Juz 5

Surat An-Nisa |4:124|

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا

wa may ya'mal minash-shooliḥaati min żakarin au unṡaa wa huwa mu`minun fa ulaaa`ika yadkhuluunal-jannata wa laa yuzhlamuuna naqiiroo

Dan barang siapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun.

And whoever does righteous deeds, whether male or female, while being a believer - those will enter Paradise and will not be wronged, [even as much as] the speck on a date seed.

Tafsir
Jalalain

(Dan siapa yang mengerjakan) sesuatu (dari amal saleh, baik laki-laki atau wanita dan dia beriman, maka mereka itu akan masuk) ada yang membaca dalam bentuk aktif dan ada yang dalam bentuk pasif

(ke dalam surga dan tidak akan dianiaya walau sedikit pun) walau sebesar lubang kecil sekalipun.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 124 |

Penjelasan ada di ayat 123

Surat An-Nisa |4:125|

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا

wa man aḥsanu diinam mim man aslama waj-hahuu lillaahi wa huwa muḥsinuw wattaba'a millata ibroohiima ḥaniifaa, wattakhożallohu ibroohiima kholiilaa

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-(Nya).

And who is better in religion than one who submits himself to Allah while being a doer of good and follows the religion of Abraham, inclining toward truth? And Allah took Abraham as an intimate friend.

Tafsir
Jalalain

(Dan siapakah) maksudnya tidak seorang pun (yang lebih baik agamanya daripada orang yang menyerahkan dirinya) artinya ia tunduk dan ikhlas dalam beramal (karena Allah, sedangkan dia berbuat kebaikan)

bertauhid (serta mengikuti agama Ibrahim) yang sesuai dengan agama Islam (yang lurus) menjadi hal, arti asalnya jalan condong, maksudnya condong kepada agama yang lurus dan meninggalkan agama lainnya.

(Dan Allah mengambil Ibrahim sebagai kesayangan-Nya) yang disayangi-Nya secara tulus dan murni.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 125 |

Penjelasan ada di ayat 123

Surat An-Nisa |4:126|

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُحِيطًا

wa lillaahi maa fis-samaawaati wa maa fil-ardh, wa kaanallohu bikulli syai`im muḥiithoo

Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di Bumi, dan (pengetahuan) Allah meliputi segala sesuatu.

And to Allah belongs whatever is in the heavens and whatever is on the earth. And ever is Allah, of all things, encompassing.

Tafsir
Jalalain

(Dan milik Allahlah apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi) baik sebagai kepunyaan, maupun sebagai makhluk dan sebagai hamba. (Dan Allah Maha Meliputi segala sesuatu)

maksudnya ilmu dan kekuasaan-Nya yang tetap melekat dan tidak terpisah-pisah daripada-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 126 |

Penjelasan ada di ayat 123

Surat An-Nisa |4:127|

وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ ۖ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ وَمَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ فِي يَتَامَى النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا تُؤْتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْوِلْدَانِ وَأَنْ تَقُومُوا لِلْيَتَامَىٰ بِالْقِسْطِ ۚ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِهِ عَلِيمًا

wa yastaftuunaka fin-nisaaa`, qulillaahu yuftiikum fiihinna wa maa yutlaa 'alaikum fil-kitaabi fii yataaman-nisaaa`illaatii laa tu`tuunahunna maa kutiba lahunna wa targhobuuna an tangkiḥuuhunna wal-mustadh'afiina minal-wildaani wa an taquumuu lil-yataamaa bil-qisth, wa maa taf'aluu min khoirin fa innalloha kaana bihii 'aliimaa

Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang perempuan. Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al-Qur´an (juga memfatwakan) tentang para perempuan yatim yang tidak kamu berikan sesuatu (maskawin) yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin menikahi mereka dan (tentang) anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) agar mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa pun yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui."

And they request from you, [O Muhammad], a [legal] ruling concerning women. Say, "Allah gives you a ruling about them and [about] what has been recited to you in the Book concerning the orphan girls to whom you do not give what is decreed for them - and [yet] you desire to marry them - and concerning the oppressed among children and that you maintain for orphans [their rights] in justice." And whatever you do of good - indeed, Allah is ever Knowing of it.

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka minta fatwa kepadamu) mohon agar mereka diberi fatwa (tentang) keadaan (wanita) dan pembagian warisan mereka. (Katakanlah) kepada mereka!,

("Allah akan memberi fatwa kepada kamu tentang mereka itu, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Kitab) yakni Alquran berupa ayat warisan, juga memfatwakan padamu

(tentang wanita-wanita yatim yang tidak kamu beri apa yang telah diwajibkan) (sebagai hak mereka) berupa pusaka (sedangkan kamu tak ingin) hai para wali (untuk mengawini mereka)

disebabkan derajat mereka yang rendah atau paras mereka yang buruk, dan kamu halangi kawin karena mengharapkan harta warisan mereka itu.

Maksudnya Allah mengeluarkan fatwa yang berisi supaya kamu jangan melakukan itu (dan) tentang (golongan yang dianggap lemah) atau masih kecil (di antara anak-anak)

agar kamu berikan kepada mereka hak-hak mereka (dan) disuruhnya kamu (agar mengurus anak-anak yatim secara adil) dalam soal harta warisan dan maskawin.

(Dan apa juga yang kamu kerjakan berupa kebaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.") hingga akan membalasnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 127 |

Penjelasan ada di ayat 123

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah r.a.

sehubungan dengan firman-Nya: Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang mereka." (An-Nisa: 127) sampai dengan firman-Nya: sedangkan kalian ingin mengawini mereka.

(An-Nisa: 127); Maka Siti Aisyah mengatakan, "Hal ini menyangkut seorang Lelaki yang memelihara anak yatim perempuan, sedangkan dia sebagai wali dan ahli warisnya sekaligus. Karena itu, si anak yatim berserikat dengannya dalam harta benda

sampai dalam pokoknya. Maka ia berminat untuk mengawininya dan tidak suka bila si anak yatim dikawin oleh lelaki lain yang akibatnya lelaki lain itu akan ikut berserikat dengannya dalam harta bendanya, lalu ia bersikap mempersulit anak yatim itu.

Maka turunlah ayat ini."Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Kuraib dan Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, keduanya dari Abu Usamah.Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa ia pernah belajar kepada

Muhammad ibnu Abdullah ibnul Hakam yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Syihab, telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa

Siti Aisyah mengatakan, "Orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah Saw. mengenai masalah yang menyangkut mereka. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Kata-kanlah,

'Allah memberi fatwa kepada kalian tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepada kalian dalam Al-Qur'an (juga memfatwakan)' (An-Nisa: 127), hingga akhir ayat." Siti Aisyah mengatakan, "Yang dimaksud dengan apa yang disebutkan

oleh Allah di dalam Al-Qur'an ialah ayat yang ada pada permulaan surat, yaitu firman-Nya: 'Dan jika kalian takut tidak akan dapat berbuat adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kalian mengawini-nya),

maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi' (An-Nisa: 3)."Menurut sanad yang sama —juga dari Siti Aisyah r.a.— disebutkan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Swt.: sedangkan kalian ingin mengawini mereka. (An-Nisa: 127)

ialah keinginan seseorang di antara kalian untuk mengawini anak yatim perempuan yang ada di dalam pemeliharaannya, sekalipun anak yatim itu sedikit hartanya dan tidak cantik. Dengan ayat ini mereka dilarang mengawini anak yatim

perempuan yang mereka sukai karena hartanya dan karena kecantikannya, kecuali melalui jalan yang adil, sebagai bukti dari rasa cinta mereka kepada anak-anak yatim perempuan itu. Asal riwayat ini disebut di dalam kitab Sahihain melalui jalur

Yunus ibnu Yazid Al-Aili.Makna yang dimaksud ialah bila seorang lelaki mempunyai seorang anak yatim perempuan yang ada dalam pemeliharaannya lagi halal ia kawini, dan adakalanya ia menyukai untuk mengawininya, maka Allah

memerintahkan kepadanya agar memberinya mahar yang semisal dengan wanita lainnya. Jika ia tidak mampu melakukan hal tersebut, hendaklah ia mengurungkan niatnya dan kawin dengan wanita lain yang dalam hal ini Allah Swt.

memberikan keleluasaan bagi-nya. Pengertian inilah yang tersimpul dari ayat permulaan (yakni An-Nisa ayat 3).Adakalanya ia tidak mempunyai keinginan untuk mengawininya, misalnya karena rupanya yang tidak cantik menurutnya

atau memang sejak semula dia tidak mempunyai hasrat kepadanya. Maka melalui ayat ini Allah melarangnya bersikap mempersulit si anak yatim untuk kawin dengan lelaki lain karena dorongan rasa khawatir bila hartanya yang merupakan

milik bersama antara dia dan si anak yatim dimasuki oleh orang yang ketiga, yaitu suami dari anak yatim itu.Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya yang mengatakan, "Yataman nisa'"

(anak-anak perempuan yatim), disebut di dalam surat An-Nisa ayat 127, hingga akhir ayat.Ibnu Abbas mengatakan bahwa seseorang lelaki di zaman Jahiliah, bila ia mempunyai anak yatim perempuan yang ada di dalam pemeliharaannya,

lalu ia melemparkan kain kepadanya, berarti tidak ada seorang lelaki pun yang mampu mengawininya untuk selamanya. Jika anak yatim tersebut cantik, lalu ia menyukainya, maka ia mengawininya dan memakan hartanya.

Jika si anak yatim tidak cantik, maka ia melarangnya kawin dengan lelaki lain hingga mati. Apabila si anak yatim mati, maka ia mewarisi hartanya. Tradisi seperti ini dilarang oleh Allah Swt. dan diharamkan.Firman Allah Swt.:


وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْوِلْدانِ


dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. (An-Nisa: 127)Dahulu di masa Jahiliah mereka tidak memberikan warisan kepada anak-anak, tidak pula kepada anak-anak perempuan. Seperti yang tersirat di dalam makna firman-Nya:


{لَا تُؤْتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ}


yang kalian tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka. (An-Nisa: 127)Maka Allah Swt. melarang hal tersebut, dan menjelaskan bagi masing-masing orang bagiannya tersendiri (dari harta warisan). Untuk itu Allah Swt. berfirman:


لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ


bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. (An-Nisa: 11)baik ia masih kecil ataupun sudah dewasa, semuanya beroleh warisan dengan ketentuan ini.Hal yang sama dikatakan oleh

Sa'id ibnu Jubair dan lain-lainnya. Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (Allah menyuruh) supaya kalian mengurus anak-anak yatim secara adil. (An-Nisa: 127); Dengan kata lain, sebagaimana bila

anak yatim itu cantik lagi berharta, lalu ia mengawininya dan memperhatikan kemaslahatannya; demikian pula bila si anak yatim tidak cantik dan tidak berharta, maka ia harus mengawininya dan memperhatikan kemaslahatannya. Firman Allah Swt.:


{وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِهِ عَلِيمًا}


Dan kebajikan apa saja yang kalian kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya. (An-Nisa: 127)Makna ayat ini menggugah mereka untuk mengerjakan kebaikan dan mengerjakan hal-hal yang diperintahkan,

karena Allah Swt. mengetahui semuanya dan kelak Dia akan memberikan balasan pahalanya dengan balasan yang berlimpah lagi sempurna.

Surat An-Nisa |4:128|

وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

wa inimro`atun khoofat mim ba'lihaa nusyuuzan au i'roodhon fa laa junaaḥa 'alaihimaaa ay yushliḥaa bainahumaa shul-ḥaa, wash-shul-ḥu khoiir, wa uḥdhirotil-anfususy-syuḥḥ, wa in tuḥsinuu wa tattaquu fa innalloha kaana bimaa ta'maluuna khobiiroo

Dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau bersikap tidak acuh, maka keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya, dan perdamaian, itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu memperbaiki (pergaulan dengan istrimu) dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap acuh-takacuh), maka sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.

And if a woman fears from her husband contempt or evasion, there is no sin upon them if they make terms of settlement between them - and settlement is best. And present in [human] souls is stinginess. But if you do good and fear Allah - then indeed Allah is ever, with what you do, Acquainted.

Tafsir
Jalalain

(Dan jika seorang wanita) imra-atun marfu' oleh fi'il yang menafsirkannya (takut) atau khawatir (dari suaminya nusyuz) artinya sikap tak acuh hingga berpisah ranjang daripadanya dan melalaikan pemberian nafkahnya,

adakalanya karena marah atau karena matanya telah terpikat kepada wanita yang lebih cantik dari istrinya itu (atau memalingkan muka) daripadanya (maka tak ada salahnya bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarnya).

