Juz 15

Surat Al-Isra |17:101|

وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَىٰ تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ ۖ فَاسْأَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ إِذْ جَاءَهُمْ فَقَالَ لَهُ فِرْعَوْنُ إِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا مُوسَىٰ مَسْحُورًا

wa laqod aatainaa muusaa tis'a aayaatim bayyinaatin fas`al baniii isrooo`iila iż jaaa`ahum fa qoola lahuu fir'aunu innii la`azhunnuka yaa muusaa mas-ḥuuroo

Dan sungguh, Kami telah memberikan kepada Musa sembilan mukjizat yang nyata, maka tanyakanlah kepada Bani Israil, ketika Musa datang kepada mereka lalu Fir´aun berkata kepadanya, "Wahai Musa! Sesungguhnya aku benar-benar menduga engkau terkena sihir."

And We had certainly given Moses nine evident signs, so ask the Children of Israel [about] when he came to them and Pharaoh said to him, "Indeed I think, O Moses, that you are affected by magic."

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata) yaitu tangan, tongkat, topan, belalang, kutu, kodok,

darah atau kutukan paceklik dan kekurangan buah-buahan (maka tanyakanlah) hai Muhammad (kepada Bani Israel) perihalnya dengan pertanyaan yang menetapkan kebenaranmu terhadap kaum musyrikin;

atau artinya Kami berfirman kepada Muhammad, "Tanyakanlah." Menurut qiraat yang lain diungkapkan dalam bentuk fi`il madhi

(tatkala Musa datang kepada mereka lalu Firaun berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku sangka kamu hai Musa seorang yang kena sihir.") orang yang tidak sadar dan akal warasmu sudah hilang.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 101 |

Tafsir ayat 101-104

Allah Swt. menceritakan bahwa Dia telah mengutus Musa dengan mem­bawa sembilan mukjizat yang jelas. Mukjizat-mukjizat itu merupakan bukti yang akurat yang membenarkan kenabiannya dan membenarkan

apa yang telah dia sampaikan kepada Fir'aun dari Tuhan yang telah mengutus­nya. Mukjizat-mukjizat itu ialah tongkat, tangan, paceklik, terbelahnya laut, banjir, belalang, kutu, katak, dan darah;

semuanya merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah yang membuktikan kebenaran Musa a.s. Demiki­anlah menurut Ibnu Abbas. Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa mukjizat-mukjizat itu adalah tangan, tongkat,

dan lima mukjizat yang disebutkan di dalam surat Al-A'raf, kutukan, serta batu. Ibnu Abbas mengata­kan pula, juga Mujahid, Ikrimah, Asy Sya'bi, dan Qatadah, bahwa mukji­zat-mukjizat itu ialah tangannya, tongkatnya, paceklik,

berkurangnya buah-buahan, banjir, belalang, kutu, katak, dan darah. Pendapat ini jelas, kuat, lagi baik.Al-Hasan Al-Basri menyatukan peceklik dan kekurangan buah-buahan,

dan menurutnya mukjizat yang kesembilan ialah tongkatnya yang menelan semua yang diperbuat oleh tukang sihir Fir'aun.


{فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْمًا مُجْرِمِينَ}


tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. (Al-A'raf: 133)Dengan kata lain, sekalipun mereka (Fir'aun dan kaumnya) telah me­nyaksikan mukjizat-mukjizat tersebut,

mereka tetap kafir dan ingkar terha­dapnya. Mereka menolak kebenaran itu dengan cara yang aniaya dan sombong, ternyata mukjizat-mukjizat itu tidak berhasil terhadap mereka. Maka demikian pula seandainya Kami

memenuhi permintaan orang-orang yang meminta kepadamu (Muhammad) akan hal tersebut. Yaitu mereka yang mengatakan, "Kami tidak akan beriman sebelum kamu mengalirkan mata air dari tanah buat kami,"

dan permintaan-permintaan mereka yang lainnya, niscaya mereka tidak akan menepatinya dan tidak mau beriman, kecuali jika Allah menghendaki. Fir'aun berkata kepada Musa setelah menyaksikan semua mukjizat Musa, seperti yang disitir oleh firman-Nya:


(إِنِّي لأظُنُّكَ يَا مُوسَى مَسْحُورًا)


Sesungguhnya aku sangka kamu, hai Musa, seorang yang kena sihir. (Al-Isra: 101)Menurut suatu pendapat, mashuran artinya sahirun, yakni seorang penyihir.Kesembilan mukjizat yang telah disebukan oleh para imam

di atas merupakan hal yang dimaksudkan oleh surat Al-Isra ayat 101 yang dise­butkan di dalam ayat lain dalam pengertian yang sama melalui firman-Nya:


{وَأَلْقِ عَصَاكَ فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّى مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ يَا مُوسَى لَا تَخَفْ}


dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seperti seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh, "Hai Musa janganlah kamu takut.” (An-Naml: 10) sampai dengan firman-Nya:


إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ


Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. (An-Naml: 12)Kedua ayat di atas menyebutkan dua mukjizat Musa, yaitu tongkat dan tangannya, sedangkan mukjizat-mukjizat yang lainnya disebutkan di dalam surat Al-A'raf secara rinci.

Nabi Musa a.s. diberi pula mukjizat lainnya yang cukup banyak, an­tara lain ialah saat ia memukul batu dengan tongkatnya, lalu memancarlah air darinya. Mukjizat lainnya ialah kaum Bani Israil mendapat naungan awan dan diturunkan

kepada mereka manna dan salwa, serta banyak hal lainnya yang diberikan kepada Bani Israil setelah mereka meninggalkan negeri Mesir.Akan tetapi, yang disebutkan dalam surat Al-Isra ayat 101 ini hanya sembilan buah mukjizat,

semuanya itu disaksikan oleh Fir'aun dan kaum­nya dari kalangan penduduk Mesir. Dan mukjizat-mukjizat tersebut meru­pakan hujah terhadap mereka, tetapi mereka menentangnya dan menging­karinya karena perasaan mereka

yang penuh dengan keangkuhan dan kekufuran.Mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang telah mengatakan bahwa:


حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ سَلَمَةَ يُحَدِّثُ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسّال الْمُرَادِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ يَهُودِيٌّ لِصَاحِبِهِ: اذْهَبْ بِنَا إِلَى هَذَا النَّبِيِّ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] حَتَّى نَسْأَلَهُ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: (وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ) فَقَالَ: لَا تَقُلْ لَهُ: نَبِيٌّ فَإِنَّهُ لَوْ سَمِعَكَ لَصَارَتْ لَهُ أَرْبَعُ أَعْيُنٍ. فَسَأَلَاهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَسْرِقُوا، وَلَا تَزْنُوا، وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَلَا تَسْحَرُوا، وَلَا تَأْكُلُوا الرِّبَا، وَلَا تَمْشُوا بِبَرِيءٍ إِلَى ذِي سُلْطَانٍ لِيَقْتُلَهُ، وَلَا تَقْذِفُوا مُحْصَنَةً -أَوْ قَالَ: لَا تَفِرُّوا مِنَ الزَّحْفِ -شُعْبَةُ الشَّاكُّ -وَأَنْتُمْ يَا يَهُودُ، عَلَيْكُمْ خَاصَّةً أَنْ لَا تَعْدُوا فِي السَّبْتِ". فَقَبَّلَا يَدَيْهِ وَرِجْلَيْهِ، وَقَالَا نَشْهَدُ أَنَّكَ نَبِيٌّ. [قَالَ: "فَمَا يَمْنَعُكُمَا أَنْ تَتَّبِعَانِي؟ " قَالَا لِأَنَّ دَاوُدَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، دَعَا أَلَّا يَزَالَ مِنْ ذُرِّيَّتِهِ نَبِيٌّ] ، وَإِنَّا نَخْشَى إِنْ أَسْلَمْنَا أَنْ تَقْتُلَنَا يَهُودُ.


telah menceritakan kepada kami Yazid, telah mence­ritakan kepada kami Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Salamah menceritakan hadis berikut dari Safwan ibnu Assal Al-Muradi r.a.

yang menceritakan bahwa seorang Yahudi berkata kepada temannya, "Bawalah saya menghadap kepada Nabi ini, kami akan menanyakan kepadanya tentang makna ayat-ayat yang terdapat di dalam firman-Nya: 'Dan sesungguhnya

Kami telah memberikan kepada Musa sem­bilan ayat.' (Al-Isra: 101).” Lalu temannya itu berkata, "Janganlah kamu menyebutnya (Muhammad) dengan sebutan sebagai seorang nabi, karena jika dia mendengar ucapan­mu itu,

tentulah dia akan mempunyai empat buah mata." Maka keduanya bertanya kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. menjawab: Kesembilan firman Tuhan (kepada Musa) itu ialah janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun,

janganlah mencuri, janganlah berzina, janganlah membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan alasan yang hak, janganlah melakukan sihir, janganlah memakan riba, ja­nganlah berjalan menuju kepada penguasa

dengan membawa seseorang yang tidak bersalah agar penguasa menghukum mati dia, dan janganlah kalian menuduh berzina orang yang terpeli­hara dirinya dari perbuatan zina — atau Nabi Saw. mengatakan, "Janganlah kalian lari

dari medan perang, " kalimat itu menun­jukkan bahwa Syu'bah ragu (mana di antara keduanya yang be­nar) — Dan Khususnya bagi kalian hai, orang-orang Yahudi, janganlah kalian melakukan pelanggaran di hari Sabtu.

Maka kedua orang Yahudi itu mencium kedua tangan dan kedua kaki Rasulullah Saw., lalu berkata, "Kami bersaksi bahwa engkau adalah se­orang nabi." Nabi Saw. bertanya, "Apakah yang mencegah kalian untuk mengikutiku?"

Keduanya menjawab, "Karena Daud a.s. pernah berdoa bahwa semoga dari keturunannya terus menerus lahir nabi; dan kami khawatir bila masuk Islam, orang-orang Yahudi akan membunuh kami."Demikianlah bunyi hadis

yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi, Imam Nasai, Imam Ibnu Majah, dan Imam Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya melalui berbagai jalur dari Syu'bah ibnul Hajjaj

dengan sanad yang sama. Dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.Hadis ini sebenarnya musykil, mengingat Abdullah ibnu Salamah masih diragukan dalam masalah hafalannya, para ulama hadis banyak

yang memperbincangkan kelemahnnya. Barangkali dia keliru karena menganggap sembilan buah ayat (tanda kekuasaan Allah) sebagai sepuluh firman Tuhan. Karena sesungguhnya sepuluh firman Tuhan itu merupakan perintah-perintah Allah

di dalam kitab Taurat, yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan tegaknya hujah (bukti) terhadap Fir'aun.Karena itulah Musa a.s. berkata kepada Fir'aun yang disitir oleh Allah Swt.. melalui firman-Nya:


(لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنزلَ هَؤُلاءِ إِلا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ بَصَائِرَ)


Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang me­nurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata. (Al-Isra: 102)

Maksudnya, hujah-hujah dan dalil-dalil yang membenarkan mukjizat-muk­jizat yang Aku turunkan kepadamu.


(وَإِنِّي لأظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا)


dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa. (Al-Isra: 102)Maksudnya, hancur dan binasa. Demikianlah menurut Mujahid dan Qatadah. Sedangkan menurut Ibnu Abbas,

yang dimaksud dengan masburan ialah mal'iman atau terlaknat. Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa masburan artinya terkalahkan. Tetapi menurut Mujahid, lafaz masburan bila diartikan binasa, maka pengertiannya mencakup semua­nya, seperti apa yang dikatakan oleh seorang penyair:


إذْ أجَارِي الشَّيطانَ فِي سَنن الْغَـ ... يِّ وَمَنْ مَالَ مَيْلهُ مَثْبُور


Bilamana setan selalu meniti jalan kesesatan, maka orang yang cenderung kepadanya pasti binasa.Sebagian ulama tafsir membaca 'alimta menjadi 'alimtu. Hal ini diriwa­yatkan dari Ali ibnu Abu Talib, tetapi bacaan yang dikemukakan

oleh jumhur ulama mem-fat-hah-kan huruf ta, karena khitab (pembicaraan) ditujukan kepada Fir'aun, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ آيَاتُنَا مُبْصِرَةً قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ * وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ}


Maka tatkala mukjizat-mukjizat Kami yang jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah mereka, "Ini adalah sihir yang nya­ta.” Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesom­bongan (mereka),

padahal hati mereka meyakini (kebenarannya. (An-Naml: 13-14)Hal ini semuanya menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan sembilan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan Allah) hanyalah apa yang telah dise­butkan di atas,

yaitu tongkat, tangan, paceklik, kekurangan buah-buahan, topan, belalang, kutu (ketombe), katak dan darah. Semuanya itu merupa­kan hujah dan bukti terhadap Fir'aun dan kaumnya, dan semuanya itu merupakan peristiwa-peristiwa

yang bertentangan dengan hukum alam serta mukjizat-mukjizat yang membenarkan Musa dan keberadaan Tuhan yang berkuasa yang telah mengutusnya.Dengan demikian, berarti makna yang dimaksud bukanlah seperti apa

yang disebutkan pada hadis di atas, karena apa yang dimaksudkan oleh hadis di atas hanyalah berupa perintah-perintah yang tidak mengan­dung hujah terhadap Fir'aun dan kaumnya. Tidak ada kaitannya sama sekali antara pengertian ini

dengan tegaknya bukti terhadap Fir'aun. Dan tiada lain pendapat tersebut hanyalah dikeluarkan oleh pihak Abdullah ibnu Salamah, karena sesungguhnya dia memiliki sebagian hadis yang berpredikat munkar.Barangkali kedua orang Yahudi

tersebut hanyalah menanyakan ten­tang sepuluh firman Tuhan, kemudian perawi keliru dengan mengatakan­nya sembilan ayat (mukjizat). Karena itulah maka terjadi kesalahpahaman dalam materi hadisnya.Firman Allah Swt.:


(فَأَرَادَ أَنْ يَسْتَفِزَّهُمْ مِنَ الأرْضِ)


Kemudian (Fir'aun) hendak mengusir mereka (Musa dan para pengikutnya) dari bumi (Mesir). (Al-Isra: 103)Yakni Fir'aun bermaksud akan mengenyahkan mereka dan mengusir mereka dari negeri Mesir.


(فَأَغْرَقْنَاهُ وَمَنْ مَعَهُ جَمِيعًا * وَقُلْنَا مِنْ بَعْدِهِ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ اسْكُنُوا الأرْضَ)


Maka kami tenggelamkan dia (Fir'aun) serta orang-orang yang bersama-sama dia seluruhnya, dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil, "Diamlah di negeri ini." (Al-Isra: 103­-104)Di dalam makna ayat ini tersirat pengertian

yang menunjukkan berita gembira bagi Nabi Muhammad Saw. bahwa beliau akan memperoleh kemenangan atas kota Mekah, mengingat surat ini Makkiyyah, diturunkan sebelum Hijrah; dan memang demikianlah kenyataannya,

karena sesung­guhnya penduduk Mekah telah bertekad untuk mengusir Rasulullah Saw. dari kota Mekah, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَإِنْ كَادُوا لَيَسْتَفِزُّونَكَ مِنَ الأَرْضِ لِيُخْرِجُوكَ مِنْهَا}


Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu darinya. (Al-Isra: 76), hingga akhir ayat berikutnya.Karena itulah maka Allah menganugerahkan kota Mekah kepada Rasul-Nya,

dan beliau memasuki kota Mekah secara paksa menurut pendapat yang paling terkenal di antara dua pendapat yang ada. Dan beliau menga­lahkan penduduknya, kemudian membebaskan mereka sebagai hadiah darinya

berkat sikap pemaafnya yang luas. Sebagaimana Allah menganu­gerahkan belahan timur dan barat bumi ini kepada kaum yang tertindas dari kalangan Bani Israil, juga menganugerahkan negeri-negeri yang berada di bawah

kekuasaan Fir'aun, berikut harta benda, hasil buah-buahan, dan perbendaharaannya. Hal ini disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{كَذَلِكَ وَأَوْرَثْنَاهَا بَنِي إِسْرَائِيلَ}


demikianlah halnya dan Kami anugerahkan semuanya (itu) ke­pada Bani Israil. (Asy-Syu'ara: 59)Dan dalam surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:


(وَقُلْنَا مِنْ بَعْدِهِ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ اسْكُنُوا الأرْضَ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الآخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ لَفِيفًا)


Dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil, "Diamlah di negeri ini. Maka apabila datang masa berbangkit, niscaya Kami datangkan kalian dalam keadaan bercampur baur (de­ngan musuh kalian). (Al-Isra: 104)

Yakni kalian semua akan Kami datangkan bersama-sama musuh kalian menjadi satu. Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, dan Ad-Dahhak mengata­kan bahwa lafifan artinya jami'an, yakni semuanya.

Surat Al-Isra |17:102|

قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَٰؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا

qoola laqod 'alimta maaa anzala haaa`ulaaa`i illaa robbus-samaawaati wal-ardhi bashooo`ir, wa innii la`azhunnuka yaa fir'aunu maṡbuuroo

Dia (Musa) menjawab, "Sungguh, engkau telah mengetahui, bahwa tidak ada yang menurunkan (mukjizat-mukjizat) itu kecuali Tuhan (yang memelihara) langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata, dan sungguh, aku benar-benar menduga engkau akan binasa, wahai Fir´aun."

[Moses] said, "You have already known that none has sent down these [signs] except the Lord of the heavens and the earth as evidence, and indeed I think, O Pharaoh, that you are destroyed."

Tafsir
Jalalain

(Musa menjawab, "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, tiada yang menurunkannya) mukjizat-mukjizat itu (melainkan Rabb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata)

pelajaran-pelajaran, tetapi ternyata kamu masih tetap ingkar. Menurut qiraat lain lafal `alimta dibaca `alimtu (dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Firaun, seorang yang binasa.") hancur atau dipalingkan dari kebaikan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 102 |

Penjelasan ada di ayat 101

Surat Al-Isra |17:103|

فَأَرَادَ أَنْ يَسْتَفِزَّهُمْ مِنَ الْأَرْضِ فَأَغْرَقْنَاهُ وَمَنْ مَعَهُ جَمِيعًا

fa arooda ay yastafizzahum minal-ardhi fa aghroqnaahu wa mam ma'ahuu jamii'aa

Kemudian dia (Fir´aun) hendak mengusir mereka (Musa dan pengikutnya) dari bumi (Mesir), maka Kami tenggelamkan dia (Fir´aun) beserta orang yang bersama dia seluruhnya,

So he intended to drive them from the land, but We drowned him and those with him all together.

Tafsir
Jalalain

(Maka terbetiklah maksud) dalam diri Firaun (untuk mengusir mereka) maksudnya mengusir Nabi Musa dan kaumnya (dari tanah itu) yaitu negeri Mesir (maka Kami tenggelamkan dia serta orang-orang yang bersama dia seluruhnya.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 103 |

Penjelasan ada di ayat 101

Surat Al-Isra |17:104|

وَقُلْنَا مِنْ بَعْدِهِ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ اسْكُنُوا الْأَرْضَ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ لَفِيفًا

wa qulnaa mim ba'dihii libaniii isrooo`iilaskunul-ardho fa iżaa jaaa`a wa'dul-aakhiroti ji`naa bikum lafiifaa

dan setelah itu Kami berfirman kepada Bani Israil, "Tinggallah di negeri ini, tetapi apabila masa Berbangkit datang, niscaya Kami kumpulkan kamu dalam keadaan bercampur baur."

And We said after Pharaoh to the Children of Israel, "Dwell in the land, and when there comes the promise of the Hereafter, We will bring you forth in [one] gathering."

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israel, "Diamlah di negeri ini, maka apabila tiba masa berbangkit) hari kiamat

(niscaya Kami datangkan kalian dalam keadaan bercampur-baur") dengan semua manusia, yaitu kalian dan mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 104 |

Penjelasan ada di ayat 101

Surat Al-Isra |17:105|

وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ ۗ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا

wa bil-ḥaqqi anzalnaahu wa bil-ḥaqqi nazal, wa maaa arsalnaaka illaa mubasysyirow wa nażiiroo

Dan Kami turunkan (Al-Qur´an) itu dengan sebenarnya dan (Al-Qur´an) itu turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami mengutus engkau (Muhammad), hanya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.

And with the truth We have sent the Qur'an down, and with the truth it has descended. And We have not sent you, [O Muhammad], except as a bringer of good tidings and a warner.

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami turunkan dia itu dengan sebenar-benarnya) Alquran itu (dan dengan membawa kebenaran) mengandung kebenaran (Alquran itu telah turun)

dalam keadaan utuh sebagaimana waktu diturunkan tidak akan terjadi perubahan dan penggantian padanya. (Dan Kami tidak mengutus kamu) hai Muhammad

(melainkan sebagai pembawa berita gembira) kepada orang yang percaya akan adanya surga (dan pemberi peringatan) terhadap orang yang ingkar kepada adanya neraka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 105 |

Tafsir ayat 105-106

Allah Swt. berfirman menceritakan tentang kitab-Nya, yaitu Al-Qur'an; bahwa Al-Qur'an itu diturunkan dengan sebenar-benarnya, yang di da­lamnya terkandung perkara yang hak. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنزلَ إِلَيْكَ أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ}


tetapi Allah mengakui Al-Qur’an yang diturunkan-Nya kepada­mu, Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). (An-Nisa: 166)Maksudnya, di dalam Al-Qur'an terkandung ilmu Allah

yang Dia kehen­daki untuk diperlihatkan kepada kalian, yaitu mengenai hukum-hukum­Nya, perintah, dan larangan-Nya. Firman Allah Swt.:


{وَبِالْحَقِّ نزلَ}


Dan Kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenar-benarnya. (Al-Isra: 105)Yakni Al-Qur'an diturunkan kepadamu, hai Muhammad, seraya dijaga dan dipelihara, tiada ada sesuatu pun dari selainnya yang mencampurinya;

dan tiada tambahan serta kekurangan padanya, melainkan disampaikan kepadamu dengan sebenar-benarnya. Karena sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan melalui malaikat yang sangat kuat, dipercaya,

berkedudukan tetap di sisi Tuhannya lagi ditaati di kalangan malaikat yang ada di langit tertinggi.Firman Allah Swt.:


{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ}


Dan Kami tidak mengutus kamu. (Al-Isra: 105) hai Muhammad.


{إِلا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا}


melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi per­ingatan. (Al-Isra: 105)Yakni membawa berita gembira kepada orang-orang yang taat kepadamu dari kalangan kaum mukmin,

dan pemberi peringatan terhadap orang-orang yang durhaka kepadamu dari kalangan orang-orang kafir. Firman Allah Swt.:


{وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ}


Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur. (Al-Isra: 106)Menurut ulama yang membacanya secara takhfif tanpa tasydid, makna­nya ialah Kami turunkan secara sekaligus dari Lauh Mahfuz ke Baitul Izzah

di langit yang terdekat, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah Saw. sesuai dengan kejadian-kejadian yang dialaminya dalam masa dua puluh tiga tahun. Demikianlah menurut penda­pat Ikrimah, dari Ibnu Abbas.

Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas bahwa ia membacanya dengan bacaan tasydid, yaitu farraqnahu, yang artinya Kami turunkan Al-Qur'an itu ayat demi ayat seraya dijelaskan dan ditafsirkan. Dalam firman selanjutnya disebutkan:


{لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ}


agar kamu membacakannya kepada manusia. (Al-Isra: 106)Yakni untuk kamu sampaikan kepada manusia dan kamu bacakan kepada mereka.


{عَلَى مُكْثٍ وَنزلْنَاهُ تَنزيلا}


secara perlahan-lahan, dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (Al-Isra: 106)Maksudnya, sedikit demi sedikit (tidak sekaligus).

Surat Al-Isra |17:106|

وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَىٰ مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا

wa qur`aanan faroqnaahu litaqro`ahuu 'alan-naasi 'alaa mukṡiw wa nazzalnaahu tanziilaa

Dan Al-Qur´an (Kami turunkan) berangsur-angsur agar engkau (Muhammad) membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami menurunkannya secara bertahap.

And [it is] a Qur'an which We have separated [by intervals] that you might recite it to the people over a prolonged period. And We have sent it down progressively.

Tafsir
Jalalain

(Dan Alquran itu) lafal Alquran ini dinashabkan oleh fi`il yang dijelaskan oleh firman selanjutnya (telah Kami turunkan secara berangsur-angsur)

Kami turunkan secara bertahap selama dua puluh tahun atau dua puluh tiga tahun (agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia)

secara perlahan-lahan dan tenang supaya mereka dapat memahaminya (dan Kami menurunkannya bagian demi bagian) sedikit demi sedikit sesuai dengan kemaslahatan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 106 |

Penjelasan ada di ayat 105

Surat Al-Isra |17:107|

قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا ۚ إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا

qul aaminuu bihiii au laa tu`minuu, innallażiina uutul-'ilma ming qoblihiii iżaa yutlaa 'alaihim yakhirruuna lil-ażqooni sujjadaa

Katakanlah (Muhammad), "Berimanlah kamu kepadanya (Al-Qur´an) atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang yang telah diberi pengetahuan sebelumnya, apabila (Al-Qur´an) dibacakan kepada mereka, mereka menyungkurkan wajah, bersujud," [...]

Say, "Believe in it or do not believe. Indeed, those who were given knowledge before it - when it is recited to them, they fall upon their faces in prostration,

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah) kepada orang-orang kafir Mekah ("Berimanlah kalian kepadanya atau tidak usah beriman) ungkapan ini dimaksud sebagai ancaman buat mereka

(Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya) sebelum diturunkan Alquran mereka adalah orang-orang yang beriman dari kalangan ahli kitab

(apabila Alquran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud.")

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 107 |

Tafsir ayat 107-109

Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya:


{قُلْ}


Katakanlah. (Al-Isra: 107) hai Muhammad, kepada orang-orang kafir itu sehubungan dengan Al-Qur'an yang engkau sampaikan kepada mereka.


{آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا}


Berimanlah kalian atau tidak beriman. (Al-Isra: 107)Yakni sama saja, kalian beriman kepada Al-Qur'an atau tidak beriman, Al-Qur'an itu tetap merupakan suatu perkara yang hak yang diturunkan oleh Allah yang telah diisyaratkan

di masa-masa dahulu melalui kitab-kitab-Nya yang Dia turunkan kepada para rasul terdahulu. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:


{إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ}


Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelum­nya. (Al-Isra: 107)Yakni dari kalangan orang-orang saleh Ahli Kitab, yaitu mereka yang berpegangan kepada kitab sucinya dan menegakkannya serta tidak meng­ubah dan tidak menggantinya dengan yang lain.


{إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ سُجَّدًا}


apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka me­nyungkur atas muka mereka sambil bersujud..(Al-Isra: 107)A'zqan adalah bentuk jamak dari lafaz zaqan yang artinya bagian bawah wajah, maksudnya ialah muka.

