Juz 21

Surat Ar-Rum |30:26|

وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ

wa lahuu man fis-samaawaati wal-ardh, kullul lahuu qoonituun

Dan milik-Nya apa yang di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk.

And to Him belongs whoever is in the heavens and earth. All are to Him devoutly obedient.

Tafsir
Jalalain

(Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi) sebagai miliknya, makhluk dan hamba-hamba-Nya. (Semuanya hanya kepada-Nya tunduk) yakni taat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 26 |

Tafsir ayat 26-27

Firman Allah Swt.:


{وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ}


Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. (Ar-Rum: 26) Yaitu milik-Nya dan hamba-hamba-Nya.


{كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ}


Semuanya hanya kepada-Nya tunduk. (Ar-Rum: 26) Yakni tunduk dan patuh, baik dengan taat maupun terpaksa.


وَفِي حَدِيثِ دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، مَرْفُوعًا: " كُلُّ حَرْف فِي الْقُرْآنِ يُذكَرُ فِيهِ الْقُنُوتُ فَهُوَ الطَّاعَةُ"


Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id secara marfu' disebutkan: Setiap lafaz qunut yang terdapat di dalam Al-Qur’an artinya tunduk (taat). Firman Allah Swt.:


{وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ}


Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkannya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27) Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,

bahwa makna ah-wani ialah lebih mudah. Mujahid mengatakan bahwa mengembalikan hidup seperti semula itu lebih mudah daripada menciptakannya pada yang pertama kali. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan lain-lainnya.


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، أَخْبَرَنَا أَبُو الزِّنَاد، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "قَالَ اللَّهُ: كَذبَني ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ يُعِيدَنِي كَمَا بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بأهونَ عَلِيَّ مِنْ إِعَادَتِهِ. وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا، وَأَنَا الْأَحَدُ الصَّمَدُ، الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ"


Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda: Allah Swt. berfirman, "Anak Adam telah mendustakan-Ku, padahal tidak layak baginya berbuat demikian. Anak Adam telah mencaci-Ku, padahal tidak layak baginya berbuat demikian. Adapun kedustaannya kepada-Ku

ialah melalui ucapannya yang mengatakan, Allah tidak akan mengembalikan aku menjadi hidup sebagaimana Dia menciptakan aku pada yang pertama kali,' padahal penciptaan yang pertama tidaklah lebih mudah bagi-Ku

daripada mengembalikannya seperti semula. Adapun mengenai caci makinya terhadap-Ku ialah melalui ucapannya yang mengatakan. 'Allah telah mengambil anak,' padahal Aku Tuhan Yang Maha Esa, bergantung segala sesuatu kepada-Ku,

Yang tidak beranak dan tidak diperanak­kan, dan tiada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.” Imam Bukhari mengetengahkan hadis ini secara tunggal, sebagaimana dia meriwayatkannya secara tunggal melalui hadis Abdur Razzaq,

dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang semisal. Imam Ahmad telah meriwayatkannya secara munfarid (tunggal) dengan sanad yang sama melalui Hasan ibnu Musa, dari Ibnu Lahi'ah, dari Abu Yunus Salim ibnu Jabir,

dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang sama atau semisal Ulama lainnya mengatakan bahwa menciptakan makhluk pada yang pertama kali dan mengembalikannya menjadi hidup —bila dikaitkan dengan kekuasaan Allah—

sama mudahnya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa semuanya itu mudah bagi Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Khaisam. Ibnu Jarir cenderung memilih pendapat ini, lalu ia mengemukakan banyak syahid

dan memperkuat alasannya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa damir yang terdapat di dalam firman-Nya: dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27) merujuk kepada makhluk, yakni lebih memudahkan makhluk untuk dapat hidup kembali. Firman Allah Swt.:


{وَلَهُ الْمَثَلُ الأعْلَى فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ}


Dan bagi-Nyalah sifat Yang Mahatinggi di langit dan di bumi. (Ar-Rum: 27) Menurut Ali ibnu AbuTalhah, dari Ibnu Abbas, makna ayat ini sama dengan firman-Nya:


{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ}


tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan Dia. (Asy-Syura: 11) Qatadah mengatakan bahwa semisal dengan makna ayat ini ucapan "tidak ada Tuhan selain Dia dan tidak ada Rabb selain Dia."

Hal yang semisal telah dikatakan oleh Ibnu Jarir. Sebagian ulama tafsir saat menyebutkan ayat ini ada yang menyitir kata-kata bersyair dari sebagian ahli tasawwuf yang mengatakan:


إذَا سَكَن الغَديرُ عَلَى صَفَاء ... وَجُنبَ أنْ يُحَرّكَهُ النَّسيمُ ... تَرَى فِيهِ السَّمَاء بَلا امْترَاء ... كَذَاكَ الشَّمْسُ تَبْدو وَالنّجُومُ ... كَذاكَ قُلُوبُ أرْبَاب التَّجَلِّي ... يُرَى فِي صَفْوها اللهُ العَظيمُ ...


Apabila kolam itu mulai tenang dengan kejernihannya, dan terhindar dari terpaan angin yang mengusiknya, maka akan terlihatlah padanya pemandangan langit dengan jelas. Begitu pula tampak padanya pemandangan matahari

dan juga bintang-bintang. Hal yang sama terjadi pada kalbu ahli Tajalli; pada kejernihan kalbunya terlihat (kebesaran) Allah Yang Mahabesar. Dia Mahaperkasa, tidak terkalahkan dan tidak tertandingi, bahkan Dia mengalahkan segala sesuatu

dan menundukkannya dengan kekuasaan dan pengaruh-Nya Yang Mahabijaksana dalam semua ucapan dan perbuatan­Nya dipandang dari segi mana pun. Malik dalam tafsirannya sehubungan dengan makna ayat ini melalui riwayat

Muhammad ibnul Munkadir yang bersumber darinya menyebutkan bahwa firman-Nya: Dan bagi-Nyalah sifat Yang Mahatinggi. (Ar-Rum: 27) semakna dengan kalimat "Tidak ada Tuhan selain Allah."

Surat Ar-Rum |30:27|

وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ ۚ وَلَهُ الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

wa huwallażii yabda`ul-kholqo ṡumma yu'iiduhuu wa huwa ahwanu 'alaiih, wa lahul-maṡalul-a'laa fis-samaawaati wal-ardh, wa huwal-'aziizul-ḥakiim

Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya. Dia memiliki sifat Yang Maha Tinggi di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

And it is He who begins creation; then He repeats it, and that is [even] easier for Him. To Him belongs the highest attribute in the heavens and earth. And He is the Exalted in Might, the Wise.

Tafsir
Jalalain

(Dan Dialah yang menciptakan dari permulaan) menciptakan manusia (kemudian mengembalikannya) menjadi hidup kembali setelah mereka mati

(dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya) daripada memulai penciptaan; hal ini dikaitkan dengan realita yang berlaku di kalangan makhluk-Nya,

yaitu bahwasanya mengulangi sesuatu itu lebih mudah daripada memulainya. Padahal kedua kondisi itu bagi Allah swt. sama saja mudahnya. (Dan bagi-Nyalah teladan yang maha tinggi di langit dan di bumi)

yakni sifat yang maha tinggi, yaitu bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah (dan Dialah Yang Maha Perkasa) di dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) di dalam ciptaan-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 27 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Ar-Rum |30:28|

ضَرَبَ لَكُمْ مَثَلًا مِنْ أَنْفُسِكُمْ ۖ هَلْ لَكُمْ مِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ شُرَكَاءَ فِي مَا رَزَقْنَاكُمْ فَأَنْتُمْ فِيهِ سَوَاءٌ تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

dhoroba lakum maṡalam min anfusikum, hal lakum mimmaa malakat aimaanukum min syurokaaa`a fii maa rozaqnaakum fa antum fiihi sawaaa`un takhoofuunahum kakhiifatikum anfusakum, każaalika nufashshilul-aayaati liqoumiy ya'qiluun

Dia membuat perumpamaan bagimu dari dirimu sendiri. Apakah (kamu rela jika) ada di antara hamba sahaya yang kamu miliki, menjadi sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu, sehingga kamu menjadi setara dengan mereka dalam hal ini, lalu kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada sesamamu. Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengerti.

He presents to you an example from yourselves. Do you have among those whom your right hands possess any partners in what We have provided for you so that you are equal therein [and] would fear them as your fear of one another [within a partnership]? Thus do We detail the verses for a people who use reason.

Tafsir
Jalalain

(Dia membuat) menjadikan (bagi kalian) hai orang-orang musyrik (perumpamaan) yang terdapat (di dalam diri kalian sendiri) yaitu (apakah ada di antara hamba-hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kanan kalian)

semua hamba sahaya kalian (sekutu) bagi kalian (dalam memiliki rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian) yaitu berupa harta benda dan lain-lainnya (maka kalian) dan mereka

(sama dalam hak mempergunakan rezeki itu, kalian takut kepada mereka sebagaimana kalian takut kepada diri kalian sendiri) yakni takut terhadap sesama orang-orang merdeka kalian.

Kata istifham atau kata tanya mengandung arti nafi atau kata negatif. Makna yang dimaksud ialah, bukanlah hamba sahaya kalian itu adalah sekutu-sekutu bagi kalian di dalam memiliki rezeki dan harta benda

yang ada pada sisi kalian, maka mengapa kalian menjadikan hamba-hamba Allah sebagai sekutu-sekutu-Nya (Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat)

Kami menerangkannya dengan cara penjelasan dan rincian seperti itu (bagi kaum yang berakal) bagi orang-orang yang menggunakan akal pikirannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 28 |

Tafsir ayat 28-29

Ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk kaum musyrik yang menyembah selain Dia bersama-Nya dan yang menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya, padahal mereka mengakui bahwa sekutu-sekutu

yang terdiri dari berhala dan tandingan-tandingan itu juga hamba-hamba Allah dan milik-Nya, seperti yang tersirat dari ucapan mereka saat bertalbiyah, "Kupenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu yang menjadi milik-Mu, sedangkan sekutu itu tidak memiliki." Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{ضَرَبَ لَكُمْ مَثَلا مِنْ أَنْفُسِكُمْ}


Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. (Ar-Rum: 28) yang kalian saksikan sendiri dan kalian mengerti dari diri kalian sendiri.


{هَلْ لَكُمْ مِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ شُرَكَاءَ فِي مَا رَزَقْنَاكُمْ فَأَنْتُمْ فِيهِ سَوَاءٌ}


Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu. (Ar-Rum: 28)

Yakni seseorang di antara kalian rela bila mempunyai sekutu bagi hartanya. Dia dan sekutunya sama-sama mempunyai hak mem­pergunakan harta itu.


{تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ}


kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? (Ar-Rum: 28) Artinya, kalian merasa takut bila mereka berbagi harta dengan kalian. Abu Mijlaz mengatakan bahwa sesungguhnya budakmu tidak merasa takut

bila berbagi harta denganmu dalam hartamu, lain halnya dengan dia dalam hartanya. Begitu pula Allah Swt., tiada sekutu bagi-Nya. Makna yang dimaksud ialah seseorang dari kalian pasti tidak mau bila hartanya digunakan sama-sama

dengan orang lain, maka mengapa kalian men­jadikan bagi Allah sekutu-sekutu dari kalangan makhluk-Nya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ مَا يَكْرَهُونَ}


Dan mereka menetapkan bagi Allah apa yang mereka sendiri membencinya. (An-Nahl: 62) Yaitu anak-anak perempuan, karena mereka menganggap malaikat-malaikat yang merupakan hamba-hamba Tuhan

Yang Maha Pemurah berjenis perempuan, lalu mereka menganggapnya sebagai anak-anak perempuan Allah. Padahal seseorang dari mereka bila mendapat anak perempuan, wajahnya langsung tampak hitam dan sedih;

ia bersembunyi dari pandangan kaumnya karena memperoleh berita yang dianggapnya buruk (mendapat anak perempuan). Kemudian ia berpikir apakah ia harus tetap memeliharanya dengan menanggung kehinaan,

ataukah ia harus menguburkan anaknya itu ke dalam tanah. Jelasnya mereka menolak anak perempuan, tetapi mereka menganggap para malaikat sebagai anak-anak perempuan Allah. Mereka menisbatkan kepada Allah

apa yang mereka sendiri tidak menyukainya. Ini merupakan tingkatan kekafiran yang paling berat. Begitu pula dalam kedudukan ini, mereka menganggap Allah mempunyai sekutu-sekutu dari kalangan hamba-hamba-Nya

juga merupakan makhluk-Nya. Padahal seseorang dari mereka menolak dengan tolakan yang keras bila hal seperti itu terjadi pada diri mereka, yaitu bila budak miliknya ikut bersekutu dengannya secara sama rata dalam menggunakan hartanya.

Seandainya dia suka, tentulah dia berbagi harta dengan budaknya itu. dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. (Al-Isra: 43) ImamTabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Mahmud ibnul Farj Al-Asbahani, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Amr Al-Bajali, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Syu'aib, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa

dahulu orang-orang musyrik mengucapkan talbiyah mereka sebagai berikut, 'Ya Allah, kupenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu, sedangkan dia tidak memiliki." Maka Allah menurunkan firman-Nya:

Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu,

kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? (Ar-Rum: 28) Mengingat peringatan melalui perumpamaan ini sudah jelas membuktikan kebersihan dan kesucian Allah Swt. dari hal tersebut, maka terlebih lagi bila hal seperti itu dinisbatkan kepada-Nya. Firman Allah Swt.:


{كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ}


Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang berakal. (Ar-Rum: 28) Kemudian Allah Swt. menjelaskan bahwa orang-orang musyrik itu menyembah selain-Nya hanyalah karena kebodohan dan kurangnya akal mereka.


{بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا}


Tetapi orang-orang yang zalim mengikuti. (Ar-Rum: 29) Maksudnya, orang-orang musyrik itu.


{أَهْوَاءَهُمْ}


hawa nafsunya. (Ar-Rum: 29) dalam penyembahan mereka kepada sekutu-sekutu itu tanpa pengetahuan.


{فَمَنْ يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ}


maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? (Ar-Rum: 29) Yakni tiada seorang pun yang dapat menunjuki mereka bila Allah telah memastikan mereka menjadi orang-orang yang sesat.


{وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ}


Dan tiadalah bagi mereka seorang penolong pun. (Ar-Rum: 29) Tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan mereka, tiada pula yang dapat melindungi mereka dari kekuasaan Allah.

Mereka pasti akan tertimpa kepastian Allah, karena sesungguhnya apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi.

Surat Ar-Rum |30:29|

بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَاءَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۖ فَمَنْ يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ ۖ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ

balittaba'allażiina zholamuuu ahwaaa`ahum bighoiri 'ilm, fa may yahdii man adhollalloh, wa maa lahum min naashiriin

Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti keinginannya tanpa ilmu pengetahuan, maka siapakah yang dapat memberi petunjuk kepada orang yang telah disesatkan Allah. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi mereka.

But those who wrong follow their [own] desires without knowledge. Then who can guide one whom Allah has sent astray? And for them there are no helpers.

Tafsir
Jalalain

(Tetapi orang-orang yang lalim, mengikuti) pengertian lalim di sini adalah menyekutukan Allah (hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah)

maksudnya tidak ada seorang pun yang dapat menunjukinya. (Dan tiadalah bagi mereka seorang penolong pun) yang mencegah azab Allah atas mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 29 |

penjelasan ada di ayat 28

Surat Ar-Rum |30:30|

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

fa aqim waj-haka lid-diini ḥaniifaa, fithrotallohillatii fathoron-naasa 'alaihaa, laa tabdiila likholqillaah, żaalikad-diinul qoyyimu wa laakinna akṡaron-naasi laa ya'lamuun

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,

So direct your face toward the religion, inclining to truth. [Adhere to] the fitrah of Allah upon which He has created [all] people. No change should there be in the creation of Allah. That is the correct religion, but most of the people do not know.

Tafsir
Jalalain

(Maka hadapkanlah) hai Muhammad (wajahmu dengan lurus kepada agama Allah) maksudnya cenderungkanlah dirimu kepada agama Allah, yaitu dengan cara mengikhlaskan dirimu

dan orang-orang yang mengikutimu di dalam menjalankan agama-Nya (fitrah Allah) ciptaan-Nya (yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu) yakni agama-Nya.

Makna yang dimaksud ialah, tetaplah atas fitrah atau agama Allah. (Tidak ada perubahan pada fitrah Allah) pada agama-Nya. Maksudnya janganlah kalian menggantinya, misalnya menyekutukan-Nya.

(Itulah agama yang lurus) agama tauhid itulah agama yang lurus (tetapi kebanyakan manusia) yakni orang-orang kafir Mekah (tidak mengetahui) ketauhidan atau keesaan Allah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 30 |

Tafsir ayat 30-32

Allah Swt. berfirman, bahwa luruskanlah wajahmu menghadap kepada agama yang telah disyariatkan oleh Allah bagimu, yaitu agama yang hanif, agama Ibrahim, yang telah ditunjukkan oleh Allah kepadamu dan disempurnakan-Nya bagimu

dengan sangat sempurna. Selain dari itu kamu adalah orang yang tetap berada pada fitrahmu yang suci yang telah dibekalkan oleh Allah kepada semua makhluk-Nya. Karena sesungguhnya Allah telah membekalkan kepada semua makhluk-Nya

pengetahuan tentang keesaan-Nya, dan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan yang terdahulu dalam tafsir firman-Nya:


{وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى}


dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami)" (Al-A'raf: 172) Di dalam sebuah hadis disebutkan:


"إني خلقت عِبَادِي حُنَفاء، فَاجْتَالَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ عَنْ دِينِهِمْ"


Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif kemudian setan-setan menyesatkan mereka dari agamanya. Dalam pembahasan berikutnya yang menjelaskan hadis-hadis mengenai hal ini akan disebutkan

bahwa Allah Swt. membekali fitrah Islam kepada makhluk-Nya, kemudian sebagian dari mereka dirasuki oleh agama-agama yang telah rusak, seperti agama Yahudi, Nasrani, serta Majusi. Firman Allah Swt.:


{لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ}


Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30) Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'janganlah kalian mengubah ciptaan Allah, karenanya kalian mengubah manusia dari fitrah mereka

yang telah dibekalkan oleh Allah kepada mereka.' Dengan demikian, berarti kalimat ini merupakan kalimat berita, tetapi bermakna perintah, sama dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:


{وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا}


barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. (Ali-Imran: 97) Ini merupakan pendapat yang baik dan sahih. Ulama tafsir lainnya mengatakan bahwa makna ayat ini adalah kalimat berita sesuai dengan apa adanya,

yang berarti bahwa Allah Swt. memberikan fitrah-Nya secara sama rata di antara semua makhluk-Nya, yaitu fitrah (pembawaan) yang lurus. Tiada seorang pun yang dilahirkan melainkan dibekali dengan fitrah tersebut dalam kadar

yang sama dengan yang lain, tiada perbedaan di antara manusia dalam hal ini. Karena itulah Ibnu Abbas, Ibrahim An-Nakha'i, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan

dengan makna firman-Nya: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30) Yakni agama Allah. Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30)

Yaitu agama Allah; fitrah orang-orang dahulu artinya agama orang-orang dahulu, agama dan fitrah maksudnya ialah Islam.


حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ مَوْلُودٍ يُولَدُ إِلَّا عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانه أَوْ يُنَصِّرانه أَوْ يُمَجسانه، كَمَا تَنْتِج الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعاء، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ"؟ ثُمَّ يَقُولُ: {فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}


Telah menceritakan kepada kami Abdan, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, bahwa Abu Hurairah r.a.

pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak ada seorang bayi pun yang dilahirkan melainkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau Nasrani atau Majusi.

