Juz 15
Surat Al-Kahf |18:40|
فَعَسَىٰ رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا
fa asaa robbiii ay yu`tiyani khoirom min jannatika wa yursila 'alaihaa ḥusbaanam minas-samaaa`i fa tushbiḥa sho'iidan zalaqoo
Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberikan kepadaku (kebun) yang lebih baik dari kebunmu (ini), dan Dia mengirimkan petir dari langit ke kebunmu, sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin,
It may be that my Lord will give me [something] better than your garden and will send upon it a calamity from the sky, and it will become a smooth, dusty ground,
(Maka mudah-mudahan Rabbku, akan memberi kepadaku kebun yang lebih baik daripada kebunmu ini) jumlah kalimat ayat ini menjadi Jawab daripada Syarat pada ayat sebelumnya
(dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan kepada kebunmu) lafal Husbanan adalah bentuk jamak dari kata Husbanah artinya petir
(dan langit, hingga kebun itu menjadi tanah yang licin) tanah yang sangat licin sehingga telapak kaki tidak dapat berpijak padanya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 40 |
Penjelasan ada di ayat 37
Surat Al-Kahf |18:41|
أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا
au yushbiḥa maaa`uhaa ghouron fa lan tastathii'a lahuu tholabaa
atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka engkau tidak akan dapat menemukannya lagi."
Or its water will become sunken [into the earth], so you would never be able to seek it."
(Atau airnya menjadi surut ke dalam tanah) lafal Ghauran bermakna Ghairan, diathafkan kepada lafal Yursila, bukan kepada lafal Tushbiha, karena pengertian Ghaural Mai atau kekeringan air
tidak ada kaitannya dengan masalah petir (maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi)" kamu tidak akan menemukan upaya lagi untuk menjadikannya kembali.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 41 |
Penjelasan ada di ayat 37
Surat Al-Kahf |18:42|
وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَا أَنْفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا
wa uḥiitho biṡamarihii fa ashbaḥa yuqollibu kaffaihi 'alaa maaa anfaqo fiihaa wa hiya khoowiyatun 'alaa 'uruusyihaa wa yaquulu yaa laitanii lam usyrik birobbiii aḥadaa
Dan harta kekayaannya dibinasakan, lalu dia membolak-balikkan kedua telapak tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang telah dia belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur roboh bersama penyangganya (para-para) lalu dia berkata, "Betapa sekiranya dahulu aku tidak menyekutukan Tuhanku dengan sesuatu pun."
And his fruits were encompassed [by ruin], so he began to turn his hands about [in dismay] over what he had spent on it, while it had collapsed upon its trellises, and said, "Oh, I wish I had not associated with my Lord anyone."
(Dan buah-buahannya diliputi) yakni ditimpa oleh berbagai macam musibah seperti yang telah disebutkan tadi sehingga binasalah semuanya berikut kebunnya
(lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya) karena menyesal dan kecewa (terhadap biaya yang telah dibelanjakannya untuk itu) untuk menggarap kebunnya (sedangkan pohon anggur itu roboh)
tumbang (berikut para-paranya) penopang-penopangnya; pada mulanya pohon berikut penopangnya roboh maka berjatuhanlah buah-buah anggur itu
(dan dia berkata, "Aduhai) sebagai ungkapan kekecewaannya (kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Rabbku)".
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 42 |
Tafsir ayat 42-43
Firman Allah Swt.:
{وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ}
Dan harta kekayaannya dibinasakan. (Al-Kahfi: 42)Yakni harta benda atau buah-buahannya, menurut pendapat yang lain. Tetapi pada garis besarnya makna ayat adalah bahwa si kafir ini telah tertimpa musibah
yang pernah diperingatkan oleh si mukmin dalam ancamannya, yaitu hujan besar yang melanda kebun yang memperdayanya dan membuatnya lupa kepada Allah Swt.
{فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَى مَا أَنْفَقَ فِيهَا}
lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu. (Al-Kahfi: 42) Qatadah mengatakan, si kafir itu menepuk-nepukkan kedua tangannya tanda penyesalan dan kekecewaan atas harta bendanya yang musnah.
{وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا وَلَمْ تَكُنْ لَهُ فِئَةٌ}
dan ia berkata', "Aduhai, kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku.” Dan tidak ada bagi dia segolonganpun. (Al-Kahfi: 42-43) Artinya, tiada suatu golongan pun atau seorang anak pun yang tadinya ia bangga-banggakan.
{يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا هُنَالِكَ الْوَلايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ}
yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. (Al-Kahfi: 43-44) para ahli qiraah berselisih pendapat mengenai waqaf pada lafaz hunalika. Di antara mereka ada yang mewaqafkan pada firman-Nya:
{وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا هُنَالِكَ}
dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya di sana. (Al-Kahfi: 43)Yakni di tempat itu yang tertimpa oleh azab Allah, tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan harta miliknya dari azab Allah. Kemudian dimulai lagi dengan ayat baru, yaitu firman-Nya:
{ الْوَلايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ}
Pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. (Al-Kahfi: 44) Akan tetapi, ada sebagian ulama yang mewaqafkan pada firman-Nya:
{وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا}
dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. (Al-Kahfi: 43) Kemudian ayat selanjutnya dimulai dengan firman-Nya:
{هُنَالِكَ الْوَلايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ}
Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak (Al-Kahfi: 44) Kemudian mereka berselisih pendapat tentang bacaan lafaz al-walayah; di antara mereka ada yang mem-fat-hah-kan wawu-nya sehingga menjadi al-walayah.
Maknanya ialah bahwa dalam keadaan demikian setiap orang —baik yang beriman maupun yang kafir— akan kembali kepada Allah dan mengakui-Nya serta tunduk kepada-Nya, yaitu bila azab diturunkan.
Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِينَ}
Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata, "Kami beriman hanya kepada Allah saja, dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami mempersekutukan(nya) dengan Allah." (Al-Mu’min: 84)
Juga seperti yang disebutkan Allah Swt. dalam firman-Nya menceritakan tentang Fir'aun saat menjelang ajalnya:
{حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ}
hingga bila Fir’aun itu hampir tenggelam, berkatalah dia, "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).
”Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (Yunus: 90-91)Di antara mereka ada yang meng-kasrah-kan huruf waw-nya
hingga menjadi al-wilayah, yakni di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Kemudian ada yang me-rafa '-kan lafaz al-haq menjadi al-haqqu, karena dianggap sebagai na'at (sifat) dari al-walayah.
Perihalnya sama dengan apa yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا}
Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu) satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir. (Al-Furqan: 26)
Ada pula yang men-jar-kan qaf-nya sehingga menjadi al-haqqi, karena dianggap sebagai na'at dari Allah Swt. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلاهُمُ الْحَقِّ أَلا لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ}
Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. (Al-An'am: 62), hingga akhir ayat.Karena itulah dalam surat ini disebutkan dalam firman selanjutnya:
{هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ عُقْبًا}
Dia adalah sebaik-baik pemberi pahala dan sebaik-baik pemberi balasan. (Al-Kahfi: 44)Dengan kata lain, segala amal perbuatan yang ikhlas karena Allah Swt. pahalanya lebih baik, dan akibatnya amat terpuj lagi sangat sesuai; semuanya baik belaka.
Surat Al-Kahf |18:43|
وَلَمْ تَكُنْ لَهُ فِئَةٌ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا
wa lam takul lahuu fi`atuy yanshuruunahuu min duunillaahi wa maa kaana muntashiroo
Dan tidak ada (lagi) baginya segolongan pun yang dapat menolongnya selain Allah, dan dia pun tidak akan dapat membela dirinya.
And there was for him no company to aid him other than Allah, nor could he defend himself.
(Dan tidak ada) dapat dibaca Lam Takun atau Lam Yakun (bagi dia segolongan pun) sekelompok orang pun (yang akan menolongnya selain Allah) di waktu kebunnya binasa
(dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya) tak mampu mempertahankannya sendiri sewaktu kebunnya binasa.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 43 |
Penjelasan ada di ayat 42
Surat Al-Kahf |18:44|
هُنَالِكَ الْوَلَايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ ۚ هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ عُقْبًا
hunaalikal-walaayatu lillaahil-ḥaqq, huwa khoirun ṡawaabaw wa khoirun 'uqbaa
Di sana, pertolongan itu hanya dari Allah Yang Maha Benar. Dialah (pemberi) pahala terbaik dan (pemberi) balasan terbaik.
There the authority is [completely] for Allah, the Truth. He is best in reward and best in outcome.
(Di sana) kelak di hari kiamat (pertolongan itu) kalau dibaca Al-Walaayah artinya pertolongan, dan kalau dibaca Al-Wilaayah artinya kerajaan (hanya dari Allah Yang Hak)
kalau dibaca Al-Haqqu menjadi sifat dari lafal Al-Walaayah dan kalau dibaca Al-Haqqi menjadi sifat dari Lafzhul Jalalah atau Allah (Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala)
lebih baik daripada pahala selain-Nya seandainya ada yang dapat memberi pahala (dan sebaik-baik Pemberi balasan) lafal 'Uqban atau 'Uquban artinya balasan bagi orang-orang Mukmin; dinashabkan karena menjadi Tamyiz.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 44 |
Tafsir ayat 44-46
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya:
{وَاضْرِبْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا}
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia) kehidupan dunia. (Al-Kahfi: 45) tentang kefanaannya, bahwa dunia itu pasti lenyap dan habis masanya.
{كَمَاءٍ أَنزلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الأرْضِ}
sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi. (Al-Kahfi: 45)Maksudnya, biji-bijian yang ditanam padanya menjadi subur dan tumbuh dengan pesat, berbunga, bercahaya serta hijau segar. Sesudah itu semua disebutkan oleh firman-Nya:
{فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ}
Kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. (Al-Kahfi: 45) Yakni kering kerontang berhamburan tertiup oleh angin ke segala arah.
{وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا}
Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Kahfi: 45) Artinya, Dia mampu menciptakan keadaan seperti itu dan membuat perumpamaan seperti itu. Sering sekali Allah Swt. membuat perumpamaan seperti itu untuk kehidupan dunia, seperti apa yang disebutkan-Nya dalam surat Yunus melalui firman-Nya:
{إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنزلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الأرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالأنْعَامُ حَتَّى إِذَا أَخَذَتِ الأرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ} الْآيَةَ
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi,
di antaranya ada yang di makan manusia dan binatang ternak. (Yunus: 24), hingga akhir ayat.Dan firman Allah Swt. dalam surat Az-Zumar, yaitu:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَلَكَهُ يَنَابِيعَ فِي الأرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهِ زَرْعًا مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَجْعَلُهُ حُطَامًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لأولِي الألْبَابِ}
Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit. Maka diaturnya menjadi sumber-sumber di bumi, kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya. (Az-Zumar: 21), hingga akhir ayat.Dalam surat Al-Hadid disebutkan oleh firman-Nya:
{اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الأمْوَالِ وَالأوْلادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ}
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kalian serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak,
seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani. (Al-Hadid : 20), hingga akhir ayat.Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
"الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ"
Dunia itu adalah hijau lagi manis.Firman Allah Swt.:
{الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا}
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. (Al-Kahfi: 46) Sama halnya dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ}
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas. (Ali Imran: 14), hingga akhir ayat.
{إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ}
Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (bagi kalian); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (At-Taghabun: 15) Dengan kata lain, kembali kepada Allah dan menyibukkan diri dengan beribadah kepada-Nya
adalah lebih baik bagi kalian daripada menyibukkan diri dengan hal-hal tersebut, menghimpun dunia (harta), serta merasa khawatir yang berlebihan terhadap hal-hal tersebut. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا}
Tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Al-Kahfi: 46) Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, serta lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf
yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihatu ialah salat lima waktu.Ata ibnu Abu Rabah dan Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat ialah ucapan:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar.Hal yang sama dikatakan pula oleh Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan ketika ditanya mengenai makna al-baqiyah ini, maka ia menjawab bahwa hal itu adalah ucapan:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لله، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan Allah Mahabesar, dan tidak ada upaya (untuk menghindari kedurhakaan) dan tidak ada kekuatan (untuk melakukan ibadah)
kecuali hanya dengan (pertolongan) Allah, Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.Hal ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِئُ، حَدَّثَنَا حَيْوَة، أَنْبَأَنَا أَبُو عَقِيلٍ، أَنَّهُ سَمِعَ الْحَارِثَ مَوْلَى عُثْمَانَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: جَلَسَ عُثْمَانُ يَوْمًا وَجَلَسْنَا مَعَهُ، فَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ، فَدَعَا بِمَاءٍ فِي إِنَاءٍ، أَظُنُّهُ أَنَّهُ سَيَكُونُ فِيهِ مُد، فَتَوَضَّأَ ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ وُضُوئِي هَذَا، ثُمَّ قَالَ: "مَنْ تَوَضَّأَ وُضُوئِي هَذَا، ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى صَلَاةَ الظُّهْرِ، غُفر لَهُ مَا كَانَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الصُّبْحِ، ثُمَّ صَلَّى الْعَصْرَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيَّنَهَا وَبَيْنَ الظُّهْرِ، ثُمَّ صَلَّى الْمَغْرِبَ غُفر لَهُ مَا بَيَّنَهَا وَبَيْنَ الْعَصْرِ، ثُمَّ صَلَّى العشاء غُفر له ما بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْمَغْرِبِ، ثُمَّ لَعَلَّهُ يَبِيتُ يَتَمَرَّغُ لَيْلَتَهُ، ثُمَّ إِنْ قَامَ فَتَوَضَّأَ وَصَلَّى صَلَاةَ الصبح، غُفر له ما بينها وبين صلاة الْعِشَاءِ وَهِيَ الْحَسَنَاتُ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ" قَالُوا: هَذِهِ الْحَسَنَاتُ فَمَا الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتُ يَا عُثْمَانُ؟ قَالَ: هِيَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، والحمد لله، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepada kami Abu Uqail, bahwa ia pernah mendengar Al-Haris (bekas budak Usman r.a.) mengatakan,
"Pada suatu hari Usman duduk di suatu majelis, dan kami pun duduk bersamanya. Maka datanglah juru azan kepadanya (memberitahukan masuknya waktu salat), lalu ia meminta air dalam sebuah wadah —menurutku jumlah air tersebut
kurang lebih satu mud banyaknya—, kemudian dipakainya untuk wudu. Sesudah itu ia berkata, 'Saya pernah melihat Rasulullah Saw. melakukan wudu seperti wuduku ini (yang kuperagakan kepada kalian),' lalu beliau Saw. bersabda:
'Barang siapa melakukan wudu seperti wuduku ini, kemudian ia berdiri dan salat Lohor, maka diampuni baginya semua dosa yang ada, antara salat Lohor dan salat Subuhnya. Kemudian bila ia salat Asar, maka diampuni baginya semua dosa
yang ada antara salat Asar dan salat Lohornya. Kemudian bila ia salat Magrib, maka diampuni baginya semua dosa yang ada antara salat Magrib dan salat Asarnya. Kemudian bila ia salat Isya, maka diampuni baginya semua dosa
yang ada antara salat Magrib dan salat Isyanya. Kemudian barangkali ia tidur di malam harinya, lalu bangun di pagi hari dan melakukan wudu dan salat Subuh, maka diampuni baginya semua dosa yang ada antara salat Isya
dan salat Subuhnya. Semuanya itu adalah kebaikan-kebaikan yang dapat menghapuskan keburukan-keburukan (dosa-dosa). Orang-orang bertanya, 'Ini adalah kebaikan-kebaikan. Maka apakah yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat,
hai Usman?' Usman menjawab bahwa yang dimaksud dengannya ialah kalimah: 'Tidak ada Tuhan selain Allah, Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, Allah Mahabesar, tidak ada upaya (untuk menjauhkan diri dari kedurhakaan)
dan tidak ada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah) kecuali hanya dengan (pertolongan) Allah, Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (menyendiri).
وَرَوَى مَالِكٌ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيَّادٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ: "الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ" سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بَاللَّهِ.
Malik telah meriwayatkan dari Imarah ibnu Abdullah ibnu Shayyad, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa al-baqiyatus salihat adalah kalimah: Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, Tidak ada Tuhan selain Allah,
Allah Mahabesar; dan tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah.Muhammad ibnu Ajlan telah meriwayatkan dari Imarah, "Sa'id ibnul Musayyab pernah bertanya kepadaku
tentang makna al-baqiyatus salihat, maka aku menjawab, 'Salat dan saum.' Sa'id ibnul Musayyab berkata, 'Jawabanmu tidak tepat.' Aku berkata, 'Zakat dan haji.' Sa'id ibnul Musayyab berkata, 'Jawabanmu masih kurang tepat juga,
tetapi sesungguhnya yang dimaksud dengannya adalah lima buah kalimat,' yaitu:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ.
Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, dan tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah'.”
وَقَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ: أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْم، عَنْ نَافِعٍ عَنْ سَرْجس، أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أنه سأل ابن عمر عن: {الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ} قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ.
Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Nafi' ibnu Sarjis; ia pernah menceritakan kepadanya bahwa ia bertanya kepada Ibnu Umar tentang apa yang dimaksud
dengan istilah al-baqiyatus salihat. Maka Ibnu Umar r.a. menjawab: Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, dan tidak ada daya serta tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah.
Ibnu Juraij dan Ata ibnu Abu Rabah mengatakan pula hal yang serupa dengan itu.Mujahid mengatakan, yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat ialah ucapan:
سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar.Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Al-Hasan dan Qatadah sehubungan dengan firman-Nya:
tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh. (Al-Kahfi: 46) Bahwa yang dimaksud dengannya ialah ucapan: Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, segala puji bagi Allah, dan Mahasuci Allah.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: وَجَدْتُ فِي كِتَابِي عَنِ الْحَسَنِ بْنِ الصَّبَاحِ الْبَزَّارِ، عَنْ أَبِي نَصْرٍ التَّمَّارِ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِي، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، منَ الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتِ"
Ibnu Jarir mengatakan, "Saya menjumpai di dalam kitab saya sebuah hadis dari Al-Hasan ibnus Sabbah Al-Bazzar, dari Abu Nasr At-Tammar, dari Abdul Aziz ibnu Muslim, dari Muhammad ibnu Ajlan, dari Sa'id Al-Maqbari, dari ayahnya,
dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar; semuanya itu adalah amalan-amalan yang kekal lagi saleh'.”
وَحَدَّثَنِي يُونُسُ، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ أَنَّ دَرَّاجًا أَبَا السَّمْحِ حَدّثه، عَنِ ابْنِ الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ: "اسْتَكْثِرُوا مِنَ الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتِ". قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الْمِلَّةُ". قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "التَّكْبِيرُ، وَالتَّهْلِيلُ، وَالتَّسْبِيحُ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ".
Telah menceritakan pula kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris, bahwa Darij (yaitu Abus Samah) pernah menceritakan kepadanya, dari Abul Haisam,
dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Perbanyaklah oleh kalian amalan-amalan yang kekal lagi saleh.” Ketika ditanyakan, "Apakah yang dimaksud dengannya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, "Al-millah (agama).
