Juz 6

Surat Al-Maidah |5:22|

قَالُوا يَا مُوسَىٰ إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا حَتَّىٰ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ

qooluu yaa muusaaa inna fiihaa qouman jabbaariina wa innaa lan nadkhulahaa ḥattaa yakhrujuu min-haa, fa iy yakhrujuu min-haa fa innaa daakhiluun

Mereka berkata, "Wahai Musa! Sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang sangat kuat dan kejam, kami tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar dari sana, niscaya kami akan masuk."

They said, "O Moses, indeed within it is a people of tyrannical strength, and indeed, we will never enter it until they leave it; but if they leave it, then we will enter."

Tafsir
Jalalain

(Jawab mereka, "Hai Musa! Sesungguhnya di dalamnya ada orang-orang yang aniaya) sisa-sisa bangsa Ad yang bertubuh tinggi dan bertenaga besar,

(Dan sesungguhnya kami tidak akan memasukinya hingga mereka keluar daripadanya. Jika mereka telah keluar daripadanya barulah kami memasuki.")nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 22 |

Penjelasan ada di ayat 20

Surat Al-Maidah |5:23|

قَالَ رَجُلَانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

qoola rojulaani minallażiina yakhoofuuna an'amallohu 'alaihimadkhuluu 'alaihimul-baab, fa iżaa dakholtumuuhu fa innakum ghoolibuuna wa 'alallohi fa tawakkaluuu ing kuntum mu`miniin

Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, "Serbulah mereka melalui pintu gerbang (negeri) itu. Jika kamu memasukinya, niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman."

Said two men from those who feared [to disobey] upon whom Allah had bestowed favor, "Enter upon them through the gate, for when you have entered it, you will be predominant. And upon Allah rely, if you should be believers."

Tafsir
Jalalain

(Berkatalah) kepada mereka (dua orang laki-laki di antara orang-orang yang takut) menyalahi perintah-perintah Allah bernama Yusya dan Kalib, yakni dua orang di antara para pemimpin yang dikirim Musa,

untuk menyelidiki orang-orang aniaya itu (dan Allah telah memberi kedua mereka itu nikmat) berupa tindakan bijaksana hingga mereka tak hendak menyingkapkan keadaan sebenarnya dari orang-orang aniaya itu

selain kepada Musa berbeda halnya dengan anggota-anggota lainnya yang menyiarkan berita itu hingga kaum Musa pun menjadi takut karenanya. ("Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang)

maksudnya pintu gerbang kota dan janganlah takut kepada mereka karena mereka itu tinggal tubuh tanpa hati atau keberanian. (Apabila kamu memasukinya niscaya kamu akan beroleh kemenangan)

hal itu mereka ucapkan karena yakin akan beroleh pertolongan Allah dan bahwa Allah pasti menepati janji-Nya. (Dan kepada Allahlah hendaknya kamu bertawakal jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.")

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 23 |

Penjelasan ada di ayat 20

Surat Al-Maidah |5:24|

قَالُوا يَا مُوسَىٰ إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا ۖ فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ

qooluu yaa muusaaa innaa lan nadkhulahaaa abadam maa daamuu fiihaa faż-hab anta wa robbuka fa qootilaaa innaa haahunaa qoo'iduun

Mereka berkata, "Wahai Musa! Sampai kapan pun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja."

They said, "O Moses, indeed we will not enter it, ever, as long as they are within it; so go, you and your Lord, and fight. Indeed, we are remaining right here."

Tafsir
Jalalain

(Kata mereka, "Hai Musa! Kami sekali-kali tidak akan memasukinya untuk selama-lamanya selagi mereka masih berada di dalamnya. Maka pergilah kamu bersama Tuhanmu dan perangilah)

mereka (biarlah kami di sini duduk menanti saja.") tak ikut berperang.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 24 |

Penjelasan ada di ayat 20

Surat Al-Maidah |5:25|

قَالَ رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي ۖ فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ

qoola robbi innii laaa amliku illaa nafsii wa akhii fafruq bainanaa wa bainal-qoumil-faasiqiin

Dia (Musa) berkata, "Ya Tuhanku, aku hanya menguasai diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu, pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu."

[Moses] said, "My Lord, indeed I do not possess except myself and my brother, so part us from the defiantly disobedient people."

Tafsir
Jalalain

(Kata Musa) ketika itu ("Wahai Tuhanku! Aku tidak menguasai kecuali diriku dan) kecuali (saudaraku) adapun yang lainnya tidak, oleh sebab itu paksalah mereka supaya tunduk

(maka pisahkanlah) atau ceraikan(di antara kami dengan orang-orang yang fasik itu.")

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 25 |

Penjelasan ada di ayat 20

Surat Al-Maidah |5:26|

قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ ۛ أَرْبَعِينَ سَنَةً ۛ يَتِيهُونَ فِي الْأَرْضِ ۚ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ

qoola fa innahaa muḥarromatun 'alaihim arba'iina sanah, yatiihuuna fil-ardh, fa laa ta`sa 'alal-qoumil-faasiqiin

(Allah) berfirman, "(Jika demikian), maka (negeri) itu terlarang buat mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan mengembara kebingungan di bumi. Maka, janganlah engkau (Musa) bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu."

[Allah] said, "Then indeed, it is forbidden to them for forty years [in which] they will wander throughout the land. So do not grieve over the defiantly disobedient people."

Tafsir
Jalalain

(Firman Allah) Taala kepadanya ("Maka kalau begitu negeri itu) yakni tanah suci tadi (diharamkan atas mereka) memasukinya (selama 40 tahun mereka akan bertualang tak tahu jalan) kebingungan (di negeri itu)

menurut Ibnu Abbas luasnya sembilan farsakh persegi. (Maka janganlah kamu bersedih) berduka-cita (terhadap kaum yang fasik itu) menurut riwayat mereka memulai perjalanan di waktu malam dengan penuh kesungguhan

ke arah yang dituju tetapi di waktu pagi mereka telah berada kembali di tempat semula. Demikian pula halnya perjalanan di waktu siang hingga akhirnya mereka binasa (mati") kecuali orang-orang yang di waktu itu,

usianya belum lagi mencapai 20 tahun. Ada yang mengatakan bahwa jumlah mereka enam ratus ribu orang dan di padang itulah, yakni yang disebut padang Tih, wafat Harun dan Musa.

Hal itu menjadi rahmat bagi mereka berdua sebaliknya menjadi azab dan siksa bagi umat mereka. Setelah dekat kematiannya, Musa memohon kepada Allah agar didekatkan kepada tanah suci itu

kira-kira dalam jarak sepelemparan batu, maka permohonan itu dikabulkannya sebagaimana tersebut dalam hadis. Setelah masa empat puluh tahun itu Allah mengangkat Yusya menjadi nabi dan memerintahkannya

untuk memerangi orang-orang aniaya tadi. Maka berangkatlah ia dengan sisa-sisa Israel dan memerangi musuh yang ketika itu ialah hari Jumat. Menurut berita, matahari terhenti selama sesaat menunggu selesai mereka berperang.

Diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnadnya sebuah hadis bahwa matahari itu tidak pernah tertahan jalannya untuk kepentingan manusia kecuali bagi Yusya, yaitu di malam-malam perjalanannya menuju Baitulmakdis.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 26 |

Penjelasan ada di ayat 20

Surat Al-Maidah |5:27|

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

watlu 'alaihim naba`abnai aadama bil-ḥaqq, iż qorrobaa qurbaanan fa tuqubbila min aḥadihimaa wa lam yutaqobbal minal-aakhor, qoola la`aqtulannak, qoola innamaa yataqobbalullohu minal-muttaqiin

Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, "Sungguh, aku pasti membunuhmu!" Dia (Habil) berkata, "Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa."

And recite to them the story of Adam's two sons, in truth, when they both offered a sacrifice [to Allah], and it was accepted from one of them but was not accepted from the other. Said [the latter], "I will surely kill you." Said [the former], "Indeed, Allah only accepts from the righteous [who fear Him].

Tafsir
Jalalain

(Dan bacakanlah) hai Muhammad (kepada mereka) yakni kepada kaummu (kabar) berita (dua orang anak Adam) yaitu Habil dan Qabil (dengan sebenarnya) berhubungan dengan utlu

(ketika keduanya mempersembahkan kurban) kepada Allah berupa domba dari Habil dan hasil tanaman dari Qabil. (Maka diterima dari salah seorang mereka) yakni dari Habil dengan alamat turunnya api dari langit

yang melahap kurbannya (dan tidak diterima dari yang lain) yakni dari Qabil yang menjadi murka dan memendam kedengkian dalam dirinya menunggu naik hajinya Adam.

(Katanya) yakni Qabil kepada Habil ("Sungguh, akan kubunuh kamu!") Kenapa kurbanmu diterima sedangkan kurban saya tidak! (Jawabnya, yakni Habil, "Sesungguhnya Allah hanya menerima kurban dari orang-orang yang bertakwa").

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 27 |

Tafsir ayat 27-31

Allah Swt. berfirman menjelaskan kefatalan akibat dari dengki, iri hati. dan zalim melalui kisah kedua anak Adam, yang menurut jumhur ulama bernama Qabil dan Habil. Salah seorang darinya menyerang yang lain hingga membunuhnya

karena benci dan dengki terhadapnya karena Allah telah mengaruniakan nikmat kepadanya dan kurbannya diterima oleh Allah Swt. karena ia lakukan dengan hati yang tulus ikhlas.Akhirnya si terbunuh memperoleh keberuntungan,

yaitu semua dosanya diampuni dan dimasukkan ke dalam surga, sedangkan si pembunuh memperoleh kekecewaan dan kembali dengan membawa kerugian di dunia dan akhirat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ}


Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya. (Al-Maidah: 27)Yakni ceritakanlah kepada mereka yang membangkang lagi dengki —yaitu saudaranya babi dan kera dari kalangan

orang-orang Yahudi dan orang-orang yang semisal dan serupa dengan mereka— tentang kisah kedua anak Adam. Keduanya adalah Qabil dan Habil, menurut apa yang telah diceritakan oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf. Firman Allah Swt. yang mengatakan:


{بِالْحَقِّ}


dengan sebenarnya. (Al-Maidah: 27)Yakni secara jelas dan gamblang tanpa ada pengelabuan dan kedustaan, tanpa ada ilusi dan penggantian, serta tanpa ditambah-tambahi atau dikurangi. Seperti pengertian yang tercantum dalam ayat lain:


{إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقّ}


Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar. (Ali Imran: 62)


{نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ}


Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. (Al-Kahfi: 13)


ذَلِكَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ قَوْلَ الْحَقِّ


Itulah Isa putra Maryam. yang mengatakan perkataan yang benar. (Maryam: 34)Kisah mengenai mereka berdua, menurut apa yang telah disebutkan oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf, bahwa Allah Swt.

mensyariatkan kepada Adam a.s. untuk me­ngawinkan anak-anak lelakinya dengan anak-anak perempuannya karena keadaan darurat.Tetapi mereka mengatakan bahwa setiap kali mengandung, dilahirkan baginya dua orang anak

yang terdiri atas laki-laki dan perempuan, dan ia (Adam) mengawinkan anak perempuannya dengan anak laki-laki yang lahir bukan dari satu perut dengannya. Dan konon saudara seperut Habil tidak cantik,

sedangkan saudara seperut Qabil cantik lagi bercahaya. Maka Habil bermaksud merebutnya dari tangan saudaranya. Tetapi Adam menolak hal itu kecuali jika keduanya melakukan suatu kurban; barang siapa yang kurbannya diterima,

maka saudara perempuan seperut Qabil akan dikawinkan dengannya. Ter­nyata kurban Habillah yang diterima, sedangkan kurban Qabil tidak diterima, sehingga terjadilah kisah keduanya yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam Kitab-Nya.

As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan kisah yang ia terima dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas; juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud. serta dari sejumlah sahabat Nabi Saw.,

bahwa tidak sekali-kali dilahirkan anak (laki-laki) bagi Nabi Adam melainkan disertai dengan lahirnya anak perempuan. Nabi Adam selalu mengawinkan anak lelakinya dengan anak perempuan yang lahir tidak seperut dengannya,

dan ia mengawinkan anak perempuannya dengan anak lelaki yang lahir tidak seperut dengannya. Pada akhirnya dilahirkan bagi Nabi Adam dua anak laki-laki yang dikenal dengan nama Habil dan Qabil.

Setelah besar Qabil adalah ahli dalam bercocok tanam, sedangkan Habil seorang peternak. Qabil ber­usia lebih tua daripada Habil, dia mempunyai saudara perempuan se­perut yang lebih cantik daripada saudara perempuan seperut Habil.

Kemudian Habil meminta untuk mengawini saudara perempuan Qabil, tetapi Qabil menolak lamarannya dan berkata, "Dia adalah saudara perempuanku yang dilahirkan seperut denganku, lagi pula dia lebih cantik daripada saudara perempuanmu,

maka aku lebih berhak untuk mengawininya." Padahal Nabi Adam telah memerintahkan kepada Qabil untuk menikahkan saudara perempuannya dengan Habil, tetapi Qabil tetap menolak. Kemudian keduanya melakukan suatu kurban

kepada Allah Swt. untuk menentukan siapakah di antara keduanya yang berhak mengawini saudara perempuan yang diperebutkan itu. Saat itu Nabi Adam a.s. telah pergi meninggalkan mereka berdua,

dia datang ke Mekah untuk ziarah dan melihat Mekah. Allah Swt, berfirman, "Tahukah kamu bahwa Aku mempunyai sebuah rumah di bumi ini?" Adam menjawab, "'Ya Allah, saya tidak tahu." Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku

mempunyai sebuah rumah di Mekah, maka datangilah." Kemudian Adam berkata kepada langit.”Jagalah anak-anakku sebagai amanat," tetapi langit menolak; dan ia berkata kepada bumi hal yang semisal, tetapi bumi pun menolak.

Maka Adam berkata kepada Qabil. Qabil menjawab, "Ya, pergilah engkau. Kelak bila engkau kembali, engkau akan menjumpai keluargamu seperti yang engkau sukai." Setelah Adam berangkat, mereka berdua melakukan suatu kurban.

Sebelum- itu Qabil membanggakan dirinya atas Habil dengan mengata­kan, "Aku lebih berhak mengawininya daripada kamu, dia adalah saudara perempuanku, dan aku lebih besar daripada kamu serta akulah yang di-wasiati oleh ayahku."

Habil mengurbankan seekor domba yang gemuk, sedangkan Qabil mengurbankan seikat gandum, tetapi ketika ia menjumpai sebulir gandum yang besar di dalamnya, segera dirontokkannya dan di­makannya. Dan ternyata api turun,

lalu melahap kurban Habil, sedang­kan kurban Qabil dibiarkan begitu saja (tidak dimakan api). Menyaksikan hal itu Qabil marah, lalu berkata, "Aku benar-benar akan membunuhmu agar kamu jangan mengawini saudara perempuanku."

Maka Habil hanya menjawab, "Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa."Demikianlah yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Jarir.Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami

Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah. telah menceritakan kepada kami Hajjaj. dari Ibnu Juraij. telah menceritakan kepadaku Ibnu Khasyam. Ibnu Juraij mengatakan bahwa ia datang bersama Sa'id ibnu Jubair, lalu Ibnu Khasjam menceritakan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Adam melarang seorang wanita kawin dengan saudara lelaki kembarannya, dan ia memerintahkan agar wanita itu dikawini oleh lelaki lain dari kalangan saudara-saudara lelaki lain yang tidak sekembar dengannya. Tersebutlah bahwa setiap Nabi Adam mempunyai anak, dari setiap perut lahirlah seorang bayi laki-laki dan seorang bayi perempuan. Ketika mereka (Nabi Adam dan para putranya) menjalankan peraturan tersebut, tiba-tiba lahirlah seorang anak perempuan yang cantik dan lahir pula seorang anak perempuan yang buruk wajahnya (dari lain perut). Lalu saudara lelaki dari wanita yang buruk rupa itu berkata (kepada saudara lelaki wanita yang cantik), "Kawinkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan menikahkanmu dengan saudara perempuanku." Lelaki saudara si perempuan yang cantik menjawab, 'Tidak, akulah yang lebih berhak untuk mengawini saudara perempuanku." Maka keduanya melakukan suatu kurban, dan ternyata yang diterima adalah kurban milik peternak,

sedangkan kurban milik petani tidak diterima, maka si petani (Qabil) membunuh si peternak (Habil). Sanad asar ini jayyid.Telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami

Hammad ibnu Salamah, dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khasyam, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: ketika keduanya mempersembahkan kurban. (Al-Maidah: 27); Mereka menyuguhkan kurbannya

masing-masing, pemilik ternak menyuguhkan kurban seekor domba putih bertanduk lagi gemuk, sedangkan pemilik lahan pertanian menyuguhkan seikat bahan makanan pokoknya. Maka Allah menerima domba dan menyimpannya di dalam surga

selama empat puluh tahun. Domba itulah yang kelak akan disembelih oleh Nabi Ibrahim a.s. Sanad asar ini jayyid (baik).Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Ja'far, te­lah menceritakan kepada kami Auf, dari Abul Mugirah. dari Abdullah ibnu Amr yang telah menceritakan bahwa sesungguhnya kedua anak lelaki Adam yang menyuguhkan kurban, lalu kurban salah seorangnya diterima,

sedangkan kurban yang lainnya tidak diterima; salah seorangnya adalah ahli bercocok tanam, sedangkan yang lainnya ada­lah peternak domba. Keduanya telah diperintahkan untuk memper­sembahkan suatu kurban. Sesungguhnya

pemilik ternak mengurbankan seekor kambing yang paling gemuk dan paling baik yang ada pada miliknya dengan hati yang tulus ikhlas, tetapi si petani menyuguhkan hasil panennya yang paling buruk —yaitu kuz dan zuwwan— serta dengan hati

yang tidak ikhlas pula. Dan ternyata Allah menerima kurban si pemilik ternak dan tidak mau menerima kurban si petani. Kisah mengenai keduanya disebutkan oleh Allah Swt. di dalam Al-Qur'an.Ibnu Jarir mengatakan, "Demi Allah,

sesungguhnya si terbunuh adalah orang yang lebih kuat. Tetapi karena takut dengan dosa, ia tidak berani menjatuhkan tangannya kepada saudaranya."Ismail ibnu Rafi' Al-Madani mengatakan bahwa telah dikisahkan kepadaku bahwa

kedua anak Adam ketika diperintahkan untuk menyuguhkan kurban salah seorang di antaranya adalah pemilik ternak kambing. Dan tersebutlah bahwa salah seekor dari kambingnya melahirkan cempe (anak kambing) yang sangat ia sukai,

sehingga di malam hari anak kambing itu dibawanya tidur bersama, dan ia menggendongnya di atas pundaknya karena sangat sayangnya, sehing­ga tiada baginya harta benda yang lebih disukainya daripada anak kambing itu.

Ketika ia diperintahkan untuk menyuguhkan kurban, anak kambing itu telah besar, maka ia mengurbankannya karena Allah Swt Maka Allah menerimanya, dan kambing itu masih tetap hidup di surga sehingga dijadikan tebusan sebagai ganti

anak Nabi Ibrahim a.s. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Ansari, telah mencerita­kan kepada kami Al-Qasim ibnu Abdur Rahman,

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Husain yang telah mengatakan bahwa Adam a.s. berkata kepada Habil dan Qabil, "Sesungguhnya Tuhanku telah menjanjikan kepadaku bahwa kelak di antara keturunan­ku

ada orang yang menyuguhkan kurban, maka suguhkanlah kurban oleh kamu berdua, hingga hatiku senang bila melihat kurban kamu berdua diterima." Lalu keduanya menyuguhkan kurbannya masing-masing, dan tersebutlah bahwa

Habil adalah seorang peternak kambing, maka ia mengurbankan seekor kambing yang paling gemuk dan merupakan hartanya yang paling baik. Sedangkan Qabil adalah seorang petani, maka ia mengurbankan hasil terburuk dari panennya.

Kemudian Adam berangkat bersama mereka berdua yang masing-masing membawa kurbannya sendiri-sendiri. Lalu keduanya menaiki bukit dan meletakkan kurbannya masing-masing, setelah itu ketiganya duduk seraya melihat ke arah kurban

tersebut. Maka Allah mengirimkan api. Setelah api berada di atas kurban mereka, maka kambing kurban itu mendekatinya, dan api segera memakan kurban Habil serta meninggalkan kurban Qabil. Sesudah itu mereka pulang dan Adam

mengetahui bahwa Qabil adalah orang yang dimurkai, maka ia berkata (kepadanya), "Celakalah kamu, hai Qabil. kurbanmu tidak diterima." Tetapi Qabil menjawab, "Engkau mencintainya dan mendoakan kurbannya.

Karena itu kurban­nya diterima, sedangkan kurbanku tidak diterima." Lalu Qabil berkata kepada Habil, "Aku benar-benar akan membunuhmu agar aku tenang dari mu. Ayahmu mendoakan dan memberkati kurbanmu,

karena itu kurbanmu diterima." Tersebutlah bahwa Qabil selalu mengancam akan membunuh Habil, hingga di suatu sore hari Habil tertahan tidak dapat pulang karena mengurusi ternak kambingnya. Adam merasa khawatir, lalu ia berkata,

"Hai Qabil, ke manakah saudaramu?" Qabil menjawab, "Apakah engkau menyuruhku untuk menjadi penggembala baginya? Aku tidak tahu." Adam berkata marah.”Celakalah kamu,Qabil, berangkatlah kamu dan cari saudaramu itu."

Qabil berkata kepada dirinya sendiri.”Malam ini pasti aku akan membunuhnya." Lalu ia mengambil sebuah barang yang tajam dan mendekat ke arah Habil yang saat itu sedang merebahkan tubuhnya. Maka Qabil berkata, "Hai Habil,

kurbanmu diterima, sedangkan suguh­an kurbanku ditolak, aku benar-benar akan membunuhmu." Habil menjawab, "Aku suguhkan kurban itu dari hartaku yang terbaik, sedangkan engkau mengurbankan hartamu yang buruk.

Sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah hanya mau menerima dari orang-orang yang bertakwa." Ketika Habil mengucapkan kata-kata itu, Qabil marah, lalu ia mengangkat benda tajam itu

dan ia pukulkan kepada Habil. Habil sem­pat berkata, "Celakalah kamu, hai Qabil. Ingatlah kamu kepada Allah, mana mungkin Dia memberimu pahala dengan perbuatanmu ini!" Ma­ka Qabil membunuhnya dan melemparkannya di tanah yang legok,

lalu menutupinya dengan tanah.Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari sebagian orang yang ahli mengenai kitab terdahulu, bahwa Adam memerintahkan kepada putranya yang bernama Qabil untuk menikah dengan saudara perempuan

sekembar dengan Habil, dan memerintahkan kepada Habil untuk mengawini saudara perempuan yang lahir bersama Qabil. Habil menuruti perintahnya dan rela, lain halnya dengan Qabil, ia menolak dan tidak suka kawin dengan saudara perempuan

Habil karena ia menyenangi saudara perempuannya sendiri. Lalu ia berkata, "Kami dilahirkan di dalam surga, sedangkan mereka dilahirkan di bumi, ma­ka aku lebih berhak atas saudaraku."Sebagian ahli ilmu mengenai kitab terdahulu

ada yang mengata­kan bahwa saudara perempuan Qabil adalah wanita yang cantik, sehingga Qabil tidak mau menyerahkannya kepada saudara lelakinya, dan dia bermaksud untuk mengawininya sendiri. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui,

mana yang benar di antara kedua pendapat di atas.Maka ayahnya berkata kepadanya, "Hai anakku Qabil, sesung­guhnya saudara perempuan kembaranmu itu tidak halal bagimu." Tetapi Qabil menolak perkataan ayahnya itu

dan tidak mau menuruti nasihatnya.Akhirnya ayahnya berkata, "Hai anakku, suguhkanlah kurban. Begitu pula saudara lelakimu Habil. Maka siapa di antara kamu yang diterima kurbannya, dialah yang berhak mengawininya."

Qabil mempunyai mata pencaharian menggarap lahan sawah (petani), sedangkan Habil adalah seorang peternak. Maka Qabil menyuguhkan kurban berupa gandum, dan Habil mengurbankan se­ekor kambing yang gemuk lagi muda.

Menurut sebagian dari mereka, Habil mengurbankan seekor sapi betina. Maka Allah mengirimkan api yang putih, lalu api itu memakan kurban Habil. sedangkan kurban Qabil dibiarkannya. Dengan demikian, berarti kurban Habil diterima.

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang telah mencerita­kan bahwa pada saat itu tidak terdapat orang miskin yang akan diberi­nya sedekah (dari kurbannya), melainkan kurban tersebut hanya

semata-mata dilakukan oleh seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ketika kedua anak Adam sedang duduk, keduanya mengatakan, "Marilah kita menyuguhkan kurban." Dan tersebutlah bila seseorang menyuguhkan kurbannya,

lalu kurbannya itu diterima oleh Allah, maka Allah mengirimkan kepadanya api, lalu api itu memakan kurbannya; jika kurbannya tidak diterima oleh Allah, maka api itu padam. Lalu keduanya menyuguhkan kurbannya masing-masing;

salah seorang adalah penggembala, sedangkan yang lainnya petani. Si peter­nak menyuguhkan kurban berupa seekor kambing yang paling baik dan paling gemuk di antara ternak miliknya, sedangkan yang lain berkurban sebagian

dari hasil tanamannya. Lalu datanglah api dan turun di antara keduanya, maka api itu memakan kambing dan membiarkan hasil panen. Kemudian anak Adam yang kurbannya tidak diterima berkata kepada saudaranya yang kurbannya diterima,

"Apakah nanti kamu berjalan di antara orang banyak, sedangkan mereka telah mengetahui bahwa engkau telah menyuguhkan suatu kurban dan ternyata kurban­mu diterima, sedangkan kurbanku tidak diterima dan dikembalikan kepadaku.

Tidak, demi Allah, manusia tidak boleh memandang diriku, sedangkan engkau lebih baik dariku." Kemudian Qabil berkata, "Aku benar-benar akan membunuhmu." Lalu saudaranya menjawab, "Apakah dosaku? Sesungguhnya Allah hanya mau

menerima dari orang-orang yang bertakwa." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.Asar ini menyimpulkan bahwa penyuguhan kurban yang dilakukan oleh keduanya bukan karena ada latar belakangnya, bukan pula karena memperebutkan

seorang wanita, seperti apa yang telah disebutkan dari riwayat sejumlah ulama yang telah disebutkan di atas. Dan memang inilah pengertian yang tersimpulkan dari makna lahiriah firman-Nya yang mengatakan:


{إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ لأقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ}


ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil, "Sesungguhnya Allah hanya

menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa " (Al-Maidah: 27)Konteks ayat ini menunjukkan bahwa sesungguhnya yang membuat Qabil marah dan dengki ialah karena kurban saudaranya diterima, sedangkan kurban dirinya sendiri

tidak diterima.Kemudian menurut pendapat yang terkenal di kalangan jumhur ulama, orang yang mengurbankan kambing adalah Habil, sedangkan yang mengurbankan makanan adalah Qabil; dan ternyata kurban Habil diterima,

sedangkan kurban Qabil tidak. Sehingga Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa kambing gibasy itulah yang dijadikan sebagai tebusan bagi diri Nabi Ismail. Pendapat inilah yang lebih sesuai, dan hanya Allah Yang Maha Mengetahui.

Hal yang sama telah dinaskan bukan hanya oleh seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf, dan pendapat inilah yang termasyhur. Akan tetapi, Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia pernah mengatakan,

"Orang yang mempersembahkan kurban berupa hasil tani adalah Qabil, kurbannyalah yang diterima." Pendapat ini berbeda dengan apa yang sudah dikenal, barangkali Ibnu Jarir kurang baik dalam menghafal asar darinya.Firman Allah Swt.:


{إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ}


Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. (Al-Maidah: 27)Yakni dari orang yang bertakwa kepada Allah dalam mengerjakan hal tersebut.Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami

ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Ala ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepadaku Safwan ibnu Amr ibnu Tamim'—yakni Ibnu Malik Al-Muqri— yang telah menceritakan bahwa

ia pernah mendengar Abu Darda berkata, "Sesungguhnya bila ia merasa yakin bahwa Allah telah menerima baginya suatu salat, hal ini lebih ia sukai daripada dunia dan seisinya. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya

Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yangbertakwa' (Al-Maidah: 27).*Dan telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepa­da kami Abdullah ibnu Imran, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman

—yakni Ar-Razi—, dari Al-Mugirah ibnu Muslim, dari Maimun ibnu Abu Hamzah yang telah menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk di rumah Abu Wail, maka masuklah kepada kami se­orang lelaki yang dikenal dengan nama

Abu Afif dari kalangan murid Mu'az. Maka Syaqiq ibnu Salamah (yakni Abu Wail) berkata kepadanya, "Hai Abu Afif, maukah engkau menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Jabal?" Abu Afif menjawab, "Tentu saja mau, aku pernah mendengarnya

menceritakan bahwa kelak di saat umat manusia seluruhnya dihimpunkan di suatu padang (mahsyar), maka terdengarlah suara yang menyerukan, 'Di manakah orang-orang yang bertakwa?' Maka mereka berdiri dalam lindungan

Tuhan Yang Maha Pemurah, Allah tidak menutupi diri-Nya dari mereka dan tidak pula bersembunyi." Aku bertanya, "Siapakah orang-orang yang bertakwa itu?" Abu Afif menjawab, "Mereka adalah kaum yang menjauhi dirinya

dari kemusyrikan dan penyembahan berhala serta ikhlas dalam beribadah kepada Allah, maka mereka berjalan menuju ke surga."Firman Allah Swt.:


{لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ}


"Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan seru sekalian alam.” (Al-Maidah: 28)

Hal ini dikatakan oleh saudaranya —yaitu seorang lelaki saleh yang kurbannya diterima oleh Allah— karena takwanya, di saat saudaranya mengancam akan membunuhnya tanpa dosa sedikit pun.


{لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأقْتُلَكَ}


Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. (Al-Maidah: 28)Yakni aku tidak akan membalas perbuatanmu yang jahat itu dengan kejahatan yang semisal, karena akibatnya aku dan kamu menjadi sama berdosanya.


{إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ}


Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Tuhan seru sekalian alam.Yaitu bila aku berbuat seperti apa yang hendak kamu perbuat, melainkan aku akan tetap sabar dan mengharapkan pahala Allah.Abdullah ibnu Amr berkata, "Demi Allah,

sesungguhnya dia (si terbunuh) adalah orang yang paling kuat di antara keduanya, tetapi ia tercegah oleh perasaan takut berdosa, yakni dia memiliki sifat wara'." Karena itulah di dalam kitab Sahihain dari Nabi Saw. disebutkan bahwa Nabi Saw. telah bersabda:


"إِذَا تَوَاجَهَ الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا، فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ؟ قَالَ: "إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ".


Apabila dua orang muslim saling berhadapan dengan pedangnya masing-masing, maka si pembunuh dan si terbunuh dimasukkan ke dalam neraka (dua-duanya). Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, kalau si pembunuh kami maklumi.

Tetapi mengapa si terbunuh dimasukkan pula ke dalamnya?" Maka Nabi Saw. menjawab: Sesungguhnya dia pun berkemauan keras untuk membunuh temannya itu.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا لَيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ عَيَّاش بْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ بُسْر بْنِ سَعِيدٍ ؛ أَنَّ سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ عِنْدَ فِتْنَةِ عُثْمَانَ: أَشْهَدُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قَالَ: "إِنَّهَا سَتَكُونُ فِتْنَةٌ، الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ، وَالْقَائِمُ خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي، وَالْمَاشِي خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي". قَالَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ دَخَلَ عَلَيَّ بَيْتِي فَبَسَطَ يَدَهُ إليَّ لِيَقْتُلَنِي قَالَ: "كُنْ كَابْنِ آدَمَ".


Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Lais ibnu Sa'd, dari Ayyasy ibnu Abbas, dari Bukair ibnu Abdullah, dari Bisyr ibnu Sa'id, bahwa Sa'd ibnu Waqqas pernah

menceritakan bahwa sehubungan dengan fitnah di zaman Khalifah Usman ia menyaksikan Rasulullah Saw, bersabda: Sesungguhnya kelak akan ada fitnah orang yang duduk di masa itu lebih baik daripada orang yang berdiri,

dan orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berlari. Sa'd ibnu Abu Waqqas bertanya, "Bagaimanakah menurutmu jika seseorang masuk ke dalam rumahku,

lalu menggerakkan tangannya ke arah diriku untuk membunuhku?" Maka Rasulullah Saw. bersabda: Jadilah kamu seperti anak Adam (Habil). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Qutaibah ibnu Sa'id;

dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Sehubungan dengan bab ini terdapat hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Khabbab ibnul Art, Abu Bakar, Ibnu Mas'ud, Abu Waqid, Abu Musa, dan Kharsyah.

Sebagian dari hadis ini diriwayatkan dari Al-Lais ibnu Sa'd, dan di dalam sanadnya ditambahkan seorang lelaki. Al-Hafiz ibnu Asakir mengatakan bahwa lelaki itu adalah Husain Al-Asyja'i.

Menurut hemat kami telah diriwayatkan pula oleh Imam Abu Daud melalui jalur Husain Al-Asyja'i. Untuk itu Abu Daud mengatakan bahwa:


حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ خَالِدٍ الرَّمْلِيُّ، حَدَّثَنَا الْمُفَضَّلُ، عَنْ عَيَّاشِ بْنِ عَبَّاسٍ عَنْ بُكَيْر، عَنْ بُسْر بْنِ سَعِيدٍ عَنْ حُسَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَشْجَعِيِّ؛ أَنَّهُ سَمِعَ سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ قَالَ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ دَخَلَ عَلَيَّ بَيْتِي وَبَسَطَ يَدَهُ لِيَقْتُلَنِي؟ قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُنْ كَابْنِ آدَم" وَتَلَا يَزِيدُ: {لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ}


telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Khalid Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl, dari Ayyasy ibnu Abbas, dari Bukair, dari Bisyr ibnu Sa'id, dari Husain ibnu Abdur Rahman Al-Asyja'i, bahwa ia pernah mendengar

Sa'd ibnu Abu Waqqas, menceritakan hadis ini dari Nabi Saw. Untuk itu ia mengatakan, "Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu jika seseorang masuk ke dalam rumahku, lalu menggerakkan tangannya untuk membunuhku"?

Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Jadilah kamu seperti anak Adam. Lalu membacakan firman-Nya: Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku

kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. (Al-Maidah: 28)Ayyub As-Sukhtiyani mengatakan bahwa sesungguhnya orang yang mula-mula mengamalkan ayat ini dari umat ini

adalah Usman ibnu Affan r.a., yaitu firman-Nya: Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu

untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Tuhan seru sekalian alam. (Al-Maidah: 28); Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مَرْحوم، حَدَّثَنِي أَبُو عِمْرَانَ الجَوْني، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: رَكِبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِمَارًا وَأَرْدَفَنِي خَلْفَهُ، وَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، أَرَأَيْتَ إِنْ أَصَابَ النَّاسَ جوعٌ شَدِيدٌ لَا تَسْتَطِيعُ أَنْ تَقُومَ مِنْ فِرَاشِكَ إِلَى مَسْجِدِكَ، كَيْفَ تَصْنَعُ؟ ". قَالَ: قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "تَعَفَّفْ" قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، أَرَأَيْتَ إِنْ أَصَابَ النَّاسَ موتٌ شَدِيدٌ، وَيَكُونُ الْبَيْتُ فِيهِ بِالْعَبْدِ، يَعْنِي الْقَبْرَ، كَيْفَ تَصْنَعُ؟ " قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "اصْبِرْ". قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلَ النَّاسُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، يَعْنِي حَتَّى تَغْرَقَ حِجَارَةُ الزَّيْتِ مِنَ الدِّمَاءِ، كَيْفَ تَصْنَعُ؟ ". قَالَ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "اقْعُدْ فِي بَيْتِكَ وَأَغْلِقْ عَلَيْكَ بَابَكَ". قَالَ: فَإِنْ لَمْ أتْرَك؟ قال: "فأت من أنت منهم، فكن فِيهِمْ قَالَ: فَآخُذُ سِلَاحِي؟ قَالَ: "إذًا تُشَارِكُهُمْ فِيمَا هُمْ فِيهِ، وَلَكِنْ إِنْ خَشِيتَ أَنْ يُرَوِّعَكَ شُعَاعُ السَّيْفِ، فَأَلْقِ طَرْفَ رِدَائِكَ عَلَى وَجْهِكَ حَتَّى يَبُوءَ بِإِثْمِهِ وَإِثْمِكَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Marwah, telah menceritakan kepadaku Abu Imran Al-Juni, dari Abdullah ibnus Samit, dari Abu Zar yang telah menceritakan bahwa Nabi Saw. mengendarai keledai dan memboncengku

di belakangnya, lalu beliau Saw. bersabda: Hai Abu Zar, bagaimanakah pendapaimu jika manusia tertimpa kelaparan yang sangat hingga kamu tidak mampu bangkit dari tempat tidurmu untuk ke masjidmu,

maka apakah yang akan kamu lakukan?" Abu Zar menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah Saw. menjawab, "Peliharalah kehormatanmu (jangan meminta-minta)." Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Abu Zar,

bagaimanakah pendapatmu jika manu­sia tertimpa kematian yang sangat, sehingga rumahnya adalah kuburan, maka apakah yang akan kamu lakukan?" Abu Zar menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw. bersabda,

'Sabarlah." Lalu ditanya, "Hai Abu Zar, bagai­manakah menurutmu, kalau manusia satu sama lainnya saling membunuh, sehingga terjadi banjir darah, maka apakah yang akan kamu lakukan?" Abu Zar menjawab.”Allah dan Rasul-Nya

lebih mengetahui." Rasulullah Saw bersabda.”Duduklah di dalam rumahmu dan kuncilah rapat-rapat pintu rumahmu.” Abu Zar bertanya, "Bagaimanakah jika aku tidak mau tinggal di rumah?” Rasulullah Saw. menjawab,

"Maka datanglah kepada orang-orang yang kamu adalah sebagian dari mereka, kemudian bergabunglah dengan mereka.”Abu Zar bertanya "Berarti aku mengangkat senjataku?” Rasulullah Saw. bersabda, "Kalau demikian,

berarti kamu ikut bersama dengan mereka dalam apa yang sedang mereka kerjakan. Tetapi jika kamu merasa takut akan kilatan pedang, maka tutupilah wajahmu dengan ujung kain selendangmu, agar dia (si pembunuh) membawa dosanya

sendiri dan dosamu."Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Ahlus Sunan, kecuali Imam Nasa’i melalui berbagai jalur dari Abu Imran Al-Juni, dari Abdullah ibnus Samit dengan lafaz yang sama. Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah

meriwayatkannya melalui jalur Hammad ibnu Zaid, dari Abu Imran, dari Al-Musya'as ibnu Tarif, dari Abdullah ibnus Samit dari Abu Zar dengan lafaz yang semisal. Imam Abu Daud mengatakan bahwa Al-Musya'as tiada yang menyebutkannya dalam hadis ini selain Hammad ibnu Zaid.


قَالَ ابْنُ مَرْدُويَه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ دُحَيْم، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَازِمٍ، حَدَّثَنَا قَبِيصَة بْنُ عُقْبَة، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ رِبْعِيّ قَالَ: كُنَّا فِي جِنَازَةِ حُذَيفة، فَسَمِعْتُ رَجُلًا يَقُولُ: سَمِعْتُ هَذَا يَقُولُ فِي نَاسٍ: مِمَّا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَئِنِ اقْتَتَلْتُمْ لَأَنْظُرَنَّ إِلَى أَقْصَى بَيْتٍ فِي دَارِي، فلألجنَّه، فَلَئِنْ دَخَلَ عَليّ فُلَانٌ لَأَقُولُنَّ: هَا بُؤْ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ، فَأَكُونُ كَخَيْرِ ابْنَيْ آدَمَ.


Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Duhaim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Qubaisah ibnu Uqbah, telah menceritakan kepada kami Sufyan,

dari Mansur, dari Rib'i yang telah menceritakan, "Ketika kami sedang melayat jenazah Huzaifah, aku mendengar seorang lelaki berkata bahwa ia pernah mendengar je­nazah ini mengatakan di antara orang banyak apa yang pernah ia dengar

dari Rasulullah Saw.. yaitu: Sungguh jika kalian saling membunuh, aku benar-benar akan mencari suatu tempat yang paling sulit dicapai di dalam rumah­ku, dan sungguh aku benar-benar akan bersembunyi di tempat itu. Kalau ada si Fulan

yang masuk kepadaku, maka aku akan katakan kepadanya, 'Hai, inilah dosaku dan dosamu, dan aku akan menjadi seperti salah seorang yang paling baik di antara dua orang anak Adam!'Firman-Nya:


{إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ}


Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menja­di penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 29)

Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri. (Al-Maidah: 29);

Makna yang dimaksud ialah "memikul dosa membunuhku dan dosamu yang lainnya yang kamu lakukan sebelumnya". Demikianlah menurut Tafsir Ibnu Jarir. Sedangkan menurut yang lainnya, makna yang dimaksud ialah "sesungguhnya

aku bermaksud agar kamu kelak kembali dengan membawa semua dosaku, lalu dosa-dosa itu kamu pikul bebannya dan juga dosamu dalam membunuhku". Ini menurut suatu pendapat yang kujumpai bersumberkan dari Mujahid,

tetapi aku merasa khawatir bila ini suatu kekeliruan, mengingat hal yang benar dari riwayatnya berpendapat berbeda. Yakni berbeda dengan apa yang telah diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri. dari Mansur, dari Mujahid. Sesungguhnya aku

ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh). (Al-Maidah: 29); Yaitu karena kamu telah membunuhku. Dan lafaz ismuka yakni "dosa-dosamu sendiri yang telah kamu lakukan sebelum itu". Hal yang sama telah diriwayatkan

oleh Isa ibnu Abu Nujai', dari Mujahid.Syibl telah meriwayatkan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) dan dosamu.sendiri.

(Al-Maidah: 29); Makna yang dimaksud ialah bahwa sesungguhnya aku bermaksud agar kamu memikul semua dosa-dosaku dan dosa membunuhku, maka ka­mu kembali kelak dengan membawa dan memikul kedua dosa itu secara bersamaan.

Menurut hemat kami, telah terjadi suatu kesalahpahaman di kalangan orang banyak mengenai pendapat ini, dan mereka mengetengahkan sehubungan dengannya sebuah hadis yang tidak ada asalnya, yaitu:


مَا تَرَكَ الْقَاتِلُ عَلَى الْمَقْتُولِ مِنْ ذَنْبٍ


Tiada suatu dosa pun yang ditinggalkan oleh si pembunuh atas si terbunuh.Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar telah meriwayatkan sebuah hadis yang serupa dengan hadis di atas. tetapi tidak sama.


حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا عَامِرُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْأَصْبَهَانِيُّ، حدثنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا عتبة بن سعيد، عن هشام بْنِ عُرْوَة، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَتْلُ الصَّبْر لَا يَمُرُّ بِذَنْبٍ إِلَّا مَحَاهُ".


Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali. telah menceritakan kepada kami Amir ibnu Ibrahim Al-Asbahani. telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Atabah ibnu Sa'id,

dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya. dari Siti Aisyah yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Terbunuh dengan sabar, tiada melalui suatu dosa pun melainkan pasti dihapuskan karenanya.

Bila dibandingkan dengan hadis ini, maka hadis di atas tidak sahih; tetapi seandainya memang sahih, maka makna yang dimaksud ialah bahwa Allah menghapuskan dosa-dosa dari diri si terbunuh sebagai imbalan dari merasakan sakitnya mati.

Adapun jika diartikan bahwa dosa-dosanya dipikulkan kepada si pembunuh, maka pengertian ini tidak benar. Akan tetapi, pada sebagian orang kebanyakan pengertian ini sesuai, karena sesungguhnya si terbunuh kelak menuntut si pembunuh

di hari peradilan Allah kelak. Maka diambilkan baginya sebagian dari kebaikan si pembunuh sesuai dengan perbuatan zalimnya. Apabila kebaikan si pembunuh telah habis, sedangkan dia masih belum dapat melunasinya,

maka diambilkan sebagian dari dosa si terbunuh, lalu dibebankan kepada si pembunuh; dan barangkali si terbunuh tidak lagi mempunyai dosa karena semuanya telah dipikulkan kepada si pembunuhnya. Ada sebuah hadis sahih yang menyatakan

hal ini bersumberkan dari Rasulullah Saw. dalam masalah seluruh mazalim (perbuatan-perbuatan aniaya), sedangkan perbuatan membunuh jiwa merupakan perbuatan zalim yang paling besar dan paling berat, wallahu a'lam.

Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang benar mengenai masalah ini ialah yang mengatakan bahwa takwil ayat adalah seperti berikut, "Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosamu karena kamu telah membunuhku."

Pengertian inilah yang dimaksud oleh firman-Nya: Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh). (Al-Maidah: 29) Adapun mengenai makna firman-Nya: dan dosamu. (Al-Maidah: 29);

maka dosa tersebut adalah dosanya sendiri, seperti berbuat maksiat kepada Allah dalam amal perbuatan yang lain. Sesungguhnya kami katakan tafsir ini adalah tafsir yang benar, tiada lain karena ulama ahli takwil telah sepakat mengenainya,

dan bahwa Allah Swt. telah memberitahu­kan kepada kita bahwa "setiap orang yang beramal, maka balasan amalnya adalah untuknya sendiri atau membinasakan dirinya (jika amalnya jahat)". Apabila memang demikian ketetapan Allah

pada makhluk-Nya, berarti tidak dapat dikatakan bahwa dosa-dosa si terbunuh diambil, lalu dibebankan kepada si pembunuh. Dan sesungguhnya si pembunuh hanya dihukum karena dosanya sendiri, yaitu perbuatan pembunuhan

yang diharamkan dan dosa-dosa lainnya yang dikerjakannya sendiri, bukan dosa terbunuh yang dipikulkan atas dirinya. Demikianlah menurut keterangan Ibnu Jarir.Kemudian Ibnu Jarir mengemukakan suatu hipotesis sehubungan

dengan masalah ini, yang kesimpulannya menyatakan "mengapa Habil menginginkan agar saudaranya—yaitu Qabil— memikul dosa membunuh dirinya dan juga dosa dirinya sendiri, padahal perbuatan membunuh jelas haram".

Lalu Ibnu Jarir mengemukakan jawabannya, yang intinya mengatakan bahwa kedudukan Habil menjelaskan perihal dirinya dengan maksud agar Qabil jangan sampai melangsungkan niatnya; jika terjadi pembunuhan,

maka bukan dia yang menjadi penyebabnya, melainkan semata-mata atas kehendak Qabil sendiri.Menurut hemat kami ucapan ini mengandung nasihat bagi Qabil seandainya ia mau menerimanya, dan sebagai peringatan untuknya seandainya

dia menyadarinya. Karena itulah Allah Swt. berfirman: Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri. (Al-Maidah: 29); Yaitu kamu menanggung dosaku dan dosamu sendiri.


{فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ}


maka kamu akun menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 29)Ibnu Abbas mengatakan bahwa Habil menakut-nakuti Qabil dengan siksaan neraka tetapi ia tidak takut dan tidak menghiraukannya.Firman Allah Swt.:


{فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ}


Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi. (Al-Maidah: 30)Yakni maka hawa nafsu Qabil merayu dan memacu dirinya

untuk membunuh saudaranya, lalu ia membunuhnya, sesudah saudaranya memberikan nasihat dan peringatan di atas.Dalam pembahasan yang lalu —yaitu dalam riwayat yang bersumber­kan dari Abu Ja'far Al-Baqir alias

Muhammad ibnu Ali ibnul Husain— disebutkan bahwa Qabil membunuh Habil dengan sebuah barang tajam yang digenggamnya.As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas dan dari Murrah ibnu Abdullah,

juga dari sejumlah sahabat Nabi Saw., bahwa setelah hawa nafsu Qabil mendorongnya untuk membunuh saudaranya, maka ia mencari-cari saudaranya untuk ia bunuh, lalu ia berangkat mencarinya di daerah puncak pegunungan.

Kemudian pada suatu hari ia datang kepada saudaranya yang saat itu sedang menggembalakan ternak kambingnya Ketika Qabil datang, Habil sedang tidur, lalu ia mengangkat sebongkah batu besar, kemudian ia pukulkan ke atas kepala Habil

sehingga Habil mati seketika itu juga dan jenazahnya dibiarkan di padang (tanah lapang). Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.Diriwayatkan dari sebagian Ahli Kitab bahwa Qabil membunuh Habil dengan mencekik dan menggigitnya,

sama halnya dengan hewan pemangsa yang membunuh mangsanya.Ibnu Jarir mengatakan bahwa ketika Qabil hendak membunuh Habil, maka Qabil membungkukkan lehernya (dengan maksud akan menggigitnya),

maka iblis mengambil seekor binatang, lalu meletakkan kepala binatang itu di atas batu, lalu iblis mengambil sebuah batu dan memukulkannya ke kepala binatang itu hingga mati, sedangkan Qabil melihatnya. Lalu ia mempraktekkan hal

yang semisal terhadap saudaranya.Ibnu Abu Hatim meriwayatkan bahwa Abdullah ibnu Wahb telah meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya yang telah menceritakan bahwa Qabil memegang kepala Habil

dengan maksud ingin membunuhnya, lalu ia hanya menekan kepalanya tanpa mengerti bagaimana cara membunuhnya. Kemudian datanglah iblis dan bertanya kepadanya, "Apakah kamu hendak membunuhnya?" Qabil menjawab, "Ya.

" Iblis berkata, "Ambillah batu ini dan timpakanlah ke atas kepalanya." Maka Qabil mengambil batu itu dan menimpakannya ke kepala Habil hingga kepala Habil pecah dan meninggal dunia.Kemudian iblis segera datang menemui Hawa dan berkata,

"Hai Hawa, sesungguhnya Qabil telah membunuh Habil." Maka Hawa ber­kata kepadanya, "Celakalah kamu, apakah yang dimaksud dengan terbunuh itu?" Iblis menjawab, "Tidak makan, tidak minum, dan tidak bergerak." Hawa menjawab,

"Kalau demikian, itu artinya mati." Iblis berkata, "Memang itulah mati." Maka Hawa menjerit, hingga Adam masuk menemuinya ia masih dalam keadaan menangis menjerit. Lalu Adam mengulangi lagi pertanyaannya,

dan Hawa masih tidak menjawab. Maka Adam berkata, "Mulai sekarang kamu dan semua anak perempuanmu menjerit, dan aku serta semua anak lelakiku berlepas diri dari perbuatan itu." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Firman Allah Swt.:


{فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ}


Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi. (Al-Maidah; 30)Yakni merugi di dunia dan akhirat, dan memang tiada satu kerugian pun yang lebih besar daripada kerugian seperti ini.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ ووَكِيع قَالَا حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرّة، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تُقتَل نَفْسٌ ظُلْمًا، إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الْأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا، لِأَنَّهُ كَانَ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dan Waki', keduanya mengatakan bahwa telah mencerita­kan kepada kami Al-A'masy, dari Abdullah, ibnu Murrah, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud

yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tiada seorang pun yang terbunuh secara aniaya, melainkan atas anak Adam yang pertama tanggungan sebagian dari darahnya, karena dialah orang yang mula-mula

mengadakan pembunuhan.Hadis ini telah diketengahkan oleh Jamaah —selain Imam Abu Daud— melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim,

telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, bahwa Ibnu Juraij telah mengatakan bahwa Mujahid pernah mengatakan, "Salah satu dari kaki si pembunuh itu digantungkan berikut dengan betis

dan pahanya sejak hari itu, sedangkan wajahnya dipanggang di matahari dan ikut berputar dengannya ke mana pun matahari bergulir. Pada musim panas terdapat api yang membakarnya dan pada musim dingin terdapat salju

yang menyengatnya"Hajjaj mengatakan bahwa Abdullah ibnu Amr pernah mengatakan, "Sesungguhnya kami benar-benar menjumpai anak Adam —si pembunuh ini— berbagi azab dengan ahli neraka dengan pembagian yang benar.

Azab yang dialaminya adalah separo dari azab mereka semua."Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Salamah, dari Ibnu Ishaq, dari Hakim ibnu Hakim,

bahwa ia pernah menceritakan sebuah riwayat dari Abdullah ibnu Amr yang telah berkata, "Sesungguhnya manusia yang paling celaka ialah anak Adam yang membunuh saudaranya (yakni Qabil), tiada setetes darah pun yang dialirkan di bumi ini

sejak dia membunuh saudaranya sampai hari kiamat, melainkan ia kebagian dari siksaannya. Demikian itu karena dialah orang yang mula-mula melakukan pembunuhan."Ibrahim An-Nakha’i mengatakan bahwa tiada seorang pun yang terbunuh

secara aniaya, melainkan anak Adam yang pertama dan iblis ikut bertanggung jawab terhadapnya. Hal ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir.Firman Allah Swt.:


{فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الأرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْأَةَ أَخِيهِ قَالَ يَا وَيْلَتَى أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْأَةَ أَخِي فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ}


Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia harus menguburkan jenazah saudaranya. Berkata Qabil, "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat

seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu, jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal. (Al-Maidah: 31)As-Saddi telah meriwayatkan dalam sanad yang terdahulu sampai kepada

para sahabat, bahwa ketika anak itu (Habil) meninggal dunia, maka pembunuhnya meninggalkannya di tanah lapang, tanpa menge­tahui bagaimana cara menguburnya. Maka Allah menyuruh dua ekor burung gagak yang bersaudara,

lalu keduanya saling baku hantam hingga salah satunya mati, kemudian burung gagak yang menang menggali sebuah galian, lalu tubuh saudaranya itu dimasukkan ke dalam galian itu dan diurug dengan tanah. Ketika anak Adam si pembunuh itu melihatnya, ia berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:


{قَالَ يَا وَيْلَتَى أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْأَةَ أَخِي}


Aduhai, celakalah aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini? (Al-Maidah: 31)Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa

seekor burung gagak datang kepada seekor burung gagak lainnya yang telah mati, lalu ia mengurug tubuhnya dengan tanah hingga tertimbun. Maka berkatalah orang yang telah membunuh saudaranya itu: Aduhai, celaka aku,

mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagakjini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudara­ku ini? (Al-Maidah: 31)Ad-Dhahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Qabil menggendong tubuh saudaranya yang ia masukkan

ke dalam sebuah karung di atas pundaknya selama satu tahun, hingga Allah menyuruh dua ekor burung gagak. Qabil melihat kedua ekor burung gagak itu menggali-gali di tanah, maka berkatalah Qabil: mengapa aku tidak mampu berbuat

seperti burung gagak ini? (Al-Maidah: 31) Lalu ia menguburkan mayat saudaranya.Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Qabil menggendong mayat saudaranya di atas pundaknya selama seratus tahun,

tanpa mengerti apa yang harus ia lakukan terhadapnya; bila lelah, ia meletakkannya di tanah, hingga ia melihat seekor burung gagak mengubur seekor burung gagak lainnya yang telah mati. Setelah menyaksikan pemandangan itu,

ia berkata: Aduhai, celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini? Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal. (Al-Maidah: 31)

Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan ibnu Jarir.Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa tatkala Qabil membunuh Habil, maka Qabil menyesali perbuatannya itu, lalu ia memeluk tubuh saudaranya

yang telah mati itu hingga berbau, sedangkan burung-burung dan hewan-hewan pemangsa menunggu-nunggu di sekitarnya kapan ia membuang jenazah saudaranya, sebab mereka akan memakannya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan

oleh Ibnu Jarir.Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari sebagian ahli ilmu mengenai kitab terdahulu, bahwa setelah Qabil membunuhnya, maka ia tertegun kebingungan tanpa mengetahui apa yang akan dilakukan terhadap mayat

saudaranya dan bagaimanakah cara menguburnya. Demikian itu karena hal tersebut, menurut dugaan mereka, merupakan peristiwa pembunuhan yang pertama kalinya di kalangan Bani Adam dan juga permulaan orang yang mati,

sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya: Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil, "Aduhai, celaka aku.

mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal. (Al-Maidah: 31)Muhammad ibnu Ishaq mengatakan,

ahli kitab Taurat menduga bahwa ketika Qabil telah membunuh saudaranya Habil, Allah Swt. berfirman kepadanya,"Hai Qabil, di manakah saudaramu Habil?" Qabil menjawab, ''Saya tidak mengetahui, saya bukan orang yang ditugaskan

untuk menjaganya." Allah berfirman, "Sesungguhnya darah saudaramu memanggil-manggil-Ku dari bumi sekarang. Kamu orang yang terlaknat di muka bumi yang telah membukakan mulutnya, lalu menelan darah saudaramu yang diakibatkan

dari ulah tanganmu. Maka jika kamu bekerja di lahanmu, bumi tidak mau lagi memberikan tanamannya kepadamu, sehingga kamu menjadi ketakutan dan tersesat mengembara di bumi."Firman Allah Swt.:


{فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ}


Karena itu, jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal. (Al-Maidah: 31)Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Allah meliputinya (Qabil) dengan penyesalan dan kerugian.Demikianlah menurut pendapat mufassirin sehubungan

dengan kisah ini, mereka semua sepakat bahwa para pelakunya adalah kedua anak Adam, seperti yang tersiratkan dari makna lahiriah Al-Qur'an; juga seperti apa yang disebutkan oleh sabda Rasulullah Saw.:


"إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الْأَوَّلِ كِفْل مِنْ دَمِهَا؛ لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ"


melainkan anak Adam yang pertama ikut bertanggung jawab atas pembunuhan itu, karenadialah orang yang mula-mula melakukan pembunuhan.Hal ini jelas dan gamblang.Tetapi Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Yusuf, dari Amr, dari Al-Hasan —yaitu Al-Basri— yang telah mengatakan bahwa kedua orang lelaki yang disebutkan di dalam Al-Qur'an melalui firman-Nya: Ceritakanlah kepada mereka

kisah kedua anak Adam menurut yang sebenarnya. (Al-Maidah: 27); adalah dua orang lelaki dari kalangan Bani Israil. bukan kedua putra Adam yang sesungguhnya, mengingat persembahan kurban hanya dilakukan oleh kalangan Bani Israil.