Sama halnya dengan hewan ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna, maka apakah kalian melihat adanya kecacatan pada anak hewan itu. Setelah itu Nabi Saw. membacakan firman Allah Swt.: (tetaplah atas) fitrah Allah

yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; (Ar-Rum: 30) Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Wahb, dari Yunus ibnu Yazid Al-Aili,

dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. Semakna dengan hadis ini ada hadis-hadis lain yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat, antara lain Al-Aswad ibnu Sari' At-Tamimi.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا يُونُسُ، عَنِ الْحَسَنِ عَنِ الْأُسُودِ بْنِ سَرِيع [التَّمِيمِيِّ] قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَزَوْتُ مَعَهُ، فَأَصَبْتُ ظَهْرًا ، فَقُتِلَ النَّاسُ يَوْمَئِذٍ، حَتَّى قَتَلُوا الْوِلْدَانَ. فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "مَا بَالُ أَقْوَامٍ جَاوَزَهُمُ الْقَتْلُ الْيَوْمَ حَتَّى قَتَلُوا الذُّرِّيَّةَ؟ ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمَا هُمْ أَبْنَاءُ الْمُشْرِكِينَ؟ فَقَالَ: "أَلَا إِنَّمَا خِيَارُكُمْ أَبْنَاءُ الْمُشْرِكِينَ". ثُمَّ قَالَ: "لَا تَقْتُلُوا ذُرِّيَّةً، لَا تَقْتُلُوا ذُرِّيَّةً". وَقَالَ: "كُلُّ نَسَمَةٍ تُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعرب عَنْهَا لِسَانُهَا، فَأَبَوَاهَا يُهَوِّدَانِهَا أو ينصرانها".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Al-Hasan, dari Al-Aswad ibnu Sari' yang menceritakan bahwa ia datang menghadap kepada Rasulullah Saw.

dan berperang bersama-sama beliau; dalam perang itu ia memperoleh banyak ganimah. Hari itu perang terjadi amat seru sehingga pasukan kaum muslim membunuhi anak-anak. Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah Saw.,

beliau bersabda, "Apakah gerangan yang dilakukan oleh kaum muslim? Pada hari ini mereka melampaui batas dalam berperang sehingga mereka membunuhi anak-anak kecil?" Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah,

bukankah mereka adalah anak-anak kaum musyrik?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, sesungguhnya anak-anak kaum musyrik itu harus dihindari oleh kalian." Beliau melanjutkan sabdanya, "Jangan membunuh anak-anak,

jangan membunuh anak-anak." Pada akhirnya beliau Saw. bersabda: Setiap diri itu dilahirkan atas dasar fitrah sehingga ia dapat berbicara mengutarakan keinginan dirinya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi

atau seorang Nasrani. Imam Nasai di dalam Kitabus Sair-nya telah meriwayatkan hadis ini melalui Ziad ibnu Ayyub, dari Hasyim, dari Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan Al-Basri dengan sanad yang sama. Di antara sahabat yang meriwayatkan hadis ini ialah Jabir ibnu Abdullah Al-Ansari.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَاشِمٌ، حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ الْحَسَنِ، عَنْ جَابِرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعرب عَنْهُ لِسَانُهُ، فَإِذَا عَبَّرَ عَنْهُ لِسَانُهُ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Al-Hasan, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Semua anak dilahirkan atas dasar fitrah, sehingga lisannya dapat mengutarakan keinginan dirinya. Apabila lisannya telah dapat mengungkapkan kemauan dirinya, maka adakalanya ia menjadi orang yang bersyukur (Islam), dan adakalanya ia menjadi orang yang pengingkar (kafir).


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئل عَنِ أَوْلَادِ الْمُشْرِكِينَ، فَقَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ إِذْ خَلَقَهُمْ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah Saw.

pernah ditanya mengenai anak-anak kaum musyrik. Maka beliau menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang akan dilakukan oleh mereka sejak Dia menciptakan mereka.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas Al-Yasykuri, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas secara marfu' dengan teks yang sama.


قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ -يَعْنِي ابْنَ سَلَمَةَ -أَنْبَأَنَا عَمَّارُ بْنُ أَبِي عَمَّارٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: أَتَى عليَّ زَمَانٌ وَأَنَا أَقُولُ: أَوْلَادُ الْمُسْلِمِينَ مَعَ أَوْلَادِ الْمُسْلِمِينَ، وَأَوْلَادِ الْمُشْرِكِينَ مَعَ الْمُشْرِكِينَ. حَتَّى حَدَّثَنِي فُلَانٌ عَنْ فُلَانٍ: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سُئِلَ عَنْهُمْ فَقَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ".


Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnu Abu Ammar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa

di suatu masa dia berpendapat bahwa anak-anak kaum muslim bersama-sama kaum muslim, dan anak-anak kaum musyrik bersama-sama kaum musyrik, hingga ada si Fulan menceritakan dari si Fulan bahwa Rasulullah Saw.

pernah ditanya tentang nasib anak-anak kaum musyrik. Maka beliau Saw. menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang bakal dilakukan oleh mereka. Yakni apakah mereka masuk Islam ataukah sama dengan orang tua mereka yang musyrik.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia menemui langsung lelaki yang menceritakan hadis ini, lalu lelaki itu memberitahukan kepadanya hadis ini. Maka sejak saat itu ia tidak lagi memakai pendapatnya. Di antara mereka adalah Iyad ibnu Himar Al-Mujasyi'i.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ مُطَرّف، عَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ فِي خُطْبَتِهِ: "إِنَّ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي فِي يَوْمِي هَذَا، كُلُّ مَالٍ نَحَلْتُهُ عِبَادِي حَلَالٌ، وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَأَضَلَّتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ، وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا، ثُمَّ إِنَّ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَمَقَتَهُمْ، عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ، إِلَّا بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، وَقَالَ: إِنَّمَا بَعَثْتُكَ لِأَبْتَلِيَكَ وَأَبْتَلِيَ بِكَ، وَأَنْزَلْتُ عَلَيْكَ كِتَابًا لَا يَغْسِلُهُ الْمَاءُ، تَقْرَؤُهُ نَائِمًا وَيَقْظَانَ. ثُمَّ إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ أُحَرِّقَ قُرَيْشًا، فَقُلْتُ: يَا رَبِّ إِذًا يَثْلَغُوا رَأْسِي فَيَدْعُوهُ خبُزَةً. قَالَ: اسْتَخْرِجْهُمْ كَمَا اسْتَخْرَجُوكَ، وَاغْزُهُمْ نَغْزُك، وَأَنْفِقْ عَلَيْهِمْ فَسَنُنْفِقُ عَلَيْكَ. وَابْعَثْ جَيْشًا نَبْعَثُ خَمْسَةً مِثْلَهُ، وَقَاتِلْ بِمَنْ أَطَاعَكَ مَنْ عَصَاكَ". قَالَ: "وَأَهْلُ الْجَنَّةِ: ثَلَاثَةٌ ذُو سُلْطَانٍ مُقسط مُتَصَدِّقٌ مُوَفَّقٌ، وَرَجُلٌ رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ بِكُلِّ ذِي قُرْبَى وَمُسْلِمٍ، وَرَجُلٌ عَفِيفٌ فَقِيرٌ مُتَصَدِّقٌ. وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ: الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ، الَّذِينَ هُمْ فِيكُمْ تَبَعًا، لَا يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا. وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ. وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ" وَذَكَرَ الْبَخِيلَ، أَوِ الْكَذَّابَ، وَالشَّنْظِيرُ: الْفَحَّاشُ


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Qatadah, dari Mutarrif, dari Iyad ibnu Himar, bahwa Rasulullah Saw. di suatu hari berkhotbah. Isi khotbahnya

antara lain: Sesungguhnya Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk memberitahukan kepada kalian apa yang tidak kalian ketahui dari apa yang telah diberitahukan oleh-Nya kepadaku hari ini. (Dia telah berfirman),

"Semua yang telah Kuberikan kepada hamba-hamba-Ku halal; dan sesungguhnya Aku telah men­ciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada perkara yang hak dan benci kepada perkara yang batil) semuanya.

Dan sesungguhnya mereka didatangi oleh setan, lalu setan menyesatkan mereka dari agamanya, dan setan meng­haramkan atas mereka apa yang telah Kuhalalkan bagi mereka, dan setan memerintahkan kepada mereka

untuk mempersekutu­kan Aku (dengan sesuatu) yang Aku tidak pernah menurunkan keterangan tentangnya. Nabi Saw. melanjutkan sabdanya, bahwa sesungguhnya Allah Swt. memandang kepada penduduk bumi, maka Dia murka

terhadap mereka semua —yang Arab maupun non Arab— kecuali sisa-sisa dari kaum Ahli Kitab. Dan Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku mengutusmu hanya untuk mengujimu dan menjadikanmu sebagai batu ujian (bagi yang lain),

dan Aku turunkan kepadamu sebuah Al-Kitab yang tidak terhapuskan oleh air (karena kandungannya dihafal di dalam dada, bukan berupa tulisan), kamu dapat membacanya sambil tiduran dan sambil bangun." Kemudian sesungguhnya

Allah Swt. telah memerintahkan kepadaku untuk membakar orang-orang Quraisy, maka aku berkata, "Wahai Tuhanku, kalau begitu tentu mereka akan menguliti kepalaku dan membiarkannya menjadi seperti roti." Allah Swt. berfirman,

"Usirlah mereka sebagaimana mereka mengusirmu; dan perangilah mereka, Kami akan membantumu; dan berinfaklah, maka Kami akan menggantimu; dan kirimkanlah pasukan, maka Kami akan membantumu dengan pasukan

yang jumlahnya lima kali lipat dari pasukanmu, dan berperanglah bersama orang yang taat kepadamu untuk menghadapi orang-orang yang durhaka kepadamu." Ahli surga itu ada tiga macam orang, yaitu: Penguasa yang berlaku adil,

pemberi sedekah yang sukses dan seorang lelaki yang penyayang dan berhati lembut terhadap kaum kerabatnya dan setiap orang muslim, dan seorang lelaki yang memelihara kehormatan dirinya lagi tidak mau meminta-minta lagi

banyak mempunyai anak. Ahli neraka itu ada lima macam orang, yaitu: Orang lemah yang tidak punya prinsip, yakni mereka yang menjadi pengikut di kalangan kalian; mereka tidak pernah menginginkan punya keluarga dan tidak pula harta;

pengkhianat yang tiada suatu keinginan sekecil apa pun melainkan dia pasti berkhianat kepadanya, dan seorang lelaki yang tidak pernah melewati waktu pagi dan tidak pula waktu sore melainkan dia selalu menipumu terhadap keluarga

dan harta bendamu. Nabi Saw. menyebutkan pula pendusta, buruk perangai, dan orang yang bermulut kotor. Imam Muslim mengetengahkan hadis ini secara tunggal, dan dia meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Qatadah dengan sanad yang sama. Firman Allah Swt.:


{ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}


(Itulah) agama yang lurus. (Ar-Rum: 30) Yakni berpegang kepada syariat dan fitrah yang utuh merupakan agama yang tegak dan lurus.


{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ}


tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ar-Rum: 30) Karena itulah maka kebanyakan orang tidak mengetahuinya, dan mereka berpaling darinya, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:


{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ}


Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 103)


{وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ} الْآيَةَ


Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Al-An'am: 116), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah Swt.:


{مُنِيبِينَ إِلَيْهِ}


dengan kembali bertobat kepada-Nya. (Ar-Rum: 31) Ibnu Zaid dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa makna inabah ialah kembali kepada-Nya.


{وَاتَّقُوهُ}


dan bertakwalah kepada-Nya. (Ar-Rum: 31) Artinya, takutlah kepada-Nya dan selalulah kalian merasa diawasi oleh­Nya.


{وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ}


serta dirikanlah salat. (Ar-Rum: 31) Salat merupakan ketaatan yang paling besar.


{وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ}


dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mem­persekutukan Allah. (Ar-Rum: 31) Tetapi jadilah kalian orang-orang yang mengesakan-Nya, mengikhlaskan diri hanya kepada-Nya dalam beribadah, dan tiada yang kalian kehendaki

dalam ibadah itu selain hanya karena-Nya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Ishaq, dari Zaid ibnu Abu Maryam yang mengatakan bahwa Umar r.a.

bersua dengan Mu'az ibnu Jabal, lalu Umar bertanya, "Apakah yang menjaga keutuhan tegaknya umat ini?" Mu'az menjawab, "Ada tiga perkara yang semuanya dapat menyelamatkan mereka, yaitu tetap pada fitrah Allah

yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu; salat yang merupakan agama; dan taat yang merupakan pemelihara diri (dari perbuatan yang diharamkan)." Maka Umar berkata, "Engkau benar." Ibnu Jarir mengatakan,

telah menceritakan pula kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abu Qilabah, bahwa Umar r.a. pernah bertanya kepada Mu'az, "Apakah yang melestarikan tegaknya agama ini?" Lalu disebutkan hal yang semisal. Firman Allah Swt.:


{مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ}


yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (Ar-Rum: 32) Janganlah kalian menjadi

seperti orang-orang musyrik yang telah memecah belah agama mereka, yakni mengganti dan mengubahnya, serta beriman kepada sebagiannya dan ingkar kepada sebagian yang lainnya. Sebagian ulama membacanya

"فَارَقُوا دِينَهُمْ" yang artinya menjadi seperti berikut, bahwa mereka meninggalkan agamanya di belakang punggung mereka. Mereka adalah seperti orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Majusi,

para penyembah berhala serta para pemeluk agama yang batil lainnya, selain agama Islam. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:


{إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ}


Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah.

(Al-An'am: 159), hingga akhir ayat. Agama-agama lain sebelum agama kita berselisih pendapat di antara sesamanya menjadi beberapa golongan yang masing-masing berpegang kepada pendapat-pendapat dan prinsip-prinsip yang batil.

Setiap golongan mengira bahwa dirinyalah yang benar. Umat kita berselisih pendapat pula di antara sesama mereka menjadi beberapa golongan. Semuanya sesat kecuali satu golongan, mereka adalah ahli sunnah wal jama'ah

yang berpegang teguh kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, serta berpegang kepada apa yang biasa diamalkan di abad pertama Islam, yaitu di masa para sahabat, para tabi'in, dan para Imam kaum muslim, sejak zaman dahulu

hingga masa sekarang. Imam Hakim telah meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya, bahwa Nabi Saw. pernah ditanya tentang golongan yang selamat di antara golongan-golongan itu. Maka beliau bersabda:


«مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي»


Yaitu orang-orang yang berpegang kepada apa yang biasa diamalkan olehku sekarang dan juga (yang biasa diamalkan) oleh para sahabatku.

Surat Ar-Rum |30:31|

مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

muniibiina ilaihi wattaquuhu wa aqiimush-sholaata wa laa takuunuu minal-musyrikiin

dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta laksanakanlah sholat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah,

[Adhere to it], turning in repentance to Him, and fear Him and establish prayer and do not be of those who associate others with Allah

Tafsir
Jalalain

(Dengan kembali) bertobat (kepada-Nya) kepada Allah swt., yaitu melaksanakan apa-apa yang diperintahkan oleh-Nya dan menjauhi hal-hal yang dilarang oleh-Nya.

Lafal ayat ini merupakan hal atau kata keterangan keadaan bagi fa'il atau subjek yang terkandung di dalam lafal aqim beserta makna yang dimaksud daripadanya, yaitu hadapkanlah wajah kalian

(dan bertakwalah kalian kepada-Nya) takutlah kalian kepada-Nya (serta dirikanlah sholat dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 31 |

penjelasan ada di ayat 30

Surat Ar-Rum |30:32|

مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

minallażiina farroquu diinahum wa kaanuu syiya'aa, kullu ḥizbim bimaa ladaihim fariḥuun

yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.

[Or] of those who have divided their religion and become sects, every faction rejoicing in what it has.

Tafsir
Jalalain

(Yaitu orang-orang) lafal ayat ini merupakan badal dari lafal minal musyrikiin berikut pengulangan huruf jarnya (yang memecah belah agamanya) disebabkan perselisihan mereka dalam apa yang mereka sembah

(dan mereka menjadi beberapa golongan) menjadi bersekte-sekte dalam beragama. (Tiap-tiap golongan) dari kalangan mereka (dengan apa yang ada pada golongan mereka)

maksudnya apa yang ada pada diri mereka (merasa bangga) yakni membanggakannya. Menurut qiraat yang lain lafal farraquu itu dibaca faraquu artinya mereka meninggalkan agama yang mereka diperintahkan untuk menjalankannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 32 |

penjelasan ada di ayat 30

Surat Ar-Rum |30:33|

وَإِذَا مَسَّ النَّاسَ ضُرٌّ دَعَوْا رَبَّهُمْ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا أَذَاقَهُمْ مِنْهُ رَحْمَةً إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ

wa iżaa massan-naasa dhurrun da'au robbahum muniibiina ilaihi ṡumma iżaaa ażaaqohum min-hu roḥmatan iżaa fariiqum min-hum birobbihim yusyrikuun

Dan apabila manusia ditimpa oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali (bertobat) kepada-Nya, kemudian apabila Dia memberikan sedikit rahmat-Nya kepada mereka, tiba-tiba sebagian mereka menyekutukan Allah,

And when adversity touches the people, they call upon their Lord, turning in repentance to Him. Then when He lets them taste mercy from Him, at once a party of them associate others with their Lord,

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila manusia disentuh) orang-orang kafir Mekah (oleh suatu bahaya) oleh suatu marabahaya (mereka menyeru Tuhannya dengan kembali) yakni bertobat (kepada-Nya) bukan kepada selain-Nya

(kemudian apabila Tuhan merasakan kepada mereka hanya sedikit saja rahmat) umpamanya dengan diturunkan hujan kepada mereka (tiba-tiba sebagian daripada mereka mempersekutukan Tuhannya).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 33 |

Tafsir ayat 33-37

Allah Swt. menceritakan perihal manusia; sesungguhnya mereka itu apa­bila tertimpa keadaan darurat (bahaya), mereka menyeru kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Apabila diberikan kepada mereka ke­nikmatan,

tiba-tiba sebagian dari mereka yang telah membaik keadaan­nya mempersekutukan Allah dan menyembah Dia bersama yang lain-Nya. Firman Allah Swt.:


{لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ}


sehingga mereka mengingkari akan rahmat yang telah Kami berikan kepada mereka. (Ar-Rum: 34) Huruf lam dalam ayat ini menurut sebagian ulama bahasa disebut lamul 'aqibah, sedangkan menurut sebagian yang lain adalah lamut ta’lil,

tetapi ta'lil ini berdasarkan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah terhadap mereka. Kemudian Allah mengancam mereka melalui firman-Nya:


{فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ}


kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu). (Ar-Rum: 34) Sebagian ulama mengatakan, "Seandainya ada seorang pengawal (tentara) yang kejam mengancamku, tentulah aku merasa takut. Maka terlebih lagi jika yang mengancam itu

adalah Tuhan Yang mengatakan kepada sesuatu, 'Jadilah kamu', maka jadilah ia." Selanjutnya Allah Swt. berfirman, mengingkari perbuatan orang-orang musyrik karena mereka menyembah selain Allah tanpa dalil, tanpa alasan, dan tanpa keterangan:


{أَمْ أَنزلْنَا عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا}


Atau pernahkah Kami menurunkan kepada mereka keterangan. (Ar-Rum: 35) Yang dimaksud dengan sultan ialah alasan.


{فَهُوَ يَتَكَلَّمُ}


lalu keterangan itu menunjukkan (kebenaran). (Ar-Rum: 35) Yakni membicarakan atau mengungkapkan


{بِمَا كَانُوا بِهِ يُشْرِكُونَ}


apa yang mereka selalu mempersekutukan dengan Tuhan? (Ar-Rum: 35) Istifham (kata tanya) dalam ayat ini mengandung makna ingkar, yakni tiada suatu keterangan pun yang membuktikan kebenaran perbuatan mereka itu. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:


{وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ}


Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri,

tiba-tiba mereka itu berputus asa. (Ar-Rum: 36) Ini merupakan pengingkaran yang ditujukan kepada manusia dipandang dari segi tabiatnya, terkecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah dan diberi-Nya taufik.

Karena sesungguhnya manusia itu bangga apabila diberi suatu nikmat, lalu mengatakan seperti apa yang disitir oleh firman-Nya:


{ذَهَبَ السَّيِّئَاتُ عَنِّي إِنَّهُ لَفَرِحٌ فَخُورٌ}


"Telah hilang bencana-bencana itu dariku, sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga. (Hud: 10) Yakni dia merasa gembira dan berbangga diri terhadap yang lainnya.

Tetapi apabila ia tertimpa suatu kesengsaraan, maka berputus asalah dia dari mendapat kebaikan sesudahnya. Allah Swt. berfirman:


{إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ}


kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana) dan mengerjakan amal-amal saleh. (Hud: 11) Yakni sabar dalam menghadapi kesengsaraan dan rajin beramal saleh dalam keadaan makmur dan senang, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis sahih melalui sabda Nabi Saw.:


"عَجَبًا لِلْمُؤْمِنِ، لَا يَقْضِي اللَّهُ لَهُ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شكر فكان خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاء صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ"


Sungguh menakjubkan orang mukmin itu, tidak sekali-kali Allah menetapkan suatu takdir baginya melainkan hal itu baik baginya. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur; dan bersyukur itu adalah baik baginya. Dan jika tertimpa kesusahan, ia bersabar; dan bersabar itu adalah baik baginya. Firman Allah Swt.:


{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ}


Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu). (Ar-Rum: 37)

Artinya, Dialah yang mengatur dan yang melakukan itu dengan ke­bijaksanaan dan keadilan-Nya; Dia melapangkan rezeki suatu kaum dan menyempitkan rezeki yang lainnya.


{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ}


Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman. (Ar-Rum: 37)

Surat Ar-Rum |30:34|

لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ ۚ فَتَمَتَّعُوا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ

liyakfuruu bimaaa aatainaahum, fa tamatta'uu, fa saufa ta'lamuun

biarkan mereka mengingkari rahmat yang telah Kami berikan. Dan bersenang-senanglah kamu, maka kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu).

So that they will deny what We have granted them. Then enjoy yourselves, for you are going to know.

Tafsir
Jalalain

(Sehingga mereka mengingkari akan rahmat yang telah Kami berikan kepada mereka) makna yang terkandung di dalam ayat ini adalah ancaman yang ditujukan kepada mereka yang ingkar itu.