Mereka bersujud kepada Allah Swt. seba­gai rasa syukur mereka atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka, karena Allah telah menjadikan mereka orang yang paling berhak untuk mengikuti Rasul Saw.

yang telah diturunkan kepadanya kitab Al-Qur'an, jika mereka menjumpai masanya. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:


{سُبْحَانَ رَبِّنَا}


Mahasuci Tuhan kami. (Al-Isra: 108)Yaitu sebagai ungkapan pengagungan dan penghormatan mereka kepada kekuasaan Allah Yang Mahasempurna. Dia tidak akan mengingkari janji yang telah diikrarkan-Nya melalui para nabi terdahulu, dan Dia akan mengutus Nabi Muhammad Saw. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولا}


Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. (Al-Isra: 108)Adapun firman Allah Swt.:


{وَيَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ يَبْكُونَ}


Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis. (Al-Isra: 109)Mereka lakukan hal itu sebagai ungkapan rasa rendah diri mereka kepada Allah Swt. dan iman serta percaya mereka kepada Kitab dan Rasul-Nya.


وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا


dan mereka bertambah khusyuk. (Al-Isra: 109)Yakni mereka bertambah iman dan berserah diri kepada-Nya, seperti makna yang terkandung di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ}


Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (ba­lasan) ketakwaannya. (Muhammad: 17)Firman Allah Swt.;


{وَيَخِرُّونَ}


Dan mereka menyungkur. (Al-Isra: 109) ayat ini merupakan 'ataf sifat kepada sifat lainnya, bukan 'ataf sujud kepada sujud, perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh seorang penyair dalam bait syairnya:


إلَى المَلك القَرْم وَابْنِ الهُمام ... وَلَيْث الكَتِيبَة في المُزْدَحَمْ ...


Kepada Raja Qarm dan Ibnul Hammam, singa dalam medan pertempuran.

Surat Al-Isra |17:108|

وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا

wa yaquuluuna sub-ḥaana robbinaaa ing kaana wa'du robbinaa lamaf'uulaa

dan mereka berkata, "Maha Suci Tuhan Kami, sungguh, janji Tuhan Kami pasti dipenuhi."

And they say, "Exalted is our Lord! Indeed, the promise of our Lord has been fulfilled."

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka berkata, "Maha Suci Rabb kami) dimaksud memahasucikan Dia dari ingkar janji (sesungguhnya) lafal in di sini adalah bentuk takhfif dari inaa

(janji Rabb kami) untuk menurunkan Alquran dan mengutus Nabi Muhammad saw. (pasti dipenuhi.")

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 108 |

Penjelasan ada di ayat 107

Surat Al-Isra |17:109|

وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا ۩

wa yakhirruuna lil-ażqooni yabkuuna wa yaziiduhum khusyuu'aa

Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.

And they fall upon their faces weeping, and the Qur'an increases them in humble submission.

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis) diathafkan seraya diberi tambahan sifat (dan mereka makin bertambah) berkat Alquran (kekhusyuannya) merendahkan dirinya kepada Allah swt.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 109 |

Penjelasan ada di ayat 107

Surat Al-Isra |17:110|

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا

qulid'ulloha awid'ur-roḥmaan, ayyam maa tad'uu fa lahul-asmaaa`ul-ḥusnaa, wa laa taj-har bisholaatika wa laa tukhoofit bihaa wabtaghi baina żaalika sabiilaa

Katakanlah (Muhammad), "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asma'ul Husna) dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam sholat dan janganlah (pula) merendahkannya dan usahakan jalan tengah di antara kedua itu."

Say, "Call upon Allah or call upon the Most Merciful. Whichever [name] you call - to Him belong the best names." And do not recite [too] loudly in your prayer or [too] quietly but seek between that an [intermediate] way.

Tafsir
Jalalain

Disebutkan bahwa Nabi saw. sering mengucapkan kalimat ya Allah, ya Rahman; artinya wahai Allah, wahai Yang Maha Pengasih. Maka orang-orang musyrik mengatakan,

"Dia melarang kita untuk menyembah dua tuhan sedangkan dia sendiri menyeru tuhan lain di samping-Nya," maka turunlah ayat berikut ini, yaitu: (Katakanlah) kepada mereka

("Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman) artinya namailah Dia dengan mana saja di antara kedua nama itu; atau serulah Dia seumpamanya kamu mengatakan,

'Ya Allah, ya Rahman,' artinya wahai Allah, wahai Yang Maha Pengasih (nama yang mana saja") huruf ayyan di sini bermakna syarath sedangkan huruf maa adalah zaidah;

artinya mana saja di antara kedua nama itu (kamu seru) maka ia adalah baik; makna ini dijelaskan oleh ayat selanjutnya, yaitu: (Dia mempunyai)

Dzat yang mempunyai kedua nama tersebut (asmaul husna) yaitu nama-nama yang terbaik, dan kedua nama tersebut, yaitu lafal Allah dan lafal Ar-Rahman adalah sebagian daripadanya.

Sesungguhnya asmaul husna itu sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis ialah seperti berikut ini, yaitu: Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih,

Yang Maha Penyayang, Raja di dunia dan akhirat, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Memberi keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Mulia, Yang Maha Perkasa,

Yang Maha Memiliki segala keagungan, Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Mengadakan, Yang Maha Memberi rupa, Yang Maha Penerima tobat, Yang Maha Mengalahkan, Yang Maha Memberi,

Yang Maha Pemberi rezeki, Yang Maha Membuka, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Menyempitkan rezeki, Yang Maha Melapangkan rezeki, Yang Maha Merendahkan, Yang Maha Mengangkat,

Yang Maha Memuliakan, Yang Maha Menghinakan, Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat, Yang Maha Memberi keputusan, Yang Maha Adil, Yang Maha Lembut, Yang Maha Waspada,

Yang Maha Penyantun, Yang Maha Agung, Yang Maha Pengampun, Yang Maha Mensyukuri, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Besar, Yang Maha Memelihara,

Yang Maha Memberi azab, Yang Maha Penghisab, Yang Maha Besar, Yang Maha Dermawan, Yang Maha Mengawasi, Yang Maha Memperkenankan, Yang Maha Luas,

Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Mulia, Yang Maha Membangkitkan, Yang Maha Menyaksikan, Yang Maha Hak, Yang Maha Menolong, Yang Maha Kuat,

Yang Maha Teguh, Yang Maha Menguasai, Yang Maha Terpuji, Yang Maha Menghitung, Yang Maha Memulai, Yang Maha Mengembalikan, Yang Maha Menghidupkan,

Yang Maha Mematikan, Yang Maha Hidup, Yang Maha Memelihara makhluk-Nya, Yang Maha Mengadakan, Yang Maha Mengagungkan, Yang Maha Satu,

Yang Maha Esa, Yang Maha Melindungi, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Mendahulukan, Yang Maha Mengakhirkan, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir,

Yang Maha Lahir, Yang Maha Batin, Yang Maha Menguasai, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Melimpahkan kebaikan, Yang Maha Memberi tobat, Yang Maha Membalas, Yang Maha Memaafkan,

Yang Maha Penyayang, Raja Diraja, Yang Maha Memiliki kebesaran dan kemuliaan, Yang Maha Adil, Yang Maha Mengumpulkan, Yang Maha Kaya, Yang Maha Memberi Kekayaan, Yang Maha Mencegah,

Yang Maha Memberi kemudaratan, Yang Maha Memberi kemanfaatan, Yang Maha Memiliki cahaya, Yang Maha Memberi petunjuk, Yang Maha Menciptakan keindahan,

Yang Maha Kekal, Yang Maha Mewarisi, Yang Maha Membimbing, Yang Maha Penyabar, Yang Maha. Demikianlah menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi.

Selanjutnya Allah swt. berfirman: (Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam sholatmu) dengan mengeraskan bacaanmu dalam sholatmu,

maka orang-orang musyrik akan mendengar bacaanmu itu jika kamu mengerasi suaramu karena itu mereka akan mencacimu dan mencaci Alquran serta mencaci pula Allah yang telah menurunkannya

(dan janganlah pula merendahkan) melirihkan (bacaannya) supaya para sahabatmu dapat mengambil manfaat darinya (dan carilah) bersengajalah (di antara kedua itu)

yakni di antara suara keras dan suara pelan (jalan tengah) yaitu cara yang pertengahan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 110 |

Tafsir ayat 110-111

Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, "Hai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang musyrik yang mengingkari sifat rahmat Allah," yaitu mereka yang tidak mau menyebut Allah dengan sebutan Ar-Rahman:


{ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى}


Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik). (Al-Isra: 110)Yakni tidak ada bedanya bila kalian menyeru-Nya dengan sebutan Allah

atau sebutan Ar-Rahman, karena sesungguhnya Dia mempunyai nama-nama yang terbaik. Di dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:


{هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ}


Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Al-Hasyr: 22) sampai dengan firman-Nya:


{لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}


Yang mempunyai nama-nama yang terbaik. Bertasbihlah kepa­da-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. (Al-Hasyr: 24), hingga akhir ayat.Makhul pernah meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki dari kalangan kaum musyrik mendengar Nabi Saw. mengatakan dalam sujudnya:


"يَا رَحْمَنُ يَا رَحِيمُ"


Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah, wahai Tuhan Yang Maha Pengasih.Lalu lelaki musyrik itu berkata bahwa sesungguhnya dia menduga dirinya menyeru Tuhan yang satu, padahal dia menyeru dua Tuhan. Maka Allah Swt.

menurunkan ayat ini. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Kedua riwayat tersebut diketengahkan oleh Ibnu Jarir. Firman Allah Swt.:


{وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ}


dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu. (Al­, Isra: 110), hingga akhir ayat.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair,

dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa ayat berikut ini diturunkan saat Rasulullah Saw. sedang bersembunyi di Mekah, yaitu firman-Nya: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan jangan pula merendahkannya.

(Al-Isra: 110) Bahwa apabila Nabi Saw. salat dengan sahabat-sahabatnya, maka beliau mengeraskan bacaan Al-Qur'annya; dan manakala kaum musyrik men­dengar bacaannya itu, mereka mencaci Al-Qur'an dan mencaci Tuhan

yang menurunkannya serta malaikat yang menyampaikannya. Maka Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu. (Al-Isra: 110) Maksudnya, janganlah kamu mengeraskan bacaan Al-Qur'anmu,

nanti orang-orang musyrik akan mendengarnya dan mereka akan mencaci Al-Qur'an karenanya. dan janganlah pula kamu merendahkannya. (Al-Isra: 110) Yakni memelankan bacaanmu dari sahabat-sahabatmu, sehingga mereka tidak dapat

mendengarkan bacaan Al-Qur'anmu, padahal mereka mene­rimanya dari bacaanmu. dan carilah jalan tengah di antara kedua itu. (Al-Isra: 110) Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas

dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, yang di dalam riwayat­nya disebutkan tambahan, yaitu bahwa setelah Nabi Saw. hijrah ke Madinah, maka gugurlah perintah tersebut.

Dengan kata lain, Nabi Saw. boleh melakukannya bila menghendaki.Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pada mulanya Rasulullah Saw.

selalu membaca Al-Qur'an dalam salatnya dengan bacaan yang keras, dan orang-orang meninggalkannya serta tidak mau mendengarkan bacaannya. Dan bilamana seseorang hendak mende­ngarkan bacaan Rasulullah Saw. dalam salatnya,

maka ia terpaksa harus mencuri-curi dengar karena takut kepada orang-orang musyrik. Apabila orang-orang musyrik mengetahui bahwa dia mendengar bacaan Rasul Saw., maka dia pergi karena takut disakiti oleh mereka

dan tidak mau mendengarkannya lagi. Dan apabila Rasulullah Saw. merendahkan baca­annya, maka orang-orang yang mendengarkan bacaannya tidak dapat mengambil suatu manfaat pun dari bacaannya.

Maka Allah menurunkan firman-Nya: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu. (Al-Isra: 110), yang menyebabkan orang-orang kafir yang simpati kepadamu bubar me­ninggalkanmu. dan janganlah pula merendahkannya.

(Al-Isra: 110) sehingga orang-orang yang mencuri dengar dari bacaanmu dari kalangan mereka tidak dapat mendengarnya, karena barangkali sebagian dari mere­ka memperhatikan sebagian dari apa yang didengarnya darimu

dan ber­oleh manfaat darinya. dan carilah jalan tengah di antara kedua itu. (Al-Isra: 110)Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ikrimah, Al-Hasan Al-Basri, dan Qatadah, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah baca­an

dalam salat.Syu'bah telah meriwayatkan dari Asy'as ibnu Salim, dari Al-Aswad ibnu Hilal, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah pula merendahkannya. (Al-Isra: 110) terhadap

orang yang membuka telinganya lebar-lebar untuk mendengar­kannya.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Salamah ibnu Alqamah, dari Muhammad ibnu Sirin

yang mengatakan bahwa ia pernah men­dengar berita bahwa sahabat Abu Bakar apabila salat merendahkan ba­caan Al-Qur'annya, sedangkan sahabat Umar mengeraskan bacaan Al-Qur'annya. Maka dikatakan kepada Abu Bakar,

"Mengapa engkau laku­kan hal itu?" Abu Bakar menjawab, "Saya sedang bermunajat kepada Tuhanku, dan Dia mengetahui keperluanku." Lalu dikatakan kepadanya, "Engkau baik." Dan dikatakan kepada Umar,

"Mengapa engkau lakukan hal itu?" Umar menjawab, "Saya sedang mengusir setan dan melenyap­kan rasa kantuk." Maka dikatakan kepadanya, "Engkau baik." Dan ketika firman Allah Swt. diturunkan, yaitu:

dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu, dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu. (Al-Isra: 110) maka dikatakan kepada Abu Bakar, "Angkatlah sedikit suara bacaanmu."

Dan dikatakan kepada Umar, "Rendahkanlah sedikit suara bacaanmu."Asy'as ibnu Siwar telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan berdoa. Hal yang sama telah diriwayatkan

oleh As-Sauri dan Malik, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a., bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan doa. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Abu Iyad, Makhul, dan Urwah ibnuz Zubair.

As-Sauri telah meriwayatkan dari Ibnu Ayyasy Al-Amiri, dari Abdul­lah ibnu Syaddad yang menceritakan bahwa pernah ada seorang Badui dari kalangan Bani Tamim apabila mengucapkan salam kepada Nabi Saw.

lalu ia mengiringinya dengan doa, "Ya Allah, berilah saya rezeki berupa ternak unta dan anak." Maka turunlah ayat ini: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya. (Al-Isra: 110)

Pendapat lain. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abus Sa-ib, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ayat ini

diturunkan berkenaan dengan bacaan tasyahhud, yaitu firman-Nya: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya. (Al-Isra: 110)Hal yang sama telah dikatakan oleh Hafs,

dari Asy'as ibnu Siwar, dari Muhammad ibnu Sirin dengan teks yang semisal.Pendapat lain. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu

dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya. (Al-Isra: 110) Maksudnya, janganlah kamu salat karena ingin dilihat oleh orang-orang, janganlah pula kamu meninggalkannya karena takut terhadap orang-orang kafir.

As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan firman-Nya: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula kamu merendahkannya. (Al-Isra: 110) Bahwa janganlah

kamu melakukannya dengan baik secara terang-terangan, lalu melakukannya dengan buruk di kala sendirian. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Al-Hasan dengan sanad yang sama.

Hisyam telah meriwayatkannya dari Auf, dari Al-Hasan dengan sanad yang sama; dan Sa'id meriwayatkannya dari Qatadah, dari Al-Hasan dengan sanad'yang sama pula.Pendapat lain. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam

telah mengata­kan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan carilah jalan tengah di antara kedua itu. (Al-Isra: 110) Bahwa orang-orang Ahli Kitab itu selalu merendahkan bacaan kitab mereka bilamana ada seseorang dari mereka

mengeraskan bacaan suatu kalimat dari kitabnya dengan suara yang keras, maka orang-orang yang mengikutinya membacanya dengan keras pula di belakangnya. Maka Allah Swt. melarang Nabi Saw. mengeraskan suara

dalam bacaannya seperti yang dilakukan orang-orang ahli kitab, dan melarang pula meren­dahkannya seperti yang dilakukan mereka. Kemudian Allah Swt. mem­berinya jalan pertengahan di antara keduanya, yang hal ini dicontohkan kepada Nabi Saw. oleh Malaikat Jibril a.s. dalam salatnya. Firman Allah Swt.:


{وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا}


Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak." (Al-Isra: 111)Setelah Allah Swt. menetapkan bahwa diri-Nya mempunyai asma-asma yang terbaik, lalu Dia menyucikan diri-Nya dari semua bentuk kekurang­an. Untuk itu Dia berfirman:


{وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ}


Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya.” (Al-Isra: 111)Bahkan Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.


{وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ}


dan tidak mempunyai penolong (untuk menjaga-Nya) dari kehina­an. (Al-Isra: 111)Yakni Dia tidaklah hina yang karenanya Dia memerlukan penolong atau pembantu atau penasihat, bahkan Dia adalah Mahatinggi,

Pencipta segala sesuatu dengan sendiri-Nya, tiada sekutu bagi-Nya, Dialah yang menga­tur dan yang memutuskan menurut apa yang dikehendaki-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya.Mujahid telah mengatakan sehubungan

dengan makna firman-Nya: dan tidak mempunyai penolong (yang menjaga-Nya) dari kehina­an. (Al-Isra: 111) Artinya, Dia tidak memerlukan berteman dengan seorang pun dan tidak memerlukan pertolongan seorang pun.

dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya. (Al-Isra: 111) Yakni besarkanlah dan agungkanlah Dia terhadap apa yang dikatakan oleh orang-orang zalim lagi kelewat batas itu dengan pengagungan

yang setinggi-tingginya.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, dari Al-Qurazi, bahwa ia pernah mengatakan sehubungan

dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak." (Al-Isra: 111), hingga akhir ayat. Bahwa sesungguhnya orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani me­ngatakan,

"Allah mengambil anak." Dan orang-orang Arab Jahiliah selalu mengatakan (dalam tawafnya), "Labbaika, tiada sekutu bagi Engkau kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu, sedangkan dia tidak memiliki." Orang-orang sabi-in mengatakan

— demikian pula orang-orang Majusi — bahwa seandainya tidak ada penolong, tentulah Allah hina. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu

dalam kerajaan-Nya, dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agung­kanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya." (Al-Isra: 111) Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Bisyr,

telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah; telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. meng­ajarkan kepada keluarganya—baik yang masih kecil ataupun yang sudah dewasa —

ayat berikut, yaitu firman Allah Swt.: Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak. (Al-Isra: 111), hingga akhir ayat.Menurut kami, telah disebutkan di dalam hadis bahwa Rasulullah Saw. menamakan ayat ini dengan sebutan

'Ayat Kemuliaan (Keperkasaan)', Di dalam salah satu asar disebutkan bahwa tidak sekali-kali ayat ini di­bacakan di dalam suatu rumah dalam suatu malam, lalu rumah itu dapat tertimpa kecurian atau penyakit.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ سَيْحَانَ الْبَصْرِيُّ، حَدَّثَنَا حرب بن ميمون، حدثنا موسى ابن عُبَيْدَةَ الرَّبَذي، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ القُرَظي، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَرَجْتُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَدِي فِي يَدِهِ، فَأَتَى عَلَى رَجُلٍ رَثِّ الْهَيْئَةِ، فَقَالَ: "أَيْ فُلَانُ، (3) مَا بَلَغَ بِكَ مَا أَرَى؟ ". قَالَ: السَّقَمُ وَالضُّرُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "أَلَّا أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ تُذْهِبُ عَنْكَ السَّقَمَ وَالضُّرَّ؟ ". قَالَ: لَا قَالَ: مَا يَسُرُّنِي بِهَا أَنْ شَهِدْتُ مَعَكَ بَدْرًا أَوْ أَحَدًا. قَالَ: فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وقال: "وَهَلْ يُدْرِكُ أَهْلُ بَدْرٍ وَأَهْلُ أُحُدٍ مَا يُدْرِكُ الْفَقِيرُ الْقَانِعُ؟ ". قَالَ: فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِيَّايَ فَعَلِّمْنِي قَالَ: فَقُلْ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ: "تَوَكَّلْتُ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ، الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ، وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا". قَالَ: فَأَتَى عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ وَقَدْ حَسُنَت حَالِي، قَالَ: فَقَالَ لِي: "مَهْيم". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَمْ أَزَلْ أَقُولُ الْكَلِمَاتِ الَّتِي عَلَّمْتَنِي


Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Subhan Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Harb ibnu Maimun, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah Az-Zubaidi,

dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Abu Hurairah yang mengata­kan bahwa ia pernah keluar bersama Rasulullah Saw., sedangkan tangan beliau memegang tanganku, atau tanganku memegang tangan beliau. Lalu Nabi Saw.

mendatangi seorang lelaki yang penampilannya kumal dan kotor. Nabi Saw. bertanya, "Hai Fulan, mengapa kulihat keadaanmu demikian menyedihkan?" Lelaki itu menjawab, "Wahai Rasulullah, saya tertimpa sakit dan kemelaratan."

Rasulullah Saw. bersabda, "Maukah kamu aku ajarkan beberapa kalimat yang dapat melenyapkan penyakit dan kemelaratan yang ada pada dirimu itu?" Lelaki itu menjawab, "Tentu saja mau, tidaklah meng­gembirakan diriku

bila kalimat-kalimat itu ditukar dengan ikut dalam Pe­rang Badar atau Perang Uhud bersamamu sebagai gantinya." Rasulullah Saw. tertawa dan bersabda, "Dan apakah Ahli Badar dan Ahli Uhud mengalami apa yang dialami

oleh seorang fakir yang menerima apa adanya?" Abu Hurairah berkata, "Wahai Rasulullah, ajarkan­lah pula kepadaku kalimat-kalimat itu." Rasulullah Saw. bersabda: Hai Abu Hurairah, katakanlah, "Saya bertawakal kepada Tuhan Yang Hidup

yang tidak mati, segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tiada sekutu bagi-Nya di dalam kerajaan-Nya, dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.

” Kemudian lelaki itu datang menghadap kepada Rasulullah Saw. sedangkan keadaannya telah membaik. Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah yang telah engkau lakukan?" Ia menjawab, "Wahai Rasulullah, saya masih tetap membaca

kalimat-kalimat yang pernah engkau ajarkan kepa­da saya itu." Sanad hadis ini daif, di dalam matannya terdapat hal yang munkar.Demikianlah akhir pembahasan tafsir surat Subhanallah (surat Al-Isra). Hanya bagi Allah-lah segala puji, dan hanya kepada-Nyalah kami berharap.

Surat Al-Isra |17:111|

وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ ۖ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا

wa qulil-ḥamdu lillaahillażii lam yattakhiż waladaw wa lam yakul lahuu syariikun fil-mulki wa lam yakul lahuu waliyyum minaż-żulli wa kabbir-hu takbiiroo

Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia tidak memerlukan penolong dari kehinaan dan agungkanlah Dia seagung-agungnya."

And say, "Praise to Allah, who has not taken a son and has had no partner in [His] dominion and has no [need of a] protector out of weakness; and glorify Him with [great] glorification."

Tafsir
Jalalain

(Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong)

untuk menjaga-Nya (dari) sebab (kehinaan) artinya Dia tidak dapat dihina karenanya Dia tidak membutuhkan penolong (dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya)

artinya besarkanlah Dia dengan pengagungan yang sempurna daripada sifat memiliki anak, mempunyai sekutu, hina dan hal-hal lain yang tidak layak bagi keagungan dan kebesaran-Nya.

Urutan pujian dalam bentuk demikian untuk menunjukkan bahwa Dialah yang berhak untuk mendapatkan semua pujian mengingat kesempurnaan Zat-Nya dan kesendirian-Nya di dalam sifat-sifat-Nya.

Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya meriwayatkan sebuah hadis melalui Muaz Al-Juhani dari Rasulullah saw. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, "Tanda kemuliaan ialah (kalimat):

Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya," sampai dengan akhir surat. Wallahu a`lam.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Isra | 17 : 111 |

Penjelasan ada di ayat 110

Surat Al-Kahf |18:1|

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا ۜ

al-ḥamdu lillaahillażiii anzala 'alaa 'abdihil-kitaaba wa lam yaj'al lahuu 'iwajaa

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur´an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok,

[All] praise is [due] to Allah, who has sent down upon His Servant the Book and has not made therein any deviance.

Tafsir
Jalalain

(Segala puji) Memuji ialah menyifati dengan yang baik, yang tetap (bagi Allah) Maha Tinggi Dia. Apakah yang dimaksud dengan Alhamdulillah ini bersifat pemberitahuan untuk diimani,

atau dimaksudkan hanya untuk memuji kepada-Nya belaka, atau dimaksudkan untuk keduanya. Memang di dalam menanggapi masalah ini ada beberapa hipotesis,

akan tetapi yang lebih banyak mengandung faedah adalah pendapat yang ketiga, yaitu untuk diimani dan sekaligus sebagai pujian kepada-Nya (yang telah menurunkan kepada hamba-Nya)

yaitu Nabi Muhammad (Al-Kitab) Alquran (dan Dia tidak menjadikan padanya) di dalam Alquran (kebengkokan) perselisihan atau pertentangan. Jumlah kalimat Walam yaj'al lahu 'iwajan berkedudukan

menjadi Hal atau kata keterangan keadaan daripada lafal Al-Kitab.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 1 |

Tafsir ayat 1-5

Dalam pembahasan terdahulu pada permulaan kitab tafsir telah disebut­kan bahwa Allah Swt. memuji diri-Nya sendiri Yang Mahasuci pada permulaan semua urusan dan pungkasannya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Terpuji

dalam semua keadaan; bagi-Nya sesala puji, baik di dunia maupun di akhirat. Maka dalam permulaan surat ini Dia memulainya de­ngan pujian terhadap diri-Nya sendiri, bahwa Dia telah menurunkan Kitab­Nya (Al-Qur'an)

yang mulia kepada rasul-Nya yang mulia, yaitu Muham­mad Saw. Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah nikmat yang paling besar yang dianugerahkan oleh Allah Swt. kepada penduduk bumi, karena berkat Al-Qur'an mereka dikeluarkan

dari kegelapan menuju kepada cahaya yang terang. Kitab Al-Qur'an adalah kitab yang iurus, tiada kebengkokan dan tiada penyimpangan di dalamnya, bahkan Al-Qur'an memberikan petunjuk kepada manusia ke jalan yang lurus.

Kitab Al-Qur'an adalah kitab yang jelas, terang, dan gamblang, memberikan peringatan terhadap orang-orang kafir dan menyampaikan berita gembira kepada orang-orang yang beriman. Karena itulah Allah Swt. berfirman:


{وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجَا}


dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya. (Al- Kahfi: 1)Artinya. Allah tidak menjadikannya mengandung kebengkokan, tidak pula kesesatan, tidak pula penyimpangan, bahkan Al-Qur'an dijadikan-Nya pertengahan lagi lurus. Seperti yang disebutkan firman-Nya:


{قَيِّمًا}


sebagai bimbingan yang lurus. (Al-Kahfi: 2) Yakni lurus tidak bengkok.


{لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ}


untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah. (Al-Kahfi: 2)terhadap orang-orang yang menentang-Nya dan mendustakan-Nya serta tidak beriman kepada-Nya. A!-Qur'an memperingatkan mereka

akan pembalasan yang keras dan siksaan yang disegerakan di dunia serta yang ditangguhkan sampai hari akhirat nanti.


{مِنْ لَدُنْهُ}


dari sisi Allah. (Al-Kahfi: 2)Yaitu dari sisi Allah yang berupa siksaan yang tiada seorang pun dapat mengazab seperti azab yang ditimpakan oleh-Nya, dan tiada seorang pun dapat mengikat seperti ikatan-Nya.


{وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ}


dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman. (Al-Kahfi: 2)Maksudnya, dengan Al-Qur'an ini mereka yang imannya dibuktikan de­ngan amal saleh mendapat berita gembira.


{أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا}


bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik. (Al-Kahfi: 2)Yakni balasan pahala yang baik dari sisi Allah.


{مَاكِثِينَ فِيهِ}


mereka kekal di dalamnya. (Al-Kahfi: 3) Mereka mendapat pahala yang kekal di sisi Allah, yaitu surga mereka kekal di dalamnya.


{أَبَدًا}


untuk selama-lamanya. (Al-Kahfi: 3)Yakni mereka kekal dan abadi di dalamnya untuk selama-lamanya, tidak pernah hilang dan tidak pernah habis nikmat yang diperolehnya.Firman Allah Swt.:


{وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا}


Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak.” (Al-Kahfi: 4)Ibnu Ishaq mengatakan, makna yang dimaksud ialah orang-orang musyrik Arab, karena mereka mengatakan, "Kami menyembah malaikat-malaikat, mereka adalah anak-anak perempuan Allah."


{مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ}


Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan. (Al-Kahfi: 5)Yaitu dengan ucapan yang mereka buat-buat dan mereka dustakan dari diri mereka sendiri itu.


{وَلا لآبَائِهِمْ}


begitu pula nenek moyang mereka. (Al-Kahfi: 5) Yakni para pendahulu mereka,


{كَبُرَتْ كَلِمَةً}


Alangkah jeleknya kata-kata. (Al-Kahfi: 5) Lafaz kalimatan di-nasab-kan sebagai tamyiz, bentuk lengkapnya ialah 'Alangkah buruknya kalimat mereka yang ini'. Menurut pendapat yang lain, ungkapan ini adalah sigat (bentuk) ta'ajjub,

bentuk lengkapnya ialah 'Alangkah buruknya kata-kata mereka itu', seperti kalimat, "Akrim bizaidin rajutan," yakni alangkah mulianya Zaid sebagai seorang laki-laki. Demikianlah menurut sebagian ulama Basrah, dan sebagian ahli Qiraat Mekah

membacanya demikian, yaitu kaburat kalimatan. Perihal­nya sama dengan kalimat kabura syanuka dan azuma qauluka, yakni 'alangkah buruknya keadaanmu' dan 'alangkah buruknya ucapanmu'.Makna yang dimaksud menurut qiraat jumhur

ulama lebih jelas, bah­wa sesungguhnya ungkapan ini dimaksudkan kecaman terhadap ucapan mereka, dan bahwa apa yang mereka katakan itu merupakan kebohongan yang besar. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ}


Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka. (Al-Kahfi: 5)Yakni tidak berdasarkan kepada suatu bukti pun melainkan hanya semata-mata dari ucapan mereka sendiri yang dibuat-buat oleh mereka sebagai suatu kedustaan. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{إِنْ يَقُولُونَ إِلا كَذِبًا}


mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusla. (Al-Kahfi: 5)Muhammad ibnu Ishaq telah menyebutkan tentang latar belakang turun­nya ayat ini. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepadanya seorang syekh (guru)

dari kalangan ulama Mesir yang telah tinggal bersa­ma kaumnya sejak empat puluh tahun yang lalu, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang-orang kafir Quraisy mengutus An-Nadr ibnul Haris dan Uqbah ibnu Abu Mu'h

kepada orang-orang alim Yahudi di Madinah. Kaumnya berpesan kepada mereka, "Tanyakan­lah kepada orang-orang Yahudi itu tentang Muhammad, dan ceritakanlah kepada mereka tentang sifatnya serta beritahukanlah kepada mereka

tentang apa yang diucapkannya, karena sesungguhnya mereka adalah Ahli Kitab yang terdahulu. Mereka mempunyai pengetahuan yang tidak kita miliki tentang para nabi."Keduanya berangkat meninggalkan kota Mekah menuju Madinah.

Setelah sampai di Madinah, keduanya bertanya kepada ulama Yahudi tentang Rasulullah Saw. dan menceritakan kepada mereka sifat-sifatnya serta sebagian dari ucapannya. Untuk itu keduanya mengatakan, "Se­sungguhnya kalian

adalah Ahli Kitab Taurat, kami datang kepada kalian untuk memperoleh informasi tentang teman kami ini (maksudnya Nabi Saw.)" Ulama Yahudi itu menjawab, "Tanyakanlah oleh kalian kepada dia tentang tiga perkara yang akan kami

terangkan ini. Jika dia dapat menja­wabnya, berarti dia benar-benar seorang nabi yang diutus. Tetapi jika dia tidak dapat menjawabnya, berarti dia adalah seseorang yang mengaku-aku dirinya menjadi nabi; saat itulah kalian dapat memilih

pendapat sendiri terhadapnya. Tanyakanlah kepadanya tentang beberapa orang pemuda yang pergi meninggalkan kaumnya di masa silam, apakah yang dialami oleh mereka? Karena sesungguhnya kisah mereka sangat menakjubkan.

Dan tanyakanlah kepadanya tentang seorang lelaki yang melanglang buana sampai ke belahan timur dan barat, bagaimanakah kisahnya. Dan tanyakanlah kepadanya tentang roh, apakah roh itu? Jika dia mencerita­kannya kepada kalian,

berarti dia adalah seorang nabi dan kalian harus mengikutinya. Tetapi jika dia tidak menceritakannya kepada kalian, maka sesungguhnya dia adalah seorang lelaki yang mengaku-aku saja. Bila demikian, terserah kalian,

apa yang harus kalian lakukan terhadapnya."Maka An-Nadr dan Uqbah kembali ke Mekah. Setelah tiba di Me­kah, ia langsung menemui orang-orang Quraisy dan mengatakan kepada mereka, "Hai orang-orang Quraisy kami datang

kepada kalian dengan membawa suatu kepastian yang memutuskan antara kalian dan Muham­mad. Ulama Yahudi telah menganjurkan kepada kami untuk menanyakan kepadanya beberapa perkara," lalu keduanya menceritakan

pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada mereka.Mereka datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata, "Hai Muham­mad, ceritakanlah kepada kami!' Lalu mereka menanyainya dengan per­tanyaan-pertanyaan yang dianjurkan

oleh para pendeta Yahudi tadi. Dan Rasulullah Saw. menjawab mereka, "Aku akan menceritakan jawaban dari pertanyaan kalian itu besok," tanpa menentukan batas waktunya.Mereka bubar meninggalkan Nabi Saw., dan Nabi Saw.

tinggal selama lima belas hari tanpa ada wahyu dari Allah yang menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut Malaikat Jibril pun tidak turun kepadanya selama itu, hingga penduduk Mekah ramai membicarakannya. Mereka mengatakan,

"Muhammad telah menjanjikan kepada kita besok, tetapi sampai lima belas hari dia tidak menjawab sepatah kata pun tentang apa yang kami tanyakan kepadanya."Karenanya Rasulullah Saw. bersedih hati, wahyu terhenti darinya

dan beliau merasa berat terhadap apa yang diperbincangkan oleh pendu­duk Mekah tentang dirinya. Tidak lama kemudian datanglah Malaikat Jibril kepadanya dengan membawa surat yang di dalamnya terkandung kisah Ashabul Kahfi

(para penghuni gua), dan surat itu mengandung teguran pula terhadap diri Nabi Saw. yang bersedih hati atas sikap mere­ka. Surat itu juga mengandung jawaban dari pertanyaan mereka tentang kisah para pemuda yang menghuni gua

serta lelaki yang melanglang buana (Zul Qarnain), juga firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakanlah, "Roh itu, (Al-Isra: 85), hingga akhir ayat."

Surat Al-Kahf |18:2|

قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا

qoyyimal liyunżiro ba`san syadiidam mil ladun-hu wa yubasysyirol-mu`miniinallażiina ya'maluunash-shooliḥaati anna lahum ajron ḥasanaa

sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik,

[He has made it] straight, to warn of severe punishment from Him and to give good tidings to the believers who do righteous deeds that they will have a good reward

Tafsir
Jalalain

(Sebagai jalan yang lurus) bimbingan yang lurus; lafal Qayyiman menjadi Hal yang kedua dari lafal Al-Kitab di atas tadi dan sekaligus mengukuhkan makna yang pertama

(untuk memperingatkan) menakut-nakuti orang-orang kafir dengan Alquran itu (akan siksaan) akan adanya azab (yang sangat keras dari sisi-Nya) dari sisi Allah

(dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengadakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 2 |

Penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Kahf |18:3|

مَاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا

maakiṡiina fiihi abadaa

mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.

In which they will remain forever

Tafsir
Jalalain

(Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya) yaitu mendapatkan surga.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 3 |

Penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Kahf |18:4|

وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا

wa yunżirollażiina qooluttakhożallohu waladaa

Dan untuk memperingatkan kepada orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak."

And to warn those who say, "Allah has taken a son."

Tafsir
Jalalain

(Dan untuk memperingatkan) kepada semua orang kafir (kepada orang-orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak)".

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 4 |

Penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Kahf |18:5|

مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ ۚ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ ۚ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا

maa lahum bihii min 'ilmiw wa laa li`aabaaa`ihim, kaburot kalimatan takhruju min afwaahihim, iy yaquuluuna illaa każibaa

Mereka sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka hanya mengatakan (sesuatu) kebohongan belaka.

They have no knowledge of it, nor had their fathers. Grave is the word that comes out of their mouths; they speak not except a lie.

Tafsir
Jalalain

(Tiadalah mereka dengannya) dengan perkataan tersebut (mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka) sebelum mereka yang juga mengatakan hal yang sama.

(Alangkah jeleknya) alangkah besar dosanya (kata-kata yang keluar dari mulut mereka) lafal Kalimatan berkedudukan menjadi Tamyiz yang maknanya menafsirkan pengertian Dhamir yang dimubhamkan,

sedangkan subjek yang dicelanya tidak disebutkan, yaitu perkataan mereka yang tadi. (Tiada Lain) (mereka mengatakan) hal tersebut (hanyalah) perkataan (yang dusta belaka).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 5 |

Penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Kahf |18:6|

فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَىٰ آثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَٰذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا

fa la'allaka baakhi'un nafsaka 'alaaa aaṡaarihim il lam yu`minuu bihaażal-ḥadiiṡi asafaa

Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur´an).

Then perhaps you would kill yourself through grief over them, [O Muhammad], if they do not believe in this message, [and] out of sorrow.

Tafsir
Jalalain

(Maka barangkali kamu akan membinasakan) membunuh (dirimu sendiri sesudah mereka) sesudah mereka berpaling darimu (sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini)

yakni kepada Alquran (karena bersedih hati) karena perasaan jengkel dan sedihmu, disebabkan kamu sangat menginginkan mereka beriman. Lafal Asafan dinashabkan karena menjadi Maf'ul Lah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 6 |

Tafsir ayat 6-8

Allah Swt. menghibur hati Rasul-Nya dalam kesedihannya menghadapi sikap kaum musyrik, karena mereka tidak mau beriman dan menjauhinya, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{فَلا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ}


maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap me­reka. (Fathir: 8)


{وَلا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ}


dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka. (An-Nahl: 127)Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:


{لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ أَلا يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ}


Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, kare­na mereka tidak beriman. (Asy-Syu'ara: 3) Bakhi'un, membinasakan diri sendiri, karena sedih melihat mereka tidak mau beriman.Dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:


{فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَى آثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الْحَدِيثِ}


Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an). (Al-Kahfi: 6)Yang dimaksud dengan keterangan adalah Al-Qur'an.

Asafan artinya kecewa, yakni janganlah kamu membinasakan (merusak) dirimu sendiri karena kecewa.Qatadah mengatakan, yang dimaksud dengan asafab ialah membu­nuh diri sendiri karena marah dan bersedih hati terhadap mereka

yang tidak mau beriman. Mujahid mengatakan, maknanya ialah kecewa. Pada garis besarnya semua makna yang telah disebutkan di atas mirip pengertiannya, yang kesimpulannya dapat dikatakan sebagai berikut:

"Janganlah kamu buat dirimu kecewa terhadap mereka yang tidak mau beriman ke­padamu, melainkan sampaikanlah risalah Allah. Barang siapa yang mau menerimanya sebagai petunjuk, maka manfaatnya buat dirinya sendiri.

Dan barang siapa yang sesat dari mereka, maka sesungguhnya dia me­nyesatkan dirinya sendiri. Janganlah dirimu binasa karena kesedihan ter­hadap mereka."Kemudian Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia telah menjadikan dunia ini

kampung yang fana yang dihiasi dengan perluasan yang fana pula pada akhirnya. Dan sesungguhnya dunia berikut kegerlapannya ini hanya dijadikan oleh Allah sebagai kampung ujian, bukan kampung mene­tap. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الأرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلا}


Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan untuknya, agar Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (Al-Kahfi: 7)

Qatadah telah meriwayatkan dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id, dari Ra­sulullah Saw. yang telah bersabda:


"إِنَّ الدُّنْيَا خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَنَاظِرٌ مَاذَا تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا، وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ"


Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau, dan sesungguhnya Allah menjadikan kalian sebagai khalifah padanya; maka Dia akan melihat, apakah yang akan diperbuat oleh kalian. Karena itu, takutlah kalian terhadap dunia

dan takutlah kalian terha­dap wanita, karena sesungguhnya fitnah yang mula-mula melan­da kaum Bani Israil adalah tentang wanita.Kemudian Allah Swt. memberitahukan bahwa dunia itu pasti lenyap dan fana, masanya pasti habis dan lenyap serta hancur. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا}


Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus. (Al-Kahfi: 8)Yakni sesungguhnya sesudah menghiasinya Kami benar-benar akan men­jadikan dunia rusak dan hancur, dan Kami akan menjadikan segala sesuatu yang berada di atasnya binasa.


{صَعِيدًا جُرُزًا}


tanah rata lagi tandus. (Al-Kahfi: 8)Artinya, tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan dan tidak bermanfaat. Seperti yang dikatakan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami

benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus. (Al-Kahfi: 8) Yaitu segala sesuatu yang ada di atasnya binasa dan lenyap. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

tanah rata lagi tandus. (Al-Kahfi: 8) Maksudnya, tandus tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan. Qatadah me­ngatakan, as-sa id artinya tanah yang tidak ada pohon dan tidak ada tanamannya.

Ibnu Zaid mengatakan bahwa as-sa'id ialah tanah yang tidak ada tumbuh-tumbuhannya sama sekali. Tidakkah Anda perhatikan firman Allah Swt. yang mengatakan:


{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَسُوقُ الْمَاءَ إِلَى الأرْضِ الْجُرُزِ فَنُخْرِجُ بِهِ زَرْعًا تَأْكُلُ مِنْهُ أَنْعَامُهُمْ وَأَنْفُسُهُمْ أَفَلا يُبْصِرُونَ}


Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Kami meng­halau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus. Lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanam-tanaman yang darinya (dapat) makan binatang-binatang ternak mereka

dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan? (As-Sajdah: 27)Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula)

apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus. (Al-Kahfi: 8) Yakni apa yang ada di atas bumi, sesungguhnya semuanya itu pasti akan lenyap dan binasa. Dan sesungguhnya kembali semuanya adalah kepada Allah. Maka janganlah kamu berputus asa, janganlah pula bersedih hati terhadap apa yang kamu dengar dan kamu lihat.

Surat Al-Kahf |18:7|

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

innaa ja'alnaa maa 'alal-ardhi ziinatal lahaa linabluwahum ayyuhum aḥsanu 'amalaa

Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.

Indeed, We have made that which is on the earth adornment for it that We may test them [as to] which of them is best in deed.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi) berupa hewan, tumbuh-tumbuhan, pepohonan, sungai-sungai dan lain sebagainya

(sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka) supaya Kami menguji manusia, seraya memperhatikan dalam hal ini (siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya)

di dunia ini; yang dimaksud adalah siapakah yang lebih berzuhud/menjauhi keduniaan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 7 |

Penjelasan ada di ayat 6

Surat Al-Kahf |18:8|

وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا

wa innaa lajaa'iluuna maa 'alaihaa sho'iidan juruzaa

Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering.

And indeed, We will make that which is upon it [into] a barren ground.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan pula apa yang di atasnya menjadi tanah rata) merata dengan tanah (lagi tandus) kering tidak subur.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 8 |

Penjelasan ada di ayat 6

Surat Al-Kahf |18:9|

أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا

am ḥasibta anna ash-ḥaabal-kahfi war-roqiimi kaanuu min aayaatinaa 'ajabaa

Apakah engkau mengira bahwa orang yang mendiami gua, dan (yang mempunyai) Ar-Raqim itu, termasuk tanda-tanda (kebesaran) Kami yang menakjubkan?

Or have you thought that the companions of the cave and the inscription were, among Our signs, a wonder?

Tafsir
Jalalain

(Atau kamu mengira) kamu menduga (bahwa Ashhabul Kahfi) orang-orang yang mendiami gua di suatu bukit (dan Raqim) yaitu lempengan batu yang tertulis padanya

nama-nama mereka dan nasab-nasabnya; Nabi saw. pernah ditanya mengenai kisah mereka (adalah mereka) dalam kisah mereka (termasuk) sebagian

(tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan) lafal 'Ajaban menjadi khabar Kana, sedangkan lafal yang sebelumnya berkedudukan menjadi hal; artinya:

Mereka adalah hal yang menakjubkan yang berbeda dengan tanda-tanda kekuasaan Kami lainnya; atau mereka adalah tanda-tanda kekuasaan Kami yang paling menakjubkan, padahal kenyataannya tidak demikian.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 9 |

Tafsir ayat 9-12

Hal ini merupakan berita dari Allah Swt. yang menceritakan tentang orang-orang yang menghuni gua secara singkat, kemudian diterangkan dengan panjang lebar sesudahnya. Allah Swt. berfirman:


{أَمْ حَسِبْتَ}


Atau kamu mengira. (Al-Kahfi: 9) hai Muhammad.


{أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا}


bahwa orang-orang yang menghuni gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan. (Al-Kahfi: 9)Yakni tiadalah perkara mereka mengherankan bagi kekuasaan

dan ke­mampuan Kami, karena sesungguhnya menciptakan langit dan bumi, si­lih bergantinya siang dan malam hari, menundukkan matahari serta rembu­lan, bintang-bintang, dan !ain-!ainnya dari tanda-tanda yang besar

yang menunjukkan akan kekuasaan Allah Swt. sangatlah mudah. Dan bahwa Allah Mahakuasa atas semua yang dikehendaki-Nya, tiada sesuatu pun yang melemahkan-Nya. Semuanya itu jauh lebih mengherankan daripada perihal

orang-orang yang menghuni gua.Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu,

mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan? (Al-Kahfi: 9) Yaitu sesungguhnya pada sebagian tanda-tanda yang menunjukkan ke­kuasaan Kami terdapat banyak hal yang lebih mengherankan dari itu.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang menghuni gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami

yang mengherankan? (Al-Kahfi: 9) Artinya, apa yang Aku berikan kepadamu berupa ilmu, sunnah, dan Al-Qur'an ini jauh lebih mengherankan daripada kisah ashabul kahfi (orang-orang yang menghuni gua) dan yang mempunyai raqim.

Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud seakan-akan mengatakan, "Hujah-hujah-Ku yang jelas terhadap hamba-hamba-Ku jauh lebih mengherankan daripada kisah

para penghuni gua dan pemilik raqim itu."Al-Kahfi artinya gua yang terdapat di sebuah bukit yang dijadikan tempat bersembunyi oleh para pemuda yang disebutkan kisahnya dalam surat ini.Yang dimaksud dengan ar-raqim, menurut Al-Aufi,

dari Ibnu Abbas adalah sebuah lembah yang terletak di dekat kota Ailah (Yordania seka­rang). Hal yang sama telah dikatakan oleh Atiyyah, Al-Aufi, dan Qatadah.Ad-Dahhak mengatakan, kahfi adalah sebuah gua yang ada di lem­bah itu,

sedangkan ar-raqim adalah nama lembah tersebut.Mujahid mengatakan bahwa ar-raqim adalah nama sebuah kitab yang diletakkan di depan bangunan tempat mereka. Sebagian orang me­ngatakan bahwa raqim adalah nama sebuah lembah

yang padanya terda­pat gua tempat mereka.Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ar-raqim, bahwa Ka'b menduga ar-raqim

adalah nama sebuah kampung (kota).Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ar-raqim adalah sebuah bukit yang di dalamnya terdapat gua tersebut.Ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid,

dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa nama bukit itu adalah Banglius.Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Wahb ibnu Sulaiman, dari Syu'aib Al-Jiba-i, bahwa nama bukit tempat gua itu adalah Banglius,

nama guanya adalah Haizam, dan nama anjing mereka adalah Hamran.Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Semua nama di dalam Al-Qur'an

saya mengetahuinya kecuali Hannan, Awwah, dan Raqim.Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Dinar; ia pernah mendengar Ikrimah berkata, "Ibnu Abbas pernah menga­takan bahwa ia tidak mengetahui apakah

ar-raqim itu, nama sebuah prasasti ataukah bangunan?"Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ar-raqim adalah sebuah prasasti. Sa'id ibnu Jubair mengatakan, raqim adalah sebuah prasasti yang tertulis

pada sebuah batu; mereka menulis kisah ashabul kahfi padanya, kemudian meletakkannya di pintu gua itu.Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan bahwa ar-raqim artinya kitab, kemudian ia membacakan firman-Nya untuk mengu­atkan alasannya, yaitu:


{كِتَابٌ مَرْقُومٌ}


(Ialah) kitab yang bertulis. (Al-Muthaffifin: 9)Memang inilah yang tersimpulkan dari makna lahiriah ayat, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengatakan bahwa raqim ber-wazan fa'il

yang maknanya marqum (tertulis). Sebagaimana dikata­kan qatil terhadap si terbunuh, dan orang yang terluka disebut jarih. Firman Allah Swt.:


{إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا}


(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berkata, "Wahai Tuhan kami, beri­kanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus

dalam urusan kami (ini).” (Al-Kahfi: 10)Allah Swt. menceritakan tentang para pemuda yang melarikan diri dengan membawa agamanya agar agama mereka selamat dari gangguan kaum­nya yang pasti akan memfitnah mereka.

Mereka lari memisahkan diri dari kaumnya, lalu berlindung di dalam gua yang berada di suatu bukit, sebagai tempat persembunyian mereka agar kaumnya tidak tahu keber­adaan mereka. Ketika hendak memasuki gua itu,

mereka memohon kepa­da Allah agar rahmat dan kelembutan-Nya dilimpahkan kepada diri mere­ka. Mereka mengatakan dalam doanya seperti yang disitir oleh firman-Nya:


{رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً}


Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi­Mu. (Al-Kahfi: 10)Yakni anugerahkanlah kepada kami dari sisi-Mu rahmat yang dengannya Engkau merahmati kami dan menyembunyikan kami dari kaum kami.


{وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا}


dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urus­an kami (ini). (Al-Kahfi: 10)Maksudnya, berikanlah kami petunjuk ke jalan yang lurus dalam urusan kami ini. Dengan kata lain, dapat disebutkan

bahwajadikanlah bagi akibat urusan kami ini jalan yang lurus. Seperti pengertian yang terdapat di da­lam sebuah hadis, yaitu:


"وَمَا قَضَيْتَ لَنَا مِنْ قَضَاءٍ، فَاجْعَلْ عَاقِبَتَهُ رَشَدًا"


Dan segala apa yang Engkau putuskan bagi kami, kami memo­hon agar sudilah engkau menjadikan akibatnya bagi kami jalan yang lurus.Di dalam kitab "Musnad disebutkan melalui hadis Busr ibnu Artah, dari Rasulullah Saw., bahwa beliau Saw. pernah mengatakan dalam doanya:


"اللَّهُمَّ، أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا، وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الْآخِرَةِ"


Ya Allah, berikanlah akhir yang baik bagi semua urusan kami, dan lindungilah kami dari kehinaan di dunia dan azab akhirat. Firman Allah Swt.:


{فَضَرَبْنَا عَلَى آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا}


Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu..(Al-Kahfi: 11)Yaitu Kami jatuhkan rasa kantuk yang berat kepada mereka di saat me­reka memasuki gua itu, lalu mereka tidur selama bertahun-tahun.


{ثُمَّ بَعَثْنَاهُمْ}


Kemudian Kami bangunkan mereka. (Al-Kahfi: 12)Yakni dari tidur mereka yang lelap itu. Kemudian salah seorang di antara mereka keluar dari gua itu dengan membawa uang dirham perbekalan mereka,

untuk mereka tukarkan dengan makanan yang diperlukannya. Perincian tentang hal tersebut akan diterangkan sesudah ini. Allah Swt. berfirman:


{ثُمَّ بَعَثْنَاهُمْ لِنَعْلَمَ أَيُّ الْحِزْبَيْنِ}


kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui ma­nakah di antara kedua golongan itu. (Al-Kahfi: 12)Yaitu di antara kedua kelompok yang memperselisihkan tentang lamanya mereka tinggal di gua itu.


{أَحْصَى لِمَا لَبِثُوا أَمَدًا}


yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu). (Al-Kahfi: 12)Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah bilangan mereka. Sedangkan menurut pendapat yang lain adalah lamanya mereka

tinggal di dalam gua itu, seperti dalam pengertian kata-kata orang Arab, "Saba-qal jawadu," bilamana kuda tersebut telah mencapai garis finis. Kata al-amad ini menunjukkan tujuan, dan makna yang dimaksud dalam ayat ini ialah lamanya masa.

Surat Al-Kahf |18:10|

إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

iż awal-fityatu ilal-kahfi fa qooluu robbanaaa aatinaa mil ladungka roḥmataw wa hayyi` lanaa min amrinaa rosyadaa

(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, "Ya Tuhan Kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami."

[Mention] when the youths retreated to the cave and said, "Our Lord, grant us from Yourself mercy and prepare for us from our affair right guidance."

