Juz 11
Surat At-Taubah |9:94|
يَعْتَذِرُونَ إِلَيْكُمْ إِذَا رَجَعْتُمْ إِلَيْهِمْ ۚ قُلْ لَا تَعْتَذِرُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكُمْ قَدْ نَبَّأَنَا اللَّهُ مِنْ أَخْبَارِكُمْ ۚ وَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
ya'tażiruuna ilaikum iżaa roja'tum ilaihim, qul laa ta'tażiruu lan nu`mina lakum qod nabba`anallohu min akhbaarikum wa sayarollaahu 'amalakum wa rosuuluhuu ṡumma turodduuna ilaa 'aalimil-ghoibi wasy-syahaadati fa yunabbi`ukum bimaa kuntum ta'maluun
Mereka (orang-orang munafik yang tidak ikut berperang) akan mengemukakan alasannya kepadamu ketika kamu telah kembali kepada mereka. Katakanlah (Muhammad), "Janganlah kamu mengemukakan alasan, kami tidak percaya lagi kepadamu, sungguh, Allah telah memberitahukan kepada kami tentang beritamu. Dan Allah akan melihat pekerjaanmu, (demikian pula) Rasul-Nya, kemudian kamu dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui segala yang gaib dan yang nyata, lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
They will make excuses to you when you have returned to them. Say, "Make no excuse - never will we believe you. Allah has already informed us of your news. And Allah will observe your deeds, and [so will] His Messenger; then you will be taken back to the Knower of the unseen and the witnessed, and He will inform you of what you used to do."
(Mereka mengemukakan uzurnya kepada kalian) untuk tidak pergi berperang (apabila kalian telah kembali kepada mereka) dari medan perang (Katakanlah) kepada mereka
("Janganlah kalian mengemukakan uzur, kami tidak percaya lagi kepada kalian) kami sudah tidak mempercayai lagi kalian
(karena sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami di antara berita-berita rahasia kalian) Allah telah memberitahukan kepada kami tentang hal-ihwal kalian.
(Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaan kalian kemudian kalian dikembalikan) melalui dibangkitkan dari dalam kubur (kepada Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata)
yakni Allah (lalu Dia memberitahu kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.") maka Dia membalasnya kepada kalian.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 94 |
Tafsir ayat 94-96
Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang munafik, bahwa mereka apabila kalian kembali ke Madinah (dari medan perang), maka mereka mengemukakan alasan (uzur)nya.
{قُلْ لَا تَعْتَذِرُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكُمْ}
Katakanlah, "Janganlah kalian mengemukakan uzur, kami tidak percaya lagi kepada kalian. (At-Taubah: 94)Yakni kami tidak akan percaya kepada alasan kalian.
{قَدْ نَبَّأَنَا اللَّهُ مِنْ أَخْبَارِكُمْ}
karena sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami tentang rahasia-rahasia kalian. (At-Taubah: 94)Maksudnya, Allah Swt. telah memberitahukan kepada kami hal ikhwal kalian.
وَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ}
Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaan kalian. (At-Taubah: 94) Amal perbuatan kalian akan dilihat oleh orang-orang di dunia ini.
{ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
kemudian kalian dikembalikan kepada Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia memberitakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan." (At-Taubah: 94)Kelak Allah akan memberitakan kepada kalian
tentang semua amal perbuatan kalian, yang baik dan yang buruknya, lalu Dia akan memberikan balasannya kepada kalian.Kemudian Allah memberitahukan perihal mereka, bahwa mereka akan bersumpah kepada kalian seraya
mengemukakan alasannya agar kalian berpaling dari mereka dan tidak menegur mereka. Maka berpalinglah kalian dari mereka sebagai penghinaan terhadap mereka.
{إِنَّهُمْ رِجْسٌ}
karena sesungguhnya mereka itu adalah najis. (At-Taubah: 95)Artinya, batin dan akidah mereka najis lagi kotor, dan tempat mereka kelak di hari kemudian adalah neraka Jahanam sebagai balasan dari apa yang dahulu
biasa mereka kerjakan, yakni dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan.Allah Swt. memberitahukan bahwa jika orang-orang mukmin rida dengan sikap mereka karena sumpah yang mereka nyatakan kepada orang-orang mukmin:
{فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ}
maka sesungguhnya Allah tidak rida kepada orang-orang yang fasik itu. (At-Taubah: 96)Yakni menyimpang dari jalan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Fasik artinya 'keluar'.
Tikus dinamai hewan yang fasik karena ia keluar dari liangnya untuk menimbulkan kerusakan. Dan dikatakan fasaqatir ratbah apabila buah kurma telah dikeluarkan dari tumpukannya.
Surat At-Taubah |9:95|
سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ إِذَا انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ ۖ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ ۖ إِنَّهُمْ رِجْسٌ ۖ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
sayaḥlifuuna billaahi lakum iżangqolabtum ilaihim litu'ridhuu 'an-hum, fa a'ridhuu 'an-hum, innahum rijsuw wa ma`waahum jahannamu jazaaa`am bimaa kaanuu yaksibuun
Mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah ketika kamu kembali kepada mereka agar kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka, karena sesungguhnya mereka itu berjiwa kotor dan tempat mereka Neraka Jahanam, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.
They will swear by Allah to you when you return to them that you would leave them alone. So leave them alone; indeed they are evil; and their refuge is Hell as recompense for what they had been earning.
(Kelak mereka akan bersumpah kepada kalian dengan nama Allah, apabila kalian kembali) yakni pulang (kepada mereka) dari medan perang
Tabuk untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar mempunyai alasan yang tepat sewaktu mereka tidak ikut berangkat (supaya kalian berpaling dari mereka)
artinya supaya tidak mencela perbuatan mereka itu. (Maka berpalinglah dari mereka karena sesungguhnya mereka itu adalah najis) najis karena batin mereka kotor
(dan tempat mereka Jahanam sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.)
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 95 |
Penjelasan ada di ayat 94
Surat At-Taubah |9:96|
يَحْلِفُونَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ ۖ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَرْضَىٰ عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
yaḥlifuuna lakum litardhou 'an-hum, fa in tardhou 'an-hum fa innalloha laa yardhoo 'anil-qoumil-faasiqiin
Mereka akan bersumpah kepadamu agar kamu bersedia menerima mereka. Tetapi sekalipun kamu menerima mereka, Allah tidak akan rida kepada orang-orang yang fasik.
They swear to you so that you might be satisfied with them. But if you should be satisfied with them - indeed, Allah is not satisfied with a defiantly disobedient people.
(Mereka akan bersumpah kepada kalian agar kalian rida kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kalian rida kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak rida kepada orang-orang yang fasik itu)
artinya Allah tidak rela kepada mereka dan kerelaan kalian kepada mereka sedikit pun tidak akan bermanfaat buat mereka, karena Allah telah murka kepada mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 96 |
Penjelasan ada di ayat 94
Surat At-Taubah |9:97|
الْأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلَّا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
al-a'roobu asyaddu kufrow wa nifaaqow wa ajdaru allaa ya'lamuu ḥuduuda maaa anzalallohu 'alaa rosuulih, wallohu 'aliimun ḥakiim
Orang-orang Arab Badui itu lebih kuat kekafiran dan kemunafikannya, dan sangat wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.
The bedouins are stronger in disbelief and hypocrisy and more likely not to know the limits of what [laws] Allah has revealed to His Messenger. And Allah is Knowing and Wise.
(Orang-orang Arab itu) yaitu penduduk daerah badui (lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya) daripada penduduk daerah perkotaan;
karena penduduk daerah badui berwatak keras dan kasar serta mereka jauh dari mendengarkan Alquran (dan lebih wajar) lebih patut
(tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya) berupa hukum-hukum dan syariat-syariat. Huruf allaa asalnya terdiri dari an dan laa kemudian
keduanya digabungkan, sehingga jadilah allaa. (Dan Allah Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) di dalam mengatur penciptaan mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 97 |
Tafsir ayat 97-99
Allah memberitahukan bahwa di antara orang-orang Arab Badui itu terdapat orang-orang kafir, orang-orang munafik, dan orang-orang yang beriman. Tetapi kekufuran dan kemunafikan yang ada pada mereka
jauh lebih banyak daripada yang lainnya serta lebih dominan. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa sudah sepantasnya mereka tidak mengetahui hukum-hukum yang telah diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya.
Sebagaimana halnya Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim bahwa seorang Arab Badui ikut duduk dalam majelis Zaid ibnu Sauhan yang saat itu Zaid sedang berbincang-bincang dengan teman-temannya.
Tangan Zaid telah terpotong dalam Perang Nahawun. Maka orang Arab Badui itu berkata, "Demi Allah, sesungguhnya pembicaraanmu benar-benar memikat hatiku, tetapi tanganmu itu benar-benar mencurigakanku."
Zaid bertanya, "Apakah yang mencurigakanmu tentang tanganku ini, sesungguhnya ini adalah tangan kiri?" Orang Arab Badui itu berkata, "Demi Allah, saya tidak mengetahui, apakah mereka memotong
yang kanan ataukah yang kiri" (maksudnya Zaid terpotong tangannya karena mencuri). Maka Zaid ibnu Sauhan berkata bahwa Maha Benar Allah Yang telah berfirman:
Orang-orang Arab Badui itu lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. (At-Taubah: 97)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِي، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي مُوسَى، عن وهب بْنِ مُنَبِّه، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ سَكَنَ الْبَادِيَةَ جَفَا، وَمَنِ اتَّبَعَ الصَّيْدَ غَفَل، وَمَنْ أَتَى السُّلْطَانَ افْتُتِنَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Musa, dari Wahb ibnu Munabbih, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw.
yang telah bersabda: Barang siapa yang tinggal di daerah pedalaman, maka akan menjadi kasar; dan barang siapa yang mengejar binatang buruan, maka akan menjadi lalai; dan barang siapa yang suka mendatangi sultan (penguasa),
maka akan terfitnah.Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan atau garib.
kami tidak mengenalnya melainkan melalui hadis As-Sauri.Mengingat sifat keras dan kasar kebanyakan terjadi di kalangan Penduduk pedalaman, maka Allah tidak pernah mengutus seorang rasul pun dari kalangan mereka,
dan sesungguhnya kerasulan itu hanya terjadi di kalangan penduduk kota, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى}
Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk kota. (Yusuf: 109)Dan ketika ada seorang Arab Badui memberikan suatu hadiah kepada Rasulullah Saw.,
maka Rasulullah Saw. membalas hadiahnya itu dengan balasan yang berlipat ganda untuk membuatnya puas. Rasulullah Saw. bersabda:
"لَقَدْ هَمَمْتُ أَلَّا أَقْبَلَ هَدِيَّةً إِلَّا مِنْ قُرشي، أَوْ ثَقَفي أَوْ أَنْصَارِيٍّ، أَوْ دَوْسِيّ"
Sesungguhnya aku berniat untuk tidak menerima suatu hadiah pun kecuali dari orang Quraisy, atau orang Saqafi atau orang Ansar atau orang Dausi.Dikatakan demikian karena mereka tinggal di kota-kota, yaitu Mekah,
Taif, Madinah, dan Yaman. Mereka pun mempunyai akhlak yang jauh lebih lembut ketimbang orang-orang pedalaman, karena orang-orang pedalaman terkenal dengan kekasarannya.Terdapat sebuah hadis tentang orang Arab Badui
sehubungan dengan mencium anak.
قَالَ مُسْلِمٌ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْب قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ وَابْنُ نُمَيْر، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَدِمَ نَاسٌ مِنَ الْأَعْرَابِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: أتقبِّلون صِبْيَانَكُمْ؟ قَالُوا: نَعَمْ. قَالُوا: وَلَكِنَّا وَاللَّهِ مَا نقبِّل. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَأمْلكُ أَنْ كَانَ اللَّهُ نَزَعَ مِنْكُمُ الرَّحْمَةَ؟ ".
Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan Abu Kuraib. Keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dan Ibnu Numair,
dari Hisyam, dari ayahnya, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa segolongan orang Arab Badui tiba dan menghadap kepada Rasulullah Saw. Lalu mereka bertanya, "Apakah kalian biasa mencium anak-anak kalian?"
Orang-orang Ansar (para sahabat) menjawab, "Ya." Orang-orang Badui itu berkata, "Tetapi kami, demi Allah, tidak pernah mencium anak-anak." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Saya tidak dapat berbuat apa pun
jika Allah mencabut kasih sayang dari kalian."Menurut hadis yang ada pada Imam Bukhari disebutkan, "Apakah yang dapat saya lakukan kepadamu jika Allah mencabut rahmat dari hatimu?"Menurut Ibnu Numair disebutkan
min qalbikar rahmah (kasih sayang dari hatimu). Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 97)Allah Maha Mengetahui terhadap orang yang berhak untuk Dia ajarkan iman dan ilmu kepadanya, lagi Mahabijaksana dalam pembagian ilmu,
kebodohan, iman, kekufuran, dan kemunafikan di antara hamba-hamba-Nya; tidak ada yang bertanya kepada-Nya tentang apa yang dilakukanNya berkat ilmu dan kebijaksanaan-Nya.Allah Swt. memberitahukan bahwa
di antara orang-orang Arab Badui itu:
{مَنْ يَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ}
ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya. (At-Taubah: 98)Yakni yang ia belanjakan di jalan Allah.
{مَغْرَمًا}
sebagai suatu kerugian. (At-Taubah: 98) Maksudnya, kerugian dan kebangkrutan.
{وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ الدَّوَائِرَ}
dan dia menanti-nanti mara bahaya menimpa kalian. (At-Taubah:98)Mereka selalu mengharapkan dan menunggu agar kejadian dan malapetaka menimpa diri kalian.
{عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ}
merekalah yang akan ditimpa mara bahaya. (At-Taubah: 98) Yaitu bahkan sebaliknya mara bahaya itu akan berbalik menimpa mereka.
{وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (At-Taubah: 98)Allah Maha Mendengar doa hamba-hamba-Nya, lagi Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat kemenangan dan siapa yang berhak mendapat kekalahan (kehinaan). Firman Allah Swt.:
{وَمِنَ الأعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ}
Dan di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya kepada Allah
dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. (At-Taubah: 99)Apa yang disebutkan oleh ayat ini merupakan golongan yang terpuji dari kalangan orang-orang Arab Badui. Mereka adalah orang-orang yang menjadikan
harta yang mereka nafkahkan di jalan Allah sebagai amal pendekatan diri mereka kepada Allah dengan melalui infak tersebut, dan dengan infak itu mereka berharap akan beroleh doa Rasul buat mereka.
{أَلا إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَهُمْ}
Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). (At-Taubah: 99)Dengan kata lain, ketahuilah bahwa hal itu berhasil mereka raih.
{سَيُدْخِلُهُمُ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga)-Nya; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taubah: 99)
Surat At-Taubah |9:98|
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ مَغْرَمًا وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ الدَّوَائِرَ ۚ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
wa minal-a'roobi may yattakhiżu maa yunfiqu maghromaw wa yatarobbashu bikumud-dawaaa`ir, 'alaihim daaa`irotus-sauu`, wallohu samii'un 'aliim
Dan di antara orang-orang Arab Badui itu ada yang memandang apa yang diinfakkannya (di jalan Allah) sebagai suatu kerugian, dia menanti-nanti marabahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
And among the bedouins are some who consider what they spend as a loss and await for you turns of misfortune. Upon them will be a misfortune of evil. And Allah is Hearing and Knowing.
(Di antara orang-orang Arab badui itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya) di jalan Allah (sebagai suatu kerugian) ketekoran dan kerugian
sebab ia tidak mengharapkan akan pahalanya melainkan menginfakkannya karena rasa takut; mereka adalah Bani Asad dan Bani Ghathafan (dan menanti-nanti) malapetaka menimpa kalian
sehingga ia bebas dari kalian (merekalah yang akan ditimpa marabahaya) dapat dibaca as-suu` dan dapat pula dibaca as-sau`, artinya azab dan kebinasaan itu
justru akan menimpa mereka sendiri bukannya menimpa kalian. (Dan Allah Maha Mendengar) akan semua ucapan hamba-hamba-Nya (lagi Maha Mengetahui) perbuatan-perbuatan mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 98 |
Penjelasan ada di ayat 97
Surat At-Taubah |9:99|
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ ۚ أَلَا إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَهُمْ ۚ سَيُدْخِلُهُمُ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
wa minal-a'roobi may yu`minu billaahi wal-yaumil-aakhiri wa yattakhiżu maa yunfiqu qurubaatin 'indallohi wa sholawaatir-rosuul, alaaa innahaa qurbatul lahum, sayudkhiluhumullohu fii roḥmatih, innalloha ghofuurur roḥiim
Dan di antara orang-orang Arab Badui itu ada yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, dan memandang apa yang diinfakkannya (di jalan Allah) sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai jalan untuk (memperoleh) doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya infak itu suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga)-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
But among the bedouins are some who believe in Allah and the Last Day and consider what they spend as means of nearness to Allah and of [obtaining] invocations of the Messenger. Unquestionably, it is a means of nearness for them. Allah will admit them to His mercy. Indeed, Allah is Forgiving and Merciful.
(Dan di antara orang-orang Arab badui itu ada orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian) seperti kabilah Juhainah dan kabilah Muzayyanah
(dan menjadikan apa yang ia infakkan) di jalan Allah (sebagai amal taqarrub) maksudnya mendekatkan diri kepada-Nya (di sisi Allah dan) sebagai jalan untuk
(memperoleh selawat) yakni doa-doa (Rasul) kepadanya. (Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu) artinya nafkah mereka itu (merupakan amal taqarrub)
dapat dibaca qurubaatun dan dapat pula dibaca qurbatun (bagi mereka) di sisi-Nya. (Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya) yaitu surga-Nya.
(Sesungguhnya Allah Maha Pengampun) kepada orang-orang yang taat kepada-Nya (lagi Maha Penyayang) terhadap mereka yang taat.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 99 |
Penjelasan ada di ayat 97
Surat At-Taubah |9:100|
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
was-saabiquunal-awwaluuna minal-muhaajiriina wal-anshoori wallażiinattaba'uuhum bi`iḥsaanir rodhiyallohu 'an-hum wa rodhuu 'an-hu wa a'adda lahum jannaatin tajrii taḥtahal-an-haaru khoolidiina fiihaaa abadaa, żaalikal-fauzul-'azhiim
Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.
And the first forerunners [in the faith] among the Muhajireen and the Ansar and those who followed them with good conduct - Allah is pleased with them and they are pleased with Him, and He has prepared for them gardens beneath which rivers flow, wherein they will abide forever. That is the great attainment.
(Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar) mereka adalah para sahabat yang ikut perang Badar
atau yang dimaksud adalah semua para sahabat (dan orang-orang yang mengikuti mereka) sampai hari kiamat (dengan baik) dalam hal amal perbuatannya.
(Allah rida kepada mereka) melalui ketaatan mereka kepada-Nya (dan mereka pun rida kepada Allah) rida akan pahala-Nya
(dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya) menurut suatu qiraat lafal tahtahaa dibaca dengan memakai huruf min sebelumnya
sehingga bacaannya menjadi min tahtihaa (mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar).
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 100 |
Allah Swt. menceritakan tentang rida-Nya kepada orang-orang yang terdahulu masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin, Ansar, dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik. Allah rida kepada mereka,
untuk itu Dia menyediakan bagi mereka surga-surga yang penuh dengan kenikmatan dan kenikmatan yang kekal lagi abadi.Asy-Sya'bi mengatakan bahwa orang-orang yang terdahulu masuk islam dari kalangan kaum Muhajirin
dan Ansar ialah mereka yang mengikuti bai'at Ridwan pada tahun Perjanjian Hudaibiyyah.Abu Musa Al-Asy'ari, Sa'id ibnul Musayyab, Muhammad ibnu Sirin, Al-Hasan, dan Qatadah mengatakan bahwa mereka adalah
orang-orang yang salat menghadap ke dua arah kiblat bersama-sama Rasulullah Saw.Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab melewati seorang lelaki yang sedang membaca firmanNya berikut ini:
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar. (At-Taubah: 100) Maka Umar memegang tangan lelaki itu dan bertanya, "Siapakah yang mengajarkan ayat ini kepadamu?"
Lelaki itu menjawab, "Ubay ibnu Ka'b." Umar berkata, "Kamu jangan berpisah dariku sebelum aku hadapkan kamu kepadanya." Setelah Umar menghadapkan lelaki itu kepada Ubay, Umar bertanya, "Apakah engkau telah mengajarkan
bacaan ayat ini kepadanya dengan bacaan demikian?" Ubay ibnu Ka'b menjawab, "Ya." Umar bertanya, "Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah Saw.?" Ubay ibnu Ka'b menjawab, "Ya." Umar berkata, "Sesungguhnya aku
berpendapat sebelumnya bahwa kami (para sahabat) telah menduduki tingkatan yang tinggi yang tidak akan dicapai oleh orang-orang sesudah kita." Maka Ubay ibnu Ka'b menjawab bahwa yang membenarkan ayat ini
terdapat pada permulaan surat Al-Jumu'ah. yaitu firman-Nya:
{وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}
dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Jumu'ah: 3)Di dalam surat Al-Hasyr disebutkan melalui firman-Nya:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar). (Al-Hasyr: 10)Dan dalam surat Al-Anfal disebutkan melalui firman-Nya:
وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ
Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu. (Al-Anfal: 75), hingga akhir ayat.Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.Telah diriwayatkan
dari Al-Hasan Al-Basri bahwa ia membaca rafa' lafaz Al-Ansar karena di- ataf-kan kepada As-Sabiqunal Awwaluna.Allah Swt. telah memberitakan bahwa Dia telah rida kepada orang-orang yang terdahulu masuk Islam
dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Maka celakalah bagi orang yang membenci mereka, mencaci mereka, atau membenci dan mencaci sebagian dari mereka.
Terlebih lagi terhadap penghulu para sahabat sesudah Rasul Saw. dan yang paling baik serta paling utama di antara mereka, yaitu As-Siddiqul Akbar —khalifah Rasulullah yang pertama— Abu Bakar ibnu Abu Quhafah r.a.
Lain halnya dengan golongan yang terhina dari kalangan golongan Rafidah (Khawarij), mereka memusuhi sahabat yang paling utama, membenci mereka serta memusuhinya; semoga Allah melindungi kita dari hal tersebut.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa akal mereka telah terbalik dan kalbu mereka telah tertutup. Maka mana mungkin mereka dinamakan sebagai orang yang beriman kepada Al-Qur'an bila mereka mencaci
orang-orang yang telah diridai oleh Allah Swt.?Berbeda dengan golongan ahli sunnah, maka mereka rida kepada orang-orang yang diridai oleh Allah, mencaci orang-orang yang dicaci oleh Allah dan Rasul-Nya,
memihak kepada orang-orang yang dipihak oleh Allah, dan memusuhi orang-orang yang dimusuhi oleh Allah. Dengan demikian, mereka adalah orang-orang yang mengikuti (Rasul dan sahabat-sahabatnya),
bukan orang-orang ahli bid'ah; dan mereka adalah orang-orang yang bertaklid, bukan orang-orang yang memulai. Mereka itulah golongan Allah yang beruntung dan hamba-hamba-Nya yang beriman.
Surat At-Taubah |9:101|
وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ ۖ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ ۖ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ ۖ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ ۚ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَىٰ عَذَابٍ عَظِيمٍ
wa mim man ḥaulakum minal-a'roobi munaafiquun, wa min ahlil-madiinati maroduu 'alan-nifaaq, laa ta'lamuhum, naḥnu na'lamuhum, sanu'ażżibuhum marrotaini ṡumma yurodduuna ilaa 'ażaabin 'azhiim
Dan di antara orang-orang Arab Badui yang (tinggal) di sekitarmu ada orang-orang munafik. Dan di antara penduduk Madinah (ada juga orang-orang munafik), mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Engkau (Muhammad) tidak mengetahui mereka, tetapi Kami mengetahuinya. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.
And among those around you of the bedouins are hypocrites, and [also] from the people of Madinah. They have become accustomed to hypocrisy. You, [O Muhammad], do not know them, [but] We know them. We will punish them twice [in this world]; then they will be returned to a great punishment.
(Di antara orang-orang yang di sekeliling kalian) hai penduduk Madinah (dari kalangan orang-orang Arab badui ada orang-orang munafik)
seperti orang-orang kabilah Aslam, kabilah Asyja` dan kabilah Ghiffar (dan juga di antara penduduk Madinah) ada orang-orang munafik pula.
(Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya) artinya kemunafikan mereka telah mendalam dan sudah mengakar di hati mereka. (Kamu tidak mengetahui mereka) hai Muhammad
(tetapi Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali) dengan terungkapnya kemunafikan mereka, atau dibunuh di dunia dan disiksa di alam kubur
(kemudian mereka akan dikembalikan) di akhirat nanti (kepada azab yang besar) yaitu siksa neraka.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 101 |
Allah Swt. memberitahukan kepada Rasul-Nya bahwa di antara kabilah-kabilah Arab yang tinggal di sekitar Madinah terdapat orang-orang munafik; di kalangan penduduk Madinah pun terdapat orang-orang munafik.
{مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ}
Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. (At-Taubah: i 01)Maksudnya, terbiasa dengan kemunafikannya dan terus-menerus melakukannya. Dikatakan syaitainu marid atau marid; dikatakan tamarrada fulanun 'Alallah, si Fulan telah membangkang dan angkuh terhadap Allah.Firman Allah Swt:
{لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ}
Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka. Kami yang mengetahui mereka. (At-Taubah: 101)Hal ini tidaklah bertentangan dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلَوْ نَشَاءُ لأرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ} الْآيَةَ
Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar akan mengenal mereka
dari kiasan-kiasan perkataan mereka. (Muhammad: 30)Karena apa yang disebutkan oleh ayat ini termasuk ke dalam pengertian mengenalkan tanda-tanda yang ada di dalam diri orang-orang munafik itu melalui sifat-sifat
yang biasa mereka lakukan, sehingga mereka dapat dikenal melaluinya. Bukan berarti Nabi Saw. mengetahui secara persis semua orang munafik yang ada padanya. Dan Nabi Saw. mengetahui bahwa di kalangan
sebagian orang-orang yang bergaul dengannya dari kalangan penduduk Madinah terdapat orang-orang munafik, sekalipun orang-orang itu melihat Nabi Saw. pada setiap pagi dan petangnya.
Hal ini diakui kebenarannya melalui apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ سَالِمٍ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ جُبَير بْنِ مُطْعِمٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهُمْ يَزْعُمُونَ أَنَّهُ لَيْسَ لَنَا أَجْرٌ بِمَكَّةَ، فَقَالَ: لَتَأْتِيَنَّكُمْ أُجُورُكُمْ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي جُحر ثَعْلَبٍ وَأَصْغَى إليَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَأْسِهِ فَقَالَ: "إِنَّ فِي أَصْحَابِي مُنَافِقِينَ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari An-Nu'man ibnu Salim, dari seorang lelaki, dari Jubair ibnu Mut'im r.a. yang telah mengatakan bahwa ia pernah bertanya,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka menduga bahwa tidak ada pahala bagi kami di Mekah." Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Sungguh pahala kalian akan datang kepada kalian, sekalipun kalian
berada di dalam liang musang. Jubair ibnu Mut'im mendengarkan sabda Rasulullah Saw. dengan penuh perhatian, dan Rasul Saw. bersabda, "Sesungguhnya di kalangan sahabat-sahabatku terdapat orang-orang munafik."
Dengan kata lain. Nabi Saw. telah membuka sebagian kedok orang-orang munafik yang suka mengisukan kata-kata yang tidak benar. Di antara mereka yang mengeluarkan kata-kata tersebut adalah orang itu yang perkataannya
terdengar oleh Jubair ibnu Mut'im.Dalam tafsir firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا}
dan mereka mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya. (At-Taubah: 74)Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. memberitahukan kepada Huzaifah ibnul Yaman tentang empat belas atau lima belas orang munafik
secara pribadi. Hal ini merupakan suatu kekhususan yang tidak memberikan pengertian bahwa Nabi Saw. telah mengetahui semua nama dan orang-orangnya secara keseluruhan.
Al-Hafiz ibnu Asakir di dalam biografi Abu Umar Al-Bairuti telah meriwayatkan melalui jalur Hisyam ibnu Ammar, bahwa:
حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا بْنُ جَابِرٍ، حَدَّثَنِي شَيْخُ بَيْرُوتَ يُكَنَّى أَبَا عُمَرَ، أَظُنُّهُ حَدَّثَنِي عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ؛ أَنَّ رَجُلًا يُقَالُ لَهُ "حَرْمَلَةُ" أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: الْإِيمَانُ هَاهُنَا -وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى لِسَانِهِ -وَالنِّفَاقُ هَاهُنَا -وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى قَلْبِهِ وَلَمْ يَذْكُرِ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ اجْعَلْ لَهُ لِسَانًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا شَاكِرًا، وَارْزُقْهُ حُبّي، وحبَّ مَنْ يُحِبُّنِي، وصَيِّر أَمْرَهُ إِلَى خَيْرٍ". فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهُ كَانَ لِي أَصْحَابٌ مِنَ الْمُنَافِقِينَ وَكُنْتُ رَأْسًا فِيهِمْ، أَفَلَا آتِيكَ بِهِمْ؟ قَالَ: "مَنْ أَتَانَا اسْتَغْفَرْنَا لَهُ، وَمَنْ أَصَرَّ عَلَى دِينِهِ فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِ، وَلَا تَخْرِقَنَّ عَلَى أَحَدٍ سِتْرًا"
telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Ibnu Jabir, telah menceritakan kepadaku seorang syekh di Beirat yang dikenal dengan nama julukan Abu Umar
—yang menurut dugaan perawi dia telah mengatakan bahwa telah diceritakan kepadanya melalui Abu Darda— bahwa seorang lelaki yang bernama Harmalah datang menghadap Nabi Saw., lalu ia berkata,
"Iman terletak di sini —seraya berisyarat ke arah lisannya— dan nifaq terletak di sini —seraya berisyarat dengan tangannya ke arah hatinya—, dan ia tidak ingat kepada Allah kecuali hanya sedikit." Maka Rasulullah Saw.
berdoa: Ya Allah, jadikanlah baginya lisan yang selalu berzikir, hati yang selalu bersyukur, dan berilah dia rezeki cinta kepadaku dan cinta kepada orang yang mencintaiku, serta jadikanlah urusannya kepada kebaikan.
Harmalah berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai banyak teman dari kalangan orang-orang munafik. Dahulu saya adalah pemimpin mereka, bolehkah saya hadapkan mereka kepadamu?" Rasulullah Saw.
bersabda: Barang siapa yang datang kepada kami, maka kami akan memohonkan ampun baginya; dan barang siapa yang tetap pendiriannya pada kemunafikannya, maka Allah lebih utama terhadapnya,
dan jangan sekali-kali kamu menyingkap rahasia pribadi seorang pun.Ibnu Asakir mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ahmad Al-Hakim, dari Abu Bakar Al-Bagindi, dari Hisyam ibnu Ammar dengan sanad yang sama.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan ayat ini: Qatadah pernah mengatakan bahwa apakah gerangan yang telah dilakukan oleh banyak kaum,
mereka memaksakan dirinya untuk mengetahui hal ikhwal orang lain, dengan mengatakan bahwa si Fulan di surga dan si Anu di neraka. Tetapi jika engkau tanyakan kepada seseorang di antara mereka tentang dirinya,
ia pasti menjawab, "Tidak tahu." Demi umurku, engkau dengan bagianmu semestinya lebih engkau ketahui daripada bagian orang lain. Sesungguhnya engkau (kalau demikian) berarti telah memaksakan dirimu untuk melakukan sesuatu
yang belum pernah dibebankan oleh seorang nabi pun sebelummu. Nabi Allah —Nuh a.s.— telah berkata, sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:
{قَالَ وَمَا عِلْمِي بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Bagaimana aku mengetahui apa yang telah mereka kerjakan? (Asy -Syu'ara: 112)Sedangkan Nabi Syu'aib a.s. mengatakan (yang disitir oleh firman-Nya):
{بَقِيَّةُ اللَّهِ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيظٍ}
Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagi kalian jika kalian orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas diri kalian. (Hud: 86)Dan Allah Swt. telah berfirman kepada Nabi-Nya:
{لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ}
Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, Kami yang mengetahui mereka. (At-Taubah: 101)As-Saddi telah meriwayatkan dari Abu Malik, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa Rasulullah Saw.
berdiri mengemukakan khotbahnya pada hari Jumat. Beliau Saw. antara lain bersabda: Keluarlah engkau, hai Fulan, karena sesungguhnya engkau adalah orang munafik! Dan keluarlah engkau, hai Anu,
karena sesungguhnya engkau adalah orang munafik! Maka dikeluarkanlah sebagian dari mereka yang telah dibuka kedoknya dari dalam masjid. Ketika mereka sedang ke luar, Umar r.a. datang. Maka Umar bersembunyi
dari mereka karena malu tidak menghadiri salat Jumat. Umar menduga bahwa orang-orang telah bubar dari salat Jumatnya. Sebaliknya, mereka yang keluar pun bersembunyi dari Umar. Mereka menduga bahwa
Umar telah mengetahui perkara mereka. Akhirnya Umar masuk ke dalam masjid, dan ternyata ia menjumpai orang-orang belum salat Jumat. Lalu ada seorang lelaki dari kalangan kaum muslim berkata, "Bergembiralah,
hai Umar. Sesungguhnya Allah telah mempermalukan orang-orang munafik pada hari ini."Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal tersebut merupakan azab pertama, yaitu ketika mereka dikeluarkan dari dalam masjid;
sedangkan azab yang kedua ialah siksa kubur. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Sauri, dari As-Saddi, dari Abu Malik.Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Nanti mereka akan Kami siksa dua kali.
(At-Taubah: 101) Yakni dibunuh dan ditawan. Dalam riwayat lain disebutkan dengan kelaparan dan siksa kubur. kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar. (At-Taubah: 101)
Menurut Ibnu Juraij adalah azab dunia dan azab kubur, kemudian mereka dikembalikan kepada azab yang besar, yaitu neraka. Menurut Al-Hasan Al-Basri adalah azab di dunia dan azab kubur.
Abdur Rahman ibnu Zaid mengatakan, "Adapun azab di dunia, maka dalam bentuk harta benda dan anak-anak." Lalu Abdur Rahman ibnu Zaid membacakan firman-Nya:
{فَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا}
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia. (At-Taubah: 55)
Bagi mereka musibah-musibah tersebut akan mengakibatkan azab, sedangkan bagi orang mukmin akan menjadi pahala, dan azab di akhirat bagi mereka adalah di dalam neraka.
{ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ}
kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar. (At-Taubah :101)Yang dimaksud ialah dimasukkan ke dalam neraka.Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Nanti mereka akan Kami siksa dua kali. (At-Taubah: 101) Menurut berita yang sampai kepadanya, makna yang dimaksud ialah mereka melihat kemajuan Islam yang sangat pesat yang di luar dugaan mereka,
sehingga mengakibatkan mereka mendongkol dan terbakar oleh dendamnya. Kemudian azab yang akan mereka alami di dalam kubur bila mereka telah memasukinya, lalu azab yang besar di dalam neraka
yang menjadi tempat tinggal mereka kelak di hari kemudian, mereka kekal di dalamnya.Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Nanti mereka akan Kami siksa dua kali. (At-Taubah: 101)
Yaitu azab di dunia dan azab di alam kubur. kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar. (At-Taubah: 101); Telah diriwayatkan kepada kami bahwa Nabi Saw. telah membisikkan kepada Huzaifah perihal
dua belas orang lelaki dari kalangan orang-orang munafik. Lalu Nabi Saw. mengatakan bahwa enam orang di antara mereka telah cukup disiksa oleh Dabilah, yaitu pelita dari api neraka Jahanam yang menyambar belikat
salah seorang dari mereka hingga tembus sampai ke dadanya, sedangkan yang enam lainnya sekarat dalam kematiannya.Menurut riwayat yang sampai kepada kami. Khalifah Umar ibnul Khattab r.a.
bila ada seseorang yang mati dari kalangan mereka yang dicurigai, maka ia menunggu Huzaifah. Jika Huzaifah menyalatkannya, maka barulah ia mau menyalatkannya. Jika Huzaifah tidak mau menyalatkannya, maka Umar r.a.
tidak mau menyalatkannya pula.Menurut riwayat lain yang sampai kepada kami, Khalifah Umar pernah berkata kepada Huzaifah, "Saya bertanya kepadamu dengan nama Allah,
apakah saya termasuk salah seorang dari mereka?" Huzaifah menjawab, "Tidak, dan aku tidak akan membukanya kepada seseorang pun sesudahmu."
Surat At-Taubah |9:102|
وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
wa aakhoruuna'tarofuu biżunuubihim kholathuu 'amalan shooliḥaw wa aakhoro sayyi`aa, 'asallohu ay yatuuba 'alaihim, innalloha ghofuurur roḥiim
Dan (ada pula) orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampuradukkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
And [there are] others who have acknowledged their sins. They had mixed a righteous deed with another that was bad. Perhaps Allah will turn to them in forgiveness. Indeed, Allah is Forgiving and Merciful.
(Dan) ada pula suatu kaum (yang lain) lafal ayat ini menjadi mubtada (mereka mengakui dosa-dosa mereka) karena tidak ikut berangkat ke medan perang.
Lafal ayat ini menjadi khabarnya (mereka mencampur-baurkan pekerjaan yang baik) yaitu jihad yang telah mereka lakukan sebelum peristiwa ini atau pengakuan mereka atas dosa-dosa
yang telah mereka lakukan; atau dosa-dosa yang lainnya (dengan pekerjaan lain yang buruk) yaitu ketidakikutan mereka dalam berjihad kali ini.
(Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Ayat ini diturunkan berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah
dan segolongan orang-orang lainnya. Mereka mengikatkan diri mereka di tiang-tiang mesjid, hal ini mereka lakukan ketika mereka mendengar firman Allah swt.
yang diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tidak berangkat berjihad, sedangkan mereka tidak ikut berangkat. Lalu mereka bersumpah bahwa ikatan mereka itu tidak akan dibuka melainkan oleh Nabi saw.
sendiri. Kemudian setelah ayat ini diturunkan Nabi saw. melepaskan ikatan mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 102 |
Setelah Allah menjelaskan keadaan orang-orang munafik yang tidak ikut berperang karena tidak suka berjihad, dan mendustakan serta meragukannya, maka Allah menerangkan tentang keadaan orang-orang yang berdosa,
yaitu mereka yang tidak ikut berjihad karena malas dan cenderung kepada keadaan yang santai, padahal mereka beriman dan membenarkan perkara yang hak. Allah Swt. berfirman:
{وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ}
Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka. (At-Taubah: 102)Maksudnya, mereka mengakui dosa-dosa yang mereka lakukan terhadap Tuhannya, tetapi mereka mempunyai amal perbuatan lain yang saleh.
Mereka mencampurbaurkan amal yang baik dan yang buruk. Mereka adalah orang-orang yang masih berada di bawah pemaafan dan pengampunan Allah Swt.Ayat ini sekalipun diturunkan berkenaan dengan orang-orang tertentu,
tetapi pengertiannya umum mencakup seluruh orang yang berbuat dosa lagi bergelimang dalam kesalahannya, serta mencampurbaurkan amal baik dan amal buruknya, hingga diri mereka tercemari oleh dosa-dosa.
Mujahid mengatakan, sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Lubabah, yaitu ketika ia berkata kepada Bani Quraizah melalui isyarat tangannya yang ditujukan ke arah lehernya, dengan maksud bahwa perdamaian
yang diketengahkan oleh Nabi Saw. terhadap mereka akan membuat mereka tersembelih.Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan (ada pula) orang-orang lain. (At-Taubah: 102)
Menurutnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Lubabah dan sejumlah orang dari kalangan teman-temannya yang tidak ikut perang dengan Rasulullah Saw. dalam Perang Tabuk. Menurut sebagian ulama,
mereka terdiri atas Abu Lubabah dan lima orang temannya. Sedangkan pendapat yang lainnya lagi mengatakan tujuh orang bersama Abu Lubabah, dan menurut yang lainnya lagi adalah sembilan orang bersama Abu Lubabah.
Ketika Rasulullah Saw. kembali dari perangnya, mereka mengikatkan diri ke tiang-tiang masjid dan bersumpah bahwa tidak boleh ada orang yang melepaskan mereka kecuali Rasulullah Saw. sendiri.
Ketika Allah Swt. menurunkan ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka. (At-Taubah: 102) Maka Rasulullah Saw. melepaskan ikatan mereka dan memaafkan mereka.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُؤمَّل بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عَوْفٌ، حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ، حَدَّثَنَا سَمُرَة بْنِ جُنْدَب قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنَا: "أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتِيَانِ فَابْتَعَثَانِي فَانْتَهَيْنَا إِلَى مَدِينَةٍ مَبْنِيَّةٍ بِلَبِنٍ ذَهَبٍ ولَبِن فِضَّةٍ، فَتَلَقَّانَا رِجَالٌ شَطْر مِنْ خَلْقِهِمْ كَأَحْسَنِ مَا أَنْتَ رَاء، وَشَطْرٌ كَأَقْبَحِ مَا أَنْتَ رَاءٍ، قَالَا لَهُمْ: اذْهَبُوا فَقَعُوا فِي ذَلِكَ النَّهْرِ. فَوَقَعُوا فِيهِ، ثُمَّ رَجَعُوا إِلَيْنَا قَدْ ذَهَبَ ذَلِكَ السُّوءُ عَنْهُمْ، فَصَارُوا فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ، قَالَا لِي: هَذِهِ جَنَّةُ عَدْنٍ، وَهَذَا مَنْزِلُكَ. قَالَا أَمَّا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَانُوا شَطر مِنْهُمْ حَسَن وَشَطْرٌ مِنْهُمْ قَبِيحٌ، فَإِنَّهُمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا، فَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهُمْ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muammal ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Auf, telah menceritakan kepada kami Abu Raja,
telah menceritakan kepada kami Samurah ibnu Jundub yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada kami: Tadi malam aku kedatangan dua orang, keduanya membawaku pergi, dan akhirnya keduanya membawaku
ke suatu kota yang dibangun dengan bata emas dan bata perak. Lalu kami disambut oleh banyak kaum lelaki yang separo dari tubuh mereka berupa orang yang paling tampon yang pernah engkau lihat,.
sedangkan separo tubuh mereka berupa orang yang paling buruk yang pernah engkau lihat. Lalu keduanya berkata kepada mereka 'Pergilah kalian dan masukkanlah diri kalian ke sungai itu!" Maka mereka memasukkan diri ke dalam sungai itu.
Kemudian mereka kembali kepada kami. sedangkan tampang yang buruk itu telah lenyap dari mereka, sehingga mereka secara utuh dalam tampang yang sangat tampan. Kemudian keduanya berkata kepadaku.”Ini adalah surga 'Adn,
dan ini adalah tempatmu.” Keduanya mengatakan, "Adapun mengenai kaum yang separo dari tubuh mereka berpenampilan baik dan separo yang lainnya berpenampilan buruk, karena sesungguhnya mereka
telah mencampurbaurkan amal yang saleh dan amal lainnya yang buruk, lalu Allah memaafkan mereka..Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara ringkas dalam tafsir ayat ini.
Surat At-Taubah |9:103|
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
khuż min amwaalihim shodaqotan tuthohhiruhum wa tuzakkiihim bihaa wa sholli 'alaihim, inna sholaataka sakanul lahum, wallohu samii'un 'aliim
Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Take, [O, Muhammad], from their wealth a charity by which you purify them and cause them increase, and invoke [Allah 's blessings] upon them. Indeed, your invocations are reassurance for them. And Allah is Hearing and Knowing.
(Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka) dari dosa-dosa mereka, maka Nabi saw.
mengambil sepertiga harta mereka kemudian menyedekahkannya (dan berdoalah untuk mereka). (Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenangan jiwa)
rahmat (bagi mereka) menurut suatu pendapat yang dimaksud dengan sakanun ialah ketenangan batin lantaran tobat mereka diterima. (Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui).
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 103 |
Tafsir ayat 103-104
Allah Swt. memerintahkan Rasul-Nya untuk mengambil zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka melalui zakat itu. Pengertian ayat ini umum, sekalipun sebagian ulama mengembalikan damir
yang terdapat pada lafaz amwalihim kepada orang-orang yang mengakui dosa-dosa mereka dan yang mencampurbaurkan amal saleh dengan amal buruknya. Karena itulah ada sebagian orang yang enggan membayar zakat
dari kalangan orang-orang Arab Badui menduga bahwa pembayaran zakat bukanlah kepada imam, dan sesungguhnya hal itu hanyalah khusus bagi Rasulullah Saw. Mereka berhujah dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. (At-Taubah: 103), hingga akhir ayat Pemahaman dan takwil yang rusak ini dijawab dengan tegas oleh Khalifah Abu Bakar As-Siddiq dan sahabat lainnya dengan memerangi mereka,
hingga mereka mau membayar zakatnya kepada khalifah, sebagaimana dahulu mereka membayarnya kepada Rasulullah Saw. hingga dalam kasus ini Khalifah Abu Bakar r.a. pernah berkata: Demi Allah, seandainya mereka
membangkang terhadapku, tidak mau menunaikan zakat ternak untanya yang biasa mereka tunaikan kepada Rasulullah Saw., maka sungguh aku benar-benar akan memerangi mereka karena pembangkangannya itu.Firman Allah Swt.:
{وَصَلِّ عَلَيْهِمْ}
dan berdoalah untuk mereka. (At-Taubah: 103)Maksudnya, berdoalah untuk mereka dan mohonkanlah ampunan buat mereka. Imam Muslim di dalam kitab Sahih-nya telah meriwayatkan melalui Abdullah ibnu Abu Aufa
yang mengatakan bahwa Nabi Saw. apabila menerima zakat dari suatu kaum, maka beliau berdoa untuk mereka. Lalu datanglah ayahku (perawi) dengan membawa zakatnya, maka Rasulullah Saw. berdoa:
"اللَّهُمَّ صَل عَلَى آلِ أَبِي أَوْفَى"
Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada keluarga Abu Aufa.Di dalam hadis lain disebutkan bahwa seorang wanita berkata, "Wahai Rasulullah, mendoalah untuk diriku dan suamiku." Maka Rasulullah Saw berdoa:
"صَلَّى اللَّهُ عَلَيْكِ، وَعَلَى زَوْجِكِ"
"Semoga Allah merahmati dirimu juga suamimu."Firman Allah Swt.
{إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ}
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. (At-Taubah: 103)Sebagian ulama membacanya salawatika dalam bentuk jamak, sedangkan sebagian ulama lain membacanya salataka dalam bentuk mufrad (tunggal).
{سَكَنٌ لَهُمْ}
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. (At-Taubah: 103)Menurut Ibnu Abbas, menjadi rahmat buat mereka. Sedangkan menurut Qatadah, menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ سَمِيعٌ}
Dan Allah Maha Mendengar. (At-Taubah: 103) Yakni kepada doamu.
{عَلِيمٌ}
lagi Maha Mengetahui. ( At-Taubah: 103 )Yaitu terhadap orang yang berhak mendapatkan hal itu darimu dan orang yang pantas untuk memperolehnya.Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Waki',
telah menceritakan kepada kami Abul Urnais, dari Abu Bakar ibnu Amr ibnu Atabah, dari Ibnu Huzaifah, dari ayahnya, bahwa Nabi Saw. apabila berdoa untuk seorang lelaki, maka doa Nabi Saw. itu mengenai dirinya,
juga mengenai anak serta cucunya.Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya dari Abu Na'im, dari Mis'ar, dari Abu Bakar ibnu Amr ibnu Atabah, dari seorang anak Huzaifah. Mis'ar mengatakan bahwa hadis ini telah disebutkannya
dalam kesempatan yang lain, dari Huzaifah, bahwa sesungguhnya doa Nabi Saw. benar-benar mengenai diri lelaki yang bersangkutan, juga anak serta cucunya.Firman Allah Swt.:
{أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ}
Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat. (At-Taubah: 104)Ayat ini mengandung makna perintah untuk bertobat dan berzakat,
karena kedua perkara tersebut masing-masing dapat menghapuskan dosa-dosa dan melenyapkannya. Allah Swt. telah memberitakan pula bahwa setiap orang yang bertobat kepada-Nya, niscaya Allah menerima tobatnya.
Dan barang siapa yang mengeluarkan suatu sedekah (zakat) dari usaha yang halal, sesungguhnya Allah menerimanya dengan tangan kanan-Nya, lalu Dia memeliharanya untuk pemiliknya, hingga sebiji buah kurma menjadi seperti Bukit Uhud.
Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis dari Rasulullah Saw. Sebagaimana As-Sauri dan Waki' telah menceritakan, dari Ubadah ibnu Mansur, dari Al-Qasim ibnu Muhammad bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah menceritakan,
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ الصَّدَقَةَ وَيَأْخُذُهَا بِيَمِينِهِ فَيُرَبِّيهَا لِأَحَدِكُمْ، كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ مُهْرَهُ، حَتَّى إِنَّ اللُّقْمَةَ لتَصير مِثْلَ أُحُدٍ"
Sesungguhnya Allah menerima sedekah dan menerimanya dengan tangan kanan-Nya, lalu Dia memeliharanya buat seseorang di antara kalian (yang mengeluarkannya) sebagaimana seseorang di antara kalian
memelihara anak kudanya, hingga sesuap makanan menjadi besar seperti Bukit Uhud.Hal yang membenarkan perkara ini berada di dalam Kitabullah, yaitu di dalam firman-Nya:
{ [أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ] هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ}
Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat. (At-Taubah: 104)
{يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ}
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. (Al-Baqarah: 276)As-Sauri dan Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abdullah ibnus Saib, dari Abdullah ibnu Abu Qatadah yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud r.a.
pernah berkata, "Sesungguhnya sedekah itu diterima di tangan Allah Swt. sebelum sedekah itu diterima oleh tangan peminta." Kemudian Ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya
Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat. (At-Taubah: 104)Ibnu Asakir di dalam kitab Tarikh-nya pada Bab "Biografi Abdullah ibnusy Sya'ir As-Saksiki Ad-Dimasyqi —yang Asalnya adalah Al-Himsi,
salah seorang ulama fiqih—, Mu'awiyah, dan lain-lainnya" banyak mengambil riwayat darinya. Hausyab ibnu Saif As-Saksiki Al-Himsi pun telah mengambil riwayat darinya, bahwa di zaman Mu'awiyah r.a. orang-orang berangkat berperang
di bawah pimpinan Abdur Rahman ibnu Khalid ibnul Walid. Kemudian ada seorang lelaki dari pasukan kaum muslim melakukan penggelapan harta rampasan sebanyak seratus dinar Romawi. Ketika pasukan kaum muslim kembali,
ia menyesal; lalu ia datang menghadap panglimanya, tetapi si panglima tidak mau menerima hasil penggelapan itu darinya. Panglima mengatakan, "Semua pasukan telah pulang, dan aku tidak mau menerimanya darimu,
hingga engkau menghadap kepada Allah dengan membawanya kelak di hari kiamat." Maka lelaki itu menghubungi para sahabat satu persatu, tetapi mereka mengatakan hal yang sama. Ketika sampai di Damaskus,
ia menghadap kepada Mu'awiyah untuk menyerahkannya, tetapi Mu'awiyah menolak, tidak mau menerimanya. Lalu ia keluar dari sisi Mu'awiyah seraya menangis dan mengucapkan istirja'. Akhirnya ia bersua
dengan Abdullah ibnusy Sya'ir As-Saksiki yang langsung menanyainya, "Apakah gerangan yang membuatmu menangis?" Lalu lelaki itu menceritakan hal tersebut kepadanya. Maka Abdullah As-Saksiki berkata,
"Apakah engkau mau taat kepadaku?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Abdullah berkata, "Pergilah kepada Mu'awiyah dan katakan kepadanya, 'Terimalah dariku khumusmu!', dan serahkanlah kepadanya dua puluh dinar,
lalu tangguhkanlah yang delapan puluh dinarnya. Setelah itu sedekahkanlah yang delapan puluh dinar itu (kepada kaum fakir miskin) sebagai ganti dari pasukan tersebut. Karena sesungguhnya Allah menerima tobat
dari hamba-hamba-Nya dan Dia Maha Mengetahui tentang nama-nama dan tempat-tempat mereka." Lelaki itu mengerjakan apa yang dikatakannya, dan Mu'awiyah berkata, "Sesungguhnya
jika aku memberikan fatwa demikian kepadanya, lebih aku sukai daripada segala sesuatu yang aku miliki sekarang ini. Lelaki itu sungguh telah berbuat baik."
Surat At-Taubah |9:104|
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
a lam ya'lamuuu annalloha huwa yaqbalut-taubata 'an 'ibaadihii wa ya`khużush-shodaqooti wa annalloha huwat-tawwaabur-roḥiim
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah menerima tobat hamba-hamba-Nya dan menerima zakat(nya), dan bahwa Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang?
Do they not know that it is Allah who accepts repentance from His servants and receives charities and that it is Allah who is the Accepting of repentance, the Merciful?
(Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan mengambil) maksudnya menerima (zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima tobat)
hamba-hamba-Nya, yakni dengan menerima tobat mereka (lagi Maha Penyayang) kepada mereka. Kata tanya pada awal ayat ini bermakna taqrir;
pengertian yang dimaksud ialah untuk menggugah mereka agar mau bertobat dan berzakat atau bersedekah.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 104 |
Penjelasan ada di ayat 103
Surat At-Taubah |9:105|
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
wa quli'maluu fa sayarollaahu 'amalakum wa rosuuluhuu wal-mu`minuun, wa saturodduuna ilaa 'aalimil-ghoibi wasy-syahaadati fa yunabbi`ukum bimaa kuntum ta'maluun
Dan katakanlah, "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."
And say, "Do [as you will], for Allah will see your deeds, and [so, will] His Messenger and the believers. And you will be returned to the Knower of the unseen and the witnessed, and He will inform you of what you used to do."
(Dan katakanlah) kepada mereka atau kepada manusia secara umum ("Bekerjalah kalian) sesuka hati kalian
(maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu dan kalian akan dikembalikan) melalui dibangkitkan dari kubur
(kepada Yang Mengetahui alam gaib dan alam nyata) yakni Allah (lalu diberikan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.") lalu Dia akan membalasnya kepada kalian.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 105 |
Mujahid mengatakan bahwa hal ini merupakan ancaman dari Allah terhadap orang-orang yang menentang perintah-perintah-Nya, bahwa amal perbuatan mereka kelak akan ditampilkan di hadapan Allah Swt.
dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin. Hal ini pasti akan terjadi kelak di hari kiamat, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ}
Pada hari itu kalian akan dihadapkan (kepada Tuhan kalian), tiada sesuatu pun dari keadaan kalian yang tersembunyi (bagi Allah). (Al-Haqqah: 18)
{يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ}
Pada hari ditampakkan segala rahasia. (At-Thariq: 9)
{وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ}
Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada. (Al-'Adiyat: 10)Adakalanya Allah Swt. menampakkan hal tersebut kepada orang-orang di dunia ini, seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ يَعْمَلُ فِي صَخْرَةٍ صَماء لَيْسَ لَهَا بَابٌ وَلَا كُوَّة، لَأَخْرَجَ اللَّهُ عَمَلَهُ لِلنَّاسِ كَائِنًا مَا كَانَ".
telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id secara marfu', dari Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda: Seandainya seseorang di antara kalian beramal di dalam sebuah batu besar, benda mati, tanpa ada pintu dan lubangnya, niscaya Allah akan mengeluarkan amalnya kepada semua orang seperti apa yang telah diamalkannya.
Telah disebutkan bahwa amal orang-orang yang masih hidup ditampilkan kepada kaum kerabat dan kabilahnya yang telah mati di alam Barzakh, seperti apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi,
bahwa telah menceritakan kepada kami As-Silt ibnu Dinar, dari Al-Hasan, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"إن أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقْرِبَائِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ فِي قُبُورِهِمْ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا: "اللَّهُمَّ، أَلْهِمْهُمْ أَنْ يَعْمَلُوا بِطَاعَتِكَ".
Sesungguhnya amal-amal kalian ditampilkan kepada kaum kerabat dan famili kalian di dalam kubur mereka Jika amal perbuatan kalian itu baik, maka mereka merasa gembira dengannya. Dan jika amal perbuatan kalian itu sebaliknya,
maka mereka berdoa, "Ya Allah, berilah mereka ilham (kekuatan) untuk mengamalkan amalan taat kepada-Mu."Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari Sufyan,
dari orang yang telah mendengarnya dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنَ الْأَمْوَاتِ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا: اللَّهُمَّ، لَا تُمِتْهُمْ حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَمَا هَدَيْتَنَا"
Sesungguhnya amal-amal kalian ditampilkan kepada kaum kerabat dan famili kalian yang telah mati. Jika hal itu baik maka mereka bergembira karenanya; dan jika hal itu sebaliknya, maka mereka berdoa, "Ya Allah,
janganlah Engkau matikan mereka sebelum Engkau beri mereka hidayah, sebagaimana Engkau telah memberi kami hidayah.”Imam Bukhari mengatakan, Siti Aisyah pernah berkata bahwa apabila kamu merasa kagum
dengan kebaikan amal seorang muslim, maka ucapkanlah firman-Nya: Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu. (At-Taubah: 105)
Dalam hadis terdapat hal yang semisal dengan asar di atas.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا حُمَيد، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا عَلَيْكُمْ أَنْ تَعْجَبُوا بِأَحَدٍ حَتَّى تَنْظُرُوا بِمَ يُخْتَمُ لَهُ؟ فَإِنَّ الْعَامِلَ يَعْمَلُ زَمَانًا مِنْ عُمُرِهِ -أَوْ: بُرهَة مِنْ دَهْرِهِ -بِعَمَلٍ صَالِحٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ لَدَخَلَ الْجَنَّةَ، ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلًا سَيِّئًا، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ الْبُرْهَةَ مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ سَيِّئٍ، لو مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ النَّارَ، ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلًا صَالِحًا، وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ: قَالَ: "يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Janganlah dahulu kalian merasa kagum dengan (amal)
seseorang sebelum kalian melihat apa yang diamalkannya pada penghujung usianya. Karena sesungguhnya seseorang melakukan amalnya pada suatu masa atau suatu hari dari usianya dengan amal yang saleh.
Seandainya ia mati dalam keadaan mengamalkannya, niscaya ia masuk surga. Akan tetapi keadaannya berubah, ia mengamalkan amalan yang buruk. Dan sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengerjakan suatu amal buruk
dalam suatu saat dari usianya. Seandainya ia mati dalam keadaan mengamalkannya, niscaya ia masuk neraka. Tetapi keadaannya berubah, lalu ia mengamalkan amalan yang saleh. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya,
maka Dia memberikan dorongan kepadanya untuk beramal sebelum matinya. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya Allah memberikan dorongan untuk beramal kepadanya?" Rasulullah Saw.
bersabda, "Allah memberinya taufik (bimbingan) untuk melakukan amal saleh, kemudian Allah mencabut nyawanya dalam keadaan demikian." Hadis dengan melalui jalur ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Surat At-Taubah |9:106|
وَآخَرُونَ مُرْجَوْنَ لِأَمْرِ اللَّهِ إِمَّا يُعَذِّبُهُمْ وَإِمَّا يَتُوبُ عَلَيْهِمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
wa aakhoruuna murjauna li`amrillaahi immaa yu'ażżibuhum wa immaa yatuubu 'alaihim, wallohu 'aliimun ḥakiim
Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah, mungkin Allah akan mengazab mereka dan mungkin Allah akan menerima tobat mereka. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.
And [there are] others deferred until the command of Allah - whether He will punish them or whether He will forgive them. And Allah is Knowing and Wise.
(Dan ada pula orang-orang lain) di antara orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang (yang ditangguhkan) dapat dibaca murjauna dan dapat pula dibaca murja'uuna;
artinya tobat mereka ditangguhkan (sampai ada keputusan Allah) tentang perihal mereka sesuai dengan kehendak-Nya (adakalanya Allah akan mengazab mereka)
seumpamanya mereka dimatikan oleh Allah tanpa sempat bertobat (dan adakalanya Allah akan menerima tobat mereka. Dan Allah Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya
(lagi Maha Bijaksana) di dalam melakukan apa yang harus Ia lakukan terhadap mereka. Yang dimaksud dengan mereka ialah ketiga orang yang kedatangannya kepada Nabi saw.
telah disebutkan tadi, mereka adalah Murarah bin Rabi', Kaab bin Malik dan Hilal bin Umayyah. Mereka tidak berangkat ke medan perang hanya karena malas dan cenderung kepada hidup
yang serba santai dan enak, bukannya karena munafik. Dan mereka tidak mengemukakan uzurnya (alasannya) kepada Nabi saw. seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang lain.
Akhirnya perihal mereka ditangguhkan selama lima puluh hari, selama itu mereka hidup diasingkan oleh semuanya sehingga turunlah ayat yang menjelaskan diterimanya tobat mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 106 |
Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa mereka adalah tiga orang yang tidak ikut berperang. Dengan kata lain, mereka ditangguhkan dari tobat.
Mereka adalah Mararah ibnur Rabi', Ka'b ibnu Malik, dan Hilal ibnu Umayyah. Mereka duduk —tidak ikut berperang dalam Perang Tabuk— bersama orang-orang lainnya yang duduk karena malas dan cenderung kepada kehidupan
yang tenang, santai, dan bermalas-malasan di bawah naungan pohon-pohon kurma yang berbuah. Mereka tidak ikut perang bukan karena dorongan ragu atau munafik.Di antara mereka terdapat segolongan orang
yang mengikatkan diri di tiang-tiang masjid, seperti yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan teman-temannya. Segolongan lainnya tidak melakukan hal tersebut, mereka adalah ketiga orang yang telah disebutkan di atas.
Lalu turunlah ayat yang menyatakan bahwa mereka yang mengikatkan dirinya diterima tobatnya, sedangkan tobat yang lainnya ditangguhkan, hingga turun ayat selanjutnya, yaitu firman-Nya:
{لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ} الْآيَةَ
Sesungguhnya Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin, dan orang-orang Ansar. (At-Taubah: 117), hingga akhir ayat.
{وَعَلَى الثَّلاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ } الْآيَةَ
dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas. (At-Taubah: 118), hingga akhir ayat.Seperti apa yang akan disebutkan nanti dalam hadis mengenai Ka'b ibnu Malik. Firman Allah Swt.:
{إِمَّا يُعَذِّبُهُمْ وَإِمَّا يَتُوبُ عَلَيْهِمْ}
adakalanya Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah akan menerima tobat mereka. (At-Taubah: 106)Artinya, mereka berada di bawah pemaafan Allah, jika Dia menghendakinya buat mereka.
Dan jika Dia menghendaki yang lain, maka Dia pun akan melakukannya terhadap mereka.Akan tetapi, rahmat Allah mengalahkan murka-Nya.
{ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 106)Allah Maha Mengetahui terhadap orang yang berhak menerima siksaan, dan Maha Mengetahui tentang orang yang berhak
mendapat pemaafan. Mahabijaksana Dia dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya; tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.
Surat At-Taubah |9:107|
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
wallażiinattakhożuu masjidan dhiroorow wa kufrow wa tafriiqom bainal-mu`miniina wa irshoodal liman ḥaaroballoha wa rosuulahuu ming qobl, wa layaḥlifunna in arodnaaa illal-ḥusnaa, wallohu yasy-hadu innahum lakaażibuun
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), untuk kekafiran, dan untuk memecah belah di antara orang-orang yang beriman, serta untuk menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka dengan pasti bersumpah, "Kami hanya menghendaki kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya).
And [there are] those [hypocrites] who took for themselves a mosque for causing harm and disbelief and division among the believers and as a station for whoever had warred against Allah and His Messenger before. And they will surely swear, "We intended only the best." And Allah testifies that indeed they are liars.
(Dan) di antara mereka yang munafik itu (ada orang-orang yang mendirikan mesjid) jumlah mereka ada dua belas orang, semuanya orang-orang munafik
(untuk menimbulkan kemudaratan) kepada orang-orang mukmin di mesjid Quba (dan karena kekafiran) karena mereka membangun mesjid itu berdasarkan perintah dari Abu Amir seorang rahib,
dimaksud supaya menjadi basis pangkalan baginya dan bagi orang-orang yang berpihak kepadanya. Sedang ia (Amir) pergi untuk mendatangkan bala tentara Kaisar Romawi guna memerangi Nabi saw.
(dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin) yang biasa sholat di mesjid Quba, diharapkan sebagian dari orang-orang mukmin melakukan sholat di mesjid mereka
(serta menjadi tempat pemantauan) yakni tempat untuk memantau (bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu) sebelum mesjid dhirar ini dibangun;
yang dimaksud adalah Abu Amir tadi dan para pembantunya. (Mereka sesungguhnya bersumpah, "Tiada lain) (kami menghendaki) dari pembangunan mesjid ini (hanyalah)
untuk pekerjaan (yang baik semata.") yaitu berlaku belas-kasihan terhadap orang-orang miskin dalam musim hujan dan musim panas, serta memberikan tempat persinggahan bagi kaum Muslimin.
(Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta) dalam sumpahnya. Mereka pernah meminta kepada Nabi saw.
supaya melakukan sholat di dalam mesjidnya itu, akan tetapi kemudian turunlah firman Allah berikut ini, yaitu:
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 107 |
Tafsir ayat 107-108
Penyebab turunnya ayat-ayat ini ialah bahwa sebelum kedatangan Nabi Saw. di Madinah terdapat seorang lelaki dari kalangan kabilah Khazraj yang dikenal dengan nama Abu Amir Ar-Rahib. Sejak masa Jahiliah
dia telah masuk agama Nasrani dan telah membaca ilmu ahli kitab. Ia melakukan ibadahnya di masa Jahiliah, dan ia mempunyai kedudukan yang sangat terhormat di kalangan kabilah Khazraj.Ketika Rasulullah Saw.
tiba di Madinah untuk berhijrah, lalu orang-orang muslim berkumpul bersamanya, dan kalimah Islam menjadi tinggi serta Allah memenangkannya dalam Perang Badar, maka si terkutuk Abu Amir ini mulai terbakar dan bersikap oposisi
serta memusuhi beliau secara terang-terangan. Ia melarikan diri bergabung dengan orang-orang kafir Mekah dari kalangan kaum musyrik Quraisy dan membujuk mereka untuk memerangi Rasulullah Saw.
Maka bergabunglah bersamanya orang-orang dari kalangan Arab Badui yang setuju dengan pendapatnya, lalu mereka datang pada tahun terjadinya Perang Uhud. Maka terjadilah suatu cobaan yang menimpa kaum muslim
dalam perang itu. tetapi akibat yang terpuji hanyalah bagi orang-orang yang bertakwa.Tersebutlah bahwa si laknat Abu Amir ini telah membuat lubang-lubang di antara kedua barisan pasukan, dan secara kebetulan Rasulullah Saw.
terjatuh ke dalam salah satunya. Dalam perang itu Rasulullah Saw. mengalami luka pada wajahnya, gigi geraham bagian bawah kanannya ada yang rontok, dan kepalanya luka.Pada permulaan perang, Abu Amir maju menghadapi kaumnya
yang tergabung ke dalam barisan orang-orang Ansar, lalu ia berkhotbah kepada mereka, membujuk mereka guna membantunya dan bergabung ke dalam barisannya. Setelah menyelesaikan pidatonya itu,
orang-orang mengatakan, "Semoga Allah tidak memberikan ketenangan pada matamu, hai orang fasik, hai musuh Allah." Mereka melempari dan mencacinya. Akhirnya Abu Amir kembali seraya berkata, "Demi Allah,
sesungguhnya kaumku telah tertimpa keburukan sepeninggalku."Pada mulanya Rasulullah Saw. telah menyerunya untuk menyembah Allah —yaitu sebelum ia melarikan diri—dan membacakan Al-Qur'an kepadanya,
tetapi ia tetap tidak mau masuk Islam, dan membangkang. Maka Rasulullah Saw. mendoa untuk kecelakaannya, semoga dia mati dalam keadaan jauh dari tempat tinggalnya dan terusir. Maka doa itu menimpanya.
Kejadian itu terjadi ketika kaum muslim selesai dari Perang Uhudnya dan Abu Amir melihat perkara Rasulullah Saw. makin bertambah tinggi dan makin muncul. Maka Abu Amir pergi menemui Heraklius—Raja Romawi—
untuk meminta pertolongan kepadanya dalam menghadapi Nabi Saw. Kaisar Romawi memberikan janji dan harapan kepadanya, lalu ia bermukim di kerajaan Romawi.Sesudah itu Abu Amir menulis surat kepada segolongan kaumnya
dari kalangan Ansar yang tergabung dalam golongan orang-orang munafik lagi masih ragu kepada Islam. Dia menjanjikan dan memberikan harapan kepada mereka, bahwa kelak dia akan datang kepada mereka dengan membawa pasukan
Romawi untuk memerangi Rasulullah Saw. dan mengalahkannya serta menghentikan kegiatannya. Lalu Abu Amir menganjurkan orang-orangnya untuk membuat suatu benteng yang kelak akan dipakai untuk berlindung bagi orang-orang
yang datang kepada mereka dari sisinya guna menunaikan ajaran kitabnya. Tempat itu sekaligus akan menjadi tempat pengintaian baginya kelak di masa depan bila ia datang kepada mereka.Maka orang-orang Abu Amir mulai membangun
sebuah masjid yang letaknya berdekatan dengan Masjid Quba. Mereka membangun dan mengukuhkannya, dan mereka baru selesai dari pembangunan masjidnya di saat Rasulullah Saw. hendak pergi ke medan Tabuk.
Lalu para pembangunnya datang menghadap Rasulullah Saw. dan memohon kepadanya agar sudi melakukan salat di masjid mereka. Tujuan mereka untuk memperoleh bukti melalui salat Nabi Saw. di dalamnya,
sehingga kedudukan masjid itu diakui dan dikuatkan.Mereka mengemukakan alasannya, bahwa sesungguhnya mereka membangun masjid ini hanyalah untuk orang-orang yang lemah dari kalangan mereka
dan orang-orang yang berhalangan di malam yang sangat dingin. Tetapi Allah Swt. memelihara Nabi Saw. dari melakukan salat di dalam masjid itu. Nabi Saw. menjawab permintaan mereka melalui sabdanya:
"إِنَّا عَلَى سَفَرٍ، وَلَكِنْ إِذَا رَجَعْنَا إِنْ شَاءَ اللَّهُ"
Sesungguhnya kami sedang dalam perjalanan. Tetapi jika kami kembali, insya Allah.Ketika Nabi Saw. kembali ke Madinah dari medan Tabuk, dan jarak antara perjalanan untuk sampai ke Madinah hanya tinggal sehari
atau setengah hari lagi, Malaikat Jibril a.s. turun dengan membawa berita tentang Masjid Dirar dan niat para pembangunnya yang hendak menyebarkan kekufuran dan memecah belah persatuan umat Islam.
Mereka hendak menyaingi masjid kaum muslim —yaitu Masjid Quba— yang sejak semula dibangun dengan landasan takwa.Maka Rasulullah Saw. mengutus orang-orang ke Masjid Dirar itu untuk merobohkannya sebelum beliau tiba di Madinah.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa mereka adalah sejumlah orang dari kalangan orang-orang Ansar yang membangun sebuah masjid baru. Sebelum itu Abu Amir berkata kepada mereka,
"Bangunlah sebuah masjid, dan buatlah persiapan semampu kalian untuk menghimpun senjata dan kekuatan, sesungguhnya aku akan berangkat menuju ke Kaisar Romawi untuk meminta bantuan. Aku akan mendatangkan bala tentara
dari kerajaan Romawi untuk mengusir Muhammad dan sahabat-sahabatnya dari Madinah." Setelah mereka selesai membangunnya, maka menghadaplah mereka kepada Nabi Saw. dan berkata, "Sesungguhnya kami baru selesai membangun
sebuah masjid. Maka kami suka bila engkau melakukan salat di dalamnya dan mendoakan keberkatan buat kami." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu salat di dalam masjid itu untuk selama-lamanya, (At-Taubah: 108)
sampai dengan firman-Nya: kepada orang-orang yang zalim. (At-Taubah: 109)Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Urwah ibnuz Zubair, dan Qatadah serta ulama lainnya yang bukan hanya seorang.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, Yazid ibnu Rauman, Abdullah ibnu Abu Bakar, Asim ibnu Amr ibnu Qatadah, dan lain-lainnya. Mereka mengatakan bahwa Rasulullah Saw. kembali dari medan Tabuk,
lalu turun istirahat di Zu Awan, nama sebuah kampung yang jaraknya setengah hari dari Madinah. Sebelum itu di tempat yang sama para pembangun Masjid Dirar pernah datang kepada Rasulullah Saw. yang saat itu sedang bersiap-siap
menuju ke medan Tabuk. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah membangun sebuah masjid untuk orang-orang yang uzur dan orang-orang yang miskin di saat malam yang hujan dan malam yang dingin.
Dan sesungguhnya kami sangat menginginkan jika engkau datang kepada kami dan melakukan salat di dalam masjid kami serta mendoakan keberkatan bagi kami." Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Sesungguhnya aku
sedang dalam perjalanan dan dalam keadaan sibuk. Atau dengan perkataan lainnya yang semisal. Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda pula: Seandainya kami tiba, insya Allah, kami akan datang kepada kalian dan kami akan melakukan
salat padanya untuk memenuhi undangan kalian. Ketika Rasulullah Saw. sampai di Zu Awan, datanglah berita (wahyu) yang menceritakan perihal masjid tersebut. Lalu Rasulullah Saw. memanggil Malik ibnud Dukhsyum
(saudara lelaki Bani Salim ibnu Auf) dan Ma'an ibnu Addi atau saudara lelakinya (yaitu Amir ibnu Addi yang juga saudara lelaki Al-Ajian). Lalu beliau Saw. bersabda: Berangkatlah kamu berdua ke masjid ini yang pemiliknya zalim,
dan robohkanlah serta bakarlah masjidnya. Maka keduanya berangkat dengan langkah-langkah cepat, hingga datang ke tempat orang-orang Bani Salim ibnu Auf yang merupakan golongan Malik ibnud Dukhsyum.
Lalu Malik berkata kepada Ma'an, "Tunggulah aku, aku akan membuatkan api untukmu dari keluargaku." Lalu Malik masuk menemui keluarganya dan mengambil daun kurma, lalu menyalakan api dengannya. Setelah itu keduanya
berangkat dengan cepat hingga datang ke masjid itu dan memasukinya. Di dalam masjid terdapat orang-orangnya, maka keduanya membakar masjid itu dan merobohkannya, sedangkan orang-orang yang tadi ada di dalamnya
bubar keluar berpencar-pencar. Dan diturunkanlah Al-Qur'an yang menceritakan perihal mereka, yaitu firman-Nya: Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan
(kepada orang mukmin) dan karena kekajiran(pya). (At-Taubah: 107)Dan tersebutlah bahwa orang-orang yang membangunnya terdiri atas dua belas orang lelaki, yaitu Khaddam ibnu Khalid dari kalangan Bani Ubaid ibnu Zaid,
salah seorang dari Bani Amr ibnu Auf yang dari rumahnya dimulai pembangunan Masjid Syiqaq ini, lalu Sa'labah ibnu Hatib dari Bani Ubaid, Mawali ibnu Umayyah ibnu Yazid, Mut'ib ibnu Qusyair dari kalangan Bani Dabi'ah ibnu Zaid,
Abu Habibah ibnu Al-Az'ar dari kalangan Bani Dabi'ah ibnu Zaid, Ibad ibnu Hanif (saudara Sahl ibnu Hanif) dari kalangan Bani Amr ibnu Auf, Hari sah ibnu Amir dan kedua anakn 'a (yaitu Majma' ibnu Harisah dan Zaid ibnu Hari sah),
juga Nabtal Al-Haris mereka dari kalangan Bani Dabi'ah, Mukharrij yang dari kalangan Bani Dabi'ah, Yajad ibnu Imran dari kalangan Bani Dabi'ah, dan Wadi'ah ibnu Sabit serta Mawali ibnu Umayyah golongan Abu Lubabah ibnu Abdul Munzir.