Ta yang terdapat pada asal kata diidgamkan pada shad, sedang menurut qiraat lain dibaca yushliha dari ashlaha. Maksud perdamaian itu ialah dalam bergilir dan pemberian nafkah,

misalnya dengan sedikit mengalah dari pihak istri demi mempertahankan kerukunan. Jika si istri bersedia, maka dapatlah dilangsungkan perdamaian itu, tetapi jika tidak, maka pihak suami harus memenuhi kewajibannya

atau menceraikan istrinya itu. (Dan perdamaian itu lebih baik) daripada berpisah atau dari nusyuz atau sikap tak acuh. Hanya dalam menjelaskan tabiat-tabiat manusia,

Allah berfirman: (tetapi manusia itu bertabiat kikir) artinya bakhil, seolah-olah sifat ini selalu dan tak pernah lenyap daripadanya. Maksud kalimat bahwa wanita itu jarang bersedia menyerahkan haknya

terhadap suaminya kepada madunya, sebaliknya pihak laki-laki jarang pula yang memberikan haknya kepada istri bila ia mencintai istri lain. (Dan jika kamu berlaku baik) dalam pergaulan istri-istrimu (dan menjaga diri)

dari berlaku lalim atau aniaya kepada mereka (maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan) hingga akan memberikan balasannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 128 |

Tafsir ayat 128-130

Allah Swt. memberitahukan serta mensyariatkan ketetapan hukum-hukum-Nya menyangkut berbagai kondisi yang dialami oleh sepasang suami istri. Adakalanya pihak suami bersikap tidak senang kepada istrinya, adakalanya pihak suami

serasi dengan istrinya, dan adakalanya pihak suami ingin bercerai dengan istrinya.Keadaan pertama terjadi bilamana pihak istri merasa khawatir terhadap suaminya, bila si suami merasa tidak senang kepadanya dan bersikap tidak acuh

kepada dirinya. Maka dalam keadaan seperti ini pihak istri boleh menggugurkan dari kewajiban suaminya seluruh hak atau sebagian haknya yang menjadi tanggungan suami, seperti sandang, pangan, dan tempat tinggal serta lain-lainnya

yang termasuk hak istri atas suaminya. Pihak suami boleh menerima hal tersebut dari pihak istrinya, tiada dosa bagi pihak istri memberikan hal itu kepada suaminya, tidak (pula) penerimaan pihak suami dari pihak istrinya akan hal itu. Untuk itulah disebutkan di dalam firman-Nya:


{فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا}


maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya. (An-Nisa: 128)Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:


{وَالصُّلْحُ خَيْرٌ}


dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka). (An-Nisa: 128) Yakni daripada perceraian. Firman Allah Swt.:


{وَأُحْضِرَتِ الأنْفُسُ الشُّحَّ}


walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. (An-Nisa: 128) Maksudnya, perdamaian di saat saling bertolak belakang adalah lebih baik daripada perceraian. Karena itulah ketika usia Saudah binti Zam'ah sudah lanjut, Rasulullah Saw.

berniat akan menceraikannya, tetapi Saudah berdamai dengan Rasulullah Saw. dengan syarat ia tetap menjadi istrinya dan dengan suka rela ia memberikan hari gilirannya kepada Siti Aisyah. Maka Nabi Saw. menerima persyaratan tersebut

yang diajukan oleh Saudah, dengan imbalan Saudah tetap berstatus sebagai istri Nabi Saw.Riwayat mengenai hal tersebut Dikemukakan oleh Abu Daud At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Mu'az,

dari Sammak ibnu Harb, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Saudah merasa khawatir bila dirinya diceraikan oleh Rasulullah Saw. Maka ia berkata, "Wahai Rasulullah, janganlah engkau ceraikan aku,

aku berikan hari giliranku kepada Aisyah," maka Rasulullah Saw. menyetujui apa yang dimintanya. Dan turunlah firman-Nya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya.

(An-Nisa: 128), hingga akhir ayat.Ibnu Abbas mengatakan bahwa segala persyaratan yang disetujui oleh kedua belah pihak diperbolehkan.Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Muhammad ibnul Musanna, dari Abu Daud At-Tayalisi

dengan lafaz yang sama, kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib.Imam Syafii mengatakan, telah menceritakan kepadanya Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. wafat dalam keadaan

meninggalkan sembilan orang istri; sebelum itu beliau Saw. memberikan hari gilirannya kepada delapan orang istrinya.Di dalam kitab Sahihain disebut melalui hadis Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang menceritakan,

"Ketika usia Saudah binti Zam'ah sudah lanjut, ia menghadiahkan hari gilirannya kepada Aisyah. Sejak saat itu Nabi Saw. menggilir Siti Aisyah selama dua hari; satu hari milik Siti Aisyah, sedangkan hari yang lain hadiah dari Saudah."

Di dalam kitab Sahih Bukhari disebut melalui hadis Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah dengan lafaz yang semisal.Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari Hisyam, dari ayahnya

(yaitu Urwah) yang menceritakan bahwa Allah Swt. telah menurunkan firman berikut berkenaan dengan Saudah dan wanita-wanita lainnya yang serupa, yaitu: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya.

(An-Nisa: 128) Salah seorang istri Rasulullah Saw. (yaitu Saudah) telah berusia lanjut; ia merasa khawatir bila diceraikan oleh Rasulullah Saw., sedangkan dalam waktu yang sama ia tidak mau dilepaskan dari statusnya sebagai

istri Rasulullah Saw. Tetapi ia mengetahui benar kecintaan Rasulullah Saw. kepada Siti Aisyah dan kedudukan Siti Aisyah di sisi Rasulullah Saw. Maka ia menghadiahkan hari gilirannya dari Rasulullah Saw. untuk Siti Aisyah r.a.,

dan Rasulullah Saw. menerima hal tersebut.Imam Baihaqi mengatakan bahwa Imam Ahmad ibnu Yunus telah meriwayatkannya dari Al-Hasan ibnu Abuz Zanad secara mausul. Jalur ini diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya.

Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Ishaq Al-Faqih (seorang ahli fiqih), telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus,

telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa ia pernah mengatakan kepadanya, "Hai anak saudara perempuanku, Rasulullah Saw.

dahulu tidak pernah memprioritaskan salah seorang di antara kami atas yang lainnya dalam hal gilirannya kepada kami. Jarang sekali Rasulullah Saw. dalam setiap harinya tidak berkeliling mengunjungi kami semua. Setiap hari beliau selalu

mendekati setiap istrinya tanpa menggaulinya, kecuali bila telah sampai pada giliran istri yang harus ia gilir pada saatnya, barulah beliau menginap padanya. Sesungguhnya Saudah binti Zam'ah, ketika usianya telah lanjut

dan merasa khawatir akan diceraikan oleh Rasulullah Saw., ia mengatakan, 'Wahai Rasulullah, giliranku aku hadiahkan kepada Siti Aisyah.' Maka Rasulullah Saw. menerima hal tersebut." Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya,

bahwa berkenaan dengan peristiwa inilah Allah Swt. menurunkan firman-Nya, yaitu: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh suaminya. (An-Nisa: 128), hingga akhir ayat.Hal yang sama diriwayatkan oleh

Imam Abu Daud dari Ahmad ibnu Yunus dengan lafaz yang sama; juga Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, selanjutnya Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis sahih, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim)

tidak mengetengahkannya.Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur Abu Hilal Al-Asy'ari, dari Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad dengan lafaz yang semisal. Juga melalui riwayat Abdul Aziz, dari Muhammad Ad-Darawardi,

dari Hisyam ibnu Urwah dengan lafaz yang semisal secara singkat.Abul Abbas (yaitu Muhammad ibnu Abdur Rahman Ad-Da'uli) dalam permulaan kitab Mu'jam-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya,

telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hisyam Ad-Dustuwai', telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Abu Barrah yang menceritakan bahwa Nabi Saw. mengirimkan utusannya kepada

Saudah binti Zam'ah dengan tujuan untuk menceraikannya. Ketika Rasul Saw. datang, maka Saudah duduk untuk menyambutnya sebagaimana Siti Aisyah. Ketika Saudah melihat beliau, maka ia berkata kepadanya, "Demi Tuhan

yang menurunkan Kalam-Nya kepadamu dan yang telah memilihmu dari semua makhluk-Nya. Aku memohon kepadamu, sudilah engkau merujuk diriku. Karena sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang kini telah berusia lanjut,

dan memang aku tidak memerlukan lelaki lagi; tetapi aku ingin agar kelak di hari kiamat dibangkitkan bersama istri-istrimu." Maka Nabi Saw. merujuknya. Siti Saudah berkata, "Aku berikan siang hari dan malam hari giliranku buat kekasih

Rasulullah Saw. (yakni Siti Aisyah)."Hadis ini berpredikat garib lagi mursal.Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muqatil, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya,

dari Siti Aisyah sehubungan dengan firman-Nya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya. (An-Nisa: 128); Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki yang mempunyai istri yang telah lanjut usia,

sedangkan dia tidak begitu memerlukannya lagi, lalu ia bermaksud menceraikannya. Tetapi si istri mengatakan kepadanya, "Aku halalkan kamu sehubungan dengan perkara diriku." Maka turunlah ayat ini.Ibnu Jarir mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah mengenai firman-Nya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya,

maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka). (An-Nisa: 128); Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa ayat ini berkenaan dengan seorang wanita yang menjadi istri

seseorang lelaki, sedangkan pihak suaminya tidak memerlukannya lagi dan si istri tidak mempunyai anak, tetapi si istri masih tetap ingin berstatus sebagai istrinya; lalu ia mengatakan kepada suaminya, "Janganlah engkau ceraikan aku,

dan aku halalkan engkau dari urusanku."Telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hajaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Hisyam, dari Urwah, dari Siti Aisyah sehubungan

dengan firman-Nya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya. (An-Nisa: 128); Ayat ini berkenaan dengan seorang lelaki yang mempunyai dua orang istri; salah satu di antaranya berusia tua,

sedangkan yang lain tidak cantik rupanya dan dia tidak mengingininya lagi, lalu si istri mengatakan, "Janganlah engkau menceraikan diriku, dan sebagai imbalannya engkau bebas dari urusanku."Hadis ini disebutkan di dalam kitab sahihain

melalui berbagai jalur, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah dengan lafaz yang semisal dengan hadis di atas.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid dan Ibnu Waki'; keduanya mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Asy'as, dari Ibnu Sirin yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Khalifah Umar ibnul Khattab, lalu bertanya kepadanya mengenai makna suatu ayat,

dan Umar tidak suka dengan pertanyaan tersebut, kemudian Umar memukul lelaki itu dengan cemeti. Lalu ada lelaki lain datang menanyakan tentang makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan jika seorang wanita khawatir

akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya. (An-Nisa: 128); Kemudian Umar berbuat hal yang sama dengan orang yang pertama tadi. Akhirnya mereka yang ada menanyakannya, kemudian barulah Umar r.a. menjawab bahwa wanita

yang dimaksud adalah istri seseorang yang telah dilupakannya, lalu suaminya kawin lagi dengan wanita muda dengan maksud ingin mempunyai anak. Maka sesuatu yang disepakati oleh kedua belah pihak melalui perdamaian merupakan hal

yang diperbolehkan.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain Al-Hasanjani, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Sammak ibnu Harb,

dari Khalid ibnu Ur'urah yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Ali ibnu Abu Talib, lalu bertanya kepadanya mengenai makna firman-Nya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya,

maka tidak mengapa bagi keduanya. (An-Nisa: 128), hingga akhir ayat. Maka Ali ibnu Abu Talib menjawab bahwa hal ini berkenaan dengan seorang lelaki yang mempunyai seorang istri, lalu ia tidak menyukainya lagi karena rupanya

yang tidak cantik, usianya telah tua, akhlaknya jahat, atau ada cacatnya, tetapi si istri tidak suka diceraikan oleh suaminya. Maka jika si istri menghapuskan sebagian dari mas kawinnya (dengan syarat tidak diceraikan),

maka hal itu halal bagi suaminya. Jika si istri merelakan hari-hari gilirannya, tidak mengapa hal itu dilakukan.Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Syu'bah, dari Hammad ibnu Salamah dan Abul Ahwas.

Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui jalur Israil, semuanya bersumber dari Sammak.Hal yang sama ditafsirkan oleh Ibnu Abbas, Ubaidah As-Salmani, Mujahid ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, Sa'id ibnu Jubair, Ata, Atiy-yah Al-Aufi, Makhul, Al-Hasan,

Al-Hakam ibnu Atabah, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan para imam. Menurutku, aku belum mengetahui ada seseorang yang berpendapat berbeda dengan penafsiran ayat ini.

Imam Syafii mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah dari Az-Zuhri, dari Ibnul Musayyab, bahwa anak perempuan Muhammad ibnu Muslim menjadi istri Rafi' ibnu Khadij. Maka Rafi' ibnu Khadij tidak menyukainya lagi karena

usianya telah lanjut atau faktor yang lain, lalu Rafi' bermaksud menceraikannya. Kemudian si istri berkata, "Janganlah engkau ceraikan aku, dan gilirlah aku menurut kemauanmu." Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini, yaitu firman-Nya:

Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya. (An-Nisa: 128), hingga akhir ayat.Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya melalui jalur Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri,

dari Sa'id ibnul Musayyab dan Sulaiman ibnu Yasar dengan konteks yang lebih panjang dari ini.Al Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Amr, telah menceritakan kepada kami

Abu Muhammad Ahmad ibnu Abdullah Al-Muzani, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepadaku Syu'aib ibnu Abu Hamzah, dari Az-Zuhri,

telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnul Musayyab dan Sulaiman ibnu Yasar, menurut ketentuan sunnah sehubungan dengan kedua ayat yang di dalamnya menceritakan perihal seorang lelaki dan sikap tidak acuh terhadap istrinya,

yaitu firman-Nya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya. (An-Nisa: 128), hingga akhir ayat berikutnya. berkenaan dengan seorang lelaki bila nusyuz (tidak suka lagi) terhadap istrinya

dan tidak lagi memperhatikannya. Maka sebagai jalan keluarnya si suami adakalanya menceraikannya atau tetap memegangnya sebagai istri dengan memperoleh hak sepenuhnya berupa hak giliran, juga sebagian dari harta;

hal ini boleh dilakukan oleh pihak suami. Begitu pula sebaliknya jika pihak istri mengadakan perdamaian kepada pihak suami dengan merelakan hak-hak tersebut, pihak istri boleh melakukannya. Menurut Sa'id ibnul Musayyab dan Sulaiman,

perdamaian inilah yang dimaksud oleh firman-Nya: maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka). (An-Nisa: 128)

Diriwayatkan kepadaku bahwa Rafi' ibnu Khadij Al-Ansari (salah seorang sahabat Nabi Saw.) mempunyai seorang istri; ketika istrinya telah tua, lalu ia kawin lagi dengan gadis yang masih muda hingga hatinya lebih cenderung kepada istri mudanya.

Maka istri tuanya meminta diceraikan, lalu Rafi' menceraikannya dengan satu talak dan menangguhkannya. Tetapi bila masa idah-nya akan habis, maka Rafi' merujuknya kembali. Kemudian Rafi' tetap bersikap lebih memperhatikan istri mudanya.

