Juz 18
Surat An-Nur |24:33|
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَالَّذِينَ يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا ۖ وَآتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ ۚ وَلَا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَمَنْ يُكْرِهْهُنَّ فَإِنَّ اللَّهَ مِنْ بَعْدِ إِكْرَاهِهِنَّ غَفُورٌ رَحِيمٌ
walyasta'fifillażiina laa yajiduuna nikaaḥan ḥattaa yughniyahumullohu min fadhlih, wallażiina yabtaghuunal-kitaaba mimmaa malakat aimaanukum fa kaatibuuhum in 'alimtum fiihim khoirow wa aatuuhum mim maalillaahillażiii aataakum, wa laa tukrihuu fatayaatikum 'alal-bighooo`i in arodna taḥashshunal litabtaghuu 'arodhol ḥayaatid-dun-yaa, wa may yukrihhunna fa innalloha mim ba'di ikroohihinna ghofuurur roḥiim
Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barang siapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa.
But let them who find not [the means for] marriage abstain [from sexual relations] until Allah enriches them from His bounty. And those who seek a contract [for eventual emancipation] from among whom your right hands possess - then make a contract with them if you know there is within them goodness and give them from the wealth of Allah which He has given you. And do not compel your slave girls to prostitution, if they desire chastity, to seek [thereby] the temporary interests of worldly life. And if someone should compel them, then indeed, Allah is [to them], after their compulsion, Forgiving and Merciful.
(Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesuciannya) maksudnya mereka yang tidak mempunyai mahar dan nafkah untuk kawin,
hendaklah mereka memelihara kesuciannya dari perbuatan zina (sehingga Allah memampukan mereka) memberikan kemudahan kepada mereka (dengan karunia-Nya)
hingga mereka mampu kawin. (Dan orang-orang yang menginginkan perjanjian) lafal Al Kitaaba bermakna Al Mukaatabah, yaitu perjanjian untuk memerdekakan diri
(di antara budak-budak yang kalian miliki) baik hamba sahaya laki-laki maupun perempuan (maka hendaklah kalian buat perjanjian dengan mereka jika kalian mengetahui ada kebaikan pada mereka)
artinya dapat dipercaya dan memiliki kemampuan untuk berusaha yang hasilnya kelak dapat membayar perjanjian kemerdekaan dirinya. Shighat atau teks perjanjian ini,
misalnya seorang pemilik budak berkata kepada budaknya, "Aku memukatabahkan kamu dengan imbalan dua ribu dirham, selama jangka waktu dua bulan. Jika kamu mampu membayarnya,
berarti kamu menjadi orang yang merdeka." Kemudian budak yang bersangkutan menjawab, "Saya menyanggupi dan mau menerimanya" (dan berikanlah kepada mereka)
perintah di sini ditujukan kepada para pemilik budak (sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepada kalian) berupa apa-apa yang dapat membantu mereka
untuk menunaikan apa yang mereka harus bayarkan kepada kalian. Di dalam lafal Al-Iitaa terkandung pengertian meringankan sebagian dari apa yang harus mereka bayarkan kepada kalian,
yaitu dengan menganggapnya lunas. (Dan janganlah kalian paksakan budak-budak wanita kalian) yaitu sahaya wanita milik kalian (untuk melakukan pelacuran) berbuat zina
(sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian) memelihara kehormatannya dari perbuatan zina. Adanya keinginan untuk memelihara kehormatan inilah yang menyebabkan dilarang memaksa,
sedangkan syarath di sini tidak berfungsi sebagaimana mestinya lagi (karena kalian hendak mencari) melalui paksaan itu (keuntungan duniawi)
ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah bin Ubay, karena dia memaksakan hamba-hamba sahaya perempuannya untuk berpraktek sebagai pelacur demi mencari keuntungan bagi dirinya.
(Dan barang siapa memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah kepada mereka yang telah dipaksa itu adalah Maha Pengampun) (lagi Maha Penyayang).
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 33 |
Penjelasan ada di ayat 32
Surat An-Nur |24:34|
وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ آيَاتٍ مُبَيِّنَاتٍ وَمَثَلًا مِنَ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ
wa laqod anzalnaaa ilaikum aayaatim mubayyinaatiw wa maṡalam minallażiina kholau ming qoblikum wa mau'izhotal lil-muttaqiin
Dan sungguh, Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penjelasan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan sebagai pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
And We have certainly sent down to you distinct verses and examples from those who passed on before you and an admonition for those who fear Allah.
(Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian ayat-ayat yang memberi penerangan) dapat dibaca Mubayyanatin dan Mubayyinatin. Artinya,
telah dijelaskan di dalamnya hal-hal yang telah disebutkan tadi (dan contoh-contoh) yakni berita yang aneh, yaitu berita tentang Siti Aisyah (dari orang-orang yang terdahulu sebelum kalian)
maksudnya sama jenisnya dengan berita-berita mereka dalam hal keanehannya, seperti kisah mengenai Nabi Yusuf dan Siti Maryam (dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa)
yaitu dalam firman-Nya, "Dan janganlah belas kasihan kalian kepada keduanya mencegah kalian untuk menjalankan agama (hukum) Allah." (Q.S. An-Nur, 2) dan firman-Nya,
"Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong itu orang-orang Mukmin dan Mukminat tidak berprasangka baik". (Q.S. An-Nur, 12). Dan firman-Nya,
"Dan mengapa kalian tidak berkata di waktu mendengar berita bohong itu..." (Q.S. An-Nur, 16). Dan firman-Nya, "Allah memperingatkan kalian agar jangan kembali memperbuat yang seperti itu..." (Q.S. An-Nur, 17).
Dalam ayat ini orang-orang yang bertakwa disebutkan secara khusus mengingat hanya merekalah yang dapat mengambil manfaat dari pelajaran yang terkandung di dalamnya.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 34 |
Penjelasan ada di ayat 32
Surat An-Nur |24:35|
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ ۖ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
allohu nuurus-samaawaati wal-ardh, maṡalu nuurihii kamisykaatin fiihaa mishbaaḥ, al-mishbaaḥu fii zujaajah, az-zujaajatu ka`annahaa kaukabun durriyyuy yuuqodu min syajarotim mubaarokatin zaituunatil laa syarqiyyatiw wa laa ghorbiyyatiy yakaadu zaituhaa yudhiii`u walau lam tamsas-hu naar, nuurun 'alaa nuur, yahdillaahu linuurihii may yasyaaa`, wa yadhribullohul-amṡaala lin-naas, wallohu bikulli syai`in 'aliim
Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti sebuah lubang yang tidak tembus yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca, (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Allah is the Light of the heavens and the earth. The example of His light is like a niche within which is a lamp, the lamp is within glass, the glass as if it were a pearly [white] star lit from [the oil of] a blessed olive tree, neither of the east nor of the west, whose oil would almost glow even if untouched by fire. Light upon light. Allah guides to His light whom He wills. And Allah presents examples for the people, and Allah is Knowing of all things.
(Allah cahaya langit dan bumi) yakni pemberi cahaya langit dan bumi dengan matahari dan bulan. (Perumpamaan cahaya Allah) sifat cahaya Allah di dalam kalbu orang Mukmin
(adalah seperti misykat yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca) yang dinamakan lampu lentera atau Qandil. Yang dimaksud Al Mishbah adalah lampu atau sumbu yang dinyalakan.
Sedangkan Al Misykaat artinya sebuah lubang yang tidak tembus. Sedangkan pengertian pelita di dalam kaca, maksudnya lampu tersebut berada di dalamnya (kaca itu seakan-akan)
cahaya yang terpancar darinya (bintang yang bercahaya seperti mutiara) kalau dibaca Diriyyun atau Duriyyun berarti berasal dari kata Ad Dar'u yang artinya menolak atau menyingkirkan,
dikatakan demikian karena dapat mengusir kegelapan, maksudnya bercahaya. Jika dibaca Durriyyun dengan mentasydidkan huruf Ra, berarti mutiara, maksudnya cahayanya seperti mutiara
(yang dinyalakan) kalau dibaca Tawaqqada dalam bentuk Fi'il Madhi, artinya lampu itu menyala. Menurut suatu qiraat dibaca dalam bentuk Fi'il Mudhari' yaitu Tuuqidu,
menurut qiraat lainnya dibaca Yuuqadu, dan menurut qiraat yang lainnya lagi dapat dibaca Tuuqadu, artinya kaca itu seolah-olah dinyalakan (dengan) minyak
(dari pohon yang banyak berkahnya, yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah Timur dan pula tidak di sebelah Barat) akan tetapi tumbuh di antara keduanya,
sehingga tidak terkena panas atau dingin yang dapat merusaknya (yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api) mengingat jernihnya minyak itu.
(Cahaya) yang disebabkannya (di atas cahaya) api dari pelita itu. Makna yang dimaksud dengan cahaya Allah adalah petunjuk-Nya kepada orang Mukmin, maksudnya hal itu adalah cahaya di atas cahaya iman
(Allah membimbing kepada cahaya-Nya) yaitu kepada agama Islam (siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat) yakni menjelaskan (perumpamaan-perumpamaan bagi manusia)
supaya dapat dicerna oleh pemahaman mereka, kemudian supaya mereka mengambil pelajaran daripadanya, sehingga mereka mau beriman
(dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) antara lain ialah membuat perumpamaan-perumpamaan ini.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 35 |
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. (An-Nur: 35) Yakni Pemberi petunjuk kepada penduduk langit dan bumi. Ibnu Juraij
mengatakan bahwa Mujahid dan Ibnu Abbas telah meriwayatkan sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. (An-Nur: 35) Yaitu Yang mengatur urusan yang ada pada keduanya,
bintang-bintangnya, mataharinya, dan bulannya.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Umar ibnu Khalid Ar-Ruqi, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Rasyid, dari Furqud, dari Anas ibnu Malik
yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah berfirman, "Cahaya-Ku adalah petunjuk." Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b sehubungan
dengan makna firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah. (An-Nur: 35) Bahwa yang dimaksud adalah orang mukmin yang Allah telah menjadikan iman dan Al-Qur'an tertanam di dadanya.
Maka Allah membuat perumpamaannya melalui firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. (An-Nur: 35) Allah memulainya dengan menyebut cahaya-Nya sendiri, kemudian menyebut cahaya orang mukmin.
Untuk itu Allah berfirman, "Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada-Nya." Perawi mengatakan bahwa Ubay ibnu Ka'b membaca ayat ini dengan bacaan berikut, "Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada-Nya,"
dia adalah orang mukmin tertanam di dadanya iman dan Al-Qur'an. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Sa'id ibnu Jubair dan Qais ibnu Sa'd, dari Ibnu Abbas, bahwa dia membacanya dengan bacaan ini, yaitu: "Perumpamaan cahaya
orang yang beriman kepada Allah." Sebagian ulama ada yang membacanya, "Allah Pemberi cahaya langit dan bumi." Diriwayatkan dari Ad-Dahhak sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
(An-Nur: 35); Juga dari As-Saddi sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. (An-Nur: 35) Yakni dengan cahaya-Nya, maka teranglah langit dan bumi.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab As-Sirah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. ketika disakiti oleh penduduk Taif mengucapkan dalam doanya:
"أُعُوذُ بِنُورِ وَجْهِكَ الَّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظُّلُمَاتُ، وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، أَنْ يَحِلَّ بِيَ غَضبك أَوْ يَنْزِلَ بِي سَخَطُك، لَكَ الْعُتْبَى حَتَّى تَرْضَى، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِكَ"
Aku berlindung kepada cahaya Zat-Mu yang menyinari semua kegelapan, dan membuat baik urusan dunia dan akhirat, janganlah Engkau timpakan kepadaku murka-Mu, hanya kepada Engkaulah kami mengadrt hingga Engkau rida.
Dan tiada daya upaya serta tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah Saw. apabila bangun mengerjakan salatul lail-nya, beliau mengucapkan doa berikut:
"اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ، أَنْتَ قَيّم السموات وَالْأَرْضِ وَمِنْ فِيهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ، أَنْتَ نُورُ السموات وَالْأَرْضِ وَمِنْ فِيهِنَّ"
Ya Allah, Engkaulah segala puji, Engkau adalah Cahaya langit dan bumi serta semua makhluk yang ada pada keduanya. Dan hanya bagi Engkaulah segala puji; Engkau adalah Yang Maha Mengatur langit dan bumi serta semua makhluk
yang ada padanya.Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas'ud, bahwa ia pernah mengatakan, "Sesungguhnya di sisi Tuhan kalian tidak ada malam dan tidak pula siang, cahaya 'Arasy adalah berasal dari cahaya Zat-Nya." Firman Allah Swt.:
{مَثَلُ نُورِهِ}
Perumpamaan cahaya Allah. (An-Nur: 35) Mengenai rujukan damir ini ada dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa damir Nurihi kembali kepada Allah Swt. sebagai tamsil yang menggambarkan hidayah Allah
di dalam kalbu orang mukmin adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas.Pendapat kedua, damir itu kembali kepada orang mukmin karena tersimpulkan dari konteks ayat.
Bentuk lengkapnya ialah, "Perumpamaan cahaya orang mukmin yang ada di dalam kalbunya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus." Maka kalbu orang mukmin yang telah tertanam di dalamnya keimanan dan Al-Qur'an
yang diterimanya sesuai dengan fitrah dalam dirinya, seperti yang diungkapkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَفَمَنْ كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّهِ وَيَتْلُوهُ شَاهِدٌ مِنْهُ}
Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang ada mempunyai bukti nyata (Al-Qur'an) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah. (Hud: 17) diserupakan dalam hal kejernihannya dengan lentera
yang terbuat dari kaca yang tembus pandang lagi berkilauan. Sedangkan hidayah yang diterimanya dari Al-Qur'an dan syariat agama diserupakan dengan minyaknya yang baik, jernih, bercahaya, dan sesuai; tiada kekeruhan padanya,
tiada pula penyimpangan. Firman Allah Swt.:
{كَمِشْكَاةٍ}
seperti sebuah lubang yang tak tembus. (An-Nur: 35) Ibnu Abbas, Mujahid, Muhammad ibnu Ka'b, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan misykat ialah tempat lentera; ini menurut pendapat yang terkenal. Karena itu, disebutkan sesudahnya:
{فِيهَا مِصْبَاحٌ}
yang di dalamnya ada pelita besar. (An-Nur: 35) Yakni pelita yang menyala. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus yang di dalamnya ada pelita besar. (An-Nur: 35) Ketika orang-orang Yahudi berkata kepada Nabi Muhammad Saw.; "Bagaimanakah cahaya Allah dapat menembus dari balik langit?"
Maka Allah membuat perumpamaan bagi cahaya-Nya itu melalui firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus. (An-Nur: 35) Yang dimaksud
dengan misykat ialah lubang yang ada di tembok rumah (tetapi tidak tembus, digunakan untuk tempat lentera). Ibnu Abbas mengatakan bahwa ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan ketaatan kepada-Nya.
Allah menamakan ketaatan kepada-Nya sebagai cahaya, kemudian memisalkannya pula dengan jenis-jenis yang lain.Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa misykat adalah lubang (menurut bahasa Habsyah).
Sebagian dari mereka menambahkan bahwa misykat adalah lubang yang tak tembus. Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa misykat ialah besi gantungan lampu besar. Tetapi pendapat yang pertamalah yang paling utama, yaitu yang mengatakan
bahwa misykat adalah tempat lampu. Karena itulah disebutkan sesudahnya: yang di dalamnya ada pelita besar. (An-Nur: 35) Yakni cahaya yang ada dalam lampu itu. Ubay ibnu Ka'b mengatakan bahwa yang dimaksud dengan misbah ialah
cahaya, ini merupakan perumpamaan bagi Al-Qur'an dan iman yang ada di dalam dada orang mukmin. As-Saddi mengatakan, yang dimaksud dengan misbah ialah lentera.
{الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ}
Pelita itu di dalam kaca. (An-Nur: 35) Yakni cahaya itu terpancarkan dari balik kaca yang jernih. Ubay ibnu Ka'b dan lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ini merupakan perumpamaan bagi kalbu orang mukmin.
{الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ}
(dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya). (An-Nur: 35) Sebagian ulama membacanya durrin tanpa memakai hamzah; berasal dari ad-durr, yakni seakan-akan kaca itu adalah bintang permata yang bercahaya.
Sedangkan ulama lainnya membacanya dir'an atau dur'un, berasal dari dur'un yang artinya terdorong. Demikian itu karena bintang bila terlemparkan, maka cahayanya sangat terang melebihi saat diamnya. Dan orang-orang Arab
menamakan bintang yang tidak dikenal dengan sebutan darari. Ubay ibnu Ka'b mengatakan, makna yang dimaksud ialah bintang yang bercahaya terang. Sedangkan menurut Qatadah, makna yang dimaksud ialah bintang
yang terang jelas lagi besar.
{يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ}
yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya. (An-Nur: 35) Yakni bahan bakarnya dari minyak zaitun, yang merupakan pohon yang banyak berkahnya.
{زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلا غَرْبِيَّةٍ}
(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An-Nur: 35)Lafaz zaitunah berkedudukan sebagai badal atau 'ataf bayan. Yakni pohon zaitun tersebut tumbuh
bukan di belahan timurnya yang akibatnya sinar mentari pagi tidak dapat sampai kepadanya, tidak pula tumbuh di belahan baratnya yang akibatnya ada bagian darinya yang tidak terkena sinar mentari di saat matahari condong ke arah barat.
Akan tetapi, ia tumbuh di daerah pertengahan yang selalu terkena sinar mentari sejak pagi hari sampai petang hari, sehingga minyak yang dihasilkannya jernih, baik dan berkilauan.Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Ammar yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Qais, dari Sammak ibnu Harb, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An-Nur: 35) Yaitu pohon zaitun yang ada di padang sahara dalam keadaan tidak tertutupi
oleh naungan pohon lainnya, tidak tertutupi oleh gunung, tidak pula berada di dalam gua. Pendek kata, pohon itu tidak tertutupi oleh sesuatu pun. Maka pohon sejenis ini menghasilkan minyak yang paling baik.Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan
telah meriwayatkan dari Imran ibnu Jarir, dari Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya: yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An-Nur: 35) Yakni pohon zaitun yang tumbuh di padang sahara.
Pohon seperti ini menghasilkan minyak yang jernih.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami AbuNa'im, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Farukh, dari Habib ibnuz Zubair,
dari Ikrimah, bahwa ia pernah ditanya oleh seseorang tentang makna firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An-Nur: 35) Ikrimah menjawab bahwa pohon tersebut
adalah pohon zaitun yang ada di padang sahara; apabila mentari terbit, sinarnya langsung menerpanya; dan apabila tenggelam, terkena pula sinarnya sebelum tenggelam. Maka pohon zaitun ini menghasilkan minyak yang paling jernih.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An-Nur: 35) Maksudnya, tidak terletak di sebelah timur yang akibatnya
tidak terkena sinar mentari di saat tenggelamnya, tidak pula terletak di sebelah barat yang akibatnya tidak terkena sinar mentari di saat terbitnya. Tetapi pohon ini terletak di antara arah timur dan arah barat, karenanya ia selalu terkena
sinar mentari, baik di pagi hari maupun di petang hari saat matahari akan tenggelam. Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula)
di sebelah barat (nya), yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi. (An-Nur: 35) Yakni minyak yang terbaik. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa apabila mentari terbit, maka sinarnya langsung mengenai pohon itu dari arah timur;
dan apabila mentari akan tenggelam, maka sinarnya mengenainya pula. Sinar mentari selalu mengenainya, baik di pagi hari maupun di petang hari. Yang demikian itu berarti pohon ini terletak bukan di sebelah timur, bukan pula di sebelah barat.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An-Nur: 35) Yaitu bukan terletak di sebelah timur sekali,
bukan pula terletak di sebelah barat sekali, tetapi ia terletak di puncak bukit atau di tengah padang sahara yang selalu terkena sinar mentari sepanjang harinya. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud oleh firman-Nya:
(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An-Nur: 35) Bahwa pohon itu berada di tengah-tengah pepohonan lainnya sehingga ia tidak tampak dari sebelah timur,
tidak pula dari sebelah barat.Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak disebelah timur
sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat (nya). (An-Nur: 35) Pohon tersebut hijau lagi lembut karena tidak terkena sinar mentari sama sekali, baik di saat mentari terbit maupun di saat tenggelam. Demikian pula keadaan orang mukmin
yang sesungguhnya, ia terlindungi dari fitnah apa pun, dan adakalanya ia diuji oleh fitnah, tetapi Allah meneguhkan hatinya sehingga tidak tergoda. Dia adalah seorang mukmin yang memiliki empat perangai, yaitu; Apabila bicara, benar.
Apabila memutuskan hukum, adil. Apabila dicoba, sabar. Dan apabila diberi, bersyukur. Perihal dia di antara umat manusia lainnya sama dengan seorang lelaki hidup yang berjalan di antara orang-orang yang mati.Ibnu Abu Hatim mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Musaddad yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id Ibnu Jubair sehubungan dengan makna
firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An-Nur: 35) Bahwa pohon ini tidak terkena sinar mentari, baik dari arah timur maupun dari arah barat,
karena ia terletak di tengah-tengah pepohonan lainnya. Atiyyah Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An-Nur: 35)
Yakni pohon zaitun yang berada di suatu tempat, yang bayangan buahnya terlihat pada dedaunannya. Jenis pohon ini tidak terkena sinar mentari di saat terbit dan tenggelamnya.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman Ad-Dusytuki, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Qais, dari Ata, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna
firman-Nya: yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An-Nur: 35) Yakni bukan di sebelah timur yang dekat dengan sebelah barat, bukan pula di sebelah barat yang dekat dengan sebelah timur,
tetapi ia terletak di antara keduanya.Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An-Nur: 35) Maksudnya,
pohon yang tumbuh di daerah pedalaman.Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak pula di sebelah barat(nya). (An-Nur: 35) Yakni tumbuh di negeri Syam.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa seandainya pohon ini ada di bumi, tentulah ia terletak di sebelah timur atau di sebelah baratnya, tetapi hal ini merupakan perumpamaan yang di buat oleh Allah untuk menggambarkan tentang cahaya-Nya.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya. (An-Nur: 35) Yakni laki-laki yang saleh. (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh
tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak pula di sebelah barat(nya). (An-Nur: 35) Yaitu bukan orang Yahudi, bukan pula orang Nasrani. Pendapat yang paling utama di antara semua pendapat yang ada adalah pendapat yang pertama.
Yakni pendapat yang mengatakan bahwa pohon zaitun tersebut tumbuh di tempat yang luas dan kelihatan menonjol, selalu terkena sinar mentari sejak pagi sampai petang. Yang demikian itu akan menghasilkan minyak yang paling jernih
dan paling lembut, seperti yang dikatakan oleh banyak orang dari kalangan orang-orang terdahulu. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya:
{يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ}
yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. (An-Nur: 35) Menurut Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, makna yang dimaksud ialah minyak itu seakan-akan menyala karena jernih dan cemerlangnya. Firman Allah Swt.:
{نُورٌ عَلَى نُورٍ}
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). (An-Nur: 35) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah menggambarkan tentang iman seorang hamba dan amalnya. Mujahid mengatakan —demikian juga As-Saddi
— bahwa makna yang dimaksud ialah cahaya api dan cahaya minyak zaitun. Ubay ibnu Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). (An-Nur: 35) Orang mukmin bergelimang
di dalam lima nur (cahaya); ucapannya adalah cahaya, amal perbuatannya adalah cahaya, tempat masuknya adalah cahaya, tempat keluarnya adalah cahaya, dan tempat kembalinya ialah ke dalam surga kelak di hari kiamat
dengan diterangi oleh cahaya. Syamr ibnu Atiyyah telah mengatakan bahwa Ibnu Abbas datang kepada Ka'bul Ahbar, lalu berkata, "Ceritakanlah kepadaku tentang makna firman-Nya: 'Yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi,
walaupun tidak disentuh api.' (An-Nur: 35)" Ka'bul Ahbar mengatakan bahwa hampir-hampir Muhammad Saw. jelas di mata orang-orang, sekalipun dia tidak mengucapkan bahwa dirinya seorang nabi, sebagaimana minyak itu
hampir-hampir menerangi (sekalipun tidak disentuh api). As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). (An-Nur: 35) Yakni cahaya api dan cahaya minyak,
saat bertemu kedua-duanya menerangi, masing-masing tidak dapat menerangi tanpa yang lainnya. Demikian pula cahaya Al-Qur'an dan cahaya iman; manakala keduanya bertemu, maka masing-masing dari keduanya tidak akan ada kecuali
dengan keberadaan yang lainnya. Firman Allah Swt.:
{يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ}
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki. (An-Nur: 35) Yakni Allah membimbing ke jalan petunjuk siapa yang Dia pilih, seperti yang disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْفَزَارِيُّ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي رَبِيعَةُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ [بْنِ] الدَّيْلَمِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ خَلْقَهُ فِي ظُلْمَةٍ، ثُمَّ أَلْقَى عَلَيْهِمْ مِنْ نُورِهِ يَوْمَئِذٍ، فَمَنْ أَصَابَ يَوْمَئِذٍ مِنْ نُورِهِ اهْتَدَى، وَمَنْ أَخْطَأَهُ ضَلَّ. فَلِذَلِكَ أَقُولُ: جفَّ الْقَلَمُ عَلَى عِلْمِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Rabi'ah ibnu Yazid,
dari Abdullah Ad-Dailami, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan, kemudian melemparkan kepada mereka sebagian
dari cahaya-Nya pada hari itu. Maka barang siapa yang terkena sebagian dari cahaya-Nya, tentulah ia mendapat petunjuk; dan barang siapa yang luput dari cahaya-Nya, sesatlah dia. Untuk itulah saya ucapkan, "Keringlah pena
(dalam mencatat) ilmu Allah Swt." Menurut jalur lain yang bersumber dari Abdullah ibnu Amr, Al-Bazzar telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Suwaid, dari Yahya ibnu Abu Amr Asy-Syaibani, dari ayahnya,
dari Abdullah ibnu Amr, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ خَلْقَهُ فِي ظُلْمَةٍ، فَأَلْقَى عَلَيْهِمْ نُورًا مِنْ نُورِهِ، فَمَنْ أَصَابَهُ مِنْ ذَلِكَ النُّورِ اهْتَدَى، وَمَنْ أَخْطَأَهُ ضَلَّ
Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan, lalu melemparkan kepada mereka suatu cahaya dari cahaya-Nya. Maka barang siapa yang terkena cahaya itu, ia mendapat petunjuk; dan barang siapa yang luput darinya,
maka sesatlah ia. Al-Bazzar telah meriwayatkannya pula melalui Abdullah ibnu Amr, dari jalur lain dengan lafaz dan teks yang sama. Firman Allah Swt.:
{وَيَضْرِبُ اللَّهُ الأمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}
dan Allah memperbuat perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nur: 35) Setelah menuturkan hal tersebut sebagai perumpamaan bagi cahaya petunjuk-Nya di dalam kalbu orang mukmin, maka Allah Swt.
menutup ayat ini dengan firman-Nya: dan Allah memperbuat perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nur: 35) Yakni Dia Maha Mengetahui tentang siapa yang berhak mendapat petunjuk
dan siapa yang berhak mendapat kesesatan.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ -يَعْنِي شَيْبَانَ -، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة، عَنْ أَبِي البَخْتَري، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْقُلُوبُ أَرْبَعَةٌ: قَلْبٌ أَجْرَدُ فِيهِ مِثْلُ السِّرَاجِ يُزهرُ، وَقَلْبٌ أَغْلَفُ مَرْبُوطٌ عَلَى غِلَافِهِ، وَقَلْبٌ مَنْكُوسٌ، وَقَلْبٌ مُصْفَح: فَأَمَّا الْقَلْبُ الْأَجْرَدُ فَقَلْبُ الْمُؤْمِنِ، سِرَاجُهُ فِيهِ نُورُهُ. وَأَمَّا الْقَلْبُ الْأَغْلَفُ فَقَلْبُ الْكَافِرِ. وَأَمَّا الْقَلْبُ الْمَنْكُوسُ فَقَلْبُ [الْمُنَافِقِ] عَرَفَ ثُمَّ أَنْكَرَ. وَأَمَّا الْقَلْبُ المُصْفَح فَقَلْبٌ فِيهِ إِيمَانٌ وَنِفَاقٌ، وَمَثَلُ الْإِيمَانِ فِيهِ كَمَثَلِ الْبَقْلَةِ يَمُدّها الْمَاءُ الطَّيِّبُ، وَمَثَلُ النِّفَاقِ فِيهِ كَمَثَلِ القُرحة يَمُدَّها الْقَيْحُ وَالدَّمُ، فَأَيُّ الْمَدَّتَيْنِ غَلَبَتْ عَلَى الْأُخْرَى غَلَبَتْ عَلَيْهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Syaiban, dari Lais, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi, dari Abu Sa'id Al-Khudri
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kalbu itu ada empat macam, yaitu kalbu yang bersih, di dalamnya terdapat sesuatu seperti pelita yang berkilauan; kalbu yang terkunci, dalam keadaan tertutup rapat oleh pelapisnya;
kalbu yang terbalik, dan kalbu yang terlapisi. Adapun kalbu yang bersih ia adalah kalbu orang mukmin yang di dalamnya terdapat lentera yang meneranginya. Adapun kalbu yang terkunci, maka ia adalah kalbu orang kafir.
Adapun kalbu yang terbalik, ia adalah kalbu orang munafik; ia mengetahui (kebenaran), kemudian mengingkarinya. Adapun kalbu yang terlapisi, maka ia adalah kalbu yang mengandung iman dan kemunafikan. Perumpamaan iman
di dalam kalbu sama dengan sayuran yang disirami dengan air bersih, dan perumpamaan nifak (sifat munafik) di dalam kalbu sama dengan luka yang disuplai oleh darah dan nanah; maka mana pun di antara keduanya mengalahkan yang lain,
berarti dialah yang menang. Sanad hadis berpredikat jayyid, tetapi mereka (ashabus sunan) tidak mengetengahkannya.
Surat An-Nur |24:36|
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
fii buyuutin ażinallohu an turfa'a wa yużkaro fiihasmuhuu yusabbiḥu lahuu fiihaa bil-ghuduwwi wal-aashool
(Cahaya itu) di rumah-rumah yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang,
[Such niches are] in mosques which Allah has ordered to be raised and that His name be mentioned therein; exalting Him within them in the morning and the evenings
(Di rumah-rumah Allah) maksudnya mesjid-mesjid, lafal Fii Buyuutin berta'alluq kepada lafal Yusabbihu yang akan disebutkan nanti. (Yang Allah telah memerintahkan supaya dimuliakan)
yakni diagungkan (dan disebut nama-Nya di dalamnya) dengan mentauhidkan-Nya (bertasbihlah) dapat dibaca Yusabbahu artinya dibacakan tasbih dalam sholat.
Dapat pula dibaca Yusabbihu, artinya membaca tasbih dalam sholat (kepada Allah di dalamnya, pada waktu pagi) lafal Al-Ghuduwwi adalah Mashdar yang maknanya Al-Ghadwaati,
artinya pagi hari (dan waktu petang) waktu sore sesudah matahari tergelincir.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 36 |
Tafsir ayat 36-38
Setelah membuat misal tentang kalbu orang mukmin dan menjelaskan tentang hidayah dan ilmu yang terkandung di dalamnya, yang semuanya itu diumpamakan dengan lentera yang berada di dalam kaca yang jernih,
sedangkan bahan bakarnya adalah minyak yang baik. Yang hal tersebut dapat diserupakan dengan lentera besar. Kemudian Allah menyebutkan tentang tempatnya yang layak, yaitu masjid-masjid. Masjid-masjid merupakan bagian
dari kawasan bumi yang paling disukai oleh Allah Swt. Masjid-masjid merupakan rumah-rumah Allah yang di dalamnya Dia disembah dan diesakan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ}
Di dalam masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan. (An-Nur: 36) Yakni telah diperintahkan oleh Allah agar dirawat dan dibersihkan dari kekotoran, omongan yang tidak ada gunanya, juga semua perbuatan
yang tidak layak bagi kesuciannya. Demikianlah menurut apa yang telah dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini: Di dalam masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan. (An-Nur: 36)
Allah melarang dilakukan percakapan yang tidak ada gunanya di dalam masjid-masjid. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Abu Saleh, Ad-Dahhak, Nafi' ibnu Jubair, Abu Bakar ibnu Sulaiman ibnu Abu Khaisamah,
dan Sufyan ibnu Husain serta lain-lainnya dari kalangan ulama tafsir.Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan buyut (rumah-rumah) yang termaktub dalam ayat adalah masjid-masjid ini yang Allah Swt. memerintahkan agar dibangun,
diramaikan, dimuliakan, dan disucikan. Telah diriwayatkan kepada kami, Ka'b pernah mengatakan bahwa termaktub di dalam kitab Taurat, "Sesungguhnya rumah-rumah-Ku di bumi ini adalah masjid-masjid. Dan sesungguhnya barang siapa
yang berwudu dengan baik, lalu mengunjungi-Ku di rumah (masjid)-Ku, Aku akan menghormatinya, dan sudah merupakan suatu keharusan bagi orang yang dikunjungi untuk menghormati orang yang mengunjunginya." Diriwayatkan
oleh Abdur Rahman ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya.Mengenai masalah membangun masjid-masjid, menghormatinya, memuliakannya, dan memberinya wewangian serta dupa, banyak disebutkan oleh hadis-hadis. Pembahasan
mengenai hal ini ditulis secara terpisah, dan saya telah menulis pembahasan mengenainya dalam suatu juz secara rinci; segala puji bagi Allah dan semua karunia dari-Nya. Dan dengan pertolongan dari Allah akan kami kemukakan
beberapa petikan dari kandungan kitab tersebut, seperti yang disebutkan berikut: Diriwayatkan dari Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ، بَنَى اللَّهُ لَهُ مَثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ".
