Juz 5

Surat An-Nisa |4:74|

فَلْيُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآخِرَةِ ۚ وَمَنْ يُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

falyuqootil fii sabiilillaahillażiina yasyruunal-ḥayaatad-dun-yaa bil-aakhiroh, wa may yuqootil fii sabiilillaahi fa yuqtal au yaghlib fa saufa nu`tiihi ajron 'azhiimaa

Karena itu, hendaklah orang-orang yang menjual kehidupan dunia untuk (kehidupan) akhirat berperang di jalan Allah. Dan barang siapa berperang di jalan Allah lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka akan Kami berikan pahala yang besar kepadanya.

So let those fight in the cause of Allah who sell the life of this world for the Hereafter. And he who fights in the cause of Allah and is killed or achieves victory - We will bestow upon him a great reward.

Tafsir
Jalalain

(Maka hendaklah berperang di jalan Allah) demi untuk meninggikan agama-Nya (orang-orang yang membeli) artinya menukar (kehidupan dunia dengan akhirat. Siapa yang berperang di jalan Allah lalu ia gugur) mati syahid

(atau memperoleh kemenangan) terhadap musuhnya (maka nanti akan Kami beri ia pahala yang besar.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 74 |

Penjelasan ada di ayat 71

Surat An-Nisa |4:75|

وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَٰذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا

wa maa lakum laa tuqootiluuna fii sabiilillaahi wal-mustadh'afiina minar-rijaali wan-nisaaa`i wal-wildaanillażiina yaquuluuna robbanaaa akhrijnaa min haażihil-qoryatizh-zhoolimi ahluhaa, waj'al lanaa mil ladungka waliyyaa, waj'al lanaa mil ladungka nashiiroo

Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak yang berdoa, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-Mu."

And what is [the matter] with you that you fight not in the cause of Allah and [for] the oppressed among men, women, and children who say, "Our Lord, take us out of this city of oppressive people and appoint for us from Yourself a protector and appoint for us from Yourself a helper?"

Tafsir
Jalalain

(Mengapa kamu tak hendak berperang) pertanyaan yang berarti celaan; maksudnya tak ada halangannya bagi kamu untuk berperang (di jalan Allah dan) untuk membebaskan

(golongan yang lemah baik laki-laki, wanita maupun anak-anak) yakni yang ditahan oleh orang-orang kafir buat berhijrah dan yang dianiaya mereka.

Berkata Ibnu Abbas r.a., "Saya dan ibu saya termasuk golongan ini," (yang mengatakan) atau berdoa, "Wahai (Tuhan kami! Keluarkanlah kami dari negeri ini) Mekah (yang penduduknya aniaya) disebabkan kekafiran

(dan berilah kami dari sisi-Mu seorang pelindung) yang akan mengatur urusan kami (dan berilah kami dari sisi-Mu seorang pembela.") yang mempertahankan kami terhadap mereka.

Allah telah mengabulkan permohonan mereka ini, maka dimudahkan-Nya sebagian mereka itu untuk keluar sedangkan sisanya tinggal di Mekah sampai kota itu berhasil dibebaskan lalu Nabi saw.

mengangkat Itab bin Usaid sebagai penguasa di Mekah, maka dibelanya orang-orang teraniaya dari penganiaya-penganiayanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 75 |

Tafsir ayat 75-76

Allah Swt. menganjurkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk berjihad di jalan-Nya dan berupaya untuk menyelamatkan orang-orang lemah yang tinggal di Mekah dari kalangan kaum laki-laki, kaum wanita,dan anak-anak yang terpaksa tinggal di Mekah tanpa ada piiihan lain. Karena itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:


{الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ}


semuanya berdoa, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini." (An-Nisa: 75) Yang dimaksud adalah kota Mekah. Seperti yang disebutkan di dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:


وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ هِيَ أَشَدُّ قُوَّةً مِنْ قَرْيَتِكَ الَّتِي أَخْرَجَتْكَ


Dan berapa banyaknya negeri-negeri yang (penduduknya) lebih kuat daripada (penduduk) negerimu (Muhammad) yang telah mengusirmu itu. (Muhammad: 13)Selanjutnya Allah menyifati penduduk negeri tersebut melalui firman-Nya:


{الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا}


yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau. (An-Nisa: 75) Yakni berikanlah kepada kami pelindung dan penolong dari sisi Engkau.Imam Bukhari mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ubaidillah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan: Aku dan ibuku termasuk di antara orang-orang

yang lemah itu.Telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub, dari Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: kecuali mereka yang tertindas,

baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak. (An-Nisa: 98) Lalu ia mengatakan: Aku dan ibuku termasuk orang-orang yang dimaafkan oleh Allah Swt.Kemudian Allah Swt. berfirman:


{الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ}


Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan tagut. (An-nisa: 76) Orang-orang mukmin berperang karena taat kepada Allah dan ingin memperoleh rida-Nya, sedangkan orang-orang kafir

berperang karena taat kepada setan.Kemudian Allah menggugah semangat orang-orang mukmin untuk memerangi musuh-musuh Allah melalui firman-Nya:


{فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا}


Sebab itu, perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah. (An-Nisa: 76)

Surat An-Nisa |4:76|

الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ ۖ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا

allażiina aamanuu yuqootiluuna fii sabiilillaah, wallażiina kafaruu yuqootiluuna fii sabiilith-thooghuuti fa qootiluuu auliyaaa`asy-syaithoon, inna kaidasy-syaithooni kaana dho'iifaa

Orang-orang yang beriman, mereka berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan Tagut, maka perangilah kawan-kawan setan itu (karena) sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.

Those who believe fight in the cause of Allah, and those who disbelieve fight in the cause of Taghut. So fight against the allies of Satan. Indeed, the plot of Satan has ever been weak.

Tafsir
Jalalain

(Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah sedangkan orang-orang kafir berperang di jalan tagut) setan. (Maka perangilah anak buah setan itu) maksudnya penyokong-penyokong agamanya niscaya kamu

akan beroleh kemenangan karena kekuatanmu dengan Allah. (Sesungguhnya tipu daya setan) terhadap orang-orang beriman (adalah lemah) tidak akan dapat mengatasi siasat Allah terhadap orang-orang kafir itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 76 |

Penjelasan ada di ayat 75

Surat An-Nisa |4:77|

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً ۚ وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلَا أَخَّرْتَنَا إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ ۗ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا

a lam taro ilallażiina qiila lahum kuffuuu aidiyakum wa aqiimush-sholaata wa aatuz-zakaah, fa lammaa kutiba 'alaihimul-qitaalu iżaa fariiqum min-hum yakhsyaunan-naasa kakhosy-yatillaahi au asyadda khosy-yah, wa qooluu robbanaa lima katabta 'alainal-qitaal, lau laaa akhkhortanaaa ilaaa ajaling qoriib, qul mataa'ud-dun-yaa qoliil, wal-aakhirotu khoirul limanittaqoo, wa laa tuzhlamuuna fatiilaa

Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tanganmu (dari berperang), laksanakanlah sholat, dan tunaikanlah zakat!" Ketika mereka diwajibkan berperang, tiba-tiba sebagian mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih takut (dari itu). Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tunda (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?" Katakanlah, "Kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa (mendapat pahala turut berperang) dan kamu tidak akan dizalimi sedikit pun."

Have you not seen those who were told, "Restrain your hands [from fighting] and establish prayer and give zakah"? But then when fighting was ordained for them, at once a party of them feared men as they fear Allah or with [even] greater fear. They said, "Our Lord, why have You decreed upon us fighting? If only You had postponed [it for] us for a short time." Say, The enjoyment of this world is little, and the Hereafter is better for he who fears Allah. And injustice will not be done to you, [even] as much as a thread [inside a date seed]."

Tafsir
Jalalain

(Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tanganmu) dari memerangi orang-orang kafir tatkala hal itu mereka tuntut di Mekah disebabkan penganiayaan orang-orang kafir terhadap mereka.

Dan mereka ini ialah segolongan sahabat (dan dirikanlah sholat serta bayarkanlah zakat." Maka setelah diwajibkan atas mereka berperang tiba-tiba sebagian dari mereka takut kepada manusia)

maksudnya kepada orang-orang kafir disebabkan tindakan dan keberanian mereka dalam peperangan itu (seperti menakuti) siksa (Allah bahkan lebih takut lagi) daripada itu.

Asyadda dibaca manshub karena menjadi hal juga sebagai jawaban terhadap apa yang ditunjukkan oleh idzaa dan yang sesudahnya artinya tiba-tiba mereka didatangi oleh ketakutan.

(kata mereka) karena cemas menghadapi maut ("Wahai Tuhan kami! Kenapa Engkau wajibkan atas kami berperang Kenapa tidak Engkau tangguhkan agak beberapa waktu lagi

" Katakanlah) kepada mereka ("Kesenangan dunia) maksudnya apa-apa yang disenangi dan dinikmati di dunia ini (hanya sebentar) dan akan kembali lenyap (sedangkan akhirat) maksudnya surga

(lebih baik bagi orang yang takwa) yakni yang menjaga diri dari siksa Allah dengan menjauhi larangan-Nya (dan kamu tidak akan dianiaya) dibaca dengan ta dan ya artinya tidak akan dikurangi amalmu (sedikit pun.")

artinya walau sebesar kulit padi sekali pun, maka berjihad atau berusahalah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 77 |

Tafsir ayat 77-79

Dahulu di masa permulaan Islam ketika orang-orang mukmin masih berada di Mekah, mereka diperintahkan untuk mengerjakan salat dan menunaikan zakat, sekalipun masih belum ada ketentuan nisab-nya. Mereka diperintahkan

untuk membantu orang-orang yang miskin dari kalangan mereka sendiri, diperintahkan pula bersikap pemaaf, mengampuni perbuatan orang-orang musyrik, dan bersabar sampai datang perintah dari Allah.

Mereka sangat merindukan adanya perintah dari Allah yang memerintahkan agar mereka berperang melawan musuh-musuh mereka, untuk membalas sakit hati terhadap orang-orang musyrik yang selalu mengganggu mereka.

Saat itu perintah berperang masih belum sesuai karena banyak sebab, antara lain ialah kaum muslim masih minoritas bila dibandingkan dengan musuh mereka. Penyebab Lainnya ialah karena keberadaan kaum mukmin saat itu ada di negeri

mereka sendiri, yaitu di Tanah Suci Mekah yang merupakan bagian dari bumi yang paling suci. Perintah untuk berperang di dalam negeri mereka bukan atas dasar memulai, menurut suatu pendapat. Karena itulah maka jihad baru diperintahkan

hanya di Madinah, yaitu di saat kaum mukmin telah mempunyai negeri sendiri, pertahanan, dan para penolongnya.Akan tetapi, setelah mereka diperintahkan berperang seperti yang mereka dambakan sebelumnya,

ternyata sebagian dari mereka ada yang mengeluh dan menjadi takut menghadapi manusia dengan takut yang sangat. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


{وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ}


Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?" (An-Nisa: 77)Yakni mengapa tidak Engkau tangguhkan

kewajiban berperang itu sampai beberapa waktu yang lain, karena sesungguhnya perang itu berakibat teralirkannya darah, anak-anak menjadi yatim, dan istri-istri menjadi janda? Makna ayat ini sama dengan ayat Lainnya, yaitu firman-Nya:


وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا لَوْلا نُزِّلَتْ سُورَةٌ فَإِذا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ مُحْكَمَةٌ وَذُكِرَ فِيهَا الْقِتالُ


Dan orang-orang yang beriman berkata, "Mengapa tiada diturunkan suatu surat?" Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang. (Muhammad: 20), hingga beberapa ayat berikutnya.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي رِزْمة وَعَلِيُّ بْنُ زِنْجَةَ قَالَا حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ، عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ وَاقِدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابن عباس: أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ وَأَصْحَابًا لَهُ أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ، فَقَالُوا: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، كُنَّا فِي عِزٍّ وَنَحْنُ مُشْرِكُونَ، فَلَمَّا آمَنَّا صِرْنَا أَذِلَّةً: قَالَ: "إِنِّي أُمِرْتُ بِالْعَفْوِ فَلَا تُقَاتِلُوا الْقَوْمَ". فَلَمَّا حَوَّلَهُ اللَّهُ إِلَى الْمَدِينَةِ أَمَرَهُ بِالْقِتَالِ، فَكَفُّوا. فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ [وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً] } الآية.


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Aziz, dari Abu Zar'ah dan Ali ibnu Rumhah; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Ali ibnul Hasan, dari Al-Husain ibnu Waqid, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Abdur Rahman ibnu Auf dan beberapa orang temannya datang menemui Nabi Saw. di Mekah. Lalu mereka berkata, "Wahai Nabi Allah,

dahulu kami berada dalam kejayaan ketika masih musyrik. Tetapi setelah beriman, kami menjadi kalah." Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya aku diperintahkan untuk memberi maaf (terhadap tindakan-tindakan kaum musyrik). Karena itu,

janganlah kalian memerangi kaum itu. Setelah Allah memindahkan Nabi Saw. ke Madinah, maka Allah memerintahkannya untuk memerangi orang-orang musyrik. Ternyata mereka yang berkata demikian tidak mau berperang.

Maka Allah menurunkan firman-Nya: Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tangan kalian (dari berperang)." (An-Nisa: 77), hingga akhir ayat.Imam Nasai dan Imam Hakim serta Ibnu Murdawaih

meriwayatkannya melalui hadis Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq dengan lafaz yang sama.Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, bahwa tiada yang diwajibkan atas kaum mukmin saat itu kecuali hanya salat dan zakat. Lalu mereka meminta kepada Allah

agar diwajibkan berperang atas diri mereka. Ketika diwajibkan atas mereka berperang, maka keadaannya berbeda, seperti yang disebutkan firman-Nya: tiba-tiba sebagian dari mereka takut kepada manusia (musuh) seperti takutnya kepada Allah,

bahkan lebih (sangat) dari itu takutnya. Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?"

(An-Nisa: 77) Yang dimaksud dengan ajalin qarib ialah mati. Allah Swt. berfirman: Katakanlah, "Kesenangan dunia ini hanya sebentar, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa." (An-Nisa: 77)

Mujahid mengatakan, sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi; diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.Dan firman-Nya:


{قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى}


Katakanlah, "Kesenangan dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa." (An-Nisa: 77) Artinya, akhirat bagi orang yang bertakwa adalah lebih baik daripada kehidupan dunianya.


{وَلا تُظْلَمُونَ فَتِيلا}


dan kalian tidak akan dianiaya sedikit pun. (An-Nisa: 77) Tiada sedikit pun dari amal perbuatan kalian yang dianiaya, melainkan semuanya pasti ditunaikan dengan balasan yang sempurna.Makna ayat ini mengandung pengertian hiburan bagi

kaum mukmin dalam menghadapi kehidupan dunia, sekaligus menanamkan rasa suka kepada pahala akhirat serta menggugah mereka untuk berjihad.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan

kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Hisyam yang menceritakan bahwa Al-Hasan Al-Basri membacakan firman-Nya:

Katakanlah, "Kesenangan dunia ini hanya sebentar." (An-Nisa: 77) Lalu ia berkata, "Semoga Allah merahmati seorang hamba yang menilai duniawi dengan penilaian tersebut. Dunia ini semuanya dari awal sampai akhir,

tiada lain sama halnya dengan seorang lelaki yang tertidur sejenak, lalu ia melihat dalam mimpinya sesuatu yang disukainya. Tetapi tidak lama kemudian ia terbangun dari tidurnya."Ibnu Mu'in mengatakan bahwa Abu Mishar mengatakan dalam bait-bait syairnya:


وَلَا خَيْرَ فِي الدنيا لِمَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ ... مِنَ اللَّهِ فِي دَارِ الْمُقَامِ نَصيبُ ... فِإِنْ تُعْجب الدُّنْيَا رجَالا فِإِنْهَا ... مَتَاع قَلِيلٌ والزّوَال قريبُ ...


Tiada kebaikan pada dunia bagi orang yang tidak mempunyai bagian pahala dari Allah di tempat yang kekal nanti. Jika dunia memang dapat membuat terpesona banyak laki-laki, maka sesungguhnya dunia itu kesenangan yang sebentar dan lenyapnya tidak lama lagi.Firman Allah Swt


أَيْنَما تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ


Di mana saja kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian, kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 78)Maksudnya, kalian pasti akan mati, dan tiada seorang pun dari kalian yang selamat dari maut. Perihalnya sama dengan yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


كُلُّ مَنْ عَلَيْها فانٍ


Semua yang ada di bumi itu akan binasa. (Ar-Rahman: 26)


كُلُّ نَفْسٍ ذائِقَةُ الْمَوْتِ


Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (Ali Imran: 185)


وَما جَعَلْنا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ


Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu.(Al-Anbiya: 34)Makna yang dimaksud ialah setiap orang pasti akan mati, tiada sesuatu pun yang dapat menyelamatkan dia dari kematian, baik dia ikut dalam berjihad

ataupun tidak ikut berjihad. Karena sesungguhnya umur manusia itu ada batasnya dan mempunyai ajal yang telah ditentukan serta kedudukan yang telah ditetapkan baginya. Seperti yang dikatakan oleh Khalid ibnul Walid ketika menjelang kematiannya di atas tempat tidurnya:


لَقَدْ شَهِدْتُ كَذَا وَكَذَا مَوْقِفًا، وَمَا مِنْ عُضْوٍ مِنْ أَعْضَائِي إِلَّا وَفِيهِ جُرْحٌ مِنْ طَعْنَةٍ أَوْ رَمْيَةٍ، وَهَا أَنَا أَمُوتُ عَلَى فِرَاشِي، فَلَا نَامَتْ أَعْيُنُ الْجُبَنَاءِ


Sesungguhnya aku telah mengikuti perang anu dan perang anu, dan tiada suatu anggota tubuhku melainkan padanya terdapat luka karena tusukan atau lemparan panah. Tetapi sekarang aku mati di atas tempat tidurku, semoga mata orang-orang yang pengecut tidak dapat tidur.Firman Allah Swt.:


وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ


kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 78)Yakni benteng yang kuat, kokoh, lagi tinggi. Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan buruj ialah bintang-bintang yang ada di langit. Pendapat ini dikatakan oleh

As-Saddi, tetapi lemah. Pendapat yang sahih ialah yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengannya adalah benteng yang kuat. Dengan kata lain, tiada gunanya sikap waspada dan berlindung di tempat yang kokoh dari ancaman maut.

Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair (Jahiliah), yaitu Zuhair ibnu Abu Salma:


وَمَن خَاف أسبابَ المَنيّة يَلْقَهَا ... وَلَوْ رَامَ أسبابَ السَّمَاءِ بسُلَّم


Barang siapa yang takut terhadap penyebab kematian, niscaya dia akan didapatkannya sekalipun dia naik ke langit yang tinggi dengan memakai tangga.Kemudian menurut pendapat yang lain, al-musyayyadah sama artinya dengan al-masyidah. Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:


وَقَصْرٍ مَشِيدٍ


dan istana yang tinggi. (Al-Hajj: 45)Menurut pendapat yang lainnya lagi, di antara keduanya terdapat perbedaan, yaitu: Kalau dibaca al-musyayyadah dengan memakai tasydid artinya yang ditinggikan, sedangkan kalau dibaca takhfif

(tanpa tasydid) artinya yang dibangun dengan memakai batu kapur.Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan bab ini mengetengahkan sebuah kisah panjang dari Mujahid: bahwa zaman dahulu terdapat seorang wanita yang sedang

melahirkan, lalu si wanita itu memerintahkan kepada pelayannya untuk mencari api. Ketika si pelayan keluar, tiba-tiba ia bersua dengan seorang lelaki yang sedang berdiri di depan pintu (entah dari mana datangnya). Lalu lelaki itu bertanya,

"Apakah wanita itu telah melahirkan bayinya?" Si pelayan menjawab, "Ya, seorang bayi perempuan." Selanjutnya lelaki itu berkata, "Ingatlah, sesungguhnya bayi perempuan itu kalau sudah dewasa nanti akan berbuat zina dengan

seratus orang laki-laki, kemudian ia dikawini oleh pelayan si wanita itu, dan kelak matinya disebabkan oleh laba-laba." Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa pelayan itu kemudian kembali ke dalam rumah dan dengan serta-merta ia merobek

perut si bayi dengan pisau hingga menganga lebar, lalu ia pergi melarikan diri karena ia merasa yakin bahwa bayi itu telah mati. Melihat hal itu ibu si bayi segera mengobati luka tersebut dengan menjahitnya. Lama-kelamaan luka si bayi sembuh

dan ia tumbuh hingga remaja. Setelah dewasa, ia menjadi wanita yang tercantik di kotanya. Sedangkan si pelayan yang kabur tadi pergi menjelajahi semua daerah, dan akhirnya ia menjadi penyelam, lalu berhasil memperoleh harta yang berlimpah

(dari dalam laut). Dengan bekal harta itu ia menjadi orang yang paling kaya, lalu ia kembali ke negerinya semula dan bermaksud untuk kawin. Untuk itu ia berkata kepada seorang nenek, "Aku ingin kawin dengan wanita yang paling cantik di kota ini."

Si nenek berkata, "Di kota ini tidak ada wanita yang lebih cantik dari si Fulanah." Ia berkata, "Kalau demikian pergilah kamu untuk melamarnya buatku." Si nenek akhirnya berangkat ke rumah wanita yang dimaksud, dan ternyata si wanita itu

menyetujui lamarannya. Ketika akan menggaulinya, ia sangat terpesona dengan kecantikan istrinya itu. Maka si istri itu bertanya kepadanya mengenai asal-usulnya. Lalu ia menceritakan kepada istrinya semua yang pernah ia alami hingga

menyangkut masalah bayi perempuan tadi. Maka si istri menjawab, "Akulah bayi perempuan itu," lalu si istri memperlihatkan bekas robekan yang ada pada perutnya, hingga ia percaya dengan bukti tersebut. Ia berkata, "Jika dulu engkau

benar-benar bayi tersebut, sesungguhnya ada seorang lelaki (barangkali malaikat) yang memberitahukan kepadaku tentang dua perkara yang merupakan suatu keharusan akan menimpamu. Salah satunya ialah bahwa engkau telah berbuat zina

dengan seratus orang laki-laki." Si istri menjawab, "Memang aku telah berbuat itu, tetapi aku lupa dengan berapa banyak lelaki aku melakukannya." Si suami menjawab, "Jumlah mereka adalah seratus orang laki-laki."

Si suami melanjutkan kisahnya, "Hal yang kedua ialah engkau akan mati karena seekor laba-laba." Karena si suami sangat mencintai istrinya, maka ia membangunkan untuk si istri sebuah gedung yang kokoh lagi tinggi untuk melindunginya

dari penyebab tersebut. Tetapi pada suatu hari ketika mereka sedang asyik masyuk, tiba-tiba ada seekor laba-laba di atap rumah. Lalu ia memperlihatkan laba-laba itu kepada istrinya. Maka si istri berkata, "Inikah yang engkau takutkan

akan menyerang diriku? Demi Allah, bahkan akulah yang akan membunuhnya." Para pembantu menurunkan laba-laba itu dari atap ke bawah, kemudian si istri dengan sengaja mendekatinya dan menginjaknya dengan jempol kakinya

hingga laba-laba itu mati seketika itu juga. Akan tetapi, takdir Allah berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Ternyata ada sebagian dari racun laba-laba itu yang masuk ke dalam kuku jari kakinya dan terus menembus ke dagingnya,

hingga kaki si wanita itu menjadi hitam dan membusuk; hal tersebutlah yang mengantarkannya kepada kematian.Dalam pembahasan ini kami ketengahkan sebuah kisah tentang Raja Al-Hadar yang bemama Satirun, ketika ia diserang oleh

Raja Sabur yang mengepung bentengnya. Akhirnya Sabur dapat membunuh semua orang yang ada di dalam benteng sesudah mengepungnya selama dua tahun. Sehubungan dengan kisah ini orang-orang Arab merekamnya ke dalam

syair-syair mereka, yang antara lain mengatakan: Raja Al-Hadar, ketika membangun negerinya dan Sungai Tigris dialirkannya menuju negerinya, begitu pula Sungai Khabur, ia membangun istananya dengan memakai batu marmar

dan lantainya memakai keramik yang indah lagi anggun. Di atas puncak istananya yang tinggi itu banyak burung merpati bersarang. Tangan-tangan kematian tidak ditakuti oleh benteng yang kokoh lagi tinggi itu. Akan tetapi,

si raja binasa dalam membela benteng-nya yang kini menjadi reruntuhan yang ditinggalkan.Ketika Ali masuk menemui Usman, ia mengatakan, "Ya Allah, persatukanlah umat Muhammad." Kemudian Ali mengucapkan syair berikut:

Aku melihat bahwa maut tidak menyisakan seorang yang perkesa pun, dan tidak pernah memberikan perlindungan kepada pemberontak di negeri ini dan kawasan ini. Penduduk benteng tinggal dengan aman, sedangkan pintu benteng dalam

keadaan tertutup kemegahan dan tingginya menyamai bukit-bukit.Ibnu Hisyam mengatakan bahwa Kisra Sabur —yang dijuluki Zul Aktaf— yang membunuh Satirun, Raja Al-Hadar. Tetapi di lain kesempatan Ibnu Hisyam mengatakan pula bahwa

sesungguhnya orang yang membunuh Raja Al-Hadar adalah Sabur ibnu Ardsyir ibnu Babik, generasi pertama Raja Bani Sasan; dia pulalah yang mengalahkan raja-raja Tawaif dan mengembalikan kekuasaan kepada kekaisarannya.

Adapun Sabur yang dijuluki Zul Aktaf, dia baru muncul jauh sesudah itu. Demikianlah menurut riwayat yang diketengahkan oleh As-Suhaili. Ibnu Hisyam menceritakan bahwa Sabur mengepung benteng Satirun selama dua tahun.

Peperangan itu terjadi karena Satirunlah yang memulainya; Satirun menyerang negeri Sabur di saat Raja Sabur sedang bepergian ke Irak. Pada suatu hari putri Raja Satirun bernama Nadirah naik ke atas benteng, lalu ia melihat-lihat,

dan pandangan matanya tertuju ke arah Raja Sabur yang memakai pakaian kebesaran yang terbuat dari kain sutra, di atas kepalanya terdapat mahkota terbuat dari emas murni yang bertatahkan intan dan berbagai macam batu permata

yang amat langka. Hati si putri terpikat, lalu ia menyusup menemuinya dan mengatakan kepadanya, "Jika aku bukakan pintu benteng ini, maukah kamu memperistri diriku?" Maka Raja Sabur menjawab, "Ya." Pada sore harinya Raja Satirun

minum khamr hingga mabuk, dan sudah menjadi kebiasaannya bila hendak tidur ia mabuk terlebih dahulu. Maka putrinya mengambil kunci pintu gerbang benteng dari bawah bantal ayahnya. Setelah itu kunci tersebut ia kirimkan kepada

Raja Sabur melalui seorang bekas budaknya, maka Raja Sabur dapat membuka benteng tersebut. Menurut riwayat yang lain, si putri menunjukkan kepada mereka sebuah rajah yang berada di dalam benteng itu.

Benteng tersebut tidak akan dapat dibuka sebelum diambil seckor burung merpati abu-abu, lalu kedua kakinya dibasahi dengan kotoran darali haid seorang gadis yang bermata biru, kemudian baru dilepaskan terbang.

Apabila burung merpati itu hinggap di atas tembok benteng, maka tembok benteng itu akan runtuh dan terbukalah pintu gerbangnya. Raja Sabur melakukan hal tersebut. Setelah pintu gerbang benteng terbuka,

maka Sabur membunuh Raja Satirun dan berlaku sewenang-wenang kepada penduduk benteng, lalu merusaknya hingga menjadi puing-puing. Kemudian ia berangkat bersama putri tersebut yang telah ia kawini.

Tersebutlah bahwa di suatu malam hari ketika si putri telah berada di atas peraduannya, tiba-tiba ia gelisah, tidak dapat tidur. Hal ini membuat resah si raja, lalu ia mengambil sebuah lilin dan memeriksa tempat tidur istrinya,

ternyata ia menjumpai selembar daun pohon as (yang pada zaman itu sebagai kertas). Raja Sabur berkata kepadanya, "Rupanya inilah yang menyebabkan kamu tidak dapat tidur. Apakah yang telah dilakukan oleh ayahmu di masa lalu?"

Ia menjawab, "Dahulu ayahku menghamparkan kain sutra kasar buat permadaniku dan memakaikan kepadaku kain sutra yang indah-indah, serta memberiku makan sumsum dan memberiku minuman khamr."

At-Tabari menceritakan bahwa dahulu ayah si putri memberinya makan sumsum dan zubdah serta madu yang bermutu tinggi, dan memberinya minum khamr.At-Tabari menceritakan pula, bahwa Raja Sabur dapat melihat sumsum betisnya

(karena kecantikannya dan keindahan tubuhnya, pent.).Raja Sabur akhirnya berkata, "Ternyata jasa ayahmu itu dibalas olehmu dengan air tuba, dan engkau pun pasti akan lebih cepat melakukan hal yang sama terhadap diriku.


" Raja Sabur akhirnya memerintahkan agar permaisurinya itu ditangkap, lalu gelungan rambutnya diikatkan ke buntut kuda, kemudian kudanya dihardik untuk lari sekencang-kencangnya, hingga matilah ia diseret kuda.Firman Allah Swt.:


وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ


dan jika mereka memperoleh kebaikan. (An-Nisa: 78)Yaitu kemakmuran dan rezeki yang berlimpah berupa buah-buahan, hasil pertanian, banyak anak, dan lain-lainnya berupa rezeki. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Abul Aliyah, dan As-Saddi.


{يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ}


mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah," dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana. (An-Nisa: 78) Berupa paceklik, kekeringan, dan rezeki yang kering, atau tertimpa kematian anak atau tidak mempunyai penghasilan atau lain-lainnya yang merupakan bencana. Demikianlah menurut pendapat Abul Aliyah dan As-Saddi.


{يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِكَ}


mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." (An-Nisa: 78) Yakni dari sisi kamu, disebabkan kami mengikuti kamu dan memasuki agamamu. Seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya yang menceritakan perihal kaum Fir'aun, yaitu:


{فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ}


Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata, "Ini adalah karena (usaha) kami." Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang mengikutinya. (Al-A'raf: 131) Juga semakna dengan apa yang terkandung di dalam firman-Nya:


وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلى حَرْفٍ


Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. (Al-Hajj: 11), hingga akhir ayat.Demikian pula yang dikatakan oleh orang-orang munafik, yaitu mereka yang masuk Islam lahiriahnya, sedangkan hati mereka

benci terhadap Islam. Karena itulah bila mereka tertimpa bencana, maka mereka kaitkan hal itu dengan penyebab karena mengikuti Nabi Saw. As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan jika mereka memperoleh kebaikan.

(An-Nisa: 78) Yang dimaksud dengan al-hasanah ialah kemakmuran dan kesuburan yang membuat ternak mereka berkembang biak dengan pesatnya —begitu pula ternak kuda mereka— dan keadaan mereka menjadi membaik serta istri-istri mereka

melahirkan anak-anaknya. mereka mengaiakan, "Ini adalah dari sisi Allah," dan kalau mereka tertimpa sesuatu bencana. (An-Nisa: 78) Yang dimaksud dengan sayyiah ialah kekeringan (paceklik) dan bencana yang menimpa harta mereka;

maka mereka melemparkan kesialan itu kepada Nabi Muhammad Saw., lalu mereka mengatakan, "Ini gara-gara kamu." Dengan kata lain, mereka bermaksud bahwa karena kami meninggalkan agama kami dan mengikuti Muhammad,

akhirnya kami tertimpa bencana ini. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78) Adapun firman Allah Swt.: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa:78) Maksudnya,

semuanya itu adalah atas ketetapan dan takdir Allah, Dia melakukan keputusan-Nya terhadap semua orang, baik terhadap orang yang bertakwa maupun terhadap orang yang durhaka, dan baik terhadap orang mukmin maupun

terhadap orang kafir, tanpa pandang bulu. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78) Yaitu kebaikan dan keburukan itu semuanya dari Allah.

Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri.Kemudian Allah Swt. berfirman, mengingkari mereka yang mengatakan demikian yang timbul dari keraguan dan kebimbangan mereka, minimnya pemahaman dan ilmu mereka yang diliputi dengan kebodohan dan aniaya, yaitu:


{فَمَالِ هَؤُلاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا}


Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun. (An-Nisa: 78)Sehubungan dengan firman-Nya: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78) terdapat sebuah hadis garib yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar.


حَدَّثَنَا السَّكن بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ حَمَّادٍ، عَنْ مُقَاتِلِ بْنِ حَيَّان، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ فَأَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فِي قَبِيلَتَيْنِ مِنَ النَّاسِ، وَقَدِ ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا، فَجَلَسَ أَبُو بَكْرٍ قَرِيبًا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ وَجَلَسَ عُمَرُ قَرِيبًا مِنْ أَبِي بَكْرٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لِمَ ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُكُمَا؟ " فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ أَبُو بَكْرٍ: الْحَسَنَاتُ مِنَ اللَّهِ وَالسَّيِّئَاتُ مِنْ أَنْفُسِنَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَمَا قُلْتَ يَا عُمَرُ؟ " قَالَ: قُلْتُ: الْحَسَنَاتُ وَالسَّيِّئَاتُ مِنَ اللَّهِ. تَعَالَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَوَّلَ مَنْ تَكَلَّمَ فِيهِ جِبْرِيلُ وَمِيكَائِيلُ، فَقَالَ مِيكَائِيلُ مَقَالَتَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ، وَقَالَ جِبْرِيلُ مَقَالَتَكَ يَا عُمَرُ فَقَالَ: نَخْتَلِفُ فَيَخْتَلِفُ أَهْلُ السَّمَاءِ (3) وَإِنْ يَخْتَلِفْ أَهْلُ السَّمَاءِ يَخْتَلِفْ أَهْلُ الْأَرْضِ. فَتَحَاكَمَا إِلَى إِسْرَافِيلَ، فَقَضَى بَيْنَهُمْ أَنَّ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ مِنَ اللَّهِ". ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ فَقَالَ "احْفَظَا قَضَائِي بَيْنَكُمَا، لَوْ أَرَادَ اللَّهُ أَلَّا يُعْصَى لَمْ يَخْلُقْ إِبْلِيسَ".


Telah menceritakan kepada kami As-Sakan ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Hammad, dari Muqatil ibnu Hayyan, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya

yang telah menceritakan, "Ketika kami sedang duduk di sisi Rasulullah Saw., datanglah Abu Bakar bersama dua kabilah, suara mereka kedengaran amat gaduh. Lalu Abu Bakar duduk di dekat Nabi Saw. dan Umar pun duduk di dekat Abu Bakar.

Maka Rasulullah Saw. bertanya, 'Mengapa suara kamu berdua kedengaran gaduh?' Seorang lelaki memberikan jawaban, 'Wahai Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa semua kebaikan dari Allah dan semua keburukan dari diri kita sendiri.'

Rasulullah Saw. bersabda, 'Lalu apakah yang kamu katakan, hai Umar?' Umar menjawab, 'Aku katakan bahwa semua kebaikan dan keburukan dari Allah.' Rasulullah Saw. bersabda, 'Sesungguhnya orang yang mula-mula membicarakan masalah ini

adalah Jibril dan Mikail. Mikail mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan olehmu, hai Abu Bakar. Sedangkan Jibril mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan olehmu, hai Umar.' Nabi Saw. melanjutkan kisahnya,

'Penduduk langit pun berselisih pendapat mengenainya. Jika penduduk langit berselisih, maka penduduk bumi pun berselisih pula. Lalu keduanya mengajukan permasalahannya kepada Malaikat Israfil. Maka Israfil memutuskan di antara mereka

dengan keputusan bahwa semua kebaikan dan semua keburukan berasal dari Allah.' Kemudian Rasulullah Saw. berpaling ke arah Abu Bakar dan Umar, lalu bersabda, 'Ingatlah keputusanku ini olehmu berdua. Seandainya Allah berkehendak

untuk tidak didurhakai, niscaya Dia tidak akan menciptakan iblis'."Syaikhul Islam Taqiyud Din Abul Abbas Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadis ini maudu' lagi buatan, menurut kesepakatan ahli ma'rifah (para ulama).

Kemudian Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya, tetapi makna yang dimaksud ialah mencakup semua orang, sehingga firman berikut dapat dianggap sebagai jawaban, yaitu:


{مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ}


Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah. (An-Nisa: 79) Yakni dari kemurahan Allah, kasih sayang serta rahmat-Nya.


{وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ}


dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. (An-Nisa: 79) Yaitu akibat perbuataninu sendiri. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


وَما أَصابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِما كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ


Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahanmu). (Asy-Syura: 30)As-Saddi, Al-Hasan Al-Basri, Ibnu Juraij, dan Ibnu Zaid mengatakan

sehubungan dengan firman-Nya: maka dari dirimu sendiri. (An-Nisa: 79) Yaitu disebabkan dosamu sendiri.Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka dari dirimu sendiri. (An-Nisa: 79) sebagai hukuman buatmu,

hai anak Adam, karena dosamu sendiri. Qatadah mengatakan, telah diriwayatkan kepada kami bahwa Nabi Saw. telah bersabda:


«لَا يُصِيبُ رَجُلًا خَدْشُ عُودٍ وَلَا عَثْرَةُ قَدَمٍ، وَلَا اخْتِلَاجُ عِرْقٍ إِلَّا بِذَنْبٍ، وَمَا يَعْفُو اللَّهُ أَكْثَرُ»


Tidak sekali-kali seseorang terkena lecet (karena tertusuk) kayu, tidak pula kakinya tersandung, tidak pula uratnya terkilir, melainkan karena dosa(nya), tetapi yang dimaafkan oleh Allah jauh lebih banyak.Hadis mursal yang diriwayatkan oleh Qatadah ini telah diriwayatkan secara muttasil di dalam kitab sahih, yang bunyinya mengatakan:


«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ هَمٌّ وَلَا حَزَنٌ، وَلَا نَصَبٌ، حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ»


Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiada suatu kesusahan pun yang menimpa orang mukmin, tiada suatu kesedihan pun, dan tiada suatu kelelahan pun, hingga duri yang menusuk (kaki)nya, melainkan Allah

menghapuskan sebagian dari dosa-dosanya karena musibah itu.Abu Saleh mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan)mu sendiri. (An-Nisa: 79) Yakni karena dosamu sendiri,

dan Akulah (kata Allah) yang menakdirkannya atas dirimu. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Salil ibnu Bakkar,

telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Syaiban, telah menceritakan kepadaku Uqbah ibnu Wasil (keponakan Mutarrif), dari Mutarrif ibnu Abdullah sendiri yang mengatakan, "Apakah yang kalian kehendaki dari masalah takdir ini,

tidakkah mencukupi kalian ayat yang ada di dalam surat An-Nisa," yaitu firman-Nya: dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah." Dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana, mereka mengatakan,

"Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." (An-Nisa: 78) Yaitu karena dirimu. Demi Allah, mereka tidak diserahkan kepada takdir sepenuhnya karena mereka telah diperintah, dan ternyata yang terjadi adalah seperti yang mereka alami.

Hal ini merupakan pendapat yang kuat lagi kokoh untuk membantah aliran Qadariyah dan Jabariyah sekaligus. Mengenai rinciannya, disebutkan di dalam kitab yang lain.Firman Allah Swt.:


وَأَرْسَلْناكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا


Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap manusia. (An-Nisa: 79)untuk menyampaikan kepada mereka syariat-syariat (perintah-perintah) Allah, hal-hal yang disukai dan diridai-Nya, serta semua hal yang dibenci dan ditolak-Nya.


{وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا}


Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (An-Nisa: 79) Yakni saksi yang menyatakan bahwa Dialah yang mengutusmu. Dia menjadi saksi pula antara kamu dan mereka, Dia Maha Mengetahui semua yang engkau sampaikan kepada mereka,

juga jawaban serta sanggahan mereka terhadap perkara hak yang kamu sampaikan kepada mereka karena kekufuran dan keingkaran mereka.

Surat An-Nisa |4:78|

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ ۗ وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هَٰذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هَٰذِهِ مِنْ عِنْدِكَ ۚ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ فَمَالِ هَٰؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا

aina maa takuunuu yudrikkumul-mautu walau kuntum fii buruujim musyayyadah, wa in tushib-hum ḥasanatuy yaquuluu haażihii min 'indillaah, wa in tushib-hum sayyi`atuy yaquuluu haażihii min 'indik, qul kullum min 'indillaah, fa maali haaa`ulaaa`il-qoumi laa yakaaduuna yafqohuuna ḥadiiṡaa

Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, "Ini dari sisi Allah," dan jika mereka ditimpa suatu keburukan mereka mengatakan, "Ini dari engkau (Muhammad)." Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)?

Wherever you may be, death will overtake you, even if you should be within towers of lofty construction. But if good comes to them, they say, "This is from Allah "; and if evil befalls them, they say, "This is from you." Say, "All [things] are from Allah." So what is [the matter] with those people that they can hardly understand any statement?

Tafsir
Jalalain

(Di mana pun kamu berada, pastilah akan dicapai oleh maut sekalipun kamu di benteng yang tinggi lagi kokoh) karena itu janganlah takut berperang lantaran cemas akan mati.

(Dan jika mereka ditimpa) yakni orang-orang Yahudi (oleh kebaikan) misalnya kesuburan dan keluasan (mereka berkata, "Ini dari Allah." Dan jika mereka ditimpa oleh keburukan) misalnya ,

kekeringan dan bencana seperti yang mereka alami sewaktu kedatangan Nabi saw. ke Madinah (mereka berkata, "Ini dari sisimu,") hai Muhammad artinya ini karena kesialanmu! (Katakanlah) kepada mereka

(Semuanya) baik kebaikan atau keburukan (dari sisi Allah) berasal daripada-Nya. (Maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan) yang disampaikan kepada Nabi mereka.

Mengapa pertanyaan disertai keheranan, melihat kebodohan mereka yang amat sangat. Dan ungkapan "hampir-hampir tidak memahami" lebih berat lagi dari "tidak memahaminya sama sekali."

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 78 |

Penjelasan ada di ayat 77

Surat An-Nisa |4:79|

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا

maaa ashoobaka min ḥasanatin fa minallohi wa maaa ashoobaka min sayyi`atin fa min nafsik, wa arsalnaaka lin-naasi rosuulaa, wa kafaa billaahi syahiidaa

Kebajikan apa pun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi.

What comes to you of good is from Allah, but what comes to you of evil, [O man], is from yourself. And We have sent you, [O Muhammad], to the people as a messenger, and sufficient is Allah as Witness.

Tafsir
Jalalain

(Apa pun yang kamu peroleh) hai manusia (berupa kebaikan, maka dari Allah) artinya diberi-Nya kamu karena karunia dan kemurahan-Nya (dan apa pun yang menimpamu berupa keburukan) atau bencana

(maka dari dirimu sendiri) artinya karena kamu melakukan hal-hal yang mengundang datangnya bencana itu. (Dan Kami utus kamu) hai Muhammad (kepada manusia sebagai rasul)

menjadi hal yang diperkuat.(Dan cukuplah Allah sebagai saksi) atas kerasulanmu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 79 |

Penjelasan ada di ayat 77

Surat An-Nisa |4:80|

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَنْ تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

may yuthi'ir-rosuula fa qod athoo'alloh, wa man tawallaa fa maaa arsalnaaka 'alaihim ḥafiizhoo

Barang siapa menaati Rasul (Muhammad) maka sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu) maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka.

He who obeys the Messenger has obeyed Allah; but those who turn away - We have not sent you over them as a guardian.

Tafsir
Jalalain

(Siapa menaati Rasul, maka sesungguhnya ia telah menaati Allah, dan siapa yang berpaling) artinya tak mau menaatinya, maka bukan menjadi urusanmu (maka Kami tidaklah mengutusmu sebagai pemelihara)

atau penjaga amal-amal perbuatan mereka, tetapi hanyalah sebagai pemberi peringatan sedangkan urusan mereka terserah kepada Kami dan Kami beri ganjaran dan balasannya. Ini sebelum datangnya perintah berperang.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 80 |

Tafsir ayat 80-81

Allah Swt. memberitahukan perihal hamba dan Rasul-Nya (yaitu Nabi Muhammad Saw.), bahwa barang siapa yang menaatinya, berarti ia taat kepada Allah. Barang siapa yang durhaka kepadanya, berarti ia durhaka kepada Allah.

Hal tersebut tidak lain karena apa yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) bukan menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diturunkan kepadanya.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَان، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي".


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

Barang siapa yang taat kepadaku, berarti ia taat kepada Allah; dan barang siapa yang durhaka kepadaku, berarti ia durhaka kepada Allah. Barang siapa yang menaati amir(ku), berarti ia taat kepadaku; dan barang siapa yang durhaka

kepada amir(ku), berarti ia durhaka kepadaku.Hadis ini disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Al-A'masy dengan lafaz yang sama. Firman Allah Swt.:


وَمَنْ تَوَلَّى فَما أَرْسَلْناكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظاً


Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (An-Nisa: 80)Tugasmu bukan untuk itu, melainkan hanyalah menyampaikan. Untuk itu barang siapa yang mengikutimu,

maka berbahagia dan selamatlah ia, sedangkan bagimu ada pahala yang semisal dengan pahala yang diperolehnya. Barang siapa yang berpaling darimu, maka rugi dan kecewalah dia, sedangkan kamu tidak dikenai beban sedikit pun dari urusannya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebut oleh sebuah hadis yang mengatakan:


«مَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ رَشَدَ، وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّهُ لَا يَضُرُّ إِلَّا نَفْسَهُ»


Barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, berarti ia telah mendapat petunjuk; dan barang siapa yang durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia tidak membahayakan selain hanya terhadap dirinya sendiri. Firman Allah Swt.:


وَيَقُولُونَ طاعَةٌ


Dan mereka mengatakan, "(Kewajiban kami hanyalah) taat." (An-Nisa: 81)Allah Swt. menceritakan perihal kaum munafik, bahwa mereka menampakkan setuju dan taat hanya pada lahiriahnya saja.


{فَإِذَا بَرَزُوا مِنْ عِنْدِكَ}


Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu. (An-Nisa: 81) Yakni pergi dan tidak kelihatan olehmu.


{بَيَّتَ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ غَيْرَ الَّذِي تَقُولُ}


sebagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. (An-Nisa: 81) Yaitu dengan diam-diam di malam harinya mereka mengatur siasat di antara sesama mereka yang bertentangan dengan apa yang mereka lahirkan di hadapanmu. Maka Allah Swt. berfirman:


{وَاللَّهُ يَكْتُبُ مَا يُبَيِّتُونَ}


Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu. (An-Nisa: 81) Allah mengetahui dan mencatatnya ke dalam buku catatan amal perbuatan mereka. Hal ini dilakukan oleh para malaikat pencatat amal perbuatan yang ditugaskan oleh Allah Swt.

untuk menanganinya terhadap semua hamba-Nya.Di dalam firman ini terkandung ancaman yang tersimpulkan dari pemberitahuan Allah yang menyatakan bahwa Dia mengetahui semua yang tersimpan di dalam hati mereka, semua hal yang mereka

rahasiakan di antara sesamanya, dan semua makar yang mereka sepakati di malam hari (yaitu makar untuk menentang Rasulullah Saw. dan mendurhakainya), sekalipun pada lahiriahnya mereka bersikap menampakkan ketaatan dan sikap setuju.

Kelak di hari kemudian Allah akan membalas perbuatan mereka itu terhadap diri mereka. Perihal mereka sama dengan yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنا


Dan mereka berkata, "Kami telah beriman Kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya)." (An-Nur: 47), hingga akhir ayat.Mengenai firman Allah Swt.:


{فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ}


maka berpalinglah kamu dari mereka. (An-Nisa: 81) Dengan kata Lain, maafkanlah mereka dan bersabarlah terhadap mereka; jangan kamu menghukum mereka, jangan kamu sebarkan perihal mereka (orang-orang munafik itu) di kalangan orang banyak, jangan pula kamu merasa takut terhadap ancaman mereka.


{وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا}


dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung. (An-Nisa: 81) Dengan kata lain, cukuplah Allah sebagai Penolong, Pelindung, dan Pembantu bagi orang yang bertawakal dan berserah diri kepada-Nya.

Surat An-Nisa |4:81|

وَيَقُولُونَ طَاعَةٌ فَإِذَا بَرَزُوا مِنْ عِنْدِكَ بَيَّتَ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ غَيْرَ الَّذِي تَقُولُ ۖ وَاللَّهُ يَكْتُبُ مَا يُبَيِّتُونَ ۖ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ وَكِيلًا

wa yaquuluuna thoo'atun fa iżaa barozuu min 'indika bayyata thooo`ifatum min-hum ghoirollażii taquul, wallohu yaktubu maa yubayyituun, fa a'ridh 'an-hum wa tawakkal 'alalloh, wa kafaa billaahi wakiilaa

Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan, "(Kewajiban kami hanyalah) taat." Tetapi, apabila mereka telah pergi dari sisimu (Muhammad), sebagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah mencatat siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah dari mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah yang menjadi pelindung.

And they say, "[We pledge] obedience." But when they leave you, a group of them spend the night determining to do other than what you say. But Allah records what they plan by night. So leave them alone and rely upon Allah. And sufficient is Allah as Disposer of affairs.

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka berkata) maksudnya orang-orang munafik, jika mereka datang kepadamu, "Kewajiban kami hanyalah (taat) kepadamu." (Tetapi apabila mereka telah keluar dari sisimu, segolongan di antara mereka menyembunyikan)

ta diidgamkan kepada tha dan boleh pula tidak (lain dari apa yang mereka katakan) padamu di hadapanmu tadi berupa ketaatan, tegasnya mereka menyembunyikan kedurhakaan mereka (Allah menulis) maksudnya,

menyuruh malaikat menulis (apa yang mereka sembunyikan itu) yakni dalam buku-buku catatan mereka agar menerima pembalasan nanti (maka berpalinglah kamu dari mereka) dengan memaafkan mereka

(dan bertawakallah kepada Allah) artinya percayalah kepada-Nya karena Dia pasti melindungimu (dan cukuplah Allah itu sebagai pelindung) atau tempat bertawakal.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 81 |

Penjelasan ada di ayat 80

Surat An-Nisa |4:82|

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

a fa laa yatadabbaruunal-qur`aan, walau kaana min 'indi ghoirillaahi lawajaduu fiihikhtilaafang kaṡiiroo

Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur´an? sekiranya (Al-Qur´an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.

Then do they not reflect upon the Qur'an? If it had been from [any] other than Allah, they would have found within it much contradiction.

Tafsir
Jalalain

(Apakah mereka tidak memperhatikan) merenungkan (Alquran) dan makna-makna indah yang terdapat di dalamnya.

(Sekiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah akan mereka jumpai di dalamnya pertentangan yang banyak) baik dalam makna maupun dalam susunannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 82 |

Tafsir ayat 82-83

Allah Swt. memerintahkan kepada mereka untuk memperhatikan apa yang terkandung di dalam Al-Qur'an, juga melarang mereka berpaling darinya dan dari memahami makna-maknanya yang muhkam serta lafaz-lafaznya yang mempunyai

paramasastra yang tinggi. Allah Swt. memberitahukan kepada mereka bahwa tidak ada pertentangan, tidak ada kelabilan, dan tidak ada perbedaan di dalam Al-Qur'an karena Al-Qur'an diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana

lagi Maha Terpuji. Al-Qur'an adalah perkara yang hak dari Tuhan Yang Mahabenar. Karena itulah dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:


أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلى قُلُوبٍ أَقْفالُها


Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad: 24)Kemudian Allah Swt. berfirman:


{وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ}


Kalau kiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah. (An-Nisa: 82) Seandainya Al-Qur'an itu dibuat-buat sendiri, seperti yang dikatakan oleh sebagian kaum musyrik dan kaum munafik yang bodoh dalam hati mereka.


{لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا}


tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (An-Nisa: 82) Yaitu niscaya dijumpai banyak pertentangan dan kelabilan. Dengan kata lain, sedangkan Al-Qur'an itu ternyata bebas dari pertentangan;

hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an itu dari sisi Allah. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, menyitir perkataan orang-orang yang mendalam ilmunya, yaitu melalui firman-Nya:


آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنا


Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. (Ali Imran: 7)Baik yang muhkam maupun yang mutasyabih, semuanya benar. Karena itulah mereka mengembalikan (merujukkan) yang mutasyabih kepada

yang muhkam, dan akhirnya mereka mendapat petunjuk. Sedangkan orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, mereka mengembalikan yang muhkam kepada yang mutasyabih; akhirnya mereka tersesat.

Karena itulah dalam ayat ini Allah memuji sikap orang-orang yang mendalam ilmunya dan mencela orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، حَدَّثَنَا أَبُو حَازِمٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: لَقَدْ جَلَسْتُ أَنَا وَأَخِي مَجْلِسًا مَا أُحِبُّ أَنَّ لِي بِهِ حُمر النَّعم، أَقْبَلْتُ أَنَا وَأَخِي وَإِذَا مَشْيَخَةٌ مِنْ صَحَابَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى بَابٍ مِنْ أَبْوَابِهِ، فَكَرِهْنَا أَنْ نُفَرِّقَ بَيْنَهُمْ، فَجَلَسْنَا حَجْرَة، إِذْ ذَكَرُوا آيَةً مِنَ الْقُرْآنِ، فَتَمَارَوْا فِيهَا حَتَّى ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمْ، فَخَرَجَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُغْضَبًا حَتَّى احْمَرَّ وَجْهُهُ، يَرْمِيهِمْ بِالتُّرَابِ، وَيَقُولُ: "مَهْلًا يَا قَوْمُ، بِهَذَا أُهْلِكَتِ الْأُمَمُ مَنْ قَبْلِكُمْ بِاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، وَضَرْبِهِمُ الْكُتُبَ بَعْضَهَا ببعض، إن القرآن لم ينزل يكذب بَعْضُهُ بَعْضًا، بَلْ يُصَدِّقُ بَعْضُهُ بَعْضًا، فَمَا عَرَفْتُمْ مِنْهُ فَاعْمَلُوا بِهِ، وَمَا جَهِلْتُمْ مِنْهُ فردوه إِلَى عالمِه"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Abu Hazim, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya,

dari kakeknya yang menceritakan bahwa ia dan saudaranya duduk di sebuah majelis yang lebih ia sukai daripada memiliki ternak unta yang unggul. Ketika dia dan saudaranya telah berada di dalam majelis itu, tiba-tiba beberapa sesepuh

dari kalangan sahabat Nabi Saw. berada di sebuah pintu dari pintu-pintu yang biasa dilalui oleh Nabi Saw. Maka kami tidak suka bila memisahkan di antara mereka, hingga kami terpaksa duduk di pinggir. Saat itu mereka sedang membicarakan

suatu ayat dari Al-Qur'an, lalu mereka berdebat mengenainya hingga suara mereka saling menegang. Maka Rasulullah Saw. keluar dalam keadaan marah hingga roman wajahnya kelihatan merah, lalu beliau menaburkan debu kepada mereka

yang berdebat itu dan bersabda: Tenanglah hai kaum, karena hal inilah umat-umat terdahulu sebelum kalian binasa, yaitu karena pertentangan mereka dengan nabi-nabi mereka dan mengadu-adukan sebagian dari isi Al-Ki-tab

dengan sebagian yang lain. Sesungguhnya Al-Qur'an tidak diturunkan untuk mendustakan sebagian darinya terhadap sebagian yang lain. Tetapi ia diturunkan untuk membenarkan sebagian daripadanya terhadap sebagian yang lain.

Karena itu, apa yang kalian ketahui dari Al-Qur'an, amatkanlah ia; dan apa yang kalian tidak mengerti darinya, maka kembalikanlah kepada yang mengetahuinya.Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad melalui Abu Mu'awiyah, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan:


خَرَجَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ، وَالنَّاسُ يَتَكَلَّمُونَ فِي الْقَدَرِ، فَكَأَنَّمَا يُفْقَأ فِي وَجْهِهِ حَبُّ الرُّمان مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ لَهُمْ: "مَا لَكُمْ تَضْرِبُونَ كِتَابَ اللَّهِ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ؟ بِهَذَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ". قَالَ: فَمَا غَبَطْتُ نَفْسِي بِمَجْلِسٍ فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ولم أَشْهَدْهُ مَا غَبَطْتُ نَفْسِي بِذَلِكَ الْمَجْلِسِ، أَنِّي لَمْ أَشْهَدْهُ.


bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. keluar, yaitu ketika para sahabat sedang memperbincangkan masalah takdir. Saat itu wajah beliau seakan-akan seperti biji delima yang merah karena marah. Lalu beliau Saw. bersabda kepada mereka:

Mengapa kalian mengadukan Kitabullah sebagian darinya dengan sebagian yang lain? Hal inilah yang menyebabkan orang-orang sebelum kalian binasa. Perawi mengatakan bahwa sejak saat itu tiada suatu majelis pun yang di dalamnya

ada Rasulullah Saw. yang lebih ia sukai daripada majelis tersebut. Sekiranya dia tidak menyaksikannya, amat kecewalah dia.Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Daud ibnu Abu Hindun dengan sanad yang sama dan dengan lafaz yang semisal.


قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي عمْران الجَوْني قَالَ: كَتَبَ إِلَيَّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَبَاح، يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: هَجَّرتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا، فَإِنَّا لَجُلُوسٌ إِذِ اخْتَلَفَ اثْنَانِ فِي آيَةٍ، فَارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا فَقَالَ: "إِنَّمَا هَلَكَتِ الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ بِاخْتِلَافِهِمْ فِي الْكِتَابِ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Abu Imran Al-Juni yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Rabbah pernah menulis surat kepadanya,

menceritakan sebuah hadis yang ia terima dari Abdullah ibnu Amr. Disebutkan bahwa pada suatu siang hari Abdullah ibnu Amr ia berangkat menemui Rasulullah Saw. Saat itu ketika dia dan yang lainnya sedang duduk,

tiba-tiba ada dua orang berselisih pendapat tentang makna sebuah ayat, hingga suara mereka berdua menjadi mengeras dan bersitegang. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya penyebab yang membinasakan orang-orang

sebelum kalian hanyalah karena pertentangan mereka mengenai Al-Kitab.Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Zaid dengan lafaz yang sama. Firman Allah Swt.:


وَإِذا جاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذاعُوا بِهِ


Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. (An-Nisa: 83)Hal ini merupakan pengingkaran terhadap orang yang tergesa-gesa dalam menanggapi berbagai urusan

sebelum meneliti kebenarannya, lalu ia memberitakan dan menyiarkannya, padahal belum tentu hal itu benar.Imam Muslim mengatakan di dalam mukadimah (pendahuluan) kitab sahihnya:


حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "كفى بالمرء كذبا أَنْ يُحدِّث بِكُلِّ مَا سَمِعَ"


telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami Syu'bah.dari Habib ibnu Abdur Rahman, dari Hafs ibnu Asim, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw.

yang telah bersabda: Cukuplah kedustaan bagi seseorang bila dia menceritakan semua apa yang didengarnya.Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud di dalam Kitabul Adab, bagian dari kitab sunnahnya,

dari Muhammad ibnul Husain ibnu Isykab, dari Ali ibnu Hafs, dari Syu'bah secara musnad.Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui hadis Mu'az ibnu Hisyam Al-Anbari dan Abdur-Rahman ibnu Mahdi. Bcgitu juga Imam Abu Daud,

meriwayatkannya melalui hadis Hafs ibnu Amr An-Namiri. Ketiga-tiganya dari Syu'bah, dari Habib, dari Hafs ibnu Asim dengan lafaz yang sama secara mursal.Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Al-Mugirah ibnu Syu'bah hadis berikut,

bahwa Rasulullah Saw. telah melarang perbuatan qil dan qal. Makna yang dimaksud ialah melarang perbuatan banyak bercerita tentang apa yang dibicarakan oleh orang-orang tanpa meneliti kebenarannya,

tanpa menyeleksinya terlebih dahulu, dan tanpa membuktikannya.Di dalam kitab Sunan Abu Daud disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"بِئْسَ مَطِيَّة الرَّجُلِ زَعَمُوا عَلَيْهِ".


Seburuk-buruk lisan seseorang ialah (mengatakan) bahwa mereka menduga (anu dan anu).Di dalam kitab sahih disebutkan hadis berikut, yaitu:


«مَنْ حَدَّثَ بِحَدِيثٍ وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ»


Barang siapa yang menceritakan suatu kisah, sedangkan ia menganggap bahwa kisahnya itu dusta, maka dia termasuk salah seorang yang berdusta. Dalam kesempatan ini kami ketengahkan sebuah hadis dari Umar ibnul Khattab yang telah disepakati kesahihannya:


حِينَ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَّق نِسَاءَهُ، فَجَاءَهُ مِنْ مَنْزِلِهِ حَتَّى دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَوَجَدَ النَّاسَ يَقُولُونَ ذَلِكَ، فَلَمْ يَصْبِرْ حَتَّى اسْتَأْذَنَ عَلِيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَفْهَمَهُ: أَطَلَّقْتَ نِسَاءَكَ؟ قَالَ: "لَا". فَقُلْتُ اللَّهُ أَكْبَرُ. وَذَكَرَ الْحَدِيثَ بِطُولِهِ.


yaitu ketika ia mendengar berita bahwa Nabi Saw. menceraikan istri-istrinya. Maka ia datang dari rumahnya, lalu masuk ke dalam masjid, dan ia menjumpai banyak orang yang sedang memperbincangkan berita itu. Umar tidak sabar menunggu,

lalu ia meminta izin menemui Nabi Saw. dan menanyakan kepadanya apakah memang benar beliau menceraikan semua istrinya? Ternyata jawaban Rasulullah Saw. negatif (yakni tidak). Maka ia berkata, "Allahu Akbar (Allah Mahabesar),"hingga akhir hadis. Menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim:


فَقُلْتُ: أَطَلَّقْتَهُنَّ؟ فَقَالَ: "لَا" فَقُمْتُ عَلَى بَابِ الْمَسْجِدِ فَنَادَيْتُ بِأَعْلَى صَوْتِي: لَمْ يُطَلِّقْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِسَاءَهُ. وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الأمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ} فَكُنْتُ أَنَا اسْتَنْبَطْتُ ذَلِكَ الْأَمْرَ.


aku (Umar) bertanya, "Apakah engkau menceraikan mereka semua?" Nabi Saw. menjawab, "Tidak." Aku bangkit dan berdiri di pintu masjid, lalu aku berkata dengan sekeras suaraku, menyerukan bahwa Rasulullah Saw.

tidak menceraikan istri-istrinya. Lalu turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada

Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). (An-Nisa: 83)Aku (kata Umar) termasuk salah seorang yang ingin mengetahui

kebenaran perkara tersebut.Makna (يَسْتَنْبِطُونَهُ) ialah menyimpulkannya dari sumbernya. Dikatakan اسْتَنْبَطَ الرَّجُلُ الْعَيْنَ, yang artinya lelaki itu menggali mata air dan mengeluarkan air dari dasarnya.Firman Allah Swt.:


لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطانَ إِلَّا قَلِيلًا


tentulah kalian mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian). (An-Nisa: 83)Ali ibnu Abu Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah orang-orang mukmin. Abdur-Razzak mengatakan, dari Ma'mar,

dari Qatadah, bahwa firman Allah berikut: Tentulah kalian mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja ( di antara kalian). (An-Nisa: 83) Makna yang dimaksud ialah kalian semuanya niscaya mengikuti langkah setan.

Orang yang mendukung pendapat ini (yakni yang mengartikan semuanya) memperkuat alasannya dengan ucapan At-Tirmah ibnu Hakim dalam salah satu bait syairnya ketika memuji Yazid ibnul Muhallab, yaitu:


أشَمَّ نديّ كَثِيرَ النوادي ... قَلِيلَ الْمَثَالِبِ وَالْقَادِحَةْ


Aku mencium keharuman nama orang yang sangat dermawan, tiada cela dan tiada kekurangan baginya.Makna yang dimaksud ialah tidak ada cela dan tidak ada kekurangannya, sekalipun diungkapkan dengan kata sedikit cela dan kekurangannya.

Surat An-Nisa |4:83|

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَىٰ أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ ۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا

wa iżaa jaaa`ahum amrum minal-amni awil-khoufi ażaa'uu bih, walau rodduuhu ilar-rosuuli wa ilaaa ulil-amri min-hum la'alimahullażiina yastambithuunahuu min-hum, walau laa fadhlullohi 'alaikum wa roḥmatuhuu lattaba'tumusy-syaithoona illaa qoliilaa

Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya. (Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ulil amri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu).

And when there comes to them information about [public] security or fear, they spread it around. But if they had referred it back to the Messenger or to those of authority among them, then the ones who [can] draw correct conclusions from it would have known about it. And if not for the favor of Allah upon you and His mercy, you would have followed Satan, except for a few.

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila datang kepada mereka suatu berita) mengenai hasil-hasil yang dicapai oleh ekspedisi tentara Nabi saw. (berupa keamanan) maksudnya kemenangan (atau ketakutan) maksudnya kekalahan (mereka lalu menyiarkannya).

Ayat ini turun mengenai segolongan kaum munafik atau segolongan orang-orang mukmin yang lemah iman mereka, dan dengan perbuatan mereka itu lemahlah semangat orang-orang mukmin dan kecewalah Nabi saw.

(Padahal kalau mereka menyerahkannya) maksudnya berita itu (kepada Rasul dan kepada Ulil amri di antara mereka) maksudnya para pembesar sahabat, jika mereka diam mengenai berita itu menunggu keputusannya

(tentulah akan dapat diketahui) apakah hal itu boleh disiarkan atau tidak (oleh orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya) artinya yang mengikuti perkembangannya dan dituntut untuk mengetahuinya,

mereka adalah orang-orang yang berhak menyiarkan berita itu (dari mereka) yakni Rasul dan Ulil amri (Dan kalau bukanlah karena karunia Allah kepadamu) yakni dengan agama Islam ,

(serta rahmat-Nya) kepadamu dengan Alquran (tentulah kamu sekalian akan mengikuti setan) untuk mengerjakan kekejian-kekejian yang diperintahkannya (kecuali sebagian kecil saja di antaramu) yang tidak.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 83 |

Penjelasan ada di ayat 82

Surat An-Nisa |4:84|

فَقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا تُكَلَّفُ إِلَّا نَفْسَكَ ۚ وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ ۖ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ وَاللَّهُ أَشَدُّ بَأْسًا وَأَشَدُّ تَنْكِيلًا

fa qootil fii sabiilillaah, laa tukallafu illaa nafsaka wa ḥarridhil-mu`miniin, 'asallohu ay yakuffa ba`sallażiina kafaruu, wallohu asyaddu ba`saw wa asyaddu tangkiilaa

Maka berperanglah engkau (Muhammad) di jalan Allah, engkau tidaklah dibebani melainkan atas dirimu sendiri. Kobarkanlah (semangat) orang-orang beriman (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak (mematahkan) serangan orang-orang yang kafir itu. Allah sangat besar kekuatan-(Nya) dan sangat keras siksa-(Nya).

So fight, [O Muhammad], in the cause of Allah; you are not held responsible except for yourself. And encourage the believers [to join you] that perhaps Allah will restrain the [military] might of those who disbelieve. And Allah is greater in might and stronger in [exemplary] punishment.

Tafsir
Jalalain

(Maka berperanglah kamu) hai Muhammad (di jalan Allah kamu tidaklah dibebani kecuali dengan kewajibanmu sendiri) maka janganlah pedulikan keengganan mereka dalam berperang itu.

Artinya, berperanglah kamu walau seorang diri, karena kamu telah dijamin akan beroleh kemenangan (dan kerahkanlah orang-orang mukmin) anjurkan mereka buat bertempur dan kobarkan semangat mereka

(semoga Allah menahan kekerasan) artinya serangan (orang-orang kafir itu. Dan Allah lebih keras lagi) dari mereka (dan lebih hebat lagi siksa-Nya).

Maka sabda Nabi saw., "Demi Tuhan yang diri saya berada dalam kekuasaan-Nya, saya akan pergi walaupun hanya seorang diri!" Lalu pergilah ia bersama 70 orang berkuda ke Badar Shughra

sehingga Allah pun menolak serangan orang-orang kafir itu dengan meniupkan ketakutan ke dalam hati mereka dan menahan Abu Sofyan supaya tidak keluar sebagaimana telah disebutkan dalam surah Ali Imran.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 84 |

Tafsir ayat 84-87

Allah Swt. memerintahkan kepada hamba dan Rasul-Nya (yaitu Nabi Muhammad Saw.) untuk ikut terjun ke dalam kancah peperangan, berjihad di jalan Allah. Barang siapa yang menolak, tidak ikut berperang, maka tiada paksaan atas dirinya untuk mengikuti peperangan. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:


{لَا تُكَلَّفُ إِلا نَفْسَكَ}


tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajibanmu sendiri. (An-Nisa: 84)Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Anir ibnu Nabih,

telah menceritakan kepada kami Hakkam, telah menceritakan kepada kami Al-Jarrah Al-Kindi, dari Abu Ishaq yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Barra ibnu Azib tentang seorang lelaki yang menghadapi musuh sebanyak

seratus orang, tetapi ia tetap berperang melawan mereka, yang pada akhirnya dia termasuk orang yang disebut di dalam firman-Nya: dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195)

Maka Al-Barra ibnu Azib menjawab bahwa Allah Swt. telah berfirman pula kepada Nabi-Nya, yaitu: Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat

orang-orang mukmin (untuk berperang). (An-Nisa: 84) Dengan kata Lain, lelaki tersebut tidak termasuk ke dalam larangan yang disebutkan ayat di atas.Imam Ahmad meriwayatkannya melalui Sulaiman ibnu Daud,

dari Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Abu Ishaq yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Barra mengenai seorang lelaki yang maju sendirian melawan orang-orang musyrik yang jumlahnya banyak,

apakah dia termasuk orang yang menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan? Al-Barra menjawabnya tidak, karena sesungguhnya Allah mengutus Rasul-Nya dan berfirman kepadanya: Maka berperanglah kamu pada jalan Allah,

tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. (An-Nisa: 84) Sesungguhnya hal yang kamu sebutkan hanyalah menyangkut masalah nafkah.Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur Abu Bakar ibnu Ayyasy

dan Ali ibnu Abu Saleh, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra dengan lafaz yang sama.Kemudian Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Nadr Al-Askari,

telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Abdur Rahman Al-Harsi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Himyar, telah menceritakan kepada kami Sufyan As'-Sauri, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang menceritakan bahwa

ketika diturunkan kepada Nabi Saw. ayat berikut, yaitu firman-Nya: Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri.

Kobarkanlah semangat orang-orang mukmin (untuk berperang). (An-Nisa: 84), hingga akhir ayat. Lalu Nabi Saw. bersabda kepada sahabat-sahabatnya:


"قَدْ أَمَرَنِي رَبِّي بِالْقِتَالِ فَقَاتِلُوا"


Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk berperang. Karena itu, berperanglah kalian.Hadis ini berpredikat garib. Firman Allah Swt.:


وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ


Kobarkanlah semangat orang-orang mukmin (untuk berperang). (An-Nisa: 84)Artinya, bangkitkanlah semangat untuk berperang, kobarkanlah semangat mereka,

dan tanamkanlah keberanian mereka untuk berperang. Seperti yang beliau Saw. katakan kepada para sahabatnya dalam Perang Badar ketika beliau sedang merapikan saf mereka:


"قُومُوا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السماوات والأرض"


Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya seluas bumi dan langit!Banyak hadis yang diriwayatkan mengenai masalah ini, yaitu anjuran berperang di jalan Allah, antara lain ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari melalui sahabat Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، وَصَامَ رَمَضَانَ، كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، هَاجَرَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ جَلَسَ فِي أَرْضِهِ الَّتِي وُلِدَ فِيهَا" قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا نُبَشِّرُ الناسَ بِذَلِكَ؟ فَقَالَ: "إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مائةَ دَرَجَةٍ، أعدَّها اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ. وَأَعْلَى الْجَنَّةِ، وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ، وَمِنْهُ تُفَجَّر أَنْهَارُ الْجَنَّةِ"


Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan puasa bulan Ramadan, maka sudah semestinya bagi Allah memasukkannya ke dalam surga, baik ia hijrah di jalan Allah ataupun tetap tinggal

di tempat kelahirannya. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bolehkah kami menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?" Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat seratus derajat (tingkatan)

yang telah disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang berjihad dijalan Allah; jarak antara tiap-tiap dua derajat sama dengan jarak antara langit dan bumi. Apabila kalian memohon kepada Allah, mintalah kepadanya surga Firdaus,

karena sesungguhnya surga Firdaus adalah tengah-tengah surga dan surga yang paling tinggi. Di atasnya terdapat Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah, dan dari surga Firdaus mengalirlah semua sungai surga.

Diriwayatkan hal yang semisal melalui hadis Ubadah, Mu'az, dan Abu Darda.Dari Abu Sa'id Al-Khudri, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"يَا أَبَا سعيد، من رضي بالله ربا، وبالإسلام دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ" قَالَ: فَعَجِبَ لَهَا أَبُو سَعِيدٍ فَقَالَ: أَعِدْهَا عليَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَفَعَلَ. ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَأُخْرَى يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا الْعَبْدَ مِائَةَ دَرَجَةٍ فِي الْجَنَّةِ، مَا بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ" قَالَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"


Hai Abu Sa'id, barang siapa yang rela Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Rasul dan Nabi (panutannya), maka pastilah ia masuk surga. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa mendengar hal itu Abu Sa'id

merasa takjub, lalu bertanya, "Ulangilah lagi kepadaku, wahai Rasulullah." Abu Sa'id mengucapkan demikian sebanyak tiga kali, kemudian baru Rasulullah Saw. bersabda lagi: Dan yang lainnya lagi menyebabkan Allah mengangkat seorang hamba

karenanya seratus derajat (tingkatan) di dalam surga; jarak antara tiap-tiap dua derajat sama dengan jarak antara langit dan bumi. Abu Sa'id Al-Khudri bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan apakah itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Berjihad di jalan Allah. Hadis riwayat Imam Muslim. Firman Allah Swt.:


عَسَى اللَّهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِينَ كَفَرُوا


Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. (An-Nisa: 84)Yaitu berkat upayamu dalam mengobarkan semangat mereka untuk berjihad, maka bangkitlah semangat mereka untuk melawan musuh-musuh mereka,

membela negeri Islam dan para pemeluknya, serta berjuang melawan mereka dengan penuh keteguhan dan kesabaran. Firman Allah Swt.:


وَاللَّهُ أَشَدُّ بَأْساً وَأَشَدُّ تَنْكِيلًا


Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan-(Nya). (An-Nisa: 84)Artinya, Dia berkuasa terhadap mereka di dunia dan di akhirat. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


ذلِكَ وَلَوْ يَشاءُ اللَّهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلكِنْ لِيَبْلُوَا بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ


Demikianlah, apabila Allah menghendaki, niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain. (Muhammad: 4), hingga akhir ayat.Adapun firman Allah Swt.:


{مَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَهُ نَصِيبٌ مِنْهَا}


Barang siapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian (pahala) darinya.(An-Nisa: 85) Maksudnya, barang siapa yang berupaya dalam suatu urusan, lalu ia menghasilkan hal yang baik darinya, maka dia memperoleh bagian darinya.


{وَمَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْهَا}


Dan barang siapa yang memberi syafaat yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa) darinya. (An-Nisa: 85) Yakni dia memperoleh dosa dari urusan tersebut yang diupayakannya dan telah diniatkannya sejak semula. Seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih dari Nabi Saw., bahwa beliau Saw. pernah bersabda:


"اشْفَعُوا تُؤْجَرُوا وَيَقْضِي اللَّهُ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ مَا شَاءَ".


Berikanlah syafaat, niscaya kamu beroleh pahala, dan Allah memutuskan melalui lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki-Nya.Mujahid ibnu Jabr mengatakan bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan syafaat orang-orang yang diberikan oleh

sebagian dari mereka untuk sebagian yang lain.Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: Barang siapa yang memberikan syafaat. (An-Nisa: 85) Dalam ayat ini tidak disebutkan barang siapa yang beroleh syafaat. Firman Allah Swt.:


وَكانَ اللَّهُ عَلى كُلِّ شَيْءٍ مُقِيتاً


Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (An-Nisa: 85)Menurut Ibnu Abbas, Ata, Atiyyah, Qatadah, dan Matar Al-Warraq, yang dimaksud dengan {مُقِيتًا} ialah Yang Maha Memelihara.Menurut Mujahid, lafaz {مُقِيتًا} artinya Maha Menyaksikan.

Menurut riwayat yang lain darinya, makna yang dimaksud ialah Maha Menghitung.Sa'id ibnu Jubair, As-Saddi, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Yang Mahakuasa.Menurut Abdullah ibnu Kasir, makna yang dimaksud ialah

Yang Maha Mengawasi.Menurut Ad-Dahhak, al-muqit artinya Yang Maha Memberi Rezeki.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim ibnu Mutarrif,

telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Ismail, dari seorang lelaki, dari Abdullah ibnu Rawwahah, bahwa ia pernah ditanya oleh seorang lelaki tentang makna firman-Nya:

Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (An-Nisa: 85)Maka ia menjawab bahwa Allah membalas setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya. Firman Allah Swt.:


وَإِذا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْها أَوْ رُدُّوها


Apabila kalian diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86)Apabila seorang muslim

mengucapkan salam kepada kalian, maka balaslah salamnya itu dengan salam yang lebih baik darinya, atau balaslah ia dengan salam yang sama. Salam lebihan hukumnya sunat, dan salam yang semisal hukumnya fardu.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ سَهْلٍ الرَّمْلِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ السَّري الْأَنْطَاكِيُّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ لَاحِقٍ، عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدي، عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ: "وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ". ثُمَّ أَتَى آخر فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ". ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ فَقَالَ لَهُ: "وَعَلَيْكَ" فَقَالَ لَهُ الرَّجُلُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، أَتَاكَ فُلَانٌ وَفُلَانٌ فَسَلَّمَا عَلَيْكَ فَرَدَدْتَ عَلَيْهِمَا أَكْثَرَ مِمَّا رَدَدْتَ عَلَيَّ. فَقَالَ: "إِنَّكَ لَمْ تَدَعْ لَنَا شَيْئًا، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا} فَرَدَدْنَاهَا عَلَيْكَ".


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Sahl Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnus Sirri Al-Intaki, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Lahiq, dari Asim Al-Ahwal, dari Abu Usman An-Nahdi,

dari Salman Al-Farisi yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu ia mengucapkan, "Assalamu 'alaika, ya Rasulullah (semoga keselamatan terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah)." Maka Rasulullah Saw.

menjawab: Semoga keselamatan dan rahmat Allah terlimpahkan atas dirimu. Kemudian datang pula lelaki yang lain dan mengucapkan, "Assalamu 'alaika, ya Rasulullah, warahmatullahi (semoga keselamatan dan rahmat Allah terlimpahkan

kepadamu, wahai Rasulullah)." Maka beliau Saw. menjawab: Semoga keselamatan dan rahmat serta berkah Allah terlimpahkan atas dirimu. Lalu datang lagi lelaki yang lain dan mengucapkan, "Assalamu 'alaika, ya Rasulullah,

warahmatullahi wabarakatuh (semoga keselamatan, rahmat Allah, dan berkah-Nya terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah)." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Hal yang sama semoga terlimpahkan kepadamu.

Maka lelaki yang terakhir ini bertanya, "Wahai Nabi Allah, demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu, telah datang kepadamu si anu dan si anu, lalu keduanya mengucapkan salam kepadamu dan engkau menjawab keduanya dengan jawaban

yang lebih banyak dari apa yang engkau jawabkan kepadaku." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Karena sesungguhnya engkau tidak menyisakannya buatku barang sedikit pun, Allah Swt. telah berfirman,

"Apabila kalian diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86),"

maka aku menjawabmu dengan salam yang serupa.Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim secara mu'allaq. Untuk itu ia mengatakan, telah diriwayatkan dari Ahmad ibnul Hasan dan Imam Turmuzi, telah menceritakan kepada kami

Abdullah ibnus Sirri Abu Muhammad Al-Intaki, bahwa Abul Hasan (seorang lelaki yang saleh) mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Lahiq, lalu ia mengetengahkan berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.

Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi ibnu Qani', telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami

Hisyam ibnu Lahiq Abu Usman, lalu ia mengetengahkan hadis yang semisal, tetapi aku tidak melihatnya di dalam kitab musnad.Hadis ini mengandung makna yang menunjukkan bahwa tidak ada tambahan dalam jawaban salam yang bunyinya

mengatakan, "Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Seandainya disyariatkan salam yang lebih banyak dari itu, niscaya Rasulullah Saw. menambahkannya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ -أَخُو سُلَيْمَانَ بْنِ كَثِيرٍ -حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ عَوْفٍ، عَنْ أَبِي رَجَاءٍ العُطَاردي، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَين؛ أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ فَرَدَّ عَلَيْهِ ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ: "عَشْرٌ". ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: "السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ. فَرَدَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ: "عِشْرُونَ". ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ. فَرَدَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ: "ثَلَاثُونَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir (saudara lelaki Sulaiman ibnu Kasir), telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, dari Auf, dari Abu Raja Al-Utaridi, dari Imran ibnul Husain

yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu mengucapkan, "Assalamu 'al'aikum, ya Rasulullah," lalu Rasulullah Saw. menjawabnya dengan jawaban yang sama, kemudian beliau duduk dan bersabda,

"Sepuluh." Kemudian datang lelaki lainnya dan mengucapkan, "Assalamu 'alaikum warahmatullahi, ya Rasulullah," lalu Rasulullah Saw. menjawabnya dengan jawaban yang sama, kemudian duduk dan bersabda, "Dua puluh."

Lalu datang lelaki lainnya dan bersalam, "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," maka Nabi Saw. membalasnya dengan salam yang serupa, kemudian duduk dan bersabda, "Tiga puluh."Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud,

dari Muhammad ibnu Kasir. Imam Turmuzi mengetengahkannya, begitu pula Imam Nasai dan Al-Bazzar yang juga melalui hadis Muhammad ibnu Kasir. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib bila ditinjau dari sanadnya.

Dalam bab yang sama diriwayatkan pula hadis dari Abu Sa'id, Ali, dan Sahl ibnu Hanif. Al-Bazzar mengatakan bahwa hal ini telah diriwayatkan pula dari Nabi Saw. melalui berbagai jalur, dan hadis ini merupakan hadis yang paling baik sanadnya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Harb Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Abdur Rahman Ar-Rawasi, dari Al-Hasan ibnu Saleh, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan,

"Barang siapa yang mengucapkan salam kepadamu dari kalangan makhluk Allah, jawablah salamnya, sekalipun dia adalah seorang Majusi." Demikian itu karena Allah Swt. telah berfirman: maka balaslah penghormatan itu dengan

yang lebih baik darinya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86)Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya. (An-Nisa: 86)

Yakni kepada orang-orang muslim (yang bersalam kepadamu). atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86) ditujukan kepada kafir zimmi.Akan tetapi, takwil ini masih perlu dipertimbangkan, atas dasar hadis di atas tadi

yang menyatakan bahwa makna yang dimaksud ialah membalas salam penghormatan dengan yang lebih baik. Apabila seorang muslim mengucapkan salam penghormatan dengan lafaz salam yang maksimal dari apa yang disyariatkan,

maka balasannya adalah salam yang serupa. Terhadap ahli zimmah (kafir zimmi), mereka tidak boleh dimulai dengan salam; dan jawaban terhadap mereka tidak boleh dilebihkan,

melainkan hanya dibalas dengan yang singkat, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمُ الْيَهُودُ فَإِنَّمَا يَقُولُ أَحَدُهُمْ: السَّامُّ عَلَيْكَ فَقُلْ: وَعَلَيْكَ"


Apabila orang Yahudi mengucapkan salam kepada kalian, maka sebenarnya yang diucapkan seseorang dari mereka adalah, "As-Samu'alaikum (kebinasaan semoga menimpa kamu), maka katakanlah, "Wa'alaika

(dan semoga kamu pun mendapat yang serupa)."Di dalam Sahih Muslim disebut melalui Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


«لَا تبدأوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ وَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فِي طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُمْ إِلَى أَضْيَقِهِ»


Janganlah kalian memulai salam kepada orang Yahudi dan orang Nasrani, dan apabila kalian bersua dengan mereka di jalan, maka desaklah mereka ke tempat yang paling sempit.Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari seorang laki-laki,

dari Al-Hasan Al-Basri yang mengatakan bahwa salam hukumnya sunat, sedangkan menjawabnya adalah wajib.Pendapat yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri ini juga dikatakan oleh semua ulama, bahwa menjawab salam hukumnya wajib

bagi orang yang ditujukan salam kepadanya. Maka berdosalah dia jika tidak melakukannya, karena dengan begitu berarti dia telah melanggar perintah Allah yang ada di dalam firman-Nya: maka balaslah penghormatan itu dengan

yang lebih baik darinya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86)Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud berikut sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أفلا أَدُلُّكُمْ عَلَى أمر إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ »


Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian tidak dapat masuk surga sebelum beriman, dan kalian belum beriman sebelum saling mengasihi. Maukah aku tunjukkan kalian kepada suatu perkara;

apabila kalian melakukannya, niscaya kalian akan saling mengasihi, yaitu: "Tebarkanlah salam di antara kalian."Firman Allah Swt.:


اللَّهُ لَا إِلهَ إِلَّا هُوَ


Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. (An-Nisa: 87)merupakan pemberitahuan tentang keesaan-Nya dan hanya Dialah Tuhan semua makhluk. Ungkapan ini mengandung qasam (sumpah) bagi firman selanjutnya, yaitu:


{لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ}


Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kalian di hari kiamat, yang tidak ada keraguan padanya. (An-Nisa: 87)Huruf lam yang terdapat pada lafaz لَيَجْمَعَنَّكُمْ merupakan pendahuluan bagi qasam. Dengan demikian, maka firman-Nya: Allah,

tidak ada Tuhan selain Dia. (An-Nisa: 87) merupakan kalimat berita dan sekaligus sebagai sumpah yang menyatakan bahwa Dia kelak akan menghimpun semua manusia dari yang awal hingga yang terakhir di suatu padang (mahsyar),

yakni pada hari kiamat nanti. Lalu Dia memberikan balasan kepada setiap orang yang beramal sesuai dengan amalnya masing-masing. Firman Allah Swt.:


وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثاً


Dan siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah? (An-Nisa: 87)Yakni tiada seorang pun yang lebih benar daripada Allah dalam perkataan, berita, janji, dan ancaman-Nya. Maka tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Penguasa selain Dia.

Surat An-Nisa |4:85|

مَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَهُ نَصِيبٌ مِنْهَا ۖ وَمَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْهَا ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُقِيتًا

may yasyfa' syafaa'atan ḥasanatay yakul lahuu nashiibum min-haa, wa may yasyfa' syafaa'atan sayyi`atay yakul lahuu kiflum min-haa, wa kaanallohu 'alaa kulli syai`im muqiitaa

Barang siapa memberi pertolongan dengan pertolongan yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian dari (pahala)nya. Dan barang siapa memberi pertolongan dengan pertolongan yang buruk, niscaya dia akan memikul bagian dari (dosa)nya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Whoever intercedes for a good cause will have a reward therefrom; and whoever intercedes for an evil cause will have a burden therefrom. And ever is Allah, over all things, a Keeper.

Tafsir
Jalalain

(Siapa memberikan syafaat) kepada sesama manusia (yakni syafaat yang baik) yang sesuai dengan syarat (niscaya akan memperoleh bagian) pahala (daripadanya) artinya disebabkannya.

(Dan siapa memberikan syafaat yang jelek) yakni yang bertentangan dengan syariat (maka ia akan memikul beban) dosanya (daripadanya) disebabkan perbuatannya itu.

(Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) sehingga setiap orang akan mendapat balasan yang setimpal daripada-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 85 |

Penjelasan ada di ayat 84

Surat An-Nisa |4:86|

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا

wa iżaa ḥuyyiitum bitaḥiyyatin fa ḥayyuu bi`aḥsana min-haaa au rudduuhaa, innalloha kaana 'alaa kulli syai`in ḥasiibaa

Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah (penghormatan itu yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.

And when you are greeted with a greeting, greet [in return] with one better than it or [at least] return it [in a like manner]. Indeed, Allah is ever, over all things, an Accountant.

Tafsir
Jalalain

(Apabila kamu diberi salam dengan suatu salam penghormatan) misalnya bila dikatakan kepadamu, "Assalamu'alaikum!" (maka balaslah) kepada orang yang memberi salam itu (dengan salam yang lebih baik daripadanya)

yaitu dengan mengatakan, "Alaikumus salaam warahmatullaahi wabarakaatuh." (atau balaslah dengan yang serupa) yakni dengan mengucapkan seperti apa yang diucapkannya.

Artinya salah satu di antaranya menjadi wajib sedangkan yang pertama lebih utama. (Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu) artinya membuat perhitungan dan akan membalasnya di antaranya ialah

terhadap membalas salam. Dalam pada itu menurut sunah, tidak wajib membalas salam kepada orang kafir, ahli bidah dan orang fasik. Begitu pula kepada orang Islam sendiri yakni orang yang sedang buang air,

yang sedang berada dalam kamar mandi dan orang yang sedang makan. Hukumnya menjadi makruh kecuali pada yang terakhir. Dan kepada orang kafir jawablah, "Wa`alaikum." Artinya: juga atasmu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 86 |

Penjelasan ada di ayat 84

Surat An-Nisa |4:87|

اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ ۗ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا

allohu laaa ilaaha illaa huw, layajma'annakum ilaa yaumil-qiyaamati laa roiba fiih, wa man ashdaqu minallohi ḥadiiṡaa

Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Dia pasti akan mengumpulkan kamu pada hari Kiamat yang tidak diragukan terjadinya. Siapakah yang lebih benar perkataan(Nya) daripada Allah?

Allah - there is no deity except Him. He will surely assemble you for [account on] the Day of Resurrection, about which there is no doubt. And who is more truthful than Allah in statement.

Tafsir
Jalalain

(Allah, tiada Tuhan selain Dia) dan Allah (akan menghimpun kamu) dari kubur-kuburmu (sampai) maksudnya pada (dari kiamat yang tak ada keraguan) atau kebimbangan (mengenainya. Dan siapa lagi)

artinya tidak ada seorang pun (yang lebih benar ucapannya daripada Allah). Tatkala orang-orang kembali dari perang Uhud, mereka berbeda pendapat mengenai orang-orang munafik.

Suatu golongan mengatakan, "Bunuhlah mereka!" Sedangkan satu golongan lagi mengatakan, "Jangan!" Maka turunlah ayat berikut ini:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 87 |

Penjelasan ada di ayat 84

Surat An-Nisa |4:88|

فَمَا لَكُمْ فِي الْمُنَافِقِينَ فِئَتَيْنِ وَاللَّهُ أَرْكَسَهُمْ بِمَا كَسَبُوا ۚ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَهْدُوا مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ ۖ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا

fa maa lakum fil-munaafiqiina fi`ataini wallohu arkasahum bimaa kasabuu, a turiiduuna an tahduu man adhollalloh, wa may yudhlilillaahu fa lan tajida lahuu sabiilaa

Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah mengembalikan mereka (kepada kekafiran) disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang yang telah dibiarkan sesat oleh Allah? Barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah, kamu tidak akan mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.

What is [the matter] with you [that you are] two groups concerning the hypocrites, while Allah has made them fall back [into error and disbelief] for what they earned. Do you wish to guide those whom Allah has sent astray? And he whom Allah sends astray - never will you find for him a way [of guidance].

Tafsir
Jalalain

(Mengapa kamu menjadi dua golongan menghadapi golongan munafik padahal Allah telah membalikkan mereka menjadi kafir) (disebabkan usaha mereka) berupa perbuatan maksiat dan kekafiran.

(Apakah kamu hendak menunjuki orang yang disesatkan oleh Allah) artinya kamu anggap mereka itu termasuk orang-orang yang beroleh petunjuk Pertanyaan pada kedua tempat berarti sanggahan.

(Siapa yang disesatkan oleh Allah maka kamu sekali-kali takkan mendapatkan jalan) untuk menunjukinya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 88 |

Tafsir ayat 88-91

Allah Swt. berfirman mengingkari perbuatan orang-orang mukmin dalam perselisihan mereka terhadap orang-orang munafik yang terbagi menjadi dua pendapat. Mengenai latar belakang turunnya ayat ini masih diperselisihkan.


فقال الإمام أحمد: حَدَّثَنَا بَهْز، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ عَدِيُّ بْنُ ثَابِتٍ: أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى أُحُد، فَرَجَعَ نَاسٌ خَرَجُوا مَعَهُ، فَكَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهِمْ فِرْقَتَيْنِ: فِرْقَةٌ تَقُولُ: نَقْتُلُهُمْ. وَفِرْقَةٌ تَقُولُ: لَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {فَمَا لَكُمْ فِي الْمُنَافِقِينَ فِئَتَيْنِ} فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّهَا طَيْبة، وَإِنَّهَا تَنْفِي الخَبَث كَمَا تَنْفِي النَّارُ خَبَثَ الْفِضَّةِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz, telah menceritakan kepada kami Syu'bah yang mengatakan bahwa Addi ibnu Sabit pernah mengatakan, telah menceritakan kepadanya Abdullah ibnu Yazid dari Zaid ibnu Sabit,

bahwa Rasulullah Saw. berangkat menuju medan Perang Uhud, lalu di tengah jalan sebagian orang yang tadinya berangkat bersama beliau kembali lagi ke Madinah. Sahabat-sahabat Rasulullah Saw. dalam menanggapi mereka yang kembali itu

ada dua pendapat: Suatu golongan berpendapat bahwa mereka harus dibunuh; sedangkan golongan yang lain mengatakan tidak boleh dibunuh, dengan alasan bahwa mereka masih orang-orang mukmin. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

Maka mengapa kalian menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik. (An-Nisa: 88) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Madinah itu adalah Tayyibah, dan sesungguhnya Madinah dapat membersihkan kotoran,

sebagaimana pandai besi dapat membersihkan kotoran (karat) besi.Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Syu'bah.Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar menyebutkan dalam peristiwa Perang Uhud, bahwa

Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul kembali (ke Madinah) bersama sepertiga pasukan, yakni kembali dengan tiga ratus personel, sedangkan Nabi Saw. ditinggalkan bersama tujuh ratus personel.Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini

diturunkan berkenaan dengan suatu kaum yang tinggal di Mekah. Mereka telah masuk Islam, tetapi mereka membantu kaum musyrik. Lalu kelompok ini keluar dari Mekah dalam rangka suatu keperluan yang menyangkut

kepentingan mereka (berniaga). Mereka mengatakan, "Jika kita bersua dengan sahabat-sahabat Muhammad, kita pasti tidak akan diapa-apakan oleh mereka." Lain halnya dengan kaum mukmin yang bersama Rasul Saw.

ketika disampaikan kepada mereka berita keluarnya kelompok tersebut dari Mekah, maka segolongan dari kaum mukmin mengatakan, "Ayo kita kejar pengecut-pengecut itu dan kita bunuh mereka, karena sesungguhnya mereka telah membantu

musuh untuk melawan kita." Sedangkan golongan yang lainnya mengatakan, "Mahasuci Allah —atau kalimat semacam itu—, apakah kalian akan membunuh suatu kaum yang pembicaraannya sama dengan apa yang kalian bicarakan

(yakni seagama) hanya karena mereka tidak ikut hijrah dan tidak mau meninggalkan rumah mereka, lalu kita dapat menghalalkan darah dan harta benda mereka?" Demikianlah tanggapan mereka terbagi menjadi dua golongan,

sedangkan Rasul Saw. saat itu berada di antara mereka, dan beliau Saw. tidak melarang salah satu golongan dari keduanya melakukan sesuatu. Lalu turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: Maka mengapa kalian menjadi dua golongan dalam

(menghadapi) orang-orang munafik (An-Nisa: 88)Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim.Hal yang mirip dengan hadis ini diriwayatkan melalui Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, Ikrimah, Mujahid, dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya.

Zaid ibnu Aslam meriwayatkan dari salah seorang anak Sa'd ibnu Mu'az, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan pergunjingan kabilah Aus dan kabilah Khazraj sehubungan dengan sikap Abdullah ibnu Ubay, ketika Rasulullah Saw.

berada di atas mimbar memaafkan sikapnya dalam kasus berita bohong. Akan tetapi, hadis ini garib. Menurut pendapat yang lainnya lagi, asbabun nuzul ayat ini bukan demikian.Firman Allah Swt.:


وَاللَّهُ أَرْكَسَهُمْ بِما كَسَبُوا


padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? (An-Nisa: 88)Yakni Allah mengembalikan mereka dan menjatuhkan mereka ke dalam kekeliruan.Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna

firman-Nya; "Arkasahum." Makna yang dimaksud ialah Allah telah menjatuhkan mereka. Sedangkan menurut Qatadah, maksudnya ialah Allah telah membinasakan mereka. Dan menurut As-Saddi ialah Allah telah me-nyesatkan mereka. Firman Allah Swt.:


{بِمَا كَسَبُوا}


disebabkan usaha mereka sendiri. (An-Nisa: 88) Yaitu disebabkan kedurhakaan mereka dan menentang Rasul serta mengikuti kebatilan.


{أَتُرِيدُونَ أَنْ تَهْدُوا مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلا}


Apakah kalian bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barang siapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kalian tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya. (An-Nisa: 88)

Maksudnya, tiada jalan baginya untuk mendapat hidayah dan ia tidak dapat melepaskan dirinya dari kesesatan menuju kepada jalan hidayah.Firman Allah Swt.:


وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَما كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَواءً


Mereka ingin kalian menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kalian menjadi sama (dengan mereka). (An-Nisa: 89)Dengan kata lain, sebenarnya mereka menghendaki kesesatan bagi kalian, agar kalian sama dengan mereka

dalam kesesatan. Hal tersebut tiada lain karena kerasnya permusuhan mereka dan kebencian mereka terhadap kalian orang-orang mukmin. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{فَلا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ أَوْلِيَاءَ حَتَّى يُهَاجِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا}


Maka janganlah kalian jadikan di antara mereka penolong-penolong (kalian), hingga mereka mau berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling. (An-Nisa: 89)Yakni tidak mau berhijrah,

menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi dari Ibnu Abbas. Sedangkan menurut As-Saddi, yang dimaksud dengan berpaling ialah memperlihatkan kekufuran mereka.


{فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَلا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا}


tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kalian menemuinya, dan janganlah kalian ambil seorang pun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong. (An-Nisa: 89) Artinya, janganlah kalian menjadikan mereka teman

dan penolong kalian dalam menghadapi musuh-musuh Allah, selagi sikap mereka masih tetap demikian.Dalam firman selanjutnya Allah mengecualikan dari mereka orang-orang yang disebutkan dalam ayat ini, yaitu:


{إِلا الَّذِينَ يَصِلُونَ إِلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ}


kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum yang antara kalian dan kaum itu telah ada perjanjian (damai). (An-Nisa: 90) Yaitu kecuali orang-orang yang berlindung dan berpihak kepada kaum yang antara kalian

dan mereka telah ada perjanjian gencatan senjata atau perjanjian damai, maka jadikanlah hukum mereka sama dengan hukum kaum yang berdamai dengan kalian itu. Demikianlah menurut pendapat As-Saddi, Ibnu Zaid, dan Ibnu Jarir.


وَقَدْ رَوَى ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدِ بْنِ جُدْعان، عَنِ الْحَسَنِ: أَنَّ سُرَاقَةَ بْنَ مَالِكٍ الْمُدْلِجِيَّ حَدَّثَهُمْ قَالَ: لَمَّا ظهر -يعني النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ وأُحُد، وَأَسْلَمَ مَنْ حَوْلَهُمْ قَالَ سُرَاقَةُ: بَلَغَنِي أَنَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَبْعَثَ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ إِلَى قَوْمِي -بَنِي مُدْلج -فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ: أَنْشُدُك النِّعْمَةَ. فَقَالُوا: صَهٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "دَعُوهُ، مَا تُرِيدُ؟ ". قَالَ: بَلَغَنِي أَنَّكَ تُرِيدُ أَنْ تَبْعَثَ إِلَى قَوْمِي، وَأَنَا أُرِيدُ أَنَّ تُوَادِعَهُمْ، فَإِنْ أَسْلَمَ قَوْمُكَ أَسْلَمُوا وَدَخَلُوا فِي الْإِسْلَامِ، وَإِنْ لَمْ يُسْلِمُوا لَمْ تَخْشُن قُلُوبُ قَوْمِكَ عَلَيْهِمْ. فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ فَقَالَ: "اذْهَبْ مَعَهُ فَافْعَلْ مَا يُرِيدُ". فَصَالَحَهُمْ خَالِدٌ عَلَى أَلَّا يُعِينُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ أَسْلَمَتْ قُرَيْشٌ أَسْلَمُوا مَعَهُمْ، [وَمَنْ وَصَلَ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّاسِ كَانُوا عَلَى مِثْلِ عَهْدِهِمْ] فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً فَلا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ أَوْلِيَاءَ}


Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jadan, dari Al-Hasan, bahwa

Suraqah ibnu Malik Al-Mudlaji telah menceritakan kepada kami bahwa sesudah Nabi Saw. mengalami kemenangan dalam Perang Badar dan Uhud, semua orang yang berada di sekitarnya masuk Islam. Suraqah mendengar berita bahwa Nabi Saw.

akan mengirimkan Khalid ibnul Walid bersama sejumlah pasukan untuk menyerang kaumku, Banil Mudlaj. Maka aku datang menghadap Nabi Saw. dan berkata, "Aku memohon kepadamu ampunan." Mereka (para sahabat) berkata,

"Diamlah kamu!" Nabi Saw. bersabda, "Biarkanlah dia. Apakah yang dikehendakinya?" Suraqah berkata, "Telah sampai suatu berita kepadaku bahwa engkau akan mengirimkan pasukan kepada kaumku, sedangkan aku bermaksud hendaknya

engkau bersikap simpati terhadap mereka. Karena jika kaummu (Quraisy) masuk Islam, mereka pun pasti masuk Islam; jika kaummu tidak mau masuk Islam, maka hati kaummu tidak membenci mereka." Lalu Rasulullah Saw.

memegang tangan Khalid ibnul Walid dan bersabda, "Pergilah kamu bersamanya dan lakukanlah apa yang dikehendakinya." Maka Khalid berdamai dengan mereka dengan syarat mereka tidak boleh membantu musuh Rasulullah Saw.

untuk melawan Rasulullah Saw.; dan jika kabilah Quraisy masuk Islam, mereka bersedia masuk Islam bersama-sama kabilah Quraisy. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Mereka ingin supaya kalian menjadi kafir sebagaimana mereka telah kafir,

lalu kalian menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kalian jadikan di antara mereka penolong-penolong (kalian). (An-Nisa: 89)Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur Hammad ibnu Salamah, yang di dalamnya disebutkan bahwa

setelah itu Allah menurunkan firman-Nya: kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kalian dan kaum itu telah ada perjanjian (damai). (An-Nisa: 90) Tersebutlah bahwa setiap orang yang bergabung

dengan mereka, ia dihukumi sama dengan mereka dan berada dalam perjanjian tersebut. Hal ini lebih sesuai dengan konteks pembicaraan ayat. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan dalam kisah Perjanjian Hudaibiyah,

bahwa orang yang ingin selamat boleh masuk ke dalam perjanjian orang-orang Quraisy dan perdamaiannya jika ia suka. Seseorang jika suka boleh memasuki perjanjian damai Nabi Muhammad Saw.

dan para sahabatnya.Tetapi telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia mengatakan sehubungan dengan masalah ini. Ayat ini telah dimansukh oleh firman-Nya:


فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ


Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka. (At-Taubah: 5), hingga akhir ayat.Firman Allah Swt.:


{أَوْ جَاءُوكُمْ حَصِرَتْ صُدُورُهُمْ [أَنْ يُقَاتِلُوكُمْ أَوْ يُقَاتِلُوا قَوْمَهُمْ] }


atau orang-orang yang datang kepada kalian, sedangkan hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kalian dan memerangi kaumnya. (An-Nisa: 90). hingga akhir ayat.Mereka adalah kaum lain yang dikecualikan dari perintah

memerangi mereka. Mereka adalah orang-orang yang datang ke barisan pasukan kaum muslim, lalu bergabung dengan kaum muslim, tetapi hati mereka merasa berkeberatan dan tidak suka memerangi kalian;

hati mereka berkeberatan pula bila disuruh memerangi kaumnya bersama kalian. Sikap mereka tidak menguntungkan kalian dan tidak pula membahayakan kalian.


{وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَسَلَّطَهُمْ عَلَيْكُمْ فَلَقَاتَلُوكُمْ}


Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kalian, lalu pastilah mereka memerangi kalian. (An-Nisa: 90) Yakni di antara belas kasihan Allah kepada kalian ialah Dia mencegah mereka untuk tidak memerangi kalian.


{فَإِنِ اعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوكُمْ وَأَلْقَوْا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ}


Tetapi jika mereka membiarkan kalian dan tidak memerangi kalian serta mengemukakan perdamaian kepada kalian. (An-Nisa: 90) Yaitu mengadakan perjanjian damai dengan kalian.


{فَمَا جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيلا}


maka Allah tidak memberi jalan bagi kalian (untuk menawan dan membunuh) mereka. (An-Nisa: 90) Tiada alasan bagi kalian untuk memerangi mereka selagi mereka bersikap demikian. Mereka seperti segolongan orang yang berangkat menuju

medan Perang Badar dari kalangan Bani Hasyim yang ikut bersama pasukan kaum musyrik. Mereka ikut dalam peperangan tersebut, padahal hati mereka benci terhadap peperangan itu, seperti Al-Abbas (paman Nabi Saw.)

dan lain-lainnya. Karena itulah pada hari itu Nabi Saw. melarang Al-Abbas dibunuh, melainkan memerintahkan agar ia ditawan saja.Firman Allah Swt.:


سَتَجِدُونَ آخَرِينَ يُرِيدُونَ أَنْ يَأْمَنُوكُمْ وَيَأْمَنُوا قَوْمَهُمْ


Kelak kalian akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari kalian dan aman (pula) dari kaumnya. (An-Nisa: 91)Mereka dalam bentuk lahiriahnya sama dengan orang-orang yang disebutkan di atas,

hanya saja niat mereka berbeda dengan niat orang-orang yang pertama tadi. Karena sesungguhnya golongan yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang-orang munafik, yaitu orang-orang yang menampakkan pada lahiriahnya

kepada Nabi Saw. dan para sahabatnya, seolah-olah mereka telah masuk Islam. Mereka bersikap demikian dengan tujuan agar darah, harta benda, dan anak cucu mereka aman di kalangan kaum muslim. Tetapi dalam waktu yang sama mereka

dalam batinnya baik dengan orang-orang kafir, bahkan mereka menyembah sesembahan-sesembahannya bersama orang-orang kafir agar dengan demikian mereka aman berada di tengah-tengah kaum musyrik. Pada garis besarnya batin mereka bersama orang-orang kafir, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


وَإِذا خَلَوْا إِلى شَياطِينِهِمْ قالُوا إِنَّا مَعَكُمْ


Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, "Sesungguhnya kami sependapat dengan kalian." (Al-Baqarah: 14)Sedangkan dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:


{كُلَّمَا رُدُّوا إِلَى الْفِتْنَةِ أُرْكِسُوا فِيهَا}


Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), mereka pun terjun ke dalamnya.(An-Nisa: 91) Yakni langsung terjun menggelutinya.As-Saddi mengatakan, yang dimaksud dengan fitnah dalam ayat ini ialah syirik.Ibnu Jarir meriwayatkan

dari Mujahid, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum dari kalangan penduduk Mekah. Mereka datang kepada Nabi Saw., lalu pura-pura masuk Islam, kemudian mereka kembali kepada kaum Quraisy,

lalu kembali menyembah berhala. Mereka bersikap demikian dengan tujuan agar selamat dan aman di sana dan di sini. Maka Allah memerintahkan, "Perangilah mereka jika tidak membiarkan kalian dan tidak mau mengemukakan perdamaian kepada kalian." Karena itulah maka dalam firman selanjutnya disebutkan:


{فَإِنْ لَمْ يَعْتَزِلُوكُمْ وَيُلْقُوا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ }


Karena itu, jika mereka tidak membiarkan kalian dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepada kalian. (An-Nisa: 91) Yang dimaksud dengan as-silm ialah gencatan senjata dan perjanjian perdamaian.


وَيَكُفُّوا أَيْدِيَهُمْ


serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangi kalian). (An-Nisa: 91) Yaitu tidak mau mencegah dirinya dari memerangi kalian.


فَخُذُوهُمْ


maka tawanlah mereka.(An-Nisa: 91) Maksudnya, tangkaplah mereka sebagai tawanan.


وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ


dan bunuhlah mereka di mana saja kalian menemui mereka. (An-Nisa: 91) Yakni di mana saja kalian jumpai mereka.


{وَأُولَئِكُمْ جَعَلْنَا لَكُمْ عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا مُبِينًا}


dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepada kalian alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka. (An-Nisa: 91)

Surat An-Nisa |4:89|

وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً ۖ فَلَا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ أَوْلِيَاءَ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ ۖ وَلَا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

wadduu lau takfuruuna kamaa kafaruu fa takuunuuna sawaaa`an fa laa tattakhiżuu min-hum auliyaaa`a ḥattaa yuhaajiruu fii sabiilillaah, fa in tawallau fa khużuuhum waqtuluuhum ḥaiṡu wajattumuuhum wa laa tattakhiżuu min-hum waliyyaw wa laa nashiiroo

Mereka ingin agar kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir sehingga kamu menjadi sama (dengan mereka). Janganlah kamu jadikan dari antara mereka sebagai teman-teman(mu), sebelum mereka berpindah pada jalan Allah. Apabila mereka berpaling maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka di mana pun mereka kamu temukan dan janganlah kamu jadikan seorang pun di antara mereka sebagai teman setia dan penolong,

They wish you would disbelieve as they disbelieved so you would be alike. So do not take from among them allies until they emigrate for the cause of Allah. But if they turn away, then seize them and kill them wherever you find them and take not from among them any ally or helper.

Tafsir
Jalalain

(Mereka ingin) atau mengangan-angankan (agar kamu kafir hingga kamu menjadi sama) dengan mereka dalam kekafiran (maka janganlah kamu ambil di antara mereka sebagai pembela) yang akan membelamu

walaupun mereka menampakkan keimanan (hingga mereka berhijrah di jalan Allah) yakni benar-benar hijrah yang membuktikan keimanan mereka.

(Jika mereka berpaling) dan tetap atas keadaan mereka (maka ambillah mereka itu) maksudnya tawanlah (dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai dan janganlah kamu jadikan seorang pun di antara mereka sebagai pelindung)

yang akan melindungimu (dan tidak pula sebagai penolong) yang akan kamu mintai pertolongan untuk menghadapi musuh-musuhmu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 89 |

Penjelasan ada di ayat 88

Surat An-Nisa |4:90|

إِلَّا الَّذِينَ يَصِلُونَ إِلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ أَوْ جَاءُوكُمْ حَصِرَتْ صُدُورُهُمْ أَنْ يُقَاتِلُوكُمْ أَوْ يُقَاتِلُوا قَوْمَهُمْ ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَسَلَّطَهُمْ عَلَيْكُمْ فَلَقَاتَلُوكُمْ ۚ فَإِنِ اعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوكُمْ وَأَلْقَوْا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ فَمَا جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيلًا

illallażiina yashiluuna ilaa qoumim bainakum wa bainahum miiṡaaqun au jaaa`uukum ḥashirot shuduuruhum ay yuqootiluukum au yuqootiluu qoumahum, walau syaaa`allohu lasallathohum 'alaikum fa laqootaluukum, fa ini'tazaluukum fa lam yuqootiluukum wa alqou ilaikumus-salama fa maa ja'alallohu lakum 'alaihim sabiilaa

Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang yang datang kepadamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu atau memerangi kaumnya. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya diberikan-Nya kekuasaan kepada mereka (dalam) menghadapi kamu, maka pastilah mereka memerangimu. Tetapi jika mereka membiarkan kamu dan tidak memerangimu serta menawarkan perdamaian kepadamu (menyerah), maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.

Except for those who take refuge with a people between yourselves and whom is a treaty or those who come to you, their hearts strained at [the prospect of] fighting you or fighting their own people. And if Allah had willed, He could have given them power over you, and they would have fought you. So if they remove themselves from you and do not fight you and offer you peace, then Allah has not made for you a cause [for fighting] against them.

Tafsir
Jalalain

(Kecuali orang-orang yang menghubungi) maksudnya minta perlindungan (kepada suatu kaum yang antara kamu dengan mereka ada perjanjian damai) termasuk dengan sekutu-sekutu mereka sebagaimana pernah terjadi

antara Nabi saw. dengan Hilal bin Uwaimir Al-Aslami (atau) orang-orang yang (datang kepadamu) sedangkan (hati mereka merasa keberatan) untuk (memerangimu) bersama kaum mereka

(atau memerangi kaum mereka) bersama kamu; artinya tak mau berperang dengan kamu maupun dengan kaum mereka, maka janganlah kamu tawan atau bunuh mereka.

Ini berikut yang sesudahnya dinasakhkan oleh ayat perang. (Sekiranya Allah menghendaki) agar mereka menguasaimu (tentulah Dia akan menjadikan mereka berkuasa atasmu) yaitu dengan menguatkan hati mereka

(sehingga pastilah mereka memerangimu) tetapi Allah tiada menghendaki demikian, maka ditiupkan-Nya ke dalam hati mereka rasa takut dan ciut.

(Tetapi jika mereka membiarkanmu dan tidak memerangi kamu hanya menyatakan perdamaian kepadamu) artinya mereka tunduk (maka Allah tidaklah memberi jalan kepadamu) untuk menawan dan membunuh mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 90 |

Penjelasan ada di ayat 88

Surat An-Nisa |4:91|

سَتَجِدُونَ آخَرِينَ يُرِيدُونَ أَنْ يَأْمَنُوكُمْ وَيَأْمَنُوا قَوْمَهُمْ كُلَّ مَا رُدُّوا إِلَى الْفِتْنَةِ أُرْكِسُوا فِيهَا ۚ فَإِنْ لَمْ يَعْتَزِلُوكُمْ وَيُلْقُوا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ وَيَكُفُّوا أَيْدِيَهُمْ فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ ۚ وَأُولَٰئِكُمْ جَعَلْنَا لَكُمْ عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا مُبِينًا

satajiduuna aakhoriina yuriiduuna ay ya`manuukum wa ya`manuu qoumahum, kulla maa rudduuu ilal-fitnati urkisuu fiihaa, fa il lam ya'taziluukum wa yulquuu ilaikumus-salama wa yakuffuuu aidiyahum fa khużuuhum waqtuluuhum ḥaiṡu ṡaqiftumuuhum, wa ulaaa`ikum ja'alnaa lakum 'alaihim sulthoonam mubiinaa

Kelak akan kamu dapati (golongan-golongan) yang lain, yang menginginkan agar mereka hidup aman bersamamu dan aman (pula) bersama kaumnya. Setiap kali mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), mereka pun terjun ke dalamnya. Karena itu, jika mereka tidak membiarkan kamu dan tidak mau menawarkan perdamaian kepadamu, serta tidak menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka di mana saja kamu temui, dan merekalah orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk memerangi, menawan, dan membunuh) mereka.

You will find others who wish to obtain security from you and [to] obtain security from their people. Every time they are returned to [the influence of] disbelief, they fall back into it. So if they do not withdraw from you or offer you peace or restrain their hands, then seize them and kill them wherever you overtake them. And those - We have made for you against them a clear authorization.

Tafsir
Jalalain

(Akan kamu dapati pula golongan lain yang bermaksud supaya mereka aman dari kamu) dengan berpura-pura beriman di hadapanmu (dan merasa aman pula dari kaum mereka) dengan menyatakan kekafiran ,

jika mereka kembali kepada kaum mereka. Mereka ini ialah Bani Asad dan Ghathafan. (Setiap mereka diajak untuk fitnah) artinya kembali kepada kemusyrikan (mereka pun berbalik) atau terjun ke dalamnya.

(Maka jika mereka tidak membiarkanmu) artinya masih hendak memerangimu (dan) tidak (mengemukakan perdamaian kepadamu serta) tidak (menahan tangan mereka) dari memerangimu (maka ambillah mereka)

sebagai tawanan (dan bunuhlah mereka itu di mana juga kamu temui) atau jumpai (dan mereka itulah orang-orang yang Kami berikan kepadamu kekuasaan yang nyata)

artinya wewenang dan bukti yang jelas untuk membunuh dan menawan mereka disebabkan kecurangan mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 91 |

Penjelasan ada di ayat 88

Surat An-Nisa |4:92|

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا ۚ فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

wa maa kaana limu`minin ay yaqtula mu`minan illaa khotho`aa, wa mang qotala mu`minan khotho`an fa taḥriiru roqobatim mu`minatiw wa diyatum musallamatun ilaaa ahlihiii illaaa ay yashshoddaquu, fa ing kaana ming qoumin 'aduwwil lakum wa huwa mu`minun fa taḥriiru roqobatim mu`minah, wa ing kaana ming qoumim bainakum wa bainahum miiṡaaqun fa diyatum musallamatun ilaaa ahlihii wa taḥriiru roqobatim mu`minah, fa mal lam yajid fa shiyaamu syahroini mutataabi'aini taubatam minalloh, wa kaanallohu 'aliiman ḥakiimaa

Dan tidak patut bagi seorang yang beriman membunuh seorang yang beriman (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Barang siapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah, (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta (membayar) tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) membebaskan pembayaran. Jika dia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal dia orang beriman, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Dan jika dia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barang siapa tidak mendapatkan (hamba sahaya) maka hendaklah dia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai tobat kepada Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.

And never is it for a believer to kill a believer except by mistake. And whoever kills a believer by mistake - then the freeing of a believing slave and a compensation payment presented to the deceased's family [is required] unless they give [up their right as] charity. But if the deceased was from a people at war with you and he was a believer - then [only] the freeing of a believing slave; and if he was from a people with whom you have a treaty - then a compensation payment presented to his family and the freeing of a believing slave. And whoever does not find [one or cannot afford to buy one] - then [instead], a fast for two months consecutively, [seeking] acceptance of repentance from Allah. And Allah is ever Knowing and Wise.

Tafsir
Jalalain

(Dan tidak sepatutnya seorang mukmin membunuh seorang mukmin) yang lain; artinya tidak layak akan timbul perbuatan itu dari dirinya (kecuali karena tersalah) artinya tidak bermaksud untuk membunuhnya.

(Dan siapa yang membunuh seorang mukmin karena tersalah itu) misalnya bermaksud melempar yang selainnya seperti binatang buruan atau pohon kayu tetapi mengenai seseorang dengan alat yang biasanya tidak menyebabkan kematian

hingga membawa ajal (maka hendaklah memerdekakan) membebaskan (seorang hamba sahaya yang beriman beserta diat yang diserahkan) diberikan (kepada keluarganya) yaitu ahli waris yang terbunuh

(kecuali jika mereka bersedekah) artinya memaafkannya. Dalam pada itu sunah menjelaskan bahwa besar diat itu 100 ekor unta, 20 ekor di antaranya terdiri dari yang dewasa, sedang lainnya yang di bawahnya,

dalam usia yang bermacam-macam. Beban pembayaran ini terpikul di atas pundak `ashabah sedangkan keluarga-keluarga lainnya dibagi-bagi pembayarannya selama tiga tahun, bagi yang kaya setengah dinar,

dan yang sedang seperempat dinar pada tiap tahunnya. Jika mereka tidak mampu maka diambilkan dari harta baitulmal, dan jika sulit maka dari pihak yang bersalah.

(Jika ia) yakni yang terbunuh (dari kaum yang menjadi musuh) musuh perang (bagimu padahal ia mukmin, maka hendaklah memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman)

jadi bagi si pembunuh wajib kafarat tetapi tidak wajib diat yang diserahkan kepada keluarganya disebabkan peperangan itu. (Dan jika ia) maksudnya yang terbunuh (dari kaum yang di antara kamu dengan mereka ada perjanjian)

misalnya ahli dzimmah (maka hendaklah membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya) yaitu sepertiga diat orang mukmin, jika dia seorang Yahudi atau Nasrani, dan seperlima belas jika ia seorang Majusi,

serta memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman) oleh si pembunuhnya. (Siapa yang tidak memperolehnya) misalnya karena tak ada budak atau biayanya (maka hendaklah berpuasa selama dua bulan berturut-turut)

sebagai kafarat yang wajib atasnya. Mengenai pergantian dengan makanan seperti pada zihar, tidak disebutkan oleh Allah swt. Tetapi menurut Syafii, pada salah satu di antara dua pendapatnya yang terkuat,

ini diberlakukan (untuk penerimaan tobat dari Allah) mashdar yang manshub oleh kata kerjanya yang diperkirakan. (Dan Allah Maha Mengetahui) terhadap makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) mengenai pengaturan-Nya terhadap mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 92 |

Tafsir ayat 92-93

Allah Swt. berfirman bahwa seorang mukmin tidak boleh membunuh saudaranya yang mukmin dengan alasan apa pun. Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ"


Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah, kecuali karena salah satu dari tiga perkara, yaitu membunuh jiwa balasannya dibunuh lagi, duda yang berzina,

orang yang meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah.Kemudian jika terjadi sesuatu dari ketiga hal tersebut, maka tiada hak atas setiap individu masyarakat untuk menghukumnya, melainkan yang berhak menghukumnya adalah imam atau wakilnya.Firman Allah Swt.:


إِلَّا خَطَأً


Terkecuali karena tersalah (tidak sengaja). (An-Nisa: 92)Mereka mengatakan bahwa istisna dalam ayat ini merupakan istisna munqati', perihalnya sama dengan pengertian yang terdapat pada ucapan seorang penyair yang mengatakan:


مِنَ الْبِيضِ لَمْ تَظْعَنْ بَعِيدًا وَلَمْ تَطَأْ ... عَلَى الْأَرْضِ إِلَّا رَيْطَ بُرْدٍ مُرَحَّلِ


dari telurnya (burung unta itu) tidak pernah pergi jauh dan tidak pernah pula menyentuh tanah kecuali karena cuaca dingin yang memaksanya harus pergi mengungsi.Bukti-bukti yang membenarkan pengertian ini cukup banyak.

Mengenai asbabun nuzul ayat ini masih diperselisihkan, untuk itu Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah. Abu Rabi'ah adalah saudara laki-laki seibu

dengan Abu Jahal; ibunya bernama Asma binti Makhramah.Pada mulanya Ayyasy membunuh seorang lelaki yang menyiksa dirinya bersama saudaranya karena Ayyasy masuk Islam; lelaki itu bernama Al-Haris ibnu Yazid Al-Gamidi.

Dalam hati Ayyasy masih terpendam niat hendak membalas saudara Al-Haris itu. Tetapi tanpa sepengetahuan Ayyasy, saudara Al-Haris tersebut masuk Islam dan ikut hijrah. Ketika terjadi Perang Fath Mekah,

tiba-tiba Ayyasy melihat lelaki tersebut, maka dengan serta merta ia langsung menyerangnya dan membunuhnya karena ia menduga bahwa lelaki tersebut masih musyrik. Maka Allah menurunkan ayat ini. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Darda, karena ia membunuh seorang lelaki yang telah mengucapkan kalimat iman (yaitu syahadatain),

di saat ia mengangkat senjata padanya. Sekalipun lelaki itu telah mengucapkan kalimat iman, Abu Darda tetap mengayunkan pedang kepadanya, hingga matilah ia. Ketika peristiwa tersebut diceritakan kepada Nabi Saw.,

Abu Darda beralasan bahwa sesungguhnya lelaki itu mau mengucapkan kalimat tersebut hanyalah semata-mata untuk melindungi dirinya. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Apakah kamu telah membelah dadanya?Hadis ini terdapat di dalam kitab Sahih, tetapi bukan melalui Abu Darda.Firman Allah Swt.:


وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِناً خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلى أَهْلِهِ


dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu). (An-Nisa: 92)

Kedua sanksi tersebut wajib dalam kasus pembunuhan tidak sengaja, yang salah satunya ialah membayar kifarat untuk menghapus dosa besar yang dilakukannya, sekalipun hal tersebut ia lakukan secara tidak sengaja.

Di antara syarat kifarat ini ialah memerdekakan seorang budak yang mukmin, tidak cukup bila yang dimerdekakannya itu adalah budak yang kafir.Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Asy-Sya'bi, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hasan Al-Basri,

bahwa mereka mengatakan, "Tidak mencukupi sebagai kifarat memerdekakan budak yang masih kecil, mengingat anak yang masih kecil masih belum menjadi pelaku iman."Diriwayatkan melalui jalur Abdur Razzaq, dari Ma'mar,

dari Qatadah yang mengatakan bahwa di dalam mushaf sahabat Ubay ibnu Ka'b terdapat keterangan, "Maka hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman," dalam kifarat ini masih belum mencukupi bila yang dimerdekakannya

adalah budak yang masih kecil.Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan, "Jika si budak yang masih kecil itu dilahirkan dari kedua orang tua yang kedua-duanya muslim, sudah mencukupi untuk kifarat. Tetapi jika bukan dilahirkan

dari kedua orang tua yang muslim, hukumnya tidak mencukupi."Pendapat yang dikatakan oleh jumhur ulama mengatakan, "Manakala budak yang dimerdekakan adalah orang muslim, maka sah dimerdekakan sebagai kifarat, tanpa memandang apakah ia masih kecil atau sudah dewasa."


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: أَنْبَأَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهري، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ؛ أَنَّهُ جَاءَ بِأَمَةٍ سَوْدَاءَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ عَلَيَّ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً، فَإِنْ كُنْتَ تَرَى هَذِهِ مُؤْمِنَةً أَعْتَقْتُهَا. فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أتشهدين أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ؟ " قَالَتْ: نَعَمْ. قال: "أتشهدين أني رسول الله؟ " قالت نعم. قال:"أتؤمنين بِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ؟ " قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ: "أَعْتِقْهَا".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Abdullah, dari seorang lelaki, dari kalangan Ansar yang telah menceritakan hadis berikut:

Bahwa ia datang dengan membawa budak perempuan yang berkulit hitam, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku terkena kewajiban memerdekakan seorang budak yang mukmin. Untuk itu apabila menurutmu budak ini mukmin,

maka aku akan memerdekakannya." Rasulullah Saw. bertanya kepada budak perempuan itu, "Apakah engkau telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah?" Budak perempuan itu menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bertanya lagi,

"Apakah engkau telah bersaksi pula bahwa aku adalah utusan Allah?" Si budak menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bertanya lagi, "Apakah engkau beriman dengan hari berbangkit sesudah mati?" Si budak menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bersabda,

"Merdekakanlah dia!"Sanad hadis ini sahih. Mengenai nama sahabat yang tidak disebutkan dengan jelas, tidak mengurangi predikat hadis ini.Di dalam kitab Muwatta' Imam Malik, kitab Musnad Imam Syafii, kitab Musnad Imam Ahmad,

Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, dan Sunan Nasai disebutkan sebuah hadis melalui jalur Hilal ibnu Abu Maimunah, dari Ata ibnu Yasar, dari Mu'awiyah ibnul Hakam:


أَنَّهُ لَمَّا جَاءَ بِتِلْكَ الْجَارِيَةِ السَّوْدَاءِ قَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيْنَ اللَّهُ؟ " قَالَتْ: فِي السَّمَاءِ. قَالَ: "مَنْ أَنَا" قالت: أنت رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ"


bahwa ketika ia datang membawa budak wanita hitam itu kepada Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda kepada budak itu, "Di manakah Allah itu?" Ia menjawab, "Di langit." Rasulullah Saw. bertanya lagi,

"Siapakah aku ini?" Ia menjawab, "Utusan Allah." Rasulullah Saw. bersabda: Merdekakanlah dia, sesungguhnya dia beriman. Firman Allah Swt.:


وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلى أَهْلِهِ


dan membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu). (An-Nisa: 92)Kewajiban yang kedua yang dibebankan kepada si pembunuh ialah yang menyangkut kepentingan keluarga si terbunuh,

yaitu pembayaran diat kepada mereka, sebagai kompensasi yang diperuntukkan buat mereka akibat terbunuhnya keluarga mereka.Diat ini hanyalah diwajibkan dalam bentuk lima rupa, seperti yang diriwayatkan oleh

Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunnah melalui hadis Al-Hajjaj ibnu Artah, dari Zaid ibnu Jubair, dari Khasyf ibnu Malik, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan:


قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دِيَةِ الْخَطَأِ عِشْرِينَ بِنْتَ مَخَاضٍ، وَعِشْرِينَ بَنِي مَخَاضٍ ذُكُورًا، وَعِشْرِينَ بِنْتَ لَبُونٍ، وَعِشْرِينَ جَذَعة وَعِشْرِينَ حِقَّة.


Rasulullah Saw. telah memutuskan terhadap diat kasus pembunuhan secara tidak sengaja dibayar dalam bentuk dua puluh ekor bintu makhad, dua puluh ekor bani makhad, dua puluh ekor bintu labun, dua puluh ekor jaz'ah,

dan dua puluh ekor hiqqah.Lafaz hadis ini berdasarkan apa yang ada pada Imam Nasai. Imam Turmuzi mengatakan, "Kami tidak mengetahui predikat marfu'-nya kecuali melalui jalur sanad ini."Tetapi diriwayatkan pula hal yang sama

secara mauquf dari Abdullah Ibnu Mas'ud, begitu pula dari Ali dan sejumlah sahabat lainnya. Tetapi menurut pendapat yang lainnya lagi, diat harus dibagi menjadi empat macam.Diat ini hanya diwajibkan atas aqilah (para asabah) si pembunuh,

bukan dibebankan kepada harta si pembunuh.Imam Syafii mengatakan, "Aku belum pernah mengetahui ada yang menentang bahwa Rasulullah Saw. telah memutuskan diat ditanggung oleh aqilah.

Hal ini jauh lebih banyak daripada hadis yang khusus." Hal yang diisyaratkan oleh Imam Syafii ini memang terbukti banyak hadis yang menerangkan tentangnya. Antara lain ialah hadis yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Abu Hurairah yang menceritakan:


اقْتَتَلَتِ امْرَأَتَانِ مِنْ هُذَيل، فَرَمَتْ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى بِحَجَرٍ فَقَتَلَتْهَا وَمَا فِي بَطْنِهَا، فَاخْتَصَمُوا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، فَقَضَى أَنَّ دِيَةَ جَنِينِهَا غُرَّة عَبْدٍ أَوْ أَمَةٍ، وَقَضَى بِدِيَةِ الْمَرْأَةِ عَلَى عَاقِلَتِهَا


bahwa ada dua orang wanita dari kalangan Bani Huzail berkelahi, lalu salah seorang darinya melempar lawannya dengan batu hingga membunuhnya berikut janin yang dikandungnya. Kemudian kedua keluarga yang bersangkutan mengadukan

kasus mereka kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memutuskan bahwa diat janin si terbunuh ialah memerdekakan seorang budak laki-laki atau budak perempuan, sedangkan keputusan mengenai diat ibunya dibebankan kepada aqilah

si pembunuh.Dapat ditarik kesimpulan dari hadis ini bahwa hukum membunuh mirip dengan secara sengaja sama dengan hukum membunuh secara keliru murni dalam hal diatnya. Akan tetapi,

dalam kasus serupa dengan sengaja diatnya hanya terbagi menjadi tiga macam.Di dalam kitab Sahih Bukhari disebut sebuah hadis melalui Abdullah ibnu Umar:


بَعَثَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ إِلَى بَنِي جُذَيْمَةَ، فَدَعَاهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، فَلَمْ يُحْسِنُوا أَنْ يَقُولُوا: أَسْلَمْنَا. فَجَعَلُوا يَقُولُونَ: صَبَأْنَا صَبَأْنَا. فَجَعَلَ خَالِدٌ يَقْتُلُهُمْ، فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَرَفَعَ يَدَيْهِ وَقَالَ: "اللَّهُمَّ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ خَالِدٌ". وَبَعَثَ عَلِيًّا فَوَدَى قَتْلَاهُمْ وَمَا أُتْلِفَ مِنْ أَمْوَالِهِمْ، حَتَّى مِيلَغة الْكَلْبِ


bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan Khalid ibnul Walid (bersama sejumlah pasukan yang dipinipinnya) ke tempat orang-orang Bani Juzaimah. Lalu Khalid menyeru mereka dan mengajak mereka masuk Islam, tetapi mereka tidak dapat mengatakan,

"Kami masuk Islam." Yang mereka katakan hanyalah, "Kami masuk agama Sabiah, kami masuk agama Sabiah." Maka Khalid membunuh mereka. Ketika Rasulullah Saw. mendengar hal tersebut, beliau mengangkat kedua tangannya,

lalu berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku berlepas diri dari-Mu terhadap apa yang diperbuat oleh Khalid. Lalu Rasulullah Saw. mengutus Ali untuk membayar diat mereka yang terbunuh dan mengganti harta mereka yang dirusak tanpa ada sedikit pun

yang tertinggal. Dari hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kekeliruan yang ditimbulkan oleh pihak imam atau wakilnya, kerugiannya dibebankan kepada Baitul Mal. Firman Allah Swt.:


إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا


kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. (An-Nisa: 92)Dalam kasus pembunuhan tidak sengaja diat harus diserahkan kepada keluarga si terbunuh, kecuali jika keluarga si terbunuh menyedekahkannya (memaafkannya), maka hukum diat tidak wajib lagi. Firman Allah Swt.:


فَإِنْ كانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ


Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhi kalian, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang beriman. (An-Nisa: 92)Bilamana si terbunuh adalah orang mukmin, tetapi semua keluarganya

adalah orang-orang kafir harbi yang bermusuhan dengan kalian, maka tidak ada diat bagi mereka, dan si pembunuh diwajibkan memerdekakan seorang budak yang mukmin, tanpa ada sanksi lainnya lagi.Firman Allah Swt.:


وَإِنْ كانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثاقٌ


Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kalian. (An-Nisa: 92)Jika keluarga si terbunuh adalah orang-orang kafir zimmi, atau yang ada perjanjian perdamaian dengan kalian,

maka mereka mendapat diatnya. Jika si terbunuh adalah orang mukmin, maka diatnya lengkap; demikian pula jika si terbunuh kafir, menurut pendapat segolongan ulama. Tetapi menurut pendapat yang lain, bila si terbunuhnya adalah orang kafir,

maka diatnya hanya separo diat orang muslim. Menurut pendapat yang lainnya lagi, sepertiganya. Rincian mengenai masalah ini dibahas dalam kitab-kitab fiqih. Si pembunuh diwajibkan pula memerdekakan seorang budak yang mukmin selain diat tersebut.


فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيامُ شَهْرَيْنِ مُتَتابِعَيْنِ


Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut. (An-Nisa: 92)Tidak boleh berbuka barang sehari pun di antara dua bulan itu, melainkan ia lakukan puasanya secara berturut-turut

dan langsung hingga bulan yang kedua. Untuk itu jika ia berbuka tanpa uzur sakit atau haid atau nifas, maka ia harus memulainya lagi dari permulaan.Para ulama sehubungan dengan masalah ini berbeda pendapat mengenai bepergian,

apakah orang yang bersangkutan boleh memutuskannya atau tidak. Ada dua pendapat mengenai masalah ini.Firman Allah Swt.:


تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكانَ اللَّهُ عَلِيماً حَكِيماً


Untuk penerimaan tobat dari Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 92)Dengan kata lain, begitulah tobat orang yang melakukan pembunuhan tidak disengaja, yaitu apabila ia tidak mendapatkan budak

untuk dimerdekakannya, hendaklah ia berpuasa selama dua bulan berturut-turut sebagai gantinya.Para ulama berselisih pendapat mengenai orang yang tidak kuat melakukan puasa, apakah ia wajib memberi makan enam puluh orang miskin,

sebagaimana dalam kifarat zihar? Ada dua pendapat mengenainya.Pendapat pertama mengiyakan, karena disamakan dengan kifarat dalam masalah zihar. Sesungguhnya alternatif ini tidak disebutkan di dalam ayat, karena kedudukan ayat

mengandung makna ancaman, peringatan, dan menakut-nakuti. Maka tidaklah serasi bila disebutkan padanya masalah memberi makan sebagai alternatif lain, karena akan tersirat pengertian mempermudah dan menganggap ringan.

Pendapat yang kedua mengatakan tidak boleh berpindah kepada kifarat memberi makan, karena sesungguhnya jika alternatif memberi makan ini hukumnya wajib, niscaya keterangan mengenainya tidak diakhirkan dari saat dibutuhkan.


{وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا}


Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 92)Tafsir mengenai ayat yang berbunyi demikian sering dikemukakan.Setelah Allah Swt. menjelaskan hukum pembunuhan secara tidak sengaja, kemudian dijelaskan hukum membunuh dengan sengaja. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا


Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. (An-Nisa: 93)Ayat ini mengandung makna ancaman yang keras dan peringatan yang tidak mengenal ampun terhadap orang yang melakukan dosa besar ini,

yang disebut oleh Allah bergandengan dengan perbuatan syirik dalam banyak ayat dari Kitabullah. Di dalam surat Al-Furqan, Allah Swt. berfirman:


وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلهاً آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ


Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar. (Al-Furqan: 68)Dalam ayat lainnya Allah Swt. telah berfirman:


قُلْ تَعالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً


Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian, yaitu: Janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia." (Al-An'am: 151)Ayat-ayat dan hadis-hadis yang mengharamkan pembunuhan banyak sekali,

antara lain ialah sebuah hadis yang disebut di dalam kitab Sahihain melalui Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


«أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي الدِّمَاءِ»


Mula-mula perkara yang diputuskan di antara manusia pada hari kiamat ialah mengenai masalah darah.Di dalam hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui riwayat Amr ibnul Walid ibnu Abdah Al-Masri, dari Ubadah ibnus-Samit, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"لَا يَزَالُ الْمُؤْمِنُ مُعنقا صَالِحًا مَا لَمْ يُصِبْ دَمًا حَرَامًا، فَإِذَا أَصَابَ دَمًا حَرَامًا بَلَّح"


Orang mukmin itu masih tetap dalam keadaan berjalan cepat dan baik, selagi ia tidak mengalirkan darah yang diharamkan. Apabila ia mengalirkan darah yang diharamkan, maka terhentilah jalannya (karena lelah dan lemah).


"لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ"


Sesungguhnya lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada membunuh seorang lelaki muslim.


"لو أجمع أهل السموات وَالْأَرْضِ عَلَى قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ، لَأَكَبَّهُمُ اللَّهُ فِي النَّارِ"


Seandainya bersatu semua penduduk langit dan penduduk bumi dalam membunuh seorang lelaki muslim, niscaya Allah mencampakkan mereka semua ke dalam neraka.


"مَنْ أَعَانَ عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ وَلَوْ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ: آيِسٌ مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ"


Barang siapa ikut terlibat dalam membunuh seorang muslim —sekalipun dengan sepatah kata— kelak di hari kiamat ia datang, sedangkan di antara kedua matanya tertulis kalimat "Orang yang dijauhkan dari rahmat Allah."

Ibnu Abbas mempunyai pendapat tiada tobat (yang diterima) bagi pembunuh orang mukmin dengan sengaja.Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Syu'bah,

telah menceritakan kepada kami Al-Mugirah ibnun Nu'man yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Jubair mengatakan, "Ulama Kufah berselisih pendapat mengenai masalah membunuh orang mukmin dengan sengaja.

Maka aku (Ibnu Jubair) berangkat menemui Ibnu Abbas, lalu aku tanyakan masalah ini kepadanya. Ia menjawab bahwa telah diturunkan ayat berikut," yaitu firman-Nya: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja,

maka balasannya ialah Jahannam. (An-Nisa: 93) Ayat ini merupakan ayat yang paling akliir diturunkan (berkenaan dengan masalah hukum, pent.) dan tiada suatu ayat lain pun yang me-mansukh-nya.Hal yang sama diriwayatkan pula oleh

Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Syu'bah dengan lafaz yang sama.Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Imam Ahmad ibnu Ham-bal, dari Ibnu Mahdi, dari Sufyan As-Sauri, dari Mugirah ibnun Nu'man,

dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam. (An-Nisa: 93) Ibnu Abbas mengatakan bahwa

tiada sesuatu pun yang memansukh ayat ini.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan

bahwa Abdur Rahman ibnu Abza menceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai firman-Nya: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam. (An-Nisa: 93), hingga akhir ayat.

Ibnu Abbas menjawab bahwa ayat ini tiada yang memansukhnya. Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah. (Al-Furqan: 68),

hingga akhir ayat. Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang musyrik.Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mansur, telah menceritakan kepadaku

Sa'id ibnu Jubair; atau telah menceritakan ke-padaku Al-Hakam, dari Sa'id ibnu Jubair yang pernah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai firman-Nya: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin

dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam. (An-Nisa: 93) Maka Ibnu Abbas menjawab, "Sesungguhnya seorang lelaki itu apabila telah mengetahui Islam dan syariat-syariat (hukum-hukum)nya, kemudian ia membunuh seorang mukmin

dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahannam dan tiada tobat baginya." Ketika aku (Sa'id ibnu Jubair) ceritakan jawaban tersebut kepada Mujahid, maka Mujahid mengatakan, "Kecuali orang yang menyesali perbuatannya (yakni bertobat)."


حَدَّثَنَا ابْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ وَكِيع قَالَا حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ يَحْيَى الْجَابِرِ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد قَالَ: كُنَّا عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ بَعْدَ مَا كُف بَصَرُهُ، فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَنَادَاهُ: يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ، مَا ترى في رجل قتل مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا؟ فَقَالَ: {جَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا} قَالَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى؟ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: ثَكِلَتْهُ أُمُّهُ، وَأَنَّى لَهُ التَّوْبَةُ وَالْهُدَى؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ! لَقَدْ سَمِعْتُ نَبِيَّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "ثَكِلَتْهُ أُمُّهُ، قَاتِلُ مُؤْمِنٍ مُتَعَمِّدًا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ آخِذَهُ بِيَمِينِهِ أَوْ بِشَمَالِهِ، تَشْخَبُ أَوْدَاجُهُ دَمًا فِي قُبُل عَرْشِ الرَّحْمَنِ، يَلَزَمُ قَاتِلَهُ بِشَمَالِهِ بِيَدِهِ الْأُخْرَى، يَقُولُ: سَلْ هَذَا فِيمَ قَتَلَنِي" ؟ وَايْمُ الَّذِي نَفْسُ عَبْدِ اللَّهِ بِيَدِهِ! لَقَدْ أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ، فَمَا نَسَخَتْهَا مِنْ آيَةٍ حَتَّى قُبِضَ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَا نَزَلْ بَعْدَهَا مِنْ بُرْهَانٍ.


Telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid dan Ibnu Waki'; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Yahya Al-Jabiri, dari Salim ibnu Abul Ja'd yang mengatakan, "Ketika kami berada di dalam rumah Ibnu Abbas

sesudah kedua matanya mengalami kebutaan, maka datanglah seorang lelaki, lalu bertanya kepadanya, 'Hai Abdullah Ibnu Abbas, bagaimanakah menurutmu tentang seorang lelaki yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja?'

Maka Ibnu Abbas menjawab, 'Balasannya ialah neraka Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya serta melaknatinya dan menyediakan baginya azab yang besar.' Lelaki itu bertanya lagi, 'Bagaimanakah menurutmu,

bila si pembunuh itu bertobat dan beramal saleh serta menempuh jalan hidayah?' Ibnu Abbas menjawab, 'Semoga ibunya kehilangan dia (kata-kata cacian), mana mungkin tobatnya diterima dan dapat memperoleh hidayah? Demi Tuhan

yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi kalian bersabda: Semoga ibunya kehilangan dia, yaitu pembunuh seorang mukmin dengan sengaja. Kelak di hari kiamat si terbunuh

dengan leher yang berlumuran darah datang seraya membawa si pembunuh dengan tangan kanan atau tangan kirinya ke hadapan Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah. Si terbunuh memegang si pembunuh dengan tangan kirinya,

sedangkan tangan kanannya memegang kepala si pembunuh; si terbunuh berkata: Ya Tuhanku, tanyakanlah kepadanya, karena apakah dia membunuhku? Demi Tuhan yang jiwa Abdullah ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya,

sesungguhnya sejak ayat ini diturunkan, tiada ayat lain yang me-mansukh-nya hingga Nabi kalian wafat, dan sesudah turunnya ayat ini tiada suatu bukti pun yang merevisinya'."


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثْنَا شُعْبَةُ، سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ المُجَبَّر يُحَدِّثُ عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ رَجُلًا أَتَاهُ فَقَالَ: أَرَأَيْتَ رَجُلًا قَتَلَ رَجُلًا مُتَعَمِّدًا؟ فَقَالَ: {جَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا [وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا] } قَالَ: لَقَدْ نَزَلَتْ فِي آخِرِ مَا نَزَلْ، مَا نَسَخَهَا شَيْءٌ حَتَّى قَبَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَا نَزَلْ وَحَيٌّ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى؟ قَالَ: وَأَنَّى لَهُ بِالتَّوْبَةِ. وَقَدْ سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. يَقُولُ: "ثَكِلَتْهُ أُمُّهُ، رَجُلٌ قَتَلَ رَجُلًا مُتَعَمِّدًا، يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ آخِذًا قَاتِلَهُ بِيَمِينِهِ أَوْ بِيَسَارِهِ -وَآخِذًا رَأْسَهُ بِيَمِينِهِ أَوْ بِشَمَالِهِ-تَشْخَب أَوْدَاجُهُ دَمًا مِنْ قُبُلِ الْعَرْشِ يَقُولُ: يَا رَبُّ، سَلْ عَبْدَكَ فِيمَ قَتَلَنِي؟ ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia pernah mendengar Yahya ibnul Mujiz menceritakan hadis berikut dari Salim, dari Ibnu Abul Ja'd,

dari Ibnu Abbas, bahwa ada seorang lelaki datang kepadanya, lalu bertanya, "Bagaimanakah pendapatmu tentang seorang lelaki yang membunuh lelaki lain (yang mukmin) dengan sengaja?" Ibnu Abbas menjawabnya dengan membacakan

firman Allah Swt.: Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya. (An-Nisa: 93) Lelaki itu bertanya lagi, bahwa ayat ini merupakan ayat (hukum) yang paling akhir diturunkan, tiada suatu ayat pun yang me-mansukh-nya hingga

Rasulullah Saw. wafat, dan memang tiada wahyu yang turun sesudah kepergian beliau Saw. Bagaimanakah pendapatmu jika ternyata si pembunuh itu bertobat, beriman, dan beramal saleh serta mendapatkan hidayah?" Ibnu Abbas menjawab,

"Mana mungkin tobatnya diterima? Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda," yaitu: Semoga ibunya kehilangan dia, yaitu seorang lelaki yang membunuh lelaki lain dengan sengaja, kelak di hari kiamat si terbunuh

akan membawa pembunuhnya dengan tangan kanan atau tangan kirinya —atau tangan kanan atau tangan kirinya memegang kepala si pembunuh— sedangkan dia sendiri dalam keadaan berlumuran darah pada lehernya.

ia datang ke hadapan Arasy, lalu berkata, "Wahai Tuhanku, tanyailah hamba-Mu ini, mengapa dia membunuhku."Imam Nasai meriwayatkannya dari Qutaibah dan Ibnu Majah, dari Muhammad ibnus Sabbah, dari Sufyan ibnu Uyaynah,

dari Ammar Az-Zahabi dan Yahya Al-Jabiri serta Sabit As-Samali, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ibnu Abbas. Lalu ia mengetengahkan hadis ini.Hal ini diriwayatkan pula melalui berbagai jalur, dari Ibnu Abbas.Di antara ulama Salaf

yang berpendapat tidak ada tobat bagi si pembunuh dengan sengaja ialah Zaid ibnu Sabit, Abu Hurairah, Abdullah ibnu Umar, Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, Ubaid ibnu Umair, Al-Hasan, Qatadah, dan Ad-Dahhak ibnu Muzahim.

Demikianlah menurut apa yang dinukil oleh Ibnu Abu Hatim.Banyak hadis yang menerangkan bab ini, antara lain ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya;


حَدَّثَنَا دَعْلَج بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعِيدٍ البُوشَنْجي وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ فَهْدٍ قَالَا حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ عُبَيْدَةَ، حَدَّثَنَا مُعْتمر بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي عَمْرِو بْنِ شُرَحْبِيل، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَجِيءُ الْمَقْتُولُ مُتَعَلِّقًا بِقَاتِلِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، آخِذًا رَأْسَهُ بِيَدِهِ الْأُخْرَى فَيَقُولُ: يَا رَبُّ، سَلْ هذا فيم قتلني؟ " قال: "فيقول: قتلته لتكون الْعِزَّةُ لَكَ. فَيَقُولُ: فَإِنَّهَا لِي". قَالَ: "وَيَجِيءُ آخَرُ مُتَعَلِّقًا بِقَاتِلِهِ فَيَقُولُ: رَبِّ، سَلْ هَذَا فيم قتلني؟ " قال: "فيقول قتلته لتكون العزة لِفُلَانٍ". قَالَ: "فَإِنَّهَا لَيْسَتْ لَهُ بؤْ بِإِثْمِهِ". قَالَ: "فَيَهْوِي فِي النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا".


telah menceritakan kepada kami Da'laj ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim ibnu Sa'id Al-Busyanji. Telah menceritakan pula kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami

Ibrahim ibnu Fahd; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepada kami Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Al-A'masy, dari Abu Amr ibnu Syurahbil berikut sanadnya,

dari Abdullah ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Kelak di hari kiamat orang yang terbunuh datang dengan membawa pembunuhnya seraya memegang kepala si pembunuh dengan tangan yang lainnya, lalu berkata,

"Wahai Tuhanku, tanyailah orang ini, mengapa dia membunuhku?" Maka si pembunuh menjawab, "Aku membunuhnya untuk membela keagungan-Mu." Maka Allah berfirman, "Sesungguhnya keagungan itu adalah milik-Ku."

Lalu didatangkan lagi orang lain yang menyeret pembunuhnya, kemudian ia berkata, "Wahai Tuhanku, tanyakanlah kepada orang ini, mengapa dia membunuhku." Si pembunuh menjawab, "Aku telah membunuhnya untuk membela

keagungan si Fulan." Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya si Fulan tidak memiliki keagungan, maka pikullah dosanya." Lalu si pembunuh dicampakkan ke dalam neraka dan jatuh ke dalamnya selama tujuh puluh musim gugur (tahun).

Imam Nasai meriwayatkannya dari Ibrahim ibnul Mustamir Al-Aufi, dari Amr ibnu Asim, dari Mu'tamir ibnu Sulaiman dengan lafaz yang sama.Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي عَوْنٍ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ قَالَ: سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "كُلُّ ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَغْفِرَهُ إلا الرجل يموت كافرا، أو الرجل يقتل مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Saur ibnu Yazid, dari Abu Aun, dari Abu Idris yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Mu’awiyah r.a.

mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Semua dosa masih mempunyai harapan untuk diampuni oleh Allah, kecuali seorang lelaki yang mati dalam keadaan kafir, atau seorang lelaki yang membunuh seorang mukmin

dengan sengaja.Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Muhammad ibnul Musanna, dari Safwan ibnu Isa dengan lafaz yang sama.


قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا سَمُّوَيْه، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ مُسْهِر، حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ دِهْقان، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي زَكَرِيَّا قَالَ: سَمِعْتُ أُمَّ الدَّرْدَاءِ تَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "كُلُّ ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَغْفِرَهُ إِلَّا مَنْ مَاتَ مُشْرِكًا، أَوْ مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا".


Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Simawaih, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la ibnu Mishar, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Khalid,

telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Dihqan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Zakaria; ia pernah mendengar Ummu Darda mengatakan, "Aku pernah mendengar Abu Darda berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw.

bersabda: 'Semua dosa mudah-mudahan Allah mengampuninya kecuali orang yang mati dalam keadaan musyrik, atau orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja'."Ditinjau dari sanad ini, hadis berpredikat garib jiddan,

karena hadis yang terkenal dan dihafal adalah hadis Mu'awiyah tadi.Kemudian Ibnu Mardawaih meriwayatkan melalui jalur Baqiyyah ibnul Walid, dari Nafi' ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Ibnu Jubair Al-Ansari, dari Daud Al-Husain, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:


"من قَتَلَ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَقَدْ كَفَرَ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ".


Barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, berarti ia telah kafir terhadap Allah Swt.Hadis ini berpredikat munkar, di dalam sanadnya masih banyak hal yang diragukan./p>

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا النَّضْرُ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ قَالَ: أَتَانِي أَبُو الْعَالِيَةِ أَنَا وَصَاحِبٌ لِي، فَقَالَ لَنَا: هَلُمَّا فَأَنْتُمَا أَشَبُّ شَيْئًا مِنِّي، وَأَوْعَى لِلْحَدِيثِ مِنِّي، فَانْطَلَقَ بِنَا إِلَى بِشْر بْنِ عَاصِمٍ -فَقَالَ لَهُ أَبُو الْعَالِيَةِ: حَدِّثْ هَؤُلَاءِ حَدِيثَكَ. فَقَالَ: حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مَالِكٍ اللَّيْثِيُّ قال: بعث النبي صلى الله عليه وسلم سَرِيَّةً، فَأَغَارَتْ عَلَى قَوْمٍ، فَشَدَّ مِنَ الْقَوْمِ رَجُلٌ، فَاتَّبَعَهُ رَجُلٌ مِنَ السَّرِيَّةِ شَاهِرًا سَيْفَهُ فَقَالَ الشَّادُّ مِنَ الْقَوْمِ: إِنِّي مُسْلِمٌ. فَلَمْ يَنْظُرْ فِيمَا قَالَ، فَضَرَبَهُ فَقَتَلَهُ، فَنَمَى الْحَدِيثُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فَقَالَ فِيهِ قَوْلًا شَدِيدًا، فَبَلَغَ القاتلَ. فَبَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يخطب، إِذْ قَالَ القاتلُ: وَاللَّهِ مَا قَالَ الَّذِي قَالَ إِلَّا تَعَوُّذًا مِنَ الْقَتْلِ. قَالَ: فَأَعْرَضَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهُ وَعَمَّنْ قَبِلَهُ مِنَ النَّاسِ، وَأَخَذَ فِي خُطْبَتِهِ، ثُمَّ قَالَ أَيْضًا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا قَالَ الَّذِي قَالَ إِلَّا تَعَوُّذًا مِنَ الْقَتْلِ، فَأَعْرَضَ عَنْهُ وَعَمَّنْ قَبِلَهُ مِنَ النَّاسِ، وَأَخَذَ فِي خُطْبَتِهِ، ثُمَّ لَمْ يَصْبِرْ، فَقَالَ الثَّالِثَةَ: وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا قَالَ إِلَّا تعوذا من القتل فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُعْرف المساءةُ فِي وَجْهِهِ، فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ أَبَى عَلَى مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا" ثَلَاثًا.


