Juz 18

Surat Al-Muminun |23:51|

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

yaaa ayyuhar-rusulu kuluu minath-thoyyibaati wa'maluu shooliḥaa, innii bimaa ta'maluuna 'aliim

Allah berfirman, "Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

[Allah said], "O messengers, eat from the good foods and work righteousness. Indeed, I, of what you do, am Knowing.

Tafsir
Jalalain

(Hai Rasul-rasul! Makanlah dari makanan yang baik-baik) makanan-makanan yang halal (dan kerjakanlah amal yang saleh) amal-amal yang fardu dan sunah.

(Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan) maka kelak Aku akan memperhitungkannya atas kalian.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 51 |

Tafsir ayat 51-56

Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang menjadi rasul, agar mereka memakan makanan yang baik (halal) dan mengerjakan amal saleh. Hal ini menunjukkan bahwa perkara yang halal itu membantu mengerjakan amal saleh.

Maka para nabi mengerjakan perintah ini dengan sebaik-baiknya, dan mereka menggabungkan semua kebaikan, baik yang berupa ucapan maupun perbuatan, baik sebagai pembuktian dari diri maupun dalam bernasehat.

Semoga Allah membalas mereka atas jasa-jasa mereka kepada semua hamba Allah dengan balasan yang sebaik-baiknya. Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan

yang baik-baik. (Al Mu’minun: 51) Ingatlah, demi Allah, Dia tidak memerintahkan kepada kalian agar memakan, makanan yang merah, tidak makanan yang kuning, tidak makanan yang manis, tidak pula makanan yang masam. Akan tetapi,

Dia berfirman bahwa makanlah oleh kalian dari makanan-makanan itu hanya yang halalnya saja. Sa'id ibnu Jubair dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: makanlah dari makanan yang baik-baik. (Al Mu’minun: 51)

Yang dimaksud dengan tayyibat ialah yang halal-halal. Abu Ishaq As-Subai'i telah meriwayatkan dari Abu Maisarah Amr ibnu Syurahbil, bahwa Isa putra Maryam makan dari hasil kerajinan tenunan yang dilakukan oleh ibunya. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:


"مَا مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا رَعَى الْغَنَمَ". قَالُوا: وَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لِأَهْلِ مَكَّةَ"


"Tiada seorang nabi pun melainkan pernah menggembalakan kambing.” Mereka (para sahabat) bertanya, "Juga engkau, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. bersabda, "Ya, aku pun pernah menggembalakannya dengan imbalan beberapa qirat milik penduduk Mekah.”Di dalam hadis sahih lainnya disebutkan:


أَنَّ دَاوُدَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، كَانَ يَأْكُلُ مِنْ كَسْبِ يَدِهِ


Sesungguhnya Daud a. s. makan dari hasil perasan keringatnya sendiri. Di dalam kitab Sahihain disebutkan sabda Nabi Saw. yang mengatakan:


"إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ، وَأَحَبَّ الْقِيَامِ إِلَى اللَّهِ قِيَامُ دَاوُدَ، كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ، وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدسَه، وَكَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا، وَلَا يَفر إِذَا لَاقَى"


Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah ialah puasanya Daud, dan qiyam (salat) yang paling disukai oleh Allah ialah qiyamnya Daud; dia tidur sampai tengah malam, dan bangun pada sepertiganya, lalu tidur pada seperenamnya;

dia puasa sehari dan berbuka sehari; dan apabila perang, ia tidak pernah lari dari medan perang.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Al-Hakam ibnu Nafi',

telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Maryam, dari Damrah ibnu Habib, bahwa Ummu Abdullah binti Syaddad ibnu Aus pernah mengatakan bahwa ia pernah mengirim Nabi Saw. sepanci laban (yoghurt) saat beliau sedang puasa

untuk bukanya nanti. Ia mengirim­kannya sejak hari masih siang dan matahari sedang terik-teriknya, kemudian pesuruhnya kembali kepadanya seraya menyampaikan pesan Nabi Saw., "Dari manakah engkau mempunyai kambing?”Ia menjawab,

"Saya membelinya dengan uang saya." Maka (setelah pesuruh itu kembali kepada Nabi Saw. dan menyampaikan jawaban majikannya) barulah Rasulullah Saw. mau meminumnya. Pada keesokan harinya Ummu Abdullah binti Syaddad

datang menghadap kepada Nabi Saw. dan bertanya, "Wahai Rasulullah, kemarin saya mengirimkan kepadamu laban yang segar, sejak hari masih siang dan panas matahari sedang terik-teriknya, lalu Engkau menyuruh kembali pesuruhku untuk mempertanyakan dari mana laban itu," Rasulullah Saw. menjawab:


"بِذَلِكَ أُمِرَتِ الرُّسُلُ، أَلَّا تَأْكُلَ إِلَّا طَيَّبًا، وَلَا تَعْمَلَ إِلَّا صَالِحًا"


Demikianlah para rasul diperintahkan. Mereka tidak boleh makan kecuali makanan yang halal, dan tidak boleh beramal kecuali amal yang saleh.Di dalam kitab Sahih Imam Muslim dan kitab Jami' Imam Turmuzi serta kitab Musnad Imam Ahmad,

hadis ini berdasarkan apa yang ada pada kitab Imam Ahmad. melalui riwayat Fudail ibnu Marzuq. dari Addi ibnu Sabit, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan" bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيَّبًا، وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} . وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ}


Hai manusia, sesungguhnya Allah itu Mahabaik, Dia tidak mau menerima kecuali, yang baik-baik (halal). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman seperti apa yang Dia perintahkan

kepada para rasul-(Nya). Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.

(Al Mu’minun: 51) Dan firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian. (Al-Baqarah: 172)Kemudian Rasulullah Saw. menyebutkan perihal seorang lelak

i yang lama dalam perjalanannya, dalam keadaan rambut yang awut-awutan lagi penuh dengan debu, sedangkan makanannya dari hasil yang haram, minumannya dari hasil yang haram, pakaiannya dari hasil yang haram dan diberi makan

dari hasil yang haram, lalu ia menengadahkan kedua tangannya seraya berdoa, "Hai Tuhanku, hai Tuhanku," maka bagaimanakah doanya dapat diterima bila keadaannya demikian.

Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, kami tidak mengenalnya kecuali hanya melalui hadis Fudail ibnu Marzuq. Fiman Allah Swt.:


{وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً}


Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu. (Al Mu’minun: 52) Yakni agama kalian ini —hai para nabi— adalah agama yang satu, yaitu agama yang menyeru untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi­Nya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ}


dan Aku adalah Tuhan kalian, maka bertakwalah kepada-Ku. (Al Mu’minun: 52) Tafsir mengenai ayat ini telah disebutkan di dalam surat Al-Anbiya bahwa firman-Nya, "Ummatan wahidatan," di-nasab-kan karena menjadi hal atau kata keterangan keadaan. Firman Allah Swt.:


{فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا}


Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa golongan. (Al Mu’minun: 53) Yakni umat para nabi yang diutus itu terpecah belah.


{كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ}


Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (Al Mu’minun: 53) Maksudnya, merasa bangga dengan kesesatannya karena mereka menduga bahwa diri mereka berada dalam petunjuk. Karena itulah dalam firman selanjutnya Allah berfirman mengancam mereka:


{فَذَرْهُمْ فِي غَمْرَتِهِمْ}


Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya. (Al-Mu’minim: 54) Yaitu dalam kesesatan dan penyimpangan mereka.


{حَتَّى حِينٍ}


sampai suatu waktu. (Al Mu’minun: 54) Yakni sampai kepada batas waktu mereka dibinasakan. Sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{فَمَهِّلِ الْكَافِرِينَ أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا}


Karena itu, beri tangguhlah orang-orang kafir itu, yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar. (Ath-Thariq: 17) Dan firman Allah Swt.:


{ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الأمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ}


Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka). (Al-Hijr: 3) Adapun firman Allah Swt.:


{أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ * نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لَا يَشْعُرُونَ}


Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al Mu’minun: 55-56) ,

Yakni apakah orang-orang yang teperdaya itu mengira bahwa Kami memberikan kepada mereka harta benda dan anak-anak karena kemuliaan mereka menurut Kami dan karena kehormatan mereka di sisi Kami? Tidak, sebenarnya tidak seperti apa yang mereka dugakan dalam ucapannya itu.


{نَحْنُ أَكْثَرُ أَمْوَالا وَأَوْلادًا وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ}


Kami lebih banyak mempunyai harta dan Anak-anak (daripada kamu) dan Kami sekali-kali tidak akan diazab. (Saba: 35) Mereka telah keliru dalam pengakuannya, dan kelak akan kecewalah mereka dengan harapannya itu;

karena sesungguhnya Kami sengaja menuruti semua kemauan mereka sebagai istidraj, pengluluh,' dan penangguhan dari Kami terhadap mereka. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{بَل لَا يَشْعُرُونَ}


Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al Mu’minun: 56) Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{فَلا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا}


Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda-'dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia. (At-Taubah: 55), hingga akhir ayat.


{إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا}


Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka. (Ali Imran: 178)


{فَذَرْنِي وَمَنْ يُكَذِّبُ بِهَذَا الْحَدِيثِ سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ * وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ}


Maka serahkanlah (hai Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Qur'an). Nanti Kanu akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah ke­binasaan)

dari azab yang tidak mereka ketahui, dan Aku memberi tangguh kepada mereka. (Al-Qalam: 44-45), hingga akhir ayat. Dan firman Allah Swt.:


ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيدًا


Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. (Al-Muddatstsir: 11) Sampai dengan firman-Nya:


لآيَاتِنَا عَنِيدًا


menentang ayat-ayat Kami (Al-Qur'an). (Al-Muddatstsir: 16) Dan firman Allah Swt.:


{وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ لَهُمْ جَزَاءُ الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ آمِنُونَ}


Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kalian yang mendekatkan kalian kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh. (Saba: 37) Ayat-ayat mengenai hal ini cukup banyak.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka?

Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al Mu’minun: 55-56) Bahwa tipu daya Allah terhadap suatu kaum terdapat pada harta dan anak-anak mereka. Hai manusia, karena itu janganlah kalian memandang manusia dari segi harta dan anak-anaknya, melainkan pandanglah dari segi iman dan amal salehnya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ [بْنُ عُبَيْد، حَدَّثَنَا أَبَانُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنِ الصَّبَّاحِ بْنِ محمد، عن مرة الهمداني، حَدَّثَنَا عَبْدِ اللَّهِ] بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ قَسَم بَيْنَكُمْ أَخْلَاقَكُمْ، كَمَا قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَرْزَاقَكُمْ، وَإِنَّ اللَّهَ يُعطي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ، وَلَا يُعْطِي الدِّين إِلَّا لِمَنْ أَحَبَّ، فَمَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ الدِّينَ فَقَدْ أَحَبَّهُ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا يُسْلِمُ عَبْدٌ حَتَّى يُسْلِمَ قَلْبُهُ وَلِسَانُهُ، وَلَا يُؤْمِنُ حَتَّى يَأْمَنَ جَارُهُ بَوَائِقَهُ-قَالُوا: وَمَا بَوَائِقُهُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ؟ قَالَ: غَشْمُهُ وَظُلْمُهُ- وَلَا يَكْسِبُ عَبْدٌ مَالًا مِنْ حَرَامٍ فَيُنْفِقَ مِنْهُ فَيُبَارَكَ لَهُ فِيهِ، وَلَا يَتصَدَّقُ بِهِ فَيُقْبَلَ مِنْهُ، وَلَا يَتْرُكُهُ خَلْفَ ظَهْرِهِ إِلَّا كَانَ زَادَهُ إِلَى النَّارِ، إِنَّ اللَّهَ لَا يَمْحُو السَّيِّئَ بِالسَّيِّئِ، وَلَكِنْ يَمْحُو السَّيِّئَ بِالْحَسَنِ، إِنَّ الْخَبِيثَ لَا يَمْحُو الْخَبِيثَ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Aban ibnu Ishaq, dari As-Sabbah ibnu Muhammad, dari Murrah Al-Hamdani yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud r.a.

pernah berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah membagi di antara kalian akhlak sebagai­mana Dia membagi rezeki di antara kalian. Dan sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada orang yang disukai-Nya

dan (juga) kepada orang yang tidak disukai-Nya. Akan tetapi, Dia tidak memberi agama melainkan hanya kepada orang yang disukai-Nya. Barang siapa yang diberi agama oleh Allah, maka sesungguhnya Allah menyukainya.

Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidaklah seseorang hamba selamat (Islam) sebelum selamat kalbu dan lisannya, dan tidaklah seorang hamba aman (iman) sebelum aman tetangganya

dari bawa'iq-nya. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan bawa'iq-nya?." Rasulullah Saw. menjawab: Perbuatan zalim dan perbuatan aniayanya. Tidaklah seorang hamba menghasilkan harta dari usaha haram,

lalu ia membelanjakan­nya dan mendapat berkah darinya, dan tidaklah ia menyedekah­kannya dan diterima sedekahnya, dan tidaklah ia meninggal­kannya di belakang punggungnya (sesudah mati), melainkan harta itu menjadi bekalnya

menuju ke neraka. Sesungguhnya Allah tidak menghapus keburukan dengan keburukan lagi, melain­kan menghapus keburukan dengan kebaikan. Sesungguhnya hal yang kotor itu tidak dapat menghapuskan hal yang kotor lagi.

Surat Al-Muminun |23:52|

وَإِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ

wa inna haażihiii ummatukum ummataw waaḥidataw wa ana robbukum fattaquun

Dan sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku."

And indeed this, your religion, is one religion, and I am your Lord, so fear Me."

Tafsir
Jalalain

(Dan) ketahuilah (bahwasanya ini) yakni agama Islam (adalah agama kalian) hai orang-orang yang diajak bicara, maksudnya kalian harus memeluknya

(agama yang satu) lafal Ummatan Waahidatan ini menjadi Hal yang bersifat Lazimah atau tetap. Menurut suatu qiraat yang lain lafal Anna haadzihi dibaca Takhfif sehingga menjadi An Haadzihi,

sedangkan menurut qiraat yang lainnya lagi dibaca Inna Haadzihi, dan dianggap sebagai jumlah Isti'naf atau kalimat baru, sehingga artinya menjadi, sesungguhnya agama Islam ini

(dan Aku adalah Rabb kalian, maka bertakwalah kalian kepada-Ku) artinya takutlah kalian kepada-Ku.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 52 |

Penjelasan ada di ayat 51

Surat Al-Muminun |23:53|

فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

fa taqoththo'uuu amrohum bainahum zuburoo, kullu ḥizbim bimaa ladaihim fariḥuun

Kemudian mereka terpecah belah dalam urusan (agama)nya menjadi beberapa golongan. Setiap golongan (merasa) bangga dengan apa yang ada pada mereka (masing-masing).

But the people divided their religion among them into sects - each faction, in what it has, rejoicing.

Tafsir
Jalalain

(Kemudian mereka memecah belah) para pengikut Rasul itu (perkara mereka) yakni agama mereka (menjadi beberapa pecahan di antara mereka)

lafal Zuburan ini menjadi Hal dari Fa'ilnya lafal Taqaththa'uu, artinya, menjadi sekte-sekte yang bertentangan, seperti yang terjadi di kalangan orang-orang Yahudi

dan orang-orang Nasrani serta lain-lainnya. (Tiap-tiap golongan terhadap apa yang ada pada sisi mereka) agama yang mereka pegang (merasa bangga) merasa puas dan gembira.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 53 |

Penjelasan ada di ayat 51

Surat Al-Muminun |23:54|

فَذَرْهُمْ فِي غَمْرَتِهِمْ حَتَّىٰ حِينٍ

fa żar-hum fii ghomrotihim ḥattaa ḥiin

Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai waktu yang ditentukan.

So leave them in their confusion for a time.

