Juz 1
Surat Al-Baqarah |2:44|
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
a ta`muruunan-naasa bil-birri wa tansauna anfusakum wa antum tatluunal-kitaab, a fa laa ta'qiluun
Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?
Do you order righteousness of the people and forget yourselves while you recite the Scripture? Then will you not reason?
(Mengapa kamu menyuruh orang lain berbuat kebaikan), yaitu beriman pada kerasulan Muhammad (sedang kamu melupakan dirimu sendiri) hingga kamu mengabaikannya dan tak mau beriman kepadanya
(padahal kamu membaca Kitab), yakni Taurat, di dalamnya tercantum ancaman atau siksaan terhadap orang yang tidak sesuai perkataan dengan perbuatannya!
(Tidaklah kamu pikirkan) akan akibat jelek perbuatanmu agar kamu insaf Yang menjadi bahan pertanyaan dan kecaman ialah kalimat "sedang kamu melupakan ..... dan seterusnya".
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 44 |
Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir?Allah Swt. berfirman, "Apakah layak bagi kalian,
hai orang-orang ahli kitab, bila kalian memerintahkan manusia berbuat kebajikan yang merupakan inti dari segala kebaikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri dan kalian tidak melakukan apa yang kalian perintahkan
kepada orang-orang untuk mengerjakannya, padahal selain itu kalian membaca kitab kalian dan mengetahui di dalamnya akibat apa yang akan menimpa orang-orang yang melalaikan perintah Allah? Tidakkah kalian berakal memikirkan
apa yang kalian lakukan terhadap diri kalian sendiri, lalu kalian bangun dari kelelapan kalian dan melihat setelah kalian buta?"Pengertian tersebut diungkapkan oleh Abdur Razzaq dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan
dengan makna firman-Nya: Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri. (Al-Baqarah: 44) Pada mulanya kaum Bani Israil memerintahkan orang lain taat kepada Allah,
takwa kepadanya, dan mengerjakan kebajikan; kemudian mereka bersikap berbeda dengan apa yang mereka katakan itu, maka Allah mengecam sikap mereka. Makna yang sama diketengahkan pula oleh As-Saddi.
Ibnu Jurairj mengatakan sehubungan dengan firman-Nya, "Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan," bahwa orang-orang ahli kitab dan orang-orang munafik selalu memerintahkan orang lain untuk melakukan puasa dan salat,
tetapi mereka sendiri tidak melakukan apa yang mereka perintahkan kepada orang-orang untuk melakukannya. Maka Allah mengecam perbuatan mereka itu, karena orang yang memerintahkan kepada suatu kebaikan,
seharusnya dia adalah orang yang paling getol dalam mengerjakan kebaikan itu dan berada paling depan daripada yang lainnya.Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair,
dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya, "Sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri," yakni meninggalkan diri kalian sendiri dalam kebajikan itu. Firman Allah Swt.: Padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir?
(Al-Baqarah: 44) Yakni kalian melarang manusia berbuat kekufuran atas dasar apa yang ada pada kalian, yaitu kenabian dan perjanjian dari kitab Taurat, sedangkan kalian meninggalkan diri kalian sendiri. Dengan kata lain,
sedangkan kalian sendiri kafir terhadap apa yang terkandung di dalam kitab Taurat yang di dalamnya terdapat perjanjian-Ku yang harus kalian penuhi, yaitu percaya kepada Rasul-Ku. Ternyata kalian merusak perjanjian-Ku
yang telah kalian sanggupi dan kalian mengingkari apa yang kalian ketahui dari Kitab-Ku.Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu 'apakah kalian memerintahkan orang lain untuk masuk ke dalam
agama Nabi Muhammad Saw. dan lain-lainnya yang diperintahkan kepada kalian untuk melakukannya —seperti mendirikan salat— sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri?'.Abu Ja'far ibnu Jarir meriwayatkan,
telah menceritakan kepadaku Jarir, telah menceritakan kepadaku Ali ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Aslam Al-Harami, telah menceritakan kepada kami Makhlad ibnul Husain, dari Ayyub As-Sukhtiyani, dari Abu Qilabah,
sehubungan dengan makna firman-Nya: Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? (Al-Baqarah: 44);
Abu Darda pernah mengatakan, seseorang masih belum dapat dikatakan sebagai ahli fiqih yang sempurna sebelum dia membenci orang yang menentang Allah, kemudian ia merujuk kepada dirinya sendiri,
maka sikapnya terhadap dirinya sendiri jauh lebih keras (ketimbang terhadap orang lain).Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan ayat ini, bahwa orang-orang Yahudi itu apabila datang kepada mereka
seseorang menanyakan sesuatu yang tidak mengandung perkara hak, tidak pula risywah (suap), mereka memerintahkan dia untuk mengerjakan hal yang hak. Maka Allah berfirman: Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan)
kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir? (Al-Baqarah: 44) Makna yang dimaksud ialah Allah Swt. mencela mereka atas perbuatan itu
dan memperingatkan mereka akan kesalahannya yang menyangkut hak diri mereka sendiri; karena mereka memerintahkan kepada kebaikan, sedangkan mereka sendiri tidak mengerjakannya. Bukanlah pengertian yang dimaksud
sebagai celaan terhadap mereka karena mereka memerintahkan kepada kebajikan, sedangkan mereka sendiri tidak melakukannya, melainkan karena mereka meninggalkan kebajikan itu sendiri. Mengingat amar wa'ruf/hukumnya
wajib atas setiap orang alim, tetapi yang lebih diwajibkan bagi orang alim ialah melakukannya di samping memerintahkan orang lain untuk mengerjakannya, dan ia tidak boleh ketinggalan. Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh
Nabi Syu'aib a.s. yang disitir oleh firman-Nya:
{وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلا الإصْلاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ}
Dan aku tidak berkehendak mengerjakan apa yang aku larang kalian darinya, aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah.
Hanya kepada Allah aku berlawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. (Hud: 88)Melakukan amar ma'ruf dan melakukan perbuatan makruf hukumnya wajib, masing-masing dari keduanya tidak gugur karena tidak melakukan yang lain.
Demikianlah pendapat yang paling sahih dari kedua golongan ulama, yaitu ulama Salaf dan ulama Khalaf.Sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang berbuat maksiat tidak boleh melarang orang lain untuk melakukannya.
Pendapat ini lemah, dan lebih lemah lagi mereka memegang ayat ini sebagai dalil mereka, karena sesungguhnya tidak ada hujah bagi mereka dalam ayat ini.Tetapi pendapat yang sahih mengatakan bahwa orang yang alim
harus memerintahkan amar ma'ruf, sekalipun dia sendiri tidak mengerjakannya; harus melarang perbuatan yang mungkar, sekalipun dia sendiri mengerjakannya.Malik ibnu Rabi'ah mengatakan bahwa ia pernah mendenga
r Sa'id ibnu Jubair berkata, "Seandainya seseorang tidak melakukan amar ma'ruf, tidak pula nahi munkar karena diharuskan baginya bersih dari hal tersebut, niscaya tiada seorang pun yang melakukan amar ma'ruf, tidak pula nahi munkar.
" Malik berkata, "Dan memang benar, siapakah orangnya yang bersih dari kesalahan?"Menurut kami, dalam keadaan demikian (orang yang bersangkutan adalah seorang yang alim) ia tercela, sebab meninggalkan amal ketaatan
dan mengerjakan maksiat, karena dia adalah seorang yang alim dan pelanggaran yang dilakukannya atas dasar pengetahuan, mengingat tidaklah sama antara orang yang alim dengan orang yang tidak alim. Untuk itu,
banyak hadis yang mengancam orang yang melakukan hal tersebut. Imam Abul Qasim At-Tabrani di dalam kitab Mu'jamul Kabir telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Ma’la Ad-Dimasyqi dan Al-Hasan ibnu
Ali Al-Umri; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sulaiman Al-Kalbi, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Tamimah Al-Hujaimi,
dari Jundub ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَثَلُ الْعَالِمِ الَّذِي يُعَلِّمُ النَّاسَ الْخَيْرَ وَلَا يَعْمَلُ بِهِ كَمَثَلِ السِّرَاجِ يُضِيءُ لِلنَّاسِ وَيَحْرِقُ نَفْسَهُ"
Perumpamaan orang alim yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain, sedangkan dia sendiri tidak mengamalkannya, sama dengan pelita; ia memberikan penerangan kepada orang lain, sedangkan dirinya sendiri terbakar. Hadis ini bila ditinjau dari sanad ini berpredikat garib.Hadis kedua diketengahkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya:
حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ هُوَ ابْنُ جُدْعَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ شِفَاهُهُمْ تُقْرَض بِمَقَارِيضَ مِنْ نَارٍ. قَالَ: قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ " قَالُوا: خُطَبَاءُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا مِمَّنْ كَانُوا يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ، وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا يَعْقِلُونَ؟
telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid (yaitu ibnu Jad'an), dari Anas ibnu Malik r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Di malam aku diisrakan, aku bersua dengan suatu kaum yang bibir mereka digunting dengan gunting-gunting api, lalu aku bertanya, "Siapakah mereka itu?" Mereka (para malaikat) menjawab, "Mereka adalah tukang ceramah umatmu di dunia,
dari kalangan orang-orang yang memerintahkan orang lain untuk mengerjakan ketaatan, sedangkan mereka melupakan dirinya sendiri, padahal mereka membaca Al-Qur'an. Maka tidakkah mereka berpikir?"
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abdu ibnu Humaid di dalam kitab Musnad-nya, juga di dalam kitab tafsirnya yang bersumber dari Al-Hasan ibnu Musa, dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya melalui hadis Yunus Ibnu Muhammad Al-Muaddib dan Al-Hajjaj ibnu Minhal, keduanya menerima hadis ini dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Yazid ibnu Harun, dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama.Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التُّسْتَرِيُّ بِبَلْخٍ، حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ قَيْسٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنْ ثُمَامَةَ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى أُنَاسٍ تُقْرَضُ شِفَاهُهُمْ وَأَلْسِنَتُهُمْ بِمَقَارِيضَ مِنْ نَارٍ. قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ؟ " قَالَ: هَؤُلَاءِ خُطَبَاءُ أُمَّتِكَ، الَّذِينَ يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ.
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim At-Tusturi di Balakh, telah menceritakan kepada kami
Makki ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Qais, dari Ali ibnu Yazid, dari Sumamah, dari Anas yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Di malam aku diisrakan aku bersua
dengan orang-orang yang bibir dan lidah mereka digunting dengan gunting-gunting dari api, lalu aku bertanya, "Siapakah mereka itu, hai Jibril?" Jibril menjawab, "Mereka adalah tukang ceramah umatmu yang memerintahkan
kepada orang lain untuk melakukan ketaatan, sedangkan mereka melupakan dirinya sendiri."Hadis ini diketengahkan oleh Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya dan Ibnu Abu Hatim serta Ibnu Murdawaih melalui hadis Hisyam Ad-Dustuwai,
dari Al-Mugirah yakni Ibnu Habib menantu Malik ibnu Dinar, dari Malik ibnu Dinar, dari Sumamah, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan:
لَمَّا عُرِجَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَوْمٍ تُقْرض شِفَاهُهُمْ ، فَقَالَ: "يَا جِبْرِيلُ، مَنْ هَؤُلَاءِ؟ " قَالَ: هَؤُلَاءِ الْخُطَبَاءُ مِنْ أُمَّتِكَ يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ؛ أَفَلَا يَعْقِلُونَ؟
Ketika Rasulullah Saw. dibawa mikraj, beliau bersua dengan suatu kaum yang bibir mereka diguntingi, lalu beliau bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?" Jibril menjawab, "Mereka adalah tukang khotbah dari kalangan umatmu,
mereka memerintahkan orang lain untuk mengerjakan kebajikan, sedangkan mereka melupakan dirinya sendiri. Maka tidakkah mereka berpikir?"Hadis lainnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebut bahwa:
حَدَّثَنَا يَعْلَى بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، قَالَ: قِيلَ لِأُسَامَةَ -وَأَنَا رَدِيفُهُ-: أَلَا تُكَلِّمُ عُثْمَانَ؟ فَقَالَ: إِنَّكُمْ تُرَون أَنِّي لَا أُكَلِّمُهُ إِلَّا أُسْمِعُكُمْ. إِنِّي لَا أُكَلِّمُهُ فِيمَا بَيْنِي وَبَيْنَهُ مَا دُونُ أَنْ أَفْتَتِحَ أَمْرًا -لَا أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنِ افْتَتَحَهُ، وَاللَّهِ لَا أَقُولُ لِرَجُلٍ إِنَّكَ خَيْرُ النَّاسِ. وَإِنْ كَانَ عَلَيَّ أَمِيرًا -بَعْدَ أَنْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ، قَالُوا: وَمَا سَمِعْتَهُ يَقُولُ؟ قَالَ: سَمِعْتُهُ يَقُولُ: "يُجَاء بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ، فَتَنْدَلِقُ بِهِ أَقْتَابُهُ ، فَيَدُورُ بِهَا فِي النَّارِ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ، فَيُطِيفُ بِهِ أهلُ النَّارِ، فَيَقُولُونَ: يَا فُلَانُ مَا أَصَابَكَ؟ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَانَا عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُولُ: كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ، وَأَنْهَاكُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ"
telah menceritakan kepada kami Ya’la ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Wail yang telah menceritakan bahwa pernah dikatakan kepada Usamah yang saat itu aku membonceng padanya,
"Mengapa engkau tidak berbicara kepada Usman?" Usamah menjawab, "Sesungguhnya kalian berpandangan bahwa tidak sekali-kali aku berbicara kepadanya melainkan aku akan memperdengarkannya kepada kalian.
Sesungguhnya aku akan berbicara dengannya mengenai urusan antara aku dan dia tanpa menyinggung suatu perkara yang paling aku sukai bila diriku adalah orang pertama yang memulainya. Demi Allah,
aku tidak akan mengatakan kepada seorang pun bahwa engkau adalah sebaik-baik orang, sekalipun dia bagiku adalah sebagai amir, sesudah aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda." Mereka bertanya, "
Apakah yang telah engkau dengar dari beliau?" Usamah menjawab bahwa dia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Kelak di hari kiamat ada seorang lelaki yang didatangkan, lalu dicampakkan ke dalam neraka,
maka berhamburanlah isi perutnya, lalu berputar-putar seraya membawa isi perutnya ke dalam neraka sebagaimana keledai berputar dengan penggilingannya. Maka penghuni neraka mengelilinginya dan mengatakan,
"Hai Fulan, apakah gerangan yang telah menimpamu? Bukankah kamu dahulu memerintahkan kepada kami untuk berbuat yang makruf dan melarang kami dari perbuatan yang mungkar?" Lelaki itu menjawab,
"Dahulu aku memerintahkan kalian kepada perkara yang makruf, tetapi aku sendiri tidak mengerjakannya; dan aku melarang kalian melakukan perbuatan yang mungkar, tetapi aku sendiri mengerjakannya."
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadis yang semisal melalui hadis Sulaiman ibnu Mihran, dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سَيَّارُ بْنُ حَاتِمٍ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ يُعَافِي الْأُمِّيِّينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا لَا يُعَافِي الْعُلَمَاءَ"
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Sayyar ibnu Hatim, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, dari Sabit, dari Anas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya
Allah memaafkan orang-orang yang ummi di hari kiamat dengan pemaafan yang tidak Dia lakukan terhadap ulama.Di dalam suatu asar dijelaskan bahwa Allah memberikan ampunan bagi orang yang bodoh sebanyak tujuh puluh kali,
sedangkan kepada orang yang alim cuma sekali. Tiadalah orang yang tidak alim itu sama dengan orang yang alim. Allah Swt. telah berfirman:
{قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ}
Katakanlah, "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Az-Zumar: 9)Di dalam bab autobiografi Al-Walid ibnu Uqbah, Ibnu Asakir meriwayatkan sebuah hadis yang menyebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ أُنَاسًا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ يَطَّلِعُونَ عَلَى أُنَاسٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَيَقُولُونَ: بِمَ دَخَلْتُمُ النَّارَ؟ فَوَاللَّهِ مَا دَخَلْنَا الْجَنَّةَ إِلَّا بِمَا تَعَلَّمْنَا مِنْكُمْ، فَيَقُولُونَ: إِنَّا كُنَّا نَقُولُ وَلَا نَفْعَلُ"
Sesungguhnya ada segolongan orang dari kalangan penduduk surga melihat segolongan orang dari kalangan penduduk neraka, lalu mereka bertanya, "Apakah sebabnya hingga kalian masuk neraka? Padahal demi Allah,
tiada yang memasukkan kami ke surga kecuali apa yang kami pelajari dari kalian." Ahli neraka menjawab, "Sesungguhnya dahulu kami hanya berkata, tetapi tidak mengamalkannya."Ibnu Jarir At-Tabari meriwayatkan hadis ini
dari Ahmad ibnu Yahya Al-Khabbaz Ar-Ramli, dari Zuhair ibnu Abbad Ar-Rawasi, dari Abu Bakar Az-Zahiri Abdullah ibnu Hakim, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Asy-Sya'bi dari Al-Walid ibnu Uqbah, kemudian Ibnu Jarir mengetengahkan hadis ini.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah kedatangan seorang lelaki, lalu lelaki itu berkata, "Hai Ibnu Abbas, sesungguhnya aku hendak melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar.
" Ibnu Abbas bertanya, "Apakah kamu telah melakukannya?" Lelaki itu menjawab, "Aku baru mau melakukannya." Ibnu Abbas berkata, "Jika kamu tidak takut nanti akan dipermalukan oleh tiga ayat dari Kitabullah, maka lakukanlah."
Lelaki itu bertanya, "Apakah ayat-ayat tersebut?" Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri? (Al-Baqarah: 44) Lalu dia berkata, "
Apakah engkau mampu melakukannya?" Lelaki itu menjawab, "Tidak." Ibnu Abbas berkata, "Ayat yang kedua ialah firman-Nya: 'Mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian
mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan.' (Ash-Shaff: 2-3) Apakah kamu mampu melakukannya?" Lelaki itu menjawab, "Tidak." Ibnu Abbas melanjutkan perkataannya, "Dan ayat yang ketiga ialah ucapan seorang hamba
saleh —yaitu Nabi Syu'aib a.s.— yang disitir oleh firman-Nya: 'Dan aku tidak berkehendak mengerjakan apa yang aku larang kalian darinya. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan’ (Hud: 88) Apakah kamu mampu
melakukan apa yang terkandung dalam ayat ini?" Lelaki itu menjawab, "Tidak." Maka Ibnu Abbas berkata, "Mulailah dari dirimu sendiri!" Demikianlah menurut riwayat Ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya.
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحَرِيشِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خِرَاش، عَنِ الْعَوَّامِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ [سَعِيدِ بْنِ] الْمُسَيَّبِ بْنِ رَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ دَعَا النَّاسَ إِلَى قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَلَمْ يَعْمَلْ هُوَ بِهِ لَمْ يَزَلْ فِي ظِلِّ سُخْطِ اللَّهِ حَتَّى يَكُفَّ أَوْ يَعْمَلَ مَا قَالَ، أَوْ دَعَا إِلَيْهِ"
Imam Tabrani meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdan ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Khirasy, dari Al-Awwam ibnu Hausyab,
dari Al-Musayyab ibnu Rafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa menyeru kepada orang lain untuk berucap atau beramal, sedangkan dia sendiri tidak mengamalkannya,
maka ia terus-menerus berada di bawah naungan murka Allah sebelum berhenti atau mengamalkan apa yang telah dia ucapkan atau mengamalkan apa yang telah dia serukan.Dalam sanad hadis ini terkandung ke-daif-an (kelemahan).
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan, sesungguhnya dia benar-benar tidak menyukai bercerita karena tiga ayat, yaitu firman-Nya: Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri?
(Al-Baqarah: 44); Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan. (Ash-Shaff: 2-3)
Juga firman Allah Swt. menyitir kata-kata yang diucapkan oleh Nabi Syu'aib, yaitu: Dan aku tidak berkehendak mengerjakan apa yang aku larang kalian darinya. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. (Hud: 88)
Surat Al-Baqarah |2:45|
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
wasta'iinuu bish-shobri wash-sholaah, wa innahaa lakabiirotun illaa 'alal-khoosyi'iin
Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Dan (sholat) itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,
And seek help through patience and prayer, and indeed, it is difficult except for the humbly submissive [to Allah]
(Mintalah pertolongan) dalam menghadapi urusan atau kesulitan-kesulitanmu (dengan jalan bersabar) menahan diri dari hal-hal yang tidak baik (dengan sholat).
Khusus disebutkan di sini untuk menyatakan bagaimana pentingnya sholat itu. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa jika Nabi saw. hatinya risau disebabkan sesuatu masalah,
maka beliau segera melakukan sholat. Ada pula yang mengatakan bahwa perkataan ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang terhalang beriman disebabkan ketamakan dan ingin kedudukan.
Maka mereka disuruh bersabar yang maksudnya ialah berpuasa, karena berpuasa dapat melenyapkan itu. Sholat, karena dapat menimbulkan kekhusyukan dan membasmi ketakaburan.
(Dan sesungguhnya ia) maksudnya sholat (amat berat) akan terasa berat (kecuali bagi orang-orang yang khusyuk) yang cenderung kepada berbuat taat.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 45 |
Tafsir ayat 45-46
Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu amal berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya
dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.Allah Swt. berfirman seraya memerintahkan hamba-hamba-Nya agar mereka dapat meraih kebaikan dunia dan akhirat yang mereka dambakan, yaitu menjadikan sabar dan salat
sebagai sarananya. Demikian yang dikatakan oleh Muqatil Ibnu Hayyan dalam tafsir ayat ini, yaitu: "Minta tolonglah kalian untuk memperoleh kebaikan akhirat dengan cara menjadikan sabar dalam mengerjakan amal-amal fardu
dan salat sebagai sarananya."Pengertian sabar menurut suatu pendapat yang dimaksud adalah puasa, menurut apa yang di-nas-kan oleh Mujahid. Al-Qurtubi dan lain-lainnya mengatakan, karena itulah maka bulan Ramadan dinamakan
"bulan sabar", seperti yang disebutkan oleh salah satu hadis.
قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ جُرَيّ بْنِ كُليب، عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي سَلِيمٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ".
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Jaryu ibnu Kulaib, dari seorang lelaki Bani Tamim, dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Puasa adalah separo dari kesabaran.
Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan sabar ialah menahan diri terhadap perbuatan-perbuatan maksiat. Karena itu, dalam ayat ini dibarengi dengan menunaikan amal-amal ibadah; dan amal ibadah yang paling tinggi ialah salat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Hamzah ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman, dari Abu Sinan, dari Umar ibnul Khattab r.a.
yang mengatakan bahwa sabar itu ada dua macam, yaitu sabar di saat musibah; hal ini baik. Dan yang lebih baik daripada itu ialah sabar terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Hal yang semisal diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri
dengan perkataan Umar r.a.Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Ibnu Luhai'ah, dari Malik ibnu Dinar dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan, "Sabar itu merupakan pengakuan seorang hamba kepada Allah bahwa musibah yang menimpanya itu
dari Allah dengan mengharapkan rida Allah dan pahala yang ada di sisi-Nya. Adakalanya seseorang mengeluh, padahal ia tetap tegar dan tak terlihat darinya kecuali hanya sabar belaka."Abul Aliyah mengatakan sehubungan
dengan firman-Nya: Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian. (Al-Baqarah: 45) Yang dimaksud dengan sabar ialah dalam melakukan hal-hal yang diridai oleh Allah, dan ketahuilah baliwa salat itu merupakan amal taat kepada Allah.
Mengenai firman-Nya, "Was salati (dan salat)," karena sesungguhnya salat merupakan penolong yang paling besar untuk memperteguh diri dalam melakukan suatu perkara, seperti yang diungkapkan oleh ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ}
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an), dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain). (Al-Ankabut 45)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الدُّؤَلِيِّ، قَالَ: قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ أَخُو حُذَيْفَةَ، قَالَ حُذَيْفَةُ، يَعْنِي ابْنَ الْيَمَانِ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى.
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Ikrimah ibnu Ammar, dari Muhammad ibnu Abdullah Ad-Du-ali yang menceritakan
bahwa Abdul Aziz (saudara Huzaifah) mengatakan bahwa Huzaifah ibnul Yaman r.a. pernah mengatakan: Rasulullah Saw. bila mengalami suatu perkara (cobaan), maka beliau selalu salat.Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud,
dari Muhammad ibnu Isa, dari Yahya ibnu Zakaria, dari Ikrimah ibnu Ammar, seperti yang akan disebutkan nanti.
وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ، مِنْ حَدِيثِ ابْنِ جُرَيج، عَنْ عِكْرِمة بْنِ عَمَّارٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ أَبِي قُدَامَةَ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ الْيَمَانِ، عَنْ حُذَيْفَةَ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ فَزِعَ إِلَى الصَّلَاةِ
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Ibnu Juraij, dari Ikrimah ibnu Ammar, dari Muhammad ibnu Abu Ubaid ibnu Abu Qudamah, dari Abdul Aziz ibnul Yaman, dari Huzaifah yang menceritakan: Rasulullah Saw. bila mengalami suatu perkara,
maka beliau bersegera melakukan salat.Sebagian dari mereka meriwayatkan hadis ini dari Abdul Aziz —anak saudara lelaki Huzaifah, dan dikatakan saudara Huzaifah— secara mursal dari Nabi Saw.Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi
meriwayatkan di dalam Kitabus Salat:
حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ عُثْمَانَ أَبُو مَسْعُودٍ الْعَسْكَرِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ قَالَ: قَالَ عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ: قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الدُّؤَلِيُّ: قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ: قَالَ حُذَيْفَةُ: رَجَعْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ الْأَحْزَابِ وَهُوَ مُشْتَمِلٌ فِي شَمْلَةٍ يُصَلِّي، وَكَانَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى .
telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Usman Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah yang mengatakan bahwa Ikrimah ibnu Ammar, Muhammad ibnu Abdullah Ad-Du-ali,
dan Abdul Aziz semuanya menceritakan bahwa Huzaifah telah menceritakan hadis berikut: Aku kembali kepada Nabi Saw. pada malam (Perang) Ahzab, sedangkan Nabi Saw. ketika itu menyelimuti dirinya dengan jubah tebal
dalam keadaan melakukan salat. Dan beliau bila menghadapi suatu perkara (besar) selalu salat.
وَحَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ سَمِعَ حَارِثَةَ بْنَ مُضَرِّبٍ سَمِعَ عَلِيًّا يَقُولُ: لَقَدْ رَأَيْتَنَا لَيْلَةَ بَدْرٍ وَمَا فِينَا إِلَّا نَائِمٌ غَيْرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي ويدعو حتى أصبح
Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Mu'az, telah menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq yang pernah mendengar dari Hariqah ibnu Mudarrib, bahwa ia pernah mendengar
sahabat Ali r.a. menceritakan hadis berikut: Sesungguhnya aku di malam Perang Badar melihat kami semua (pasukan kaum muslim) tiada seorang pun melainkan tertidur kecuali Rasulullah Saw. yang selalu salat dan berdoa hingga subuh.
Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari Rasulullah Saw. bahwa beliau bersua dengan Abu Hurairah yang sedang tengkurap di atas perutnya, lalu beliau bersabda, "Apakah perutmu sakit?" Abu Hurairah menjawab,
"Ya." Maka Nabi Saw. bersabda:
"قُمْ فَصَلِّ فَإِنَّ الصَّلَاةَ شِفَاءٌ"
Berdirilah dan salatlah, karena sesungguhnya salat itu adalah penawar (obat penyembuh).Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Fadl dan Ya'qub ibnu Ibrahim; keduanya mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Uyaynah ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya, bahwa Ibnu Abbas mendapat berita belasungkawa atas kematian saudaranya yang bernama Qasim,
sedangkan ketika itu ia dalam suatu perjalanan. Maka ia mengucapkan kalimah istirja' (inna lillahi wa inna ilaihi raji'un), kemudian menjauh dari jalan dan mengistirahatkan unta kendaraannya, lalu salat dua rakaat. Dalam salatnya itu
ia melakukan duduk dalam waktu yang cukup lama, kemudian bangkit dan berjalan menuju unta kendaraannya, lalu membacakan firman-Nya: Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian. Dan sesungguhnya yang demikian itu
amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Al-Baqarah: 45)Sunaid telah mengatakan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij, mengenai firman-Nya: Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian. (Al-Baqarah: 45)
Kedua hal tersebut merupakan sarana untuk memperoleh rahmat Allah, sedangkan damir yang terkandung di dalam firman-Nya, “In-naha lakabirah" kembali kepada salat, yakni sesungguhnya salat itu berat kecuali bagi
orang-orang yang khusyuk. Demikian yang di-nas-kan oleh Mujahid dan dipilih oleh Ibnu Jarir.Akan tetapi, dapat pula diinterpretasikan bahwa damir tersebut kembali kepada apa yang ditunjukkan oleh konteks kalimat,
yaitu wasiat akan hal tersebut. Perihalnya sama dengan firman Allah Swt. dalam kisah Qarun, yaitu:
{وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلا يُلَقَّاهَا إِلا الصَّابِرُونَ}
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, "Kecelakaan yang besarlah bagi kalian, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar. '''' (Al-Qashash: 80)Demikian pula dalam firman Allah Swt.:
{وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ * وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ}
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. (Fushshilat 34-35)
Maksudnya, tiada yang layak menerima wasiat ini kecuali orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi dan diilhaminya kecuali orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.Berdasarkan kedua hipotesis tersebut,
maka firman Allah Swt.”Innaha lakabirah" artinya sesungguhnya hal itu benar-benar merupakan masyaqat yang besar.”Illa 'alal khasyi'in" artinya kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
yang dimaksud dengan khasyi'in ialah orang-orang yang percaya kepada Al-Kitab yang diturunkan oleh Allah Swt. Menurut Mujahid, artinya orang-orang yang benar-benar beriman. Menurut Abul Aliyah, arti 'kecuali bagi orang-orang
yang khusyuk' ialah orang-orang yang takut.Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, makna 'kecuali bagi orang-orang yang khusyuk' ialah orang-orang yang rendah diri.Ad-Dahhak mengatakan, makna firman-Nya, "Innaha lakabirah,"
ialah sesungguhnya hal tersebut benar-benar berat kecuali bagi orang-orang yang tunduk, patuh, taat kepada-Nya, takut kepada pembalasan-Nya, serta percaya kepada janji dan ancaman-Nya. Pengertian yang terkandung di dalam ayat
ini mirip dengan apa yang disebutkan di dalam salah satu hadis, yaitu:
"لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْ عَظِيمٍ، وَإِنَّهُ لَيَسِيرٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ"
Sesungguhnya engkau telah menanyakan sesuatu yang berat, dan sesungguhnya hal itu benar-benar mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah.Ibnu Jarir mengatakan, makna ayat ialah 'hai para ulama ahli kitab (Yahudi),
jadikanlah sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan sebagai penolong kalian; dirikanlah salat, mengingat salat dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar, mendekatkan diri kepada rida Allah,
dan berat dikerjakannya kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang rendah diri, berpegang teguh kepada ketaatan, dan merasa hina karena takut kepada-Nya. Demikian menurut Ibnu Jarir. Akan tetapi,
menurut pengertian lahiriah ayat, sekalipun sebagai suatu khitab dalam konteks peringatan yang ditujukan kepada kaum Bani Israil, sesungguhnya khitab ini bukan hanya ditujukan kepada mereka secara khusus,
melainkan pengertiannya umum mencakup pula selain mereka.
***********
Firman Allah Swt.:
{الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ}
(yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al-Baqarah: 46)Ayat ini merupakan kelengkapan dari makna yang terkandung pada ayat sebelumnya
yang menyatakan bahwa salat atau wasiat ini benar-benar berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 45-46)Artinya, mereka meyakini
bahwa mereka pasti dihimpun dan dihadapkan kepada-Nya di hari kiamat kelak.
وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al-Baqarah: 46)Yakni semua urusan mereka kembali kepada kehendak-Nya. Dia memutuskannya menurut apa yang dikehendaki-Nya dengan adil. Mengingat mereka percaya dan yakin
kepada adanya hari kemudian dan hari pembalasan, maka mudahlah bagi mereka melakukan amal-amal ketaatan dan meninggalkan hal-hal yang mungkar. Adapun mengenai firman-Nya:
{يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ}
yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 46)Ibnu Jarir mengatakan bahwa orang-orang Arab itu adakalanya menamakan dengan sebutan zan (dugaan), dan syak (ragu) dengan sebutan zan pula.
Perihalnya sama dengan istilah zulmah (kegelapan) yang adakalanya mereka sebut dengan istilah sidfah, dan diya (terang) disebut pula sidfah; serta al-mugis (penolong) disebut sarikh, dan mustagis (orang yang minta tolong)
disebut pula dengan istilah sarikh. Masih banyak contoh lain yang serupa, yaitu isim-isim yang digunakan untuk nama sesuatu dan juga sebagai nama lawannya, seperti yang dikatakan oleh Duraid ibnus Simmah:
فَقُلْتُ لَهُمْ ظُنُّوا بِأَلْفَيْ مُدَجَّجٍ ... سَرَاتُهُم فِي الفَارسِيِّ المُسَرَّدِ
Maka kukatakan kepada mereka bahwa mereka merasa yakin akan kedatangan dua ribu personel pasukan yang bersenjata lengkap, orang-orang yang berkecukupan dari kalangan pasukan berada dalam barisan pasukan berkuda
yang lengkap peralatannya.Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka merasa yakin kalian akan kedatangan dua ribu personel pasukan yang bersenjatakan lengkap. Umair ibnu Tariq mengatakan:
بِأنْ يَعْتَزُوا قَوْمِي وأقعُدَ فِيكُمُ ... وأجعلَ مِنِّي الظنَّ غَيْبًا مُرَجَّمَا
Maka jika mereka mengambil pelajaran dari kaumku, dan aku duduk di antara kalian, niscaya aku jadikan suatu hal yang yakin sebagai perkara gaib yang tiada kenyataannya.Yakni aku anggap perkara yang yakin sebagai perkara gaib
berdasarkan dugaan belaka. Ibnu Jarir mengatakan bahwa syawahid (bukti-bukti) tersebut diambil dari syair-syair orang-orang Arab dan pembicaraan mereka. Hal tersebut menunjukkan bahwa lafaz zan (dugaan) banyak dipakai di kalangan
mereka untuk menunjukkan pengertian yakin dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya. Dan keterangan yang telah kami sebutkan di atas sudah cukup bagi orang yang diberi taufik untuk memahaminya;
di antaranya ada pula firman Allah Swt.:
{وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا}
Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya. (Al-Kahfi: 53) Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar,
telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Jabir, dari Mujahid, bahwa semua lafaz zan yang ada di dalam Al-Qur'an menunjukkan makna yakin, misalnya zanantu dan zannu
(aku yakin dan mereka yakin). Telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Daud Al-Jabari, dari Sufyan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid yang mengatakan
bahwa semua lafaz zan di dalam Al-Qur'an menunjukkan makna ilmu (pengetahuan/yakin). Sanad riwayat ini berpredikat sahih.Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan makna
firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 46) Menurutnya, lafaz zan di sini menunjukkan makna yakin.Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal dengan perkataan
Abul Aliyah telah diriwayatkan dari Mujahid, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah.Sunaid meriwayatkan dari Hajjaj, dari ibnu Juraij, mengenai makna firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka
akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 46) Yakni mereka yakin bahwa mereka pasti akan menemui Tuhan mereka. Perihalnya sama dengan makna yang terdapat pada ayat lain, yaitu firman-Nya:
{إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلاقٍ حِسَابِيَهْ}
Sesungguhnya aku yakin bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. (Al-Haqqah: 20)Maksudnya, dia merasa yakin akan hal tersebut. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Menurut kami, di dalam kitab sahih disebutkan sebuah hadis yang mengatakan:
"أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: أَلَمْ أُزَوِّجْكَ، أَلَمْ أُكْرِمْكَ، أَلَمْ أُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ، وَأَذَرْكَ تَرْأَسُ وَتَرَبَّعُ؟ فَيَقُولُ: بَلَى. فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَفَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ؟ فَيَقُولُ: لَا. فَيَقُولُ اللَّهُ: الْيَوْمَ أَنْسَاكَ كَمَا نَسِيتَنِي".
bahwa di hari kiamat kelak Allah Swt. berfirman kepada seorang hamba: "Bukankah Aku telah mengawinkanmu, bukankah Aku telah memuliakanmu, bukankah Aku telah menundukkan bagimu kuda dan unta, dan Aku biarkan kamu memimpin
dan berkuasa?" Hamba itu berkata, "Memang benar." Allah Swt. berfirman, "Apakah engkau meyakini bahwa engkau akan menemui-Ku?" Hamba tersebut menjawab, "Tidak." Maka Allah berfirman, "Pada hari ini Aku melupakanmu
seperti kamu dahulu melupakan-Ku."Pembahasan ini akan diketengahkan dengan panjang lebar, insya Allah, dalam membahas tafsir firman-Nya:
{نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ}
Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. (At-Taubah: 67)
Surat Al-Baqarah |2:46|
الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
allażiina yazhunnuuna annahum mulaaquu robbihim wa annahum ilaihi rooji'uun
(yaitu) mereka yang yakin bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
Who are certain that they will meet their Lord and that they will return to Him.
(Orang-orang yang yakin) (bahwa mereka akan menemui Tuhan mereka) ketika berbangkit (dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya), yaitu di akhirat dan bahwa Dia akan membalas segala perbuatan mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 46 |
Penjelasan ada di ayat 45
Surat Al-Baqarah |2:47|
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ
yaa baniii isrooo`iilażkuruu ni'matiyallatiii an'amtu 'alaikum wa annii fadhdholtukum 'alal-'aalamiin
Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu, dan Aku telah melebihkan kamu dari semua umat yang lain di alam ini (pada masa itu).
O Children of Israel, remember My favor that I have bestowed upon you and that I preferred you over the worlds.
(Hai Bani Israel! Ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Kuanugerahkan kepadamu), yaitu mensyukurinya dengan jalan menaati-Ku (dan ingatlah pula bahwa Aku telah mengistimewakan kamu)
maksudnya nenek moyangmu (atas penduduk dunia) maksudnya penduduk di zaman mereka itu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 47 |
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian dan (ingatlah) bahwasanya Aku telah melebihkan kalian atas segala umat.Allah Swt. mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat-Nya
yang telah dilimpahkan kepada kakek moyang mereka yang terdahulu; dan keutamaan yang dianugerahkan oleh Allah kepada mereka, yaitu diutus-Nya rasul-rasul dari kalangan mereka, diturunkan kitab-kitab kepada mereka,
dan diutamakan-Nya mereka atas segala umat pada zaman-nya, seperti yang disebut oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَلَقَدِ اخْتَرْنَاهُمْ عَلَى عِلْمٍ عَلَى الْعَالَمِينَ}
Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka dengan pengetahuan (Kami) atas bangsa-bangsa. (Ad-Dukhan: 32)
{وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا وَآتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ}
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kalian ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian, dan dijadikan-Nya kalian orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepada kalian
apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain." (Al-Maidah: 20)Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan tafsir firman-Nya:
dan (ingatlah) bahwasanya Aku telah melebihkan kalian atas segala umat. (Al-Baqarah: 47) Disebutkan bahwa keutamaan tersebut berkat apa yang telah diberikan-Nya kepada mereka berupa kerajaan, rasul-rasul, dan kitab-kitab;
hingga mereka berada di atas semua umat di masanya, karena sesungguhnya tiap-tiap zaman itu mempunyai umatnya masing-masing. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, dan Ismail ibnu Abu Khalid.
Makna ayat ini memang wajib ditafsirkan berdasar pengertian tersebut, mengingat umat sekarang ini (umat Nabi Muhammad Saw.) lebih utama daripada mereka, karena berdasarkan firman Allah Swt. yang berkhitab kepada umat ini, yaitu:
{كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ}
Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. (Ali Imran: 110) Di dalam kitab-kitab Musnad dan kitab-kitab Sunnah disebutkan sebuah hadis dari Mu'awiyah ibnu Haidah Al-Qusyairi yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَنْتُمْ تُوفُونَ سَبْعِينَ أُمَّةً، أَنْتُمْ خَيْرُهَا وَأَكْرَمُهَا عَلَى اللَّهِ".
Kalian dapat mengimbangi tujuh puluh umat, kalianlah yang paling baik dan paling mulia menurut Allah.Hadis-hadis yang menceritakan hal ini cukup banyak, disebutkan dalam tafsir firman-Nya:
{كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ}
Kalian adalah umat yang terbaik, yang dilahirkan untuk manusia. (Ali Imran: 110)Menurut suatu pendapat, yang dimaksud ialah keutamaan yang dimiliki mereka adalah berkat suatu kelebihan yang dimiliki mereka diatas umat manusia lainnya,
hal ini bukan berarti mereka adalah yang paling utama secara mutlak. Demikian pendapat Ar-Razi, tetapi pendapatnya ini masih perlu dipertimbangkan.Menurut pendapat lainnya, mereka diutamakan di atas umat yang lainnya
karena dari kalangan mereka banyak nabinya. Demikian riwayat Al-Qurtubi di dalam kitab tafsirnya, tetapi pendapatnya ini masih perlu dipertimbangkan, karena pengertian 'alamin bersifat umum mencakup nabi-nabi
yang sebelum dan sesudah mereka. Nabi Ibrahim —kekasih Allah— adalah sebelum mereka, sedangkan beliau lebih afdal daripada semua nabi mereka. Nabi Muhammad yang sesudah mereka adalah lebih utama daripada semua makhluk,
beliau adalah penghulu Bani Adam di dunia dan akhirat secara mutlak.
Surat Al-Baqarah |2:48|
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ
wattaquu yaumal laa tajzii nafsun 'an nafsin syai`aw wa laa yuqbalu min-haa syafaa'atuw wa laa yu`khożu min-haa 'adluw wa laa hum yunshoruun
Dan takutlah kamu pada hari (ketika) tidak seorang pun dapat membela orang lain sedikit pun. Sedangkan syafaat dan tebusan apa pun darinya tidak diterima dan mereka tidak akan ditolong.
And fear a Day when no soul will suffice for another soul at all, nor will intercession be accepted from it, nor will compensation be taken from it, nor will they be aided.
(Dan takutlah olehmu) (suatu hari, yang pada hari itu tidak dapat membela) (seseorang atas orang lainnya walau sedikit pun) yakni pada hari kiamat (dan tidak diterima)
ada yang membaca tuqbalu dengan ta dan ada pula yuqbalu dengan ya (daripadanya syafaat) artinya pada hari kiamat tidak ada perantara dan tak ada orang yang dapat dijadikan sebagai perantara
(dan tidak pula tebusan) (dan tidaklah mereka akan ditolong) artinya dibebaskan dari azab Allah.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 48 |
Dan jagalah diri kalian dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun, dan (begitu pula) tidak diterima syafaat dan tebusan darinya, dan tidaklah mereka akan ditolong.
Setelah Allah Swt. mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada mereka pada ayat pertama, kemudian hal itu diiringi dengan peringatan yang menyatakan akan kekuasaan pembalasan Allah
terhadap mereka kelak di hari kiamat. Untuk itu Allah Swt. berfirman, "Dan jagalah diri kalian dari (siksa) pada hari kiamat." Kemudian disebutkan pada ayat selanjutnya, "(yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain
walau sedikit pun," yakni tiada seorang pun yang dapat menolong orang lain. Makna ayat ini sama dengan ayat lain yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
{وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى}
Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. (Al-An'am: 164)
{لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ}
Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. (Abasa: 37)
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا}
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun. (Luqman: 33)Hal ini merupakan
kedudukan paling jelas, mengingat disebutkan bahwa seorang ayah dan anaknya masing-masing dari kedua belah pihak tidak dapat menolong pihak yang lain barang sedikit pun.
********
Firman Allah Swt.:
{وَلا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ}
dan (begitu pula) tidak diterima syafaat darinya. (Al-Baqarah: 48)Yakni dari orang-orang kafir. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
{فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ}
Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberi syafaat. (At-Muddatstsir 48)Firman Allah Swt kepada penghuni neraka:
{فَمَا لَنَا مِنْ شَافِعِينَ * وَلا صَدِيقٍ حَمِيمٍ}
Maka kami tidak mempunyai pemberi syafaat seorang pun, dan tidak pula mempunyai teman yang akrab. (Asy-Syu'ara: 100-101) ******** Adapun firman Allah Swt.:
{وَلا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ}
Dan tidak diambil darinya suatu tebusan pun. (Al-Baqarah: 48)Maksudnya, tidak diterima darinya suatu tebusan pun; seperti pengertian yang terdapat pada ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الأرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seorang pun di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu . (Ali Imran: 91)
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebusi diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih. (Al-Maidah: 36)
{وَإِنْ تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَا يُؤْخَذْ مِنْهَا}
Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusan pun, niscaya tidak akan diterima darinya. (Al-An'am: 70)Demikian pula dalam firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
{فَالْيَوْمَ لَا يُؤْخَذُ مِنْكُمْ فِدْيَةٌ وَلا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا}
Maka pada hari ini tidak diterima tebusan dari kalian dan tidak pula dari orang-orang kafir. Tempal kalian ialah neraka. Dan nerakalah tempat berlindung kalian (Al-Hadid: 15)
Melalui ayat ini Allah memberitahukan bahwa mereka tidak mau beriman kepada Rasul-Nya, tidak mau mengikuti apa yang telah diembankan oleh Allah kepadanya, dan mereka menemui Allah di hari kiamat dalam keadaan masih tetap
dalam kekafiran. Maka sesungguhnya tidak bermanfaat bagi mereka pertolongan seorang karib pun, dan tidak diterima pula syafaat dari seseorang yang berkedudukan, serta tidak dapat diterima dari mereka suatu tebusan p
un sekalipun tebusan itu berupa emas sepenuh bumi, seperti yang diungkapkan oleh Allah dalam ayat lainnya:
{مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ}
sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. (Al-Baqarah: 254)
{لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خِلالٌ}
yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan. (Ibrahim: 31)Sunaid meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, telah menceritakan kepadaku Ibnu Juraij, dari Mujahid yang mengatakan bahwa sabahat Ibnu Abbas r.a.
pernah mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya, "Wala yukhazu minha 'adlun." 'Adlun artinya pengganti, yang dimaksud ialah tebusan.As-Saddi mengatakan, "adlun artinya yang sepadan, maksudnya ialah
'seandainya dia datang dengan membawa emas sepenuh bumi untuk menebus dirinya (dari neraka), niscaya tidak dapat diterima'. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah mengenai firman-Nya, "Wala yuqbalu minha 'adlun," bahwa yang dimaksud dengan 'adlun ialah tebusan.Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang serupa telah
diriwayatkan dari Abu Malik, Al-Hasan, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.Abdur Razzaq meriwayatkan, telah bercerita kepada kami As-Sauri, dari Al-A’masy, dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari sahabat Ali r.a.
dalam suatu hadis yang panjang, yang di dalamnya disebut bahwa as-sirfu dan al-'adlu sama artinya dengan amal sunnah dan amal fardu. Hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Walid ibnu Muslim, dari Usman ibnu Abul Atikah,
dari Umair ibnu Hani'. Tetapi pendapat ini garib (aneh) dalam kaitannya dengan makna ayat ini.Pendapat pertama mengenai tafsir ayat ini merupakan pendapat paling kuat, mengingat ada sebuah hadis yang mengukuhkannya,
yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Dia mengatakan:
حَدَّثَنِي نَجِيح بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَكِيمٍ، حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَمْرو بْنِ قَيْسٍ الْمُلَائِيِّ ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي أُمَيَّةَ -مِنْ أَهْلِ الشَّامِ أَحْسَنَ عَلَيْهِ الثَّنَاءَ -قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْعَدْلُ؟ قَالَ: "الْعَدْلُ الْفِدْيَةُ"
telah menceritakan kepadaku Nujaih ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ali Ibnu Hakim, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya, dari Amr ibnu Qais Al-Mala-i, dari seorang lelaki
dari kalangan Bani Umayyah yang tinggal di negeri Syam. Disebutkan bahwa pernah ditanyakan kepada Rasulullah Saw.: "Wahai Rasulullah, apakah arti al-'adl itu?" Beliau menjawab, "Al-'adl artinya tebusan."
********
Firman Allah Swt.:
{وَلا هُمْ يُنْصَرُونَ}
Dan tidaklah mereka akan ditolong. (Al-Baqarah: 48)Dengan kata lain, tiada seorang pun yang marah karena demi membela mereka, kemudian ia menolong dan menyelamatkan mereka dari siksa Allah; seperti yang disebutkan di atas,
bahwa tiada seorang kerabat dan tiada seorang yang berkedudukan pun yang belas kasihan kepada mereka dan tidak diterima suatu tebusan pun dari mereka. Semuanya itu ditinjau dari segi belas kasihan. Dengan kata lain,
tiada seorang pun dari kalangan mereka yang dapat menolong dirinya sendiri, tidak pula dari kalangan orang luar. Pengertiannya sama dengan firman Allah Swt.:
{فَمَا لَهُ مِنْ قُوَّةٍ وَلا نَاصِرٍ}
Maka sekali-kali tiada bagi manusia itu suatu kekuatan pun dan tidak (pula) seorang penolong. (At-Thariq: 10)Dengan kata lain, Allah Swt. tidak mau menerima tebusan —tidak pula syafaat— yang diajukan untuk membela
orang yang kafir kepada-Nya. Tiada seorang penyelamat yang dapat menyelamatkan seseorang dari azab-Nya. Tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan diri dari siksa-Nya dan tiada seorang pun yang dapat memberikan
perlindungan dari azab-Nya. Hal ini sama dengan apa yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:
{وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ}
Dialah Yang melindungi dan tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, (Al-Mu’minun: 88)
{فَيَوْمَئِذٍ لَا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ * وَلا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ}
Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya. (Al-Fajr: 25-26)
{مَا لَكُمْ لَا تَنَاصَرُونَ * بَلْ هُمُ الْيَوْمَ مُسْتَسْلِمُونَ}
Mengapa kalian tidak saling tolong-menolong? Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri. (Ash-Shaffat: 25-26)
{فَلَوْلا نَصَرَهُمُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ قُرْبَانًا آلِهَةً بَلْ ضَلُّوا عَنْهُمْ}
Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai Tuhan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) tidak dapat menolong mereka. Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka? (Al-Ahqaf: 28)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, "Mengapa kalian tidak tolong-menolong?" (Ash-Shaffat 25). Yakni, mengapa kalian pada hari ini tidak saling menolong dari azab Kami?
Mustahillah bagi kalian untuk dapat melakukan hal tersebut pada hari ini.Ibnu Jarir berkata sehubungan dengan takwil firman-Nya: dan tidaklah mereka akan ditolong. (Al-Baqarah: 48) Bahwa pada hari itu tiada seorang pun
yang dapat menolong mereka, sebagaimana tiada seorang pun yang dapat memberikan syafaat kepadanya. Tidak dapat diterima dari mereka tebusan, tidak pula syafaat; hari itu tidak berlaku lagi kasih sayang,
dan pudarlah semua suap dan perantara, lenyaplah tolong menolong dan bantu membantu dari kaum, karena semua hukum kembali kepada Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahaadil yang di hadapan-Nya, tiada manfaatnya
lagi para perantara dan para penolong. Dia memberikan balasan suatu keburukan dengan balasan yang semisal dan membalas amal kebaikan dengan balasan yang berlipat ganda.
Pengertian ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ* مَا لَكُمْ لَا تَنَاصَرُونَ* بَلْ هُمُ الْيَوْمَ مُسْتَسْلِمُونَ}
Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya, "Mengapa kalian tidak tolong-menolong?" Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri. (Ash-Shaffat: (24-26)
Surat Al-Baqarah |2:49|
وَإِذْ نَجَّيْنَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ ۚ وَفِي ذَٰلِكُمْ بَلَاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ
wa iż najjainaakum min aali fir'auna yasuumuunakum suuu`al-'ażaabi yużabbiḥuuna abnaaa`akum wa yastaḥyuuna nisaaa`akum, wa fii żaalikum balaaa`um mir robbikum 'azhiim
Dan (ingatlah) ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir´aun dan) pengikut-pengikut Fir´aun. Mereka menimpakan siksaan yang sangat berat kepadamu. Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu. Dan pada yang demikian itu merupakan cobaan yang besar dari Tuhanmu.
And [recall] when We saved your forefathers from the people of Pharaoh, who afflicted you with the worst torment, slaughtering your [newborn] sons and keeping your females alive. And in that was a great trial from your Lord.
(Dan) ingatlah (ketika Kami membebaskan kamu) maksudnya nenek moyangmu, ucapan ini dan yang berikutnya ditujukan kepada generasi yang terdapat di masa nabi kita,
mengenai nikmat karunia yang dilimpahkan kepada nenek moyang mereka itu,
agar mereka ingat kepadanya dan beriman kepada Allah Taala (dari kaum keluarga Firaun yang merasakan kepadamu) maksudnya menimpakan (sejelek-jelek siksaan) artinya siksaan yang amat berat.
Kalimat itu merupakan 'hal' bagi kata ganti orang yang terdapat pada 'membebaskan kamu'
. (Mereka menyembelih) merupakan penjelasan bagi kalimat yang sebelumnya (anak-anak lelakimu) (dan membiarkan hidup) artinya tidak membunuh (anak-anak perempuanmu).
Hal ini disebabkan ramalan tukang tenung bahwa akan ada seorang anak lelaki kelahiran Bani Israel yang akan menjadi penyebab lenyapnya kerajaan Firaun itu.