Dan Nabi Adam adalah manusia yang mula-mula meninggal dunia.Riwayat ini aneh sekali, dan dalam sanadnya masih perlu ada yang dipertimbangkan, karena sesungguhnya Abdur Razzaq telah meriwayat­kan dari Ma'mar, dari Al-Hasan, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"إِنَّ ابْنَيْ آدَمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، ضُربا لِهَذِهِ الْأُمَّةِ مَثَلًا فَخُذُوا بِالْخَيْرِ مِنْهُمَا


Sesungguhnya kedua putra Adam a.s. telah memberikan suatu contoh bagi umat ini, maka ambillah oleh kalian yang terbaik dari keduanya.


وَرَوَاهُ ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ ضَرَبَ لَكُمُ ابْنَيْ آدَمَ مَثَلًا فَخُذُوا مِنْ خَيْرِهِمْ وَدَعُوا الشَّرَّ".


Ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Asim Al-Ahwal, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah telah membuat suatu perumpamaan untuk kalian melalui kedua putra Adam,

maka ambillah oleh kalian contoh yang baik dari mereka dan buanglah oleh kalian contoh yang buruk dari mereka. Hal yang sama telah diriwayatkan secara mursal oleh Bukair Ibnu Abdullah Al Muzanni yang semuanya itu diriwayatkan

oleh Ibnu Jarir.Salim ibnu Abul Ja'd mengatakan bahwa setelah anak Adam membunuh saudaranya, Nabi Adam tinggal selama seratus tahun dalam keadaan sedih, tidak tertawa sama sekali. Kemudian didatangi dan dikatakan kepadanya,

"Semoga Allah menghidupkanmu dan membuat­mu bahagia." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Salamah,

dari Gayyas ibnu Ibrahim, dari Abu Ishaq Al-Hamdani yang telah mengatakan bahwa Ali ibnu Abu Talib pernah berkata, Setelah anak Adam membunuh saudaranya, maka Adam menangisinya, dan mengatakan: 'Negeri-negeri dan semua

penduduknya telah berubah, kini warna bumi menjadi kelabu lagi buruk, semua yang berwarna kini telah layu dan berubah rasanya serta jarang wajah cantik yang berseri. Kemudian Adam dijawab: ‘Hai ayah Habil, kini keduanya telah terbunuh,

dan kehidupan kini menjadi sembelihan kematian, maut datang dengan kejahatannya, padahal dahulunya maut masih dalam keadaan takut, tetapi kini ia datang kepada kehidupan dengan suara lantangnya*Menurut lahiriahnya Qabil

disegerakan azabnya, seperti yang telah disebutkan oleh Mujahid dan Ibnu Jubair: kakinya digantung ke atas sejak hari ia melakukan pembunuhan, dan Allah menjadikan wajahnya menghadap ke arah

matahari serta ikut berputar bersamanya sebagai siksaan dan pembalasan untuknya.Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:


"مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرَ أَنْ يُعَجَّل اللَّهُ عُقُوبَتَهُ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخر لِصَاحِبِهِ فِي الْآخِرَةِ، مِنَ البَغْي وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ"


Tidak ada suatu dosa pun yang lebih layak disegerakan siksaan-nya oleh Allah di dunia berikut siksaan di akhirat yang telah disediakan oleh Allah buat pelakunya selain dari bagyu (pem­bunuhan) dan memutuskan tali silaturahmi.

Sedangkan kedua perbuatan tersebut telah terhimpunkan di dalam perbuatan Qabil. Maka kami hanya dapat mengatakan bahwa sesung­guhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kami semua akan kembali.

Surat Al-Maidah |5:28|

لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ ۖ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ

la`im basatta ilayya yadaka litaqtulanii maaa ana bibaasithiy yadiya ilaika li`aqtulak, inniii akhoofulloha robbal-'aalamiin

"Sungguh, jika engkau (Qabil) menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam."

If you should raise your hand against me to kill me - I shall not raise my hand against you to kill you. Indeed, I fear Allah, Lord of the worlds.

Tafsir
Jalalain

("Sungguh, jika) lam menunjukkan sumpah (kamu mengulurkan) atau menggerakkan (tanganmu kepadaku untuk membunuhku, tidaklah aku akan mengulurkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu.

Sesungguhnya aku takut akan Allah, Tuhan seru sekalian alam.") jika membunuhmu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 28 |

Penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Maidah |5:29|

إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ

inniii uriidu an tabuuu`a bi`iṡmii wa iṡmika fa takuuna min ash-ḥaabin-naar, wa żaalika jazaaa`uzh-zhoolimiin

"Sesungguhnya aku ingin agar engkau kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni neraka, dan itulah balasan bagi orang yang zalim."

Indeed I want you to obtain [thereby] my sin and your sin so you will be among the companions of the Fire. And that is the recompense of wrongdoers."

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali membawa dosaku) maksudnya kembali menghadap kepada Allah dengan membawa dosa membunuhku (dan dosamu sendiri) yakni yang kamu perbuat sebelumnya

(hingga kamu akan menjadi penghuni neraka) sedangkan aku tak ingin memikul dosamu jika membunuhnya sehingga aku menjadi penghuni neraka pula.

Firman Allah swt.: ("Dan demikianlah balasan bagi orang-orang yang aniaya.")

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 29 |

Penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Maidah |5:30|

فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ

fa thowwa'at lahuu nafsuhuu qotla akhiihi fa qotalahuu fa ashbaḥa minal-khoosiriin

Maka, nafsu (Qabil) mendorongnya untuk membunuh saudaranya, kemudian dia pun (benar-benar) membunuhnya, maka jadilah dia termasuk orang yang rugi.

And his soul permitted to him the murder of his brother, so he killed him and became among the losers.

Tafsir
Jalalain

(Tetapi nafsunya menggodanya untuk membunuh saudaranya lalu dibunuhnyalah, maka jadilah dia termasuk di antara orang-orang yang merugi) disebabkan pembunuhan itu.

Mulanya ia tidak tahu apa yang akan diperbuatnya terhadap mayat saudaranya itu karena ia adalah mayat yang pertama dari anak cucu Adam di muka bumi, maka dipikulnyalah di atas punggungnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 30 |

Penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Maidah |5:31|

فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الْأَرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْءَةَ أَخِيهِ ۚ قَالَ يَا وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَٰذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْءَةَ أَخِي ۖ فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ

fa ba'aṡallohu ghuroobay yab-ḥaṡu fil-ardhi liyuriyahuu kaifa yuwaarii sau`ata akhiih, qoola yaa wailataaa a 'ajaztu an akuuna miṡla haażal-ghuroobi fa uwaariya sau`ata akhii, fa ashbaḥa minan-naadimiin

Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak menggali tanah untuk diperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Qabil berkata, "Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Maka, jadilah dia termasuk orang yang menyesal.

Then Allah sent a crow searching in the ground to show him how to hide the disgrace of his brother. He said, "O woe to me! Have I failed to be like this crow and hide the body of my brother?" And he became of the regretful.

Tafsir
Jalalain

(Lalu Allah mengirimkan seekor burung gagak menggali bumi) maksudnya mengorek tanah dengan paruh dan kedua kakinya lalu menimbunkannya di atas bangkai saudaranya seakan-akan menguburkannya

(untuk memperlihatkan kepadanya bagaimana seharusnya dia menutupi) atau menguburkan (mayat saudaranya. Katanya, "Wahai celakanya daku! Mengapa aku tidak mampu)

buat (bertindak seperti burung gagak ini hingga dapat menguburkan mayat saudaraku. Maka jadilah dia di antara orang-orang yang menyesal.") karena telah memikulnya tadi.

Kemudian digalinya liang lalu dikuburkannya mayat saudaranya Habil itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 31 |

Penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Maidah |5:32|

مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

min ajli żaalika katabnaa 'alaa baniii isrooo`iila annahuu mang qotala nafsam bighoiri nafsin au fasaadin fil-ardhi fa ka`annamaa qotalan-naasa jamii'aa, wa man aḥyaahaa fa ka`annamaaa aḥyan-naasa jamii'aa, wa laqod jaaa`at-hum rusulunaa bil-bayyinaati ṡumma inna kaṡiirom min-hum ba'da żaalika fil-ardhi lamusrifuun

Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.

Because of that, We decreed upon the Children of Israel that whoever kills a soul unless for a soul or for corruption [done] in the land - it is as if he had slain mankind entirely. And whoever saves one - it is as if he had saved mankind entirely. And our messengers had certainly come to them with clear proofs. Then indeed many of them, [even] after that, throughout the land, were transgressors.

Tafsir
Jalalain

(Oleh sebab itu) artinya karena perbuatan Qabil itu tadi (Kami tetapkan bagi Bani Israel bahwa sesungguhnya) innahuu disebut dhamir sya`n .

(siapa yang membunuh seorang manusia bukan karena manusia lainnya) yang dibunuhnya (atau) bukan karena (kerusakan) yang diperbuatnya (di muka bumi) berupa kekafiran,

perzinaan atau perampokan dan sebagainya (maka seolah-olah dia telah membunuh manusia kesemuanya. Sebaliknya siapa yang memelihara kehidupannya)

artinya tidak hendak membunuhnya (maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.) Kata Ibnu Abbas, "Ini dilihat dari segi melanggar kesuciannya dan dari segi memelihara serta menjaganya."

(dan sesungguhnya telah datang kepada mereka itu) yakni kepada orang-orang Israel (rasul-rasul Kami membawa keterangan-keterangan yang jelas) maksudnya mukjizat-mukjizat

(kemudian banyak di antara mereka sesudah itu melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi) dengan kekafiran, melakukan pembunuhan dan lain-lain.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 32 |

Tafsir ayat 32-34

Allah Swt. berfirman, "Karena anak Adam pernah membunuh saudara­nya secara aniaya dan permusuhan."


{كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ}


(maka) Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil. (Al-Maidah: 32)Yakni Kami syariatkan kepada mereka dan Kami berlakukan terhadap mereka,


{أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا}


bahwa barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya Dan barang siapa

yang memeliha­ra kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah meme­lihara kehidupan manusia semuanya (Al-Maidah: 32)Yakni barang siapa yang membunuh seorang manusia tanpa sebab —seperti qisas atau membuat kerusakan

di muka bumi, dan ia menghalalkan membunuh jiwa tanpa sebab dan tanpa dosa— maka seakan-akan ia membunuh manusia seluruhnya, karena menurut Allah tidak ada bedanya antara satu jiwa dengan jiwa yang lainnya.

Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, yakni mengharamkan membunuhnya dan meyakini keharaman tersebut, berarti selamatlah seluruh manusia darinya berdasarkan pertimbangan ini. Untuk itulah Allah Swt. berfirman:


{فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا}


maka seolah-olah dia memelihara kehidupan manusia semuanya. (Al-Maidah: 32)Al-A'masy dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang telah menceritakan bahwa pada hari Khalifah Usman dikepung,

Abu Hurairah masuk menemuinya, lalu berkata, "Aku datang untuk menolongmu, dan sesungguhnya situasi sekarang ini benar-benar telah serius, wahai Amirul Mu’minin." Maka Usman ibnu Affan r.a. berkata, "Hai Abu Hurairah,

apakah kamu senang bila kamu membunuh seluruh manusia, sedangkan aku termasuk dari mereka?" Abu Hurairah menjawab, "Tidak." Usman r.a. berkata, "Karena sesungguhnya bila kamu membunuh seseorang lelaki, maka seolah-olah kamu

telah membunuh manusia seluruhnya. Maka pergilah kamu dengan seizinku seraya membawa pahala, bukan dosa." Abu Hurairah melanjutkan kisahnya.”Lalu aku pergi dan tidak ikut berperang."Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan

dari Ibnu Abbas, bahwa hal itu sama dengan makna firman-Nya yang mengatakan: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi,

maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Al-Maidah: 32); Memelihara kehidupan artinya

"tidak membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah membunuhnya", demikianlah pengertian orang yang memeli­hara kehidupan manusia seluruhnya. Dengan kata lain, barang siapa yang mengharamkan membunuh jiwa,

kecuali dengan alasan yang benar, berarti kelestarian hidup manusia terpelihara darinya; demikianlah se­terusnya.Mujahid mengatakan bahwa barang siapa yang memelihara kehidupan jiwa seseorang, yakni menahan diri tidak membunuhnya.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: maka seolah-olah dia telah membunuh manusia seluruhnya. (Al-Maidah: 32); Ibnu Abbas mengatakan bahwa barang siapa yang membunuh jiwa seseorang

yang diharamkan oleh Allah membunuhnya, maka perumpa­maannya sama dengan membunuh seluruh manusia.Said ibnu Jubair telah mengatakan, "Barang siapa yang menghalal­kan darah seorang muslim, maka seakan-akan dia menghalalkan

darah manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang mengharamkan darah se­orang muslim, maka seolah-olah dia mengharamkan darah manusia selu­ruhnya." Ini merupakan suatu pendapat, tetapi pendapat inilah yang terkuat.

Ikrimah dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa barang siapa yang membunuh seorang nabi atau seorang imam yang adil, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang mendukung

sepenuhnya seorang nabi atau seorang imam yang adil, maka seakan-akan dia memelihara kehidupan manusia seluruhnya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.Mujahid menurut riwayat lain yang bersumberkan darinya

mengatakan, "Barang siapa yang membunuh seorang manusia bukan karena telah membunuh seseorang, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Demikian itu karena barang siapa yang membunuh seseorang,

maka baginya neraka, dan perihalnya sama seandainya dia membunuh manusia seluruhnya."Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Al-A'raj, dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: maka seolah-olah dia telah membunuh manusia seluruhnya.

(Al-Maidah: 32); Bahwa barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka Allah menyediakan neraka Jahannam sebagai balasannya, dan Allah murka terhadapnya serta melaknatinya dan menyiapkan baginya azab

yang besar. Dikatakan bahwa seandainya dia membunuh manusia seluruhnya, maka siksaannya tidak melebihi dari siksaan tersebut (karena sudah maksimal).Ibnu Juraij telah meriwayatkan bahwa Mujahid pernah mengatakan sehubungan

dengan firman-Nya: Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Al-Maidah: 32); Bahwa barang siapa yang tidak pernah membunuh seseorang pun,

berarti manusia selamat darinya.Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan, "Barang siapa yang membunuh seorang manusia, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya, yakni diwajibkan atas dirinya

menjalani hukum qisas (pembalasan), tidak ada bedanya antara yang dibunuh adalah seorang manusia ataupun sejumlah orang. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan, yakni pihak wali darah memaafkan si pembunuh,

maka seakan-akan dia memelihara kehidupan manusia seluruhnya." Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh ayahnya (yakni Juraij) menurut Mujahid mengatakan dalam suatu riwayat, "Barang siapa yang memelihara kehidupan,

yakni menyelamatkan (orang lain) dari tengge­lam atau kebakaran atau kebinasaan."Al-Hasan dan Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu

(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. (Al-Maidah: 32); Di dalam makna ayat ini terkandung pengertian bahwa melakukan tindak pidana

pembunuhan merupakan dosa yang sangat besar. Lalu Qatadah mengatakan, "Demi Allah, dosanya amat besar; demi Allah, pembalasannya sangat besar."Ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Salam ibnu Miskin,

dari Sulaiman ibnu Ali Ar-Rab'i yang telah menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Hasan, "Ayat ini bagi kita, hai Abu Sa'id, sama dengan apa yang diberlakukan atas kaum Bani Israil." Al-Hasan menjawab, "Memang benar,

demi Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia, sama seperti yang diberlakukan atas kaum Bani Israil, dan tiadalah Allah menjadikan darah kaum Bani Israil lebih mulia daripada darah kita.Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan

dengan firman-Nya: maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. (Al-Maidah: 32); Yaitu dalam hal dosanya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan_ dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya. (Al-Maidah: 32); Yakni dalam hal pahalanya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَة، حَدَّثَنَا حُيَي بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: جَاءَ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، اجْعَلْنِي عَلَى شَيْءٍ أَعِيشُ بِهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا حَمْزَةُ، نَفْسٌ تُحْيِيهَا أَحَبُّ إِلَيْكَ أَمْ نَفْسٌ تُمِيتُهَا؟ " قَالَ: بَلْ نَفْسٌ أُحْيِيهَا: قَالَ: "عَلَيْكَ بِنَفْسِكَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Huyay ibnu Abdullah, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Amr

yang telah mengatakan bahwa Hamzah ibnu Abdul Muttalib datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya: Wahai Rasulullah, berikanlah kepadaku sesuatu pegangan untuk kehidupanku.” Rasulullah Saw. menjawab, "Hai Hamzah,

jiwa seseorang yang kamu pelihara kehidupannya lebih kamu sukai ataukah jiwa seseorang yang kamu matikan?" Hamzah men­jawab, "Tidak, bahkan jiwa yang aku pelihara kehidupannya.” Rasulullah Saw. bersabda, "Peliharalah dirimu.” Firman Allah Swt.:


{وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ}


Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan membawa keterangan-keterangan yang jelas. (Al-Maidah: 32)Yakni membawa hujah-hujah, bukti-bukti, dan keterangan-keterangan yang jelas lagi gamblang.


{ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الأرْضِ لَمُسْرِفُونَ}


kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi. (Al-Maidah: 32)Ini suatu kecaman terhadap mereka dan sebagai hinaan kepada mereka (kaum Bani Israil)

karena mereka melakukan pelbagai hal yang diharamkan, sesudah mereka mengetahui keharamannya. Seperti yang telah dilakukan oleh Bani Quraizah dan Bani Nadir serta orang-orang Yahudi lainnya, seperti Bani Qainuqa'

yang ada di sekitar Madinah. Dahulu di masa Jahiliah apabila terjadi peperangan, mereka ada yang berpihak kepada kabilah Aus, ada pula yang berpihak kepada kabilah Khazraj. Kemudian apabila perang berhenti,

mereka menebus para tawanan perang dan membayar diat orang-orang yang telah mereka bunuh.Allah Swt. mengecam perbuatan mereka itu dalam surat Al-Baqarah:


{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلا تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ ثُمَّ أَنْتُمْ هَؤُلاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِمْ بِالإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَإِنْ يَأْتُوكُمْ أُسَارَى تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ}


Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kalian (yaitu): kalian tidak akan menumpahkan darah kalian (membunuh orang), dan kalian tidak akan mengusir diri (saudara kalian sebangsa) dari kampung halaman kalian, kemudian kalian berikrar

(akan memenuhinya), sedangkan kalian mempersaksikannya. Kemudian kalian (Bani Israil) membunuh diri (saudara sebangsa) dan mengusir segolongan dari kalian dari kampung halamannya, kalian bantu-membantu terhadap mereka

dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepada kalian se­bagai tawanan, kalian tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagi kalian. Apakah kalian beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat)

dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat. (A1-Baqarah: 84-85)Firman Allah Swt.:


{إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأرْضِ}


Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang me­merangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik (bersilang),

atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). (Al-Maidah: 33), hingga akhir ayatAl-muharabah artinya "berlawanan dan bertentangan". Makna kalimat ini dapat ditunjukkan kepada pengertian "kafir, membegal jalan, dan meneror keamanan

di jalan". Demikian pula membuat kerusakan di muka bumi mempunyai pengertian yang banyak mencakup berbagai aneka kejahatan. Sehingga banyak dari kalangan ulama Salaf —yang antara lain ialah Sa'id ibnul Musayyab— mengatakan

bahwa sesungguhnya menggenggam (menguasai) dirham dan dinar termasuk perbuatan menimbulkan kerusakan di muka bumi. Allah Swt. telah berfirman:


{وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الأرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ}


Dan apabila ia berpaling (dari mukamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang-binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. (Al-Baqarah: 205)

Kemudian sebagian dari mereka (ulama Salaf) ada yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang musyrik. Sama halnya dengan apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Jarir, bahwa telah menceritakan kepada kami

Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Waqid, dari Yazid, dari Ikrimah dan Al-Hasan Al-Basri, keduanya telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. (Al-Maidah: 33) sampai dengan firman-Nya: bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Maidah: 34); diturunkan berkenaan

dengan orang-orang musyrik. Barang siapa dari mereka yang bertobat sebelum kalian sempat menangkapnya, maka tiada jalan bagi kalian untuk menghukumnya. Tetapi ayat ini sama sekali tidak mengecualikan seorang muslim pun dari hukuman

had jika ia melakukan pembunuhan atau mengadakan kerusakan di muka bumi, atau memerangi Allah dan Rasul-Nya, kemudian bergabung dengan orang-orang kafir sebelum kalian sempat menangkapnya. Hal tersebut tidak melindunginya

dari hukuman had apabila dia memang melakukannya. Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkan melalui jalur Ikrimah, dari Ibnu Abbas, yaitu mengenai firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang

yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi. (Al-Maidah: 33); Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang musyrik. Dan siapa pun dari mereka yang telah bertobat sebelum kalian sempat menangkap­nya,

hal tersebut tidak dapat melindunginya dari hukuman had atas per­buatan yang telah dilakukannya.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubung­an dengan firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang

yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi. (Al-Maidah: 33), hingga akhir ayat; Dikatakan bahwa ada segolongan kaum dari kalangan Ahli Kitab yang antara mereka dan Nabi Saw. terdapat perjanjian perdamaian,

lalu mereka melanggar perjanjian itu dan membuat kerusakan di muka bumi. Maka Allah menyuruh Rasul-Nya memilih antara membunuh mereka atau memotong tangan dan kaki mereka secara bersilang jika suka.

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.Syu'bah telah meriwayatkan dari Mansur. dari Hilal ibnu Yusaf. dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari ayahnya yang telah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan golongan Haruriyah,

yaitu firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi. (Al-Maidah: 33); Demikianlah Riwayat menurut Ibnu Ibnu Mardawaih

Tetapi pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa ayat ini mengandung makna umum mencakup orang-orang musyrik dan lain-lainnya yang melakukan perbuatan-perbuatan tersebut. Seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim:


مِنْ حَدِيثِ أَبِي قِلابة -وَاسْمُهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ الجَرْمي الْبَصْرِيُّ-عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَنَّ نَفَرًا مِنْ عُكْل ثَمَانِيَةً، قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فَبَايَعُوهُ عَلَى الْإِسْلَامِ، فَاسْتَوْخَمُوا الْأَرْضَ وسَقَمت أَجْسَامُهُمْ، فَشَكَوْا ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "أَلَّا تَخْرُجُونَ مَعَ رَاعِينَا فِي إِبِلِهِ فَتُصِيبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا؟ " فَقَالُوا: بَلَى. فَخَرَجُوا، فَشَرِبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا، فَصَحُّوا فَقَتَلُوا الرَّاعِيَ وَطَرَدُوا الْإِبِلَ. فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ، فأُدْرِكُوا، فَجِيءَ بِهِمْ، فَأَمَرَ بِهِمْ فَقُطِعَتْ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ، وسُمرت أَعْيُنُهُمْ، ثُمَّ نُبِذُوا فِي الشَّمْسِ حَتَّى مَاتُوا.


melalui hadis Abu Qilabah yang bernama asli Abdullah ibnu Zaid Al-Jurmi Al-Basri, dari Anas ibnu Malik, bahwa ada segolongan kaum dari Bani Ukal yang jumlahnya delapan orang; mereka datang kepada Rasulullah Saw., lalu berbaiat

(berjanji setia) kepadanya untuk membela Islam, lalu mereka membuat kemah di Madinah. Setelah itu mereka terkena suatu penyakit, lalu mengadu kepada Rasulullah Saw. sakit yang mereka alami itu. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda:

Maukah kalian keluar bersama penggembala kami berikut unta ternaknya. lalu kalian berobat dengan meminum air seni dan air susu ternak itu. Mereka menjawab, "Tentu saja kami mau." Lalu mereka keluar

(berangkat menuju tempat penggembalaan ternak), kemudian meminum air seni serta air susu ternak itu. Tetapi setelah mereka sehat, penggembala itu mereka bunuh, sedangkan ternak untanya dilepasbebaskan.

Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah Saw., beliau mengirimkan sejumlah orang untuk mengejar mereka. Akhirnya mereka tertangkap, lalu dihadapkan kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. memerintahkan agar tangan dan kaki mereka dipotong,

matanya ditusuk, kemudian dijemur di panas matahari hingga mati. Demikianlah menurut lafaz Imam Muslim.Menurut suatu lafaz oleh keduanya (Bukhari dan Muslim) disebut­kan dari Ukal atau Arinah, dan menurut lafaz yang lain disebutkan

bahwa mereka dilemparkan di padang pasir, lalu mereka meminta minum, tetapi tidak diberi minum (hingga mati). Menurut suatu lafaz oleh Imam Mus­lim, Nabi Saw. tidak mengobati mereka lagi (melainkan pendarahannya dibiarkan hingga mati).

Sedangkan menurut apa yang ada pada Imam Bukhari disebutkan bahwa Abu Qilabah mengatakan, "Mereka adalah orang-orang yang telah mencuri, membunuh, dan kafir sesudah imannya serta memerangi Allah dan Rasul-Nya."

Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui jalur Hasyim, dari Abdul Aziz ibnu Suhaib dan Humaid, dari Anas, lalu ia mengetengahkan hadis yang semisal. Dalam lafaz riwayat ini disebutkan bahwa mereka terlebih dahulu murtad.

Keduanya (Bukhari dan Muslim) telah mengetengahkannya melalui riwayat Qatadah, dari Anas dengan lafaz yang semisal.Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa mereka dari Ukal dan Arinah.Imam Muslim telah meriwayatkan

melalui jalur Sulaiman At-Taimi, dari Anas yang telah menceritakan bahwa sesungguhnya Nabi Saw. mencongkel mata mereka, karena mereka telah mencongkel mata si penggembala itu.Imam Muslim telah meriwayatkan pula melalui hadis

Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Anas yang telah menceritakan bahwa datang kepada Rasulullah Saw. segolongan orang dari Bani Arinah, lalu mereka masuk Islam dan menyatakan baiatnya kepada Nabi Saw., sedangkan saat itu di Madinah

sedang mewabah sejenis penyakit yang dinamai Al-Mum, yaitu sama dengan penyakit Birsam. Kemudian Imam Muslim menge­tengahkan kisah mereka dan di dalamnya ditambahkan bahwa ternak unta itu digembalakan oleh seorang pemuda

dari kalangan Ansar yang berusia hampir dua puluh tahun, lalu Nabi Saw. melepaskan mereka, kemudian Nabi Saw. mengirimkan pula seorang mata-mata untuk meng­awasi gerak-gerik mereka. Semua yang telah disebutkan di atas

menurut lafaz Imam Muslim.Hammad ibnu Salamah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qatadah dan Sabit Al-Bannani serta Humaid At-Tawil, dari Anas ibnu Malik, bahwa sejumlah orang dari kabilah Arinah datang ke Madinah,

lalu mereka terserang penyakit yang sedang melanda Madinah. Maka Rasulullah Saw. mengirimkan mereka ke tempat penggembalaan ternak unta hasil zakat, dan beliau Saw. memerintahkan kepada mereka untuk meminum air seni

dan air susu ternak unta itu (sebagai obatnya).Lalu mereka melakukannya dan ternyata mereka sehat kembali, tetapi sesudah itu mereka murtad dari Islam dan membunuh si penggem­bala itu, lalu menggiring ternak untanya.

Maka Rasulullah Saw. mengi­rimkan suatu pasukan untuk mengejar mereka. Akhirnya mereka tertangkap dan dihadapkan kepada Rasulullah Saw.,lalu tangan dan kaki mereka dipotong secara bersilang dan mata mereka dicongkel (dibu­takan),

setelah itu tubuh mereka dijemur di padang pasir.Anas r.a. mengatakan, "Sesungguhnya aku melihat seseorang dari mereka menjilat-jilat tanah dengan mulutnya karena kehausan, hingga akhirnya mereka semua mati. Dan turunlah firman-Nya:

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya '(Al-Maidah: 33), hingga akhir ayat"Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai serta Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya pula, dan inilah lafaznya.

Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur yang cukup banyak dari Anas Ibnu Malik, antara lain melalui dua jalur dari Salam ibnus Sahba, dari Sabit, dari Anas ibnu Malik.

Salam mengatakan bahwa ia tidak pernah menyesal karena hadis yang pernah ditanyakan oleh Al-Hajjaj. Al-Hajjaj berkata kepadanya.”Ceritakanlah kepadaku tentang hukuman yang paling keras yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw.

"Lalu ia menjawab,"Pernah datang kepada Rasulullah Saw. suatu kaum dari kabilah Arinah yang tinggal di Bahrain. Lalu mereka mengadu kepada Rasulullah Saw. tentang penyakit yang dirasa­kan oleh perut mereka. Saat itu warna tubuh mereka

telah menguning dan perut mereka kembung. Maka Rasulullah Saw. memerintahkan mereka agar datang ke tempat penggembalaan ternak unta sedekah (zakat) untuk meminum air seni dan air susunya. Setelah kesehatan mereka telah pulih

dan perut mereka telah kempes seperti sediakala, tiba-tiba mereka menyerang si penggembala dan membunuhnya serta membawa lari ternak untanya. Maka Rasulullah Saw. mengirimkan sejumlah pasukan untuk mengejar mereka,

lalu tangan dan kaki mereka dipotong serta mata mereka dibutakan, kemudian dilemparkan di tengah padang pasir hingga mati."Dinyatakan bahwa Al-Hajjaj, apabila naik ke atas mimbarnya acapkali mengatakan, "Sesungguhnya Rasulullah Saw.

pernah memotong tangan dan kaki suatu kaum, kemudian melemparkan tubuh mereka ke padang pasir hingga mati, karena mereka merampok sejumlah ternak unta." Dan tersebutlah bahwa Al-Hajjaj sering berdalilkan hadis ini

terhadap orang-orang.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Walid —yakni Ibnu Mus­lim—, telah menceritakan kepadaku Sa'id, dari Qatadah, dari Anas yang telah menceritakan

bahwa mereka berjumlah empat orang dari kabilah Arinah dan tiga orang dari kabilah Ukal. Ketika mereka telah ditangkap dan dihadapkan ke pengadilan Rasulullah Saw., maka tangan dan kaki mereka dipotong serta mata mereka dibutakan

(dicongkel) tan­pa diobati lagi. lalu mereka dibiarkan memakan batu-batu kerikil di padang pasir. Sehubungan dengan peristiwa ini turunlah firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya.

(Al-Maidah: 33), hingga akhir ayatIbnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Harb Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Abu Mas'ud —yakni Abdur Rahman ibnul Hasan Az-Zujaj—, telah menceritakan

kepada kami Abu Sa'id —yakni Al-Baqqal— dari Anas ibnu Malik yang telah mengatakan bahwa ada segolongan orang dari kabilah Arinah datang kepada Rasulullah Saw. dalam keadaan kepayahan, warna tubuh mereka telah menguning,

dan perut mereka kembung. Maka Rasulullah Saw. memerintahkan kepada mereka agar tinggal di tempat ternak unta digembalakan untuk meminum air seni dan air susunya.Lalu mereka melakukannya hingga warna tubuh mereka kembali

seperti sediakala, perut mereka kempes, dan tubuh mereka segar dan gemuk kembali. Tetapi mereka membunuh penggembala ternak unta itu dan menggiring ternak untanya. Maka Nabi Saw. mengirimkan sejumlah pasukan untuk mengejar mereka.

Akhirnya mereka ter­tangkap, lalu dihadapkan kepada Rasulullah Saw.; sebagian dari mere­ka dihukum mati, sebagian dicongkel matanya, sedangkan sebagian yang lain dipotong tangan dan kakinya. Kemudian turunlah ayat berikut:

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. (Al-Maidah: 33), hingga akhir ayat.Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami

Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, bahwa Abdul Malik ibnu Marwan pernah berkirim surat kepada Anas untuk menanyakan tentang makna ayat ini. Maka Anas membalas suratnya

yang isinya memberitakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan segolongan orang dari kabilah Arinah dan dari Bajilah. Anas mengatakan bahwa mereka murtad dari Islam dan membunuh si penggembala serta menggiring untanya,

membegal di jalanan, dan memperkosa wanita.Abu Ja'far mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb. telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris. dari Sa’id ibnu Abu Hilal,

dari Abuz Zanad, dari Abdullah ibnu Ubaidillah. dari Abdullah ibnu Umar atau Amr — ragu dari pihak Yunus — .dari Rasulullah Saw. mengenai kisah orang-orang Arinah ini dan diturunkan berkenaan dengan mereka ayat muharabah.

Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui jalur Abuz Zanad yang di dalam sanadnya disebutkan dari Ibnu Umar tanpa ragu.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalaf, telah menceritakan

kepada kami Al-Hasan ibnu Hammad, dari Amr ibnu Hasyim, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ibrahim, dari Jarir. Disebutkan bahwa telah datang kepada Rasulullah Saw. suatu kaum dari kabilah Arinah tanpa memakai alas kaki

lagi dalam keadaan sakit. Maka Rasulullah Saw. memerintahkan mereka agar berobat. Setelah mereka sehat kembali dan kuat seperti semula, mere­ka membunuh penggembala unta, lalu kabur dengan membawa ternak untanya dengan tujuan

tempat tinggal kaumnya. Jarir melanjutkan kisahnya.”Maka Rasulullah Saw. mengutusku bersama sejumlah orang dari kaum muslim, hingga kami dapat mengejar mereka, sesudah mereka hampir tiba di tempat tinggal kaumnya.

Kemudian kami hadapkan mereka kepada Rasulullah Saw., lalu tangan dan kaki mereka dipotong secara bersilang, serta mata mereka dicongkel. Mereka minta air karena kehausan, tetapi Rasulullah Saw. menjawabnya dengan kalimat, 'Api,

hingga mereka mati." Jarir melanjutkan kisahnya, "Setelah itu Allah tidak senang akan hukuman mencongkel mata, lalu Dia menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya

(Al-Maidah: 33), hingga akhir ayat."Hadis ini garib, di dalam sanadnya terdapat Ar-Rabzi yang daif. Tetapi di dalam matan hadisnya terkandung keterangan yang lebih, yaitu disebutkannya nama pemimpin dari sariyyah (pasukan) kaum muslim

yang mengejar para pemberontak itu, yaitu Jarir ibnu Abdullah Al-Bajali.Dalam hadis yang lalu dari kitab Sahih Muslim telah disebutkan bahwa sariyyah ini berjumlah dua puluh orang pasukan berkuda, semuanya dari kalangan Ansar.

Adapun mengenai kalimat yang mengatakan bahwa Allah tidak menyukai hukuman mencongkel mata, lalu Allah menurunkan ayat ini, sesungguhnya predikat kalimat ini munkar (tidak dapat diterima), kare­na dalam hadis yang lalu dari Sahih Muslim

telah disebutkan bahwa orang-orang Arinah itu telah mencongkel mata si penggembala, maka apa yang diberlakukan terhadap mereka merupakan hukum qisas.Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ibrahim ibnu Muhammad Al-Aslami,

dari Saleh maula At-Tauamah, dari Abu Hurairah yang te­lah menceritakan bahwa pernah datang sejumlah lelaki dari Bani Fazzarah yang kelihatan kurus sekali, maka Nabi Saw. memerintahkan mereka untuk tinggal di tempat penggembalaan

ternak untanya. Lalu mereka meminum air susu dan air seninya hingga sehat, kemudian mereka pun pergi ke tempat penggembalaannya, setelah itu mereka mencuri ternak unta tersebut. Lalu mereka dikejar dan dihadapkan kepada Nabi Saw.,

maka Nabi Saw. memotong tangan dan kaki mereka, sedangkan mata mereka dicongkel.Abu Hurairah melanjutkan kisahnya, bahwa berkenaan dengan merekalah ayat ini diturunkan, yakni firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap

orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. (Al-Maidah: 33) Nabi Saw. membiarkan hukuman mencongkel mata sesudah itu.Telah diriwayatkan melalui jalur lain, dari Abu Hurairah juga. Untuk itu, Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan

bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ishaq At-Tusturi, telah menceritakan kepada kami Abul Qasim Muhammad ibnul Walid, dari Amr ibnu Muhammad Al-Madini,

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Talhah, dari Musa ibnu Muhammad ibnu Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Salamah ibnul Akwa' yang telah menceritakan bahwa Nabi Saw.

mempunyai seorang budak laki-laki yang dikenal dengan nama Yasar. Nabi Saw. melihatnya mengerjakan salat dengan baik, maka Nabi Saw. memerdekakannya, kemudian mengirimkannya untuk menggembalakan ternak unta milik Nabi Saw.

di Harrah. Sejak saat itu Yasar tinggal di Harrah.Kemudian ada suatu kaum dari Arinah yang menampakkan diri masuk Islam dan mereka datang dalam keadaan sakit lagi lemah, sedangkan perut mereka kembung. Maka Nabi Saw.

mengirim mereka kepada Yasar, lalu mereka minum air susu ternak unta itu hingga perut mereka sembuh. Tetapi sesudah itu mereka menyerang Yasar dan menyembelihnya serta menusuk kedua matanya dengan duri, lalu ternak untanya

mereka bawa kabur. Lalu Nabi Saw. mengirimkan sejum­lah pasukan berkuda untuk mengejar mereka di bawah pimpinan Kurz ibnu Jabir Al-Fihri. Akhirnya mereka dapat mengejarnya, lalu ditang­kap dan dihadapkan kepada Nabi Saw.

Maka Nabi Saw. memotong tangan dan kaki mereka serta menusuk mata mereka. Hadis ini berpredikat garib jiddan.Kisah mengenai orang-orang Arinah ini telah diriwayatkan melalui hadis sahabat Nabi Saw., antara lain Jabir, Aisyah,

dan lain-lainnya. Al-Hafiz Al-Jalil Abu Bakar ibnu Murdawaih telah menyusun jalur-jalur hadis ini melalui berbagai periwayatan yang cukup banyak.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq

yang mengatakan bahwa ayahnya pernah berkata, "Aku pernah mendengar Abu Hamzah bercerita, dari Abdul Karim yang ditanya mengenai masalah air seni unta. Maka Abdul Karim menjawab, 'Telah menceritakan kepadaku

Sa'id ibnu Jubair mengenai kisah muharibin (para pemberontak).' Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa Rasulullah Saw. kedatangan sejumlah orang, lalu mereka berkata, 'Kami berbaiat kepadamu untuk masuk Islam.' Maka mereka menyatakan

baiatnya kepada Nabi Saw., padahal mereka dus­ta, dan bukan Islam yang mereka kehendaki. Kemudian mereka berkata, 'Sesungguhnya kami terserang penyakit di Madinah ini.' Maka Nabi Saw. bersabda: Ternak unta ini datang dan pergi

kepada kalian, maka minumlah dari air seni dan air susunya. Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah seseorang meminta tolong kepada Rasulullah Saw.. lalu berkata, 'Mereka telah membunuh penggembala ternak unta

dan membawa kabur ternak untanya.' Lalu Nabi Saw. mengeluarkan perintahnya dan menyerukan kepada para sahabatnya: Hai pasukan berkuda Allah, berangkatlah! Maka mereka menaiki kudanya masing-masing tanpa menunggu-nunggu

yang lainnya, sedangkan Rasulullah Saw. sendiri mengendarai kudanya di belakang mereka. Pasukan kaum muslim terus mencari dan mengejar mereka hingga mereka memasuki daerah yang aman bagi mereka. Lalu para sahabat Rasulullah Saw.

kembali (ke Madinah) dengan membawa tawanan sebagian dari mereka. Mereka menghadapkan para tawanan itu kepada Rasulullah Saw., lalu turunlah firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang

memerangi Allah dan Rasul-Nya. (Al-Maidah- 33) hingga akhir ayatDan tersebutlah bahwa hukuman pembuangan yang dialami oleh mereka ialah di tempat yang aman bagi mereka, tetapi jauh dari negeri tempat tinggalnya dan jauh dari negeri

tempat tinggal kaum muslim. Nabi Saw. menghukum mati sebagian dari mereka, lalu disalib, dipotong (tangan dan kakinya), dan ditusuk matanya."Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa Rasulullah Saw. tidak pernah melakukan hukuman cincang,

baik sebelum ataupun sesudahnya, melainkan hanya kali itu saja. Nabi Saw. melarang muslah melalui sabdanya, "Janganlah kalian melakukan hukuman cincang." Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa Anas mengucapkan kalimat tersebut,

hanya saja dia mengatakan bahwa Nabi Saw. membakar mereka sesudah mereka mati.Ibnu Jarir mengatakan, sebagian di antara mereka ada yang mengatakan bahwa para pemberontak itu dari Bani Salim, dan sebagiannya dari Arinah serta

sejumlah orang dari Bajilah.Para imam berselisih pendapat mengenai hukum orang-orang Arinah itu, apakah mansukh atau muhkam. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa hukum itu telah di-mansukh oleh ayat ini,

dan mereka menduga bahwa di dalam ayat ini terkandung teguran terhadap Nabi Saw., sama halnya dengan teguran yang terkandung di dalam firman-Nya:


{عَفَا اللَّهُ عَنْكَ لِمَ أَذِنْتَ لَهُمْ}


Semoga Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang)? (At-Taubah: 43)Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa hukum ini di-mansukh oleh larangan Nabi Saw.

yang menyatakan tidak boleh me-muslah (menghukum cincang); tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan, kemudian orang yang mengatakannya dituntut untuk menjelaskan keterbelakangan nasikh yang didakwakannya

itu dari mansukh-nya.Sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa hukum ini ter­jadi sebelum diturunkan hukum-hukum mengenai had. Muhammad Ibnu Sirin mengatakan bahwa pendapat ini perlu dipertimbangkan,

mengingat kisah kejadiannya terbelakang. Di dalam riwayat Jarir ibnu Abdullah mengenai kisah mereka disebutkan hal yang menunjukkan keterbelakangannya, karena Jarir ibnu Abdullah masuk Islam sesudah surat Al-Maidah diturunkan.

Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa Nabi Saw. tidak membutakan mata mereka, melainkan hanya berniat akan melakukan hal tersebut, tetapi keburu diturunkan ayat Al-Qur'an yang menjelas­kan hukum para pemberontak.

Pendapat ini pun masih perlu dipertimbang­kan, karena dalam hadis yang telah muttafaq di atas disebutkan bahwa Nabi Saw. membutakan mata mereka.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, telah menceritakan

kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang telah menceritakan bahwa ia pernah membicarakan dengan Al-Lais ibnu Sa'd mengenai hukuman membutakan mata yang dilakukan oleh Nabi Saw. terhadap mereka dan membiarkan mereka

tanpa mengobatinya hingga mati semua. Maka Al-Lais ibnu Sa'd mengatakan, "Aku pernah mendengar Muhammad ibnu Ajlan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan kepada Rasulullah Saw. sebagai teguran terhadapnya dalam peristiwa itu,

dan mengajarkan kepadanya cara menjatuhkan hu­kum terhadap orang-orang yang semisal dengan mereka, yaitu dihukum mati, dipotong anggota tubuhnya, dan diasingkan. Setelah peristiwa itu Nabi Saw. tidak melakukan hukuman

membutakan mata lagi terhadap yang lainnya."Al-Walid ibnu Muslim mengatakan, "Lalu pendapat ini dikemukakan kepada Abu Amr, yakni Al-Auza'i. Maka Al-Auza'i menyanggah pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan

sebagai teguran kepada Nabi Saw. dan ia mengatakan bahwa bahkan sanksi itu ditetapkan sebagai hukuman terhadap orang-orang tersebut secara khusus, kemu­dian diturunkan ayat ini yang menjelaskan hukuman terhadap orang-orang selain

mereka yang melakukan pemberontakan sesudahnya, dan hukuman membutakan mata dihapuskan."Jumhur ulama telah menyimpulkan dari keumuman makna ayat ini, bahwa hukum muharabah yang dilakukan di kota-kota besar

dan di jalan-jalan penghubung sama saja, karena berdasarkan firman-Nya: Dan membuat kerusakan di muka bumi (Al Maidah : 33)Demikianlah menurut mazhab Imam Malik, Al-Auza'i, Al-Lais ibnu Sa'd, Asy-Syafii. dan Ahmad ibnu Hambal.

Sehingga Imam Malik mengatakan —sehubungan dengan seseorang yang diculik, lalu ditipu dimasukkan ke dalam sebuah rumah, kemudian dibunuh dan semua barangnya dirampok— bahwa hal ini dimasukkan ke dalam kategori muharabah.

Maka darahnya diberikan kepada sultan, bukan kepada wali si terbunuh. Untuk itu, tidak dianggap pemaafan dari pihak wali si terbunuh dalam menggugurkan hukuman mati terhadap pelakunya.Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya

mengatakan bahwa muharabah hanya dilakukan di jalan-jalan yang sepi. Jika dilakukan di dalam kota, maka bukan muharabah, karena si teraniaya dapat meminta tolong kepada orang lain.

Lain halnya jika dilakukan di tengah jalan, jauh dari orang-orang yang dimintai tolong dan dari orang yang mau membantunya.Firman Allah Swt.:


{أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأرْضِ}


hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). (Al-Maidah: 33)Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan

dengan makna ayat ini mengenai hukuman mengangkat senjata terhadap golongan Islam dan melakukan teror di tengah jalan, kemudian dapat ditangkap dan dihadapkan ke pengadilan, maka imam kaum muslim boleh memilih salah satu

di antara hukuman-hukuman berikut, yaitu jika ia suka boleh menghukum mati, menghukum salib, boleh pula menghukum potong tangan dan kaki secara bersilang.Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnul Musayyab, Mujahid,

Ata, Al-Hasan Al-Basri, Ibrahim An-Nakha'i, dan Ad-Dhahhak. Semuanya itu diriwayatkan oleh Abu Ja'far ibnu Jarir. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Malik ibnu Anas.Sandaran pendapat ini berdasarkan analisis nahwu yang menyatakan

bahwa lahiriah au menunjukkan makna takhyir, sama halnya dengan hal-hal lainnya yang semisal di dalam Al-Qur'an, seperti dalam masalah denda berburu, yaitu firman-Nya:


{فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا}


maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seim­bang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kalian sebagai hadya yang dibawa sampai ke Ka'bah, atau (dendanya) membayar kifarat

dengan memberi makan orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu. (Al-Maidah: 95)Juga seperti dalam firman Allah Swt. mengenai kifarat fidyah, yaitu:


{فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ}


Jika ada di antara kalian yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah. yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkurban. (Al-Baqarah: 196)Dan seperti dalam firman-Nya mengenai kifarat sumpah, yaitu:


{إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ}


ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kalian berikan kepada keluarga kalian, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. (Al-Maidah: 89)Semuanya ini menunjukkan

makna takhyir (pilihan), maka demikian pula makna di dalam ayat ini Jumhur ulama mengatakan bahwa ayat ini (Al-Maidah: 33) penerapan hukumnya melihat keadaan-keadaan yang terjadi, seperti yang dikatakan oleh Abu Abdullah Asy-Syafii,

bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abu Yahya, dari Saleh Maula At-Tauamah, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan masalah pembegal jalan apabila membunuh, merampok harta,

maka hukumannya adalah dibunuh dan disalib. Apabila mereka membunuh tanpa merampok harta, maka hukumannya ialah dibunuh tanpa disalib. Apabila mereka hanya merampok harta tanpa membunuh, maka mereka tidak dihukum mati,

melainkan hanya dipotong tangan dan kakinya secara bersilang. Apabila mereka hanya membuat orang-orang takut melewati jalan tanpa merampok, maka hukumannya hanya diasingkan dari negeri tempat tinggalnya.

Ibnu Abu Syaibah telah meriwayatkan dari Abdur Rahim ibnu Sulaiman, dari Hajjaj. dari Atiyyah. dari Ibnu Abbas hal yang semisal: dan telah diriwayatkan hal yang semisal dari Abu Mijlaz, Sa'id ibnu Jubair, Ibrahim An-Nakha’i. Al-Hasan.

Qatadah, As-Saddi, dan Ata Al-Khurrasani.Hal yang sama telah dikatakan pula oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan para imam.Mereka berselisih pendapat, apakah hukuman salib dilakukan dalam keadaan si terpidana

masih hidup, lalu dibiarkan hingga mati tanpa diberi makan dan minum, atau dibunuh dengan tombak dan senjata lainnya; ataukah dibunuh terlebih dahulu, kemudian disalib, sebagai pelajaran dan peringatan buat yang lainnya

dari kalangan orang-orang yang gemar membuat kerusakan di muka bumi (pemberontak). Apakah masa penyalibannya tiga hari, lalu diturunkan; ataukah dibiarkan sampai nanahnya keluar mengalir dari tubuhnya. Sehubungan

dengan masalah ini semuanya masih terdapat perbedaan pendapat, hal ini akan diterang­kan pada bagian tersendiri. Hanya kepada Allah sajalah kami percaya dan hanya kepada-Nyalah kami bertawakal.

Perincian hukuman ini diperkuat dengan adanya sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir di dalam kitab Tafsir-nya, jika sanadnya sahih.


حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ سَهْلٍ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنِ ابْنِ لَهِيعة، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ؛ أَنَّ عَبْدَ الْمَلِكِ بْنَ مَرْوَانَ كَتَبَ إِلَى أَنَسِ [بْنِ مَالِكٍ] يَسْأَلُهُ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ، فَكَتَبَ إِلَيْهِ يُخْبِرُهُ: أَنَّ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ فِي أُولَئِكَ النَّفَرِ العُرَنِيِّين -وهم من بَجِيلة-قال أنس: فارتدوا عَنِ الْإِسْلَامِ، وَقَتَلُوا الرَّاعِيَ، وَاسْتَاقُوا الْإِبِلَ، وَأَخَافُوا السَّبِيلَ، وَأَصَابُوا الْفَرْجَ الْحَرَامَ. قَالَ أَنَسٌ: فَسَأَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِبْرِيلَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، عَنِ الْقَضَاءِ فِيمَنْ حَارَبَ، فَقَالَ: مَنْ سَرَقَ وَأَخَافَ السَّبِيلَ فَاقْطَعْ يَدَهُ بِسَرِقَتِهِ، وَرِجْلَهُ بِإِخَافَتِهِ، وَمَنْ قَتَلَ فَاقْتُلْهُ، وَمَنْ قَتَلَ وَأَخَافَ السَّبِيلَ وَاسْتَحَلَّ الْفَرْجَ الْحَرَامَ، فَاصْلُبْهُ.


Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali Ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Ibnu Lahiah dari Yazid ibnu Abu Habib, bahwa Abdul Malik ibnu Marwan berkirim surat kepada Anas ibnu Malik

menanyakan kepadanya tentang makna ayat ini (Al-Maidah 33). Maka Anas ibnu Malik menjawab suratnya yang di dalamnya disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan segolongan orang dari Bani Arinah,

mereka dari Bajilah. Anas r.a melanjutkan kisahnya, "Lalu mereka murtad dari Islam dan membunuh penggembala ternak unta serta menggiring untanya, kemudian mengadakan teror di tengah jalan dengan membegal (merampok)

dan memperkosa." Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu Rasulullah Saw. bertanya kepada Malaikat Jibril a.s. mengenai hukum orang yang memberontak. Maka Malaikat Jibril menjawab, 'Barang siapa yang mencuri (merampok)

harta dan meneror di jalanan, maka potonglah tangannya karena mencuri, dan potonglah kakinya karena perbuatan terornya. Barang siapa yang membunuh, maka bunuh pulalah dia; dan barang siapa yang membunuh dan melakukan teror serta memperkosa, maka saliblah dia'." Adapun mengenai firman-Nya yang mengatakan:


{أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأرْضِ}


atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). (Al-Maidah: 33)Sebagian dari mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah "pelakunya dikejar hingga tertangkap, lalu dijatuhi hukuman had, atau ia lari dari negeri Islam".

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dari Ibnu Abbas, Anas ibnu Malik, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, Az-Zuhri, Al-Lais ibnu Sa'd, dan Malik ibnu Anas.Sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah

"pelakunya dibuang dari negeri tempat tinggalnya ke negeri lain, atau hubungan muamalah dengannya diputuskan sama sekali oleh sul­tan atau wakilnya, tidak boleh ada seorang pun yang bermuamalah dengannya."Menurut Asy-Sya'bi,

makna yang dimaksud ialah "dipecat dari semua pekerjaannya", seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hubairah.Ata Al-Khurrasani mengatakan, pelakunya dipenjara dari satu penjara ke penjara yang lainnya selama beberapa tahun,

tetapi tidak dikeluarkan dari negeri Islam. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa’id ibnu Jubair, Abusy Sya'sa, Al-Hasan, Az-Zuhri, Ad-Dahhak, dan Muqatil ibnu Hayyan. Disebut­kan bahwa pelakunya diasingkan, tetapi tidak dikeluarkan

dari negeri Islam.Ulama lainnya mengatakan, yang dimaksud dengan pengasingan atau an-nafyu ialah dipenjara. Demikianlah menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya.Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa

yang dimaksud istilah an-nafyu dalam ayat ini ialah diasingkan dari suatu negeri ke negeri lain dan dipenjara di dalamnya.Firman Allah Swt.:


{ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ}


Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (Al-Maidah: 33)Yakni apa yang telah Kusebutkan mengenai dibunuhnya mereka dan disalibnya mereka serta tangan

dan kaki mereka dipotong secara bersilang, serta dibuangnya mereka dari negeri tempat tinggalnya; hal tersebut merupakan kehinaan bagi mereka di mata manusia dalam kehidupan dunia ini, di samping azab besar yang telah disediakan

oleh Allah buat mereka di hari kiamat nanti.Pengertian ini memperkuat pendapat orang yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang musyrik.Mengenai baiat yang ditetapkan kepada pemeluk Islam, disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Ubadah ibnus Samit r.a. yang telah menceritakan,


أَخَذَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا أَخَذَ عَلَى النِّسَاءِ: أَلَّا نُشْرِكَ بِاللَّهِ شَيْئًا: وَلَا نَسْرِقَ، وَلَا نَزْنِي، وَلَا نَقْتُلَ أَوْلَادَنَا وَلَا يَعْضَه بَعْضُنَا بَعْضًا، فَمَنْ وَفَّى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ، وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ، وَمَنْ سَتَرَهُ اللَّهُ فأمْرُه إِلَى اللَّهِ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ


"Rasulullah Saw. telah mengambil janji dari kami sebagaimana beliau telah mengambil janji dari kaum wanita, yaitu kami tidak boleh mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak boleh mencuri, tidak boleh berzina,

tidak boleh membunuh anak-anak kita, dan tidak boleh membenci (memusuhi) sebagian yang lain. Maka barang siapa yang menunaikannya di antara kalian, pahalanya ada pada Allah. Dan barang siapa yang melakukan sesuatu dari larangan

tersebut, lalu ia dihukum, maka hukuman itu merupakan kifarat bagi (dosa)nya. Barang siapa yang ditutupi oleh Allah, maka perkaranya terserah kepada Allah; jika Dia menghendaki mengazabnya, pasti Dia mengazabnya;

dan jika Dia menghendaki memaafkannya, niscaya Dia memaafkannya"Dari Ali r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"مَنْ أَذْنَبَ ذَنْبًا فِي الدُّنْيَا، فَعُوقِبَ بِهِ، فَاللَّهُ أَعْدَلُ مِنْ أَنْ يُثَنِّيَ عُقُوبَتَهُ عَلَى عَبْدِهِ، وَمَنْ أَذْنَبَ ذَنْبًا فِي الدُّنْيَا فَسَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَفَا عَنْهُ، فَاللَّهُ أَكْرَمُ مِنْ أَنْ يَعُودَ فِي شَيْءٍ قَدْ عَفَا عَنْهُ".


Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan dosa di dunia, lalu ia dihukum karenanya, maka Allah Mahaadil untuk menduakalikan hukuman-Nya terhadap hamba-Nya. Dan barang siapa yang melakukan suatu perbuatan dosa di dunia,

lalu Allah menutupinya dan memaafkannya, maka Allah Maha Pemurah untuk menggu­gatnya dalam sesuatu dosa yang telah dimaafkan-Nya.Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah, dan Imam Turmuzi

mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Al-Hafiz Ad-Daruqutni pernah ditanya mengenai hadis ini, maka ia mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan secara marfu' dan mauquf. Selanjutnya ia mengatakan bahwa yang marfu' adalah sahih.