(Maka bersenang-senanglah kamu sekalian, kelak kalian akan mengetahui) akibat daripada bersenang-senang kalian itu; di dalam ungkapan ayat ini terkandung makna sindiran bagi orang-orang yang ketiga atau dhamir gaib.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 34 |

penjelasan ada di ayat 33

Surat Ar-Rum |30:35|

أَمْ أَنْزَلْنَا عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا فَهُوَ يَتَكَلَّمُ بِمَا كَانُوا بِهِ يُشْرِكُونَ

am anzalnaa 'alaihim sulthoonan fa huwa yatakallamu bimaa kaanuu bihii yusyrikuun

Atau pernahkah Kami menurunkan kepada mereka keterangan, yang menjelaskan (membenarkan) apa yang (selalu) mereka persekutukan dengan Tuhan?

Or have We sent down to them an authority, and it speaks of what they were associating with Him?

Tafsir
Jalalain

(Atau pernahkah) lafal am menunjukkan arti yang sama dengan hamzah yang menunjukkan makna ingkar, yaitu bukankah (Kami menurunkan kepada mereka keterangan)

yakni hujah dan Kitab (lalu keterangan itu menunjukkan) mengungkapkan dengan jelas (tentang apa yang mereka selalu mempersekutukannya dengan Tuhan)

Apakah kitab dan hujah tersebut memerintahkan mereka untuk berbuat musyrik, tentu saja tidak dan tidak akan ada.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 35 |

penjelasan ada di ayat 33

Surat Ar-Rum |30:36|

وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا ۖ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ

wa iżaaa ażaqnan-naasa roḥmatan fariḥuu bihaa, wa in tushib-hum sayyi`atum bimaa qoddamat aidiihim iżaa hum yaqnathuun

Dan apabila Kami berikan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan (rahmat) itu. Tetapi apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) karena kesalahan mereka sendiri, seketika itu mereka berputus asa.

And when We let the people taste mercy, they rejoice therein, but if evil afflicts them for what their hands have put forth, immediately they despair.

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila Kami rasakan kepada manusia) yakni orang-orang kafir Mekah dan orang-orang kafir lainnya (suatu rahmat) yakni suatu nikmat (niscaya mereka gembira dengan rahmat itu)

mereka merasa bangga dengannya. (Dan apabila mereka ditimpa musibah) yaitu marabahaya (disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa)

mereka putus harapan dari rahmat Allah. Orang beriman harus bersyukur bila diberi rahmat dan bila ditimpa marabahaya harus berdoa kepada Rabbnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 36 |

penjelasan ada di ayat 33

Surat Ar-Rum |30:37|

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

a wa lam yarou annalloha yabsuthur-rizqo limay yasyaaa`u wa yaqdir, inna fii żaalika la`aayaatil liqoumiy yu`minuun

Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa Allah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan Dia (pula) yang membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki). Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang beriman.

Do they not see that Allah extends provision for whom He wills and restricts [it]? Indeed, in that are signs for a people who believe.

Tafsir
Jalalain

(Dan apakah mereka tidak memperhatikan) tidak mengetahui (bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki) meluaskannya (bagi siapa yang dikehendaki-Nya) sebagai ujian

(dan Dia pula yang membatasinya) yang menyempitkannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya sebagai cobaan buatnya.

(Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang percaya) pada tanda-tanda kekuasaan Allah itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 37 |

penjelasan ada di ayat 33

Surat Ar-Rum |30:38|

فَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

fa aati żal-qurbaa ḥaqqohuu wal-miskiina wabnas-sabiil, żaalika khoirul lillażiina yuriiduuna waj-hallohi wa ulaaa`ika humul-mufliḥuun

Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

So give the relative his right, as well as the needy and the traveler. That is best for those who desire the countenance of Allah, and it is they who will be the successful.

Tafsir
Jalalain

(Maka berikanlah kepada kerabat) kepada famili yang terdekat (akan haknya) yaitu dengan menyantuninya dan menghubungkan silaturahmi dengannya

(demikian pula kepada fakir miskin dan ibnu sabil) orang yang sedang musafir, yaitu dengan memberikan sedekah kepada mereka, perintah ini ditujukan kepada Nabi saw.

dan sebagai umatnya diharuskan mengikuti jejaknya. (Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah) yakni pahala-Nya sebagai imbalan dari apa yang telah mereka kerjakan

(dan mereka itulah orang-orang yang beruntung) yaitu orang-orang yang memperoleh keberuntungan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 38 |

Tafsir ayat 38-40

Allah Swt. berfirman, memerintahkan (kepada kaum muslim) agar memberikan kepada kerabat terdekat mereka akan haknya, yakni berbuat baik dan menghubungkan silaturahmi, juga orang miskin. Yang dimaksud orang miskin

ialah orang yang tidak mempunyai sesuatu pun untuk ia belanjakan buat dirinya; atau memiliki sesuatu, tetapi masih belum mencukupinya. Juga kepada ibnu sabil, yaitu seorang musafir yang memerlukan biaya dan keperluan hidupnya dalam perjalanan, karena biayanya kehabisan di tengah jalan.


{ذَلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ}


Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. (Ar-Rum: 38) Yang dimaksud dengan wajhullah ialah Zat Allah, yakni melihat Allah kelak di hari kiamat. Hal ini merupakan tujuan utama yang paling tinggi.


{وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}


dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Ar-Rum: 38) Yakni beruntung di dunia dan akhirat. Dalam firman selanjurnya disebutkan:


{وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ}


Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. (Ar-Rum: 39) Artinya, barang siapa yang memberi orang lain dengan tujuan agar orang itu

balas memberinya dengan lebih banyak daripada apa yang ia berikan kepadanya, maka perbuatan seperti ini tidak ada pahalanya di sisi Allah bagi orang yang bersangkutan. Demikianlah menurut tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas,

Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, Ikrimah, Muhammad ibnu Ka'b, dan Asy-Sya'bi. Perbuatan seperti itu hukumnya boleh, sekalipun tidak ada pahalanya, hanya saja larangan ini hanya ditujukan kepada Nabi Saw. secara khusus.

Demikianlah menurut pendapat Ad-Dahhak, ia mengatakan demikian dengan berdalilkan firman Allah Swt.:


{وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ}


dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (Al-Muddassir: 6) Yakni janganlah kamu menghadiahkan suatu pemberian dengan tujuan untuk mendapatkan yang lebih banyak daripada itu.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa riba itu ada dua macam: 1. Riba yang tidak dibenarkan, yaitu riba jual beli. 2. Riba yang tidak berdosa, yaitu seseorang yang menghadiahkan sesuatu dengan tujuan mendapat balasan hadiah yang lebih banyak.

Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman Allah Swt.: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. (Ar-Rum: 39) Sesungguhnya pahala di sisi Allah itu hanyalah pahala zakat. Karena itu, disebutkan dalam firman selanjutnya:


{وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ}


Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya). (Ar-Rum: 39)

Merekalah orang-orang yang dilipatgandakan pahalanya oleh Allah, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab sahih melalui sabda Nabi Saw.:


"وَمَا تَصْدَّقَ أَحَدٌ بِعَدْل تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ إِلَّا أَخْذَهَا الرَّحْمَنُ بِيَمِينِهِ، فَيُرَبِّيها لِصَاحِبِهَا كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوّه أَوْ فَصِيلَه، حَتَّى تَصِيرَ التَّمْرَةُ أَعْظَمَ مِنْ أُحُد"


Tidaklah seseorang menyedekahkan sesuatu yang semisal dengan sebiji kurma dari hasil yang halal, melainkan Tuhan Yang Maha Pemurah menerimanya dengan tangan kanan-Nya, lalu mengembangkannya buat pemiliknya

sebagaimana seseorang di antara kalian memelihara anak kudanya atau anak untanya, hingga sebiji kurma itu menjadi lebih besar daripada Bukit Uhud. Firman Allah Swt.:


{اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ}


Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki. (Ar-Rum: 40) Yakni Dialah yang menciptakan dan yang memberi rezeki. Dia mengeluarkan bayi dari perut ibunya dalam keadaan telanjang, tidak berilmu,

tidak mempunyai pendengaran, penglihatan, tidak pula kekuatan. Kemudian Dia memberinya rezeki kesemuanya itu, juga pakaian, perhiasan, harta benda, properti, dan usaha. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad:


حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ سَلَّامٍ أَبِي شُرَحْبِيلَ، عَنْ حَبَّة وَسَوَاءٍ ابْنِي خَالِدٍ قَالَا دَخْلَنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُصْلِحُ شَيْئًا فأعَنَّاه، فَقَالَ: "لَا تَيْأَسَا مِنَ الرزق ما تَهَزّزَتْ رؤوسكما؛ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ تَلِدُهُ أُمُّهُ أَحْمَرَ لَيْسَ عَلَيْهِ قِشْرَةٌ، ثُمَّ يَرْزُقُهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ"


telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Salam ibnu Syurahbil, dari Habbah dan Sawa (keduanya anak Khalid). Mereka berdua mengatakan, "Kami masuk ke dalam rumah Nabi Saw.

yang saat itu sedang membetulkan sesuatu, lalu kami membantunya. Maka beliau Saw. bersabda: 'Janganlah kamu berputus asa dari mendapat rezeki selama kepalamu masih bisa bergoyang, karena sesungguhnya manusia itu dilahirkan

oleh ibunya dalam keadaan berkulit merah tidak berlapiskan sesuatu apa pun, kemudian Allah Swt. memberinya rezeki'." Firman Allah Swt.:


{ثُمَّ يُمِيتُكُمْ}


kemudian mematikanmu. (Ar-Rum: 40) Yaitu sesudah kehidupan ini.


{ثُمَّ يُحْيِيكُمْ}


kemudian menghidupkanmu (kembali). (Ar-Rum: 40) Yakni kelak di hari kiamat. Firman Allah Swt.:


{هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ}


Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu. (Ar-Rum: 40) Maksudnya, sembahan-sembahan yang kalian sembah selain Allah itu.


{مَنْ يَفْعَلُ مِنْ ذَلِكُمْ مِنْ شَيْءٍ}


yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? (Ar-Rum: 40) Yakni pasti tidak ada seorang pun dari mereka yang dapat berbuat sesuatu dari itu, bahkan Allah-lah yang menciptakan, yang memberi rezeki, yang menghidupkan,

dan yang mematikan, kemudian Dia membangkitkan semua makhluk menjadi hidup kembali di hari kiamat kelak. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:


{سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}


Mahasucilah Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan. (Ar-Rum: 40) Mahatinggi, Mahasuci, lagi Mahabesar Allah Swt. dari mempunyai sekutu, tandingan atau yang setara dengan-Nya, atau beranak atau diperanakkan.

Bahkan Dia adalah Yang Maha Esa lagi bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tiada seorang pun yang setara dengan Dia.

Surat Ar-Rum |30:39|

وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ ۖ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ

wa maaa aataitum mir ribal liyarbuwa fiii amwaalin-naasi fa laa yarbuu 'indalloh, wa maaa aataitum min zakaatin turiiduuna waj-hallohi fa ulaaa`ika humul-mudh'ifuun

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).

And whatever you give for interest to increase within the wealth of people will not increase with Allah. But what you give in zakah, desiring the countenance of Allah - those are the multipliers.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesuatu riba atau tambahan yang kalian berikan) umpamanya sesuatu yang diberikan atau dihadiahkan kepada orang lain supaya orang lain memberi kepadanya balasan yang lebih banyak

dari apa yang telah ia berikan; pengertian sesuatu dalam ayat ini dinamakan tambahan yang dimaksud dalam masalah muamalah (agar dia menambah pada harta manusia)

yakni orang-orang yang memberi itu, lafal yarbuu artinya bertambah banyak (maka riba itu tidak menambah) tidak menambah banyak (di sisi Allah)

yakni tidak ada pahalanya bagi orang-orang yang memberikannya. (Dan apa yang kalian berikan berupa zakat) yakni sedekah (untuk mencapai) melalui sedekah itu (keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan)

pahalanya sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Di dalam ungkapan ini terkandung makna sindiran bagi orang-orang yang diajak bicara atau mukhathabin.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 39 |

penjelasan ada di ayat 38

Surat Ar-Rum |30:40|

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ۖ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَفْعَلُ مِنْ ذَٰلِكُمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ

allohullażii kholaqokum ṡumma rozaqokum ṡumma yumiitukum ṡumma yuḥyiikum, hal min syurokaaa`ikum may yaf'alu min żaalikum min syaii`, sub-ḥaanahuu wa ta'aalaa 'ammaa yusyrikuun

Allah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, lalu mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara mereka yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu yang demikian itu? Maha Suci Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.

Allah is the one who created you, then provided for you, then will cause you to die, and then will give you life. Are there any of your "partners" who does anything of that? Exalted is He and high above what they associate with Him.

Tafsir
Jalalain

(Allah-lah yang menciptakan kalian, kemudian memberi kalian rezeki, kemudian mematikan kalian, kemudian menghidupkan kalian kembali. Adakah di antara sekutu-sekutu kalian itu)

yakni apa yang kalian sekutukan dengan Allah itu (yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu) Tentu saja tidak ada. (Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan) dengan-Nya

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 40 |

penjelasan ada di ayat 38

Surat Ar-Rum |30:41|

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

zhoharol-fasaadu fil-barri wal-baḥri bimaa kasabat aidin-naasi liyużiiqohum ba'dhollażii 'amiluu la'allahum yarji'uun

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Corruption has appeared throughout the land and sea by [reason of] what the hands of people have earned so He may let them taste part of [the consequence of] what they have done that perhaps they will return [to righteousness].

Tafsir
Jalalain

(Telah tampak kerusakan di darat) disebabkan terhentinya hujan dan menipisnya tumbuh-tumbuhan (dan di laut) maksudnya di negeri-negeri yang banyak sungainya menjadi kering

(disebabkan perbuatan tangan manusia) berupa perbuatan-perbuatan maksiat (supaya Allah merasakan kepada mereka) dapat dibaca liyudziiqahum dan linudziiqahum; kalau dibaca linudziiqahum artinya

supaya Kami merasakan kepada mereka (sebagian dari akibat perbuatan mereka) sebagai hukumannya (agar mereka kembali) supaya mereka bertobat dari perbuatan-perbuatan maksiat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 41 |

Tafsir ayat 41-42

Ibnu Abbas, Ikrimah, Ad-Dahhak, As-Saddi serta lain-lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah al-barr dalam ayat ini ialah padang sahara, dan yang dimaksud dengan istilah bahr dalam ayat ini ialah kota-kota besar

dan semua kota lainnya. Menurut riwayat lain dari Ibnu Abbas dan Ikrimah, al-bahr artinya negeri-negeri dan kota-kota yang terletak di pinggir sungai. Ulama lainnya mengatakan, yang dimaksud dengan al-barr ialah daratan

seperti yang kita kenal ini, dan yang dimaksud dengan al-bahr ialah lautan. Zaid ibnu Rafi' mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah tampak kerusakan. (Ar-Rum: 41) Yakni dengan terputusnya hujan yang tidak menyirami bumi,

akhirnya timbullah paceklik; sedangkan yang dimaksud dengan al-bahr ialah hewan-hewan bumi. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid ibnul Muqri, dari Sufyan, dari Hamid ibnu Qais Al-A'raj, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut. (Ar-Rum: 41) Bahwa yang dimaksud

dengan rusaknya daratan ialah terbunuhnya banyak manusia, dan yang dimaksud dengan rusaknya lautan ialah banyaknya perahu (kapal laut) yang dirampok. Menurut Ata Al-Khurrasani, yang dimaksud dengan daratan ialah kota-kota

dan kampung-kampung yang ada padanya, dan yang dimaksud dengan lautan ialah pulau-pulaunya. Pendapat pertama merupakan pendapat yang lebih kuat dan didukung oleh kebanyakan ulama, serta diperkuat oleh apa yang dikatakan

oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab Sirah-nya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengadakan perjanjian perdamaian dengan Raja Ailah dan menetapkan jizyah atas bahr-nya, yakni negerinya. Firman Allah Swt.:


{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ}


Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Ar-Rum: 41) Yaitu dengan berkurangnya hasil tanam-tanaman dan buah-buahan karena banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh para penghuninya.

Abul Aliyah mengatakan bahwa barang siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di bumi, berarti dia telah berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Karena itu, disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang bunyinya:


"لَحَدٌّ يُقَامُ فِي الْأَرْضِ أَحَبُّ إِلَى أَهْلِهَا مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا أَرْبَعِينَ صَبَاحًا"


Sesungguhnya suatu hukuman had yang ditegakkan di bumi lebih disukai oleh para penghuninya daripada mereka mendapat hujan selama empat puluh hari. Dikatakan demikian karena bila hukuman-hukuman had ditegakkan,

maka semua orang atau sebagian besar dari mereka atau banyak dari kalangan mereka yang menahan diri dari perbuatan maksiat dan perbuatan-perbuatan yang diharamkan. Apabila perbuatan-perbuatan maksiat ditinggalkan,

maka hal itu menjadi penyebab turunnya berkah dari langit dan juga dari bumi. Oleh sebab itulah kelak di akhir zaman bila Isa putra Maryam a.s. diturunkan dari langit, ia langsung menerapkan hukum syariat yang suci ini (syariat Islam),

antara lain membunuh semua babi, semua salib ia pecahkan, dan jizyah (upeti) ia hapuskan. Maka tidak diterima lagi upeti, melainkan Islam atau perang. Dan bila di masanya Allah telah membinasakan Dajjal beserta para pengikutnya,

juga Ya'juj dan Ma'juj telah dimusnahkan, maka dikatakan kepada bumi, "Keluarkanlah semua berkah (kebaikan)mu!" Sehingga sebuah delima dapat dimakan oleh sekelompok orang, dan kulitnya dapat mereka pakai untuk berteduh.

Hasil perahan seekor sapi perah dapat mencukupi kebutuhan minum sejumlah orang. Hal itu tiada lain berkat dilaksanakannya syariat Nabi Muhammad Saw. Manakala keadilan ditegakkan,

maka berkah dan kebaikan akan banyak di dapat. Karena itulah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui salah satu hadisnya yang mengatakan,


"إنَّ الْفَاجِرَ إِذَا مَاتَ تَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلَادُ، وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ"


"Apabila seorang pendurhaka mati, maka merasa gembiralah semua hamba, negeri, pepohonan, dan hewan-hewan dengan kematiannya itu." Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad dan Al-Husain.

Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Abu Mikhdam, bahwa pernah ada seorang lelaki di masa Ziad atau Ibnu Ziad menemukan sebuah kantung berisikan biji-bijian, yakni biji jewawut yang besarnya seperti biji

buah kurma setiap bijinya, tertuliskan padanya kalimat berikut, "Ini adalah hasil tanaman di suatu masa yang ditegakkan padanya prinsip keadilan." Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, bahwa yang dimaksud

dengan kerusakan dalam ayat ini ialah kemusyrikan, tetapi pendapat ini masih perlu diteliti lagi. Firman Allah Swt.:


{لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا}


supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka. (Ar-Rum: 41) Maksudnya, agar Allah menguji mereka dengan berkurangnya harta dan jiwa serta hasil buah-buahan, sebagai suatu kehendak dari Allah buat mereka dan sekaligus sebagai balasan bagi perbuatan mereka.


{لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}


agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Rum: 41) Yakni agar mereka tidak lagi mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}


Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (Al-A'raf: 168) Kemudian Allah Swt. berfirman dalam ayat selanjutnya:


{قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ}


Katakanlah, "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. (Ar-Rum: 42) Yaitu orang-orang dahulu sebelum kalian.


{كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ}


Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (Ar-Rum: 42) Maka lihatlah apa yang telah menimpa mereka disebabkan mendustakan para rasul dan mengingkari nikmat-nikmat Allah.

Surat Ar-Rum |30:42|

قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ ۚ كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ

qul siiruu fil-ardhi fanzhuruu kaifa kaana 'aaqibatullażiina ming qobl, kaana akṡaruhum musyrikiin

Katakanlah (Muhammad), "Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang menyekutukan (Allah)."

Say, [O Muhammad], "Travel through the land and observe how was the end of those before. Most of them were associators [of others with Allah].

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah) kepada orang-orang kafir Mekah: ("Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu

adalah orang-orang yang mempersekutukan Allah.") Yaitu mereka dibinasakan disebabkan kemusyrikan mereka, rumah-rumah dan tempat-tempat mereka kini kosong tak berpenghuni lagi karena penghuninya telah binasa.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 42 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Ar-Rum |30:43|

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ الْقَيِّمِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا مَرَدَّ لَهُ مِنَ اللَّهِ ۖ يَوْمَئِذٍ يَصَّدَّعُونَ

fa aqim waj-haka liddiinil-qoyyimi ming qobli ay ya`tiya yaumul laa marodda lahuu minallohi yauma`iżiy yashshodda'uun

Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari (Kiamat) yang tidak dapat ditolak, pada hari itu mereka terpisah-pisah.

So direct your face toward the correct religion before a Day comes from Allah of which there is no repelling. That Day, they will be divided.

