

adalah kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi, sedangkan az-zikr ialah Ummul Kitab yang telah tercatat di dalamnya segala sesuatu sebelum itu. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah Swt.

telah menyebutkan di dalam kitab Taurat dan kitab Zabur serta pengetahuan-Nya yang terdahulu sebelum ada langit dan bumi, bahwa Dia akan mempusakakan bumi ini kepada umat Muhammad Saw. dan Dia akan memasukkan mereka

yang saleh ke dalam surga-Nya.Mujahid telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman-Nya: bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. (Al-Anbiya: 105 ) Bahwa yang dimaksud dengan bumi ialah bumi surga.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Abul Aliyah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, Qatadah, As-Saddi, Abu Saleh, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Sauri. Abu Darda mengatakan,

"Kitalah yang dimaksud dengan orang-orang saleh itu." Sedangkan menurut As-Saddi, mereka adalah orang-orang mukmin. Firman Allah Swt.:


{إِنَّ فِي هَذَا لَبَلاغًا لِقَوْمٍ عَابِدِينَ}


Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah (Allah). (Al-Anbiya: 106) Yakni sesungguhnya di dalam Al-Qur'an yang Kami turunkan kepada hamba Kami Muhammad

benar-benar mengandung manfaat dan kecukupan bagi kaum yang menyembah Allah, taat kepada syariat-Nya, menyukainya, dan rela dengan syariat-Nya, serta lebih memilih taat kepada Allah daripada tunduk kepada setan dan hawa nafsu mereka. Firman Allah Swt.:


{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ}


Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya: 107) Melalui ayat ini Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia menjadikan Muhammad Saw. sebagai rahmat buat semesta alam.

Dengan kata lain, Dia mengutusnya sebagai rahmat buat mereka. Maka barang siapa yang menerima rahmat ini dan mensyukurinya, berbahagialah ia di dunia dan akhiratnya. Dan barang siapa yang menolak

serta mengingkarinya, maka merugilah ia di dunia dan akhiratnya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَةَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا وَبِئْسَ الْقَرَارُ}


Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan, yaitu neraka Jahanam; mereka masuk ke dalamnya; dan itulah seburuk-buruknya tempat kediaman. (Ibrahim: 28-29)Dan Allah Swt. telah berfirman sehubungan dengan sifat Al-Qur'an:


{قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ}


Katakanlah, "Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.” (Fushshilat: 44)


قَالَ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا مَرْوَانُ الفَزَاريّ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ كَيْسَان، عَنِ ابْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ادْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ، قَالَ: "إِنِّي لَمْ أبعَثْ لَعَّانًا، وَإِنَّمَا بُعثْتُ رَحْمَةً"


Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Marwan Al-Fazzari, dari Yazid ibnu Kaisan, dari Ibnu Abu Hazim, dari Abu Hurairah yang mengatakan,

bahwa pernah dikatakan kepada Rasulullah Saw, "Wahai Rasulullah, berdoalah untuk kebinasaan orang-orang musyrik." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya aku diutus bukan sebagai pelaknat,

melainkan aku diutus sebagai pembawa rahmat. Hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Muslim. Di dalam hadis lainnya disebutkan:


"إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ"


Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan (kepada kalian). Abdullah ibnu Abu Uwwanah dan lain-lainnya meriwayatkan hadis ini melalui Waki', dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah secara marfu'.

Ibrahim Al-Harbi mengatakan, telah diriwayatkan pula hadis ini oleh lainnya dari Waki', tetapi tidak disebutkan dari Abu Hurairah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Imam Bukhari ketika ditanya mengenai hadis ini,

lalu ia menjawab bahwa hadis ini ada pada Hafs ibnu Gayyas secara mursal. Al-Hafiz Ibnu Asakir mengatakan bahwa hadis ini telah diriwayatkan oleh Malik ibnu Sa'id ibnul Khams, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh,

dari Abu Hurairah secara marfu'. Kemudian ia mengetengahkannya melalui jalur Abu Bakar ibnul Muqri dan Abu Ahmad Al-Hakim, keduanya dari Bakar ibnu Muhammad ibnu Ibrahim As-Sufi. Disebutkan bahwa telah menceritakan

kepada kami Ibrahim ibnu Sa'id Al-Jauhari, dari Abu Usamah, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Qais ibnu Abu Hazm, dari Abu Hurairah yang mengatakan, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ"


Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan.Kemudian ia mengetengahkannya pula melalui jalur As-Silt ibnu Mas'ud, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Mis'ar, dari Sa'id ibnu Khalid, dari seorang lelaki, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"إِنَّ اللَّهَ بَعَثَنِي رَحْمَةً مُهْدَاةً، بُعثْتُ بِرَفْعِ قَوْمٍ وَخَفْضِ آخَرِينَ"


Sesungguhnya Allah mengutusku sebagai pembawa rahmat yang dihadiahkan, aku diutus untuk mengangkat (derajat) suatu kaum dan merendahkan yang lainnya. Abul Qasim Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Ahmad ibnu Muhammad ibnu Nafi' At-Tahhan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh yang mengatakan bahwa ia menjumpai sebuah kitab di Madinah berasal dari Abdul Aziz Ad-Darawardi dan Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Umar

ibnu Abdur Rahman ibnu Abdul Aziz ibnu Amr ibnu Auf, dari Muhammad ibnu Saleh At-Tammar, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari ayahnya yang telah menceritakan bahwa Abu Jahal sesudah kembali ke Mekah

dari jamuan minum khamarnya mengatakan, "Hai golongan kaum Quraisy, sesungguhnya Muhammad kini tinggal di Yasrib dan telah mengirimkan mata-matanya. Sesungguhnya dia tiada lain menginginkan agar mendapat sesuatu jarahan

dari kalian. Maka berhati-hatilah kalian, jangan sampai kalian melalui jalannya atau mendekatinya. Sesungguhnya dia bagaikan harimau yang ganas. Sesungguhnya dia dendam terhadap kalian karena kalian telah mengusirnya sebagaimana

mengusir kera-kera dari tempat yang ramai. Demi Allah, sesungguhnya dia mempunyai ilmu sihir yang tidak pernah saya lihat sebelumnya seampuh itu. Dan sesungguhnya tiada seorang pun dari kalangan sahabatnya, melainkan

saya lihat mereka selalu ditemani oleh setan-setan. Sesungguhnya kalian telah mengetahui permusuhan (kita dan) Bani Qailah (yakni kabilah Aus dan kabilah Khazraj), dia (Muhammad) adalah musuh yang meminta bantuan

kepada musuh (kita)." Mut'im ibnu Addi menjawabnya.”Hai Abul Hakam (nama sebutan Abu Jahal), demi Allah, saya tidak pernah melihat seseorang yang berlisan lebih jujur dan tidak pula seseorang yang lebih menepati janjinya selain

dari saudara kalian yang telah kalian usir itu (yakni Nabi Saw.). Bilamana kalian telah terlanjur melakukannya, maka sekarang.sudah sepantasnya bagi kalian menebus kesalahan kalian itu dengan menjadi orang-orang yang membelanya."

Abu Sufyan ibnul Haris mengatakan, "Jadilah kalian orang yang lebih keras daripada sikap kalian yang sekarang ini. Sesungguhnya Bani Qailah itu jika mereka berhasil mengalahkan kalian, tentulah mereka tidak memelihara hubungan

kekerabatan terhadap kalian dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Jika kalian menuruti saranku, aku akan menempatkan kalian di kalangan mereka sebagai orang-orang Bani Kinanah yang terbaik, atau kalian harus mengusir Muhammad

dari kalangan mereka agar dia terusir dalam keadaan sendirian. Mengenai kedua anak Qailah (yakni Aus dan Khazraj), demi Allah, tiadalah mereka berdua dan budak-budak kalian melainkan sama hinanya; aku sendirian mampu mencegah

mereka tanpa kalian." Lalu Abu Sufyan ibnul Haris mengucapkan bait-bait syairnya yang antara lain mengatakan


سَأمْنَحُ جَانبًا مِنِّي غَليظًا ... عَلَى مَا كَانَ مِنْ قُرب وَبُعْد ... رجَالُ الخَزْرَجيَّة أهْلُ ذُل ... إِذَا مَا كَانَ هَزْل بَعْدَ جَدِّ ...


"Aku akan memberikan sisi lambungku yang keras lebih dari sebelumnya terhadap semua orang yang dekat maupun yang jauh dari kalangan kabilah Khazraj. Mereka adalah orang-orang yang hina, bilamana sesudah sungguhan tidak ada basa-basi lagi."Ketika berita itu terdengar oleh Rasulullah Saw, maka beliau bersabda:


"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَأَقْتُلَنَّهُمْ ولأصلبَنَّهم وَلَأَهْدِيَنَّهُمْ وَهُمْ كَارِهُونَ، إِنِّي رَحْمَةٌ بَعَثَنِي اللَّهُ، وَلَا يَتَوفَّاني حَتَّى يُظْهِرَ اللَّهُ دِينَهُ، لِي خَمْسَةُ أَسْمَاءٍ: أَنَا مُحَمَّدٌ، وَأَحْمَدُ، وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يَمْحِي اللَّهُ بِيَ الْكُفْرَ، وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمِي، وَأَنَا الْعَاقِبُ"


Demi Zat yang jiwaku berada di dalam genggaman-­Nya, sungguh aku benar-benar akan membunuh mereka, menyalib mereka, atau akan memberi petunjuk kepada mereka, sedangkan mereka tidak menyukainya. Sesungguhnya aku ini

adalah pembawa rahmat yang diutus oleh Allah. Allah tidak akan mewafatkan diriku sebelum Dia memenangkan agama-Nya. Aku mempunyai lima buah nama, akulah Muhammad dan Ahmad, dan aku adalah Al-Mahi yang dengan melaluiku

Allah menghapus kekufuran, dan akulah Al-Hasyir yang semua orang (kelak di hari kiamat) digiring di bawah telapak kakiku, dan aku adalah Al-'Aqib.Ahmad ibnu Saleh mengatakan bahwa saya berharap semoga hadis ini berpredikat sahih.


قَالَ الإمامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا زَائِدَةُ، حَدَّثَنِي عَمْرو بْنُ قَيس، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي قُرّة الكِنْديّ قَالَ: كَانَ حُذيفةُ بِالْمَدَائِنِ، فَكَانَ يَذْكُرُ أَشْيَاءَ قَالَهَا رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَ حذيفةُ إِلَى سَلْمان فَقَالَ سَلْمَانُ: يَا حذيفةَ، أن رسولَ الله صلى الله عليه وسلم [كَانَ يَغْضَبُ فَيَقُولُ، وَيَرْضَى فَيَقُولُ: لَقَدْ عَلِمْتُ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم] خطَب فَقَالَ: "أَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي سَبَبتُه [سَبَّةً] فِي غَضَبي أَوْ لَعَنْتُهُ لَعْنَةً، فَإِنَّمَا أَنَا رَجُلٌ مِنْ وَلَدِ آدَمَ، أَغْضَبُ كَمَا يَغْضَبُونَ، وَإِنَّمَا بَعَثَنِي رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ، فَاجْعَلْهَا صَلَاةً عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Zaidah, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Qais, dari Amr ibnu Abu Qurrah Al-Kindi yang mengatakan bahwa

Huzaifah tinggal di Madaln, dia sering memberikan banyak penyuluhan kepada orang-orang dengan hadis-hadis yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. Lalu Huzaifah datang kepada Salman. Maka Salman berkata kepadanya,

bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda: Siapa pun orangnya yang pernah aku maki atau aku laknat saat aku sedang marah, maka sesungguhnya diriku ini tiada lain seorang lelaki dari anak Adam (manusia) yang juga marah

sama dengan kalian bila marah. Tetapi sesungguhnya aku diutus oleh Allah sebagai pembawa rahmat buat semesta alam, maka aku akan menjadikan marah dan laknatku itu sebagai rahmat buatnya kelak di hari kiamat.Imam Abu Daud

meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Yunus, dari Zaidah. Jika dikatakan, "Rahmat apakah yang dapat diperoleh oleh orang yang kafir kepadanya?" Sebagai jawabannya ialah apa yang diriwayatkan oleh Abu Ja'far ibnu Jarir yang mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Syahin, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Al-Azraq, dari Al-Mas'udi, dari seorang lelaki yang dikenal dengan nama Sa'id, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan

dengan makna firman-Nya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya: 107) Bahwa yang dimaksud ialah rahmat bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian

dengan dipastikan-Nya rahmat baginya di dunia dan akhirat; sedangkan bagi orang yang tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya, terbebaskan dari azab yang pernah dialami oleh umat-umat sebelumnya yang durhaka.

Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang sama melalui hadis Al-Mas'udi, dari Abu Sa'd alias Sa'id ibnul Mirzaban Al-Baqqal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas. Abul Qasim At-Tabrani telah meriwayatkannya dari Abdan ibnu Ahmad,

dari Isa ibnu Yunus Ar-Ramli, dari Ayyub ibnu Suwaid, dari Al-Mas'udi, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan

untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya: 107) Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang-orang yang mengikutinya beroleh rahmat di dunia ini dan di akhirat kelak. Sedangkan orang-orang yang tidak mengikutinya dapat terhindar

dari cobaan berupa ditenggelamkan ke bumi, dikutuk, dan ditimpa azab yang pernah dialami oleh umat-umat lain sebelum mereka.

Surat Al-Anbiya |21:106|

إِنَّ فِي هَٰذَا لَبَلَاغًا لِقَوْمٍ عَابِدِينَ

inna fii haażaa labalaaghol liqoumin 'aabidiin

Sungguh, (apa yang disebutkan) di dalam (Al-Qur´an) ini benar-benar menjadi petunjuk (yang lengkap) bagi orang-orang yang menyembah (Allah).

Indeed, in this [Qur'an] is notification for a worshipping people.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya apa yang disebutkan di dalam kitab ini) yakni Alquran (benar-benar menjadi bekal) yakni kecukupan untuk masuk surga (bagi kaum yang menyembah Allah) yakni bagi mereka yang mengamalkannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anbiya | 21 : 106 |

Penjelasan ada di ayat 105

Surat Al-Anbiya |21:107|

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

wa maaa arsalnaaka illaa roḥmatal lil-'aalamiin

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.

And We have not sent you, [O Muhammad], except as a mercy to the worlds.

Tafsir
Jalalain

(Dan tiadalah Kami mengutus kamu) hai Muhammad! (melainkan untuk menjadi rahmat) yakni merupakan rahmat (bagi semesta alam) manusia dan jin melalui kerasulanmu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anbiya | 21 : 107 |

Penjelasan ada di ayat 105

Surat Al-Anbiya |21:108|

قُلْ إِنَّمَا يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

qul innamaa yuuḥaaa ilayya annamaaa ilaahukum ilaahuw waaḥid, fa hal antum muslimuun

Katakanlah (Muhammad), "Sungguh, apa yang diwahyukan kepadaku ialah bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka apakah kamu telah berserah diri (kepada-Nya)?"

Say, "It is only revealed to me that your god is but one God; so will you be Muslims [in submission to Him]?"

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah, "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah bahwasanya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa) tiada diwahyukan kepadaku sehubungan dengan perkara Tuhan,

melainkan keesaan-Nya (maka hendaklah kalian berserah diri) taat kepada apa yang diwahyukan kepadaku, yaitu mentauhidkan Tuhan. Istifham di sini mengandung makna perintah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anbiya | 21 : 108 |

Tafsir ayat 108-112

Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengatakan kepada orang-orang musyrik:


{إِنَّمَا يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ}


Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah bahwasanya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa. Maka hendaklah kalian berserah diri (kepada-Nya). (Al-Anbiya: 108) Yaitu mengikuti apa yang diperintahkan oleh wahyu, berserah diri, dan taat kepada-Nya.


{فَإِنْ تَوَلَّوْا}


Jika mereka berpaling. (Al-Anbiya: 109) Yakni meninggalkan apa yang kamu serukan kepada mereka.


{فَقُلْ آذَنْتُكُمْ عَلَى سَوَاءٍ}


Maka katakanlah, "Aku telah menyampaikan kepada kalian (ajaran) yang sama (antara kita). (Al-Anbiya: 109) Maksudnya, aku permaklumatkan kepada kalian jika kalian tidak menuruti aku bahwa aku adalah musuh kalian

sebagaimana kalian adalah musuhku, dan aku berlepas diri dari kalian sebagaimana kalian berlepas diri dariku. Ayat ini sama maknanya dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:


{وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ}


Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah, "Bagiku pekerjaanku, dan bagi kalian pekerjaan kalian. Kalian berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan, dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kalian kerjakan.” (Yunus: 41) Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:


{وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ خِيَانَةً فَانْبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَاءٍ}


Dan jika kamu mengetahui pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. (Al-Anfal: 58) Yakni agar pengetahuanmu dan pengetahuan mereka sehubungan

dengan pembatalan perjanjian itu sama. Demikian pula makna yang dimaksud dalam ayat ini, yaitu firman-Nya:


{فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ آذَنْتُكُمْ عَلَى سَوَاءٍ}


Jika mereka berpaling, maka katakanlah, "Aku telah menyampaikan kepada kamu sekalian hal yang sama.” (Al-Anbiya: 109) Artinya, aku beri tahukan kepada kalian bahwa aku berlepas diri dari kalian dan kalian pun berlepas diri dariku, karena aku mengetahui hal itu. Firman Allah Swt.:


{وَإِنْ أَدْرِي أَقَرِيبٌ أَمْ بَعِيدٌ مَا تُوعَدُونَ}


"dan aku tidak mengetahui apakah yang diancamkan kepada kalian itu sudah dekat atau masih jauh.” (Al-Anbiya: 109) Yaitu pasti terjadi, tetapi aku tidak mengetahui apakah sudah dekat atau masihjauh.


{إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ مِنَ الْقَوْلِ وَيَعْلَمُ مَا تَكْتُمُونَ}


Sesungguhnya Dia mengetahui perkataan (yang kalian ucapkan) dengan terang-terangan, dan Dia mengetahui apa yang kalian rahasiakan. (Al-Anbiya: 110) Yakni sesungguhnya Allah mengetahui semua yang gaib

dan mengetahui semua yang ditampakkan dan yang disembunyikan oleh hamba-hamba-Nya. Dia mengetahui semua yang nyata dan semua yang tersembunyi dalam hati, Dia mengetahui semua rahasia dan yang tersembunyi.

Dia mengetahui pula apa yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya secara terang-terangan dan yang disembunyikan oleh mereka. Kelak Allah akan membalas mereka atas perbuatannya, baik yang kecil maupun yang besar. Firman Allah Swt.:


{وَإِنْ أَدْرِي لَعَلَّهُ فِتْنَةٌ لَكُمْ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ}


Dan aku tidak mengetahui, boleh jadi hal itu cobaan bagi kalian dan kesenangan sampai kepada suatu waktu. (Al-Anbiya: 111) Maksudnya, saya tidak mengetahui barangkali hal itu sebagai cobaan bagi kamu sekalian

dan sebagai kesenangan hingga waktu yang tertentu. Ibnu Jarir mengatakan, barangkali ditangguhkannya siksaan itu bagi kalian merupakan suatu cobaan dan kesenangan sampai kepada suatu waktu. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Aun dari Ibnu Abbas.


{قَالَ رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّ}


(Muhammad) berkata, "Ya Tuhanku, berilah keputusan dengan adil.”(Al-Anbiya: 112) Yakni berilah keputusan di antara kami dan kaum kami yang mendustakan kebenaran. Qatadah mengatakan bahwa dahulu para nabi

selalu mengucapkan: Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya. (Al-A'raf: 89) Allah Swt. memerintahkan pula kepada Nabi-Nya

agar mengucapkan hal tersebut. Diriwayatkan dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa Rasulullah Saw. apabila menghadiri suatu peperangan selalu membacakan firman-Nya: "Ya Tuhanku, berilah keputusan dengan adil.

Dan Tuhan kami ialah Tuhan Yang Maha Pemurah lagi yang dimohonkan pertolongan­Nya terhadap apa yang kalian katakan" (Al-Anbiya: 112) Yaitu terhadap apa yang kalian katakan dan kalian buat-buat berupa kedustaan

dan berbagai macam kebohongan. Dan hanya Allah-lah saya memohon pertolongan terhadap apa yang kalian lakukan itu.

Surat Al-Anbiya |21:109|

فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ آذَنْتُكُمْ عَلَىٰ سَوَاءٍ ۖ وَإِنْ أَدْرِي أَقَرِيبٌ أَمْ بَعِيدٌ مَا تُوعَدُونَ

fa in tawallau fa qul aażantukum 'alaa sawaaa`, wa in adriii a qoriibun am ba'iidum maa tuu'aduun

Maka jika mereka berpaling maka katakanlah (Muhammad), "Aku telah menyampaikan kepadamu (ajaran) yang sama (antara kita) dan aku tidak tahu apakah yang diancamkan kepadamu itu sudah dekat atau masih jauh."

But if they turn away, then say, "I have announced to [all of] you equally. And I know not whether near or far is that which you are promised.

Tafsir
Jalalain

(Jika mereka berpaling) dari hal tersebut (maka katakanlah, "Aku telah menyerukan kepada kalian) maksudnya telah memberitahukan kepada kalian untuk berperang

(dalam keadaan sama) lafal 'Alaa Sawaa-in ini menjadi Hal dari Fa'il dan Maf'ul. Maksudnya, antara kami dan kalian sama-sama mengetahui maklumat ini, aku tidak memaksakan kalian untuk berperang,

tetapi kalian sendirilah yang mengajaknya, maka bersiap-siaplah kalian (dan tidaklah) yakni tiadalah (aku mengetahui, apakah yang diancamkan kepada kalian itu sudah dekat atau masih jauh")

maksudnya azab atau kiamat yang juga di dalamnya mengandung azab, akan tetapi sesungguhnya yang mengetahui hal itu hanyalah Allah semata.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anbiya | 21 : 109 |

Penjelasan ada di ayat 108

Surat Al-Anbiya |21:110|

إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ مِنَ الْقَوْلِ وَيَعْلَمُ مَا تَكْتُمُونَ

innahuu ya'lamul-jahro minal-qouli wa ya'lamu maa taktumuun

Sungguh, Dia (Allah) mengetahui perkataan (yang kamu ucapkan) dengan terang-terangan dan mengetahui (pula) apa yang kamu rahasiakan.

Indeed, He knows what is declared of speech, and He knows what you conceal.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Dia) Allah swt. (mengetahui perkataan yang terang-terangan) dan juga perbuatan kalian dan orang-orang selain kalian (dan Dia mengetahui apa yang kalian rahasiakan) yang dirahasiakan kalian dan selain kalian.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anbiya | 21 : 110 |

Penjelasan ada di ayat 108

Surat Al-Anbiya |21:111|

وَإِنْ أَدْرِي لَعَلَّهُ فِتْنَةٌ لَكُمْ وَمَتَاعٌ إِلَىٰ حِينٍ

wa in adrii la'allahuu fitnatul lakum wa mataa'un ilaa ḥiin

Dan aku tidak tahu, boleh jadi hal itu cobaan bagi kamu dan kesenangan sampai waktu yang ditentukan.

And I know not; perhaps it is a trial for you and enjoyment for a time."

Tafsir
Jalalain

(Dan tidaklah) (aku mengetahui, barangkali hal itu) apa yang telah aku beritahukan kepada kalian dan belum diketahui saatnya (sebagai cobaan) ujian (bagi kalian)

supaya dapat dilihat, apakah yang diperbuat oleh kalian dan kesenangan) yakni bersenang-senang (sampai kepada suatu waktu) maksudnya sampai habisnya umur kalian.

Pengertian ayat ini hanya bersifat kebalikan daripada hal yang diharapkan dengan memakai ungkapan La'alla, akan tetapi bukan subjek daripada harapan tersebut.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anbiya | 21 : 111 |

Penjelasan ada di ayat 108

Surat Al-Anbiya |21:112|

قَالَ رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّ ۗ وَرَبُّنَا الرَّحْمَٰنُ الْمُسْتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ

qoola robbiḥkum bil-ḥaqq, wa robbunar-roḥmaanul-musta'aanu 'alaa maa tashifuun

Dia (Muhammad) berkata, "Ya Tuhanku, berilah keputusan dengan adil. Dan Tuhan kami Maha Pengasih, tempat memohon segala pertolongan atas semua yang kamu katakan."

[The Prophet] has said, "My Lord, judge [between us] in truth. And our Lord is the Most Merciful, the one whose help is sought against that which you describe."

Tafsir
Jalalain

(Muhammad berkata) qaala menurut suatu qiraat dibaca Qul, yakni katakanlah hai Muhammad, ("Ya Rabbku! Berilah keputusan) antara aku dan orang-orang yang mendustakan aku

' (dengan adil) yakni azab bagi mereka atau pertolongan-Mu di dalam menghadapi mereka. Maka akhirnya mereka diazab di dalam perang Badar, Uhud, Hunain, Ahzab dan Khandaq, Nabi saw.

mendapat kemenangan atas mereka. (Dan Rabb kami ialah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Yang dimohonkan pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian katakan itu")

kedustaan perkataan kalian kepada Allah: kalian telah mengatakan-Nya, bahwa Allah mempunyai anak. Perkataan kalian kepadaku, bahwa aku ini adalah seorang penyihir.

Perkataan kalian terhadap Alquran, bahwa ia adalah syair semata.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anbiya | 21 : 112 |

Penjelasan ada di ayat 108

Surat Al-Hajj |22:1|

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ

yaaa ayyuhan-naasuttaquu robbakum, inna zalzalatas-saa'ati syai`un 'azhiim

Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu, sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar.

O mankind, fear your Lord. Indeed, the convulsion of the [final] Hour is a terrible thing.

Tafsir
Jalalain

(Hai manusia!) yakni penduduk Mekah dan selainnya (Bertakwalah kepada Rabb kalian) takutlah kalian akan azab-Nya, yaitu dengan taat kepada-Nya

(sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu) yakni saat gempa yang amat dahsyat menimpa bumi, lalu disusul dengan terbitnya matahari dari tempat terbenamnya,

itulah pertanda kiamat telah di ambang pintu (adalah suatu kejadian yang sangat besar) sangat mengejutkan manusia hal ini merupakan semacam azab.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 1 |

Tafsir ayat 1-2

Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar bertakwa kepada-Nya seraya memberitahukan kepada mereka peristiwa yang bakal mereka hadapi pada hari kiamat, yaitu kengerian dan ke­guncangannya

yang amat dahsyat. Para ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan keguncangan hari kiamat ini, apakah terjadi sesudah manusia dibangkitkan dari kuburnya di hari mereka digiring menuju ke tempat pemberhentian hari kiamat,

ataukah yang dimaksud adalah guncangan bumi sebelum manusia dikeluarkan dari kubur mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:


{إِذَا زُلْزِلَتِ الأرْضُ زِلْزَالَهَا. وَأَخْرَجَتِ الأرْضُ أَثْقَالَهَا}


Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya. (Az-Zalzalah: 1-2)


{وَحُمِلَتِ الأرْضُ وَالْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً * وَاحِدَةً فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ}


dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat. (Al-Haqqah: 14-15) Dan firman Allah Swt.:


{إِذَا رُجَّتِ الأرْضُ رَجًّا. وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا}


apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya. (Al-Waqi'ah: 4-5) Sebagian ulama mengatakan bahwa guncangan ini terjadi di penghujung usia dunia

dan mengawali kejadian hari kiamat. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ibrahim,

dari AIqamah sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Al-Hajj: 1) Bahwa kejadian ini terjadi sebelum hari kiamat.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis As-Sauri, dari Mansur dan Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, lalu ia menyebutkan hal yang sama. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan pula dari Asy-Sya'bi, Ibrahim,

dan Ubaid ibnu Umair hal yang semisal. Abu Kadinah telah meriwayatkan dari Ata, dari Amir Asy-Sya'bi sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu

adalah suatu kejadian yang sangat besar. (Al-Hajj: 1) Kejadian ini menimpa dunia menjelang hari kiamat. Imam Abu Ja'far ibnu Jarir telah meriwayatkan salah satu di antara sandaran pendapat ini dalam hadis sur (sangkakala)

yang diriwayatkan melalui Ismail ibnu Rafi' (qadi penduduk Madinah), dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari seorang lelaki Ansar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari seorang lelaki, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"إِنَّ اللَّهَ لَمَّا فَرَغَ مِنْ خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ خَلَقَ الصُّور، فَأَعْطَاهُ إِسْرَافِيلَ، فَهُوَ وَاضِعُهُ عَلَى فِيه، شَاخِصٌ بِبَصَرِهِ إِلَى العَرش، يَنْتَظِرُ مَتَى يُؤْمَرُ". قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الصُّورُ؟ قَالَ: "قَرْنٌ" قَالَ: فَكَيْفَ هُوَ؟ قَالَ: "قَرْنٌ عَظِيمٌ يُنْفَخُ فِيهِ ثَلَاثُ نفخات، الأولى نفخة الفزع، وَالثَّانِيَةُ نَفْخَةُ الصَّعْق، وَالثَّالِثَةُ نَفْخَةُ الْقِيَامِ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ، يَأْمُرُ اللَّهُ إِسْرَافِيلَ بِالنَّفْخَةِ لْأُولَى فَيَقُولُ: انفخ نَفْخَةَ الْفَزَعِ. فيفزعُ أَهْلُ السَّمَوَاتِ وَأَهْلُ الْأَرْضِ، إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ، وَيَأْمُرُهُ َيَمُدُّهَا وَيُطَوِّلُهَا وَلَا يَفْتُرُ، وَهِيَ الَّتِي يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: {وَمَا يَنْظُرُ هَؤُلاءِ إِلا صَيْحَةً وَاحِدَةً مَا لَهَا مِنْ فَوَاقٍ} [ص: 15] فَيُسير اللَّهُ الْجِبَالَ، فَتَكُونُ سَرَابًا وتُرج الْأَرْضُ بِأَهْلِهَا رَجًّا، وَهِيَ الَّتِي يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: {يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ. تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ. قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ} [النَّازِعَاتِ: 6 -8] ، فَتَكُونُ الْأَرْضُ، كَالسَّفِينَةِ الْمُوبِقَةِ فِي الْبَحْرِ، تَضْرِبُهَا الْأَمْوَاجُ تَكْفَؤُهَا بِأَهْلِهَا، وَكَالْقِنْدِيلِ الْمُعَلَّقِ بِالْعَرْشِ تُرَجِّحُهُ الْأَرْوَاحُ. فَيَمْتَدُّ النَّاسُ عَلَى ظَهْرِهَا، فَتَذْهَلُ الْمَرَاضِعُ، وَتَضَعُ الْحَوَامِلُ. وَيَشِيبُ الْوِلْدَانُ، وَتَطِيرُ الشَّيَاطِينُ هَارِبَةً، حَتَّى تَأْتِيَ الْأَقْطَارَ، فَتَلَقَّاهَا الْمَلَائِكَةُ فَتَضْرِبُ وُجُوهَهَا، فَتَرْجِعُ، وَيُوَلِّي النَّاسُ مُدْبِرِينَ، يُنَادِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا، وَهُوَ الَّذِي يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: {يَوْمَ التَّنَادِ * يَوْمَ تُوَلُّونَ مُدْبِرِينَ مَا لَكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ عَاصِمٍ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ} [غَافِرٍ: 32، 33] فَبَيْنَمَا هُمْ عَلَى ذَلِكَ إِذِ انْصَدَعَتِ الْأَرْضُ مِنْ قُطْرٍ إِلَى قُطْرٍ، فَرَأوا أَمْرًا عَظِيمًا، فَأَخَذَهُمْ لِذَلِكَ مِنَ الْكَرْبِ مَا اللَّهُ أَعْلَمُ بِهِ، ثُمَّ نَظَرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَإِذَا هِيَ كَالْمُهْلِ، ثُمَّ خُسِفَ شَمْسُهَا وخُسفَ قَمَرُهَا، وَانْتَثَرَتْ نُجُومُهَا، ثُمَّ كُشِطت عَنْهُمْ" قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَالْأَمْوَاتُ لَا يَعْلَمُونَ بِشَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ" قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: فَمَنِ اسْتَثْنَى اللَّهُ حِينَ يَقُولُ: {فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ إِلا مَنْ شَاءَ اللَّهُ} [النَّمْلِ: 87] ؟ قَالَ: أُولَئِكَ الشُّهَدَاءُ، وَإِنَّمَا يَصِلُ الْفَزَعُ إِلَى الْأَحْيَاءِ، أُولَئِكَ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ، وَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَآمَنَهُمْ، وَهُوَ عَذَابُ اللَّهِ يَبْعَثُهُ عَلَى شِرَارِ خَلْقِهِ، وَهُوَ الَّذِي يَقُولُ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ * يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ}


Sesungguhnya Allah Swt. setelah selesai menciptakan langit dan bumi, beranjak menciptakan sur (sangkakala), lalu diserahkan kepada Malaikat Israfd. Sekarang Israfil meletakkan sangkakala itu di mulutnya, sedangkan matanya

memandang ke arah 'Arasy menunggu bila ia diperintahkan (untuk meniupnya). Sahabat Abu Hurairah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah sur itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Seperti tanduk (terompet)." Abu Hurairah bertanya,

"Bagaimanakah bentuknya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Terompet besar, Israfil akan melakukan tiga kali tiupan padanya." Tiupan pertama menimbulkan kedahsyatan yang sangat besar, tiupan kedua adalah tiupan yang membinasakan

semua makhluk, dan tiupan yang ketiga adalah tiupan yang membangkitkan semua makhluk hidup kembali untuk menghadap kepada Tuhan semesta alam. Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada Israfil untuk me­lakukan tiupan pertama,

"Tiuplah, tiupan yang menimbulkan kedahsyatan yang besar!" Maka terkejutlah semua penduduk langit dan bumi, terkecuali orang-orang yang dikehendaki oleh Allah tidak merasa terkejut. Allah memerintahkan kepada Israfil,

maka saat itu juga Israfil langsung menjulurkan dan meniupnya. Hal ini dikisahkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Tidaklah yang mereka tunggu melainkan hanya satu teriakan saja yang tidak ada baginya saat berselang. (Shad: 15)

Maka semua gunung beterbangan menjadi debu, dan bumi mengalami gempa yang amat dahsyat mengguncangkan semua penghuninya. Hal ini disebutkan oleh firman-Nya: pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam,

tiupan yang pertama itu diiringi dengan tiupan yang kedua. Hati manusia pada waktu itu sangat takut. (An-Nazi'at: 6-8) Saat itu bumi bagaikan sebuah perahu yang terombang-ambingkan oleh ombak laut yang sangat besar

berikut para penumpangnya yang bergelayutan bagaikan pelita gantung yang ditiup angin keras. Semua manusia yang ada di bumi bergelindingan, dan wanita-wanita yang hamil saat itu juga melahirkan bayi-bayinya, anak-anak kecil

mendadak beruban karena kesusahan yang sangat. Setan-setan pun beterbangan melarikan diri hingga mencapai batas ufuk cakrawala; tetapi para malaikat menghadangnya, lalu memukuli wajahnya hingga setan kembali lagi ke bumi.