Tafsir
Jalalain

(Maka biarkanlah mereka) biarkanlah orang-orang kafir Mekah itu (dalam kesesatannya) (sampai suatu waktu) hingga saat kematian mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 54 |

Penjelasan ada di ayat 51

Surat Al-Muminun |23:55|

أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ

a yaḥsabuuna annamaa numidduhum bihii mim maaliw wa baniin

Apakah mereka mengira bahwa Kami memberikan harta dan anak-anak kepada mereka itu (berarti bahwa),

Do they think that what We extend to them of wealth and children

Tafsir
Jalalain

(Apakah mereka mengira bahwa sesungguhnya apa-apa yang Kami berikan kepada mereka) artinya, Kami limpahkan kepada mereka (berupa harta benda dan anak-anak) di dunia ini.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 55 |

Penjelasan ada di ayat 51

Surat Al-Muminun |23:56|

نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ ۚ بَلْ لَا يَشْعُرُونَ

nusaari'u lahum fil-khoiroot, bal laa yasy'uruun

Kami segera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? (Tidak), tetapi mereka tidak menyadarinya.

Is [because] We hasten for them good things? Rather, they do not perceive.

Tafsir
Jalalain

(Kami bersegera) menyegerakan (memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka) tidak, sesungguhnya tidak demikian (sebenarnya mereka tidak sadar) bahwasanya hal itu adalah pengluluh atau Istidraj buat mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 56 |

Penjelasan ada di ayat 51

Surat Al-Muminun |23:57|

إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ

innallażiina hum min khosy-yati robbihim musyfiquun

Sungguh, orang-orang yang karena takut (azab) Tuhannya, mereka sangat berhati-hati,

Indeed, they who are apprehensive from fear of their Lord

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang karena perasaan khasyyah mereka kepada Rabb mereka) disebabkan mereka takut kepada-Nya (mereka merasa takut sekali) kepada azab-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 57 |

Tafsir ayat 57-61

Firman Allah Swt.:


{إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ}


Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka. (Al Mu’minun: 57) Yakni keadaan mereka yang selalu mengerjakan perbuatan yang baik dan beriman serta mengamalkan perbuatan yang saleh,

juga mereka takut kepada Allah dan selalu dicekam oleh rasa khawatir akan tertimpa tipu daya Allah. Seperti yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, bahwa sesungguhnya orang mukmin itu menggabungkan dalam dirinya kebaikan

dan rasa takut kepada Allah. Dan sesungguhnya orang munafik itu menggabungkan dalam dirinya keburukan dan merasa aman dari azab Allah.


{وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ}


dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka. (Al Mu’minun: 58) Maksudnya, mereka beriman kepada ayat-ayat (tanda-tanda)-Nya, baik yang bersifat alami maupun yang bersifat hukum syar'i, seperti yang disebutkan di dalam firman Allah Swt. yang menceritakan tentang Maryam a.s.:


{وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ}


dan dia membenarkan kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya. (At-Tahrim: 12) Yaitu Maryam merasa yakin bahwa sesungguhnya apa yang terjadi pada dirinya (mengandung tanpa suami) tiada lain merupakan takdir dan keputusan Allah

dan syariat yang telah drtetapkan-Nya. Syariat Allah itu jika berupa perintah, berarti subyeknya disukai dan diridai-Nya. Dan jika berupa larangan, berarti subyeknya dibenci dan ditolak-Nya. Dan jika kebaikan, berarti subyeknya adalah perkara yang hak. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:


{وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ}


Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun). (Al Mu’minun: 59) Yakni mereka tidak menyembah se(ain-Nya bersama Dia, melainkan mengesakan-Nya dan mengamalkan bahwa

tidak ada Tuhan selain Allah semata, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beristri, dan tidak beranak, dan bahwa Dia tiada tandingan dan tiada yang menyamai-Nya. Firman Allah Swt.:


{وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ}


Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. (Al Mu’minun: 60) Yaitu mereka mengasihkan pemberiannya dengan rasa takut

dan malu bila tidak diterima, yang hal ini bersumber dari perasaan takut mereka bila diri mereka dinilai oleh Allah telah berlaku sembrono terhadap persyaratan memberi. Hal seperti ini termasuk ke dalam Bab "Bersikap Hati-hati dan Merasa Takut kepada Allah." Seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad:


حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ مِغْوَل، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَعِيدِ بْنِ وَهْبٍ، عَنْ عَائِشَةَ؛ أَنَّهَا قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، {وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ} ، هُوَ الَّذِي يَسْرِقُ وَيَزْنِي وَيَشْرَبُ الْخَمْرَ، وَهُوَ يَخَافُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ؟ قَالَ: "لَا يَا بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ، يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ، وَلَكِنَّهُ الَّذِي يُصَلِّي وَيَصُومُ وَيَتَصَدَّقُ، وَهُوَ يَخَافُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ".


telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Magul, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sa'id ibnu Wahb, dari Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya,

"Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan “orang-orang yang mengerjakan perbuatan mereka, sedangkan hati mereka takut” itu adalah orang yang mencuri, berzina, dan minum khamr dalam keadaan takut kepada Allah?"

Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, hai anak perempuan As-Siddiq. Tetapi dia adalah orang yang salat, puasa, dan bersedekah, sedangkan ia takut kepada Allah Swt.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Abu Hatim

melalui hadis Malik ibnu Magul, dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:


"لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ، وَلَكِنَّهُمُ الَّذِينَ يُصَلُّونَ وَيَصُومُونَ وَيَتَصَدَّقُونَ، وَهُمْ يَخَافُونَ أَلَّا يُقْبَلَ مِنْهُمْ، {أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ}


Tidak, hai anak perempuan As-Siddiq. Tetapi mereka adalah orang-orang yang salat, puasa, dan bersedekah, sedangkan hati mereka merasa takut tidak diterima amalnya. mereka itu bersegera mendapat kebaikan-kebaikan. (Al Mu’minun: 61)

Imam Turmuzi mengatakan, telah diriwayatkan melalui hadis Abdur Rahman ibnu Sa'id, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. hal yang semisal. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi,

dan Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan tafsir ayat ini. Ulama lain ada yang membaca ayat ini dengan bacaan berikut yang artinya:


"وَالَّذِينَ يَأْتُونَ مَا أَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ"


Dan orang-orang yang mengerjakan amal perbuatan mereka dengan hati yang takut (tidak akan diterima oleh Allah amalannya). Hal ini telah diriwayatkan secara marfu' dari Nabi Saw. bahwa beliau Saw. pernah membacanya

dengan bacaan tersebut. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Sakhr ibnu Juwariyah, telah menceritakan kepada kami Ismail Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Abu Khalaf,

maula Bani Jumah, bahwa ia masuk bersama Ubaid ibnu Umair ke dalam rumah Siti Aisyah r.a. Maka Siti Aisyah r.a. menyambut keduanya dengan ucapan Marhaban, "Selamat datang dengan Abu Asim, mengapa engkau lama sekali

tidak berkunjung kepadaku, apakah ada sesuatu halangan?" Ia menjawab, "Saya khawatir akan membosankan bila terlalu sering." Siti Aisyah berkata, "Jangan kamu berbuat begitu lagi." Aku (Ubaid ibnu Umar) berkata,

"Saya datang kepadamu untuk menanyakan tentang suatu ayat dari Kitabullah, bagaimanakah bacaan Rasulullah Saw. Terhadapnya?" Siti Aisyah bertanya, "Ayat yang mana?" Saya menjawab bahwa ayat tersebut adalah firman Allah Swt.:

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan. (Al Mu’minun: 60) dan firman-Nya: Dan orang-orang yang mengerjakan amal perbuatan mereka. Siti Aisyah r.a. bertanya, "Manakah di antara dua bacaan itu

yang kamu sukai?" Saya menjawab, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya salah satu di antara keduanya memang lebih saya sukai daripada dunia ini atau dunia dan seisinya," Siti Aisyah bertanya,

"Manakah yang kamu sukai?" Saya membacakan firman-Nya: Dan orang-orang yang mengerjakan amal perbuatan mereka. Siti Aisyah r.a. menjawab, "Aku bersaksi bahwa Rasulullah Saw. memang membacanya seperti itu, dan memang ayat itu

diturunkan dengan bacaan seperti itu, tetapi dialeknya memang berbeda-beda." Di dalam sanad hadis ini terdapat Ismail ibnu Muslim Al-Makki, sedangkan ia orangnya daif dalam periwayatan hadis. Akan tetapi, qiraat yang pertama

yang dianut oleh jumhur ulama sab'ah dan lain-lainnya adalah pendapat yang lebih kuat, karena di dalam firman selanjutnya disebutkan:


{أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ}


mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. (Al Mu’minun: 61) Disebutkan bahwa Allah menjadikan mereka termasuk orang-orang yang bersegera mendapat

kebaikan-kebaikan. Seandainya makna yang dimaksud adalah seperti qiraat yang lainnya, tentulah kelanjutannya tidak disebutkan seperti itu, melainkan Minal Muqtasidin atau Muqsirin yang artinya orang-orang yang pertengahan atau orang-orang yang membatasi dirinya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Surat Al-Muminun |23:58|

وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ

wallażiina hum bi`aayaati robbihim yu`minuun

dan mereka yang beriman dengan tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya,

And they who believe in the signs of their Lord

Tafsir
Jalalain

(Dan orang-orang yang terhadap ayat-ayat Rabb mereka) Alquran (mereka beriman) sangat percaya kepadanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 58 |

Penjelasan ada di ayat 57

Surat Al-Muminun |23:59|

وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ

wallażiina hum birobbihim laa yusyrikuun

dan mereka yang tidak menyekutukan Tuhannya,

And they who do not associate anything with their Lord

Tafsir
Jalalain

(Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka) sesuatu apa pun.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 59 |

Penjelasan ada di ayat 57

Surat Al-Muminun |23:60|

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

wallażiina yu`tuuna maaa aataw wa quluubuhum wajilatun annahum ilaa robbihim rooji'uun

dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya,

And they who give what they give while their hearts are fearful because they will be returning to their Lord -

Tafsir
Jalalain

(Dan orang-orang yang memberikan) yang menginfakkan (apa yang telah mereka berikan) mereka infakkan berupa zakat dan amal-amal saleh (dengan hati yang takut)

takut amalnya tidak diterima (karena mereka tahu bahwa sesungguhnya mereka) sebelum lafal Annahum ini diperkirakan adanya huruf Lam yang menjarkannya (akan dikembalikan kepada Rabb mereka).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 60 |

Penjelasan ada di ayat 57

Surat Al-Muminun |23:61|

أُولَٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

ulaaa`ika yusaari'uuna fil-khoirooti wa hum lahaa saabiquun

mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya.

It is those who hasten to good deeds, and they outstrip [others] therein.

Tafsir
Jalalain

(Mereka itu bersegera untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya) menurut ilmu Allah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 61 |

Penjelasan ada di ayat 57

Surat Al-Muminun |23:62|

وَلَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَلَدَيْنَا كِتَابٌ يَنْطِقُ بِالْحَقِّ ۚ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

wa laa nukallifu nafsan illaa wus'ahaa waladainaa kitaabuy yanthiqu bil-ḥaqqi wa hum laa yuzhlamuun

Dan Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada Kami ada suatu catatan yang menuturkan dengan sebenarnya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan).

And We charge no soul except [with that within] its capacity, and with Us is a record which speaks with truth; and they will not be wronged.

Tafsir
Jalalain

(Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya) yang sesuai dengan kemampuannya, oleh karenanya barang siapa tidak mampu melakukan sholat sambil berdiri,

maka ia boleh melakukannya sambil duduk, dan barang siapa tidak mampu melakukan puasa maka ia boleh berbuka (dan pada sisi Kami) di sisi Kami

(ada suatu kitab yang membicarakan dengan benar) apa yang telah dilakukan oleh seseorang, yaitu Lohmahfuz; padanya ditulis semua amal-amal perbuatan (dan mereka)

kita semua orang yang beramal (tidak dianiaya) barang sedikit pun dari amal-amalnya, oleh karenanya sedikit pun tidak dikurangi pahala amal kebaikannya, dan tidak pula ditambah dosa-dosanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 62 |

Tafsir ayat 62-67

Allah Swt. menceritakan tentang keadilan dalam syariat-Nya terhadap hamba-hamba-Nya di dunia, bahwa Dia sama sekali tidak pernah mem­bebankan kepada seseorang melainkan menurut kesanggupannya.

Yakni melainkan menurut apa yang kuat disanggah dan dikerjakannya. Dan bahwa kelak di hari kiamat Dia akan menghisab amal perbuatan mereka yang telah tercatat di dalam kitab catatan amal perbuatan mereka; tiada sesuatu pun dari amal perbuatan mereka yang tidak tercatat atau hilang. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{وَلَدَيْنَا كِتَابٌ يَنْطِقُ بِالْحَقِّ}


dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran. (Al Mu’minun: 62) Yaitu kitab catatan amal perbuatan.


{وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ}


dan mereka tidak dianiaya. (Al Mu’minun: 62) Maksudnya, tidak dirugikan barang sedikit pun dari kebaikannya. Adapun amal buruknya, maka Allah banyak memaaf dan mengampuninya

bagi hamba-hamba-Nya yang beriman. Kemudian Allah berfirman mengingkari orang-orang kafir dan orang-orang musyrik dari kalangan Quraisy:


{بَلْ قُلُوبُهُمْ فِي غَمْرَةٍ}


Tetapi hati orang-orang kafir itu dalam kesesatan. (Al Mu’minun: 63) Yakni tenggelam di dalam kesesatannya.


{مِنْ هَذَا}


Dari (memahami kenyataan) ini. (Al Mu’minun: 63) Maksudnya, dari memahami Al-Qur'an yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. Firman Allah Swt.:


{وَلَهُمْ أَعْمَالٌ مِنْ دُونِ ذَلِكَ هُمْ لَهَا عَامِلُونَ}


dan mereka banyak mengerjakan perbuatan-perbuatan (buruk) selain dari itu, mereka tetap mengerjakannya. (Al Mu’minun: 63) Al-Hakam ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya

: dan mereka banyak mengerjakan perbuatan-perbuatan selain dari itu. (Al Mu’minun: 63) Yakni perbuatan-perbuatan yang buruk selain dari kemusyrikannya itu. mereka tetap mengerjakannya. (Al Mu’minun: 63) Artinya,

mereka harus mengerjakannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Al-Hasan serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Sedangkan ulama lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

dan mereka banyak mengerjakan perbuatan-perbuatan (buruk) selain dari itu, mereka tetap mengerjakannya. (Al Mu’minun: 63) Yaitu telah tercatat atas mereka perbuatan-perbuatan buruk yang harus mereka kerjakan sebelum mereka mati,

sebagai suatu kepastian, agar mereka berhak mendapat azab Allah. Hal yang semisal telah diriwayatkan melalui Muqatil ibnu Hayyan, As-Saddi, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Pendapat inilah yang menang, kuat, lagi baik. Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan hadis Ibnu Mas'ud yang mengatakan:


"فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ، إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، فَيَدْخُلُهَا".


Maka demi Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Dia, se­sungguhnya seorang laki-laki benar-benar mengamalkan perbuatan ahli surga, sehingga tiada jarak antara dia dan surga selain satu hasta,

tetapi- ketetapan takdir telah mendahuluinya, akhirnya ia mengerjakan perbuatan ahli neraka dan ia di­masukkan ke dalam neraka. Firman Allah Swt.:


{حَتَّى إِذَا أَخَذْنَا مُتْرَفِيهِمْ بِالْعَذَابِ إِذَا هُمْ يَجْأَرُونَ}


Hingga apabila Kami timpakan azab kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta-merta mereka memekik minta tolong. (Al Mu’minun: 64) Yakni hingga manakala orang-orang yang hidup mewah di antara mereka kedatangan azab Allah dan pembalasan-Nya yang menimpa mereka.