Barang siapa yang membangun masjid karena mengharapkan rida Allah, maka Allah akan membangunkan untuknya hal yang semisal di dalam surga. Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih masing-masing.
Telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah melalui Umar ibnul Khattab r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يُذْكَرُ فِيهِ اسْمُ اللَّهِ، بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ"
Barang siapa yang membangun sebuah masjid yang di dalamnya disebut-sebut nama Allah, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di dalam surga.Dalam kitab Imam Nasai disebutkan hal yang semisal melalui Amr ibnu Anbasah; hadis-hadis mengenai hal ini banyak sekali.Telah diriwayatkan melalui Siti Aisyah r.a. yang telah mengatakan:
أَمْرَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبِنَاءِ الْمَسَاجِدِ فِي الدور، وأن تنظف وَتُطَيَّبَ
Rasulullah Saw. telah memerintahkan kita untuk membangun masjid di perkampungan, masjid-masjid itu agar selalu dibersihkan dan diberi wewangian.Hadis riwayat Imam Ahmad dan Ahlus Sunan kecuali Imam Nasai.
Telah diriwayatkan hal yang semisal oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Daud melalui Samurah ibnu Jundub.Imam Bukhari mengatakan bahwa Khalifah Umar pernah berkata, "Bangunlah tempat-tempat ibadah buat manusia,
dan janganlah kalian mengecatnya dengan warna merah atau kuning karena akan berakibat mengganggu kekhusyukan ibadah mereka." Ibnu Majah telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا سَاءَ عملُ قَوْمٍ قَطُّ إِلَّا زَخْرَفُوا مَسَاجِدَهُمْ"
Tidak sekali-kali amal perbuatan suatu kaum dinilai buruk, melainkan (bila mereka) menghiasi masjid-masjid mereka. Tetapi di dalam sanad hadis ini terkandung kelemahan. Imam Abu Daud telah meriwayatkan melalui Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا أمِرْتُ بِتَشْيِيدِ الْمَسَاجِدِ"
Aku tidak diperintahkan untuk menghiasi bangunan masjid.Ibnu Abbas mengatakan yakni menghiasinya dengan hiasan-hiasan sebagaimana yang dilakukan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani terhadap tempat-tempat peribadatan mereka. Diriwayatkan melalui sahabat Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِي الْمَسَاجِدِ"
Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum manusia saling bermegah-megahan dengan masjid-masjid (mereka). Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ahlus Sunan kecuali Imam Turmuzi.Diriwayatkan melalui Buraidah, bahwa seorang lelaki
mengumumkan maklumat kehilangan di dalam masjid. Ia mengatakan, "Siapakah yang menemukan unta merah(ku)?" Maka Nabi Saw. bersabda:
"لَا وَجَدْتَ، إِنَّمَا بُنِيت الْمَسَاجِدُ لِمَا بُنِيَتْ لَهُ".
Semoga kamu tidak menemukan (barang hilangmu). Sesungguhnya masjid-masjid itu dibangun hanyalah untuk kegunaan yang Sesuai dengan fungsinya (tempat untuk ibadah). Hadis riwayat Imam Muslim. Diriwayatkan dari Amr ibnu Syu'aib,
dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. melarang melakukan jual beli dan saling mendendangkan sya'ir di dalam masjid. Hadis riwayat Imam Ahmad dan Ahlus Sunan. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Abu Hurairah telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ، فَقُولُوا: لَا أَرْبَحَ اللَّهُ تِجَارَتَكَ. وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَنشُد ضَالَّةً فِي الْمَسْجِدِ، فَقُولُوا: لَا رَدَّ اللَّهُ عَلَيْكَ".
Apabila kalian melihat seseorang melakukan penjualan atau pembelian di dalam masjid, maka katakanlah oleh kalian, "Semoga Allah tidak menguntungkan perdaganganmu.” Dan apabila kalian melihat seseorang mempermaklumatkan barang
yang hilang di dalam masjid, maka katakanlah oleh kalian, "Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.” Hadis riwayat Imam Turmuzi. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.Ibnu Majah dan lain-lainnya telah meriwayatkan
melalui hadis Ibnu Umar secara marfu'. Ibnu Umar mengatakah bahwa ada beberapa hal yang tidak layak dilakukan di dalam masjid; yaitu tidak boleh dijadikan jalan, tidak boleh menghunus senjata di dalam masjid, tidak boleh
merentangkan busur di dalamnya, tidak boleh menebarkan anak panah di dalamnya, tidak boleh lewat di dalam masjid dengan membawa daging mentah, tidak boleh melakukan pukulan had di dalam masjid, tidak boleh melakukan hukum qisas
di dalam masjid, dan tidak boleh menjadikannya sebagai pasar. Diriwayatkan dari Wasilah ibnul Asqa', dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"جَنِّبوا الْمَسَاجِدَ صِبْيَانَكُمْ وَمَجَانِينَكُمْ، وَشِرَاءَكُمْ وَبَيْعَكُمْ، وَخُصُومَاتِكُمْ وَرَفْعَ أَصْوَاتِكُمْ، وَإِقَامَةَ حُدُودِكُمْ وَسَلَّ سُيُوفِكُمْ، وَاتَّخِذُوا عَلَى أَبْوَابِهَا الْمَطَاهِرَ، وجَمّروها فِي الجُمَع".
Jauhkanlah masjid-masjid dari anak-anak kecil kalian, orang-orang gila kalian, jual beli kalian, persengketaan kalian, bersuara keras, menegakkan hukuman-hukuman had, dan menghunus pedang (senjata di dalamnya). Dan buatkanlah
tempat bersucidi dekat pintu-pintunya, dan berilah dupa di dalamnya di hari-hari jumat. Hadis diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah, tetapi hadis ini dan hadis yang sebelumnya berpredikat lemah. Adapun mengenai masalah menjadikan masjid
sebagai jalan untuk lewat, menurut sebagian ulama hukumnya makruh, terkecuali jika ada keperluan penting yang tidak terelakkan lagi melainkan harus melalui masjid. Di dalam sebuah asar disebutkan bahwa para malaikat benar-benar
merasa heran dengan seseorang yang melalui masjid tanpa melakukan salat di dalamnya.Adapun mengenai masalah tidak boleh menghunus senjata di dalam masjid, tidak boleh merentangkan busur, dan menebarkan anak panah,
penyebabnya ialah karena dikhawatirkan mengenai diri orang lain, mengingat banyaknya orang yang melakukan salat di dalamnya. Karena itulah maka Rasulullah Saw. memerintahkan, apabila seseorang melalui masjid dengan
membawa anak panah, hendaknya ia memegang bagian ujungnya agar tidak mengenai orang lain, seperti yang telah disebutkan di dalam hadis sahih.Adapun mengenai larangan melalui masjid sambil membawa daging mentah, penyebabnya
ialah karena dikhawatirkan adanya darah yang menetes dari daging mentah itu sehingga mengotori masjid. Sebagaimana wanita yang berhaid dilarang melalui masjid bila dikhawatirkan darahnya akan mengotori masjid yang dilaluinya.
Mengenai masalah tidak boleh melakukan eksekusi hukuman had pukulan, juga had qisas di dalam masjid, karena dikhawatirkan akan keluarnya najis dari si terhukum atau siterpotong.Masalah tidak boleh menjadikan masjid sebagai pasar
(untuk melakukan transaksi jual beli) karena adanya larangan melakukan hal tersebut, seperti yang telah diterangkan sebelum ini dalam sebuah hadis yang menerangkannya. Karena sesungguhnya masjid itu dibangun
hanya untuk menyebut nama Allah dan salat di dalamnya, sebagaimana yang disebutkan oleh sebuah hadis yang menceritakan tentang sabda Nabi Saw. kepada seorang Badui yang kencing di suatu sudut masjid, yaitu:
"إِنَّ الْمَسَاجِدَ لَمْ تُبْنَ لِهَذَا، إِنَّمَا بُنِيَتْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَالصَّلَاةِ فِيهَا"
Sesungguhnya masjid itu tidak dibangun untuk tujuan seperti itu, melainkan masjid dibangun untuk menyebut nama Allah dan melakukan salat di dalamnya.Kemudian Nabi Saw. memerintahkan agar bekas air kencing orang Badui itu disiram dengan setimba air.Dalam hadis yang kedua disebutkan:
"جَنِّبوا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ"
Hindarkanlah masjid-masjid kalian dari anak-anak kalian! Demikian itu karena kesukaan anak-anak bermain-main. Meraka tidak dapat membedakan antara masjid dan yang lainnya, sedangkan masjid itu bukanlah tempat untuk bermain-main.
Dahulu Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. apabila melihat anak-anak bermain-main di dalam masjid, ia memukuli mereka dengan cemeti. Dan ia selalu memeriksa masjid sesudah isya, maka tidak dibiarkannya ada seseorang di dalamnya.
Dalam teks hadis selanjutnya disebutkan, "(Hindarkanlah pula masj id-masjid kalian dari) orang-orang gila kalian," yakni mengingat lemahnya akal mereka dan akan menjadi bahan olok-olokkan orang lain, sehingga berakibat terjadinya main-main
di dalam masjid. Juga karena dikhawatirkan orang-orang gila tersebut akan mengotori masjid serta melakukan perbuatan-perbuatan lain yang tidak sesuai dengan kesucian masjid.Dalam teks berikutnya disebutkan,
"Dan (hindarkanlah masjid-masjid kalian dari) jual beli kalian," seperti yang telah disebutkan di atas yang melarang melakukan jual beli di dalam masjid. Yang dimaksud dengan khusumatukum ialah peradilan kalian. Karena itu, kebanyakan ulama
me-was-kan bahwa seorang hakim (kadi) tidak boleh melakukan suatu proses peradilan di dalam masjid, melainkan harus di tempat lain. Demikian itu karena dalam suatu peradilan akan banyak terjadi pertengkaran dan kata-kata
yang tidak pantas bagi kesucian masjid. Karena itulah dalam teks hadis berikutnya disebutkan, "Dan (hindarkanlah masjid kalian dari) suara keras kalian."Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu-Sa'id, telah menceritakan kepada kami Al-Ja'd ibnu Abdur Rahman yang mengatakan, telah menceritakan kepadanya Yazid ibnu Khasifah, dari As-Sa-ib ibnu Yazid Al-Kindi yang mengatakan,
"Ketika aku sedang berdiri di dalam masjid, maka ada seorang lelaki yang melempar dengan batu kerikil, lalu aku menoleh dan ternyata orang itu adalah Umar Ibnul Khattab." Lalu Umar berkata, 'Pergilah dan bawalah ke hadapanku
kedua orang itu (yang sedang bertengkar).' Maka aku membawa kedua orang itu ke hadapannya. Umar r.a. bertanya, 'Siapakah kamu berdua?' Atau Umar bertanya, 'Dari manakah kamu berdua?' Keduanya menjawab,
'Kami dari penduduk Ta'if.' Umar berkata, 'Seandainya kamu berdua berasal dari kota ini (Madinah), tentulah aku akan membuat kamu berdua kesakitan. Kamu berdua mengangkat suaramu keras-keras di dalam masjid Rasulullah Saw.'."
Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Nasr, dari Abdullah ibnul Mubarak, dari Syu'bah, dari Sa;id ibnu Ibrahim, dari ayahnya (yaitu Ibrahim ibnu Abdur Rahman ibnu Auf) yang mengatakan bahwa Umar
mendengar suara keras seorang lelaki di dalam masjid, maka ia berkata, "Tahukah kamu di manakah kamu berada?" Asar ini pun berpredikat sahih.Dalam teks berikutnya disebutkan, "Dan (janganlah kalian) melakukan
hukuman-hukuman had kalian, jangan pula kalian menghunus pedang-pedang kalian (di dalam masjid)." Penjelasan mengenai makna teks ini telah disebutkan di atas. Teks hadis yang menyebutkan, "Dan buatkanlah di dekat pintu-pintunya
tempat untuk bersuci." Makna yang dimaksud ialah kamar-kamar kecil yang dapat digunakan untuk berwudu, juga sebagai tempat buang air besar dan buang air kecil. Dahulu di dekat masjid Rasulullah terdapat gentong-gentong besar
berisikan air yang mereka gunakan untuk memberi minum hewan kendaraan mereka, untuk minum mereka, untuk bersuci, berwudu, serta kegunaan lainnya.Teks hadis yang mengatakan, "Dan berilah dupa di setiap hari Jumat,"
yakni berilah masjid bau-bauan yang harum —seperti dupa— pada setiap hari Jumat, karena banyaknya orang yang datang ke masjid. Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah,
telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Abdullah ibnu Umar, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Khalifah Umar selalu memberi dupa masjid Rasulullah Saw. setiap hari Jumat. Sanad asar ini hasan dan tidak mengandung cela.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّف عَلَى صِلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ، خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا.
Salat seseorang dalam jamaah, pahalanya berkali lipat salat di dalam rumahnya, dan di dalam pasarnya sebanyak dua puluh lima kali lipat.Demikian itu karena apabila ia berwudu dengan baik, lalu berangkat ke masjid tanpa niat lain kecuali
hanya melakukan salat di masjid, maka tidaklah ia melangkah satu kali langkah melainkan ditinggikan baginya pahala satu derajat dan dihapuskan darinya satu buah dosa. Apabila ia telah menunaikan salatnya, para malaikat terus-menerus
memohonkan ampun baginya selama ia masih berada di tempat salatnya, "Ya Allah, ampunilah dia dan rahmatilah dia." Dia telah berada dalam salatnya selagi ia menunggu kedatangan waktu salat itu.Dalam hadis Imam Daruqutni disebutkan
sebuah hadis marfu' yang mengatakan:
"لَا صَلَاةَ لِجَارِ الْمَسْجِدِ إِلَّا فِي الْمَسْجِدِ"
Tiada salat (yang sempurna) bagi tetangga masjid kecuali di dalam masjid. Di dalam kitab-kitab sunan disebutkan hadis berikut:
"بشِّر الْمَشَّائِينَ إِلَى الْمَسَاجِدِ فِي الظُّلَمِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"
Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan kaki menuju ke masjid di kegelapan (malam) dengan nur (cahaya) yang sempurna kelak di hari kiamat. Orang yang hendak memasuki masjid disunatkan
melangkahkan kaki kanannya terlebih dahulu saat memasukinya, lalu mengucapkan doa berikut yang disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari, melalui Abdullah ibnu Umar r.a., dari Rasulullah Saw., bahwa beliau Saw.
apabila memasuki masjid mengucapkan doa berikut:
أَعُوذُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيمِ، وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ"
Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung dan kepada Zat-Nya Yang Mahamulia, dan kepada Kekuasaan-Nya Yang Mahadahulu dari godaan setan yang terkutuk.Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa manakala Ibnu Umar
mengucapkan doa ini, ia mengatakan, "Setan tidak dapat menggodaku sepanjang hari. Imam Muslim telah meriwayatkan berikut sanadnya melalui Abu Humaid atau Abu Usaid yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا دخل أحدكم المسجد فليقل: اللهم افتح لي أبواب رحمتك، وإذا خرج فليقل: اللهم إني أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ".
Apabila seseorang diantara kalian memasuki masjid, hendaklah ia mengucapkan, "Ya Allah, bukakanlah untukku semua pintu rahmat-Mu.” Dan apabila keluar (dari masjid), hendaklah mengucapkan, "Ya Allah, bukakanlah untukku
pintu-pintu karunia-Mu.” Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui keduanya (Abu Humaid dari Abu Usaid) dari Nabi Saw. Abu Hurairah r.a. telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ، فَلْيُسَلِّمْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِيَقُلِ: اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. وَإِذَا خَرَجَ فَلْيُسَلِّمْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِيَقِلِ: اللَّهُمَّ اعْصِمْنِي مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ"
Apabila seseorang di antara kalian memasuki masjid, hendaklah mengucapkan salam kepada Nabi Saw., lalu mengucapkan, "Ya Allah, bukakanlah bagi semua pintu rahmat-Mu.” Dan apabila keluar darinya, hendaklah mengucapkan salam
kepada Nabi Saw., lalu mengucapkan, "Ya Allah, peliharalah diriku dari godaan setan yang terkutuk.”Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah serta Ibnu Hibban telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing.
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا لَيْث بْنُ أَبِي سُلَيْمٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَسَنٍ. عَنْ أُمِّهِ فَاطِمَةَ بِنْتِ حُسَيْنٍ، عَنْ جَدَّتِهَا فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَالَ:"اللَّهُمَّ، اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي، وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ". وَإِذَا خَرَجَ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ، اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي، وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ فَضْلِكَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Lais ibnu Abu Sulaim, dari Abdullah ibnu Husain, dari ibunya (yaitu Fatimah binti Husain), dari neneknya
(yaitu Fatimah binti Rasulullah) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bila memasuki masjid terlebih dahulu membaca salawat dan salam buat dirinya, kemudian mengucapkan doa berikut: Ya Allah, ampunilah semua dosaku
dan bukakanlah untukku semua pintu rahmat-Mu. Apabila beliau keluar dari masjid, terlebih dahulu mengucapkan salawat dan salam untuk dirinya, lalu mengucapkan doa berikut:, Ya Allah, ampunilah semua dosaku dan bukakanlah bagiku
semua pintu kemurahan-Mu.Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan pula hadis ini. Imam Turmuzi mengatakan bahwa predikat hadis ini hasan, sanadnya tidak muttasil karena Fatimah binti Husain As-Sugra
tidak menjumpai masa Fatimah Al-Kubra binti Rasulullah Saw. Semua hadis yang telah kami ketengahkan di atas sengaja kami sajikan dengan singkat agar tidak bertele-tele, kesemuanya itu termasuk ke dalam pengertian firman Allah Swt.
yang mengatakan:
{فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ}
Di dalam masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan. (An-Nur: 36) Adapun firman Allah Swt.:
{وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ}
dan disebut nama-Nya di dalamnya. (An-Nur: 36) Semisal dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ}
Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid. (Al-A'raf: 31)
{وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ}
Dan (katakanlah), "Luruskanlah muka (diri) kalian di setiap salat dan sembahlah Allah dengari mengikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya. (Al-A'raf: 29) Dan firman Allah Swt.:
{وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا}
Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. (Al-Jin: 18), hingga akhir ayat.Adapun firman Allah Swt.: dan disebut nama-Nya di dalamnya. (An-Nur: 36) Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah dibaca kitabnya (Al-Qur'an) di dalamnya. Firman Allah Swt.:
{يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ}
bertasbih kepada Allah di dalam masjid-masjid itu, pada waktu pagi dan waktu petang. (An-Nur: 36) Yakni di waktu-waktu pagi hari dan waktu-waktu petang hari. Al-A'sal bentuk jamak dari asil yang artinya penghujung siang hari.
Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setiap lafaz tasbih yang terdapat di dalam Al-Qur'an artinya salat. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan al-guduwwi ialah salat subuh,
dan yang dimaksud dengan a sal ialah salat asar. Kedua salat ini merupakan salat yang mula-mula difardukan oleh Allah Swt. Karena itulah maka Allah Swt. suka menyebutkan keduanya dan menceritakan keutamaan keduanya
kepada hamba-hamba-Nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan dan Ad-Dahhak. bertasbih kepada Allah di dalam masjid-masjid itu, pada waktu pagi dan waktu petang. (An-Nur: 36) Yaitu salat. Sebagian ulama ahli qiraat membacanya
yusabbahu dengan mem-fathah-kan huruf ba-nya, yakni di-mabni maf'ul-kans dan di-waqaf-kan dengan waqaf tam pada firman-Nya, "Walasal" Sedangkan firman berikutnya merupakan kalimat baru,
sehingga artinya menjadi seperti berikut: "Disucikan nama Allah di dalam masjid-masjid pada waktu pagi dan waktu petang." Adapun mengenai firman-Nya:
{رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) seakan-akan ia menjadi tafsir dari fa'il (pelaku) yang tidak disebutkan, seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:
لِيُبْكَ يزيدُ، ضارعٌ لخُصُومة ... ومُخْتَبطٌ مِمَّا تُطيح الطّوَائحُ ...
Kupenuhi seruanmu, hai Yazid, seorang yang ganas dan tak pandang bulu dalam menghadapi persengketaan yang timbul dari keadaan zaman.Seakan-akan dikatakan, "Siapakah yang membuatnya menangis?" Maka dijawab,
"Ini yang membuatnya menangis." Dan seakan-akan dikatakan, "Siapakah yang bertasbih kepada Allah di dalam masjid-masjid?" Maka dijawab, "Laki-laki."Adapun mengenai qiraat ulama yang membacanya yusabbihu, berarti menjadikannya
sebagai fi'il dan fa'il-nya adalah rijalun. Karena itu tidak baik melakukan waqaf melainkan hanya pada fa'il-nya, sebab fa'il' merupakan kesempurnaan kalimat yang sebelumnya.Penyebut rijalun (yang artinya laki-laki) mengandung pengertian
yang mengisyaratkan kepada tugas mereka yang luhur dan niat serta tekadnya yang tinggi, yang berkat itu semua mereka menjadi pemakmur masjid-masjid yang merupakan rumah-rumah Allah di bumi-Nya, sebagai tempat untuk beribadah
kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, mengesakan dan menyucikan-Nya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ}
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. (Al-Ahzab: 23), hingga akhir ayat Adapun mengenai kaum wanita, maka salat mereka di dalam rumahnya lebih utama bagi mereka,
karena berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui sahabat Abdullah ibnu Mas'ud r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا"
Salat wanita di dalam rumahnya lebih utama daripada salatnya di dalam ruangan tamunya, dan salatnya di dalam kamarnya lebih utama daripada salatnya di dalam rumahnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ غَيْلان، حَدَّثَنَا رِشْدِين، حَدَّثَنِي عَمْرٌو، عَنْ أَبِي السَّمْحِ، عَنِ السَّائِبِ مَوْلَى أُمِّ سَلَمَةَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، -عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ [قَعْرُ] بُيُوتِهِنَّ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Rasyidin, telah menceritakan kepadaku Amr dari Abu Assamh, dari Assaib mau la Ummu Salamah, dari Ummu Salamah r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sebaik-baik masjid kaum wanita ialah bagian dalam rumah mereka.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا هَارُونُ، أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ قَيْسٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُوَيد الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ عَمَّتِهِ أُمِّ حُمَيْدٍ -امْرَأَةِ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ -أَنَّهَا جَاءَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أُحِبُّ الصَّلَاةَ مَعَكَ قَالَ: "قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلَاةَ مَعِي، وَصَلَاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي حُجْرَتك خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي دَارِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي مَسْجِدِي".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Qais, dari Abdullah ibnu Suwaid Al-Ansari, dari bibinya
(yaitu Ummu Humaid, istri Abu Humaid As-Sa'idi), bahwa ia datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku suka mengerjakan salat bersamamu (Yakni berjamaah di masjid Rasulullah Saw.)."
Maka Rasulullah Saw. bersabda: Saya telah mengetahui bahwa engkau menyukai salat bersamaku. Salat kamu di dalam rumahmu lebih baik daripada salatmu di dalam ruangan tamumu, dan salatmu di dalam ruangan tamumu lebih baik
daripada salatmu di dalam pekarangan rumahmu, dan salatmu di dalam pekarangan rumahmu lebih baik daripada salatmu di dalam masjid kaummu, dan salatmu di dalam masjid kaummu lebih baik daripada salatmu di dalam masjidku.
Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Ummu Humaid memerintahkan agar dibangunkan sebuah surau khusus buatnya di salah satu bagian rumahnya. Maka ia selalu mengerjakan salatnya di dalam surau itu hingga meninggal dunia.
Mereka (para ahli hadis) tidak ada yang mengetengahkan hadis ini. Perlu diingat bahwa seorang wanita diperbolehkan mengikuti salat jamaah bersama kaum laki-laki, tetapi dengan syarat hendaknya ia tidak mengganggu seseorang pun
dari jamaah kaum laki-laki yang ada dengan menampakkan perhiasannya atau menebarkan bau wewangiannya. Seperti yang disebutkan di dalam kitab sahih melalui Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ"
Janganlah kalian mencegah hamba-hamba wanita Allah dari masjid-masjid Allah.Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim. Menurut riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud disebutkan:
"وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ"
dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi (salat) mereka. Menurut riwayat lain disebutkan:
"وَلِيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلات"
dan hendaklah mereka (kaum wanita) keluar dalam keadaan tidak memakai wewangian.Di dalam kitab Sahih Muslim telah disebutkan melalui Zainab (istri Abdullah ibnu Mas'ud) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada kami (kaum wanita):
"إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ الْمَسْجِدَ فَلَا تَمَسَّ طِيبًا"
Apabila seseorang di antara kalian mendatangi masjid (untuk salat berjamaah), janganlah ia memakai wewangian.Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa dahulu kaum wanita mukmin
mengikuti salat subuh bersama Rasulullah Saw., kemudian mereka pulang dengan menutupi kepala mereka dengan kain kerudungnya; mereka tidak dikenal karena cuaca masih gelap.Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula dari Siti Aisyah r.a.
yang telah mengatakan, "Seandainya Rasulullah Saw. menjumpai masa timbulnya bid'ah yang dilakukan oleh kaum wanita (sekarang), tentulah beliau melarang mereka mendatangi masjid-masjid, sebagaimana kaum wanita Bani Israil dilarang
(mendatangi tempat peribadatan mereka di masa lalu)." Firman Allah Swt.:
{رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) Sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. (Al-Munafiqun: 9), hingga akhir ayat. Dan firman Allah Swt.:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ}
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. (Al-Jumu'ah: 9), hingga akhir ayat.Allah Swt. berfirman bahwa
tidak dapat menyibukkan mereka dunia dan kegemerlapannya serta perhiasannya, juga kesenangan melakukan jual beli, dari mengingati Tuhan mereka Yang telah menciptakan mereka dan Yang memberi mereka rezeki.
Mereka mengetahui bahwa pahala yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih bermanfaat bagi mereka daripada harta benda yang ada di tangan mereka; karena harta benda yang ada pada mereka pasti habis, sedangkan pahala
yang ada di sisi Allah kekal. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ}
yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan salat, dan (dari) membayarkan zakat. (An-Nur: 37) Yakni mereka lebih mendahulukan ketaatan kepada Allah dan perintah Allah
serta apa yang disukai oleh-Nya: Hasyim telah meriwayatkan dari Syaiban; ia menceritakan sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia melihat suatu kaum dari kalangan ahli pasar saat dikumandangkan seruan untuk menunaikan salat fardu.
Maka mereka meninggalkan jual beli mereka, lalu bangkit menuju tempat salat untuk menunaikan salat. Maka Abdullah ibnu Mas'ud berkata bahwa mereka termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37), hingga akhir ayat. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Amr ibnu Dinar Al-Qahramani, dari Salim, dari Abdullah ibnu Umar r.a.,
bahwa ketika ia berada di sebuah pasar dan seruan untuk salat dikumandangkan, maka mereka menutup kios-kios mereka, lalu masuk ke dalam masjid (untuk menunaikan salat). Maka Ibnu Umar berkata sehubungan dengan sikap mereka itu,
bahwa berkenaan dengan orang-orang seperti merekalah ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) Demikianlah menurut apa
yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bukair As-San'ani, telah menceritakan
kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Bujair, telah menceritakan kepada kami Abu Abdu Rabbihi, bahwa Abu Darda pernah mengatakan bahwa sesungguhnya ia mangkal di tangga ini
untuk menjajakan barang dagangan, setiap hari ia beroleh keuntungan tiga ratus dinar, dan setiap hari ia dapat melakukan salat berjamaah di masjid. Kemudian ia menegaskan bahwa sesungguhnya ia tidak mengatakan bahwa
perbuatannya itu tidak halal, tetapi ia suka bila termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37)
Amr ibnu Dinar Al-A'war mengatakan bahwa pada suatu hari ia bersama Salim ibnu Abdullah menuju ke masjid. Mereka melalui pasar kota Madinah, sedangkan saat itu mereka sedang bangkit menuju ke tempat salat mereka
dan barang dagangan mereka telah mereka tutupi dengan kain. Salim melihat ke arah barang dagangan mereka, dan ternyata tiada seorang pun yang menjaganya. Maka Salim membacakan ayat ini, yaitu firman-Nya:
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) Kemudian Salim mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah orang-orang seperti mereka itu. Hal yang sama
telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Abul Hasan dan Ad-Dahhak, bahwa perniagaan dan jual beli tidak melalaikan mereka untuk mengerjakan salat tepat pada waktunya masing-masing.Matar Al-Waraq mengatakan, dahulu mereka
biasa melakukan jual beli, tetapi jika seseorang dari mereka mendengar seruan azan sedang timbangannya berada di tangannya, maka mereka meletakkan timbangannya dan pergi untuk mengerjakan salat. Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) Yakni dari mengerjakan salat fardu.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan dan Ar-Rabi' ibnu Anas. As-Saddi mengatakan makna yang dimaksud ialah tidak melalaikan untuk mengerjakan salat berjamaah. Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, bahwa
kesibukan mereka dalam berbisnis tidak melalaikan mereka untuk menghadiri salat jamaah dan menunaikannya seperti yang diperintahkan oleh Allah Swt., dan mereka memelihara waktu salat lima waktu berikut
semua hal yang diperintahkan oleh Allah Swt. agar dipelihara oleh mereka dalam mengerjakan salat lima waktu tersebut. Firman Allah Swt.:
{يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ}
Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (An-Nur: 37) Yaitu hari kiamat, yang di hari itu semua hati dan penglihatan guncang karena kedahsyatannya yang sangat dan kengerian-kengerian yang terjadi padanya. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الآزِفَةِ}
Berilah mereka peringatan dengan hari peristiwa yang dekat (hari kiamat). (Al-Mu’min: 18)
{إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ}
Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (Ibrahim: 42)
{وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلا شُكُورًا إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً وَسُرُورًا وَجَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا}
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepada kalian hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah,
kami tidak menghendaki balasan dari kalian dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan azab suatu hari yang (di hari itu orang-orang bermuka) masam, penuh kesulitan (yang datang) dari Tuhan kami.
Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera.
(Al-Insan: 8-12) Dan firman Allah Swt. dalam surat ini:
{لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا}
supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik daripada yang telah mereka kerjakan. (An-Nur: 38) Yakni mereka termasuk orang-orang yang diterima amal kebaikannya dan dimaafkan kesalahan dan keburukannya. Firman Allah Swt.:
{وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ}
dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. (An-Nur: 38) Artinya, Allah menerima dengan baik amal kebaikan mereka dan melipatgandakan pahalanya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ }
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang, walaupun sebesar zarrah. (An-Nisa: 40), hingga akhir ayat.
{مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا}
Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya. (Al-An'am: 160)
{مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا}
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah). (Al-Baqarah: 245), hingga akhir ayat.
{وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ}
Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. (Al-Baqarah:261) Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (An-Nur: 38) Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa disuguhkan kepadanya minuman susu laban, lalu ia menawarkannya kepada teman-teman sekedudukannya
seorang demi seorang. Ternyata mereka semua tidak mau meminumnya karena mereka sedang berpuasa. Untuk itu maka Ibnu Mas'ud mengambil wadah susu itu dan meminumnya karena dia sedang tidak puasa,
kemudian ia membaca firman-Nya: Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (An-Nur: 37) Imam Nasai dan Imam Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Al-A'masy, dari Ibrahim,
dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud.
