Mengucapkan Salam Pada Rakaat Kedua Ketika Shalat Dzuhur dan Ashar
حَدَّثَنَا الْأَنْصَارِيُّ حَدَّثَنَا مَعْنٌ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ أَيُّوبَ بْنِ أَبِي تَمِيمَةَ وَهُوَ أَيُّوبُ السَّخْتِيَانِيُّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصَرَفَ مِنْ اثْنَتَيْنِ فَقَالَ لَهُ ذُو الْيَدَيْنِ أَقُصِرَتْ الصَّلَاةُ أَمْ نَسِيتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَدَقَ ذُو الْيَدَيْنِ فَقَالَ النَّاسُ نَعَمْ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى اثْنَتَيْنِ أُخْرَيَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ فَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ ثُمَّ كَبَّرَ فَرَفَعَ ثُمَّ سَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ
Al Anshari menceritakan kepada kami, Ma'an memberitahukan kepada kami dari Malik, dia memberitahukan kepada kami dari Ayub bin Tamimah As-Sakhtiyani, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah: Rasulullah SA W beranjak setelah shalat dua rakaat (mestinya empat rakaat),
maka Dzulyadain berkata kepadanya, "Apakah shalat ini diqashar ataukah engkau lupa wahai Rasulullah?" Rasulullah SAW bersabda, "Apakah Dzulyadain ini benar? " Lalu para sahabat berkata, "Ya. "
Lalu Rasulullah SAW segera berdiri mengerjakan shalat dua rakaat lainnya, kemudian mengucapkan salam lantas bertakbir, dan sujud layaknya mengerjakan sujud atau lebih lama dari itu.
Kemudian bertakbir lagi dan mengangkat kepalanya, kemudian sujud lagi seperti sujudnya yang dahulu atau lebih lama. Shahih: Ibnu Majah (1214) dan Muttafaq 'alaih Abu Isa berkata, "Dalam bab ini terdapat hadits dari Imran bin Hushain, Ibnu Umar, serta Dzulyadain." Abu Isa berkata,
"Hadits Abu Hurairah adalah hadits hasan shahih." Para ulama berbeda pendapat tentang hadits ini; sebagian berkata, "Apabila seseorang berbicara ketika shalat karena lupa atau tidak mengerti atau karena keadaan apapun,
maka dia harus mengulangi shalatnya." Mereka memberikan alasan bahwa hadits ini muncul sebelum diharamkannya berbicara ketika shalat. Asy-Syafi'i menganggap hadits ini shahih, lalu memakainya sebagai dasar pendapatnya.
Asy-Syafi'i berkata, "Hadits ini lebih shahih daripada hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW tentang orang puasa; bahwa apabila makan karena lupa maka dia tidak perlu meng-qadha',
karena makanan itu adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya." Asy-Syafi'i berkata, "Mereka membedakan antara orang yang berpuasa lalu sengaja makan dan orang yang berpuasa lalu tidak sengaja makan. Hal tersebut berdasarkan hadits Abu Hurairah."
Ahmad berkata (tentang hadits Abu Hurairah), "Apabila seorang imam berbicara tentang sesuatu dari shalatnya dan dia yakin telah menyempurnakannya, kemudian mengerti (tersadar) bahwa dia belum menyempurnakannya,
maka ia harus menyempurnakan shalatnya. Barangsiapa berbicara di belakang imam sedangkan dia mengetahui bahwa masih ada sisa shalatnya, maka dia harus mengulangi shalatnya."
Beliau (Imam Ahmad) beraiasan bahwa shalat-shalat fardhu bisa ditambah dan dikurangi pada masa Rasulullah SAW. Ahmad berkata, "Adapun Dzulyadain, dia berbicara karena yakin bahwa shalat beliau telah sempurna, tidak demikian halnya hari ini.
Seseorang tidak boleh berbicara semakna dengan yang dikatakan oleh Dzulyadain, karena shalat-shalat fadhu pada hari ini tidak bisa ditambah dan dikurangi lagi." Ishaq berkata seperti perkataan Ahmad dalam bab ini.