Manusia porak-poranda melarikan diri seraya sebagian dari mereka memanggil-manggil sebagian lainnya. Keadaan inilah yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang,

tidak ada bagi kalian seorang pun yang menyelamatkan kalian dari (azab) Allah; dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk. (Al-Mu’min: 33) Ketika mereka dalam keadaan demikian,

tiba-tiba bumi terbelah dari satu kawasan ke kawasan yang lainnya, dan mereka melihat peristiwa besar yang membuat mereka mendapat mala petaka yang tak terperikan besarnya; hanya Allah sajalah yang mengetahuinya.

Kemudian mereka melihat ke arah langit, tiba-tiba mereka melihatnya mendidih, lalu matahari dan bulan pudar sinarnya serta bintang-bintang bertaburan dan saling berbenturan, lalu lenyap dari pandangan mereka. Rasulullah Saw. bersabda,

"Orang-orang yang telah mati tidak mengetahui sedikit pun dari peristiwa itu." Abu Hurairah bertanya, "Siapakah orang-orang yang dikecualikan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya itu?" (yakni firman Allah Swt. yang mengatakan):

maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. (An-Naml: 87) Rasulullah Saw. bersabda: Mereka adalah para syuhada, sesungguhnya kedahsyatan yang besar itu hanya dialami oleh

orang-orang yang hidup. Para syuhada itu sekalipun mereka hidup di sisi Allah dalam keadaan diberi rezeki, tetapi Allah telah memelihara dan menyelamatkan mereka dari peristiwa buruk yang terjadi di hari itu, yaitu azab Allah

yang ditimpakan kepada makhluk-Nya yang jahat-jahat, seperti yang diceritakan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya, "Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian

yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah)pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusukannya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil,

dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat besarnya.”(Al-Hajj: 1-2) Imam Tabrani, Imam Ibnu Jarir, dan Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hadis ini pula

dengan panjang lebar. Tujuan pengetengahan hadis ini adalah untuk membuktikan bahwa keguncangan ini terjadi sebelum hari kiamat, hanya penyebutannya dikaitkan dengan hari kiamat karena peristiwa tersebut dekat sekali

dengan kejadian hari kiamat, seperti halnya penyebutan tentang tanda-tanda hari kiamat dan yang semisal dengannya. Ulama lainnya berpendapat bahwa kedahsyatan, kengerian, dan keguncangan itu justru terjadi pada hari kiamat

di Padang Mahsyar saat semua makhluk dibangkitkan hidup kembali dari kuburannya. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, ia memilih pendapat ini karena berlandaskan kepada hadis-hadis berikut: Hadis pertama.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عن الحسن، عن عمران [ابن] حُصَين؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَهُوَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ، وَقَدْ تَفَاوَتَ بَيْنَ أَصْحَابِهِ السَّيْرُ، رَفَعَ بِهَاتَيْنِ الْآيَتَيْنِ صَوْتَهُ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ} فَلَمَّا سَمِعَ أَصْحَابُهُ بِذَلِكَ حَثْوا المُطي، وَعَرَفُوا أَنَّهُ عِنْدَ قَوْلٍ يَقُولُهُ، فَلَمَّا تَأَشَّهُوا حَوْلَهُ قَالَ: " أَتَدْرُونَ أَيُّ يَوْمٍ ذَاكَ؟ يَوْمَ يُنَادَى آدَمُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَيُنَادِيهِ رَبُّهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَيَقُولُ: يَا آدَمُ، ابْعَثْ بَعْثَكَ إِلَى النَّارِ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، وَمَا بَعْثُ النَّارِ؟ فَيَقُولُ: مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعُمِائَةٍ وَتِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدٌ فِي الْجَنَّةِ". قَالَ فَأَبْلَسَ أَصْحَابُهُ حَتَّى مَا أَوْضَحُوا بِضَاحِكَةٍ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ قَالَ: "أَبْشِرُوا وَاعْمَلُوا، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، إِنَّكُمْ لَمَعَ خَليقتين مَا كَانَتَا مَعَ شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا كَثَّرَتَاهُ: يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ، وَمَنْ هَلَكَ مِنْ بَنِي آدَمَ وَبَنِي إِبْلِيسَ" قَالَ: فسُرّي عَنْهُمْ، ثُمَّ قَالَ: اعْمَلُوا وَأَبْشِرُوا، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، مَا أَنْتُمْ فِي النَّاسِ إِلَّا كَالشَّامَةِ فِي جَنْبِ الْبَعِيرِ، أَوِ الرَّقْمَةِ فِي ذِرَاعِ الدَّابَّةِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Hisyam; telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Al-Hasan, dari Imran ibnu Husain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda membacakan kedua ayat berikut

dengan suara yang keras di salah satu perjalanannya, yang saat itu orang-orang yang bepergian dengan beliau sudah saling berdekatan: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah

suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui dari anak yang disusukannya dan gugurlah kandungan semua wanita yang hamil;

dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat kerasnya. (Al-Hajj: 1-2) Ketika para sahabat (yang bepergian dengannya) mendengar bacaan beliau,

mereka segera memacu kendaraannya mendekati sumber suara itu. Ternyata setelah dekat, mereka mengetahui bahwa yang membacanya adalah Nabi Saw. dan saat mereka telah berada di sekelilingnya, maka Nabi Saw. bersabda,

"Tahukah kalian, hari apakah yang dimaksud oleh ayat ini? Yaitu suatu hari yang saat itu Adam dipanggil oleh Tuhannya, lalu Tuhan berfirman kepadanya, "Hai Adam, bangkitkanlah kirimanmu ke neraka." Adam bertanya, "Wahai Tuhanku,

berapa banyakkah yang dikirimkan ke neraka?" Allah berfirman, "Dari seribu orang yang sembilan ratus sembilan puluh sembilannya dimasukkan ke dalam neraka, sedangkan yang seorang dimasukkan ke dalam surga." Para sahabat

merasa berduka cita karena mereka masih belum memahami apa yang dimaksud oleh sabda Nabi Saw. itu. Melihat gejala tersebut Nabi Saw. bersabda menjelaskannya: Bergembiralah kalian dan beramallah. Demi Tuhan

yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya kalian benar-benar bersama dengan dua jenis makhluk lainnya, yang tidak sekali-kali kedua jenis makhluk itu dikumpulkan bersama sesuatu,

melainkan membuat sesuatu itu menjadi banyak bilangannya. Yaitu Ya-juj dan Ma-juj, dan orang-orang yang binasa dari kalangan anak Adam serta anak-anak iblis. Mendengar penjelasan ini hati para sahabat menjadi lega.

Kemudian Rasulullah Saw. melanjutkan sabdanya: Beramallah dan bergembiralah kalian. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiadalah kalian ini dibandingkan dengan seluruh manusia,

melainkan seperti tahi lalat yang ada di lambung unta, atau seperti belang yang ada di kaki ternak. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab tafsirnya, bagian dari kitab sunnah masing-masing,

melalui Muhammad ibnu Basysyar, dari Yahya ibnul Qattan, dari Hisyam Ad-Dustuwa-i, dari Qatadah dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Jalur lain hadis ini diketengahkan oleh Imam Turmuzi. Ia mengatakan:


حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُدعان، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانِ بْنِ حُصَيْن؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ} إِلَى قَوْلِهِ: {وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ} ، قَالَ: أُنْزِلَتْ عَلَيْهِ هَذِهِ، وَهُوَ فِي سَفَرٍ، فَقَالَ: "أَتَدْرُونَ أَيَّ يَوْمٍ ذَلِكَ؟ " فَقَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "ذَلِكَ يَوْمٌ يَقُولُ اللَّهُ لِآدَمَ: ابْعَثْ بَعْثَ النَّارِ. قَالَ: يَا رَبِّ، وَمَا بَعْثُ النَّارِ؟ قَالَ: تِسْعُمِائَةٌ وَتِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ إِلَى النَّارِ، وَوَاحِدٌ إِلَى الْجَنَّةِ" فَأَنْشَأَ الْمُسْلِمُونَ يَبْكُونَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَارِبُوا وسَدِّدوا، فَإِنَّهَا لَمْ تَكُنْ نُبُوَّةٌ قَطُّ إِلَّا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهَا جَاهِلِيَّةٌ" قَالَ: "فَيُؤْخَذُ الْعَدَدُ مِنَ الْجَاهِلِيَّةِ، فَإِنْ تَمَّتْ وَإِلَّا كُمّلت مِنَ الْمُنَافِقِينَ، وَمَا مَثَلُكُمْ وَالْأُمَمُ إِلَّا كَمَثَلِ الرَّقمة فِي ذِرَاعِ الدَّابَّةِ، أَوْ كَالشَّامَةِ فِي جَنْبِ الْبَعِيرِ" ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا رُبْعَ أهل الجنة" فَكَبَّرُوا ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا ثُلُثَ أَهْلِ الْجَنَّةِ" فَكَبَّرُوا، ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا نِصْفَ أَهْلِ الْجَنَّةِ" فَكَبَّرُوا، قَالَ: وَلَا أَدْرِي أَقَالَ الثُّلُثَيْنِ أَمْ لَا؟


telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Jad'an, dari Al-Hasan, dari Imran ibnu Husain, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda

ketika diturunkan firman-Nya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu. (Al-Hajj: 1) sampai dengan firman-Nya: tetapi azab Allah itu sangat keras. (Al-Hajj: 2) saat itu beliau Saw. sedang dalam perjalanan. Beliau Saw. bersabda,

"Tahukah kalian hari apakah yang dimaksud dalam ayat ini?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah Saw. bersabda, "Hari itu adalah hari saat Allah berfirman kepada Adam, 'Kirimkanlah

orang-orang yang masuk neraka!' Adam bertanya, 'Wahai Tuhanku, berapa orangkah yang harus dikirim ke neraka?' Allah berfirman, 'Dari seribu orang yang sembilan ratus sembilan puluh sembilan dikirim ke neraka,

sedangkan yang seorang dikirim ke surga." Maka kaum muslim menangis, lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Dekatkanlah diri kalian (kepada Allah) dan teruslah beramal baik karena sesungguhnya tiada suatu kenabian pun melainkan

di hadapannya terdapat masa Jahiliah." Nabi Saw. bersabda, "Maka diambillah sejumlah orang dari kaum Jahiliah jika memang ada. Jika tidak ada, bilangannya dilengkapi dengan kaum munafik. Tiadalah kalian ini bila dibandingkan

dengan umat-umat lainnya, melainkan seperti belang yang ada di kaki hewan atau tahi lalat yang ada di lambung unta." Kemudian Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah seperempat penduduk surga."

Maka mereka bertakbir. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian sepertiga penduduk surga." Mereka bertakbir lagi. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian

adalah separo penduduk surga." Maka mereka bertakbir lagi. Dan Imran ibnu Husain berkata, "Saya tidak mengetahui apakah beliau Saw. mengucapkan dua pertiga atau tidak."Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad,

dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama; kemudian Imam Turmuzi mengatakan pula bahwa hadis ini sahih. Dia telah meriwayatkan hadis ini dari Urwah, dari Al-Hasan, dari Imran ibnul Husain. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya

melalui hadis Sa'id ibnu Abu Arubah dari Qatadah dari Al-Hasan dan Al-AIa ibnu Ziyad Al-Adawi, dari Imran ibnul Husain, lalu disebutkan hadis yang semisal. Ibnu Jarir telah meriwayatkan hal yang sama dari Bandar, dari Gundar,

dari Auf, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa telah sampai suatu berita kepadanya bahwa ketika Rasulullah Saw. kembali dari perang Al-Usrah bersama-sama para sahabatnya dan hampir tiba di Madinah, maka beliau Saw.

membaca firman-Nya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Al-Hajj: 1) lalu disebutkan hadis yang teksnya sama

dengan hadis Ibnu Jad'an.Hadis kedua, diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Disebutkan bahwa: telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnut Tabba', telah menceritakan kepada kami Abu Sufyan Al-Ma'mari,

dari Ma'mar, dari Qatadah, dari Anas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar. (Al-Hajj: 1) kemudian disebutkan hadis

yang teksnya sama dengan hadis Al-Hasan dari Imran ibnul Husain, hanya di dalam riwayat ini disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda,


"وَمَنْ هَلَكَ مِنْ كَفَرَةِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ".


"Dan juga orang-orang yang telah binasa dari kalangan kebanyakan jin dan manusia." Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dengan panjang lebar melalui riwayat Ma'mar.Hadis ketiga, diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ia mengatakan:

telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnul Awwam, telah menceritakan kepada kami Hilal ibnu Habbab, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas

yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat ini. Teks hadis selanjutnya sama dengan hadis di atas, hanya dalam riwayat ini disebutkan,


"إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا رُبُعَ أَهْلِ الْجَنَّةِ"، ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا ثُلُثَ أَهْلِ الْجَنَّةِ" ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا شَطْرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ" فَفَرِحُوا، وَزَادَ أَيْضًا: "وَإِنَّمَا أَنْتُمْ جُزْءٌ مِنْ أَلْفِ جُزْءٍ"


"Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah seperempat penghuni surga." Disebutkan lagi, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian sepertiga penduduk surga." Disebutkan lagi, "Aku berharap semoga kalian separo ahli surga,"

maka mereka (para sahabat) senang mendengarnya. Di dalam riwayat ini disebutkan pula, "Sesungguhnya kalian hanyalah sebagian dari seribu (yakni seperseribu jumlah umat lain)".Hadis keempat, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini, bahwa:


حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ: يَا آدَمُ، فَيَقُولُ: لَبَّيْكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ. فَيُنَادَى بِصَوْتٍ: إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكَ أَنْ تُخْرِجَ مِنْ ذُرِّيَّتِكَ بَعْثًا إِلَى النَّارِ. قَالَ: يَا رَبِّ، وَمَا بَعْثُ النَّارِ؟ قَالَ: مِنْ كُلِّ أَلْفٍ -أَرَاهُ قَالَ-تِسْعَمِائَةٍ وَتِسْعَةً وَتِسْعِينَ. فَحِينَئِذٍ تَضَعُ الْحَامِلُ حَمْلَهَا، وَيَشِيبُ الْوَلِيدُ، {وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ} فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ حَتَّى تَغَيَّرَتْ وُجُوهُهُمْ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "من يأجوج ومأجوج تسعمائة وتسعة وتسعين، وَمِنْكُمْ وَاحِدٌ، ثُمَّ أَنْتُمْ فِي النَّاسِ كَالشَّعْرَةِ السَّوْدَاءِ فِي جَنْبِ الثَّوْرِ الْأَبْيَضِ، أَوْ كَالشَّعْرَةِ الْبَيْضَاءِ فِي جَنْبِ الثَّوْرِ الْأَسْوَدِ، وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا رُبُعَ أَهْلِ الْجَنَّةِ". فَكَبَّرْنَا، ثُمَّ قَالَ: "ثُلُثُ أَهْلِ الْجَنَّةِ". فَكَبَّرْنَا، ثُمَّ قَالَ: "شَطْرُ أَهْلِ الْجَنَّةِ" فَكَبَّرْنَا


telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al­ A'masy, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh, dari Abu Sa’id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda, bahwa kelak di hari kiamat Allah berfirman, "Hai Adam!" Adam menjawab, "Labbaika, ya Tuhan kami. Saya penuhi panggilan-Mu dengan penuh kebahagiaan." Kemudian terdengarlah suara yang berseru,

"Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu agar mengeluarkan sebagian dari keturunanmu untuk dikirimkan ke neraka." Adam bertanya, "Wahai Tuhanku, berapakah jumlah yang akan dikirim ke neraka?" Dijawab,

"Dari setiap seribu orang, sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang." Dalam keadaan seperti itu wanita-wanita yang hamil melahirkan anaknya dan anak-anak beruban. dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk,

padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (Al-Hajj: 2) Maka berita itu terasa berat oleh para sahabat, sehingga wajah mereka berubah menjadi pucat karenanya. Maka Nabi Saw. bersabda:

"Sembilan ratus sembilan puluh sembilan dari kalangan Ya-juj dan Ma-juj, sedangkan dari kalian satu orang. Kalian di kalangan manusia sama halnya dengan sehelai bulu hitam yang terdapat pada tubuh banteng yang berbulu putih,

atau seperti sehelai bulu putih yang ada di lambung banteng yang berbulu hitam. Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah seperempat ahli surga, " maka kami bertakbir. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Sepertiga ahli surga, "

maka kami bertakbir. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Separo ahli surga, " dan kami bertakbir lagi.Imam Bukhari telah meriwayatkan pula di lain kitab tafsir, dan Imam Muslim, serta Imam Nasai di dalam kitab tafsirnya melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan sanad yang sama.Hadis kelima, diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:


حَدَّثَنَا عَمَّارُ بْنُ مُحَمَّدٍ -ابْنُ أُخْتِ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ-وَعُبَيْدَةَ الْمَعْنَى، كِلَاهُمَا عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إن اللَّهَ يَبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُنَادِيًا [يُنَادِي]: يَا آدَمُ، إِنْ اللَّهَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَبْعَثَ بَعْثًا مِنْ ذُرِّيَّتِكَ إِلَى النَّارِ، فَيَقُولُ آدَمُ: يَا رَبِّ، مَنْ هُمْ؟ فَيُقَالُ لَهُ: مِنْ كُلِّ مِائَةٍ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ". فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: مَنْ هَذَا النَّاجِي مِنَّا بَعْدَ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "هَلْ تَدْرُونَ مَا أَنْتُمْ فِي النَّاسِ إِلَّا كَالشَّامَةِ فِي صَدْرِ الْبَعِيرِ"


telah menceritakan kepada kami Imarah ibnu Muhammad (anak lelaki dari saudara perempuan Sufyan As-Sauri), juga dari Ubaidah Al-Ammi; keduanya dari Ibrahim ibnu Muslim, dari Abul Ahwas, dari Abdullah yang mengatakan

bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. kelak di hari kiamat memerintahkan kepada juru penyeru untuk menyerukan, "Hai Adam, sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu agar mengirimkan sejumlah orang

dari keturunanmu ke neraka.” Maka Adam bertanya, "Wahai Tuhanku, siapa sajakah mereka?'' Dikatakan kepadanya, “Dari seratus orang, sembilan puluh sembilan orang.” Kemudian seseorang lelaki dari kaum (yang hadir) bertanya,

"Siapakah orang yang selamat di antara kita sesudah itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah Saw. bersabda, "Tahukah kalian, tiadalah kalian ini di kalangan umat manusia melainkan seperti tahi lalat yang ada di lambung unta.”

Ditinjau dari sanad dan teks hadisnya, Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid (tunggal). Hadis keenam, diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dinyatakan bahwa:


حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ حَاتِمِ بْنِ أَبِي صَغِيرَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ؛ أَنَّ الْقَاسِمَ بْنَ مُحَمَّدٍ أَخْبَرَهُ، عَنْ عَائِشَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّكُمْ تُحْشَرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفاة عُرَاةً غُرْلًا". قَالَتْ عَائِشَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ؟ قَالَ: "يَا عَائِشَةُ، إِنَّ الْأَمْرَ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يُهِمَّهُمْ ذَاكَ".


telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Hatim ibnu Abu Safirah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Mulaikah; Al-Qasim ibnu Muhammad pernah menceritakan kepadanya bahwa Siti Aisyah pernah menceritakan hadis berikut

dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya kalian akan dihimpunkan kepada Allah pada hari kiamat dalam keadaan tak beralas kaki, telanjang, lagi tidak berkhitan. Siti Aisyah bertanya, "Wahai Rasulullah, kaum laki-laki

dan kaum wanita sebagian dari mereka melihat sebagian lainnya.” Rasulullah Saw. menjawab, "Hai Aisyah, sesungguhnya peristiwanya jauh lebih dahsyat daripada memalingkan mereka ke arah itu."

Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing. Hadis ketujuh.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنْ خَالِدِ بْنِ أَبِي عِمْران، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ يَذْكُرُ الْحَبِيبُ حَبِيبَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: "يَا عَائِشَةُ، أَمَّا عِنْدَ ثَلَاثٍ فَلَا أَمَّا عِنْدَ الْمِيزَانِ حَتَّى يِثْقُلَ أَوْ يَخِفَّ، فَلَا. وَأَمَّا عِنْدَ تَطَايُرِ الْكُتُبِ فَإِمَّا يُعْطَى بِيَمِينِهِ أَوْ يُعْطَى بِشَمَالِهِ، فَلَا. وَحِينَ يَخْرُجُ عُنُق مِنَ النَّارِ فَيَنْطَوِي عَلَيْهِمْ، وَيَتَغَيَّظُ عَلَيْهِمْ، وَيَقُولُ ذَلِكَ الْعُنُقُ: وُكِّلْتُ بِثَلَاثَةٍ، وُكِّلْتُ بِثَلَاثَةٍ، وُكِّلْتُ بِثَلَاثَةٍ: وُكِّلْتُ بِمَنِ ادَّعَى مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ، وَوُكِّلْتُ بِمَنْ لَا يُؤْمِنُ بِيَوْمِ الْحِسَابِ، وَوُكِّلْتُ بِكُلِّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ" قَالَ: "فَيَنْطَوِي عَلَيْهِمْ، وَيَرْمِيهِمْ فِي غَمَرَاتٍ، وَلِجَهَنَّمَ جِسْرٌ أَدَقُّ مِنَ الشِّعْرِ وَأَحَدُّ مِنَ السَّيْفِ، عَلَيْهِ كَلَالِيبُ وَحَسَكٌ يأخُذْنَ مَنْ شَاءَ اللَّهُ، وَالنَّاسُ عَلَيْهِ كَالطَّرْفِ وَكَالْبَرْقِ وَكَالرِّيحِ، وَكَأَجَاوِيدِ الْخَيْلِ وَالرِّكَابِ، وَالْمَلَائِكَةُ يَقُولُونَ: رَبِّ، سَلِّم، سَلِّم. فَنَاجٍ مُسَلَّمٌ، وَمَخْدُوشٌ مُسَلَّمٌ، ومكَوّر فِي النَّارِ عَلَى وَجْهِهِ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Khalid ibnu Abu Imran, dari Al-Qasim ibnu Muhammad, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa ia

pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, apakah seorang kekasih teringat kepada orang yang dikasihinya kelak di hari kiamat?" Rasulullah Saw. menjawab, "Adapun pada tiga tempat, maka tidak mungkin;

juga di saat neraca amal perbuatan telah dipasang untuk menimbang amal perbuatan apakah berat atau ringan, tidak mungkin akan teringat. Begitu pula di saat kitab-kitab catatan amal perbuatan beterbangan, adakalanya

seseorang diberi kitabnya dari arah kanannya atau arah kirinya, tidak mungkin akan teringat. Saat itu keluarlah leher api neraka, lalu mengelilingi mereka dan mengeluarkan suara gemuruhnya kepada mereka. Leher api neraka itu berkata,

'Saya diperintahkan untuk membakar tiga macam orang, saya diperintahkan untuk menyiksa tiga macam orang. Saya diperintahkan untuk menyiksa orang yang mengakui ada tuhan lain di samping Allah, saya diperintahkan

untuk menyiksa orang yang tidak beriman kepada hari perhitungan amal perbuatan, dan saya diperintahkan untuk menyiksa semua orang yang angkara murka lagi pengingkar kebenaran.' Kemudian mereka dibelit dan dicampakkan

ke dalam neraka Jahanam yang bergolak. Jahanam memiliki jembatan yang lebih tipis daripada sehelai rambut dan lebih tajam daripada pedang. Di kedua sisinya terdapat pengait-pengait dan duri-duri yang keduanya mengambil orang-orang

yang dikehendaki oleh Allah (masuk neraka). Manusia dalam melewati jembatan itu ada yang cepatnya bagaikan kilat, ada yang cepatnya bagaikan sekedipan mata, ada yang cepatnya bagaikan angin, ada yang cepatnya bagaikan

kuda balap dan unta yang kencang larinya. Para malaikat saat itu berkata, 'Ya Tuhanku, selamatkanlah, selamatkanlah.' Maka sebagian orang ada yang selamat dalam keadaan utuh; ada yang selamat, tetapi dalam keadaan tergores

dan luka-luka; dan ada yang sebagian lain dijungkalkan ke dalam neraka dengan kepala di bawah."Hadis-hadis yang menceritakan kengerian pada hari kiamat dan asar-asar mengenainya sangat banyak, tetapi dibahas di tempat lain dari kitab ini. Karena itulah Allah Swt. berfirman dalam surat ini:


{إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ}


sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Al-Hajj: 1) Yakni suatu kejadian yang besar, petaka yang dahsyat, bencana yang mengerikan, peristiwa yang besar huru-haranya,

dan sangat aneh. Yang dimaksud dengan az-zalzal ialah kengerian dan rasa terkejut yang menimpa j iwa manusia, sebagaimana yang disebut oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:


{هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا زِلْزَالا شَدِيدًا}


Di situlah diuji orang-orang-mukmin dan diguncangkan (hatinya) dengan guncangan yang sangat. (Al-Ahzab: 11) Adapun firman Allah Swt.:


{يَوْمَ تَرَوْنَهَا}


(Yaitu) pada hari (ketika) kamu melihat. (Al-Hajj: 2) Ungkapan ini mengandung pengertian yang sama dengan keterangan keadaan. Karena itu, dijelaskan dalam firman berikutnya:


{تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ}


lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya. (Al-Hajj: 2) Yaitu kengerian yang dialaminya membuatnya lupa kepada orang yang paling disayanginya, padahal dia adalah orang yang paling sayang

kepada anaknya; saat itu ia lupa kepada anak yang disusuinya, padahal si anak sangat membutuhkan persusuannya. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya, "Kullu murdi'atin (semua wanita yang menyusui anaknya)" tidak disebutkan, "Kullu murdi'in (semua wanita yang menyusui). Firman Allah Swt.:


{عَمَّا أَرْضَعَتْ}


dari anak yang disusuinya. (Al-Hajj: 2) Maksudnya, dari anak yang disusuinya sebelum mencapai usia penyapihannya. Firman Allah Swt.:


{وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا}


dan gugurlah kandungan semua wanita yang hamil. (Al-Hajj: 2) Yakni sebelum masa kandungannya sempurna karena kerasnya kengerian di hari itu.


{وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى}


dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk. (Al-Hajj: 2) Menurut qiraat lain dibaca sakra. Yakni disebabkan dahsyatnya peristiwa yang terjadi dan mereka alami pada hari itu hilanglah kesadaran akal mereka, begitu pula ingatan mereka. Barang siapa yang melihat mereka, pasti menduga mereka mabuk.


{وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ}


padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (Al-Hajj: 2)

Surat Al-Hajj |22:2|

يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَىٰ وَمَا هُمْ بِسُكَارَىٰ وَلَٰكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ

yauma tarounahaa taż-halu kullu murdhi'atin 'ammaaa ardho'at wa tadho'u kullu żaati ḥamlin ḥamlahaa wa taron-naasa sukaaroo wa maa hum bisukaaroo wa laakinna 'ażaaballohi syadiid

(Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras.

On the Day you see it every nursing mother will be distracted from that [child] she was nursing, and every pregnant woman will abort her pregnancy, and you will see the people [appearing] intoxicated while they are not intoxicated; but the punishment of Allah is severe.

Tafsir
Jalalain

(Pada hari kalian melihat keguncangan itu lalailah) disebabkannya (semua wanita yang menyusui anaknya) yang sebenarnya (dari anak yang disusukannya)

ia melupakannya (dan gugurlah dari semua wanita yang sedang mengandung) yakni sedang hamil (kandungannya dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk)

disebabkan tercekam perasaan takut yang amat hebat (padahal sebenarnya mereka tidak mabuk) disebabkan minuman keras (akan tetapi azab Allah itu sangat keras) maka mereka takut kepada azab itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 2 |

Penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Hajj |22:3|

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَانٍ مَرِيدٍ

wa minan-naasi may yujaadilu fillaahi bighoiri 'ilmiw wa yattabi'u kulla syaithoonim mariid

Dan di antara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu dan hanya mengikuti para setan yang sangat jahat,

And of the people is he who disputes about Allah without knowledge and follows every rebellious devil.

Tafsir
Jalalain

Ayat berikut ini diturunkan berkenaan dengan Nadhr bin Harits dan para pengikutnya. (Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan)

mereka mengatakan, bahwa para Malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah. Alquran adalah dongengan orang-orang dahulu dan mereka mengingkari adanya hari berbangkit serta dihidupkan-Nya

kembali manusia yang telah menjadi tanah (dan mengikuti) di dalam bantahannya itu (setiap setan yang sangat jahat) yaitu sangat membangkang.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 3 |

Tafsir ayat 3-4

Allah Swt. berfirman, mencela orang-orang yang mendustakan adanya hari berbangkit, ingkar terhadap kekuasaan Allah yang mampu menghidupkan orang-orang yang telah mati, lagi berpaling dari apa yang diturunkan Allah

kepada nabi-nabi-Nya serta segala ucapannya; sikap ingkar dan kekafirannya mengikuti langkah setan-setan yang jahat, baik setan dari kalangan manusia maupun jin. Itulah ciri khas ahli bid'ah dan kesesatan yang berpaling

dari kebenaran lagi mengikuti jalan kebatilan. Mereka berpaling dari perkara hak yang jelas, yang telah diturunkan oleh Allah Swt. kepada Rasul-Nya. Mereka juga mengikuti ucapan para pemimpin kesesatan yang menyeru

kepada perbuatan bid'ah, menuruti kemauan hawa nafsu dan pendapat mereka sendiri. Karena itulah maka Allah Swt. berfirman sehubungan dengan mereka dan orang-orang yang semisal dengan mereka:


{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ}


Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan. (Al-Hajj: 3) Yakni pengetahuan yang benar.


{وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَانٍ. مَرِيدٍ كُتِبَ عَلَيْهِ}


dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat, yang telah ditetapkan terhadap setan itu. (Al-Hajj: 3-4) Mujahid mengatakan bahwa telah ditetapkan melalui ketetapan takdir, bahwa barang siapa yang berkawan dengan dia. (Al-Hajj: 4)

Yaitu mengikuti dan menuruti langkah-langkahnya. tentu dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke azab neraka. (Al-Hajj: 4) Artinya, setan akan menyesatkannya di dunia; dan kelak di akhirat akan menjerumuskannya

ke dalam azab neraka yang menyala-nyala apinya, sangat panas dan sangat menyakitkan, sangat pedih dan menggelisahkan. As-Saddi telah meriwayatkan dari Abu Malik, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan An-Nadr ibnul Haris.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Juraij. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Muslim Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Bukhturi Abu Qatadah, telah menceritakan kepada kami

Al-Mu'tamir, telah menceritakan kepada kami Abu Ka'b Al-Makki yang mengatakan, bahwa pernah ada seorang yang jahat dari kalangan kaum Quraisy berkata kepada Nabi Saw., "Ceritakanlah kepada kami tentang Tuhanmu,

apakah Dia dari emas ataukah dari perak ataukah dari tembaga?" Maka langit mengeluarkan suara guntur yang menggelegar, dan tiba-tiba kepala orang itu menggelinding jatuh ke depan.Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid,

bahwa pernah ada seorang Yahudi datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Hai Muhammad, ceritakanlah kepadaku tentang Tuhanmu, terbuat dari apakah Dia, dari mutiara ataukah dari yaqut?" Maka ada halilintar yang menyambar si Yahudi itu (hingga matilah ia seketika itu juga).

Surat Al-Hajj |22:4|

كُتِبَ عَلَيْهِ أَنَّهُ مَنْ تَوَلَّاهُ فَأَنَّهُ يُضِلُّهُ وَيَهْدِيهِ إِلَىٰ عَذَابِ السَّعِيرِ

kutiba 'alaihi annahuu man tawallohu fa annahuu yudhilluhuu wa yahdiihi ilaa 'ażaabis-sa'iir

(tentang setan), telah ditetapkan bahwa siapa yang berkawan dengan dia, maka dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke azab neraka.

It has been decreed for every devil that whoever turns to him - he will misguide him and will lead him to the punishment of the Blaze.