{إِذَا هُمْ يَجْأَرُونَ}


dengan serta-merta mereka memekik minta tolong. (Al Mu’minun: 64) Yaitu menjerit dan meminta tolong, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt. yang mengatakan:


{وَذَرْنِي وَالْمُكَذِّبِينَ أُولِي النَّعْمَةِ وَمَهِّلْهُمْ قَلِيلا. إِنَّ لَدَيْنَا أَنْكَالا وَجَحِيمًا }


Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai ke­mewahan dan beritangguhlah mereka barang sebentar Karena sesungguhnya pada sisi Kami

ada belenggu-belenggu yang besar dan neraka yang menyala-nyala. (Al-Muzzammil: 11-12) Dan firman Allah Swt.:


{كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ فَنَادَوْا وَلاتَ حِينَ مَنَاصٍ}


Berapa banyaknya umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong, padahal (waktu itu) bukanlah saat lari untuk melepaskan diri. (Shad: 3) Adapun firman Allah Swt.:


{لا تَجْأَرُوا الْيَوْمَ إِنَّكُمْ مِنَّا لَا تُنْصَرُونَ}


Janganlah kalian memekik minta tolong pada hari ini. Sesungguhnya kalian tiada akan mendapat pertolongan dari Kami. (Al Mu’minun: 65) Artinya, tiada seorang pun yang dapat melindungi kalian dari keburukan yang menimpa kalian,

baik kalian menjerit meminta tolong maupun kalian diam, tiada jalan selamat dan tiada penolong, perintah telah ditetapkan dan azab wajib dilaksanakan. Kemudian Allah menyebutkan dosa mereka yang paling besar melalui firman-Nya:


{قَدْ كَانَتْ آيَاتِي تُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ تَنْكِصُونَ}


Sesungguhnya ayat-ayat-Ku (Al-Qur'an) selalu dibacakan kepada kamu sekalian, maka kalian selalu berpaling kebelakang. (Al Mu’minun: 66) Yakni apabila kalian diseru, maka kalian menolak; dan apabila diperintah, maka kalian membangkang. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{ذَلِكُمْ بِأَنَّهُ إِذَا دُعِيَ اللَّهُ وَحْدَهُ كَفَرْتُمْ وَإِنْ يُشْرَكْ بِهِ تُؤْمِنُوا فَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ}


Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar. (Al-Mu’min: 12) Adapun firman Allah Swt.:


{مُسْتَكْبِرِينَ بِهِ سَامِرًا تَهْجُرُونَ}


dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur'an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kalian bercakap-cakap di malam hari. (Al Mu’minun: 67) Mengenai tafsir ayat ini ada dua pendapat.

Salah satunya mengatakan, bahwa mustakbirin berkedudukan menjadi kata keterangan keadaan saat mereka berpaling ke belakang dari perkara yang hak, dan mereka menolaknya karena kesombongan mereka terhadap perkara yang hak itu;

mereka menganggap rendah perkara yang hak dan orang-orang yang mengikutinya. Berdasarkan pendapat ini damir bihi yang ada padanya mengandung tiga pengertian: Pertama, damir merujuk kepada tanah suci, yakni Mekah.

Mereka dicela karena mereka begadang di malam hari di tanah suci tanpa berbicara sepatah kata pun (menunjukkan kesombongan mereka).Kedua, damir merujuk kepada Al-Qur'an. Mereka melakukan begadang, memperbincangkan

tentang Al-Qur'an dengan sebutan yang keji. Mereka mengatakan bahwa Al-Qur'an itu adalah sihir, sesungguhnya Al-Qur'an itu syair, dan sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah ramalan dan perkataan-perkataan keji lainnya.

Ketiga, damir kembali kepada Nabi Muhammad Saw. Mereka menjadikannya bahan pergunjingan mereka di malam hari dengan sebutan-sebutan yang keji, dan mereka membuat perumpamaan-perumpamaan yang batil terhadapnya,

bahwa dia adalah seorang penyair, atau tukang ramal atau pendusta atau gila atau penyihir. Semuanya itu batil belaka, bahkan sesungguhnya dia adalah hamba dan rasul Allah yang Allah akan memenangkannya atas mereka,

dan dia bakal mengusir mereka dari tanah suci dalam keadaan hina dan rendah. Menurut pendapat yang lain, makna firman-Nya: dengan menyombongkan diri terhadapnya. (Al Mu’minun: 67) Yakni menyombongkan dirinya di Baitullah

dengan keyakinan bahwa diri merekalah para pengurusnya, padahal kenyataannya tidaklah demikian. Seperti yang dikatakan oleh Imam Nasai di dalam kitab tafsir bagian dari kitab sunannya, bahwa telah menceritakan kepada kami

Ahmad ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Israil, dari Abdul A'la; ia pernah mendengar Sa'id ibnu Jubair menceritakan hadis be­rikut dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa sesungguhnya begadang itu

dimakruhkan sejak ayat berikut diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: dengan menyombongkan diri terhadapnya dan mengucapkan perkataan-perkataan yang keji di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari. (Al Mu’minun: 67)

Yakni mereka membanggakan dirinya dengan Baitullah seraya mengatakan bahwa diri merekalah yang tiada hentinya sepanjang siang dan malam mengurusnya. Ibnu Abbas menceritakan bahwa mereka membangga-banggakan dirinya

dan begadang di dalamnya, tidak memakmurkannya, dan mereka mengucapkan perkataan-perkataan yang keji di dalamnya. Imam Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan hal ini telah membahasnya dalam pembahasan yang cukup panjang, yang ringkasnya adalah seperti yang telah disebutkan di atas.

Surat Al-Muminun |23:63|

بَلْ قُلُوبُهُمْ فِي غَمْرَةٍ مِنْ هَٰذَا وَلَهُمْ أَعْمَالٌ مِنْ دُونِ ذَٰلِكَ هُمْ لَهَا عَامِلُونَ

bal quluubuhum fii ghomrotim min haażaa wa lahum a'maalum min duuni żaalika hum lahaa 'aamiluun

Tetapi, hati mereka (orang-orang kafir) itu dalam kesesatan dari (memahami Al-Qur´an) ini, dan mereka mempunyai (kebiasaan banyak mengerjakan) perbuatan-perbuatan lain (buruk) yang terus mereka kerjakan.

But their hearts are covered with confusion over this, and they have [evil] deeds besides disbelief which they are doing,

Tafsir
Jalalain

(Tetapi hati mereka) yakni orang-orang kafir itu (dalam kealpaan) artinya, kebodohan (mengenai hal ini) yaitu Alquran (dan mereka banyak mengerjakan perbuatan-perbuatan selain daripada itu)

selain amal-amal kebaikan yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman (mereka tetap mengerjakannya) oleh sebab itu mereka diazab.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 63 |

Penjelasan ada di ayat 62

Surat Al-Muminun |23:64|

حَتَّىٰ إِذَا أَخَذْنَا مُتْرَفِيهِمْ بِالْعَذَابِ إِذَا هُمْ يَجْأَرُونَ

ḥattaaa iżaaa akhożnaa mutrofiihim bil-'ażaabi iżaa hum yaj`aruun

Sehingga apabila Kami timpakan siksaan kepada orang-orang yang hidup bermewah-mewah di antara mereka, seketika itu mereka berteriak-teriak meminta tolong.

Until when We seize their affluent ones with punishment, at once they are crying [to Allah] for help.

Tafsir
Jalalain

(Hingga) menunjukkan makna Ibtida (apabila Kami timpakan kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka) yakni orang-orang kaya dan pemimpin-pemimpin mereka (azab)

dengan pedang dalam perang Badar (dengan serta merta mereka memekik minta tolong) mereka ribut meminta tolong. Kemudian dikatakan kepada mereka,

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 64 |

Penjelasan ada di ayat 62

Surat Al-Muminun |23:65|

لَا تَجْأَرُوا الْيَوْمَ ۖ إِنَّكُمْ مِنَّا لَا تُنْصَرُونَ

laa taj`arul-yauma innakum minnaa laa tunshoruun

Janganlah kamu berteriak-teriak meminta tolong pada hari ini! Sungguh, kamu tidak akan mendapat pertolongan dari Kami.

Do not cry out today. Indeed, by Us you will not be helped.

Tafsir
Jalalain

("Janganlah kalian memekik, minta tolong pada hari ini. Sesungguhnya kalian tidak akan mendapat pertolongan dari Kami) maksudnya tidak ada seorang pun yang dapat menolong kalian.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 65 |

Penjelasan ada di ayat 62

Surat Al-Muminun |23:66|

قَدْ كَانَتْ آيَاتِي تُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ تَنْكِصُونَ

qod kaanat aayaatii tutlaa 'alaikum fakuntum 'alaaa a'qoobikum tangkishuun

Sungguh ayat-ayat-Ku (Al-Qur´an) selalu dibacakan kepada kamu, tetapi kamu selalu berpaling ke belakang,

My verses had already been recited to you, but you were turning back on your heels

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya ayat-ayat-Ku) dari Alquran (selalu dibacakan kepada kalian, tetapi kalian selalu berpaling ke belakang) mundur ke belakang maksudnya kalian tidak mau menerimanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 66 |

Penjelasan ada di ayat 62

Surat Al-Muminun |23:67|

مُسْتَكْبِرِينَ بِهِ سَامِرًا تَهْجُرُونَ

mustakbiriina bihii saamiron tahjuruun

dengan menyombongkan diri dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya (Al-Qur´an) pada waktu kamu bercakap-cakap pada malam hari.

In arrogance regarding it, conversing by night, speaking evil.

Tafsir
Jalalain

(Dengan menyombongkan diri) tidak mau beriman (akan keakuan kalian) yakni membanggakan Kakbah atau tanah suci yang kalian tempati,

maksudnya kalian beranggapan bahwa diri kalian adalah penduduknya, oleh karena itu kalian merasa dalam keadaan aman dari azab Allah,

berbeda dengan kaum-kaum yang lain di tempat tinggal mereka selain dari tanah suci (dan seraya bergadang) lafal Samiran menjadi Hal,

artinya mereka berkumpul membentuk suatu kelompok sambil berbincang-bincang di waktu malam hari; hal ini mereka lakukan di sekeliling Kakbah

(kalian mengucapkan perkataan-perkataan yang keji terhadapnya") lafal Tahjuruuna ini jika berasal dari Fi'il Tsulatsi artinya tidak menganggap Alquran.

Jika berasal dari Fi'il Ruba'i berarti mereka membuat-buat perkataan yang keji tanpa hak terhadap diri Nabi saw. dan Alquran. Selanjutnya Allah swt. berfirman,

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 67 |

Penjelasan ada di ayat 62

Surat Al-Muminun |23:68|

أَفَلَمْ يَدَّبَّرُوا الْقَوْلَ أَمْ جَاءَهُمْ مَا لَمْ يَأْتِ آبَاءَهُمُ الْأَوَّلِينَ

a fa lam yaddabbarul-qoula am jaaa`ahum maa lam ya`ti aabaaa`ahumul-awwaliin

Maka tidakkah mereka menghayati firman (Allah), atau adakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka terdahulu?

Then have they not reflected over the Qur'an, or has there come to them that which had not come to their forefathers?

Tafsir
Jalalain

(Maka apakah mereka tidak memperhatikan) asal lafal Yaddabbaruu adalah Yatadabbaruuna, kemudian huruf Ta dimasukkan ke dalam huruf Dal setelah terlebih dahulu diganti menjadi Dal,

sehingga jadilah Yaddabbaruuna (perkataan ini) Alquran ini yang menunjukkan kebenaran Nabi saw. (atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 68 |

Tafsir ayat 68-75

Allah Swt. ingkar terhadap sikap orang-orang musyrik karena mereka tidak mau memahami Al-Qur'an dan merenunginya, bahkan mereka menentangnya. Padahal Al-Qur'an itu diturunkan dengan bahasa mereka, tiada suatu kitab pun

yang diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya lebih sempurna dan lebih mulia daripada Al-Qur'an. Terlebih lagi para pen­dahulu (nenek moyang) mereka yang telah mati di masa Jahiliah tidak pernah terjangkau oleh suatu kitab pun

dan tidak pernah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan pun. Maka sudah sepantasnyalah mereka menerima nikmat yang dianugerahkan oleh Allah ini, yaitu dengan menerima Al-Qur'an dan mensyukurinya serta memahami

dan meng­amalkan apa yang terkandung di dalamnya sepanjang siang dan malam hari. Seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang cendekiawan dari kalangan mereka yang telah masuk Islam dan mengikuti Rasulullah Saw.

serta beliau merasa rela kepada mereka. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami). (Al Mu’minun: 68) Kalau begitu, demi Allah, mereka pasti menemukan

di dalam Al-Qur'an sesuatu yang dapat mengekang mereka dari perbuatan maksiat terhadap Allah, seandainya mereka mau merenungi dan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi, ternyata mereka hanya

mengambil hal-hal yang syubhat sehingga pada akhirnya mereka binasa. Kemudian Allah berfirman mengingkari sikap orang-orang kafir dari kalangan Quraisy:


{أَمْ لَمْ يَعْرِفُوا رَسُولَهُمْ فَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ}


Ataukah mereka tidak mengenal rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya? (Al Mu’minun: 69) Yakni apakah mereka tidak mengenal Muhammad dan kejujuran, amanah dan kepribadiannya yang terbaca oleh mereka.

Dengan kata lain, apakah mereka mampu mengingkari kenyataan tersebut dan bersikap tidak mau tahu terhadapnya? Karena itulah Ja'far ibnu Abu Talib r.a. berkata kepada Raja Najasyi (raja negeri Habsyah), "Hai Raja,

sesungguhnya Allah telah mengutus kepada kami seorang rasul yang telah kami kenal nasab, kejujuran, dan sifat amanahnya." Hal yang senada telah dikatakan pula oleh Al-Mugirah ibnu Syu'bah kepada wakil Kisra Persia

saat dia menantang mereka untuk perang tanding. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Sufyan Sakhr ibnu Harb kepada Raja Romawi Heraklius, saat kaisar Romawi menanyakan kepadanya dan kepada teman-temannya

tentang sifat-sifat Nabi Saw., nasab, kejujuran, dan sifat amanahnya. Padahal saat itu ia dan kawan-kawannya masih kafir dan belum masuk Islam, tetapi ia tidak mengatakan kecuali hanya kebenaran belaka;

hal ini menunjukkan bahwa mereka mengakui beliau mempunyai sifat-sifat yang terpuji itu. Firman Allah Swt.:


{أَمْ يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ}


Atau (apakah patut) mereka berkata, "Padanya (Muhammad) ada penyakit gila.” (Al Mu’minun: 70) Ayat ini menyitir tentang perkataan kaum musyrik terhadap Nabi Muhammad Saw. bahwa ia membuat-buat Al-Qur'an,

yakni membuatnya sendiri; atau ia berpenyakit gila yang menyebabkannya tidak mengetahui apa yang dikatakannya sendiri. Allah menceritakan pula perihal mereka, bahwa hati mereka tidak beriman kepadanya,

padahal mereka mengetahui (menyadari) kebatilan dari apa yang mereka katakan terhadap Al-Qur'an. Karena sesungguhnya Al-Qur'an itu merupakan Kalamullah yang datang kepada mereka dan mereka tidak mampu

dan tidak kuat menandinginya. Sesungguhnya Allah telah menantang mereka dan seluruh penduduk bumi untuk mendatangkan hal yang semisal Al-Qur'an jika mereka mampu, dan pasti mereka tidak akan mampu untuk selama-lamanya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{بَلْ جَاءَهُمْ بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ}


Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu. (Al Mu’minun-70) Dapat diinterpretasikan bahwa kalimat ini merupakan kata keterangan keadaan,

yang artinya 'sedangkan kebanyakan mereka tidak menyukai perkara yang hak'. Dapat pula diartikan sebagai kalimat berita atau kalimat baru. Hanya Allah-Iah Yang Maha Mengetahui. Qatadah mengatakan, telah diceritakan

kepada kami bahwa Nabi pernah bersua dengan seorang lelaki, lalu beliau bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah kamu!" Lelaki itu berkata, "Sesungguhnya engkau menyeruku kepada suatu perkara yang tidak aku sukai." Maka Nabi Saw.

bersabda, "Sekalipun kamu tidak menyukainya." Telah diceritakan pula kepada kami bahwa Nabi Saw. bersua dengan lelaki lainnya, kemudian beliau bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah kamu", maka temperamen lelaki itu naik

dan timbul sikap sombongnya, lalu Nabi Saw. bertanya kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu, jika kamu berada di jalan yang jelek dan banyak rintangannya, lalu kamu bersua dengan seseorang yang kamu kenal dan kamu ketahui nasabnya.