Tafsir
Jalalain

Ingatlah (tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua) Lafal Al-Fityah adalah bentuk jamak dari lafal Fataa, artinya pemuda; mereka khawatir

iman mereka akan dipengaruhi oleh kaumnya yang kafir (lalu mereka berdoa, "Wahai Rabb kami! Berikanlah kepada kami dari sisi-Mu) dari hadirat-Mu (rahmat, dan sempurnakanlah)

perbaikilah (bagi kami bimbingan yang lurus dalam urusan kami ini.)" yakni petunjuk yang lurus.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 10 |

Penjelasan ada di ayat 9

Surat Al-Kahf |18:11|

فَضَرَبْنَا عَلَىٰ آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا

fa dhorobnaa 'alaaa aażaanihim fil-kahfi siniina 'adadaa

Maka Kami tutup telinga mereka di dalam gua itu selama beberapa tahun,

So We cast [a cover of sleep] over their ears within the cave for a number of years.

Tafsir
Jalalain

(Maka kami tutup telinga mereka) yakni kami buat mereka tidur (bertahun-tahun dalam gua itu) selama bertahun-tahun.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 11 |

Penjelasan ada di ayat 9

Surat Al-Kahf |18:12|

ثُمَّ بَعَثْنَاهُمْ لِنَعْلَمَ أَيُّ الْحِزْبَيْنِ أَحْصَىٰ لِمَا لَبِثُوا أَمَدًا

ṡumma ba'aṡnaahum lina'lama ayyul-ḥizbaini aḥshoo limaa labiṡuuu amadaa

kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu).

Then We awakened them that We might show which of the two factions was most precise in calculating what [extent] they had remained in time.

Tafsir
Jalalain

(Kemudian Kami bangunkan mereka) Kami buat mereka bangun (agar Kami mengetahui) menyaksikan secara nyata (manakah di antara kedua golongan itu)

di antara kedua kelompok yang memperselisihkan tentang lamanya mereka tinggal di dalam gua itu (yang lebih tepat) lebih cocok, lafal Ahshaa ini berwazan Af'ala

(mengenai diamnya mereka dalam gua itu) tentang tinggalnya mereka. Lafal 'Lima Labitsuu' berta'alluq kepada lafal berikutnya (yakni masanya) batas waktunya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 12 |

Penjelasan ada di ayat 9

Surat Al-Kahf |18:13|

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى

naḥnu naqushshu 'alaika naba`ahum bil-ḥaqq, innahum fityatun aamanuu birobbihim wa zidnaahum hudaa

Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka,

It is We who relate to you, [O Muhammad], their story in truth. Indeed, they were youths who believed in their Lord, and We increased them in guidance.

Tafsir
Jalalain

(Kami ceritakan) Kami membacakan (kisah mereka kepadamu dengan sebenarnya) dengan sesungguhnya.

(Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 13 |

Tafsir ayat 13-16

Dari sini dimulailah penjabaran kisah tentang mereka secara rinci. Allah menyebutkan bahwa mereka adalah segolongan kaum muda yang menerima perkara yang hak dan mendapat petunjuk ke jalan yang lurus

dari guru-guru mereka yang saat itu telah durhaka dan tenggelam ke dalam agama kebatilan menjadi sesat. Karena itulah kebanyakan orang yang menyambut baik seruan Allah dan Rasul-Nya adalah dari kalangan kaum muda.

Adapun orang-orang tuanya, sebagian besar dari mereka tetap berpegang pada agamanya dan tidak ada yang masuk Islam dari kalangan mereka kecuali sedikit.Demikianlah Allah Swt. menceritakan tentang para penghuni gua,

bahwa mereka semua terdiri dari kalangan kaum muda.Mujahid mengatakan, telah sampai berita kepadaku bahwa sebagian dari kalangan mereka ada yang memakai anting-anting. Lalu Allah mem­berikan kepada mereka

jalan petunjuk dan menggerakkan mereka untuk bertakwa kepada-Nya, sehingga mereka beriman kepada Tuhannya, yakni mengakui keesaan Allah dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.


{وَزِدْنَاهُمْ هُدًى}


dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk. (Al-Kahfi: 13)Dengan berlandaskan kepada dalil ayat ini dan ayat-ayat lainnya yang semakna, sebagian para imam—seperti Imam Bukhari dan lain-lainnya dari kalangan mereka—

berpendapat bahwa iman itu berbeda-beda ting­katannya, dan iman itu dapat bertambah serta dapat berkurang. Karena itulah disebutkan dalam ayat ini: dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk. (Al-Kahfi: 13) Sama seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ}


Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (ba­lasan) ketakwaannya. (Muhammad: 17)


{فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا}


Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedangkan mereka merasa gembira. (At-Taubah: 124)


{لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ}


supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan me­reka (yang telah ada). (Al-Fath: 4)Dan masih banyak ayat lainnya yang semakna.Menurut suatu kisah, mereka memeluk agama Al-Masih Isa putra Maryam.

Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.Akan tetapi, makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa mereka ber­ada di masa sebelum adanya agama Nasrani. Seandainya mereka meme­luk agama Nasrani,

tentulah orang-orang Yahudi dari kalangan pendetanya tidak mau mencatat cerita mereka dan hal ikhwal yang dialami oleh para pemuda penghuni gua itu, karena orang-orang Yahudi bertentangan de­ngan orang-orang Nasrani.

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan bahwa orang-orang Quraisy mengirimkan utusannya kepada pendeta-pendeta Yahudi di Madinah dengan maksud meminta berbagai saran dari mereka

untuk menguji kebenaran Rasulullah Saw. Maka mereka mengutus beberapa orang kaumnya untuk menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang berita para pemuda penghuni gua itu, kisah tentang Zul Qarnain,

dan pertanyaan mengenai roh.Dari riwayat ini tersimpulkan bahwa kisah para pemuda itu tercatat di dalam kitab-kitab Ahli Kitab, dan kejadian itu terjadi jauh sebelum agama Nasrani.Firman Allah Swt.:


وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}


dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdi­ri, lalu mereka berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi.”(Al-Kahfi: 14)Allah Swt. menceritakan tentang mereka, "Kami buat mereka dapat bertahan

dalam menentang kaumnya dan seluruh penduduk kota tempat tinggal mereka, serta Kami jadikan mereka dapat bersabar dan rela me­ninggalkan kehidupan makmur dan mewah yang bergelimang dengan kenikmatan di kalangan kaumnya."

Kalangan Mufassirin —baik dari golongan ulama Salaf maupun Khalaf, bukan hanya seorang dari mereka— mengatakan bahwa mereka (yakni para pemuda itu) terdiri atas kalangan anak-anak para pembesar Kerajaan Romawi

dan pemimpinnya. Disebutkan pula bahwa pada suatu hari mereka keluar menuju tempat perayaan kaumnya; setiap tahun kaum­nya selalu mengadakan perayaan di suatu tempat yang terletak di luar kota mereka.Mereka adalah

para penyembah berhala dan Tagut, dan selalu meng­adakan kurban penyembelihan hewan untuk berhala sesembahan mereka. Raja mereka saat itu adalah seorang yang diktator lagi keras kepala, bernama Dekianus.

Ia menganjurkan rakyatnya untuk melakukan hai tersebut, menyeru serta memerintah mereka Untuk menyembah berhala dan berkurban untuk berhala.Ketika orang-orang keluar menuju tempat pertemuan mereka dalam hari raya itu,

para pemuda tersebut ikut keluar bersama bapak-bapak mereka dan kaumnya untuk menyaksikan apa yang diperbuat oleh kaum­nya dengan mata kepala sendiri.Setelah menyaksikan perayaan itu, mereka mengetahui bahwa

apa yang dilakukan oleh kaumnya —yaitu bersujud kepada berhala dan ber­kurban untuknya— tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi. Maka para pemuda itu melolos­kan diri

masing-masing dari kaumnya dan memisahkan diri di tempat yang terpisah jauh dari mereka. Pada mulanya seseorang dari mereka duduk bernaung di bawah pohon, lalu datanglah pemuda lain ikut duduk bergabung dengannya.

Kemudian datang lagi pemuda yang lain. Demikianlah seterusnya hingga semuanya berkumpul di tempat tersebut, tanpa saling mengenal di antara sesama mereka.Sesungguhnya motivasi yang mendorong mereka berkumpul di tempat itu

tiada lain dorongan hati mereka yang beriman, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara ta'liq, melalui hadis Yahya ibnu Sa’id, dari Amrah, dari Siti Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدة، فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ، وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ"


Roh-roh itu bagaikan tentara yang terlatih; maka yang mana di antaranya yang kenal akan menjadi rukun, dan yang mana di antaranya yang tidak kenal akan bertentangan.Imam Muslim telah mengetengahkan pula hadis ini

di dalam kitab sahih­nya melalui riwayat Suhail, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. dan orang-orang mengatakan bahwa kebangsaan adalah motivasi persatuan.Masing-masing dari mereka menutup diri dari yang lainnya

karena takut pribadinya terbuka, sedangkan dia tidak mengetahui apakah teman­nya itu seakidah dengannya ataukah tidak? Akhirnya salah seorang dari mereka memberanikan diri mengatakan, "Hai kaumku, kalian mengetahui, demi Allah,

sesungguhnya tiada yang menjauhkan kalian dari kaum kalian hingga kalian memisahkan diri dari mereka kecuali karena suatu alasan, maka hendaklah kita mengutarakan tujuannya masing-masing."Seseorang dari mereka menjawab,

"Sesungguhnya saya, demi Allah, setelah melihat apa yang dilakukan oleh kaum saya menyimpulkan bahwa apa yang mereka lakukan itu batil. Karena sesungguhnya yang berhak disembah semata dan tidak boleh dipersekutukan

dengan sesuatu hanyalah Allah, Yang telah menciptakan langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya."Yang lainnya mengatakan, "Saya pun mempunyai pemikiran yang sama dengan apa yang dia katakan,"

dan yang lainnya lagi mengatakan hal yang sama, hingga mereka semua sepakat dalam suatu kalimat dan ternyata mereka senasib dan sepenanggungan; mereka menjadi bersauda­ra yang sebenarnya dalam ikatan iman.

Lalu mereka membangun sebuah tempat peribadatan untuk menyembah Allah.Tetapi kaum mereka mengetahuinya dan melaporkan keadaan mere­ka kepada raja mereka. Raja memanggil mereka, lalu menanyai urusan mereka

dan apa yang sedang mereka lakukan. Mereka menjawab dengan jawaban yang benar dan menyeru raja untuk menyembah Allah Swt. karena itulah dalam ayat ini disebutkan melalui firman-Nya:


{وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا}


dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdi­ri, lalu mereka berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia." (Al-Kahfi: 14)Kata lan menunjukkan makna negatif

untuk selamanya, yakni kami sama sekali tidak akan melakukan penyembahan kepada selain-Nya untuk sela­ma-lamanya. Karena sesungguhnya jika kami berbuat demikian, tentulah apa yang kami lakukan itu adalah hal yang batil. Maka pada akhir ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا}


"Sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan per­kataan yang amat jauh dari kebenaran.” (Al-Kahfi: 14)Yakni batil, dusta, dan bohong.


{هَؤُلاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَوْلا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ}


Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka).” (Al-Kahfi: 15)

Dengan kata lain, tidaklah mereka mengemukakan alasan yang jelas dan benar untuk membuktikan kebenaran pendapat mereka yang demikian itu.


{فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا}


Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah? (Al-Kahfi: 15)Sebenarnya merekalah orang-orang yang aniaya lagi dusta dalam ucapan­nya yang demikian itu.

Alkisah, tatkala raja mereka diseru dan diajak oleh mereka untuk beriman kepada Allah, ia menolak dan bahkan mengancam serta mena­kut-nakuti mereka dengan mengeluarkan perintah agar pakaian tradisi kaum mereka

dilucuti dari diri mereka. Kemudian raja memberi mereka masa tangguh untuk memikirkan perihal mereka, barangkali saja mereka mau kembali kepada agama kaumnya.Kesempatan ini merupakan belas kasihan dari Allah kepada mereka,

yang kemudian mereka jadikan saat untuk melarikan diri dari raja mereka dengan membawa agama mereka agar selamat dari fitnah.Memang sikap demikianlah yang diperintahkan oleh syariat di saat fitnah melanda manusia,

yaitu hendaknya seseorang melarikan diri dari mereka demi menyelamatkan agamanya, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis berikut ini:


"يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ خيرُ مَالِ أَحَدِكُمْ غَنَمًا يَتْبَعُ بِهَا شَغَفَ الْجِبَالِ وَمَوَاقِعَ القَطْر، يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنَ الْفِتَنِ"


Sudah dekat masanya akan terjadi harta yang paling baik bagi seseorang di antara kalian ialah ternak yang ia bawa menelu­suri lereng-lereng bukit dan tempat-tempat turunnya hujan, me­larikan diri dari fitnah

demi menyelamatkan agamanya.Dalam keadaan seperti itu disyariatkan mengisolasi diri dari manusia, la­in dari itu tidak, karena dengan begitu berarti memisahkan diri dari jamaah dan persatuan.

Setelah tekad mereka bulat untuk lari meninggalkan kaumnya, maka Allah Swt. memudahkan mereka melakukan demikian, seperti yang diki­sahkan dalam firman-Nya:


{وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلا اللَّهَ}


Dan apabila kalian meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah. (Al-Kahfi: 16)Yakni bila kalian menentang mereka dan memisahkan diri dari mereka dalam hal beragama, maka pisahkanlah diri kalian dari rrereka.


{فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ}


maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu. niscaya Tuhan kalian akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya. (Al-Kahfi: 16)Artinya, Tuhan kalian pasti akan melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian dan menyembunyikan kalian dari kaum kalian.


{وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ}


dan menyediakan bagi kalian dalam urusan kalian. (Al-Kahfi: 16) yang sedang kalian kerjakan.


{مِرفَقًا}


sesuatu yang berguna. (Al-Kahfi: 16)Yakni hal yang berguna dan bermanfaat bagi tujuan kalian. Maka pada saat itulah mereka melarikan diri dari kaumnya dan berlindung di dalam sebuah gua.

Ketika kaum mereka merasa kehilangan mereka, raja mereka mencari-cari mereka. Menurut suatu riwayat, si raja tidak berhasil mene­mukan mereka karena Allah menjadikan mata raja itu tidak dapat melihat mereka,

seperti yang Dia lakukan kepada Nabi Muhammad Saw. dan sahabat Abu Bakar As-Siddiq, saat keduanya bersembunyi di dalam gua Sur. Orang-orang musyrik Quraisy datang mencari mereka berdua,

tetapi mereka tidak dapat menemukan keduanya, padahal mereka mele­wati jalan yang dilalui keduanya. Saat-itu Nabi Saw. melihat ketakutan yang mencekam diri sahabat Abu Bakar melalui kata-katanya yang ber­ucap,

"Wahai Rasulullah, seandainya seseorang dari mereka melihat ke arah tempat telapak kakinya, tentulah dia dapat melihat kita." Tetapi Rasulullah Saw. bersabda:


"يَا أَبَا بَكْرٍ، مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللَّهُ ثَالِثُهُمَا؟ "


Hai Abu Bakar, apakah yang mengkhawatirkanmu terhadap dua orang, sedangkan yang ketiganya adalah Allah? Peristiwa itu disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


{إِلا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ}


Jikalau kalian tidak menolongnya (Muhammad), maka sesung­guhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengusirnya (dari Mekah), sedangkan dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya

berada da­lam gua, di waktu dia berkala kepada temannya, "Janganlah kamu berdukacita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara

yang kalian tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi, Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 40)Kisah gua tempat Nabi Saw.

bersembunyi lebih mulia, lebih terhormat, lebih besar, dan lebih mengagumkan daripada kisah para pemuda penghuni gua itu.Menurut suatu pendapat, kaum para pemuda itu dapat menemukan mereka, lalu mereka berdiri di depan pintu gua

tempat para pemuda ber­sembunyi. Kaum mereka berkata, "Kami tidak menginginkan menghu­kum mereka dengan hukuman yang lebih berat daripada apa yang mereka perbuat terhadap diri mereka sendiri." Kemudian raja mereka

memerin­tahkan agar gua itu ditimbun dan ditutup pintunya agar mereka binasa di dalamnya. Maka kaum para pemuda itu melaksanakan perintah rajanya. Akan tetapi, pendapat ini perlu dipertimbangkan kebenarannya.

Hanya Allah-lah yang lebih mengetahui kebenarannya, karena sesungguhnya Allah telah menceritakan bahwa matahari dapat menyinari mereka mela­lui pintu gua di setiap pagi dan petang, seperti yang disebutkan di dalam ayat berikut.

Surat Al-Kahf |18:14|

وَرَبَطْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَٰهًا ۖ لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا

wa robathnaa 'alaa quluubihim iż qoomuu fa qooluu robbunaa robbus-samaawaati wal-ardhi lan nad'uwa min duunihiii ilaahal laqod qulnaaa iżan syathothoo

dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu mereka berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi, kami tidak menyeru Tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran."

And We made firm their hearts when they stood up and said, "Our Lord is the Lord of the heavens and the earth. Never will we invoke besides Him any deity. We would have certainly spoken, then, an excessive transgression.

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami telah meneguhkan hati mereka) Kami memperkuat hati mereka berpegangan kepada kalimat yang hak (di waktu mereka berdiri)di hadapan raja mereka yang menyuruh mereka

supaya bersujud kepada berhala-berhala (lalu mereka berkata, "Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru kepada selain-Nya) yakni selain Allah

(sebagai Tuhan, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran)" perkataan yang keterlaluan lagi sangat kafir jika seumpamanya kami menyeru kepada tuhan selain Allah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 14 |

Penjelasan ada di ayat 13

Surat Al-Kahf |18:15|

هَٰؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً ۖ لَوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ ۖ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا

haaa`ulaaa`i qoumunattakhożuu min duunihiii aalihah, lau laa ya`tuuna 'alaihim bisulthoonim bayyin, fa man azhlamu mim maniftaroo 'alallohi każibaa

Mereka itu kaum kami yang telah menjadikan tuhan-tuhan (untuk disembah) selain Dia. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas (tentang kepercayaan mereka)? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?

These, our people, have taken besides Him deities. Why do they not bring for [worship of] them a clear authority? And who is more unjust than one who invents about Allah a lie?"

Tafsir
Jalalain

(Mereka) lafal 'Haaulaa-i' berkedudukan menjadi Mubtada (kaum kami ini) menjadi Athaf Bayan (telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan. Mengapa tidak)

(mereka mengemukakan atas perbuatan mereka itu) atas penyembahan yang mereka lakukan itu (alasan yang terang) hujah yang jelas. (Siapakah yang lebih zalim)

maksudnya tidak ada seorang pun yang lebih zalim (daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah) yaitu dengan menisbatkan sekutu kepada Allah swt.

Lalu sebagian di antara pemuda itu berkata kepada sebagian yang lain:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 15 |

Penjelasan ada di ayat 13

Surat Al-Kahf |18:16|

وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرْفَقًا

wa iżi'tazaltumuuhum wa maa ya'buduuna illalloha fa`wuuu ilal-kahfi yansyur lakum robbukum mir roḥmatihii wa yuhayyi` lakum min amrikum mirfaqoo

Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu.

[The youths said to one another], "And when you have withdrawn from them and that which they worship other than Allah, retreat to the cave. Your Lord will spread out for you of His mercy and will prepare for you from your affair facility."

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila kamu meninggalkan mereka beserta apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Rabb kalian akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya

kepada kalian dan menyediakan sesuatu yang berguna bagi kalian dalam urusan kalian) Lafal mirfaqan dapat dibaca marfiqan artinya apa-apa yang menjadi keperluan kalian berupa makan siang dan makan malam.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 16 |

Penjelasan ada di ayat 13

Surat Al-Kahf |18:17|

وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَتْ تَزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِنْهُ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ۗ مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ ۖ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا

wa tarosy-syamsa iżaa thola'at tazaawaru 'ang kahfihim żaatal-yamiini wa iżaa ghorobat taqridhuhum żaatasy-syimaali wa hum fii fajwatim min-h, żaalika min aayaatillaah, may yahdillaahu fa huwal-muhtadi wa may yudhlil fa lan tajida lahuu waliyyam mursyidaa

Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan apabila matahari itu terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas di dalam (gua) itu. Itulah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barang siapa disesatkan-Nya, maka engkau tidak akan mendapatkan seorang penolong yang dapat memberi petunjuk kepadanya.

And [had you been present], you would see the sun when it rose, inclining away from their cave on the right, and when it set, passing away from them on the left, while they were [laying] within an open space thereof. That was from the signs of Allah. He whom Allah guides is the [rightly] guided, but he whom He leaves astray - never will you find for him a protecting guide.

Tafsir
Jalalain

(Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong) Lafal Tazaawaru dapat dibaca dengan memakai Tasydid atau Takhfif, artinya melenceng (dari gua mereka ke sebelah kanan)

ke arah sebelah kanan (dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri) yakni membiarkan mereka dan melewati mereka, hingga sinar matahari sama sekali tidak mengenai mereka

(sedangkan mereka berada di tempat yang luas dalam gua itu) yakni gua yang luas, sehingga mereka selalu mendapatkan tiupan angin yang segar lagi menyejukkan.

(Itu) yakni hal yang telah disebutkan (adalah sebagian tanda-tanda Allah) bukti-bukti yang menunjukkan akan kekuasaan-Nya.

(Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 17 |

Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa pintu gua itu menghadap ke arah utara, karena Allah Swt. menceritakan bahwa saat sinar matahari pagi masuk ke dalamnya condong ke arah kanan. Hal ini disebutkan oleh firman-Nya:


{ذَاتَ الْيَمِينِ}


ke sebelah kanan. (Al-Kahfi: 17)Yakni bayangan condong ke arah kanan gua. Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Tazawaru," yang artinya condong.

Demikian itu karena setiap kali mata­hari bertambah tinggi, maka sinarnya yang masuk ke dalam gua itu makin menyurut; sehingga manakala matahari sampai di pertengahan langit, maka tidak ada seberkas sinar pun yang langsung menyinari gua itu. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya:


{وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ}


dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke arah sebe­lah kiri. (Al-Kahfi: 17)Maksudnya, sinar matahari masuk ke dalam gua mereka dari arah kiri pintunya, sedangkan pintu gua itu berada di sebelah timurnya

(yakni arah yang berlawanan). Pengertian ini menunjukkan bahwa apa yang kami katakan adalah benar, bahwa pintu gua itu menghadap ke arah utara. Hal ini dapat dimengerti oleh orang yang merenungkannya secara menda­lam

serta berpengetahuan tentang arsitek dan falak.Dengan kata lain, seandainya pintu gua itu menghadap ke arah timur, tentulah sinar matahari tidak akan masuk ke dalamnya di saat matahari tenggelam. Seandainya pintu gua itu

menghadap ke arah kiblat, tentulah sinar matahari tidak akan dapat memasukinya, baik di saat terbit maupun di saat tenggelam; bayangan pintu gua pun tidak akan condong, baik ke arah kanan maupun ke arah kiri.

Dan seandainya pintu gua itu menghadap ke arah barat, tentu sinar matahari di saat terbitnya tidak dapat masuk ke dalam gua, melainkan baru memasukinya setelah matahari tergelincir dari tengah langit hingga terbenam.

Dengan demikian, berarti pintu gua itu jelas menghadap ke arah utara, seperti yang telah kami sebutkan di atas.Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Taqriduhum," artinya

menjauhi mereka. Allah Swt. telah memberitahukan kepada kita hal tersebut dan Dia bermaksud agar kita memahami dan merenungkannya, sekalipun Dia tidak menyebutkan kepada kita tentang tempat gua itu berada,

yakni di negeri mana adanya. Sebab tidak ada faedahnya bagi kita untuk mengetahuinya dan tidak ada kaitannya dengan tujuan syariat kita.Gua tempat para pemuda itu mengungsi kini telah diketemukan oleh para arkeolog Arab.

Ternyata gua itu berada di negeri Yordania, dekat dengan ibu kota negeri itu, (pent.).Sebagian ulama tafsir ada yang memaksakan diri, lalu mereka me­ngemukakan pendapat-pendapatnya. Dalam riwayat yang terdahulu dari Ibnu Abbas

telah disebutkan bahwa gua tersebut berada di dekat Ailah. Ibnu Ishaq mengatakan, gua tersebut berada di dekat Nainawi. Menurut pendapat yang lainnya, gua tersebut berada di negeri Romawi, dan penda­pat lainnya lagi

mengatakan bahwa gua itu berada di negeri Balkan.Memang di masa Ibnu Kasir menulis kitab tafsirnya ini gua tersebut masih misteri, tetapi Alhamdulillah sekarang tempat mereka telah dikete­mukan berkat usaha pencarian yang gigih

dari tim arkeolog Arab negeri Yordania. Sekarang gua itu ternyata ditemukan berada di negeri Yordania, bahkan tidak jauh dari kota Amman, ibu kota Yordania, (pent.).Selanjutnya Ibnu Kasir mengatakan,

seandainya mengetahui gua itu mengandung maslahat agama bagi kita, tentulah Allah dan Rasul-Nya memberikan petunjuk kepada kita tempat gua itu berada. Karena Rasulullah Saw. sendiri telah bersabda:


"مَا تَرَكْتُ شَيْئًا يُقَرِّبُكُمْ إِلَى [الْجَنَّةِ] وَيُبَاعِدُكُمْ مِنَ النَّارِ، إِلَّا وَقَدْ أَعْلَمْتُكُمْ بِهِ"


Aku tidak meninggalkan sesuatu pun yang mendekatkan kalian kepada surga dan menjauhkan kalian dari neraka, melainkan aku beritahukan kalian mengenainya.Allah Swt. hanya memberitahukan kepada kita tentang ciri khas gua itu, tidak menyebutkan tempat keberadaannya. Allah Swt. berfirman:


{وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَتْ تَزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ}


Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka. (Al-Kahfi: 17)Menurut Malik, dari Ibnu Zaid ibnu Aslam, makna tazawaru artinya condong.


{ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِنْهُ}


ke sebelah kanan; dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri, sedangkan mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. (Al-Kahfi: 17)Yakni mereka berada di bagian dalam gua itu di tempat yang luas,

terhindar dari sengatan matahari; sebab seandainya sinar matahari mengenai tubuh mereka, tentulah panasnya yang menyengat, membakar tubuh dan pakaian mereka, menurut Ibnu Abbas.


{ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ}


Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Allah. (Al-Kahfi: 17)Allah telah menunjukkan gua itu kepada mereka yang membuat mereka tetap hidup, sedangkan matahari dan angin masuk ke dalam gua itu agar tubuh mereka tetap utuh. Karena itulah Allah Swt. berfirman:


{ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ}


Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Allah. (Al-Kahfi: 17)Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:


{مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا}


Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk. (Al-Kahfi: 17), hingga akhir ayat.Yakni Allah-lah yang telah memberi petunjuk para pemuda itu ke jalan yang lurus di antara kaumnya.

