Seorang Perempuan Tidak Boleh Dimadu (Dirangkap) dengan Saudara Perempuan Ibu dan Bapak
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ أَبِي حَرِيزٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ تُزَوَّجَ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا أَوْ عَلَى خَالَتِهَا
Nashr bin Ali Jahdhami dan Abdul A'la bin Abdul A'la memberitahukan kepada kami, Sa'id bin Abu Arubah memberitahukan kepada kami dari Abu Hariz, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas:
Nabi SAW melarang seorang perempuan dinikahi secara rangkap dengan saudara perempuan dari bapak atau ibunya. Shahih: Irwa Al Ghalil (2882) dan Dha'if Abu Daud (352)
Abu Hariz bernama Abdullah bin Husain. Nashr bin Ali menceritakan kepada kami, Abdul A'la menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Hasan, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, seperti hadits di atas. Shahih: Ibnu Majah (1929) dan Muttafaq 'alaih
Ia berkata, "Didalam bab ini ada hadits yang diriwayatkan dari Ali, Ibnu Umar, Abdullah bin Amr, Abu Sa'id, Abu Umamah, Jabir, Aisyah, Abu Musa, dan Samurah bin Jundab."
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَنْبَأَنَا دَاوُدُ بْنُ أَبِي هِنْدٍ حَدَّثَنَا عَامِرٌ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ تُنْكَحَ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا أَوْ الْعَمَّةُ عَلَى ابْنَةِ أَخِيهَا أَوْ الْمَرْأَةُ عَلَى خَالَتِهَا أَوْ الْخَالَةُ عَلَى بِنْتِ أُخْتِهَا وَلَا تُنْكَحُ الصُّغْرَى عَلَى الْكُبْرَى وَلَا الْكُبْرَى عَلَى الصُّغْرَى
Al Hasan bin Ali menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun memberitahukan kepada kami, Daud bin Abu Hindun memberitahukan kepada kami, Amir memberitahukan kepada kami dari Abu Hurairah:
Rasulullah SAW melarang seorang perempuan dinikahi bersama saudara perempuan dari bapaknya, atau saudara perempuan ayah (dinikahi) dengan anak perempuan saudara lelakinya, atau seorang perempuan dinikahi dengan saudara perempuan dari ibunya,
atau saudara perempuan dari ibu (dirangkap) dinikahi dengan anak perempuan dari saudara perempuannya (keponakannya). Beliau juga melarang dinikahinya anak keponakan dengan bibinya, begitupula sebaliknya. Shahih: Irwa Al Ghalil (6/289) dan Shahih Abu Daud (1802)
Abu Isa berkata, "Hadits Ibnu Abbas dan Abu Hurairah adalah hadits hasan shahih." Mayoritas ulama -kami tidak mengetahui ada perselisihan pendapat di antara mereka- melaksanakan hadits ini,
bahwa seorang lelaki tidak halal mengawini seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ayah atau ibunya. Jika seorang lelaki telah menikahi seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ayah atau ibunya -atau sebaliknya- maka salah satu pernikahannya harus dibataikan.
Para ulama umumnya berpendapat seperti itu. Abu Isa berkata, "Sya'bi berjumpa dengan Abu Hurairah dan ia meriwayatkan hadits darinya." Aku pernah bertanya kepada Muhammad tentang hadits ini, lalu ia menjawab, "Shahih." Abu Isa berkata, "Sya'bi juga meriwayatkan dari seseorang, dari Abu Hurairah."