Firman Allah Swt.:
{وَلَيَحْلِفُنَّ}
Mereka sesungguhnya bersumpah. (At-Taubah: 107) Yakni mereka yang membangun masjid itu.
{إِنْ أَرَدْنَا إِلا الْحُسْنَى}
Kami tidak menghendaki selain kebaikan. (At-Taubah: 107)Maksudnya, kami tidak menghendaki membangun masjid ini melainkan hanya kebaikan belaka dan belas kasihan kepada orang-orang. Maka Allah Swt. menjawab perkataan mereka melalui firman-Nya:
{وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}
Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). (At-Taubah: 107)Mereka dusta dalam tujuannya dan mengelabui niat yang sebenarnya. Karena sesungguhnya mereka membangunnya
hanyalah semata-mata untuk menyaingi Masjid Quba, hendak menimbulkan kemudaratan, serta karena terdorong oleh kekafiran mereka, dan untuk memecah belah persatuan di antara kaum mukmin; juga menunggu kedatangan
orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu, yaitu Abu Amir, seorang fasik yang dijuluki 'si Rahib la'natullah'. Firman Allah Swt.:
{لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا}
Janganlah kamu melakukan salat dalam masjid itu selama-lamanya. (At-Taubah: 108)Larangan ini ditujukan kepada Nabi Saw., sedangkan umatnya mengikut kepada beliau dalam hal tersebut, yakni dilarang melakukan salat
di dalam Masjid Dirar itu untuk selama-lamanya.Kemudian Allah menganjurkan Nabi Saw. untuk melakukan salat di Masjid Quba, karena Masjid Quba sejak permulaan pembangunannya dilandasi dengan takwa, yaitu taat kepada Allah
dan taat kepada Rasul-Nya; juga untuk mempersatukan kalimat umat mukmin serta menjadi benteng dan tempat berlindung bagi Islam dan para pemeluknya. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ}
Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu salat di dalamnya. (At-Taubah: 108)Konteks ayat ini ditujukan kepada Masjid Quba.
Karena itulah dalam hadis sahih dari Rasulullah Saw. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda;
"صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِ قُباء كعُمرة".
Melakukan salat di dalam masjid Quba sama pahalanya dengan melakukan umrah.Di dalam hadis sahih lainnya disebutkan bahwa Rasulullah Saw. sering mengunjungi Masjid Quba, baik dengan berjalan kaki ataupun berkendaraan.
Dalam hadis lainnya lagi disebutkan bahwa Rasulullah Saw. membangun dan meletakkan batu pertamanya begitu beliau tiba di tempatnya, dan tempat beristirahatnya adalah di rumah Bani Amr ibnu Auf. Malaikat Jibrillah
yang membantunya untuk meluruskan arah kiblat masjid tersebut.Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Yunus ibnul Hari's,
dari Ibrahim ibnu Abu Maimunah, dari AbuSaleh, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw., bahwa firman-Nya berikut ini: Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. (At-Taubah: 108) berkenaan dengan ahli Quba.
Mereka selalu bersuci dengan air, maka diturunkan-Nyalah ayat ini mengenai mereka, yakni sebagai pujian kepada mereka.Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Yunus ibnul Haris, tetapi ia daif.
Imam Turmuzi mengatakan bahwa bila ditinjau dari jalur ini, hadis ini berpredikat garib.Imam Tabrani mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali Al-Umari, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Humaid Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnul Fadl, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.:
Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. (At-Taubah: 108) Maka Rasulullah Saw. mengirimkan utusan kepada Uwaim ibnu Sa'idah untuk menanyakan, "Cara bersuci apakah yang membuat Allah memuji kalian?"
Maka Uwaim menjawab, "Wahai Rasulullah, tidak sekali-kali seseorang dari kami —baik lelaki maupun wanita-— selesai dari buang airnya, melainkan ia membasuh kemaluannya atau pantatnya."
Maka Nabi Saw. bersabda, "Itulah yang dimaksudkan."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حُسَين بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو أُوَيْسٍ، حَدَّثَنَا شُرَحْبِيلُ، عَنْ عُوَيم بْنِ سَاعِدَةَ الْأَنْصَارِيِّ: أَنَّهُ حَدّثه أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُمْ فِي مَسْجِدِ قُباء، فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ أَحْسَنَ [عَلَيْكُمُ الثَّنَاءَ] فِي الطَّهور فِي قِصَّةِ مَسْجِدِكُمْ، فَمَا هَذَا الطَّهُورُ الَّذِي تَطَهَّرُونَ بِهِ؟ " فَقَالُوا: وَاللَّهِ -يَا رَسُولَ اللَّهِ -مَا نَعْلَمُ شَيْئًا إِلَّا أَنَّهُ كَانَ لَنَا جِيرَانٌ مِنَ الْيَهُودِ، فَكَانُوا يَغْسِلُونَ أَدْبَارَهُمْ مِنَ الْغَائِطِ، فَغَسَلْنَا كَمَا غَسَلُوا.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan Ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abu Uwais telah menceritakan kepada kami Syurahbil, dari Uwaim ibnu Sa'idah Al-Ansari; ia menceritakan hadis berikut,
bahwa Nabi Saw. datang kepada mereka di Masjid Quba, lalu bersabda: "Sesungguhnya Allah Swt. telah memuji kalian dengan pujian yang baik dalam bersuci dalam konteks kisah masjid kalian ini. Maka cara bersuci bagaimanakah
yang biasa kalian lakukan?” Mereka menjawab, "Demi Allah, wahai Rasulullah, kami tidak mengetahui sesuatu pun melainkan kami mempunyai tetangga dari kalangan orang-orang Yahudi. Mereka biasa membasuh pantat mereka
sesudah buang air, maka kami melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan mereka."Ibnu Khuzaimah telah meriwayatkannya pula di dalam kitab Sahih-nya.Hasyim telah meriwayatkan dari Abdul Humaid Al-Madani,
dari Ibrahim ibnul Ma'la Al-Ansari, bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Uwaim ibnu Sa'idah, "Apakah yang membuat Allah memuji kalian melalui firman-Nya: 'Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri.' (At-Taubah: 108),
hingga akhir ayat. Mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami biasa membasuh dubur kami dengan air (sehabis buang air besar)."Sa'd. dari Ibrahim ibnu Muhammad, dari Syurahbil ibnu Sa'd yang mengatakan bahwa
ia pernah mendengar Khuzaimah ibnu Sabit berkata bahwa firman-Nya berikut ini diturunkan: Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih. (At-Taubah: 108)
Mereka biasa membasuh dubur mereka sehabis buang air besar.Hadis lain adalah, Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ -يَعْنِي: ابْنَ مغْوَل -سَمِعْتُ سَيَّارًا أَبَا الْحَكَمِ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ: لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَعْنِي: قُبَاءَ، فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، قَدْ أَثْنَى عَلَيْكُمْ فِي الطَّهُورِ خَيْرًا، أَفَلَا تُخْبِرُونِي؟ ". يَعْنِي: قَوْلَهُ تَعَالَى: {فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ} فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا نَجِدُهُ مَكْتُوبًا عَلَيْنَا فِي التَّوْرَاةِ: الاستنجاءُ بِالْمَاءِ.
bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Malik (yakni Ibnu Migwal), bahwa ia pernah mendengar Sayyar (yakni Abul Hakam) meriwayatkan dari Syahr ibnu Hausyab,
dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Salam yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. tiba di Quba, lalu bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah memuji kalian dalam hal bersuci dengan pujian yang baik, maka ceritakanlah kepadaku.
Yang dimaksud Nabi Saw. adalah firman Allah Swt.: Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri. (At-Taubah: 108) Maka mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menjumpainya telah tercatat
di dalam kitab Taurat sebagai suatu kewajiban, bahwa bersuci sehabis buang air adalah memakai air." Segolongan ulama Salaf menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah Masjid Quba demikianlah menurut riawayat Ali bin Abu Talhah
dari Ibnu Abbas. Diriwayatkan pula oleh Abdur Razzaq, dari Ma'rnar, dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnuz Zubair. Atiyyah Al-Aufi, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, Asy-Sya'bi, dan Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan hal yang sama.
Al-Bagawi menukil pendapat ini dari Sa'id ibnu Jubair dan Qatadah.Tetapi di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa masjid Rasul yang ada di dalam kota Madinah adalah masjid yang dibangun dengan landasan takwa.
Pendapat ini benar pula, dan tidak ada pertentangan antara ayat dan makna hadis ini. Karena apabila Masjid Quba telah didirikan dengan landasan takwa sejak permulaannya, maka masjid Rasul pun demikian pula, bahkan lebih utama.
Karena itulah Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan di dalam kitab Musnad-nya bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعيم، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَامِرٍ الْأَسْلَمِيُّ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْمَسْجِدُ الَّذِي أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مَسْجِدِي هَذَا"
telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Amir Al-Aslami, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Sahl ibnu Sa'd, dari Ubay ibnu Ka'b, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Masjid yang didirikan atas dasar takwa ialah masjidku ini.Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا رَبِيعَةُ بْنُ عُثْمَانَ التَّيْمِيُّ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ: اخْتَلَفَ رَجُلَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ الَّذِي أسِّسَ على التقوى، فقال أحدهما: هو مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Rabi'ah ibnu Usman At-Taimi, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi yang mengatakan, "Pada masa Rasulullah Saw.
pernah ada dua orang lelaki bersitegang mengenai masalah masjid yang didirikan atas dasar takwa. Salah seorangnya mengatakan masjid Rasul, sedangkan yang lain mengatakan Masjid Quba. Lalu keduanya menghadap Nabi Saw.
dan menanyakan hal tersebut. Maka beliau Saw. bersabda: 'Dia adalah masjidku ini.'Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.Hadis lainnya, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami
Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Sa'id ibnu Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa pernah ada dua orang lelaki bersitegang mengenai masjid yang didirikan atas dasar takwa
sejak permulaanny a. Salah seorang darinya mengatakan Masjid Quba, sedangkan menurut yang lainnya masjid Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Dia adalah masjidku ini.Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad
secara munfarid.Jalur lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Lais, telah menceritakan kepadaku Imran ibnu Abu Anas, dari Ibnu Abu Sa'id, dari ayahnya
yang menceritakan bahwa pernah ada dua orang lelaki bersitegang mengenai masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak permulaannya. Maka yang seorang mengatakan Masjid Quba, sedangkan yang lainnya mengatakan
masjid Rasul Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Dia adalah masjidku.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai, dari Qutaibah, dari Al-Lais. Hadis ini dinilai sahih oleh Imam Turmuzi. Imam Muslim
telah meriwayatkannya pula, seperti yang akan disebutkan kemudian.Jalur lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Unais ibnu Abu Yahya, telah menceritakan kepadaku ayahku
yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Sa'id Al-Khudri berkata, "Pernah ada dua orang lelaki —salah seorang dari kalangan Bani Khudrah, dan yang lainnya dari kalangan Bani Amr ibnu Auf— berselisih mengena
i mas'id an didirikan atas dasar takwa. Orang yang dari kalangan Bani Khudrah mengatakan masjid Rasulullah Saw.. sedangkan yang dari Bani Amr mengatakan Masjid Quba. Lalu keduanya menghadap kepada Rasulullah Saw.
dan menanyakan tentang hal tersebut. Maka Rasulullah Saw. menjawab: 'Dia adalah masjid ini.' ditujukan kepada masjid Rasulullah Saw. di Madinah." Dalam hal ini perawi mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Masjid Quba.
Jalur lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Unais. Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id,
telah menceritakan kepada kami Humaid Al-Kharrat Al-Madani, bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Salamah ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Sa'id. Untuk itu ia berkata, "Apakah yang pernah engkau dengar dari ayahmu sehubungan
dengan masjid yang didirikan atas dasar takwa?" Maka Abu Salamah menjawab seraya mengisahkan apa yang telah diceritakan oleh ayahnya, bahwa sesungguhnya ia datang menghadap Rasulullah Saw. Ia masuk menemui Rasulullah Saw.
di dalam rumah salah seorang istrinya. Ia bertanya, "Wahai Rasulullah, di manakah masjid yang didirikan atas dasar takwa?" Rasulullah Saw. mengambil segenggam batu kerikil, lalu menjatuhkannya ke tanah seraya bersabda:
Dia adalah masjid kalian ini. Humaid Al-Kharrat Al-Madani mengatakan, "Aku pernah mendengar ayahmu menceritakan hal itu." Imam Muslim meriwayatkannya secara munfarid dengan lafaz yang semisal melalui Muhammad ibnu Hatim,
dari Yahya ibnu Sa'id dengan sanad yang sama. Ia telah meriwayatkannya pula dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan lain-lainnya, dari Hatim ibnu Ismail, dari Humaid Al-Kharrat dengan sanad yang sama.Sejumlah orang dari kalangan
ulama Salaf dan Khalaf mengatakan bahwa masjid yang dimaksud adalah Masjid Nabawi. Hal ini diriwayatkan dari Umar ibnul Khattab, putranya (yaitu Abdullah Ibnu Umar), Zaid ibnu Sabit, dan Sa'id ibnul Musayyab. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Firman Allah Swt.:
{لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ}
Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu mendirikan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.
Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih. (At-Taubah: 108)Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa sunat melakukan salat di masjid-masjid kuno yang sejak permulaannya dibangun untuk beribadah kepada Allah semata,
tidak ada sekutu bagi-Nya. Disunatkan pula melakukan salat berjamaah dengan jamaah orang-orang saleh dan ahli ibadah yang mengamalkan ilmunya, selalu memelihara dalam menyempurnakan wudu, dan membersihkan dirinya
dari segala macam kotoran.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، سَمِعْتُ شَبِيبًا أَبَا رَوْحٍ يُحَدِّثُ عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمُ الصُّبْحَ فَقَرَأَ بِهِمُ الرُّومَ فَأَوْهَمَ، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: "إِنَّهُ يَلْبَسُ عَلَيْنَا الْقُرْآنُ، إِنْ أَقْوَامًا مِنْكُمْ يُصَلُّونَ مَعَنَا لَا يُحْسِنُونَ الْوُضُوءَ، فَمَنْ شَهِدَ الصَّلَاةَ مَعَنَا فَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, dari Syu'bah, dari Abdul Malik ibnu Umair, bahwa ia pernah mendengar Syabib (yakni Abu Ruh) menceritakan hadis berikut dari salah seorang
sahabat Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. pernah melakukan salat Subuh bersama mereka dan membaca surat Ar-Rum, tetapi beliau mengalami hambatan dalam bacaannya. Setelah selesai, beliau Saw. bersabda:
Sesungguhnya kami baru saja mengalami hambatan dalam membaca Al-Qur’an. Sesungguhnya banyak kaum dari kalangan kalian yang salat bersama kami tanpa melakukan wudu dengan baik.
Maka barang siapa yang ikut salat bersama kami, hendaklah ia melakukan wudunya dengan baik.Kemudian Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini melalui dua jalur lain dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Syabib Abu Rauh, dari Zul Kala',
bahwa ia salat bersama Nabi Saw., lalu ia menceritakan hal yang sama.Hal ini menunjukkan bahwa menyempurnakan bersuci dapat memudahkan orang yang bersangkutan dalam menjalankan ibadah, membantunya
untuk menyelesaikan ibadahnya dengan sempurna, dan membantunya untuk menyelesaikan kewajiban-kewajibannya dalam ibadah.Abul Aliyah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.
(At-Taubah: 108) Sesungguhnya bersuci dengan memakai air adalah baik, tetapi mereka adalah orang-orang yang membersihkan dirinya dari dosa-dosa. Al-A'masy mengatakan bahwa tobat adalah dari dosa-dosa,
dan bersuci adalah dari kemusyrikan.Telah disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur di dalam kitab-kitab Sunnah dan kitab-kitab lainnya, bahwa Rasulullah Saw. pernah bertanya kepada penduduk Quba:
"قَدْ أَثْنَى اللَّهُ عَلَيْكُمْ فِي الطَّهُورِ، فَمَاذَا تَصْنَعُونَ؟ " فَقَالُوا: نَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ.
"Sesungguhnya Allah telah memuji kalian dalam hal bersuci, maka apakah yang telah kalian perbuat?” Mereka menjawab, "Kami bersuci dengan memakai air."Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Abdul Aziz yang mengatakan bahwa ia telah menemukan hadis ini dalam kitab ayahnya, dari Az-Zuhri. dari Ubaidillah ibnu Abdullah,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat berikut diturunkan berkenaan dengan ahli Quba, yaitu firman-Nya: Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih. (At-Taubah: 108)
Maka Rasulullah Saw. bertanya kepada mereka, dan mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mengiringi batu dengan siraman air (dalam bersuci sehabis buang air)." (Hadis riwayat Al-Bazzar). Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini
diketengahkan oleh Muhammad ibnu Abdul Aziz secara munfarid dari Az-Zuhri. Tiada yang meriwayatkan hadis ini dari Muhammad selain anaknya.Sengaja kami menyebutkan hadis ini dengan lafaz yang telah disebutkan di atas karena
memang hal inilah yang termasyhur di kalangan ulama fiqih. Dan hal ini tidak banyak diketahui oleh ulama hadis mutaakhkhirin atau oleh mereka semuanya.
Surat At-Taubah |9:108|
لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
laa taqum fiihi abadaa, lamasjidun ussisa 'alat-taqwaa min awwali yaumin aḥaqqu an taquuma fiih, fiihi rijaaluy yuḥibbuuna ay yatathohharuu, wallohu yuḥibbul-muththohhiriin
Janganlah engkau melaksanakan sholat dalam masjid itu selama-lamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan sholat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih.
Do not stand [for prayer] within it - ever. A mosque founded on righteousness from the first day is more worthy for you to stand in. Within it are men who love to purify themselves; and Allah loves those who purify themselves.
(Janganlah kamu berdiri) melakukan sholat (dalam mesjid itu selama-lamanya) kemudian Nabi saw. mengirimkan segolongan para sahabatnya guna merobohkan dan membakarnya.
Kemudian mereka menjadikan bekas mesjid itu sebagai tempat pembuangan bangkai. (Sesungguhnya mesjid yang didirikan) dibangun dengan berlandaskan kepada pondasi
(takwa, sejak hari pertama) yaitu mesjid yang didirikan oleh Nabi saw. sewaktu pertama kali beliau menginjakkan kakinya di tempat hijrahnya itu, yang dimaksud adalah mesjid Quba.
\
Demikianlah menurut penjelasan yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhari (adalah lebih berhak) daripada mesjid dhirar itu (kamu sholat) untuk melakukan sholat
(di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang) kaum Ansar (yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih) artinya, Allah akan memberikan pahala kepada mereka.
Lafal al-muththahhiriina asalnya ialah al-mutathahhiriina kemudian huruf ta diidgamkan kepada huruf tha yang asal, kemudian jadilah al-muththahhiriina.
Ibnu Khuzaimah di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkan sebuah hadis melalui Uwaimir bin Saidah, bahwasanya pada suatu hari Nabi saw. mendatangi mereka
(para sahabat) di mesjid Quba. Kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah swt. telah memuji kalian dengan baik atas pembersihan diri kalian sehubungan dengan kisah mesjid kalian ini (Quba).
Maka cara pembersihan apakah yang sedang kalian lakukan sekarang ini" Mereka menjawab, "Demi Allah, wahai Rasulullah, kami tidak mengetahui apa-apa melainkan kami mempunyai tetangga-tetangga Yahudi;
mereka lalu membasuh dubur mereka setelah buang air besar, maka kami pun melakukan pembasuhan seperti apa yang mereka lakukan." Menurut hadis yang lain,
yang telah diriwayatkan oleh Imam Bazzar disebutkan bahwa para sahabat mengatakan, "Akan tetapi kami memakai batu terlebih dahulu,
kemudian baru kami memakai air." Maka Nabi saw. menjawab, "Itulah yang benar, maka peganglah cara ini oleh kalian."
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 108 |
Penjelasan ada di ayat 107
Surat At-Taubah |9:109|
أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَىٰ تَقْوَىٰ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَىٰ شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
a fa man assasa bun-yaanahuu 'alaa taqwaa minallohi wa ridhwaanin khoirun am man assasa bun-yaanahuu 'alaa syafaa jurufin haarin fan-haaro bihii fii naari jahannam, wallohu laa yahdil qoumazh-zhoolimiin
Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunan (masjid) atas dasar takwa kepada Allah dan keridaan-(Nya) itu lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh lalu (bangunan) itu roboh bersama-sama dengan dia ke dalam Neraka Jahanam? Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Then is one who laid the foundation of his building on righteousness [with fear] from Allah and [seeking] His approval better or one who laid the foundation of his building on the edge of a bank about to collapse, so it collapsed with him into the fire of Hell? And Allah does not guide the wrongdoing people.
(Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa) karena takut (kepada Allah dan) selalu mengharapkan (keridaan)-Nya itu
(yang lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi) dapat dibaca jurufin dan dapat pula dibaca jurfin, artinya di pinggir (jurang) yakni hampir roboh
(lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia) maksudnya bangunannya roboh berikut orang-orang yang membangunnya (ke dalam neraka Jahanam)
ungkapan ayat ini merupakan tamtsil/perumpamaan yang paling baik, yaitu menggambarkan pembangunan mesjid yang berdasarkan bukan kepada takwa, kemudian akibat-akibat yang akan dialaminya.
Kata tanya pada permulaan ayat ini mengandung makna taqrir, artinya mesjid pertamalah yang baik seperti halnya mesjid Quba.
Sedangkan gambaran yang kedua adalah perumpamaan mesjid dhirar. (Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang lalim).
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 109 |
Tafsir ayat 109-110
Allah Swt. berfirman bahwa tidak sama antara orang yang membangun bangunannya atas dasar takwa dan rida Allah dengan orang yang membangun Masjid Dirar karena kekafirannya dan untuk memecah belah
orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Karena sesungguhnya mereka yang kafir itu membangun bangunannya
di tepi jurang yang runtuh, yakni perumpamaannya sama dengan orang yang membangun bangunannya di tepi jurang yang longsor.
{عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ}
lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dia ke dalam neraka Jahanam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (At-Taubah: 109)Artinya, Allah tidak akan memperbaiki amal perbuatan
orang-orang yang merusak.Jabir ibnu Abdullah mengatakan bahwa ia melihat masjid yang dibangun untuk menimbulkan mudarat terhadap orang-orang mukmin itu keluar asap dari dalamnya di masa Rasulullah Saw.
Ibnu Juraij mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa pernah ada sejumlah kaum laki-laki membuat galian, dan mereka menjumpai sumber asap yang keluar darinya.Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah.
Khalaf ibnu Yasin Al-Kufi mengatakan bahwa ia melihat masjid orang-orang munafik yang disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an, di dalamnya terdapat sebuah liang yang mengeluarkan asap. Di masa sekarang tempat itu
menjadi tempat pembuangan sampah. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir rahimahulldh.Firman Allah Swt.:
{لَا يَزَالُ بُنْيَانُهُمُ الَّذِي بَنَوْا رِيبَةً فِي قُلُوبِهِمْ}
Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka. (At-Taubah: 110)Yakni menjadi keraguan dan kemunafikan dalam hati mereka disebabkan kekurangajaran mereka
yang berani melakukan perbuatan jahat itu. Hal tersebut meninggalkan kemunafikan dalam hati mereka. Sebagaimana para penyembah anak lembu di masa Nabi Musa, hati mereka dijadikan senang dengan penyembahan mereka
terhadap anak lembu itu. Firman Allah Swt.:
{إِلا أَنْ تَقَطَّعَ قُلُوبُهُمْ}
kecuali bila hati mereka itu telah hancur. (At-Taubah: 110)Yaitu dengan kematian mereka. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Zaid ibnu Aslam, As-Saddi,
Habib ibnu Abu Sabit, Ad-Dahhak, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf yang bukan hanya seorang.
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ}
Dan Allah Maha Mengetahui. (At-Taubah: 110) Allah Maha Mengetahui semua amal perbuatan makhluk-Nya.
{حَكِيمٌ}
lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 110)dalam memberikan balasan terhadap perbuatan mereka, yang baik ataupun yang buruk.
Surat At-Taubah |9:110|
لَا يَزَالُ بُنْيَانُهُمُ الَّذِي بَنَوْا رِيبَةً فِي قُلُوبِهِمْ إِلَّا أَنْ تَقَطَّعَ قُلُوبُهُمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
laa yazaalu bun-yaanuhumullażii banau riibatan fii quluubihim illaaa an taqoththo'a quluubuhum, wallohu 'aliimun ḥakiim
Bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi penyebab keraguan dalam hati mereka, sampai hati mereka hancur. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.
Their building which they built will not cease to be a [cause of] skepticism in their hearts until their hearts are stopped. And Allah is Knowing and Wise.
(Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan) yakni keragu-raguan (dalam hati mereka kecuali bila telah hancur)
tercabik-cabik (hati mereka itu) lantaran mereka mati. (Dan Allah Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam perlakuan-Nya terhadap makhluk-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 110 |
Penjelasan ada di ayat 109
Surat At-Taubah |9:111|
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ ۚ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ ۚ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
innallohasytaroo minal-mu`miniina anfusahum wa amwaalahum bi`anna lahumul-jannah, yuqootiluuna fii sabiilillaahi fa yaqtuluuna wa yuqtaluuna wa'dan 'alaihi ḥaqqon fit-taurooti wal-injiili wal-qur`aan, wa man aufaa bi'ahdihii minallohi fastabsyiruu bibai'ikumullażii baaya'tum bih, wa żaalika huwal-fauzul-'azhiim
Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur´an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.
Indeed, Allah has purchased from the believers their lives and their properties [in exchange] for that they will have Paradise. They fight in the cause of Allah, so they kill and are killed. [It is] a true promise [binding] upon Him in the Torah and the Gospel and the Qur'an. And who is truer to his covenant than Allah? So rejoice in your transaction which you have contracted. And it is that which is the great attainment.
(Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka) lantaran mereka menginfakkannya di jalan ketaatan kepada-Nya,
seperti untuk berjuang di jalan-Nya (dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah lalu mereka membunuh atau dibunuh)
ayat ini merupakan kalimat baru yang menjadi penafsir bagi makna yang terkandung di dalam lafal fa yuqtaluuna wa yaqtuluuna,
artinya sebagian dari mereka ada yang gugur dan sebagian yang lain meneruskan pertempurannya (sebagai janji yang benar)
lafal wa`dan dan haqqan keduanya berbentuk mashdar yang dinashabkan fi`ilnya masing-masing yang tidak disebutkan (di dalam Taurat, Injil dan Alquran)
artinya tiada seorang pun yang lebih menepati janjinya selain dari Allah. (Maka bergembiralah) dalam ayat ini terkandung pengertian
iltifat/perpindahan pembicaraan dari gaib kepada mukhathab/dari orang ketiga kepada orang kedua (dengan jual-beli yang telah kalian lakukan itu dan yang demikian itu)
yaitu jual-beli itu (adalah kemenangan yang besar) yang dapat mengantarkan kepada tujuan yang paling didambakan.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 111 |
Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia membeli dari hamba-hamba-Nya yang beriman, diri dan harta benda mereka yang telah mereka korbankan di jalan Allah dengan surga. Hal ini termasuk karunia dan kemurahan serta kebajikan-Nya
kepada mereka. Karena sesungguhnya Allah telah menerima apa yang telah dikorbankan oleh hamba-hamba-Nya yang taat kepada-Nya, lalu menukarnya dengan pahala yang ada di sisi-Nya dari karunia-Nya. Al-Hasan Al-Basri
dan Qatadah mengatakan, "Mereka yang berjihad di jalan Allah, demi Allah, telah berjual beli kepada Allah, lalu Allah memahalkan harganya."Syamr ibnu Atiyyah mengatakan, "Tiada seorang muslim pun melainkan pada lehernya
terkalungkan baiat kepada Allah yang harus ia tunaikan atau ia mati dalam keadaan tidak menunaikannya." Kemudian Syamr ibnu Atiyyah membaca ayat ini. Karena itulah maka dikatakan bahwa barang siapa yang berangkat di jalan Allah,
berarti dia telah berbaiat kepada Allah. Dengan kata lain, Dia menerima transaksinya dan akan memenuhi balasannya.
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ كَعْبٍ القُرَظي وَغَيْرُهُ: قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -يَعْنِي لَيْلَةَ العقبةِ -: اشْتَرِطْ لِرَبِّكَ وَلِنَفْسِكَ مَا شِئْتَ! فَقَالَ: "أَشْتَرِطُ لِرَبِّي أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَشْتَرِطُ لِنَفْسِي أَنْ تَمْنَعُونِي مِمَّا تَمْنَعُونَ مِنْهُ أَنْفُسَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ". قَالُوا: فَمَا لَنَا إِذَا فَعَلْنَا ذَلِكَ؟ قَالَ: "الْجَنَّةُ". قَالُوا: رَبِح البيعُ، لَا نُقِيل وَلَا نَسْتَقِيلُ، فَنَزَلَتْ: {إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ} الْآيَةَ.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan lain-lainnya mengatakan bahwa Abdullah ibnu Rawwahah r.a. pernah berkata kepada Rasulullah Saw. dalam malam 'Aqabah, "Berilah persyaratan bagi Tuhanmu dan bagi dirimu sesuka hatimu."
Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Aku memberikan syarat bagi Tuhanku, hendaklah kalian menyembah-Nya dan janganlah kalian mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun. Dan aku memberikan syarat bagi diriku,
hendaklah kalian membelaku sebagaimana kalian membela diri dan harta benda kalian sendiri. Mereka (para sahabat) bertanya, "Apakah yang akan kami peroleh jika kami mengerjakan hal tersebut?" Rasulullah Saw. menjawab, "Surga."
Mereka berkata, "Jual beli yang menguntungkan, kami tidak akan mundur dan tidak akan mengundurkan diri." Lalu turunlah firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri. (At-Taubah: 111), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah Swt.:
{يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ}
Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (At-Taubah: 111)Maksudnya, baik mereka terbunuh atau membunuh, atau keduanya mereka alami, maka sudah menjadi ketetapan bagi mereka beroleh Balasan surga karena itu dalam hadist Sahihain disebutkan:
وَتَكَفَّلَ اللَّهُ لِمَنْ خَرَجَ فِي سَبِيلِهِ، لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا جِهَادٌ فِي سَبِيلِي، وَتَصْدِيقٌ بِرُسُلِي، بِأَنْ تَوَفَّاهُ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، أَوْ يُرْجِعَهُ إِلَى مَسْكَنِهِ الَّذِي خَرَجَ مِنْهُ، نَائِلًا مَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ"
Allah menjamin bagi orang yang berangkat berjihad di jalan-Nya, yang tidak sekali-kali ia berangkat melainkan untuk berjihad di jalan-Ku dan membenarkan rasul-rasul-Ku; bahwa jika Allah mewafatkannya,
maka Dia akan memasukkannya ke dalam surga atau mengembalikannya pulang ke tempat tinggalnya yang ia berangkat darinya seraya memperoleh pahala yang digondolnya atau ganimah.Firman Allah Swt.:
{وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ}
(Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam kitab Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. (At-Taubah: 111)Hal ini merupakan pengukuhan dari janji tersebut, dan sebagai berita bahwa Allah telah mencatat janji
yang telah Dia ikrarkan kepada diriNya ini, lalu Dia menurunkannya kepada rasul-rasul-Nya melalui kitab-kitab-Nya yang besar, yaitu Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa,
Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa, dan Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ}
Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? (At-Taubah: 111)Karena sesungguhnya Dia tidak pernah mengingkari janji. Ayat ini semakna dengan firman Allah Swt. lainnya yaitu:
{وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللهِ حَدِيثًا}
Dan siapakah orang yang lebih benar perkataannya daripada Allah? (An-Nisa: 87)
{وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلا}
Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah? (An-Nisa: 122)Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ}
Maka bergembiralah dengan jual beli yang lelah kalian lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (At-Taubah: 111)Maksudnya, bergembiralah orang yang menjalani transaksi ini dan menunaikan janji ini, karena dia akan mendapat keberuntungan yang besar dan nikmat yang kekal.
Surat At-Taubah |9:112|
التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الْآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
attaaa`ibuunal-'aabiduunal-ḥaamiduunas-saaa`iḥuunar-rooki'uunas-saajiduunal-aamiruuna bil-ma'ruufi wan-naahuuna 'anil-mungkari wal-ḥaafizhuuna liḥuduudillaah, wa basysyiril-mu`miniin
Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat, beribadah, memuji (Allah), mengembara (demi ilmu dan agama), rukuk, sujud, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman.
[Such believers are] the repentant, the worshippers, the praisers [of Allah], the travelers [for His cause], those who bow and prostrate [in prayer], those who enjoin what is right and forbid what is wrong, and those who observe the limits [set by] Allah. And give good tidings to the believers.
(Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat) lafal at-taa'ibuuna dirafa'kan untuk tujuan memuji, yaitu dengan memperkirakan adanya mubtada sebelumnya;
artinya mereka itu adalah orang-orang yang bertobat dari kemusyrikan dan kemunafikan (yang beribadah) orang-orang yang ikhlas karena Allah dalam beribadah (yang memuji)
kepada Allah dalam semua kondisi (yang melawat) makna yang dimaksud adalah mereka selalu mengerjakan shaum/puasa (yang rukuk, yang sujud)
artinya mereka adalah orang-orang yang sholat (yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara batasan-batasan Allah)
yakni hukum-hukum-Nya dengan cara mengamalkannya. (Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu) dengan surga.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 112 |
Ayat ini menyebutkan sifat orang-orang mukmin yang pengorbanan jiwa dan harta benda mereka diterima Allah SWT mereka mempunyai sifat-sifat yang baik dan pekerti yang agung, yaitu:
{التَّائِبُونَ}
orang-orang yang bertobat. (At-Taubah: 112)Yakni bertobat dari semua dosa dan meninggalkan semua perbuatan yang keji.
{الْعَابِدُونَ}
orang-orang yang ahli ibadah. (At-Taubah: 112)Yaitu mereka menegakkan ibadahnya kepada Tuhan mereka dan memeliharanya dengan baik, baik ibadah yang berkaitan dengan ucapan maupun pekerjaan.
Secara khusus ibadah lisan ialah membaca hamdalah (pujian) kepada Allah. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:
{الْحَامِدُونَ}
orang-orang yang memuji (Allah). (At-Taubah: 112)Di antara amal yang paling utama ialah berpuasa, yaitu meninggalkan kelezatan makan dan minum serta bersetubuh. Pengertian inilah yang dimaksud dengan istilah siyahah dalam ayat ini, yaitu firman-Nya:
{السَّائِحُونَ}
orang-orang yang berpuasa. (At-Taubah: 112)Sama halnya dengan sifat yang dimiliki oleh istri-istri Nabi Saw. yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{سَائِحَاتٍ}
Yakni wanita-wanita yang berpuasa. (At Tahrim: 5)Mengenai rukuk dan sujud, keduanya merupakan bagian dari salat; dan makna yang dimaksud adalah salat itu sendiri, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ}
yang rukuk dan yang sujud. (At-Taubah: 112)Sekalipun demikian, mereka memberikan manfaat kepada makhluk Allah, membimbing mereka untuk taat kepada Allah, dan memerintahkan mereka untuk mengerjakan hal yang makruf d
an melarang mereka dari perbuatan yang mungkar. Mereka juga mengetahui semua hal yang harus mereka kerjakan dan semua hal yang wajib mereka tinggalkan, yakni mereka selalu memelihara hukum-hukum Allah
dalam pengharaman dan penghalalan-Nya secara teori dan pengamalannya. Dengan demikian, berarti mereka telah menegakkan ibadah kepada Yang Mahabenar dan memberikan nasihat kepada makhluk-Nya.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ}
Dan gembirakanlah orang-orang yang mukmin itu. (At-Taubah: 112)Dikatakan demikian karena iman mencakup semua sifat tersebut, dan kebahagiaan yang paling puncak ialah bagi orang yang memiliki sifat-sifat itu.
Keterangan mengenai makna Siyahah dalam ayat ini adalah puasa Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim, dari Zar, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan sehubungan dengan makna lafaz as-saihuna,
bahwa makna yang dimaksud adalah orang-orang yang berpuasa. Hal yang sama telah dikatakan oleh riwayat Sa'id ibnu Jubair dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa semua lafaz siyahah yang disebutkan oleh Allah SWT dalam Al Quran artinya puasa. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak rahimahullah.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq,
telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Yazid, dari Al-Walid ibnu Abdullah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa siyahah (pesiar)nya umat ini adalah puasa.
Hal yang sama telah dikatakan ojeh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ata, Abdur Rahman As-Sulami, Ad-Dahhak ibnu Muzahim, Sufyan ibnu Uyaynah, dan lain-lainnya. Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan as-saihun
ialah orang-orang yang berpuasa.Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: orang-orang yang berpuasa. (At-Taubah: 112) Menurutnya, mereka adalah orang-orang yang mengerjakan puasa
di bulan Ramadan.Abu Amr Al-Abdi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: orang-orang yang berpuasa. (At-Taubah: 112) Mereka adalah orang-orang mukmin yang menjalankan puasanya secara terus-menerus.
Di dalam sebuah hadis marfu' telah disebutkan hal yang semisal.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بن بَزِيع، حَدَّثَنَا حَكِيمُ بْنُ حِزَامٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "السَّائِحُونَ هُمُ الصَّائِمُونَ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi', telah menceritakan kepada kami Hakim ibnu Hizam, telah menceritakan kepada kami Sulaiman, dari Abu Saleh,
dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang-orang yang ber-siyahah adalah orang-orang yang berpuasa Tetapi predikat mauquf hadis ini lebih sahih.
قَالَ أَيْضًا: حَدَّثَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ وَهْبٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عُبَيد بْنِ عُمَير قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ السَّائِحِينَ فَقَالَ: "هُمُ الصَّائِمُونَ"
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Umar ibnul Hari s, dari Amr ibnu Dinar, dari Ubaid ibnu Umair yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah ditanya mengenai makna as-saihun.
Maka beliau menjawab: Mereka adalah orang-orang yang berpuasa.Hadis ini berpredikat mursal lagi jayyid. Pendapat ini adalah pendapat yang paling sahih dan paling terkenal.Akan tetapi, ada pendapat yang menunjukkan bahwa
makna siyahah adalah jihad, seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud di dalam kitab Sunan-nya melalui hadis Abu Umamah, bahwa ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, izinkanlah saya untuk ber-siyahah."