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami An-Nadr, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Humaid, telah datang kepadanya Abul Aliyah yang saat itu sedang bersama

seorang temannya. Maka Abul Aliyah berkata kepada kami berdua, "Kemarilah kamu berdua, kamu berdua lebih muda daripada aku dan lebih kuat hafalan hadisnya dibandingkan diriku." Lalu Abul Aliyah membawa kami kepada Bisyr ibnu Asim.

Sesampainya di rumah Bisyr ibnu Asim, Abul Aliyah berkata kepadanya, "Ceritakanlah hadismu kepada kedua orang ini." Maka Bisyr ibnu Asim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Malik Al-Laisi hadis berikut: Rasulullah Saw.

mengirimkan suatu pasukan khusus untuk memerangi suatu kaum. Lalu ada seorang lelaki bergabung dengan kaum tersebut, yang segera diikuti oleh seorang lelaki dari kalangan pasukan Sariyyah seraya menghunus pedangnya.

Lelaki dari kalangan kaum itu berkata, "Sesungguhnya aku adalah seorang muslim." Tetapi lelaki dari Sariyyah itu tidak mempedulikan kata-katanya, melainkan langsung memukulnya dengan pedang hingga ia terbunuh. Kemudian kejadian itu

sampai kepada Rasulullah Saw. Maka beliau Saw. mengucapkan kata-kata yang berat terhadap peristiwa itu. Ketika si pembunuh sampai, yang saat itu Rasulullah Saw. sedang berkhotbah, maka si pembunuh itu berkata, "Demi Allah,

tidak sekali-kali si terbunuh itu mengucapkan kata-kata pengakuannya, melainkan hanya ingin menyelamatkan dirinya dari pembunuhan." Rasulullah Saw. berpaling darinya, juga dari orang-orang yang ada di belakang lelaki itu,

lalu beliau melanjutkan khotbahnya. Kemudian lelaki itu berkata lagi, "Wahai Rasulullah, tidak sekali-kali dia mengucapkan kata-katanya itu melainkan hanya untuk menyelamatkan diri dari pembunuhan." Rasulullah Saw. berpaling darinya,

juga dari orang-orang yang datang bersamanya, lalu melangsungkan khotbahnya. Lelaki itu tidak sabar hingga ia berkata untuk yang ketiga kalinya, "Demi Allah wahai Rasulullah, tidak sekali-kali ia mengucapkan kata-katanya itu melainkan hanya

ingin menyelamatkan dirinya dari pembunuhan." Maka kali ini Rasulullah Saw. menghadapkan wajahnya ke arah lelaki itu, sedangkan wajah beliau Saw. tergambar rasa penyesalan yang sangat. Lalu beliau Saw. bersabda:

Sesungguhnya Allah menolak (tobat) orang yang membunuh seorang mukmin. Sabda ini diulangnya hingga tiga kali.Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sulaiman ibnul Mugirah.Tetapi pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama

dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf ialah pendapat yang mengatakan bahwa seorang pembunuh masih mempunyai harapan untuk bertobat antara dia dan Allah Swt. Untuk itu, jika ia benar-benar tobat dan kembali ke jalan yang benar

serta bersikap khusyuk, tawaduk, dan beramal saleh, maka Allah akan mengganti keburukannya dengan kebaikan. Memberikan ganti kepada si terbunuh dengan diambil perbuatan-perbuatan aniayanya, hingga Allah rida kepadanya dan mengampuni dosa-dosanya. Allah Swt. telah berfirman:


{وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ ...... إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا}


Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah. (Al-Furqan: 68) sampai dengan firman-Nya: kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh. (Al-Furqan: 70)

Hal ini merupakan hadis pula yang tidak boleh dimansukh, sedangkan mengenai interpretasi hal ini ditujukan kepada orang-orang musyrik, dan ayat surat An-Nisa diinterpretasikan kepada orang-orang mukmin merupakan hal

yang bertentangan dengan makna lahiriah ayat, dan masih diperlukan adanya dalil yang menunjukkan kepada takwil tersebut (yang mengatakan bahwa pelaku berdosa besar, masuk neraka, dan tiada tobat baginya). Firman Allah Swt.:


قُلْ يَا عِبادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ


Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah." (Az-Zumar: 53), hingga akhir ayat.Makna ayat ini umum mencakup semua dosa, seperti kekufuran,

kemusyrikan, keraguan, munafik, membunuh jiwa, dan perbuatan fasik serta lain-lainnya. Dengan kata lain, barang siapa yang bertobat dari hal-hal tersebut, niscaya Allah menerima tobatnya. Dalam ayat yang lain Allah Swt. telah berfirman:


إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذلِكَ لِمَنْ يَشاءُ


Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48 dan 116)Ayat ini umum pengertiannya mencakup semua jenis dosa

selain dosa menyekutukan Allah. Ayat yang bermakna demikian disebutkan dalam surat An-Nisa, sesudah dan sebelum ayat ini (ayat 93), untuk memperkuat harapan.Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah kisah di kalangan kaum Bani Israil

di masa silam, yaitu seorang lelaki dari kalangan mereka sempat membunuh seratus orang. Lalu ia meminta kepada orang yang alim dari kalangan mereka, "Apakah masih ada tobat bagiku?" Orang alim itu menjawab,

"Tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi antara kamu dan tobat." Selanjutnya orang alim itu menunjukkan kepadanya sebuah kampung yang penduduknya menyembah Allah Swt., dan menganjurkannya untuk pindah ke kampung tersebut.

Maka si lelaki tersebut hijrah ke kampung yang dimaksud; tetapi di tengah jalan, maut merenggutnya. Pada akhirnya lelaki itu dibawa oleh malaikat rahmat, seperti yang sering kami sebut di tempat yang lain.

Apabila hal ini terjadi di kalangan kaum Bani Israil, maka lebih diterima lagi tobat yang dilakukan oleh umat ini, karena Allah Swt. telah meletakkan semua beban dan belenggu dari kami tidak seperti yang terjadi pada umat-umat terdahulu,

dan Allah Swt. mengutus Nabi kita dengan membawa syariat yang cenderung kepada kebenar-an dan penuh dengan toleransi.Adapun mengenai makna firman-Nya yang mengatakan: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin

dengan sengaja. (An-Nisa: 93), hingga akhir ayat. Maka sahabat Abu Hurairah dan sejumlah ulama Salaf mengatakan bahwa memang demikianlah balasannya, jika Allah hendak mengazabnya. Ibnu Murdawaih meriwayatkan

asar ini berikut sanadnya secara marfu' melalui jalur Muhammad ibnu Jami' Al-Attar, dari Al-Ala ibnu Maimun Al-Anbari, dari Hajjaj Al-Aswad, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah secara marfu'. Akan tetapi, tidak sah bila makna ayat ini

diartikan bahwa memang itulah balasannya jika dibalaskan kepadanya. Demikian pula halnya dalam semua ancaman atas suatu perbuatan dosa. Tetapi memang demikian keadaannya karena adanya penghalang berupa amal-amal saleh

yang mencegah sampainya balasan tersebut kepada pelakunya, menurut kedua pendapat yang terdapat di dalam kitab Muwazanah dan kitab Al-Ihbat. Pendapat terakhir ini merupakan jalan keluar yang paling baik dalam menerangkan Bab

"Wa'id" (ancaman).Bilamana diinterpretasikan bahwa pelaku pembunuhan dimasukkan ke dalam neraka, maka menurut pendapat Ibnu Abbas dan para pendukungnya, pengertian ini diinterpretasikan "tidak ada tobat baginya".

Atau kalau menurut pendapat jumhur ulama dengan interpretasi "dia tidak mempunyai amal saleh yang dapat menyelamatkan dirinya". Maka yang tersimpul dari semua pendapat menunjukkan bahwa si pembunuh tidak kekal di dalam neraka,

melainkan istilah kekal di sini hanya menunjukkan pengertian masa tinggal yang sangat lama. Sebagai buktinya banyak hadis mutawatir dari Rasulullah Saw. Yang menyatakan bahwa kelak akan dikeluarkan dari neraka

orang-orang yang di dalam kalbunya terdapat iman yang beratnya lebih kecil daripada biji sawi (biji zarrah).Adapun mengenai hadis Mu'awiyah yang mengatakan:


"كُلُّ ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أن يغفره إلا الرجل يموت كافرا، أو الرَّجُلُ يَقْتُلُ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا"


Semua dosa mudah-mudahan Allah mengampuninya, kecuali seorang lelaki yang mati dalam keadaan kafir, atau seorang lelaki yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja.Pengertian lafaz asa dalam ayat ini menunjukkan makna tarajji

(harapan). Apabila pengertian tarajji pada kedua gambaran tersebut tidak ada, bukan berarti meniadakan terjadinya tarajji pada salah satu dari kedua gambaran itu. Yang dimaksud ialah membunuh, karena adanya banyak dalil,

seperti yang telah kami kemukakan di atas.Orang yang mati dalam keadaan kafir, menurut nas dinyatakan bahwa Allah sama sekali tidak memberikan ampunan baginya. Mengenai tuntutan si terbunuh terhadap si pembunuh kelak di hari kiamat,

sesungguhnya hal ini termasuk hak-hak yang menyangkut anak Adam di antara sesama mereka. Hal ini jelas tidak dapat dihapus dengan tobat, melainkan sudah merupakan suatu keharusan urusannya dikembalikan kepada mereka

yang bersangkutan. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara orang yang terbunuh dan orang yang dicuri, orang yang digasab dan orang yang dituduh berbuat zina, dan semua hak yang menyangkut anak Adam. Karena sesungguhnya ijma'

telah sepakat bahwa hak-hak anak Adam tidak dapat digugurkan oleh tobat, melainkan harus dikembalikan kepada mereka yang berhak untuk kebenaran tobatnya.Jika pengembalian hak ini tidak dapat dilaksanakan di dunia,

pasti di hari kiamat akan dituntut. Tetapi adanya tuntutan ini tidak memastikan adanya pembalasan, karena barangkali si pembunuh mempunyai banyak amal saleh yang keseluruhan atau sebagiannya dapat dibayarkan kepada si terbunuh.

Kemudian dengan sisa amal saleh yang masih dimilikinya, akhirnya ia dapat masuk surga karenanya. Atau barangkali Allah memberikan kepada si terbunuh ganti rugi menurut apa yang dikehendaki-Nya dari kemurahan-Nya,

yaitu berupa gedung-gedung di dalam surga berikut semua kenikmatan yang ada di dalamnya, dan derajatnya ditinggikan di dalamnya, serta lain sebagainya yang serupa.Selanjutnya bagi pelaku pembunuhan secara sengaja terdapat

ketentuan-ketentuan hukumnya di dunia dan ketentuan-ketentuan hukumnya di akhirat. Mengenai ketentuan hukumnya di dunia ialah ia diserahkan kepada para wali si terbunuh, sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya:


وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُوماً فَقَدْ جَعَلْنا لِوَلِيِّهِ سُلْطاناً


Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya. (Al Isra: 33), hingga akhir ayat.Kemudian ahli waris si terbunuh disuruh memilih antara membunuh si pembunuh,

atau memaafkan atau menerima diat berat yang terdiri atas tiga macam, yaitu tiga puluh ekor unta hiqqah, tiga puluh ekor unta jaz'ah, dan empat puluh ekor unta khilfah, seperti yang diterangkan di dalam kitab-kitab fiqih.

Para imam berbeda pendapat mengenai masalah memerdekakan seorang budak, berpuasa dua bulan berturut-turut ataukah memberi makan, menurut salah satu pendapat di antara dua pendapat, seperti ketentuan yang telah disebutkan

dalam keterangan kifarat membunuh secara tersalah (tidak sengaja). Ada dua pendapat mengenainya.Menurut pendapat Imam Syafii, semua muridnya, dan segolongan ulama, kifarat hukumnya wajib atas si pembunuh.

Karena jika dalam kasus pembunuhan secara tidak disengaja ia diwajibkan membayar kifarat, maka terlebih lagi dalam kasus pembunuhan secara sengaja. Mereka mengkiaskan hal ini dengan masalah sumpah palsu,

dan mengemukakan alasannya dengan menyebutkan masalah qada salat yang ditinggalkan secara sengaja; bahwa menurut kesepakatan mereka, wajib pula meng-qada salat yang ditinggalkan secara tidak sengaja.

Murid-murid Imam Ahmad dan lain-lainnya mengatakan bahwa pembunuhan secara disengaja terlalu berat dosanya bila dihapus dengan kifarat. Maka tiada kifarat dalam kasus pembunuhan disengaja. Hal yang sama dikatakan pula terhadap

kasus sumpah palsu, dan tiada jalan untuk membedakan antara kedua masalah tersebut dan masalah meninggalkan salat dengan sengaja, karena sesungguhnya mereka mengatakan wajib meng-qada salat bila ditinggalkan dengan sengaja.

Orang-orang yang berpendapat wajib membayar kifarat dalam kasus pembunuhan secara sengaja berpegang kepada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.


حَدَّثَنَا عَارِمُ بْنُ الْفَضْلِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي عَبْلَة، عَنِ الغَرِيف بْنِ عَيَّاشٍ، عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَفَرٌ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ فَقَالُوا: إِنَّ صَاحِبًا لَنَا قَدْ أَوْجَبَ. قَالَ: "فَلْيُعْتِقْ رَقَبَةً، يَفْدِي اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهَا عضوا منه من النار"


Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Amir ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari Al-Garif ibnu Ayyasy, dari Wailah ibnul Asqa' yang menceritakan bahwa segolongan orang

dari Bani Sulaim datang kepada Nabi Saw., lalu mereka bertanya, "Sesungguhnya seorang teman dari kalangan kami yang pasti masuk neraka karena pernah membunuh." Maka Rasulullah Saw. bersabda:

Maka hendaklah ia memerdekakan seorang budak yang akan ditebus oleh Allah setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak itu dari neraka.


قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا ضَمْرَة بْنُ رَبِيعَةَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي عَبْلَةَ عَنِ الغَريف الدَّيْلَمِيِّ قَالَ: أَتَيْنَا وَاثِلَةَ بْنَ الْأَسْقَعِ اللَّيْثِيَّ فَقُلْنَا: حَدِّثْنَا حَدِيثًا سمعتَه مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَاحِبٍ لَنَا قَدْ أَوْجَبَ، فَقَالَ: "أَعْتِقُوا عَنْهُ، يُعْتق اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنْهُ مِنَ النَّارِ".


Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Damrah ibnu Rabi'ah, dari Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari Al-Garif Ad-Dailami yang menceritakan, "Kami datang kepada Wasilah ibnul Asqa',

lalu kami berkata, 'Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang pernah engkau dengar dari Rasulullah Saw.'." Wasilah mengatakan, "Kami datang kepada Rasulullah Saw. sehubungan dengan seorang teman kami yang telah melakukan perbuatan

dosa besar (membunuh) yang memastikannya masuk neraka. Maka Rasulullah Saw. bersabda: 'Merdekakanlah oleh kalian seorang budak untuknya, niscaya Allah akan menebus setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak itu

dari neraka'.”Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai melalui hadis Ibrahim ibnu Abu Ablah dengan lafaz yang sama.Menurut lafaz Imam Abu Daud, dari Al-Garif Ad-Dailami, disebutkan seperti berikut:


أَتَيْنَا وَاثِلَةَ بْنَ الْأَسْقَعِ فَقُلْنَا: حَدِّثْنَا حَدِيثًا لَيْسَ فِيهِ زِيَادَةٌ وَلَا نُقْصَانٌ. فَغَضِبَ فَقَالَ: إِنْ أَحَدَكُمْ لَيَقْرَأُ وَمُصْحَفُهُ مُعَلَّقٌ فِي بَيْتِهِ فَيَزِيدُ وَيَنْقُصُ، قُلْنَا: إِنَّا أَرَدْنَا حَدِيثًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَاحِبٍ لَنَا قَدْ أَوْجَبَ -يَعْنِي النَّارَ-بِالْقَتْلِ، فَقَالَ: "أَعْتِقُوا عَنْهُ، يُعْتِقُ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنَ النَّارِ"


"Kami datang kepada Wasilah ibnul Asqa', lalu kami berkata kepadanya, "Ceritakanlah sebuah hadis yang tidak kamu tambah-tambahi dan tidak pula kamu kurangi kepada kami." Maka Wasilah marah dan mengatakan, "Rupanya seseorang

dari kalian biasa membaca Al-Qur'an yang ia gantungkan di dalam rumahnya, lalu ia menambah-nambah dan mengurangi bacaannya." Kami berkata, "Sesungguhnya kami hanya bermaksud sebuah hadis yang engkau dengar secara langsung

dari Rasulullah Saw. sendiri." Wasilah menjawab, "Kami pernah menghadap Rasulullah Saw. sehubungan dengan seorang teman kami yang wajib masuk neraka (karena telah membunuh seseorang). Maka Rasulullah Saw. bersabda:

'Merdekakanlah seorang budak oleh kalian untuknya, niscaya Allah akan menebus setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak itu dari neraka'.”

Surat An-Nisa |4:93|

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

wa may yaqtul mu`minam muta'ammidan fa jazaaa`uhuu jahannamu khoolidan fiihaa wa ghodhiballohu 'alaihi wa la'anahuu wa a'adda lahuu 'ażaaban 'azhiimaa

Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah Neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.

But whoever kills a believer intentionally - his recompense is Hell, wherein he will abide eternally, and Allah has become angry with him and has cursed him and has prepared for him a great punishment.

Tafsir
Jalalain

(Dan siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja) artinya sengaja hendak membunuhnya dengan alat yang biasa dipergunakan untuk membunuh di samping ia tahu pula bahwa orang yang akan dibunuhnya itu beriman

(maka balasannya ialah neraka Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutukinya) artinya menjauhkannya dari rahmat-Nya (serta menyediakan baginya siksa yang besar) yakni di neraka.

Ini ditakwilkan jika seseorang menganggapnya halal dengan pernyataan bahwa inilah balasannya yang setimpal jika dihukum menurut sepatutnya.

Tetapi dengan catatan bahwa hukuman itu dapat saja diubah berdasarkan firman Allah swt., "Dan Dia mengampuni dosa selain itu, syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

" Dan menurut Ibnu Abbas bahwa ayat ini menasakhkan ayat-ayat lain yang berisi pengampunan sementara ayat pada surah Al-Baqarah menyatakan bahwa orang yang membunuh secara sengaja

hendaklah dibunuh pula dan bahwa ia wajib membayar diat jika memperoleh kemaafan dan telah diterangkan pula berapa banyaknya.

Di samping itu sunah menerangkan pula bahwa di antara sengaja dengan tersalah itu ada semacam pembunuhan yang disebut semi sengaja,

yakni jika seseorang membunuh orang lain dengan alat yang tidak biasa digunakan untuk membunuh, maka tidak wajib kisas, hanya diat, sebagaimana pula sengaja dalam bentuk atau sifatnya

tetapi tersalah dalam mengundurkan dan melakukannya. Dan ini dalam keadaan sengaja lebih patut membayar kafarat daripada dalam keadaan tersalah.

Ayat berikut ini turun tatkala serombongan sahabat lewat pada seorang laki-laki dari Bani Sulaim yang sedang menghalau kambingnya. Orang itu memberi salam kepada rombongan sahabat itu tetapi kata mereka,

"Ia mengucapkan salam itu hanyalah untuk menyelamatkan dirinya," lalu orang itu mereka bunuh dan mereka halau ternaknya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 93 |

Penjelasan ada di ayat 92

Surat An-Nisa |4:94|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

yaaa ayyuhallażiina aamanuuu iżaa dhorobtum fii sabiilillaahi fa tabayyanuu wa laa taquuluu liman alqooo ilaikumus-salaama lasta mu`minaa, tabtaghuuna 'arodhol-ḥayaatid-dun-yaa fa 'indallohi maghoonimu kaṡiiroh, każaalika kuntum ming qoblu fa mannallohu 'alaikum fa tabayyanuu, innalloha kaana bimaa ta'maluuna khobiiroo

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah (carilah keterangan) dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu, "Kamu bukan seorang yang beriman," (lalu kamu membunuhnya) dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia, padahal di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah memberikan nikmat-Nya kepadamu, maka telitilah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.

O you who have believed, when you go forth [to fight] in the cause of Allah, investigate; and do not say to one who gives you [a greeting of] peace "You are not a believer," aspiring for the goods of worldly life; for with Allah are many acquisitions. You [yourselves] were like that before; then Allah conferred His favor upon you, so investigate. Indeed Allah is ever, with what you do, Acquainted.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bepergian) maksudnya mengadakan perjalanan untuk berjihad (di jalan Allah maka selidikilah) menurut satu qiraat dengan tiga macam baris pada dua tempat

(dan janganlah kamu katakan kepada orang yang mengucapkan salam kepadamu) ada yang memakai alif dan ada pula yang tidak sedangkan artinya ialah penghormatan atau ketundukan dengan membaca dua kalimat syahadat

sebagai ciri-ciri bagi penganut agama Islam (kamu bukan seorang mukmin) kamu mengatakan itu hanyalah untuk menjaga diri dan hartamu, lalu kamu membunuhnya (dengan maksud, menuntut)

artinya hendak mencari (harta benda kehidupan dunia) yakni barang rampasan (padahal di sisi Allah harta yang banyak) sehingga kamu tidak perlu membunuh untuk mendapatkan harta itu.

(Begitu pulalah keadaan kamu dahulu) darah dan harta bendamu dipelihara berkat ucapan syahadat dari kamu (lalu Allah melimpahkan karunia-Nya kepadamu) hingga terkenal keimanan dan keteguhan pendirianmu

(karena itu selidikilah) lebih dulu jangan sampai kamu membunuh orang yang telah beriman dan perlakukanlah terhadap orang yang baru masuk Islam sebagaimana kamu pernah diperlakukan.

(Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) sehingga kamu akan mendapat balasan daripada-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 94 |

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Bukair dan Khalaf ibnul Walid serta Husain ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa

seorang lelaki dari kalangan Bani Sulaim bersua dengan sejumlah sahabat Nabi Saw. yang sedang menggembalakan ternak kambing Nabi Saw. Lalu lelaki itu mengucapkan salam kepada mereka. Maka mereka berkata (kepada sesamanya),

"Orang ini tidak sekali-kali mengucapkan salam kepada kita melainkan hanya untuk menyelamatkan dirinya dari kita, lalu mereka menyerang dan membunuhnya. Setelah itu mereka merampas ternak kambing milik lelaki (harbi) itu kepada Nabi Saw.,

lalu turunlah ayat ini," yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 94), hingga akhir ayat.Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dari Abdu ibnu Humaid, dari Abdul Aziz ibnu Abu Razmah, dari Israil dengan lafaz

yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Dalam bab yang sama telah diriwayatkan sebuah hadis dari Usamah ibnu Zaid.Imam Hakim meriwayatkannya melalui jalur Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil dengan lafaz

yang sama; kemudian ia mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Ubaidillah ibnu Musa dan Abdur Rahim ibnu Sulaiman; keduanya

dari Israil dengan lafaz yang sama. Ibnu Jarir mengatakan dalam salah satu kitabnya selain kitab tafsirnya, bahwa ia telah meriwayatkannya dari jalur Abdur Rahman saja. Hadis ini menurut kami sahih sanadnya, tetapi adakalanya menurut

pendapat orang lain dinilai lemah karena ada beberapa cela yang antara lain ialah tidak diketahui ada seorang mukharrij yang mengetengahkannya dari Sammak, kecuali melalui jalur ini. Kelemahan lainnya ialah bahwa Ikrimah dalam periwayatan

hadisnya menurut pendapat mereka masih perlu dipertimbangkan. Kelemahan lainnya ialah orang yang diturunkan ayat ini berkenaan dengannya, menurut mereka masih diperselisihkan. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa ayat ini diturunkan

berkenaan dengan Muhallim ibnu Jusamah, sebagian yang lainnya mengatakan Usamah ibnu Zaid, dan pendapat yang lainnya lagi mengatakan selain itu.Menurut kami, pendapat ini aneh dan tidak dapat diterima ditinjau dari berbagai segi.

Pertama ialah terbukti bahwa hadis ini diriwayatkan melalui Sammak, dan telah menceritakan darinya banyak orang dari kalangan para imam yang terkenal. Kedua, bahwa Ikrimah menurut penilaian kitab sahih dapat dijadikan hujah hadisnya.

Ketiga, hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur selain jalur ini dari Ibnu Abbas; seperti yang dikatakan oleh Imam Bukhari, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Dinar, dari Ata,

dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: janganlah kalian mengatakan kepada orang yang mengucapkan 'salam' kepada kalian, "Kamu bukan seorang mukmin." (An-Nisa: 94) Ibnu Abbas mengatakan bahwa dahulu pernah ada

seorang lelaki sedang sibuk mengurus ganimah miliknya, lalu ia dikejar oleh orang-orang muslim, dan ia mengucapkan, "As salamu 'alaikum" kepada mereka, tetapi mereka membunuhnya dan merampas ganimahnya. Maka turunlah firman-Nya:

janganlah kalian mengatakan kepada orang yang mengucapkan 'salam' kepada kalian, "Kamu bukan seorang mukmin." (An-Nisa: 94)Ibnu Abbas mengatakan bahwa harta benda duniawi adalah ganimah itu, dan Ibnu Abbas membacakan

firman-Nya, "As-salama."Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mansur, dari Amr ibnu Dinar, dari Ata ibnu Yasar, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa pasukan kaum muslim mengejar seorang lelaki yang sedang

mengurus ganimahnya, lalu lelaki itu mengucapkan salam kepada mereka. Tetapi mereka membunuhnya dan merampas ganimahnya. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: dan janganlah kalian mengatakan kepada orang yang mengucapkan

salam kepada kalian, "Kamu bukan seorang mukmin." (An-Nisa: 94)Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui jalur Sufyan ibnu Uyaynah dengan lafaz yang sama. Di dalam salah satu turjumah (autobiografi) ada yang tidak disebutkan,

yaitu saudara lelakinya yang bernama Fazzar hijrah kepada Rasulullah Saw. atas perintah ayahnya untuk memberitahukan kepada beliau perihal keislamannya dan keislaman kaumnya. Tetapi di tengah jalan dalam kegelapan malam

ia bersua dengan suatu pasukan Sariyyah Rasulullah Saw. Padahal ia telah mengucapkan kepada mereka bahwa dirinya adalah orang muslim, tetapi mereka tidak menerimanya, bahkan membunuhnya. Ayah si terbunuh datang kepada

Rasulullah Saw. untuk melaporkan hal itu, maka Rasulullah Saw. memberinya seribu dinar dan diat lainnya, lalu menyuruhnya pergi. Maka turunlah firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian pergi (berperang) dijalan Allah.

(An-Nisa: 94), hingga akhir ayat.Adapun mengenai kisah Muhallim ibnu Jusamah, Imam Ahmad mengatakan sehubungan dengannya, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Muhammad ibnu Ishaq,

telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdullah ibnu Qasit, dari Al-Qa'qa' ibnu Abdullah ibnu Abu Hadrad r.a. yang menceritakan, "Rasulullah Saw. mengirimkan kami kepada kabilah Adam dalam bentuk suatu pasukan.

Aku ikut dalam pasukan itu yang di dalamnya terdapat Abu Qatadah (yaitu Al-Haris ibnu Rib'i) dan Muhallim ibnu Jusamah ibnu Qais. Ketika kami sampai di lembah tempat kabilah Adam tinggal, maka bersualah dengan kami

Amir ibnul Adbat Al-Asyja'i yang mengendarai untanya seraya membawa sejumlah barang dan air susu. Ketika hendak berpapasan dengan kami, ia mengucapkan salam kepada kami, maka kami berhenti karenanya; tetapi Muhallim ibnu Jusamah

menyerangnya dan langsung membunuhnya karena ada suatu masalah antara mereka berdua. Lalu Muhallim merampas unta kendaraannya dan semua barang miliknya. Setelah kami kembali kepada Rasulullah Saw. dan kami ceritakan kepadanya

peristiwa tersebut, maka turunlah firman-Nya: 'Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian pergi (berperang) di jalan Allah' —hingga sampai pada firman-Nya— "Maha Mengetahui." (An-Nisa: 94)Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (menyendiri).


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ نَافِعٍ؛ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ قَالَ: بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَلِّم بْنَ جَثَّامة مَبْعَثًا، فَلَقِيَهُمْ عَامِرُ بْنُ الْأَضْبَطِ، فَحَيَّاهُمْ بِتَحِيَّةِ الإسلام وكانت بينهم حسنة فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَرَمَاهُ مُحَلِّمٌ بِسَهْمٍ فَقَتَلَهُ، فَجَاءَ الْخَبَرُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَكَلَّمَ فِيهِ عُيَيْنَةُ وَالْأَقْرَعُ، فَقَالَ الْأَقْرَعُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، سُنَّ الْيَوْمَ وَغَيِّرْ غَدًا. فَقَالَ عُيَيْنَةُ: لَا وَاللَّهِ، حَتَّى تَذُوقَ نِسَاؤُهُ مِنَ الثُّكل مَا ذَاقَ نِسَائِي. فَجَاءَ مُحَلِّمٌ فِي بُرْدَيْنِ، فَجَلَسَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَسْتَغْفِرَ لَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لا غَفَرَ اللَّهُ لَكَ". فَقَامَ وَهُوَ يَتَلَقَّى دُمُوعَهُ بِبُرْدَيْهِ، فَمَا مَضَتْ لَهُ سَابِعَةٌ حَتَّى مَاتَ، وَدَفَنُوهُ، فَلَفَظَتْهُ الْأَرْضُ، فَجَاءُوا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: "إِنَّ الْأَرْضَ تَقَبَلُ مَنْ هُوَ شَرٌّ مَنْ صَاحَبِكُمْ، وَلَكِنَّ اللَّهَ أَرَادَ أَنْ يَعِظَكُمْ مِنْ جرمتكم" ثُمَّ طَرَحُوهُ بَيْنَ صَدَفَيْ جَبَلٍ وَأَلْقَوْا عَلَيْهِ الْحِجَارَةَ، وَنَزَلْتُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِيَن آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُم فِي سَبِيلِ اللهِ فَتَبَيَّنُوا} الْآيَةَ.


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Abu Ishaq, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan Muhallim ibnu Jusamah bersama

suatu pasukan. Lalu di tengah jalan mereka bersua dengan Amir ibnul Adbat, maka Amir mengucapkan salam penghormatan Islam kepada mereka. Dahulu di masa Jahiliah pernah terjadi permusuhan di antara mereka. Maka Muhallim membidiknya

dengan anak panah hingga Amir mati. Berita itu sampai kepada Rasulullah Saw. Maka Uyaynah dan Al-Aqra' membicarakan hal tersebut. Untuk itu ia Al-Aqra' berkata, "Wahai Rasulullah, kirimkanlah pasukan hari ini dan adakanlah serangan

pada keesokan harinya." Uyaynah berkata, "Tidak, demi Allah, sebelum wanita-wanitanya (istri-istrinya) merasakan kehilangan dia sebagaimana yang dirasakan oleh wanita-wanitaku." Lalu datanglah Muhallim dengan memakai baju burdah

dua lapis. Ia langsung duduk di hadapan Rasulullah Saw. dengan maksud meminta maaf kepadanya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Semoga Allah tidak mengampunimu! Maka Muhallim pergi dalam keadaan menangis dan air matanya

membasahi baju burdahnya. Belum lagi sampai satu minggu, Muhallim meninggal dunia, lalu mereka menguburnya, tetapi bumi menolaknya. Maka mereka (kaumnya) datang kepada Nabi Saw. dan menceritakan peristiwa tersebut kepadanya.

Maka beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya bumi ini menerima pula orang yang lebih jahat dari teman kalian itu, tetapi Allah bermaksud memberikan pelajaran kepada kalian. Kemudian mereka melemparkan jenazahnya ke celah bukit,

lalu menimbunnya dengan batu-batuan. Dan turunlah firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian pergi (berperang) dijalan Allah, maka telitilah. (An-Nisa: 94), hingga akhir ayat.


قَالَ الْبُخَارِيُّ: قَالَ حَبِيبُ بْنُ أَبِي عَمْرَة، عَنْ سَعِيدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ (4) صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْمِقْدَادِ: "إِذَا كَانَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ يُخْفِي إِيمَانَهُ مَعَ قَوْمٍ كُفَّارٍ، فَأَظْهَرَ إِيمَانَهُ فقتلتَه، فَكَذَلِكَ كُنْتَ أَنْتَ تُخْفِي إِيمَانَكَ بِمَكَّةَ مِنْ قَبْلُ".


Imam Bukhari mengatakan bahwa Habib ibnu Abu Amrah pernah meriwayatkan dari Sa'id, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Al-Miqdad: Apabila seorang lelaki mukmin menyembunyikan imannya

karena ia hidup bersama orang-orang kafir, lalu ia menampakkan imannya, tetapi kamu membunuhnya; maka demikian pula halnya kamu ketika di Mekah, kamu menyembunyikan imanmu sebelum itu.Demikianlah menurut apa yang diketengahkan

oleh Imam Bukhari secara mu'allaq lagi singkat.Akan tetapi, hadis ini diriwayatkan secara panjang lebar lagi mausul. Untuk itu Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan:


حدثنا حماد بْنُ عَلِيٍّ الْبَغْدَادِيِّ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَلِيِّ (7) بْنِ مُقَدَّم، حَدَّثَنَا حَبِيبُ بْنُ أَبِي عَمْرَة، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً، فِيهَا الْمِقْدَادُ بْنُ الْأَسْوَدِ، فَلَمَّا أَتَوُا الْقَوْمَ وَجَدُوهُمْ قَدْ تَفَرَّقُوا، وَبَقِيَ رَجُلٌ لَهُ مَالٌ كَثِيرٌ لَمْ يَبْرَحْ فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. وَأَهْوَى (8) إِلَيْهِ الْمِقْدَادُ فَقَتَلَهُ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ: أَقَتَلْتَ رَجُلًا شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ؟ وَاللَّهِ لأذكرَن ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَلَمَّا قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ رَجُلًا شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَقَتَلَهُ الْمِقْدَادُ. فَقَالَ: "ادْعُوَا لِي الْمِقْدَادَ. يَا مِقْدَادُ، أَقَتَلْتَ رَجُلًا يَقُولُ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَكَيْفَ لَكَ بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ غَدًا؟ ". قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَى إِلَيْكُمُ السَّلامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ كَذَلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا} فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْمِقْدَادِ: "كَانَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ يُخْفِي إِيمَانَهُ مَعَ قَوْمٍ كُفَّارٍ، فَأَظْهَرَ إِيمَانَهُ، فقتلْتَه، وَكَذَلِكَ كُنْتَ تُخْفِي إِيمَانَكَ بِمَكَّةَ قُبَلُ"


telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Ali Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Ali ibnu Miqdam, telah menceritakan kepada kami Habib ibnu Abu Amrah,

dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan suatu sariyyah (pasukan) yang dipimpin oleh Al-Miqdad ibnu Aswad. Ketika mereka sampai di tempat kaum yang dituju, ternyata mereka

tidak menjumpai seorang pun karena semuanya melarikan diri. Hanya ada seorang lelaki yang tetap tinggal di tempatnya, dia mempunyai banyak harta benda. Lalu lelaki itu mengucapkan, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah."

Akan tetapi, Al-Miqdad tetap menyerangnya dan membunuhnya. Maka seorang lelaki dari kalangan anak buahnya berkata, "Apakah kamu berani membunuh seseorang yang telah mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan selain Allah"? Demi Allah,

aku benar-benar akan melaporkannya kepada Nabi Saw." Setelah mereka kembali kepada Rasulullah Saw., maka mereka berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang lelaki yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah,

lalu lelaki itu dibunuh oleh Al-Miqdad." Maka beliau Saw. bersabda, "Panggillah Al-Miqdad menghadapku." Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Hai Miqdad, apakah kamu telah membunuh seorang lelaki yang mengucapkan bahwa

tidak ada Tuhan selain Allah? Maka bagaimanakah kamu dengan kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah' besok (di hari kiamat)? Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian pergi (berperang) di jalan Allah,

maka telitilah dan janganlah kalian mengatakan kepada orang yang mengucapkan salam kepada kalian, "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah

ada harta yang banyak. Begitu pula keadaan kalian dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kalian, maka telitilah. (An-Nisa: 94) Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepada Al-Miqdad: Dia adalah seorang mukmin yang menyembunyikan

imannya dari orang-orang kafir, lalu ia menampakkan imannya, tetapi kamu membunuhnya. Padahal begitu jugalah keadaanmu dahulu di Mekah sebelum itu, kamu menyembunyikan imanmu.Firman Allah Swt.:


فَعِنْدَ اللَّهِ مَغانِمُ كَثِيرَةٌ


karena di sisi Allah ada harta yang banyak. (An-Nisa: 94)Yakni yang lebih baik dari harta dunia yang kamu inginkan dan yang mendorong kamu untuk membunuh semisal orang yang mengucapkan salam kepadamu itu.

Padahal dia telah menampakkan keimanannya kepada kalian, tetapi kalian tidak mengindahkannya dan menuduhnya hanya sebagai basa-basi untuk menyelamatkan dirinya. Kamu lakukan hal tersebut dengan tujuan untuk memperoleh

harta duniawi. Ketahuilah bahwa pahala yang ada di sisi Allah jauh lebih baik daripada apa yang kalian inginkan dari harta orang tersebut.Firman Allah Swt.:


كَذلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ


Begitu jugalah keadaan kalian dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kalian. (An-Nisa: 94)Padahal sebelum itu kalian sama dengan orang tersebut yang menyembunyikan imannya dan merahasiakannya dari mata kaumnya,

seperti yang telah disebut dalam hadis marfu' di atas. Juga semakna dengan apa yang disebut oleh Allah Swt. dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:


وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الْأَرْضِ


Dan ingatlah, ketika kalian masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi (Mekah). (Al-Anfal: 26)Demikianlah menurut pendapat Sa'id ibnu Jubair, menurut apa yang diriwayatkan oleh As-Sauri, dari Habib ibnu Abu Amrah,

dari Sa'id ibnu Jubair tentang firman-Nya: Begitu jugalah keadaan kalian dahulu. (An-Nisa: 94) Yakni kalian menyembunyikan iman kalian dari pengetahuan orang-orang musyrik Mekah.Abdur Razzaq meriwayatkannya dari Ibnu Juraij,

telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Kasir, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Begitu jugalah keadaan kalian dahulu. (An-Nisa: 94) Yaitu kalian menyembunyikan iman kalian sebagaimana penggembala ini

menyembunyikan imannya. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Qais, dari Salim, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan firman-Nya: Begitu pula keadaan kalian dahulu.

(An-Nisa: 94) Yakni kalian belum beriman, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kalian. (An-Nisa: 94) Maksudnya, mengampuni kalian (karena kalian masuk Islam). Lalu Usamah bersumpah bahwa ia tidak akan membunuh seseorang

yang mengucapkan, "Tidak ada Tuhan selain Allah," sesudah lelaki tersebut dan sesudah peringatan Rasulullah Saw. terhadap dirinya sehubungan dengan peristiwa itu. Firman Allah Swt.:


{فَتَبَيَّنُوا}


maka telitilah. (An-Nisa: 94) Makna ayat ini mengukuhkan kalimat sebelumnya. Firman Allah Swt.:


{إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا}


Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (An-Nisa: 94) Menurut Sa'id ibnu Jubair, dalam firman ini terkandung ancaman dan peringatan.

Surat An-Nisa |4:95|

لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا

laa yastawil-qoo'iduuna minal-mu`miniina ghoiru ulidh-dhorori wal-mujaahiduuna fii sabiilillaahi bi`amwaalihim wa anfusihim, fadhdholallohul-mujaahidiina bi`amwaalihim wa anfusihim 'alal-qoo'idiina darojah, wa kullaw wa'adallohul-ḥusnaa, wa fadhdholallohul-mujaahidiina 'alal-qoo'idiina ajron 'azhiimaa

Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) tanpa mempunyai uzur (halangan) dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,

Not equal are those believers remaining [at home] - other than the disabled - and the mujahideen, [who strive and fight] in the cause of Allah with their wealth and their lives. Allah has preferred the mujahideen through their wealth and their lives over those who remain [behind], by degrees. And to both Allah has promised the best [reward]. But Allah has preferred the mujahideen over those who remain [behind] with a great reward -

Tafsir
Jalalain

(Tidaklah sama di antara orang-orang mukmin yang duduk) maksudnya tidak ikut berjihad (tanpa mempunyai uzur) seperti tua, buta dan lain-lain; marfu` karena sifat dan manshub sebagai mustatsna

(dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah berikut harta dan jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka atas orang-orang yang duduk) karena uzur (satu tingkat)

atau satu kelebihan karena walaupun mereka sama dalam niat, tetapi ada tambahan pada orang-orang yang berjihad, yaitu pelaksanaan (dan kepada masing-masing) mereka dari kedua golongan itu

(Allah menjanjikan pahala yang baik) yaitu surga. (Dan Allah memberi kelebihan terhadap orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk) tanpa uzur (berupa pahala yang besar) dan sebagai badalnya ialah:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 95 |

Tafsir ayat 95-96

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang mengatakan bahwa ketika diturunkan ayat berikut: Tidaklah sama antara orang mukmin

yang duduk. (An-Nisa: 95) Maka Rasulullah Saw. memanggil Zaid untuk menulisnya, lalu datanglah Ibnu Ummi Maktum yang mengadukan tentang uzurnya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: yang tidak mempunyai uzur. (An-Nisa: 95)

Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang). (An-Nisa: 95)

Lalu Nabi Saw. bersabda, "Panggilkanlah si Fulan!" Maka datanglah orang yang dimaksud dengan membawa tinta, lembaran (lauh), dan pena; lalu Rasulullah Saw. memerintahkannya untuk menulis ayat berikut: Tidaklah sama antara orang mukmin

yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad dijalan Allah. Saat itu di belakang Nabi Saw. terdapat Ibnu Ummi Maktum. Maka Ibnu Ummi Maktum berkata, "Wahai Rasulullah, aku adalah orang yang tuna netra."

Lalu turunlah ayat berikut sebagai gantinya, yaitu firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah. (An-Nisa: 95)

Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdullah, telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnu Sad. dari Saleh ibnu Kaisan, dari Ibnu Syihab, "Telah menceritakan kepadaku Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi, bahwa

ia melihat Marwan ibnul Hakam di dalam masjid. Lalu ia datang kepadanya dan duduk di sebelahnya. Kemudian ia menceritakan kepada kami bahwa Zaid ibnu Sabit pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. pernah memerintahkan

kepadaku untuk mencatat firman-Nya: 'Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah." Lalu datanglah kepada beliau Saw. Ibnu Ummi Maktum, yang saat itu beliau sedang

mengimlakannya kepadaku. Maka dengan serta merta Ibnu Ummi Maktum berkata, 'Wahai Rasulullah, demi Allah, seandainya aku mampu berjihad di jalan Allah, niscaya aku akan berjihad.' Ibnu Ummi Maktum adalah orang yang tuna netra.

Maka turunlah kepada Rasulullah Saw. wahyu lainnya, yang saat itu paha beliau Saw. berada di atas pahaku, maka terasa amat berat bagiku hingga aku merasa khawatir bila pahaku menjadi patah karenanya (beratnya wahyu yang sedang turun

kepada Nabi Saw.). Setelah beliau Saw. selesai dari menerima wahyu, maka beliau Saw. membacakan ayat yang diturunkan, yaitu firman-Nya: 'yang tidak mempunyai uzur (halangan)' (An-Nisa: 95)."Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari,

tanpa Imam Muslim.Telah diriwayatkan melalui jalur lain oleh Imam Ahmad, dari Zaid; untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Abuz Zanad,

dari Kharijah ibnu Zaid yang mengatakan bahwa sahabat Zaid ibnu Sabit pernah menceritakan hadis berikut, "Ketika aku sedang duduk di sebelah Nabi Saw., tiba-tiba turunlah wahyu kepadanya dan sakinah (ketenangan) menguasai dirinya."

Zaid ibnu Sabit melanjutkan kisahnya, "Ketika Nabi Saw. dikuasai oleh ketenangan, beliau mengangkat pahanya dan meletakkannya di atas pahaku." Zaid ibnu Sabit menceritakan, "Demi Allah, aku belum pernah merasakan sesuatu yang lebih berat

daripada paha Rasulullah Saw. Setelah wahyu selesai darinya, beliau bersabda, 'Hai Zaid, tulislah!' Maka aku mengambil lembaran dan beliau memerintahkan kepadaku untuk mencatat firman berikut, yaitu: Tidaklah sama antara orang mukmin

yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah. sampai dengan firman-Nya: pahala yang besar. (An-Nisa: 95)Lalu aku menulis ayat tersebut pada selembar tulang paha. Ketika Ibnu Ummi Maktum

mendengarnya, maka ia bangkit, sedangkan dia adalah seorang yang tuna netra; ia bangkit karena mendengar keutamaan orang-orang yang berjihad di jalan Allah, lalu ia berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan orang

yang tidak mampu berjihad dan orang yang tuna netra serta yang mengalami hal-hal yang serupa?'." Zaid melanjutkan kisahnya, "Demi Allah, sebelum ucapan Ibnu Ummi Maktum selesai atau begitu Ibnu Ummi Maktum selesai dari ucapannya,

maka Nabi Saw. dikuasai oleh sakinah lagi, dan pahanya berada di atas pahaku. Maka aku merasakan pahanya berat sekali karena wahyu, seperti yang telah kurasakan semula. Kemudian wahyu selesai darinya, lalu beliau bersabda, 'Bacalah!'

Maka aku membacakan kepadanya firman berikut: 'Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah.' Maka Nabi Saw. bersabda membacakan pengecualiannya,

yaitu firman-Nya: 'yang tidak mempunyai uzur' (An-Nisa: 95)." Zaid ibnu Sabit mengatakan, "Lalu aku menyusulkannya (menyisipkannya). Demi Allah, seakan-akan aku melihat sisipannya itu berada pada bagian yang retak dari lembaran

tulang paha itu."Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Sa'id ibnu Mansur, dari Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya, dari Kharijah ibnu Zaid ibnu Sabit, dari ayahnya dengan lafaz yang semisal.

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Az-Zuhri, dari Qubaisah ibnu Zua-ib, dari Zaid ibnu Sabit yang menceritakan bahwa dia adalah juru tulis wahyu Rasulullah Saw.

Maka Rasulullah Saw. pada suatu hari memerintahkan kepadanya untuk mencatat firman berikut, yaitu: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dan orang-orang yang berjihad dijalan Allah.

Lalu datanglah Ibnu Ummi Maktum, dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ingin berjihad di jalan Allah, tetapi aku mempunyai cacat seumur hidup seperti yang engkau lihat sendiri, indra penglihatanku telah tiada."

Zaid ibnu Sabit melanjutkan kisahnya, "Maka terasa berat lagi paha Rasulullah Saw. di atas pahaku, hingga aku merasa khawatir bila tulang pahaku patah karenanya. Setelah wahyu selesai darinya, maka beliau memerintahkan kepadaku

untuk mencatat ayat berikut, yaitu firman-Nya: 'Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah' (An-Nisa: 95)."

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Abdul Karim (yaitu Ibnu Malik Al-Jariri),

bahwa Miqsam maula Abdullah ibnul Haris pernah menceritakan kepadanya bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang). (An-Nisa: 95)

Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Perang Badar dan orang-orang yang berangkat menuju medan peperangan Badar. Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari tanpa Imam Muslim.Imam Turmuzi telah meriwayatkannya

melalui jalur Hajjaj dari Ibnu Juraij, dari Abdullah Karim, dari Miqsam, dari ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur

dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah. (An-Nisa: 95) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Perang Badar dan orang-orang yang berangkat menuju medan peperangan Badar.Ketika diturunkan ayat mengenai Perang Badar,

maka Abdullah ibnu Jahsy dan Ibnu Ummi Maktum berkata, "Sesungguhnya kami adalah dua orang yang tuna netra, wahai Rasulullah. Apakah ada keringanan bagi kami?" Maka turunlah firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin

yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur. (An-Nisa: 95) Allah melebihkan orang-orang yang berjihad di jalan-Nya atas orang-orang yang duduk —tidak ikut berperang— satu derajat. Mereka yang duduk tidak ikut perang itu

adalah selain yang mempunyai uzur (halangan). Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. (An-Nisa: 95) Yakni orang-orang yang duduk tidak ikut berperang dari kalangan

orang-orang mukmin selain mereka yang mempunyai uzur (halangan).Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Turmuzi, kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib bila ditinjau dari segi jalur sanadnya. Firman Allah Swt.:


{لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ}


Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang). (An-Nisa: 95) bermakna mutlak. Dan ketika diturunkan wahyu yang singkat, yaitu firman Nya:


{غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ}


yang tidak mempunyai uzur. (An-Nisa: 95) Maka hal ini mengandung keringanan dan jalan keluar bagi orang-orang yang mempunyai uzur yang membolehkannya untuk tidak ikut berjihad, seperti tuna netra, pincang, dan sakit;

hingga kedudukan mereka tetap sama dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Setelah itu Allah memberitakan perihal keutamaan yang dimiliki oleh orang-orang yang berjihad, bahwa keutamaan mereka

berada di atas orang-orang yang duduk —tidak ikut berperang— satu derajat. Menurut Ibnu Abbas, selain dari mereka yang mempunyai uzur.Memang demikianlah seharusnya,

seperti yang dinyatakan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui jalur Zuhair ibnu Mu'awiyah, dari Humaid ibnu Anas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


" إِنَّ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا سِرْتُم مِنْ مَسِير، وَلَا قَطَعْتُمْ مِنْ وَادٍ إِلَّا وَهُمْ مَعَكُمْ فِيهِ " قَالُوا: وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: " نَعَمْ حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ "


Sesungguhnya di Madinah terdapat orang-orang yang tidak sekali-kali kalian berjalan, dan tidak pula menempuh suatu lembah, melainkan mereka selalu bersama kalian padanya. Ketika mereka bertanya, "Apakah mereka tetap tinggal di Madinah,

wahai Rasulullah?" Nabi Saw. menjawab: Ya, mereka terhalang oleh uzur (hingga tidak ikut bersama kamu).Hal yang sama diriwayatkan oleh Ahmad melalui Muhammad ibnu Addi, dari Humaid, dari Anas, dengan lafaz yang sama. Imam Bukhari men-ta'liq-nya secara majzum.


وَرَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ مُوسَى بْنِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَبِيهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَقَدْ تَرَكْتُمْ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا سِرْتُمْ مُسِيرًا، وَلَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ، وَلَا قَطَعْتُمْ مِنْ وادٍ إِلَّا وَهُمْ مَعَكُمْ فِيهِ ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَكُونُونَ مَعَنَا وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ؟ قَالَ: " حَبْسَهُمُ الْعُذْرُ "


Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Hammad ibnu Salamah, dari Humaid dari Musa ibnu Anas ibnu Malik, dari ayahnya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya kalian meninggalkan di Madinah orang-orang yang tidak sekali-kali

kalian menempuh suatu perjalanan dan tidak sekali-kali kalian membelanjakan sesuatu, tidak sekali-kali kalian menempuh suatu lembah melainkan mereka selalu bersama kalian di dalamnya. Mereka (para sahabat) bertanya, "Bagaimanakah mereka

dapat bersama kami padanya, wahai Rasulullah?" Nabi Saw. menjawab: Ya, mereka tertahan oleh uzur.Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Abu Daud. Semakna dengan pengertian ini, ada seorang penyair yang mengatakan:


يَا رَاحِلِينَ إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ لَقَدْ ... سِرْتُمْ جُسُومًا وَسِرْنَا نَحْنُ أَرْوَاحَا إنَّا أَقَمْنَا عَلَى عُذْرٍ وَعَنْ قَدَرٍ ... وَمَنْ أَقَامَ عَلَى عُذْرٍ فَقَدْ رَاحَا


Hai orang-orang yang berangkat ke Baitullah Al-'Atiq (Ka'bah), sesungguhnya kalian berangkat dengan jasad kalian, sedangkan karni hanya berangkat dengan arwah kami. Sesungguhnya kami tinggal di tempat karena uzur dan takdir;

dan barang siapa yang tinggal karena uzur, berarti sama saja dengan orang yang berangkat (haji).Firman Allah Swt.:


وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنى


Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik. (An-Nisa: 95)Yang dimaksud dengan pahala yang baik ialah surga dan pahala yang berlimpah. Di dalam ayat ini terkandung makna yang menunjukkan bahwa jihad itu bukanlah fardu ain, melainkan fardu kifayah. Firman Allah Swt.:


وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجاهِدِينَ عَلَى الْقاعِدِينَ أَجْراً عَظِيم


dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar. (An-Nisa: 95)Kemudian Allah Swt. memberitakan anugerah yang diberikan kepada mereka berupa tingkatan-tingkatan pahala

di dalam gedung-gedung surga yang tinggi, semua dosa dan kesalahan diampuni, rahmat serta berkah Allah meliputi diri mereka; semua itu sebagai kebaikan dan kemurahan dari Allah Swt. buat mereka. Hal ini diungkapkan melalui firman-Nya:


{دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}


(yaitu) beberapa derajat dari-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 96)Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


«إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِهِ، مَا بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ الأرض»


Sesungguhnya di dalam surga terdapat seratus derajat (tingkatan) yang disediakan oleh Allah untuk orang-orang yang berjihad di jalan-Nya, jarak antara tiap-tiap dua derajat sama dengan jarak antara langit dan bumi.