(Dan hal yang demikian itu) yakni siksaan atau pembebasan (menjadi cobaan) ujian atau pemberian nikmat (yang amat besar dari Tuhanmu)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 49 |
Tafsir ayat 49-50
Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kalian dari Fir'aun dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepada kalian siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak kalian yang laki-laki dan membiarkan hidup anak kalian
yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhan kalian. Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untuk kalian, lalu Kami selamatkan kalian dan Kami tenggelamkan Fir'aun dan pengikut-pengikutnya,
sedangkan kalian sendiri menyaksikan.Allah Swt. berfirman, "Ingatlah, hai Bani Israil, akan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan kepada kalian, yaitu ketika Kami selamatkan kalian dari Fir'aun dan pengikut-pengikutnya
yang telah menimpakan kepada kalian siksaan yang berat-berat." Maksudnya, Aku selamatkan kalian dari mereka, dan Aku luputkan kalian dari tangan kekuasaan mereka, karena kalian mengikut kepada Nabi Musa a.s. Fir'aun
dan bala tentaranya di masa lalu mendatangkan dan menguasakan serta menimpakan kepada kalian siksaan yang paling buruk.Pada mulanya Fir'aun bermimpi tentang hal yang sangat mengejutkan dirinya dan membuatnya ngeri.
Dia melihat api keluar dari Baitul Muqaddas, lalu api tersebut memasuki semua rumah orang-orang Qibti (Egypt) di negeri Mesir, kecuali rumah-rumah kaum Bani Israil. Takbir mimpi tersebut menyatakan bahwa kelak kerajaan Fir'aun
akan lenyap di tangan salah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil. Setelah Fir'aun mendapat takbir tersebut, kemudian dilaporkan kepadanya bahwa orang-orang Bani Israil meramalkan akan munculnya seorang lelaki dari kalangan mereka
yang kelak akan berkuasa di kalangan mereka dan mengangkat nasib mereka. Demikian yang disebutkan di dalam hadis Al-Fulun, seperti yang akan dijelaskan nanti pada tempatnya. yaitu dalam tafsir surat Thaha, insya Allah.
Maka pada saat itu juga Fir'aun yang terkutuk itu memerintahkan agar setiap bayi laki-laki yang baru lahir di kalangan Bani Israil harus dibunuh, dan membiarkan hidup bayi-bayi perempuan. Lalu dia memerintahkan pula agar kaum lelaki
orang-orang Bani Israil ditugaskan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat lagi hina.Di dalam ayat ini siksaan ditafsirkan (dijelaskan) dengan penyembelihan bayi-bayi lelaki mereka, sedangkan dalam surat Ibrahim
memakai ungkapan alaf, yaitu dalam firman-Nya:
{يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ ويُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ}
Mereka menyiksa kalian dengan siksaan yang pedih dan mereka menyembelih anak-anak laki-laki kalian serta membiarkan hidup anak-anak perempuan kalian. (Ibrahim: 6)Tafsir mengenai pengertian ini akan dijelaskan nanti
dalam permulaan surat Al-Qashash, insya Allah. Makna yasumunakum ialah menguasakan kepada kalian, yakni menimpakan kepada kalian. Demikian pendapat Abu Ubaidah, menurutnya sama dengan perkataan, "Samahu khittatu khasfin.'"
Dikatakan demikian bila seseorang telah dikuasai oleh siksaan yang berat menimpa dirinya. Amr ibnu Kalsum, salah seorang penyair, mengatakan:
إِذَا مَا الْمُلْكُ سَامَ النَّاسَ خَسْفًا ... أَبَيْنَا أَنْ نُقِرَّ الْخَسْفَ فِينَا ...
Apabila raja menimpakan siksaan yang berat kepada orang-orang, maka kami memberonlak sebagai protes kami karena kami menolak siksaan menimpa diri kami.Menurut pendapat lain, arti yasumunakum ialah terus-menerus menyiksa kalian;
sama halnya dengan kata-kata saimatul ganam yang diambil dari makna terus-menerus menggembalakan ternak kambing. Demikian yang dinukil oleh Al-Qurtubi. Sesungguhnya dalam ayat ini dikatakan: Mereka menyembelih anak kalian
yang laki-laki dan membiarkan hidup anak kalian yang perempuan. (Al-Baqarah: 49) Tiada lain hal tersebut hanyalah sebagai tafsir dan penjelasan dari siksaan yang menimpa mereka, yang disebutkan pada kalimat sebelumnya,
yaitu: mereka menimpakan kepada kalian siksaan yang seberat-beratnya. (Al-Baqarah: 49). Ayat-ayat tersebut merupakan tafsir atau penjelasan dari firman sebelumnya, yaitu: Ingatlah akan nikmat-Ku
yang telah Aku anugerahkan kepada kalian. (Al-Baqarah: 47)Adapun yang terdapat di dalam surat Ibrahim, yaitu ketika Allah Swt. berfirman:
{وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ}
Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. (Ibrahim: 5)Yakni pertolongan-pertolongan dan nikmat-nikmat-Nya kepada mereka, maka sangat sesuailah bila dikatakan dalam firman selanjutnya: mereka menyiksa kalian dengan siksa
yang pedih dan mereka menyembelih anak-anak laki-laki kalian seria membiarkan hidup anak-anak perempuan kalian. (Ibrahim: 6)Dalam surat ini lafaz az-zabah (penyembelihan) di-'ataf-kan kepada lafaz yasumunakum untuk menunjukkan
makna berbilangnya nikmat dan pertolongan Allah Swt. kepada kaum Bani Israil.Fir'aun merupakan isim 'alam untuk nama julukan bagi seorang raja kafir dari bangsa Amaliq dan lain-lainnya (di negeri Mesir). Seperti halnya 'Kaisar',
isim alam untuk julukan bagi setiap raja yang menguasai negeri Romawi dan Syam yang kafir; dan 'Kisra' julukan bagi Raja Persia, 'Tubba' julukan bagi raja negeri Yaman yang kafir, 'Najasyi' julukan bagi raja yang menguasai negeri Habsyah,
dan 'Batalimus' nama julukan bagi Raja India.Menurut suatu pendapat, nama Fir'aun yang hidup sezaman dengan Nabi Musa a.s. adalah Al-Walid ibnu Mus'ab ibnur Rayyan. Menurut pendapat lainnya bernama Mus'ab ibnur Rayyan,
dia termasuk salah seorang keturunan dari Amliq ibnul Aud ibnu Iram ibnu Sam ibnu Nuh; sedangkan nama kunyah-nya ialah Abu Murrah. Ia berasal dari Persia, yaitu dari Istakhar. Apa pun asalnya dia, semoga laknat Allah atas dirinya.
************
Firman Allah Swt.:
{وَفِي ذَلِكُمْ بَلاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ}
Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 49)Menurut Ibnu Jarir, makna ayat ialah bahwa apa yang telah Kami lakukan terhadap kalian, yakni Kami selamatkan kakek moyang
kalian dari apa yang mengungkung diri mereka akibat siksaan Fir'aun dan bala tentaranya, hal tersebut merupakan cobaan besar bagi kalian dari Tuhan. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan nikmat yang besar bagi kalian.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah Swt.: merupakan cobaan yang besar dari Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 49) Yang dimaksud dengan cobaan ialah nikmat.Mujahid mengatakan bahwa firman Allah Swt.,
"Merupakan cobaan yang besar dari Tuhan kalian," artinya nikmat yang besar dari Tuhan kalian.Hal yang sama dikatakan pula oleh Abul Aliyah, Abu Malik, dan As-Saddi serta lain-lainnya. Asal makna lafaz al-bala ialah cobaan,
tetapi adakalanya cobaan itu ditujukan untuk kebaikan sama halnya dengan keburukan, seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
{وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً}
Dan Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). (Al-Anbiya: 25)
{وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ}
Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk agar mereka kembali (kepada kebenaran) (Al-A'raf: 168)Ibnu Jarir mengatakan, makna cobaan untuk keburukan kebanyakan dipakai kata balautuhu, abluhu, bala-an; sedangkan untuk kebaikan dipakai kata ublihi, ibla-an, dan bala-an. Zuhair ibnu Abu Salma mengatakan dalam salah satu bait syairnya:
جَزَى اللَّهُ بِالْإِحْسَانِ مَا فَعَلا بكُم ... وَأَبْلَاهُمَا خَيْرَ البلاءِ الَّذِي يَبْلُو
Semoga Allah membalas dengan kebajikan atas apa yang telah dilakukan oleh keduanya terhadap kalian, dan semoga Allah mencoba keduanya dengan sebaik-baik cobaan yang diberikan-Nya.Di dalam syair ini kedua sisi pengertian
digabungkan menjadi satu, karena penyair bermaksud 'semoga Allah memberikan kenikmatan kepada keduanya dengan nikmat yang paling baik yang diberikan-Nya untuk menguji hamba-hamba-Nya'.Menurut pendapat yang lain,
makna yang dimaksud dari firman-Nya, "Pada yang demikian itu terdapat cobaan," merupakan isyarat yang ditujukan kepada siksaan yang pernah mereka alami di masa silam, yakni siksaan yang hina, seperti anak-anak lelaki mereka
disembelih dan anak-anak perempuan mereka dibiarkan hidup. Al-Qurtubi mengatakan bahwa hal ini merupakan pendapat jumhur ulama. Dikatakannya sesudah dia mengetengahkan pendapat pertama tadi, selanjutnya
dia mengatakan bahwa menurut jumhur ulama isyarat ini ditujukan kepada penyembelihan dan yang semisal dengannya, sedangkan pengertian bala dalam ayat ini untuk keburukan, yang artinya ialah bahwa peristiwa penyembelihan
anak-anak tersebut merupakan hal yang tidak disukai dan sebagai ujian.
*********
Firman Allah Swt.:
{وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَأَنْجَيْنَاكُمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ}
Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untuk kalian, lalu Kami selamatkan kalian dan Kami tenggelamkan (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya, sedangkan kalian sendiri menyaksikan. (Al-Baqarah: 50)Makna ayat, yaitu: Sesudah Kami selamatkan
kalian dari Fir'aun dan bala tentaranya, lalu kalian berangkat bersama Musa a.s., dan Fir'aun pun berangkat pula mengejar kalian, maka Kami belahkan laut buat kalian. Hal ini diberitakan oleh Allah Swt. secara rinci yang akan di-kemukakan
pada tempatnya, dan yang paling panjang pembahasannya ialah dalam surat Asy-Syu'ara, insya Allah.Fa anjainakum, yakni Kami selamatkan kalian dari mereka dan Kami halang-halangi antara kalian dan mereka;
lalu Kami tenggelamkan mereka, sedangkan kalian sendiri menyaksikan hal tersebut, agar hati kalian lebih tenang dan lega serta lebih meyakinkan dalam menghina musuh kalian.Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami
Ma'mar, dari Abu Ishaq Al-Hamdani, dari Amr ibnu Maimun Al-Audi sehubungan dengan firman-Nya, "Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untuk kalian," sampai dengan firman-Nya, "sedangkan kalian menyaksikan.
" Bahwa tatkala Musa berangkat bersama kaum Bani Israil, beritanya terdengar oleh Fir'aun. Maka Fir'aun berkata, "Janganlah kalian mengejar mereka sebelum ayam berkokok (waktu pagi hari)." Akan tetapi, demi Allah,
pada malam itu tiada seekor ayam jago pun yang berkokok hingga pagi hari. Lalu Fir'aun memerintahkan agar didatangkan ternak kambing, lalu kambing-kambing itu disembelih. Fir'aun berkata, "Aku tidak akan mengambil hatinya
sebelum berkumpul di hadapanku enam ratus ribu orang Qibti." Ternyata sebelum dia mengambil hati kambing-kambing yang telah disembelih itu telah berkumpul di hadapannya enam ratus ribu orang Qibti.Ketika Musa sampai di tepi laut,
maka berkatalah kepadanya salah seorang dari sahabatnya yang dikenal dengan nama Yusya' ibnu Nun, "Manakah perintah Tuhanmu?" Musa berkata, "Di hadapanmu," seraya mengisyaratkan ke arah laut. Lalu Yusya' ibnu Nun memacu
kudanya ke arah laut hingga sampai di tempat yang besar ombaknya, kemudian ombak menepikannya dan ia kembali (ke tepi), lalu bertanya lagi, "Manakah perintah Tuhanmu, hai Musa? Demi Allah, engkau tidaklah berdusta,
tidak pula didustakan." Yusya' ibnu Nun melakukan hal tersebut sebanyak tiga kali. Kemudian Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Musa dan memerintahkan kepadanya agar memukul laut dengan tongkatnya. Musa a.s. memukulkan
tongkatnya, ternyata laut terbelah, dan tersebutlah bahwa setiap belahan itu pemandangannya sama dengan bukit yang besar.Kemudian Musa berjalan bersama orang-orang yang mengikutinya, lalu Fir'aun dan bala tentaranya
mengejar mereka melalui jalan yang telah ditempuh mereka. Tetapi ketika Fir'aun dan semua bala tentaranya telah masuk ke laut, maka Allah menenggelamkan mereka dengan menangkupkan kembali laut atas diri mereka.
Karena itu, disebutkan di dalam firman-Nya: Dan Kami tenggelamkan Fir'aun dan para pengikutnya, sedangkan kalian sendiri menyaksikan. (Al-Baqarah: 50)Hal yang sama dikatakan pula oleh bukan hanya seorang ulama Salaf,
seperti yang akan dijelaskan nanti pada tempatnya.Di dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa hari tersebut adalah hari yang jatuh dalam bulan Asyura. Sebagaimana Imam Ahmad meriwayatkan:
حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: "مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَ؟ ". قَالُوا: هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ، هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِيهِ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ ، فَصَامَهُ مُوسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ". فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَمَرَ بِصَوْمِهِ.
telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abdullah ibnu Sa'id ibnu Jubair, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hadis berikut:
Rasulullah Saw. tiba di Madinah dan beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa pada had Asyura. Maka beliau bersabda, "Hari apakah sekarang yang kalian melakukan puasa padanya?" Mereka menjawab,
"Ini adalah hari yang baik, ini adalah hari ketika Allah Swt. menyelamatkan Bani Israil dan musuh mereka, maka Musa melakukan puasa padanya." Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian.
" Kemudian Rasulullah Saw. puasa dan memerintahkan (para sahabat) agar melakukan puasa di hari itu.Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur periwayatan
dari Ayub As-Sukhtiyani dengan lafaz yang semisal.
وَقَالَ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا سَلَّامٌ -يَعْنِي ابْنَ سُلَيْمٍ-عَنْ زَيْدٍ العَمِّيّ عَنْ يَزِيدَ الرَّقَاشِيِّ عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " فَلَقَ اللَّهُ الْبَحْرَ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ "
Abu Ya’la Al-Mausuli meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi', telah menceritakan kepada kami Salam (yakni Ibnu Sulaim), dari Zaid Al-Ama, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas r.a. yang menceritakan bahwa Nabi Saw.
pernah bersabda: Allah membelah laut bagi kaum Bani Israil pada hari Asyura.Hadis ini daif ditinjau dari sanad ini, karena sesungguhnya Zaid Al-Ama orangnya berpredikat daif, sedangkan gurunya, yaitu Zaid Ar-Raqqasyi, lebih daif lagi darinya.
Surat Al-Baqarah |2:50|
وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَأَنْجَيْنَاكُمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ
wa iż faroqnaa bikumul-baḥro fa anjainaakum wa aghroqnaaa aala fir'auna wa antum tanzhuruun
Dan (ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan (Fir´aun dan) pengikut-pengikut Fir´aun, sedang kamu menyaksikan.
And [recall] when We parted the sea for you and saved you and drowned the people of Pharaoh while you were looking on.
(Dan) ingatlah (ketika Kami pisah) Kami belah (demi karenamu) (lautan) sehingga kamu dapat masuk dan melintasinya ketika melarikan diri dari musuhmu (lalu Kami selamatkan kamu) dari bahaya tenggelam,
(dan Kami tenggelamkan keluarga Firaun) beserta kaumnya (sedang kamu sendiri menyaksikan) hal itu, yaitu bertautnya lautan yang menyungkup mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 50 |
Penjelasan ada di ayat 49
Surat Al-Baqarah |2:51|
وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَىٰ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ
wa iż waa'adnaa muusaaa arba'iina lailatan ṡummattakhożtumul-'ijla mim ba'dihii wa antum zhoolimuun
Dan (ingatlah) ketika Kami menjanjikan kepada Musa empat puluh malam. Kemudian, kamu (Bani Israil) menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan) setelah (kepergian)nya dan kamu (menjadi) orang yang zalim.
And [recall] when We made an appointment with Moses for forty nights. Then you took [for worship] the calf after him, while you were wrongdoers.
(Dan ingatlah ketika Kami menjanjikan) dalam sekian masa (kepada Musa selama empat puluh malam) maksudnya Kami janjikan akan memberinya Taurat setelah 40 malam untuk menjadi pedoman bagi kamu
(lalu kamu ambil anak lembu) maksudnya patung anak lembu yang ditempa oleh Samiri menjadi tuhan (sepeninggalnya) artinya setelah ia pergi memenuhi perjanjian dengan Kami itu,
(dan kamu adalah orang-orang aniaya) disebabkan menaruh sesuatu bukan pada tempatnya, yaitu mengambil anak lembu itu sebagai sembahan.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 51 |
Tafsir ayat 51-52-53
Dan (ingatlah) ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat sesudah) empat puluh malam, lalu kalian menjadikan anak lembu (sembahan kalian) sepeninggalnya dan kalian adalah orang-orang yang zalim.
Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahan kalian, agar kalian bersyukur. Dan (ingatlah) ketika Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan (antara yang benar dan yang salah),
agar kalian mendapat petunjuk.Allah Swt. berfirman, "Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan kepada kalian, Kumaafkan kalian ketika kalian menyembah anak lembu setelah kepergian Musa untuk memenuhi janji
Tuhannya setelah masa janji tersebut telah tiba, yaitu empat puluh malam." Hal ini disebutkan di dalam surat Al-A'raf melalui firman-Nya:
{وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ}
Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waklu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi). (Al-A'raf: 142)Menurut suatu pendapat, tiga puluh malam itu
adalah bulan Zul Qa'dah, sedangkan yang sepuluh malam tambahannya jatuh pada bulan Zul Hijjah. Hal ini terjadi setelah kaum Bani Israil selamat dari kejaran Fir'aun dan pasukannya, dapat menyeberangi laut dengan selamat.
Firman Allah, "Waiz ataina musal kitaba." Yang dimaksud dengan Al-Kitab ialah kitab Taurat.Walfurqan, yakni keterangan dan penjelasan yang membedakan antara perkara yang hak dan perkara yang batil, dan dapat membedakan
antara jalan hidayahnya dan kesesatan.La'allakum tahtaduna, agar kalian mendapat petunjuk. Hal ini pun terjadi sesudah mereka diselamatkan dari laut, seperti yang ditunjukkan oleh konteks ayat dalam surat Al-A'raf tadi,
juga karena firman-Nya:
{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ مِنْ بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الأولَى بَصَائِرَ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ}
Dan sesungguhnya telah kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rahmat agar mereka ingat. (Al-Qashash: 43)
Menurut suatu pendapat, huruf wawu yang ada pada lafaz walfurqan merupakan huruf zaidah (tambahan). Makna yang dimaksud ialah "Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) yang membedakan
antara yang hak dan yang batil". Akan tetapi, pendapat ini garib. Menurut pendapat lainnya lagi, memang memakai huruf 'ataf, sekalipun makna keduanya sama; seperti juga yang terdapat pada perkataan seorang penyair:
وَقَدَّمَتِ الْأَدِيمَ لِرَاقِشِيهِ ... فَأَلْفَى قَوْلَهَا كَذِبًا وَمَيْنَا ...
Ia menyerahkan kulit itu kepada orang yang akan mengukirnya, maka ternyata si pengukir menjumpai perkataannya penuh dengan kedustaan dan bualan.Penyair lainnya mengatakan:
أَلَا حَبَّذَا هِنْدٌ وَأَرْضٌ بِهَا هِنْدُ ... وَهِنْدٌ أَتَى مِنْ دُونِهَا النَّأْيُ وَالْبُعْدُ ...
Aduhai Hindun, seandainya di suatu daerah ada Hindun, dan Hindun yang pasti akan datang kepadanya orang yang jauh dan orang yang bertempat tinggal jauh darinya.Al-kazibu dan al-mainu pengertiannya sama, yaitu dusta; begitu pula annayu dan al-bu'du menunjukkan makna yang sama, yaitu jauh. Salah seorang penyair bernama Antrah mengatakan:
حُيِّيتَ مِنْ طَلَلٍ تَقَادَمَ عَهْدُهُ ... أَقْوَى وَأَقْفَرَ بَعْدَ أُمِّ الْهَيْثَمِ ...
Aku teringat kepada suatu peninggalan yang telah lama, yang kini kelihatan kosong dan sepi sepeninggal Ummu Haisam.Lafaz Iqfar di-ataf-kan kepada lafaz iqwa, sedangkan makna kedua-nya sama saja.
Surat Al-Baqarah |2:52|
ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
ṡumma 'afaunaa 'angkum mim ba'di żaalika la'allakum tasykuruun
Kemudian, Kami memaafkan kamu setelah itu agar kamu bersyukur.
Then We forgave you after that so perhaps you would be grateful.
(Kemudian Kami maafkan kamu) Kami hapus dan ampuni kesalahanmu (setelah itu) setelah pengambilan patung menjadi tuhan (agar kamu bersyukur) dan menyadari nikmat karunia Kami kepadamu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 52 |
Penjelasan ada di ayat 51
Surat Al-Baqarah |2:53|
وَإِذْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَالْفُرْقَانَ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
wa iż aatainaa muusal-kitaaba wal-furqoona la'allakum tahtaduun
Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan kepada Musa Kitab dan Furqan agar kamu memperoleh petunjuk.
And [recall] when We gave Moses the Scripture and criterion that perhaps you would be guided.
(Dan ingatlah ketika Kami berikan kepada Musa Alkitab) yakni kitab Taurat (dan pemisah) merupakan 'athaf tafsir' hubungan sebagai penjelasan bagi Taurat yang menjadi pemisah di antara yang hak dengan yang batil,
yang halal dengan yang haram (agar kamu peroleh petunjuk) dengannya dari kesesatan.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 53 |
Penjelasan ada di ayat 51
Surat Al-Baqarah |2:54|
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَىٰ بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
wa iż qoola muusaa liqoumihii yaa qoumi innakum zholamtum anfusakum bittikhoożikumul-'ijla fa tuubuuu ilaa baari`ikum faqtuluuu anfusakum, żaalikum khoirul lakum 'inda baari`ikum, fa taaba 'alaikum, innahuu huwat-tawwaabur-roḥiim
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku! Kamu benar-benar telah menzalimi dirimu sendiri dengan menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan), karena itu bertobatlah kepada Penciptamu dan bunuhlah dirimu. Itu lebih baik bagimu di sisi Penciptamu. Dia akan menerima tobatmu. Sungguh, Dia-lah Yang Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang."
And [recall] when Moses said to his people, "O my people, indeed you have wronged yourselves by your taking of the calf [for worship]. So repent to your Creator and kill yourselves. That is best for [all of] you in the sight of your Creator." Then He accepted your repentance; indeed, He is the Accepting of repentance, the Merciful.
(Dan ketika Musa berkata kepada kaumnya) yang telah menyembah patung anak lembu itu ("Hai kaumku! Sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu karena kamu telah mengambil anak lembu) sebagai sembahan,
(maka bertobatlah kamu kepada Tuhanmu) yang telah menciptakanmu atas kesalahanmu tidak menyembah kepada-Nya,
(maka bunuhlah dirimu) maksudnya hendaklah yang tidak bersalah di antaramu membunuh yang bersalah.
(Demikian itu) yakni membunuh itu (lebih baik bagimu di sisi Tuhanmu) hingga dituntun-Nya kamu untuk melakukannya dan dikirim-Nya awan hitam agar sebagian kamu tidak melihat lainnya
yang akan menyebabkan timbulnya rasa kasihan di antara kamu yang akan menghalangi pembunuhan ini
.
Maka berhasillah pembunuhan masal itu sehingga yang tewas di antara kamu tidak kurang dari tujuh puluh ribu orang banyaknya. (Maka Allah menerima tobatmu. Sesungguhnya Dia Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang").
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 54 |
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai Kaumku, sesungguhnya kalian telah menganiaya diri sendiri karena kalian telah menjadikan anak lembu (sesembahan kalian), maka bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikan kalian
dan bunuhlah diri kalian. Hal itu adalah lebih baik bagi kalian pada sisi Tuhan yang menjadikan kalian; maka Allah akan menerima tobat kalian. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang."Dalam ayat ini disebutkan
sifat penerimaan tobat dari Allah Swt. atas kaum Bani Israil yang menyembah anak lembu.Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya,
"Hai kaumku, sesungguhnya kalian telah menganiaya diri kalian sendiri karena kalian telah menjadikan anak lembu (sesembahan kalian)." (Al-Baqarah: 54) Musa a.s. mengatakan demikian untuk mengingatkan mereka
kepada apa yang telah mereka lakukan, yaitu menyembah anak sapi seperti yang dilakukan oleh pendahulu mereka. Kisah mereka dinyatakan dalam ayat lainnya, yaitu melalui firman-Nya:
{وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيهِمْ وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوا قَالُوا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا}
Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata, "Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami...." (Al-A'raf: 149)
hingga akhir ayat. Yang demikian itulah yang dimaksud oleh Musa a.s. ketika ia mengatakan seperti apa yang disitir oleh firman-Nya: Hai kaumku, sesungguhnya kalian telah menganiaya diri kalian sendiri karena kalian telah
menjadikan anak lembu (sesembahan kalian). (Al-Baqarah: 54)Abul Aliyah dan Sa'id ibnu Jubair serta Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan mengenai makna firman-Nya: Maka bertobatlah kalian kepada Tuhan yang menjadikan kalian.
(Al-Baqarah: 54) Yakni kepada Pencipta kalian. Menurut kami, di dalam firman-Nya, "Ila bari-ikum" (kepada Tuhan yang menciptakan kalian) terkandung isyarat yang menunjukkan bahwa dosa mereka teramat besar.
Dengan kata lain, bertobatlah kalian kepada Tuhan yang menciptakan kalian, karena kalian telah menyembah selain Dia bersama-Nya.Imam Nasai, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui hadis Yazid ibnu Harun,
dari Al-Asbag ibnu Zaid Al-Wariq, dari Al-Qasim ibnu Abu Ayyub, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan, "Allah Swt. berfirman bahwa sesungguhnya tobat yang harus dilakukan oleh mereka ialah dengan cara
hendaknya setiap orang dari mereka (yang menyembah anak lembu) membunuh orang yang dijumpainya tanpa memandang apakah dia orang tua atau anaknya. Dia harus membunuhnya dengan pedang tanpa mempedulikan
siapa yang dibunuhnya di tempat tersebut. Maka Allah menerima tobat mereka yang menyembunyikan dosa-dosanya dari Musa dan Harun, tetapi kemudian ditampakkan oleh Allah Swt., lalu mereka mengakui dosa-dosanya
dan mau melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka. Allah memberikan ampunan kepada si pembunuh dan si terbunuh."Hadis ini merupakan sebagian dari hadis Al-Futun, yang akan dijelaskan nanti secara lengkap -—insya Allah—
dalam tafsir surat Thaha.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Abdul Karim ibnul Haisam, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah,
bahwa Abu Sa'id telah menceritakan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Musa a.s. berkata kepada kaumnya yang disitir oleh firman-Nya: Maka bertobatlah kalian kepada Tuhan yang menjadikan kalian,
dan bunuhlah diri kalian. Hal itu adalah lebih baik bagi kalian pada sisi Tuhan yang menjadikan kalian; maka Allah akan menerima tobat kalian. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 54)
Musa a.s. menyampaikan perintah Tuhannya kepada kaumnya, hendaknya mereka membunuh diri mereka sendiri. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Musa a.s. memanggil orang-orang yang menyembah anak lembu,
lalu mereka duduk, sedangkan orang-orang yang tidak ikut menyembah anak lembu berdiri, kemudian mereka mengambil pisaunya masing-masing dan dipegang oleh tangan mereka. Setelah itu terjadilah cuaca yang gelap gulita,
lalu sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lainnya. Ketika gelap lenyap dari mereka, ternyata orang-orang yang terbunuh berjumlah tujuh puluh ribu orang. Semua orang yang terbunuh dari kalangan mereka diterima tobatnya,
dan semua orang yang masih hidup diterima pula tobatnya. Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Al-Qasim ibnu Abu Murrah, bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnu Jubair dan Mujahid mengatakan sehubungan
dengan firman-Nya: dan bunuhlah diri kalian sendiri. (Al-Baqarah: 54) Sebagian dari mereka bangkit melabrak sebagian yang lain dengan pisau, lalu sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain; seseorang
tidak mempunyai belas kasihan terhadap kerabatnya, tidak pula terhadap orang lain. Hingga Musa a.s. mengisyaratkan dengan kain jubahnya, barulah mereka melemparkan semua senjata yang ada di tangannya;
ternyata jumlah mereka yang terbunuh ada tujuh puluh ribu orang. Sesungguhnya Allah menurunkan wahyu kepada Musa, "Hentikanlah, sudah cukup bagimu!" Yang demikian itu terjadi di saat Musa a.s. mengisyaratkan dengan kain
jubahnya (untuk menghentikan mereka).Ali r.a. meriwayatkan hal yang semisal. Qatadah mengatakan bahwa Musa a.s. memerintahkan kepada kaumnya untuk melakukan hal yang sangat berat, lalu mereka bangkit dan saling menyembelih
dengan pisau-pisau yang tajam, sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain. Ketika pembalasan Allah telah cukup menimpa mereka, maka barulah pisau-pisau itu terjatuh dari tangan mereka dan berhentilah pembunuhan
di kalangan mereka; lalu Allah menerima tobat orang-orang yang masih hidup dari kalangan mereka, dan yang terbunuh dianggap sebagai mati syahid.Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka tertimpa kabut yang sangat gelap,
lalu sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain; setelah itu lenyaplah cuaca gelap yang menyelimuti mereka, kemudian tobat mereka baru diterima.As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya:
dan bunuhlah diri kalian sendiri. (Al-Baqarah: 54) Bahwa orang-orang yang menyembah anak lembu saling membunuh dengan orang-orang yang tidak menyembahnya, dan orang-orang yang gugur dari kedua belah pihak dianggap
sebagai mati syahid. Ketika orang-orang yang terbunuh banyak sekali —hingga hampir semuanya binasa— saat itu jumlah mereka yang terbunuh ada tujuh puluh ribu orang. Kemudian Musa dan Harun berdoa kepada Allah,
"Wahai Tuhan kami, Engkau telah membinasakan Bani Israil. Wahai Tuhan kami, sisakanlah, sisakanlah." Lalu Allah memerintahkan kepada mereka agar menjatuhkan senjatanya masing-masing dan menerima tobat mereka.
Tersebutlah bahwa orang-orang yang gugur dari kedua belah pihak dianggap sebagai mati syahid, sedangkan orang-orang yang masih hidup diampuni dosa-dosanya. Yang demikian itu dinyatakan dalam firman-Nya:
Maka Allah akan menerima tobat kalian. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 54)Az-Zuhri mengatakan, tatkala Bani Israil diperintahkan membunuh diri mereka sendiri, maka mereka berperang;
dan Musa a.s. ada bersama mereka. Lalu pedang-pedang pun berlaga dan mereka saling menusuk dengan pisau belati, sedangkan Musa a.s. berdoa mengangkat kedua tangannya. Ketika sebagian dari mereka berhenti sejenak,
maka mereka berkata, "Wahai Nabi Allah, berdoalah kepada Allah untuk kami." Lalu mereka memegang kedua lengan Nabi Musa a.s. dan menopang kedua tangannya (agar terus berdoa). Keadaan mereka masih terus dalam keadaan
berperang; ketika Allah menerima tobat mereka, maka barulah tangan mereka berhenti, tidak lagi saling membunuh di antara sesamanya, dan semua senjata mereka lemparkan. Sedangkan Musa a.s. dan kaum Bani Israil merasa sedih
melihat mereka yang terbunuh dari kalangan mereka sendiri. Lalu Allah Swt. berfirman kepada Musa a.s., "Apakah yang membuatmu sedih? Orang yang terbunuh dari kalangan mereka, mereka hidup di sisi-Ku dengan diberi rezeki;
dan orang-orang yang masih hidup, sesungguhnya Aku telah menerima tobatnya." Maka bergembiralah Nabi Musa a.s. dan kaum Bani Israil karena hal tersebut. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dengan sanad yang jayyid, dari Az-Zuhri.
Ibnu Ishaq mengatakan, "Ketika Musa kembali kepada kaumnya dan membakar anak lembu itu, lalu menaburkan debunya di laut, kemudian ia berangkat bersama sebagian kaum yang dipilihnya menuju kepada Rabbnya;
lalu mereka disambar petir, kemudian dihidupkan kembali. Kemudian Musa a.s. meminta kepada Tuhannya tobat bagi kaum Bani Israil atas dosa mereka yang menyembah anak lembu. Maka Allah Swt. menolaknya kecuali jika mereka membunuh
diri mereka sendiri."Ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya, "Telah sampai kepadaku suatu kisah yang menyatakan bahwa kaum Bani Israil berkata kepada Musa, 'Kami akan teguh kepada perintah Allah.'
Lalu Musa memerintahkan kepada orang yang tidak ikut menyembah anak lembu untuk membunuh orang yang menyembahnya. Kemudian mereka yang menyembah anak lembu duduk di suatu tanah lapang,
lalu kaum yang tidak menyembah anak lembu menghunus pedangnya masing-masing dan membunuh mereka yang menyembahnya. Maka kaum wanita dan anak-anak berdatangan kepadanya, menangis seraya meminta maaf buat mereka.
Lalu Allah menerima tobat dan maaf mereka; maka Allah memerintahkan kepada Musa agar mereka menjatuhkan pedangnya masing-masing (menghentikan pembunuhan)."Abdur Rahman ibnu Zaid Ibnu Aslam mengatakan bahwa ketika Musa
kembali kepada kaumnya, di antara kaumnya terdapat tujuh puluh orang kaum laki-laki yang memisahkan diri mereka bersama Harun tidak ikut menyembah anak lembu. Maka Musa berkata kepada mereka,
"Berangkatlah kalian ke tempat yang telah dijanjikan oleh Tuhan kalian!" Mereka menjawab, "Hai Musa, tiada jalan untuk bertobat." Musa menjawab, "Tidak." Bunuhlah diri kalian, hal itu adalah lebih baik bagi kalian pada sisi Tuhan
yang menjadikan kalian; maka Allah akan menerima tobat kalian. (Al-Baqarah: 54) Lalu mereka menghunus pedang, pisau belati, kapak, dan senjata lainnya. Kemudian Allah mengirimkan kabut kepada mereka, lalu mereka mencari-cari
dengan tangannya masing-masing dan sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain. Saat itu seseorang menjumpai orang tua dan saudaranya, lalu ia membunuhnya tanpa ia ketahui. Di dalam kegelapan itu mereka saling menyerukan,
"Semoga Allah mengasihani hamba yang bersikap sabar terhadap dirinya hingga memperoleh rida Allah." Orang-orang yang gugur dalam peristiwa itu adalah orang-orang yang mati syahid, sedangkan orang-orang yang masih hidup
diterima tobatnya. Kemudian Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam membacakan firman-Nya: Maka Allah akan menerima tobat kalian. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 54)
Surat Al-Baqarah |2:55|
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ
wa iż qultum yaa muusaa lan nu`mina laka ḥattaa narollaaha jahrotan fa akhożatkumush-shoo'iqotu wa antum tanzhuruun
Dan (ingatlah) ketika kamu berkata, "Wahai Musa! Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas," maka halilintar menyambarmu, sedang kamu menyaksikan.
And [recall] when you said, "O Moses, we will never believe you until we see Allah outright"; so the thunderbolt took you while you were looking on.
(Dan ketika kamu berkata) yaitu setelah kamu pergi bersama Musa untuk memohon ampun kepada Allah sebab menyembah patung anak lembu dan telah kamu dengar pula firman-Nya
.
("Hai Musa! Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah secara terang!") secara nyata.
(Sebab itu kamu disambar petir) atau halilintar hingga kamu tewas (sedang kamu menyaksikannya) atas peristiwa yang menimpa dirimu itu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 55 |
Tafsir 55-56
Dan (ingatlah) ketika kalian berkata, "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang," karena itu kalian disambar halilintar, sedangkan kalian menyaksikannya. Setelah itu Kami bangkitkan
kalian sesudah kalian mati, supaya kalian bersyukur.Allah Swt. berfirman, "Ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan kepada kalian, yaitu Aku hidupkan kembali kalian sesudah kalian mati tertimpa halilintar,
ketika kalian meminta sebelumnya agar dapat melihat-Ku secara terang-terangan, padahal hal tersebut tidak akan mampu kalian lakukan dan tidak pula bagi orang-orang seperti kalian." Demikian menurut tafsir yang dikatakan oleh Ibnu Juraij.
Ibnu Abbas r.a. mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, makna jahratan ialah terang-terangan. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibrahim ibnu Tahman, dari Abbad ibnu Ishaq, dari Abul Huwairis, dari Ibnu Abbas.
Disebutkan bahwa Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami dapat melihat Allah dengan terang" (Al-Baqarah: 55). Yang dimaksud dengan lafaz jahrah ialah
terang-terangan. Dengan kata lain, kami baru mau beriman kepadamu bila kami dapat melihat Allah dengan terang.Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Hatta narallaha jahratan."
Yang dimaksud dengan jahratan ialah 'iyanan (terang-terangan tanpa aling-aling).Abu Ja'far meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas. Mereka yang mengatakan demikian berjumlah tujuh puluh orang,
yaitu mereka yang dipilih oleh Nabi Musa a.s.; lalu mereka berangkat bersama Nabi Musa. Ar-Rabi' ibnu Anas melanjutkan kisahnya, bahwa mereka hanya mendengar kalam saja, lalu mereka berkata:
Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang. (Al-Baqarah: 55) Kemudian mereka mendengar suara pekikan yang dahsyat, akhirnya mereka mati semua.Marwan ibnul Hakam, ketika sedang berkhotbah
di atas mimbar Mekah, antara lain mengatakan bahwa makna as-sa'iqah ialah suara pekikan yang dahsyat dari langit.As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: karena itu kalian disambar halilintar. (Al-Baqarah: 55)
Menurutnya, yang dimaksud dengan as-sa'iqah ialah api (yang turun dari langit).Urwah ibnu Ruwayyim mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sedangkan kalian menyaksikannya. (Al-Baqarah: 55) Sebagian dari mereka
disambar halilintar, sedangkan sebagian yang lainnya melihat peristiwa tersebut. Kemudian mereka yang tersambar halilintar itu dihidupkan kembali, lalu sebagian yang lainnya tersambar halilintar.
As-Saddi mengatakan bahwa firman-Nya, "Karena itu, kalian disambar halilintar" (Al-Baqarah: 55), lalu mereka mati. Maka berdirilah Nabi Musa seraya menangis dan berdoa kepada Allah serta mengatakan,
"Wahai Tuhanku, apakah yang akan kukatakan kepada Bani Israil jika aku kembali menemui mereka, sedangkan Engkau telah binasakan orang-orang terpilih dari mereka." Musa berkata pula yang disitir oleh firman-Nya:
{لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِيَّايَ أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا}
Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? (Al-A'raf: 155)
Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada Musa a.s. yang isinya mengatakan bahwa mereka yang tujuh puluh orang itu termasuk orang-orang yang menyembah anak lembu. Setelah itu Allah menghidupkan mereka;
mereka bangkit dan hidup seorang demi seorang, sedangkan sebagian dari mereka melihat sebagian yang lain dalam keadaan dihidupkan. Yang demikian itu adalah makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
Sesudah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mati, supaya kalian bersyukur. (Al-Baqarah: 56)Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa kematian mereka itu merupakan hukuman bagi mereka, kemudian mereka dihidupkan
kembali sesudah mati untuk menunaikan ajal (sisa umur)nya. Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah.Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami
Salamah ibnul Fadl, dari Muhammad ibnu Ishaq yang mengatakan bahwa tatkala Musa kembali kepada kaumnya dan ia melihat apa yang mereka kerjakan, yaitu menyembah anak lembu, dan ia mengatakan apa yang telah dikatakannya
kepada saudaranya (Harun), juga kepada Samiri, lalu ia membakar patung anak lembu itu dan menaburkan abunya ke laut, kemudian ia memilih tujuh puluh orang lelaki yang terbaik dari kalangan kaumnya. Ia berkata kepada mereka,
"Berangkatlah kalian ke tempat yang telah dijanjikan oleh Allah, bertobatlah kalian kepada Allah atas apa yang telah kalian perbuat, dan mohonlah tobat kepada-Nya atas orang-orang yang kalian tinggalkan di belakang kalian
dari kalangan kaum kalian. Berpuasalah kalian, bersucilah, dan bersihkanlah pakaian kalian."Kemudian Musa a.s. berangkat membawa mereka menuju Bukit Tursina pada waktu yang telah dijanjikan oleh Allah kepadanya.
Musa tidak pernah datang kepada-Nya kecuali dengan seizin dan restu dari-Nya.Menurut riwayat yang sampai kepadaku, ketujuh puluh orang itu di saat mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh Musa dan mereka berangkat
untuk menjumpai Allah, mereka berkata kepada Musa, "Hai Musa, mohonkanlah bagi kami kepada Tuhanmu agar kami di-perkenankan dapat mendengar kalam Tuhan kami." Musa menjawab "Baiklah."Ketika Musa mendekati bukit tersebut,
maka datanglah awan yang menaunginya hingga menutupi seluruh bukit, lalu Musa mendekat dan masuk ke dalam awan tersebut, setelah itu ia berkata kepada kaumnya, "Mendekatlah kalian." Musa a.s. apabila diajak bicara oleh Allah,
maka memancarlah dari keningnya nur yang cemerlang, tiada seorang pun dari Bani Adam yang mampu memandangnya; maka Allah membuat hijab (penutup) bagi nur tersebut. Lalu kaum pun mendekat.
Ketika mereka masuk ke dalam awan tersebut, mereka menyungkur sujud dan mereka mendengar suara Allah yang sedang berbicara kepada Musa a.s. memerintah dan melarangnya dengan ucapan,
"Lakukanlah," atau "Janganlah kamu lakukan."Ketika Allah Swt. selesai berbicara kepada Musa, tersingkaplah awan tersebut, dan Musa menghadap ke arah mereka; ternyata mereka berkata kepada Musa a.s.,
seperti yang disitir oleh firman-Nya: Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang. (Al-Baqarah: 55) Maka mereka tertimpa oleh gempa dahsyat —yaitusa'iqah— hingga mereka mati semuanya.
Lalu Musa a.s. bangkit meminta tolong kepada Tuhannya dan berdoa, memohon kepadanya seraya berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ [وَإِيَّايَ] }
Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. (Al-A'raf: 155)Mereka benar-benar tidak mengerti, apakah Engkau membinasakan orang-orang yang berada di belakangku
dari kalangan Bani Israil karena perbuatan orang-orang yang bodoh dari kalangan kami? Dengan kata lain, sesungguhnya hal ini merupakan kebinasaan bagi mereka. Aku memilih tujuh puluh orang terbaik dari kalangan mereka
agar aku kembali nanti bersama mereka, sedangkan sekarang tiada seorang pun dari mereka yang tersisa. Apakah yang menjadi bukti bagiku buat mereka agar mereka mau percaya kepadaku dan beriman kepadaku
sesudah peristiwa ini? Sesungguhnya kami kembali (bertobat) kepada Engkau.Musa a.s. terus-menerus memohon kepada Tuhannya dan memina hingga Allah mengembalikan roh mereka kepada mereka, lalu Musa a.s.
memohon kepada Allah ampunan dan tobat bagi Bani Israil yang telah menyembah anak sapi. Maka Allah berfirman, "Tidak, kecuali jika mereka membunuh diri mereka sendiri." Demikianlah menurut konteks (lafaz)
yang diketengahkan oleh Muhammad ibnu Ishaq.Ismail ibnu Abdur Rahman As-Saddi Al-Kabir mengatakan, "Setelah kaum Bani Israil tobat dari menyembah anak lembu dan Allah menerima tobat mereka dengan cara sebagian dari mereka
membunuh sebagian yang lain sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka, lalu Allah memerintahkan kepada Musa agar datang membawa semua orang dari kalangan Bani Israil untuk memohon maaf
kepada Allah atas penyembahan mereka terhadap anak lembu. Musa a.s. mengadakan suatu perjanjian dengan mereka, lalu memilih tujuh puluh orang dari kalangan mereka, yaitu orang-orang yang ditunjuknya secara tertentu.
Kemudian ia berangkat bersama mereka untuk meminta maaf kepada Allah. Hingga akhir hadis." Konteks hadis ini memberikan pengertian bahwa khitab yang terdapat di dalam firman berikut ditujukan kepada Bani Israil, yaitu:
Dan (ingatlah) ketika kalian berkata, "Hai Musa, kami tidak akan beriman sebelum kami melihat Allah dengan terang." (Al-Baqarah: 55)Makna yang dimaksud ialah, mereka yang tujuh puluh orang tersebut yaitu yang dipilih oleh Musa a.s.
dari kalangan mereka. Kebanyakan ulama tafsir tidak meriwayatkan kisah ini selain dari Ismail ibnu Abdur Rahman sendiri.Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya menilai garib kisah yang menceritakan perihal ketujuh puluh orang tersebut,
yaitu setelah mereka dihidupkan kembali oleh Allah, mereka berkata, "Hai Musa, sesungguhnya kamu tidak sekali-kali meminta sesuatu kepada Allah melain-kan Dia memberimu, maka doakanlah semoga Allah menjadikan kami
sebagai nabi-nabi-Nya." Kemudian Musa a.s. berdoa memohon hal itu kepada Allah, dan Allah memperkenankan doanya.Riwayat ini sangat garib, mengingat di masa Nabi Musa tidak ada nabi lain kecuali Harun, kemudian Yusya' ibnu Nun.
Kaum ahli kitab keliru pula dalam dakwaan mereka yang mengatakan bahwa mereka yang tujuh puluh orang itu telah melihat Allah Swt dengan terang-terangan. Karena sesungguhnya Musa yang diajak bicara oleh Allah Swt
sendiri pernah meminta hal tersebut, tetapi ditolak, mana mungkin hai tersebut diperkenankan bagi mereka.Pendapat kedua mengenai makna ayat ini disebutkan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam dalam tafsir ayat ini,
bahwa tatkala Musa kembali dari sisi Tuhannya kepada kaumnya dengan membawa lauh-lauh yang padanya termaktub kitab Taurat, maka ia menjumpai mereka sedang menyembah anak lembu.
Maka ia memerintahkan kepada mereka agar membunuh diri mereka sendiri dan mereka melakukannya, lalu Allah menerima tobat mereka. Musa berkata kepada mereka, "Sesungguhnya lembaran-lembaran ini berisikan Kitabullah,
di dalamnya terkandung urusan kalian yang diperintahkan oleh Allah dan larangan-Nya yang harus kalian jauhi." Mereka bertanya, "Siapakah yang mau percaya kepada omonganmu itu? Tidak, demi Allah, kecuali jika kami dapat melihat Allah
dengan terang hingga Allah sendirilah yang menyerahkannya kepada kami, lalu Dia berfirman, 'Inilah Kitab-Ku, maka ambillah oleh kalian!' Maka mengapa Allah tidak mau berbicara kepada kami sebagaimana Dia berbicara kepadamu,
hai Musa?" Abdur Rahman ibnu Zaid membacakan firman-Nya: Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang. (Al-Baqarah: 55) dan melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Allah murka,
lalu terjadilah halilintar sesudah tobat mereka, kemudian mereka disambar oleh halilintar itu hingga semuanya mati. Setelah itu Allah menghidupkan mereka kembali. Abdur Rahman Ibnu Zaid membacakan firman-Nya:
Setelah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mati, supaya kalian bersyukur. (Al-Baqarah: 56) Musa a.s. berkata kepada mereka, "Ambillah Kitabullah ini!" Mereka menjawab, "Tidak." Musa a.s. berkata, "
Apakah yang telah menimpa kalian?" Mereka menjawab, "Kami mengalami mati, kemudian kami dihidupkan kembali." Musa a.s. berkata, "Terimalah Kitabullah ini." Mereka menjawab, "Tidak." Maka Allah mengirimkan malaikat,
lalu malaikat mencabut bukit dan mengangkatnya di atas mereka. Konteks riwayat ini menunjukkan bahwa mereka dikenakan taklif (paksaan) untuk mengamalkan kitab itu sesudah mereka dihidupkan kembali.
Al-Mawardi meriwayatkan dua pendapat sehubungan dengan masalah ini: Pertama, taklif (paksaan) tersebut tidak ada, mengingat mereka telah menyaksikan perkara tersebut secara terang-terangan, sehingga terpaksa mereka
mempercayainya. Kedua, mereka dikenakan taklif agar tiada seorang pun yang berakal melainkan terkena taklif. Al-Qurtubi mengatakan bahwa pendapat yang kedua inilah yang benar, karena kesaksian mereka terhadap
perkara-perkara yang menakjubkan bukan berarti menggugurkan taklif dari pundak mereka, mengingat kaum Bani Israil memang telah menyaksikan banyak perkara besar yang bertentangan dengan hukum alam. Akan tetapi,
sekalipun demikian mereka tetap dikenakan taklif dalam hal tersebut.
Surat Al-Baqarah |2:56|
ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
ṡumma ba'aṡnaakum mim ba'di mautikum la'allakum tasykuruun
Kemudian, Kami membangkitkan kamu setelah kamu mati agar kamu bersyukur.
Then We revived you after your death that perhaps you would be grateful.
(Setelah itu Kami bangkitkan kamu) maksudnya Kami hidupkan kembali kamu, (setelah kematian kamu agar kamu bersyukur) atas nikmat karunia Kami itu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 56 |
Penjelasan ada di ayat 55
Surat Al-Baqarah |2:57|
وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ۖ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
wa zhollalnaa 'alaikumul-ghomaama wa anzalnaa 'alaikumul-manna was-salwaa, kuluu min thoyyibaati maa rozaqnaakum, wa maa zholamuunaa wa laaking kaanuuu anfusahum yazhlimuun
Dan Kami menaungi kamu dengan awan dan Kami menurunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah (makanan) yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu. Mereka tidak menzalimi Kami, tetapi justru merekalah yang menzalimi diri sendiri.
And We shaded you with clouds and sent down to you manna and quails, [saying], "Eat from the good things with which We have provided you." And they wronged Us not - but they were [only] wronging themselves.
(Dan Kami naungi kamu dengan awan), artinya Kami taruh awan tipis di atas kepalamu agar kamu terlindung dari panasnya cahaya matahari di padang Tih,
(dan Kami turunkan padamu) di padang Tih itu (manna dan salwa) yakni makanan manis seperti madu dan daging burung sebangsa puyuh dan firman Kami,
("Makanlah di antara makanan yang baik yang Kami karuniakan kepadamu.") dan janganlah kamu simpan! Tetapi mereka mengingkari nikmat itu dan mereka menyimpannya
.
Maka Allah pun menghentikan rezeki itu atas mereka (dan tidaklah mereka menganiaya Kami) dengan perbuatan itu, (tetapi mereka menganiaya diri mereka sendiri) karena bencananya kembali kepada mereka juga.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 57 |
Dan Kami naungi kalian dengan awan dan Kami turunkan kepada kalian manna dan salwa. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepada kalian. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami,
tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.Setelah Allah Swt. menyebutkan perihal murka yang Dia hapuskan terhadap mereka, maka Allah kembali mengingatkan mereka akan limpahan nikmat-nikmat
yang telah diberikan oleh-Nya kepada mereka. Untuk itu Allah berfirman:
{وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ}
Dan Kami naungi kalian dengan awan. (Al-Baqarah: 57)Al-gamam adalah bentuk jamak dari gamamah; dinamakan demikian karena gamamah menutupi langit, artinya awan putih. Mereka dinaungi oleh awan agar terhindar
dari sengatan panas matahari padang pasir yang sangat terik itu. Imam Nasai dan lain-lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas dalam hadis Al-Futun, bahwa mereka dinaungi oleh awan ketika berada di padang pasir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Ar-Rabi' ibnu Anas, Abul Mijlaz, Ad-Dahhak, dan As-Saddi hal yang semisal dengan apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Abbas.Al-Hasan dan Qatadah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya, "Wazallalna 'alaikumul gamama," bahwa hal ini terjadi di padang pasir; mereka dinaungi oleh awan tersebut hingga terhindar dari teriknya matahari. Ibnu Jarir dan lain-lainnya
mengatakan bahwa awan tersebut lebih sejuk dan lebih baik daripada awan biasa.Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah, telah menceritakan kepada kami Syiblun, dari Ibnu Abu Nujaih,
dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya ini, bahwa yang dimaksud dengan awan di sini bukanlah awan yang Allah datangkan dengannya kelak di hari kiamat, melainkan awan yang khusus hanya bagi mereka.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Al-Musanna ibnu Ibrahim, dari Abu Huzaifah. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh As-Sauri dan lain-lainnya, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid.Seakan-akan dimaksudkan —hanya Allah
yang mengetahui— bahwa awan tersebut bukanlah seperti awan yang ada pada kita, melainkan jauh lebih indah dan lebih semerbak serta lebih baik pemandangannya. Sunaid di dalam kitab tafsirnya mengatakan dari Hajjaj ibnu Muhammad,
dari Ibnu Juraij, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan Kami naungi kalian dengan awan. (Al-Baqarah: 57) Bahwa awan tersebut lebih sejuk dan lebih semerbak baunya daripada awan biasa.