Maka Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya:
"سِيَاحَةُ أُمَّتَيِ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
Siyahah umatku adalah berjihad di jalan Allah.Ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ibnu Lahi'ah, bahwa telah menceritakan kepadaku Imarah ibnu Gazyah; pernah disebutkan masalah siyahah di hadapan Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda:
"أَبْدَلَنَا اللَّهُ بِذَلِكَ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَالتَّكْبِيرَ عَلَى كُلِّ شَرَفٍ".
Allah telah menggantikannya buat kita dengan berjihad di jalan Allah dan bertakbir di atas setiap tanjakan (tempat yang tinggi).Dari Ikrimah, disebutkan bahwa orang-orang yang ber-siyahah adalah nara penuntut ilmu.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang berhijrah.Kedua riwayat di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Tetapi bukanlah yang dimaksud dengan siyahah apa yang dipahami
oleh sebagian orang, bahwa mereka adalah orang-orang yang melakukan ibadah seraya ber-siyahah di muka bumi dengan menyendiri di puncak-puncak bukit, atau di gua-gua, atau di tempat-tempat yang sepi.
Karena sesungguhnya hal ini tidaklah disyariatkan kecuali hanya dalam masa fitnah sedang melanda umat dan terjadi keguncangan dalam agama. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan sebuah hadis melalui Abu Sa'id Al-Khudri r.a.,
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ خَيْرَ مَالِ الرَّجُلِ غَنَم يَتْبَع بِهَا شَعفَ الْجِبَالِ، وَمَوَاقِعَ القَطْر، يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنَ الْفِتَنِ".
Hampir tiba masanya di mana sebaik-baik harta seseorang berupa ternak kambing yang ia ikuti sampai ke lereng-lereng bukit dan tempat-tempat yang berhujan, seraya melarikan diri menyelamatkan agamanya dari fitnah-fitnah
(yang sedang melanda).Al-Aufi dan Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
{وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ}
dan orang-orang yang memelihara hukum-hukum Allah. (At-Taubah: 112)Maksudnya adalah orang-orang yang menjalankan ketaatan kepada Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri.
Dan dari Al-Hasan Al-Basri dalam riwayat yang lain sehubungan dengan makna firman-Nya: orang-orang yang memelihara hukum-hukum Allah. (At-Taubah: 112) Dalam riwayat itu disebutkan bahwa yang dimaksud
adalah memelihara hal-hal yang difardukan oleh Allah Swt. Dan dalam riwayat lainnya lagi disebutkan orang-orang yang menegakkan perintah Allah.
Surat At-Taubah |9:113|
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
maa kaana lin-nabiyyi wallażiina aamanuuu ay yastaghfiruu lil-musyrikiina walau kaanuuu ulii qurbaa mim ba'di maa tabayyana lahum annahum ash-ḥaabul-jaḥiim
Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik sekalipun orang-orang itu kaum kerabat(nya) setelah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu penghuni Neraka Jahanam.
It is not for the Prophet and those who have believed to ask forgiveness for the polytheists, even if they were relatives, after it has become clear to them that they are companions of Hellfire.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan permohonan ampunan Nabi saw. buat pamannya, yaitu Abu Thalib dan sekaligus berkenaan pula dengan permohonan ampunan
sebagian para sahabat terhadap kedua orang-orang tua mereka masing-masing yang musyrik. (Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah
bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu kaum kerabat)nya, yakni familinya sendiri
(sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang yang musyrik itu adalah penghuni-penghuni Jahim) yakni neraka, lantaran mereka mati dalam keadaan kafir.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 113 |
Tafsir ayat 113-114
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنِ الزَّهْرِيِّ، عَنِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: لَمَّا حَضَرت أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ دَخَلَ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ أَبُو جَهْلٍ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ، فَقَالَ: "أيْ عَمّ، قُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. كَلِمَةٌ أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ". فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ، أَتَرْغَبُ عَنْ ملَّة عَبْدِ الْمُطَّلِبِ؟ [قَالَ: فَلَمْ يَزَالَا يُكَلِّمَانِهِ، حَتَّى قَالَ آخَرُ شَيْءٍ كَلَّمَهُمْ بِهِ: عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ] . فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ". فَنَزَلَتْ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ} قَالَ: وَنَزَلَتْ فِيهِ: {إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ}
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ibnul Musayyab, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ketika Abu Talib sedang menjelang ajalnya,
Nabi Saw. masuk menemuinya; saat itu di sisi Abu Talib terdapat Abu Jahal dan Abdullah ibnu Abu Umayyah. Maka Nabi Saw. bersabda: Hai paman, ucapkanlah, "Tidak ada Tuhan selain Allah!" sebagai suatu kalimat yang kelak aku akan
membelamu dengannya di hadapan Allah Swt. Maka Abu Jahal dan Abdullah ibnu Abu Umayyah berkata, "Hai Abu Talib apakah engkau tidak suka dengan agama Abdul Muttalib?" Abu Talib menjawab.
”Saya berada pada agama Abdul Muttalib." Maka Nabi Saw. bersabda: Sungguh aku benar-benar akan memohonkan ampun buatmu selagi aku tidak dilarang untuk mendoakanmu. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya:
Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya
orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahim. (At-Taubah: 113); Imam Ahmad mengatakan bahwa sehubungan dengan peristiwa ini diturunkan pula firman Allah Swt.: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk
kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. (Al-Qashash: 56)Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini.Imam Ahmad mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Sufyan. dari Abu Ishaq, dari Abul Khalil, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki memohonkan ampun
bagi kedua orang tuanya, padahal kedua orang tuanya itu musyrik. Maka aku (Ali) berkata, "Apakah lelaki itu memohonkan ampun bagi kedua orang tuanya, padahal kedua orang tuanya musyrik?" Lelaki itu menjawab,
"Bukankah Ibrahim telah memohonkan ampun bagi ayahnya?" Ali r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menceritakan hal itu kepada Nabi Saw. Maka turunlah ayat ini: Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman
memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat.Imam Ahmad mengatakan, "Kalimat 'ketika menjelang kematiannya' saya tidak tahu apakah Sufyan yang mengatakannya
ataukah dikatakan oleh Israil, atau memang dalam hadisnya disebutkan kalimat ini." Menurut kami (penulis), hal ini telah dibuktikan melalui riwayat dari Mujahid, bahwa Mujahid mengatakan 'bahwa ketika Abu Talib menjelang kematiannya'.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، حَدَّثَنَا زُبَيْدُ بْنُ الْحَارِثِ الْيَامِيُّ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ، عَنِ ابْنِ بُرَيْدة، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنَزَلَ بِنَا وَنَحْنُ مَعَهُ قَرِيبٌ مِنْ أَلْفِ رَاكِبٍ، فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ وَعَيْنَاهُ تَذْرِفان، فَقَامَ إِلَيْهِ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وفَداه بِالْأَبِ وَالْأُمِّ، وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا لَكَ؟ قَالَ: "إِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، فِي الِاسْتِغْفَارِ لِأُمِّي، فَلَمْ يَأْذَنْ لِي، فَدَمِعَتْ عَيْنَايَ رَحْمَةً لَهَا مِنَ النَّارِ، وَإِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ ثَلَاثٍ: نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا، لِتُذَكِّرَكُمْ زيارتُها خَيْرًا، وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الْأَضَاحِيِّ بَعْدَ ثَلَاثٍ، فَكُلُوا وَأَمْسِكُوا مَا شِئْتُمْ، وَنَهَيْتُكُمْ عَنِ الْأَشْرِبَةِ فِي الْأَوْعِيَةِ، فَاشْرَبُوا فِي أَيِّ وِعَاءٍ وَلَا تَشْرَبُوا مُسْكِرًا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Zubaid ibnul Hari s Al-Yami, dari Muharib ibnu Disar, dari Ibnu Buraidah,
dari ayahnya yang menceritakan, "Ketika kami bersama Nabi Saw. dalam suatu perjalanan, lalu Nabi Saw. membawa kami turun istirahat. Saat itu jumlah kami kurang lebih seribu orang, semuanya berkendaraan. Lalu Nabi Saw.
melakukan salat dua rakaat, sesudah itu Nabi Saw. menghadapkan wajahnya ke arah kami, sedangkan air mata mengalir dari kedua matanya. Umar ibnul Khattab bangkit mendekatinya dan mengucapkan kesetiaannya, lalu bertanya,
'Wahai Rasulullah, apakah gerangan yang telah menimpamu?' Rasulullah Saw. menjawab: 'Sesungguhnya aku telah meminta kepada Tuhanku untuk memohonkan ampun buat ibuku, tetapi Dia tidak mengizinkanku,
maka kedua mataku mengalirkan air mataku karena kasihan kepadanya di neraka. Dan sesungguhnya aku telah melarang kalian dari tiga perkara; aku telah melarang kalian ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah kubur,
semoga ziarah kubur mengingatkan kebaikan bagi kalian. Dan aku telah melarang kalian memakan daging kurban sesudah tiga hari, maka sekarang makanlah dan simpanlah sesuka kalian. Dan aku telah melarang kalian meminum minuman
dengan memakai wadah, maka sekarang minumlah kalian dengan memakai wadah apa pun, tetapi janganlah kalian meminum minuman yang memabukkan'.”
وَرَوَى ابْنُ جَرِيرٍ، مِنْ حَدِيثِ عَلْقَمَةَ بْنِ مَرْثد، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيدة، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ مَكَّةَ أَتَى رَسْمَ قَبْرٍ، فَجَلَسَ إِلَيْهِ، فَجَعَلَ يُخَاطِبُ، ثُمَّ قَامَ مُسْتَعْبِرًا. فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا رَابَنَا مَا صَنَعْتَ. قَالَ: "إِنِّي اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّي، فَأَذِنَ لِي، وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي الِاسْتِغْفَارِ لَهَا فَلَمْ يَأْذَنْ لِي". فَمَا رُئِيَ بَاكِيًا أَكْثَرَ مِنْ يَوْمَئِذٍ.
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Alqamah ibnu Marsad, dari Sulaiman ibnu Buraidah, dari ayahnya, bahwa ketika Nabi Saw. tiba di Mekah, beliau mendatangi suatu kuburan, lalu duduk di dekatnya
dan kelihatan seperti orang yang sedang berbicara, lalu bangkit seraya menangis. Maka kami bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami melihat semua yang engkau perbuat." Rasulullah Saw. bersabda:
Sesungguhnya aku meminta izin kepada Tuhanku untuk menziarahi kuburan ibuku, maka Dia memberikan izin kepadaku. Dan aku meminta izin kepada-Nya untuk memohonkan ampun buat ibuku, tetapi Dia tidak mengizinkannya.
Maka belum pernah kelihatan Rasulullah Saw. menangis lebih banyak daripada hari itu.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، فِي تَفْسِيرِهِ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ خِداش، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، عَنِ ابْنِ جرَيج عَنْ أَيُّوبَ بْنِ هَانِئٍ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: خرجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا إِلَى الْمَقَابِرِ، فَاتَّبَعْنَاهُ، فَجَاءَ حَتَّى جَلَسَ إِلَى قَبْرٍ مِنْهَا، فَنَاجَاهُ طَوِيلًا ثُمَّ بَكَى فَبَكَيْنَا لِبُكَائِهِ ثُمَّ قَامَ فَقَامَ إِلَيْهِ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ، فَدَعَاهُ ثُمَّ دَعَانَا، فَقَالَ: "مَا أَبْكَاكُمْ؟ " فَقُلْنَا: بَكَيْنَا لِبُكَائِكَ. قَالَ: "إِنَّ الْقَبْرَ الَّذِي جلستُ عِنْدَهُ قَبْرَ آمِنَةَ، وَإِنِّي استأذنتُ رَبِّي فِي زِيَارَتِهَا فَأَذِنَ لِي"
Ibnu Abu Hatim telah mengatakan dalam kitab Tafsir-nya bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb,
dari Ibnu Juraij, dari Ayyub ibnu Hani', dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Di suatu hari Rasulullah Saw. keluar menuju pekuburan, lalu kami mengikutinya. Rasulullah Saw. sampai di pekuburan itu
dan duduk di salah satunya, lalu melakukan munajat cukup lama. Setelah itu beliau menangis, dan kami pun ikut menangis karena tangisannya. Kemudian bangkitlah Umar ibnul Khattab menuju ke arahnya, maka Rasul Saw.
memanggilnya dan memanggil kami, lalu bersabda, 'Apakah yang membuat kalian menangis?' Kami menjawab, 'Kami menangis karena tangisanmu.' Rasul Saw . bersabda: 'Sesungguhnya kuburan yang tadi aku duduk di dekatnya
adalah kuburan Aminah (ibunda Nabi Saw.). Dan sesungguhnya aku meminta izin kepada Tuhanku untuk menziarahinya, maka Dia memberikan izin kepadaku'.”Kemudian Ibnu Abu Hatim mengetengahkan hadis ini pula
melalui jalur lain bersumberkan dari riwayat Ibnu Mas'ud yang isinya hampir sama. Di dalam riwayatnya ini disebutkan bahwa Nabi Saw. bersabda,
"وَإِنِّي اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي الدُّعَاءِ لَهَا فَلَمْ يَأْذَنْ لِي، وَأَنْزَلَ عَلِيَّ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى} فَأَخَذَنِي مَا يَأْخُذُ الْوَلَدُ لِلْوَالِدَةِ، وَكُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا، فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ"
"Sesungguhnya aku meminta izin kepada Tuhanku untuk mendoakan ibuku, tetapi Dia tidak mengizinkan aku melakukannya, dan diturunkanlah kepadaku firman Allah Swt. yang mengatakan: 'Tiadalah sepatutnya bagi nabi
dan orang-orang yang beriman.' (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat. Maka aku pun merasa sedih sebagaimana sedihnya seorang anak terhadap orang tuanya. Dan aku telah melarang kalian menziarahi kuburan,
maka sekarang berziarahlah, karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akhirat."Hadis lain yang semakna yaitu, Imam Tabrani mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ الْمَرْوَزِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو الدَّرْدَاءِ عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُنِيبٍ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَيْسَان، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وَسَلَّمَ لَمَّا أَقْبَلَ مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ وَاعْتَمَرَ، فَلَمَّا هَبَطَ مِنْ ثَنِيَّةِ عُسْفان أَمَرَ أَصْحَابَهُ: أَنِ اسْتَنِدُوا إِلَى الْعَقَبَةِ حَتَّى أَرْجِعَ إِلَيْكُمْ، فَذَهَبَ فَنَزَلَ عَلَى قَبْرِ أُمِّهِ، فَنَاجَى ربَّه طَوِيلًا ثُمَّ إِنَّهُ بَكَى فَاشْتَدَّ بُكَاؤُهُ، وَبَكَى هَؤُلَاءِ لِبُكَائِهِ، وَقَالُوا: مَا بَكَى نَبِيُّ اللَّهِ بِهَذَا الْمَكَانِ إِلَّا وَقَدْ أُحدثَ فِي أُمَّتِهِ شَيْءٌ لَا تُطيقه. فَلَمَّا بَكَى هَؤُلَاءِ قَامَ فَرَجَعَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: "مَا يُبْكِيكُمْ؟ ". قَالُوا: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، بَكَيْنَا لِبُكَائِكَ، فَقُلْنَا: لَعَلَّهُ أُحْدِثَ فِي أُمَّتِكَ شَيْءٌ لَا تُطِيقُهُ، قَالَ: "لَا وَقَدْ كَانَ بَعْضُهُ، وَلَكِنْ نَزَلْتُ عَلَى قَبْرِ أمي فَدَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يَأْذَنَ لِي فِي شَفَاعَتِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَبَى اللَّهُ أَنْ يَأْذَنَ لِي، فَرَحِمْتُهَا وَهِيَ أُمِّي، فَبَكَيْتُ، ثُمَّ جَاءَنِي جِبْرِيلُ فَقَالَ: {وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ} فَتَبَرَّأْ أَنْتَ مِنْ أُمِّكَ، كَمَا تَبَرَّأَ إِبْرَاهِيمُ مِنْ أَبِيهِ، فرحمْتُها وَهِيَ أُمِّي، وَدَعَوْتُ رَبِّي أَنْ يَرْفَعَ عَنْ أُمَّتِي أَرْبَعًا، فَرَفَعَ عَنْهُمُ اثْنَتَيْنِ، وَأَبَى أَنْ يَرْفَعَ عَنْهُمُ اثْنَتَيْنِ: دعوتُ رَبِّي أَنْ يَرْفَعَ عَنْهُمُ الرَّجْمَ مِنَ السَّمَاءِ والغَرَق مِنَ الأرض، وألا يلبسهم شيعا، وألا يذيق بعضهم بَأْسَ بَعْضٍ، فَرَفَعَ اللَّهُ عَنْهُمُ الرَّجْمَ مِنَ السَّمَاءِ، وَالْغَرَقَ مِنَ الْأَرْضِ، وَأَبَى اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَ عَنْهُمُ الْقَتْلَ وَالْهَرْجَ". وَإِنَّمَا عَدَلَ إِلَى قَبْرِ أُمِّهِ لِأَنَّهَا كَانَتْ مَدْفُونَةً تَحْتَ كَداء وَكَانَتْ عُسْفان لَهُمْ.
bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Marwazi, telah menceritakan kepada kami Abud Darda Abdul Aziz ibnu Munib, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Abdullah ibnu Kaisan, dari ayahnya,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. ketika kembali dari medan Tabuk melakukan ibadah Umrah. Ketika turun dari Lereng Asfan, beliau memerintahkan para sahabatnya untuk beristirahat di Aqabah menunggunya
yang akan pergi hingga beliau bergabung kembali dengan mereka. Nabi Saw. pergi, lalu turun di kuburan ibunya dan bermunajat kepada Tuhannya cukup lama. Setelah itu beliau menangis dengan tangisan yang berat,
maka mereka yang menemaninya ikut menangis pula karena tangisannya. Mereka mengatakan bahwa tidak sekali-kali Nabi Allah menangis di tempat seperti ini melainkan Allah telah menurunkan sesuatu buat umatnya y
ang tidak akan mampu mereka melakukannya. Ketika mereka menangis, maka Nabi Saw. bangkit dan kembali kepada mereka, lalu bertanya, "Apakah yang menyebabkan kalian menangis?" Mereka menjawab, "Wahai Nabi Allah,
kami menangis karena tangisanmu." Mereka mengatakan kepadanya, "Barangkali Allah telah memerintahkan sesuatu kepada umatmu yang tidak mampu mereka sanggah." Nabi Saw. bersabda, "Tidak, memang sebagiannya.
Tetapi aku turun di atas kubur ibuku, lalu aku memohon kepada Allah agar Dia memberiku izin untuk memberikan syafaat buat ibuku di hari kiamat nanti, tetapi Allah menolak dan tidak memberiku izin, sehingga aku menangis karena dia
adalah ibuku sendiri, aku kasihan kepadanya. Lalu datanglah Jibril kepadaku dan membawakan firman-Nya: Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya
kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. (At-Taubah: 114); Jibril berkata, 'Maka berlepas dirilah kamu dari ibumu sebagaimana Ibrahim
berlepas diri dari ayahnya.' Maka aku merasa kasihan kepadanya karena dia adalah ibuku sendiri. Dan aku berdoa kepada Tuhanku semoga Dia melenyapkan dari umatku empat perkara. Maka Allah melenyapkan dari mereka
dua perkara dan menolak tidak mau melenyapkan yang duanya lagi. Aku berdoa kepada Tuhanku, semoga Dia melenyapkan dari mereka rajam dari langit dan banjir dari bumi yang menenggelamkan,
dan hendaklah Dia tidak memecah belah mereka menjadi berbagai golongan, serta hendaklah Dia tidak merasakan kepada sebagian dari mereka dengan keganasan sebagian yang lainnya. Maka ternyata Allah melenyapkan
dari mereka azab rajam dari langit dan banjir yang menenggelamkan dari tanah, tetapi Allah menolak, tidak mau melenyapkan dari mereka pembunuhan dan perpecahan."Dalam hadis di atas disebutkan bahwa Nabi Saw.
turun ke bawah karena letak kubur ibunya di bawah Lereng Kida, sedangkan Asfan berada di lereng bagian atasnya.Hadis ini dinilai garib dan konteksnya aneh, tetapi ada lagi hadis yang lebih garib dan lebih mungkar
daripada hadis di atas, yaitu apa yang diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Bagdadi di dalam Kitab As-Sabiq wal Lahiq dengan sanad yang majhul melalui Siti Aisyah. Di dalamnya disebutkan suatu kisah bahwa Allah menghidupkan
kembali ibu Aminah, lalu ibu Aminah beriman kepada Rasul Saw., setelah itu dikembalikan kepada keadaan semula.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Suhaili di dalam kitab Ar-Raud dengan sanad yang di dalamnya
terdapat sejumlah orang yang berpredikat majhul. Disebutkan bahwa Allah menghidupkan kedua orang tua Nabi Saw. berkat permintaan Nabi Saw., lalu keduanya beriman kepada Nabi Saw.
Al-Hafiz ibnu Dahiyyah telah mengatakan bahwa hadis ini maudu', bertentangan dengan Al-Qur'an dan ijmak. Allah Swt. telah berfirman:
{وَلا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ}
Dan tidak (pula diterima tobat) orang-orang yang mati, sedangkan mereka di dalam kekafiran. (An-Nisa: 18)Abu Abdullah Al-Qurtubi mengatakan, sesungguhnya pengertian hadis ini yang disanggah oleh Ibnu Dahiyyah
menunjukkan bahwa apa yang dimaksud oleh hadis adalah kehidupan yang baru, perihalnya sama dengan kembalinya matahari sesudah terbenamnya, lalu Nabi Saw. melakukan salat Asar. At-Tahawi mengatakan bahwa
hadis mengenai kembalinya matahari ini memang telah dikuatkan. Al-Qurtubi mengatakan, dinilai dari segi akal dan syara' masalah dihidupkan-Nya kembali kedua orang tua Nabi Saw. tidaklah mustahil. Al-Qurtubi mengatakan pula,
ia pernah mendengar bahwa Allah menghidupkan kembali paman Nabi Saw., Abu Talib; lalu Abu Talib beriman kepada Nabi Saw.Menurut kami, semuanya itu bergantung kepada kesahihan hadis.
Apabila hadisnya memang berpredikat sahih, maka tidak mustahil hal itu dapat terjadi.Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman
memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat. Nabi Saw. bermaksud memohonkan ampun kepada Allah buat ibunya, tetapi Allah Swt. melarangnya melakukan hal tersebut.
Maka Nabi Saw. berkata, "Sesungguhnya Ibrahim kekasih Allah telah memohonkan ampun kepada Engkau buat ayahnya." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah)
untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. (At-Taubah: 114), hingga akhir ayat.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini,
bahwa pada awal mulanya mereka memohonkan ampun kepada Allah buat orang tua-orang tua mereka (di masa Jahiliah), hingga ayat ini diturunkan. Maka sejak itu mereka tidak lagi memohonkan ampun
buat orang-orang mati mereka (di masa Jahiliah). Mereka juga tidak dilarang memohonkan ampun kepada Allah buat orang-orang yang masih hidup sebelum matinya, kemudian Allah menurunkan firman-Nya:
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tiada lain. (At-Taubah: 114), hingga akhir ayat.Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini: telah diceritakan kepada kami
bahwa pernah ada sejumlah sahabat Nabi Saw. bertanya, "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya di antara bapak-bapak kita ada yang selalu berbuat baik kepada tetangganya, menghubungkan silaturahmi,
menolong orang-orang yang kesusahan, dan menunaikan janji-janjinya. Maka bolehkah kami memohonkan ampun kepada Allah buat mereka?" Nabi Saw. bersabda, "Memang benar, demi Allah, sesungguhnya
aku benar-benar akan memohonkan ampun kepada Allah buat ayahku, sebagaimana Ibrahim memohonkan ampun kepada Allah buat bapaknya." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Tiadalah sepatutnya bagi nabi
dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113) sampai dengan firman-Nya: adalah penghuni neraka Jahim. (At-Taubah: 113) Kemudian Allah Swt.
membela Nabi Ibrahim a.s. melalui firman-Nya: Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tiada lain. (At-Taubah: 114), hingga akhir ayat.Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw.
telah bersabda:
"أَوْحِيَ إِلَيَّ كَلِمَاتٌ، فَدَخَلْنَ فِي أُذُنِي ووقَرْن فِي قَلْبِي: أمِرْتُ أَلَّا أستغفرَ لِمَنْ مَاتَ مُشْرِكًا، وَمَنْ أَعْطَى فَضْلَ مَالِهِ فَهُوَ خيرٌ لَهُ، وَمَنْ أَمْسَكَ فَهُوَ شرٌ لَهُ، وَلَا يَلُومُ اللَّهُ عَلَى كَفاف".
Allah telah mewahyukan kepadaku beberapa kalimat yang kudengar dengan baik dan menetap tinggal di hatiku, yaitu aku diperintahkan agar tidak memohonkan ampun untuk orang yang mati dalam keadaan musyrik.
Barang siapa yang memberikan lebihan dari hartanya, maka hal itu lebih baik baginya; dan barang siapa yang memegangnya, maka hal itu lebih buruk baginya, tetapi tidaklah Allah mencela orang yang beroleh pas-pasan.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Asy-Syaibani, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki Yahudi mati meninggalkan seorang anak lelaki yang muslim. Maka anaknya itu
tidak keluar mengantarkan jenazah ayahnya. Ketika hal tersebut diceritakan kepada Ibnu Abbas, maka Ibnu Abbas berkata bahwa seharusnya dia ikut berjalan mengiringinya dan mengebumikannya serta mendoakan kebaikan baginya
selagi ayahnya masih hidup. Tetapi apabila ayahnya telah mati, hendaklah ia menyerahkan nasib ayahnya itu kepada ayahnya sendiri. Lalu Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah)
untuk bapaknya tiada lain. (At-Taubah: 114) sampai dengan firman-Nya: maka Ibrahim berlepas diri darinya. (At-Taubah: 114) Yaitu tidak mendoakannya lagi. Kesahihan riwayat ini terbuktikan melalui apa yang telah diriwayatkan
oleh Imam Abu Daud dan lain-lainnya melalui Ali r.a. Bahwa ketika Abu Talib meninggal dunia, aku (Ali) berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya pamanmu —syekh yang sesat itu— telah meninggal dunia." Maka Nabi Saw. bersabda,
”Pergilah kamu dan kebumikanlah jenazahnya, dan janganlah engkau menceritakan sesuatu pun mengenai diriku sebelum kamu datang kepadaku." Lalu Imam Abu Daud menceritakan hadis ini hingga selesai.
"وَصَلتكَ رَحِمٌ يَا عَمِّ"
“semoga rahmat mencapaimu hai paman.”Ata ibnu Abu Rabah pernah mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan permohonan rahmat (ampunan) buat seorang pun dari kalangan ahli kiblat, sekalipun dia adalah
seorang wanita Habsyah yang mengandung karena zina; karena sesungguhnya dia belum pernah mendengar Allah melarang memohonkan rahmat kecuali hanya terhadap orang-orang musyrik. Allah Swt. telah berfirman:
Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat.Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Waki', dari ayahnya,
dari Ismah ibnu Ramil, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah berkata, "Semoga Allah merahmati orang lelaki yang memohonkan ampun kepada Allah untuk Abu Hurairah dan ibunya.
" Aku bertanya," Juga buat ayah Abu Hurairah." Abu Hurairah menjawab, "Tidak, karena sesungguhnya ayahku mati dalam keadaan musyrik." Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ}
Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. (At-Taubah: 114)Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi Ibrahim masih terus memohonkan ampun kepada Allah
untuk bapaknya hingga bapaknya meninggal dunia. Setelah nyata bagi Nabi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah, maka berlepas dirilah ia dari ayahnya. Riwayat lain menyebutkan bahwa setelah ayahnya itu mati,
jelaslah bagi Ibrahim a.s. bahwa ayahnya itu adalah musuh Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, serta lain-lainnya.Ubaid ibnu Umair dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa Nabi Ibrahim
berlepas diri dari bapaknya kelak di hari kiamat, yaitu di saat ia bersua dengan bapaknya yang wajahnya hitam legam. Lalu bapaknya berkata, "Hai Ibrahim, sesungguhnya dahulu aku mendurhakaimu, tetapi sekarang aku
tidak akan mendurhakaimu lagi." Maka Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, bukankah Engkau telah berjanji kepadaku bahwa Engkau tidak akan membuatku terhina di hari manusia dibangkitkan. Maka kehinaan apalagi yang lebih berat
daripada mempunyai seorang bapak yang dijauhkan dari rahmat." Maka dikatakan, "Lihatlah ke belakangmu." Maka tiba-tiba terdapat hewan kurban yang berlumuran darah yang telah diubah wujudnya menjadi dubuk.Kemudian dubuk itu ditarik dan
diseret kakinya, lalu dilemparkan ke dalam neraka. Firman Allah Swt.:
{إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ}
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (At-Taubah: 114)Sufyan As-Sauri dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah meriwayatkan dari Asim ibnu Bahdalah, dari Zur ibnu Hubaisy,
dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa makna al-awwah ialah banyak berdoa. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Mas'ud.
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى: حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ بْنُ مِنْهال، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ بَهْرام، حَدَّثَنَا شَهْر بْنُ حَوشب، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَدَّادِ بْنِ الْهَادِ قَالَ: بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْأَوَّاهُ؟ قَالَ: "الْمُتَضَرِّعُ"، قَالَ: {إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepadaku Abdul Hamid ibnu Bahram, telah menceritakan kepada kami Syahr ibnu Hausyab,
dari Abdullah ibnu Syaddad ibnul Had yang mengatakan bahwa ketika Nabi Saw. sedang duduk, seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah makna al-awwah?' Rasulullah Saw. menjawab bahwa al-awwah artinya
orang yang sangat lembut hatinya. Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun (At Taubah : 114)Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Ibnul Mubarak,
dari Abdul Hamid ibnu Bahram dengan sanad yang sama, yang lafaznya berbunyi seperti berikut: Al-awwah artinya sangat lembut hatinya lagi banyak berdoa.As-Sauri telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil,
dari Muslim Al-Batin, dari Abul Gadir, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang makna al-awwah. Maka ia menjawab bahwa al-awwah artinya penyayang.Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid,
Abu Maisarah Umar ibnu Syurahbil, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, dan lain-lainnya, bahwa makna al-awwah ialah penyayang terhadap hamba-hamba Allah.Ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Khalid, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa al-awwah artinya orang yang mempunyai keyakinan menurut bahasa Habsyah (Etiopia). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa al-awwah artinya
orang yang berkeyakinan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Ad-Dahhak.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan —begitu pula Mujahid— dari Ibnu Abbas, bahwa al-awwah artinya orang yang beriman.
Menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, ditambahkan bahwa al-awwah artinya orang yang beriman lagi banyak bertobat.Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-awwah menurut bahasa Habsyah artinya
orang yang mukmin. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Juraij, bahwa al-awwah menurut bahasa Habsyah artinya orang mukmin.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi 'ah, dari Al-Hari s ibnu Yazid, dari Ali ibnu Rabah, dari Uqbah ibnu Amir, bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada seorang lelaki yang dikenal dengan julukan "Zun Nijddain'
(orang yang memiliki dua pedang), bahwa sesungguhnya dia adalah orang yang lembut hatinya. Dikatakan demikian karena lelaki itu setiap disebutkan nama Allah di dalam Al-Qur'an, maka ia berdoa dengan suara yang keras.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir.Sa'id ibnu Jubair dan Asy-Sya'bi mengatakan bahwa al-awwah artinya orang yang suka bertasbih (salat)Ibnu Wahb telah meriwayatkan dari Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Abuz Zahiriyyah,
dari Jubair ibnu Nafir, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan, "Tiada yang dapat memelihara salat duha kecuali hanya orang yang berhati lemah lembut."Syafi ibnu Mati', dari Ayyub, menyebutkan bahwa al-awwah artinya
'orang yang apabila teringat akan kesalahan-kesalahannya, maka ia memohon ampun kepada Allah darinya'.Dari Mujahid, disebutkan bahwa al-awwah ialah orang yang memelihara diri, yakni seseorang yang berbuat dosa secara
sembunyi-sembunyi, lalu ia bertobat dari dosanya itu dengan sembunyi-sembunyi pula. Semua riwayat di atas diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ حَجَّاجٍ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ يَنَّاقٍ: أَنَّ رَجُلًا كَانَ يُكْثِرُ ذِكْرَ اللَّهِ وَيُسَبِّحُ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "إِنَّهُ أَوَّاهٌ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, dari Hajjaj, dari Al-Hakam, dari Al-Hasan ibnu Muslim ibnu Bayan, bahwa pernah ada seorang lelaki yang banyak berzikir
dan bertasbih kepada Allah. Kemudian perihalnya diceritakan kepada Nabi Saw. Maka Rasul Saw. bersabda: Sesungguhnya dia orang yang berhati lemah lembut.
قَالَ أَيْضًا حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيب، حَدَّثَنَا ابْنُ يَمَانٍ، حَدَّثَنَا المِنْهَال بْنُ خَلِيفَةَ، عَنْ حَجّاج بْنِ أَرْطَأَةَ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَفَنَ مَيِّتًا، فَقَالَ: "رَحِمَكَ اللَّهُ إِنْ كنتَ لَأَوَّاهًا"! يَعْنِي: تَلاءً لِلْقُرْآنِ
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Hani, telah menceritakan kepada kami Al-Minhal ibnu Khalifah, dari Hajjaj ibnu Artah, dari Ata, dari Ibnu Abbas,
dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah mengubur jenazah seseorang, lalu beliau bersabda: Semoga Allah merahmati engkau, sesungguhnya engkau adalah orang yang awwah. Yakni banyak membaca Al-Qur'an.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Yunus Al-Bahili yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang laki-laki dari Mekkah yang aslinya berasal dari Romawi, dia ahli cerita. Dia menceritakan hadis ini dari Abu Zar
yang telah mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki tawaf di Baitullah seraya berdoa, dalam doanya itu ia selalu mengucapkan kata-kata, "Aduh. aduh." Ketika disebutkan hal itu kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw.
bersabda bahwa dia adalah orang yang banyak mengaduh, Abu Zar melanjutkan kisahnya.”Lalu ia keluar di suatu malam, tiba-tiba ia menjumpai Rasulullah Saw. sedang mengebumikan jenazah lelaki tersebut di malam hari seraya
membawa pelita." Hadis ini garib. diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.Telah diriwayatkan dari Ka'bul Ahbar, bahwa ia mengatakan bahwa ia telah mendengar firman-Nya: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya
lagi penyantun. (At-Taubah: 114) Perawi mengatakan, tersebutlah apabila Ka'bul Ahbar teringat kepada neraka, maka ia selalu mengatakan, "Aduh, semoga dijauhkan dari neraka."Ibnu Juraij telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (At-Taubah: 114) Yang dimaksud dengan awwah ialah faqih, yakni ahli fiqih.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang paling utama ialah yang mengatakan bahwa al-awwah artinya banyak berdoa, ini sesuai dengan konteks, karena Allah Swt. telah menyebutkan bahwa Ibrahim a.s.
tidak sekali-kali memintakan ampun kepada Allah untuk bapaknya, melainkan karena dia telah berjanji akan melakukannya buat bapaknya. Nabi Ibrahim adalah orang yang banyak berdoa lagi penyantun terhadap orang yang berbuat aniaya
dan orang yang menimpakan hal-hal yang tidak disukai terhadap dirinya. Karena itulah maka Nabi Ibrahim memohonkan ampun kepada Allah untuk bapaknya, sekalipun bapaknya itu sangat menyakitinya,
seperti yang dikisahkan oleh firman-Nya:
{أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لأرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا. قَالَ سَلامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا}
Berkata bapaknya, "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” Berkata Ibrahim, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu,
aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (Maryam: 46-47)Ternyata Nabi Ibrahim bersikap penyantun terhadap bapaknya, sekalipun bapaknya menyakitinya.
Beliau bahkan berdoa dan memohonkan ampun untuknya. Karena itulah dalam akhir ayat ini disebutkan:
{إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ}
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (At-Taubah: 114)
Surat At-Taubah |9:114|
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ ۚ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
wa maa kaanastighfaaru ibroohiima li`abiihi illaa 'am mau'idatiw wa'adahaaa iyyaah, fa lammaa tabayyana lahuuu annahuu 'aduwwul lillaahi tabarro`a min-h, inna ibroohiima la`awwaahun ḥaliim
Adapun permohonan ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya. Maka ketika jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah, Ibrahim berlepas diri darinya. Sungguh, Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.
And the request of forgiveness of Abraham for his father was only because of a promise he had made to him. But when it became apparent to Abraham that his father was an enemy to Allah, he disassociated himself from him. Indeed was Abraham compassionate and patient.
(Dan permintaan ampun dari Ibrahim kepada Allah untuk bapaknya (pamannya) tidak lain hanya karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu)
melalui perkataan Nabi Ibrahim sendiri, seperti apa yang diungkapkan oleh firman-Nya, "Aku akan mintakan ampun bagimu kepada Rabbku.
" (Q.S. Maryam 47) Nabi Ibrahim menjanjikan demikian dengan harapan semoga bapak (paman)nya itu mau masuk Islam. (Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya/pamannya itu adalah musuh Allah)
lantaran ia mati dalam keadaan kafir (maka Ibrahim berlepas diri daripadanya) kemudian Nabi Ibrahim berhenti dari memintakan ampunannya.
(Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut) banyak merendahkan diri dan berdoa kepada Allah (lagi penyantun) sangat sabar di dalam menahan derita.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 114 |
Penjelasan ada di ayat 113
Surat At-Taubah |9:115|
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِلَّ قَوْمًا بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّىٰ يُبَيِّنَ لَهُمْ مَا يَتَّقُونَ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
wa maa kaanallohu liyudhilla qoumam ba'da iż hadaahum ḥattaa yubayyina lahum maa yattaquun, innalloha bikulli syai`in 'aliim
Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum setelah mereka diberi-Nya petunjuk sehingga dapat dijelaskan kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
And Allah would not let a people stray after He has guided them until He makes clear to them what they should avoid. Indeed, Allah is Knowing of all things.
(Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka) kepada Islam
(hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi) yakni amal-amal perbuatan mana saja yang harus mereka jauhi, akan tetapi ternyata mereka tidak menjauhinya,
maka mereka layak menjadi orang-orang yang disesatkan. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) antara lain ialah mengetahui siapa yang berhak
untuk disesatkan dan siapa yang berhak untuk mendapat hidayah-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 115 |
Tafsir ayat 115-116
Allah Swt. menceritakan perihal Diri-Nya Yang Mahamulia dan hukumNya yang adil, bahwa sesungguhnya Dia tidak akan menyesatkan suatu kaum, melainkan sesudah disampaikan kepada mereka
risalah dari sisiNya, sehingga hujah telah ditegakkan atas mereka. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى}
Dan adapun kaum Samud, maka mereka telah Kami beri petunjuk. (Fushshilat: 17), hingga akhir ayat.Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum,
sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka. (At-Taubah: 115), hingga akhir ayat. Hal ini merupakan penjelasan dari Allah Swt. kepada orang-orang mukmin dalam masalah tidak memohonkan ampun kepada-Nya
khusus bagi kaum musyrik. Dan di dalam penjelasan-Nya untuk mereka biasanya terkandung larangan dan perintah-Nya secara umum. Dengan kata lain, kerjakanlah atau tinggalkanlah.Ibnu Jarir mengatakan, Allah Swt.
berfirman bahwa tidak sekali-kali Allah akan memutuskan terhadap kalian kesesatan karena kalian telah memintakan ampun kepada-Nya buat orang-orang mati kalian yang musyrik, padahal Allah telah memberikan hidayah kepada kalian
dan memberikan taufik-Nya kepada kalian untuk beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Terkecuali jika Dia telah menyodorkan larangan hal itu kepada kalian, maka kalian harus meninggalkannya. Adapun sebelum dijelaskan
kepada kalian bahwa hal tersebut merupakan perbuatan yang dilarang, kemudian kalian melakukannya, maka kalian tidak akan dihukumi sebagai orang-orang yang melakukan kesesatan. Sesungguhnya maksiat dan taat itu hanyalah
berdasarkan perintah dan larangan. Adapun terhadap hal-hal yang tidak diperintahkan dan tidak pula dilarang, maka melakukannya bukan terbilang sebagai orang yang taat, tidak pula sebagai orang yang durhaka. Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ}
Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagi kalian selain Allah. (At-Taubah: 116) Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna ayat ini
mengandung pengertian anjuran dari Allah Swt. kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk memerangi orang-orang musyrik dan pemimpin kekufuran. Dan hendaknyalah mereka percaya akan pertolongan Allah,
Raja langit dan bumi; dan janganlah mereka merasa gentar dalam menghadapi musuh-musuhnya, karena sesungguhnya tidak ada pelindung bagi mereka dan tidak ada penolong bagi mereka selain Dia.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي دُلَامَةَ الْبَغْدَادِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ صَفْوَانِ بْنِ مُحْرِز، عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ: بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَصْحَابِهِ إِذْ قَالَ لَهُمْ: "هَلْ تَسْمَعُونَ مَا أَسْمَعُ؟ " قَالُوا مَا نَسْمَعُ مِنْ شَيْءٍ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي لَأَسْمَعُ أَطِيطَ السَّمَاءِ، وَمَا تُلَامُ أَنْ تَئطَّ، وَمَا فِيهَا مِنْ مَوْضِعِ شِبْرٍ إِلَّا وَعَلَيْهِ مَلَكٌ سَاجِدٌ أَوْ قَائِمٌ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abu Dilamah Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah,
dari Safwan ibnu Muharriz, dari Hakim ibnu Hizam yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berada di antara para sahabatnya, tiba-tiba beliau Saw. bertanya kepada mereka, "Apakah kalian mendengar apa yang saya dengar?"
Mereka menjawab, "Kami tidak mendengar sesuatupun." Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya aku mendengar suara gemuruh langit, tetapi tidaklah dicela bila langit mengeluarkan suara gemuruh, karena tiada suatu jengkal tempat pun
darinya melainkan padanya terdapat seorang malaikat sedang sujud atau sedang berdiri. Ka'bul Ahbar mengatakan bahwa tidak ada suatu tempat sebesar lubang jarum pun dari bumi ini melainkan padanya terdapat malaikat
yang ditugaskan menjaganya dan melaporkan pengetahuan hal tersebut kepada Allah. Dan sesungguhnya jumlah malaikat langit benar-benar lebih banyak daripada bilangan pasir. Dan sesungguhnya malaikat penyangga
'Arasy itu panjang antara tumit kaki seseorang dari mereka sampai kepada betisnya sama dengan perjalanan seratus tahun.
Surat At-Taubah |9:116|
إِنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ يُحْيِي وَيُمِيتُ ۚ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
innalloha lahuu mulkus-samaawaati wal-ardh, yuḥyii wa yumiit, wa maa lakum min duunillaahi miw waliyyiw wa laa nashiir
Sesungguhnya Allah memiliki kekuasaan langit dan Bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah.
Indeed, to Allah belongs the dominion of the heavens and the earth; He gives life and causes death. And you have not besides Allah any protector or any helper.
(Sesungguhnya kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tiada bagi kalian) hai umat manusia
(selain dari Allah) (yang melindungi) kalian daripada-Nya (dan yang memberikan pertolongan) yang dapat mencegah diri kalian dari kepastian Allah.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 116 |
Penjelasan ada di ayat 115
Surat At-Taubah |9:117|
لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
laqot taaballohu 'alan-nabiyyi wal-muhaajiriina wal-anshoorillażiinattaba'uuhu fii saa'atil-'usroti mim ba'di maa kaada yaziighu quluubu fariiqim min-hum ṡumma taaba 'alaihim, innahuu bihim ro`uufur roḥiim
Sungguh, Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin, dan orang-orang Ansar, yang mengikuti Nabi pada masa-masa sulit, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling kemudian Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada mereka,
Allah has already forgiven the Prophet and the Muhajireen and the Ansar who followed him in the hour of difficulty after the hearts of a party of them had almost inclined [to doubt], and then He forgave them. Indeed, He was to them Kind and Merciful.
(Sesungguhnya Allah telah menerima tobat) artinya Dia menerima tobat untuk selamanya (Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Ansar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan)
yakni sewaktu keadaan sedang sulit-sulitnya. Hal ini terjadi sewaktu perang Tabuk; sebiji buah kurma dimakan oleh dua orang, dan sepuluh orang pasukan
saling bergantian menaiki satu hewan kendaraan di antara sesama mereka, dan panas pada saat itu terik sekali sehingga mereka meminum air yang ada dalam perut unta karena persediaan air habis
(setelah hampir berpaling) dapat dibaca yaziighu atau taziighu, artinya cenderung (hati segolongan dari mereka) dari mengikuti Nabi kemudian mereka
bermaksud untuk kembali dan tidak ikut berperang lantaran kesulitan yang sedang mereka alami pada saat itu (kemudian Allah menerima tobat mereka itu)
dengan memberikan keteguhan dan kesabaran kepada mereka. (Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang).
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 117 |
Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan dalam Perang Tabuk. Demikian itu karena mereka berangkat menuju medan Tabuk dalam situasi yang sangat berat,
yaitu di musim kering, panas yang terik, serta sulit untuk mendapat bekal dan air.Qatadah mengatakan bahwa mereka berangkat menuju negeri Syam —yaitu medan Tabuk— dalam musim panas yang sangat terik dan musim paceklik.
Mereka mengalami musim paceklik yang berat tahun itu, sehingga disebutkan bahwa ada dua orang lelaki membagi dua sebiji buah kurma di antara keduanya. Tersebut pula bahwa sejumlah pasukan terbiasa silih berganti
mengisap sebiji kurma di antara sesama mereka, setelah itu barulah minum air. Kemudian sebiji kurma itu berpindah tangan ke yang lain, setelah minum diberikannya kepada yang belum. Akhirnya Allah menerima tobat mereka
dan memulangkan mereka dari medan perangnya.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Hari s,
dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Atabah, dari Nafi' ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari Abdullah ibnu Abbas, bahwa pernah ditanyakan kepada Umar ibnul Khattab tentang kisah pasukan Usrah. Maka Umar ibnul Khattab menjawab,
"Kami berangkat ke medan Perang Tabuk dengan Rasulullah Saw. di tengah musim panas yang keras. Lalu kami turun istirahat di suatu tempat, karena saat itu kami mengalami kehausan, sehingga kami merasa seakan-akan leher kami
akan terputus (mati kehausan). Sesungguhnya seseorang di antara kami pergi untuk mencari air, tetapi ia tidak mendapatkannya sehingga ia menduga bahwa lehernya terputus. Dan ada seorang lelaki menyembelih untanya,
lalu memeras bagian perut unta yang mengandung air, kemudian meminumnya, lalu sisanya ia siramkan ke dadanya. Maka Abu Bakar berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah telah menjanjikan kebaikan kepadamu dalam berdoa,
maka doakanlah buat kami.' Rasul Saw. bertanya, 'Apakah kamu suka hal itu?' Abu Bakar menjawab, 'Ya.' Maka Rasulullah Saw. mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. Sebelum beliau menurunkan kedua tangannya,
langit menurunkan hujan yang lebat, kemudian keadaan menjadi tenang. Maka mereka memenuhi semua wadah yang mereka bawa dengan air. Kemudian kami berangkat memeriksa, dan ternyata hujan itu tidak melampaui markas
pasukan kaum muslim."Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin, dan orang-orang Ansar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan.
(At-Taubah: 117) Yakni sulit mendapat biaya, kendaraan, bekal, dan air. setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling. (At-Taubah: 117) Artinya, berpaling dari kebenaran, merasa ragu kepada agama Rasulullah Saw.,
serta bimbang karena masyaqat dan kesengsaraan yang mereka alami dalam perjalanan mereka menuju medan perang. kemudian Allah menerima tobat mereka itu. (At-Taubah: 117) Yakni kemudian Allah mengilhamkan kepada mereka
bertobat kepada-Nya dan kembali teguh dalam membela agama-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. (At-Taubah: 117)
Surat At-Taubah |9:118|
وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّىٰ إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
wa 'alaṡ-ṡalaaṡatillażiina khullifuu, ḥattaaa iżaa dhooqot 'alaihimul-ardhu bimaa roḥubat wa dhooqot 'alaihim anfusuhum wa zhonnuuu al laa malja`a minallohi illaaa ilaiih, ṡumma taaba 'alaihim liyatuubuu, innalloha huwat-tawwaabur-roḥiim
dan terhadap tiga orang yang ditinggalkan. Hingga ketika Bumi terasa sempit bagi mereka, padahal Bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah (pula terasa) sempit bagi mereka serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksaan) Allah, melainkan kepada-Nya saja, kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.
And [He also forgave] the three who were left behind [and regretted their error] to the point that the earth closed in on them in spite of its vastness and their souls confined them and they were certain that there is no refuge from Allah except in Him. Then He turned to them so they could repent. Indeed, Allah is the Accepting of repentance, the Merciful.
(Dan) Allah menerima tobat pula (terhadap tiga orang yang ditangguhkan) penerimaan tobat mereka melalui bukti yang menunjukkan hal itu
(sehingga apabila bumi terasa sempit oleh mereka padahal bumi itu luas) sekalipun kenyataannya bumi itu luas lantaran mereka tidak dapat menemukan tempat yang dapat mengganti hati mereka
(dan jika hati mereka pun terasa sempit pula) yakni hati mereka menjadi sempit lantaran susah dan asing disebabkan tobat mereka ditangguhkan penerimaannya sehingga hati mereka tidak gembira
dan selalu tidak tenteram (serta mereka menduga) dan merasa yakin (bahwasanya) dibaca dengan takhfif, yaitu an (tidak ada tempat lari dari siksa Allah melainkan kepada-Nya saja.
Kemudian Allah menerima tobat mereka) Allah memberikan taufik dan kekuatan kepada mereka untuk bertobat (agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allahlah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang).
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 118 |
Tafsir ayat 118-119
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami keponakan Az-Zuhri (yaitu Muhammad ibnu Abdullah), dari pamannya (Muhammad ibnu Muslim Az-Zuhri),
telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Ka'b ibnu Malik, bahwa Ubaidillah ibnu Ka'b ibnu Malik yang menjadi juru penuntun Ka'b ibnu Munabbih setelah matanya buta mengatakan bahwa
ia pernah mendengar Ka'b ibnu Malik menceritakan hadis tentang dirinya ketika ia tidak ikut berangkat bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Tabuk. Ka'b ibnu Malik mengatakan, "Aku tidak pernah absen dari Rasulullah Saw.
dalam suatu peperangan pun yang dilakukannya, kecuali dalam Perang Tabuk. Hanya dalam Perang Badar aku tidak ikut, dan tidak ada seorang pun yang ditegur karena tidak mengikutinya. Karena sesungguhnya saat itu Rasulullah Saw.
berangkat hanya bertujuan untuk menghadang kafilah orang-orang Ouraisy, tetapi pada akhirnya Allah mempertemukan mereka dengan musuh mereka tanpa ada perjanjian sebelumnya. Sesungguhnya aku ikut bersama Rasulullah Saw.
dalam malam 'Aqabah ketika kami mengucapkan janji setia kami kepada Islam, dan aku tidak suka bila malam itu diganti dengan Perang Badar, sekalipun Perang Badar lebih dikenal oleh orang daripadanya. Termasuk berita yang menyangkut
diriku ketika aku tidak ikut berangkat bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Tabuk ialah bahwa pada saat itu keadaanku cukup kuat dan cukup mudah, yaitu ketika aku absen dari Rasulullah Saw. dalam peperangan tersebut. Demi Allah,
aku belum pernah mengumpulkan dua rahilah (unta kendaraan lengkap dengan perbekalannya) melainkan aku mampu mengumpulkannya buat perang itu. Rasulullah Saw. apabila hendak berangkat menuju suatu medan perang jarang sekali
menyebutkan tujuannya, melainkan menyembunyikannya di balik tujuan yang lain. Ketika tiba saat perang itu, maka Rasulullah Saw. berangkat menuju medannya dalam musim yang panas sekali dan perjalanan yang sangat jauh
serta padang sahara yang luas, juga akan menghadapi musuh yang sangat banyak. Maka Rasulullah Saw. memberikan kesempatan kepada kaum muslim untuk membuat persiapan sesuai dengan musuh yang akan mereka hadapi,
dan beliau Saw. memberitahukan kepada mereka tujuan yang akan ditempuhnya. Saat itu jumlah kaum muslim yang bersama Rasulullah Saw. sangat banyak sehingga sulit untuk dicatat jumlahnya."
Ka'b melanjutkan kisahnya, "Jarang sekali seorang lelaki yang berkeinginan untuk absen melainkan ia menduga bahwa dirinya pasti tidak diketahui, selagi tidak turun wahyu kepada Nabi Saw. dari Allah Swt.
yang memberitahukannya. Rasulullah Saw. berangkat ke medan Perang Tabuk di saat musim buah sedang masak dan naungan yang rindang, sedangkan diriku (Ka'b) lebih cenderung kepada kedua hal ini. Rasulullah Saw.
melakukan persiapan untuk menghadapinya bersama-sama kaum muslim, dan aku pun pergi dengan mereka untuk membuat persiapan, tetapi aku kembali dalam keadaan masih belum dapat menyelesaikan sesuatu pun dari persiapanku.
Lalu aku berkata kepada diri sendiri, 'Aku mampu membuat persiapan jika aku menghendakinya.' Hal tersebut berkepanjangan dalam diriku, sedangkan orang lain terus membuat persiapannya dengan penuh kesungguhan.
Hingga pada suatu hari Rasulullah Saw. dan kaum muslim berangkat, sedangkan aku masih belum menunaikan sesuatu pun dari persiapanku. Dan aku berkata kepada diriku sendiri, 'Aku akan membuat persiapanku dalam satu dua hari lagi,
lalu aku akan berangkat menyusul Rasulullah Saw.' Pada keesokan harinya setelah mereka semuanya pergi, aku pergi untuk membuat persiapanku, tetapi akhirnya aku kembali dalam keadaan masih belum mempersiapkan sesuatu pun
dari urusanku itu. Lalu pada keesokan harinya aku pergi lagi untuk membuat persiapan, tetapi aku kembali dalam keadaan belum menunaikan apa-apa. Hal itu berkepanjangan atas diriku, hingga pasukan kaum muslim telah menempuh
perjalanan yang cukup jauh. Kemudian aku berniat berangkat dan menyusul mereka —sebenarnya alangkah baiknya bagiku bila niat tersebut kulakukan—, tetapi aku tidak mampu melakukan hal itu.
Sejak saat itu apabila keluar menemui orang-orang sesudah keberangkatan Rasulullah Saw., aku selalu dilanda kesedihan, karena aku memandang diriku sendiri tiada lain seperti seseorang yang tenggelam dalam kemunafikannya,
atau sebagai seorang lelaki yang dimaafkan oleh Allah Swt. karena berhalangan. Rasulullah Saw. tidak menyebut tentang diriku melainkan sesudah sampai di medan Tabuk. Ketika beliau sudah sampai di Tabuk di saat beliau sedang duduk
di tengah-tengah kaum muslim, beliau Saw. bertanya, 'Apakah yang telah dilakukan Ka'b ibnu Malik?' Seorang lelaki dari kalangan Bani Salamah menjawab, 'Wahai Rasulullah, dia tertahan oleh dua lapis kain burdahnya
dan memandang kepada kedua sisi pundaknya,' yakni cenderung kepada duniawi. Maka perkataannya itu dibantah oleh Mu'az ibnu Jabal, 'Perkataanmu itu buruk sekali. Demi Allah, wahai Rasulullah, sepanjang pengetahuan kami
dia adalah orang yang baik.' Rasulullah Saw. diam."Ka'b ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Ketika sampai kepadaku berita yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. dalam perjalanan pulangnya dari medan Tabuk,
maka diriku dilanda kesedihan dan kesusahan, lalu aku mulai berpikir mencari alasan dengan berdusta untuk menyelamatkan diriku dari murka Rasulullah Saw. pada keesokan harinya. Untuk itu, aku bermusyawarah
dengan orang-orang yang pandai dari kalangan keluargaku. Tetapi ketika diberitakan bahwa Rasulullah Saw. kini telah dekat, maka lenyaplah kebatilan dari diriku, dan kini aku sadar bahwa diriku tidak akan selamat darinya
dengan alasan apa pun. Maka akhirnya aku Pada pagi harinya Rasulullah Saw. tiba. Kebiasaan Rasulullah Saw. apabila baru tiba dari suatu perjalanan, beliau memasuki masjid terlebih dahulu, lalu salat dua rakaat,
setelah itu duduk menghadapi orang-orang. Ketika Rasulullah Saw. telah melakukan hal itu, maka berdatanganlah kepadanya orang-orang yang tidak ikut berperang, lalu mereka mengemukakan uzurnya dan bersumpah kepadanya
untuk menguatkan alasannya. Yang melakukan demikian ada delapan puluh orang lebih, maka Rasulullah Saw. menerima lahiriah mereka dan memohonkan ampun kepada Allah untuk mereka, sedangkan mengenai isi hati mereka
beliau serahkan kepada Allah Swt. Setelah itu aku tiba dan mengucapkan salam kepadanya, maka ia kelihatan tersenyum sinis kepadaku, lalu bersabda, 'Kemarilah!' Aku berjalan ke arahnya hingga duduk di hadapannya, lalu ia bersabda,
'Apakah yang menyebabkan kamu tidak ikut perang? Bukankah kamu telah membeli kendaraan?' Aku menjawab, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya jika aku duduk di hadapan selain engkau dari kalangan penduduk dunia,
niscaya aku dapat keluar dari kemarahannya dengan berbagai alasan, sesungguhnya aku telah dianugerahi pandai berbicara. Tetapi demi Allah, aku merasa yakin bahwa jika aku berbicara kepadamu pada hari ini dengan pembicaraan
yang dusta hingga aku dapat membuatmu rida, niscaya Allah akan membuat engkau murka terhadap diriku dalam waktu yang dekat (yakni melalui wahyu-Nya yang menerangkan hal sebenarnya).
Dan sesungguhnya jika aku mengatakan hal yang sebenarnya kepadamu, niscaya engkau akan murka terhadap diriku karenanya; hanya saja aku benar-benar berharap semoga Allah memberikan akibat yang terbaik bagiku
dalam kejujuranku ini. Demi Allah, sebenarnya aku tidak mempunyai uzur (halangan) apa pun. Demi Allah, aku belum pernah mengalami keadaan yang luas dan mudah seperti ketika aku tidak ikut perang bersamamu'."
Ka'b ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Rasulullah Saw. bersabda: Adapun orang ini, maka ia berkata sejujurnya. Sekarang pergilah hingga Allah memberikan keputusan. Maka aku bangkit dan pergi, lalu bangkitlah banyak kaum lelaki
dari kalangan Bani Salamah mengikuti diriku, lalu mereka berkata kepadaku, "Demi Allah, kami belum pernah melihat engkau melakukan suatu dosa (kesalahan) pun sebelum ini. Kali ini engkau tidak mampu mengemukakan alasan
seperti apa yang dikemukakan oleh mereka yang tidak ikut perang itu. Padahal dosamu sudah cukup akan dihapus oleh permohonan ampun Rasulullah Saw. kepada Allah buat dirimu."Ka'b melanjutkan kisahnya, "Demi Allah,
mereka terus-menerus menegurku hingga timbul perasaan dalam hatiku seandainya aku kembali kepada Rasulullah Saw., lalu aku berdusta terhadap diriku. Kemudian aku bertanya kepada mereka, 'Apakah ada orang lain
yang mengalami seperti apa yang aku lakukan?' Mereka menjawab, 'Ya, engkau ditemani oleh dua orang lelaki yang kedua-duanya mengatakan hal yang sama dengan apa yang telah kamu katakan, lalu dijawab dengan jawaban
yang sama seperti yang diutarakan kepadamu.' Aku bertanya, 'Siapakah keduanya itu?' Mereka menjawab, 'Mararah ibnu Rabi' Al-Amiri dan Hilal ibnu Umayyah Al-Waqifi.' Mereka menceritakan kepadaku perihal dua orang lelaki
yang pernah ikut dalam Perang Badar, kedua-duanya adalah orang yang saleh, dan pada diri keduanya terdapat teladan yang baik bagi diriku. Lalu aku meneruskan perjalananku setelah mereka menceritakan kedua orang itu kepadaku."
Ka'b ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Rasulullah Saw. melarang kaum muslim berbicara dengan kami bertiga dari kalangan orang-orang yang tidak ikut perang bersamanya. Maka kami dijauhi oleh orang-orang. Sikap mereka berubah total
terhadap kami, hingga terasa olehku bahwa bumi yang aku huni ini bukanlah bumi yang pernah aku tinggal padanya dan bukanlah bumi yang aku kenal. Kami tinggal dalam keadaan demikian selama lima puluh hari. Kedua temanku itu
diam saja dan hanya tinggal di dalam rumahnya masing-masing sambil menangis tiada henti-hentinya (menyesali perbuatannya), tetapi aku adalah orang yang paling sabar dan paling tahan dalam menderita di antara mereka.
Aku tetap ikut salat berjamaah bersama kaum muslim dan berkeliling Di pasar-pasar tanpa ada seorang pun yang mau berbicara kepadaku. Dan aku datang menghadap Rasulullah Saw. ketika beliau sedang berada di majelisnya
sesudah salat, lalu aku mengucapkan salam kepadanya, dan aku berkata kepada diriku sendiri bahwa apakah beliau menggerakkan kedua bibirnya menjawab salamku ataukah tidak. Kemudian aku salat di dekatnya
dan mencuri pandang ke arahnya. Tetapi apabila aku menghadapi salatku, beliau memandang ke arahku, dan apabila aku memandang ke arahnya, maka beliau berpaling dariku. Keadaan seperti itu berlangsung cukup lama kualami,
semua orang muslim tidak mau berbicara kepadaku, hingga aku berjalan menelusuri tembok kebun milik Abu Qatadah. yaitu saudara sepupuku dan orang yang paling aku sukai. Lalu aku mengucapkan salam kepadanya, tetapi
—demi Allah—- dia tidak menjawab salamku. Lalu aku berkata, 'Hai Abu Qatadah. aku memohon kepadamu dengan menyebut nama Allah, apakah engkau mengetahui bahwa aku cinta kepada Allah dan Rasul-Nya?'."
Ka'b ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Sepupuku itu diam saja." Ka'b ibnu Malik mengulangi salam dan pertanyaannya, tetapi sepupunya itu tetap diam. Ketika Ka'b ibnu Malik mengulangi lagi hal itu kepadanya, barulah ia menjawab,
"Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Maka berlinanganlah air mata Ka'b ibnu Malik, hingga pergi dan meniti jalan dengan bersembunyi di balik tembok. Ketika aku (Ka'b ibnu Malik) sedang berjalan di pasar Madinah,
tiba-tiba aku bersua dengan seorang Nabti dari negeri Syam yang biasa mendatangkan bahan makanan untuk dijual di Madinah. Dia bertanya, "Siapakah yang akan menunjukkan Ka'b ibnu Malik kepadaku?"
Maka orang-orang menunjukkan kepadanya rumahku, hingga orang itu datang kepadaku dan menyerahkan sepucuk surat untukku dari Raja Gassan. Kebetulan aku adalah orang yang pandai baca tulis. Ketika kubaca isinya,
ternyata di dalamnya terdapat kata-kata berikut, "Amma ba'du. Sesungguhnya telah sampai kepada kami suatu berita yang mengatakan bahwa temanmu (yakni Nabi Saw.) telah menjauhimu, dan sesungguhnya
Allah tidak menjadikanmu berada di negeri yang semuanya menghina dan menyia-nyiakanmu. Maka bergabunglah dengan kami, kami pasti akan membantumu."Ka'b ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Setelah kubaca isi surat itu.
jiku berkata kepada diriku sendiri. Inipun suatu malapetaka lagi. Lalu aku menuju tempat pembakaran roti. kemudian surat itu aku masukkan ke dalamnya. Setelah berlalu empat puluh hari dari lima puluh hari yang telah kami sebutkan,
tiba-tiba Rasulullah Saw. —yakni utusannya— datang kepadaku seraya membawa pesan bahwa Rasulullah Saw. memerintahkan aku agar menjauhi istriku. Aku bertanya, 'Apakah aku harus menceraikannya ataukah harus bagaimana?'
Utusan itu menegaskan. 'Tidak, tetapi kamu harus menjauhinya, janganlah kamu mendekatinya." Hal yang sama telah dikatakan pula kepada kedua orang temanku."Ka'b ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu aku berkata kepada istriku,
'Pulanglah ke rumah orang tuamu dan tinggallah bersama mereka hingga Allah memutuskan perkaraku ini menurut apa yang dikehendaki-Nya'." Lain halnya dengan istri Hilal ibnu Umayyah (teman Ka'b yang juga dijauhkan).
Ia datang menghadap Rasulullah Saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Hilal adalah orang yang telah berusia lanjut lagi lemah keadaannya, dia pun tidak mempunyai pembantu,
apakah engkau tidak suka bila aku melayaninya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, tetapi dia tidak boleh mendekatimu." Istri Hilal berkata, "Sesungguhnya dia, demi Allah, tidak mempunyai selera apa pun.
Dia, demi Allah, masih terus-menerus menangis sejak peristiwa yang dialaminya sampai sekarang."Ka'b ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu salah seorang istriku ada yang mengatakan kepadaku,' Sebaiknya engkau meminta izin kepada
Rasulullah Saw. agar istrimu diberi izin untuk melayanimu seperti apa yang diizinkan kepada istri Hilal ibnu Umayyah untuk melayaninya.' Aku berkata, 'Demi Alah, aku tidak mau meminta izin kepada Rasulullah Saw. untuk istriku itu,
apakah nanti yang akan dikatakan oleh Rasulullah Saw. tentang diriku yang masih muda ini bila aku meminta izin kepadanya'."Ka'b ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Kami tinggal selama sepuluh hari dalam keadaan demikian,
hingga genaplah lima puluh hari sejak Rasulullah Saw. melarang orang-orang berbicara kepada kami."Ka'b ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu aku melakukan salat Subuh pada pagi hari yang kelima puluhnya di atas loteng
salah satu rumahku. Ketika itu aku sedang duduk dalam keadaan seperti apa yang disebutkan oleh Allah, bahwa jiwaku merasa sempit dan bumi yang luas ini terasa sempit bagiku. Dalam keadaan demikian aku mendengar suara seruan keras
dari atas Bukit Sala' yang menyerukan dengan suara keras sekali, 'Bergembiralah engkau, hai Ka'b ibnu Malik!' Maka aku menyungkur bersujud, dan aku mengetahui bahwa telah datang jalan keluar dari Allah Swt.,
yaitu dengan menerima tobat kami. Rasulullah Saw. seusai salat Subuhnya memaklumatkan penerimaan tobat kami oleh Allah Swt. Maka orang-orang pun pergi untuk menyampaikan berita gembira itu kepadaku
dan kepada kedua orang temanku. Ada seorang lelaki yang memacu kudanya dari kalangan kabilah Aslam, dan seorang lagi berlari menaiki puncak Bukit (Sala') untuk menyerukan hal itu, dan ternyata suara lebih cepat daripada kuda.
Ketika datang kepadaku orang yang telah kudengar suaranya menyampaikan berita gembira dari atas bukit itu, maka aku tanggalkan kedua bajuku, lalu kuberikan kepadanya sebagai penghargaan atas jasanya; padahal, demi Allah,
aku tidak mempunyai baju lagi yang selainnya pada saat itu. Lalu aku meminjam dua lapis baju dan kukenakan, lalu aku berangkat dengan tujuan akan menghadap Rasulullah Saw. Setiap orang yang aku jumpai secara berbondong-bondong
menyampaikan ucapan selamat mereka kepadaku karena tobatku diterima oleh Allah. Mereka mengatakan, 'Selamat dengan penerimaan tobatmu oleh Allah.' Ketika aku memasuki masjid, kujumpai Rasulullah Saw.
sedang duduk dikelilingi oleh orang banyak. Maka Talhah ibnu Ubaidillah berlari kecil datang kepadaku dan menyalamiku serta mengucapkan selamat kepadaku. Demi Allah dialah satu-satunya orang dari kalangan Muhajirin
yang bangkit menyambutku."Perawi mengatakan bahwa atas peristiwa itu Ka'b tidak pernah melupakan kebaikan Talhah ibnu Ubaidillah.Ka'b melanjutkan kisahnya, "Setelah aku mengucapkan salam kepada Rasulullah Saw.
(dan beliau menjawab salamku), maka kelihatan wajah Rasulullah Saw. bercahaya karena gembira, lalu bersabda: 'Bergembiralah engkau dengan sebaik-baik hari yang kamu alami sejak kamu dilahirkan oleh ibumu.' Aku bertanya,
'Apakah dari sisimu, hai Rasulullah, ataukah dari sisi Allah?' Rasul Saw. menjawab, 'Tidak, tetapi dari sisi Allah.' Rasulullah Saw. bila wajahnya bersinar hingga kelihatan seperti bulan purnama, maka hal itu merupakan suatu pertanda
bahwa beliau sedang gembira. Ketika aku duduk di hadapannya, aku berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya untuk menunjukkan tobatku, aku melepaskan semua hartaku untuk aku sedekahkan kepada Allah dan Rasul-Nya.
' Rasulullah Saw. bersabda, 'Peganglah sebagian dari hartamu, hal itu lebih baik bagimu.' Aku berkata, 'Sesungguhnya aku hanya mau memegang bagianku yang ada di Khaibar.' Dan aku berkata, 'Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Allah menyelamatkan diriku hanya dengan berkata benar, dan sesungguhnya termasuk tobatku ialah aku tidak akan berbicara melainkan sejujurnya selagi aku masih hidup'."Ka'b ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Demi Allah,
aku tidak pernah mengetahui seseorang dari kalangan kaum muslim yang diuji dengan kejujuran dalam berbicara sejak aku mengucapkan kejujuran itu kepada Rasulullah, yakni dengan hasil yang lebih baik daripada
apa yang pernah diujikan oleh Allah kepadaku. Demi Allah, aku tidak punya niat melakukan suatu kedustaan pun sejak aku mengucapkan hal itu kepada Rasulullah Saw. sampai sekarang. Dan sesungguhnya aku berharap semoga Allah Swt.
memelihara diriku dari dusta dalam sisa usiaku." Firman Allah Swt.:
{لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ. وَعَلَى الثَّلاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ}
Sesungguhnya Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin, dan orang-orang Ansar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima tobat mereka itu.
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka, dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas
danjiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya.
Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah: 117-119)
Ka'b ibnu Malik mengatakan, "Demi Allah, tidak ada suatu nikmat yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadaku sesudah Dia memberiku petunjuk kepada Islam, yakni nikmat yang paling besar artinya bagiku selain dari kejujuranku
kepada Rasulullah Saw. pada hari itu. Karena aku tidak mau berdusta kepadanya, sebab aku akan dibinasakan oleh Allah seperti apa yang telah Dia lakukan kepada orang-orang yang berdusta kepada Rasul Saw."
Allah Swt. mengecam dengan kecaman yang sangat keras terhadap orang-orang yang berdusta kepada Rasul Saw. melalui firman yang diturunkan-Nya, yaitu:
{سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ إِذَا انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ. يَحْلِفُونَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ}
Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka, karena sesungguhnya mereka itu adalah najis
dan tempat mereka Jahanam: sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. Mereka akan bersumpah kepadamu agar kamu rida kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu rida kepada mereka, maka sesungguhnya Allah
tidak rida kepada orang-orang yang fasik itu. (At-Taubah: 95-96)Ka'b ibnu Malik mengatakan, "Kami bertiga adalah orang-orang yang berbeda dengan mereka yang diterima uzurnya oleh Rasulullah Saw.; ketika mereka tidak ikut perang,
alu Rasulullah Saw. membaiat mereka dan memohonkan ampun kepada Allah buat mereka. Sedangkan terhadap kami bertiga, Rasulullah Saw. menangguhkan urusan kami hingga Allah Swt. sendiri yang memutuskannya.
Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{وَعَلَى الثَّلاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا}
'dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka.' (At-Taubah: 118)Penangguhan Allah terhadap kami tentang urusan kami itu bukanlah karena pelanggaran kami yang tidak ikut perang,
melainkan ditangguhkan dari orang-orang yang mengemukakan uzurnya dan bersumpah kepada Nabi untuk mempercayainya, lalu Nabi Saw. menerima alasan mereka."Hadis ini sahih lagi terbuktikan kesahihannya
dan telah disepakati kesahihannya. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui hadis Az-Zuhri dengan lafaz yang semisal. Hadis ini mengandung tafsir ayat ini dengan penafsiran yang paling baik dan paling detail.
Hal yang sama telah diriwayatkan bukan hanya oleh seorang dari kalangan ulama Salaf dalam tafsir ayat ini, seperti apa yang telah diriwayatkan oleh Al-A'masy dari Abu Sufyan, dari Jabir ibnu Abdullah
sehubungan dengan firman Allah Swt.: dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka. (At-Taubah: 118); Mereka adalah Ka'b ibnu Malik, Hilal ibnu Umayyah, dan Mararah ibnu Rabi', semuanya dari kalangan Ansar.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ad- Dahhak, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Semuanya mengatakan bahwa salah seorangnya adalah Mararah ibnu Rabi'ah. Hal yang sama disebutkan
dalam salah satu salinan dari kitab Muslim, disebutkan Ibnu Rabi'ah; sedangkan dalam salinan yang lainnya disebutkan Mararah ibnur Rabi'. Di dalam suatu riwayat dari Ad-Dahhak disebutkan Mararah ibnur Rabi',
seperti yang terdapat di dalam kitab Sahihain, dan ini adalah yang benar.Teks hadis yang menyebutkan bahwa mereka (orang-orang dari Bani Salamah) menyebutkan dua orang lelaki yang pernah mengikuti Perang Badar;
menurut suatu pendapat, ini merupakan kekeliruan dari Az-Zuhri, karena sesungguhnya keikutsertaan seseorang dari mereka dalam Perang Badar tidak dikenal.Setelah Allah menyebutkan jalan keluar yang telah diberikan-Nya kepada mereka
dari kesempitan dan musibah yang menimpa mereka, yaitu diasingkan oleh kaum muslim selama lima puluh hari, dalam masa-masa itu jiwa mereka terasa sempit dan bumi yang luas ini terasa sempit oleh mereka.
Semua jalan dan semua pemikiran tertutup bagi mereka sehingga mereka tidak menemukan petunjuk tentang apa yang harus mereka lakukan. Tetapi mereka tetap bersabar kepada perintah Allah dan tenang menunggu perintah-Nya
serta bersikap teguh, sehingga Allah memberikan jalan keluar bagi mereka berkat kejujuran mereka terhadap Rasulullah Saw. dalam mengemukakan alasan ketidakikut-sertaan mereka. Mereka mengatakan bahwa
ketidakikutsertaan mereka dalam perang bukanlah karena beruzur, sehingga mereka mendapat hukuman selama masa itu. Kemudian pada akhirnya Allah menerima tobat mereka, dan ternyata akibat yang baik bagi mereka
adalah berkat kejujuran mereka hingga tobat mereka diterima. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ}
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah: 119)Yakni jujurlah kalian dan tetaplah kalian pada kejujuran,
niscaya kalian akan termasuk orang-orang yang jujur dan selamat dari kebinasaan serta menjadikan bagi kalian jalan keluar dari urusan kalian.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ شَقِيقٍ ؛ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ؛ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الكذب، حتى يُكْتَبُ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Syaqiq. dari Abdullah (yaitu Ibnu Mas'ud r.a.) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Jujurlah kalian, karena sesungguhnya kejujuran itu membimbing ke arah kebajikan; dan sesungguhnya kebajikan itu membimbing ke arah surga. Dan seseorang yang terus-menerus melakukan kejujuran serta berpegang teguh
kepada kejujuran pada akhirnya dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur (benar). Hati-hatilah kalian terhadap kebohongan, karena sesungguhnya bohong itu membimbing kepada kedurhakaan; dan sesungguhnya
kedurhakaan itu membimbing ke arah neraka. Dan seseorang yang terus-menerus melakukan kebohongan serta bersikeras dalam kebohongannya, pada akhirnya dia akan dicatat di sisi Allah sebagai seorang pembohong (pendusta).