Tafsir
Jalalain

(Yang telah ditetapkan terhadap setan itu) telah diputuskan terhadapnya (bahwa barang siapa yang berkawan dengan dia) mengikutinya

(tentu dia akan menyesatkannya dan membawanya)

menjerumuskannya (ke azab neraka) yang apinya berkobar-kobar.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 4 |

Penjelasan ada di ayat 3

Surat Al-Hajj |22:5|

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ ۚ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ۖ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّىٰ وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَىٰ أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا ۚ وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ

yaaa ayyuhan-naasu ing kuntum fii roibim minal-ba'ṡi fa innaa kholaqnaakum min turoobin ṡumma min nuthfatin ṡumma min 'alaqotin ṡumma mim mudhghotim mukhollaqotiw wa ghoiri mukhollaqotil linubayyina lakum, wa nuqirru fil-ar-ḥaami maa nasyaaa`u ilaaa ajalim musamman ṡumma nukhrijukum thiflan ṡumma litablughuuu asyuddakum, wa mingkum may yutawaffaa wa mingkum may yuroddu ilaaa arżalil-'umuri likai laa ya'lama mim ba'di 'ilmin syai`aa, wa tarol-ardho haamidatan fa iżaaa anzalnaa 'alaihal-maaa`ahtazzat wa robat wa ambatat ming kulli zaujim bahiij

Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) Kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna agar Kami jelaskan kepada kamu, dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah.

O People, if you should be in doubt about the Resurrection, then [consider that] indeed, We created you from dust, then from a sperm-drop, then from a clinging clot, and then from a lump of flesh, formed and unformed - that We may show you. And We settle in the wombs whom We will for a specified term, then We bring you out as a child, and then [We develop you] that you may reach your [time of] maturity. And among you is he who is taken in [early] death, and among you is he who is returned to the most decrepit [old] age so that he knows, after [once having] knowledge, nothing. And you see the earth barren, but when We send down upon it rain, it quivers and swells and grows [something] of every beautiful kind.

Tafsir
Jalalain

(Hai manusia) yakni penduduk Mekah (jika kalian dalam keraguan) kalian meragukan (tentang hari berbangkit, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian) bapak moyang kalian,

yaitu Adam (dari tanah, kemudian) Kami ciptakan anak cucunya (dari setetes nuthfah) air mani (kemudian dari segumpal darah) darah yang kental (kemudian dari segumpal daging)

daging yang besarnya sekepal tangan (yang sempurna kejadiannya) telah diberi bentuk berupa makhluk yang sempurna (dan yang tidak sempurna) masih belum sempurna bentuknya

(agar Kami jelaskan kepada kalian) kemahasempurnaan kekuasaan Kami, yaitu supaya kalian dapat mengambil kesimpulan daripadanya, bahwa Allah yang memulai penciptaan

dapat mengembalikan ciptaan itu kepada asalnya. (Dan Kami tetapkan) kalimat ayat ini merupakan kalimat baru (di dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan)

hingga ia keluar (kemudian Kami keluarkan kalian) dari perut ibu-ibu kalian (sebagai bayi) lafal Thiflan sekalipun berbentuk tunggal tetapi makna yang dimaksud adalah jamak (kemudian)

Kami memberi kalian umur secara berangsur-angsur (hingga sampailah kalian kepada kedewasaan) dewasa dan kuat, yaitu di antara umur tiga puluh tahun sampai empat puluh tahun

(dan di antara kalian ada yang diwafatkan) yakni mati sebelum mencapai usia dewasa (dan ada pula di antara kalian yang dipanjangkan umurnya sampai pikun)

amat tua sehingga menjadi pikun (supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya). Sehubungan dengan hal ini Ikrimah mengatakan,

"Barang siapa yang biasa membaca Alquran, niscaya ia tidak akan mengalami nasib yang demikian itu, yakni terlalu tua dan pikun." (Dan kalian lihat bumi ini kering) gersang

(kemudian apabila telah Kami turunkan air atasnya, hiduplah bumi itu) menjadi hidup (dan suburlah ia) hidup dengan suburnya (serta dapat menumbuhkan)

huruf Min adalah huruf Zaidah (berbagai macam tumbuh-tumbuhan) beraneka ragam tumbuhan (yang indah) yakni yang baik.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 5 |

Tafsir ayat 5-7

Setelah menyebutkan perihal orang yang ingkar kepada hari berbangkit dan tidak percaya kepada adanya hari kemudian, Allah Swt. menyebutkan hal-hal yang menunjukkan kekuasaan-Nya

dalam menghidupkan segala sesuatu yang telah mati melalui bukti yang nyata pada permulaan kejadian manusia. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ}


Hai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan. (Al-Hajj: 5) Yaitu hari kemudian di mana semua roh dan jasad menjadi satu dan bangkit hidup kembali kelak di hari kiamat.


{فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ}


maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kalian dari tanah. (Al-Hajj: 5) Artinya, asal mula kejadian kalian adalah dari tanah; yaitu asal mula penciptaan Adam a.s., nenek moyang mereka.


{ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ}


kemudian dari setetes mani. (Al-Hajj: 5) kemudian keturunannya diciptakan dari air mani yang hina.


{ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ}


kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging. (Al-Hajj: 5) Demikian itu apabila nutfah telah berdiam di dalam rahim wanita selama empat puluh hari. Selama itu ia mengalami pertumbuhan, kemudian bentuknya

berubah menjadi darah kental dengan seizin Allah. Setelah berlalu masa empat puluh hari lagi, maka berubah pula bentuknya menjadi segumpal daging yang masih belum berbentuk dan belum ada rupanya. Kemudian dimulailah

pembentukannya, yang dimulai dari kepala, kedua tangan, dada, perut, kedua paha, kedua kaki, dan anggota lainnya. Adakalanya seorang wanita mengalami keguguran sebelum janinnya mengalami pembentukan, dan adakalanya keguguran terjadi sesudah janin terbentuk berupa manusia. Allah Swt. berfirman:


{ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ}


kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. (Al-Hajj: 5) seperti yang dapat kalian saksikan sendiri.


{لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الأرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى}


agar Kami jelaskan kepada kalian, dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan. (Al-Hajj: 5) Yakni adakalanya janin menetap di dalam rahim tidak keguguran dan tumbuh terus menjadi bentuk

yang sempurna. Seperti yang dikatakan oleh Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. (Al-Hajj: 5) Yaitu janin yang telah berbentuk dan janin yang masih belum terbentuk.

Apabila telah berlalu masa empat puluh hari dalam keadaan berupa segumpal daging, maka Allah mengutus seorang malaikat kepadanya. Malaikat itu diperintahkan-Nya untuk meniupkan roh ke dalam tubuh janin, lalu menyempurnakan

bentuknya menurut apa yang dikehendaki oleh Allah Swt., apakah tampan atau buruk, dan apakah laki-laki atau perempuan. Selain itu malaikat tersebut ditugaskan pula untuk menulis rezeki dan ajalnya, apakah celaka atau berbahagia.

Hal ini telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Al-A'masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada kami:


"إِنَّ خَلْقَ أَحَدِكُمْ يُجمع فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضغة مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ الْمَلَكَ فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلَمَّاتٍ: بِكَتْبِ عَمَلِهِ وَأَجَلِهِ وَرِزْقِهِ، وَشَقِّيٌ أَوْ سَعِيدٌ، ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ"


Sesungguhnya kejadian seseorang di antara kalian dihimpun­kan di dalam perut ibunya selama empat puluh malam, kemudian menjadi 'alaqah selama empat puluh malam, kemudian menjadi segumpal daging dalam masa empat puluh malam.

Setelah itu Allah mengutus malaikat kepadanya; malaikat diperintahkan-Nya untuk mencatat empat perkara, yaitu mencatat rezekinya, amal perbuatannya, dan ajalnya (usianya), lalu nasibnya apakah celaka atau bahagia.

Kemudian meniupkan roh ke dalam tubuhnya.Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui hadis Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa apabila nutfah telah menetap

di dalam rahim, maka datanglah malaikat mencegahnya, lalu berkata, "Wahai Tuhanku, apakah dijadikan ataukah tidak?" Jika dikatakan tidak dijadikan, maka tidaklah dibentuk kejadiannya, lalu dikeluarkan dari rahim dalam rupa darah kental.

Tetapi jika dikatakan dijadikan, maka malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah dia laki-laki atau perempuan, apakah dia celaka ataukah bahagia, bagaimanakah ajalnya dan jejak kehidupannya, serta di negeri manakah ia mati?"

Kemudian dikatakan kepada nutfah itu, "Siapakah Tuhanmu?" Nutfah menjawab, "Allah." Dikatakan pula, "Siapakah yang memberimu rezeki?" Nutfah menjawab, "Allah." Lalu Allah berfirman kepada malaikat, "Pergilah kamu ke kitab itu,

karena sesungguhnya kamu akan menjumpai di dalamnya kisah nutfah ini." Maka nutfah itu dijadikan dan menjalani masa hidupnya sampai ajalnya, ia memakan rezekinya dan melakukan perjalanan hidupnya. Bilamana telah tiba ajalnya,

maka matilah ia dan dikebumikan. Kemudian Amir Asy-Sya'bi membaca firman-Nya: Hai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah men­jadikan kalian dari tanah,

kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. (Al-Hajj: 5) Apabila tahap kejadiannya sampai pada segumpal darah, maka kejadiannya

dikembalikan pada tahap keempat, lalu terbentuklah manusia. Tetapi jika ditakdirkan tidakjadi, maka dikeluarkan lagi oleh rahim dalam rupa darah. Dan apabila dijadikan, maka dikembalikan (ke dalam rahim) menjadi manusia.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ الْمُقْرِئُ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنِ أَبِي الطُّفَيْلِ، عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ أُسَيْدٍ -يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-قَالَ: "يَدْخُلُ الْمَلَكُ عَلَى النُّطْفَةِ بَعْدَ مَا تَسْتَقِرُّ فِي الرَّحِمِ بِأَرْبَعِينَ أَوْ خَمْسٍ وَأَرْبَعِينَ، فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ، أَشَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ؟ فَيَقُولُ اللَّهُ، وَيَكْتُبَانِ، فَيَقُولُ: أَذَكَرٌ أَمْ أَنْثَى؟ فَيَقُولُ اللَّهُ وَيَكْتُبَانِ، وَيُكْتَبُ عَمَلُهُ وَأَثَرُهُ وَرِزْقُهُ وَأَجَلُهُ، ثُمَّ تُطْوَى الصُّحُفُ، فَلَا يُزَادُ عَلَى مَا فِيهَا وَلَا يُنْتَقَصُ


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Dinar, dari Abut Tufail, dari Huzaifah ibnu Usaid yang menyampaikan

sanadnya sampai kepada Nabi Saw. Disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Malaikat masuk ke dalam nutfah sesudah nutfah berada di dalam rahim selama empat puluh atau empat puluh lima hari. Lalu malaikat bertanya,

"Wahai Tuhanku, apakah dia celaka atau bahagia?” Allah Swt. berfirman, dan malaikat itu mencatat. Lalu malaikat bertanya, "Apakah laki-laki ataukah perempuan?” Allah berfirman, dan malaikat mencatatnya. Malaikat mencatat amalnya,

perjalanan hidupnya, rezekinya, dan ajalnya. Kemudian lembaran kitab itu ditutup, maka apa yang ada di dalamnya tidak dapat lagi ditambahi atau dikurangi.Imam Muslim meriwayatkan melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dan melalui jalur lain dari Abut Tufail dengan lafaz yang semakna. Firman Allah Swt.:


{ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلا}


kemudian Kami keluarkan kalian sebagai bayi. (Al-Hajj: 5) Yakni dalam keadaan lemah tubuh, pendengaran, penglihatan, inderanya, kekuatan geraknya, serta akalnya. Kemudian Allah memberinya kekuatan sedikit demi sedikit,

dan kedua orang tuanya merawatnya dengan penuh kasih sayang sepanjang hari dan malamnya. Karena itu, disebutkan oleh firman selanjutnya:


{ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ}


kemudian (dengan berangsur-angsur) kalian sampailah kepada kedewasaan. (Al-Hajj: 5) Yaitu memiliki kekuatan yang makin bertambah sampai pada usia muda dan penampilan yang terbaiknya.


{وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى}


dan di antara kalian ada yang diwafatkan. (Al-Hajj: 5) dalam usia mudanya dan sedang dalam puncak kekuatannya.


{وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ}


dan (ada pula) di antara kalian yang dipanjangkan umurnya sampai pikun. (Al-Hajj: 5) Usia yang paling hina ialah usia pikun. Dalam usia tersebut seseorang lemah tubuhya, tidak berkekuatan,

akal serta pemahamannya pun lemah pula; semua panca inderanya tidak normal lagi dan daya pikirnya pun lemah. Karena itu, disebutkan dalam firman selanjutnya:


{لِكَيْلا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا}


supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya diketahuinya. (Al-Hajj: 5) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:


{اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ}


Allah, Dialah yang menciptakan kalian dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kalian) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kalian) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.

Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. (Ar-Rum: 54) Al-Hafiz Abu Ya'la Ahmad ibnu Ali ibnul Musanna Al-Mausuli telah mengatakan di dalam kitab Musnad-nya, telah menceritakan

kepada kami Mansur ibnu Abu Muzahim, telah menceritakan kepada kami Kahlid Az-Zayyat, telah menceritakan kepadaku Daud Abu Sulaiman, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Ma'mar ibnu Hazm Al-Ansari, dari Anas ibnu Malik

yang me-rafa'-kan hadis ini. Ia mengatakan bahwa bayi yang baru lahir hingga mencapai usia balig segala yang dikerjakannya berupa amal kebaikan tidak dicatatkan bagi orang tuanya atau kedua orang tuanya. Dan semua

yang dikerjakannya berupa amal keburukan tidak dicatatkan bagi dirinya, tidak pula bagi kedua orang tuanya. Apabila ia telah mencapai usia balignya, maka Allah memberlakukan qalam terhadapnya dan memerintahkan kepada dua malaikat

yang ada bersamanya untuk mencatat segala amal perbuatannya dengan catatan yang ketat. Apabila ia mencapai usia empat puluh tahun dalam Islam, Allah menyelamatkannya dari tiga penyakit, yaitu gila, lepra, dan supak.

Apabila mencapai usia lima puluh tahun, Allah meringankan hisabnya; dan apabila mencapai usia enam puluh tahun, Allah memberinya rezeki kembali (bertobat) kepada-Nya sesuai dengan apa yang disukai-Nya.

Apabila mencapai usia tujuh puluh tahun, penduduk langit menyukainya. Dan apabila usianya mencapai delapan puluh tahun, maka semua amal baiknya dicatat dan dihapuslah semua amal buruknya. Apabila usianya mencapai

sembilan puluh tahun, Allah mengampuni semua dosanya yang terdahulu dan yang terkemudian; ia pun dapat memberikan syafaat kepada ahli baitnya serta dicatat sebagai Aminullah (orang kepercayaan Allah), dan dia menjadi tahanan Allah

di bumi-Nya. Apabila ia mencapai usia pikun sehingga ia tidak mengetahui lagi segala sesuatu yang tadinya ia ketahui, maka Allah mencatatkan baginya hal yang semisal dengan amal kebaikan yang pernah dilakukannya semasa sehatnya;

apabila melakukan suatu keburukan, maka tidak dicatatkan dalam buku catatan amalnya. Hadis ini garib sekali, di dalamnya terkandung kemungkaran yang parah. Tetapi sekalipun demikian, Imam Ahmad ibnu Hambal me­riwayatkannya pula

di dalam kitab musnadnya, baik secara mauquf ataupun marfu'. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Nadr, telah menceritakan kepada kami Al-Faraj, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amir,

dari Muhammad ibnu Abdullah Al-Amili, dari Amr ibnu Ja'far, dari Anas yang mengatakan, bahwa apabila seorang lelaki muslim mencapai usia empat puluh tahun, Allah menyelamatkannya dari tiga macam penyakit, yaitu gila, supak, dan lepra.

Apabila mencapai usia lima puluh tahun, Allah meringankan hisabnya. Apabila mencapai usia enam puluh tahun, Allah memberinya rezeki bertobat kepada-Nya yang disukainya. Dan apabila mencapai usia tujuh puluh tahun, penduduk langit

menyukainya. Apabila mencapai usia delapan puluh tahun, Allah menerima semua kebaikannya dan menghapuskan semua keburukannya. Apabila mencapai usia sembilan puluh tahun, Allah mengampuni semua dosanya yang terdahulu

dan yang terkemudian. Ia diberi julukan sebagai 'tahanan Allah di bumi-Nya' dan dapat memberikan syafaat kepada keluarganya. Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Hisyam, telah menceritakan kepada kami

Al-Faraj, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah Al-Amiri, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Amr ibnu Usman, dari Abdullah ibnu Umar ibnul Khattab, dari Nabi Saw. Lalu disebutkan hal yang semisal dengan hadis di atas.


وَرَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، حَدَّثَنِي يُوسُفُ بْنُ أَبِي ذَرَّةَ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَمْرِو بْنِ أُمَيَّةَ الضَّمْري، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ مُعَمَّرٍ يُعَمَّرُ فِي الْإِسْلَامِ أَرْبَعِينَ سَنَةً، إِلَّا صَرَفَ اللَّهُ عَنْهُ ثَلَاثَةَ أَنْوَاعٍ مِنَ الْبَلَاءِ: الْجُنُونُ وَالْجُذَامُ وَالْبَرَصُ


Imam Ahmad telah meriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad, telah menceritakan kepadaku Yusuf ibnu Abu Burdah Al-Ansari, dari Ja'far ibnu Amr ibnu Umayyah Ad-Dimri, dari Anas ibnu Malik,

bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada seorang pun yang berusia panjang dalam Islamnya selama empat puluh tahun, melainkan Allah memalingkan darinya tiga macam penyakit yaitu gila, supak, dan lepra.

Lalu disebutkan hingga akhir hadis yang teksnya sama dengan hadis sebelumnya. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar, dari Abdullah ibnu Syabib, dari Abu Syaibah, dari Abdullah ibnu Abdul Malik,

dari Abu Qatadah Al-Adawi, dari anak saudara Az-Zuhri, dari pamannya (Az-Zuhri), dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"مَا مِنْ عَبْدٍ يُعَمَّرُ فِي الْإِسْلَامِ أَرْبَعِينَ سَنَةً، إِلَّا صَرَفَ اللَّهُ عَنْهُ أَنْوَاعًا مِنَ الْبَلَاءِ: الْجُنُونُ وَالْجُذَامُ وَالْبَرَصُ، فَإِذَا بَلَغَ خَمْسِينَ سَنَةً لَيَّنَ اللَّهُ لَهُ الْحِسَابَ، فَإِذَا بَلَغَ سِتِّينَ سَنَةً رَزَقَهُ اللَّهُ الْإِنَابَةَ إِلَيْهِ بِمَا يُحِبُّ، فَإِذَا بَلَغَ سَبْعِينَ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، وسمي أَسِيرَ اللَّهِ، وَأَحَبَّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، فَإِذَا بَلَغَ الثَّمَانِينَ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنْهُ حَسَنَاتِهِ وَتَجَاوُزَ عَنْ سَيِّئَاتِهِ، فَإِذَا بَلَغَ التِّسْعِينَ غَفَر لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، وسُمي أسير اللَّهِ فِي أَرْضِهِ، وَشُفِّعَ فِي أَهْلِ بَيْتِهِ"


Tiada seorang hamba pun yang diberi usia panjang dalam Islam selama empat puluh tahun, melainkan Allah memalingkan darinya berbagai macam penyakit, yaitu gila, lepra, dan supak. Apabila ia mencapai usia lima puluh tahun,

Allah meringankan hisabnya. Apabila mencapai usia enam puluh tahun, Allah memberinya rezeki bertobat kepada-Nya berkat kesukaan yang ditanamkan Allah dalam dirinya. Apabila mencapai usia tujuh puluh tahun,

Allah memberikan ampunan baginya semua dosanya yang terdahulu dan yang terkemudian; dan ia diberi nama 'tahanan Allah', semua penduduk langit menyukainya. Apabila mencapai usia delapan puluh tahun,

Allah menerima amal-amal baiknya dan memaafkan amal-amal keburukannya. Dan apabila mencapai usia sembilan puluh tahun, Allah memberikan ampunan baginya atas semua dosanya yang terdahulu dan yang terkemudian,

lalu ia diberi nama sebagai 'tahanan Allah di bumi-Nya' dan dapat memberikan syafaat kepada ahli baitnya. Firman Allah Swt.:


{وَتَرَى الأرْضَ هَامِدَةً}


Dan kalian lihat bumi ini kering. (Al-Hajj: 5) Hal ini pun merupakan dalil lain yang menunjukkan kekuasaan Allah Swt. dalam menghidupkan orang-orang yang telah mati,- sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang kering tandus,

tidak ada tanaman apa pun padanya. Qatadah mengatakan bahwa hamidah artinya padang pasir lagi tandus (kering). Sedangkan menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah tanah yang mati.


{فَإِذَا أَنزلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ}


kemudian apabila Kami telah turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 5) Apabila Allah menurunkan hujan, maka bumi yang tadinya tandus itu

menjadi subur dan menumbuhkan tetumbuhannya dengan subur; lalu keluarlah dari tumbuh-tumbuhan itu berbagai macam buah-buahan dan tanam-tanaman yang beraneka ragam warna, rasa, bau, bentuk, dan manfaatnya. Karena itulah firman selanjutnya disebutkan:


{وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ}


dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 5) Yaitu yang indah bentuknya dan harum baunya. Firman Allah Swt.:


{ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ}


Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak. (Al-Hajj: 6) Allah Yang menciptakan, yang mengatur, lagi Maha Berbuat terhadap semua yang dikehendaki-Nya.


{وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى}


dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati. (Al-Hajj: 6) Yakni sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang mati sehingga bumi dapat menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:


{إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}


Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Fushshilat: 39)


{إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}


Sesungguhnya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah ia. (Yasin: 82) Adapun firman Allah Swt.:


{وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا}


dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya. (Al-Hajj: 7) Yakni kejadian hari kiamat itu pasti, tiada keraguan padanya.


{وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ}


dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur. (Al-Hajj: 7) Maksudnya, Allah mengembalikan mereka menjadi hidup sesudah tubuh mereka hancur, dan menciptakan kembali mereka sesudah tiada. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ. قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ. الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ مِنَ الشَّجَرِ الأخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنْتُمْ مِنْهُ تُوقِدُونَ}


Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya. Ia berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh?” Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya

pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk, yaitu Tuhan yang menjadikan untuk kalian api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu." (Yasin: 78­-80) Ayat-ayat lain yang semakna cukup banyak.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا بَهز، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ قَالَ: أَنْبَأَنَا يَعْلَى عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ وَكِيعِ بْنِ حُدُس، عَنْ عَمِّهِ أَبِي رَزين الْعُقَيْلِيِّ -وَاسْمُهُ لَقِيط بْنُ عَامِرٍ -أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَكُلُّنَا يَرَى رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ وَمَا آيَةُ ذَلِكَ فِي خَلْقِهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَيْسَ كُلُّكُمْ يَنْظُرُ إِلَى الْقَمَرِ مُخْليا بِهِ؟ " قُلْنَا: بَلَى. قَالَ: "فَاللَّهُ أَعْظَمُ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى، وَمَا آيَةُ ذَلِكَ فِي خَلْقِهِ؟ قَالَ: "أَمَا مَرَرْتَ بِوَادِي أَهْلِكَ مَحْلًا " قَالَ: بَلَى. قَالَ: "ثُمَّ مَرَرْتَ بِهِ يَهْتَزُّ خَضِرًا؟ ". قَالَ: بَلَى. قَالَ: "فَكَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى، وَذَلِكَ آيَتُهُ فِي خَلْقِهِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah yang mengatakan bahwa Ya'la ibnu Ata telah menceritakan kepada kami dari Waki', dari Addi,

dari pamannya Abu Razin Al-Uqaili yang nama aslinya ialah Laqit ibnu Amir, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, apakah kita semua akan melihat Tuhan kita kelak di hari kiamat,

dan apakah perumpamaan hal tersebut pada makhluk-Nya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Bukankah kalian semua dapat melihat bulan tanpa berdesak-desakan?" Kami (para sahabat) menjawab, "Ya, benar." Rasulullah Saw. bersabda,

"Allah lebih besar lagi." Laqit ibnu Amir melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah Allah menghidupkan orang-orang yang telah mati? Berilah perumpamaan hal itu pada makhluk-Nya." Rasulullah Saw.

bersabda, "Bukankah kamu pernah melewati lembah tempat keluargamu yang tandus itu?" Ia menjawab, "Ya, benar." Rasulullah Saw. bersabda lagi, "Kemudian kamu melewatinya lagi (di lain waktu) yang ternyata tampak hijau lagi subur?"

Ia menjawab, "Ya, benar." Rasulullah berkata, "Demikian pula Allah menghidupkan orang-orang mati. Itulah tanda kekuasaan-Nya pada makhluk-Nya."Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui

hadis Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama. Imam Ahmad telah meriwayatkan pula telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami

Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, dari Sulaiman ibnu Musa, dari Abu Razin Al-Uqaili yang mengatakan bahwa ia datang kepada Rasulullah Saw. dan bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah Allah menghidupkan orang-orang

yang telah mati?" Rasulullah Saw. bersabda, "Bukankah kamu pernah melewati suatu daerah dari kawasan tempat tinggal kaummu yang tampak tandus, kemudian di lain waktu kamu melewatinya dalam keadaan subur?" Ia menjawab, "Benar.

" Rasulullah Saw. bersabda, "Demikianlah caranya kejadian di hari berbangkit nanti." Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Marhum, telah men­ceritakan kepada kami

Bukair ibnus Samit, dari Qatadah, dari Abul Hajjaj, dari Mu'az ibnu Jabal yang mengatakan, "Barang siapa yang meyakini bahwa Allah adalah Hak yang Jelas, dan bahwa hari kiamat pasti terjadi tiada keraguan padanya, dan bahwa Allah akan membangkitkan orang-orang yang mati dari dalam kuburnya, tentulah ia masuk surga."

Surat Al-Hajj |22:6|

ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَىٰ وَأَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

żaalika bi`annalloha huwal-ḥaqqu wa annahuu yuḥyil-mautaa wa annahuu 'alaa kulli syai`ing qodiir

Yang demikian itu karena sungguh, Allah, Dialah yang hak, dan sungguh, Dialah yang menghidupkan segala yang telah mati, dan sungguh, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,

That is because Allah is the Truth and because He gives life to the dead and because He is over all things competent

Tafsir
Jalalain

(Yang demikian itu) yakni hal-hal yang telah disebutkan itu mulai dari permulaan kejadian manusia hingga dihidupkannya bumi menjadi subur (karena sesungguhnya)

disebabkan bahwa (Allah Dialah yang hak) Yang Tetap dan Abadi (dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 6 |

Penjelasan ada di ayat 5

Surat Al-Hajj |22:7|

وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ

wa annas-saa'ata aatiyatul laa roiba fiihaa wa annalloha yab'aṡu man fil-qubuur

dan sungguh, (hari) Kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan padanya, dan sungguh, Allah akan membangkitkan siapa pun yang di dalam kubur.

And [that they may know] that the Hour is coming - no doubt about it - and that Allah will resurrect those in the graves.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan) tidak diragukan lagi (padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 7 |

Penjelasan ada di ayat 5

Surat Al-Hajj |22:8|

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ

wa minan-naasi may yujaadilu fillaahi bighoiri 'ilmiw wa laa hudaw wa laa kitaabim muniir

Dan di antara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk, dan tanpa Kitab (wahyu) yang memberi penerangan,

And of the people is he who disputes about Allah without knowledge or guidance or an enlightening book [from Him],

Tafsir
Jalalain

Ayat berikut ini diturunkan berkenaan dengan Abu Jahal, yaitu: (Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan tanpa petunjuk)

yang menjadi pegangannya (dan tanpa kitab yang bercahaya) kitab yang menjadi pegangannya dan yang dapat menunjukinya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 8 |

Tafsir ayat 8-10

Setelah menyebutkan perihal orang-orang yang sesat, bodoh lagi membebek melalui firman-Nya:


{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَانٍ مَرِيدٍ}


Di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat. (Al-Hajj: 3) Kemudian Allah menyebutkan perihal keadaan para penyeru kesesatan, pemimpin kekafiran, serta ahli bid'ah melalui firman-Nya:


{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلا هُدًى وَلا كِتَابٍ مُنِيرٍ}


Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya. (Al-Hajj: 8) Yakni tanpa alasan yang benar,

tanpa ada dalil naqli yang jelas, bahkan hanya berdasarkan ra-yu dan keinginan hawa nafsu belaka. Firman Allah Swt.:


{ثَانِيَ عِطْفِهِ}


dengan memalingkan lambungnya. (Al-Hajj: 9) Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan, makna yang dimaksud ialah 'bilamana ia diajak kepada perkara yang hak, maka ia berpaling me­nyombongkan dirinya'.

Mujahid, Qatadah, dan Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: dengan memalingkan lambungnya. (Al-Hajj: 9) Yaitu memalingkan mukanya

terhadap seruan kebenaran yang ditujukan kepadanya sebagai reaksi dari sikap sombongnya. Pengertiannya sama dengan yang terdapat di dalam firman-Nya:


{وَفِي مُوسَى إِذْ أَرْسَلْنَاهُ إِلَى فِرْعَوْنَ بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ. فَتَوَلَّى بِرُكْنِهِ وَقَالَ سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ}


Dan juga kepada Musa (terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah) ketika Kami mengutusnya kepada Fir'aun dengan membawa mukjizat yang nyata. Maka dia (Fir'aun) berpaling (dari iman) bersama tentaranya. (Adz-Dzariyat: 38-39) Dalam ayat lain Allah berfirman:


{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنزلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا}


Apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul, " niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (An-Nisa: 61) Firman Allah Swt.:


{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ لَوَّوْا رُءُوسَهُمْ وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ}


Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah (beriman), agar Rasul memintakan ampunan bagi kalian, " mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling, sedangkan mereka menyombongkan diri. (Al-Munafiqun: 5) Dan firman Allah Swt. yang menceritakan perkataan Luqman kepada putranya, yaitu:


{وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ}


Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong). (Luqman: 18) Yakni kamu memalingkan wajahmu dari mereka dengan rasa sombong karena merasa lebih tinggi daripada mereka. Demikian pula firman Allah Swt. yang mengatakan:


{وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّى مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}


Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri. (Luqman: 7), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah Swt.:


{لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ}


untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. (Al-Hajj: 9) Sebagian ulama mengatakan bahwa huruf lam dalam ayat ini adalah Lamul Aqibah. yang artinya 'akibatnya akan menyesatkan manusia dari jalan Allah'.

Tetapi dapat juga diartikan sebagai Lam Ta’lil, seperti yang disebutkan di atas. Kemudian mengenai makna yang dimaksud dari pelakunya ialah orang-orang yang ingkar. Atau dapat pula diartikan bahwa pelaku yang berwatak demikian

tiada lain Kami jadikan dia berakhlak rendah agar Kami jadikan dia termasuk orang yang menyesatkan (manusia) dari jalan Allah. Dalam firman selanjutnya disebutkan:


{لَهُ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ}


Ia mendapat kehinaan di dunia. (Al-Hajj: 9) Al-khizyu artinya kehinaan dan kerendahan. Hal itu disebabkan ia bersikap angkuh dan sombong terhadap ayat-ayat Allah. Maka Allah membalasnya dengan kehinaan di dunia

dan menghukumnya di dunia sebelum akhirat, mengingat dunia adalah tujuan hidup dan batas pengetahuannya.


{وَنُذِيقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَذَابَ الْحَرِيقِ. ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ}


dan di hari kiamat Kami merasakan kepadanya azab neraka yang membakar. (Akan dikatakan kepadanya), "Yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu." (Al-Hajj: 9-10) Kalimat itu dikatakan terhadapnya sebagai kecaman dan celaan.


{وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلامٍ لِلْعَبِيدِِ}


dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya. (Al-Hajj: 10) Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{خُذُوهُ فَاعْتِلُوهُ إِلَى سَوَاءِ الْجَحِيمِ. ثُمَّ صُبُّوا فَوْقَ رَأْسِهِ مِنْ عَذَابِ الْحَمِيمِ. ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ. إِنَّ هَذَا مَا كُنْتُمْ بِهِ تَمْتَرُونَ}


Peganglah dia, kemudian seretlah dia ke tengah-tengah neraka. Kemudian luangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas. Rasakanlah,, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia. Sesungguhnya ini adalah azab

yang dahulu selalu kamu meragu-ragukannya. (Ad-Dukhan: 47-50) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami

Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Al-Hasan, bahwa telah sampai kepadaku suatu berita yang mengatakan bahwa seseorang dari mereka dibakar sebanyak tujuh puluh ribu kali setiap harinya.

Surat Al-Hajj |22:9|

ثَانِيَ عِطْفِهِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۖ لَهُ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ ۖ وَنُذِيقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَذَابَ الْحَرِيقِ

ṡaaniya 'ithfihii liyudhilla 'an sabiilillaah, lahuu fid-dun-yaa khizyuw wa nużiiquhuu yaumal-qiyaamati 'ażaabal-ḥariiq

sambil memalingkan lambungnya (dengan congkak) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Dia mendapat kehinaan di dunia dan pada hari Kiamat Kami berikan kepadanya rasa azab neraka yang membakar.