Ibnu Jarir telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia. (Al-Maidah: 33); Yakni keburukan, keaiban, pembalasan, kehinaan, dan hukuman yang disegerakan di dunia

sebelum siksaan di akhirat. dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (Al-Maidah:33); Yakni apabila mereka tidak bertobat dari perbuatannya itu hingga mati, maka di akhirat selain dari pembalasan yang Kutimpakan atasnya di dunia

dan siksaan yang Kutimpakan padanya di dunia, mereka mendapat siksaan yang besar, yakni dimasukkan ke dalam neraka Jahannam. Firman Allah Swt.:


{إِلا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}


kecuali orang-orang yang bertobat (di antara mereka) sebelum kalian dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Maidah: 34)Jika pengertian ayat ini ditujukan kepada

orang-orang musyrik, maka sudah jelas. Jika ditujukan terhadap orang-orang muslim yang memberontak, maka bila mereka bertobat sebelum sempat ditangkap, maka gugurlah dari mereka kepastian hukuman mati, hukuman disalib,

dan hukuman pemotongan kaki. Tetapi apakah hukuman potong tangan ikut gugur pula? Ada dua pendapat di kalangan para ulama mengenainya Makna lahiriah ayat memberikan pengertian gugurnya semua hukuman.Pendapat inilah

yang diberlakukan oleh para sahabat. Seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim. bahwa telah menceritakan ke­pada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi

yang telah mengatakan, "Dahulu Harisah ibnu Badr At-Tamimi dari kalangan penduduk Basrah melaku­kan kerusakan di bumi dan memberontak. Lalu ia meminta perlindungan keamanan kepada beberapa orang Quraisy,

antara lain ialah Al-Hasan ibnu Ali, Ibnu Abbas, dan Abdullah ibnu Ja'far. Kemudian mereka berbicara kepada Khalifah Ali mengenainya, dan ternyata Khalifah Ali tidak mau memberikan jaminan keamanan kepadanya.

Lalu ia datang kepada Sa'id ibnu Qais Al-Hamdani, maka Sa'id meninggalkannya di rumah. Kemudian ia sendiri datang menghadap Khalifah Ali dan berkata kepadanya, 'Wahai Amirul Mu’minin, bagaimanakah pendapatmu

mengenai orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta menimbul­kan kerusakan di muka bumi?' Ali r.a. membacakan Al-Quran sampai kepada firman-Nya: kecuali orang-orang yang tobat (di antara mereka) sebelum kalian

dapat menguasai (menangkap) mereka. (Al-Maidah: 34) Maka Khalifah Ali memberikan jaminan keamanan kepadanya." Sa'id ibnu Qais mengatakan bahwa sesungguhnya dia adalah Harisah ibnu Badr.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui berbagai jalur dari Mujalid dan Asy-Sya'bi dengan lafaz yang sama, dan ditambahkan bahwa Harisah ibnu Badr mengucapkan sebuah syair yang artinya:


أَلَا أبلغَن هَمْدان إمَّا لقيتَها ... عَلى النَّأي لَا يَسْلمْ عَدو يعيبُها ... لَعَمْرُ أبِيها إنَّ هَمْدان تَتَّقِي الْـ ... إلَه ويَقْضي بِالْكِتَابِ خَطيبُها


Mengapa ia tidak sampai kepada Hamdan, mengapa tidak menjumpainya, sekalipun jauh tiada seorang musuh pun yang mencelanya selamat darinya Demi umur ayahnya, sesungguhnya Hamdan bertakwa kepada

Tuhan dan khatibnya memutuskan dengan Al-Kiiab.Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Sufyan As-Sauri, dari As-Saddi, dan dari jalur Asy-'as, keduanya dari Amir Asy-Sya'bi yang telah menceritakan bahwa seorang lelaki

dari Murad datang kepada Abu Musa yang saat itu berada di Kufah dalam masa pemerintahan Khalifah Usman r.a. sesudah salat fardu. Lalu lelaki itu berkata, "Hai Abu Musa, ini adalah kedudukan orang yang meminta perlindungan kepadamu,

aku adalah Fulan bin Fulan Al-Muradi, dan sesungguhnya dahulu aku memerangi Allah dan Rasul-Nya serta berjalan di muka bumi dengan menimbulkan kerusakan. Dan sesungguhnya aku telah bertobat sebelum kalian sempat menangkapku."

Maka Abu Musa menjawab, "Sesungguhnya orang ini adalah Fulan bin Fulan, dan sesungguhnya dahulu ia memerangi Allah dan Rasul-Nya serta berjalan di muka bumi dengan menimbulkan kerusakan. Dan sesungguhnya dia sekarang telah

bertobat sebelum kita sempat menangkapnya. Karena itu, barang siapa yang bersua dengannya, janganlah ia menghalang-halanginya kecuali dengan baik. Jika dia benar-benar bertobat, maka jalan yang dia tempuh adalah benar;

dan jika dia dusta, niscaya dosa-dosanya akan menjerat dirinya sendiri."Kemudian lelaki itu bermukim selama masa yang dikehendaki oleh Allah, tetapi setelah itu ia memberontak, maka Allah menjeratnya karena dosa-dosanya,

akhirnya ia terbunuh.Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang telah mengatakan bahwa Al-Lais mengatakan, "Demikian pula telah menceritakan kepadaku

Musa ibnu Ishaq Al-Madani yang menjadi amir di kalangan kami, bahwa Ali Al-Asadi melakukan pemberontakan dan membegal (merampok) di jalanan serta membunuh dan merampok harta, lalu ia dicari oleh para imam dan kalangan awam.

tetapi ia bertahan dan mereka tidak mampu menangkapnya hingga dia datang sendiri seraya bertobat." Demikian itu terjadi ketika ia mendengar seorang lelaki membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya:


{قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ}


Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun

lagi Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53)Lalu ia berhenti untuk mendengarkannya secara baik-baik, dan berkata, "Hai hamba Allah, ulangilah bacaannya." Maka lelaki yang membaca Al-Qur'an itu mengulangi lagi bacaannya untuk dia.

Setelah itu Al-Asadi menyarungkan pedangnya, dan datang ke Madinah dalam keada­an telah bertobat di waktu sahur. Lalu ia mandi terlebih dahulu dan datang ke masjid Rasul untuk melakukan salat Subuh. Setelah salat ia duduk di dekat

Abu Hurairah yang dikelilingi oleh murid-muridnya.Setelah pagi agak cerah, orang-orang mengenalnya, lalu mereka bangkit hendak menangkapnya, tetapi ia berkata, 'Tiada jalan bagi kalian untuk menghukumku, karena aku datang dalam keadaan

telah bertobat sebelum kalian sempat menangkapku." Maka Abu Hurairah berkata, "Dia benar." Lalu Abu Hurairah menarik tangannya hingga sampai di tempat Marwan ibnul Hakam yang saat itu adalah Amir kota Madinah di masa pemerintahan

Mu'awiyah. Kemudian Abu Hurairah berkata, "Orang ini datang dalam keadaan telah bertobat, tiada jalan bagi kalian untuk menghukumnya, dan tidak boleh dibunuh (dihukum mati)." Berkat penjelasan dari Abu Hurairah itu, ia dibebaskan.

Musa ibnu Ishaq Al-Madani melanjutkan kisahnya, bahwa Ali Al-Asadi berangkat ke medan jihad di jalan Allah di laut setelah bertobat, lalu ia bersua dengan pasukan Romawi, maka ia mendekatkan kapalnya ke salah satu kapal milik mereka.

Kemudian ia maju sendirian ke dalam kapal pasukan Romawi, ia mengamuk mengobrak-abriknya hingga mereka menghindar darinya ke sisi yang lain. Akibatnya kapal menjadi miring sehingga tenggelam dan mati semuanya bersama dengan dia.

Surat Al-Maidah |5:33|

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

innamaa jazaaa`ullażiina yuḥaaribuunalloha wa rosuulahuu wa yas'auna fil-ardhi fasaadan ay yuqottaluuu au yushollabuuu au tuqoththo'a aidiihim wa arjuluhum min khilaafin au yunfau minal-ardh, żaalika lahum khizyun fid-dun-yaa wa lahum fil-aakhiroti 'ażaabun 'azhiim

Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar.

Indeed, the penalty for those who wage war against Allah and His Messenger and strive upon earth [to cause] corruption is none but that they be killed or crucified or that their hands and feet be cut off from opposite sides or that they be exiled from the land. That is for them a disgrace in this world; and for them in the Hereafter is a great punishment,

Tafsir
Jalalain

(Bahwasanya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya) artinya dengan memerangi kaum muslimin (dan membuat kerusakan di muka bumi) dengan menyamun dan merampok.

(ialah dengan membunuh atau menyalib mereka atau tangan dan kaki mereka dipotong secara timbal balik) maksudnya tangan kanan dengan kaki kiri mereka (atau dibuang dari kampung halamannya).

Atau secara bertingkat, maka hukum bunuh itu ialah bagi yang membunuh saja, hukum salib bagi yang membunuh dan merampas harta, hukum potong bagi yang merampas harta tetapi tanpa membunuh ,

sedangkan hukum buang bagi yang mengacau saja. Hal ini dikemukakan oleh Ibnu Abbas dan dianut oleh Syafii. Menurut yang terkuat di antara dua buah pendapat dilaksanakannya,

hukum salib itu ialah tiga hari setelah dihukum bunuh. Tetapi ada pula yang mengatakan tidak lama sebelum dibunuh. Termasuk dalam hukum buang hukuman lain yang sama pengaruhnya dalam memberikan pelajaran

seperti tahanan penjara dan lain-lain. (Demikian itu) maksudnya pembalasan atau hukuman tersebut (merupakan kehinaan bagi mereka) kenistaan (di dunia sedangkan di akhirat mereka beroleh siksa yang besar) yaitu siksa neraka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 33 |

Penjelasan ada di ayat 32

Surat Al-Maidah |5:34|

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ ۖ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

illallażiina taabuu ming qobli an taqdiruu 'alaihim, fa'lamuuu annalloha ghofuurur roḥiim

Kecuali orang-orang yang bertobat sebelum kamu dapat menguasai mereka, maka ketahuilah, bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Except for those who return [repenting] before you apprehend them. And know that Allah is Forgiving and Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Kecuali orang-orang yang tobat) di antara orang-orang yang menyalakan api dan peperangan perampokan tadi (sebelum kamu dapat menguasai mereka, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun)

terhadap mereka atas perbuatan mereka itu (lagi Maha Penyayang) kepada mereka. Dalam ayat ini tidak disebutkan "janganlah mereka kamu jatuhi hukuman"

untuk menunjukkan bahwa dengan bertobat itu yang gugur hanyalah hak Allah dan tidak hak manusia. Demikian yang dapat ditangkap dengan jelas dan saya lihat tidak seorang pun yang menentangnya, wallahu a`lam.

Maka jika seseorang membunuh dan merampas harta, maka ia dihukum bunuh dan dipotong tetapi tidak disalib. Ini merupakan yang terkuat di antara kedua pendapat Syafii.

Mengenai bertobat setelah ia dapat ditangkap, maka tak ada pengaruh dan manfaat apa-apa. Ini juga merupakan yang terkuat di antara kedua pendapat Imam Syafii.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 34 |

Penjelasan ada di ayat 32

Surat Al-Maidah |5:35|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

yaaa ayyuhallażiina aamanuttaqulloha wabtaghuuu ilaihil-wasiilata wa jaahiduu fii sabiilihii la'allakum tufliḥuun

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung.

O you who have believed, fear Allah and seek the means [of nearness] to Him and strive in His cause that you may succeed.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah) artinya takutlah akan siksa-Nya dengan jalan menaati-Nya (dan carilah jalan kepada-Nya) yaitu jalan yang akan mendekatkan dirimu kepada-Nya

dengan jalan taat dan ibadah (dan berjihadlah pada jalan-Nya) maksudnya untuk meninggikan agama-Nya (semoga kamu beruntung atau beroleh keberhasilan).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 35 |

Tafsir ayat 35-37

Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar bertakwa kepada-Nya. Lafaz takwa apabila dibarengi penyebutannya dengan makna yang menunjukkan taat kepada-Nya,

maka makna yang dimaksud ialah mencegah diri dari hal-hal yang diharamkan dan meninggalkan semua larangan. Sesudah itu Allah Swt. berfirman:


{وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ}


dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya. (Al-Maidah: 35)Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Talhah, dari Ata, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-wasilah di sini ialah qurbah atau mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid. Abu Wail, Al-Hasan, Qatadah, Abdullah ibnu Kasir. As-Saddi. dan Ibnu Zaid serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah "dekatkanlah diri kalian

kepada-Nya dengan taat kepada-Nya dan mengerjakan hal-hal yang diridai-Nya".Sehubungan dengan makna al-wasilah ini, Ibnu Zaid membaca­kan firman berikut dengan bacaan:


{أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ}


Mereka, yaitu orang-orang yang kalian seru itu sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka. (Al Isra: 57)Yakni dengan bacaan tad'una, bukan yad'una. Dari ayat ini tersimpul­kan bahwa makna al-wasilah ialah jalan atau sarana.

Pendapat yang telah dikatakan oleh para imam ini tiada seorang pun dari kalangan mufassirin yang memperselisihkannya. Sehubungan dengan pengertian lafaz ini, Ibnu Jarir mengetengahkan ucapan seorang penyair yang mengatakan:


إِذَا غَفَل الواشُون عُدنَا لِوصْلنَا ... وعَاد التَّصَافي بَيْنَنَا والوسَائلُ ...


Apabila orang-orang yang tukang mengadu domba kecapaian, maka kita kembali berhubungan, dan kembalilah kejernihan di antara kita serta semua jalan dan sarana,Al-wasilah ialah sesuatu yang dijadikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan.

Al-wasilah mengandung makna "nama suatu kedudukan yang tertinggi di dalam surga, yaitu kedudukan Rasulullah Saw. dan rumah tinggalnya di dalam surga". Kedudukan ini merupakan bagian dari surga yang paling dekat ke 'Arasy.

Di dalam kitab Sahih Bukhari telah disebutkan melalui jalur Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah, yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:


"مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، إلا حَلَّتْ له الشفاعة يوم القيامة".


Barang siapa ketika mendengar suara azan (yakni sesudahnya) mengucapkan doa berikut, yaitu: "Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini dan (Tuhan) salat yang didirikan, berikanlah (kedudukan) al-wasilah dan keutamaan,

dan tempatkanlah dia pada kedudukan yang terpuji seperti apa yang telah Engkau janjikan kepadanya, " niscaya syafaat akan diperolehnya pada hari kiamat.Hadis lain. Di dalam kitab Sahih Muslim

disebutkan melalui hadis Ka'b ibnu Alqamah, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As, bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda:


"إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ، ثُمَّ صلُّوا عَليّ، فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَليّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِيَ الْوَسِيلَةَ، فَإِنَّهَا منزلة فِي الْجَنَّةِ، لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ، فَمَنْ سَأَلَ لِيَ الْوَسِيلَةَ حَلًّتْ عَلَيْهِ الشَّفَاعَةُ."


Apabila kalian mendengar suara muazin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya, kemudian bacalah salawat untukku, karena sesungguhnya barang siapa yang membaca salawat sekali untukku,

Allah membalas sepuluh kali salawat untuknya. Kemu­dian mohonkanlah al-wasilah untukku, karena sesungguhnya al-wasilah adalah suatu kedudukan di dalam surga yang tidak layak kecuali bagi seseorang hamba Allah saja,

dan aku berha­rap semoga aku adalah hamba yang dimaksud. Dan barang siapa yang memohonkan al-wasilah buatku, niscaya akan mendapat syafaat (dariku).hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ لَيْث، عَنْ كَعْبٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا صَلَّيْتُمْ عَليّ فَسَلُوا لِي الْوَسِيلَةَ". قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الْوَسِيلَةُ؟ قَالَ: "أعْلَى دَرَجَةٍ فِي الْجَنَّةِ، لَا يَنَالُهَا إِلَّا رَجُلٌ وَاحِدٌ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ".


Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-Lais, dari Ka'b, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Apabila kalian memanjatkan

salawat untukku, maka mohonkanlah al-wasilah buatku. Ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah al-wasilah itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Kedudukan yang paling tinggi di surga, tidak ada seseorang pun yang dapat meraihnya kecuali

seorang lelaki, dan aku berharap semoga aku adalah orangnya.Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Bandar, dari Abu Asim, dari Sufyan As-Sauri, dari Lais ibnu Abu Sulaim; dari Ka'b yang mengatakan bahwa Abu Hurairah telah menceritakan

hadis ini kepadaku. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan hadis ini garib, mengingat Ka'b orangnya tidak dikenal; kami belum pernah mengetahui ada seseorang meriwayatkan darinya selain Lais ibnu Abu Sulaim. Hadis yang lain dari Abu Hurairah.


قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْبَاقِي بْنُ قَانِعٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ التِّرْمِذِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا أَبُو شِهَابٍ، عَنْ لَيْثٍ، عَنِ الْمُعَلَّى، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ قَالَ: "صَلُّوا عليَّ صَلَاتَكُمْ، وسَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ". فَسَأَلُوهُ وَأَخْبَرَهُمْ: "أَنَّ الْوَسِيلَةَ دَرَجَةٌ فِي الْجَنَّةِ، لَيْسَ يَنَالُهَا إِلَّا رَجُلٌ وَاحِدٌ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَهُ".


Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi ibnu Qani', telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Nasr At-Turmuzi, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Saleh,

telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab. dari Lais, dari Al-Muala, dari Muhammad ibnu Ka'b, dari Abu Hurairah yang me-rafa'-kannya (sampai kepada Nabi Saw.), disebutkan: Bacalah salawat untukku dalam salat kalian,

dan mohonkanlah kepada Allah al-wasilah untukku. Ketika mereka menanyakan tentang al-wasilah kepadanya, beliau menjawab, "Al-wasilah adalah suatu kedudukan di dalam surga,

yang tidak dapat diraih kecuali hanya oleh seorang saja,"dan beliau berharap semoga diri beliau adalah orang yang dimaksud.Hadis yang lain.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: أَخْبَرْنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيٍّ الْأَبَّارُ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الْحَرَّانِيُّ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "سلوا الله لي الْوَسِيلَةَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَسْأَلْهَا لِي عَبْدٌ فِي الدُّنْيَا إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَهِيدًا -أَوْ: شَفِيعًا-يَوْمَ الْقِيَامَةِ".


Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ali Al-Abar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Abdul Malik Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu A'yan,

dari Ibnu Abu Zi-b, dari Muhammad ibnu Amr ibnu Ata, dari Ibnu Abbas yang telah mengata­kan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Mohonkanlah kepada Allah oleh kalian al-wasilah untukku, karena sesungguhnya tidak sekali-kali

seseorang hamba memohonkannya untukku di dunia ini melainkan aku akan membelanya atau memberikan syafaat untuknya di hari kiamat nanti.Kemudian ImamTabrani mengatakan bahwa tiada yang meriwayat­kannya dari Ibnu Zi-b kecuali

Musa ibnu A'yan. Demikianlah menurut­nya.Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya pula. Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Duhaim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim,

telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Amr ibnu Ata. Lalu Ibnu Murdawaih mengetengahkan hadis yang semisal.Hadis yang lain.


رَوَى ابْنُ مَرْدَوَيْهِ بِإِسْنَادِهِ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيةَ، عَنْ مُوسَى بْنِ وَرْدان: أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "أن الْوَسِيلَةَ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللَّهِ، لَيْسَ فَوْقَهَا دَرَجَةٌ، فسَلُوا اللَّهَ أَنْ يُؤْتِيَنِي الْوَسِيلَةَ عَلَى خَلْقِهِ".


Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan berikut kedua sanadnya, dari Imarah ibnu Gazyah, dari Musa ibnu Wardan; ia pernah mendengar Abu Sa'id Al-Khudri mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya al-wasilah itu

adalah suatu kedudukan di sisi Allah yang di atasnya tiada kedudukan lagi. Maka mohonkanlah kepada Allah, semoga Dia memberiku al-wasilah buat makhluk-Nya.Hadis yang lain.


رَوَى ابْنُ مَرْدَوَيْهِ أَيْضًا مِنْ طَرِيقَيْنِ، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ بَحْرٍ: حَدَّثَنَا شَريك، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَلِيٍّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "فِي الْجَنَّةِ دَرَجَةٌ تُدْعَى الْوَسِيلَةَ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَسَلُوا لِي الْوَسِيلَةَ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ يُسْكَنُ مَعَكَ؟ قَالَ: "عَلِيٌّ وَفَاطِمَةُ وَالْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ".


Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan pula melalui dua jalur dari Abdul Hamid ibnu Bahr, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq, dari Al-Haris, dari Ali, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Di dalam surga terdapat suatu

kedudukan yang disebut al-wasilah. Karena itu, apabila kalian memohon kepada Allah, mohonkanlah al-wasilah untukku. Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah yang akan tinggal bersamamu?" Rasulullah Saw. bersabda:

Ali, Fatimah, Al-Hasan, dan Al-Husain.Hadis ini garib lagi munkar bila dipandang dari segi ini.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan Ad-Dusytuki,

telah menceritakan kepada kami Abu Zuhair, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Tarif, dari Ali ibnul Husain Al-Azdi maula Salim ibnu Sauban yang telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ali ibnu Abu Talib berseru

di atas mimbar Kufah, "Hai manusia, sesungguhnya di dalam surga terdapat dua mutiara, yang satu berwarna putih, dan yang lain berwarna kuning. Adapun mutiara yang kuning, letaknya sampai kepada halaman 'Arasy

(berdekatan dengannya). Dan Maqamul Mahmud (kedudukan yang terpuji) adalah dari mutiara putih terdiri atas tujuh puluh ribu gurfah, setiap rumah luasnya tiga mil berikut semua gurfah, pintu-pintu, dan pelaminannya.

Sedangkan para penduduknya berasal dari satu keturunan. Nama tempat tersebut adalah al-wasilah, diperuntukkan bagi Muhammad Saw. dan ahli baitnya. Dan di dalam mutiara yang kuning juga terdapat al-wasilah, khusus untuk Ibrahim a.s. dan ahli baitnya." Asar ini berpredikat garib sekali.Firman Allah Swt.:


{وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}


Dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kalian mendapat keberuntungan. (Al-Maidah: 35)Setelah Allah memerintahkan mereka agar meninggalkan semua yang diharamkan dan mengerjakan ketaatan, Allah pun memerintahkan mereka

untuk berperang melawan musuh dari kalangan orang-orang kafir dan orang-orang musyrik yang keluar dari jalan yang lurus dan meninggalkan agama yang benar. Lalu Allah memberikan dorongan kepada mereka melalui apa yang telah

Dia sediakan pada hari kiamat buat orang-orang yang mau berjihad di jalan-Nya, yaitu berupa keberuntungan dan kebahagiaan yang besar lagi kekal dan terus-menerus yang tidak akan lenyap, tidak akan berpindah serta tidak akan musnah

di dalam gedung-gedung yang tinggi-tinggi lagi berada di kedudukan yang tinggi. Di dalamnya penuh dengan keamanan indah pemandangannya lagi semerbak dengan wewangian tempat-tempat tinggalnya yang membuat para penghuninya

merasa nikmat, tidak pernah sengsara dan hidup kekal, tidak akan mati; semua pakaiannya tidak akan rusak, dan kemudaannya tidak akan pudar.Selanjutnya Allah Swt. memberitakan tentang apa yang disediakan­Nya buat musuh-musuh-Nya yang kafir, yaitu berupa azab dan pembalasan di hari kiamat nanti. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:


{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}


Sesungguhnya orang-orang yang kafir, sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebusi diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu)

tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih. (Al-Maidah: 36)Dengan kata lain, sekiranya seseorang dari mereka datang pada hari kiamat dengan membawa emas (kekayaan) sepenuh dunia ini dan yang semisalnya

untuk menebus dirinya dengan harta tersebut dari azab Allah yang telah meliputi dirinya dan pasti akan menimpanya, niscaya hal itu tidak diterima darinya, bahkan sudah merupakan suatu kepastian baginya siksa itu dan tiada jalan selamat baginya serta tiada jalan lari dari siksaan Allah Swt. Karena itulah dalam akhir ayat disebutkan:


{وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}


dan mereka beroleh azab yang pedih (Al-Maidah: 36) Yakni siksa yang menyakitkan.


{يُرِيدُونَ أَنْ يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنْهَا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ}


Mereka ingin keluar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar darinya, dan mereka beroleh azab yang kekal. (Al-Maidah: 37)Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:


{كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا} الآية


Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsara­an mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Al-Hajj: 22), hingga akhir ayatMereka terus-menerus berupaya untuk keluar dari siksaan yang mereka alami

itu karena keras dan sangat menyakitkan, tetapi tidak ada jalan bagi mereka untuk itu. Setiap kali luapan api mengangkat mereka, yang membuat mereka berada di atas neraka Jahannam, maka Malaikat Zabaniyah memukuli mereka dengan gada-gada besi, lalu mereka terjatuh lagi ke dasar neraka.


{وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ}


dan mereka beroleh azab yang kekal. (Al-Maidah: 37)Yakni siksaan yang kekal terus-menerus, tiada jalan keluar bagi mereka darinya, dan tiada jalan selamat bagi mereka dari siksaan itu.


قَالَ حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُؤتَى بِالرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، فَيَقُولُ: يَا ابْنَ آدَمَ، كَيْفَ وَجَدْتَ مَضْجَعك؟ فَيَقُولُ: شَرَّ مَضْجَعٍ، فَيَقُولُ: هَلْ تَفْتَدِي بقُراب الْأَرْضِ ذَهَبًا؟ " قَالَ: "فَيَقُولُ: نَعَمْ، يَا رَبُّ! فَيَقُولُ: كَذَبْتَ! قَدْ سَأَلْتُكَ أَقَلَّ مِنْ ذَلِكَ فَلَمْ تَفْعَلْ: فَيُؤْمَرُ بِهِ إِلَى النَّارِ".


Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Sabit, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Seorang lelaki dari kalangan ahli neraka dihadapkan, lalu dikatakan kepadanya, "Hai anak Adam,

bagaimanakah rasanya tempat tinggalmu?” Ia menjawab, "Sangat buruk.” Dikatakan, "Apakah kamu mau menebus dirimu dengan emas sepenuh bumi?” Ia menjawab, "Ya, wahai Tuhanku.” Maka Allah Swt. berfirman, "Kamu dusta,

sesungguhnya Aku pernah meminta kepadamu yang lebih kecil daripada itu, lalu kamu tidak melakukannya" Maka ia diperintahkan untuk dimasukkan ke dalam neraka.Imam Muslim dan ImamNasai meriwayatkannya melalui jalur

Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui jalur Mu'az ibnu Hisyam Ad-Dustuwai, dari ayahnya, dari Qatadah, dari Anas dengan lafaz yang sama.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh keduanya melalui jalur Abu Imran Al-Jauni yang bernama asli Abdul Malik ibnu Habib, dari Anas ibnu Malik dengan lafaz yang sama.Matar Al-Warraq telah meriwayatkannya melalui Anas ibnu Malik, dan Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur Matar Al- Warraq, dari Anas ibnu Malik.


ثُمَّ رَوَاهُ ابْنُ مَردويه، مِنْ طَرِيقِ الْمَسْعُودِيِّ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ صُهَيب الْفَقِيرِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ؛ أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم [قَالَ] "يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ قَوْمٌ فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ" قَالَ: فَقُلْتُ لِجَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: يَقُولُ اللَّهُ: {يُرِيدُونَ أَنْ يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنْهَا} قَالَ: اتْلُ أَوَّلَ الْآيَةِ: {إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ} الْآيَةَ، أَلَّا إِنَّهُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا.


Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Al-Mas'udi, dari Yazid ibnu Suhaib Al-Faqir. dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kelak akan dikeluarkan dari neraka suatu kaum, lalu dimasuk­kan ke dalam surga.

Yazid ibnu Suhaib Al-Faqir mengatakan, aku bertanya kepada Jabir ibnu Abdullah tentang firman Allah Swt.: Mereka ingin keluar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar darinya. (Al-Maidah: 37) Jabir ibnu Abdullah

memerintahkan kepadanya untuk membaca bagian permulaan dari ayat yang sebelumnya, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mem­punyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai

yang sebanyak itu (pula) untuk menebusi diri mereka dengan itu (Al-Maidah: 36), hingga akhir ayat. Jabir ibnu Abdullah mengatakan, yang dimaksud dengan mereka yang tidak dapat keluar dari neraka itu adalah orang-orang kafir.

Imam Ahmad dan Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini melalui jalur lain, dari Yazid Al-Faqir, dari Jabir, tetapi yang ini lebih sederhana konteksnya.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Al-Hasan ibnu Muhammad ibnu Abu Syaibah Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Mubarak ibnu Fudalah, telah menceritakan kepadaku Yazid Al-Faqir yang mengatakan bahwa ia duduk

di majelis Jabir ibnu Abdullah yang sedang mengemukakan hadis. Lalu Jabir ibnu Abdullah menceritakan bahwa ada segolongan manusia yang kelak dikeluarkan dari neraka. Saat itu aku (perawi) memprotes hal tersebut dan marah,

lalu kukatakan, "Aku tidak heran dengan segolongan manusia itu, tetapi aku heran kepada kalian, hai sahabat-sahabat Muhammad. Kalian menduga bahwa Allah mengeluarkan manusia dari neraka, padahal Allah Swt. sendiri telah berfirman:

Mereka ingin keluar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar darinya. (Al-Maidah: 37), hingga akhir ayat. Kemudian murid-muridnya membentakku, sedangkan Jabir ibnu Abdullah sendiri adalah orang yang penyantun (penyabar),

lalu ia berkata, "Biarkanlah laki-laki itu, sesungguhnya hal tersebut hanyalah bagi orang-orang kafir" (yakni bukan untuk orang muslim yang berdosa). Kemudian ia membaca Firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka

mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebusi diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat. (Al-Maidah: 36) Sampai dengan firman-Nya: dan bagi mereka azab yang kekal. (Al-Maidah: 37)

Jabir ibnu Abdullah bertanya, "Tidakkah kamu hafal Al-Qur'an?" Aku (Yazid Al-Faqir) menjawab, "Memang benar, aku telah hafal semuanya." Jabir ibnu Abdullah bertanya, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman: 'Dan pada sebagian malam hari

bersalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji '(Al-Isra: 79). Maka kedudukan itulah yang dapat berbuat demikian, karena sesungguh­nya Allah Swt.

menahan banyak kaum di dalam neraka karena dosa-dosa mereka selama apa yang dikehendaki-Nya. Allah tidak mau berbi­cara kepada mereka; dan apabila Dia hendak mengeluarkan mereka, maka Dia tinggal mengeluarkan mereka.

" Yazid Al-Faqir mengatakan, "Sejak saat itu ia tidak berani lagi mendustakannya."Kemudian Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Da'laj ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hafs As-Sadusi,

telah menceritakan kepada kami Asim ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Al-Fadl, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnul Muhallab, telah menceritakan kepadaku Talq ibnu Habib yang mengatakan bahwa dia pada mulanya

adalah orang yang paling tidak percaya kepada adanya syafaat sebelum ia bersua dengan Jabir ibnu Abdullah, "Ketika aku bersua dengannya, aku membacakan kepadanya semua ayat yang aku hafal mengenai ahli neraka yang disebutkan

oleh Allah bahwa mereka kekal di dalamnya." Maka Jabir ibnu Abdullah menyangkal, "Hai Talq, apakah menurutmu kamu adalah orang yang lebih pandai tentang Kitabullah dan lebih alim tentang sunnah Rasulullah Saw. daripada aku?"

Jabir ibnu Abdullah mengatakan, "Sesungguhnya mengenai orang-orang yang kamu sebutkan dalam ayat-ayat tersebut adalah penghuni tetapnya, yaitu kaum musyrik, tetapi mengenai mereka adalah kaum yang melakukan banyak dosa,

lalu mereka diazab karenanya, kemudian dikeluarkan dari neraka." Kemudian ia menutupi kedua telinganya dengan kedua tangannya dan berkata, "Tulilah aku jika aku tidak pernah mendengar Rasulullah Saw.

bersabda: Mereka dikeluarkan dari neraka sesudah memasukinya. dan kami pun membacanya sebagaimana kamu membacanya.'

Surat Al-Maidah |5:36|

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

innallażiina kafaruu lau anna lahum maa fil-ardhi jamii'aw wa miṡlahuu ma'ahuu liyaftaduu bihii min 'ażaabi yaumil-qiyaamati maa tuqubbila min-hum, wa lahum 'ażaabun aliim

Sesungguhnya orang-orang yang kafir, seandainya mereka memiliki segala apa yang ada di bumi dan ditambah dengan sebanyak itu (lagi) untuk menebus diri mereka dari azab pada hari Kiamat, niscaya semua (tebusan) itu tidak akan diterima dari mereka. Mereka (tetap) mendapat azab yang pedih.

Indeed, those who disbelieve - if they should have all that is in the earth and the like of it with it by which to ransom themselves from the punishment of the Day of Resurrection, it will not be accepted from them, and for them is a painful punishment

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang kafir, sekiranya) terjadilah (bahwa mereka memiliki seluruh yang terdapat di bumi dan sebanyak itu lagi sebagai tambahannya untuk menebus diri mereka dari siksa hari kiamat .

tidaklah akan diterima dari mereka dan bagi mereka azab yang pedih).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 36 |

Penjelasan ada di ayat 35

Surat Al-Maidah |5:37|

يُرِيدُونَ أَنْ يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنْهَا ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ

yuriiduuna ay yakhrujuu minan-naari wa maa hum bikhoorijiina min-haa wa lahum 'ażaabum muqiim

Mereka ingin keluar dari neraka, tetapi tidak akan dapat keluar dari sana. Dan mereka mendapat azab yang kekal.

They will wish to get out of the Fire, but never are they to emerge therefrom, and for them is an enduring punishment.

Tafsir
Jalalain

(Mereka ingin) mengangankan (hendak keluar dari neraka, tetapi tidak mungkin keluar daripadanya dan bagi mereka siksa yang kekal) untuk selama-lamanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 37 |

Penjelasan ada di ayat 35

Surat Al-Maidah |5:38|

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

was-saariqu was-saariqotu faqtho'uuu aidiyahumaa jazaaa`am bimaa kasabaa nakaalam minalloh, wallohu 'aziizun ḥakiim

Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

[As for] the thief, the male and the female, amputate their hands in recompense for what they committed as a deterrent [punishment] from Allah. And Allah is Exalted in Might and Wise.

Tafsir
Jalalain

(Laki-laki yang mencuri dan wanita yang mencuri) al yang terdapat pada keduanya menunjukkannya sebagai isim maushul dan berfungsi sebagai mubtada, mengingat al mirip dengan syarat maka khabarnya diawali dengan fa,

yaitu (maka potonglah tangan mereka) tangan kanan masing-masing mulai dari pergelangan. Dinyatakan oleh sunah bahwa hukum potong itu dilaksanakan jika yang dicuri itu bernilai seperempat dinar atau lebih;

jika perbuatannya itu diulanginya lagi maka yang dipotong kakinya yang kiri dari pergelangan kaki, kemudian tangan kiri lalu kaki kanan dan setelah itu dilakukan hukum takzir (sebagai balasan) manshub sebagai mashdar

(atas apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan) artinya hukuman bagi mereka (dari Allah dan Allah Maha Perkasa) artinya menguasai segala urusan (lagi Maha Bijaksana) terhadap makhluk-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 38 |

Tafsir ayat 38-40

Allah Swt. berfirman, memutuskan dan memerintahkan agar tangan pencuri laki-laki dan pencuri perempuan dipotong. As-Sauri meriwayat­kan dari Jabir ibnu Yazid Al-Ju'fi, dari Amir ibnu Syarahil Asy-Sya'bi. bahwa sahabat Ibnu Mas'ud di masa lalu membaca ayat ini dengan baca­an berikut:


"وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْمَانَهُمَا"


Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan kanan keduanya.Tetapi qiraah ini dinilai syazzah (asing), sekalipun hukumnya menurut semua ulama sesuai dengan makna bacaan tersebut: tetapi bukan karena

atas dalil bacaan itu, karena sesungguhnya dalil (memotong tangan kanan) diambil dari yang lain.Dahulu di masa Jahiliah hukum potong tangan ini berlaku, kemudian disetujui oleh Islam dan ditambahkan kepadanya syarat-syarat lain,

seper­ti yang akan kami sebutkan. Perihalnya sama dengan qisamah, diat, qirad, dan lain-lainnya yang syariat datang dengan menyetujuinya sesuai dengan apa adanya disertai dengan beberapa tambahan demi menyem­purnakan kemaslahatan.

Menurut suatu pendapat, orang yang mula-mula mengadakan hukum potong tangan pada masa Jahiliah adalah kabilah Quraisy. Mereka memotong tangan seorang lelaki yang dikenal dengan nama Duwaik maula Bani Malih ibnu Amr,

dari Khuza'ah, karena mencuri harta perbendaharaan Ka'bah. Menurut pendapat lain, yang mencurinya adalah suatu kaum, kemudian mereka meletakkan hasil curiannya di rumah Duwaik.Sebagian kalangan ulama fiqih

dari mazhab Zahiri mengatakan, "Apabila seseorang mencuri sesuatu, maka tangannya harus dipotong, tanpa memandang apakah yang dicurinya itu sedikit ataupun banyak," karena berdasarkan kepada keumuman makna yang dikandung

oleh firman-Nya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (Al-Maidah: 38)Mereka tidak mempertimbangkan adanya nisab dan tidak pula tempat penyimpanan barang yang dicuri, bahkan mereka

hanya memandang dari delik pencuriannya saja.Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui jalur Abdul Mu-min, dari Najdah Al-Hanafi yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai makna

firman-Nya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (Al-Maidah: 38); Apakah ayat ini mengandung makna khusus atau umum? Ibnu Abbas menjawab, "Ayat ini mengandung makna umum."

Hal ini barangkali merupakan suatu kebetulan dari Ibnu Abbas yang bersesuaian dengan pendapat mereka (mazhab Zahiri), barangkali pula tidak demikian keadaannya; hanya Allah Yang Maha Mengetahui.

Mereka berpegang kepada sebuah hadis yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui sahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"لَعَن اللَّهُ السَّارِقَ، يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ، وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ".


Semoga Allah melaknat pencuri; yang mencuri telur, maka tangannya dipotong; dan mencuri tali, maka tangannya dipotong.Jumhur ulama mempertimbangkan adanya nisab dalam kasus pencurian, sekalipun mengenai kadarnya

masih Diperselisihkan di kalangan mereka.Masing-masing dari mazhab yang empat mempunyai pendapatnya sendiri.Menurut Imam Malik ibnu Anas, nisab hukum potong tangan adalah tiga keping uang perak (dirham) murni. Apabila seseorang

mencuri sesuatu yang nilainya mencapai tiga dirham atau lebih, maka tangannya harus dipotong. Imam Malik mengatakan, pendapatnya ini berdalilkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Nafi', dari Ibnu Umar r.a.:


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطَعَ فِي مِجَن ثَمَنُهُ ثَلَاثَةُ دَرَاهِمَ


Rasulullah Saw. melakukan hukum potong tangan dalam kasus pencurian sebuah tameng yang harganya tiga dirham.Hadis diketengahkan oleh Syaikhain di dalam kitab Sahihain. Imam Malik mengatakan bahwa Khalifah Usman r.a.

pernah menjatuhkan hukum potong tangan terhadap kasus pencurian buah utrujjah (jeruk bali) yang harganya ditaksir tiga dirham. Asar ini —menurut Imam Malik-— merupakan asar yang paling disukainya mengenai hal tersebut.

Asar ini bersumberkan dari Khalifah Usman r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Malik, dari Abdullah ibnu Abu Bakar, dari ayahnya, dari Amrah binti Abdur Rahman, bahwa di masa pemerintahan Khalifah Usman pernah ada seseorang

mencuri buah utrujjah (jeruk bali). Maka Khalifah Usman memerintahkan agar barang yang dicuri itu ditaksir harganya. Ketika dilakukan penaksiran, ternyata harganya mencapai tiga dirham menurut harga lama, sedangkan menurut harga

sekarang sama dengan dua belas dirham. Maka Khalifah Usman memotong tangan pelakunya.Para pendukung Imam Malik mengatakan bahwa keputusan yang semisal telah terkenal dan tiada yang memprotesnya, permasalahannya

sama dengan ijma' sukuti.Di dalam asar ini terkandung dalil yang menunjukkan adanya hukum potong tangan terhadap kasus pencurian buah, hal ini berbeda dengan pendapat kalangan mazhab Hanafi. Dan berdasarkan pertimbangan tiga dirham,

berbeda pula dengan mereka (mazhab Hanafi), karena mereka menetapkan bahwa nisab-nya harus mencapai sepuluh dirham. Sedang­kan menurut pertimbangan mazhab Syafii, jumlah yang harus dicapai adalah seperempat dinar.

Imam Syafii mengatakan bahwa hal yang dijadikan standar dalam menjatuhkan sanksi hukum potong tangan atas pencuri adalah seperempat dinar, atau uang atau barang yang seharga seperempat dinar hingga lebih.

Dalil yang dijadikan pegangan dalam hal ini ialah sebuah hadis yang diketengahkan oleh Syaikhan, yaitu Imam Bukhari dan Imam Mus­lim, melalui Az-Zuhri, dari Amrah, dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ فِي رُبْعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا"


Tangan pencuri dipotong karena mencuri seperempat dinar (atau sesuatu yang senilai dengannya atau yang berupa barang yang senilai dengannya) hingga selebihnya.Menurut riwayat Imam Muslim melalui jalur

Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm, dari Amrah, dari Aisyah r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"لَا تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلَّا فِي رُبْعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا"


Tangan pencuri tidaklah dipotong kecuali karena mencuri seperempat dinar hingga lebih.Teman-teman kami mengatakan bahwa hadis ini merupakan penyelesai­an dalam masalah yang bersangkutan, dan merupakan nas yang menyata­kan

seperempat dinar sebagai nisab-nya, bukan selainnya.Mereka mengatakan, hadis yang menyebutkan perihal harga sebuah tameng —yang menurut taksiran seharga tiga dirham— pada kenyataannya tidak bertentangan dengan hadis ini,

mengingat saat kejadiannya nilai satu dinar sama dengan dua belas dirham. Jika dikatakan tiga dirham, berarti sama dengan seperempat dinar. Dengan demikian, berarti keduanya dapat digabungkan melalui analisis ini.

Pendapat ini telah diriwayatkan dari Umar ibnul Khattab, Usman ibnu Affan dan Ali ibnu Abi Thalib. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Umar ibnu Abdul Aziz, Al-Lais ibnu Sa'd, Al-Auza'i, Imam Syafii dan semua muridnya,

Ishaq ibnu Rahawaih menurut suatu riwayat darinya, dan Daud ibnu Ali Az-Zahiri.Imam Ahmad ibnu Hambal berpendapat, begitu pula Ishaq ibnu Rahawaih dalam suatu riwayat yang bersumberkan darinya, bahwa masing-masing

dari kedua pendapat yang mengatakan seperempat dinar dan tiga dirham mempunyai dalil syar'i-nya.. Maka barang siapa yang mencuri seharga salah satu dari keduanya atau yang senilai dengannya, dikenai hukum potong tangan,

karena berdasarkan hadis Ibnu Umar dan hadis Aisyah r.a. Menurut suatu lafaz dari Imam Ahmad yang bersumberkan dari Siti Aisyah, Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"اقْطَعُوا فِي رُبْعِ دِينَارٍ، وَلَا تَقْطَعُوا فِيمَا هُوَ أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ"


Lakukanlah hukum potong tangan karena seperempat dinar, dan jangan kalian lakukan hukum potong tangan karena (mencuri) sesuatu yang lebih rendah dari itu.Dahulu nilai seperempat dinar adalah tiga dirham, karena satu dinar sama dengan dua belas dirham. Menurut lafaz Imam Nasai disebutkan seperti berikut:


لَا تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ فِيمَا دُونَ ثَمَنِ الْمِجَنِّ. قِيلَ لِعَائِشَةَ: مَا ثَمَنُ المجَن؟ قَالَتْ: رُبْعُ دِينَارٍ.


Tangan pencuri tidak boleh dipotong karena mencuri sesuatu yang harganya lebih rendah daripada harga sebuah tameng. Ketika ditanyakan kepada Siti Aisyah r.a. tentang harga sebuah tameng di masa lalu, ia menjawab, "Seperempat dinar."

Semua dalil yang disebutkan di atas merupakan nas-nas yang menunjukkan tidak adanya syarat sepuluh dirham (bagi hukuman potong tangan untuk pencuri).Adapun Imam Abu Hanifah dan semua muridnya —yaitu Abu Yusuf,

Muhammad serta Zufar— , demikian pula Sufyan As-Sauri, sesungguhnya mereka berpendapat bahwa nisab kasus pencurian adalah sepuluh dirham mata uang asli, bukan mata uang palsu. Mereka mengatakan demikian dengan berdalilkan

bahwa harga sebuah tameng ketika tangan seorang pencuri dipotong karena mencurinya di masa Rasulullah Saw. adalah sepuluh dirham.Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair dan Abdul A'la,

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Ayyub ibnu Musa, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa harga sebuah tameng di masa Rasulullah Saw. adalah sepuluh dirham.Kemudian Ia mengatakan:


حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: لا تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ فِي دُونِ ثَمَنِ المِجَن". وَكَانَ ثَمَنُ الْمِجَنِّ عَشَرَةَ دَرَاهِمَ.


telah mence­ritakan kepada kami Abdul A'la, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tangan pencuri tidak boleh dipotong karena mencuri

senilai lebih rendah daripada harga sebuah tameng. Dahulu harga sebuah tameng (perisai) adalah sepuluh dirham.Mereka mengatakan bahwa Ibnu Abbas dan Abdullah ibnu Amr berbeda pendapat dengan Ibnu Umar

tentang masalah harga perisai. Maka untuk tindakan preventifnya ialah mengambil pendapat mayoritas, karena masalah-masalah yang menyangkut hukuman had harus ditolak dengan hal-hal yang syubhat.Sebagian ulama Salaf

ada yang berpendapat bahwa tangan seorang pencuri dipotong karena mencuri sepuluh dirham atau satu dinar atau sesuatu yang harganya senilai dengan salah satu dari keduanya. Hal ini diriwayatkan dari Ali, Ibnu Mas'ud,

Ibrahim An-Nakha'i, dan Abu Ja'far Al-Baqir.Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa tangan pencuri tidak boleh dipotong kecuali karena mencuri lima dinar atau lima puluh dirham. Pendapat ini dinukil dari Sa'id ibnu Jubair.

Sedangkan jumhur ulama membantah pegangan dalil mazhab Zahiri yang bersandarkan kepada hadis Abu Hurairah r.a. yang mengatakan:


"يَسْرقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ، وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ"


Dia mencuri sebuah telur, maka tangannya dipotong; dan dia mencuri seutas tali maka tangannya dipotong.melalui jawaban-jawaban berikut, yaitu:Pertama hadis tersebut telah di-mansukh oleh hadis Siti Aisyah. Tetapi sanggahan ini masih perlu

dipertimbangkan, mengingat tarikh penanggalannya harus dijelaskan.Kedua, makna lafaz al-baidah dapat diinterpretasikan dengan pengertian 'topi besi", sedangkan tali yang dimaksud ialah tali perahu. Demikianlah menurut alasan

yang dikemukakan oleh Al-A'masy melalui riwayat Imam Bukhari dan lain-lainnya, dari Al-A'masy.Ketiga, bahwa hal ini merupakan sarana yang menunjukkan pengertian bertahap dalam menangani kasus pencurian, yaitu dimulai dari sedikit

sampai jumlah yang banyak, yang mengakibatkan pelakunya dikenai hukum potong tangan karena mencuri dalam jumlah sebanyak itu.Dapat diinterpretasikan pula bahwa apa yang disebutkan di dalam hadis merupakan suatu berita tentang

keadaan yang pernah terjadi di masa Jahiliah. Mengingat mereka menjatuhkan hukum potong tangan dalam kasus pencurian, baik sedikit maupun banyak, maka si pencuri melaknatnya karena dia menyerahkan tangannya yang mahal hanya

karena sesuatu yang tidak berarti.Mereka telah meriwayatkan bahwa Abul Ala Al-Ma'arri ketika tiba di Bagdad dikenal telah mengemukakan suatu hal yang sulit menurutnya kepada ulama fiqih, karena mereka menetapkan nisab pencurian

seperempat dinar. Lalu ia menyusun sebuah syair mengenai hal tersebut yang pada intinya menunjukkan kebodohannya sendiri dan keminiman pengetahuannya tentang agama. Dia mengatakan:


يَدٌ بِخَمْسِ مِئِينَ عَسْجَدٍ وديَتُ مَا بِالُهَا قُطعَتْ فِي رُبْع دِينَارِ ... تَناقض مَا لَنَا إِلَّا السُّكُوتُ لَهُ ... وَأَنْ نَعُوذ بمَوْلانا مِنَ النارِ


Diat (potong) tangan adalah lima ratus kali dua keping emas, tetapi mengapa tangan dipotong karena mencuri seperempat dinar? Ini suatu kontradiksi, tiada lain bagi kami kecuali diam terhadapnya dan memohon perlindungan kepada

Tuhan kami dari siksa neraka.Ketika Abul Ala mengucapkan syairnya itu dan syairnya dikenal orang, maka para ulama fiqih mencari-carinya, akhirnya dia melarikan diri dari kejaran mereka.Kemudian orang-orang menjawab ucapan tersebut.

Jawaban yang dikemukakan oleh Al-Qadi Abdul Wahhab Al-Maliki yaitu "manakala tangan dapat dipercaya, maka harganya mahal; dan manakala tangan berkhianat, maka harganya menjadi murah".Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa

di dalam hukum tersebut (potong tangan) terkandung hikmah yang sempurna, maslahat, dan rahasia syariat yang besar. Karena sesungguhnya di dalam Bab 'Tindak Pidana (Pelukaan)" sangatlah sesuai bila harga sebuah tangan dibesarkan

hingga lima ratus dinar, dengan maksud agar terjaga keselamatannya, tidak ada yang berani melukainya. Sedangkan dalam Bab "Pencurian" sangatlah sesuai bila nisab yang diwajibkan hukum potong tangan adalah seperempat dinar,

dengan maksud agar orang-orang tidak berani melakukan tindak pidana pencurian. Hal ini merupakan suatu hikmah yang sesungguhnya menurut pandangan orang-orang yang berakal. Karena itulah Allah Swt berfirman:


{جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ}


(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Maidah: 38)Yakni sebagai pembalasan atas perbuatan jahat yang dilakukan oleh kedua tangannya

yang berani mengambil harta orang lain secara tidak sah. Maka sangatlah sesuai bila kedua tangan yang dipakai sebagai sarana untuk tindak pidana pencurian itu dipotong.


{نَكَالا مِنَ اللَّهِ}


sebagai siksaan dari Allah. (Al-Maidah: 38)Yaitu sebagai balasan dari Allah terhadap keduanya karena berani melakukan tindak pencurian.


{وَاللَّهُ عَزِيزٌ}


Dan Allah Mahaperkasa. (Al-Maidah: 38)Yakni dalam pembalasan-Nya.


{حِكِيمٌ}


lagi Mahabijaksana. (Al-Maidah: 38)Yaitu dalam perintah dan larangan-Nya, serta dalam syariat dan takdir­Nya.Kemudian Allah Swt. berfirman:


{فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}


Maka barang siapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguh­nya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengam­pun lagi Maha Penyayang. (Al-Maidah: 39)

Yakni barang siapa sesudah melakukan tindak pidana pencurian, lalu bertobat dan kembali kepada jalan Allah, sesungguhnya Allah menerima tobatnya, menyangkut dosa antara dia dan Allah. Adapun mengenai harta orang lain yang telah dicurinya,

maka dia harus mengembali­kannya kepada pemiliknya atau menggantinya (bila telah rusak atau terpakai). Demikianlah menurut takwil yang dikemukakan oleh jumhur ulama.Imam Abu Hanifah mengatakan, "'Manakala pelaku pencurian

telah menjalani hukum potong tangan, sedangkan barang yang dicurinya telah rusak di tangannya, maka dia tidak dibebani mengembalikan gantinya."Al-Hafiz Abul Hasan Ad-Daraqutni telah meriwayatkan sebuah hadis melalui Abu Hurairah:


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِسَارِقٍ قَدْ سَرَقَ شَمْلَةً فَقَالَ: "مَا إخَاله سَرَقَ"! فَقَالَ السَّارِقُ: بَلَى يَا رسول الله. قال: "اذهبوا به فَاقْطَعُوهُ، ثُمَّ احْسِمُوهُ، ثُمَّ ائْتُونِي بِهِ". فَقُطِعَ فَأُتِيَ بِهِ، فَقَالَ: "تُبْ إِلَى اللَّهِ". فَقَالَ: تُبْتُ إِلَى اللَّهِ. فَقَالَ: "تَابَ اللَّهُ عَلَيْكَ".


bahwa didatangkan kepada Rasulullah Saw. seorang yang telah mencuri sebuah kain selimut. Maka Rasulullah Saw. bersabda: "Aku tidak menyangka dia mencuri." Si pencuri menjawab, "Memang benar, saya telah mencuri, wahai Rasulullah.

”Nabi Saw. bersabda, "Bawalah dia dan potonglah tangannya, kemudian obatilah dan hadapkanlah dia kepadaku.” Setelah tangannya dipotong, lalu ia dihadapkan lagi kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda, "Bertobatlah kamu kepada Allah!"

Si pencuri menjawab, "Aku telah bertobat kepada Allah.”Nabi Saw. bersabda, "Allah menerima tobatmu."Hadis ini telah diriwayatkan melalui jalur lain secara mursal. Hadis yang berpredikat mursal dinilai kuat oleh Ali ibnul Madini dan Ibnu Khuzaimah.


رَوَى ابْنُ مَاجَهْ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ لَهِيعَة، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ ثَعْلَبَةَ الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ عَمْرو بْنَ سَمُرة بْنِ حَبِيبِ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي سَرَقْتُ جَمَلًا لِبَنِي فُلَانٍ فَطَهِّرْنِي! فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: إِنَّا افْتَقَدْنَا جَمَلًا لَنَا. فَأَمَرَ بِهِ فَقُطِعَتْ يَدُهُ. قَالَ ثَعْلَبَةُ: أَنَا أَنْظُرُ إِلَيْهِ حِينَ وَقَعَتْ يَدُهُ وَهُوَ يَقُولُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي طَهَّرَنِي مِنْكِ، أَرَدْتِ أَنْ تُدْخِلِي جَسَدِي النَّارَ.


Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui hadis Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Abdur Rahman ibnu Sa'labah Al-Ansari, dari ayahnya, bahwa Umar ibnu Samurah ibnu Habib ibnu Abdu Syams datang kepada Nabi Saw.,

lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguh­nya aku telah mencuri seekor unta milik Bani Fulan, maka bersihkanlah diriku." Lalu Nabi Saw. mengirimkan utusan kepada mereka (Bani Fulan), dan ternyata mereka berkata, "Sesungguhnya kami

kehilangan seekor unta milik kami." Maka Nabi Saw. memerintahkan agar dilakukan hukum potong tangan terhadap Umar ibnu Samurah. Lalu tangan Umar ibnu Samurah dipotong, sedangkan Umar ibnu Samurah berkata

(kepada tangannya): Segala puji bagi Allah Yang telah membersihkan diriku darimu, kamu hendak memasukkan tubuhku ke dalam neraka.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَة، عَنْ حُيَي بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: سَرَقَتِ امْرَأَةٌ حُليًّا، فَجَاءَ الَّذِينَ سَرَقَتْهُمْ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، سَرَقَتْنَا هَذِهِ الْمَرْأَةُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اقْطَعُوا يَدَهَا الْيُمْنَى". فَقَالَتِ الْمَرْأَةُ: هَلْ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنْتِ الْيَوْمَ مِنْ خَطِيئَتِكِ كَيَوْمِ وَلَدَتْكِ أُمُّكِ"! قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Huyay ibnu Abdullah ibnu Abu Abdur Rahman Al-Habli,

dari Abdullah ibnu Amr yang telah menceritakan bahwa seorang wanita mencuri sebuah perhiasan, lalu orang-orang yang kecurian olehnya datang menghadap Rasulullah Saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, wanita ini telah mencuri milik kami.

