Larangan Berhubungan Intim dengan Wanita Tawanan yang Hamil
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى النَّيْسَابُورِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ النَّبِيلُ عَنْ وَهْبٍ بْنِ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي أُمُّ حَبِيبَةَ بِنْتُ عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ أَنَّ أَبَاهَا أَخْبَرَهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ تُوطَأَ السَّبَايَا حَتَّى يَضَعْنَ مَا فِي بُطُونِهِنَّ
Muhammad bin Yahya An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abu 'Ashim An-Nabil menceritakan kepada kami, dari Wahab bin Khalid, ia berkata, "Ummu Habibah binti Irbadh bin Sariyah menceritakan kepadaku bahwa ayahnya memberitahukan kepadanya,
'Rasulullah SAW melarang berhubungan in tim dengan wanita tawanan —yang sedang hamil— hingga mereka melahirkan janin yang ada dalam kandungannya'." Shahih: Lihat hadits 1474
Abu Isa berkata, "Dalam bab ini ada riwayat lain dari Ruwaifi' bin Tsabit". Hadits Irbadh adalah gharib. Para ulama mengamalkan hadits ini. Al Auza'i berkata, "Apabila seseorang membeli seorang budak perempuan tawanan perang vang sedang hamil.
maka sesungguhnya telah diriwayatkan dari Umar bin Al Khaththab bahwa ia pernah berkata, 'Wanita yang sedang hamil itu tidak boleh digauli sampai ia melahirkan'." Al Auza'i berkata,
"Adapun wanita-wanita merdeka, sesungguhnya sunnah yang berlaku bahwa mereka diperintahkan untuk menjalani masa iddah". Itulah yang diceritakan kepadaku oleh Ali bin Khasyram. Ali bin Khasyram berkata, "Isa bin Yunus menceritakan hadits ini kepada kami dari AI Auza'i".