Twisting his neck [in arrogance] to mislead [people] from the way of Allah. For him in the world is disgrace, and We will make him taste on the Day of Resurrection the punishment of the Burning Fire [while it is said],

Tafsir
Jalalain

(Dengan memalingkan lambungnya) Lafal ayat ini berkedudukan menjadi Hal atau keterangan keadaan, maksudnya orang yang membantah itu memalingkan lehernya dengan penuh kesombongan

karena tidak mau beriman. Pengertian berpaling di sini adalah baik ke kanan maupun ke kiri sama saja (untuk menyesatkan) dapat dibaca Liyadhilla dan Liyudhilla, untuk menyesatkan manusia

(dari jalan Allah) yakni dari agama-Nya. (Ia mendapat kehinaan di dunia) azab di dunia, akhirnya ia terbunuh dalam perang Badar

(dan di hari kiamat Kami merasakan kepadanya azab neraka yang membakar) ia akan dibakar oleh api neraka, lalu dikatakan kepadanya,

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 9 |

Penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Hajj |22:10|

ذَٰلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ

żaalika bimaa qoddamat yadaaka wa annalloha laisa bizhollaamil lil-'abiid

(Akan dikatakan kepadanya), "Itu karena perbuatan yang dilakukan dahulu oleh kedua tanganmu, dan Allah sekali-kali tidak menzalimi hamba-hamba-Nya."

"That is for what your hands have put forth and because Allah is not ever unjust to [His] servants."

Tafsir
Jalalain

("Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tanganmu dahulu) yakni perbuatan kamu dahulu.Diungkapkan demikian mengingat,

bahwa kebanyakan pekerjaan itu dilakukan oleh kedua tangan (dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya) suka menganiaya (hamba-hamba-Nya") dengan mengazab mereka tanpa dosa.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 10 |

Penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Hajj |22:11|

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ ۖ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ ۖ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

wa minan-naasi may ya'budulloha 'alaa ḥarf, fa in ashoobahuu khoirunithma`anna bih, wa in ashoobat-hu fitnatuningqolaba 'alaa waj-hih, khosirod-dun-yaa wal-aakhiroh, żaalika huwal-khusroonul-mubiin

Dan di antara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi, maka jika dia memperoleh kebajikan, dia merasa puas dan jika dia ditimpa suatu cobaan, dia berbalik ke belakang. Dia rugi di dunia dan di akhirat. Itulah kerugian yang nyata.

And of the people is he who worships Allah on an edge. If he is touched by good, he is reassured by it; but if he is struck by trial, he turns on his face [to the other direction]. He has lost [this] world and the Hereafter. That is what is the manifest loss.

Tafsir
Jalalain

(Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi) ia ragu di dalam ibadahnya itu. Keadaannya diserupakan dengan seseorang yang berada di tepi bukit,

yakni ia tidak dapat berdiri dengan tetap dan mantap (maka jika ia memperoleh kebaikan) maksudnya kesehatan dan kesejahteraan pada diri dan harta bendanya

(tetaplah ia dalam keadaan itu dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana) cobaan pada hartanya dan penyakit pada dirinya (berbaliklah ia ke belakang) ia kembali menjadi kafir.

(Rugilah ia di dunia) disebabkan terlepasnya semua apa yang ia harapkan dari dunia (dan di akhirat) disebabkan kekafirannya itu. (Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata) jelas ruginya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 11 |

Tafsir ayat 11-13

Mujahid dan Qatadah serta lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dengan berada di tepi. (Al-Hajj: 11) Yakni berada dalam keraguan. Yang lainnya selain mereka mengatakan berada di tepi,

seperti di tepi sebuah bukit. Dengan kata lain, ia masuk Islam dengan hati yang tidak sepenuhnya; jika menjumpai hal yang disukainya, ia tetap berada dalam Islam; dan jika tidak, maka ia kembali kafir. Imam Bukhari mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Bukair, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abul Husain, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna

firman-Nya: Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. (Al-Hajj: 11) Dahulu seorang lelaki datang ke Madinah. Jika istrinya melahirkan bayi laki-laki serta kudanya beranak pula,

maka ia mengatakan bahwa Islam adalah agama yang baik (membawa keberuntungan). Tetapi jika istrinya tidak melahirkan serta kudanya tidak melahirkan juga, maka ia mengatakan bahwa Islam adalah agama yang buruk (pembawa kesialan).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy'as ibnu Ishaq Al-Qummi,

dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu ada segolongan orang Badui datang kepada Nabi Saw. lalu masuk Islam. Bila mereka telah kembali ke kampung halaman mereka,

lalu mereka menjumpai musim hujan dan musim subur serta musim melahirkan anak yang banyak, maka mereka berkata, "Sesungguhnya agama kita adalah agama yang baik," maka mereka berpegangan kepadanya. Tetapi bila mereka

men­jumpai tahun kekeringan dan paceklik serta jarang adanya kelahiran, maka mereka berkata, "Tiada suatu kebaikan pun pada agama kita ini." Maka Allah Swt. menurunkan kepada Nabi-Nya ayat berikut, yaitu firman-Nya:

Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebaikan, tetaplah ia dalam keadaan itu. (Al-Hajj: 11), hingga akhir ayat.Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,

bahwa seseorang dari mereka apabila tiba di Madinah yang terletak tidakjauh dari tempat tinggal mereka, maka jika tubuhnya sehat selama di Madinah dan Kudanya melahirkan anak serta istrinya beranak laki-laki, ia puas dan tenang

terhadap agama Islam yang baru dipeluknya; lalu ia mengatakan bahwa sejak ia masuk Islam tiada yang ia peroleh kecuali kebajikan belaka.


وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ


dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana. (Al-Hajj: 11) Fitnah dalam ayat ini artinya bencana atau musibah. Yakni bila ia terserang wabah penyakit Madinah, dan istrinya melahirkan anak perempuan, serta zakat datang terlambat kepadanya,

maka setan datang kepadanya membisikkan kata-kata, "Demi Tuhan. Sejak kamu masuk agama Islam, tiada yang kamu peroleh selain keburukan." Yang demikian itu adalah fitnahnya. Hal yang sama telah disebutkan oleh Qatadah,

Ad-Dahhak, dan Ibnu Juraij serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf sehubungan dengan tafsir ayat ini. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, orang yang berwatak demikian

adalah orang munafik. Jika ia beroleh kemaslahatan di dunianya, ia tetap melakukan ibadahnya. Tetapi jika dunianya rusak serta tidak beroleh keuntungan, maka ia kembali kepada kekafirannya. Dia tidak menetapi ibadahnya

kecuali bila mendapat kebaikan dalam kehidupannya. Jika ia tertimpa musibah atau bencana atau kesempitan duniawi, maka ia tinggalkan Islam dan kembali kepada kekafirannya.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: berbaliklah ia ke belakang. (Al-Hajj: 11) Yaitu ia murtad dan kafir kembali. Firman Allah Swt.:


{خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ}


Rugilah ia di dunia dan di akhirat. (Al-Hajj: 11) Artinya dia tidak mendapatkan sesuatu pun dari dunia ini; adapun di akhirat karena ia telah kafir kepada Allah Yang Mahabesar, maka nasibnya sangat celaka dan sangat terhina. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ}


Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. (Al-Hajj: 11) Yakni hal seperti itu merupakan kerugian yang besar dan transaksi yang rugi. Firman Allah Swt.:


{يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُ وَمَا لَا يَنْفَعُهُ}


Ia menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya. (Al-Hajj: 12) Yaitu menyembah berhala-berhala dan tandingan-tandingan Allah yang ia mintai pertolongannya,

dan meminta hujan kepadanya serta meminta rezeki kepada sembahannya; padahal sembahannya itu tidak dapat memberikan suatu manfaat kepadanya, tidak pula menimpakan mudarat kepadanya.


ذَلِكَ هُوَ الضَّلالُ الْبَعِيدُ


Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (Al-Hajj: 12) Adapun firman Allah Swt.:


يَدْعُو لَمَنْ ضَرُّهُ أَقْرَبُ مِنْ نَفْعِهِ


Ia menyeru sesuatu yang sebenarnya mudaratnya lebih dekat dari manfaatnya. (Al-Hajj: 13) Maksudnya, kemudaratannya di dunia sebelum akhirat lebih dekat daripada manfaatnya. Di akhirat nanti mudaratnya sudah jelas dan pasti. Firman Allah Swt.:


{لَبِئْسَ الْمَوْلَى وَلَبِئْسَ الْعَشِيرُ}


Sesungguhnya yang diserunya itu adalah sejahat-jahat penolong dan sejahat-jahat kawan. (Al-Hajj: 13) Mujahid mengatakan, yang dimaksud adalah berhala sembahan mereka. Dengan kata lain, seburuk-buruk yang dimintai pertolongan selain Allah adalah berhala-berhala yang diserunya.


{وَلَبِئْسَ الْعَشِيرُ}


dan sejahat-jahat kawan. (Al-Hajj: 13) Al-'asyir artinya kawan sepergaulan. Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seburuk-buruknya anak paman dan kawan ialah: orang yang menyembah Allah

dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu; dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. (Al-Hajj: 11) Akan tetapi, pendapat Mujahid yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah 'berhala' lebih dekat dan lebih sesuai dengan konteks pembicaraan ayat.

Surat Al-Hajj |22:12|

يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُ وَمَا لَا يَنْفَعُهُ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ

yad'uu min duunillaahi maa laa yadhurruhuu wa maa laa yanfa'uh, żaalika huwadh-dholaalul-ba'iid

Dia menyeru kepada selain Allah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya. Itulah kesesatan yang jauh.

He invokes instead of Allah that which neither harms him nor benefits him. That is what is the extreme error.

Tafsir
Jalalain

(Ia menyeru) menyembah (selain Allah) yakni berhala-berhala (sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat kepada dirinya) jika ia tidak menyembahnya

(dan pula tidak dapat memberi manfaat kepada dirinya) jika ia menyembahnya. (Yang demikian itu) penyembahan itu (adalah kesesatan yang jauh) sekali dari kebenaran.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 12 |

Penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Hajj |22:13|

يَدْعُو لَمَنْ ضَرُّهُ أَقْرَبُ مِنْ نَفْعِهِ ۚ لَبِئْسَ الْمَوْلَىٰ وَلَبِئْسَ الْعَشِيرُ

yad'uu laman dhorruhuuu aqrobu min naf'ih, labi`sal-maulaa wa labi`sal-'asyiir

Dia menyeru kepada sesuatu yang (sebenarnya) bencananya lebih dekat daripada manfaatnya. Sungguh, itu seburuk-buruk penolong dan sejahat-jahat kawan.

He invokes one whose harm is closer than his benefit - how wretched the protector and how wretched the associate.

Tafsir
Jalalain

(Ia menyeru sesuatu) huruf Lam adalah Zaidah (yang sebenarnya mudaratnya) jika ia menyembahnya (lebih dekat dari manfaatnya)

jika menurut khayalannya ia dapat memberikan manfaat. (Sesungguhnya sejahat-jahat penolong) adalah sesembahan itu (dan sejahat-jahat kawan) adalah dia pula.

Sesudah Allah swt. menyebutkan tentang orang-orang yang ragu dengan akibatnya yaitu kerugian, kemudian Allah mengiringinya dengan kisah mengenai orang-orang Mukmin dengan akibatnya,

yaitu mendapatkan pahala dari-Nya. Untuk itu Allah swt. berfirman:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 13 |

Penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Hajj |22:14|

إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ

innalloha yudkhilullażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati jannaatin tajrii min taḥtihal-an-haar, innalloha yaf'alu maa yuriid

(Sungguh), Allah akan memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Sungguh, Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.

Indeed, Allah will admit those who believe and do righteous deeds to gardens beneath which rivers flow. Indeed, Allah does what He intends.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh) amal fardu dan sunah semuanya

(ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki) termasuk memuliakan orang yang taat kepada-Nya dan menghinakan orang yang durhaka kepada-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 14 |

(NULL)

Setelah menyebutkan perihal orang-orang yang sesat lagi celaka, lalu disebutkan perihal orang-orang yang berbakti lagi berbahagia. Mereka adalah orang-orang yang hatinya beriman dan iman mereka

dibenarkan oleh perbuatan mereka, karenanya mereka mengerjakan semua amal saleh dari amal-amal perbuatan yang mendekatkan diri mereka kepada Allah serta meninggalkan semua jenis perbuatan mungkar.

Karena itu, mereka dianugerahi tempat tinggal di surga-surga yang tinggi yang memiliki taman-taman yang amat indah. Mengingat Allah telah menyesatkan golongan pertama dan memberi petunjuk kepada golongan yang kedua, maka hal ini diungkapkan oleh firman-Nya:


{إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ}


Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (Al-Hajj: 14)

Surat Al-Hajj |22:15|

مَنْ كَانَ يَظُنُّ أَنْ لَنْ يَنْصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ لْيَقْطَعْ فَلْيَنْظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ

mang kaana yazhunnu al lay yanshurohullohu fid-dun-yaa wal-aakhiroti falyamdud bisababin ilas-samaaa`i ṡummalyaqtho' falyanzhur hal yuż-hibanna kaiduhuu maa yaghiizh

Barang siapa menyangka bahwa Allah tidak akan menolongnya (Muhammad) di dunia dan di akhirat, maka hendaklah dia merentangkan tali ke langit-langit, lalu menggantung (diri), kemudian pikirkanlah apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya.

Whoever should think that Allah will not support [Prophet Muhammad] in this world and the Hereafter - let him extend a rope to the ceiling, then cut off [his breath], and let him see: will his effort remove that which enrages [him]?

Tafsir
Jalalain

(Barang siapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada menolongnya) menolong Nabi Muhammad saw. (di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali)

tambang (ke langit) yang dimaksud adalah atap rumahnya, kemudian tali itu diikatkan ke atap rumah dan ke lehernya (kemudian hendaklah ia memutuskan tali itu)

yakni mencekik dirinya dengan tali itu, maksudnya menggantung diri. Demikianlah sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis-hadis sahih (kemudian hendaklah ia pikirkan,

apakah tipu dayanya itu sungguh dapat melenyapkan) dalam hal tidak ditolongnya nabi (apa yang menyakitkan hatinya) apa yang membuat ia sakit hati. Maksudnya,

hendaklah ia tercekik oleh kejengkelannya, karena sesungguhnya Allah pasti akan menolong nabi-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 15 |

Tafsir ayat 15-16

Ibnu Abbas mengatakan bahwa barang siapa yang menduga bahwa Allah tidak akan menolong Muhammad Saw. di dunia dan akhirat. maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit. (Al-Hajj: 15) Yakni langit-langit rumahnya.

kemudian hendaklah ia melaluinya. (Al-Hajj: 15) Yaitu menggantung dirinya dengan tali itu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Ata, Abul Jauza, Qatadah, dan lain-lainnya. Tetapi Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam

mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit. (Al-Hajj: 15) Yakni untuk ia jadikan sebagai sarana mencapai langit, karena sesungguhnya pertolongan itu datang kepada Muhammad

hanyalah dari langit. kemudian hendaklah ia melaluinya. (Al-Hajj: 15) Yaitu untuk mengecek kebenaran hal tersebut, jika ia mampu naik ke langit. Tetapi pendapat Ibnu Abbas dan murid-muridnya lebih utama dan lebih jelas penunjukan

maknanya serta lebih tepat dalam memberikan pengertian ejekan. Karena sesungguhnya makna yang dimaksud ialah barang siapa yang menduga bahwa Allah tidak akan menolong Muhammad, kitab-Nya, dan agama-Nya,

hendaklah ia pergi bunuh diri, jika pertolongan Allah kepada Nabi-Nya membuatnya sakit hati. Karena sesungguhnya Allah Swt. pasti akan menolongnya. Allah Swt. telah berfirman:


{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأشْهَادُ}


Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). (Al-Mu’min: 51) Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{فَلْيَنْظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ}


kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya. (Al-Hajj: 15) As-Saddi mengatakan bahwa yang menyakitkan hati orang itu adalah perihal Nabi Muhammad Saw.

Ata Al-Khurrasani mengatakan, hendaklah orang itu merasakan sendiri, apakah upayanya itu dapat menyembuhkan sakit hatinya, Firman Allah Swt.:


{وَكَذَلِكَ أَنزلْنَاهُ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ}


Dan demikianlah Kami menurunkan Al-Qur’an yang merupakan ayat-ayat yang nyata. (Al-Hajj: 16) Maksudnya, jelas lafaz dan maknanya sebagai hujah dari Allah terhadap manusia.


{وَأَنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يُرِيدُ}


dan bahwasanya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (Al-Hajj: 16) Yakni Dia menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Hanya Dialah yang mengetahui hikmah dan hujah (alasan) dalam hal ini.


{لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ}


Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai. (Al-Anbiya: 23) Adapun Allah karena hikmah, rahmat, keadilan, pengetahuan, ke­perkasaan, dan kebesaran-Nya, maka tiada yang menanyakan tentang keputusan-Nya. Dia Mahacepat perhitungan-Nya.

Surat Al-Hajj |22:16|

وَكَذَٰلِكَ أَنْزَلْنَاهُ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَأَنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يُرِيدُ

wa każaalika anzalnaahu aayaatim bayyinaatiw wa annalloha yahdii may yuriid

Dan demikianlah Kami telah menurunkannya (Al-Qur´an) yang merupakan ayat-ayat yang nyata, sesungguhnya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.

And thus have We sent the Qur'an down as verses of clear evidence and because Allah guides whom He intends.

Tafsir
Jalalain

(Dan demikianlah) sebagaimana Kami turunkan ayat tadi (Kami telah menurunkan dia) ayat-ayat Alquran selanjutnya (yang merupakan ayat-ayat yang nyata)

lafal Bayyinatin berkedudukan menjadi Hal, artinya ayat-ayat yang jelas (dan bahwasanya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki)

untuk mendapatkan petunjuk-Nya; bagian ayat ini di'athafkan kepada dhamir Ha yang terdapat pada lafal Anzalnaahu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 16 |

Penjelasan ada di ayat 15

Surat Al-Hajj |22:17|

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَىٰ وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

innallażiina aamanuu wallażiina haaduu wash-shoobi`iina wan-nashooroo wal-majuusa wallażiina asyrokuuu innalloha yafshilu bainahum yaumal-qiyaamah, innalloha 'alaa kulli syai`in syahiid

Sesungguhnya orang-orang beriman, orang Yahudi, orang Sabi'in, orang Nasrani, orang Majusi, dan orang musyrik, Allah pasti memberi keputusan di antara mereka pada hari Kiamat. Sungguh, Allah menjadi saksi atas segala sesuatu.

Indeed, those who have believed and those who were Jews and the Sabeans and the Christians and the Magians and those who associated with Allah - Allah will judge between them on the Day of Resurrection. Indeed Allah is, over all things, Witness.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi) mereka adalah pemeluk agama Yahudi (orang-orang Shabi'in) salah satu sekte dari orang-orang Yahudi

(orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang Musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat)

yaitu dengan memasukkan orang-orang yang beriman ke dalam surga dan mencampakkan orang-orang selain mereka ke dalam neraka. (Sesungguhnya Allah terhadap segala sesuatu)

yang diperbuat mereka (Maha Menyaksikan) mengetahuinya secara nyata.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 17 |

Allah Swt. menyebutkan para pemeluk agama-agama tersebut yang berbeda-beda, terdiri atas orang-orang mukmin dan orang-orang selain mereka dari kalangan orang-orang Yahudi dan orang-orang Sabi-in.

Dalam tafsir surat Al-Baqarah telah dijelaskan definisi masing-masing dari mereka serta perbedaan pendapat tentang mereka, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi, dan orang-orang musyrik yang menyembah selain Allah di samping Allah. Maka sesungguhnya Allah:


{يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ}


akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. (Al-Hajj: 17) dengan adil. Dia akan memasukkan orang yang beriman kepada-Nya ke dalam surga, dan akan memasukkan orang yang kafir kepada-Nya ke dalam neraka.

Karena sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan semua perbuatan mereka, Maha Mencatat ucapan mereka serta Maha Me­ngetahui semua rahasia dan apa yang tersimpan di dalam hati mereka.

Surat Al-Hajj |22:18|

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ۖ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ ۗ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ ۩

a lam taro annalloha yasjudu lahuu man fis-samaawaati wa man fil-ardhi wasy-syamsu wal-qomaru wan-nujuumu wal-jibaalu wasy-syajaru wad-dawaaabbu wa kaṡiirum minan-naas, wa kaṡiirun ḥaqqo 'alaihil-'ażaab, wa may yuhinillaahu fa maa lahuu mim mukrim, innalloha yaf'alu maa yasyaaa`,

Tidakkah engkau tahu bahwa siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi bersujud kepada Allah, juga matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, hewan-hewan yang melata, dan banyak di antara manusia? Tetapi banyak (manusia) yang pantas mendapatkan azab. Barang siapa dihinakan Allah, tidak seorang pun yang akan memuliakannya. Sungguh, Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki.

Do you not see that to Allah prostrates whoever is in the heavens and whoever is on the earth and the sun, the moon, the stars, the mountains, the trees, the moving creatures and many of the people? But upon many the punishment has been justified. And he whom Allah humiliates - for him there is no bestower of honor. Indeed, Allah does what He wills.

Tafsir
Jalalain

(Apakah kamu tiada melihat) tiada mengetahui (bahwa kepada Allah bersujud makhluk yang ada di langit dan makhluk yang ada di bumi dan matahari, bulan, bintang-bintang,

gunung-gunung, pohon-pohon dan hewan-hewan yang melata) semuanya tunduk dan patuh menuruti apa yang dikehendaki-Nya (dan sebagian besar daripada manusia)

adalah orang-orang Mukmin, yaitu dengan bertambah perasaan rendah diri dalam sujud sholat mereka. (Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya)

mereka adalah orang-orang kafir, karena mereka membangkang tidak mau bersujud, sedangkan sujud itu adalah pertanda iman. (Dan barang siapa yang dihinakan Allah) disengsarakan-Nya

(maka tidak seorang pun yang memuliakannya) yang akan membahagiakannya. (Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki) seperti menghinakan dan memuliakan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 18 |

Allah Swt. menceritakan bahwa Dialah semata yang berhak disembah, tiada sekutu bagi-Nya, sesungguhnya bersujud kepada-Nya segala sesuatu karena kebesaran-Nya dengan sukarela dan terpaksa. Dan sujud segala sesuatu itu sesuai dengan caranya sendiri-sendiri, seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya:


{أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ يَتَفَيَّأُ ظِلالُهُ عَنِ الْيَمِينِ وَالشَّمَائِلِ سُجَّدًا لِلَّهِ وَهُمْ دَاخِرُونَ}


Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik ke kanan dan ke kiri dalam keadaan sujud kepada Allah, sedangkan mereka berendah diri. (An-Nahl: 48) Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:


{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ}


Apakah kamu tiada mengetahui bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi. (Al-Hajj: 18) Baik dari kalangan malaikat yang ada di segala penjuru langit; juga semua makhluk hidup yang ada di bumi seluruhnya terdiri atas manusia, jin, hewan, dan burung-burung.


{وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ}


Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji­-Nya. (Al-Isra: 44) Firman Allah Swt.:


{وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ}


matahari, bulan, dan bintang-bintang. (Al-Hajj: 18) Sesungguhnya hal ini disebutkan sebagai pengukuhan akan kehambaan semuanya, karena sesungguhnya matahari, bulan, dan bintang-bintang ada yang menyembahnya selain Allah.

Maka Allah menjelaskan melalui ayat ini bahwa kesemuanya itu bersujud kepada Penciptanya, dan semuanya itu mempunyai Tuhan yang mereka semua tunduk kepada-Nya.


{لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ}


Janganlah kalian bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya. (Fushshilat: 37), hingga akhir ayat. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Zar r.a. bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya:


"أَتَدْرِي أَيْنَ تَذْهَبُ هَذِهِ الشَّمْسُ؟ ". قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "فَإِنَّهَا تَذْهَبُ فَتَسْجُدُ تَحْتَ الْعَرْشِ، ثُمَّ تُسْتَأْمَرُ فَيُوشِكُ أَنْ يُقَالَ لَهَا: ارْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ"


"Tahukah kamu, ke manakah matahari ini pergi?” Abu Zar menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya matahari ini pergi dan bersujud di bawah Arasy, kemudian ia diperintahkan lagi

(untuk terbit). Dan sudah dekat masanya akan diperintahkan kepadanya, "Kembalilah kamu dari arah kamu datang' (yakni terbit dari arah barat)."Di dalam kitab musnad dan kitab sunan Abu Daud serta Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah mengenai hadis gerhana disebutkan sebagai berikut:


"إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ خَلْقان مِنْ خَلْق اللَّهِ، وَإِنَّهُمَا لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، وَلَكِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا تَجَلى لِشَيْءٍ مِنْ خَلْقِهِ خَشَعَ لَهُ"


Sesungguhnya matahari dan bulan, kedua-duanya adalah makhluk Allah. Dan sesungguhnya tidaklah keduanya mengalami gerhana karena matinya seseorang dan tidak pula karena hidup (kelahiran)nya seseorang. Tetapi bila Allah Swt.

menampakkan diri-Nya pada sesuatu dari makhluk-Nya, maka tunduklah sesuatu itu kepada-Nya.Abul Aliyah mengatakan, tiada suatu bintang pun yang ada di langit, tiada pula matahari dan bulan, melainkan jatuh menyungkur bersujud

kepada Allah Swt. hingga terbenam. Kemudian tidaklah berangkat, melainkan setelah mendapat izin (dari Allah) baginya (untuk berangkat). Lalu ia mengambil jalan ke arah kanan untuk kembali ke tempat terbitnya. Adapun mengenai

gunung-gunung dan pohon-pohon, maka sujud keduanya melalui bayangannya yang condong ke arah kanan dan ke arah kiri.Disebutkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah,

sesungguhnya tadi malam aku bermimpi dalam tidurku melihat diriku seakan-akan sedang salat di balik sebuah pohon. Ketika aku sujud, pohon itu ikut sujud bersamaku, dan aku dengar pohon itu mengucapkan doa berikut:


اللَّهُمَّ، اكْتُبْ لِي بِهَا عِنْدَكَ أَجْرًا، وَضَعْ عَنِيَ بِهَا وِزْرًا، وَاجْعَلْهَا لِي عِنْدَكَ ذُخْرًا، وَتَقَبَّلْهَا مِنِّي كَمَا تَقَبَّلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ دَاوُدَ


'Ya Allah, catatkanlah sujudku ini untukku di sisi Engkau sebagai suatu pahala, dan hapuskanlah dariku karenanya suatu dosa, dan jadikanlah sujudku ini sebagai suatu simpanan di sisi Engkau bagiku, dan terimalah sujudku ini dariku

sebagaimana Engkau telah menerimanya dari hamba-Mu Daud'.Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu Rasulullah Saw. membaca ayat sajdah dan bersujud, dan ternyata saya dengar beliau mengucapkan doa seperti doa

yang telah diceritakan oleh lelaki itu tentang ucapan pohon tersebut."Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah, dan Imam Ibnu Hibban telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing.Yang dimaksud dengan dawab

dalam ayat ini ialah semua jenis hewan. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Imam Ahmad telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. melarang menjadikan punggung hewan kendaraan sebagai mimbar, sebab

banyak hewan kendaraan yang lebih baik atau lebih banyak zikirnya kepada Allah Swt. daripada pe­nunggangnya.Firman Allah Swt.:


{وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ}


dan sebagian besar dari manusia. (Al-Hajj: 18) Yakni sebagian besar dari mereka sujud kepada Allah dengan taat dan ikhlas seraya menyembah-Nya.


{وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ}


Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. (Al-Hajj: 18) Yaitu mereka yang menolak dan enggan bersujud kepada Allah karena kesombongannya.


{وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ}


Dan barang siapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (Al-Hajj: 18) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Ahmad ibnu Syaibah Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Al-Qaddah dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali yang menceritakan bahwa pernah disampaikan kepada Ali, sesungguhnya di tempatnya ada seorang lelaki

yang membicarakan tentang masyi'ah (kehendak). Maka Ali r.a. berkata kepada lelaki itu, "Hai hamba Allah, jawablah pertanyaanku ini. Allah menciptakanmu sebagaimana yang Dia kehendaki ataukah sebagai­mana yang kamu kehendaki?"

Lelaki itu menjawab, "Tidak, bahkan sebagaimana yang Dia kehendaki." Ali bertanya, "Allah membuatmu sakit sebagaimana yang Dia kehendaki ataukah sebagaimana kamu kehendaki?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan sebagaimana

yang Dia kehendaki" Ali bertanya, "Allah menyembuhkanmu sebagaimana yang Dia kehendaki ataukah sebagaimana yang kamu kehendaki?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan menurut apa yang Dia kehendaki." Ali bertanya,

"Dia memasukkanmu menurut apa yang Dia kehendaki ataukah menurut apa yang kamu kehendaki?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan menurut apa yang Dia kehendaki (ke surgakah atau ke neraka)." Kemudian Ali r.a. berkata, "Demi Allah,

seandainya kamu mengatakan selain itu, tentulah aku akan memukul bagian tubuhmu yang ada kedua matanya (kepala) dengan pedang." Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"إِذَا قَرَأَ ابنُ آدَمَ السَّجْدَةَ اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي يَقُولُ: يَا وَيْلَهُ. أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ، فَلَهُ الْجَنَّةُ، وأمِرتُ بِالسُّجُودِ فأبيتُ، فَلِيَ النَّارُ"


Apabila anak Adam membaca ayat sajdah, maka setan menjauh seraya menangis dan mengatakan, "Celakalah (aku), anak Adam diperintahkan untuk bersujud, laiu ia bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku diperintahkan untuk sujud dan aku membangkang, maka bagiku neraka." (Riwayat Muslim)


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ وَأَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِئُ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا مَشْرَح بْنُ هَاعَانَ أَبُو مُصعب الْمُعَافِرِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ عُقَبَةَ بْنَ عَامِرٍ يَقُولُ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفُضِّلَتْ سُورَةُ الْحَجِّ عَلَى سَائِرِ الْقُرْآنِ بِسَجْدَتَيْنِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، فَمَنْ لَمْ يَسْجُدْ بِهِمَا فَلَا يَقْرَأْهُمَا".


Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim dan Abu Abdur Rahman Al-Muqri. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah; ia mengatakan, telah menceritakan

kepada kami Musyarrih ibnu Ha'an Abu Mus'ab Al-Ma'afiri, ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir berkata, "Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah surat Al-Hajj melebihi surat lainnya berkat kedua ayat sajdah

yang ada padanya?' Rasulullah Saw. menjawab, 'Ya, benar. Maka barang siapa yang tidak bersujud pada keduanya, janganlah ia membaca keduanya'." Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Lahi'ah

dengan sanad yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa sanad hadis ini tidak kuat dan masih diragukan. Karena sesungguhnya Ibnu Lahi'ah telah menjelaskan dalam hadis ini bahwa dia hanya mendengarnya,

dan kebanyakan pendapat tentang dirinya dari kalangan ulama mengatakan bahwa dia orang yang suka memalsu hadis. Abu Daud di dalam kitab Marasil-nya mengatakan,


حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ السَّرح، أَنْبَأَنَا ابْنُ وَهْب، أَخْبَرَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ عَامِرِ بْنِ جَشِب، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدان؛ أَنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "فُضِّلت سُورَةُ الْحَجِّ عَلَى الْقُرْآنِ بِسَجْدَتَيْنِ"


telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr ibnus Sarh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Amir ibnu Jasyb, dari Khalid ibnu Ma'dan rahimahullah,

bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Surat Al-Hajj mempunyai kelebihan di atas semua surat Al-Qur’an karena dua ayat sajdah(nya). Kemudian Imam Abu Daud mengatakan bahwa memang hadis ini disebutkan dalam kitab musnad,

tetapi melalui jalur lain, sedangkan predikatnya tidak sahih. Al-Hafiz Abu Bakar Al-Isma'ili mengatakan telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami

Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abu Amr, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, telah menceritakan kepadaku Nafi' yang mengatakan, Abul Jahm pernah menceritakan kepadanya bahwa Umar r.a.

melakukan sujud dua kali dalam surat Al-Hajj saat ia berada di Al-Jabiyah. Setelah itu ia mengatakan bahwa sesungguhnya surat Al-Hajj ini mempunyai kelebihan berkat kedua ayat sajdahnya.Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah

telah meriwayatkan melalui hadis Al-Haris ibnu Sa'id Al-Itqi, dari Abdullah ibnu Manin, dari Amr ibnul As, bahwa Rasulullah Saw. pernah mengajarkan kepadanya lima belas ayat sajdah di dalam Al-Qur'an, tiga di antaranya terdapat

di dalam surat mufassal, dua dalam surat As-Sajdah, Hal ini merupakan bukti-bukti yang satu sama lain saling memperkuat.

Surat Al-Hajj |22:19|

هَٰذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ

haażaani khoshmaanikhtashomuu fii robbihim fallażiina kafaruu quththi'at lahum ṡiyaabum min naar, yushobbu min fauqi ru`uusihimul-ḥamiim

Inilah dua golongan (golongan mukmin dan kafir) yang bertengkar, mereka bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka bagi orang kafir akan dibuatkan pakaian-pakaian dari api (neraka) untuk mereka. Ke atas kepala mereka akan disiramkan air yang mendidih.

These are two adversaries who have disputed over their Lord. But those who disbelieved will have cut out for them garments of fire. Poured upon their heads will be scalding water

Tafsir
Jalalain

(Inilah dua golongan yang bertengkar) yaitu golongan orang-orang Mukmin di satu pihak dan di pihak lain lima golongan orang-orang kafir yang disebutkan dalam ayat 17.

Lafal Khashmun ini dapat diartikan untuk tunggal dan jamak (mereka saling bertengkar mengenai Rabb mereka) dalam urusan agama mereka.

(Maka orang-orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka) yang kemudian mereka pakai, maksudnya mereka diliputi oleh api neraka.

(Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka) yaitu air yang sangat panas.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 19 |

Tafsir ayat 19-22

Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui hadis Abu Mijlaz, dari Qais ibnu Abbad, dari Abu Zar, bahwa Abu Zar pernah bersumpah sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: Inilah dua golongan

(golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Hamzah dan kedua temannya,

serta Atabah dan kedua temannya (di pihak yang lain), saat mereka perang tanding dalam Perang Badar. Lafaz Imam Bukhari disebutkan dalam tafsir ayat ini, kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami

Al-Hajjaj ibnul Minhal, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman; ia pernah mendengar ayahnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mijlaz, dari Qais ibnu Abbad, dari Ali ibnu Talib yang mengatakan,

"Aku adalah orang yang mula-mula berlutut di hadapan Tuhan Yang Maha Pemurah kelak di hari kiamat untuk bertengkar (dengan orang-orang kafir)." Qais mengatakan bahwa berkenaan dengan merekalah ayat ini diturunkan,

yaitu firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Qais mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang perang tanding

dalam Perang Badar, yaitu Ali, Hamzah, dan Ubaidah dari satu pihak; sedangkan dari pihak lain (kafir) ialah Syaibah ibnu Rabi'ah, Atabah ibnu Rabi'ah, dan Al-Walid ibnu Atabah. Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini secara tunggal.

Sa'id ibnu Abu Arubah telah mengatakan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19)

Bahwa kaum muslim bertengkar dengan kaum Ahli Kitab. Ahli Kitab mengatakan, "Nabi kami sebelum nabi kalian, dan kitab kami sebelum kitab kalian, maka kami lebih utama kepada Allah daripada kalian." Kaum muslim berkata,

"Kitab kami memutuskan terhadap kitab kalian semuanya, nabi kami adalah penutup para nabi, maka kami lebih utama kepada Allah daripada kalian." Kemudian Allah memenangkan agama Islam atas semua agama yang menentangnya.

Dan Allah menurunkan firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Hal yang sama telah diriwayatkan

oleh Al-Aufi dari Ibnu Abbas. Syu'bah telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai

Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Bahwa yang bertengkar itu adalah golongan yang membenarkan dan golongan yang mendustakan. Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini merupakan tamsil

yang mengumpamakan pertengkaran di antara orang kafir dan orang mukmin mengenai hari berbangkit. Mujahid dalam riwayat lain —juga Ata— mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa kedua golongan yang bertengkar itu

adalah orang-orang mukmin dan orang-orang kafir.Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka.

(Al-Hajj: 19) Makna yang dimaksud adalah surga dan neraka. Neraka berkata, "Jadikanlah diriku untuk siksaan." Sedangkan surga mengatakan, "Jadikanlah aku untuk rahmat."Pendapat Mujahid dan Ata yang mengatakan bahwa

sesungguhnya makna ayat ini berkenaan dengan orang-orang kafir dan orang-orang mukmin merupakan pendapat yang mencakup pengertian semua pendapat lainnya. Termasuk pula pendapat yang mengatakan bahwa kisah ini

berkenaan dengan Perang Badar dan perang lainnya, karena sesungguh­nya orang-orang mukmin bermaksud menolong agama Allah Swt., sedangkan orang-orang kafir bermaksud memadamkan cahaya iman, mengalahkan kebenaran,

dan memenangkan kebatilan. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, dan ini merupakan pilihan yang baik. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ}


Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. (Al-Hajj: 19) Maksudnya, dibuatkan bagi mereka pakaian yang terdiri atas lembaran-lembaran api neraka.

Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa pakaian itu terbuat dari tembaga, sebab tembaga adalah suatu benda yang menjadi sangat panas bila dipanaskan.


{يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ. يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ}


Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancurluluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). (Al-Hajj: 19-20) Yakni bilamana disiramkan air yang amat panas

ke atas kepala mereka (maka terbakarlah kulit mereka dan hancurlah segala isi perut mereka). Sa'id ibnu Jubair mengatakan, yang dimaksud dengan hamim ialah tembaga yang dileburkan, lalu leburan tembaga itu menghancurkan lemak

dan isi perut mereka, begitu pula kulit mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan lain-lainnya. Ibnu Abbas dan Sa'id mengatakan bahwa semuanya jatuh berguguran.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ أَبُو إِسْحَاقَ الطالَقاني، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ، عَنِ أَبِي السَّمْح، عَنِ ابْنِ حُجَيرة، عَنْ أَبِي هُرَيرة، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قال: "إِنْ الْحَمِيمَ ليُصَب عَلَى رُءُوسِهِمْ، فينفُد الجمجمةَ حَتَّى يَخْلُصَ إِلَى جَوْفِهِ، فَيَسْلِتُ مَا فِي جَوْفِهِ، حَتَّى يَبْلُغَ قَدَمَيْهِ، وَهُوَ الصِّهْرُ، ثُمَّ يُعَادُ كَمَا كَانَ"


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepadaku Ibrahim Abu Ishaq At-Taliqani, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Sa'id ibnu Yazid, dari Abus Samah,

dari Ibnu Hujairah, dari Abu Hurairah, dari* Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya air yang sangat panas benar-benar dituangkan di atas kepala mereka, lalu air panas itu menembus batok kepala mereka dan menembus sampai

ke perutnya sehingga hancur luluhlah semua isi perutnya, lalu terus menembus sampai kepada kedua telapak kakinya; hamim itu adalah logam yang dilebur. Kemudian diulangi lagi seperti semula.Imam Turmuzi meriwayatkannya

melalui hadis Ibnul Mubarak, dan ia mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari ayahnya, dari Abu Na'im, dari Ibnul Mubarak dengan sanad yang sama. Kemudian Ibnu Abu Hatim

mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Abul Hawari yang mengatakan, ia pernah mendengar Abdullah ibnus Sirri mengatakan bahwa orang kafir itu didatangi oleh malaikat

yang membawa sebuah wadah dengan memakai dua pengait karena panasnya yang sangat. Bila wadah itu telah didekatkan ke kepala si kafir, maka si kafir itu dipaksa dan malaikat mengangkat cambuknya, lalu dipukulkan ke kepala si kafir

tersebut sehingga otaknya berantakan. Kemudian air panas itu dituangkan ke kepalanya, lalu menembus sampai ke perutnya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dengan air itu dihancurluluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). (Al-Hajj: 20) Adapun firman Allah Swt.:


{وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ}


Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. (Al-Hajj: 21)


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَوْ أَنَّ مِقْمَعا مِن حَديد وُضِع فِي الْأَرْضِ، فَاجْتَمَعَ لَهُ الثَّقَلَانِ مَا أقَلُّوه مِنَ الْأَرْضِ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Diraj, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id, dari Rasulullah Saw.

yang telah bersabda: Seandainya cambuk besi itu diletakkan di bumi, lalu jin dan manusia dikumpulkan untuk mengangkatnya, tentulah mereka tidak dapat mengangkatnya dari tanah.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ ضُرب الجبلُ بمِقْمَع مِنْ حَدِيدٍ، لَتَفَتَّتَ ثُمَّ عَادَ كَمَا كَانَ، وَلَوْ أَنَّ دَلْوًا مِنْ غَسَّاق يُهَرَاق فِي الدُّنْيَا لَأَنْتَنَ أَهْلُ الدُّنْيَا"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Diraj, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa

Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seandainya gunung dipukul dengan cambuk besi itu, tentulah akan hancur luluh, kemudian dikembalikan menjadi utuh seperti semula. Dan seandainya sebuah timba yang berisikan gassaq (nanah)

ditumpahkan ke bumi, tentulah seluruh dunia berbau busuk.Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. (Al-Hajj: 21) Yang digunakan untuk memukuli mereka,

sehingga setiap anggota tubuhnya bercerai berai, dan mereka akan meneriakkan kata-kata, "Celakalah kami." Firman Allah Swt.:


{كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا}


Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Al-Hajj: 22) Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Zabyan, dari Salman yang mengatakan bahwa

neraka itu hitam lagi gelap, nyala apinya tidak bersinar, begitu pula baranya. Kemudian Salman membaca firman-Nya: Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya.

(Al-Hajj: 22) Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Al-Hajj: 22) Bahwa

telah sampai suatu berita kepadanya yang mengatakan bahwa ahli neraka tidak dapat bernapas di dalam neraka. Al-Fudail ibnu Iyad mengatakan, "Demi Allah, mereka tidak mempunyai harapan untuk dapat keluar dari neraka.

Sesungguhnya kaki-kaki mereka terbelenggu dan tangan-tangan mereka terikat rantai, tetapi mereka terangkat oleh luapan nyala apinya, lalu mereka dikembalikan ke dalam neraka oleh cambuk-cambuknya." Firman Allah Swt.:


{وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ}


Rasailah azab yang membakar ini. (Al-Hajj: 22) Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَقِيلَ لَهُمْ ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ}


Dan dikatakan kepada mereka, "Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kalian mendustakannya." (As-Sajdah: 20) Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka (ahli neraka) diazab dengan siksaan dan caci maki.

Surat Al-Hajj |22:20|

يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ

yush-haru bihii maa fii buthuunihim wal-juluud

Dengan (air mendidih) itu akan dihancurluluhkan apa yang ada dalam perut dan kulit mereka.

By which is melted that within their bellies and [their] skins.

Tafsir
Jalalain

(Dihancur leburkan) diluluhkan (dengan air itu apa yang ada dalam perut mereka) yakni lemak dan lain-lainnya (dan) terpangganglah disebabkan panasnya air itu (kulit) mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 20 |

Penjelasan ada di ayat 19

Surat Al-Hajj |22:21|

وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ

wa lahum maqoomi'u min ḥadiid

Dan (azab) untuk mereka cambuk-cambuk dari besi.

And for [striking] them are maces of iron.

Tafsir
Jalalain

(Dan untuk mereka palu-palu dari besi) untuk memukul kepala mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 21 |

Penjelasan ada di ayat 19

Surat Al-Hajj |22:22|

كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ

kullamaaa arooduuu ay yakhrujuu min-haa min ghommin u'iiduu fiihaa wa żuuquu 'ażaabal-ḥariiq

Setiap kali mereka hendak keluar darinya (neraka) karena tersiksa, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan), "Rasakanlah azab yang membakar ini!"

Every time they want to get out of Hellfire from anguish, they will be returned to it, and [it will be said], "Taste the punishment of the Burning Fire!"

Tafsir
Jalalain

(Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka) tempat mereka diazab (lantaran kesengsaraan mereka) yang menekan diri mereka di dalam neraka

(niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya) mereka dipukuli dengan palu-palu besi supaya kembali lagi ke neraka. (Dan) dikatakan kepada mereka, ("Rasailah azab yang membakar ini") azab yang sangat membakar ini.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 22 |

Penjelasan ada di ayat 19

Surat Al-Hajj |22:23|

إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا ۖ وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ

innalloha yudkhilullażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati jannaatin tajrii min taḥtihal-an-haaru yuḥallauna fiihaa min asaawiro min żahabiw wa lu`lu`aa, wa libaasuhum fiihaa ḥariir

Sungguh, Allah akan memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Di sana mereka diberi perhiasan gelang-gelang emas dan mutiara, dan pakaian mereka dari sutra.

Indeed, Allah will admit those who believe and do righteous deeds to gardens beneath which rivers flow. They will be adorned therein with bracelets of gold and pearl, and their garments therein will be silk.

Tafsir
Jalalain

Allah swt. berfirman kepada orang-orang Mukmin, ("Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh ke dalam surga-surga

yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara) kalau dibaca Lu-luin maka artinya perhiasan itu terdiri dari emas dan mutiara,

atau emas itu dihiasi dengan mutiara. Jika dibaca Lu-luan berarti ia di'athafkan secara Mahall kepada lafal Min Asaawira. (Dan pakaian mereka adalah sutera) yaitu pakaian yang diharamkan bagi kaum lelaki di dunia.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 23 |

Tafsir ayat 23-24

Setelah menceritakan keadaan ahli neraka —semoga Allah melindungi kita dari keadaan mereka— dan azab serta pembalasan yang mereka terima di dalam neraka yang membakar mereka, juga belenggu-belenggunya yang mengikat mereka,

serta pakaian khusus dari api buat mereka; kemudian Allah menyebutkan perihal ahli surga —semoga Allah memasukkan kita ke dalam surga-Nya berkat karunia dan kemurahan-Nya—. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ}


Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. (Al-Hajj: 23) Yakni sungai-sungai itu membelah taman-taman surga

dan mengalir di sekeliling surga, juga di pinggir-pinggirnya serta di bawah pohon-pohonnya dan gedung-gedung tempat tinggal mereka. Sungai-sungai tersebut dapat dialirkan ke arah mana pun yang mereka sukai.


{يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا}


Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara. (Al-Hajj: 23) Yaitu yang dipakaikan pada tangan-tangan mereka, seperti yang disebutkan oleh Nabi Saw. dalam sebuah hadis yang telah disepakati kesahihannya oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yaitu:


"تَبْلُغُ الحِلْيَة مِنَ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الوُضُوء"


Perhiasan yang dipakai oleh orang mukmin mencapai apa yang dicapai oleh air wudu(nya). Ka'bul Ahbar mengatakan, "Sesungguhnya di dalam surga terdapat malaikat; yang seandainya aku menginginkan untuk memberinya nama,

tentulah aku beri nama dia. Malaikat itu bertugas mencetak perhiasan-perhiasan buat ahli surga sejak ia diciptakan oleh Allah Swt. sampai hari kiamat. Seandainya suatu perhiasan atau suatu gelang itu diperlihatkan,

tentulah ia dapat memudarkan cahaya matahari, sebagaimana cahaya matahari memudarkan sinar bulan." Firman Allah Swt.:


{وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ}


dan pakaian mereka adalah sutra. (Al-Hajj: 23) Kebalikan dari pakaian ahli neraka yang semuanya terbuat dari api neraka, sedangkan pakaian ahli surga adalah dari kain sutra yang tipis dan yang tebal. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{عَالِيَهُمْ ثِيَابُ سُنْدُسٍ خُضْرٌ وَإِسْتَبْرَقٌ وَحُلُّوا أَسَاوِرَ مِنْ فِضَّةٍ وَسَقَاهُمْ رَبُّهُمْ شَرَابًا طَهُورًا. إِنَّ هَذَا كَانَ لَكُمْ جَزَاءً وَكَانَ سَعْيُكُمْ مَشْكُورًا}


Mereka memakai pakaian sutra halus yang hijau dan sutra tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih. Sesungguhnya ini

adalah balasan untuk kalian, dan usaha kalian adalah disyukuri (diberi balasan). (Al-Insan: 21-22)Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:


"لَا تَلْبَسُوا الْحَرِيرَ وَلَا الدِّيبَاجَ فِي الدُّنْيَا، فَإِنَّهُ مَنْ لَبِسَهُ فِي الدُّنْيَا لَمْ يَلْبَسْهُ فِي الْآخِرَةِ"


Janganlah kalian memakai sutra, jangan pula kain sutra tebal. Karena sesungguhnya barang siapa yang memakainya di dunia tidak akan dapat memakainya di akhirat. Abdullah ibnuz Zubair mengatakan bahwa

barang siapa yang tidak dapat memakai sutra di akhirat, berarti dia tidak masuk surga, karena Allah Swt. telah berfirman: dan pakaian mereka adalah sutra. (Al-Hajj: 23) Adapun firman Allah Swt.:


{وَهُدُوا إِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِ}


Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik. (Al-Hajj: 24) Makna ayat ini ditafsirkan oleh ayat lain melalui firman-Nya:


{وَأُدْخِلَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ تَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلامٌ}


Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal saleh ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan seizin Tuhan mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah 'Salam'. (Ibrahim: 23)


{وَالْمَلائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ. سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ}


sedangkan malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan), "Saldmun 'alaikum bimd sabartum.” Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (Ar-Ra'd: 23-24)' Dan firman Allah Swt.:


{لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلا تَأْثِيمًا * إِلا قِيلا سَلامًا سَلامًا}


Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, tetapi mereka mendengar ucapan salam. (Al-Waqi'ah: 25-26)

Yakni mereka diberi petunjuk ke tempat yang di dalamnya mereka mendengar perkataan yang baik-baik saja. Dan firman Allah Swt. lainnya yang menyebutkan:


{وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلامًا}


dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya. (Al-Furqan: 75) Keadaan mereka berbeda dengan ahli neraka yang terus-menerus dihina, dicela, dan dikecam. Dikatakan kepada mereka:


{وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ}


Rasakanlah azab yang membakar ini. (Al-Hajj: 22) Firman Allah Swt.:


{وَهُدُوا إِلَى صِرَاطِ الْحَمِيدِ}


dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji. (Al-Hajj: 24) Yaitu ke tempat yang di tempat itu mereka memuji Tuhannya atas kebaikan-Nya kepada mereka yang telah memberikan segala nikmat itu kepada mereka. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:


"إِنَّهُمْ يُلْهَمُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ، كَمَا يُلْهَمُونَ النَّفَسَ".


Sesungguhnya mereka (ahli surga) diberi ilham untuk bertasbih dan bertahmid sebagaimana mereka diberi ilham untuk bernapas. Sebagian ulama tafsir mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan mereka diberi petunjuk

kepada ucapan-ucapan yang baik. (Al-Hajj: 24) Bahwa yang dimaksud adalah Al-Qur'an. Menurut pendapat lain, kalimat La ilaha Illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah). Sedangkan menurut pendapat yang lainnya lagi, zikir-zikir yang dianjurkan oleh syariat.


{وَهُدُوا إِلَى صِرَاطِ الْحَمِيدِ}


dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji. (Al-Hajj: 24) Yakni jalan yang lurus ketika di dunianya. Pada garis besarnya pendapat-pendapat ini tidaklah bertentangan dengan apa yang telah disebutkan di atas.

Surat Al-Hajj |22:24|

وَهُدُوا إِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِ وَهُدُوا إِلَىٰ صِرَاطِ الْحَمِيدِ

wa huduuu ilath-thoyyibi minal-qouul, wa huduuu ilaa shiroothil-ḥamiid

Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan diberi petunjuk (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji.

And they had been guided [in worldly life] to good speech, and they were guided to the path of the Praiseworthy.

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka diberi petunjuk) di dunia (kepada ucapan-ucapan yang baik) yaitu kalimat La Ilaaha Illallaah/ tidak ada Tuhan selain Allah

(dan mereka ditunjuki pula kepada jalan yang terpuji) yakni jalan Allah yang terpuji dan agama-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 24 |

Penjelasan ada di ayat 23

Surat Al-Hajj |22:25|

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ ۚ وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

innallażiina kafaruu wa yashudduuna 'an sabiilillaahi wal-masjidil-ḥaroomillażii ja'alnaahu lin-naasi sawaaa`anil-'aakifu fiihi wal-baad, wa may yurid fiihi bi`il-ḥaadim bizhulmin nużiq-hu min 'ażaabin aliim

Sungguh, orang-orang kafir dan yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan dari Masjidilharam yang telah Kami jadikan terbuka untuk semua manusia, baik yang bermukim di sana maupun yang datang dari luar dan siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan secara zalim di dalamnya, niscaya akan Kami rasakan kepadanya siksa yang pedih.

Indeed, those who have disbelieved and avert [people] from the way of Allah and [from] al-Masjid al-Haram, which We made for the people - equal are the resident therein and one from outside; and [also] whoever intends [a deed] therein of deviation [in religion] or wrongdoing - We will make him taste of a painful punishment.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah) dari ketaatan kepada-Nya (dan) dari (Masjidilharam yang telah Kami jadikan ia)

sebagai manasik dan tempat beribadah (untuk semua manusia, baik yang bermukim) yang tinggal (di situ maupun di padang pasir) yakni pendatang

(dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan) huruf Ba di sini adalah Zaidah (secara zalim) yang menyebabkan orang yang bersangkutan zalim,

seumpamanya ia mengerjakan perbuatan yang terlarang, sekalipun dalam bentuk mencaci pelayan (niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih)"

yang menyakitkan. Berdasarkan pengertian ini maka Khabar Inna diambil daripadanya. Maksudnya, sesungguhnya orang-orang yang kafir

dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan dari Masjidilharam, niscaya Kami akan rasakan kepada mereka sebagian siksa yang pedih.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 25 |

Allah Swt. berfirman, memprotes perbuatan orang-orang kafir yang menghalang-halangi orang-orang mukmin untuk mendatangi Masjidil Haram guna menunaikan manasik mereka di dalamnya, juga memprotes pengakuan mereka yang mengklaim bahwa mereka adalah para penguasa Masjidil Haram. Untuk itu Allah Swt. telah berfirman:


{وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}


dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya. Orang-orang yang berhak menguasainya) hanyalah orang-orang yang bertakwa. (Al-Anfal: 34), hingga akhir ayat. Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan

bahwa ayat yang sedang kita bahas adalah ayat Madaniyyah, sama halnya seperti yang disebutkan di dalam surat Al-Baqarah oleh firman-Nya:


{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ}


Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk)

Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. (Al-Baqarah: 217) Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:


{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ}


Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil Haram. (Al-Hajj: 25) Yakni ciri khas orang-orang kafir itu di samping mereka adalah kafir, juga menghalang-halangi manusia dari jalan Allah

dan menghalang-halangi mereka untuk sampai ke Masjidil Haram. Yaitu menghalang-halangi kaum mukmin yang hendak menuju ke Masjidil Haram, padahal mereka adalah orang-orang yang paling berhak

terhadap Masjidil Haram. Ungkapan tertib dalam ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain oleh firman-Nya:


{الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ}


(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar-Ra'd: 28) Artinya, ciri khas orang-orang yang beriman itu ialah hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Firman Allah Swt.:


{الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ}


yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Yakni orang-orang kafir itu menghalang-halangi orang-orang yang beriman untuk dapat sampai ke Masjidil Haram,

padahal Allah telah menjadikannya sebagai tempat ibadah bagi semua manusia, tanpa ada beda, baik yang bermukim di situ maupun yang datang jauh dari luar.


{سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ}


sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Karena itulah maka manusia mempunyai hak yang sama terhadap kawasan Mekah dan untuk tinggal di dalamnya. seperti yang telah diriwayatkan

oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Bahwa penduduk Mekah dan selain mereka dapat tinggal di sekitar Masjidil Haram.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Bahwa penduduk asli Mekah dan selain mereka mempunyai hak yang sama untuk bertempat tinggal

di Mekah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Saleh, Abdur Rahman ibnu Sabit, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa sama saja haknya bagi penduduk asli Mekah

maupun selain mereka dalam bertempat tinggal di Mekah. Masalah inilah yang diperselisihkan oleh Imam Syafii dan Ishaq ibnu Rahawaih di Masjid Khaif, saat itu Imam Ahmad ibnu Hambal hadir pula. Imam Syafii berpendapat bahwa

tanah kawasan Mekah boleh dimiliki, diwariskan, dan disewakan. Imam Syafii mengatakan pendapat ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Az-Zuhri, dari Ali ibnul Hasan, dari Amr ibnu Usman, dari Usamah ibnu Zaid

yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.; "Wahai Rasulullah, apakah engkau besok akan turun di rumahmu di Mekah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Apakah Uqail telah meninggalkan sebidang tanah bagi kami (untuk tempat tinggal)?" Kemudian beliau Saw. bersabda:


"لَا يَرِثُ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ، وَلَا الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ"


Orang kafir tidak boleh mewarisi orang muslim, dan tidak pula orang muslim mewarisi orang kafir. Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain. Juga dengan sebuah asar yang telah menceritakan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab

pernah membeli sebuah rumah di Mekah dari Safwan ibnu Umayyah dengan harga empat ribu dirham, lalu Khalifah Umar menjadikannya sebagai rumah tahanan.Tawus dan Amr ibnu Dinar mengatakan, Ishaq ibnu Rahawaih berpendapat

bahwa tanah Mekah tidak dapat diwariskan dan tidak boleh disewakan. Pendapat inilah yang dianut oleh mazhab segolongan ulama Salaf, dan dinaskan oleh Mujahid serta Ata. Ishaq ibnu Rahawaih melandasi pendapatnya dengan sebuah

riwayat yang dikemukakan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Isa ibnu Yunus, dari Umar ibnu Sa'id ibnu Abu Haiwah, dari Usman ibnu Abu Sulaiman, dari Alqamah ibnu Nadlah yang telah mengatakan bahwa

Rasulullah Saw. wafat, begitu pula Abu Bakar dan Umar; sedangkan kawasan Mekah tiada seorang pun mengklaim memilikinya, melainkan semuanya adalah tanah sawaib (milik Allah). Barang siapa yang miskin, boleh tinggal padanya;

dan barang siapa yang kaya, boleh memberikan tempat tinggal. Abdur Razzaq ibnu Mujahid telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa rumah-rumah di Mekah tidak boleh diperjualbelikan,

tidak boleh pula disewakan. Abdur Razzaq telah meriwayatkan pula dari Ibnu Juraij, bahwa Ata melarang menyewakan tanah Mekah. Ibnu Juraij telah menceritakan pula kepadanya bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab melarang

pembuatan pintu di rumah-rumah di Mekah agar para jamaah haji dapat tinggal di halaman-halamannya. Orang yang mula-mula membuat pintu pada rumahnya adalah Suhail ibnu Amr. Maka Umar ibnul Khattab mengirimkan utusan kepadanya

guna menyelesaikan perkara tersebut. Maka Suhail ibnu Amr menjawab, "Wahai Amirul Mu’minin, sesungguhnya saya adalah seorang pedagang, maka saya bermaksud membuat dua buah pintu guna memelihara barang dagangan saya."

Maka Khalifah Umar berkata, "Kalau demikian, kamu boleh melakukannya."Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Mansur,dari Mujahid, bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab pernah berkata, "Hai ahli Mekah, janganlah kalian

buat pintu-pintu di rumah-rumah kalian agar orang yang datang dari jauh dapat tinggal di mana pun ia suka." Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari seseorang yang mendengarnya dari Ata sehubungan

dengan makna firman-Nya: sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Bahwa mereka boleh tinggal di mana pun mereka suka di Mekah. Imam Daruqutni telah meriwayatkan melalui hadis Ibnu Abu Nujaih,

dari Abdullah ibnu Amr secara mauquf. Barang siapa yang memakan dari hasil sewa rumah Mekah, berarti dia memakan api." Imam Ahmad ber­pendapat pertengahan, untuk itu ia mengatakan bahwa tanah Mekah boleh dimiliki,

tetapi tidak boleh diwariskan dan tidak boleh disewakan. Pen­dapatnya ini merupakan kesimpulan gabungan dari dalil-dalil yang ada mengenai masalah ini. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Firman Allah Swt.:


{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ}


dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih. (Al-Hajj: 25) Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa perbuatan tersebut ditujukan kepada orang Arab. Huruf ba dalam ayat ini adalah zaidah, sama halnya dengan huruf ba yang ada dalam firman-Nya:


{تَنْبُتُ بِالدُّهْنِ}


yang menghasilkan minyak. (Al-Mu’minun: 20) Artinya adalah tanbutud duhna (menghasilkan minyak). Begitu pula makna firman-Nya:


{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ}


dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan. (Al-Hajj: 25) Artinya adalah man yurid fihi ilhadan, yakni barang siapa yang bermaksud melakukan kejahatan di dalamnya. Sama pula dengan apa yaag terdapat di dalam perkataan seorang penyair, yaitu Al-Asya:


ضَمنَتْ بِرِزْقِ عِيَالِنَا أرْماحُنا ... بَيْنَ المَرَاجِل، والصّريحَ الْأَجْرَدِ


Tombak-tombak kami yang ada di antara panci-panci dan wadah-wadah kosong menjadi sarana yang menjamin rezeki anak-anak kami. Dan ucapan seorang penyair lainnya, yaitu:


بوَاد يَمانِ يُنْبتُ الشَّثّ صَدْرُهُ ... وَأسْفَله بالمَرْخ والشَّبَهَان ...


Di Lembah Yaman di Markh dan Syabhan tumbuhlah rerumputan di bagian tengah dan bagian bawahnya. Akan tetapi, pendapat yang terbaik ialah yang mengatakan bahwa kata kerja yurid dalam ayat ini mengandung makna yuhimmu. Karena itulah maka diperlukan adanya huruf ba sebagai ta'diyah:


{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ}


dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan. (Al-Hajj: 25) Yakni berniat hendak melakukan suatu perbuatan maksiat yang besar di dalamnya. Firman-Nya:


{بِظُلْمٍ}


secara zalim. (Al-Hajj: 25) Yaitu melakukannya dengan sengaja dan sadar bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan zalim, tidak mengandung arti lain. Demikianlah menurut penafsiran Ibnu Juraij, dari Ibnu Abbas; pendapat ini

dapat dijadikan sebagai pegangan.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan zalim di sini adalah perbuatan musyrik. Mujahid mengatakan, maksudnya bila disembah di dalamnya selain Allah.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa perbuatan zalim ini ialah bila kamu melanggar kesucian tanah haram dengan melakukan perbuatan

yang diharamkan oleh Allah kamu melakukannya, seperti perbuatan menyakiti orang lain atau membunuh. Dengan kata lain, kamu menganiaya orang yang tidak menganiaya kamu dan membunuh orang yang tidak bermaksud membunuhmu.

Apabila seseorang melakukan hal tersebut, pastilah baginya azab yang pedih.Mujahid mengatakan bahwa zalim di sini maksudnya perbuatan yang buruk atau jahat akan ia lakukan di tanah suci. Ini merupakan salah satu dari kekhususan

tanah suci, yaitu bahwa seorang yang jauh akan dihukum dengan keburukan oleh Allah bilamana ia berniat akan melakukannya di tanah suci, sekalipun ia masih belum melakukannya. Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim

di dalam kitab tafsirnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari As-Saddi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar

seseorang menceritakan hadis dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim. (Al-Hajj: 25) Bahwa seandainya ada seorang lelaki berniat

akan melakukan suatu kejahatan secara zalim di dalamnya, sedangkan ia masih berada di negeri 'Adn yang jauh, tentulah Allah akan merasakan kepadanya sebagian dari azab-Nya yang pedih. Syu'bah mengatakan,

"As-Saddi-lah orang yang me-rafa'-kannya bagi kami, dan saya tidak me-rafa'-kannya bagi kalian." Syu'bah bermaksud bahwa dia pun ikut terlibat dalam me-rafa-kan hadis ini. Ahmad telah meriwayatkannya dari Yazid ibnu Harun

dengan sanad yang sama.Menurut saya, sanad hadis ini berpredikat sahih dengan syarat Imam Bukhari, tetapi predikat mauquf-nya lebih mendekati kebenaran daripada predikat marfu'-nya. Karena itulah maka Syu'bah meyakinkan

akan ke-mauquf-annya hanya sampai pada perkataan sahabat Ibnu Mas'ud r.a. Demikian pula Asbat dan As-Sauri telah meriwayatkannya dari As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud secara mauquf hanya Allah yang mengetahui

kebenarannya.As-Sauri telah meriwayatkan dari As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa tiada seorang lelaki pun yang berniat akan melakukan suatu perbuatan jahat (di tanah suci), melainkan dicatatkan baginya

niat jahatnya itu. Dan seandainya seorang lelaki yang berada jauh di negeri 'Adn berniat akan membunuh seseorang di tanah suci ini, tentulah Allah akan merasakan terhadapnya sebagian dari azab-Nya yang pedih. Hal yang sama telah

dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna bi-ilhadin fihi. Ia mengatakan bahwa maknanya adalah ilhadin fihi. Pada mulanya ia menolak,

kemudian mengiyakan (yakni huruf ba-nya dapat dikatakan sebagai ba zaidah atau ba ta'diyah, pent.)Telah diriwayatkan dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Amr hal yang semisal dengan riwayat di atas. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa

mencaci pelayan adalah perbuatan zalim, terlebih lagi yang lebih parah dari itu. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Ata, dari Maimun ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara aniaya. (Al-Hajj: 25) Bahwa termasuk perbuatan zalim ialah seorang amir melakukan perniagaan di tanah suci. Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa memperjualbelikan

makanan di tanah suci merupakan perbuatan ilhad (jahat). Habib ibnu Abu Sabit telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara aniaya. (Al-Hajj: 25)

Makna yang dimaksud ialah melakukan penimbunan di Mekah. Hal yang sama telah dikatakan oleh bukan hanya seorang.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِسْحَاقَ الْجَوْهَرِيُّ، أَنْبَأَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ يَحْيَى، عَنْ عَمِّهِ عُمَارَةَ بْنِ ثَوْبَانَ، حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ بَاذَانَ، عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ؛ أن رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: "احْتِكَارُ الطَّعَامِ بِمَكَّةَ إِلْحَادٌ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ishaq Al-Jauhari, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, dari Ja'far ibnu Yahya, dari pamannya (Imarah ibnu Sauban),

telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Bazan, dari Ya'la ibnu Umayyah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Melakukan penimbunan makanan di Mekah merupakan perbuatan jahat.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan

kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Ata ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair

yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara aniaya. (Al-Hajj: 25) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan

dengan Abdullah ibnu Unais. Rasulullah Saw. mengutusnya bersama dua orang lelaki, yang salah seorangnya dari kalangan Muhajirin, sedangkan yang lainnya dari kalangan Ansar. Kemudian di tengah jalan mereka saling membanggakan diri

dengan keturunannya masing-masing. Abdullah ibnu Unais naik pitam, akhirnya ia membunuh orang Ansar tersebut. Kemudian ia murtad dari Islam dan lari ke Mekah (menggabungkan diri dengan orang-orang musyrik). Lalu turunlah

firman Allah Swt.: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim. (Al-Hajj: 25) Yakni barang siapa yang datang ke tanah suci dengan niat berbuat jahat. Yang dimaksud ialah menyimpang

dari ajaran Islam (alias kafir).Semua asar yang telah disebutkan di atas —sekalipun pengertiannya menunjukkan bahwa hal-hal tersebut termasuk perbuatan ilhad (jahat)— tetapi makna yang dimaksud lebih mencakup dari semuanya,

bahkan di dalam pengertiannya terkandung peringatan terhadap perbuatan yang lebih parah daripada hanya sekadar perbuatan ilhad. Karena itulah di saat tentara bergajah bermaksud merobohkan Ka'bah, mereka diazab oleh Allah. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:


{وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ *تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ * فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ}


dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (Al-Fil: 3-5)

Yakni Allah menghancurkan mereka dan menjadikan peristiwa tersebut sebagai pelajaran dan peringatan terhadap setiap orang yang berniat akan melakukan perbuatan jahat terhadap Baitullah. Karena itulah telah di­sebutkan di dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"يَغْزُو هَذَا الْبَيْتَ جَيْشٌ، حَتَّى إِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الْأَرْضِ خُسِف بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ" الْحَدِيثَ


Kelak Baitullah ini akan diserang oleh suatu tentara, hingga manakala mereka berada di tengah padang sahara, maka barisan yang terdepan dan barisan terbelakang dari mereka semuanya dibenamkan ke dalam bumi.