Karena sesungguhnya orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dialah yang mendapat petunjuk sesungguhnya. Dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tiada seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.

Surat Al-Kahf |18:18|

وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌ ۚ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ ۖ وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ ۚ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا

wa taḥsabuhum aiqoozhow wa hum ruquuduw wa nuqollibuhum żaatal-yamiini wa żaatasy-syimaali wa kalbuhum baasithun żiroo'aihi bil-washiid, lawiththola'ta 'alaihim lawallaita min-hum firoorow wa lamuli`ta min-hum ru'baa

Dan engkau mengira mereka itu tidak tidur, padahal mereka tidur, dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka membentangkan kedua lengannya di depan pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka, tentu kamu akan berpaling melarikan (diri) dari mereka dan pasti kamu akan dipenuhi rasa takut terhadap mereka.

And you would think them awake, while they were asleep. And We turned them to the right and to the left, while their dog stretched his forelegs at the entrance. If you had looked at them, you would have turned from them in flight and been filled by them with terror.

Tafsir
Jalalain

(Dan kamu akan mengira mereka itu) seandainya kamu melihat mereka (adalah orang-orang yang bangun) yakni tidak tidur, karena mata mereka terbuka.

Lafal Ayqaazhan adalah bentuk jamak dari lafal tunggal Yaqizhun (padahal mereka adalah orang-orang yang tidur) lafal Ruquudun adalah bentuk jamak daripada lafal Raqidun

(dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan kiri) supaya daging mereka tidak dimakan oleh tanah (sedangkan anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya)

kedua kaki depannya (di muka pintu gua) ke luar mulut gua itu, dan apabila mereka membalikkan badannya, maka anjing itu pun berbuat yang sama, ia pun sama tidur dengan mereka walaupun matanya terbuka.

(Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah hati kamu akan dipenuhi) lafal Muli'ta dapat pula dibaca Mulli'ta

(dengan ketakutan terhadap mereka) lafal Ru'ban dapat pula dibaca Ru'uban; Allah memelihara mereka dengan menimpakan rasa takut

kepada setiap orang yang hendak memasuki gua tempat mereka, sehingga mereka terpelihara dengan aman.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 18 |

Sebagian ahli 'ilmu mengatakan bahwa setelah Allah menimpakan tidur pada telinga mereka, mata mereka tidak terkatup, agar matanya tidak rusak. Karena apabila mata dalam keadaan terbuka, berarti selalu menda­pat hawa (udara),

dan itu lebih merawatnya. Karena itulah dalam firman-Nya disebutkan: wasid artinya pintu gua. Menurut pendapat yang lain, makna al-wasid ialah tanah. Tetapi pendapat yang benar ialah yang mengartikan halaman dan pintu gua. Termasuk ke dalam pengertian ini finnan Allah Swt. yang mengatakan:


{إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ}


Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka. (Al-Humazah: 8)Yakni tertutup mengunci mereka di dalamnya. Dikatakan pula asid semak­na dengan wasid. Anjing mereka mendekam di depan pintu seperti ke­biasaan anjing lainnya.

Ibnu Juraij mengatakan bahwa anjing menjaga pintu gua mereka, dan hal itu sudah menjadi watak dan tabiat anjing. Anjing mendekam di depan pintu gua mereka seakan-akan sedang menja­ga mereka. Tempat mendekam anjing itu

berada di luar gua, karena ma­laikat tidak mau memasuki suatu rumah yang di dalamnya terdapat anjing, seperti yang telah disebutkan dalam hadis sahih. Malaikat tidak mau pu­la memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar

(patung), orang yang berjinabah, juga orang kafir, seperti yang telah disebutkan di dalam hadis yang berpredikat hasan.Berkah mereka mencakup anjing mereka sehingga anjing itu pun terkena tidur seperti yang menimpa diri mereka,

sedangkan anjing itu berada dalam posisinya. Demikianlah faedah dan manfaat berteman de­ngan orang-orang saleh, sehingga anjing ini menjadi terkenal dan disebut-sebut serta menjadi buah tutur.Menurut suatu pendapat anjing itu

adalah anjing berburu milik salah seorang pemuda itu.Menurut pendapat yang lain, anjing itu adalah milik juru masak raja, lalu juru masak itu bergabung dengan mereka dan anjingnya mengikutinya. Juru masak tersebut seagama

dan seiman dengan para pemuda itu. Akan tetapi, pendapat yang mirip dengan kebenaran ialah yang pertama tadi, yaitu milik salah seorang pemuda itu.Al-Hafiz ibnu Asakir telah meriwayatkan di dalam biografi

Hammam ibnul Wal id Ad-Dimasyqi, bahwa telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Umar Al-Gassani, telah menceritakan kepada kami Abbad Al-Minqari; ia pernah mendengar Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa nama domba

yang disembelih Nabi Ibrahin a.s. ialah Jarir, nama burung hudhud Nabi Sulaiman a.s. ialah 'Unfuz, nama anjing para pemuda peng­huni gua adalah Qitmir, dan nama anak lembu yang disembah kaum Ba­ni Israil ialah Bahmut.

Nabi Adam a.s. diturunkan (dari surga) ke India, sedangkan Siti Hawa diturunkan di Jeddah; iblis diturunkan di Desbisan, sedangkan ular (yang menggoda Nabi Adam dan Siti Hawa) diturunkan di Asfahan.

Dalam riwayat yang terdahulu dari Syu'aib Al-Jibai telah disebutkan bahwa nama anjing itu adalah Hamran.Para ulama berbeda pendapat tentang warna bulu anjing itu. Pendapat mereka berbeda-beda, tetapi tidak ada faedahnya

dan tidak penting, bah­kan termasuk hal yang dilarang karena semuanya hanya berdasarkan dugaan belaka, tanpa sandaran: Firman Allah Swt.:


{لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا}


Dan jika kamu menyaksikan mereka, tentulah kamu akan ber­paling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka. (Al-Kahfi: 18)

Yakni Allah Swt. menyelimuti diri mereka dengan wibawa, sehingga tia­da seorang pun yang melihat mereka melainkan hatinya akan merasa takut. Allah telah melindungi mereka dengan rasa takut dan wibawa yang hebat,

agar tiada seorang pun berani mendekati mereka dan tiada suatu tangan pun yang dapat menyentuh mereka, hingga tiba masa terba­ngunnya mereka dari tidurnya, sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah Swt.,

karena dalam peristiwa itu terkandung hikmah dan bukti yang jelas (tentang kekuasaan Allah) dan rahmat yang luas.

Surat Al-Kahf |18:19|

وَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ ۚ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا

wa każaalika ba'aṡnaahum liyatasaaa`aluu bainahum, qoola qooo`ilum min-hum kam labiṡtum, qooluu labiṡnaa yauman au ba'dho yauum, qooluu robbukum a'lamu bimaa labiṡtum, fab'aṡuuu aḥadakum biwariqikum haażihiii ilal-madiinati falyanzhur ayyuhaaa azkaa tho'aaman falya`tikum birizqim min-hu walyatalaththof wa laa yusy'ironna bikum aḥadaa

Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, "Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?" Mereka menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari." Berkata (yang lain lagi), "Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun.

And similarly, We awakened them that they might question one another. Said a speaker from among them, "How long have you remained [here]?" They said, "We have remained a day or part of a day." They said, "Your Lord is most knowing of how long you remained. So send one of you with this silver coin of yours to the city and let him look to which is the best of food and bring you provision from it and let him be cautious. And let no one be aware of you.

Tafsir
Jalalain

(Dan demikianlah) yang telah Kami perbuat terhadap Ashhabul Kahfi, seperti yang telah Kami sebutkan tadi (Kami bangunkan mereka) Kami bangkitkan mereka

(agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri) tentang keadaan mereka dan lamanya masa menetap mereka di dalam gua itu

(Berkatalah seorang di antara mereka, "Sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini" Mereka menjawab, "Kita berada di sini sehari atau setengah hari)"

sebab mereka memasuki gua ketika matahari mulai terbit, dan mereka bangun sewaktu matahari terbenam, maka oleh karena itu mereka menduga bahwa saat itu adalah terbenamnya matahari,

kemudian (berkata sebagian yang lainnya lagi) seraya menyerahkan pengetahuan hal tersebut kepada Allah (Rabb kalian lebih mengetahui berapa lamanya kalian berada di sini,

maka suruhlah salah seorang di antara kalian dengan membawa uang perak kalian ini) lafal Wariqikum dapat pula dibaca Warqikum, artinya uang perak kalian ini (pergi ke kota)

menurut suatu pendapat dikatakan bahwa kota tersebut yang sekarang dinamakan Tharasus (dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik) artinya,

manakah makanan di kota yang paling halal (maka hendaklah dia membawa makanan itu untuk kalian, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan hal kalian kepada seseorang pun).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 19 |

Tafsir ayat 19-20

Allah Swt. menyebutkan, "Sebagaimana Kami buat mereka tertidur, Kami bangunkan mereka seperti sedia kala. Tubuh mereka dalam keadaan sehat, rambut dan kulit mereka seperti sedia kala saat mereka tertidur.

Tiada sesuatu pun yang kurang atau berubah dari keadaan mereka, pada­hal lamanya tidur mereka tiga abad lebih sembilan tahun." Karena itulah mereka saling bertanya di antara sesamanya, seperti yang disitir oleh firman-Nya:


{كَمْ لَبِثْتُمْ}


Sudah berapa lamakah kalian berada (di sini)? (Al-Kahfi: 19) Yakni berapa lamakah kalian tidur di tempat ini?


{قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ}


Mereka menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari." (Al-Kahfi: 19)Demikian itu karena ketika mereka masuk ke dalam gua itu hari masih pagi, dan mereka terbangun ketika hari telah sore. Karena itulah mereka dalam jawabannya memakai kata atau, seperti yang disitir oleh firman-Nya:


{أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ}


"...atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi), "Tuhan kita lebih mengetahui berapa lamanya kita berada (di sini). (Al-Kahfi: 19)Maksudnya, hanya Allah-lah yang lebih mengetahui urusan kalian. Se­akan-akan terjadi kebimbangan

di kalangan mereka tentang lamanya masa tidur mereka, hanya Allah yang lebih mengetahui. Kemudian akhir­nya mereka mengalihkan perhatiannya kepada urusan yang lebih penting bagi mereka saat itu, yaitu mencari makanan dan minuman buat mereka, karena mereka sangat memerlukannya. Untuk itu mereka berkata:


{فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ}


Maka suruhlah salah seorang di antara kita pergi ke kota de­ngan membawa uang perak kita ini. (Al-Kahfi: 19).Yaitu uang perak kalian ini. Demikian itu karena saat mereka pergi memba­wa sejumlah uang dirham perak dari rumahnya

masing-masing untuk bekal keperluan mereka. Di tengah jalan mereka menyedekahkan sebagiannya, dan sisanya mereka bawa. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ}


Maka suruhlah salah seorang di antara kalian pergi ke kota dengan membawa uang perak kalian ini. (Al-Kahfi: 19) Yakni kota yang telah kalian tinggalkan. Alif dan lam dalam lafaz Al-Madinah menunjukkan makna 'Ahd, yakni sudah diketahui oleh lawan bicara, yaitu kota bekas tempat tinggal mereka.


{فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا}


dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik. (Al-Kahfi: 19)Azka ta'aman, makanan yang bersih. Makna yang dimaksud ialah yang halal lagi baik. Seperti pengertian yang ada dalam firman-Nya:


{وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا}


Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepa­da kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kalian bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya. (An-Nur:21)Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:


{قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى}


Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). (Al-A'la: 14)Termasuk ke dalam pengertian ini zakat, karena zakat membersihkan dan menyucikan harta benda (dari kekotorannya).

Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud dari ayat ini ialah yang terbanyak ma­kanannya. Seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan mereka, "Zakaz zar'u," artinya tanaman itu banyak hasilnya. Seorang penyair dari mereka mengatakan dalam bait syairnya:


قَبَاِئُلنا سَبْعٌ وَأَنْتُمْ ثَلاثَةٌ ... وَللسَّبْعُ أزْكَى مِنْ ثَلاثٍ وَأطْيَبُ ...


Puak kabilah kami ada tujuh, sedangkan puak kalian hanya tiga; sudah barang tentu tujuh itu jauh lebih banyak dan lebih baik dari tiga.Pendapat yang benar adalah yang pertama tadi, karena yang dimaksudkan oleh mereka hanyalah makanan yang halal lagi baik, tanpa memandang sedikit atau banyaknya. Firman Allah Swt.:


{وَلْيَتَلَطَّفْ}


dan hendaklah dia berlaku lemah lembut. (Al-Kahfi: 19)Yakni bersikap ekstra hati-hati dalam pulang perginya dan saat berbelanja. Mereka mengatakan bahwa hendaklah ia menyembunyikan identitas pri­badinya dengan segala upaya yang mampu dilakukannya.


{وَلا يُشْعِرَنَّ}


dan janganlah sekali-kali menceritakan hal kalian. (Al-Kahfi: 19)Artinya, jangan sampai ada orang yang mengetahui tentang hal ikhwal kalian.


{بِكُمْ أَحَدًا إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ}


kepada seorang pun. Sesungguhnya jika mereka dapat menge­tahui tempat kalian, niscaya mereka akan melempar kalian dengan batu. (Al-Kahfi: 19-20) Yaitu jika mereka dapat mengetahui tempat tinggal kalian.


{يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ}


niscaya mereka akan melempar kalian dengan batu atau me­maksa kalian kembali kepada agama mereka. (Al-Kahfi: 20) Yang dimaksud dengan mereka ialah para pembantu Dekianius. Para pemuda itu sangat takut kepada mereka

bila mereka mengetahui tempat tinggalnya. Mereka pasti akan menyiksa para pemuda itu dengan berbagai macam siksaan hingga para pemuda itu mau kembali kepada agama mereka; atau kalau menolak, para pemuda itu pasti mati.

Dan jika para pemuda itu menyetujui kembali kepada agama mereka, tentulah para pemuda itu tidak akan mendapat keberuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا}


dan jika demikian, niscaya kalian tidak akan beruntung selama-lamanya. (Al-Kahfi: 20)

Surat Al-Kahf |18:20|

إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا

innahum iy yazh-haruu 'alaikum yarjumuukum au yu'iiduukum fii millatihim wa lan tufliḥuuu iżan abadaa

Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempari kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya."

Indeed, if they come to know of you, they will stone you or return you to their religion. And never would you succeed, then - ever."

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempat kalian, niscaya mereka akan melempar kalian dengan batu) niscaya mereka akan membunuh kalian dengan lemparan batu

(atau memaksa kalian kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kalian tidak akan beruntung) yakni jika kalian kembali kepada agama mereka (selama-lamanya)".

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 20 |

Penjelasan ada di ayat 19

Surat Al-Kahf |18:21|

وَكَذَٰلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ ۖ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِمْ بُنْيَانًا ۖ رَبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ ۚ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا

wa każaalika a'ṡarnaa 'alaihim liya'lamuuu anna wa'dallohi ḥaqquw wa annas-saa'ata laa roiba fiihaa, iż yatanaaza'uuna bainahum amrohum fa qoolubnuu 'alaihim bun-yaanaa, robbuhum a'lamu bihim, qoolallażiina gholabuu 'alaaa amrihim lanattakhiżanna 'alaihim masjidaa

Dan demikian (pula) Kami perlihatkan (manusia) dengan mereka, agar mereka tahu, bahwa janji Allah benar, dan bahwa (kedatangan) hari Kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika mereka berselisih tentang urusan mereka maka mereka berkata, "Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka." Orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, "Kami pasti akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atasnya."

And similarly, We caused them to be found that they [who found them] would know that the promise of Allah is truth and that of the Hour there is no doubt. [That was] when they disputed among themselves about their affair and [then] said, "Construct over them a structure. Their Lord is most knowing about them." Said those who prevailed in the matter, "We will surely take [for ourselves] over them a masjid."

Tafsir
Jalalain

(Dan demikianlah) sebagaimana Kami bangunkan mereka (Kami memperlihatkan) (kepada mereka) yakni kaum Ashhabul Kahfi dan kaum Mukminin pada umumnya

(agar mereka mengetahui) artinya khusus bagi kaum Ashhabul Kahfi (bahwa janji Allah itu) yaitu adanya hari berbangkit (benar) dengan kesimpulan, bahwa Allah Yang Maha Kuasa mematikan mereka

dalam masa yang sangat lama, kemudian mereka tetap utuh sekalipun tanpa makan dan minum, maka Dia Maha Kuasa pula untuk menghidupkan orang-orang yang sudah mati

(dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan) (padanya. Ketika) lafal Idz ini menjadi Ma'mul daripada lafal A'tsarnaa (orang-orang itu berselisih)

orang-orang Mukmin dan orang-orang kafir (tentang urusan mereka) maksudnya mengenai perkara para pemuda itu dalam hal bangunan yang akan didirikan di sekitar tempat Ashhabul Kahfi itu

(orang-orang itu berkata) yakni orang-orang kafir (Dirikanlah di atas gua mereka) di sekitar tempat mereka (sebuah bangunan) untuk menutupi mereka

(Rabb mereka lebih mengetahui tentang mereka". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata,) yang dimaksud adalah yang menguasai perkara para pemuda tersebut,

yaitu orang-orang yang beriman, ("Sesungguhnya kami akan mendirikan di atasnya) yakni di sekitarnya (sebuah rumah peribadatan.")

tempat orang-orang melakukan sholat; akhirnya dibuatlah sebuah rumah peribadatan di pintu gua tersebut.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 21 |

Firman Allah Swt.:


{وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ}


Dan demikian (pula) Kami pertemukan (manusia) dengan mere­ka. (Al-Kahfi: 21)Yakni Kami memperlihatkan mereka kepada manusia.


{لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا}


agar manusia itu mengetahui bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. (Al-Kahfi: 21)Bukan hanya seorang saja dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa di masa itu

para penduduk masih meragukan tentang hari berbangkit dan hari kiamat.Ikrimah mengatakan, di antara mereka ada segolongan orang yang berpendapat bahwa yang dibangkitkan hanyalah arwah, sedangkan jasad tidak dibangkitkan.

Maka Allah Swt. mengirimkan para pemuda penghuni gua itu sebagai hujah, bukti, dan tanda yang menunjukkan hal tersebut, bahwa Allah membangkitkan jasad dan roh.Para ulama menyebutkan bahwa ketika salah seorang

dari para pe­muda itu hendak berangkat menuju Madinah guna membeli sesuatu ma­kanan yang mereka perlukan, ia mengubah dirinya dan keluar dengan langkah yang sangat hati-hati hingga sampai di kota itu.

Mereka menye­butkan bahwa nama pemuda yang berangkat ke kota itu adalah Daksus. Ia menduga bahwa dirinya masih belum lama meninggalkan kota tersebui. padahal penduduk kota itu telah berganti, generasi demi generasi,

abad demi abad, dan umat demi umat, serta semua keadaan negeri telah beru­bah berikut dengan para penduduknya, seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:


أَمَّا الدّيارُ فَإنَّها كَديارهِم ... وَأرَى رجالَ الحَي غَيْرَ رجَاله ...


Adapun tempat-tempat tinggal mereka, sama dengan tempat-tempat tinggal mereka di masa lalu, hanya orang-orang yang menghuninya bukanlah orang-orang yang seperti dahulu.Maka ia tidak melihat sesuatu pun

dari tanda-tanda kota itu yang telah dikenalnya; tiada seorang manusia pun yang mengenalnya, baik dari ka­langan orang-orang khususnya maupun kalangan awamnya. Dia tampak kebingungan dan berkata kepada dirinya sendiri,

"Barangkali saya terkena penyakit gila, atau kesambet setan, atau sedang dalam mimpi." Tetapi ia menjawab sendiri, "Demi Allah, saya tidak tertimpa sesuatu pun dari itu; dan sesungguhnya kota ini baru saya tinggalkan kemarin sore,

tetapi ke­adaannya bukan seperti sekarang ini." Lalu ia berkata kepada dirinya sendiri, "Sebaiknya saya selesaikan urusan saya dengan segera, lalu meninggalkan kota ini."Kemudian ia mendekati seseorang yang sedang menjual makanan,

dan ia menyerahkan mata uang yang dibawanya kepada penjual makanan itu, lalu ia meminta kepadanya agar menukarnya dengan makanan. Tetapi ketika penjual makanan itu melihat mata uang yang diterimanya,

kontan ia terheran-heran dan tidak mau menerimanya. Maka ia berikan uang itu kepada tetangganya yang juga menjual makanan, sehingga akhirnya mata uang itu berkeliling di antara para penjual makanan, dan mereka mengatakan,

"Barangkali orang ini telah menemukan harta karun yang terpendam."Mereka bertanya kepadanya tentang identitas pribadinya, berasal dari manakah mata uang ini, barangkali ia menemukan harta karun; dan siapakah sebenarnya dia.

Ia menjawab, "Saya berasal dari penduduk kota ini, dan saya baru meninggalkan kota ini kemarin sore, sedangkan yang menjadi raja kota ini adalah Dekianius."Mereka menilainya sebagai orang gila. Akhirnya mereka membawa­nya

ke hadapan penguasa kota dan pemimpin mereka. Lalu pemimpin kota itu menanyainya tentang identitas pribadinya dan urusannya serta kisah dirinya, karena si pemimpin merasa bingung dengan keadaan dan sikap

orang yang ditanyainya itu.Setelah pemuda itu menceritakan semuanya, maka raja beserta pen­duduk kota itu ikut bersamanya ke gua tersebut. Setelah sampai di mulut gua, pemuda itu berkata kepada mereka,

"Biarkanlah aku masuk dahulu untuk memberitahukan kepada teman-temanku." Lalu ia masuk.Menurut suatu pendapat, mereka tidak mengetahui pemuda itu sete­lah masuk ke dalam gua, dan Allah menyembunyikan para pemuda itu

dari mereka. Dengan kata lain, mereka menghilang tanpa jejak dan tidak mengetahui lagi berita tentang mereka.Menurut pendapat yang lainnya lagi tidak begitu, bahkan mereka masuk menemui para pemuda itu dan melihat mereka,

serta raja menya­lami para pemuda penghuni gua itu dan memeluk mereka. Saat itu raja kota tersebut beragama Islam, namanya Yandusius. Para pemuda itu merasa gembira dengan kedatangan raja yang muslim dan mengajaknya

mengobrol karena rindu. Sesudah itu mereka berpamitan kepadanya dan mengucapkan salam kepadanya, lalu kembali ke tempat peraduan mereka, dan Allah mewafatkan mereka untuk selamanya.Qatadah mengatakan bahwa

Ibnu Abbas berangkat berperang ber­sama dengan Habib ibnu Maslamah. Mereka melewati sebuah gua di negeri Romawi, dan mereka melihat tulang-belulang manusia di dalamnya. Ada yang mengatakan bahwa tulang-belulang itu

adalah milik para pemuda penghuni gua. Maka Ibnu Abbas mengatakan, "Sesungguhnya tulang-belulang mereka telah hancur sejak lebih tiga ratus tahun yang silam." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Firman Allah Swt.:


{وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ}


Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka. (Al-Kahfi: 21)Yakni sebagaimana Kami buat mereka tidur, lalu Kami bangunkan mereka dalam keadaan utuh, maka Kami perlihatkan mereka kepada orang-orang yang ada di masa itu.


{لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ}


agar manusia itu mengetahui bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka. (Al-Kahfi: 21)Yaitu sehubungan

dengan masalah hari kiamat; di antara mereka ada orang-orang yang percaya dengan adanya hari kiamat, dan di antara mereka ada orang-orang yang tidak percaya. Maka Allah menjadikan munculnya para pemuda penghuni gua itu kepada mereka sebagai bukti bahwa hari berbangkit itu ada.


{فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِمْ بُنْيَانًا رَبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ}


orang-orang itu berkata, "Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.” (Al-Kahfi: 21)Maksudnya, marilah kita tutup pintu gua mereka, dan biarkanlah mereka dalam keadaan seperti itu.


{قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا}


Orang-orang yang berkuasa atas utusan mereka berkata, "Se­sungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya.” (Al-Kahfi: 21)Ibnu Jarir meriwayatkan dua pendapat sehubungan dengan hal ini.

Salah satunya mengatakan bahwa sebagian dari mereka adalah orang-orang muslim. Pendapat yang lainnya mengatakan, sebagian dari mereka adalah orang-orang musyrik. Hanya Allah yang lebih mengetahui kebenarannya.

Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa orang-orang yang Menga­takan demikian adalah para penguasa yanng berpengaruh di kalangan mereka. Akan tetapi, terpujikah perbuatan mereka itu? Untuk menjawab pertanyaan ini masih perlu adanya pertimbangan yang mendalam, mengi­ngat Nabi Saw. telah bersabda:


"لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ"


Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi dan orang-orang saleh mereka sebagai tempat peribadatan.Nabi Saw. mengucapkan demikian dengan maksud

memperingatkan ka­um muslim agar jangan berbuat seperti mereka.Telah diriwayatkan pula kepada kami dari Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a., bahwa ketika ia menjumpai kuburan Nabi Danial di masa pemerintahannya di Irak,

maka ia memerintahkan agar kuburan itu disembunyikan dari orang-orang, dan batu-batu bertulis (prasasti) yang mereka temukan di tempat itu agar dikubur. Prasasti tersebut berisikan kisah-kisah kepahlawanan dan lain-lainnya.

Surat Al-Kahf |18:22|

سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ ۖ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ ۚ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ ۗ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا

sayaquuluuna ṡalaaṡatur roobi'uhum kalbuhum, wa yaquuluuna khomsatun saadisuhum kalbuhum rojmam bil-ghoiib, wa yaquuluuna sab'atuw wa ṡaaminuhum kalbuhum, qur robbiii a'lamu bi'iddatihim maa ya'lamuhum illaa qoliil, fa laa tumaari fiihim illaa mirooo`an zhoohirow wa laa tastafti fiihim min-hum aḥadaa

Nanti (ada orang yang akan) mengatakan, "(Jumlah mereka) tiga (orang), yang keempat adalah anjingnya," dan (yang lain) mengatakan, "(Jumlah mereka) lima (orang), yang keenam adalah anjingnya," sebagai terkaan terhadap yang gaib, dan (yang lain lagi) mengatakan, "(Jumlah mereka) tujuh (orang), yang kedelapan adalah anjingnya." Katakanlah (Muhammad), "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka, tidak ada yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit." Karena itu janganlah engkau (Muhammad) berbantah tentang hal mereka, kecuali perbantahan lahir saja dan jangan engkau menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada siapa pun.

They will say there were three, the fourth of them being their dog; and they will say there were five, the sixth of them being their dog - guessing at the unseen; and they will say there were seven, and the eighth of them was their dog. Say, [O Muhammad], "My Lord is most knowing of their number. None knows them except a few. So do not argue about them except with an obvious argument and do not inquire about them among [the speculators] from anyone."