Maka istri tuanya meminta cerai lagi, dan Rafi' berkata kepadanya, "Saya hanya menuruti kemauanmu, sesungguhnya talakmu padaku hanya tinggal sekali lagi. Jika kamu mau tetap menjadi istriku dengan perlakuan seperti yang kamu alami

sekarang, kamu boleh tetap menjadi istriku; atau jika kamu lebih suka kuceraikan, maka kamu aku ceraikan." Maka istri tua Rafi' berkata, "Tidak, bahkan aku ingin tetap menjadi istrimu, sekalipun harus berkorban." Maka Rafi' tetap memegangnya

sebagai istri dengan persyaratan tersebut; demikianlah perdamaian yang dilakukan oleh keduanya, dan Rafi' tidak memandang hal ini sebagai perbuatan yang berdosa karena pihak istri rela tetap berstatus sebagai istrinya,

sekalipun hari gilirannya diberikan kepada istri mudanya.Hal yang sama secara lengkap diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Abul Yaman, dari Syu'aib, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab dan Sulaiman ibnu Yasar, lalu Ibnu Abu Hatim mengetengahkannya dengan panjang lebar.Firman Allah Swt.:


وَالصُّلْحُ خَيْرٌ


dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka). (An-Nisa: 128)Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah takhyir, yaitu pihak suami memberikan hak pilih kepada istrinya antara tetap menjadi istri

atau diceraikan. Hal ini lebih baik daripada ia merelakan haknya kepada madunya dan membiarkan suaminya berkepanjangan memberlakukannya demikian.Menurut makna lahiriah ayat, perdamaian yang dilakukan keduanya ialah pihak istri

memberikan sebagian dari haknya kepada suaminya dan pihak suami menerima syarat tersebut; hal ini lebih baik bagi pihak istri daripada diceraikan sama sekali. Sebagaimana Nabi Saw. tetap memegang Siti Saudah binti Zam'ah sebagai istrinya

dengan merelakan hari gilirannya kepada Siti Aisyah r.a. dan Nabi Saw. tidak menceraikannya, melainkan membiarkannya termasuk salah seorang dari istri-istrinya.Nabi Saw. sengaja melakukan demikian agar umatnya mengikuti jejaknya

dalam masalah ini, bahwa hal tersebut disyariatkan dan diperbolehkan. Hal ini lebih baik bagi Nabi Saw., mengingat keserasian itu lebih disukai oleh Allah Swt. daripada perceraian. Demikianlah makna firman-Nya: dan perdamaian itu lebih baik

(bagi mereka). (An-Nisa: 128)Bahkan talak itu dimurkai oleh Allah Swt. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah, keduanya dari Kasir ibnu Ubaid,

dari Muhammad ibnu Khalid, dari Ma’ruf ibnu Wasil, dari Muharib ibnu Disar, dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ الطَّلَاقُ"


Perkara halal yang paling dimurkai oleh Allah ialah talak.Kemudian Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Yunus, dari Ma'ruf, dari Muharib yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, lalu ia mengetengahkan hadis tersebut dengan lafaz yang semakna dengan hadis di atas secara mursal. Firman Allah Swt.:


وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كانَ بِما تَعْمَلُونَ خَبِيراً


Dan jika kalian menggauli istri kalian dengan baik dan memelihara diri kalian (dari nusyuz dan sikap tak acuh terhadap istri), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (An-Nisa: 128)

Jika kalian sabar menahan apa yang tidak kalian sukai dari mereka dan kalian tetap membagi giliran kepada mereka sama dengan istri kalian yang lainnya, maka sesungguhnya Allah Mengetahui hal tersebut,

dan kelak Dia akan memberikan kepada kalian balasan pahala yang berlimpah atas sikap kalian yang bijak itu. Firman Allah Swt.:


وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّساءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ


Dan kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (kalian), walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian. (An-Nisa: 129)Kalian tidak akan mampu, hai manusia, untuk berlaku adil kepada semua istri kalian dengan perlakuan

yang sama di antara sesama mereka dari segala segi. Karena sesungguhnya jika memang terjadi keadilan dalam pembagian giliran secara lahiriah, yaitu misalnya masing-masing istri mendapat giliran satu malam, maka tidak luput dari perbedaan

dalam segi cinta dan berahinya serta persetubuhan yang dilakukan. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ubaidah As-Salmani, Mujahid, Al-Hasan Al-Basri, dan Ad-Dahhak ibnu Muzahim.Ibnu Abu Hatim mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Husain Al-Ju'fi, dari Zaidah, dari Abdul Aziz ibnu Rafi', dari Ibnu Abu Mulaikah yang mengatakan bahwa firman-Nya:

Dan kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (kalian), walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian. (An-Nisa: 129) diturunkan berkenaan dengan Siti Aisyah r.a. Demikian itu karena Nabi Saw.

mencintainya dengan kecintaan yang lebih besar daripada istri-istri beliau yang lainnya. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunan melalui hadis Hammad ibnu Salamah,

dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Abdullah ibnu Yazid, dari Aisyah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. membagi-bagi gilirannya di antara istri-istrinya dengan cara yang adil. Kemudian Nabi Saw. bersabda:


«اللَّهُمَّ هَذَا قَسْمِي فِيمَا أَمْلِكُ، فَلَا تَلُمْنِي فِيمَا تَمْلِكُ وَلَا أملك»


Ya Allah, inilah pembagianku terhadap apa yang aku miliki, tetapi janganlah Engkau mencelaku terhadap apa yang Engkau miliki, sedangkan aku tidak memilikinya.Yang beliau maksud ialah kecenderungan hati. Demikianlah menurut lafaz hadis

yang diketengahkan oleh Imam Abu Daud, dan hadis ini sanadnya sahih. Tetapi Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh Hammad ibnu Zaid dan lainnya yang bukan hanya seorang dari Ayyub, dari Abu Qilabah, secara mursal. Menurut Imam Turmuzi, sanad ini lebih sahih. Firman Allah Swt.:


{فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ}


Karena itu, janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai). (An-Nisa: 129) Dengan kata lain, apabila kamu cenderung lebih mencintai seseorang dari istri-istrimu, maka janganlah kamu berlebihan dalam kecenderungan itu secara habis-habisan.


{فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ}


sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. (An-Nisa: 129) Yakni istri yang lainnya ditelantarkan. Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Saddi, dan Muqatil ibnu Hayyan,

makna yang dimaksud ialah istri yang lain dibiarkan terkatung-katung, bukan seperti wanita yang bersuami, bukan pula seperti wanita yang diceraikan.


قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: أَنْبَأَنَا هَمَّام، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ النَّضْرِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ بشير بن نَهِيك، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَحَدُ شِقَّيْهِ سَاقِطٌ".


Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammam dari Qatadah, dari An-Nadr ibnu Anas, dari Basyir ibnu Nahik, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang

mempunyai dua orang istri, lalu ia cenderung (lebih mencintai kepada) salah seorangnya, kelak di hari kiamat ia akan datang, sedangkan salah satu dari pundaknya miring.Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik

kitab sunan melalui hadis Hammam ibnu Yahya, dari Qatadah, dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan, sesungguhnya yang mengisnadkan hadis ini adalah Hammam, dan Hisyam Ad-Dustuwai' meriwayatkannya dari Qatadah.

Imam Turmuzi mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, hadis ini tidak dikenal berpredikat marfu' kecuali yang melalui hadis Hammam.Firman Allah Swt.:


وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كانَ غَفُوراً رَحِيماً


Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 129)Maksudnya, apabila kalian memperbaiki perkara kalian dan melakukan giliran dengan

adil terhadap semua istri kalian, serta kalian bertakwa kepada Allah dalam segala keadaan, niscaya Allah memberikan ampunan bagi kalian atas apa yang kalian lakukan, yaitu kecenderungan kalian kepada salah seorang di antara istri-istri kalian, sedangkan yang lainnya tidak kalian cenderungi. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{وَإِنْ يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلا مِنْ سَعَتِهِ وَكَانَ اللَّهُ وَاسِعًا حَكِيمًا}


Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 130)Apa yang disebut oleh ayat ini merupakan keadaan

yang ketiga, yaitu keadaan perceraian. Allah memberitahukan bahwa apabila keduanya bercerai, sesungguhnya Allah akan memberikan kecukupan kepada pihak laki-laki hingga tidak memerlukan lagi bekas istrinya, dan akan memberikan

kecukupan pula kepada pihak perempuan hingga tidak memerlukan lagi bekas suaminya. Misalnya Allah memberikan ganti kepada pihak laki-laki seorang istri yang lebih baik daripada bekas istrinya. Allah memberikan ganti pula kepada pihak perempuan seorang suami yang lebih baik daripada bekas suaminya yang lalu.


{وَكَانَ اللَّهُ وَاسِعًا حَكِيمًا}


Dan adalah Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 130) Artinya, Allah Mahaluas karunia-Nya lagi Mahabesar anugerah-Nya, lagi Mahabijaksana dalam semua perbuatan dan takdir serta syariat-Nya.

Surat An-Nisa |4:129|

وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۚ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

wa lan tastathii'uuu an ta'diluu bainan-nisaaa`i walau ḥaroshtum fa laa tamiiluu kullal-maili fa tażaruuhaa kal-mu'allaqoh, wa in tushliḥuu wa tattaquu fa innalloha kaana ghofuuror roḥiimaa

Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu) walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

And you will never be able to be equal [in feeling] between wives, even if you should strive [to do so]. So do not incline completely [toward one] and leave another hanging. And if you amend [your affairs] and fear Allah - then indeed, Allah is ever Forgiving and Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Dan kamu sekali-kali takkan dapat berlaku adil) artinya bersikap sama tanpa berat sebelah (di antara istri-istrimu) dalam kasih sayang (walaupun kamu amat menginginkan) demikian.

(Sebab itu janganlah kamu terlalu cenderung) kepada wanita yang kamu kasihi itu baik dalam soal giliran maupun dalam soal pembagian nafkah (hingga kamu tinggalkan) wanita yang tidak kamu cintai

(seperti bergantung) janda tidak bersuami pun bukan. (Dan jika kamu mengadakan perjanjian) yakni dengan berlaku adil dalam mengatur giliran (dan menjaga diri) dari berbuat kecurangan

(maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun) terhadap kecenderungan yang terdapat dalam hatimu (lagi Maha Penyayang) kepadamu dalam masalah tersebut.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 129 |

Penjelasan ada di ayat 128

Surat An-Nisa |4:130|

وَإِنْ يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلًّا مِنْ سَعَتِهِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ وَاسِعًا حَكِيمًا

wa iy yatafarroqoo yughnillaahu kullam min sa'atih, wa kaanallohu waasi'an ḥakiimaa

Dan jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya), Maha Bijaksana.

But if they separate [by divorce], Allah will enrich each [of them] from His abundance. And ever is Allah Encompassing and Wise.

Tafsir
Jalalain

(Jika keduanya berpisah) maksudnya laki-istri itu dengan perceraian (maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing mereka dari limpahan karunia-Nya) misalnya

dengan menjodohkan pihak laki-laki dengan istri yang lain, dan pihak istri dengan suami yang lain. (Dan Allah Maha Luas) karunia-Nya terhadap makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana)

mengenai peraturan-peraturan yang ditetapkan-Nya bagi mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 130 |

Penjelasan ada di ayat 128

Surat An-Nisa |4:131|

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ ۚ وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَنِيًّا حَمِيدًا

wa lillaahi maa fis-samaawaati wa maa fil-ardh, wa laqod washshoinallażiina uutul-kitaaba ming qoblikum wa iyyaakum anittaqulloh, wa in takfuruu fa inna lillaahi maa fis-samaawaati wa maa fil-ardh, wa kaanallohu ghoniyyan ḥamiidaa

Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di Bumi, dan sungguh, Kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi Kitab Suci sebelum kamu dan (juga) kepadamu agar bertakwa kepada Allah. Tetapi jika kamu ingkar, maka (ketahuilah), milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di Bumi dan Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.

And to Allah belongs whatever is in the heavens and whatever is on the earth. And We have instructed those who were given the Scripture before you and yourselves to fear Allah. But if you disbelieve - then to Allah belongs whatever is in the heavens and whatever is on the earth. And ever is Allah Free of need and Praiseworthy.

Tafsir
Jalalain

(Dan milik Allahlah apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi. Dan sungguh telah Kami pesankan kepada orang-orang yang diberi Kitab) maksudnya kitab-kitab (sebelum kamu)

yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani (dan juga kepada kamu) hai Ahli Alquran (supaya) artinya berbunyi: ("Bertakwalah kamu kepada Allah) takutilah siksa-Nya dengan jalan menaati-Nya,

" (dan) kepada mereka juga kepada kamu sendiri Kami katakan: ("Jika kamu ingkar,") terhadap apa yang Kami pesankan itu (maka, ketahuilah, bahwa apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi milik Allah belaka)

baik sebagai makhluk maupun sebagai ciptaan dan hamba-Nya hingga keingkaran kamu itu tidaklah akan merugikan-Nya sedikit pun juga. (Dan Allah Maha Kaya) sehingga tiada membutuhkan makhluk

dan ibadah mereka (lagi Maha Terpuji) mengenai perbuatan-Nya terhadap mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 131 |

Tafsir ayat 131-134

Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia adalah Yang memiliki langit dan bumi serta Dialah yang menguasai keduanya. Allah Swt. berfirman:


{وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ}


dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu. (An-Nisa: 131)Kami memerintahkan kepada kalian sebagaimana Kami telah memerintahkan kepada mereka,

yaitu bertakwa kepada Allah Swt. dengan cara menyembah-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Dalam firman berikutnya disebutkan:


وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ للهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وِمَا فِي الأرْضِ


Tetapi jika kalian kafir, maka (ketahuilah) sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah. (An-Nisa: 131), hingga akhir ayat.Makna ayat ini sama dengan ayat lain dengan melaluinya Allah menceritakan perihal perkataan Nabi Musa kepada kaumnya, yaitu:


إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ


Jika kalian dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah), maka sesungguhnya Allah Maha-kaya lagi Maha Terpuji. (Ibrahim: 8)Ayat lainnya mengatakan:


فَكَفَرُوا وَتَوَلَّوْا وَاسْتَغْنَى اللَّهُ وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَمِيدٌ


lalu mereka ingkar dan berpaling; dan Allah tidak memerlukan (mereka). Dan Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (At-Taghabun: 6)Allah Mahakaya, tidak memerlukan hamba-hamba-Nya.