# Hadis ini menceritakan kejadian yang akan terjadi menjelang hari kiamat nanti. Orang-orang tersebut dikenal dengan sebutan Zus Suwaiqatain (pent).#


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كُنَاسة، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ سَعِيدٍ، عَنِ أَبِيهِ قَالَ: أَتَى عبدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عبدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ، فَقَالَ: يَا ابْنَ الزُّبَيْرِ، إِيَّاكَ وَالْإِلْحَادَ فِي حَرَم اللَّهِ، فَإِنِّي سمعتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّهُ سيلحدُ فِيهِ رَجُلٌ مَنْ قُرَيْشٍ، لَوْ تُوزَن ذُنُوبُهُ بِذُنُوبِ الثَّقَلَيْنِ لَرَجَحَتْ"، فَانْظُرْ لَا تَكُنْ هُوَ


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kanasah, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sa'id, dari ayahnya yang mengatakan, bahwa Abdullah ibnu Umar datang menemui Abdullah Ibnuz Zubair,

lalu ia bertanya, "Hai Ibnuz Zubair, jangan sekali-kali kamu berbuat ilhad di tanah suci Allah ini, karena sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, 'Sesungguhnya kelak akan berbuat ilhad seseorang lelaki

dari kalangan Quraisy di Masjidil Haram ini; seandainya dosa-dosanya ditimbang dengan dosa-dosa dua makhluk (jin dan manusia), tentulah dosanya lebih berat.' Maka berhati-hatilah, janganlah sampai dia itu adalah kamu." Imam Ahmad telah mengatakan pula di dalam Musnad Abdullah ibnu Amr ibnul As,


حَدَّثَنَا هاشم، حدثنا إسحاق بن سعيد، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو قَالَ: أَتَى عبدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو ابنَ الزُّبَيْرِ، وَهُوَ جَالِسٌ فِي الحِجْر فَقَالَ: يَا بْنَ الزُّبَيْرِ، إِيَّاكَ والإلحادَ فِي الْحَرَمِ، فَإِنِّي أَشْهَدُ لسَمعتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَحِلُّهَا وَيَحِلُّ بِهِ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ، وَلَوْ وُزنت ذُنُوبُهُ بِذُنُوبِ الثَّقَلَيْنِ لَوَزَنَتْهَا". قَالَ: فَانْظُرْ لَا تَكُنْ هُوَ


bahwa telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amr yang mengatakan, bahwa Abdullah ibnu Umar datang kepada Abdullah ibnuz Zubair

yang saat itu sedang duduk di Hijir Isma'il. Lalu Ibnu Umar berkata, "Hai Ibnuz Zubair, hati-hatilah terhadap perbuatan ilhad di tanah suci, karena sesungguhnya aku bersumpah bahwa aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda,

'Bahwa kelak tanah suci ini akan dihalalkan oleh seorang lelaki dari kalangan Quraisy; seandainya dosa-dosa dia ditimbang dengan dosa-dosa dua makhluk (jin dan manusia), tentulah sebanding'." Kemudian Abdullah ibnu Umar berkata,

"Maka perhatikanlah, janganlah sampai dia adalah kamu." Akan tetapi, tiada seorang pun dari pemilik kitab hadis yang mengetengahkannya dari kedua jalur periwayatan ini.

Surat Al-Hajj |22:26|

وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

wa iż bawwa`naa li`ibroohiima makaanal-baiti al laa tusyrik bii syai`aw wa thohhir baitiya lith-thooo`ifiina wal-qooo`imiina war-rukka'is-sujuud

Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), "Janganlah engkau menyekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, dan orang yang beribadah dan orang yang rukuk dan sujud.

And [mention, O Muhammad], when We designated for Abraham the site of the House, [saying], "Do not associate anything with Me and purify My House for those who perform Tawaf and those who stand [in prayer] and those who bow and prostrate.

Tafsir
Jalalain

(Dan) ingatlah (ketika Kami jelaskan) Kami terangkan (kepada Ibrahim tempat Baitullah) supaya ia membangunnya kembali karena Baitullah itu telah diangkat sejak zaman banjir besar

yakni zamannya Nabi Nuh, kemudian Kami perintahkan kepada Ibrahim, ("Janganlah kamu menyekutukan Aku dengan sesuatu pun dan sucikanlah rumah-Ku ini) dari berhala-berhala

(bagi orang-orang yang tawaf dan orang-orang yang bermukim) yakni orang-orang yang tinggal di sekitarnya (dan orang-orang yang rukuk dan sujud")

Rukka'is-sujuud adalah bentuk jamak dari kata Raaki 'iin dan Saajidin, maksudnya adalah orang-orang yang sholat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 26 |

Tafsir ayat 26-27

Di dalam ayat ini, terkandung makna yang mengecam dan mencela orang-orang yang menyembah selain Allah dan mempersekutukan-Nya dengan yang lain dari kalangan Quraisy; yang justru hal itu dilakukan di negeri

yang pada mulanya dibangun untuk tujuan mengesakan Allah dan menyembah-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya. Kemudian Allah menyebutkan bahwa Dia telah menempatkan Ibrahim di suatu tempat di Baitullah,

yakni Allah memberinya petunjuk ke tempat itu dan me­nyerahkannya kepada dia serta mengizinkannya untuk membangun rumah di tempat tersebut. Kebanyakan ulama menjadikan ayat ini sebagai dalil yang menunjukkan bahwa

sesungguhnya Ibrahim a.s. adalah orang yang pertama membangun Baitul Atiq (Ka'bah), dan bahwa sebelum itu Ka'bah tidak ada yang membangunnya. Disebutkan di dalam kitab sahih­nya melalui Abu Zar yang mengatakan bahwa:


قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ مَسْجِدٍ وُضعَ أَوَّلُ؟ قَالَ: "الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: "بَيْتُ الْمَقْدِسِ". قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: "أَرْبَعُونَ سَنَةً"


ia bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama dibangun?" Rasulullah Saw. menjawab, "Masjidil Haram." Ia bertanya lagi, "Lalu masjid mana lagi?" Rasulullah Saw. menjawab,

"Baitul Muqaddas." Ia bertanya, "Berapakah jarak di antara keduanya?" Rasulullah Saw. menjawab.”Empat puluh tahun." Allah Swt. telah berfirman:


{إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ. فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيم}


Sesungguhnya rumah yang pertama dibangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkati. (Ali-Imran: 96), hingga akhir ayat berikutnya. Dan Allah Swt. telah berfirman:


{وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ}


Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf i’tikaf, rukuk, dan yang sujud.” (Al-Baqarah: 125) Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan semua hadis dan asar

yang sahih-sahih yang menceritakan tentang pembangunan Baitullah, sehingga dalam pembahasan ini tidak perlu diulangi lagi. Dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي}


Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku. (Al-Hajj: 26) Yakni bangunlah Baitullah dengan menyebut nama-Ku semata.


{وَطَهِّرْ بَيْتِيَ}


dan sucikanlah rumah-Ku ini. (Al-Hajj: 26) Qatadah dan Mujahid mengatakan, maksudnya yaitu menyucikannya dari segala kemusyrikan.


{لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ}


bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadat, dan orang-orang yang rukuk, dan sujud. (Al-Hajj: 26) Maksudnya, jadikanlah Baitullah ini khusus untuk mereka yang menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.

Orang yang bertawaf di Baitullah sudah dikenal dengan istilah Ta'if (tawaf) yang merupakan ibadah khusus hanya dilakukan di Baitullah, karena sesungguhnya ibadah seperti itu tidak boleh dilakukan di tempat yang lain kecuali di Baitullah.

Al-qa-imina, yakni orang-orang yang salat. Ar-rukka'is sujud, orang-orang yang rukuk dan bersujud. Penyebutan tawaf diiringi dengan penyebutan salat, karena kedua jenis ibadah ini tidaklah disyariatkan kecuali khusus di Baitullah;

ibadah tawaf dilakukan di sekelilingnya, dan salat dilakukan dengan menghadap kepadanya dalam kebanyakan keadaan. Terkecuali di kala salat dikerjakan dalam medan perang saat sulit untuk menghadap ke arah kiblat, juga dikecualikan dalam salat sunat di perjalanan (di atas kendaraan).Firman Allah Swt.:


{وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ}


Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji. (Al-Hajj: 27) Yaitu serukanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji ke Baitullah ini yang Kami perintahkan kamu untuk membangunnya. Menurut suatu pendapat,

Nabi Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, bagaimanakah saya menyampaikan seruan itu kepada manusia, sedangkan suara saya tidak dapat mencapai mereka?" Allah Swt. berfirman, "Berserulah kamu, dan Akulah yang menyampaikannya."

Maka Ibrahim berdiri di maqamnya. Menurut pendapat lain di atas sebuah batu. Menurut pendapat yang lainnya di atas Bukit Safa. Dan menurut pendapat yang lainnya lagi, bahwa Ibrahim menaiki bukit Abu Qubais, lalu berseru,

"Hai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian telah membuat sebuah rumah (Baitullah), maka berhajilah (berziarahlah) kalian kepadanya."Menurut suatu pendapat, setelah Ibrahim mengumandangkan seruan itu semua bukit dan gunung

merendahkan dirinya, sehingga suaranya mencapai seluruh permukaan bumi, bayi-bayi yang masih berada di dalam rahim dan tulang sulbi dapat mendengar seruannya dan segala sesuatu yang mendengar suaranya menjawabnya,

baik batu-batuan, pohon-pohonan, dan lain sebagainya. Didengar pula oleh semua orang yang telah dicatat oleh Allah bahwa dia akan mengerjakan haji, sampai hari kiamat. Jawaban mereka ialah "Labbaika Allahumma Labbaika

(Kami penuhi seruan-Mu, ya Allah. Kami penuhi seruan-Mu, ya Allah). Demikianlah garis besar dari apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, dan Sa'id ibnu Jubair serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang

dari kalangan ulama Salaf.Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan riwayat ini dengan panjang lebar. Firman Allah Swt.:


{يَأْتُوكَ رِجَالا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ}


niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus. (Al-Hajj: 27), hingga akhir ayat. Sebagian ulama menjadikan ayat ini sebagai dalilnya untuk mengatakan bahwa ibadah haji

dengan berjalan kaki bagi orang yang mampu melakukannya adalah lebih utama daripada berkendaraan, karena sebutan jalan kaki menempati rangking yang pertama dalam ayat ini. Hal ini menunjukkan perhatian Allah yang sangat besar

kepada mereka, juga menunjukkan kekuatan tekad serta kerasnya kemauan mereka.Waki' telah meriwayatkan dari Abul Umais, dari Abu Halhalah, dari Muhammad ibnu Ka'b, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Saya tidak melakukan

sesuatu yang buruk, kecuali hanya ingin melakukan ibadah haji dengan jalan kaki, karena Allah Swt. telah berfirman: 'niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki' (Al-Hajj: 27) Akan tetapi, pendapat yang dikatakan

oleh kebanyakan ulama yaitu melakukan ibadah haji dengan berkendaraan adalah lebih utama karena mengikut perbuatan Rasulullah Saw. Sesungguhnya beliau Saw. melakukan ibadah hajinya dengan berkendaraan, padahal kekuatan beliau Saw. sangat prima. Firman Allah Swt.:


{يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ}


yang datang dari segenap penjuru yang jauh. (Al-Hajj: 27) Yang dimaksud dengan kata fajjin ialah jalan atau penjuru. Sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:


{وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا}


dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas (Al-Anbiya: 31) Firman Allah Swt. yang mengatakan, "Amiq" artinya jauh, menurut Mujahid, Ata, As-Saddi, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, dan As-Sauri serta lain-lainnya

yang bukan hanya seorang. Makna ayat ini sama dengan firman Allah Swt. dalam menceritakan perihal Nabi Ibrahim a.s. yang mengatakan dalam doanya:


{فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ}


maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. (Ibrahim: 37) Maka tiada seorang pun yang memeluk agama Islam, melainkan hatinya rindu ingin melihat Ka'bah dan melakukan tawaf di sekelilingnya, kaum muslim dari segala penjuru dunia bertujuan untuk menziarahinya.

Surat Al-Hajj |22:27|

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

wa ażżin fin-naasi bil-ḥajji ya`tuuka rijaalaw wa 'alaa kulli dhoomiriy ya`tiina ming kulli fajjin 'amiiq

Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh,

And proclaim to the people the Hajj [pilgrimage]; they will come to you on foot and on every lean camel; they will come from every distant pass -

Tafsir
Jalalain

(Dan berserulah) serukanlah (kepada manusia untuk mengerjakan haji) kemudian Nabi Ibrahim naik ke puncak bukit Abu Qubais, lalu ia berseru, "Hai manusia!

Sesungguhnya Rabb kalian telah membangun Baitullah dan Dia telah mewajibkan kalian untuk melakukan haji, maka sambutlah seruan Rabb kalian ini".

Lalu Nabi Ibrahim menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri serta ke arah Timur dan ke arah Barat. Maka menjawablah semua orang yang telah ditentukan baginya dapat berhaji

dari tulang-tulang sulbi kaum lelaki dan rahim-rahim kaum wanita, seraya mengatakan, "Labbaik allaahumma Labbaika", artinya: Ya Allah, kami penuhi panggilan-Mu, Ya Allah,

kami penuhi panggilan-Mu. Sedangkan Jawab dari Amar yang di muka tadi ialah (niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki) lafal Rijaalan adalah bentuk jamak dari lafal Raajilun,

wazannya sama dengan lafal Qaaimun yang bentuk jamaknya adalah Qiyaamun; artinya berjalan kaki (dan) dengan berkendaraan (dengan menaiki unta yang kurus)

karena lamanya perjalanan; lafal Dhamirin dapat ditujukan kepada jenis jantan dan betina (mereka datang) yakni unta-unta kurus itu yang dimaksud adalah orang-orang yang mengendarainya

(dari segenap penjuru yang jauh) dari daerah yang perjalanannya sangat jauh.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 27 |

Penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Hajj |22:28|

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۖ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

liyasy-haduu manaafi'a lahum wa yażkurusmallohi fiii ayyaamim ma'luumaatin 'alaa maa rozaqohum mim bahiimatil-an'aam, fa kuluu min-haa wa ath'imul-baaa`isal-faqiir

agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Dia berikan kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.

That they may witness benefits for themselves and mention the name of Allah on known days over what He has provided for them of [sacrificial] animals. So eat of them and feed the miserable and poor.

Tafsir
Jalalain

(Supaya mereka mempersaksikan) yakni mendatangi (berbagai manfaat untuk mereka) dalam urusan dunia mereka melalui berdagang, atau urusan akhirat atau untuk keduanya.

Sehubungan dengan masalah ini ada berbagai pendapat mengenainya (dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan)

yakni tanggal sepuluh Zulhijah, atau hari Arafah, atau hari berkurban hingga akhir hari-hari Tasyriq; mengenai masalah ini pun ada beberapa pendapat

(atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak) unta, sapi dan kambing yang disembelih pada hari raya kurban dan ternak-ternak yang disembelih

sesudahnya sebagai kurban. (Maka makanlah sebagian daripadanya) jika kalian menyukainya (dan berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir) yakni sangat miskin.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 28 |

Tafsir ayat 28-29

Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka. (Al-Hajj: 28) Yakni manfaat untuk dunia dan akhirat mereka. Manfaat akhirat bagi mereka ialah

mendapat rida dari Allah Swt. Sedangkan manfaat dunia ialah apa yang mereka peroleh dari hewan kurban dan perniagaan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa

yang dimaksud dengan manfaat ialah manfaat dunia dan akhirat. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:


{لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ}


Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 198) Adapun firman Allah Swt.:


{وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ [فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ] عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ}


supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. (Al-Hajj: 28)Syu'bah dan Hasyim telah meriwayatkan dari Abu Bisyr, dari Sa'id,

dari Ibnu Abbas r.a., bahwa hari-hari yang ditentukan ialah hari-hari belasan. Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini secara ta'liq hanya dengan ungkapan jazm dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan

dari Abu Musa Al-Asy'ari, Mujahid, Qatadah, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Ad-Dahhak, Ata Al-Khurrasani, Ibrahim An-Nakha'i yang hal ini dijadikan pegangan oleh mazhab Imam Syafii dan pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad ibnu Hambal.


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَة، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُسْلِمٍ البَطِين، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا الْعَمَلُ فِي أَيْامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ" قَالُوا: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: "وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ، يَخْرُجُ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ".


Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ur'urah, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

"Tiada suatu amal perbuatan di hari mana pun yang lebih utama daripada amal pada hari-hari ini.” Mereka bertanya, "Tidak pula berjihad di jalan Allah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak pula berjihad di jalan Allah, terkecuali seorang lelaki

yang mengorbankan jiwa dan hartanya (di jalan Allah) dan yang pulang hanya namanya saja.”Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hal yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa

hadis ini hasan garib sahih. Dalam bab ini terdapat pula riwayat lain dari Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abdullah ibnu Amr, dan Jabir.Saya telah meneliti jalur-jalur riwayat tersebut dan membahasnya secara khusus dalam satu juz (bendel), antara lain ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan:


حَدَّثَنَا عَفَّان، أَنْبَأَنَا أَبُو عَوَانة، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "ما مِنْ أَيْامٍ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبَّ إِلَيْهِ العملُ فِيهِنَّ، مِنْ هَذِهِ الْأَيْامِ الْعَشْرِ، فَأَكْثِرُوا فِيهِمْ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ"


telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada suatu hari pun

yang lebih besar di sisi Allah, dan yang lebih disukai untuk dilakukan amal di dalamnya selain hari-hari yang sepuluh ini. Maka perbanyaklah oleh kalian di hari-hari ini membaca tahlil, takbir, dan tahmid.

Imam Ahmad telah meriwayatkan pula melalui jalur lain, dari Mujahid dari Ibnu Umar dengan lafaz yang semisal. Imam Bukhari mengatakan, bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar menuju pasar di hari-hari belasan (dari bulan Zul Hijjah) ini,

maka keduanya bertakbir dan orang-orang yang ada di pasar ikut bertakbir bersama takbir keduanya. Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui Jabir secara marfu' bahwa hari-hari belasan inilah yang disebutkan oleh Allah dalam sumpah-Nya melalui firman-Nya:


{وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ}


Demi fajar dan malam-malam yang sepuluh. (Al-Fajr: 1-2) Sebagian ulama Salaf mengatakan, sesungguhnya hari-hari tersebut adalah hari-hari yang dimaksudkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:


{وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ}


dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh malam (lagi). (Al-A'raf: 142) Di dalam kitab Sunan Imam Abu Daud disebutkan bahwa Rasulullah Saw. melakukan puasa di hari-hari sepuluh ini. Hari-hari yang sepuluh ini mencakup hari Arafah yang telah ditetapkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Qatadah, bahwa:


سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ عَرَفَةَ، فَقَالَ: "أَحْتَسِبْ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْآتِيَةَ"


Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai mengerjakan puasa di hari 'Arafah, maka beliau Saw. menjawab, "Saya menduga bahwa Allah akan menghapuskan dosa tahun yang silam dan tahun yang akan datang."

Sepuluh hari ini mencakup pula Hari Raya Kurban yang merupakan hari haji akbar. Di dalam sebuah hadis telah disebutkan bahwa hari haji akbar itu adalah hari yang paling utama di sisi Allah. Pada garis besarnya sepuluh hari ini

dapat dikatakan hari-hari yang paling utama dalam satu tahunnya, sesuai dengan apa yang telah disebutkan di dalam hadis. Keutamaan sepuluh hari ini melebihi keutamaan sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan;

karena dalam sepuluh hari Zul Hijjah ini disyariatkan di dalamnya hal-hal yang juga disyariatkan di dalam sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, seperti salat, puasa, sedekah, dan lain-lainnya. Tetapi sepuluh hari Zul Hijjah ini

mempunyai keistimewaan yang melebihinya, yaitu ibadah fardu haji dilakukan di dalamnya.Menurut pendapat yang lain, sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan lebih utama, karena di dalamnya terdapat Lailatul Qadar yang nilainya

lebih utama daripada seribu bulan.Ulama lainnya berpendapat pertengahan. Mereka mengatakan bahwa hari-hari belasan Zul Hujah lebih utama, sedangkan malam-malam sepuluh terakhir Ramadan lebih utama. Dengan demikian,

pendapat ini menggabungkan semua dalil yang ada mengenai keduanya. Pendapat yang kedua tentang hari-hari yang ditentukan. Al-Hakam telah meriwayatkan dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, bahwa hari-hari yang ditentukan adalah

Hari Raya Kurban dan tiga hari sesudahnya. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui Ibnu Umar dan Ibrahim An-Nakha'i. Pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Ahmad ibnu Hambal dalam suatu riwayat yang bersumber darinya.

Pendapat ketiga. Imam ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Madini, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ajian,

telah menceritakan kepadaku Nafi', bahwa Ibnu Umar pernah mengatakan, "Hari-hari yang ditentukan dan hari-hari yang berbilang, jumlah keseluruhannya ada empat hari, yaitu hari-hari yang ditentukan ialah Hari Raya Kurban

dan dua hari sesudah­nya. Sedangkan hari-hari yang berbilang ialah tiga hari sesudah Hari Raya Kurban." Sanad riwayat ini berpredikat sahih bersumber darinya. As-Saddi mengatakan pendapat ini,

dan pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Malik ibnu Anas. Pendapat ini dan yang sebelumnya diperkuat oleh firman Allah Swt. yang mengatakan:


{عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ}


atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. (Al-Hajj: 28) Yakni saat menyembelihnya disebutkan nama Allah. Pendapat yang keempat mengatakan, sesungguhnya hari-hari sepuluh itu ialah hari Arafah.

Hari Raya Kurban, dan sehari sesudahnya. Pendapat inilah yang dikatakan oleh mazhab Abu Hanifah. Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya yang mengatakan bahwa hari-hari yang ditentukan ialah hari Arafah, Hari Raya Kurban, dan hari-hari Tasyriq.Firman Allah Swt.:


{عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ}


atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. (Al-Hajj: 28) Yakni unta, sapi, dan kambing. Seperti yang telah dijelaskan di dalam tafsir surat Al-An'am, melalui firman-Nya:


{ثَمَانِيَةَ أَزْوَاجٍ} الْآيَةَ


(yaitu) delapan binatang yang berpasangan. (Al-An'am: 143), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah Swt.:


{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ}


Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikan­lah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj: 28) Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat bahwa memakan hewan kurban hukumnya wajib.

Akan tetapi, pendapat ini garib. Karena menurut kebanyakan ulama, perintah makan kurban ini termasuk ke dalam Bab "Rukhsah (Anjuran)." Seperti yang telah disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw.

setelah menyembelih unta kurbannya, beliau memerintahkan agar dari setiap unta yang disembelihnya diambil sepotong dagingnya, lalu beliau memasaknya dan memakannya serta meminum kuahnya.

Abdullah ibnu Wahb mengatakan bahwa Malik pernah berkata kepadanya, "Aku suka makan daging hewan kurbanku." Alasannya ialah karena Allah Swt. telah berfirman: Maka makanlah sebagian darinya. (Al-Hajj: 28)

Ibnu Wahb mengatakan bahwa ia pernah menanyakan hal tersebut kepada Al-Lais, dan ternyata Al-Lais mengatakan hal yang sama dengan Malik. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim sehubungan

dengan makna firman-Nya: Maka makanlah sebagian darinya. (Al-Hajj: 28) Bahwa dahulu orang-orang musyrik tidak mau memakan sebagian dari hewan sembelihan mereka, kemudian hal tersebut diperbolehkan bagi kaum muslim.

Karena itu barang siapa yang ingin memakannya, ia boleh memakannya; dan barang siapa yang tidak suka, boleh tidak memakannya. Telah diriwayatkan hal yang semisal dari Mujahid dan Ata. Hasyim telah meriwayatkan dari Husain,

dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka makanlah sebagian darinya. (Al-Hajj: 28) Bahwa ayat ini sama dengan makna yang terdapat di dalam firman-Nya:


{وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا}


dan apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. (Al-Maidah: 2) Dan firman Allah Swt.:


{فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ}


Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi. (Al-Jumu'ah: 10) Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir dalam kitab tafsirnya (yakni memakan daging hewan kurban itu boleh bagi orang yang mengorbankannya).

Orang-orang yang berpendapat bahwa daging hewan kurban itu dibagi menjadi dua bagian —yang sebagian untuk si pemilik, sedangkan sebagian lainnya untuk disedekahkan—menguatkan pendapat ini dengan dalil firman Allah Swt.:


{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ}


Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj: 28) Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa daging kurban dibagi menjadi tiga bagian,

sepertiga untuk yang punya, sepertiga lainnya untuk ia hadiahkan, dan sepertiga yang terakhir untuk disedekahkan, karena berdasarkan firman Allah Swt. dalam ayat lainnya yang mengatakan:


{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ}


maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. (Al-Hajj: 36)Keterangan mengenainya akan dibahas pada tempatnya, yaitu saat menafsirkan ayat ini. Firman Allah Swt.:


{الْبَائِسَ الْفَقِيرَ}


orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj: 28) Ikrimah mengatakan, makna yang dimaksud ialah orang yang terdesak oleh kebutuhan dan tampak pada dirinya tanda sengsara; keadaannya miskin, tetapi tidak mau meminta-minta

demi menjaga kehormatan dirinya. Menurut Mujahid, ialah orang miskin yang tidak mau meminta-minta. Sedangkan Qatadah berpendapat bahwa makna yang dimaksud ialah orang yang menderita penyakit menahun. Dan Muqatil mengatakan, maknanya yaitu orang yang tuna netra. Firman Allah Swt.:


{ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ}


Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka. (Al-Hajj: 29) Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah melepaskan ihram dengan bercukur,

memakai pakaian biasa, memotong kuku, dan lain-lainnya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ata dan Mujahid, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi.

Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna fiman-Nya: Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka. (Al-Hajj: 29) Bahwa yang dimaksud dengan tafas ialah manasik-manasik haji. Firman Allah Swt.:


{وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ}


dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka. (Al-Hajj: 29) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hendaklah orang yang bersangkutan menyembelih kurban yang dinazarkannya. Ibnu Najih

telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka. (Al-Hajj: 29) Yakni nazar haji dan menyembelih kurban, serta segala sesuatu yang dinazarkan

seseorang dalam ibadah hajinya. Ibrahim ibnu Maisarah telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Yaitu menyembelih hewan-hewan

kurban mereka. Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Maksudnya, semua nazar dalam waktu tertentu.

Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Yakni ibadah haji mereka. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Abu Hatim.

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan sehubungan dengan firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan

nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Yakni nazar-nazar haji. Semua orang yang telah memasuki haji diharuskan mengerjakan tawaf di Baitullah, sa'i di antara Safa dan Marwah, wuquf di Arafah dan Muzdalifah, dan melempar jumrah sesuai

dengan apa yang telah diperintahkan kepada mereka untuk mengerjakannya. Telah di­riwayatkan pula dari Imam Malik hal yang semisal dengan pendapat ini. Firman Allah Swt.:


{وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ}


dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29)Mujahid mengatakan, makna yang dimaksud ialah tawaf wajib di Hari Raya Kurban.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan

kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Abu Hamzah yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah berkata kepadanya, "Apakah engkau pernah

membaca surat Al-Hajj? Yang di dalamnya terdapat firman Allah Swt. yang mengatakan: dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29) "Maka sesungguhnya akhir dari manasik haji itu

ialah tawaf di Baitullah Al-'Atiq."Menurut saya, memang demikianlah apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Karena sesungguhnya setelah beliau kembali ke Mina di Hari Raya Kurban, beliau mulai melempar jumrah.

Beliau melemparnya dengan tujuh buah batu kerikil. Kemudian menyembelih kurbannya dan mencukur rambutnya, setelah itu beliau berangkat dan melakukan tawaf ifadah di Baitullah.Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Ibnu Abbas

bahwa ia memerintahkan kepada orang-orang agar akhir dari ibadah haji mereka adalah di Baitullah, yaitu dengan melakukan tawaf ifadah di sekelilingnya. Hanya ia memberikan kemurahan (dispensasi) kepada wanita yang sedang berhaid. Firman Allah Swt.:


{بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ}


di sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29) Di dalam makna ayat ini terkandung dalil bagi orang yang mengatakan bahwa melakukan tawaf diwajibkan di luar Hijir Isma'il. Karena Hijir Isma'il pada asalnya termasuk bagian dari Ka'bah

yang dibangun oleh Nabi Ibrahim. Orang-orang Quraisy mengeluarkannya dari bangunan Ka'bah saat mereka merenovasi Ka'bah karena kekurangan biaya. Karena itulah maka Rasulullah Saw. dalam tawafnya selalu berada di luar Hijir Isma'il,

dan beliau mengatakan bahwa Hijir Isma'il termasuk bagian dalam Ka'bah. Rasulullah Saw. tidak mengusap kedua rukun Syam Ka'bah karena keduanya masih belum sempurna tidak sesuai dengan bangunan Nabi Ibrahim yang terdahulu.

Karena itulah Ibnu Abu Hatim mengatakan dalam riwayatnya, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar Al-Adani, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Hisyam ibnu Hajar,

dari seorang lelaki, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa tatkala ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29) Maka Rasulullah Saw.

tawaf di luar Hijir Isma'il. Qatadah telah meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29) Bahwa Ka'bah

disebutkan Al-'Atiq karena ia merupakan rumah yang pertama dibangun untuk tempat ibadah manusia di bumi ini. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Telah diriwayatkan dari Ikrimah ia pernah mengatakan

bahwa sesungguhnya Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena diselamatkan dari tenggelam saat banjir besar di zaman Nabi Nuh. Khasif mengatakan bahwa Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena belum pernah ada seorang pun yang bersikap

sewenang-wenang terhadapnya dapat beroleh kemenangan. Ibnu Abu Nujaih dan Lais telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ka'bah dimerdekakan oleh Allah dari semua orang yang sewenang-wenang (tirani), mereka sama sekali

tidak dapat menguasainya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah.Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Humaid, dari Al-Hasan ibnu Muslim, dari Mujahid, bahwa dinamakan Baitul 'Atiq karena tiada seorang pun

yang berniat jahat terhadapnya melainkan pasti binasa.Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ibnuz Zubair yang mengatakan, "Sesungguhnya Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena Allah Swt. telah memerdekakannya dari semua orang yang bersikap tirani."


قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ وَغَيْرُ وَاحِدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ، أخبرني اللَّيْثُ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ خَالِدٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا سُمِّيَ الْبَيْتَ الْعَتِيقَ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يَظْهَرْ عَلَيْهِ جَبَّارٌ".


Imam Turmuzi mengatakan telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepadaku Al-Lais,

dari Abdur Rahman ibnu Khalid, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad ibnu Urwah, dari Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena belum pernah ada

seorang tirani pun berkuasa terhadapnya.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Muhammad ibnu Sahl Al-Muharibi, dari Abdullah ibnu Saleh dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir mengatakan, sesungguhnya hadis ini sahih.

Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Kemudian Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui jalur lain dari Az-Zuhri secara mursal.

Surat Al-Hajj |22:29|

ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

ṡummalyaqdhuu tafaṡahum walyuufuu nużuurohum walyaththowwafuu bil-baitil-'atiiq

Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka, dan melakukan tawaf sekeliling rumah tua (Baitullah).

Then let them end their untidiness and fulfill their vows and perform Tawaf around the ancient House."

Tafsir
Jalalain

(Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka) maksudnya hendaklah mereka merapihkan ketidakrapihan diri mereka

seperti memotong rambut dan kuku yang panjang (dan hendaklah mereka menunaikan) dapat dibaca Walyuufuu dan Walyuwaffuu (nazar-nazar mereka) dengan menyembelih hewan ternak

sebagai hewan kurban (dan hendaklah mereka melakukan tawaf) tawaf ifadah (sekeliling rumah yang tua itu) yakni rumah kuno, karena ia adalah rumah pertama yang dibuat untuk ibadah manusia.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 29 |

Penjelasan ada di ayat 28

Surat Al-Hajj |22:30|

ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۗ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الْأَنْعَامُ إِلَّا مَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ ۖ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ

żaalika wa may yu'azhzhim ḥurumaatillaahi fa huwa khoirul lahuu 'inda robbih, wa uḥillat lakumul-an'aamu illaa maa yutlaa 'alaikum fajtanibur-rijsa minal-auṡaani wajtanibuu qoulaz-zuur

Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah (hurumat), maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan dihalalkan bagi kamu semua hewan ternak kecuali yang diterangkan kepadamu (keharamannya), maka jauhilah (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta.