قَالَ [ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ] أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا سُوَيْد بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِر عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَب عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا جَمَعَ اللَّهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخَرِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، جَاءَ مُنَادٍ فَنَادَى بِصَوْتٍ يُسمع الْخَلَائِقَ: سَيَعْلَمُ أهلُ الْجَمْعِ مَنْ أَوْلَى بِالْكَرَمِ، لِيَقُمِ الَّذِينَ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ. فَيَقُومُونَ، وَهُمْ قَلِيلٌ، ثُمَّ يُحَاسِبُ سَائِرَ الْخَلَائِقِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Misar, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari Syahr ibnu Hausyab,
dari Asma binti Yazid ibnus Sakan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila Allah menghimpunkan orang-orang yang pertama dan orang-orang yang kemudian di hari kiamat, maka datanglah juru penyeru
yang mengumandangkan seruannya dengan suara yang dapat terdengar oleh semua makhluk, maka semua makhluk yang ada di padang mahsyar itu mengetahui siapakah yang mendapat kehormatan, "Berdirilah orang-orang
yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual belinya dari mengingati Allah!" Maka berdirilah mereka, sedangkan jumlah mereka sedikit. Kemudian semua makhluk menjalani hisab. Imam Tabrani telah meriwayatkan melalui hadis Baqiyyah,
dari Isma'il ibnu Abdullah Al-Kindi, dari Al-A'masy, dari Abu Wa-il, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka
dari karunia-Nya. (Fathir: 30) Bahwa pahala mereka ialah Allah memasukan mereka ke dalam surga, dan Allah memberikan tambahan dari karunia-Nya kepada mereka, yaitu memberikan izin kepada mereka untuk memberi syafaat
kepada orang-orang yang berhak mendapat syafaat, yakni kepada orang-orang yang telah berbuat kebaikan kepada mereka sewaktu di dunia.
Surat An-Nur |24:37|
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
rijaalul laa tul-hiihim tijaarotuw wa laa bai'un 'an żikrillaahi wa iqoomish-sholaati wa iitaaa`iz-zakaati yakhoofuuna yauman tataqollabu fiihil quluubu wal-abshoor
orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual-beli dari mengingat Allah, melaksanakan sholat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat),
[Are] men whom neither commerce nor sale distracts from the remembrance of Allah and performance of prayer and giving of zakah. They fear a Day in which the hearts and eyes will [fearfully] turn about -
(Laki-laki) menjadi Fa'il atau subyek daripada Fi'il Yusabbihu, jika dibaca Yusabbahu berkedudukan menjadi Naibul Fa'il. Lafal Rijaalun adalah Fa'il dari Fi'il atau kata kerja yang diperkirakan
keberadaannya sebagai jawab dari soal yang diperkirakan pula. Jadi seolah-olah dikatakan, siapakah yang melakukan tasbih kepada-Nya itu, jawabnya adalah laki-laki
(yang tidak dilalaikan oleh perniagaan) perdagangan (dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah dan dari mendirikan sholat)
huruf Ha lafal Iqaamatish Shalaati dibuang demi untuk meringankan bacaan sehingga jadilah Iqaamish Shalaati (dan dari membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang di hari itu menjadi guncang)
yakni panik (hati dan penglihatan) karena merasa khawatir, apakah dirinya selamat atau binasa, dan penglihatan jelalatan ke kanan dan ke kiri karena ngeri melihat pemandangan azab pada saat itu, yaitu hari kiamat.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 37 |
Penjelasan ada di ayat 36
Surat An-Nur |24:38|
لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
liyajziyahumullohu aḥsana maa 'amiluu wa yaziidahum min fadhlih, wallohu yarzuqu may yasyaaa`u bighoiri ḥisaab
(mereka melakukan itu) agar Allah memberi balasan kepada mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan, dan agar Dia menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki tanpa batas.
That Allah may reward them [according to] the best of what they did and increase them from His bounty. And Allah gives provision to whom He wills without account.
(Dengan harapan supaya Allah memberi balasan kepada mereka dengan balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan) maksudnya pahala yang baik,
karena lafal Ahsan bermakna Hasan (dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas)
jika dikatakan, Fulaanun Yunfiqu Bighairi Hisabin, maka artinya, dia membelanjakan harta tanpa perhitungan lagi.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 38 |
Penjelasan ada di ayat 36
Surat An-Nur |24:39|
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ ۗ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
wallażiina kafaruuu a'maaluhum kasaroobim biqii'atiy yaḥsabuhuzh-zhom`aanu maaa`aa, ḥattaaa iżaa jaaa`ahuu lam yajid-hu syai`aw wa wajadalloha 'indahuu fa waffaahu ḥisaabah, wallohu sarii'ul ḥisaab
Dan orang-orang yang kafir, perbuatan mereka seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi apabila didatangi tidak ada apa pun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah baginya. Lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan (amal-amal) dengan sempurna, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya,
But those who disbelieved - their deeds are like a mirage in a lowland which a thirsty one thinks is water until, when he comes to it, he finds it is nothing but finds Allah before Him, and He will pay him in full his due; and Allah is swift in account.
(Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar) lafal Qii'ah adalah bentuk jamak dari lafal Qaa'un,
yakni padang sahara yang datar. Yang dimaksud dengan lafal Saraabun adalah pemandangan yang tampak di kala matahari sedang terik-teriknya yang rupanya mirip seperti air yang mengalir,
atau lazim disebut fatamorgana (ia disangka) diduga (oleh orang yang kehausan) yaitu orang yang dahaga (air, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun)
apa yang disangkanya itu, demikian pula halnya orang kafir, ia menduga bahwa amal kebaikannya seperti sedekah, yang ia sangka bermanfaat bagi dirinya,
tetapi bila ia mati kemudian ia menghadap kepada Rabbnya, maka ia tidak mendapati amal kebaikannya itu. Atau dengan kata lain amalnya itu tidak memberi manfaat kepada dirinya.
(Dan ia mendapatkan Allah di sisinya) yakni di sisi amalnya (lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup)
Allah memberikan balasan amal perbuatannya itu hanya di dunia (dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya) di dalam memberikan balasan-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 39 |
Tafsir ayat 39-40
Kedua ayat ini merupakan dua buah tamsil (perumpamaan) yang dibuat oleh Allah Swt. untuk menggambarkan keadaan dua macam orang kafir. Seperti halnya perumpamaan yang telah dibuat-Nya tentang orang-orang munafik
dalam permulaan surat Al-Baqarah, dua buah perumpamaan, yaitu api dan air. Allah telah membuat perumpamaan pula sehubungan dengan hidayah dan ilmu yang telah mapan di dalam kalbu, yaitu dalam surat Ar-Ra'd
sebanyak dua perumpamaan, air dan api. Kami telah membicarakan keterangan masing-masing di tempatnya sehingga tidak perlu dikemukakan lagi dalam tafsir surat ini. Segala puji bagi Allah dan semua karunia dari-Nya.
Perumpamaan pertama menggambarkan tentang keadaan orang-orang kafir militan yang menyeru orang lain kepada kekafirannya. Mereka menduga bahwa dirinya berada dalam jalan dan keyakinan yang benar, padahal kenyataannya
mereka sama sekali tidak benar. Perumpamaan mereka dalam hal ini sama dengan fatamorgana yang terlihat di tanah datar yang luas dari kejauhan. Pemandangannya kelihatan seakan-akan seperti lautan yang berombak.
Al-qai'ah bentuk jamaknya adalah qa'un, sama wazan-nya. dengan lafaz jarun yang bentuk jamaknya adalah jarah. Al-qa' juga dapat dikatakan sebagai bentuk tunggal dari al-qai'an; sebagaimana dikatakan jarun, bentuk jamaknya jiran.
Artinya tanah datar yang luas dan membentang, fatamorgana akan kelihatan dari tanah seperti itu, dan terjadinya sesudah lewat tengah hari. Sedangkan kalau terjadi pada permulaan siang hari berupa seakan-akan ada air antara langit
dan bumi, maka dinamakan al-al (embun). Apabila fatamorgana terlihat oleh orang yang kehausan, maka ia akan menduganya sebagai air, lalu ia menuju ke arahnya dengan maksud untuk minum air darinya.
Tetapi setelah dekat dengan fatamorgana,
{لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا}
dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. (An-Nur: 39) Demikian pula keadaan orang kafir, ia menduga bahwa dirinya telah mengerjakan suatu amal kebaikan, dan bahwa dirinya pasti mendapat sesuatu pahala.
Tetapi apabila ia menghadap kepada Allah pada hari kiamat nanti dan Allah menghisabnya serta menanyai semua amal perbuatannya, ternyata dia tidak menjumpai sesuatu pun dari apa yang telah dilakukan sebelumnya.
Adakalanya karena tidak ikhlas, atau adakalanya karena tidak sesuai dengan tuntunan syariat, seperti yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:
{وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا}
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (Al-Furqan: 23) Dan dalam surat ini Allah Swt. berfirman:
{وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ}
Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup, dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. (An-Nur: 39) Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan
dari Ubay ibnu Ka'b, Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa di hari kiamat kelak dikatakan kepada orang-orang Yahudi, "Apakah yang kalian sembah?"
mereka menjawab, "Kami dahulu menyembah Uzair anak Allah." Maka dikatakan, "Kalian dusta, Allah sama sekali tidak beranak. Lalu apakah yang kalian mau?" Mereka menjawab, "Wahai Tuhan, kami haus, berilah kami minum." Dikatakan,
"Tidakkah kalian melihat?" Kemudian diperlihatkan kepada mereka neraka yang menurut pandangan mereka kelihatan seperti fatamorgana, sebagian darinya menghantam sebagian yang lainnya bagaikan ombak.
Lalu mereka berangkat menuju ke neraka itu, dan akhirnya mereka menjerit-jerit di dalam neraka. Perumpamaan ini merupakan gambaran tentang keadaan orang-orang yang jahil murakkab (bodoh kuadrat).
Adapun orang-orang bodoh yang biasa adalah sejumlah besar manusia yang bertaklid kepada para pemimpin kekufuran yang bisu dan tuli, yaitu orang-orang yang tidak berakal. Perumpamaan mereka digambarkan Allah Swt.
melalui firman-Nya:
{أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ}
atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam. (An-Nur: 40) Menurut Qatadah, lujiyyin artinya dalam.
{يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ سَحَابٌ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا}
Yang diliputi oleh ombak, yang diatasnya ombak (pula), diatasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih bertindih, apabila ia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya. (An-Nur: 40) Yakni hampir saja tidak dapat melihatnya
karena keadaan gelap yang sangat. Hal ini merupakan gambaran yang menceritakan keadaan kalbu orang kafir yang sederhana yang bertaklid (mengikut), dia tidak mengetahui keadaan orang yang memimpinnya dan tidak mengetahui
ke manakah dirinya dibawa pergi. Bahkan dapat dikatakan pula perumpamaan orang jahil seperti ini bila ditanya, "Hendak ke manakah kamu pergi?" Ia menjawab, "Mengikuti mereka." Dikatakan lagi, "Kemana mereka pergi?" Ia menjawab,
"Tidak tahu." Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: yang diliputi oleh ombak. (An-Nur: 40), hingga akhir ayat. Yang dimaksud dengan maujun
dalam ayat ini ialah penutup yang meliputi kalbu, pendengaran, dan penglihatan. Dan pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ}
Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. (Al-Baqarah: 7), hingga akhir ayat. Sama juga dengan firman-Nya:
{أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً}
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan
atas penglihatannya? (Al-Jatsiyah: 23), hingga akhir ayat. Ubay ibnu Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: gelap gulita yang tindih bertindih. (An-Nur: 40) Dia berada dalam lima kegelapan. Perkataannya kegelapan,
amalnya kegelapan, tempat masuknya kegelapan, tempat keluarnya kegelapan, dan tempat kembalinya kepada kegelapan kelak di hari kiamat, yaitu di dalam neraka. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ}
dan barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun. (An-Nur: 40) Yakni barang siapa yang tidak mendapat petunjuk dari Allah, berarti dia binasa, jahil, terhalang, hancur, lagi kafir. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{مَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلا هَادِيَ لَهُ}
Barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tiada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. (Al-A'raf: 186) Hal ini merupakan kebalikan dari apa yang disebutkan oleh Allah Swt. mengenai perumpamaan orang-orang mukmin melalui firman-Nya:
{يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ}
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki. (An-Nur: 35) Kita memohon kepada Allah, semoga Dia memberikan cahaya dalam kalbu kita semua; juga cahaya di sebelah kanan kita, di sebelah kiri kita, dan hendaknyalah Dia membesarkan cahaya-Nya bagi kita.
Surat An-Nur |24:40|
أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ سَحَابٌ ۚ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا ۗ وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ
au kazhulumaatin fii baḥril lujjiyyiy yaghsyaahu maujum min fauqihii maujum min fauqihii saḥaab, zhulumaatum ba'dhuhaa fauqo ba'dh, iżaaa akhroja yadahuu lam yakad yaroohaa, wa mal lam yaj'alillaahu lahuu nuuron fa maa lahuu min nuur
atau (keadaan orang-orang kafir) seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh gelombang demi gelombang, di atasnya ada (lagi) awan gelap. Itulah gelap gulita yang berlapis-lapis. Apabila dia mengeluarkan tangannya hampir tidak dapat melihatnya. Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak mempunyai cahaya sedikit pun.
Or [they are] like darknesses within an unfathomable sea which is covered by waves, upon which are waves, over which are clouds - darknesses, some of them upon others. When one puts out his hand [therein], he can hardly see it. And he to whom Allah has not granted light - for him there is no light.
(Atau) amal perbuatan orang-orang kafir yang buruk (seperti gelap-gulita di lautan yang dalam) yakni laut yang amat dalam (yang diliputi oleh ombak di atasnya)
di atas ombak itu (ada ombak pula, di atasnya lagi) maksudnya di atas ombak yang kedua itu (awan) yang mendung dan gelap; ini adalah (gelap-gulita yang tindih-menindih)
yakni gelapnya laut, gelapnya ombak yang pertama, gelapnya ombak yang kedua, dan gelapnya mendung (apabila dia mengeluarkan) yakni orang yang melihatnya (tangannya)
di dalam gelap-gulita yang sangat ini (tiadalah dia dapat melihatnya) artinya hampir saja ia tidak dapat melihat tangannya sendiri
(dan barang siapa yang tiada diberi cahaya oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun) maksudnya barang siapa yang tidak diberi petunjuk oleh Allah, niscaya ia tidak akan mendapatkan petunjuk.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 40 |
Penjelasan ada di ayat 39
Surat An-Nur |24:41|
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالطَّيْرُ صَافَّاتٍ ۖ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهُ وَتَسْبِيحَهُ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
a lam taro annalloha yusabbiḥu lahuu man fis-samaawaati wal-ardhi wath-thoiru shoooffaat, kullung qod 'alima sholaatahuu wa tasbiiḥah, wallohu 'aliimum bimaa yaf'aluun
Tidakkah engkau (Muhammad) tahu bahwa kepada Allah-lah bertasbih apa yang di langit dan di bumi, dan juga burung yang mengembangkan sayapnya. Masing-masing sungguh telah mengetahui (cara) berdoa dan bertasbih. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Do you not see that Allah is exalted by whomever is within the heavens and the earth and [by] the birds with wings spread [in flight]? Each [of them] has known his [means of] prayer and exalting [Him], and Allah is Knowing of what they do.
(Tidakkah kamu melihat, bahwasanya Allah kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi) dan termasuk ke dalam pengertian bertasbih adalah sholat
(dan juga burung-burung) lafal Thair adalah bentuk jamak dari lafal Ath Thaair, yakni makhluk yang terbang antara bumi dan langit (dengan mengembangkan sayapnya)
lafal Shaaffaatin adalah Hal atau kata keterangan keadaan dari burung-burung tadi, yaitu burung-burung itu membaca tasbih dengan mengembangkan sayapnya.
(Masing-masingnya telah diketahui) oleh Allah (cara sholat dan bertasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan). Di dalam ungkapan ini, semuanya dianggap sebagai makhluk yang berakal.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 41 |
Tafsir ayat 41-42
Allah Swt. memberitahukan bahwa bertasbih kepada-Nya semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, dari kalangan para malaikat, manusia, jin, dan semua hewan serta semua benda mati. Seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
{تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ}
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. (Al-Isra: 44), hingga akhir ayat Adapun firman Allah Swt.:
{وَالطَّيْرُ صَافَّاتٍ}
dan (juga) burung-burung dengan mengembangkan sayapnya. (An-Nur: 41) Yakni di saat sedang terbang, burung-burung bertasbih kepada Tuhannya dan menyembah-Nya dengan tasbihnya sendiri yang telah di ilhamkan
dan dibimbingkan oleh Allah kepadanya, dan Allah mengetahui apa yang sedang dilakukannya. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
{كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلاتَهُ وَتَسْبِيحَهُ}
Masing-masing telah mengetahui (cara) salat dan tasbihnya. (An-Nur: 41) Yaitu masing-masing dari makhluk itu telah mendapat bimbingan dari Allah tentang cara menempuh jalan dan sepak terjangnya untuk beribadah kepada Allah Swt.
Kemudian Allah memberitahukan bahwa sesungguhnya Dia Mengetahui semuanya itu, tiada yang tersembunyi bagi-Nya sesuatupun dari hal tersebut. Karena itu Allah Swt. berfirman:
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ}
dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (An-Nur: 41) Kemudian Allah memberitahukan bahwa Dia adalah Yang Mempunyai langit dan bumi, maka Dialah Yang berkuasa, Yang mengatur,
sebagai Tuhan yang wajib disembah. Penyembahan tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada-Nya, tiada yang mempertanyakan apa yang telah diputuskan-Nya.
{وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ}
dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk). (An-Nur: 42) Yakni kelak di hari kiamat, maka Dia akan memutuskan di hari itu menurut apa yang Dia kehendaki.
{لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا}
supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (An-Najm: 31), hingga akhir ayat. Dia adalah Yang Maha Pencipta, Yang Maha Menguasai, Tuhan dan Hakim di dunia dan di akhirat, bagi-Nya segala puji di dunia dan di akhirat.
Surat An-Nur |24:42|
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
wa lillaahi mulkus-samaawaati wal-ardh, wa ilallohil-mashiir
Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan hanya kepada Allah-lah kembali (seluruh makhluk).
And to Allah belongs the dominion of the heavens and the earth, and to Allah is the destination.
(Dan kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi) maksudnya perbendaharaan-perbendaharaan hujan, rezeki dan tumbuh-tumbuhan (dan kepada Allahlah kembali) semua makhluk.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 42 |
Penjelasan ada di ayat 41
Surat An-Nur |24:43|
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ ۖ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ
a lam taro annalloha yuzjii saḥaaban ṡumma yu`allifu bainahuu ṡumma yaj'aluhuu rukaaman fa tarol-wadqo yakhruju min khilaalih, wa yunazzilu minas-samaaa`i min jibaalin fiihaa mim barodin fa yushiibu bihii may yasyaaa`u wa yashrifuhuu 'am may yasyaaa`, yakaadu sanaa barqihii yaż-habu bil-abshoor
Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menjadikan awan bergerak perlahan, kemudian mengumpulkannya, lalu Dia menjadikannya bertumpuk-tumpuk, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, dan Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran es) itu kepada siapa yang Dia kehendaki dan dihindarkan-Nya dari siapa yang Dia kehendaki. Kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan.
Do you not see that Allah drives clouds? Then He brings them together, then He makes them into a mass, and you see the rain emerge from within it. And He sends down from the sky, mountains [of clouds] within which is hail, and He strikes with it whom He wills and averts it from whom He wills. The flash of its lightening almost takes away the eyesight.
(Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan) menggiringnya secara lembut (kemudian mengumpulkan antara bagian-bagiannya)
dengan menghimpun sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga yang tadinya tersebar kini menjadi satu kumpulan (kemudian menjadikannya bertindih-tindih)
yakni sebagiannya di atas sebagian yang lain (maka kelihatanlah olehmu air) hujan (keluar dari celah-celahnya) yakni melalui celah-celahnya (dan Allah juga menurunkan dari langit).
Huruf Min yang kedua ini berfungsi menjadi Shilah atau kata penghubung (yakni dari gunung-gunung yang menjulang padanya) menjulang ke langit;
Min Jibaalin menjadi Badal daripada lafal Minas Samaa-i dengan mengulangi huruf Jarrnya (berupa es) sebagiannya terdiri dari es
(maka ditimpakannya es tersebut kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Hampir-hampir) hampir saja (kilauan kilat awan itu)
yakni cahayanya yang berkilauan (menghilangkan penglihatan) mata yang memandangnya, karena silau olehnya.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 43 |
Tafsir ayat 43-44
Allah menyebutkan bahwa Dialah yang menggiring awan dengan kekuasaan-Nya sejak permulaan pembentukannya yang masih tipis,
{ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ}
Kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya. (An-Nur: 43) Yakni menghimpunkannya sesudah terpisah-pisah.
{ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا}
kemudian menjadikannya bertindih-tindih. (An-Nur: 43) Yaitu bertumpang tindih, sebagian darinya menindihi sebagian yang lain.
{فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ}
maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya. (An-Nur: 43) Al-wadaq artinya hujan. Hal yang sama telah didapati di dalam qiraat Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak. Ubaid ibnu Umair Al-Laisi mengatakan bahwa
Allah mengirimkan angin musirah, maka angin ini menerpa permukaan bumi. Kemudian Allah mengirimkan angin nasyi'ah, maka angin ini menimbulkan awan. Kemudian Allah mengirimkan angin mu'allifah, maka angin ini menghimpunkan
antara bagian-bagian dari awan tersebut. Kemudian Allah mengirimkan angin lawaqih yang membuahi awan dengan air. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir. Firman Allah Swt:
{وَيُنزلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ}
dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung. (An-Nur: 43) Sebagian ahli Nahwu mengatakan bahwa huruf min pertama mengandung makna permulaan tujuan,
sedangkan huruf min yang kedua mengandung makna tab'id (sebagian), dan huruf min yang ketiga mengandung makna penjelasan jenis. Pengertian ini berdasarkan takwil yang mengatakan bahwa firman Allah Swt.:
{مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ}
(butiran-butiran) es, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung. (An-Nur: 43) Maknanya ialah bahwa sesungguhnya di langit itu terdapat gunung-gunung es, lalu Allah menurunkan sebagian darinya ke bumi.
Adapun orang yang menjadikan lafaz Al-Jibal di sini sebagai ungkapan kinayah dari as-sahab atau awan, maka sesungguhnya min yang kedua menurut takwil ini berkedudukan sebagai ibtida-ul gayah juga,
akan tetapi dia berkedudukan sebagai badal dari min yang pertama hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:
{فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ}
maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nur: 43) Dapat ditakwilkan bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya:
{فَيُصِيبُ بِهِ}
maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu. (An-Nur: 43) Yakni apa yang diturunkan-Nya dari langit berupa air hujan dan butiran-butiran es. Sehingga makna firman-Nya:
{فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ}
maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nur: 43) Artinya, kedua jenis hujan itu (hujan air dan butiran es) sebagai rahmat buat mereka yang dikenainya.
وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ
dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nur: 43) Yakni Allah menangguhkan hujan dari mereka. Dapat pula ditakwilkan bahwa firman-Nya:
{فَيُصِيبُ بِهِ}
maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu. (An-Nur: 43) Yaitu butiran-butiran es itu sebagai siksaan atas siapa yang dikehendaki-Nya, sebab butiran-butiran es dapat memporakporandakan buah-buahan mereka
dan merusak tanam-tanaman serta pohon-pohon mereka. Dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya sebagai rahmat untuk mereka. Firman Allah Swt.:
{يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالأبْصَارِ}
Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (An-Nur: 43) Maksudnya, hampir saja kilauan cahaya kilat menghilangkan penglihatan bilamana mata terus memandanginya. Firman Allah Swt.:
{يُقَلِّبُ اللَّهُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ}
Allah mempergantikan malam dan siang. (An-Nur: 44) Yakni mengatur siang dan malam; maka Dia mengambil sebagian dari kepanjangan waktu salah satunya, lalu diberikan kepada yang lainnya yang pendek,
sehingga keduanya sama panjangnya. Kemudian mengambil sebagian dari waktu yang lainnya untuk ditambahkan kepada yang lainnya, sehingga yang tadinya berwaktu pendek menjadi lebih panjang,
sedangkan yang tadinya berwaktu panjang menjadi pendek. Allah-lah yang mengatur hal ini melalui perintah, kekuasaan, keagungan, dan ilmu-Nya.
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لأولِي الأبْصَارِ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. (An-Nur: 44) yang menunjukkan kebesaran Allah Swt., seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ}
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 190) Juga beberapa ayat berikutnya dalam surat ini, yaitu:
Surat An-Nur |24:44|
يُقَلِّبُ اللَّهُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ
yuqollibullohul-laila wan-nahaar, inna fii żaalika la'ibrotal li`ulil-abshoor
Allah mempergantikan malam dan siang. Sungguh pada yang demikian itu, pasti terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (yang tajam).
Allah alternates the night and the day. Indeed in that is a lesson for those who have vision.
(Allah mempergantikan malam dan siang) mendatangkan masing-masingnya sebagai pengganti dari yang lain. (sesungguhnya pada yang demikian itu) yakni pergantian ini
(terdapat pelajaran) yang menunjukkan kebesaran-Nya (bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan) bagi mereka yang memiliki penglihatan memandang kekuasaan Allah swt.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 44 |
Penjelasan ada di ayat 43
Surat An-Nur |24:45|
وَاللَّهُ خَلَقَ كُلَّ دَابَّةٍ مِنْ مَاءٍ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَىٰ بَطْنِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَىٰ رِجْلَيْنِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَىٰ أَرْبَعٍ ۚ يَخْلُقُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
wallohu kholaqo kulla daaabbatim mim maaa`, fa min-hum may yamsyii 'alaa bathnih, wa min-hum may yamsyii 'alaa rijlaiin, wa min-hum may yamsyii 'alaaa arba', yakhluqullohu maa yasyaaa`, innalloha 'alaa kulli syai`ing qodiir
Dan Allah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Allah has created every [living] creature from water. And of them are those that move on their bellies, and of them are those that walk on two legs, and of them are those that walk on four. Allah creates what He wills. Indeed, Allah is over all things competent.
(Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan) maksudnya makhluk hidup (dari air) yakni air mani (maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya)
seperti ulat dan binatang melata lainnya (dan sebagian berjalan dengan dua kaki) seperti manusia dan burung (sedangkan sebagian yang lain berjalan dengan empat kaki)
seperti hewan liar dan hewan ternak. (Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu).
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 45 |
Allah Swt. menyebutkan tentang Kekuasaan-Nya Yang Mahasempurna dan Pengaruh-Nya Yang Mahaagung dalam menciptakan makhluk-Nya yang beraneka ragam bentuk, warna dan sepak terjangnya, yang semuanya itu Dia ciptakan dari satu air.
{فَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى بَطْنِهِ}
maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya. (An-Nur: 45) seperti ular'dan hewan-hewan lainnya yang bentuknya serupa.
{وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى رِجْلَيْنِ}
dan sebagian berjalan dengan dua kaki. (An-Nur: 45) seperti manusia, dan burung.
{وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى أَرْبَعٍ}
sedangkan sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. (An-Nur: 45) seperti hewan ternak dan hewan-hewan lainnya. Karena itu disebutkan dalam firman selanjutnya:
{يَخْلُقُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ}
Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. (An-Nur: 45) dengan kekuasaan-Nya, karena sesungguhnya apa yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tiada. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (An-Nur: 45)
Surat An-Nur |24:46|
لَقَدْ أَنْزَلْنَا آيَاتٍ مُبَيِّنَاتٍ ۚ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
laqod anzalnaaa aayaatim mubayyinaat, wallohu yahdii may yasyaaa`u ilaa shiroothim mustaqiim
Sungguh, Kami telah menurunkan ayat-ayat yang memberi penjelasan. Dan Allah memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.
We have certainly sent down distinct verses. And Allah guides whom He wills to a straight path.
(Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan) yaitu Alquran. (Dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan) yakni tuntunan (yang lurus) yaitu agama Islam.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 46 |
Allah Swt. menegaskan bahwa Dia telah menurunkan di dalam Al-Qur'an ini hukum, hikmah, perumpamaan-perumpamaan yang jelas lagi mengandung pelajaran dalam jumlah yang banyak sekali.
Dan bahwa Dia membimbing orang-orang yang berakal dan berpandangan hati untuk memahami dan merenungkannya. Karena itulah dalam bagian terakhir dari ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
Dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (An-Nur: 46)
Surat An-Nur |24:47|
وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّىٰ فَرِيقٌ مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ ۚ وَمَا أُولَٰئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ
wa yaquuluuna aamannaa billaahi wa bir-rosuuli wa atho'naa ṡumma yatawallaa fariiqum min-hum mim ba'di żaalik, wa maaa ulaaa`ika bil-mu`miniin
Dan mereka (orang-orang munafik) berkata, "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul (Muhammad), dan kami menaati (keduanya)." Kemudian sebagian dari mereka berpaling setelah itu. Mereka itu bukanlah orang-orang beriman.
But the hypocrites say, "We have believed in Allah and in the Messenger, and we obey"; then a party of them turns away after that. And those are not believers.
(Dan mereka berkata) maksudnya orang-orang munafik, ("Kami telah beriman) Kami telah percaya (kepada Allah) dengan mengesakan-Nya (dan Rasul)
yaitu Nabi Muhammad (dan Kami menaati") apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. (Kemudian berpalinglah) memalingkan diri (sebagian dari mereka sesudah itu)
dari apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya (sekali-kali mereka itu bukanlah) orang-orang yang berpaling itu (orang-orang yang beriman) sejati, yang hati dan lisan mereka bersesuaian.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 47 |
Tafsir ayat 47-52
Allah Swt. memberitahukan (kepada kaum mukmin) tentang sifat-sifat orang munafik yaitu mereka yang menampakkan apa yang berbeda dengan yang tersimpan di dalam batin mereka; mereka mengucapkan suatu kalimat dengan lisan mereka:
{آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ}
Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu. (An-Nur: 47) Yakni ucapan mereka berbeda dengan amal perbuatannya, dan mereka mengatakan apa yang tidak mereka lakukan. Karena itulah disebutkan oleh firman berikutnya:
{وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ}
sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. (An-Nur: 47) Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ}
Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka. (An-Nur: 48), hingga akhir ayat. Yaitu bilamana mereka diseru untuk mengikuti petunjuk sesuai dengan apa yang telah diturunkan
oleh Allah kepada rasul-Nya, maka mereka berpaling dari seruan itu dan merasa besar diri untuk mengikutinya. Ayat ini sama pengertiannya dengan firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنزلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلِكَ}
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu. (An-Nisa: 60) sampai dengan firman-Nya:
رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا
niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (An-Nisa: 61) Di dalam kitab Imam Tabrani disebutkan melalui hadis Rauh ibnu Ata dari Abu Maimunah, dari Al-Hasan, dari Samurah secara marfu':
"مَنْ دُعي إِلَى سُلْطَانٍ فَلَمْ يُجِبْ، فَهُوَ ظَالِمٌ لَا حَقَّ لَهُ"
"Barang siapa yang dipanggil oleh sultan, lalu ia tidak memenuhinya, maka dia adalah orang yang zalim, tiada hak baginya." Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ يَكُنْ لَهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ}
Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh. (An-Nur: 49) Yakni apabila keputusan peradilan itu menyangkut kemaslahatan mereka, bukan melawan mereka,
maka mereka mau datang dengan patuh. Apabila keputusannya kelak melawan diri mereka, maka mereka berpaling dan mencari alasan untuk membela ketidakbenaran dirinya, serta lebih suka mencari keputusan hukum dari selain Nabi Saw.
agar kebatilannya menang. Kepatuhan orang yang seperti ini pada mulanya bukan timbul dari keyakinan bahwa Nabi Saw. benar dalam keputusannya, melainkan karena kebetulan sesuai dengan hawa nafsu mereka.