Yang dimaksud dengan hamidun ialah Allah Maha Terpuji dalam semua apa yang ditakdirkan-Nya dan semua apa yang disyariatkan-Nya.Firman Allah Swt.:


وَلِلَّهِ مَا فِي السَّماواتِ وَما فِي الْأَرْضِ وَكَفى بِاللَّهِ وَكِيلًا


Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara. (An-Nisa: 132)Allah-lah yang mengatur tiap-tiap diri dalam semua apa yang diupayakannya, dan Dialah yang mengawasi dan yang menyaksikan atas segala sesuatu.Firman Allah Swt.:


إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ أَيُّهَا النَّاسُ وَيَأْتِ بِآخَرِينَ وَكانَ اللَّهُ عَلى ذلِكَ قَدِيراً


Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan kalian, wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain (sebagai pengganti kalian). Dan adalah Allah Mahakuasa berbuat demikian. (An-Nisa: 133)

Dia Mahakuasa untuk melenyapkan kalian dan mengganti kalian dengan yang lain jika kalian durhaka kepada-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang ada di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْماً غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثالَكُمْ


dan jika kalian berpaling, niscaya Dia akan mengganti (kalian) dengan kaum yang lain, 'dan mereka tidak akan seperti kalian (ini). (Muhammad: 38)Salah seorang ulama Salaf mengatakan,

"Betapa tiada harganya hamba-hamba itu bagi Allah bila mereka menyia-nyiakan perintah-Nya." Sama juga dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ وَما ذلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ


Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kalian dan mengganti (kalian) dengan makhluk yang baru, dan yang demikian itu sekali-kali tidak sukar bagi Allah. (Ibrahim: 19-20)Hal itu amat mudah dilakukan-Nya dan tidak sulit. Firman Allah Swt.:


مَنْ كانَ يُرِيدُ ثَوابَ الدُّنْيا فَعِنْدَ اللَّهِ ثَوابُ الدُّنْيا وَالْآخِرَةِ


Barang siapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. (An-Nisa: 134)Hai orang yang tidak mempunyai tujuan kecuali hanya perkara duniawi saja, ketahuilah bahwa di sisi Allah

terdapat pahala di dunia dan akhirat. Apabila kamu meminta kepada-Nya pahala dunia dan pahala akhirat, niscaya Dia akan memberimu dan membuatmu kaya serta puas. Di dalam ayat yang disebutkan melalui firman-Nya:


فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنا آتِنا فِي الدُّنْيا وَما لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنا آتِنا فِي الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنا عَذابَ النَّارِ أُولئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا


Maka di antara manusia ada orang yang mendoa, "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia," dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang mendoa, "Ya Tuhan kami, berilah kami

kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka." Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan. (Al-Baqarah; 200-202), hingga akhir ayat.


مَنْ كانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ


Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya. (Asy-Syura: 20), hingga akhir ayat.Sama dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:


مَنْ كانَ يُرِيدُ الْعاجِلَةَ عَجَّلْنا لَهُ فِيها مَا نَشاءُ لِمَنْ نُرِيدُ- إلى قوله- انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنا بَعْضَهُمْ عَلى بَعْضٍ


Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang-orang yang Kami kehendaki. (Al-Isra: 18) sampai dengan firman-Nya: Perhatikanlah bagaimana Kami l

ebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). (Al-Isra: 21), hingga akhir ayat.Ibnu Jarir menduga bahwa makna ayat berikut, yaitu firman-Nya: Barang siapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi). (An-Nisa: 134)

ditujukan kepada orang-orang munafik, yaitu mereka yang iman pada lahiriahnya saja dengan tujuan untuk memperoleh pahala di dunia saja.


{فَعِنْدَ اللَّهِ ثَوَابُ الدُّنْيَا}


karena di sisi Allah ada pahala dunia. (An-Nisa: 134) Yaitu apa yang dihasilkan oleh mereka dari ganimah dan lain-lainnya bersama-sama kaum muslim.


{وَالآخِرَةِ}


dan akhirat. (An-Nisa: 134) Maksudnya, di sisi Allah ada balasan akhirat, yaitu siksaan yang disediakan oleh Allah bagi mereka di dalam neraka Jahannam. Ayat ini dijadikan olehnya (Ibnu Jarir) semakna dengan firman-Nya:


مَنْ كانَ يُرِيدُ الْحَياةَ الدُّنْيا وَزِينَتَها- إلى قوله- وَباطِلٌ مَا كانُوا يَعْمَلُونَ


Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya. (Hud: 15) sampai dengan firman-Nya: dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (Hud: 16)Makna ayat terakhir ini sudah jelas, tidak diragukan lagi.

Adapun mengenai tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir, masih perlu dipertimbangkan. Karena sesungguhnya makna firman-Nya: karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. (An-Nisa: 134) sudah jelas, yaitu beroleh kebaikan

di dunia dan akhirat. Dengan kata lain, di tangan kekuasaan Allah-lah pahala dunia dan akhirat. Karena itu, janganlah seseorang mempunyai cita-cita yang pendek yaitu hanya ingin meraih pahala di dunia saja;

melainkan hendaklah ia bercita-cita yang tinggi, yaitu berupaya untuk memperoleh pahala di dunia dan pahala di akhirat. Karena sesungguhnya yang menentukan hal tersebut adalah Tuhan yang di tangan kekuasaan-Nya

terdapat muda-rat dan manfaat. Dialah Allah Yang tidak ada Tuhan selain Dia, Yang membagikan kebahagiaan dan kecelakaan di antara manusia di dunia dan akhirat. Dia berbuat adil di antara mereka

menurut pengetahuan-Nya tentang mereka. Siapakah di antara mereka yang mendapat ini, siapa pula yang mendapat itu. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا بَصِيرًا}


Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (An-Nisa: 134)

Surat An-Nisa |4:132|

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ وَكِيلًا

wa lillaahi maa fis-samaawaati wa maa fil-ardh, wa kafaa billaahi wakiilaa

Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di Bumi. Cukuplah Allah sebagai pemeliharanya.

And to Allah belongs whatever is in the heavens and whatever is on the earth. And sufficient is Allah as Disposer of affairs.

Tafsir
Jalalain

(Dan kepunyaan Allahlah apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi) diulangi-Nya di sini untuk memperkuat kewajiban manusia supaya bertakwa.

(Dan cukuplah Allah sebagai saksi) yang menjadi saksi bahwa semua itu memang milik-Nya semata.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 132 |

Penjelasan ada di ayat 131

Surat An-Nisa |4:133|

إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ أَيُّهَا النَّاسُ وَيَأْتِ بِآخَرِينَ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ ذَٰلِكَ قَدِيرًا

iy yasya` yuż-hibkum ayyuhan-naasu wa ya`ti bi`aakhoriin, wa kaanallohu 'alaa żaalika qodiiroo

Kalau Allah menghendaki, niscaya dimusnahkan-Nya kamu semua wahai manusia! Kemudian Dia datangkan (umat) yang lain (sebagai penggantimu). Dan Allah Maha Kuasa berbuat demikian.

If He wills, He can do away with you, O people, and bring others [in your place]. And ever is Allah competent to do that.

Tafsir
Jalalain

(Jika dikehendaki-Nya niscaya dimusnahkan-Nya kamu hai manusia dan didatangkan-Nya umat yang lain) sebagai penggantimu (dan Allah Maha Kuasa berbuat demikian).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 133 |

Penjelasan ada di ayat 131

Surat An-Nisa |4:134|

مَنْ كَانَ يُرِيدُ ثَوَابَ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ ثَوَابُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا بَصِيرًا

mang kaana yuriidu ṡawaabad-dun-yaa fa 'indallohi ṡawaabud-dun-yaa wal-aakhiroh, wa kaanallohu samii'am bashiiroo

Barang siapa menghendaki pahala di dunia, maka ketahuilah bahwa di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.

Whoever desires the reward of this world - then with Allah is the reward of this world and the Hereafter. And ever is Allah Hearing and Seeing.

Tafsir
Jalalain

(Siapa yang menginginkan) dengan amal perbuatannya (pahala dunia, maka di sisi Allah tersedia pahala dunia dan akhirat) yakni bagi orang yang menginginkannya,

dan bukan untuk umumnya manusia. Mengapa seseorang di antara kalian mencari yang paling rendah di antara keduanya, dan kenapa ia tidak mencari yang lebih tinggi saja,

yaitu yang akan diperolehnya dengan jalan mengikhlaskan tuntutan kepada-Nya serta yang tidak akan ditemuinya hanyalah pada Zat Yang Maha Kaya. (Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 134 |

Penjelasan ada di ayat 131

Surat An-Nisa |4:135|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

yaaa ayyuhallażiina aamanuu kuunuu qowwaamiina bil-qisthi syuhadaaa`a lillaahi walau 'alaaa anfusikum awil-waalidaini wal-aqrobiin, iy yakun ghoniyyan au faqiiron fallohu aulaa bihimaa, fa laa tattabi'ul-hawaaa an ta'diluu, wa in talwuuu au tu'ridhuu fa innalloha kaana bimaa ta'maluuna khobiiroo

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Mengetahui terhadap segala apa yang kamu kerjakan.

O you who have believed, be persistently standing firm in justice, witnesses for Allah, even if it be against yourselves or parents and relatives. Whether one is rich or poor, Allah is more worthy of both. So follow not [personal] inclination, lest you not be just. And if you distort [your testimony] or refuse [to give it], then indeed Allah is ever, with what you do, Acquainted.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman! Hendaklah kamu menjadi penegak) atau benar-benar tegak dengan (keadilan) (menjadi saksi) terhadap kebenaran (karena Allah walaupun)

kesaksian itu (terhadap dirimu sendiri) maka menjadi saksilah dengan mengakui kebenaran dan janganlah kamu menyembunyikannya (atau) terhadap (kedua ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia)

maksudnya orang yang disaksikan itu (kaya atau miskin, maka Allah lebih utama bagi keduanya) daripada kamu dan lebih tahu kemaslahatan mereka. (Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu)

dalam kesaksianmu itu dengan jalan pilih kasih, misalnya dengan mengutamakan orang yang kaya untuk mengambil muka atau si miskin karena merasa kasihan kepadanya (agar) tidak (berlaku adil)

atau menyeleweng dari kebenaran. (Dan jika kamu mengubah) atau memutarbalikkan kesaksian, menurut satu qiraat dengan membuang huruf wawu yang pertama sebagai takhfif (atau berpaling)

artinya enggan untuk memenuhinya (maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) hingga akan diberi-Nya balasannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 135 |

Penjelasan ada di ayat 131

Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin agar menegakkan keadilan, dan janganlah mereka bergeming dari keadilan itu barang sedikit pun, jangan pula mereka mundur dari menegakkan keadilan karena Allah

hanya karena celaan orang-orang yang mencela, jangan pula mereka dipengaruhi oleh sesuatu yang membuatnya berpaling dari keadilan. Hendaklah mereka saling membantu, bergotong royong, saling mendukung dan tolong-menolong demi keadilan. Firman Allah Swt. yang mengatakan:


{شُهَدَاءَ لِلَّهِ}


menjadi saksi karena Allah. (An-Nisa: 135) Ayat ini semakna dengan firman-Nya:


وَأَقِيمُوا الشَّهادَةَ لِلَّهِ


dan hendaklah kalian tegakkan kesaksian itu karena Allah. (At-Thalaq: 2)Maksudnya, tunaikanlah kesaksian itu karena Allah. Maka bila kesaksian itu ditegakkan karena Allah,

barulah kesaksian itu dikatakan benar, adil, dan hak; serta bersih dari penyimpangan, perubahan, dan kepalsuan. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ}


biarpun terhadap diri kalian sendiri. (An-Nisa: 135)Dengan kata lain, tegakkanlah persaksian itu secara benar, sekalipun bahayanya menimpa diri sendiri. Apabila kamu ditanya mengenai suatu perkara, katakanlah yang sebenarnya,

sekalipun mudaratnya kembali kepada dirimu sendiri. Karena sesungguhnya Allah akan menjadikan jalan keluar dari setiap perkara yang sempit bagi orang yang taat kepada-Nya.Firman Allah Swt.:


أَوِ الْوالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ


atau ibu bapak dan kaum kerabat kalian. (An-Nisa: 135)Yakni sekalipun kesaksian itu ditujukan terhadap kedua orang tuamu dan kerabatmu, janganlah kamu takut kepada mereka dalam mengemukakannya.Tetapi kemukakanlah kesaksian

secara sebenarnya, sekalipun bahayanya kembali kepada mereka, karena sesungguhnya perkara yang hak itu harus ditegakkan atas setiap orang, tanpa pandang bulu.Firman Allah Swt.:


{إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا}


Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. (An-Nisa: 135) Artinya, janganlah kamu hiraukan dia karena kayanya, jangan pula kasihan kepadanya karena miskinnya. Allah-lah yang mengurusi keduanya,

bahkan Dia lebih utama kepada keduanya daripada kamu sendiri, dan Dia lebih mengetahui hal yang bermaslahat bagi keduanya.Firman Allah Swt.:


{فَلا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا}


Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. (An-Nisa: 135) Maksudnya, jangan sekali-kali hawa nafsu dan fanatisme serta risiko dibenci orang lain membuat kalian meninggalkan keadilan

dalam semua perkara dan urusan kalian. Bahkan tetaplah kalian pada keadilan dalam keadaan bagaimanapun juga, seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya:


وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوى


Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum, mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. (Al-Maidah: 8)Termasuk ke dalam pengertian ini ialah perkataan

Abdullah ibnu Rawwahah ketika diutus oleh Nabi Saw. melakukan penaksiran terhadap buah-buahan dan hasil panen milik orang-orang Yahudi Khaibar. Ketika itu mereka bermaksud menyuapnya dengan tujuan agar bersikap lunak

terhadap mereka, tetapi Abdullah ibnu Rawwahah berkata, "Demi Allah, sesungguhnya aku datang kepada kalian dari makhluk yang paling aku cintai, dan sesungguhnya kalian ini lebih aku benci daripada kera dan babi yang sederajat

dengan kalian. Bukan karena cintaku kepadanya, benciku terhadap kalian, lalu aku tidak berlaku adil terhadap kalian." Mereka mengatakan, "Dengan demikian, berarti langit dan bumi akan tetap tegak." Hadis ini insya Allah akan disebut secara panjang lebar berikut sanadnya dalam tafsir surat Al-Maidah. Firman Allah Swt.:


وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا


Dan jika kalian memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi. (An-Nisa: 135)Menurut Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, makna talwu ialah memalsukan

dan mengubah kesaksian.Makna lafaz al-lai sendiri ialah mengubah dan sengaja berdusta. Seperti pengertian yang ada di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقاً يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتابِ


Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al-Kitab. (Ali Imran: 78), hingga akhir ayat.Al-i'rad artinya menyembunyikan kesaksian dan enggan mengemukakannya. Dalam ayat yang lain disebutkan melalui firman-Nya:


وَمَنْ يَكْتُمْها فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ


Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya. (Al-Baqarah: 283)Nabi Saw. telah bersabda:


"خَيْرُ الشُّهَدَاءِ الَّذِي يَأْتِي بِشَهَادَتِهِ قَبْلَ أَنْ يُسألها"


Sebaik-baik saksi ialah orang yang mengemukakan kesaksiannya sebelum diminta untuk bersaksi.Karena itulah Allah mengancam mereka dalam firman selanjutnya, yaitu:


{فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا}


maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kalian kerjakan. (An-Nisa: 135) Dengan kata lain, Allah kelak akan membalas perbuatan kalian itu terhadap diri kalian.