" Maka Rasulullah Saw bersabda : Potonglah tangan kanannya (Setelah menjalani hukum potong tangan) wanita itu bertanya, "Apakah masih ada jalan untuk bertobat?" Rasulullah Saw. bersabda: Engkau sekarang (terbebas) dari dosamu

sebagaimana keadaan­mu di hari ketika kamu dilahirkan oleh ibumu. Abdullah ibnu Amr melanjutkan kisahnya, "Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka barang siapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu

dan memperbaiki diri. maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'(Al-Maidah: 39)."Imam Ahmad telah meriwayatkan hal yang lebih sederhana dari itu. Ia mengatakan:


حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهيعة، حَدَّثَنِي حُيَي بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو؛ أَنَّ امْرَأَةً سَرَقَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَ بِهَا الَّذِينَ سَرَقَتْهُمْ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ هَذِهِ الْمَرْأَةَ سَرَقَتْنَا! قَالَ قَوْمُهَا: فَنَحْنُ نَفْدِيهَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ: "اقْطَعُوا يَدَهَا" فَقَالُوا: نَحْنُ نَفْدِيهَا بِخَمْسِمِائَةِ دِينَارٍ. قَالَ: "اقْطَعُوا يَدَهَا". قَالَ: فَقُطِعَتْ يَدُهَا الْيُمْنَى. فَقَالَتِ الْمَرْأَةُ: هَلْ لِي مِنْ تَوْبَةٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، أَنْتِ الْيَوْمَ مِنْ خَطِيئَتِكِ كَيَوْمِ وَلَدَتْكِ أُمُّكِ". فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِي سُورَةِ الْمَائِدَةِ: {فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}


telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Huyay ibnu Abdullah, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa seorang wanita pernah melakukan

pencurian di masa Rasulullah Saw. Lalu orang-orang yang kecurian olehnya membawanya datang menghadap Rasulullah Saw. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya wanita ini telah mencuri barang kami." Lalu kaumnya berkata,

"Taksirlah kerugian yang diakibatkannya, kami bersedia menebusnya." Rasulullah Saw. bersabda: Potonglah tangannya! Mereka (kaumnya) berkata, "Kami bersedia menebusnya dengan yang sebanyak lima ratus dinar." Tetapi Rasulullah Saw.

bersabda: Potonglah tangannya! Maka tangan kanan wanita itu dipotong. Lalu wanita itu berkata, "Wahai Rasulullah, apakah masih ada tobat bagiku?" Rasulullah Saw. bersabda: Ya, pada hari ini engkau terbebas dari dosamu sebagaimana

keadaanmu ketika dilahirkan oleh ibumu. Maka Allah menurunkan firman-Nya di dalam surat Al-Maidah, yaitu: Maka barang siapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesu­dah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,

maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Maidah: 39).Wanita yang disebutkan di dalam hadis ini berasal dari Bani Makhzum,

hadis yang menceritakan perihal dia disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah. Disebutkan bahwa orang-orang Quraisy merasa kesusahan dalam menangani kasus pencurian

yang dilakukan oleh seorang wanita (dari kalangan mereka) pada masa Nabi Saw., tepatnya di masa perang kemenangan atas kota Mekah.


فَقَالُوا: مَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالُوا: وَمَنْ يَجْتَرِئ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَأَتَى بِهَا رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَلَّمَهُ فِيهَا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، فَتَلَوَّنَ وجهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ؟ " فَقَالَ لَهُ أُسَامَةُ: اسْتَغْفِرْ لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَلَمَّا كَانَ العَشي قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاخْتَطَبَ، فَأَثْنَى عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ، ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضعيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَإِنِّي وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لقطعتُ يَدَهَا". ثُمَّ أَمَرَ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقُطِعَتْ يَدُهَا. قَالَتْ عَائِشَةُ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا] فحَسنَتْ تَوْبَتُهَا بَعْدُ، وَتَزَوَّجَتْ، وَكَانَتْ تَأْتِي بَعْدَ ذَلِكَ فَأَرْفَعُ حَاجَتَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.


Mereka berkata, "Siapakah yang berani meminta grasi kepada Rasulullah Saw. untuknya?" Mereka menjawab, 'Tiada yang berani meminta grasi kepada Rasulullah Saw. kecuali Usamah ibnu Zaid, orang kesayangan Rasulullah Saw.

" Kemudian wanita itu dihadapkan kepada Rasulullah Saw., lalu Usamah berbicara kepada Rasulullah Saw., meminta grasi untuk wanita itu. Maka Wajah rasulullah berbubah memerah. Lalu bersabda : Apakah kamu berani meminta grasi

menyangkut suatu hukuman had yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. ? Maka Usamah ibnu Zaid berkata kepadanya, "Wahai Rasulullah, mohonkanlah ampun kepada Allah untukku." Kemudian pada sore harinya Rasulullah Saw.

berdiri dan berkhot­bah. Pada mulanya beliau membuka khotbahnya dengan pujian kepada Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya, kemudian bersabda: Amma Ba'du. Sesungguhnya telah binasa orang-orang (umat-umat) sebelum kalian

hanyalah karena bilamana ada seseorang yang terhormat dari kalangan mereka mencuri, maka mereka membiarkannya. Dan bilamana ada seorang yang lemah (orang kecil) dari kalangan mereka mencuri, maka mereka menegakkan

hukuman had terhadapnya. Dan sesungguhnya aku sekarang, demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­nya, seandainya Fatimah binti Muhammad (yakni putrinya) mencuri, niscaya aku potong tangannya.

Kemudian wanita yang telah mencuri itu diperintahkan untuk dijatuhi hukuman, lalu tangannya dipotong. Siti Aisyah mengatakan bahwa sesudah itu wanita tersebut melakukan tobatnya dengan baik dan menikah;

lalu dia datang dan melaporkan mengenai kemiskinan yang dialaminya kepada Rasulullah Saw. Demikian menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim.Menurut lafaz lain yang juga ada pada Imam Muslim, dari Siti Aisyah,

disebutkan bahwa Siti Aisyah mengatakan, "Pada mulanya wanita dari kalangan Bani Makhzum itu meminjam sebuah barang, lalu dia mengingkarinya, maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar tangannya dipotong."

Ibnu Umar menceritakan, bahwa dahulu ada seorang wanita dari kalangan Bani Makhzum meminjam sebuah barang melalui orang lain, lalu dia mengingkarinya, maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar tangannya dipotong.

Imam Ahmad dan Imam Abu Daud telah meriwayatkannya dan demikianlah bunyi lafaznya.Menurut lafaz yang lain, seorang wanita meminjam perhiasan milik orang lain, kemudian ia memilikinya. Maka Rasulullah Saw. bersabda:


"لِتَتُبْ هَذِهِ الْمَرْأَةُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتَرُدَّ مَا تَأْخُذُ عَلَى الْقَوْمِ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قُمْ يَا بِلَالُ فَخُذْ بِيَدِهَا فَاقْطَعْهَا"


Hendaklah wanita ini bertobat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengembalikan apa yang telah diambilnya kepada kaum yang memilikinya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Bangkitlah kamu, hai Bilal; dan peganglah tangannya,

lalu potonglah.Hukum-hukum mengenai pencurian ini diketengahkan oleh banyak hadis yang semuanya disebutkan di dalam kitab fiqih. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}


Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. (Al-Maidah: 40)Yakni Dialah yang memiliki semuanya itu dan yang menguasainya, tiada akibat bagi apa yang telah diputuskan-Nya, dan Dia Maha Melakukan semua apa yang dikehendaki-Nya.


{يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}


disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya, dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya Dan Allah Mahakuasa atas segala

Surat Al-Maidah |5:39|

فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

fa man taaba mim ba'di zhulmihii wa ashlaḥa fa innalloha yatuubu 'alaiih, innalloha ghofuurur roḥiim

Tetapi barang siapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

But whoever repents after his wrongdoing and reforms, indeed, Allah will turn to him in forgiveness. Indeed, Allah is Forgiving and Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Siapa yang tobat setelah keaniayaannya) artinya tidak mencuri lagi (dan memperbaiki diri) atau amalnya (maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya.

Sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) untuk menguraikan ini telah kita kemukakan keterangan yang lalu.

Maka dengan tobatnya itu tidaklah gugur hak manusia berupa hukum potong dan pengembalian harta. Kemudian sunah menyatakan bahwa jika yang punya hak memberi maaf sebelum diadukan kepada imam,

gugurlah hukum potong itu terhadapnya. Dan inilah yang menjadi pendapat Syafii.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 39 |

Penjelasan ada di ayat 38

Surat Al-Maidah |5:40|

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

a lam ta'lam annalloha lahuu mulkus-samaawaati wal-ardh, yu'ażżibu may yasyaaa`u wa yaghfiru limay yasyaaa`, wallohu 'alaa kulli syai`ing qodiir

Tidakkah kamu tahu bahwa Allah memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi, Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki dan mengampuni siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Do you not know that to Allah belongs the dominion of the heavens and the earth? He punishes whom He wills and forgives whom He wills, and Allah is over all things competent.

Tafsir
Jalalain

(Tidaklah kamu ketahui) pertanyaan ini sebagai pengukuhan (bahwa sesungguhnya Allah memiliki kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya)

untuk disiksa (dan diampuni-Nya siapa yang dikehendaki-Nya) untuk diampuni. (Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) di antaranya menurunkan siksa atau memberi ampun.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 40 |

Penjelasan ada di ayat 38

Surat Al-Maidah |5:41|

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ ۛ وَمِنَ الَّذِينَ هَادُوا ۛ سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ ۖ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ ۖ يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَٰذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا ۚ وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ ۚ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

yaaa ayyuhar-rosuulu laa yaḥzungkallażiina yusaari'uuna fil-kufri minallażiina qooluuu aamannaa bi`afwaahihim wa lam tu`ming quluubuhum, wa minallażiina haaduu sammaa'uuna lil-każibi sammaa'uuna liqoumin aakhoriina lam ya`tuuk, yuḥarrifuunal-kalima mim ba'di mawaadhi'ihii, yaquuluuna in uutiitum haażaa fa khużuuhu wa il lam tu`tauhu faḥżaruu, wa may yuridillaahu fitnatahuu fa lan tamlika lahuu minallohi syai`aa, ulaaa`ikallażiina lam yuridillaahu ay yuthohhiro quluubahum, lahum fid-dun-yaa khizyuw wa lahum fil-aakhiroti 'ażaabun 'azhiim

Wahai Rasul (Muhammad)! Janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya. Yaitu orang-orang (munafik) yang mengatakan dengan mulut mereka, "Kami telah beriman," padahal hati mereka belum beriman, dan juga orang-orang Yahudi yang sangat suka mendengar (berita-berita) bohong dan sangat suka mendengar (perkataan-perkataan) orang lain yang belum pernah datang kepadamu. Mereka mengubah kata-kata (Taurat) dari makna yang sebenarnya. Mereka mengatakan, "Jika ini yang diberikan kepadamu (yang sudah diubah) terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah." Barang siapa dikehendaki Allah untuk dibiarkan sesat, sedikit pun engkau tidak akan mampu menolak sesuatu pun dari Allah (untuk menolongnya). Mereka itu adalah orang-orang yang sudah tidak dikehendaki Allah untuk menyucikan hati mereka. Di dunia mereka mendapat kehinaan dan di akhirat akan mendapat azab yang besar.

O Messenger, let them not grieve you who hasten into disbelief of those who say, "We believe" with their mouths, but their hearts believe not, and from among the Jews. [They are] avid listeners to falsehood, listening to another people who have not come to you. They distort words beyond their [proper] usages, saying "If you are given this, take it; but if you are not given it, then beware." But he for whom Allah intends fitnah - never will you possess [power to do] for him a thing against Allah. Those are the ones for whom Allah does not intend to purify their hearts. For them in this world is disgrace, and for them in the Hereafter is a great punishment.

Tafsir
Jalalain

(Hai Rasul, janganlah kamu menjadi bersedih hati oleh) disebabkan perbuatan (orang-orang yang berlomba-lomba dalam kekafiran) hingga tanpa menunggu lama mereka akan terjatuh di dalamnya;

artinya bila ada kesempatan mereka akan menyatakan kekafiran itu (di antara) min merupakan penjelasan (orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka, "Kami telah beriman.")

maksudnya dengan lidah mereka nyatakan hal tersebut (padahal hati mereka tidak beriman) mereka ini ialah orang-orang munafik (dan juga di antara orang-orang Yahudi) yakni suatu kaum.

(yang amat gemar mendengar berita-berita bohong) yang dibuat-buat oleh pendeta-pendeta mereka lalu mereka terima dengan baik (dan amat suka pula mendengar berita-berita),

daripadamu (untuk suatu kaum) artinya demi kepentingan kaum (yang lain) dari golongan Yahudi (yang belum pernah datang kepadamu) yakni warga Khaibar.

Terdapat di sana sepasang laki-laki dan perempuan yang telah berumah tangga melakukan perzinaan, tetapi mereka berkeberatan untuk menjalankan hukuman rajam kepada kedua pesakitan.

Lalu mereka mengirimkan orang-orang warga Quraizhah untuk menanyakan hukuman mereka itu kepada Nabi Muhammad saw. (Mereka mengubah-ubah perkataan) yang tercantum dalam Taurat seperti ayat tentang rajam

(dari tempat-tempatnya) yang ditaruh Allah padanya; artinya mereka menggantikannya dengan yang lain. (Kata mereka) yakni kepada orang-orang yang mereka utus tadi .

("Jika yang diberikan kepadamu itu ialah ini) maksudnya hukum yang telah dirubah dan difatwakan oleh Muhammad yaitu hukum pukulan (maka ambillah) terimalah,

(tetapi jika bukan itu yang diberikan kepadamu) dan fatwa yang diberikannya bertentangan dengannya (maka berhati-hatilah.") untuk menerimanya.

(Siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, maka kamu sekali-kali tidak akan dapat menguasai sesuatu yang datang dari Allah) untuk menolaknya

(mereka itu ialah orang-orang yang tidak dikehendaki Allah menyucikan hati mereka) dari kekafiran, dan sekiranya dikehendaki-Nya tentulah hal itu akan tercapai.

(Bagi mereka di dunia ini kehinaan) kenistaan dengan terbukanya rahasia dan pembayaran upeti (sedangkan di akhirat siksa yang besar.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 41 |

Tafsir ayat 41-44

Ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang bersegera kepada kekafiran, keluar dari jalur taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta lebih mendahulukan kepentingan pendapat dan hawa nafsu serta kecenderungan mereka atas syariat-syariat Allah Swt.


{مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ}


dari kalangan orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka, "Kami telah beriman, "padahal hati mereka belum beriman. (Al-Maidah: 41)Yakni mereka menampakkan iman melalui lisannya, sedangkan hati mereka rusak dan kosong dari iman; mereka adalah orang-orang munafik.


{وَمِنَ الَّذِينَ هَادُوا}


dan (juga) dari kalangan orang-orang Yahudi. (Al-Maidah: 41)Mereka adalah musuh agama Islam dan para pemeluknya, mereka semuanya mempunyai kegemaran.


{سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ}


amat suka mendengar (berita-berita) bohong. (Al-Maidah: 41)Yakni mereka percaya kepada berita bohong dan langsung terpengaruh olehnya.


{سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ}


dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu. (Al-Maidah: 41)Mereka mudah terpengaruh oleh kaum lain yang belum pernah datang ke majelismu, Muhammad.


Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah "mereka senang mendengarkan perkataanmu, lalu menyampaikannya kepada kaum lain yang tidak hadir di majelismu dari kalangan musuh-musuhmu".


{يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ}


mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. (Al-Maidah: 41)Yakni mereka menakwilkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya dan mengubahnya sesudah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahui.


{يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا}


Mereka mengatakan, "Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah.” (Al-Maidah: 41)Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan

dengan suatu kaum dari kalangan orang-orang Yahudi yang telah melakukan suatu pembunuhan terhadap seseorang (dari mereka). Dan mereka mengata­kan, "Marilah kita meminta keputusan kepada Muhammad.

Jika dia memutuskan pembayaran diat, maka terimalah hukum itu. Dan jika dia memutuskan hukum qisas, maka janganlah kalian dengar (turuti) keputusannya itu."Tetapi yang benar ialah yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan

berkenaan dengan dua orang Yahudi yang berbuat zina, sedangkan mereka telah mengubah Kitabullah yang ada di tangan mereka, antara lain ialah perintah menghukum rajam orang yang berzina muhsan di antara mereka.

Mereka telah mengubahnya dan membuat peristilahan tersendiri di antara sesama mereka, yaitu menjadi hukuman dera seratus kali, mencoreng mukanya (dengan arang), dan dinaikkan ke atas keledai secara terbalik (lalu dibawa ke sekeliling kota).

Ketika peristiwa itu terjadi sesudah hijrah, mereka (orang-orang Yahudi) berkata di antara sesama mereka, "Marilah kita meminta keputusan hukum kepadanya (Nabi Saw.). Jika dia memutuskan hukuman dera dan mencoreng muka pelakunya,

terimalah keputusannya; dan jadikanlah hal itu sebagai hujah (alasan) kalian terhadap Allah, bahwa ada seorang nabi Allah yang telah memutuskan demikian di antara kalian. Dan apabila dia memutuskan hukuman rajam, maka janganlah kalian mengikuti keputusannya."Hal tersebut disebutkan oleh banyak hadis:


فَقَالَ مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ: إِنَّ الْيَهُودَ جُاءُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرُوا لَهُ أَنَّ رَجُلًا مِنْهُمْ وَامْرَأَةً زَنَيَا، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا تَجِدُونَ فِي التَّوْرَاةِ فِي شَأْنِ الرَّجْمِ؟ " فَقَالُوا: نَفْضَحُهُمْ ويُجْلَدون. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ: كَذَبْتُمْ، إِنَّ فِيهَا الرَّجْمَ. فَأَتَوْا بِالتَّوْرَاةِ فَنَشَرُوهَا، فَوَضَعَ أَحَدُهُمْ يَدَهُ عَلَى آيَةِ الرَّجْمِ، فَقَرَأَ مَا قَبْلَهَا وَمَا بَعْدَهَا، فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ: ارْفَعْ يَدَكَ. فَرَفَعَ يَدَهُ فَإِذَا فِيهَا آيَةُ الرَّجْمِ، فَقَالُوا صَدَقَ يا محمد، فيها آيَةُ الرَّجْمِ! فَأَمَرَ بِهِمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرُجِمَا فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَحْني عَلَى الْمَرْأَةِ يَقِيَهَا الْحِجَارَةَ.


antara lain diriwayatkan oleh Malik, dari Nafi', dari Abdullah ibnu Umar r.a., bahwa orang-orang yahudi datang kepada Rasulullah SAW lalu mereka melaporkan bahwa ada seorang lelaki dari kalangan mereka berbuat zina dengan seorang wanita.

Maka Rasulullah Saw. bertanya kepada mereka: Apakah yang kalian jumpai di dalam kitab Taurat mengenai hu­kum rajam? Mereka menjawab, "Kami permalukan mereka, dan mereka dihukum dera." Abdullah ibnu Salam berkata, "Kalian dusta,

sesungguhnya di dalam kitab Taurat terdapat hukum rajam." Lalu mereka mendatangkan sebuah kitab Taurat dan membukanya, lalu seseorang di antara mereka meletakkan tangannya pada ayat rajam, dan ia hanya membaca hal yang sebelum

dan yang sesudahnya. Maka Abdullah ibnu Salam berkata, "'Angkatlah tanganmu!" Lalu lelaki itu mengangkat tangannya, dan ternyata yang tertutup itu adalah ayat rajam. Lalu mereka berkata, "Benar, hai Muhammad,

di dalamnya terdapat ayat rajam." Maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar keduanya dijatuhi hukuman rajam, lalu keduanya dirajam. Abdullah ibnu Umar melanjut­kan kisahnya, "Aku melihat lelaki pelaku zina itu membungkuk di atas tubuh

wanitanya dengan maksud melindunginya dari lemparan batu rajam."Hadis diketengahkan oleh Syaikhain, dan hadis di atas menurut lafaz Imam Bukhari. Menurut lafaz yang lain, dari Imam Bukhari, disebutkan bahwa Nabi Saw. bertanya kepada orang-orang Yahudi:


فَقَالَ لِلْيَهُودِ: مَا تَصْنَعُونَ بِهِمَا؟ " قَالُوا: نُسخّم وُجُوهَهُمَا ونُخْزِيهما. قَالَ: {فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ} [آلِ عِمْرَانَ:93] فَجَاءُوا، فَقَالُوا لِرَجُلٍ مِنْهُمْ مِمَّنْ يَرْضَوْنَ أعورَ: اقْرَأْ، فَقَرَأَ حَتَّى انْتَهَى إِلَى مَوْضِعٍ مِنْهَا فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ، قَالَ: ارْفَعْ يَدَكَ. فَرَفَعَ، فَإِذَا آيَةُ الرَّجْمِ تَلُوحُ، قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّ فِيهَا آيَةَ الرَّجْمِ، وَلَكِنَّا نَتَكَاتَمَهُ بَيْنَنَا. فَأَمَرَ بِهِمَا فَرُجما.


Apakah yang akan kalian lakukan terhadap keduanya? Mereka menjawab, "Kami akan mencoreng muka mereka dengan arang dan mencaci makinya." Nabi Saw. bersabda membacakan firman-Nya: Maka bawalah Taurat itu,

lalu bacalah dia jika kalian orang-orang yang benar. (Ali Imran: 93) Lalu mereka mendatangkannya dan berkata kepada seorang lelaki di antara mereka yang mereka percayai, tetapi dia bermata juling, "Bacalah!" Lalu lelaki itu membacanya

hingga sampai pada suatu bagian, lalu ia meletakkan tangannya pada bagian itu. Maka Nabi Saw. bersabda, "Angkatlah tanganmu!" Lalu lelaki itu mengangkat tangan­nya, dan ternyata tampak jelas adanya ayat hukum rajam.

Kemudian lelaki itu berkata, "Hai Muhammad, sesungguhnya di dalam kitab Taurat memang ada hukum rajam, tetapi kami menyembunyikannya di antara kami." Maka Nabi Saw. memerintahkan agar keduanya dihukum rajam, lalu keduanya dirajam. Menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim:


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم أتى بِيَهُودِيٍّ وَيَهُودِيَّةٍ قَدْ زَنَيَا، فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى جَاءَ يَهُود، فَقَالَ: "مَا تَجِدُونَ فِي التَّوْرَاةِ عَلَى مَنْ زَنَى؟ " قَالُوا: نُسَوّد وُجُوهَهُمَا ونُحَمّلهما، وَنُخَالِفُ بَيْنَ وُجُوهِهِمَا ويُطَاف بِهِمَا، قَالَ: {فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ} قَالَ: فَجَاءُوا بِهَا، فَقَرَأُوهَا، حَتَّى إِذَا مَرَّ بِآيَةِ الرَّجْمِ وَضَعَ الْفَتَى الَّذِي يَقْرَأُ يَدَهُ عَلَى آيَةِ الرَّجْمِ، وَقَرَأَ مَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا وَرَاءَهَا. فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلام -وَهُوَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: مُرْه فلْيرفع يَدَهُ. فَرَفَعَ يَدَهُ، فَإِذَا تَحْتَهَا آيةُ الرَّجْمِ. فَأَمَرَ بِهِمَا رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرُجما. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ: كُنْتُ فِيمَنْ رَجَمَهُمَا، فَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَقِيهَا مِنَ الْحِجَارَةِ بِنَفْسِهِ.


disebutkan bahwa dihadapkan kepada Rasulullah Saw. seorang lelaki Yahudi dan seorang perempuan Yahudi yang telah berbuat zina. Tetapi Rasulullah Saw. tidak menanggapinya sehingga datang orang-orang Yahudi, lalu beliau bertanya:

Hukum apakah yang kalian jumpai di dalam kitab Taurat sehubung­an dengan orang yang berbuat zina? Mereka menjawab, "Kami harus mencoreng muka kedua pelakunya dengan arang, lalu kami naikkan mereka ke atas kendaraan dengan tubuh

yang terbalik, hingga muka kami saling berhadapan dengan muka mereka,kemudian diarak (ke sekeliling kota)." Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kalian orang-orang yang benar. (Ali Imran: 93)

Maka mereka mendatangkan kitab Taurat dan membacanya. Ketika bacaannya sampai pada ayat rajam, pemuda yang membacakannya meletakkan tangannya pada ayat rajam, dan ia hanya membaca hal yang sebelum dan sesudahnya saja.

Maka Abdullah ibnu Salam yang saat itu berada di samping Rasulullah Saw. berkata (kepada Rasulullah Saw.), Perintahkanlah kepadanya agar mengangkat tangannya!" Pemuda itu mengangkat tangannya, dan ternyata di bawahnya

terdapat ayat rajam. Maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar kedua pezina itu dihukum rajam, lalu keduanya dirajam. Abdullah ibnu Umar mengatakan bahwa dirinya termasuk orang yang ikut merajam keduanya,dan dia melihat pelaku laki-laki melindungi pelaku perempuan dari lemparan batu dengan tubuhnya.


قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَعِيدٍ الهَمْداني، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْب، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ؛ أَنَّ زَيْدَ بْنَ أَسْلَمَ حَدثه، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: أتَى نَفَرٌ مِنَ الْيَهُودِ، فدعَوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى القُفِّ فَأَتَاهُمْ فِي بَيْتِ المِدْارس، فَقَالُوا: يَا أَبَا الْقَاسِمِ، إِنَّ رَجُلًا مِنَّا زَنَى بِامْرَأَةٍ، فَاحْكُمْ قَالَ: وَوَضَعُوا لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وِسَادَةً، فَجَلَسَ عَلَيْهَا، ثُمَّ قَالَ: "ائْتُونِي بِالتَّوْرَاةِ". فَأُتِيَ بِهَا، فَنَزَعَ الْوِسَادَةَ مِنْ تَحْتِهِ، وَوَضَعَ التَّوْرَاةَ عَلَيْهَا، وَقَالَ: "آمَنْتُ بِكِ وَبِمَنْ أَنْزَلَكِ". ثُمَّ قَالَ: "ائْتُونِي بِأَعْلَمِكُمْ". فَأُتِيَ بِفَتًى شَابٍّ، ثُمَّ ذَكَرَ قِصَّةَ الرَّجْمِ نَحْوَ حَدِيثِ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ.


Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sa'id Al-Hamdani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa'd; Zaid ibnu Aslam telah menceritakan kepadanya,

dari Ibnu Umar yang telah mengatakan bahwa segolongan orang-orang Yahudi datang, lalu mereka mengundang Rasulullah Saw. ke suatu tempat yang teduh, tetapi Rasulullah Saw. mendatangi mereka di rumah tempat mereka

mengaji kitab Taurat. Lalu mereka bertanya, ''Hai Abul Qasim, sesungguhnya seorang lelaki dari kalangan kami telah berbuat zina dengan seorang wanita, maka putuskanlah perkaranya." Ibnu Umar mengatakan bahwa mereka menyediakan

sebuah bantal untuk Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. duduk di atasnya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Datangkanlah kepadaku kitab Taurat." Maka kitab Taurat didatangkan, dan Nabi Saw. mencabut bantal yang didudukinya,

lalu meletakkan kitab Taurat di atas bantal itu, kemudian bersabda, "Aku beriman kepadamu dan kepada Tuhan Yang telah menurunkanmu." Selanjutnya beliau Saw. bersabda, "Datangkanlah kepadaku orang yang paling alim di antara kalian."

Lalu didatangkan oleh mereka seorang pemuda. Kemudian disebutkan kisah hukum ra­jam seperti yang terdapat pada hadis Malik, dari Nafi'.Az-Zuhri mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki dari kalangan Bani Muzayyanah

yang dikenal selalu mengikuti ilmu dan menghafalnya, saat itu kami sedang berada di rumah Ibnul Musayyab. Lelaki itu menceritakan sebuah hadis dari Abu Hurairah, bahwa pernah ada seorang lelaki Yahudi berbuat zina dengan seorang wanita.

Maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Berangkatlah kalian untuk meminta keputusan kepada Nabi ini. Karena sesungguhnya dia diutus membawa keringanan. Maka jika dia memberikan fatwa kepada kami

selain hukum rajam, kita menerimanya; kita jadikan sebagai hujah (alasan) di hadapan Allah, dan kita akan katakan bahwa ini adalah fatwa keputusan dari salah seorang di antara nabi-nabi-Mu." Lalu mereka datang menghadap Nabi Saw.

yang saat itu sedang duduk dengan para sahabatnya di masjid. Lalu mereka berkata, "Hai Abul Qasim, bagaimanakah pendapatmu tentang seseorang lelaki dan seorang wanita yang berbuat zina dari kalangan kaum yang sama?" Nabi Saw.

tidak menjawab sepatah kata pun melainkan beliau langsung datang ke tempat Midras mereka, lalu beliau berdiri di pintunya dan bersabda: Aku bertanya kepada kalian, demi Allah Yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa,

apakah yang kalian jumpai dalam ki­tab Taurat tentang orang yang berzina apabila ia telah muhsan (telah terpelihara karena telah kawin)? Mereka menjawab, "Wajahnya dicorengi dengan arang, kemudian di­arak ke sekeliling kota dan didera."

Istilah tajbiyah dalam hadis ini ialah " kedua orang yang berzina dinaikkan ke atas seekor keledai dengan tengkuk yang saling berhadapan, lalu keduanya di arak ke sekeliling kota (yakni dipermalukan)".Dan terdiamlah seorang pemuda dari mereka.

Ketika Rasulullah Saw. melihatnya terdiam, maka beliau menanyainya dengan gencar. Akhirnya ia berkata, "Ya Allah, karena engkau meminta kepada kami dengan menyebut nama-Mu, maka kami jawab bahwa sesungguhnya kami

menjumpai adanya hukum rajam dalam kitab Taurat." Nabi Saw. bertanya (kepada pemuda itu), "Apakah perintah Allah yang mula-mula kalian selewengkan?" Pemuda itu menjawab, "Seorang kerabat salah seorang raja kami pernah berbuat zina,

maka hukum rajam ditangguhkan darinya. Kemudian berbuat zina pula sesudahnya seorang dari kalangan rakyat, lalu si raja bermaksud menjatuhkan hukum rajam terhadapnya. Akan tetapi, kaumnya menghalang-halangi dan membelanya,

dan mereka mengatakan bahwa teman mereka tidak boleh dirajam sebelum raja itu mendatangkan temannya dan merajamnya. Akhirnya mereka mereka-reka hukum ini di antara sesama mereka." Maka Nabi Saw. bersabda:

Maka sesungguhnya aku sekarang akan memutuskan hukum menurut apa yang ada di dalam kitab Taurat. Kemudian keduanya diperintahkan untuk dihukum rajam, lalu keduanya dirajam.Az-Zuhri mengatakan, telah sampai kepada kami

bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara

orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah. (Al-Maidah: 44)Nabi Saw. termasuk salah seorang dari para nabi itu. Imam Ahmad dan Imam Abu Daud serta Ibnu Jarir telah meriwayatkannya, sedangkan hadis ini menurut lafaz yang ada pada Imam Abu Daud.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرّة، عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: مَرَّ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهُودِيٌّ محمَّم مَجْلُودٌ، فَدَعَاهُمْ فَقَالَ: "أَهَكَذَا تَجِدُونَ حَدَّ الزَّانِي فِي كِتَابِكُمْ؟ " فَقَالُوا: نَعَمْ، فَدَعَا رَجُلًا مِنْ عُلَمَائِهِمْ فَقَالَ: "أَنْشُدُكَ بِالَّذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى، أَهَكَذَا تَجِدُونَ حَدَّ الزَّانِي فِي كِتَابِكُمْ؟ " فَقَالَ: لَا وَاللَّهِ، وَلَوْلَا أَنَّكَ نَشَدتني بِهَذَا لَمْ أُخْبِرْكَ، نَجِدُ حَدَّ الزَّانِي فِي كِتَابِنَا الرَّجْمَ، وَلَكِنَّهُ كَثُرَ فِي أَشْرَافِنَا، فَكُنَّا إِذَا أَخَذْنَا الشريفَ تَرَكْنَاهُ، وَإِذَا أَخَذْنَا الضَّعِيفَ أَقَمْنَا عَلَيْهِ الْحَدَّ، فَقُلْنَا: تَعَالَوْا حَتَّى نَجْعَلَ شَيْئًا نُقِيمُهُ عَلَى الشَّرِيفِ والوَضِيع، فَاجْتَمَعْنَا عَلَى التَّحْمِيمِ وَالْجَلَدِ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ إِنِّي أَوَّلُ مَنْ أَحْيَا أَمْرَكَ إِذْ أَمَاتُوهُ". قَالَ: فَأَمَرَ بِهِ فَرُجِمَ، قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ} إِلَى قَوْلِهِ: {يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ} يَقُولُونَ: ائْتُوا مُحَمَّدًا، فَإِنْ أَفْتَاكُمْ بِالتَّحْمِيمِ وَالْجَلْدِ فَخُذُوهُ، وَإِنْ أَفْتَاكُمْ بِالرَّجْمِ فَاحْذَرُوا، إِلَى قَوْلِهِ: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} قَالَ: فِي الْيَهُودِ إِلَى قَوْلِهِ: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ} قَالَ: فِي الْيَهُودِ {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ} قَالَ: فِي الْكُفَّارِ كُلِّهَا.


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Murrah, dari Al-Barra ibnu Azib yang telah menceritakan bahwa lewat di hadapan Nabi Saw.

seorang Yahudi yang dicorengi mukanya dan didera. Lalu Nabi Saw. memanggil mereka (yang menggiringnya) dan bertanya, "Apakah memang demikian kalian jumpai dalam kitab kalian hukum had bagi orang yang berzina?" Mereka menjawab,

"Ya." Maka Nabi Saw. memanggil seorang lelaki dari ulama mereka, lalu bersabda kepadanya: Aku mau bertanya kepadamu demi Tuhan Yang telah menurun­kan Taurat kepada Musa. Apakah memang demikian kalian jumpai hukuman had zina

di dalam kitab kalian? Lelaki itu menjawab, "Tidak, demi Allah, sekiranya engkau tidak bertanya kepadaku dengan menyebut sebutan itu, niscaya aku tidak akan menjawabmu. Kami jumpai hukuman had zina di dalam kitab kami ialah hukum rajam.

Tetapi perbuatan zina telah membudaya di kalangan orang-orang terhormat kami. Bila kami menangkap seseorang yang terhormat berbuat zina, kami membiarkannya; dan jika kami menangkap seorang yang lemah berbuat zina,

maka kami tegakkan hukuman had terhadapnya. Akhirnya kami berkata kepada sesama kami, 'Marilah kita membuat suatu kesepakatan hukum yang berlaku atas orang yang terhormat dan orang yang lemah.' Maka pada akhirnya kami sepakat

untuk menggantinya dengan hukum mencoreng muka dan mendera pelakunya." Nabi Saw. bersabda: Ya Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang mula-mula menghidupkan perintah-Mu di saat mereka mematikannya. Kemudian Nabi Saw.

memerintahkan agar pelaku zina itu dihukum rajam, maka hukuman rajam dilaksanakan terhadap pezina itu. Dan Allah menurunkan firman-Nya: Hai Rasul, janganlah kamu disedihkan oleh ulah orang-orang yang bersegera kepada kekafiran.

(Al-Maidah: 41) Sampai dengan firman-Nya: Mereka mengatakan, "Jika diberikan ini (yang sudah diubah oleh mereka) kepadamu, maka terimalah. (Al-Maidah: 41); Yakni mereka berkata (kepada sesamanya), "Datanglah kalian kepada Muhammad.

Jika dia memberikan fatwa tahmim dan dera, maka terimalah; dan jika dia memberikan fatwa hukum rajam, maka hati-hatilah!" Hingga firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,

maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Menurut Al-Barra, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi sampai dengan firman-Nya: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa

yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 45); Menurutnya ayat di atas diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi, sedangkan ayat berikut diturunkan berkenaan dengan semua orang kafir,

yaitu firman-Nya: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik (Al-Maidah: 47)Imam Muslim mengetengahkan hadis ini secara munfarid (menyendiri)

tanpa Imam Bukhari; dan Imam Abu Daud, Imam Nasai serta Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui banyak jalur dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama.


قَالَ الْإِمَامُ أَبُو بَكْرٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ الحُمَيدي فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَة، عَنْ مُجالد بْنِ سَعِيدٍ الهَمْدَاني، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: زَنَى رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ فَدَك، فَكَتَبَ أَهْلُ فَدَكَ إِلَى نَاسٍ مِنَ الْيَهُودِ بِالْمَدِينَةِ أَنْ سَلُوا مُحَمَّدًا عَنْ ذَلِكَ، فَإِنْ أَمَرَكُمْ بالجلد فخذوه عنه، وإن أمركم بِالرَّجْمِ فَلَا تَأْخُذُوهُ عَنْهُ، تَسْأَلُوهُ عَنْ ذَلِكَ، قَالَ: "أَرْسِلُوا إِلَيَّ أَعْلَمَ رَجُلَيْنِ فِيكُمْ". فَجَاءُوا بِرَجُلٍ أَعْوَرَ -يُقَالُ لَهُ: ابْنُ صُورِيَا-وَآخَرَ، فَقَالَ لَهُمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنْتُمَا أَعْلَمُ مَنْ قَبَلَكُمَا؟ ". فَقَالَا قَدْ دَعَانَا قَوْمُنَا لِذَلِكَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُمَا: "أَلَيْسَ عِنْدَكُمَا التَّوْرَاةُ فِيهَا حُكْمُ اللَّهِ؟ " قَالَا بَلَى، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَأَنْشُدُكُمْ بِالَّذِي فَلَق الْبَحْرَ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ، وظَلّل عَلَيْكُمُ الغَمام، وَأَنْجَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ، وَأَنْزَلَ الْمَنَّ والسَّلْوى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ: مَا تَجِدُونَ فِي التَّوْرَاةِ فِي شَأْنِ الرَّجْمِ؟ " فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِلْآخَرِ: مَا نُشدْتُ بِمِثْلِهِ قَطُّ. قَالَا نَجْدُ تَرْدَادَ النَّظَرِ زَنْيَةً وَالِاعْتِنَاقَ زَنْيَةً، وَالْقُبَلَ زَنْيَةً، فَإِذَا شَهِدَ أَرْبَعَةٌ أَنَّهُمْ رَأَوْهُ يُبْدِئُ وَيُعِيدُ، كَمَا يَدْخُلُ الْمَيْلَ فِي المُكْحُلة، فَقَدْ وَجَبَ الرَّجْمُ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُوَ ذَاكَ". فَأَمَرَ بِهِ فَرُجمَ، فَنَزَلَتْ: {فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}


Imam Abu Bakar Abdullah ibnuz Zubair Al-Humaidi di dalam kitab Musnad-nya telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Mujalid ibnu Sa'id Al-Hamdani, dari Asy-Sya'bi,

dari Jabir ibnu Abdullah yang telah mengatakan bahwa seorang lelaki dari kalangan penduduk Fadak berbuat zina. Lalu penduduk Fadak menulis surat kepada orang Yahudi di Madinah untuk meminta mereka agar menanyakan hukumnya

kepada Muhammad. Tetapi dengan pesan "jika dia (Nabi Saw.) memerintahkan untuk menghukum dera, maka terimalah hukum itu; tetapi jika dia memerintahkan untuk menegakkan hukum rajam, maka janganlah diterima".

Kemudian mereka menanyakan hukum itu kepada Nabi Saw, Nabi Saw. bersabda, "Kirimkanlah kepadaku dua orang lelaki yang paling alim dari kalangan kalian." Lalu mereka mendatangkan seorang lelaki bermata juling —yang dikenal

dengan nama Ibnu Suria— dan seorang lelaki Yahudi lainnya. Nabi Saw. berkata kepada mereka, "Kamu berdua adalah orang yang paling alim di antara orang-orang di belakangmu." Keduanya menjawab,

"Memang kaum kami menjuluki kami demikian." Nabi Saw. bertanya, "Bukankah kamu memiliki kitab Taurat yang di dalamnya terkandung hukum Allah?" Keduanya menjawab, "Memang benar." Nabi Saw. bersabda:

Aku mau bertanya kepada kalian, demi Tuhan Yang telah membe­lah laut untuk Bani Israil, dan memberikan naungan awan kepada kalian, dan menyelamatkan kalian dari cengkeraman Fir'aun dan bala tentaranya,

serta Dia telah menurunkan kepada Bani Israil manna dan salwa, apakah yang kalian jumpai di dalam kitab Taurat mengenai hukum rajam? Salah seorang dari mereka berdua berkata kepada yang lainnya, ''Engkau sama sekali belum pernah

diminta dengan sebutan seperti itu." Akhirnya keduanya mengatakan, "Kami menjumpai bahwa memandang secara berulang-ulang merupakan perbuatan zina, berpelukan merupakan perbuatan zina, dan mencium merupakan perbuatan zina.

Maka apabila ada empat orang mempersaksikan bahwa mereka telah melihat pelaku­nya memulai dan mengulangi perbuatannya (yakni naik turun alias ber­zina), sebagaimana seseorang memasukkan tusuk tutup botol celak ke dalam botol celak,

maka sesungguhnya hukum rajam merupakan suatu keharusan (atas dirinya)." Nabi Saw. bersabda, "Itulah yang aku maksudkan." Lalu beliau memerintahkan agar pelakunya dihukum rajam, maka hukuman rajam dilaksanakan

terhadap pezina itu. Dan turunlah firman-Nya: Jika mereka datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka,

maka mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (Al-Maidah: 42)

Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Mujalid dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.Menurut lafaz Imam Abu Daud, dari Jabir:


جَاءَتِ الْيَهُودُ بِرَجُلٍ وَامْرَأَةٍ مِنْهُمْ زَنَيَا، فَقَالَ: "ائْتُونِي بِأَعْلَمِ رَجُلَيْنِ مِنْكُمْ". فَأَتَوْا بِابْنَيْ صُورِيَا، فَنَشَدَهُمَا: "كَيْفَ تَجِدَانِ أَمْرَ هَذَيْنِ فِي التَّوْرَاةِ؟ " قَالَا نَجِدُ فِي التَّوْرَاةِ إِذَا شَهِدَ أَرْبَعَةٌ أَنَّهُمْ رَأَوْا ذَكَرَهُ فِي فَرْجِهَا مِثْلَ الْمِيلِ فِي المُكْحُلة رُجِمَا، قَالَ: "فَمَا يَمْنَعُكُمْ أَنْ تَرْجُمُوهُمَا؟ " قَالَا ذَهَبَ سُلْطَانُنَا، فَكَرِهْنَا الْقَتْلَ. فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالشُّهُودِ، فَجَاءُوا أَرْبَعَةً، فَشَهِدُوا أَنَّهُمْ رَأَوْا ذَكَرَهُ فِي فَرْجِهَا مِثْلَ الْمِيلِ فِي الْمُكْحُلَةِ، فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجْمِهِمَا.


disebutkan bahwa orang Yahudi datang dengan membawa seorang lelaki dan seorang wanita dari kalangan mereka yang telah berbuat zina. Maka Nabi Saw. bersabda, "Datangkanlah oleh kalian kepadaku dua orang lelaki yang paling alim

dari kalian." Maka mereka mendatangkan dua orang anak Suria, lalu Nabi Saw. bertanya kepada keduanya, "Bagaimanakah kalian jumpai perkara kedua orang ini dalam kitab Taurat?" Mereka menjawab, "Kami menjumpai apabila

ada empat orang menyaksikan bahwa mereka benar-benar melihat zakarnya dimasukkan ke dalam farjinya seperti memasukkan batang celakan ke dalam botol celakan, maka keduanya harus dirajam." Nabi Saw. bertanya,

"Mengapa kalian tidak mau merajam keduanya?" Mereka berdua menjawab, "Kekuasaan kami telah lenyap, dan ka­mi tidak suka pembunuhan." Maka Rasulullah Saw. memanggil empat orang saksi. Keempat saksi itu datang,

lalu menyatakan persaksiannya bahwa mereka benar-benar melihat zakarnya dimasukkan seperti memasukkan batang celakan ke dalam botol celakan. Lalu Rasulullah Saw. memerintahkan agar kedua pezina dijatuhi hukuman rajam.

Kemudian Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Asy-Sya'bi dan Ibrahim An-Nakha'i secara mursal, tetapi di dalamnya tidak disebutkan bahwa Nabi Saw. memanggil empat orang saksi lalu mereka menyatakan persaksiannya.

Hadis-hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. memutus­kan hukum sesuai dengan apa yang terkandung di dalam kitab Taurat. Tetapi hal ini bukan termasuk ke dalam bab menghormati mereka melalui apa yang diyakini benar

oleh mereka, mengingat mereka telah diperintahkan untuk mengikuti syariat Nabi Muhammad tanpa dapat ditawar-tawar lagi. melainkan hal ini merupakan wahyu yang khusus dari Allah Swt menyangkut hal tersebut, lalu beliau Saw.

menanyakannya kepada mereka. Tujuannya ialah untuk memaksa mereka agar mengakui apa yang ada di tangan mereka secara sebenarnya, yang selama ini mereka sembunyikan dan mereka ingkari serta tidak mereka jalankan dalam

kurun waktu yang sangat lama.Setelah mereka mengakuinya, padahal mereka menyadari bahwa penyelewengan, keingkaran, dan kedustaan mereka terhadap apa yang mereka yakini benar dari kitab yang ada di tangan mereka,

lalu mereka memilih untuk meminta keputusan dari Rasulullah Saw. hanyalah semata-mata timbul dari hawa nafsu dan perasaan senang atas keputusan yang sesuai dengan pendapat mereka,

tetapi bukan karena meyakini kebenaran dari apa yang diputuskan oleh Nabi Saw. Karena itulah Allah Swt. menyebutkan di dalam firman-Nya:


إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا


Jika kamu diberi ini. (Al-Maidah: 41) Yaitu hukum mencoreng muka dan hukuman dera.


{فَخُذُوهُ}


maka ambillah. (Al-Maidah: 41) Yakni terimalah keputusan itu.


{وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا}


Dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah. (Al-Maidah: 41)Yakni janganlah kamu menerima dan mengikutinya. Firman Allah Swt.;


{وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ}


Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka.

Mereka beroleh kehina­an di dunia dan di akhirat, mereka beroleh siksaan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong. (Al-Maidah: 41-42)Yaitu kebatilan.


{أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ}


banyak memakan yang haram. (Al-Maidah: 42)Yakni suka memakan hal yang haram, yaitu suap, seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dalam takwil ayat ini. Dengan kata lain,

orang yang bersifat demikian mana mungkin hatinya dibersihkan oleh Allah, dan mana mungkin diperkenankan baginya.Kemudian Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya:


{فَإِنْ جَاءُوكَ}


Jika mereka datang kepadamu. (Al-Maidah: 42) Yaitu mereka datang kepadamu untuk meminta putusan hukum.


{فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا}


maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka atau ber­palinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun. (Al-Maidah: 42)Yakni jangan menjadi beban bagimu

jika kamu tidak mau memutuskan perkara di antara sesama mereka, karena sesungguhnya mereka bertujuan dalam permintaan keputusan mereka kepadamu hanya semata-mata untuk mencapai kesesuaian pendapat dengan hawa nafsu mereka,

dan bukan karena ingin mencari hakikat kebenaran.Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, Zaid ibnu Aslam, Ata Al-Khurrasani, dan Al-Hasan serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ayat di atas di-mansukh oleh firman-Nya:


{وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ}


dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah. (Al-Maidah: 49)Firman Allah Swt.:


{وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ}


Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil. (Al-Maidah: 42)Yakni dengan hak dan adil, sekalipun mereka adalah orang-orang yang zalim lagi keluar dari jalur keadilan.


{إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}


sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (Al-Maidah: 42)Kemudian Allah Swt. mengingkari pendapat-pendapat mereka yang rusak dan tujuan mereka yang menyimpang karena mereka meninggal­kan apa yang mereka yakini

kebenarannya dari kitab yang ada di tangan mereka sendiri. Padahal menurut keyakinan mereka dianjurkan berpegang teguh kepada kitab mereka sendiri untuk selama-lamanya. Tetapi ternyata mereka menyimpang dari hukum kitabnya

dan menye­leweng kepada lainnya yang sejak semula menurut keyakinan mereka dianggap batil dan bukan merupakan pegangan mereka. Allah Swt. ber­firman:


{وَكَيْفَ يُحَكِّمُونَكَ وَعِنْدَهُمُ التَّوْرَاةُ فِيهَا حُكْمُ اللَّهِ ثُمَّ يَتَوَلَّوْنَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ}


Dan bagaimana mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya (ada) hu­kum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari putusan-mu)? Dan mereka sungguh-sungguh

bukan orang yang beriman. (Al-Maidah: 43)Kemudian Allah memuji kitab Taurat yang Dia turunkan kepada hamba­Nya yang juga rasul-Nya, yaitu Musa ibnu Imran. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{إِنَّا أَنزلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا}


Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalam­nya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah. (Al-Maidah: 44)

Yakni para nabi itu tidak akan keluar dari jalur hukumnya dan tidak akan menggantinya serta tidak akan mengubah-ubahnya.


{وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ}


oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka. (Al-Maidah: 44)Yaitu demikian pula orang-orang alim dari kalangan ahli ibadah mereka dan para ulamanya.


{بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ}


disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah. (Al-Maidah: 44)Yakni melalui apa yang diamanatkan kepada mereka dari Kitabullah yang diperintahkan agar mereka mengajarkannya dan mengamalkannya.


{وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ}


dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu, janganlah kalian takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. (Al-Maidah: 44)Yaitu janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku saja.


{وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}


Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44)Sehubungan dengan makna

ayat ini ada dua pendapat yang akan diterangkan kemudian.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Abbas, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya,

dari Abdullah ibnu Abdullah ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturun­kan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44);

maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 45); maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (Al-Maidah: 47); Ibnu Abbas pernah mengatakan bahwa ayat-ayat ini diturunkan oleh Allah berkenaan dengan dua golongan

dari kalangan orang-orang Yahudi. Salah satu dari mereka berhasil mengalahkan yang lain di masa Jahiliah, tetapi pada akhirnya mereka sepakat dan berdamai dengan syarat "setiap orang rendah yang terbunuh oleh orang yang terhormat,

maka diatnya adalah lima puluh wasaq; sedangkan setiap orang terhormat yang terbunuh oleh orang yang rendah, maka diatnya adalah seratus wasaq (kurma)". Ketentuan tersebut berlaku di kalangan mereka hingga Nabi Saw.

tiba di Madinah. Kemudian terjadilah suatu peristiwa ada seorang yang rendah dari kalangan mereka membunuh seorang yang terhormat. Maka pihak keluarga orang yang terhormat mengirimkan utusannya kepada orang yang rendah

untuk menuntut diatnya sebanyak seratus wasaq. Pihak orang yang rendah berkata, "Apakah pantas terjadi pada dua kabilah yang satu agama, satu keturunan, dan satu negeri bila diat sebagian dari mereka dua kali lipat diat sebagian yang lain?

Dan sesungguhnya kami mau memberi kalian karena kezaliman kalian terhadap kami dan peraturan diskriminasi yang kalian buat. Tetapi sekarang setelah Muhammad tiba di antara kita, maka kami tidak akan memberikan itu lagi kepada kalian.

" Hampir saja terjadi peperangan di antara kedua golongan itu. Kemudian mereka setuju untuk menjadikan Rasulullah Saw. sebagai hakim yang melerai persengketaan di antara mereka. Lalu golongan yang terhormat berbincang-bincang

(di antara sesamanya), "Demi Allah, Muhammad tidak akan memberi kalian dari mereka (golongan yang rendah) dua kali lipat dari apa yang biasa mereka berikan kepada kalian. Sesungguhnya mereka (golongan yang rendah) benar,

bahwa mereka tidak memberi kita melainkan karena kezaliman dan kesewe­nang-wenangan kita sendiri terhadap mereka. Maka mata-matailah Muhammad melalui seseorang yang akan memberitakan kepada kalian akan pendapatnya.

Jika dia memberi kalian seperti apa yang kalian kehendaki, maka terimalah keputusan hukumnya. Jika dia tidak memberi kalian, maka waspadalah kalian, dan janganlah kalian ambil keputusan­nya." Maka mereka menyusupkan sejumlah orang

dari kalangan orang-orang munafik kepada Rasulullah Saw. untuk mencari berita tentang pendapat Rasulullah Saw. ketika mereka datang kepada Rasulullah Saw., maka Allah memberitahukan kepada Rasul-Nya tentang urusan mereka

dan apa yang dikehendaki oleh mereka. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai Rasul, janganlah kamu sedih karena orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya. (Al-Maidah: 41) sampai dengan firman-Nya:

maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.(Al-Maidah: 44); Berkenaan dengan merekalah Allah menurunkan wahyu ini, dan merekalah yang dimaksudkan oleh-Nya.Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Abuz Zanad, dari ayahnya,

dengan lafaz yang semisal.Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad ibnus Sirri dan Abu Kuraib; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Muhammad ibnu Ishaq;

telah menceritakan kepadaku Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat yang ada di dalam surat Al-Maidah dimulai dari firman-Nya: maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka.

(Al-Maidah: 42) sampai dengan firman-Nya: orang-orang yang adil. (Al-Maidah: 42); Sesungguhnya ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan diat yang ber­laku di kalangan Bani Nadir dan Bani Quraizah. Karena orang-orang yang terbunuh

dari kalangan Bani Nadir merupakan orang-orang terhor­mat, maka diat diberikan kepada mereka dengan penuh. Dan orang-orang Bani Quraizah (bila ada yang terbunuh), maka diat diberikan separonya kepada mereka Kemudian mereka

meminta keputusan hukum kepada Rasulullah Saw. mengenai hal tersebut, lalu Allah menurunkan firman-Nya mengenai hal itu berkenaan dengan mereka. Kemudian Rasulullah Saw. membawa mereka kepada keputusan yang adil

dalam masalah itu, dan beliau menjadikan diat dalam masalah tersebut sama (antara orang yang terhormat dan rakyat jelata).Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Ishaq dengan lafaz yang semisal.

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Ali ibnu Saleh, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa dahulu terjadi

permusuhan antara Bani Quraizah dan Bani Nadir; Bani Nadir lebih terhormat daripada Bani Quraizah. Tersebutlah bahwa apabila seorang Qurazi membunuh seorang Nadir, maka ia dikenakan hukum mati. Tetapi apabila orang Nadir membunuh

orang Quraizah, maka sanksinya adalah membayar diat sebanyak seratus wasaq kurma. Ketika Rasulullah Saw. telah diutus, terjadilah suatu peristiwa seorang dari Bani Nadir membunuh seseorang dari Quraizah. Orang-orang Quraizah berkata,

"Kalian harus membayar diat kepadanya." Orang-orang Nadir pun berkata, "Yang memutuskan antara kami dan kalian adalah Rasulullah." Maka turunlah firman-Nya: Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu)

di antara mereka dengan adil. (Al-Maidah: 42)Imam Abu Daud, Imam Nasai, Imam Ibnu Hibban, dan Imam Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak meriwayatkannya melalui hadis Ubaidillah ibnu Musa dengan lafaz yang semisal.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.Al-Aufi dan Ali ibnu Abu Talhah Al-Walibi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat-ayat ini diturunkan

berkenaan dengan dua orang Yahudi yang berbuat zina, seperti yang telah diterangkan dalam hadis-hadis sebelumnya. Dapat pula dikatakan bahwa kedua penyebab inilah yang melatarbelakangi turunnya ayat

dalam waktu yang sama, lalu ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan semuanya. Karena itulah sesudahnya disebutkan oleh firman-Nya:


{وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ}


Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata. (Al-Maidah: 45), hingga akhir ayatAyat ini memperkuat pendapat yang mengatakan bahwa penyebab turunnya ayat-ayat ini berkenaan dengan masalah hukum qisas. Firman Allah Swt.:


{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}


Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44)Al-Barra ibnu Azib, Huzaifah ibnul Yaman, Ibnu Abbas Abu Mijlaz, Abu Raja Al-Utaridi, Ikrimah,

Ubaidillah Ibnu Abdullah, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ahli Kitab. Al-Hasan Al-Basri menambahkan, ayat ini hukumnya wajib bagi kita (kaum muslim).

Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, dari Mansur, dari Ibrahim yang telah mengatakan bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Bani Israil, sekaligus merupakan ungkapan rida dari Allah kepada umat

yang telah menjalan­kan ayat ini; menurut riwayat Ibnu Jarir.Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman,

dari Salamah ibnu Kahil, dari Alqamari dan Masruq, bahwa keduanya pernah bertanya kepada sahabat Ibnu Mas'ud tentang masalah suap (risywah). Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa risywah termasuk perbuatan yang diharamkan.

Salamah ibnu Kahil mengatakan, "Alqamah dan Masruq bertanya, 'Bagaimanakah dalam masalah hukum?'." Ibnu Mas'ud menjawab, "Itu merupakan suatu kekufuran." Kemudian sahabat Ibnu Mas'ud membaca­kan firman-Nya:

Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44)As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan

menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Bahwa barang siapa yang memutuskan hukum bukan dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, dan ia meninggalkannya

dengan sengaja atau melampaui batas, sedangkan dia mengetahui, maka dia termasuk orang-orang kafir.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubung­an dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan

menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Bahwa barang siapa yang ingkar terhadap apa yang diturunkan oleh Allah, sesungguhnya dia telah kafir; dan barang siapa yang mengakuinya,

tetapi tidak mau memutuskan hukum dengannya, maka dia adalah orang yang aniaya lagi fasik. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh ayat tersebut

adalah Ahli Kitab atau orang yang mengingkari hukum Allah yang diturunkan melalui Kitab-Nya.Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari As-Sauri, dari Zakaria, dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan makna firman-Nya:

Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah (Al-Maidah: 44); Menurutnya makna ayat ini ditujukan kepada orang-orang muslim. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna,

telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menmenceritakan kepada kami Syu'bah,dari Ibnu Abus Safar dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,

maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Menurutnya ayat ini berkenaan dengan orang-orang muslim. Dan firman-Nya yang mengatakan: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,

maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim (Al-Maidah: 45) berkenaan dengan orang-orang Yahudi. Sedangkan firman-Nya yang mengatakan: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,

mana mereka itu adalah orang-orang yang fasik (Al-Maidah: 47) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Nasrani. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hasyim dan As-Sauri, dari Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Asy-Sya'bi.

Abdur Razzaq mengatakan juga, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya yang menyatakan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan. (Al-Maidah: 44),

hingga akhir ayat. Ibnu Abbas menjawab, orang tersebut menyandang sifat kafir.IbnuTawus mengatakan, yang dimaksud dengan kafir dalam ayat ini bukan seperti orang yang kafir kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan rasul-rasul-Nya.