That [has been commanded], and whoever honors the sacred ordinances of Allah - it is best for him in the sight of his Lord. And permitted to you are the grazing livestock, except what is recited to you. So avoid the uncleanliness of idols and avoid false statement,

Tafsir
Jalalain

(Demikianlah) menjadi Khabar dari Mubtada yang keberadaannya diperkirakan sebelumnya, yakni perintah Allah itu sebagaimana yang telah disebutkan

(dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah) yaitu hal-hal yang tidak boleh dirusak (maka itu adalah) mengagungkannya

(lebih baik baginya di sisi Rabbnya) di akhirat kelak. (Dan telah dihalalkan bagi kamu sekalian binatang ternak) untuk memakannya sesudah disembelih terlebih dahulu

(kecuali yang diterangkan kepada kalian) keharamannya di dalam firman yang lainnya yaitu, "Diharamkan bagi kalian memakan bangkai..." (Q.S. Al-Maidah, 3).

Dengan demikian berarti Istitsna di sini bersifat Munqathi'. Dan dapat pula dikatakan Muttashil, sedangkan barang yang diharamkan adalah ditujukan kepada hewan yang mati

dengan sendirinya dan oleh penyebab-penyebab lainnya (maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu) huruf Min di sini menunjukkan arti Bayan atau keterangan,

maksudnya barang yang najis itu adalah berhala-berhala (dan jauhilah perkataan-perkataan dusta) perkataan yang mengandung kemusyrikan

terhadap Allah di dalam bacaan Talbiyah kalian, atau yang dimaksud adalah kesaksian palsu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 30 |

Tafsir ayat 30-31

Allah Swt. berfirman, "Itulah apa yang Kami perintahkan (kepada kamu sekalian) berupa amal-amal ketaatan dalam menunaikan manasik dan pahala yang berlimpah yang telah dijanjikan-Nya bagi para pelakunya."


{وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ}


Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj: 30) Yakni barang siapa yang menjauhi perbuatan-perbuatan durhaka dan apa-apa yang diharamkan oleh Allah yang bila dilanggar pelakunya berarti melakukan suatu dosa besar.


{فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ}


maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. (Al-Hajj: 30) Maka baginya kebaikan yang banyak dan pahala yang berlimpah berkat memelihara dirinya dari hal-hal tersebut. Sebagaimana mengerjakan amal ketaatan,

pelakunya dapat pahala yang banyak dan balasan yang berlimpah; demikian pula halnya meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah Swt.Ibnu Juraij mengatakan bahwa Mujahid

pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj: 30) Bahwa yang dimaksud dengan hurumat ini ialah hal-hal

yang terhormat di sisi Allah (lain dengan pendapat di atas yang mengartikannya sebagai hal-hal yang diharamkan Allah, pent), yaitu kesucian tanah Mekah, ibadah haji, ibadah umrah, dan semua yang dilarang oleh Allah,

berupa perbuatan-perbuatan maksiat (durhaka) terhadap-Nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid. Firman Allah Swt.:


{وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الأنْعَامُ إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ}


Dan telah dihalalkan bagi kalian semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya. (Al-Hajj: 30) Yakni Kami halalkan bagi kalian semua binatang ternak, dan Allah sekali-kali tidak pernah menyariatkan adanya bahirah, saibah, wasilah, dan ham. Firman Allah Swt.:


{إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ}


kecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya. (Al-Hajj: 30) misalnya haramnya bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan yang disembelih bukan karena Allah, hewan ternak yang mati tercekik, dan lain sebagainya

yang diharamkan. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yang menurutnya bersumber dari Qatadah. Firman Allah Swt.:


{فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ}


maka jauhilah berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Al-Hajj: 30) Huruf min dalam ayat ini bermakna bayaniyah (keterangan) untuk menjelaskan jenis-jenisnya, yakni jauhilah hal yang najis itu,

maksudnya berhala-berhala itu. Mempersekutukan Tuhan sering disebutkan berbarengan dengan perkataan dusta, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}


Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) kalian mempersekutukan Allah

dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.” (Al-A'raf: 33) Termasuk ke dalam pengertian perkataan dusta ialah kesaksian palsu. Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui Abu Bakrah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"أَلَا أُنْبِئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ " قُلْنَا: بَلَى، يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ -وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ، فَقَالَ:-أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ، أَلَا وَشَهَادَةُ الزُّورِ". فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا، حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سكت


"Ingatlah, maukah kalian aku beri tahukan tentang dosa yang paling besar?" Kami (para sahabat) menjawab, "Tentu saja kami mau, wahai Rasulullah.” Rasulullah Saw. bersabda, "Mempersekutukan Allah dan menyakiti kedua orang tua,

" pada mulanya beliau bersandar, lalu duduk dan bersabda, "Ingatlah, dan perkataan dusta; ingatlah, dan kesaksian palsu!" Rasulullah Saw. terus mengulang-ulang kalimat terakhir ini, sehingga kami berkata (dalam diri kami) mudah-mudahan beliau segera diam.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْفَزَارِيُّ، أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ بْنُ زِيَادٍ، عَنْ فَاتِكِ بْنِ فَضَالَةَ، عَنْ أَيْمَنَ بْنِ خُرَيْمٍ قَالَ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطِيبًا فَقَالَ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، عَدَلَتْ شَهَادَةُ الزُّورِ إِشْرَاكًا بِاللَّهِ" ثَلَاثًا، ثُمَّ قَرَأَ: {فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ}


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Ziyad, dari Fatik ibnu Fudalah, dari Aiman ibnu Kharim yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.

berdiri melakukan khotbah. Beliau bersabda: Hai manusia, kesaksian palsu sebanding dengan memper­sekutukan Allah! Beliau mengucapkan sabdanya ini sebanyak tiga kali, kemudian membaca firman Allah Swt.: maka jauhilah oleh kalian

berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Al-Hajj: 30) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Ahmad ibnu Mani', dari Marwan ibnu Mu'awiyah dengan sanad yang sama.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib. Sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui hadis Sufyan ibnu Ziyad, sedangkan dia masih diperselisihkan perihal.periwayatannya akan hadis ini. Kami pun tidak mengetahui bahwa Aiman ibnu Kharim pernah mendengar dari Nabi Saw.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا سفيان العُصْفُرِيّ، عن أبيه، عن حبيب ابن النُّعْمَانِ الْأَسَدِيِّ، عَنْ خُرَيْمِ بْنِ فَاتَكٍ الْأَسَدِيِّ قَالَ: صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَامَ قَائِمًا فَقَالَ: "عَدَلَتْ شَهَادَةُ الزُّورِ الْإِشْرَاكَ بِاللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ"، ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ}


Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Sufyan Al-Usfuri, dari ayahnya, dari Habib ibnun Nu'man Al-Asadi, dari Kharim ibnu Fatik Al-Asadi

yang menceritakan, bahwa Rasulullah Saw. melakukan salat Subuh. Setelah selesai dari salatnya itu beliau berdiri, lalu bersabda: Kesaksian palsu seimbang dengan perbuatan mempersekutukan Allah Swt. Kemudian beliau Saw.

membaca firman-Nya: maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta, dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-Hajj: 30-31)

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Wa-il ibnu Rabi'ah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa kesaksian palsu seimbang dengan mempersekutukan Allah, kemudian Ibnu Mas'ud membaca ayat ini. Firman Allah Swt.:


{حُنَفَاءَ لِلَّهِ}


dengan ikhlas kepada Allah. (Al-Hajj: 31) .Yakni dengan mengikhlaskan niat dalam beragama karena Allah, menyimpang dari kebatilan menuju ke jalan yang hak. Karena itulah dalam firman Allah Swt. selanjutnya disebutkan:


{غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ}


tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-Hajj: 31) Kemudian Allah Swt. membuatkan tamsil (perumpamaan) perihal orang musyrik dalam hal kesesatannya dan kebinasaannya dan kejauhannya dari jalan hidayah. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ}


Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung. (Al-Hajj: 31) Maksudnya, terjatuh dari ketinggian, lalu disambar oleh burung selagi masih di udara.


{فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ}


atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (Al-Hajj: 31) Yaitu jauh lagi membinasakan setiap orang yang terjatuh padanya. Karena itu, telah disebutkan di dalam hadis Al-Barra yang menyebutkan bahwa sesungguhnya orang kafir itu

apabila dimatikan oleh malaikat pencabut nyawa, mereka langsung membawa naik rohnya ke langit. Akan tetapi, semua pintu langit tidak dibukakan untuknya. Akhirnya rohnya dilemparkan dari langit (ke tempat yang jauh).

Kemudian Al-Barra membaca ayat ini. Hadis ini telah disebutkan berikut semua teks dan jalur-jalur periwayatan­nya di dalam tafsir surat Ibrahim. Allah Swt. telah membuat perumpamaan lainnya bagi orang-orang musyrik di dalam surat Al-An'am, yaitu melalui firman-Nya:


{قُلْ أَنَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُنَا وَلا يَضُرُّنَا وَنُرَدُّ عَلَى أَعْقَابِنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا اللَّهُ كَالَّذِي اسْتَهْوَتْهُ الشَّيَاطِينُ فِي الأرْضِ حَيْرَانَ لَهُ أَصْحَابٌ يَدْعُونَهُ إِلَى الْهُدَى ائْتِنَا قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى}


Katakanlah, "Apakah kita akan menyeru selain dari Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang,

sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus

(dengan mengatakan), 'Marilah ikuti kami, Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk' (Al-An'am: 71), hingga akhir ayat."

Surat Al-Hajj |22:31|

حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ

hunafaaa`a lillaahi ghoiro musyrikiina bih, wa may yusyrik billaahi fa ka`annamaa khorro minas-samaaa`i fa takhthofuhuth-thoiru au tahwii bihir-riiḥu fii makaanin saḥiiq

(Beribadahlah) dengan ikhlas kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya. Barang siapa menyekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.

Inclining [only] to Allah, not associating [anything] with Him. And he who associates with Allah - it is as though he had fallen from the sky and was snatched by the birds or the wind carried him down into a remote place.

Tafsir
Jalalain

(Dengan ikhlas kepada Allah) yakni berserah diri kepada-Nya serta berpaling dari semua agama selain dari agama-Nya (tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia)

kalimat ayat ini mengukuhkan makna kalimat yang sebelumnya dan keduanya itu merupakan Hal atau kata keterangan dari dhamir Wawu.

(Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah terjungkal) yakni jatuh (dari langit lalu disambar oleh burung) diambil dengan cepat

(atau diterbangkan oleh angin yang melemparkannya) yang menjatuhkannya (ke tempat yang jauh sekali) sangat jauh sehingga tidak dapat diharapkan lagi keselamatannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 31 |

Penjelasan ada di ayat 30

Surat Al-Hajj |22:32|

ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

żaalika wa may yu'azhzhim sya'aaa`irollaahi fa innahaa min taqwal-quluub

Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syi´ar-syi´ar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati.

That [is so]. And whoever honors the symbols of Allah - indeed, it is from the piety of hearts.

Tafsir
Jalalain

(Demikianlah) perintah itu (dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu) mengagungkan syiar-syiar Allah, yaitu menyembelih hewan kurban untuk tanah suci,

seumpamanya hewan kurban itu dipilih yang baik dan digemukkan terlebih dahulu (timbul dari ketakwaan hati) dalam diri mereka. Hewan-hewan kurban itu dinamakan Sya'aair

disebabkan kesyiarannya yakni kesemarakannya, disebabkan hewan-hewan tersebut telah diberi tanda yang menunjukkan, bahwa mereka untuk dikurbankan,

yaitu seperti dicap dengan besi panas pada punggungnya, sehingga menambah semaraknya suasana hari raya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 32 |

Tafsir ayat 32-33

Allah Swt. berfirman bahwa demikianlah,


{وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ}


Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah. (Al-Hajj: 32) Yakni perintah-perintah-Nya:


{فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ}


maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (Al-Hajj: 32) . yang antara lain ialah mengagungkan hewan hadyu dan hewan kurban, seperti apa yang dikatakan oleh Al-Hakam dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, bahwa mengagungkan

hewan hadyu dan hewan kurban ialah dengan cara menggemukkannya dan mengurusnya dengan pengurusan yang baik. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami

Hafs ibnu Ghayyas, dari Ibnu Abu Laila, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah. (Al-Hajj: 32)

Yaitu menggemukkan hewan hadyu, mengurusnya dengan baik, dan membesarkannya. Abu Umamah telah meriwayatkan dari Sahl, "Kami dahulu menggemukkan hewan-hewan kurban di Madinah, dan semua kaum muslim

melakukan hal yang sama." Asar diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"دَمُ عفراءَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ دَمِ سَوداوين"


Darah (dari) hewan (kurban) yang berbulu kelabu lebih disukai oleh Allah daripada darah dua hewan kurban yang berbulu hitam. Hadis riwayat Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah. Para ulama mengatakan bahwa 'afra artinya 'berbulu putih,

tetapi tidak cerah, yakni kelabu.' Hewan kurban yang berbulu kelabu ini lebih baik daripada hewan kurban yang berbulu lainnya, sekalipun hewan kurban yang berbulu lain sudah dinilai cukup; karena berdasarkan apa yang telah disebutkan

di dalam kitab Sahih Bukhari melalui sahabat Anas r.a., bahwa Rasulullah Saw. berkurban dengan dua ekor domba yang berbulu putih berbelang hitam lagi bertanduk. Diriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah Saw. berkurban

dengan seekor domba yang bertanduk, yang pada matanya terdapat belang hitam, begitu pula pada bagian mulutnya dan semua kakinya. Hadis diriwayatkan oleh ahlus sunan dan dinilai sahih oleh Imam Turmuzi. Di dalam kitab Sunan

Ibnu Majah disebutkan sebuah hadis melalui Abu Rafi', bahwa Rasulullah Saw. berkurban dengan dua ekor domba yang besar-besar lagi gemuk-gemuk, bertanduk, berbulu putih, berbelang hitam, yang kedua-duanya telah dikebiri.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Jabir, bahwa Rasulullah Saw. berkurban dengan dua ekor domba yang bertanduk, berbulu putih berbelang hitam, yang kedua-duanya telah dikebiri.

Menurut suatu pendapat, kedua domba tersebut buah pelirnya dihancurkan dan tidak dipotong. Hanya Allah-lah yang lebih mengetahui. Diriwayatkan dari Ali r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kami

agar memeriksa dengan teliti kedua mata dan kedua telinga hewan kurban, dan kami tidak boleh menyembelih hewan kurban yang muqabalah, mudabarah, syarqa, dan kharqa.Muqdbalah ialah hewan kurban yang bagian depan

telinganya terpotong. Mudabarah ialah hewan kurban yang bagian belakang telinganya terpotong. Syarqa ialah hewan kurban yang telinganya terpotong secara memanjang. Demikianlah menurut penafsiran Imam Syafii dan Imam As-mu'i.

Adapun kharqa ialah hewan kurban yang daun telinganya berlubang. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan ahlus sunan, dan dinilai sahih oleh Imam Turmuzi. Mereka telah meriwayatkan pula melalui sahabat Ali r.a. yang mengatakan,

"Rasulullah Saw. melarang kami mengurbankan hewan yang tanduk dan telinganya terpotong." Sa'id ibnul Musayyab mengatakan bahwa kalau yang terpotong lebih dari separo, dinamakan 'adb. Sebagian ahli lugah (bahasa) mengatakan,

jika tanduk bagian atas terpotong dinamakan qasma; adapun 'adb, maka yang terpotong adalah bagian bawahnya (yakni yang retak adalah bawahnya). Sedangkan kalau daun telinga 'adb, artinya hewan yang daun telinganya

sebagian terpotong. Menurut pendapat Imam Syafii, berkurban dengan hewan-hewan tersebut dapat dinilai cukup, tetapi hukumnya makruh. Imam Ahmad berpendapat bahwa mengurbankan hewan yang terpotong daun telinga

dan tanduknya tidak boleh (tidak mencukupi), karena berdasarkan hadis di atas. Imam Malik mengatakan, jika ada darah yang mengalir dari tanduk­nya yang terpotong, tidak cukup untuk dijadikan kurban.

Tetapi jika tidak ada darah yang mengalir darinya, maka cukup untuk dijadikan kurban. Diriwayatkan dari Al-Barra, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِي: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرها، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضها، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلَعها، وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنقِي"


Ada empat macam hewan yang tidak boleh dipakai untuk kurban, yaitu: Hewan yang buta, yang jelas butanya; hewan yang sakit, yang jelas parah sakitnya; hewan yang pincang, yang jelas pincangnya;

dan hewan yang patah tulang kakinya, tak dapat disembuhkan.Hadis riwayat Imam Ahmad dan ahlus sunan, dinilai sahih oleh Imam Turmuzi. Aib-aib ini mengurangi daging hewan yang bersangkutan, karena lemah dan tidak mampu

mencukupi kebutuhan makannya, karena kambing-kambing yang sehat telah mendahuluinya merebut makanannya. Oleh sebab itu, hewan-hewan tersebut tidak boleh dijadikan kurban karena kurang mencukupi, menurut pendapat Imam Syafii

dan imam-imam lainnya, sesuai dengan makna lahirilah hadis. Pendapat kalangan mazhab Syafii berbeda pendapat sehubungan dengan ternak yang sakit ringan. Ada dua pendapat di kalangan mereka.Abu Daud telah meriwayatkan

melalui Atabah ibnu Abdus Sulami, bahwa Rasulullah Saw. melarang mengurbankan hewan yang kurus, hewan yang terpotong tanduk (telinganya), hewan yang buta matanya, hewan yang lemah, dan hewan yang pincang.

Aib atau cela yang telah disebutkan dalam hadis di atas menjadikan hewan tersebut tidak cukup untuk kurban. Tetapi jika aib atau cela tersebut terjadi sesudah hewan ditentukan untuk jadi kurban, maka tidak mengapa untuk dikurbankan. Hal ini menurut kalangan mazhab Syafii, berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah.


وَقَدْ رَوَى الإمامُ أَحْمَدُ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: اشْتَرَيْتُ كَبْشًا أُضَحِّي بِهِ، فَعَدَا الذِّئْبُ فَأَخَذَ الْأَلْيَةَ. فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "ضَحِّ بِهِ"


Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui Abu Sa'id yang telah menceritakan bahwa ia pernah membeli seekor domba untuk kurban, kemudian ada serigala yang menyerangnya dan sempat memakan sebagian dari pantatnya.

Kemudian Abu Sa'id menanyakan hal tersebut kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda: Kurbankanlah domba itu.Karena itulah dalam hadis yang telah disebutkan di atas dikatakan bahwa Nabi Saw. memerintahkan kepada kami

agar memeriksa mata dan telinga hewan yang hendak dikurbankan. Dengan kata lain, hendaknya hewan kurban itu harus gemuk, baik, dan berharga. Seperti yang telah disebutkan di dalam riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud

melalui Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa Umar pernah mendapat hadiah seekor unta yang terbaik (unggul) seharga tiga ratus dinar. Lalu Umar datang menghadap kepada Nabi Saw. dan bertanya, "Wahai Rasulullah,

sesungguhnya saya diberi hadiah seekor unta yang terbaik seharga tiga ratus dinar. Bolehkah saya menjualnya, lalu hasilnya saya belikan unta biasa buat kurban," (dengan maksud agar dapat menghasilkan beberapa ekor unta). Rasulullah Saw. bersabda:


"لَا انحَرْهَا إِيَّاهَا"


Jangan, sembelihlah unta terbaik itu sebagai kurbanmu. Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-budn (hewan kurban) termasuk syiar Allah. Muhammad ibnu Abu Musa mengatakan bahwa wuquf di Arafah,

Muzdalifah, melempar jumrah, mencukur rambut, dan berkurban termasuk syiar-syiar Allah. Ibnu Umar mengatakan bahwa syiar Allah yang paling besar ialah Baitullah. Firman Allah Swt.:


{لَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ}


Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat. (Al-Hajj: 33) Yakni pada hewan-hewan kurban itu terdapat beberapa manfaat bagi kalian dari air susunya, bulunya, kulitnya, dapat pula dijadikan sebagai sarana angkutan

sampai waktu tertentu. Miqsam telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang ditentukan. (Al-Hajj: 33)

Yaitu hewan ternak yang tidak dikhususkan untuk kurban. Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang ditentukan.

(Al-Hajj: 33) Maksudnya, dapat dinaiki, dapat diambil air susunya dan anaknya; tetapi apabila telah dinamakan budnah atau hadyu (yakni untuk kurban), maka semuanya itu tidak boleh lagi. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ata, Ad-Dahhak,

Qatadah, Ata Al-Khurrasani, dan lain-lainnya. Ulama lainnya mengatakan bahwa seseorang bahkan boleh memanfaatkannya sekalipun telah dinamakan hadyu jika memang diperlukan. Seperti apa yang telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain

melalui sahabat Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. melihat seorang lelaki sedang menggiring hewan budnah-nya. Maka beliau Saw. bersabda:


"ارْكَبْهَا". قَالَ: إِنَّهَا بَدنَة. قَالَ: "ارْكَبْهَا، وَيْحَكَ"، فِي الثَّانيَةِ أَوِ الثَّالِثَةِ


"Naikilah!" Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya ternak ini adalah untuk kurban.” Nabi Saw. bersabda, "Celakalah kamu, naikilah, " untuk kedua atau ketiga kalinya. Di dalam riwayat Imam Muslim disebutkan melalui Jabir r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:


"ارْكَبْهَا بِالْمَعْرُوفِ إِذَا ألجئتَ إِلَيْهَا"


Naikilah dengan cara yang makruf bila kamu terpaksa harus menaikinya. Syu'bah ibnu Zuhair telah meriwayatkan dari Abu Sabit Al-A'ma, dari Al-Mugirah ibnu Abul Hurr, dari Ali, bahwa ia pernah melihat seorang lelaki

sedang menggiring hewan budnah (kurban)nya yang telah beranak. Maka Ali berkata, "Jangan kamu minum air susunya kecuali lebihan dari sisa anaknya. Apabila telah tiba Hari Raya Kurban, sembelihlah unta itu bersama anaknya juga." Firman Allah Swt.:


{ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ}


kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul 'Atiq (Baitullah). (Al-Hajj: 33) Yakni tempat tujuan terakhir dari hewan hadyu itu ialah Baitul 'Atiq (Ka'bah). Sama dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:


{هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ}


sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka'bah. (Al-Maidah: Dan firman Allah Swt.:


{وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَنْ يَبْلُغَ مَحِلَّهُ}


dan menghalangi hewan kurban sampai ke tempat (penyem­belihan )nya. (Al-Fath: 25) Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan makna Baitul 'Atiq.Ibnu Juraij telah mengatakan dari Ata bahwa

Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Setiap orang yang telah melakukan tawaf di Baitullah (tawaf ifadah) berarti dia telah ber-tahallul." Allah Swt. telah berfirman:


{ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ}


kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul 'Atiq (Baitullah). (Al-Hajj: 23)

Surat Al-Hajj |22:33|

لَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ

lakum fiihaa manaafi'u ilaaa ajalim musamman ṡumma mahilluhaaa ilal-baitil-'atiiq

Bagi kamu padanya (hewan hadyu) ada beberapa manfaat sampai waktu yang ditentukan kemudian, tempat penyembelihannya adalah di sekitar Baitul 'Atiq (Baitullah).

For you the animals marked for sacrifice are benefits for a specified term; then their place of sacrifice is at the ancient House.

Tafsir
Jalalain

(Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat) seperti menjadikannya sebagai hewan kendaraan dan untuk mengangkut barang-barang

selagi hal itu tidak membuatnya bahaya atau cacat (sampai pada waktu yang ditentukan) yaitu waktu disembelih sebagai hewan kurban

(kemudian tempat wajib serta akhir masa penyembelihannya) tempat diperbolehkan menyembelihnya (ialah setelah sampai ke Baitul Atiq) yaitu maksudnya di semua tanah suci.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 33 |

Penjelasan ada di ayat 32

Surat Al-Hajj |22:34|

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

wa likulli ummatin ja'alnaa mansakal liyażkurusmallohi 'alaa maa rozaqohum mim bahiimatil-an'aam, fa ilaahukum ilaahuw waaḥidun fa lahuuu aslimuu, wa basysyiril-mukhbitiin

Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah),

And for all religion We have appointed a rite [of sacrifice] that they may mention the name of Allah over what He has provided for them of [sacrificial] animals. For your god is one God, so to Him submit. And, [O Muhammad], give good tidings to the humble [before their Lord]

Tafsir
Jalalain

(Dan bagi tiap-tiap umat) golongan orang-orang yang beriman yang telah mendahului kalian (telah Kami syariatkan penyembelihan kurban) kalau dibaca Mansakan adalah Mashdar

dan kalau dibaca Minsakan berarti isim makan atau nama tempat. Maksudnya menyembelih kurban atau tempat penyembelihannya (supaya mereka menyebut nama Allah

terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka) sewaktu mereka menyembelihnya. (Maka Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa,

karena itu berserah dirilah kalian kepada-Nya) taat dan patuhlah kalian kepada-Nya. (Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah) orang-orang yang taat dan merendahkan diri kepada-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 34 |

Tafsir ayat 34-35

Allah Swt. menyebutkan bahwa penyembelihan hewan kurban dengan menyebut nama Allah telah disyariatkan di semua agama. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban). (Al-Hajj: 34) Bahwa yang dimaksud dengan mansak ialah hari raya. Ikrimah mengatakan menyembelih kurban.Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan

dengan makna firman-Nya: Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban). (Al-Hajj: 34) Sesungguhnya yang dimaksud adalah Makkah. Allah sama sekali belum pernah menjadikan buat suatu umat suatu mansak-pun selain dari Makkah. Firman Allah Swt.:


{لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ}


supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka. (Al-Hajj: 34) Seperti yang telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui sahabat Anas yang telah menceritakan:


أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ، فسمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحهما


Didatangkan kepada Rasulullah Saw. dua ekor domba yang berbulu putih, berbelang hitam lagi bertanduk, lalu beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kakinya pada lambung kedua domba itu (untuk menyembelihnya).


وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَنْبَأَنَا سَلام بْنُ مِسْكِينٍ، عَنْ عَائِذِ اللَّهِ الْمُجَاشِعِيِّ، عَنْ أَبِي دَاوُدَ -وَهُوَ نُفَيْع بْنُ الْحَارِثِ-عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ: قُلْتُ -أَوْ: قَالُوا-: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ؟ قَالَ: "سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ". قَالُوا: مَا لَنَا مِنْهَا؟ قَالَ: "بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةٌ" قَالُوا: فَالصُّوفُ؟ قَالَ: "بِكُلِّ شَعْرَةٍ مِنَ الصُّوفِ حَسَنَةٌ"


Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Salam ibnu Miskin, dari Aizullah Al-Mujasyi'i, dari Abu Daud (yakni Nufai' ibnul Haris), dari Zaid ibnu Arqam

yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, atau mereka (para sahabat) pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan hewan-hewan kurban ini? Rasulullah Saw. menjawab: "Ini adalah sunnah bapak moyang kalian,

yaitu Nabi Ibrahim.” Mereka bertanya, "Lalu apakah yang kami peroleh darinya?” Rasulullah Saw. menjawab, "Pada setiap helai bulunya (yakni unta) terdapat satu pahala kebaikan.” Mereka bertanya, "Bagaimanakah

dengan bulu (domba)nya?” Rasulullah Saw. menjawab, "Pada setiap helai bulu wolnya terdapat satu pahala kebaikan.” Abu Abdullah Muhammad ibnu Yazid ibnu Majah telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sunannya melalui riwayat Salam ibnu Miskin dengan sanad yang sama. Firman Allah Swt.:


{فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا}


maka Tuhan kalian ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kalian kepadanya. (Al-Hajj: 34) Yakni sembahan kalian adalah satu, sekalipun syariat para nabi itu bermacam-macam, yang sebagian darinya

menghapuskan sebagian yang lainnya; tetapi pada garis besarnya semua syariat nabi-nabi menyerukan untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.


{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}


Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah oleh kalian akan Aku." (Al-Anbiya: 25) Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{فَلَهُ أَسْلِمُوا}


karena itu berserah dirilah kalian kepada-Nya. (Al-Hajj: 34) Yaitu ikhlaslah dan berserah dirilah kalian kepada hukum-Nya dan taat kepada-Nya.


{وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ}


Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (Al-Hajj: 34) Mujahid mengatakan, yang dimaksud dengan mukhbitin ialah orang-orang yang tumaninah (tenang). Menurut Ad-Dahhak dan Qatadah,

maksudnya orang-orang yang merendahkan dirinya. As-Saddi me­ngatakan orang-orang yang takut kepada Allah. Sedangkan menurut Amr ibnu Aus, mukhbitin ialah orang-orang yang tidak aniaya; dan apabila mereka dizalimi,

maka mereka tidak mendapat pertolongan (dari orang lain). As-Sauri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (Al-Hajj: 34)

Yakni tenang lagi rida dengan keputusan Allah, berserah diri kepada-Nya, dan yang terbaik ialah apa yang dijelaskan dalam firman berikutnya yang berfungsi menjelaskannya, yaitu: (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah,

gemetarlah hati mereka. (Al-Hajj: 35) Maksudnya, hati mereka bergetar karena takut kepada Allah. orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka. (Al-Hajj: 35) Yaitu musibah-musibah yang menimpa diri mereka.

Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan bahwa hendaknya kita bersabar dalam menghadapi musibah atau kita binasa.


{وَالْمُقِيمِي الصَّلاةِ}


Orang-orang yang mendirikan salat. (Al-Hajj: 35) Jumhur ulama membacanya dengan meng-idafah-kan lafaz Al-Muqimina kepada As-Salata, hingga menjadi Wal Mua'iminas Salata. Dan ulama Sab'ah serta tiga ulama lainnya

yang tergabung dalam ulama 'asyrah membacanya demikian pula.Lain halnya dengan Ibnus Sumaifa' dia membacanya Wal Muqimi na As-Salata dengan bacaan nasab yakni tidak di-mudaf-kan. Al-Hasan Al-Basri mengatakan pula

sehubungan dengan firman-Nya: Orang-orang yang mendirikan salat. (Al-Hajj: 35) Huruf nun dalam ayat ini dibuang untuk tujuan takhftf atau meringankan bacaan (menurut orang yang membacanya As-Salata). Seandainya di­buang

karena di-idafah-kan (digandengkan), tentulah dibaca As-Salati. Yakni orang-orang yang menunaikan hak Allah terhadap apa yang telah diwajibkan-Nya kepada mereka, yaitu mengerjakan salat-salat fardu.


{وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ}


dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka. (Al-Hajj: 35) Artinya, mereka membelanjakan apa yang diberikan oleh Allah kepada mereka berupa rezeki yang baik kepada keluarga mereka,

kaum kerabatnya, dan orang-orang fakir serta orang-orang miskin mereka. Mereka senang berbuat baik kepada semua orang; selain itu mereka juga memelihara batasan-batasan Allah. Hal ini berbeda dengan sifat-sifat kaum munafik, mereka bersifat kebalikan dari ini, seperti yang telah disebutkan di dalam tafsir surat At-Taubah.

Surat Al-Hajj |22:35|

الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَىٰ مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

allażiina iżaa żukirollaahu wajilat quluubuhum wash-shoobiriina 'alaa maaa ashoobahum wal-muqiimish-sholaati wa mimmaa rozaqnaahum yunfiquun

(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah hati mereka bergetar, orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka, dan orang yang melaksanakan sholat, dan orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang Kami karuniakan kepada mereka.

Who, when Allah is mentioned, their hearts are fearful, and [to] the patient over what has afflicted them, and the establishers of prayer and those who spend from what We have provided them.

Tafsir
Jalalain

(Yaitu orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah gemetarlah) yakni takutlah (hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka)

berupa musibah dan malapetaka (orang-orang yang mendirikan sholat) yang mengerjakan sholat pada waktu-waktunya

(dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka) mereka menyedekahkannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 35 |

Penjelasan ada di ayat 34

Surat Al-Hajj |22:36|

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

wal-budna ja'alnaahaa lakum min sya'aaa`irillaahi lakum fiihaa khoirun fażkurusmallohi 'alaihaa showaaaff, fa iżaa wajabat junuubuhaa fa kuluu min-haa wa ath'imul-qooni'a wal-mu'tarr, każaalika sakhkhornaahaa lakum la'allakum tasykuruun

Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur.

And the camels and cattle We have appointed for you as among the symbols of Allah; for you therein is good. So mention the name of Allah upon them when lined up [for sacrifice]; and when they are [lifeless] on their sides, then eat from them and feed the needy and the beggar. Thus have We subjected them to you that you may be grateful.

Tafsir
Jalalain

(Dan unta-unta itu) al Budna adalah bentuk jamak dari lafal Badanah, yaitu hewan unta (Kami jadikan untuk kalian sebagian syiar Allah)

pertanda-pertanda bagi agama-Nya (kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya) kemanfaatan duniawi sebagaimana yang telah disebutkan tadi dan pahala di akhirat

(maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya) sewaktu menyembelihnya (dalam keadaan berdiri) dengan kaki yang terikat. (Kemudian apabila telah roboh)

sesudah disembelih, yaitu telah mati dan sudah waktunya untuk dapat dimakan (maka makanlah sebagiannya) jika kalian suka (dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya)

maksudnya orang-orang yang menerima dengan apa yang diberikan oleh Allah kepadanya dan ia tidak meminta-minta serta tidak pernah memamerkan dirinya miskin

(dan orang yang meminta) yaitu orang yang meminta-minta dan orang yang menampakkan kemiskinannya. (Demikianlah) sebagaimana penundukan tadi

(Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian) sehingga mereka dapat disembelih dan dapat dinaiki, jika tidak Kami tundukkan maka niscaya kalian tidak akan mampu terhadapnya

(mudah-mudahan kalian bersyukur) atas nikmat-Ku kepada kalian.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 36 |

Allah Swt. berfirman, menyebutkan karunia-Nya yang telah diberikan­Nya kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan menciptakan ternak unta buat mereka dan menjadikannya sebagai salah satu dari syiar Allah. Unta itu dijadikan

sebagai hewan kurban yang dihadiahkan kepada Baitullah yang suci, bahkan unta merupakan hewan kurban yang terbaik, seperti yang disebutkan Allah Swt. dalam firman-Nya:


{لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلا الْهَدْيَ وَلا الْقَلائِدَ وَلا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ} الْآيَةَ


janganlah kalian melanggar syiar-syiar Allah dan jangan me­langgar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang hadyu dan binatang-binatang qala’id dan jangan (pula) mengganggu orang-orang

yang menghalangi Baitullah. (Al-Maidah: 2), hingga akhir ayat.Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ata pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan telah Kami jadikan untuk kalian unta-unta itu sebagian dari syiar-syiar Allah.