Awan inilah yang Allah datang dengan memakainya, seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
{هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا أَنْ يَأْتِيَهُمُ اللَّهُ فِي ظُلَلٍ مِنَ الْغَمَامِ وَالْمَلائِكَةُ}
Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada hari kiamat) melainkan datangnya Allah dalam naungan awan dan malaikat. (Al-Baqarah: 210)Awan inilah yang para malaikat datang dengan membawanya dalam Perang Badar. Ibnu Abbas mengatakan, awan tersebutlah yang menaungi mereka (Bani Israil) ketika di padang pasir. ****************** Firman Allah Swt.:
{وَأَنزلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ}
dan Kami turunkan kepada kalian manna. (Al-Baqarah: 57)Keterangan para ahli tafsir berbeda-beda sehubungan dengan hakikat dari manna ini. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa manna turun pada mereka
di pohon-pohon, lalu mereka menaikinya dan memakannya dengan sepuas-puasnya.Mujahid mengatakan bahwa manna adalah getah. Ikrimah mengatakan bahwa manna ialah sesuatu makanan yang diturunkan oleh Allah
kepada mereka seperti hujan gerimis.As-Saddi mengatakan bahwa mereka berkata, "Hai Musa, bagaimanakah kami dapat hidup di sini tanpa ada makanan?" Maka Allah menurunkan manna kepada mereka. Manna itu turun,
lalu terjatuh pada pohon zanjabil (jahe).Qatadah mengatakan bahwa manna turun di tempat mereka berada seperti turunnya salju, bentuknya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis daripada madu;
manna turun kepada mereka mulai dari terbitnya fajar hingga matahari terbit. Seseorang dari mereka mengambil sekadar apa yang cukup bagi keperluannya di hari itu. Apabila ia mengambil lebih dari itu, maka manna menjadi busuk
dan tidak tersisa. Akan tetapi, bila hari yang keenam tiba —yakni hari Jum’at— maka seseorang mengambil kebutuhannya dari manna untuk hari itu dan hari besoknya, mengingat hari besoknya adalah hari Sabtu.
Karena hari Sabtu merupakan hari libur mereka, tiada seorang pun yang bekerja pada hari itu untuk penghidupannya, hal ini semua terjadi di daratan.Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa manna adalah minuman yang diturunkan
kepada mereka (kaum Bani Israil), rupanya seperti madu; mereka mencampurnya dengan air, lalu meminumnya.Wahb ibnu Munabbih pernah ditanya mengenai manna. Ia menjawab bahwa manna adalah roti lembut seperti biji jagung
atau seperti dedak.Abu Ja'far ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Jabir, dari Amir (yaitu Asy-Sya'bi)
yang mengatakan bahwa madu kalian ini merupakan sepertujuh puluh dari manna. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa manna adalah madu. Telah disebutkan di dalam syair Umayyah ibnu Abu Silt
seperti berikut
فَرَأَى اللَّهُ أَنَّهُمْ بِمَضِيعٍ ... لَا بِذِي مَزْرَعٍ وَلَا مَثْمُورَا ... فَسَنَاهَا عَلَيْهِمُ غَادِيَاتٍ ... وَتَرَى مُزْنَهُمْ خَلَايَا وَخُورَا ... عَسَلًا نَاطِفًا وَمَاءً فُرَاتًا ... وحليبا ذا بهجة مرمورا
Allah melihat bahwa mereka berada di tempat yang tandus, tiada tanaman dan tiada buah-buahan. Maka Dia menyirami mereka dengan hujan, dan mereka melihat hujan yang menimpa mereka berupa tetesan madu dan air yang jernih
serta air susu yang murni lagi cemerlang.An-natif artinya cairan, sedangkan al-halibul mazmur artinya susu yang murni lagi jernih. Tujuan utama dari semuanya dapat disimpulkan bahwa ungkapan para ahli tafsir mengenai hakikat
manna berdekatan dan tidak terlalu jauh. Di antara mereka ada yang menafsirkannya sebagai minuman. Akan tetapi, kenyataannya hanya Allah yang mengetahui; dapat disimpulkan bahwa manna adalah anugerah yang diberikan oleh Allah
kepada mereka, baik berupa makanan atau minuman atau lainnya, yang dihasilkan tanpa susah payah.Manna yang dikenal ialah 'jika dimakan dengan sendirinya, maka merupakan makanan dan manisan; jika dicampur dengan air,
maka merupakan minuman yang enak; jika dicampur dengan lainnya merupakan jenis yang lain'. Akan tetapi, hal ini semata bukanlah makna yang dimaksud oleh ayat. Sebagai dalilnya ialah sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Imam Bukhari.
قَوْلُ الْبُخَارِيِّ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ عبد الملك، عن عمر بْنِ حُرَيْثٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ".
Imam Bukhari telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdul Malik ibnu Umair ibnu Hurayyis, dari Sa'id ibnu Zaid r.a. yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Jamur kam’ah berasal dari manna: airnya mengandung obat penawar bagi mata.Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abdul Malik (yaitu Ibnu Umair) dengan lafaz yang sama.
Jama'ah mengetengahkan hadis ini di dalam kitabnya masing-masing —kecuali Abu Daud— melalui berbagai jalur dari Abdul Malik alias Ibnu Umair dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui riwayat Al-Hakam, dari Al-Hasan Al-'Urni dari Amr ibnu Hurayyis dengan lafaz yang sama.
قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ أَبِي السَّفَرِ وَمَحْمُودُ بْنُ غَيْلان، قَالَا حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَامِرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْعَجْوَةُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَفِيهَا شِفَاءٌ مِنَ السُّمِّ، وَالْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ"
Imam Turmuzi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah ibnu Abus Safar dan Mahmud ibnu Gailan; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amri, dari Muhammad ibnu Amr,
dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ajwah (buah kurma masak) berasal dari surga, di dalamnya terkandung obat penyembuh dari keracunan; dan
jamur kam’ah berasal dari manna, airnya mengandung obat penyembuh bagi (penyakit) mata.Hadis ini hanya diketengahkan oleh Imam Turmuzi, kemudian dia mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Kami tidak mengetahuinya
melainkan melalui hadis Muhammad ibnu Muhammad ibnu Amr; jika tidak demikian, berarti dari hadis Sa'id ibnu Amr dari Muhammad ibnu Amr. Di dalam bab ini diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Zaid dan Abu Sa'id serta Jabir, menurut Imam Turmuzi.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan pula di dalam kitab tafsirnya melalui jalur lain dari Abu Hurairah. Untuk itu dia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ أَحْمَدَ الْبَصْرِيُّ، حَدَّثَنَا أَسْلَمُ بْنُ سَهْلٍ، حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا طَلْحَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ قَتَادَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ".
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hasan ibnu Ahmad Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Aslam ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Talhah ibnu Abdur Rahman,
dari Qatadah, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a. telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jamur kam’ah berasal dari manna, airnya mengandung obat penyembuh bagi penyakit mata.
Hadis ini berpredikat garib bila ditinjau dari sanad ini, dan Talhah ibnu Abdur Rahman ini adalah As-Sulami Al-Wasiti, dijuluki dengan sebutan Abu Muhammad. Menurut pendapat lain, dia adalah Abu Sulaiman Al-Muaddib;
dan Al-Hafiz Abu Ahmad ibnu Abdi mengatakan sesuatu tentang dirinya. Dia meriwayatkan dari Qatadah banyak riwayat yang tidak dapat diikuti (dipakai).Kemudian Imam Turmuzi mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: الْكَمْأَةُ جُدَرِيُّ الْأَرْضِ، فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ، وَالْعَجْوَةُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهِيَ شِفَاءٌ مِنَ السُّمِّ".
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Abu Qatadah, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan
bahwa para sahabat Nabi Saw. mengatakan, "Kam’ah merupakan akar yang ada di dalam tanah." Maka Nabi Saw. bersabda: Kam’ah berasal dari manna, airnya mengandung obat penyembuh bagi (penyakit) mata.
Dan ajwah berasal dari surga, ia mengandung obat penawar untuk racun.Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Muhammad ibnu Basysyar dengan lafaz yang sama. Diriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Gundar,
dari Syu'bah ibnu Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang sama. Diriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Abdul A’la, dari Khalid Al-Hazza, dari Syahr ibnu Hausyab,
tetapi hanya kisah mengenai kam’ah saja.Imam Nasai dan Ibnu Majah meriwayatkan pula melalui hadis Muhammad ibnu Basysyar, dari Abu Abdus Samad ibnu Abdul Aziz ibnu Abdus Samad, dari Matar Al-Waraq, dari Syahr kisah
mengenai ajwah yang ada pada Imam Nasai, dan kisah mengenai keduanya (kam’ah dan ajwah) pada Ibnu Majah.Jalur periwayatan ini munqati (terputus) antara Syahr ibnu Hausyab dan Abu Hurairah,
karena sesungguhnya Syahr ibnu Hausyab belum pernah mendengar riwayat hadis dari Abu Hurairah. Sebagai buktinya ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dalam Bab "Walimah", di dalam kitab Sunannya:
عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ الدِّرْهَمِيِّ عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي عَرُوبَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ غَنْم، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُمْ يَذْكُرُونَ الْكَمْأَةَ، وَبَعْضُهُمْ يَقُولُ جُدَرِيُّ الْأَرْضِ، فَقَالَ: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ"
dari Ali ibnul Husain Ad-Dirhami, dari Abdul A’la, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abdur Rahman ibnu Ganam, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. keluar (menemui mereka)
yang saat itu mereka sedang membicarakan tentang kam’ah. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa kam’ah adalah akar yang ada di dalam tanah. Maka Nabi Saw. bersabda: Kam’ah berasal dari manna yang airnya
mengandung obat bagi (penyakit) mata.Hadis ini diriwayatkan pula oleh Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Sa'id dan Jabir, seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا أَسْبَاطُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ إِيَاسٍ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ وَأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ وَالْعَجْوَةُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهِيَ شِفَاءٌ مِنَ السُّمِّ"
telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ja'far ibnu Iyas, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Jabir ibnu Abdullah dan Abu Sa'id Al-Khudri; keduanya mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung obat bagi mata. Dan 'ajwah berasal dari surga, ia mengandung obat untuk keracunan.Imam Nasai mengatakan pula di dalam Bab "Walimah",
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي بِشْرٍ جَعْفَرِ بْنِ إِيَاسٍ عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ وَجَابِرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas, dari Syahr ibnu Hausyab,
dari Abu Sa'id dan Jabir, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya merupakan obat penawar bagi (penyakit) mata.Kemudian hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah melalui berbagai jalur
dari Al-A'masy, dari Abu Bisyr, dari Syahr, dari Jabir dan Abu Sa'id dengan lafaz yang sama.Keduanya —yakni Ibnu Majah dan Imam Nasai— meriwayatkannya pula; Imam Nasai meriwayatkannya dari hadis Jarir, sedangkan Ibnu Majah
dari hadis Sa'id ibnu Salamah, keduanya dari Al-A'masy, dari Ja'far ibnu Iyas, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id, menurut riwayat Nasai. Sedangkan hadis Jabir menyebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ"
Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung obat penyembuh bagi mata.Ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula dari Ahmad ibnu Usman, dari Abbas Ad-Dauri, dari Lahiq ibnu Sawab, dari Ammar ibnu Raziq, dari Al-A'masy; seperti halnya ibnu Majah dan Ibnu Murdawaih juga berkata:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا عَبَّاسٌ الدُّورِيُّ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنِ الْمِنْهَالِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي يَدِهِ كَمَآتٌ، فَقَالَ: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ".
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abbas Ad-Dauri. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas,
dari Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. keluar menjumpai kami, sedangkan di tangan beliau tergenggam kam’ah, lalu beliau bersabda:
Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung obat penawar bagi mata.Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Nasai, dari Amr ibnu Mansur, dari Al-Hasan ibnur Rabi' dengan lafaz yang sama. Kemudian Ibnu Murdawaih
meriwayatkannya pula dari Abdullah Ibnu Ishaq, dari Al-Hasan ibnu Salam, dari Ubaidillah ibnu Musa, dari Syaiban, dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama. Demikian pula Imam Nasai, ia telah meriwayatkan
dari Ahmad ibnu Usman ibnu Hakim, dari Ubaidillah ibnu Musa.Telah diriwayatkan melalui hadis Anas ibnu Malik r.a. seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Murdawaih.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا حَمْدُونُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا حَوْثَرَةُ بْنُ أَشْرَسَ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ شُعَيْبِ بْنِ الْحَبْحَابِ عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَدَارَؤُوا فِي الشَّجَرَةِ الَّتِي اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: نَحْسَبُهُ الْكَمْأَةَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ، وَالْعَجْوَةُ من الجنة، وفيها شفاء من السم"
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hamdun ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Juwairah ibnu Asyras, telah menceritakan kepada kami
Hammad, dari Syu'aib ibnul Habhab, dari Anas, bahwa para sahabat Rasulullah Saw. bersegera melihat suatu pohon yang dicabut dari tanah karena pohon itu sudah tidak tegak lagi, maka sebagian dari mereka mengatakan,
"Kami kira kam’ah." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung kesembuhan bagi (penyakit) mata. Dan 'ajwah berasal dari surga, di dalamnya terkandung kesembuhan dari keracunan.
Pokok hadis ini terpelihara melalui riwayat Hammad ibnu Salamah. Imam Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkan melalui jalurnya sesuatu dari hadis ini.Diriwayatkan dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ibnu Abbas hal yang sama seperti apa
yang diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam Bab "Walimah"-nya:
عَنْ أَبِي بَكْرٍ أَحْمَدَ بْنِ عَلِيِّ بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَوْنٍ الخَرّاز، عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ الْحَدَّادِ، عَنْ عَبْدِ الْجَلِيلِ بْنِ عَطِيَّةَ، عَنْ شَهْرٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ"
dari Abu Bakar Ahmad ibnu Ali ibnu Sa'id, dari Abdullah ibnu Aun Al-Kharraz, dari Abu Ubaidah Al-Haddad, dari Abdul Jalil ibnu Atiyyah, dari Abdullah ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Kam’ah berasal dari manna,
dan airnya mengandung obat bagi mata.Seperti yang Anda ketahui sendiri, hal yang diperselisihkan adalah terletak pada Syahr ibnu Hausyab. Menurut kami, Syahr ibnu Hausyab menghafal dan meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur
yang semuanya telah disebutkan di atas, dan memang dia mendengarnya dari sebagian sahabat, sedangkan sebagian yang lain diterimanya dari orang lain. Semua sanad yang disandarkan kepadanya berpredikat jayyid,
dan dia tidak bermaksud dusta dalam hal ini. Pokok hadis terpelihara dari Rasulullah Saw., seperti yang disebutkan di atas melalui riwayat Sa'id ibnu Zaid r.a.Mengenai salwa, disebutkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas,
bahwa salwa adalah sejenis burung yang mirip dengan burung samani yang biasa mereka makan.As-Saddi mengatakan dalam kisahnya yang ia ketengahkan dari Abu Malik dan Abu Saleh, dari Ibnu Abbas r.a.; juga dari Murrah,
dari Ibnu Mas'ud, dari sejumlah sahabat Nabi Saw., bahwa salwa adalah burung yang mirip dengan burung samani.Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah,
telah menceritakan kepada kami Abdus Samad ibnu Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Qurrah ibnu Khalid, dari Jahdam, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa salwa adalah burung samani.Hal yang sama dikatakan pula oleh
Mujahid, Asy-Sya'bi, Ad-Dahhak, Al-Hasan, Ikrimah, dan Ar-Rabbi' ibnu Anas.Diriwayatkan dari Ikrimah, salwa adalah sejenis burung seperti burung yang kelak ada di surga, bentuknya lebih besar daripada burung pipit atau sama dengannya.
Qatadah mengatakan bahwa salwa adalah sejenis burung yang berbulu merah yang datang digiring oleh angin selatan. Seorang lelaki dari kalangan mereka menyembelih sebagian darinya dalam kadar yang cukup untuk keperluan hari itu;
dan apabila ia melampaui batas dalam pengambilannya, maka daging burung itu membusuk dan tak tersisa. Tetapi jika ia berada di hari yang keenam (yakni hari Jumat), maka ia mengambil bagian untuk keperluan hari itu dan hari esoknya,
yakni hari keenam dan hari ketujuhnya. Karena hari yang ketujuh atau hari Sabtu merupakan hari libur mereka, tiada seorang pun yang bekerja di hari itu dan tiada seorang pun yang mencari sesuatu padanya.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa salwa adalah burung yang gemuk seperti burung merpati, burung-burung tersebut datang kepada mereka dengan berbondong-bondong dari Sabtu ke Sabtu yang lainnya, kemudian mereka
mengambil sebagian darinya.Di dalam riwayat yang lain dari Wahb disebutkan bahwa kaum Bani Israil meminta kepada Musa a.s. agar diberi daging, lalu Allah berfirman, "Aku benar-benar akan memberi mereka makan berupa daging
yang paling sedikit didapat di muka bumi." Kemudian Allah mengirimkan angin kepada mereka, lalu berjatuhanlah salwa di ternpat tinggal mereka; salwa tersebut adalah samani yang berbondong-bondong terbang setinggi tombak.
Mereka menyimpan daging burung samani itu untuk keesokan harinya, tetapi daging itu membusuk dan roti pun menjadi basi.As-Saddi mengatakan bahwa tatkala Bani Israil memasuki padang Sahara, mereka berkata kepada Musa a.s.,
"Bagaimana kami dapat tahan di tempat seperti ini? Di manakah makanannya?" Maka Allah menurunkan manna kepada mereka. Manna turun kepada mereka berjatuhan di atas pohon jahe. Sedangkan salwa adalah sejenis burung
yang bentuknya mirip dengan burung samani, tetapi lebih besar sedikit.Seseorang dari mereka bila menangkap burung salwa itu terlebih dahulu mereka melihatnya. Jika burung yang ditangkapnya itu gemuk, maka mereka menyembelihnya;
tetapi jika kurus, mereka melepa-kannya; jika telah gemuk, maka burung itu baru ditangkap. Mereka berkata (kepada Musa a.s.), "Ini makanannya, manakah minuman-nya?" Maka Allah memerintahkan kepada Musa a.s.
untuk memukulkan tongkatnya pada sebuah batu besar. Setelah batu itu dipukul dengan tongkatnya, memancarlah dua belas mata air yang mengalir, hingga tiap-tiap puak dari Bani Israil mempunyai mata airnya sendiri-sendiri.
Mereka berkata lagi, "Ini minuman, maka manakah naungannya?" Mereka dinaungi oleh awan, dan mereka berkata lagi, "Ini naungan, manakah pakaiannya?" Tersebutlah bahwa pakaian mereka tahan lama dan tidak robek-robek.
Yang demikian itu disebutkan di dalam firman-Nya: Dan Kami naungi kalian dengan awan dan Kami turunkan kepada kalian manna dan salwa. (Al-Baqarah: 57)
{وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ}
Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, "Pukullah batu itu dengan tongkatmu.” Lalu memancarlah darinya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya
(masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kalian berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. (Al-Baqarah: 60)Telah diriwayatkan dari Wahb ibnu Munabbih
dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam hal yang semisal dengan apa yang telah diriwayatkan oleh As-Saddi.Sunaid meriwayatkan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij yang menceritakan, "Ibnu Abbas r.a. pernah mengatakan
bahwa Allah menciptakan bagi mereka di padang pasir pakaian yang anti robek dan anti kotor."Ibnu Juraij mengatakan, "Seorang lelaki (dari kalangan mereka) apabila mengambil manna dan salwa dalam jumlah lebih dari keperluan seharinya,
maka manna dan salwa itu membusuk. Hanya saja pada hari Jumat mereka mengambil makanan dalam jumlah lebih karena untuk hari Sabtunya, dan pada pagi hari Sabtu makanan tersebut tidak rusak."Ibnu Atiyyah mengatakan
bahwa salwa adalah sejenis burung, menurut kesepakatan ulama Mufassirin. Kelirulah Al-Huzali yang mengatakan dalam bait syairnya bahwa salwa itu adalah madu. Hal ini terbukti melalui perkataannya dalam salah satu bait syairnya, yaitu:
وَقَاسَمَهَا بِاللَّهِ جَهْدًا لَأَنْتُمُ ... أَلَذُّ مِنَ السَّلْوَى إِذَا مَا أَشُورُهَا ...
Dan dia bersumpah secara sungguh-sungguh dengan menyebut asma Allah, bahwa kalian benar-benar lebih lezat daripada salwa (madu) apabila dipetik dari sarangnya.Al-Huzali menduga bahwa salwa itu adalah madu.
Al-Qurtubi mengatakan, pengakuan yang mendakwakan adanya kesepakatan (bahwa salwa adalah sejenis burung) tidak sah, karena Muwarrij —seorang ulama bahasa dan tafsir— mengatakan bahwa salwa adalah madu.
Kemudian ia mengemukakan dalilnya dengan berpegang kepada perkataan Al-Huzali tadi. Ia menjelaskan, memang demikianlah sebutannya di dalam dialek Kinanah, mengingat madu merupakan minuman yang lezat;
termasuk ke dalam pengertian ini ialah 'ainun silwan (mata air yang menyegarkan).Al-Jauhari mengatakan bahwa salwa adalah madu. Ia mengatakan demikian berdalilkan ucapan Al-Huzali tadi. Sulwanah artinya kharzah (sebuah wadah).
Mereka mengatakan, apabila dituangkan air hujan, lalu diminum oleh seseorang yang sedang dimabuk asmara, maka ia akan lupa kepada segala-galanya. Sehubungan dengan hal ini seorang penyair mengatakan:
شَرِبْتُ عَلَى سُلْوَانَةٍ مَاءَ مُزْنَةٍ ... فَلَا وَجَدِيدِ الْعَيْشِ يَا مَيُّ مَا أَسْلُو ...
Aku telah meminum air hujan dari wadah sulwanah, demi kehidupan yang baru, hai Mai, aku tidak dapat berlupa diri.Nama air yang diminum dengan memakai wadah tersebut adalah sul-wan. Sebagian orang mengatakan
bahwa sulwan merupakan obat penawar yang dapat menyembuhkan karena lupa kepada kesedihan. Para tabib menamakannya dengan sebutan mufarrij.Mereka mengatakan bahwa salwa adalah bentuk jamak, bentuk tunggalnya pun sama;
sama halnya dengan samani yang bentuk tunggal dan jamaknya sama. Tetapi dapat pula dikatakan salwa adalah bentuk jamak, sedangkan bentuk tunggalnya adalah waili.Imam Khalil mengatakan bahwa salwa bentuk tunggalnya
adalah silwatun, lalu Imam Khalil mengetengahkan sebuah syair:
وَإِنِّي لَتَعْرُونِي لِذِكْرَاكِ هِزَّةٌ ... كَمَا انْتَفَضَ السَّلْوَاةُ مِنْ بلل القطر ...
Sesungguhnya aku benar-benar tergetar bila mengingatmu, seperti seekor burung salwa yang mengibaskan air hujan dari tubuhnya.Imam Kisai mengatakan bahwa salwa adalah bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamaknya adalah salawa. Semua pendapat di atas telah dinukil oleh Al-Qurtubi. ********** Firman Allah Swt.:
{كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ}
Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepada kalian. (Al-Baqarah: 57)Perintah dalam ayat ini mengandung makna ibahah (boleh), pengarahan, dan sebagai anugerah. Sedangkan mengenai firman-Nya:
{وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ}
Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Al-Baqarah: 57)Makna yang dimaksud dengan ayat sebelumnya yaitu 'Kami perintahkan mereka untuk memakan rezeki yang telah Kami berikan kepada mereka, dan hendaklah mereka beribadah (kepada-Nya)', seperti pengertian yang terdapat pada ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ}
Makanlah oleh kalian dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhan kalian dan bersyukurlah kalian kepada-Nya. (Saba': 15)Akan tetapi, mereka (Bani Israil) menentang dan kafir, sehingga jadilah mereka orang-orang yang menganiaya
dirinya sendiri, padahal mereka telah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri semua tanda kebesaran Allah yang jelas, mukjizat-mukjizat yang pasti, dan hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam.Dari keterangan ini tampak jelas
keutamaan para sahabat Nabi Muhammad Saw. yang berada di atas semua sahabat nabi-nabi lainnya dalam hal kesabaran, keteguhan, dan ketegaran mereka yang tidak pernah surut. Padahal mereka selalu bersamanya dalam semua
perjalanan dan peperangan, antara lain ialah dalam Perang Tabuk yang situasinya sangat panas dan melelahkan. Sekalipun demikian, mereka tidak pernah meminta kepada Nabi Saw. mengadakan hal-hal yang bertentangan dengan hukum
alam dan hal-hal yang aneh, padahal hal tersebut amatlah mudah bagi Nabi Saw. Hanya ketika rasa lapar sangat melemahkan tubuh mereka, mereka meminta kepada Nabi Saw. agar makanan yang mereka bawa diperbanyak.
Untuk itu mereka mengumpulkan semua makanan yang ada pada mereka, lalu terkumpullah makanan yang jumlah keseluruhannya sama dengan tinggi seekor kambing yang sedang duduk istirahat. Kemudian Nabi Saw.
berdoa agar makanan tersebut diberkahi, ternyata akhirnya mereka dapat memenuhi semua wadah makanan yang mereka bawa.Demikian pula ketika mereka memerlukan air, Nabi memohon kepada Allah Swt., lalu datanglah awan
yang langsung menghujani mereka. Akhirnya mereka minum dan memberi minum ternak mereka hingga dapat memenuhi wadah air minum yang mereka bawa. Kemudian mereka melihat keadaan hujan tersebut, ternyata hujan
tidak melampaui batas pasukan kaum muslim bermarkas.Hal ini jelas lebih utama dan lebih sempurna, yang menunjukkan keikhlasan mereka dalam mengikuti Nabi Saw., padahal Allah berkuasa untuk memenuhi apa yang diminta oleh
Rasulullah Saw. buat pasukan kaum muslim yang mengikutinya saat itu.
Surat Al-Baqarah |2:58|
وَإِذْ قُلْنَا ادْخُلُوا هَٰذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ ۚ وَسَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ
wa iż qulnadkhuluu haażihil-qoryata fa kuluu min-haa ḥaiṡu syi`tum roghodaw wadkhulul-baaba sujjadaw wa quuluu ḥiththotun naghfir lakum khothooyaakum, wa sanaziidul-muḥsiniin
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman, "Masuklah ke negeri ini (Baitul Maqdis) maka makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. Dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk dan katakanlah, "Bebaskanlah kami (dari dosa-dosa kami)," niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu. Dan Kami akan menambah (karunia) bagi orang-orang yang berbuat kebaikan."
And [recall] when We said, "Enter this city and eat from it wherever you will in [ease and] abundance, and enter the gate bowing humbly and say, 'Relieve us of our burdens.' We will [then] forgive your sins for you, and We will increase the doers of good [in goodness and reward]."
(Dan ingatlah ketika Kami berfirman,) kepada mereka setelah mereka keluar dari bukit Tih, ("Masuklah kamu ke negeri ini"),
yakni Baitulmakdis atau Yerusalem dan ada pula yang mengatakannya 'Ariha' (Maka makanlah di antara makanannya yang baik lagi enak mana yang kamu sukai) tanpa ada larangan (dan masukilah pintu gerbangnya)
(dalam keadaan bersujud) artinya menundukkan diri (dan ucapkanlah) sebagai permohonan,
("Bebaskanlah kami dari dosa!") (niscaya Kami ampuni) menurut suatu qiraat 'yughfar', sedangkan menurut suatu qiraat lainnya 'tughfar',
keduanya kata kerja pasif yang berarti 'diampuni' (bagimu kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami tambah pula pemberian Kami kepada orang-orang yang berbuat baik)
maksudnya diampuni karena berlaku taat, diberi tambahan, yakni pahalanya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 58 |
Tafsir 58-59
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman, "Masuklah kalian ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya —yang banyak lagi enak— di mana yang kalian sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud,
dan katakanlah, "Bebaskanlah kami dari dosa," niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik." Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah
dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik.Allah berfirman mencela mereka karena mereka membangkang,
tidak mau berjihad dan tidak mau memasuki Tanah Suci Baitul Maqdis, yaitu ketika mereka baru tiba dari negeri Mesir bersama Nabi Musa a.s. Mereka diperintahkan memasuki Tanah Suci Baitul Maqdis yang merupakan tanah warisan dari Israil,
leluhur mereka. Mereka diperintahkan memerangi orang-orang Amaliqah yang kafir yang ada di dalamnya. Tetapi mereka membangkang, tidak mau memerangi mereka; dan mereka menjadi lemah dan patah semangat (pengecut).
Maka Allah menyesatkan mereka di Padang Sahara tandus sebagai hukuman buat mereka, seperti yang dijelaskan di dalam surat Al-Maidah.Karena itu, menurut pendapat yang paling sahih di antara dua pendapat,
tanah yang dimaksudkan adalah Baitul Maqdis; seperti yang dinaskan oleh As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, Abu Muslim Al-Asfahani serta yang lainnya. Allah Swt. telah berfirman mengisahkan ucapan Musa a.s., yaitu:
{يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الأرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ}
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah ditentukan oleh Allah bagi kalian, dan janganlah kalian lari ke belakang. (Al-Maidah: 21)Menurut ulama tafsir lainnya, tanah suci tersebut adalah Ariha. Pendapat ini diriwayatkan
dari Ibnu Abbas dan Abdur Rahman ibnu Zaid, tetapi jauh dari kebenaran, mengingat Ariha bukan tujuan perjalanan mereka, melainkan yang mereka tuju adalah Baitul Maqdis.Pendapat lain yang lebih jauh lagi dari kebenaran
adalah yang mengatakan bahwa negeri tersebut adalah negeri Mesir, seperti yang diriwayatkan oleh Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya.Pendapat yang benar adalah pendapat pertama tadi, yaitu yang mengatakan Baitul Maqdis.
Hal ini terjadi ketika mereka keluar dari Padang Sahara sesudah tersesat selama empat puluh tahun bersama Yusya' ibnu Nun a.s. Kemudian Allah memberikan kemenangan kepada mereka atas Baitul Maqdis pada sore hari Jumat.
Pada hari itu perjalanan matahari ditahan (oleh Allah) selama sesaat hingga mereka beroleh kemenangan.Setelah mereka beroleh kemenangan, maka Allah memerintahkan mereka untuk memasuki pintu gerbang Baitul Maqdis
seraya bersujud sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka berupa kemenangan dan pertolongan, hingga negeri mereka dapat direbut dari tangan musuh dan mereka diselamatkan
dari Padang Sahara dan tersesat jalan di dalamnya.Al-Aufi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud.
(Al-Baqarah: 58) Makna yang dimaksud ialah sambil rukuk.Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Sufyan,
dari Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan masukilah pintu gerbangnya sambil sujud. (Al-Baqarah: 58) Yakni sambil membungkuk rukuk melalui pintu
yang kecil. Imam Hakim meriwayatkan hadis ini melalui hadis Sufyan dengan lafaz yang sama. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula melalui hadis Sufyan, yakni As-Sauri dengan lafaz yang sama, hanya di dalam riwayatnya
ditambahkan, "Maka mereka memasukinya dengan mengesotkan pantat mereka ke tanah."Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka diperintahkan bersujud pada wajah mereka ketika memasukinya. Akan tetapi,
pendapat ini dinilai jauh dari kebenaran oleh Ar-Razi.Telah diriwayatkan dari sebagian mereka bahwa makna yang di-maksud dengan bersujud dalam ayat ini ialah tunduk, mengingat sulit untuk diartikan menurut hakikatnya.
Khasif meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa pintu tersebut letaknya berhadapan dengan arah kiblat.Ibnu Abbas, Mujahid, As-Saddi, Qatadah, dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa Babul Hittah adalah salah satu pintu gerbang
masuk ke kota Eliya Baitul Maqdis.Ar-Razi meriwayatkan dari sebagian ulama, bahwa yang dimaksud dengan pintu tersebut ialah salah satu dari arah kiblat.Khasif mengatakan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas,
bahwa mereka lalu memasukinya dengan cara miring pada lambung mereka.As-Saddi meriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Azdi, dari Abul Kanud, dari Abdullah ibnu Mas'ud. Dikatakan kepada mereka, "Masuklah kalian ke pintu gerbangnya
dengan bersujud." Ternyata mereka memasukinya dengan menengadahkan kepala mereka, bertentangan dengan apa yang diperintahkan kepada mereka.
***********
Firman Allah Swt.:
{وَقُولُوا حِطَّةٌ}
dan katakanlah, "Bebaskanlah kami dari dosa." (Al-Baqarah: 58)Menurut Imam Sauri, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan makna lafaz hittah, artinya ialah
'ampunilah dosa-dosa kami'.Diriwayatkan dari Ata, Al-Hasan, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas hal yang semisal.Menurut Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, makna kalimat qulu hittah ialah ucapkanlah oleh kalian bahwa perkara ini
adalah perkara yang hak seperti apa yang diperintahkan kepada kalian!Menurut Ikrimah, maknanya ialah ucapkanlah oleh kalian, "Tidak ada Tuhan selain Allah."Al-Auza'i meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas pernah berkirim surat
kepada seseorang yang tidak ia sebutkan namanya. Ia menanyakan tentang makna firman-Nya, "Qulu hittah." Lelaki itu menjawab suratnya yang isinya mengatakan bahwa makna kalimat tersebut ialah 'akuilah oleh kalian dosa-dosa kalian'.
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah gugurkanlah dari kami dosa-dosa kami.
{نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَسَنزيدُ الْمُحْسِنِينَ}
niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 58)Ayat ini merupakan jawab amar-nya. Dengan kata lain,
apabila kalian mengerjakan apa yang Kami perintahkan kepada kalian, niscaya Kami ampuni dosa-dosa kalian dan akan Kami lipat gandakan pahala kebaikan bagi kalian.Pada kesimpulannya dapat dikatakan bahwa mereka diperintahkan
untuk berendah diri kepada Allah Swt. di saat mereka beroleh kemenangan, hal tersebut direalisasikan dalam bentuk perbuatan dan ucapan. Hendaknya mereka mengakui semua dosa mereka serta memohon ampun kepada Allah
atas dosa-dosa tersebut, bersyukur kepada Allah atas limpahan nikmat-Nya saat itu, dan bersegera melakukan perbuatan-perbuatan yang disukai oleh Allah Swt., sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
{إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ * وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا * فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا}
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Penerima tobat. (An-Nasr: 1-3)Sebagian sahabat menafsirkan banyak berzikir dan memohon ampun bila beroleh kemenangan dan pertolongan. Akan tetapi, Ibnu Abbas r.a. menafsirkannya sebagai ucapan belasungkawa
kepada Nabi Saw. yang menandakan bahwa ajal beliau telah dekat, dan penafsiran ini diakui oleh Khalifah Umar r.a. Tetapi tidaklah bertentangan bila ditafsirkan bahwa Allah Swt. memerintahkan hal tersebut bila kaum muslim
beroleh kemenangan dan pertolongan Allah serta manusia berbondong-bondong memasuki agama Allah Swt. Ayat ini juga merupakan belasungkawa kepada roh Nabi Saw. yang sudah dekat saat wafatnya. Karena itu, tampak Rasul Saw.
begitu rendah diri sekali di saat beroleh kemenangan.Disebutkan dalam suatu riwayat, ketika Nabi Saw. berhasil memperoleh kemenangan atas kota Mekah, beliau memasukinya dari celah yang tertinggi; sedangkan beliau tampak benar-benar
penuh dengan rasa rendah diri kepada Tuhannya, sehingga disebutkan bahwa janggut beliau benar-benar menyentuh pelana bagian depannya sebagai tanda syukur kepada Allah Swt. atas karunia tersebut. Kemudian
ketika memasuki kota Mekah, beliau langsung mandi (dan wudu), lalu salat delapan rakaat; hal itu dilakukannya di waktu duha. Maka sebagian ulama mengatakan bahwa salat tersebut adalah salat duha, sedangkan sebagian ulama
lainnya mengatakan bahwa salat tersebut adalah salat kemenangan.Untuk itu, imam dan amir —bila beroleh kemenangan atas suatu negeri— disunatkan salat sebanyak delapan rakaat di negeri tersebut pada permulaan dia memasukinya,
seperti yang dilakukan oleh Sa'd ibnu Abu Waqqas r.a. ketika memasuki kota Iwan Kisra. Dia salat delapan rakaat di dalamnya.Menurut pendapat yang sahih, dalam salatnya itu hendaklah dilakukan salam pada setiap dua rakaatnya
sebagai pemisah. Menurut pendapat lain, salat dilakukan hanya dengan sekali salam untuk seluruh rakaatnya.
***********
Firman Allah Swt.:
{فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ}
Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدٌ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدي، عَنِ ابْنِ الْمُبَارَكِ، عَنْ مَعْمَر، عَنْ هَمَّام بْنِ مُنَبّه، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "قِيلَ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ: {ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ} فَدَخَلُوا يَزْحَفُونَ عَلَى اسْتَاهِهِمْ، فَبَدَّلُوا وَقَالُوا: حِطَّةٌ: حَبَّةٌ فِي شَعْرَةٍ"
Imam Bukhari meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Ibnul Mubarak, dari Ma'mar, dari Hamman ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw.
yang telah bersabda: Dikatakan kepada Bani Israil, "Masukilah pintu gerbangnya sambil sujud. Dan katakanlah, 'Ampunilah dosa-dosa kami.” Ternyata mereka memasukinya dengan mengesot, dan mereka mengganti (ucapannya),
lalu mereka mengatakan, "Habbah fi sya'rah" (biji dalam rambut).Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Nasai, dari Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim, dari Abdur Rahman dengan lafaz yang sama secara mauquf.
Diriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Ubaid ibnu Muhammad, dari Ibnul Mubarak sebagian darinya secara musnad, sehubungan dengan firman-Nya, "Hittah." Disebutkan bahwa mereka menggantinya dengan ucapan lain,
yaitu habbah (biji-bijian).
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَنْبَأَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ هَمَّام بْنِ مُنَبه أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَالَ اللَّهُ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ: {وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ} فَبَدَّلُوا، وَدَخَلُوا الْبَابَ يَزْحَفُونَ عَلَى اسْتَاهِهِمْ، فَقَالُوا: حَبَّةٌ فِي شَعْرَةٍ ".
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih; dia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah berfirman
kepada kaum Bani Israil, "Masukilah pintu gerbangnya sambil sujud dan katakanlah, 'Ampunilah dosa kami," niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian" (Al-Baqarah: 58). Maka mereka mengganti perintah itu dan mereka memasukinya
dengan mengesot, lalu mereka mengatakan.”Habbah fi sya'rah."Hadis ini berpredikat sahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Ishaq ibnu Nasr; dan oleh Imam Muslim, dari Muhammad ibnu Rafi'; dan oleh Imam Turmuzi,
dari Abdur Rahman ibnu Humaid, semuanya meriwayatkan hadis ini melalui Abdur Razzaq dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih.Muhammad ibnu Ishaq mengatakan,
perubahan yang dilakukan mereka menurut apa yang telah diceritakan kepadaku dari Saleh ibnu Kaisan, dari Saleh maula Tau-amah, dari Abu Hurairah, juga dari orang yang tidak aku curigai, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
"دَخَلُوا الْبَابَ -الَّذِي أُمِرُوا أَنْ يَدْخُلُوا فِيهِ سُجَّدًا-يَزْحَفُونَ عَلَى اسْتَاهِهِمْ، وَهُمْ يَقُولُونَ: حِنْطَةٌ فِي شُعَيْرَةٍ"
Mereka memasuki pintu gerbang —yang mereka diperintahkan untuk memasukinya sambil sujud— dengan mengesot, seraya mengucapkan "Hintah fi sya'irah"
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ، وَحَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "قال اللَّهُ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ: {ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ}
Imam Abu Daud meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh dan telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami
Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Sa'id Al-Khudri r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Allah berfirman kepada Bani Israil, "Masukilah pintu gerbang-nya sambil bersujud, dan katakanlah,
'Ampunilah dosa kami,' niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian."Kemudian Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Musafir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik,
dari Hisyam hadis yang semisal. Demikian Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara menyendiri dengan lafaz yang sama di dalam Kitabul Huruf secara ringkas,
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْذِرِ القَزّاز، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي فُدَيْكٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: سِرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ، أجَزْنا فِي ثَنِيَّةٍ يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ الْحَنْظَلِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مَثَلُ هَذِهِ الثَّنِيَّةِ اللَّيْلَةَ إِلَّا كَمَثَلِ الْبَابِ الَّذِي قَالَ اللَّهُ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ: {ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ}
Ibnu Murdawaih meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnul Munzir Al-Qazzaz,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Abu Fudaik, dari Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan: Ketika kami berjalan bersama Rasulullah Saw.
di malam hari dan kami berada di penghujung malam, kami melewati sebuah celah (lereng) yang dikenal dengan nama Zatul Hanzal, Rasulullah Saw. bersabda: Tiada perumpamaan yang lebih tepat bagi celah ini di malam ini
melainkan seperti pintu yang disebut Allah dalam kisah kaum Bani Israil, "Masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah, 'Ampunilah dosa kami,' niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian."Sufyan As-Sauri meriwayatkan
dari Abu Ishaq, dari Al-Barra sehubungan dengan makna firman-Nya:
{سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ}
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata. (Al-Baqarah: 142)Yang dimaksud dengan manusia tersebut adalah orang-orang Yahudi. Karena pernah diperintahkan kepada mereka,
"Masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud," yakni sambil rukuk. Dikatakan kepada mereka, "Dan katakanlah, 'Ampunilah dosa kami,' yakni dengan ampunan yang seluas-luasnya. Ternyata mereka memasukinya dengan mengesot,
lalu mereka mengatakan, "Hintatun hamra fiha sya'irah" (gandum merah di dalamnya terdapat sehelai rambut). Yang demikian itu disebutkan di dalam firmanNya: Lalu orang-orang yang zalim menggami perintah dengan (mengerjakan)
yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)As-Sauri meriwayatkan dari As-Saddi, dari Abu Sa'd Al-Azdi, dari Abul Kanud, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan firman-Nya: Dan katakanlah, "Hittah." (Al-Baqarah: 58)
Ternyata mereka mengatakan, "Hintah habbah hamra fiha sya'irah" (gandum bijinya merah, di dalamnya terdapat sehelai rambut). Maka Allah menurunkan firman-Nya: Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan
(mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Sesungguhnya mereka (Bani Israil) mengatakan,
'Huttan sam'anan azbatan mazabba'." Terjemahannya menurut bahasa Arab ialah 'biji gandum merah berlubang, di dalamnya terdapat rambut hitam'. Yang demikian itu dikisahkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)As-Sauri meriwayatkan pula dari Al-A'masy, dari Al-Minhal, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan firman-Nya: Masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud. (Al-Baqarah: 58) Yang dimaksud dengan bersujud ialah sambil rukuk melalui sebuah pintu kecil, tetapi ternyata mereka memasukinya dengan mengesot.
Mereka katakan hintah. Yang demikian itu dinyatakan oleh firman-Nya: Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ata, Mujahid, Ikrimah, Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Yahya ibnu Rafi'.Kesimpulan dari apa yang telah dikatakan oleh Mufassirin dan ditunjukkan oleh konteks
ayat dapat dikatakan bahwa mereka mengganti perintah Allah yang menganjurkan kepada mereka untuk berendah diri melalui ucapan dan sikap. Mereka diperintahkan memasukinya dengan bersujud, ternyata mereka memasukinya
dengan mengesot yakni dengan menggeserkan pantat seraya menengadahkan kepala. Mereka diperintahkan mengucapkan kalimat 'hiltah yakni hapuskanlah dari kami dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan kami.
Tetapi mereka memperolok-olokkan perintah tersebut, lalu mereka mengatakannya hintah fi sya'irah.Perbuatan tersebut sangat keterlaluan dan sangat ingkar. Karena itu, Allah menimpakan kepada mereka pembalasan dan azab
sebab kefasikan mereka yang tidak mau taat kepada perintah-Nya. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{فَأَنزلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ}
Sebab itu kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik. (Al-Baqarah: 59)Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setiap sesuatu yang disebut di dalam Kitabullah
dengan ungkapan ar-rijzu artinya azab. Hal yang sama diriwayatkan pula dari Mujahid, Abu Malik, As-Saddi, Al-Hasan, dan Qatadah; semua menyatakan bahwa ar-rijzu artinya azab.Abul Aliyah mengatakan ar-rijzu artinya murka Allah.
Asy-Sya'bi mengatakan ar-rijzu adakalanya ta'un dan adakalanya dingin yang membekukan. Sa'id ibnu Jubair mengatakan, ar-rijzu artinya ta'un.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ -يَعْنِي ابْنَ أَبِي وَقَّاصٍ-عَنْ سَعْدِ بْنِ مَالِكٍ، وَأُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، وَخُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، قَالُوا: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الطَّاعُونُ رجْز عَذَابٌ عُذِّب بِهِ من كان قَبْلَكُمْ"
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Ibrahim ibnu Sa'd (yakni Ibnu Abu Waqqas), dari Sa'd ibnu Malik
dan Usamah ibnu Zaid serta Khuzaimah ibnu Sabit. Mereka semua mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Penyakit ta'un merupakan azab yang telah ditimpakan kepada orang-orang sebelum kalian. Hal yang sama diriwayatkan
oleh Imam Nasai melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan lafaz yang sama. Asal hadis di dalam kitab Sahihain berasal dari hadis Habib ibnu Abu Sabit, yaitu:
"إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا"
Apabila kalian mendengar adanya penyakit ta'un di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Hingga akhir hadis.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، عَنِ ابْنِ وَهْبٍ، عَنْ يُونُسَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَامِرُ بْنُ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "إِنَّ هَذَا الْوَجَعَ وَالسَّقَمَ رجْز عُذِّب بِهِ بَعْضُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ"
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A’la, dari Ibnu Wahb, dari Yunus, dari Az-Zuhri yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar hadis berikut dari Amir ibnu Sa'd ibnu Abu Waqqas,
dari Usamah ibnu Zaid, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya penyakit dan wabah ini merupakan azab yang pernah ditimpakan kepada sebagian umat dari kalangan orang-orang sebelum kalian.Asal hadis ini
diketengahkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Az-Zuhri dan hadis Malik, dari Muhammad ibnul Munkadir serta Salim ibnu Abu Nadr, dari Amir ibnu Sa'd dengan lafaz yang semisal.
Surat Al-Baqarah |2:59|
فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
fa baddalallażiina zholamuu qoulan ghoirollażii qiila lahum fa anzalnaa 'alallażiina zholamuu rijzam minas-samaaa`i bimaa kaanuu yafsuquun
Lalu, orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (perintah lain) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Maka Kami turunkan malapetaka dari langit kepada orang-orang yang zalim itu karena mereka (selalu) berbuat fasik.
But those who wronged changed [those words] to a statement other than that which had been said to them, so We sent down upon those who wronged a punishment from the sky because they were defiantly disobeying.
(Lalu orang-orang yang aniaya mengubah) di antara mereka (perintah yang tidak dititahkan kepada mereka) mereka mengatakan, habbatun fi sya`ratin ,
bahkan mereka memasukinya bukan dengan bersujud tetapi merangkak di atas pantat mereka. (Maka Kami timpakan atas orang-orang yang aniaya itu) di sini disebutkan "atas orang-orang yang aniaya itu",
yang sebenarnya cukup dengan kata ganti 'mereka' saja, dengan maksud sebagai kecaman (siksa) berupa penyakit taun (dari langit disebabkan kefasikan mereka) disebabkan mereka melanggar ketaatan.
Maka dalam waktu satu jam ada 70 ribu orang atau mendekati jumlah itu di antara mereka yang mati.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 59 |
Penjelasan ada di ayat 58
Surat Al-Baqarah |2:60|
وَإِذِ اسْتَسْقَىٰ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ ۖ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا ۖ قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ ۖ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
wa iżistasqoo muusaa liqoumihii fa qulnadhrib bi'ashookal-ḥajar, fanfajarot min-huṡnataa 'asyrota 'ainaa, qod 'alima kullu unaasim masyrobahum, kuluu wasyrobuu mir rizqillaahi wa laa ta'ṡau fil-ardhi mufsidiin
Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, "Pukullah batu itu dengan tongkatmu!" Maka memancarlah darinya dua belas mata air. Setiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah dari rezeki (yang diberikan) Allah dan janganlah kamu melakukan kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan.
And [recall] when Moses prayed for water for his people, so We said, "Strike with your staff the stone." And there gushed forth from it twelve springs, and every people knew its watering place. "Eat and drink from the provision of Allah, and do not commit abuse on the earth, spreading corruption."
(Dan) ingatlah (ketika Musa memohon air) (untuk kaumnya) yakni ketika mereka telah kehausan di padang Tih (lalu firman Kami,
"Pukulkanlah tongkatmu ke atas batu itu!") yaitu batu yang pernah membawa lari pakaiannya
,
bentuknya tipis persegi empat sebesar kepala manusia, batu lunak atau seperti keduanya lalu dipukulkannya (maka terpancarlah) terbelahlah batu itu lalu keluar air (daripadanya dua belas mata air)
yaitu sebanyak jumlah suku Bani Israel (sesungguhnya telah mengetahui tiap-tiap suku) yakni tiap-tiap suku di antara mereka (tempat minum mereka) masing-masing hingga mereka tidak saling berebut.
Lalu firman Kami kepada mereka, ("Makan dan minumlah rezeki yang diberikan Allah dan janganlah kamu berbuat keonaran di muka bumi dengan melakukan pengrusakan!")
'Mufsidiin' menjadi 'hal' yang memperkuat perbuatan pelaku '`atsiya' yang berarti berbuat keonaran.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 60 |
Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, "Pukullah batu itu dengan tongkatmu!" Lalu memancarlah darinya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya
(masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kalian berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.Allah berfirman, "Ingatlah kalian kepada nikmat yang telah Kulimpahkan
setelah Aku memperkenankan doa nabi kalian, yaitu Musa. Di kala ia meminta air minum kepada-Ku buat kalian hingga Aku mudahkan memperoleh air itu, dan Aku keluarkan air itu dari batu yang kalian bawa.
Aku pancarkan air darinya buat kalian sebanyak dua belas mata air, bagi tiap-tiap suku di antara kalian terdapat mata airnya sendiri yang telah diketahui. Makanlah salwa dan manna, dan minumlah air ini yang telah Kupancarkan
tanpa jerih payah dan usaha kalian; dan sembahlah oleh kalian Tuhan yang telah menundukkan hal tersebut."
{وَلا تَعْثَوْا فِي الأرْضِ مُفْسِدِينَ}
Dan janganlah kalian berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. (Al-Baqarah: 60)Yakni janganlah kalian membalas air susu dengan air tuba, kenikmatan kalian balas dengan kedurhakaan, karena akibatnya nikmat itu
akan dicabut dari kalian.Para Mufassirin membahas kisah ini secara panjang lebar dalam pembicaraan mereka, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a. Disebutkan bahwa di hadapan mereka diletakkan sebuah batu berbentuk
empat persegi panjang, lalu Allah memerintahkan Musa a.s. supaya memukul batu itu dengan tongkatnya. Lalu Musa memukulnya dengan tongkatnya, maka memancarlah dua belas mata air; pada tiap-tiap sudut batu tersebut memancar
tiga buah mata air. Kemudian Musa memberitahukan kepada tiap-tiap suku itu mata airnya masing-masing buat minum mereka. Tidak sekali-kali mereka berpindah ke tempat yang lain melainkan mereka menjumpai hal tersebut,
sama halnya dengan kejadian yang pernah terjadi di tempat yang pertama. Kisah ini merupakan suatu bagian dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abu Hatim, yaitu hadis mengenai fitnah-fitnah
yang cukup panjang.Atiyyah Al-Aufi mengatakan, dijadikan buat mereka sebuah batu yang besarnya sama dengan kepala banteng, lalu batu itu dimuat di atas sapi jantan. Apabila mereka turun istirahat,
mereka meletakkan batu itu dan Musa memukul batu itu dengan tongkatnya, maka memancarlah dua belas mata air. Apabila mereka berangkat meneruskan perjalanan, mereka mengangkut batu itu ke atas punggung seekor sapi jantan,
lalu airnya berhenti dengan sendirinya.Usman ibnu Ata Al-Khurrasani meriwayatkan dari ayahnya, bahwa kaum Bani Israil mempunyai sebuah batu, dan Nabi Harun yang selalu meletakkannya, sedangkan Nabi Musa
yang memukul batu itu dengan tongkatnya.Qatadah mengatakan bahwa batu tersebut berasal dari Bukit Tur, merekalah yang mengambil batu tersebut dan yang memikulnya (ke mana pun mereka pergi). Apabila mereka turun istirahat,
Nabi Musa a.s. memukul batu itu dengan tongkatnya (agar keluar air darinya).Az-Zamakhsyari mengatakan, menurut suatu pendapat batu tersebut adalah granit berukuran satu hasta kali satu hasta. Menurut pendapat lain,
bentuknya sebesar kepala manusia. Menurut pendapat lainnya lagi batu tersebut berasal dari surga yang tingginya sepuluh hasta, sama dengan tinggi Nabi Musa a.s.; sedangkan batu tersebut mempunyai dua cabang yang kedua-duanya
menyala dalam kegelapan, dan selalu dibawa di atas punggung keledai.Menurut pendapat yang lain, batu tersebut dibawa turun oleh Nabi Adam a.s. dari surga, lalu diwarisi secara turun-temurun hingga sampai ke tangan
Nabi Syu'aib, lalu Nabi Syu'aib menyerahkan batu itu bersama tongkatnya kepada Musa a.s.Menurut pendapat yang lainnya, batu tersebutlah yang pernah membawa lari pakaian Nabi Musa a.s. ketika sedang mandi.
Lalu Malaikat Jibril berkata kepada Musa a.s., "Angkatlah batu itu, karena sesungguhnya pada batu itu terdapat kekuatan dan engkau mempunyai mukjizat padanya." Kemudian Nabi Musa a.s. membawanya pada pikulannya.
