Ciuman bagi Orang yang Berpuasa

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ وَقُتَيْبَةُ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ زِيَادِ بْنِ عِلَاقَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُقَبِّلُ فِي شَهْرِ الصَّوْمِ

Hannad dan Qutaibah menceritakan kepada kami, mereka berkata, "Abu Al Ahwash memberitahukan kepada kami dari Ziyad bin ilaqah, dari Amr bin Maimun, dari Aisyah: Nabi SAW mencium(nya) pada bulan Ramadhan. Shahih: Ibnu Majah (1683), Shahih Muslim, dan Shahih Bukhari (semisalnya)

Masalah yang sama diriwayatkan pula oleh Umar bin Al Khaththab, Hafshah, Abu Sa'id, Ummu Salamah, Ibnu Abbas, Anas, dan Abu Hurairah. Abu Isa berkata, "Hadits Aisyah adalah hadits hasan shahih. "

Para ulama dari kalangan sahabat Nabi SAW dan yang lain berbeda pendapat tentang hukum ciuman bagi orang yang berpuasa. Sebagian sahabat Nabi SAW memberi keringanan berciuman kepada orang yang sudah tua dan tidak memberi keringanan kepada orang yang masih muda,

karena khawatir orang yang masih muda tidak bisa menahan puasanya. Menurut mereka bersinggungan kulit lebih berat. Sebahagian ulama berpendapat bahwa berciuman itu mengurangi pahala, akan tetapi tidak membatalkan puasa.

Mereka berpendapat, bagi orang berpuasa yang mampu menjaga hawa nafsunya, maka ia boleh berciuman. Tetapi yang tidak bisa menjaga hawa nafsunya maka hendaknya meninggalkan ciuman saat puasa, agar puasanya bisa selamat. Itulah pendapat Sufyan Ats-Tsauri dan Asy-Syafi'i.