(Al-Hajj: 36) Bahwa yang dimaksud dengan budnah ialah sapi dan unta. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Sa'id ibnul Musayyab, dan Al-Hasan Al-Basri. Mujahid mengatakan, sesungguhnya al-budnah ialah unta.

Menurut saya, penyebutan budnah ditujukan kepada unta merupakan hal yang telah disepakati. Mereka pun berselisih pendapat mengenai penyebutan budnah terhadap sapi; ada dua pendapat di kalangan mereka. Yang paling sahih

di antara kedua pendapat itu mengatakan, bahwa budnah ditujukan pula kepada sapi menurut syariat, seperti yang disebutkan dalam hadis sahih.Jumhur ulama berpendapat bahwa seekor budnah cukup untuk kurban tujuh orang;

begitu pula sapi, cukup untuk kurban tujuh orang. Di dalam kitab Imam Muslim telah disebutkan sebuah hadis melalui riwayat Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan, "Kami diperintahkan oleh Rasulullah Saw. untuk melakukan patungan

dalam berkurban, seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang." Ishaq ibnu Rahawaih mengatakan, bahwa bahkan seekor sapi atau seekor unta cukup untuk kurban sepuluh orang. Hal ini telah disebutkan di dalam

sebuah hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad Imam Ahmad dan Sunan Nasai serta kitab-kitab hadis yang lain. Hanya Allah yang mengetahui kebenarannya. Firman Allah Swt.:


{لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ}


kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya. (Al-Hajj: 36) Yakni pahala yang banyak di negeri akhirat kelak. Diriwayatkan dari Sulaiman ibnu Yazid Al-Ka'bi,dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"مَا عَمِل ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هِرَاقه دَمٍ، وَإِنَّهُ لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ، قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ، فطِيبُوا بِهَا نَفْسًا"


Tidaklah seorang anak Adam melakukan suatu amal yang lebih disukai oleh Allah di Hari Raya Kurban selain dari mengalirkan darah (hewan) kurban. Sesungguhnya kelak di hari kiamat hewan kurbanku benar-benar datang dengan tanduk,

kuku, dan bulunya; dan sesungguhnya darahnya itu benar-benar diterima di sisi Allah, sebelum terjatuh ke tanah. Maka berbahagialah kalian dengan kurban itu.Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Turmuzi. Imam Turmuzi menilainya hasan.

Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa dahulu Abu Hazim berutang seekor unta untuk kurban. Ketika ditanyakan kepadanya, "Mengapa kamu berutang dan menggiring hewan kurban?" Ia menjawab bahwa sesungguhnya ia mendengar Allah Swt.

berfirman: kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya. (Al-Hajj: 36) Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"ما أُنْفِقَتِ الوَرقَ فِي شَيْءٍ أفضلَ مِنْ نَحِيرَةٍ فِي يَوْمِ عِيدٍ".


Tiada sejumlah uang yang dibelanjakan untuk sesuatu yang lebih utama selain dari untuk membeli hewan kurban di Hari Raya Kurban. Hadis diriwayatkan oleh Imam Daiuqutni di dalam kitab sunannya. Mujahid telah mengatakan sehubungan

dengan makna firman-Nya: kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya. (Al-Hajj: 36) Yaitu pahala dan manfaat-manfaat. Ibrahim An-Nakha'i mengatakan bahwa pemiliknya boleh mengendarainya dan memerah air susunya jika ia memerlukannya. Firman Allah Swt.:


{فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ}


maka sebutkanlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelih­nya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36) Diriwayatkan dari Al-Muttalib ibnu Abdullah ibnu Hantab, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa

ia pernah salat bersama Rasulullah Saw. di Hari Raya Kurban. Setelah bersalam dari salatnya, didatangkan kepada beliau seekor domba, lalu beliau menyembelihnya seraya mengucapkan:


"بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهِ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمَّ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي".


Dengan menyebut nama Allah, Allah Mahabesar. Ya Allah, domba ini adalah kurbanku dan kurban orang-orang dari kalangan umatku yang tidak berkurban.Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi.

Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Ibnu Abbas, dari Jabir yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengurbankan dua ekor domba di Hari Raya Kurban, dan beliau mengucapkan kalimat berikut saat menyembelih keduanya:


"وجهت وجهي للذي فطر السموات وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ، وَعَنْ مُحَمَّدٍ وأمته"


Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Sesungguhnya salatku, ibadahku,

hidup dan matiku hanyalah bagi Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi­Nya, dan dengan demikianlah aku diperintahkan, dan aku adalah orang yang mula-mula berserah diri (kepada-Nya). Ya Allah, kurban ini dari Engkau,

ditujukan kepada Engkau, dari Muhammad dan umatnya.Kemudian beliau Saw. menyebut basmalah dan takbir, lalu menyembelih­nya. Diriwayatkan dari Ali ibnul Husain, dari Abu Rafi', bahwa Rasulullah Saw. apabila hendak berkurban,

beliau membeli dua ekor domba yang gemuk-gemuk, bertanduk, lagi berbulu putih berbelang hitam. Apabila salat dan khotbah telah beliau jalankan, maka beliau mendatangi salah seekor dari kedua kurbannya, sedangkan beliau Saw.

masih berada di tempat salatnya dalam keadaan berdiri, lalu menyembelih sendiri kurbannya itu dengan pisau penyembelih seraya mengucapkan:


"اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ أُمَّتِي جَمِيعِهَا، مَنْ شَهِدَ لَكَ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لِي بِالْبَلَاغِ". ثُمَّ يُؤتى بِالْآخَرِ فَيَذْبَحُهُ بِنَفْسِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: "هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ" فيُطعمها جَمِيعًا الْمَسَاكِينَ، [وَيَأْكُلُ] هُوَ وَأَهْلُهُ مِنْهُمَا.


Ya Allah, kurban ini sebagai ganti dari kurban umatku seluruh­nya dari kalangan orang-orang yang telah bersaksi bahwa Engkau Maha Esa dan bersaksi bahwa aku sebagai juru penyampai. Kemudian didatangkan lagi domba lainnya,

dan beliau menyembelihnya seraya berkata: Kurban ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad. Maka kedua ekor domba yang telah disembelih itu dagingnya diberikan kepada semua orang miskin, dan beliau beserta keluarganya

ikut memakan sebagian darinya. Hadis riwayat Imam Ahmad Ibnu Majah.Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Zabyan, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian

menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36) Yakni dalam keadaan berdiri pada tiga kakinya, sedangkan kaki kiri depannya dalam keadaan terikat. Lalu si penyembelih mengucapkan, "Bismillah, Allahu Akbar,

La Ilaha Illallah. Ya Allah, kurban ini dari Engkau, dipersembahkan kepada Engkau." Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ali ibnu AbuTalhah dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal. Lais telah meriwayatkan

dari Mujahid, bahwa apabila kaki kiri unta diikat, maka ia berdiri di atas tiga kakinya. Telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid hal yang semisal. Ad-Dahhak mengatakan bahwa unta yang akan disembelih diikat salah satu

kakinya sehingga unta berdiri di atas tiga buah kakinya.Di dalam kitab Sahihain, dari Ibnu Umar, disebutkan bahwa ia mendatangi seorang lelaki yang mendekamkan untanya dengan maksud akan menyembelihnya. Maka Ibnu Umar berkata,

"Biarkanlah unta itu dalam keadaan berdiri lagi terikat seperti sunnah (kebiasaan) Abul Qasim (Nabi Muhammad Saw.)." Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Rasulullah Saw. dan para sahabatnya bila menyembelih unta, mereka mengikat kaki kiri

depannya, sedangkan unta itu tetap dalam keadaan berdiri pada ketiga kakinya (yang tidak terikat): hadis diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.Ibnu Lahi'ah telah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar,

bahwa Salim ibnu Abdullah pernah mengatakan kepada Sulaiman ibnu Abdul Malik, "Berdirilah kamu pada sisi kanan (unta)mu dan sembelihlah dari sisi kiri (unta)mu."Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui sahabat Jabir

yang menerangkan tentang gambaran haji wada', yang antara lain disebutkan di dalamnya bahwa Rasulullah Saw. menyembelih sendiri hewan kurbannya sebanyak tiga ekor (kambing), sedangkan enam puluh ekor unta kurban lainnya

beliau tusuk (pada tempat penyembelihannya) dengan tombak (bermata lebar) yang ada di tangannya.Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah yang telah mengatakan sehubungan

dengan bacaan menurut dialek Ibnu Mas'ud, "Sawafina," bahwa artinya berdiri dalam keadaan terikat. Sufyan As-Sauri telah mengatakan dari Mansur, dari Mujahid, bahwa orang yang membacanya Sawafina artinya dalam keadaan terikat.

Dan orang yang membacanya sawaf artinya menyatukan di antara kedua kaki depannya (dalam keadaan terikat).Tawus dan Al-Hasan serta lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka sebutlah oleh kalian nama Allah

ketika kalian menyem­belihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36) Yakni tulus ikhlas karena Allah Swt. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Malik, dari Az-Zuhri. Abdur Rahman ibnu Zaid telah mengatakan,

Sawafi maksudnya, "Dalam kuburan itu tidak ada suatu kemusyrikan pun sebagaimana kemusyrikan di masa Jahiliyah buat berhala-berhala mereka." Firman Allah Swt.:


{فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا}


Kemudian apabila telah roboh (mati). (Al-Hajj: 36) Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah hewan kurban itu roboh ke tanah dalam keadaan telah mati.

Pendapat ini merupakan suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas; hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan. Al-Aufi telah meriwayatkan dari ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

Kemudian apabila telah roboh (mati). (Al-Hajj: 36) Yaitu telah disembelih. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian apabila telah roboh (mati). (Al-Hajj: 36)

Makna yang dimaksud ialah telah mati. Pengertian inilah yang dimaksud­kan oleh pendapat Ibnu Abbas dan Mujahid, bahwa sesungguhnya tidak boleh memakan unta yang disembelih kecuali bila telah nyata kematiannya dan tidak bergerak-gerak lagi. Di dalam sebuah hadis berpredikat marfu' telah disebutkan:


"وَلَا تُعجِلُوا النفوسَ أَنْ تَزْهَق"


Janganlah kalian tergesa-gesa mendahului nyawa sebelum (nyata-nyata) rohnya telah dicabut. As-Sauri telah meriwayatkannya di dalam kitab Jami -nya melalui Ayyub dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Qarafisah Al-Hanafi,

dari Umar ibnul Khattab, bahwa ia telah mengatakan hal tersebut. Hal ini dikuatkan oleh hadis Syaddad ibnu Aus yang ada di dalam kitab Sahih Muslim, yaitu:


"إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا القِتْلة، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ ولْيُحدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَته، ولْيُرِحْ ذَبِيحته"


Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh, lakukanlah dengan cara yang baik. Dan apabila kalian menyembelih lakukanlah dengan cara yang baik dan hendaklah

seseorang di antara kalian menajamkan mata pisaunya serta letakkanlah hewan sembelihannya pada posisi yang enak.Telah diriwayatkan dari Abu Waqid Al-Lais yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"مَا قُطع مِنَ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ مَيْتَةٌ"


Bagian apa saja dari hewan yang terpotong dalam keadaan hidup, maka bagian yang terpotong itu adalah bangkai. Hadis riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi. Imam Turmuzi menilainya sahih. Firman Allah Swt:


{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ َ}


maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. (Al-Hajj: 36) Sebagian ulama Salaf mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

maka makanlah sebagiannya. (Al-Hajj: 36) bahwa perintah ini menunjukkan hukum ibahah (perbolehan). Malik mengatakan, memakan sebagian dari hewan kurban hukumnya dianjurkan (sunat). Selain Imam Malik berpendapat wajib,

pendapat ini menurut salah satu di antara pendapat yang ada pada sebagian mazhab Syafii. Mereka berselisih pendapat tentang pengertian qani' dan mu'tar. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa qani' artinya

orang yang merasa puas dengan pemberianmu, sedangkan ia tetap berada di dalam rumahnya; dan mu'tar artinya orang yang menyindirmu dan mengisyaratkan kepadamu agar memberinya sebagian dari hewan kurbanmu,

tetapi ia tidak meminta secara terang-terangan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Muhammad Ibnu Ka'b Al-Qurazi. Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa qani' artinya orang yang tidak meminta-minta

(padahal ia memerlukannya), sedangkan mu'tar artinya orang yang meminta. Ini menurut pendapat Qatadah, Ibrahim An-Nakha'i, dan Mujahid, menurut suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas.Ibnu Abbas, Ikrimah, Zaid ibnu Aslam,

Al-Kalbi, Al-Hasan Al-Basri, Muqatil ibnu Hayyan, dan Malik ibnu Anas mengatakan, al-qani' artinya orang yang meminta serelanya darimu; sedangkan mu'tar artinya orang yang menyindirmu dan merendahkan dirinya kepadamu,

tetapi tidak meminta. Pendapat ini cukup baik. Sa'id ibnu Jubair mengatakan, Al-qani' artinya orang yang meminta. Tidakkah engkau pernah mendengar ucapan Asy-Syammakh dalam salah satu bait syairnya yang mengatakan:


لَمَالُ المَرْءِ يُصْلِحُه فَيُغْني ... مَفَاقِرَه، أَعَفُّ مِنَ القُنُوع


Sungguh harta seseorang dapat memperbaiki keadaannya, dia menjadi berkecukupan, semua kebutuhannya terpenuhi karenanya; itu lebih baik daripada meminta-minta.Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud

dari bait syair ini ialah harta seseorang itu dapat memberinya kecukupan daripada meminta-minta. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid. Zaid ibnu Aslam mengatakan, qani' artinya orang miskin yang meminta-minta,

mu'tar artinya orang yang jujur lagi lemah dan ia datang berkunjung kepadamu." Pendapat ini dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid menurut suatu riwayat dari anaknya yang bersumber darinya.Mujahid mengatakan pula bahwa

qani' ialah tetanggamu yang kaya, yang dapat melihat segala sesuatu yang masuk ke dalam rumahmu. Dan mu’tar artinya orang yang mengasingkan dirinya dari keramaian. Telah diriwayatkan pula dari Mujahid bahwa qani' adalah

orang yang mengharapkan pemberian, sedangkan mu’tar artinya orang yang menampilkan dirinya saat hewan kurban disembelih, baik ia dari kalangan orang yang mampu maupun orang yang tidak mampu. Dan telah diriwayatkan

dari Ikrimah hal yang semisal; menurut suatu pendapat dari Ikrimah, qani' artinya penduduk Mekah.Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa qani' adalah orang yang meminta, karena qani' artinya orang yang menadahkan

tangannya saat meminta. Sedangkan mu’tar berasal dari i'tira artinya orang yang menampilkan dirinya untuk makan daging hewan kurban. Sebagian ulama ada yang berdalihkan ayat ini dalam pendapatnya yang mengatakan bahwa

kurban itu dibagi tiga bagian, sepertiganya untuk pemiliknya buat dimakan sendiri, sepertiganya lagi dihadiahkan kepada teman-temannya, dan sepertiga yang terakhir disedekahkan kepada kaum fakir miskin, karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman:


{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ}


maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. (Al-Hajj: 36) Di dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada orang-orang:


"إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادِّخَارِ لُحُومِ الْأَضَاحِيِّ فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَكَلُّوا وَادَّخِرُوا مَا بَدَا لَكُمْ"


Sesungguhnya saya pernah melarang kalian menyimpan daging kurban selama lebih dari tiga hari, sekarang makanlah dan simpanlah selama semau kalian. Menurut riwayat lain disebutkan:


"فكلوا وادخروا وتصدقوا"


maka makanlah dan simpanlah serta bersedekahlah. Menurut riwayat lain disebutkan pula:


"فكلوا وأطعموا وتصدقوا"


Maka makanlah dan berimakanlah serta bersedekahlah. Pendapat kedua, bahwa orang yang berkurban memakan separo dan menyedekahkan separonya lagi, karena berdasarkan firman-Nya yang meyatakan:


{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ}


Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj. 28) Dan berdasarkan hadis yang menyatakan:


"فَكُلُوا وَادَّخِرُوا وَتَصَدَّقُوا"


Maka makanlah dan simpanlah serta bersedekahlah.Jika orang yang berkurban memakan seluruh kurbannya, maka menurut suatu pendapat ia tidak menggantinya barang sedikit pun. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Ibnu Suraij

dari kalangan mazhab Syafii. Sebagian lainnya dari mereka mengatakan bahwa orang yang bersangkutan harus mengganti semua yang dimakannya, atau yang seharga dengannya. Menurut pendapat yang lainnya dia harus

mengganti separonya, dan menurut pendapat yang lainnya lagi harus mengganti sepertiganya. Sedangkan menurut pendapat yang terakhir, ia hanya diharuskan mengganti sebagian kecil darinya. Pendapat inilah yang terkenal

di kalangan mazhab Imam Syafii. Adapun mengenai kulit hewan kurban, maka menurut apa yang terdapat di dalam kitab Musnad Imam Ahmad dari Qatadah ibnun Nu'man dalam hadis mengenai hewan kurban disebutkan:


"فَكُلُوا وَتَصَّدَّقُوا، وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا، وَلَا تَبِيعُوهَا"


maka makanlah, bersedekahlah, dan manfaatkanlah kulitnya, janganlah kalian menjualnya.Di antara ulama ada yang membolehkan menjualnya, ada pula yang mengatakan bahwa orang-orang fakir mendapat bagian dari kulit hewan kurban.

Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Diriwayatkan dari Al-Barra ibnu Azib yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ، ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ. فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا، وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ [عَجَّلَهُ] لِأَهْلِهِ، لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ"


Sesungguhnya perbuatan yang mula-mula kita lakukan di hari kita sekarang ini ialah mengerjakan salat (Idul Adha), kemudian kita pulang dan menyembelih kurban. Barang siapa yang mengerjakannya, berarti dia telah melakukan hal

yang sesuai dengan sunnah kita. Dan barang siapa yang menyembelih kurbannya sebelum salat (Hari Raya Idul Adha), maka sesungguhnya sembelihannya itu adalah daging biasa yang ia suguhkan kepada keluarganya,

tiada kaitannya dengan kurban sama sekali.Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Karena itulah maka Imam Syafii dan sejumlah ulama mengatakan bahwa sesungguhnya permulaan waktu menyembelih hewan kurban

ialah bila matahari telah terbit di Hari Raya Kurban serta berlalu waktu yang cukup untuk salat hari raya dan dua khotbahnya. Imam Ahmad menambahkan, hendaknya Imam melakukan penyembelihan sesudah itu, karena berdasarkan hadis yang disebutkan di dalam Sahih Muslim yang menyebutkan,


وَأَلَّا تَذْبَحُوا حَتَّى يَذْبَحَ الْإِمَامُ


"Dan janganlah kalian menyembelih kurban sebelum imam menyembelih kurbannya." Imam Abu Hanifah mengatakan, "Orang-orang yang tinggal di daerah-daerah terpencil atau di kampung-kampung pedalaman dan lain sebagainya

yang jauh dari keramaian, diperbolehkan melakukan penyembelihan kurbannya sesudah fajar terbit, karena tidak disyariatkan mendirikan salat hari raya bagi mereka (menurut pendapat Imam Abu Hanifah). Adapun orang-orang

yang tinggal di daerah-daerah perkotaan, mereka tidak boleh menyembelih hewan kurbannya sebelum imam usai dari salatnya." Hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Kemudian menurut suatu pendapat, tidak disyariatkan menyembelih kurban

kecuali hanya pada Hari Raya Kurban saja. Menurut pendapat yang lainnya, bagi penduduk perkotaan penyembelihan dilakukan pada Hari Raya Kurban, karena mudahnya mendapatkan hewan kurban di kalangan mereka.

Adapun bagi penduduk daerah pedalaman dan kampung-kampung yang jauh, maka menyembelih hewan kurban dapat dilakukan pada Hari Raya Kurban dan hari-hari Tasyriq sesudahnya; pendapat ini dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair.

Menurut pendapat lain, Hari Raya Kurban dan satu hari lagi sesudahnya bagi semua orang. Menurut pendapat lainnya lagi, dua hari sesudahnya selain Hari Raya Kurban; pendapat ini dikatakan oleh Imam Ahmad.

Menurut pendapat yang lain, Hari Raya Kurban dan tiga hari Tasyriq sesudahnya. Pendapat ini dikatakan oleh Imam Syafii berdasarkan hadis Jubair ibnu Mut'im yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ كُلُّهَا ذَبْحٌ".


Hari-hari Tasyriq semuanya adalah hari penyembelihan kurban.Imam Ahmad dan Ibnu Hibban meriwayatkannya pula. Menurut suatu pendapat, sesungguhnya waktu menyembelih kurban itu memanjang sampai dengan akhir bulan Zul Hhjah.

Pendapat ini dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i serta Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dan pendapat ini dinilai garib.Firman Allah Swt.:


{كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}


Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur. (Al-Hajj: 36) Allah Swt. berfirman, bahwa untuk tujuan itulah,


{سَخَّرْنَاهَا لَكُم}


Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian. (Al-Hajj-36) Yakni Kami tundukkan unta-unta itu bagi kalian dan Kami jadikan mereka tunduk patuh kepada kalian. Jika kalian ingin mengendarainya, kalian dapat mengendarainya;

dan jika kalian ingin memerah air susunya, kalian dapat memerahnya; dan jika kalian ingin dagingnya, kalian dapat menyembelihnya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ}


Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? (Yasin: 71) sampai dengan firman-Nya:


أَفَلا يَشْكُرُونَ


Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (Yasin: 73) Di dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}


Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur. (Al-Hajj: 36)

Surat Al-Hajj |22:37|

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

lay yanaalalloha luḥuumuhaa wa laa dimaaa`uhaa wa laakiy yanaaluhut-taqwaa mingkum, każaalika sakhkhorohaa lakum litukabbirulloha 'alaa maa hadaakum, wa basysyiril-muḥsiniin

Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

Their meat will not reach Allah, nor will their blood, but what reaches Him is piety from you. Thus have We subjected them to you that you may glorify Allah for that [to] which He has guided you; and give good tidings to the doers of good.

Tafsir
Jalalain

(Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridaan Allah) tidak dapat diterima di sisi-Nya (tetapi ketakwaan daripada kalianlah yang dapat mencapai keridaan-Nya)

yaitu yang dapat sampai kepada-Nya hanyalah amal saleh yang ikhlas disertai iman. (Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya)

yakni atas petunjuk-Nya yang telah membimbing kalian sehingga dapat mengetahui pertanda-pertanda agama dan manasik-manasik haji-Nya.

(Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik) yaitu orang-orang yang mentauhidkan Allah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 37 |

Allah Swt. berfirman, bahwa sesungguhnya telah disyariatkan bagi kalian menyembelih hewan-hewan ternak itu sebagai kurban agar kalian menyebut nama-Nya saat menyembelihnya. Karena sesungguhnya Dialah Yang Maha Pencipta

lagi Maha Pemberi Rezeki, tiada sesuatu pun dari daging atau darah hewan-hewan kurban itu yang dapat mencapai rida Allah. Sesungguhnya Dia Mahakaya dari selain-Nya. Orang-orang Jahiliyah di masa silam bila melakukan kurban

buat berhala-berhala mereka, maka mereka meletakkan pada berhala-berhala itu daging kurban mereka, dan memercikkan darah hewan kurban mereka kepada berhala-berhala itu. Maka Allah Swt. berfirman:


{لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا}


Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah. (Al-Hajj: 37) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Abu Hammad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Mukhtar, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa orang-orang Jahiliah di masa silam memuncrat­kan darah hewan kurban mereka ke Baitullah,

juga daging hewan kurban mereka. Maka para sahabat Rasulullah Saw. berkata, "Kami lebih berhak untuk melakukan hal tersebut." Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali

tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. (Al-Hajj: 37) Yakni karena ketakwaan kalianlah Allah menerimanya dan memberikan balasan kebaikan kepada pelakunya. Seperti yang telah disebutkan di dalam kitab sahih, melalui sabda Rasulullah Saw.:


"إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ"


Sesungguhnya Allah Swt. tidak melihat kepada bentuk (rupa) dan harta kalian, tetapi melihat kepada hati dan amal perbuatan kalian. dan sebuah hadis yang menyatakan:


"إِنَّ الصَّدَقَةَ تَقَعُ فِي يَدِ الرَّحْمَنِ قَبْلَ أَنْ تَقَعَ فِي يَدِ السَّائِلِ، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ"


Sesungguhnya sedekah itu benar-benar diterima di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah sebelum sedekah itu diterima oleh tangan pemintanya. Dan sesungguhnya darah (hewan kurban) itu benar-benar diterima di sisi Allah

sebelum darah itu menyentuh tanah. Perihalnya sama dengan hadis terdahulu yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Imam Turmuzi yang menilainya hasan, diriwayatkan melalui Siti Aisyah r.a. secara marfu'.

Makna nas ini menunjukkan pernyataan diterimanya kurban di sisi Allah bagi orang yang ikhlas dalam amalnya. Tiada makna lain yang lebih cepat ditangkap dari nas ini menurut pendapat kalangan ulama ahli tahqiq; hanya Allah-lah

Yang Maha Mengetahui. s Waki' telah meriwayatkan dari Yahya ibnu Muslim ibnu Ad-Dahhak, bahwa ia pernah bertanya kepada Amir Asy-Sya'bi tentang kulit hewan kurban. Lalu Asy-Sya'bi menjawab seraya mengemukakan firman-Nya:

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah. (Al-Hajj: 37) Jika kamu suka menjualnya, kamu boleh menjualnya; jika kamu suka memakainya, kamu boleh memilikinya; dan jika kamu suka menyedekahkannya, kamu dapat menyedekahkannya. Firman Allah Swt.:


{كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ}


Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian. (Al-Hajj:37) Yakni karena itulah maka Allah menundukkan unta-unta itu bagi kalian.


{لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ}


supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. (Al-Hajj: 37) Yaitu agar kalian membesarkan Allah (mengagungkan-Nya) sebagaimana Dia telah menunjuki kalian kepada agama-Nya, syariat-Nya,

dan segala sesuatu yang disukai dan diridai-Nya. Dia juga melarang kalian dari perbuatan-perbuatan yang dibenci-Nya dan tidak disukai-Nya. Firman Allah Swt.:


{وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ}


Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-Hajj: 37) Yakni, hai Muhammad, berilah kabar gembira orang-orang yang berbuat baik dalam amalnya lagi menegakkan batasan-batasan Allah dan mengikuti apa

yang disyariatkan bagi mereka serta membenarkan segala sesuatu yang disampaikan oleh rasul kepada mereka dari sisi Tuhannya. Masalah Abu Hanifah, Malik, dan As-Sauri mengatakan, wajib berkurban bagi orang yang memiliki

satu nisab lebih. Abu Hanifah mensyaratkan iqamah dengan alasan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah yang semua perawinya berpredikat siqah, melalui Abu Hurairah secara marfu', yaitu:


"مَنْ وَجَدَ سَعَة فَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلانا"


Barang siapa yang mempunyai kemampuan (berkurban), lalu ia tidak berkurban, maka jangan sekali-kali ia mendekati tempat salat kami. Padahal di dalam hadis terkandung garabah, Imam Ahmad ibnu Hanbal menilainya sebagai hadis munkar. Ibnu Umar telah mengatakan:


أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرٌ سِنِينَ يُضَحِّي


Rasulullah Saw. tinggal selama sepuluh tahun (yang setiap tahunnya) beliau selalu berkurban. (Riwayat Turmuzi) Imam Syafii dan Imam Ahmad ibnu Hanbal berpendapat, berkurban tidak wajib, melainkan hanya sunat, karena berdasarkan sebuah hadis yang mengatakan:


"لَيْسَ فِي الْمَالِ حَقٌّ سِوَى الزَّكَاةِ"


Tiada pada harta suatu hak selain dari zakat. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan pula bahwa Rasulullah Saw. pernah berkurban untuk umatnya, karena itulah maka kewajiban berkurban atas mereka gugur.

Abu Suraihah mengatakan bahwa dia bertetangga dengan Abu Bakar dan Umar, ternyata keduanya tidak ber­kurban karena khawatir perbuatannya itu akan diikuti oleh orang-orang. Sebagian ulama mengatakan, kurban hukumnya

sunat kifayah. Dengan kata lain, apabila ada seseorang dari penduduk suatu kampung atau suatu kota melakukannya, maka gugurlah kesunatan berkurban dari yang lainnya, karena tujuan dari kurban itu adalah menampakkan syiar.

Imam Ahmad dan ahlus sunan dan Imam Turmuzi telah meriwayat­kan sebuah hadis yang dinilainya hasan, dari Muhannif ibnu Sulaim, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda sewaktu di Arafah,


"عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحَاةٌ وعَتِيرة، هَلْ تَدْرُونَ مَا الْعَتِيرَةُ؟ هِيَ الَّتِي تَدْعُونَهَا الرَّجبية"


"Dianjurkan bagi tiap-tiap ahli bait melakukan kurban dan 'atirah setiap tahunnya. Tahukah kalian, apakah 'atirah itu? 'Atirah ialah apa yang kalian kenal dengan sebutan rajbiyyah. Sanad hadis ini masih diragukan kesahihannya.

Abu Ayyub telah mengatakan bahwa ada seorang lelaki di masa Rasulullah Saw. berkurban dengan seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya. Lalu mereka memakan sebagiannya dan memberikan sebagian lainnya sehingga

orang-orang kelihatan cerah dan gembira seperti yang kamu lihat sendiri. Diriwayatkan oleh Imam Turmuzi yang menilainya sahih, dan juga oleh Ibnu Majah. Disebutkan bahwa Abdullah ibnu Hisyam mengurbankan seekor kambing

sebagai kurban seluruh keluarganya. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.Mengenai usia hewan kurban, disebutkan di dalam riwayat Imam Muslim melalui Jabir, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّة، إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ، فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ"


Janganlah kalian menyembelih selain hewan musinnah. Terkecuali jika kalian sulit mendapatkannya, maka sembelihlah kambing jaz'ah.Berangkat dari pengertian hadis ini Az-Zuhri berpendapat bahwa mengurbankan hewan jaz'ah tidak cukup.

Berbeda dengan Auza'i yang berpendapat bahwa hewan jaz'ah. dari semua jenis cukup untuk dijadikan kurban. Kedua pendapat tersebut dinilai garib, karena pendapat yang dikatakan oleh jumhur ulama menyebutkan bahwa

sesungguhnya kurban itu cukup dengan unta, sapi, dan kambing ma'izsaniyyah, atau kambing da'n yang jaz'ah.. Unta sanyu ialah unta yang telah berusia lima tahun masuk enam tahun, sapi sanyu ialah yang berusia dua tahun

masuk tiga tahun, dan menurut pendapat yang lain yaitu telah berusia tiga tahun masuk empat tahun. Ma'iz sanyu ialah kambing benggala yang telah berusia dua tahun. Kambing da'n yang jaz'ah. ialah kambing yang telah berusia satu tahun.

Menurut pendapat lain berusia sepuluh bulan, menurut pendapat yang lainnya delapan bulan, dan menurut pendapat lainnya lagi enam bulan. Pendapat terakhir ini merupakan pendapat yang paling minim di antara pendapat lainnya.

Sedangkan kurang dari enam bulan, maka kambing masih tergolong cempe (anak kambing). Perbedaan di antara cempe dan kambing yang dewasa ialah: kalau cempe bulu punggungnya berdiri, sedangkan kambing dewasa tertidur dan telah terbelah menjadi dua bagian.

Surat Al-Hajj |22:38|

إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ

innalloha yudaafi'u 'anillażiina aamanuuu, innalloha laa yuḥibbu kulla khowwaaning kafuur

Sesungguhnya Allah membela orang yang beriman. Sungguh, Allah tidak menyukai setiap orang yang berkhianat dan kufur nikmat.

Indeed, Allah defends those who have believed. Indeed, Allah does not like everyone treacherous and ungrateful.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman) daripada perbuatan-perbuatan kaum musyrikin. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat)

di dalam amanat yang dititipkan kepadanya (lagi mengingkari nikmat) ingkar terhadap nikmat-nikmat-Nya; mereka adalah orang-orang musyrik. Makna ayat ini ialah bahwa Allah akan mengazab mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hajj | 22 : 38 |

Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia selalu membela hamba-hamba-Nya yang bertawakal kepada-Nya dan bertobat kepada-Nya dari kejahatan orang-orang yang jahat dan dari tipu muslihat orang-orang yang durhaka.

Allah juga memelihara mereka, menjaga dan menolong mereka, seperti yang disebutkan dalam ayat lain yang mengatakan:


{أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ}


Bukankah Allah cukup'untuk melindungi hamba-hamba-Nya. (Az-Zumar: 36)


{وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا}


Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah me­laksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Ath-Thalaq: 3). Adapun firman Allah Swt.:


{إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ}


Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat. (Al-Hajj: 38) Artinya, Allah tidak menyukai hamba-hamba-Nya yang bersifat seperti itu, yakni sifat khianat terhadap perjanjian

dan sumpahnya dan tidak memenuhi apa yang dijanjikannya. Sifat lainnya yang tidak disukai oleh Allah pada hamba-hamba-Nya ialah ingkar terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, yaitu tidak mau mengakuinya.