Tafsir
Jalalain

(Oleh karena itu maka hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus) agama Islam (sebelum datang dari Allah suatu hari yang tak dapat ditolak kedatangannya)

yaitu hari kiamat (pada hari itu mereka terpisah-pisah) pada asalnya lafal yashshadda'uuna adalah yatashadda'uuna kemudian huruf ta diganti menjadi shad yang selanjutnya diidghamkan atau dimasukkan

kepada huruf shad lainnya sehingga jadilah yashshadda'uuna, yakni mereka berpisah-pisah sesudah mereka menjalani hisab; sebagian dari mereka ada yang masuk ke surga dan sebagian yang lainnya ada yang masuk ke neraka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 43 |

Tafsir ayat 43-45

Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya supaya cepat-cepat beristiqamah dalam ketaatan kepada-Nya dan bersegera mengerjakan kebaikan-kebaikan.


{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ الْقَيِّمِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا مَرَدَّ لَهُ مِنَ اللَّهِ}


Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tak dapat ditolak (kedatangannya). (Ar-Rum: 43) Yakni hari kiamat; apabila telah tiba saat kejadiannya, maka tidak dapat dielakkan lagi.


{يَوْمَئِذٍ يَصَّدَّعُونَ}


pada hari itu mereka terpisah-pisah. (Ar-Rum: 43) Maksudnya, terpecah-belah; sebagian masuk surga dan sebagian lain dimasukkan ke neraka. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:


{مَنْ كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلأنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْ فَضْلِهِ}


Barang siapa yang kafir, maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barang siapa yang beramal saleh, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan),

agar Allah memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karunia-Nya. (Ar-Rum: 44-45) Allah memberikan balasan-Nya kepada mereka yang beramal saleh dengan balasan sebagai karunia dari-Nya,

suatu amal kebaikan dibalas dengan sepuluh amal kebaikan yang serupa, hingga lipatannya sampai tujuh ratus kali lipat dan hingga sampai lipatan yang dikehendaki oleh-Nya.


{إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ}


Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar. (Ar-Rum: 45) Selain itu Dia Maha Adil dalam memperlakukan mereka dan tidak berbuat zalim.

Surat Ar-Rum |30:44|

مَنْ كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ ۖ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِأَنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ

mang kafaro fa 'alaihi kufruh, wa man 'amila shooliḥan fa li`anfusihim yam-haduun

Barang siapa kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu, dan barang siapa mengerjakan kebajikan maka mereka menyiapkan untuk diri mereka sendiri (tempat yang menyenangkan),

Whoever disbelieves - upon him is [the consequence of] his disbelief. And whoever does righteousness - they are for themselves preparing,

Tafsir
Jalalain

(Barang siapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung akibat kekafirannya) yaitu neraka sebagai imbalan dan akibat dari kekafirannya itu

(dan barang siapa yang beramal saleh maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan) menyiapkan tempat tinggal mereka di surga yang penuh dengan kesenangan itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 44 |

penjelasan ada di ayat 43

Surat Ar-Rum |30:45|

لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْ فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

liyajziyallażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati min fadhlih, innahuu laa yuḥibbul-kaafiriin

agar Allah memberi balasan (pahala) kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dari karunia-Nya. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar (kafir).

That He may reward those who have believed and done righteous deeds out of His bounty. Indeed, He does not like the disbelievers.

Tafsir
Jalalain

(Agar Allah memberi pahala) lafal ayat ini berta'alluq kepada lafal yashshadda'uuna pada ayat sebelumnya (kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karunia-Nya)

Dia memberi mereka pahala. (Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang kafir) Dia akan mengazab mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 45 |

penjelasan ada di ayat 43

Surat Ar-Rum |30:46|

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ يُرْسِلَ الرِّيَاحَ مُبَشِّرَاتٍ وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَلِتَجْرِيَ الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

wa min aayaatihiii ay yursilar-riyaaḥa mubasysyirootiw wa liyużiiqokum mir roḥmatihii wa litajriyal-fulku bi`amrihii wa litabtaghuu min fadhlihii wa la'allakum tasykuruun

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran) Nya adalah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan agar kamu merasakan sebagian dari rahmat-Nya dan agar kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) agar kamu dapat mencari sebagian dari karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.

And of His signs is that He sends the winds as bringers of good tidings and to let you taste His mercy and so the ships may sail at His command and so you may seek of His bounty, and perhaps you will be grateful.

Tafsir
Jalalain

(Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya) yang menunjukkan akan kekuasaan Allah swt. (ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira)

membawa berita gembira buat kalian mengenai akan turunnya hujan (dan untuk merasakan kepada kalian) melalui angin itu (sebagian dari rahmat-Nya) berupa hujan dan kesuburan sesudahnya

(dan supaya kapal dapat berlayar) berkat adanya angin itu (dengan perintah-Nya) berdasarkan kehendak-Nya (dan juga supaya kalian dapat mencari) berupaya mencari (karunia-Nya)

rezeki dari-Nya dengan cara berdagang melalui jalan laut (mudah-mudahan kalian bersyukur) atas adanya nikmat ini, hai penduduk Mekah, oleh karenanya kalian mengesakan-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 46 |

Tafsir ayat 46-47

Allah Swt. menyebutkan nikmat-nikmat yang telah Dia limpahkan kepada makhluk-Nya, antara lain Dia mengirimkan angin yang membawa kabar gembira akan kedatangan rahmat-Nya, yaitu berupa hujan yang akan turun sesudahnya. Untuk itu Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:


{وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ}


dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya. (Ar-Rum: 46) Yang dimaksud ialah hujan yang diturunkan-Nya, yang dengan air hujan itu hiduplah semua hamba dan juga negeri mereka.


{وَلِتَجْرِيَ الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ}


dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya. (Ar-Rum: 46) Yakni di laut, dan sesungguhnya yang menjadikannya dapat berlayar ialah karena adanya angin.


{وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ}


dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya. (Ar-Rum: 46) Yaitu berniaga dan mencari upaya penghidupan serta mengadakan perjalanan dari suatu daerah ke daerah lain dan dari suatu pulau ke pulau lain.


{وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}


mudah-mudahan kamu bersyukur. (Ar-Rum: 46) Maksudnya, bersyukur kepada Allah atas limpahan nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kalian, baik nikmat yang tampak maupun yang tidak tampak, semuanya itu tidak dapat dihitung dan dihinggakan saking banyaknya. Dalam firman berikutnya disebutkan:


{وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ رُسُلا إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَانْتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا}


Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepada­nya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap

orang-orang yang berdosa. (Ar-Rum: 47) Ayat ini diturunkan oleh Allah untuk menghibur hati hamba dan Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw., bahwa jika ia didustakan oleh kebanyakan orang dari kalangan kaumnya, sesungguhnya

para rasul terdahulu pun mengalami nasib yang sama, padahal mereka telah menyampaikan kepada umatnya masing-masing bukti-bukti yang jelas yang membenarkan kerasulan mereka. Tetapi pada akhirnya Allah menimpakan balasan-Nya

kepada orang-orang yang mendustakan para rasul dan orang-orang yang menentang mereka, serta menyelamatkan orang-orang yang beriman kepada mereka.


{وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ}


Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (Ar-Rum: 47) Menolong orang-orang mukmin merupakan suatu keharusan yang Dia wajibkan atas diri-Nya sendiri yang Mahamulia sebagai anugerah dan karunia dari-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ}


Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. (Al-An'am: 54)


قَالَ (3) ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ نُفَيْلٍ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَب، عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "ما مِنَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَرُدُّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ، إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يَرُدَّ عَنْهُ نَارَ جَهَنَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ". ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ}


Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Nafil, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu A'yun, dari Lais, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ummu Darda,

dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada seorang muslim pun yang membela kehormatan saudaranya melainkan sudah menjadi kewajiban bagi Allah menghindarkannya dari api neraka

kelak di hari kiamat. Kemudian Nabi Saw. membaca firman-Nya: Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (Ar-Rum: 47)

Surat Ar-Rum |30:47|

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ رُسُلًا إِلَىٰ قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَانْتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا ۖ وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ

wa laqod arsalnaa ming qoblika rusulan ilaa qoumihim fa jaaa`uuhum bil-bayyinaati fantaqomnaa minallażiina ajromuu, wa kaana ḥaqqon 'alainaa nashrul-mu`miniin

Dan sungguh, Kami telah mengutus sebelum engkau (Muhammad) beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman.

And We have already sent messengers before you to their peoples, and they came to them with clear evidences; then We took retribution from those who committed crimes, and incumbent upon Us was support of the believers.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan yang jelas)

hujah-hujah yang jelas yang membenarkan kerasulan mereka terhadap kaumnya, akan tetapi mereka mendustakannya (lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa.)

Kami binasakan orang-orang yang mendustakan para rasul-Nya. (Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman) atas orang-orang kafir,

yaitu dengan membinasakan orang-orang kafir dan menyelamatkan orang-orang yang beriman.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 47 |

penjelasan ada di ayat 46

Surat Ar-Rum |30:48|

اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ ۖ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ

allohullażii yursilur-riyaaḥa fa tuṡiiru saḥaaban fa yabsuthuhuu fis-samaaa`i kaifa yasyaaa`u wa yaj'aluhuu kisafan fa tarol-wadqo yakhruju min khilaalih, fa iżaaa ashooba bihii may yasyaaa`u min 'ibaadihiii iżaa hum yastabsyiruun

Allah-lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba mereka bergembira.

It is Allah who sends the winds, and they stir the clouds and spread them in the sky however He wills, and He makes them fragments so you see the rain emerge from within them. And when He causes it to fall upon whom He wills of His servants, immediately they rejoice

Tafsir
Jalalain

(Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan) mengaraknya (dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya)

makanya awan itu ada yang tipis dan ada yang tebal (dan menjadikannya bergumpal-gumpal) berkelompok-kelompok dan berpencar-pencar; dapat dibaca kisafan atau kisfan (lalu kamu lihat air)

hujan (keluar dari celah-celahnya) dari celah-celah awan yang tebal itu (maka apabila hujan itu turun) (mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira) mereka bergembira dengan turunnya hujan itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 48 |

Tafsir ayat 48-51

Allah Swt. menjelaskan bagaimana Dia menciptakan awan yang menurunkan air hujan. Untuk itu Dia berfirman:


اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا}


Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan. (Ar-Rum: 48) Adakalanya awan itu datangnya dari laut, sebagaimana yang disebutkan oleh bukan hanya seorang ulama; atau dari tempat yang dikehendaki oleh Allah Swt.


{فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ}


dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya. (Ar-Rum: 48) Yakni membentangkannya, menjadikannya bertambah banyak dan berkembang, lalu menjadikannya dari sedikit menjadi banyak.

Pada mulanya Dia menjadikan awan yang kelihatan di mata bagaikan perisai, lalu Dia bentangkan sehingga memenuhi cakrawala langit. Adakalanya pula awan datang dari arah laut yang mengandung air yang sangat banyak, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنزلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}


Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus. (Al-A'raf: 57)

sampai dengan firman-Nya: Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (Al-A'raf: 57) Demikian pula dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا}


Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya dan menjadikannya bergumpal-gumpal. (Ar-Rum: 48) Mujahid, Abu Amr ibnul Ala, Matar Al-Warraq,

dan Qatadah mengatakan bahwa makna kisafan ialah bergumpal-gumpal, sedangkan yang lain mengartikannya bertumpang tindih, sebagaimana yang dikatakan oleh Qatadah. Yang lainnya lagi mengatakan berwarna hitam

karena banyaknya kandungan air sehingga terlihat gelap, berat, lagi dekat dengan bumi. Firman Allah Swt.:


{فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ}


lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya. (Ar-Rum: 48) Yakni kamu akan melihat adanya air hujan yang keluar di antara celah-celah awan itu.


{فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ}


maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. (Ar-Rum: 48) Karena mereka sangat memerlukannya, maka mereka merasa sangat gembira dengan turunnya air hujan kepada mereka. Firman Allah Swt.:


{وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ يُنزلَ عَلَيْهِمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمُبْلِسِينَ}


Dan sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. (Ar-Rum: 49) Makna ayat ialah mereka yang mendapat hujan itu sebelumnya merasa putus harapan dari turunnya hujan kepada mereka.

Tetapi setelah hujan turun menyirami mereka di saat mereka sangat membutuhkannya, maka kegembiraan mereka tak terperikan mengingat rahmat datang tepat di saat mereka sangat memerlukannya. Ulama Nahwu berselisih pendapat

sehubungan dengan firman-Nya: sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. (Ar-Rum: 49) Menurut Ibnu Jarir, lafaz min qablihi berkedudukan sebagai taukid, ia meriwayatkannya

dari sebagian ahli bahasa Arab. Ulama lainnya mengatakan bahwa firman-Nya: sebelum hujan diturunkan kepada mereka. (Ar-Rum: 49) Damir yang terdapat di dalam lafaz yanzila kembali kepada hujan.


{مِنْ قَبْلِهِ}


sebelum itu. (Ar-Rum: 49) Yakni sebelum turunnya hujan itu mereka benar-benar telah berputus asa. Dapat pula ditakwilkan bahwa kalimat ini menunjukkan makna ta-sis, yang artinya 'sebelum turunnya hujan mereka sangat mengharapkannya,

Juga jauh sebelum itu.' Hujan datang terlambat kepada mereka dari suatu waktu ke waktu yang lain, yang selama itu mereka menunggu-nunggu kedatangannya, tetapi ternyata hujan datang terlambat. Setelah berlalu beberapa waktu lagi

mereka tetap menunggu-nunggunya, tetapi ternyata telat juga turunnya. Setelah itu hujan datang dengan tiba-tiba kepada mereka sesudah mereka berputus asa dan tidak ada harapan lagi. Setelah tanah mereka menjadi gersang dan tandus,

tiba-tiba setelah hujan turun hiduplah bumi itu, lalu suburlah serta tumbuhlah berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{فَانْظُرْ إِلَى آثَارِ رَحْمَةِ اللَّهِ}


Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah. (Ar-Rum: 50) Yakni hujan itu.


{كَيْفَ يُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا}


bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. (Ar-Rum: 50) Selanjutnya Allah Swt. menegaskan bahwa tubuh-tubuh yang telah mati dan telah tercabik-cabik serta menjadi tulang belulang yang hancur, kelak akan dihidupkan kembali. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{إِنَّ ذَلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتَى}


Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. (Ar-Rum: 50) Artinya, Tuhan yang memperbuat hal tersebut benar-benar mampu menghidupkan orang-orang yang telah mati.


{إنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}


Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Ar-Rum: 50) Kemudian Allah Swt. berfirman dalam firman berikutnya:


{وَلَئِنْ أَرْسَلْنَا رِيحًا فَرَأَوْهُ مُصْفَرًّا لَظَلُّوا مِنْ بَعْدِهِ يَكْفُرُونَ}


Dan sungguh, jika Kami mengirimkan angin (kepada tumbuh-tumbuhan), lalu mereka melihat (tumbuh-tumbuhan itu) menjadi kuning (kering), benar-benar tetaplah mereka sesudah itu menjadi orang yang ingkar. (Ar-Rum: 51) Dalam ayat ini Allah Swt. berfirman:


{وَلَئِنْ أَرْسَلْنَا رِيحًا}


Dan sungguh, jika Kami mengirimkan angin. (Ar-Rum: 51) yang kering kepada tumbuh-tumbuhan yang telah mereka tanam yang saat itu telah tumbuh dengan suburnya dan telah tegak di atas bulir-bulirnya.


فَرَأَوْهُ مُصْفَرًّا


lalu mereka melihat (tumbuh-tumbuhan itu) menjadi kuning. (Ar-Rum: 51) Yakni kelihatan kering dan mulai rusak.


لَظَلُّوا مِنْ بَعْدِهِ


benar-benar tetaplah mereka sesudah itu. (Ar-Rum: 51) Yaitu setelah melihat keadaan tersebut.


يَكْفُرُونَ


menjadi orang yang ingkar. (Ar-Rum: 51) Maksudnya, mengingkari nikmat-nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka sebelum itu. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ. لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ. إِنَّا لَمُغْرَمُونَ بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ}


Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. (Al-Waqi'ah: 63) sampai dengan firman-Nya: "bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.” (Al-Waqi'ah: 67) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan

kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Isa ibnut Taba', telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Ya'la ibnu Ata, dari ayahnya, dari Ubaidillah ibnu Amr yang mengatakan bahwa angin itu ada delapan macam.

Empat di antaranya mengandung rahmat, dan empat lainnya mengandung azab. Angin yang membawa rahmat ialah an-nasyirat (angin yang menyebarkan hujan), mubasysyirat (angin pembawa berita gembira akan turunnya hujan),

mursalat (angin yang membawa awan yang mengandung hujan), dan az-zariyat (angin yang menerbangkan debu dan awan yang mengandung hujan). Angin yang mengandung azab atau bencana ialah al-'aqim (angin yang kering)

dan angin sar-sar (angin yang menumbangkan pepohonan); kedua jenis angin ini terjadi di daratan. Adapun angin topan dan angin badai, kedua jenis angin ini terjadi di laut. Apabila Allah Swt. menghendaki untuk menjadikannya sebagai angin

pembawa rahmat, maka Dia menjadikan angin itu pembawa kesuburan, rahmat, dan berita gembira sebelum turunnya hujan. Lalu angin itu membuahi awan sehingga awan menjadi padat mengandung air, sebagaimana pejantan

membuahi betinanya hingga hamil. Jika Dia menghendaki untuk menjadikannya sebagai azab, maka Dia menjadikannya angin yang kering dan azab yang memedihkan, serta pembalasan dari-Nya terhadap orang-orang yang dikehendaki-Nya

di antara hamba-hamba-Nya. Angin itu akan berupa angin topan dan badai yang memporak-porandakan segala sesuatu yang dilandanya. Angin itu bermacam-macam bila dipandang dari segi dari arah mana ia bertiup.

Ada yang dinamakan angin saba, angin dabur, angin selatan, dan angin utara. Dan dipandang dari segi ciri khasnya mengandung manfaat dan akibatnya tersendiri yang berbeda-beda. Kalau angin itu lembut lagi basah, manfaatnya ialah

menyuburkan tetumbuhan dan tubuh hewan. Sedangkan jenis lainnya menguruskannya, jenis lainnya lagi membinasakan dan menyebabkan penyakitan, yang lainnya lagi membuatnya tumbuh dan menguatkan, dan yang lainnya lagi merapuhkan serta melemahkannya.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو عبُيَد اللَّهِ ابْنِ أَخِي ابْنِ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا عَمِّي، حدثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَيْاش ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ دَرَّاجٍ، عَنْ عِيسَى بْنِ هِلَالٍ الصدَفي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الرِّيحُ مُسَخَّرَةٌ مِنَ الثَّانِيَةِ -يَعْنِي الْأَرْضَ الثانية -فلما أراد الله أن يهلك عادا، أَمَرَ خَازِنَ الرِّيحِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْهِمْ رِيحًا تُهْلِكُ عَادًا، فَقَالَ: يَا رَبِّ، أُرْسِلُ عَلَيْهِمْ من الريح قدر منخر الثور. قال له الْجَبَّارُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: لَا إِذًا تَكْفَأُ الْأَرْضَ وما عليها، وَلَكِنْ أَرْسِلْ عَلَيْهِمْ بِقَدْرِ خَاتَمٍ"، فَهِيَ الَّتِي قَالَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ: {مَا تَذَرُ مِنْ شَيْءٍ أَتَتْ عَلَيْهِ إِلا جَعَلَتْهُ كَالرَّمِيمِ}


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah anak saudara lelaki Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami pamanku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Iyasy,telah menceritakan kepadaku

Abdullah ibnu Sulaiman, dari Darij, dari Isa ibnu Hilal As-Sadfi, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Angin itu ditempatkan di bumi lapis kedua. Tatkala Allah hendak membinasakan kaum 'Ad,

maka Dia memerintahkan kepada malaikat penjaga angin untuk mengirimkan angin besar guna membinasakan kaum 'Ad. Malaikat penjaga angin berkata, 'Wahai Tuhanku, aku akan mengirimkan angin sebesar hidung banteng'.

Maka Allah Yang Mahaperkasa berfirman kepadanya, 'Jangan, kalau begitu kamu akan membalikkan bumi beserta semua orang yang ada di permukaannya. Tetapi kirimkanlah kepada mereka angin sebesar lubang cincin'."

Hal itulah yang dimaksudkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: angin itu tidak membiarkan sesuatu pun yang dilandanya, melainkan dijadikannya seperti serbuk. (Az-Zariyat: 42)

Hadis ini berpredikat garib, tidak dapat dikatakan sebagai hadis marfu', yang jelas hadis ini merupakan perkataan Abdullah ibnu Amr r.a.

Surat Ar-Rum |30:49|

وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمُبْلِسِينَ

wa ing kaanuu ming qobli ay yunazzala 'alaihim ming qoblihii lamublisiin

Padahal walaupun sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa.