Karena itulah setelah mereka merasakan bahwa apa yang akan diputuskan oleh Nabi nanti pasti bertentangan dengan keinginan hawa nafsu mereka, maka mereka berpaling darinya kepada yang lainnya.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{أَفِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ}
Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit. (An-Nur: 50), hingga akhir ayat. Yakni sikap mereka itu tidak lain timbul dari dorongan adanya penyakit dalam kalbu mereka yang telah mematri,
atau kalbu mereka dihinggapi oleh keraguan kepada agama, atau mereka khawatir bila Allah dan rasul-Nya berbuat aniaya dalam hukum terhadap mereka. Bagaimanapun alasannya, sikap seperti itu merupakan kekufuran murni;
Allah Maha Mengetahui masing-masing orang dari kaum munafik, dan mengetahui apa yang tersembunyi di dalam hati mereka dari sifat-sifat tersebut. Firman Allah Swt.:
{بَلْ أُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ}
Sebenarnya mereka itulah orang-orang yang zalim. (An-Nur: 50) Yaitu pada hakikatnya mereka adalah orang-orang yang zalim dan melampaui batas, Allah dan rasul-Nya bersih dari apa yang mereka duga dan apa yang mereka curigai,
yaitu berbuat tidak adil dan lalim dalam memutuskan hukum. Mahatinggi Allah dan rasul-Nya dari perbuatan seperti itu. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Isma'il,
telah menceritakan kepada kami Mubarak, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, bahwa dahulu bila seorang lelaki mempunyai persengketaan dengan orang lain, lalu ia dipanggil untuk menghadap kepada Nabi Saw.,
sedangkan dia dalam keadaan benar. Maka ia datang dengan patuh karena ia mengetahui bahwa Nabi Saw. pasti akan memutuskan kebenaran baginya. Tetapi bila ia berada dalam pihak yang zalim, lalu dipanggil untuk menghadap
kepada Nabi Saw., ia berpaling dan mengatakan, "Aku akan pergi meminta peradilan kepada si Fulan." Maka Allah menurunkan ayat ini, dan Nabi Saw. bersabda:
"من كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَيْءٌ، فدُعِي إِلَى حَكَم مِنْ حُكَّام الْمُسْلِمِينَ فَأَبَى أَنْ يُجِيبَ، فَهُوَ ظَالِمٌ لَا حَقَّ لَهُ"
Barang siapa antara dia dan saudaranya terjadi persengketaan, lalu ia dipanggil untuk menghadap kepada peradilan kaum muslim, dan dia menolak tidak mau memenuhinya, maka dia adalah orang yang zalim, tiada hak baginya.
Hadis ini garib dan predikatnya adalah mursal. Kemudian Allah Swt. menyebutkan sifat-sifat kaum mukmin yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya, yaitu mereka yang tidak menginginkan dalam agamanya selain dari Kitabullah
dan sunnah Rasul-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا}
Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, "Kami mendengar dan kami patuh.” (An-Nur: 51)
Karena itulah dalam firman berikutnya Allah menyebutkan bahwa mereka adalah orang-orang beruntung karena berhasil memperoleh apa yang didambakannya dan selamat dari apa yang ditakutinya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (An-Nur: 51) Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini: ialah ucapan (mereka), "Kami mendengar dan kami patuh.” (An-Nur: 51) Telah diceritakan kepada kami
bahwa Ubadah ibnus Samit —seorang yang ikut dalam baiat Aqabah dan dalam Perang Badar, salah seorang pemuka sahabat Ansar— saat menjelang kematiannya berkata kepada keponakannya yang bernama Junadah ibnu Abu Umayyah,
"Maukah aku ceritakan kepadamu tentang kewajiban yang harus kamu lakukan dan hak yang kamu peroleh?" Junadah menjawab, "Tentu saja mau." Ubadah berkata, "Sesungguhnya kamu wajib tunduk dan patuh kepada pemerintah
dalam keadaan sulit dan mudahmu, dan dalam keadaan suka dukamu, serta janganlah kamu mementingkan dirimu sendiri. Kamu harus memberlakukan istri-istrimu dengan adil, dan janganlah kamu menentang pemerintah kecuali bila mereka
memerintahkan kepadamu untuk berbuat durhaka kepada Allah secara terang-terangan. Apa saja yang diperintahkan kepadamu, tetapi bertentangan dengan Kitabullah maka ikutilah Kitabullah."Qatadah mengatakan, telah diceritakan
kepada kami bahwa Abu Darda pernah berkata, "Islam tidak akan dapat ditegakkan kecuali dengan menggalakkan ketaatan kepada Allah. Dan tiada kebaikan kecuali dalam jamaah dan berikhlas diri kepada Allah dan Rasul-Nya,
serta bernasihat kepada khalifah dan kaum mukmin seluruhnya."Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Umar ibnul Khattab r.a. pernah mengatakan, "Tali Islam ialah menyatakan kesaksian bahwa tidak ada Tuhan
(yang wajib disembah) selain Allah, mengerjakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada orang yang dipercaya oleh Allah untuk memerintah urusan kaum muslim." Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Hadis-hadis dan asar-asar yang menyatakan wajib taat kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, serta para Khulafaur Rasyidin dan para Imam bila mereka menganjurkan untuk taat kepada Allah, jumlahnya cukup banyak dan tidak dapat
diketengahkan dalam pembahasan ini. Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ}
Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (An-Nur: 52) Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam mengerjakan apa yang diperintahkan oleh keduanya,
meninggalkan apa yang dilarang oleh keduanya, dan takut kepada Allah atas dosa-dosa yang telah lalu serta bertakwa kepada Allah dalam menghadapi masa depannya. Firman Allah Swt.:
{فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ}
maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. (An-Nur: 52) Yakni orang-orang yang berhasil meraih semua kebaikan dan selamat dari semua keburukan di dunia dan akhirat.
Surat An-Nur |24:48|
وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ مُعْرِضُونَ
wa iżaa du'uuu ilallohi wa rosuulihii liyaḥkuma bainahum iżaa fariiqum min-hum mu'ridhuun
Dan apabila mereka diajak kepada Allah dan rasul-Nya, agar (rasul) memutuskan perkara di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak (untuk datang).
And when they are called to [the words of] Allah and His Messenger to judge between them, at once a party of them turns aside [in refusal].
(Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya) yang menyampaikan kepada mereka
(agar Rasul menghukum/mengadili di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka berpaling) menolak untuk datang memenuhi seruan Rasul.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 48 |
Penjelasan ada di ayat 47
Surat An-Nur |24:49|
وَإِنْ يَكُنْ لَهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ
wa iy yakul lahumul-ḥaqqu ya`tuuu ilaihi muż'iniin
Tetapi, jika kebenaran di pihak mereka, mereka datang kepadanya (rasul) dengan patuh.
But if the right is theirs, they come to him in prompt obedience.
(Tetapi jika keputusan itu untuk kemaslahatan mereka, mereka mau datang kepada Rasul dengan patuh) dengan segera dan penuh ketaatan.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 49 |
Penjelasan ada di ayat 47
Surat An-Nur |24:50|
أَفِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ يَخَافُونَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ ۚ بَلْ أُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
a fii quluubihim marodhun amirtaabuuu am yakhoofuuna ay yaḥiifallohu 'alaihim wa rosuuluh, bal ulaaa`ika humuzh-zhoolimuun
Apakah (ketidakhadiran mereka karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim.
Is there disease in their hearts? Or have they doubted? Or do they fear that Allah will be unjust to them, or His Messenger? Rather, it is they who are the wrongdoers.
(Apakah di dalam hati mereka ada penyakit) yakni kekafiran (atau karena mereka ragu-ragu) mereka meragukan kenabiannya
(ataukah karena mereka takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka) di dalam peradilan, yakni mereka diperlakukan secara aniaya di dalamnya.
Tidak (sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim) karena mereka berpaling dari peradilan itu.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 50 |
Penjelasan ada di ayat 47
Surat An-Nur |24:51|
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
innamaa kaana qoulal-mu`miniina iżaa du'uuu ilallohi wa rosuulihii liyaḥkuma bainahum ay yaquuluu sami'naa wa atho'naa, wa ulaaa`ika humul-mufliḥuun
Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, "Kami mendengar, dan kami taat." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
The only statement of the [true] believers when they are called to Allah and His Messenger to judge between them is that they say, "We hear and we obey." And those are the successful.
(Sesungguhnya jawaban orang-orang Mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili di antara mereka) maka jawaban yang pantas mereka katakan
(ialah ucapan, "Kami mendengar dan Kami patuh") yakni mengiakan secara spontan. (Dan mereka) sejak saat itu (adalah orang-orang yang beruntung) artinya orang-orang yang selamat di dunia dan akhirat.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 51 |
Penjelasan ada di ayat 47
Surat An-Nur |24:52|
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
wa may yuthi'illaaha wa rosuulahuu wa yakhsyalloha wa yattaq-hi fa ulaaa`ika humul-faaa`izuun
Dan barang siapa taat kepada Allah dan rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.
And whoever obeys Allah and His Messenger and fears Allah and is conscious of Him - it is those who are the attainers.
(Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah) merasa takut kepada-Nya (dan bertakwa kepada-Nya)
dapat dibaca Wayattaqih dan Wayattaqhi, yakni dengan menaati-Nya (maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan) yaitu mendapat surga.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 52 |
Penjelasan ada di ayat 47
Surat An-Nur |24:53|
وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ أَمَرْتَهُمْ لَيَخْرُجُنَّ ۖ قُلْ لَا تُقْسِمُوا ۖ طَاعَةٌ مَعْرُوفَةٌ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
wa aqsamuu billaahi jahda aimaanihim la`in amartahum layakhrujunn, qul laa tuqsimuu, thoo'atum ma'ruufah, innalloha khobiirum bimaa ta'maluun
Dan mereka bersumpah dengan (nama) Allah dengan sumpah sungguh-sungguh, bahwa jika engkau suruh mereka berperang, pastilah mereka akan pergi. Katakanlah (Muhammad), "Janganlah kamu bersumpah, (karena yang diminta) adalah ketaatan yang baik. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan."
And they swear by Allah their strongest oaths that if you ordered them, they would go forth [in Allah 's cause]. Say, "Do not swear. [Such] obedience is known. Indeed, Allah is Acquainted with that which you do."
(Dan mereka bersumpah dengan nama Allah sekuat-kuat sumpah) dengan sekuatnya (jika kalian suruh mereka) untuk pergi berjihad (pastilah mereka akan pergi. Katakanlah!)
kepada mereka ("Janganlah kalian bersumpah, karena ketaatan yang diminta ialah ketaatan yang sebenarnya) maksudnya taat yang sebenarnya kepada Nabi adalah lebih baik daripada sumpah kalian
yang tidak kalian tunaikan. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan") berupa ketaatan kalian secara lisan, padahal kalian bertentangan dalam prakteknya.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 53 |
Tafsir ayat 53-54
Allah Swt. menceritakan keadaan orang-orang munafik yang pada mulanya bersumpah kepada Rasulullah Saw. bahwa jika Rasul memerintahkan kepada mereka untuk berangkat perang, niscaya mereka akan berangkat. Allah Swt. berfirman:
{قُلْ لَا تُقْسِمُوا طَاعَةٌ مَعْرُوفَةٌ}
Katakanlah, "Janganlah kalian bersumpah, (karena ketaatan yang diminta ialah) ketaatan yang sudah dikenal. (An-Nur: 53) Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah ketaatan yang kalian dituntut untuk melakukannya
sudah dikenal. Dengan kata lain, ketaatan kalian itu telah diketahui sesungguhnya hanyalah ucapan belaka yang tidak dibarengi dengan perbuatan. Manakala kalian bersumpah, berarti kalian dusta. Seperti pengertian
yang terdapat di dalam firman-Nya:
{يَحْلِفُونَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا}
Mereka akan bersumpah kepada kalian agar kalian rida. (At-Taubah: 96), hingga akhir ayat. Dan Firman Allah Swt.:
{اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً}
Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai. (Al-Mujadilah: 16), hingga akhir ayat. Watak mereka adalah pendusta, sehingga dalam keadaan mempunyai alternatif lain pun mereka masih berdusta. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لإخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ لَئِنْ أُخْرِجُوا لَا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا لَا يَنْصُرُونَهُمْ وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الأدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ}
Apakah kamu tiada memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara Ahli Kitab, "Sesungguhnya jika kalian diusir, niscaya kami pun akan keluar bersama kalian;
dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun untuk (menyusahkan) kalian; dan jika kalian diperangi, pasti kami akan membantu kalian.” Dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta.
Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tiada akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka menolongnya,
niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang, kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan. (Al-Hasyr: 11-12) Menurut pendapat yang lain, makna firman-Nya:
{طَاعَةٌ مَعْرُوفَةٌ}
(karena ketaatan yang diminta ialah) ketaatan yang sudah dikenal. (An-Nur: 53) Maksudnya, ketaatan yang kalian dituntut untuk melakukannya ialah ketaatan yang sudah dikenal, tanpa memakai sumpah dan segala macam janji.
Taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang mukmin, tanpa memakai sumpah segala.
{إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (An-Nur: 53) Yakni Dia Maha Mengetahui kalian, siapa yang taat dan siapa yang durhaka di antara kalian. Sumpah dan menampakkan ketaatan sekalipun
di batin memendam hal yang bertentangan; walaupun hal ini tidak diketahui oleh makhluk, tetapi Allah Swt. mengetahui rahasia dan yang tersembunyi. Tiada suatu kepalsuan pun yang tersembunyi bagi Allah,
bahkan Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan di dalam hati hamba-hamba-Nya, sekalipun mereka menampakkan hal yang berbeda dengannya. Kemudian Allah Swt. berfirman:
{قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ}
Katakanlah, "Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul.” (An-Nur: 54) Artinya, ikutilah petunjuk Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Firman Allah Swt.:
{فَإِنْ تَوَلَّوْا}
dan jika kalian berpaling. (An-Nur: 54) Yakni jika kalian berpaling dan meninggalkan apa yang disampaikan oleh rasul kepada kalian.
{فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ}
maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya. (An-Nur: 54) Yaitu menyampaikan risalah dan menunaikan amanat.
{وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ}
dan kewajiban kalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepada kalian. (An-Nur: 54) Yakni menerima hal tersebut, menghormatinya, dan mengerjakan apa yang telah digariskan olehnya.
{وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا}
Dan jika kalian taat kepadanya, niscaya kalian mendapat petunjuk. (An-Nur: 54) Demikian itu karena rasul menyeru kalian kepada jalan yang lurus, yaitu:
{صِرَاطِ اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ}
jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. (Asy-Syura: 53), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلا الْبَلاغُ الْمُبِينُ}
Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (An-Nur: 54) Sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ}
karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka. (Ar-Ra'd: 40) Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ}
Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (Al-Ghasyiyah: 21-22) Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Allah Swt.
menurunkan wahyu kepada salah seorang nabi bangsa Bani Israil yang dikenal dengan nama Sya'ya, "Berdirilah kamu di kalangan Bani Israil, karena sesungguhnya Aku akan membuat lisanmu menyampaikan wahyu-Ku."
Maka nabi itu berdiri dan berkata, "Hai langit, dengarlah. Hai bumi, dengarlah, karena sesungguhnya Allah hendak memutuskan suatu perkara dan mengatur suatu urasan penting, Dialah yang akan melaksanakannya.
Dia bermaksud memindahkan kampung ke daerah yang tak berpenghuni, dan kota ke daerah pedalaman, dan sungai-sungai ke padang sahara, dan nikmatnya sampai kepada orang-orang fakir, dan kerajaan di tangan para pengembala.
Dia bermaksud mengutus seorang nabi yang ummi dari kalangan orang-orang ummi. Nabi tersebut tidak kasar, tidak keras, tidak pula bersuara keras di pasar-pasar. Seandainya dia melewati lentera, tentulah lentera itu tidak padam
karena ketenangannya. Dan seandainya dia berjalan di atas ranting-ranting yang kering, tidak terdengar suara dari bawah kedua telapak kakinya. (Allah berfirman), 'Aku mengutusnya sebagai pembawa berita gembira
dan pemberi peringatan, dia tidak pernah berkata dusta. Melalui dia Aku buka mata yang buta, telinga yang tuli dan hati yang terkunci. Dan aku bimbing dia ke setiap perbuatan yang baik. Aku anugerahkan kepadanya semua akhlak
yang mulia, dan Aku jadikan sakinah (ketenangan) sebagai pakaiannya, kebaikan sebagai perlambangnya, takwa sebagai isi hatinya, hikmah sebagai lisannya, kejujuran dan kesetiaan sebagai wataknya, suka memberi maaf
dan berbuat kebajikan adalah akhlaknya. Kebenaran adalah syariatnya, keadilan adalah sepak terjangnya, hidayah adalah imamnya, Islam adalah agamanya. Namanya adalah Ahmad; Aku memberi petunjuk (manusia)
dari kesesatan melalui dia, dan Aku memberikan pengajaran (kepada manusia) melalui dia (sehingga mereka terbebas dari) kejahilan (kebodohan), dan Aku angkat (harkat manusia) sesudah tenggelam di dalam kerendahan,
dan Aku menjadikan (mereka) terkenal melaluinya sesudah tak dikenal. Dan Aku jadikan (mereka) melaluinya menjadi banyak sesudah sedikit. Dan Aku jadikan (mereka) berkecukupan melaluinya sesudah hidup dalam serba kekurangan.
Dan Aku jadikan (mereka) bersatu melaluinya sesudah berpecah belah. Dan Aku jadikan hidup rukun di antara umat yang berbeda-beda, hati yang bertentangan dan kecenderungan yang beraneka ragam (melaluinya).
Dan Aku selamatkan melaluinya beberapa golongan besar manusia dari kebinasaan. Dan Aku jadikan umatnya sebagai umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk umat manusia, memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran,
mengesakan Tuhan, beriman, ikhlas, dan percaya dengan apa yang disampaikan oleh rasul-rasul'." Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Surat An-Nur |24:54|
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ ۖ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ ۖ وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا ۚ وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
qul athii'ulloha wa athii'ur-rosuul, fa in tawallau fa innamaa 'alaihi maa ḥummila wa 'alaikum maa ḥummiltum, wa in tuthii'uuhu tahtaduu, wa maa 'alar-rosuuli illal-balaaghul-mubiin
Katakanlah, "Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban rasul (Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu. Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Kewajiban rasul hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas."
Say, "Obey Allah and obey the Messenger; but if you turn away - then upon him is only that [duty] with which he has been charged, and upon you is that with which you have been charged. And if you obey him, you will be [rightly] guided. And there is not upon the Messenger except the [responsibility for] clear notification."
(Katakanlah! "Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan jika kalian berpaling) dari taat kepadanya. Lafal Tawallau asalnya adalah Tatawallau;
maksudnya pembicaraan ini ditujukan kepada mereka (maka sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya) yaitu menyampaikan risalah
(dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepada kalian) yakni untuk taat kepadanya (dan jika kalian taat kepadanya, niscaya kalian mendapat petunjuk.
Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan amanat Allah dengan terang") yaitu secara jelas dan gamblang.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 54 |
Penjelasan ada di ayat 53
Surat An-Nur |24:55|
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
wa'adallohullażiina aamanuu mingkum wa 'amilush-shooliḥaati layastakhlifannahum fil-ardhi kamastakhlafallażiina ming qoblihim wa layumakkinanna lahum diinahumullażirtadhoo lahum wa layubaddilannahum mim ba'di khoufihim amnaa, ya'buduunanii laa yusyrikuuna bii syai`aa, wa mang kafaro ba'da żaalika fa ulaaa`ika humul-faasiquun
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.
Allah has promised those who have believed among you and done righteous deeds that He will surely grant them succession [to authority] upon the earth just as He granted it to those before them and that He will surely establish for them [therein] their religion which He has preferred for them and that He will surely substitute for them, after their fear, security, [for] they worship Me, not associating anything with Me. But whoever disbelieves after that - then those are the defiantly disobedient.
(Dan Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa di bumi) sebagai ganti dari orang-orang kafir (sebagaimana Dia telah menjadikan berkuasa) dapat dibaca Kamastakhlafa dan Kamastukhlifa
(orang-orang yang sebelum mereka) sebagaimana yang dialami oleh kaum Bani Israel sebagai pengganti dari orang-orang yang lalim dan angkara murka
(dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka) yaitu agama Islam; seumpamanya Dia akan memenangkannya di atas agama-agama yang lain,
kemudian Dia meluaskan bagi mereka daerah-daerah mereka dan mereka menjadi para pemiliknya (dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka)
dapat dibaca Takhfif yaitu menjadi walayubdilannahum, dapat pula dibaca Tasydid yaitu menjadi Walayubaddilannahum (sesudah mereka berada dalam ketakutan)
dari perlakuan orang-orang kafir (menjadi aman sentosa) dan Allah telah menunaikan janji-Nya kepada mereka, yaitu memberikan kepada mereka apa yang telah disebutkan tadi,
kemudian Dia memuji mereka melalui firman-Nya, (Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku)
ayat ini merupakan jumlah Isti'naf atau kalimat baru, akan tetapi statusnya disamakan sebagai Illat. (Dan barang siapa yang tetap kafir sesudah janji itu)
sesudah pemberian nikmat kepada mereka, yaitu keamanan tadi (maka mereka itulah orang-orang yang fasik) dan orang-orang yang mula-mula kafir sesudah itu adalah para pembunuh Khalifah Usman r.a.
kemudian mereka menjadi orang-orang yang saling membunuh padahal sebelumnya mereka berteman.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 55 |
Ini merupakan janji dari Allah Swt. kepada Rasul-Nya Saw., bahwa Dia akan menjadikan umatnya sebagai orang-orang yang berkuasa di bumi, yakni menjadi para pemimpin manusia dan penguasa mereka.
Dengan mereka negeri akan menjadi baik dan semua hamba Allah akan tunduk kepada mereka. Dan Allah akan menukar keadaan mereka sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa dan menjadi penguasa atas manusia.
Janji itu telah diberikan oleh Allah Swt. kepada mereka; segala puji bagi Allah, begitu juga karunianya. Kerena sesungguhnya sebelum Nabi Saw. wafat, Allah telah menaklukkan baginya Mekah, Khaibar, Bahrain,
dan semua kawasan Jazirah Arabia serta negeri Yaman seluruhnya. Beliau Saw. sempat memungut jizyah dari orang-orang Majusi Hajar dan juga dari para penduduk yang ada di pinggiran negeri Syam (yang berada di dekat negeri Arab).
Berbagai macam hadiah berdatangan kepada beliau Saw. dari Heraklius (Kaisar Romawi), penguasa negeri Mesir dan Iskandariah (yaitu raja Muqauqis), raja-raja negeri Amman (oman), dan Raja Negus
(raja negeri Abesinia yang bertahta sesudah As-hamah rahimahullah). Kemudian setelah Rasulullah Saw. wafat dan Allah telah memilihnya untuk menempati kemuliaan yang ada di sisi-Nya, maka urusannya dipegang oleh khalifah
yang sesudahnya, yaitu Abu Bakar As-Siddiq. Maka dirapikannya kembali semua kesemrawutan sepeninggal Rasulullah Saw., dan seluruh Jazirah Arabia berhasil disatukan kembali. Lalu ia mengirimkan sejumlah pasukan kaum muslim
ke negeri Persia di bawah pimpinan Khalid ibnul Walid r.a. Akhirnya mereka berhasil menaklukkan sebagian dari negeri Persia, dan banyak korban yang berjatuhkan dari kalangan penduduknya.Ia mengirimkan pasukan lainnya
di bawah pimpinan Abu Ubaidah r.a. dan para amir yang mengikutinya menuju ke negeri Syam. Pasukan yang ketiga dikirimkannyalah menuju ke negeri Mesir di bawah pimpinan Amr ibnul 'As.Di masa pemerintahannya,
pasukan yang dikirim ke negeri Syam berhasil menaklukkan Kota Busra, Dimasyq, dan daerah lainnya yang ada di belakangnya dari kawasan negeri Hauran dan negeri lainnya yang berdekatan. Kemudian Allah mewafatkan
Khalifah Abu Bakar dan memilihnya untuk menduduki kehormatan di sisi-Nya. Allah memberikan karunia-Nya kepada kaum muslim dengan memberikan ilham kepada Abu Bakar sebelum wafatnya untuk memilih Umar Al-Faruq sebagai
khalifah penggantinya. Umar Al-Faruq memegang tampuk kekhalifahan sesudah Abu Bakar, lalu ia menjalankannya dengan sempurna sehingga belum pernah tercatat oleh sejarah tentang kecemerlangan yang semisal dengannya
sesudah para nabi dalam hal kekuatan sirah dan kesempurnaan keadilannya. Dalam masa pemerintahannya telah berhasil ditaklukkan seluruh negeri Syam dan negeri Mesir serta sebagian besar dari kawasan Persia.
Dia telah mematahkan Kisra (Raja Persi) dan mengalahkannya dengan kekalahan yang fatal yang memaksa Raja Persi mundur sampai ke bagian pedalaman negerinya. Kaisar romawi terpukul mundur dan merebut negeri Syam
dari tangan kekuasaannya, lalu terus maju sampai Konstantinopel, dan menginfakkan harta benda keduanya di jalan Allah, seperti yang telah diberitakan sebelumnya oleh Rasulullah Saw. yang telah mendapat janji dari Allah Swt.
akan hal tersebut.Kemudian di masa kekuasaan dinasti Usmanyiah, kerajaan Islam makin meluas sampai kebelahan timur dan barat yang paling dalam. Di taklukkanlah negeri-negeri Magrib sampai ke bagian yang paling dalam
yang ada di baliknya, seperti Andalusia dan Cyprus, juga kota Qairuwan dan Sabtah yang ada di tepi Laut Tengah, sedangkan di belahan timur penaklukkannya sampai ke bagian pedalaman negeri Cina.Kisra terbunuh dan semua kerajaannya
hancur sama sekali. Kota-kota negeri Irak, Khurrasan, dan Al-Ahwaz dapat ditaklukkan dan terjadilah pertempuran besar-besaran antara pasukan kaum muslim dengan bangsa Turki, dan Allah menaklukkan raja mereka yang besar
(yaitu Khaqan).Kharraj dipungut dari belahan timur dan barat, lalu didatangkan ke hadapan Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan r.a. Yang demikian itu dapat tercapai berkat kerajinannya dalam membaca Al-Qur'an, mempelajarinya,
dan menghimpunkan umat serta menggerakkan mereka untuk menghafal Al-Qur'an. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ، فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَسَيَبْلُغُ مُلْكُ أُمَّتِي مَا زُوي لِيَ مِنْهَا"
Sesungguhnya Allah melipat bumi untukku sehingga aku dapat melihat belahan timur dan baratnya, dan kelak kerajaan umatku akan mencapai batas apa yang dilipatkan untukku itu.Sekarang kita hidup mondar-mandir di dalam kawasan
yang telah dijanjikan kepada kita oleh Allah dan Rasul-Nya. Mahabenar Allah dan Rasul-Nya. Kami memohon kepada Allah agar dikaruniai iman kepada-Nya, kepada Rasul-Nya, dan berbuat untuk mensyukuri nikmat yang telah dilimpahkan-Nya
kepada kita sesuai dengan apa yang diridai oleh-Nya.
قَالَ الْإِمَامُ مُسْلِمُ بْنُ الْحَجَّاجِ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَة قَالَ: سمعتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا يَزَالُ أَمْرُ النَّاسِ مَاضِيًا مَا وَلِيَهُمُ اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا". ثُمَّ تَكَلَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَلِمَةٍ خَفِيَتْ عَنِّي فَسَأَلْتُ أَبِي: مَاذَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالَ: "كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ".
Imam Muslim ibnul Hajjaj telah mengatakan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Jubir ibnu Samurah yang mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Urusan manusia masih tetap berjalan lancar selagi mereka diperintah oleh dua belas orang laki-laki (pemimpin). Kemudian Nabi Saw. mengucapkan kata-kata yang tidak dapat kudengar
dengan jelas, lalu aku bertanya kepada ayahku tentang apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. itu. Ayahku menjawab: Semuanya dari kalangan Quraisy.Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah, dari Abdul Malik ibnu Umair
dengan sanad yang sama. Di dalam riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa Nabi Saw. mengucapkan sabdanya itu di petang hari sesudah menghukum rajam Ma'iz ibnu Malik. Selain dari itu Nabi Saw. mengemukakan hadis-hadis lainnya.
Di dalam hadis ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa sudah dipastikan keberadaan dua belas orang Khalifah yang adil-adil. Tetapi mereka bukanlah para imam golongan Syi'ah yang dua belas orang itu, karena sesungguhnya
kebanyakan dari mereka tidak mempunyai suatu peran penting pun.Adapun mereka yang dua belas orang yang disebutkan dalam hadis ini seluruhnya berasal dari keturunan Quraisy. Mereka berkuasa dan berlaku adil. Berita gembira
tentang kedatangan mereka itu telah disebutkan pula di dalam kitab-kitab terdahulu.Kemudian tidak disyaratkan keberadaan mereka berturut-turut di kalangan umat, bahkan keberadaan mereka ada yang berturut-turut
dan ada yang terpisah-pisah. Di antara mereka yang keberadaannya berturut-turut yaitu sebanyak empat orang; mereka adalah Abu Bakar, Umar, Usman, kemudian Ali. Selanjutnya sesudah mereka selang beberapa masa muncul pula
sebagian dari mereka menurut apa yang dikehendaki oleh Allah Swt. Kemudian masih ada sebagian orang dari mereka yang masih menunggu waktu pemunculannya yang hanya diketahui oleh Allah Swt. Di antara mereka adalah Al-Mahdi,
yang namanya sesuai dengan nama Rasulullah Saw. dan kunyah-nya sama dengan kunyah beliau Saw. Dia akan memenuhi dunia ini dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi oleh kelaliman.
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai telah meriwayatkan melalui hadis Sa'id ibnu Jamhan, dari Safinah maula Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
الْخِلَافَةُ بَعْدِي ثَلَاثُونَ سنة، ثم يَكُونُ مُلْكًا عَضُوضا"
Kekhalifahan sesudahku berlangsung sampai tiga puluh tahun, kemudian muncullah raja yang diktator.Ar-Rabi' ibnu Anas telah meriwayatkan dari Abul Aliyah sehubungan dengan makna firman-Nya; Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa,
dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. (An-Nur: 55),
hingga akhir ayat. Dahulu Nabi Saw. dan para sahabatnya di Mekah tinggal selama dua puluh tahun, menyeru manusia kepada Allah semata dan menyembahNya semata, tiada sekutu bagi-Nya, yang hal ini dilakukan
dengan sembunyi-sembunyi. Mereka dicekam oleh rasa takut dan tidak diperintah untuk berperang, hingga mereka diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah sebagai pendahuluannya.Kemudian Allah memerintahkan kepada mereka
untuk berperang, dahulu mereka tinggal di Mekah dalam keadaan takut memegang senjata, tetapi setelah di Madinah mereka baru dapat memegang senjata. Mereka dengan penuh kesabaran tinggal dalam keadaan seperti itu (berperang)
selama masa yang dikehendaki oleh Allah Swt. Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita akan selalu dalam keadaan ketakutan selamanya seperti ini? Tidakkah
akan datang suatu masa bagi kita yang di masa itu kita hidup dalam keadaan aman dan meletakkan senjata kita?" Maka Rasulullah Saw. menjawab:
" لَنْ تَغْبروا إِلَّا يَسِيرًا حَتَّى يَجْلِسَ الرَّجُلُ مِنْكُمْ فِي الْمَلَأِ الْعَظِيمِ مُحْتَبِيًا لَيْسَتْ فِيهِمْ حَدِيدَةٌ".
Kalian hanya memerlukan kesabaran sebentar lagi, karena akan datang masanya seseorang di antara kalian duduk bersila di antara sekumpulan orang yang banyak, tanpa ada senjata tajam pun (padanya). Allah menurunkan ayat ini
dan menjadikan Nabi-Nya berkuasa atas seluruh Jazirah Arabia, para penduduknya beriman dan meletakkan senjata (menyerah kepadanya).Kemudian Allah mewafatkan Nabi-Nya dan kaum muslim masih dalam keadaan aman
seperti sebelumnya di masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman. Lalu terjadilah peristiwa yang menyebabkan mereka bercerai-berai, sehingga ketakutan kembali menimpa mereka dan mulailah mereka mengambil (mengangkat)
para pengawal pribadi dan para penjaga. Mereka mengubah tatanan kebijakan dan akhirnya mereka berada dalam keadaan yang berbeda dengan masa sebelumnya.Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa kekhalifahan Abu Bakar
dan Umar merupakan perkara yang hak yang termaktub di dalam Kitabullah, lalu ia membaca ayat ini.Al-Barra ibnu Azib mengatakan bahwa ayat ini diturunkan ketika kami (para sahabat) berada dalam ketakutan yang sangat.