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab shahihnya.Syu'bah telah meriwayatkan dari Amr ibnu Murrah bahwa ia pernah mendengar Abu Ubaidah menceritakan hadis dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a.
yang mengatakan bahwa dusta itu tidak layak dilakukan, baik dalam keadaan sungguhan maupun dalam keadaan bersenda gurau. Bacalah oleh kalian firman Allah Swt. yang mengatakan: Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah: 119) Demikianlah bunyi ayat seperti yang dibacakan oleh Nabi Saw. Maka apakah kalian menjumpai padanya suatu rukhsah (kemurahan)
bagi seseorang?Diriwayatkan dari Abdullah ibnu Amr sehubungan dengan firman-Nya: Bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah: 119) Yaitu bersama Muhammad Saw.
dan para sahabatnya. Menurut Ad-Dahhak, bersama Abu Bakar dan Umar serta teman-teman keduanya.Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Jika engkau ingin bersama orang-orang yang benar, maka berzuhudlah kamu terhadap duniawi,
dan cegahlah dirimu dari (menyakiti) saudara seagamamu."
Surat At-Taubah |9:119|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
yaaa ayyuhallażiina aamanuttaqulloha wa kuunuu ma'ash-shoodiqiin
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.
O you who have believed, fear Allah and be with those who are true.
(Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah) dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat
(dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar) dalam hal iman dan menepati janji untuk itu kalian harus menetapi kebenaran.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 119 |
Penjelasan ada di ayat 118
Surat At-Taubah |9:120|
مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ وَلَا يَرْغَبُوا بِأَنْفُسِهِمْ عَنْ نَفْسِهِ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
maa kaana li`ahlil-madiinati wa man ḥaulahum minal-a'roobi ay yatakhollafuu 'ar rosuulillaahi wa laa yarghobuu bi`anfusihim 'an nafsih, żaalika bi`annahum laa yushiibuhum zhoma`uw wa laa nashobuw wa laa makhmashotun fii sabiilillaahi wa laa yatho`uuna mauthi`ay yaghiizhul-kuffaaro wa laa yanaluuna min 'aduwwin nailan illaa kutiba lahum bihii 'amalun shooliḥ, innalloha laa yudhii'u ajrol-muḥsiniin
Tidak pantas bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak pantas (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada (mencintai) diri Rasul. Yang demikian itu karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan di jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, kecuali (semua) itu akan dituliskan bagi mereka sebagai suatu amal kebajikan. Sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik,
It was not [proper] for the people of Madinah and those surrounding them of the bedouins that they remain behind after [the departure of] the Messenger of Allah or that they prefer themselves over his self. That is because they are not afflicted by thirst or fatigue or hunger in the cause of Allah, nor do they tread on any ground that enrages the disbelievers, nor do they inflict upon an enemy any infliction but that is registered for them as a righteous deed. Indeed, Allah does not allow to be lost the reward of the doers of good.
(Tidaklah patut bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab badui yang berdiam di sekitarnya tidak turut menyertai Rasulullah) bilamana beliau pergi berperang
(dan tidak patut pula bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul) yaitu dengan cara mendahulukan kepentingan apa yang menjadi keridaannya
daripada kemaslahatan diri sendiri di dalam menghadapi saat-saat yang sulit. Ungkapan ayat ini merupakan nahi atau larangan, akan tetapi diungkapkan dalam bentuk kalimat khabar atau kalimat berita.
(Yang demikian itu) yaitu larangan untuk tidak pergi bersama Rasulullah ke medan perang (ialah karena mereka) disebabkan (tidak ditimpa kehausan)
rasa dahaga (kepayahan) keletihan (dan kelaparan) yakni rasa lapar (pada jalan Allah dan tidak pula menginjak suatu tempat) l
afal mauthi'an adalah mashdar akan tetapi maknanya sama dengan lafal wath'an (yang membangkitkan amarah) artinya yang membuat marah (orang-orang kafir dan tidak menimpakan kepada musuh)
Allah (sesuatu bencana) membunuh, menawan atau membegal musuh (melainkan dituliskan bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh)
dimaksud supaya mereka mau melaksanakan hal tersebut. (Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik)
pahala mereka tidak akan disia-siakan-Nya, bahkan Dia akan memberi mereka pahala.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 120 |
Allah Swt. mencela orang-orang dari kalangan penduduk Madinah dan sekitarnya —yang terdiri atas orang-orang Arab Badui— yang tidak ikut perang bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Tabuk.
Mereka dicela pula karena lebih mementingkan diri mereka sendiri daripada membantu perjuangan Rasulullah Saw. dengan alasan masyaqqat yang akan dialaminya. Maka sesungguhnya pahala mereka dikurangi dari diri mereka, sebab:
{لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ}
merek
a tidak ditimpa kehausan. (At-Taubah: 120) Kata zama-un artinya 'atasyun, yakni kehausan.
{وَلا نَصَبٌ}
dan tidak pula kepayahan. (At-Taubah: 120) Yakni kelelahan dan kepayahan.
{وَلا مَخْمَصَةٌ}
dan tidak pula kelaparan. (At-Taubah: 120) Makhmasah artinya maja'ah, yakni kelaparan.
{وَلا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ}
dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir. (At-Taubah: 120)Artinya, tidaklah mereka menginjak suatu tempat yang membuat hati musuh mereka gentar.
وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا
dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh. (At-Taubah: 120)Yaitu beroleh kemenangan dan keberhasilan mengalahkan musuh di tempat itu.
إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ
melainkan dituliskan bagi mereka. (At-Taubah: 120)berkat amal perbuatan mereka yang pada kenyataannya di luar kemampuan mereka. Tetapi dari perbuatan mereka itu timbul amal-amal saleh dan pahala yang berlimpah.
{إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ}
Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (At-Taubah: 120)Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan oleh firman-Nya:
tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik. (Al-Kahfi: 30)
Surat At-Taubah |9:121|
وَلَا يُنْفِقُونَ نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً وَلَا يَقْطَعُونَ وَادِيًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
wa laa yunfiquuna nafaqotan shoghiirotaw wa laa kabiirotaw wa laa yaqtho'uuna waadiyan illaa kutiba lahum liyajziyahumullohu aḥsana maa kaanuu ya'maluun
dan tidaklah mereka memberikan infak, baik yang kecil maupun yang besar, dan tidak (pula) melintasi suatu lembah (berjihad) kecuali akan dituliskan bagi mereka (sebagai amal kebajikan) untuk diberi balasan oleh Allah (dengan) yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan.
Nor do they spend an expenditure, small or large, or cross a valley but that it is registered for them that Allah may reward them for the best of what they were doing.
(Dan mereka tiada menafkahkan) dalam rangka melaksanakan hal tersebut (suatu nafkah yang kecil) sekali pun berupa sebiji buah kurma
(dan tidak pula yang besar dan tidak melintasi suatu lembah) dengan berjalan kaki (melainkan dituliskan bagi mereka) amal saleh pula
(karena Allah memberi balasan kepada mereka yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan) sebagai pahalanya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 121 |
Allah Swt. berfirman, bahwa tidak sekali-kali mereka membelanjakan hartanya dalam perang di jalan Allah:
{نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلا كَبِيرَةً}
suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar. (At-Taubah: 121)Yakni pembelanjaan yang sedikit dan pembelanjaan yang banyak.
{وَلا يَقْطَعُونَ وَادِيًا}
dan tidak melintasi suatu lembah (At-Taubah: 121)Yaitu dalam perjalanan mereka menuju medan pertempuran melawan musuhi
{إِلا كُتِبَ لَهُمْ}
melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula). (At-Taubah: 121)Dalam ayat ini disebutkan lahum, bukan dengan memakai damir bihi, karena perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan oleh mereka.
Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
karena Allah akan memberi balasan kepada mereka (dengan balasan)yang lebih baik daripada apayang telah mereka kerjakan. (At-Taubah: 121)Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan r.a. telah mempunyai bagian yang sangat besar
dari apa yang disebutkan oleh ayat yang mulia ini. Demikian itu karena dalam perang ini (Tabuk) ia telah membelanjakan pembelanjaan yang besar dan harta yang sangat banyak,
seperti apa yang disebutkan oleh Abdullah ibnu Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى الْعَنَزِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ، حَدَّثَنِي سَكَن بْنُ الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنِي الْوَلِيدُ بْنُ أَبِي هَاشِمٍ، عَنْ فَرْقَدٍ أَبِي طَلْحَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ خَبَّاب السُّلَمِيِّ قَالَ: خَطَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَثَّ عَلَى جَيْشِ الْعُسْرَةِ، فَقَالَ عثمان بن عفان، رضي الله عنه: عليَّ مِائَةُ بَعِيرٍ بِأَحْلَاسِهَا وَأَقْتَابِهَا. قَالَ: ثُمَّ حَثَّ، فَقَالَ عُثْمَانُ: عليَّ مِائَةٌ أُخْرَى بِأَحْلَاسِهَا وَأَقْتَابِهَا. قَالَ: ثُمَّ نَزَلَ مرْقاة مِنَ الْمِنْبَرِ ثُمَّ حَثَّ، فَقَالَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ: علىَّ مِائَةٌ أُخْرَى بِأَحْلَاسِهَا وَأَقْتَابِهَا. قَالَ: فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ بِيَدِهِ هَكَذَا -يُحَرِّكُهَا. وَأَخْرَجَ عَبْدُ الصَّمَدِ يَدَهُ كَالْمُتَعَجِّبِ: "مَا عَلَى عُثْمَانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ هَذَا".
Telah menceritakan kepada kami Abu Musa Al-Ganawi, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad ibnu Abdul Waris, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnul Mugirah. telah menceritakan kepadaku Al-Walid ibnu Abu Hisyam,
dari Farqad ibnu Abu Talhah, dari Abdur Rahman ibnu Hubab As-Sulami yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. berkhotbah dan menganjurkan kepada kaum muslim untuk mempersiapkan pasukan Usrah. Maka Usman ibnu Affan berkata,
"Saya menyumbangkan seratus ekor unta berikut pelananya." Nabi Saw. kembali menganjurkan, dan Usman ibnu Affan r.a. berkata lagi, "Saya sumbangkan seratus ekor unta lagi berikut pelananya." Lalu Rasulullah Saw.
turun satu anak tangga dari mimbarnya, kemudian kembali menganjurkan kepada orang-orang (untuk mempersiapkan pasukan Usrah). Maka Usman ibnu Affan berkata, "Saya sumbangkan seratus ekor unta lagi berikut pelananya."
- Perawi mengatakan bahwa ia melihat Rasulullah Saw. berisyarat dengan tangannya menunjukan rasa takjub. hal ini di peragakan oleh perawi- Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Tiada memudaratkan Usman sesudah
apa yang dilakukannya sekarang.Abdullah mengatakan pula bahwa:
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ، حَدَّثَنَا ضَمْرَة، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَوْذَب، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْقَاسِمِ، عَنْ كَثِيرٍ مَوْلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرة، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ: جَاءَ عُثْمَانُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَلْفِ دِينَارٍ فِي ثَوْبِهِ حِينَ جَهَّز النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَيْشَ الْعُسْرَةِ قَالَ: فَصَبَّهَا فِي حِجْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَلِّبُهَا بِيَدِهِ وَيَقُولُ: "مَا ضَرّ ابْنَ عَفَّانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ الْيَوْمِ". يُرَدِّدُهَا مِرَارًا.
telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf, telah menceritakan kepada kami Damrah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Syauzab, dari Abdullah ibnul Qasim, dari Kasir maula Abdur Rahman ibnu Samurah,
dari Abdur Rahman ibnu Samurah yang menceritakan bahwa Usman ibnu Affan r.a. datang kepada Nabi Saw. dengan membawa seribu dinar yang digondol di dalam bajunya. Ketika itu Nabi Saw. sedang mempersiapkan pasukan Usrah.
Maka Usman r.a. menuangkan semua uang yang dibawanya itu ke pangkuan Nabi Saw. Maka aku (Abdur Rahman ibnu Samurah) melihat Nabi Saw. membolak-balikkan uang itu dengan tangannya seraya bersabda:
Tiada yang membahayakan Usman lagi sesudah apa yang diamalkannya pada hari ini. Kalimat ini diucapkan oleh Rasulullah Saw. secara berulang-ulang. Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
dan tidak (pula) mereka melintasi suatu lembah, melainkan dicatatkan bagi mereka (amal saleh). (At-Taubah: 121), hinggaakhir ayat. Tidak sekali-kali suatu kaum yang berangkat ke medan jihad di jalan Allah bertambah jauh dari keluarganya,
melainkan mereka makin bertambah dekat kepada Allah.
Surat At-Taubah |9:122|
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
wa maa kaanal-mu`minuuna liyanfiruu kaaaffah, falau laa nafaro ming kulli firqotim min-hum thooo`ifatul liyatafaqqohuu fid-diini wa liyunżiruu qoumahum iżaa roja'uuu ilaihim la'allahum yaḥżaruun
Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya jika mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.
And it is not for the believers to go forth [to battle] all at once. For there should separate from every division of them a group [remaining] to obtain understanding in the religion and warn their people when they return to them that they might be cautious.
Tatkala kaum Mukminin dicela oleh Allah bila tidak ikut ke medan perang kemudian Nabi saw. mengirimkan sariyahnya, akhirnya mereka berangkat ke medan perang
semua tanpa ada seorang pun yang tinggal, maka turunlah firman-Nya berikut ini: (Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi) ke medan perang
(semuanya. Mengapa tidak) (pergi dari tiap-tiap golongan) suatu kabilah (di antara mereka beberapa orang) beberapa golongan saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat
(untuk memperdalam pengetahuan mereka) yakni tetap tinggal di tempat (mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya)
dari medan perang, yaitu dengan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama yang telah dipelajarinya (supaya mereka itu dapat menjaga dirinya) dari siksaan Allah,
yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya bahwa ayat ini penerapannya hanya khusus untuk sariyah-sariyah,
yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk sariyah lantaran Nabi saw. tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya
dan tidak ikut berangkat ke medan perang, maka hal ini pengertiannya tertuju kepada bila Nabi saw. berangkat ke suatu ghazwah.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 122 |
Hal ini merupakan penjelasan dari Allah Swt. mengenai apa yang dikehendaki-Nya, yaitu berkenaan dengan keberangkatan semua kabilah bersama Rasulullah Saw. ke medan Tabuk.Segolongan ulama Salaf
ada yang berpendapat bahwa setiap muslim diwajibkan berangkat dengan Rasulullah Saw. apabila beliau keluar (berangkat ke medan perang). Untuk itulah dalam firman yang lain disebutkan:
{انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا}
Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41)Kemudian dalam ayat berikutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا كَانَ لأهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الأعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ}
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka. (At-Taubah: 120), hingga akhir ayat.Selanjutnya ayat-ayat di atas di-mansukh oleh ayat ini (At-Taubah: 122).
Dapat pula ditakwilkan bahwa ayat ini merupakan penjelasan dari apa yang dimaksud oleh Allah Swt. sehubungan dengan keberangkatan semua kabilah, dan sejumlah kecil dari tiap-tiap kabilah apabila mereka tidak keluar semuanya
(boleh tidak berangkat). Dimaksudkan agar mereka yang berangkat bersama Rasul Saw. memperdalam agamanya melalui wahyu-wahyu yang diturunkan kepada Rasul. Selanjutnya apabila mereka kembali kepada kaumnya
memberikan peringatan kepada kaumnya tentang segala sesuatu yang menyangkut musuh mereka (agar mereka waspada). Dengan demikian, maka golongan yang tertentu ini memikul dua tugas sekaligus. Tetapi sesudah masa Nabi Saw.,
maka tugas mereka yang berangkat dari kabilah-kabilah itu tiada lain adakalanya untuk belajar agama atau untuk berjihad, karena sesungguhnya hal tersebut fardu kifayah bagi mereka.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). (At-Taubah: 122) Yakni tidaklah sepatutnya orang-orang mukmin berangkat semuanya
ke medan perang dan meninggalkan Nabi Saw. sendirian. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang. (At-Taubah: 122) Yaitu suatu golongan. Makna yang dimaksud ialah sepasukan Sariyyah
(pasukan khusus) yang mereka tidak berangkat kecuali dengan seizin Nabi Saw. Apabila pasukan Sariyyah itu kembali kepada kaumnya, sedangkan setelah keberangkatan mereka diturunkan ayat-ayat Al-Qur'an yang telah dipelajari
oleh mereka yang tinggal bersama Nabi Saw. Maka mereka yang bersama Nabi Saw. akan mengatakan kepada Sariyyah, "Sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat-ayat Al-Qur'an kepada Nabi kalian dan telah kami pelajari."
Selanjutnya Sariyyah itu tinggal untuk mempelajari apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada Nabi mereka, sesudah keberangkatan mereka; dan Nabi pun mengirimkan Sariyyah lainnya. Yang demikian itulah pengertian firman Allah Swt.:
{لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ}
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama. (At-Taubah: 122)Yakni agar mereka mempelajari apa yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi mereka. Selanjutnya mereka akan mengajarkannya kepada Sariyyah apabila telah kembali kepada mereka.
{لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ}
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (At-Taubah: 122)Mujahid mengatakan bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan sejumlah orang dari kalangan sahabat Nabi Saw. yang pergi ke daerah-daerah pedalaman,
lalu mereka beroleh kebajikan dari para penduduknya dan beroleh manfaat dari kesuburannya, serta menyeru orang-orang yang mereka jumpai ke jalan petunjuk (hidayah). Maka orang-orang pedalaman berkata kepada mereka,
"Tiada yang kami lihat dari kalian melainkan kalian telah meninggalkan teman kalian (Nabi Saw.) dan kalian datang kepada kami." Maka timbullah rasa berdosa dalam hati mereka, lalu mereka pergi dari daerah pedalaman seluruhnya
dan menghadap Nabi Saw. Maka Allah Swt. berfirman: Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang. (At-Taubah: 122) untuk mencari kebaikan. untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.
(At-Taubah: 122) dan untuk mendengarkan apa yang terjadi di kalangan orang-orang serta apa yang telah diturunkan oleh Allah. Allah memaafkan mereka. dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya. (At-Taubah: 122)
Yakni semua orang apabila mereka kembali kepada kaumnya masing-masing. supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (At-Taubah: 122)Qatadah mengatakan sehubungan dengan takwil ayat ini, bahwa apabila Rasulullah Saw.
mengirimkan pasukan, Allah memerintahkan kepada kaum muslim agar pergi berperang, tetapi sebagian dari mereka harus tinggal bersama Rasul Saw. untuk memperdalam pengetahuan agama: sedangkan segolongan yang lainnya
menyeru kaumnya dan memperingatkan mereka akan azab-azab Allah yang telah menimpa umat-umat sebelum mereka.Ad-Dahhak mengatakan bahwa Rasulullah Saw. apabila ikut dalam peperangan, maka beliau tidak mengizinkan
seorang pun dari kalangan kaum muslim untuk tidak ikut bersamanya, kecuali orang-orang yang berhalangan. Dan Rasulullah Saw. apabila mempersiapkan suatu pasukan Sariyyah, beliau tidak membolehkan mereka langsung berangkat
melainkan dengan seizinnya. Dan apabila mereka sudah berangkat, lalu diturunkan kepada Nabi-Nya ayat-ayat Al-Qur'an, maka Nabi Saw. Membacakannya kepada sahabat-sahabatnya yang tinggal bersamanya.
Apabila pasukan Sariyyah itu kembali, maka mereka yang tinggal bersama Nabi Saw. berkata, "Sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat-ayat Al-Qur'an kepada Nabi-Nya sesudah kalian berangkat." Lalu mereka yang tinggal mengajarkan
ayat-ayat itu kepada mereka yang baru tiba dan memperdalam pengetahuan agama mereka. Hal inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah Swt.: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).
(At-Taubah: 122) Yaitu apabila Rasulullah Saw. tidak ikut berangkat dalam pasukan tersebut. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang. (At-Taubah: 122) Dengan kata lain, tidak sepatutnya kaum muslim
berangkat seluruhnya bila Nabi Saw. tinggal di tempat. Apabila Nabi Saw. tinggal di tempat, hendaklah yang berangkat hanyalah Sariyyah (pasukan khusus)nya saja, sedangkan sebagian besar orang-orang harus tetap ada bersama Nabi Saw.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan pula dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). (At-Taubah: 122)
Ayat ini bukan berkenaan dengan masalah jihad, tetapi ketika Rasulullah Saw. mendoakan musim paceklik bagi orang-orang Mudar, maka negeri mereka menjadi kekeringan dan paceklik. Dan tersebutlah bahwa ada salah satu kabilah
dari mereka berikut semua keluarganya datang ke Madinah dan tinggal padanya karena kelaparan yang mereka derita, lalu mereka berpura-pura masuk Islam, padahal mereka dusta. Keadaan itu membuat sahabat-sahabat Rasul Saw.
menjadi terganggu dan membuat mereka kewalahan. Maka Allah menurunkan kepada Rasul Saw. wahyu-Nya yang mengabarkan bahwa mereka bukanlah orang-orang mukmin. Lalu Rasulullah Saw. memulangkan mereka
kepada induk kabilahnya dan memperingatkan kepada kaumnya agar jangan melakukan perbuatan yang sama. Yang demikian itulah maksud dari firman Allah Swt.: dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali kepadanya. (At-Taubah: 122). hingga akhir ayat.Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa segolongan orang dari tiap-tiap kabilah Arab Badui berangkat meninggalkan daerahnya,
lalu menghadap Nabi Saw. Mereka menanyakan kepada Nabi Saw. banyak hal yang mereka kehendaki menyangkut urusan agama mereka. Dengan demikian, mereka memperdalam pengetahuan agamanya.
Dan mereka bertanya kepada Nabi Saw., "Apakah yang akan engkau perintahkan kepada kami untuk mengerjakannya? Dan perintahkanlah kepada kami apa yang harus kami lakukan kepada keluarga dan kaum kami apabila kami
kembali kepada mereka!" Maka Nabi Saw. memerintahkan kepada mereka untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Nabi Saw. juga mengutus mereka kepada kaumnya untuk menyeru mereka agar mendirikan salat dan menunaikan zakat.
Dan tersebutlah bahwa apabila mereka telah kembali kepada kaumnya, maka mereka mengatakan, "Barang siapa yang mau masuk Islam, sesungguhnya dia termasuk golongan kami." Lalu mereka memberikan peringatan kepada kaumnya,
sehingga seseorang (dari kaumnya) yang masuk Islam benar-benar rela berpisah dari ayah dan ibunya (yang tidak mau masuk) Islam.Sebelum itu Nabi Saw. telah berpesan dan memperingatkan mereka akan kaumnya,
bahwa apabila mereka kembali kepada kaumnya, hendaklah mereka menyeru kaumnya untuk masuk Islam dan memperingatkan kaumnya akan neraka serta menyampaikan berita gembira kepada mereka akan surga
(bila mereka mau masuk Islam).Ikrimah mengatakan ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih. (At-Taubah: 39)
Dan firman Allah Swt.: Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah. (At-Taubah: 120), hingga akhir ayat. Orang-orang munafik mengatakan, "Binasalah orang-orang Badui yang tidak ikut berperang dengan Muhammad
dan tidak ikut berangkat bersamanya." Dikatakan demikian karena ada sejumlah sahabat Nabi Saw. yang pergi ke daerah pedalaman, pulang kepada kaumnya masing-masing dalam rangka memperdalam pegetahuan agama buat kaumnya.
Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). (At-Taubah: 122), hingga akhir ayat.Turun pula firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَالَّذِينَ يُحَاجُّونَ فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا اسْتُجِيبَ لَهُ}
Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima, maka bantahan mereka itu sia-sia saja, di sisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka azab yang sangat keras. (Asy-Syura: 16)
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat. bahwa makna yang dimaksud ialah agar orang-orang yang berangkat ke medan perang belajar melalui apa yang telah diperlihatkan oleh Allah kepada mereka,
yaitu menguasai musuh dan dapat mengalahkan mereka. Kemudian bila mereka kembali kepada kaumnya, maka mereka memperingatkan kaumnya untuk bersikap waspada.
Surat At-Taubah |9:123|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu qootilullażiina yaluunakum minal-kuffaari walyajiduu fiikum ghilzhoh, wa'lamuuu annalloha ma'al-muttaqiin
Wahai orang yang beriman! Perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu, dan hendaklah mereka merasakan sikap tegas darimu, dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang yang bertakwa.
O you who have believed, fight those adjacent to you of the disbelievers and let them find in you harshness. And know that Allah is with the righteous.
(Hai orang-orang yang beriman perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kalian itu) yakni mereka yang tinggal berdekatan dengan kalian,
kemudian mereka yang dibilang tinggal berdekatan dengan kalian (dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripada kalian) artinya berlaku keraslah kalian terhadap mereka
(dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa) bantuan dan pertolongan-Nya akan selalu menyertainya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 123 |
Allah Swt. memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk memerangi orang-orang kafir secara bertahap, mulai dari yang paling dekat jangkauannya dengan negeri Islam. Karena itulah Rasulullah Saw.
mulai memerangi kaum musyrik di Jazirah Arabia terlebih dahulu.Setelah selesai dari mereka, maka Allah memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya atas kota Mekah, Madinah, Taif, Yaman. Yamamah, Hajar, Khaibar,
dan Hadramaut serta lain-lainnya dari daerah-daerah yang terdapat di dalam Jazirah Arabia. Dan orang-orang dari seluruh kabilah Arab Badui mulai masuk ke dalam agama Allah (Islam) secara Kemudian Rasulullah Saw.
mulai memerangi ahli kitab. Untuk itu beliau membuat persiapan guna berperang melawan kerajaan Romawi yang merupakan daerah yang paling dekat dengan Jazirah Arabia; dan mereka adalah orang-orang yang lebih utama
untuk mendapat dakwah Islam, mengingat mereka adalah ahli kitab. Hal ini telah dilakukan oleh Nabi Saw. sampai di Tabuk. kemudian beliau Saw. kembali pulang karena melihat kondisi kaum muslim yang payah,
negerinya sedang paceklik dan penghidupan yang sempit. Hal ini terjadi pada tahun sembilan Hijriah.Pada tahun sepuluh Hijriah Nabi Saw. sibuk dengan haji wada'nya. Tidak lama kemudian, beliau wafat, yaitu delapan puluh satu hari
sesudah menunaikan haji wada'nya. Allah telah memilihnya untuk tinggal di sisi-Nya.Kemudian urusannya dipegang oleh penggantinya, yaitu Khalifah Abu Bakar As-Siddiq r.a. Saat itu agama mulai agak menyimpang dan hampir saja goyah,
lalu ditegakkan lagi oleh Allah Swt. melalui Khalifah Abu Bakar. Maka Abu Bakar mulai mengukuhkan pilar-pilarnya, memperkuat pondasi agama, menghajar orang-orang yang murtad dari agamanya hingga ke akar-akarnya,
serta mengembalikan ahli riddah kepada Islam. Dia memungut zakat dari orang-orang yang membandel tidak mau bayar zakat, dan menjelaskan kebenaran kepada orang-orang yang tidak mengerti. Dia melanjutkan misi yang dirintis
oleh Rasulullah Saw.Kemudian Khalifah Abu Bakar mulai mempersiapkan pasukan Islam untuk memerangi orang-orang Romawi penyembah salib, juga untuk memerangi orang-orang Persia penyembah api.
Maka Allah telah membukakan banyak negeri berkat kepemimpinannya, dan mengalahkan Kisra dan Kaisar serta orang-orang yang tunduk kepada keduanya, sehingga ia dapat membelanjakan perbendaharaan yang dihasilkan
dari kedua negeri itu untuk perjuangan di jalan Allah. Perihalnya persis seperti yang pernah diberitakan oleh Rasulullah Saw. sebelum itu.Urusan itu baru dapat diselesaikan secara sempurna di tangan khalifah sesudahnya,
yaitu Umar Al-Faruq alias Abu Hafs Umar ibnul Khattab r.a. Melaluinya Allah mengalahkan kecongkakan orang-orang kafir yang atheis dan menekan orang-orang durhaka serta orang-orang munafik. Khalifah Umar berhasil menguasai
berbagai kerajaan di belahan timur dan barat dan membawa perbendaharaan harta dari negeri-negeri yang dibukanya —baik yang dekat maupun yang jauh— ke Madinah. Lalu ia mengalokasikannya ke jalan-jalan yang diridai oleh syariat.
Setelah Khalifah Umar r.a. wafat sebagai seorang syahid yang selama hidupnya dijalani dengan sikap yang terpuji, maka para sahabat dari kalangan Muhajirin dan Ansar sepakat untuk mengangkat Usman ibnu Affan r.a.
sebagai khalifah yang menggantikannya. Dalam masa pemerintahannya dia memakaikan kepada Islam pakaian kepemimpinan (pengaruh) dan perhiasan yang berlimpah (kekayaan yang berlimpah) dan hujah Allah berhasil ia sebarkan
ke seluruh antero negeri yang dikuasainya, sehingga Islam tampak menang di belahan timur dan barat dari bumi ini, kalimah Allah menjadi tinggi, dan agama-Nya berada di atas. Misi agama Islam yang hanif telah berhasil ia sampaikan
kepada musuh-musuh Allah dengan cara yang paling tepat. Setiap kali mereka beroleh kemenangan atas suatu umat, maka mereka beralih kepada umat yang lainnya, kemudian beralih lagi kepada umat lainnya yang durhaka lagi aniaya,
demi mengamalkan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ}
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kalian itu. (At-Taubah: 123)Adapun firman Allah Swt.:
{وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً}
dan hendaklah mereka menemui kekerasan dari kalian. (At-Taubah: 123)Maksudnya, hendaklah orang-orang kafir itu merasakan adanya sikap yang keras dari kalian dalam perang kalian melawan mereka.
Karena sesungguhnya orang mukmin yang kamil ialah orang yang lemah lembut terhadap saudaranya yang mukmin dan keras terhadap musuhnya yang kafir seperti yang telah disebutkan oleh Allah SWT dalam firman Nya:
{فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ}
Maka Kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir. (Al-Maidah: 54)
{مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ}
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi kasih sayang sesama mereka. (Al-Fath: 29)
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ}
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. (At-Taubah: 73)Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَنَا الضَّحوك القَتَّال"،
Aku adalah orang yang banyak tertawa, tetapi banyak berperang.Artinya, banyak tertawa di hadapan kekasihnya dan banyak berperang melawan musuh-musuhnya. Firman Allah Swt.:
{وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ}
dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (At-Taubah: 123)Yakni perangilah orang-orang kafir dan bertawakallah kepada Allah serta ketahuilah bahwa Allah selalu beserta kalian jika kalian bertakwa
dan taat kepada-Nya.Demikianlah keadaan di masa tiga generasi yang merupakan sebaik-baik umat ini. Mereka sangat lurus dan mengerjakan ketaatan kepada Allah Swt. sehingga mereka selalu mengalami kemenangan
atas musuh-musuh mereka. Kemenangan demi kemenangan berhasil mereka raih dengan sangat banyak, dan musuh-musuh mereka masih tetap berada di bawah dan selalu mengalami kerugian.Tetapi setelah terjadi banyak fitnah,
kecenderungan golongan mulai muncul, dan perselisihan di antara raja-raja Islam terjadi di mana-mana, maka musuh-musuh Islam mulai berani mengganggu perbatasan-perbatasan negeri Islam. Lalu musuh-musuh Islam maju
menyerangnya dan tidak menemukan perlawanan yang berarti karena para raja sedang sibuk satu sama lainnya dengan urusan yang terjadi di antara sesama mereka. Kemudian musuh lebih berani lagi majunya, lalu mereka merebut
banyak negeri yang terletak jauh dari pusat. Mereka maju terus dan menguasai banyak negeri yang tadinya di bawah kekuasaan Islam. Semuanya itu terjadi atas kehendak Allah Swt.Setiap kali muncul seorang raja Islam yang taat
kepada perintah-perintah Allah serta bertawakal kepada-Nya, maka Allah memberikan kemenangan kepadanya dan berhasil merebut kembali negerinya dari tangan musuh-musuh Islam berkat ketaatannya kepada Allah Swt.
Hanya kepada Allah sajalah kita berharap, semoga kaum muslim dapat mengalahkan musuh-musuh-Nya yang kafir dan meninggikan kalimat Islam di seluruh negeri. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Mahamulia.
Surat At-Taubah |9:124|
وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَٰذِهِ إِيمَانًا ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
wa iżaa maaa unzilat suurotun fa min-hum may yaquulu ayyukum zaadat-hu haażihiii iimaanaa, fa ammallażiina aamanuu fa zaadat-hum iimaanaw wa hum yastabsyiruun
Dan apabila diturunkan suatu surat maka di antara mereka (orang-orang munafik ada yang berkata, "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya dan mereka merasa gembira.
And whenever a surah is revealed, there are among the hypocrites those who say, "Which of you has this increased faith?" As for those who believed, it has increased them in faith, while they are rejoicing.
(Dan apabila diturunkan suatu surah) dari Alquran (maka di antara mereka) orang-orang munafik (ada yang berkata) kepada teman-temannya dengan nada mengejek
("Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan turunnya surah ini") yakni kepercayaannya. Maka Allah swt. langsung berfirman menjawab perkataan mereka.
(Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya) karena mereka benar-benar percaya kepadanya (sedangkan mereka merasa gembira) dengan turunnya surah ini.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 124 |
Tafsir ayat 124-125
Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا مَا أُنزلَتْ سُورَةٌ}
Dan apabila diturunkan suatu surat. (At-Taubah: 124) maka di antara orang-orang munafik:
{مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا}
ada yang berkata, "Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?” (At-Taubah: 124)Yakni sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain,
"Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya karena turunnya surat ini?" Maka Allah Swt. berfirman:
فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedangkan mereka merasa gembira. (At-Taubah: 124)Ayat yang mulia ini merupakan dalil yang paling besar
yang menunjukkan bahwa iman itu dapat bertambah dan dapat berkurang, seperti yang dikatakan oleh mazhab kebanyakan ulama Salaf dan ulama Khalaf dari kalangan para imam ulama.
Bahkan bukan hanya seorang ada yang meriwayatkan pendapat ini sebagai suatu kesepakatan. Masalah ini diterangkan pada permulaan Syarah Imam Bukhari rahimahallah.
{وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ}
Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka. (At-Taubah: 125)Keraguan mereka makin bertambah dan kebimbangan mereka makin menjadi di samping keraguan
dan kebimbangan yang telah ada dalam diri mereka. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ}
Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar. (Al-Isra: 82), hingga akhir ayat.
{قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ}
Katakanlah, "Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Qur’an itu adalah suatu kegelapan bagi mereka.
Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh." (Fushshilat: 44)Demikianlah kesimpulan dari kecelakaan yang menimpa diri mereka, bahwa apa yang sebenarnya dapat memberikan petunjuk kepada hati,
justru bagi mereka menjadi penyebab kesesatan dan kehancuran diri mereka. Perihal mereka sama dengan orang yang sedang sakit, disuguhkan makanan apa pun akan terasa pahit olehnya, dan tidak menambahkan kepada dirinya
selain kelemahan dan kekurusan.
Surat At-Taubah |9:125|
وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَىٰ رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ
wa ammallażiina fii quluubihim marodhun fa zaadat-hum rijsan ilaa rijsihim wa maatuu wa hum kaafiruun
Dan adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, maka (dengan surat itu) akan menambah kekafiran mereka yang telah ada dan mereka akan mati dalam keadaan kafir.
But as for those in whose hearts is disease, it has [only] increased them in evil [in addition] to their evil. And they will have died while they are disbelievers.
(Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit) lemah keyakinan (maka dengan surah ini bertambah kekafiran mereka di samping kekafirannya)
kekafiran mereka makin bertambah karena pada mulanya mereka sudah kafir kepada surah itu (dan mereka mati dalam keadaan kafir).
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 125 |
Penjelasan ada di ayat 124
Surat At-Taubah |9:126|
أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ
a wa laa yarouna annahum yuftanuuna fii kulli 'aamim marrotan au marrotaini ṡumma laa yatuubuuna wa laa hum yażżakkaruun
Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, namun mereka tidak (juga) bertobat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?
Do they not see that they are tried every year once or twice but then they do not repent nor do they remember?
(Dan tidakkah mereka memperhatikan) bila dibaca yarauna, fa'ilnya adalah orang-orang munafik, dan bila dibaca tarauna, fa`ilnya adalah orang-orang mukmin
(bahwa mereka diuji) dicoba (sekali atau dua kali setiap tahun) dengan musim paceklik dan wabah penyakit (kemudian mereka tidak juga bertobat)
dari kemunafikannya (dan tidak pula mengambil pelajaran) artinya pelajaran buat dirinya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 126 |
Tafsir ayat 126-127
Allah Swt. berfirman bahwa apakah orang-orang munafik itu tidak merasakan:
{أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ}
bahwa mereka diuji. (At-Taubah: 126) Yakni mendapat ujian.
{فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلا هُمْ يَذَّكَّرُونَ}
sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga bertobat) dan tidak (pula) mengambil pengajaran? (At-Taubah: 126)Artinya, mereka tidak juga mau bertobat dari dosa-dosa mereka yang terdahulu,
tidak pula mengambil pelajaran untuk menghadapi masa mendatang.Mujahid mengatakan bahwa mereka diuji dengan musim paceklik Dan kelaparan. Menurut Qatadah ujian itu berupa perintah untuk berperang sekali
atau dua kali dalam setiap tahunnya.Syarik telah meriwayatkan dari Jabir, dari Al-Ju'fi, dari Abud Duha, dari Huzaifah sehubungan dengan firman-Nya: Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa
mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun. (At-Taubah: 126) Bahwa kami mendengar setiap tahunnya ada suatu kedustaan atau dua kedustaan yang membuat banyak kalangan orang sesat karenanya.
Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir. Di dalam sebuah hadis dari Anas disebutkan bahwa urusan ini tiadalah bertambah melainkan hanya makin keras (parah), dan tiadalah manusia makin bertambah melainkan hanya kekikirannya.
Tiada suatu tahun pun yang dilalui melainkan tahun berikutnya lebih parah daripada sebelumnya. Aku mendengar kalimat ini dari Nabi kalian.Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا مَا أُنزلَتْ سُورَةٌ نَظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ هَلْ يَرَاكُمْ مِنْ أَحَدٍ ثُمَّ انْصَرَفُوا صَرَفَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ}
Dan apabila diturunkan satu surat, sebagian mereka memandang kepada sebagian yang lain (sambil berkata), "Adakah seseorang dari (orang-orang muslim) yang melihat kalian?” Sesudah itu mereka pun pergi.
Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti. (At-Taubah: 127)Ayat ini pun menceritakan perihal orang-orang munafik, bahwa apabila diturunkan suatu surat kepada Rasulullah Saw.:
{نَظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ}
sebagian mereka memandang kepada sebagian yang lain. (At-Taubah: 127)Yakni saling pandang di antara sesama mereka, seraya berkata:
{هَلْ يَرَاكُمْ مِنْ أَحَدٍ ثُمَّ انْصَرَفُوا}
Adakah seorang dari (orang-orang muslim) yang melihat kalian? Sesudah itu mereka pun pergi. (At-Taubah: 127)Maksudnya, mereka berpaling dari kebenaran dan pergi darinya. Demikianlah keadaan mereka di dunia,
labil dalam menghadapi perkara yang hak. tidak mau menerimanya, dan tidak mau mengerti tentangnya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
{فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِينَ. كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُسْتَنْفِرَةٌ}
Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)? Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut. (Al-Muddatstsir: 49-50)Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَمَالِ الَّذِينَ كَفَرُوا قِبَلَكَ مُهْطِعِينَ. عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ عِزِينَ}
Mengapakah orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu. Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok. (Al-Ma'arij: 36-37)Yakni mengapa orang-orang munafik itu berkelompok-kelompok
memisahkan diri darimu di sebelah kanan dan kirimu, mereka lari dari kebenaran dan pergi ke arah kebatilan. Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ انْصَرَفُوا صَرَفَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ}
Sesudah itu mereka pun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka. (At-Taubah: 127)Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ}
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. (As-Saff: 5)
{بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ}
disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti. (At-Taubah: 127)Mereka tidak mengerti tentang Allah dan perintah-Nya, dan mereka tidak berupaya untuk memahaminya serta tidak pula menghendakinya.
Bahkan mereka sibuk dengan yang lain dan lari darinya. Karena itulah mereka mengalami nasib seperti yang mereka alami itu.
Surat At-Taubah |9:127|
وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ نَظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ هَلْ يَرَاكُمْ مِنْ أَحَدٍ ثُمَّ انْصَرَفُوا ۚ صَرَفَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ
wa iżaa maaa unzilat suurotun nazhoro ba'dhuhum ilaa ba'dh, hal yarookum min aḥadin ṡummanshorofuu, shorofallohu quluubahum bi`annahum qoumul laa yafqohuun
Dan apabila diturunkan suatu surat, satu sama lain di antara mereka saling berpandangan (sambil berkata), "Adakah seseorang (dari kaum muslimin) yang melihat kamu?" Setelah itu mereka pun pergi. Allah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah kaum yang tidak memahami.
And whenever a surah is revealed, they look at each other, [saying], "Does anyone see you?" and then they dismiss themselves. Allah has dismissed their hearts because they are a people who do not understand.
(Dan apabila diturunkan satu surah) yang di dalamnya menyebutkan tentang perihal mereka, kemudian surah tersebut dibacakan oleh Nabi saw.
(sebagian mereka memandang kepada sebagian yang lain) dengan maksud untuk lari dari tempat itu seraya berkata ("Adakah seorang dari orang-orang Muslimin yang melihat kalian")
bilamana kalian pergi dari tempat ini; jika ternyata tidak ada seorang pun dari kalangan kaum Muslimin yang melihat mereka, maka mereka segera beranjak pergi dari tempat itu.
Apabila ternyata ada seseorang dari kaum Muslimin yang melihat mereka, maka mereka tetap di tempatnya (sesudah itu mereka pun pergi) dengan membawa kekafirannya.
(Allah telah memalingkan hati mereka) dari hidayah (disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti) akan kebenaran, lantaran mereka tidak mau menggunakan pikirannya guna merenungkan kebenaran itu.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 127 |
Penjelasan ada di ayat 126
Surat At-Taubah |9:128|
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
laqod jaaa`akum rosuulum min anfusikum 'aziizun 'alaihi maa 'anittum ḥariishun 'alaikum bil-mu`miniina ro`uufur roḥiim
Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.
There has certainly come to you a Messenger from among yourselves. Grievous to him is what you suffer; [he is] concerned over you and to the believers is kind and merciful.
(Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri) dari kalangan kalian sendiri, yaitu Nabi Muhammad saw.
(berat terasa) dirasa berat (olehnya apa yang kalian derita) yaitu penderitaan kalian, yang dimaksud ialah penderitaan dan musibah yang menimpa diri kalian (sangat menginginkan bagi kalian)
hidayah dan keselamatan (lagi terhadap orang-orang mukmin amat belas kasihan) sangat belas kasihan (lagi penyayang) ia selalu mengharapkan kebaikan bagi mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 128 |
Tafsir ayat 128-129
Allah Swt. menyebutkan limpahan nikmat yang telah diberikan-Nya kepada orang-orang mukmin melalui seorang rasul yang diutus olehNya dari kalangan mereka sendiri, yakni dari bangsa mereka dan sebahasa dengan mereka. Hal ini telah didoakan oleh Nabi Ibrahim a.s., seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا مِنْهُمْ}
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri. (Al-Baqarah: 129)Dan firman Allah Swt.:
{لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ}
Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri. (Ali Imran: 164)Adapun firman Allah Swt.:
{لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ}
Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri. (At-Taubah: 128)Yakni dari kalangan kalian sendiri dan sebahasa dengan kalian. Ja'far ibnu Abu Talib r.a. berkata kepada Raja Najasyi,
dan Al-Mugirah ibnu Syu'bah berkata kepada Kaisar Romawi, "Sesungguhnya Allah telah mengutus kepada kami seorang rasul dari kalangan kami sendiri. Kami mengenal nasab (keturunan)nya, sifatnya, tempat keluar dan tempat masuknya,
serta kebenaran (kejujuran) dan amanatnya, hingga akhir hadis."Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya telah datang kepada kalian
seorang rasul dari kaum kalian sendiri. (At-Taubah: 128) Bahwa tiada sesuatu pun dari perkawinan Jahiliah yang menyentuhnya. Nabi Saw. pernah bersabda:
"خَرَجْتُ مِنْ نِكَاحٍ، وَلَمْ أَخْرُجْ مِنْ سِفاح".
Aku dilahirkan dari hasil pernikahan, dan bukan dilahirkan dari sifah (perkawinan ala Jahiliah).Melalui jalur lain secara mausul disebutkan oleh Al-Hafiz Abu Muhammad Al-Hasan ibnu Abdur Rahman Ar-Ramharmuzi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Fasil Bainar Rawi wal Wa'i. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ يُوسُفُ بْنُ هَارُونَ بْنِ زِيَادٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ: أَشْهَدُ عَلَى أَبِي لَحَدَّثَنِي، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَرَجْتُ مِنْ نِكَاحٍ وَلَمْ أَخْرُجْ مِنْ سِفَاحٍ، مِنْ لَدُنْ آدَمَ إِلَى أَنْ وَلَدَنِي أَبِي وَأُمِّي لَمْ يَمَسَّنِي مِنْ سِفَاحِ الْجَاهِلِيَّةِ شَيْءٌ".
telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Yusuf ibnu Harun ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far ibnu Muhammad
yang mengatakan bahwa ia bersumpah bahwa ayahnya pernah menceritakan hadis berikut dari kakeknya, dari Ali yang mengatakan, "Rasulullah Saw. pernah bersabda: 'Aku dilahirkan dari hasil pernikahan
dan bukan dilahirkan dari sifah, sejak Adam hingga ayah dan ibuku melahirkan diriku. Dan tiada sesuatupun dari sifat Jahiliah yang menyentuhku'.”Firman Allah Swt.:
{عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ}
berat terasa olehnya penderitaan kalian. (At-Taubah: 128)Yakni terasa berat olehnya sesuatu yang membuat umatnya menderita karenanya. Karena itu, di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"بُعِثْتُ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ"
Aku diutus dengan membawa agama Islam yang hanif lagi penuh dengan toleransi.Di dalam hadis sahih disebutkan:
"إِنَّ هَذَا الدِّينَ يُسْرٌ" وَشَرِيعَتَهُ كُلَّهَا سَهْلَةٌ سَمْحَةٌ كَامِلَةٌ، يَسِيرَةٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهَا اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ.
Sesungguhnya agama ini mudah, semua syariatnya mudah, penuh dengan toleransi lagi sempurna. Ia mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah dalam mengerjakannya.Firman Allah Swt.:
{حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ}
sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian. (At-Taubah: 128)Artinya, sangat menginginkan kalian beroleh hidayah dan menghantarkan manfaat dunia dan akhirat buat kalian.
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ المقرئ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ فِطْر، عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ. تَرَكَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ إِلَّا وَهُوَ يُذَكِّرُنَا مِنْهُ عِلْمًا -قَالَ: وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقرب مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلَّا وَقَدْ بُيِّنَ لكم".
Imam Tabrani mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami
Sufyan ibnu Uyaynah, dari Qutn, dari Abut Tufail, dari Abu Zar yang mengatakan, "Rasulullah Saw. meninggalkan kami tanpa ada seekor burung pun yang mengepakkan sayapnya di langit melainkan beliau menyebutkan kepada kami
ilmu mengenainya." Rasulullah Saw. telah bersabda: Tiada sesuatu pun yang tersisa dari apa yang mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka, melainkan semuanya telah dijelaskan kepada kalian.
وقال الإمام أحمد: حدثنا [أبو] فَطَن، حدثنا السعودي، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ عَبْدَةَ النَّهدي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إن اللَّهَ لَمْ يُحَرِّمْ حُرمة إِلَّا وَقَدْ عَلِمَ أَنَّهُ سَيَطَّلِعُهَا مِنْكُمْ مُطَّلَع، أَلَا وَإِنِّي آخِذٌ بِحُجَزِكُمْ أَنْ تَهَافَتُوا فِي النَّارِ، كَتَهَافُتِ الْفِرَاشِ، أَوِ الذُّبَابِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qatn, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, dari Al-Hasan ibnu Sa'd, dari Abdah Al-Huzali, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak sekali-kali mengharamkan sesuatu melainkan Dia telah mengetahui bahwa kelak akan ada dari kalian yang melanggarnya. Ingatlah, sesungguhnya akulah yang menghalang-halangi kalian
agar jangan sampai kalian berhamburan terjun ke neraka sebagaimana berhamburannya laron atau lalat.Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami
Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW dalam mimpinya kedatangan dua malaikat, salah seorangnya duduk di dekat kedua kakinya,
sedangkan yang lain duduk di dekat kepalanya. Maka malaikat yang ada di dekat kedua kakinya berkata kepada malaikat yang ada di dekat kepalanya, "Buatlah perumpamaan orang ini dan perumpamaan umatnya."
Malaikat yang satunya lagi menjawab, "Sesungguhnya perumpamaan dia dan perumpamaan umatnya sama dengan suatu kaum yang musafir, lalu mereka sampai di tepi Padang Sahara. Saat itu mereka tidak mempunyai bekal lagi
untuk menempuh Padang Sahara di hadapan mereka, tidak pula memiliki bekal untuk pulang. Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah kepada mereka seorang lelaki yang memakai pakaian kain Hibarah,
lalu ia berkata, 'Bagaimanakah pendapat kalian jika aku bawa kalian ke taman yang subur dan telaga yang berlimpah airnya serta menyegarkan. Apakah kalian mau mengikutiku?' Mereka menjawab, 'Ya.' Maka lelaki itu berangkat
bersama mereka hingga membawa mereka sampai di taman yang subur dan telaga yang berlimpah airnya lagi menyegarkan. Lalu mereka makan dan minum hingga menjadi gemuk. Kemudian lelaki itu berkata kepada mereka,
'Bukankah aku menjumpai kalian dalam keadaan yang sengsara, lalu kalian berserah diri kepadaku; bahwa jika aku membawa kalian ke taman yang subur dan telaga yang berlimpah airnya, maka kalian akan mengikutiku?' Mereka menjawab,
'Memang benar.' Lelaki itu berkata, 'Sesungguhnya di hadapan kalian terdapat taman lain yang lebih subur daripada taman ini, dan terdapat pula telaga yang lebih berlimpah airnya daripada ini. Maka mengikutlah kalian kepadaku.
' Segolongan dari mereka berkata, 'Demi Allah, lelaki ini berkata benar, kami sungguh akan mengikutinya.' Golongan yang lainnya mengatakan, 'Kami rela dengan orang ini dan kami akan tetap mengikutinya'."
قَالَ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ وَأَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَكَمِ بْنِ أَبَانٍ حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ عِكْرِمة عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَسْتَعِينَهُ فِي شَيْءٍ -قَالَ عِكْرِمة: أَرَاهُ قَالَ: "فِي دَمٍ" -فَأَعْطَاهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا، ثُمَّ قَالَ: "أَحْسَنْتُ إِلَيْكَ؟ " قَالَ الْأَعْرَابِيُّ: لَا وَلَا أَجْمَلْتَ. فَغَضِبَ بَعْضُ الْمُسْلِمِينَ، وَهَمُّوا أَنْ يَقُومُوا إِلَيْهِ، فَأَشَارَ رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْهِمْ: أَنْ كُفُّوا. فَلَمَّا قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَلَغَ إِلَى مَنْزِلِهِ، دَعَا الْأَعْرَابِيَّ إِلَى الْبَيْتِ، فَقَالَ لَهُ: "إِنَّكَ جِئْتَنَا فَسَأَلَتْنَا فَأَعْطَيْنَاكَ، فَقُلْتَ مَا قُلْتَ" فَزَادَهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا، وَقَالَ: "أَحْسَنْتُ إِلَيْكَ؟ " فَقَالَ الْأَعْرَابِيُّ: نَعَمْ، فَجَزَاكَ اللَّهُ مِنْ أَهْلٍ وَعَشِيرَةٍ خَيْرًا. قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّكَ جِئْتَنَا تَسْأَلُنَا فَأَعْطَيْنَاكَ، فَقُلْتَ مَا قُلْتَ، وَفِي أَنْفُسِ أَصْحَابِي عَلَيْكَ مِنْ ذَلِكَ شَيْءٌ، فَإِذَا جِئْتَ فَقُلْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ مَا قَلْتَ بَيْنَ يَدَيَّ، حَتَّى يَذْهَبَ عَنْ صُدُورِهِمْ". قَالَ: نَعَمْ. فَلَمَّا جَاءَ الْأَعْرَابِيُّ. قَالَ إِنْ صَاحَبَكُمْ كان جَاءَنَا فَسَأَلَنَا فَأَعْطَيْنَاهُ، فَقَالَ مَا قَالَ، وَإِنَّا قَدْ دَعَوْنَاهُ فَأَعْطَيْنَاهُ فَزَعَمَ أَنَّهُ قَدْ رَضِيَ، [كَذَلِكَ يَا أَعْرَابِيُّ؟] قَالَ الْأَعْرَابِيُّ: نَعَمْ، فَجَزَاكَ اللَّهُ مِنْ أَهْلٍ وَعَشِيرَةٍ خَيْرًا. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ هَذَا الْأَعْرَابِيِّ كَمَثَلِ رَجُلٍ كَانَتْ لَهُ نَاقَةٌ، فَشَرَدَتْ عَلَيْهِ، فَاتَّبَعَهَا النَّاسُ فَلَمْ يَزِيدُوهَا إِلَّا نُفُورًا. فَقَالَ لَهُمْ صَاحِبُ النَّاقَةِ: خَلُّوا بَيْنِي وَبَيْنَ نَاقَتِي، فَأَنَا أَرْفَقُ بِهَا، وَأَعْلَمُ بِهَا. فَتَوَجَّهَ إِلَيْهَا وَأَخْذَ لَهَا مِنْ قَتَام الْأَرْضِ، وَدَعَاهَا حَتَّى جَاءَتْ وَاسْتَجَابَتْ، وَشَدَّ عَلَيْهَا رحْلها وَإِنَّهُ لَوْ أَطَعْتُكُمْ حَيْثُ قَالَ مَا قَالَ لَدَخَلَ النَّارَ".
Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib dan Ahmad ibnu Mansur. Keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Hakam ibnu Aban,
telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ikrimah, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa pernah seorang Arab Badui datang kepada Rasulullah Saw. untuk meminta tolong kepadanya tentang sesuatu
yang menyangkut masalah diat (kata Ikrimah). Maka Rasulullah Saw. memberinya sesuatu seraya bersabda, "Aku berbuat baik kepadamu." Tetapi lelaki Badui itu menjawab, "Tidak, engkau belum berbuat baik."
Maka sebagian dari kalangan kaum muslim yang ada pada waktu itu marah dan hampir bangkit menghajar lelaki Badui itu, tetapi Rasulullah Saw. memberikan isyarat kepada mereka untuk menahan dirinya. Ketika Rasulullah Saw.
bangkit meninggalkan majelisnya dan sampai di rumahnya, maka beliau mengundang lelaki Badui itu untuk datang ke rumahnya. Lalu beliau bersabda (kepada lelaki Badui itu).”Sesungguhnya engkau datang kepada kami
hanyalah untuk meminta dari kami, lalu kami memberimu, tetapi engkau mengatakan apa yang telah engkau katakan tadi." Lalu Rasulullah Saw. memberi tambahan pemberian kepada lelaki Badui itu seraya bersabda,
"Bukankah aku telah berbuat baik kepadamu?" Lelaki Badui itu menjawab, "Ya, semoga Allah memberikan balasan yang baik kepadamu atas perbuatan baikmu kepada ahli dan famili(mu)." Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya
engkau datang kepada kami, lalu kami memberimu dan engkau mengatakan apa yang telah engkau katakan tadi, maka karena perkataanmu itu dalam diri sahabat-sahabatku terdapat ganjalan terhadap dirimu. Karena itu,
apabila engkau menemui mereka, katakanlah di hadapan mereka apa yang tadi baru kamu katakan, agar ganjalan itu lenyap dari dada mereka." Lelaki Badui itu menjawab, "Ya." Setelah lelaki Badui itu datang, maka Rasulullah Saw.
bersabda, "Sesungguhnya teman kalian ini pada awal mulanya datang kepada kita. lalu ia meminta kepada kita dan kita memberinya, tetapi ia mengatakan apa yang telah dikatakannya tadi. Lalu aku memanggilnya dan aku beri lagi dia,
dan ternyata dia mengungkapkan pengakuannya bahwa dirinya telah puas dengan pemberian itu. Bukankah demikian, hai orang Badui?" Lelaki Badui itu menjawab, "Ya, semoga Allah membalasmu atas kebaikanmu
kepada ahli dan famili(mu) dengan balasan yang baik." Maka Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya perumpamaanku dengan orang Arab Badui ini sama dengan perumpamaan seorang lelaki yang memiliki seekor unta,
lalu untanya itu larat dan kabur. Kemudian orang-orang mengejarnya, tetapi unta itu justru makin bertambah larat. Maka lelaki pemilik unta itu berkata kepada mereka, "Biarkanlah aku sendirian dengan unta itu,
karena aku lebih sayang kepadanya dan lebih mengenalnya.” Maka lelaki itu menuju ke arah untanya dan mengambil rerumputan tanah untuknya serta memanggilnya, hingga akhirnya unta itu datang dan memenuhi seruan tuannya,
lalu si lelaki itu mengikatkan pelananya di atas punggung untanya itu. Dan sesungguhnya aku jika menuruti kemauan kalian karena apa yang telah dikatakannya tadi, niscaya dia akan masuk neraka.Hadis ini merupakan riwayat Al-Bazzar,
kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa ia tidak mengetahui si perawi meriwayatkan hadis ini melainkan hanya dari jalur tersebut.Menurut kami, hadis ini daif karena keadaan Ibrahim ibnul Hakam ibnu Aban.Firman Allah Swt.:
{بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ}
amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (At-Taubah: 128)Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ. فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ. وَتَوَكَّلْ عَلَى الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ}
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu. maka katakanlah, "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kalian kerjakan.”
Dan bertawakallah kepada (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (Asy-Syu'ara: 215-217)Hal yang sama diperintahkan oleh Allah dalam ayat yang mulia ini, yaitu firman-Nya:
{فَإِنْ تَوَلَّوْا}
Jika mereka berpaling. (At-Taubah: 129)Maksudnya, berpaling dari apa yang engkau sampaikan kepada mereka, yakni dari syariat yang agung, suci, sempurna lagi global yang engkau datangkan kepada mereka.
{فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ}
maka katakanlah, "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. (At-Taubah: 129)Yakni Allah-lah yang memberikan kecukupan kepadaku. Tidak ada Tuhan selain Dia, dan hanya kepada-Nya aku bertawakal.
{رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا}
(Dialah) Tuhan masyriq dan magrib, tidak ada Tuhan melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung. (Al-Muzzammil:9)Adapun firman Allah Swt.:
{وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ}
Dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arasy yang agung.” (At-Taubah: 129)Dialah yang memiliki segala sesuatu, dan Dia pulalah yang menciptakannya, karena Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arasy yang agung
yang merupakan atap dari semua makhluk. Semua makhluk —mulai dari langit, bumi, dan segala sesuatu yang ada pada keduanya serta segala sesuatu yang ada di antara keduanya— berada di bawah 'Arasy dan tunduk patuh
di bawah kekuasaan Allah Swt. Pengetahuan (ilmu) Allah meliputi segala sesuatu, kekuasaan-Nya menjangkau segala sesuatu, dan Dialah yang melindungi segala sesuatu.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas r.a., dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa
ayat Al-Qur'an yang paling akhir penurunannya ialah firman Allah Swt.: Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri. (At-Taubah: 128), hingga akhir surat.Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan
bahwa telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Abdul Mu'min, telah menceritakan kepada kami Umar ibny Syaqiq, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas,
dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b r.a., bahwa mereka menghimpunkan Al-Qur'an di dalam mushaf-mushaf di masa pemerintahan Abu Bakar r.a. Dan tersebutlah orang-orang menulisnya, sedangkan yang mengimlakannya kepada mereka
adalah Ubay ibnu Ka'b. Ketika tulisan mereka sampai pada ayat surat At-Taubah ini, yaitu firman-Nya: Sesudah itu mereka pun pergi, Allah telah memalingkan hati mereka (At-Taubah: 127), hingga akhir ayat.
Maka mereka menduga bahwa ayat ini merupakan ayat yang paling akhir penurunannya. Maka Ubay ibnu Ka'b berkata kepada mereka, "Sesungguhnya sesudah ayat ini Rasulullah Saw. membacakan dua ayat lainnya kepadaku,"
yaitu firman Allah Swt.: Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri. (At-Taubah: 128), hingga akhir ayat berikutnya. Lalu Ubay ibnu Ka'b berkata bahwa ayat Al-Qur'an inilah yang paling akhir
penurunannya, kemudian dia mengakhirinya dengan apa yang biasa dipakai sebagai pembukaan oleh Allah Swt., yaitu dengan firman-Nya:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah oleh kalian akan Aku.” (Al-Anbiya: 25)Hadist ini berpredikat garib pula.
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Bahr, :eiah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad ibnu Salamah, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Yahya ibnu Abbad, dari ayahnya (yaitu Abbad ibnu Abdullah ibnuz Zubair)
yang menceritakan bahwa Al-Haris ibnu Khuzaimah datang kepada Khalifah Umar ibnul Khattab dengan membawa kedua ayat dari surat At-Taubah ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul
dari kaum kalian sendiri. (At-Taubah: 128) Maka Umar ibnul Khattab berkata, "Siapakah yang menemanimu membawakan ayat ini?" Al-Haris menjawab, "Saya tidak tahu. Demi Allah, sesungguhnya aku bersaksi bahwa aku benar-benar
mendengarnya dari Rasulullah, lalu aku resapi dan aku hafalkan dengan baik." Umar berkata, "Aku bersaksi, aku sendiri benar-benar mendengarnya dari Rasulullah Saw." Selanjutnya Umar berkata, "Seandainya semuanya ada tiga ayat,
niscaya aku akan menjadikannya dalam suatu surat tersendiri. Maka perhatikanlah oleh kalian surat Al-Qur'an mana yang pantas untuknya, lalu letakkanlah ia padanya." Dan mereka meletakkannya di akhir surat At-Taubah.
Dalam-pembahasan terdahulu telah disebutkan bahwa Umar ibnul Khattablah yang memberikan saran kepada Abu Bakar As-Siddiq r.a. untuk menghimpun Al-Qur'an. Lalu Khalifah Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid ibnu Sabit
untuk menghimpunnya, sedangkan Umar saat itu ikut hadir bersama mereka di saat mereka menulis hal tersebut.Di dalam asar yang sahih disebutkan bahwa Zaid berkata, "Maka aku menjumpai akhir surat Bara’ah berada pada
Khuzaimah ibnu Sabit atau Abu Khuzaimah."Dalam pembahasan terdahulu disebutkan bahwa sejumlah sahabat ingat akan hal tersebut di saat mereka berada di hadapan Rasulullah Saw., yakni seperti yang dikatakan
oleh Khuzaimah ibnu Sabit di saat ia mengutarakan ayat-ayat itu kepada mereka.Abu Daud telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Muhammad ibnu Abdur Razza ibnu Umar (salah seorang yang siqah lagi ahli ibadah), dari Mudrik ibnu Sa'd
yang mengatakan bahwa Yazid seorang syekh yang siqah telah meriwayatkan dari Yunus ibnu Maisarah. dari Ummu Darda, dari Abu Darda yang mengatakan, "Barang siapa yang mengucapkan kalimat berikut di saat pagi dan petang hari
sebanyak tujuh kali, niscaya Allah akan memberinya kecukupan dari apa yang menyusahkannya," yaitu: Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang
memiliki 'Arasy yang agung.Ibnu Asakir di dalam biografi Abdur Razzaq telah meriwayatkannya dari Umar melalui riwayat Abu Zar'ah Ad-Dimasyqi, dari Abdur Razzaq, dari Abu Sa'd Mudrik ibnu Abu Sa'd Al-Fazzari,
dari Yunus ibnu Maisarah ibnu Hulais, dari Ummu Darda; ia pernah mendengar Abu Darda berkata bahwa tidak sekali-kali seorang hamba mengucapkan: Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal,
dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arasy yang agung. sebanyak tujuh kali —baik ia membenarkannya ataupun berdusta— melainkan Allah memberinya kecukupan dari apa yang menyusahkannya. Tambahan ini dinilai gharib.
Kemudian ia meriwayatkannya pula dalam biografi Abdur Razzaq (yakni Abu Muhammad), dari Ahmad ibnu Abdullah ibnu Abdur Razzaq. dari kakeknya (yaitu Abdur Razzaq ibnu Umar) berikut sanadnya sehingga menjadi marfu',
lalu ia menyebutkan hal yang semisal berikut tambahannya. Tetapi riwayat ini berpredikat mung-kar.Demikianlah akhir tafsir surat Bara’ah (At-Taubah). Segala puji dan anugerah hanyalah milik Allah.
Surat At-Taubah |9:129|
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
fa in tawallau fa qul ḥasbiyallohu laaa ilaaha illaa huw, 'alaihi tawakkaltu wa huwa robbul-'arsyil-'azhiim
Maka jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah (Muhammad), "Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung."
But if they turn away, [O Muhammad], say, "Sufficient for me is Allah; there is no deity except Him. On Him I have relied, and He is the Lord of the Great Throne."
(Jika mereka berpaling) dari iman kepadamu (maka katakanlah, "Cukuplah bagiku) maksudnya cukup untukku (Allah; tidak ada Tuhan selain Dia.
Hanya kepada-Nya aku bertawakal) percaya dan bukan kepada selain-Nya (dan Dia adalah Rabb yang memiliki Arasy) yakni Al-Kursiy (yang agung.")
Arasy disebutkan secara khusus karena ia makhluk yang paling besar. Imam Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak meriwayatkan sebuah atsar yang bersumber dari Ubay bin Kaab,
bahwasanya Ubay bin Kaab telah mengatakan, "Ayat yang diturunkan paling akhir ialah firman-Nya, 'Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul.
'" (Q.S. At-Taubah 128-129). Kedua ayat akhir surah At-Taubah itulah ayat yang paling terakhir diturunkan.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Taubah | 9 : 129 |
Penjelasan ada di ayat 128
Surat Yunus |10:1|
الر ۚ تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيمِ
alif laaam roo, tilka aayaatul-kitaabil-ḥakiim
Alif Lam Ra. Inilah ayat-ayat Al-Qur´an yang penuh hikmah.
Alif, Lam, Ra. These are the verses of the wise Book
(Alif, laam, raa) hanya Allahlah yang mengetahui maksudnya. (Inilah) artinya ayat-ayat ini (ayat-ayat Alkitab) yakni Alquran. Diidhafatkan lafal ayaatul pada lafal Alkitab
mengandung makna min, yakni bagian daripada Alquran (yang mengandung hikmah) yang padat akan hikmah-hikmah.
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 1 |
Tafsir ayat 1-2
Mengenai huruf-huruf yang mengawali surat-surat Al-Qur'an, telah disebutkan keterangannya pada permulaan tafsir surat Al-Baqarah. Abud Duha telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan firman Allah Swt.: Alif Lam Ra. (Yunus: l) Yakni Aku, Allah, melihat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan lain-lainnya.
{تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيمِ}
Inilah ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandung hikmah. (Yunus: 1)Artinya, inilah ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandung hukum yang jelas. Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Alif Lam Ra.
Inilah ayat-ayat Kitab yang mengandung hikmah. (Yunus: l) Menurut Al-Hasan, yang dimaksud dengan 'Kitab' adalah kitab Taurat dan Zabur. Qatadah mengatakan bahwa makna tilka ayatul kitab ialah 'inilah ayat-ayat kitab',
yakni kitab-kitab terdahulu sebelum Al-Qur'an. Pendapat ini menurut penulis (Ibnu Kasir) tidak dikenal jalurnya, demikian juga maknanya. Firman Allah Swt.:
{أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا}
Patutkah menjadi keheranan bagi manusia. (Yunus: 2), hingga akhir ayat.Allah Swt. mengingkari sikap orang-orang kafir yang merasa heran terhadap para rasul karena para rasul itu dari kalangan manusia,
seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam kisah-Nya mengenai umat-umat terdahulu melalui firman-Nya:
{أَبَشَرٌ يَهْدُونَنَا}
Apakah manusia yang akan memberi petunjuk kepada kami? (At-Taghabun: 6)Nabi Hud dan Nabi Saleh berkata kepada kaumnya masing-masing, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ}
Dan apakah kalian (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kalian peringatan dari Tuhan kalian dengan perantaraan seorang laki-laki dari golongan kalian. (Al-A'raf: 63)Allah Swt. pun berfirman menceritakan perihal orang-orang kafir Quraisy, bahwa mereka telah mengatakan:
{أَجَعَلَ الآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ}
Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Maha Esa? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. (Shad: 5)Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa setelah Allah mengutus
Nabi Muhammad Saw. menjadi rasul, maka orang-orang Arab mengingkari hal tersebut, atau ada sebagian dari mereka yang mengingkarinya. Lalu mereka berkata, "Mahabesar Allah, bila Dia mengutus Rasul-Nya seorang manusia
seperti Muhammad ini." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Patutkah menjadi keheranan bagi manusia. (Yunus: 2), hingga akhir ayat.Mengenai firman Allah Swt.:
{أَنَّ لَهُمْ قَدَمَ صِدْقٍ عِنْدَ رَبِّهِمْ}
bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka. (Yunus: 2)Para ulama berselisih pendapat tentang takwil ayat ini. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
gembirakanlah orang-orang beriman, bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka. (Yunus: 2) Bahwa dalam kitab terdahulu (Lauh Mahfuz) telah dituliskan bahwa mereka memperoleh kebahagiaan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka. (Yunus: 2) Yakni pahala yang baik karena amal perbuatan yang telah mereka kerjakan.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Makna ayat ini sama dengan firman-Nya:
لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا
untuk memberi peringatan akan siksaan yang sangat pedih. (Al-Kahfi: 2), hingga akhir ayat.Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: bahwa mereka mempunyai kedudukan
yang tinggi di sisi Tuhan mereka. Yunus: 2) Yakni amal-amal saleh, yaitu salat, puasa, sedekah, dan tasbih mereka. Mujahid mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw. memberikan syafaat kepada mereka.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Zaid ibnu Aslam dan Muqatil ibnu Hayyan. Qatadah mengatakan, makna ayat ialah kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka.Ibnu Jarir memilih pendapat yang dikatakan oleh Mujahid,
bahwa makna yang dimaksud ialah amal-amal saleh yang telah mereka kerjakan dan menjadi tabungan bagi mereka di sisi Tuhannya. Perihalnya sama dengan kalimat yang mengatakan, "Qadamun fil Islam, " yakni mempunyai jasa dalam Islam.
Hissan ibnu Sabit telah mengatakan:
لَنَا القَدَمُ العُليا إِلَيْكَ وخَلْفُنا لأوَّلِنا فِي طاعَة اللهِ تَابعُ ...
Kami mempunyai jasa yang besar kepadamu dan kami berbeda dengan para pendahulu kami berkat ketaatan (kami) kepada Allah, sebagai jasa berikutnya.Zur Rummah dalam salah satu bait syairnya mengatakan:
لكُم قَدَمٌ لَا يُنْكرُ الناسُ أَنَّهَا ... مَعَ الحسَبِ العَادِيّ طَمَّت عَلَى البَحْرِ
Kalian mempunyai jasa yang besar yang tidak dilupakan oleh semua orang, bahwa jasa itu sekalipun dari yang berkedudukan biasa, keharumannya dapat menutupi laut.Firman Allah Swt.:
{قَالَ الْكَافِرُونَ إِنَّ هَذَا لَسَاحِرٌ مُبِينٌ}
Orang-orang kafir berkata, "Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata.” (Yunus: 2)Dengan kata lain, sekalipun Kami telah mengutus kepada mereka seorang rasul
dari kalangan mereka sendiri —yakni dari kaum mereka sendiri— untuk menyampaikan berita gembira dan memberi peringatan kepada mereka: orang-orang kafir berkata, "Sesungguhnya orang ini (Muhammad)
benar-benar adalah tukang sihir yang nyata.” (Yunus: 2) Mubin artinya jelas dan nyata, padahal mereka adalah orang-orang yang dusta dalam hal tersebut.
Surat Yunus |10:2|
أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَىٰ رَجُلٍ مِنْهُمْ أَنْ أَنْذِرِ النَّاسَ وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا أَنَّ لَهُمْ قَدَمَ صِدْقٍ عِنْدَ رَبِّهِمْ ۗ قَالَ الْكَافِرُونَ إِنَّ هَٰذَا لَسَاحِرٌ مُبِينٌ
a kaana lin-naasi 'ajaban an auḥainaaa ilaa rojulim min-hum an anżirin-naasa wa basysyirillażiina aamanuuu anna lahum qodama shidqin 'inda robbihim, qoolal-kaafiruuna inna haażaa lasaaḥirum mubiin
Pantaskah manusia menjadi heran bahwa Kami memberi wahyu kepada seorang laki-laki di antara mereka, "Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan." Orang-orang kafir berkata, "Orang ini (Muhammad) benar-benar pesihir."
Have the people been amazed that We revealed [revelation] to a man from among them, [saying], "Warn mankind and give good tidings to those who believe that they will have a [firm] precedence of honor with their Lord"? [But] the disbelievers say, "Indeed, this is an obvious magician."
(Patutkah manusia) artinya penduduk Mekah. Istifham atau kata tanya di sini mengandung makna ingkar sedangkan jar dan majrurnya menjadi hal atau kata keterangan daripada firman selanjutnya
(menjadi keheranan) lafal ini dibaca `ajaban menjadi khabar dari kaana, bila dibaca rafa` menjadi isim kaana. Menurut pendapat yang masyhur adalah sebagai khabar daripada kaana.
(bahwa Kami mewahyukan) artinya pemberian wahyu Kami (kepada seorang lelaki di antara mereka) yaitu Nabi Muhammad saw. (
yaitu) huruf an di sini menjadi penafsir dari lafal an auhainaa ("Berilah peringatan) peringatkanlah (kepada manusia) yakni orang-orang kafir akan adanya siksaan buat mereka
(dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa) bahwasanya (mereka mempunyai kedudukan) pahala (yang tinggi di sisi Rabb mereka")
dimaksud adalah pahala yang baik sebagai pembalasan dari amal-amal yang telah mereka lakukan. (Orang-orang kafir berkata, "Sesungguhnya orang ini) yaitu Nabi Muhammad saw.
(benar-benar adalah tukang sihir yang nyata.") jelas tukang sihir. Menurut suatu qiraat lafal lasaahirun dibaca lasihrun, sedangkan musyar ilaihnya adalah Alquran yang dianggap mereka merupakan sihir.
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 2 |
Penjelasan ada di ayat 1
Surat Yunus |10:3|
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۖ مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلَّا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
inna robbakumullohullażii kholaqos-samaawaati wal-ardho fii sittati ayyaamin ṡummastawaa 'alal-'arsyi yudabbirul-amr, maa min syafii'in illaa mim ba'di iżnih, żaalikumullohu robbukum fa'buduuh, a fa laa tażakkaruun
Sesungguhnya Tuhan kamu Dialah Allah yang menciptakan langit dan Bumi dalam enam masa kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya. Itulah Allah, Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?
Indeed, your Lord is Allah, who created the heavens and the earth in six days and then established Himself above the Throne, arranging the matter [of His creation]. There is no intercessor except after His permission. That is Allah, your Lord, so worship Him. Then will you not remember?