Although they were, before it was sent down upon them - before that, in despair.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya) sungguh (sebelum hujan diturunkan kepada mereka) lafal min qablihi yang kedua ini berfungsi mengukuhkan makna lafal yang sama dengan sebelumnya (benar-benar telah berputus asa) putus harapan akan turunnya hujan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 49 |

penjelasan ada di ayat 48

Surat Ar-Rum |30:50|

فَانْظُرْ إِلَىٰ آثَارِ رَحْمَتِ اللَّهِ كَيْفَ يُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتَىٰ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

fanzhur ilaaa aaṡaari roḥmatillaahi kaifa yuḥyil-ardho ba'da mautihaa, inna żaalika lamuḥyil mautaa, wa huwa 'alaa kulli syai`ing qodiir

Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti Dia pasti (berkuasa) menghidupkan yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

So observe the effects of the mercy of Allah - how He gives life to the earth after its lifelessness. Indeed, that [same one] will give life to the dead, and He is over all things competent.

Tafsir
Jalalain

(Maka perhatikanlah bekas-bekas) menurut suatu qiraat dibaca dalam bentuk mufrad yakni atsari (rahmat Allah) nikmat yang dilimpahkan-Nya, yaitu berbentuk air hujan

(bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati) sesudah bumi itu kering dan tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan lagi.

(Sesungguhnya Dia yang berkuasa melakukan hal itu benar-benar berkuasa menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 50 |

penjelasan ada di ayat 48

Surat Ar-Rum |30:51|

وَلَئِنْ أَرْسَلْنَا رِيحًا فَرَأَوْهُ مُصْفَرًّا لَظَلُّوا مِنْ بَعْدِهِ يَكْفُرُونَ

wa la`in arsalnaa riiḥan fa ro`auhu mushfarrol lazholluu mim ba'dihii yakfuruun

Dan sungguh, jika Kami mengirimkan angin lalu mereka melihat (tumbuh-tumbuhan itu) menjadi kuning (kering), niscaya setelah itu mereka tetap ingkar.

But if We should send a [bad] wind and they saw [their crops] turned yellow, they would remain thereafter disbelievers.

Tafsir
Jalalain

(Dan sungguh jika) lam menunjukkan makna qasam (Kami mengirimkan angin) yang membahayakan tumbuh-tumbuhan (lalu mereka melihat tumbuh-tumbuhan itu menjadi kuning/kering, benar-benar tetaplah mereka)

benar-benar mereka menjadi; lafal ayat ini menjadi jawab dari qasam pada awal ayat tadi (sesudah itu) sesudah mengeringnya tumbuh-tumbuhan (orang-orang yang ingkar) mereka menjadi orang-orang yang mengingkari nikmat Allah, yaitu berupa hujan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 51 |

penjelasan ada di ayat 48

Surat Ar-Rum |30:52|

فَإِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَىٰ وَلَا تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعَاءَ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ

fa innaka laa tusmi'ul-mautaa wa laa tusmi'ush-shummad-du'aaa`a iżaa wallau mudbiriin

Maka sungguh, engkau tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka berpaling ke belakang.

So indeed, you will not make the dead hear, nor will you make the deaf hear the call when they turn their backs, retreating.

Tafsir
Jalalain

(Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila)

lafal ad-du'aa idzaa dapat dibaca tahqiq dan tashil (mereka itu berpaling membelakangi).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 52 |

Tafsir ayat 52-53

Allah Swt. berfirman bahwa sesungguhnya kamu, Muhammad, tidak akan sanggup membuat orang-orang yang telah mati di dalam kuburnya dapat mendengar, dan kamu tidak akan dapat menyampaikan seruanmu kepada orang tuli

yang tidak mau mendengar seruanmu, sedangkan mereka berpaling darimu. Demikian pula kamu tidak akan sanggup memberi petunjuk kepada orang yang buta dari perkara yang hak, lalu menyadarkan mereka dari kesesatannya,

melainkan hal itu hanya Allah-lah yang dapat melakukannya. Karena sesungguhnya Allah Swt. dengan kekuasaan-Nya dapat menjadikan orang-orang yang telah mati mendengar suara orang-orang yang hidup, jika Dia menghendaki.

Dan Dia dapat memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya, juga dapat menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. Tiada seorang pun yang dapat melakukan hal tersebut selain dari Allah semata. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{إِنْ تُسْمِعُ إِلا مَنْ يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا فَهُمْ مُسْلِمُونَ}


Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri. (Ar-Rum: 53) Yakni orang-orang yang patuh, tunduk,

dan mendengarkan; dan mereka itulah orang-orang yang mendengarkan perkara yang hak, lalu mengikutinya. Demikianlah ciri khas orang-orang mukmin. Bagian yang pertama merupakan gambaran perihal orang-orang kafir. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{إِنَّمَا يَسْتَجِيبُ الَّذِينَ يَسْمَعُونَ وَالْمَوْتَى يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ ثُمَّ إِلَيْهِ يُرْجَعُونَ}


Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan. (Al-An'am: 36)

Ummul Mu-minin Siti Aisyah r.a. berpegang kepada dalil ayat ini, yaitu firman-Nya: sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar. (Ar-Rum: 52) Dalam sanggahannya terhadap pendapat

Abdullah ibnu Umar r.a. dalam riwayatnya yang menceritakan pembicaraan Nabi Saw. kepada orang-orang musyrik yang telah gugur dalam Perang Badar, lalu mereka dilemparkan di dalam sebuah sumur di Badar.

Hal itu dilakukan oleh Nabi Saw. sesudah tiga hari. Nabi Saw. dalam pembicaraannya itu mencela dan mengecam mereka yang telah mati di dalam sumur itu. Sehingga sahabat Umar bertanya kepadanya,

"Wahai Rasulullah, mengapa engkau berbicara kepada kaum yang telah menjadi bangkai?" Maka beliau Saw. menjawab:


"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُولُ مِنْهُمْ، وَلَكِنْ لَا يُجِيبُونَ"


Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiadalah kalian lebih mendengar apa yang kuucapkan dari mereka, tetapi mereka tidak dapat menjawab. Hadis ini ditakwilkan oleh Siti Aisyah r.a. dengan pengertian

'sesungguhnya mereka yang diajak bicara itu, setelah mereka mati benar-benar mengetahui bahwa apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. kepada mereka adalah benar belaka.' Qatadah mengatakan bahwa Allah menghidupkan mereka

untuk Nabi Saw. sehingga mereka dapat mendengar ucapannya, sebagai kecaman, cemoohan, dan pembalasan darinya. Menurut pendapat yang sahih di kalangan ulama adalah riwayat Abdullah ibnu Umar, mengingat riwayat ini

mempunyai banyak syahid yang membuktikan kesahihannya melalui berbagai jalur yang cukup banyak. Yang paling terkenal di antara riwayat-riwayat tersebut ialah yang diriwayatkan melalui Ibnu Abdul Barr yang dinilai sahih melalui Ibnu Abbas secara marfu':


"مَا مِنْ أَحَدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ، كَانَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْيَا، فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ، إِلَّا رَدَّ اللَّهُ عَلَيْهِ رُوحَهُ، حَتَّى يَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ"


Tiada seorang pun yang melalui kuburan saudara muslimnya yang ia kenal semasa hidupnya, lalu ia mengucapkan salam kepadanya, melainkan Allah mengembalikan rohnya hingga menjawab salamnya. Telah terbuktikan pula

melalui suatu hadis yang bersumber dari Nabi Saw. ditujukan kepada umatnya, bahwa apabila mereka hendak mengucapkan salam kepada ahli kubur, hendaklah mereka menyalami ahli kubur sebagaimana mereka menyalami orang yang mereka ajak bicara. Untuk itu seorang muslim dianjurkan mengucapkan salam berikut:


السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ


Semoga keselamatan terlimpahkan kepada kalian, wahai (penduduk) kampung kaum yang beriman. Ini jelas pembicaraan yang ditujukan kepada orang yang mendengar dan mengerti. Seandainya pembicaraan ini tidak memakai teks tersebut,

tentulah sama saja dengan berbicara kepada yang tiada atau benda mati. Ulama Salaf telah sepakat membenarkan hal ini (mengucapkan salam kepada ahli kubur). Menurut asar-asar yang berpredikat mutawatir dari mereka,

mayat mengetahui orang hidup yang berziarah kepadanya dan merasa gembira dengan kunjungannya. Ibnu Abud Dunia telah meriwayatkan di dalam Kitabul Qubur melalui Siti Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"مَا مِنْ رَجُلٍ يَزُورُ قَبْرَ أَخِيهِ وَيَجْلِسُ عِنْدَهُ، إِلَّا اسْتَأْنَسَ بِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ حَتَّى يَقُومَ"


Tiada seorang pun yang menziarahi kubur saudaranya, lalu duduk di sisinya melainkan saudaranya itu terhibur dengan kedatangannya dan menjawab salamnya hingga ia bangkit (meninggalkannya). Telah diriwayatkan pula melalui

Abu Hurairah r.a. yang telah mengatakan bahwa apabila seseorang melewati kuburan yang penghuninya ia kenal, lalu ia mengucapkan salam kepadanya, maka salamnya dijawab olehnya. Ibnu Abud Dunia telah meriwayatkan berikut sanadnya

dari seorang lelaki dari kalangan keluarga Asim Al-Juhdari yang telah menceritakan bahwa ia pernah melihat Asim Al-Juhdari dalam mimpinya setelah Asim meninggal dunia. Lalu lelaki itu bertanya, "Bukankah kamu telah mati?"

Asim menjawab, "Benar." Lelaki itu bertanya lagi, "Sekarang engkau berada di mana?" Asim menjawab, "Saya, demi Allah, berada di suatu taman dari taman surga bersama sejumlah teman-temanku. Kami berkumpul setiap malam Jumat,

dan pagi harinya di tempat Bakr ibnu Abdullah Al-Muzani. Maka kami menerima berita-berita tentang kalian." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu lelaki itu bertanya lagi, "Apakah yang berkumpul itu tubuh kalian, ataukah arwah kalian?"

Asim menjawab, "Mustahil bila yang berkumpul adalah jasad kami, karena jasad kami telah hancur luluh dan yang dapat bertemu hanyalah arwah kami saja." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lelaki itu bertanya lagi,

"Apakah kalian mengetahui bila kami berziarah kepada kalian?" Asim menjawab, "Kami mengetahuinya pada petang hari Jumat dan seluruh hari Jumat serta malam hari sabtu hingga matahari terbit." Perawi melanjutkan kisahnya,

bahwa lelaki itu bertanya, "Mengapa demikian, bukan pada hari-hari lainnya?" Asim menjawab, "Berkat keutamaan dan kebesaran hari Jumat." Ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Muhammad ibnul Husain,

telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hasan Al-Qassab yang menceritakan bahwa ia setiap pagi hari Sabtu selalu berangkat bersama Muhammad ibnu Wasi' menuju Al-Jiban,

lalu mereka berdiri di kuburan yang ada di sana, dan mengucapkan salam kepada ahli kubur serta mendoakan mereka, sesudah itu mereka pulang. Maka pada suatu hari Hasan Al-Qassab bertanya, "Bagaimanakah kalau kita ubah kebiasaan

hari ini menjadi hari Senin?" Muhammad ibnu Wasi' menjawab, "Telah sampai suatu berita kepadaku bahwa orang-orang yang telah mati mengetahui para peziarah mereka hanya pada hari Jumat dan sehari sebelumnya

serta sehari sesudahnya." Ibnu Abu Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Aban, telah menceritakan kepada kami Sufyan As-Sauri yang mengatakan,

ia pernah mendengar bahwa Ad-Dahhak pernah mengatakan, "Barang siapa yang melakukan ziarah kubur pada hari Sabtu sebelum matahari terbit, maka mayat yang diziarahinya mengetahui kunjungannya." Ketika ditanya­kan kepadanya

mengenai penyebabnya, maka Ad-Dahhak menjawab, "Itu berkat keutamaan hari Jumat (yang berdekatan dengannya)." Telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman,

dari Abut Tayyah yang mengatakan bahwa Mutarrif selalu berangkat di siang hari, dan bila hari Jumat ia berangkat pagi-pagi sekali. Ja'far ibnu Sulaiman mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abut Tayyah mengatakan,

"Mutarrif turun istirahat di Gautah saat malam akan tiba, ketika itu ia berada di dekat pekuburan dan ia masih berada di atas kudanya. Maka ia melihat ahli kubur, masing-masing sedang duduk di atas kuburnya, lalu mereka berkata

(di antara sesamanya), ini Mutarrif datang pada hari Jumat dan akan mengerjakan salat Jumat di dekat kalian.' Mereka berkata, 'Benar, dan kita mengetahui apa yang dikatakan oleh burung pada hari Jumat.' Mutarrif bertanya,

'Apakah yang diucapkan oleh burung-burung itu.' Mereka menjawab, 'Salamun 'alaikum" Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami

Al-Fadl ibnul Muwaffiq (anak lelaki pamannya Sufyan ibnu Uyaynah) yang menceritakan, "Ketika ayahku meninggal dunia, aku merasa sangat sedih, dan aku selalu menziarahi kuburnya setiap hari. Kemudian ia tidak lagi menziarahinya

selama beberapa waktu yang dikehendaki oleh Allah Swt. Pada suatu hari aku kembali menziarahi kubur ayahku; dan ketika aku sedang duduk di dekat kubur ayahku, tiba-tiba mataku terserang kantuk, lalu tertidur. Di dalam mimpiku

aku melihat seakan-akan kubur ayahku terbuka, dan seakan-akan ayahku sedang duduk di pinggirnya dengan berpakaian kain kafannya, sedangkan rupanya adalah rupa orang yang telah mati." Al-Fadl melanjutkan kisahnya,

bahwa ia menangis melihat pemandangan itu, lalu ayahnya bertanya, "Hai anakku, apakah gerangan yang membuatmu lama tidak menziarahiku?" Aku menjawab, "Apakah engkau benar-benar mengetahui kedatanganku?"

Ayahnya menjawab, "Tidak sekali-kali kamu datang menziarahiku melainkan aku mengetahuinya. Dulu kamu sering menziarahiku, dan aku merasa senang dengan kedatanganmu. Orang-orang yang ada di sekitarku merasa senang

pula dengan doamu." Al-Fadl mengatakan bahwa setelah itu ia sering menziarahi kubur ayahnya. Telah menceritakan kepadaku Muhammad, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Bustam, telah menceritakan kepada kami

Usman ibnu Suwaid At-Tafawi yang mengatakan bahwa ibunya adalah seorang wanita ahli ibadah yang dikenal dengan julukan Rahibah. Ketika ajalnya telah dekat, Rahibah mengangkat kepalanya ke arah langit, lalu berdoa,

"Wahai Tuhan yang menjadi harapan dan dambaanku selama hidup dan matiku, janganlah Engkau menjadikan aku terhina saat matiku, dan janganlah Engkau menjadikan diriku berasa asing dalam kesendirianku."

Setelah ia meninggal dunia, aku (Usman ibnu Suwaid) selalu menziarahi kuburnya setiap hari Jumat, mendoakannya serta memohonkan ampunan buatnya, juga buat ahli kubur lainnya. Pada suatu malam aku melihat ibuku dalam mimpi,

maka aku bertanya kepadanya, "Ibu, bagaimanakah keadaanmu?" Ia menjawab, "Anakku, sesungguhnya maut itu benar-benar merupakan musibah yang sangat keras. Dan sesungguhnya aku, segala puji bagi Allah, benar-benar

ada di alam barzakh yang terpuji yang penuh dengan bau yang harum dan dihamparkan padanya kain sutera yang tebal dan yang tipis sampai hari berbangkit nanti." Aku bertanya kepadanya, "Apakah engkau mempunyai keperluan?"

Ia menjawab, "Ya." Aku bertanya, "Keperluan apa?" Ia menjawab, "Janganlah engkau meninggalkan kebiasaanmu menziarahi kami dan mendoakan bagi kami, karena sesungguhnya aku benar-benar merasa gembira dengan kedatanganmu

pada hari Jumat. Jika engkau tiba dari rumah keluargamu, maka dikatakan kepadaku, 'Hai Rahibah, inilah putramu telah datang, maka bergembiralah.' Dengan demikian, bergembiralah semua orang mati yang ada di sekitarku."

Telah menceritakan kepadaku Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Aziz ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Mansur yang mengatakan bahwa ketika wabah ta'un (kolera) sedang menjalar,

ada seorang lelaki bolak-balik pergi ke Al-Jiban. Dia datang untuk ikut menyalati jenazah. Apabila petang hari, ia berdiri di dekat kuburan seraya berdoa, "Semoga Allah menghibur kalian dan menyayangi kalian dalam keterasingan kalian,

dan semoga Dia memaafkan kesalahan-kesalahan kalian serta menerima kebaikan-kebaikan kalian." Dia tidak lebih selain mengucapkan kalimat tersebut. Bisyr ibnu Mansur melanjutkan kisahnya, bahwa di suatu petang hari lelaki itu pulang

ke rumah keluarganya tanpa mampir di kuburan dan tidak berdoa sebagaimana biasanya untuk ahli kubur. Ketika aku (lelaki itu) tidur, tiba-tiba dalam mimpinya ia kedatangan sejumlah orang, lalu aku bertanya, "Siapakah kalian ini

dan apa keperluan kalian?" Mereka menjawab, "Kami adalah ahli kubur." Aku bertanya, "Lalu apa keperluan kalian?" Mereka menjawab, "Biasanya engkau mengirimkan suatu hadiah kepada kami saat engkau dalam perjalanan pulangmu

ke rumah keluargamu." Aku bertanya, "Hadiah apakah itu?" Mereka menjawab, "Doa-doa yang biasa engkau ucapkan di dekat kuburan kami." Aku menjawab, "Aku akan membiasakannya lagi," sejak saat itu aku tidak pernah meninggalkan

kebiasaanku itu. Dan dari peristiwa itu aku mengetahui bahwa mayat itu mengetahui amal perbuatan kaum kerabat dan saudara-saudaranya. Abdullah ibnul Mubarak mengatakan, telah menceritakan kepadaku Saur ibnu Yazid, dari Ibrahim,

dari Ayyub yang mengatakan bahwa amal perbuatan orang-orang yang hidup ditampakkan kepada orang-orang yang telah mati (dari kalangan keluarganya). Apabila melihat kebaikan, mereka bergembira; dan apabila melihat keburukan,

mereka mengatakan, "Ya Allah, maafkanlah mereka." Ibnu Abud Dunia telah meriwayatkan dari Ahmad ibnu Abul Hawari yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami saudaraku Muhammad, bahwa Abbad ibnu Abbad berkunjung

kepada Ibrahim ibnu Saleh di Palestina. Lalu Ibrahim berkata, "Berilah saya nasihat." Abbad berkata, "Nasihat apakah yang akan kuberikan kepadamu, semoga Allah memperbaiki keadaanmu. Telah sampai kepadaku suatu riwayat

yang menceritakan bahwa amal perbuatan orang-orang yang hidup ditampakkan kepada orang-orang yang telah mati dari kalangan keluarganya, maka perhatikanlah amal perbuatanmu, apakah yang akan diperlihatkan darinya

kepada Rasulullah Saw." Maka Ibrahim menangis tersedu-sedu sehingga jenggotnya basah karena air matanya. Ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan pula kepadaku Muhammad ibnul Husain, telah menceritakan kepadaku

Khalid ibnu Amr Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibjiu Sulaiman Al-Ja'fari yang menceritakan bahwa dia mempunyai kebiasaan yang buruk; dan ketika ayahnya meninggal dunia, ia bertobat dan menyesali perbuatan dosa

yang pernah dilakukannya. Kemudian ia tergelincir lagi melakukan kebiasaan buruk itu, maka ia melihat ayahnya dalam mimpinya, lalu ayahnya berkata, "Anakku, alangkah gembiranya aku denganmu. Pada mulanya semua amal perbuatanmu

ditampakkan kepada kami dan kami menyerupakannya dengan amal perbuatan orang-orang yang saleh. Tetapi setelah ketergelinciranmu itu aku merasa sangat malu dengan apa yang telah kamu perbuat itu. Maka janganlah

engkau membuatku sedih di kalangan orang-orang yang telah mati di sekitarku."Khalid ibnu Amr Al-Umawi melanjutkan kisahnya, "Sejak saat itu aku mendengarnya selalu mengucapkan doa berikut di waktu sahurnya,

yang secara kebetulan rumahnya di Kufah bertetangga denganku, yaitu: 'Ya Allah, aku memohon kepada-Mu tobat yang tidak pernah diulangi lagi dan tidak pernah terkotori lagi, wahai Allah Yang Memperbaiki keadaan orang-orang yang saleh

dan wahai Allah Yang Memberi petunjuk orang-orang yang sesat, wahai Allah Maha Pelimpah Rahmat'." Pembahasan mengenai hal ini memerlukan bab tersendiri mengingat banyaknya asar dari para sahabat yang menerangkannya.