Ayat ini semakna dengan firman-Nya yang mengatakan:
{وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الأرْضِ}
Dan ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi (Al-Anfal: 26) sampai dengan firman-Nya:
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
agar kalian bersyukur. (Al-Anfal: 26) Adapun firman Allah Swt.:
{كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ}
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa. (An-Nur: 55), hingga akhir ayat. Sama seperti apa yang difirmankan oleh Allah Swt. mengenai perkataan Musa kepada kaumnya:
{عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُهْلِكَ عَدُوَّكُمْ وَيَسْتَخْلِفَكُمْ فِي الأرْضِ}
Mudah-mudahan Allah membinasakan musuh kalian dan menjadikan kalian khalifah di bumi-(Nya). (Al-A'raf: 129), hingga akhir Ayat. Dan firman-Nya:
{وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأرْضِ}
Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir). (Al-Qashash: 5), hingga akhir ayat berikutnya. Firman Allah Swt.:
{وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ}
dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka. (An-Nur: 55), hingga akhir ayat.Sama pula dengan sabda Rasulullah Saw. kepada Addi ibnu Hatim ketika menjadi utusan kaumnya menghadap kepada beliau,
"أَتَعْرِفُ الْحِيرَةَ؟ " قَالَ : لَمْ أَعْرِفْهَا، وَلَكِنْ قَدْ سَمِعْتُ بِهَا. قَالَ: "فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، ليُتمنّ اللَّهُ هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى تَخْرُجَ الظَّعِينَةُ مِنَ الحِيرَة حتى تَطُوفَ بِالْبَيْتِ فِي غَيْرِ جِوَارِ أَحَدٍ، وَلَتَفْتَحُنَّ كُنُوزَ كِسْرَى بْنِ هُرْمُزَ". قُلْتُ: كِسْرَى بْنُ هُرْمُزَ؟ قَالَ: "نَعَمْ، كِسْرَى بْنُ هُرْمُزَ، وليُبذَلَنّ المالُ حَتَّى لَا يَقْبَلَهُ أَحَدٌ". قَالَ عَدِيُّ بْنُ حَاتِمٍ: فَهَذِهِ الظَّعِينَةُ تَخْرُجُ مِنْ الْحِيرَةِ فَتَطُوفُ بِالْبَيْتِ فِي غَيْرِ جِوَارِ أَحَدٍ، وَلَقَدْ كُنْتُ فِيمَنِ افْتَتَحَ كُنُوزَ كِسْرَى بْنِ هُرْمُزَ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَكُونَنَّ الثَّالِثَةَ؛ لِأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ قَالَهَا
"Tahukah kamu Hirah?" Addi ibnu Hatim menjawab, "Belum, tetapi saya pernah mendengarnya." Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sungguh Allah benar-benar
akan menyempurnakan urusan (Islam) ini hingga wanita pengendara unta berangkat dari Hirah, lalu melakukan tawaf di Baitullah tanpa ada seorang lelaki pun yang menemaninya (keadaannya aman sekali). Dan sungguh Allah
akan membuka perbendaharaan Kisra ibnu Hurmuz. Aku bertanya, "Benarkah dia adalah Kisra ibnu Hurmuz?" Nabi Saw. bersabda: Ya, Kisra ibnu Hurmuz. Dan sungguh harta benda akan dibelanjakan tanpa ada seorang pun
yang mau menerimanya (karena semuanya sudah berkecukupan).Addi ibnu Hatim mengatakan, "Wanita pengendara unta ini berangkat dari Hirah, lalu melakukan tawaf di Baitullah tanpa ada seorang laki-lakipun yang mengawalnya,
dan sesungguhnya aku termasuk orang yang menaklukkan perbendaharaan Kisra ibnu Hurmuz. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sungguh akan ada peristiwa yang ketiga, karena Rasulullah Saw.
telah mengatakannya."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَشِّرْ هَذِهِ الْأُمَّةَ بالسَّناء وَالرِّفْعَةِ، وَالدِّينِ وَالنَّصْرِ وَالتَّمْكِينِ فِي الْأَرْضِ، فَمِنْ عَمِلَ مِنْهُمْ عَمَلَ الْآخِرَةِ لِلدُّنْيَا، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الْآخِرَةِ نَصِيبٌ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Salamah, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Umat ini akan mendapat berita gembira memperoleh ketenaran, kedudukan yang tinggi, agama, kemenangan, dan kekuasaan yang mapan di muka bumi. Maka barang siapa di antara mereka yang mengerjakan amal akhirat
untuk dunia(nya), maka tiada bagian baginya kelak di akhirat. Firman Allah Swt.:
{يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا}
Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. (An-Nur: 55 )
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا هُمَامٌ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ حَدَّثَهُ قَالَ: بَيْنَا أَنَا رَدِيفُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ إِلَّا آخِرَةَ الرَّحْل، قَالَ: "يَا مُعَاذُ"، قُلْتُ: لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وسَعْديك. قَالَ: ثُمَّ سَارَ سَاعَةً، ثُمَّ قَالَ: "يَا مُعَاذُ بْنَ جَبَلٍ "، قُلْتُ: لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ. [ثُمَّ سَارَ سَاعَةً، ثُمَّ قَالَ: "يَا مُعَاذُ بْنَ جَبَلٍ"، قُلْتُ: لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ"]. قَالَ: "هَلْ تَدْرِي مَا حَقُّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ"؟ قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: " [فَإِنَّ] حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا". قَالَ: ثُمَّ سَارَ سَاعَةً. ثُمَّ قَالَ: "يَا مُعَاذُ بْنَ جَبَلٍ"، قُلْتُ: لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ. قَالَ: "فَهَلْ تَدْرِي مَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ إِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ"؟، قَالَ: قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "فَإِنَّ حَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَهُمْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas, bahwa Mu'az ibnu Jabal pernah menceritakan kepadanya,
"Ketika kami sedang membonceng Nabi Saw. di atas keledainya, tanpa ada jarak antara aku dan dia selain bagian belakang pelananya. Nabi Saw. bersabda, 'Hai Mu'az!' Aku menjawab, 'Labbaika, ya Rasulullah, kupenuhi seruanmu
dengan penuh kebahagian.'Kemudian Rasulullah Saw. melanjutkan perjalanannya sesaat, lalu bersabda, 'Hai Mu'az!' Aku menjawab,? 'Labbaika, ya Rasulullah, kupenuhi semanmu dengan penuh kebahagian.' Beliau Saw.
melanjutkan perjalanannya sesaat, lalu bersabda lagi, 'Hai Mu'az!' Aku menjawab, 'Labbaika, ya Rasulullah, kupenuhi seruanmu dengan penuh kebahagian.' Rasulullah Saw. bersabda: 'Tahukah kamu, apakah hak Allah
atas hamba-hamba-(Nya.)? ' Aku menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.? Rasulullah Saw. bersabda; 'Hak Allah atas hamba-hamba-Nya ialah hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Nya.'
Kemudian Rasulullah Saw. berjalan sesaat dan bersabda, 'Hai Mu'az!' Aku menjawab, Labbaika, ya Rasulullah, kupenuhi panggilanmu dengan penuh kebahagiaan.' Rasulullah Saw. bersabda: 'Tahukah kamu, apakah hak hamba-hamba Allah
atas Allah bila mereka mengerjakan hal tersebut?' Aku menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. ' Rasulullah Saw. bersabda, 'Sesungguhnya hak hamba-hamba atas Allah Swt. ialah Dia tidak mengazab mereka'.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing melalui hadis Qatadah. Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ}
Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (An-Nur: 55) Yakni barang siapa yang keluar dari ketaatan terhadap-Ku sesudah itu, maka sesungguhnya dia telah keluar
dari perintah Tuhannya, dan itu sudah cukup merupakan dosa yang besar baginya.Para sahabat radiyallahu anhum adalah orang yang paling menegakkan perintah-perintah Allah dan paling taat kepada-Nya sesudah Nabi Saw.
Maka pertolongan Allah kepada mereka sesuai dengan keikhlasan mereka. Mereka berhasil memenangkan kalimah Allah di belahan timur dan barat, dan Allah mendukung mereka dengan dukungan yang besar serta menjadikan mereka
berkuasa atas semua hamba Allah dan semua negeri. Akan tetapi, setelah kaum muslim sesudah generasi mereka melalaikan sebagian dari perintah-perintah Allah, maka kemenangan mereka berkurang sesuai dengan keikhlasan mereka.
Akan tetapi, telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui berbagai jalur dari Rasulullah Saw., bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلَا مَنْ خالفهم إلى اليوم الْقِيَامَةِ"
Masih tetap akan ada segolongan umatku yang memperjuangkan perkara hak, tiada membahayakan mereka orang-orang yang menghina mereka dan tiada pula orang-orang yang menentang mereka sampai hari kiamat. Menurut riwayat yang lain disebutkan:
"حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ، وَهُمْ كَذَلِكَ"
sampai datang perintah Allah (hari kiamat), sedangkan mereka tetap dalam keadaan seperti itu (memperjuangkan perkara hak). Di dalam riwayat lainnya disebutkan:
"حَتَّى يُقَاتِلُوا الدَّجَّالَ"
sampai mereka memerangi Dajjal. Di dalam riwayat lainnya lagi disebutkan:
"حَتَّى يَنْزِلَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وهم ظاهرون"
sampai Isa putra Maryam turun, sedangkan mereka masih tetap berjuang. Semua riwayat ini berpredikat sahih, tiada pertentangan di antaranya.
Surat An-Nur |24:56|
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
wa aqiimush-sholaata wa aatuz-zakaata wa athii'ur-rosuula la'allakum tur-ḥamuun
Dan laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul (Muhammad), agar kamu diberi rahmat.
And establish prayer and give zakah and obey the Messenger - that you may receive mercy.
(Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul, supaya kalian diberi rahmat) mudah-mudahan kalian diberi rahmat.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 56 |
Tafsir ayat 56-57
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar mengerjakan salat, yaitu menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya; dan membayar zakat, yaitu berbuat kebaj ikan kepada makhluk,
yakni mereka yang lemah dan yang fakir. Dan hendaknya dalam mengerjakan hal tersebut mereka taat kepada Rasulullah Saw., yakni mengikutinya dalam semua apa yang dia perintahkan kepada mereka dan meninggalkan apa
yang mereka dilarang melakukannya, mudah-mudahan dengan demikian Allah akan merahmati mereka. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang mengerjakan hal ini pasti dirahmati oleh Allah Swt. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt.
melalui firman-Nya:
{أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ}
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. (At-Taubah: 71) Adapun firman Allah Swt.:
{لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا}
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang kafir itu. (An-Nur: 57) Hai Muhammad, janganlah kamu kira orang-orang kafir yang menentang dan mendustakanmu itu,
{مُعْجِزِينَ فِي الأرْضِ}
dapat melemahkan (Allah dari mengazab mereka) di bumi ini. (An-Nur: 57) Yakni mereka tidak dapat melemahkan Allah, bahkan Allah berkuasa atas mereka dan kelak Dia akan mengazab mereka atas perbuatannya itu dengan azab yang amat keras. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
{وَمَأْوَاهُمُ}
sedangkan tempat kembali mereka. (An-Nur: 57) Maksudnya, di negeri akhirat nanti.
{النَّارُ وَلَبِئْسَ الْمَصِيرُ}
adalah neraka. Dan sungguh amat jeleklah tempat kembali itu. (An-Nur: 57) Yaitu seburuk-buruk tempat kembali adalah tempat kembalinya orang-orang kafir, dan tempat kembali mereka adalah seburuk-buruk tempat menetap dan tempat tinggal.
Surat An-Nur |24:57|
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مُعْجِزِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ ۖ وَلَبِئْسَ الْمَصِيرُ
laa taḥsabannallażiina kafaruu mu'jiziina fil-ardh, wa ma`waahumun-naar, wa labi`sal-mashiir
Janganlah engkau mengira bahwa orang-orang yang kafir itu dapat luput dari siksaan Allah di bumi, sedang tempat kembali mereka (di akhirat) adalah neraka. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.
Never think that the disbelievers are causing failure [to Allah] upon the earth. Their refuge will be the Fire - and how wretched the destination.
(Janganlah kamu kira) dapat dibaca Tahsabanna dan Yahsabanna, yang menjadi Fa'il atau subyeknya adalah Rasulullah (bahwa orang-orang yang kafir itu dapat melemahkan)
Kami (di bumi ini) yakni selamat dari azab Kami (sedangkan tempat tinggal mereka) yaitu tempat mereka kembali (adalah neraka. Dan sungguh sejelek-jelek tempat kembali adalah neraka) maksudnya tempat kembali yang paling buruk.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 57 |
Penjelasan ada di ayat 56
Surat An-Nur |24:58|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ۚ مِنْ قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ۚ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ ۚ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ ۚ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu liyasta`żingkumullażiina malakat aimaanukum wallażiina lam yablughul-ḥuluma mingkum ṡalaaṡa marroot, ming qobli sholaatil-fajri wa ḥiina tadho'uuna ṡiyaabakum minazh-zhohiiroti wa mim ba'di sholaatil-'isyaaa`, ṡalaaṡu 'aurootil lakum, laisa 'alaikum wa laa 'alaihim junaaḥum ba'dahunn, thowwaafuuna 'alaikum ba'dhukum 'alaa ba'dh, każaalika yubayyinullohu lakumul-aayaat, wallohu 'aliimun ḥakiim
Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah hamba sahaya (laki-laki dan perempuan) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig (dewasa) di antara kamu, meminta izin kepada kamu pada tiga kali (kesempatan), yaitu sebelum sholat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan setelah sholat isya. (Itulah) tiga aurat (waktu) bagi kamu. Tidak ada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu, mereka keluar masuk melayani kamu, sebagian kamu atas sebagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat itu kepadamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.
O you who have believed, let those whom your right hands possess and those who have not [yet] reached puberty among you ask permission of you [before entering] at three times: before the dawn prayer and when you put aside your clothing [for rest] at noon and after the night prayer. [These are] three times of privacy for you. There is no blame upon you nor upon them beyond these [periods], for they continually circulate among you - some of you, among others. Thus does Allah make clear to you the verses; and Allah is Knowing and Wise.
(Hai orang-orang yang beriman, hendaklah meminta izin kepada kalian budak-budak yang kalian miliki) baik yang laki-laki maupun yang perempuan
(dan orang-orang yang belum balig di antara kalian) maksudnya dari kalangan orang-orang yang merdeka dan belum mengetahui perihal kaum wanita (sebanyak tiga kali)
yaitu dalam tiga waktu untuk seharinya (yaitu sebelum sholat subuh dan ketika kalian menanggalkan pakaian luar kalian di tengah hari) yakni waktu sholat Zuhur
(dan sesudah sholat Isyak. Itulah tiga aurat bagi kalian) kalau dibaca Rafa' menjadi Tsalaatsu 'Auraatin, berarti menjadi Khabar dari Mubtada yang diperkirakan keberadaannya,
dan sebelum Khabar terdapat Mudhaf, kemudian kedudukan Mudhaf yang diperkirakan itu diganti oleh Mudhaf ilaih yaitu lafal Tsalaatsun itu sendiri. Makna selengkapnya ialah,
Ketentuan tersebut adalah tiga waktu yang ketiga-tiganya merupakan aurat bagi kalian. Jika dibaca Nashab menjadi Tsalaatsa Auraatin Lakum,
dengan memperkirakan adanya lafal Auraatin yang dinashabkan, juga karena menjadi Badal secara Mahal dari lafal sebelumnya, kemudian Mudhaf ilaih menggantikan kedudukannya.
Dikatakan demikian karena pada saat-saat tersebut, yaitu ketiga waktu itu, orang-orang membuka pakaian luar mereka untuk istirahat sehingga auratnya kelihatan.
(Tidak ada atas kalian dan tidak pula atas mereka) atas budak-budak yang kalian miliki dan anak-anak kecil (dosa) untuk masuk menemui kalian tanpa izin (selain dari tiga waktu itu)
yakni sesudah ketiga waktu tadi, sedangkan mereka (melayani kalian) meladeni kalian (sebagian kalian) yakni pelayan itu mempunyai keperluan (kepada sebagian yang lain)
kalimat ini berkedudukan mengukuhkan makna sebelumnya. (Demikianlah) sebagaimana apa yang telah disebutkan tadi (Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kalian)
yakni menjelaskan hukum-hukum-Nya. (Dan Allah Maha Mengetahui) tentang semua urusan makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) di dalam mengatur kepentingan mereka.
Ayat yang menyangkut masalah meminta izin ini menurut suatu pendapat telah dinasakh. Akan tetapi menurut pendapat yang lain tidak dinasakh,
hanya saja orang-orang meremehkan masalah meminta izin ini, sehingga banyak dari mereka yang tidak memakainya lagi.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 58 |
Tafsir ayat 58-60
Ayat-ayat yang mulia ini mengandung etika meminta izin masuk untuk menemui kaum kerabat, sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain. Sedangkan apa yang telah disebutkan pada permulaan surat ini menyangkut meminta izin
untuk menemui orang lain, sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain. Allah Swt. memerintahkan kepada kaum mukmin agar para pelayan mereka yang terdiri atas budak-budak yang mereka miliki dan anak-anak mereka
yang belum berusia balig meminta izin kepada mereka bila hendak menemui mereka dalam tiga keadaan, yaitu sebelum menunaikan salat Subuh, karena pada saat itu orang-orang masih dalam keadaan tidur di peraduannya masing-masing.
وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ}
ketika kalian menanggalkan pakaian (luar) kalian di tengah hari. (An-Nur: 58) Karena orang-orang biasanya berkumpul bersama keluarganya pada waktu itu dengan menanggalkan pakaian luar mereka.
{وَمِنْ بَعْدِ صَلاةِ الْعِشَاءِ}
dari sesudah salat Isya. (An-Nur: 58) Karena waktu itu adalah waktunya tidur, maka para pelayan dan anak-anak diperintahkan agar jangan mendatangi suatu ahli bait dalam waktu tersebut, sebab dikhawatirkan
seseorang sedang bersama istrinya atau sedang melakukan pekerjaan lainnya. Karena itulah disebutkan oleh firman berikutnya:
{ثَلاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ}
(Itulah) tiga aurat bagi kalian. Tidak ada dosa atas kalian dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. (An-Nur: 58) Yakni apabila mereka masuk di lain ketiga waktu tersebut, maka tidak ada dosa bagi kalian
mempersilakan mereka masuk. Tidak ada dosa pula bagi mereka jika mereka mempunyai sesuatu keperluan untuk masuk di saat selain ketiga waktu itu; karena mereka mendapat izin untuk masuk, juga karena mereka
adalah orang-orang yang sering keluar masuk kepada kalian, untuk keperluan pelayanan dan keperluan lainnya. Telah dimaafkan pula bagi orang-orang yang bertugas menjadi pelayan banyak hal yang tidak dimaafkan bagi selain mereka.
Imam Malik dan Imam Ahmad ibnu Hambal serta Ahlus Sunan telah meriwayatkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda sehubungan dengan kucing:
"إِنَّهَا لَيْسَتْ بنجَس؛ إِنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ -أَوْ -وَالطَّوَّافَاتِ"
Sesungguhnya kucing itu tidak najis, sesungguhnya kucing itu termasuk yang banyak keluar masuk kepada kalian, atau hewan yang jinak (dengan kalian). Mengingat ayat ini muhkam dan tiada yang me-nasakh-nya,
sedangkan orang-orang sedikit yang mengamalkannya, maka Abdullah ibnu Abbas mengingkari sikap mereka yang demikian itu. Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas
telah berkata, "Orang-orang meninggalkan tiga ayat, mereka tidak mau mengamalkannya," yaitu firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kalian miliki meminta izin kepada kalian.
(An-Nur: 58), hingga akhir ayat. Dan firman Allah Swt. dalam surat An-Nisa, yaitu: Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat. (An-Nisa: 8), hingga akhir ayat. Dan firman Allah Swt. di dalam surat Al-Hujurat, yaitu:
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. (Al-Hujurat: 13) Menurut lafaz lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, juga melalui hadis Isma'il ibnu Muslim
yang berpredikat daif, dari Amr ibnu Dinar, dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Setan telah mengalahkan manusia terhadap tiga ayat, sehingga mereka tidak mengamalkannya,
yaitu firman Allah Swt.: 'Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kalian miliki meminta izin kepada kalian. (An-Nur: 58), hingga akhir ayat." Abu Daud telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami
Ibnus Sabbah dan Ibnu Sufyan serta Ibnu Abdah seperti berikut ini: Telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ubaidillah ibnu Abu Yazid yang pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan bahwa kebanyakan orang tiada yang mengamalkan
ayat meminta izin, dan sesungguhnya aku benar-benar memerintahkan kepada budak wanitaku ini agar selalu meminta izin kepadaku (bila ingin bersua denganku).Abu Daud mengatakan bahwa demikian pula hal yang diriwayatkan oleh Ata,
dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas menganjurkan hal ini. As-Sauri telah meriwayatkan dari Musa ibnu Abu Aisyah yang bertanya kepada Asy-Sya'bi tentang makna firman-Nya: hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kalian miliki
meminta izin kepada kalian. (An-Nur: 58) Bahwa ayat ini tidak di-mansukh. Maka aku berkata, "Akan tetapi, orang-orang tidak mengamalkannya." Maka Asy-Sya'bi berkata, "Hanya kepada Allah-lah meminta pertolongan."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Bilal, dari Amr ibnu Abu Umar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas,
bahwa pernah ada dua orang lelaki menanyakan kepadanya tentang masalah meminta izin pada tiga aurat yang telah diperintahkan oleh Allah Swt. di dalam Al-Qur'an. Maka Ibnu Abbas menjawab, "Sesungguhnya
Allah itu suka menutupi diri-Nya Dia menyukai penutup. Dahulu orang-orang tidak memakai kain penutup pada pintu-pintu rumah mereka, tidak pula memakai kain gordin pada rumah-rumah mereka. Adakalanya seseorang dikejutkan
oleh kedatangan pelayannya, atau anaknya, atau anak yatim yang ada dalam pengasuhannya sedangkan dia dalam keadaan bersama istrinya. Maka Allah memerintahkan kepada mereka untuk meminta izin terlebih dahulu
pada ketiga waktu tersebut yang telah dijelaskan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya." Kemudian sesudah itu Allah meluaskan rezeki mereka. Akhirnya mereka membuat kain-kain penutup dan kain-kain gordin pada rumah-rumah mereka.
Maka orang-orang memandang bahwa hal tersebut sudah cukup bagi mereka tanpa memakai izin yang diperintahkan kepada mereka untuk menggalakkannya. Sanad asar ini sahih sampai kepada Ibnu Abbas. Abu Daud meriwayatkannya
dari Al-Qa'nabi, dari Ad-Darawardi, dari Amr ibnu Abu Umar dengan sanad yang sama.As-Saddi mengatakan bahwa dahulu ada segolongan orang dari kalangan para sahabat suka menyetubuhi istrinya di waktu-waktu tersebut,
sekalian mereka mandi, lalu keluar untuk melakukan salat berjamaah.Maka Allah memerintahkan kepada mereka agar menganjurkan kepada budak-budak mereka dan anak-anak kecil mereka jangan masuk menemui mereka di saat-saat tersebut,
kecuali dengan izin mereka.Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, telah sampai kepada kami suatu hadis —hanya Allah Yang Maha Mengetahui kebenarannya— yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki dari kalangan Ansar
dan istrinya yang bernama Asma binti Marsad membuat jamuan makanan untuk Nabi Saw. Maka orang-orang masuk tanpa izin. Lalu Asma binti Marsad berkata, "Wahai Rasulullah, alangkah buruknya hal ini, sesungguhnya masuk menemui
sepasang suami istri yang sedang berada dalam satu pakaian, anak-anak keduanya tanpa izin terlebih dahulu." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita)
yang kalian miliki meminta izin kepada kalian. (An-Nur: 58), hingga akhir ayat. Termasuk di antara hal yang menunjukkan bahwa ayat ini muhkam tidak di-mansukh adalah firman berikutnya yang mengatakan:
{كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kalian. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (An-Nur: 59) Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَإِذَا بَلَغَ الأطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ}
Dan apabila anak-anak kalian telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. (An-Nur: 59) Yaitu bilamana anak-anak yang telah mencapai usia balig diharuskan
meminta izin dalam ketiga waktu tersebut, berarti diwajibkan kepada selain mereka meminta izin untuk masuk dalam setiap waktu di luar ketiga waktu tersebut, saat-saat seseorang sedang bersama istrinya, sekalipun
bukan pada ketiga waktu tersebut. Al-Auza'i telah meriwayatkan dari Yahya ibnu Kasir, bahwa apabila seorang anak menjelang usia balig, dianjurkan untuk meminta izin kepada kedua orang tuanya bila hendak menemui mereka
pada ketiga waktu tersebut. Dan apabila dia telah mencapai usia balig, maka dianjurkan meminta izin dalam waktu mana pun. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair. Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: sebagaimana orang-orang sebelum mereka meminta izin. (An-Nur: 59) Yakni seperti orang-orang dewasa dari kalangan anak seseorang dan kaum kerabatnya meminta izin masuk terlebih dahulu untuk menemuinya.
Firman Allah Swt.:
{وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ}
Dan perempuan-perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung). (An-Nur: 60) Sa'id ibnu Jubair, Mu'qatil ibnu Hayyan, Ad-Dahhak, dan Qatadah telah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah wanita-wanita yang tidak berhaid lagi dan sudah tidak beranak lagi.
{اللاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا}
yang tiada ingin berkawin (lagi). (An-Nur: 60) Artinya, mereka tidak mempunyai keinginan dan selera untuk berkawin.
{فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ}
tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan. (An-Nur: 60) Yakni tiada larangan bagi mereka dalam masalah tersebut berbeda halnya dengan wanita lainnya.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad Al-Marwazi, telah menceritakan kepadaku Ali ibnul Husain ibnu Waqid, dari ayahnya, dari Yazid An-Nahwi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya. (An-Nur: 31), hingga akhir ayat. Maka di-nasakh-lah, lalu dikecualikan dari hal ini wanita-wanita tua yang telah terhenti
dari haid dan mengandung yang tiada ingin berkawin lagi.Ibnu Mas'ud telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian (luar) mereka. (An-Nur: 60) Yakni meletakkan jilbab
atau kain selendangnya. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Abusy Sya'sa, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hasan, Qatadah, Az-Zuhri, dan Al-Auza'i serta lain-lainnya.
Abu Saleh mengatakan, diperbolehkan baginya berdiri di hadapan lelaki lain dengan memakai baju kurung dan memakai kerudung.Sa'id ibnu Jubair dan lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya sesuai
dengan qiraat Ibnu Mas'ud, "Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan sebagian dari pakaiannya." yaitu jilbab yang dipakai di luar kain kerudung. Maka tidak mengapa jika mereka menanggalkannya di hadapan lelaki lain atau lainnya
sesudah ia memakai kain kerudung yang tebal.Sa'id ibnu Jubair telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan. (An-Nur: 60) Yaitu janganlah mereka ber-tabarruj
dengan menanggalkan kain jilbab (baju kurung)nya agar perhiasannya kelihatan. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Abdullah, telah menceritakan
kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepadaku Siwar ibnu Maimun, telah menceritakan kepada kami Talhah ibnu Asim, dari Ummul Masa'in (Ummud Diya) yang mengatakan bahwa ia pernah masuk menemui Siti Aisyah r.a.,
lalu bertanya, "Hai Ummul Mu’minin, bagaimanakah pendapatmu tentang pacar, mengibaskan kain, kain celupan, anting-anting, gelang kaki, cincin emas, dan pakaian yang tipis?" Siti Aisyah menjawab, "Hai kaum wanita, kisah (pengalaman)
kalian adalah sama. Allah telah menghalalkan bagi kalian memakai perhiasan, tetapi bukan untuk tabarruj (ditampakkan)." Dengan kata lain, tidak dihalalkan bagi kalian memperlihatkan perhiasan kalian yang tidak boleh dilihat oleh mahram.
As-Saddi mengatakan bahwa dia pernah mempunyai seorang teman yang dikenal dengan nama Muslim. Muslim adalah maula (bekas budak) seorang wanita, dan wanita itu adalah istri Huzaifah ibnul Yaman. Pada suatu hari ia datang ke pasar,
sedangkan di tangannya terdapat bekas pacar. Maka aku bertanya kepadanya tentang bekas pacar itu. Dia menjawab, bahwa itu adalah bekas pacar saat ia menyemir rambut bekas tuannya, yaitu istrinya Huzaifah. Maka aku mengingkari
perbuatannya itu. Dia berkata kepadaku, "Jika kamu suka, aku akan membawamu menemuinya." Aku menjawab, "Ya." Muslim membawaku masuk menemui tuan wanitanya, dan ternyata tuan wanitanya itu adalah seorang wanita
yang sudah tua. Maka aku bertanya kepadanya, "Sesungguhnya Muslim telah menceritakan kepadaku bahwa dia telah menyemir rambutmu." Istri Huzaifah menjawab, "Ya benar, hai anakku. Aku termasuk wanita yang sudah tua
yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin berkawin lagi, sedangkan Allah Swt. telah berfirman sehubungan dengan masalah ini seperti yang kamu pernah dengar tentunya.'" Firman Allah Swt.:
{وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ}
dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. (An-Nur: 60) Yakni tidak menanggalkan pakaian luar mereka adalah lebih baik, sekalipun hal itu diperbolehkan. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Surat An-Nur |24:59|
وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
wa iżaa balaghol-athfaalu mingkumul-ḥuluma falyasta`żinuu kamasta`żanallażiina ming qoblihim, każaalika yubayyinullohu lakum aayaatih, wallohu 'aliimun ḥakiim
Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur dewasa, maka hendaklah mereka (juga) meminta izin, seperti orang-orang yang lebih dewasa meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepadamu. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.
And when the children among you reach puberty, let them ask permission [at all times] as those before them have done. Thus does Allah make clear to you His verses; and Allah is Knowing and Wise.
(Dan apabila anak-anak kalian telah sampai) hai orang-orang yang merdeka (kepada usia balig, maka hendaklah mereka meminta izin) dalam semua waktu
(seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin) yakni orang-orang dewasa yang merdeka. (Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya bagi kalian. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana).
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 59 |
Penjelasan ada di ayat 58
Surat An-Nur |24:60|
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ ۖ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
wal-qowaa'idu minan-nisaaa`illaatii laa yarjuuna nikaaḥan fa laisa 'alaihinna junaaḥun ay yadho'na ṡiyaabahunna ghoiro mutabarrijaatim biziinah, wa ay yasta'fifna khoirul lahunn, wallohu samii'un 'aliim
Dan para perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak ingin menikah (lagi), maka tidak ada dosa menanggalkan pakaian (luar) mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, tetapi memelihara kehormatan adalah lebih baik bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
And women of post-menstrual age who have no desire for marriage - there is no blame upon them for putting aside their outer garments [but] not displaying adornment. But to modestly refrain [from that] is better for them. And Allah is Hearing and Knowing.
(Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti) dari haid dan dari mempunyai anak disebabkan telah lanjut umurnya (yang tiada ingin kawin lagi)
bagi yang demikian itu (tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka) yakni jilbab mereka, atau selendang mereka, atau penutup yang ada di atas kerudung mereka
(dengan tidak bermaksud menampakkan) yakni menonjolkan (perhiasan)-nya yang tersembunyi seperti kalung, gelang tangan dan gelang kaki (dan berlaku terhormat)
tidak melepaskannya (adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar) perkataan kalian (lagi Maha Mengetahui) apa yang tersimpan di dalam kalbu kalian.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 60 |
Penjelasan ada di ayat 58
Surat An-Nur |24:61|
لَيْسَ عَلَى الْأَعْمَىٰ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ وَلَا عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَنْ تَأْكُلُوا مِنْ بُيُوتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ آبَائِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أُمَّهَاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ إِخْوَانِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخَوَاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَعْمَامِكُمْ أَوْ بُيُوتِ عَمَّاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخْوَالِكُمْ أَوْ بُيُوتِ خَالَاتِكُمْ أَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَفَاتِحَهُ أَوْ صَدِيقِكُمْ ۚ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَأْكُلُوا جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا ۚ فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
laisa 'alal-a'maa ḥarojuw wa laa 'alal-a'roji ḥarojuw wa laa 'alal-mariidhi ḥarojuw wa laa 'alaaa anfusikum an ta`kuluu mim buyuutikum au buyuuti aabaaa`ikum au buyuuti ummahaatikum au buyuuti ikhwaanikum au buyuuti akhowaatikum au buyuuti a'maamikum au buyuuti 'ammaatikum au buyuuti akhwaalikum au buyuuti khoolaatikum au maa malaktum mafaatiḥahuuu au shodiiqikum, laisa 'alaikum junaaḥun an ta`kuluu jamii'an au asytaataa, fa iżaa dakholtum buyuutan fa sallimuu 'alaaa anfusikum taḥiyyatam min 'indillaahi mubaarokatan thoyyibah, każaalika yubayyinullohu lakumul-aayaati la'allakum ta'qiluun
Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudara-saudaramu yang perempuan, di rumah saudara-saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara-saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara ibumu yang perempuan, (di rumah) yang kamu miliki kuncinya atau (di rumah) kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendiri-sendiri. Apabila kamu memasuki rumah-rumah hendaklah kamu memberi salam (kepada penghuninya, yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, dengan salam yang penuh berkah dan baik dari sisi Allah. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(-Nya) bagimu, agar kamu mengerti.