Az-Zamakhsyari mengatakan, dapat pula diartikan bahwa huruf Alif lam pada lafaz al-hajar bermakna liljinsi, bukan lil’ahdi. Dengan kata lain dikatakan, "Pukullah sesuatu benda yang disebut batu!"Diriwayatkan dari Al-Hasan,
bahwa Nabi Musa a.s. tidak diperintahkan memukul sebuah batu secara tertentu. Al-Hasan mengatakan, penafsiran seperti ini lebih menonjolkan mukjizat dan lebih menggambarkan tentang kekuasaan mukjizat. Disebutkan bahwa Nabi Musa a.s.
memukul batu, lalu memancarlah mata air darinya, setelah itu dia memukulnya lagi, maka berhentilah airnya dan kering. Kemudian mereka (Bani Israil) mengatakan, "Jika Musa kehilangan batu ini, niscaya kita akan kehausan."
Maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Musa a.s. yang memerintahkan agar berbicara kepada batu tersebut. Batu itu akan memancarkan air tanpa menyentuhnya dengan tongkat, dengan harapan mereka kelak mau percaya
dan mengakuinya.Yahya ibnun Nadr mengatakan bahwa ia pernah berkata kepada Juwaibir, "Bagaimanakah tiap-tiap suku mengetahui mata air untuk minumnya?" Juwaibir menjawab, "Nabi Musa a.s. meletakkan batu tersebut,
lalu masing-masing suku diwakili oleh seseorang dari kalangannya. Kemudian Nabi Musa a.s. memukul batu itu, maka memancarlah dua belas mata air. Tiap-tiap mata air memancar ke arah masing-masing wakil tersebut,
selanjutnya tiap-tiap lelaki memanggil sukunya untuk mengambil air dari mata airnya masing-masing."Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ketika Bani Israil berada di padang pasir, Musa membelah batu untuk mereka menjadi mata air.
As-Sauri meriwayatkan dari Sa'id, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa hal tersebut terjadi di Padang Sahara; Musa memukul batu untuk mereka, maka memancarlah dari batu itu dua belas mata air,
masing-masing suku meminum dari satu mata air.Mujahid mengatakan seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas. Kisah ini mirip dengan kisah yang ada di dalam surat Al-A'raf, hanya kisah yang ada di dalam surat Al-A'raf diturunkan di Mekah.
Oleh karena itu, pemberitaan tentang mereka memakai damir gaib, mengingat Allah Swt. mengisahkan kepada Rasul-Nya apa yang telah mereka perbuat. Adapun kisah yang ada di dalam surat ini —yakni Al-Baqarah— diturunkan
di Madinah. Untuk itu, khitab yang ada padanya langsung ditujukan kepada mereka (orang-orang Yahudi Madinah). Di dalam surat Al-A'raf diberitakan melalui firman-Nya:
{فَانْبَجَسَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا}
Maka memancarlah darinya dua belas mata air. (Al-A'raf: 160)Yang dimaksud dengan inbijas ialah permulaan memancar, sedangkan dalam ayat surat Al-Baqarah disebutkan keadaan sesudahnya, yakni meluapnya air
tersebut dalam pancarannya. Maka sesuailah bila dalam ayat yang sedang kita bahas ini disebut istilah infijar, sedangkan dalam ayat surat Al-A'raf disebut dengan memakai inbijas. Di antara kedua ungkapan terdapat perbedaan
ditinjau dari sepuluh segi lafzi dan maknawi. Hal tersebut disebutkan dengan panjang lebar oleh Az-Zamakhsyari di dalam kitab tafsirnya dengan ungkapan tanya jawab. Memang apa yang diketengahkannya itu mendekati kebenaran.
Surat Al-Baqarah |2:61|
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نَصْبِرَ عَلَىٰ طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ مِنْ بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا ۖ قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَىٰ بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ ۚ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ ۗ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ۗ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ۗ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
wa iż qultum yaa muusaa lan nashbiro 'alaa tho'aamiw waaḥidin fad'u lanaa robbaka yukhrij lanaa mimmaa tumbitul-ardhu mim baqlihaa wa qiṡṡaaa`ihaa wa fuumihaa wa 'adasihaa wa basholihaa, qoola a tastabdiluunallażii huwa adnaa billażii huwa khoiir, ihbithuu mishron fa inna lakum maa sa`altum, wa dhuribat 'alaihimuż-żillatu wal-maskanatu wa baaa`uu bighodhobim minalloh, żaalika bi`annahum kaanuu yakfuruuna bi`aayaatillaahi wa yaqtuluunan-nabiyyiina bighoiril-ḥaqq, żaalika bimaa 'ashow wa kaanuu ya'taduun
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, "Wahai Musa! Kami tidak tahan hanya (makan) dengan satu macam makanan saja maka mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia memberi kami apa yang ditumbuhkan bumi, seperti sayur-mayur, mentimun, bawang putih, kacang adas, dan bawang merah." Dia (Musa) menjawab, "Apakah kamu meminta sesuatu yang buruk sebagai ganti dari sesuatu yang baik? Pergilah ke suatu kota, pasti kamu akan memperoleh apa yang kamu minta." Kemudian, mereka ditimpa kenistaan dan kemiskinan dan mereka (kembali) mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.
And [recall] when you said, "O Moses, we can never endure one [kind of] food. So call upon your Lord to bring forth for us from the earth its green herbs and its cucumbers and its garlic and its lentils and its onions." [Moses] said, "Would you exchange what is better for what is less? Go into [any] settlement and indeed, you will have what you have asked." And they were covered with humiliation and poverty and returned with anger from Allah [upon them]. That was because they [repeatedly] disbelieved in the signs of Allah and killed the prophets without right. That was because they disobeyed and were [habitually] transgressing.
(Dan ketika kamu berkata, "Hai Musa! Kami tidak bisa tahan dengan satu makanan saja!") maksudnya satu macam saja,
yaitu manna dan salwa. (Oleh sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu,
agar Dia mengeluarkan bagi kami) sesuatu (dari apa yang ditumbuhkan bumi berupa) sebagai penjelasan (sayur-mayur, ketimun, bawang putih) (kacang adas dan bawang merah, maka jawabnya) yaitu jawab Musa kepada mereka,
("Maukah kamu mengambil sesuatu yang lebih rendah atau lebih jelek sebagai pengganti) (dari yang lebih baik) atau lebih utama" Pertanyaan ini berarti penolakan,
tetapi mereka tidak mau menarik permintaan itu hingga Musa pun berdoa kepada Allah, maka Allah Taala berfirman,
("Turunlah kamu) pergilah (ke salah satu kota) di antara kota-kota (pastilah kamu akan memperoleh) di sana (apa yang kamu minta") dari tumbuh-tumbuhan itu.
(Lalu dipukulkan) ditimpakan (atas mereka kenistaan) kehinaan dan kenistaan (dan kemiskinan) yakni bekas-bekas dan pengaruh kemiskinan berupa sikap statis dan rendah diri yang akan selalu menyertai mereka walaupun mereka kaya,
tak ubahnya bagai mata uang yang selalu menurut dan tidak akan lepas dari cetakannya, (dan kembalilah mereka) (membawa kemurkaan dari Allah, demikian itu),
yakni pukulan dan kemurkaan Allah itu (disebabkan mereka) (mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi) seperti Nabi Zakaria dan Yahya (tanpa hak) hanya karena keaniayaan semata.
(Demikian itu terjadi karena mereka selalu berbuat kedurhakaan dan karena mereka melanggar batas) artinya batas-batas peraturan hingga jatuh ke dalam maksiat. Kalimat pertama diulangnya untuk memperkuatnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 61 |
Dan (ingatlah) ketika kalian berkata, "Hai Musa, kami tidak sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi,
yaitu sayur-mayur, mentimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya." Musa berkata, "Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kalian ke suatu kota,
pasti kalian memperoleh apa yang kalian minta."Allah berfirman, "Ingatlah kalian akan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan kepada kalian di kala Aku menurunkan manna dan salwa kepada kalian sebagai makanan yang baik,
bermanfaat, enak, dan mudah. Ingatlah ungkapan keluhan serta kebosanan kalian terhadap apa yang telah Kami limpahkan kepada kalian, dan kalian meminta kepada Musa menggantinya dengan makanan yang bermutu rendah,
seperti sayur mayur dan lain-lainnya yang kalian minta."Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka terlanjur terbiasa dengan hal tersebut, maka mereka tidak sabar terhadap makanan manna dan salwa.
Mereka teringat kepada kehidupan sebelumnya yang biasa mereka jalani. Mereka merupakan kaum yang biasa memakan kacang adas, bawang merah, sayur-sayuran, dan bawang putih (vegetarian). Lalu mereka berkata: Hai Musa,
kami tidak sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, mentimunnya,
bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya. (Al-Baqarah: 61)Sesungguhnya mereka mengatakan satu jenis makanan karena makanan yang mereka konsumsi hanyalah manna dan salwa saja,
setiap harinya hanya itu saja yang mereka makan.Al-buqul (sayur mayur), al-qissa (mentimun), al-'adas (kacang adas), dan al-basal (bawang merah), semuanya sudah dikenal. M-ngenai al-Jum menurut qiraat Ibnu Mas'ud disebut sum
dengan memakai huruf sa yang artinya ialah bawang putih. Hal yang sama ditafsirkan oleh Mujahid di dalam riwayat Lais ibnu Abu Salim, dari Ibnu Mas'ud, bahwa al-Jum artinya saum (bawang putih). Hal yang sama dikatakan pula
oleh Ar-Rabi' ibnu Anas dan Sa'id ibnu Jubair.Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Rafi', telah menceritakan kepada kami Abu Imarah (yakni Ya'qub ibnu Ishaq Al-Basri), dari Yunus,
dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Wafumifta." Menurut Ibnu Abbas artinya bawang putih, dan di dalam bahasa kuno disebutkan fummu lana yang artinya 'buatkanlah roti untuk kami'.
Ibnu Jarir mengatakan, apabila hal tersebut benar, maka lafaz fumiha termasuk di antara huruf-huruf yang ada penggantian di dalamnya, seperti perkataan mereka, "Waqa'ufi 'asuri syarrin (mereka terjerumus di dalam kemelut keburukan),
" dikatakan 'afur syarrin (huruf sa diganti menjadi fa). Contoh lainnya ialah asafi diucapkan menjadi asasi, magafir diucapkan menjadi magasir, dan lain sebagainya yang serupa; di mana huruf fa diganti menjadi sa,
dan huruf sa diganti menjadi fa, karena makhraj keduanya berdekatan.Ulama lainnya mengatakan bahwa al-fum artinya gandum yang biasa dipakai untuk membuat roti.Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami
Yunus ibnu Abdul A’la secara bacaan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb secara bacaan, telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Abu Na'im, bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah ditanya mengenai firman-Nya wajumiha:
"Apakah yang dimaksud dengan fumiha?" Ibnu Abbas menjawab, "Gandum." Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan, "Bukankah kamu pernah mendengar ucapan Uhaihah ibnul Jallah yang mengatakan dalam salah satu bait syairnya, yaitu:
"Dahulu aku adalah orang yang paling berkecukupan secara pribadi, akulah yang mula-mula melakukan penanaman gandum di Madinah.”Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan,
telah menceritakan kepada kami Muslim Al-Juhani, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Rasyid ibnu Kuraib, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya, "Wa-fumiha." Disebutkan bahwa al-Jum
adalah gandum menurut dialek Bani Hasyim. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ali ibnu Abu Tal-hah dan Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas; juga oleh Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa al-Jum artinya gandum.Sufyan As-Sauri meriwayatkan
dari Ibnu Juraij, dari Mujahid dan Ata mengenai firman-Nya, "Wajumiha." Keduanya mengatakan, yang dimaksud ialah rotinya.Hasyim meriwayatkan dari Yunus, dari Al-Husain dan Husain, dari Abu Malik mengenai firman-Nya,
"Wafumiha," bahwa Jum artinya gandum. Pendapat ini dikatakan oleh Ikrimah, As-Saddi, Al-Ha-san Al-Basri, Qatadah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya.Al-Jauhari mengatakan bahwa al-Jum artinya gandum.
Ibnu Duraid mengatakan, al-Jum artinya sunbulah (bulir gandum).Al-Qurtubi meriwayatkan dari Ata dan Qatadah, bahwa al-Jum ialah segala jenis biji-bijian yang dapat dijadikan roti. Sebagian ulama mengatakan bahwa al-Jum
adalah kacang hums menurut dialek Syamiyah, dan orang yang menjualnya disebut fami yang diambil dari kata Jumi setelah diubah sedikit.Imam Bukhari mengatakan, sebagian ulama mengatakan bahwa Jum artinya
segala jenis biji-bijian yang dapat dimakan.
**********
Firman Allah Swt.:
{قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ}
Musa berkata, "Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?” (Al-Baqarah: 61)Di dalam ungkapan ayat ini terkandung teguran dan celaan terhadap permintaan mereka yang meminta jenis-jenis
makanan yang rendah ini, padahal mereka sedang dalam kehidupan yang menyenangkan dan memiliki makanan yang enak lagi baik dan bermanfaat.
*********
Firman Allah Swt.:
{اهْبِطُوا مِصْرًا}
Pergilah kalian ke suatu kota (Al-Baqarah: 61)Demikianlah bunyinya dengan di-tanwi'n-kan serta ditulis dengan memakai alif pada akhirnya menurut mushaf para Imam Usmaniyah. Qiraat inilah yang dipakai oleh jumhur ulama.
Ibnu Jarir mengatakan, "Aku tidak memperbolehkan qiraat selain dari qiraat ini, karena semua mushaf telah sepakat membacanya demikian."Ibnu Abbas mengatakan, ihbitu misran artinya 'pergilah kalian ke suatu kota'.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari hadis Abu Sa'id Al-Baqqal (yaitu Sa'id ibnul Mirzaban), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari As-Saddi, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.Ibnu Jarir mengatakan,
telah didapati di dalam qiraat Ubay ibnu Ka'b dan Ibnu Mas'ud bacaan ihbitu misra, yakni tanpa memakai tanwin, yang artinya 'pergilah kalian ke negeri Mesir'.Kemudian diriwayatkan dari Abul Aliyah dan Ar-Rabi' ibnu Anas,
bahwa keduanya menafsirkan hal tersebut sebagai negeri Mesir tempat Fir'aun berkuasa. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Abul Aliyah dan Ar-Rabi', dari Abul A'masy.Ibnu Jarir mengatakan,
dapat pula diinterpretasikan makna yang dimaksud ialah negeri Mesir Fir'aun menurut qiraat orang yang mem-fathah-kannya (tanpa tanwin). Dengan demikian, berarti hal ini termasuk ke dalam Bab "Ittiba' dalam Menulis Mushaf,
seperti yang dilakukan terhadap firman-Nya, "Qawariran qawarira," kemudian di-waqaf-kan bacaannya.Permasalahannya terletak pada makna misra, apakah makna yang dimaksud adalah Mesir negerinya Fir'aun, atau salah satu negeri
(kota) secara mutlak? Pendapat yang mengatakan bahwa kota tersebut adalah negeri Mesir masih perlu dipertimbangkan. Tetapi yang benar ialah suatu kota secara mutlak, seperti yang disebut oleh riwayat Ibnu Abbas dan lain-lainnya.
Berdasarkan pengertian ini makna ayat adalah seperti berikut "Musa berkata kepada mereka, 'Apa yang kalian minta itu bukanlah merupakan hal yang sulit, bahkan hal tersebut banyak didapat di kota mana pun yang kalian masuki,
dan tidaklah pantas bagi kalian meminta kepada Allah Swt. hal yang serendah itu lagi banyak didapat'." Karena itulah maka Musa berkata kepada mereka yang disitir oleh firman-Nya:
{أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ}
Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kalian ke suatu kota, pasti kalian memperoleh apa yang kalian minta. (Al-Baqarah: 61)Ma sa-altum artinya apa yang kalian minta;
dan mengingat permintaan mereka itu termasuk ke dalam kategori keterlaluan dan sangat buruk, maka bukan merupakan suatu keharusan untuk diperkenankan.Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan,
serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka
dan melampaui batas.
Firman Allah Swt.:
{وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ}
Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan. (Al-Baqarah: 61)Yakni ditimpakan dan ditetapkan kepada mereka menurut hukum syara' dan takdir. Dengan kata lain, mereka terus-menerus dalam keadaan hina;
siapa pun yang bersua dengan mereka, pasti menghina dan mencemoohkan mereka Dan ditimpakan kepada mereka kenistaan di samping kehinaan yang selalu menyertai mereka di mana pun mereka berada.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa mereka adalah orang-orang yang terkena jizyah.Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Al-Hasan dan Qatadah sehubungan dengan firman-Nya,
"Waduribat 'alaihimuz zillatu" bahwa mereka membayar jizyah dengan patuh, sedangkan mereka dalam keadaan tunduk.Ad-Dahhak mengatakan, ditimpakan kepada mereka zillah, yakni kenistaan.Al-Hasan mengatakan bahwa Allah
menjadikan mereka hina, mereka tidak mempunyai harga diri lagi dan menjadikan mereka berada di bawah kekuasaan kaum muslim. Umat ini (umat Nabi Muhammad Saw.) menjumpai mereka, sedangkan orang-orang Majusi
menarik jizyah dari mereka.Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Saddi mengatakan bahwa al-maskanah artinya kemiskinan. Sedangkan menurut Al-Aufi artinya membayar kharraj (pajak), dan menurut Ad-Dahhak artinya jizyah.
**********
Firman Allah Swt.:
{وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ}
serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. (Al-Baqarah: 61)Menurut Ad-Dahhak, makna ayat ini ialah mereka berhak mendapat murka dari Allah. Menurut Ar-Rabi' ibnu Anas, murka dari Allah menimpa diri mereka.
Sedangkan Sa'id ibnu Jubair mengatakan, mereka berhak mendapat murka Allah.Ibnu Jarir mengatakan, mereka pergi dan kembali dengan membawa murka dari Allah. Lafaz ba-a ini tidak disebutkan melainkan dalam keadaan
selalu dihubungkan adakalanya dengan kebaikan atau keburukan. Dikatakan sehubungan dengan pengertian ini ba-a fulanun bizambihi yang artinya si Fulan kembali dengan membawa dosanya. Bentuk mudari'-nya yabu-u bihi,
sedangkan bentuk masdar-nya bau-an dan bawa-an. Termasuk ke dalam pengertian lafaz ini firman lain-nya yang mengatakan:
{إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ}
Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri. (Al-Maidah: 29)Artinya, kamu kembali dengan memikul kedua dosa itu dan pergi dengan membawa keduanya pula,
dan jadilah kedua dosa tersebut berada di atas pundakmu, sedangkan aku terbebas darinya.Dari semua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila mereka kembali, maka mereka kembali seraya membawa murka Allah
di pundak mereka; dan jadilah mereka orang-orang yang ditim-pa oleh murka dari Allah, serta mereka berhak untuk mendapat murka dari-Nya.
*************
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ}
Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. (Al-Baqarah: 61)Makna ayat ini seakan-akan mengatakan bahwa pembalasan yang Kami timpakan kepada mereka
berupa nista, kehinaan, dan kemurkaan yang selalu menimpa mereka, sebagai akibat dari sifat angkuh mereka yang tidak mau mengikuti perkara yang hak, mereka juga kafir kepada ayat-ayat Kami serta menghina para pemangku syariat,
yaitu para nabi dan pengikut-pengikutnya. Mereka terus-menerus menghina para nabi dan pengikut-pengikutnya hingga sampai berani membunuhnya. Maka tiada dosa yang lebih besar daripada apa yang telah mereka lakukan itu;
mereka kafir terhadap ayat-ayat Kami dan berani membunuh para nabi tanpa alasan yang dibenarkan.Karena itulah di dalam sebuah hadis yang telah disepakati kesahihannya disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"الْكِبْرُ بَطَر الْحَقِّ، وغَمْط النَّاسِ"
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنِ ابْنِ عَوْنٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ: قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: كُنْتُ لَا أَحْجُبُ عَنِ النَّجْوى، وَلَا عَنْ كَذَا وَلَا عَنْ كَذَا قَالَ: فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ مَالِكُ بْنُ مُرَارَةَ الرَّهَاوِيُّ، فَأَدْرَكْتُهُ مِنْ آخِرِ حَدِيثِهِ، وَهُوَ يَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ قُسِمَ لِي مِنَ الْجَمَالِ مَا تَرَى، فَمَا أُحِبُّ أَنَّ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ فَضَلني بِشِرَاكَيْنِ فَمَا فَوْقَهُمَا أَفَلَيَسَ ذَلِكَ هُوَ الْبَغْيُ؟ فَقَالَ: "لَا لَيْسَ ذَلِكَ مِنَ الْبَغْيِ، وَلَكِنَّ الْبَغْيَ مَنْ بَطَرَ -أَوْ قَالَ: سَفِهَ الْحَقَّ-وغَمط النَّاسَ".
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ismail, dari ibnu Aun, dari Amr ibnu Sa'id, dari Humaid ibnu Abdur Rahman yang menceritakan bahwa Ibnu Mas'ud pernah menceritakan hadis berikut;
dia adalah orang yang tidak pernah terhalang-halangi dari semua pembicaraan yang rahasia, tidak pula dari ini dan itu. Pada suatu hari ia datang menemui Rasulullah Saw. yang saat itu Malik ibnu Mararah Ar-Rahawai berada di hadapannya,
lalu ia menjumpai akhir pembicaraan yang dikatakan oleh Malik yang mengatakan demikian, "Wahai Rasulullah, aku telah mendapat bagian ternak unta seperti yang engkau lihat sendiri, maka aku tidak suka bila ada seseorang dari kalangan
mereka mempunyai bagian yang lebih dariku dua ekor ternak atau lebih. Akan tetapi, bukankah perasaan ini disebut sombong?" Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, hal itu bukan termasuk sifat sombong, tetapi sombong itu ialah angkuh
atau meremehkan perkara yang hak dan merendahkan orang lain.Yaitu menolak perkara yang hak, meremehkan orang lain, menghina mereka, dan merasa besar diri terhadap mereka.Oleh karena itu, tatkala Bani Israil melakukan hal-hal
yang telah mereka lakukan —seperti ingkar terhadap ayat-ayat Allah dan berani membunuh nabi-nabi mereka— maka Allah menimpakan kepada mereka kemurkaan-Nya yang tak dapat dihindarkan lagi, dan Allah menimpakan kepada mereka
kehinaan di dunia yang berlanjut sampai kepada kehinaan di akhirat, sebagai balasan yang setimpal buat mereka.Abu Darda At-Tayalisi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abu Ma'mar,
dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa dahulu setiap hari orang-orang Bani Israil membunuh sebanyak tiga ratus orang nabi, kemudian mereka mendirikan pasar sayur-mayur mereka di petang harinya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا أَبَانُ، حَدَّثَنَا عَاصِمٌ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -يَعْنِي ابْنَ مَسْعُودٍ-أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ قَتَلَهُ نَبِيٌّ، أَوْ قَتَلَ نَبِيًّا، وَإِمَامُ ضَلَالَةٍ وَمُمَثِّلٌ مِنَ الْمُمَثِّلِينَ"
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Aban, telah menceritakan kepada kami Asim, dari Abu Wa-il, dari Abdullah ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Orang yang paling keras mendapat azab di hari kiamat ialah seorang lelaki yang dibunuh oleh seorang nabi atau yang membunuh nabi, dan imam kesesatan serta seseorang dari kalangan orang-orang yang gemar
mencincang (membunuh secara kejam).
***********
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ}
Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. (Al-Baqarah: 61)Ayat ini merupakan 'Illat (penyebab) lain yang mengakibatkan mereka menerima pembalasan tersebut,
yaitu mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. Mereka durhaka karena melakukan hal-hal yang dilarang dan berlaku kelewat batas karena melampaui batasan-batasan yang diperbolehkan dan yang diperintahkan.
Surat Al-Baqarah |2:62|
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
innallażiina aamanuu wallażiina haaduu wan-nashooroo wash-shoobi`iina man aamana billaahi wal-yaumil-aakhiri wa 'amila shooliḥan fa lahum ajruhum 'inda robbihim, wa laa khoufun 'alaihim wa laa hum yaḥzanuun
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabi'in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari Akhir dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.
Indeed, those who believed and those who were Jews or Christians or Sabeans [before Prophet Muhammad] - those [among them] who believed in Allah and the Last Day and did righteousness - will have their reward with their Lord, and no fear will there be concerning them, nor will they grieve.
(Sesungguhnya orang-orang yang beriman) kepada para nabi di masa lalu (dan orang-orang Yahudi) (orang-orang Kristen dan orang-orang Shabiin) yakni segolongan dari orang-orang Yahudi atau Nasrani
(siapa saja yang beriman) di antara mereka (kepada Allah dan hari akhir) di masa nabi kita (serta mengerjakan amal saleh) yaitu syariatnya
(mereka akan memperoleh pahala) sebagai ganjaran dari amal perbuatan mereka itu (di sisi Tuhan mereka, tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka berduka cita).
Dhamir atau kata ganti orang pada 'aamana', 'amila' dan sesudahnya hendaklah diartikan secara umum atau siapa saja.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 62 |
Sesungguhnya orang-orang yang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabi-in, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal saleh,
mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Setelah Allah Swt. menyebutkan keadaan orang-orang yang menentang perintah-perintah-Nya, melanggar larangan-larangan-Nya, berlaku kelewat batas melebihi dari apa yang diizinkan, serta berani melakukan perkara-perkara
yang diharamkan dan akibat azab yang menimpa mereka, maka Allah mengingatkan melalui ayat ini, bahwa barang siapa yang berbuat baik dari kalangan umat-umat terdahulu dan taat, baginya pahala yang baik.
Demikianlah kaidah tetapnya sampai hari kiamat nanti, yakni setiap orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi, maka baginya kebahagiaan yang abadi. Tiada ketakutan bagi mereka dalam menghadapi masa mendatang,
tidak pula mereka bersedih hati atas apa yang telah mereka lewatkan dan tinggalkan. Makna ayat ini sama dengan firman lainnya, yaitu:
{أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ}
Ingatlah, sesungguhnya kekasih-kekasih Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yunus: 62) Seperti yang dikatakan oleh para malaikat kepada kaum mukmin di saat menghadapi kematiannya yang disitir oleh firman-Nya seperti berikut:
{إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنزلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah,'" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), "Janganlah kalian merasa takut dan janganlah kalian merasa sedih, dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepada kalian." (Fushshilat: 30)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ العَدني، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيح، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ: قَالَ سَلْمَانُ: سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَهْلِ دِينٍ كُنْتُ مَعَهُمْ، فذكرتُ مِنْ صَلَاتِهِمْ وَعِبَادَتِهِمْ، فَنَزَلَتْ: {إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ} إِلَى آخِرِ الْآيَةِ.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Bapakku, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Abu Umar Al-Adawi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid yang mengatakan
bahwa Salman r.a. pernah menceritakan hadis berikut: Aku pernah bertanya kepada Nabi Saw. tentang pemeluk agama yang dahulunya aku salah seorang dari mereka, maka aku menceritakan kepada beliau tentang cara salat
dan ibadah mereka. Lalu turunlah firman-Nya, "Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabi-in, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,
" hingga akhir ayat.As-Saddi mengatakan bahwa firman-Nya yang mengatakan: Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabi-in, siapa saja di antara mereka yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian serta beramal saleh.... (Al-Baqarah: 62) diturunkan berkenaan dengan teman-teman Salman Al-Farisi. Ketika ia sedang berbincang-bincang dengan Nabi Saw., lalu ia menyebutkan perihal teman-teman
yang seagamanya di masa lalu, ia menceritakan kepada Nabi berita tentang mereka. Untuk itu ia mengatakan, "Mereka salat, puasa, dan beriman kepadamu serta bersaksi bahwa kelak engkau akan diutus sebagai seorang nabi."
Setelah Salman selesai bicaranya yang mengandung pujian kepada mereka, maka Nabi Saw. bersabda kepadanya, "Hai Salman, mereka termasuk ahli neraka." Maka hal ini terasa amat berat bagi Salman. Lalu Allah menurunkan ayat ini.
Iman orang-orang Yahudi itu ialah barang siapa yang berpegang kepada kitab Taurat dan sunnah Nabi Musa a.s., maka imannya diterima hingga Nabi Isa a.s. datang. Apabila Nabi Isa telah datang, sedangkan orang yang tadinya
berpegang kepada kitab Taurat dan sunnah Nabi Musa a.s. tidak meninggalkannya dan tidak mau mengikut kepada syariat Nabi Isa, maka ia termasuk orang yang binasa.Iman orang-orang Nasrani ialah barang siapa yang berpegang
kepada kitab Injil dari kalangan mereka dan syariat-syariat Nabi Isa, maka dia termasuk orang yang mukmin lagi diterima imannya hingga Nabi Muhammad Saw. datang. Barang siapa dari kalangan mereka yang tidak mau mengikut
kepada Nabi Muhammad Saw. dan tidak mau meninggalkan sunnah Nabi Isa serta ajaran Injilnya sesudah Nabi Muhammad Saw. datang, maka dia termasuk orang yang binasa.Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal
telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair.Menurut kami riwayat ini tidak bertentangan dengan apa yang telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang mukmin,
orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabi-in, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 62). Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa sesudah itu
diturunkan oleh Allah firman berikut:
{وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Ali Imran: 85)Sesungguhnya apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas ini
merupakan suatu pemberitahuan bahwa tidak akan diterima dari seseorang suatu cara dan tidak pula suatu amal pun, kecuali apa yang bersesuaian dengan syariat Nabi Muhammad Saw. sesudah beliau diutus membawa risalah
yang diembannya. Adapun sebelum itu, setiap orang yang mengikuti rasul di zamannya, dia berada dalam jalan petunjuk dan jalan keselamatan.Orang-orang Yahudi adalah pengikut Nabi Musa a.s., yaitu mereka yang berpegang
kepada kitab Taurat di zamannya. Kata al-yahud diambil dari kata al-hawadah yang artinya kasih sayang, atau berasal dari kata at-tahawwud yang artinya tobat, seperti yang dikatakan oleh Musa a.s. dalam firman-Nya:
{إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ}
Sesungguhnya kami kembali kepada Engkau. (Al-A'raf: 156)Maksudnya, kami bertobat kepada Engkau. Seakan-akan mereka dinamakan demikian pada asal mulanya karena tobat dan kasih sayang sebagian mereka kepada sebagian yang lain.
Menurut pendapat yang lain, nama Yahudi itu dinisbatkan (dikaitkan) dengan Yahuda, nama anak tertua Ya'qub.Abu Amr ibnul Ala mengatakan, disebut demikian karena mereka selalu bergerak di kala membaca kitab Taurat.
Ketika Nabi Isa diutus, kaum Bani Israil diwajibkan untuk mengikuti dan menaatinya. Sahabat-sahabat Nabi Isa dan pemeluk agamanya dinamakan Nasrani karena mereka saling menolong di antara sesama mereka. Mereka disebut pula Ansar,
seperti yang dikatakan oleh Nabi Isa a.s. dalam firman-Nya:
{مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ}
Siapakah yang akan menjadi penolong untuk (menegakkan agama) Allah! Para Hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab, "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah." (Ali Imran: 52)Menurut pendapat yang lain, mereka dinamakan
demikian karena pernah bertempat tinggal di suatu daerah yang dikenal dengan nama Nasirah. Demikian menurut Qatadah dan Ibnu Juraij, serta diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas.Nasara adalah bentuk jamak dari nasran,
sama halnya dengan lafaz nasyawa bentuk jamak dari lafaz nasywan, dan sukara bentuk jamak dari lafaz sakran. Dikatakan Nasranah untuk seorang wanita Nasrani. Salah seorang penyair mengatakan, "Dan seorang wanita Nasranah
yang tidak pernah ibadah."Ketika Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad Saw. sebagai pemungkas para nabi dan rasul kepada semua anak Adam secara mutlak, maka diwajibkan bagi mereka percaya kepada apa yang disampaikannya,
taat kepada perintahnya, dan mencegah diri dari apa yang dilarangnya. Mereka adalah orang-orang yang beriman sebenar-benarnya. Umat Nabi Muhammad Saw. dinamakan kaum mukmin karena banyaknya keimanan mereka
dan keyakinan mereka yang sangat kuat, mengingat mereka beriman kepada semua nabi yang terdahulu dan perkara-perkara gaib yang akan datang.Mengenai orang-orang Sabi-in, para ulama berbeda pendapat mengenai hakikat mereka.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Lais ibnu Abu Sulaim, dari Mujahid yang mengatakan bahwa mereka (yakni orang-orang Sabi-in) adalah suatu kaum antara Majusi, Yahudi, dan Nasrani; pada hakikatnya mereka tidak mempunyai agama.
Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid.Telah diriwayatkan dari Ata dan Sa'id ibnu Jubair hal yang semi-sal dengan pendapat di atas.Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Saddi, Abusy Sya'sa
(yakni Jabir ibnu Zaid), Ad-Dahhak, dan Ishaq ibnu Rahawaih mengatakan bahwa Sabi-in adalah suatu sekte dari kalangan ahli kitab, mereka mengakui kitab Zabur. Karena itu, Imam Abu Hanifah dan Ishaq mengatakan bahwa tidak mengapa
dengan sembelihan mereka dan menikah dengan mereka.Hasyim meriwayatkan dari Mutarrif, "Ketika kami sedang bersama Al-Hakam ibnu Atabah, lalu ada seorang lelaki dari kalangan penduduk Basrah bercerita kepadanya,
dari Al-Hasan yang mengatakan tentang orang-orang Sabi-in, bahwa sesungguhnya mereka itu sama dengan orang-orang Majusi. Kemudian Al-Hakam berkata, 'Bukankah aku pun telah mengatakan hal yang sama kepada kalian?'."
Abdur Rahman ibnu Mahdi meriwayatkan dari Mu'awiyah ibnu Abdul Karim, bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan menceritakan tentang orang-orang Sabi-in. Dia mengatakan bahwa mereka adalah suatu kaum yang menyembah malaikat.
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Al-Hasan yang menceritakan, "Diberitakan kepada Ziad bahwa orang-orang
Sabi-in salat menghadap ke arah kiblat, mereka salat lima waktu. Ziad bermaksud membebaskan mereka dari pungutan jizyah, tetapi sesudah itu dia mendapat berita bahwa mereka menyembah malaikat."Abu Ja'far Ar-Razi mengatakan,
telah sampai berita kepadanya bahwa orang-orang Sabi-in adalah suatu kaum yang menyembah malaikat, percaya kepada kitab Zabur, dan salat menghadap ke arah kiblat. Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa'id ibnu Abu Arubah,
dari Qatadah.Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya yang mengatakan
bahwa orang-orang Sabi-in adalah suatu kaum yang tinggal di sebelah negeri Irak. Mereka kaum yang suka menangis, beriman kepada semua nabi serta puasa selama tiga puluh hari setiap tahunnya, dan mereka salat menghadap
negeri Yaman setiap harinya sebanyak lima kali.Wahb ibnu Munabbih pernah ditanya mengenai Sabi-in. Ia menjawab bahwa mereka hanya mengenal Allah semata, tidak mempunyai syariat yang diamalkan, tidak pula berbuat kekufuran.
Abdullah ibnu Wahb mengatakan bahwa Abdur Rahman ibnu Zaid pernah berkata, "Sabi-in adalah pemeluk suatu agama yang tinggal di Mausul. Mereka mengatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, tetapi mereka tidak mempunyai amal,
kitab, dan nabi kecuali hanya ucapan 'tidak ada Tuhan selain Allah'." Abdur Rahman ibnu Zaid mengatakan pula bahwa mereka tidak beriman kepada rasul. Karena itulah orang-orang musyrik mengatakan kepada Nabi Saw.
dan para sahabatnya, bahwa Nabi Saw. dan sahabatnya adalah orang-orang Sabi-in. Orang-orang musyrik menyerupakan Nabi Saw. dan para sahabatnya dengan mereka dalam hal ucapan 'tidak ada Tuhan selain Allah'.
Al-Khalil mengatakan bahwa Sabi-in adalah suatu kaum yang agamanya menyerupai agama Nasrani, hanya kiblat mereka mengarah kepada datangnya angin selatan; mereka menduga bahwa dirinya berada dalam agama Nabi Nuh a.s.
Al-Qurtubi meriwayatkan dari Mujahid, Al-Hasan, dan Ibnu Abu Nujaih, bahwa mereka adalah suatu kaum yang agamanya merupakan campuran antara agama Yahudi dan agama Majusi; sembelihan mereka tidak boleh dimakan,
dan kaum wanitanya tidak boleh dinikahi.Al-Qurtubi mengatakan, yang tersimpul dari pendapat mereka menurut apa yang disebut oleh sebagian ulama yaitu mereka adalah orang-orang yang mengesakan Tuhan dan meyakini
akan pengaruh bintang-bintang, bahwa bintang-bintang tersebutlah yang melakukannya. Karena itulah Abu Sa'id Al Astakhri mengeluarkan fatwa bahwa mereka adalah orang kafir. Ia katakan demikian ketika Al-Qadir Billah
menanyakan kepadanya tentang hakikat mereka.Ar-Razi memilih pendapat yang mengatakan bahwa Sabi-in adalah suatu kaum yang menyembah bintang-bintang, dengan pengertian bahwa Allah telah menjadikannya sebagai kiblat
untuk ibadah dan doa, yakni Allah menyerahkan pengaturan urusan alam ini kepada bintang-bintang tersebut. Selanjutnya Ar-Razi mengatakan bahwa pendapat ini dinisbatkan kepada orang-orang Kasyrani yang didatangi
oleh Nabi Ibrahim a.s. untuk membatalkan pendapat mereka dan memenangkan perkara yang hak.Pendapat Mujahid dan para pengikutnya serta pendapat Wahb ibnu Munabbih menyatakan bahwa Sabi-in adalah suatu kaum
bukan pemeluk agama Yahudi, bukan Nasrani, bukan Majusi, bukan pula kaum musyrik. Sesungguhnya mereka adalah suatu kaum yang hanya tetap pada fitrah mereka, tiada agama tetap yang menjadi panutan dan pegangan mereka.
Karena itulah maka kaum musyrik memperolok-olokkan orang yang masuk Islam dengan sebutan Sabi, dengan maksud bahwa dia telah menyimpang dari semua agama penduduk bumi di saat itu.Sebagian ulama mengatakan,
Sabi-in adalah orang-orang yang belum sampai kepada mereka dakwah seorang nabi pun.Pendapat yang paling kuat di antara semuanya hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Surat Al-Baqarah |2:63|
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
wa iż akhożnaa miiṡaaqokum wa rofa'naa fauqokumuth-thuur, khużuu maaa aatainaakum biquwwatiw ważkuruu maa fiihi la'allakum tattaquun
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji kamu dan kami angkat Gunung (Sinai) di atasmu (seraya berfirman), "Pegang teguhlah apa yang telah Kami berikan kepadamu dan ingatlah apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa."
And [recall] when We took your covenant, [O Children of Israel, to abide by the Torah] and We raised over you the mount, [saying], "Take what We have given you with determination and remember what is in it that perhaps you may become righteous."
(Dan) ingatlah (ketika Kami mengambil ikrar darimu) yakni ikrar bahwa kamu akan melakukan ajaran-ajaran yang terdapat dalam Taurat.
(dan) sesungguhnya (Kami angkat gunung Thursina ke atasmu) artinya Kami cabut dari dasarnya untuk ditimpakan kepadamu, yakni tatkala kamu tidak mau berikrar seraya Kami berfirman,
("Peganglah dengan teguh apa yang Kami berikan kepadamu ini!) maksudnya secara giat dan sungguh-sungguh (dan ingatlah baik-baik apa yang ada di dalamnya)
yakni dengan mengamalkannya (agar kamu termasuk orang-orang yang bertakwa.") Artinya terpelihara dirimu dari api neraka dan perbuatan durhaka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 63 |
Tafsir 63-64
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kalian dan Kami angkatkan gunung (Tursina) di atas kalian (seraya Kami berfirman), "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepada kalian dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya,
agar kalian bertakwa." Kemudian kalian berpaling setelah (adanya pe-janjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atas kalian, niscaya kalian tergolong orang-orang yang rugi.Allah Swt. berfirman mengingatkan
Bani Israil akan apa yang telah Dia ambil dari mereka berupa janji-janji dan ikrar untuk beriman hanya kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya, dan mau mengikuti rasul-rasul-Nya. Allah menceritakan bahwa ketika
Dia mengambil janji dari mereka, maka Dia angkat gunung itu di atas mereka agar mereka mau mengakui apa yang disumpahkan kepada mereka, mengambilnya dengan sekuat tenaga, dan bertekad untuk melaksanakannya.
Seperti yang disebutkan di dalam firman lainnya, yaitu:
{وَإِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنُّوا أَنَّهُ وَاقِعٌ بِهِمْ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ}
Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka), "Peganglah dengan teguh
apa yang telah Kami berikan kepada kalian, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kalian menjadi orang-orang yang bertakwa." (Al-A'raf: 171)Ath-Thur artinya gunung, sesuai dengan apa yang ditafsirkan
dalam ayat surat Al-A'raf ini. Hal ini dinaskan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ata, Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lain-lainnya; pendapat ini sudah jelas.Tetapi menurut suatu riwayat yang dikatakan
dari Ibnu Abbas, tur ialah bukit yang mempunyai tetumbuhan, sedangkan bukit yang tidak ada tetumbuhannya bukan dinamakan tur.Di dalam hadis futun disebutkan dari Ibnu Abbas, "Ketika mereka menolak untuk taat,
maka diangkat di atas mereka bukit tersebut dengan maksud agar mereka mau menurut."As-Saddi mengatakan, "Ketika mereka membangkang untuk sujud, maka Allah memerintahkan kepada gunung untuk runtuh menimpa mereka.
Lalu mereka melihat gunung tersebut telah menutupi mereka, akhirnya mereka jatuh tersungkur bersujud. Tetapi mereka hanya sujud dengan separo tubuh mereka, sedangkan separo yang lainnya melihat ke arah gunung tersebut.
Akhirnya Allah kasihan kepada keadaan mereka, lalu mengembalikan gunung tersebut ke tempatnya, menjauhi mereka." Para ulama mengatakan, "Demi Allah, tiada suatu sujud yang lebih disukai oleh Allah selain sujud yang menyebabkan
azab diangkat dari mereka (orang-orang Bani Israil), padahal mereka melakukan sujud seperti itu." Yang demikian itu disebutkan di dalam firman-Nya, "Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit itu di atas kalian" (Al-Baqarah: 63).
Al-Hasan mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepada kalian. (Al-Baqarah: 63) Yang dimaksud adalah kitab Taurat. Abul Aliyah dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan
bahwa biquwwah artinya dengan taat. Menurut Mujahid, biquwwah artinya mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya. Qatadah mengatakan, yang dimaksud dengan quwwah ialah kesungguhan; jika tidak,
niscaya Aku akan melemparkan bukit ini kepada kalian. Akhirnya setelah diancam demikian mereka mau memegang apa yang diberikan kepada mereka.Abul Aliyah dan Ar-Rabi' mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya. (Al-Baqarah: 63) Artinya, bacalah dan amalkanlah apa yang terkandung di dalam kitab Taurat.
***********
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ}
Kemudian kalian berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah. (Al-Baqarah: 64)Allah Swt. berfirman bahwa setelah adanya perjanjian yang telah dikukuhkan dan diagungkan itu, lalu kalian berpaling darinya, kalian menyimpang dan melanggarnya.
{فَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ}
maka kalau tidak ada karunia dan rahmat-Nya atas kalian. (Al-Baqarah: 64)Yakni kalau Allah tidak menerima tobat kalian dan tidak mengutus nabi-nabi dan rasul-rasul kepada kalian.
{لَكُنْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
niscaya kalian tergolong orang-orang yang rugi. (Al-Baqarah: 64)disebabkan kalian merusak perjanjian tersebut, yakni kalian akan rugi di dunia dan di akhirat.
Surat Al-Baqarah |2:64|
ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ ۖ فَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَكُنْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
ṡumma tawallaitum mim ba'di żaalika falau laa fadhlullohi 'alaikum wa roḥmatuhuu lakuntum minal-khoosiriin
Kemudian, setelah itu kamu berpaling. Maka sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, pasti kamu termasuk orang yang rugi.
Then you turned away after that. And if not for the favor of Allah upon you and His mercy, you would have been among the losers.
(Kemudian kamu berpaling) menyalahi ikrar (setelah itu) maksudnya setelah berikrar tadi (maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu)
yaitu dengan menerima tobatnya atau menangguhkan siksa terhadapmu (niscayalah kamu akan termasuk orang-orang yang merugi) atau celaka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 64 |
Penjelasan ada di ayat 63
Surat Al-Baqarah |2:65|
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
wa laqod 'alimtumullażiina'tadau mingkum fis-sabti fa qulnaa lahum kuunuu qirodatan khoosi`iin
Dan sungguh, kamu telah mengetahui orang-orang yang melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari Sabat, lalu Kami katakan kepada mereka, "Jadilah kamu kera yang hina!"
And you had already known about those who transgressed among you concerning the sabbath, and We said to them, "Be apes, despised."
(Dan sesungguhnya) lam-nya 'lam qasam' menyatakan bersumpah artinya 'demi' (kamu telah mengetahui) (orang-orang yang melanggar)
peraturan (di antaramu pada hari Sabtu) yakni dengan menangkap ikan padahal Kami telah melarangmu dari demikian; dan mereka ini ialah penduduk Eilat atau Ayilah (lalu Kami titahkan kepada mereka,
"Jadilah kalian kera yang hina!") artinya yang terkucil. Apa yang dikehendaki Allah itu pun terlaksana dan setelah masa tiga hari mereka menemui kematian.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 65 |
Tafsir ayat 65-66
Dan sesungguhnya telah kalian ketahui orang-orang yang melanggar di antara kalian pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, "Jadilah kalian kera-kera yang hina." Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan
bagi orang-orang di masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.Allah Swt. berfirman bahwa sesungguhnya kalian —hai orang-orang Yahudi— telah mengetahui azab
yang menimpa penduduk kampung itu yang durhaka terhadap perintah Allah dan melanggar perjanjian dan ikrar-Nya yang telah Dia ambil dari kalian. Yaitu kalian harus mengagungkan hari Sabtu dan menaati perintah-Nya.
Dikatakan demikian karena hal tersebut disyariatkan bagi mereka. Akan tetapi, pada akhirnya mereka membuat kilah (tipu daya) agar mereka tetap dapat berburu ikan di hari Sabtu, yaitu dengan cara meletakkan jaring-jaring
dan perangkap-perangkap ikan sebelum hari Sabtu.Apabila hari Sabtu tiba dan ikan-ikan banyak didapat sebagaimana biasanya, ikan-ikan tersebut terjerat oleh jaring-jaring dan perangkap-perangkap tersebut, tiada suatu ikan pun
yang selamat di hari Sabtu itu. Apabila malam hari tiba, mereka mengambil ikan-ikan tersebut sesuduh hari Sabtu berlalu. Ketika mereka melakukan hal tersebut, maka Allah mengutuk rupa mereka menjadi kera.
Kera adalah suatu binatang yang rupanya lebih mirip dengan manusia, tetapi kera bukan jenis manusia. Dengan kata lain, demikian pula perbuatan dan tipu muslihat mereka, mengingat apa yang mereka lakukan itu menurut lahiriah mirip
dengan perkara yang hak, tetapi batiniahnya berbeda bahkan kebalikannya. Maka pembalasan dikutuk menjadi kera itu merupakan balasan dari perbuatan mereka sendiri yang disesuaikan dengan jenis pelanggarannya.Kisah ini disebutkan
panjang lebar dalam tafsir surat Al-A'raf, yaitu pada firman-Nya:
{وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ لَا تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ}
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air,
dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. (Al-A'raf: 163)Demikianlah kisah tersebut secara lengkap. As-Saddi mengatakan
bahwa mereka adalah penduduk kota Ailah, demikian pula menurut Qatadah. Kami akan mengetengahkan pendapat ulama tafsir secara panjang lebar dalam tafsir ayat ini, insya Allah.
**********
Firman Allah Swt.:
{كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ}
lalu Kami berfirman kepada mereka, "Jadilah kalian kera-kera yang hina." (Al-Baqarah: 65)Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah,
telah menceritakan kepada kami Syibl, dari Ibnu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa hati merekalah yang dikutuk, bukan rupa mereka. Sesungguhnya hal ini hanyalah sebagai perumpamaan yang dibuat oleh Allah,
sebagaimana yang disebutkan dalam firman lainnya:
{كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا}
seperti keledai yang membawa kitab-kitab. (Al-Jumu'ah: 5)Telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Al-Musanna, dari Abu Huzaifah dan dari Muhammad ibnu Umar Al-Bahili dan dari Asim, dari Isa, dari Ibnu Abu Nujaih,
dari Mujahid dengan lafaz yang sama. Sanad yang jayyid dan pendapat yang garib (aneh) sehubungan dengan makna ayat ini bertentangan dengan makna lahiriah ayat itu sendiri. Dalam ayat lainnya disebutkan melalui firman-Nya:
{قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ}
Katakanlah, "Apakah akan aku beritakan kepada kalian tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya daripada (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada)
yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah tagut?" (Al-Maidah: 60)Al-Aufi mengatakan di dalam kitab tafsirnya, dari ibnu Abbas, sehubungan dengan firman-Nya: lalu Kami berfirman kepada mereka,
"Jadilah kalian kera yang hina." (Al-Baqarah: 65) Bahwa Allah menjadikan sebagian dari mereka (Bani Israil) kera dan babi. Diduga bahwa para pemuda dari kalangan mereka dikutuk menjadi kera, sedangkan orang-orang yang sudah lanjut
usianya dikutuk menjadi babi.Syaiban An-Nahwi meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna ayat ini, "Lalu Kami berfirman kepada mereka, 'Jadilah kalian kera yang hina'," bahwa kaum itu menjadi kera yang memiliki ekor;
sebelum itu mereka adalah manusia yang terdiri atas kalangan kaum pria dan wanita.Ata Al-Khurrasani mengatakan. diserukan kepada mereka, "Hai penduduk negeri, jadilah kalian kera yang hina." Kemudian orang-orang yang melarang
mereka masuk menemui mereka dan berkata, "Hai Fulan, bukankah kami telah melarang kamu (untuk melakukan perburuan di hari Sabtu)?" Mereka menjawab hanya dengan anggukan kepala, yang artinya "memang benar".
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Rabi'ah di Masisiyyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim (yakni At-Taifi),
dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan.”Sesungguhnya nasib yang menimpa mereka yang melakukan perburuan di hari Sabtu ialah mereka dikutuk menjadi kera sungguhan, kemudian mereka dibinasakan
sehingga tidak ada keturunannya."Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah mengutuk mereka menjadi kera karena kedurhakaan mereka. Ibnu Abbas mengatakan, mereka hanya hidup di bumi ini selama tiga hari.
Tiada suatu pun yang dikutuk dapat bertahan hidup lebih dari tiga hari. Sesudah rupa mereka dikutuk dan diubah, mereka tidak mau makan dan minum serta tidak dapat mengembangbiakkan keturunannya. Karena sesungguhnya Allah
telah menciptakan kera dan babi serta makhluk lainnya dalam masa enam hari, seperti yang disebutkan di dalam Kitab-Nya. Allah mengubah rupa kaum tersebut menjadi kera. Demikianlah Allah dapat melakukan
terhadap siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dia dapat mengubah rupa ke dalam bentuk seperti apa yang dikehendaki-Nya.Abu Ja'far meriwayatkan dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah sehubungan dengan firman-Nya: Jadilah kalian kera-kera
yang hina. (Al-Baqarah: 65) Yakni jadilah kalian orang-orang yang nista dan hina (seperti kera). Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, Qatadah, Ar-Rabi', dan Abu Malik.Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan
dari Daud ibnu Abul Husain, dari Ikrimah, bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah mengatakan, "Sesungguhnya hal yang difardukan oleh Allah kepada kaum Bani Israil pada mulanya adalah sama dengan hari yang difardukan oleh Allah
kepada kalian dalam hari raya kalian, yaitu hari Jumat. Tetapi mereka menggantinya menjadi hari Sabtu, lalu mereka menghormati hari Sabtu (sebagai ganti hari Jumat) dan mereka meninggalkan apa-apa yang diperintahkan kepadanya.
Tetapi setelah mereka membangkang dan hanya menetapi hari Sabtu, maka Allah menguji mereka dengan hari Sabtu itu dan diharamkan atas mereka banyak hal yang telah dihalalkan bagi mereka diselain hari Sabtu.
Mereka yang melakukan demikian tinggal di suatu kampung yang terletak di antara Ailah dan Tur, yaitu Madyan. Maka Allah mengharamkan mereka melakukan perburuan ikan di hari Sabtu, juga mengharamkan memakannya di hari itu.
Tersebutlah apabila hari Sabtu tiba, maka ikan-ikan datang kepada mereka terapung-apung di dekat pantai mereka berada. Tetapi apabila hari Sabtu telah berlalu, ikan-ikan itu pergi semua hingga mereka tidak dapat menemukan seekor ikan pun,
baik yang besar maupun yang kecil. Singkatnya, bila hari Sabtu tiba ikan-ikan itu muncul begitu banyak secara misteri; tetapi bila hari Sabtu berlalu, ikan-ikan itu lenyap tak berbekas.Mereka tetap dalam keadaan demikian
dalam waktu yang cukup lama memendam rasa ingin memakan ikan. Kemudian ada seseorang dari kalangan mereka sengaja menangkap ikan dengan sembunyi-sembunyi di hari Sabtu, lalu ia mengikat ikan tersebut dengan benang,
kemudian melepaskannya ke laut; sebelum itu ia mengikat benang itu ke suatu pasak yang ia buat di tepi laut, lalu ia pergi meninggalkannya. Keesokan harinya ia datang ke tempat itu, lalu mengambil ikan tersebut dengan alasan
bahwa ia tidak mengambilnya di hari Sabtu. Selanjutnya ia pergi membawa ikan tangkapannya itu, kemudian dimakannya. Pada hari Sabtu berikutnya ia melakukan hal yang sama, ternyata orang-orang mencium bau ikan itu.
