Gadis dan Janda Dimintai Izin

حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُنْكَحُ الثَّيِّبُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلَا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ وَإِذْنُهَا الصُّمُوتُ

Ishaq bin Manshur menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yusuf memberitahukan kepada kami, Al Auza'i memberitahukan kepada kami dari Yahya bin Abu Katsir, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata,

"Rasulullah SAW bersabda, 'Janda tidak boleh dinikahkan kecuali dengan meminta izin kepadanya. Gadis tidak boleh dinikahkan kecuali dengan meminta izin kepadanya dan izinnya adalah diamnya'. " Shahih: Ibnu Majah (1871) dan Muttafaq 'alaih

Ia berkata, "Didalam bab ini ada hadits yang diriwayatkan dari Umar, Ibnu Abbas, Aisyah, dan Urs bin Amirah." Abu Isa berkata, "Hadits Abu Hurairah adalah hadits hasan shahih."

Dalam mengamalkan hadits ini ulama berpendapat bahwa janda tidak boleh dinikahkan sampai ia dimintai izin dengan jelas. Jika ayahnya menikahkannya tanpa seizinnya dan dia tidak menyukainya,

maka nikahnya batal. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah menikahkan anak gadisnya bila bapak mereka akan menikahkannya. Kebanyakan para ulama Kufah dan yang lain berpendapat

bahwa bila seorang ayah hendak menikahkan anak gadisnya yang sudah baligh tanpa izinnya sedangkan ia tidak rela dengan pilihan ayahnya, maka pernikahannya batal. Sebagian ulama Madinah berpendapat bahwa,

ayahnya boleh menikahkan anak gadisnya, dan pernikahannya sah, walaupun anak gadisnya tidak rela (benci)." Itulah pendapat Malik bin Anas, Syafi'i, Ahmad, dan Ishaq.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْفَضْلِ عَنْ نَافِعِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَيِّمُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا وَالْبِكْرُ تُسْتَأْذَنُ فِي نَفْسِهَا وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا

Qutaibah bin Said menceritakan kepada kami, Malik bin Anas memberitahukan kepada kami dari Abdullah bin AI Fadhl, dari Nafi' bin Jubair bin Muth'im, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya. Seorang gadis dimintai ijin untuk dirinya dan ijinnya adalah diamnya. " Shahih: Ibnu Majah (1870) dan Shahih Muslim

Hadits ini hasan shahih. Syu'bah dan Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan hadits ini dari Malik bin Anas. Berdasarkan hadits ini maka sebagian orang membolehkan pernikahan tanpa wali.

Tetapi hadits ini sebenarnya tidak dapat mereka jadikan sebagai dalil, karena diriwayatkan dari beberapa riwayat dari Ibnu Abbas, dari Nabi SAW, beliau bersabda, (Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali). "

Dengan hadits ini Ibnu Abbas memfatwakannya -sesudah wafatnya Nabi SAW- "Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali." Arti sabda Nabi SAW. ("Janda lebih berhak atas dirinya dari walinya)"

menurut kebanyakan ulama adalah: wali tidak boleh mengawinkannya kecuali dengan pertimbangan dan kerelaannya. Jika orang tuanya menikahkannya tanpa kerelaannya,

maka pernikahannya batal (berdasar pada hadits Khansa' binti Khidam; ketika ayahnya menikahkannya, -ia janda- tetapi ia tidak rela atas pernikahan itu, maka Nabi SAW menolak pernikahan itu.