(Sesungguhnya Rabb kalian ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari) dari hari-hari dunia, artinya dalam masa yang perkiraannya sama dengan enam hari
karena sesungguhnya pada masa itu belum ada matahari dan bulan. Akan tetapi seandainya Allah berkehendak, maka Dia dapat menciptakannya dalam sekejap mata. Allah swt,
tidak memakai cara tersebut dimaksud untuk memberikan pelajaran kepada makhluk-Nya tentang ketekunan dan kesabaran di dalam bertindak (kemudian Dia bersemayam di atas Arsy)
bersemayamnya Allah disesuaikan dengan keagungan sifat-Nya (untuk mengatur segala urusan) di antara makhluk-makhluk-Nya (Tiada seorang pun) huruf min merupakan shilah atau penghubung
(yang dapat memberikan syafaat) kepada seseorang (kecuali sesudah ada keizinan-Nya) ayat ini merupakan sanggahan terhadap perkataan orang-orang kafir
yang menyatakan bahwa berhala-berhala mereka dapat memberikan syafaat kepada diri mereka. (Zat yang demikian itulah) yaitu yang menciptakan dan yang mengatur
(Allah, Rabb kalian, maka sembahlah Dia) artinya tauhidkanlah Dia. (Maka apakah kalian tidak mengambil pelajaran) lafal tadzakkaruuna asalnya tatadzakkaruuna, kemudian huruf ta
yang kedua diidgamkan ke dalam huruf dzal asal kalimat, maka jadilah tadzakkaruuna.
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 3 |
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia adalah Tuhan semesta alam seluruhnya, Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan ayyam dalam ayat ini
sama dengan hari-hari kita sekarang. Sedangkan menurut pendapat lainnya, setiap hari sama dengan seribu tahun menurut perhitungan kalian, seperti yang akan diterangkan kemudian.
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy. (Yunus: 3) 'Arasy ialah makhluk yang paling besar dan merupakan atap dari semua Makhluk.Ibnu Abi Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami. Hajjaj ibnu Hamzah,
telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa’d At-Ta-i berkata, '"Arasy adalah yaqut berwarna merah."
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Allah menciptakan 'Arasy dari nur-Nya. tetapi pendapat ini garib. Firman Allah Swt.:
{يُدَبِّرُ الأمْرَ}
untuk mengatur segala urusan. (Yunus: 3)Artinya, mengatur semua makhluk. Allah Swt. telah berfirman:
{لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأرْضِ}
Tidak ada tersembunyi dari-Nya seberat zarrah pun yang ada di langit dan yang ada di bumi. (Saba: 3)Dan tiada sesuatu pun yang menyibukkan-Nya. Segala macam masalah tidak akan membuat-Nya keliru.
Dia tidak pernah bosan dengan banyaknya orang yang meminta dengan mendesak, serta perhatian-Nya kepada yang besar tidak melupakan-Nya untuk memperhatikan yang kecil yang terdapat di gunung-gunung,
lautan-lautan, dan kota-kota serta padang-padang sahara, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya. (Hud: 6), hingga akhir ayat.
{وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).
(Al-An'am: 59)Ad-Darawardi telah meriwayatkan dari Sa'd ibnu Ishaq ibnu Ka’b ibnu Ujrah yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah
yang menciptakan langit dan bumi. (Yunus: 3), hingga akhir ayat. Maka mereka bersua dengan iringan yang besar, yang mereka lihat tiada lain kecuali dari kalangan orang-orang Arab Badui. Lalu mereka berkata kepada iringan tersebut,
"Siapakah kalian ini?" Iringan itu menjawab, "Kami dari bangsa jin, kami diusir dari Madinah oleh ayat ini." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Firman Allah Swt.:
{مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ}
Tiada seorangpun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada keizinan-Nya. (Yunus: 3)Ayat ini semakna dengan firman-Nya yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat-ayat lain, yaitu:
{مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ}
Tiada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi Allah melainkan dengan seizin dari-Nya. (Al-Baqarah: 255)
{وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى}
Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya). (An-Najm: 26)
{وَلا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ}
Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat. (Saba: 23)Adapun firman Allah Swt.:
{ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلا تَذَكَّرُونَ}
(Dzat) yang demikian itulah Allah. Tuhan kalian, maka sembahlah Dia. Maka apakah kalian tidak mengambil pelajaran? (Yunus: 3)Maksudnya, esakanlah Dia dengan hanya menyembah-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya.
{أَفَلا تَذَكَّرُونَ}
Maka apakah kalian tidak mengambil pelajaran? (Yunus: 3)hai orang-orang musyrik, dalam urusan kalian; karena kalian telah menyembah tuhan yang lain beserta Allah, padahal kalian mengetahui
bahwa Dialah Yang Maha Esa Yang menciptakan makhluk. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lainnya melalui firman-Nya:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka.”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab, "Allah." (Luqman: 25)
{قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ}
Katakanlah, "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arasy yang besar?” Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah.” Katakanlah,
"Maka apakah kalian tidak bertakwa?" (Al-Mu’minun: 86-87)Demikian pula ayat yang sebelum dan yang sesudahnya, semuanya bermakna senada.
Surat Yunus |10:4|
إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا ۖ وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا ۚ إِنَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ بِالْقِسْطِ ۚ وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ
ilaihi marji'ukum jamii'aa, wa'dallohi ḥaqqoo, innahuu yabda`ul-kholqo ṡumma yu'iiduhuu liyajziyallażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati bil-qisth, wallażiina kafaruu lahum syaroobum min ḥamiimiw wa 'ażaabun aliimum bimaa kaanuu yakfuruun
Hanya kepada-Nya kamu semua akan kembali. Itu merupakan janji Allah yang benar dan pasti. Sesungguhnya Dialah yang memulai penciptaan makhluk kemudian mengulanginya (menghidupkannya kembali setelah berbangkit), agar Dia memberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dengan adil. Sedangkan untuk orang-orang kafir (disediakan) minuman air yang mendidih dan siksaan yang pedih karena kekafiran mereka.
To Him is your return all together. [It is] the promise of Allah [which is] truth. Indeed, He begins the [process of] creation and then repeats it that He may reward those who have believed and done righteous deeds, in justice. But those who disbelieved will have a drink of scalding water and a painful punishment for what they used to deny.
(Hanya kepada-Nyalah) yaitu Allah swt. (kalian semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar dari Allah) lafal wa'dan dan lafal haqqan keduanya
merupakan mashdar yang dinashabkan oleh fi'ilnya masing-masing yang keberadaannya diperkirakan. (Sesungguhnya Allah)
huruf hamzah inna dibaca kasrah karena menjadi isti'naf, sedangkan jika dibaca fatah maka memakai huruf lam yang keberadaannya diperkirakan sebelumnya
(menciptakan makhluk pada permulaan) artinya Dia mulai menciptakan makhluk dengan mengadakan mereka (kemudian menghidupkannya kembali) pada hari berbangkit
(agar Dia memberi pembalasan) pahala (kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas)
artinya air yang panasnya luar biasa (dan azab yang pedih) sangat menyakitkan (disebabkan kekafiran mereka) sebagai pembalasan atas kekafirannya.
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 4 |
Allah Swt. menceritakan bahwa hanya kepada-Nyalah semua makhluk dikembalikan kelak di hari kiamat, tiada seorang pun dari mereka yang tertinggal, lalu Dia menghidupkan mereka kembali seperti pada permulaannya
ketika Dia menciptakan mereka. Kemudian Allah menyebutkan bahwa sebagaimana Dia memulai penciptaan makhluk, demikian pula mengulanginya (menghidupkannya) kembali, seperti yang disebutkan oleh ayat lainnya:
{وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ}
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27)
{لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ بِالْقِسْطِ}
agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. (Yunus: 4)Yakni dengan pembalasan yang adil dan pahala yang sepenuhnya.
{وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ}
Dan untuk orang-orang yang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereda (Yunus: 4)Hal itu disebabkan kekafiran mereka. Pada hari kiamat nanti mereka akan disiksa
dengan berbagai macam azab, seperti angin yang amat panas dan air yang panas yang mendidih dalam naungan asap yang hitam, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu:
{هَذَا فَلْيَذُوقُوهُ حَمِيمٌ وَغَسَّاقٌ وَآخَرُ مِنْ شَكْلِهِ أَزْوَاجٌ}
Inilah (azab neraka), biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin. Dan azab yang lain yang serupa itu berbagai macam. (Shad: 57-58)
{هَذِهِ جَهَنَّمُ الَّتِي يُكَذِّبُ بِهَا الْمُجْرِمُونَ يَطُوفُونَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ حَمِيمٍ آنٍ}
Inilah neraka Jahanam yang didustakan oleh orang-orang berdosa. Mereka berkeliling di antaranya dan di antara air yang mendidih yang memuncak panasnya. (Ar-Rahman: 43-44)
Surat Yunus |10:5|
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
huwallażii ja'alasy-syamsa dhiyaaa`aw wal-qomaro nuurow wa qoddarohuu manaazila lita'lamuu 'adadas-siniina wal-ḥisaab, maa kholaqollaahu żaalika illaa bil-ḥaqq, yufashshilul-aayaati liqoumiy ya'lamuun
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
It is He who made the sun a shining light and the moon a derived light and determined for it phases - that you may know the number of years and account [of time]. Allah has not created this except in truth. He details the signs for a people who know
(Dialah yang menjadikan matahari bersinar) mempunyai sinar (dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya bagi bulan) dalam perjalanannya (manzilah-manzilah)
selama dua puluh delapan malam untuk setiap bulan, setiap malam daripada dua puluh delapan malam itu memperoleh suatu manzilah,
kemudian tidak tampak selama dua malam, jika jumlah hari bulan yang bersangkutan ada tiga puluh hari. Atau tidak tampak selama satu malam jika ternyata jumlah hari bulan yang bersangkutan
ada dua puluh sembilan hari (supaya kalian mengetahui) melalui hal tersebut (bilangan tahun dan perhitungan waktu, Allah tidak menciptakan yang demikian itu)
hal-hal yang telah disebutkan itu (melainkan dengan hak) bukannya main-main, Maha Suci Allah dari perbuatan tersebut (Dia menjelaskan)
dapat dibaca yufashshilu dan nufashshilu, artinya Dia menerangkan atau Kami menerangkan (tanda-tanda kepada orang-orang yang mengetahui) yakni orang-orang yang mau berpikir.
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 5 |
Tafsir ayat 5-6
Allah Swt. menerangkan tentang apa yang telah diciptakan-Nya, hal itu merupakan tanda-tanda yang menunjukkan kesempurnaan kekuasaan-Nya dan kebesaran kemampuan-Nya. Dia telah menjadikan sinar yang timbul dari matahari
sebagai penerangan dan menjadikan bulan bercahaya. Yang ini berbeda dengan yang itu, agar di antara keduanya tidak ada keserupaan. Dia menjadikan peran matahari di siang hari dan peran bulan di malam hari.
Dia pun telah menetapkan manzilah-manzilah untuk bulan bagi peredarannya. Pada mulanya ia kelihatan kecil, lalu bertambah besar cahaya dan bentuknya hingga menjadi bulan penuh pada malam purnama.
Setelah itu mulai berkurang sedikit demi sedikit hingga kembali kepada keadaannya semula pada akhir bulan. Hal ini diungkapkan pula oleh ayat lain melalui firman-Nya:
{وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ}
Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari
mendapatkan bulan, dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin: 39-40)
{وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ}
dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. (Al-An'am: 96), hingga akhir ayat.Adapun firman Allah Swt. dalam ayat ini yang mengatakan:
{وَقَدَّرَهُ}
dan Dia telah menetapkan baginya. (Yunus: 5) Yakni bagi bulan.
{وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ}
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kalian mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). (Yunus: 5)Dengan matahari dapat diketahui hari-hari, sedangkan dengan perjalanan bulan dapat diketahui bilangan bulan dan tahun.
{مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلا بِالْحَقِّ}
Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. (Yunus: 5)Artinya, Allah tidak menciptakan hal itu dengan sia-sia melainkan Dia mempunyai kebijaksanaan yang besar
dalam penciptaan-Nya itu, juga mengandung hujah yang jelas, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلا ذَلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ}
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (Shad: 27)
{أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ}
Maka apakah kalian mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main (saja), dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) 'Arasy yang mulia. (Al-Mu’minun: 115-116)Firman Allah Swt.:
{نُفَصِّلُ الآيَاتِ}
Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya). (Yunus: 5) Yakni Allah menjelaskan hujah-hujah dan dalil-dalil itu:
{لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ}
kepada orang-orang yang mengetahui. (Yunus: 5) Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّ فِي اخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ}
Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu. (Yunus: 6)Yaitu pada silih bergantinya siang dan malam hari. Apabila yang satu datang, maka yang lainnya pergi; begitu pula sebaliknya,
tanpa ada ketelatan darinya barang sedikit waktu pun. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lainnya, yaitu:
{يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا}
Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Al-A'raf: 54)
{لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ}
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan. (Yasin: 40), hingga akhir ayat.
{فَالِقُ الإصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ}
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat. (Al-An'am: 96), hingga akhir ayat.Mengenai firman Allah Swt.:
{وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
dan pada yang diciptakan Allah di langit dan di bumi. (Yunus: 6)Yakni termasuk di antara tanda-tanda yang menunjukkan kebesaran Allah. Ayat ini pengertiannya semisal dengan yang terdapat di dalam ayat-ayat lainnya, yaitu:
وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ
Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi. (Yusuf: 105), hingga akhir ayat.
{قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا تُغْنِي الآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ}
Katakanlah, "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Yunus : 101)
{أَفَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ}
Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka? (Saba: 9)
{إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ}
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 190)Dan dalam ayat surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ}
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa. (Yunus: 6)Yakni bagi orang-orang yang takut kepada siksaan Allah, murka, dan azab-Nya.
Surat Yunus |10:6|
إِنَّ فِي اخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ
inna fikhtilaafil-laili wan-nahaari wa maa kholaqollaahu fis-samaawaati wal-ardhi la`aayaatil liqoumiy yattaquun
Sesungguhnya pada pergantian malam dan siang, dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di Bumi, pasti terdapat tanda-tanda (kebesaran-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa.
Indeed, in the alternation of the night and the day and [in] what Allah has created in the heavens and the earth are signs for a people who fear Allah
(Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu) silih bergantinya malam dan siang hari kemudian panjang dan pendeknya malam dan siang hari
(dan pada yang diciptakan Allah di langit) yakni para malaikat, matahari, bulan dan bintang-bintang serta lain sebagainya (Dan) di (bumi) berupa margasatwa, gunung-gunung, lautan, sungai-sungai,
pohon-pohon dan lain sebagainya (benar-benar terdapat tanda-tanda) yang menunjukkan kepada kekuasaan-Nya (bagi orang-orang yang bertakwa)
kepada-Nya kemudian mereka beriman. Allah secara khusus menyebutkan orang-orang yang bertakwa karena sesungguhnya merekalah yang dapat memanfaatkan keberadaan tanda-tanda tersebut.
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 6 |
Penjelasan ada di ayat 5
Surat Yunus |10:7|
إِنَّ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا وَرَضُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّوا بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آيَاتِنَا غَافِلُونَ
innallażiina laa yarjuuna liqooo`ana wa rodhuu bil-ḥayaatid-dun-yaa wathma`annuu bihaa wallażiina hum 'an aayaatinaa ghoofiluun
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan (kehidupan) itu, dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami,
Indeed, those who do not expect the meeting with Us and are satisfied with the life of this world and feel secure therein and those who are heedless of Our signs
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan/tidak percaya akan pertemuan dengan Kami) pada hari berbangkit nanti (dan mereka merasa puas dengan kehidupan dunia)
sebagai ganti daripada kehidupan akhirat karena mereka tidak mempercayai adanya hari akhirat itu (serta merasa tenteram dengan kehidupan itu)
merasa tenang dengan kehidupan dunia (dan orang-orang yang terhadap ayat-ayat Kami) bukti-bukti yang menunjukkan kepada keesaan Kami (mereka melalaikan) mereka sama sekali tidak mau memikirkannya.
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 7 |
Tafsir ayat 7-8
Allah Swt. berfirman menceritakan keadaan orang-crang yang celaka, yaitu mereka yang ingkar terhadap hari pertemuan dengan Allah kelak pada hari kiamat. Mereka sama sekali tidak percaya dengan hari pertemuan itu,
merasa puas dengan kehidupan dunia ini. serta hati dan jiwa mereka merasa tenteram dengan kehidupan dunia.Al-Hasan mengatakan, "Demi Allah, mereka sama sekali tidak menghiasi dunia dan tidak pula mengangkatnya,
melainkan mereka hanya merasa puas dengan kehidupan dunia, sedangkan mereka melupakan tanda-tanda kebesaran Allah yang ada pada semesta alam ini, karena mereka tidak mau memikirkannya.
Mereka pun melalaikan hukum Allah yang ada pada syariat agama-Nya. Karena itulah maka tempat kembali mereka kelak di hari kiamat adalah neraka, sebagai pembalasan atas apa yang selama di dunia mereka lakukan,
yaitu berupa dosa-dosa, kesalahan-kesalahan, dan kejahatan-kejahatan, di samping kekufuran mereka kepada Allah, Rasul-Nya, dan hari kemudian."
Surat Yunus |10:8|
أُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمُ النَّارُ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
ulaaa`ika ma`waahumun-naaru bimaa kaanuu yaksibuun
mereka itu tempatnya di neraka karena apa yang telah mereka lakukan.
For those their refuge will be the Fire because of what they used to earn.
(Mereka itu tempatnya ialah neraka disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan) berupa kemusyrikan dan perbuatan-perbuatan maksiat.
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 8 |
Penjelasan ada di ayat 7
Surat Yunus |10:9|
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ ۖ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
innallażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati yahdiihim robbuhum bi`iimaanihim, tajrii min taḥtihimul-an-haaru fii jannaatin-na'iim
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, niscaya diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya. Mereka di dalam surga yang penuh kenikmatan, mengalir di bawahnya sungai-sungai.
Indeed, those who have believed and done righteous deeds - their Lord will guide them because of their faith. Beneath them rivers will flow in the Gardens of Pleasure
(Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk) diberi bimbingan (oleh Rabb mereka karena keimanannya)
kepada-Nya; kelak pada hari kiamat Allah swt. akan menjadikan bagi mereka cahaya dengan cahaya itu mereka mendapat petunjuk (di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan).
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 9 |
Tafsir ayat 9-10
Hal ini merupakan kisah tentang keadaan orang-orang yang berbahagia, yaitu mereka yang beriman kepada Allah dan membenarkan para rasul, serta mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka;
karenanya mereka mengerjakan amal-amal saleh. Maka Allah memberi petunjuk kepada mereka berkat keimanannya.Huruf ba yang terdapat pada lafaz bi imanihim adalah sababiyyah (kausalitas). Bentuk lengkapnya ialah '
disebabkan iman mereka di dunia, maka Allah memberi mereka petunjuk pada hari kiamat ke jalan yang lurus'. Allah membimbing mereka menempuhi siratal mustaqim sehingga mereka selamat dan masuk surga.
Tetapi dapat pula diinterpretasikan dengan makna isti'anah, seperti yang dikatakan oleh Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya. (Yunus: 9)
Yakni mereka mempunyai nur (cahaya) yang menerangi jalan mereka (di hari kiamat nanti).Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna ayat, bahwa amalnya diserupakan dalam bentuk yang indah dan berbau wangi.
Apabila orang yang bersangkutan bangkit dari kuburnya, maka amalnya datang menjemputnya dan menyampaikan berita gembira kebaikan kepadanya, sehingga orang yang bersangkutan bertanya, "Siapakah kamu?"
Maka amalnya menjawab, "Aku adalah amalmu." Lalu diberikan kepadanya nur yang menyinari bagian depannya hingga memasukkannya ke dalam surga. Yang demikian itu adalah apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya. (Yunus: 9) Sedangkan kalau orang kafir, amal perbuatannya diserupakan dalam bentuk yang sangat buruk dan berbau busuk, lalu ia menguntit pemiliknya
dan menyesatkannya hingga menjerumuskannya ke dalam neraka. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Qatadah secara mursal.Firman Allah Swt.:
{دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلامٌ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
Doa mereka di dalamnya ialah 'Subhahakallahumma', dan salam penghormatan mereka ialah 'Salam'. Dan penutup doa mereka ialah 'Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin'. (Yunus: 10)Demikianlah keadaan ahli surga.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa ia pernah mendengar suatu riwayat yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Doa mereka di dalamnya ialah 'Subhanakallahumma'. (Yunus: 10) Bahwa apabila lewat
di hadapan mereka burung yang mereka ingin memakannya, maka mereka berkata, "Mahasuci Engkau, ya Allah." Itulah doa mereka. Lalu malaikat datang kepada mereka dengan membawa apa yang mereka selerai itu.
Malaikat itu mengucapkan salam penghormatan kepada mereka, dan mereka menjawab salamnya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: dan salam penghormatan mereka ialah 'Salam'. (Yunus: 10) Dan apabila mereka
telah memakannya, maka mereka mengucapkan pujian kepada Tuhannya. Yang demikian itulah makna firman-Nya berikut ini: Dan penutup doa mereka ialah 'Alhamdulillahi Rabbil Alamin'. (Yunus: 10)
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa apabila ahli surga bermaksud meminta makan, maka seseorang dari mereka mengucapkan: Mahasuci Engkau, ya Allah. (Yunus: 10) Maka bangkitlah sepuluh ribu pelayan
untuk melayani seseorang dari mereka, masing-masing membawa piring emas berisikan makanan yang berbeda dengan yang dibawa oleh pelayan lainnya. Lalu ahli surga yang bersangkutan memakan semua makanan
yang disuguhkan kepadanya itu.Sufyan As-Sauri mengatakan, bahwa apabila seseorang dari mereka meminta sesuatu, maka ia mengucapkan: Mahasuci Engkau, ya Allah. (Yunus: 10)
Ayat ini mirip dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
{تَحِيَّتُهُمْ يَوْمَ يَلْقَوْنَهُ سَلامٌ وَأَعَدَّ لَهُمْ أَجْرًا كَرِيمًا}
Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mukmin itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah 'Salam'. (Al-Ahzab: 44), hingga akhir ayat.
{لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلا تَأْثِيمًا إِلا قِيلا سَلامًا سَلامًا}
Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, tetapi mereka mendengar ucapan salam. (Al-Waqi'ah: 25-26)
{سَلامٌ قَوْلا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ}
(Kepada mereka dikatakan) 'Salam', sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang. (Yasin: 58)
{وَالْمَلائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ}
sedangkan malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan), "Salamun 'Alaikum.” (Ar-Ra'd: 23-24), hingga akhir ayat.Firman Allah Swt.:
{وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
Dan penutup doa mereka ialah 'Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin'. (Yunus: 10)Hal ini menunjukkan bahwa hanya Allah Swt. sematalah yang terpuji lagi yang disembah untuk selama-lamanya. Karena itulah maka Allah memuji diri-Nya sendiri
di saat mulai menciptakan makhluk dan keberlangsungannya, juga menyebut pujian diri-Nya pada permulaan Kitab-Nya serta pada awal penurunannya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ}
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur'an). (Al-Kahfi: 1)
{الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ}
Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi. (Al-An'am: 1)Masih banyak hal lainnya yang panjang keterangannya. Dan bahwa Allahlah yang terpuji pada permulaan dan akhirnya, dalam kehidupan di dunia dan akhirat
serta dalam semua keadaan. Karena itulah disebutkan di dalam sebuah hadis, bahwa sesungguhnya ahli surga mendapat ilham untuk bertasbih dan bertahmid sebagaimana mereka mendapat ilham untuk bernapas. Dikatakan demikian
tiada lain karena nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. kepada mereka kian hari kian bertambah, sehingga ucapan itu terus berulang-ulang seiring dengan penambahan nikmat kepada mereka, maka tidak ada habis-habisnya
dan tidak ada batasannya. Tidak ada Tuhan selain Allah, dan tidak ada Rabb selain-Nya.
Surat Yunus |10:10|
دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ ۚ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
da'waahum fiihaa sub-ḥaanakallohumma wa taḥiyyatuhum fiihaa salaam, wa aakhiru da'waahum anil-ḥamdu lillaahi robbil 'aalamiin
Doa mereka di dalamnya, ialah "Subhanakallahumma" (Maha Suci Engkau, ya Tuhan kami), dan salam penghormatan mereka ialah, "Salam" (salam sejahtera). Dan penutup doa mereka ialah, "Alhamdulillahi Rabbilalamin." (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam). [...]
Their call therein will be, "Exalted are You, O Allah," and their greeting therein will be, "Peace." And the last of their call will be, "Praise to Allah, Lord of the worlds!"
(Doa mereka di dalamnya) sewaktu mereka meminta apa yang mereka inginkan di dalam surga hanya tinggal mengatakan (Subhaanakallaahumma)
artinya Maha Suci Engkau ya Allah. Bilamana mereka telah memintanya maka mereka menemukan apa yang mereka inginkan telah berada di hadapan mereka
(dan salam penghormatan mereka) di antara sesama mereka (di dalam surga ialah salam. Dan penutup doa mereka ialah) huruf an di sini adalah kata penafsir (alhamdulillaahi rabbil aalamiin)
segala puji bagi Allah Rabb alam semesta. Ayat ini diturunkan sewaktu orang-orang musyrik meminta disegerakan turunnya azab.
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 10 |
Penjelasan ada di ayat 9
Surat Yunus |10:11|
وَلَوْ يُعَجِّلُ اللَّهُ لِلنَّاسِ الشَّرَّ اسْتِعْجَالَهُمْ بِالْخَيْرِ لَقُضِيَ إِلَيْهِمْ أَجَلُهُمْ ۖ فَنَذَرُ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
walau yu'ajjilullohu lin-naasisy-syarrosti'jaalahum bil-khoiri laqudhiya ilaihim ajaluhum, fa nażarullażiina laa yarjuuna liqooo`anaa fii thughyaanihim ya'mahuun
Dan kalau Allah menyegerakan keburukan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pasti diakhiri umur mereka. Namun, Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, bingung di dalam kesesatan mereka.
And if Allah was to hasten for the people the evil [they invoke] as He hastens for them the good, their term would have been ended for them. But We leave the ones who do not expect the meeting with Us, in their transgression, wandering blindly
(Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan) artinya sama seperti mereka meminta mendapatkan dengan segera
(kebaikan, pastilah diakhiri) boleh dibaca laqudhiya atau laqadha (umur mereka) lafal ajaluhum dapat dibaca rafa` yakni menjadi ajaluhum dan dapat pula dibaca nashab hingga menjadi ajalahum;
seumpamanya Allah membinasakan mereka dengan segera akan tetapi ternyata Allah menangguhkan (Maka Kami biarkan) Kami tinggalkan
(orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami bergelimang di dalam kesesatan mereka) mereka hidup diselimuti oleh keraguan yang membingungkan.
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 11 |
Allah Swt. menyebutkan tentang sifat penyantun dan lemah lembutNya terhadap hamba-hamba-Nya. Dia tidak memperkenankan bagi mereka jika mereka mendoakan kejahatan buat diri mereka sendiri
atau harta benda dan anak-anak mereka, di saat mereka sedang marah dan emosi. Allah Swt. pun mengetahui bahwa mereka tidak sengaja melakukan hal itu, karena itulah maka Dia tidak mengabulkan doa mereka,
sebagai kasih sayang dan rahmat buat mereka. Perihalnya berbeda jika mereka mendoakan kebaikan, keberkahan, dan kesuburan buat diri, harta benda, dan anak-anak mereka, maka Allah memperkenankannya bagi mereka.
Untuk itulah Allah Swt. berfirman:
{وَلَوْ يُعَجِّلُ اللَّهُ لِلنَّاسِ الشَّرَّ اسْتِعْجَالَهُمْ بِالْخَيْرِ لَقُضِيَ إِلَيْهِمْ أَجَلُهُمْ}
Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan ragi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka. (Yunus: 11), hingga akhir ayat.
Dengan kata lain, seandainya setiap mereka mendoakan kejahatan dalam hal tersebut diperkenankan oleh Allah, niscaya doanya itu akan membinasakan diri mereka. Karena itulah tidak diperkenankan
banyak melakukan doa seperti itu, seperti apa yang disebutkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab Musnad-nya. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَر، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ مُجَاهِدٍ أَبُو حَزْرَة عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَدْعُوَا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، لَا تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ، لَا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ، لَا تُوَافِقُوا مِنَ اللَّهِ سَاعَةً فِيهَا إِجَابَةٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ".
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hatim ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Mujahid Abu Jazarah,
dari Ubadah ibnul Walid; Jabir telah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Janganlah mendoakan untuk kebinasaan diri kalian, janganlah mendoakan kecelakaan bagi anak-anak kalian,
dan janganlah mendoakan kehancuran bagi harta benda kalian, agar kalian tidak menepati suatu saat ijabah dari Allah, yang karenanya doa kalian diperkenankan.Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Hatim ibnu Ismail
dengan sanad yang sama. Imam Al-Bazzar mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Ubadah ibnul Walid ibnu Ubadah ibnus Samit Al-Ansari, tanpa ada seorang pun yang menemaninya.
Hal ini semakna dengan firman Allah Swt.:
{وَيَدْعُ الإنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الإنْسَانُ عَجُولا}
Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. (Al-Isra: 11). hingga akhir ayat.Mujahid di dalam tafsir ayat ini. yaitu firman-Nya: Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia
seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan. (Yunus: 11). hingga akhir ayat. mengatakan bahwa perumpamaannya ialah seperti perkataan seorang tua kepada anaknya atau harta bendanya jika ia marah terhadapnya,
"Ya Allah, janganlah Engkau berkati dia, dan laknatilah dia." Seandainya permintaan mereka itu dikabulkan dengan segera sebagaimana dikabulkan bagi mereka dalam hal kebaikan, niscaya akan binasalah mereka.
Surat Yunus |10:12|
وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنْبِهِ أَوْ قَاعِدًا أَوْ قَائِمًا فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَنْ لَمْ يَدْعُنَا إِلَىٰ ضُرٍّ مَسَّهُ ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
wa iżaa massal-insaanadh-dhurru da'aanaa lijambihiii au qoo'idan au qooo`imaa, fa lammaa kasyafnaa 'an-hu dhurrohuu marro ka`al lam yad'unaaa ilaa dhurrim massah, każaalika zuyyina lil-musrifiina maa kaanuu ya'maluun
Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas apa yang mereka kerjakan.
And when affliction touches man, he calls upon Us, whether lying on his side or sitting or standing; but when We remove from him his affliction, he continues [in disobedience] as if he had never called upon Us to [remove] an affliction that touched him. Thus is made pleasing to the transgressors that which they have been doing
(Dan apabila manusia ditimpa) yang dimaksud adalah orang kafir (bahaya) berupa penyakit dan kefakiran (dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring)
membaringkan diri (atau duduk, atau berdiri) artinya dalam semua keadaan (tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya dia kembali) kepada kekafirannya
(seolah-olah) lafal ka-an berasal dari ka-anna yang ditakhfifkan sedangkan isimnya tidak disebutkan. Lengkapnya ka-annahu, artinya seolah-olah dia
(tidak pernah berdoa kepada Kami untuk menghilangkan bahaya yang telah menimpanya. Begitulah) sifat orang kafir, yaitu berdoa di kala tertimpa bahaya dan berpaling di kala hidup sejahtera
(orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik) yang dimaksud adalah orang-orang musyrik (apa yang selalu mereka kerjakan).
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 12 |
Allah Swt. menceritakan tentang manusia menyangkut kegundahan dan kekhawatirannya apabila ditimpa oleh bahaya, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَاءٍ عَرِيضٍ}
tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa. (Fushshilat: 51)Yaitu banyak melakukan doa. Lafaz 'arid semakna dengan lafaz kasir, yakni banyak. Disebutkan demikian oleh ayat ini karena manusia itu
apabila tertimpa oleh malapetaka dan kesusahan, maka ia gelisah dan cemas serta banyak berdoa saat itu. Lalu dia berdoa kepada Allah agar musibah itu dilenyapkan dan dijauhkan darinya, baik dalam keadaan berbaring
atau duduk atau berdiri, dan dalam semua keadaan ia selalu berdoa untuk itu. Tetapi apabila Allah melenyapkan musibah dan malapetaka yang menimpanya, maka dengan serta merta ia berpaling dan menjauh dari doanya
serta meninggalkan apa yang pernah dilakukannya, seakan-akan tidak pernah terjadi sesuatu pun sebelumnya.
{مَرَّ كَأَنْ لَمْ يَدْعُنَا إِلَى ضُرٍّ مَسَّهُ}
dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. (Yunus: 12)Kemudian Allah Swt. mencela orang yang bersifat demikian dan mempunyai watak seperti itu melalui firman-Nya:
{كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (Yunus: 12)Adapun orang yang telah dianugerahi oleh Allah hidayah, taufik, bimbingan, dan penyuluhan, maka dia termasuk orang yang dikecualikan dari hal tersebut. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ}
kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana) dan mengerjakan amal-amal saleh (Hud: 11)Juga seperti yang disebutkan oleh Rasulullah Saw. dalam salah satu sabdanya:
"عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ لَا يَقْضِي اللَّهُ لَهُ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ: إِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ"، وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ.
Sungguh menakjubkan perihal orang mukmin, tidak sekali-kali Allah menakdirkan sesuatu bagi dirinya melainkan hal itu menjadi kebaikan baginya. Jika ia tertimpa musibah, maka ia bersabar, dan bersabar itu baik baginya.
Dan jika ia mendapat kegembiraan, maka ia bersyukur, dan bersyukur itu baik baginya. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh orang mukmin.
Surat Yunus |10:13|
وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَمَّا ظَلَمُوا ۙ وَجَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ وَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا ۚ كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ
wa laqod ahlaknal-quruuna ming qoblikum lammaa zholamuu wa jaaa`at-hum rusuluhum bil-bayyinaati wa maa kaanuu liyu`minuu, każaalika najzil-qoumal-mujrimiin
Dan sungguh, Kami telah membinasakan umat-umat sebelum kamu ketika mereka berbuat zalim, padahal para rasul mereka telah datang membawa keterangan-keterangan (yang nyata), tetapi mereka sama sekali tidak mau beriman. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat dosa.
And We had already destroyed generations before you when they wronged, and their messengers had come to them with clear proofs, but they were not to believe. Thus do We recompense the criminal people
(Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat) generasi-generasi (yang sebelum kalian) hai penduduk Mekah (ketika mereka berbuat kelaliman)
yaitu dengan melakukan kemusyrikan (padahal) sungguh (telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata)
bukti-bukti yang menunjukkan kebenaran risalah mereka (tetapi mereka sekali-kali tidak hendak beriman) kalimat ayat ini di'athafkan pada lafal lammaa zhalamuu. (Demikianlah)
seperti yang telah Kami binasakan mereka (Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat dosa) yaitu orang-orang kafir.
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 13 |
Tafsir ayat 13-14
Allah Swt. menceritakan perihal apa yang telah menimpa umat-umat terdahulu karena mereka mendustakan keterangan-keterangan dan hujah-hujah yang jelas yang disampaikan oleh rasul-rasul mereka.
Kemudian Allah mengganti mereka dengan kaum lain sesudah mereka, mengutus seorang rasul kepada mereka untuk dilihat sampai di mana ketaatan mereka kepadanya, dan apakah mereka mau mengikuti Rasul-Nya.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Abu Nadrah. dari Abu Sa'id, yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرة، وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَنَاظِرٌ مَاذَا تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ؛ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ"
Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau, dan sesungguhnya Allah akan mengganti kalian (dengan kaum yang lain), agar Dia melihat bagaimana kalian berbuat. Maka hindarilah dunia dan hindarilah pula wanita,
karena sesungguhnya fitnah yang mula-mula melanda kaum Bani Israil bersumber dari wanita.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Auf Abu Rabi'ah;
dan telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Sabit Al-Bannani, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila; Auf ibnu Malik berkata kepada Abu Bakar bahwa dalam mimpinya ia melihat seakan-akan ada tangga yang dijulurkan dari langit.
Lalu Rasulullah Saw. menaikinya, kemudian tangga itu dijulurkan kembali dan naiklah Abu Bakar. Kemudian orang-orang mengukur dengan hasta di sekitar mimbar, lalu mereka memberikan jarak tiga hasta kepada Umar.
Maka Umar berkata, "Tinggalkanlah kami dari impianmu itu, kami tidak memerlukannya." Ketika Umar menjadi khalifah, ia berkata, "Hai Auf, ceritakanlah kembali mimpimu itu." Auf berkata, "Bukankah engkau tidak memerlukan mimpiku,
dan bukankah engkau dahulu melarangku menceritakannya?" Umar menjawab, "Celakalah kamu, sesungguhnya aku tidak suka bila engkau mengucapkan belasungkawa kepada khalifah rasulullah”. Lalu Auf menceritakan kembali mimpinya itu.
Ketika kisahnya sampai pada orang-orang yang mengukur dengan hasta di sekitar mimbar selebar tiga hasta, maka Auf berkata.”Adapun salah satunya, maka dia adalah seorang khalifah, dan yang keduanya adalah orang yang tidak takut
kepada celaan orang yang mencela karena Allah, sedangkan yang ketiganya adalah orang yang mati syahid." Auf membacakan firman-Nya: Kemudian Kami jadikan kalian pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka,
supaya Kami memperhatikan bagaimana kalian berbuat. (Yunus: 14) "Sekarang engkau telah menjadi khalifah, hai Umar, maka perhatikanlah apa yang akan kamu perbuat?"Adapun mengenai ucapannya 'sesungguhnya
aku tidak pernah takut kepada celaan orang yang mencela karena Allah', maka hal itu hanya menyangkut apa yang telah dikehendaki oleh-Nya. Sedangkan mengenai ucapan dia yang mengatakan syahid,
maka mana mungkin bagi Umar mati syahid, sedangkan kaum muslim meliputi dirinya?
Surat Yunus |10:14|
ثُمَّ جَعَلْنَاكُمْ خَلَائِفَ فِي الْأَرْضِ مِنْ بَعْدِهِمْ لِنَنْظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ
ṡumma ja'alnaakum kholaaa`ifa fil-ardhi mim ba'dihim linanzhuro kaifa ta'maluun
Kemudian, Kami jadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (mereka) di Bumi setelah mereka untuk Kami lihat bagaimana kamu berbuat.
Then We made you successors in the land after them so that We may observe how you will do.
(Kemudian Kami jadikan kalian) hai penduduk Mekah (pengganti-pengganti) lafal khalaaif adalah bentuk jamak dari lafal khaliifah
(di muka bumi sesudah mereka supaya Kami memperhatikan bagaimana kalian berbuat) di muka bumi; apakah kalian mau mengambil pelajaran dari umat-umat terdahulu itu sehingga kalian mau percaya kepada rasul-rasul Kami.
Tafsir Ibnu Katsir | Yunus | 10 : 14 |
Penjelasan ada di ayat 13