Kemudian orang itu mengajakmu ke jalan yang luas lagi mudah ditempuh, apakah kamu mau mengikutinya?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Nabi Saw. bersabda, "Demi Allah yang jiwa Muhammad ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya,

sesungguhnya kamu berada di jalan yang lebih buruk daripada jalan itu seandainya kamu berada padanya. Dan sesungguhnya aku sekarang mengajakmu ke jalan yang lebih mudah dari itu sekiranya kamu mau menurutiku."

Telah diceritakan pula kepada kami bahwa Nabi Saw. bersua dengan seorang lelaki, lalu beliau bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah kamu!". Maka lelaki itu menjadi sombong, kemudian Nabi Saw. bersabda kepadanya, "Bagaimanakah

menurutmu jika kamu mempunyai dua orang pelayan yang salah seorangnya bila berbicara kepadamu, maka ia menepatinya kepadamu; dan jika kamu beri dia amanat, maka dia menunaikannya kepadamu; apakah dia kamu sukai?

Ataukah pelayan lainnya yang apabila berbicara kepadamu, ia dusta kepadamu; dan apabila kamu percayai dia, maka ia khianat kepadamu?" Lelaki itu menjawab, "Tidak. Bahkan yang kusukai adalah pelayanku yang apabila berbicara kepadaku,

maka ia menepatinya; dan apabila aku beri dia amanat, maka ia menunaikannya kepadaku." Maka Nabi Saw. bersabda, "Demikian pula keadaan kalian di sisi Tuhan Kalian." Firman Allah Swt.:


{وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ}


Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya. (Al Mu’minun: 71) Mujahid dan Abu Saleh serta As-Saddi mengatakan, yang dimaksud dengan al-haq ialah Allah Swt.

Dan makna yang dimaksud ialah bahwa sekiranya Allah menuruti kemauan hawa nafsu mereka dan mensyariatkan peraturan hukum sesuai dengan keinginan mereka.


{لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ}


pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya (Al-Mu’minun: 71) Yakni binasa karena hawa nafsu mereka dan keinginan mereka yang berbeda-beda, seperti yang diceritakan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya menyitir kata-kata mereka:


{لَوْلا نزلَ هَذَا الْقُرْآنُ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ}


Mengapa Al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Taif) ini. (Az-Zukhruf: 31) Kemudian dijawab oleh Allah Swt. melalui firman selanjutnya:


{أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ}


Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? (Az-Zukhruf: 32) Dan firman Allah Swt.:


{قُلْ لَوْ أَنْتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذًا لأمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الإنْفَاقِ وَكَانَ الإنْسَانُ قَتُورًا}


Katakanlah, "Kalau seandainya kalian menguasai per­bendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kalian tahan karena takut membelanjakannya.” (Al-Isra: 100), hingga akhir ayat.


{أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنَ الْمُلْكِ فَإِذًا لَا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيرًا}


Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (Kebajikan) kepada manusia. (An-Nisa: 53) Dalam hal ini jelas terkandung pengertian yang menerangkan

tentang ketidakmampuan manusia, perbedaan pendapat, dan keinginan hawa nafsu mereka. Dan bahwa hanya Allah sajalah Yang Mahasempurna dalam semua sifat, ucapan, perbuatan, syariat, takdir,

dan pengaturan terhadap makhluk-Nya. Mahasuci Allah, tiada Tuhan selain Dia dan tiada Rabb selain Dia. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:


{بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ}


Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka. (Al Mu’minun: 71) Yang dimaksud dengan kebanggaan mereka adalah Al-Qur'an.


{فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ}


tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (Al Mu’minun: 71) Adapun firman Allah Swt.:


{أَمْ تَسْأَلُهُمْ خَرْجًا}


Atau kamu meminta upah kepada mereka? (Al Mu’minun: 72) Menurut Al-Hasan, yang dimaksud dengan kharjan ialah upah. Sedangkan menurut Qatadah yaitu imbalan.


{فَخَرَاجُ رَبِّكَ خَيْرٌ}


maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik. (Al Mu’minun: 72) Yakni kamu tidak meminta suatu upah pun dari mereka, tidak pula suatu imbalan pun atau sesuatu yang lain sebagai balasan dari dakwahmu kepada mereka

yang menyeru mereka kepada petunjuk. Bahkan engkau-hanya mengharapkan imbalan dari Allah semata atas hal tersebut, yaitu pahala yang berlimpah dari-Nya. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:


{قُلْ مَا سَأَلْتُكُمْ مِنْ أَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى اللَّهِ}


Katakanlah, "Upah apa pun yang aku minta kepada kalian, maka itu untuk kalian. Upahku hanyalah dari Allah.” (Saba: 47)


{قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ}


Katakanlah, "Aku tidak meminta upah sedikit pun kepada kalian atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.” (Shad: 86)


{قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى}


Katakanlah, "Aku tidak meminta kepada kalian suatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23) Dan firman Allah Swt.:


{وَجَاءَ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ اتَّبِعُوا مَنْ لَا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُمْ مُهْتَدُونَ}


Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki (Habib An-Najjar) dengan bergegas-gegas ia berkata, "Hai kaumku, ikuti­lah utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tiada minta balasan kepada kalian.” (Yasin: 20-21) Adapun firman Allah Swt.:


{وَإِنَّكَ لَتَدْعُوهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ. وَإِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ عَنِ الصِّرَاطِ لَنَاكِبُونَ}


Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus. Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (yang lurus). (Al Mu’minun: 73-74)

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw.

dalam mimpinya kedatangan dua malaikat. Salah seorangnya duduk di sebelah kedua kakinya, sedangkan yang lain duduk di dekat kepalanya. Berkatalah malaikat yang ada di dekat kedua kakinya kepada malaikat yang ada di dekat kepalanya,

"Buatlah perumpamaan bagi orang ini dan umatnya." Maka ia menjawab, "Sesungguhnya perumpamaan orang ini dan umatnya sama dengan suatu kaum yang sedang melakukan perjalanan. Mereka sampai di sebuah padang pasir yang luas,

sementara itu tiada bekal lagi yang tersisa pada mereka untuk menempuh padang pasir tersebut, tidak ada pula bekal untuk pulangnya. Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah kepada mereka seorang lelaki

yang berpakaian hibarah. Lalu lelaki itu berkata, 'Bagaimanakah menurut kalian seandainya aku bawa kalian ke sebuah taman yang berumput subur penuh dengan tanam-tanaman dan telaga-telaga yang jernih airnya lagi menyegarkan,

maukah kalian mengikutiku?' Mereka menjawab, 'Ya'." Ia melanjutkan kisahnya, bahwa lalu lelaki itu membawa mereka pergi menuju taman yang subur dan mempunyai mata air yang banyak lagi jernih. Maka mereka makan dan minum darinya

sehingga tubuh mereka menjadi segar dan gemuk. Kemudian lelaki itu berkata kepada mereka, "Bukankah aku telah menepati janjiku dan kalian telah berjanji kepadaku bahwa jika aku menuntun kalian ke sebuah taman yang subur

lagi mempunyai banyak mata air, maka kalian akan mengikutiku?" Mereka menjawab, "Benar." Lelaki itu berkata, "Maka sesungguhnya di depan kalian terdapat banyak taman yang lebih subur daripada ini dan memiliki banyak telaga

yang lebih berlimpah airnya daripada telaga ini, maka ikutilah aku." Ia melanjutkan kisahnya, "Maka segolongan dari umatnya mengatakan, 'Dia benar, demi Allah, kita harus mengikutinya.' Dan segolongan lainnya mengatakan, 'Kami rela dengan ini dan kami akan menetapinya'."


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يُعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَشْعَرِيُّ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ حُمَيْدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي مُمْسِكٌ بِحَجْزِكُمْ: هَلُمَّ عَنِ النَّارِ، هَلُمَّ عَنِ النَّارِ، وَتَغْلِبُونِي وَتُقَاحِمُونَ فِيهَا تَقَاحُم الْفَرَاشَ وَالْجَنَادِبِ، فَأُوشِكُ أَنْ أُرْسِلَ حَجْزَكُمْ وَأَنَا فَرَطكم عَلَى الْحَوْضِ، فَتَرِدُونَ عَلَيَّ مَعًا وَأَشْتَاتًا، أَعْرِفُكُمْ بِسِيمَاكُمْ وَأَسْمَائِكُمْ، كَمَا يَعْرِفُ الرَّجُلُ الْغَرِيبَ مِنَ الْإِبِلِ فِي إِبِلِهِ، فيُذْهَب بِكُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ، فَأُنَاشِدُ فِيكُمْ رَبَّ الْعَالَمِينَ: أَيْ رَبِّ، قومي، أي رب أمتي فَيُقَالُ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ، إِنَّهُمْ كَانُوا يَمْشُونَ بَعْدَكَ الْقَهْقَرَى عَلَى أَعْقَابِهِمْ، فَلَأَعْرِفَنَّ أَحَدَكُمْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُ شَاةً لَهَا ثُغَاءٌ، يُنَادِي: يَا مُحَمَّدُ، يَا مُحَمَّدُ. فَأَقُولُ: لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا. قَدْ بَلَّغْتُ، وَلَأَعْرِفَنَّ أَحَدَكُمْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُ بَعِيرَا لَهُ رُغَاء، يُنَادِي: يَا مُحَمَّدُ، يَا مُحَمَّدُ. فَأَقُولُ: لَا أَمْلِكُ (1) شَيْئًا، قَدْ بَلَّغْتُ، وَلَأَعْرِفَنَّ أَحَدَكُمْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُ فَرَسًا لَهَا حَمْحَمَةٌ، فَيُنَادِي: يَا مُحَمَّدُ، يَا مُحَمَّدُ، فَأَقُولُ: لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا، قَدْ بَلَّغْتُ، وَلَأَعْرِفَنَّ أَحَدَكُمْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُ سِقَاءً مِنْ أُدْمٍ، يُنَادِي: يَا مُحَمَّدُ، يَا مُحَمَّدُ: فَأَقُولُ: لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ بَلَّغْتُ"


Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abdullah Al-Asy'ari, telah menceritakan kepada kami

Hafs ibnu Humaid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Umar ibnu Khattab r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya aku memegang kendali kalian agar menjauh dari neraka, tetapi kalian mengalahkan aku;

kalian menyerbu neraka sebagaimana laron dan kupu-kupu (menyerbu cahaya lampu), sehingga hampir saja aku melepaskan kendali kalian. Dan aku adalah pendahulu kalian berada di pinggir telaga-(ku), lalu kalian datang kepadaku

secara berbarengan dan berpencar-pencar. Aku mengenal kalian berikut dengan tanda-tanda dan nama-nama kalian, sebagaimana seseorang menge­nali ternak unta sesat yang bergabung ke dalam kumpulan ternaknya. Akan tetapi,

kalian tidak terkendali lagi ada yang pergi ke arah kanan dan ada yang pergi ke arah kiri. Maka aku memohon kepada Tuhan semesta alam untuk kalian, "Wahai Tuhanku, kaumku, wahai Tuhanku, (selamatkanlah) umatku!" Maka dikatakan,

"Hai Muhammad, sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sesudahmu. Sesungguhnya mereka sesudah kamu tiada berjalan mundur ke belakang tumit mereka.” Sesungguhnya aku benar-benar mengenal

seseorang di antara kalian datang pada hari kiamat dengan membawa seekor kambing yang mengembik seraya berseru, "Hai Muhammad, hai Muhammad, (tolonglah aku).” Maka aku katakan, "Aku tidak mempunyai kekuasaan apa pun

di hadapan Allah untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan (risalahku).” Dan sesungguhnya aku benar-benar mengenal seseorang di antara kalian yang datang pada hari kiamat dengan membawa unta yang mengeluarkan

suara lenguhannya seraya berkata, "Hai Muhammad, hai Muhammad, (tolonglah aku).” Maka kukatakan, "Aku tidak memiliki kekuasaan apa pun di hadapan Allah untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan (risalahku).

” Dan sesungguhnya aku benar-benar mengenal seseorang di antara kalian yang datang pada hari kiamat dengan membawa kuda yang meringkik, lalu ia berkata, "Hai Muhammad, hai Muhammad, (tolonglah aku).” Maka kukatakan.

”Aku tidak memiliki kekuasaan apa pun 'di hadapan Allah (untuk menolongmu), sesungguhnya aku telah menyampaikan (risalahku)." Dan sesungguhnya aku benar­ benar mengenal seseorang di antara kalian yang datang pada hari kiamat

dengan membawa dirigen air minum terbuat dari kulit seraya berseru, "Hai Muhammad, hai Muhammad, (tolonglah aku).” Maka kukatakan, "Aku tidak memiliki kekuasaan apa pun untuk menolongmu, sesungguhnya

aku telah menyampaikan (risalahku).” Ali ibnul Madini mengatakan bahwa sanad hadis ini tiada lain karena Hafs ibnu Humaid adalah seorang yang majhul (tidak dikenal), saya tidak mengetahui ada seseorang meriwayatkan darinya

selain Ya'qub ibnu Abdullah Al-Asy'ari Al-Qummi. Menurut saya, hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Asy'as ibni Ishaq dari dia (Hafs ibnu Humaid). Yahya ibnu Mu'in mengatakan sehubungan dengannya, bahwa dia adalah seorang saleh dan dinilai siqah oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Hibban. Firman Allah Swt.:


{وَإِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ عَنِ الصِّرَاطِ لَنَاكِبُونَ}


Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (yang lurus). (Al Mu’minun: 74) Yakni benar-benar membelok, melampaui batas, dan menyimpang dari jalan yang lurus.

Dikatakan oleh orang-orang Arab, "Nakaba Fulanun anit tariq (si Fulan menyimpang dari jalan yang semestinya)," yakni bila ia menyimpang darinya menuju ke jalur lain. Firman Allah Swt.:


وَلَوْ رَحِمْنَاهُمْ وَكَشَفْنَا مَا بِهِمْ مِنْ ضُرٍّ لَلَجُّوا فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ}


Andaikata Kami belas kasihani mereka, dan Kami lenyapkan kemudaratan yang mereka alami, benar-benar mereka akan terus menerus terombang-ambing dalam keterlaluan mereka. (Al Mu’minun: 75) Allah Swt. menceritakan tentang kemilitanan

mereka dalam kekafirannya, bahwa seandainya Allah melenyapkan mudarat yang menimpa mereka dan memberikan pengertian kepada mereka tentang Al-Qur'an, tentulah mereka tidak mau tunduk kepadanya dan tentulah mereka

tetap berada dalam kekafiran, keingkaran, dan keterlaluan mereka. Seperti yang diungkapkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لأسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ}


Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedangkan mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). (Al-Anfal: 23) Dan firman Allah Swt.:


{وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ. بَلْ بَدَا لَهُمْ مَا كَانُوا يُخْفُونَ مِنْ قَبْلُ وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ. وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ}


Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman,

"(tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembu­nyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka

kembali kepada apa yang mereka telah dilarang me­ngerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta. Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), "Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja,

dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan.” (Al-An'am: 27-29) Hal ini termasuk ke dalam ilmu Allah yang mengetahui segala sesuatu yang tidak akan terjadi, dan bagaimanakah akibatnya seandainya hal itu terjadi.

Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setiap kalimat yang diawali dengan kata lau menunjukkan makna tidak akan terjadi selama-lamanya.

Surat Al-Muminun |23:69|

أَمْ لَمْ يَعْرِفُوا رَسُولَهُمْ فَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ

am lam ya'rifuu rosuulahum fa hum lahuu mungkiruun

Ataukah mereka tidak mengenal rasul mereka (Muhammad), karena itu mereka mengingkarinya?

Or did they not know their Messenger, so they are toward him disacknowledging?

Tafsir
Jalalain

(Ataukah mereka tidak mengenal Rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 69 |

Penjelasan ada di ayat 68

Surat Al-Muminun |23:70|

أَمْ يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ ۚ بَلْ جَاءَهُمْ بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ

am yaquuluuna bihii jinnah, bal jaaa`ahum bil-ḥaqqi wa akṡaruhum lil-ḥaqqi kaarihuun

Atau mereka berkata, "Orang itu (Muhammad) gila." Padahal, dia telah datang membawa kebenaran kepada mereka, tetapi kebanyakan mereka membenci kebenaran.

Or do they say, "In him is madness?" Rather, he brought them the truth, but most of them, to the truth, are averse.

Tafsir
Jalalain

(Atau apakah patut mereka berkata, "Padanya ada penyakit gila") Istifham atau kata tanya di sini mengandung arti Taqrir atau menetapkan perkara yang hak,

yaitu membenarkan Nabi dan membenarkan bahwa Rasul-rasul telah datang kepada umat-umat terdahulu, serta mereka mengetahui bahwa Rasul mereka adalah orang yang jujur

dan dapat dipercaya, dan bahwasanya Rasul mereka itu tidak gila. (Sebenarnya) lafal Bal menunjukkan makna Intiqal (dia telah membawa kebenaran kepada mereka)

yakni Alquran yang di dalamnya terkandung ajaran Tauhid dan hukum-hukum Islam (dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 70 |

Penjelasan ada di ayat 68

Surat Al-Muminun |23:71|

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ

wa lawittaba'al-ḥaqqu ahwaaa`ahum lafasadatis-samaawaatu wal-ardhu wa man fiihinn, bal atainaahum biżikrihim fa hum 'an żikrihim mu'ridhuun

Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Bahkan Kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu.

But if the Truth had followed their inclinations, the heavens and the earth and whoever is in them would have been ruined. Rather, We have brought them their message, but they, from their message, are turning away.

Tafsir
Jalalain

(Andaikata kebenaran itu menuruti) artinya Alquran itu menuruti (hawa nafsu mereka) seumpamanya Alquran itu datang dengan membawa hal-hal yang mereka sukai,

seperti menisbatkan sekutu dan anak kepada Allah, padahal Allah Maha Suci dari hal tersebut (pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya)

yakni menyimpang dari tatanan yang sebenarnya dan tidak seperti apa yang disaksikan sekarang, hal itu disebabkan adanya dua pengaruh kekuasaan yang saling tarik-menarik.

(Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka) yaitu Alquran yang di dalamnya terkandung sebutan dan kemuliaan mereka (tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 71 |

Penjelasan ada di ayat 68

Surat Al-Muminun |23:72|

أَمْ تَسْأَلُهُمْ خَرْجًا فَخَرَاجُ رَبِّكَ خَيْرٌ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

am tas`aluhum khorjan fa khorooju robbika khoiruw wa huwa khoirur-rooziqiin

Atau engkau (Muhammad) meminta imbalan kepada mereka? Sedangkan imbalan dari Tuhanmu lebih baik, karena Dia pemberi rezeki yang terbaik.

Or do you, [O Muhammad], ask them for payment? But the reward of your Lord is best, and He is the best of providers.

Tafsir
Jalalain

(Atau kamu meminta upah kepada mereka) sebagai imbalan dari apa yang kamu datangkan buat mereka yaitu masalah keimanan (maka upah Rabbmu) adalah pahala,

upah dan rezeki-Nya (adalah lebih baik) dan menurut qiraat yang lain dibaca Kharjan dalam dua tempat tadi; tetapi menurut qiraat yang lainnya lagi dibaca Kharaajan pada keduanya

(dan Dia adalah Pemberi rezeki Yang Paling Baik) Pengupah Yang Paling Utama.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 72 |

Penjelasan ada di ayat 68

Surat Al-Muminun |23:73|

وَإِنَّكَ لَتَدْعُوهُمْ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

wa innaka latad'uuhum ilaa shiroothim mustaqiim

Dan sungguh engkau pasti telah menyeru mereka kepada jalan yang lurus.

And indeed, you invite them to a straight path.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan) tuntunan (yang lurus) yaitu agama Islam.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 73 |

Penjelasan ada di ayat 68

Surat Al-Muminun |23:74|

وَإِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ عَنِ الصِّرَاطِ لَنَاكِبُونَ

wa innallażiina laa yu`minuuna bil-aakhiroti 'anish-shiroothi lanaakibuun

Dan sungguh orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat benar-benar telah menyimpang jauh dari jalan (yang lurus).

But indeed, those who do not believe in the Hereafter are deviating from the path.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada adanya hari akhirat) adanya hari berbangkit dan pembalasan pahala serta azab (dari jalan yang lurus)

dari tuntunan yang lurus (mereka benar-benar menyimpang) yakni membelok.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 74 |

Penjelasan ada di ayat 68

Surat Al-Muminun |23:75|

وَلَوْ رَحِمْنَاهُمْ وَكَشَفْنَا مَا بِهِمْ مِنْ ضُرٍّ لَلَجُّوا فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ

walau roḥimnaahum wa kasyafnaa maa bihim min dhurril lalajjuu fii thughyaanihim ya'mahuun

Dan sekiranya mereka Kami kasihani, dan Kami lenyapkan malapetaka yang menimpa mereka, pasti mereka akan terus-menerus terombang-ambing dalam kesesatan mereka.

And even if We gave them mercy and removed what was upon them of affliction, they would persist in their transgression, wandering blindly.

Tafsir
Jalalain

(Andaikata mereka Kami belas kasihani, dan Kami lenyapkan kemudaratan yang mereka alami) yakni kelaparan yang menimpa mereka di Mekah selama tujuh tahun itu

(benar-benar mereka akan terus-menerus) masih tetap dan berkepanjangan (dalam keterlaluan mereka) dalam kesesatan mereka (mereka bergelimang) terombang-ambing.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 75 |

Penjelasan ada di ayat 68

Surat Al-Muminun |23:76|

وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ

wa laqod akhożnaahum bil-'ażaabi fa mastakaanuu lirobbihim wa maa yatadhorro'uun

Dan sungguh Kami telah menimpakan siksaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mau tunduk kepada Tuhannya, dan (juga) tidak merendahkan diri.

And We had gripped them with suffering [as a warning], but they did not yield to their Lord, nor did they humbly supplicate, [and will continue thus]

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka) kelaparan itu (tetapi mereka masih tidak tunduk) masih tidak mau merendahkan diri

(kepada Rabb mereka, dan juga mereka tidak mau ber-tadharru' kepada-Nya) maksudnya mereka tidak mau juga meminta kepada Allah dengan berdoa kepada-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 76 |

Tafsir ayat 76-83

Firman Allah Swt.:


{وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ}


Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka (Al Mu’minun: 76) Maksudnya Kami telah menguji mereka dengan berbagai macam musibah dan bencana.


{فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ}


maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri. (Al Mu’minun: 76) Maka hal itu tidak membuat mereka sadar dari kekafirannya dan sikap mereka

yang menentang, bahkan mereka berkelanjutan dalam kesesatannya selama mereka berada. Dengan kata lain, mereka tidak pernah tunduk patuh.


{وَمَا يَتَضَرَّعُونَ}


dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri. (Al Mu’minun: 76) Yakni tidak pernah berdoa (memohon) sebagaimana disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{فَلَوْلا إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا تَضَرَّعُوا وَلَكِنْ قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}


Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras. (Al-An'am: 43), hingga akhir ayat. Ibnu Abu Hatim mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Hamzah Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Yazid An-Nahwi,

dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Abu Sufyan datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Hai Muhammad, saya memohon kepadamu demi Allah dan demi pertalian persaudaraan, sesungguhnya kami telah memakan

'alhaz (yakni bulu unta dan darah karena paceklik yang berkepanjangan)." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk. (Al Mu’minun: 76),

hingga akhir ayat. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dari Muhammad ibnu Aqil, dari Ali ibnul Husain, dari ayahnya dengan sanad yang sama. Asal hadis berada pada kitab Sahihain, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah mendoakan kebinasaan atas kaum Quraisy ketika mereka membangkang yaitu:


"اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَيْهِمْ بِسَبْعٍ كَسَبْعِ يُوسُفَ"


Ya Allah, tolonglah aku dalam menghadapi mereka dengan (menimpakan) musim tujuh tahun paceklik seperti pacekliknya Nabi Yusuf (kepada mereka). Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain,

telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ibrahim, dari Umar ibnu Kisan, telah menceritakan kepadaku Wahb ibnu Umar ibnu Kaisan yang mengatakan bahwa Wahb ibnu Munabbih

pernah ditahan. Maka berkatalah seorang laki-laki dari kalangan anak-anaknya, "Maukah aku bangunkan sebuah tenda dari kain bulu, hai Abu Abdullah?" Ia menjawab bahwa dirinya sedang mengalami suatu jenis dari azab Allah,

dan Allah telah berfirman: Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan me­rendahkan diri. (Al Mu’minun: 76)

Kemudian Wahb melakukan puasa tiga hari berturut-turut. Ketika dikatakan kepadanya, "Hai Abu Abdullah, puasa apakah yang kamu lakukan ini?" Ia menjawab, "Saya ditimpa suatu cobaan, maka saya melakukan sesuatu." Maksudnya,

penjara telah menempatkan dirinya dalam posisi orang yang sedang diu i, maka ia menambahkan ibadahnya, yakni agar berbeda dengan sikap orang-orang kafir. Firman Allah Swt.:


{حَتَّى إِذَا فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَابًا ذَا عَذَابٍ شَدِيدٍ إِذَا هُمْ فِيهِ مُبْلِسُونَ}


Hingga apabila Kami bukakan untuk mereka suatu pintu yang ada azab yang amat sangat (di waktu itulah) tiba-tiba mereka menjadi putus asa. (Al Mu’minun: 77) Yakni manakala datang menimpa mereka perintah (azab) Allah dan kiamat

datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong, yang menyebabkan mereka mengalami azab Allah tanpa mereka duga-duga sebelumnya, tiba-tiba mereka merasa putus asa dari semua kebaikan dan putus harapan dari semua keadaan

yang mengenakkan, serta terputuslah semua cita-cita dan harapan mereka. Selanjutnya Allah menyebutkan nikmat-nikmat-Nya kepada semua hamba-Nya, bahwa Dia telah menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagi mereka;

yang dengan kesemuanya itu mereka dapat mengingat segala sesuatu dan mengambil pelajaran dari semua yang ada di alam semesta berupa tanda-tanda yang menunjukkan keesaan Allah, dan bahwa Dialah yang melakukan segala sesuatunya.atas kehendak-Nya sendiri. Firman Allah Swt.:


{قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ}


Amat sedikitlah kalian bersyukur. (Al Mu’minun: 78) Artinya alangkah sedikitnya syukur kalian kepada Allah atas semua nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada kalian. Sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain:


{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ}


Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 103) Kemudian Allah §wt. menyebutkan tentang kekuasaan-Nya Yang Maha­besar dan pengaruh-Nya Yang Mahaperkasa

terhadap makhluk-Nya, bahwa Dialah yang telah menciptakan mereka dan menyebarkan mereka ke segala penjuru dunia dengan berbagai macam bangsa, bahasa, dan sifat-sifat mereka. Kemudian pada hari kiamat

Dia akan menghimpunkan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian dari mereka di suatu tempat yang telah dimaklumi pada hari yang tertentu. Maka tiada seorang pun dari mereka yang tertinggal,

baik yang kecil maupun yang besar, baik yang laki-laki maupun perempuan, baik yang terhormat maupun yang hina; semuanya dihidupkan kembali sebagaimana penciptaan semula. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ}


Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan. (Al-Mu’minun: 80) Yaitu menghidupkan kembali tulang belulang mereka yang telah hancur dan mematikan semua umat.


{وَلَهُ اخْتِلافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ}


dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. (Al-Mu’minun: 80) Yakni berdasarkan perintah-Nyalah ditundukkan malam dan siang hari; masing-masing dari keduanya mengejar yang lainnya dengan cepat secara silih berganti,

tidak pernah berhenti dan tidak pernah terpisah oleh suatu waktu pun yang menyela-nyelai keduanya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ}


Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. (Yasin: 40), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah Swt.:


{أَفَلا تَعْقِلُونَ}


Maka apakah kalian tidak memahaminya? (Al Mu’minun: 80) Maksudnya apakah kalian tidak berakal yang menunjukkan kepada kalian akan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui yang mengalahkan segala sesuatu

dan Mahaagung atas segala sesuatu, serta tunduk kepada-Nya segala sesuatu? Kemudian Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang orang-orang yang ingkar kepada hari berbangkit, yaitu orang-orang yang meniru sikap para pendahulu mereka yang mendustakannya:


{بَلْ قَالُوا مِثْلَ مَا قَالَ الأوَّلُونَ. قَالُوا أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ}


Sebenarnya mereka mengucapkan perkataan yang serupa dengan perkataan yang diucapkan oleh orang-orang dahulu kala. Mereka berkata, "Apakah betul, apabila kami telah mati dan kami telah menjadi tanah dan tulang belulang,

apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan? (Al Mu’minun: 81-82) Yakni mereka menganggap mustahil terjadinya hari berbangkit itu sesudah tubuh mereka hancur.


{لَقَدْ وُعِدْنَا نَحْنُ وَآبَاؤُنَا هَذَا مِنْ قَبْلُ إِنْ هَذَا إِلا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ}


"Sesungguhnya kami dan bapak-bapak kami telah diberi an­caman (dengan) ini dahulu, ini tidak lain hanyalah dongengan-dongengan orang-orang dahulu kala.” (Al Mu’minun; 83) Maksudnya, hari berbangkit itu suatu hal yang mustahil.

Sesungguhnya orang yang memberitahukannya hanyalah menukil dari kitab-kitab terdahulu dan disebutkan bahwa berita itu ditentang oleh umat di masanya. Pengingkaran dan pendustaan terhadap hari berbangkit ini sama dengan yang ada di dalam firman-Nya yang menceritakan berita mereka:


{أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا نَخِرَةً. قَالُوا تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ. فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ. فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ}


Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat? Mereka berkata, "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan.” Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah

dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 11-14) Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:


{أَوَلَمْ يَرَ الإنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ. وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ}


Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi musuh yang nyata? Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata,

"Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?" Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (Yasin: 77-79)

Surat Al-Muminun |23:77|

حَتَّىٰ إِذَا فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَابًا ذَا عَذَابٍ شَدِيدٍ إِذَا هُمْ فِيهِ مُبْلِسُونَ

ḥattaaa iżaa fataḥnaa 'alaihim baaban żaa 'ażaabin syadiidin iżaa hum fiihi mublisuun

Sehingga apabila Kami bukakan untuk mereka pintu azab yang sangat keras, seketika itu mereka menjadi putus asa.

Until when We have opened before them a door of severe punishment, immediately they will be therein in despair.

Tafsir
Jalalain

(Hingga) lafal Hattaa menunjukkan makna Ibtida atau permulaan (apabila Kami bukakan untuk mereka suatu pintu yang di dalamnya ada) terdapat (azab yang keras)

yaitu perang Badar tempat mereka terbunuh (tiba-tiba mereka menjadi berputus asa) putus harapan dari semua kebaikan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 77 |

Penjelasan ada di ayat 76

Surat Al-Muminun |23:78|

وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۚ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ

wa huwallażiii ansya`a lakumus-sam'a wal-abshooro wal-af`idah, qoliilam maa tasykuruun

Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.