Maka penduduk kampung berkata, "Demi Allah, kami mencium bau ikan."Kemudian mereka menemukan orang yang melakukan hal tersebut, lalu mereka mengikuti jejak si lelaki itu. Mereka melakukan hal tersebut dengan sembunyi-sembunyi
dalam waktu cukup lama; Allah sengaja tidak menyegerakan siksaan-Nya terhadap mereka, sebelum mereka melakukan perburuan ikan secara terang-terangan dan menjualnya di pasar-pasar.Segolongan orang dari kalangan mereka
yang tidak ikut berburu berkata, "Celakalah kalian ini, bertakwalah kepada Allah." Golongan ini melarang apa yang diperbuat oleh kaumnya itu. Sedangkan golongan lainnya yang tidak memakan ikan dan tidak pula melarang kaum
dari perbuatan mereka berkata, "Apa gunanya kamu menasihati suatu kaum yang bakal diazab oleh Allah atau Allah akan mengazab mereka dengan azab yang keras." Mereka yang memberi peringatan kepada kaumnya menjawab,
"Sebagai permintaan maaf kepada Tuhan kalian, kami tidak menyukai perbuatan mereka, dan barangkali saja mereka mau bertakwa (kepada Allah)."Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Ketika mereka dalam keadaan demikian,
maka pada pagi harinya orang-orang yang tidak ikut berburu di tempat perkumpulan dan masjid-masjidnya merasa kehilangan orang-orang yang berburu, mereka tidak melihatnya. Kemudian sebagian dari kalangan mereka berkata
kepada sebagian yang lain, 'Orang-orang yang suka berburu di hari Sabtu sedang sibuk, marilah kita lihat apakah yang sedang mereka lakukan.' Lalu mereka berangkat untuk melihat keadaan orang-orang yang berburu
di rumah-rumah mereka, ternyata mereka menjumpai rumah-rumah tersebut dalam keadaan terkunci. Rupanya mereka memasuki rumahnya masing-masing di malam hari, lalu menguncinya dari dalam, seperti halnya orang
yang mengurung diri. Ternyata pada pagi harinya mereka menjadi kera di dalam rumahnya masing-masing, dan sesungguhnya orang-orang yang melihat keadaan mereka mengenal seseorang yang dikenalnya kini telah berubah bentuk
menjadi kera. Para wanitanya menjadi kera betina, dan anak-anaknya menjadi kera kecil."Ibnu Abbas mengatakan, seandainya Allah tidak menyelamatkan orang-orang yang melarang mereka berbuat kejahatan itu,
niscaya semuanya dibinasakan oleh Allah. Kampung tersebut adalah yang disebut oleh Allah Swt. dalam firman-Nya kepada Nabi Muhammad Saw., yaitu:
{وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ}
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut. (Al-A'raf: 163) hingga akhir ayat. Ad-Dahhak meriwayatkan pula hal yang semisal dari Ibnu Abbas r.a.As-Saddi meriwayatkan sehubungan dengan tafsir
firman-Nya: Dan sesungguhnya telah kalian ketahui orang-orang yang melanggar di antara kalian pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, "Jadilah kalian kera yang hina." (Al-Baqarah: 65) Mereka adalah penduduk kota Ailah,
yaitu suatu kota yang terletak di pinggir pantai. Tersebutlah bila hari Sabtu tiba, maka ikan-ikan bermunculan. sedangkan Allah telah mengharamkan orang-orang Yahudi melakukan suatu pekerjaan pun di hari Sabtu. Bila hari Sabtu tiba,
tiada seekor ikan pun yang ada di laut itu yang tidak bermunculan sehingga ikan-ikan tersebut menampakkan songot (kumis)nya ke permukaan air. Tetapi bila hari Ahad tiba, ikan-ikan itu menetap di dasar laut, hingga tiada seekor ikan pun
yang tampak, dan baru muncul lagi pada hari Sabtu mendatang. Yang demikian itu dinyatakan di dalam firman-Nya: Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada
hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. (Al-A’raf: 163)
Maka sebagian dari mereka ada yang ingin makan ikan, lalu seseorang (dari mereka) menggali pasir dan membuat suatu parit sampai ke laut yang dihubungkan dengan kolam galiannya itu. Apabila hari Sabtu tiba, ia membuka tambak paritnya,
lalu datanglah ombak membawa ikan hingga ikan-ikan itu masuk ke dalam kolamnya. Ketika ikan-ikan itu hendak keluar dari kolam tersebut, ternyata tidak mampu karena paritnya dangkal, hingga ikan-ikan itu tetap berada di dalam kolam
tersebut. Apabila hari Ahad tiba, maka lelaki itu datang, lalu mengambil ikan-ikan tersebut. Lalu seseorang memanggang ikan hasil tangkapannya dan ternyata tetangganya mencium bau ikan bakar. Ketika si tetangga menanyakan kepadanya,
ia menceritakan apa yang telah dilakukannya. Maka si tetangga tersebut melakukan hal yang sama seperti dia, hingga tersebarlah kebiasaan makan ikan di kalangan mereka.Kemudian ulama mereka berkata,
"Celakalah kalian, sesungguhnya kalian melakukan perburuan di hari Sabtu, sedangkan hari tersebut tidak dihalalkan bagi kalian." Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami hanya menangkapnya pada hari Ahad,
yaitu di hari kami mengambilnya." Maka orang-orang yang ahli hukum berkata, "Tidak, melainkan kalian menangkapnya di hari kalian membuka jalan air bagi-nya, lalu ia masuk."Akhirnya mereka tidak dapat mencegah kaumnya
menghentikan hal tersebut. Lalu sebagian orang yang melarang mereka berkata kepada sebagian yang lain, sebagaimana yang disebutkan oleh Firman-Nya:
{لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا}
Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras? (Al-A'raf 164)Dengan kata lain, mengapa kalian bersikeras menasihati mereka, padahal kalian telah menasihati mereka, tetapi ternyata mereka tidak mau menuruti nasihat kalian. Maka sebagian dari mereka berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ}
Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhan kalian, dan supaya mereka bertakwa. (Al-A'raf: 164)Ketika mereka menolak nasihat tersebut, maka orang-orang yang taat kepada perintah Allah berkata,
"Demi Allah, kami tidak mau hidup bersama kalian dalam satu kampung." Lalu mereka membagi kampung itu menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh sebuah tembok penghalang.Lalu kaum yang taat pada perintah Allah membuat suatu
pintu khusus buat mereka sendiri, dan orang-orang yang melanggar pada hari Sabtu membuat pintunya sendiri pula. Nabi Daud a.s. melaknat mereka yang melanggar di hari Sabtu itu. Kaum yang taat pada perintah Allah
keluar memakai pintunya sendiri, dan orang-orang yang kafir keluar dari pintunya sendiri pula.Pada suatu hari orang-orang yang taat pada perintah Tuhannya keluar. sedangkan orang-orang yang kafir tidak membuka pintu khusus mereka.
Maka orang-orang yang taat melongok keadaan mereka dengan menaiki tembok penghalang tersebut setelah merasakan bahwa mereka tidak mau juga membuka pintunya. Ternyata mereka yang kafir itu telah berubah ujud
menjadi kera, satu sama lainnya saling melompati. Kemudian orang-orang yang taat membuka pintu mereka, lalu kera-kera tersebut keluar dan pergi menuju suatu tempat. Yang demikian itu dijelaskan di dalam firman-Nya:
{فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ}
Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepada mereka, "Jadilah kalian kera yang hina!" (Al-A'raf: 166)Kisah inilah yang pada mulanya disebutkan oleh firman-Nya:
{لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ}
Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. (Al-Maidah: 78) hingga akhir ayat. Merekalah yang dikutuk menjadi kera-kera itu.Menurut kami, tujuan mengetengahkan pendapat para imam
tersebut untuk menjelaskan kelainan pendapat yang dikemukakan oleh Mujahid rahimahullah. Dia berpendapat bahwa kutukan yang menimpa mereka hanyalah kutukan maknawi, bukan kutukan yang mengakibatkan mereka berubah
ujud menjadi kera. Pendapat yang sahih adalah yang mengatakan bahwa kutukan tersebut maknawi dan suwari.
*********
Firman Allah Swt.:
{فَجَعَلْنَاهَا نَكَالا}
Maka Kami jadikan yang demikian itu sebagai peringatan. (Al-Baqarah: 66)Sebagian Mufassirin mengatakan bahwa damir yang terkandung pada lafaz faja alnaha kembali kepada al-qiradah (menjadi kera). Menurut pendapat lain
kembali kepada al-hitan (ikan-ikan). Menurut pendapat yang lainnya kembali kepada siksaan, dan menurut yang lainnya lagi kembali kepada al-qaryah (kampung tempat mereka tinggal). Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir.
Menurut pendapat yang sahih, damir tersebut kembali kepada al-qaryah, yakni Allah menjadikan kampung itu; sedangkan yang dimaksud adalah para penduduknya, karena merekalah yang melakukan pelanggaran di hari Sabtu.
Nakalan, peringatan; yakni Kami siksa mereka dengan suatu siksaan, lalu Kami jadikan siksaan itu sebagai peringatan, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya mengenai Fir'aun, yaitu:
{فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الآخِرَةِ وَالأولَى}
Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan di dunia. (An-Nazi'at: 25) ******** Firman Allah Swt.:
{لِمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا}
bagi orang-orang di masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian. (Al-Baqarah: 66)Damir ha kembali kepada al-qura (kampung-kampung). Ibnu Abbas mengatakan bahwa Kami jadikan siksaan yang telah menimpa penduduk
kampung tersebut sebagai pelajaran atau peringatan bagi orang-orang yang ada di kampung-kampung sekitarnya, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:
{وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا مَا حَوْلَكُمْ مِنَ الْقُرَى وَصَرَّفْنَا الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitar kalian dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali (bertobat). (Al-Ahqaf: 27)Termasuk ke dalam pengertian ini firman lainnya, yaitu:
{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا}
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang kafir), lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya (sekitarnya). (Ar-Ra'd: 41)Makna yang dimaksud
dengan lafaz lima baina yadaiha wa ma khalfaha ialah menyangkut tempat, seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa lima bainaha artinya
penduduk kampung setempat; wa ma khalfaha, penduduk kampung-kampung yang di sekitarnya. Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa'id ibnu Jubair, bahwa lima baina yadaiha wa ma khalfaha, artinya orang yang ada di tempat
tersebut di masa itu.Telah diriwayatkan oleh Ismail ibnu Abu Khalid, Qatadah, dan Atiyyah Al-Aufi sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Maka Kami jadikan yang demikian itu sebagai peringatan bagi orang-orang di masa itu.
(Al-Baqarah: 66) Ma baina yadaiha artinya ma qablaha, yakni bagi orang-orang yang sebelumnya yang menyangkut masalah hari Sabtu. Abul Aliyah, Ar-Rabi', dan Atiyyah mengatakan bahwa wa ma khalfaha artinya buat orang-orang
yang sesudah mereka dari kalangan Bani Israil agar mereka tidak melakukan hal yang semisal dengan perbuatan orang-orang yang dikutuk itu. Mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud dari lafaz ma baina yadaiha wa ma khalfaha
berkaitan dengan zaman, yakni sebelum dan sesudahnya.Pengertian tersebut dapat dibenarkan bila dikaitkan dengan orang-orang sesudah mereka, agar apa yang telah menimpa penduduk kampung itu menjadi peringatan dan pelajaran
bagi mereka. Jika dikaitkan dengan orang-orang sebelum mereka, mana mungkin ayat ini ditafsirkan dengan makna tersebut, yakni sebagai pelajaran dan peringatan buat orang-orang sebelum mereka? Barangkali setelah dipa-hami
tidak ada seorang pun yang mengatakan demikian.Dengan demikian, maka tertentulah pengertian lafaz ma baina yadaiha wa ma khalfaha artinya 'buat orang-orang yang tinggal di kampung-kampung sekitarnya'.
Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa'id ibnu Jubair.Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, mengenai firman-Nya: Maka Kami jadikan yang demikian itu sebagai peringatan bagi orang-orang
di masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian. (Al-Baqarah: 66)Bahwa makna yang dimaksud ialah sebagai hukuman terhadap dosa-dosa mereka yang sekarang dan yang lalu.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan
dari Ikrimah, Mujahid, As-Saddi Al-Farra, dan Ibnu Atiyyah bahwa lima baina yadaiha artinya 'bagi dosa-dosa kaum tersebut', sedangkan wa ma khalfaha artinya 'bagi orang sesudahnya yang berani melakukan hal yang semisal
dengan dosa-dosa mereka itu'.Ar-Razi meriwayatkan tiga buah pendapat sehubungan dengan tafsir ayat ini: Yang pertama mengatakan bahwa makna yang dimaksud dari lafaz ma baina yadaiha wa ma khalfaha ialah
'bagi orang-orang sebelum mereka yang telah mengetahui beritanya melalui kitab-kitab terdahulu dan bagi orang-orang sesudah mereka. Pendapat kedua mengatakan, makna yang dimaksud ialah 'bagi para penduduk kampung
dan umat-umat yang semasa dengannya. Pendapat ketiga mengatakan bahwa Allah Swt. menjadikan hal tersebut sebagai hukuman buat orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut sebelumnya, juga bagi orang-orang sesudahnya.
Pendapat ketiga ini merupakan pendapat Al-Hasan.Menurut kami, pendapat yang kuat ialah yang mengartikan bahwa ma baina yadaiha dan wa ma khalfaha artinya 'bagi orang-orang yang sezaman dengan mereka,
juga bagi orang-orang yang akan datang sesudah mereka', seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya;
{وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا مَا حَوْلَكُمْ مِنَ الْقُرَى وَصَرَّفْنَا الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitar kalian. (Al-Ahqaf: 27) hingga akhir ayat.Dan Allah telah berfirman:
{وَلا يَزَالُ الَّذِينَ كَفَرُوا تُصِيبُهُمْ بِمَا صَنَعُوا قَارِعَةٌ أَوْ تَحُلُّ قَرِيبًا مِنْ دَارِهِمْ}
Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri. (Ar-Ra'd: 31)
{أَفَلا يَرَوْنَ أَنَّا نَأْتِي الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا}
Maka apakah mereka tidak melihat bahwa Kami mendatangi negeri (orang kafir), lalu Kami kurangi luasnya dari segala penjurunya (Al-Anbiya: 44)Maka Allah menjadikan mereka sebagai pelajaran dan peringatan buat orang-orang yang sezaman dengan mereka, juga menjadi pelajaran bagi orang-orang yang kemudian melalui berita yang mutawatir dari mereka. Karena itulah di akhir ayat disebutkan:
{وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ}
serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah: 66)Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: serta menjadi pelajaran
bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah: 66) Yang dimaksud ialah bagi orang-orang sesudah mereka hingga hari kiamat.Al-Hasan Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Serta menjadi pelajaran bagi orang-orang
yang bertakwa. (Al-Baqarah: 66) Ia memperingatkan mereka sehingga mereka memelihara diri dari hal-hal yang menyebabkan siksa Allah dan mewaspadainya.As-Saddi dan Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa makna firman-Nya:
serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah: 66) ialah umat Nabi Muhammad Saw.Menurut kami, makna yang dimaksud dari lafaz al-mauizah dalam ayat ini ialah peringatan. Dengan kata lain,
Kami jadikan azab dan pembalasan yang telah menimpa mereka sebagai balasan dari perbuatan mereka yang melanggar hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan tipu muslihat yang mereka jalankan. Karena itu, hati-hatilah orang-orang
yang bertakwa terhadap perbuatan seperti yang mereka lakukan itu, agar tidak tertimpa siksaan yang telah menimpa mereka.Sehubungan dengan pengertian ini Imam Abu Abdullah ibnu Buttah meriwayatkan:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الصَّبَّاحِ الزَّعْفَرَانِيُّ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو [عَنْ أَبِي سَلَمَةَ] عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قال: "لَا تَرْتَكِبُوا مَا ارْتَكَبَ الْيَهُودُ، فَتَسْتَحِلُّوا مَحَارِمَ اللَّهِ بِأَدْنَى الْحِيَلِ"
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah Az-Za'farani, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Umar, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian lakukan seperti apa yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi,
karena akibatnya kalian akan menghalalkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah hanya dengan tipu muslihat yang rendah.Sanad ini berpredikat jayyid; Ahmad ibnu Muhammad ibnu Muslim dinilai siqah oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Khatib
Al-Bagdadi, sedangkan perawi lainnya sudah dikenal dengan syarat sahih.
Surat Al-Baqarah |2:66|
فَجَعَلْنَاهَا نَكَالًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ
fa ja'alnaahaa nakaalal limaa baina yadaihaa wa maa kholfahaa wa mau'izhotal lil-muttaqiin
Maka Kami jadikan (yang demikian) itu peringatan bagi orang-orang pada masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
And We made it a deterrent punishment for those who were present and those who succeeded [them] and a lesson for those who fear Allah.
(Maka Kami jadikan dia) maksudnya hukuman tersebut (sebagai peringatan) cermin perbandingan hingga mereka tidak melakukannya lagi (bagi umat-umat di masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian)
(serta menjadi pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa) kepada Allah Taala. Dikhususkan bagi orang-orang ini, karena hanya merekalah yang dapat mengambil manfaat darinya sedangkan orang lain tidak.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 66 |
Penjelasan ada di ayat 65
Surat Al-Baqarah |2:67|
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً ۖ قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا ۖ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
wa iż qoola muusaa liqoumihiii innalloha ya`murukum an tażbaḥuu baqoroh, qooluuu a tattakhiżunaa huzuwaa, qoola a'uużu billaahi an akuuna minal-jaahiliin
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Allah memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi betina." Mereka bertanya, "Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan?" Dia (Musa) menjawab, "Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh."
And [recall] when Moses said to his people, "Indeed, Allah commands you to slaughter a cow." They said, "Do you take us in ridicule?" He said, "I seek refuge in Allah from being among the ignorant."
(Dan) ingatlah (ketika Musa berkata kepada kaumnya,) yakni ketika ada di antara mereka itu seseorang yang terbunuh sedangkan mereka tidak tahu siapa pembunuhnya,
lalu mereka minta kepada Musa untuk memohonkan kepada Allah agar Dia dapat memberitahukan siapa pembunuhnya itu.
Maka dia memohon, lalu katanya, ("Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Jawab mereka, "Apakah kamu hendak menjadikan kami sebagai bahan ejekan")
artinya suruhan kamu itu akan menyebabkan kami menjadi sasaran olok-olok dan tertawaan orang.
(Jawab Musa, "Aku berlindung) maksudnya aku tidak sudi (kepada Allah) akan (menjadi golongan orang-orang yang jahil.") yang suka berolok-olok. Tatkala mereka ketahui bahwa Musa bersungguh-sungguh.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 67 |
(NULL)
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata, "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab,
"Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan orang-orang yang jahil."Allah Swt. berfirman melalui ayat ini, "Ingatlah kalian, hai kaum Bani Israil, akan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan kepada kalian dalam hal yang menyangkut
perkara yang berlainan dengan hukum alam bagi kalian," yaitu mengenai seekor sapi betina dan keterangan mengenai si pembunuhnya dengan melalui sapi betina itu, kemudian Allah menghidupkan si terbunuh, lalu si terbunuh menyebut
siapa pelaku yang telah membunuh dirinya dari kalangan mereka. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun,
telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Hassan, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Ubaidah As-Salmani yang menceritakan hadis berikut:Ada seorang lelaki dari kalangan kaum Bani Israil yang mandul, tidak mempunyai anak,
sedangkan dia mempunyai harta benda yang banyak. Orang yang mewarisinya hanyalah anak lelaki dari saudara laki-lakinya. Pada suatu malam keponakannya itu membunuhnya dan meletakkan mayatnya di depan pintu rumah
salah seorang dari kalangan mereka. Di pagi harinya si pembunuh menuduh mereka, hingga masing-masing pihak memakai senjatanya dan sebagian dari mereka berperang dengan sebagian yang lain.Kemudian orang-orang yang bijak
dan berkuasa dari kalangan mereka berkata, "Mengapa kalian saling membunuh di antara sesama kalian, sedangkan utusan Allah berada di antara kalian?" Akhirnya mereka datang menghadap Nabi Musa a.s.,
lalu menceritakan peristiwa tersebut. Maka Nabi Musa a.s. berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina" Mereka berkata,
"Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan orang-orang yang jahil." (Al-Baqarah: 67)Perawi mengatakan, seandainya mereka tidak menyangkal,
niscaya sapi apa pun yang mudah didapat sudah cukup bagi mereka. Tetapi mereka keras kepala, akhirnya mereka diperberat. Setelah mereka mendapatkan sapi betina yang diperintahkan agar mereka menyembelihnya,
ternyata sapi betina itu adalah milik seorang lelaki yang tidak punya sapi lain kecuali satu-satunya yang mereka harapkan itu. Akhirnya si pemilik sapi berkata, "Demi Allah, sebagai tukarannya aku tidak mau kurang dari sejumlah emas
yang memenuhi kulitnya." Maka mereka terpaksa mengambil sapi betina tersebut dengan memberikan tukaran berupa emas sepenuh kulitnya. Mereka menyembelih sapi tersebut, lalu memukulkan sebagian dari anggota badannya
ke tubuh mayat yang dimaksudkan. Akhirnya si mayat dapat hidup. Mereka bertanya, "Siapakah yang telah membunuhmu?" Ia menjawab, "Orang ini," seraya mengisyaratkan kepada keponakannya, lalu ia lunglai dan mati.
Si pembunuh tidak diberi sedikit harta pun dari peninggalan si mayat. Setelah peristiwa tersebut, maka pembunuh tidak dapat mewarisi (harta si terbunuh).Ibnu Jarir meriwayatkan hadis semisal melalui hadis Ayyub,
dari Muhammad ibnu Sirin, dari Ubaidah. Diriwayatkan pula oleh Abdu Ibnu Humaid di dalam kitab tafsirnya, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun dengan lafaz yang sama.
Telah diriwayatkan pula oleh Adam ibnu Abu Iyas di dalam kitab tafsirnya, dari Abu Ja'far (yakni Ar-Razi), dari Hisyam ibnu Hassan dengan lafaz yang sama.Adam ibnu Abu Iyas di dalam kitab tafsirnya telah meriwayatkan,
telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah mengenai firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina. (Al-Baqarah: 67) Tersebutlah bahwa ada seorang lelaki
dari kalangan Bani Israil, dia orang kaya dan tidak mempunyai seorang anak pun, yang mewarisinya adalah salah seorang kerabatnya. Kemudian si kerabat membunuhnya agar cepat memperoleh harta warisannya,
lalu mayatnya ia campakkan di perempatan jalan. Si pembunuh datang kepada Nabi Musa dan berkata, "Sesungguhnya kerabatku telah terbunuh, hal ini merupakan suatu peristiwa yang sangat berat, karena aku tidak menjumpai
seorang pun selainmu yang dapat menjelaskan kepadaku siapa pembunuhnya, wahai Nabi Allah?"Maka Nabi Musa menyeru kepada semua orang, "Kuminta —demi Allah— siapa yang mengetahui peristiwa ini,
hendaknya dia menceritakannya kepada kami." Ternyata tiada seorang pun dari mereka yang mengetahuinya. Lalu si pembunuh datang kepada Musa dan berkata, "Engkau adalah Nabi Allah, maka mintakanlah kepada Allah buat kami
agar Dia menjelaskannya kepada kami." Nabi Musa a.s. memohon kepada Tuhannya, lalu Allah berfirman: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina. (Al-Baqarah: 67) Mereka heran dengan jawaban tersebut,
lalu berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan orang-orang yang jahil’ Mereka menjawab, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami,
agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu? " Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan di antara itu.” (Al-Baqarah: 67-68)
Artinya sapi betina tersebut tidak terlalu tua, tidak pula terlalu muda, melainkan pertengahan di antara keduanya.Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami warna sapi itu.
" Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." (Al-Baqarah: 69)
Sapi betina tersebut berwama kuning mulus lagi membuat takjub orang-orang yang memandangnya.Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikal sapi betina itu?
Karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami, dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah
dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." (Al-Baqarah: 70-71) Yakni sapi betina tersebut belum pernah dipekerjakan untuk membajak tanah dan mengairi tanaman,
juga tidak ada cacat serta tidak ada belangnya. Mereka berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya." Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
(Al-Baqarah: 71)Perawi mengatakan, "Seandainya kaum itu di saat menerima perintah untuk menyembelih sapi betina, mereka langsung mendatangkan seekor sapi betina yang mana pun, hal itu sudah cukup.
Tetapi mereka memperberat dirinya sendiri, maka Allah benar-benar memperberat mereka. Seandainya saja kaum itu tidak mengucapkan kata istisna seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan sesungguhnya kami insya Allah
akan mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 70) niscaya mereka tidak akan beroleh petunjuk untuk mendapatkan sapi betina tersebut untuk selama-lamanya."Menurut riwayat yang sampai kepada kami, mereka tidak menemukan sapi betina
yang spesifikasinya disebutkan kepada mereka kecuali hanya pada seorang wanita tua yang memelihara banyak anak yatim; si nenek itulah yang mengurus mereka. Tatkala si nenek mengetahui bahwa tiada yang dapat membersihkan
mereka kecuali hanya sapi miliknya, maka ia melipatgandakan harganya kepada mereka. Lalu mereka menghadap Nabi Musa a.s. dan menceritakan kepadanya bahwa mereka tidak menemukan sapi berciri khas seperti itu
kecuali pada seorang wanita dan wanita itu meminta harga pembelian yang berlipat ganda dari biasanya.Nabi Musa a.s. berkata, "Sesungguhnya Allah telah memberikan keringanan kepada kalian, tetapi kalian memperberat diri kalian sendiri.
Maka berikanlah kepada si nenek itu apa yang disukainya dan apa yang telah ditetapkannya." Lalu mereka melakukannya, membeli sapi betina itu dan menyembelihnya. Kemudian Nabi Musa a.s. memerintahkan mereka agar memotong salah
satu dari tulang sapi betina itu untuk dipukulkan kepada jenazah tersebut. Mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi Musa a.s., dan ternyata jenazah tersebut dapat hidup kembali, lalu menyebutkan kepada mereka nama orang
yang telah membunuhnya. Sesudah itu ia mati kembali seperti semula. Maka Nabi Musa a.s. menangkap si pembunuh yang ternyata adalah orang yang pernah datang dan mengadu kepada Nabi Musa a.s. itu sendiri.
Akhirnya si pembunuh tersebut dihukum mati sebagai pembalasan dari perbuatan jahatnya itu.Muhammad ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sa'id, telah menceritakan kepadaku ayahku,
telah menceritakan kepadaku pamanku, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat yang menceritakan perihal sapi betina ini. Disebutkan bahwa ada seorang lelaki yang lanjut usia
di kalangan kaum Bani Israil pada zaman Nabi Musa a.s. Lelaki tua tersebut mempunyai harta yang banyak, sedangkan anak-anak saudara lelakinya miskin, tak berharta. Lelaki tua itu tidak beranak, dan ahli warisnya
adalah anak-anak saudara lelakinya. Mereka berkata, "Aduhai, seandainya paman kita telah mati, niscaya kita akan mewarisi hartanya." Tetapi setelah masa berlalu sangat lama, sedangkan paman mereka tidak juga mati,
datanglah setan kepada mereka dan mengatakan kepada mereka, "Mengapa tidak kalian bunuh saja paman kalian, niscaya kalian akan segera mewarisi hartanya dan kalian menimpakan diatnya kepada penduduk kota
yang kalian tidak ada di dalamnya." Demikian itu karena ada dua kota di sekitar daerah tersebut, dan mereka berada di salah satunya. Sedangkan hukum yang berlaku di kalangan mereka ialah apabila ada seseorang yang terbunuh,
lalu mayatnya tergeletak di antara kedua kota, maka dilakukan pengukuran jarak antara si mayat dan dua kota tersebut. Kota mana pun di antara keduanya yang jaraknya lebih dekat kepada si mayat, maka penduduk kota tersebutlah
yang harus menanggung diatnya.Ketika setan membujuk mereka untuk melakukan hal tersebut, mengingat paman mereka tidak juga mati dalam waktu yang cukup lama, mereka terbujuk. Maka dengan sengaja mereka membunuh pamannya,
sesudah itu mereka lemparkan mayatnya di depan pintu gerbang kota yang mereka bukan berasal dari kota tersebut. Pada keesokan harinya penduduk kota kedatangan anak-anak saudara lelaki tua tersebut, lalu mereka berkata,
"Paman kami terbunuh di depan pintu gerbang kalian. Demi Allah, kalian harus membayar diat paman kami kepada kami." Penduduk kota menjawab, "Kami bersumpah dengan nama Allah, kami tidak membunuhnya
dan kami tidak mengetahui siapa pembunuhnya. Kami belum pernah membuka pintu gerbang kota kami sejak kami menutupnya hingga pagi hari."Mereka datang kepada Nabi Musa a.s., lalu berkata,
"Paman kami telah kami temukan dalam keadaan terbunuh di depan pintu kota mereka." Penduduk kota menjawab, "Kami bersumpah kepada Allah, kami tidak membunuhnya dan kami tidak pernah membuka pintu gerbang
kota kami bila telah kami tutup hingga pagi hari."Kemudian datanglah Malaikat Jibril —membawa perintah dari Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui— kepada Nabi Musa a.s. Nabi Musa a.s. berkata kepada mereka:
Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina. (Al-Baqarah: 67) Kemudian kalian pukul mayat itu dengan salah satu anggota badan sapi betina yang telah disembelih itu.As-Saddi meriwayatkan sehubungan
dengan firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina." (Al-Baqarah: 67) Tersebutlah bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil
yang memiliki banyak harta dan seorang anak perempuan serta seorang keponakan laki-laki yang miskin. Lalu si keponakan melamar anak perempuannya. tetapi ia menolak dan tidak mau mengawinkan anak perempuannya
dengan keponakannya itu. Akhirnya si keponakan yang masih muda itu marah dan mengatakan, "Demi Allah, aku benar-benar akan membunuh pamanku, merampas hartanya, mengawini anak perempuannya,
dan memakan diat pembunuhannya."Si pemuda datang kepada pamannya ketika ada berita tentang kedatangan para pedagang di salah satu suku Bani Israil, lalu si pemuda mengatakan kepada pamannya,
"Hai paman, berangkatlah bersamaku dan tolong ambilkan buatku sebagian dari harta dagangan kaum tersebut, barangkali aku dapat memperoleh keuntungan darinya. Sesungguhnya jika mereka melihat engkau bersamaku,
niscaya mereka mau memberikannya kepadaku." Si paman berangkat bersama keponakannya di malam hari. Ketika si paman sampai di tempat kabilah yang dituju, maka si keponakan membunuhnya,
lalu si keponakan kembali kepada keluarganya.Pada keesokan harinya si keponakan tersebut datang seakan-akan sedang mencari pamannya, ia berpura-pura tidak mengetahui di mana pamannya berada dan seakan-akan
ia tidak menemukannya. Lalu ia berangkat menuju tempat pamannya terbunuh, ternyata ia menjumpai kabilah tersebut sedang mengerumuni mayat pamannya. Lalu ia mengambil mayat pamannya seraya berkata,
"Kalian telah membunuh pamanku, maka kalian harus membayar diatnya kepadaku." Ia mengatakan demikian seraya menangis dan menaburkan pasir ke atas kepalanya sendiri dan mengatakan, "Aduhai pamanku.'
Ia melaporkan hal tersebut kepada Nabi Musa a.s. Maka Nabi Musa a.s. menjatuhkan keputusan agar mereka membayar diat kepada si pemuda itu. Tetapi mereka berkata, "Wahai utusan Allah, mohonkanlah kepada Tuhanmu
buat kami agar Dia menjelaskan kepada kami siapakah yang telah membunuhnya, lalu kita tangkap pelakunya. Demi Allah, sesungguhnya diat si terbunuh ini mudah bagi kami, tetapi kami merasa malu dituduh sebagai pembunuh.
" Yang demikian itu disebutkan di dalam firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika kalian membunuh seorang manusia, lalu kalian saling tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kalian sembunyikan.
(Al-Baqarah: 72)Musa a.s. berkata kepada mereka, sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya melalui ayat berikut: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina. (Al-Baqarah: 67)
Tetapi jawaban mereka, "Kami bertanya kepadamu tentang orang yang dibunuh dan orang yang membunuhnya, tetapi engkau menjawabnya, 'Sembelihlah seekor sapi betina.' Apakah engkau memperolok-olokkan kami?
" Maka Nabi Musa a.s. menjawab: Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan orang-orang yang jahil." (Al-Baqarah: 67)Sahabat Ibnu Abbas r.a. mengatakan, seandainya mereka mengambil seekor sapi betina
mana pun lalu, mereka menyembelihnya, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka. Akan tetapi, mereka bersikpp keras dan membandel terhadap Nabi Musa a.s., maka Allah memperkeras sanksi-Nya terhadap mereka.
Mereka mengatakan: Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami sapi betina apakah itu. Musa menjawab, "Se-ungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yangg tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu." (Al-Baqarah: 68)Al-farid. sapi betina yang sudah tua dan tidak beranak lagi. Al-bikr, sapi betina yang belum pernah beranak kecuali hanya baru sekali. Al-'awan,
pertengahan di antara keduanya.Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada kalian. Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya." Musa menjawab,
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.'"' Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami
agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk.” Musa berkata,
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak cacat, tidak ada belangnya.”(Al-Baqarah: 68-71)
Yakni tidak ada belang putih, belang hitam, dan belang merah, melainkan kuning mulus.Mereka berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya." (Al-Baqarah: 71) Mereka mencarinya,
dan ternyata mereka tidak mampu menemukannya.Tersebut di kalangan kaum Bani Israil terdapat seorang pemuda yang sangat berbakti kepada ayahnya, pada suatu hari ada seorang lelaki lain yang lewat kepadanya seraya
membawa mutiara jualannya. Ketika itu ayahnya sedang tidur, sedangkan kunci brankas berada di bawah bantalnya. Si lelaki penjual mutiara itu berkata kepadanya, "Maukah engkau beli mutiara ini dengan harga tujuh puluh ribu dirham?"
Si pemuda menjawab, "Jika kamu bersabar hingga ayahku terbangun dari tidur, aku mau membelinya darimu dengan harga delapan puluh ribu dirham." Si penjual mutiara berkata, "Bangunkan saja ayahmu,
nanti mutiara ini kujual kepadamu dengan harga enam puluh ribu dirham." Maka si penjual mutiara terus menurunkan harganya hingga mencapai harga tiga puluh ribu dirham, sedangkan si pemuda
menaikkannya sampai harga seratus ribu dirham, dengan syarat ayahnya harus terbangun dengan sendirinya terlebih dahulu. Ketika si penjual mendesak terus, maka si pemuda kesal, lalu berkata kepadanya
"Demi Allah, aku tidak mau membelinya darimu dengan harga berapa pun juga selama-lamanya." Dia menolak untuk membangunkan ayahnya. Maka Allah mengganti mutiara tersebut menjadi sapi betina untuk si pemuda
(sebagai pahala berbakti kepada ayahnya).Ketika kaum Bani Israil yang sedang mencari sapi betina itu melihat sapi betina yang dicarinya berada di tangan si pemuda, mereka langsung meminta agar si pemuda menjual sapinya kepada mereka,
ditukar dengan sapi yang lain; tetapi si pemuda itu menolak. Lalu mereka menambahkan tukarannya dengan dua ekor sapi, namun si pemuda tetap menolak, dan mereka terus-menerus menambah hingga sampai sepuluh ekor sapi
seraya berkata, "Demi Allah, kami tidak akan membiarkanmu sebelum kami membelinya darimu."Lalu mereka membawa si pemuda itu kepada Nabi Musa a.s. Mereka berkata, "Hai Nabi Allah, sesungguhnya kami menemukan sapi betina
itu berada di tangan lelaki muda ini, tetapi dia menolak memberikannya kepada kami, padahal kami telah memberinya harga yang pantas." Maka Nabi Musa a.s. berkata kepada si pemuda, "Berikanlah kepada mereka sapi betinamu itu.
" Si pemuda menjawab, "Wahai urusan Allah, aku lebih berhak terhadap harta bendaku." Nabi Musa a.s. menjawab, "Engkau benar." Selanjutnya Nabi Musa a.s. berkata kepada kaumnya, "Buatlah teman kalian ini rela."
Akhirnya mereka bersedia mengganti. sapi betinanya itu dengan emas seberat sapi tersebut, tetapi si pemuda tetap menolak, dan mereka terus menambah nilai tukarnya hingga sampai sepuluh kali lipat emas seberat timbangan sapi betinanya.
Akhirnya si pemuda memberikan sapi betinanya kepada mereka dan mengambil harganya, lalu mereka menyembelih sapi betina tersebut.Nabi Musa a.s. berkata, "Pukullah mayat itu dengan sebagian dari anggota tubuh sapi betina
yang disembelih itu!" Mereka memukulnya dengan bagian tubuh di antara dua pundak sapi, maka mayat itu dapat hidup kembali. Lalu mereka bertanya kepadanya, "Siapakah yang telah membunuhmu?" Ia berkata kepada mereka,
"Keponakanku. Dia mengatakan bahwa dia akan membunuhku, merampas hartaku, dan mengawini anak perempuanku." Akhirnya mereka menangkap si pembunuh dan membunuhnya.Sunaid meriwayatkan,
telah menceritakan kepada kami Hajjaj (yakni Ibnu Muhammad), dari Ibnu Juraij, dari Mujahid; dan Hajjaj, dari Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan Muhammad ibnu Qais —riwayat sebagian dari mereka dimasukkan
ke dalam riwayat sebagian yang lainnya—. Disebutkan, ketika suatu suku dari kalangan Bani Israil merasakan bahwa tindak kejahatan di kalangan mereka kian banyak, maka mereka membangun sebuah kota terpisah,
lalu mereka menghindar dari kejahatan yang biasa dilakukan kebanyakan orang. Untuk itu apabila sore hari tiba, mereka tidak membiarkan ada seorang pun di luar kota melainkan disuruh masuk ke dalam kota. Apabila pagi hari tiba,
pemimpin mereka naik ke atas benteng dan melihat-lihat keadaan di luar; apabila ia tidak melihat sesuatu pun yang mecurigakan, barulah ia membuka pintu gerbang kotanya, dan ia selalu bersama mereka hingga petang harinya.
Tersebutlah bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil yang memiliki harta yang banyak, sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris kecuali hanya saudara lelakinya. Tetapi setelah dirasakan oleh si saudara pewaris bahwa saudaranya
yang kaya itu tidak juga mati melainkan berusia panjang, terdorong keinginannya untuk mewaris dengan secepatnya. Maka ia membunuh saudaranya itu, kemudian mayatnya ia letakkan di depan pintu kota tersebut,
lalu ia dan teman-temannya bersembunyi di suatu tempat yang tak terlihat.Ketika pemimpin kota naik ke atas benteng pintu gerbang kotanya, lalu melihat-lihat keadaan di luar, dan ternyata ia tidak melihat adanya sesuatu
yang mencurigakan, barulah ia membuka pintu gerbang kotanya. Tetapi begitu ia membuka pintu gerbang kotanya, ia melihat ada seseorang yang mati terbunuh, untuk itu ia segera menutup kembali pintu gerbang kotanya.
Lalu saudara si terbunuh dan teman-temannya berseru dari tempat persembunyiannya dan menampakkan diri, "Kalian telah membunuhnya, kemudian kalian tutup kembali pintu gerbang kalian."Tersebutlah pula ketika Nabi Musa a.s.
melihat banyak kejahatan pembunuhan di kalangan kaum Bani Israil, maka apabila ia melihat ada seseorang terbunuh di dekat suatu kaum, ia menghukum kaum tersebut. Di antara saudara si terbunuh dan penduduk kota
hampir terjadi perang di saat kedua belah pihak menyandang senjatanya masing-masing, tetapi masing-masing masih bisa dapat menahan diri. Kemudian mereka datang kepada Nabi Musa a.s. dan menceritakan persoalan mereka.
Mereka berkata, "Hai Musa, sesungguhnya orang-orang penduduk kota ini telah membunuh seseorang, setelah itu mereka menutup pintu gerbangnya." Penduduk kota menjawab, "Wahai utusan Allah, sesungguhnya
engkau telah mengetahui bahwa kami telah menghindarkan diri dari segala bentuk kejahatan, untuk itu kami telah membangun kota tersendiri seperti yang engkau lihat dengan tujuan untuk menghindarkan diri dari kejahatan orang lain.
Demi Allah, kami tidak membunuh dan tidak pula mengetahui pembunuhnya."Maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi Musa a.s., memerintahkan agar mereka menyembelih seekor sapi betina. Kemudian Nabi Musa a.s.
berkata kepada mereka: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina. (Al-Baqarah: 67)Konteks ini berasal dari Ubaidah, Abul Aliyah, As-Saddi, dan lain-lainnya; masing-masing terdapat perbedaan,
tetapi pada lahiriahnya riwayat ini diambil dari kitab-kitab Bani Israil dari kategori yang boleh dinukil, namun tidak boleh dibenarkan dan tidak boleh didustakan. Karena itu, maka kisah ini tidak dapat dijadikan pegangan
kecuali hal-hal yang sesuai dengan kebenaran yang ada pada kita.
Surat Al-Baqarah |2:68|
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ ۚ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا فَارِضٌ وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَٰلِكَ ۖ فَافْعَلُوا مَا تُؤْمَرُونَ
qoolud'u lanaa robbaka yubayyil lanaa maa hiy, qoola innahuu yaquulu innahaa baqorotul laa faaridhuw wa laa bikr, 'awaanum baina żaalik, faf'aluu maa tu`maruun
Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu." Dia (Musa) menjawab, "Dia (Allah) berfirman bahwa sapi betina itu tidak tua dan tidak muda, (tetapi) pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu."
They said, "Call upon your Lord to make clear to us what it is." [Moses] said, "[Allah] says, 'It is a cow which is neither old nor virgin, but median between that,' so do what you are commanded."
(Mereka bertanya, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu agar Dia menjelaskan kepada kami, sapi betina yang manakah itu") maksudnya tentang usianya,
apakah yang tua atau yang muda (Jawab Musa, "Allah berfirman bahwa sapi itu ialah sapi betina yang tidak tua) berusia lanjut (dan tidak pula muda) atau terlalu kecil,
tetapi (pertengahan) (di antara demikian), yakni di antara tua dan muda tadi (maka lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu.") yaitu supaya menyembelih sapi yang telah dijelaskan itu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 68 |
Tafsir ayat 68-71
Mereka menjawab, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami sapi betina apakah itu." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan di antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada kalian." Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.
" Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." Mereka berkata,
"Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi betina itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah
akan mendapat petunjuk." Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat,
tidak ada belangnya." Mereka berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya." Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir mereka tidak melaksanakan perintah itu.
Allah Swt. menceritakan kebandelan kaum Bani Israil dan mereka banyak bertanya kepada rasul-rasul-Nya. Karena itu, tatkala mereka mempersempit diri mereka, maka Allah benar-benar mempersempitnya. Seandainya mereka segera
menyembelih sapi betina apa pun, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka sesuai dengan apa yang diperintahkan. Demikian menurut Ibnu Abbas, Ubaidah, dan lain-lain-nya; tetapi ternyata orang-orang Bani Israil berkeras kepala,
maka Allah memperkeras sanksi-Nya kepada mereka. Mereka berkata seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ}
Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerang-kan kepada kami sapi betina apakah itu. (Al-Baqarah: 68)Makna yang dimaksud ialah bagaimana ciri khas sapi tersebut.Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami
Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ali, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Seandainya mereka mengambil sapi betina apa pun sejak semula,
niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka. Tetapi mereka membandel, maka Allah memperkeras sanksi terhadap mereka." Sanad asar ini berpredikat sahih, dan memang as'ar ini telah diriwayatkan oleh bukan hanya seorang, bersumber
dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ubaidah, As-Saddi, Mujahid, Ikrimah, Abul Aliyah, dan lain-lainnya.
قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ: قَالَ [لِي] عَطَاءٌ: لَوْ أَخَذُوا أَدْنَى بَقَرَةٍ كَفَتْهُمْ. قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا أُمِرُوا بِأَدْنَى بَقَرَةٍ، وَلَكِنَّهُمْ لَمَّا شَدَّدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ شَدَّدَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ؛ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّهُمْ لَمْ يَسْتَثْنُوا مَا بُيِّنَتْ لَهُمْ آخِرَ الْأَبَدِ"
Ibnu Juraij meriwayatkan bahwa Ata pernah mengatakan kepadanya, seandainya mereka (orang-orang Bani Israil) mengambil sapi betina apa pun, niscaya sudah cukup bagi mereka. Ibnu Juraij meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Sesungguhnya mereka hanya diperintahkan untuk mencari sapi betina apa pun, tetapi mereka membandel, maka Allah mempekeras sanksi-Nya terhadap mereka. Demi Allah, seandainya mereka tidak mengucapkan
kalimat istisna (insya Allah), niscaya mereka tidak akan diberi penjelasan sampai hari kiamat.
************
Firman Allah Swt.:
{قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا فَارِضٌ وَلا بِكْرٌ}
Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda. (Al-Baqarah: 68)Tidak terlalu tua, tidak pula terlalu kecil, dan belum punya anak. Demikian menurut Abul Aliyah, As-Saddi, Mujahid,
Ikrimah, Atiyyah Al-Aufi, Ata Al-Khurrasani, Wahb ibnu Munabbih, Ad-Dahhak, Al-Hasan, dan Qatadah. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abbas.Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya,
'"Awanum baina zalika," yakni pertengahan antara usia tua dan usia muda; dalam seusia itu biasanya binatang ternak —antara lain sapi— sedang dalam usia puncak kekuatannya dan dalam kondisi paling baik. Hal yang semisal
telah diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, Ata Al-Khurrasani, dan Ad-Dahhak.As-Saddi mengatakan bahwa al-'awan ialah pertengahan di antara hal tersebut, yaitu sapi betina
yang telah melahirkan anaknya, lalu anaknya itu telah beranak lagi.Hasyim meriwayatkan dari Juwaibir, dari Kasir ibnu Ziad, dari Al-Hasan sehubungan dengan sapi betina ini, bahwa sapi betina itu adalah sapi betina liar.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata, dari Ibnu Abbas, "Barang siapa yang memakai sandal (kulit yang berwarna) kuning, maka ia terus-menerus berada dalam kesenangan selagi ia memakainya.
" Yang demikian itu adalah pengertian yang dimaksud di dalam firman-Nya:
{صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ}
menyenangkan orang-orang yang memandangnya. (Al-Baqarah: 69)Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid dan Wahb ibnu Munabbih, bahwa sapi betina itu berwarna kuning.Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa sapi betina itu
mempunyai teracak (kuku) berwarna kuning. Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair bahwa sapi betina tersebut berwarna kuning teracak dan tanduknya.Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ubay,
telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Nuh ibnu Qais, telah menceritakan kepada kami Abu Raja', dari Al-Hasan sehubungan dengan firman-Nya: sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya.
(Al-Baqarah: 69) Makna yang dimaksud ialah sapi betina hitam, hitam legam warnanya. Riwayat ini berpredikat garib; riwayat yang benar ialah yang pertama tadi. Karena itu, maka pada lafaz selanjutnya warna kuning
dikuatkan dengan firman-Nya, "Faq’iul launuha," yakni yang kuning tua warnanya.Menurut Atiyyah Al-Aufi, faqi'ul launuha artinya hampir kelihatan hitam karena kuningnya sangat kuat.Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa faqVul launuha
artinya ber-sih dan mulus warnanya, yakni kuning mulus. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Saddi, Al-Hasan, dan Qatadah.Syuraik meriwayatkan dari Ma'mar, bahwa faqi’ul launuha artinya
bersih warnanya.Al-Aufi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa faqi'ul launuha artinya sangat kuning atau kuning tua; karena sangat kuning hingga kelihatan seperti putih warnanya.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: menyenangkan orang-orang yang memandangnya. (Al-Baqarah: 69)Yakni membuat kagum orang-orang yang memandangnya. Hal yang sama dikatakan oleh Abul Aliyah, Qatadah,
dan Ar-Rabi' ibnu Anas.Wahb ibnu Munabbih mengatakan, "Apabila kamu melihatnya, sekan-akan cahaya matahari memancar dari kulitnya."Di dalam kitab Taurat disebutkan bahwa warna kulit sapi betina itu merah,
barangkali hal ini terjadi karena kekeliruan dalam menerjemahkan ke dalam bahasa Arabnya. Atau seperti pendapat pertama yang mengatakan bahwa warna kulit sapi betina tersebut sangat kuning hingga warnanya cenderung
menjadi merah kehitam-hitaman.
*****************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا}
karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami. (Al-Baqarah: 70)Yaitu karena banyaknya sapi betina. Maka berikanlah ciri-ciri khas sapi tersebut kepada kami dan jelaskanlah kepada kami secara rinci.
{وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ} إِذَا بَيَّنْتَهَا لَنَا {لَمُهْتَدُونَ}
dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 70)untuk menemukannya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الْأَوْدِيُّ الصُّوفِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ أَحْمَدُ بْنُ دَاوُدَ الْحَدَّادُ، حَدَّثَنَا سُرُورُ بْنُ الْمُغِيرَةِ الْوَاسِطِيُّ، ابْنُ أَخِي مَنْصُورِ بْنِ زَاذَانَ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ مَنْصُورٍ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْلَا أَنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالُوا: {وَإِنَّا إِن شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ} لَمَا أُعْطُوا، وَلَكِنِ اسْتَثْنَوْا"
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya Al-Audi As-Sufi, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Ahmad ibnu Daud Al-Haddad, telah menceritakan kepada kami Surur ibnul Mugirah Al-Wasiti
(anak lelaki saudara lelaki Mansur ibnu Zazan), dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan, dari Abu Rafi’, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seandainya Bani Israil tidak mengatakan,
"Dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk" (Al-Baqarah: 70), niscaya mereka tidak akan diberi tahu (untuk mendapatkan sapi betina itu), tetapi ternyata mereka mengucapkan istisna (kalimat insya Allah)
Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya dari jalur lain:
عَنْ سُرُورِ بْنِ الْمُغِيرَةِ، عَنْ زَاذَانَ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ مَنْصُورٍ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ حَدِيثِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْلَا أَنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالُوا: {وَإِنَّا إِن شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ} مَا أُعْطُوا أَبَدًا، وَلَوْ أَنَّهُمُ اعْتَرَضُوا بَقَرَةً مِنَ الْبَقَرِ فَذَبَحُوا لَأَجْزَأَتْ عَنْهُمْ، وَلَكِنَّهُمْ شَدَّدُوا، فَشَدَّدَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ"
melalui Surur ibnul Mugirah: dari Zazan, dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan, dari hadis Abu Rafi', dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seandainya kaum Bani Israil tidak mengatakan,
"Dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk" (Al-Baqarah: 70), niscaya mereka tidak akan diberi untuk selama-lamanya. Dan seandainya mereka mengambil sapi betina mana pun, lalu mereka menyembelihnya,
'
niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka. Tetapi mereka membandel, maka Allah bersikap keras terhadap mereka.Bila ditinjau dari segi jalur ini, maka hadis ini berpredikat garib, dan yang lebih baik ialah bila hadis ini
dianggap sebagai perkataan Abu Hurairah, seperti yang telah disebutkan di atas, dari As-Saddi.
***********
Firman Allah Swt.:
{قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الأرْضَ وَلا تَسْقِي الْحَرْثَ}
Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman." (Al-Baqarah: 71)Sapi betina tersebut bukan sapi betina
yang dipersiapkan untuk membajak tanah, tidak pula dipersiapkan untuk mengangkut air guna pengairan, melainkan sapi betina yang dipelihara sebagai hewan kesayangan dalam keadaan sehat, utuh, lagi tiada bercacat.
La syiyatafiha, tiada warna lain pada kulitnya selain dari warna kuning, yakni tidak ada belangnya.Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa musallamah artinya tidak bercacat. Hal yang sama dikatakan pula
oleh Abul Aliyah dan Ar-Rabi'. Mujahid mengatakan, musallamah artinya bebas dari belang, yakni tidak ada belangnya.Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa musallamah artinya semua kaki dan seluruh tubuhnya mulus, bebas dari belang.
Menurut Mujahid, la syiyata fiha artinya tidak ada warna putih dan hitam, yakni tidak berbelang. Abul Aliyah, Ar-Rabi', Al-Hasan, dan Qatadah mengatakan tidak ada belang putihnya. Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa
la syiyatafiha warnanya satu lagi tua. Telah diriwayatkan dari Atiyyah Al-Aufi, Wahb ibnu Munabbih dan Ismail ibnu Abu Khalid hal yang semisal. As-Saddi mengatakan, la syiyata fiha artinya tidak ada belang putih, belang hitam,
dan belang merahnya.Semua makna yang telah disebutkan di atas hampir sama maksudnya, tetapi ada sebagian ulama yang menduga bahwa firman Allah Swt., "Innaha baqaratul La zalulun,"
artinya sesungguhnya sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak dipersiapkan untuk dipekerjakan. Kemudian lafaz selanjutnya dianggap sebagai kalimat baru, yaitu firman-Nya, "Tusirul arda" yakni dipekerjakan untuk membajak tanah,
hanya sapi betina tersebut tidak dipakai untuk mengairi tanaman. Pendapat ini lemah karena lafaz La zalulun ditafsirkan oleh firman selanjutnya, yaitu tusirul arda, yakni sapi betina itu tidak dipersiapkan untuk membajak tanah,
tidak pula untuk mengairi tanaman. Demikian menurut ketetapan Al-Qurtubi dan lain-lainnya.
*************
Firman Allah Swt.:
{قَالُوا الآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ}
Mereka berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya." (Al-Baqarah: 71)
Menurut Qatadah, makna ayat ialah 'sekarang barulah kamu menerangkan yang sebenarnya kepada kami'. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, pendapat lain mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah
telah menyebutkan kepada mereka hakikat sapi betina yang sebenarnya.