Disebutkan bahwa sebagian kalangan sahabat Ansar dari kalangan kaum kerabat Abdullah ibnu Rawwahah selalu mengucapkan doa berikut: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari amal perbuatan yang karenanya

Abdullah ibnu Rawwahah terhina. Dia mengucapkan doa tersebut setelah Abdullah ibnu Rawwahah mati syahid. Islam mensyariatkan mengucapkan salam kepada orang-orang yang telah mati. Dan seperti yang telah kita ketahui,

mengucapkan salam kepada orang yang tidak dikenal serta tidak diketahui kemuslimannya merupakan suatu hal yang tidak diperbolehkan. Nabi Saw. telah mengajarkan kepada umatnya bila mereka melihat kuburan hendaknya mengucapkan doa berikut:


"سَلَامٌ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، يَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَمِنْكُمْ وَالْمُسْتَأْخِرِينَ، نَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ"


Keselamatan semoga terlimpahkan kepada kalian, wahai ahli kubur dari kalangan orang-orang mukmin. Dan sesungguhnya kami, insya Allah, akan menyusul kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang terdahulu

dan yang terkemudian di antara kami dan kalian. Kami memohon kepada Allah buat kami dan kalian akan keselamatan. Salam dan pembicaraan serta seruan ini jelas ditujukan kepada yang mendengar, yang berbicara,

yang memahami serta yang menjawab, sekalipun orang yang bersangkutan tidak dapat mendengar jawabannya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Surat Ar-Rum |30:53|

وَمَا أَنْتَ بِهَادِ الْعُمْيِ عَنْ ضَلَالَتِهِمْ ۖ إِنْ تُسْمِعُ إِلَّا مَنْ يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا فَهُمْ مُسْلِمُونَ

wa maaa anta bihaadil-'umyi 'an dholaalatihim, in tusmi'u illaa may yu`minu bi`aayaatinaa fa hum muslimuun

Dan engkau tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (mata hatinya) dari kesesatannya. Dan engkau tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) kecuali kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, maka mereka itulah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami).

And you cannot guide the blind away from their error. You will only make hear those who believe in Our verses so they are Muslims [in submission to Allah].

Tafsir
Jalalain

(Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta mata hatinya dari kesesatan, tidak lain) (kamu hanya dapat memperdengarkan)

dengan pendengaran yang dibarengi dengan pemahaman dan mau menerima apa yang didengarnya (kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami) yakni Alquran

(mereka itulah orang-orang yang berserah diri) yaitu orang-orang yang ikhlas di dalam mentauhidkan Allah swt.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 53 |

penjelasan ada di ayat 52

Surat Ar-Rum |30:54|

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ

allohullażii kholaqokum min dho'fin ṡumma ja'ala mim ba'di dho'fing quwwatan ṡumma ja'ala mim ba'di quwwatin dho'faw wa syaibah, yakhluqu maa yasyaaa`, wa huwal-'aliimul-qodiir

Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa.

Allah is the one who created you from weakness, then made after weakness strength, then made after strength weakness and white hair. He creates what He wills, and He is the Knowing, the Competent.

Tafsir
Jalalain

(Allah, Dialah yang menciptakan kalian dari keadaan lemah) yaitu dari air mani yang hina lagi lemah itu (kemudian Dia menjadikan kalian sesudah keadaan lemah)

yang lain yaitu masa kanak-kanak (menjadi kuat) masa muda yang penuh dengan semangat dan kekuatan (kemudian Dia menjadikan kalian sesudah kuat itu lemah kembali dan beruban)

lemah karena sudah tua dan rambut pun sudah putih. Lafal dha'fan pada ketiga tempat tadi dapat dibaca dhu'fan. (Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya) ada yang lemah, yang kuat,

yang muda, dan yang tua (dan Dialah Yang Maha Mengetahui) mengatur makhluk-Nya (lagi Maha Kuasa) atas semua yang dikehendaki-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 54 |

Allah Swt. mengingatkan (manusia) akan fase-fase yang telah dilaluinya dalam penciptaannya, dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Asal mulanya manusia itu berasal dari tanah liat, kemudian dari air mani,

kemudian menjadi 'alaqah, kemudian menjadi segumpal daging, kemudian menjadi tulang yang dilapisi dengan daging, lalu ditiupkan roh ke dalam tubuhnya. Setelah itu ia dilahirkan dari perut ibunya dalam keadaan lemah, kecil,

dan tidak berkekuatan. Kemudian menjadi besar sedikit demi sedikit hingga menjadi anak, setelah itu berusia balig dan masa puber, lalu menjadi pemuda. Inilah yang dimaksud dengan keadaan kuat sesudah lemah.

Kemudian mulailah berkurang dan menua, lalu menjadi manusia yang lanjut usia dan memasuki usia pikun; dan inilah yang dimaksud keadaan lemah sesudah kuat. Di fase ini seseorang mulai lemah keinginannya, gerak, dan kekuatannya;

rambutnya putih beruban, sifat-sifat lahiriah dan batinnya berubah pula. Karena itulah maka di sebutkan oleh firman-Nya:


{ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ}


kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. (Ar-Rum: 54) Yakni Dia berbuat apa yang dikehendaki-Nya dan mengatur hamba-hamba-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya.


{وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ}


dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. (Ar-Rum: 54) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Fudail dan Yazid. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Marzuq,

dari Atiyyah Al-Aufi yang mengatakan bahwa ia membacakan kepada Ibnu Umar firman Allah Swt.: Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat,

kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali). (Ar-Rum: 54) Ibnu Umar membacakan pula firman-Nya: Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu

menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali). (Ar-Rum: 54) Kemudian Ibnu Umar berkata, "Aku belajar dari Rasulullah Saw. ayat ini sebagaimana yang kamu bacakan kepadaku, dan aku menerimanya

dari beliau sebagaimana aku menerimanya darimu." Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya pula yang dinilai oleh Imam Turmuzi sebagai hadis hasan, melalui hadis Fudail dengan sanad yang sama. Imam Abu Daud

meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Jabir, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id dengan lafaz yang semisal.

Surat Ar-Rum |30:55|

وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ يُقْسِمُ الْمُجْرِمُونَ مَا لَبِثُوا غَيْرَ سَاعَةٍ ۚ كَذَٰلِكَ كَانُوا يُؤْفَكُونَ

wa yauma taquumus-saa'atu yuqsimul-mujrimuuna maa labiṡuu ghoiro saa'ah, każaalika kaanuu yu`fakuun

Dan pada hari (ketika) terjadinya Kiamat, orang-orang yang berdosa bersumpah, bahwa mereka berdiam (dalam kubur) hanya sesaat (saja). Begitulah dahulu mereka dipalingkan (dari kebenaran).

And the Day the Hour appears the criminals will swear they had remained but an hour. Thus they were deluded.

Tafsir
Jalalain

(Dan pada hari terjadinya kiamat bersumpahlah) mengatakan sumpah (orang-orang yang berdosa) orang-orang kafir (mereka tidak berdiam) mereka tidak tinggal di dalam kubur

(melainkan sesaat saja) maka Allah berfirman: (Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan) dari kebenaran atau dari perkara yang hak, yang dimaksud adalah tentang hari berbangkit.

Maksudnya sebagaimana mereka dipalingkan dari kebenaran maka mereka pun dipalingkan pula dari masa yang sebenarnya mereka tinggal di dalam kubur.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 55 |

Tafsir ayat 55-57

Allah Swt. menceritakan perihal kebodohan orang-orang kafir di dunia dan akhirat. Di dunia mereka melakukan perbuatan yang biasa mereka kerjakan, yaitu menyembah berhala-berhala. Sedangkan di akhirat mereka melakukan kebodohan

yang besar pula, antara lain ialah sumpah mereka dengan menyebut nama Allah, bahwa tidaklah mereka tinggal di dunia melainkan hanya sebentar saja. Tujuan utama mereka dengan alasan tersebut ialah agar hujah tidak dapat ditegakkan terhadap mereka, dan bahwa mereka tidak diberi kesempatan untuk beralasan. Allah Swt. berfirman:


{كَذَلِكَ كَانٌوا يُؤْفَكُون. وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَالإيمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ}


Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir), "Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur)

menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit. (Ar-Rum: 55-56) Maka orang-orang mukmin dari kalangan ulamanya menjawab mereka di akhirat sebagaimana para ulama itu telah menegakkan hujah Allah atas mereka

ketika di dunia. Maka para ulama itu berkata kepada mereka saat mereka bersumpah bahwa mereka hanya tinggal sesaat saja di dunia:


{لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ}


Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah. (Ar-Rum: 56) Yakni terbaca di dalam kitab catatan amal perbuatanmu,


{إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ}


sampai hari berbangkit. (Ar-Rum: 56) Maksudnya, mulai dari kalian diciptakan hingga kalian dibangkitkan.


{وَلَكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}


akan tetapi kamu tidak mengetahui. (Ar-Rum: 56) Firman Allah Swt.:


{فَيَوْمَئِذٍ}


Maka pada hari itu. (Ar-Rum: 57) Yakni hari kiamat.


{لَا يَنْفَعُ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَعْذِرَتُهُمْ}


tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka. (Ar-Rum: 57) Yaitu alasan mereka untuk membela apa yang telah mereka kerjakan.


{وَلا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ}


dan tidak pula mereka diberi kesempatan bertobat lagi. (Ar-Rum: 57) Mereka tidak pula diberi kesempatan untuk kembali ke dunia, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَإِنْ يَسْتَعْتِبُوا فَمَا هُمْ مِنَ الْمُعْتَبِينَ}


dan jika mereka mengemukakan alasan-alasan, maka tidaklah mereka termasuk orang-orang yang diterima alasannya. (Fussilat: 24)

Surat Ar-Rum |30:56|

وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَالْإِيمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِلَىٰ يَوْمِ الْبَعْثِ ۖ فَهَٰذَا يَوْمُ الْبَعْثِ وَلَٰكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

wa qoolallażiina uutul-'ilma wal-iimaana laqod labiṡtum fii kitaabillaahi ilaa yaumil-ba'ṡi fa haażaa yaumul-ba'ṡi wa laakinnakum kuntum laa ta'lamuun

Dan orang-orang yang diberi ilmu dan keimanan berkata (kepada orang-orang kafir), "Sungguh, kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari Berbangkit. Maka inilah hari Berbangkit itu, tetapi (dahulu) kamu tidak meyakini(nya)."

But those who were given knowledge and faith will say, "You remained the extent of Allah 's decree until the Day of Resurrection, and this is the Day of Resurrection, but you did not used to know."

Tafsir
Jalalain

(Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan) para malaikat dan lain-lainnya: ("Sesungguhnya kalian telah berdiam menurut ketetapan Allah)

sesuai dengan apa yang telah dipastikan oleh-Nya menurut ilmu Allah yang terdahulu (sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu) yang kalian ingkari itu (akan tetapi kalian selalu tidak meyakini") kejadiannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 56 |

penjelasan ada di ayat 55

Surat Ar-Rum |30:57|

فَيَوْمَئِذٍ لَا يَنْفَعُ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَعْذِرَتُهُمْ وَلَا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ

fa yauma`iżil laa yanfa'ullażiina zholamuu ma'żirotuhum wa laa hum yusta'tabuun

Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) permintaan maaf orang-orang yang zalim, dan mereka tidak pula diberi kesempatan bertobat lagi.

So that Day, their excuse will not benefit those who wronged, nor will they be asked to appease [Allah].

Tafsir
Jalalain

(Maka pada hari itu tidak bermanfaat lagi) lafal yanfa'u dapat dibaca tanfa'u (bagi orang-orang yang lalim permintaan uzur mereka) alasan ingkar mereka kepada adanya hari berbangkit

(dan tidak pula mereka diberi kesempatan bertobat) mereka tidak diperintahkan lagi untuk kembali bertobat kepada Allah swt. dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang diridai-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 57 |

penjelasan ada di ayat 55

Surat Ar-Rum |30:58|

وَلَقَدْ ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَٰذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ ۚ وَلَئِنْ جِئْتَهُمْ بِآيَةٍ لَيَقُولَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا مُبْطِلُونَ

wa laqod dhorobnaa lin-naasi fii haażal-qur`aani ming kulli maṡal, wa la`in ji`tahum bi`aayatil layaquulannallażiina kafaruuu in antum illaa mubthiluun

Dan sesungguhnya telah Kami jelaskan kepada manusia segala macam perumpamaan dalam Al-Qur´an ini. Dan jika engkau membawa suatu ayat kepada mereka, pastilah orang-orang kafir itu akan berkata, "Kamu hanyalah orang-orang yang membuat kepalsuan belaka."

And We have certainly presented to the people in this Qur'an from every [kind of] example. But, [O Muhammad], if you should bring them a sign, the disbelievers will surely say, "You [believers] are but falsifiers."

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya telah Kami buatkan) telah Kami jadikan (di dalam Alquran ini segala macam perumpamaan untuk manusia) sebagai peringatan buat mereka. (Dan sesungguhnya jika)

lam di sini bermakna qasam (kamu mendatangi mereka) hai Muhammad (dengan membawa suatu ayat) mukjizat seperti tongkat dan tangan Nabi Musa (pastilah akan berkata)

dari lafal layaqulunna terbuang nun rafa', alasannya, karena berturut-turutnya beberapa nun, sedangkan wau-nya ikut dibuang pula, yaitu wau dhamir jamak,

dengan alasan bukan karena bertemu dua huruf yang disukunkan (orang-orang yang kafir itu) sebagian dari mereka pasti mengatakan: ("Tidak lain) (kalian) yakni Nabi Muhammad dan para sahabatnya

(hanyalah orang-orang yang membuat kepalsuan belaka") orang-orang yang mendatangkan kebatilan-kebatilan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 58 |

Tafsir ayat 58-60

Firman Allah Swt.:


{وَلَقَدْ ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ}


Dan sesungguhnya telah Kami buat dalam Al-Qur’an ini segala macam perumpamaan. (Ar-Rum: 58) Maksudnya, telah Kami jelaskan kepada mereka perkara yang hak. Kami telah menerangkannya serta membuat

perumpamaan-perumpamaan untuk itu bagi mereka agar perkara hak lebih jelas lagi bagi mereka, dan agar hati mereka tergerak untuk mengikutinya.


{وَلَئِنْ جِئْتَهُمْ بِآيَةٍ لَيَقُولَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ أَنْتُمْ إِلا مُبْطِلُونَ}


Dan sesungguhnya jika kamu membawa kepada mereka suatu ayat, pastilah orang-orang yang kafir itu akan berkata, "Kamu tidak lain hanyalah orang-orang yang membuat kepalsuan belaka." (Ar-Rum: 58) Yakni seandainya mereka

menyaksikan suatu mukjizat, baik atas permintaan mereka sendiri atau tidak, mereka tetap tidak mau beriman kepadanya dan menganggap bahwa itu adalah perbuatan sihir dan palsu.

Sebagaimana yang mereka katakan ketika melihat rembulan terbelah dan lain-lainnya. Allah Swt. telah berfirman, menceritakan sikap mereka:


{إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ. وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ}


Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97) Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ. فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ}


Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak (mau) memahami. Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar. (Ar-Rum: 59-60) Yakni bersabarlah kamu dalam menghadapi sikap mereka

yang menentang dan keingkaran mereka itu, karena sesungguhnya Allah Swt. pasti akan menunaikan apa yang telah Dia janjikan kepadamu, yaitu menolongmu dalam menghadapi mereka dan menjadikan kesudahan yang baik hanya bagimu dan bagi orang-orang yang mengikutimu di dunia maupun di akhirat.


{وَلا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ}


dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60) melainkan tetap teguhlah kamu dalam melaksanakan risalah Allah yang dipercayakan kepadamu,

karena sesungguhnya hal itu adalah perkara hak yang tiada keraguan padanya. Janganlah kamu menyimpang darinya, karena pada jalan yang lain tiada hidayah yang dapat diikuti, melainkan perkara hak itu hanyalah terdapat

di dalam risalah yang kamu bawa. Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa seorang lelaki dari kalangan Khawarij menyeru sahabat Ali r.a. yang saat itu sedang mengerjakan salat Subuhnya, seraya membacakan firman-Nya:

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Az-Zumar: 65)

Sahabat Ali diam mendengarkannya hingga memahami apa yang dimaksud oleh si orang Khawarij itu. Maka ia menjawabnya, sedangkan ia masih berada dalam salatnya: Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar

dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60) Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula melalui jalur lain.

Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, dari Syarik, dari Usman, dari Abu Zar'ah, dari Ali ibnu Rabi'ah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki

dari kalangan Khawarij memanggil Ali r.a. yang sedang mengerjakan salat Subuh. Lelaki itu membacakan firman-Nya: Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu,

"Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Az-Zumar: 65) Maka Ali r.a. yang sedang dalam salatnya langsung menjawabnya dengan membaca firman-Nya:

Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60) Jalur lain. Ibnu Abu Hatim mengatakan,

telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Ja'd, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Imran ibnuZabyan, dari Abu Yahya yang mengatakan bahwa ketika Ali ibnu AbuTalib r.a.

sedang mengerjakan salat Subuh, ada seorang lelaki Khawarij menyerunya seraya membacakan firman-Nya: Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.

(Az-Zumar: 65) Maka Ali r.a. menjawabnya dengan membacakan firman-Nya, sedangkan ia masih dalam salatnya: Maka bersabarlah, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60)

Surat Ar-Rum |30:59|

كَذَٰلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

każaalika yathba'ullohu 'alaa quluubillażiina laa ya'lamuun

Demikianlah Allah mengunci hati orang-orang yang tidak (mau) memahami.

Thus does Allah seal the hearts of those who do not know.

Tafsir
Jalalain

(Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak mau memahami) ketauhidan, sebagaimana Dia mengunci mati hati orang-orang itu,

maka Dia pun mengunci mati hati mereka yang mengatakan hal demikian terhadap Nabi Muhammad dan para sahabatnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 59 |

penjelasan ada di ayat 58

Surat Ar-Rum |30:60|

فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۖ وَلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ

fashbir inna wa'dallohi ḥaqquw wa laa yastakhiffannakallażiina laa yuuqinuun

Maka bersabarlah engkau (Muhammad), sungguh, janji Allah itu benar dan sekali-kali jangan sampai orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan engkau.

So be patient. Indeed, the promise of Allah is truth. And let them not disquiet you who are not certain [in faith].

Tafsir
Jalalain

(Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah) yang akan menolongmu atas mereka (adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini itu membuat kamu gelisah)

yakni orang-orang yang tidak meyakini adanya hari berbangkit. Janganlah kamu menjadi gelisah dan membabi buta melihat tingkah mereka itu, tetaplah pada kesabaranmu, jangan hiraukan mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Ar-Rum | 30 : 60 |

penjelasan ada di ayat 58

Surat Luqman |31:1|

الم

alif laaam miiim

Alif Lam Mim.

Alif, Lam, Meem.

Tafsir
Jalalain

(Alif lam mim) hanya Allah saja yang mengetahui arti dan maksud ayat ini.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 1 |

Tafsir ayat 1-5

Dalam tafsir surat Al-Baqarah telah diterangkan semua yang berkaitan dengan permulaan surat seperti ini. Yang singkatnya menyebutkan bahwa Allah Swt. menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk, penawar, dan rahmat bagi orang-orang

yang berbuat baik. Mereka adalah orang-orang yang mengerjakan kebaikan, yaitu mengikuti petunjuk syariat, mengerjakan salat fardu dengan memelihara batasan-batasan serta waktu-waktunya, berikut mengerjakan salat sunat

yang mengiringinya baik yang ratib maupun yang tidak ratib. Mereka juga membayar zakat yang fardu kepada orang-orang yang berhak menerimanya, menghubungkan silaturahmi, serta beriman kepada hari pembalasan di akhirat nanti.

Karena itulah mereka berharap akan pahala Allah dalam mengerjakan semua amal per¬buatannya, mereka tidak pamer dalam mengerjakannya, dan tidak menghendaki balasan dari manusia, serta tidak pula terima kasih dari mereka.

Barang siapa yang mengerjakan semuanya itu dengan cara demikian, maka dia termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


{أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ}


Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya. (Luqman: 5) Yakni beroleh petunjuk yang jelas dan berada pada jalan yang lurus lagi terang.


{وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}


dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Luqman: 5) Yaitu di dunia dan di akhiratnya.

Surat Luqman |31:2|

تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيمِ

tilka aayaatul-kitaabil-ḥakiim

Inilah ayat-ayat Al-Qur´an yang mengandung hikmah,

These are verses of the wise Book,

Tafsir
Jalalain

(Inilah) yakni ayat-ayat ini (ayat-ayat Alkitab) yakni Alquran (yang mengandung hikmah) idhafah lafal aayatu kepada lafal al-kitaabi mengandung makna min, maksudnya sebagian dari Alquran.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Luqman |31:3|

هُدًى وَرَحْمَةً لِلْمُحْسِنِينَ

hudaw wa roḥmatal lil-muḥsiniin

sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan,

As guidance and mercy for the doers of good

Tafsir
Jalalain

Dia, yakni Alquran (menjadi petunjuk dan rahmat) lafal rahmatun dibaca rafa' (bagi orang-orang yang berbuat kebaikan) pada umumnya qiraat lafal rahmatun

dibaca nashab sehingga bacaannya menjadi hudan wa rahmatan. Kedudukannya menjadi hal atau kata keterangan keadaan dari lafal aayatul kitaabi dan 'amilnya adalah

makna isyarat yang terkandung dalam lafal tilka. Maksudnya, ayat-ayat Alquran ini sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Luqman |31:4|

الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ

allażiina yuqiimuunash-sholaata wa yu`tuunaz-zakaata wa hum bil-aakhiroti hum yuuqinuun

(yaitu) orang-orang yang melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan mereka meyakini adanya akhirat.