Surat An-Nisa |4:136|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

yaaa ayyuhallażiina aamanuuu aaminuu billaahi wa rosuulihii wal-kitaabillażii nazzala 'alaa rosuulihii wal-kitaabillażiii anzala ming qobl, wa may yakfur billaahi wa malaaa`ikatihii wa kutubihii wa rusulihii wal-yaumil-aakhiri fa qod dholla dholaalam ba'iidaa

Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur´an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh.

O you who have believed, believe in Allah and His Messenger and the Book that He sent down upon His Messenger and the Scripture which He sent down before. And whoever disbelieves in Allah, His angels, His books, His messengers, and the Last Day has certainly gone far astray.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman, berimanlah kamu) artinya tetaplah beriman (kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan-Nya kepada rasul-Nya) Muhammad saw.

yakni Alquran (serta kitab yang diturunkan-Nya sebelumnya) maksudnya kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para rasul, dan menurut satu qiraat kedua kata kerjanya dalam bentuk pasif.

(Dan siapa yang ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat, maka sungguhnya ia telah sesat sejauh-jauhnya) dari kebenaran.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 136 |

Penjelasan ada di ayat 131

Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mengamalkan semua syariat iman dan cabang-cabangnya, rukun-rukunnya serta semua penyanggahnya. Tetapi hal ini bukan termasuk ke dalam pengertian perintah

yang menganjurkan untuk merealisasikan hal tersebut, melainkan termasuk ke dalam Bab "Menyempurnakan Hal yang Telah Sempurna, Mengukuhkannya, dan Melestarikannya". Perihalnya sama dengan apa yang diucapkan oleh seorang mukmin dalam setiap salatnya, yaitu bacaan firman-Nya:


اهْدِنَا الصِّراطَ الْمُسْتَقِيمَ


Tunjukilah kami ke jalan yang lurus. (Al-Fatihah: 6)Dengan kata lain, terangilah kami ke jalan yang lurus, dan tambahkanlah kepada kami hidayah serta mantapkanlah kami di jalan yang lurus. Allah Swt.

memerintahkan kepada mereka untuk beriman kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya. (Al-Hadid: 28)Adapun firman Allah Swt.:


{وَالْكِتَابِ الَّذِي نزلَ عَلَى رَسُولِهِ}


dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya. (An-Nisa: 136) Yakni Al-Qur'an.


{وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنزلَ مِنْ قَبْلُ}


serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. (An-Nisa: 136) Makna yang dimaksud ialah semua jenis kitab yang terdahulu. Sedangkan mengenai kitab Al-Qur'an, hal ini diungkapkan dengan memakai lafaz nazzala, karena Al-Qur'an diturunkan

secara berangsur-angsur lagi terpisah-pisah disesuaikan dengan kejadian-kejadiannya menurut apa yang diperlukan oleh semua hamba dalam kehidupan di dunia dan kehidupan akhirat mereka. Adapun kitab-kitab terdahulu, maka semuanya diturunkan sekaligus. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan:


{وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنزلَ مِنْ قَبْلُ}


serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. (An-Nisa: 136) Kemudian Allah Swt. berfirman:


{وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا}


Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (An-Nisa: 136) Dia telah keluar dari jalan hidayah dan jauh dari jalan yang benar dengan kejauhan yang sangat.

Surat An-Nisa |4:137|

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ سَبِيلًا

innallażiina aamanuu ṡumma kafaruu ṡumma aamanuu ṡumma kafaruu ṡummazdaaduu kufrol lam yakunillaahu liyaghfiro lahum wa laa liyahdiyahum sabiilaa

Sesungguhnya orang-orang yang beriman lalu kafir, kemudian beriman (lagi), kemudian kafir lagi, lalu bertambah kekafirannya, maka Allah tidak akan mengampuni mereka, dan tidak (pula) menunjukkan kepada mereka jalan (yang lurus).

Indeed, those who have believed then disbelieved, then believed, then disbelieved, and then increased in disbelief - never will Allah forgive them, nor will He guide them to a way.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang beriman) kepada Musa, maksudnya orang-orang Yahudi (kemudian mereka kafir) dengan menyembah anak sapi (kemudian beriman)

sesudah itu (lalu kafir lagi) kepada Isa (kemudian bertambah kekafiran mereka) kepada Muhammad saw. (maka Allah sekali-kali takkan mengampuni mereka)

selama mereka dalam keadaan demikian (dan tidak pula akan menuntun mereka ke jalan yang lurus) atau benar.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 137 |

Tafsir ayat 137-140

Allah Swt. menceritakan perihal orang yang beriman, lalu ia kafir, kemudian kembali beriman lagi; dan terakhir ia kafir, lalu berkelanjutan dalam kesesatannya dan makin bertambah hingga mati. Maka sesungguhnya tiada tobat baginya

sesudah mati, dan Allah tidak akan memberikan ampunan baginya, juga tidak akan menjadikan baginya sesuatu yang dapat menuntunnya ke arah hidayah. Karena itulah disebutkan melalui firman-Nya:


{لَمْ يَكُنِ اللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلا لِيَهْدِيَهُمْ سَبِيلا}


maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (An-Nisa: 137)Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami

Ahmad ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Jami', dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: kemudian bertambah kekafirannya. (An-Nisa: 137) Bahwa makna yang dimaksud ialah mereka

berkepanjangan di dalam kekafirannya hingga mati. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid.Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui jalur Jabir Al-Ma'la, dari Amir Asy-Sya'bi, dari Ali r.a., bahwa ia pernah mengatakan, "Orang yang murtad disuruh

bertobat sebanyak tiga kali." Kemudian ia membacakan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya,

maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (An-Nisa: 137)Selanjutnya Allah Swt. berfirman:


بَشِّرِ الْمُنافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذاباً أَلِيماً


Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih. (An-Nisa: 138)Bahwa orang-orang munafik itu adalah yang mempunyai sifat demikian, karena sesungguhnya pada mulanya mereka beriman,

kemudian kafir, lalu hati mereka dikunci mati. Kemudian Allah menyebutkan sifat mereka yang lain, bahwa mereka mengambil orang-orang kafir sebagai pemimpin mereka selain orang-orang mukmin. Dengan kata lain, mereka pada hakikatnya

berpihak kepada orang-orang kafir dan menyembunyikan rasa cinta mereka kepada orang-orang kafir. Apabila mereka kembali kepada orang-orang kafir, mereka mengatakan, "Sesungguhnya kami sependirian dengan kalian,

kami hanyalah berolok-olok," yakni terhadap orang-orang mukmin dengan menampakkan sikap sependirian dengan mereka secara lahiriah.Allah Swt. mengingkari sepak terjang mereka yang berpihak kepada orang-orang kafir, yang hal ini diungkapkan oleh firman-Nya:


{أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ}


Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? (An-Nisa: 139)Kemudian Allah Swt. memberitahukan bahwa kekuatan itu seluruhnya hanyalah milik Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan Dia memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dalam ayat yang lain disebutkan hal yang semakna, yaitu:


مَنْ كانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعاً


Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. (Fathir: 10)Firman Allah Swt. yang mengatakan:


وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلكِنَّ الْمُنافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ


Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui. (Al-Munafiqun: 8)Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah menggerakkan hati mereka

untuk mencari kekuatan (kemuliaan) di sisi Allah, beribadah kepada-Nya dengan ikhlas, dan menggabungkan diri ke dalam barisan hamba-hamba-Nya yang beriman, karena hanya merekalah yang mendapat pertolongan di dalam kehidupan

dunia ini dan di hari semua saksi dibangkitkan (hari kiamat).Kiranya sesuai bila dalam pembahasan ini kami ketengahkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.


حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ حُمَيْد الْكِنْدِيِّ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ نُسَيِّ، عَنْ أَبِي رَيْحَانَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنِ انْتَسَبَ إِلَى تِسْعَةِ آبَاءٍ كُفَّارٍ، يُرِيدُ بِهِمْ عِزًّا وَفَخْرًا، فَهُوَ عَاشِرُهُمْ فِي النَّارِ".


Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad, Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Humaid Al-Kindi, dari Ubadah ibnu Nissi, dari Abu Raihanah, bahwa Nabi Saw. telah bersabda: Barang siapa yang menyebutkan nasabnya

sampai kepada sembilan orang kakek moyangnya yang semuanya kafir dengan maksud memuliakan diri dengan mereka dan berbangga diri dengan mereka, maka dia akan menemani mereka di dalam neraka.Hadis ini diriwayatkan secara munfarid

(menyendiri) oleh Imam Ahmad. Abu Raihanah yang disebut di dalam sanadnya adalah seorang dari kabilah Azd. Menurut pendapat yang lain, dia adalah seorang Ansar, nama aslinya ialah Syam'un. Demikianlah menurut Imam Bukhari. Sedangkan menurut yang lainnya, nama aslinya adalah Sam'un.Firman Allah Swt.:


وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتابِ أَنْ إِذا سَمِعْتُمْ آياتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِها وَيُسْتَهْزَأُ بِها فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذاً مِثْلُهُمْ


Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kalian duduk beserta mereka, sehingga mereka

memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian) tentulah kalian serupa dengan mereka. (An-Nisa: 140)Sesungguhnya jika kalian melakukan hal yang terlarang sesudah larangan sampai kepada kalian,

dan kalian rela duduk bersama-sama mereka di tempat yang padanya diingkari ayat-ayat Allah, diperolok-olokkan serta dikecam dengan pedas, lalu kalian menyetujui hal tersebut, berarti sesungguhnya kalian berserikat dan bersekongkol dengan mereka dalam hal itu. Karena itulah dinyatakan oleh firman-Nya:


{إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ}


tentulah kalian serupa dengan mereka. (An-Nisa: 140) Yakni dalam hal dosa, seperti yang disebut di dalam sebuah hadis:


«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ»


Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka janganlah ia duduk di dalam sebuah hidangan yang disediakan padanya minuman khamr.Larangan mengenai hal tersebut yang ada dalam ayat ini, cara menanggulanginya disebutkan di dalam ayat surat Al-An'am melalui firman-Nya:


وَإِذا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آياتِنا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ


Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka. (Al-An'am: 68), hingga akhir ayat.Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa ayat surat Al-An'am ini menasakh firman-Nya: tentulah kalian serupa dengan mereka. (An-Nisa: 140) Karena ada dalil firman Allah yang mengatakan:


وَما عَلَى الَّذِينَ يَتَّقُونَ مِنْ حِسابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَلكِنْ ذِكْرى لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ


Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun atas orang-orang yang memelihara dirinya terhadap dosa mereka (yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah); tetapi (kewajibannya ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa. (Al-An'am: 69) Adapun firman Allah Swt.:


إِنَّ اللَّهَ جامِعُ الْمُنافِقِينَ وَالْكافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعاً


Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam. (An-Nisa: 140)Maksudnya, sebagaimana orang-orang munafik itu bersekutu dengan orang-orang kafir dalam kekufuran,

maka Allah pun menghimpun di antara mereka dalam kekekalan di neraka Jahannam untuk selama-lamanya, dan Dia mengumpulkan mereka semua di dalam rumah siksaan dan pembalasan dengan belenggu dan rantai yang mengikat mereka serta minuman air yang mendidih —bukan air yang tawar— dan makanan berupa darah dan nanah.

Surat An-Nisa |4:138|

بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

basysyiril-munaafiqiina bi`anna lahum 'ażaaban aliimaa

Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,

Give tidings to the hypocrites that there is for them a painful punishment -

Tafsir
Jalalain

(Beritakanlah hai Muhammad kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih) yang menyakitkan yaitu siksa neraka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 138 |

Penjelasan ada di ayat 137

Surat An-Nisa |4:139|

الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۚ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا

allażiina yattakhiżuunal-kaafiriina auliyaaa`a min duunil-mu`miniin, a yabtaghuuna 'indahumul-'izzata fa innal-'izzata lillaahi jamii'aa

(yaitu) orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Ketahuilah bahwa semua kekuatan itu milik Allah.

Those who take disbelievers as allies instead of the believers. Do they seek with them honor [through power]? But indeed, honor belongs to Allah entirely.