” Ditanyakan lagi, "Apakah yang dimaksud dengannya, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. bersabda, "Takbir (Allah Mahabesar), tahlil (tidak ada Tuhan selain Allah), tasbih (Mahasuci Allah), dan segala puji bagi Allah
serta tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah.”Imam Ahmad telah meriwayatkan hadis ini melalui riwayat Darij dengan sanad yang sama.Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr,
bahwa Abdullah ibnu Abdur Rahman (pelayan Salim ibnu Abdullah) telah menceritakan kepadanya bahwa Salim pernah mengutusnya kepada Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi untuk suatu keperluan. Salim berpesan,
"Sampaikanlah kepadanya, hendaknya dia menemuiku di pinggir kuburan ini, karena aku mempunyai suatu keperluan dengannya." Maka keduanya bertemu dan salah seorang mengucapkan salam kepada yang lainnya,
kemudian Salim berkata kepadanya, "Bagaimanakah menurutmu makna al-baqiyatus salihat?' Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi menjawab, "Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, dan tidak ada daya serta
tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah." Salim berkata kepada Ibnu Ka'b, "Sejak kapan engkau jadikan kalimah 'La Haula Wala Ouwwata lila Billah' ke dalam al-baqiyatus sdlihat?' Ibnu Ka' b menjawab,
"Saya selalu menggabungkannya ke dalamnya." Salim terus menanyainya sebanyak dua atau tiga kali, tetapi Ibnu Ka'b tetap teguh dengan pendiriannya. Akhirnya Ibnu Ka'b berkata, "Kamu memprotes?" Salim menjawab, "Ya,
saya memprotes, karena sesungguhnya saya pernah mendengar Abu Ayyub Al-Ansari menceritakan hadis berikut, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"عُرِجَ بِي إِلَى السَّمَاءِ فَأُرِيتُ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ: يَا جِبْرِيلُ مَنْ هَذَا مَعَكَ؟ فَقَالَ: مُحَمَّدٌ فَرَحَّبَ بِي وسَهَّل، ثُمَّ قَالَ: مُرْ أُمَّتَكَ فَلْتُكْثِرْ مِنْ غِرَاسِ الْجَنَّةِ، فَإِنَّ تُرْبَتَهَا طَيِّبَةٌ وَأَرْضَهَا وَاسِعَةٌ. فَقُلْتُ: وَمَا غِرَاسُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ"
Aku dinaikkan ke langit, dan di langit aku melihat Ibrahim a.s. Maka Ibrahim bertanya, 'Hai Jibril, siapakah orang yang bersamamu ini?' Jibril menjawab, 'Muhammad.' Maka Ibrahim menyambut kedatanganku dengan sambutan
yang gembira lagi hangat. Kemudian Ibrahim berkata, 'Perintahkanlah kepada umatmu agar mereka memperbanyak tanaman surga, karena sesungguhnya surga itu tanahnya wangi dan buminya luas sekali.' Aku bertanya,
'Apakah tanaman surga itu?' Ibrahim menjawab: Tidak ada daya (untuk menghindarkan diri dari kedurhakaan) dan tidak ada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah) kecuali dengan (pertolongan)Allah'."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ، عَنِ الْعَوَّامِ، حَدَّثَنِي رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، مِنْ آلِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَنَحْنُ فِي الْمَسْجِدِ بَعْدَ صَلَاةِ الْعِشَاءِ، فَرَفَعَ بَصَرَهُ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ خَفَضَ، حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ فِي السَّمَاءِ شَيْءٌ، ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا إِنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ، يَكْذِبُونَ وَيَظْلِمُونَ، فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَمَالَأَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ، فَلَيْسَ مِنِّي وَلَا أَنَا مِنْهُ، وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُمَالِئْهُمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ. أَلَا وَإِنَّ "سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ هُنّ الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid dari Al-Awwam, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan Ansar dari kalangan keluarga An-Nu’man ibnu Basyir yang menceritakan,
"Rasulullah Saw. keluar dari rumah menemui kami saat kami berada di masjid sesudah salat Isya, maka beliau menengadahkan pandangannya ke arah langit, lalu menundukkannya, sehingga kami menduga bahwa
telah terjadi sesuatu di langit. Kemudian beliau bersabda: 'Ingatlah, sesungguhnya kelak sesudahku akan ada para amir (pemimpin) yang gemar berdusta dan zalim; maka barang siapa yang percaya kepada kedustaan mereka
dan memihak mereka dalam kezalimannya, dia bukan termasuk golonganku dan aku bukan termasuk golongannya. Dan barang siapa yang tidak mempercayai kedustaan mereka serta tidak membantu kezaliman mereka,
dia adalah termasuk golonganku, dan aku termasuk golongannya. Ingatlah, sesungguhnya ucapan 'Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar' adalah amalan-amalan yang kekal lagi saleh (baik)'.”
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبَانٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ كَثِيرٍ، عَنْ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي سَلَّامٍ [عَنْ] مَوْلًى لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم] قال: "بَخٍ بَخٍ لِخَمْسٍ مَا أَثْقَلَهُنَّ فِي الْمِيزَانِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالْوَلَدُ الصَّالِحُ يُتَوَفَّى فَيَحْتَسِبُهُ وَالِدُهُ". وَقَالَ: "بَخٍ بَخٍ لِخَمْسٍ مَنْ لَقِيَ اللَّهَ مُسْتَيْقِنًا بِهِنَّ، دَخَلَ الْجَنَّةَ: يُؤْمِنُ بِاللَّهِ، وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَبِالْجَنَّةِ وَبِالنَّارِ، وَبِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَبِالْحِسَابِ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Aban, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu»Abu Kasir, dari Zaid, dari Abu Salam,
dari seorang maula (bekas budak) Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Lima hal yang amat menguntungkan lagi membuat neraca amal perbuatan bertambah sangat berat (dengan amal kebaikan),
yaitu ucapan "Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah " serta anak saleh yang meninggal dunia, lalu orang tuanya merelakannya demi karena Allah. Rasulullah Saw.
bersabda pula: Lima hal yang amat menguntungkan, yaitu barang siapa yang menghadap kepada Allah dalam keadaan meyakininya, pasti masuk surga; beriman kepada Allah dan hari kemudian, beriman kepada adanya surga dan neraka,
serta hari berbangkit sesudah mati dan hari perhitungan (amal perbuatan).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْح، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ قَالَ: كَانَ شَدَّادُ بْنُ أَوْسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، [فِي سَفَرٍ] فَنَزَلَ مَنْزِلًا فَقَالَ لِغُلَامِهِ: "ائْتِنَا بالشَّفرة نَعْبَثْ بِهَا". فَأَنْكَرْتُ عَلَيْهِ، فَقَالَ: مَا تَكَلَّمْتُ بِكَلِمَةٍ مُنْذُ أَسْلَمْتُ إِلَّا وَأَنَا أَخْطِمُهَا وَأَزُمُّهَا غَيْرَ كَلِمَتِي هَذِهِ. فَلَا تَحْفَظُوهَا عَلَيَّ وَاحْفَظُوا مَا أَقُولُ لَكُمْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِذَا كَنَزَ النَّاسُ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ فَاكْنِزُوا هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ، وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ حُسْنَ عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا، وَأَسْأَلُكَ لِسَانًا صَادِقًا، وَأَسْأَلُكَ مِنْ خير مَا تَعْلَمُ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, dari Hassan ibnu Atiyyah yang mengatakan, "Syaddad ibnu Aus r.a. berada dalam suatu perjalanan,
lalu ia turun istirahat di suatu tempat, dan berkata kepada pelayannya, 'Hidangkanlah makanan perbekalan kita, untuk kita sia-siakan.' Maka saya memprotesnya, dan ia berkata, 'Tidak sekali-kali aku mengucapkan suatu kalimat
sejak saat masuk Islam melainkan saya kendalikan dan saya pikirkan terlebih dahulu selain dari kata-kataku ini. Maka janganlah kalian menganggapnya, tetapi saya minta kalian menghafal baik-baik apa yang akan saya katakan
kepada kalian ini. Saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Apabila manusia menimbun emas dan perak, maka timbunlah (pahala) membaca kalimah-kalimah berikut oleh kalian, yaitu: "Ya Allah, sesungguhnya saya memohon
keteguhan dalam urusan ini (agama Islam) dan tekad yang kuat untuk menempuh jalan petunjuk, dan saya memohon kepada-Mu mensyukuri nikmat-Mu, dan saya memohon kepada-Mu kebaikan dalam menyembah-Mu,
dan saya memohon kepada-Mu hati yang sejahtera, dan memohon kepada-Mu lisan yang benar, dan saya memohon kepada-Mu dari kebaikan yang Engkau ketahui, serta saya berlindung kepada-Mu dari keburukan
apa yang Engkau ketahui, dan saya memohon ampunan kepada-Mu terhadap semua dosa(ku) yang Engkau ketahui, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui semua yang gaib'.”Kemudian hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Nasai
melalui jalur lain dari Syaddad dengan sanad yang semisal.Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Najiyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'd Al-Aufi,
telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Husain, dari Yunus ibnu Nafi' Al-Jadali, dari Sa'd ibnu Junadah r.a. yang mengatakan, "Saya termasuk orang pertama dari kalangan penduduk Taif
yang datang kepada Nabi Saw. Saya berangkat menempuh jalan dataran tinggi Taif, yaitu dari As-Surrah, di pagi hari. Sampai di Mina pada waktu asar, lalu saya mendaki jalan perbukitan dan kemudian turun, lalu datang menemui Nabi Saw.
dan saya masuk Islam. Nabi Saw. mengajari saya Firman Allah Swt.: Katakanlah, "Dialah Allah Yang Maha Esa.” (Al-Ikhlas: 1) Maksudnya surat Al-Ikhlas, juga surat Az-Zalzalah. Nabi Saw. mengajari saya kalimah-kalimah berikut:
Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar. Kemudian beliau bersabda, 'Itulah amalan-amalan yang kekal lagi saleh'." Dengan sanad yang sama dalam hadis lain disebutkan seperti berikut:
"مَنْ قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَتَوَضَّأَ وَمَضْمَضَ فَاهُ، ثُمَّ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ مِائَةَ مَرَّةٍ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ مِائَةَ مَرَّةٍ، وَاللَّهِ أَكْبَرُ مِائَةَ مَرَّةٍ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مِائَةَ مَرَّةٍ، غُفِرَتْ ذُنُوبُهُ إِلَّا الدِّمَاءَ فَإِنَّهَا لَا تُبْطَلُ"
Barang siapa yang bangun di waktu malam hari, lalu berwudu dan berkumur (membersihkan) mulutnya, kemudian mengucapkan "Mahasuci Allah" sebanyak seratus kali; dan "Segala puji bagi Allah " sebanyak seratus kali,
"Allah Maha Besar " sebanyak seratus kali.”Tidak ada Tuhan selain Allah" sebanyak seratus kali, maka diampunilah dosa-dosanya kecuali yang berkaitan dengan masalah darah (dosa membunuh), karena sesungguhnya
dosa membunuh itu tidak terhapuskan.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh. (Al-Kahfi: 46) Bahwa yang dimaksud dengannya
ialah zikrullah (zikir kepada Allah), yaitu ucapan "Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, Mahasuci Allah, tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah, istigfar,
dan salawat untuk Rasulullah, serta saum (puasa), haji, sedekah, memerdekakan budak, jihad, silaturahmi, dan semua amal kebaikan. Semua itu adalah amalan-amalan yang kekal lagi saleh, yaitu amalan-amalan yang mengekalkan
pelakunya di dalam surga selama masih ada bumi dan langit (yakni untuk selama-lamanya).Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat ialah kalam yang baik.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat ialah seluruh amal-amal saleh. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Surat Al-Kahf |18:45|
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا
wadhrib lahum maṡalal-ḥayaatid-dun-yaa kamaaa`in anzalnaahu minas-samaaa`i fakhtalatho bihii nabaatul-ardhi fa ashbaḥa hasyiiman tażruuhur-riyaaḥ, wa kaanallohu 'alaa kulli syai`im muqtadiroo
Dan buatkanlah untuk mereka (manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
And present to them the example of the life of this world, [its being] like rain which We send down from the sky, and the vegetation of the earth mingles with it and [then] it becomes dry remnants, scattered by the winds. And Allah is ever, over all things, Perfect in Ability.
(Dan berilah) jadikanlah (buat mereka) buat kaummu (suatu perumpamaan tentang kehidupan dunia ini) menjadi Maf'ul Awwal (adalah sebagai air hujan)
menjadi Maf'ul Tsani (yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya) menjadi tumbuh subur disebabkannya (tumbuh-tumbuhan di muka bumi)
atau air hujan itu bercampur dengan tumbuh-tumbuhan, hingga tumbuh-tumbuhan itu menjadi segar dan tumbuh dengan suburnya (kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi)
(kering) layu dan bagian-bagiannya menjadi belah (yang diterbangkan) ditiup menjadi berantakan (oleh angin) sehingga tidak ada gunanya lagi.
Makna ayat ini menyerupakan duniawi dengan tumbuh-tumbuhan yang subur, kemudian menjadi kering dan dipecahkan serta dihamburkan beterbangan oleh angin.
Menurut suatu qiraat lafal Ar-Riyaah dibaca Ar-Riih (Dan adalah Allah berkuasa atas segala sesuatu) yakni Maha Kuasa.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 45 |
Penjelasan ada di ayat 44
Surat Al-Kahf |18:46|
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
al-maalu wal-banuuna ziinatul-ḥayaatid-dun-yaa, wal-baaqiyaatush-shooliḥaatu khoirun 'inda robbika ṡawaabaw wa khoirun amalaa
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Wealth and children are [but] adornment of the worldly life. But the enduring good deeds are better to your Lord for reward and better for [one's] hope.
(Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia) keduanya dapat dijadikan sebagai perhiasan di dalam kehidupan dunia (tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh)
yaitu mengucapkan kalimat: Subhaanallaah Wal Hamdulillaah Wa Laa Ilaaha Illallaah Wallaahu Akbar; menurut sebagian ulama ditambahkan Walaa Haulaa Walaa Quwwata Illaa Billaahi
(adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan) hal yang diharap-harapkan dan menjadi dambaan manusia di sisi Allah swt.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 46 |
Penjelasan ada di ayat 44
Surat Al-Kahf |18:47|
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا
wa yauma nusayyirul-jibaala wa tarol-ardho baarizataw wa ḥasyarnaahum fa lam nughoodir min-hum aḥadaa
Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung dan engkau akan melihat bumi itu rata dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.
And [warn of] the Day when We will remove the mountains and you will see the earth prominent, and We will gather them and not leave behind from them anyone.
(Dan) ingatlah (akan hari yang ketika itu Kami perjalankan gunung-gunung) Kami lenyapkan gunung-gunung itu dari muka bumi, hingga gunung-gunung itu menjadi debu yang beterbangan.
Menurut qiraat yang lain dibaca Tusayyaru. (dan kamu akan melihat bumi itu datar) tidak ada sesuatu pun yang ada padanya, baik gunung maupun yang lain-lainnya
(dan Kami kumpulkan seluruh manusia) baik mereka yang mukmin maupun mereka yang kafir (dan tidak Kami tinggalkan) Kami tidak membiarkan (seorang pun dari mereka.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 47 |
Tafsir ayat 47-49
Allah Swt. menceritakan tentang kengerian pada hari kiamat dan semua peristiwa besar yang terjadi di dalamnya. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{يَوْمَ تَمُورُ السَّمَاءُ مَوْرًا وَتَسِيرُ الْجِبَالُ سَيْرًا}
pada hari ketika langit benar-benar berguncang, dan gunung-gunung benar-benar berjalan. (Ath-Thur: 9-10)Maksudnya, gunung-gunung jebol dan lenyap dari tempatnya masing-masing. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lainnya lagi melalui firman-Nya:
{وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ}
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (An-Naml: 88)
وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ
Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (Al-Qari'ah: 5)
{وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْجِبَالِ فَقُلْ يَنْسِفُهَا رَبِّي نَسْفًا فَيَذَرُهَا قَاعًا صَفْصَفًا لَا تَرَى فِيهَا عِوَجًا وَلا أَمْتًا}
Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah, "Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, maka Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali,
tidak ada sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi.” (Thaha: 105-107)Allah Swt. menceritakan bahwa Dia melenyapkan gunung-gunung hingga rata dengan dataran, serta bumi menjadi rata
dan datar sama sekali, tidak ada tanah yang datar dan tidak ada tanah yang menonjol; semuanya rata, tiada lembah dan tiada perbukitan. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَتَرَى الأرْضَ بَارِزَةً}
dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar. (Al-Kahfi: 47)Yakni rata dan datar, tiada suatu tanda pun milik seseorang dan tiada suatu tempat persembunyian pun bagi seseorang. Bahkan semua makhluk di bawa ke hadapan Tuhannya,
tiada sesuatu pun dari mereka yang tersembunyi bagi Allah.Mujahid dan Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar. (Al-Kahfi: 47) Maksudnya,
tiada bebatuan dan tiada liang-liang padanya. Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah tiada bangunan dan tiada pepohonan padanya. Firman Allah Swt.:
{وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا}
dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka. (Al-Kahfi: 47)Yakni Kami himpunkan mereka semua dari yang terdahulu hingga yang kemudian (yang terakhir).
Tiada seorang pun dari mereka yang Kami tinggalkan, baik yang kecil maupun yang besar, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قُلْ إِنَّ الأوَّلِينَ وَالآخِرِينَ لَمَجْمُوعُونَ إِلَى مِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ}
Katakanlah, "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang terkemudian benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.” (Al-Waqi'ah: 49-50)
{ذَلِكَ يَوْمٌ مَجْمُوعٌ لَهُ النَّاسُ وَذَلِكَ يَوْمٌ مَشْهُودٌ}
Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapinya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala malaikat). (Hud: 103) Adapun firman Allah Swt.:
{وَعُرِضُوا عَلَى رَبِّكَ صَفًّا}
Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. (Al-Kahfi: 48)Makna ayat ini dapat ditakwilkan bahwa semua makhluk akan diberdiri-kan di hadapan Allah Swt. dalam keadaan berbaris. Seperti yang dimaksudkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلائِكَةُ صَفًّا لَا يَتَكَلَّمُونَ إِلا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَقَالَ صَوَابًا}
Pada hari ketika roh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar. (An-Naba': 38)
Dapat pula ditakwilkan bahwa mereka diberdirikan membentuk saf-saf, bukan hanya satu saf saja. Sebagaimana pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا}
dan datanglah Tuhanmu; sedangkan malaikat berbaris-baris. (Al-Fajr: 22)Adapun firman Allah Swt. yang mengatakan:
{لَقَدْ جِئْتُمُونَا كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ}
Sesungguhnya kalian datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kalian pada yang pertama kali. (Al-Kahfi: 48) Di dalam kalimat ayat ini terkandung makna teguran terhadap orang-orang yang tidak percaya kepada adanya
hari berbangkit, sekaligus sebagai celaan buat mereka di hadapan seluruh saksi yang ada pada hari itu. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{بَلْ زَعَمْتُمْ أَلَّنْ نَجْعَلَ لَكُمْ مَوْعِدًا}
bahkan kalian mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kalian waktu (memenuhi) perjanjian. (Al-Kahfi: 48) Yakni tiadalah menurut sangkaan kalian hari ini akan terjadi, dan bahwa kejadian ini tidaklah ada. Firman Allah Swt.:
{وَوُضِعَ الْكِتَابُ}
Dan diletakkanlah kitab. (Al-Kahfi: 49) Maksudnya, buku catatan amal perbuatan yang di dalamnya tercatat semua amal baik yang besar maupun yang kecil; tiada amal sekecil apa pun yang terlewatkan, terlebih lagi amal yang besar.
{فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ}
lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya. (Al-Kahfi: 49) Yakni takut terhadap amal-amal perbuatan mereka yang buruk lagi jahat yang tertulis di dalamnya.
{وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا}
dan mereka berkata, "Aduhai celaka kami.” (Al-Kahfi: 49) Artinya, betapa kecewa dan celakanya kami atas apa yang kami sia-siakan dalam usia kami (di dunia).
{مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلا كَبِيرَةً إِلا أَحْصَاهَا}
kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya. (Al-Kahfi: 49)Yaitu tiada suatu dosa kecil maupun dosa besar yang tertinggal, dan tiada suatu amal perbuatan sekecil apa pun yang tidak tercatat.
{إِلا أَحْصَاهَا}
melainkan ia mencatat semuanya. (Al-Kahfi: 49) Yakni menulisnya dengan cermat dan memeliharanya. Imam Tabrani telah meriwayatkan dengan sanad seperti yang telah disebutkan di atas sehubungan dengan ayat ini melalui Sa'd ibnu Junadah yang menceritakan:
لَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ غَزْوَةِ حُنَيْن، نَزَلْنَا قَفْرًا مِنَ الْأَرْضِ، لَيْسَ فِيهِ شَيْءٌ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اجْمَعُوا، مَنْ وَجَدَ عُودًا فَلْيَأْتِ بِهِ، وَمَنْ وَجَدَ حَطَبًا أَوْ شَيْئًا فَلْيَأْتِ بِهِ. قَالَ: فَمَا كَانَ إِلَّا سَاعَةٌ حَتَّى جَعَلْنَاهُ رُكامًا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتَرَوْنَ هَذَا؟ فَكَذَلِكَ تُجْمَع الذُّنُوبُ عَلَى الرَّجُلِ مِنْكُمْ كَمَا جَمَعْتُم هذا. فليتق الله رجل ولا يُذْنِبْ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً، فَإِنَّهَا مُحْصَاة عَلَيْهِ "
"Setelah Rasulullah Saw. selesai dari Perang Hunain, kami turun istirahat di sebuah tempat yang kosong, tiada sesuatu pun yang berarti padanya. Maka Nabi Saw. bersabda, 'Kumpulkanlah oleh kalian;
barang siapa yang menjumpai batang kayu, hendaklah ia mengumpulkannya di tempat ini; dan barang siapa yang menjumpai kayu bakar, hendaklah ia mengumpulkannya di tempat ini; atau (bila menemukan) sesuatu lainnya,
hendaklah ia mendatangkannya ke tempat ini.' Tidak lama kemudian dan dalam waktu yang singkat semua kayu itu telah terkumpulkan menjadi setumpuk kayu yang cukup banyak. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda:
Tidakkah kalian lihat tumpukan kayu ini? Demikian pula dosa-dosa terkumpulkan dalam diri seseorang di antara kalian, sebagaimana kalian mengumpulkan kayu-kayuan ini. Karena itu, hendaklah seseorang bertakwa kepada Allah;
janganlah ia membuat suatu dosa, yang kecil maupun yang besar, karena sesungguhnya dosa-dosa itu dikumpulkan dalam catatan amalnya '.”Firman Allah Swt.:
{وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا}
dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). (Al-Kahfi: 49) Yaitu baik berupa kebaikan maupun keburukan.Sama halnya dengan yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَرًا وَمَا عَمِلَتْ مِنْ سُوءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ أَمَدًا بَعِيدًا}
Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebaikan yang dilakukannya) dihadapkan (kehadapannya). (Ali Imran: 30), hingga akhir ayat.