Who establish prayer and give zakah, and they, of the Hereafter, are certain [in faith].

Tafsir
Jalalain

(Yaitu orang-orang yang mendirikan sholat) lafal ayat ini berkedudukan menjadi bayan atau penjelasan bagi lafal muhsiniin, maksudnya orang-orang yang berbuat kebaikan itu adalah orang-orang yang mendirikan sholat

(menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya hari akhirat) lafal hum yang kedua merupakan pengukuh makna bagi lafal hum yang pertama.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Luqman |31:5|

أُولَٰئِكَ عَلَىٰ هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

ulaaa`ika 'alaa hudam mir robbihim wa ulaaa`ika humul-mufliḥuun

Merekalah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Those are on [right] guidance from their Lord, and it is those who are the successful.

Tafsir
Jalalain

(Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Rabbnya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung) yakni orang-orang yang memperoleh keberuntungan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Luqman |31:6|

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

wa minan-naasi may yasytarii lahwal-ḥadiiṡi liyudhilla 'an sabiilillaahi bighoiri 'ilmiw wa yattakhiżahaa huzuwaa, ulaaa`ika lahum 'ażaabum muhiin

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.

And of the people is he who buys the amusement of speech to mislead [others] from the way of Allah without knowledge and who takes it in ridicule. Those will have a humiliating punishment.

Tafsir
Jalalain

(Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna) maksudnya (untuk menyesatkan) manusia; lafal ayat ini dapat dibaca liyadhilla dan liyudhilla

(dari jalan Allah) dari jalan Islam (tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu) kalau dibaca nashab yaitu wa yattakhidzahaa berarti diathafkan kepada lafal yudhilla, dan jika dibaca rafa' yaitu wa yattakhidzuhaa,

berarti diathafkan kepada lafal yasytarii (olok-olokan) menjadi objek ejekan dan olokan mereka. (Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan) azab yang hina sekali.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 6 |

Tafsir ayat 6-7

Setelah menyebutkan keadaan orang-orang yang berbahagia, yaitu mereka yang menjadikan Kitabullah sebagai petunjuk mereka dan mereka beroleh manfaat dari mendengarkan bacaannya, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:

{اللَّهُ نزلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ}


Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. (Az-Zumar: 23), hingga akhir ayat.

Kemudian dalam pembahasan selanjutnya diterangkan perihal orang-orang yang celaka, yaitu mereka yang berpaling dari Kalamullah, tidak mau mendengarkannya dan tidak mau mengambil manfaat darinya. Bahkan mereka lebih senang mendengarkan seruling, nyanyian dan suara musik.

Sebagaimana yang ditakwilkan oleh Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah. (Luqman: 6) Yang dimaksud dengan lahwul hadis ialah, demi Allah, nyanyian.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Yunus, dari AbuSakhr, dari Ibnu Mu'awiyah Al-Bajali, dari Sa'id ibnu Jubair,

dari Abus Sahba Al-Bakri, bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Mas'ud saat ditanya mengenai makna firman Allah Swt.: Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan

(manusia) dari jalan Allah. (Luqman: 6) Maka Ibnu Mas'ud menjawab bahwa yang dimaksud adalah nyanyian. Demi Allah yang tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Dia.

Telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Humaid Al-Kharait, dari Ammar, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Abus Sahba bahwa ia pernah bertanya kepada

Ibnu Mas'ud tentang firman-Nya: Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna. (Luqman: 6) Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa yang dimaksud adalah nyanyian.

Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Abbas, Jabir, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Mak-hul, Amr ibnu Syu'aib, dan Ali ibnu Bazimah. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa firman-Nya: Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan

perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan. (Luqman: 6) Maksudnya, nyanyian dan seruling (musik). Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan. (Luqman: 6) Demi Allah, barangkali dia tidak mengeluarkan perbelanjaan untuk itu,

tetapi yang dimaksud dengan istilah syira' itu ialah menyukainya. Sebab cukuplah kesesatan bagi seseorang bila ia memilih perkataan yang batil daripada perkataan yang hak, dan memilih hal yang mudarat daripada hal yang bermanfaat.

Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud dengan firman-Nya: mempergunakan perkataan yang tidak berguna. (Luqman: 6) ialah membeli budak-budak perempuan untuk bernyanyi.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الأحْمَسي: حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ خَلاد الصَّفَّارِ، عَنْ عُبَيْد اللَّهِ بْنِ زَحْر، عَنْ عَلِيِّ بْنُ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يَحُلُّ بَيْعُ الْمُغَنِّيَاتِ وَلَا شِرَاؤُهُنَّ، وَأَكْلُ أَثْمَانِهِنَّ حَرَامٌ، وَفِيهِنَّ أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيّ: {وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ}


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Khallad As-Saffar, dari Abdullah ibnu Zahr, dari Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim ibnu Abdur-Rahman,

dari Abu Umamah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tidak dihalalkan menjual budak-budak perempuan penyanyi dan tidak pula membeli mereka, dan memakan hasil jualan mereka haram. Sehubungan dengan mereka Allah Swt.

menurunkan firman-Nya, "Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah.” (Luqman: 6)

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Jarir melalui hadis Abdullah ibnu Zahr dengan lafaz yang semisal. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, dan ia menilai daif Ali ibnu Yazid yang telah disebutkan

di atas. Menurut kami, Ali dan gurunya serta orang-orang yang menerima riwayat darinya itu semuanya berpredikat daif. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Ad-Dahhak telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna. (Luqman: 6) Bahwa yang dimaksud adalah kemusyrikan. Hal yang sama dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir,

yang kesimpulannya mengatakan bahwa setiap perkataan yang menghalang-halangi ayat-ayat Allah dan mencegah untuk mengikuti jalan¬Nya, itulah yang dinamakan lahwul hadis. Firman Allah Swt.:


{لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ}


untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah. (Luqman: 6) Sesungguhnya hal tersebut dikatakan menyesatkan karena bertentangan dengan Islam dan para pemeluknya. Menurut qiraat yang membaca ya-dilla berarti huruf lam bermakna

lamul 'aqibah atau lamut ta'lil berdasarkan takdir Allah yang telah menetapkan bahwa mereka pasti berbuat demikian. Firman Allah Swt.:


{وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا}


dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. (Luqman: 6) Mujahid mengatakan bahwa orang tersebut menjadikan jalan Allah sebagai bahan olok-olokannya. Sedangkan menurut Qatadah, makna yang dimaksud ialah

orang tersebut menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan. Pendapat Mujahid lebih utama. Firman Allah Swt.:


{أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ}


Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (Luqman: 6) Yakni sebagaimana mereka memperolok-olokkan ayat-ayat Allah dan jalan-Nya, maka mereka balas dihinakan kelak pada hari kiamat dengan azab yang kekal dan terus menerus. Dalam firman berikutnya disebutkan:


{وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّى مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا}


Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbatan di kedua telinganya. (Luqman: 7)

Orang yang gemar kepada perbuatan yang tak berguna, main-main, dan gemar bernyanyi ini apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Al-Qur'an, maka ia berpaling darinya dan berpura-pura tidak mendengarnya,

seakan-akan dia orang yang tuli, karena dia merasa terganggu dengan mendengar¬nya, sebab ia tidak mau mengambil manfaat dari ayat-ayat itu dan tidak pula memerlukannya.


{فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}


maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih. (Luqman: 7) Yakni kelak di hari kiamat, azab itu akan menyakitkannya sebagaimana ia merasa sakit manakala mendengar Kitabullah dan ayat-ayatnya (ketika di dunia).

Surat Luqman |31:7|

وَإِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّىٰ مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا ۖ فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

wa iżaa tutlaa 'alaihi aayaatunaa wallaa mustakbirong ka`al lam yasma'haa ka`anna fiii użunaihi waqroo, fa basysyir-hu bi'ażaabin aliim

Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbatan di kedua telinganya, maka gembirakanlah dia dengan azab yang pedih.

And when our verses are recited to him, he turns away arrogantly as if he had not heard them, as if there was in his ears deafness. So give him tidings of a painful punishment.

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami) ayat-ayat Alquran (dia berpaling dengan menyombongkan diri) dengan rasa sombong

(seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbatan di kedua telinganya) artinya kedua telinganya tersumbat; dan kedua jumlah tasybih menjadi hal atau kata keterangan

keadaan dari dhamir yang terkandung di dalam lafal walla, atau tasybih yang kedua menjadi bayan atau penjelasan bagi tasybih yang pertama (maka beri kabar gembiralah dia)

beritahukanlah kepadanya (dengan azab yang pedih) azab yang menyakitkan. Disebutkannya lafal al-bisyaarah dimaksudkan sebagai tahakkum atau ejekan, dan orang yang dimaksud adalah Nadhr bin Harits.

Dia datang ke negeri Al-Hairah dengan tujuan berniaga, lalu ia membeli kitab-kitab cerita orang-orang Ajam. Setelah itu ia menceritakan isinya kepada penduduk Mekah seraya mengatakan,

"Sesungguhnya Muhammad telah menceritakan kepada kalian kisah-kisah kaum Ad dan kaum Tsamud, dan sekarang saya akan menceritakan kepada kalian kisah-kisah tentang kerajaan Romawi dan kerajaan Persia.

" Ternyata mereka menyenangi kisah Nadhr itu, karenanya mereka meninggalkan Alquran serta tidak mau mendengarkannya lagi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 7 |

penjelasan ada di ayat 6

Surat Luqman |31:8|

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتُ النَّعِيمِ

innallażiina aamanu wa 'amilush-shooliḥaati lahum jannaatun na'iim

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan mendapat surga-surga yang penuh kenikmatan,

Indeed, those who believe and do righteous deeds - for them are the Gardens of Pleasure.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, bagi mereka surga-surga yang penuh kenikmatan).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 8 |

Tafsir ayat 8-9

Ini menyebutkan tempat kembali orang-orang yang bertakwa, yaitu mereka yang hidup berbahagia di kampung akhirat. Mereka beriman kepada Allah, membenarkan rasul-rasul Allah, serta beramal saleh yang mengikuti syariat Allah.


{لَهُمْ جَنَّاتُ النَّعِيمِ}


bagi mereka surga-surga yang penuh kenikmatan. (Luqman: 8) Mereka hidup bersenang-senang di dalamnya, merasakan berbagai macam kenikmatan dan kegembiraan yang berupa makanan, minuman, pakaian, rumah, kendaraan, wanita,

pemandangan yang indah-indah, serta mendengarkan nyanyian yang merdu-merdu. Semuanya itu merupakan kenikmatan yang belum pernah terdetik di dalam hati seorang manusia pun. Mereka hidup kekal di dalamnya, tidak akan berpindah darinya, dan sama sekali tidak mau pindah darinya. Firman Allah Swt.:


{وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا}


sebagai janji Allah yang benar. (Luqman: 9) Maksudnya, hal itu pasti terjadi karena merupakan janji Allah, dan Allah tidak akan mengingkari janji-Nya; Dia Mahamulia, Maha Pemberi anugerah lagi Maha Berbuat terhadap apa yang dikehendaki-Nya lagi Mahakuasa atas segala sesuatu.


{وَهُوَ الْعَزِيزُ}


Dan Dialah Yang Mahaperkasa. (Luqman: 9) Yang Mengalahkan segala sesuatu dan tunduk patuh kepada-Nya segala sesuatu.


{الْحَكِيمُ}


lagi Mahabijaksana. (Luqman: 9) dalam semua ucapan dan perbuatan-Nya, Yang menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi orang-orang yang beriman.


{قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى}


Katakanlah, "Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. (Fussilat: 44), hingga akhir ayat. Dan firman Allah Swt.:


{وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا}


Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Al-Isra: 82)

Surat Luqman |31:9|

خَالِدِينَ فِيهَا ۖ وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

khoolidiina fiihaa, wa'dallohi ḥaqqoo, wa huwal-'aziizul-ḥakiim

mereka kekal di dalamnya, sebagai janji Allah yang benar. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

Wherein they abide eternally; [it is] the promise of Allah [which is] truth. And He is the Exalted in Might, the Wise.

Tafsir
Jalalain

(Kekal mereka di dalamnya) lafal ayat ini menjadi hal atau kata keterangan keadaan bagi lafal muqaddarah. Maksudnya telah dipastikan mereka kekal di dalamnya bila mereka memasukinya

(sebagai janji Allah yang benar) Allah swt. telah menjanjikan hal tersebut kepada mereka dengan janji yang sebenar-benarnya. (Dan Dialah Yang Maha Perkasa) yang tidak ada sesuatu pun dapat mengalahkan-Nya

sehingga Dia tidak akan menunaikan janji dan ancaman-Nya (lagi Maha Bijaksana) yang tiada meletakkan sesuatu melainkan pada tempatnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 9 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Luqman |31:10|

خَلَقَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ ۚ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِيمٍ

kholaqos-samaawaati bighoiri 'amadin tarounahaa wa alqoo fil-ardhi rowaasiya an tamiida bikum wa baṡṡa fiihaa ming kulli daaabbah, wa anzalnaa minas-samaaa`i maaa`an fa ambatnaa fiihaa ming kulli zaujing kariim

Dia menciptakan langit tanpa tiang sebagaimana kamu melihatnya, dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi agar ia (bumi) tidak menggoyangkan kamu, dan memperkembangbiakkan segala macam jenis makhluk bergerak yang bernyawa di bumi. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.

He created the heavens without pillars that you see and has cast into the earth firmly set mountains, lest it should shift with you, and dispersed therein from every creature. And We sent down rain from the sky and made grow therein [plants] of every noble kind.

Tafsir
Jalalain

(Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kalian melihatnya) lafal 'amadin adalah bentuk jamak dari lafal 'imaadun yaitu pilar penyangga, dan memang langit itu tidak ada pilar yang menyangganya sejak diciptakannya

(dan Dia meletakkan gunung-gunung di permukaan bumi) yakni gunung-gunung yang tinggi dan besar-besar supaya (jangan) tidak (menggoyangkan) tidak bergerak-gerak sehingga mengguncang

(kalian dan mengembangbiakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan) di dalam ungkapan ayat ini terkandung iltifat dari ghaibah, seharusnya wa anzala

(air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik) dari jenis tumbuh-tumbuhan yang baik.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 10 |

Tafsir ayat 10-11

Allah Swt. melalui ayat ini menjelaskan tentang kekuasaan-Nya melalui penciptaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada pada keduanya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{خَلَقَ السَّمَوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ}


Dia menciptakan langit tanpa tiang. (Luqman: 10) Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa langit tidak mempunyai tiang, baik yang tidak terlihat maupun yang terlihat. Ibnu Abbas, Ikrimah, dan Mujahid mengatakan bahwa langit

memang mempunyai tiang, tetapi kalian tidak dapat melihatnya. Penjelasan mengenai hal ini telah disebutkan di dalam tafsir surat Ar-Ra'd dengan keterangan yang panjang sehingga tidak perlu lagi diulangi di sini.


{وَأَلْقَى فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ}


dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi. (Luqman: 10) Yakni gunung-gunung yang terpancang di bumi untuk menyeimbangkannya agar tidak berguncang menggoyangkan para penduduknya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ}


supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu. (Luqman: 10) Artinya, agar bumi tidak berguncang menggoyangkan kamu sehingga bumi menjadi stabil. Firman Allah Swt.:


{وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ}


dan memperkembangbiakkan padanya segala macam jenis binatang. (Luqman: 10) Dia telah menyebarkan segala macam binatang di bumi dalam jumlah yang tidak diketahui bentuk dan warnanya kecuali hanya oleh Penciptanya.

Setelah menetapkan bahwa Dia adalah Yang Menciptakan, lalu Allah mengingatkan (manusia) bahwa Dialah yang memberi rezeki, yang hal ini diungkapkan melalui firman-Nya:


{وَأَنزلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِيمٍ}


Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. (Luqman: 10) Yakni segala macam tetumbuhan yang baik dan indah pemandangannya. Asy-Sya'bi mengatakan bahwa

manusia juga merupakan tumbuhan bumi, maka barang siapa yang dimasukkan ke dalam surga, berarti dia adalah tumbuhan yang baik; dan barang siapa yang dimasukkan ke dalam neraka, berarti dia adalah tumbuhan yang buruk. Firman Allah Swt.:


{هَذَا خَلْقُ اللَّهِ}


Inilah ciptaan Allah. (Luqman: 11) Artinya, apa yang telah disebutkan oleh Allah Swt. tadi —yaitu penciptaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di antara keduanya— berasal dari perbuatan Allah dan merupakan ciptaan-Nya,

berdasarkan ketentuan dari-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya dalam penciptaan itu. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya:


{فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ}


maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah dicipta¬kan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah. (Luqman: 11) Yakni sembahan-sembahan yang kalian seru berupa berhala-berhala dan sekutu-sekutu itu.


{بَلِ الظَّالِمُونَ}


Sebenarnya orang-orang yang zalim itu. (Luqman: 11) Yaitu orang-orang yang musyrik kepada Allah dan menyembah selain¬Nya bersama Dia.


{فِي ضَلالٍ}


berada di dalam kesesatan. (Luqman: 11) Mereka berada dalam kebodohan dan kegelapan.


{مُبِينٍ}


yang nyata. (Luqman: 11) Maksudnya, jelas, nyata, dan tidak ada kesamaran padanya.

Surat Luqman |31:11|

هَٰذَا خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ ۚ بَلِ الظَّالِمُونَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

haażaa kholqullohi fa aruunii maażaa kholaqollażiina min duunih, balizh-zhoolimuuna fii dholaalim mubiin

Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh (sesembahanmu) selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.

This is the creation of Allah. So show Me what those other than Him have created. Rather, the wrongdoers are in clear error.

Tafsir
Jalalain

(Inilah ciptaan Allah) yakni makhluk-Nya (maka perlihatkanlah oleh kalian kepadaku) ceritakanlah kepadaku, hai penduduk Mekah (apa yang telah diciptakan oleh sesembahan-sesembahan kalian selain Allah)

yang telah diciptakan oleh selain-Nya, yang dimaksud adalah sesembahan-sesembahan kalian, sehingga kalian menyekutukannya dengan Allah swt.

Kata tanya maa menunjukkan makna ingkar, berkedudukan sebagai mubtada, sedangkan lafal dzaa yang berarti sama dengan lafal al-ladzii berikut dengan shilahnya menjadi khabar

. Lafal aruuni tidak diberlakukan pengamalannya, sedangkan lafal-lafal yang sesudahnya menempati kedudukan sebagai kedua maf`ulnya. (Sebenarnya) akan tetapi

(orang-orang yang lalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata) disebabkan mereka menyekutukan Allah dan kalian adalah sebagian dari mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 11 |

penjelasan ada di ayat 10

Surat Luqman |31:12|

وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

wa laqod aatainaa luqmaanal-ḥikmata anisykur lillaah, wa may yasykur fa innamaa yasykuru linafsih, wa mang kafaro fa innalloha ghoniyyun ḥamiid

Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, "Bersyukurlah kepada Allah! Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji."

And We had certainly given Luqman wisdom [and said], "Be grateful to Allah." And whoever is grateful is grateful for [the benefit of] himself. And whoever denies [His favor] - then indeed, Allah is Free of need and Praiseworthy.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Luqman hikmah) antara lain ilmu, agama dan tepat pembicaraannya, dan kata-kata mutiara yang diucapkannya cukup banyak serta diriwayatkan secara turun-temurun.

Sebelum Nabi Daud diangkat menjadi rasul dia selalu memberikan fatwa, dan dia sempat mengalami zaman kenabian Nabi Daud, lalu ia meninggalkan fatwa dan belajar menimba ilmu dari Nabi Daud.

Sehubungan dengan hal ini Luqman pernah mengatakan, "Aku tidak pernah merasa cukup apabila aku telah dicukupkan." Pada suatu hari pernah ditanyakan oleh orang kepadanya,

"Siapakah manusia yang paling buruk itu" Luqman menjawab, "Dia adalah orang yang tidak mempedulikan orang lain yang melihatnya sewaktu dia mengerjakan kejahatan.

" (Yaitu) dan Kami katakan kepadanya, hendaklah (bersyukurlah kamu kepada Allah) atas hikmah yang telah dilimpahkan-Nya kepadamu. (Dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah,

' maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri) karena pahala bersyukurnya itu kembali kepada dirinya sendiri (dan barang siapa yang tidak bersyukur) atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepadanya

' (maka sesungguhnya Allah Maha Kaya) tidak membutuhkan makhluk-Nya (lagi Maha Terpuji) Maha Terpuji di dalam ciptaan-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 12 |

Ulama Salaf berselisih pendapat tentang Luqman, apakah dia seorang nabi ataukah seorang hamba yang saleh saja tanpa predikat nabi? Ada dua pendapat mengenainya; kebanyakan ulama mengatakan bahwa dia adalah seorang hamba

yang saleh, bukan seorang nabi. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-Asy'as, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak dari negeri Habsyah (Abesenia) dan seorang tukang kayu.