Tafsir
Jalalain

(Yaitu orang-orang) menjadi badal atau na'at bagi orang-orang munafik (yang mengambil orang-orang kafir sebagai temannya yang setia dan bukan orang-orang mukmin)

karena dugaan mereka bahwa orang-orang kafir itu mempunyai kekuatan. (Apakah mereka hendak mencari kekuatan pada mereka itu) Pertanyaan bermakna sanggahan,

artinya mereka takkan menemukan hal itu padanya. (Karena sesungguhnya semua kekuatan itu milik Allah) baik di dunia maupun di akhirat, dan takkan tercapai kecuali oleh kekasih-kekasih-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 139 |

Penjelasan ada di ayat 137

Surat An-Nisa |4:140|

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا

wa qod nazzala 'alaikum fil-kitaabi an iżaa sami'tum aayaatillaahi yukfaru bihaa wa yustahza`u bihaa fa laa taq'uduu ma'ahum ḥattaa yakhuudhuu fii ḥadiiṡin ghoirihiii innakum iżam miṡluhum, innalloha jaami'ul-munaafiqiina wal-kaafiriina fii jahannama jamii'aa

Dan sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu di dalam Kitab (Al-Qur´an) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir) maka janganlah kamu duduk bersama mereka sebelum mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena (kalau tetap duduk dengan mereka), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sungguh, Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang kafir di Neraka Jahanam,

And it has already come down to you in the Book that when you hear the verses of Allah [recited], they are denied [by them] and ridiculed; so do not sit with them until they enter into another conversation. Indeed, you would then be like them. Indeed Allah will gather the hypocrites and disbelievers in Hell all together -

Tafsir
Jalalain

(Dan sungguh, Allah telah menurunkan) dapat dibaca nazzala dan nuzzila (kepadamu dalam Kitab) yakni Alquran surah Al-An'am (bahwa) ditakhfifkan sedangkan isimnya dibuang dan asalnya annahu

(jika kamu dengar ayat-ayat Allah) maksudnya ayat-ayat Alquran (diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu ikut duduk bersama mereka)

maksudnya bersama orang-orang kafir dan yang memperolok-olokkan itu (sampai mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya kamu jika demikian)

artinya duduk bersama mereka (serupa dengan mereka) dalam kedosaan. (Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang kafir di dalam neraka Jahanam)

sebagaimana mereka pernah berkumpul di atas dunia dalam mengingkari dan memperolok-olokkan Alquran.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 140 |

Penjelasan ada di ayat 137

Surat An-Nisa |4:141|

الَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِنَ اللَّهِ قَالُوا أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ وَإِنْ كَانَ لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ قَالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ ۚ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

allażiina yatarobbashuuna bikum, fa ing kaana lakum fat-ḥum minallohi qooluuu a lam nakum ma'akum wa ing kaana lil-kaafiriina nashiibung qooluuu a lam nastaḥwiż 'alaikum wa namna'kum minal-mu`miniin, fallohu yaḥkumu bainakum yaumal-qiyaamah, wa lay yaj'alallohu lil-kaafiriina 'alal-mu`miniina sabiilaa

(yaitu) orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu. Apabila kamu mendapat kemenangan dari Allah mereka berkata, "Bukankah kami (turut berperang) bersama kamu?" Dan jika orang kafir mendapat bagian, mereka berkata, "Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang mukmin?" Maka Allah akan memberi putusan di antara kamu pada hari Kiamat. Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.

Those who wait [and watch] you. Then if you gain a victory from Allah, they say, "Were we not with you?" But if the disbelievers have a success, they say [to them], "Did we not gain the advantage over you, but we protected you from the believers?" Allah will judge between [all of] you on the Day of Resurrection, and never will Allah give the disbelievers over the believers a way [to overcome them].

Tafsir
Jalalain

(Yakni orang-orang) menjadi badal bagi "orang-orang" yang sebelumnya (yang menunggu-nunggu datangnya padamu) giliran peristiwa (jika kamu beroleh kemenangan)

berikut harta rampasan (dari Allah, mereka berkata) kepadamu ("Bukankah kami bersama kamu") baik dalam keagamaan maupun dalam berjihad Lalu mereka diberi bagian harta rampasan itu.

(Sebaliknya jika orang-orang kafir yang beroleh nasib baik) berupa kemenangan terhadapmu (mereka berkata) kepada orang-orang kafir itu: ("Bukankah kami turut berjasa memenangkanmu)

padahal kalau kami mau, kami mampu pula menahan dan memusnahkanmu tetapi itu tidak kami lakukan" ("Dan) tidakkah (kami membela kamu dari orang-orang mukmin) agar mereka tidak beroleh kemenangan,

yaitu dengan mengirim berita kepadamu, membukakan rahasia dan siasat mereka, hingga jasa besar kami itu tidak dapat kamu ingkari dan lupakan" Firman Allah swt.:

("Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu) dengan mereka (pada hari kiamat) yaitu dengan memasukkanmu ke dalam surga dan memasukkan mereka ke dalam neraka.

(Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir terhadap orang-orang beriman.") maksudnya jalan untuk mencelakakan dan membasmi mereka

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 141 |

Penjelasan ada di ayat 137

Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang munafik, bahwa mereka selalu mengintai kehancuran bagi orang-orang mukmin di setiap saatnya. Dengan kata lain, mereka selalu menunggu-nunggu kehancuran kekuasaan orang-orang mukmin dan kemenangan orang-orang kafir atas mereka, hingga agama orang-orang mukmin lenyap.


{فَإِنْ كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِنَ اللَّهِ}


Maka jika terjadi bagi kalian kemenangan dari Allah. (An-Nisa: 141) Yaitu pertolongan, dukungan, keberuntungan, dan ganimah dari Allah.


{قَالُوا أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ}


mereka berkata, "Bukankah kami (turut berperang) beserta kalian?" (An-Nisa: 141) Yaitu menjilat kepada orang-orang mukmin dengan kata-kata tersebut.


{وَإِنْ كَانَ لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ}


Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan). (An-Nisa: 141) Adakalanya orang-orang kafir itu memperoleh kemenangan atas orang-orang mukmin, seperti yang terjadi dalam Perang Uhud.

Karena sesungguhnya para rasul itu pasti mendapat cobaan, tetapi pada akhirnya para rasul beroleh kemenangan dan akibat yang terpuji.


{قَالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ}


mereka berkata, "Bukankah kami turut memenangkan kalian, dan membela kalian dari orang-orang yang beriman?" (An-Nisa: 141) Artinya, kami telah membantu kalian secara rahasia, dan tiada henti-hentinya kami tipu dan kami perdayai mereka

sehingga kalian menang atas mereka.As-Saddi mengatakan bahwa makna firman-Nya: kami turut memenangkan kalian. (An-Nisa: 141) Yakni kami ikut andil dalam memenangkan kalian. Perihalnya sama dengan lafaz istahwaz yang ada di dalam firman-Nya:


اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطانُ


Setan telah menguasai mereka. (Al-Mujadilah: 19)Ungkapan ini merupakan sikap jilatan orang-orang munafik kepada orang-orang kafir untuk mendapat simpati dari mereka, dan beroleh kedudukan di kalangan mereka serta tipu muslihat

yang mereka gunakan terlindungi, untuk itulah mereka bersikap menjilat ke sana dan kemari. Sikap seperti ini tiada lain karena lemahnya iman mereka dan tidak punya pendirian.Firman Allah Swt.:


فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ


Maka Allah akan memberi keputusan di antara kalian di hari kiamat. (An-Nisa: 141)Dengan pengetahuan Allah mengenai diri kalian, hai orang-orang munafik, menyangkut batin kalian yang kotor itu. Karena itu, janganlah kalian teperdaya

dengan berlakunya hukum-hukum syariat atas diri kalian secara lahiriah dalam kehidupan dunia ini. Allah Swt. sengaja memberlakukan demikian karena mengandung hikmah yang hanya Dia sajalah yang mengetahuinya.

Tetapi di hari kiamat kelak tidak akan bermanfaat lahiriah kalian itu, bahkan pada hari itu semua rahasia akan terungkap dan semua yang terpendam di dalam dada akan diutarakan.Firman Allah Swt.:


وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا


dan sekali-kali Allah tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 141)Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Al-A'masy, dari Zar,

dari Subai' Al-Kindi yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Ali ibnu Abu Talib, lalu ia bertanya kepada Ali r.a. mengenai makna ayat ini, yaitu firman-Nya: dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir

untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 141) Maka Ali r.a. berkata, "Mendekatlah kepadaku! Allah kelak akan memberi keputusan di antara kalian di hari kiamat, dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada

orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman."Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Juraij, dari Ata Al-Khurrasani, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan

kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 141) Dapat pula diinterpretasikan bahwa makna yang dimaksud dengan ayat ini, kejadiannya ialah di hari kiamat nanti.Hal yang sama diriwayatkan oleh

As-Saddi dari Abu Malik Al-Asyja'i, bahwa makna yang dimaksud adalah kejadiannya nanti pada hari kiamat.Menurut As-Saddi, makna firman-Nya, "Sabilan," ialah hujah.Dapat pula diinterpretasikan makna yang terkandung di dalam ayat ini,

yaitu firman-Nya: dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 141) Yakni di dunia, misalnya orang-orang kafir itu dapat menguasai mereka dan memusnahkan

mereka secara keseluruhan. Hal ini tidak akan terjadi, sekalipun pada sebagian waktu orang-orang kafir adakalanya beroleh kemenangan atas orang lain. Akan tetapi, pada akhirnya akibat yang terpuji

di dunia dan akhirat hanyalah diperoleh oleh orang-orang yang bertakwa. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui ayat lain, yaitu firman-Nya:


إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَياةِ الدُّنْيا


Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia. (Al-Mumin: 51), hingga akhir ayat.Dengan demikian, berarti hal ini merupakan sanggahan terhadap orang-orang munafik

yang mencita-citakan hal tersebut dan mengharap-harapkannya serta mereka tunggu-tunggu agar kekuasaan kaum mukmin lenyap. Juga membantah sikap mereka yang menjilat kepada orang-orang kafir karena takut diri mereka terancam

oleh orang-orang kafir; jika mereka membantu orang-orang mukmin, nanti orang-orang kafir akan memusnahkan mereka. Seperti yang dijelaskan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


عَلَى أَنْفُسِهِمْ مِنْهُمْ إِذَا هُمْ ظَهَرُوا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ فَاسْتَأْصَلُوهُمْ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسارِعُونَ فِيهِمْ- إلى قوله- نادِمِينَ


Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani). (Al-Maidah: 52) sampai dengan firman-Nya: mereka menjadi menyesal. (Al-Maidah: 52)

Pada umumnya ulama menarik kesimpulan dalil dari ayat ini menurut pendapat yang paling sahih di antara dua pendapat yang ada, bahwa dilarang menjual budak yang muslim kepada orang-orang kafir. Karena menjual budak itu kepada mereka

berarti menyetujui penguasaan mereka terhadap diri budak yang muslim, juga berarti menghinakan-nya. Orang yang mengatakan jual beli itu sah, diperintahkan kepadanya agar melucuti hak miliknya dari budak yang dimilikinya dengan seketika. Karena Allah Swt. telah berfirman:


{وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا}


dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 141)

Surat An-Nisa |4:142|

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

innal-munaafiqiina yukhoodi'uunalloha wa huwa khoodi'uhum, wa iżaa qoomuuu ilash-sholaati qoomuu kusaalaa yurooo`uunan-naasa wa laa yażkuruunalloha illaa qoliilaa

Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk sholat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud riya (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.

Indeed, the hypocrites [think to] deceive Allah, but He is deceiving them. And when they stand for prayer, they stand lazily, showing [themselves to] the people and not remembering Allah except a little,

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah) yaitu dengan menampakkan hal-hal yang berlawanan dengan kekafiran yang mereka sembunyikan dengan maksud untuk menghindari hukum-hukum

keduniaan yang bertalian dengan itu (dan Allah menipu mereka pula) maksudnya membalas tipuan mereka itu dengan diberitahukannya apa yang mereka sembunyikan itu oleh Allah kepada nabi-Nya

hingga di dunia ini rahasia mereka terbuka sedangkan di akhirat kelak mereka menerima siksa. (Dan jika mereka berdiri untuk mengerjakan sholat) bersama orang-orang mukmin

(mereka berdiri dengan malas) merasa berat. (Mereka bersifat riya di hadapan manusia) dengan sholat itu (dan tidak berzikir kepada Allah) maksudnya tidak melakukan sholat (kecuali sebentar) disebabkan riya tadi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 142 |

Tafsir ayat 142-143

Dalam permulaan surat Al-Baqarah disebutkan melalui firman-Nya:


{يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا}


Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 9)Sedangkan dalam surat ini Allah Swt. berfirman:


{إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ}


Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. (An-Nisa: 142)Tidak diragukan lagi bahwa Allah Swt. itu tidak dapat tertipu, karena sesungguhnya Allah mengetahui semua rahasia dan semua

yang terkandung di dalam hati, tetapi orang-orang munafik itu —karena kebodohan dan minimnya pengetahuan serta wawasan mereka— akhirnya menduga bahwa perkara mereka adalah seperti yang terlihat oleh manusia dan pemberlakuan

hukum-hukum syariat atas diri mereka secara lahiriahnya dan di akhirat pun perkara mereka akan seperti itu juga. Perkara mereka di sisi Allah adalah seperti apa yang diberlakukan terhadap mereka di dunia.Allah Swt. menceritakan perihal mereka,

bahwa di hari kiamat kelak mereka berani bersumpah kepada Allah bahwa diri mereka berada dalam jalan yang lurus dan benar, dan mereka menduga bahwa hal tersebut memberi manfaat kepada mereka. Sebagaimana yang di-sebutkan oleh firman-Nya:


يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعاً فَيَحْلِفُونَ لَهُ كَما يَحْلِفُونَ لَكُمْ


(Ingatlah) hari (ketika) mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepada kalian. (Al-Mujadilah: 18), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah Swt.:


{وَهُوَ خَادِعُهُمْ}


dan Allah membalas tipuan mereka. (An-Nisa: 142) Artinya, Allah menyeret mereka secara perlahan-lahan ke dalam kesesatan dan keangkaramurkaan, membutakan mereka dari perkara yang hak dan untuk sampai kepadanya di dunia. Demikianlah keadaan mereka nanti pada hari kiamat, seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya:


يَوْمَ يَقُولُ الْمُنافِقُونَ وَالْمُنافِقاتُ لِلَّذِينَ آمَنُوا انْظُرُونا نَقْتَبِسْ مِنْ نُورِكُمْ- إلى قوله- وَبِئْسَ الْمَصِيرُ


Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman, "Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahaya kalian." (Al-Hadid: 13)sampai dengan firman-Nya:Dan neraka itu adalah sejahat-jahat tempat kembali. (Al-Hadid: 15)Di dalam sebuah hadis disebutkan:


"مَنْ سَمَّع سَمَّع اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ رَاءَى رَاءَى اللَّهُ بِهِ"


Barang siapa yang ingin terkenal, maka Allah membuatnya terkenal dengan apa yang diharapkannya. Dan barang siapa yang riya, maka Allah menjadikannya terkenal dengan apa yang dipamerkannya.Di dalam hadis lain disebutkan:


«إِنِ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَبْدِ إِلَى الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَيُعْدَلُ بِهِ إِلَى النَّارِ»


Sesungguhnya Allah memerintahkan (kepada malaikat untuk) membawa hamba-Nya ke dalam surga menurut penilaian manusia, tetapi Allah membelokkannya ke dalam neraka.Semoga Allah melindungi kita dari hal seperti itu. Firman Allah Swt.:


وَإِذا قامُوا إِلَى الصَّلاةِ قامُوا كُسالى


Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. (An-Nisa: 142), hingga akhir ayat.Demikianlah gambaran sifat orang-orang munafik dalam melakukan amal yang paling mulia lagi paling utama, yaitu salat. Jika mereka berdiri

untuk salat, mereka berdiri dengan penuh kemalasan; karena tiada niat dan iman bagi mereka untuk melakukannya, tiada rasa takut, dan tidak memahami makna salat yang sesungguhnya.Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari jalur

Ubaidillah ibnu Zahr, dari Khalid ibnu Abu Imran, dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, makruh bagi seseorang berdiri untuk salat dengan sikap yang malas, melainkan ia harus bangkit untuk menunaikannya dengan wajah

yang berseri, hasrat yang besar, dan sangat gembira. Karena sesungguhnya dia akan bermunajat kepada Allah, dan sesungguhnya Allah berada di hadapannya, memberikan ampunan kepadanya jika dia berdoa kepada-Nya.