****************
Firman Allah Swt:
{فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ}
Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. (Al-Baqarah: 71)Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa mereka hampir saja tidak melakukan perintah itu,
karena tujuan mereka bukanlah demikian melainkan mereka bermaksud agar tidak menyembelih sapi betina yang dimaksudkan. Dengan kata lain, setelah ada penjelasan, tanya jawab, dan keterangan ini mereka tidak juga menyembelihnya
kecuali setelah susah payah. Di dalam ungkapan ini terkandung arti celaan yang ditujukan kepada mereka. Demikian itu karena maksud dan tujuan mereka yang sesungguhnya hanyalah sebagai ungkapan pembangkangan mereka,
maka dikatakanlah bahwa mereka hampir saja tidak menyembelihnya.Muhammad ibnu Ka'b dan Muhammad ibnu Qais mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka
tidak melaksanakan perintah itu. (Al-Baqarah: 71) mengingat harganya yang sangat mahal. Tetapi penafsiran ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat berita bahwa harganya mahal masih belum dapat terbukti dengan kuat
melainkan hanya melalui nukilan dari kaum Bani Israil, seperti yang telah disebutkan di atas dalam riwayat Abul Aliyah dan As-Saddi; dan Al-Aufi telah meriwayatkannya pula dari Ibnu Abbas.Ubaidah, Mujahid, Wahb ibnu Munabbih,
Abul Aliyah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah meriwayatkan bahwa kaum Bani Israil membeli sapi betina tersebut dengan harta yang banyak jumlahnya. Akan tetapi, hal ini masih diperselisihkan.
Kemudian menurut pendapat yang lain harga pembayarannya tidaklah sebanyak itu.Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Suqah,
dari Ikrimah yang mengatakan bahwa harga pembelian sapi betina itu hanyalah tiga dinar saja. Sanad riwayat ini berpredikat jayyid, bersumber dari Ikrimah. Akan tetapi, pengertian lahiriah riwayat ini menunjukkan bahwa hal ini pun
dinukil dari ahli kitab juga.Ibnu Jarir mengatakan, sehubungan dengan makna ayat ini ulama lainnya mengatakan bahwa mereka hampir tidak melaksanakan perintah itu karena takut rahasia pembunuh yang sebenarnya
—yang mereka perselisihkan— akan terungkap. Riwayat ini tidak disandarkan kepada seorang pun oleh perawi. Kemudian Ibnu Jarir memilih bahwa pendapat yang benar dalam masalah ini ialah mereka hampir tidak melaksanakan perintah
itu karena harganya terlampau mahal, juga karena takut rahasia mereka terungkap. Akan tetapi, pendapat ini pun masih perlu dipertimbangkan; dan pendapat yang benar —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— ialah seperti apa
yang telah disebutkan di atas dalam riwayat Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, menurut pengarahan kami. Hanya kepada Allahlah kami memohon taufik.Kesimpulan hukumAyat ini —yang mengandung pembatasan sifat-sifat (spesifikasi)
sapi betina tersebut hingga bentuknya tertentu atau jelas ciri-cirinya yang sebelum itu masih bersifat mutlak— menunjukkan sah melakukan transaksi salam (pesanan) menyangkut hewan ternak, seperti yang disimpulkan oleh mazhab Maliki,
Al-Auza'i, Al-Lais, Asy-Syaqi'i, Ahmad, serta jumhur ulama Salaf dan Khalaf. Sebagai dalilnya ialah sebuah hadis di dalam kitab Sahihain, disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"لَا تَنْعَتُ المرأةُ المرأةَ لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا"
Janganlah seorang istri menggambarkan sifat-sifat wanita lain kepada suaminya (hingga tersimpulkan oleh suaminya) seakan-akan ia melihat wanita yang dimaksud.Dalil lainnya ialah seperti sifat-sifat yang dikemukakan oleh Nabi Saw.
tentang ternak unta diat dalam kasus pembunuhan secara keliru dan serupa dengan sengaja, yaitu dengan sifat-sifat (spesifikasi) yang disebutkan di dalam hadis mengenainya.Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, As-Sauri,
dan ulama Kufah. Mereka berpendapat, tidak sah melakukan transaksi salam menyangkut hewan ternak, mengingat keadaan hewan ternak selalu tidak stabil. Hal yang sama diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Huzaifah ibnul Yaman,
Abdur Rahman ibnu Samurah, dan lain-lainnya.
Surat Al-Baqarah |2:69|
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا لَوْنُهَا ۚ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ
qoolud'u lanaa robbaka yubayyil lanaa maa launuhaa, qoola innahuu yaquulu innahaa baqorotun shofrooo`u faaqi'ul launuhaa tasurrun-naazhiriin
Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya." Dia (Musa) menjawab, "Dia (Allah) berfirman bahwa (sapi) itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya, yang menyenangkan orang-orang yang memandang(nya)."
They said, "Call upon your Lord to show us what is her color." He said, "He says, 'It is a yellow cow, bright in color - pleasing to the observers.' "
(Kata mereka, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dijelaskan-Nya kepada kami apa warnanya!" Jawab Musa, "Allah berfirman bahwa sapi betina itu ialah sapi betina yang kuning,
yakni yang kuning tua warnanya, maksudnya yang kuning pekat (yang menyenangkan orang-orang yang memandang.") artinya menarik hati mereka disebabkan keelokannya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 69 |
Penjelasan ada di ayat 68
Surat Al-Baqarah |2:70|
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ
qoolud'u lanaa robbaka yubayyil lanaa maa hiya innal-baqoro tasyaabaha 'alainaa, wa innaaa in syaaa`allohu lamuhtaduun
Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu. (Karena) sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami dan jika Allah menghendaki, niscaya kami mendapat petunjuk."
They said, "Call upon your Lord to make clear to us what it is. Indeed, [all] cows look alike to us. And indeed we, if Allah wills, will be guided."
(Kata mereka, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dijelaskan-Nya bagi kami hakikat sapi betina itu) apakah yang dimanjakan ataukah yang dipekerjakan
(karena sesungguhnya sapi itu) yakni kalau jenisnya baru yang disebutkan sifatnya itu (masih samar bagi kami) karena banyaknya hingga kami tidak mengetahui mana yang dimaksud
(dan sesungguhnya kami insya Allah akan memperoleh petunjuk.") untuk mendapatkannya.
\ Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa sekiranya mereka tidak mengucapkan insya Allah, tidaklah akan dijelaskan kepada mereka untuk selama-lamanya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 70 |
Penjelasan ada di ayat 68
Surat Al-Baqarah |2:71|
قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا ۚ قَالُوا الْآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ ۚ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ
qoola innahuu yaquulu innahaa baqorotul laa żaluulun tuṡiirul-ardho wa laa tasqil-ḥarṡ, musallamatul laa syiyata fiihaa, qoolul-aana ji`ta bil-ḥaqqi fa żabaḥuuhaa wa maa kaaduu yaf'aluun
Dia (Musa) menjawab, "Dia (Allah) berfirman, (sapi) itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak (pula) untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang." Mereka berkata, "Sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang sebenarnya." Lalu, mereka menyembelihnya dan nyaris mereka tidak melaksanakan (perintah) itu.
He said, "He says, 'It is a cow neither trained to plow the earth nor to irrigate the field, one free from fault with no spot upon her.' " They said, "Now you have come with the truth." So they slaughtered her, but they could hardly do it.
(Kata Musa, "Allah berfirman bahwa sapi betina itu ialah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk bekerja) (membajak tanah) untuk ditanami. Kalimat belakang ini menjadi sifat bagi 'dipakai untuk bekerja'
dan termasuk barang yang dinafikan. (dan tidak pula untuk mengairi tanaman) atau tanah yang dipersiapkan untuk ditanami tumbuh-tumbuhan (tidak bercacat)
bebas dari aib dan bekas-bekas bekerja berat (tidak ada belangnya.") tidak ada warna lain dari warna aslinya. (Kata mereka
,
"Sekarang barulah kamu mengatakan kebenaran.") Maksudnya memberikan penjelasan yang cukup jelas tentang sapi yang dimaksud.
Mereka cari sapi tersebut dan kebetulan ditemukan pada seorang anak muda yang berbakti kepada ibunya, lalu mereka beli dengan emas sepenuh bungkusan yang terbuat dari kulit sapi itu.
(Lalu mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakannya) karena harganya yang tinggi. Dalam sebuah hadis disebutkan,
seandainya mereka segera menyembelih seekor sapi betina yang ada tanpa banyak tanya, yang demikian itu akan mencukupi. Tetapi mereka menyusahkan diri mereka sendiri sehingga dipersulit oleh Allah.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 71 |
Penjelasan ada di ayat 68
Surat Al-Baqarah |2:72|
وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا ۖ وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ
wa iż qotaltum nafsan faddaaro'tum fiihaa, wallohu mukhrijum maa kuntum taktumuun
Dan (ingatlah) ketika kamu membunuh seseorang, lalu kamu tuduh-menuduh tentang itu. Tetapi Allah menyingkapkan apa yang kamu sembunyikan.
And [recall] when you slew a man and disputed over it, but Allah was to bring out that which you were concealing.
(Dan ketika kamu membunuh seorang manusia, lalu kamu tuduh-menuduh tentang hal itu) asalnya fatadaara'tum,
lalu ta diidgamkan ke dal yang berarti bertengkar dan saling menuduh (sedangkan Allah menyingkapkan) atau memperlihatkan (apa yang kamu sembunyikan) tentang persoalan tersebut.
Kalimat ini adalah suatu interupsi dan merupakan awal kisah
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 72 |
Tafsir ayat 72-73
Dan (ingatlah) ketika kalian membunuh seorang manusia, lalu kalian saling tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kalian sembunyikan. Lalu Kami berfirman, —"Pukullah mayat itu
dengan sebagian anggota sapi betina itu. Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan pada kalian tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kalian mengerti.Imam Bukhari mengatakan bahwa
iddara-tum fiha, artinya kalian berselisih pendapat mengenai pembunuhnya. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid dalam riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Abu Huzaifah, dari Syibl,
dari Ibnu Abu Nu-jaih, dari Mujahid yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan (ingatlah), ketika kalian membunuh seorang manusia, lalu kalian saling tuduh-menuduh tentang itu. (Al-Baqarah: 72) Artinya,
kalian berselisih pendapat mengenai pembunuhnya. Ata Al-Khurrasani dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa iddara-tum fiha. artinya ikhtasamtum fiha, yakni kalian bertengkar mengenai siapa pembunuhnya.
\Sehubungan dengan firman-Nya ini Ibnu Juraij mengatakan bahwa sebagian dari mereka terhadap sebagian yang lain saling mengatakan, "Kalianlah yang membunuhnya," yakni saling tuduh. Hal yang sama dikatakan pula
oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
************
Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ}
Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kalian sembunyikan. (Al-Baqarah: 72)Mujahid mengatakan bahwa ma kuntum taktumun artinya yang selama ini tidak kalian ketahui.Ibnu Abu Hatim meriwayatkan,
telah menceritakan kepada kami Amrah ibnu Aslam Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnut Tufail Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami sadaqah ibnu Rustum yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Al-Musayyab ibnu Rafi' mengatakan, "Tidak sekali-kali seseorang melakukan suatu amal kebaikan di tujuh rumah melainkan Allah akan menampakkannya, dan tidak sekali-kali seseorang melakukan suatu amal keburukan di tujuh rumah
melainkan Allah akan menampakkannya." Hal yang membenarkan hal ini berada dalam firman-Nya: Dan Allah pasti akan menyingkapkan apa yang selama ini kalian sembunyikan. (Al-Baqarah: 72)
*************
Firman Allah Swt.:
فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا
Lalu Kami berfirman, "Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota (badan) sapi betina itu.’ (Al-Baqarah: 73)Sebagian anggota yang disebutkan dalam ayat ini adalah bagian dari anggota tubuh sapi betina yang telah disembelih itu.
Mukjizat dapat terjadi melaluinya dan akan timbul darinya kejadian yang aneh, bertentangan dengan hukum alam.Pada hakikatnya bagian dari anggota tersebut memang ditentukan. Seandainya penentuan ini mengandung faedah
bagi kita dalam urusan agama atau urusan dunia, niscaya Allah Swt. menjelaskannya kepada kita bagian anggota yang mana. Akan tetapi, sengaja Allah menyamarkannya dan tidak ada suatu penjelasan pun yang datang dari Nabi Saw.
melalui riwayat yang sahih sanadnya, maka kami tetap menyamarkannya sebagaimana yang dilakukan oleh Allah Swt.Sehubungan dengan hal ini Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan,
telah menceritakan kepada kami Affan ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan,
"Sesungguhnya orang-orang Bani Israil yang diperintahkan menyembelih sapi betina itu, mereka mencarinya selama empat puluh tahun. Mereka baru dapat menemukannya setelah empat puluh tahun, yaitu pada ternak sapi
milik seorang lelaki dari kalangan mereka. Sapi betina itu sangat disayangi oleh pemiliknya. Kemudian mereka membujuknya dengan memberikan harga yang pantas, tetapi pemiliknya menolak untuk menjual.
Akhirnya mereka memberinya dengan tukaran emas sepenuh kulit sapi tersebut. Si pemilik sapi menyetujuinya, lalu mereka menyembelihnya. Selanjutnya mereka memukul si terbunuh dengan salah satu anggota badan sapi betina
yang telah disembelih itu, maka si terbunuh hidup kembali, sedangkan urat lehemya masih dalam keadaan berlumuran darah. Lalu mereka berta-ya, 'Siapakah yang membunuhmu?' Ia menjawab, Fulan telah membunuhku'."
Hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Hasan dan Abdur Rahman ibnu Zaid, bahwa mayat tersebut dipukul dengan salah satu anggota badan sapi itu.Menurut suatu riwayat dari Ibnu Abbas, mayat itu dipukul dengan tulang
yang letaknya berdekatan dengan gadruf.Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, bahwa Ayyub telah meriwayatkan dari Ibnu Sirin, dari Ubaidah, bahwa mereka memukul si terbunuh
dengan sebagian daging sapi betina tersebut.Ma'mar meriwayatkan, Qatadah pernah mengatakan bahwa mereka memukul mayat itu dengan daging paha sapi betina, lalu mayat itu hidup kembali dan mengatakan, "Si Fulan telah membunuhku."
Waki' ibnul Jarrah di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami An-Nadr Ibnu Arabi, dari Ikrimah, sehubungan dengan firman-Nya: Lalu Kami berfirman, "Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota (badan)
sapi betina itu" (Al-Baqarah: 73) Maka mayat itu dipukul dengan paha sapi betina tersebut, lalu ia hidup kembali dan berkata, "Si Fulan telah membunuhku." Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid,
Qatadah, dan Ikrimah.As-Saddi mengatakan, mereka memukul mayat itu dengan bagian anggota badan sapi betina yang terletak di antara kedua tulang belikatnya, lalu mayat itu hidup kembali. Mereka menanyakan kepadanya,
lalu ia menjawab, "Keponakankulah yang telah membunuhku."Abul Aliyah mengatakan, Musa a.s. memerintahkan mereka untuk mengambil salah satu dari tulang sapi tersebut guna dipukulkan ke tubuh mayat itu.
Mereka melakukannya dan ternyata mayat itu dapat hidup kembali, lalu si mayat menyebutkan nama orang yang telah membunuhnya, sesudah itu ia mati kembali seperti semula.Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan,
mereka memukulnya dengan salah satu dari anggota tubuhnya (bagian pangkal pahanya). Menurut pendapat lain dengan lidah sapi betina itu, sedangkan menurut yang lainnya lagi dengan ujung ekornya.
**************
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى}
Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati. (Al-Baqarah: 73)Yakni mereka memukul mayat itu, lalu mayat itu hidup kembali. Allah Swt. mengingatkan mereka akan kekuasaan-Nya dan kemampuan-Nya
dalam menghidupkan orang-orang yang telah mati melalui apa yang mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri dalam kasus pembunuhan tersebut. Allah Swt. menjadikan kekuasaan tersebut sebagai hujah buat mereka
yang menunjukkan adanya hari berbangkit, dan sekaligus untuk memutuskan masalah yang dipersengketakan di kalangan mereka dan keingkaran mereka.Di dalam surat ini (yakni Al-Baqarah) disebutkan peristiwa menghidupkan
orang-orang yang telah mati dalam lima tempat.Pertama, kisah yang terdapat di dalam firman-Nya: Setelah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mati. (Al-Baqarah: 56)Kedua, seperti yang disebutkan di dalam ayat ini
(yakni Al-Baqarah ayat 73). Ketiga, kisah tentang orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka —sedangkan mereka beribu-ribu (jumlahnya)— karena takut mati. Keempat, kisah tentang orang yang melalui suatu negeri yang
(temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dan kelima, kisah tentang Nabi Ibrahim a.s. beserta keempat ekor burungnya.Allah Swt. mengingatkan tentang pengembalian jasad yang telah hancur luluh menjadi hidup kembali
melalui penghidupan tanah sesudah matinya. Sehubungan dengan hal ini Abu Daud At-Tayalisi telah meriwayatkan:
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، أَخْبَرَنِي يَعْلَى بْنُ عَطَاءٍ، قَالَ: سَمِعْتُ وَكِيع بْنَ عُدُس، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي رَزِين العُقَيلي، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى؟ قَالَ: "أَمَا مَرَرْتَ بِوَادٍ مُمْحِل، ثُمَّ مَرَرْتَ بِهِ خَضِرًا؟ " قَالَ: بَلَى. قَالَ: "كَذَلِكَ النُّشُورُ". أَوْ قَالَ: "كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى"
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepadaku Ya’la ibnu Ata yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Waki' ibnu Adas menceritakan hadis berikut dari Abu Razin Al-Uqaili r.a. yang mengatakan:
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati?' Nabi Saw. bersabda, "Pernahkah kamu melalui tanah yang tandus, setelah itu kamu lalui lagi dalam keadaan telah menghijau?
Abu Razin menjawab, "Memang pernah." Nabi Saw. bersabda, "Demikianlah halnya bangkit dari kubur." Atau Nabi Saw. bersabda, "Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati."Syahid yang membenarkan
hadis ini ialah firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَآيَةٌ لَهُمُ الأرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ* وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُون* لِيَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلا يَشْكُرُونَ}
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma
dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (Yasin: 33-35)Kesimpulan hukum
Mazhab Imam Malik menyimpulkan dalil ayat ini yang menyatakan bahwa keadaan ucapan orang yang dilukai, "Si Fulan telah membunuhku," sebagai suatu bukti. Karena si terbunuh setelah dihidupkan kembali,
ditanya mengenai siapa yang telah membunuhnya, lalu ia mengatakan bahwa si Fulanlah yang telah membunuhnya. Maka hal ini dapat diterima, mengingat saat itu tiadalah apa yang ia beritakan melainkan hanya benar semata
dan dalam keadaan seperti ini dia tidak dicurigai membuat kepalsuan pengakuan.Mereka menguatkan hal ini dengan sebuah hadis yang diceritakan oleh Anas r.a., bahwa ada seorang lelaki Yahudi membunuh seorang pelayan wanitanya
dengan melukai kepalanya, yaitu dengan menggencet kepalanya di antara kedua batu. Lalu dikatakan kepada si pelayan wanita tersebut, "Siapakah yang melakukan ini terhadap diri-mu? Apakah si Fulan atau si anu?"
Hingga akhirnya disebut nama seorang lelaki Yahudi sebagai pelakunya, lalu si pelayan wanita berisyarat dengan kepalanya (menganggukkan kepalanya). Kemudian si lelaki Yahudi itu ditangkap dan diinterogasi hingga mengaku.
Lalu Rasulullah Saw. memerintahkan agar kepala si lelaki Yahudi itu digencet dengan dua buah batu (sebagai hukum qisasnya). Menurut Imam Malik, hukuman qisas dapat dilakukan jika hal tersebut dianggap sebagai bukti,
lalu diperkuat oleh sumpah keluarga pihak si terbunuh. Akan tetapi, jurnhur ulama berbeda pendapat dalam masalah ini; mereka tidak menjadikan ucapan si terbunuh sebagai bukti.
Surat Al-Baqarah |2:73|
فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا ۚ كَذَٰلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَىٰ وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
fa qulnadhribuuhu biba'dhihaa, każaalika yuḥyillaahul-mautaa wa yuriikum aayaatihii la'allakum ta'qiluun
Lalu Kami berfirman, "Pukullah (mayat) itu dengan bagian dari (sapi) itu!" Demikianlah Allah menghidupkan (orang) yang telah mati dan Dia memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan-Nya) agar kamu mengerti.
So, We said, "Strike the slain man with part of it." Thus does Allah bring the dead to life, and He shows you His signs that you might reason.
(Lalu firman Kami, "Pukullah dia) maksudnya mayat dari orang yang terbunuh tadi (dengan salah satu anggota badan sapi betina itu!")
Lalu mereka pukul dengan lidah atau pangkal ekornya sehingga ia pun hidup kembali dan mengatakan siapa pembunuhnya yang tiada lain dari dua orang saudara sepupunya yang disebutkan namanya masing-masing.
Kemudian ia menjadi mayat kembali, maka kedua pembunuhnya tidak diperbolehkan untuk mendapatkan harta warisan, bahkan mereka pun dibunuh pula lalu firman Allah Taala,
("Demikianlah) maksudnya caranya (Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda-Nya)
bukti-bukti kekuasaan-Nya (agar kamu memikirkan") dan merenungkannya sehingga mengerti dan mengimani Allah yang kuasa menghidupkan seorang manusia
yang telah meninggal juga sanggup menghidupkan berjuta-juta manusia lainnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 73 |
Penjelasan ada di ayat 72
Surat Al-Baqarah |2:74|
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً ۚ وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
ṡumma qosat quluubukum mim ba'di żaalika fa hiya kal-ḥijaaroti au asyaddu qoswah, wa inna minal-ḥijaaroti lamaa yatafajjaru min-hul-an-haar, wa inna min-haa lamaa yasysyaqqoqu fa yakhruju min-hul-maaa`, wa inna min-haa lamaa yahbithu min khosy-yatillaah, wa mallohu bighoofilin 'ammaa ta'maluun
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal, dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar daripadanya. Ada pula yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya. Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.
Then your hearts became hardened after that, being like stones or even harder. For indeed, there are stones from which rivers burst forth, and there are some of them that split open and water comes out, and there are some of them that fall down for fear of Allah. And Allah is not unaware of what you do.
(Kemudian hatimu menjadi keras) ditujukan kepada orang-orang Yahudi hingga tak dapat dimasuki kebenaran (setelah itu) yakni setelah peristiwa dihidupkannya orang yang telah mati dan kejadian-kejadian sebelumnya,
(maka ia adalah seperti batu) dalam kerasnya (atau lebih keras lagi) daripada batu.
(Padahal di antara batu-batu itu sesungguhnya ada yang mengalir anak-anak sungai daripadanya dan di antaranya ada pula yang terbelah)
asalnya 'yatasyaqqaqu' lalu ta diidgamkan pada syin hingga menjadi 'yasysyaqqaqu' (lalu keluarlah air daripadanya dan sesungguhnya di antaranya ada pula yang jatuh meluncur) dari atas ke bawah
(karena takut kepada Allah) sebaliknya hatimu tidak terpengaruh karenanya serta tidak pula menjadi lunak atau tunduk.
(Dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan) hanya ditangguhkan-Nya menjatuhkan hukuman hingga saatnya nanti. Menurut satu qiraat bukan 'ta`maluun' tetapi 'ya`maluun', artinya 'yang mereka kerjakan,'
sehingga berarti mengalihkan arah pembicaraan.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 74 |
Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai darinya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah,
lalu keluarlah mata air darinya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan.Allah Swt. berfirman mencemoohkan Bani Israil
dan memberikan peringatan kepada mereka melalui tanda-tanda kebesaran Allah Swt. dan penghidupan orang-orang yang telah mati, semuanya itu mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri.
Tetapi ternyata mereka tetap keras, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ}
Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras. (Al-Baqarah: 74)Artinya, setelah semuanya itu justru hati kalian menjadi keras seperti batu yang tidak pernah lunak selama-lamanya. Karena itulah Allah Swt. melarang kaum mukmin berperilaku seperti mereka, sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
{أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نزلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ}
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya
telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (Al-Hadid: 16)
Al-Aufi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas: Ketika si terbunuh dipukul dengan salah satu anggota badan sapi betina tersebut, maka si terbunuh duduk, hidup kembali seperti semula. Lalu ditanyakan kepadanya,
"Siapakah yang telah membunuhmu?" Ia menjawab, "Anak-anak saudaraku yang telah membunuhku," kemudian ia mati lagi. Selanjutnya anak-anak saudaranya di saat si terbunuh dicabut lagi nyawanya oleh Allah mereka mengatakan,
"Demi Allah, kami tidak membunuhnya." Mereka mendustakan perkara yang hak sesudah melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri. Maka Allah berfirman: Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras. (Al-Baqarah: 74)
Yakni khitab ditujukan kepada anak-anak saudara si terbunuh. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً}
perihalnya sama seperti batu, bahkan lebih keras lagi. (Al-Baqarah: 74)Maka setelah berlalunya masa, jadilah hati kaum Bani Israil keras dan tidak mempan lagi dengan nasihat dan pelajaran, sesudah mereka menyaksikan dengan mata
kepala sendiri tanda-tanda kebesaran Allah dan berbagai mukjizat. Kekerasan hati mereka sama dengan batu yang mustahil dapat menjadi lunak, bahkan lebih keras lagi dari batu. Karena sesungguhnya di antara bebatuan terdapat batu
yang dapat rnengalirkan mata air darinya hingga membentuk sungai-sungai. Di antaranya lagi ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya, sekalipun tidak mengalir. Di antaranya ada yang meluncur jatuh dari atas bukit karena takut
kepada Allah, hal ini menunjukkan bahwa benda mati pun mempunyai perasaan mengenai hal tersebut disesuaikan dengan keadaannya, seperti yang dijelaskan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:
{تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا}
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun
lagi Maha Pengampun. (Al-Isra: 44)Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia pernah mengatakan, "Setiap batu yang memancar darinya air atau terbelah mengeluarkan air, atau meluncur jatuh dari atas bukit,
sungguh hal ini terjadi karena takut kepada Allah. Demikian menurut keterangan yang diturunkan oleh Al-Qur'an."Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad,
dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai darinya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air
darinya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. (Al-Baqarah: 74) Yakni sesungguhnya di antara batu-batu itu terdapat batu yang lebih lunak daripada hati kalian, keadaannya
tidaklah seperti kebenaran yang kalian dakwakan itu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan. (Al-Baqarah: 74)Abu Ali Al-Jayyani di dalam kitab tafsirnya mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya:
Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. (Al-Baqarah: 74) Maksudnya, jatuh meluncur seperti jatuhnya salju dari awan. Menurut Al-Qadi Al-Baqilani takwil ini jauh dari kebenaran,
pendapatnya itu diikuti oleh Ar-Razi. Memang demikian kenyataannya, mengingat makna yang menyimpang dari lafaz tanpa dalil tidaklah dibenarkan.Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku,
telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Hisyam As-Saqafi, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Abu Talib (yakni Yahya ibnu Ya'qub) sehubungan dengan firman-Nya:
Dan sesungguhnya di antara batu-batu itu ada yang mengalir sungai-sungai darinya. (Al-Baqarah: 74) Artinya yaitu banyak menangis. Dan sesungguhnya di antara batu-batu itu ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air.
(Al-Baqarah: 74) Makna yang dimaksud ialah sedikit menangis. Dan sesungguhnya di antara batu-batu itu ada yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. (Al-Baqarah: 74) Yakni tangisan hati tanpa air mata.
Sebagian ulama menduga bahwa makna ayat ini termasuk ke dalam Bab "Majaz", yaitu menyandarkan khusyuk kepada batu-batuan, seperti halnya makna menyandarkan kehendak kepada tembok yang ada dalam firman-Nya:
hendak runtuh (roboh). (Al-Kahfi: 77)Al-Razi dan Al-Qurtubi serta selain keduanya dari kalangan para imam ahli tafsir mengatakan bahwa takwil seperti ini tidak diperlukan, karena sesungguhnya Allah Swt.
menciptakan watak tersebut pada diri batu; seperti halnya yang disebutkan di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا}
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. (Al-Ahzab: 72)
تُسَبِّحُ لَهُ السَّماواتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. (Al-Isra: 44)
{وَالنَّجْمُ وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ}
Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. (Ar-Rahman: 6)
{أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ يَتَفَيَّأُ ظِلالُهُ}
Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik. (An-Nahl: 48)
{قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ}
keduanya (langit dan bumi) menjawab, "Kami datang dengan suka hati." (Fushshilat: 11)
{لَوْ أَنزلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ}
Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung. (Al-Hasyr: 21)
{وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ}
Dan mereka berkata kepada kulit mereka, "Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?" Kulit mereka menjawab, "Allah yang telah menjadikan kami dapat berbicara ...." (Fushshilat: 21)Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"هَذَا جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ"
Gunung ini (yakni Gunung Uhud) adalah gunung yang mencintai kami dan kami mencintainya.Hadis lainnya ialah seperti hadis yang menceritakan rintihan dan tangisan batang pohon kurma ketika ditinggalkan oleh Nabi Saw., seperti yang dijelaskan di dalam hadis yang mutawatir. Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis:
"إِنِّي لَأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلِيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ إِنِّي لَأَعْرِفُهُ الْآنَ"
Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui sebuah batu di Mekah yang pernah mengucapkan salam penghormatan kepadaku sebelum aku diangkat menjadi utusan (rasul); sesungguhnya aku sekarang benar-benar
masih mengetahui tempatnyaDemikian pula hadis yang menceritakan tentang sifat hajar aswad. Di dalamnya disebutkan bahwa di hari kiamat kelak hajar aswad akan menjadi saksi yang membela orang yang pernah mengusapnya.
Masih banyak hadis lainnya yang menceritakan hal yang semakna.Imam Qurtubi mengetengahkan sebuah pendapat yang mengatakan bahwa huruf 'ataf dalam ayat ini (Al-Baqarah: 74) mengandung makna takhyir,
yakni misal untuk ini dan misal untuk itu. Contohnya dalam perkataan orang-orang Arab, "Jalisil hasana au Ibnu Sinn" (duduklah dengan Hasan atau Ibnu Sirin). Demikian pula yang diriwayatkan oleh Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya.
Tetapi Ar-Razi menambahkan pendapat yang lain, yaitu yang mengatakan bahwa huruf 'ataf yang ada dalam ayat ini menunjukkan makna ibham bila dihubungkan dengan mukhatab (lawan bicara). Perihalnya sama dengan ucapan
seseorang kepada lawan bicaranya, "Kamu telah makan roti atau kurma," padahal si pembicara mengetahui mana yang dimakan oleh si lawan bicara.Pendapat lain mengatakan bahwa huruf 'ataf dalam ayat ini semakna
dengan ucapan seseorang, "Makanlah manisan atau asam-asaman." Dengan kata lain, tidak dapat makan selain dari salah satu di antara keduanya. Yakni hati kalian telah menjadi keras seperti batu atau lebih keras lagi daripada itu.
Dengan kata lain, keadaan hati mereka tidak keluar dari salah satu di antara kedua pengertian tersebut.Para ulama bahasa Arab berbeda pendapat mengenai makna firman-Nya; maka hati mereka keras seperti batu,
bahkan lebih keras lagi. (Al-Baqarah: 74) sesudah adanya kesepakatan di antara mereka bahwa mustahil huruf 'ataf’ ini bermakna syak (ragu). Sebagian dari mereka mengatakan bahwa huruf au dalam ayat ini bermakna sama
dengan huruf wawu (bermakna dan). Bentuk lengkapnya adalah seperti berikut: Fahiya kal hijarati wa asyaddu qaswah (maka hati mereka keras seperti batu dan lebih keras lagi). Perihalnya sama dengan makna yang terkandung
di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَلا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا}
dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka. (Al-Insan: 24)
عُذْراً أَوْ نُذْراً
untuk menolak alasan-alasan dan memberi peringatan. (Al-Mursalat: 6)Juga seperti apa yang dikatakan oleh An-Nabigah Az-Zibyani (seorang penyair Jahiliah), yaitu:
الَتْ أَلَا لَيْتَمَا هَذَا الحمامُ لَنَا ... إِلَى حَمامتنا أَوْ نِصفُه فَقدِ
Mereka mengatakan, "Aduhai, seandainya burung merpati ini menjadi milik kami menyatu dengan burung merpati milik kami dan separo darinya hilang."Menurut Ibnu Jarir, makna yang dimaksud ialah 'mereka menghendaki burung merpati itu, juga separo dari merpati miliknya'. Penyair lainnya bernama Jarir ibnu Atiyyah mengatakan pula:
نَالَ الخِلافَةَ أَوْ كَانَتْ لَهُ قَدَرًا ... كَمَا أَتَى ربَّه مُوسى عَلَى قَدَرِ
Dia (orang yang dipuji oleh penyair) memperoleh tampuk khalifah dan kekhalifahan itu sudah merupakan takdir baginya, sama halnya dengan Musa yang datang kepada Tuhannya di waktu yang telah ditentukan.Ibnu Jarir mengatakan,
makna yang dimaksud ialah bahwa si Mamduh memperoleh kekhalifahan yang sudah merupakan kepastian baginya.Ulama lainnya mengatakan bahwa huruf au dalam ayat ini (Al-Baqarah: 74) bermakna bal (bahkan),
hingga bentuk lengkapnya ialah seperti berikut: Fahiya kal hijarati bal asyaddu qaswah (maka hati mereka keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi). Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً}
tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat takut dari itu. (An-Nisa: 77)
{وَأَرْسَلْنَاهُ إِلَى مِائَةِ أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ}
Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang, bahkan lebih. (Ash-Shaffat: 147)
{فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى}
Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah, bahkan lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9)Ulama lainnya mengatakan bahwa makna au adalah menurut aslinya, yaitu: Maka hatinya keras seperti batu
atau lebih keras lagi daripada batu yang biasa kalian lihat. Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir.Ulama lainnya mengatakan, makna yang dimaksud ialah ibham (menyamarkan pengertian) terhadap mukhatab (lawan bicara),
seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan Abul Aswad, yaitu:
أُحِبُّ مُحَمَّدًا حُبا شَدِيدًا ... وعبَّاسا وحمزةَ وَالْوَصِيَّا فَإِنْ يَكُ حُبّهم رَشَدًا أُصِبْهُ ... وَلَسْتُ بِمُخْطِئٍ إِنْ كَانَ غَيَّا
Aku cinta kepada Muhammad dengan kecintaan yang mendalam, juga (aku cinta kepada) Abbas, Hamzah, dan orang yang diwasiati (Ali). Maka apabila cinta kepada mereka dianggap sebagai jalan ke arah peiunjuk, maka aku mencintainya
dengan kecintaan yang mendalam. Dan tidaklah keliru bila cinta kepada mereka dianggap sebagai suatu kesesatan.Ibnu Jarir mengatakan, para ulama berpendapat bahwa Abul Aswad sama sekali tidak meragukan bahwa cinta
kepada orang-orang yang telah dia sebut namanya itu dianggap sebagai jalan menuju ke arah petunjuk (hidayah), tetapi dia ungkapkan hal ini secara mubham (menyamarkan) terhadap lawan bicaranya.Ibnu Jarir mengatakan pula
bahwa telah disebutkan suatu riwayat dari Abul Aswad sendiri ketika dia mengatakan bait-bait syair ini ada orang yang bertanya kepadanya, "Apakah engkau merasa ragu?" Maka ia menjawab, "Sama sekali tidak, demi Allah."
Kemudian ia membantahnya dengan membacakan firman-Nya:
{وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
dan sesungguhnya kami atau kalian (orang-orang musyrik) pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. (Saba': 24)Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa orang yang diberitakan hal ini berada dalam keraguan,
siapakah di antara mereka yang mendapat petunjuk dan siapa pula yang sesat?Sebagian ulama mengatakan bahwa makna ayat ini ialah hati kalian tidak terlepas dari kedua misal ini; adakalanya keras seperti batu,
dan adakalanya lebih keras lagi dari itu. Ibnu Jarir mengatakan, be-dasarkan takwil ini berarti makna yang dimaksud ialah bahwa sebagian dari hati mereka ada yang keras seperti batu, dan sebagian yang lain ada yang lebih keras
daripada batu. Pendapat inilah yang dinilai rajih (kuat) oleh Ibnu Jarir disertai pengarahan lainnya.Menurut kami, pendapat terakhir ini mirip dengan beberapa pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya, yaitu:
{مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا}
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api. (Al-Baqarah: 17)
{أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ}
atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit. (Al-Baqarah: 19)
{وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ}
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana. (An-Nur. 39)
{أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ}
Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam. (An-Nur: 40)Dengan kata lain, di antara mereka ada yang seperti ini dan ada yang seperti itu.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَيُّوبَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي الثَّلْجِ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَاطِبٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا تُكْثِرُوا الْكَلَامَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ قَسْوَةُ الْقَلْبِ، وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنَ اللَّهِ الْقَلْبُ الْقَاسِي".
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ayyub, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abus-Salj, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Hatib, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Janganlah kalian banyak bicara selain zikir kepada Allah, karena sesungguhnya banyak bicara selain zikir kepada Allah mengakibatkan hati menjadi keras. Sesungguhnya sejauh-jauh manusia dari Allah ialah orang yang berhati keras.
Imam Turmuzi meriwayatkan pula hadis ini di dalam Kitabuz Zuhdi di dalam kitab Jami'-nya. dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abus Salj (murid Imam Ahmad) dengan lafaz yang sama. Ia meriwayatkannya pula dari jalur yang lain
melalui Ibrahim ibnu Abdullah ibnul Haris ibnu Hatib dengan lafaz yang sama. Selanjutnya ia mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur Ibrahim.Al-Bazzar meriwayatkan sebuah hadis
melalui Anas secara marfu’ yaitu:
"أَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاءِ: جُمُودُ الْعَيْنِ، وَقِسِيُّ الْقَلْبِ، وَطُولُ الْأَمَلِ، والحرص على الدنيا"
Ada empat pekerti yang menyebabkan kecelakaan, yaitu kerasnya mata (tidak pernah menangis karena Allah), hati yang keras. panjang angan-angan, dan rakus terhadap keduniawian.
Surat Al-Baqarah |2:75|
أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
a fa tathma'uuna ay yu`minuu lakum wa qod kaana fariiqum min-hum yasma'uuna kalaamallohi ṡumma yuḥarrifuunahuu mim ba'di maa 'aqoluuhu wa hum ya'lamuun
Maka apakah kamu (muslimin) sangat mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahuinya?
Do you covet [the hope, O believers], that they would believe for you while a party of them used to hear the words of Allah and then distort the Torah after they had understood it while they were knowing?
(Apakah masih kamu harapkan) hai orang beriman (bahwa mereka akan beriman) yakni orang-orang Yahudi itu (kepadamu, sedangkan sebagian) atau satu golongan
(di antara mereka) yakni pendeta-pendeta mereka (mendengar firman Allah) yaitu Taurat (lalu mengubahnya) (setelah mereka memahaminya) (padahal mereka mengetahui) bahwa sebenarnya mereka mengada-ada.
Pertanyaan di sini berarti sanggahan terhadap orang-orang beriman hingga berarti, "Tak usah kamu harapkan mereka akan beriman karena dulu mereka juga sudah kafir!"
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 75 |
Tafsir ayat 75-77
Apakah kalian masih mengharapkan mereka akan percaya kepada kalian, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahui.
Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami pun telah beriman." Tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, mereka berkata, "Apakah kalian menceritakan kepada mereka
apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian. Tidakkah kalian mengerti? Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui
segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan.Afatatmauna, apakah kalian masih mengharapkan, hai orang-orang mukmin.An yu-minu lakum, golongan yang sesat dari kalangan orang-orang Yahudi itu mau tunduk
dengan taat kepada kalian, yaitu mereka yang kakek moyangnya telah menyaksikan berbagai mukjizat yang jelas dengan mata kepala mereka sendiri, tetapi ternyata hati mereka menjadi keras sesudah itu.
Padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya, yakni menakwilkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya. Hal itu mereka lakukan setelah mereka memahaminya dengan pemahaman yang jelas.
Tetapi mereka menyimpang dengan sepengetahuan mereka, dan menyadari bahwa perubahan dan takwil keliru yang mereka lakukan itu benar-benar salah. Hal ini sama dengan pengertian yang terkandung di dalam firman Allah Swt.:
{فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ}
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya. (Al-Maidah: 13)Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan,
telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa setelah itu Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya beserta orang-orang yang mengikutinya
dari kalangan kaum mukmin, memutuskan harapan mereka terhadap orang-orang Yahudi itu: Apakah kalian masih mengharapkan mereka akan percaya kepada kalian, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah. (Al-Baqarah: 75)
Makna yang dimaksud dari firman-Nya, "Yasma'una," adalah mendengar kitab Taurat, karena kitab Taurat telah mereka dengar semua; tetapi mereka adalah orang-orang yang meminta kepada Nabi Musa a.s.
untuk dapat melihat Tuhan mereka dengan jelas, lalu mereka disambar oleh halilintar di tempat tersebut.Muhammad ibnu Ishaq mengatakan —menukil perkataan yang dinukilnya dari sebagian kalangan ahlul 'ilmi— bahwa mereka berkata
kepada Musa, "Hai Musa, sesungguhnya telah dihalang-halangi antara kami dan Tuhan kami hingga kami tidak dapat melihat-Nya, maka perdengarkanlah kepada kami Kalam-Nya di saat Dia berbicara kepadamu.
" Maka Nabi Musa a.s. memohon hal tersebut kepada Tuhannya, dan Allah Swt. berfirman kepadanya, "Ya, perintahkanlah kepada mereka agar bersuci dan mencuci pakaiannya serta berpuasa," lalu mereka melakukannya.
Kemudian Nabi Musa membawa mereka keluar hingga sampai di Bukit Tur. Ketika mereka tertutupi oleh awan, Musa memerintahkan kepada mereka untuk sujud, lalu mereka semua menyungkur bersujud, dan Allah berbicara kepada Musa,
sedangkan mereka mendengar firman Allah Swt. yang mengandung perintah dan larangan kepada mereka, hingga mereka memahami apa yang mereka dengar dari-Nya. Sesudah itu Nabi Musa a.s.
kembali bersama mereka menuju kaum Bani Israil.Ketika mereka datang kepada kaumnya, ada sebagian dari kalangan mereka mengubah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka. Mereka berkata kepada kaum Bani Israil
di saat Musa berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kalian untuk mengerjakan anu dan anu."Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan bahwa golongan tersebutlah yang disebut oleh Allah Swt. dalam ayat ini
(Al-Baqarah: 75). Sesungguhnya mereka mengatakan, "Allah telah memerintahkan kepada kalian untuk mengerjakan anu dan anu," hanyalah untuk menentang apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka,
yakni mereka mengubahnya dari perintah yang sesungguhnya. Golongan inilah yang dimaksudkan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam ayat ini.As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: padahal segolongan dari mereka
mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya. (Al-Baqarah: 75) Yang mereka ubah adalah kitab Taurat.Apa yang disebut oleh As-Saddi ini lebih umum pengertiannya daripada yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Ishaq,
sekalipun pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir karena berpegang kepada konteks ayat. Karena sesungguhnya bukan merupakan suatu kepastian bila mereka telah mendengar Kalamullah secara langsung mempunyai pemahaman
yang sama dengan apa yang didengar oleh Nabi Musa ibnu Imran yang diajak bicara langsung oleh Allah Swt. Sedangkan dalam ayat lain Allah Swt. telah berfirman:
{وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ}
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah. (At-Taubah: 6)Yakni agar Nabi Saw. mempunyai kesempatan untuk menyampaikan
firman Allah Swt. kepadanya. Karena itulah Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahui. (Al-Baqarah: 75)
Yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang Yahudi yang pernah mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya sesudah mereka memahami dan menghafalnya.Mujahid mengatakan bahwa orang-orang yang mengubah
firman Allah Swt. dan yang menyembunyikannya adalah para ulama dari kalangan mereka.Abul Aliyah mengatakan, mereka sengaja mengubah sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. yang ada dalam kitab mereka dari tempat-tempatnya.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya, "Wahum ya'lamuna'' (sedangkan mereka mengetahui), yakni mereka berdosa. Ibnu Wahb mengatakan bahwa firman Allah Swt.: padahal mereka mendengar firman Allah,
lalu mereka mengubahnya. (Al-Baqarah: 75) Menurut Ibnu Zaid, yang dimaksud dengan Kalamullah ialah kitab Taurat yang diturunkan kepada mereka, lalu mereka mengubahnya. Mereka menjadikan hal yang halal
di dalamnya menjadi haram, dan yang haram mereka jadikan halal; lalu mereka mengubah perkara yang hak menjadi perkara yang batil, dan yang batil menjadi hak. Apabila datang kepada mereka orang yang berada dalam pihak
yang benar disertai dengan uang suap, barulah mereka mengeluarkan Kitabullah (Taurat). Jika datang kepada mereka orang yang berada dalam pihak yang batil dengan membawa uang suap, mereka mengeluarkan kitab
yang telah mereka ubah itu sehingga dia berada dalam pihak yang benar. Apabila datang kepada mereka seseorang yang menanyakan sesuatu masalah kepada mereka tanpa ada kaitannya dengan perkara yang hak, tanpa uang suap,
dan tanpa lainnya, mereka memerintahkan perkara yang hak (sebenarnya) kepada orang itu. Maka Allah Swt. berfirman kepada mereka:
{أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ}
Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir. (Al-Baqarah: 44) **************** Adapun firman Allah Swt.:
{وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا} الْآيَةَ
Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "''Kamipun telah beriman," tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 76).Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa apabila mereka bersua dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata,
"Kami pun telah beriman bahwa teman kalian itu adalah utusan Allah, tetapi khusus bagi kalian." Jika sebagian dari mereka berada bersama sebagian yang lain, mereka mengatakan, "Janganlah kalian bicarakan rahasia ini
kepada orang-orang Arab, karena sesungguhnya sejak dulu kalian menunggu-nunggu kedatangannya untuk meminta pertolongannya dalam menghadapi mereka (orang-orang Arab), tetapi ternyata dia (Rasulullah)
muncul dari kalangan mereka sendiri." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami pun telah beriman."
Tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, mereka berkata, "Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujah kalian
di hadapan Tuhan kalian!" (Al-Baqarah: 76) Artinya, kalian mengakui dia (Nabi Muhammad) adalah seorang nabi, padahal kalian telah berjanji kepada Allah Swt. bahwa kalian akan mengikutinya, dan Dia telah memberitakan kepada mereka
(orang-orang Arab) bahwa dia adalah nabi yang sedang kita tunggu-tunggu kedatangannya dan yang kita jumpai sebutannya di dalam kitab kita. Karena itu, ingkarilah dia dan jangan sekali-kali kalian mengakuinya.
************
Firman Allah Swt.:
{أَوَلا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ}
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan (Al-Baqarah: 77)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud oleh ayat ini ialah orang-orang munafik dari kalangan orang-orang Yahudi. Apabila bersua dengan sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw., mereka mengatakan,
"Kami pun beriman kepadanya."Menurut As-Saddi, mereka adalah segolongan orang dari kalangan orang-orang Yahudi; mereka beriman, kemudian munafik. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi' ibnu Anas dan Qatadah,
serta oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf. Sehubungan dengan hal ini Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam —menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Wahb darinya— mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
"لَا يَدْخُلَنَّ عَلَيْنَا قَصَبَةَ الْمَدِينَةِ إِلَّا مُؤْمِنٌ"
Jangan sekali-kali ada orang yang masuk kepada kami di kota Madinah kecuali hanya orang mukmin.Para pemimpin orang-orang Yahudi dari kalangan orang kafir dan munafik mengatakan,
"Berangkatlah kalian dan katakanlah bahwa kami pun beriman, tetapi kufurlah kalian bila kalian kembali lagi kepada kami." Mereka berdatangan ke Madinah di pagi hari, dan kembali kepada kaumnya sesudah asar.
Lalu perawi membacakan firman-Nya:
{وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنزلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
Segolongan (lain) dari ahli kitab berkata (kepada sesamanya), "Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang,
dan ingkarilah ia pada akhirnya supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran)." (Ali Imran: 72)Mereka itu apabila memasuki kota Madinah mengatakan, "Kami pun orang-orang muslim," dengan tujuan
untuk memperoleh informasi tentang berita dan perkara Rasulullah Saw. Apabila mereka berkumpul lagi dengan sesamanya, mereka kembali menjadi kafir. Setelah Allah memberitahukan kepada Nabi-Nya perihal orang-orang munafik,
maka Nabi menutup jalan mereka sehingga mereka tidak dapat menyusup ke dalam tubuh kaum muslim. Sebelum itu orang-orang mukmin menduga bahwa orang-orang munafik itu beriman, lalu mereka berkata kepada sesamanya,
"Bukankah Allah telah berfirman anu dan anu kepada kalian?" Lalu sebagian yang lainnya menjawab, "Memang benar." Apabila mereka kembali kepada kaumnya (yakni para pemimpin mereka), para pemimpin mereka bertanya,
seperti yang disitir oleh firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian! (Al-Baqarah: 76)Abul Aliyah berkata sehubungan dengan firman-Nya:
Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) yakni tentang apa yang telah diturunkan kepada kalian, yaitu kitab kalian yang di dalamnya disebutkan
ciri-ciri Nabi Muhammad Saw.Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan firman-Nya ini, bahwa mereka (orang-orang Yahudi) selalu mengatakan, "Kelak akan muncul seorang nabi."
Lalu sebagian dari mereka berkumpul dengan sebagian yang lain dan berkata: Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujah kalian
di hadapan Tuhan kalian! (Al-Baqarah: 76)Makna lafaz al-fath menurut pendapat lain disebutkan oleh riwayat Ibnu Juraij yang mengatakan, telah menceritakan kepadanya Al-Qasim ibnu Abu Barzah, dari Mujahid,
sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) bahwa Nabi Saw. dalam Perang Khaibar
di bawah benteng pertahanan mereka (orang-orang Yahudi) pernah mengatakan, "Hai saudara-saudara kera dan babi, hai para penyembah tagut (berhala)!" Mereka menjawab, "Tiada lain orang yang memberitahukan ini melainkan
Muhammad, tiadalah ucapan berikut kecuali keluar dari kalian." Yang mereka maksudkan adalah firman Allah Swt: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian.
(Al-Baqarah: 76) Yaitu apa yang telah diputuskan Allah untuk memperoleh kemenangan, yang pada akhirnya hal tersebut akan dijadikan sebagai hujah oleh mereka (orang-orang Arab) untuk menghadapi kalian sendiri.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Mujahid, bahwa hal ini terjadi ketika Nabi Saw. mengutus sahabat Ali kepada mereka (orang-orang Yahudi), lalu mereka menyakiti Nabi Muhammad Saw.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) yakni mengenai siksaan. Supaya dengan demikian mereka
(orang-orang Arab) dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian (Al-Baqarah: 76) Mereka yang berbuat demikian adalah segolongan orang-orang Yahudi yang beriman, lalu munafik; mereka selalu berbicara
kepada orang-orang mukmin dari kalangan orang-orang Arab tentang siksaan yang mereka alami. Maka sebagian dari golongan orang-orang Yahudi itu mengatakan kepada sebagian yang lainnya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) berupa siksaan (yang pernah kalian alami) yang akibatnya mereka mengatakan kepada kalian,
"Kami lebih dicintai oleh Allah daripada kalian, dan kami lebih dimuliakan oleh Allah daripada kalian."Ata Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab)
apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) Yaitu apa yang telah ditakdirkan bagi kalian berupa nikmat dan siksaan.Al-Hasan Al-Basri mengatakan, orang-orang Yahudi itu apabila bersua dengan orang-orang yang beriman,
mereka mengatakan, "Kami pun telah beriman." Tetapi apabila mereka kembali berada di antara sesama mereka, maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Janganlah kalian ceritakan kepada teman-teman
Muhammad apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian di dalam kitab kalian, yang pada akhirnya hal tersebut dijadikan hujah oleh mereka untuk menghadapi dan menentang kalian."
*************
Firman Allah Swt.:
{أَوَلا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ}
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan (Al-Baqarah: 77)
Abul Aliyah mengatakan, makna yang dimaksud ialah segala yang mereka sembunyikan berupa kekufuran terhadap Nabi Muhammad Saw. dan kedustaan mereka kepadanya, padahal mereka menemukan ciri-cirinya tercatat di dalam kitab
yang ada pada mereka. Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah.Al-Hasan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan.
(Al-Baqarah: 77) Apa yang mereka sembunyikan itu ialah bilamana mereka meninggalkan sahabat-sahabat Muhammad Saw., lalu berada di antara sesama mereka, maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain,
yang kesimpulannya mereka saling melarang di antara sesamanya untuk menceritakan kepada seseorang dari sahabat-sahabat Nabi Saw. tentang hal-hal yang disebut di dalam kitab mereka. Demikian itu karena mereka merasa khawatir
bila hal tersebut akan dijadikan hujah oleh sahabat-sahabat Nabi Saw. terhadap diri mereka di hadapan Tuhan mereka, yakni senjata makan tuan.Wama yu’linuna, dan segala yang mereka lahirkan, yakni ucapan mereka kepada
sahabat-sahabat Nabi Saw. yang mengatakan, "Kami pun beriman." Demikian pula yang dikatakan oleh Abul Aliyah, Ar-Rabi', dan Qatadah.
Surat Al-Baqarah |2:76|
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَا بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ قَالُوا أَتُحَدِّثُونَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
wa iżaa laqullażiina aamanuu qooluuu aamannaa, wa iżaa kholaa ba'dhuhum ilaa ba'dhing qooluuu a tuḥaddiṡuunahum bimaa fataḥallohu 'alaikum liyuḥaaajjuukum bihii 'inda robbikum, a fa laa ta'qiluun
Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami telah beriman." Tetapi apabila kembali kepada sesamanya, mereka bertanya, "Apakah akan kamu ceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepadamu sehingga mereka dapat menyanggah kamu di hadapan Tuhanmu? Tidakkah kamu mengerti?"