Qatadah telah meriwayatkan dari Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Jabir ibnu Abdullah, "Sampai seberapakah pengetahuanmu tentang Luqman?" Jabir ibnu Abdullah menjawab, bahwa Luqman

adalah seorang yang berperawakan pendek, berhidung lebar (tidak mancung) berasal dari Nubian. Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari telah meriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Luqman berasal dari daerah pedalaman Mesir

(berkulit hitam) dan berbibir tebal. Allah telah memberinya hikmah, tetapi tidak diberi kenabian. Al-Auza'i mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Harmalah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki berkulit hitam

datang kepada Sa'id ibnul Musayyab meminta-minta kepadanya. Maka Sa'id ibnul Musayyab menghiburnya, "Jangan kamu bersedih hati karena kamu berkulit hitam, karena sesungguhnya ada tiga orang manusia yang terbaik berasal

dari bangsa kulit hitam, yaitu Bilal, Mahja' maula Umar ibnul Khattab, dan Luqmanul Hakim yang berkulit hitam, berasal dari Nubian dan berbibir tebal." Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan

kepada kami ayahku, dari Abul Asy-hab, dari Khalid Ar-Rab'i yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak Habsyah, seorang tukang kayu. Majikannya berkata kepadanya, "Sembelihkanlah kambing ini buat kami!" Maka Luqman

menyembelih kambing itu. Lalu si majikan berkata, "Keluarkanlah dua anggota jeroannya yang paling baik." Maka Luqman mengeluarkan lidah dan hati kambing itu, sesudah itu Luqman tinggal selama masa yang dikehendaki oleh Allah.

Kemudian majikannya kembali memerintahkannya, "Sembelihkanlah kambing ini buat kami!" Maka Luqman menyembelihnya, dan si majikan berkata kepadanya, "Keluarkanlah dua anggota jeroannya yang paling buruk," maka Luqman

mengeluarkan lidah dan hati kambing itu. Si majikan bertanya kepadanya, "Aku telah memerintahkan kepadamu untuk mengeluarkan dua anggota jeroannya yang terbaik, dan kamu mengeluarkan keduanya.

Lalu aku perintahkan lagi kepadamu untuk mengeluarkan dua anggotanya yang paling buruk, ternyata kamu masih tetap mengeluarkan yang itu juga, sama dengan yang tadi."

Maka Luqman menjawab, "Sesungguhnya tiada sesuatu anggota pun yang lebih baik daripada keduanya jika keduanya baik, dan tiada pula yang lebih buruk daripada keduanya bila keduanya buruk."

Syu'bah telah meriwayatkan dari Al-Hakam, dari Mujahid, bahwa Luqman adalah seorang hamba yang saleh, bukan seorang nabi. Al-A'masy mengatakan, Mujahid telah mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak berkulit hitam

dari Habsyah, berbibir tebal, dan berkaki besar. Dia seorang qadi di kalangan kaum Bani Israil. Selain Mujahid menyebutkan bahwa Luqman adalah seorang qadi di kalangan kaum Bani Israil di masa Nabi Daud a.s.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak berkulit hitam,

berbibir tebal, dan bertelapak kaki lebar. Lalu ia kedatangan seorang lelaki saat ia berada di majelis sedang berbincang-bincang dengan orang banyak. Maka lelaki itu bertanya kepadanya, "Bukankah kamu yang pernah menggembalakan kambing

bersamaku di tempat anu dan anu?" Luqman menjawab, "Benar." Lelaki itu bertanya, "Lalu apakah yang membuatmu menjadi seorang yang terhormat seperti yang kulihat sekarang?" Luqman menjawab, "Jujur dalam berkata, dan diam

tidak ikut campur terhadap apa yang bukan urusanku." Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan

kepada kami Abdur Rahman ibnu Yazid, dari Jabir yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah mengangkat Luqmanul Hakim (ke kedudukan yang tinggi) berkat hikmah (yang dianugerahkan-Nya).

Pernah ada seorang lelaki yang mengenalnya di masa lalu bertanya, "Bukankah kamu budak si Fulan yang dahulu menggembalakan ternak kambingnya?" Luqman menjawab, "Benar."

Lelaki itu bertanya, "Lalu apakah yang menghantarkanmu dapat mencapai kedudukan seperti yang kulihat sekarang?" Luqman menjawab, "Takdir Allah, menunaikan amanat, berkata jujur, dan tidak ikut campur terhadap apa yang bukan urusanku."

Semua asar ini antara lain menjelaskan bahwa Luqman bukanlah seorang nabi, dan sebagian lainnya mengisyaratkan ke arah itu (seorang nabi). Dikatakan bahwa dia bukan seorang nabi karena dia adalah seorang budak; hal ini bertentangan

dengan sifat seorang nabi, mengingat semua rasul dilahirkan dari kalangan terpandang kaumnya. Karena itulah maka jumhur ulama Salaf menyatakan bahwa Luqman bukanlah seorang nabi.

Sesungguhnya pendapat yang mengatakan bahwa dia adalah seorang nabi hanyalah menurut riwayat yang bersumber dari Ikrimah jika memang sanadnya sahih bersumber darinya.

Riwayat tersebut dikemukakan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui Waki', dari Israil, dari Jabir, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang nabi.

Jabir yang disebutkan dalam sanad riwayat ini adalah Ibnu Yazid Al-Ju'fi, seorang yang berpredikat daif, hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Abdullah ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Ayyasy Al-Qatbani,

dari Umar maula Gafrah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki berdiri di hadapan Luqmanul Hakim, lalu bertanya, "Bukankah engkau adalah Luqman budak Banil Has-sas?"

Luqman menjawab, "Ya." Lelaki itu bertanya lagi, "Bukankah engkau pernah menggembalakan kambing?" Luqman menjawab, "Ya." Lelaki itu bertanya lagi, "Bukankah kamu berkulit hitam?"

Luqman menjawab, "Adapun warna hitam kulitku ini jelas, lalu apakah yang mengherankanmu tentang diriku?" Lelaki itu menjawab, "Orang-orang banyak yang duduk di hamparanmu, dan berdesakan memasuki pintumu,

serta mereka rida dengan ucapanmu." Luqman berkata, "Hai Saudaraku, jika engkau mau mendengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu, tentu kamu pun dapat seperti diriku."

Luqman melanjutkan perkataannya, "Aku selalu menundukkan pandangan mataku (dari hal-hal yang diharamkan), lisanku selalu kujaga, makananku selalu bersih (halal), kemaluanku aku jaga (tidak melakukan zina), aku selalu jujur

dalam perkataanku, semua janjiku selalu kutepati, tamu-tamuku selalu kumuliakan, para tetanggaku selalu kuhormati, dan aku tidak pernah melakukan hal yang tidak perlu bagiku. Itulah kiat yang menghantarkan diriku kepada kedudukanku

sekarang seperti yang kamu lihat." Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Waqid, dari Abdah ibnu Rabah, dari Rabi'ah,

dari Abu Darda, bahwa ia pernah bercerita di suatu hari yang antara lain mengisahkan perihal Luqmanul Hakim. Lalu ia mengatakan bahwa apa yang diberikan kepada Luqman bukan berasal dari keluarga, harta, kedudukan,

bukan pula dari jasanya; melainkan dia adalah seorang yang pendiam, suka bertafakkur, dan tajam pandangannya. Dia tidak pernah tidur di siang hari, dan belum pernah ada seseorang melihatnya meludah, tidak pernah mengeluarkan ingus,

tidak pernah kelihatan kencing, buang air besar dan mandi, juga tidak pernah bercengkrama serta tidak pernah tertawa. Dia tidak pernah mengulangi perkataan yang telah diucapkannya, melainkan hanya kata-kata bijak yang diminta

oleh seseorang agar ia mengulanginya. Dia pernah kawin dan mempunyai banyak anak, tetapi mereka mati semuanya dan dia tidak menangisi kematian mereka (bersabar).

Dia sering mendekati penguasa dan hakim-hakim untuk menimba pengalaman dan memikirkannya serta mengambil pelajaran darinya. Karena itulah maka ia berhasil meraih kedudukan yang diperolehnya.

Disebutkan dalam suatu asar yang garib bersumber dari Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Walid, telah menceritakan

kepada kami Zaid ibnu Yahya ibnu Ubaid Al-Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, dari Qatadah yang mengatakan bahwa Allah menyuruh Luqman memilih antara hikmah dan kenabian. Maka Luqmanul Hakim memilih hikmah,

tidak mau memilih kenabian. Qatadah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Jibril mendatanginya saat ia sedang tidur. Jibril menaburkan kepadanya atau mencipratkan kepadanya hikmah itu. Pada pagi harinya Luqman dapat mengucapkan

kata-kata hikmah. Sa'id mengatakan, Qatadah pernah berkata bahwa dikatakan kepada Luqman, "Mengapa engkau memilih hikmah atau ditaburi hikmah, padahal Tuhanmu menyuruhmu memilih?"

Maka Luqman menjawab, "Seandainya aku diharuskan menjadi nabi, tentulah aku berharap beroleh keberhasilan dan tentu pula aku berharap dapat menunaikan tugas risalahku sebaik-baiknya.

Tetapi ternyata Dia menyuruhku memilih, maka aku merasa khawatir bila tidak mampu menjalankan tugas kenabian. Karena itulah maka hikmah lebih aku sukai."

Ini merupakan riwayat melalui jalur Sa’id ibnu Basyir, dia berpredikat agak daif dan para ulama hadis banyak yang membicarakan kelemahan¬nya. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.

Menurut riwayat Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman. (Luqman: 12)

Bahwa yang dimaksud dengan hikmah ialah pengetahuan tentang agama Islam, dan dia bukanlah seorang nabi yang diberi wahyu. Firman Allah Swt.:


{وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ}


Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman. (Luqman: 12) Yakni pemahaman, ilmu, dan ungkapan.


{أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ}


yaitu, "Bersyukurlah kepada Allah.” (Luqman: 12) Kami perintahkan kepadanya untuk bersyukur kepada Allah atas apa yang telah Dia anugerahkan kepadanya berupa keutamaan yang secara khusus hanya diberikan kepadanya, bukan kepada orang lain yang sezaman dengannya.


{وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ}


Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri. (Luqman: 12) Artinya, sesungguhnya manfaat dan pahala dari bersyukur itu kembali kepada para pelakunya, karena ada firman Allah Swt. yang menyebutkan:


{وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلأنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ}


dan barang siapa yang beramal saleh, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan). (Ar-Rum: 44) Adapun firman Allah Swt.:


{وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ}


dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (Luqman: 12) Yaitu Mahakaya, tidak memerlukan hamba-hamba-Nya. Dia tidak kekurangan, walaupun mereka tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Nya.

Seandainya semua penduduk bumi ingkar kepada nikmat-Nya, maka sesungguhnya Dia Mahakaya dari selain-Nya, tidak ada Tuhan selain Dia, dan kami tidak menyembah selain hanya kepada-Nya.

Surat Luqman |31:13|

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

wa iż qoola luqmaanu libnihii wa huwa ya'izhuhuu yaa bunayya laa tusyrik billaah, innasy-syirka lazhulmun 'azhiim

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar."

And [mention, O Muhammad], when Luqman said to his son while he was instructing him, "O my son, do not associate [anything] with Allah. Indeed, association [with him] is great injustice."

Tafsir
Jalalain

(Dan) ingatlah (ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia menasihatinya, "Hai anakku) lafal bunayya adalah bentuk tashghir yang dimaksud adalah memanggil anak dengan nama kesayangannya

(janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan) Allah itu (adalah benar-benar kelaliman yang besar.") Maka anaknya itu bertobat kepada Allah dan masuk Islam.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 13 |

Tafsir ayat 13-15

Allah Swt. menceritakan tentang nasihat Luqman kepada anaknya. Luqman adalah anak Anqa ibnu Sadun, dan nama anaknya ialah Saran, menurut suatu pendapat yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi.

Allah Swt. menyebutkan kisah Luqman dengan sebutan yang baik, bahwa Dia telah menganugerahinya hikmah; dan Luqman menasihati anaknya yang merupakan buah hatinya, maka wajarlah bila ia memberikan kepada

orang yang paling dikasihinya sesuatu yang paling utama dari pengetahuannya. Karena itulah hal pertama yang dia pesankan kepada anaknya ialah hendaknya ia menyembah Allah semata, jangan mempersekutukannya dengan sesuatu pun. Kemudian Luqman memperingatkan anaknya, bahwa:


{إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ}


sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman: 13) Yakni perbuatan mempersekutukan Allah adalah perbuatan aniaya yang paling besar.


قَالَ الْبُخَارِيُّ حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ ،عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} [الْأَنْعَامِ: 82] ، شَقَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم، وَقَالُوا: أَيُّنَا لَمْ يَلْبس إِيمَانَهُ بِظُلْمٍ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أنه لَيْسَ بِذَاكَ، أَلَا تَسْمَعَ إِلَى قَوْلِ لُقْمَانَ: {يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ}


Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang menceritakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya:

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik). (Al-An'am: 82) Hal itu terasa berat bagi para sahabat Nabi Saw. Karenanya mereka berkata, "Siapakah di antara kita yang tidak mencampuri

imannya dengan perbuatan zalim (dosa)." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Bukan demikian yang dimaksud dengan zalim. Tidakkah kamu mendengar ucapan Luqman: 'Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya

mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.' (Luqman: 13) Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Al-A'masy dengan sanad yang sama. Kemudian sesudah menasihati anaknya agar menyembah Allah semata.

Luqman menasihati pula anaknya agar berbakti kepada dua orang ibu dan bapak. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:


{وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}


Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (Al-Isra: 23)

Di dalam Al-Qur'an sering sekali disebutkan secara bergandengan antara perintah menyembah Allah semata dan berbakti kepada kedua orang tua. Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ}


Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah. (Luqman: 14) Mujahid mengatakan, yang dimaksud dengan al-wahn ialah

penderitaan mengandung anak. Menurut Qatadah, maksudnya ialah kepayahan yang berlebih-lebihan. Sedangkan menurut Ata Al-Khurrasani ialah lemah yang bertambah-tambah. Firman Allah Swt.:


{وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ}


dan menyapihnya dalam dua tahun. (Luqman: 14) Yakni mengasuh dan menyusuinya setelah melahirkan selama dua tahun, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ}


Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (Al-Baqarah: 233), hingga akhir ayat.

Berangkat dari pengertian ayat ini Ibnu Abbas dan para imam lainnya menyimpulkan bahwa masa penyusuan yang paling minim ialah enam bulan, karena dalam ayat lain Allah Swt. berfirman:


{وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاثُونَ شَهْرًا}


Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (Al-Ahqaf: 15) Dan sesungguhnya Allah Swt. menyebutkan jerih payah ibu dan penderitaannya dalam mendidik dan mengasuh anaknya, yang karenanya ia selalu berjaga

sepanjang siang dan malamnya. Hal itu tiada lain untuk mengingatkan anak akan kebaikan ibunya terhadap dia, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا}


Dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Al-Isra: 24) Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ}


Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Luqman: 14) Yakni sesungguhnya Aku akan membalasmu bila kamu bersyukur dengan pahala yang berlimpah.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Syaibah dan Mahmud ibnu Gailan. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah,

telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Sa'id ibnu Wahb yang menceritakan bahwa Mu'az ibnu Jabal datang kepada kami sebagai utusan Nabi Saw. Lalu ia berdiri dan memuji kepada Allah, selanjutnya ia mengatakan:

Sesungguhnya aku adalah utusan Rasulullah Saw. kepada kalian (untuk menyampaikan), "Hendaklah kalian menyembah Allah dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.

Hendaklah kalian taat kepadaku, aku tidak akan henti-hentinya menganjurkan kalian berbuat kebaikan. Dan sesungguhnya kembali (kita) hanya kepada Allah, lalu adakalanya ke surga atau ke neraka sebagai tempat tinggal yang tidak akan beranjak lagi darinya, lagi kekal tiada kematian lagi. Firman Allah Swt.:


{وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا}


Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. (Luqman: 15)

Jika keduanya menginginkan dirimu dengan sangat agar kamu mengikuti agama keduanya (selain Islam), janganlah kamu mau menerima ajakannya, tetapi janganlah sikapmu yang menentang dalam hal tersebut menghambat¬mu untuk berbuat baik kepada kedua orang tuamu selama di dunia.


{وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ}


dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. (Luqman: 15) Yaitu jalannya orang-orang yang beriman.


{ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}


kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Luqman: 15) Imam Tabrani mengatakan di dalam Kitabul 'Isyarh-nya, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman

Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ayyub ibnu Rasyid, telah menceritakan kepada kami Maslamah ibnu Alqamah, dari Daud ibnu Abu Hindun, bahwa Sa'd ibnu Malik pernah mengatakan bahwa

ayat berikut diturunkan berkenaan dengannya, yaitu firman-Nya: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.

(Luqman: 15), hingga akhir ayat. Bahwa ia adalah seorang yang berbakti kepada ibunya. Ketika ia masuk Islam, ibunya berkata kepadanya, "Hai Sa'd, mengapa engkau berubah pendirian? Kamu harus tinggalkan agama barumu itu (Islam)

atau aku tidak akan makan dan minum hingga mati, maka kamu akan dicela karena apa yang telah kulakukan itu, dan orang-orang akan menyerumu dengan panggilan, 'Hai pembunuh ibunya!'."

Maka aku menjawab, "Jangan engkau lakukan itu, Ibu, karena sesungguhnya aku tidak bakal meninggalkan agamaku karena sesuatu." Maka ibuku tinggal selama sehari semalam tanpa mau makan, dan pada pagi harinya ia kelihatan lemas.

Lalu ibuku tinggal sehari semalam lagi tanpa makan, kemudian pada pagi harinya kelihatan bertambah lemas lagi. Dan ibuku tinggal sehari semalam lagi tanpa makan, lalu pada pagi harinya ia kelihatan sangat lemah. Setelah kulihat keadaan

demikian, maka aku berkata, "Hai ibu, perlu engkau ketahui, demi Allah, seandainya engkau mempunyai seratus jiwa, lalu satu persatu keluar dari tubuhmu, niscaya aku tidak akan meninggalkan agamaku karena sesuatu.

Dan jika engkau tidak ingin makan, silakan tidak usah makan; dan jika engkau ingin makan silakan makan saja," Akhirnya ibuku mau makan.

Surat Luqman |31:14|

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

wa washshoinal-insaana biwaalidaiih, ḥamalat-hu ummuhuu wahnan 'alaa wahniw wa fishooluhuu fii 'aamaini anisykur lii wa liwaalidaiik, ilayyal-mashiir

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.

And We have enjoined upon man [care] for his parents. His mother carried him, [increasing her] in weakness upon weakness, and his weaning is in two years. Be grateful to Me and to your parents; to Me is the [final] destination.

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami wasiatkan kepada manusia terhadap kedua orang ibu bapaknya) maksudnya Kami perintahkan manusia untuk berbakti kepada kedua orang ibu bapaknya

(ibunya telah mengandungnya) dengan susah payah (dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah) ia lemah karena mengandung, lemah sewaktu mengeluarkan bayinya,

dan lemah sewaktu mengurus anaknya di kala bayi (dan menyapihnya) tidak menyusuinya lagi (dalam dua tahun. Hendaknya) Kami katakan kepadanya (bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu,

hanya kepada Akulah kembalimu) yakni kamu akan kembali.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 14 |

penjelasan ada di ayat 13

Surat Luqman |31:15|

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

wa in jaahadaaka 'alaaa an tusyrika bii maa laisa laka bihii 'ilmun fa laa tuthi'humaa wa shooḥib-humaa fid-dun-yaa ma'ruufaw wattabi' sabiila man anaaba ilayy, ṡumma ilayya marji'ukum fa unabbi`ukum bimaa kuntum ta'maluun

Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beri tahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

But if they endeavor to make you associate with Me that of which you have no knowledge, do not obey them but accompany them in [this] world with appropriate kindness and follow the way of those who turn back to Me [in repentance]. Then to Me will be your return, and I will inform you about what you used to do.

Tafsir
Jalalain

(Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu) yakni pengetahuan yang sesuai dengan kenyataannya

(maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang makruf) yaitu dengan berbakti kepada keduanya dan menghubungkan silaturahmi dengan keduanya

(dan ikutilah jalan) tuntunan (orang yang kembali) orang yang bertobat (kepada-Ku) dengan melakukan ketaatan (kemudian hanya kepada Akulah kembali kalian,

maka Kuberitakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan) Aku akan membalasnya kepada kalian. Jumlah kalimat mulai dari ayat 14 sampai dengan akhir ayat 15

yaitu mulai dari lafal wa washshainal insaana dan seterusnya merupakan jumlah i'tiradh, atau kalimat sisipan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Luqman | 31 : 15 |

penjelasan ada di ayat 13