There is not upon the blind [any] constraint nor upon the lame constraint nor upon the ill constraint nor upon yourselves when you eat from your [own] houses or the houses of your fathers or the houses of your mothers or the houses of your brothers or the houses of your sisters or the houses of your father's brothers or the houses of your father's sisters or the houses of your mother's brothers or the houses of your mother's sisters or [from houses] whose keys you possess or [from the house] of your friend. There is no blame upon you whether you eat together or separately. But when you enter houses, give greetings of peace upon each other - a greeting from Allah, blessed and good. Thus does Allah make clear to you the verses [of ordinance] that you may understand.
(Tidak ada dosa bagi orang buta, tidak pula bagi orang pincang, dan tidak pula bagi orang sakit) untuk makan bersama dengan orang-orang selain mereka
(dan tidak pula) dosa (bagi diri kalian sendiri untuk makan bersama mereka di rumah kalian sendiri) yaitu di rumah anak-anak kalian (atau rumah bapak-bapak kalian, di rumah ibu-ibu kalian,
di rumah saudara-saudara kalian yang laki-laki, di rumah saudara-saudara kalian yang perempuan, di rumah saudara-saudara bapak kalian yang laki-laki,
di rumah saudara-saudara bapak kalian yang perempuan, di rumah saudara-saudara ibu kalian yang laki-laki, di rumah saudara-saudara ibu kalian yang perempuan, di rumah yang kalian miliki kuncinya)
yang khusus kalian sediakan buat orang lain (atau - di rumah - kawan-kawan kalian) yang dimaksud dengan kawan adalah orang-orang yang benar-benar setia kepada kalian.
Makna ayat ini ialah, bahwa kalian diperbolehkan makan dari rumah-rumah orang-orang yang telah disebutkan tadi, sekalipun para pemiliknya tidak hadir atau sedang tidak ada di rumah,
jika memang kalian telah yakin akan kerelaan mereka terhadap sikap kalian itu (Tidak ada dosa bagi kalian makan bersama-sama mereka) yakni berbarengan dengan mereka
(atau sendirian) tidak bersama-sama. Lafal Asytaatan ini adalah bentuk jamak dari kata Syatta, artinya sendiri-sendiri atau berpisah-pisah.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seseorang yang merasa berdosa jika ia makan sendirian. Jika ia tidak menemukan seseorang yang mau makan bersamanya,
maka ia tidak mau memakan makanannya (maka apabila kalian memasuki rumah-rumah) milik kalian sendiri yang tidak ada penghuninya (hendaklah kalian memberi salam kepada diri kalian sendiri)
katakanlah! "Assalaamu 'Alainaa Wa Alaa `Ibaadillaahish Shaalihiin" yang artinya, "Keselamatan semoga dilimpahkan kepada diri kami dan hamba-hamba Allah yang saleh".
Karena sesungguhnya para Malaikatlah yang akan menjawab salam kalian itu. Jika ternyata di dalam rumah-rumah itu terdapat penghuninya, maka berilah salam kepada mereka
(sebagai salam) lafal Tahiyyatan menjadi Mashdar artinya sebagai penghormatan (yang ditetapkan di sisi Allah, yang diberkati lagi baik) yakni diberi pahala bagi orang yang mengucapkannya.
(Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya bagi kalian) Dia merincikan tanda-tanda agama kalian (agar kalian memahaminya) supaya kalian mengerti hal tersebut.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 61 |
Ulama tafsir berbeda pendapat tentang makna yang menjadi penyebab bagi terhapusnya dosa dari orang yang buta, orang yang pincang, dan orang yang sakit dalam ayat ini. Ata Al-Khurrasani dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam
mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah jihad. Mereka mengkategorikan ayat ini sama dengan apa yang terdapat di dalam surat Al-Fath yang menerangkan dengan jelas masalah jihad. Dengan kata lain,
dapat disebutkan bahwa tiada dosa atas mereka dalam meninggalkan kewajiban berjihad karena kondisi mereka yang lemah dan tidak mampu. Semakna pula dengan apa yang disebutkan di dalam surat At-Taubah melalui firman-Nya:
{لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلا عَلَى الْمَرْضَى وَلا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ وَلا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ}
Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya.
Tiada jalan sedikit pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila datang kepadamu,
supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawa kalian!" (At-Taubah: 91-92) sampai dengan firman-Nya:
أَلا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ
lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (At-Taubah: 92) Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud dalam ayat ini ialah pada mulanya mereka merasa keberatan bila makan bersama orang yang buta.
Karena orang buta tidak dapat melihat makanan dan lauk-pauk yang ada dalam hidangan, dan barangkali orang lain (yang tidak buta) mendahuluinya dalam menyantap hidangan yang disuguhkan. Tidak pula bersama orang yang pincang,
sebab orang yang pincang tidak dapat duduk dengan baik sehingga teman-teman sekedudukannya menjauh darinya. Tidak pula orang yang sedang sakit, sebab orang yang sedang sakit tidak dapat menyantap hidangan dengan sempurna
sebagaimana yang lainnya. Maka dari itu mereka tidak mau makan bersama orang-orang tersebut, agar mereka tidak berbuat aniaya terhadap orang-orang itu. Kemudian Allah Swt. menurunkan ayat ini sebagai kemurahan dari-Nya dalam
masalah ini. Demikianlah menurut pendapat yang dikemukakan oleh Sa'id ibnu Jubair dan Miqsam.Ad-Dahhak mengatakan bahwa dahulu sebelum Nabi Saw. diutus, mereka merasa keberatan bila makan bersama-sama orang-orang itu
karena merasa jijik dan enggan serta menghindari agar orang-orang itu tidak tersinggung. Lalu Allah menurunkan ayat ini (sesudah Islam datang).Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Abu Nujaih,
dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Tiada halangan bagi orang buta. (An-Nur: 61), hingga akhir ayat. Dahulu seseorang pergi membawa seorang yang tuna netra, atau seorang yang pincang atau seorang yang sakit,
ke rumah ayahnya atau rumah saudara laki-lakinya atau rumah saudara perempuannya atau rumah saudara perempuan ayahnya atau rumah saudara perempuan ibunya. Sedangkan orang-orang yang sakit merasa keberatan
dengan hal tersebut. Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya orang-orang mengajak mereka ke rumah keluarga mereka sendiri (yakni mau mengajak hanya ke rumah keluarganya sendiri), lalu turunlah ayat ini sebagai rukhsah buat mereka.
As-Saddi mengatakan bahwa seseorang masuk ke dalam rumah ayahnya atau saudara lelakinya atau anak lelakinya, lalu istri pemilik rumah menyuguhkan makanan kepadanya, tetapi ia tidak mau makan karena pemilik rumah
tidak ada di tempat. Maka Allah Swt. berfirman: Tidak ada halangan bagi orang buta. (An-Nur: 61), hingga akhir ayat. Firman Allah Swt.:
{وَلا عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَنْ تَأْكُلُوا مِنْ بُيُوتِكُمْ}
dan tidak pula bagi diri kalian sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kalian sendiri. (An-Nur: 61) Sesungguhnya makan di rumah sendiri disebutkan dalam ayat ini tiada lain agar di- 'ataf-kan kepadanya lafaz lain
yang disebutkan sesudahnya supaya mempunyai hukum yang sama dengannya. Termasuk pula ke dalam pengertian rumah sendiri ialah rumah anak, sekalipun tidak disebutkan dalam nas ayat ini (tetapi pengertiannya tersirat di dalamnya).
Karena itu, ada sebagian ulama yang menjadikan ayat ini sebagai dalil yang menunjukkan bahwa harta milik anak sama dengan harta milik ayahnya. Di dalam kitab musnad dan kitab sunan telah disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan melalui
berbagai jalur dari Rasulullah Saw., bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"أَنْتَ وَمَالُكَ لِأَبِيكَ"
Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu. Firman Allah Swt.:
{أَوْ بُيُوتِ آبَائِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أُمَّهَاتِكُمْ}
atau rumah bapak-bapak kalian, atau rumah ibu-ibu kalian. (An-Nur: 61) sampai dengan firman-Nya:
{أَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَفَاتِحَهُ}
atau di rumah yang kalian miliki kuncinya. (An-Nur: 61) Makna ayat ini sudah jelas, dan ada sebagian ulama yang mewajibkan memberi nafkah kepada kaum kerabat, sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain.
Seperti yang ada pada mazhab Imam Abu Hanifah dan mazhab Imam Ahmad ibnu Hambal menurut pendapat yang terkenal dari keduanya. Mengenai makna firman-Nya:
{أَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَفَاتِحَهُ}
atau di rumah yang kalian miliki kuncinya. (An-Nur: 61) Menurut Sa'id ibnu Jubair dan As-Saddi, yang dimaksud adalah pelayan seseorang. Diperbolehkan baginya memakan sebagian dari makanan yang disimpan oleh tuannya
dengan cara yang makruf. Az-Zuhri telah meriwayatkan dari Urwah, dari Aisyah r.a. yang telah mengatakan bahwa dahulu kaum muslim berangkat berjihad bersama Rasulullah Saw. Maka mereka menyerahkan kunci-kunci rumah mereka
kepada orang-orang kepercayaannya masing-masing. Dan mereka mengatakan, "Kami halalkan bagi kalian memakan apa yang kalian perlukan." Sedangkan orang-orang kepercayaan mereka mengatakan, "Sesungguhnya tidak halal
bagi kami memakan makanan mereka, karena sesungguhnya mereka memberikan izinnya kepada kami tidak berdasarkan keikhlasan hati, dan sesungguhnya kami ini adalah orang-orang yang dipercaya untuk memegang amanat."
Maka Allah menurunkan firman-Nya: atau di rumah-rumah yang kalian miliki kuncinya. (An-Nur. 61) Adapun firman Allah Swt.:
{أَوْ صَدِيقِكُمْ}
atau di rumah kawan-kawan kalian. (An-Nur: 61) Yakni rumah teman-teman kalian dan rumah sahabat-sahabat kalian, maka tiada dosa bagi kalian bila makan dari apa yang ada padanya, jika kalian mengetahui bahwa hal tersebut
tidak memberatkan pemilik rumah dan para pemilik rumah merelakannya.Qatadah mengatakan, "Apabila kamu memasuki rumah temanmu, maka tidak ada halangan bagimu bila makan di dalamnya tanpa seizin temanmu." Firman Allah Swt.:
{لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَأْكُلُوا جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا}
Tidak ada halangan bagi kalian makan bersama-sama mereka atau sendirian. (An-Nur: 61) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil. (An-Nisa: 29) Maka kaum muslim berkata, "Sesungguhnya Allah telah melarang kita saling memakan harta sesama kita
dengan cara yang batil, sedangkan makanan adalah harta yang paling utama. Karena itu, tidak halal bagi seseorang di antara kita makan di rumah orang lain." Maka orang-orang menahan dirinya dari hal tersebut, lalu Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Tidak ada halangan bagi orang buta. (An-Nur: 61) sampai dengan firman-Nya: atau di rumah kawan-kawan kalian.(An-Nur: 61) Dahulu mereka merasa enggan dan berdosa bila makan sendirian,
melainkan bila ditemani oleh orang lain, kemudian Allah memberikan kemurahan (dispensasi) bagi mereka dalam hal tersebut melalui firman-Nya: Tidak ada halangan bagi kalian makan bersama-sama atau sendirian. (An-Nur: 61)
Qatadah mengatakan bahwa sebagian orang dari Bani Kinanah sejak masa Jahiliah menganggap sebagai suatu perbuatan yang hina bila seseorang dari mereka makan sendirian, sehingga seseorang dari mereka terpaksa
masih terus menggiring unta gembalaannya dalam keadaan lapar hingga bersua dengan seseorang yang mau makan dan minum bersamanya. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya (sesudah masa Islam), yaitu: Tidak ada halangan bagi kalian
makan bersama-sama mereka atau sendirian. (An-Nur: 61) Ini merupakan suatu kemurahan dari Allah Swt. yang mengizinkan seseorang makan sendirian atau secara berjamaah, sekalipun makan dengan berjamaah lebih berkah dan lebih utama.
Seperti yang telah disebutkan di dalam riwayat Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ وَحْشيّ بْنِ حَرْب، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ؛ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّا نأكلُ وَلَا نشبَع. قَالَ: "فَلَعَلَّكُمْ تَأْكُلُونَ مُتَفَرِّقِينَ، اجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ، وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ يُبَاركْ لَكُمْ فِيهِ".
telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdu Rabbih, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Wahsyi ibnu Harb, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa pernah ada seorang lelaki berkata kepada Nabi Saw.,
"Sesungguhnya kami makan, tetapi tidak pernah merasa kenyang." Maka Nabi Saw. bersabda: Barangkali kalian makan sendiri-sendiri, makanlah dengan berjamaah dan sebutlah nama Allah (sebelumnya), niscaya kalian
akan diberkati dalam makanan kalian. Abu Daud dan Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Al-Walid ibnu Muslim dengan sanad yang sama.Ibnu Majah telah meriwayatkan pula melalui hadis Amr ibnu Dinar-Al-Qahramani, dari Salim,
dari ayahnya, dari Umar, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"كُلُوا جَمِيعًا وَلَا تَفَرّقُوا؛ فَإِنَّ الْبَرَكَةَ مَعَ الْجَمَاعَةِ".
Makanlah bersama-sama, janganlah kalian makan sendiri-sendiri, karena sesungguhnya keberkatan itu ada bersama jamaah. Firman Allah Swt.:
{فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ}
Maka apabila kalian memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini), hendaklah kalian memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada diri kalian sendiri. (An-Nur: 61) Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah,
dan Az-Zuhri telah mengatakan, hendaklah sebagian dari kalian memberi salam kepada sebagian yang lain. Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abuz Zubair yang pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah berkata,
"Apabila kamu masuk ke dalam rumah keluargamu, ucapkanlah salam kepada mereka dengan ucapan salam penghormatan yang diberkati lagi baik di sisi Allah." Abuz Zubair mengatakan, "Menurut hemat saya, maksud Jabir tiada lain
mewajibkan hal tersebut." Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadanya Ziyad, dari Ibnu Tawus yang mengatakan, "Apabila seseorang diantar", kalian memasuki rumahnya, hendaklah ia mengucapkan salam."
Ibnu Juraij mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ata, "Apakah wajib bagiku bila keluar dari rumah, lalu memasukinya lagi, mengucapkan salam kepada mereka?" Ata menjawab, "Saya tidak mengharuskannya kepada seseorang,
tetapi hal itu lebih aku sukai dan saya tidak pernah mengabaikannya terkecuali bila saya lupa."Mujahid mengatakan, "Apabila kamu memasuki masjid, ucapkanlah salam kepada Rasulullah; dan apabila kamu masuk ke rumah keluargamu,
ucapkanlah salam kepada mereka; dan apabila kamu masuk ke dalam suatu rumah yang tidak ada penghuninya, ucapkanlah salam berikut, 'Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kita dan juga kepada hamba-hamba Allah yang saleh'."
As-Sauri telah meriwayatkan dari Abdul Karim Al-Jazari, dari Mujahid, "Apabila kamu masuk ke dalam suatu rumah yang tidak ada orang di dalamnya, maka ucapkanlah salam berikut, 'Dengan menyebut nama Allah, dan segala puji bagi Allah.
Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kita dari Tuhan kita, semoga kesejahteraan terlimpah-kan kepada kita dan juga kepada hamba-hamba Allah yang saleh'.'"Qatadah mengatakan,"Apabila kamu masuk ke dalam rumah keluargamu,
maka ucapkanlah salam kepada mereka. Dan apabila kamu memasuki suatu rumah yang tidak ada orang di dalamnya, maka ucapkanlah, 'Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kita dan juga kepada hamba-hamba Allah yang saleh,'
karena sesungguhnya dia diperintahkan untuk mengucapkan salam tersebut." Dan telah menceritakan kepada kami Qatadah, bahwa para malaikat menjawab salamnya itu.
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَوْبَدُ بْنُ أَبِي عِمْرَانَ الْجَوْنِيُّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: أَوْصَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخَمْسِ خِصَالٍ، قَالَ: "يَا أَنَسُ، أَسْبِغِ الْوُضُوءَ يُزَد فِي عُمْرِكَ، وسَلّم عَلَى مَنْ لَقِيَكَ مِنْ أُمَّتِي تكْثُر حَسَنَاتُكَ، وَإِذَا دَخَلْتَ -يَعْنِي: بَيْتَكَ -فَسَلِّمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتِكَ، يَكْثُرْ خَيْرُ بَيْتِكَ، وَصَلِّ صَلَاةَ الضُّحى فَإِنَّهَا صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ قَبْلَكَ. يَا أَنَسُ، ارْحَمِ الصَّغِيرَ، ووقِّر الْكَبِيرَ، تَكُنْ مِنْ رُفَقَائِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ".
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Uwaid ibnu Abu Imran Al-Juni, dari ayahnya, dari Anas yang mengatakan bahwa Nabi Saw.
pernah berwasiat kepadanya (yakni memerintahkan kepadanya untuk mengamalkan) lima pekerti. Beliau bersabda: Hai Anas, kerjakanlah wudu dengan sempurna, niscaya umurmu akan bertambah; dan ucapkanlah salam
kepada orang yang engkau jumpai dari kalangan umatku, niscaya bertambah banyaklah kebaikan-kebaikanmu; dan apabila engkau memasuki rumahmu, ucapkanlah salam kepada keluargamu, niscaya menjadi banyaklah kebaikan rumahmu;
dan kerjakanlah salat duha, karena sesungguhnya salat duha adalah salatnya orang-orang yang suka bertobat di masa sebelummu. Hai Anas, kasihanilah anak kecil dan hormatilah orang dewasa, niscaya engkau termasuk teman-temanku
kelak di hari kiamat. Firman Allah Swt.:
{تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً}
sebenar-benarnya salam yang dari sisi Allah yang diberkati lagi baik. (An-Nur: 61) Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah mengatakan,
"Tiada lain tasyahhud itu diambil dari Kitabullah. Saya telah mendengar Allah berfirman: Maka apabila kalian memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini), hendaklah kalian memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam)
kepada diri kalian sendiri, sebenar-benarnya salam yang dari sisi Allah yang diberi berkat lagi baik' (An-Nur: 61)." Bacaan tasyahhud dalam salat ialah;
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ.
"Semua salam penghormatan dan semua salawat adalah milik Allah. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga salam terlimpahkan kepadamu,
wahai Nabi; begitu pula rahmat Allah dan semua berkah-Nya. Semoga salam terlimpahkan kepada kita dan juga kepada hamba-hamba Allah yang saleh," kemudian hendaklah ia berdoa untuk dirinya sendiri, selanjutnya salam.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui hadis Ibnu Ishaq. Tetapi menurut apa yang terdapat di dalam kitab Sahih Muslim dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. berbeda dengan riwayat ini, hanya Allah-lah
Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ}
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kalian, agar kalian memahaminya. (An-Nur: 61) Setelah menyebutkan semua yang terkandung di dalam surat ini berupa hukum-hukum yang muhkam dan syariat-syariat yang kokoh dan pasti,
lalu Allah mengingatkan hamba-hamba-Nya, bahwa Dia menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya ayat-ayat yang terang lagi gamblang agar mereka merenungkan dan memikirkannya, mudah-mudahan mereka dapat memahaminya.
Surat An-Nur |24:62|
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِذَا كَانُوا مَعَهُ عَلَىٰ أَمْرٍ جَامِعٍ لَمْ يَذْهَبُوا حَتَّىٰ يَسْتَأْذِنُوهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
innamal-mu`minuunallażiina aamanuu billaahi wa rosuulihii wa iżaa kaanuu ma'ahuu 'alaaa amrin jaami'il lam yaż-habuu ḥattaa yasta`żinuuh, innallażiina yasta`żinuunaka ulaaa`ikallażiina yu`minuuna billaahi wa rosuulih, fa iżasta`żanuuka liba'dhi sya`nihim fa`żal liman syi`ta min-hum wastaghfir lahumulloh, innalloha ghofuurur roḥiim
(Yang disebut) orang mukmin hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya (Muhammad), dan apabila mereka berada bersama-sama dengan dia (Muhammad) dalam suatu urusan bersama, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sungguh orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (benar-benar) beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena suatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang engkau kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
The believers are only those who believe in Allah and His Messenger and, when they are [meeting] with him for a matter of common interest, do not depart until they have asked his permission. Indeed, those who ask your permission, [O Muhammad] - those are the ones who believe in Allah and His Messenger. So when they ask your permission for something of their affairs, then give permission to whom you will among them and ask forgiveness for them of Allah. Indeed, Allah is Forgiving and Merciful.
(Orang-orang Mukmin yang sesungguhnya itu tidak lain hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama dengannya)
'
dengan Rasulullah (dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan) seperti khutbah Jumat (mereka tidak meninggalkan) Rasulullah karena hal-hal mendadak yang dialami mereka,
dalam hal ini mereka dimaafkan (sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu, mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan mereka) karena mereka mempunyai urusan penting (berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka)
untuk pergi (dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 62 |
Ini pun merupakan etika yang diajarkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Sebagaimana Allah telah memerintahkan mereka untuk meminta izin bila hendak masuk ke rumah orang lain, juga Allah memerintahkan mereka
meminta izin bila hendak pergi meninggalkannya. Terlebih lagi bila mereka sedang berada dalam pertemuan dengan Rasulullah Saw., seperti dalam salat Jumat, atau salat hari raya, atau salat berjamaah atau pertemuan membicarakan
masalah penting, dan lain sebagainya. Allah Swt. memerintahkan kepada mereka agar jangan pergi begitu saja meninggalkan Rasulullah Saw. dalam keadaan seperti itu, melainkan sesudah terlebih dahulu meminta izin dan mendapat
perintah darinya. Sesungguhnya orang yang mengamalkan etika izin pamit ini termasuk orang-orang mukmin yang sempurna imannya. Kemudian Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya bahwa apabila ada seseorang dari sahabatnya
yang meminta izin untuk pamit karena ada keperluan penting, hendaknya ia memberikan izin kepadanya jika hal ini dipandang perlu olehnya. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{فَأْذَنْ لِمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللَّهَ}
berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka. (An-Nur: 62), hingga akhir ayat.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَل ومُسَدَّد، قَالَا حَدَّثَنَا بِشَرٌ -هُوَ ابْنُ الْمُفَضَّلِ -عَنْ عَجْلان عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِيّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فليسلِّم، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَقُومَ فليسلِّم، فَلَيْسَتِ الْأُولَى بِأَحَقَّ مِنَ الْآخِرَةِ".
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hambal dan Musaddad. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnul Mufaddal, dari Ajian, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila seseorang di antara kalian sampai di majelis (nya), hendaklah memberi salam; dan apabila hendak bangkit meninggalkannya, hendaklah memberi salam (pula),
karena salam yang pertama tidaklah lebih utama daripada salam yang terakhir.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai melalui hadis Muhammad ibnu Ajian dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan
bahwa hadis ini hasan.
Surat An-Nur |24:63|
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا ۚ قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا ۚ فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
laa taj'aluu du'aaa`ar-rosuuli bainakum kadu'aaa`i ba'dhikum ba'dhoo, qod ya'lamullohullażiina yatasallaluuna mingkum liwaażaa, falyaḥżarillażiina yukhoolifuuna 'an amrihiii an tushiibahum fitnatun au yushiibahum 'ażaabun aliim
Janganlah kamu jadikan panggilan rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang keluar (secara) sembunyi-sembunyi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.
Do not make [your] calling of the Messenger among yourselves as the call of one of you to another. Already Allah knows those of you who slip away, concealed by others. So let those beware who dissent from the Prophet's order, lest fitnah strike them or a painful punishment.
(Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain) umpamanya kalian mengatakan, "Hai Muhammad!"
Tetapi ucapkanlah, "Hai Nabi Allah, hai Rasulullah!" Dengan suara yang lemah lembut dan penuh rendah diri.
\ (Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang diam-diam pergi di antara kalian dengan sembunyi-sembunyi) mereka keluar dari mesjid pada waktu Nabi mengucapkan khutbahnya
tanpa terlebih dahulu meminta izin kepadanya, secara diam-diam sambil menyembunyikan diri di balik sesuatu. Huruf Qad di sini menunjukkan makna Tahqiq yang artinya sesungguhnya
(maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya merasa takut) menyalahi perintah Allah dan Rasul-Nya (akan ditimpa cobaan) malapetaka (atau ditimpa azab yang pedih) di akhirat kelak.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 63 |
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa dahulu mereka mengatakan, "Hai Muhammad, hai Abul Qasim!" Kemudian Allah Swt. melarang mereka melakukan hal tersebut sebagai penghormatan kepada Nabi-Nya.
Nabi Saw. bersabda, "Ucapkanlah oleh kalian, "Hai Nabi Allah, hai Rasulullah'." Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair.Qatadah mengatakan bahwa Allah memerintahkan demikian agar Nabi-Nya disegani, dihormati,
dimuliakan, dan dianggap sebagai pemimpin (mereka).Muqatil telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain).
(An-Nur: 63) Yakni janganlah kalian menyebutnya 'hai Muhammad' bila kalian, memanggilnya, janganlah pula kalian menyebutnya 'hai anak Abdullah', tetapi muliakanlah dia dengan sebutan 'hai Nabi Allah, hai Utusan Allah'.
Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain). (An-Nur: 63)
Allah memerintahkan kepada mereka agar memuliakannya. Ini merupakan suatu pendapat yang pengertiannya sesuai dengan makna lahiriah ayat. Makna ayat ini semisal dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian katakan (kepada Muhammad) raina (Al-Baqarah: 104), hingga akhir ayat. Dan firman Allah Swt.:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian lebih dari suara Nabi, dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kalian
terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalan kalian, sedangkan kalian tidak menyadari. (Al-Hujurat: 2) sampai dengan firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَاءِ الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ}
Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar-(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka, sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka.
(Al-Hujurat: 5), hingga akhir ayat. Semuanya ini termasuk ke dalam Bab "Etika dan Sopan Santun dalam Berbicara kepada Nabi Saw. dan Mengobrol di Hadapannya," sebagaimana mereka diperintahkan pula untuk mendahulukan bersedekah
sebelum berbicara dengan beliau Saw.Menurut pendapat yang kedua mengenai makna ayat ini, bahwa firman-Nya: Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain),
(An-Nur: 63) Yaitu janganlah kalian mengira bahwa doa Nabi kepada orang lain sama dengan doa orang lain kepada sesamanya, karena sesungguhnya doa Nabi itu dikabulkan. Karena itu, hati-hatilah kalian, jangan sampai Nabi Saw.
mendoakan untuk kemudaratan kalian yang akhirnya kalian pasti akan binasa. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui Ibnu Abbas, Al-Hasan Al-Basri, dan Atiyyah Al-Aufi. Firman Allah Swt.:
{قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا}
Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kalian dengan berlindung (kepada kawannya). (An-Nur: 63) Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, mereka yang berbuat demikian itu
adalah orang-orang munafik. Mereka merasa enggan dan keberatan mengikuti pembicaraan di hari Jumat, yang dimaksud ialah khotbah Jumat. Maka mereka pergi secara berangsur-angsur (surut) dengan berlindung kepada sebagian
sahabat Nabi Saw. hingga keluar dari masjid (lalu kabur). Padahal tidaklah pantas bagi seseorang keluar dari masjid melainkan setelah mendapat izin dari Nabi Saw. pada hari Jumat sesudah Nabi Saw. memulai khotbahnya.
Dan bilamana seseorang dari kaum muslim hendak keluar, ia berisyarat dengan tangannya kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. memberikan izin kepadanya. Semuanya itu dilakukan olehnya hanya dengan isyarat, tanpa bicara;
karena bila ia berbicara, sedangkan Nabi Saw. dalam keadaan berkhotbah, maka batallah salat Jumatnya.As-Saddi mengatakan bahwa orang-orang munafik itu apabila ada bersama Nabi Saw. dalam suatu jamaah, maka sebagian dari mereka
pergi dengan berangsur-angsur seraya berlindung kepada sebagian lainnya hingga pergi meninggalkan Nabi Saw., dan Nabi Saw. tidak melihat kepergian mereka.Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kalian dengan berlindung (kepada kawannya). (An-Nur: 63) Maksudnya, pergi secara berangsur-angsur dari Nabi Saw. dan dari Kitabullah
(yakni tidak mengamalkannya). Sufyan telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kalian dengan berlindung (kepada kawannya).
(An-Nur: 63) Yaitu dari saf salat. Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna liwazan, bahwa makna yang dimaksud ialah menentang. Firman Allah Swt.:
{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ}
maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut. (An-Nur: 63) Yakni menyalahi perintah Rasulullah Saw., yaitu menentang jalannya, metodanya, jalurnya, sunnah, dan syariatnya. Maka semua ucapan dan amal perbuatannya
ditimbang dengan semua ucapan dan amal perbuatan Nabi Saw. Mana yang sesuai, dapat diterima; dan mana yang bertentangan, ditolak dan dikembalikan kepada pelakunya, siapa pun dia adanya.
Seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain dan kitab-kitab hadis lainnya dari Rasulullah Saw. bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدّ"
Barang siapa yang mengerjakan suatu amal perbuatan yang bukan termasuk urusan kami, maka hal itu ditolak. Dengan kata lain, hendaklah orang-orang yang menyalahi syariat Rasulullah Saw. berhati-hati dan takut lahir dan batinnya.
{أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ}
akan ditimpa cobaan. (An-Nur: 63) dalam hati mereka berupa kekafiran, kemunafikan, atau perkara bid'ah.
{أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
atau ditimpa azab yang pedih. (An-Nur: 63) Yakni azab di dunia, seperti dihukum mati, atau dihukum had, atau dipenjara, dan lain sebagainya. Seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّه قَالَ: هَذَا مَا حدَّثنا أَبُو هُرَيرة قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَثَلِي وَمَثَلُكُمْ كَمَثَلِ رَجُلٍ اسْتَوْقَدَ نَارًا، فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهَا. جَعَلَ الْفَرَاشُ وَهَذِهِ الدَّوَابُّ اللَّاتِي [يَقَعْنَ فِي النَّارِ] يَقَعْنَ فِيهَا، وَجَعَلَ يَحْجِزُهُنَّ وَيَغْلِبْنَهُ ويتقحَّمن فِيهَا". قَالَ: "فَذَلِكَ مَثَلِي وَمَثَلُكُمْ، أَنَا آخِذٌ بحجزِكم عَنِ النَّارِ هَلُمَّ عَنِ النَّارِ، فَتَغْلِبُونِي وَتَقْتَحِمُونَ فِيهَا".
telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa inilah apa yang telah diceritakan kepada kami oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Perumpamaan aku dan kalian sama dengan seorang lelaki yang menyalakan api. Setelah apinya menyala, maka kupu-kupu dan serangga-serangga lainnya berjatuhan ke dalam apinya, sedangkan dia berusaha
menghalang-halanginya, tetapi mereka dapat mengalahkannya dan menceburkan diri mereka ke dalam api itu. (Nabi Saw. melanjutkan sabdanya) Yang demikian itulah perumpamaan aku dan kalian; aku menahan kalian agar kalian
jangan terjerumus ke dalam neraka, "Menjauhlah dari neraka!" Tetapi kalian dapat mengalahkan aku dan kalian menceburkan diri ke dalam neraka. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abdur Razzaq.