Al-A'masy meriwayatkannya dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


" مَنْ بَلَغَ بِسَهْمٍ فَلَهُ أَجْرُهُ دَرَجَةٌ " فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الدَّرَجَةُ؟ فَقَالَ: " أَمَا إِنَّهَا لَيْسَتْ بِعَتَبَةِ أُمُّكَ، مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ مِائَةُ عَامٍ "


Barang siapa yang melepaskan anak panah (di jalan Allah), baginya pahala satu derajat. Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah derajat itu?" Nabi Saw. menjawab: Ingatlah, sesungguhnya derajat itu bukan tangga naik yang ada pada pintu rumah ibumu, jarak antara dua derajat adalah seratus tahun (perjalanan).

Surat An-Nisa |4:96|

دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

darojaatim min-hu wa maghfirotaw wa roḥmah, wa kaanallohu ghofuuror roḥiimaa

(yaitu) beberapa derajat daripada-Nya serta ampunan dan rahmat. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Degrees [of high position] from Him and forgiveness and mercy. And Allah is ever Forgiving and Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Yaitu beberapa tingkat daripada-Nya) yang sebagiannya lebih mulia dari lainnya (dan keampunan serta rahmat) manshub disebabkan kedua fi'ilnya yang diperkirakan (dan Allah Maha Pengampun) bagi para wali-Nya

(lagi Maha Penyayang) terhadap ahli taat-Nya. Ayat berikutnya turun pada jama'ah muslim yang tidak mengikuti hijrah lalu mereka terbunuh pada hari (perang) Badar bersama orang-orang kafir.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 96 |

Penjelasan ada di ayat 95

Surat An-Nisa |4:97|

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ ۖ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ فَأُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

innallażiina tawaffaahumul-malaaa`ikatu zhoolimiii anfusihim qooluu fiima kuntum, qooluu kunnaa mustadh'afiina fil-ardh, qooluuu a lam takun ardhullohi waasi'atan fa tuhaajiruu fiihaa, fa ulaaa`ika ma`waahum jahannam, wa saaa`at mashiiroo

Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzalimi diri sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, "Bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab, "Kami orang-orang yang tertindas di Bumi (Mekah)." Mereka (para malaikat) bertanya, "Bukankah Bumi Allah itu luas sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di Bumi itu?" Maka orang-orang itu tempatnya di Neraka Jahanam dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali,

Indeed, those whom the angels take [in death] while wronging themselves - [the angels] will say, "In what [condition] were you?" They will say, "We were oppressed in the land." The angels will say, "Was not the earth of Allah spacious [enough] for you to emigrate therein?" For those, their refuge is Hell - and evil it is as a destination.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri) maksudnya orang-orang yang tinggal bersama orang kafir di Mekah dan tidak hendak hijrah

(malaikat bertanya) kepada mereka sambil mencela ("Kenapa kamu ini" artinya bagaimana sebenarnya pendirianmu terhadap agamamu ini (Ujar mereka) mengajukan alasan ("Kami ini orang-orang yang ditindas)

artinya lemah sehingga tidak mampu menegakkan agama (di muka bumi") artinya di negeri Mekah (Kata mereka) pula sambil mencela ("Bukankah bumi Allah luas hingga kamu dapat berhijrah padanya")

yakni dari bumi kaum kafir ke negeri lain sebagaimana dilakukan orang lain Firman Allah swt. ("Mereka itu, tempat mereka ialah neraka Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.")

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 97 |

Tafsir ayat 97-100

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah dan lainnya; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman Abul Aswad

yang menceritakan, "Telah diputuskan untuk mengirimkan suatu pasukan terhadap penduduk Madinah, lalu aku mendaftarkan diri pada pasukan itu. Aku bersua dengan Ikrimah maula Ibnu Abbas, lalu aku ceritakan hal tersebut kepadanya.

Dia melarangku melakukan hal tersebut dengan larangan yang keras. Lalu ia berkata, 'Telah menceritakan kepadaku Ibnu Abbas, bahwa dahulu ada sejumlah kaum muslim bersama-sama kaum musyrik memperkuat pasukan mereka di masa

Rasulullah Saw. Maka ada anak panah yang meluncur dan mengenai seseorang dari kaum muslim yang bergabung dengan pasukan kaum musyrik itu, lalu ia mati terbunuh, atau terpukul lehernya oleh pedang hingga mati.' Maka Allah Swt.

menurunkan firman-Nya: 'Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri' (An-Nisa: 97)."Al-Lais meriwayatkannya melalui Abul Aswad.Ibnu Abu Hatim mengatakan. telah menceritakan kepada kami

Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi. telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad (yakni Az-Zubairi). telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syarik Al-Makki. telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Dinar dari Ikrimah,

dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa dahulu ada suatu kaum dari kalangan penduduk Mekah. mereka menyembunyikan keislamannva. Tetapi kaum musyrik memaksa mereka berangkat berperang dalam Perang Badar bersama-sama mereka,

lalu ada sebagian dari mereka yang gugur. Maka orang-orang muslim berkata. "Mereka yang gugur di antaranya terdapat sahabat-sahabat kita, yaitu kaum muslim; mereka dipaksa mengikuti perang." Akhirnya mereka memintakan ampun

buat mereka yang gugur. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri. (An-Nisa: 97), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya,

"Lalu dikirimkan surat kepada orang-orang muslim yang tersisa berisikan ayat ini, dan dikatakan kepada mereka bahwa tiada uzur yang dapat diterima dari mereka." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Kemudian kaum muslim yang tersisa (di Mekah)

itu keluar, tetapi mereka dikejar oleh kaum musyrik, lalu kaum musyrik memberi mereka perlindungan. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: 'Di antara manusia ada yang mengatakan bahwa kami beriman kepada Allah' (Al-Baqarah: 8),

hingga akhir ayat."Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah pemuda dari kalangan kabilah Quraisy yang mengakui dirinya telah masuk Islam di Mekah, antara lain ialah Ali ibnu Umayyah ibnu Khalaf,

Abu Qais ibnul Walid ibnul Mugirah, Abu Mansur ibnul Hajjaj, dan Al-Haris ibnu Zam'ah.Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang dari kaum munafik yang tidak ikut berperang bersama Rasulullah Saw.

di Mekah, tetapi mereka keluar bersama-sama pasukan kaum musyrik dan memihak kepada mereka dalam Perang Badar, lalu di antara mereka ada yang mati dalam peperangan tersebut. Maka turunlah ayat yang mulia ini,

yang maknanya umum mencakup semua orang yang bermukim di tengah-tengah kaum musyrik, padahal mereka mampu melakukan hijrah, namun mereka tidak dapat menegakkan agamanya; maka dia adalah orang yang aniaya kepada

dirinya sendiri dan dinilai sebagai orang yang berbuat dosa besar menurut kesepakatan umat dan menurut nas ayat ini, karena Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan

menganiaya diri sendiri. (An-Nisa: 97) Yakni karena ia tidak mau berhijrah ke Madinah. (kepada mereka) malaikat berkata, "Dalam keadaan bagaimanakah kalian ini?" (An-Nisa: 97) Dengan kata lain, mengapa kalian tinggal di Mekah dan tidak mau

hijrah ke Madinah? Mereka menjawab, "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah) ini.” (An-Nisa: 97) Maksudnya, kami tidak mampu keluar meninggalkan negeri ini, tidak mampu pula bepergian keluar meninggalkannya. Para malaikat berkata, "Bukankah bumi Allah itu luas?" (An-Nisa: 97), hingga akhir ayat.


قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ دَاوُدَ بْنِ سُفْيَانَ، حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ، أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى أَبُو دَاوُدَ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سَعْدِ بْنِ سمرة بن جندب، حدثني خبيب بن سليمان، عَنْ أَبِيهِ سُلَيْمَانَ بْنِ سَمُرَةَ، عَنْ سَمُرَةَ بن جندب: أما بعد، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ وَسَكَنَ مَعَهُ فَإِنَّهُ مِثْلُهُ "


Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Daud ibnu Sufyan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Hissan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Musa (yaitu Abu Daud),

telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sa'd ibnu Samurah ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Habib ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Sulaiman ibnu Samurah, dari Samurah ibnu Jundub. Amma Ba'du, Rasulullah Saw.

telah bersabda: Barang siapa yang bergabung dengan orang musyrik dan tinggal bersamanya, maka sesungguhnya ia sama dengannya.As-Saddi mengatakan, "Tatkala Al-Abbas, Uqail, dan Naufal ditawan, maka Rasulullah Saw.

berkata kepada Al-Abbas: 'Tebuslah dirimu dan anak saudaramu!' Al-Abbas berkata, 'Wahai Rasulullah, bukankah kami salat menghadap ke kiblatmu dan mengucapkan syahadatmu?' Rasulullah Saw. bersabda: 'Hai Abbas, sesungguhnya

kalian melawan, maka kalian dilawan.' Kemudian Rasulullah Saw. membacakan kepadanya ayat ini, yaitu firman-Nya: 'Bukankah bumi Allah itu luas?' (An-Nisa: 97), hingga akhir ayat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Firman Allah Swt.:


إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ


kecuali mereka yang tertindas. (An-Nisa: 98), hingga akhir ayat.Hal ini merupakan pemaafan dari Allah Swt. buat mereka dalam meninggalkan hijrah. Demikian itu karena mereka tidak mampu melepaskan dirinya dari tangan kekuasaan kaum musyrik.

Seandainya mereka mempunyai kemampuan untuk melakukan apa yang mereka ketahui, niscaya mereka akan menempuh jalan untuk hijrah. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلا يَهْتَدُونَ سَبِيلا}


yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah). (An-Nisa: 98)Menurut Mujahid, Ikrimah, dan As-Saddi, yang dimaksud dengan sabil dalam ayat ini ialah jalan untuk hijrah. Firman Allah Swt.:


فَأُولئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ


mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. (An-Nisa: 99)Allah memaafkan ketidakikutan mereka dalam berhijrah, dan mudah-mudahan yang datang dari Allah berarti suatu kepastian, yakni mereka pasti dimaafkan oleh-Nya.


{وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا }


Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (An-Nisa: 99)


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْم، حَدَّثَنَا شَيْبَان، عَنْ يَحْيَى، عَنْ أَبِي سَلَمَة، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْعِشَاءَ إِذْ قَالَ: " سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ " ثُمَّ قَالَ قَبْلَ أَنْ يَسْجُدَ " اللَّهُمَّ نَج عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ، اللَّهُمَّ نَجِّ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، اللَّهُمَّ نَجِّ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ، اللَّهُمَّ نَج الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَر، اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا سِنِينَ كسِنِيِّ يُوسُفَ".


Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Syaiban, dari Yahya, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. sedang melakukan salat Isya

dan sesudah membaca: Semoga Allah memperkenankan orang yang memuji-Nya. Tiba-tiba beliau mengucapkan doa berikut sebelum sujud, yaitu: Ya Allah, selamatkanlah Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah. Ya Allah, selamatkanlah Salamah ibnu Hisyam.

Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid ibnul Walid. Ya Allah, selamatkanlah orang-orang yang tertindas dari kalangan kaum mukmin (di Mekah). Ya Allah, keraskanlah pembalasan-Mu terhadap Mudar. Ya Allah, jadikanlah kepada mereka (timpakanlah kepada mereka) musim paceklik sebagaimana musim paceklik Nabi Yusuf.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ الْمَقْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ المسَّيب، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَهُ بَعْدَمَا سَلَّمَ، وَهُوَ مُسْتَقْبَلٌ الْقِبْلَةَ فَقَالَ: " اللَّهُمَّ خَلِّصِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ، وسَلَمة بْنَ هِشَامٍ، وَضَعَفَةَ الْمُسْلِمِينَ الَّذِينَ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا مِنْ أَيْدِي الْكُفَّارِ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar Al-Muqri, telah menceritakan kepadaku Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab,

dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. mengangkat tangannya sesudah salam dari salatnya seraya menghadap ke arah kiblat, lalu berdoa: Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid ibnul Walid, Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah, Salamah ibnu Hisyam,

dan orang-orang yang tertindas dari kaum muslim yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan hijrah dari tangan orang-orang kafir.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -أَوْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْقُرَشِيِّ-عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي دُبُرِ صَلَاةِ الظُّهْرِ: " اللَّهُمَّ خَلِّص الْوَلِيدِ، وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ، وَضَعَفَةَ الْمُسْلِمِينَ مِنْ أَيْدِي الْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا ".


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hajaj, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Ali ibnu Zaid, dari Abdullah atau Ibrahim ibnu Abdullah Al-Qurasyi, dari Abu Hurairah,

bahwa dahulu Rasulullah Saw. acapkali membaca doa berikut sesudah salat Lohor, yaitu: Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid, Salamah ibnu Hisyam, Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah, dan orang-orang muslim yang tertindas dari tangan kekuasaan

orang-orang musyrik. Mereka yang tertindas itu tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan untuk hijrah.Hadis ini mempunyai syahid (bukti) yang memperkuatnya di dalam kitab sahih yang diriwayatkan melalui jalur lain,

seperti yang disebutkan di atas.Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami ibnu Uyaynah, dari Ubaidillah ibnu Abu Yazid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, "Aku dan ibuku termasuk

orang-orang yang tertindas dari kalangan kaum wanita dan anak-anak."Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abun Nu'man, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid. dari Ayyub ibnu Abu Mulaikah,

dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: kecuali mereka yang tertindas. (An-Nisa: 98) Ibnu Abbas mengatakan, "Aku dan ibuku termasuk orang-orang yang dimaafkan oleh Allah Swt." Firman Allah Swt.:


وَمَنْ يُهاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُراغَماً كَثِيراً وَسَعَةً


Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. (An-Nisa: 100)Ayat ini menganjurkan untuk berhijrah dan memberikan semangat untuk memisahkan diri

dari orang-orang musyrik, bahwa ke mana pun orang mukmin pergi, niscaya ia dapat menemui tempat berlindung dan penghidupan yang menaunginya.

الْمُرَاغَمُ adalah bentuk masdar. Orang-orang Arab mengatakan, " رَاغَمَ فُلَانُ قَوْمَهُ مُرَاغَمًا وَمُرَاغَمَةً ," artinya si Fulan benar-benar dapat memberikan perlindungan yang kuat kepada kaumnya. Semakna dengan pengertian ini perkataan An-Nabigah ibnu Ja'dah dalam salah satu bait syairnya:


كَطَوْدٍ يُلَاذُ بِأَرْكَانِهِ ... عَزِيزُ الْمُرَاغَمِ وَالْمَهْرَبِ


seperti pasak yang dipancangkan pada tiang-tiangnya, dia adalah orang yang perkasa benteng dan perlindungannya.Ibnu Abbas mengatakan bahwa al-muragam ialah berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Hal yang sama dikatakan pula

oleh riwayat yang bersumber dari Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Sauri.Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: tempat hijrah yang banyak. (An-Nisa: 100) Yaitu tempat untuk menyingkir dari hal-hal yang tidak disukai.

Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: tempat hijrah yang luas. (An-Nisa: 100) Yakni benteng-benteng perlindungan.Makna lahiriah muragam, hanya Allah yang lebih mengetahui, ialah tempat yang kokoh untuk menyelamatkan diri dan membuat musuh-musuh tidak dapat berkutik.Firman Allah Swt.:


{وَسَعَةً}


dan rezeki yang banyak. (An-Nisa: 100) Yaitu rezeki yang berlimpah. Banyak ulama —antara lain ialah Qatadah— mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki

yang banyak. (An-Nisa: 100) yang menyelamatkannya dari kesesatan menuju jalan hidayah, dan menyelamatkannya dari kemiskinan kepada kecukupan. Firman Allah Swt.:


وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهاجِراً إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ


Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. (An-Nisa: 100)

Dengan kata lain, barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan niat untuk berhijrah, lalu di tengah jalan ia meninggal dunia, maka ia telah memperoleh pahalanya di sisi Allah, yaitu pahala orang yang berhijrah.

Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain dan lain-lainnya —baik kitab sahih ataupun kitab musnad atau kitab sunnah— melalui jalur Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari, dari Muhammad ibnu Ibrahim At-Taimi dari Alqamah ibnu Abu Waqqas Al-Laisi, dari Umar ibnul Khattab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


" إنما الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ"


Sesungguhnya semua amal perbuatan itu berdasarkan niat masing-masing, dan sesungguhnya masing-masing orang itu hanya mendapatkan apa yang diniatkannya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya,

maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya kepada dunia, niscaya dia memperolehnya; atau kepada wanita, niscaya ia menikahinya. Maka hijrah seseorang itu hanyalah kepada apa yang diniatkannya

sejak semula.Hadis ini umum pengertiannya menyangkut masalah hijrah dan semua amal perbuatan.Hadis lainnya ialah yang disebut di dalam kitab Sahihain, menceritakan seorang lelaki (dari kaum Bani Israil) yang membunuh

sembilan puluh sembilan orang, kemudian melengkapi pembunuhannya dengan orang yang keseratus, yaitu seorang ahli ibadah (karena ketika ia bertanya tentang jalan tobat, maka si ahli ibadah mengatakan bahwa pintu tobat telah tertutup baginya).

Kemudian ia bertanya kepada seorang yang alim, "Apakah masih ada tobat bagiku?" Orang alim menjawab, "Tiada yang menghalang-halangi antara kamu dan tobat," hal ini diungkapkannya dengan nada balik bertanya. Kemudian orang alim

itu menyarankan agar ia berpindah tempat dari negerinya menuju negeri lain yang di negeri tersebut penduduknya menyembah Allah. Ketika lelaki itu berangkat meninggalkan negerinya untuk berhijrah ke negeri lain tersebut, di tengah jalan

kematian menimpanya. Maka berselisih pendapatlah malaikat rahmat dan malaikat azab. Para malaikat rahmat mengatakan bahwa lelaki ini datang untuk bertobat, sedangkan para malaikat azab mengatakan bahwa ia masih belum sampai ke negeri

yang dituju. Akhirnya mereka diperintahkan untuk mengukur jarak di antara kedua tempat tersebut; mana yang lebih dekat dari lelaki itu, maka ia termasuk penghuninya. Maka Allah memerintahkan kepada bumi yang menuju ke negeri yang saleh

agar mendekat, dan memerintahkan kepada bumi yang jahat (penduduknya) agar menjauh dari jenazah lelaki itu. Akhirnya para malaikat menjumpai bahwa jenazah lelaki itu lebih dekat satu jengkal ke negeri yang menjadi tujuan hijrahnya,

kemudian ia dibawa oleh malaikat rahmat.Menurut riwayat yang lain, ketika maut datang menjemputnya, ia sempat membalikkan badannya ke arah negeri yang menjadi tujuan hijrahnya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَتِيك، عَنْ أَبِيهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَتِيك قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَنْ خَرَجَ مَنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ-ثُمَّ قَالَ بِأَصَابِعِهِ هَؤُلَاءِ الثَّلَاثِ: الْوُسْطَى وَالسَّبَّابَةِ وَالْإِبْهَامِ، فَجَمَعَهُنَّ وَقَالَ: وَأَيْنَ الْمُجَاهِدُونَ-؟ فخرَّ عَنْ دَابَّتِهِ فَمَاتَ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ، أَوْ لَدَغَتْهُ دَابَّةٌ فَمَاتَ، فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ أَوْ مَاتَ حَتْف أَنْفِهِ، فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ -وَاللَّهِ! إِنَّهَا لَكَلِمَةٌ مَا سَمِعْتُهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَرَبِ قَبْلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-وَمَنْ قُتِلَ قَعْصًا فَقَدِ اسْتَوْجَبَ الْمَآبَ


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnu Ibrahim, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Atik, dari ayahnya (yaitu Abdullah ibnu Atiq)

yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang keluar untuk berjihad di jalan Allah, kemudian ia bertanya, "Di manakah orang-orang yang berjihad di jalan Allah?”, dan ternyata ia terjungkal dari

kendaraannya. lalu meninggal dunia, maka sungguh pahalanya ialah ditetapkan Allah; atau ia disengat hewan berbisa, lalu mati, maka sungguh telah tetap pahalanya pada Allah; atau ia mati dengan sendirinya, maka sungguh telah tetap

pahalanya pada Allah. Yang dimaksud dengan hatfa anfihi ialah meninggal dunia di atas peraduannya. Abdullah ibnu Atik mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya ini benar-benar suatu kalimat yang pernah aku dengar dari seseorang

Badui sebelum Rasulullah Saw. mengatakan, 'Barang siapa yang mati secara cepat, maka sungguh surga ditetapkan baginya."Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami

Abdur Rahman ibnu Abdul Malik ibnu Syaiban Al-Khuzami, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnul Mugirah Al-Khuzami, dari Al-Munzir ibnu Abdullah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, bahwa Az-Zubair ibnul Awwam

pernah menceritakan, "Khalid ibnu Hizam berhijrah ke negeri Habsyah, tetapi di tengah jalan ia digigit ular beracun hingga meninggal dunia, maka turunlah ayat berikut sehubungan dengannya," yaitu firman-Nya:

Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud), maka sungguh telah telap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 100); Az-Zubair mengatakan, "Aku merasa pasti akan kedatangannya dan menunggu-nunggunya, sedangkan aku telah berada di negeri Habsyah. Tiada sesuatu pun yang lebih menyedihkan

diriku ketika berita kematiannya sampai kepadaku. Karena sesungguhnya tidak ada seorang pun yang hijrah dari kalangan kabilah Quraisy, melainkan ia ditemani oleh seseorang dari keluarganya atau kaum kerabatnya. Sedangkan aku

tidak mempunyai seorang teman pun dari kalangan Bani Asad ibnu Abdul Uzza (selain dia) dan aku tidak mengharapkan selainnya."Asar ini garib (aneh) sekali, karena kisah ini adalah Makkiyah, sedangkan turunnya ayat ini adalah Madani.

Barangkali dia bermaksud bahwa hukum ayat ini umum mencakup hal yang lainnya juga, sekalipun asbabun nuzulnya bukan berlatar belakang kisah ini.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Sulaiman ibnu Daud maula Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Asy'as (yaitu Ibnu Siwar), dari Ikrimah,

dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Damrah ibnu Jundub keluar dengan maksud berhijrah kepada Rasulullah Saw., tetapi ia meninggal dunia di tengah jalan sebelum sampai kepada Rasulullah Saw. Maka turunlah firman-Nya:

Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. (An-Nisa: 100), hingga akhir ayat.Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami

Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Salim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Damrah ibnul Ais Az-Zurqi yang sedang sakit matanya; ketika itu ia masih di Mekah. Ketika turun ayat berikut, yakni firman-Nya:

kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya. (An-Nisa: 98) Maka ia berkata, "Aku adalah orang yang kaya, dan sesungguhnya aku mampu melakukan daya upaya."

Lalu ia bersiap-siap dengan maksud hendak pergi berhijrah kepada Nabi Saw. Tetapi baru saja sampai di Tan'im, ia meninggal dunia. Maka turunlah firman-Nya: Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah

dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud). (An-Nisa: 100), hingga akhir ayat.Imam Tabrani mengatakan:


قال الطبراني: حدثنا الحسن بن عروبة البصري، حدثنا حيوة بن شريح الحمصي حدثنا بقية بن الوليد، حدثنا ابن ثوبان عن أبيه، حدثنا مكحول عن عبد الرحمن بن غنم الأشعري، أنبأنا أبو مَالِكٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلّم يقول: «إن الله قال: من انتدب خارجا في سبيلي غازيا ابتغاء وجهي، وتصديق وعدي، وإيمانا برسلي فهو في ضمان على الله، إما أن يتوفاه بالجيش فيدخله الجنة، وإما أن يرجع في ضمان الله، وإن طالب عبدا فنغصه حتى يرده إلى أهله مع ما نال من أجر، أو غنيمة، ونال من فضل الله فمات، أو قتل، أو رفصته فرسه، أو بعيره، أو لدغته هامة، أو مات على فراشه بأي حتف شاء الله، فهو شهيد» .


telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arubah Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syuraih Al-Himsy, telah menceritakaa kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Sauban, dari ayahnya,

telah menceritakan kepada kami Makhul, dari Abdur Rahman ibnu Ganam Al-Asy'ari, telah menceritakan kepada kami Abu Malik yang mengatakan, "Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah telah berfirman

bahwa barang siapa berangkat untuk berjuang di jalan-Ku, berperang untuk memperoleh rida-Ku, dan membenarkan janji-Ku serta iman kepada rasul-rasul-Ku, maka dia berada di dalam jaminan Allah. Adakalanya Allah mewafatkannya

di dalam pasukan itu, maka Allah memasukkannya ke dalam surga. Dan adakalanya dia kembali dalam jaminan Allah, sekalipun ia mencari budak, maka Kami memberinya, hingga Allah mengembalikannya kepada keluarganya bersama dengan apa

yang diperolehnya berupa pahala atau ganimah. Dan ia telah memperoleh sebagian dari karunia Allah, lalu mati, atau terbunuh, atau ditendang oleh kudanya atau oleh untanya atau disengat oleh serangga atau mati di atas peraduannya

dengan kematian apa pun yang dikehendaki oleh Allah, maka dia adalah orang yang mati syahid'."Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Baqiyyah mulai dari "sebagian dari karunia Allah" hingga akhir hadis,

dan ia menambahkan sesudah kalimat, fahuwa syahidun (maka dia adalah mati syahid), yaitu: "Dan sesungguhnya dia dimasukkan ke dalam surga."


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ زِيَادٍ سَبَلانُ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ حُمَيْدِ بْنِ أَبِي حُمَيْدٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ خَرَجَ حَاجًّا فَمَاتَ، كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْحَاجِّ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ خَرَجَ مُعْتَمِرًا فَمَاتَ، كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْمُعْتَمِرِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ خَرَجَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمَاتَ، كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْغَازِي إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ".


Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Humaid ibnu Abu Humaid,

dari Ata ibnu Yazid Al-Laisi, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang berangkat haji, lalu ia meninggal dunia (sebelum sampai ke tujuannya), maka dicatatkan baginya pahala haji

sampai hari kiamat. Dan barang siapa yang berangkat umrah, lalu ia meninggal dunia (di tengah jalan), maka dicatatkan baginya pahala umrah hingga hari kiamat. Dan barang siapa yang berangkat berjihad di jalan Allah, lalu ia mati

(di tengah jalan), maka dicatatkan baginya pahala orang yang berjihad sampai hari kiamat.Bila ditinjau dari segi sanadnya, hadis ini garib.

Surat An-Nisa |4:98|

إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا

illal-mustadh'afiina minar-rijaali wan-nisaaa`i wal-wildaani laa yastathii'uuna ḥiilataw wa laa yahtaduuna sabiilaa

kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah),

Except for the oppressed among men, women and children who cannot devise a plan nor are they directed to a way -

Tafsir
Jalalain

(Kecuali orang-orang yang tertindas baik laki-laki maupun wanita dan anak-anak) yaitu mereka (yang tidak mampu berusaha) artinya tak ada tenaga maupun biaya bagi mereka

untuk berhijrah (dan tidak mengetahui jalan) yang akan ditempuh menuju tempat berhijrah itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 98 |

Penjelasan ada di ayat 97

Surat An-Nisa |4:99|

فَأُولَٰئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا

fa ulaaa`ika 'asallohu ay ya'fuwa 'an-hum, wa kaanallohu 'afuwwan ghofuuroo

maka mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.

For those it is expected that Allah will pardon them, and Allah is ever Pardoning and Forgiving.

Tafsir
Jalalain

(Maka mereka ini, moga-moga Allah memaafkan mereka dan Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 99 |

Penjelasan ada di ayat 97

Surat An-Nisa |4:100|

وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

wa may yuhaajir fii sabiilillaahi yajid fil-ardhi murooghomang kaṡiirow wa sa'ah, wa may yakhruj mim baitihii muhaajiron ilallohi wa rosuulihii ṡumma yudrik-hul-mautu fa qod waqo'a ajruhuu 'alalloh, wa kaanallohu ghofuuror roḥiimaa

Dan barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di Bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

And whoever emigrates for the cause of Allah will find on the earth many [alternative] locations and abundance. And whoever leaves his home as an emigrant to Allah and His Messenger and then death overtakes him - his reward has already become incumbent upon Allah. And Allah is ever Forgiving and Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Dan siapa yang berhijrah di jalan Allah, maka mereka akan menemukan di muka bumi ini tempat hijrah yang banyak dan kelapangan) dalam rezeki.

(Dan siapa yang keluar dari rumahnya dengan tujuan berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya lalu ia ditimpa oleh kematian) di tengah jalan seperti terjadi atas Junda bin Dhamrah Al-Laitsi (maka sungguh,

telah tetaplah pahalanya di sisi Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 100 |

Penjelasan ada di ayat 97

Surat An-Nisa |4:101|

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا

wa iżaa dhorobtum fil-ardhi fa laisa 'alaikum junaaḥun an taqshuruu minash-sholaati in khiftum ay yaftinakumullażiina kafaruu, innal-kaafiriina kaanuu lakum 'aduwwam mubiinaa

Dan apabila kamu bepergian di Bumi, maka tidaklah berdosa kamu mengqasar sholat jika kamu takut diserang orang kafir. Sesungguhnya orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.

And when you travel throughout the land, there is no blame upon you for shortening the prayer, [especially] if you fear that those who disbelieve may disrupt [or attack] you. Indeed, the disbelievers are ever to you a clear enemy.

Tafsir
Jalalain

(Dan jika kamu mengadakan perjalanan) atau bepergian (di muka bumi, maka tak ada salahnya kamu) (apabila mengqasar sholat) dengan membuat yang empat rakaat menjadi dua

(jika kamu khawatir akan diperangi) atau mendapat cidera dari (orang-orang kafir) menyatakan peristiwa yang terjadi di kala itu, maka mafhumnya tidak berlaku.

Menurut keterangan dari sunah, yang dimaksud dengan suatu perjalanan panjang ialah empat pos atau dua marhalah. Dan dari firman-Nya, "Maka tak ada salahnya kamu,

" ditarik kesimpulan bahwa mengqasar sholat itu merupakan keringanan dan bukan kewajiban. Dan ini merupakan pendapat Imam Syafii. (Sesungguhnya orang-orang kafir itu bagi kamu musuh yang nyata)

maksudnya jelas dan terang permusuhannya terhadap kamu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 101 |

Allah Swt. berfirman:


وَإِذا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ


Apabila kalian bepergian di muka bumi. (An-Nisa: 101)Yaitu melakukan perjalanan ke berbagai negeri; semakna dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ


Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kalian orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah. (Al-Muzzammil: 20), hingga akhir ayat.Adapun firman Allah Swt.:


{فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ}


maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian). (An-Nisa: 101)Yakni meringankan; adakalanya dari segi rakaatnya, misalnya salat yang empat rakaat dijadikan dua rakaat, seperti yang disimpulkan oleh jumhur ulama dari ayat ini.

Mereka menjadikannya sebagai dalil salat qasar dalam perjalanan, sekalipun mereka masih berselisih pendapat mengenainya. Karena di antara mereka ada yang mengatakan bahwa perjalanan yang dilakukan harus mengandung ketaatan,

seperti berjihad, atau haji atau umrah, atau mencari ilmu atau ziarah, atau lain-lainnya yang semisal. Seperti yang diriwayatkan oleh Ata dan Yahya, dari Malik, dari Ibnu Umar, karena berdasarkan kepada makna lahiriah firman-Nya yang mengatakan:


{إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا}


jika kalian takut diserang orang-orang kafir. (An-Nisa: 101)Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa tidak disyaratkan bagi bepergian harus dalam rangka taqarrub, melainkan boleh pula dalam rangka bepergian yang mubah (tidak diharamkan), karena berdasarkan kepada firman-Nya yang mengatakan:


فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجانِفٍ لِإِثْمٍ


Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa. (Al-Maidah: 3), hingga akhir ayat.Seperti halnya diperbolehkan baginya memakan bangkai bila dalam keadaan darurat, tetapi dengan syarat hendaknya

dia tidak bertujuan maksiat dengan perjalanannya itu. Demikianlah menurut pendapat Imam Syafii dan Imam Ahmad serta selain keduanya dari kalangan para imam.Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Waki', dari Al-A'masy, dari Ibrahim yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang pedagang, aku biasa pulang pergi ke Bahrain." Lalu Nabi Saw.

memerintahkan kepadanya salat dua rakaat (yakni salat qasar). Hadis ini berpredikat mursal.Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa perjalanan ini bersifat mutlak. Dengan kata lain, baik yang mubah ataupun yang terlarang,

sekalipun dia bepergian untuk tujuan membegal jalan dan menakut-nakuti orang yang lewat (meneror). Hukum qasar diperbolehkan baginya karena safar (perjalanan) diartikan mutlak. Hal ini merupakan pendapat Imam Abu Hanifah, As-Sauri,

dan Daud, karena berdasarkan kepada keumuman makna ayat. Tetapi jumhur ulama berpendapat berbeda dengan mereka.Adapun firman-Nya:


إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا


jika kalian takut diserang orang-orang kafir. (An-Nisa: 101)Barangkali hal ini diinterpretasikan menurut kebanyakan yang terjadi di lingkungan saat ayat ini diturunkan. Karena sesungguhnya pada permulaan Islam sesudah hijrah,

kebanyakan perjalanan yang mereka lakukan dipenuhi oleh bahaya yang menakutkan. Bahkan mereka tidak beranjak meninggalkan tempat tinggalnya melainkan untuk menuju ke peperangan tahunan, atau sariyyah (pasukan) khusus,

sedangkan keadaan lainnya merupakan perang terhadap Islam dan para pengikutnya. Pengertian mantuq apabila diungkapkan dalam bentuk prioritas, atau berdasarkan suatu kejadian, maka ia tidak mempunyai subyek pengertian. Sama halnya dengan pengertian yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


وَلا تُكْرِهُوا فَتَياتِكُمْ عَلَى الْبِغاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّناً


Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran, sedangkan mereka sendiri mengingini kesucian. (An-Nur: 33)Juga seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:


وَرَبائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسائِكُمُ


dan anak-anak istri kalian yang ada dalam pemeliharaan kalian dari istri kalian. (An-Nisa: 23), hingga akhir ayat.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْج، عَنِ ابْنِ أَبِي عَمَّارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بابَيْه، عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ: سَأَلْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قُلْتُ: {لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا} وَقَدْ أمَّن اللَّهُ النَّاسَ؟ فَقَالَ لِي عُمَرُ: عجبتُ مِمَّا عجبتَ مِنْهُ، فسألتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ: "صَدَقَةٌ تَصْدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ، فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Abu Ammar, dari Abdullah ibnu Rabiyah, dari Ya'la ibnu Umayyah yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada

Umar ibnul Khattab mengenai makna firman-Nya: tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian), jika kalian takut diserang orang-orang kafir. (An-Nisa: 101) Sedangkan orang-orang di masa sekarang dalam keadaan aman

(ke mana pun mereka mengadakan perjalanan)? Maka Umar r.a. berkata kepadaku bahwa ia pun pernah merasa heran seperti apa yang aku rasakan, lalu ia bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai hal tersebut. Maka beliau Saw.

menjawab: Sedekah yang diberikan oleh Allah kepada kalian. Karena itu, terimalah sedekah-Nya.Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dan para pemilik kitab sunan melalui hadis Ibnu Juraij, dari Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Abu Ammar

dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.Ali ibnul Madini mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih melalui Umar, dan tiada yang hafal kecuali dari jalur ini; semua perawinya dikenal.

Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Magul, dari Abu Hanzalah Al-Hazza yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar tentang salat safar

(salat dalam perjalanan). Maka ia menjawab bahwa salat perjalanan itu adalah dua rakaat (yakni qasar). Lalu aku bertanya, "Kalau demikian, bagaimanakah dengan firman Allah Swt. yang mengatakan: 'jika kalian takut diserang orang-orang kafir

(An-Nisa: 101). Sedangkan kita sekarang dalam keadaan aman?" Maka Ibnu Umar menjawab, "Itulah sunnah, Rasulullah Saw."Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Isa,

telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Minjab, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Qais ibnu Wahb, dari Abul Wadak yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada

Ibnu Umar mengenai dua rakaat dalam perjalanan. Maka ia menjawab bahwa hal itu adalah rukhsah (keringanan) yang diturunkan dari langit; jika tidak menginginkannya, kalian boleh mengembalikan ke asalnya (yaitu empat rakaat).

Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Ibnu Sirin, dari Ibnu Abbas yang menceritakan, "Kami salat bersama Rasulullah Saw.

di antara Mekah dan Madinah sebanyak dua rakaat-dua rakaat, padahal kami dalam keadaan aman dan tidak takut dengan apa pun di antara Mekah dan Madinah itu."Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai melalui

Muhammad ibnu Abdul A'la, dari Khalid Al-Hazza, dari Abdullah ibnu Aun dengan lafaz yang sama.Abu Umar ibnu Abdul Bar mengatakan, demikian pula telah diriwayatkan oleh Ayyub, Hisyam, dan Yazid ibnu Ibrahim At-Tusturi,

dari Muhammad ibnu Sirin, dari Ibnu Abbas r.a., dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.Menurut kami, hal yang sama diriwayatkan oleli Imam Turmuzi dan Imam Nasai; semuanya dari Qutaibah, dari Hasyim, dari Mansur, dari Zazan,

dari Muhammad ibnu Sirin, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Nabi Saw. berangkat dari Madinah menuju Mekah tanpa ada rasa takut kecuali kepada Tuhan semesta alam, tetapi beliau Saw. salat dua rakaat (yakni qasar). Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih.


وَقَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَر، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي إِسْحَاقَ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُولُ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ من المدينة إِلَى مَكَّةَ، فَكَانَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، حَتَّى رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ. قُلْتُ: أَقَمْتُمْ بِمَكَّةَ شَيْئًا؟ قَالَ: أَقَمْنَا بِهَا عَشْرًا.


Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Ishaq yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Anas menceritakan

hadis berikut: Kami keluar bersama-sama Rasulullah Saw. dari Madinah ke Mekah, beliau Saw. salat dua rakaat-dua rakaat hingga kami kembali ke Madinah. Aku (Yahya ibnu Abu Ishaq) bertanya, "Apakah kalian tinggal di Mekah selama

beberapa waktu?" Anas menjawab, "Kami bermukim selama sepuluh hari di Mekah."Hal yang sama diketengahkan oleh jamaah lainnya melalui berbagai jalur dari Yahya ibnu Abu Ishaq Al-Hadrami dengan lafaz yang sama.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Wa-ki telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Harisah ibnu Wahb Al-Khuza'i yang menceritakan bahwa ia pernah salat dengan Nabi Saw.

(yaitu salat Lohor dan Asar) di Mina dan banyak orang yang bermakmum kepadanya, dalam keadaan yang aman, masing-masing dua rakaat.Hadis ini diriwayatkan oleh jamaah selain Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Ibnu Abu Ishaq,

dari Anas dengan lafaz yang sama.Menurut lafaz yang ada pada Imam Bukhari, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, bahwa ia pernah mendengar

Harisah ibnu Wahb menceritakan hadis berikut: Kami salat bersama-sama Rasulullah Saw. dalam situasi yang aman sekali di Mina sebanyak dua rakaat.Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad,

telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, telah menceritakan kepadaku Nafi’, dari Abdullah ibnu Umar yang menceritakan bahwa ia salat dua rakaat bersama Rasulullah Saw. (yakni di Mina),

begitu pula pada masa Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, dan permulaan masa Khalifah Usman; kemudian Usman menggenapkannya empat rakaat.Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui hadis Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan

dengan lafaz yang sama.Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid, dari Al-A'masy, telah menceritakan kepada kami Ibrahim, bahwa ia pernah mendengar

Abdur Rahman ibnu Yazid menceritakan asar berikut, Khalifah Usman ibnu Affan r.a. salat bersama kami di Mina empat rakaat. Lalu diceritakan kepada Abdullah ibnu Mas'ud r.a. hal tersebut, maka Abdullah mengucapkan istirja'

(yakni inna lillahi wa inna ilaihi raji'un). Kemudian Abdullah mengatakan, 'Aku salat bersama Rasulullah Saw. di Mina dua rakaat, dan aku salat bersama Abu Bakar di Mina dua rakaat, dan aku salat bersama Umar ibnul Khattab di Mina

dua rakaat pula. Aduhai, keberuntunganku dari dua rakaat yang pasti diterima ketimbang empat rakaat'."Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis As-Sauri, dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama. Imam Muslim mengetengahkannya melalui

berbagai jalur dari As-Sauri, antara lain dari Qutaibah, sama seperti yang disebut di atas.Hadis-hadis ini secara jelas menunjukkan bahwa qasar itu tidak disyaratkan adanya situasi yang menakutkan. Karena itu ada sebagian ulama

yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan qasar dalam bab ini ialah qasar dari segi kaifiyah, bukan kammiyyah. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Mujahid, Ad-Dahhak, dan As-Saddi, seperti yang akan diterangkan kemudian.

Mereka memperkuat alasannya dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik, dari Saleh ibnu Kaisan, dari Urwah ibnuz Zubair, dari Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa salat itu pada asal mulanya difardukan dua rakaat-dua rakaat,

baik dalam bepergian maupun di tempat tinggal. Kemudian salat dalam bepergian ditetapkan, sedangkan salat di tempat tinggal ditambahkan (menjadi empat rakaat).Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah ibnu Yusuf At-Tanisi,

dan Muslim dari Yahya ibnu Yahya, sedangkan Abu Daud dari Al-Qa'nabi, dan Imam Nasai dari Qutaibah; keempat-empatnya dari Malik dengan lafaz yang sama.Timbul suatu pertanyaan dari mereka, apabila asal salat dalam perjalanan

adalah dua rakaat, bagaimanakah yang dimaksud dengan qasar kammiyyah dalam bab ini? Mengingat sesuatu yang merupakan asal tidak dapat disebut demikian (yakni istilah qasar, karena sejak semula sudah dua rakaat),

seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: maka tidaklah mengapa kalian mengqasar salat (kalian). (An-Nisa: 101) Hal yang lebih jelas lagi penunjukannya dari ayat ini ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.


Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Waki' dan Sufyan serta Abdur Rahman, dari Zubaid Al-Yami, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Umar r.a. yang mengatakan bahwa salat dalam perjalanan itu dua rakaat,

salat Hari Raya Kurban dua rakaat, salat Hari Raya Fitri dua rakaat, dan salat Jumat dua rakaat, sebagai salat yang lengkap, bukan qasar (ditetapkan) melalui lisan Nabi Muhammad Saw.Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai,

Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya melalui berbagai jalur dari Zubaid Al-Yami dengan lafaz yang sama. Sanad hadis ini harus dengan syarat Imam Muslim.Imam Muslim menetapkan di dalam mukadimah kitab sahihnya bahwa

Ibnu Abu Laila benar pernah mendengar hadis dari Umar. Sesungguhnya hal itu disebutkan dengan jelas dalam hadis ini, juga dalam hadis lainnya. Hal ini, insya Allah benar, sekalipun Yahya ibnu Mu'in dan Abu Hatim serta Imam Nasai

mengatakan bahwa Ibnu Abu Laila belum pernah mendengar dari Umar. Menanggapi pendapat ini Imam Muslim mengatakan pula, "Sesungguhnya telah terjadi dalam sebagian jalur Abu Ya'la Al-Mausuli melalui jalur As-Sauri, dari Zubaid,

dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari seorang yang siqah, dari Umar, lalu Imam Muslim mengetengahkannya. Imam Ibnu Majah disebutkan melalui jalur Yazid ibnu Abu Ziyad ibnu Abul Ja'd, dari Zubaid, dari Abdur Rahman,

dari Ka'b ibnu Ujrah, dari Umar.Imam Muslim di dalam kitab sahihnya, Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan melalui hadis Abu Uwwanah Al-Waddah ibnu Abdullah Al-Yasykuri; Imam Muslim dan Imam Nasai

menambahkan dan melalui Ayyub ibnu Aiz, keduanya dari Bukair ibnul Akhnas, dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah mewajibkan salat melalui lisan Nabi kalian (Nabi Muhammad Saw.) empat rakaat di tempat

dan dua rakaat dalam perjalanan, sedangkan dalam keadaan khauf (takut) adalah satu rakaat. Sebagaimana beliau melakukan salat qabliyah dan ba'diyah di tempat, demikian pula beliau Saw. melakukannya dalam salat perjalanan.

Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Usamah ibnu Zaid, yang ia riwayatkan dari Tawus sendiri. Hal ini membuktikan bahwa hadis ini benar-benar bersumber dari Ibnu Abbas r.a.Akan tetapi, hal ini tidaklah bertentangan dengan apa

yang telah dikisahkan oleh Siti Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa asal salat itu adalah dua rakaat, tetapi pada salat di tempat ditambahkan (dua rakaat lagi). Setelah keadaannya mapan, maka benarlah bila dikatakan bahwa salat

di tempat difardukan seperti apa yang diceritakan oleh Ibnu Abbas (yakni empat rakaat).Akan tetapi, hadis Ibnu Abbas dan hadis Siti Aisyah sepakat mengatakan bahwa salat safar itu adalah dua rakaat; dan bahwa dua rakaat tersebut

merupakan salat yang lengkap, bukan qasar, seperti juga yang diterangkan di dalam hadis Umar r.a.Bilamana demikian, berarti firman Allah Swt. yang mengatakan: maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian). (An-Nisa: 101)

Makna yang dimaksud ialah qasar kaifiyyah, seperti halnya dalam salat Khauf. Karena itulah maka dalam firman selanjutnya disebutkan: jika kalian takut diserang orang-orang kafir. (An-Nisa: 101), hingga akhir ayat.

Dalam ayat berikutnya disebutkan pula: Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka. (An-Nisa: 102), hingga akhir ayat.Maka dalam ayat selanjutnya disebutkan

tujuan utama dari qasar disertai dengan penyebutan gambaran dan tata caranya. Karena itulah ketika Imam Bukhari hendak mencatat Bab "Salat Khauf dalam kitab sahihnya, terlebih dahulu ia memulainya dengan menyebutkan firman-Nya:

Dan apabila kalian bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian). (An-Nisa: 101) sampai dengan firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang yang kafir itu.

(An-Nisa: 102)Hal yang sama diriwayatkan oleh Juwaibir dari Ad-Dahhak sehubungan dengan firman-Nya: maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian). (An-Nisa: 101) Bahwa hal tersebut di saat peperangan,

seorang lelaki yang berkendaraan salat dengan dua takbir menghadap ke arah mana pun kendaraannya mengarah.Asbat meriwayatkan dari As-Saddi sehubungan dengan firman-Nya: Dan apabila kalian bepergian di muka bumi,

maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian), jika kalian takut. (An-Nisa: 101), hingga akhir ayat. Sesungguhnya jika kamu salat dua rakaat dalam perjalanan, maka itulah batas qasar yang diperbolehkan baginya.

Tidak diperbolehkan selain itu kecuali bila ia takut diserang oleh orang-orang kafir di saat ia melakukan salat, maka qasar-nya boleh hanya dengan satu rakaat.Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya:

maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian). (An-Nisa: 101) Hal tersebut terjadi ketika Nabi Saw. dan para sahabatnya berada di Asfan, sedangkan pasukan kaum musyrik berada di Dajnan, maka mereka menjadi berhadap-hadapan.

Nabi Saw. salat Lohor bersama semua sahabatnya empat rakaat lengkap dengan rukuk dan sujudnya, dan mereka berdiri bersama-sama pula. Maka pasukan kaum musyrik hampir saja hendak menyerang dan menjarah barang-barang

serta perabotan yang dibawa pasukan kaum muslim. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Mujahid, As-Saddi, dari Jabir dan Ibnu Umar. Ibnu Jarir memilih pendapat ini pula,

karena ternyata ia mengemukakan pendapatnya sehubungan dengan hal tersebut sesudah meriwayatkan hadis ini, dan inilah yang benar.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam,

telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zi-b, dari Ibnu Syihab, dari Umayyah ibnu Abdullah ibnu Khalid ibnu Usaid, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar, "Kami menjumpai di dalam

Kitabullah masalah qasar salat khauf, tetapi kami tidak menjumpai qasar salat safar." Maka Abdullah ibnu Umar menjawab, "Sesungguhnya kami menjumpai Nabi kami mengamalkan perbuatan yang kita kerjakan sekarang.

Salat Khauf itu dinamakan salat qasar, serta menginterpretasikan ayat dengan pengertian tersebut, bukan dengan pengertian qasar salat untuk musafir."Ibnu Umar menetapkan hal tersebut. Ia menyimpulkan dalil sehubungan dengan

salat qasar musafir hanya dari perbuatan pentasyri’, bukan dengan nas Al-Qur'an.Hal yang lebih jelas dari itu ialah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Walid Al-Qurasyi,

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah ibnu Sammak Al-Hanafi yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar tentang salat safar. Maka Ibnu Umar menjawab,

"Salat safar adalah dua rakaat sebagai salat yang lengkap, bukan qasar. Sesungguhnya salat qasar hanyalah pada keadaan Khauf saja." Lalu aku (Al-Hanafi) bertanya, "Bagaimanakah caranya salat khauf itu?" Ibnu Umar menjawab,

"Hendaknya imam salat dengan segolongan orang sebanyak satu rakaat, kemudian mereka yang sudah salat datang ke posisi mereka yang belum salat untuk menggantikannya, lalu mereka yang belum salat datang menggantikan kedudukan

mereka yang sudah salat, lalu imam salat bersama golongan yang kedua satu rakaat lagi. Dengan demikian, imam melakukan salat dua rakaat, sedangkan masing-masing dari dua golongan tersebut satu rakaat-satu rakaat."

Surat An-Nisa |4:102|

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

wa iżaa kunta fiihim fa aqomta lahumush-sholaata faltaqum thooo`ifatum min-hum ma'aka walya`khużuuu asliḥatahum, fa iżaa sajaduu falyakuunuu miw warooo`ikum walta`ti thooo`ifatun ukhroo lam yusholluu falyusholluu ma'aka walya`khużuu ḥiżrohum wa asliḥatahum, waddallażiina kafaruu lau taghfuluuna 'an asliḥatikum wa amti'atikum fa yamiiluuna 'alaikum mailataw waaḥidah, wa laa junaaḥa 'alaikum ing kaana bikum ażam mim mathorin au kuntum mardhooo an tadho'uuu asliḥatakum, wa khużuu ḥiżrokum, innalloha a'adda lil-kaafiriina 'ażaabam muhiinaa

Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata mereka, kemudian apabila mereka (yang sholat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat) maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang lain yang belum sholat, lalu mereka sholat denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata mereka. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu sekaligus. Dan tidak mengapa kamu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu sakit, dan bersiap siagalah kamu. Sungguh, Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.