{يُنَبَّأُ الإنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ}
Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakan dan apa yang dilalaikannya. (Al-Qiyamah: 13) Dan firman Allah Swt.:
{يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ}
Pada hari ditampakkan segala rahasia. (Ath-Thariq: 9) Yakni ditampakkan semua yang tersembunyi di dalam damir (hati).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يومَ الْقِيَامَةِ يُعْرَفُ بِهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sabit, dari Anas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Setiap orang yang berkhianat mempunyai panjinya tersendiri
di hari kiamat kelak, yang dengan panjinya itu ia dikenal.Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab Sahihain. Menurut lafaz yang lain disebutkan seperti berikut:
"يُرْفَع لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يومَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ اسْتِهِ بِقَدْرِ غَدْرته، يُقَالُ: هَذِهِ غَدْرَة فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ"
Dipancangkan sebuah panji bagi setiap orang yang berkhianat pada hari kiamat di pantatnya, sesuai dengan jenis pengkhianatannya, maka disebutkan bahwa ini adalah panji pengkhianatan si Fulan bin Anu.Firman Allah Swt.:
{وَلا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا}
Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun. (Al-Kahfi: 49)Artinya, Dia kelak akan memutuskan perkara di antara hamba-hamba-Nya terhadap semua amal perbuatan mereka. Dia tidak akan menganiaya seorang pun
dari makhluk-Nya, bahkan Dia pemaaf, mengampuni, dan merahmatinya. Dia hanya mengazab orang yang dikehendaki-Nya dengan kekuasaan-Nya, kebijaksanaan, dan keadilan-Nya. Dan Dia memenuhi neraka
dengan orang-orang kafir dan orang-orang yang durhaka. Kemudian orang-orang yang durhaka diselamatkan sesudah itu, tetapi orang-orang kafir kekal di dalam neraka. Dia adalah Hakim yang tidak kelewat batas, tidak pula berbuat aniaya.
Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lainnya:
{إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا}
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya. (An-Nisa: 40), hingga akhir ayat. Dan firman Allah Swt.:
{وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا}
Kami akan memasang neraca yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. (Al-Anbiya: 47) Sampai dengan firman-Nya:
وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ
Dan cukuplah Kami yang membuat perhitungan. (Al-Anbiya: 47) Masih banyak lagi ayat-ayat yang semakna.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، أَخْبَرَنَا هَمَّامُ بْنُ يَحْيَى، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ عَبْدِ الْوَاحِدِ الْمَكِّيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ: بَلَغَنِي حَدِيثٌ عَنْ رَجُلٍ سَمِعَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاشْتَرَيْتُ بَعِيرًا ثُمَّ شَدَّدْتُ عَلَيْهِ رَحْلى، فَسِرْتُ عَلَيْهِ شَهْرًا، حَتَّى قَدِمْتُ عَلَيْهِ الشَّامَ، فَإِذَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُنَيْسٍ فَقُلْتُ لِلْبَوَّابِ: قُلْ لَهُ: جَابِرٌ عَلَى الْبَابِ. فَقَالَ: ابْنُ عَبْدِ اللَّهِ؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ. فَخَرَجَ يَطَأُ ثَوْبَهُ، فَاعْتَنَقَنِي وَاعْتَنَقْتُهُ، فَقُلْتُ: حَدِيثٌ بَلَغَنِي عَنْكَ أَنَّكَ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْقَصَاصِ، فَخَشِيتُ أَنْ تَمُوتَ أَوْ أَمُوتَ قَبْلَ أَنْ أسَمَعه فَقَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يحشُر اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ النَّاسَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ -أَوْ قَالَ: العبادَ-عُرَاةَ غُرْلا بُهْمًا" قُلْتُ: وَمَا بُهْمًا؟ قَالَ: "لَيْسَ مَعَهُمْ شَيْءٌ ثُمَّ يُنَادِيهِمْ بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ مَنْ بَعُدَ، كَمَا يَسْمَعُهُ مَنْ قَربَ: أَنَا الْمَلِكُ، أَنَا الدَّيَّانُ، لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ أَنْ يَدْخُلَ النَّارَ، وَلَهُ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَقٌّ، حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ، وَلَهُ عِنْدَ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ حَقٌّ، حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ حَتَّى اللَّطْمَةُ". قَالَ: قُلْنَا: كَيْفَ، وَإِنَّمَا نَأْتِي اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، حُفَاةً عُراة غُرْلا بُهْمًا؟ قال: بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Hamman ibnu Yahya, dari Al-Qasim ibnu Abdul Wahid Al-Makki, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Uqail; ia pernah mendengar
Jabir ibnu Abdullah mengatakan, "Telah sampai sebuah hadis kepada saya dari seorang lelaki yang mendengarnya langsung dari Nabi Saw. Maka saya membeli seekor unta kendaraan, dan saya mempersiapkannya
dengan memberinya pelana, lalu berangkat dengan mengendarinya selama satu bulan menuju ke tempat lelaki tersebut. Ketika sampai padanya di negeri Syam, ternyata dia adalah Abdullah ibnu Unais. Maka saya berkata
kepada penjaga pintu, 'Beri tahukanlah kepadanya bahwa ada Jabir di pintu.' Abdullah ibnu Unais bertanya, 'Engkau putra Abdullah?' Saya menjawab, 'Ya.' Maka Ibnu Unais keluar seraya menginjak kainnya
(saking gembira dan terburu-burunya), lalu ia memeluk saya dan saya pun memeluknya. Saya berkata, 'Ada sebuah hadis yang saya dengar bahwa eng-kau mendengar langsung dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan masalah qisas,
maka saya khawatir bila engkau meninggal dunia atau saya meninggal dunia sebelum saya mendengar hadis tersebut darimu.' Ibnu Unais berkata, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Allah Swt.
menggiring manusia —atau hamba-hamba-Nya— kelak di hari kiamat (sedangkan mereka dalam keadaan) telanjang lagi tidak bersunat hanya dengan membawa kedua hal. Saya bertanya, 'Apakah yang dimaksud dengan kedua hal?
Rasulullah Saw. bersabda: Mereka tidak memakai pakaian apa pun. Kemudian mereka diseru oleh suara yang terdengar oleh orang yang jauh sebagaimana apa yang didengar oleh orang yang dekat, 'Akulah Raja, Akulah Pemberi Balasan,
tidaklah layak bagi seseorang dari kalangan penghuni neraka masuk neraka, sedangkan dia mempunyai hak atas seseorang dari kalangan ahli surga, sebelum Aku lunaskan hak itu darinya buat penghuni neraka itu.
Dan tidaklah layak bagi seseorang dari kalangan penghuni surga masuk surga, sedangkan dia mempunyai hak atas seseorang dari kalangan penghuni neraka, sebelum Aku lunaskan hak itu darinya buat si penghuni surga itu,
sehingga dalam masalah tamparan.' Kami (para sahabat) bertanya, 'Mana mungkin, sedangkan kita menghadap kepada Allah hanya dalam keadaan telanjang lagi tidak bersunat hanya dengan membawa kedua hal?' Nabi Saw. bersabda:
'Membawa amal-amal kebaikan dan amal-amal keburukan'.”Telah diriwayatkan pula dari Syu'bah, dari Al-Awwam ibnu Muzahim, dari Abu Usman, dari Usman ibnu Affan r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"إِنَّ الجَمَّاء لَتَقْتَصُّ مِنَ الْقَرْنَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"
Sesungguhnya hewan yang tidak bertanduk benar-benar akan dapat membalas hewan-hewan yang bertanduk kelak di hari kiamat. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abdullah putra Imam Ahmad. Hadis ini banyak mempunyai syawahid
yang mendukungnya diriwayatkan melalui berbagai jalur yang akan kami ketengahkan dalam pembahasan tafsir firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا}
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. (Al-Anbiya: 47) Dan dalam tafsir firman Allah Swt. yang telah lalu, yaitu:
{إِلا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ}
melainkan umat-umat (juga) seperti kalian. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (Al-An'am: 38)
Surat Al-Kahf |18:48|
وَعُرِضُوا عَلَىٰ رَبِّكَ صَفًّا لَقَدْ جِئْتُمُونَا كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ بَلْ زَعَمْتُمْ أَلَّنْ نَجْعَلَ لَكُمْ مَوْعِدًا
wa 'uridhuu 'alaa robbika shoffaa, laqod ji`tumuunaa kamaa kholaqnaakum awwala marrotim bal za'amtum allan naj'ala lakum mau'idaa
Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. (Allah berfirman), "Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada pertama kali, bahkan kamu menganggap bahwa Kami tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (berbangkit untuk memenuhi) perjanjian."
And they will be presented before your Lord in rows, [and He will say], "You have certainly come to Us just as We created you the first time. But you claimed that We would never make for you an appointment."
(Dan mereka akan dibawa ke hadapan Rabbmu dengan berbaris) lafal Shaffan menjadi Hal; artinya setiap umat mempunyai barisannya tersendiri, kemudian dikatakan kepada mereka:
(Sesungguhnya kalian datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kalian pada kali yang pertama) artinya, kalian datang menghadap dalam keadaan sendiri-sendiri,
tidak pakai alas kaki, telanjang dan belum dikhitan. Kemudian dikatakan kepada orang-orang yang mengingkari adanya hari berbangkit (bahkan kalian mengatakan bahwa)
lafal An adalah bentuk Takhfif daripada Anna, artinya bahwasanya (Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kalian waktu memenuhi perjanjian) untuk membangkitkan kalian.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 48 |
Penjelasan ada di ayat 47
Surat Al-Kahf |18:49|
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
wa wudhi'al kitaabu fa tarol-mujrimiina musyfiqiina mimmaa fiihi wa yaquuluuna yaa wailatanaa maali haażal-kitaabi laa yughoodiru shoghiirotaw wa laa kabiirotan illaaa aḥshoohaa, wa wajaduu maa 'amiluu ḥaadhiroo, wa laa yazhlimu robbuka aḥadaa
Dan diletakkanlah Kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, "Betapa celaka Kami, Kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya," dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun.
And the record [of deeds] will be placed [open], and you will see the criminals fearful of that within it, and they will say, "Oh, woe to us! What is this book that leaves nothing small or great except that it has enumerated it?" And they will find what they did present [before them]. And your Lord does injustice to no one.
(Dan diletakkanlah kitab) yaitu kitab catatan amal perbuatan setiap orang; bagi orang-orang Mukmin diterima di sebelah kanannya, dan bagi orang-orang kafir di sebelah kirinya
(lalu kamu akan melihat orang-orang yang berdosa) orang-orang kafir (ketakutan) merasa takut (terhadap apa yang tertulis di dalamnya, dan mereka berkata)
sewaktu mereka melihat kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalam kitab catatan amal masing-masing. (Aduhai) ungkapan rasa kecewa (celakalah kami) binasalah kami;
lafal Wailata adalah Mashdar yang tidak mempunyai Fi'il dari lafal asalnya (kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak pula yang besar) dari dosa-dosa kami
'
(melainkan ia mencatat semuanya)" semuanya telah tercatat dan terbukti di dalamnya; mereka merasa takjub akan hal tersebut (dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada)
'
tertulis di dalam catatan kitab-kitab mereka. (Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang jua pun) Dia tidak akan menghukum seseorang tanpa dosa, dan Dia tidak akan mengurangi pahala orang Mukmin.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 49 |
Penjelasan ada di ayat 47
Surat Al-Kahf |18:50|
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا
wa iż qulnaa lil-malaaa`ikatisjuduu li`aadama fa sajaduuu illaaa ibliis, kaana minal-jinni fa fasaqo 'an amri robbih, a fa tattakhiżuunahuu wa żurriyyatahuuu auliyaaa`a min duunii wa hum lakum 'aduww, bi`sa lizh-zhoolimiina badalaa
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam!" Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Dia adalah dari (golongan) jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (Iblis itu) sebagai pengganti (Allah) bagi orang yang zalim.
And [mention] when We said to the angels, "Prostrate to Adam," and they prostrated, except for Iblees. He was of the jinn and departed from the command of his Lord. Then will you take him and his descendants as allies other than Me while they are enemies to you? Wretched it is for the wrongdoers as an exchange.
(Dan ingatlah ketika) lafal Idz dinashabkan oleh lafal Udzkur yang tidak disebutkan (Kami berfirman kepada para Malaikat, "Sujudlah kalian kepada Adam)"
dengan cara membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan kepadanya, bukan dengan cara meletakkan kening (maka sujudlah mereka kecuali iblis, dia adalah segolongan dari jin)
menurut suatu pendapat dikatakan bahwa iblis itu adalah sejenis malaikat. Berdasarkan pengertian ini maka istitsnanya adalah Muttashil.
Menurut pendapat yang lain Istitsna ini adalah Munqathi'. Berdasarkan pengertian ini maka iblis adalah biang jin, ia mempunyai keturunan yang telah disebutkan sebelumnya,
sedangkan Malaikat tidak mempunyai keturunan (maka ia mendurhakai perintah Rabbnya) artinya, iblis itu membangkang tidak mau taat kepada-Nya, karena ia tidak mau bersujud kepada Nabi Adam.
(Patutkah Engkau mengambil dia dan turunan-turunannya) pembicaraan ini ditujukan kepada Nabi Adam dan keturunannya, dan Dhamir Ha pada dua tempat kembali kepada iblis
(sebagai pemimpin selain daripada-Ku) yang kemudian kalian taati mereka (sedangkan mereka adalah musuh kalian) menjadi musuh. Lafal 'Aduwwun berkedudukan menjadi Hal karena bermakna A'daa-an.
(Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti Allah bagi orang-orang yang lalim) yakni iblis dan keturunannya untuk ditaati sebagai pengganti taat kepada Allah.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 50 |
Allah Swt. berfirman, mengingatkan anak-anak Adam akan permusuhan iblis kepada mereka dan kepada kakek moyang mereka sebelum mereka, yaitu Nabi Adam a.s. Hal ini difirmankan oleh Allah Swt. seraya mengingatkan
kepada sebagian dari mereka yang mengikuti iblis dan menentang Tuhan Yang Menciptakan dan Yang Melindunginya. Padahal Dialah yang memulai menciptakannya, dan berkat kelembutan-Nya Dia memberinya rezeki dan makan.
Tetapi sesudah itu justru dia berpihak kepada iblis dan berbalik memusuhi Allah. Untuk mengingatkan hal tersebut, Allah Swt. berfirman:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat. (Al-Kahfi: 50) Yakni kepada semua malaikat. Penafsirannya sebagaimana yang telah disebutkan dalam permulaan surat Al-Baqarah:
{اسْجُدُوا لآدَمَ}
Sujudlah kalian kepada Adam. (Al-Kahfi: 50)Yaitu sujud penghormatan dengan maksud sebagai pengakuan atas kelebihan dan kemuliaan yang dimilikinya. Hal yang sama telah disebutkan pula oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ}
Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)Ku, maka tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud. (Al-Hijr: 28-29)Adapun firman Allah Swt:
{فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ}
maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin. (Al-Kahfi: 50) Yakni iblis itu berasal dari jin, karena sesungguhnya jin itu diciptakan dari nyala api, sedangkan para malaikat diciptakan dari cahaya.
Seperti yang telah disebutkan di dalam hadis sahih Muslim melalui Siti Aisyah r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"خُلِقت الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ، وخُلق إِبْلِيسُ مِنْ مارج من نار، خُلق آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ"
Malaikat diciptakan dari cahaya, iblis diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa (tanah liat) yang telah digambarkan kepada kalian. Maka apabila saat kejadian telah tiba, masing-masing wadah dimasak
berikut apa yang terkandung di dalamnya, lalu pada saat itu juga dibekalkan kepadanya wataknya. Iblis dalam sikap dan sepak terjangnya mempunyai kesamaan dan kemiripan dengan para malaikat,
ia melakukan ibadah dan ketaatan sama dengan para malaikat, karena itulah maka iblis dimasukkan ke dalam golongan malaikat saat mendapat perintah dari Allah, tetapi iblis durhaka kepada-Nya karena menentang perintah-Nya.
Dan dalam ayat ini Allah Swt. menegaskan bahwa iblis itu sebagian dari makhluk jin, yakni diciptakan dari api. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain, melalui firman-Nya:
{أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ}
Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah. (Shad: 76) Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa iblis itu sama sekali bukan termasuk golongan malaikat,
dan sesungguhnya iblis itu adalah asalnya jin, sebagaimana Adam adalah asal dari manusia. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dengan sanad yang sahih bersumberkan dari Al-Hasan Al-Basri.Ad-Dahhak telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas, bahwa pada asal mulanya iblis adalah segolongan dari kalangan malaikat yang disebut dengan panggilan jin. Mereka diciptakan dari api yang sangat panas, yang hidupnya di kalangan para malaikat.
,Nama iblis adalah Al-Haris, pada asal mulanya ia berada di dalam surga sebagai salah satu penjaganya. Sedangkan para malaikat diciptakan dari cahaya yang berbeda dengan golongan jin tersebut.Ad-Dahhak mengatakan bahwa jin
yang disebutkan di dalam Al-Qur'an diciptakan dari nyala api, yaitu bagian yang paling atas dari api apabila menyala. Ad-Dahhak telah meriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, bahwa iblis di masa dahulu termasuk golongan para malaikat
yang dimuliakan dan dihormati golongannya, dia ditugaskan untuk menjaga surga dan diberi kekuasaan di langit dan di bumi. Dan termasuk di antara apa yang telah ditakdirkan oleh Allah ialah iblis mempunyai hati yang angkuh
dan sombong. Ketika iblis melihat dirinya dihormati di kalangan penduduk langit, maka timbullah rasa takabur dalam hatinya yang tidak ada seorang pun mengetahuinya selain Allah Swt. Dan keangkuhan iblis itu
baru tampak saat Allah memerintahkan kepadanya untuk bersujud kepada Adam, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya: ia enggan dan takabur (sombong) dan adalah ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir. (Al-Baqarah: 34) Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia adalah dari golongan jin. (Al-Kahfi: 50) Yakni termasuk penjaga surga, seperti halnya dikatakan kepada seseorang
yang berasal dari Mekah Makki dan yang berasal dari Madinah Madani, dan yang berasal dari Kufah Kafi, serta yang berasal dari Basrah Basri. Ibnu Juraij telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas. Dengan kata lain,
yang dimaksud dengan al-jinni di sini adalah dinisbatkan kepada al-jinan, bentuk jamak dari jannah (surga).Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa iblis adalah salah satu penjaga surga, ia ditugaskan untuk mengatur
urusan langit dan bumi (oleh Allah Swt.). Hal ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui hadis Al-A'masy, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id dengan sanad yang sama. Sa'id ibnul Musayyab mengatakan bahwa iblis itu
adalah pemimpin para malaikat yang ada di langit yang terdekat.Ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Khallad ibnu Ata, dari Tawas, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sebelum melakukan kedurhakaan, iblis termasuk ke dalam
golongan malaikat, namanya ialah Azajil. Iblis termasuk penghuni bumi. dan ia dari kalangan malaikat yang kerjanya paling keras dan paling banyak ilmunya. Faktor inilah yang mendorongnya bersifat takabur dan sombong.