Tafsir
Jalalain

(Nanti mereka akan mengatakan) yaitu orang-orang yang berselisih pendapat di zaman Nabi saw. tentang bilangan para pemuda itu.

Atau dengan kata lain sebagian di antara mereka mengatakan bahwa jumlah mereka ada (tiga orang yang keempat adalah anjingnya dan yang lain mengatakan)

sebagian yang lain daripada mereka (lima orang dan yang keenam adalah anjingnya) kedua pendapat tersebut dikatakan oleh orang-orang Nasrani dari Najran

(sebagai terkaan terhadap barang yang gaib) hanya berlandaskan kepada dugaan belaka tanpa bukti yang nyata; kedua pendapat tersebut hanyalah main terka saja.

Lafal Rajman dinashabkan karena menjadi Maf'ul Lah, artinya: sebagai terkaan mereka terhadap barang yang gaib (dan yang lain lagi mengatakan) yakni orang-orang Mukmin

(Jumlah mereka, tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya) Jumlah ayat ini berkedudukan menjadi Mubtada, sedangkan Khabarnya adalah Sifat daripada lafal Sab'atun,

dengan ditambahi huruf Wawu sesudahnya. Menurut pendapat yang lain, berkedudukan menjadi Taukid, atau menunjukkan tentang menempelnya sifat kepada Maushufnya.

Dan disifatinya kedua pendapat yang tadi dengan istilah Ar-Rajmi yakni terkaan, berbeda dengan pendapat yang ketiga sekarang ini, hal ini menunjukkan bahwa pendapat yang ketiga

ini adalah pendapat yang sahih dan dibenarkan (Katakanlah, "Rabbku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui bilangan mereka kecuali sedikit")

Sahabat Ibnu Abbas r.a. mengatakan, "Saya adalah salah seorang daripada orang-orang yang sedikit itu." Selanjutnya ia menuturkan bahwa jumlah mereka ada tujuh orang.

(Karena itu janganlah kamu bertengkar) yakni memperdebatkan (tentang hal mereka, kecuali pertengkaran yang lahir saja) daripada sebagian apa yang diturunkan kepadamu

(dan jangan kamu menanyakan tentangnya) maksudnya kamu meminta penjelasan tentang Ashkabul Kahfi itu (dari mereka)

mempertanyakan kepada sebagian daripada orang-orang ahli kitab, yaitu orang-orang Yahudi (seseorang pun) pada suatu ketika penduduk Mekah menanyakan tentang kisah Ashhabul Kahfi itu.

Lalu Nabi saw. menjawab, "Saya akan menceritakannya kepada kalian besok", tanpa memakai kata Insya Allah, maka turunlah firman-Nya:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 22 |

Allah Swt. berfirman menceritakan tentang perselisihan pendapat di ka­langan orang-orang sehubungan dengan kisah para peronda penghuni gua itu. Pendapat mereka ada tiga, hal ini menunjukkan bahwa

tidak ada pendapat yang keempat; dan bahwa pendapat yang pertama dan yang kedua adalah lemah, sebab disebutkan oleh firman-Nya:


{رَجْمًا بِالْغَيْبِ}


sebagai terkaan terhadap barang yang gaib. (Al-Kahfi: 22)Yakni pendapat yang tidak berlandaskan kepada pengetahuan. Perihalnya sama dengan seseorang yang membidikkan anak panahnya ke arah yang tidak diketahuinya,

maka sesungguhnya lemparan panahnya itu tidak akan mengenai sasaran; dan jika mengenai sasaran, maka hanya karena kebe­tulan.Kemudian Allah Swt. menyebutkan pendapat yang ketiga, lalu tidak memberi komentar terhadapnya atau secara tidak langsung sebagai pe­ngakuan akan kebenarannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ}


yang kedelapan adalah anjingnya. (Al-Kahfi: 22)Hal ini menunjukkan kebenaran pendapat yang ketiga, dan bahwa memang itulah kenyataannya.Firman Allah Swt.:


{قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ}


Katakanlah, "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka. (Al-Kahfi: 22)Suatu petunjuk yang menyatakan bahwa hal yang terbaik dalam mengha­dapi masalah seperti ini ialah mengembalikan pengetahuan tentangnya kepada Allah Swt.,

karena tidak perlu kita mendalami hal seperti ini tan­pa pengetahuan. Tetapi jika Allah memberitahukan kepada kita suatu pengetahuan mengenainya, maka kita mengatakannya; jika tidak, kita hentikan langkah sampai di situ. Firman Allah Swt.:


{مَا يَعْلَمُهُمْ إِلا قَلِيلٌ}


tidak ada yang mengetahui jumlah (bilangan) mereka kecuali sedikit. (Al-Kahfi: 22)Artinya, hanya sedikit orang yang mengetahui bilangan mereka yang se­benarnya.Qatadah mengatakan, Ibnu Abbas pernah berkata bahwa dirinya

termasuk golongan orang yang sedikit itu yang dikecualikan oleh Allah dalam ayat ini; jumlah mereka adalah tujuh orang. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ata Al-Khurrasani, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas pernah

mengatakan, "Saya termasuk orang yang di­kecualikan oleh Allah Swt." Ibnu Abbas mengatakan pula bahwa jumlah mereka ada tujuh orang.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar,

telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehu­bungan dengan makna firman-Nya: tidak ada yang mengetahui jumlah (bilangan) mereka

kecuali sedikit. (Al-Kahfi: 22) Ibnu Abbas mengatakan, "Saya termasuk sedikit orang itu, jumlah mereka ada tujuh orang." Semua riwayat ini disandarkan kepada Ibnu Abbas secara sahih, bahwa jumlah mereka ada tujuh orang

(yakni para pemuda penghuni gua itu). Pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas ini sesuai dengan apa yang telah kita sebutkan di atas.Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Abu Nujaih,

dari Mujahid yang mengatakan, "Sesungguhnya saya telah mendapat kisah bahwa di antara para pemuda penghuni gua itu terdapat orang yang masih muda sekali usianya." Ibnu Abbas mengatakan bahwa sepanjang siang

dan malam mereka selalu menyembah Allah se­raya menangis, dan memohon pertolongan kepada Allah. Jumlah mereka ada delapan orang. Orang yang tertua di antara mereka bernama Makslimina, dialah yang diajak bicara oleh raja.

Lalu Yamlikha, Martunus, Kastunus, Bairunus, Danimus, Yatbunus, dan Qalusy. Demikianlah menurut yang terdapat di dalam riwayat Ibnu Ishaq, dan pendapat ini mempunyai takwil bahwa ini adalah perkataan Ibnu Ishaq

dan orang-orang yang ada antara dia dan Ibnu Abbas. Karena sesungguhnya pendapat yang benar dari Ibnu Abbas ialah yang mengatakan bahwa jumlah mereka ada tujuh orang. Hal inilah yang sesuai dengan makna lahiriah ayat.

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan dari Sya'b Al-Juba-i bahwa nama anjing mereka adalah Hamran. Sehubungan dengan penye­butan nama mereka dengan nama-nama tersebut, juga nama anjing mere­ka,

kebenarannya masih perlu dipertimbangkan. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Karena sesungguhnya sumber berita menge­nai hal ini kebanyakan berasal dari kaum Ahli Kitab. Sedangkan Allah Swt. telah berfirman:


{فَلا تُمَارِ فِيهِمْ إِلا مِرَاءً ظَاهِرًا}


Karena itu, janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja. (Al-Kahfi: 22)Maksudnya, debatlah mereka dengan debat yang ringan dan mudah, ka­rena sesungguhnya mengetahui hal tersebut dengan pengetahuan yang sebenarnya tidak banyak mengandung manfaat.


{وَلا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا}


dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka. (Al-Kahfi: 22)Karena sesungguhnya pada hakikatnya mereka tidak mempunyai penge­tahuan tentang hal tersebut kecuali

apa yang mereka katakan dari diri mereka sendiri, sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; yakni tanpa bersandarkan kepada pendapat orang yang dipelihara dari kesalahan. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu Muhammad,

berita yang hak yang tiada keraguan dan kebimbangan padanya. Maka itulah yang harus engkau pegang dan engkau prioritaskan daripada pendapat yang dikata­kan oleh kitab-kitab terdahulu dan pendapat orang-orangnya.

Surat Al-Kahf |18:23|

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا

wa laa taquulanna lisyai`in innii faa'ilun żaalika ghodaa

Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, "Aku pasti melakukan itu besok pagi,"

And never say of anything, "Indeed, I will do that tomorrow,"

Tafsir
Jalalain

(Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu) tentang sesuatu (Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi) lafal Ghadan artinya di masa mendatang.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 23 |

Tafsir ayat 23-24

Allah Swt. memberi petunjuk kepada Rasul-Nya tentang etika bila hendak mengerjakan sesuatu yang telah ditekadkannya di masa mendatang, hendaklah ia mengembalikan hal tersebut kepada kehendak Allah Swt.

Yang mengetahui hal yang gaib, Yang mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi, dan yang mengetahui apa yang tidak akan terjadi, seandainya terjadi bagaimana akibatnya. Dalam kitab Sahihain telah disebutkan

sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, dari Ra­sulullah Saw. yang telah bersabda bahwa Sulaiman ibnu Daud a.s. pernah mengatakan, "Sungguh saya akan menggilir ketujuh puluh orang istriku malam ini."

Menurut riwayat lain sembilan puluh orang istri, dan menurut riwayat yang lainnya lagi seratus orang istri. Dengan tujuan agar masing-masing istri akan melahirkan seorang anak lelaki yang kelak akan berperang di jalan Allah.

Maka dikatakan kepada Sulaiman, yang menurut riwayat lain malaikat berkata kepadanya, "Katakanlah, 'Insya Alldh'," tetapi Sulaiman tidak menurutinya.Sulaiman menggilir mereka dan ternyata tiada yang mengandung dari mereka kecuali hanya seorang istri yang melahirkan setengah manu­sia. Setelah menceritakan kisah itu Rasulullah Saw. bersabda:


"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ قَالَ: "إِنْ شَاءَ اللَّهُ" لَمْ يَحْنَثْ، وَكَانَ دَرْكًا لِحَاجَتِهِ"، وَفِي رِوَايَةٍ: "وَلَقَاتَلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فُرْسَانًا أَجْمَعُونَ


Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, seandainya dia mengucapkan, "Insya Allah" (jika Allah menghendaki), dia tidak akan melanggar sumpahnya dan akan meraih apa yang diinginkannya.

Dan dalam riwayat yang lain disebutkan: Dan sungguh mereka (anak-anaknya) akan berperang di jalan Allah semuanya dengan mengendarai kuda.Dalam permulaan surat ini telah disebutkan latar belakang penyebab tu­runnya ayat ini,

yaitu dalam pembahasan sabda Nabi Saw. ketika ditanya mengenai kisah para pemuda penghuni gua, yaitu sabda Nabi Saw. yang mengatakan: Besok aku akan menjawab (pertanyaan) kalian. Kemudian wahyu datang terlambat

sampai lima belas hari. Kami telah menyebutkan hadis tersebut secara rinci mencakup semua keterangannya, sehingga tidak perlu diutarakan lagi di sini. Firman Allah Swt.:


{وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ}


Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa. (Al-Kahfi: 24)menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah apabila kamu lupa mengucapkan pengecualian (Insya Allah), maka sebutkanlah pengecualian itu saat kamu ingat kepadanya.

Demikianlah menurut Abul Aliyah dan Al-Hasan Al-Basri. Hasyim telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan seorang lelaki yang bersum­pah bahwa ia boleh mengucapkan Insya Allah sekalipun

dalam jarak satu tahun lamanya, dan ia mengucapkan firman-Nya: Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa. (Al-Kahfi: 24) Maksudnya, mengucapkan kata Insya Allah itu. Dikatakan kepada Al-A'masy, "Apakah engkau mendengarnya

dari Mujahid?" Al-A'masy menjawab bahwa telah menceritakan kepadanya Lais ibnu Abu Sulaim, dan mengatakan bahwa Kisai mempunyai pendapat yang sama dengan ini. Imam Tabrani telah meriwayatkannya melalui hadis Abu Mu'awiyah,

dari Al-A'masy dengan sanad yang sama. Pada garis besarnya pendapat Ibnu Abbas mengatakan bahwa seseorang masih boleh mengucapkan Insya Allah, sekalipun lamanya satu tahun dari sumpahnya itu. Dengan kata lain,

apabila ia bersumpah, lalu berlalu satu tahun dan ia baru teringat bahwa ketika bersumpah ia belum menyebut kalimat Insya Allah, maka hendaklah ia menyebutkannya saat ingat.Menurut tuntunan sunnah, hendaknya orang yang

bersangkutan mengucapkan Insya Allah agar ia beroleh pahala karena mengerjakan anjuran sunah, sekalipun hal ini dilakukannya sesudah sumpahnya dilanggar. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Jarir rahimahullah.

Dan ia memberikan ulasan dalam nasnya, bahwa kalimat Insya Allah itu bukan dimaksud untuk menghapus sangsi kifarat sumpah yang dilanggarnya. Apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini merupakan takwil yang benar terhadap

pendapat Ibnu Abbas.Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa. (Al-Kahfi: 24) Bahwa makna yang dimaksud dengan iza nasita ialah bila kamu marah.

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu­hammad ibnul Haris Al-Jabali, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Abdul Aziz ibnu Husain,

dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi,

kecuali (dengan menyebut), 'Insya Allah'.” Dan ingatlah kepada Tuhan­mu jika kamu lupa. (Al-Kahfi: 23-24) Yaitu dengan cara menyebut kalimat Insya Allah Imam Tabrani telah meriwayatkan pula melalui Ibnu Abbas sehu­bungan

dengan makna firman-Nya: Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa. (Al-Kahfi: 24) Maksudnya, jika kamu lupa mengucapkan kalimat Insya Allah, maka sebutkanlah kalimat itu jika kamu ingat. Kemudian Ibnu Abbas r.a.

menga­takan bahwa hal ini hanya khusus bagi Rasulullah Saw, tidak diperboleh­kan bagi seorang pun dari kita mengucapkan kalimat istisna (Insya Allah) ini kecuali bila berhubungan langsung dengan sumpahnya

(yakni tidak ada jarak pemisah). Imam Tabrani mengatakan bahwa hal ini diriwayat­kan secara munfarid oleh Al-Walid, dari Abdul Aziz ibnul Husain.Makna ayat mengandung takwil lain, yaitu bahwa melalui ayat ini Allah memberikan petunjuk

kepada seseorang yang lupa akan sesuatu dalam pembicaraannya, agar ia mengingat Allah Swt. karena sesungguh­nya lupa itu bersumber dari setan. Seperti yang disebutkan oleh pemuda yang menemani Musa, yang perkataannya disitir oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


{وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ}


dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan. (Al-Kahfi: 63)Sedangkan mengingat Allah itu dapat mengusir setan. Apabila setan te­lah pergi, maka lenyaplah lupa itu. Zikrullah atau mengingat Allah

adalah penyebab bagi sadarnya ingatan dari keterlupaannya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: Dan ingatlah Tuhanmu jika kamu lupa. (Al-Kahfi: 24) Adapun firman Allah Swt.:


{وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لأقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا}


dan katakanlah, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.” (Al-Kahfi: 24)Artinya, apabila kamu ditanya tentang sesuatu yang tidak kamu ketahui,

maka mintalah kepada Allah tentang jawabannya, dan mohonlah kepada-Nya dengan segenap jiwa ragamu agar Dia memberimu taufik ke jalan yang benar dan diberi petunjuk jawabannya. Menurut pendapat yang la­in, menafsirkan ayat dengan tafsiran yang lain daripada ini.

Surat Al-Kahf |18:24|

إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا

illaaa ay yasyaaa`allohu ważkur robbaka iżaa nasiita wa qul 'asaaa ay yahdiyani robbii li`aqroba min haażaa rosyadaa

kecuali (dengan mengatakan), "Insya Allah." Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini."

Except [when adding], "If Allah wills." And remember your Lord when you forget [it] and say, "Perhaps my Lord will guide me to what is nearer than this to right conduct."

Tafsir
Jalalain

(Kecuali dengan menyebut "Insya Allah") artinya, mengecualikannya dengan menggantungkan hal tersebut kepada kehendak Allah, seumpamanya kamu mengatakan Insya Allah

(Dan ingatlah kepada Rabbmu) yaitu kepada kehendak-Nya seraya menggantungkan diri kepada kehendak-Nya (jika kamu lupa) ini berarti jika ingat kepada kehendak-Nya

sesudah lupa, sama dengan ingat kepada kehendak-Nya sewaktu mengatakan hal tersebut. Hasan dan lain-lainnya mengatakan, "Selagi seseorang masih dalam majelisnya"

(dan katakanlah, "Mudah-mudahan Rabbku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat daripada ini) yaitu berita tentang Ashhabul Kahfi untuk menunjukkan kebenaran kenabianku

(kebenarannya") yakni petunjuk yang lebih benar, dan memang Allah memperkenankan hal tersebut.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 24 |

Penjelasan ada di ayat 23

Surat Al-Kahf |18:25|

وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا

wa labiṡuu fii kahfihim ṡalaaṡa mi`atin siniina wazdaaduu tis'aa

Dan mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.

And they remained in their cave for three hundred years and exceeded by nine.

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus) lafal Miatin dibaca dengan memakai harakat Tanwin pada akhirnya (tahun) berkedudukan sebagai 'Athaf Bayan

yang dikaitkan dengan lafal Tsalaatsu Miatin. Perhitungan tiga ratus tahun ini berdasarkan hisab yang berlaku di kalangan kaum Ashhabul Kahfi, yaitu berdasarkan perhitungan tahun Syamsiah.

Dan bila menurut hisab tahun Qamariah sebagaimana yang berlaku di kalangan orang-orang Arab, maka menjadi bertambah sembilan tahun, dan hal ini disebutkan di dalam firman selanjutnya,

yaitu (dan ditambah sembilan tahun) yakni hisab yang tiga ratus tahun berdasarkan tahun Syamsiah dan hisab yang tiga ratus sembilan tahun berdasarkan tahun Qamariyah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 25 |

Tafsir ayat 25-26

Apa yang disebutkan dalam kedua ayat ini merupakan pemberitahuan dari Allah Swt. kepada Rasul-Nya tentang lamanya masa yang dijalani oleh para pemuda penghuni gua dalam gua mereka,

sejak Allah menidur­kan mereka hingga Allah membangunkan mereka dan orang-orang yang ada di masa itu dapat menjumpai mereka. Disebutkan bahwa masa itu adalah tiga ratus tahun lebih sembilan tahun

menurut perhitungan tahun Qamariyah. Sedangkan menurut tahun Syamsiyyah, masa mereka adalah tiga ratus tahun. Karena perbedaan antara tahun Qamariyyah dan tahun Syamsiyyah ialah: Kalau tahun Syamsiyyah seratus tahun,

persamaannya dalam perhitungan tahun Qamariyyahnya adalah seratus tiga tahun. Ka­rena itulah sesudah disebutkan tiga ratus tahun, disebutkan pula oleh fir­man-Nya:


{وَازْدَادُوا تِسْعًا}


dan ditambah sembilan tahun (lagi). (Al-Kahfi: 25) Firman Allah Swt.:


{قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا}


Katakanlah, "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua).” (Al-Kahfi: 26)Apabila kamu ditanya mengenai berapa lamanya mereka tinggal di gua, sedangkan kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya

dan tidak ada pula petunjuk dari Allah Swt. yang menerangkannya kepadamu, maka janganlah kamu memberikan suatu tanggapan pun, melainkan kata­kanlah dalam hal semisal itu:


{اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا لَهُ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}


Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua), kepunyaan-Nyalah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. (Al-Kahfi: 26)Dengan kata lain, tidak ada yang mengetahui hal itu kecuali Dia dan orang yang diberitahu

oleh-Nya dari kalangan makhluk-Nya. Apa yang telah kami kemukakan sehubungan dengan tafsir ayat ini dikatakan oleh banyak kalangan ulama tafsir, seperti Mujahid dan lain-lainnya dari ka­langan ulama Salaf dan Khalaf.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun. (Al-Kahfi: 25), hingga akhir ayat. Bahwa hal ini menyitir apa yang dikatakan oleh kaum Ahli Kitab,

kemudi­an dijawab oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Katakanlah, "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua).” (Al-Kahfi: 26)Qatadah mengatakan bahwa menurut qiraat Abdullah ibnu Mas'ud disebut qalu

(mereka mengatakan), bukannya qul (katakanlah!), maksudnya ialah perkataan tersebut dikatakan oleh orang-orang. Demikianlah menu­rut pendapat Qatadah dan Mutarrif ibnu Abdullah. Akan tetapi, apa yang dikatakan oleh

Qatadah ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, karena sesungguhnya menurut berita yang ada di tangan orang-orang Ahli Kitab, ashabul kahfi tinggal selama tiga ratus tahun tanpa tambah­an sembilan tahun,

menurut perhitungan tahun syamsiyyah, sekalipun Allah telah menceritakan pendapat mereka melalui firman-Nya: dan ditambah sembilan tahun. (Al-Kahfi: 25)Menurut makna lahiriah, sesungguhnya hal ini hanyalah pemberitaan dari Allah,

bukan mengisahkan ucapan mereka. Demikianlah menurut apa yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Adapun riwayat Qatadah dan qiraat Ibnu Mas'ud bersifat munqati', kemudian riwayat tersebut berpredikat sya'z (menyendiri)

bila dibandingkan dengan qiraat jumhur ulama, karenanya qiraat Ibnu Mas'ud tidak dapat dijadikan pegangan sebagai hujah. Firman Allah Swt.:


{أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ}


Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya. (Al-Kahfi: 26)Yakni sesungguhnya Allah benar-benar Maha Melihat lagi Maha Mende­ngar tentang mereka. Ibnu Jarir mengatakan bahwa ungkapan ini

merupa­kan ungkapan pujian yang maksimal. Seakan-akan dikatakan bahwa alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya. Dengan kata lain, takwil kalimat adalah sebagai berikut:

Alangkah terang penglihatan Allah kepada semua yang ada, dan alangkah tajam pende­ngaran Allah terhadap semua yang didengar, tiada sesuatu pun yang ter­sembunyi bagi-Nya dari hal tersebut.Kemudian diriwayatkan

dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pende­ngaran-Nya. (Al-Kahfi: 26) Maka tidak ada seorang pun yang lebih melihat daripada Allah,

dan tidak ada pula seorang pun yang lebih mendengar daripada-Nya.Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pende­ngaran-Nya. (Al-Kahfi: 26)

Allah melihat semua perbuatan mereka dan mendengar hal tersebut dari mereka dengan pendengaran yang disertai dengan penglihatan. Firman Allah Swt:


{مَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا}


tak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari-Nya; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya da­lam menetapkan keputusan. (Al-Kahfi: 26)Yakni sesungguhnya Allah Swt. itu,

Dialah Yang menciptakan dan Yang menentukan keputusan; tiada yang mempertanyakan tentang keputusan-Nya, tiada pembantu, tiada penolong, tiada sekutu, dan tiada penasihat bagi-Nya. Mahatinggi lagi Mahasuci Dia.

Surat Al-Kahf |18:26|

قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا ۖ لَهُ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ ۚ مَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا

qulillaahu a'lamu bimaa labiṡuu, lahuu ghoibus-samaawaati wal-ardh, abshir bihii wa asmi', maa lahum min duunihii miw waliyy, wa laa yusyriku fii ḥukmihiii aḥadaa

Katakanlah, "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua), milik-Nya semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya, tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain Dia, dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan."

Say, "Allah is most knowing of how long they remained. He has [knowledge of] the unseen [aspects] of the heavens and the earth. How Seeing is He and how Hearing! They have not besides Him any protector, and He shares not His legislation with anyone."

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah, "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal di gua) daripada orang-orang yang berselisih pendapat tentangnya, sebagaimana yang telah disebutkan tadi

(Kepunyaan-Nyalah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi) ilmu kesemuanya berada pada-Nya. (Alangkah terang penglihatan-Nya) penglihatan Allah,

lafal Abshir bihi adalah Shighat Ta'ajjub (dan alangkah tajam pendengaran-Nya) pendengaran Allah, demikian pula lafal Asmi' bihi sama dengan lafal Maa Asma'ahu, dan yang sebelumnya

sama dengan lafal Maa Absharahu, keduanya merupakan ungkapan cara Majaz. Makna yang dimaksud ialah, bahwa tiada sesuatu pun yang tidak diketahui oleh penglihatan dan pendengaran Allah swt.

(tak ada bagi mereka) bagi semua penduduk langit dan bumi (seorang pelindung pun selain daripada-Nya) seorang yang dapat menolong

(dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan") karena sesungguhnya Dia tidak membutuhkan adanya sekutu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 26 |

Penjelasan ada di ayat 25

Surat Al-Kahf |18:27|

وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ ۖ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا

watlu maaa uuḥiya ilaika ming kitaabi robbik, laa mubaddila likalimaatih, wa lan tajida min duunihii multaḥadaa

Dan bacakanlah (Muhammad) apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al-Qur´an). Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan engkau tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain kepada-Nya.

And recite, [O Muhammad], what has been revealed to you of the Book of your Lord. There is no changer of His words, and never will you find in other than Him a refuge.

Tafsir
Jalalain

(Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Rabb-Mu. Tidak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan engkau tidak akan mendapatkan perlindungan selain perlindungan-Nya).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 27 |

Tafsir ayat 27-28

Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya agar membaca Kitab­Nya yang mulia (yaitu Al-Qur'an) dan menyampaikannya kepada manu­sia.


{لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ}


Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. (Al-Kahfi: 27)Artinya, tiada seorang pun yang dapat mengubahi, menyelewengkan, dan menghapuskan kalimat-kalimat-Nya. Firman Allah Swt.:


{وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا}


Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung sela­in dari-Nya. (Al-Kahfi: 27)Menurut Mujahid, multahada artinya tempat berlindung. Sedangkan me­nurut Qatadah, multahada ialah penolong,

yakni tiada penolong selain dari-Nya.Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna ayat ialah 'jika kamu, hai Mu­hammad, tidak membaca apa yang Aku wahyukan kepadamu dari Kitab Tuhanmu, maka sesungguhnya

tidak ada tempat berlindung bagimu dari-Nya' . Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ}


Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah meme­lihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67) Dan firman Allah Swt


{إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ}


Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85)Maksudnya, Dia kelak akan menanyakan kepadamu

tentang apa yang telah difardukan atas dirimu, yaitu menyangkut tentang penyampaian ri­salahmu.Firman Allah Swt.:


{وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ}


Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengha­rap keridaan-Nya. (Al-Kahfi: 28)Yakni duduklah kamu bersama orang-orang yang mengingat Allah

seraya mengagungkan, memuji, menyucikan, dan membesarkan-Nya serta me­mohon kepada-Nya di setiap pagi dan petang hari dari kalangan hamba-hamba-Nya, baik mereka itu orang-orang fakir ataupun orang-orang kaya,

orang-orang kuat ataupun orang-orang lemah.Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang terhormat dari kalangan kabilah Quraisy saat mereka meminta Nabi Saw. agar duduk bersama mereka

secara terpisah dan mereka meminta agar mereka tidak dikumpulkan bersama orang-orang yang lemah dari kalangan sahabat-sahabatnya, seperti sahabat Bilal, sahabat Ammar, sahabat Suhaib, sahabat Khabbab,

dan sahabat Ibnu Mas'ud. Maka masing-masing dari kedua kelompok itu dikumpulkan secara terpisah, lalu Allah Swt.melarang Nabi Saw. melakukan hal tersebut. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَلا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ} الْآيَةَ


Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari. (Al-An'am: 52), hingga akhir ayat.Kemudian Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi-Nya agar tetap berta­han duduk bersama mereka.