And it is He who produced for you hearing and vision and hearts; little are you grateful.

Tafsir
Jalalain

(Dan Dialah Yang menciptakan) yang menjadikan (bagi kamu sekalian pendengaran) lafal As Sam'u maknanya Al Asmaa', dalam bentuk jamak (penglihatan dan kalbu) hati.

(Amat sedikitlah) lafal Maa mengukuhkan makna yang terkandung dalam lafal Qaliilan (kalian bersyukur).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 78 |

Penjelasan ada di ayat 76

Surat Al-Muminun |23:79|

وَهُوَ الَّذِي ذَرَأَكُمْ فِي الْأَرْضِ وَإِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

wa huwallażii żaro`akum fil-ardhi wa ilaihi tuḥsyaruun

Dan Dialah yang menciptakan dan mengembangbiakkan kamu di bumi dan kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.

And it is He who has multiplied you throughout the earth, and to Him you will be gathered.

Tafsir
Jalalain

(Dan Dialah yang mengembangbiakkan kalian) menciptakan kalian (di bumi ini, dan hanya kepada-Nyalah kalian akan dihimpunkan) akan dibangkitkan menjadi hidup kembali kemudian menghadap kepada-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 79 |

Penjelasan ada di ayat 76

Surat Al-Muminun |23:80|

وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَلَهُ اخْتِلَافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

wa huwallażii yuḥyii wa yumiitu wa lahukhtilaaful-laili wan-nahaar, a fa laa ta'qiluun

Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pergantian malam dan siang. Tidakkah kamu mengerti?

And it is He who gives life and causes death, and His is the alternation of the night and the day. Then will you not reason?

Tafsir
Jalalain

(Dan Dialah yang menghidupkan) dengan meniupkan roh ke dalam Mudhghah atau janin (dan mematikan, dan Dialah yang mengatur pertukaran malam dan siang)

malam gelap, dan siang menjadi terang, serta menambah panjang dan mengurangi waktu salah satu di antara keduanya. (Maka apakah kalian tidak memahaminya)

maksudnya memahami ciptaan Allah swt., kemudian kalian mengambil pelajaran daripadanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 80 |

Penjelasan ada di ayat 76

Surat Al-Muminun |23:81|

بَلْ قَالُوا مِثْلَ مَا قَالَ الْأَوَّلُونَ

bal qooluu miṡla maa qoolal-awwaluun

Bahkan mereka mengucapkan perkataan yang serupa dengan apa yang diucapkan oleh orang-orang terdahulu.

Rather, they say like what the former peoples said.

Tafsir
Jalalain

(Sebenarnya mereka mengucapkan perkataan yang serupa dengan perkataan yang diucapkan oleh orang-orang dahulu kala).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 81 |

Penjelasan ada di ayat 76

Surat Al-Muminun |23:82|

قَالُوا أَإِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَإِنَّا لَمَبْعُوثُونَ

qooluuu a iżaa mitnaa wa kunnaa turoobaw wa 'izhooman a innaa lamab'uuṡuun

Mereka berkata, "Apakah betul, apabila kami telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kami benar-benar akan dibangkitkan kembali?

They said, "When we have died and become dust and bones, are we indeed to be resurrected?

Tafsir
Jalalain

(Mereka berkata) orang-orang dahulu itu, ("Apakah betul, apabila kami telah mati dan kami telah menjadi tanah dan tulang-belulang,

apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan hidup kembali) memang kalian akan dibangkitkan kembali oleh-Nya. Kedua huruf Hamzah pada dua tempat ini dapat dibaca Tahqiq,

sehingga bacaannya menjadi A-innaa. Sebagaimana huruf Hamzah yang keduanya dapat pula dibaca Tas-hil, sehingga bacaannya menjadi Ayinnaa.

Sehubungan dengan bacaan ini ada dua pendapat, yaitu men-tahqiq-kan kedua Hamzahnya dan men-tashil-kan Hamzah yang kedua.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 82 |

Penjelasan ada di ayat 76

Surat Al-Muminun |23:83|

لَقَدْ وُعِدْنَا نَحْنُ وَآبَاؤُنَا هَٰذَا مِنْ قَبْلُ إِنْ هَٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ

laqod wu'idnaa naḥnu wa aabaaa`unaa haażaa ming qoblu in haażaaa illaaa asaathiirul-awwaliin

Sungguh, yang demikian ini sudah dijanjikan kepada kami dan kepada nenek moyang kami dahulu, ini hanyalah dongeng orang-orang terdahulu!"

We have been promised this, we and our forefathers, before; this is not but legends of the former peoples."

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya kami dan bapak-bapak kami telah diberi ancaman dengan ini) yaitu dengan masalah akan dibangkitkan menjadi hidup kembali sesudah mati

(dahulu, tiada lain) tidak lain (ia hanyalah dongengan-dongengan) kebohongan-kebohongan (orang-orang dahulu kala") wazan lafal Asaathiir sama dengan lafal Al Adhaahiik dan Al-A`aajiib,

adalah bentuk jamak dari lafal Usthuurah artinya dongengan atau fiksi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 83 |

Penjelasan ada di ayat 76

Surat Al-Muminun |23:84|

قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

qul limanil-ardhu wa man fiihaaa ing kuntum ta'lamuun

Katakanlah (Muhammad), "Milik siapakah bumi, dan semua yang ada di dalamnya, jika kamu mengetahui?"

Say, [O Muhammad], "To whom belongs the earth and whoever is in it, if you should know?"

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah) kepada mereka, ("Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya) yakni semua makhluk yang ada padanya (jika kalian mengetahui") siapa pencipta dan pemiliknya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 84 |

Tafsir ayat 84-90

Allah Swt. menetapkan keesaan-Nya, bahwa Dialah Yang Menciptakan makhluk semuanya, Yang Mengaturnya, dan Yang Memilikinya. Hal itu untuk menunjukkan (kepada semua makhluk) bahwa sesungguhnya Dialah Allah

Yang tidak ada Tuhan selain Dia, tiada yang berhak disembah selain Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya. Karena itulah Allah berfirman kepada Rasul-Nya supaya mengatakan kepada orang-orang musyrik yang menyembah tuhan-tuhan lain

bersama Dia, lagi tidak mengakui Allah sebagai Tuhan mereka yang Esa, bahwa tiada sekutu bagi-Nya dalam peribadatan. Tetapi sekalipun demikian, mereka tetap mempersekutukan Allah dengan yang lain-Nya, mereka menyembah selain-Nya

bersama dengan Dia, padahal mereka sendiri mengakui bahwa sembahan-sembahan yang mereka sembah itu tidak dapat menciptakan apa pun, tidak memiliki sesuatu pun, dan tidak dapat menekan sesuatu pun. Mereka menyembah

berhala-berhala itu dengan keyakinan bahwa berhala-berhala itu dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah sedekat-dekatnya. Seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt. dalam ayat lain, menceritakan perkataan mereka, yaitu:


{مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى}


"Kami tidak menyembah mereka (berhala-berhala) melainkan . supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (Az-Zumar: 3) Adapun firman Allah Swt.:


{قُلْ لِمَنِ الأرْضُ وَمَنْ فِيهَا}


Katakanlah, "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya?" (Al Mu’minun: 84) Artinya, siapakah pemiliknya yang telah menciptakannya berikut dengan semua makhluk yang ada di dalamnya, berupa semua makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, dan makhluk-makhluk lainnya.


{إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ}


Jika kalian mengetahui?” Mereka akan menjawab, "Ke­punyaan Allah." (Al Mu’minun: 84-85) Yakni mereka mengaku kepadamu (Muhammad) bahwa semuanya adalah milik Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Apabila kenyataannya demikian,


{قُلْ أَفَلا تَذَكَّرُونَ}


Katakanlah, "Maka apakah kalian tidak ingat?" (Al Mu’minun: 85) Bahwa yang berhak disembah itu hanyalah Tuhan Yang Maha Pencipta lagi Maha Pemberi rezeki, bukan lain-Nya.


{قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ}


Katakanlah, "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arasy yang besar?" (Al Mu’minun: 86) Yaitu siapakah yang menciptakan alam langit berikut semua bintang cemerlang yang ada padanya,

dan semua malaikat yang tunduk kepada-Nya yang berada di semua cakrawala langit dan semua penjurunya? Dan siapakah Yang memiliki 'Arasy yang besar itu? 'Arasy adalah atap semua makhluk, seperti yang disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"شَأْنُ اللَّهِ أَعْظَمُ مِنْ ذَلِكَ، إِنَّ عَرْشَهُ عَلَى سمواته هَكَذَا" وَأَشَارَ بِيَدِهِ مِثْلَ الْقُبَّةِ


Keadaan Allah Mahabesar dari semuanya, sesungguhnya 'Arasy Allah berada di atas semua langit-Nya seperti ini. Rasulullah Saw. mengatakan demikian seraya berisyarat dengan tangan­nya menggambarkan sesuatu seperti kubah. Di dalam hadis yang lain disebutkan:


"ما السموات السَّبْعُ وَالْأَرَضُونَ السَّبْعُ وَمَا فِيهِنَّ وَمَا بَيْنَهُنَّ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَإِنَّ الْكُرْسِيَّ بِمَا فِيهِ بِالنِّسْبَةِ إِلَى الْعَرْشِ كَتِلْكَ الْحَلْقَةِ فِي تِلْكَ الْفَلَاةِ"


Tiadalah tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi beserta segala sesuatu yang ada pada keduanya bila dibandingkan dengan Al-Kursi, melainkan seperti sebuah gelang yang dilemparkan di sebuah padang pasir yang luas.

Dan sesungguhnya Al-Kursi berikut segala sesuatu yang ada padanya bila dibandingkan dengan 'Arasy sama dengan sebuah gelang yang berada di padang pasir tersebut.Karena itulah sebagian ulama Salaf mengatakan

bahwa sesungguhnya jarak antara kedua sisi garis tengah 'Arasy dari satu sisi ke sisi yang lainnya sama dengan perjalanan lima puluh ribu tahun, dan ketinggiannya dari lapis bumi yang ketujuh sama dengan perjalanan lima puluh ribu tahun.

Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa sesung­guhnya dinamakan 'Arasy tiada lain karena mengingat ketinggiannya. Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ka'bul Ahbar, bahwa sesungguhnya langit dan bumi

bila dibandingkan dengan 'Arasy sama dengan sebuah pelita yang tergantung di antara langit dan bumi. Mujahid mengatakan, tiadalah langit dan bumi bila dibandingkan dengan 'Arasy, melainkan seperti sebuah gelang yang berada

di suatu padang pasir. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Ala ibnu Salim, telah menceritakan kepada kami Waki', telah men­ceritakan kepada kami Sufyan As-Sauri, dari Ammar Az-Zahabi, dari Muslim Al-Batin,

dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa 'Arasy itu tiada seorang pun yang dapat menaksir besarnya. Menurut riwayat yang lain, kecuali hanya Allah Swt. Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa 'Arasy itu terdiri atas yaqut merah.Dalam ayat berikut disebutkan oleh firman-Nya:


{وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ}


dan Yang Empunya 'Arasy yang agung. (Al Mu’minun: 86) Yaitu sangat besar. Dan dalam akhir surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ}


Tuhan (yang mempunyai) 'Arasy yang mulia. (Al Mu’minun: 116) Yakni yang indah lagi megah. Dengan demikian, di dalam sifat 'Arasy tergabung pengertian luas, tinggi, indah, lagi megah. Karena itulah ada seseorang yang mengatakan

bahwa 'Arasy itu terdiri atas yaqut merah. Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa sesungguhnya di sisi Tuhan kalian tidak ada malam dan tidak ada siang, cahaya 'Arasy bersumber dari cahaya Zat-Nya. Firman Allah Swt.:


{سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ}


Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah.” Katakanlah, "Maka apakah kalian tidak bertakwa?" (Al-Mu’minun: 87) Yakni apabila kalian mengakui bahwa Dia adalah Pemilik langit dan Pemilik 'Arasy yang besar, maka mengapa kalian

tidak takut kepada siksa-Nya dan tidak menghindari azab-Nya karena penyembahan kalian kepada selain-Nya di samping Dia dan kalian mempersekutukan-Nya dengan yang lain? Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud

Dunia Al-Qurasyi mengatakan di dalam kitab At-Tafakkur wal I'tibar, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Dinar,

dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. dahulu sering menceritakan kepada kami (para sahabat) kisah seorang wanita di masa Jahiliah yang berada di puncak bukit bersama seorang anak laki-lakinya

yang sedang menggembalakan ternak kambing. Maka anaknya bertanya kepadanya, "Hai ibu, siapakah yang menciptakanmu?" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan ayahku?" Si ibu menjawab, "Allah."

Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan diriku?" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan langit" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan bumi?" Si ibu menjawab, "Allah."

Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan gunung?" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan kambing ini?" Si ibu menjawab, "Allah." Maka si anak berkata, "Sesungguhnya sekarang aku telah mendengar

perihal tentang Allah." Lalu ia melemparkan dirinya dari ketinggian bukit itu, sehingga tubuhnya hancur.Ibnu Umar mengatakan, "Dahulu Rasulullah Saw. sering menceritakan kisah ini kepada kami."Abdullah ibnu Dinar mengatakan,

"Dahulu Ibnu Umar sering menceritakan kisah ini kepada kami (para Tabi'in, pent.)." Menurut saya, di dalam sanad kisah ini terdapat Ubaidillah ibnu Ja'far Al-Madini, putra Imam Ali ibnul Madini; para ahli hadis banyak yang memperbincangkan tentang predikatnya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

{قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ}


Katakanlah, "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu.” (Al Mu’minun: 88) Maksudnya, siapakah yang memiliki semua kerajaan ini.


{مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا}


Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. (Hud: 56) Yakni yang menguasainya. Rasulullah Saw. pun sering mengatakan dalam sabdanya:


"لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ"، وَكَانَ إِذَا اجْتَهَدَ فِي الْيَمِينِ قَالَ: " لَا وَمُقَلِّبَ الْقُلُوبِ"


Tidak, demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan (Kekuasaan)-Nya. Dan apabila Nabi Saw. bersungguh-sungguh dalam sumpahnya, beliau mengucapkan: Tidak, demi (Tuhan) Yang membolak-balikkan hati. Allah Swt. adalah Yang Maha Pencipta, Yang Maha Memiliki (Menguasai), Yang Maha Mengatur.


{وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ}


sedangkan Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kalian mengetahui. (Al Mu’minun: 88) Dahulu di kalangan orang-orang Arab apabila seseorang dari pemimpin mereka memberikan suaka

kepada seseorang, maka orang itu berada dalam lindungannya, tidak boleh ada seseorang yang melanggar perlin­dungannya dari kalangan kabilahnya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: sedangkan Dia melindungi,

tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya. (Al Mu’minun: 88) Yakni Dia adalah Tuhan Yang Mahabesar, tiada yang lebih besar daripada-Nya. Milik-Nyalah semua makhluk dan perintah, tiada yang mempertanyakan tentang

keputusan-Nya yang tidak dapat dicegah dan tidak dapat ditentang. Apa yang Dia kehendaki, pasti ada; dan apa yang tidak Dia kehendaki, pasti tidak ada. Allah Swt. telah berfirman:


{لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ}


Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai. (Al-Anbiya: 23) Artinya, tiada yang dapat menanyai apa yang diperbuat-Nya karena Keagungan, Kebesaran, Keperkasaan, Kemuliaan, Hikmah,

dan Keadilan-Nya, sedangkan semua makhluk akan ditanyai tentang amal perbuatan mereka. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:


{فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ}


Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu. (Al-Hijr: 92-93) Adapun firman Allah Swt.:


{سَيَقُولُونَ لِلَّهِ}


Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah.” (Al Mu’minun: 89) Yakni mereka mengakui bahwa Tuhan Yang Mahabesar yang mem­berikan perlindungan dan tidak ada yang dapat dilindungi dari azab-Nya adalah Allah Swt. semata, tiada sekutu bagi-Nya.


{قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ}


Katakanlah, "(Kalau demikian) maka dari jalan manakah kalian ditipu?” (Al Mu’minun: 89) Maksudnya mengapa akal sehat kalian bisa hilang sehingga kalian menyembah selain-Nya bersama Dia, padahal kalian mengakui dan mengetahui bahwa hanya Allah-lah yang patut disembah. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِالْحَقِّ}


Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka. (Al Mu’minun: 90) Yakni maklumat yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali hanya Allah. Dan Kami telah menegakkan dalil-dalil yang sahih lagi jelas dan pasti yang menunjukkan ke arah itu.


{وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}


dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. (Al Mu’minun: 90) Yaitu dalam penyembahan mereka yang mempersekutukan Allah dengan yang lain, tiada dalil bagi mereka yang memperkuat perbuatan mereka itu. Sebagaimana yang disebutkan dalam akhir surat ini melalui firman-Nya: .


{وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ}


Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.

(Al Mu’minun: 117) Orang-orang musyrik melakukan hal tersebut tanpa suatu dalil pun yang mendorong mereka melakukan kebohongan dan kesesatannya. Sesungguhnya mereka melakukan hal tersebut hanyalah semata-mata

mengikuti jejak nenek moyang mereka dan para pendahulu yang tidak punya pegangan lagi bodoh, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:


{إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ}


Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka. (Az-Zukhruf: 23)

Surat Al-Muminun |23:85|

سَيَقُولُونَ لِلَّهِ ۚ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

sayaquuluuna lillaah, qul a fa laa tażakkaruun

Mereka akan menjawab, "Milik Allah." Katakanlah, "Maka apakah kamu tidak ingat?"

They will say, "To Allah." Say, "Then will you not remember?"

Tafsir
Jalalain

(Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah." Katakanlah) kepada mereka, ("Maka apakah kalian tidak memikirkannya")

asal Tadzakkaruuna adalah Tatadzakkaruuna kemudian huruf Ta yang kedua diidgamkan atau dimasukkan ke dalam huruf Dzal setelah terlebih dahulu diganti menjadi Dzal,

sehingga jadilah Tadzakkaruuna, artinya mengambil pelajaran. Maksudnya, apakah kalian tidak mengambil pelajaran daripadanya, karena kalian mengetahui,

bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah menciptakan untuk pertama kali, Maha Kuasa pula untuk menghidupkannya kembali, sesudah ciptaan-Nya mati.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 85 |

Penjelasan ada di ayat 84

Surat Al-Muminun |23:86|

قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

qul mar robbus-samaawaatis-sab'i wa robbul-'arsyil-'azhiim

Katakanlah, "Siapakah Tuhan yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki 'Arsy yang agung?"

Say, "Who is Lord of the seven heavens and Lord of the Great Throne?"

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah! "Siapakah Rabb langit yang tujuh dan Rabb Arasy yang besar") yakni Al Kursi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 86 |

Penjelasan ada di ayat 84

Surat Al-Muminun |23:87|

سَيَقُولُونَ لِلَّهِ ۚ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

sayaquuluuna lillaah, qul a fa laa tattaquun

Mereka akan menjawab, "(Milik) Allah." Katakanlah, "Maka mengapa kamu tidak bertakwa?"

They will say, "[They belong] to Allah." Say, "Then will you not fear Him?"

Tafsir
Jalalain

(Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah". Katakanlah! "Apakah kalian tidak bertakwa") tidak takut bila kalian menyembah selain-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 87 |

Penjelasan ada di ayat 84

Surat Al-Muminun |23:88|

قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

qul mam biyadihii malakuutu kulli syai`iw wa huwa yujiiru wa laa yujaaru 'alaihi ing kuntum ta'lamuun

Katakanlah, "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan segala sesuatu. Dia melindungi, dan tidak ada yang dapat dilindungi (dari azab-Nya), jika kamu mengetahui?"

Say, "In whose hand is the realm of all things - and He protects while none can protect against Him - if you should know?"

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah! "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan) yakni merajai (segala sesuatu) lafal Malakuut huruf Ta yang ada padanya menunjukkan makna Mubalaghah,

yakni kekuasaan di atas segala kekuasaan (sedangkan Dia melindungi dan tidak membutuhkan perlindungan) Dia melindungi dan tidak memerlukan perlindungan (jika kalian mengetahui")

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 88 |

Penjelasan ada di ayat 84

Surat Al-Muminun |23:89|

سَيَقُولُونَ لِلَّهِ ۚ قُلْ فَأَنَّىٰ تُسْحَرُونَ

sayaquuluuna lillaah, qul fa annaa tus-ḥaruun

Mereka akan menjawab, "(Milik) Allah." Katakanlah, "(Kalau demikian), maka bagaimana kamu sampai tertipu?"

They will say, "[All belongs] to Allah." Say, "Then how are you deluded?"

Tafsir
Jalalain

(Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah") menurut qiraat yang lain dibaca Allah, baik dalam ayat ini maupun dalam ayat sebelumnya.

Demikian itu karena makna yang dimaksud adalah, kepunyaan siapakah hal-hal yang telah disebutkan itu (Katakanlah! "Kalau demikian maka dari jalan manakah kalian merasa ditipu")

ditipu dan dikelabui dari perkara yang hak, yaitu menyembah Allah semata. Maksudnya, bagaimanakah bisa terbayangkan dalam benak kalian bahwasanya hal ini batil

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 89 |

Penjelasan ada di ayat 84

Surat Al-Muminun |23:90|

بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِالْحَقِّ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

bal atainaahum bil-ḥaqqi wa innahum lakaażibuun

Padahal Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, tetapi mereka benar-benar pendusta.

Rather, We have brought them the truth, and indeed they are liars.

Tafsir
Jalalain

(Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka) dengan sesungguhnya (dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta) sewaktu mereka menentang kebenaran itu; kebenaran tersebut adalah,

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 90 |

Penjelasan ada di ayat 84

Surat Al-Muminun |23:91|

مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَٰهٍ ۚ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَٰهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ

mattakhożallohu miw waladiw wa maa kaana ma'ahuu min ilaahin iżal lażahaba kullu ilaahim bimaa kholaqo wa la'alaa ba'dhuhum 'alaa ba'dh, sub-ḥaanallohi 'ammaa yashifuun

Allah tidak mempunyai anak, dan tidak ada tuhan (yang lain) bersama-Nya, (sekiranya tuhan banyak,) maka masing-masing tuhan itu akan membawa apa (makhluk) yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu,

Allah has not taken any son, nor has there ever been with Him any deity. [If there had been], then each deity would have taken what it created, and some of them would have sought to overcome others. Exalted is Allah above what they describe [concerning Him].

Tafsir
Jalalain

(Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan yang lain beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya) jika ada tuhan lain di samping Dia

(masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya) yang menguasai makhluknya sendiri dan mempertahankannya dari makhluk tuhan yang lain

(dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain) sebagian di antara mereka berupaya untuk mengalahkan sebagian yang lain

sebagaimana apa yang biasa dilakukan oleh raja-raja di dunia. (Maha Suci Allah) lafal Subhaanallaah ini berarti mensucikan Dia (dari apa yang mereka sifatkan) kepada-Nya, seperti apa yang telah disebutkan tadi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 91 |

Tafsir ayat 91-92

Allah Swt. menyucikan diri-Nya dari beranak atau sekutu dalam kerajaan, kekuasaan, dan hak disembah. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ}


Allah sekali-kali tidak mempunyai anak dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya. Kalau ada tuhan beserta-Nya masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakan-Nya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu

akan mengalahkan sebagian yang lain. (Al Mu’minun: 91) Yakni seandainya tuhan itu berbilang, tentulah masing-masing dari mereka membawa makhluk ciptaannya masing-masing, dan pastilah alam ini tidak dapat teratur lagi.

Akan tetapi, bukti menunjukkan bahwa alam wujud ini berada dalam satu tatanan dan teratur. Semuanya —mulai dari alam langit sampai alam bawah—sebagian darinya berkaitan dengan sebagian yang lain, terikat dalam suatu tatanan yang sangat sempurna.


{مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ}


Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. (Al-Mulk: 3) Kemudian tentulah masing-masing dari tuhan-tuhan itu berupaya untuk mengalahkan yang lainnya dan berbeda dengannya,

akhirnya sebagian dari mereka menguasai sebagian yang lainnya. Ulama ahli Ilmu Kalam mengatakan bahwa hal seperti itu mustahil bagi Tuhan. Mereka mengemukakan suatu perumpamaan, bahwa seandainya ada dua pencipta lebih,

lalu yang satu bermaksud menggerakkan tubuh yang diciptakannya, sedangkan yang lain bermaksud mendiamkannya, tentulah akan terjadi pertentangan sehingga tujuan masing-masing tidak tercapai, dan hal ini menunjukkan bahwa

keduanya lemah (tidak mampu). Sedangkan sifat yang waj ib bagi Tuhan ialah tidak lemah (yakni berkuasa), dan tujuan dari keduanya itu tidak dapat bertemu karena bertentangan. Hal mustahil ini tidaklah terjadi melainkan berdasarkan

hipotesis seandainya tuhan itu berbilang. Dengan demikian, tersimpulkan bahwa berbilangnya tuhan itu mustahil. Adapun seandainya tujuan salah satunya dapat berhasil, sedangkan yang lainnya tidak, berarti yang menang adalah yang asli,

sedangkan yang dikalahkan tidaklah pantas menyandang predikatnya, sebab sifat wajib baginya ialah hendaknya dia tidak terkalahkan. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{وَلَعَلا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ}


dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu. (Al Mu’minun: 91) Yakni dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang zalim lagi kelewat batas itu

yang mendakwakan bahwa Tuhan beranak atau bersekutu. Mahasuci Allah lagi Mahatinggi dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.


{عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ}


Yang mengetahui semua yang gaib dan semua yang nampak. (Al Mu’minun: 92) Maksudnya, mengetahui semua yang gaib dari makhluk-Nya dan semua yang disaksikan oleh makhluk-Nya.


{فَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}


maka Mahatinggilah Dia dari apa yang mereka persekutukan. (Al Mu’minun: 92) Yakni Mahasuci, Mahatinggi, Mahaagung, dan Mahabesar dari semua yang dikatakan oleh orang-orang yang musyrik lagi ingkar itu.

Surat Al-Muminun |23:92|

عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ

'aalimil-ghoibi wasy-syahaadati fa ta'aalaa 'ammaa yusyrikuun

(Dialah Tuhan) yang mengetahui semua yang gaib dan semua yang tampak. Maha Tinggi (Allah) dari apa yang mereka persekutukan.

[He is] Knower of the unseen and the witnessed, so high is He above what they associate [with Him].

Tafsir
Jalalain

(Yang mengetahui semua yang gaib dan semua yang tampak) maksudnya semua yang tidak tampak dan semua yang tampak. Kalau dibaca 'Aalimil Ghaibi menjadi sifat,

artinya yang mengetahui dan seterusnya. Jika dibaca 'Aalimul Ghaibi berarti menjadi Khabar dari Mubtada yang tidak disebutkan yaitu lafal Huwa,

artinya Dia Mengetahui yang gaib (maka Maha Tinggi Dia) Maha Besar Dia (dari apa yang mereka persekutukan) kepada-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 92 |

Penjelasan ada di ayat 91

Surat Al-Muminun |23:93|

قُلْ رَبِّ إِمَّا تُرِيَنِّي مَا يُوعَدُونَ

qur robbi immaa turiyannii maa yuu'aduun

Katakanlah (Muhammad), "Ya Tuhanku, seandainya Engkau hendak memperlihatkan kepadaku apa (azab) yang diancamkan kepada mereka,

Say, [O Muhammad], "My Lord, if You should show me that which they are promised,

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah! "Ya Rabbku! Jika) lafal Imma pada asalnya terdiri daripada gabungan antara In Syarthiyyah dan Ma Zaidah

(Engkau sungguh-sungguh hendak memperlihatkan kepadaku apa yang diancamkan kepada mereka) berupa azab, hal ini benar-benar terjadi dalam perang Badar,

yaitu banyak dari kalangan orang-orang musyrik yang mati terbunuh.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 93 |

Tafsir ayat 93-98

Allah Swt. berfirman kepada Nabi Muhammad Saw. agar mengucap­kan doa berikut manakala pembalasan (azab) Allah diturunkan (kepada mereka);


{رَبِّ إِمَّا تُرِيَنِّي مَا يُوعَدُونَ}


Ya' Tuhanku, jika Engkau sungguh-sungguh hendak memper­lihatkan kepadaku azab yang diancamkan kepada mereka. (Al-Mu’minun: 93) Yakni jika Engkau menyiksa mereka, sedangkan aku menyaksikan hal tersebut,

maka aku memohon kepada Engkau janganlah Engkau jadikan diriku berada di antara mereka. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Turmuzi yang menilainya sahih, yaitu:


"وَإِذَا أَرَدْتَ بِقَوْمٍ فِتْنَةً فَتَوَفَّنِي إِلَيْكَ غَيْرَ مَفْتُونٍ"


Dan apabila Engkau hendak menimpakan fitnah kepada suatu kaum, maka wafatkanlah aku menghadap kepada-Mu dalam keadaan tidak terfitnah. Firman Allah Swt.:


{وَإِنَّا عَلَى أَنْ نُرِيَكَ مَا نَعِدُهُمْ لَقَادِرُونَ}


Dan sesungguhnya Kami benar-benar kuasa untuk memperlihat­kan kepadamu apa yang Kami ancamkan kepada mereka. (Al Mu’minun: 95) Yaitu seandainya Kami menghendaki, tentulah Kami dapat memper­lihatkan kepadamu azab,

pembalasan, dan mala petaka yang menimpa orang-orang musyrik itu. Kemudian Allah Swt. memberikan petunjuk kepada Nabi Saw. tentang cara yang paling efektif dan metode yang sukses dalam ber­masyarakat,

yaitu berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk terhadap dirinya agar hatinya terpikat dan simpati, sehingga permusuhannya berganti menjadi persahabatan, dan kemarahannya berganti menjadi simpati. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ}


Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. (Al Mu’minun: 96) Hal ini sama dengan apa yang diungkapkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ}


Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan

kepada orang-orang yang sabar. (Fushshilat: 34-35), hingga akhir ayat. Yakni tiada orang yang dianugerahi pekerti atau sifat ini,


{إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا}


melainkan hanya kepada orang-orang yang sabar. (Fushshilat: 35) dalam menghadapi gangguan manusia; mereka membalas manusia dengan kebaikan, sekalipun manusia memperlakukan mereka dengan perlakuan yang buruk


{وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ}


dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. (Fushshilat: 35) Maksudnya, keberuntungan di dunia dan di akhirat. Firman Allah Swt.:


{وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ}


Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan.” (Al Mu’minun: 97) Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi Saw. agar memohon perlindungan kepada-Nya dari bisikan setan, karena sesungguhnya

setan itu tidak dapat ditipu dan tidak mau mengikuti kebajikan. Dalam pembahasan ta'awwuz telah kami sebutkan bahwa Rasulullah Saw. sering mengucapkan doa berikut, yaitu:


"أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزه ونَفْخه ونَفْثه"


Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, yaitu dari godaan, bisikan, dan tiupannya. Firman Allah Swt.:


{وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ}


Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau, ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku. (Al Mu’minun: 98) Yaitu dalam sesuatu dari urusanku. Karena itulah Nabi Saw. memerintah­kan agar selalu disebut nama Allah dalam permulaan

semua urusan untuk mengusir setan, baik saat hendak makan, bersetubuh, menyembelih maupun urusan-urusan lainnya. Imam Abu Daud telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. pernah berkata dalam doanya:


"اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الهَرَم، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الهَدْم وَمِنَ الْغَرَقِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِيَ الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ"


Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari kepikunan, dan aku berlindung kepada Engkau dari keruntuhan dan tenggelam. Dan aku berlindung kepada Engkau agar terhindar dari rasukan (godaan) setan saat hendak mati.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شعيب، عن أبيه، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا كَلِمَاتٍ يَقُولُهُنَّ عِنْدَ النَّوْمِ، مِنَ الْفَزَعِ: "بِسْمِ اللَّهِ، أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ غَضَبِهِ وَعِقَابِهِ، وَمِنْ شَرِّ عِبَادِهِ، وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَنْ يَحْضُرُونِ" قَالَ: فَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو يُعَلِّمُهَا مَنْ بَلَغَ مِنْ وَلَدِهِ أَنْ يَقُولَهَا عِنْدَ نَوْمِهِ، وَمَنْ كَانَ مِنْهُمْ صَغِيرًا لَا يَعْقِلُ أَنْ يَحْفَظَهَا، كَتَبَهَا لَهُ، فَعَلَّقَهَا فِي عُنُقِهِ.