Surat An-Nur |24:64|
أَلَا إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ قَدْ يَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ وَيَوْمَ يُرْجَعُونَ إِلَيْهِ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
alaaa inna lillaahi maa fis-samaawaati wal-ardh, qod ya'lamu maaa antum 'alaiih, wa yauma yurja'uuna ilaihi fa yunabbi`uhum bimaa 'amiluu, wallohu bikulli syai`in 'aliim
Ketahuilah, sesungguhnya milik Allah-lah apa yang di langit dan di bumi. Dia mengetahui keadaan kamu sekarang. Dan (mengetahui pula) hari (ketika mereka) dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Unquestionably, to Allah belongs whatever is in the heavens and earth. Already He knows that upon which you [stand] and [knows] the Day when they will be returned to Him and He will inform them of what they have done. And Allah is Knowing of all things.
(Ketahuilah, sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi) sebagai milik, makhluk dan hamba-Nya. (Sesungguhnya Dia mengetahui keadaan yang kalian)
hai orang-orang Mukallaf (berada di dalamnya) apakah kalian beriman atau munafik. (Dan) Dia mengetahui pula (hari manusia dikembalikan kepada-Nya) di dalam ungkapan ini
terdapat iltifat dari mukhatab ke ghaib. Maksudnya, bila hal itu akan terjadi (lalu diterangkan-Nya kepada mereka) pada hari itu (apa yang telah mereka kerjakan)
yaitu perbuatan baik dan perbuatan buruk yang telah mereka perbuat (Dan Allah terhadap segala sesuatu) terhadap semua perbuatan kalian dan selainnya (Maha Mengetahui.)
Tafsir Ibnu Katsir | An-Nur | 24 : 64 |
Allah Swt. memberitahukan bahwa Dialah Yang Memiliki langit dan bumi, dan Dia adalah Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dia mengetahui apa yang dikerjakan oleh hamba-hamba-Nya, secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{قَدْ يَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ}
Sesungguhnya Dia mengetahui keadaan yang kalian berada di dalamnya (sekarang). (An-Nur: 64) Huruf qad menunjukkan makna tahqiq, yakni pasti terjadi. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا}
Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kalian dengan berlindung (kepada kawannya). (An-Nur: 63)
{قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الْمُعَوِّقِينَ مِنْكُمْ }
Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kalian. (Al-Ahzab: 18), hingga akhir ayat.
{قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا}
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kami. (Al-Mujadilah: 1), hingga akhir ayat.
{قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ}
Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. (Al-An'am: 33) Dan firman Allah Swt.:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit. (Al-Baqarah: 144), hingga akhir ayat. Semua ayat tersebut di dalamnya terdapat huruf qad yang bermakna tahqiq. Semisal dengannya ialah ucapan seorang juru azan dalam iqamahnya,
"قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ، قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ"
"Sesungguhnya salat telah didirikan." Firman Allah Swt.:
{قَدْ يَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ}
Sesungguhnya Dia mengetahui keadaan yang kalian berada di dalamnya (sekarang). (An-Nur: 64) Yakni Dia mengetahui dan menyaksikannya, tiada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya walaupun sebesar zarrah. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَتَوَكَّلْ عَلَى الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ}
Dan bertawakallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (Asy-Syu'ara: 217) sampai dengan firman-Nya:
إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Asy-Syu'ara: 220) Dan firman Allah Swt.:
{وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْآنٍ وَلا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي السَّمَاءِ وَلا أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلا أَكْبَرَ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan kamu tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atas kalian di waktu kalian melakukannya.
Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula)yang lebih besar daripada itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).
(Yunus: 61)
{أَفَمَنْ هُوَ قَائِمٌ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ}
Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)? (Ar-Ra'd: 33) Yakni Dia Maha Menyaksikan apa yang diperbuat oleh hamba-hamba-Nya, kebaikan dan keburukan mereka.
أَلا حِينَ يَسْتَغْشُونَ ثِيَابَهُمْ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ
Ingatlah, di waktu mereka menyelimuti dirinya dengan kain, Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka lahirkan. (Hud: 5)
{سَوَاءٌ مِنْكُمْ مَنْ أَسَرَّ الْقَوْلَ وَمَنْ جَهَرَ بِهِ وَمَنْ هُوَ مُسْتَخْفٍ}
Sama saja (bagi Tuhan), siapa di antara kalian yang merahasiakan ucapannya dan siapa yang berterus-terang. (Ar-Ra'd: 10), hingga akhir ayat.
{وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). (Hud:. 6) Dan firman Allah Swt.:
{وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur malainkan Dia mengetahuinya (pula)
dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). (Al-An'am: 59) Ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis yang membicarakan hal ini
sangat banyak. Firman Allah Swt.:
{وَيَوْمَ يُرْجَعُونَ إِلَيْهِ}
Dan (mengetahui pula) hari (manusia) dikembalikan kepada-Nya. (An-Nur: 64) Yakni di hari semua makhluk dikembalikan kepada Allah, yaitu hari kiamat.
{فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا}
lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nur: 64) Artinya, Allah memberitahukan kepada mereka semua perbuatan mereka ketika di dunia, baik yang besar maupun yang kecil, baik yang berat maupun yang ringan. Sama seperti yang disebutkan oleh Allah Swt.dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يُنَبَّأُ الإنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ}
Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. (Al-Qiyamah: 13) Dan firman Allah Swt.:
{وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلا كَبِيرَةً إِلا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا}
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, "Aduhai, celaka kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula)
yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun. (Al-Kahfi: 49) Karena itulah dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَيَوْمَ يُرْجَعُونَ إِلَيْهِ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}
Dan (mengetahui pula) hari (manusia) dikembalikan kepada-Nya, lalu di terangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nur: 64) Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, dan kami memohon kesempurnaan kepada-Nya.
Surat Al-Furqan |25:1|
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
tabaarokallażii nazzalal-furqoona 'alaa 'abdihii liyakuuna lil-'aalamiina nażiiroo
Maha Suci Allah yang telah menurunkan Furqan (Al-Qur´an) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia),
Blessed is He who sent down the Criterion upon His Servant that he may be to the worlds a warner -
(Maha Suci) Allah swt. (yang telah menurunkan Alfurqan) yakni Alquran, ia dinamakan Alfurqan karena kandungannya membedakan antara perkara yang hak dan perkara yang batil
(kepada hamba-Nya) yakni Nabi Muhammad (agar dia menyampaikannya kepada seluruh alam) yaitu kepada bangsa manusia dan bangsa jin, selain bangsa malaikat
(sebagai pemberi peringatan) kepada mereka, dengan memperingatkan mereka akan azab Allah.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 1 |
Tafsir ayat 1-2
Allah Swt. berfirman, memuji diri-Nya sendiri Yang Mahamulia atas apa yang telah diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya, yaitu Al-Qur'an yang mulia, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجَا * قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ}
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya, dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya, sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih
dari sisi Allah, dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal saleh. (Al-Kahfi: 1-2), hingga akhir ayat. Dan dalam surat ini Allah Swt. berfirman:
{تَبَارَكَ}
Mahasuci Allah. (Al-Furqan: 1) Lafaz tabaraka adalah wazan tafa'ala dari lafaz al-barakah, yakni keberkahan yang tetap, kokoh, lagi kekal.
{الَّذِي نزلَ الْفُرْقَانَ}
yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qufan). (Al-Furqan: 1) Nazzala adalah kata kerja yang menunjukkan pengertian menurunkan secara berulang-ulang dan banyak. Sama dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَالْكِتَابِ الَّذِي نزلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنزلَ مِنْ قَبْلُ}
dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. (An-Nisa: 4) Kalau Al-Qur'an disebutkan dengan nazzala yang menunjukkan makna turun secara berulang-ulang
dengan ulangan yang banyak, sedangkan kitab-kitab terdahulu disebutkan dengan nazala. Karena kitab-kitab terdahulu diturunkan sekaligus, sedangkan Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur, terpisah-pisah,
dan terinci ayat demi ayat, hukum demi hukum dan surat demi surat. Hal ini lebih berkesan dan lebih mendapat perhatian yang sangat dari orang yang Al-Qur'an diturunkan kepadanya. Seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt.
dalam pertengahan surat ini, yaitu:
{وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نزلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلا. وَلا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا}
Berkatalah orang-orang yang kafir, " Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?” Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya kelompok demi kelompok.
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datang kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (Al-Furqan: 32-33) Karena itulah Allah menemakan Al-Qur'an
dalam ayat ini dengan Al-Furqan, sebab Al-Qur'an membedakan antara perkara yang hak dan yang batil, membedakan antara jalan petunjuk dan jalan kesesatan, dan membedakan antara jalan yang menyimpang dan jalan yang lurus,
serta membedakan antara yang halal dan yang haram. Firman Allah Swt.:
{عَلَى عَبْدِهِ}
kepada hamba-Nya. (Al-Furqan: 1) Kata sifat ini mengandung makna pujian dan sanjungan karena di-mudafi-kan kepada predikat kehambaan yang berarti hamba Allah, sebagaimana hal ini disebutkan pula dalam salah satu keadaannya yang paling mulia, yaitu saat ia di-Isra-kan, melalui firman-Nya:
{سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا}
Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam. (Al-Isra: 1) Sebagaimana disebutkan pula pujian ini di saat ia sedang berdoa melalui firman-Nya:
{وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا}
Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Sebagaimana disebutkan pula predikat ini saat wahyu diturunkan kepadanya dan malaikat turun menemuinya, melalui firman-Nya:
{تَبَارَكَ الَّذِي نزلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا}
Mahasuci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. (Al-Furqan: 1) Adapun firman Allah Swt.:
{لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا}
agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. (Al-Furqan: 1) Yakni sesungguhnya dia (Nabi Saw.) dikhususkan oleh Allah untuk menerima Kitab yang mufassal, mulia, menjelaskan, lagi muhkam.
{لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنزيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ}
Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (Fushshilat: 42) Yaitu Kitab yang dijadikan sebagai Furqan yang besar;
tiada lain hal ini agar ia mengemban risalah secara khusus ditujukan kepada orang-orang yang bernaung di bawah pohon-pohon yang hijau dan orang-orang yang hidup di padang sahara (yakni semua bangsa), sebagaimana
yang disebutkan oleh salah satu dari sabdanya yang mengatakan:
"بُعِثْتُ إِلَى الْأَحْمَرِ وَالْأَسْوَدِ"
Aku diutus kepada bangsa yang berkulit merah dan berkulit hitam. Dan sabda lainnya yang mengatakan:
"أُعْطِيتُ خمسًا لم يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ قَبْلِي"
Sesungguhnya aku dianugerahi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada seorang pun dari kalangan para nabi sebelumku. Yang antara lain disebutkan:
"كَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً، وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً"
Dahulu seorang nabi diutus hanya kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
Katakanlah, "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua.” (Al-A'raf: 158), hingga akhir ayat. Yakni Tuhan yang mengutusku adalah Allah Yang memiliki langit dan bumi, yang berfirman kepada sesuatu, "Jadilah,"
maka terjadilah dia, Dialah Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan. Seperti yang disebutkan dalam ayat ini melalui Firman-Nya:
{الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ}
yang kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaannya). (Al-Furqan: 2) Allah Swt. membersihkan diri-Nya dari beranak dan sekutu. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
{وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا}
Dia menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (Al-Furqan: 2) Yakni segala sesuatu selain Dia adalah makhluk lagi dimiliki, sedangkan Dialah Yang Menciptakan segala sesuatu,
Yang Menguasai, Yang Memiliki dan Tuhannya, segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-Nya, diatur oleh-Nya, tunduk kepada-Nya dan kepada takdir-Nya.
Surat Al-Furqan |25:2|
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
allażii lahuu mulkus-samaawaati wal-ardhi wa lam yattakhiż waladaw wa lam yakul lahuu syariikun fil-mulki wa kholaqo kulla syai`in fa qoddarohuu taqdiiroo
yang memiliki kerajaan langit dan Bumi, tidak mempunyai anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat.
He to whom belongs the dominion of the heavens and the earth and who has not taken a son and has not had a partner in dominion and has created each thing and determined it with [precise] determination.
(Yang kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya,
dan Dia telah menciptakan segala sesuatu) karena hanya Dialah yang mampu menciptakan kesemuanya itu (dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya) secara tepat dan sempurna.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 2 |
Penjelasan ada di ayat 1
Surat Al-Furqan |25:3|
وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلَا يَمْلِكُونَ لِأَنْفُسِهِمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَلَا يَمْلِكُونَ مَوْتًا وَلَا حَيَاةً وَلَا نُشُورًا
wattakhożuu min duunihiii aalihatal laa yakhluquuna syai`aw wa hum yukhlaquuna wa laa yamlikuuna li`anfusihim dhorrow wa laa naf'aw wa laa yamlikuuna mautaw wa laa ḥayaataw wa laa nusyuuroo
Namun mereka mengambil tuhan-tuhan selain Dia (untuk disembah), padahal mereka (tuhan-tuhan itu) tidak menciptakan apa pun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) bahaya terhadap dirinya dan tidak dapat (mendatangkan) manfaat serta tidak kuasa mematikan, menghidupkan, dan tidak (pula) membangkitkan.
But they have taken besides Him gods which create nothing, while they are created, and possess not for themselves any harm or benefit and possess not [power to cause] death or life or resurrection.
(Kemudian mereka mengambil) yang dimaksud adalah orang-orang kafir (selain daripada-Nya) selain Allah swt. (sebagai tuhan-tuhan) berupa berhala-berhala
(yang mereka tidak menciptakan apa pun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk menolak sesuatu kemudaratan dari dirinya)
tidak akan mampu menolak bahaya yang mengancam dirinya (dan tidak pula untuk mengambil suatu manfaat pun) artinya tidak dapat menghasilkan manfaat bagi dirinya
(dan juga tidak kuasa mematikan, menghidupkan) yakni tidak mampu mematikan seseorang dan tidak pula mampu menghidupkannya (dan tidak pula membangkitkan)
tidak mampu membangkitkan orang-orang yang mati untuk dapat hidup kembali.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 3 |
Allah Swt. menceritakan tentang kebodohan orang-orang musyrik karena mereka menjadikan tuhan-tuhan selain Allah Yang Menciptakan segala sesuatu dan Yang Mengatur semua urusan; segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti ada,
dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan ada. Tetapi sekalipun demikian, orang-orang musyrik itu menyembah berhala-berhala di samping Allah, padahal berhala-berhala itu tidak mampu menciptakan sayap lalat pun,
bahkan mereka sendiri diciptakan; mereka tidak dapat menolak kemudaratan yang menimpa dirinya, tidak dapat pula menarik manfaat buat dirinya. Lalu mana mungkin mereka berkuasa atas para pengabdinya?
{وَلا يَمْلِكُونَ مَوْتًا وَلا حَيَاةً وَلا نُشُورًا}
dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan, dan tidak (pula) membangkitkan. (Al-Furqan: 3) Yakni mereka tidak dapat berbuat sesuatu pun dari hal tersebut, bahkan semuanya itu bersumber dari Allah Swt.
yang menghidupkan dan yang mematikan, Dialah yang akan menghidupkan kembali semua makhluk kelak di hari kiamat. Baik orang-orang yang terdahulu maupun orang-orang yang kemudian, semua akan dibangkitkan-Nya kembali.
{مَا خَلْقُكُمْ وَلا بَعْثُكُمْ إِلا كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ}
Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kalian (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. (Luqman: 28) Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا أَمْرُنَا إِلا وَاحِدَةٌ كَلَمْحٍ بِالْبَصَرِ}
Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata. (Al-Qamar: 50)
{فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ * فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ}
Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta-merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 13-14)
{فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ فَإِذَا هُمْ يَنْظُرُونَ}
Maka sesungguhnya kebangkitan itu hanya dengan satu teriakan saja, maka tiba-tiba mereka melihatnya. (As-Saffat: 19) Dan firman Allah Swt.:
{إِنْ كَانَتْ إِلا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ}
Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami. (Yasin: 53) Dialah Allah Yang tidak ada Tuhan selain Dia, dan tiada Rabb selain Dia, tidak boleh dilakukan penyembahan
kecuali hanya kepada Dia; karena apa yang Dia kehendaki pasti ada, dan apa yang Dia tidak kehendaki pasti tidak ada. Dia adalah Tuhan yang tiada beranak, tiada diperanakkan, tiada persamaan, tiada pengganti, tiada pembantu,
dan tiada yang menandingi-Nya. Bahkan Dia adalah Yang Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tiada seorang pun yang menyamai-Nya.
Surat Al-Furqan |25:4|
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَٰذَا إِلَّا إِفْكٌ افْتَرَاهُ وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ آخَرُونَ ۖ فَقَدْ جَاءُوا ظُلْمًا وَزُورًا
wa qoolallażiina kafaruuu in haażaaa illaaa ifkuniftaroohu wa a'aanahuu 'alaihi qoumun aakhoruun, fa qod jaaa`uu zhulmaw wa zuuroo
Dan orang-orang kafir berkata, "(Al-Qur´an) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh dia (Muhammad), dibantu oleh orang-orang lain." Sungguh, mereka telah berbuat zalim dan dusta yang besar.
And those who disbelieve say, "This [Qur'an] is not except a falsehood he invented, and another people assisted him in it." But they have committed an injustice and a lie.
(Dan orang-orang kafir berkata, "Sesungguhnya ini) Alquran ini (tidak lain hanyalah kebohongan-kebohongan) yakni kedustaan (yang diada-adakan olehnya)
oleh Muhammad sendiri (dan dia dibantu oleh kaum yang lain) yakni oleh sebagian dari orang-orang ahli kitab. Allah berfirman:
(Maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kelaliman dan dusta yang besar") yakni kekafiran dan kedustaan.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 4 |
Tafsir ayat 4-6
Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang kurangnya akal orang-orang yang bodoh dari kalangan orang-orang kafir sehubungan dengan pendapat mereka tentang Al-Qur'an. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنْ هَذَا إِلا إِفْكٌ افْتَرَاهُ}
Al-Qur’an ini tiada lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad. (Al-Furqan: 4) Maksudnya, kebohongan yang dibuat-buat oleh Muhammad.
{وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ آخَرُونَ}
dan dibantu oleh kaum yang lain. (Al-Furqan: 4) Yaitu dia dalam menghimpunnya meminta bantuan kepada kaum yang lain. Maka Allah menjawab mereka melalui firman-Nya:
{فَقَدْ جَاءُوا ظُلْمًا وَزُورًا}
maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar. (Al-Furqan: 4) Artinya, sungguh mereka telah membuat-buat perkataan yang batil. Mereka mengetahui bahwa perkataannya itu batil, dan mereka menyadari akan kedustaan tuduhan yang mereka lancarkan itu.
{وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا}
Dan mereka berkata, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan.”(Al-Furqan: 5) Yakni kitab-kitab orang-orang terdahulu, lalu dia meminta agar dibuat salinan untuknya.
{فَهِيَ تُمْلَى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلا}
"Maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang." (Al-Furqan: 5) Yaitu setiap pagi dan sore. Ucapan mereka ini diketahui kebatilannya oleh semua orang karena ngaco, dusta, dan buat-buatan serta tidak ada buktinya.
Karena sesungguhnya telah diketahui secara mutawatir dan pasti bahwa Muhammad Rasulullah Saw. tidak pernah belajar menulis, baik di permulaan usianya maupun di akhirnya. Dia tumbuh di tengah-tengah mereka
yang melancarkan tuduhan tersebut, sejak kelahirannya hingga Allah mengangkatnya sebagai utusan-Nya, yang memakan waktu empat puluh tahun. Mereka secara pasti mengetahui seluk-beluknya, kejujurannya, kebersihan dirinya,
kebajikannya, sifat amanahnya, jauh dari dusta dan perbuatan lacur serta akhlak-akhlak yang rendah lainnya. Hingga mereka memberinya julukan Al-Amin sejak kecil sampai Allah mengangkatnya sebagai utusan,
sebab mereka mengetahui kejujuran dan kebajikannya. Tetapi setelah Allah memuliakannya dengan mengangkatnya sebagai seorang rasul, maka mulailah mereka melancarkan permusuhan terhadapnya dan melemparinya
dengan tuduhan-tuduhan tersebut, yang diketahui oleh setiap orang yang berakal, bahwa beliau bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka. Mereka sendiri bingung dalam melancarkan tuduhannya, terkadang mereka
dengan tuduhan dustanya menjulukinya sebagai seorang penyihir, terkadang mengatakannya sebagai seorang penyair, adakalanya mengatakannya sebagai seorang yang gila, adakalanya pula mengatakannya sebagai pendusta.
Allah Swt. telah berfirman:
{انْظُرْ كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ الأمْثَالَ فَضَلُّوا فَلا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلا}
Lihatlah bagaimana mereka membuatperumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar). (Al-Isra: 48) Allah menjawab keingkaran dan kedustaan mereka melalui firman-Nya:
{قُلْ أَنزلَهُ الَّذِي يَعْلَمُ السِّرَّ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ}
Katakanlah, "Al-Qur’an ini diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. (Al-Furqan: 6), hingga akhir ayat. Yakni Al-Qur'an yang mengandung kisah-kisah orang-orang terdahulu
dan terkemudian dengan pemberitaan yang hak dan benar serta sesuai dengan kejadiannya yang di masa lalu maupun di masa mendatang, diturunkan oleh:
{أَنزلَهُ الَّذِي يَعْلَمُ السِّرَّ}
(Allah) yang mengetahui rahasia. (Al-Furqan: 6) Yakni Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi, dan mengetahui semua rahasia (hal-hal yang tersembunyi) sebagaimana pengetahuan Allah terhadap hal-hal yang nyata. Firman Allah Swt.:
{إِنَّهُ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا}
Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Furqan: 6) Allah menyeru mereka untuk bertobat dan kembali kepada-Nya seraya memberitahukan kepada mereka bahwa rahmat Allah Mahaluas
dan maafNya Mahabesar. Selain dari itu orang yang bertobat kepada-Nya, Dia menerima tobatnya. Sekalipun mereka mendustakan rasul, melancarkan tuduhan-tuduhan yang bohong kepadanya, durhaka, kafir,
dan ingkar serta segala ucapan mereka yang tidak layak terhadap Rasul dan Al-Qur'an, Allah masih tetap menyeru mereka untuk bertobat dan menghentikan perbuatan-perbuatan yang biasa mereka lakukan sebelumnya,
dan Allah menyeru mereka untuk masuk Islam dan menempuh jalan petunjuk. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ * أَفَلا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga, "padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu,
pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Maidah: 73-74)
Dan firman Allah Swt.:
{إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ}
Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan, kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.
(Al-Buruj: 10) Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa perhatikanlah kemuliaan dan kedermawanan Allah ini, padahal mereka membunuh kekasih-kekasih-Nya, tetapi Dia masih menyeru mereka untuk bertobat dan beroleh rahmat.
Surat Al-Furqan |25:5|
وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلَىٰ عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
wa qooluuu asaathiirul-awwaliinaktatabahaa fa hiya tumlaa 'alaihi bukrotaw wa ashiilaa
Dan mereka berkata, "(Itu hanya) dongeng-dongeng orang-orang terdahulu, yang diminta agar dituliskan, lalu dibacakanlah dongeng itu kepadanya setiap pagi dan petang."
And they say, "Legends of the former peoples which he has written down, and they are dictated to him morning and afternoon."
(Dan mereka berkata,) pula bahwa Alquran itu ("Dongengan-dongengan orang-orang dahulu) yakni kedustaan-kedustaan mereka. Lafal Asaathiir adalah bentuk jamak dari lafal Usthuurah
(dimintanya supaya dituliskan) telah menukilnya dari kaum tersebut melalui orang lain (maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya) supaya ia hafal (setiap pagi dan petang.") Kemudian Allah berfirman menyanggah ucapan mereka:
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 5 |
Penjelasan ada di ayat 4
Surat Al-Furqan |25:6|
قُلْ أَنْزَلَهُ الَّذِي يَعْلَمُ السِّرَّ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ إِنَّهُ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
qul anzalahullażii ya'lamus-sirro fis-samaawaati wal-ardh, innahuu kaana ghofuuror-roḥiimaa
Katakanlah (Muhammad), "(Al-Qur´an) itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Say, [O Muhammad], "It has been revealed by He who knows [every] secret within the heavens and the earth. Indeed, He is ever Forgiving and Merciful."
(Katakanlah! "Alquran ini diturunkan oleh Allah yang mengetahui rahasia) hal-hal yang gaib (di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun)
kepada orang-orang yang beriman (lagi Maha Penyayang") kepada mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 6 |
Penjelasan ada di ayat 4
Surat Al-Furqan |25:7|
وَقَالُوا مَالِ هَٰذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ ۙ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا
wa qooluu maa lihaażar-rosuuli ya`kuluth-tho'aama wa yamsyii fil-aswaaq, lau laaa unzila ilaihi malakun fa yakuuna ma'ahuu nażiiroo
Dan mereka berkata, "Mengapa rasul (Muhammad) ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa malaikat tidak diturunkan kepadanya (agar malaikat) itu memberikan peringatan bersama dia,
And they say, "What is this messenger that eats food and walks in the markets? Why was there not sent down to him an angel so he would be with him a warner?
(Dan mereka berkata, "Mengapa Rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar Mengapa tidak)
(diturunkan kepadanya Malaikat, agar Malaikat itu memberikan peringatan bersama dengan dia) maksudnya yang membenarkan kerasulannya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 7 |
Tafsir ayat 7-14
Allah Swt. menceritakan tentang kebandelan, keingkaran, dan pendustaan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap perkara hak. Mereka melakukan demikian tanpa hujah dan tanpa dalil, melainkan hanya beralasan dengan ucapan mereka, seperti yang disitir oleh firman berikut:
{مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ}
Mengapa rasul ini memakan makanan. (Al-Furqan: 7) Yakni seperti kami makan, dan berhajat seperti kami berhajat.
{وَيَمْشِي فِي الأسْوَاقِ}
dan berjalan di pasar-pasar? (Al-Furqan: 7) Yaitu mondar-mandir ke pasar karena mencari mata pencaharian dan berdagang.
{لَوْلا أُنزلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا}
Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia? (Al-Furqan: 7) Mereka mengatakan bahwa mengapa tidak diturunkan kepadanya malaikat dari sisi Allah,
lalu malaikat itu menjadi saksi atas kebenaran yang diakuinya? Makna ini sama dengan apa yang terdapat di dalam firman-Nya yang menceritakan ucapan Fir'aun:
{فَلَوْلا أُلْقِيَ عَلَيْهِ أَسْوِرَةٌ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ جَاءَ مَعَهُ الْمَلائِكَةُ مُقْتَرِنِينَ}
Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya? (Az-Zukhruf: 53) Demikian pula mereka mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan oleh Fir'aun,
hati mereka serupa dalam hal kekafirannya. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya yang mengisahkan ucapan mereka:
{أَوْ يُلْقَى إِلَيْهِ كَنز}
atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan. (Al-Furqan: 8) Yaitu pengetahuan mengenai perbendaharaan harta, lalu ia berinfak darinya.
{أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا}
atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil)nya. (Al-Furqan: 8) Yakni kebun itu berjalan bersamanya ke mana pun ia pergi. Semuanya itu amatlah mudah bagi Allah untuk merealisasikannya.
Tetapi karena ada hikmah yang hanya diketahui oleh-Nya, maka hal tersebut tidak direalisasikannya. Hanya Dialah yang mempunyai alasan paling tepat dalam meninggalkan hal tersebut.
{وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلا رَجُلا مَسْحُورًا}
Dan orang-orang yang zalim itu berkata, "Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir.” (Al-Furqan: 8) Adapun firman Allah Swt.:
{انْظُرْ كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ الأمْثَالَ}
Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentang kamu, lalu sesatlah mereka. (Al-Furqan: 9) Yakni tuduhan-tuduhan dusta yang mereka lancarkan terhadap dirimu, antara lain mereka mengatakan bahwa
kamu adalah seorang tukang sihir, orang yang terkena sihir, orang gila, pendusta, atau penyair. Semuanya itu merupakan perkataan yang batil yang sama sekali tidak ada buktinya. Setiap orang yang mempunyai pemahaman dan akal
yang sedikitpun akan mengetahui kedustaan dan buat-buatan mereka itu dalam hal tersebut. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya:
{فَضَلُّوا}
lalu sesatlah mereka. (Al-Furqan: 9) Yaitu sesat dari jalan petunjuk.
{فَلا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلا}
mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu). (Al-Furqan: 9) Demikian itu karena setiap orang yang keluar dari jalan yang hak dan petunjuk, maka sesungguhnya dia adalah orang yang sesat
ke mana pun ia pergi; karena perkara hak adalah satu, metodanya menyatu, sebagian darinya membenarkan sebagian yang lain. Kemudian Allah Swt. berfirman, memberitahukan kepada Nabi-Nya bahwa jika Dia menghendaki,
tentu Dia dapat mendatangkan hal yang lebih baik, lebih utama, dan lebih indah di dunia ini daripada apa yang mereka katakan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{تَبَارَكَ الَّذِي إِنْ شَاءَ جَعَلَ لَكَ خَيْرًا مِنْ ذَلِكَ}
Mahasuci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan-Nya bagimu yang lebih baik daripada yang demikian. (Al-Furqan: 10), hingga akhir ayat. Mujahid mengatakan bahwa hal tersebut direalisasikan di dunia.
Yakni Allah jika menghendaki, tentu dapat merealisasikannya di dunia. Orang-orang Quraisy mengatakan bahwa setiap rumah yang terbuat dari batu dinamakan qasr (gedung), baik yang berbentuk kecil maupun besar.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Khaisamah, bahwa pernah dikatakan kepada Nabi Saw.: "Jika kamu suka, Kami dapat memberikan kepadamu perbendaharaan-perbendaharaan bumi dan kunci-kuncinya
dalam jumlah yang belum pernah Kami berikan kepada seorang nabi pun sebelummu. Dan Kami tidak akan memberikannya kepada seorang pun sesudahmu, dan hal itu tidak akan mengurangi pahala yang ada di sisi Allah bagimu.
” Maka Nabi Saw. berkata, "Himpunkanlah semuanya itu buatku di akhirat.” Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya sehubungan dengan hal ini, yaitu: Mahasuci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan-Nya bagimu yang lebih baik
daripada yang demikian. (Al-Furqan: 10), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah Swt.:
{بَلْ كَذَّبُوا بِالسَّاعَةِ}
Bahkan mereka mendustakan hari kiamat. (Al-Furqan: 11) Yakni sesungguhnya mereka mengatakan demikian karena tidak percaya dan ingkar, bukan berarti mereka menuntut hal tersebut agar mereka dapat menyaksikan kebenaran
dan petunjuk dengan sebenar-benarnya. Bahkan mereka mendustakan adanya hari kiamat, yang hal ini mendorong mereka mengucapkan apa yang telah mereka ucapkan itu.
{وَأَعْتَدْنَا لِمَنْ كَذَّبَ بِالسَّاعَةِ سَعِيرًا}
Dan Kami sediakan neraka yang menyala bagi siapa yang mendustakan hari kiamat. (Al-Furqan: 11) Yaitu azab yang menyakitkan lagi membakar dan tidak tertahankan, yakni neraka Jahanam. As-Sauri telah meriwayatkan
dari Salamah ibnu Kahil, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna Sa'ir, bahwa ia adalah nama sebuah lembah nanah di dalam neraka Jahanam. Firman Allah Swt.:
{إِذَا رَأَتْهُمْ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ}
Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh. (Al-Furqan: 12) Maksudnya, bila neraka Jahanam melihat mereka di Padang Mahsyar. Menurut As-Saddi, dari jarak seratus tahun.
{سَمِعُوا لَهَا تَغَيُّظًا وَزَفِيرًا}
mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya. (Al-Furqan: 12) Yakni karena merasa geram dan marah kepada mereka. Sama seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{إِذَا أُلْقُوا فِيهَا سَمِعُوا لَهَا شَهِيقًا وَهِيَ تَفُورُ تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ}
Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya, mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedangkan neraka itu menggelegak, hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. (Al-Mulk: 7-8)
Yaitu hampir saja sebagian dari neraka terpisah dengan sebagian yang lainnya karena kemarahannya yang sangat terhadap orang-orang yang kafir kepada Allah.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا إِدْرِيسُ بْنُ حَاتِمِ بْنِ الْأَخْيَفِ الْوَاسِطِيُّ: أَنَّهُ سَمِعَ مُحَمَّدَ بْنَ الْحَسَنِ الْوَاسِطِيَّ، عَنْ أَصْبَغَ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ كَثِيرٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ دُرَيْك، عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "من يَقُلْ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ، أَوِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ وَالِدَيْهِ، أَوِ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ، فَلْيَتَبَوَّأْ [مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ". وَفِي رِوَايَةٍ: "فَلْيَتَبَوَّأْ] بَيْنَ عَيْنَيْ جَهَنَّمَ مَقْعَدًا" قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهَلْ لَهَا مِنْ عَيْنَيْنِ؟ قَالَ: "أَمَا سَمِعْتُمُ اللَّهَ يَقُولُ: {إِذَا رَأَتْهُمْ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ} الْآيَةَ.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Idris ibnu Hatim ibnul Ahnaf Al-Wasiti, bahwa ia mendengar Muhammad ibnul Hasan Al-Wasiti meriwayatkan hadis ini dari As-bag ibnu Zaid, dari Khalid ibnu Kasir,
dari Khalid ibnu Duraik berikut sanadnya, dari seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi Saw. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang mengatakan dariku, padahal aku tidak mengatakannya;
atau mendakwakan dirinya bukan kepada kedua orang tuanya; atau menisbatkan dirinya bukan kepada mawalinya (orang-orang yang telah memerdekakannya), maka hendaklah ia bersiap-siap untuk menempati tempat duduknya di neraka.