As-Sauri telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dari Ata yang telah mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan kafir ialah masih di bawah kekafiran (bukan kafir sungguhan), dan zalim ialah masih di bawah kezaliman,

serta fasik ialah masih di bawah kefasikan. Demikian­lah menurut riwayat Ibnu Jarir.Waki' telah meriwayatkan dari Sa'id Al-Makki, dari Tawus sehu­bungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan

menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Yang dimaksud dengan "kafir" dalam ayat ini bukan kafir yang mengeluarkan orang yang bersangkutan dari Islam.Ibnu Abu Hatim

mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Hisyam ibnu Hujair, dari Tawus, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:

Barang siapa yang tidak memutuskan menurutapa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Makna yang dimaksud ialah bukan kufur seperti apa yang biasa kalian pahami

(melainkan kufur kepada nikmat Allah).Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dan Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahnya.

Surat Al-Maidah |5:42|

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ ۚ فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ ۖ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا ۖ وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

sammaa'uuna lil-każibi akkaaluuna lis-suḥt, fa in jaaa`uuka faḥkum bainahum au a'ridh 'an-hum, wa in tu'ridh 'an-hum fa lay yadhurruuka syai`aa, wa in ḥakamta faḥkum bainahum bil-qisth, innalloha yuḥibbul-muqsithiin

Mereka sangat suka mendengar berita bohong, banyak memakan (makanan) yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan), maka berilah putusan di antara mereka atau berpalinglah dari mereka, dan jika engkau berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan membahayakanmu sedikit pun. Tetapi jika engkau memutuskan (perkara mereka), maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.

[They are] avid listeners to falsehood, devourers of [what is] unlawful. So if they come to you, [O Muhammad], judge between them or turn away from them. And if you turn away from them - never will they harm you at all. And if you judge, judge between them with justice. Indeed, Allah loves those who act justly.

Tafsir
Jalalain

(Mereka orang-orang yang gemar mendengar berita-berita bohong dan banyak memakan yang haram) dibaca suht atau suhut; artinya barang haram seperti uang suap .

(maka jika mereka datang kepadamu) untuk meminta sesuatu keputusan (maka putuskanlah di antara mereka atau berpalinglah dari mereka) pilihan di antara alternatif ini dihapus/dinasakh dengan firman-Nya,

".....maka putuskanlah di antara mereka." Oleh sebab itu jika mereka mengadukan hal itu kepada kita wajiblah kita memberikan keputusannya di antara mereka.

Dan ini merupakan yang terkuat di antara kedua pendapat Syafii. Dan sekiranya mereka mengadukan perkara itu bersama orang Islam, maka hukum memutuskan itu wajib secara ijmak.

(Jika mereka berpaling daripadamu, maka sekali-kali tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun juga. Dan jika kamu memutuskan) perkara di antara mereka (maka putuskanlah di antara mereka dengan adil) tidak berat sebelah.

(Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil) dalam memberikan keputusan dan akan memberi mereka pahala.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 42 |

Penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Maidah |5:43|

وَكَيْفَ يُحَكِّمُونَكَ وَعِنْدَهُمُ التَّوْرَاةُ فِيهَا حُكْمُ اللَّهِ ثُمَّ يَتَوَلَّوْنَ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ ۚ وَمَا أُولَٰئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ

wa kaifa yuḥakkimuunaka wa 'indahumut-taurootu fiihaa ḥukmullohi ṡumma yatawallauna mim ba'di żaalik, wa maaa ulaaa`ika bil-mu`miniin

Dan bagaimana mereka akan mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah, nanti mereka berpaling (dari putusanmu) setelah itu? Sungguh, mereka bukan orang-orang yang beriman.

But how is it that they come to you for judgement while they have the Torah, in which is the judgement of Allah? Then they turn away, [even] after that; but those are not [in fact] believers.

Tafsir
Jalalain

(Dan betapa caranya mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka padahal di sisi mereka ada Taurat yang memuat hukum Allah) yaitu dengan rajam.

Pertanyaan ini menunjukkan keheranan; artinya maksud mereka yang sebenarnya bukanlah untuk mengetahui kebenaran tetapi untuk mencari mana yang lebih ringan

(Kemudian mereka berpaling) dari hukum rajammu yang sebenarnya sesuai dengan kitab mereka (setelah demikian itu) setelah diberi keputusan itu (dan tidaklah mereka orang-orang yang sungguh-sungguh beriman.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 43 |

Penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Maidah |5:44|

إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ ۚ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ ۚ فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا ۚ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

innaaa anzalnat-tauroota fiihaa hudaw wa nuur, yaḥkumu bihan-nabiyyuunallażiina aslamuu lillażiina haaduu war-robbaaniyyuuna wal-aḥbaaru bimastuḥfizhuu ming kitaabillaahi wa kaanuu 'alaihi syuhadaaa`, fa laa takhsyawun-naasa wakhsyauni wa laa tasytaruu bi`aayaatii ṡamanang qoliilaa, wa mal lam yaḥkum bimaaa anzalallohu fa ulaaa`ika humul-kaafiruun

Sungguh, Kami yang menurunkan Kitab Taurat, di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya. Yang dengan Kitab itu para nabi yang berserah diri kepada Allah memberi putusan atas perkara orang Yahudi, demikian juga para ulama dan pendeta-pendeta mereka, sebab mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.

Indeed, We sent down the Torah, in which was guidance and light. The prophets who submitted [to Allah] judged by it for the Jews, as did the rabbis and scholars by that with which they were entrusted of the Scripture of Allah, and they were witnesses thereto. So do not fear the people but fear Me, and do not exchange My verses for a small price. And whoever does not judge by what Allah has revealed - then it is those who are the disbelievers.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Kami telah menurunkan Taurat berisi petunjuk) dari kesesatan (dan cahaya) untuk menjelaskan hukum-hukum (yang diambil untuk memutuskan hukum oleh nabi-nabi) dari Bani Israel

(yang tunduk) menyerahkan diri kepada Allah (bagi orang-orang Yahudi dan oleh orang-orang alim dan para pendeta) yakni ahli-ahli hukum dari kalangan mereka (dengan apa) disebabkan

karena (mereka diminta untuk menyimpan) artinya diberi amanat untuk menjaga oleh Allah (Kitabullah) jangan sampai diubah-ubah (dan mereka menjadi saksi terhadapnya) bahwa ia benar adanya.

(Maka janganlah kamu takut akan manusia) hai orang-orang Yahudi dalam menyingkapkan sifat-sifat dan ciri-ciri Muhammad saw. yang kamu ketahui, tentang ayat rajam dan sebagainya (hanya takutlah kepada-Ku)

dalam menyembunyikannya (dan janganlah kamu beli, maksudnya, jangan kamu tukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit) berupa harta benda dunia yang kamu dapatkan sebagai imbalan menyembunyikannya.

(Siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka merekalah orang-orang yang kafir) terhadap-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 44 |

Penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Maidah |5:45|

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ ۚ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

wa katabnaa 'alaihim fiihaaa annan-nafsa bin-nafsi wal-'aina bil-'aini wal-anfa bil-anfi wal-użuna bil-użuni was-sinna bis-sinni wal-juruuḥa qishoosh, fa man tashoddaqo bihii fa huwa kaffaarotul lah, wa mal lam yaḥkum bimaaa anzalallohu fa ulaaa`ika humuzh-zhoolimuun

Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisasnya (balasan yang sama). Barang siapa melepaskan (hak qisas)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim.

And We ordained for them therein a life for a life, an eye for an eye, a nose for a nose, an ear for an ear, a tooth for a tooth, and for wounds is legal retribution. But whoever gives [up his right as] charity, it is an expiation for him. And whoever does not judge by what Allah has revealed - then it is those who are the wrongdoers.

Tafsir
Jalalain

(Dan telah Kami tetapkan terhadap mereka d dalamnya) maksudnya di dalam Taurat (bahwa jiwa) dibunuh (karena jiwa) yang dibunuhnya (mata) dicongkel (karena mata, hidung) dipancung (karena hidung, telinga),

dipotong (karena telinga, gigi) dicabut (karena gigi) menurut satu qiraat dengan marfu'nya keempat anggota tubuh tersebut (dan luka-luka pun) manshub atau marfu' (berlaku kisas)

artinya dilaksanakan padanya hukum balas jika mungkin; seperti tangan, kaki, kemaluan dan sebagainya. Hukuman ini walaupun diwajibkan atas mereka tetapi ditaqrirkan atau diakui tetap berlaku dalam syariat kita.

(Siapa menyedekahkannya) maksudnya menguasai dirinya dengan melepas hak kisas itu (maka itu menjadi penebus dosanya) atas kesalahannya (dan siapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah)

seperti kisas dan lain-lain (merekalah orang-orang yang aniaya).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 45 |

Ayat ini pun termasuk cemoohan yang ditujukan kepada orang-orang Yahudi dan kecaman yang keras terhadap mereka, karena sesungguhnya di dalam nas kitab Taurat yang ada pada mereka disebutkan bahwa jiwa dibalas dengan jiwa,

tetapi mereka mengingkari hukum tersebut dengan sengaja dan menentang. Mereka menghukum qisas seorang Nadir karena membunuh seorang Qurazi. tetapi mereka tidak meng-qisas seorang Qurazi karena membunuh seorang Nadir,

melainkan hanya membayar diat. Sebagaimana mereka pun mengingkari hukum Taurat lainnya yang dinaskan pada kitab mereka sehubungan dengan hukum rajam terhadap pezina muhsan, lalu mereka menggantinya dengan hal-hal

yang diperistilahkan di kalangan mereka sendiri, yaitu berupa hukum dera, pencorengan, dan dipermalukan. Karena itulah disebutkan dalam ayat sebelumnya melalui firman-Nya:


{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}


Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturun­kan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44)Karena mereka mengingkari hukum Allah dengan sengaja, menentang, dan telah direncanakan. Sedangkan dalam ayat ini disebutkan melalui firman-Nya:


{فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ}


maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 45)Karena mereka tidak membela orang yang teraniaya dari orang yang aniaya dalam hal yang diperintahkan oleh Allah agar ia berlaku adil dan menyamakan hak di antara semuanya.

Tetapi ternyata mereka menentang perintah Allah ini dan berbuat zalim serta sebagian dari mereka berbuat sewenang-wenang atas sebagian yang lain.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam,

telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Yunus ibnu Yazid, dari Ali ibnu Yazid (saudara Yunus ibnu Yazid), dari Az-Zuhri, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. membacanya dengan bacaan berikut:


{وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ}


Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwa jiwa (dibalas) dengan jiwa, sedangkan mata (dibalas) dengan mata. (Al-Maidah: 45)Yakni dengan me-nasab-kan lafaz on-nafs dan me-rafa'-kan lafaz al- ain.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Abdullah ibnul Mubarak. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Imam Bukhari mengatakan,

hadis ini diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak secara munfarid.Banyak kalangan ulama ahli usul dan ahli ilmu fiqih yang menyimpulkan dalil dari ayat ini, bahwa syariat umat sebelum kita adalah syariat kita juga apabila diulangi kisahnya

dan tidak di-mansukh, seperti pendapat yang terkenal dari jumhur ulama; juga seperti apa yang diriwayatkan oleh Syekh Abi Ishaq Al-Isfirayini, dari nas Imam Syafii serta mayoritas murid-muridnya sehubungan dengan ayat ini,

mengingat hukum yang berlaku di kalangan kita sesuai dengan makna ayat ini dalam masalah tindak pidana jinayah menurut semua imam.Al-Hasan Al-Basri mengatakan, ayat ini berlaku untuk mereka (Ahli Kitab) dan untuk seluruh umat manusia

pada umumnya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.Syekh Abu Zakaria An-Nawawi telah meriwayatkan tiga buah pendapat sehubungan dengan masalah ini, salah satunya mengatakan bahwa syariat Nabi Ibrahim dapat dijadikan hujah,

bukan syariat nabi lainnya. Kemudian Abu Zakaria An-Nawawi membenarkan pendapat yang mengatakan tidak mengandung hujah bagi selainnya. Pendapat ini dinukil oleh Syekh Abu Ishaq Al-Isfirayini, dari Imam Syafii

dan sebagian besar muridnya, Ia menguatkan pendapat yang mengatakan sebagai hujah menurut mayoritas teman-teman kami (mazhab Syafii).Imam Abu Nasr telah meriwayatkan dari As-Sabbag di dalam ki­tab Asy-Syamil adanya

kesepakatan ulama yang menjadikan hujah ayat ini menurut apa yang ditunjukkan oleh maknanya.Semua imam telah menyimpulkan bahwa lelaki dibunuh karena membunuh wanita, karena berdasarkan keumuman makna ayat yang mulia ini.

Demikian pula hal yang disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nasai dan lain-lainnya yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. menginstruksikan kepada Amr ibnu Hazm dalam suatu suratnya yang antara lain disebutkan padanya:


"أَنَّ الرَّجُلَ يُقْتَلُ بِالْمَرْأَةِ"


Bahwa lelaki dibunuh karena membunuh wanita.


"الْمُسْلِمُونَ تَتَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ"


Orang-orang muslim itu sepadan (kehormatan) darahnya.Demikian menurut pendapat jumhur ulama.Telah diriwayatkan dari Amirul Mu’minin Ali ibnu Abu Talib, "Apabila seorang lelaki membunuh seorang wanita, maka ia tidak dihukum mati

karenanya, terkecuali jika wali si terbunuh membayar separo diat kepada wali si pembunuh; karena diat seorang wanita adalah separo diat lelaki." Pendapat inilah yang dianut oleh Imam Ahmad, menurut suatu riwayat

yang bersumberkan darinya.Di dalam hadis lain disebutkan:Telah diriwayatkan pula dari Al-Hasan, Ata, Usman Al-Basti, dan suatu riwayat dari Imam Ahmad, "Apabila seorang lelaki membunuh seorang wanita, ia tidak boleh dibunuh karenanya,

melainkan wajib membayar diat."Imam Abu Hanifah rahimahullah berhujah melalui keumuman makna ayat ini, bahwa seorang muslim dibunuh karena membunuh seorang kafir zimmi, dan seorang yang merdeka dibunuh karena membunuh

seorang budak.Tetapi jumhur ulama berbeda pendapat dalam kedua masalah tersebut dengan Abu Hanifah. Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Amirul Mu’minin Ali ibnu Abu Talib r.a. bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"لَا يُقْتَلُ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ"


Seorang muslim tidak boleh dibunuh karena membunuh orang kafir.Adapun sehubungan dengan masalah budak, maka banyak asar yang beraneka ragam dari ulama Salaf menyatakan bahwa mereka tidak pernah menghukum qisas

orang merdeka karena melukai budak, tidak pernah pula membunuh seorang merdeka karena membunuh seorang budak. Banyak hadis yang menerangkan tentang masalah ini, tetapi predikatnya tidak sahih. Imam Syafii telah meriwayatkan

adanya kesepakatan yang bertentangan dengan pendapat mazhab Hanafi dalam masalah tersebut. Tetapi dengan adanya hal itu tidak memastikan batalnya pendapat mereka (mazhab Hanafi) kecuali berdasarkan dalil yang mentakhsis makna

ayat yang mulia ini.Apa yang dikatakan oleh Ibnus Sabbag, yaitu hujahnya dengan ayat ini, diperkuat oleh hadis yang menerangkan tentang masalah ini. seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad.


حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عَدِيّ، حَدَّثَنَا حُمَيْد، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَنَّ الرُّبَيع عَمّة أَنَسٍ كَسَرَتْ ثَنيَّة جَارِيَةٍ، فَطَلَبُوا إِلَى الْقَوْمِ الْعَفْوَ، فَأَبَوْا، فَأَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "الْقِصَاصُ". فَقَالَ أَخُوهَا أَنَسُ بْنُ النَّضْرِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ تَكْسِرُ ثَنِيَّةَ فُلَانَةَ؟! فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَنَسُ، كِتَابُ اللَّهِ الْقِصَاصُ". قَالَ: فَقَالَ: لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ، لَا تَكْسِرُ ثَنِيَّةَ فُلَانَةَ. قَالَ: فَرَضِيَ الْقَوْمُ، فَعَفَوْا وَتَرَكُوا الْقِصَاصَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لأبَّره".


Disebutkan bahwa telah mencerita­kan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas ibnu Malik, bahwa Ar-Rabi' —bibi Anas— pernah merontokkan gigi seri seorang budak perempuan.

Lalu kaum Ar-Rabi' meminta maaf kepada kaum si budak perempuan itu, tetapi mereka menolak. Kemudian kaum Ar-Rabi" datang kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Hukum qisas." Lalu Saudara lelaki

Ar-Rabi' —yaitu Anas ibnun Nadr— berkata memohon grasi, "Wahai Rasulullah, apakah engkau akan merontokkan gigi seri si Fulanah?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya, "Hai Anas, Kitabullah (telah menentukan) hukum qisas."

Anas ibnun Nadr berkata, "Tidak, demi Tuhan yang telah mengutus­mu dengan benar, kumohon janganlah engkau merontokkan gigi seri Fulanah." Pada akhirnya kaum si budak perempuan rela dan memaafkan serta membatalkan tuntutan

hukum qisas-nya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat seseorang yang seandainya dia bersumpah atas nama Allah (yakni memohon dengan menyebut nama-Nya), niscaya Allah mengabulkannya. Hadis diketengahkan oleh Syaikhain di dalam kitab Sahihain.


وَقَدْ رَوَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُثَنَّى الْأَنْصَارِيُّ، فِي الْجُزْءِ الْمَشْهُورِ مِنْ حَدِيثِهِ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ؛ أَنَّ الرُّبَيع بِنْتَ النَّضِرِ عَمَّته لَطَمَتْ جَارِيَةً فَكَسَرَتْ ثَنِيَّتَهَا فَعَرَضُوا عَلَيْهِمُ الْأَرْشَ، فَأَبَوْا فَطَلَبُوا الْأَرْشَ وَالْعَفْوَ فَأَبَوْا، فَأَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَمَرَهُمْ بِالْقِصَاصِ، فَجَاءَ أَخُوهَا أَنَسُ بْنُ النَّضْرِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَكْسِرُ ثَنِيَّةَ الرَّبِيعِ؟ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَا تَكْسِرْ ثَنِيَّتَهَا. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَنَسُ كِتَابُ اللَّهِ الْقِصَاصُ". فَعَفَا الْقَوْمُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لِأَبَرَّهُ".


Muhammad ibnu Abdullah ibnul Musanna Al-Ansari telah meriwa­yatkannya di dalam bagian yang terkenal dari kitab hadisnya melalui Humaid, dari Anas ibnu Malik, bahwa Ar-Rabi' binti Nadr—bibinya— pernah menampar muka seorang budak

perempuan sehingga merontok­kan gigi serinya. Lalu keluarga Ar-Rabi’ menawarkan diat kepada keluarga si budak, tetapi mereka menolak. Kemudian keluarga Ar-Rabi’ mengajukan pembayaran diat dan mohon maaf. tetapi mereka menolak pula.

Lalu keluarga si budak datang kepada Rasulullah Saw. Maka beliau Saw. memerintahkan kepada mereka untuk melakukan hukum qisas. Kemudian datanglah saudara lelaki Ar-Rabi', yaitu Anas ibnun Nadr, yang berkata memohon grasi kepada

Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, apakah engkau akan merontokkan gigi seri Ar-Rabi'? Demi Tuhan Yang telah mengutusmu dengan hak, saya memohon janganlah engkau merontokkan gigi serinya." Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Anas,

ketentuan Kitabullah (Al-Qur'an) adalah hukum qisas. Tetapi akhirnya kaum si budak perempuan itu memaafkannya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat seseorang yang seandainya

dia bersumpah dengan menyebut nama Allah, niscaya Allah memperkenankannyaImam Bukhari meriwayatkannya dari Al-Ansari dengan lafaz yang semisal.


حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَبِي نَضرة، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، أَنَّ غُلَامًا لِأُنَاسٍ فُقَرَاءَ قَطَعَ أُذُنَ غُلَامٍ لِأُنَاسٍ أَغْنِيَاءَ، فَأَتَى أَهْلُهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا أُنَاسٌ فُقَرَاءُ، فَلَمْ يَجْعَلْ عَلَيْهِ شَيْئًا.


Imam Abu Daud meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hambal, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Qatadah. dari Abu Nadrah, dari Imran ibnu Husain,

bahwa pernah ada seorang budak lelaki milik suatu kaum yang miskin memotong telinga seorang budak milik suatu kaum yang berharta. Maka keluarga budak yang melakukan tindak pidana itu datang kepada Nabi Saw. dan berkata,

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah orang-orang miskin." Maka Rasulullah Saw. tidak menjatuhkan sanksi apa pun terhadapnya.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Ishaq ibnu Rahawaih,

dari Mu'az ibnu Hisyam Ad-Dustuwai, dari ayahnya, dari Qatadah dengan lafaz yang sama.Sanad hadis ini cukup kuat, dan semua perawinya adalah orang-orang yang siqah. Tetapi hadis ini masih penuh dengan teka-teki,

kecuali jika dikatakan bahwa sesungguhnya pelaku tindak pidana ada­lah orang yang usianya belum mencapai balig, maka ia tidak terkena hukum qisas. Dan barangkali Nabi Saw. sendirilah yang menanggung kekurangan diat yang mampu

dibayar oleh budak kaum yang miskin untuk diberikan kepada budak kaum yang hartawan, atau barangkali Nabi Saw. sendirilah yang meminta maaf kepada mereka sebagai ganti dari budak kaum yang miskin.Firman Allah Swt.:


{وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ}


dan luka-luka (pun) ada qisas-nya. (Al-Maidah: 45)Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seseorang dibunuh karena membunuh orang lain, matanya dibutakan karena membutakan mata orang lain, hidungnya dipotong

karena memotong hidung orang lain, dan giginya dirontokkan karena merontokkan gigi orang lain, luka-luka pun dibalas dengan luka-luka lagi sebagai hukum qisas.Dalam ketentuan hukum qisas ini seluruh kaum muslim yang merdeka

—baik yang laki-laki maupun yang wanita— disamakan haknya di antara sesama mereka, jika tindak pidana dilakukan dengan sengaja, baik yang menyangkut jiwa ataupun sebawahnya. Para budak itu disamakan pula, baik yang laki-laki maupun

yang wanita di antara sesama mereka, jika tindak pidana dilakukan dengan sengaja, baik yang menyangkut jiwa atau sebawahnya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.

Pelukaan adakalanya terjadi pada pergelangan. Sehubungan dengan kasus ini, maka diwajibkan adanya hukum qisas menurut ijma', seperti memotong tangan, kaki, telapak tangan atau telapak kaki, dan lain sebagainya yang bersendi.

Adapun jika pelukaan terjadi bukan pada pergelangan, melainkan pada tulang, maka menurut Imam Malik rahimahullah dalam kasus ini tetap diwajibkan adanya qisas, kecuali jika pelukaan terjadi pada tulang paha dan tulang lainnya yang serupa,

karena dikhawatirkan akan membahayakan keselamatan nyawa si terpidana.Imam Abu Hanifah dan kedua muridnya mengatakan, tidak wajib qisas dalam suatu kasus pun dari masalah pelukaan yang terjadi pada tulang, kecuali pada gigi.

Imam Syafii mengatakan, tidak wajib hukum qisas pada suatu kasus tindak pidana pelukaan apa pun yang terjadi pada tulang secara mutlak. Pendapat ini berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Umar ibnul Khattab dan Ibnu Abbas.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ata, Asy-Sya'bi, A]-Hasan Al-Bashri, Az-Zuhri, Ibrahim An-Nakhai', dan Umar ibnu Abdul Aziz. Pendapat ini didukung oleh Sufyan As-Sauri, Al-Lais ibnu Sa'd. dan pendapat yang terkenal

dari mazhab Imam Ahmad.Imam Abu Hanifah rahimahullah berpedoman pada hadis Ar-Rabi' bintu Nadr untuk mazhabnya. Ia menyimpulkan dalil darinya, bahwa tidak ada hukum qisas dalam masalah tulang kecuali mengenai gigi.

Tetapi hadis Ar-Rabi' tidak mengandung hujah, mengingat teksnya berbunyi “mematahkan gigi seri seorang budak wanita”. Padahal gigi dapat tertanggalkan tanpa mengalami patah; maka dalam keadaan seperti ini hukum qisas wajib

menurut kesepakatan ijma'. Mereka melengkapi dalilnya dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah melalui jalur Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Duhsyum ibnu Qiran, dari Namran ibnu Jariyah, dari ayahnya, yaitu Jariyah ibnu Zafar Al-Hanafi.


أَنَّ رَجُلًا ضَرَبَ رَجُلًا عَلَى سَاعِدِهِ بِالسَّيْفِ مِنْ غَيْرِ الْمَفْصِلِ، فَقَطَعَهَا، فَاسْتَعْدَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَمَرَ لَهُ بِالدِّيَةِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أُريد الْقِصَاصَ. فَقَالَ: "خُذِ الدِّيَةَ، بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِيهَا". وَلَمْ يَقْضِ لَهُ بِالْقِصَاصِ.


Disebutkan bahwa pernah terjadi seorang lelaki memukul lelaki lain dengan pedang pada bagian lengannya, bukan pada pergelangannya,hingga lengannya patah. Kemudian lelaki yang terpukul mengadukan perkaranya kepada Nabi Saw.

Maka Nabi Saw. memerintahkan kepadanya agar menerima diat. Tetapi ia berkata, "Wahai Rasulullah, aku menginginkan hukum qisas." Nabi Saw. bersabda, "Terimalah diat itu, semoga Allah memberkatimu padanya." Ternyata Rasulullah Saw.

tidak memutuskan hukum qisas baginya.Syekh Abu Umar ibnu Abdul Bar mengatakan, hadis ini tidak mempunyai isnad selain dari isnad ini, dan Duhsyum ibnu Qiran Al-Ukali adalah seorang Badui yang dinilai daif, hadisnya tidak dapat dijadikan

sebagai pegangan hujah. Namran ibnu Jariyah pun se­orang Badui yang berpredikat daif, tetapi ayahnya —yaitu Jariyah ibnu Zafar— disebutkan berpredikat sahabat.Kemudian mereka mengatakan bahwa tidak boleh melakukan hukum qisas

karena kasus pelukaan sebelum luka orang yang dilukai mengering (sembuh); karena jika dia melakukan hukum qisas (pembalasan) sebelum lukanya kering, kemudian ternyata lukanya itu bertambah parah, maka tidak ada hak lagi baginya

untuk menuntut pelakunya.Dalil yang menunjukkan hal tersebut ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya:


أَنَّ رَجُلًا طَعَنَ رَجُلًا بِقَرْنٍ فِي رُكْبَتِهِ، فَجَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَقِدْنِي. فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَعْجَلْ حَتَّى يَبْرَأَ جُرْحُكَ". قَالَ: فَأَبَى الرَّجُلُ إِلَّا أَنْ يَسْتَقِيدَ، فَأَقَادَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُ، قَالَ: فَعَرَجَ الْمُسْتَقِيدُ وَبَرَأَ الْمُسْتَقَادُ مِنْهُ، فَأَتَى الْمُسْتَقِيدُ إِلَى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عَرَجْتُ وَبَرَأَ صَاحِبِي. فَقَالَ: "قَدْ نَهَيْتُكَ فَعَصَيْتَنِي، فَأَبْعَدَكَ اللَّهُ وَبَطَلَ عَرَجُكَ". ثُمَّ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُقْتَصَّ مِنْ جُرْحٍ حَتَّى يَبْرَأَ صَاحِبُهُ.


bahwa pernah terjadi seorang lelaki menusuk lutut lelaki lain dengan tanduk. Lalu orang yang ditusuk itu datang kepada Nabi Saw. dan berkata, "Berikanlah hak qisas kepadaku." Nabi Saw. menjawab, "Tunggu sampai kamu sembuh."

Kemudian ia datang lagi dan berkata, "Berilah aku hak qisas" maka Nabi Saw. memberikan hak qisas kepadanya Sesudah itu ia datang lagi dan berkata, "Wahai Rasulullah,kini aku menjadi pincang." Maka Rasulullah Saw. bersabda:

Aku telah melarangmu (cepat-cepat melakukan qisas), tetapi kamu mendurhakai perintahku, maka akibatnya Allah menjauhkanmu (dari rahmat-Nya) dan membatalkan (hak qisas) kepincanganmu. Kemudian Rasulullah Saw.

melarang melakukan hukum qisas karena pelukaan, kecuali bila orang yang dilukai telah sembuh dari lukanya.Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.Seandainya orang yang dilukai melakukan hukum qisas terhadap orang

yang melukainya, kemudian ternyata orang yang melukainya meninggal dunia karena hukum qisas itu, maka tidak ada kewajiban apapun atas orang yang dilukainya. Demikianlah menurut Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad ibnu Hambal.

Pendapat inilah yang dikatakan oleh jumhur ulama dari kalangan sahabat dan tabi'in serta lain-lainnya. Tetapi Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa wajib diat yang diambil dari harta si korban yang melakukan hukum qisas.

Amir, Asy-Sya'bi, Ata,Tawus; Amr ibnu Dinar, Al-Haris Al-Ukali, Ibnu Abu Laila, Hammad Ibnu Abu Sulaiman, Az-Zuhri, dan As- Sauri mengatakan, wajib diat yang dibebankan ke atas pundak keluarga orang yang melakukan hukum qisas.

Ibnu Mas'ud, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hakam ibnu Utaibah, dan Usman Al-Basti mengatakan bahwa digugurkan dari orang yang melakukan hukum qisas diat yang seharga dengan pelukaan yang dialaminya, sedangkan sisanya wajib dibayar dari harta benda miliknya.Firman Allah Swt.:


{فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ}


Barang siapa yang melepaskan (hak qisas)Nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. (Al-Maidah: 45)Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang melepaskan

(hak qisas)Nya (Al-Maidah: 45); Bahwa barang siapa yang memaafkan pelaku tindak pidana dan melepas­kannya, maka perbuatan ini merupakan penebus dosa bagi pelaku tindak pidana dan merupakan pahala bagi si korban.

Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Ata ibnus Sa-ib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa barang siapa yang melepaskan hak qisas-nya, hal itu merupakan kifarat bagi si pelaku tindak pidana pelukaan dan merupakan pahala

bagi yang dilukai di sisi Allah Swt. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah meriwayatkan hal yang semisal dari Khaisamah ibnu Abdur Rahman. Mujahid, Ibrahim dalam salah satu pendapatnya,

Amir Asy-Sya'bi, dan Jabir Ibnu Zaid.Jalur yang kedua diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zazan, telah menceritakan kepada kami Harami (yakni Ibnu Imarah),

telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Imarah (yakni Ibnu Hafsah), dari seorang lelaki, dari Jabir ibnu Abdullah sehubungan dengan firman Allah Swt.: Barang siapa yang melepaskan (hak qisas)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi)

penebus dosa baginya. (Al-Maidah: 45); Yakni bagi orang yang dilukai. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal, dari Al-Hasan Al-Basri, Ibrahim An-Nakha’i dalam salah satu penda­patnya, dan Abu Ishaq Al-Hamdani.

Ibnu Jarir telah meriwayatkan hal yang semisal dari Amir Asy-Sya'bi dan Qatadah.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Abu Daud At-Tayalisi, telah menceritakan

kepada kami Syu'bah, dari Qais (yakni Ibnu Muslim) yang telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Tariq ibnu Syihab menceritakan dari Al-Haisam ibnul Uryan An-Nakha'i yang telah mengatakan bahwa ia pernah melihat Abdullah ibnu Amr

berada di ru­mah Mu'awiyah mengenakan pakaian merah, mirip dengan mawali (bu­dak yang telah dimerdekakan). Lalu ia bertanya kepada Abdullah ibnu Amr tentang makna firman-Nya: Barang siapa yang melepaskan (hak qisas)nya,

maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. (Al-Maidah: 45); Abdullah ibnu Amr menjawab bahwa digugurkan (dihapuskan) darinya sebagian dari dosa-dosanya yang sesuai dengan pemberian maafnya.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri, dari Qais ibnu Muslim; telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir melalui jalur Sufyan dan Syu'bah.


قَالَ ابْنُ مَرْدُويَه: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ مُحَمَّدٍ المُجَاشِعي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْحَجَّاجِ الْمَهْرِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ الجُعْفي، حَدَّثَنَا مُعلَّى -يَعْنِي ابْنَ هِلَالٍ -أَنَّهُ سَمِعَ أَبَانَ بْنَ تَغْلِبَ، عَنْ أَبِي الْعُرْيَانِ الْهَيْثَمِ بْنِ الْأَسْوَدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو -وَعَنْ أَبَانِ بْنِ تَغْلِبَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: {فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ} قَالَ: هُوَ الَّذِي تُكْسَرُ سِنَّهُ، أَوْ تُقْطَعُ يَدُهُ، أَوْ يُقْطَعُ الشَّيْءُ مِنْهُ، أَوْ يُجْرَحُ فِي بَدَنِهِ فَيَعْفُو عَنْ ذَلِكَ، وَقَالَ فَيُحَطّ عَنْهُ قَدْرُ خَطَايَاهُ، فَإِنْ كَانَ رُبْعُ الدِّيَةِ فَرُبْعُ خَطَايَاهُ، وَإِنْ كَانَ الثُّلْثُ فَثُلْثُ خَطَايَاهُ، وَإِنْ كَانَتِ الدِّيَةُ حَطَّتْ عَنْهُ خَطَايَاهُ كَذَلِكَ.


Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim, ibnu Muhammad Al-Mujasyi'i, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnul Hajjaj Al-Mahri,

telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sulaiman Al-Ju'fi, telah menceritakan kepada kami Ma'la (yakni ibnu Hilal), bahwa ia pernah mendengar Aban ibnu Taglab menceritakan hadis berikut dari Al-Uryan ibnul Haisam ibnul Aswad,

dari Abdullah ibnu Amr, dari Aban ibnu Taglab, dari Asy-Sya'bi, dari seorang lelaki dari kalangan Ansar, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang melepaskan (hak qisas)nya, maka melepaskan hak itu

(menjadi) penebus dosa baginya. (Al-Maidah: 45); Nabi Saw. bersabda: Dia adalah orang yang giginya dirontokkan, atau tangannya dipotong, atau sebagian dari tangannya dipotong, atau badannya dilukai lalu memaafkan hal tersebut,

Maka dihapuskan darinya hal yang seimbang dengan dosa-dosanya. Jika yang dimaafkannya seperempat diat, maka yang dihapuskan seperempat dosa-dosanya: jika sepertiganya,

maka yang dihapuskan sepertiga dosa-dosanya: dan jika seluruh diat. maka yang dihapuskan seluruh dosa-dosanya pula.


ثُمَّ قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ، عَنْ يونس بن أبي إسحاق، عن أبي السَّفَر قَالَ: دَفَعَ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ، فَانْدَقَّتْ ثَنِيَّتُهُ، فَرَفَعَهُ الْأَنْصَارِيُّ إِلَى مُعَاوِيَةَ، فَلَمَّا أَلَحَّ عَلَيْهِ الرَّجُلُ قَالَ: شَأْنُكَ وَصَاحِبُكَ. قَالَ: وَأَبُو الدَّرْدَاءِ عِنْدَ مُعَاوِيَةَ، فَقَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصَابُ بِشَيْءٍ مِنْ جَسَدِهِ، فَيَهَبُهُ، إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهِ دَرَجَةً، وَحَطَّ عَنْهُ بِهِ خَطِيئَةً". فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: أَنْتَ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالَ: سَمِعَتْهُ أُذُنَايَ وَوَعَاهُ قَلْبِي، فَخَلَّى سَبِيلَ الْقُرَشِيِّ، فَقَالَ مُعَاوِيَةُ: مُرُوا لَهُ بِمَالٍ.


Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya ibnu Abu Zaidah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari Yunus ibnu Abu Ishaq, dari Abus Safar yang menceritakan bahwa seorang lelaki Quraisy

mendorong seorang lelaki Ansar hingga gigi serinya ada yang patah. Maka lelaki Ansar itu melaporkannya kepada Mu'awiyah. Ketika lelaki Ansar itu terus mendesak Mu'awiyah, maka Mu'awiyah berkata, "Itu urusanmu dan temanmu."

Saat itu Abu Darda ada bersama Mu'awiyah, maka Abu Darda berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tidak sekali-kali seorang muslim dilukai pada salah satu dari anggota tubuhnya kemudian dia memaafkannya.

melainkan Allah meninggikan satu derajat untuknya dan menghapuskan suatu dosa darinya sebab lukanya itu. Lelaki Ansar itu bertanya, "Apakah kamu benar-benar mendengar dari Rasulullah Saw.?" Abu Darda menjawab,

"Aku mendengarnya dengan kedua telingaku ini dan disimpan di dalam hatiku." Maka lelaki Ansar itu memaafkan lelaki Quraisy yang melukainya. Kemudian Mu'awiyah berkata, "Berikanlah kepadanya sejumlah harta."Ibnu Jarir pun telah meriwayatkannya, begitu pula Imam Ahmad.


وَرَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ فَقَالَ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ أَبِي السَّفر قَالَ: كَسَرَ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ سِنَّ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَاسْتَعْدَى عَلَيْهِ مُعَاوِيَةَ، فَقَالَ القرشيُّ: إِنَّ هَذَا دَقَّ سِنِّي؟ قَالَ مُعَاوِيَةُ: إِنَّا سَنُرْضِيهِ. فَأَلَحَّ الْأَنْصَارِيُّ، فَقَالَ مُعَاوِيَةُ: شَأْنُكَ بِصَاحِبِكَ، وَأَبُو الدَّرْدَاءِ جَالِسٌ، فَقَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصَابُ بِشَيْءٍ فِي جَسَدِهِ، فَيَتَصَدَّقُ بِهِ، إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهِ دَرَجَةً أَوْ حَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً". فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: فَإِنِّي، يَعْنِي: قَدْ عَفَوْتُ.


Disebutkan bahwa Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abu Ishaq, dari Abu Safar yang menceritakan bahwa seorang lelaki Quraisy mematahkan gigi seorang lelaki

dari kalangan Ansar, kemudian Mu'awiyah membantu lelaki Quraisy, lalu ia mengatakan, "Kami mencoba untuk membujuknya agar mau memberi maaf." Tetapi lelaki Ansar itu tetap bersikeras menuntut hukum qisas, maka Mu'awiyah berkata,

"Terserah padamu." Saat itu Abu Darda duduk di dalam majelis. Maka Abu Darda berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tidak sekali-kali seorang muslim tertimpa musibah pada salah satu dari bagian tubuhnya,

lalu ia melepaskan hak qisas-nya, melainkan Allah mengangkat satu derajat untuknya dan menghapuskan suatu dosa darinya karena hal itu. Maka lelaki Ansar berkata, "Sesungguhnya aku telah memberi maaf."Hal yang sama telah diriwayatkan

oleh Imam Turmuzi melalui hadis Ibnul Mubarak, sedangkan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui Waqi'; keduanya meriwayatkan hadis ini dari Yunus ibnu Abu Ishaq dengan lafaz yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan,

"Bila ditinjau dari segi ini, hadis ini berpredikat garib. Menurutnya ia belum pernah mengetahui bahwa Abus Safar pernah mendengar dari Abu Darda.


قَالَ [أَبُو بَكْرِ] بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا دَعْلَج بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ ظَبْيَانَ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ ثَابِتٍ؛ أَنَّ رَجُلًا هَتَم فَمَهُ رَجُلٌ، عَلَى عَهْدِ مُعَاوِيَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فأعْطِي دِيَةً، فَأَبَى إِلَّا أَنْ يَقْتَصَّ، فَأُعْطِي دِيَتَيْنِ، فَأَبَى، فَأُعْطِي ثَلَاثًا، فَأَبَى، فَحَدَّثَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ تَصَدَّقَ بِدَمٍ فَمَا دَوُنَهُ، فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ مِنْ يَوْمِ وُلِدَ إِلَى يَوْمِ يَمُوتُ".


Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Da' laj ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Sufyan,

dari Imran Ibnu Zabyan, dari Addi ibnu Sabit, bahwa di masa Mu'awiyah r.a. pernah terjadi seorang lelaki melukai mulut lelaki lain. Kemudian ia diberi diat, tetapi ia menolak dan bersikeras menginginkan qisas. Lalu ia diberi dua kali lipat diat,

tetapi tetap menolak; dan diberi tiga kali diat pun tetap menolak. Lalu ada seorang lelaki dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. Menceritakan hadis bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : Barang siapa yang melepaskan hak (qisas)

darahnya atau yang lebih kecil daripada itu, maka hal tersebut merupakan peng­hapus dosanya sejak hari ia dilahirkan sampai hari kematiannya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُرَيج بْنُ النُّعْمَانِ، حَدَّثَنَا هُشَيْم، عَنِ الْمُغِيرَةِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ؛ أَنَّ عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَا مِنْ رَجُلٍ يُجْرَحُ مِنْ جسده جراحة، فيتصدق بِهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ مِثْلَ مَا تَصَدَّقَ بِهِ.


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnun Nu'man. telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Al-Mugirah, dari Asy-Sya'bi, bahwa Ubadah ibnus Samit pernah mencerita­kan bahwa ia pernah mendengar

Rasulullah Saw. bersabda: Tidak sekali-kali seorang lelaki dilukai pada tubuhnya sekali luka, lalu ia melepaskan hak qisas-nya, melainkan Allah menghapuskan darinya dosa yang setimpal dengan apa yang disedekahkannya.

Imam Nasai meriwayatkannya melalui Ali ibnu Hujr, dari Jarir ibnu Abdul Hamid. Dan Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Mahmud ibnu Khaddasy, dari Hasyim, kedua-duanya dari Al-Mugirah dengan lafaz yang sama.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ، عَنْ مَجَالِدٍ، عَنْ عَامِرٍ، عَنِ المحرَّر بْنِ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ أُصِيبَ بِشَيْءٍ مِنْ جَسَدِهِ، فَتَرَكَهُ لِلَّهِ، كَانَ كَفَّارَةً لَهُ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan. dari Mujalid, dari Amir, dari Al-Muharrar ibnu Abu Hurairah, dari seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi Saw. yang mengatakan:

Barang siapa yang dilukai pada salah satu anggota badannya, lalu ia memaafkannya karena Allah, maka hal itu merupakan penghapus bagi dosa-dosanya.Firman Allah Swt.:


{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ}


Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 45)Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan dari Ata dan Tawus. Keduanya mengatakan

bahwa makna yang dimaksud ialah kekufuran yang masih di bawah kafir, kezaliman yang masih di bawah zalim, serta kefasikan yang masih di bawah fasik.

Surat Al-Maidah |5:46|

وَقَفَّيْنَا عَلَىٰ آثَارِهِمْ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ ۖ وَآتَيْنَاهُ الْإِنْجِيلَ فِيهِ هُدًى وَنُورٌ وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ

wa qoffainaa 'alaaa aaṡaarihim bi'iisabni maryama mushoddiqol limaa baina yadaihi minat-taurooti wa aatainaahul-injiila fiihi hudaw wa nuuruw wa mushoddiqol limaa baina yadaihi minat-taurooti wa hudaw wa mau'izhotal lil-muttaqiin

Dan Kami teruskan jejak mereka dengan mengutus Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat. Dan Kami menurunkan Injil kepadanya, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, dan membenarkan kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, dan sebagai petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.

And We sent, following in their footsteps, Jesus, the son of Mary, confirming that which came before him in the Torah; and We gave him the Gospel, in which was guidance and light and confirming that which preceded it of the Torah as guidance and instruction for the righteous.

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami iringi jejak-jejak mereka) maksudnya jejak para nabi itu (dengan Isa putra Maryam, membenarkan apa yang berada di depannya) maksudnya yang sebelumnya.

(berupa Taurat dan Kami berikan kepadanya Injil yang berisi petunjuk) dari kesesatan (dan cahaya) artinya penjelasan bagi hukum-hukum (serta membenarkan) menjadi hal (bagi kitab Taurat yang berada sebelumnya)

membenarkan hukum-hukum Taurat (serta menjadi petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang yang takwa).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 46 |

Tafsir ayat 46-47

Allah Swt. telah berfirman:


وَقَفَّيْنَا


Dan kami iringkan. (Al-Maidah: 46)Yakni kami ikutkan pada jejak mereka, Nabi-nabi Bani Israil.


{بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ}


dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya yaitu Taurat. (Al-Maidah: 46)Yakni beriman kepada kitab Taurat dan menjadi hakim tentang apa yang terkandung di dalamnya.


{وَآتَيْنَاهُ الإنْجِيلَ فِيهِ هُدًى وَنُورٌ}


Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil, sedangkan di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi). (Al-Maidah: 46)Yaitu sebagai petunjuk kepada perkara yang hak dan cahaya yang dapat menerangi untuk melenyapkan kesyubhatan dan memecahkan berbagai macam masalah.


{وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ}


dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu kitab Taurat. (Al-Maidah: 46)Yakni mengikuti kitab Taurat dan tidak menentang apa yang terkandung di dalamnya kecuali dalam sedikit masalah yang dia jelaskan kepada kaum Bani Israil

sebagian perkara yang diperselisihkan di kalangan mereka pada masa silam. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya, menceritakan keadaan Al-Masih, bahwa ia pernah berkata kepada kaum Bani Israil:


{وَلأحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ}


dan untuk menghalalkan bagi kalian sebagian yang diharamkan untuk kalian. (Ali Imran: 50)Karena itulah menurut pendapat yang terkenal di kalangan para ulama dari dua pendapat mereka, kitab Injil me-mansukh sebagian hukum kitab Taurat. Firman Allah Swt.:


{وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ}


Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa. (Al-Maidah: 46)Yaitu kami jadikan kitab Injil sebagai petunjuk yang dijadikan pegangan dan sebagai pengajaran, yakni peringatan untuk menjauhi perbuatan-perbuatan

yang diharamkan dan perbuatan-perbuatan yang berdosa; bagi orang-orang yang bertakwa, yakni bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah dan takut kepada ancaman dan siksa-Nya. Firman Allah Swt.:


{وَلْيَحْكُمْ أَهْلُ الإنْجِيلِ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فِيهِ}


Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. (Al-Maidah: 47)Dibaca liyahkuma dengan bacaan nasab karena huruf lam-nya bermakna kai, yakni "dan Kami berikan kepadanya

kitab Injil agar ia memutuskan perkara para pengikut agamanya di zamannya dengan kitab Injil itu". Dan dibaca jazm —yaitu walyahkum— karena huruf lam-nya dianggap sebagai lamul amri, yang artinya "hendaklah mereka beriman kepada

semua apa yang terkandung di dalam kitab Injil, dan hendaklah mereka menegakkan semua apa yang diperintahkan di dalamnya yang antara lain ialah berita gembira tentang kedatangan Nabi Muhammad Saw.

dan perintah mengikutinya serta membenarkannya bila telah ada". Seperti yang disebutkan di dalam ayat lainnya melalui firman Allah Swt.:


{قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَسْتُمْ عَلَى شَيْءٍ حَتَّى تُقِيمُوا التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ وَمَا أُنزلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ}


Katakanlah, "Hai Ahli Kitab, kalian tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kalian menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil. Dan Al-Qur’an yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan Kalian (Al Maidah : 68) hingga akhir ayat


الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ


(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat. (Al-A'raf: 157)sampai dengan firman-Nya:


أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ


mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-A'raf: 157) Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ}


Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (Al-Maidah: 47)Yakni orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada Tuhannya, cenderung kepada kebatilan

dan meninggalkan perkara yang hak. Dalam keterangan yang terdahulu telah disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Nasrani, dan hal ini jelas dari konteks ayat

Surat Al-Maidah |5:47|

وَلْيَحْكُمْ أَهْلُ الْإِنْجِيلِ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

walyaḥkum ahlul-injiili bimaaa anzalallohu fiih, wa mal lam yaḥkum bimaaa anzalallohu fa ulaaa`ika humul-faasiquun

Dan hendaklah pengikut Injil memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang fasik.

And let the People of the Gospel judge by what Allah has revealed therein. And whoever does not judge by what Allah has revealed - then it is those who are the defiantly disobedient.

Tafsir
Jalalain

(Dan pengikut-pengikut Injil hendaklah memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah di dalamnya) berupa hukum-hukum dan menurut satu qiraat walyahkum itu dibaca waliyahkum karena,

diathafkan pada ma`mul aatainaahu (Dan siapa yang tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu orang-orang yang fasik.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 47 |

Penjelasan ada di ayat 46

Surat Al-Maidah |5:48|

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

wa anzalnaaa ilaikal-kitaaba bil-ḥaqqi mushoddiqol limaa baina yadaihi minal-kitaabi wa muhaiminan 'alaihi faḥkum bainahum bimaaa anzalallohu wa laa tattabi' ahwaaa`ahum 'ammaa jaaa`aka minal-ḥaqq, likullin ja'alnaa mingkum syir'ataw wa min-haajaa, walau syaaa`allohu laja'alakum ummataw waaḥidataw wa laakil liyabluwakum fii maaa aataakum fastabiqul-khoiroot, ilallohi marji'ukum jamii'an fa yunabbi`ukum bimaa kuntum fiihi takhtalifuun

Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur´an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan,

And We have revealed to you, [O Muhammad], the Book in truth, confirming that which preceded it of the Scripture and as a criterion over it. So judge between them by what Allah has revealed and do not follow their inclinations away from what has come to you of the truth. To each of you We prescribed a law and a method. Had Allah willed, He would have made you one nation [united in religion], but [He intended] to test you in what He has given you; so race to [all that is] good. To Allah is your return all together, and He will [then] inform you concerning that over which you used to differ.

Tafsir
Jalalain

(Dan telah Kami turunkan kepadamu) hai Muhammad (kitab) yakni Alquran (dengan kebenaran) berkaitan dengan anzalnaa (membenarkan apa yang terdapat di hadapannya) maksudnya

yang sebelumnya (di antara kitab dan menjadi saksi) atau batu ujian (terhadapnya) kitab di sini maksudnya ialah kitab-kitab terdahulu. (Sebab itu putuskanlah perkara mereka) maksudnya

antara ahli kitab jika mereka mengadu kepadamu (dengan apa yang diturunkan Allah) kepadamu (dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka) dengan menyimpang

(dari kebenaran yang telah datang kepadamu. Bagi tiap-tiap umat di antara kamu Kami beri) hai manusia (aturan dan jalan) maksudnya jalan yang nyata dan agama dan yang akan mereka tempuh.

(Sekiranya dikehendaki Allah tentulah kamu dijadikan-Nya satu umat) dengan hanya satu syariat (tetapi) dibagi-bagi-Nya kamu kepada beberapa golongan (untuk mengujimu)

mencoba (mengenai apa yang telah diberikan-Nya kepadamu) berupa syariat yang bermacam-macam untuk melihat siapakah di antara kamu yang taat dan siapa pula yang durhaka (maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan)

berpaculah mengerjakannya. (Hanya kepada Allahlah kembali kamu semua) dengan kebangkitan (maka diberitahukan-Nya kepadamu apa yang kamu perbantahkan itu) yakni mengenai soal agama .

dan dibalas-Nya setiap kamu menurut amal masing-masing.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 48 |

Tafsir ayat 48-50

Setelah Allah Swt. menyebutkan perihal kitab Taurat yang diturunkan­Nya kepada Nabi Musa —yang pernah diajak bicara langsung oleh-Nya dan memuji serta menyanjung Kitab Taurat dan memerintahkan agar kitab Taurat diikuti ajarannya

—mengingat kitab Taurat layak untuk diikuti oleh mereka—, lalu Allah Swt. menyebutkan perihal kitab Injil dan memujinya serta memerintahkan kepada para pemegangnya untuk mengamalkannya dan mengikuti apa yang terkandung di dalamnya,

seperti yang telah disebutkan di atas. Kemudian Allah Swt. menyebutkan tentang Al-Qur’an yang Dia turunkan kepada hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw. Untuk itu Allah Swt berfirman:


{وَأَنزلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ}


Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran. (Al-Maidah: 48)Yakni membawa kebenaran, tiada keraguan di dalamnya; dan bahwa Al-Qur'an itu diturunkan dari sisi Allah Swt.


{مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ}


membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya). (Al-Maidah: 48)Yaitu kitab-kitab terdahulu yang mengandung sebutan dan pujian kepadanya, dan bahwa Al-Qur'an itu akan diturunkan dari sisi Allah

kepada hamba lagi Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw. Dan penurunan Al-Qur'an yang sesuai dengan apa yang telah diberitakan oleh kitab-kitab terdahulu merupakan faktor yang menambah kepercayaan di kalangan para pemilik kitab-kitab

sebelum Al-Qur'an dari kalangan orang-orang yang mempunyai ilmu dan taat kepada perintah Allah, mengikuti syariat-syariat Allah serta membenarkan rasul-rasul Allah, seperti yang disebutkan oleh Allah melalui firman-Nya:


{إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ سُجَّدًا وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولا}


Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, "Maha­suci Tuhan kami; sesungguhnya

janji Tuhan Kami pasti dipenuhi." (Al-Isra: 107-108)Yakni sesungguhnya apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada kami melalui lisan rasul-rasul-Nya yang terdahulu —yaitu mengenai keda­tangan Nabi Muhammad Saw.— adalah benar-benar terjadi dan pasti dipenuhi.Firman Allah Swt.:


{وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ}


dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu. (Al-Maidah: 48)Sufyan As-Sauri dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari At-Tamimi, dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah "dipercaya oleh kitab-kitab sebelumnya".

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-muhaimin ialah "yang dipercaya". Ibnu Abbas mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah kepercayaan semua kitab sebelumnya.

Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Muhammad ibnu Ka'b, Atiyyah. Al-Hasan, Qatadah, Ata Al-Khurrasani, As-Saddi, dan Ibnu Zaid.Ibnu Juraij mengatakan, Al-Qur'an adalah kepercayaan kitab-kitab

terdahulu yang sebelumnya. Dengan kata lain, apa saja isi dari kitab terdahulu yang sesuai dengan Al-Qur'an. maka itu adalah benar; dan apa saja isi dari kitab-kitab terdahulu yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an, itu adalah batil.

Telah diriwayatkan dari Al-Walibi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna muhaimin ini, bahwa makna yang dimaksud ialah sebagai saksi. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, dan As-Saddi.Al-Aufi telah meriwayatkan

dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna muhaiminan, bahwa makna yang dimaksud ialah sebagai hakim atau batu ujian bagi kitab-kitab yang sebelumnya.Semua pendapat tersebut pengertiannya saling berdekatan, karena sesungguhnya

lafaz muhaimin mengandung semua pengertian itu, sehingga dapat dikatakan bahwa Al-Qur'an adalah kepercayaan, saksi, dan hakim atas kitab-kitab yang sebelumnya. Allah Swt telah menjadikan kitab Al-Qur'an yang agung ini

yang Dia turunkan sebagai akhir dari kitab-kitab Nya dan merupakan pamungkasnya paling agung dan paling sempurna. Di dalam Al-Qur'an terkandung kebaikan-kebaikan kitab-kitab sebelumnya dan ditambahkan banyak kesempurnaan

yang tidak terdapat pada kitab-kitab lainnya. Karena itulah Allah menjadikannya sebagai saksi, kepercayaan dan hakim atas semua kitab yang terdahulu, dan Allah sendiri menjamin pemeliharaan bagi keutuhannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ}


Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr: 9)Mengenai apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Ikrimah dan Sa'id ibnu Jubair, Ata Al-Khurrasani serta

Ibnu Abu Nujaih dari Mujahid, mereka mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Muhaiminan 'alaihi" bahwa makna yang dimaksud ialah Nabi Muhammad Saw. adalah orang yang dipercaya atas Al-Qur'an. Kalau ditinjau

dari segi maknanya memang benar, tetapi bila ditafsirkan dengan pengertian ini, masih perlu dipertimbangkan. Demikian pula mengenai penurunannya kepada dia bila dipandang dari segi bahasa Arab, masih perlu dipertimbangkan pula.

Pada garis besarnya pendapat yang benar adalah pendapat yang pertama tadi.Abu Ja'far ibnu Jarir setelah mengemukakan riwayat dari Mujahid, bahwa takwil ini sulit dimengerti menurut pemahaman orang-orang Arab,

bahkan merupakan suatu kekeliruan. Dikatakan demikian karena lafaz muhaimin di-'ataf-kan kepada lafaz musaddiqan. Karena itu, kedudukannya tiada lain kecuali menjadi sifat dari apa yang disifati oleh lafaz musaddiqan.

Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan bahwa seadainya duduk perkaranya seperti apa yang dikatakan oleh Mujahid, niscaya disebutkan oleh firman-Nya dengan ungkapan seperti berikut: "Dan kami telah turunkan kepadamu

Al-Qur'an dengan membawa kebenaran, sebagai orang yang membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan sebagai orang yang dipercaya untuk (menerima) Al-Qur'an," yakni dengan ungkapan tanpa huruf ataf.Firman Allah Swt.:


{فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ}


maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan. (Al-Maidah: 48)Yakni hai Muhammad, putuskanlah perkara di antara manusia baik yang Arab maupun yang 'Ajam, baik yang ummi maupun yang pandai baca tulis,

dengan apa yang diturunkan oleh Allah kepadamu di dalam Al-Qur'an yang agung ini, dan dengan apa yang telah ditetapkan untukmu dari hukum para nabi sebelummu, tetapi tidak di-mansukh oleh syariatmu. Demikianlah menurut apa yang di kemukakan oleh Ibnu Jarir dalam menjabarkan maknanya.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنِ الْعَوَّامِ، عَنْ سُفْيَانَ بْنِ حُسَيْنٍ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُخَيَّرًا، إِنْ شَاءَ حَكَمَ بَيْنَهُمْ، وَإِنْ شَاءَ أَعْرَضَ عَنْهُمْ. فَرَدَّهُمْ إِلَى أَحْكَامِهِمْ، فَنَزَلَتْ: {وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ} فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَحْكُمَ بَيْنَهُمْ بِمَا فِي كِتَابِنَا.