And when you are among them and lead them in prayer, let a group of them stand [in prayer] with you and let them carry their arms. And when they have prostrated, let them be [in position] behind you and have the other group come forward which has not [yet] prayed and let them pray with you, taking precaution and carrying their arms. Those who disbelieve wish that you would neglect your weapons and your baggage so they could come down upon you in one [single] attack. But there is no blame upon you, if you are troubled by rain or are ill, for putting down your arms, but take precaution. Indeed, Allah has prepared for the disbelievers a humiliating punishment.

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila kamu) hai Muhammad, hadir (di tengah-tengah mereka) sedangkan kamu khawatir terhadap musuh (lalu kamu hendak mendirikan sholat bersama mereka) ini berlaku menurut kebiasaan Alquran

dalam pola pembicaraan sehingga dengan demikian mafhumnya tidak berlaku (maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri, sholat, bersamamu) sedangkan golongan lainnya mengundurkan diri

(dan hendaklah mereka mengambil) artinya golongan yang berdiri sholat bersamamu tadi (senjata-senjata mereka) bersama mereka. (Dan apabila mereka sujud) artinya telah menyelesaikan sholat satu rakaat

(maka hendaklah mereka) yakni rombongan yang pertama tadi (pergi ke belakangmu) untuk menjaga musuh sampai sholat selesai (dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum sholat lalu ,

sholat bersamamu dan hendaklah mereka bersikap waspada dan membawa senjata mereka) bersama mereka sampai mereka menyelesaikan sholat itu. Dan hal ini pernah dilakukan Nabi saw. di lembah Nakhl,

diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. (Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah) di waktu kamu mengerjakan sholat (terhadap senjata dan harta bendamu lalu mereka menyerbu kamu sekaligus)

yakni dengan menyerang dan menawan kamu. Inilah yang menjadi sebab kenapa kamu disuruh membawa senjata.

(Dan tak ada salahnya bagimu meletakkan senjata-senjatamu kalau kamu mendapat gangguan dari hujan atau kamu dalam keadaan sakit) sehingga kamu tidak membawanya.

Ini menunjukkan wajibnya membawa senjata di kala tak ada halangan, dan merupakan salah satu di antara kedua pendapat Syafii.

Sedangkan pendapatnya yang kedua bahwa ini hanyalah sunah dan merupakan pendapat yang lebih kuat.

(Dan hendaklah kamu bersikap waspada) terhadap musuh; artinya selalulah dalam keadaan siap siaga menghadapi serangannya. (Sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi orang-orang kafir itu siksa yang menghinakan.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 102 |

Salat Khauf banyak ragamnya, karena sesungguhnya musuh itu adakalanya berada di arah kiblat, dan adakalanya berada di lain arah. Salat itu adakalanya terdiri atas empat rakaat, adakalanya tiga rakaat (seperti salat Magrib),

dan adakalanya dua rakaat (seperti salat Subuh dan salat Safar). Kemudian adakalanya mereka melakukan salat dengan berjamaah, adakalanya perang sedang berkecamuk, sehingga mereka tidak dapat berjamaah,

melainkan masing-masing salat sendirian dengan menghadap ke arah kiblat atau ke arah lainnya, baik dengan berjalan kaki ataupun berkendaraan.Dalam keadaan perang sedang berkecamuk, mereka diperbolehkan berjalan dan memukul

dengan pukulan yang bertubi-tubi, sedangkan mereka dalam salatnya.Ada ulama yang mengatakan bahwa dalam keadaan perang sedang berkecamuk, mereka melakukan salatnya satu rakaat saja, karena berdasarkan kepada hadis

Ibnu Abbas yang lalu tadi. Hal ini dikatakan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal. Al-Munziri di dalam kitab Al-Hawasyi mengatakan bahwa pendapat ini dikatakan oleh Ata, Jabir, Al-Hasan, Mujahid, Al-Hakam, Qatadah, dan Hammad.

Hal yang sama dikatakan pula oleh Tawus dan Ad-Dahhak.Abu Asim Al-Abbadi meriwayatkan dari Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi, bahwa ia berpendapat salat Subuh dikembalikan menjadi satu rakaat dalam keadaan khauf (perang).

Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Hazm.Ishaq ibnu Rahawaih mengatakan, "Adapun dalam keadaan pedang beradu, maka cukup bagimu satu rakaat dengan cara memakai isyarat saja. Jika kamu tidak mampu, cukup hanya dengan sekali sujud

karena salat adalah zikrullah."Ulama lainnya mengatakan cukup hanya dengan sekali takbir saja. Barangkali dia bermaksud satu rakaat, seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal dan murid-muridnya. Hal yang sama dikatakan oleh

Jabir ibnu Abdullah, Abdullah ibnu Umar dan Ka'b serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan sahabat, juga As-Saddi, menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.Akan tetapi, orang-orang yang meriwayatkan pendapat ini

hanya meriwayatkan berdasarkan makna lahiriahnya saja, yaitu menilai cukup salat khauf hanya dengan sekali takbir, seperti yang dikatakan oleh mazhab Ishaq ibnu Rahawaih. Hal yang sama dikatakan pula oleh

Al-Amir Abdul Wahhab ibnu Bukht Al-Makki. Bahkan ia berani mengatakan, "Jika ia tidak mampu melakukan takbir, janganlah ia meninggalkan salat dalam hatinya, cukup hanya dengan niat." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan

oleh Sa'id ibnu Mansur di dalam kitab sunannya, dari Ismail ibnu Ayyasy, dari Syu'aib ibnu Dinar.Di antara ulama ada yang membolehkan mengakhirkan salat karena uzur peperangan dan sibuk menghadapi musuh, seperti yang dilakukan oleh

Nabi Saw.; beliau mengakhirkan salat Lohor dan Asar dalam Perang Ahzab dan mengerjakannya sesudah Magrib. Kemudian beliau melakukan salat Magrib dan Isya sesudahnya. Juga seperti yang disabdakannya sesudah itu

(yakni dalam Perang Bani Quraizah) ketika beliau mempersiapkan pasukan kaum muslim untuk menghadapi mereka. Beliau Saw. bersabda:


"لَا يُصَلِّيَنَّ أحدٌ مِنْكُمُ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ"


Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian salat Asar, melainkan di tempat Bani Quraizah!Waktu salat datang ketika mereka berada di tengah jalan. Maka sebagian dari mereka mengatakan bahwa yang dimaksud oleh Rasulullah Saw.

hanyalah agar kita berjalan dengan cepat, bukan bermaksud agar kita mengakhirkan salat dari waktunya. Maka golongan ini mengerjakan salat Asar tepat pada waktunya di tengah jalan.Sedangkan golongan lain dari mereka mengakhirkan

salat Asar, lalu mereka mengerjakannya di tempat Bani Quraizah sesudah salat Magrib. Akan tetapi, Rasulullah Saw. tidak menegur salah satu dari kedua golongan tersebut.Kami membahas masalah ini di dalam kitab Sirah, dan menerangkan pula

bahwa orang-orang yang mengerjakan salat Asar pada waktunya lebih dekat kepada kebenaran daripada kenyataannya, sekalipun golongan yang lain dimaafkan. Hujah mereka yang menyebabkan mereka mengakhirkan salat Asar

dari waktunya ialah uzur, karena mereka sedang dalam rangka jihad dan mengadakan serangan cepat terhadap segolongan orang-orang Yahudi yang terkutuk, disebabkan mereka melanggar perjanjian.Menurut pendapat jumhur ulama,

semuanya itu dimansukh oleh salat khauf, karena sesungguhnya ayat salat khauf masih belum diturunkan ketika terjadi peristiwa itu. Setelah ayat salat khauf diturunkan, maka mengakhirkan salat dimansukh olehnya. Hal ini lebih jelas

dalam hadis Abu Sa'id Al-Khudri yang diriwayatkan oleh Imam Syafii dan ahlus sunan.Akan tetapi, hal ini sulit bila diselaraskan dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab sahihnya, yaitu dalam Bab "Salat di Saat Mengepung

Benteng dan Bersua dengan Musuh". Disebutkan bahwa Al-Auza'i mengatakan, "Jika kemenangan berada di tangan dan mereka tidak mampu melakukan salat, hendaklah mereka salat dengan memakai isyarat, masing-masing orang

mengerjakannya sendiri-sendiri. Jika mereka tidak mampu memakai isyarat, hendaklah mereka mengakhirkan salat sampai peperangan terhenti atau situasi aman dan terkendali, baru mereka melakukan salatnya dua rakaat. Jika dua rakaat

tidak mampu mereka kerjakan, maka cukup dengan satu rakaat dan dua kali sujud. Jika hal itu tidak mampu juga mereka kerjakan (karena keadaan masih sangat genting), maka tidak cukup bagi mereka mengerjakan salatnya hanya dengan takbir,

melainkan mereka harus mengakhirkannya hingga keadaan benar-benar aman." Hal ini dikatakan oleh Makhul.Anas ibnu Malik mengatakan, ia ikut mengepung Benteng Tustur di saat fajar menyingsing, lalu pecahlah perang dengan serunya,

hingga pasukan kaum muslim tidak dapat melakukan salat Subuh. Maka kami tidak mengerjakannya kecuali setelah matahari tinggi, lalu baru kami berkesempatan mengerjakannya; saat itu kami berada di bawah pimpinan Abu Musa.

Akhirnya kami beroleh kemenangan dan berhasil merebut Benteng Tustur.Sahabat Anas mengatakan, "Tidaklah aku gembira bila salat tersebut ditukar dengan dunia dan semua yang ada padanya." Demikianlah menurut apa yang diketengahkan

oleh Imam Bukhari.Selanjutnya Imam Bukhari mengiringinya dengan hadis tentang mengakhirkan salat di saat Perang Ahzab. Menyusul hadis perintah Nabi Saw. kepada pasukan kaum muslim yang mengatakan bahwa mereka jangan mengerjakan

salat Asar kecuali di tempat Bani Quraizah, seakan-akan Imam Bukhari memilih pendapat ini.Bagi orang yang cenderung kepada pendapat ini boleh meniru apa yang telah dilakukan oleh Abu Musa dan teman-temannya pada waktu penaklukan

Benteng Tustur, karena sesungguhnya hal ini menurut kebanyakan ulama telah dikenal. Akan tetapi, peristiwa tersebut terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibnul Khattab, dan tiada suatu nukilan pun yang menyatakan bahwa

apa yang dilakukan oleh Abu Musa dan teman-temannya diprotes oleh seseorang dari kalangan sahabat.Para ulama mengatakan bahwa salat khauf disyariatkan pada saat Perang Khandaq, karena Perang Zatur Riqa' terjadi sebelum Perang

Khandaq menurut kebanyakan ulama Sirah dan Magazi. Di antara mereka yang me-nas-kan demikian ialah Muhammad ibnu Ishaq, Musa ibnu Uqbah, Al-Waqidi, Muhammad ibnu Sa'd (juru tulisnya), dan Khalifah ibnul Khayyat serta lain-lainnya.

Lain halnya dengan Imam Bukhari dan lain-lainnya. Mereka mengatakan bahwa Perang Zatur Riqa' terjadi sesudah Perang Khandaq, karena berdasarkan kepada hadis Abu Musa dan hadis lainnya yang disebut di atas, kecuali Perang Khaibar.

Tetapi yang sangat mengherankan sekali ialah apa yang dikatakan oleh Al-Muzani, Abu Yusuf Al-Qadi, dan Ibrahim ibnu Ismail ibnu Ulayyah. Mereka berpendapat bahwa salat khauf telah dimansukh oleh perintah Nabi Saw.

yang mengakhirkan salat dalam Perang Khandaq. Pendapat ini sangat aneh, karena terbukti melalui banyak hadis bahwa salat khauf terjadi sesudah Perang Khandaq.Sebagai jalan keluarnya menginterpretasikan pengertian mengakhirkan salat

pada hari itu menurut apa yang dikatakan oleh Makhul dan Al-Auza'i lebih kuat dan lebih dekat kepada kebenaran.Firman Allah Swt.:


وَإِذا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاةَ


Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka. (An-Nisa: 102)Maksudnya, apabila kamu salat bersama mereka sebagai imam dalam salat khauf.

Hal ini bukan seperti keadaan yang pertama tadi, karena pada keadaan pertama salat di-qasar-kan (dipendekkan) menjadi satu rakaat, seperti yang ditunjukkan oleh makna hadisnya, yaitu sendiri-sendiri, sambil berjalan kaki ataupun

berkendaraan, baik menghadap ke arah kiblat ataupun tidak, semuanya sama.Kemudian disebutkan keadaan berjamaah dengan bermakmum kepada seorang imam, alangkah baiknya pengambilan dalil yang dilakukan oleh orang-orang

yang mewajibkan salat berjamaah berdasar-kan ayat yang mulia ini, mengingat dimaafkan banyak pekerjaan karena jamaah. Seandainya berjamaah tidak wajib, maka hal tersebut pasti tidak diperbolehkan.Adapun orang yang menyimpulkan

dalil dari ayat ini, bahwa salat khauf dimansukh sesudah Nabi Saw., karena berdasarkan kepada firman-Nya: Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka. (An-Nisa: 102)Dengan pengertian ini, berarti gambaran salat tersebut terlewatkan

olehnya, dan cara penyimpulan dalil seperti ini lemah. Dapat pula disanggah dengan sanggahan semisal perkataan orang-orang yang tidak mau berzakat, yaitu mereka yang beralasan kepada firman-Nya yang mengatakan:


خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ


Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kalian membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. (At-Taubah: 103)

Mereka mengatakan bahwa kami tidak mau membayar zakat kepada siapa pun sesudah Nabi Saw., melainkan kami akan mengeluarkannya dengan tangan kami sendiri untuk diberikan kepada orang-orang yang akan kami beri.

Kami tidak akan memberikannya kepada siapa pun kecuali kepada orang yang doanya menjadi ketenteraman jiwa bagi kami.Sekalipun alasan mereka demikian, para sahabat menyanggah dan menyangkal alasan mereka, dan tetap memaksa

untuk membayar zakatnya serta memerangi orang-orang dari kalangan mereka yang membangkang, tidak mau membayar zakat.Dalam pembahasan berikut akan kami ketengahkan terlebih dahulu asbabun nuzul ayat ini sebelum

menerangkan sifat (gambaran)nya.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnul Musanna, telah menceritakan kepadaku Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Hasyim, telah menceritakan kepada kami Saif,

dari Abu Rauq, dari Abu Ayyub, dari Ali r.a. yang menceritakan bahwa suatu kaum dari kalangan Bani Najjar bertanya kepada Rasulullah Saw. Mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami sering bepergian di muka bumi.

Bagaimanakah caranya kami menunaikan salat?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan apabila kalian bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian). (An-Nisa: 101) Kemudian wahyu terhenti.

Satu tahun kemudian Nabi Saw. melakukan peperangan lagi dan salat Lohor dalam peperangan itu. Maka orang-orang musyrik berkata (dengan sesama mereka), "Sesungguhnya Muhammad dan sahabat-sahabatnya memberikan kesempatan

kepada kalian punggung mereka, mengapa kalian tidak segera menyerang mereka dari belakang?" Lalu seseorang dari mereka ada yang berkata, "Sesungguhnya masih ada segolongan lagi dari mereka yang berada di belakangnya melindungi

mereka." Ali r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa Allah Swt. menurunkan firman-Nya di antara kedua salat (Lohor dan Asar), yaitu: jika kalian takut diserang orang-orang kafir. (An-Nisa: 101), hingga akhir ayat berikutnya.

Maka turunlah ayat mengenai salat khauf. Konteks hadis ini garib, tetapi sebagian darinya ada syahid (penguat)nya yang diketengahkan melalui riwayat Abu Ayyasy Az-Zuraqi, nama aslinya ialah Zaid ibnus Samit Az-Zuraqi r.a.

yang ada pada Imam Ahmad dan Ahli Sunan.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur-Razzaq, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Mansur, dari Mujahid, dari Abu Ayyasy Az-Zuraqi yang menceritakan,

"Ketika kami bersama-sama Rasulullah Saw. di Asfan, orang-orang musyrik yang di bawah pimpinan Khalid ibnul Walid (yang saat itu belum masuk Islam) datang hendak menyerang kami. Posisi mereka terletak di antara kami dan arah kiblat.

Maka Rasulullah Saw. melakukan salat Lohor bersama kami." Mereka (pasukan kaum musyrik) berkata, "Sesungguhnya mereka berada di dalam suatu posisi yang menguntungkan, seandainya saja kita menyerang mereka di saat mereka lengah.

" Kemudian mereka mengatakan pula, "Sekarang telah tiba saatnya bagi mereka suatu salat yang lebih mereka sukai daripada anak-anak dan diri mereka sendiri." Maka turunlah Malaikat Jibril di antara salat Lohor dan Asar dengan membawa

ayat-ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka. (An-Nisa: 102) Ketika waktu salat tiba, Rasulullah Saw.

memerintahkan mereka untuk menyandang senjata, lalu membariskan kami di belakangnya menjadi dua saf. Kemudian Nabi Saw. rukuk, dan kami semua rukuk; lalu Nabi Saw. mengangkat tubuhnya dari rukuk,

kami pun melakukan hal yang sama semuanya. Sesudah itu Nabi Saw. sujud bersama saf yang berada di belakangnya, sedangkan saf berikutnya dalam keadaan tetap berdiri melakukan tugas penjagaan. Setelah mereka sujud dan bangun,

maka golongan yang lainnya duduk, lalu sujud menggantikan mereka yang telah sujud. Kemudian saf kedua maju menggantikan kedudukan saf pertama, dan saf pertama mundur menggantikan kedudukan saf yang kedua. Lalu Nabi Saw.

rukuk, maka mereka semuanya rukuk; dan Nabi Saw. mengangkat kepalanya dari rukuk, maka mereka mengangkat kepalanya pula dari rukuknya. Hal ini dilakukan mereka secara bersama-sama. Kemudian Nabi Saw. sujud bersama saf

yang berada di belakangnya, sedangkan saf yang lain tetap berdiri menjaga mereka. Setelah mereka duduk, maka saf yang lainnya duduk, lalu sujud. Selanjutnya Nabi Saw. salam bersama-sama mereka semua, dan selesailah salatnya.

Abu Ayyasy Az-Zuraqi mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menjalankan salat ini dua kali; sekali di Asfan, dan yang lainnya di tanah tempat orang-orang Bani Sulaim.Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya dari Gundar, dari Syu'bah,

dari Mansur dengan sanad yang sama dan dengan lafaz yang semisal.Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Sa'id ibnu Mansur, dari Jarir ibnu Abdul Hamid. Sedangkan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah

dan Abdul Aziz ibnu Abdus Samad, semuanya dari Mansur dengan lafaz yang sama.Sanad riwayat ini sahih dan mempunyai banyak syahid (penguat), antara lain ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Disebutkan bahwa telah

menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syuraih, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Harb, dari Az-Zubaidi, dari Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Abdullah ibnu Atabah, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa Nabi Saw.

berdiri (untuk salat), lalu orang-orang berdiri pula bersamanya. Nabi Saw. bertakbir, maka mereka pun bertakbir mengikutinya; Nabi Saw. rukuk, dan sebagian dari mereka rukuk bersamanya, kemudian Nabi Saw. sujud yang diikuti oleh

sebagian dari mereka. Kemudian Nabi Saw. berdiri untuk rakaat yang kedua, maka berdirilah orang-orang yang tadinya sujud bersamanya dan tetap berdiri menjaga saudara-saudara mereka yang belum salat. Lalu golongan yang lainnya

bergabung bersama Nabi Saw. rukuk dan sujud bersamanya. Semua pasukan berada dalam salat, tetapi sebagian dari mereka menjaga sebagian yang lainnya.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar,

telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Qatadah, dari Sulaiman ibnu Qais Al-Yasykuri, bahwa ia pernah bertanya kepada Jabir ibnu Abdullah tentang mengqasar salat, bilakah diturunkan

dan pada peristiwa apa? Jabir menjawab, "Kami berangkat menghadap kafilah orang-orang Quraisy yang datang dari negeri Syam. Ketika kami berada di Nakhlah (sedang beristirahat), maka datanglah seorang lelaki dari kalangan musuh kepada

Rasulullah Saw. (secara diam-diam), lalu bertanya dengan nada mengancam, 'Hai Muhammad, apakah kamu takut kepadaku?' Nabi Saw. menjawab, Tidak.' Lelaki itu berkata lagi, "Siapakah yang akan mencegahku darimu?' Nabi Saw.

menjawab, 'Allah yang akan melindungiku darimu.' Maka pedang lelaki itu terjatuh, kemudian Nabi Saw. berbalik mengancam dan memperingatinya. Kemudian Nabi Saw. memerintahkan agar semuanya berangkat dan menyandang senjatanya

masing-masing. Tetapi waktu salat tiba, maka diserukan untuk salat. Rasulullah Saw. salat dengan segolongan orang dari kaum, sedangkan kaum yang lain menjaga mereka yang sedang salat. Rasulullah Saw. salat bersama-sama saf

yang ada di belakangnya sebanyak dua rakaat, kemudian mereka yang telah salat bersamanya mundur ke belakang, lalu kedudukan mereka digantikan oleh orang-orang yang belum salat, dan mereka menggantikan posisi orang-orang

yang belum salat itu untuk menjaganya. Lalu Nabi Saw. salat bersama mereka dua rakaat lagi, kemudian Nabi Saw. salam. Dengan demikian, Nabi Saw. melakukan salatnya sebanyak empat rakaat, sedangkan bagi masing-masing kaum dua rakaat.

Pada hari itulah Allah menurunkan wahyu yang menerangkan tentang qasar salat dan memerintahkan kepada orang-orang mukmin agar tetap membawa senjatanya."Imam Ahmad meriwayatkannya pula. Untuk itu ia mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Abu Bisyr, dari Sulaiman ibnu Qais Al-Yasykuri, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasu¬lullah Saw. berperang melawan

orang-orang Hafsah. Lalu datanglah seorang lelaki dari kalangan mereka yang dikenal dengan nama Gauras ibnul Haris, sehingga berdiri di hadapan Rasulullah Saw. dengan pedang yang terhunus, (saat itu Rasulullah Saw. sedang istirahat).

Lalu ia berkata, "Siapakah yang akan melindungimu dariku?" Nabi Saw. menjawab, "Allah." Maka saat itu juga pedang terjatuh dari tangan Gauras. Rasulullah Saw. mengambil pedangnya, lalu berkata kepadanya, "Siapakah yang akan

melindungimu dariku?" Lelaki itu menjawab, "Semoga engkau adalah orang yang paling baik dalam membalas." Nabi Saw. bersabda, "Maukah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah?" Lelaki itu menjawab,

"Tidak. Tetapi aku berjanji kepadamu, aku tidak akan memerangimu dan tidak akan membantu orang-orang yang memerangimu." Maka Rasulullah Saw. melepaskannya. Gauras kembali kepada kaumnya, lalu mengatakan kepada mereka,

"Aku baru saja datang dari manusia yang paling baik." Ketika waktu salat tiba, Rasulullah Saw. melakukan salat khauf, dan orang-orang dibagi menjadi dua golongan; segolongan berada di hadapan musuh, dan segolongan yang lain salat

bersama Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. salat dua rakaat bersama-sama mereka, lalu mereka bersalam. Sesudah itu mereka pergi dan menggantikan posisi golongan lain yang belum salat menghadapi musuh, sedangkan mereka yang tadinya

berjaga menghadapi musuh, bergabung salat bersama Rasulullah Saw. sebanyak dua rakaat. Maka Rasulullah Saw. melakukan salat empat rakaat, sedangkan bagi masing-masing kaum dua rakaat.Hadis ini bila ditinjau dari segi sanadnya

diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Qatn (yaitu Amr ibnul Haisam), telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi,

dari Yazid Al-Faqir yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Jabir ibnu Abdullah tentang dua rakaat dalam perjalanan, apakah keduanya adalah salat qasar? Jabir ibnu Abdullah menjawab, "Salat dua rakaat dalam perjalanan

adalah salat yang sempurna. Sesungguhnya yang dimaksud dengan qasar hanyalah di saat peperangan berkecamuk, yaitu satu rakaat. Tatkala kami sedang bersama Rasulullah Saw. dalam suatu peperangan, tiba-tiba salat didirikan.

Maka Rasulullah Saw. membuat satu saf barisan yang terdiri atas segolongan kaum, sedangkan segolongan yang lain berada di hadapan musuh. Maka Rasulullah Saw. salat bersama mereka satu rakaat dan sujud sebanyak dua kali

bersama mereka. Kemudian orang-orang yang tidak ikut salat meninggalkan posisinya untuk menggantikan mereka yang telah salat, dan yang telah salat menggantikan posisi mereka yang belum salat. Lalu mereka yang belum salat itu bersaf

di belakang Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. salat bersama mereka satu rakaat serta sujud dua kali bersama-sama mereka. Setelah itu Rasulullah Saw. duduk (bertasyahhud) dan salam bersama orang-orang yang ada di belakangnya,

dan salam pula mereka yang sedang dalam posisi berjaga. Dengan demikian, berarti Rasulullah Saw. salat dua rakaat, sedangkan masing-masing dari kedua kaum itu satu rakaat." Kemudian Jabir ibnu Abdullah membacakan firman-Nya:

Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka. (An-Nisa: 102), hingga akhir ayat.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far,

telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Hakam, dari Yazid Al-Faqir, dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. salat bersama mereka (yaitu salat khauf). Untuk itu Rasulullah Saw. mengatur mereka menjadi dua saf,

satu saf berada di hadapannya, dan saf yang lain berada di belakangnya. Kemudian Rasulullah Saw. salat satu rakaat bersama mereka yang ada di belakangnya dengan dua kali sujud. Selanjutnya mereka yang telah salat maju ke depan

dan menggantikan posisi teman mereka yang belum salat. Lalu mereka yang belum salat datang dan menggantikan kedudukan mereka yang sudah salat; maka Nabi Saw. salat bersama mereka satu rakaat lagi berikut dua kali sujud,

setelah itu beliau salam. Maka Nabi Saw. melakukan salat dua rakaat, dan bagi mereka masing-masing satu rakaat.Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah. Hadis ini mempunyai jalur-jalur lain yang bersumber dari Jabir,

dan di dalam kitab Sahih Muslim hadis ini diriwayatkan melalui sanad yang lain dan dengan lafaz yang lain pula. Jamaah telah meriwayatkannya di dalam kitab-kitab sahih, musnad, dan sunan dari Jabir.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Na'im ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak,

telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya sehubungan dengan firman-Nya: Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka.

(An-Nisa: 102) ia mengatakan, yang dimaksud adalah salat khauf. Rasulullah Saw. salat dengan salah satu golongan dari dua golongan yang ada sebanyak satu rakaat, sedangkan golongan yang lain menghadap ke arah musuh sambil

berjaga-jaga. Setelah itu golongan yang tadinya menghadapi musuh datang dan salat bersama Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. salat satu rakaat lagi bersama mereka, kemudian salam. Sesudah itu masing-masing dari kedua golongan

melakukan salat sendiri-sen-diri masing-masing satu rakaat.Hadis ini diriwayatkan oleh jamaah dalam kitab-kitab mereka melalui jalur Ma'mar dengan lafaz yang sama. Hadis ini mempunyai banyak jalur periwayatan dari sejumlah sahabat.

Abu Bakar ibnu Murdawaih sehubungan dengan hadis ini mengetengahkan jalur-jalur dan lafaz-lafaznya dengan cara yang baik. Hal yang sama dilakukan pula oleh Ibnu Jarir. Hal ini akan kami catat di dalam Kitabul Ahkam Al-Kabir, insya Allah.

Perintah menyandang senjata dalam salat khauf, menurut segolongan ulama diinterpretasikan berhukum wajib karena berdasarkan kepada makna lahiriah ayat. Pendapat ini merupakan salah satu dari kedua pendapat yang dikatakan oleh Imam Syafii. Sebagai dalilnya ialah firman Allah Swt. yang mengatakan:


{وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ}


Dan tidak ada dosa atas kalian meletakkan senjata kalian, jika kalian mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kalian memang sakit; dan siap siagalah kalian (tetap waspadalah kalian). (An-Nisa: 102)

Dengan kata lain, tetap waspadalah kalian; karena sewaktu-waktu bila diperlukan, kalian pasti akan menyandangnya dengan mudah, tanpa susah payah lagi.


{إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا}


Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang yang kafir itu. (An-Nisa: 102)

Surat An-Nisa |4:103|

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

fa iżaa qodhoitumush-sholaata fażkurulloha qiyaamaw wa qu'uudaw wa 'alaa junuubikum, fa iżathma`nantum fa aqiimush-sholaah, innash-sholaata kaanat 'alal-mu`miniina kitaabam mauquutaa

Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan sholat(mu), ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk, dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah sholat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

And when you have completed the prayer, remember Allah standing, sitting, or [lying] on your sides. But when you become secure, re-establish [regular] prayer. Indeed, prayer has been decreed upon the believers a decree of specified times.

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila kamu telah menyelesaikan sholat, maka ingatlah Allah) dengan membaca tahlil dan tasbih (baik di waktu berdiri maupun di waktu duduk dan berbaring) tegasnya pada setiap saat.

(Kemudian apabila kamu telah merasa tenteram) artinya aman dari bahaya (maka dirikanlah sholat itu) sebagaimana mestinya. (Sesungguhnya sholat itu atas orang-orang yang beriman adalah suatu kewajiban)

artinya suatu fardu (yang ditetapkan waktunya) maka janganlah diundur atau ditangguhkan mengerjakannya. Ayat berikut turun tatkala Rasulullah saw.

mengirim satu pasukan tentara untuk menyusul Abu Sofyan dan anak buahnya ketika mereka kembali dari perang Uhud. Mereka mengeluh karena menderita luka-luka:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 103 |

Tafsir ayat 103-104

Allah Swt. memerintahkan banyak berzikir sesudah mengerjakan salat khauf, sekalipun zikir sesudah salat disyariatkan dan dianjurkan pula dalam keadaan lainnya, tetapi dalam keadaan khauf (perang) lebih dikukuhkan,

mengingat dalam salat khauf banyak terjadi keringanan dalam rukun-rukunnya, juga banyak rukhsah (kemurahan) padanya sehingga banyak pekerjaan yang dilakukan padanya, seperti datang dan pergi dan lain-lainnya

yang tidak boleh dilakukan dalam salat lainnya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya sehubungan dengan bulan-bulan haram, yaitu:


فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ


Maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu. (At-Taubah: 36)Sekalipun hal tersebut dilarang pula pada selain bulan-bulan haram, tetapi larangan ini lebih kuat dalam bulan-bulan haram,

mengingat keharaman dan keagungannya yang sangat. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ}


Maka apabila kalian telah menyelesaikan salat (kalian), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. (An-Nisa: 103)Maksudnya, ingatlah Allah dalam semua keadaan kalian. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ}


Kemudian apabila kalian sudah merasa aman, maka dirikanlah salat itu. (An-Nisa: 103) Dengan kata lain, bila kalian telah merasa aman dan tidak takut lagi, sehingga ketenangan kalian peroleh.


{فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ}


maka dirikanlah salat itu. (An-Nisa: 103) Yaitu sempurnakanlah salat dan dirikanlah ia sebagaimana kalian diperintahkan untuk melakukannya, lengkap dengan rukun-rukun, khusyuk, rukuk, sujud, dan semua urusannya. Firman Allah Swt.:


إِنَّ الصَّلاةَ كانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتاباً مَوْقُوتاً


Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 103)Menurut Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah yang difardukan. Ibnu Abbas mengatakan pula bahwa salat itu mempunyai waktu,

sama seperti ibadah haji mempunyai waktu yang tertentu baginya.Hal yang sama diriwayatkan dari Mujahid, Salim ibnu Abdullah, Ali ibnul Husain, Muhammad ibnu Ali, Al-Hasan, Muqatil, As-Saddi, dan Atiyyah Al-Aufi.

Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 103) Bahwa Ibnu Mas'ud mengatakan,

"Salat itu mempunyai waktu-waktu tertentu, sama halnya dengan ibadah haji."Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

(An-Nisa: 103) Yakni mempunyai waktunya masing-masing. Dengan kata lain, apabila salah satu waktunya pergi, datanglah waktu yang lain. Firman Allah Swt.:


وَلا تَهِنُوا فِي ابْتِغاءِ الْقَوْمِ


Janganlah kalian berhati lemah dalam mengejar mereka. (An-Nisa: 104)Dengan kata lain, janganlah semangat kalian kendur dalam mengejar musuh, melainkan kejarlah terus mereka, perangilah mereka, dan awasilah semua gerakan mereka.


{إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ}


Jika kalian menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kalian menderitanya. (An-Nisa: 104) Yaitu sebagaimana kalian terkena luka dan kematian, maka hal tersebut telah menimpa mereka pula. Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:


إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ


Jika kalian (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. (Ali Imran: 140)Kemudian Allah Swt. berfirman:


وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ


sedangkan kalian mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. (An-Nisa: 104)Dengan kata lain, kalian dan musuh kalian sama saja mengalami luka dan sakit yang semisal. Tetapi kalian berbeda dengan mereka;

kalian mengharapkan pahala, pertolongan dan bantuan dari Allah, sebagaimana yang telah Dia janjikan kepada kalian melalui Kitab-Nya dan melalui lisan Rasulullah Saw. Janji-Nya itu adalah nyata dan berita yang benar, sedangkan mereka

(musuh kalian) tidak mengharapkan sesuatu pun dari hal tersebut. Kalian lebih utama dengan jihad daripada mereka, dan kalian lebih kuat keinginannya daripada mereka, dan lebih kuat keinginan kalian dalam menegakkan kalimat Allah dan meninggikannya.


{وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا}


Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 104) Dengan kata lain, Allah lebih mengetahui dan lebih bijaksana dalam semua apa yang ditentukan dan yang diputuskan-Nya

serta dalam pelaksanaan-Nya sehubungan dengan peraturan-peraturan hukum syariat dan hukum tatanan alam semesta ini. Dia Maha Terpuji atas semua keadaan.

Surat An-Nisa |4:104|

وَلَا تَهِنُوا فِي ابْتِغَاءِ الْقَوْمِ ۖ إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ ۖ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

wa laa tahinuu fibtighooo`il-qouum, in takuunuu ta`lamuuna fa innahum ya`lamuuna kamaa ta`lamuun, wa tarjuuna minallohi maa laa yarjuun, wa kaanallohu 'aliiman ḥakiimaa

Dan janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka ketahuilah mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu rasakan, sedang kamu masih dapat mengharapkan dari Allah apa yang tidak dapat mereka harapkan. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.

And do not weaken in pursuit of the enemy. If you should be suffering - so are they suffering as you are suffering, but you expect from Allah that which they expect not. And Allah is ever Knowing and Wise.

Tafsir
Jalalain

(Dan janganlah kamu merasa lemah) atau tidak mampu (dalam mengejar musuh) yakni orang-orang kafir yang kamu perangi (karena jika kamu menderita sakit) disebabkan karena luka

misalnya (maka sesungguhnya mereka menderita sakit pula sebagaimana kamu menderitakannya) maksudnya nasib mereka sama dengan kamu, sedangkan mereka tidak merasa takut atau pesimis dalam menghadapimu

(dan kamu mengharapkan dari Allah) kemenangan dan pahala (sesuatu yang tidak mereka harapkan) hingga sebetulnya kamu lebih unggul dan ada kelebihan dari mereka, maka seharusnya lebih berani dan bergairah.

(Dan Allah Maha Mengetahui) segala sesuatu (lagi Maha Bijaksana) dalam perbuatan dan pengaturan-Nya. Suatu kali Thu'mah bin Ubairiq mencuri sebuah baju besi dan menyembunyikannya di rumah seorang Yahudi.

Ketika baju besi itu ditemukan, Thu'mah menuduh si Yahudi dan si Yahudi bersumpah bahwa ia tidak mencurinya. Lalu kaum si Yahudi itu pun meminta kepada Nabi saw.

agar membelanya dan membersihkan dirinya dari tuduhan tersebut, maka turunlah ayat:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 104 |

Penjelasan ada di ayat 103

Surat An-Nisa |4:105|

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ ۚ وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا

innaaa anzalnaaa ilaikal-kitaaba bil-ḥaqqi litaḥkuma bainan-naasi bimaaa arookalloh, wa laa takul lil-khooo`iniina khoshiimaa

Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur´an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang yang berkhianat,

Indeed, We have revealed to you, [O Muhammad], the Book in truth so you may judge between the people by that which Allah has shown you. And do not be for the deceitful an advocate.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu) yakni Alquran (dengan benar) kaitannya ialah kepada "menurunkan" (agar kamu mengadili di antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu)

. (Dan janganlah kamu menjadi pembela bagi orang yang berkhianat) seperti Thu`mah dan menjadi penentang mereka atau pihak lawannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 105 |

Tafsir ayat 105-109

Allah Swt. berfirman, ditujukan kepada Rasul-Nya:


{إِنّا أَنزلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ}


Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran. (An-Nisa: 105)Kitab itu adalah perkara yang hak dari Allah; di dalam berita dan perintah serta larangannya mengandung perkara yang hak. Firman Allah Swt.:


لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِما أَراكَ اللَّهُ


supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah perlihatkan kepadamu. (An-Nisa: 105)Ayat ini dijadikan dalil oleh kalangan ulama Usul yang berpendapat bahwa Nabi Saw. boleh memutuskan peradilan dengan ijtihad,

berdasarkan makna ayat ini. Berdasarkan apa yang telah disebut di dalam kitab Sahihain, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Zainab binti Ummu Salamah, dari Ummu Salamah,

bahwa Rasulullah Saw. pernah mendengar suara gaduh persengketaan di depan pintu rumahnya. Maka beliau keluar menemui mereka, dan bersabda:


«أَلَا إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ وَإِنَّمَا أَقْضِي بِنَحْوٍ مِمَّا أَسْمَعُ، وَلَعَلَّ أَحَدَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ فَأَقْضِي لَهُ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ بِحَقِّ مُسْلِمٍ فَإِنَّمَا هي قطعة من النار فَلْيَحْمِلْهَا أَوْ لِيَذَرْهَا»


Ingatlah, sebenarnya aku adalah seorang manusia, dan aku hanya memutuskan peradilan sesuai dengan apa yang aku dengar. Dan barangkali seseorang dari kalian adalah orang yang lebih lihai dalam beralasan daripada sebagian yang lain,

lalu aku memutuskan peradilan untuk (kemenangan)nya. Maka barang siapa yang aku telah putuskan peradilan untuknya terhadap hak seorang muslim, sesungguhnya hal itu hanyalah sepotong api neraka. Karena itu, hendaklah ia membawanya atau membiarkannya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: جَاءَ رَجُلَانِ مِنَ الْأَنْصَارِ يَخْتَصِمَانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَوَارِيثَ بَيْنَهُمَا قَدْ دَرَسَتْ، لَيْسَ عِنْدَهُمَا بَيِّنَةٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إِلَيَّ، وَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ، وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ ألْحَن بحُجَّتِه مِنْ بَعْضٍ، وَإِنَّمَا أَقْضِي بَيْنَكُمْ عَلَى نَحْوٍ مِمَّا أَسْمَعُ، فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا فَلَا يَأْخُذْهُ، فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ، يَأْتِي بِهَا إِسْطَامًا فِي عُنُقِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ". فَبَكَى الرَّجُلَانِ وَقَالَ كُلٌّ مِنْهُمَا: حَقِّي لِأَخِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَّا إِذَا قُلْتُمَا فَاذْهَبَا فَاقْتَسِمَا، ثُمَّ تَوَخَّيَا الْحَقَّ، ثُمَّ اسْتَهِمَا، ثُمَّ ليُحْللْ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْكُمَا صَاحِبَهُ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Usamah ibnu Zaid, dari Abdullah ibnu Rafi', dari Ummu Salamah yang menceritakan bahwa ada dua orang lelaki dari kalangan Ansar datang

mengadukan persengketaan mereka kepada Rasulullah Saw. mengenai warisan yang ada di antara keduanya di masa yang lalu, sedangkan masing-masing tidak mempunyai bukti. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kalian

mengadukan perkara kalian kepadaku, dan sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia, barangkali salah seorang dari kalian lebih lihai dalam alasannya daripada yang lain, dan aku hanya memutuskan berdasarkan apa yang aku dengar.

Maka barang siapa yang aku putuskan sesuatu untuk kemenangannya menyangkut hak saudaranya, janganlah dia mengambilnya. Karena sebenarnya aku memberikan kepadanya sepotong api neraka, yang akan ia bawa seraya dikalungkan

di lehernya kelak di hari kiamat. Maka kedua lelaki itu menangis, lalu masing-masing mengatakan, "Hakku untuk saudaraku." Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Mengapa tidak kalian katakan sejak semula, sekarang pergilah dan berbagilah kalian,

dan tegakkanlah perkara yang hak di antara kalian berdua, kemudian bagikanlah di antara kamu berdua dan hendaklah masing-masing dari kalian menghalalkan kepada temannya.Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Usamah ibnu Zaid dengan lafaz yang sama, tetapi ditambahkan:


«إِنِّي إِنَّمَا أَقْضِي بَيْنَكُمَا بِرَأْيٍ فِيمَا لَمْ يَنْزِلْ عَلَيَّ فِيهِ»


Sesungguhnya aku hanya memutuskan perkara di antara kalian berdua dengan pendapatku sehubungan dengan hal-hal yang tidak diturunkan wahyu kepadaku mengenainya.Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui Al-Aufi,

dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa segolongan orang dari kalangan Ansar ikut berperang bersama-sama Rasulullah Saw. dalam suatu peperangan. Lalu baju besi salah seorang dari mereka ada yang mencuri. Menurut dugaanku,

pencuri tersebut adalah seseorang dari kalangan Ansar. Maka pemilik baju besi itu datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata, "Sesungguhnya Tu'mah ibnu Ubairiq telah mencuri baju besiku." Setelah si pencuri melihat hal tersebut,

maka dengan sengaja ia menaruh baju besi itu di dalam rumah seseorang yang tidak mencuri (tanpa sepengetahuannya), lalu ia datang kepada segolongan dari kaum kerabatnya, "Sesungguhnya aku sembunyikan baju besi itu

dengan menaruhnya di rumah si Fulan, maka baju besi itu kelak akan dijumpai di dalam rumahnya.' Lalu keluarga si pencuri berangkat menemui Nabi Saw. di malam hari dan mengatakan, "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya

teman kami tidak bersalah, dan pemilik baju besi itu (yakni si Fulan) telah mengetahui tuduhan yang dilancarkannya. Maafkanlah teman kami di mata orang banyak dan belalah dia; karena sesungguhnya jika ia tidak dipelihara oleh Allah melaluimu,

niscaya dia akan binasa." Rasulullah Saw. bangkit dan membersihkan namanya serta memaafkannya di hadapan orang banyak. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa

kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan jangan-lah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat,

dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. (An-Nisa: 105-107); Kemudian Allah Swt. berfirman,

ditujukan kepada orang-orang yang datang kepada Rasulullah Saw. seraya menyembunyikan kedustaan, yaitu: mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah. (An-Nisa: 108), hingga akhir ayat berikutnya.

Ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang datang kepada Rasulullah Saw. seraya menyembunyikan sesuatu untuk membela orang yang berbuat khianat. Kemudian Allah Swt. berfirman: Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan

dan menganiaya din sendiri. (An-Nisa: 110), hingga akhir ayat. Yang dimaksud ialah mereka yang datang kepada Rasulullah Saw. seraya menyembunyikan kedustaan. Kemudian dalam ayat selanjutnya Allah Swt. berfirman:

Barang siapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkan kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata. (An-Nisa: 112) Maksudnya,

si pencuri tersebut dan orang-orang yang membelanya. Akan tetapi konteks hadis ini garib.Mujahid, Ikrimah, Qatadah, As-Saddi, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya telah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang pencuri

dari kalangan Bani Ubairiq. Mereka mengetengahkan kisahnya dengan konteks yang berbeda-beda, tetapi pengertiannya berdekatan.Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan kisah ini secara panjang lebar.

Untuk itu Abu Isa At-Turmuzi dalam kitab Jami'-nya dalam tafsir ayat ini —dan Imam Ibnu Jarir dalam kitab tafsirnya— mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ahmad ibnu Abu Syu'aib Abu Muslim Al-Harrani,

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Asim, dari Umar ibnu Qatadah, dari ayahnya, dari kakeknya (yaitu Qatadah ibnu Nu'man r.a.)

yang menceritakan hadis berikut:Dalam salah satu ahli bait dari kalangan kami yang dikenal dengan nama Bani Ubairiq terdapat orang yang bernama Bisyr, Basyir, dan Mubasysyir. Basyir adalah seorang munafik, dia mengucapkan syair

untuk mengejek sahabat-sahabat Rasul Saw., kemudian ia menisbatkannya kepada seseorang dari kalangan orang-orang Badui. Lalu ia mengatakan bahwa si Fulan telah mengatakan anu dan anu, dan si Fulan yang lain telah mengatakan

demikian dan demikian. Akan tetapi, bila sahabat-sahabat Rasulullah Saw. mendengar syair tersebut, mereka berkata, "Demi Allah, tidak ada orang yang mengatakan syair ini kecuali lelaki yang jahat itu," atau kalimat yang serupa.

Mereka mengatakan bahwa yang mengatakannya adalah Ibnul Ubairiq. Bani Unairiq adalah suatu keluarga yang miskin lagi sengsara, baik di masa Jahiliah maupun di masa Islam. Di Madinah makanan pokok mereka adalah buah kurma dan gandum.

Seseorang yang mempunyai kemampuan, bila datang kafilah dari negeri Syam (yaitu dari Darmak), dia membeli makanan pokoknya dari kafilah tersebut khusus untuk dirinya. Adapun anak-anak mereka, makanan pokoknya adalah kurma

dan gandum. Ketika datang kafilah dari Syam, pamanku (yaitu Rifa'ah ibnu Zaid) membeli sepikul makanan pokok yang dibawa kafilah itu dari Darmak, lalu ia memasukkannya ke dalam pedaringan (gentong beras);

di dalam pedaringan itu terdapat pula senjata, baju besi, dan pedang. Pada suatu malam sesudah pembelian itu, rumah pamanku kemasukan pencuri yang masuk dari bagian bawah. Si pencuri membobok pedaringan dan mengambil makanan

berikut senjata. Pada pagi harinya, pamanku Rifa'ah datang kepadaku melaporkan, "Hai anak saudaraku, sesungguhnya tadi malam kita kemalingan, tempat penyimpanan makanan kita dibobok dan pencuri membawa makanan serta senjata kita.

" Lalu kami menyelidiki di sekitar perkampungan itu. Kami bertanya ke sana dan kemari. Akhirnya ada yang mengatakan bahwa mereka melihat Bani Ubairiq menyalakan api (memasak) tadi malam, dan mereka berpendapat bahwa

yang mereka masak itu tiada lain makanan curian dari kami. Ketika kami sedang melakukan penyelidikan, yang saat itu Bani Ubairiq ada di dalam perkampungan itu, mereka mengatakan, "Demi Allah, kami merasa yakin orang yang mencuri makanan

kalian itu tiada lain Labid ibnu Sahl, seorang lelaki dari kalangan kita yang dikenal baik dan Islam." Ketika Labid mendengar tuduhan itu, dengan serta merta ia menghunus pedangnya dan berkata, "Aku dikatakan mencuri? Demi Allah,

kalian akan merasakan pedang ini atau kalian harus membuktikan pencurian ini." Mereka berkata, "Tenanglah, menjauhlah engkau dari kami, engkau bukan pencurinya." Maka kami terus melakukan penyelidikan di perkampungan itu sampai kami

tidak meragukan lagi bahwa mereka adalah pencurinya. Kemudian pamanku berkata kepadaku, "Hai keponakanku, sebaiknya engkau datang saja kepada Rasulullah Saw. dan berbicara kepadanya mengenai hal tersebut."

Qatadah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata, "Sesungguhnya ada suatu keluarga dari kalangan kami yang miskin, mereka mengincar rumah pamanku Rifa'ah ibnu Zaid, lalu mereka mencuri

apa yang tersimpan di dalam tempat makanannya; mereka mengambil senjata dan makanan yang ada padanya. Maka aku memohon kepadamu untuk mengatakan kepada mereka, hendaknya mereka mengembalikan kepada kami senjata kami.

Adapun mengenai makanan, maka kami relakan." Nabi Saw. bersabda, "Aku akan melaksanakan hal tersebut." Tetapi ketika Bani Ubairiq mendengar hal tersebut, mereka datang kepada seorang lelaki dari kalangan mereka yang dikenal

dengan nama Usaid ibnu Urwah, lalu mereka berbicara kepadanya mengenai hal itu. Maka mereka sepakat untuk mengadakan pembelaan di hadapan Nabi Saw., lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Qatadah ibnun Nu'man

dan pamannya datang kepada suatu keluarga dari kalangan kami yang dikenal sebagai ahli Islam dan orang baik-baik; lalu mereka menuduhnya berbuat mencuri, tanpa bukti dan saksi." Qatadah melanjutkan kisahnya,

Maka aku datang lagi kepada Nabi Saw. untuk membicarakan hal itu, tetapi Nabi Saw. bersabda (kepadaku), 'Kamu telah datang ke suatu keluarga yang dikenal di kalangan mereka sebagai pemeluk Islam dan orang baik-baik,

lalu kamu tuduh mereka mencuri tanpa bukti dan tanpa saksi'." Qatadah mengatakan, "Lalu aku kembali, dan sesungguhnya perasaanku saat itu benar-benar rela mengeluarkan sebagian dari hartaku, tanpa harus membicarakan hal tersebut

kepada Rasulullah Saw. Lalu pamanku datang kepadaku dan bertanya, 'Hai keponakanku, apakah yang telah kamu lakukan?' Lalu aku menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah Saw. kepadaku.

Maka pamanku berkata, 'Hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan'." Tetapi tidak lama kemudian turunlah wahyu Al-Qur'an yang mengatakan seperti berikut, yaitu: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu

dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan jangan-lah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.

(An-Nisa: 105) dan mohonlah ampun kepada Allah. (An-Nisa: 106) Yang dimaksud dengan 'orang-orang yang berkhianat' itu adalah Bani Ubairiq. Yaitu memohon ampun dari apa yang telah kamu katakan kepada Qatadah. Sesungguhnya

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. (An-Nisa: 106-107) sampai dengan firman-Nya: Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 110)

Dengan kata lain, seandainya mereka meminta ampun, niscaya mereka diampuni. Barang siapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakan untuk (kemudaratan) dirinya sendiri. (An-Nisa: 111) sampai dengan firman-Nya:

dosa yang nyata. (An-Nisa: 112) Firman Allah Swt. yang ditujukan kepada Labid, yaitu: Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu. (An-Nisa: 113) sampai dengan firman-Nya: maka kelak Kami memberi kepadanya

pahala yang besar. (An-Nisa: 114) Ketika Al-Qur'an telah diturunkan kepada Rasulullah Saw., senjata itu diserahkan kepada Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. mengembalikannya kepada Rifa'ah. Qatadah mengatakan,

"Aku datang kepada pamanku dengan membawa senjata tersebut, sedangkan pamanku adalah orang yang sudah lanjut usia atau telah tuna netra sejak zaman Jahiliah; 'atau' di sini mengandung makna ragu-ragu dari pihak Abu Isa,

dan aku menilai Islam pamanku masih diragukan. Ketika aku menyerahkan senjata itu kepadanya, ia berkata, "Hai keponakanku, senjata itu kusedekahkan buat sabilillah." Maka aku merasa yakin bahwa Islamnya adalah benar.

Setelah Al-Qur'an mengenai hal tersebut diturunkan, maka Basyir bergabung dengan orang-orang musyrik, lalu ia bertempat tinggal di rumah Sulafah binti Sa'd ibnu Sumayyah. Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu.

dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa selain dari syirik itu bagi siapa

yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (An-Nisa: 115-116) Setelah Basyir tinggal di rumah Sulafah binti Sa'd,

maka Hissan ibnu Sabit mengejeknya melalui bait-bait syair. Maka Sulafah mengambil pelana unta kendaraan Basyir dan memanggulnya di atas kepala, lalu ia keluar rumah dan mencampakkan pelana itu ke padang pasir.