Kemudian Ibnu Abbas r.a. membacakan firman Allah Swt.: Dan apabila mereka (orang-orang munafik) berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. (An-Nisa: 142)Hal yang semisal telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Abbas. Firman Allah Swt.:


{وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى}


Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. (An-Nisa: 142) Hal ini merupakan gambaran lahiriah orang-orang munafik. Perihalnya sama dengan apa yang disebut di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:


{وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ كُسَالَى}


dan mereka tidak mengerjakan salat, melainkan dengan malas. (At-Taubah: 54)Kemudian Allah Swt. menyebutkan gambaran batin mereka (orang-orang munafik) yang rusak. Hal ini diungkapkan melalui firman-Nya:


{يُرَاءُونَ النَّاسَ}


Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. (An-Nisa: 142)Tiada ikhlas bagi mereka, dan amal mereka bukan karena Allah, melainkan hanya ingin disaksikan oleh manusia untuk melindungi diri mereka dari manusia;

mereka melakukannya hanya dibuat-buat. Karena itu, mereka sering sekali meninggalkan salat yang sebagian besarnya tidak kelihatan di mata umum, seperti salat Isya di hari yang gelap, dan salat Subuh di saat pagi masih gelap. Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"أَثْقَلُ الصَّلَاةِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا، وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنَّ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ، ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ، مَعَهُمْ حُزَم مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ، فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ"


Salat yang paling berat bagi orang-orang munafik ialah salat Isya dan salat Subuh. Seandainya mereka mengetahui pahala yang ada pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya, sekalipun dengan merangkak. Dan sesungguhnya

aku telah berniat akan memerintahkan agar salat didirikan, kemudian aku perintahkan seorang lelaki untuk salat sebagai imam bersama orang-orang. Lalu aku sendiri berangkat bersama-sama sejumlah orang yang membawa seikat kayu

(masing-masingnya) untuk menuju ke tempat kaum yang tidak ikut salat (berjamaah), lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api.Di dalam riwayat yang lain disebutkan:


"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ عَلِمَ أَحَدُهُمْ (8) أَنَّهُ يَجِدُ عَرْقًا سَمِينًا أَوْ مَرْمَاتين حَسَنَتَيْنِ، لَشَهِدَ الصَّلَاةَ، وَلَوْلَا مَا فِي الْبُيُوتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالذُّرِّيَّةِ لَحَرَّقْتُ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ"


Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya seseorang dari mereka mengetahui bahwa dia akan menjumpai tulang paha yang gemuk atau dua kikil yang baik, niscaya dia menghadiri salat (berjamaah).

Dan seandainya di dalam rumah-rumah itu tidak terdapat kaum wanita dan anak-anak, niscaya aku akan membakar rumah mereka dengan api.Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Ibrahim ibnu Abu Bakar Al-Maqdami, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Dinar, dari Ibrahim Al-Hajri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"مَنْ أحْسَنَ الصَّلَاةَ حَيْثُ يَرَاهُ النَّاسُ، وَأَسَاءَهَا حَيْثُ يَخْلُو، فَتِلْكَ اسْتِهَانَةٌ، اسْتَهَانَ بِهَا رَبَّهُ عز وجل"


Barang siapa yang melakukan salatnya dengan baik karena dilihat oleh manusia dan melakukannya dengan jelek bila sendirian, maka hal itu merupakan penghinaan yang ia tujukan kepada Tuhannya Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung. Firman Allah Swt.:


وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا


Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (An-Nisa: 142)Yakni dalam salat mereka; mereka tidak khusyuk mengerjakannya dan tidak mengetahui apa yang diucapkannya, bahkan dalam salat itu lalai dan bermain-main serta berpaling dari kebaikan yang seharusnya mereka kehendaki.


قَدْ رَوَى الْإِمَامُ مَالِكٌ، عَنِ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ: يَجْلِسُ يَرْقُب الشَّمْسَ، حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَي الشَّيْطَانِ، قَامَ فَنَقَر أَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا".


Imam Malik meriwayatkan dari Al-Ala ibnu Abdur Rahman, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Itulah salat orang munafik, itulah salat orang munafik, itulah salat orang munafik,

dia duduk seraya memperhatikan matahari; di saat matahari berada di antara dua tanduk setan (yakni saat-saat hendak tenggelam), barulah ia berdiri, lalu mematuk (maksudnya salat dengan cepat) sebanyak empat patukan (rakaat)

tanpa menyebut Allah kecuali sedikit sekali.Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai melalui hadis Ismail ibnu Ja'far Al-Madani, dari Al-Ala ibnu Abdur Rahman dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.Firman Allah Swt.:


مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذلِكَ لَا إِلى هؤُلاءِ وَلا إِلى هؤُلاءِ


Mereka dalam keadaan ragu antara yang demikian (iman atau kafir); tidak termasuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). (An-Nisa: 143)Orang-orang munafik itu dalam keadaan

bingung antara iman dan kekafiran; mereka tidak bersama golongan orang-orang mukmin lahir dan batinnya, tidak pula bersama golongan orang-orang kafir lahir batinnya. Dengan kata lain, lahiriah mereka bersama orang-orang mukmin,

tetapi batiniah mereka bersama-sama orang-orang kafir. Di antara mereka ada orang yang pendiriannya labil lagi ragu, adakalanya cenderung kepada orang-orang mukmin, dan adakalanya cenderung kepada orang-orang kafir. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


كُلَّما أَضاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قامُوا


Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinarnya; dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. (Al-Baqarah: 20), hingga akhir ayat.Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Mereka dalam keadaan ragu antara yang demikian itu (iman atau kafir); tidak termasuk golongan ini (orang-orang beriman). (An-Nisa: 143) Yang dimaksud dengan ha-ula-i pertama ialah para sahabat Nabi Muhammad Saw.

Dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). (An-Nisa: 143) Yang dimaksud dengan ha-ula-i yang kedua ialah orang-orang Yahudi.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ، تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً، وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً، وَلَا تَدْرِي أَيَّتَهُمَا تَتَّبِعُ".


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. Disebutkan bahwa Nabi Saw.

pernah bersabda: Perumpamaan orang munafik sama seperti seekor kambing yang kebingungan di antara dua kelompok ternak kambing; adakalanya ia mengembik untuk kumpulan ini dan adakalanya mengembik untuk kumpulan itu,

sedangkan ia tidak mengerti manakah di antara kedua kumpulan itu yang harus ia ikuti.Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim secara munfarid. Imam Muslim meriwayatkannya pula dari Muhammad ibnul Musanna di lain kesempatan,

dari Abdul Wahhab, dan ia meriwayatkannya hanya sampai pada Ibnu Umar, tanpa di-marfu-kan. Muhammad ibnul Musanna mengatakan bahwa Abdul Wahhab menceritakannya -kepada kami sebanyak dua kali dengan predikat-yang sama.

Menurut kami, hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dari Ishaq ibnu Yusuf ibnu Ubaidillah dengan lafaz yang sama secara marfu'. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ismail ibnu Ayyasy dan Ali ibnu Asim, dari Ubaidillah, dari Nafi',

dari Ibnu Umar secara marfu'. Hal yang sama diriwayatkan oleh Usman ibnu Muhammad ibnu Abu Syaibah, dari Abdah, dari Abdullah secara marfu'. Ahmad ibnu Salamah meriwayatkan dari Ubaidillah atau Abdullah ibnu Umar, dari Nafi',

dari Ibnu Umar secara marfu'. Diriwayatkan pula oleh Saklir ibnu Juwairiyah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. dengan predikat yang semisal (yakni marfu').


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا الهُذَيل بْنُ بِلَالٍ، عَنِ ابْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِيهِ: أَنَّهُ جَلَسَ ذَاتَ يَوْمٍ بِمَكَّةَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ مَعَهُ، فَقَالَ أَبِي: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ مَثَلَ الْمُنَافِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَالشَّاةِ بَيْنَ الرّبضَين مِنَ الْغَنَمِ، إِنْ أَتَتْ هَؤُلَاءِ نَطَحَتْهَا، وَإِنْ أَتَتْ هَؤُلَاءِ نَطَحَتْهَا" فَقَالَ لَهُ ابْنُ عُمَرَ: كَذَبْتَ. فَأَثْنَى الْقَوْمُ عَلَى أَبِي خَيْرًا -أَوْ مَعْرُوفًا-فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: لَا أَظُنُّ صَاحِبَكُمْ إلا كما تَقُولُونَ، وَلَكِنِّي شَاهِدُ نَبِيِّ اللَّهِ إِذْ قَالَ: كَالشَّاةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ. فَقَالَ: هُوَ سَوَاءٌ. فَقَالَ: هَكَذَا سَمِعْتُهُ


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Al-Huzail ibnu Bilal, dari Ibnu Abu Ubaid, bahwa pada suatu hari ia duduk bersama Abdullah ibnu Umar di Makkah.

Ibnu Abu Ubaid mengatakan bahwa ayahnya (yakni Abu Ubaid) mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya perumpamaan orang munafik di hari kiamat nanti seperti seekor kambing di antara dua kelompok ternak kambing.

Jika ia datang kepada salah satu dari kelompok itu, maka kelompok tersebut menandukinya (mengusirnya); dan jika ia datang kepada kelompok yang lain, maka kelompok tersebut menandukinya pula. Ibnu Umar berkata kepadanya,

"Kamu dusta." Kaum yang ada memuji ayahnya dengan pujian yang baik atau sepantasnya (yakni mengiakan apa yang dikatakannya). Lalu Ibnu Umar berkata, "Saya tidak mempunyai prasangka lain terhadap teman kalian ini,

melainkan seperti apa yang kalian nilai. Tetapi aku, Allah-lah yang menjadi saksi-ku, menyaksikan ketika beliau Saw. mengucapkannya, yaitu 'Seperti seekor kambing di antara dua kumpulan ternak kambing'." Abu Ubaid berkata, "Itu sama saja." Ibnu Umar mengatakan bahwa memang demikianlah yang pernah ia dengar.


قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ: بَيْنَمَا عُبَيْدُ بْنُ عُمير يَقُصُّ، وَعِنْدَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، فَقَالَ عُبَيْدُ بْنُ عُمَيْرٍ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مثل المنافق كالشاة بين ربضين، إِذَا أَتَتْ هَؤُلَاءِ نَطَحَتْهَا، وَإِذَا أَتَتْ هَؤُلَاءِ نَطَحَتْهَا". فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: لَيْسَ كَذَلِكَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنما قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَشَاةٍ بَيْنَ غَنَمَيْنِ". قَالَ: فَاحْتَفَظَ الشَّيْخُ وَغَضِبَ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ ابْنُ عُمَرَ قَالَ: أَمَا إِنِّي لَوْ لَمْ أَسْمَعْهُ لَمْ أَرْدُدْ ذَلِكَ عَلَيْكَ


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, dari Ibnu Ja'far Muhammad ibnu Ali yang menceritakan bahwa ketika Ubaid ibnu Umair mengisahkan sebuah hadis yang saat itu

Abdullah ibnu Umar ada di tempat yang sama, lalu Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Perumpamaan orang munafik adalah seperti seekor kambing di antara dua kelompok ternak kambing;

apabila ia datang kepada salah satu kelompok, maka semuanya menandukinya (mengusirnya); dan apabila datang kepada kelompok yang lainnya, maka semuanya menandukinya. Maka Ibnu Umar mengatakan, "Bunyi hadis tidak seperti itu,

sesungguhnya yang diucapkan oleh Rasulullah Saw. ialah, "Semisal dengan seekor kambing di antara dua kelompok ternak kambing'." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Ubaid ibnu Umair yang telah berusia lanjut itu menjadi marah dan emosi.

Ketika Ibnu Umar melihat gelagat tersebut, maka ia mengatakan, "Ingatlah, seandainya aku belum pernah mendengarnya, niscaya aku pun tidak berani membuat sanggahan kepadamu."Jalur lain dari Ibnu Umar, diriwayatkan oleh Imam Ahmad.


حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ بُودِويه، عَنْ يَعْفُر بْنِ زُوذي قَالَ: سَمِعْتُ عُبَيْدَ بْنَ عُمَيْرٍ وَهُوَ يَقُصُّ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الرَّابِضَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ". فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: وَيْلَكُمْ. لَا تَكْذِبُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. إِنَّمَا قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ"


Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Usman ibnu Madawaih, dari Ya'fur ibnu Zaudi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ubaid ibnu Umair mengisahkan

apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw., yaitu: Perumpamaan orang munafik adalah seperti seekor kambing yang berada di antara dua kumpulan ternak kambing. Maka Ibnu Umar berkata, "Celakalah kalian, janganlah kalian berdusta terhadap

Rasulullah Saw. Sesungguhnya Rasulullah Saw. hanya mengatakan: 'Perumpamaan orang munafik adalah seperti seekor kambing yang kebingungan di antara dua kelompok ternak kambing'."Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui berbagai

jalur dari Ubaid ibnu Umair dan Ibnu Umar.Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Israil,

dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah (yaitu Ibnu Mas'ud) yang mengatakan bahwa perumpamaan orang mukmin, orang munafik, dan orang kafir ialah seperti tiga orang yang sampai ke suatu lembah. Salah seorang dari mereka

menyeberangi lembah itu, kemudian yang kedua menyeberanginya pula; tetapi ketika sampai di pertengahan lembah, ia diseru oleh orang yang berada di pinggir lembah, "Celakalah kamu, ke manakah kamu akan pergi, ke arah kebinasaan.