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu! Awwam, dari Sufyan ibnu Husain, dari Al-Hakam,

dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi Saw. disuruh memilih. Jika beliau suka, boleh memutuskan perkara di antara mereka (kaum Ahli Kitab); dan jika tidak suka, beliau boleh berpaling dari mereka,

lalu mengembalikan keputusan mereka kepada hukum-hukum mereka sendiri. Maka turunlah firman-Nya: dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti

hawa nafsu mereka. (Al-Maidah: 49); Dengan turunnya ayat ini Rasulullah Saw. diperintahkan untuk memutus­kan perkara di antara mereka (Ahli Kitab) dengan apa yang terdapat di dalam kitab kita, yakni Al-Qur'an. Firman Allah Swt.:


{وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ}


dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (Al-Maidah: 49)Yaitu pendapat-pendapat mereka yang mereka peristilahkan sendiri, dan karenanya mereka meninggalkan apa yang apa yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul Nya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:


{وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ}


dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. (Al-Maidah: 48)Yakni janganlah kamu berpaling dari kebenaran yang diperintahkan Allah kepadamu, lalu kamu cenderung kepada hawa nafsu orang-orang yang bodoh lagi celaka itu. Firman Allah Swt.:


{لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا}


Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. (Al-Maidah: 48)Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar,

dari Yusuf ibnu Abu Ishaq, dari ayahnya, dari At-Tamimi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan. (Al-Maidah: 48); Bahwa yang dimaksud dengan syir'atan ialah jalan.

Dan telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari Abu Ishaq, dari At-Tamimi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan jalan yang terang. (Al-Maidah: 48);

Makna yang dimaksud ialah tuntunan. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud dengan syir'atan wa minhajan ialah jalan dan tuntunan.Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid,

Ikrimah, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, Ad-Dahhak, As-Saddi, Abu Ishaq As-Subai'i, bahwa mereka telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Syir'atan wa minhajan", bahwa makna yang dimaksud ialah jalan dan tuntunan.

Dan dari Ibnu Abbas, Mujahid serta Ata Al-Khurrasani disebutkan sebaliknya, bahwa yang dimaksud dengan syir'ah ialah tuntunan, sedangkan minhaj ialah jalan. Tetapi pendapat pertama lebih sesuai, mengingat makna syir'ah juga berarti

"syariat" dan "permulaan untuk menuju ke arah sesuatu". Termasuk ke dalam pengertian ini dikatakan syara'aji kaza yang artinya "memulainya". Demikian pula makna lafaz syari'ah, artinya sesuatu yang dipakai untuk berlayar di atas air.

Makna minhaj adalah jalan yang terang lagi mudah, sedangkan lafaz as-sunan artinya tuntunan-tuntunan. Dengan demikian, berarti tafsir firman-Nya, "Syir'atan wa minhajan', dengan pengertian jalan dan tuntunan lebih jelas kaitannya

daripada kebalikannya. Kemudian konteks ini dalam kaitan memberitakan perihal umat-umat yang beraneka ragam agamanya dipandang dari aneka ragam syariat mereka yang berbeda-beda sesuai dengan apa yang telah disampaikan

oleh Allah melalui rasul-rasul-Nya yang mulia, tetapi sama dalam pokoknya, yaitu ajaran tauhid.Disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"نَحْنُ مُعَاشِرَ الْأَنْبِيَاءِ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ، دِينُنَا وَاحِدٌ"


Kami para nabi adalah saudara-saudara yang berlainan ibu, tetapi agama kami satu.Makna yang dimaksud ialah ajaran tauhid yang diperintahkan oleh Allah kepada semua rasul yang diutus-Nya dan terkandung di dalam semua kitab yang diturunkan-Nya, seperti apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}


Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwa tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku." (Al-Anbiya: 25)


{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ}


Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah tagut itu" (An-Nahl: 36), hingga akhir ayat.Adapun mengenai berbagai macam syariat yang berbeda-beda

dalam masalah perintah dan larangannya, adakalanya sesuatu hal dalam suatu syariat diharamkan, kemudian dalam syariat yang lain dihalalkan dan kebalikannya; lalu diringankan dalam suatu syariat, sedangkan dalam syariat yang lain

diperberat. Yang demikian itu karena mengandung hikmah yang tidak terbatas serta hujah yang jelas bagi Allah dalam menentukan hal tersebut.Sa’id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah sehubung­an dengan makna firman-Nya:

Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. (Al-Maidah: 48); Makna yang dimaksud ialah jalan dan tuntunan. Tuntunan itu berbeda-beda, di dalam kitab Taurat merupakan suatu syariat, di dalam kitab Injil

merupakan suatu syariat, dan di dalam Al-Qur'an merupakan suatu syariat; di dalamnya Allah menghalalkan apa yang dikehendaki-Nya dan mengharamkan apa yang dikehendaki-Nya, yaitu untuk me­nyatakan siapa yang taat kepada-Nya

dan siapa yang durhaka. Agama yang tidak diterima oleh Allah ialah yang selainnya, yakni selain agama tauhid dan ikhlas kepada Allah semata. Agama inilah yang didatangkan oleh semua rasul.Menurut suatu pendapat, orang yang diajak

bicara oleh ayat ini adalah umat ini, yakni umat Nabi Muhammad Saw. Makna yang dimaksud ialah "untuk tiap-tiap orang dari kaitan yang termasuk dalam umat ini, Kami jadikan Al-Qur'an sebagai jalan dan tuntunannya". Dengan kata lain,

Al-Qur'an adalah buat kalian semuanya sebagai panutan kalian. Damir yang mansub dalam firman-Nya, "Likullin ja'alna minkum" yaitu ja'alnahu yang artinya "Kami jadikan Al-Qur'an sebagai syariat dan tuntunannya untuk menuju ke tujuan

yang benar dan sebagai tuntunan, yakni jalan yang jelas lagi gamblang". Demikianlah menurut ringkasan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Mujahid.Akan tetapi, pendapat yang benar adalah yang pertama tadi, karena diperkuat dengan firman selanjutnya yang mengatakan:


{وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً}


Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikan-Nya satu umat (saja). (Al-Maidah: 48)Seandainya hal ini merupakan khitab (pembicaraan) bagi umat ini, niscaya kurang tepatlah bila disebutkan oleh firman-Nya:

Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikan-Nya satu umat (saja). (Al-Maidah: 48)Padahal mereka merupakan satu umat, tetapi hal ini merupakan khitab (pembicaraan) yang ditujukan kepada semua umat dan sebagai pemberitahuan

tentang kekuasaan Allah Yang Mahabesar, yang seandai­nya Dia menghendaki, niscaya dihimpunkan-Nya semua umat manusia dalam satu agama dan satu syariat yang tiada sesuatu pun darinya yang di-mansukh.Akan tetapi, Allah Swt.

menjadikan suatu syariat tersendiri bagi tiap rasul, kemudian me-mansukh seluruhnya atau sebagiannya dengan risalah lain yang diutus oleh Allah sesudahnya, hingga semuanya di-mansukh oleh apa yang diturunkan Nya

kepada hamba lagi rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw. Allah mengutusnya kepada seluruh penduduk bumi dan menjadikannya sebagai penutup para nabi semua­nya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِيمَا آتَاكُمْ}


Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kalian terhadap pemberian-Nya kepada kalian. (Al-Maidah: 48)Dengan kata lain, Allah Swt. telah menetapkan berbagai macam syariat

untuk menguji hamba-hamba-Nya terhadap apa yang telah disyariatkan untuk mereka dan memberi mereka pahala karena taat kepadanya, atau menyiksa mereka karena durhaka kepada-Nya melalui apa yang mereka perbuat

atau yang mereka tekadkan dari kesemuanya itu.Abdullah ibnu Kasir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:


{فِيمَا آتَاكُمْ}


terhadap pemberian-Nya kepada kalian. (Al-Maidah: 48)Makna yang dimaksud ialah Al-Kitab.Kemudian Allah Swt. menganjurkan kepada mereka untuk bersegera mengerjakan kebajikan dan berlomba-lomba mengerjakannya. Untuk itu disebutkan oleh firman-Nya:


{فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ}


maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. (Al-Maidah: 48)Yaitu taat kepada Allah dan mengikuti syariat-Nya yang dijadikan-Nya me-mansukh syariat pendahulunya serta membenarkan kitab Al-Qur'an yang merupakan akhir dari kitab yang diturunkan-Nya. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا}


Hanya kepada Allah-lah kembali kalian. (Al-Maidah: 48)Yakni tempat kembali kalian kelak di hari kiamat hanyalah kepada Allah Swt.


{فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ}


lalu diberitahukan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian perselisihkan itu. (Al-Maidah: 48)Yaitu Allah memberitahukan kepada kalian kebenaran mengenai apa yang kalian perselisihkan, maka Dia akan memberikan balasan pahala

kepada orang-orang yang percaya berkat kepercayaan mereka dan mengazab orang-orang kafir yang ingkar lagi mendustakan perkara yang hak dan menyimpang darinya ke yang lain tanpa dalil dan tanpa bukti,

bahkan mereka sengaja ingkar terhadap bukti-bukti yang jelas, hujah-hujah yang terang serta dalil-dalil yang pasti. Ad-Dahhak, makna firman-Nya: maka berlomba-lombalah kepada kebajikan.

(Al-Maidah: 48) ialah umat Nabi Muhammad Saw., tetapi makna yang pertama lebih jelas dan lebih kuat.Firman Allah Swt.:


{وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ}


maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (Al-Maidah: 49)Ayat ini mengukuhkan apa yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu perintah yang menganjurkan hal tersebut dan larangan berbuat kebalikan­nya.Kemudian Allah Swt berfirman:


{وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنزلَ اللَّهُ إِلَيْكَ}


Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. (Al-Maidah: 49)Yakni waspadalah terhadap musuh orang-orang Yahudi itu,

jangan biarkan mereka memalsukan perkara yang hak melalui berbagai macam perkara yang mereka ajukan kepadamu; janganlah kamu teperdaya oleh mereka, karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang pendusta, kafir lagi penghianat.


{فَإِنْ تَوَلَّوْا}


Jika mereka berpaling. (Al-Maidah: 49)Yaitu berpaling dari perkara hak yang telah kamu putuskan di antara mereka, lalu mereka menentang syariat Allah.


{فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ}


maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. (Al-Maidah: 49)Yakni ketahuilah bahwa hal itu telah direncanakan oleh takdir Allah

dan kebijaksanaan-Nya terhadap mereka, yaitu Dia hendak memalingkan mereka dari jalan hidayah disebabkan dosa-dosa mereka yang terdahulu yang berakibat kesesatan dan pembangkangan mereka.


{وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ}


Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Al-Maidah: 49)Yaitu sesungguhnya kebanyakan manusia benar-benar keluar dari ketaatan kepada Tuhan mereka dan menentang perkara yang hak serta berpaling darinya. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu Firman-Nya:


{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ}


Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 103)


{وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ}


Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Al-An'am: 116), hingga akhir ayat.


قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي مُحَمَّدٍ مَوْلَى زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ، حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ أَوْ عِكْرِمَةُ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ كَعْبُ بْنُ أَسَدٍ، وَابْنُ صَلُوبَا، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ صوريا، وشاس بْنُ قَيْسٍ، بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: اذْهَبُوا بِنَا إِلَى مُحَمَّدٍ، لَعَلَّنَا نَفْتِنُهُ عَنْ دِينِهِ! فَأَتَوْهُ، فَقَالُوا: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّكَ قَدْ عَرَفْتَ أَنَّا أَحْبَارُ يَهُودَ وَأَشْرَافُهُمْ وَسَادَاتُهُمْ، وَإِنَّا إِنِ اتَّبَعْنَاكَ اتَّبَعَنَا يَهُودُ وَلَمْ يُخَالِفُونَا، وَإِنَّ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا خُصُومَةً فَنُحَاكِمُهُمْ إِلَيْكَ، فَتَقْضِي لَنَا عَلَيْهِمْ، وَنُؤْمِنُ لَكَ، وَنُصَدِّقُكَ! فَأَبَى ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، فِيهِمْ: {وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنزلَ اللَّهُ إِلَيْكَ} إِلَى قَوْلِهِ: {لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ}


Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad maula Zaid ibnu Sabit, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Ka'b ibnu Asad,

Ibnu Saluba, Abdullah ibnu Suria, dan Syas ibnu Qais; sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Marilah kita berangkat kepada Muhammad, barangkali saja kita dapat memalingkan dia dari agama­nya."

Lalu mereka datang kepada Nabi Muhammad dan berkata, "Hai Muhammad, sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa kami ada­lah rahib-rahib Yahudi, orang-orang terhormat, dan pemuka-pemuka mereka.

Dan sesungguhnya jika kami mengikutimu, niscaya orang-orang Yahudi akan mengikutimu dan tidak akan menentang kami. Seka­rang telah terjadi suatu perselisihan antara kami dan kaum kami, maka kami serahkan keputusan kami

dan mereka kepadamu; dan engkau putuskan untuk kemenangan kami atas mereka, lalu kami mau beriman kepadamu dan membenarkanmu." Tetapi Rasulullah Saw. menolak tawaran itu, dan Allah Swt menurunkan firman-Nya

berkenaan dengan peristiwa mereka itu, yakni firman-Nya: dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu

terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang diturunkan Allah kepadamu. (Al-Maidah: 49) sampai dengan firman-Nya: bagi orang-orang yang yakin. (Al-Maidah: 50)Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Firman Allah Swt.:


{أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ}


Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (Al-Maidah: 50)Melalui ayat ini Allah Swt. mengingkari perbuatan orang-orang yang keluar

dari hukum Allah yang muhkam lagi mencakup semua kebaikan, melarang setiap perbuatan jahat, lalu mereka memilih pendapat-pendapat yang lain dan kecenderungan-kecenderungannya serta peristilahan yang dibuat oleh kaum lelaki

tanpa sandaran dari syariat Allah, seperti yang pernah dilakukan oleh ahli Jahiliah. Orang-orang Jahiliah memutuskan perkara mereka dengan kesesatan dan kebodohan yang mereka buat-buat sendiri oleh pendapat dan keinginan mereka.

Dan juga sama dengan hukum yang dipakai oleh bangsa Tartar berupa undang-undang kerajaan yang diambil dari raja mereka, yaitu Jengis Khan; perundang-undangan tersebut dibuat oleh Al-Yasuq untuk mereka. Undang-undang ini

terangkum di dalam suatu kitab yang di dalamnya memuat semua hukum-hukum yang dipetik dari berbagai macam syariat, dari agama Yahudi, Nasrani, dan agama Islam serta lain-lainnya. Di dalamnya banyak terdapat undang-undang

yang ditetapkan hanya berdasarkan pandangan dan keinginan Jengis Khan sendiri, kemudian hal tersebut di kalangan keturunannya menjadi peraturan yang diikuti dan lebih diprioritaskan atas hukum Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.

Barang siapa yang melakukan hal tersebut dari kalangan mereka, maka dia adalah orang kafir yang wajib diperangi hingga dia kembali kepada hukum Allah dan Rasul-Nya, karena tiada hukum kecuali hukum-Nya, baik dalam perkara yang kecil maupun perkara yang besar. Firman Allah Swt.:


{أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ}


Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. (Al-Maidah: 50)Yakni yang mereka inginkan dan mereka kehendaki, lalu mereka berpaling dari hukum Allah.


{وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ}


dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (Al-Maidah: 50)Yaitu siapakah yang lebih adil daripada Allah dalam hukumnya bagi orang yang mengerti akan syariat Allah, beriman kepada-Nya,

dan yakin serta mengetahui bahwa Allah adalah Hakim di atas semua hakim serta Dia lebih belas kasihan kepada makhluk-Nya ketimbang seorang ibu kepada anaknya? Dan sesungguhnya Dia adalah Maha Mengetahui lagi Mahakuasa

atas segala sesuatu, lagi Mahaadil dalam segala sesuatu.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hilal ibnu Fayyad, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah An-Naji

yang telah mencerita­kan bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan berkata, "Barang siapa yang memutuskan perkara bukan dengan hukum Allah, maka hukum Jahiliah yang dipakainya."Dan telah menceritakan kepada kami

Yunus ibnu Abdul A'la secara qiraah, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Ibnu Abu Nujaih yang telah menceritakan bahwa Tawus apabila ada seseorang bertanya kepadanya, "Bolehkah aku membeda-bedakan pemberian

di antara anak-anakku?" Maka Tawus membacakan firman-Nya: Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. (Al-Maidah: 50), hingga akhir ayat.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ بْنِ نَجْدة الْخُوطِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي حُسَيْنٍ، عَنْ نَافِعِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ وَمُبْتَغٍ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ، وَطَالَبُ دَمِ امْرِئٍ بِغَيْرِ حَقٍّ ليُرِيق دَمَهُ".


Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Wahhab ibnu Najdah Al-Huti, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami

Syu'aib ibnu Abu Hamzah, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Husain, dari Nafi' ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Orang yang pating dimurkai oleh Allah Swt.

ialah orang yang menginginkan tuntunan Jahiliah dalam Islam, dan orang yang menuntut darah seseorang tanpa alasan yang dibenarkan hanya semata-mata ingin mengalirkan darahnya.

Imam Bukhari telah meriwayatkan hal yang semisal, dari Abul Yaman, lengkap dengan sanad berikut tambahannya.

Surat Al-Maidah |5:49|

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ

wa aniḥkum bainahum bimaaa anzalallohu wa laa tattabi' ahwaaa`ahum waḥżar-hum ay yaftinuuka 'am ba'dhi maaa anzalallohu ilaiik, fa in tawallau fa'lam annamaa yuriidullohu ay yushiibahum biba'dhi żunuubihim, wa inna kaṡiirom minan-naasi lafaasiquun

Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memerdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.

And judge, [O Muhammad], between them by what Allah has revealed and do not follow their inclinations and beware of them, lest they tempt you away from some of what Allah has revealed to you. And if they turn away - then know that Allah only intends to afflict them with some of their [own] sins. And indeed, many among the people are defiantly disobedient.

Tafsir
Jalalain

(Dan hendaklah kamu putuskan perkara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu mereka dan berhati-hatilah terhadap mereka) agar (supaya mereka) tidak (memfitnahmu)

artinya menyesatkanmu (dari sebagian yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling) dari hukum yang diturunkan dan bermaksud mengubahnya

(maka ketahuilah bahwasanya Allah menghendaki akan menimpakan kepada mereka musibah) hukuman di dunia (disebabkan sebagian dosa-dosa mereka) yang mereka perbuat di antaranya berpaling itu.

Dan akan membalas semua dosa itu di akhirat kelak. (Dan sesungguhnya banyak di antara manusia itu orang-orang yang fasik.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 49 |

Penjelasan ada di ayat 48

Surat Al-Maidah |5:50|

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

a fa ḥukmal-jaahiliyyati yabghuun, wa man aḥsanu minallohi ḥukmal liqoumiy yuuqinuun

Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?

Then is it the judgement of [the time of] ignorance they desire? But who is better than Allah in judgement for a people who are certain [in faith].

Tafsir
Jalalain

(Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki) dengan memakai ya dan ta; artinya dengan berpaling itu mereka hanyalah hendak bermanis mulut dan mengambil muka sedangkan pertanyaan di sini berarti sanggahan

(dan siapakah) artinya tak seorang pun (yang lebih baik hukumannya daripada Allah bagi kaum) artinya di sisi orang-orang (yang yakin) kepada-Nya.

Diistimewakan menyebutkan mereka karena hanya merekalah yang bersedia merenungkan hal ini.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 50 |

Penjelasan ada di ayat 48

Surat Al-Maidah |5:51|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa tattakhiżul-yahuuda wan-nashoorooo auliyaaa`, ba'dhuhum auliyaaa`u ba'dh, wa may yatawallahum mingkum fa innahuu min-hum, innalloha laa yahdil-qoumazh-zhoolimiin

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin(mu), mereka satu sama lain saling melindungi. Barang siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

O you who have believed, do not take the Jews and the Christians as allies. They are [in fact] allies of one another. And whoever is an ally to them among you - then indeed, he is [one] of them. Indeed, Allah guides not the wrongdoing people.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin) menjadi ikutanmu dan kamu cintai. (Sebagian mereka menjadi pemimpin bagi sebagian lainnya)

karena kesatuan mereka dalam kekafiran. (Siapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka dia termasuk di antara mereka) artinya termasuk golongan mereka.

(Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang aniaya) karena mengambil orang-orang kafir sebagai pemimpin mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 51 |

Tafsir ayat 51-53

Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin mengangkat orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani sebagai wali mereka, karena mereka adalah musuh-musuh Islam dan para penganutnya; semoga Allah melaknat mereka.

Kemudian Allah memberitahukan bahwa sebagian dari mereka adalah wali bagi sebagian yang lain.Selanjutnya Allah mengancam orang mukmin yang melakukan hal itu melalui firman-Nya:


وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ


Barang siapa di antara kalian mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (Al-Maidah: 51), hingga akhir ayat.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Kasir ibnu Syihab,

telah menceritakan kepada kami Muhammad (Yakni Ibnu Sa'id ibnu Sabiq), telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Qais, dari Sammak ibnu Harb, dari Iyad, bahwa Umar pernah memerintahkan Abu Musa Al Asyari untuk melaporkan

kepadanya tentang semua yang diambil dan yang diberikannya (yakni pemasukan dan pengeluarannya) dalam suatu catatan lengkap. Dan tersebutlah bahwa yang menjadi sekretaris Abu Musa saat itu adalah seorang Nasrani.

Kemudian hal tersebut dilaporkan kepada Khalifah Umar r.a. Maka Khalifah Umar merasa heran akan hal tersebut, lalu ia berkata, "Sesungguhnya orang ini benar-benar pandai, apakah kamu dapat membacakan untuk kami sebuah surat

di dalam masjid yang datang dari negeri Syam?" Abu Musa Al-Asy'ari menjawab, "Dia tidak dapat melakukannya." Khalifah Umar bertanya, "Apakah dia sedang mempunyai jinabah?" Abu Musa Al-Asy'ari berkata, "Tidak,

tetapi dia adalah seorang Nasrani." Maka Khalifah Umar membentakku dan memukul pahaku, lalu berkata, "Pecatlah dia." Selanjutnya Khalifah Umar membacakan firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil

orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian). (Al-Maidah: 51), hingga akhir ayatIbnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah mencerita­kan kepada kami

Usman ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Atabah pernah berkata, "Hendaklah seseorang di antara kalian memelihara dirinya, jangan sampai menjadi

seorang Yahudi atau seorang Nasrani, sedangkan dia tidak menyadarinya." Menurut Muhammad ibnu Sirin, yang dimaksud olehnya menurut dugaan kami adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Hai orang-orang yang beriman,

janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian). (Al-Maidah : 51), hingga akhir ayat.Dan telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari Asim, dari Ikrimah,

dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah ditanya mengenai sembelihan orang-orang Nasrani Arab. Maka ia menjawab, "Boleh dimakan." Allah Swt. hanya berfirman: Barang siapa di antara kalian mengambil mereka menjadi wali,

maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (Al-Maidah: 51)Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Abuz Zanad. Firman Allah Swt.:


{فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ}


Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya. (Al-Maidah: 52)Yaitu keraguan, kebimbangan, dan kemunafikan.


{يُسَارِعُونَ فِيهِمْ}


bersegera mendekati mereka. (Al-Maidah: 52)Maksudnya, mereka bersegera berteman akrab dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani secara lahir batin.


{يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ}


seraya berkata, "Kami takut akan mendapat bencana." (Al-Maidah: 52)Yakni mereka melakukan demikian dengan alasan bahwa mereka takut akan terjadi suatu perubahan, yaitu orang-orang kafir beroleh kemenangan atas kaum muslim.

Jika hal ini terjadi, berarti mereka akan memperoleh perlindungan dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, meng­ingat orang-orang Yahudi dan Nasrani mempunyai pengaruh tersendiri di kalangan orang-orang kafir,

sehingga sikap berteman akrab dengan mereka dapat memberikan manfaat ini. Maka Allah Swt berfirman menjawab mereka:


{فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ}


Mudah-mudahan Allah akan memberikan kemenangan (kepada Rasul-Nya). (Al-Maidah: 52)Menurut As-Saddi, yang dimaksud dengan al-Fathu dalam ayat ini ialah kemenangan atas kota Mekah. Sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah kekuasaan peradilan dan keputusan.


{أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ}


atau sesuatu keputusan dari-Nya. (Al-Maidah: 52)Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah memungut jizyah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani.


{فَيُصْبِحُوا}


Maka karena itu mereka menjadi. (Al-Maidah: 52)Yakni orang-orang yang menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai wali mereka dari kalangan kaum munafik.


{عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ}


menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka (Al-Maidah: 52)Yaitu menyesali perbuatan mereka yang berpihak kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani itu. Dengan kata lain, mereka menyesali perbuatan yang mereka

lakukan karena usahanya itu tidak dapat memberikan hasil apa pun, tidak pula dapat menolak hal yang mereka hindari, bahkan berpihak kepada mereka merupakan penyebab utama dari kerusakan itu sendiri. Kini mereka keadaannya telah

dipermalukan dan Allah telah menampakkan perkara mereka di dunia ini kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, padahal sebelumnya mereka tersembunyi, keadaan dan prinsip mereka masih belum diketahui. Tetapi setelah semua penyebab

yang mempermalukan mereka telah lengkap, maka tampak jelaslah perkara mereka di mata hamba-hamba Allah yang mukmin. Orang-orang mukmin merasa heran dengan sikap mereka (kaum munafik itu), bagaimana mereka dapat menampakkan

diri bahwa mereka seakan-akan termasuk orang-orang mukmin, dan bahkan mereka berani bersumpah untuk itu, tetapi dalam waktu yang sama mereka berpihak kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani? Dengan demikian, tampak jelaslah kedustaan dan kebohongan mereka. Untuk itulah Allah menyebutkan dalam firman-Nya:


{وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا أَهَؤُلاءِ الَّذِينَ أَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَأَصْبَحُوا خَاسِرِينَ}


Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan, "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kalian?” Rusak binasalah segala amal mereka,

lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. (Al-Maidah: 53)Para ahli qiraah berbeda pendapat sehubungan dengan huruf wawu dari ayat ini. Jumhur ulama menetapkan huruf wawu dalam firman-Nya:


وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا


Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan. (Al-Maidah: 53)Kemudian sebagian dari mereka ada yang membaca rafa' dan mengatakan sebagai ibtida (permulaan kalimat). Sebagian dari mereka ada yang me-nasab-kannya karena di-'ataf-kan kepada firman-Nya:


{فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ}


"Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. . (Al-Maidah: 53)Dengan demikian, berarti bentuk lengkapnya ialah an-yaqula (dan mudah-mudahan orang-orang yang beriman mengatakan).Tetapi ulama Madinah membacanya dengan bacaan berikut:


{يَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا}


Orang-orang yang beriman akan mengatakan. (Al-Maidah: 53)Yakni tanpa memakai huruf wawu. demikian pula yang tertera di dalam mushaf mereka, menurut Ibnu Jarir.Ibnu Juraij mengatakan dari Mujahid sehubungan dengan firman Allah Swt.:

Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan kepada (RasulNya), atau sesuatu keputusdan dari Sisi-Nya. (Al-Maidah: 52) Sebagai konsekuensinya disebutkan dalam firman-Nya: Orang-orang yang beriman akan mengatakan,

"Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kalian?” Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. (Al-Maidah: 53).

Yakni tanpa memakai wawu. Demikianlah menurut salinan yang ada di tangan kami. Tetapi barangkali ada kalimat yang digugurkan padanya, karena menurut ungkapan Tafsir Ruhul Ma'ani disebutkan bahwa Ibnu Kasir, Nafi',

dan Ibnu Amir membaca yaaulu tanpa memakai wawu dengan interpretasi sebagai isti-naf bayani. Seakan-akan dikatakan bahwa "lalu apakah yang dikatakan oleh orang-orang mukmin saat itu?".Para ulama tafsir berbeda pendapat

mengenai penyebab yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat yang mulia ini. As-Saddi menye­butkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang lelaki.Salah seorang dari keduanya berkata kepada lainnya sesudah Perang Uhud,

"Adapun saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada si Yahudi itu, lalu saya berlindung padanya dan ikut masuk agama Yahudi bersamanya, barangkali ia berguna bagiku jika terjadi suatu perkara atau suatu hal."Sedangkan yang lainnya

menyatakan, "Adapun saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada si Fulan yang beragama Nasrani di negeri Syam, lalu saya berlindung padanya dan ikut masuk Nasrani bersamanya." Maka Allah Swt. berfirman: Hai orang-orang yang beriman,

janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian). (Al-Maidah: 51). hingga beberapa ayat berikutnya.Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Lubabah ibnu Abdul Munzir ketika

Rasulullah Saw. mengutusnya kepada Bani Quraizah, lalu mereka bertanya kepadanya, "Apakah yang akan dilakukan olehnya terhadap kami?" Maka Abu Lubabah mengisya­ratkan dengan tangannya ke arah tenggorokannya,

yang maksudnya bahwa Nabi Saw. akan menyembelih mereka. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.Menurut pendapat yang lain. ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, seperti apa yang telah disebutkan oleh Ibnu Jarir:


حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي، عَنْ عَطِيَّةَ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: جَاءَ عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ، مِنْ بَنِي الْخَزْرَجِ، إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي مَوَالِي مَنْ يَهُودٍ كَثِيرٌ عَدَدُهُمْ، وَإِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ مِنْ وَلَايَةِ يَهُودٍ، وَأَتَوَلَّى اللَّهَ وَرَسُولَهُ. فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ: إِنِّي رَجُلٌ أَخَافُ الدَّوَائِرَ، لَا أَبْرَأُ مِنْ وِلَايَةِ مَوَالِي. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيٍّ: "يَا أَبَا الحُباب، مَا بَخِلْتَ بِهِ مِنْ وَلَايَةِ يَهُودَ عَلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ فَهُوَ لَكَ دُونَهُ". قَالَ: قَدْ قَبِلْتُ! فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ [بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ] } إِلَى قَوْلِهِ: {فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ}


bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis berikut dari Atiyyah ibnu Sa'd, bahwa

Ubadah ibnus Samit dari Banil Haris ibnul Khazraj datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai teman-teman setia dari kalangan orang-orang Yahudi yang jumlah mereka cukup banyak.

Dan sesungguhnya saya sekarang menyatakan berlepas diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari mengambil orang-orang Yahudi sebagai teman setia saya, dan sekarang saya berpihak kepada Allah dan Rasul-Nya.

" Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul berkata, "Sesungguhnya aku adalah seseorang yang takut akan mendapat bencana. Karenanya aku tidak mau berlepas diri dari mereka yang telah menjadi teman-teman setiaku." Maka Rasulullah Saw.

bersabda kepada Abdullah ibnu Ubay, "Hai Abul Hubab, apa yang engkau pikirkan, yaitu tidak mau melepaskan diri dari berteman setia dengan orang-orang Yahudi, tidak seperti apa yang dilakukan oleh Ubadah ibnus Samit.

Maka hal itu hanyalah untukmu, bukan untuk Ubadah." Abdullah ibnu Ubay berkata, "Saya terima." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian). (Al-Maidah: 51), hingga dua ayat berikutnya.


ثُمَّ قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا هَنَّاد، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْر، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ: لَمَّا انْهَزَمَ أَهْلُ بَدْرٍ قَالَ الْمُسْلِمُونَ لِأَوْلِيَائِهِمْ مِنْ يَهُودَ: آمِنُوا قَبْلَ أَنْ يُصِيبَكُمُ اللَّهُ بِيَوْمٍ مِثْلَ يَوْمِ بَدْرٍ! فَقَالَ مَالِكُ بْنُ الصَّيْفِ: أَغَرَّكُمْ أَنْ أَصَبْتُمْ رَهْطًا مِنْ قُرَيْشٍ لَا عِلْمَ لَهُمْ بِالْقِتَالِ!! أَمَا لَوْ أمْرَرْنا الْعَزِيمَةَ أَنْ نَسْتَجْمِعَ عَلَيْكُمْ، لَمْ يَكُنْ لَكُمْ يَدٌ بِقِتَالِنَا فَقَالَ عُبَادَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أَوْلِيَائِي مِنَ الْيَهُودِ كَانَتْ شَدِيدَةً أَنْفُسُهُمْ، كَثِيرًا سِلَاحُهُمْ، شَدِيدَةً شَوْكَتُهُمْ، وَإِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ [تَعَالَى] وَإِلَى رَسُولِهِ مِنْ وِلَايَةِ يَهُودَ، وَلَا مَوْلَى لِي إِلَّا اللَّهُ وَرَسُولُهُ. فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ: لَكِنِّي لَا أَبْرَأُ مِنْ وَلَاءِ يَهُودٍ أَنَا رَجُلٌ لَا بُدَّ لِي مِنْهُمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا الْحُبَابِ أَرَأَيْتَ الَّذِي نَفَّسْتَ بِهِ مِنْ وَلَاءِ يَهُودَ عَلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، فَهُوَ لَكَ دُونَهُ؟ " فَقَالَ: إِذًا أقبلُ! قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ [بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ] } إِلَى قَوْلِهِ: {وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ}


Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abdur Rahman, dari Az-Zuhri yang menceritakan bahwa ketika

kaum musyrik mengalami kekalahan dalam Perang Badar, kaum muslim berkata kepada teman-teman mereka yang dari kalangan orang-orang Yahudi, "Masuk Islamlah kalian sebelum Allah menimpakan kepada kalian suatu bencana

seperti yang terjadi dalam Perang Badar." Malik ibnus Saif berkata, "Kalian telah teperdaya dengan kemenangan kalian atas segolongan orang-orang Quraisy yang tidak mempunyai pengalaman dalam peperangan. Jika kami bertekad

menghimpun kekuatan untuk menyerang kalian, maka kalian tidak akan berdaya untuk memerangi kami." Maka Ubadah ibnus Samit berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguh­nya teman-teman sejawatku dari kalangan orang-orang Yahudi

adalah orang-orang yang berjiwa keras, banyak memiliki senjata, dan kekuatan mereka cukup tangguh. Sesungguhnya aku sekarang berlepas diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari berteman dengan orang-orang Yahudi. Sekarang bagiku

tidak ada pemimpin lagi kecuali Allah dan Rasul-Nya." Tetapi Abdullah ibnu Ubay berkata, "Tetapi aku tidak mau berlepas diri dari berteman sejawat dengan orang-orang Yahudi. Sesungguhnya aku adalah orang yang bergantung kepada mereka.

" Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Abul Hubab, bagaimanakah jika apa yang kamu sayangkan, yaitu berteman sejawat dengan orang-orang Yahudi terhadap Ubadah ibnus Samit, hal itu hanyalah untukmu, bukan untuk dia?"

Abdullah ibnu Ubay menjawab, "Kalau begitu, aku bersedia menerima­nya." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian).

(Al-Maidah: 51) sampai dengan firman-Nya: Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67)Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, kabilah Yahudi yang mula-mula berani melanggar perjanjian antara mereka dan Rasulullah Saw. adalah Bani Qainuqa.


فَحَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ عُمَرَ بْنِ قَتَادَةَ قَالَ: فَحَاصَرَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حتى نَزَلُوا عَلَى حُكْمِهِ، فَقَامَ إِلَيْهِ عَبْدُ اللَّهِ بن أبي بن سَلُولَ، حِينَ أَمْكَنَهُ اللَّهُ مِنْهُمْ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَحْسِنْ فِي مَوَالي. وَكَانُوا حُلَفَاءَ الْخَزْرَجِ، قَالَ: فَأَبْطَأَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَحْسِنْ فِي مَوَالِي. قَالَ: فَأَعْرَضَ عَنْهُ. فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِي جَيْبِ دِرْعِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. "أَرْسِلْنِي". وَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى رُئِي لِوَجْهِهِ ظُلَلًا ثُمَّ قَالَ: "وَيْحَكَ أَرْسِلْنِي". قَالَ: لَا وَاللَّهِ لَا أُرْسِلُكَ حَتَّى تُحْسِنَ فِي مَوَالي، أَرْبَعِمِائَةِ حَاسِرٍ، وَثَلَاثِمِائَةِ دَارِعٍ، قَدْ مَنَعُونِي مِنَ الْأَحْمَرِ وَالْأَسْوَدِ، تَحْصُدُهُمْ فِي غَدَاةٍ وَاحِدَةٍ؟! إِنِّي امْرُؤٌ أَخْشَى الدَّوَائِرَ، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُم لَكَ."


Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadanya Asim ibnu Umar ibnu Qatadah yang mengatakan bahwa lalu Rasulullah Saw. mengepung mereka hingga mereka menyerah dan mau tunduk di bawah hukumnya.

Lalu bangkitlah Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul kepada Rasulullah, setelah Allah memberikan kemenangan kepadanya atas mereka. Kemudian Abdullah Ibnu Ubay ibnu Salul berkata, "Hai Muhammad, perlakukanlah teman-teman sejawatku itu

dengan baik, karena mereka adalah teman-teman sepakta orang-orang Khazraj." Rasulullah Saw. tidak melayaninya, dan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul berkata lagi, "Hai Muhammad, perlakukanlah teman-teman sejawatku ini dengan baik.

Tetapi Rasulullah Saw. tidak mempedulikannya. Kemudian Abdullah ibnu Ubay memasukkan tangannya ke dalam kantong baju jubah Nabi Saw., dan Nabi Saw. bersabda kepadanya.”Lepaskanlah aku!" Bahkan Rasulullah Saw.

marah sehingga kelihatan roman muka beliau memerah, kemudian bersabda lagi, "Celakalah kamu, lepaskan aku. Abdullah ibnu Ubay berkata, "Tidak, demi Allah, sebelum engkau bersedia akan memperlakukan teman-teman sejawatku

dengan perlakuan yang baik. Mereka terdiri atas empat ratus orang yang tidak memakai baju besi dan tiga ratus orang memakai baju besi, dahulu mereka membelaku dari ancaman orang-orang yang berkulit merah dan berkulit hitam

yang selalu mengancamku, sesungguhnya aku adalah orang yang takut akan tertimpa bencana." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Mereka kuserahkan kepadamu."


قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: فَحَدَّثَنِي أَبُو إِسْحَاقَ بْنُ يَسار، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الْوَلِيدِ بْنِ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: لَمَّا حَارَبَتْ بَنُو قَيْنُقَاع رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، تَشَبَّثَ بِأَمْرِهِمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ، وَقَامَ دُونَهُمْ، وَمَشَى عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ أَحَدَ بَنِي عَوْف بْنِ الْخَزْرَجِ، لَهُ مِنْ حِلْفِهِمْ مِثْلَ الَّذِي لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيٍّ، فَجَعَلَهُمْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَبَرَّأَ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حِلْفِهِمْ، وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَتَبَرَّأُ إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولِهِ مِنْ حِلْفِهِمْ، وَأَتَوَلَّى اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالْمُؤْمِنِينَ، وَأَبْرَأُ مِنْ حِلْفَ الْكُفَّارِ وَوَلَايَتِهِمْ. فَفِيهِ وَفِي عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيٍّ نَزَلَتِ الْآيَاتُ فِي الْمَائِدَةِ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ} إِلَى قَوْلِهِ: {وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ}


Muhammad ibnu Ishaq berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Ishaq ibnu Yasar, dari Ubadah ibnul Walid ibnu Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa ketika Bani Qainuqa' memerangi Rasulullah Saw.,

Abdullah ibnu Ubay berpihak dan membela mereka, sedangkan Ubadah ibnus Samit berpihak kepada Rasulullah Saw. Dia adalah salah seorang dari kalangan Bani Auf ibnul Khazraj yang juga merupakan teman sepakta Bani Qainuqa',

sama dengan Abdullah ibnu Ubay. Ubadah ibnus Samit menyerahkan perkara mereka kepada Rasulullah Saw. dan berlepas diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari berteman dengan mereka. Lalu ia mengatakan, "Wahai Rasulullah,

saya berlepas diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari berteman dengan mere­ka; dan sekarang saya berpihak kepada Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin; saya pun menyatakan lepas dari perjanjian saya dengan orang-orang kafir

dan tidak mau lagi berteman dengan mereka." Berkenaan dengan dia dan Abdullah ibnu Ubay ayat-ayat ini diturunkan,- yaitu firman Allah Swt. yang ada di dalam surat Al-Maidah: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian

mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian); sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. (Al-Maidah: 51) sampai dengan firman-Nya:

Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. (Al-Maidah: 56)


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، عَنْ محمد بن إِسْحَاقَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَة، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ: دَخَلْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيٍّ نَعُودُهُ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَدْ كُنْتُ أَنْهَاكَ عَنْ حُبّ يَهُودَ". فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: فَقَدْ أَبْغَضَهُمْ أَسْعَدُ بْنُ زُرَارَةَ، فَمَاتَ.


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Usamah ibnu Zaid

yang menceritakan bahwa ia pernah bersama dengan Rasulullah Saw. menjenguk Abdullah ibnu Ubay yang sedang sakit. Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya: Aku pernah melarangmu jangan berteman dengan orang-orang Yahudi.

Tetapi Abdullah ibnu Ubay menjawab, "As'ad ibnu Zararah pernah membenci mereka, dan ternyata dia mati."Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq.

Surat Al-Maidah |5:52|

فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَىٰ أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ ۚ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ

fa tarollażiina fii quluubihim marodhuy yusaari'uuna fiihim yaquuluuna nakhsyaaa an tushiibanaa daaa`iroh, fa 'asallohu ay ya`tiya bil-fat-ḥi au amrim min 'indihii fa yushbiḥuu 'alaa maaa asarruu fiii anfusihim naadimiin

Maka, kamu akan melihat orang-orang yang hatinya berpenyakit segera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, "Kami takut akan mendapat bencana." Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya, sehingga mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.

So you see those in whose hearts is disease hastening into [association with] them, saying, "We are afraid a misfortune may strike us." But perhaps Allah will bring conquest or a decision from Him, and they will become, over what they have been concealing within themselves, regretful.

Tafsir
Jalalain

(Maka kamu lihat orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit) yakni lemah akidahnya seperti Abdullah bin Ubai gembong munafik itu (bersegera kepada mereka) untuk mengambil mereka sebagai pemimpin

(seraya katanya) mengemukakan alasan dari sikap mereka itu ("Kami takut akan mendapat giliran bencana.") misalnya giliran musim kemarau, kekalahan sedangkan urusan Muhammad tidak berketentuan

sehingga tidak dapat membela kami. Berfirman Allah swt.: (Semoga Allah mendatangkan kemenangan) kepada rasul-Nya dengan mengembangkan agama-Nya (atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya)

misalnya dengan membuka kedok orang-orang munafik dan menyingkapkan rahasia mereka (sehingga mereka atas apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka)

berupa keragu-raguan dan mengambil orang-orang kafir itu sebagai pemimpin (menjadi menyesal.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 52 |

Penjelasan ada di ayat 51

Surat Al-Maidah |5:53|

وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا أَهَٰؤُلَاءِ الَّذِينَ أَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ ۙ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ ۚ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَأَصْبَحُوا خَاسِرِينَ

wa yaquulullażiina aamanuuu a haaa`ulaaa`illażiina aqsamuu billaahi jahda aimaanihim innahum lama'akum, ḥabithot a'maaluhum fa ashbaḥuu khoosiriin

Dan orang-orang yang beriman akan berkata, "Inikah orang yang bersumpah secara sungguh-sungguh dengan (nama) Allah bahwa mereka benar-benar beserta kamu?" Segala amal mereka menjadi sia-sia sehingga mereka menjadi orang yang rugi.

And those who believe will say, "Are these the ones who swore by Allah their strongest oaths that indeed they were with you?" Their deeds have become worthless, and they have become losers.

Tafsir
Jalalain

(Dan berkatalah) dibaca yaquulu marfu` sebagai awal kata dengan memakai wawu atau tidak. Ada pula yang membaca yaquula manshub karena diathafkan kepada ya`tiya (orang-orang yang beriman)

kepada kawan-kawan mereka keheranan; yakni jika topeng kedustaan mereka telah disingkapkan ("Inikah orang-orang yang telah bersumpah dengan nama Allah secara bersungguh-sungguh)

artinya sebenar-benarnya bersumpah (bahwa sesungguhnya mereka beserta kamu.") dalam soal keagamaan. Firman Allah swt.: ("Gugurlah) rusaklah/binasalah (amal perbuatan mereka yang baik)

(maka jadilah mereka orang-orang yang merugi.") baik di dunia dengan terbukanya rahasia mereka maupun di akhirat dengan datangnya azab dan siksa.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 53 |

Penjelasan ada di ayat 51

Surat Al-Maidah |5:54|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

yaaa ayyuhallażiina aamanuu may yartadda mingkum 'an diinihii fa saufa ya`tillaahu biqoumiy yuḥibbuhum wa yuḥibbuunahuuu ażillatin 'alal-mu`miniina a'izzatin 'alal-kaafiriina yujaahiduuna fii sabiilillaahi wa laa yakhoofuuna laumata laaa`im, żaalika fadhlullohi yu`tiihi may yasyaaa`, wallohu waasi'un 'aliim

Wahai orang-orang yang beriman! Barang siapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.

O you who have believed, whoever of you should revert from his religion - Allah will bring forth [in place of them] a people He will love and who will love Him [who are] humble toward the believers, powerful against the disbelievers; they strive in the cause of Allah and do not fear the blame of a critic. That is the favor of Allah; He bestows it upon whom He wills. And Allah is all-Encompassing and Knowing.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman! Siapa yang murtad) yartadda pakai idgam atau tidak; artinya murtad atau berbalik (di antara kamu dari agamanya) artinya berbalik kafir; ini merupakan pemberitahuan dari Allah swt.

tentang berita gaib yang akan terjadi yang telah terlebih dahulu diketahui-Nya. Buktinya setelah Nabi Muhammad saw. wafat segolongan umat keluar dari agama Islam (maka Allah akan mendatangkan) sebagai ganti mereka

(suatu kaum yang dicintai oleh Allah dan mereka pun mencintai-Nya) sabda Nabi saw., "Mereka itu ialah kaum orang ini," sambil menunjuk kepada Abu Musa Al-Asyari; riwayat Hakim dalam sahihnya

(bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap keras) atau tegas (terhadap orang-orang kafir. Mereka berjihad di jalan Allah dan tidak takut akan celaan orang yang suka mencela)

dalam hal itu sebagaimana takutnya orang-orang munafik akan celaan orang-orang kafir. (Demikian itu) yakni sifat-sifat yang disebutkan tadi (adalah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Luas)

karunia-Nya (lagi Maha Mengetahui) akan yang patut menerimanya. Ayat ini turun ketika Ibnu Salam mengadu kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah! Kaum kami telah mengucilkan kami!"

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 54 |

Tafsir ayat 54-56

Allah Swt. berfirman menceritakan tentang kekuasaan-Nya Yang Mahabesar, bahwa barang siapa yang memalingkan diri tidak mau menolong agama Allah dan menegakkan syariat-Nya, sesungguhnya Allah akan menggantikannya

dengan kaum yang lebih baik daripadanya, lebih keras pertahanannya serta lebih lurus jalannya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu firman-firman-Nya berikut ini:


{وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ}


dan jika kalian berpaling, niscaya Dia akan mengganti (kalian) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kalian (ini). (Muhammad: 38)


{إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ أَيُّهَا النَّاسُ وَيَأْتِ بِآخَرِينَ}


Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan kalian, wahai manusia; dan Dia datangkan umat yang lain (sebagai pengganti kalian). (An-Nisa: 133)


{إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ. وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ}


Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kalian dan mengganti (kalian) dengan makhluk yang baru, dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah. (Ibrahim: 19-20)


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ}


Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya. (Al-Maidah: 54)Yakni meninggalkan perkara yang hak dan kembali kepada kebatilan. Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa ayat ini

diturunkan berkenaan dengan para pemimpin orang-orang Quraisy. Menurut Al-Hasan Al-Basri, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang murtad yang baru kelihatan kemurtadannya di masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar.


{فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ}


maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. (Al-Maidah: 54)Al-Hasan Al-Basri menyebutkan bahwa demi Allah, yang dimaksud adalah Abu Bakar dan sahabat-sahabatnya.

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, ia pernah mendengar Abu Bakar ibnu Ayyasy berkata sehubungan dengan firman-Nya: maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah

mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. (Al-Maidah: 54); Mereka adalah penduduk Qadisiyah. Sedangkan menurut Lais ibnu Abu Sulaim, dari Mujahid, mereka adalah suatu kaum dari negeri Saba.Ibnu Abu Hatim mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Ajlah, dari Muhammad ibnu Amr, dari Salim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: maka kelak Allah

akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. (Al-Maidah: 54) Yang dimaksud adalah segolongan orang-orang dari penduduk negeri Yaman, Kindah, dan-As-Sukun.


حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُصَفَّى، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ -يَعْنِي ابْنَ حَفْصٍ-عَنْ أَبِي زِيَادٍ الْحِلْفَانِيِّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ المُنْكَدر، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سُئل رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَوْلِهِ: {فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ} قَالَ: "هَؤُلَاءِ قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ، ثُمَّ مِنْ كِنْدَةَ، ثُمَّ مِنَ السكون، ثم من تُجِيبَ".


Telah menceritakan pula kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musaffa, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah (yakni Ibnu Hafs), dari Abu Ziyad Al-Hilfani, dari Muhammad ibnul Munkadir,

dari Jabir ibnu Abdullah yang mencerita­kan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. (Al-Maidah: 54)

Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mereka adalah suatu kaum dari kalangan penduduk negeri Yaman, lalu dari Kindah, dari As-Sukun, dan dari Tajib.Hadis ini berpredikat garib sekali.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ شَبَّة، حدثنا عَبْدُ الصَّمَدِ -يَعْنِي ابْنَ عَبْدِ الْوَارِثِ-حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سِمَاك، سَمِعْتُ عِيَاضًا يُحَدِّثُ عَنِ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُمْ قَوْمُ هَذَا".


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad (yakni Ibnu Abdul Waris), telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak; ia pernah mendengar

Iyad menceritakan hadis dari Abu Musa Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.

(Al-Maidah: 54) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mereka adalah dari kaum orang ini (seraya mengisyaratkan kepada Abu Musa Al-Asy'ari, yakni dari penduduk Yaman, pent.).Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah dengan lafaz yang semisal. Firman Allah Swt.:


{أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ}


yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir. (Al-Maidah: 54)Demikianlah sifat orang mukmin yang sempurna, yaitu selalu bersikap rendah diri terhadap saudara

dan teman sejawatnya, dan bersikap keras terhadap musuh dan seterunya, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:


{مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ}


Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (Al-Fath: 29)Di dalam gambaran tentang sifat Rasulullah Saw.

disebutkan bahwa beliau Saw. adalah orang yang banyak senyum lagi banyak berperang. Dengan kata lain, beliau selalu bersikap kasih sayang dan lemah lembut kepada kekasih-kekasihnya dan sangat keras terhadap musuh-musuhnya. Firman Allah Swt.:


{يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ}


yang berjihad di jalan Allah, dan tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. (Al-Maidah: 54)Yakni mereka tidak pernah mundur setapak pun dari prinsipnya, yaitu taat kepada Allah, menegakkan batasan-batasan-Nya,

memerangi musuh-musuh-Nya, dan melakukan amar ma’ruf serta nahi munkar. Mereka sama sekali tidak pernah surut dari hal tersebut tiada seorangpun yang dapat menghalang-halangi mereka, dan tidak pernah takut terhadap celaan orang-orang yang mencela dan mengkritiknya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا سَلَامٌ أَبُو الْمُنْذِرِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ وَاسِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: أَمَرَنِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ، أَمَرَنِي بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ، وَأَمَرَنِي أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِي، وَلَا أَنْظُرُ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِي، وَأَمَرَنِي أَنْ أَصِلَ الرَّحِمَ وَإِنْ أَدْبَرَتْ، وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أَسْأَلَ أَحَدًا شَيْئًا، وَأَمَرَنِي أَنْ أَقُولَ الْحَقَّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا، وَأَمَرَنِي أَلَّا أَخَافَ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ، وَأَمَرَنِي أَنَّ أُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، فَإِنَّهُنَّ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ.


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Salam Abul Munzir, dari Muhammad ibnu Wasi', dari Abdullah ibnus Samit, dari Abu Zar yang menceritakan: Kekasihku (yakni Nabi Saw.)

telah memerintahkan kepadaku melakukan tujuh perkara, yaitu: Beliau memerintahkan kepadaku agar menyayangi orang-orang miskin dan dekat dengan mereka. Beliau memerintahkan kepadaku agar memandang kepada orang yang sebawahku

dan jangan memandang kepada orang yang seatasku. Beliau memerintahkan kepadaku agar menghubungkan silaturahmi, sekalipun hatiku tidak suka. Beliau memerintahkan kepadaku agar jangan meminta sesuatu pun kepada orang lain.

Beliau memerintahkan kepadaku agar mengucapkan hal yang hak, sekalipun itu pahit. Beliau memerintahkan kepadaku agar jangan takut kepada celaan orang yang mencela dalam membela (agama) Allah. Dan beliau memerintahkan kepadaku

agar memperbanyak ucapan, "La haula wala auwwata illa billah (Tidak ada daya untuk menghindar dari maksiat dan tidak ada kekuatan untuk mengerjakan ibadah kecuali berkat pertolongan Allah)," karena sesungguhnya kalimah ini merupakan suatu perbendaharaan yang tersimpan di bawah 'Arasy.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ عَنْ أَبِي الْمُثَنَّى؛ أَنَّ أَبَا ذَرٍّ قَالَ: بَايَعَنِي رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسًا وَوَاثَقَنِي سَبْعًا، وَأَشْهَدَ اللَّهَ عَلَيَّ تِسْعًا، أَنِّي لَا أَخَافُ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ. قَالَ أَبُو ذَرٍّ: فَدَعَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "هَلْ لَكَ إِلَى بَيْعَةٍ وَلَكَ الْجَنَّةُ؟ " قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: وَبَسَطْتُ يَدَيَّ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَشْتَرِطُ: عَلَى أَلَّا تَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا؟ قُلْتُ: نَعَمْ قَالَ: "ولا سوطك وإن سَقَطَ مِنْكَ يَعْنِي تَنْزِلُ إِلَيْهِ فَتَأْخُذُهُ."


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, dari Abul Musanna, bahwa Abu Zar r.a. pernah menceritakan, "Rasulullah Saw. membaiat diriku atas lima perkara

dan mengikat diriku dengan tujuh perkara. Dan aku bersaksi kepada Allah bahwa aku tidak akan takut terhadap celaan orang yang mencela demi membela (agama) Allah." Abu Zar melanjutkan kisahnya, "Lalu Rasulullah Saw.

memanggil­ku dan bersabda, 'Maukah engkau berbaiat, sedangkan bagimu nanti surga?' Aku menjawab, 'Ya.' Lalu aku mengulurkan tanganku, maka Nabi Saw. bersabda seraya mensyaratkan kepadaku, 'Janganlah kamu meminta kepada

orang lain barang sesuatu pun.' Aku menjawab, 'Ya.' Nabi Saw. bersabda: Dan jangan pula kamu meminta kepada orang lain untuk memungut cambukmu, sekalipun cambukmu terjatuh dari tanganmu.

Yakni beliau Saw. memerintahkan kepadaku agar memungut sendiri cambukku, jangan minta pertolongan kepada orang lain untuk mengambilkannya."


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ، حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ، عَنِ الْمُعَلَّى القُرْدوسي، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَّا لَا يَمْنَعْنَ أَحَدَكُمْ رَهْبةُ النَّاسِ أَنْ يَقُولَ بِحَقٍّ إِذَا رَآهُ أَوْ شَهِدَهُ، فَإِنَّهُ لَا يُقَرِّبُ مِنْ أَجْلٍ، وَلَا يُبَاعد مَنْ رِزْقٍ أَنْ يَقُولَ بِحَقٍّ أَوْ يُذَكِّرَ بِعَظِيمٍ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Ja'far, dari Al-Ma'la Al-Firdausi, dari Al-Hasan. dari Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda: Ingatlah, jangan sekali-kali seseorang di antara kalian merasa takut terhadap orang lain untuk mengatakan perkara yang benar, jika dia melihat atau menyaksikannya. Karena sesungguhnya tidak dapat memendekkan ajal

dan tidak pula menjauhkan rezeki bila seseorang mengatakan perkara yang hak atau menceritakan hal yang berat diutarakan.Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (menyendiri).


قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ زُبَيْد عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة، عَنْ أَبِي الْبَخْتَرِيِّ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا يَحْقِرَنَّ أَحَدُكُمْ نَفْسَهُ أَنْ يَرَى أَمْرًا لِلَّهِ فِيهِ مَقَال، فَلَا يَقُولُ فِيهِ، فَيُقَالُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: مَا مَنَعَكَ أَنْ تَكُونَ قُلْتَ فِيَّ كَذَا وَكَذَا؟ فَيَقُولُ: مَخَافَةَ النَّاسِ. فَيَقُولُ: إِيَّايَ أَحَقُّ أَنْ تَخَافَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Zubaid, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda: Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian merendahkan dirinya bila ia melihat suatu perkara menyangkut (agama) Allah yang harus ia utarakan, lalu ia tidak mau mengatakannya. Maka akan dikata­kan kepadanya

pada hari kiamat, "Apakah yang mencegah dirimu untuk mengatakan anu dan anu?” Lalu ia menjawab, "Karena takut kepada manusia" Maka dijawab, "Sebenarnya yang harus kamu takuti hanyalah Aku."Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dengan lafaz yang sama.


وَرَوَى أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ، مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي طُوَالة عَنْ نَهَارِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْعَبْدِيِّ الْمَدَنِيِّ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عليه وسلم قال: "إن اللَّهَ لَيَسْأَلُ الْعَبْدَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، حَتَّى إِنَّهُ لَيَسْأَلُهُ يَقُولُ لَهُ: أيْ عَبْدِي، رَأَيْتَ مُنْكَرًا فَلَمْ تُنْكِرْهُ؟ فَإِذَا لَقَّن اللَّهُ عَبْدًا حُجَّتَهُ، قَالَ: أيْ رَبِّ، وَثِقْتُ بِكَ وَخِفْتُ النَّاسَ".


Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan melalui hadis Abdullah ibnu Abdur Rahman Abu Tuwalah, dari Nahar ibnu Abdul lah Al-Abdi Al-Madani, dari Abu Sa'id Al-Khudri. dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah

benar-benar akan menanyai hamba-Nya di hari kiamat, hingga Dia benar-benar menanyainya, dengan pertanyaan, "Hai hamba-Ku, bukankah engkau pernah melihat perkara yang mungkar, lalu mengapa engkau tidak mencegahnya?”

Maka apabila Allah telah mengajarkan kepada seseorang hamba hujah (alasan) yang dikatakannya, maka si hamba berkata, "Ya Tuhanku, saya percaya kepada-Mu, tetapi saya takut kepada manusia." Telah disebutkan pula di dalam sebuah hadis sahih:


"مَا يَنْبَغِي لِمُؤْمِنٍ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ"، قَالُوا: وَكَيْفَ يُذِلُّ نَفْسَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "يَتَحَمَّلُ مِنَ الْبَلَاءِ مَا لَا يُطِيقُ".


Tidak layak bagi seorang mukmin menghinakan dirinya sendiri. Ketika mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan menghinakan dirinya sendiri?" Maka Rasulullah Saw. bersabda: Menanggung bencana (akibat) yang tidak kuat disanggahnya.


{ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ}


Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Maidah: 54)Yakni orang-orang yang menyandang sifat-sifat tersebut, tiada lain berkat karunia dan taufik Allah kepada mereka.


{وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ}


dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Maidah: 54)Yaitu Dia Mahaluas karunia-Nya kepada orang yang berhak menerima karunia itu, dan Maha Mengetahui terhadap siapa yang tidak berhak mendapat karunia-Nya. Firman Allah Swt.:


{إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا}


Sesungguhnya penolong kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. (Al-Maidah: 55)Yakni orang-orang Yahudi itu bukanlah penolong kalian. Penolong kalian tiada lain adalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin. Firman Allah Swt.:


الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ


yang mendirikan salat dan menunaikan zakat. (Al-Maidah: 55)Yakni orang-orang mukmin yang mempunyai sifat-sifat ini, yaitu mendirikan salat yang merupakan rukun Islam yang paling utama, karena salat dilakukan hanya untuk Dia semata

dan tiada sekutu bagi-Nya; dan menunaikan zakat yang merupakan hak menyangkut makhluk serta pertolongan terhadap orang-orang yang memerlukan pertolongan dari kalangan orang-orang lemah dan orang-orang miskin. Adapun mengenai firman-Nya yang mengatakan:


{وَهُمْ رَاكِعُونَ}


seraya mereka tunduk (kepada Allah). (Al-Maidah: 55)Maka sebagian ulama ada yang menduga bahwa jumlah ini berkedu­dukan sebagai hal atau keterangan keadaan dari firman-Nya:


{وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ}


dan menunaikan zakat. (Al-Maidah: 55)Yaitu dalam keadaan rukuk mereka, mereka menunaikan zakat (sedekahnya. Seandainya memang demikian, berarti menunaikan zakat di saat sedang rukuk merupakan hal yang lebih utama

daripada keadaan lainnya, karena dalam ayat ini disebutkan sebagai tindakan yang terpuji, padahal keadaannya tidaklah demikian, menurut salah seorang ulama dari kalangan ulama fatwa yang telah kami kenal. Sehingga ada sebagian

dari mereka yang menyebutkan sebuah asar sehubungan dengan ayat ini, dari Ali ibnu Abu Talib, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dia. Demikian itu karena pada suatu hari di depannya lewat seorang peminta-minta,

sedangkan dia dalam keadaan rukuk pada salatnya, lalu dia memberikan cincinnya kepada peminta-minta itu.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi’ ibnu Sulaiman Al-Muradi, telah menceritakan kepada kami

Ayyub ibnu Suwaid, dari Atabah ibnu Abu Hakim sehubungan dengan firman-Nya: sesungguhnya penolong kalian hanyalah Allah. Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. (Al-Maidah: 55) Bahwa mereka adalah orang-orang mukmin

dan Ali ibnu Abu Talib.Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Dakin Abu Na'im Al-Ahwal, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Qais Al-Hadrami, dari Salamah ibnu Kahil

yang menceritakan bahwa sahabat Ali ibnu Abu Talib pernah menyedekahkan cincinnya, sedangkan dia dalam rukuk salatnya, maka turunlah firman-Nya: Sesungguhnya penolong kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman,

yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya rukuk. (Al-Maidah: 55)Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Galib ibnu Abdullah,

bahwa ia pernah mendengar Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya penolong kalian hanyalah Allah Rasul-Nya. (Al-Maidah: 55) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali ibnu Abu Talib r.a. yang mengeluarkan

sedekah ketika sedang rukuk dalam salatnya.Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Mujahid, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan de­ngan firman-Nya: Sesungguhnya

penolong kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya. (Al-Maidah: 55), hingga akhir ayat; Ayat ini diturunkan berkenaan dengan sahabat Ali ibnu Abu Talib. Akan tetapi, hadis Abdul Wahhab ibnu Mujahid tidak dapat dijadikan sebagai hujah

(yakni predikatnya daif).Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui jalur Sufyan As-Sauri, dari Abu Sinan, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Ali ibnu Abu Talib sedang berdiri dalam salatnya,

lewatlah di hadapannya seorang peminta-minta saat ia dalam rukuknya. Maka ia memberikan cincinnya kepada peminta-minta itu, lalu turunlah firman-Nya: Sesungguhnya penolong kalian hanyalah Allah Rasul-Nya. (Al-Maidah: 55), hingga akhir ayat. Tetapi Ad-Dahhak tidak pernah bersua dengan Ibnu Abbas r.a.


وَرَوَى ابْنُ مَرْدُويه أَيْضًا عَنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ السَّائِبِ الْكَلْبِيِّ -وَهُوَ مَتْرُوكٌ-عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ، بَيْنَ رَاكِعٍ وَسَاجِدٍ وَقَائِمٍ وَقَاعِدٍ، وَإِذَا مِسْكِينٌ يَسْأَلُ، فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "أَعْطَاكَ أَحَدٌ شَيْئًا؟ " قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "مَنْ؟ " قَالَ: ذَلِكَ الرَّجُلُ الْقَائِمُ. قَالَ: "عَلَى أَيِّ حَالٍ أَعْطَاكَهُ؟ " قَالَ: وَهُوَ رَاكِعٌ، قَالَ: "وَذَلِكَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ". قَالَ: فَكَبَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ، وَهُوَ يَقُولُ: {وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ}


Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan pula melalui jalur Muhammad ibnus Saib Al-Kalbi —dia orangnya matruk-— dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. keluar dari rumah menuju masjid di saat orang-orang

sedang salat, ada yang sedang rukuk, ada yang sedang sujud, ada yang sedang berdiri, ada pula yang sedang duduk. Tiba-tiba ada seorang miskin meminta-minta. Maka Rasulullah Saw. masuk ke dalam masjid dan bertanya

(kepada orang miskin itu), "Apakah ada seseorang yang memberimu sesuatu?" Ia menjawab, "Ya, ada." Nabi Saw. bertanya, "Siapakah dia?" Ia menjawab, "Itu, lelaki yang sedang berdiri." Nabi Saw. bertanya, "Dalam keadaan apakah dia

ketika memberimu?" Ia menjawab, "Ketika dia sedang rukuk." Nabi Saw. bersabda, "Orang itu adalah Ali ibnu Abu Talib." Maka Rasulullah Saw. saat itu bertakbir seraya membaca firman-Nya: Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya,

dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. (Al-Maidah: 56)Sanad hadis ini kurang menggembirakan.Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis

Ali ibnu Abu Talib r.a. sendiri dan Ammar ibnu Yasir serta Abu Rafi', teta­pi tiada sesuatu pun darinya yang sahih sama sekali, mengingat sanad-sanadnya lemah lagi para perawinya tidak dikenal.Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkan

berikut sanadnya, dari Maimun ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya penolong kalian hanyalah Allah dan Rasul-Nya. (Al-Maidah: 55) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang mukmin,

terutama sekali Ali ibnu Abu Talib.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Abdul Malik, dari Abu Ja'far sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya

penolong kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya rukuk. (Al-Maidah: 55) Maka kami tanyakan kepadanya (Abu Ja'far) "Siapakah yang dimaksud

dengan orang-orang yang beriman itu?" Abu Ja'far menjawab, "Ya, orang-orang yang beriman." Kami katakan," Telah sampai kepada kami bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali ibnu Abu Talib." Abu Ja'far berkata, "Ali termasuk

orang-orang yang beriman."Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan semua orang mukmin, tetapi Ali ibnu Abu Talib ketika sedang salat lewat kepadanya seseorang yang meminta-minta

di saat ia rukuk dalam salatnya di dalam masjid, lalu ia memberikan cincinnya kepada orang yang meminta-minta itu.Ali ibnu AbuTalhah Al-Walibi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa barang siapa yang masuk Islam,

berarti dia telah berpihak kepada Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman; yakni menjadikan mereka sebagai walinya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.Dalam hadis-hadis yang telah kami kemukakan disebutkan bahwa

seluruh ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ubadah ibnus Samit r.a. ketika menyatakan berlepas diri dari perjanjian paktanya dengan orang-orang Yahudi, lalu ia rela berpihak kepada Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin. Karena itulah sesudah kesemuanya disebutkan oleh firman Allah Swt.:


{وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ}


Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. (Al-Maidah: 56)Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman Allah Swt. lainnya, yaitu:


{كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ. لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}


Allah telah menetapkan, "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.” Sesungguhnya Allah Mahakuai lagi Mahaperkasa Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang

dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan

dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya Allah rida terhadap mereka

dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (Al-Mujadilah: 21)Maka setiap orang yang rela

dengan kekuasaan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, dia beruntung di dunia dan akhirat serta beroleh pertolongan di dunia dan akhirat. Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ}


Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. (Al-Maidah: 56)

Surat Al-Maidah |5:55|

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ

innamaa waliyyukumullohu wa rosuuluhuu wallażiina aamanullażiina yuqiimuunash-sholaata wa yu`tuunaz-zakaata wa hum rooki'uun

Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, seraya tunduk (kepada Allah).

Your ally is none but Allah and [therefore] His Messenger and those who have believed - those who establish prayer and give zakah, and they bow [in worship].

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya yang menjadi penolongmu ialah Allah dan rasul-Nya serta orang-orang yang beriman yang mendirikan sholat dan menunaikan zakat serta mereka rukuk) maksudnya khusyuk atau melakukan sholat sunah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 55 |

Penjelasan ada di ayat 54

Surat Al-Maidah |5:56|

وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ

wa may yatawallalloha wa rosuulahuu wallażiina aamanuu fa inna ḥizballohi humul-ghoolibuun

Dan barang siapa menjadikan Allah, rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut (agama) Allah itulah yang menang.

And whoever is an ally of Allah and His Messenger and those who have believed - indeed, the party of Allah - they will be the predominant.

Tafsir
Jalalain

(Siapa yang mengambil Allah dan rasul-Nya serta orang-orang yang beriman sebagai penolongnya) lalu mereka dibela dan ditolongnya pula (maka sesungguhnya golongan agama Allah itulah yang akan menang)

yang terjamin dengan pertolongan Allah swt. sedangkan pembelaan seseorang kepada agama Allah itu menjadi bukti bahwa ia dari golongan dan pengikut agama itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 56 |

Penjelasan ada di ayat 54

Surat Al-Maidah |5:57|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa tattakhiżullażiinattakhożuu diinakum huzuwaw wa la'ibam minallażiina uutul-kitaaba ming qoblikum wal-kuffaaro auliyaaa`, wattaqulloha ing kuntum mu`miniin

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan pemimpinmu orang-orang yang membuat agamamu jadi bahan ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang-orang kafir (orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu orang-orang beriman.

O you who have believed, take not those who have taken your religion in ridicule and amusement among the ones who were given the Scripture before you nor the disbelievers as allies. And fear Allah, if you should [truly] be believers.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu ambil orang-orang yang menjadikan agamamu sebagai olok-olok) ejekan (dan barang permainan di antara) min untuk penjelasan

(orang-orang yang diberi Alkitab sebelumnya dan orang-orang kafir) atau orang-orang musyrik; dengan jar dan nashab (sebagai pemimpin dan bertakwalah kepada Allah) dengan tidak mengambil mereka sebagai pemimpin

(jika kamu beriman) artinya sungguh-sungguh dalam keimanan kamu itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 57 |

Tafsir ayat 57-58

Hal ini merupakan peringatan terhadap perbuatan berteman sejawat dengan musuh-musuh Islam dan para pemeluknya, yaitu dari kalangan kaum Ahli Kitab dan kaum musyrik. Mereka adalah orang-orang yang menjadikan syariat Islam

yang suci lagi mencakup semua kebaikan dunia dan akhirat sebagai bulan-bulanan ejekan mereka. Mereka menduganya sebagai sejenis permainan menurut pandangan mereka yang rusak itu dan pemikiran mereka yang beku. Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh seorang penyair:


وَكَمْ مِنْ عَائبٍ قَولا صَحِيحًا ... وآفَتُهُ مِن الْفَهم السَّقِيمِ ...


Betapa banyak orang yang mencela perkataan yang benar, hal itu bersumberkan dari pemahaman yang tidak benar.Firman Allah Swt.:


{مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ}


(yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kalian dan orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 57)Huruf min pada lafaz minal lazina adalah untuk menerangkan jenis yang artinya "yaitu". Perihalnya sama dengan apa yang terdapat di dalam firman-Nya:


{فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ}


maka jauhilah oleh kalian barang yang najis, (yaitu) berhala-berhala tersebut. (Al-Hajj: 30)Sebagian mufassir ada yang membaca jar lafaz al-kuffar karena di-'ataf-kan kepada minal lazina. Sedangkan ulama tafsir lainnya membacanya dengan bacaan nasab karena berkedudukan menjadi ma'mul dari firman-Nya:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ}


janganlah kalian mengambil jadi wali kalian, orang-orang yang membuat agama kalian jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kalian, dan (jangan pula) orang-orang kafir. (Al-Maidah: 57)

Yakni janganlah kalian menjadikan Ahli Kitab dan orang-orang kafir sebagai wali kalian. Yang dimaksud dengan orang-orang kafir dalam ayat ini ialah orang-orang musyrik, seperti yang disebutkan di dalam qiraah Ibnu Mas'ud menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yaitu:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ}


janganlah kalian mengambil orang-orang yang membuat agama kalian jadi buah ejekan dan permainan, yaitu di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kalian dan orang-orang musyrik, sebagai wali kalian.Firman Allah Swt.:


{وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ}


Dan bertakwalah kepada Allah jika kalian betul-betul orang-orang yang beriman. (Al-Maidah: 57)Yaitu bertakwalah kalian kepada Allah, janganlah kalian mengambil musuh-musuh kalian dan agama kalian itu sebagai wali (teman sejawat)

kalian jika kalian orang-orang yang beriman kepada syariat Allah, karena mereka membuat agama kalian sebagai bahan ejekan dan permainan. Perihalnya semakna dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain, yaitu:


{لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ}


Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri

dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kalian terhadap diri (siksa)-Nya Dan hanya kepada Allah kembali (kalian). (Ali Imran: 28)Mengenai firman Allah Swt.:


{وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا}


Dan apabila kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) salat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. (Al-Maidah: 58)Yakni demikian pula jika kalian menyerukan azan untuk salat yang merupakan amal yang paling afdal

bagi orang yang berpikir dan berpengetahuan dari kalangan orang-orang yang berakal, maka orang-orang kafir itu menjadikannya sebagai bahan ejekan dan permainan mereka.


ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ


Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. (Al-Maidah: 58)Yakni tidak mengerti akan makna beribadah kepada Allah dan tidak memahami syariat-syariat-Nya. Yang demikian itu merupakan

sifat para pengikut setan. Apabila mendengar azan, ia berlari menjauh seraya terkentut-kentut, hingga suara azan tidak terdengar lagi olehnya; apabila azan telah selesai, ia datang lagi.Apabila salat diiqamahkan, ia berlari menjauh lagi;

dan apabila iqamah sudah selesai, ia datang lagi dan memasukkan bisikannya ke dalam hati seseorang, lalu berkata, "Ingatlah ini dan itu," yang sebelum­nya tidak terpikirkan oleh orang yang bersangkutan, sehingga orang yang bersangkutan

tidak mengetahui lagi berapa rakaat salat yang telah dilakukannya. Apabila seseorang di antara kalian mengalami hal tersebut, hendaklah ia melakukan sujud sebanyak dua kali (sujud sahwi) sebelum salamnya. Demikianlah menurut makna hadis

yang muitafaq 'alaih.Az-Zuhri mengatakan bahwa Allah Swt. telah menyebutkan masalah azan dalam Al-Qur'an, yaitu melalui firman-Nya: Dan apabila kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) salat, mereka menjadikannya buah ejekan

dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. (Al-Maidah: 58). Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi sehubungan

dengan firman-Nya: Dan apabila kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) salat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. (Al-Maidah: 58); Seorang lelaki dari kalangan Nasrani di Madinah, apabila mendengar seruan untuk salat

yang mengatakan, "Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah," ia berkata, "Semoga si pendusta itu terbakar." Maka di suatu malam seorang pelayan wanitanya masuk ke dalam rumahnya dengan membawa api,

saat itu ia sedang tidur,- begitu pula ke­luarganya. Lalu ada percikan api yang jatuh dari api yang dibawa di tangannya, kemudian rumahnya terbakar sehingga dia beserta keluarganya terbakar pula. Demikianlah menurut riwayat

Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar menyebutkan di dalam kitab Sirah-nya bahwa pada hari kemenangan atas kota Mekah Rasulullah Saw. masuk ke dalam Ka'bah ditemani oleh sahabat Bilal. Lalu Rasulullah Saw.

memerintahkannya untuk menyerukan azan, sedangkan saat itu terdapat Abu Sufyan ibnu Harb, Attab ibnu Usaid, dan Al-Haris ibnu Hisyam yang sedang duduk di halaman Ka'bah. Maka Attab ibnu Usaid berkata, "Sesungguhnya Allah

telah memuliakan Usaid bila dia tidak mendengar seruan ini, karena dia akan mendengar hal yang membuatnya marah (tidak suka)." Al-Haris ibnu Hisyam berkata pula, "Ingatlah, demi Allah, seandainya aku mengetahui bahwa dia benar,

niscaya aku benar-benar mengikutinya," Sedangkan Abu Sufyan berkata, "Aku tidak akan mengatakan sesuatu pun. Seandainya aku berkata (berkomentar), niscaya batu-batu kerikil ini akan menceritakan apa yang kukatakan." Lalu Nabi Saw.

keluar menemui Abu Sufyan Ibnu Harb dan bersabda, "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang telah kalian katakan." Kemudian Abu Sufyan menyampaikan hal itu kepada mereka berdua, lalu Al-Haris dan Attab berkata,

"Kami bersaksi bahwa engkau adalah Rasul, tiada seorang pun yang bersama kita mengetahui pembicaraan ini, lalu dia menyampaikannya kepadamu."


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْح بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْج، أخبرنا عبد العزير بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي مَحْذُورَةَ؛ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مُحَيريز أَخْبَرَهُ -وَكَانَ يَتِيمًا فِي حِجْرِ أَبِي مَحْذُورَةَ-قَالَ: قُلْتُ لِأَبِي مَحْذُورَةَ: يَا عَمُّ، إِنِّي خَارِجٌ إِلَى الشَّامِ، وَأَخْشَى أَنْ أُسأل عَنْ تَأْذِينِكَ. فَأَخْبَرَنِي أَنَّ أَبَا مَحْذُورَةَ قَالَ لَهُ: نَعَمْ خَرَجْتُ فِي نَفَرٍ، وَكُنَّا بِبَعْضِ طَرِيقِ حُنَيْنٍ، مَقْفَلَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُنَيْن، فَلَقِينَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبَعْضِ الطَّرِيقِ، فَأَذَّنَ مُؤَذِّنُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالصَّلَاةِ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَمِعْنَا صَوْتَ الْمُؤَذِّنِ وَنَحْنُ مُتَنَكِّبُونَ فَصَرَخْنَا نَحْكِيهِ وَنَسْتَهْزِئُ بِهِ، فَسَمِعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّوْتَ، فَأَرْسَلَ إِلَيْنَا إِلَى أَنْ وَقَفْنَا بَيْنَ يَدَيْهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيُّكُمُ الَّذِي سمعتُ صَوْتَهُ قَدِ ارْتَفَعَ؟ " فَأَشَارَ الْقَوْمُ كُلُّهُمْ إِلَيَّ، وَصَدَقُوا، فَأَرْسَلَ كلَّهم وَحَبَسَنِي. وَقَالَ "قُمْ فَأَذِّنْ بِالصَّلَاةِ". فَقُمْتُ وَلَا شَيْءَ أَكْرَهُ إِلَيَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا مِمَّا يَأْمُرُنِي بِهِ فَقُمْتُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَلْقَى عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التَّأْذِينَ هُوَ بِنَفْسِهِ، قَالَ: "قُلِ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، " ثُمَّ قَالَ لِي: "ارْجِعْ فَامْدُدْ مِنْ صَوْتِكَ". ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أن لا إله إلا الله، أشهد أن مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، حَيَّ عَلَى الْفَلَّاحِ، حَيَّ عَلَى الْفَلَّاحِ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ". ثُمَّ دَعَانِي حِينَ قَضَيْتُ التَّأْذِينَ، فَأَعْطَانِي صُرَّة فِيهَا شَيْءٌ مِنْ فِضَّةٍ، ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى نَاصِيَةِ أَبِي مَحْذُورَةَ، ثُمَّ أَمَرَّهَا عَلَى وَجْهِهِ، ثُمَّ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ ثُمَّ عَلَى كَبِدِهِ حَتَّى بَلَغَتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ سُرَّةَ أَبِي مَحْذُورَةَ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَارَكَ اللَّهُ فِيكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مُرْني بِالتَّأْذِينِ بِمَكَّةَ. فَقَالَ قَدْ "أَمَرْتُكَ بِهِ". وَذَهَبَ كُلُّ شَيْءٍ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ كَرَاهَةٍ، وَعَادَ ذَلِكَ كُلُّهُ مَحَبَّةً لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَدِمْتُ عَلَى عَتَّابِ بْنِ أُسَيْدٍ عَامِلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ فَأَذَّنْتُ مَعَهُ بِالصَّلَاةِ عَنْ أَمْرَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَخْبَرَنِي ذَلِكَ مَنْ أَدْرَكْتُ مِنْ أَهْلِي مِمَّنْ أَدْرَكَ أَبَا مَحْذُورَةَ، عَلَى نَحْوِ مَا أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَيريز.


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdul Malik ibnu Abu Mahzurah, bahwa Abdullah ibnu Muhairiz

pernah menceritakan kepadanya hadis berikut, sedangkan dia dahulu adalah seorang yatim yang berada di dalam pemeliharaan Abu Mahzurah. Dia berkata, "Aku pernah berkata kepada Abu Mahzurah, 'Hai paman, sesungguhnya aku

akan berangkat ke negeri Syam, dan aku merasa enggan untuk bertanya kepadamu tentang peristiwa azan yang dilakukan olehmu'." Abdullah ibnu Muhairiz melanjutkan kisahnya: Abu Mahzurah menjawabnya dengan jawaban yang positif,

lalu ia menceritakan bahwa ia pernah mengadakan suatu perjalanan dengan sejumlah orang, dan ketika dia bersama teman-temannya berada di tengah jalan yang menuju ke Hunain, saat itu Rasulullah Saw. dalam perjalanan pulang dari Hunain.

Kemudian kami (Abu Mahzurah dan kawan-kawannya) bersua dengan Rasulullah Saw. di tengah jalan. Kemudian juru azan Rasulullah Saw. menyerukan azan untuk salat di dekat Rasulullah Saw. Dan kami mendengar suara azan itu saat kami

mulai menjauh darinya, lalu kami berseru dengan suara keras meniru suara azan dengan maksud memper-olok-olokkan suara azan itu. Ternyata Rasulullah Saw. mendengar suara kami, lalu beliau mengirimkan seorang utusan kepada kami,

dan akhirnya kami dihadapkan ke hadapannya. Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Siapakah di antara kalian yang suaranya tadi terdengar keras olehku?" Maka kaum yang bersama Abu Mahzurah mengisyaratkan kepadanya dan mereka

memang benar. Nabi Saw. melepaskan semua­nya, sedangkan Abu Mahzurah ditahannya, lalu beliau bersabda, "Berdi­rilah dan serukanlah azan!" Abu Mahzurah berkata, "Maka aku terpaksa berdiri. Saat itu tiada yang aku segani selain

Rasulullah Saw. dan apa yang beliau perintahkan kepadaku. Lalu aku berdiri di hadapan Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. sendiri mengajarkan kepadaku kalimat azan, yaitu: Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. Aku bersaksi bahwa

tidakada Tuhan selain Allah, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah Marilah salat, marilah salat,

marilah kepada keberuntungan, marilah kepada keberuntungan. Allah Mahabesar. Allah Mahabesar, tidak ada Tuhan selain Allah. Setelah aku selesai menyerukan azan, Nabi Saw. memanggilku dan memberiku sebuah kantong

yang berisi sejumlah mata uang perak." Kemudian beliau meletakkan tangannya ke atas ubun-ubun Abu Mahzurah, lalu mengusapkannya sampai ke wajahnya, lalu turun ke kedua sisi dadanya, ulu hatinya, hingga tangan Rasulullah Saw.

sampai kepada pusar Abu Mahzurah. Setelah itu Rasulullah Saw. bersabda, "Semoga Allah memberkati dirimu, dan semoga Allah memberkati perbuatanmu." Lalu aku (Abu Mahzurah) berkata, "Wahai Rasulullah, perintahkanlah aku

untuk menjadi juru azan di Mekah." Rasulullah Saw. bersabda, "Aku telah perintahkan engkau untuk mengemban tugas ini." Sejak saat itu lenyaplah semua kebenciannya terhadap Rasulullah Saw. dan kejadi­an tersebut membuatnya

menjadi berubah, seluruh jiwa raganya sangat mencintai Rasulullah Saw. Kemudian ia datang kepada Attab ibnu Usaid, Amil Rasulullah Saw. (di Mekah), lalu ia menjadi juru azan salat bersama Attab ibnu Usaid atas perintah dari Rasulullah Saw.

Abdul Aziz ibnu Abdul Malik berkata, telah bercerita kepadanya hal yang sama.” Semua orang yang sempat aku jumpai dari keluarga­ku yang pernah menjumpai masa Abu Mahzurah menceritakan kisah yang sama seperti apa yang diceritakan

oleh Abdullah ibnu Muhairiz kepadaku." Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad.Imam Muslim di dalam kitab Sahihnya dan Ahlus Sunan yang empat orang telah meriwayatkannya melalui jalur Abdullah ibnu Muhairiz,

dari Abu Mahzurah yang namanya adalah Samurah ibnu Mu'ir ibnu Luzan, salah seorang dari empat orang muazin Rasulullah Saw. Dia adalah muazin Mekah dalam waktu yang cukup lama.

Surat Al-Maidah |5:58|

وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ

wa iżaa naadaitum ilash-sholaatittakhożuuhaa huzuwaw wa la'ibaa, żaalika bi`annahum qoumul laa ya'qiluun

Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (melaksanakan) sholat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka orang-orang yang tidak mengerti.

And when you call to prayer, they take it in ridicule and amusement. That is because they are a people who do not use reason.

Tafsir
Jalalain

(Dan) orang-orang yang (apabila kamu menyeru) atau memanggil mereka (untuk sholat) yaitu dengan azan (mereka menjadikannya) sholat itu (sebagai bahan olok-olok dan permainan)

yakni dengan mempermainkan dan menertawakannya. (Demikian itu) maksudnya sikap mereka itu (adalah karena mereka) disebabkan oleh karena mereka (kaum yang tak mau berpikir).

Ayat berikut ini diturunkan ketika orang-orang Yahudi menanyakan kepada Nabi saw., "Kepada rasul-rasul yang manakah kamu beriman" Jawabnya,

"Kepada Allah dan kepada apa-apa yang diturunkan kepada kami... sampai akhir ayat." Ketika Nabi saw. menyebut nama Isa, mereka berkata, "Sepengetahuan kami tak ada agama yang lebih buruk dari agamamu!"

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 58 |

Penjelasan ada di ayat 57

Surat Al-Maidah |5:59|

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ هَلْ تَنْقِمُونَ مِنَّا إِلَّا أَنْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلُ وَأَنَّ أَكْثَرَكُمْ فَاسِقُونَ

qul yaaa ahlal-kitaabi hal tangqimuuna minnaaa illaaa an aamannaa billaahi wa maaa unzila ilainaa wa maaa unzila ming qoblu wa anna akṡarokum faasiquun

Katakanlah, "Wahai Ahli Kitab! Apakah kamu memandang kami salah hanya karena kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya? Sungguh, kebanyakan dari kamu adalah orang-orang yang fasik."

Say, "O People of the Scripture, do you resent us except [for the fact] that we have believed in Allah and what was revealed to us and what was revealed before and because most of you are defiantly disobedient?"

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah, "Hai ahli kitab! Apakah kamu menyalahkan) menolak (kami hanya karena kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan sebelumnya)

yakni kepada nabi-nabi yang terdahulu (dan bahwa kebanyakan di antara kamu orang-orang yang fasik") diathafkan kepada an aamannaa sedangkan maksudnya ialah:

tak ada yang kamu salahkan kecuali hanyalah keimanan kami yang rupanya tidak kamu setujui. Sikap tersebut membuat kalian pantas disebut orang-orang yang fasik. Padahal hal ini merupakan hal yang sudah tidak boleh diingkari.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 59 |

Tafsir ayat 59-63

Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, katakanlah kepada mereka yang membuat agamamu sebagai bahan ejekan dan permainan, yaitu dari kalangan orang-orang Ahli Kitab."


{هَلْ تَنْقِمُونَ مِنَّا إِلا أَنْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلُ}


Apakah kalian memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya? (Al-Maidah: 59)Yakni apakah kalian menilai kami salah atau tercela

hanya karena itu? Padahal hal itu bukanlah suatu cela atau kesalahan. Dengan demikian, berarti istisna dalam ayat ini bersifat munqati, perihalnya sama dengan istisna yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:


{وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ}


Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (Al-Buruj: 8)


{وَمَا نَقَمُوا إِلا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ}


dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. (At-Taubah: 74)Di dalam sebuah hadis yang kesahihannya disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim disebutkan:


"مَا يَنْقِمُ ابْنُ جَميل إِلَّا أَنْ كَانَ فَقِيرًا فَأَغْنَاهُ اللَّهُ".


Tidak sekali-kali Ibnu Jamil dicela hanyalah karena dahulunya dia miskin, lalu Allah memberinya kecukupan.Firman Allah Swt.:


{وَأَنَّ أَكْثَرَكُمْ فَاسِقُونَ}


sedangkan kebanyakan di antara kalian benar-benar orang-orang yang fasik. (Al-Maidah: 59)Ayat ini di-'ataf-kan kepada firman-Nya:


{أَنْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلُ}


hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya. (Al-Maidah: 59)Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa kami beriman pula, sedangkan kebanyakan

dari kalian adalah orang-orang yang fasik. Yang dimaksud dengan fasik ialah keluar dari jalan yang lurus, yakni menyimpang darinya.Firman Allah Swt.:


{قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ}


Katakanlah, "Apakah akan aku beri tahukan kepada kalian tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya daripada (orang-orang fasik) itu di sisi Allah?" (Al-Maidah: 60)Yakni apakah harus aku ceritakan kepada kalian pembalasan

yang lebih buruk daripada apa yang kalian duga terhadap kami kelak di hari kiamat di sisi Allah? Yang melakukan demikian itu adalah kalian sendiri, karena semua sifat yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya ada pada kalian, yaitu:


{مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ} {وَغَضِبَ عَلَيْهِ}


yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah. (Al-Maidah: 60)Dikutuk artinya "dijauhkan dari rahmat-Nya", dan dimurkai artinya "Allah murka kepada mereka dengan murka yang tidak akan reda sesu­dahnya untuk selama-lamanya.


{وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ}


di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi. (Al-Maidah: 60)Seperti yang telah disebutkan di dalam surat Al-Baqarah dan seperti yang akan diterangkan nanti dalam tafsir surat Al-A'raf.


قَالَ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ: عَنْ عَلْقَمَة بْنِ مَرْثَد، عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْد، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْقِرَدَةِ وَالْخَنَازِيرِ، أَهِيَ مِمَّا مَسَخَ اللَّهُ [تَعَالَى] ؟ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ لَمْ يُهْلِكْ قَوْمًا -أَوْ قَالَ: لَمْ يَمْسَخْ قَوْمًا-فَيَجْعَلْ لَهُمْ نَسْلا وَلَا عَقِبًا وَإِنَّ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ كانت قبل ذلك".


Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Alqamah ibnu Marsad, dari Al-Mugirah ibnu Abdullah, dari Al-Ma'rur ibnu Suwaid, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai kera dan babi,

apakah kedua binatang itu berasal dari kutukan Allah. Maka beliau Saw. menjawab: Sesungguhnya Allah tidak pernah membinasakan suatu kaum —atau beliau mengatakan bahwa Allah belum pernah mengutuk suatu kaum—

lalu menjadikan bagi mereka keturunan dan anak cucunya. Dan sesungguhnya kera dan babi telah ada sebelum peristiwa kutukan itu.Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dan Mis'ar, keduanya dari Mugirah ibnu Abdullah Al-Yasykuri dengan lafaz yang sama.


قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ أَبِي الْفُرَاتِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي الْأَعْيَنِ الْعَبْدِيِّ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: سَأَلْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْقِرَدَةِ وَالْخَنَازِيرِ، أَهِيَ مِنْ نَسْلِ الْيَهُودِ؟ فَقَالَ: "لَا إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَلْعَنْ قَوْمًا فَيَمْسَخُهُمْ فَكَانَ لَهُمْ نَسْلٌ، وَلَكِنْ هَذَا خَلْقٌ كَانَ، فَلَمَّا غَضِبَ اللَّهُ عَلَى الْيَهُودِ فَمَسَخَهُمْ، جَعَلَهُمْ مِثْلَهُمْ".


Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abul Furat, dari Muhammad ibnu Zaid, dari Abul A'yan Al-Ma'badi, dari Abul Ahwas, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa kami pernah bertanya kepada

Rasulullah Saw. tentang kera dan babi, apakah kera dan babi yang ada sekarang merupakan keturunan dari orang-orang Yahudi yang dikutuk Allah Swt. Maka Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, sesungguhnya Allah sama sekali belum pernah

mengutuk suatu kaum, lalu membiarkan mereka berketurunan. Tetapi kera dan babi yang ada merupakan makhluk yang telah ada sebelumnya. Dan ketika Allah murka terhadap orang-orang Yahudi,

maka Dia mengutuk mereka dan menjadikan mereka seperti kera dan babi.Imam Ahmad meriwayatkannya melalui hadis Daud ibnu Abul Furat dengan lafaz yang sama


قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْبَاقِي، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مَحْبُوبٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ الْمُخْتَارِ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنْ عِكْرِمَة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْحَيَّاتُ مَسْخ الْجِنِّ، كَمَا مُسِخَتِ الْقِرَدَةُ وَالْخَنَازِيرُ".


Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Mahbub, telah menceritakan kepada kami

Abdul Aziz ibnul Mukhtar, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah. dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Ular adalah jin yang telah dikutuk sebagaimana kera dan babi adalah hewan kutukan. Hadis ini garib sekali. Firman Allah Swt.:


{وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ}


dan (orang-orang yang) menyembah tagut. (Al-Maidah: 60)Dibaca abadat tagut karena berupa fi'il madi, sedangkan lafaz tagut di-nasab-kan olehnya, yakni "dan Allah menjadikan di antara mereka orang yang menyembah tagut".

Dibaca 'abdat tagut dengan di-­mudaf-kan artinya adalah "dan Allah menjadikan di antara mereka orang-orang yang mengabdi kepada tagut, yakni pengabdi dan budak tagut". Ada pula yang membacanya 'ubadat tagut dalam bentuk Jam’ul jami';

bentuk tunggalnya adalah 'abdun, bentuk jamaknya adalah tabidun, sedangkan bentuk jam'ul jami'-nya adalah 'ubudun, perihal­nya sama dengan lafaz simarun yang bentuk jam'ul jami '-nya adalah sumurun. Demikianlah menurut Riwayat

Ibnu Jarir dan Al A’masy. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Al-A'masy; diriwayatkan dari Buraidah Al-Aslami bahwa ia membacanya wa 'abidat tagut. Sedangkan menurut qiraah dari Ubay dan Ibnu Mas'ud disebutkan wa abadu.

Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Abu Ja'far Al-Qari' bahwa dia membaca­nya walubidat tagut dengan anggapan sebagai maf’ul dari fi'il yang tidak disebutkan fail-nya, tetapi bacaan ini dinilai oleh Ibnu Jarir jauh dari makna.

Padahal menurut makna lahiriahnya hal ini tidak jauh dari makna yang dimaksud, mengingat ungkapan ini termasuk ke dalam Bab "Ta'rid (Sindiran)" terhadap mereka. Dengan kata lain, telah disembah tagut di kalangan kalian,

dan kalianlah orang-orang yang melakukannya Semua qiraah yang telah disebutkan di atas mempunyai kesimpulan makna yang menyatakan bahwa sesungguhnya kalian, hai Ahli Kitab, yang mencela agama kami, yaitu agama yang menauhidkan

dan mengesakan Allah dalam menyembah-Nya tanpa ada selain-Nya; maka mengapa timbul dari kalian sikap seperti itu, padahal semua yang telah disebutkan ada pada diri kalian. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا}


Mereka itu lebih buruk tempatnya. (Al-Maidah: 60)Yakni lebih buruk daripada apa yang kalian duga dan kalian tuduhkan terhadap kami.


{وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ}


dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (Al-Maidah: 60)Ungkapan, ini termasuk ke dalam Bab "Pemakaian Af’al Tafdil Tanpa Menyebutkan Pembanding pada Sisi yang Lainnya", perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam firman lainnya, yaitu:


{أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلا}


Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggal­nya dan paling indah tempat istirahatnya. (Al-Furqan: 24)Firman Allah Swt.:


{وَإِذَا جَاءُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَقَدْ دَخَلُوا بِالْكُفْرِ وَهُمْ قَدْ خَرَجُوا بِهِ}


Dan apabila orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan, "Kami telah beriman, "padahal mereka datang kepada kamu dengan kekafirannya dan mereka pergi (dari kamu) dengan kekafirannya (pula). (Al-Maidah: 61)

Demikianlah sifat-sifat orang-orang munafik dari kalangan mereka, yaitu bahwa mereka berdiplomasi dengan kaum mukmin pada lahiriahnya, sedangkan dalam batin mereka memendam kekafiran. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


وَقَدْ دَخَلُوا


padahal mereka telah datang. (Al-Maidah: 61) Yakni kepadamu, hai Muhammad.


{بِالْكُفْرِ}


dengan kekafirannya. (Al-Maidah: 61)Yaitu seraya memendam kekafirannya di dalam hati mereka, kemudian mereka pergi darimu dengan membawa kekafirannya pula. Pengetahuan yang telah mereka dengar darimu sama sekali

tidak ada pengaruhnya bagi mereka, dan tiada bermanfaat bagi mereka semua nasihat dan peringatan. Karena itulah Allah Swt. berfirman:


{وَهُمْ [قَدْ] خَرَجُوا بِهِ}


dan mereka pergi (dari kamu) dengan kekafirannya (pula). (Al-Maidah: 61)Allah Swt mengkhususkan sebutan ini hanya bagi mereka, bukan selain mereka.Firman Allah Swt.:


{وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا يَكْتُمُونَ}


dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. (Al-Maidah: 61)Yakni Allah mengetahui semua rahasia mereka dan apa yang tersimpan di dalam dada mereka, sekalipun mereka

menampakkan di mata makhluk hal yang berbeda dengan batin mereka dan memulas diri dengan hal-hal yang bertentangan dengan hati mereka. Karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui semua yang gaib dan yang nyata,

Allah lebih mengetahui dari diri mereka sendiri, dan kelak Allah akan memberikan balasan hal tersebut terhadap mereka dengan pembalasan yang sempurna.Firman Allah Swt.:


{وَتَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ}


Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan, dan memakan yang haram. (Al-Maidah: 62)Mereka bersegera melakukan tindakan tersebut,

yakni mengerjakan semua hal yang berdosa dan hal-hal yang diharamkan serta menganiaya orang lain dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil.


{لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}


Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (Al-Maidah: 62)Yaitu alangkah buruknya perbuatan yang mereka kerjakan dan alangkah jahatnya perbuatan aniaya yang mereka lancarkan itu. Firman Allah Swt.:


{لَوْلا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الإثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ}


Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (Al-Maidah: 63)

Yakni mengapa para penguasa dan pendeta-pendeta mereka tidak mau melarang mereka melakukan hal tersebut. Yang dimaksud dengan rabbaniyyun ialah para penguasa yang juga orang alim mereka, sedangkan yang dimaksud dengan pendeta adalah para ulama saja.


{لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ}


Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (Al-Maidah: 63Yaitu karena para penguasa dan para pendeta itu tidak mau melarang para pengikut mereka dari hal tersebut.Demikianlah menurut penafsiran Ali ibnu Abu Talhah,

dari Ibnu Abbas. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa dikatakan demikian kepada mereka di saat mereka tidak melakukan nahi munkar dan di saat mereka mengerjakan hal-hal yang diharamkan.

Abdur Rahman ibnu Zaid melanjutkan perkataannya, bahwa memang kenyataannya demikian; mereka mengerjakan hal-hal yang diharamkan, padahal mereka mengetahui bahwa itu diharamkan. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Qais, dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Khalid ibnu Dinar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan

bahwa dalam Al-Qur'an tiada suatu ayat pun yang sangat keras celaannya selain dari ayat ini, yaitu firman-Nya: Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bahaya

dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.Demikianlah menurut qiraah yang diutarakan oleh Ibnu Abbas, kata Ibnu Jarir. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dhahhak,

"Tiada suatu ayat pun dalam Al-Qur'an yang lebih aku takuti daripada ayat ini, yaitu bila kami tidak melakukan nahi munkar." Demikianlah menurut Ibnu Jarir.Ibnu Abu Hatim mengatakan —demikian pula Yunus ibnu Habib— bahwa

telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim ibnu Abul Waddah, telah menceritakan kepada kami Sabit ibnu Sa'id Al-Hamdani, bahwa ia pernah menjumpainya di Ar-Ray,

lalu ia menceritakan sebuah asar dari Yahya ibnu Ya'mur yang menceritakan bahwa Ali ibnu Abu Talib berkhotbah. Untuk itu, ia memulainya dengan mengucapkan puja dan puji kepada Allah Swt, kemudian berkata, "Hai manusia,

sesungguhnya telah binasa umat sebelum kalian hanyalah karena mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat dan para pendeta serta para penguasa mereka tidak melarangnya. Setelah mereka berkepanjangan dalam

perbuatan-perbuatan maksiat, maka siksaan datang menimpa mereka. Karena itu, ber-amar maruf-lah kalian dan ber-nahi munkar-lah kalian, sebelum azab yang pernah menimpa mereka menimpa kalian.

Dan perlu kalian ketahui bahwa melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar itu tidak akan memutuskan rezeki dan tidak akan menyegerakan ajal."


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَنْبَأَنَا، شَرِيك، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ قَوْمٍ يَكُونُ بَيْنَ أَظْهُرِهِمْ مَنْ يَعْمَلُ بِالْمَعَاصِي هُمْ أَعَزُّ مِنْهُ وَأَمْنَعُ، لَمْ يُغَيِّرُوا، إِلَّا أَصَابَهُمُ اللَّهُ مِنْهُ بِعَذَابٍ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq, dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Tidak sekali-kali suatu kaum yang di hadapan mereka terdapat orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan durhaka, padahal mereka lebih kuat dan lebih perkasa daripada dia, lalu mereka tidak mencegahnya,

kecuali Allah menimpakan azab kepada mereka karena ulah orang itu.Hadis tersebut bila ditinjau dari segi ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri.


وَرَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، عَنْ مَسَدَّد، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ جَرِيرٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "مَا مِنْ رَجُلٍ يَكُونُ فِي قَوْمٍ يَعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي، يَقْدِرُونَ أَنْ يُغِّيرُوا عَلَيْهِ، فَلَا يُغَيِّرُونَ إِلَّا أَصَابَهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ قَبْلَ أَنْ يَمُوتُوا".


Abu Daud meriwayatkannya dari Musaddad, dari Abul Ahwas, dari Abu Ishaq, dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari Jarir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada seorang pun dalam suatu kaum

mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan mereka berkemampuan untuk mencegahnya, lalu mereka tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan kepada mereka suatu siksaan sebelum mereka mati.

Ibnu Majah meriwayatkannya dari Ali ibnu Muhammad, dari Waki’ dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Ubaidillah ibnu Jarir, dari ayahnya dengan lafaz yang samaAl-Hafiz Al-Mazzi mengatakan bahwa hal yang sama telah diri­wayatkan oleh Syu'bah, dari Abu Ishaq, dengan lafaz yang sama.

Surat Al-Maidah |5:60|

قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَٰلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ ۚ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ ۚ أُولَٰئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

qul hal unabbi`ukum bisyarrim min żaalika maṡuubatan 'indalloh, mal la'anahullohu wa ghodhiba 'alaihi wa ja'ala min-humul-qirodata wal-khonaaziiro wa 'abadath-thooghuut, ulaaa`ika syarrum makaanaw wa adhollu 'an sawaaa`is-sabiil

Katakanlah (Muhammad), "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang fasik) di sisi Allah? Yaitu, orang yang dilaknat dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah Tagut." Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.

Say, "Shall I inform you of [what is] worse than that as penalty from Allah? [It is that of] those whom Allah has cursed and with whom He became angry and made of them apes and pigs and slaves of Taghut. Those are worse in position and further astray from the sound way."

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah, "Apakah akan kukabarkan kepadamu) kuberitakan (orang-orang yang lebih buruk) lagi daripada warga (demikian) yang kamu salahkan itu (mengenai pembalasannya) asal artinya ialah pahalanya (di sisi Allah)

yaitu (orang yang dikutuk oleh Allah) artinya dijauhkan dari rahmat-Nya (dan dimurkai-Nya serta di antara mereka ada yang dijadikan-Nya kera dan babi) dengan merubah bentuknya (dan) orang (yang menyembah tagut)

yakni setan dengan jalan menaatinya. Pada minhum ditekankan arti man pada lafal sebelumnya yang dimaksud ialah orang-orang Yahudi. Menurut satu qiraat dibaca `abuda dengan diidhafatkan kepada yang sesudahnya

sebagai isim jamak dari `abd dan dinashabkan karena ma`thuf kepada qiradah. (Mereka itu lebih buruk tempatnya) karena mereka menempati neraka berfungsi sebagai tamyiz

(dan lebih tersesat lagi dari jalan yang lurus) dari jalan yang benar. Sawaa` arti asalnya ialah pertengahan. Disebutkan buruk dan lebih tersesat untuk mengimbangi ucapan mereka,Sepengetahuan kami tak ada agama yang lebih buruk dari agamamu.'"

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 60 |

Penjelasan ada di ayat 59

Surat Al-Maidah |5:61|

وَإِذَا جَاءُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَقَدْ دَخَلُوا بِالْكُفْرِ وَهُمْ قَدْ خَرَجُوا بِهِ ۚ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا يَكْتُمُونَ

wa iżaa jaaa`uukum qooluuu aamannaa wa qod dakholuu bil-kufri wa hum qod khorojuu bih, wallohu a'lamu bimaa kaanuu yaktumuun

Dan apabila mereka (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan, "Kami telah beriman," padahal mereka datang kepadamu dengan kekafiran dan mereka pergi pun demikian, dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.

And when they come to you, they say, "We believe." But they have entered with disbelief [in their hearts], and they have certainly left with it. And Allah is most knowing of what they were concealing.

Tafsir
Jalalain

(Dan jika mereka datang kepadamu) yaitu orang-orang Yahudi munafik (mereka berkata, "Kami beriman," padahal mereka masuk) kepadamu dengan membawa (kekafiran dan mereka keluar) daripadamu

(dengan membawa kekafiran pula) mereka tidak beriman (dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan) itu berupa kemunafikan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 61 |

Penjelasan ada di ayat 59

Surat Al-Maidah |5:62|

وَتَرَىٰ كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

wa taroo kaṡiirom min-hum yusaari'uuna fil-iṡmi wal-'udwaani wa aklihimus-suḥt, labi`sa maa kaanuu ya'maluun

Dan kamu akan melihat banyak di antara mereka (orang Yahudi) berlomba dalam berbuat dosa, permusuhan, dan memakan yang haram. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.

And you see many of them hastening into sin and aggression and the devouring of [what is] unlawful. How wretched is what they have been doing.

Tafsir
Jalalain

(Dan akan kamu lihat banyak di antara mereka) maksudnya orang-orang Yahudi (bersegera) artinya cepat terlibat dalam (berbuat dosa) kedustaan (dan permusuhan) keaniayaan (serta memakan barang yang haram)

seperti uang suap dan lain-lain (sungguh, amat buruklah apa yang mereka kerjakan) itu; yakni perbuatan-perbuatan yang mereka lakukan tadi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 62 |

Penjelasan ada di ayat 59

Surat Al-Maidah |5:63|

لَوْلَا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ

lau laa yan-haahumur-robbaaniyyuuna wal-aḥbaaru 'ang qoulihimul-iṡma wa aklihimus-suḥt, labi`sa maa kaanuu yashna'uun

Mengapa para ulama dan para pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.

Why do the rabbis and religious scholars not forbid them from saying what is sinful and devouring what is unlawful? How wretched is what they have been practicing.

Tafsir
Jalalain

(Kenapa orang-orang alim dan para pendeta mereka tak melarang mereka mengucapkan dosa) artinya kata-kata dusta (dan memakan barang yang haram Sungguh, amat buruklah apa yang mereka perbuat itu) yaitu tidak melarang mereka berbuat kejahatan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 63 |

Penjelasan ada di ayat 59

Surat Al-Maidah |5:64|

وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ ۚ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا ۘ بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ ۚ وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا ۚ وَأَلْقَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ۚ كُلَّمَا أَوْقَدُوا نَارًا لِلْحَرْبِ أَطْفَأَهَا اللَّهُ ۚ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا ۚ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

wa qoolatil-yahuudu yadullohi maghluulah, ghullat aidiihim wa lu'inuu bimaa qooluu, bal yadaahu mabsuuthotaani yunfiqu kaifa yasyaaa`, wa layaziidanna kaṡiirom min-hum maaa unzila ilaika mir robbika thughyaanaw wa kufroo, wa alqoinaa bainahumul-'adaawata wal-baghdhooo`a ilaa yaumil-qiyaamah, kullamaaa auqoduu naarol lil-ḥarbi athfa`ahallohu wa yas'auna fil-ardhi fasaadaa, wallohu laa yuḥibbul-mufsidiin

Dan orang-orang Yahudi berkata, "Tangan Allah terbelenggu." Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu, padahal kedua tangan Allah terbuka, Dia memberi rezeki sebagaimana Dia kehendaki. Dan (Al-Qur´an) yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu pasti akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan mereka. Dan Kami timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari Kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya. Dan mereka berusaha (menimbulkan) kerusakan di bumi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

And the Jews say, "The hand of Allah is chained." Chained are their hands, and cursed are they for what they say. Rather, both His hands are extended; He spends however He wills. And that which has been revealed to you from your Lord will surely increase many of them in transgression and disbelief. And We have cast among them animosity and hatred until the Day of Resurrection. Every time they kindled the fire of war [against you], Allah extinguished it. And they strive throughout the land [causing] corruption, and Allah does not like corrupters.

Tafsir
Jalalain

(Orang-orang Yahudi berkata) setelah mereka ditimpa kesusahan disebabkan mendustakan Nabi saw. padahal selama ini mereka adalah orang-orang yang paling mampu dan paling banyak harta.

("Tangan Allah terbelenggu.") artinya dikatup hingga terhalang untuk menyebarkan rezeki kepada kita. Ucapan itu merupakan sindiran terhadap kikirnya Allah swt. buat melimpahkan rezeki.

Firman Allah swt.: ("Tangan merekalah yang dibelenggu.") dari berbuat kebaikan hingga tak mau melakukannya. Ini sebagai doa terhadap mereka (dan mereka dikutuk disebabkan apa yang telah mereka katakan itu.

Bahkan kedua tangan-Nya terbuka lebar) merupakan simbol tentang kiasan tentang sifat Allah Yang Maha Pengasih. Pujian kepada tangan ini untuk menunjukkan banyak dan melimpah-ruah

karena segala sesuatu yang diberikan oleh seorang dermawan berupa harta melalui tangannya. (Dia memberi nafkah sebagaimana dikehendaki-Nya) apakah akan diperlapang ataukah akan dipersempit-Nya,

tidak satu pun dapat menghalangi-Nya. (Dan apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, berarti akan menambah banyak kedurhakaan dan kekafiran mereka) karena kekafiran mereka kepadanya.

(Dan Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat) hingga setiap golongan menentang dan memusuhi lainnya. (Setiap mereka menyalakan api peperangan)

maksudnya untuk memerangi Nabi Muhammad saw. (dipadamkannya oleh Allah) artinya setiap mereka bermaksud, maka ditolak oleh Allah (dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi)

maksudnya menghancurkannya dengan berbuat maksiat (dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 64 |

Tafsir ayat 64-66

Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang Yahudi —semoga laknat Allah menimpa mereka secara berturut-turut sampai hari kiamat—bahwa melalui lisannya mereka menyifati Allah Swt. dengan sifat yang sesungguhnya

Allah Mahatinggi lagi Mahabesar dari apa yang mereka sifatkan itu, bahwa Allah itu kikir. Mereka pun menyifati-Nya miskin, sedangkan mereka sendiri kaya. Mereka ungkapkan sifat kikir ini melalui ucapan mereka yang disitir oleh firman-Nya:


{يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ}


Tangan (kekuasaan) Allah terbelenggu (tergenggam alias kikir). (Al-Maidah: 64)Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar Al-Adani,

telah menceritakan kepada kami Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa menurut Ibnu Abbas yang dimaksud dengan maglulah ialah kikir.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:

Orang-orang Yahudi berkata, "Tangan (kekuasaan) Allah terbelenggu'.' (Al-Maidah: 64) Bahwa mereka tidak bermaksud mengatakan tangan Allah terikat. Yang mereka maksudkan ialah Allah itu kikir. Dengan kata lain,

Allah meng­genggam apa yang ada di sisi-Nya karena kikir. Mahatinggi Allah dari apa yang mereka katakan itu dengan ketinggian yang sebesar-besarnya.Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Qatadah. As-Saddi, dan Ad-Dahhak, dan dibacakan firman-Nya:


{وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا}


Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu, dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (Al-Isra:29); Yakni Allah melarang bersifat kikir dan berfoya-foya

yang artinya membelanjakan harta bukan pada tempatnya dalam jumlah yang berlebihan. Dan Allah mengungkapkan sifat kikir dengan ungkapan seperti yang disebutkan firman-Nya: Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu

pada lehermu.(Al-Isra:29)Pengertian inilah yang dimaksudkan oleh orang-orang Yahudi yang terkutuk itu.Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Fanhas seorang Yahudi, semoga Allah melaknatnya. Dalam pembahasan yang terdahulu telah disebutkan bahwa Fanhaslah yang mengatakan:


{إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ}


Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya (Ali Imran: 181); Lalu ia dipukul oleh sahabat Abu Bakar As-Siddiq r.a.Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah,

dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa lelaki dari kalangan orang-orang Yahudi yang dikenal dengan nama Syas ibnu Qais telah mengata­kan (kepada Nabi Saw.), "Sesungguhnya Tuhanmu kikir, tidak mau ber­infak." Maka Allah menurunkan

firman-Nya: Orang-orang Yahudi berkata, "Tangan (kekuasaan) Allah terbelenggu, "sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian),

tetapi kedua-dua tangan (kekuasaan) Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. (Al-Maidah: 64)Allah Swt. menjawab perkataan mereka dan membuka kedok sandiwa­ra mereka serta semua kedustaan dan buat-buatan mereka. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:


{غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا}


sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Al-Maidah: 64)Dan memang demikianlah yang terjadi pada mereka; sesungguhnya kekikiran, kedengkian, dan kelicikan serta kehinaan yang ada pada mereka sangat besar. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنَ الْمُلْكِ فَإِذًا لَا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيرًا أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ


Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia, ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang telah Allah berikan kepada manusia itu? (An-Nisa: 53-54), hingga akhir ayat.


ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ


Lalu ditimpakan kepada mereka nista. (Al-Baqarah: 61), hingga akhir ayat.Kemudian Allah Swt. berfirman:


{بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ}


(Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. (Al-Maidah: 64)Yakni tidaklah demikian, bahkan Dia Mahaluas karunia-Nya lagi berlimpah pemberian-Nya. Sebenarnya tiada sesuatu pun

kecuali perbendaharaan-Nya ada di sisi-Nya. Dialah yang memberikan nikmat kepada semua makhluk-Nya, hanya Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan Dialah yang mencintakan semua apa yang kita perlukan di malam hari, di siang hari,

di perjalanan kita, di tempat menetap kita, dan di semua keadaan kita. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain melalui firman-Nya:


{وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ}


Dan Dia telah memberikan kepada kalian (keperluan kalian) dari segala apa yang kalian mohonkan kepadanya. Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kalian menghitungnya Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah. (Ibrahim: 34)Ayat-ayat yang mengatakan demikian cukup banyak jumlahnya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حنبل: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبه قَالَ: هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ يَمِينَ اللَّهِ مَلأى لَا يَغِيضُها نَفَقَةٌ، سَحَّاء اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْفَقَ مُنْذُ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَغِض مَا فِي يَمِينِهِ" قَالَ: "وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ، وَفِي يَدِهِ الْأُخْرَى القبْض، يَرْفَعُ وَيَخْفِضُ": قَالَ: قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: "أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan, "Inilah apa yang telah diceritakan kepada kami oleh Abu Hurairah bahwa

Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya tangan kanan (kekuasaan) Allah sangat penuh, tidak akan kosong karena dibelanjakan dengan berlimpah sepanjang siang dan malam. Tidakkah kalian perhatikan apa yang telah Dia belanjakan

sejak menciptakan langit dan bumi. Karena sesungguh­nya tidak akan kering apa yang ada di tangan kanan (kekuasaan)-Nya. Selanjutnya disebutkan bahwa 'Arasy-Nya berada di atas air, sedang­kan di tangan (kekuasaan) lainnya

terdapat al-faid atau al-qabdu yang dengan tangan kekuasaan ini Allah meninggikan dan merendahkan. Dan Allah Swt. berfirman: Berinfaklah, maka Aku akan membalas infakmu.Hadis ini diketengahkan oleh Syaikhain di dalam kitab Sahihain;

Imam Bukhari di dalam Bab "Tauhid", dari Ali ibnul Madini; sedangkan Imam Muslim dari Muhammad ibnu Rafi'. Keduanya (Ali ibnul Madini dan Muhammad ibnu Rafi’) dari Abdur Razzaq dengan sanad yang sama. Firman Allah Swt.:


{وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنزلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا}


Dan Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. (Al-Maidah: 64)Yakni apa (Al-Qur'an) yang diturunkan oleh Allah kepadamu

sebagai nikmat justru menjadi kebalikannya menurut tanggapan musuh-musuhmu dari kalangan orang-orang Yahudi dan semua orang yang menyerupai mereka. Hal itu pun menambah percaya kaum mukmin dan menambah amal saleh serta ilmu

yang bermanfaat bagi mereka, maka hal itu menambah kedengkian dan iri hati orang-orang kafir terhadapmu dan umatmu.Tugyan artinya berlebihan dan melampaui batas dalam segala sesuatu.

Yang dimaksud dengan kufran dalam ayat ini ialah kedustaan.Perihalnya sama dengan makna yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


{قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ}


Katakanlah, "Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh." (Fushshilat: 44)


{وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا}


Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (Al Isra : 82)Mengenai firman Allah Swt.:


{وَأَلْقَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ}


Dan Kami telah timpakan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. (Al-Maidah: 64)Maksudnya adalah hati mereka tidak akan bersatu, bahkan permusuhan selalu terjadi di kalangan sekte-sekte mereka,

sebagian dari mereka me­musuhi sebagian yang lain selama-lamanya. Demikian itu karena mereka tidak pernah sepakat dalam perkara yang hak, dan mereka telah menen­tang dan mendustakanmu.Ibrahim An-Nakha'i mengatakan,

makna yang dimaksud dari firman-Nya, "Dan Kami telah timpakan permusuhan dan kebencian di antara mereka," ialah permusuhan dan perdebatan dalam masalah agamanya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.Firman Allah Swt:


{كُلَّمَا أَوْقَدُوا نَارًا لِلْحَرْبِ أَطْفَأَهَا اللَّهُ}


Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya (Al-Maidah: 64)Yaitu setiap kali mereka merencanakan berbagai perangkap untuk menjebakmu dan setiap kali mereka mengadakan kesepakatan di antara sesamanya

untuk memerangimu, maka Allah membatalkannya dan membalikkan tipu muslihat itu terhadap diri mereka sendiri menjadi 'senjata makan tuan’; sebagaimana mereka membuat lubang, maka mereka sendirilah yang terjerumus ke dalamnya.


{وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ فَسَادًا وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ}


dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi, dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. (Al-Maidah: 64)Yakni termasuk watak mereka ialah selalu berjalan di muka bumi seraya menimbulkan kerusakan padanya, sedangkan Allah tidak menyukai orang yang bersifat demikian.Selanjutnya Allah Swt. berfirman:


{وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آمَنُوا وَاتَّقَوْا}


Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa. (Al-Maidah: 65)Yaitu seandainya mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi apa yang biasa mereka kerjakan berupa dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan yang haram.


{لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ}


tentulah Kami hapus kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. (Al-Maidah: 65)Yakni niscaya akan Kami hapuskan dari mereka hal-hal yang tidak di­inginkan, dan Kami hantarkan mereka kepada tujuan yang didambakan.


{وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ وَمَا أُنزلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ}


Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan Al-Qur’an yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya. (Al-Maidah: 66)Menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya, yang dimaksud dengan "apa yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya" ialah Al-Qur'an.


{لأكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ}


niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. (Al-Maidah: 66)Yaitu seandainya mereka mengamalkan kandungan kitab-kitab yang ada di tangan mereka dari nabi-nabi mereka dengan apa adanya

tanpa penyimpangan, pergantian, dan perubahan, niscaya mereka akan terbim­bing untuk mengikuti kebenaran dan mengamalkan apa yang sesuai dengan risalah yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw. karena sesungguhnya

di dalam kitab-kitab mereka tertulis pernyata­an yang membenarkan risalah Nabi Muhammad dan perintah untuk mengikutinya secara tegas tanpa ada pilihan lain. Adapun firman Allah Swt. berikut:


{لأكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ}


Niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bahwa kaki mereka. (Al-Maidah: 66}Makna yang dimaksud ialah banyak rezeki yang turun kepada mereka dari langit dan yang tumbuh dari tanah.

Ali ibnu Abu Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka. (Al-Maidah: 66) Yakni niscaya Kami akan turunkan hujan dari langit kepada mereka.

dan dari bawah kaki mereka. (Al-Maidah: 66) Yaitu akan dikeluarkan dari bumi keberkahan yang ada di dalamnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa’id ibnu Jubair, Qatadah, dan As-Saddi. Perihalnya semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ


Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. (Al-A'raf: 96), hingga akhir ayat.Dan Allah Swt. telah berfirman:


ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ


Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. (Ar-Rum: 41), hingga akhir ayat.Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa firman-Nya: niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka

dan dari bawah kaki mereka. (Al-Maidah: 66) Makna yang dimaksud ialah, mereka memperolehnya tanpa susah payah dan tanpa mengeluarkan tenaga serta bebas dari kesengsaraan. Ibnu Jarir mengatakan, sebagian dari mereka mengatakan

bahwa makna yang dimaksud ialah "niscaya mereka berada dalam kebaikan". Perihalnya sama dengan perkataan seseorang , "Dia berada dalam kebaikan dari atas sampai ke bawahnya." Tetapi Ibnu Jarir setelah mengemukakannya membantah

pendapat ini, mengingat hal itu bertentangan dengan pen­dapat-pendapat ulama Salaf.Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan firman-Nya: Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil. (Al-Maidah: 66) menyebutkan sebuah hadits.


حَدِيثَ عَلْقَمَةَ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُوشِكُ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ". فَقَالَ زِيَادُ بْنُ لَبِيدٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يُرْفَعُ الْعِلْمُ وَقَدْ قَرَأْنَا الْقُرْآنَ وَعَلَّمْنَاهُ أَبْنَاءَنَا؟! قَالَ ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا ابْنَ لَبِيدٍ! إِنْ كُنْتُ لَأَرَاكَ مِنْ أَفْقَهِ أَهْلِ الْمَدِينَةِ، أَوَلَيِسَتِ (التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ بِأَيْدِي الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى، فَمَا أَغْنَى عَنْهُمْ حِينَ تَرَكُوا أَمْرَ اللَّهِ" ثُمَّ قَرَأَ {وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ}


Untuk itu, ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Alqamah, dari Safwan ibnu Amr, dari Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sudah dekat waktunya

ilmu akan diangkat Allah. Maka Ziyad ibnu Labid bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin ilmu diangkat, sedangkan kami membaca Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada anak-anak kami." Nabi Saw. bersabda: Semoga ibumu

kehilangan kamu, hai Ibnu Labid. Sekalipun aku memandang engkau termasuk orang yang paling alim dari kalangan penduduk Madinah, tetapi bukankah kitab Taurat dan kitab Injil berada di tangan orang-orang Yahudi dan Nasrani,

tetapi tidak bermanfaat bagi mereka karena mereka meninggalkan perintah. Kemudian Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil. (Al-Maidah: 66)

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim secara mu’allaq pada permulaan sanadnya, sedangkan pada akhirnya secara mursal.


وَقَدْ رَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ متصلا موصولا فقال: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد، عَنْ زِيَادِ بْنِ لَبِيد قَالَ: ذَكَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا فَقَالَ: "وَذَاكَ عِنْدَ ذَهَابِ الْعِلْمِ". قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَذْهَبُ الْعِلْمُ وَنَحْنُ نَقْرَأُ الْقُرْآنَ ونُقْرئه أَبْنَاءَنَا، ويُقْرئه أَبْنَاؤُنَا أَبْنَاءَهُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: "ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا ابْنَ أُمِّ لَبِيدٍ، إِنْ كنتُ لَأَرَاكَ مِنْ أَفْقَهِ رَجُلٍ بِالْمَدِينَةِ، أَوْ لَيْسَ هَذِهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى يَقْرَءُونَ التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَلَا يَنْتَفِعُونَ مِمَّا فِيهِمَا بِشَيْءٍ"


Imam Ahmad ibnu Hambal telah meriwayatkan secara muttasil lagi mausul. Untuk itu, ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ziyad ibnu Lubaid,

bahwa Nabi Saw. pernah menye­butkan suatu hal dan pada akhirnya beliau bersabda: Yang demikian itu pertanda akan lenyapnya ilmu. Ziyad ibnu Lubaid melanjutkan kisahnya: Kami mengajukan per­tanyaan, "Wahai Rasulullah,

mana mungkin ilmu dapat lenyap, sedang­kan kami selalu membaca Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada anak-anak kami, anak-anak kami pun mengajarkannya kepada anak-anak mereka sampai hari kiamat?" Rasulullah Saw. bersabda:

Semoga ibumu kehilangan kamu, hai Ibnu Labid. Sekalipun aku memandangmu termasuk orang yang paling alim di Madinah, tetapi bukankah orang-orang Yahudi dan Nasrani ini membaca Taurat dan Injil, tetapi mereka tidak mengambil manfaat

dari apa yang terkandung di dalam kedua kitab tersebut barang sedikit pun.Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Bakr ibnu Abu Syaibah, dari Waki' dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal. Sanad hadis ini sahih. Firman Allah Swt.:


{مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ}


Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka. (Al-Maidah: 66)Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:


{وَمِنْ قَوْمِ مُوسَى أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ}


Dan di antara kaum Musa itu terdapat umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak, dan dengan hak itulah mereka menjalankan keadilan (Al A’raf : 159)Sama dengan firman Allah Swt. yang menyebutkan perihal para pengikut Nabi Isa, yaitu:


فَآتَيْنَا الَّذِينَ آمَنُوا مِنْهُمْ أَجْرَهُمْ


Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya. (Al-Hadid: 27)Maka Allah menjadikan kedudukan yang tertinggi dari mereka (Ahli Kitab yang beriman) ialah pertengahan, sedangkan kedudukan tersebut

merupakan kedudukan menengah dari umat Nabi Muhammad Saw. Dan kedudukan yang lebih tinggi daripada itu ialah kedudukan sabiqun (bersegera dalam mengerjakan kebaikan), seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:


{ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا}


Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula)

yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (Bagi mereka) surga 'Adn, mereka masuk ke dalamnya. (Fatir: 32-33) hingga akhir ayat.Pendapat yang benar mengatakan bahwa ketiga golongan dari umat ini semuanya masuk surga.


قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ الضَّبِّي، حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَر، عَنْ يَعْقُوبَ بْنِ يَزِيدَ بْنِ طَلْحَةَ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "تَفَرَّقَتْ أُمَّةُ مُوسَى عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ مِلَّةً، سَبْعُونَ مِنْهَا فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَتَفَرَّقَتْ أُمَّةُ عِيسَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَاحِدَةٌ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ وَإِحْدَى وَسَبْعُونَ مِنْهَا فِي النَّارِ، وَتَعْلُو أُمَّتِي عَلَى الْفِرْقَتَيْنِ جَمِيعًا. وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ". قَالُوا: مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الْجَمَاعَاتُ الْجَمَاعَاتُ".


Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus Ad-Dabbi, telah menceritakan kepada kami Asim ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami

Abu Ma'syar, dari Ya'qub ibnu Yazid ibnuTalhah, dari Zaid ibnu Aslam, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa ketika kami (para sahabat) sedang berada bersama Rasulullah Saw., beliau bersabda: Umat Nabi Musa berpecah belah

menjadi tujuh puluh satu golongan; tujuh puluh golongan darinya masuk neraka, sedangkan yang satu golongan lagi masuk surga Dan Umat Nabi Isa berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan; segolongan di antara mereka masuk surga,

sedangkan yang tujuh puluh satu golongan masukneraka. Tetapi umatku jauh lebih tinggi daripada gabungan kedua umat itu, yaitu satu golongan masuk ke dalam surga, sedangkan yang tujuh puluh dua golongan masuk neraka. Mereka

(para sahabat) bertanya, "Siapakah mereka yang masuk surga itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab: Tetaplah pada jamaah, tetaplah pada jamaah!; Ya'qub ibnu Zaid mengatakan, apabila Khalifah Ali ibnu Abu Talib menceritakan

hadis Rasulullah Saw. yang ini, maka ia selalu membaca firman-Nya: Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka, dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga-surga

yang penuh kenikmatan. (Al Maidah : 65) Sampai dengan firman-Nya: Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka. (Al-Maidah: 66) Juga firman-Nya:

Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan. (Al-A'raf: 181) Yakni umat Nabi Muhammad Saw. Tetapi asar ini garib sekali bila ditinjau

dari segi konteksnya.Hadis mengenai berpecah-belahnya berbagai umat sampai menjadi tujuh puluh golongan lebih diriwayatkan melalui berbagai jalur, semuanya telah kami sebutkan dalam kitab yang lain.

Surat Al-Maidah |5:65|

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ

walau anna ahlal-kitaabi aamanuu wattaqou lakaffarnaa 'an-hum sayyi`aatihim wa la`adkholnaahum jannaatin-na'iim

Dan sekiranya Ahli Kitab itu beriman dan bertakwa, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahan mereka dan mereka tentu Kami masukkan ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan.

And if only the People of the Scripture had believed and feared Allah, We would have removed from them their misdeeds and admitted them to Gardens of Pleasure.

Tafsir
Jalalain

(Dan sekiranya Ahli Kitab itu beriman) kepada Nabi Muhammad saw. (dan bertakwa) artinya menjaga diri dari kekafiran (pastilah Kami hapus dari mereka kesalahan mereka dan Kami masukkan mereka ke dalam surga-surga kenikmatan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 65 |

Penjelasan ada di ayat 64

Surat Al-Maidah |5:66|

وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ ۚ مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ

walau annahum aqoomut-tauroota wal-injiila wa maaa unzila ilaihim mir robbihim la`akaluu min fauqihim wa min taḥti arjulihim, min-hum ummatum muqtashidah, wa kaṡiirum min-hum saaa`a maa ya'maluun

Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil, dan (Al-Qur´an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada sekelompok yang jujur dan taat. Dan banyak di antara mereka sangat buruk apa yang mereka kerjakan.

And if only they upheld [the law of] the Torah, the Gospel, and what has been revealed to them from their Lord, they would have consumed [provision] from above them and from beneath their feet. Among them are a moderate community, but many of them - evil is that which they do.

Tafsir
Jalalain

(Dan sekiranya mereka menegakkan Taurat dan Injil) mengamalkan ajarannya, di antaranya beriman kepada Nabi saw. (dan apa yang diturunkan kepada mereka) maksudnya kitab-kitab

(dari Tuhan mereka, tentulah mereka akan beroleh makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka) maksudnya dilapangkan-Nya rezeki dan dilimpahkan-Nya atas mereka dari segenap penjuru.

(Di antara mereka ada umat) maksudnya golongan (yang adil) yakni mengamalkannya dan mereka itulah yang beriman kepada Nabi saw., seperti Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya

(tetapi banyak di antara mereka amat jelek atau amat buruk apa yang mereka kerjakan.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 66 |

Penjelasan ada di ayat 64

Surat Al-Maidah |5:67|

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

yaaa ayyuhar-rosuulu balligh maaa unzila ilaika mir robbik, wa il lam taf'al fa maa ballaghta risaalatah, wallohu ya'shimuka minan-naas, innalloha laa yahdil-qoumal-kaafiriin

Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.

O Messenger, announce that which has been revealed to you from your Lord, and if you do not, then you have not conveyed His message. And Allah will protect you from the people. Indeed, Allah does not guide the disbelieving people.

Tafsir
Jalalain

(Hai rasul, sampaikanlah) semua (yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu) dan janganlah kamu sembunyikan sesuatu pun daripadanya karena takut akan mendapatkan hal-hal yang tidak diinginkan

(dan jika tidak kamu lakukan) tidak kamu sampaikan semua yang diturunkan padamu itu (berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya) risalah dengan tunggal atau jamak karena menyembunyikan sebagian

berarti menyembunyikan semuanya. (Dan Allah memelihara kamu dari manusia) agar tidak sampai membunuhmu. Pada mulanya Rasulullah saw. itu dikawal sampai turun ayat ini, lalu sabdanya,

"Pergilah karena sesungguhnya Allah memeliharaku!" Riwayat Hakim. (Sesungguhnya Allah tidak memberikan bimbingan kepada kaum yang kafir.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 67 |

Allah Swt. berfirman seraya ber-khitab kepada hamba dan Rasul-Nya —yaitu Nabi Muhammad Saw.— dengan menyebut kedudukannya sebagai seorang rasul. Allah memerintahkan kepadanya untuk menyampaikan semua yang diutuskan

oleh Allah melaluinya, dan Rasulullah Saw. telah menjalankan perintah tersebut serta menunaikannya dengan sempurna.Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibuu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ismail, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq, dari Siti Aisyah r.a. yang mengatakan, "Barang siapa yang mengatakan bahwa Muhammad menyembunyikan sesuatu dari apa

yang diturunkan oleh Allah kepadanya, sesungguhnya dia telah berdusta," seraya membacakan firman-Nya: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-Maidah: 67). hingga akhir ayat.Demikianlah bunyi riwayat ini

secara ringkas dalam kitab ini. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkannya di berbagai tempat dalam kitab Sahih masing-masing secara panjang lebar. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitabul Iman.

Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab tafsir dari kitab Sunnan-nya. telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur, dari Amir Asy-Sya'bi, dari Masruq ibnul Ajda', dari Siti Aisyah r.a.Di dalam kitab Sahihain, dari Siti Aisyah r.a. disebutkan bahwa ia pernah mengatakan,


لَوْ كَانَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَاتِمًا مِنَ الْقُرْآنِ شَيْئًا لَكَتَمَ هَذِهِ الْآيَةَ: {وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ}


"Seandainya Muhammad Saw. menyembunyikan sesuatu dari Al-Qur'an, niscaya dia akan menyembunyikan ayat ini," yaitu firman-Nya: sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya,

dan kamu takut kepada manusia, sedangkan Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. (Al Ahzab : 37)Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami

Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abbad, dari Harun ibnu Antrah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ketika ia berada di hadapan Ibnu Abbas, tiba-tiba datanglah seorang lelaki. Kemudian lelaki itu berkata,

"Sesungguhnya banyak orang yang berdatangan kepada kami. Mereka menceritakan kepada kami bahwa pada kalian terdapat sesuatu yang belum pernah Rasulullah Saw. jelaskan kepada orang lain." Maka Ibnu Abbas menjawab,

"Bukankah kamu ketahui bahwa Allah Swt. telah berfirman: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-Maidah: 67) Demi Allah, Rasulullah Saw. tidak mewariskan kepada kami (ahlul bait)

sesuatu hal yang disembunyikan." Sanad asar ini berpredikat jayyid.Hal yang sama disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui riwayat Abu Juhaifah, yaitu Wahb ibnu Abdullah As-Sawa-i, yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya

kepada Khalifah Ali ibnu Abu Talib r.a., "Apakah di kalangan kalian (ahlul bait) terdapat sesuatu dari wahyu yang tidak terdapat di dalam Al-Qur'an?" Maka Khalifah Ali r.a. menjawab, "Tidak, demi Tuhan yang menumbuhkan biji-bijian

dan yang menciptakan manusia, kecuali hanya pemahaman yang diberi­kan oleh Allah kepada seseorang mengenai Al-Qur'an dan apa yang terdapat di dalam lembaran ini." Aku bertanya, "Apakah yang terdapat di dalam lembaran ini?"

Khalifah Ali ibnu Abu Talib r.a. menjawab, "Masalah aql (diat), mem­bebaskan tawanan, dan seorang muslim tidak boleh dihukum mati karena membunuh seorang kafir."Imam Bukhari mengatakan bahwa Az-Zuhri pernah berkata,

"Risalah adalah dari Allah, dan Rasul berkewajiban menyampaikannya, sedangkan kita diwajibkan menerimanya. Umatnya telah menyaksikan bahwa beliau Saw. telah menyampaikan risalah dan menunaikan amanat Tuhannya,

serta menyampaikan kepada mereka dalam perayaan yang paling besar melalui khotbahnya, yaitu pada haji wada'. Saat itu di tempat tersebut terdapat kurang lebih empat puluh ribu orang dari kalangan sahabat-sahabatnya."

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda dalam khotbah haji wada'nya:


"أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ مَسْئُولُونَ عَنِّي، فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟ " قَالُوا: نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلّغت وأدّيتَ وَنَصَحْتَ. فَجَعَلَ يَرْفَعُ إِصْبَعَهُ إِلَى السَّمَاءِ ويَقلبها إِلَيْهِمْ وَيَقُولُ: "اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ، اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ".


Hai manusia, sesungguhnya kalian akan ditanyai mengenai diriku, maka apakah yang akan kalian katakan? Mereka menjawab, "Kami bersaksi bahwa engkau telah menunaikan risalah dan menyampaikan amanat serta menasihati umat."

Maka Rasulullah Saw. mengangkat jari telunjuknya ke langit, lalu menun­jukkannya kepada mereka seraya bersabda: Ya Allah apakah aku telah menyampaikan?


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ نُمير، حَدَّثَنَا فُضَيْلٌ -يَعْنِي ابْنَ غَزْوان-عَنْ عِكْرمَة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم في حجة الوداع: "يأيها النَّاسُ، أَيُّ يَوْمٍ هَذَا؟ " قَالُوا: يَوْمٌ حَرَامٌ. قَالَ: "أَيُّ بَلَدٍ هَذَا؟ " قَالُوا: بَلَدٌ حَرَامٌ. قَالَ: "فَأَيُّ شَهْرٍ هَذَا؟ " قَالُوا: شَهْرٌ حَرَامٌ. قَالَ: "فَإِنَّ أَمْوَالَكُمْ وَدِمَاءَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا". ثُمَّ أَعَادَهَا مِرَارًا. ثُمَّ رَفَعَ إِصْبَعَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ: "اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ! " مِرَارًا -قَالَ: يَقُولُ ابْنُ عَبَّاسٍ: وَاللَّهِ لَوصِيَّةٌ إِلَى رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ-ثُمَّ قَالَ: "أَلَّا فَلْيُبْلِغِ الشاهدُ الغائِبَ، لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Fudail (yakni ibnu Gazwan), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda dalam haji wada',

"Hai manusia hari apakah sekarang?" Mereka menjawab, "Hari yang suci." Rasulullah Saw. bersabda, "Negeri apakah ini?" Mereka menjawab, "Negeri (kota) yang suci." Rasulullah Saw. bertanya, "Bulan apakah sekarang?" Mereka menjawab,

"Bulan suci." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Maka sesungguhnya harta kalian, darah kalian, dan kehormatan kalian diharamkan atas kalian sebagaimana haramnya hari kalian sekarang ini di negeri kalian ini dan dalam bulan kalian ini.

Rasulullah Saw. mengulangi ucapan ini berkali-kali, lalu mengangkat telunjuknya ke (arah) langit dan bersabda: Ya Allah, apakah aku telah menyampaikan? Ucapan ini diulangnya berkali-kali. Ibnu Abbas mengatakan, "Demi Allah,

hal ini merupakan wasiat yang beliau tunjukkan kepada Tuhannya, yakni beliau Saw. menitipkan umatnya kepada Allah Swt." Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Ingatlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikannya kepada orang

yang tidak hadir. Janganlah kalian kembali menjadi kufur sesudahku, sebagian dari kalian memukul leher sebagian yang lainnya.Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Ali ibnul Madini, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Fudail ibnu Gazwan dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.Firman Allah Swt.


{وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ}


jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. (Al-Maidah: 67)Yakni jika engkau tidak menyampaikannya kepada manusia apa yang telah Aku perintahkan untuk menyampaikannya,

berarti engkau tidak menyampaikan risalah yang dipercayakan Allah kepadamu. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa telah diketahui konsekuensi hal tersebut seandainya terjadi.Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan

dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. (Al-Maidah: 67) Yaitu jika engkau sembunyikan barang suatu ayat yang diturunkan

kepadamu dari Tuhanmu, berarti engkau tidak menyampaikan risalah-Nya.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Qubaihah ibnu Uqbah, telah menceritakan kepada kami Sufyan,

dari seorang laki-laki, dari Mujahid yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-Maidah: 67) Nabi Muhammad berkata, "Ya Tuhanku,

apakah yang harus aku perbuat, sedangkan aku sendirian, tentu mereka akan mengeroyokku." Maka tu­runlah firman-Nya: Jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. (Al-Maidah: 67)Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui jalur Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama.Firman Allah Swt.:


{وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ}


Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67)Yakni sampaikanlah olehmu risalah-Ku, dan Aku akan memeliharamu, menolongmu, dan mendukungmu serta memenangkanmu atas mereka. Karena itu kalian jangan takut

dan jangan pula bersedih hati, karena tiada seorang pun dari mereka dapat menyentuhmu dengan keburukan yang menyakitkanmu. Sebelum ayat ini diturunkan, Nabi Saw. selalu dikawal.


كَمَا قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ يُحَدِّثُ: أَنَّ عَائِشَةَ كَانَتْ تُحَدِّثُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَهِر ذَاتَ لَيْلَةٍ، وَهِيَ إِلَى جَنْبِهِ، قَالَتْ: فقلتُ: مَا شَأْنُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "لَيْتَ رَجُلًا صَالِحًا مِنْ أَصْحَابِي يَحْرُسُنِي اللَّيْلَةَ؟ " قَالَتْ: فَبَيْنَا أَنَا عَلَى ذَلِكَ إِذْ سَمِعْتُ صَوْتَ السِّلَاحِ فَقَالَ: "مَنْ هَذَا؟ " فَقَالَ: أَنَا سَعْدُ بْنُ مَالِكٍ. فَقَالَ: "مَا جَاءَ بِكَ؟ " قَالَ: جِئْتُ لِأَحْرُسَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَتْ: فَسَمِعْتُ غَطِيطَ رسول الله صلى الله عليه وسلم في نَوْمِهِ.


Seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Yahya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amir ibnu Rabi'ah menceritakan,

"Siti Aisyah pernah bercerita bahwa di suatu malam Rasulullah Saw. begadang, sedangkan Siti Aisyah r.a. berada di sisinya. Siti Aisyah bertanya, 'Apakah gerangan yang membuatmu gelisah, wahai Rasulullah Saw.?'

Maka Rasulullah bersabda: Mudah-mudahan ada seorang lelaki saleh dari sahabatku yang mau menjagaku malam ini'." Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, "Ketika kami berdua dalam keadaan demikian, tiba-tiba aku (Siti Aisyah)

mendengar suara senjata, maka Rasulullah Saw. bertanya, 'Siapakah orang ini?' Seseorang menjawab, 'Saya Sa'd ibdu Malik.' Rasulullah Saw. bertanya, 'Apa yang sedang kamu lakukan?' Sa'd menjawab, 'Aku datang untuk menjagamu,

wahai Rasulullah'." Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, "Tidak lama kemudian aku mendengar suara tidur Rasulullah Saw."Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui jalur Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari dengan lafaz yang sama.

Menurut suatu lafaz, Rasulullah Saw. begadang di suatu malam, yaitu setibanya di Madinah sesudah hijrahnya dan sesudah mencampuri Siti Aisyah r.a. Hal ini terjadi pada tahun dua Hijriah.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَرْزُوقٍ الْبَصْرِيُّ نَزِيلُ مِصْرَ، حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا الْحَارِثُ بْنُ عُبَيد -يَعْنِي أَبَا قُدَامَةَ-عَنِ الجُرَيري، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيق، عَنْ عَائِشَةَ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا] قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحْرَس حَتَّى نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ} قَالَتْ: فَأَخْرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رأسه من القُبَّة، وقال: "يأيها النَّاسُ، انْصَرِفُوا فَقَدْ عَصَمَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ".


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Marzuq Al-Basri yang tinggal di Mesir, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Ubaid (yakni Abu Qudamah),

dari Al- Jariri, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa Nabi Saw. selalu dikawal dan dijaga sebelum ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67) Siti Aisyah

melanjutkan kisahnya, "Setelah itu Rasulullah Saw. mengeluarkan kepala dari kemahnya dan bersabda: Hai manusia, bubarlah kalian, sesungguhnya Allah Swt. telah menjaga diri kami"Hal yang sama telah diriwayatkan oleh

Imam Turmuzi melalui Abdu ibnu Humaid dan Nasr ibnu Ali Al-Jahdami, keduanya dari Muslim ibnu Ibrahim dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib.Juga telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir

dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui jalur Muslim ibnu Ibrahim dengan sanad yang sama, kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.

Telah diriwayatkan pula oleh Sa'id ibnu Mansur, dari Al-Haris ibnu Ubaid Abu Qudamah Al-Ayadi, dari Al-Jariri, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Siti Aisyah dengan lafaz yang sama.Imam Turmuzi mengatakan, sebagian dari mereka

ada yang meriwayatkan hadis ini dari Al-Jariri, dari Ibnu Syaqiq yang telah menceritakan bahwa pada mulanya Nabi Saw. selalu dikawal sebelum ayat ini diturunkan. Tetapi di dalam riwayat ini tidak disebutkan nama Siti Aisyah.

Menurut hemat kami, demikian pula yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari jalur Ismail ibnu Ulayyah; dan Ibnu Murdawaih melalui jalur Wuhaib, keduanya dari Al-Jariri, dari Abdullah ibnu Syaqiq secara mursal. Hadis ini telah diriwayatkan

secara mursal melalui Sa'id ibnu Jubair dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi. Keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Ar-Rabi' ibnu Anas, dan ibnu Murdawaih.Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Ibnu Ahmad,

telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Rasyidin Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Abdus Salam As-Sadfi, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnul Mukhtai, dari Abdullah ibnu Mauhib,

dari Ismah ibnu Malik Al-Katmi yang menceritakan bahwa kami selalu mengawal Rasulullah Saw. di malam hari hingga turun firman-Nya: Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67). Setelah ayat ini diturunkan,

pengawalan pun dibubarkan.Telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ahmad Abu Nasr Al-Katib Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami

Kardus ibnu Muhammad Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Ya'la ibnu Abdur Rahman, dari Fudail ibnu Marzuq, dari Atiyyah. dari Abu Sa'id Al-khudri yang menceritakan bahwa Al- Abbas —paman Rasulullah Saw.

—termasuk salah seorang yang ikut mengawal Nabi Saw. Setelah ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67) maka Rasulullah Saw. meninggalkan penjagaan, yakni tidak mau dikawal lagi.


حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي حَامِدٍ الْمَدِينِيُّ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُفَضَّل بْنِ إِبْرَاهِيمَ الْأَشْعَرِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا الزُّبَيْرِ الْمَكِّيَّ يُحَدِّثُ، عَنْ جَابِرِ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ بَعَثَ مَعَهُ أَبُو طَالِبٍ مَنْ يَكْلَؤُهُ، حَتَّى نَزَلَتْ: {وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ} فَذَهَبَ لِيَبْعَثَ مَعَهُ، فَقَالَ: "يَا عَمُّ، إِنَّ اللَّهَ قَدْ عَصَمَنِي، لَا حَاجَةَ لِي إِلَى مَنْ تَبْعَثُ".


Telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abu Hamid Al-Madini, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mufaddal ibnu Ibrahim Al-Asy'ari,

telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mu'awiyah ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami ayahku, bahwa ia pernah mendengar Abuz Zubair Al-Makki menceritakan hadis berikut

dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa dahulu apabila Rasulullah Saw. keluar, maka Abu Talib mengirimkan seseorang untuk menjaganya, hingga turun firman-Nya: Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.

(Al-Maidah: 67). Setelah ayat ini diturunkan dan Abu Talib mengutus seseorang untuk menjaga Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai paman, sesungguhnya Allah telah menjaga diriku (dari gangguan manusia),

maka sekarang aku tidak memerlukan lagi penjaga (pengawal pribadi) yang engkau kirimkan.Hadis ini garib, dan di dalamnya terdapat hal yang tidak dapat diterima, mengingat ayat ini adalah Madaniyah: sedangkan pengertian hadis

menunjukkan kejadiannya berlangsung dalam periode Makkiyyah.Sulaiman ibnu Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya,

telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abdul Majid Al-Hammani, dari An-Nadr, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa dahulu Rasulullah Saw. selalu dikawal.

Abu Taliblah yang selalu mengirimkan beberapa orang lelaki dari kalangan Bani Hasyim untuk mengawal dan menjaga Nabi Saw. setiap harinya hingga turun kepada Nabi Saw. firman Allah Swt. yang mengatakan: Hai Rasul,

sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanatnya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67).

Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu paman Nabi Saw. bermaksud mengirimkan orang-orang untuk mengawal Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah telah memelihara diriku dari (gangguan) jin Dan manusia.

Imam Tabrani meriwayatkannya dari Ya'qub ibnu Gailan Al-Ammani. dari Abu Kuraib dengan sanad yang sama.Hadis ini pun berpredikat garib, karena pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa ayat ini adalah Madaniyah,

bahkan ayat ini termasuk salah satu dari ayat-ayat yang paling akhir diturunkan oleh Allah Swt.Termasuk pemeliharaan Allah Swt. kepada Rasul-Nya ialah Allah menjaga Rasulullah Saw. dari perlakuan jahat penduduk Mekah, para pemimpinnya,

orang-orangnya yang dengki dan yang menentang beliau, serta para hartawannya yang selalu memusuhi dan membenci beliau, selalu memeranginya siang dan malam. Allah memelihara diri Nabi Saw. dari ulah jahat mereka dengan berbagai

sarana yang diciptakan oleh-Nya melalui kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya yang besar.Pada permulaan masa risalah Nabi Saw., Allah memelihara beliau melalui pamannya, yaitu Abu Talib; mengingat Abu Talib adalah seorang pemimpin

yang besar lagi ditaati di kalangan orang-orang Quraisy. Allah menciptakan rasa cinta secara naluri kepada Rasulullah Saw. di dalam kalbu Abu Talib, tetapi bukan cinta secara syar'i. Seandainya Abu Talib adalah orang yang telah masuk Islam,

niscaya orang-orang kafir dan para pembesar Mekah berani mengganggu Nabi Saw. Akan tetapi, karena antara Abu Talib dan mereka terjalin kekufuran yang sama, maka mereka menghormati dan segan kepadanya.

Setelah paman Nabi Saw. —yaitu Abu Talib— meninggal dunia, orang-orang musyrik baru dapat menimpakan sedikit gangguan yang menyakitkan terhadap diri Nabi Saw. Tetapi tidak lama kemudian Allah membentuk kaum Ansar

yang menolongnya; mereka berbaiat kepadanya untuk Islam serta meminta kepada beliau agar pindah ke negeri mereka, yaitu Madinah.Setelah Nabi Saw. tiba di Madinah, maka orang-orang Ansar membela Nabi Saw.

dari gangguan dan serangan segala bangsa. Setiap kali seseorang dari kaum musyrik dan kaum Ahli Kitab melancarkan tipu muslihat jahat terhadap diri beliau Saw., maka Allah menangkal tipu daya mereka dan mengembalikan tipu muslihat itu

kepada perencananya sendiri.Orang Yahudi pernah melancarkan tipu muslihat terhadap diri Nabi Saw. melalui sihirnya, tetapi Allah memelihara diri Nabi Saw. dari keja­hatan sihir mereka, dan diturunkan-Nya kepada Nabi Saw.

dua surat mu'awwizah sebagai obat untuk menangkal penyakit itu.Dan ketika seorang Yahudi meracuni masakan kaki (kikil) kambing yang mereka kirimkan kepadanya di Khaibar, Allah memberitahukan hal itu kepada Nabi Saw.

dan memelihara diri Nabi Saw. dari racun tersebut.Hal-hal seperti itu banyak sekali terjadi, kisahnya panjang bila dituturkan; antara lain ialah apa yang disebutkan oleh ulama tafsir dalam pembahasan ayat ini.Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah mencerita­kan kepada kami Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan lain-lainnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.

apabila turun di suatu tempat, maka para sahabatnya memilihkan buatnya sebuah pohon yang rindang, lalu beliau Saw. merebahkan diri beristirahat di bawahnya. Dan ketika beliau Saw. dalam keadaan demikian, datanglah

seorang lelaki Arab Badui, lalu mencabut pedangnya, kemudian ber­kata "Siapakah yang melindungi dirimu dariku?" Nabi Saw. menjawab, "Allah Swt." Maka tangan orang Badui itu gemetar sehingga pedang terjatuh dari tangannya,

lalu kepala orang Badui itu dipukulkan ke pohon hingga pecah dan otaknya berhamburan. Kemudian Allah Swt. menurun­kan firman-Nya: Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67)Ibnu Abu Hatim mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan. telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Hubab, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepadaku

Zaid ibnu Aslam, dari Jabir ibnu Abdullah Al-Ansari yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berperang melawan Bani Anmar, beliau turun istirahat di Zatur Riqa’, yaitu di daerah Nakhl yang tinggi. Ketika beliau sedang duduk di pinggir

sebuah sumur seraya menjulurkan kedua kakinya (ke dalam sumur itu), berkatalah Al-Haris dari kalangan Bani Najjar . Aku benar-benar akan membunuh Muhammad maka teman-temannya berkata kepadanya, "Bagaimanakah

cara kamu membunuh dia?" Al-Haris berkata, "Aku akan katakan kepadanya, 'Berikanlah pedangmu kepadaku* Apabila dia telah memberikan pedangnya kepada­ku, maka aku akan membunuhnya dengan pedang itu.

Al-Haris datang kepada Nabi Saw. dan berkata, "Hai Muhammad, berikanlah pedangmu kepadaku, aku akan melihat-lihatnya dengan menghunusnya." Maka Nabi Saw. memberikan pedangnya kepada Al-Haris. Tetapi setelah Al-Haris menerimanya

dan menghunusnya, tiba-tiba tangan Al-Haris gemetar hingga pedang itu terjatuh dari tangannya Maka Rasulullah Saw. bersabda: Allah menghalang-halangi antara kamu dan apa yang kamu inginkan. Lalu Allah Swt.

menurunkan firman-Nya: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari

(gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67)Bila ditinjau dari segi konteksnya, hadis ini berpredikat garib. Kisah Gauras ibnul Haris ini terkenal di dalam kitab Sahih.


قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا أَبُو عَمْرٍو أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ، حَدَّثَنَا آدَمُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كُنَّا إِذَا صَحِبْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ تَرَكْنَا لَهُ أَعْظَمَ شَجَرَةٍ وَأَظَلَّهَا، فَيَنْزِلُ تَحْتَهَا، فَنَزَلَ ذَاتَ يَوْمٍ تَحْتَ شَجَرَةٍ وَعَلَّقَ سَيْفَهُ فِيهَا، فَجَاءَ رَجُلٌ فَأَخَذَهُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّي؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُ يَمْنَعُنِي مِنْكَ، ضَعِ السَّيْفَ". فَوَضَعَهُ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ}


Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amr ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Wahhab, telah men­ceritakan kepada kami Adam,

telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan: Bila kami menemani Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan, kami mencarikan sebuah pohon

yang paling besar dan paling rindang untuknya, lalu beliau turun istirahat di bawahnya. Pada suatu hari beliau Saw. turun di bawah sebuah pohon, kemudian beliau gantungkan pedangnya pada pohon tersebut. Lalu datanglah seorang lelaki

dan mengambil pedang itu, kemudian lelaki itu berkata, "Hai Muhammad, siapakah yang akan melindungimu dariku?" Nabi Saw. bersabda: Allahlah yang akan melindungiku darimu. Sekarang letakkanlah pedang itu, maka seketika itu juga dia

langsung meletakkan pedangnya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67)Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Hatim ibnu Hibban di dalam kitab Shahih-nya,

dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Ishaq Ibnu Ibrahim, dari Al-Muammal ibnu Ismail, dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حدثنا شعبة، سَمِعْتُ أَبَا إِسْرَائِيلَ -يَعْنِي الجُشَمي-سَمِعْتُ جَعْدَة -هُوَ ابْنُ خَالِدِ بْنِ الصِّمَّة الْجُشَمِيُّ-رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَأَى رَجُلًا سَمِينًا، فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُومِئُ إِلَى بَطْنِهِ بِيَدِهِ وَيَقُولُ: "لَوْ كَانَ هَذَا فِي غَيْرِ هَذَا لَكَانَ خَيْرًا لَكَ". قَالَ: وَأُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ فَقَالَ: هَذَا أَرَادَ أَنْ يَقْتُلَكَ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "لم تُرَع، ولم تُرَع، وَلَوْ أردتَ ذَلِكَ لَمْ يُسَلِّطْكَ اللَّهُ عليَّ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah; ia pernah mendengar Aba Israil —yakni Al-Jusyami— mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ja'dah

—yakni Ibnu Khalid ibnus Summah Al-Jusyami r.a. —menceritakan hadis berikut, bahwa ia pernah mendengar sebuah kisah mengenai Nabi Saw. Ketika beliau Saw. melihat seorang lelaki yang gemuk, Nabi Saw. menunjuk ke arah perutnya

dan bersabda: Seandainya ini bukan di bagian ini, niscaya lebih baik darimu. Pernah pula didatangkan kepada Nabi Saw. seorang lelaki lain, lalu dikatakan kepada Nabi Saw. bahwa orang ini bermaksud membunuhnya. Maka Nabi Saw.

bersabda: Jangan takut, seandainya kamu bermaksud melakukan niatmu itu, Allah tidak akan membiarkanmu dapat menguasai diriku.Firman Allah Swt.:


{إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ}


Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 67)Yakni sampaikanlah (risalah ini) olehmu, dan Allah-lah yang akan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya

dan Dia akan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lainnya, yaitu firman Allah Swt.:


{لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ}


Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 272)


{فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ}


karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedang­kan Kamilah yang menghisab amalan mereka. (Ar-Ra'd: 40)

Surat Al-Maidah |5:68|

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَسْتُمْ عَلَىٰ شَيْءٍ حَتَّىٰ تُقِيمُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ ۗ وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا ۖ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

qul yaaa ahlal-kitaabi lastum 'alaa syai`in ḥattaa tuqiimut-tauroota wal-injiila wa maaa unzila ilaikum mir robbikum, wa layaziidanna kaṡiirom min-hum maaa unzila ilaika mir robbika thughyaanaw wa kufroo, fa laa ta`sa 'alal-qoumil-kaafiriin

Katakanlah (Muhammad), "Wahai Ahli Kitab! Kamu tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan (Al-Qur´an) yang diturunkan Tuhanmu kepadamu." Dan apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu pasti akan membuat banyak di antara mereka lebih durhaka dan lebih ingkar, maka janganlah engkau berputus asa terhadap orang-orang kafir itu.

Say, "O People of the Scripture, you are [standing] on nothing until you uphold [the law of] the Torah, the Gospel, and what has been revealed to you from your Lord." And that which has been revealed to you from your Lord will surely increase many of them in transgression and disbelief. So do not grieve over the disbelieving people.

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah "Hai Ahli Kitab! Kamu tidaklah berada dalam sesuatu agama) tidak dianggap beragama (hingga kamu menjalankan Taurat dan Injil dan apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu)

yakni dengan mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya, di antaranya beriman kepadaku. (Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu hanyalah akan menambah kedurhakaan dan kekafiran

kepada kebanyakan mereka) maksudnya bahwa disebabkan kekafiran mereka tadi, maka Alquran yang diturunkan padamu itu hanyalah menambah kekafiran dan kedurhakaan mereka, jadi bukan petunjuk dan keimanan.

(Maka janganlah kamu berduka-cita) atau bersedih hati (terhadap orang-orang yang kafir.") jika mereka tak mau beriman, tidak usah mereka itu dihiraukan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 68 |

Tafsir ayat 68-69

Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya untuk mengatakan:


{يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَسْتُمْ عَلَى شَيْءٍ}


Hai Ahli Kitab, kalian tidak dipandang beragama sedikit pun. (Al-Maidah: 68)Yaitu sama sekali bukan sebagai pemeluk agama.


{حَتَّى تُقِيمُوا التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ}


hingga kalian menegakkan ajaran-ajaran Taurat dan Injil. (Al-Maidah: 68)Yakni hingga kalian beriman kepada semua apa yang terkandung di dalam kitab-kitab yang ada di tangan kalian, yang diturunkan oleh Allah melalui nabi-nabi-Nya,

dan mengamalkan semua apa yang terkandung di dalamnya. Antara lain berisikan wajib beriman kepada Nabi Muhammad Saw. dan perintah mengikutinya, iman kepada kerasulannya serta menaati syariatnya.

Karena itulah menurut Lais ibnu Abu Sulaim, dari Mujahid, disebutkan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (menegakkan ajaran-ajaran) Al-Kitab yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian. (Al-Maidah: 68). Makna yang dimaksud ialah Al-Qur'an yang agung. Firman Allah Swt.:


{وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنزلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا}


Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka. (Al-Maidah: 68)Tafsir ayat ini telah disebutkan di atas.


{فَلا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ}


maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu. (Al-Maidah: 68)Yakni jangan kamu sedihkan perihal mereka dan janganlah kamu merasa gentar dalam menghadapi sikap mereka yang demikian itu. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا}


Sesungguhnya orang-orang mukmin. (Al-Maidah: 69)Yaitu kaum muslim.


{وَالَّذِينَ هَادُوا}


orang-orang Yahudi. (Al-Maidah: 69) Yakni orang-orang yang memegang kitab Taurat.


{وَالصَّابِئُونَ}


dan orang-orang Sabiin. (Al-Maidah: 69)Mengingat pemisahnya terlalu jauh, maka peng-'ataf-an ini dinilai baik jika dengan rafa' (hingga dibaca was sabi-un, bukan was sabi- in, pent.)-Kaum Sabi-in ialah segolongan orang dari kalangan

umat Nasrani dan orang-orang Majusi yang tidak mempunyai agama. Demikianlah menurut Mujahid; dan dari Mujahid disebutkan bahwa mereka adalah segolongan dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Majusi.

Sa'id ibnu Jubair mengatakan, mereka adalah segolongan orang dari kaum Yahudi dan Nasrani. Menurut Al-Hasan dan Al-Hakam, mereka sama dengan orang-orang Majusi.Menurut Qatadah, mereka adalah suatu kaum yang menyembah malaikat

dan salat dengan menghadap ke arah selain kiblat serta membaca kitab Zabur.Wahb ibnuMunabbih mengatakan, mereka adalah suatu kaum yang mengenal Allah semata, tetapi tidak mempunyai syariat yang mereka amalkan,

dan mereka tidak melakukan suatu kekufuran pun.Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya yang mengatakan bahwa sabi-in adalah suatu kaum yang tinggal di daerah yang bertetangga

dengan negeri Irak, tepatnya di Kausa. Mereka beriman kepada semua nabi. puasa setiap tahunnya selama tiga puluh hari, dan mengerjakan salat menghadap ke negeri Yaman setiap harinya sebanyak lima kali. Pendapat yang lain

mengatakan selain itu.Adapun orang-orang Nasrani, seperti yang telah dikenal; mereka adalah orang-orang yang berpegang kepada kitab Injil.Makna yang dimaksud ialah bahwa setiap golongan beriman kepada Allah dan hari kemudian

serta hari kembali dan hari pembalasan pada hari kiamat nanti, dan mereka mengamalkan amal saleh." Akan tetapi, hal tersebut tidak akan terealisasikan kecuali jika sesuai dengan syariat Nabi Muhammad sesudah beliau diutus

kepada semua makhluk, baik jenis manusia maupun jin. Maka barang siapa yang menyandang sifat ini, disebutkan oleh firman-Nya:


{فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ}


maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka. (Al-Maidah: 69)Yakni tidak ada kekhawatiran dalam menghadapi masa depan, tidak pula terhadap masa lalu mereka.


{وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ}


dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Maidah: 69)Tafsiran terhadap hal yang semisal telah disebutkan di dalam tafsir surat Al-Baqarah dengan keterangan yang cukup hingga tidak perlu lagi diulangi di sini.

Surat Al-Maidah |5:69|

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَىٰ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

innallażiina aamanuu wallażiina haaduu wash-shoobi`uuna wan-nashooroo man aamana billaahi wal-yaumil-aakhiri wa 'amila shooliḥan fa laa khoufun 'alaihim wa laa hum yaḥzanuun

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Sabi'in, dan orang-orang Nasrani, barang siapa beriman kepada Allah, kepada hari kemudian, dan berbuat kebajikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan mereka tidak bersedih hati.

Indeed, those who have believed [in Prophet Muhammad] and those [before Him] who were Jews or Sabeans or Christians - those [among them] who believed in Allah and the Last Day and did righteousness - no fear will there be concerning them, nor will they grieve.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang mukmin orang-orang Yahudi) menjadi mubtada (kaum Shabiin) satu sekte dari Yahudi (dan orang-orang Nasrani) yang menjadi badal dari mubtada ialah

(siapa saja yang benar-benar beriman) dari kalangan mereka (kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati)

dalam menghadapi hari kemudian sebagai khabar dari mubtada dan yang menunjukkan kepada khabarnya inna.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 69 |

Penjelasan ada di ayat 68

Surat Al-Maidah |5:70|

لَقَدْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَأَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ رُسُلًا ۖ كُلَّمَا جَاءَهُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَىٰ أَنْفُسُهُمْ فَرِيقًا كَذَّبُوا وَفَرِيقًا يَقْتُلُونَ

laqod akhożnaa miiṡaaqo baniii isrooo`iila wa arsalnaaa ilaihim rusulaa, kullamaa jaaa`ahum rosuulum bimaa laa tahwaaa anfusuhum fariiqong każżabuu wa fariiqoy yaqtuluun

Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap rasul datang kepada mereka dengan membawa apa yang tidak sesuai dengan keinginan mereka, (maka) sebagian (dari rasul itu) mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.

We had already taken the covenant of the Children of Israel and had sent to them messengers. Whenever there came to them a messenger with what their souls did not desire, a party [of messengers] they denied, and another party they killed.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israel) untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul tetapi setiap datang kepada mereka seorang rasul)

dari kalangan mereka sendiri (dengan membawa apa yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka) yaitu berupa perkara yang hak/benar maka mereka tidak mempercayainya (sebagian) dari rasul-rasul itu

(mereka dustakan dan sebagian yang lain) dari rasul-rasul itu (mereka bunuh) seperti Nabi Zakaria dan Nabi Yahya. Pengungkapan dengan lafal yaqtuluuna/fi`il mudhari` bukannya dengan lafal qataluu/fi`il madhi

menggambarkan tentang keadaan yang sedang berlangsung di masa lalu karena adanya fashilah/pemisah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 70 |

Tafsir ayat 70-71

Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia telah mengambil perjanjian dan ikatan atas kaum Bani Israil, mereka harus tunduk dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Tetapi mereka melanggar perjanjian dan ikatan tersebut,

lalu mereka mengikuti pendapat dan hawa nafsunya sendiri. Mereka memprioritaskannya di atas semua syariat, maka hal-hal yang bersesuaian dengan keinginan mereka dari syariat itu mereka terima; sedangkan hal-hal

yang bertentangan dengan kemauan hawa nafsu dan pendapat mereka, mereka tolak. Karena itulah Allah Swt. berfirman:


{كُلَّمَا جَاءَهُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُهُمْ فَرِيقًا كَذَّبُوا وَفَرِيقًا يَقْتُلُونَ وَحَسِبُوا أَلا تَكُونَ فِتْنَةٌ}


Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh. Dan mereka mengira

bahwa tidak akan terjadi suatu bencana pun (terhadap mereka). (Al-Maidah: 70-71)Yaitu mereka menduga tidak akan ada suatu bencana pun yang menimpa mereka karena perbuatan mereka itu. Dan ternyata perbuatan mereka itu membawa

akibat bencana, yaitu mereka menjadi buta, tidak dapat mengenal perkara yang hak; dan tuli, tidak dapat mendengar perkara yang hak serta tidak mendapat petunjuk untuk mengetahui perkara yang hak. Hanya saja Allah memberikan ampunan kepada mereka atas perbuatan mereka itu.


{ثُمَّ عَمُوا وَصَمُّوا}


kemudian menjadi buta dan tulilah. (Al-Maidah: 71) Yakni sesudah itu.


كَثِيرٌ مِنْهُمْ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ


kebanyakan dari mereka Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (Al-Maidah: 71)Allah selalu melihat mereka dan mengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah dan siapa yang berhak disesatkan dari kalangan mereka.

Surat Al-Maidah |5:71|

وَحَسِبُوا أَلَّا تَكُونَ فِتْنَةٌ فَعَمُوا وَصَمُّوا ثُمَّ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ ثُمَّ عَمُوا وَصَمُّوا كَثِيرٌ مِنْهُمْ ۚ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

wa ḥasibuuu allaa takuuna fitnatun fa 'amuu wa shommuu ṡumma taaballohu 'alaihim ṡumma 'amuu wa shommuu kaṡiirum min-hum, wallohu bashiirum bimaa ya'maluun

Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi bencana apa pun (terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu), karena itu mereka menjadi buta dan tuli, kemudian Allah menerima tobat mereka, lalu banyak di antara mereka buta dan tuli. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.

And they thought there would be no [resulting] punishment, so they became blind and deaf. Then Allah turned to them in forgiveness; then [again] many of them became blind and deaf. And Allah is Seeing of what they do.

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka mengira) mereka menduga (bahwa tidak akan terjadi) dengan dibaca rafa` maka an menjadi mukhaffafah/tidak beramal dan dibaca nashab maka an dapat menashabkan/beramal;

artinya tidak bakalan terjadi (fitnah) siksaan yang menimpa diri mereka sebagai balasan dari perbuatan mendustakan para rasul dan berani membunuh mereka (sebagai akibatnya mereka menjadi buta) dari perkara yang hak

hingga mereka tidak bisa melihatnya (dan mereka menjadi tuli) tidak bisa mendengar perkara yang hak (kemudian Allah menerima tobat mereka) tatkala mereka mau bertobat (kemudian mereka kembali menjadi buta dan tuli)

untuk kedua kalinya (demikianlah kebanyakan dari kalangan mereka) lafal katsiirun sebagai dhamir/kata ganti (dan Allah Maha Melihat terhadap apa yang mereka kerjakan) untuk itu Ia membalas mereka sesuai dengan apa-apa yang telah mereka kerjakan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 71 |

Penjelasan ada di ayat 70