And when they meet those who believe, they say, "We have believed"; but when they are alone with one another, they say, "Do you talk to them about what Allah has revealed to you so they can argue with you about it before your Lord?" Then will you not reason?
(Dan jika mereka berjumpa) maksudnya jika orang-orang Yahudi dan orang-orang munafik itu bertemu dengan (orang-orang beriman, mereka mengatakan, "Kami pun telah beriman")
bahwa Muhammad itu adalah seorang nabi yang telah diberitakan kedatangannya dalam kitab suci kami,
(tetapi bila mereka telah kembali) atau berada (sesama mereka, maka kata mereka) yakni para pemimpin mereka yang bukan munafik kepada yang munafik itu,
("Apakah kamu hendak menceritakan kepada mereka) maksudnya kepada orang-orang mukmin (tentang apa yang telah dibukakan Allah kepada kamu) artinya tentang hal-hal yang telah diberitahukan Allah
kepadamu dalam Taurat mengenai sifat-sifat dan ciri-ciri Muhammad (sehingga dengan demikian mereka dapat mematahkan alasanmu) 'lam' di sini berarti 'mengakibatkan' (dengannya di sisi Tuhanmu) yakni di akhirat kelak,
di mana mereka akan dapat mengajukan bukti penyelewenganmu, yaitu tak hendak mengikuti Muhammad padahal mengetahui kebenarannya
. (Tidaklah kamu mengerti") bahwa mereka akan dapat mematahkan alasanmu jika kamu menyebut-nyebut soal itu Dari itu hentikanlah tindakanmu itu!
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 76 |
Penjelasan ada di ayat 75
Surat Al-Baqarah |2:77|
أَوَلَا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ
a wa laa ya'lamuuna annalloha ya'lamu maa yusirruuna wa maa yu'linuun
Dan tidakkah mereka tahu bahwa Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka nyatakan?
But do they not know that Allah knows what they conceal and what they declare?
(Tidakkah mereka ketahui) Pertanyaan di sini menunjukkan pengakuan,
sehingga kalimat ini berarti bahwa mereka benar tidak mengetahui sedangkan wau yang terletak di depan menyatakan athaf atau adanya hubungan
(bahwa Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan) tentang masalah-masalah tersebut hingga seharusnya mereka akan lebih hati-hati dan waspada.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 77 |
Penjelasan ada di ayat 75
Surat Al-Baqarah |2:78|
وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلَّا أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
wa min-hum ummiyyuuna laa ya'lamuunal-kitaaba illaaa amaaniyya wa in hum illaa yazhunnuun
Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak memahami Kitab (Taurat) kecuali hanya berangan-angan dan mereka hanya menduga-duga.
And among them are unlettered ones who do not know the Scripture except in wishful thinking, but they are only assuming.
(Dan di antara mereka) di antara orang-orang Yahudi itu (ada yang buta huruf) atau orang-orang awam yang (tidak mengetahui Alkitab) maksudnya Taurat (kecuali) (angan-angan) atau kebohongan belaka,
yakni yang mereka dengar dari para pemimpin mereka lalu mereka terima dan percayai. (Dan tiadalah) (mereka) yakni dalam menentang kenabian Muhammad dan soal-soal lainnya yang mereka buat-buat itu
(kecuali hanyalah menduga-duga belaka) yakni dugaan yang tidak berdasarkan ilmu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 78 |
Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga. Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab
dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, "Ini dari Allah," (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri,
dan kecelakaan besarlah bagi mereka karena apa yang mereka kerjakan.Waminhum ummiyyuna, di antara ahli kitab itu ada yang buta huruf, menurut Mujahid. Al-ummiyyun adalah bentuk jamak dari lafaz ummiy yang artinya
orang yang buta huruf. Demikian pula yang dikatakan oleh Abul Aliyah, Ar-Rabi', Qatadah, Ibrahim An-Nakha'i, serta banyak ulama lainnya. Makna ini jelas terdapat di dalam firman-Nya, "La ya'lamunal kitaba,"
yakni mereka tidak mengetahui apa yang terkandung di dalam kitab Taurat. Sehubungan dengan pengertian lafaz ini disebutkan dalam sifat-sifat Nabi Saw. bahwa beliau adalah seorang yang ummiy. Dikatakan demikian karena beliau
adalah orang yang tidak dapat menulis (yakni buta huruf), seperti yang disebutkan oleh ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ}
Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur'an) sesuatu kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), niscaya akan ragulah orang yang mengingkari(mu). (Al-'Ankabut: 48)Nabi Saw. pernah bersabda:
"إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ، لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ، الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا"
Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, kami tidak dapat menulis, dan kami tidak dapat menghitung; satu bulan itu adalah segini, segini, dan segini (yakni tiga puluh hari)
Dengan kata lain dalam ibadah kami, kami tidak memerlukan tulisan dan hitungan untuk menentukan waktu-waktunya. Dan Allah Swt. telah berfirman:
{هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ}
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka. (Al-Jumu'ah: 2)Ibnu Jarir mengatakan bahwa orang-orang Arab menisbatkan orang yang tidak dapat menulis dan membaca kepada ibunya,
karena disamakan dengan keadaan ibunya yang tidak dapat menulis, tetapi bukan dinisbatkan kepada ayahnya.Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas suatu pendapat yang berbeda dengan pendapat ini, yaitu sebuah riwayat
yang diceritakan oleh Abu Kuraib. Dia menceritakan, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id ibnu Bisyr ibnu Imarah, dari Abu Rauq, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan di antara mereka ada yang buta huruf. (Al-Baqarah: 78) Bahwa orang-orang ummi adalah suatu kaum yang tidak percaya kepada rasul yang diutus oleh Allah Swt., tidak pula kepada kitab yang telah diturunkan oleh Allah.
Kemudian mereka menulis suatu kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu mereka katakan kepada orang-orang yang bodoh dari kalangan mereka bahwa kitab tersebut dari sisi Allah.Ibnu Jarir memberikan komentarnya,
telah diberitakan bahwa mereka (orang-orang Yahudi tersebut) menulis sebuah kitab dengan tangan mereka. Tetapi setelah itu mereka disebut sebagai orang-orang yang ummi karena keingkaran mereka kepada kitab-kitab Allah
dan rasul-rasul-Nya. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa takwil ini merupakan takwil yang berbeda dengan apa yang dikenal di dalam percakapan orang-orang Arab dan bahasanya yang telah baku di kalangan mereka.
Demikian itu karena istilah ummi artinya ditujukan kepada orang yang tidak dapat membaca dan menulis (yakni buta huruf).Menurut kami kesahihan sanad riwayat ini, dari Ibnu Abbas, masih perlu dipertimbangkan.
Firman Allah Swt., "Illa amaniyya," menurut Ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas disebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah omongan-omongan belaka.Menurut Ad-Dahhak —juga dari Ibnu Abbas— illa amaniyya artinya hanya omongan
yang keluar dari mulut mereka secara dusta. Sedangkan menurut Mujahid, amaniyya artinya dusta.Sunaid meriwayatkan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij, dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: Dan di antara mereka ada yang buta huruf,
tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka. (Al-Baqarah: 78) Segolongan orang dari kalangan orang-orang Yahudi yang tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat) barang sedikit pun —dan mereka berbincang-bincang
hanya dengan dugaan belaka tanpa dasar dari Kitabullah— mengatakan bahwa omongan bohong tersebut adalah dari Al-Kitab. Padahal apa yang mereka katakan itu hanyalah omongan dusta belaka yang mereka duga-duga.
Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri.Abul Aliyah, Ar-Rabi', dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Illa amaniyya,'" bahwa apa yang mereka katakan itu hanyalah angan-angan belaka
yang mereka harapkan dari Allah, padahal mereka sama sekali tidak berhak untuk mendapatkannya.Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna illa amaniyya, bahwa mereka berangan-angan
dan mengatakan, "Kami adalah ahli kitab," padahal kenyataannya mereka bukan termasuk ahli kitab.Menurut Ibnu Jarir, pendapat yang lebih mirip kepada kebenaran ialah apa yang telah dikemukakan oleh Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas tadi.
Mujahid mengatakan, sesungguhnya orang-orang ummi itu ialah kaum yang disebutkan ciri-cirinya oleh Allah Swt., bahwa mereka tidak sedikit pun memahami kitab yang telah diturunkan oleh Allah kepada Nabi Musa,
tetapi mereka membuat-buat kedustaan dan kebatilan serta kedustaan dan kepalsuan. Dengan demikian, berarti makna tamanni dalam ayat ini ialah membuat-buat kedustaan dan kepalsuan. Termasuk ke dalam pengertian ini,
ada sebuah riwayat yang bersumber dari sahabat Usman ibnu Affan r.a. Disebutkan bahwa ia pernah mengatakan, "Aku tidak pernah bersyair, tidak pernah pula membuat kebatilan, serta aku tidak pernah membuat kedustaan."
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan makna illa amaniyya —dibaca dengan tasydid dan takhfif ialah illa tilawatan— hanyalah bacaan belaka. Berdasarkan pengertian ini, berarti istisna yang ada bersifat munqati.
Para pendukung pendapat ini memperkuat pen-apatnya berdalil kepada firman Allah Swt. yang mengatakan, "Melainkan apabila ia hendak membaca, maka setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap bacaannya itu,"
hingga akhir ayat 52 surat Al-Hajj (menurut orang yang mengartikan lamanna dengan makna tala, yakni membaca).Seorang penyair bernama Ka'b ibnu Malik mengatakan:
تمنى كتاب الله أول ليلة ... وآخره لاقى حمام المقادر
Dia membaca Kitabullah di permulaan malam, dan pada penghujungnya dia menemui batasan takdirnya (batas umurnya). Penyair lainnya mengatakan pula:
تمنى كتاب الله آخر ليلة ... تمنّى داود الكتاب على رسل
Dia membaca Kitabullah di akhir malam harinya dengan bacaan yang perlahan seperti bacaan Nabi Daud.Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad,
dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: mereka tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat) kecuali dongengan-dongengan bohong belaka, dan mereka hanya menduga-duga.
(Al-Baqarah: 78) Artinya, mereka tidak mengetahui apa yang terkandung di dalam Kitabullah (Taurat) dan mereka menemukan kenabianmu hanya dengan menduga-duga saja.Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya,
"Wa in hum illa yazunnuna” dan mereka hanya berdusta belaka.Qatadah, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi' mengatakan bahwa mereka menyangka terhadap Allah dengan sangkaan yang tidak benar.
********
Firman Allah Swt.:
{فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلا}
Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, "Ini dari Allah," (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. (Al-Baqarah: 79)
Mereka yang disebut dalam ayat ini adalah segolongan lain dari kalangan orang-orang Yahudi. Mereka adalah orang-orang yang menyerukan kepada kesesatan dengan cara pemalsuan dan berdusta kepada Allah,
serta memakan harta orang lain dengan cara yang batil.Al-wail artinya kebinasaan dan kehancuran, kalimat ini sudah dikenal di dalam bahasa Arab. Menurut Sufyan As-Sauri, dari Ziad ibnu Fayyad yang mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Abu Iyad mengatakan, "Al-wail adalah nanah yang berada di dasar neraka Jahannam." Menurut Ata ibnu Yasar, al-wail artinya nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam; seandainya sebuah gunung besar
dilemparkan ke dalamnya, niscaya akan meleleh.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، عَنْ دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "وَيْلٌ وَادٍ فِي جَهَنَّمَ، يَهْوِي فِيهِ الْكَافِرُ أَرْبَعِينَ خَرِيفًا قَبْلَ أَنْ يَبْلُغَ قَعْرَهُ".
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, dari Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a.,
dari Rasulullah Saw. yang pernah bersabda: Wail adalah sebuah lembah di dalam neraka Jahannam, orang kafir dicampakkan ke dalamnya selama empat puluh tahun sebelum mencapai dasarnya.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi, dari Abdur Rahman ibnu Humaid, dari Al-Hasan ibnu Musa, dari Ibnu Luhai'ah, dari Darij dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib,
kami tidak mengenalnya kecuali hanya melalui hadis Ibnu Luhai'ah.Menurut kami, hadis ini —seperti yang Anda lihat— tidak hanya diketengahkan oleh Ibnu Luhai'ah, dan ternyata musibahnya menimpa orang-orang sesudahnya,
mengingat penilaian marfu' hadis ini merupakan hal yang munkar (diingkari).Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdus Salam,
telah menceritakan kepada kami Saleh Al-Qusyairi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Jarir, dari Hammad ibnu Salamah, dari Abdul Himid ibnu Ja'far, dari Kinanah Al-Adawi, dari Usman ibnu Affan ra dari Rasulullah Saw.
sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka karena apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah: 79);
Rasulullah Saw. bersabda:
الْوَيْلُ جَبَلٌ فِي النَّارِ
Al-Wail adalah nama sebuah bukit di dalam neraka.Ayat ini diturunkan berkenaan dengan tingkah laku orang-orang Yahudi, karena mereka berani mengubah isi kitab Taurat dengan menambahkan ke dalamnya apa yang mereka sukai
dan menghapus apa yang tidak mereka sukai, serta mereka menghapus nama Nabi Muhammad Saw. dari kitab Taurat. Maka Allah murka terhadap mereka, mengingat merekalah penyebab dari terhapusnya sebagian kitab Taurat.
Untuk itu Allah Swt. berfirman: Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka karena apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah: 79)
Hadis ini pun dinilai garib, bahkan sangat garib.Disebutkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-wail artinya penderitaan azab. Al-Khalil ibnu Ahmad mengatakan, al-wail adalah kejahatan yang sangat keras. Menurut Imam Sibawaih,
al-wail ditujukan kepada orang yang terjerumus ke dalam kebinasaan, sedangkan lafaz waihun ditujukan kepada orang yang hampir terjerumus ke dalam kebinasaan.Al-Asmu'i mengatakan, al-wail artinya ungkapan penderitaan,
sedangkan al-waih ungkapan belas kasihan. Tetapi selain Al-Asmu'i mengatakan bahwa al-wail artinya kesedihan. Imam Khalil mengatakan sehubungan dengan makna wail, waih, waisy, waih, waik, dan waib; bahwa di antara mereka
ada orang yang membedakan makna masing-masing. Sebagian ahli nahwu mengatakan, sesungguhnya lafaz al-wail boleh dijadikan mubtada, sedangkan ia sendiri adalah isim nakirah; hal ini tiada lain karena di dalamnya terkandung
makna doa. Di antara ahli nahwu ada yang memperbolehkannya dibaca nasab dengan makna al-zimhum wailan, yakni semoga kecelakaan tetap atas diri mereka; tetapi menurut kami tidak ada seorang pun yang membacanya demikian (nasab).
Diriwayatkan oleh Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a., sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri. (Al-Baqarah: 79) Menurut Ibnu Abbas,
mereka adalah para rahib Yahudi. Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa'id, dari Qatadah, bahwa mereka adalah orang-orang Yahudi.Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Alqamah yang mengatakan
bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas r.a. tentang makna firman-Nya: Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri. (Al-Baqarah: 79) Ibnu Abbas r.a. mengatakan,
ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang musyrik dan ahli kitab.As-Saddi pernah mengatakan bahwa dahulu segolongan orang-orang Yahudi menulis sebuah kitab dari kalangan mereka sendiri, lalu mereka menjualnya
kepada orang-orang Arab dan menceritakan kepada mereka bahwa kitab tersebut dari Allah; mereka mempertukarkannya dengan harga yang sedikit.Az-Zuhri meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Ubaidullah ibnu Abdullah,
dari Ibnu Abbas. Disebutkan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Hai kaum muslim, mengapa kalian bertanya kepada ahli kitab tentang sesuatu, sedangkan Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya mengandung kisah-kisah dari Allah.
Kalian membacanya sebagai berita hangat yang tak kunjung pudar. Di dalamnya Allah menceritakan kepada kalian bahwa sesungguhnya kaum ahli kitab telah mengubah dan mengganti Kitabullah yang ada pada mereka,
lalu mereka menulis sebuah kitab dengan tangan mereka sendiri, kemudian mereka katakan, "Ini dari sisi Allah," dengan tujuan untuk menukarnya dengan harga yang sedikit. Bukankah ilmu yang telah sampai kepada kalian mencegah
kalian untuk bertanya-tanya kepada mereka? Tidak, demi Allah, kami belum pernah melihat seseorang dari kalangan mereka menanyakan kepada kalian tentang apa yang diturunkan kepada kalian. Asar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari
melalui berbagai jalur dari Az-Zuhri. Al-Hasan Al-Basri mengatakan, yang dimaksud dengan harga yang sedikit ialah dunia berikut segala isinya.
*************
Firman Allah Swt.:
{فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ}
Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka karena apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah: 79)
Artinya, kecelakaan bagi mereka karena apa yang mereka tulis dengan tangan mereka sendiri berupa kedustaan, kebohongan, serta kepalsuan; dan kecelakaan bagi mereka karena apa yang biasa mereka makan, yaitu riba.
Seperti yang dikatakan oleh Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas r.a., sehubungan dengan firman-Nya, "Fawailul lahum" bahwa azab menimpa mereka yang menulis kedustaan tersebut dengan tangan mereka.
Wawailul lahum mimma yaksibun, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka disebabkan apa yang mereka upayakan, yakni apa yang biasa dimakan oleh orang-orang yang rendah dan yang sama dengannya.
Surat Al-Baqarah |2:79|
فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَٰذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۖ فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ
fa wailul lillażiina yaktubuunal-kitaaba bi`aidiihim ṡumma yaquuluuna haażaa min 'indillaahi liyasytaruu bihii ṡamanang qoliilaa, fa wailul lahum mimmaa katabat aidiihim wa wailul lahum mimmaa yaksibuun
Maka celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka (sendiri) kemudian berkata, "Ini dari Allah," (dengan maksud) untuk menjualnya dengan harga murah. Maka celakalah mereka karena tulisan tangan mereka dan celakalah mereka karena apa yang mereka perbuat.
So woe to those who write the "scripture" with their own hands, then say, "This is from Allah," in order to exchange it for a small price. Woe to them for what their hands have written and woe to them for what they earn.
Maka kecelakaan besarlah) atau siksaan berat (bagi orang-orang yang menulis Alkitab dengan tangan mereka sendiri) artinya membuat-buatnya menurut kemauan mereka (lalu mereka katakan, "Ini dari Allah,
" dengan maksud untuk memperdagangkannya dengan harga murah) dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang sedikit berupa harta dunia.
Mereka ini ialah orang-orang Yahudi yang mengubah-ubah sifat-sifat nabi yang tercantum dalam Taurat, begitu pun ayat rajam dan lain-lain yang mereka tulis lain daripada yang dimaksud.
(Maka siksaan beratlah bagi mereka karena apa yang ditulis oleh tangan mereka) disebabkan mereka mengada-ada yang tidak ada (dan siksaan beratlah bagi mereka,
disebabkan apa yang mereka kerjakan) yakni melakukan penyelewengan dan kecurangan.
Surat Al-Baqarah |2:80|
وَقَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلَّا أَيَّامًا مَعْدُودَةً ۚ قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ ۖ أَمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
wa qooluu lan tamassanan-naaru illaaa ayyaamam ma'duudah, qul attakhożtum 'indallohi 'ahdan fa lay yukhlifallohu 'ahdahuuu am taquuluuna 'alallohi maa laa ta'lamuun
Dan mereka berkata, "Neraka tidak akan menyentuh kami kecuali beberapa hari saja." Katakanlah, "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan mengingkari janji-Nya, ataukah kamu mengatakan tentang Allah, sesuatu yang tidak kamu ketahui?"
And they say, "Never will the Fire touch us, except for a few days." Say, "Have you taken a covenant with Allah? For Allah will never break His covenant. Or do you say about Allah that which you do not know?"
(Dan mereka berkata) yakni tatkala Nabi mengancam mereka dengan neraka, ("Kami sekali-kali takkan disentuh) tidak akan ditimpa sama sekali (oleh api neraka, kecuali selama hari-hari yang berbilang")
maksudnya selama beberapa hari saja, yaitu selama 40 hari yakni selama waktu nenek moyang mereka menyembah patung lembu,
kemudian siksaan itu akan berhenti. (Katakanlah) kepada mereka hai Muhammad, ("Apakah kamu telah menerima) hamzah washalnya dibuang karena cukup dengan adanya hamzah istifham (janji dari Allah)
atau ikrar mengenai hal tersebut (Sehingga Allah tidak akan menyalahi janji-Nya) Tidak, bukan (Ataukah) bahkan (kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui").
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 80 |
Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." Katakanlah, "Sudahkah kalian menerima janji dari Allah sehingga tidak akan memungkiri janji-Nya,
ataukah kalian hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui?"Melalui ayat ini Allah menceritakan perihal orang-orang Yahudi tentang apa yang mereka nukil dan mereka dakwakan untuk dirinya sendiri,
bahwa diri mereka tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali hanya beberapa hari saja, setelah itu mereka selamat. Maka Allah menyangkal pengakuan tersebut melalui firman-Nya:
{قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا}
Katakanlah, "Sudahkah kalian menerima janji dari Allah...." (Al-Baqarah: 80)tentang hal tersebut. Apabila telah terjadi suatu perjanjian, pasti Allah tidak akan mengingkari janji-Nya. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya
dan apa yang mereka akui itu sama sekali tidak ada buktinya. Karena itu. dalam ungkapan ayat dipakai kata am yang bermakna bal (bahkan). yakni bahkan kalian hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.
Dengan kata lain, kalian hanya mengatakan kedustaan dan kebohongan yang kalian buat-buat terhadap Allah Swt.Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Saif ibnu Sulaiman, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas,
bahwa orang-orang Yahudi sering mengatakan, "Sesungguhnya usia dunia ini tujuh ribu tahun. Setiap seribu tahun kami hanya satu hari mengalami azab di dalam neraka. Berarti azab di neraka bagi kami hanyalah tujuh hari.
" Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." (Al-Baqarah: 80) sampai dengan firman-Nya. mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 81)
Kemudian perawi meriwayatkan pula hal yang semisal dari Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas.Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan mereka mengatakan,
"Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja.'''' (Al-Baqarah: 80) Bahwa orang-orang Yahudi telah mengatakan, "Kami tidak disentuh oleh api neraka kecuali hanya selama empat puluh malam.
" Selain Al-Aufi menambahkan bahwa masa tersebut adalah masa selama mereka menyembah anak lembu. Demikianlah menurut riwayat Al-Qurtubi, dari Ibnu Abbas dan Qatadah.Ad-Dahhak mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah berkata,
"Orang-orang Yahudi mempunyai dugaan bahwa mereka menemukan di dalam kitab Taurat dicatatkan jarak di antara bagian atas dan bagian bawah neraka Jahannam sama dengan perjalanan selama empat puluh tahun,
hingga sampai pada pohon Zaqqum yang terletak di dasar neraka. Musuh-musuh Allah (orang-orang Yahudi) mengatakan bahwa mereka diazab hanya sampai pada pohon Zaqqum, setelah itu neraka Jahannam tidak ada lagi dan hancur.
" Yang demikian itu adalah perkataan mereka yang disitir oleh firman-Nya: Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." (Al-Baqarah: 80)
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar dan Qatadah sehubungan dengan firman-Nya: Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." (Al-Baqarah: 80)
yakni selama hari-hari mereka menyembah anak lembu.Ikrimah meriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi berdebat dengan Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Kami tidak akan masuk neraka kecuali hanya selama empat puluh malam,
setelah itu kami digantikan oleh suatu kaum yang lain," yang dimaksud oleh mereka ialah Nabi Saw. dan sahabat-sahabatnya radiyallahu 'anhum. Maka Rasulullah Saw. berisyarat dengan tangannya di atas kepala mereka
(yang mengandung makna seakan-akan beliau bersabda):
"بَلْ أَنْتُمْ خَالِدُونَ مُخَلَّدُونَ لَا يَخْلُفُكُمْ إِلَيْهَا أَحَدٌ"
Bahkan kalian kekal di dalamnya, tiada seorang pun yang menggantikan kalian.Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." (Al-Baqarah: 80)
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ صَخْرٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِئُ، حَدَّثَنَا لَيْثُ بْنُ سَعْدٍ، حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَمَّا فُتِحَتْ خَيْبَرُ أُهْدِيَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاةٌ فِيهَا سُمٌّ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اجْمَعُوا لِي مَنْ كَانَ مِنَ الْيَهُودِ هَاهُنَا" فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "من أَبُوكُمْ؟ " قَالُوا: فُلَانٌ . قَالَ: "كَذَبْتُمْ، بَلْ أَبُوكُمْ فُلَانٌ". فَقَالُوا: صَدَقْتَ وبَرِرْت، ثُمَّ قَالَ لَهُمْ: "هَلْ أَنْتُمْ صَادِقِيَّ عَنْ شَيْءٍ إِنْ سَأَلْتُكُمْ عَنْهُ؟ ". قَالُوا: نَعَمْ، يَا أَبَا الْقَاسِمِ، وَإِنْ كَذَبْنَاكَ عَرَفْتَ كَذِبَنَا كَمَا عَرَفْتَهُ فِي أَبِينَا. فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَهْلُ النَّارِ؟ " فَقَالُوا: نَكُونُ فِيهَا يَسِيرًا ثُمَّ تَخْلُفُونَا فِيهَا. فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اخسأوا، وَاللَّهِ لَا نَخْلُفُكُمْ فِيهَا أَبَدًا". ثُمَّ قَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَلْ أَنْتُمْ صَادِقِيَّ عَنْ شَيْءٍ إِنْ سَأَلْتُكُمْ عَنْهُ؟ ". قَالُوا: نَعَمْ يَا أَبَا الْقَاسِمِ. فَقَالَ: "هَلْ جَعَلْتُمْ فِي هَذِهِ الشَّاةِ سُمًّا؟ ". فَقَالُوا: نَعَمْ. قَالَ : "فَمَا حَمَلَكُمْ عَلَى ذَلِكَ؟ ". فَقَالُوا: أَرَدْنَا إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا أَنْ نَسْتَرِيحَ مِنْكَ، وَإِنْ كُنْتَ نَبِيًّا لَمْ يَضُرَّكَ.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muhammad ibnu Sakhr, telah menceritakan kepada kami
Abu Abdur Rahman Al-Muqri', telah menceritakan kepada kami Lais ibnu Sa'd, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari Abu Hurairah yang menceritakan: Ketika Khaibar berhasil dibuka (dikalahkan),
dihadiahkan kepada Rasulullah Saw. kambing yang telah diracuni, maka Rasulullah Saw. bersabda, "Kumpulkanlah oleh kalian di hadapanku semua orang Yahudi yang ada di tempat ini." Lalu Rasulullah Saw.
bersabda kepada mereka, "Siapakah nama bapak kalian?" Mereka menjawab, "Si Anu." Nabi Saw. bersabda, "Kalian dusta, bapak kalian adalah si Fulan." Mereka menjawab, "Engkau benar dan sesuai dengan kenyataan.
" Kemudian Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka, "Apakah kalian akan berkata sejujurnya kepadaku jika kutanyakan kepada kalian tentang sesuatu hal?" Mereka menjawab,
"Ya, wahai Abul Qasim; dan jika kami dusta kepadamu, niscaya kamu akan mengetahui dusta kami sebagaimana kamu mengetahuinya pada kakek moyang kami." Maka Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka,
"Siapakah penghuni neraka itu? Mereka menjawab, "Kami akan berada di dalamnya dalam masa yang sebentar, kemudian kalian menggantikan kami menjadi penghuninya." Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka,
"Hinalah kalian. Demi Allah, kami tidak akan menggantikan kalian di dalamnya untuk selama-lamanya." Kemudian beliau Saw. bersabda kepada mereka, "Apakah kalian akan berkata sejujurnya kepadaku jika kutanyakan kepada kalian
tentang sesuatu hal?" Mereka menjawab, "Ya, wahai Abul Qasim." Beliau bertanya, "Apakah kalian memasukkan racun ke dalam (daging) kambing ini? Mereka menjawab, "Ya." Nabi Saw. bertanya,
"Apakah yang mendorong kalian berbuat demikian?" Mereka menjawab, "Kami bermaksud jika engkau berdusta, maka kami terbebas darimu; dan jika engkau benar seorang nabi, niscaya racun itu tidak akan membahayakan dirimu."
Hadis riwayat Ahmad, Bukhari, dan Nasai melalui jalur Lais ibnu Sa'd menyebutkan hal yang semisal.
Surat Al-Baqarah |2:81|
بَلَىٰ مَنْ كَسَبَ سَيِّئَةً وَأَحَاطَتْ بِهِ خَطِيئَتُهُ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
balaa mang kasaba sayyi`ataw wa `aḥaathot bihii khothiii`atuhuu fa ulaaa`ika ash-ḥaabun-naar, hum fiihaa khooliduun
Bukan demikian! Barang siapa berbuat keburukan dan dosanya telah menenggelamkannya, maka mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.
Yes, whoever earns evil and his sin has encompassed him - those are the companions of the Fire; they will abide therein eternally.
(Tidak demikian yang sebenarnya) tetapi kamu pasti akan masuk neraka dan kekal di dalamnya.
(Barang siapa yang berbuat kejahatan) atau kemusyrikan (dan ia dilingkungi oleh dosanya) dapat secara tunggal dan dapat pula secara jamak,
maksudnya dosanya itu telah meliputi dan melingkunginya dari segala penjuru disebabkan kematiannya dalam keadaan musyrik (mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya). Di sini dipakai jamak,
dengan menitikberatkan arti 'man' atau 'barang siapa'.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 81 |
Tafsir ayat 81-82
(Bukan demikian), yang benar, barang siapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itulah penghuni surga,
mereka kekal di dalamnya.Melalui ayat ini Allah Swt. menyangkal bahwa perkaranya tidaklah seperti apa yang kalian angan-angankan, tidak pula seperti yang kalian inginkan, melainkan perkara yang sesungguhnya ialah barang siapa
yang berbuat dosa hingga dosa meliputi dirinya, maka dia menjadi penghuni neraka. Yaitu orang yang datang pada hari kiamat tanpa membawa suatu amal kebaikan pun, bahkan semua amal perbuatannya hanyalah dosa-dosa belaka.
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh. (Al-Baqarah: 82)Yakni beriman kepada Allah dan rasul-Nya serta mengamalkan amal-amal saleh yang sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh syariat,
maka mereka adalah penghuni surga. Pengertian kedua ayat ini sama dengan makna yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:
{لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا* وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا}
(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-angan kalian yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu
dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain Allah. Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik ia laki-laki maupun wanita, sedangkan ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga
dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun. (An-Nisa: 123-124)Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah,
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: (Bukan demikian), yang benar, barang siapa berbuat dosa. (Al-Baqarah: 81) Maksudnya, melakukan amal seperti amal kalian dan kufur seperti kufur kalian,
hingga kekufuran meliputi dirinya dan tiada suatu amal kebaikan pun yang ada pada dirinya. Makaenurut riwayat yang lain, dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan sayyi-ah dalam ayat ini ialah kemusyrikan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal dengan riwayat di atas telah diriwayatkan dari Abu Wa-il, Abul Aliyah, Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.Al-Hasan dan As-Saddi mengatakan pula bahwa as-sayyi-ah
dalam ayat ini ialah suatu dosa besar.Ibnu Juraij mengatakan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: Dan ia telah diliputi oleh dosanya. (Al-Baqarah: 81) Yang dimaksud dengan bihi ialah biqalbihi, yakni 'dan hatinya
telah diliputi oleh dosanya'.Abu Hurairah, Abu Wa-il, Ata, dan Al-Hasan telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya ini, bahwa kemusyrikan telah meliputi dirinya.Al-A'masy —dari Abu Razin, dari Ar-Rabi' ibnu Khaisam— sehubungan
dengan firman-Nya ini mengatakan bahwa yang dimaksud oleh ayat tersebut ialah orang yang mati dengan membawa semua dosanya sebelum melakukan tobat. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari As-Saddi serta Abu Razin.
Abul Aliyah, Mujahid, dan Al-Hasan dalam riwayat yang lain —-juga Qatadah serta Ar-Rabi' ibnu Anas— sehubungan dengan makna firman-Nya ini mengatakan bahwa yang dimaksud dengan khati-ah ialah dosa besar
yang memastikan pelakunya masuk neraka.Semua pendapat yang disebutkan di atas mempunyai pengertian yang hampir sama.Sehubungan dengan hal ini layak kiranya bila disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad, bahwa:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ قَتَادَةَ عَنْ عَبْدِ رَبِّهِ، عَنْ أَبِي عِيَاضٍ، عن عبد الله بْنِ مَسْعُودٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إيَّاكم وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ، فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ". وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَرَبَ لهُنَّ مَثَلًا كَمَثَلِ قَوْمٍ نَزَلُوا بِأَرْضٍ فَلَاةٍ، فَحَضَرَ صَنِيعُ الْقَوْمِ، فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَنْطَلِقُ فَيَجِيءُ بِالْعُودِ، وَالرَّجُلُ يَجِيءُ بِالْعُودِ، حَتَّى جَمَعُوا سَوَادًا ، وَأَجَّجُوا نَارًا، فَأَنْضَجُوا مَا قَذَفُوا فِيهَا
telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qatadah, dari Abdur Rabbih, dari Abu Iyad, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Hati-hatilah kalian terhadap dosa-dosa kecil, karena sesungguhnya dosa-dosa kecil itu akan menumpuk pada seseorang, lalu membinasakannya. Sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah membuat suatu perumpamaan kepada mereka
sehubungan dengan dosa kecil ini, perihalnya sama dengan suatu kaum yang turun istirahat di suatu tempat yang lapang (padang pasir). Kemudian orang yang mengatur urusan kaum ini tiba, maka ia memerintahkan kepada seseorang
untuk pergi mengambil kayu bakar, lalu orang itu datang dengan membawa kayu bakar. Si pemimpin memerintahkan lagi kepada yang lainnya untuk mendatangkan kayu bakar; demikian seterusnya hingga mereka berhasil mengumpulkan
setumpukan besar kayu api, lalu mereka membakar kayu api itu hingga semua yang mereka lemparkan ke dalamnya menjadi hangus.Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad,
dari Sa'id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 82) Artinya, barang siapa yang beriman
kepada apa yang diingkari oleh orang-orang Yahudi dan mengamalkan apa yang ditinggalkan dalam agama mereka, baginya pahala surga; ia kekal di dalamnya. Allah Swt. memberitakan kepada mereka bahwa pahala kebaikan
dan keburukan akan tetap dipikul oleh pelakunya untuk selama-lamanya, tiada terputus darinya.
Surat Al-Baqarah |2:82|
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
wallażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati ulaaa`ika ash-ḥaabul-jannah, hum fiihaa khooliduun
Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya.
But they who believe and do righteous deeds - those are the companions of Paradise; they will abide therein eternally.
(Sebaliknya orang-orang yang beriman dan beramal saleh mereka itu penduduk surga, kekal mereka di dalamnya.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 82 |
Penjelasan ada di ayat 81
Surat Al-Baqarah |2:83|
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ
wa iż akhożnaa miiṡaaqo baniii isrooo`iila laa ta'buduuna illalloha wa bil-waalidaini iḥsaanaw wa żil-qurbaa wal-yataamaa wal-masaakiini wa quuluu lin-naasi ḥusnaw wa aqiimush-sholaata wa aatuz-zakaah, ṡumma tawallaitum illaa qoliilam mingkum wa antum mu'ridhuun
Dan (ingatlah) ketika kami mengambil janji dari Bani Israil, "Janganlah kamu menyembah selain Allah dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah sholat dan tunaikanlah zakat." Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari) kecuali sebagian kecil dari kamu dan kamu (masih menjadi) pembangkang.
And [recall] when We took the covenant from the Children of Israel, [enjoining upon them], "Do not worship except Allah; and to parents do good and to relatives, orphans, and the needy. And speak to people good [words] and establish prayer and give zakah." Then you turned away, except a few of you, and you were refusing.
(Dan) ingatlah (ketika Kami mengambil ikrar dari Bani Israel) maksudnya dalam Taurat, dan Kami katakan,
("Janganlah kamu menyembah) ada yang membaca dengan 'ta' dan ada pula dengan 'ya', yaitu 'laa ya`buduuna', artinya mereka tidak akan menyembah (kecuali kepada Allah).
Kalimat ini merupakan kalimat berita tetapi berarti larangan. Ada pula yang membaca 'laa ta`buduu', artinya 'janganlah kamu sembah!' (Dan) berbuat kebaikanlah!
(kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya) maksudnya berbakti selain itu juga (kaum kerabat) athaf pada al-waalidain (anak-anak yatim dan orang-orang miskin serta ucapkanlah kepada manusia) kata-kata (yang baik)
misalnya menyuruh pada yang baik dan melarang dari yang mungkar,
berkata jujur mengenai diri Muhammad dan ramah tamah terhadap sesama manusia.
Menurut suatu qiraat 'husna' dengan 'ha' baris di depan dan 'sin' sukun yang merupakan mashdar atau kata benda dan dipergunakan sebagai sifat dengan maksud untuk menyatakan 'teramat' artinya teramat baik.
(Dan dirikanlah sholat serta bayarkan zakat!) Sesungguhnya kamu telah memberikan ikrar tersebut. (Kemudian kamu tidak memenuhi) janji itu.
Di sini tidak disebut-sebut orang ketiga, yaitu nenek moyang mereka (kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu juga berpaling.") seperti halnya nenek moyangmu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 83 |
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Jsrail (yaitu): Janganlah kalian menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin; serta ucapkanlah kata-kata
yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kalian tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil dari kalian, dan kalian selalu berpaling.Melalui ayat ini Allah mengingatkan kaum Bani Israil
terhadap apa yang telah Dia perintahkan kepada mereka dan pengambilan janji oleh-Nya atas hal tersebut dari mereka, tetapi mereka berpaling dari semuanya itu dan menentang secara disengaja dan direncanakan,
sedangkan mereka mengetahui dan mengingat hal tersebut. Maka Allah Swt. memerintahkan mereka agar menyembah-Nya dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Hal yang sama diperintahkan pula kepada semua makhluk-Nya,
dan untuk tujuan tersebutlah Allah menciptakan mereka. Sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kalian, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah Aku oleh kamu sekalian."" (Al-Anbiya: 25)
{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ}
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah tagut itu (An-Nahl: 36)Hal ini merupakan hak yang paling tinggi dan paling besar, yaitu hak Allah Swt.
yang mengharuskan agar Dia semata yang disembah, tiada sekutu bagi-Nya; setelah itu baru hak makhluk, dan yang paling dikuatkan untuk ditunaikan ialah hak kedua orang tua. Karena itu, Allah Swt.
selalu membarengi hak kedua orang tua dengan hak-Nya, seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya:
{أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ}
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, dan hanya kepada-Kulah kembali kalian. (Luqman: 14)Allah Swt. telah berfirman pula dalam ayat lainnya:
{وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (Al-Isra: 23)sampai dengan firman-Nya:
{وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ}
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. (Al-Isra: 26)Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud r.a. seperti berikut:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا". قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: "بِرُّ الْوَالِدَيْنِ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: "الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, amal perbuatan apakah yang paling utama? Beliau menjawab, "Salat pada waktunya" Aku bertanya lagi, "Kemudian apa lagi!" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua ibu bapak.
" Aku bertanya, "Kemudian apa lagi!" Beliau menjawab, ''Jihad dijalan Allah."Karena itulah maka di dalam sebuah hadis sahih disebutkan seperti berikut:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ أَبِرُّ؟ قَالَ: "أُمَّكَ". قَالَ: ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ: "أُمَّكَ". قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: "أباك. ثم أدناك أدناك"
Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah yang harus didahulukan aku berbakti kepadanya? Beliau menjawab, "Ibumu." Lelaki itu bertanya, "Kemudian siapa lagi!" Beliau menjawab, "Ibumu." Lelaki itu bertanya lagi,
"Kemudian siapa lagi!" Beliau menjawab, "Ayahmu, kemudian orang yang paling dekat kekerabatannya denganmu, lalu orang yang dekat kekerabatannya denganmu."
***********
Firman Allah Swt.:
{لَا تَعْبُدُونَ إِلا اللَّهَ}
Janganlah kalian menyembah selain Allah. (Al-Baqarah: 83)Menurut Imam Zamakhsyari kalimat ayat ini berbentuk khabar, tetapi bermakna talab; ungkapan seperti ini lebih kuat. Menurut pendapat yang lain,
bentuk asalnya adalah an la ta'budu illallah, seperti bacaan yang dilakukan oleh ulama Salaf, lalu huruf an dibuang hingga tidak kelihatan. Menurut suatu riwayat dari Ubay dan Ibnu Mas'ud, keduanya membaca ayat ini
la ta'budu illallah (janganlah kalian menyembah selain Allah). Pengarahan ini dinukil oleh Imam Qurtubi di dalam kitab tafsirnya, dari Imam Sibawaih. Imam Sibawaih mengatakan bahwa bacaan inilah yang dipilih oleh Imam Kisai dan Imam Farra.
Al-yatama artinya anak-anak kecil yang tidak mempunyai orang tua yang menjarnin penghidupan mereka.Al-masakin ialah orang-orang yang tidak menjumpai apa yang mereka belanjakan buat diri mereka sendiri dan keluarganya.
Dalam surat An-Nisa akan dibahas secara rinci mengenai golongan-golongan tersebut yang diperintahkan Allah dengan tegas agar kita menunaikannya, yaitu di dalam firman-Nya:
{وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}
Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak. (An-Nisa: 36) sampai akhir ayat. ************* Firman Allah Swt.:
{وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا}
serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. (Al-Baqarah: 83)Maksudnya, berkatalah kepada mereka dengan baik dan lemah lembut; termasuk dalam hal ini amar ma'ruf dan nahi munkar dengan cara yang makruf.
Sebagaimana Hasan Al-Basri berkata sehubungan dengan ayat ini, bahwa perkataan yang baik ialah yang mengandung amar ma'ruf dan nahi munkar, serta mengandung kesabaran, pemaafan, dan pengampunan serta berkata baik
kepada manusia; seperti yang telah dijelaskan oleh Allah Swt., yaitu semua akhlak baik yang diridai oleh Allah Swt.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الخَزَّاز، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الجَوْني، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَالْقَ أَخَاكَ بِوَجْهٍ مُنْطَلِقٍ".
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Kharraz, dari Abu Imran Al-Juni, dari Abdullah ibnus Samit, dari Abu Zar r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Jangan sekali-kali kamu meremehkan suatu hal yang makruf (bajik) barang sedikit pun; apabila kamu tidak menemukannya, maka sambutlah saudaramu dengan wajah yang berseri.Hadis yang sama diketengahkan pula oleh Imam Muslim
di dalam kitab sahihnya, Imam Turmuzi di dalam kitab sahihnya melalui hadis Abu Amir Al-Kharraz yang nama aslinya ialah Saleh ibnu Rustum.Sangat sesuai sekali bila Allah memerintahkan kepada mereka untuk berkata baik kepada manusia
setelah Dia memerintahkan mereka untuk berbuat baik kepada mereka melalui perbuatan. Dengan demikian, berarti dalam ayat ini tergabung dua sisi kebajikan, yaitu kebajikan perbuatan dan ucapan.
Kemudian perintah untuk menyembah Allah dan berbuat baik kepada manusia ini dikuatkan lagi dengan perintah yang tertentu secara detail dari hal tersebut, yaitu perintah mendirikan salat dan menunaikan zakat.
Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ}
dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. (Al-Baqarah: 83)Diceritakan pula bahwa ternyata mereka (Bani Israil) berpaling dari semua perintah itu; yakni mereka meninggalkan hal tersebut, membelakanginya, dan berpaling dengan sengaja
sesudah mereka mengetahuinya, kecuali sedikit dari kalangan mereka yang mengerjakannya.Allah Swt. telah memerintahkan pula umat ini dengan hal yang serupa di dalam surat An-Nisa, yaitu melalui firman-Nya:
{وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا}
Sembahlah Allah, dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh,
teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya kalian. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (An-Nisa: 36)Dengan demikian, berarti umat ini diberi kepercayaan oleh Allah Swt.
untuk mengerjakan perintah-perintah Allah yang tidak pernah dikerjakan oleh umat-umat sebelumnya. Segala puji dan anugerah hanyalah milik Allah belaka.Di antara nukilan yang garib (aneh) sehubungan
dengan hal ini ialah sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya; telah menceritakan kepada kami Abi (ayah Ibnu Abu Hatim), telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalaf Al-Asqalani,
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yusuf (yakni At-Tanisi), telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Sabih, dari Humaid ibnu Uqbah, dari Asad ibnu Wada'ah. Disebutkan bahwa Asad ibnu Wada'ah bila keluar
dari rumahnya tidak pernah bersua dengan seorang Yahudi atau Nasrani melainkan ia mengucapkan salam kepadanya. Ketika ditanyakan kepadanya, "Apakah gerangan yang mendorongmu hingga kamu mengucapkan salam
kepada orang Yahudi dan orang Nasrani?" Ia menjawab bahwa sesungguhnya Allah telah berfirman:
{وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا}
serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. (Al-Baqarah: 83)Perkataan yang baik itu menurutnya adalah ucapan salam. Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, hal yang sama telah diriwayatkan dari Ata Al-Khurrasani.
Menurut kami, telah ditetapkan di dalam sunnah bahwa kita tidak boleh memulai mengucapkan salam penghormatan kepada mereka (orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani).
Surat Al-Baqarah |2:84|
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلَا تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ
wa iż akhożnaa miiṡaaqokum laa tasfikuuna dimaaa`akum wa laa tukhrijuuna anfusakum min diyaarikum ṡumma aqrortum wa antum tasy-haduun
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji kamu, "Janganlah kamu menumpahkan darahmu (membunuh orang) dan mengusir dirimu (saudara sebangsamu) dari kampung halamanmu." Kemudian, kamu berikrar dan bersaksi.
And [recall] when We took your covenant, [saying], "Do not shed each other's blood or evict one another from your homes." Then you acknowledged [this] while you were witnessing.
(Dan ingatlah ketika Kami menerima perjanjian pula darimu) dan firman Kami,
("Kamu tidak akan menumpahkan darahmu) artinya mengalirkannya dengan berbunuhan sesamamu (dan tidak akan mengeluarkan dirimu dari kampung halamanmu) dari negerimu.
(Kemudian kamu berikrar) akan menepati perjanjian tersebut (sedangkan kamu mempersaksikan.") atas diri kamu sendiri.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 84 |
Tafsir ayat 84-86
Dan (ingatlah) ketika kami mengambil janji dari kalian (yaitu): Kalian tidak akan menumpahkan darah kalian (membunuh orang), dan kalian tidak akan mengusir diri kalian (saudara sebangsa) dari kampung halaman kalian,
kemudian kalian berikrar (akan memenuhinya), sedangkan kalian mempersaksikannya. Kemudian kalian (Bani Israil) membunuh diri kalian (saudara kalian sebangsa) dan mengusir segolongan dari kalian dari kampung halamannya,
kalian bantu-membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepada kalian sebagai tawanan, kalian tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagi kalian.
Apakah kalian beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripada kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat
mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat besar. Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat. Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan diringankan siksa mereka
dan mereka tidak akan ditolong.Melalui ayat ini Allah Swt. membantah orang-orang Yahudi yang ada di zaman Rasulullah Saw. di Madinah dan mengecam tindakan mereka yang ikut berperang melibatkan diri dalam perang antara Aus
dan Khazraj, karena kabilah Aus dan Khazraj —yakni orang-orang Ansar— dahulu di masa Jahiliah adalah penyembah berhala, dan di antara kedua belah pihak banyak terjadi peperangan. Sedangkan orang-orang Yahudi
di Madinah terdiri atas tiga kabilah, yaitu Bani Qainuqa' dan Bani Nadir; keduanya adalah teman sepakta kabilah Arab Khazraj, sedangkan Bani Quraizah adalah teman sepakta kabilah Aus. Apabila terjadi peperangan di antara kedua
belah pihak, maka masing-masing berpihak kepada teman sepaktanya. Orang-orang Yahudi pun terlibat pula dalam peperangan ini hingga ia membunuh musuhnya, dan adakalanya seorang Yahudi membunuh Yahudi lain yang berpihak
kepada musuhnya. Padahal perbuatan tersebut diharamkan atas diri mereka menurut ajaran agama yang dinaskan oleh kitab Taurat mereka. Mereka mengusir musuh mereka dari kampung halamannya serta merampok semua peralatan,
barang-barang, dan harta benda yang ada padanya. Tetapi apabila perang telah berhenti dan terjadi gencatan senjata di antara kedua kabilah yang bersangkutan, masing-masing golongan dari kaum Yahudi menebus tawanan
sekaumnya dari tangan musuhnya, karena mengamalkan kandungan kitab Taurat. Karena itulah maka Allah Swt. berfirman:
{أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ}
Apakah kalian beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? (Al-Baqarah: 85)Di dalam ayat lain Allah Swt. berfirman:
{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلا تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ}
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kalian (yaitu): Kalian tidak akan menumpahkan darah kalian (membunuh orang), dan kalian tidak akan mengusir diri kalian (saudara sebangsa kalian) dari kampung halaman kalian. (Al-Baqarah: 84)
Makna yang dimaksud ialah, janganlah sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lain, jangan mengusirnya dari rumahnya, jangan pula saling membantu untuk melakukan hal tersebut. Pengertian ini sama dengan firman Allah Swt.:
{فَتُوبُوا إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ}
Maka bertobatlah kalian kepada Tuhan yang menjadikan kalian, dan bunuhlah diri kalian. Hal itu lebih baik bagi kalian pada sisi Tuhan yang menjadikan kalian. (Al-Baqarah: 54)Dikatakan demikian karena orang-orang yang memeluk agama
yang sama, sebagian darinya atas sebagian yang lain sama kedudukannya dengan satu orang, seperti pengertian yang terkandung di dalam sabda Nabi Saw. berikut:
"مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَوَاصُلِهِمْ بِمَنْزِلَةِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَرِ"
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang serta silaturahmi (keakraban) mereka sama dengan satu tubuh; apabila ada salah satu anggota tubuh darinya merasa sakit, maka seluruh anggota tubuh merasakan
sakitnya hingga demam dan tidak dapat tidur.
*********
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ}
Kemudian kalian berikrar (akan memenuhinya), sedangkan kalian mempersaksikannya. (Al-Baqarah: 84)Yaitu kalian berikrar bahwa diri kalian telah mengetahui janji tersebut dan keabsahannya, sedangkan kalian mempersaksikannya.
{ثُمَّ أَنْتُمْ هَؤُلاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ دِيَارِهِمْ}
,br>
Kemudian kalian (Bani Israil) membunuh diri kalian (saudara sebangsa) dan mengusir segolongan dari kalian dari kampung halamannya. (Al-Baqarah: 85)Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya
Muhammad Ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id ibnu Jubair atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Kemudian kalian (Bani Israil) membunuh diri kalian (saudara sebangsa kalian) dan mengusir segolongan
dari kalian dari kampung halamannya. (Al-Baqarah: 85) hingga akhir ayat. Allah Swt. memberitahukan kepada mereka apa yang pernah mereka lakukan sebelum itu. Di dalam kitab Taurat, Allah telah mengharamkan atas diri mereka
mengalirkan darah mereka dan diwajibkan atas diri mereka menebus orang sebangsanya yang ditawan.Mereka (Bani Israil) terdiri atas dua golongan. Salah satu golongannya adalah Bani Qainuqa', teman sepakta Kabilah Khazraj dan Nadir.
Dan golongan lainnya —yaitu Bani Quraizah— adalah teman sepakta Kabilah Aus.Tersebutlah bahwa apabila terjadi peperangan di antara kabilah Aus dan Khazraj, Bani Qainuqa' dan Bani Nadir yang menjadi teman sepakta kabilah
Khazraj memihak pada kabilah Khazraj, dan Bani Quraizah berpihak kepada kabilah Aus. Masing-masing pihak dari kalangan orang-orang Yahudi membela teman sepaktanya, hingga mereka saling mengalirkan darah di antara sesamanya,
padahal di tangan mereka ada kitab Taurat dan mereka mengetahui semua hukum dan kewajiban yang terkandung di dalamnya.Kabilah Aus dan Khazraj adalah orang-orang musyrik penyembah berhala. Mereka tidak mengenal adanya
surga dan neraka, tidak pula hari berbangkit (hari kiamat). Mereka tidak mengenal adanya kitab, tidak kenal pula dengan istilah halal dan haram.Apabila perang terhenti dan gencatan senjata terjadi, maka orang-orang Yahudi
tersebut menebus tawanan perang dari kalangan mereka berdasarkan nas kitab Taurat dan sebagai pengamalannya. Maka orang-orang Bani Qainuqa' dan Bani Nadir menebus tawanan perang mereka yang ada di tangan kabilah Aus,
sedangkan orang-orang Bani Quraizah menebus tawanan perang mereka yang berada di tangan kabilah Khazraj.Mereka mengajukan tuntutan terhadap apa yang telah teralirkan dari darah mereka, dan mereka membunuh orang-orang
yang telah mereka bunuh dari kalangan mereka sendiri untuk membantu kaum musyrik yang ada di pihaknya. Allah Swt. berfirman sehubungan dengan hal ini: Apakah kalian beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat)
dan ingkar terhadap sebagian yang lain! (Al-Baqarah: 85)Dengan kata lain, kalian saling menebus dan saling membunuh di antara sesama kalian, padahal di dalam kitab Taurat telah disebutkan bahwa tidak boleh membunuh,
tidak boleh mengusir seseorang dari kampung halamannya, tidak boleh pula membantu orang agar musyrik kepada Allah Swt. dan penyembah berhala untuk melakukan hal itu karena mengharapkan keuntungan duniawi.