Kembalilah kamu ke tempat semula kamu berangkat!" Sedangkan orang yang telah menyeberang menyerunya, "Kemarilah menuju jalan selamat!" ia kebingungan, sesekali memandang ke arah orang ini dan sesekali yang lain memandang

ke arah orang itu. Ibnu Mas'ud melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu datanglah banjir yang deras hingga orang tersebut tenggelam. Perumpamaan orang yang telah menyeberang adalah orang mukmin, dan orang yang tenggelam itu adalah

orang munafik. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman dan kafir); tidak termasuk kepada golongan ini (orang-orang ber-iman) dan tidak (pula) kepada golongan ini (orang-orang kafir). (An-Nisa: 143) Orang yang tetap

tinggal adalah perumpamaan orang kafir.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya:

Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman dan kafir); tidak termasuk kepada golongan ini (orang-orang ber-iman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). (An-Nisa: 143) Qatadah mengatakan bahwa

mereka bukan orang-orang mukmin yang murni, bukan pula orang-orang musyrik yang terang-terangan dengan kemusyrikannya. Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Allah pernah membuat perumpamaan

bagi orang mukmin dan orang munafik serta orang kafir. Perihalnya sama dengan tiga orang yang berangkat menuju ke sebuah sungai. Lalu orang mukmin menceburkan dirinya ke sungai itu dan berhasil menyeberanginya.

Kemudian orang munafik menceburkan dirinya; tetapi ketika ia hampir sampai ke tempat orang mukmin, tiba-tiba orang kafir menyerunya, "Kemarilah kepadaku, karena sesungguhnya aku merasa khawatir denganmu."

Lalu orang mukmin menyerunya pula, "Kemarilah kepadaku, kemarilah ke sisi ku." Padahal jika ia berenang terus, niscaya ia dapat memperoleh apa yang ada di sisi orang mukmin itu. Tetapi orang munafik itu terus-menerus dalam keadaan

kebingungan di antara kedua orang tersebut, hingga keburu datang air bah yang menenggelamkannya. Orang munafik masih tetap dalam keadaan ragu dan kebingungan hingga ajal datang menjemputnya, sedangkan dia masih tetap

dalam keraguannya. Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Perumpamaan orang munafik sama dengan seekor kambing yang mengembik sendirian di antara dua kumpulan ternak kambing.

Ia melihat sekumpulan kambing di atas tempat yang tinggi, lalu ia datang kepadanya dan bergabung dengannya, tetapi ia tidak dikenal. Kemudian ia melihat sekumpulan ternak kambing yang lain di atas tempat yang tinggi, lalu ia mendatanginya dan bergabung dengannya, tetapi ia tidak dikenal.Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:


{وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلا}


Barang siapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan dapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. (An-Nisa: 143)Dengan kata lain, barang siapa yang dipalingkan oleh Allah dari jalan hidayah. Perihalnya sama dengan apa yang disebut dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:


فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِداً


maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. (Al-Kahfi: 17)Karena sesungguhnya apa yang disebut oleh firman-Nya:


{مَنْ يُضْلِلْ اللَّهُ فَلا هَادِيَ لَهُ}


Barang siapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. (Al-A'raf: 186)Mereka adalah orang-orang munafik, Allah telah menyesatkan mereka dari jalan keselamatan. Karena itu,

tiada seorang pun yang menunjuki mereka ke jalan hidayah, dan tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan mereka dari kesesatannya.Sesungguhnya Allah Swt. tiada yang meminta pertanggungjawaban terhadap keputusan-Nya

dan tiada yang bertanya tentang apa yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka pasti dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.

Surat An-Nisa |4:143|

مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَٰلِكَ لَا إِلَىٰ هَٰؤُلَاءِ وَلَا إِلَىٰ هَٰؤُلَاءِ ۚ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا

mużabżabiina baina żaalika laaa ilaa haaa`ulaaa`i wa laaa ilaa haaa`ulaaa`, wa may yudhlilillaahu fa lan tajida lahuu sabiilaa

Mereka dalam keadaan ragu antara yang demikian (iman atau kafir) tidak termasuk kepada golongan ini (orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang kafir). Barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka kamu tidak akan mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.

Wavering between them, [belonging] neither to the believers nor to the disbelievers. And whoever Allah leaves astray - never will you find for him a way.

Tafsir
Jalalain

(Mereka dalam keadaan bimbang) ragu-ragu (antara demikian) yakni antara kafir dan iman (tidak) masuk (kepada mereka ini) artinya golongan orang-orang kafir

(dan tidak pula kepada mereka itu) artinya golongan orang-orang beriman. (Dan siapa yang disesatkan Allah, maka tidak akan kamu temui baginya jalan) untuk menerima petunjuk.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 143 |

Penjelasan ada di ayat 142

Surat An-Nisa |4:144|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۚ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا

yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa tattakhiżul-kaafiriina auliyaaa`a min duunil-mu`miniin, a turiiduuna an taj'aluu lillaahi 'alaikum sulthoonam mubiinaa

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin selain dari orang-orang mukmin. Apakah kamu ingin memberi alasan yang jelas bagi Allah (untuk menghukummu)?

O you who have believed, do not take the disbelievers as allies instead of the believers. Do you wish to give Allah against yourselves a clear case?

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang-orang kafir dan bukan orang-orang mukmin sebagai pelindung! Apakah kamu hendak memberikan kepada Allah buat menyiksamu)

dengan mengambil mereka sebagai pelindung itu (suatu alasan yang nyata) atau bukti yang tegas atas kemunafikanmu

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 144 |

Tafsir ayat 144-147

Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman mengambil orang-orang kafir sebagai teman terdekat mereka, bukannya orang-orang mukmin. Yang dimaksud dengan istilah 'wali' dalam ayat ini ialah berteman dengan mereka,

setia, ikhlas, dan merahasiakan kecintaan serta membuka rahasia orang-orang mukmin kepada mereka. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain yang mengatakan:


لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكافِرِينَ أَوْلِياءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ


Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri

dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kalian akan diri-Nya. (Ali Imran: 28)Allah memperingatkan kalian terhadap siksa-Nya jika kalian melanggar larangan-Nya. Sedangkan dalam surat ini disebut melalui firman-Nya:


{أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا}


Inginkah kalian mengadakan alasan yang nyata bagi Allah? (An-Nisa: 144) Yakni alasan untuk menyiksa kalian.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail,

telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: alasan yang nyata. (An-Nisa: 144) Bahwa setiap sultan atau alasan di dalam Al-Qur'an merupakan hujah.

Sanad asar ini sahih. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Ad-Dah-hak, As-Saddi, dan An-Nadr ibnu Arabi.Selanjutnya Allah Swt. memberitahukan melalui firman-Nya:


{إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ}


Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145) Yaitu di hari kiamat kelak, sebagai pembalasan atas kekufuran mereka yang keras.Al-Walibi meriwayatkan

dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: di dalam tingkatan yang paling rendah dari neraka. (An-Nisa: 145) Yakni di dasar neraka.Selain Ibnu Abbas mengatakan bahwa neraka itu terdiri atas berbagai tingkatan dasar,

sebagaimana surga pun mempunyai berbagai tingkat ketinggian derajat.Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Asim, dari Zakwan Abu Saleh, dari Abu Hurairah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu

(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145) Yaitu di dalam peti-peti yang dikocok-kocok, sedangkan mereka berada di dalamnya. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ibnu Waki',

dari Yahya ibnu Yaman, dari Sufyan As Sauri dengan lafaz yang sama.Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Al-Munzir ibnu Syazan, dari Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, dari Asim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah sehubungan dengan

firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada bagian yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145) Dikatakan bahwa bagian yang paling bawah merupakan rumah-rumah yang memiliki banyak pintu,

lalu dikunci rapat-rapat, sedangkan mereka (orang-orang munafik) berada di dalamnya, kemudian dari bagian bawahnya —juga dari bagian atasnya— dinyalakan api neraka.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar,

telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Salamah ibnu Kahil, dari KhaiSamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145) Di dalam peti-peti dari api neraka yang dikunci rapat-rapat (dikunci mati), sedangkan mereka (orang-orang munafik)

berada di dalamnya. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Abu Sa'id Al-Asyaj, dari Waki', dari Sufyan, dari Salamah, dari Khaisamah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan sehubungan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu

(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145) Yakni di dalam peti-peti besi yang telah dikunci mati, sedangkan mereka ada di dalamnya; peti itu tidak dapat dibuka sama sekali.Ibnu Abu Hatim meriwayatkan,

telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami*Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim ibnu Abdur Rahman,

bahwa Ibnu Mas'ud pernah ditanya mengenai orang-orang munafik, maka ia menjawab bahwa mereka dimasukkan ke dalam peti-peti dari api neraka yang dikunci mati, sedangkan mereka berada di dalamnya, yaitu ditempatkan di dasar neraka.


{وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا}


dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka. (An-Nisa: 145) Yaitu orang yang dapat menyelamatkan mereka dari siksaan yang mereka alami dan mengeluarkan mereka dari siksaan yang amat pedih itu.

Selanjutnya Allah Swt. memberitahukan bahwa barang siapa dari kalangan orang-orang munafik itu bertobat ketika di dunia, niscaya Allah menerima tobatnya. Allah memaafkan penyesalannya jika ia ikhlas dalam tobatnya

dan memperbaiki amal perbuatannya serta berpegang teguh kepada Tuhannya dalam semua urusan. Untuk itu disebut dalam firman selanjutnya:


{إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ}


Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. (An-Nisa: 146)Mereka mengganti ria (pamer) dalam amalnya dengan ikhlas dalam beramal. Dengan demikian, amal salehnya bermanfaat, sekalipun sedikit.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: أَخْبَرَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى قِرَاءَةً، أَنْبَأَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ زَحْر، عَنْ خَالِدِ بْنِ أَبِي عِمْران، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَخْلِصْ دِينَكَ، يَكْفِكَ الْقَلِيلُ مِنَ الْعَمَلِ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la secara qiraah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Ayyub, dari Ubaidillah ibnu Zahr, dari Khalid ibnu'Abu Imran,

dari Imran, dari Amr ibnu Murrah, dari Mu'az ibnu Jabal, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tulus ikhlaslah dalam agamamu, niscaya amal yang sedikit dapat mencukupimu.Firman Allah Swt.:


{فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ}


Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman. (An-Nisa: 146) Yakni dimasukkan ke dalam golongan orang-orang mukmin kelak di hari kiamat.


{وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا}


dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. (An-Nisa: 146) Selanjutnya Allah Swt. berfirman memberitahukan tentang sifat Mahakaya-Nya, bahwa Dia tidak memerlukan selain diri-Nya, dan sesungguhnya Dia mengazab hamba-hamba-Nya hanyalah karena dosa-dosa mereka sendiri. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ}


Mengapa Allah akan menyiksa kalian, jika kalian bersyukur dan beriman? (An-Nisa: 147) Yaitu jika kalian memperbaiki amal perbuatan dan beriman kepada Allah serta Rasul-Nya.


{وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا}


Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. (An-Nisa: 147) Maksudnya, barang siapa yang bersyukur kepada-Nya, maka Dia membalas rasa syukurnya itu; dan barang siapa yang beriman, maka Allah menerima imannya. Allah mengetahuinya dan kelak akan membalasnya dengan pahala yang berlimpah.

Surat An-Nisa |4:145|

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

innal-munaafiqiina fid-darkil-asfali minan-naar, wa lan tajida lahum nashiiroo

Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka,

Indeed, the hypocrites will be in the lowest depths of the Fire - and never will you find for them a helper -

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang munafik itu pada tempat) atau tingkat (yang paling bawah dari neraka) yakni bagian kerak atau dasarnya.

(Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi mereka) yakni yang akan membebaskannya dari siksa. [...]

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 145 |

Penjelasan ada di ayat 144

Surat An-Nisa |4:146|

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا

illallażiina taabuu wa ashlaḥuu wa'tashomuu billaahi wa akhlashuu diinahum lillaahi fa ulaaa`ika ma'al-mu`miniin, wa saufa yu`tillaahul-mu`miniina ajron 'azhiimaa

kecuali orang-orang yang bertobat memperbaiki diri dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan dengan tulus ikhlas (menjalankan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu bersama-sama orang-orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang beriman.

Except for those who repent, correct themselves, hold fast to Allah, and are sincere in their religion for Allah, for those will be with the believers. And Allah is going to give the believers a great reward.

Tafsir
Jalalain

(Kecuali orang-orang yang bertobat) dari kemunafikan (dan mengadakan perbaikan) terhadap amal perbuatan mereka (serta berpegang teguh kepada, agama, Allah dan mengikhlaskan agama mereka karena Allah)

artinya daripada riya (maka mereka itu bersama orang-orang yang beriman) yakni mengenai apa-apa yang akan mereka peroleh (dan Allah akan memberikan kepada orang-orang beriman itu pahala yang besar) di akhirat kelak yaitu surga.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 146 |

Penjelasan ada di ayat 144

Surat An-Nisa |4:147|

مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا

maa yaf'alullohu bi'ażaabikum in syakartum wa aamantum, wa kaanallohu syaakiron 'aliimaa

Allah tidak akan menyiksamu jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui.

What would Allah do with your punishment if you are grateful and believe? And ever is Allah Appreciative and Knowing.

Tafsir
Jalalain

(Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur) atas nikmat-Nya (dan beriman) kepada-Nya Pertanyaan ini berarti tidak, jadi maksudnya Allah tidaklah akan menyiksamu.

(Dan Allah Maha Mensyukuri) perbuatan-perbuatan orang-orang beriman dengan memberi mereka pahala (lagi Maha Mengetahui) akan makhluk-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 147 |

Penjelasan ada di ayat 144