Untuk itu Allah Swt. berfirman: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari. (Al-Kahfi: 28), hingga akhir ayat.


وَقَالَ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَسَدِيُّ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ شُرَيْح، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعْدٍ -هُوَ ابْنُ أَبِي وَقَاصٍّ-قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتَّةَ نَفَرٍ، فَقَالَ الْمُشْرِكُونَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اطْرُدْ هَؤُلَاءِ لَا يَجْتَرِئُونَ عَلَيْنَا!. قَالَ: وَكُنْتُ أَنَا وَابْنُ مَسْعُودٍ، وَرَجُلٌ مِنْ هُذَيْلٍ، وَبِلَالٌ وَرَجُلَانِ نَسِيتُ اسْمَيْهِمَا (7) فَوَقَعَ فِي نَفْسِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقَعَ، فَحَدَّثَ نَفْسَهُ، فَأَنْزَلَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: {وَلا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ}


Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Asadi, dari Israil, dari Al-Miqdam ibnu Syuraih,

dari ayahnya, dari Sa'd ibnu Abu Waqas yang menceritakan, "Kami berenam selalu bersama-sama Nabi Saw. Kemudian orang-orang musyrik mengatakan (kepada Nabi Saw.), 'Usirlah mereka, agar mereka tidak berbuat kurang ajar

kepada kami'." Sa'd ibnu Abu Waqas mengata­kan bahwa keenam orang itu adalah dia sendiri, Ibnu Mas'ud, seorang lelaki dari kalangan Bani Huzail, Bilal, dan dua orang lelaki lainnya yang ia lupa namanya.

Maka setelah mendapat sambutan mereka yang demikian itu, Ra­sulullah Saw. berfikir sejenak mempertimbangkannya. Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya

di pagi hari dan di petang hari, sedangkan mereka menghendaki keridaan-Nya. (Al-An'am: 52)Hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Muslim tanpa Imam Bukhari.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي التَّيَّاح قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا الْجَعْدِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَاصٍّ يَقُصُّ، فَأَمْسَكَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قُص، فَلِأَنْ أَقْعُدَ غُدْوَةً إِلَى أَنْ تُشْرِقَ الشَّمْسُ، أَحَبُّ إليَّ مِنْ أَنْ أُعْتِقَ أَرْبَعَ رِقَابٍ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muham­mad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abut Tayyah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abul Ja'd menceri­takan hadis berikut

dari Abu Umamah: Rasulullah Saw. keluar untuk mendengarkan seorang juru dongeng, lalu tukang dongeng itu menghentikan dongengannya (ketika melihat Rasul Saw. datang), maka Rasulullah Saw. bersabda: Lanjutkanlah kisahmu,

sesungguhnya aku duduk di suatu pagi hingga matahari terbit (untuk mendengarkan dongeng ini) lebih aku sukai daripada memerdekakan empat orang budak.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا هَاشِمٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ مَيْسَرة قَالَ: سَمِعْتُ كُرْدُوس بْنَ قَيْسٍ -وَكَانَ قَاصَّ الْعَامَّةِ بِالْكُوفَةِ-يَقُولُ: أَخْبَرَنِي رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابٍ بَدْرٍ: أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لِأَنْ أَقْعُدَ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَجْلِسِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَ رِقَابٍ". قَالَ شُعْبَةُ: فَقُلْتُ: أَيُّ مَجْلِسٍ؟ قَالَ: كَانَ قَاصًّا


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abdul Malik, ibnu Maisarah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Kardus ibnu Qais

(seorang tukang dongeng di Kufah) mengatakan bahwa telah menceritakan kepa­daku seorang lelaki dari kalangan ahli Badar; ia pernah mendengar Ra­sulullah Saw. bersabda: Sungguh aku duduk dalam keadaan seperti majelis ini

lebih aku sukai daripada memerdekakan empat orang budak. Syu'bah mengatakan, lalu aku bertanya "Majelis yang mana?" Abu Um-mah menjawab, "Majelis tukang dongeng."Abu Daud Ath-Thayalisi dalam Musnadnya mengatakan:


حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبَانٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَأَنْ أُجَالِسَ قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ إِلَى طُلُوعِ الشَّمْسِ، أحَبّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ، وَلَأَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى غُرُوبِ الشَّمْسِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أعتق ثَمَانِيَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ دِيَةُ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمُ اثْنَا عَشَرَ أَلْفًا". فَحَسِبْنَا دِيَّاتِهِمْ وَنَحْنُ فِي مَجْلِسِ أَنَسٍ، فَبَلَغَتْ سِتَّةً وَتِسْعِينَ أَلْفًا، وَهَاهُنَا مَنْ يَقُولُ: "أَرْبَعَةٌ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ" وَاللَّهِ مَا قَالَ إِلَّا ثَمَانِيَةً، دِيَةُ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمُ اثْنَا عَشَرَ أَلْفًا


Telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Aban, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sungguh aku duduk bersama-sama dengan suatu kaum yang sedang berzikir

mengingat Allah setelah usai dari salat Subuh sampai matahari terbit lebih aku sukai daripada segala sesuatu yang matahari terbit menyinarinya. Dan sungguh aku berzikir mengingat Allah sesudah salat Asar hingga matahari tenggelam

lebih aku sukai daripada memerdekakan delapan orang budak dari kalangan keturunan Nabi Ismail yang diat tiap-tiap orang dari mereka adalah dua belas ribu. Maka kami menghitung-hitung jumlah diat mereka seluruhnya,

saat itu kami berada di majelis sahabat Anas; ternyata jumlah keseluruhannya adalah sembilan puluh enam ribu. Dan di tempat itu ada yang mengatakan empat orang dari keturunan Nabi Ismail. Demi Allah, dia tidak mengata­kan kecuali delapan orang yang diat masing-masingnya adalah dua belas ribu.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِسْحَاقَ الْأَهْوَازِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بن ثابت، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْأَقْمَرِ، عَنِ الْأَغَرِّ أَبِي مُسْلِمٍ -وَهُوَ الْكُوفِيُّ-أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِرَجُلٍ يَقْرَأُ سُورَةَ الْكَهْفِ، فَلَمَّا رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَكَتَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "هَذَا الْمَجْلِسُ الَّذِي أُمِرْتُ أَنْ أُصَبِّرَ نَفْسِي مَعَهُمْ".


Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq Al-Ahwazi, telah menceritakan ke­pada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Sabit,

dari Ali ibnul Aqmar, dari Al-Agar Abu Muslim Al-Kufi, bahwa Rasulullah Saw. bersua dengan seorang lelaki yang sedang mem­baca surat Al-Kahfi. Ketika orang tersebut melihat Nabi Saw., ia meng­hentikan bacaannya.

Maka Nabi Saw. bersabda: Majelis inilah yang aku diperintahkan agar tetap bersabar duduk bersama dengan mereka (orang-orang yang menghadiri­nya).Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ahmad, dari Amr ibnu Sabit, dari Ali ibnul Aqmar, dari Al-Agar secara mursal.


وَحَدَّثْنَاهُ يَحْيَى بْنُ الْمُعَلَّى، عَنْ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّلْتِ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ ثَابِتٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْأَقْمَرِ، عَنِ الْأَغَرِّ أَبِي مُسْلِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ قَالَا جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَرَجُلٌ يَقْرَأُ سُورَةَ الحِجْر أَوْ سُورَةَ الْكَهْفِ، فَسَكَتَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَذَا الْمَجْلِسُ الَّذِي أُمِرْتُ أَنْ أُصَبِّرَ نَفْسِي مَعَهُمْ"


Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Ma'la, dari Mansur, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnus Silt, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Sabit, dari Ali ibnul Aqmar,

dari Al-Agar Abu Muslim, dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id, keduanya telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. datang saat seseorang sedang membaca surat Al-Hajj atau surat Al-Kahfi, lalu si pembaca diam. Maka Rasulullah Saw.

bersabda: Majelis inilah yang aku diperintahkan agar tetap bersabar duduk bersama dengan mereka (orang-orang yang menghadiri­nya).


وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ حَدَّثَنَا مَيْمُونٌ المَرئي، حَدَّثَنَا مَيْمُونُ بْنُ سِيَاه، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوا يُذْكُرُونَ اللَّهَ، لَا يُرِيدُونَ بِذَلِكَ إِلَّا وَجْهَهُ، إِلَّا نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: أَنْ قُومُوا مَغْفُورًا لَكُمْ، قَدْ بُدِّلت سيئاتُكُم حَسَنَاتٍ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Maimun Al-Mar-i, telah menceritakan kepada kami Maimun ibnu Sayah, dari Anas ibnu Malik r.a., dari Rasulullah Saw.

yang telah bersabda: Tidak sekali-kali suatu kaum berkumpul seraya mengingat Allah tanpa ada niat lain kecuali mengharapkan keridaah-Nya, mela­inkan mereka diseru oleh juru penyeru dari langit seraya mengatakan,

"Bangkitlah kalian dalam keadaan diberikan ampunan bagi kalian, semua keburukan kalian telah diganti dengan kebaikdn-kebaikan.”Hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Ahmad. ,


قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ الْحَسَنِ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنيف قَالَ: نَزَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ فِي بَعْضِ أَبْيَاتِهِ: {وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ} فَخَرَجَ يَلْتَمِسُهُمْ، فَوَجَدَ قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَعَالَى، مِنْهُمْ ثَائِرُ الرَّأْسِ، وَجَافِي الْجِلْدِ (12) وَذُو الثَّوْبِ الْوَاحِدِ، فَلَمَّا رَآهُمْ جَلَسَ مَعَهُمْ وَقَالَ: "الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ فِي أُمَّتِي مَنْ أَمَرَنِي اللَّهُ أَنَّ أُصَبِّرَ نَفْسِي مَعَهُمْ"


Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Usamah ibnu Zaid, dari Abu Hazm,

dari Abdur Rahman ibnu Sahl ibnu Hanif yang mengatakan bahwa diturunkan kepada Rasulullah Saw. ayat berikut saat beliau berada di ru­mahnya, yaitu firman-Nya: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang

yang menyeru Tuhan-Nya di pagi dan senja hari. (Al-Kahfi: 28), hingga akhir ayat. Maka Nabi Saw. keluar dari rumahnya mencari mereka, dan beliau menjumpai suatu kaum yang sedang berzikir mengingat Allah Swt.;

di antara mereka terdapat orang-orang yang berpenampilan lusuh dengan rambut yang acak-acakan, berkulit kasar lagi hanya mempunyai selapis pakaian (yakni orang-orang miskin). Setelah melihat mereka, maka beliau duduk

bersama-sama mereka dan bersabda: Segala puji bagi Allah Yang telah menjadikan di kalangan umatku orang-orang yang aku diperintahkan agar bersabar duduk bersama mereka.Abdur Rahman yang disebutkan dalam sanad hadis ini

dikatakan oleh Abu Bakar ibnu Abu Daud sebagai seorang sahabat, sedangkan ayahnya termasuk salah seorang sahabat yang terkemuka. Firman Allah Swt.:


{وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا}


dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. (Al-Kahfi: 28)Ibnu Abbas mengatakan bahwa janganlah kamu melewati mereka de­ngan memilih selain mereka, yakni menggantikan mereka dengan orang­-orang yang berkedudukan dan yang berharta.


{وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا}


dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami. (Al-Kahfi: 28)Yakni orang-orang yang menyibukkan dirinya dengan dunia, melupakan agama dan menyembah Tuhannya.


وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا


dan adalah keadaannya itu melewati batas. (Al-Kahfi: 28)Maksudnya, semua amal dan perbuatannya hura-hura, berlebih-lebihan, dan sia-sia. Janganlah kamu mengikuti kemauan mereka,

jangan menyu­kai cara mereka, jangan pula kamu menginginkannya. Makna ayat sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَلا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى}


Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepa­da kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (Thaha: 131)

Surat Al-Kahf |18:28|

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

washbir nafsaka ma'allażiina yad'uuna robbahum bil-ghodaati wal-'asyiyyi yuriiduuna waj-hahuu wa laa ta'du 'ainaaka 'an-hum, turiidu ziinatal-ḥayaatid-dun-yaa, wa laa tuthi' man aghfalnaa qolbahuu 'an żikrinaa wattaba'a hawaahu wa kaana amruhuu furuthoo

Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia, dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.

And keep yourself patient [by being] with those who call upon their Lord in the morning and the evening, seeking His countenance. And let not your eyes pass beyond them, desiring adornments of the worldly life, and do not obey one whose heart We have made heedless of Our remembrance and who follows his desire and whose affair is ever [in] neglect.

Tafsir
Jalalain

(Dan bersabarlah kamu) tahanlah dirimu (bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap) melalui ibadah mereka itu

(keridaan-Nya) keridaan Allah swt., bukannya karena mengharapkan sesuatu daripada kebendaan duniawi sekali pun mereka adalah orang-orang miskin (dan janganlah berpaling)

jangan kamu memalingkan (kedua matamu dari mereka) (karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami)

maksudnya dilalaikan hatinya daripada Alquran, dan orang yang dimaksud adalah Uyaynah bin Hishn dan teman-temannya (serta memperturuti hawa nafsunya)

yaitu melakukan perbuatan yang memusyrikkan (dan adalah keadaannya itu melewati batas) terlalu berlebih-lebihan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 28 |

Penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Kahf |18:29|

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا

wa qulil-ḥaqqu mir robbikum, fa man syaaa`a falyu`miw wa man syaaa`a falyakfur, innaaa a'tadnaa lizh-zhoolimiina naaron aḥaatho bihim suroodiquhaa, wa iy yastaghiiṡuu yughooṡuu bimaaa`ing kal-muhli yasywil-wujuuh, bi`sasy-syaroob, wa saaa`at murtafaqoo

Dan katakanlah (Muhammad), "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir." Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

And say, "The truth is from your Lord, so whoever wills - let him believe; and whoever wills - let him disbelieve." Indeed, We have prepared for the wrongdoers a fire whose walls will surround them. And if they call for relief, they will be relieved with water like murky oil, which scalds [their] faces. Wretched is the drink, and evil is the resting place.

Tafsir
Jalalain

(Dan katakanlah) kepadanya dan kepada teman-temannya, bahwa Alquran ini (adalah benar datang dari Rabb kalian, maka barang siapa yang ingin beriman, hendaklah ia beriman

dan barang siapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir). Kalimat ayat ini merupakan ancaman buat mereka. (Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu)

yaitu bagi orang-orang kafir (neraka, yang gejolaknya mengepung mereka) yang melahap apa saja yang dikepungnya. (Dan jika mereka meminta minum,

niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih) seperti minyak yang mendidih (yang menghanguskan muka) karena panasnya, jika seseorang mendekat kepadanya

(seburuk-buruk minuman) adalah minuman itu (dan ia adalah sejelek-jelek) yakni neraka itu (tempat istirahat). Lafal Murtafaqan sebagai lawan makna yang telah disebutkan di dalam ayat yang lain

sehubungan dengan gambaran surga, yaitu firman-Nya, "Dan surga itu adalah tempat istirahat yang paling indah" (Q.S, 18 Al-Kahfi, 31). Jika tidak diartikan demikian, maka tidaklah pantas neraka dikatakan sebagai tempat istirahat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 29 |

Allah Swt, berfirman kepada Rasul-Nya, "Hai Muhammad, katakanlah kepada manusia, bahwa apa yang engkau sampaikan kepada mereka dari Timan mereka adalah perkara yang hak yang tiada kebimbangan serta tiada keraguan padanya."


{فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ}


maka barang siapa yang ingin (beriman), hendaklah ia beriman; dan barang siapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir.” (Al-Kahfi: 29)Kalimat ini mengandung ancaman dan peringatan yang keras. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:


{إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ}


Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu. (Al-Kahfi: 29)Yakni Kami mengincar mereka. Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim adalah orang-orang yang ingkar kepada Allah, Rasul-Nya, dan Kitab-Nya.


{نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا}


neraka yang gejolaknya mengepung mereka. (Al-Kahfi: 29)Yang dimaksud dengan suradiquha ialah tembok-tembok neraka.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهيعة، حَدَّثَنَا دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "لسُرَادِق النَّارِ أَرْبَعَةُ جُدُر، كَثَافَةُ كُلِّ جِدَارٍ مَسَافَةَ أَرْبَعِينَ سَنَةً".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Diraj, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dari Rasulullah Saw.

yang telah bersabda: Sesungguhnya pembatas-pembatas neraka itu ada empat tem­bok, ketebalan masing-masingnya sama dengan sejauh perja­lanan empat puluh tahun.Hadis ini diketengahkan oleh Imam Turmuzi

dalam Bab "Sifatun Nar" (gambaran neraka); dan oleh Ibnu Jarir dalam kitab tafsirnya, melalui hadis Diraj Abus Samah dengan sanad yang sama.Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehu­bungan

dengan makna firman-Nya: yang gejolaknya mengepung mereka. (Al-Kahfi: 29) Yaitu tembok yang berupa api yang mengepung mereka.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْحُسَيْنُ بْنُ نَصْرٍ وَالْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُمَيَّةَ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حُيَيِّ بْنِ يَعْلَى، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ يَعْلَى، عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْبَحْرُ هُوَ جَهَنَّمُ" قَالَ: فَقِيلَ لَهُ: [كَيْفَ ذَلِكَ؟] فَتَلَا هَذِهِ الْآيَةَ -أَوْ: قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ-: {نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا} ثُمَّ قَالَ: "وَاللَّهِ لَا أَدْخُلُهَا أَبَدًا أَوْ: مَا دُمْتُ حَيًّا -وَلَا تُصِيبُنِي مِنْهَا قَطْرَةٌ"


Ibnu Jarir me­ngatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Husain ibnu Nasr dan Al-Abbas ibnu Muhammad;.keduanya mengatakan, telah menceritakan ke­pada kami Abu Asim, dari Abdullah ibnu Umayyah,

telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Huyay ibnu Ya'la dari Safwan ibnu Ya'la, dari Ya' la ibnu Umayyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jahannam itu tiada ubahnya dengan lautan.

Ketika ditanyakan kepada beliau, "Mengapa demikian?" Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: yang gejolaknya meliputi mereka. (Al-Kahfi: 29) Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Demi Allah,


aku tidak akan memasukinya selama-lamanya; atau selama aku hidup, tiada sepercik pun darinya yang mengenaiku.Firman Allah Swt.:


{وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا}


Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghangus­kan muka. (Al-Kahfi: 29), hingga akhir ayat.Ibnu Abbas mengatakan bahwa muhl artinya air

yang kental seperti mi­nyak goreng yang mendidih. Mujahid mengatakan, muhl adalah seperti darah dan nanah. Ikrimah mengatakan bahwa muhl artinya sesuatu yang panasnya tak terperikan. Yang lainnya mengatakan bahwa

muhl artinya sesuatu yang dilebur dengan api. Qatadah mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud melebur sesuatu dari emas di dalam sebuah tungku kecil; setelah mencair dan berbuih ia mengatakan, "Inilah yang lebih mirip dengan muhl."

Ad-Dahhak mengatakan bahwa air neraka Jahannam itu hitam, neraka Jahannam itu sendiri hitam, dan para penduduknya hitam pula.Semua pendapat yang telah disebutkan di atas tidaklah bertentangan satu dengan yang lainnya,

karena sesungguhnya pengertian muhl menca­kup sifat yang buruk itu, yakni hitam, busuk, kasar, dan panas. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{يَشْوِي الْوُجُوهَ}


yang menghanguskan muka. (Al-Kahfi: 29)Yakni karena panasnya. Jika orang kafir hendak meminumnya dan mendekatkannya ke mukanya, maka muhl membakarnya hingga kulit wajah­nya rontok ke dalamnya,

seperti yang disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad berikut sanadnya yang telah disebutkan sebelum ini tentang tembok neraka, melalui Abu Sa'id Al-Khudri, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda,

"Air seperti muhl," yakni seperti minyak yang mendidih; jika didekatkan ke muka peminumnya, maka rontoklah kulit mukanya, terjatuh ke dalamnya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di dalam Bab "Gambaran Neraka",

bagian dari kitab Jami '-nya melalui hadis Rasyidin ibnu Sa'd, dari Amr ibnul Haris, dari Diraj dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan, kami tidak mengenal hadis ini kecuali melalui riwayat Rasyidin.

Dan Imam Turmuzi pernah membicarakan tentang predikatnya dalam periwayatan hadis menyangkut masalah hafalannya. Imam Ahmad telah meriwayatkannya seperti yang telah disebutkan di atas melalui Hasan Al-Asy-yab, dari Ibnu Lahi'ah, dari Diraj.


وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، وبَقِيَّة بْنُ الْوَلِيدِ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْر، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: {وَيُسْقَى مِنْ مَاءٍ صَدِيدٍ يَتَجَرَّعُهُ} [إِبْرَاهِيمَ:16، 17] قَالَ: "يُقَرَّبُ إِلَيْهِ فيَتَكرّهه، فَإِذَا قُرِّبَ مِنْهُ شَوَى وجهَه وَوَقَعَتْ فروةُ رَأْسِهِ، فَإِذَا شَرِبَهُ قَطَّعَ أَمْعَاءَهُ، يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: {وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ}


Abdullah ibnu Mubarak, dari Baqiyyah ibnul Walid, telah meriwayat­kan dari Safwan ibnu Amr, dari Abdullah ibnu Bisyr, dari Abu Umamah, dari Nabi Saw. sehubungan dengan firman-Nya: dan dia akan diberi minuman dengan air nanah,

diminumnya air nanah itu. (Ibrahim: 16-17) Nabi Saw. bersabda, "Minuman itu disuguhkan kepadanya, maka ia meno­laknya; dan apabila didekatkan minuman itu kepadanya, terpangganglah mukanya dan berguguran lah kulit kepalanya.

Apabila dia meminumnya, maka terputus-putuslah semua isi perutnya." Allah Swt. telah berfirman: Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghangus­kan muka.

Itulah minuman yang paling buruk. (Al-Kahfi: 29)Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa apabila ahli neraka merasa lapar, mereka meminta makan, lalu diberikan makan dari buah zaqqum dan mereka memakannya,

maka berguguranlah kulit muka mereka. Seandai­nya seseorang bersua dengan mereka, dia pasti mengenal mereka karena bau hangus dari kulit muka mereka yang terbakar. Kemudian ditimpakan kepada mereka rasa haus,

lalu mereka meminta minum, maka diberilah minuman seperti besi yang dilebur, yaitu minuman yang panasnya tidak terperikan. Apabila minuman itu didekatkan ke mulut mereka, maka de­ngan serta merta terpangganglah

daging muka mereka karena sangat panasnya, sehingga jatuh berguguran. Karena itulah sesudah menggam­barkan minuman ini dengan gambaran yang buruk lagi tercela, Allah berfirman:


{بِئْسَ الشَّرَابُ}


Itulah seburuk-buruk minuman. (Al -Kahfi: 29)Yakni itulah minuman yang paling buruk. Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ}


dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memo­tong-motong ususnya. (Muhammad: 15)Dan firman Allah Swt,:


{تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ}


Diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. (Al-Ghasyiyah: 5)Maksudnya, panasnya tak terperikan. Seperti yang disebutkan dalam ayat lainnya melalui firman-Nya:


{وَبَيْنَ حَمِيمٍ آنٍ}


Dan di antara air yang mendidih yang memuncak panasnya. (Ar-Rahman: 44) Adapun firman Allah Swt.:


{وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا}


Dan tempat istirahat yang paling jelek. (Al-Kahfi: 29) Yakni seburuk-buruk tempat tinggal, tempat berbaring, tempat berkumpul, dan tempat istirahat adalah neraka. Sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا}


Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 66)

Surat Al-Kahf |18:30|

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا

innallażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati innaa laa nudhii'u ajro man aḥsana 'amalaa

Sungguh, mereka yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan yang baik itu.

Indeed, those who have believed and done righteous deeds - indeed, We will not allow to be lost the reward of any who did well in deeds.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalnya dengan baik)

Jumlah kalimat "Innaa Laa Nudhii'u" berkedudukan menjadi Khabar daripada "Innal Ladziina". Di dalam ungkapan ini terkandung pengertian meletakkan isim Zhahir pada tempat isim Mudhmar;

makna yang dimaksud adalah Ajrahum atau pahalanya. Atau dengan kata lain, Kami akan memberi pahala kepada mereka sesuai dengan amal baik mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 30 |

Tafsir ayat 30-31

Setelah menyebutkan nasib orang-orang yang celaka, Allah menyebutkan keadaan orang-orang yang berbahagia, yaitu mereka yang beriman kepa­da Allah dan membenarkan rasul-rasul-Nya terhadap semua yang mere­ka sampaikan,

serta mengamalkan semua yang dianjurkan oleh mereka berupa amal-amal saleh. Maka bagi mereka adalah surga 'Adn. Al-'Adn artinya tempat tinggal.


{تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأنْهَارُ}


mengalir sungai-sungai di bawahnya. (Al-Kahfi: 31)Yakni di bawah gedung-gedung dan tempat-tempat kediaman mereka. Fir'aun mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya:


{وَهَذِهِ الأنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي}


dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku. (Az-Zukhruf: 51), hingga akhir ayat.


{يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ}


dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas. (Al-Kahfi: 31)Di dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:


{وَلُؤْلُؤًا وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ}


dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera. (Al-Hajj: 23) Kemudian disebutkan secara rinci dalam ayat ini:


{وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ}


dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal. (Al-Kahfi: 31)Yang dimaksud dengan sundus ialah kain sutera yang tipis lagi lembut, seperti kain untuk baju gamis dan untuk kegunaan lainnya.

Adapun yang dimaksud dengan istabraq ialah kain sutera yang tebal lagi mengkilap warnanya.Firman Allah Swt.:


{مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الأرَائِكِ}


sedangkan mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. (Al-Kahfi: 31)Al-ittika menurut suatu pendapat maknanya ialah berbaring, sedangkan menurut pendapat lainnya duduk bersila.