Menurut riwayat lain disebutkan: hendaklah ia bersiap-siap menduduki tempat duduknya di antara kedua mata neraka Jahanam. Ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah neraka Jahanam mempunyai kedua mata?" Rasulullah Saw.
bersabda menjawabnya: Bukankah kalian telah mendengar Allah Swt. pernah berfirman, "Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh.” (Al-Furqan: 12), hingga akhir ayat. Ibnu Jarir meriwayatkannya
dari Muhammad ibnu Khaddasy, dari Muhammad ibnu Yazid Al-Wasiti dengan sanad yang sama. Ibnu Abu Hatim telah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami
Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Ais ibnu Salim, dari Abu Wa-il yang menceritakan bahwa kami berangkat bersama Abdullah ibnu Mas'ud dengan ditemani oleh Ar-Rabi ibnu Khaisam. Lalu mereka melewati sebuah tempat pandai besi,
maka Abdullah berhenti melihat besi yang sedang dipanggang di dalam api. Ar-Rabi ibnu Khaisam melihatnya pula. Maka tiba-tiba tubuh Ar-Rabi' terhuyung-huyung dan jatuh. Kemudian Abdullah melewati tempat pembakaran air panas
untuk mandi sauna di pinggir Sungai Furat. Ketika Abdullah melihat api menyala dengan hebatnya di dalam tempat pembakaran itu, lalu ia membaca firman-Nya: Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar
kegeramannya dan suara nyalanya. (Al-Furqan: 12) Maka Ar-Rabi' jatuh pingsan, lalu mereka menggotongnya pulang ke rumah keluarganya. Abdullah mengikatnya ke punggung kendaraannya, ternyata ia tidak sadar juga
sesampainya di rumah. Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja', telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Yahya, dari Mujahid,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya seorang hamba diseret ke dalam neraka, maka neraka bergelegak sekali gelegak seperti suara geraman begal keledai saat melihat gandum (makanannya). Kemudian neraka itu
menggelegar sekali gelegar, dengan suara yang membuat tidak ada seorang pun yang mendengarnya melainkan merasa takut. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim berikut sanadnya secara ringkas.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Israil,
dari Abu Yahya, dari Mujahid berikut sanadnya sampai kepada Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya bila seorang hamba diseret ke dalam neraka, maka neraka surut dan sebagian darinya terpisah dari sebagian yang lain.
Maka Tuhan Yang Maha Pemurah bertanya kepada neraka, "Mengapa kamu?" Neraka menjawab, "Sesungguhnya dia meminta perlindungan kepada-Mu dariku." Maka Allah berfirman, "Lepaskanlah hamba-Ku." Sesungguhnya
ada seorang lelaki yang diseret ke dalam neraka, maka ia berkata, "Wahai Tuhanku, bukan seperti ini yang aku dugakan kepada-Mu." Allah berfirman, "Lalu apakah prasangkaanmu terhadap-Ku?" Dia menjawab, "Engkau luaskan rahmat-Mu
buatku." Maka Allah berfirman (kepada neraka), "Lepaskanlah hamba-Ku." Dan sesungguhnya ada seorang lelaki yang diseret ke dalam neraka, maka neraka bergelegak terhadapnya sebagaimana begal menggeram ketika melihat gandum,
lalu neraka menggelegar sekali gelegar yang membuat tiada seorang pun yang mendengarnya melainkan ketakutan. Sanad asar ini sahih. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Mansur, dari Mujahid,
dari Ubaid ibnu Umair sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya. (Al-Furqan: 12) Sesungguhnya neraka Jahanam itu menggelegar sekali gelegar, lalu tiada seorang malaikat terdekat pun,
dan tiada pula seorang nabi yang menjadi rasul pun melainkan jatuh tersungkur dengan muka di bawah (karena ketakutan), semua persendian tulangnya bergetar sehingga Ibrahim a.s. sendiri terduduk bersideku di atas kedua lututnya
seraya berkata, "Wahai Tuhanku, aku tidak memohon kepadamu hari ini kecuali untuk keselamatan diriku." Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا أُلْقُوا مِنْهَا مَكَانًا ضَيِّقًا}
Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu. (Al-Furqan: 13) Qatadah telah meriwayatkan dari Abu Ayyub, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa semisal dengan lubang klem
untuk mata tombak, yakni kerena sempitnya tempat itu.Abdullah ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Yazid, dari Yahya ibnu Usaid yang me-rafa'-kan hadis ini hingga sampai kepada Rasulullah Saw.,
bahwa beliau Saw. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu. (Al-Furqan: 13) Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّهُمْ ليُسْتَكرهون فِي النَّارِ، كَمَا يُسْتَكْرَهُ الْوَتِدُ فِي الْحَائِطِ"
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya mereka dipaksakan masuk ke dalam neraka, sebagaimana pasak dipaksakan masuk ke dalam tembok. Menurut Abu Saleh, makna firman-Nya, "Muqarranin, "
artinya dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan. (Al-Furqan: 13) Yakni kebinasaan, penyesalan, dan kekecewaan. (Akan dikatakan kepada mereka), "Janganlah kamu sekalian mengharapkan satu kebinasaan di hari ini.
(Al-Furqan: 14), hingga akhir ayat.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَلَيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَوَّلُ مَنْ يُكسَى حُلَّةً مِنَ النَّارِ إِبْلِيسُ، فَيَضَعُهَا عَلَى حَاجِبَيْهِ، وَيَسْحَبُهَا منْ خَلْفه، وَذُرِّيَّتُهُ مِنْ بَعْدِهِ، وَهُوَ يُنَادِي: يَا ثُبُورَاهُ، وَيُنَادُونَ: يَا ثُبُورَهُمْ. حَتَّى يَقِفُوا عَلَى النَّارِ، فَيَقُولُ: يَا ثُبُورَاهُ. وَيَقُولُونَ: يَا ثُبُورَهُمْ. فَيُقَالُ لَهُمْ: لَا تَدْعُوَا الْيَوْمَ ثُبُورًا وَاحِدًا، وَادْعُوَا ثُبُورًا كَثِيرًا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Yazid, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang yang mula-mula
diberi pakaian api ialah iblis, maka iblis meletakkan pakaian itu pada kedua alisnya dan ia menyeret pakaian itu di belakangnya, sedangkan keturunannya berada sesudahnya, seraya berseru, "Binasalah aku." Dan mereka diseru,
"Alangkah binasanya mereka (iblis dan keturunannya)," hingga berhentilah mereka di neraka. Maka iblis berkata, "Binasalah aku." Mereka berkata, "Alangkah binasanya mereka." Lalu dikatakan kepada mereka (iblis dan keturunannya),
"Janganlah kamu sekalian mengharapkan satu kebinasaan pada hari ini, melainkan harapkanlah kebinasaan yang banyak.” Akan tetapi, tiada seorang pun dari kalangan Sittah yang mengetengahkan hadis ini. Ibnu Abu Hatim
meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Sinan, dari Affan dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: Janganlah kamu sekalian mengharapkan satu kebinasaan pada hari ini. (Al-Furqan: 14), hingga akhir ayat. Yakni janganlah kalian pada hari ini mengharapkan satu kecelakaan melainkan harapkanlah kecelakaan
yang banyak. Ad-Dahhak mengatakan bahwa as-subur artinya kebinasaan. Pendapat yang kuat mengatakan bahwa subur pengertiannya mencakup kebinasaan, kecelakaan, kerugian, dan kehancuran. Seperti yang dikatakan oleh Musa
kepada Fir'aun:
{وَإِنِّي لأظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا}
dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir'aun, seorang yang akan binasa. (Al-Isra: 102) Yakni binasa. Abdullah ibnuz Zaba'ri telah mengatakan dalam salah satu bait syair gubahannya:
إذْ أجَاري الشَّيطانَ فِي سَنَن الغيَ ... يِ،وَمنْ مَالَ مَيْلَهُ مَثْبُورُ
Jika aku mengikuti setan dalam kesesatannya, dan orang yang mengikuti setan pastilah akan binasa.
Surat Al-Furqan |25:8|
أَوْ يُلْقَىٰ إِلَيْهِ كَنْزٌ أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا ۚ وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا
au yulqooo ilaihi kanzun au takuunu lahuu jannatuy ya`kulu min-haa, wa qoolazh-zhoolimuuna in tattabi'uuna illaa rojulam mas-ḥuuroo
atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya harta kekayaan atau (mengapa tidak ada) kebun baginya, sehingga dia dapat makan dari (hasil)nya?" Dan orang-orang zalim itu berkata, "Kamu hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir."
Or [why is not] a treasure presented to him [from heaven], or does he [not] have a garden from which he eats?" And the wrongdoers say, "You follow not but a man affected by magic."
(Atau mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan) dari langit yang kemudian ia membelanjakannya, sehingga ia tidak usah berjalan-jalan di pasar lagi
untuk mencari penghidupan (atau mengapa tidak ada kebun baginya) yaitu ladang yang menjadi miliknya (yang dapat dia makan dari hasilnya") buah-buahannya,
sehingga hal itu menjadi kecukupan baginya. Menurut qiraat yang lain dibaca Na'kulu Minhaa, artinya; yang kami dapat ikut makan dari kebunnya. Maksudnya,
supaya memiliki kelebihan di atas kami. (Dan orang-orang yang zalim itu berkata:) orang-orang kafir itu kepada orang-orang Mukmin, ("Tidak lain kamu sekalian hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir")
orang yang akalnya tidak waras karena pengaruh sihir. Maka Allah berfirman pada ayat selanjutnya:
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 8 |
Penjelasan ada di ayat 7
Surat Al-Furqan |25:9|
انْظُرْ كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ الْأَمْثَالَ فَضَلُّوا فَلَا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلًا
unzhur kaifa dhorobuu lakal-amṡaala fa dholluu fa laa yastathii'uuna sabiilaa
Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan tentang engkau, maka sesatlah mereka, mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu).
Look how they strike for you comparisons; but they have strayed, so they cannot [find] a way.
(Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan tentang kamu) dengan julukan sebagai orang yang kena pengaruh sihir, orang yang membutuhkan nafkah,
orang yang harus ditemani oleh Malaikat yang bersama-sama menyampaikan tugasnya (lalu sesatlah mereka) dari petunjuk disebabkan ucapannya itu
(mereka tidak sanggup mendapatkan jalan untuk menentang kerasulannya) maksudnya mereka tidak akan dapat menemukan jalan untuk menentangnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 9 |
Penjelasan ada di ayat 7
Surat Al-Furqan |25:10|
تَبَارَكَ الَّذِي إِنْ شَاءَ جَعَلَ لَكَ خَيْرًا مِنْ ذَٰلِكَ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَيَجْعَلْ لَكَ قُصُورًا
tabaarokallażiii in syaaa`a ja'ala laka khoirom min żaalika jannaatin tajrii min taḥtihal-an-haaru wa yaj'al laka qushuuroo
Maha Suci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya Dia jadikan bagimu yang lebih baik daripada itu, (yaitu) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan Dia jadikan (pula) istana-istana untukmu.
Blessed is He who, if He willed, could have made for you [something] better than that - gardens beneath which rivers flow - and could make for you palaces.
(Maha Agung Allah) Maha Kaya akan kebaikan (yang jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan-Nya bagimu yang lebih baik dari yang demikian)
yakni lebih baik daripada perbendaharaan harta dan kebun yang mereka mintakan di dunia ini (yaitu surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai)
karena Dia telah menjanjikan akan memberikan kepadanya nanti di akhirat (dan dijadikan-Nya pula) lafal ayat ini dibaca Jazm (untukmu istana-istana) dan menurut qiraat yang lain, l
afal Yaj'al dibaca Yaj'alu sehingga kedudukannya menjadi kalimat Isti'naf, atau kalimat baru.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 10 |
Penjelasan ada di ayat 7
Surat Al-Furqan |25:11|
بَلْ كَذَّبُوا بِالسَّاعَةِ ۖ وَأَعْتَدْنَا لِمَنْ كَذَّبَ بِالسَّاعَةِ سَعِيرًا
bal każżabuu bis-saa'ati wa a'tadnaa limang każżaba bis-saa'ati sa'iiroo
Bahkan mereka mendustakan hari Kiamat. Dan Kami menyediakan neraka yang menyala-nyala bagi siapa yang mendustakan hari Kiamat.
But they have denied the Hour, and We have prepared for those who deny the Hour a Blaze.
(Bahkan mereka mendustakan hari kiamat) hari terakhir yang tiada hari lagi sesudahnya. (Dan Kami menyediakan neraka yang menyala-nyala bagi siapa yang mendustakan hari kiamat)
neraka yang apinya menyala-nyala dengan nyala yang besar.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 11 |
Penjelasan ada di ayat 7
Surat Al-Furqan |25:12|
إِذَا رَأَتْهُمْ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ سَمِعُوا لَهَا تَغَيُّظًا وَزَفِيرًا
iżaa ro`at-hum mim makaanim ba'iidin sami'uu lahaa taghoyyuzhow wa zafiiroo
Apabila ia (neraka) melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar suaranya yang gemuruh karena marahnya.
When the Hellfire sees them from a distant place, they will hear its fury and roaring.
(Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya) yakni suara mendidihnya seperti halnya orang yang sedang marah (dan suara nyalanya)
suara yang keras sekali dari nyala apinya. Atau makna yang dimaksud adalah jika orang-orang tersebut melihat neraka sekalipun dari tempat yang jauh, mereka akan mendengar suara gemuruh dan nyala apinya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 12 |
Penjelasan ada di ayat 7
Surat Al-Furqan |25:13|
وَإِذَا أُلْقُوا مِنْهَا مَكَانًا ضَيِّقًا مُقَرَّنِينَ دَعَوْا هُنَالِكَ ثُبُورًا
wa iżaaa ulquu min-haa makaanan dhoyyiqom muqorroniina da'au hunaalika ṡubuuroo
Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka dengan dibelenggu, mereka di sana berteriak mengharapkan kebinasaan.
And when they are thrown into a narrow place therein bound in chains, they will cry out thereupon for destruction.
(Dan apabila mereka dicampakkan ke tempat yang sempit di neraka itu) dapat dibaca Dhayyiqan dengan memakai harakat Tasydid pada huruf Ya, dapat pula dibaca Takhfif
atau tanpa Tasydid sehingga bacaannya menjadi Dhayqan, maksudnya neraka itu menghimpit mereka. Lafal Minhaa berkedudukan menjadi Hal dari lafal Makaanan,
karena pada asalnya ia adalah kata sifat baginya (dengan dibelenggu) yakni tangan dan leher mereka dibelenggu menjadi satu; harakat Tasydid yang ada pada lafal Muqarraniina menunjukkan makna
Taktsir atau banyak (mereka di sana mengharapkan kebinasaan) maksudnya mereka ingin mati saja karena pedihnya siksaan. Dikatakan oleh Allah swt. kepada mereka,
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 13 |
Penjelasan ada di ayat 7
Surat Al-Furqan |25:14|
لَا تَدْعُوا الْيَوْمَ ثُبُورًا وَاحِدًا وَادْعُوا ثُبُورًا كَثِيرًا
laa tad'ul-yauma ṡubuurow waaḥidaw wad'uu ṡubuurong kaṡiiroo
(Akan dikatakan kepada mereka), "Janganlah kamu mengharapkan pada hari ini satu kebinasaan, melainkan harapkanlah kebinasaan yang berulang-ulang."
[They will be told], "Do not cry this Day for one destruction but cry for much destruction."
("Janganlah kamu sekalian mengharapkan satu kebinasaan, melainkan harapkanlah kebinasaan yang banyak") sesuai dengan azab yang menimpa kalian ini.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 14 |
Penjelasan ada di ayat 7
Surat Al-Furqan |25:15|
قُلْ أَذَٰلِكَ خَيْرٌ أَمْ جَنَّةُ الْخُلْدِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ ۚ كَانَتْ لَهُمْ جَزَاءً وَمَصِيرًا
qul a żaalika khoirun am jannatul-khuldillatii wu'idal-muttaquun, kaanat lahum jazaaa`aw wa mashiiroo
Katakanlah (Muhammad), "Apakah (azab) seperti itu yang baik, atau surga yang kekal yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa sebagai balasan, dan tempat kembali bagi mereka?"
Say, "Is that better or the Garden of Eternity which is promised to the righteous? It will be for them a reward and destination.
(Katakanlah! "Apa yang demikian itukah) hal yang telah disebutkan itukah, yaitu ancaman dan gambaran tentang neraka (yang baik, atau surga yang kekal yang telah dijanjikan)
(kepada orang-orang yang bertakwa" Surga itu untuk mereka) menurut ilmu Allah (sebagai balasan) sebagai pahala (dan tempat kembali) tempat menetap yang abadi.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 15 |
Tafsir ayat 15-16
Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, kisah yang telah Aku paparkan kepadamu menyangkut keadaan orang-orang yang celaka, yaitu orang-orang yang diseret ke dalam neraka Jahanam dengan muka di bawah,
maka neraka menyambut kedatangan mereka dengan suara gemuruh dan gelegaknya yang dahsyat. Dan mereka dicampakkan ke tempat yang paling sempit dalam keadaan terbelenggu, sehingga mereka tidak dapat bergerak
dan tidak dapat pertolongan serta tidak dapat terlepas dari azab yang mereka alami. Maka apakah azab seperti itu lebih baik, ataukah surga kekal yang telah dijanjikan Oleh Allah buat hamba-hamba-Nya yang bertakwa adalah lebih baik?
Surga itu telah dijanjikan oleh Allah buat mereka dan dijadikan oleh-Nya sebagai balasan serta tempat kembali mereka atas ketaatan mereka selama di dunia."
{لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ}
Bagi mereka di dalam surga itu apa yang mereka kehendaki. (Al-Furqan: 16) Yakni semua kesenangan, berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan pemandangan-pemandangan yang belum pernah dilihat oleh mata,
belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terdetik di hati seorang pun. Selain dari itu mereka tinggal kekal di dalamnya untuk selama-lamanya, tanpa terputus, tanpa habis-habisnya, dan tanpa sirna; mereka sama sekali
tidak mau pindah darinya. Ini merupakan janji Allah Swt. yang memberikan kemurahan dan kebaikanNya kepada mereka. Karena itu, disebutkanlah oleh firman-Nya:
{كَانَ عَلَى رَبِّكَ وَعْدًا مَسْئُولا}
(Hal itu) adalah janji dari Tuhanmu yang patut dimohonkan. (kepada-Nya). (Al-Furqan: 16) Yakni sebagai suatu janji yang harus dan pasti terjadi. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Abu Ja'far ibnu Jarir
dari salah seorang ulama ahli bahasa Arab. Yaitu bahwa makna firman-Nya: sebagai janji yang pasti (terjadi). (Al-Furqan: 16) Makna yang dimaksud adalah janji yang pasti.Ibnu Juraij dari 'Ata dari Ibnu Abbas menyebutkan
bahwa makna firman-Nya: (Hal itu) adalah janji dari Tuhanmu yang patut dimohonkan (kepada-Nya). (Al-Furqan: 16) Yakni hendaklah mereka memohon kepada-Nya apa yang telah dijan ikan-Nya itu dan meminta supaya dikabulkan.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi sehubungan dengan makna firman-Nya: (Hal itu) adalah janji dari Tuhanmu yang patut dimohonkan (kepada-Nya). (Al-Furqan: 16) Sesungguhnya para malaikat memohonkan hal tersebut bagi mereka,
seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ}
Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka. (Al-Mu’min: 8) Abu Hazim mengatakan bahwa apabila hari kiamat telah terjadi, orang-orang mukmin berkata, "Wahai Tuhan kami,
kami telah beramal sesuai dengan perintahMu kepada kami, maka tunaikanlah bagi kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami." Yang demikian itu adalah firman Allah Swt.: janji yang patut dimohonkan (kepada-Nya). (Al-Furqan: 16)
Keadaan yang diceritakan dalam surat ini menyangkut kisah neraka dan menyinggung keadaan ahli surga. Sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam surat As-Saffat yang menceritakan keadaan ahli surga dan kenikmatan
yang ada di dalamnya, yaitu firman-Nya:
{أَذَلِكَ خَيْرٌ نُزُلًا أَمْ شَجَرَةُ الزَّقُّومِ * إِنَّا جَعَلْنَاهَا فِتْنَةً لِلظَّالِمِينَ * إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ * طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ * فَإِنَّهُمْ لآكِلُونَ مِنْهَا فَمَالِئُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ * ثُمَّ إِنَّ لَهُمْ عَلَيْهَا لَشَوْبًا مِنْ حَمِيمٍ * ثُمَّ إِنَّ مَرْجِعَهُمْ لإلَى الْجَحِيمِ إِنَّهُمْ أَلْفَوْا آبَاءَهُمْ ضَالِّينَ * فَهُمْ عَلَى آثَارِهِمْ يُهْرَعُونَ}
(Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum. Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai cobaan bagi orang-orang yang zalim. Sesungguhnya dia adalah sebuah pohon yang keluar
dari dasar neraka yang menyala, mayangnya seperti kepala setan-setan. Maka sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu.
Kemudian sesudah makan buah zaqqum itu pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas. Kemudian sesungguhnya tempat kembali mereka benar-benar ke neraka jahim. Karena sesungguhnya mereka
mendapati bapak-bapak mereka dalam keadaan sesat. Lalu mereka sangat tergesa-gesa mengikuti jejak orang tua-orang tua mereka. (As-Saffat: 62-70)
Surat Al-Furqan |25:16|
لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ خَالِدِينَ ۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ وَعْدًا مَسْئُولًا
lahum fiihaa maa yasyaaa`uuna khoolidiin, kaana 'alaa robbika wa'dam mas`uulaa
Bagi mereka segala yang mereka kehendaki ada di dalamnya (surga), mereka kekal (di dalamnya). Itulah janji Tuhanmu yang pantas dimohonkan (kepada-Nya).
For them therein is whatever they wish, [while] abiding eternally. It is ever upon your Lord a promise [worthy to be] requested.
(Bagi mereka di dalam surga itu apa yang mereka kehendaki, sedangkan mereka kekal) lafal Khaalidiina menjadi Hal yang bersifat Lazimah atau harus
(adalah) janji mereka seperti yang telah disebutkan tadi (janji dari Rabbmu yang patut dimohonkan kepada-Nya) artinya orang yang telah dijanjikan kepadanya hal itu patut untuk memohon kepada-Nya,
sebagaimana yang diungkapkan oleh firman-Nya yang lain, yaitu, "Ya Rabb kami! Berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau." (Q.S. Ali Imran, 194)
atau hal itu dimintakan oleh para Malaikat buat mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh firman-Nya yang lain, yaitu, "Ya Rabb kami!
Masukkanlah mereka ke dalam surga Adn yang telah Engkau janjikan-kepada mereka." (Q.S. Al Mukmin, 8).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 16 |
Penjelasan ada di ayat 15
Surat Al-Furqan |25:17|
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَقُولُ أَأَنْتُمْ أَضْلَلْتُمْ عِبَادِي هَٰؤُلَاءِ أَمْ هُمْ ضَلُّوا السَّبِيلَ
wa yauma yaḥsyuruhum wa maa ya'buduuna min duunillaahi fa yaquulu a antum adhlaltum 'ibaadii haaa`ulaaa`i am hum dhollus-sabiil
Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka bersama apa yang mereka sembah selain Allah, lalu Dia berfirman (kepada yang disembah), "Apakah kamu yang menyesatkan hamba-hamba-Ku itu, atau mereka sendirikah yang sesat dari jalan (yang benar)?"
And [mention] the Day He will gather them and that which they worship besides Allah and will say, "Did you mislead these, My servants, or did they [themselves] stray from the way?"
(Dan pada suatu hari ketika Allah menghimpunkan mereka) lafal Yahsyuruhum dapat pula dibaca Nahsyuruhum, sehingga artinya menjadi, Kami menghimpun mereka
(beserta apa yang mereka sembah selain Allah) yakni seperti malaikat; Nabi Isa, dan Nabi Uzair, serta jin (lalu Allah berkata:) kepada mereka yang disembah untuk memantapkan hujah-Nya
terhadap orang-orang yang menyembah mereka. Lafal Fayaquulu dapat pula dibaca Fanaquulu, artinya, Kami berkata, ("Apakah kalian) lafal A-antum dapat dibaca secara Tahqiq
yaitu dengan menyatakan kedua Hamzahnya, dan dapat pula dibaca Tas-hil yaitu dengan menggantikan Hamzah yang kedua menjadi Alif sehingga bacaan Hamzahnya menjadi panjang,
dapat pula dibaca pendek yakni tanpa memakai Alif (yang menyesatkan hamba-hamba-Ku itu) artinya apakah kalian telah menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan dengan perintah kalian kepada mereka,
supaya mereka menyembah kalian (atau mereka sendirilah yang sesat dari jalan yang benar") yakni atas kehendak mereka sendiri.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 17 |
Tafsir ayat 17-19
Allah Swt. berfirman, menceritakan peristiwa yang terjadi di hari kiamat menyangkut kecaman yang ditujukan terhadap orang-orang kafir karena mereka menyembah selain Allah, seperti para malaikat dan lain-lainnya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَيَوْمَ نَحْشُرُهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ}
Dan (ingatlah) suatu hari (ketika) Allah menghimpunkan mereka beserta apa yang mereka sembah selain Allah. (Al-Furqan: 17) Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah seperti Isa, Uzair, dan para malaikat.
{فَيَقُولُ أَأَنْتُمْ أَضْلَلْتُمْ عِبَادِي}
lalu Allah berkata (kepada yang disembah), "Apakah kalian telah menyesatkan hamba-hamba-Ku itu?” (Al-Furqan: 17), hingga akhir ayat. Yakni Allah Swt. berfirman kepada mereka yang disembah, "Apakah kalian telah menyeru mereka
untuk menyembah diri kalian selain Aku, ataukah mereka menyembah kalian atas keinginan mereka sendiri tanpa seruan dari kalian kepada mereka?" Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ. مَا قُلْتُ لَهُم}
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, 'Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?'.”Isa menjawab, "Mahasuci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan
apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau.
Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib.” Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya). (Al-Maidah: 116-117), hingga akhir ayat.
Karena itu Allah Swt. berfirman, menceritakan apa yang dikatakan oleh berhala-berhala yang disembah itu kelak di hari kiamat.
{قَالُوا سُبْحَانَكَ مَا كَانَ يَنْبَغِي لَنَا أَنْ نَتَّخِذَ مِنْ دُونِكَ مِنْ أَوْلِيَاءَ}
Mereka (yang disembah itu) menjawab, "Mahasuci Engkau, tidaklah patut bagi kami mengambil selain Engkau (untuk jadi) pelindung. (Al-Furqan: 18)
{وَلَكِنْ مَتَّعْتَهُمْ وَآبَاءَهُمْ}
tetapi Engkau telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan hidup. (Al-Furqan: 18) Yaitu mereka diberi usia panjang sehingga mereka melupakan az-zikr. Yang dimaksud dengan az-zikr ialah wahyu yang telah diturunkan
oleh Allah kepada mereka melalui lisan para rasul-Nya, yang isinya menyeru untuk menyembah Allah, mengesakan-Nya, tiada sekutu bagi-Nya.
{وَكَانُوا قَوْمًا بُورًا}
dan mereka adalah kaum yang binasa. (Al-Furqan: 18) Ibnu Abbas mengatakan, makna bura ialah binasa. Al-Hasan Al-Basri dan Malik mengatakan dari Az-Zuhri, bahwa makna bura ialah tiada kebaikan pada mereka. Ibnuz Zaba'ri telah mengatakan dalam bait syairnya ketika ia masuk islam:
يَا رَسُولَ المَليك إِنَّ لسَاني ... رَاتقٌ مَا فَتَقْتُ إذْ أَنَا بُورُ ... إذْ أُجَارِي الشَّيطَانَ فِي سَنَن الغيْ ... يِ، وَمَن مالَ مَيْلَه مَثْبُورُ ...
Wahai Rasul Tuhan Yang Mahakuasa, sesungguhnya lisanku ini terkunci, tidak pernah terbuka saat aku dalam keadaan tidak baik, yaitu ketika aku menuruti langkah setan dalam kesesatannya; dan barang siapa yang cenderung kepada langkah setan, pastilah ia binasa. Firman Allah Swt.:
{فَقَدْ كَذَّبُوكُمْ بِمَا تَقُولُونَ}
Maka sesungguhnya mereka (yang disembah itu) telah mendustakan kalian tentang apa yang kalian katakan. (Al-Furqan: 19) Yakni orang-orang yang kalian sembah selain Allah itu mendustakan pengakuan kalian yang mengatakan bahwa
mereka adalah pelindung kalian, dan bahwa mereka dapat mendekatkan diri kalian kepada Allah. Seperti pengertian yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
{وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ * وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ}
Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?
Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat), niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka. (Al-Ahqaf: 5-6) Adapun firman Allah Swt.:
{فَمَا تَسْتَطِيعُونَ صَرْفًا وَلا نَصْرًا}
maka kalian tidak akan dapat menolak (azab) dan tidak (pula) menolong (diri kalian). (Al-Furqan: 19) Artinya, mereka tidak mampu memalingkan azab dari diri mereka dan tidak pula mereka dapat membela dirinya sendiri.
{وَمَنْ يَظْلِمْ مِنْكُمْ}
dan barang siapa di antara kalian yang berbuat zalim. (Al-Furqan: 19) Yakni mempersekutukan Allah.
{نُذِقْهُ عَذَابًا كَبِيرًا}
niscaya Kami rasakan kepadanya azab yang besar. (Al-Furqan: 19)
Surat Al-Furqan |25:18|
قَالُوا سُبْحَانَكَ مَا كَانَ يَنْبَغِي لَنَا أَنْ نَتَّخِذَ مِنْ دُونِكَ مِنْ أَوْلِيَاءَ وَلَٰكِنْ مَتَّعْتَهُمْ وَآبَاءَهُمْ حَتَّىٰ نَسُوا الذِّكْرَ وَكَانُوا قَوْمًا بُورًا
qooluu sub-ḥaanaka maa kaana yambaghii lanaaa an nattakhiża min duunika min auliyaaa`a wa laakim matta'tahum wa aabaaa`ahum ḥattaa nasuż-żikr, wa kaanuu qoumam buuroo
Mereka (yang disembah itu) menjawab, "Maha Suci Engkau, tidaklah pantas bagi kami mengambil pelindung selain Engkau, tetapi Engkau telah memberi mereka dan nenek moyang mereka kenikmatan hidup, sehingga mereka melupakan peringatan, dan mereka kaum yang binasa."
They will say, "Exalted are You! It was not for us to take besides You any allies. But You provided comforts for them and their fathers until they forgot the message and became a people ruined."
(Mereka yang disembah itu menjawab, "Maha Suci Engkau,) dari apa yang tidak layak bagi Engkau (tidaklah patut) tidaklah dibenarkan (bagi kami mengambil selain Engkau)
(untuk jadi pelindung) lafal Min Auliyaa berkedudukan menjadi Maf'ul pertama, sedangkan huruf Min adalah Zaidah yang berfungsi mengukuhkan makna Nafi.
Lafal sebelumnya berkedudukan menjadi Maf'ul kedua. Maksudnya, mana mungkin kami memerintahkan mereka untuk menyembah kami
(akan tetapi Engkau telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan hidup) sebelumnya yaitu di dunia, dengan umur yang panjang dan rezeki yang luas.
(Sampai mereka lupa akan peringatan) yakni nasihat dan iman kepada Alquran (dan mereka adalah kaum yang binasa.") Allah berfirman:
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Furqan | 25 : 18 |
Penjelasan ada di ayat 17