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa dahulu Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kami

beberapa kalimat (doa) yang diucapkan di saat menjelang tidur: Dengan nama Allah, aku berlindung (kepada Allah) dengan (membaca) kalimah-kalimah-(Nya) yang sempurna dari muka Allah, siksaan-Nya dan dari kejahatan hamba-hamba-Nya,

dan dari bisikan-bisikan setan dan dari kedatangan mereka kepadaku. Perawi mengatakan bahwa Abdullah ibnu Umar mengajarkan doa isti'azah tersebut kepada orang-orang yang telah balig dari anak-anaknya agar mereka mengucapkannya

di kala menjelang tidur. Sedangkan anak-anaknya yang masih kecil dan masih belum dapat menghafalnya, maka Ibnu Amr menuliskan doa tersebut untuknya, lalu dikalungkan ke lehernya. Imam Abu Daud,

Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.

Surat Al-Muminun |23:94|

رَبِّ فَلَا تَجْعَلْنِي فِي الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

robbi fa laa taj'alnii fil-qoumizh-zhoolimiin

ya Tuhanku, maka janganlah Engkau jadikan aku dalam golongan orang-orang zalim."

My Lord, then do not place me among the wrongdoing people."

Tafsir
Jalalain

(Ya Rabbku! Maka janganlah Engkau jadikan aku berada di antara orang-orang yang zalim.") karena aku pun nanti akan binasa pula bersama dengan mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 94 |

Penjelasan ada di ayat 93

Surat Al-Muminun |23:95|

وَإِنَّا عَلَىٰ أَنْ نُرِيَكَ مَا نَعِدُهُمْ لَقَادِرُونَ

wa innaa 'alaaa an nuriyaka maa na'iduhum laqoodiruun

Dan sungguh, Kami kuasa untuk memperlihatkan kepadamu (Muhammad) apa yang Kami ancamkan kepada mereka.

And indeed, We are able to show you what We have promised them.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya Kami benar-benar kuasa untuk memperlihatkan kepadamu apa yang Kami ancamkan kepada mereka).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 95 |

Penjelasan ada di ayat 93

Surat Al-Muminun |23:96|

ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ ۚ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ

idfa' billatii hiya aḥsanus-sayyi`ah, naḥnu a'lamu bimaa yashifuun

Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan (cara) yang lebih baik, Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan (kepada Allah).

Repel, by [means of] what is best, [their] evil. We are most knowing of what they describe.

Tafsir
Jalalain

(Tolaklah dengan menampilkan hal yang lebih baik) yaitu budi pekerti yang baik, bersikap lapang dada dan berpaling dari mereka yang kafir (hal yang buruk itu)

perlakuan mereka yang menyakitkan terhadap dirimu. Ayat ini diturunkan sebelum ada perintah untuk berperang. (Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan)

kedustaan dan buat-buatan mereka, maka kelak Kami akan membalasnya kepada mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 96 |

Penjelasan ada di ayat 93

Surat Al-Muminun |23:97|

وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ

wa qur robbi a'uużu bika min hamazaatisy-syayaathiin

Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan,

And say, "My Lord, I seek refuge in You from the incitements of the devils,

Tafsir
Jalalain

(Dan katakanlah! "Ya Rabbku! Aku berlindung kepada Engkau) aku meminta perlindungan (dari bisikan-bisikan setan) dari kecenderungan-kecenderungan setan yang selalu setan embus-embuskan itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 97 |

Penjelasan ada di ayat 93

Surat Al-Muminun |23:98|

وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ

wa a'uużu bika robbi ay yaḥdhuruun

dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, agar mereka tidak mendekati aku.

And I seek refuge in You, my Lord, lest they be present with me."

Tafsir
Jalalain

(Dan aku berlindung pula kepada Engkau, ya Rabbku, dari kedatangan setan-setan itu kepadaku") dalam perkara-perkaraku, karena sesungguhnya mereka datang hanya dengan membawa keburukan belaka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 98 |

Penjelasan ada di ayat 93

Surat Al-Muminun |23:99|

حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ

ḥattaaa iżaa jaaa`a aḥadahumul-mautu qoola robbirji'uun

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia),

[For such is the state of the disbelievers], until, when death comes to one of them, he says, "My Lord, send me back

Tafsir
Jalalain

(Sehingga) lafal Hattaa menunjukkan makna Ibtida atau permulaan (apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka) kemudian ia melihat kedudukannya di neraka

dan di surga seandainya ia beriman (dia berkata, "Ya Rabbku! Kembalikanlah aku) ke dunia. Ungkapan Jamak pada lafal Irji'uuni mengandung makna Ta'zhim atau mengagungkan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 99 |

Tafsir ayat 99-100

Allah Swt. menceritakan tentang keadaan orang yang sedang menjelang kematiannya dari kalangan orang-orang kafir atau orang-orang yang melalaikan perintah Allah Swt. Diceritakan pula perkataan mereka saat itu dan permintaan mereka

untuk dapat dikembalikan lagi ke dunia untuk memperbaiki apa yang telah dirusakkannya selama hidupnya. Karena itu, disebutkan dalam firman-Nya:


{رَبِّ ارْجِعُونِ * لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا}


Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. (Al Mu’minun: 99-100) Sama seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain:


{وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ}


Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian. (Al-Munafiqun: 10) sampai dengan firman-Nya:


وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ


Dan Allah Maha Mengenal apa yang kalian kerjakan. (Al-Munafiqun: 11) Juga firman Allah Swt.:


{وَأَنْذِرِ النَّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ الْعَذَابُ}


Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka. (Ibrahim: 44) sampai dengan firman-Nya:


مَا لَكُمْ مِنْ زَوَالٍ


bahwa sekali-kali kalian tidak akan binasa. (Ibrahim: 44) Dan firman Allah Swt.:


{يَوْمَ يَأْتِي تَأْوِيلُهُ يَقُولُ الَّذِينَ نَسُوهُ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ فَهَلْ لَنَا مِنْ شُفَعَاءَ فَيَشْفَعُوا لَنَا أَوْ نُرَدُّ فَنَعْمَلَ غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ}


Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al-Qur'an itu berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu, "Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa yang hak, maka adakah bagi kami pemberi syafaat

yang akan memberi syafaat bagi kami, atau dapatkah kami dikembalikan (ke 'dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?" (Al-A'raf: 53)


{وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ}


Dan (alangkah ngerinya) jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya.(Mereka berkata), "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar,

maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.” (As-Sajdah: 12) Juga firman Allah Swt.:


{وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ}


Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami.” (Al-An'am: 27) hingga firman-Nya:


وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ


Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. (Al-An'am: 28) Dan firman Allah Swt.:


{وَتَرَى الظَّالِمِينَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ يَقُولُونَ هَلْ إِلَى مَرَدٍّ مِنْ سَبِيلٍ}


Dan kamu akan melihat orang-orang yang zalim ketika mereka melihat azab berkata, "Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?” (Asy-Syura: 44)


{قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ}


Mereka menjawab," Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?". (Al-Mu’min: 11) hingga akhir ayat berikutnya.


{وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ}


Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami, niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan.” Dan apakah Kami tidak memanjangkan umur kalian

dengan masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kalian pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun. (Fathir: 37)

Allah Swt. telah menceritakan bahwa orang-orang kafir itu meminta agar dikembalikan ke dunia, tetapi permintaan mereka tidak diperkenankan. Hal tersebut mereka ajukan saat menjelang kematian, pada hari berbangkit,

dan di waktu mereka dihadapkan di depan peradilan Tuhan Yang Maha­perkasa. Permintaan yang sama dikemukakan pula oleh mereka saat neraka ditampilkan ke hadapan mereka, juga saat mereka mengalami siksaan neraka. Firman Allah Swt. dalam ayat berikut ini menyebutkan:


{كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا}


Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja.(Al-Mu’minun: 100) Kalla adalah huruf tolakan dan bantahan, yang maksudnya ialah 'Kami tidak memperkenankan permintaannya dan tidak menerimanya.' Firman Allah Swt.:


{كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا}


Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. (Al-Mu’minun: 100) Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa kalimat tersebut pasti diucapkan oleh setiap orang zalim yang sedang menjelang kematiannya.


Kalimat ayat ini dapat ditakwilkan sebagai 'Illat dari firman-Nya yang mengatakan, "Kalla.” Karena permintaan kembali ke dunia untuk beramal saleh dari si kafir itu hanyalah ucapan saja yang tidak ada buktinya. Seandainya

ia dikembalikan ke dunia, tentulah dia tidak akan mengamalkan perbuatan saleh yang diikrarkannya itu, dan pastilah ia dusta dengan apa yang diucapkannya itu. Seperti halnya yang diterangkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}


Sekiranya mereka dikembalikan (ke dunia), tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang menger­jakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka.(Al-An'am: 28) Qatadah mengatakan, "Demi Allah,

orang kafir (dalam keadaan seperti itu) berharap dapat dikembalikan ke dunia bukan untuk berkumpul kembali dengan keluarga dan kaum kerabat, bukan pula untuk mengumpulkan harta benda, lalu memperturutkan hawa nafsunya;

melainkan berharap dikembalikan ke dunia untuk mengerjakan amal ketaatan kepada Allah. Swt. Maka semoga Allah merahmati seseorang yang mengamalkan apa yang diharapkan oleh orang kafir sewaktu dia melihat azab neraka."

Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku,

kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” (Al Mu’minun: 99-100) Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa lalu dijawab oleh Allah Yang Mahaperkasa melalui firman-Nya:

Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. (Al Mu’minun: 100) Umar ibnu Abdullah maula Gafrah mengatakan bahwa apabila orang kafir mengatakan, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku ke dunia agar

aku berbuat amal saleh." Maka Allah menjawab, "Tidak, sesungguhnya kamu dusta." Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka. (Al Mu’minun: 99)

Al-Ala ibnu Ziyad pernah mengatakan, hendaknyalah seseorang di antara kalian menganggap dirinya sedang menjelang kematiannya, lalu menghadap kepada Tuhannya dan Tuhannya menanyainya, maka hendaklah seseorang beramal

ketaatan kepada Allah Swt. Qatadah mengatakan, "Demi Allah, tiadalah berharap orang kafir itu melainkan ingin dikembalikan ke dunia, lalu akan mengerjakan amal ketaatan kepada Allah. Maka perhatikanlah oleh kalian harapan orang kafir itu

kala melihat neraka; berharaplah kalian seperti itu dan kerjakanlah apa yang dicita-citakannya, tiada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah dan ketaatan) kecuali hanya dengan pertolongan Allah." Hal yang semisal telah diriwayatkan

dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi Muhammad ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Iyad, dari Lais,

dari Talhah ibnu Masraf, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa apabila orang kafir (jenazahnya) diletakkan di dalam kuburnya, maka ia melihat tempat kedudukannya di neraka, lalu ia berkata, "Ya Tuhanku,

kembalikanlah aku ke dunia, maka aku akan bertobat dan beramal saleh." Abu Hurairah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya engkau telah diberi usia yang cukup." Maka disempitkanlah kuburnya

dan menangkup menjadi satu, sedangkan dia sekarat karena kesakitan; semua serangga yang ada di dalam bumi, ular-ular dan kalajengking-kalajengking mematukinya.Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku,

telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Ali, telah menceritakan kepadaku Salamah ibnu Tamam, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Aisyah r.a. yang mengatakan, "Kecelakaan yang besarlah

bagi para pelaku maksiat dalam kuburnya. Kuburan mereka dimasuki oleh ular-ular yang hitam legam; ular yang ada di kepalanya dan ular yang ada di kakinya menelan tubuhnya, hingga keduanya bertemu di tengah-tengah tubuhnya.

Yang demikian itu adalah azab di alam barzakh (kubur)nya." Selanjutnya Siti Aisyah membaca firman-nya: Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan. (Al-Mu’minun: 100) Abu Saleh dan lain-lainnya mengatakan

sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di hadapan mereka. (Al Mu’minun: 100) Makna asal wara' ialah belakang, tetapi makna yang dimaksud dalam ayat ini ialah di hadapan. Mujahid mengatakan bahwa alam barzakh ialah alam

yang membatasi antara alam dunia dan alam akhirat. Muhammad ibnu Ka'b, barzakh adalah alam yang terletak diantara alam dunia dan alam akhirat. Para penghuninya tidak sama dengan ahli dunia yang dapat makan dan minum,

tidak pula sama dengan ahli akhirat yang mendapat balasan dari amal perbuatan mereka. Abu Sakhr mengatakan bahwa barzakh adalah alam kubur, para penghuninya tidak ada di dunia dan tidak pula di akhirat; mereka tinggal di alam barzakh menunggu sampai hari berbangkit. Di dalam firman Allah Swt.:


{وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ}


Dan di hadapan mereka ada dinding. (Al-Mu’minun: 100) terkandung ancaman ditujukan kepada orang-orang zalim yang sedang menjelang ajalnya, bahwa mereka akan mendapat azab di alam barzakhnya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:


{مِنْ وَرَائِهِمْ جَهَنَّمُ}


Di hadapan mereka neraka Jahannam. (Al-Jatsiyah: 10) Dan firman Allah Swt.:


{وَمِنْ وَرَائِهِ عَذَابٌ غَلِيظٌ}


dan di hadapannya masih ada azab yang berat. (Ibrahim: 17) Adapun firman Allah Swt.:


{إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ}


sampai hari mereka dibangkitkan. (Al Mu’minun: 100) Yakni azab itu terus-menerus dialami oleh orang-orang kafir di alam barzakhnya sampai hari berbangkit, seperti yang disebutkan oleh sebuah hadis yang mengatakan:


"فَلَا يَزَالُ مُعَذَّبًا فِيهَا"


Maka dia terus-menerus disiksa di dalam kuburnya.

Surat Al-Muminun |23:100|

لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ

la'alliii a'malu shooliḥan fiimaa taroktu kallaa, innahaa kalimatun huwa qooo`iluhaa, wa miw warooo`ihim barzakhun ilaa yaumi yub'aṡuun

agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan." Sekali-kali tidak! Sungguh itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh-barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan.

That I might do righteousness in that which I left behind." No! It is only a word he is saying; and behind them is a barrier until the Day they are resurrected.

Tafsir
Jalalain

(Agar aku berbuat amal yang saleh) dengan mengatakan, 'Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah', hal ini akan menjadi penghapus (terhadap yang telah aku tinggalkan")

aku sia-siakan umurku. Maksudnya, supaya hal itu menjadi penggantinya. Maka Allah berfirman, ("Sekali-kali tidak) tidak ada kembali lagi. (Sesungguhnya itu)

permohonan untuk kembali ke dunia (adalah perkataan yang diucapkannya saja) tidak ada manfaat bagi pembicaranya. (Dan di hadapan mereka) (ada dinding)

penghalang yang menahan mereka untuk dapat kembali lagi ke dunia (sampai hari mereka dibangkitkan") yang tiada kembali lagi sesudahnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muminun | 23 : 100 |

Penjelasan ada di ayat 99