Pendapat kedua inilah yang le­bih mendekati makna yang dimaksud dari ayat, dan termasuk ke dalam pengertian ini sebuah hadis yang mengatakan:


"أَمَّا أَنَا فَلَا آكُلُ مُتَّكِئًا "


Adapun diriku tidak pernah makan sambil duduk bersandar.Ada dua pendapat mengenai maknanya.Al--araik adalah bentuk jamak dari lafaz arikah, artinya dipan yang berkelambu.Abdur Razzaq mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna araik ini, bahwa yang dimaksud ialah kelambunya. Ma'mar mengatakan bahwa yang lainnya mengatakan dipan yang berkelambu. Firman Allah Swt.:


{نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا}


Itulah pahala yang sebaik-baiknya dan tempat istirahat yang indah. (Al-Kahfi: 31) Maksudnya, sebaik-baik pembalasan amal perbuatan mereka adalah surga.


{وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا}


dan tempat istirahat yang indah. (Al-Kahfi: 31) Yakni surga adalah sebaik-baik tempat tinggal, tempat istirahat, dan rumah. Sebagai kebalikan dari firman-Nya:


{بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا}


Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (Al-Kahfi: 29) Hal yang sama teijadi pula di dalam surat Al-Furqan, yaitu dalam firman-Nya:


{إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا}


Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 66)Kemudian Allah Swt. menyebutkan nasib orang-orang mukmin setelah beberapa ayat sesudahnya, yaitu melalui firman-Nya:


{أُولَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلامًا خَالِدِينَ فِيهَا حَسُنَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا}


Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya, mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 75-76)

Surat Al-Kahf |18:31|

أُولَٰئِكَ لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الْأَرَائِكِ ۚ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا

ulaaa`ika lahum jannaatu 'adnin tajrii min taḥtihimul-an-haaru yuḥallauna fiihaa min asaawiro min żahabiw wa yalbasuuna ṡiyaaban khudhrom min sundusiw wa istabroqim muttaki`iina fiihaa 'alal-arooo`ik, ni'maṡ-ṡawaab, wa ḥasunat murtafaqoo

Mereka itulah yang memperoleh Surga ´Aadn, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, (dalam surga itu) mereka diberi hiasan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutra halus dan sutra tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. (Itulah) sebaik-baik pahala dan tempat istirahat yang indah,

Those will have gardens of perpetual residence; beneath them rivers will flow. They will be adorned therein with bracelets of gold and will wear green garments of fine silk and brocade, reclining therein on adorned couches. Excellent is the reward, and good is the resting place.

Tafsir
Jalalain

(Mereka itulah orang-orang yang bagi mereka surga Adn) sebagai tempat tinggal mereka (mengalir sungai-sungai di bawahnya. Dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang)

menurut suatu pendapat disebutkan, bahwa huruf Min di sini adalah Zaidah dan menurut pendapat yang lain dikatakan pula bahwa itu mengandung makna Tab'idh atau sebagian.

Lafal Asaawira adalah bentuk jamak dari lafal Aswiratun yang wazannya sama dengan lafal Ahmiratun, dan lafal Aswiratun ini pun adalah bentuk jamak dari kata tunggal Siwaarun

(emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutra halus) sutra yang paling halus (dan sutra tebal) sutra yang paling tebal. Di dalam surah Ar-Rahman disebutkan,

"Yang sebelah dalamnya dari sutra yang tebal." (Q.S. Ar-Rahman 54). (Sedangkan mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan) lafal Araaiki adalah bentuk jamak dari kata Ariikah,

yaitu pelaminan yang dihiasi dengan berbagai macam pakaian dan kelambu buat pengantin. (Itulah sebaik-baik pahala) yaitu surga (dan tempat istirahat yang paling indah).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 31 |

Penjelasan ada di ayat 30

Surat Al-Kahf |18:32|

وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا رَجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا

wadhrib lahum maṡalar rojulaini ja'alnaa li`aḥadihimaa jannataini min a'naabiw wa ḥafafnaahumaa binakhliw wa ja'alnaa bainahumaa zar'aa

Dan berikanlah (Muhammad) kepada mereka sebuah perumpamaan, dua orang laki-laki, yang seorang (yang kafir) Kami beri dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara keduanya (kebun itu) Kami buatkan ladang. [...]

And present to them an example of two men: We granted to one of them two gardens of grapevines, and We bordered them with palm trees and placed between them [fields of] crops.

Tafsir
Jalalain

(Dan berikanlah) jadikanlah (buat mereka) buat orang-orang kafir beserta orang-orang Mukmin (sebuah perumpamaan dua orang laki-laki).

Lafal Rajulaini menjadi Badal daripada lafal Matsalan, dan lafal Rajulaini dengan lafal-lafal yang sesudahnya berkedudukan sebagai penafsir daripada lafal Matsalan

(Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya) yakni bagi orang yang kafir (dua buah kebun) dua buah perkebunan

(anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang) yang khusus menghasilkan makanan pokok.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 32 |

Tafsir ayat 32-36

Sesudah menyebutkan tentang orang-orang musyrik yang sombong, tidak mau berkedudukan sama dengan orang-orang yang lemah lagi miskin dari kalangan kaum muslim karena merasa besar diri dengan harta dan kedudukan

yang dimilikinya, maka Allah menyebutkan sebuah perumpa­maan yang menggambarkan kedua golongan tersebut dengan dua orang laki-laki. Salah seorang di antaranya diberi oleh Allah dua buah kebun anggur yang dikelilingi

dengan pohon-pohon kurma sebagai pagarnya, dan di antara kedua kebun itu terdapat ladang. Pohon dan tanaman itu menghasilkan buah yang sangat baik, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:


{كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا}


Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya. (Al-Kahfi: 33) Artinya, masing-masing dari kedua kebun itu menghasilkan buahnya.


{وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئًا}


dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun. (Al-Kahfi: 33) Yakni hasilnya tiada berkurang barang sedikit pun.


{وَفَجَّرْنَا خِلالَهُمَا نَهَرًا}


dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu. (Al-Kahfi: 33)Yakni sungai-sungai mengalir bercabang-cabang pada kedua kebun itu.


{وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ}


dan dia mempunyai kekayaan besar. (Al-Kahfi: 34)Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan samar yang makna asalnya adalah buah-buahan adalah harta benda. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas,

Mujahid, dan Qatadah. Menurut pendapat yang lainnya, makna yang dimaksud ialah buah-buah­an. Makna inilah yang lebih sesuai dengan pengertian lahiriah lafaznya, dan diperkuat oleh qiraat lainnya yang membacanya sumrun,

bentuk ja­maknya dari samratun, seperti halnya lafaz khasyabatun (kayu) yang bentuk jamaknya adalah khasybun. Qiraat lainnya membacanya samarun.


{ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ}


maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengan dia. (Al-Kahfi: 34)Salah seorang dari pemilik kedua kebun itu berkata kepada temannya dengan nada sombong dan membanggakan dirinya.


{أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالا وَأَعَزُّ نَفَرًا}


Hartaku lebih banyak daripada hartamu, dan pengikut-pengikutku lebih kuat. (Al-Kahfi: 34)Yakni pembantu, pelayan dan anakku lebih banyak daripadamu. Qatadah mengatakan, "Demi Allah,

hal seperti itulah yang dicita-citakan oleh orang yang durhaka, yaitu memiliki harta yang banyak dan pengikut-pengikut yang kuat."Firman Allah Swt.:


{وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ}


Dan dia memasuki kebunnya, sedangkan dia zalim terhadap dirinya sendiri. (Al-Kahfi: 35)Yaitu dengan kekafiran, pembangkangan, kesombongan, keangkaramurkaan, dan keingkarannya terhadap hari kembali (hari kiamat).


{قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَذِهِ أَبَدًا}


"Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.” (Al-Kahfi: 35) Ia teperdaya ketika melihat kesuburan tanam-tanamannya, buah-buahan, dan pepohonannya; serta sungai-sungai yang mengalir di dalam kebun-kebunnya itu,

hingga ia menduga bahwa kebun-kebunnya itu tidak akan lenyap, tidak akan habis, tidak akan rusak, dan tidak akan binasa. Demikian itu karena kedangkalan akalnya, kelemahan keyakinannya kepada Allah Swt.,

kekagumannya kepada kehidupan dunia dan perhiasannya, serta keingkarannya terhadap kehidupan di akhirat. Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya,- menyitir perkataannya:


{وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً}


dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang. (Al-Kahfi: 36) Maksudnya, hari kiamat itu tidak akan terjadi menurut keyakinannya.


{وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَى رَبِّي لأجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا}


dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu. (Al-Kahfi: 36)Yakni seandainya hari kembali itu ada dan semuanya dikembalikan kepada Allah,

tentulah aku di sana mendapat bagian yang lebih baik daripada yang ada sekarang di sisi Tuhanku. Seandainya tidak ada kemuliaan ba­giku di sisi-Nya, tentulah Dia tidak akan memberiku semuanya ini. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَى}


Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguh­nya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya. (Fushshilat: 50) Dan firman Allah Swt. yang menyatakan:


{أَفَرَأَيْتَ الَّذِي كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لأوتَيَنَّ مَالا وَوَلَدًا}


Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan, "Pasti aku akan diberi harta dan anak.” (Maryam: 77) Yakni di akhirat ia berangan-angan mendapatkan hal itu dari Allah Swt.

Penyebab turunnya ayat ini ialah berkenaan dengan Al-As ibnu Wa-il, seperti yang akan dijelaskan nanti di tempatnya, insya Allah.

Surat Al-Kahf |18:33|

كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ وَفَجَّرْنَا خِلَالَهُمَا نَهَرًا

kiltal-jannataini aatat ukulahaa wa lam tazhlim min-hu syai`aw wa fajjarnaa khilaalahumaa naharoo

Kedua kebun itu menghasilkan buahnya, dan tidak berkurang (buahnya) sedikit pun, dan di celah-celah kedua kebun itu Kami alirkan sungai,

Each of the two gardens produced its fruit and did not fall short thereof in anything. And We caused to gush forth within them a river.

Tafsir
Jalalain

(Kedua buah kebun itu) lafal Kiltaa adalah Mufrad yang menunjukkan makna Tatsniyah; ia berkedudukan menjadi Mubtada (menghasilkan). Lafal Aatat ini menjadi Khabar Kiltaa

(buahnya) yakni buah-buahannya (dan kebun itu tiada dizalimi) dikurangi (buahnya sedikit pun dan Kami alirkan) artinya, Kami bedahkan (sungai di celah-celah kedua kebun itu) yakni sungai itu mengalir di antara kedua kebun tersebut.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 33 |

Penjelasan ada di ayat 32

Surat Al-Kahf |18:34|

وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا

wa kaana lahuu ṡamar, fa qoola lishooḥibihii wa huwa yuḥaawiruhuuu ana akṡaru mingka maalaw wa a'azzu nafaroo

dan dia memiliki kekayaan besar, maka dia berkata kepada kawannya (yang beriman) ketika bercakap-cakap dengan dia, "Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat."

And he had fruit, so he said to his companion while he was conversing with him, "I am greater than you in wealth and mightier in [numbers of] men."

Tafsir
Jalalain

(Dan dia mempunyai) di samping kedua kebun itu (buah-buahan yang banyak) lafal Tsamarun atau Tsumurun atau Tsumrun adalah bentuk jamak dari kata Tsamratun;

keadaannya sama dengan lafal Syajaratun dan Syajarun, atau Khasyabatun dan Khasyabun, atau Badanatun dan Badanun (maka ia berkata kepada kawannya) yang mukmin

(ketika ia bercakap-cakap dengan dia) seraya membanggakan miliknya, "(Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat)" keluargaku lebih kuat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 34 |

Penjelasan ada di ayat 32

Surat Al-Kahf |18:35|

وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا

wa dakhola jannatahuu wa huwa zhoolimul linafsih, qoola maaa azhunnu an tabiida haażihiii abadaa

Dan dia memasuki kebunnya dengan sikap merugikan dirinya sendiri (karena angkuh dan kafir), dia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,

And he entered his garden while he was unjust to himself. He said, "I do not think that this will perish - ever.

Tafsir
Jalalain

(Dan dia memasuki kebunnya) dengan membawa temannya yang Mukmin itu, seraya membawanya ke sekeliling kebun serta memperlihatkan kepadanya hasil buah-buahannya.

Di sini tidak diungkapkan dengan memakai lafal Jannataihi dalam bentuk Tatsniyah karena pengertian yang dimaksud adalah tamannya. Menurut pendapat yang lain disebutkan,

bahwa cukup hanya dengan menyebutkan satu saja (sedang dia lalim terhadap dirinya sendiri) dengan melakukan kekafiran (ia berkata, "Aku kira tidak akan binasa) tidak akan lenyap (kebun ini untuk selama-lamanya).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 35 |

Penjelasan ada di ayat 32

Surat Al-Kahf |18:36|

وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا

wa maaa azhunnus-saa'ata qooo`imataw wa la`ir rudittu ilaa robbii la`ajidanna khoirom min-haa mungqolabaa

dan aku kira hari Kiamat itu tidak akan datang, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada ini."

And I do not think the Hour will occur. And even if I should be brought back to my Lord, I will surely find better than this as a return."

Tafsir
Jalalain

(Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Rabbku) di akhirat kelak sebagaimana dugaanmu itu

(pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu)" tempat tinggal yang lebih baik.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 36 |

Penjelasan ada di ayat 32

Surat Al-Kahf |18:37|

قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا

qoola lahuu shooḥibuhuu wa huwa yuḥaawiruhuuu a kafarta billażii kholaqoka min turoobin ṡumma min nuthfatin ṡumma sawwaaka rojulaa

Kawannya (yang beriman) berkata kepadanya sambil bercakap-cakap dengannya, "Apakah engkau ingkar kepada (Tuhan) yang menciptakan engkau dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan engkau seorang laki-laki yang sempurna?

His companion said to him while he was conversing with him, "Have you disbelieved in He who created you from dust and then from a sperm-drop and then proportioned you [as] a man?

Tafsir
Jalalain

(Kawannya yang Mukmin berkata kepadanya sedang dia bercakap-cakap dengannya) seraya menjawab apa yang telah dikatakannya tadi,

("Apakah kamu ingkar terhadap Rabb yang telah menciptakan kamu dari tanah) karena Nabi Adam diciptakan dari tanah dan dia sebagai anak cucunya (kemudian dari setetes air mani)

setetes sperma (lalu Dia menyempurnakan bentukmu) merampungkan bentukmu dan menjadikanmu (sebagai seorang laki-laki)".

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 37 |

Tafsir ayat 37-41

Allah Swt. rnenceritakan tentang jawaban teman orang kafir yang muk­min itu seraya menasihati dan memperingatkannya agar janganlah ia bersikap kafir kepada Allah dan teperdaya oleh kegemerlapannya dunia­wi. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلا}


Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah. (Al-Kahfi: 37), hingga akhir ayat.Ungkapan ini mengandung protes keras terhadap dosa besar yang dilakukan oleh temannya karena kafir kepada Tuhannya,

padahal Dia-lah yang menciptakannya. Allah memulai penciptaan manusia dari tanah, yaitu Adam, kemudian menjadikan keturunannya dari air mani yang lemah. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ}


Mengapa kalian kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian. (Al-Baqarah: 28), hingga akhir ayat.Yakni mengapa kalian ingkar terhadap Tuhan kalian, padahal dalil-dalil yang menunjukkan

keberadaan-Nya pada kalian jelas dan gamblang, setiap orang mengetahuinya dalam dirinya. Karena sesungguhnya tiada seorang manusia pun melainkan mengetahui bahwa dirinya pada asal mulanya tidak ada, kemudian ada,

dan keberadaannya itu bukanlah ada dengan sendirinya. Dan keberadaannya itu tidaklah bersandar kepada suatu makhluk pun, karena mereka sama kedudukannya dengan dia. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa keberadaannya itu karena diciptakan oleh Penciptanya, yaitu Dia-lah Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, pencipta segala sesuatu. Karena itulah temannya yang mukmin itu berkata:


{لَكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي}


Tetapi aku (percaya bahwa); Dia-lah Allah, Tuhanku. (Al-Kahfi: 38) Yakni tetapi aku tidak sependapat denganmu, bahkan aku mengakui Allah sebagai Tuhanku Yang Maha Esa.


{وَلا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا}


dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku. (Al-Kahfi: 38)Artinya, tetapi aku percaya bahwa Dialah Allah yang wajib disembah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Selanjutnya temannya yang mukmin itu berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:


{وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالا وَوَلَدًا}


Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah", tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah? Jika kamu anggap aku lebih kurang dari­pada kamu dalam hal harta dan anak. (Al-Kahfi: 39)

Kalimat ini mengandung makna anjuran dan perintah, bahwa mengapa saat kamu memasuki kebunmu dan kamu merasa takjub dengannya ketika melihatnya kamu tidak memuji kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya

kepadamu dan harta serta anak yang dikaruniakan-Nya kepadamu dalam jumlah yang belum pernah diberikan kepada orang lain. Lalu tidak kamu ucapkan bahwa semua ini atas kehendak Allah, tiada kekuatan kecuali

dengan pertolongan Allah.Karena itulah sebagian ulama Salaf (terdahulu) ada yang mengatakan bahwa barang siapa yang merasa kagum terhadap sesuatu dari keadaan­nya atau hartanya atau anaknya, hendaklah ia mengucapkan,

"Ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah, tiada kekuatan bagiku untuk melakukan­nya kecuali dengan pertolongan Allah." Hal ini tersimpulkan dari makna yang terkandung di dalam ayat ini.

Sehubungan dengan hal ini ada sebuah hadis marfu' yang dikete­ngahkan oleh Abu Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya, disebut­kan bahwa:


حَدَّثَنَا جَرَّاح بْنُ مَخْلَد، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ عَوْن، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ زُرَارَة، عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ نِعْمَةً مِنْ أَهْلٍ أَوْ مَالٍ أَوْ وَلَدٍ، فَيَقُولُ: {مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ} فَيَرَى فِيهِ آفَةً دُونَ الْمَوْتِ". وَكَانَ يَتَأَوَّلُ هَذِهِ الْآيَةَ: {وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ}


telah menceritakan kepada kami Jarrah ibnu Mukhallad, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Zurarah, dari Anas r.a.

yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada suatu nikmat pun yang diberikan oleh Allah kepada sese­orang hamba dalam harta atau anaknya, lalu si hamba meng­ucapkan, "Ini adalah apa yang dikehendaki Allah,

tiada ke­kuatan (bagiku untuk mengadakannya) melainkan dengan perto­longan Allah, " maka tiada suatu malapetaka pun yang akan menimpanya selain dari kematian. Sahabat Anas r.a. mengatakan bahwa yang dimaksud oleh Nabi Saw.

adalah kesimpulan dari makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah' tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah? (Al-Kahfi: 39)

Al-Hafiz Abul Fat-h Al-Azdi mengatakan bahwa Isa ibnu Aun dari Abdul Malik ibnu Zurarah, dari Anas; sanad ini hadisnya tidak sahih.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ وَحَجَّاجٌ، حَدَّثَنِي شُعْبَةُ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عُبَيْدٍ مَوْلَى أَبِي رُهْم، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "أَلَّا أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ؟ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muham­mad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dan Hajjaj, telah menceritakan kepadaku Syu'bah, dari Asim ibnu Ubaidillah, dari Ubaid maula Abu Rahm,

dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Maukah aku tunjukkan kepadamu suatu perbendaharaan dari surga? Yaitu bacaan 'La Quwwata lila Billah' (Tidak ada kekuat­an kecuali dengan pertolongan Allah).

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid. Di dalam kitab Sahih telah disebutkan dari Abu Musa, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya:


أَلَّا أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ؟ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ"


Maukah aku tunjukkan kamu kepada sesuatu dari perbenda­haraan surga? Yaitu 'La Haula Wala Quwwata lila Billah' (Tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، عَنْ أَبِي بَلَج، عَنْ عَمْرو بْنِ مَيْمُونٍ قَالَ: قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: قَالَ لِي نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ تَحْتَ الْعَرْشِ؟ ". قَالَ: قُلْتُ: نَعَمْ، فِدَاكَ أَبِي وَأُمِّي. قَالَ: "أَنْ تَقُولَ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ" قَالَ أَبُو بَلْج: وَأَحْسَبُ أَنَّهُ قَالَ: "فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: أَسْلَمَ عَبْدِي وَاسْتَسْلَمَ". قَالَ: فَقُلْتُ لِعَمْرٍو -قَالَ أَبُو بَلْج: قَالَ عَمْرو: قُلْتُ لِأَبِي هُرَيْرَةَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ؟ فَقَالَ: لَا إِنَّهَا فِي سُورَةِ الْكَهْفِ: {وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ}


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bukair ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Abu Balkh, dari Amr ibnu Maimun yang mengatakan, "Abu Hurairah pernah menga­takan bahwa

Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya, 'Hai Abu Hurairah, maukah aku tunjukkan kamu kepada sesuatu dari perbendaha­raan surga di bawah 'Arasy?'." Abu Hurairah mengatakan bahwa ia menjawab, "Semoga ayah dan ibuku

menjadi tebusanmu." Nabi Saw. bersabda: Hendaklah kamu ucapkan, "Tidak ada kekuatan kecuali de­ngan pertolongan Allah.” Abu Balkh mengatakan, ia menduga bahwa Amr ibnu Maimun mengata­kan, "Maka sesungguhnya

Allah berfirman, 'Hamba-Ku telah Islam dan berserah diri'." Abu Balkh menceritakan apa yang dikatakan oleh Amr kepada Abu Hurairah seraya bertanya kepadanya, bahwa apakah ucapan yang dimaksud adalah kalimah

'La Haula Wala Quwwata lila Billah' (Tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)? Abu Hurairah menjawab bahwa bukan itu kalimat yang dimak­sud, melainkan yang terdapat di dalam surat Al-Kahfi,

yaitu firman-Nya: Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah' tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah? (Al-Kahfi: 39) Firman Allah Swt.:


{فَعَسَى رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ}


Maka mudah-mudahan Tuhanku akan memberi kepadaku (ke­bun) yang lebih baik daripada kebunmu (ini). (Al-Kahfi: 40) Maksudnya kelak di hari kemudian, yaitu di akhirat.


{وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا}


dan mudah-mudahan Dia mengirimkan kepada kebunmu. (Al-Kahfi: 40) Yakni menimpakan kepada kebunmu di dunia ini yang kamu kira bahwa kebun itu tidak akan musnah dan tidak akan lenyap.


{حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ}


ketentuan (petir) dari langit. (Al-Kahfi: 40) Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, Qatadah, dan Malik telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, bahwa makna yang dimaksud ialah azab dari langit. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa hal itu

berupa hujan besar yang menge­jutkan yang dapat mencabut tanam-tanaman dan pepohonan. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya.


{فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا}


hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin. (Al-Kahfi: 40)Yaitu gundul lagi tanahnya licin, telapak kaki tidak dapat tegak di atasnya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa perihalnya sama dengan rawa yang ti­dak dapat menumbuhkan sesuatu pun. Firman Allah Swt.:


{أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا}


atau airnya menjadi surut ke dalam tanah. (Al-Kahfi: 41) Maksudnya, menyerap masuk ke dalam tanah; lawan kata dari air yang menyumber yang muncul ke permukaan tanah. Al-gair artinya airnya jauh berada di dalam perut bumi, seperti pengertian yang terdapat di da­lam ayat lain melalui firman-Nya:


{قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَصْبَحَ مَاؤُكُمْ غَوْرًا فَمَنْ يَأْتِيكُمْ بِمَاءٍ مَعِينٍ}


Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku jika sumber air kalian menjadi kering; maka siapakah yang mendatangkan air yang mengalir bagi kalian?” (Al-Mulk: 30) Yakni air yang mengalir dan berlimpah. Dalam ayat ini disebutkan:


{أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا}


atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi. (Al-Kahfi: 41) Al-gaur bermakna gair, yakni masdar bermakna isim fa'il, tetapi mak­nanya lebih kuat. Seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:


تَظَلّ جيّادُهُ نَوْحًا عَلَيه ... تُقَلّدُهُ أعنَّتَها صُفُوفا ...


Kuda-kudanya terus-menerus meringkik (seakan-akan menangisi­nya) seraya berbaris, sedangkan tali-tali kendalinya masih ter­pegang olehnya. Lafaz nauhun bermakna na-ihatun. Sama halnya dengan gaurun, ber­makna ga'irun.

Surat Al-Kahf |18:38|

لَٰكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا

laakinna huwallohu robbii wa laaa usyriku birobbiii aḥadaa

Tetapi aku (percaya bahwa), Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu pun.

But as for me, He is Allah, my Lord, and I do not associate with my Lord anyone.

Tafsir
Jalalain

(Tetapi aku) lafal Laakinna asalnya merupakan gabungan antara lafal Laakin dan Anaa, kemudian harakat huruf Hamzah Anaa dipindahkan kepada Nun lafal Laakin;

atau huruf Hamzah Anaa dibuang kemudian huruf Nun lafal Laakin diidgamkan kepada Na, sehingga jadilah Laakinna (mengatakan) lafal Huwa mengandung dhamir Sya'an yang dijelaskan

oleh kalimat sesudahnya; artinya, aku mengatakan, ("Allah adalah Rabbku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Rabbku)".

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 38 |

Penjelasan ada di ayat 37

Surat Al-Kahf |18:39|

وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَوَلَدًا

walau laaa iż dakholta jannataka qulta maa syaaa`allohu laa quwwata illaa billaah, in taroni ana aqolla mingka maalaw wa waladaa

Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan "Masya Allah, la quwwata illa billah" (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud), tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah, sekalipun engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu.

And why did you, when you entered your garden, not say, 'What Allah willed [has occurred]; there is no power except in Allah '? Although you see me less than you in wealth and children,

Tafsir
Jalalain

(Mengapa tidak) (kamu katakan sewaktu kamu memasuki kebunmu) sewaktu kamu merasa takjub dengan kebunmu itu,

("Ini adalah apa yang telah dikehendaki oleh Allah; tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)" di dalam sebuah hadis telah disebutkan, "Barang siapa yang diberi kebaikan

(nikmat), baik berupa istri yang cantik lagi saleh atau pun harta benda yang banyak, lalu ia mengatakan, 'Maasya Allaah Laa Quwwata Illaa Billaah'

(Ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah, dan tiada kekuatan melainkan berkat pertolongan Allah), niscaya ia tidak akan melihat hal-hal yang tidak disukai akan menimpa kebaikan tersebut.

(Jika kamu anggap aku ini) lafal Anaa merupakan dhamir Fashl yang memisahkan antara kedua Maf'u1 (lebih sedikit daripada kamu dalam hal harta dan anak).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 39 |

Penjelasan ada di ayat 37