Iblis berasal dari suatu golongan makhluk jin.Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Saleh maula Tauamah dan Syarik ibnu Abu Namir yang salah seorang atau kedua-duanya dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesunguhnya
di antara malaikat terdapat segolongan kaum dari jenis jin, dan iblis adalah sebagian dari mereka. Iblis sering naik turun antara langit dan bumi, kemudian ia durhaka, maka Allah mengutuknya menjadi setan yang dirajam dan menjauhkannya
dari rahmat-Nya. Ibnu Abbas mengatakan, "Apabila dosa seseorang berkaitan dengan masalah kesombongan, maka tidak ditangguh-tangguhkan lagi (hukumannya); dan apabila dosa seseorang hanya berkaitan dengan maksiat,
maka masih ditangguhkan."Dari Sa'id ibnu Jubair, disebutkan bahwa ia pernah mengatakan, "Iblis pada asal mulanya termasuk mereka yang bekerja di dalam surga."Sehubungan dengan masalah iblis ini banyak sekali asar-asar
yang diriwayatkan dari ulama Salaf, tetapi mayoritasnya bersumber dari nukilan-nukilan israiliyat. Hanya Allah sajalah yang mengetahui kenyataan dari kebenaran sebagian besarnya. Di antara berita israiliyat itu ada yang dipastikan
kedustaannya karena bertentangan dengan pegangan yang ada pada kita. Keterangan yang terdapat di dalam Al-Qur'an sudah cukup tanpa memerlukan lagi berita-berita terdahulu dari kaum Bani Israil tersebut,
karena sesungguhnya berita-berita itu tidak terlepas dari penggantian, penambahan, dan pengurangan. Mereka telah menuangkan banyak hal lainnya ke dalam berita-berita tersebut, sedangkan di kalangan mereka (Bani Israil)
tidak terdapat para penghafal yang benar-benar ahli. yang dengan hafalannya itu mereka dapat terhindar dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh orang-orang yang berlebihan dan kepalsuan yang dilakukan oleh
orang-orang yang batil. Lain halnya dengan apa yang dilakukan oleh umat ini (umat Nabi Saw.), mereka memiliki para imam, para ulama, para pemimpin, orang-orang yang bertakwa, orang-orang yang berbakti,
dan orang-orang yang pandai dari kalangan para cendikiawan yang kritis lagi mempunyai hafalan yang dapat dihandalkan. Mereka telah menghimpun dan mencatat hadis-hadis Nabi Saw. dan menjelaskan ke-sahih-an, ke-hasan-an,
dan ke-daif-annya. Mereka menjelaskan hadis yang munkar, yang maudu' (buatan), yang matruk, dan yang mak'zub. Bahkan mereka memperkenalkan orang-orang yang suka membuat-buat hadis palsu, orang-orang yang dusta,
orang-orang yang tidak dikenal, dan lain sebagainya lengkap berikut predikatnya masing-masing. Semuanya itu dimaksudkan untuk memelihara keutuhan hadis Nabi Saw. —penutup para rasul dan penghulu umat manusia—
agar janganlah dinisbatkan kepada beliau suatu kedustaan, atau suatu hadis yang pada hakikatnya beliau tidak pernah mengatakannya. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka
dan memberi mereka pahala yang memuaskan, serta menjadikan surga Firdaus tempat menetap mereka. Dan Alhamdulillah Allah telah melakukannya. Firman Allah Swt.:
{فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ}
Maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. (Al-Kahfi: 50) Yakni keluar dari jalan ketaatan kepada Allah, karena makna fasik artinya ialah keluar atau menyimpang. Dikatakan fasaqatir rutbah, kurma itu telah muncul dari mayangnya.
Dikatakan pula fasaqatil fa'ratu min Juhriha, tikus itu telah keluar dari liangnya untuk menimbulkan kerusakan dan kekotoran. Kemudian Allah Swt. berfirman, menegur dan mencela orang yang mengikuti jejak iblis dan menaatinya:
{أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي}
Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku. (Al-Kahfi: 50), hingga akhir ayat.Yaitu menjadikan iblis sebagai pengganti dari Allah yang kalian taati. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلا}
Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim. (Al-Kahfi: 50) Ungkapan ini sama pengertiannya dengan yang disebutkan oleh Allah Swt. —dalam firman-Nya sesudah menceritakan tentang hari kiamat
dan kengerian-kengerian yang ada padanya serta tempat kembali kedua golongan, yaitu orang-orang yang berbahagia dan orang-orang yang celaka— dalam surat Yasin, yaitu:
وَامْتَازُوا الْيَوْمَ أَيُّهَا الْمُجْرِمُونَ
Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), "Berpisahlah kalian (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, hai orang-orang yang berbuat jahat. (Yasin: 59) Sampai dengan firman-Nya:
أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ
Maka apakah kalian tidak memikirkan? (Yasin: 62)
Surat Al-Kahf |18:51|
مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا
maaa asy-hattuhum kholqos-samaawaati wal-ardhi wa laa kholqo anfusihim wa maa kuntu muttakhiżal-mudhilliina 'adhudaa
Aku tidak menghadirkan mereka (Iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri, dan Aku tidak menjadikan orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.
I did not make them witness to the creation of the heavens and the earth or to the creation of themselves, and I would not have taken the misguiders as assistants.
(Aku tidak menghadirkan mereka untuk menyaksikan) yakni iblis dan anak cucunya (penciptaan langit dan bumi dan tidak pula penciptaan diri mereka sendiri)
Kami tidak menghadirkan sebagian dari mereka untuk menyaksikan penciptaan sebagian yang lain (dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan)
]
yakni setan-setan (sebagai penolong) yang membantu dalam penciptaan, maka mengapa kalian menaati mereka
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 51 |
Allah Swt. berfirman, "Mereka yang kalian jadikan sebagai pemimpin-pemimpin selain dari-Ku adalah hamba-hamba-Ku, sama seperti kalian; mereka tidak memiliki sesuatu pun. Dan Aku tidak menghadirkan mereka
untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi, dan mereka pada masa itu belum ada." Allah Swt. berfirman, "Aku sendirilah yang menciptakan segala sesuatu seluruhnya, yang mengaturnya, dan yang menentukannya.
Tiada seorang pun yang menyekutui-Ku dalam hal tersebut, tiada penasihat, dan tiada pula tandingan." Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ وَلا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ} الْآيَةَ
Katakanlah, "Serulah mereka yang kalian anggap (sebagai tuhan-tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit dan di bumi; dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan)
langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. Dan tiadalah berguna syafa 'at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa'at itu. (Saba': 22-23), hingga akhir ayat.
Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya:
{وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا}
dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai pelindung. (Al-Kahfi: 51) Menurut Malik, yang dimaksud dengan 'adudan ialah penolong atau pembantu.
Surat Al-Kahf |18:52|
وَيَوْمَ يَقُولُ نَادُوا شُرَكَائِيَ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ مَوْبِقًا
wa yauma yaquulu naaduu syurokaaa`iyallażiina za'amtum fa da'auhum fa lam yastajiibuu lahum wa ja'alnaa bainahum maubiqoo
Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Dia berfirman, "Panggillah olehmu sekutu-sekutu-Ku yang kamu anggap itu." Mereka lalu memanggilnya, tetapi mereka (sekutu-sekutu) tidak membalas (seruan) mereka dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan (neraka).
And [warn of] the Day when He will say, "Call 'My partners' whom you claimed," and they will invoke them, but they will not respond to them. And We will put between them [a valley of] destruction.
(Dan ingatlah akan hari) yang ketika itu; lafal Yauma dinashabkan oleh lafal Udzkur yang tidak disebutkan (Dia berfirman) dapat dibaca Yaquulu atau Naquulu,
("Panggillah oleh kalian sekutu-sekutu-Ku) yakni berhala-berhala itu (yang kalian katakan itu!)" untuk memberi syafaat atau pertolongan kepada diri kalian sebagaimana apa yang didugakan oleh kalian.
(Mereka lalu memanggilnya tetapi sekutu-sekutu itu tidak membalas seruan mereka) tidak menjawab seruannya (dan Kami adakan untuk mereka) untuk berhala-berhala dan para pengabdinya
(tempat kebinasaan) sebuah lembah di neraka Jahanam yang mereka semuanya dibinasakan di dalamnya. Lafal Maubiqan berasal dari lafal Wabaqa artinya telah binasa.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 52 |
Tafsir ayat 52-53
Allah Swt. menceritakan tentang khitab-Nya yang ditujukan kepada kaum musyrik pada hari kiamat di hadapan para saksi. Hal ini dimaksudkan sebagai teguran dan celaan terhadap mereka (agar mereka sadar dari kemusyrikannya). Allah Swt. berfirman:
{نَادُوا شُرَكَائِيَ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ}
Panggillah oleh kalian sekutu-sekutu-Ku yang kalian katakan itu! (Al-Kahfi: 52) Yakni saat kalian di dunia, pada hari ini panggillah mereka agar menyelamatkan kalian dari penderitaan azab yang kalian alami ini. Perihalnya semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain:
{وَلَقَدْ جِئْتُمُونَا فُرَادَى كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَتَرَكْتُمْ مَا خَوَّلْنَاكُمْ وَرَاءَ ظُهُورِكُمْ وَمَا نَرَى مَعَكُمْ شُفَعَاءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَاءُ لَقَدْ تَقَطَّعَ بَيْنَكُمْ وَضَلَّ عَنْكُمْ مَا كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ}
Dan sesungguhnya kalian datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kalian Kami ciptakan pada mulanya, dan kalian tinggalkan di belakang kalian (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepada kalian dan Kami tiada
melihat beserta kalian pemberi syafaat yang kalian anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kalian. Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kalian dan telah lenyap dari kalian apa yang dahulu kalian anggap
(sebagai sekutu Allah). (Al-An'am: 94) Adapun firman Allah Swt.:
{فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ}
Mereka lalu memanggilnya, tetapi sekutu-sekutu itu tidak membalas mereka. (Al-Kahfi: 52) Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
وَقِيلَ ادْعُوا شُرَكَاءَكُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ
Dikatakan (kepada mereka), "Serulah oleh kalian sekutu-sekutu kalian," lalu mereka menyerunya, maka sekutu-sekutu itu tidak memperkenankan (seruan) mereka. (Al-Qashash: 64), hingga akhir ayat.
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ
Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya. (Al-Ahqaf: 5), hingga akhir ayat.
{وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لِيَكُونُوا لَهُمْ عِزًّا كَلا سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ وَيَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا}
Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka, sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan
(pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka. (Maryam: 81-82) Mengenai firman Allah Swt.:
{وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ مَوْبِقًا}
dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan (neraka). (Al-Kahfi: 52) Ibnu Abbas dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan, yang dimaksud dengan maubiqan ialah
tempat kebinasaan. Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Umar Al-Bakkali pernah menceritakan dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa maubiqan adalah nama sebuah lembah yang dalam,
yang dengannya terpisahkan antara ahli hidayah dan ahli kesesatan pada hari kiamat nanti; yang dimaksud dengan lembah ialah jurang. Kemudian Qatadah mengatakan bahwa maubiqan adalah nama sebuah lembah (jurang)
di dalam neraka Jahannam.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sinan Al-Qazzaz, telah menceritakan kepada kami Abdush Shamad telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai',
bahwa ia pernah mendengar Anas ibnu Malik mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan. (Al-Kahfi: 52) Bahwa maubiqan adalah nama sebuah lembah di dalam neraka
Jahannam yang penuh berisikan nanah dan darah. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa maubiqan adalah permusuhan.Yang tersimpulkan dari makna lahiriah konteks ayat menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan maubiqan ialah
tempat yang membinasakan. Untuk itu, boleh ditakwilkan dengan pengertian nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam, atau lainnya.Makna ayat menunjukkan, Allah menjelaskan bahwa tidak ada jalan bagi orang-orang musyrik itu
untuk sampai kepada sembahan-sembahan mereka yang mereka anggap bahwa sembahan-sembahan itu adalah sekutu-sekutu Allah ketika mereka di dunia. Dan bahwa Allah Swt. telah memisahkan antara mereka
dan sesembahan-sesembahannya di akhirat, sehingga tidak ada jalan keselamatan bagi seorang pun dari kedua golongan itu, baik yang menyembah maupun yang disembah. Bahkan masing-masing dari mereka dipisahkan
oleh tempat yang membinasakan, kengerian yang sangat dahsyat, dan azab yang besar.Adapun jika damir yang terdapat di dalam firman-Nya, "Bainahum," kembali kepada kaum mukmin dan kaum kuffar, sehingga artinya
menjadi seperti berikut: "Dan Kami adakan tempat kebinasaan di antara mereka." Seperti yang dikatakan oleh Abdullah ibnu Amr, bahwa sesungguhnya di hari kiamat kelak orang-orang yang mendapat petunjuk
dan orang-orang yang sesat akan dipisahkan. Berarti pengertian ayat sama dengan apa yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ يَوْمَئِذٍ يَتَفَرَّقُونَ}
Dan pada hari terjadinya kiamat, di hari itu mereka (manusia) bergolong-golongan. (Ar-Rum: 14)
{يَوْمَئِذٍ يَصَّدَّعُونَ}
pada hari itu mereka terpisah-pisah. (Ar-Rum: 43)
{وَامْتَازُوا الْيَوْمَ أَيُّهَا الْمُجْرِمُونَ}
Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), "Berpisahlah kalian (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, hai orang-orang yang berbuat jahat.” (Yasin: 59) Dan firman Allah Swt. lainnya yang mengatakan:
{وَيَوْمَ نَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ نَقُولُ لِلَّذِينَ أَشْرَكُوا مَكَانَكُمْ أَنْتُمْ وَشُرَكَاؤُكُمْ فَزَيَّلْنَا بَيْنَهُمْ}
(Ingatlah) suatu hari (ketika itu) Kami mengumpulkan mereka semuanya, kemudian Kami berkata kepada orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), "Tetaplah kalian dan sekutu-sekutu kalian di tempat itu.” Lalu Kami pisahkan mereka. (Yunus: 28) sampai dengan firman-Nya:
وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ
dan lenyaplah dari mereka apa yang mereka ada-adakan. (Yunus: 30) Adapun firman Allah Swt.:
{وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا وَلَمْ يَجِدُوا عَنْهَا مَصْرِفًا}
Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya. (Al-Kahfi: 53) Yakni di saat mereka menyaksikan neraka Jahannam
manakala dihadapkan kepada mereka seraya diseret dengan tujuh puluh ribu kendali, pada tiap-tiap kendalinya terdapat tuj uh puluh ribu malaikat yang menyeretnya. Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka. (Al-Kahfi: 53)
Mereka merasa yakin dan pasti bahwa diri mereka pasti dijatuhkan ke dalam neraka. Hal tersebut dimaksudkan sebagai kesusahan dan kesedihan buat mereka sebelum mereka menerima azabnya.
Karena sesungguhnya rasa takut sebelum menerima azab merupakan siksaan lainnya yang tidak kalah mengerikannya. Firman Allah Swt.:
{وَلَمْ يَجِدُوا عَنْهَا مَصْرِفًا}
dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya. (Al-Kahfi: 53) Maksudnya, tiada jalan bagi mereka untuk menyimpang dari neraka itu dan neraka merupakan suatu keharusan bagi mereka.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي يُونُسُ، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، عَنْ دَرّاج عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "إِنَّ الْكَافِرَ يَرَى جَهَنَّمَ، فَيَظُنُّ أَنَّهَا مُوَاقِعَتُهُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ سَنَةً"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, dari Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id, dari Rasulullah Saw.
yang telah bersabda: Sesungguhnya orang kafir itu benar-benar dapat melihat neraka Jahannam sejauh jarak perjalanan empat ratus tahun, maka ia merasa yakin bahwa dirinya pasti dijatuhkan ke dalamnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنَا دَرَّاجٍ، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُنْصَبُ الْكَافِرُ مِقْدَارَ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، كَمَا لَمْ يَعْمَلْ فِي الدُّنْيَا، وَإِنَّ الْكَافِرَ لَيَرَى جَهَنَّمَ، وَيَظُنُّ أَنَّهَا مُوَاقِعَتُهُ مِنْ مسيرة أربعين سنة"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Kudri yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Orang kafir diberdirikan selama lima puluh ribu tahun sebagai pembalasan tidak mau beramal di dunia, dan sesungguhnya orang kafir itu benar-benar dapat melihat neraka Jahannam dari jarak perjalanan empat puluh tahim,
dan ia merasa yakin bahwa dirinya pasti dijatuhkan ke dalamnya.
Surat Al-Kahf |18:53|
وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا وَلَمْ يَجِدُوا عَنْهَا مَصْرِفًا
wa ro`al-mujrimuunan-naaro fa zhonnuuu annahum muwaaqi'uuhaa wa lam yajiduu 'an-haa mashrifaa
Dan orang yang berdosa melihat neraka, lalu mereka menduga, bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya, dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya.
And the criminals will see the Fire and will be certain that they are to fall therein. And they will not find from it a way elsewhere.
(Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini) merasa yakin (bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya) akan dicampakkan ke dalamnya
(dan mereka tidak menemukan tempat berpaling daripadanya) tidak menemui jalan untuk menyelamatkan diri daripadanya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 53 |
Penjelasan ada di ayat 52
Surat Al-Kahf |18:54|
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَٰذَا الْقُرْآنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ ۚ وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا
wa laqod shorrofnaa fii haażal-qur`aani lin-naasi ming kulli maṡal, wa kaanal-insaanu akṡaro syai`in jadalaa
Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam Al-Qur´an ini dengan bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah.
And We have certainly diversified in this Qur'an for the people from every [kind of] example; but man has ever been, most of anything, [prone to] dispute.
(Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan) (bagi manusia dalam Alquran ini bermacam-macam perumpamaan) lafal Min Kulli Matsalin berkedudukan menjadi sifat daripada lafal yang tidak disebutkan,
artinya: suatu perumpamaan dari setiap jenis perumpamaan, supaya mereka mengambil pelajaran daripadanya. (Dan manusia adalah makhluk) yakni orang kafir
(yang paling banyak membantah) paling banyak permusuhannya dalam kebatilan; lafal Jadalan adalah Tamyiz yang dipindahkan dari Isim Kaana. Maknanya:
Permusuhan yang paling banyak dilakukan oleh manusia adalah dalam hal kebatilan.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 54 |
Allah Swt. menjelaskan, "Sesungguhnya Kami telah menjelaskan dan menerangkan di dalam Al-Qur'an ini berbagai perkara secara rinci, agar mereka tidak sesat dari perkara yang hak dan agar mereka tidak menyimpang dari jalan petunjuk.
Akan tetapi, sekalipun dengan adanya keterangan dan penjelasan ini yang membedakan antara perkara yang hak dan perkara yang batil, manusia itu banyak membantah, suka menentang, dan bersikap oposisi terhadap perkara
yang hak dengan mengikuti perkara yang batil, kecuali orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah memperlihatkan kepadanya jalan menuju keselamatan."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، أَنَّ حُسَيْنَ بْنَ عَلِيٍّ أَخْبَرَهُ، أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ أَخْبَرَهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَرَقَهُ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً، فَقَالَ: "أَلَا تُصَلِّيَانِ؟ " فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّمَا أَنْفُسُنَا بِيَدِ اللَّهِ، فَإِذَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَنَا بَعَثنا. فَانْصَرَفَ حِينَ قُلْتُ ذَلِكَ، وَلَمْ يَرْجع إِلَيَّ شَيْئًا، ثُمَّ سَمِعْتُهُ وَهُوَ مُوَلٍّ يَضْرِبُ فَخِذَهُ [وَيَقُولُ] {وَكَانَ الإنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلا}
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Ali ibnul Husain; Husain ibnu Ali pernah menceritakan kepadanya
bahwa Ali ibnu Abu Talib pernah menceritakan kepadanya. Disebutkan bahwa pada suatu malam Rasulullah Saw. membangunkan dia (Ali) beserta istrinya Fatimah. Rasulullah Saw. bersabda, "Tidaklah kalian berdua salat (sunat)?"
Saya (Ali) berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya jiwa kami berada di dalam genggaman kekuasaan Allah. Maka apabila Dia menghendaki kami bangun, tentulah kami bangun." (Ali berkata), "Rasulullah Saw.
berlalu ketika aku mengucapkan jawaban itu, tanpa menjawab perkataanku barang sepatah kata pun. Kemudian aku mendengar beliau memukul pahanya seraya membacakan firman-Nya: 'Dan manusia adalah makhluk
yang paling banyak membantah'(Al-Kahfi: 54)."Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing.
Surat Al-Kahf |18:55|
وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَىٰ وَيَسْتَغْفِرُوا رَبَّهُمْ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمْ سُنَّةُ الْأَوَّلِينَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ قُبُلًا
wa maa mana'an-naasa ay yu`minuuu iż jaaa`ahumul-hudaa wa yastaghfiruu robbahum illaaa an ta`tiyahum sunnatul-awwaliina au ya`tiyahumul-'ażaabu qubulaa
Dan tidak ada (sesuatu pun) yang menghalangi manusia untuk beriman ketika petunjuk telah datang kepada mereka dan memohon ampunan kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat yang terdahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata.
And nothing has prevented the people from believing when guidance came to them and from asking forgiveness of their Lord except that there [must] befall them the [accustomed] precedent of the former peoples or that the punishment should come [directly] before them.
(Dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi manusia) orang-orang kafir Mekah (untuk beriman) menjadi Maf'ul Tsani atau subjek kedua
(ketika petunjuk telah datang kepada mereka) yakni Alquran (dan memohon ampun kepada Rabbnya, kecuali datang kepada mereka hukum Allah yang telah berlaku pada umat-umat terdahulu)
lafal Sunnatul Awwalin berkedudukan menjadi Fa'il atau objek, artinya: datang kepada mereka kebinasaan Kami, yaitu kebinasaan yang telah ditentukan bagi mereka
(atau datang azab atas mereka dengan nyata) secara terang-terangan, yaitu kekalahan mereka dalam perang Badar. Menurut qiraat yang lain dibaca Qubulan sebagai bentuk jamak dari kata Qabilun artinya bermacam-macam.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 55 |
Tafsir ayat 55-56
Allah Swt. menyebutkan tentang kebandelan sikap orang-orang kafir, baik yang dahulu maupun yang sekarang; mereka selalu medustakan perkara hak yang jelas lagi gamblang, sekalipun dibarengi dengan tanda-tanda
dan bukti-bukti yang jelas. Tiada faktor yang mencegah mereka untuk mengikuti perkara yang hak selain keinginan mereka menyaksikan azab yang telah diancamkan terhadap mereka dengan mata kepala sendiri.