Kemudian ia berkata, "Kamu menghadiahkan kepadaku syairnya Hissan (yang pedas), kamu bukan datang kepadaku dengan kebaikan."Lafaz hadis ini menurut apa yang ada pada Imam Turmuzi disebutkan bahwa hadis ini garib,

kami tidak mengetahui seseorang pun yang meng-isnad-kan (menyandarkan)nya selain Muhammad ibnu Salamah Al-Harrani.Yunus ibnu Bukair dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah meriwayatkannya melalui Muhammad ibnu Ishaq,

dari Asim ibnu Umar ibnu Qatadah secara mursal, tanpa menyebutkan dari ayahnya, dari kakeknya.Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Hasyim ibnul Qasim Al-Harrani, dari Muhammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama

dengan sebagiannya.Ibnul Munzir di dalam kitab tafsirnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail (yakni As-Saiq), telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abu Syu'aib Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Salamah, lalu ia mengetengahkan hadis ini dengan panjang lebar.Abusy Syekh Al-Asbahani di dalam kitab tafsirnya telah meriwayatkan hadis ini dari Muhammad ibnu Ayyasy ibnu Ayyub dan Al-Hasan ibnu Ya'qub;

keduanya dari Al-Hasan ibnu Ahmad ibnu Abu Syu'aib Al-Harrani, dari Muhammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama. Kemudian di akhirnya ia mengatakan bahwa Muhammad ibnu Salamah mengatakan, "Telah mendengar hadis ini dariku

Yahya ibnu Mu'in, Ahmad ibnu Hambal, dan Ishaq ibnu Israil."Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Mustadrak, dari Ibnu Abbas Al-Asam,

dari Ahmad ibnu Abdul Jabbar Al-Utaridi, dari Yunus ibnu Bukair, dari Muhammad ibnu Ishaq secara makna lagi lebih lengkap daripada yang lain, dan di dalamnya terdapat syair. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa

hadis ini sahih dengan syarat Imam Muslim, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.Firman Allah Swt.:


يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ


mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah. (An-Nisa: 108)Ayat ini mengingkari perbuatan orang-orang munafik, karena mereka menyembunyikan keburukan-keburukannya dari mata manusia,

agar manusia tidak ingkar terhadap mereka (percaya kepada mereka), tetapi mereka berani terang-terangan melakukan hal tersebut terhadap Allah, karena Allah melihat semua rahasia mereka dan mengetahui apa yang terkandung di dalam hati sanubari mereka. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:


{وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا}


padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak Allah ridai. Adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan. (An-Nisa: 108)Ayat ini mengandung makna ancaman dan peringatan terhadap mereka.Selanjutnya Allah Swt. berfirman:


هَا أَنْتُمْ هَؤُلاءِ جَادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا


Beginilah kalian, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. (An-Nisa: 109)Dengan kata lain, misalnya mereka menang dalam perkaranya berkat apa yang mereka kemukakan

atau berkat alasan-alasan yang mereka ajukan kepada para hakim yang menjalankan tugasnya menurut apa yang ada pada lahiriahnya saja, sekalipun mereka itu dianggap beribadah di dalam pekerjaannya.

Maka apakah yang akan dilakukan oleh mereka kelak di hari kiamat di hadapan peradilan Allah Swt. yang mengetahui semua rahasia dan yang tidak tampak? Siapakah yang akan membela mereka pada hari kiamat itu untuk memperkuat

pengakuan mereka? Dengan kata lain, makna yang dimaksud ialah tidak ada seorang pun yang dapat menolong mereka. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan: Atau siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)? (An-Nisa: 109)

Surat An-Nisa |4:106|

وَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

wastaghfirillaah, innalloha kaana ghofuuror roḥiimaa

dan mohonkanlah ampunan kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

And seek forgiveness of Allah. Indeed, Allah is ever Forgiving and Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Dan mohonlah ampunlah kepada Allah) mengenai apa yang telah kamu rencanakan dan sedianya hendak kamu lakukan. (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 106 |

Penjelasan ada di ayat 105

Surat An-Nisa |4:107|

وَلَا تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنْفُسَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ خَوَّانًا أَثِيمًا

wa laa tujaadil 'anillażiina yakhtaanuuna anfusahum, innalloha laa yuḥibbu mang kaana khowwaanan aṡiimaa

Dan janganlah kamu berdebat untuk (membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat dan bergelimang dosa,

And do not argue on behalf of those who deceive themselves. Indeed, Allah loves not one who is a habitually sinful deceiver.

Tafsir
Jalalain

(Dan janganlah kamu berdebat dengan orang-orang yang mengkhianati diri mereka) artinya berkhianat dengan jalan berbuat maksiat karena bencana pengkhianatan itu akan kembali kepada diri sendiri.

(Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang gemar berkhianat) artinya suka berkhianat (dan bergelimang dosa) hingga pasti akan menyiksanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 107 |

Penjelasan ada di ayat 105

Surat An-Nisa |4:108|

يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَىٰ مِنَ الْقَوْلِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا

yastakhfuuna minan-naasi wa laa yastakhfuuna minallohi wa huwa ma'ahum iż yubayyituuna maa laa yardhoo minal-qouul, wa kaanallohu bimaa ya'maluuna muḥiithoo

mereka dapat bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak dapat bersembunyi dari Allah karena Allah beserta mereka ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridai-Nya. Dan Allah Maha Meliputi terhadap apa yang mereka kerjakan.

They conceal [their evil intentions and deeds] from the people, but they cannot conceal [them] from Allah, and He is with them [in His knowledge] when they spend the night in such as He does not accept of speech. And ever is Allah, of what they do, encompassing.

Tafsir
Jalalain

(Mereka bersembunyi) maksudnya Thu'mah dan kaumnya disebabkan malu (dari manusia dan tidak bersembunyi dari Allah padahal Dia bersama mereka) yakni dengan ilmu-Nya

(ketika pada suatu malam mereka menetapkan) artinya memutuskan secara rahasia (suatu rencana yang tidak diridai-Nya) yaitu rencana mereka mengucapkan sumpah tidak mencuri dan menuding si Yahudi melakukannya.

(Dan Allah Maha Meliputi apa yang kamu kerjakan) maksudnya ilmu-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 108 |

Penjelasan ada di ayat 105

Surat An-Nisa |4:109|

هَا أَنْتُمْ هَٰؤُلَاءِ جَادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَمَنْ يُجَادِلُ اللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْ مَنْ يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكِيلًا

haaa`antum haaa`ulaaa`i jaadaltum 'an-hum fil-ḥayaatid-dun-yaa, fa may yujaadilulloha 'an-hum yaumal-qiyaamati am may yakuunu 'alaihim wakiilaa

Itulah kamu! Kamu berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini, tetapi siapa yang akan menentang Allah untuk (membela) mereka pada hari Kiamat? Atau siapakah yang menjadi pelindung mereka (terhadap azab Allah)?

Here you are - those who argue on their behalf in [this] worldly life - but who will argue with Allah for them on the Day of Resurrection, or who will [then] be their representative?

Tafsir
Jalalain

(Demikianlah, kamu ini) hai (kamu sekalian) diarahkan kepada kaum Thu'mah (berdebat untuk membela mereka) yakni membela Thu'mah dan keluarganya; ada pula yang membaca `anhu artinya Thu'mah saja

(dalam kehidupan dunia. Maka siapakah yang akan berdebat dengan Allah untuk membela mereka di hari kiamat nanti) artinya ketika Dia menyiksa mereka (atau siapakah yang akan menjadi pelindung mereka kelak)

yakni yang akan mengurus persoalan mereka dan mempertahankan mereka Tegasnya tidak seorang pun yang mampu berbuat demikian.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 109 |

Penjelasan ada di ayat 105

Surat An-Nisa |4:110|

وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا

wa may ya'mal suuu`an au yazhlim nafsahuu ṡumma yastaghfirillaaha yajidillaaha ghofuuror roḥiimaa

Dan barang siapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

And whoever does a wrong or wrongs himself but then seeks forgiveness of Allah will find Allah Forgiving and Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Dan siapa yang mengerjakan kejahatan) atau dosa yang mengenai orang lain seperti Thu'mah yang menuduh si Yahudi (atau menganiaya dirinya) artinya berbuat dosa yang hanya menimpa dan terbatas pada dirinya sendiri

(kemudian ia memohon ampun kepada Allah) atas perbuatannya itu atau ia bertobat (maka akan didapatinya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) kepadanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 110 |

Tafsir ayat 110-113

Allah Swt. memberitakan tentang kemurahan dan kedermawanan-Nya, bahwa semua orang yang bertobat kepada-Nya, pasti Dia menerima tobatnya atas semua dosa yang telah ia lakukan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا}


Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 110)Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan

dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan ayat ini, bahwa Allah Swt. memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya tentang ampunan-Nya, sifat penyantun-Nya, kemurahan-Nya, keluasan rahmat-Nya, dan pemaafan-Nya. Barang siapa yang mengerjakan suatu dosa, baik kecil ataupun besar.


{ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا}


kemudian ia mohon ampun kepada Allah,' niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 110) Sekalipun dosa-dosanya lebih besar daripada langit, bumi dan semua gunung. Demikianlah

menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, telah menceritakan kepada kami Syu'bah,

dari Asim, dari Abu Wail yang mengatakan bahwa Abdullah pernah menceritakan, ''Dahulu kaum Bani Israil, apabila seseorang dari mereka melakukan suatu dosa, tercatat kifarat dosanya itu di atas pintu rumahnya.

Apabila ada air seni yang mengenai sesuatu dari pakaiannya, maka ia harus menggunting bagian yang terkena itu dengan gunung dan membuangnya." Maka ada seorang lelaki berkata, "Sesungguhnya Allah telah memberikan kebaikan

kepada kaum Bani Israil." Lalu Abdullah ibnu Mas'ud r.a. berkata, "Apa yang diberikan oleh Allah kepada kalian lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya kepada mereka. Allah telah menjadikan air suci lagi menyucikan bagi kalian."

Selanjutnya Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Dan (juga) orang-orang yang apabila mereka mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka.

(Ali Imran: 135); Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 110)

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Ibnu Aun, dari Habib ibnu Abu Sabit yang menceritakan bahwa ada seorang wanita datang kepada Abdullah ibnu Mugaffal,

lalu wanita itu menanyakan kepadanya tentang seorang wanita yang berbuat zina hingga mengandung. Setelah melahirkan bayinya, maka bayi itu ia bunuh. Abdullah ibnu Mugaffal menjawab, bahwa wanita tersebut masuk neraka.

Maka wanita yang bertanya itu pergi seraya menangis. Lalu Abdullah ibnu Mugaffal memanggilnya dan berkata kepadanya, "Menurutku, perkaramu itu hanyalah salah satu di antara dua pilihan," lalu Abdullah membacakan firman-Nya:

Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 110) Mendengar hal tersebut wanita itu mengusap air matanya, kemudian pergi.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ الْمُغِيرَةِ قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيَّ بْنَ رَبِيعَةَ مِنْ بَنِي أَسَدٍ، يُحَدِّثُ عَنْ أَسْمَاءَ -أَوِ ابْنِ أَسْمَاءَ مِنْ بَنِي فَزَارَةَ -قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: كُنْتُ إِذَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ شَيْئًا نَفَعَنِي اللَّهُ بِمَا شَاءَ أَنْ يَنْفَعَنِي مِنْهُ. وَحَدَّثَنِي أَبُو بَكْرٍ -وَصَدَقَ أَبُو بَكْرٍ -قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا ثُمَّ يَتَوَضَّأُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِذَلِكَ الذَّنْبِ إِلَّا غُفِرَ لَهُ". وَقَرَأَ هَاتَيْنِ الْآيَتَيْنِ: {وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ [ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا] } {وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ} الآية.


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur-Razzaq, telah menceritakan kepada kami Abdur-Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada Kami Syu'bah, dari Usman ibnul Mugirah yang menceritakan bahwa

ia pernah mendengar Ali ibnu Rabi'ah dari Bani Asad menceritakan hadis kepada Asma atau Ibnu Asma dari Bani Fazzarah, bahwa Ali r.a. pernah mengatakan, "Apabila aku mendengar dari Rasulullah Saw. sesuatu hal, maka Allah memberikan

manfaat kepadaku mengenainya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar As-Siddiq, dan memang Abu Bakar itu orangnya siddiq; ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

'Tidak sekali-kali seorang muslim melakukan suatu dosa, lalu ia melakukan wudu dan salat dua rakaat, kemudian memohon ampun kepada Allah untuk dosa tersebut, melainkan Allah memberikan ampun baginya'." Kemudian Rasulullah Saw.

membacakan kedua ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya. (An-Nisa: 110), hingga akhir ayat. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya

diri sendiri. (Ali Imran: 135), hingga akhir ayat.Kami membicarakan tentang hadis ini dan menisbatkannya kepada orang-orang dari kalangan ashabus sunan yang meriwayatkannya. Kami menyebutkan pula perihal sesuatu kelemahan

pada sanadnya dalam Musnad Abu Bakar As-Siddiq r.a. Sebagian darinya telah diterangkan di dalam surat Ali Imran.Ibnu Murdawaih meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya melalui jalur lain dari Ali r.a. Untuk itu ia mengatakan:


حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ الْحَرْبِيُّ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ مِهْران الدَّبَّاغُ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ عَبْدِ خَيْرٍ، عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ -هُوَ الصِّدِّيقُ - يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَا مِنْ عَبْدٍ أَذْنَبَ فَقَامَ فَتَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ، ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى وَاسْتَغْفَرَ مِنْ ذَنْبِهِ، إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يَغْفِرَ لَهُ؛ لِأَنَّهُ يَقُولُ: {وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ [ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا] } .


telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ishaq Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Mihran Ad-Dabbag, telah menceritakan kepada kami

Umar ibnu Yazid, dari Abdu Khair, dari Ali yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Bakar As-Siddiq menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: tidak sekali-kali seorang hamba melakukan perbuatan dosa,

lalu ia bangkit melakukan wudu dengan wudu yang baik, kemudian berdiri melakukan salat, lalu memohon ampun dari dosanya, melainkan pasti Allah memberikan ampunan kepadanya. Karena Allah Swt. telah berfirman,

"Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan atau menganiaya dirinya" (An-Nisa: 110), hingga akhir ayat.Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula melalui jalur Abban (ibnu Abu Ayyasy), dari Abu Ishaq As-Subai'i, dari Al-Haris, dari Ali, dari As-Siddiq dengan lafaz yang semisal. Tetapi sanad hadis ini tidak sahih.


قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ دُحَيم حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَازِمٍ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ مَرْوَانَ الرَّقِّي، حَدَّثَنَا مُبَشِّر بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْحَلَبِيُّ، عَنْ تَمَّامِ بْنِ نَجِيح، حَدَّثَنِي كَعْبُ بْنُ ذُهْل الْأَزْدِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ يُحَدِّثُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسْنَا حَوْلَهُ، وَكَانَتْ لَهُ حَاجَةٌ فَقَامَ إِلَيْهَا وَأَرَادَ الرُّجُوعَ، تَرَكَ نَعْلَيْهِ فِي مَجْلِسِهِ أَوْ بَعْضَ مَا عَلَيْهِ، وَإِنَّهُ قَامَ فَتَرَكَ نَعْلَيْهِ. قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ: فَأَخَذَ رَكْوَة مِنْ مَاءٍ فَاتَّبَعْتُهُ، فَمَضَى سَاعَةً، ثُمَّ رَجَعَ وَلَمْ يَقْضِ حَاجَتَهُ، فَقَالَ: "إِنَّهُ أَتَانِي آتٍ مِنْ رَبِّي فَقَالَ: إِنَّهُ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا} فَأَرَدْتُ أَنْ أُبَشِّرَ أَصْحَابِي". قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ: وَكَانَتْ قَدْ شَقَّتْ عَلَى النَّاسِ الْآيَةُ الَّتِي قَبِلَهَا: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَإِنَّ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ، ثُمَّ اسْتَغْفَرَ رَبَّهُ، غَفَرَ لَهُ؟ قَالَ: "نَعَمْ" قُلْتُ الثَّانِيَةَ، قَالَ: "نَعَمْ"، ثُمَّ قُلْتُ الثَّالِثَةَ، قَالَ: "نَعَمْ، وَإِنَّ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ، ثُمَّ اسْتَغْفَرَ اللَّهَ غَفَرَ لَهُ عَلَى رَغْمِ أَنْفِ عُوَيْمِرٍ". قَالَ: فَرَأَيْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ يَضْرِبُ أَنْفَ نَفْسِهِ بأصبعه.


Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Duhaim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Marwan Ar-Ruqqi, telah menceritakan kepada kami

Mubasysyir ibnu Ismail Al-Halbi, dari Tammam ibnu Nujaih, telah menceritakan kepadaku Ka'b ibnu Zahl Al-Azdi yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abu Darda menceritakan hadis berikut: "Rasulullah Saw. bilamana kami sedang duduk

di sekitarnya, lalu beliau hendak membuang hajatnya, maka beliau bangkit untuk menunaikan hajatnya; dan bila beliau hendak kembali lagi ke majelisnya, maka ditinggalkannya sepasang terompahnya atau salah satu dari pakaiannya.

Kali ini beliau Saw. bangkit ke hajatnya dan meninggalkan sepasang terompahnya." Abu Darda melanjutkan kisahnya, "Lalu Nabi Saw. membawa segayung air, dan aku mengikutinya. Kemudian beliau pergi selama sesaat, tetapi kembali lagi

tanpa menunaikan hajatnya, lalu bersabda: 'Sesungguhnya telah datang utusan dari Tuhanku yang menyampaikan, barang siapa yang mengerjakan kejahatan atau menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah,

niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Maka aku bermaksud untuk menyampaikan berita gembira ini terlebih dahulu kepada sahabat-sahabatku”." Abu Darda melanjutkan kisahnya, "Terasa berat oleh orang-orang

ayat yang sebelumnya, yaitu firman-Nya: 'Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu' (An-Nisa: 123). Setelah Rasulullah Saw. menyampaikan berita gembira itu, maka aku bertanya,

'Wahai Rasulullah, sekalipun dia telah berzina dan telah mencuri, lalu ia memohon ampun kepada Tuhannya, niscaya Allah memberikan ampunan baginya?' Rasulullah Saw. menjawab, 'Ya.' Aku bertanya lagi untuk yang kedua kalinya,

dan beliau menjawab, 'Ya.' Ketika aku bertanya untuk yang ketiga kalinya, maka beliau Saw. bersabda: 'Ya, sekalipun dia telah berbuat zina, dan sekalipun dia telah mencuri, lalu ia memohon ampun kepada Allah,

niscaya Allah memberikan ampunan baginya, sekalipun hidung Abu Darda keropos'." Perawi melanjutkan kisahnya, "Setiap kali aku melihat Abu Darda menceritakan hadis ini, ia selalu memukul hidungnya dengan jarinya."

Hadis ini garib sekali bila ditinjau dari segi sanadnya dengan konteks seperti ini, dan di dalam sanadnya terdapat kelemahan.Firman Allah Swt.:


وَمَنْ يَكْسِبْ إِثْماً فَإِنَّما يَكْسِبُهُ عَلى نَفْسِهِ


Barang siapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudaratan) dirinya sendiri. (An-Nisa: 111) Ayat ini semakna dengan ayat yang lain, yaitu firman-Nya:


وَلا تَزِرُ وازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرى


dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. (Al-An'am: 164)Dengan kata lain, seseorang tidak dapat menyelamatkan orang Lain. Sesungguhnya setiap orang akan menerima sendiri akibat dari apa yang dikerjakannya, tidak dapat membebankannya kepada orang lain. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا}


Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 111)Hal tersebut terjadi berkat pengetahuan-Nya, kebijaksanaan-Nya, keadilan-Nya, dan rahmat-Nya.Kemudian Allah Swt. berfirman:


وَمَنْ يَكْسِبْ خَطِيئَةً أَوْ إِثْمًا ثُمَّ يَرْمِ بِهِ بَرِيئًا


Dan barang siapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah. (An-Nisa: 112), hingga akhir ayat.Seperti yang dilakukan oleh Bani Ubairiq, ketika ia melemparkan tuduhan perbuatan

jahatnya kepada orang Lain yang dikenal saleh, yaitu Labid ibnu Sahl, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis di atas. Atau seperti apa yang dituduhkan orang-orang kepada Zaid ibnus Samin (seorang Yahudi),

padahal Zaid tidak bersalah; dan mereka yang menuduhnya sebagai orang-orang zalim yang berkhianat, seperti yang diperlihatkan oleh Allah kepada Rasul-Nya.Kemudian ancaman dan cemoohan ini bersifat umum. Dengan kata lain,

mencakup pula selain mereka yang disebut dari kalangan orang-orang yang melakukan perbuatan jahat seperti mereka dan berkarakter seperti mereka; maka baginya hukuman yang sama seperti yang diterima mereka.Firman Allah Swt.:


وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُ لَهَمَّتْ طائِفَةٌ مِنْهُمْ أَنْ يُضِلُّوكَ وَما يُضِلُّونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَما يَضُرُّونَكَ مِنْ شَيْءٍ


Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka telah bermaksud untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat memberi mudarat

sedikit pun kepadamu. (An-Nisa: 113)Imam Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim Al-Harrani dalam surat yang ditujukannya kepadaku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah,

dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Asim ibnu Umar ibnu Qatadah Al-Ansari, dari ayahnya, dari kakeknya Qatadah ibnun Nu'man, lalu ia menyebutkan kisah Bani Ubairiq, dan Allah Swt. menurunkan firman-Nya: tentulah segolongan dari mereka

telah bermaksud untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat memberi mudarat sedikit pun kepadamu. (An-Nisa: 113); Yang dimaksud dengan 'mereka' adalah Usaid ibnu Urwah

dan kawan-kawannya. Dengan kata lain, ketika Usaid ibnu Urwah dan kawan-kawannya memuji tindakan Bani Ubairiq dan mencela Qatadah ibnu Nu'man karena ia menuduh mereka yang mereka anggap sebagai orang baik-baik dan tidak bersalah,

padahal duduk perkaranya tidaklah seperti apa yang mereka sampaikan kepada Rasulullah Saw. Karena itulah maka Allah menurunkan penyelesaian masalah tersebut dan membukakannya kepada Rasulullah Saw.

Kemudian Allah menganugerahkan kepadanya dukungan-Nya dalam semua keadaan dan memelihara dirinya. Allah menganugerahkan pula kepadanya Al-Qur'an dan hikmah, yakni sunnah.


وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ


Dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. (An-Nisa: 113)Yakni sebelum hal tersebut diturunkan kepadamu. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


وَكَذلِكَ أَوْحَيْنا إِلَيْكَ رُوحاً مِنْ أَمْرِنا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتابُ


Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur'an) itu? (Asy-Syura: 52), hingga akhir ayat.


وَما كُنْتَ تَرْجُوا أَنْ يُلْقى إِلَيْكَ الْكِتابُ إِلَّا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ


Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al-Qur'an diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu. (Al-Qasas: 86)Karena itu dalam ayat ini Allah Swt. berfirman:


{وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا}


Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu. (An-Nisa: 113)

Surat An-Nisa |4:111|

وَمَنْ يَكْسِبْ إِثْمًا فَإِنَّمَا يَكْسِبُهُ عَلَىٰ نَفْسِهِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

wa may yaksib iṡman fa innamaa yaksibuhuu 'alaa nafsih, wa kaanallohu 'aliiman ḥakiimaa

Dan barang siapa berbuat dosa, maka sesungguhnya dia mengerjakannya untuk (kesulitan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.

And whoever commits a sin only earns it against himself. And Allah is ever Knowing and Wise.

Tafsir
Jalalain

(Siapa yang berbuat dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk kerugian dirinya sendiri) karena bencananya akan menimpa dirinya dan bukan diri orang lain.(Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana) dalam segala perbuatan-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 111 |

Penjelasan ada di ayat 110

Surat An-Nisa |4:112|

وَمَنْ يَكْسِبْ خَطِيئَةً أَوْ إِثْمًا ثُمَّ يَرْمِ بِهِ بَرِيئًا فَقَدِ احْتَمَلَ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

wa may yaksib khothiii`atan au iṡman ṡumma yarmi bihii bariii`an fa qodiḥtamala buhtaanaw wa iṡmam mubiinaa

Dan barang siapa berbuat kesalahan atau dosa, kemudian dia tuduhkan kepada orang yang tidak bersalah, maka sungguh, dia telah memikul suatu kebohongan dan dosa yang nyata.

But whoever earns an offense or a sin and then blames it on an innocent [person] has taken upon himself a slander and manifest sin.

Tafsir
Jalalain

(Dan siapa yang mengerjakan suatu kesalahan) atau satu dosa kecil (atau suatu dosa) besar (kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah) membuatnya

(maka sesungguhnya ia telah memikul suatu kebohongan) dan tuduhannya (dan dosa yang nyata) disebabkan kerja dan usahanya itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 112 |

Penjelasan ada di ayat 110

Surat An-Nisa |4:113|

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُ لَهَمَّتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ أَنْ يُضِلُّوكَ وَمَا يُضِلُّونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ ۖ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِنْ شَيْءٍ ۚ وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ ۚ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا

walau laa fadhlullohi 'alaika wa roḥmatuhuu lahammath thooo`ifatum min-hum ay yudhilluuk, wa maa yudhilluuna illaaa anfusahum wa maa yadhurruunaka min syaii`, wa anzalallohu 'alaikal-kitaaba wal-ḥikmata wa 'allamaka maa lam takun ta'lam, wa kaana fadhlullohi 'alaika 'azhiimaa

Dan kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu (Muhammad), tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka hanya menyesatkan dirinya sendiri, dan tidak membahayakanmu sedikit pun. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur´an) dan Hikmah (Sunnah) kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar.

And if it was not for the favor of Allah upon you, [O Muhammad], and His mercy, a group of them would have determined to mislead you. But they do not mislead except themselves, and they will not harm you at all. And Allah has revealed to you the Book and wisdom and has taught you that which you did not know. And ever has the favor of Allah upon you been great.

Tafsir
Jalalain

(Dan kalau bukanlah karena karunia dan rahmat Allah kepadamu) hai Muhammad (tentulah segolongan mereka bertekad) yakni kaum Thu`mah (akan menyesatkanmu)

sehingga dengan penipuan mereka kamu menyimpang dari pengadilan yang benar. (Tetapi yang mereka sesatkan hanyalah diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak dapat memberi mudarat kepadamu)

min merupakan tambahan (sedikit pun juga) karena bencana perbuatan mereka yang menyesatkan itu kembali pada diri mereka sendiri (Allah telah menurunkan kepadamu kitab) Alquran (dan hikmah)

maksudnya hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya (dan mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui) berupa hukum-hukum dan berita-berita gaib.

(Dan karunia Allah padamu) disebabkan demikian dan karena lain-lainnya (amat besar).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 113 |

Penjelasan ada di ayat 110

Surat An-Nisa |4:114|

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

laa khoiro fii kaṡiirim min najwaahum illaa man amaro bishodaqotin au ma'ruufin au ishlaaḥim bainan-naas, wa may yaf'al żaalikabtighooo`a mardhootillaahi fa saufa nu`tiihi ajron 'azhiimaa

Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barang siapa berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.

No good is there in much of their private conversation, except for those who enjoin charity or that which is right or conciliation between people. And whoever does that seeking means to the approval of Allah - then We are going to give him a great reward.

Tafsir
Jalalain

(Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka) artinya bisikan-bisikan manusia dan apa yang mereka percakapkan (kecuali) bisikan (orang yang menyuruh mengeluarkan sedekah atau melakukan perbuatan baik)

atau kebaikan (atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Siapa yang melakukan demikian) yakni yang telah disebutkan tadi (demi menuntut) mencari (keridaan Allah) dan bukan karena hal-hal lainnya

berupa urusan dunia (maka akan Kami beri dia) memakai nun dan ya maksudnya Allah (pahala yang besar).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 114 |

Tafsir ayat 114-115

Firman Allah Swt:


{لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ}


Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka. (An-Nisa: 114) Yakni pembicaraan manusia.


{إِلا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ}


kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. (An-Nisa: 114) Maksudnya, kecuali orang-orang yang membisikkan dan mengatakan

hal tersebut, seperti yang disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Sulaiman ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid ibnu Hunaisy yang menceritakan bahwa kami masuk ke dalam rumah Sufyan As-Sauri dalam rangka menjenguknya. Lalu masuklah kepada kami

Sa'id ibnu Hissan. Maka As-Sauri berkata kepadanya, "Coba kamu ulangi lagi kepadaku hadis yang telah kamu ceritakan kepadaku dari Ummu Saleh." Lalu Sa'id ibnu Hissan mengatakan, "Telah menceritakan kepadaku

Ummu Saleh, dari Safiyyah binti Syaibah, dari Ummu Habibah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"كَلَامُ ابْنِ آدَمَ كُلُّهُ عَلَيْهِ لَا لَهُ مَا خَلَا أَمْرًا بِمَعْرُوفٍ أَوْ نَهْيًا عَنْ مُنْكَرٍ [أَوْ ذِكْرَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ"،


'Perkataan anak Adam memudaratkan dirinya, tidak memberikan manfaat bagi dirinya, kecuali zikrullah, atau menganjurkan kebajikan, atau melarang perbuatan mungkar'." Maka Sufyan berkata, "Tidakkah kamu mendengar Allah Swt.

telah berfirman di dalam Kitab-Nya, yaitu: ' Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian

di antara manusia' (An-Nisa: 114)."Maka hadis itu sama dengan ayat ini. Tidakkah kamu mendengar bahwa Allah Swt. telah berfirman pula:


يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلائِكَةُ صَفًّا لَا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمنُ وَقالَ صَواباً


'Pada hari ketika roh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar' (An-Naba': 38).

"Maka ayat ini pun semakna dengan hadis tersebut. Tidakkah kamu mendengar bahwa Allah Swt. telah berfirman pula di dalam Kitab-Nya:


وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسانَ لَفِي خُسْرٍ


'Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian' (Al-Asr 1-2), hingga akhir surat." Maka ayat ini sama dengan hadis tersebut.Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah melalui hadis

Muhammad ibnu Yazid ibnu Hunaisy, dari Sa'id ibnu Hissan dengan lafaz yang sama; tetapi dalam riwayat ini tidak disebutkan perkataan As-Sauri. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, tidak dikenal kecuali melalui hadis Ibnu Hunaisy.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ كَيْسان، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُسْلِمِ بْنِ عُبَيد اللَّهِ بْنِ شِهَابٍ: أَنَّ حُمَيْدَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَخْبَرَهُ، أن أمه أم كلثوم بنت عقبة أَخْبَرَتْهُ: أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيَنْمِي خَيْرًا -أَوْ يَقُولُ خَيْرًا" وَقَالَتْ: لَمْ أَسْمَعْهُ يُرَخِّصُ فِي شَيْءٍ مِمَّا يَقُولُهُ النَّاسُ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ: فِي الْحَرْبِ، وَالْإِصْلَاحِ بَيْنَ النَّاسِ، وَحَدِيثِ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ، وَحَدِيثِ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا. قَالَ: وَكَانَتْ أُمُّ كُلْثُومٍ بِنْتُ عُقْبَةَ مِنَ الْمُهَاجِرَاتِ اللَّاتِي بَايَعْنَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Kaisan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim ibnu Ubaidillah ibnu Syihab,

bahwa Humaid ibnu Abdur Rahman ibnu Auf pernah menceritakan kepadanya bahwa ibunya (yaitu Ummu Kalsum binti Uqbah) menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Bukanlah pendusta orang yang

mengadakan perdamaian di antara manusia, lalu ia menyebarkan kebaikan atau mengatakan kebaikan. Ummu Kalsum binti Uqbah mengatakan, "Aku belum pernah mendengar beliau Saw. memberikan rukhsah (keringanan) terhadap apa yang

diucapkan oleh manusia barang sedikit pun, kecuali dalam tiga perkara, yaitu dalam peperangan, mengadakan perdamaian di antara manusia, dan pembicaraan suami terhadap istrinya serta pembicaraan istri terhadap suaminya."

Imam Ahmad mengatakan bahwa Ummu Kalsum binti Uqbah termasuk salah seorang wanita yang berhijrah dan ikut berbaiat (berjanji setia) kepada Rasulullah Saw.Jamaah selain Ibnu Majah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Az-Zuhri berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرة عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلِ مِنْ دَرَجَةِ الصَّلَاةِ، وَالصِّيَامِ وَالصَّدَقَةِ؟ " قَالُوا: بَلَى. قَالَ: "إِصْلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ" قَالَ: "وَفَسَادُ ذَاتِ الْبَيْنِ هِيَ الْحَالِقَةُ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Amr ibnu Muhammad, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ummu Darda, dari Abu Darda yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

"Maukah kalian aku beritahukan hal yang lebih utama daripada pahala puasa, salat, dan zakat?" Mereka menjawab, "Tentu saja, wahai Rasulullah." Nabi Saw. bersabda, "Mendamaikan orang-orang yang bersengketa." Nabi Saw.

bersabda pula, "Kerusakan (yang ditimbulkan oleh) orang-orang yang bersengketa adalah Al-Haliqah (yang menghabiskan segala sesuatu)."Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Abu Mu'awiyah. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ، حَدَّثَنَا سُرَيج بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِأَبِي أَيُّوبَ: "أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى تِجَارَةٍ؟ " قَالَ: بَلَى: قَالَ: "تَسْعَى فِي صُلْحٍ بَيْنَ النَّاسِ إِذَا تَفَاسَدُوا، وتُقَارب بَيْنَهُمْ إِذَا تَبَاعَدُوا"


Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Umar,

telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Humaid, dari Anas, bahwa Nabi Saw. telah bersabda kepada Abu Ayyub, "Maukah engkau aku tunjukkan tentang suatu perniagaan?" Abu Ayyub menjawab, "Tentu saja aku mau, wahai Rasulullah.

" Rasulullah Saw. bersabda: Upayamu untuk mendamaikan di antara manusia, apabila mereka saling merusak; dan mendekatkan di antara mereka apabila mereka saling menjauh.Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa

Abdur Rahman ibnu Abdullah Al-Umra orangnya lemah (daif), dan sesungguhnya dia banyak meriwayatkan hadis yang tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Dalam ayat selanjutnya disebutkan:


{وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللهِ}


Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah. (An-Nisa: 114) Yaitu ikhlas dalam mengerjakannya seraya mengharapkan pahala yang ada di sisi Allah Swt.


{فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا}


maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (An-Nisa: 114) Yakni pahala yang berlimpah, banyak, dan luas. Firman Allah Swt.:


وَمَنْ يُشاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدى


Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya. (An-Nisa: 115)Barang siapa yang menempuh jalan selain jalan syariat yang didatangkan oleh Rasul Saw., maka ia berada di suatu belahan,

sedangkan syariat Rasul Saw. berada di belahan yang lain. Hal tersebut dilakukannya dengan sengaja sesudah tampak jelas baginya jalan kebenaran.Firman Allah Swt.:


وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ


dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. (An-Nisa: 115)Makna firman ini saling berkaitan dengan apa yang digambarkan oleh firman pertama tadi. Tetapi adakalanya pelanggaran tersebut terhadap nas syariat,

dan adakalanya bertentangan dengan apa yang telah disepakati oleh umat Muhammad dalam hal-hal yang telah dimaklumi kesepakatan mereka secara' nyata. Karena sesungguhnya dalam kesepakatan mereka telah dipelihara dari kekeliruan,

sebagai karunia Allah demi menghormati mereka dan memuliakan Nabi mereka.Hal ini disebut oleh hadis-hadis sahih yang cukup banyak jumlahnya, sebagian darinya yang telah diseleksi telah kami ketengahkan di dalam kitab Ahadisul Usul.

Di antara ulama ada yang berpendapat bahwa makna hadis-hadis tersebut berpredikat mutawatir.Ayat ini dijadikan dalil oleh Imam Syafii yang menunjukkan bahwa ijma' adalah hujah (sumber hukum) yang haram ditentang;

hal ini dijadikan sebagai rujukannya setelah pemikiran yang cukup lama dan penyelidikan yang teliti. Dalil ini merupakan suatu kesimpulan yang terbaik lagi kuat. Sebelum itu kesimpulan ini sulit ditemukan oleh sebagian kalangan ulama,

karenanya jangkauan pemikiran mereka tidak sampai kepada kesimpulan ini.Untuk itulah Allah Swt. memberikan ancaman terhadap orang yang berbuat demikian melalui firman selanjutnya, yaitu:


{نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا}


Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (An-Nisa: 115)Dengan kata lain apabila ia menempuh jalan

yang menyimpang itu, maka Kami memberikan balasan yang setimpal terhadapnya, misalnya Kami jadikan baik pada permulaannya, dan Kami menghiaskannya untuk dia sebagai istidraj (daya pikat ke arah kebinasaan). Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:


فَذَرْنِي وَمَنْ يُكَذِّبُ بِهذَا الْحَدِيثِ سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ


Maka serahkanlah kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Qur'an). Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui. (Al-Qalam: 44)


فَلَمَّا زاغُوا أَزاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ


Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. (As-Saff: 5)Sama juga dengan firman-Nya:


وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيانِهِمْ يَعْمَهُونَ


dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. (Al-An'am: 110)Allah menjadikan tempat kembalinya adalah neraka kelak di hari kemudian. Karena orang yang keluar dari jalan hidayah,

tiada jalan baginya kecuali jalan yang menuju ke neraka di hari kiamat kelak. Seperti yang diungkapkan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:


احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْواجَهُمْ


(Kepada malaikat diperintahkan), "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka.” (As-Saffat: 22), hingga akhir ayat.Allah Swt. telah berfirman:


وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُواقِعُوها وَلَمْ يَجِدُوا عَنْها مَصْرِفاً


Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya. (Al-Kahfi: 53)

Surat An-Nisa |4:115|

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

wa may yusyaaqiqir-rosuula mim ba'di maa tabayyana lahul-hudaa wa yattabi' ghoiro sabiilil-mu`miniina nuwallihii maa tawallaa wa nushlihii jahannam, wa saaa`at mashiiroo

Dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam Neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.

And whoever opposes the Messenger after guidance has become clear to him and follows other than the way of the believers - We will give him what he has taken and drive him into Hell, and evil it is as a destination.

Tafsir
Jalalain

(Dan siapa yang menyalahi) atau menentang (Rasul) mengenai kebenaran yang dibawanya (setelah nyata baginya petunjuk) artinya setelah jelas baginya kebenaran dengan adanya mukjizat-mukjizat

(dan ia mengikuti) jalan (yang bukan jalan orang-orang mukmin) artinya jalan keagamaan yang biasa mereka lalui dengan cara menyimpang dan mengingkarinya

(maka Kami jadikan ia menguasai apa yang telah dikuasainya berupa kesesatan) artinya Kami jadikan ia membina hubungan di antaranya dengan kesesatan itu di atas dunia,

lalu (Kami masukkan ia) di akhirat (ke dalam neraka Jahanam) hingga ia terbakar hangus di dalamnya (dan itulah seburuk-buruk tempat kembali).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 115 |

Penjelasan ada di ayat 114

Surat An-Nisa |4:116|

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

innalloha laa yaghfiru ay yusyroka bihii wa yaghfiru maa duuna żaalika limay yasyaaa`, wa may yusyrik billaahi fa qod dholla dholaalam ba'iidaa

Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu) dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali.

Indeed, Allah does not forgive association with Him, but He forgives what is less than that for whom He wills. And he who associates others with Allah has certainly gone far astray.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, dan Dia akan mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

Dan siapa yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka sungguh ia telah tersesat sejauh-jauhnya) dari kebenaran.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 116 |

Tafsir ayat 116-122

Dalam pembahasan yang lalu telah kami ketengahkan makna ayat yang mulia ini, yaitu firman-Nya:


{إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ}


Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu. (An-Nisa: 116), hingga akhir ayat.Telah kami sebutkan pula hadis-hadis yang berkaitan dengan ayat ini

pada permulaan surat (yakni surat An-Nisa).Imam Turmuzi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Saubar ibnu Abu Fakhitan alias Sa'id ibnu Alaqah, dari ayahnya, dari Ali r.a. yang mengatakan, "Tiada suatu ayat pun di dalam Al-Qur'an

yang lebih aku sukai selain ayat ini," yakni firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia. (An-Nisa: 116), hingga akhir ayat.Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa asar ini hasan garib. Firman Allah Swt.:


وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالًا بَعِيداً


Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (An-Nisa: 116)Yakni sesungguhnya dia telah menempuh jalan selain jalan yang benar, dan telah tersesat dari jalan hidayah,

jauh dari kebenaran. Ini berarti dia membinasakan dirinya sendiri, merugi di dunia dan akhirat, terlewatkan olehnya kebahagiaan di dunia dan akhirat. Firman Allah Swt.:


إِنْ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا إِناثاً


Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah berhala. (An-Nisa: 117)Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami

Al-Fadhl ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Waqid, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b sehubungan dengan makna ayat ini: Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah jin perempuan.

(An-Nisa: 117) Ubay ibnu Ka'b mengatakan bahwa setiap berhala ada jin perempuannya.Telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah Al-Bahili, dari Abdul Aziz ibnu Muhammad,

dari Hisyam (yakni Ibnu Urwah), dari ayahnya, dari Siti Aisyah sehubungan dengan firman-Nya: Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah berhala. (An-Nisa: 117) Siti Aisyah mengatakan, yang dimaksud dengan inasan ialah berhala.

Telah diriwayatkan dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, Urwah ibnuz Zubair, Mujahid, Abu Malik, As-Saddi, dan Muqatil hal yang semisal.Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ad-Dahhak sehubungan dengan ayat ini, bahwa orang-orang musyrik

mengatakan, "Para malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah. Sesungguhnya kami menyembah mereka hanyalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan melalui mereka." Ad-Dahhak mengatakan pula, bahwa lalu mereka

menjadikannya sebagai sesembahan-sesembahan mereka, dan membuat patung-patung mereka dalam bentuk perempuan, lalu mereka menghiasinya dan memberinya kalung, kemudian mereka berkata, "Berhala-berhala ini mirip dengan

anak-anak perempuan Allah yang kita sembah-sembah," maksud mereka adalah para malaikat.Tafsir ini mirip dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:


أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى


Maka apakah kalian patut (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata dan Uzza (sebagai anak perempuan Allah)? (An-Najm: 19)Sama maknanya dengan yang terkandung di dalam firman-Nya:


وَجَعَلُوا الْمَلائِكَةَ الَّذِينَ هُمْ عِبادُ الرَّحْمنِ إِناثاً


Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. (Az-Zukhruf: 19)


وَجَعَلُوا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِنَّةِ نَسَباً


Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin. (As-Saffat: 158), hingga akhir ayat berikutnya.Ali ibnu Abu Talhah dan Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah berhala. (An-Nisa: 117) Yang dimaksud dengan inasan ialah benda-benda mati.Mubarak (yakni Ibnu Fudalah) telah meriwayatkan dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah berhala. (An-Nisa: 117) Al-Hasan (Al-Basri) mengatakan, yang dimaksud dengan istilah inas dalam ayat ini ialah segala sesuatu yang merupakan benda mati, tidak bernyawa;

adakalanya berupa kayu kering dan adakalanya batu yang kering, yakni berhala yang terbuat dari benda-benda tersebut. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir, tetapi pendapat ini dinilai garib. Firman Allah Swt.:


وَإِنْ يَدْعُونَ إِلَّا شَيْطاناً مَرِيداً


Yang mereka sembah itu tiada lain hanyalah setan yang durhaka. (An-Nisa: 117)Setanlah yang menganjurkan mereka berbuat demikian, dan setanlah yang menghiasinya dan menjadikannya baik di mata mereka,

padahal kenyataannya mereka hanyalah menyembah iblis. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطانَ


Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, hai Bani Adam, supaya kalian tidak menyembah setan? (Yasin: 60), hingga akhir ayat.Allah Swt. berfirman menceritakan perihal para malaikat, bahwa di hari kiamat mereka akan membicarakan orang-orang musyrik yang mengaku telah menyembah mereka ketika di dunia, yaitu:


بَلْ كانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ


bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu. (Saba': 41)Firman Allah Swt.:


{لَعَنَهُ اللَّهُ}


yang dilaknati Allah. (An-Nisa: 118) Maksudnya, diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah, dan mengeluarkannya dari sisi-Nya.


{لأتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادِكَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا}


dan setan itu mengatakan, "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bagian yang sudah ditentukan (untuk saya)." (An-Nisa: 118) Yaitu jumlah tertentu dan telah dimaklumi.

Menurut Qatadah, jumlah tersebut ialah setiap seribu orang sebanyak sembilan ratus sembilan puluh sembilan dimasukkan ke dalam neraka, sedangkan yang seorang dimasukkan ke dalam surga.


{وَلأضِلَّنَّهُمْ}


dan saya benar-benar akan menyesatkan mereka. (An-Nisa: 119) Yakni dari jalan yang benar.


{وَلأمَنِّيَنَّهُمْ}


dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka. (An-Nisa: 119) Artinya, aku akan menghiaskan pada mereka agar mereka tidak bertobat, dan aku bangkitkan angan-angan kosong mereka, menganjurkan kepada mereka untuk menangguh-nangguhkannya, dan menipu diri mereka melalui hawa nafsu mereka sendiri. Firman Allah Swt.:


{وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأنْعَامِ}


dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya. (An-Nisa: 119) Menurut Qatadah, As-Saddi, dan selain keduanya, yang dimaksud ialah membelah telinga binatang ternak untuk dijadikan tanda bagi hewan bahirah, saibah, dan wasilah.


{وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ}


dan akan saya suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. (An-Nisa: 119) Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan mengubah ciptaan Allah dalam ayat ini ialah mengebiri binatang ternak.

Hal yang sama diriwayatkan dari Ibnu Umar, Anas, Sa'id ibnul Musayyab, Ikrimah, Abi Iyad, Qatadah, Abu Saleh, As-Sauri. Hal ini telah dilarang oleh hadis yang menceritakan hal tersebut.Al-Hasan ibnu Abul Hasan Al-Basri mengatakan,

yang dimaksud ialah mentato binatang ternak. Di dalam kitab Sahih Muslim telah disebutkan adanya larangan membuat tato pada wajah. Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Allah melaknat orang yang berbuat demikian.

Di dalam hadis sahih dari Ibnu Mas'ud disebutkan bahwa Allah melaknat wanita tukang tato dan wanita yang minta ditato, wanita yang mencabuti bulu alisnya dan yang meminta dicabuti, wanita yang melakukan pembedahan untuk kecantikan

lagi mengubah ciptaan Allah Swt.Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan pula, "Ingatlah, aku melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah Saw.," yang hal ini terdapat di dalam Kitabullah. Yang dimaksud ialah firman-Nya:


وَما آتاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَما نَهاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا


Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah. (Al-Hasyr: 7)Ibnu Abbas menurut salah satu riwayat darinya, Mujahid, Ikrimah, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hasan, Qatadah,

Al-Hakam, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan Ata Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan akan saya suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. (An-Nisa: 119)

Yang dimaksud dengan khalqallah dalam ayat ini ialah agama Allah Swt. Ayat ini berdasarkan tafsir tersebut semakna dengan firman-Nya:


فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْها لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ


Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30)

Menurut penafsiran orang yang menjadikan masdar sebagai kata perintah, artinya yakni 'janganlah kalian mengganti fitrah Allah, dan serulah manusia untuk kembali kepada fitrah mereka'.

Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis dalam kitab Sahihain dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ على الفِطْرَة، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدانه، ويُنَصِّرَانه، ويُمَجِّسَانه، كَمَا تُولَدُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعاء، هَلْ يَحُسّون فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟ "


Setiap anak dilahirkan atas fitrah. maka hanya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau seorang Nasrani, atau seorang Majusi. Sebagaimana binatang ternak melahirkan binatang ternak yang utuh,

maka apakah kalian menjumpai padanya anggota tubuhnya yang tidak lengkap?Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Iyad ibnu Hammad yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِنِّي خلقتُ عِبَادِي حُنَفَاء، فَجَاءَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فْاجْتَالَتْهُم عَنْ دِينِهِمْ، وحَرّمت عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ"


Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus), lalu datanglah setan-setan dan menyesatkan mereka dari agamanya, serta mengharamkan atas mereka hal-hal yang telah Kuhalalkan bagi mereka."Firman Allah Swt.:


وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْراناً مُبِيناً


Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (An-Nisa: 119)Dia benar-benar merugi di dunia dan akhiratnya, kerugian seperti ini tidak dapat diobati dan tidak dapat diganti bagi yang telah terlewatkan.Firman Allah Swt.:


{يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلا غُرُورًا}


Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. (An-Nisa: 120)Demikianlah akhir dari apa yang dijanjikan

oleh setan pada kenyataannya, karena sesungguhnya setan selalu menjanjikan kepada para pendukungnya dan membangkitkan angan-angan kosong mereka, bahwa merekalah orang-orang yang beruntung di dunia dan akhirat.

Padahal sesungguhnya setan berdusta dalam janji yang dibuat-buatnya itu. Karena itulah dalam akhir ayat ini disebutkan oleh firman-Nya: padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.

(An-Nisa: 120)Perihalnya sama dengan apa yang disebut oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, menceritakan keadaan iblis di hari kemudian, yaitu firman-Nya:


{وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الأمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِي عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ [إِلا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِنْ قَبْلُ] إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}


Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan, "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kalian janji yang benar; dan aku pun telah menjanjikan kepada kalian, tetapi aku menyalahinya.

Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kalian." (Ibrahim: 22) sampai dengan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (Ibrahim: 22)Firman Allah Swt.:


أُولَئِكَ


mereka itu. (An-Nisa: 121) Orang-orang yang menganggap baik setan dalam janji dan apa yang diangan-angankannya kepada mereka.


{مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ}


tempatnya Jahannam. (An-Nisa: 121) Tempat kembali mereka kelak di hari kiamat adalah neraka Jahannam.


{وَلا يَجِدُونَ عَنْهَا مَحِيصًا}


dan mereka tidak memperoleh tempat lari darinya. (An-Nisa: 121) Artinya, mereka tidak mempunyai jalan selamat dari neraka, tiada tempat untuk menghindarkan diri darinya.Selanjutnya Allah Swt.

menyebutkan keadaan yang dialami oleh orang-orang yang berbahagia dan orang-orang yang bertakwa serta kehormatan yang sempurna yang diperolehnya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ}


Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh. (An-Nisa: 122)Yaitu hati mereka percaya dan semua anggota tubuh mereka mengamalkan semua yang diperintahkan kepada mereka berupa kebaikan-kebaikan, dan meninggalkan semua perkara mungkar yang dilarang mereka mengerjakannya.


{سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ}


kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. (An-Nisa: 122) Maksudnya, mereka dapat mengalirkannya menurut apa yang mereka kehendaki dan di mana pun mereka kehendaki.


{خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا}


mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (An-Nisa: 122) Yakni tidak akan hilang kenikmatan itu dan tidak akan pindah darinya.


{وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا}


Allah telah membuat suatu janji yang benar. (An-Nisa: 122) Artinya, hal ini merupakan janji Allah, dan janji Allah itu sudah di-maklumi pasti nyata dan pasti terjadinya. Karena itulah maka dalam firman ini ungkapan diperkuat dengan memakai masdar untuk menunjukkan kepastian dari berita, yaitu firman-Nya, "Haqqan." Selanjutnya Allah Swt. berfirman:


{وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلا}


Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah? (An-Nisa: 122) Dengan kata lain, tidak ada seorang pun yang lebih benar perkataannya daripada Allah Swt. Yang dimaksud dengan lebih benar ialah lebih baik;

tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia. Tersebutlah bahwa Rasulullah Saw. bila dalam khotbahnya selalu mengucapkan kalimat berikut:


«إِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كَلَامُ اللَّهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النار»


Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah firman Allah, dan sebaik-baik hidayah ialah hidayah Muhammad Saw. Dan seburuk-buruk perkara ialah hal-hal yang baru, dan setiap hal yang baru itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu adalah sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka.