Seperti apa yang dikatakan oleh segolongan di antara mereka kepada nabinya, yang hal ini disebutkan di dalam firman Allah Swt.:
{فَأَسْقِطْ عَلَيْنَا كِسَفًا مِنَ السَّمَاءِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ}
maka jatuhkanlah atas kami gumpalan dari langit, jika kamu termasuk orang-orang yang benar. (Asy-Syu'ara: 187) Golongan yang lain dari kalangan orang-orang kafir itu ada yang mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{ائْتِنَا بِعَذَابِ اللَّهِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ}
Datangkanlah kepada kami siksa Allah, jika kalian termasuk termasuk orang-orang yang benar. (Al-Ankabut: 29) Dan orang-orang Quraisy mengatakan, yang disebutkan dalam firman -Nya:
{اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih. (Al-Anfal: 32) Dan firman Allah Swt. lainnya yang mengatakan:
{وَقَالُوا يَا أَيُّهَا الَّذِي نزلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ * لَوْ مَا تَأْتِينَا بِالْمَلائِكَةِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ}
Mereka berkata, "Hai orang yang diturunkan Al-Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila. Mengapa kamu tidak mendatangkan malaikat kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar?" (Al-Hijr: 6-7)Masih banyak ayat lainnya yang menunjukkan makna ini. Firman Allah Swt.:
{إِلا أَنْ تَأْتِيَهُمْ سُنَّةُ الأوَّلِينَ}
kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat-umat yang dahulu. (Al-Kahfi: 55) Yaitu diliputi oleh azab dan dibinasakan sampai ke akar-akarnya tanpa ada seorang pun yang tersisa dari mereka.
{أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ قُبُلا}
atau datangnya azab atas mereka dengan nyata. (Al-Kahfi: 55) Maksudnya, mereka melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri berada di hadapan mereka. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ}
Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. (Al-Kahfi: 56) Yaitu sebelum datangnya azab, dan sebagai pembawa berita gembira kepada orang-orang
yang membenarkan dan beriman kepada rasul-rasul Kami, dan pemberi peringatan terhadap orang-orang yang mendustakan dan menentang mereka.Kemudian dalam ayat selanjutnya Allah Swt. menyebutkan sikap orang-orang kafir itu
melalui firman-Nya:
وَيُجَادِلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ
tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan. (Al-Kahfi: 56)Yakni mereka gunakan kebatilan itu untuk melemahkan.
{الْحَقَّ}
perkara yang hak. (Al-Kahfi: 56) yang disampaikan oleh para rasul kepada mereka, tetapi upaya yang dilakukan mereka itu tidaklah berhasil.
{وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَمَا أُنْذِرُوا هُزُوًا}
dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan. (Al-Kahfi: 56) Artinya, mereka menganggap hujah-hujah dan bukti-bukti yang bertentangan dengan hukum alam
(mukjizat-mukjizat) yang dibawa oleh para rasul, serta peringatan-peringatan dan ancaman-ancaman azab yang ditujukan kepada mereka, sebagai olok-olokan. Dengan kata lain, mereka yang kafir itu
memperolok-olokan para rasul dalam hal tersebut, dan jawaban seperti itu merupakan reaksi dari kedustaan mereka yang berat dan parah.
Surat Al-Kahf |18:56|
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ ۚ وَيُجَادِلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ ۖ وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَمَا أُنْذِرُوا هُزُوًا
wa maa nursilul-mursaliina illaa mubasysyiriina wa munżiriin, wa yujaadilullażiina kafaruu bil-baathili liyud-ḥidhuu bihil-ḥaqqo wattakhożuuu aayaatii wa maaa unżiruu huzuwaa
Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, tetapi orang yang kafir membantah dengan (cara) yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak (kebenaran), dan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan apa yang diperingatkan terhadap mereka sebagai olok-olokan.
And We send not the messengers except as bringers of good tidings and warners. And those who disbelieve dispute by [using] falsehood to [attempt to] invalidate thereby the truth and have taken My verses, and that of which they are warned, in ridicule.
(Dan tidaklah Kami mengutus Rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira) bagi orang-orang yang beriman (dan sebagai pemberi peringatan)
untuk menakut-nakuti orang-orang kafir (tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil) yaitu melalui perkataan mereka sebagaimana yang disitir oleh ayat lain, yaitu firman-Nya,
"Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi Rasul" (Q.S. Al-Isra, 94) dan ayat-ayat lainnya yang semakna (agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan)
dapat membatalkan melalui bantahan mereka (yang hak) yakni Alquran (dan mereka menganggap ayat-ayat-Ku) yakni Alquran (dan peringatan-peringatan terhadap mereka)
yakni siksa neraka (sebagai olok-olokan) sebagai ejekan mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 56 |
Penjelasan ada di ayat 55
Surat Al-Kahf |18:57|
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ ۚ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ۖ وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَىٰ فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا
wa man azhlamu mim man żukkiro bi`aayaati robbihii fa a'rodho 'an-haa wa nasiya maa qoddamat yadaah, innaa ja'alnaa 'alaa quluubihim akinnatan ay yafqohuuhu wa fiii aażaanihim waqroo, wa in tad'uhum ilal-hudaa fa lay yahtaduuu iżan abadaa
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sungguh, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka. Kendatipun engkau (Muhammad) menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk untuk selama-lamanya.
And who is more unjust than one who is reminded of the verses of his Lord but turns away from them and forgets what his hands have put forth? Indeed, We have placed over their hearts coverings, lest they understand it, and in their ears deafness. And if you invite them to guidance - they will never be guided, then - ever.
(Dan siapakah yang lebih lalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Rabbnya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya)
apa yang telah diperbuatnya berupa kekafiran dan kedurhakaan. (Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka) penutup-penutup (hingga mereka tidak memahaminya)
maksudnya, supaya mereka tidak dapat memahami Alquran, dengan demikian maka mereka tidak dapat memahaminya (dan di telinga mereka Kami letakkan sumbatan pula)
yakni penyumbat sehingga mereka tidak dapat mendengarkannya (dan kendati pun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk)
disebabkan adanya penutup dan sumbatan tadi (selama-lamanya).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 57 |
Tafsir ayat 57-59
Allah Swt. menyebutkan bahwa hamba Allah manakah yang lebih aniaya. daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya, lalu dia berpaling darinya. (Al-Kahfi: 57) Yakni pura-pura melupakannya, berpaling darinya, tidak mau mendengarkannya, tidak pula mempedulikannya.
{وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ}
dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangan-nya? (Al-Kahfi: 57) berupa amal-amal yang buruk dan perbuatan-perbuatan yang jahat.
{إِنَّا جَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ}
Sesungguhnya Kami telah meletakkan di atas hati mereka. (Al-Kahfi: 57) Yaitu hati orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Allah dan melupakan perbuatan jahat dirinya.
{أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ}
tutupan (sehingga mereka tidak) memahaminya. (Al-Kahfim :57) Yakni lapisan yang menutupi hati mereka, agar mereka tidak memahaminya Al-Qur'an ini dan keterangannya (hadis-hadis Nabi Saw.).
{وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا}
dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka. (Al-Kahfi: 57) Yaitu penyumbat yang bersifat abstrak, agar mereka tidak dapat mendengar petunjuk.
{وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَى فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا}
dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya. (Al-Kahfi: 57) Firman Allah Swt.:
{وَرَبُّكَ الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ}
Dan Tuhanmulah Yang Maha Pengampun lagi mempunyai rahmat. (Al-Kahfi: 58) Tuhanmu, hai Muhammad, adalah Yang Maha Pengampun lagi mempunyai rahmat yang luas.
{لَوْ يُؤَاخِذُهُمْ بِمَا كَسَبُوا لَعَجَّلَ لَهُمُ الْعَذَابَ}
Jika Dia mengazab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. (Al-Kahfi: 58) Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ}
Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun. (Fathir: 45)
{وَإِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغْفِرَةٍ لِلنَّاسِ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَإِنَّ رَبَّكَ لَشَدِيدُ الْعِقَابِ}
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai ampunan (yang luas) bagi manusia sekalipun mereka zalim, dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar sangat keras siksa-Nya. (Ar- Ra'd: 6) Ayat-ayat Al-Qur'an yang semakna
cukup banyak. Kemudian Allah menyebutkan bahwa Diri-Nya Maha Penyantun, Maha Menutupi kesalahan hamba-hamba-Nya, dan Maha Mengampuni dosa-dosa mereka. Barangkali Allah memberi petunjuk sebagian dari mereka
dari kesesatan menuju ke jalan hidayah. Dan barang siapa yang masih tetap dalam kekafirannya di antara mereka, maka tinggallah menunggu suatu hari, yang pada hari itu anak-anak beruban, dan setiap wanita yang mengandung
melahirkan kandungannya dengan mendadak (karena peristiwa hari kiamat yang amat mengejutkan dan sangat mengerikan). Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya:
{بَلْ لَهُمْ مَوْعِدٌ لَنْ يَجِدُوا مِنْ دُونِهِ مَوْئِلا}
Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu (untuk mendapat azab) yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung darinya. (Al-Kahfi: 58) Maksudnya, mereka tidak dapat menjumpai jalan selamat yang menghindarkan mereka dari azab Allah. Firman Allah Swt.:
{وَتِلْكَ الْقُرَى أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا}
Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim. (Al-Kahfi: 59) Yakni umat-umat terdahulu di masa yang silam telah Kami binasakan disebabkan keingkaran dan kekafiran mereka.
{وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِمْ مَوْعِدًا}
dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka. (Al-Kahfi: 59) Yaitu Kami tetapkan suatu waktu tertentu yang tidak dapat ditambahi atau dikurangi. Dengan kata lain, demikian pula halnya kalian,
hai orang-orang musyrik; waspadalah kalian, kalian pasti akan tertimpa azab seperti apa yang telah menimpa mereka. Karena sesungguhnya kalian telah mendustakan rasul yang paling mulia dan nabi yang paling besar,
dan keadaan kalian tidaklah lebih kuat daripada mereka bagi Kami; maka takutlah kalian kepada azab dan peringatan-peringatan-Ku.
Surat Al-Kahf |18:58|
وَرَبُّكَ الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ ۖ لَوْ يُؤَاخِذُهُمْ بِمَا كَسَبُوا لَعَجَّلَ لَهُمُ الْعَذَابَ ۚ بَلْ لَهُمْ مَوْعِدٌ لَنْ يَجِدُوا مِنْ دُونِهِ مَوْئِلًا
wa robbukal-ghofuuru żur-roḥmah, lau yu`aakhiżuhum bimaa kasabuu la'ajjala lahumul-'ażaab, bal lahum mau'idul lay yajiduu min duunihii mau`ilaa
Dan Tuhanmu Maha Pengampun, memiliki kasih sayang. Jika Dia hendak menyiksa mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan siksa bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu tertentu (untuk mendapat siksa) yang mereka tidak akan menemukan tempat berlindung dari-Nya.
And your Lord is the Forgiving, full of mercy. If He were to impose blame upon them for what they earned, He would have hastened for them the punishment. Rather, for them is an appointment from which they will never find an escape.
(Dan Rabbmulah Yang Maha Pengampun lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka) di dunia (karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka)
di dunia (Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu) untuk menerima azab yaitu hari kiamat (yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung daripadanya) yaitu tempat untuk menyelamatkan diri.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 58 |
Penjelasan ada di ayat 57
Surat Al-Kahf |18:59|
وَتِلْكَ الْقُرَىٰ أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِمْ مَوْعِدًا
wa tilkal-qurooo ahlaknaahum lammaa zholamuu wa ja'alnaa limahlikihim mau'idaa
Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.
And those cities - We destroyed them when they wronged, and We made for their destruction an appointed time.
(Dan negeri itu) yang dimaksud adalah penduduknya, seperti kaum Ad dan kaum Tsamud serta lain-lainnya (telah Kami binasakan, ketika mereka berbuat lalim)
yakni kafir (dan telah Kami tetapkan bagi kebinasaan mereka) untuk membinasakan mereka. Dan menurut qiraat yang lain dibaca limahlakihim, artinya bagi tempat kebinasaan mereka (waktu tertentu).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 59 |
Penjelasan ada di ayat 57
Surat Al-Kahf |18:60|
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
wa iż qoola muusaa lifataahu laaa abroḥu ḥattaaa ablugho majma'al-baḥroini au amdhiya ḥuqubaa
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut, atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun."
And [mention] when Moses said to his servant, "I will not cease [traveling] until I reach the junction of the two seas or continue for a long period."
(Dan) ingatlah (ketika Musa berkata) Nabi Musa adalah anak lelaki Imran (kepada muridnya) yang bernama Yusya bin Nun; ia selalu mengikutinya dan menjadi pelayannya
serta mengambil ilmu daripadanya, ("Aku tidak akan berhenti) artinya, aku akan terus berjalan (sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan)
tempat bertemunya Laut Romawi dan laut Persia dari sebelah Timurnya; yakni tempat bertemunya kedua lautan tersebut (atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun)" selama bertahun-tahun untuk mencapainya sekalipun jauh.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 60 |
Tafsir ayat 60-65
Murid Nabi Musa ini adalah Yusya' ibnu Nun. Latar belakang kisah ini bermula ketika diceritakan kepada Musa bahwa ada seorang hamba Allah yang tinggal di tempat bertemunya dua laut,
dia memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh Musa. Maka Musa berkeinginan untuk berangkat menemuinya. Untuk itulah Musa berkata kepada muridnya:
لَا أَبْرَحُ
Aku tidak akan berhenti. (Al-Kahfi: 60) Maksudnya, aku akan terus berjalan.
حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ
sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan. (Al-Kahfi: 60) Yakni di tempat tersebut yang padanya bertemu dua laut.Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa kedua laut tersebut adalah Laut Persia
yang berada di sebelah timurnya, dan Laut Romawi yang berada di sebelah baratnya. Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan, yang dimaksud dengan tempat bertemunya dua lautan ini ialah yang berada di Tanjah,
terletak di bagian paling ujung dari negeri Magrib (Maroko). Hanya Allah yang lebih mengetahui tempat yang sebenarnya.Firman Allah Swt:
{أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا}
atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun. (Al-Kahfi: 60) Yakni sekalipun saya harus berjalan bertahun-tahun. Ibnu Jarir mengatakan, sebagian dari kalangan ulama bahasa Arab mengatakan bahwa al-huqub menurut dialek Bani Qais
artinya satu tahun. Dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan pula dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa al-huqub artinya delapan puluh tahun. Mujahid mengatakan bahwa al-huqub artinya tujuh puluh musim gugur (tahun).
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun. (Al-Kahfl: 60) Bahwa yang dimaksud dengan al-huqub ialah satu tahun. Hal yang sama telah dikatakan
oleh Qatadah dan Ibnu Zaid. Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا}
Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya. (Al-Kahfi: 61) Demikian itu karena si murid tersebut di perintahkan oleh Musa untuk membawa ikan asin; dan dikatakan kepadanya bahwa
manakala kamu kehilangan ikan itu, maka dia ada di tempat tersebut. Keduanya berangkat hingga sampailah di tempat bertemunya dua laut, di tempat itu terdapat sebuah mata air yang disebut 'Ainul Hayat' (mata air kehidupan).
Di tempat itu keduanya (Musa dan muridnya) tertidur lelap dalam istirahatnya. Ikan yang mereka bawa terkena oleh percikan mata air itu, maka ikan bergerak hidup kembali dalam kantong Yusya' ibnu Nun (murid Nabi Musa a.s.).
Lalu ikan melompat dari kantong itu dan menceburkan dirinya ke dalam laut. Yusya' terbangun, sedangkan ikan itu telah terjatuh ke dalam laut (tanpa sepengetahuannya); dan ikan menempuh jalannya di dalam laut,
sedangkan air yang dilaluinya tidak bersatu lagi melainkan membentuk terowongan. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا}
lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut (membentuk lubang). (Al-Kahfi: 61) Yakni membentuk jalan yang dilaluinya seperti terowongan dalam tanah.Ibnu Juraij mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa jalan yang telah dilalui
oleh ikan itu seakan-akan membatu (keras dan tidak menutup sebagaimana lazimnya benda cair).Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa tidak sekali-kali tubuh ikan itu menyentuh laut melainkan airnya menjadi kering
hingga seperti batu bentuknya (bukan benda cair lagi).
قال محمد -[هو] بْنُ إِسْحَاقَ-عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُبيد اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ ابْنِ عَبَاسٍ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ ذَكَرَ حَدِيثَ ذَلِكَ: "مَا انْجَابَ مَاءٌ مُنْذُ كَانَ النَّاسُ غَيْرُهُ ثَبَتَ مَكَانَ الْحُوتِ الَّذِي فِيهِ، فَانْجَابَ كالكُوّة حَتَّى رَجَعَ إِلَيْهِ مُوسَى فَرَأَى مَسْلَكَهُ"، فَقَالَ: {ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ}
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Ubai-dillah ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. ketika menceritakan kisah ini bersabda, "Air laut (yang telah dilalui ikan)
itu sejak manusia ada tidak terbuka selain dari bekas yang dilalui oleh ikan itu. Air laut itu terbuka seperti celah, hingga Musa kembali ke tempat itu dan melihat bekas jalan yang dilalui oleh ikan tersebut." Karena itulah disebutkan
oleh firman-Nya: Itulah (tempat) yang cari. (Al-Kahfi: 64) Qatadah mengatakan bahwa ikan itu melompat ke laut, lalu mengambil jalannya ke dalam laut. Maka tiadalah bekas air laut yang dilaluinya melainkan menjadi beku
dan membentuk terowongan. Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا جَاوَزَا}
Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh. (Al-Kahfi: 62) Yaitu setelah keduanya melanjutkan perjalanannya cukup Jauh dari tempat mereka lalai akan ikannya. Dalam ayat ini disebutkan bahwa kelalaian ini dinisbatkan kepada keduanya,
sekalipun pelakunya hanyalah Yusya' ibnu Nun (muridnya). Pengertiannya sama dengan apa yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{يَخْرُجُ مِنْهُمَا اللُّؤْلُؤُ وَالْمَرْجَانُ}
Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. (Ar-Rahman: 22) yang menurut salah satu di antara dua pendapat mengenai takwilnya mengatakan, "Sesungguhnya mutiara dan marjan itu hanyalah keluar
dari salah satu di antara dua lautan, yaitu yang airnya asin."Setelah berjalan cukup jauh dari tempat mereka lalai akan ikannya:
{قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا
Musa berkata kepada muridnya.”Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Al-Kahfi: 62) Nasaban, artinya letih. Musa mengatakan demikian setelah berjalan cukup jauh dari tempat keduanya melalaikan ikan perbekalannya.
{أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ}
Muridnya menjawab, "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya
kecuali setan.” (Al-Kahfi: 63) Qatadah mengatakan bahwa bacaan an-azkurahu adalah menurut qiraat Ibnu Mas'ud. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ}
dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali. Musa berkata, "Itulah (tempat) yang kita cari.” (Al-Kahfi: 63-64) Setelah mendengar cerita dari muridnya itu, Musa berkata, "Itulah tempat yang kita cari-cari."
{فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا}
Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka sendiri. (Al-Kahfi: 64) Yakni keduanya kembali menelusuri jejak semula menuju tempat tersebut.
{فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا}
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (Al-Kahfi: 65) Dia adalah Khidir a.s. menurut apa yang ditunjukkan oleh hadis-hadis sahih dari Rasulullah Saw.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ، أَخْبَرَنِي سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ: إِنَّ نَوْفًا البِكَالِيّ يَزْعُمُ أَنَّ مُوسَى صَاحِبَ الْخَضِرِ لَيْسَ هُوَ مُوسَى صَاحِبَ بَنِي إِسْرَائِيلَ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كَذِبَ عَدُوّ اللَّهِ، حَدَّثَنَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ مُوسَى قَامَ خَطِيبًا فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ فَسُئل: أَيُّ النَّاسِ أَعْلَمُ؟ قَالَ: أَنَا. فَعَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِ إِذْ لَمْ يَرُدّ الْعِلْمَ إِلَيْهِ، فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ: إِنَّ لِي عَبْدًا بِمَجْمَعِ الْبَحْرَيْنِ هُوَ أَعْلَمُ مِنْكَ. فَقَالَ مُوسَى: يَا رَبِّ، وَكَيْفَ لِي بِهِ؟ قَالَ: تَأْخُذُ مَعَكَ حُوتًا، تَجْعَلُهُ بِمِكْتَلٍ، فَحَيْثُمَا فَقَدْتَ الْحُوتَ فَهُوَ ثَمَّ. فَأَخَذَ حُوتًا، فَجَعَلَهُ بِمِكْتَلٍ ثُمَّ انْطَلَقَ وَانْطَلَقَ مَعَهُ بِفَتَاهُ يُوشع بْنِ نُونٍ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ، حَتَّى إِذَا أتيا الصخرة وضعا رؤوسهما فَنَامَا، وَاضْطَرَبَ الْحُوتُ فِي الْمِكْتَلِ، فَخَرَجَ مِنْهُ، فَسَقَطَ فِي الْبَحْرِ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا، وَأَمْسَكَ اللَّهُ عَنِ الْحُوتِ جِريةَ الْمَاءِ، فَصَارَ عَلَيْهِ مِثْلَ الطَّاقِ. فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ نَسِيَ صَاحِبُهُ أَنْ يُخْبِرَهُ بِالْحُوتِ، فَانْطَلَقَا بَقِيَّةَ يَوْمِهِمَا وَلَيْلَتِهِمَا، حَتَّى إِذَا كَانَ مِنَ الْغَدِ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ: {آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا} وَلَمْ يَجِدْ مُوسَى النَّصَب حَتَّى جاوَزَا الْمَكَانَ الَّذِي أَمَرَهُ اللَّهُ بِهِ. قَالَ لَهُ فَتَاهُ {أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا} قَالَ: "فَكَانَ لِلْحُوتِ سَرَبًا وَلِمُوسَى وَفَتَاهُ عَجَبًا، فَقَالَ: {ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا} . قَالَ: "فَرَجَعَا يَقُصَّانِ أَثَرَهُمَا حَتَّى انْتَهَيَا إِلَى الصَّخْرَةِ، فَإِذَا رَجُلٌ مُسجّى بِثَوْبٍ، فَسَلَّمَ عَلَيْهِ مُوسَى، فَقَالَ الخَضِر: وَأنّى بِأَرْضِكَ السَّلَامُ!. قَالَ: أَنَا مُوسَى. قَالَ: مُوسَى بَنِي إِسْرَائِيلَ؟ قَالَ: نَعَمْ، أَتَيْتُكَ لِتُعَلِّمَنِي مِمَّا عُلِّمت رُشْدًا. {قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا} ، يَا مُوسَى إِنِّي عَلَى عِلْمٍ مَنْ عِلْمِ اللَّهِ عَلَّمَنِيهِ، لَا تَعْلَمُهُ أَنْتَ، وَأَنْتَ عَلَى عِلْمٍ مَنْ عِلْمِ اللَّهِ عَلَّمَكَه اللَّهُ لا أَعْلَمُهُ. فَقَالَ مُوسَى: {سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا} قَالَ لَهُ الْخَضِرُ: {فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا} . فَانْطَلَقَا يَمْشِيَانِ عَلَى سَاحِلِ الْبَحْرِ، فَمَرَّتْ سَفِينَةٌ فَكَلَّمُوهُمْ أَنْ يَحْمِلُوهُ ، فَعَرَفُوا الْخَضِرَ، فَحَمَلُوهُمْ بِغَيْرِ نَوْلٍ، فَلَمَّا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ لَمْ يَفْجَأْ إِلَّا وَالْخَضِرُ قَدْ قَلَعَ لَوْحًا مِنْ أَلْوَاحِ السَّفِينَةِ بِالْقَدُومِ، فَقَالَ لَهُ مُوسَى: قَدْ حَمَلُونَا بِغَيْرِ نَوْلٍ، فَعَمَدْتَ إِلَى سَفِينَتِهِمْ فَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا؟ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا. {قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا * قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا} قَالَ: وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَانَتِ الْأُولَى مِنْ مُوسَى نِسْيَانًا". قَالَ: وَجَاءَ عُصْفُورٌ فَنَزَلَ عَلَى حَرْفِ السَّفِينَةِ فَنَقَرَ فِي الْبَحْرِ نَقْرة، [أَوْ نَقْرَتَيْنِ] فَقَالَ لَهُ الْخَضِرُ: مَا عِلْمِي وَعِلْمُكَ فِي عِلْمِ اللَّهِ إِلَّا مِثْلُ مَا نَقَصَ هَذَا الْعُصْفُورُ مِنْ هَذَا الْبَحْرِ. ثُمَّ خَرَجَا مِنَ السَّفِينَةِ، فَبَيْنَمَا هُمَا يَمْشِيَانِ عَلَى السَّاحِلِ إِذْ أَبْصَرَ الْخَضِرُ غُلَامًا يَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ، فَأَخَذَ الْخَضِرُ رَأْسَهُ [بِيَدِهِ] فَاقْتَلَعَهُ بِيَدِهِ فَقَتَلَهُ، فَقَالَ لَهُ مُوسَى: {أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا * قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا} ؟! قَالَ: "وَهَذِهِ أَشَدُّ مِنَ الْأُولَى"، {قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلا تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا * فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ } قَالَ: مَائِلٌ. فَقَالَ الْخَضِرُ بِيَدِهِ: {فَأَقَامَهُ} ، فَقَالَ مُوسَى: قَوْمٌ أَتَيْنَاهُمْ فَلَمْ يُطْعِمُونَا وَلَمْ يُضَيِّفُونَا، {لَوْ شِئْتَ لاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا} فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَدِدْنَا أَنَّ مُوسَى كَانَ صَبَرَ حَتَّى يَقُصَّ اللَّهُ عَلَيْنَا مِنْ خَبَرِهِمَا". قَالَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ: كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يَقْرَأُ: "وَكَانَ أَمَامَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ صَالِحَةٍ غَصْبًا" وَكَانَ يَقْرَأُ: "وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ كَافِرًا وَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ"
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa
ia pernah berkata kepada Ibnu Abbas bahwa Nauf Al-Bakkali menduga Musa (teman Khidir) bukan Musa teman kaum Bani Israil. Betulkah itu? Ibnu Abbas menjawab bahwa dustalah dia si musuh Allah itu. Telah menceritakan kepada kami
Ubay ibnu Ka'b r.a., bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya Musa berdiri berkhotbah di hadapan kaum Bani Israil, lalu ia bertanya kepada mereka, 'Siapakah orang yang paling alim (berilmu)?'
(Tiada seorang pun dari mereka yang menjawab), dan Musa berkata, 'Akulah orang yang paling alim'." Maka Allah menegurnya karena ia tidak menisbatkan ilmu kepada Allah. Allah menurunkan wahyu kepadanya,
"Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba yang tinggal di tempat bertemunya dua lautan, dia lebih alim daripada kamu." Musa bertanya, "Wahai Tuhanku bagaimanakah caranya saya dapat bersua dengannya?" Allah Swt. berfirman,
"Bawalah besertamu ikan, lalu masukkan ikan itu ke dalam kembu (wadah ikan). Manakala kamu merasa kehilangan ikan itu, maka dia berada di tempat tersebut." Musa membawa ikan, lalu memasukkannya ke dalam kembu,
dan ia berangkat dengan ditemani oleh Yusya' ibnu Nun a.s. (muridnya). Ketika keduanya sampai di sebuah batu besar, maka keduanya merebahkan diri, beristirahat dan tertidur. Ikan yang berada di dalam kembu itu bergerak hidup,
lalu keluar dari dalam kembu dan melompat ke laut. Ikan mengambil jalannya di laut dengan membentuk terowongan. Allah menahan aliran air terhadap ikan itu, sehingga jalan yang dilaluinya seperti liang. Ketika Musa terbangun,
muridnya lupa memberitahukan kepadanya tentang ikan yang mereka bawa itu, bahkan keduanya terus melanjutkan perjalanan untuk menggenapkan masa dua hari dua malamnya. Pada keesokan harinya Musa bertanya kepada muridnya:
Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini. (Al-Kahfi: 62) Musa masih belum merasa letih melainkan setelah melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah agar dia berhenti padanya.
Muridnya berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku
untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara,yang aneh sekali. (Al-Kahfi: 63) Bekas jalan yang dilalui ikan itu membentuk liang, sehingga membuat Musa dan muridnya merasa aneh.
Musa berkata: Itulah (tempat) yang kita cari. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Al-Kahfi: 64) Keduanya kembali menelusuri jalan semula, hingga sampailah di batu besar tempat mereka berlindung. Tiba-tiba Musa bersua
dengan seorang lelaki yang berpakaian lengkap. Musa mengucapkan salam kepadanya, dan lelaki itu (yakni Khidir) menjawab, "Di manakah ada salam (kesejahteraan) di bumimu ini?" Musa berkata, "Sayalah Musa." Khidir bertanya,
*'Musa Bani Israil?" Musa menjawab, "Ya." Musa berkata lagi, "Saya datang kepadamu untuk menimba ilmu pengetahuan dari apa yang telah di ajarkan (oleh Allah) kepadamu." Dia menjawab, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan
sanggup sabar bersamaku.” (Al-Kahfi: 67) Hai Musa, sesungguhnya aku mempunyai ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadaku, sedangkan kamu tidak mengetahuinya; dan kamu mempunyai ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu,
sedangkan saya tidak mengetahuinya. Musa berkata: Insya Allah kamu akan mendapati saya sebagai seorang yang sabar, dan saya tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun. (Al-Kahfi: 69) Al-Khidir berkata kepadanya:
Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu. (Al-Kahfi: 70) Kemudian keduanya berjalan di tepi pantai, dan keduanya menjumpai perahu.
Maka keduanya meminta kepada para pemilik perahu itu agar mereka berdua diperbolehkan menaiki perahu itu. Para pemilik perahu telah mengenal Khidir, maka mereka mengangkut keduanya tanpa bayar Ketika keduanya telah berada
di dalam perahu, Musa merasa terkejut karena tiba-tiba Khidir memecahkan sebuah papan perahu itu dengan kapak. Maka Musa berkata kepadanya, "Mereka telah mengangkut kita tanpa bayar, lalu kamu dengan sengaja merusak perahu
mereka dengan melubanginya agar para penumpang perahu ini tenggelam. Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang diingkari." Dia (Khidir) berkata, "Bukankah aku telah berkata, 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan
sabar bersama dengan aku'.” Musa berkata, "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.” (Al-Kahfi: 72-73) Rasulullah Saw. melanjutkan sabdanya,
bahwa pada yang pertama kali ini Musa lupa. Kemudian ada seekor burung pipit hinggap di sisi perahu itu, lalu minum air laut itu dengan paruhnya sekali atau dua kali patukan. Maka Khidir berkata kepada Musa, "Tiadalah ilmuku dan ilmumu
dibandingkan dengan ilmu Allah, melainkan seperti kurangnya air laut ini oleh apa yang diminum oleh burung pipit ini." Keduanya turun dari perahu itu. Ketika keduanya sedang berjalan di pantai, tiba-tiba Khidir melihat seorang anak
yang sedang bermain-main dengan sejumlah anak-anak lainnya. Khidir dengan serta merta memegang kepala anak itu dan mencabut kepalanya dengan tangannya, hingga anak itu mati. Musa berkata kepadanya: Mengapa kamu bunuh
jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan, sesuatu yang mungkar." Khidir berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar
bersamaku?" (Al-Kahfi: 74-75) Teguran kali ini lebih keras dari teguran yang pertama, karena pada firman selanjutnya disebutkan: Musa berkata, "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu
memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku." Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu,
tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya menjumpai dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh. (Al-Kahfi: 76-77) Maksudnya, dinding rumah itu miring. Maka Khidir mengisyaratkan
dengan tangannya: maka Khidir menegakkan dinding rumah itu. (Al-Kahfi: 77) Musa berkata, "Mereka adalah suatu kaum yang kita kunjungi, tetapi mereka tidak mau memberi kami makan dan tidak mau pula menjadikan kami
sebagai tamu mereka." Musa berkata, "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu." Khidir berkata, "Inilah perpisahan antara aku dan kamu, kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan
yang kamu tidak sabar terhadapnya." (Al-Kahfi: 77-78) Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda: Seandainya saja Musa bersabar, Allah pasti akan menceritakan kisah keduanya kepada kita (dalam bentuk yang lain).
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa Ibnu Abbas membaca ayat berikut dengan bacaan yang artinya adalah seperti ini: "Karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera yang baik." Lafaz wara'a diganti
menjadi amama, dan ditambahkan lafaz salihatin sebagai sifat dari safinah. Dan ayat lainnya ialah dibacanya dengan bacaan berikut yang artinya: "Adapun anak muda itu adalah orang yang kafir, sedangkan kedua orang tuanya
kedua-duanya adalah orang mukmin." Bacaan Ibnu Abbas ini merupakan tafsir dari kedua ayat tersebut, yakni ayat 79 dan 80.Kemudian Imam Bukhari meriwayatkan pula melalui Qutaibah, dari Sufyan ibnu Uyaynah,
lalu disebutkan hal yang semisal. Hanya di dalamnya disebutkan bahwa Musa berangkat dengan ditemani oleh seorang muridnya, yaitu Yusya' ibnu Nun; keduanya membawa ikan. Ketika keduanya sampai di sebuah batu besar,
keduanya beristirahat di tempat itu. Musa meletakkan kepalanya di batu itu dan tertidurlah ia.Sufyan mengatakan di dalam hadis Amr, bahwa di bagian bawah batu besar itu terdapat suatu mata air yang disebut 'mata air Kehidupan';
tiada sesuatu pun yang terkena airnya melainkan dapat hidup kembali. Maka ikan yang mereka bawa itu terkena percikan air tersebut, sehingga ikan bergerak hidup kembali, lalu meloncat dari wadahnya dan menceburkan diri
ke dalam laut. Ketika Musa terbangun, berkatalah ia kepada muridnya: Bawalah kemari makanan kita. (Al-Kahfi: 62) Kemudian disebutkan pula dalam riwayat ini bahwa hinggaplah seekor burung pipit di lambung perahu itu,
lalu memasukkan paruhnya ke dalam laut, dan Khidir berkata kepada Musa, "Tiadalah ilmuku, ilmumu, dan ilmu semua makhluk dibanding dengan ilmu Allah, melainkan hanyalah sekadar air yang diambil oleh burung pipit ini dengan paruhnya
dari laut ini." Selanjutnya disebutkan hadis yang semisal pada kelanjutannya hingga akhir hadis.Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf,
bahwa Ibnu Juraij telah menceritakan kepada mereka; telah menceritakan kepadaku Ya'la ibnu Muslim dan Amr ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair; salah seorang dari keduanya menambahkan atas yang lainnya, sedangkan selain keduanya
mengatakan bahwa ia pernah mendengarnya menceritakan hadis berikut dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan: Ketika kami sedang berada di rumah Ibnu Abbas, tiba-tiba Ibnu Abbas berkata kepada kami,
"Bertanyalah kalian kepadaku." Maka saya berkata, "Hai Ibnu Abbas, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu, di Kuffah terdapat seorang lelaki yang dikenal dengan sebutan Nauf. Dia menduga bahwa Musa itu bukanlah
Musanya Bani Israil, tetapi Musa yang lain. Adapun Amr, ia berkata kepadaku, 'Dustalah si musuh Allah itu (maksudnya Nauf tadi)'."Lain halnya dengan Ya'la. Ia mengatakan kepadaku, Ibnu Abbas telah bercerita kepadanya bahwa
Ubay ibnu Ka'b pernah bercerita kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, "Musa utusan Allah pada suatu hari memberikan peringatan kepada kaumnya, hingga air mata mereka mengalir dan hati mereka menjadi lunak karenanya.
Setelah itu Musa pergi, tetapi ia disusul oleh seorang lelaki yang bertanya kepadanya, 'Hai utusan Allah, apakah di bumi ini ada seseorang yang lebih alim daripadamu?' Musa menjawab, 'Tidak ada.' Maka Allah menegur Musa
karena dia tidak menisbatkan ilmu kepada Allah. Musa mengakui kekeliruannya ini, dan ia berkata, 'Wahai Tuhanku, di manakah dia (lelaki yang Engkau maksudkan itu)?' Allah menjawab, 'Di tempat bertemunya dua lautan.'
Musa berkata, 'Wahai Tuhanku, jadikanlah sebuah tanda untukku agar aku dapat mengetahui tempatnya'." Amr berkata kepadaku bahwa Allah telah berfirman, "Di saat ikan itu pergi meninggalkanmu." Ya'la berkata kepadaku,
menceritakan firman Allah, "Ambillah seekor ikan mati. Maka manakala ikan itu hidup, di situlah tempat orang tersebut." Maka Musa mengambil seekor ikan mati, lalu ia letakkan di dalam sebuah kembu (wadah ikan), dan Musa berkata
kepada muridnya, "Saya tidak menugaskan kepadamu kecuali kamu harus memberitahukan kepadaku di mana kamu merasa kehilangan ikan ini." Musa berkata lagi, "Saya tidak menugaskan hal yang berat kepadamu." Yang demikian itulah
yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya. (Al-Kahfi: 60) Si murid itu adalah Yusya' ibnu Nun, tidak disebutkan di dalam riwayat Sa'id ibnu Jubair.Ketika mereka
sedang beristirahat di bawah naungan batu besar itu di suatu tempat yang teduh dan nyaman, tiba-tiba ikan itu bergerak-gerak, sedangkan Musa masih lelap dalam tidurnya. Maka muridnya berkata, "Saya tidak berani membangunkannya.
" Hanya ketika Musa telah bangun si murid lupa memberitahukan kejadian itu. Ikan itu bergerak-gerak hingga masuk ke dalam laut, maka Allah memegang arus air dari ikan itu hingga bekas yang dilalui ikan seakan-akan seperti liang.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa Amr mengatakan demikian kepadanya, bahwa seakan-akan bekas jalan yang dilalui ikan itu membentuk seperti liang. Amr mengatakan demikian seraya memperaga-kannya dengan kedua jari telunjuknya
dan kedua jari lainnya membentuk lingkaran. Musa berkata: sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini. (Al-Kahfi: 62) Lalu muridnya berkata keheranan, "Bukankah Allah telah menghapuskan rasa letih darimu?"
Kalimat ini tidak terdapat di dalam riwayat Sa'id ibnu Jubair. Si murid menceritakan perihal kehilangan ikannya, maka keduanya kembali menelusuri jejak semula dan mereka berdua menjumpai Khidir di tempat itu.Menurut riwayat
Usman ibnu Abu Sulaiman, Khidir berada di atas sajadah hijau di atas laut. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa Khidir memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya; ujung pakaian bagian bawahnya menutupi kedua kakinya,
sedangkan ujung bagian atasnya sampai pada bagian di bawah kepalanya. Musa mengucapkan salam kepadanya, maka Khidir menyingkap penutup wajahnya dan menjawab, "Apakah di negeri ini terdapat salam (kesejahteraan)?
Siapakah kamu?" Musa menjawab, "Musa." Khidir bertanya, "Musa dari Bani Israil?" Musa menjawab, "Ya." Khidir bertanya, "Apakah keperluanmu?" Musa menjawab, "Saya datang kepadamu untuk belajar tentang ilmu hakikat
yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu." Khidir berkata, "Tidakkah kamu merasa cukup bahwa kitab Taurat telah berada di tanganmu dan wahyu selalu datang kepadamu, hai Musa? Sesungguhnya aku mempunyai ilmu yang tidak layak
bagimu mengetahuinya. Dan sesungguhnya engkau memiliki suatu ilmu yang tidak layak bagiku mengetahuinya." Maka ada seekor burung minum dari air laut dengan paruhnya, lalu Khidir berkata, "Demi Allah, tiadalah ilmuku dan ilmumu
dibandingkan dengan ilmu Allah, melainkan seperti apa yang diambil oleh burung itu dengan paruhnya dari air laut ini." Maka tatkala keduanya hendak menaiki perahu, keduanya menjumpai perahu-perahu kecil yang biasa mengangkut
penghuni suatu pantai ke pantai seberangnya. Mereka telah mengenal Khidir, maka mereka berkata, "Hamba Allah yang saleh telah datang." Perawi mengatakan, "Maka kami mengatakan kepada Sa'id ibnu Jubair,
'Apakah dia Khidir?' Sa'id menjawab, 'Ya.' Para penduduk pantai itu mengatakan, "Kita bawa beliau tanpa upah." Maka dia melubangi perahu itu dan menambatkannya di pantai tersebut pada suatu pasak. Musa berkata:
Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akhirnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. (Al-Kahfi: 71) Menurut Mujahid, jawaban Musa adalah jawaban
yang mengandung nada protes, yakni mengingkarinya. Dia (Khidir) berkata, "Bukankah aku telah berkata, 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku'?” (Al-Kahfi: 72) Protes yang pertama karena lupa,
yang kedua pengajuan syarat, dan protes yang ketiga dilakukan dengan sengaja. Musa berkata, "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.
” Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. (Al-Kahfi: 73-74) Ya'la mengatakan, "Sa'id telah mengatakan bahwa Khidir menjumpai sekumpulan anak-anak
sedang bermain-main, maka ia menangkap salah seorang dari mereka yang kafir, tetapi penampilan anak itu tampan. Lalu Khidir membaringkannya dan menyembelihnya dengan pisau. Musa berkata, 'Mengapa kamu membunuh
jiwa yang bersih lagi belum pernah mengerjakan dosa?'." Ibnu Abbas membaca ayat ini dengan bacaan nafsan zakiyyatan muslimatan (mengikuti kepada bentuk mu'annats maushuf-nya), sama halnya disebutkan gulaman zakiyyan
(dengan bentuk muzakkar).Keduanya melanjutkan perjalanan, dan di suatu tempat keduanya menjumpai sebuah dinding yang hendak runtuh. Maka Khidir menegakkan dinding itu hanya dengan tangannya. Didorongnya dinding itu
hingga tegak kembali. Musa berkata, "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu."Ya'la mengatakan bahwa ia menduga Sa’id mengatakan bahwa Khidir hanya mengusapkan tangannya ke tembok (dinding) itu,
maka dengan serta merta dinding itu tegak kembali. Lalu Musa berkata, "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu." Menurut Sa’id, upah untuk makan mereka berdua.Lafaz wara-ahum menurut Ibnu Abbas
dibaca amamahum malikun, yang artinya ialah karena di hadapan mereka ada seorang raja. Mereka (para perawi) mendapat berita selain dari Sa'id, bahwa nama raja tersebut adalah Hadad ibnu Badad, sedangkan nama anak muda
yang dibunuh itu ialah Haisur. Di hadapan mereka ada seorang raja yang suka merampas tiap-tiap bahtera. Khidir mengatakan, "Saya sengaja melubanginya agar manakala si raja itu datang, ia membiarkan perahu ini
di tempat penambatannya. Apabila raja beserta para pembantunya telah pergi, maka para pemilik perahu ini dapat memperbaikinya dan menggunakannya lagi." Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa lubang itu disumbat
dengan botol, dan sebagian lagi mengatakan bahwa lubang itu ditambal dengan ter (aspal) atau dempul. Sedangkan anak muda itu kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, tetapi si anak muda itu sendiri kafir."
Maka saya (Khidir) merasa khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran karena kecintaan keduanya kepada anaknya itu. Dan saya menghendaki supaya Tuhan mereka
mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada anak itu." Zakatan dalam ayat ini sama dengan yang disebutkan oleh firman-Nya: Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih (suci dari dosa). (Al-Kahfi: 74)
Adapun firman Allah Swt.: dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). (Al-Kahfi: 81) Begitu pula keduanya, lebih sayang kepada anak barunya itu daripada anak yang telah dibunuh oleh Khidir. Selain Sa’id
menduga bahwa Allah memberinya ganti anak perempuan. Menurut Daud ibnu Abu Asim, dari sejumlah orang, penggantinya itu adalah anak perempuan.Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar,
dari Abu Ishaq, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Musa a.s. berkhotbah di kalangan kaum Bani Israil. Dalam khotbahnya Musa mengatakan, "Tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui Allah
dan urusan-Nya selain dari aku." Kemudian Allah memerintahkan kepada Musa agar menemui lelaki ini (Khidir). Kisah selanjutnya sama dengan yang telah disebutkan di atas, hanya ada kelebihan dan kekurangannya;
hanya Allah yang lebih mengetahui kebenarannya.Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Al-Hasan ibnu Imarah, dari Al-Hakam ibnu Utaibah, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa dia berada di majelis Ibnu Abbas
yang saat itu di majelis tersebut terdapat beberapa orang dari kalangan kaum ahli kitab. Sebagian dari mereka mengatakan, "Hai Ibnul Abbas, sesungguhnya si Nauf (anak tiri Ka'b) menduga Ka'b pernah mengatakan bahwa
Musa yang menuntut ilmu (dari Khidir) itu adalah Musa ibnu Misya, bukan Musa Nabi kaum Bani Israil."Sa'id mengatakan dalam kisah selanjutnya, bahwa kemudian Ibnu Abbas bertanya, "Hai Sa’id, apakah benar Nauf telah mengatakan
demikian?" Sa'id menjawab, "Ya." Saya mendengar Nauf mengatakan itu." Ibnu Abbas bertanya lagi, "Apakah engkau mendengarnya langsung dari dia, hai Sa'id?" Saya menjawab, "Ya." Ibnu Abbas berkata, "Nauf dusta".
Kemudian Ibnu Abbas berkata, ia telah mendengar kisah dari Ubay ibnu Ka'b, dari Rasulullah Saw., bahwa Musa Bani Israil bertanya kepada Tuhannya, "Wahai Tuhanku, jika ada di kalangan hamba-hamba-Mu seseorang yang lebih alim
daripada aku, maka tunjukkanlah aku kepadanya." Maka Allah menjawabnya melalui firman-Nya, "Ya, benar di kalangan hamba-hamba-Ku terdapat seseorang yang lebih alim daripada kamu." Kemudian Allah menyebutkan kepada
Musa tentang fempat tinggalnya dan memberi izin untuk menjumpainya.Musa berangkat bersama seorang muridnya dengan membawa ikan yang telah diasinkan, karena Tuhannya telah berpesan kepadanya, "Apabila ikan
yang dibawamu ini hidup kembali di suatu tempat, maka temanmu itu berada di tempat tersebut, dan kamu dapat memenuhi apa yang kamu perlukan."Musa berangkat dengan ditemani seorang muridnya dengan membawa ikan
yang telah diasinkan itu. Keduanya terus-menerus berjalan hingga letih dan sampai di sebuah batu besar,, yaitu di dekat sebuah mata air yang disebut dengan 'mata air kehidupan'. Barang siapa yang minum darinya, hidupnya kekal;
dan tiada suatu bangkai pun yang terkena airnya melainkan dapat hidup kembali. Ketika keduanya istirahat, dan ikan itu terkena percikan air tersebut, ikan menjadi hidup kembali dan mengambil jalannya ke laut membentuk liang.
Kemudian keduanya melanjutkan perjalanan. Dan setelah keduanya berjalan cukup jauh, Musa berkata kepada muridnya, "Kemarikanlah makanan kita itu, sesungguhnya perjalanan ini sangat meletihkan kita." Si murid menjawab
dan mengingatkan, "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu besar tadi, sesungguhnya aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan,
dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali."Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Musa kembali ke tempat batu besar itu. Ketika keduanya sampai di tempat itu, tiba-tiba mereka bersua dengan seorang lelaki
memakai jubah. Lalu Musa mengucapkan salam kepadanya, dan ia menjawab salam Musa. Kemudian laki-laki itu bertanya, "Apakah yang mendorongmu datang kemari, padahal kamu mempunyai kesibukan di kalangan kaummu?"
Musa menjawab, "Aku datang kepadamu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu." Laki-laki itu menjawab, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar
bersamaku." Laki-laki itu adalah seseorang yang mengetahui perkara yang gaib, seperti yang telah diceritakan sebelumnya. Musa berkata, "Tidak, saya akan bersabar." Laki-laki itu berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? (Al-Kahfi: 68) Dengan kata lain, sesungguhnya kamu (hai Musa) hanya mengenal perkara lahiriah
dari apa yang kamu lihat menyangkut keadilannya, sedangkan kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang ilmu gaib yang telah kuketahui. Musa berkata, "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar,
dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu apa pun.” (Al-Kahfi: 69) Yakni sekalipun aku melihat hal yang bertentangan dengan pendapatku. Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku
tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu. (Al-Kahfi: 70) Artinya, janganlah kamu menanyakan sesuatu pun kepadaku, sekalipun hal itu bertentangan denganmu. Keduanya (Musa dan laki-laki itu)
berangkat dengan berjalan kaki menelusuri pantai dan bertanya-tanya kepada orang-orang yang ada di situ seraya mencari tumpangan yang dapat membawa mereka berdua. Akhirnya lewatlah sebuah perahu baru yang kokoh,
tiada suatu perahu pun yang dijumpai keduanya lebih baik, lebih indah, dan lebih kokoh daripada perahu ini. Laki-laki itu meminta kepada pemilik perahu untuk ikut menumpang, maka pemilik perahu membawa mereka berdua.
Setelah keduanya berada di dalam perahu, dan perahu itu meneruskan perjalanannya membelah laut dengan membawa para penumpang yang dimuatnya, tiba-tiba lelaki itu mengeluarkan sebuah pahat dan palu miliknya.
Lalu ia menuju ke salah satu bagian dari perahu itu dan memahatnya hingga melubanginya. Sesudah itu ia mengambil sebuah papan dan menutupi bagian yang berlubang itu, lalu ia duduk di atasnya untuk menutupinya
(agar jangan kemasukan air). Musa berkata kepadanya setelah melihatnya melakukan suatu perbuatan yang membahayakan itu: "Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?
Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.” Dia (Khidir) berkata, "Bukankah aku telah berkata bahwa sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku?” Musa berkata, "Janganlah kamu
menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku." (Al-Kahfi: 71-73) Maksudnya, janganlah kamu menghukum aku karena kealpaanku terhadap apa yang telah aku janjikan
kepadamu. Kemudian keduanya melanjutkan perjalanan setelah keluar dari perahu itu, hingga sampailah keduanya di suatu kampung; mereka melihat sejumlah anak-anak sedang bermain-main di bagian belakang kampung itu.
Dia antara anak-anak terdapat seorang anak yang penampilannya sangat tampan lagi mewah dibandingkan dengan teman-temannya, dan anak itu kelihatan cerah sekali. Maka laki-laki itu menangkap anak tersebut dan mengambil
sebuah batu, lalu batu itu dipukulkan ke kepala si anak hingga pecah. Ternyata laki-laki itu membunuh anak tersebut. Melihat pemandangan yang kejam itu Musa tidak sabar lagi, karena seorang anak yang masih kecil lagi tidak berdosa
dibunuh dengan darah dingin. Musa bertanya: Mengapa kami bunuh jiwa yang bersih. (Al-Kahfi: 74) Yakni anak yang masih kecil. "bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.
” Khidir berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” Musa berkata, "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu
memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.” (Al-Kahfi: 74-76) Yaitu keadaanku kalau bertanya lagi tidak dapat dimaafkan. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai
kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh. (Al-Kahfi: 77)
Lalu Khidir merobohkan dinding itu dan membangunnya kembali, sedangkan Musa gelisah melihat apa yang dilakukan oleh temannya ini yang memaksakan diri untuk kerja bakti. Musa tidak sabar lagi, lalu memprotesnya: Jikalau kamu mau,
niscaya kamu mengambil upah untuk itu. (Al-Kahfi: 77) Dengan kata lain, Musa mengatakan, "Kita telah meminta mereka supaya memberi makan, tetapi mereka tidak memberi; dan kita telah meminta kepada mereka supaya menjamu kita
sebagai tamu, tetapi mereka menolak. Kemudian kamu bekerja tanpa imbalan jasa. Jikalau kamu mau, niscaya mendapat upah dari kerjamu ini dengan memintanya." Khidir berkata: Inilah perpisahan antara aku dengan kamu.
Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu
karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. (Al-Kahfi: 78-79) Menurut Qiraat Ubay ibnu Ka'b disebutkan safinatin salihatin (dengan memakai sifat, yang artinya perahu yang baik).
Dan sesungguhnya aku (Khidir) melubanginya agar si raja itu tidak mau mengambil perahu ini. Dan ternyata perahu itu selamat dari rampasan si raja, saat si raja melihat bahwa perahu itu telah cacat.Dan adapun anak itu,
maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesalan dan kekafiran. Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka
dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya
ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang saleh; maka Tuhanmu menghendaki agar mereka sampai pada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu;
dan bukanlah aku melakukannya itu menuruti kemauanku sendiri. (Al-Kahfi: 80-82) Artinya, semuanya itu kulakukan bukan atas kehendak diriku sendiri. "Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya.” (Al-Kahfi: 82) Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang disimpan itu tiada lain dalam bentuk ilmu.Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setelah Musa dan kaumnya berhasil menguasai negeri Mesir,
maka Musa menempatkan kaumnya di negeri Mesir. Dan setelah mereka menetap di Mesir, Allah menurunkan wahyu (kepada Musa), "Ingatkanlah mereka pada hari-hari Allah." Maka Musa berkhotbah kepada kaumnya dan menyebutkan
kepada mereka kebaikan dan nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah kepada mereka. Musa juga mengingatkan mereka akan hari yang pada hari itu Allah menyelamatkan mereka dari Fir'aun dan para pembantunya.
Musa mengingatkan pula akan kebinasaan musuh mereka dan Allah menjadikan mereka sebagai penguasa di bumi.Musa berkata, "Allah telah berbicara secara langsung dengan Nabi kalian, dan memilihku sebagai kekasih-Nya
dan dijadikan-Nya diriku me-cintai-Nya, serta Dia menurunkan kepada kalian dari semua apa yang diminta oleh kalian. Nabi kalian adalah orang yang paling utama di bumi ini. Dan kalian dapat membaca kitab Taurat, maka tiada suatu
nikmat pun yang telah diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya melainkan kitab Taurat menyebutkannya kepada kalian."Seseorang lelaki dari kalangan Bani Israil berkata, "Hai Nabi Allah, memang kami telah mengetahui apa
yang kamu katakan itu, tetapi apakah di muka bumi ini ada seseorang yang lebih alim daripada engkau?" Musa menjawab, "Tidak ada."Allah mengutus Malaikat Jibril kepada Musa a.s. untuk menyampaikan bahwa sesungguhnya Allah
telah berfirman, "Tahukah kamu, di manakah Aku meletakkan ilmu-Ku? Tidaklah seperti yang kamu duga, sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba yang tinggal di pantai laut, dia lebih alim daripada kamu."Ibnu Abbas mengatakan
bahwa hamba yang dimaksud adalah Khidir. Lalu Musa meminta kepada Tuhannya agar sudilah Dia mengenalkan lelaki itu kepadanya. Allah menurunkan wahyu kepadanya (seraya berfirman), "Datanglah ke laut, karena sesungguhnya
kamu akan menjumpai di tepi pantai seekor ikan. Ambillah ikan itu dan serahkanlah kepada muridmu (untuk membawanya), kemudian tetaplah kamu berjalan di pantai itu. Apabila kamu lupa akan ikan itu dan ikan itu lenyap darimu,
maka hamba saleh yang kamu cari itu ada di tempat tersebut."Setelah Musa berjalan cukup lama hingga ia merasa letih, maka ia meminta kepada muridnya bekal makanan yang dibawanya, yakni ikan itu. Maka muridnya berkata kepadanya:
Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan. (Al-Kahfi: 63) .
Yakni untuk menceritakannya kepadamu. Ia berkata, "Sesungguhnya aku melihat ikan itu pada saat ia mengambil jalannya di laut membentuk liang. Sungguh sangat menakjubkan."Musa kembali ke tempat batu besar itu dan menjumpai
ikan itu sedang melompat-lompat di laut. Maka Musa mengikutinya dan menjadikan tongkatnya berada di depannya untuk menguakkan air laut guna mengikuti ikan. Sedangkan ikan itu tidak sekali-kali menyentuh air laut melainkan airnya
menjadi kering dan keras seperti batu. Musa a.s. merasa kagum melihat pemandangan itu, hingga ikan itu sampai ke sebuah pulau di laut, sedangkan Musa mengikutinya.Di pulau itu Musa bersua dengan Khidir dan mengucapkan salam
kepadanya. Khidir menjawab, "Wa'alaikas salam, dimanakah ada kesejahteraan di bumi ini, dan siapakah kamu?" Musa menjawab, "Saya Musa." Khidir bertanya, "MusaNabi Bani Israil?" Musa menjawab, "Ya." Khidir menyambutnya
dengan sambutan yang hangat, lalu bertanya, "Apakah yang mendorongmu datang kemari?" Musa menjawab: "Supaya kamu mengajarkan kepadaku Umu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu.” Dia menjawab,
"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku." (Al-Kahfi: 66-67)Khidir menjawab, "Kamu tidak akan kuat menguasai ilmu itu." Insya Allah kamu akan mendapati aku sefbagai seorang yang sabar,
dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun. (Al-Kahfi: 69)Maka Khidir membawa Musa pergi, lalu berkata kepadanya, "Janganlah kamu bertanya kepadaku tentang sesuatu pun yang aku lakukan sebelum aku jelaskan
kepadamu duduk perkara yang sebenarnya." Yang demikian itu adalah firman Allah Swt.: sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu. (Al-Kahfi: 70) Az-Zuhri telah meriwayatkan dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Utbah ibnu Mas'ud,
dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah berdebat dengan Al-Hurr ibnu Qais ibnu Hisn Al-Fazzari tentang teman Musa ini. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia adalah Khidir. Saat itu lewatlah Ubay ibnu Ka'b. Maka Ibnu Abbas memanggilnya
dan menceritakan kepadanya, "Sesungguhnya aku dan temanku ini berdebat tentang teman Musa yang mendorong Musa meminta kepada Tuhan agar dipertemukan dengannya. Apakah kamu pernah mendengar Rasulullah Saw.
menceritakan tentangnya?" Ubay ibnu Ka'b menjawab, sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda bahwa ketika Musa sedang berada di tengah-tengah para pemuka kaum Bani Israil, tiba-tiba datanglah kepadanya
seorang lelaki yang bertanya, "Tahukah kamu tempat seorang lelaki yang lebih alim daripada kamu?" Musa menjawab, "Tidak tahu."Allah mewahyukan kepada Musa, "Memang benar, dia adalah ham-ba-Ku bernama Khidir."
Maka Musa meminta kepada Tuhannya agar menunjukkan jalan untuk bersua dengannya. Allah menjadikan seekor ikan sebagai pertanda, seraya berfirman kepada Musa, "Jika kamu merasa kehilangan ikan ini, kembalilah ke tempatnya,
maka sesungguhnya kamu akan menjumpainya di tempat itu."Musa mengikuti jalan ikan itu di laut. Murid Musa berkata kepada Musa, "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa
ikan itu di tempat tersebut." Musa berkata seperti yang disitir oleh firman-Nya: Itulah (tempat) yang kita cari. Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula. (Al-Kahfi: 64) Keduanya menjumpai hamba Allah, yaitu Khidir. Mengenai perihal
keduanya adalah seperti apa yang dikisahkan oleh Allah Swt. di dalam kitab (Al-Qur'an)-Nya.
Surat Al-Kahf |18:61|
فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا
fa lammaa balaghoo majma'a bainihimaa nasiyaa ḥuutahumaa fattakhoża sabiilahuu fil-baḥri sarobaa
Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya, lalu (ikan) itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
But when they reached the junction between them, they forgot their fish, and it took its course into the sea, slipping away.
(Maka tatkala keduanya sampai ke pertemuan dua buah laut itu) yakni tempat bertemunya kedua laut itu (mereka berdua lupa akan ikannya)
Yusya' lupa membawanya ketika berangkat, Nabi Musa pun lupa mengingatkannya (maka ia mengambil) yakni ikan itu melompat untuk mengambil (jalannya ke laut itu)
Allahlah yang menjadikan jalan itu, yaitu dengan menjadikan baginya (dalam keadaan berlubang) seperti lubang bekasnya, yaitu lubang yang sangat panjang dan tak berujung.
Demikian itu karena Allah swt. menahan arus air demi untuk ikan itu, lalu masuklah ikan itu ke dalamnya dengan meninggalkan bekas seperti lubang dan tidak terhapus karena bekasnya membeku.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 61 |
Penjelasan ada di ayat 60
Surat Al-Kahf |18:62|
فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَٰذَا نَصَبًا
fa lammaa jaawazaa qoola lifataahu aatinaa ghodaaa`anaa laqod laqiinaa min safarinaa haażaa nashobaa
Maka ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada pembantunya, "Bawalah kemari makanan kita, sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini."
So when they had passed beyond it, [Moses] said to his boy, "Bring us our morning meal. We have certainly suffered in this, our journey, [much] fatigue."
(Maka tatkala mereka berdua melewati) tempat itu dengan berjalan kaki sampai dengan waktu makan siang, yaitu pada hari kedua Musa
(berkatalah kepada muridnya, "Bawalah ke mari makanan kita!) yaitu makanan yang biasa dimakan pada siang hari, yakni makan siang
(sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini)" payah, yang hal ini baru mereka rasakan setelah berjalan jauh dari tempat itu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 62 |
Penjelasan ada di ayat 60
Surat Al-Kahf |18:63|
قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا
qoola a ro`aita iż awainaaa ilash-shokhroti fa innii nasiitul-ḥuuta wa maaa ansaaniihu illasy-syaithoonu an ażkuroh, wattakhoża sabiilahuu fil-baḥri 'ajabaa
Dia (pembantunya) menjawab, "Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan (ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali."
He said, "Did you see when we retired to the rock? Indeed, I forgot [there] the fish. And none made me forget it except Satan - that I should mention it. And it took its course into the sea amazingly".
(Muridnya menjawab, "Tahukah kamu) ingatkah kamu (tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi) yakni di tempat tersebut
]
(maka sesungguhnya aku lupa ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku kecuali setan) kemudian Dhamir Ha pada ayat ini dijelaskan oleh ayat berikutnya, yaitu (
untuk mengingatnya) lafal ayat ini menjadi Badal Isytimal, artinya setan telah melupakan aku untuk mengingatnya (dan ia mengambil) yakni ikan itu (akan jalannya di laut dengan cara yang aneh sekali.)"
Lafal 'Ajaban menjadi Maf'ul Tsani, artinya, Nabi Musa dan muridnya merasa heran terhadap perihal ikan itu sebagaimana yang telah disebutkan di atas tadi.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 63 |
Penjelasan ada di ayat 60
Surat Al-Kahf |18:64|
قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ آثَارِهِمَا قَصَصًا
qoola żaalika maa kunnaa nabghi fartaddaa 'alaaa aaṡaarihimaa qoshoshoo
Dia (Musa) berkata, "Itulah (tempat) yang kita cari." Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula,
[Moses] said, "That is what we were seeking." So they returned, following their footprints.
(Berkatalah) Musa, ("Itulah) tempat kita kehilangan ikan itu (tempat) sesuatu (yang kita cari)" kita cari-cari, karena sesungguhnya hal itu merupakan pertanda bagi kita,
bahwa kita akan dapat bertemu dengan orang yang sedang kita cari. (Lalu keduanya kembali) kembali lagi (mengikuti jejak mereka semula)
menitinya (secara benar-benar) lalu keduanya sampai di batu besar tempat mereka beristirahat.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 64 |
Penjelasan ada di ayat 60
Surat Al-Kahf |18:65|
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
fa wajadaa 'abdam min 'ibaadinaaa aatainaahu roḥmatam min 'indinaa wa 'allamnaahu mil ladunnaa 'ilmaa
lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami.
And they found a servant from among Our servants to whom we had given mercy from us and had taught him from Us a [certain] knowledge.
(Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami) yaitu Khidhir (yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami) yakni kenabian,
menurut suatu pendapat, dan menurut pendapat yang lain kewalian, pendapat yang kedua inilah yang banyak dianut oleh para ulama
(dan yang telah Kami ajarkan kepadanya dari sisi Kami) dari Kami secara langsung (ilmu). Lafal 'ilman menjadi Maf'ul Tsani, yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan masalah-masalah kegaiban.
Imam Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadis, bahwa pada suatu ketika Nabi Musa berdiri berkhutbah di hadapan kaum Bani Israel. Lalu ada pertanyaan,
"Siapakah orang yang paling alim" Maka Nabi Musa menjawab, "Aku". Lalu Allah menegur Nabi Musa karena ia belum pernah belajar (ilmu gaib), maka Allah menurunkan wahyu kepadanya,
"Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba yang tinggal di pertemuan dua laut, dia lebih alim daripadamu". Musa berkata, "Wahai Rabbku! Bagaimanakah caranya supaya aku dapat bertemu dengan dia".
Allah berfirman, "Pergilah kamu dengan membawa seekor ikan besar, kemudian ikan itu kamu letakkan pada keranjang. Maka manakala kamu merasa kehilangan ikan itu, berarti dia ada di tempat tersebut".
Lalu Nabi Musa mengambil ikan itu dan ditaruhnya pada sebuah keranjang, selanjutnya ia berangkat disertai dengan muridnya yang bernama Yusya bin Nun,
hingga keduanya sampai pada sebuah batu yang besar. Di tempat itu keduanya berhenti untuk istirahat seraya membaringkan tubuh mereka, akhirnya mereka berdua tertidur.
Kemudian ikan yang ada di keranjang berontak dan melompat keluar, lalu jatuh ke laut. Lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. (Q.S. Al Kahfi, 61)
Allah menahan arus air demi untuk jalannya ikan itu, sehingga pada air itu tampak seperti terowongan. Ketika keduanya terbangun dari tidurnya,
murid Nabi Musa lupa memberitakan tentang ikan kepada Nabi Musa. Lalu keduanya berangkat melakukan perjalanan lagi selama sehari semalam.
Pada keesokan harinya Nabi Musa berkata kepada muridnya, "Bawalah ke mari makanan siang kita", sampai dengan perkataannya,
"lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali". Bekas ikan itu tampak bagaikan terowongan dan Musa beserta muridnya merasa aneh sekali dengan kejadian itu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 65 |
Penjelasan ada di ayat 60
Surat Al-Kahf |18:66|
قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
qoola lahuu muusaa hal attabi'uka 'alaaa an tu'allimani mimmaa 'ullimta rusydaa
Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?"
Moses said to him, "May I follow you on [the condition] that you teach me from what you have been taught of sound judgement?"
(Musa berkata kepada Khidhir, "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu)"
yakni ilmu yang dapat membimbingku. Menurut suatu qiraat dibaca Rasyadan. Nabi Musa meminta hal tersebut kepada Khidhir. karena menambah ilmu adalah suatu hal yang dianjurkan.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 66 |
Tafsir ayat 66-70
Allah Swt. menceritakan tentang perkataan Musa a.s. kepada lelaki yang alim itu —yakni Khidir— yang telah diberikan kekhususan oleh Allah dengan suatu ilmu yang tidak diketahui oleh Musa. Sebagaimana Allah telah memberi kepada Musa suatu ilmu yang tidak diberikan-Nya kepada Khidir.
{قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ}
Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu?" (Al-Kahfi: 66) Pertanyaan Musa mengandung nada meminta dengan cara halus, bukan membebani atau memaksa. Memang harus demikianlah etika seorang murid kepada gurunya dalam berbicara.Firman Allah Swt.:
{أَتَّبِعُكَ}
Bolehkah aku mengikutimu? (Al-Kahfi: 66) Maksudnya, bolehkah aku menemanimu dan mendampingimu.
{عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا}
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu. (Al-Kahfi: 66) Yakni suatu ilmu yang pernah diajarkan oleh Allah kepadamu,-agar aku dapat menjadikannya sebagai pelitaku
dalam mengerjakan urusanku, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh. Maka pada saat itu juga Khidir berkata kepada Musa:
{إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا}
Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. (Al-Kahfi: 67) Artinya; kamu tidak akan kuat menemaniku karena kamu akan melihat dariku berbagai macam perbuatan yang bertentangan dengan syariatmu.
Sesungguhnya aku mempunyai suatu ilmu dari ilmu Allah yang tidak di-ajarkan-Nya kepadamu. Sedangkan kamu pun mempunyai suatu ilmu dari ilmu Allah yang tidak diajarkan-Nya kepadaku. Masing-masing dari kita mendapat tugas
menangani perintah-perintah dari Allah secara tersendiri yang berbeda satu sama lainnya. Dan kamu tidak akan kuat mengikutiku.
{وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا}
Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?(Al-Kahfi: 68) Aku mengetahui bahwa kamu akan mengingkari hal-hal yang kamu dimaafkan tidak mengikutinya,
tetapi aku tidak akan menceritakan hikmah dan maslahat hakiki yang telah diperlihatkan kepadaku mengenainya, sedangkan kamu tidak mengetahuinya.
{سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا}
Musa berkata, "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar.” (Al-Kahfi: 69) terhadap apa yang aku lihat dari urusan-urusanmu itu.
{وَلا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا}
dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun. (Al-Kahfi: 69) Maksudnya, aku tidak akan memprotesmu dalam sesuatu urusan pun; dan pada saat itu Khidir memberikan syarat kepada Musa, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ}
Dia berkata, "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun." (Al-Kahfi: 70) Yakni memulai menanyakannya.
{حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا}
sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu. (Al-Kahfi: 70) Yaitu aku sendirilah yang akan menjelaskannya kepadamu, sebelum itu kamu tidak boleh mengajukan suatu pertanyaan pun kepadaku.Ibnu Jarir mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Jubair, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, dari Harun, dari Ubaidah, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Musa a.s. bertanya kepada Tuhannya, "Wahai Tuhanku,
hamba-hamba-Mu yang manakah yang paling disukai olehmu?" Allah Swt. menjawab, "Orang yang selalu ingat kepada-Ku dan tidak pernah melupakan Aku." Musa bertanya, "Siapakah di antara hamba-hamba-Mu yang paling adil?"
Allah menjawab, "Orang yang memutuskan (perkara) dengan hak dan tidak pernah memperturutkan hawa nafsunya." Musa bertanya, "Wahai Tuhanku, siapakah di antara hamba-hamba-Mu yang paling alim?" Allah berfirman,
"Orang yang rajin menimba ilmu dari orang lain dengan tujuan untuk mencari suatu kalimah yang dapat memberikan petunjuk ke jalan hidayah untuk dirinya, atau menyelamatkan dirinya dari kebinasaan." Musa bertanya, "Wahai Tuhanku,
apakah di bumi-Mu ini ada seseorang yang lebih alim daripada aku?" Allah berfirman, "Ya, ada." Musa bertanya, "Siapakah dia?" Allah berfirman, "Dialah Khidir." Musa bertanya, "Di manakah saya harus mencarinya?" Allah berfirman,
"Di pantai di dekat sebuah batu besar tempat kamu akan kehilangan ikan padanya." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Musa berangkat mencarinya; dan kisah selanjutnya adalah seperti apa yang telah disebutkan
oleh Allah Swt. di dalam kitab-Nya, hingga akhirnya sampailah Musa di dekat batu besar itu. Ia bersua dengan Khidir, masing-masing dari keduanya mengucapkan salam kepada yang lainnya. Musa berkata kepadanya, "Sesungguhnya
saya suka menemanimu." Khidir menjawab, "Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup sabar bersamaku." Musa berkata, "Tidak, saya sanggup." Khidir berkata, "Jika kamu menemaniku: maka janganlah kamu menanyakan kepadaku
tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Al-Kahfi: 70) Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Khidir membawa Musa berangkat menempuh jalan laut, hingga sampailah ke tempat bertemunya
dua buah lautan; tiada suatu tempat pun yang airnya lebih banyak daripada tempat itu. Kemudian Allah mengirimkan seekor burung pipit, lalu burung pipit itu menyambar seteguk air dengan paruhnya. Khidir berkata kepada Musa,
Berapa banyakkah air yang disambar oleh burung pipit ini menurutmu?" Musa menjawab, "Sangat sedikit." Khidir berkata, "Hai Musa, sesungguhnya ilmuku dan ilmumu dibandingkan dengan ilmu Allah, sama dengan apa yang diambil
oleh burung pipit itu dari lautan ini." Sebelum peristiwa ini pernah terdetik di dalam hati Musa bahwa tiada seorang pun yang lebih alim daripada dia. Atau Musa pernah mengatakan demikian. Karena itulah maka Allah memerintahkan
kepadanya untuk mendatangi Khidir. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya ini menyangkut pelubangan perahu, pembunuhan terhadap seorang anak muda, dan pembetulan dinding yang akan runtuh, serta takwil dari semua perbuatan tersebut.
Surat Al-Kahf |18:67|
قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
qoola innaka lan tastathii'a ma'iya shobroo
Dia menjawab, "Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku.
He said, "Indeed, with me you will never be able to have patience.
(Dia menjawab, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku").
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 67 |
Penjelasan ada di ayat 66
Surat Al-Kahf |18:68|
وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا
wa kaifa tashbiru 'alaa maa lam tuḥith bihii khubroo
Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"
And how can you have patience for what you do not encompass in knowledge?"
("Dan bagaimana kamu dapat bersabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu")
'
di dalam hadis yang telah disebutkan tadi sesudah penafsiran ayat ini disebutkan, bahwa Khidhir berkata kepada Nabi Musa, "Hai Musa! Sesungguhnya aku telah menerima ilmu dari Allah
yang Dia ajarkan langsung kepadaku; ilmu itu tidak kamu ketahui. Tetapi kamu telah memperoleh ilmu juga dari Allah yang Dia ajarkan kepadamu, dan aku tidak mengetahui ilmu itu".
Lafal Khubran berbentuk Mashdar maknanya kamu tidak menguasainya, atau kamu tidak mengetahui hakikatnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 68 |
Penjelasan ada di ayat 66
Surat Al-Kahf |18:69|
قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا
qoola satajiduniii in syaaa`allohu shoobirow wa laaa a'shii laka amroo
Dia (Musa) berkata, "Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun."
[Moses] said, "You will find me, if Allah wills, patient, and I will not disobey you in [any] order."
(Musa berkata, "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentang) yakni tidak akan mendurhakai
(kamu dalam sesuatu urusan pun)" yang kamu perintahkan kepadaku. Nabi Musa mengungkapkan jawabannya dengan menggantungkan kemampuannya kepada kehendak Allah,
karena ia merasa kurang yakin akan kemampuan dirinya di dalam menghadapi apa yang harus ia lakukan. Hal ini merupakan kebiasaan para nabi dan para wali Allah,
yaitu mereka sama sekali tidak pernah merasa percaya terhadap dirinya sendiri walau hanya sekejap, sepenuhnya mereka serahkan kepada kehendak Allah.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 69 |
Penjelasan ada di ayat 66
Surat Al-Kahf |18:70|
قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا
qoola fa inittaba'tanii fa laa tas`alnii 'an syai`in ḥattaaa uḥdiṡa laka min-hu żikroo
Dia berkata, "Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu."
He said, "Then if you follow me, do not ask me about anything until I make to you about it mention."
(Dia mengatakan, "Jika kamu ingin mengikuti saya, maka janganlah kamu menanyakan kepada saya) Dalam satu qiraat dibaca dengan Lam berbaris fatah dan Nun bertasydid
(tentang sesuatu) yang kamu ingkari menurut pengetahuanmu dan bersabarlah kamu jangan menanyakannya kepadaku (sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu)"
hingga aku menuturkan perihalnya kepadamu berikut sebab musababnya. Lalu Nabi Musa menerima syarat itu, yaitu memelihara etika dan sopan santun murid terhadap gurunya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 70 |
Penjelasan ada di ayat 66
Surat Al-Kahf |18:71|
فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا ۖ قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا
fantholaqoo, ḥattaaa iżaa rokibaa fis-safiinati khoroqohaa, qoola a khoroqtahaa litughriqo ahlahaa, laqod ji`ta syai`an imroo
Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, "Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar."
So they set out, until when they had embarked on the ship, al-Khidh r tore it open. [Moses] said, "Have you torn it open to drown its people? You have certainly done a grave thing."
(Maka berjalanlah keduanya) menuruti pinggir pantai (hingga tatkala keduanya menaiki perahu) yang lewat pada keduanya (lalu Khidhir melubanginya)
dengan cara mencabut satu keping atau dua keping papan yang ada pada bagian lambungnya dengan memakai kapak, sewaktu perahu telah sampai di tengah laut yang ombaknya besar
(Musa berkata) kepada Khidir, ("Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya) menurut satu qiraat lafal Litughriqa dibaca Litaghraqa,
dan lafal Ahlahaa dibaca Ahluhaa. (Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar)" yakni kekeliruan yang sangat besar. Menurut suatu riwayat disebutkan,
bahwa air laut tidak masuk ke dalam perahu yang telah dilubanginya itu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 71 |
Tafsir ayat 71-73
Allah menceitakan perihal Musa dan temannya (yaitu Khidir), bahwa keduanya sepakat untuk berjalan bersama, dan Khidir telah menetapkan persyaratannya kepada Musa, yaitu tidak boleh menanyakan sesuatu urusan pun
yang dianggap janggal, hingga ia sendirilah yang akan menceritakan dan menerangkan semuanya kepada Musa. Keduanya menaiki perahu itu, dalam keterangan yang lalu telah disebutkan sebagaimana keduanya menaiki perahu.
Disebutkan bahwa para pemilik perahu yang ada di pantai itu telah mengenal Khidir. Maka mereka membawa keduanya tanpa sepeser ongkos pun karena menghormati Khidir. Ketika perahu yang mereka tumpangi itu mengarungi bahtera,
Khidir bangkit dan melubangi perahu itu, lalu ia mengeluarkan sebuah papan yang ada di perahu itu untuk menambalnya. Melihat hal itu Musa tidak dapat menahan dirinya lagi untuk bertanya seraya memprotesnya:
{أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا}
Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? (Al-Kahfi: 71) Lam yang ada dalam lafaz litugriqa ini adalah lamul 'aqibah yang menunjukkan makna akibat, bukan lam ta'lil
yang menunjukkan makna penyebab atau kausalita. Huruf lam ini sama dengan huruf lam yang ada di dalam perkataan seorang penyair:
لدُوا للْمَوت وابْنُوا للخَرَاب
Beranaklah yang akibatnya akan mati, dan bangunlah yang akibatnya akan runtuh. Firman Allah Swt:
{لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا}
Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. (Al-Kahfi:71) Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sesuatu yang diingkari. Qatadah mengatakan, yang dimaksud ialah
sesuatu yang aneh. Maka pada saat itu juga Khidir berkata kepada Musa, mengingatkan akan syarat yang telah disetujuinya:
{أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا}
Bukankah aku telah berkata bahwa sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku. (Al-Kahfi: 72) Dengan kata lain, perbuatan ini sengaja saya lakukan, dan termasuk di antara perkara
yang telah ku persyaratkan kepadamu bahwa kamu tidak boleh memprotesnya terhadapku. Karena sesungguhnya kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal ini, padahal perbuatan ini mengandung maslahat
yang tidak kamu ketahui.
{لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا}
Musa berkata, "Janganlah kamu menghukum aku karena kealpaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.” (Al-Kahfi: 73) Yakni janganlah kamu mempersulit diriku,
jangan pula kamu bersikap keras terhadapku. Karena itulah seperti apa yang telah disebutkan dalam sebuah hadis dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"كَانَتِ الْأُولَى مِنْ مُوسَى نِسْيَانًا"
kekeliruan pertama yang dilakukan oleh Musa disebabkan karena kealpaannya.
Surat Al-Kahf |18:72|
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
qoola a lam aqul innaka lan tastathii'a ma'iya shobroo
Dia berkata, "Bukankah sudah ku katakan, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?"
[Al-Khidh r] said, "Did I not say that with me you would never be able to have patience?"
(Dia berkata, "Bukankah aku telah berkata, 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersamaku)".
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 72 |
Penjelasan ada di ayat 71
Surat Al-Kahf |18:73|
قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا
qoola laa tu`aakhiżnii bimaa nasiitu wa laa tur-hiqnii min amrii 'usroo
Dia (Musa) berkata, "Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku."
[Moses] said, "Do not blame me for what I forgot and do not cover me in my matter with difficulty."
(Musa berkata, "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku) yakni atas kealpaanku sehingga aku lupa bahwa aku harus menurutimu dan tidak membantahmu
(dan janganlah kamu membebani aku) memberikan beban kepadaku (dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku)" kerepotan dalam persahabatanku denganmu,
atau dengan kata lain, perlakukanlah aku di dalam berteman denganmu dengan penuh maaf dan lapang dada.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 73 |
Penjelasan ada di ayat 71
Surat Al-Kahf |18:74|
فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا
fantholaqoo, ḥattaaa iżaa laqiyaa ghulaaman fa qotalahuu qoola a qotalta nafsan zakiyyatam bighoiri nafs, laqod ji`ta syai`an nukroo
Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, "Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar."
So they set out, until when they met a boy, al-Khidh r killed him. [Moses] said, "Have you killed a pure soul for other than [having killed] a soul? You have certainly done a deplorable thing."
(Maka berjalanlah keduanya) sesudah keduanya keluar dari perahu (hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang pemuda)
yang masih belum mencapai usia balig, sedang bermain-main bersama dengan teman-temannya, dia adalah anak yang paling cakap parasnya di antara mereka
(maka Khidhir membunuhnya) dengan cara menyembelihnya dengan memakai pisau besar, atau mencabut kepalanya dengan tangannya, atau memukulkan kepala anak muda itu ke tembok.
Mengenai caranya banyak pendapat yang berbeda. Dalam ayat ini didatangkan huruf Fa 'Athifah, karena pembunuhan itu terjadi langsung sesudah bertemu.
Jawabnya Idzaa adalah pada ayat berikutnya yaitu; (Berkatalah ia) yakni Nabi Musa, ("Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih) jiwa yang masih belum berdosa karena belum mencapai usia taklif.
Dan menurut suatu qiraat lafal Zakiyyatan dibaca Zakiyatan (bukan karena dia membunuh orang lain) dia tidak membunuh orang lain. (Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar).
" Lafal Nukran dapat pula dibaca Nukuran, artinya sesuatu hal yang mungkar.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Kahf | 18 : 74 |
Dalam firman selanjutnya disebutkan bahwa setelah itu:
{فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلامًا فَقَتَلَهُ}
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. (Al-Kahfi: 74) Dalam penjelasan yang lalu telah disebutkan bahwa anak tersebut sedang bermain-main
dengan anak-anak lainnya di salah satu bagian kampung tersebut. Lalu Khidir sengaja menangkap anak itu yang paling tampan dan paling cerah di antara mereka, lalu Khidir membunuhnya. Menurut suatu riwayat,
Khidir membunuh anak itu dengan cara mencabut kepalanya. Sedangkan menurut pendapat yang lainnya dengan cara memecahkan kepala si anak itu dengan batu. Dan menurut riwayat yang lainnya lagi dengan cara memuntir
kepala si anak. Hanya Allah yang lebih mengetahui kebenarannya. Ketika Musa melihat dan menyaksikan hal itu, ia mengingkarinya dengan protes yang lebih keras daripada yang pertama. Ia berkata:
{أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً}
Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih. (Al-Kahfi: 74) Yakni Jiwa yang masih kecil dan belum mencapai usia akil balig serta belum melakukan suatu dosa pun, lalu kamu membunuhnya.
{بِغَيْرِ نَفْسٍ}
bukan karena dia membunuh orang lain. (Al-Kahfi: 74) Maksudnya, kamu membunuh dengan tanpa alasan.
{لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا}
Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar. (Al-Kahfi: 74) Yakni suatu perbuatan yang jelas mungkarnya.