Surat An-Nisa |4:117|

إِنْ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا إِنَاثًا وَإِنْ يَدْعُونَ إِلَّا شَيْطَانًا مَرِيدًا

iy yad'uuna min duunihiii illaaa inaaṡaa, wa iy yad'uuna illaa syaithoonam mariidaa

Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah inasan (berhala), dan mereka tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka,

They call upon instead of Him none but female [deities], and they [actually] call upon none but a rebellious Satan.

Tafsir
Jalalain

(Tidaklah) apa (yang mereka seru) atau yang disembah oleh orang-orang musyrik (selain daripada-Nya) maksudnya selain dari Allah swt. (hanyalah berhala-berhala) yakni berhala-berhala betina

seperti Lata, Uzza dan Manat (dan tidaklah) apa (yang mereka seru) yang mereka sembah dengan beribadah kepadanya itu (kecuali setan yang durhaka) disebabkan ketaatan mereka dalam hal beribadah kepada setan atau iblis itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 117 |

Penjelasan ada di ayat 116

Surat An-Nisa |4:118|

لَعَنَهُ اللَّهُ ۘ وَقَالَ لَأَتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادِكَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا

la'anahulloh, wa qoola la`attakhiżanna min 'ibaadika nashiibam mafruudhoo

Yang dilaknati Allah dan (setan) itu mengatakan, "Aku pasti akan mengambil bagian tertentu dari hamba-hamba-Mu,

Whom Allah has cursed. For he had said, "I will surely take from among Your servants a specific portion.

Tafsir
Jalalain

(Dia dikutuk oleh Allah) artinya dijauhkan dari rahmat-Nya (dan katanya) setan itu ("Akan saya ambil) untuk saya (dari hamba-hamba-Mu bagian yang telah ditetapkan) yang saya ajak untuk menaati saya!

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 118 |

Penjelasan ada di ayat 116

Surat An-Nisa |4:119|

وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا

wa la`udhillannahum wa la`umanniyannahum wa la`aamuronnahum fa layubattikunna aażaanal-an'aami wa la`aamuronnahum fa layughoyyirunna kholqollaah, wa may yattakhiżisy-syaithoona waliyyam min duunillaahi fa qod khosiro khusroonam mubiinaa

dan pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka, dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, (lalu mereka benar-benar memotongnya), dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah, (lalu mereka benar-benar mengubahnya)." Barang siapa menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sungguh, dia menderita kerugian yang nyata.

And I will mislead them, and I will arouse in them [sinful] desires, and I will command them so they will slit the ears of cattle, and I will command them so they will change the creation of Allah." And whoever takes Satan as an ally instead of Allah has certainly sustained a clear loss.

Tafsir
Jalalain

(Dan sungguh, akan saya sesatkan mereka) dari kebenaran dengan waswas dan godaan (dan akan saya berikan pada mereka angan-angan) artinya saya masukkan ke dalam hati mereka harapan,

akan berumur panjang dan bahwa tak ada saat berbangkit atau hari pengadilan (dan saya suruh mereka memotong telinga binatang-binatang ternak) dan hal itu telah mereka lakukan pada ternak bahirah.

(Dan saya suruh mereka mengubah ciptaan Allah.") maksudnya agama-Nya yaitu dengan kekafiran, menghalalkan apa yang diharamkannya dan mengharamkan apa yang dihalalkannya.

(Dan siapa yang mengambil setan sebagai pelindung) yang ditaati dan dipatuhinya (selain dari Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata) artinya yang jelas,

karena tempat kediamannya sudah jelas tiada lain dari neraka yang akan didiaminya untuk selama-lamanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 119 |

Penjelasan ada di ayat 116

Surat An-Nisa |4:120|

يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ ۖ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُورًا

ya'iduhum wa yumanniihim, wa maa ya'iduhumusy-syaithoonu illaa ghuruuroo

(Setan itu) memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka.

Satan promises them and arouses desire in them. But Satan does not promise them except delusion.

Tafsir
Jalalain

(Setan itu menjanjikan pada mereka) panjang umur (dan meniupkan angan-angan kosong) tercapainya cita-cita di dunia dan bahwa tak ada hari kebangkitan dan pembalasan

(dan tidaklah apa yang dijanjikan setan itu) seperti yang disebutkan tadi (kecuali tipu daya belaka) atau kosong semata.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 120 |

Penjelasan ada di ayat 116

Surat An-Nisa |4:121|

أُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَلَا يَجِدُونَ عَنْهَا مَحِيصًا

ulaaa`ika ma`waahum jahannamu wa laa yajiduuna 'an-haa mahiishoo

Mereka (yang tertipu) itu tempatnya di Neraka Jahanam dan mereka tidak akan mendapat tempat (lain untuk) lari darinya.

The refuge of those will be Hell, and they will not find from it an escape.

Tafsir
Jalalain

(Mereka itu tempatnya ialah neraka Jahanam dan mereka tak dapat menghindarkan diri daripadanya.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 121 |

Penjelasan ada di ayat 116

Surat An-Nisa |4:122|

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا ۚ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلًا

wallażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati sanudkhiluhum jannaatin tajrii min taḥtihal-an-haaru khoolidiina fiihaaa abadaa, wa'dallohi ḥaqqoo, wa man ashdaqu minallohi qiilaa

Dan orang yang beriman dan mengerjakan amal kebajikan, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan janji Allah itu benar. Siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?

But the ones who believe and do righteous deeds - We will admit them to gardens beneath which rivers flow, wherein they will abide forever. [It is] the promise of Allah, [which is] truth, and who is more truthful than Allah in statement.

Tafsir
Jalalain

(Orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di bawahnya mengalir anak-anak sungai, kekal mereka di dalamnya buat selama-lamanya.

Itu adalah janji yang benar dari Allah) artinya Allah telah menjanjikan demikian kepada mereka dan Allah pastilah akan menepati janji-Nya.

(Dan siapakah lagi) maksudnya tak ada lagi (yang lebih benar dari Allah ucapannya) perkataan dan janjinya. Ayat berikut turun tatkala kaum Muslimin dan golongan Ahli kitab membangga-banggakan diri mereka:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 122 |

Penjelasan ada di ayat 116

Surat An-Nisa |4:123|

لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ ۗ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

laisa bi`amaaniyyikum wa laaa amaaniyyi ahlil-kitaab, may ya'mal suuu`ay yujza bihii wa laa yajid lahuu min duunillaahi waliyyaw wa laa nashiiroo

(Pahala dari Allah) itu bukanlah angan-anganmu dan bukan (pula) angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu dan dia tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong selain Allah.

Paradise is not [obtained] by your wishful thinking nor by that of the People of the Scripture. Whoever does a wrong will be recompensed for it, and he will not find besides Allah a protector or a helper.

Tafsir
Jalalain

(Tidaklah) masalahnya tergantung kepada (angan-anganmu dan tidak pula angan-angan Ahli kitab) tetapi kepada amal saleh. (Siapa mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi pembalasan)

adakalanya di akhirat dan adakalanya di dunia dengan cobaan dan bala bencana sebagaimana tersebut dalam sebuah hadis (dan tidaklah akan dijumpainya selain dari Allah pelindung)

yang akan melindunginya (dan tidak pula pembela) yang akan membelanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Nisa | 4 : 123 |

Tafsir ayat 123-126

Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa kaum muslim dan orang-orang Ahli Kitab saling membanggakan dirinya. Maka berkatalah orang-orang Ahli Kitab, "Nabi kami sebelum nabi kalian, dan kitab kami sebelum kitab kalian,

maka kami lebih berhak terhadap Allah daripada kalian." Orang-orang muslim mengatakan, "Kami lebih utama terhadap Allah daripada kalian, nabi kami adalah pemungkas para nabi, dan kitab kami berkuasa memutuskan atas semua kitab

yang ada sebelumnya." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: (Pahala dari sisi Allah) itu bukanlah menurut angan-angan kalian yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan,

niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) sampai dengan firman-Nya: Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia pun mengerjakan kebaikan.

(An-Nisa: 125), hingga akhir ayat. Kemudian Allah memenangkan hujah (alasan) kaum muslim atas orang-orang yang menentang mereka dari kalangan agama lain.Hal yang sama diriwayatkan dari As-Saddi, Masruq, Ad-Dahhak, Abu Saleh,

dan yang lain-lainnya.Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa para pemeluk berbagai agama bersitegang. Maka orang-orang yang berpegang kepada kitab Taurat mengatakan,

"Kitab kami adalah sebaik-baik kitab, dan nabi kami adalah sebaik-baik nabi." Pemegang kitab Injil mengatakan hal yang semisal. Maka orang-orang Islam mengatakan, "Tiada agama (yang diterima di sisi Allah) selain Islam,

dan kitab kami me-mansukh semua kitab, serta nabi kami adalah nabi penutup. Kami diperintahkan agar iman kepada kitab kalian serta mengamalkan kitab kami sendiri." Maka Allah Swt. memutuskan di antara mereka melalui firman-Nya:

(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-angan kalian yang kosong, dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123),

hingga akhir ayat. Dia memilih di antara semua agama dengan melalui firman-Nya: Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia pun mengerjakan kebaikan. (An-Nisa: 125)

sampai dengan firman-Nya: Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kekasih-Nya. (An-Nisa: 125)Mujahid mengatakan bahwa orang-orang Arab mengatakan, "Kami tidak akan dibangkitkan dan kami tidak akan diazab, sedangkan orang-orang Yahudi

dan Nasrani mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya: 'Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani' (Al-Baqarah: 111). Mereka mengatakan pula seperti yang disitir oleh firman-Nya:

'Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali selama beberapa hari saja' (Al-Baqarah: 80)." Makna yang dimaksud dari ayat surat An-Nisa ini ialah bahwa agama itu bukanlah hanya sebagai hiasan, bukan pula merupakan

angan-angan yang kosong, tetapi agama yang sesungguhnya ialah agama yang meresap ke dalam hati dan dibenarkan melalui amal perbuatan. Tidak semua orang yang mengakui atas sesuatu dapat meraihnya hanya dengan sekadar

mengakuinya. Tidaklah semua orang yang mengatakan bahwa dirinya berada dalam kebenaran, lalu ucapannya itu didengar hanya dengan pengakuannya saja, sebelum dia mendapat bukti dari Allah yang menyatakan atas kebenarannya. Karena itulah dalam firman-Nya disebutkan:


{لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ}


(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-angan kalian yang kosong, dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123)

Dengan kata lain keselamatan itu bukanlah milik kalian, bukan pula milik mereka (Ahli Kitab) hanya dengan sekadar pengakuan, melainkan pertimbangan dalam hal ini adalah dengan taat kepada Allah Swt. dan mengikuti syariat-Nya,

yang disampaikan melalui lisan para rasul yang mulia. Untuk itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:


{فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ. وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ}


Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (Az-Zalzalah: 7-8)Telah diriwayatkan bahwa ketika ayat ini diturunkan, hal ini terasa berat di kalangan kebanyakan sahabat.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْر، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي زُهَيْرٍ قَالَ: أخْبرْتُ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ الصَّلَاحُ بَعْدَ هذه الآية: {لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} فَكُل سُوءٍ عَمِلْنَاهُ جُزِينَا بِهِ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "غَفَر اللَّهُ لكَ يَا أَبَا بَكْرٍ، ألستَ تَمْرضُ؟ ألستَ تَنْصَب؟ أَلَسْتَ تَحْزَن؟ أَلَسْتَ تُصيبك اللَّأْوَاءُ ؟ " قَالَ: بَلَى. قَالَ: "فهو ما تُجْزَوْنَ به".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Ismail, dari Abu Bakar ibnu Abu Zuhair yang menceritakan, "Aku mendapat berita bahwa Abu Bakar r.a. pernah bertanya,

'Wahai Rasulullah, bagaimanakah keberuntungan itu sesudah ayat ini,' yaitu: (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-angan kalian yang kosong, dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan,

niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Sedangkan semua perbuatan buruk (jahat) yang kami lakukan, maka kami mendapat balasannya?" Maka Nabi Saw. bersabda: "Hai Abu Bakar, semoga Allah memberikan

ampunan kepadamu, bukankah kamu pernah sakit, bukankah kamu pernah mengalami kepayahan, bukankah kamu pernah mengalami kesedihan, bukankah kamu pernah tertimpa musibah?” Abu Bakar menjawab, "Memang benar.” Nabi Saw.

bersabda, "Itu termasuk balasan yang ditimpakan kepadamu."Sa'id ibnu Mansur meriwayatkannya dari Khalaf ibnu Khalifah, dari Ismail ibnu Abu Khalid dengan lafaz yang sama.Imam Hakim meriwayatkannya melalui jalur Sufyan As-Sauri, dari Ismail dengan lafaz yang sama.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ، عَنْ زِيَادٍ الْجَصَّاصِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "من يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ فِي الدُّنْيَا"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata, dari Ziyad Al-Jassas, dari Ali ibnu Zaid, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar sahabat Abu Bakar menceritakan

hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu di dunia.Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Hisyam ibnu Juhaimah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata, telah menceritakan kepada kami Ziyad Al-Jassas, dari Ali ibnu Zaid, dari Mujahid

yang menceritakan bahwa Abdullah ibnu Umar pernah berkata, "Lihatlah tempat Abdullah ibnuz Zubair disalib itu, jangan sekali-kali kalian lewat padanya." Lalu Abdullah ibnu Umar memandang kepada Ibnuz Zubair (yang telah disalib itu)

dan berkata, "Semoga Allah memberikan ampunan kepadamu," sebanyak tiga kali. Lalu mengatakan, "Demi Allah, tidak ada yang ku ketahui mengenai dirimu kecuali engkau adalah orang yang banyak puasa, banyak salat,

dan gemar bersilaturahmi. Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya aku berharap dalam musibah yang menimpa dirimu sekarang ini, semoga Allah tidak mengazabmu sesudahnya." Mujahid melanjutkan kisahnya, "Lalu Abdullah ibnu Umar berpaling

ke arahku dan mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Bakar As-Siddiq menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: 'Barang siapa yang mengerjakan keburukan di dunia, niscaya akan diberi pembalasan dengan keburukan itu'."

Abu Bakar Al-Bazzar meriwayatkannya di dalam kitab musnad melalui Al-Fadl ibnu Sahl, dari Abdul Wahhab ibnu Ata secara ringkas.Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan di dalam Musnad Ibnuz Zubair, telah menceritakan kepada kami

Ibrahim ibnul Mustamir Al-Aaiqi, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sulaim ibnu Hayyan, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku (yaitu Hayyan ibnu Bustam), bahwa Bustam pernah menceritakan bahwa

ketika ia sedang bersama Ibnu Umar, maka ia melewati Abdullah ibnuz-Zubair yang sedang dalam keadaan disalib. Maka Ibnu Umar mengatakan, "Semoga rahmat Allah terlimpahkan kepadamu, wahai Abu Khubaib.

Aku telah mendengar ayahmu —yakni Az-Zubair— menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: 'Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan

dengan kejahatan itu di dunia dan di akhirat'."Kemudian ia (Al-Bazzar) mengatakan, "Kami tidak mengetahui dia meriwayatkan dari Az-Zubair kecuali dari segi ini."


قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ كَامِلٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَعْدٍ الْعَوْفِيُّ، حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عبيدة، حدثني مولى بن سِبَاع قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يُحَدِّثُ، عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصَّدِّيقِ قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا} فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا بَكْرٍ، هَلْ أُقْرِئُكَ آيَةً نَزَلَتْ عَلَيَّ؟ " قَالَ: قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَأَقْرَأَنِيهَا فَلَا أَعْلَمُ إِلَّا أَنِّي وَجَدْتُ انقصَامًا فِي ظَهْرِي حَتَّى تَمَطَّأْتُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مالك يَا أَبَا بَكْرٍ؟ " قُلْتُ: بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَأَيُّنَا لَمْ يَعْمَلِ السُّوءَ، وَإِنَّا لمجْزيُّون بِكُلِّ سُوءٍ عَمِلْنَاهُ؟! فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَّا أَنْتَ وَأَصْحَابُكَ يَا أَبَا بَكْرٍ الْمُؤْمِنُونَ فَتُجْزَوْنَ بِذَلِكَ في الدُّنْيَا حَتَّى تَلْقَوُا اللَّهَ، وَلَيْسَ لَكُمْ ذُنُوبٌ، وَأَمَّا الْآخَرُونَ فَيُجْمَعُ لَهُمْ ذَلِكَ حَتَّى يُجْزَوْا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".


Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Kamil, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'd Al-Aufi, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami

Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepadaku Maula ibnus Siba' yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar menceritakan hadis berikut dari Abu Bakar As-Siddiq; ketika ia sedang bersama Nabi Saw.,

maka turunlah firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelin-dung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. (An-Nisa: 123) Rasulullah Saw.

bersabda, "Hai Abu Bakar, maukah aku bacakan kepadamu suatu ayat yang baru saja diturunkan kepadaku?" Abu Bakar menjawab, "Tentu saja aku mau, wahai Rasulullah." "Rasulullah Saw. membacakan ayat tersebut kepadaku,

dan tanpa kusadari punggungku terasa amat pegal, hingga aku menggeliat meluruskannya." Lalu Rasulullah Saw. bertanya, "Mengapa engkau ini, hai Abu Bakar?" Aku (Abu Bakar) menjawab, "Demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu,

wahai Rasulullah, siapakah di antara kita yang tidak pernah mengerjakan kejahatan (dosa)? Dan sesungguhnya kita benar-benar akan diberi balasan atas tiap-tiap kejahatan yang kita lakukan." Rasulullah Saw. bersabda:

Adapun kamu dan teman-temanmu yang beriman, maka sesungguhnya kalian diberi pembalasan dengan hal tersebut di dunia, hingga kalian menghadap kepada Allah kelak sedangkan kalian tidak mempunyai dosa lagi. Adapun orang-orang lain,

maka hal tersebut dikumpulkan bagi mereka, hingga mereka menerima pembalasannya di hari kiamat nanti.Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Yahya ibnu Musa dan Abdu ibnu Humaid, dari Rauh ibnu Ubadah dengan lafaz

yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa Musa ibnu Ubaidah orangnya daif, sedangkan maula Ibnus Siba' orangnya tidak dikenal.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا الْغُلَامُ، حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ، حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي عَطَاءُ بْنُ أَبِي رَبَاحٍ قَالَ: لمَّا نَزَلَتْ قَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، جَاءَتْ قَاصِمَةُ الظَّهْرِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا هِيَ الْمَصَائِبُ فِي الدُّنْيَا"


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Ghulam, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Abu Rabah yang mengatakan bahwa

tatkala ayat ini diturunkan, Abu Bakar terserang penyakit reumatik pada punggungnya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya yang dimaksud dengan pembalasan itu hanyalah berupa musibah-musibah di dunia. Jalur yang lain dari As-Siddiq.


قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِسْحَاقَ الْعَسْكَرِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَامِرٍ السَّعْدِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مِهْرَانَ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ صُبَيح، عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ: قَالَ أَبُو بَكْرٍ [الصِّدِّيقُ] يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَشَدَّ هَذِهِ الْآيَةَ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} ! فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْمَصَائِبُ وَالْأَمْرَاضُ وَالْأَحْزَانُ فِي الدُّنْيَا جَزَاءٌ"


Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ishaq Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amir As-Sa'di, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yahya,

telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Iyad, dari Sulaiman ibnu Mihran, dari Muslim ibnu Sabih, dari Masaiq yang menceritakan bahwa Abu Bakar As-Siddiq pernah mengadu kepada Rasulullah Saw. tentang beratnya pengamalan ayat ini,

yaitu firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Berbagai macam musibah, sakit, dan kesusahan di dunia adalah pembalasan. Jalur lain.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي زِيَادٍ وَأَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَا حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الحُبَاب، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ الْحَسَنِ الْحَارِثِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زَيْدِ بْنِ قُنْفُذ عَنْ عَائِشَةَ، عَنْ أَبِي بَكْرٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} قَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كُلُّ مَا نَعْمَلُ نُؤَاخَذُ بِهِ؟ فَقَالَ: "يَا أَبَا بَكْرٍ، أَلَيْسَ يُصِيبُكَ كَذَا وَكَذَا؟ فَهُوَ كَفَّارَةٌ"


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Ziyad dan Ahmad ibnu Mansur; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami

Abdul Malik ibnul Hasan Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Zaid ibnu Munqiz, dari Siti Aisyah, dari Abu Bakar yang menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya:

Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123); Maka Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, apakah semua kebaikan yang kita lakukan akan diberi pembalasannya?"

Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Abu Bakar, bukankah kamu pernah terkena musibah anu dan anu, maka hal itu merupakan kifarat(nya).Hadis lain.


قَالَ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ: أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، أَنَّ بَكْرَ بْنَ سِوَادَةَ حَدَّثَهُ، أَنَّ يَزِيدَ بْنَ أَبِي يَزِيدَ حَدَّثَهُ، عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ رَجُلًا تَلَا هذه الآية: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} فَقَالَ: إِنَّا لنُجْزَى بِكُلِّ عَمَل ؟ هَلَكْنَا إذًا. فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "نَعَمْ، يُجْزَى بِهِ الْمُؤْمِنُ فِي الدُّنْيَا، فِي نَفْسِهِ، فِي جَسَدِهِ، فِيمَا يُؤْذِيهِ"


Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris; Abu Bakar ibnu Sawwadah pernah menceritakan kepadanya bahwa Yazid ibnu Abu Yazid pernah menceritakan

dari Ubaid ibnu Umair; dari Siti Aisyah, bahwa seorang lelaki pernah membaca firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Lalu lelaki itu mengatakan,

"Sesungguhnya kita akan diberi pembalasan dengan pembalasan yang serupa dengan tiap-tiap keburukan yang kita kerjakan. Kalau demikian, pasti binasalah kita." Ketika perkataan tersebut sampai kepada Rasululalh Saw.,

maka beliau bersabda: Memang, orang mukmin diberi pembalasan yang serupa di dunia pada dirinya, juga pada tubuhnya yang menyakitkannya.Jalur yang lain.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ بَشِيرٍ، حَدَّثَنَا هُشَيْم، عَنْ أَبِي عَامِرٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكة، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي لَأَعْلَمُ أَشَدَّ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ. فَقَالَ: "مَا هِيَ يَا عَائِشَةُ؟ " قُلْتُ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} فَقَالَ: "هُوَ مَا يُصِيبُ العبد المؤمن حتى النَّكْبَة يَنْكُبها".


Imam Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Abu Amir, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Siti Aisyah r.a.

yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui ayat yang paling berat di dalam Al-Qur'an." Rasulullah Saw. bertanya, "Wahai Aisyah, ayat apakah itu?"

Siti Aisyah membaca firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Balasan tersebut adalah musibah yang menimpa diri hamba

yang mukmin, sehingga kecelakaan yang dialaminya.Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Hasyim dengan lafaz yang sama.Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Abu Amir Saleh ibnu Rustum Al-Kharraz dengan lafaz yang sama. Jalur lain.


قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أُمَيَّةَ أَنَّهَا سَأَلَتْ عَائِشَةَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} فَقَالَتْ: مَا سَأَلَنِي عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ أَحَدٌ مُنْذُ سَأَلْتُ عَنْهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقال: "يَا عَائِشَةُ، هَذِهِ مُبَايَعَةُ اللَّهِ لِلْعَبْدِ، مِمَّا يُصِيبُهُ مِنَ الْحُمَّى والنَّكْبَة وَالشَّوْكَةِ، حَتَّى الْبِضَاعَةُ فيضعها فِي كُمِّه فَيَفْزَعُ لَهَا، فَيَجِدُهَا فِي جَيْبِهِ، حَتَّى إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِيَخْرُجُ مِنْ ذُنُوبِهِ كَمَا يَخْرُجُ التِّبْرُ الْأَحْمَرُ مِنَ الكِير"


Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari anak perempuannya, bahwa ia pernah bertanya kepada Siti Aisyah r.a. mengenai firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan

kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Siti Aisyah r.a. menjawab bahwa tidak pernah ada seorang pun yang bertanya kepadanya mengenai ayat ini semenjak ia menanyakannya kepada Rasulullah Saw.

Ia pernah menanyakan makna ayat tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka beliau Saw. menjawab: Wahai Aisyah, hal ini merupakan janji Allah kepada hamba-(Nya) menyangkut sebagian dari penyakit yang menimpa dirinya,

seperti demam dan kesusahan serta duri (yang menancap di kakinya), sehingga barang dagangan yang ia letakkan di dalam kantong bajunya, dan ketika ia merabanya sangat terkejut karena tidak ada, dan ternyata ia menemukannya

pada kantong celananya. Sehingga seorang mukmin, benar-benar bersih dari dosa-dosanya, sebagaimana emas yang baru disepuh bebas dari kotorannya.Jalur yang lain.


قَالَ ابْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا سُرَيج بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ الْمُهَاجِرِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سُئل رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} قَالَ: "إِنَّ الْمُؤْمِنَ يُؤْجَرُ فِي كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى فِي الفَيْظ عِنْدَ الْمَوْتِ".


Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abul Qasim, telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami

Abu Mu'awiyah, dari Muhammad ibnu Ismail, dari Muhammad ibnu Yazid ibnul Muhajir, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah di-tanya mengenai makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan

kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya seorang mukmin itu diberi pahala dalam segala sesuatunya, hingga pada (rasa sakit) kematiannya ketika nyawanya dicabut.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا كَثُرَتْ ذُنُوبُ الْعَبْدِ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ مَا يُكَفِّرُهَا، ابْتَلَاهُ اللَّهُ بالحَزَن ليُكَفِّرها عَنْهُ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain, dari Zaidah, dari Lais, dari Mujahid, dari Siti Aisyah bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “apabila dosa seseorang hamba banyak,

sedangkan dia tidak mempunyai amalan saleh untuk menutupinya, maka Allah mengujinya dengan kesedihan, untuk menghapuskan dosa-dosanya itu."Hadis lain.


قَالَ سَعِيدُ بْنِ مَنْصُورٍ، عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ، عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مُحَيْصِن، سَمِعَ مُحَمَّدَ بْنَ قَيْسِ بْنِ مَخْرَمَة، يُخْبِرُ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} شَقّ ذَلِكَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "سَدِّدوا وَقَارِبُوا، فَإِنَّ فِي كُلِّ مَا يُصَابُ بِهِ الْمُسْلِمُ كَفَّارَةٌ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكها، والنَّكْبَة يَنْكُبُهَا"


Sa'id ibnu Mansur meriwayatkan dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Umar ibnu Abdur Rahman ibnu Muhaisin yang pernah mendengar Muhammad ibnu Qais ibnu Makhramah menceritakan bahwa menurut Abu Hurairah r.a.,

tatkala diturunkan firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Maka hal itu terasa berat oleh kaum muslim. Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka:

Bersikap teguhlah kalian dan dekatkanlah diri kalian (kepada Allah), karena sesungguhnya dalam setiap musibah yang menimpa diri seorang muslim terkandung kifarat, sehingga duri yang menusuknya dan kesedihan

(kesusahan) yang dialaminya.Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Sufyan ibnu Uyaynah juga Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah.


وَرَوَاهُ ابْنُ مَردُويه مِنْ حَدِيثِ رَوْحٍ وَمُعْتَمِرٍ كِلَاهُمَا، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} بَكَيْنَا وَحَزِنَّا وَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَبْقَتْ هَذِهِ الْآيَةُ مِنْ شَيْءٍ. قَالَ: "أَمَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَكَمَا نَزَلَتْ، وَلَكِنْ أَبْشِرُوا وَقَارِبُوا وسَدِّدوا؛ فَإِنَّهُ لَا يُصِيبُ أحدًا منكم فِي الدُّنْيَا إِلَّا كفَّر اللَّهُ بِهَا خَطِيئَتَهُ، حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكها أَحَدُكُمْ فِي قَدَمِهِ"


Ibnu Mardawih meriwayatkannya melalui hadis Rauh dan Ma'mar; keduanya dari Ibrahim ibnu Yazid, dari Abdullah ibnu Ibrahim; ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-angan kalian yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Maka kami menangis dan sedih, serta mengatakan, "Wahai Rasulullah, ayat ini tidak menyisakan barang sedikit pun (dari balasan)." Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Ingatlah, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya ayat ini memang mempunyai arti seperti apa yang diturunkan. Tetapi bergembiralah kalian, dekatkanlah diri kalian (kepada Allah), dan teguhlah kalian (pada ja-lan yang lurus). Karena sesungguhnya tiada suatu musibah pun di dunia ini yang menimpa seseorang di antara kalian, melainkan Allah menghapuskan karenanya sebagian dari dosa-dosanya, sehingga duri yang menancap pada telapak kaki seseorang di antara kalian.

قَالَ عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّهُمَا سَمِعَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصب وَلَا وَصَب وَلَا سَقَم وَلَا حَزَن، حَتَّى الْهَمِّ يُهَمّه، إِلَّا كُفّر بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ"


Ata ibnu Yasar meriwayatkan dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah, bahwa keduanya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tidak sekali-kali seorang muslim tertimpa kelelahan, tidak pula kepayahan, tidak pula penyakit,

dan tidak pula kesedihan sehingga kesusahan yang dialaminya, melainkan Allah menghapuskan sebagian dari keburukan-keburukan (dosa-dosa)nya.Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ سَعْدِ بْنِ إِسْحَاقَ، حَدَّثَتْنِي زَيْنَبُ بِنْتُ كَعْبِ بنُ عُجْرَة، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَرَأَيْتَ هَذِهِ الْأَمْرَاضَ الَّتِي تُصِيبُنَا؟ مَا لَنَا بِهَا؟ قَالَ: "كَفَّارَاتٌ". قَالَ أُبَيٌّ: وَإِنْ قَلَّتْ؟ قَالَ: "وَإِنْ شَوْكَةً فَمَا فَوْقَهَا" قَالَ: فَدَعَا أُبَيٌّ عَلَى نَفْسِهِ أَنَّهُ لَا يُفَارِقُهُ الْوَعْك حَتَّى يَمُوتَ، فِي أَلَّا يَشْغَلَهُ عَنْ حَجٍّ وَلَا عُمْرَةٍ، وَلَا جِهَادٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَلَا صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ فِي جَمَاعَةٍ، فَمَا مَسَّهُ إِنْسَانٌ إِلَّا وَجَدَ حَرَّهُ، حَتَّى مَاتَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Zainab binti Ka'b ibnu Ujrah, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw.,

lalu bertanya, "Bagaimanakah menurut pendapatmu tentang berbagai penyakit yang menimpa diri kami, apakah imbalannya bagi kami?" Nabi Saw. menjawab, "Berbagai macam kifarat (penghapus dosa)." Kemudian ayahku ikut bertanya,

"Sekalipun musibah itu ringan?" Nabi Saw. menjawab, "Bahkan duri (yang menusuk kakinya) hingga yang lebih besar lagi." Zainab binti Ka'b melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu ayahnya (Ka'b ibnu Ujrah) mendoa terhadap dirinya sendiri,

semoga selama hidupnya ia tidak terpisah dari sakit hingga mati, agar dirinya tidak berpaling dari haji, umrah, jihad, dan salat fardu dengan berjamaah. Maka tidak ada seorang pun yang menyentuh tubuhnya,

melainkan ia pasti merasakan tubuhnya yang panas, hingga Ka'b ibnu Ujrah r.a. meninggal dunia.Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.Hadis lain.


رَوَى ابْنُ مَرْدَوَيْهِ مِنْ طَرِيقِ حُسَيْنِ بْنِ وَاقِدٍ، عَنِ الْكَلْبِيِّ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} ؟ قَالَ: "نَعَمْ، وَمَنْ يَعْمَلْ حَسَنَةً يُجزَ بِهَا عَشْرًا. فَهَلَكَ مَنْ غَلَبَ وَاحِدَتُهُ عَشْرًا"


diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur Husain ibnu Waqid, dari Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa pernah ada yang bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai makna firman-Nya:

Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Memang benar, dan barang siapa yang mengerjakan kebaikan,

niscaya akan diberi balasan dengan sepuluh kali kebaikan. Maka binasalah orang yang satunya mengalahkan sepuluhnya (yakni keburukannya mengalahkan amal baiknya).Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki',

telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Humaid, dari Al-Hasan sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan,

niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Makna yang dimaksud ialah orang kafir. Kemudian Al-Hasan (Al-Basri) membacakan firman-Nya: Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu),

melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. (Saba': 17)Hal yang sama diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Sa'id Ibnu Jubair; keduanya mengatakan bahwa tafsir dari kata as-su' dalam ayat ini ialah kekufuran (kemusyrikan). Firman Allah Swt.:


وَلا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا نَصِيراً


dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. (An-Nisa: 123)Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, "Kecuali jika ia bertobat, maka tobatnya akan diterima oleh Allah Swt."

Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.Tetapi pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa hal tersebut bersifat umum mencakup semua amal perbuatan, karena berdasarkan kepada hadis-hadis yang telah disebutkan di atas. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.Firman Allah Swt.:


وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثى وَهُوَ مُؤْمِنٌ


Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia orang yang beriman. (An-Nisa: 124), hingga akhir ayat.Setelah disebutkan balasan perbuatan-perbuatan jahat —yaitu sudah semestinya

seseorang hamba mendapat pembalasannya, adakalanya di dunia ini lebih baik baginya, dan adakalanya di akhirat; semoga Allah melindungi kita dari hal ini dan memohon kepada-Nya keselamatan di dunia dan akhirat serta pemaafan, ampunan,

dan pembebasan dari-Nya—, kemudian dalam ayat ini diterangkan kebaikan, kemurahan, dan rahmat Allah dalam penerimaan-Nya terhadap amal-amal saleh hamba-hamba-Nya, baik yang laki-laki maupun yang wanita,

dengan syarat iman mereka. Bahwa Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga; Allah tidak akan menganiaya pahala kebaikan mereka, tidak pula menguranginya barang sedikit pun.Yang dimaksud dengan istilah naqir dalam akhir ayat ini

ialah titik kecil yang terdapat di dalam biji buah kurma. Yang dimaksud dengan istilah fatil ialah serat yang terdapat di dalam belahan biji buah kurma. Naqir dan fatil ini kedua-duanya berada di dalam biji buah kurma.

Sedangkan istilah qitmir yaitu selaput yang membungkus biji buah kurma, berada di luar biji buah kurma. Ketiga istilah ini semuanya ada di dalam Al-Qur'an.Kemudian Allah Swt. berfirman:


{وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ}


Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah. (An-Nisa: 125) Yakni ikhlas dalam beramal demi Tuhannya, amal perbuatannya didasari oleh iman, dan mengharapkan pahala serta rida-Nya.


{وَهُوَ مُحْسِنٌ}


sedangkan dia pun mengerjakan kebaikan. (An-Nisa: 125) Dalam beramal ia mengikuti jalur yang telah disyariatkan oleh Allah Swt. kepadanya, sesuai dengan tuntunan hidayah dan agama yang hak yang disampaikan oleh Rasul-Nya.

Kedua syarat ini harus dipenuhi oleh seseorang bila ia menginginkan amalnya diterima; suatu amal perbuatan tanpa keduanya tidaklah sah. Dengan kata lain, amal yang ikhlas lagi benar harus dilandasi dengan kedua syarat ini.

Amal yang ikhlas ialah amal yang dilakukan karena Allah, dan amal yang benar ialah amal yang mengikuti ketentuan syariat. Secara lahiriah dinilai sah dengan mengikuti peraturan syariat dan secara batiniah dilandasi dengan ikhlas,

keduanya ini saling berkaitan erat. Maka, manakala salah satu dari kedua syarat ini tidak dipenuhi oleh suatu amal, amal tersebut tidak sah. Bila tidak dilandasi oleh ikhlas, berarti pelakunya adalah munafik,

yaitu orang-orang yang suka pamer (riya). Orang yang dalam amalnya tidak mengikuti tuntunan syariat, berarti dia sesat dan bodoh. Tetapi bila kedua syarat tersebut terpenuhi, maka amal perbuatannya itu termasuk amal perbuatan orang-orang yang mukmin. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya:


الَّذِينَ يَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّئاتِهِمْ


Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka. (Al-Ahqaf: 16), hingga akhir ayat.Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:


{وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا}


dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus. (An-Nisa: 125)Mereka adalah Nabi Muhammad Saw. dan para pengikutnya sampai hari kiamat nanti. Perihalnya sama dengan makna ayat lain, yaitu firman-Nya:


إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْراهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهذَا النَّبِيُّ


Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad). (Ali Imran: 68), hingga akhir ayat.Firman Allah Swt. yang lainnya, yaitu:


{ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}


Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (An-Nahl: 123)Yang dimaksud dengan istilah al-hanif ialah

yang sengaja menyimpang dari kemusyrikan. Dengan kata lain, meninggalkannya karena mengerti dan menghadapkan diri kepada perkara yang hak secara keseluruhan dengan keteguhan hati, tanpa ada yang bisa menghalangi-nya dan tidak ada yang dapat mengusiknya dari perkara yang hak. Firman Allah Swt.:


وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْراهِيمَ خَلِيلًا


Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (An-Nisa: 125)Di dalam ayat ini terkandung makna yang menganjurkan mengikuti Ibrahim a.s. karena dia adalah seorang imam yang diikuti, mengingat dia telah mencapai puncak tingkatan

taqarrub seorang hamba kepada Allah Swt. Sesungguhnya dia telah sampai kepada tingkatan khullah (kekasih) yang merupakan kedudukan mahabbah yang tertinggi. Hal ini tiada lain berkat ketaatannya yang banyak kepada Tuhannya, seperti yang disebut di dalam firman-Nya:


وَإِبْراهِيمَ الَّذِي وَفَّى


dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. (An-Najm: 37)Menurut kebanyakan ulama Salaf, makna yang dimaksud dengan lafaz waffa ialah orang yang mengerjakan semua yang diperintahkan kepadanya;

tiada suatu pun yang termasuk ke dalam pengertian iba-dah, melainkan dia mengerjakannya. Nabi Ibrahim tidak pernah melupakan hal kecil karena sedang sibuk dengan hal yang besar,

tidak pernah pula melupakan perkara remeh karena sedang mengerjakan perkara yang agung dalam masalah ibadah. Allah Swt. telah berfirman:


وَإِذِ ابْتَلى إِبْراهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِماتٍ فَأَتَمَّهُنَّ


Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya (secara sempurna). (Al-Baqarah: 124), hingga akhir ayat.


إِنَّ إِبْراهِيمَ كانَ أُمَّةً قانِتاً لِلَّهِ حَنِيفاً وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ


Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). (An-Nahl: 120)Hingga ayat sesudahnya.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Ha-bib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Amr ibnu Maimun yang menceritakan bahwa sesungguhnya

Mu'az ketika tiba di negeri Yaman melaksanakan salat Subuh bersama mereka, lalu Mu'az membacakan firman-Nya: Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (An-Nisa: 125); Maka seorang lelaki dari kalangan mereka

ada yang berkata, "Sesungguhnya hati ibu Nabi Ibrahim bahagia."Ibnu Jarir menuturkan sehubungan dengan tafsir ayat ini dari salah seorang ulama, bahwa sesungguhnya Allah menamakan Nabi Ibrahim dengan sebutan Al-Khalil tiada lain

kisahnya bermula ketika penduduk negeri yang berdekatan dengannya mengalami musim paceklik. Salah seorang dari mereka berangkat menuju tempat khalil (kesayangan)nya dari kalangan penduduk Mausul —menurut pendapat sebagian

dari mereka dari kalangan penduduk Mesir— dengan tujuan mengambil makanan buat keluarganya dari khalil itu. Tetapi sesampainya di tempat khalil, ia tidak kebagian dan keperluannya tidak terpenuhi, lalu lelaki itu kembali ke kampung halamannya.

Ketika sudah dekat ke tempat keluarganya di suatu tempat yang banyak pasirnya, maka ia berkata kepada dirinya sendiri, "Sebaiknya aku penuhi karung-karung ini dengan pasir, agar keluargaku tidak sedih bila aku kembali kepada mereka

tanpa makanan, agar mereka menduga bahwa aku datang kepada mereka dengan membawa makanan yang sangat diperlukan mereka." Suatu mukjizat terjadi. Ternyata pasir yang berada di dalam karung itu benar-benar berubah menjadi

tepung terigu, tanpa sepengetahuannya. Ketika sampai di tempat keluarganya, ia langsung tidur (istirahat); sedangkan keluarganya terbangun, lalu membuka karung-karung tersebut, dan ternyata mereka menjumpai tepung terigu di dalamnya.

Mereka langsung membuat adonan roti dari tepung itu, kemudian dimasak. Ketika terbangun, ia merasa heran, lalu menanyakan kepada keluarganya mengenai tepung terigu itu, dari manakah mereka mendapatkannya hingga dapat membuat roti?

Mereka menjawab, "Tepung terigu yang engkau bawa dari khalil-mu itu." Maka ia menjawab, "Ya, tepung terigu itu berasal dari kekasih Allah." Maka sejak saat itu Allah Swt. menamakannya (Nabi Ibrahim) sebagai Khalilullah (kekasih Allah).

Mengenai kesahihan kisah ini dan kenyataannya, masih perlu dipertimbangkan; pada garis besarnya tidak lebih dan tidak kurang merupakan kisah israiliyat yang tidak dapat dipercaya dan tidak dapat pula didustakan.

Sesungguhnya Allah Swt. menyebut Nabi Ibrahim dengan julukan Khalilullah tiada lain karena ia sangat mencintai Tuhannya melalui apa yang ia kerjakan demi-Nya berupa amal-amal ketaatan yang disukai dan diridai-Nya.

Telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa ketika Rasulullah Saw. berkhotbah kepada mereka dalam khotbah terakhirnya, mengatakan:


«أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا النَّاسُ فَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ خَلِيلًا، لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرِ بْنَ أَبِي قُحَافَةَ خَلِيلًا، وَلَكِنَّ صَاحِبَكُمْ خَلِيلُ اللَّهِ»


Amma Ba'du. Hai manusia. seandainya aku mengambil dari kalangan penduduk bumi ini seorang khalil (kesayangan), niscaya aku akan mengambil Abu Bakar ibnu Abu Quhafah sebagai seorang kesayangan, tetapi teman kalian ini

(yakni Abu Bakar) telah menjadi khalilullah (kesayangan Allah).Melalui jalur Jundub ibnu Abdullah Al-Bajali, Abdullah ibnu Amr ibnul As, dan Abdullah ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw., disebutkan bahwa Nabi Saw. telah bersabda:


«إِنَّ اللَّهَ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا، كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا»


Sesungguhnya Allah menjadikan diriku sebagai kesayangan-(Nya), sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kesayangan(Nya).


قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ أُسَيْد، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ يَعْقُوبَ الجَوْزجاني بِمَكَّةَ، حَدَّثَنَا عُبَيد اللَّهِ الحَنَفي، حَدَّثَنَا زَمْعة بْنِ صَالِحٍ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ وَهْرَام، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: جَلَسَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْتَظِرُونَهُ، فَخَرَجَ حَتَّى إِذَا دَنَا مِنْهُمْ سَمِعَهُمْ يَتَذَاكَرُونَ، فَسَمِعَ حَدِيثَهُمْ، وَإِذَا بَعْضُهُمْ يَقُولُ: عَجَبًا إِنِ اللَّهَ اتَّخَذَ مِنْ خَلْقِهِ خَلِيلًا فَإِبْرَاهِيمُ خَلِيلُهُ! وَقَالَ آخَرُ: مَاذَا بِأَعْجَبِ مِنْ أَنَّ اللَّهَ كَلَّمَ مُوسَى تَكْلِيمًا! وَقَالَ آخَرُ: فَعِيسَى رُوحُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ! وَقَالَ آخَرُ: آدَمُ اصْطَفَاهُ اللَّهُ! فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ فَسَلَّمَ وَقَالَ: "قَدْ سَمِعْتُ كَلَامَكُمْ وَتَعَجُّبَكُمْ أَنَّ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلُ اللَّهِ، وَهُوَ كَذَلِكَ، وَمُوسَى كَلِيمُهُ، وَعِيسَى رُوحُهُ وَكَلِمَتُهُ، وَآدَمَ اصْطَفَاهُ اللَّهُ، وَهُوَ كَذَلِكَ أَلَا وَإِنِّي حَبِيبُ اللَّهِ وَلَا فَخْرَ، وَأَنَا حَامِلُ لِوَاءِ الْحَمْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا فَخْرَ، وَأَنَا أَوَّلُ شَافِعٍ، وَأَوَّلُ مشَفع وَلَا فَخْرَ، وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ يُحَرِّكُ حِلَق الْجَنَّةِ، فَيَفْتَحُ اللَّهُ فَيُدْخِلُنِيهَا وَمَعِي فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ وَلَا فَخْرَ، وَأَنَا أَكْرَمُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخَرِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا فَخْرَ".


Abu Bakar Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim ibnu Muhammad ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ahmad ibnu Usaid, telah menceritakan kepada kami

Ibrahim ibnu Ya'qub Al-Jurjani di Mekah, telah menceritakan kepada kami Abdullah Al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami Zam'ah Abu Saleh, dari Salamah ibnu Wahran, dari Ikrimah dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa sejumlah

orang dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. duduk menunggu kedatangan beliau Saw. Nabi Saw. keluar, dan ketika berada di dekat mereka, beliau mendengar mereka membicarakan sesuatu. Sebagian dari mereka mengatakan,

"Sungguh mengherankan, Allah mengambil kesayangan di antara makhluk-Nya, Dia menjadikan Ibrahim sebagai kesayangan-Nya." Orang yang lainnya mengatakan, "Tiada yang lebih mengherankan daripada Nabi Musa yang diajak berbicara

langsung oleh Allah Swt." Orang yang lainnya lagi mengatakan, "Isa adalah roh (ciptaan) Allah dan kalimah (perintah)-Nya." Yang lainnya lagi mengatakan bahwa Adam telah dipilih oleh Allah sebagai pilihan-Nya. Maka Nabi Saw.

menemui mereka dan mengucapkan salam kepada mereka, lalu bersabda, "Sesungguhnya aku telah mendengar pembicaraan kalian, dan kalian merasa heran karena Nabi Ibrahim menjadi kesayangan Allah. Memang demikianlah keadaannya,

Nabi Musa menjadi orang yang diajak bicara langsung oleh-Nya, Nabi Isa adalah roh dan kalimah-Nya, dan Adam adalah orang yang dipilih oleh-Nya. Memang demikianlah kenyataannya, begitu pula Muhammad Saw." Nabi Saw.

melanjutkan sabdanya: Ingatlah, dan sesungguhnya aku adalah kekasih Allah, tanpa membanggakan diri; dan aku adalah orang yang mula-mula memberi syafaat dan orang yang mula-mula diberi izin untuk memberi syafaat,

tanpa membanggakan diri. Dan aku adalah orang yang mula-mula menggerakkan (mengetuk) pintu surga, maka Allah membukakannya dan menyuruh aku masuk ke dalam surga dengan ditemani oleh orang-orang miskin dari kalangan kaum mukmin,

tanpa membanggakan diri. Dan aku adalah orang yang paling mulia di antara orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian, kelak di hari kiamat, tanpa membanggakan diri.Bila ditinjau dari segi ini, hadis berpredikat garib.

Tetapi sebagian di antaranya mempunyai banyak syawahid yang memperkuatnya di dalam kitab-kitab Sahih dan kitab-kitab yang lain.Qatadah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan,

"Apakah kalian merasa heran karena predikat khullah (kesayangan Allah) diberikan kepada Nabi Ibrahim, predikat kalim (diajak berbicara secara langsung oleh Allah) diberikan kepada Nabi Musa, dan predikat ruyah (melihat langsung Allah)

diberikan kepada Muhammad, semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada mereka semuanya." Demikian menurut riwayat Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, dan Imam Hakim mengatakan bahwa hal ini dinilai sahih dengan

syarat Imam Bukhari, tetapi Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak mengetengahkannya.Hal yang sama diriwayatkan dari Anas ibnu Malik dan bukan hanya seorang dari kalangan para sahabat, para tabiin, dan para imam dari kalangan ulama Salaf

dan ulama Khalaf.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abduka Al-Qazwaini, telah menceritakan kepada kami Muhammad (yakni Ibnu Sa'id ibnu Sabiq), telah menceritakan kepada kami Amr

(yakni ibnu Abu Qais), dari Asim, dari Abu Rasyid, dari Ubaid ibnu Umair yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah orang yang selalu menjamu orang lain. Pada suatu hari ia keluar mencari seseorang yang akan diajaknya makan bersama,

tetapi ia tidak menemukan seseorang pun. Maka ia kembali ke rumahnya, dan ternyata di dalam rumahnya ia menjumpai seseorang yang sedang berdiri. Nabi Ibrahim a.s. menanyai orang tersebut, "Hai hamba Allah,

apakah yang menyebabkan kamu memasuki rumahku tanpa izinku?" Orang itu menjawab, "Aku memasukinya atas izin Tuhan." Nabi Ibrahim bertanya, "Siapakah Anda ini?" Orang itu menjawab, "Aku adalah malaikat maut,

Tuhanku mengutusku kepada seseorang hamba dari kalangan hamba-hamba-Nya untuk menyampaikan berita gembira kepadanya bahwa Allah Swt. telah menjadikannya sebagai kesayangan-Nya." Nabi Ibrahim bertanya, "Siapakah orang itu?

Demi Allah, jika kamu memberitahukannya ada di suatu tempat yang jauh dari negeri ini, niscaya aku benar-benar akan datang kepadanya, lalu aku ingin menjadi tetangganya hingga maut memisahkan di antara kita." Malaikat maut utusan Allah

menjawab, "Orang itu adalah kamu sendiri." Nabi Ibrahim berkata keheranan, "Aku sendiri?" Ia menjawab, "Ya." Nabi Ibrahim bertanya, "Mengapa Allah menjadikan diriku sebagai kesayangan-Nya?" ia menjawab, "Karena sesungguhnya

kamu suka memberi kepada orang lain, sedangkan kamu sendiri tidak pernah meminta kepada mereka."Telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Khalid As-Sulami, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, dari Ishaq ibnu Yasar yang

mengatakan, "Ketika Allah menjadikan Nabi Ibrahim sebagai kesayangan-Nya, maka Allah menanamkan ke dalam hatinya rasa takut (kepada Dia), sehingga degupan kalbunya benar-benar terdengar dari kejauhan, sebagaimana

suara kepakan sayap burung di angkasa."Hal yang sama disebutkan di dalam sifat Rasulullah Saw., bahwa dari dalam dada beliau Saw. sering terdengar suara gejolak sebagaimana suara gejolak panci bila air yang ada di dalamnya mendidih, karena menangis.Firman Allah Swt:


وَلِلَّهِ مَا فِي السَّماواتِ وَما فِي الْأَرْضِ


Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. (An-Nisa: 126)Semuanya adalah milik Allah, hamba, dan makhluk-Nya. Dialah yang mengatur, tiada yang menolak terhadap apa yang diputuskan-Nya,dan tiada beban bagi apa yang

telah dijatuhkan-Nya; tiada yang meminta pertanggungjawaban terhadap apa yang diperbuat-Nya karena keagungan, kekuasaan, keadilan, kebijaksanaan, lemah lembut, dan rahmat-Nya.Firman Allah Swt.:


{وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُحِيطًا}


dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu. (An-Nisa: 126) Artinya, ilmu (pengetahuan) Allah Swt. menembus semuanya itu, tiada sesuatu pun yang ada pada hamba-hamba-Nya tersembunyi dari-Nya,

dan tiada sekecil zarrah pun di langit dan di bumi yang ter-halang dari pengetahuan-Nya, tiada pula yang terhalang dari pengetahuannya hal yang lebih kecil atau lebih besar darinya. Tiada sesuatu pun yang dilihat oleh orang-orang yang melihat sangat kecil dan tersembunyi luput dari pengetahuan-Nya.