Menurut apa yang sampai kepadaku, semua yang telah kami sebut di atas tentang perilaku orang-orang Yahudi bersama kabilah Aus dan Khazraj melatarbelakangi turunnya ayat ini.Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, bahwa orang-orang
Quraizah adalah teman sepakta kabilah Aus, sedangkan orang-orang Bani Nadir teman sepakta kabilah Khazraj. Mereka saling membunuh di dalam perang yang terjadi di antara sesama mereka. Bani Quraizah berpihak kepada teman
sepaktanya, dan Bani Nadir berpihak kepada teman sepaktanya pula. Tersebutlah bahwa Bani Nadir pernah berperang melawan Bani Quraizah dan teman sepaktanya; ternyata Bani Nadir dapat mengalahkan mereka,
maka orang-orang Bani Nadir mengusir orang-orang Bani Quraizah dari tempat tinggalnya. Apabila ada orang-orang yang tertawan dari kalangan kedua belah pihak, mereka mengumpulkan tawanan tersebut, lalu saling menebus
di antara sesama mereka. Melihat kejadian tersebut orang-orang Arab mencela perbuatan mereka seraya mengatakan, "Mengapa kalian memerangi mereka, kemudian kalian menebus tawanan mereka?" Orang-orang Yahudi menjawab,
"Kami telah diperintahkan untuk menebus mereka dan diharamkan atas kami memerangi mereka (sesamanya)." Orang-orang Arab bertanya, "Lalu mengapa kalian memerangi mereka?" Orang-orang Yahudi menjawab,
"Kami merasa malu bila teman sepakta kami mengalami penghinaan (kekalahan)." Yang demikian itulah yang di-sebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: Kemudian kalian (Bani Israil) membunuh diri kalian (saudara sebangsa kalian)
'dan mengusir segolongan dari kalian dari kampung halamannya. (Al-Baqarah: 85), hingga akhir ayat.Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, dari Asy-Sya'bi, bahwa ayat berikut diturunkan berkenaan dengan Qais ibnul Hatim,
yaitu firman-Nya: Kemudian kalian membunuh diri kalian sendiri dan mengusir se-olongan dari kalian dari kampung halamannya. (Al-Baqarah: 85), hingga akhir ayat.Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, dari Abdu Khair yang menceritakan
kisah berikut: Kami berperang dengan Sulaiman ibnu Rabi'ah Al-Bahili di Lanjar. Kami dapat mengepung penduduknya. Akhirnya kami beroleh kemenangan atas kota tersebut, serta kami memperoleh banyak tawanan wanita.
Abdullah ibnu Salam membeli seorang wanita Yahudi dengan harga tujuh ratus. Ketika ia melalui Rasul Jalut, ia turun istirahat padanya, lalu Abdullah berkata kepada pemimpin Rasul Jalut, "Hai Rasul Jalut, maukah engkau membeli dariku
seorang nenek yang ada di tanganku dari kalangan pemeluk agamamu (agama Yahudi)?" Rasul Jalut menjawab, "Ya." Abdullah ibnu Salam berkata, "Aku telah membelinya dengan harga tujuh ratus (dirham).
" Pemimpin Rasul Jalut menjawab, "Aku mau memberimu keuntungan yang sama dengan modalmu itu." Abdullah ibnu Salam berkata, "Sesungguhnya aku telah bersumpah bahwa aku tidak akan menjualnya dengan harga kurang
dari empat ribu (dirham)." Pemimpin Rasul Jalut menjawab, "Aku tidak memerlukannya."Abdullah ibnu Salam berkata, "Demi Allah, kamu benar-benar membelinya dariku atau kamu kafir terhadap agamamu sendiri
yang kamu peluk sekarang." Selanjutnya Abdullah ibnu Salam berkata, "Mendekatlah kepadaku." Maka pemimpin itu mendekat kepadanya dan Abdullah ibnu Salam membacakan ke telinganya apa yang terkandung di dalam kitab Taurat,
yaitu: "Sesungguhnya kamu tidak sekali-kali menemukan seorang budak dari kalangan Bani Israil melainkan kamu harus membelinya dan memerdekakannya." Tetapi jika mereka datang kepada kalian sebagai tawanan, kalian tebus mereka,
padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagi kalian. (Al-Baqarah: 85) Pemimpin Rasul Jalut bertanya, "Engkau Abdullah ibnu Salam?" Abdullah ibnu Salam menjawab, "Ya." Maka pemimpin Rasul Jalut datang dengan membawa uang
sejumlah empat ribu (dirham), dan Abdullah ibnu Salam akhirnya menerima dua ribu saja, sedangkan yang dua ribu lagi ia kembalikan kepada orang tersebut.Adam ibnu Abu Iyas meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya,
bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far (yakni Ar-Razi), telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Anas, telah menceritakan kepada kami Abul Aliyah, bahwa Abdullah ibnu Salam pernah lewat di Rasul Jalut
(bawahan daerah Kufah), sedangkan pemimpin Rasul Jalut menebus tawanan perang wanita (dari kalangan Yahudi) yang belum disetubuhi oleh pasukan Arab, dan ia tidak mau menebus tawanan wanita yang sudah digauli oleh tentara Arab.
Maka Abdullah ibnu Salam berkata, "Ingatlah, bukankah telah termaktub di dalam kitab yang ada padamu bahwa kamu harus menebus mereka semuanya (tanpa pilih kasih)?"Makna yang ditunjukkan oleh ayat dan konteksnya
mengandung celaan yang ditujukan kepada orang-orang Yahudi sehubungan dengan pengamalan mereka terhadap perintah kitab Taurat yang mereka yakini kesahihannya, padahal kenyataannya mereka bertentangan dengan syariat
yang terkandung di dalamnya, sedangkan mereka mengetahui hal tersebut. Ironisnya mereka mempersaksikan kebenaran dari kekeliruan tersebut. Karena itu, mereka tidak beriman kepada apa yang terkandung di dalam kitab Taurat,
tidak pula terhadap penukilannya; serta tidak percaya dengan apa yang mereka sembunyikan mengenai sifat Rasulullah Saw., ciri khasnya, tempat diutusnya, saat munculnya dan tempat hijrahnya, serta lain-lainnya
yang diberitakan oleh para nabi sebelum Nabi Saw. muncul. Hal inilah yang disembunyikan dengan rapi di antara sesama mereka, semoga laknat Allah menimpa mereka. Sehubungan dengan hal ini Allah Swt. berfirman:
{فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا}
Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari kalian melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia. (Al-Baqarah: 85)Yakni disebabkan mereka menentang syariat Allah dan perintah-Nya.
{وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ}
dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. (Al-Baqarah: 85)sebagai pembalasan yang setimpal terhadap perbuatan mereka yang menentang Kitabullah yang berada di tangan mereka, yakni kitab Taurat.
{وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ* أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالآخِرَةِ}
Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat. Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat. (Al-Baqarah: 85-86)Maksudnya, mereka lebih senang memilih kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat.
{فَلا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ}
maka tidak akan diringankan siksa mereka. (Al-Baqarah: 86)Yakni tidak pernah terhenti siksaan atas diri mereka walau hanya sesaat.
{وَلا هُمْ يُنْصَرُونَ}
dan mereka tidak akan ditolong. (Al-Baqarah: 86)Artinya, tiada seorang penolong pun yang dapat menyelamatkan mereka dari azab kekal yang menimpa diri mereka, dan tiada seorang pun yang dapat memberikan perlindungan kepada mereka dari siksa tersebut
Surat Al-Baqarah |2:85|
ثُمَّ أَنْتُمْ هَٰؤُلَاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِمْ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَإِنْ يَأْتُوكُمْ أُسَارَىٰ تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ ۚ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
ṡumma antum haaa`ulaaa`i taqtuluuna anfusakum wa tukhrijuuna fariiqom mingkum min diyaarihim tazhooharuuna 'alaihim bil-iṡmi wal-'udwaan, wa iy ya`tuukum usaaroo tufaaduuhum wa huwa muḥarromun 'alaikum ikhroojuhum, a fa tu`minuuna biba'dhil-kitaabi wa takfuruuna biba'dh, fa maa jazaaa`u may yaf'alu żaalika mingkum illaa khizyun fil-ḥayaatid-dun-yaa, wa yaumal-qiyaamati yurodduuna ilaaa asyaddil-'ażaab, wa mallohu bighoofilin 'ammaa ta'maluun
Kemudian, kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (sesamamu) dan mengusir segolongan dari kamu dari kampung halamannya. Kamu saling membantu (menghadapi) mereka dalam kejahatan dan permusuhan. Dan jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal kamu dilarang mengusir mereka. Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.
Then, you are those [same ones who are] killing one another and evicting a party of your people from their homes, cooperating against them in sin and aggression. And if they come to you as captives, you ransom them, although their eviction was forbidden to you. So do you believe in part of the Scripture and disbelieve in part? Then what is the recompense for those who do that among you except disgrace in worldly life; and on the Day of Resurrection they will be sent back to the severest of punishment. And Allah is not unaware of what you do.
(Kemudian kamu) hai (Bani Israel, kamu bunuh dirimu) dengan berbunuhan sesamamu (dan kamu usir sebagian kamu dari kampung halaman mereka, kamu bertolong-tolongan)
ta asalnya diidgamkan pada zha sehingga dibaca 'tazhzhaaharuuna', tetapi pada satu qiraat diringankan dengan membuangnya sehingga bacaannya
menjadi 'tazhaaharuuna' dengan membuang zha yang berarti tolong-menolong (terhadap mereka dengan berbuat dosa) maksiat (dan permusuhan) atau penganiayaan.
(Tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai orang-orang tawanan) pada satu qiraat tercantum 'asra' (kamu tebus mereka) ada pula yang membaca 'tafduuhum', artinya kamu bebaskan mereka dari tawanan
dengan harta atau lainnya dan ini termasuk kebiasaan yang berlaku di kalangan orang-orang Yahudi (padahal dia) artinya kenyataannya (mengusir mereka itu diharamkan bagimu).
Kalimat ini berhubungan dengan firman-Nya, "dan kamu usir," sedangkan kalimat-kalimat yang terdapat di antara keduanya merupakan 'jumlah mu`taridhah' atau interupsi, artinya sebagaimana diharamkannya mengabaikan tebusan.
Selama ini suku Quraizhah mengadakan persekutuan dengan Aus, sedangkan Nadhir dengan Khajraj. Setiap suku ikut berperang bersama sekutu mereka,
bahkan sampai menghancurkan dan mengusir pihak lawan walaupun sama-sama Yahudi. Tetapi jika Yahudi pihak lawan itu tertawan, maka mereka tebus
.
Jika ditanyakan kepada mereka, kenapa kamu perangi dan kamu tebus mereka, maka jawab mereka, "Karena kami diminta mereka untuk memberikan tebusan
." Jika ditanyakan, "Kenapa pula kamu perangi mereka" Jawab mereka, "Karena kami merasa malu jika sekutu-sekutu kami menderita kekalahan!" Firman Allah Taala, ("Apakah kamu beriman pada sebagian Alkitab)
yakni soal menebus tawanan (dan ingkar terhadap sebagian yang lain) agar tidak membunuh, tidak mengusir dan tidak bantu-membantu berbuat dosa dan penganiayaan.
(Tidak ada balasan bagi orang yang berbuat demikian di antaramu kecuali kehinaan) atau kenistaan (dalam kehidupan dunia) kehinaan ini telah dialami oleh Bani Quraizhah dengan dibunuh dan dibasminya golongan laki-laki mereka,
dan juga oleh Bani Nadhir yang diusir ke Syam dan diwajibkan membayar upeti. (Dan pada hari kiamat mereka dikembalikan pada siksaan yang amat berat dan Allah tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan).
Ada yang membaca dengan ta dan ada pula yang dengan ya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 85 |
Penjelasan ada di ayat 84
Surat Al-Baqarah |2:86|
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآخِرَةِ ۖ فَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ
ulaaa`ikallażiinasytarowul-ḥayaatad-dun-yaa bil-aakhiroti fa laa yukhoffafu 'an-humul-'ażaabu wa laa hum yunshoruun
Mereka itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat. Maka tidak akan diringankan azabnya dan mereka tidak akan ditolong.
Those are the ones who have bought the life of this world [in exchange] for the Hereafter, so the punishment will not be lightened for them, nor will they be aided.
(Merekalah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat) artinya lebih mengutamakan dunia daripada akhirat
(maka tidaklah akan diringankan siksa terhadap mereka dan tidaklah mereka akan beroleh bantuan") untuk menghindarkan siksaan itu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 86 |
Penjelasan ada di ayat 84
Surat Al-Baqarah |2:87|
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَقَفَّيْنَا مِنْ بَعْدِهِ بِالرُّسُلِ ۖ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ ۗ أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَىٰ أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ
wa laqod aatainaa muusal-kitaaba wa qoffainaa mim ba'dihii bir-rusuli wa aatainaa 'iisabna maryamal-bayyinaati wa ayyadnaahu biruuḥil-qudus, a fa kullamaa jaaa`akum rosuulum bimaa laa tahwaaa anfusukumustakbartum, fa fariiqong każżabtum wa fariiqon taqtuluun
Dan sungguh, Kami telah memberikan Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami susulkan setelahnya dengan rasul-rasul, dan Kami telah memberikan kepada Isa putra Maryam bukti-bukti kebenaran serta Kami memperkuat dia dengan Rohul Qudus (Jibril). Mengapa setiap rasul yang datang kepadamu (membawa) sesuatu (pelajaran) yang tidak kamu inginkan, kamu menyombongkan diri, lalu sebagian kamu dustakan dan sebagian kamu bunuh?
And We did certainly give Moses the Torah and followed up after him with messengers. And We gave Jesus, the son of Mary, clear proofs and supported him with the Pure Spirit. But is it [not] that every time a messenger came to you, [O Children of Israel], with what your souls did not desire, you were arrogant? And a party [of messengers] you denied and another party you killed.
(Sesungguhnya Kami telah mendatangkan Alkitab kepada Musa) yakni Taurat, (lalu Kami susul setelah itu dengan para rasul) secara berturut-turut, artinya Kami kirim seorang rasul sesudah yang lain,
(dan Kami berikan kepada Isa putra Maryam bukti-bukti kebenaran) yakni mukjizat menghidupkan mayat,
menyembuhkan orang yang buta dan berpenyakit kusta. (Dan Kami perkuat ia dengan Roh Kudus) merupakan 'idhafat maushuf pada sifat' maksudnya ialah Roh yang disucikan yakni Jibril,
sehingga karena kesuciannya ikut mengiringkannya ke mana pergi.
Namun kamu tidak juga hendak mengikuti jalan yang benar! (Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul dengan membawa apa yang tidak diingini) atau disukai (dirimu)
berupa kebenaran (kamu menjadi takabur) atau menyombongkan diri, tak mau mengikutinya. Kalimat ini merupakan jawaban bagi 'setiap', dan dialah yang menjadi sasaran pertanyaan,
sedangkan tujuannya tidak lain dari celaan dan kecaman, (maka sebagian) di antara mereka (kamu dustakan) seperti Nabi Isa (dan sebagian lagi kamu bunuh) kata kerja 'mudhari'' atau masa sekarang untuk menunjukkan
peristiwa di masa lampau, artinya telah kamu bunuh Zakaria dan Yahya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 87 |
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putra Maryam
dan Kami memperkuatnya dengan ruhul qudus. Apakah setiap datang kepada kalian seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginan kalian, lalu kalian menyombongkan diri; maka beberapa orang
(di antara mereka) kalian dustakan dan beberapa orang (yang lain) kalian bunuh.Allah Swt. mengecap kaum Bani Israil sebagai orang-orang yang takabur, pengingkar, penentang, dan sombong terhadap para nabi;
dan bahwa mereka hanyalah memperturutkan hawa nafsu mereka sendiri. Maka Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia telah memberikan kepada Musa sebuah kitab (yakni kitab Taurat), tetapi mereka mengubah dan menggantinya
serta menentang perintah-perintah yang terkandung di dalamnya serta menakwilkannya dengan takwil yang lain. Kemudian Allah Swt mengirimkan para rasul dan para nabi sesudah Musa a.s. yang menjalankan hukum dengan syariat
Nabi Musa a.s., sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{إِنَّا أَنزلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ}
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang berserah diri kepada Allah,
oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. (Al-Maidah: 44), hingga akhir ayat.
*******
Adapun firman Allah Swt.:
{وَقَفَّيْنَا مِنْ بَعْدِهِ بِالرُّسُلِ}
dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul. (Al-Baqarah: 87)As-Saddi telah meriwayatkan dari Abu Malik sehubungan dengan makna waqaffaina, artinya 'Kami telah menyusulinya'.
Sedangkan menurut yang lainnya artinya 'Kami telah mengiringinya', seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{ثُمَّ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا تَتْرَا}
Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut. (Al-Mu’minun: 44)hingga rasul-rasul Bani Israil ditutup dengan terutusnya Nabi Isa ibnu Maryam. Isa a.s. datang membawa syariat yang sebagian
hukum-hukumnya bertentangan dengan apa yang terdapat di dalam kitab Taurat. Karena itu, Allah memberinya berbagai jenis mukjizat untuk memperkuatnya.Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa mukjizat-mukjizat Isa ialah
menghidupkan kembali orang yang telah mati, menciptakan sesuatu yang berbentuk burung dari tanah liat, lalu ia meniupnya dan jadilah sesuatu itu burung yang hidup dengan seizin Allah Swt.
Ia pun dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, menceritakan hal-hal gaib serta diperkuat dengan ruhul qudus, yaitu Malaikat Jibril a.s. Semuanya itu untuk memperkuat risalah yang ia sampaikan kepada kaum Bani Israil
agar mereka percaya dan beriman kepadanya. Tetapi kejadiannya justru kebalikannya, kaum Bani Israil bertambah keras mendustakannya dan dengki serta ingkar terhadapnya. Reaksi ini timbul karena apa yang didatangkannya
bertentangan dengan isi kitab Taurat dalam sebagian hukum-hukumnya, seperti yang diceritakan oleh Allah Swt. menyitir perkataan Nabi Isa a.s., yaitu:
{وَلأحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ وَجِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ}
dan untuk menghalalkan bagi kalian sebagian yang telah diharamkan untuk kalian dan aku datang kepada kalian dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tuhan kalian. (Ali Imran: 50), hingga akhir ayat.Orang-orang Bani Israil
memperlakukan para nabi dengan perlakuan paling buruk; sebagian dari mereka mendustakannya, dan sebagian yang lain membunuhnya. Hal tersebut terjadi hanya karena para nabi mendatangkan kepada mereka perkara-perkara
yang bertentangan dengan hawa nafsu dan pendapat mereka. Para nabi tersebut memerintahkan mereka agar menetapi hukum-hukum kitab Taurat asli yang saat itu sudah mereka ubah untuk menentangnya. Karena itu,
maka hal ini terasa amat berat bagi mereka; akhirnya mereka mendustakan para rasulnya, dan adakalanya membunuh sebagiannya. Hal ini telah disebutkan oleh firman-Nya:
{أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ}
Apakah setiap datang kepada kalian seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginan kalian, lalu kalian menyombongkan diri; maka beberapa orang (di antara mereka) kalian dustakan dan beberapa orang
(yang lain) kalian bunuh (Al-Baqarah: 87)Dalil yang menunjukkan bahwa Ruhul Qudus adalah Malaikat Jibril ialah apa yang dinaskan oleh Ibnu Mas'ud dalam tafsir ayat ini, kemudian pendapatnya itu diikuti oleh Ibnu Abbas,
Muhammad ibnu Ka'b, Ismail ibnu Khalid, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, Atiyyah Al-Aufi, dan Qatadah. Menurut Imam Bukhari disertai dengan tafsir ayat berikut, yakni firman-Nya:
{نزلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ* عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ}
dia dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. (Asy-Syu'ara: 193-194)Ibnu Abuz Zanad meriwayatkan dari ayahnya,
dari Abu Hurairah, dari Siti Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah meletakkan sebuah mimbar di dalam masjid khusus buat Hassan ibnu Sabit, tempat untuk bersyair buat membela Rasulullah Saw.; dan Rasulullah Saw. berdoa untuknya:
"اللَّهُمَّ أَيِّدْ حَسَّانَ بِرُوحِ الْقُدُسِ كَمَا نَافَحَ عَنْ نَبِيِّكَ"
Ya Allah, perkuatlah Hassan dengan Ruhul Qudus (Malaikat Jibril), sebagaimana dia berjuang membela Nabi-Mu (melalui syair-syairnya).Lafaz hadis ini yang dari Imam Bukhari secara ta'liq. Akan tetapi, Imam Abu Daud meriwayatkannya
pula di dalam kitab Sunannya dari Ibnu Sirin, dan Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ali ibnu Hujr dan Ismail ibnu Musa Al-Fazzari. Ketiga-tiganya mengetengahkan hadis ini dari Abu Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad,
dari ayahnya dan Hisyam ibnu Urwah; keduanya meriwayatkan hadis ini dari Urwah, dari Siti Aisyah dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa sanad hadis ini berpredikat hasan atau sahih, yakni hadis Abuz Zanad.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan:
مِنْ حَدِيثِ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ عُمَرَ مَرَّ بِحَسَّانَ، وَهُوَ يُنْشِدُ الشِّعْرَ فِي الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ، فَقَالَ: قَدْ كُنْتُ أَنْشُدُ فِيهِ، وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ. ثُمَّ التَفَتَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ، فَقَالَ: أَنْشُدُكَ اللَّهَ أَسْمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقول: "أَجِبْ عَنِّي، اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ"؟. فَقَالَ: اللَّهُمَّ نَعَمْ
dari hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab melewati Hassan ibnu Sabit yang sedang mendendangkan syair di dalam masjid, maka Umar r.a.
memelototinya, lalu Hassan berkata, "Sesungguhnya aku pernah mendendangkan syair di dalam masjid ini, sedangkan di dalamnya terdapat orang yang lebih baik daripada kamu (yakni Nabi Saw.)." Kemudian Umar ibnul Khattab r.a.
menoleh kepada Abu Hurairah dan berkata, "Kumohon atas nama Allah, pernahkah engkau mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Perkenankanlah bagiku, ya Allah, kuatkanlah dia (Hassan) dengan Ruhul Qudus (Malaikat Jibril)?'.
" Maka Abu Hurairah menjawab, "Allahumma, na'am (ya)."Menurut sebagian riwayat, Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada Hassan:
"اهْجُهُمْ -أَوْ: هَاجِهِمْ-وَجِبْرِيلُ مَعَكَ"
Seranglah mereka atau hinakanlah mereka dengan syairmu, semoga Jibril membantumu.Di dalam syair Hassan terdapat ucapan berikut:
وَجِبْرِيلٌ رَسُولُ اللَّهِ يُنَادِي ... وَرُوحُ الْقُدُسِ لَيْسَ بِهِ خَفَاءُ
Dan Jibril utusan Allah berada bersama kami, dia adalah Ruhul Qudus yang tidak diragukan lagi.
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي حُسَيْنٍ الْمَكِّيِّ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ الْأَشْعَرِيِّ: أَنَّ نَفَرًا مِنَ الْيَهُودِ سَأَلُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: أَخْبِرْنَا عَنِ الرُّوحِ. فَقَالَ: "أَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ وَبِأَيَّامِهِ عِنْدَ بَنِي إِسْرَائِيلَ، هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّهُ جِبْرِيلُ؟ وَهُوَ الذِي يَأْتِينِي؟ " قَالُوا: نَعَمْ
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Abu Husain Al-Makki, dari Syahr ibnu Hausyab Al-Asy'ari: Bahwa ada segolongan orang-orang Yahudi bertanya kepada Rasulullah Saw.,
"Ceritakanlah kepada kami tentang roh." Maka beliau menjawab, "Aku meminta kepada kalian, demi Allah dan demi hari-hari-Nya bersama Bani Israil, tahukah kalian bahwa Jibril yang selalu datang kepadaku adalah roh.?
" Mereka menjawab, "Ya."Di dalam kitab Sahih Ibnu Hibban disebutkan sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ رُوحَ الْقُدُسِ نَفَخَ فِي رُوعِي: إِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقَهَا وَأَجَلَهَا فَاتَّقَوُا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ"
Sesungguhnya Ruhul Qudus (Malaikat Jibril) telah menyampaikan wahyu kepadaku, bahwa seseorang tidak akan mati sebelum menyempurnakan rezeki dan ajalnya. Karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah dan berlakulah dengan baik
dalam mencari (meminta).Beberapa pendapat lain sehubungan dengan makna Ruhul Qudus diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatirn, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, Minjab ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Bisyr,
dari Abu Rauq, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Ruhul Qudus adalah Ismul A'zam yang dibacakan oleh Nabi Isa a.s. sewaktu menghidupkan orang-orang yang telah mati."Ibnu Jarir mengatakan bahwa ia pernah
menceritakan sebuah riwayat dari Minjab, lalu ia menceritakan hal yang sama.Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair. Al-Qurtubi menukil dari Ubaid ibnu Umair
yang juga mengatakan bahwa Ruhul Qudus adalah Ismul A'zam.Ibnu Abu Nujaih mengatakan, Ar-Ruh adalah Malaikat Hafazah yang menjaga para malaikat.Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, bahwa Al-Qudus
adalah Tuhan Yang Mahasuci lagi Maha Tinggi. Hal ini adalah pendapat yang dikatakan oleh Ka'b.Al-Qurtubi meriwayatkan dari Mujahid dan Al-Hasan Al-Basri, keduanya mengatakan bahwa Al-Qudus adalah Allah Swt.,
sedangkan Ar-Ruh adalah Malaikat Jibril.Dengan demikian, pendapat yang terakhir ini sama kedudukannya dengan pendapat pertama tadi.As-Saddi mengatakan bahwa Al-Qudus adalah Al-Barakah (keberkahan).
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Al-Qudus adalah suci.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, bahwa ibnu Zaid telah mengatakan
sehubungan dengan firman-Nya: dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus. (Al-Baqarah: 87) bahwa Allah menguatkan Isa dengan roh dalam kitab Injil sebagaimana Dia menjadikan roh dalam Al-Qur'an. Keduanya adalah Roh Allah,
seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya:
{وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا}
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. (Asy-Syura: 52)Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa takwil yang paling mendekati kepada kebenaran dari semua itu adalah pendapat orang
yang mengatakan bahwa Ar-Ruh dalam ayat ini bermakna Malaikat Jibril. Karena sesungguhnya Allah telah memberitakan bahwa Dia telah menguatkan Isa dengan roh tersebut, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ وَعَلى وَالِدَتِكَ إِذْ أَيَّدْتُكَ بِرُوحِ الْقُدُسِ تُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلا وَإِذْ عَلَّمْتُكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ}
(Ingatlah) ketika Allah mengalakan, "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan Ruhul Qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian
dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat, dan Injil..., hingga akhir ayat, (Al-Maidah: 110).Maka dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa Dia telah menguatkannya dengan Ruhul Qudus.
Seandainya roh yang dijadikan sebagai penguat Isa adalah kitab Injil, niscaya firman-Nya: (Ingatlah) ketika Aku menguatkan kamu dengan Ruhul Qudus. (Al-Maidah: 110) dan firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Aku mengajar kamu menulis,
hikmah, Taurat, dan Injil. (Al-Maidah: 110) merupakan kata ulangan yang tidak mengandung arti apa pun, sedangkan Allah Mahasuci dari hal yang tidak mengandung faedah dalam berkhitab kepada hamba-hamba-Nya.
Menurut kami, termasuk dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan Ar-Ruh adalah Malaikat Jibril ialah apa yang telah ditunjukkan oleh konteks ayat sejak permulaannya.Az-Zamakhsyari mengatakan bahwa Ruhul Qudus
adalah roh yang disucikan, perihalnya sama dengan perkataanmu hatimul jud (Hatim yang dermawan) dan rajulun sidqun (lelaki yang benar).Roh ini disifati dengan Al-Qudus, seperti juga yang disebutkan di dalam firman-Nya,
"Waruhum minhu" (dan roh daripada-Nya). Maka ungkapan sifatnya disebut secara ikhtisas dan taqrib sebagai penghormatan buatnya. Menurut pendapat yang lain, dikatakan demikian karena kejadiannya (Isa)
bukan berasal dari apa yang dikeluarkan oleh sulbi (air mani) dan rahim yang mengeluarkan darah haid. Menurut pendapat yang lain, Roh di sini artinya Malaikat Jibril. Menurut pendapat yang lainnya artinya kitab Injil,
seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya tentang Al-Qur'an:
{رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا}
wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah kami. (Asy-Syura: 52)Menurut pendapat lain, yang dimaksud ialah asma Allah yang teragung (Ismul A'zam) yang dipakai oleh Isa a.s. ketika menghidupkan orang-orang yang telah mati
dengan mengucapkannya.Pendapat Az-Zamakhsyari ini mengandung pengertian lain, yaitu yang dimaksud dengan roh Isa ialah jiwanya yang suci lagi bersih.Az-Zamakhsyari mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya:
{فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ}
maka beberapa orang (di antara mereka) kalian dustakan dan beberapa orang (yang lain) kalian bunuh (Al-Baqarah: 87)Sesungguhnya dalam ayat ini tidak dikatakan wa fariqan qataltum
(dan beberapa orang dari para utusan itu telah kalian bunuh) hanyalah karena yang dimaksudkan mencakup pula masa mendatang. Karena ternyata mereka pun pernah berupaya untuk membunuh Nabi Saw. dengan racun dan sihir.
Rasulullah Saw. pernah bersabda dalam keadaan sakit yang membawa kepada kewafatannya:
مَا زَالَتْ أَكْلَةُ خَيْبَرَ تُعَاوِدُنِي فَهَذَا أَوَانُ انْقِطَاعِ أَبْهَرِي"
Makanan (yang kusuap) di Khaibar masih terus mempengaruhi diriku, dan sekarang sudah tiba saat terputusnya urat nadi utamaku.Menurut kami, hadis ini terdapat di dalam kitab Sahih Bukhari dan kitab-kitab hadis lainnya.
Surat Al-Baqarah |2:88|
وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ ۚ بَلْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَقَلِيلًا مَا يُؤْمِنُونَ
wa qooluu quluubunaa ghulf, bal la'anahumullohu bikufrihim fa qoliilam maa yu`minuun
Dan mereka berkata, "Hati kami tertutup." Tidak! Allah telah melaknat mereka itu karena keingkaran mereka, tetapi sedikit sekali mereka yang beriman.
And they said, "Our hearts are wrapped." But, [in fact], Allah has cursed them for their disbelief, so little is it that they believe.
(Dan mereka berkata) kepada nabi untuk berolok-olok, ("Hati kami tertutup") jamak dari 'aghlaf' yang berarti dibungkus tertutup rapat,
sehingga tak dapat mendengar apa yang dikatakan orang. Firman Allah Taala, ("Tetapi) menegaskan kenyataan sebenarnya (Allah telah mengutuk mereka)
menjauhkan mereka dari rahmat-Nya dengan menolak permohonan mereka sehingga mereka menjadi putus asa (disebabkan kekafiran mereka) jadi bukanlah karena cacat pada hati mereka,
(maka hanya sedikit sekali mereka yang beriman"). 'Maa' merupakan tambahan untuk menunjukkan teramat sedikitnya mereka yang beriman itu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 88 |
Dan mereka berkata, "Hati kami tertutup:' Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman.Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya
Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna gulfun, bahwa makna yang dimaksud ialah hati kami tertutup.Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan tafsir lafaz gulfun, bahwa makna yang dimaksud ialah hati kami tidak dapat memahami.Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir lafaz ini, bahwa makna yang dimaksud ialah hati yang terkunci mati.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan tafsir lafaz ini, qulubuna gulfun artinya hati yang telah tertutup oleh gisyawah (penutup). Ikrimah mengatakan hati yang telah terkunci mati. Abul Aliyah mengatakan hati yang tidak dapat mengerti.
Menurut Assaddi yaitu hati yang tertutup oleh gilaf (penutup). Abdur Razaq mengatakan dari Ma'mar, dari Qatadah, artinya 'maka hati yang tidak dapat memahami dan tidak pula mengerti'. Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa
Ibnu Abbas membacanya gulufun dengan huruf lam yang di-dammah-kan, bentuk jamak dari lafaz gilafun artinya hati kami merupakan wadah bagi semua ilmu, maka kami tidak memerlukan lagi ilmumu.Ibnu Abbas dan Ata mengatakan
sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka. (Al-Baqarah: 88) Maksudnya, Allah telah mengusir dan menjauhkan mereka dari semua kebaikan.
maka sedikit sekali mereka yang beriman. (Al-Baqarah: 88)Menurut Qatadah, makna ayat ini ialah tiada yang beriman dari kalangan mereka kecuali sedikit sekali. Dan firman-Nya: Dan mereka berkata, "Hati kami tertutup" (Al-Baqarah: 88)
sama maknanya dengan apa yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
Surat Al-Baqarah |2:89|
وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ ۚ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ
wa lammaa jaaa`ahum kitaabum min 'indillaahi mushoddiqul limaa ma'ahum wa kaanuu ming qoblu yastaftiḥuuna 'alallażiina kafaruu, fa lammaa jaaa`ahum maa 'arofuu kafaruu bihii fa la'natullohi 'alal-kaafiriin
Dan setelah sampai kepada mereka Kitab (Al-Qur´an) dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, sedangkan sebelumnya mereka memohon kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya. Maka laknat Allah bagi orang-orang yang ingkar.
And when there came to them a Book from Allah confirming that which was with them - although before they used to pray for victory against those who disbelieved - but [then] when there came to them that which they recognized, they disbelieved in it; so the curse of Allah will be upon the disbelievers.
(Dan tatkala datang kepada mereka Alquran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka) yakni Taurat (padahal sebelumnya mereka)
maksudnya sebelum datangnya Alquran itu (memohon pertolongan) agar beroleh kemenangan (atas orang-orang yang kafir) dengan mengucapkan, "Ya Allah, tolonglah kami dengan nabi yang akan dibangkitkan di akhir zaman.
" (Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui) yaitu berupa kebenaran dengan diutusnya Nabi Muhammad itu (mereka lalu ingkar kepadanya) disebabkan kedengkian dan takut kehilangan pengaruh.
Jawaban bagi 'lammaa' atau 'tatkala' yang pertama, ditunjukkan oleh jawaban 'lammaa' yang kedua (maka laknat Allahlah atas orang-orang yang kafir itu).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 89 |
Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir,
maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.Walamma ja-ahum, setelah datang kepada orang-orang Yahudi itu.
Kitabun min Indilah, Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.Musaddiqul lima ma ahum, yang isinya membenarkan kitab Taurat yang ada pada mereka.Sedangkan mengenai makna firman-Nya:
{وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا}
padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 89)Makna yang dimaksud ialah bahwa sebelum kedatangan Rasul Saw. yang membawa Al-Qur'an,
mereka selalu memohon kepada Allah akan kedatangannya untuk menghadapi musuh mereka dari kalangan kaum musyrik, bila mereka berperang melawan kaum musyrik. Mereka (Bani Israil) selalu mengatakan,
"Sesungguhnya kelak akan diutus seorang nabi akhir zaman, kami akan bersamanya memerangi kalian sebagaimana kami memerangi kaum Ad dan kaum Iram." Seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Asim ibnu Arm.
dari Qatadah Al-Ansari, dari pemuka-pemuka Ansar yang mengatakan, "Demi Allah, berkenaan dengan kami dan mereka ayat ini diturunkan," yakni berkenaan dengan kaum Ansar dan orang-orang Yahudi yang bertetangga
dengan merekalah kisah yang disebutkan dalam ayat berikut ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Dan setelah 'datang kepada mereka Al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka
biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. (Al-Baqarah: 89)Orang-orang Ansar
mengatakan, "Kami berkuasa atas mereka dengan kekuatan dalam suatu masa di zaman Jahiliah; padahal kami berasal dari orang-orang musyrik, sedangkan mereka adalah ahli kitab." Mereka selalu mengatakan,
'Kelak akan muncul seorang nabi yang sekarang sudah tiba masa perutusannya dan nanti kami akan mengikutinya. untuk memerangi kalian seperti kami memerangi kaum Ad dan Iram. Tetapi setelah Allah mengutus rasul-Nya
dari kalangan Quraisy, maka kami mengikutinya, sedangkan mereka sendiri ingkar kepadanya." Allah Swt. berfirman sehubungan dengan sikap mereka itu: Dan setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui,
mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allahlah atas orang-orang yang ingkar itu. (Al-Baqarah: 89)Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: padahal sebelumnya mereka biasa memohon
(kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 89) Bahwa mereka selalu memohon pertolongan seraya mengatakan, "Kami akan membantu Muhammad untuk melawan mereka,"
tetapi pada hakikatnya tidaklah demikian, mereka hanya berdusta belaka.Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, telah menceritakan kepadaku Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair,
dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang Yahudi di masa lalu selalu memohon kemenangan atas orang-orang Aus dan Khazraj dengan kedatangan Rasulullah Saw. sebelum beliau diangkat menjadi utusan. Akan tetapi,
setelah Allah mengutusnya dari kalangan bangsa Arab, mereka kafir dan ingkar kepada apa yang selalu mereka katakan sebelumnya tentang dia. Maka berkatalah kepada mereka Mu'az ibnu Jabal, Bisyr ibnul Barra ibnu Ma'rur,
dan Daud ibnu Salamah, "Hai orang-orang Yahudi, bertakwalah kalian kepada Allah dan masuk Islamlah kalian. Sesungguhnya kalian dahulu selalu memohon untuk mendapat kemenangan atas kami dengan datangnya Muhammad Saw.,
sedangkan kami masih dalam keadaan musyrik. Kalian menceritakan kepada kami bahwa dia akan diutus dan kalian sebut pula sifat-sifatnya."Maka Salam ibnu Misykum, saudara Bani Nadir (salah seorang dari kalangan orang-orang Yahudi)
menjawab, "Dia tidak menyampaikan kepada kami sesuatu pun yang kami kenal, dan dia bukanlah orang yang dahulu sering kami katakan kepada kalian." Maka Allah menurunkan firman-Nya sehubungan dengan perkataan mereka itu:
Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka. (Al-Baqarah: 89), hingga akhir ayat.Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: padahal sebelumnya
mereka biasa memohon (kedatangan nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 89) Mereka selalu memohon kemenangan dengan datangnya Nabi Muhammad Saw. atas orang-orang musyrik Arab,
yakni yang juga dari kalangan ahli kitab seperti mereka. Tetapi setelah Nabi Muhammad Saw. diutus dan kelihatan oleh mereka bukan dari kalangan mereka, maka mereka ingkar dan dengki kepadanya.Abul Aliyah mengatakan,
dahulu orang-orang Yahudi selalu memohon kemenangan dengan kedatangan Nabi Muhammad Saw. atas orang-orang musyrik Arab. Mereka mengatakan, "Ya Allah, utuslah nabi yang kami jumpai termaktub dalam kitab kami ini
hingga kami dapat menghukum dan membunuh orang-orang musyrik." Tetapi setelah Allah mengutus Nabi Muhammad Saw. dan mereka melihatnya bukan dari kalangan mereka, maka mereka kafir kepadanya karena dengki
terhadap bangsa Arab, padahal mereka mengetahui bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah utusan Allah. Maka Allah Swt berfirrnan: Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya.
Maka laknat Allahlah atas orang-orang yang ingkar itu. (Al-Baqarah: 89)Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan nabi) untuk mendapat kemenangan
atas orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 89) Dahulu mereka selalu mengatakan bahwa kelak akan muncul seorang nabi. maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. (Al-Baqarah: 89)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. (Al-Baqarah: 89)
Mereka yang disebut di dalam ayat ini adalah orang-orang Yahudi.
Surat Al-Baqarah |2:90|
بِئْسَمَا اشْتَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ أَنْ يَكْفُرُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ بَغْيًا أَنْ يُنَزِّلَ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَلَىٰ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۖ فَبَاءُوا بِغَضَبٍ عَلَىٰ غَضَبٍ ۚ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ
bi`samasytarou bihiii anfusahum ay yakfuruu bimaaa anzalallohu baghyan ay yunazzilallohu min fadhlihii 'alaa may yasyaaa`u min 'ibaadih, fa baaa`uu bighodhobin 'alaa ghodhob, wa lil-kaafiriina 'ażaabum muhiin
Sangatlah buruk (perbuatan) mereka menjual dirinya dengan mengingkari apa yang diturunkan Allah karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Karena itulah mereka menanggung kemurkaan demi kemurkaan. Dan kepada orang-orang kafir (ditimpakan) azab yang menghinakan.
How wretched is that for which they sold themselves - that they would disbelieve in what Allah has revealed through [their] outrage that Allah would send down His favor upon whom He wills from among His servants. So they returned having [earned] wrath upon wrath. And for the disbelievers is a humiliating punishment.
(Alangkah buruknya perbuatan mereka menjual) (diri mereka sendiri) maksudnya bagian pahala mereka.
'Ma' pada kata-kata 'bi'samaa' adalah kata 'nakirah' atau 'tidak tentu' (indefinit) dan berarti 'sesuatu', merupakan 'tamyiz' bagi pelaku kata kerja 'bi'sa' yang dikhususkan untuk celaan.
(bahwa mereka kafir) artinya dengan kekafiran mereka (terhadap apa yang diturunkan Allah) berupa Alquran (disebabkan kedengkian) berfungsi sebagai 'maf`ul liajlih' menunjukkan motif bagi kekafiran mereka itu.
(bahwa Allah menurunkan) ada yang membaca 'yunzila' dan ada pula 'yunazzila' (karunia-Nya) maksudnya wahyu (kepada siapa yang dikehendaki-Nya) untuk menjadi rasul
(di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka kembali) (dengan kemurkaan) dari Allah disebabkan kekafiran mereka terhadap wahyu yang diturunkan itu.
Celaan ini menyatakan betapa besarnya kesalahan yang mereka perbuat (di atas kemurkaan) artinya yang bertimpa-timpa yakni setelah kemurkaan yang selayaknya mereka terima sebelum itu,
dengan menyia-nyiakan kitab Taurat serta menolak Nabi Isa. (Dan bagi orang-orang kafir disediakan siksaan yang menghinakan).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 90 |
Mujahid mengatakan bahwa firman-Nya: Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri. (Al-Baqarah: 90) Mereka adalah orang-orang Yahudi, mereka menjual perkara yang hak dengan mendapatkan gantinya
perkara yang batil, yaitu mereka menyembunyikan apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. dan mereka tidak mau menjelaskannya.As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa mereka menjual diri mereka
dengan keburukan tersebut. Dengan kata lain, alangkah buruknya apa yang mereka pertukarkan buat diri mereka sendiri; dan mereka rela dengan pertukaran yang buruk itu dan memilihnya, yakni kafir kepada apa yang diturunkan
oleh Allah (Al-Qur'an) kepada Nabi Muhammad Saw. Mereka tidak mau membenarkannya, tidak mau mendukung dan membantunya. Sesungguhnya yang mendorong mereka berbuat demikian hanyalah rasa dengki dan kebencian
serta kezaliman mereka sendiri, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. (Al-Baqarah: 90)
Tiada kedengkian yang lebih besar daripada kedengkian seperti itu.Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Alangkah buruknya (hasil perbuatan)
mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. (Al-Baqarah: 90)
Yakni karena Allah menjadikan nabi tersebut bukan dari kalangan mereka (Bani Israil) sendiri. Karena itu, mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. (Al-Baqarah: 90)Menurut Ibnu Abbas, makna kemurkaan atas kemurkaan
yang lain ialah Allah murka kepada mereka karena mereka telah menyia-nyiakan kitab Taurat, padahal kitab Taurat berada di tangan mereka. Allah murka pula kepada mereka karena mereka ingkar kepada Nabi Saw. yang diutus-Nya
kepada mereka semuanya. Menurut kami, makna lafaz ba'u ialah mereka pasti dan berhak mendapat murka di atas murka, dan mereka tetap berada di dalam kemurkaan yang bertumpang tindih itu.Abul Aliyah mengatakan,
murka Allah terhadap mereka (Bani Israil) adalah karena kekufuran (keingkaran) mereka kepada kitab Injil dan Nabi Isa, juga karena mereka ingkar kepada Nabi Muhammad Saw. dan kepada Al-Qur'an. Hal yang semisal telah diriwayatkan
pula dari Ikrimah dan Qatadah.As-Saddi mengatakan bahwa murka Allah yang pertama ialah ketika mereka menyembah anak lembu, dan yang kedua ialah ketika mereka ingkar terhadap Nabi Muhammad Saw.
Hal yang semisal diriwayatkan dari Ibnu Abbas.
***************
Firman Allah Swt.:
{وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ}
Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan. (Al-Baqarah: 90)Dikatakan demikian mengingat penyebab dari kekufuran mereka adalah rasa dengki dan iri hati yang bersumber dari rasa takabur mereka.
Maka sebagai pembalasannya ialah kebalikannya, yaitu mereka mengalami kehinaan dan kerendahan di dunia dan akhirat. Seperti yang disebutkan oleh ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ}
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari me-yembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (Al-Mu’min: 60)Yakni dalam keadaan kecil, hina, rendah lagi kalah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، حَدَّثَنَا ابْنُ عَجْلان، عَنْ عَمْرِوِ بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ النَّاسِ، يَعْلُوهُمْ كُلُّ شَيْءٍ مِنَ الصَّغَارِ حَتَّى يَدْخُلُوا سِجْنًا فِي جَهَنَّمَ، يُقَالُ لَهُ: بُولَس فَيَعْلُوهُمْ نَارُ الْأَنْيَارِ يُسْقَوْنَ مِنْ طِينَةِ الْخَبَالِ: عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ"
Imam Ahmad telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ajlan, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Orang-orang yang sombong digiring pada hari kiamat nanti dalam keadaan seperti semut paling kecil berupa manusia, segala sesuatu berada di atas mereka karena kecilnya, hingga dimasukkan di dalam sebuah penjara
di neraka Jahannam. Penjara tersebut dikenal dengan nama bulis yang dipenuhi oleh inti api neraka; mereka diberi minum dari tinatul khabal, yaitu perasan dari tubuh penduduk neraka.
Surat Al-Baqarah |2:91|
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا نُؤْمِنُ بِمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرُونَ بِمَا وَرَاءَهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَهُمْ ۗ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنْبِيَاءَ اللَّهِ مِنْ قَبْلُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
wa iżaa qiila lahum aaminuu bimaaa anzalallohu qooluu nu`minu bimaaa unzila 'alainaa wa yakfuruuna bimaa warooo`ahuu wa huwal-ḥaqqu mushoddiqol limaa ma'ahum, qul fa lima taqtuluuna ambiyaaa`allohi ming qoblu ing kuntum mu`miniin
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur´an)," Mereka menjawab, "Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami." Dan mereka ingkar kepada apa yang setelahnya, padahal (Al-Qur´an) itu adalah yang hak yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah (Muhammad), "Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika kamu orang-orang beriman?"
And when it is said to them, "Believe in what Allah has revealed," they say, "We believe [only] in what was revealed to us." And they disbelieve in what came after it, while it is the truth confirming that which is with them. Say, "Then why did you kill the prophets of Allah before, if you are [indeed] believers?"
(Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan Allah!") yakni Alquran dan lain-lain (Mereka berkata, "Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami.") yakni Taurat.
Maka firman Allah Taala, (Sedangkan mereka kafir) 'wau' di sini menunjukkan 'hal' sehingga berarti 'sedangkan' (terhadap yang turun di belakangnya)
atau selain dari itu seperti Alquran (padahal Alquran itulah yang hak) kalimat ini menjadi 'hal' (membenarkan) menjadi 'hal' yang kedua yang memperkuat
(apa yang ada pada mereka. Katakanlah,) kepada mereka ("Kenapa kamu bunuh) (nabi-nabi Allah dulu, jika kamu benar-benar beriman") pada Taurat, di mana padanya terdapat larangan membunuh mereka.
Pertanyaan ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang ada di masa nabi kita mengenai perbuatan nenek moyang mereka yang nyata-nyata mereka setujui.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 91 |
Tafsir ayat 91-92
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kepada Al-Qur'an yang diturunkan Allah," mereka berkata, "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami." Dan mereka kafir kepada Al-Qur'an
yang diturunkan sesudahnya, sedangkan Al-Qur'an itu adalah (kitab) yang hak, yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah, "Mengapa kalian dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kalian orang-orang yang beriman?
" Sesungguhnya Musa telah datang kepada kalian membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kalian jadikan anak sapi (sebagai sesembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kalian adalah orang-orang yang zalim.
Allah Swt. berfirman, "Dan apabila dikatakan kepada mereka," yakni kepada orang-orang Yahudi dan yang semisal dengan mereka dari ka.-langan ahli kitab.”Berimanlah kepada Al-Qur'an yang diturunkan Allah,"
kepada Nabi Muhammad Saw., percayalah kepadanya, dan ikutilah dia. Mereka berkata, "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami." Maksudnya, cukup bagi kami beriman kepada kitab Taurat dan Injil
yang diturunkan kepada kami, dan kami tidak mengakui selain itu. Mereka kafir kepada Al-Qur'an yang diturunkan sesudahnya, yakni sesudah kitab-kitab tersebut.Padahal Al-Qur'an itu adalah kitab yang hak, yang membenarkan apa
yang ada pada mereka; yakni mereka mengetahui bahwa kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. adalah perkara yang hak, yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Lafaz musaddiqan dibaca nasab
karena berkedudukan menjadi hal (keterangan keadaan), yakni keadaan Al-Qur'an itu membenarkan apa yang ada pada mereka, yakni kitab Taurat dan Injil yang dipegang mereka. Dengan demikian, di dalam kalimat ini terkandung hujah
yang membantah pengakuan mereka; seperti yang dijelaskan oleh firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
{الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ}
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. (Al-Baqarah: 146)Kemudian dalam ayat selanjutnya Allah Swt. berfirman,
"Mengapa kalian dahulu membunuh nabi-nabi Allah, jika benar kalian orang-orang yang beriman?" Yakni jika kalian benar dalam pengakuan kalian yang menyatakan bahwa kalian beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada kalian,
mengapa kalian membunuh para nabi yang datang kepada kalian dengan membawa apa yang membenarkan yang ada di tangan kalian? Kalian diperintahkan agar memutuskan hukum berdasarkan kitab Taurat itu
dan tidak boleh mengubahnya, padahal kalian mengetahui bahwa para nabi tersebut benar. Tetapi ternyata kalian membunuh mereka karena rasa dengki, ingkar, dan takabur kalian terhadap utusan-utusan Allah.
Kalian sama sekali tidak mengikuti kecuali hanya hawa nafsu kalian sendiri, pendapat kalian, dan selera kalian sendiri. Makna ayat ini sama dengan firman-Nya:
{أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ}
Apakah setiap datang kepada kalian seorang rasul membawa suatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginan kalian, lalu kalian menyombong; maka beberapa orang (di antara rasul-rasul itu) kalian dustakan dan beberapa orang
(yang lain dari mereka) kalian bunuh. (Al-Baqarah: 87)As-Saddi mengatakan sehubungan dengan ayat berikut, bahwa Allah mencela perbuatan mereka melalui firman-Nya: Katakanlah, "Mengapa kalian dahulu membunuh nabi-nabi Allah
jika benar kalian orang-orang yang beriman.?” (Al-Baqarah: 91) Menurut Abu Ja'far ibnu Jarir, makna ayat ini adalah seperti berikut: Katakanlah —hai Muhammad— kepada orang-orang Yahudi Bani Israil bila telah kamu katakan
kepada mereka, "Berimanlah kepada Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah." Lalu mereka menjawab, "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami." Katakanlah, "Mengapa kalian membunuh para nabi,
hai orang-orang Yahudi, jika kalian adalah orang-orang yang beriman kepada apa yang diturunkan oleh Allah? Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada kalian membunuh mereka melalui Al-Kitab (Taurat) yang diturunkan
kepada kalian. Bahkan kitab kalian memerintahkan kepada kalian untuk mengikuti para nabi, taat, dan percaya kepada mereka." Kalimat ayat ini mengandung makna pendustaan dari Allah terhadap perkataan mereka (orang-orang Yahudi)
yang menyatakan bahwa mereka hanya beriman kepada kitab yang diturunkan kepada mereka; sekaligus sebagai celaan terhadap sikap mereka yang demikian itu."Sesungguhnya Musa telah datang kepada kalian membawa
bukti-bukti kebenaran (mukjizat)," yakni tanda-tanda yang jelas dan bukti-bukti yang tak bisa dipungkiri lagi. Semuanya menunjukkan bahwa Nabi Musa a.s. adalah utusan Allah dan tidak ada Tuhan selain Allah.
Tanda-tanda yang jelas itu berupa banjir, belalang, kutu busuk, katak, darah, tongkat, tangan Nabi Musa a.s., terbelahnya laut, awan menaungi mereka, manna dan salwa, batu, dan lain sebagainya di antara mukjizat-mukjizat
yang mereka saksikan sendiri dengan mata kepala mereka."Kemudian kalian jadikan anak sapi (sebagai sembahan)," yakni kalian menjadikannya sebagai sembahan selain dari Allah di hari-hari Nabi Musa a.s. mengalami kesibukan.
Firman Allah Swt., "Sesudah (kepergian)nya," yakni sesudah Nabi Musa a.s. pergi meninggalkan kalian menuju Bukit Tur untuk bermunajat kepada Allah Swt. Kelakuan mereka saat itu diterangkan oleh firman-Nya:
{وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوسَى مِنْ بَعْدِهِ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ}
Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke Gunung Tur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. (Al-A'raf: 148)"Dan sebenarnya kalian adalah orang-orang yang zalim,"
yakni kalian adalah orang-orang yang zalim karena perbuatan kalian yang menyembah anak lembu itu, sedangkan kalian mengetahui bahwa tiada yang wajib disembah kecuali hanya Allah Swt., seperti yang disebutkan oleh firman-Nya
yang lain, yaitu:
{وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيهِمْ وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوا قَالُوا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan meng-tahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata, "Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi." (Al-A'raf: 149)
Surat Al-Baqarah |2:92|
وَلَقَدْ جَاءَكُمْ مُوسَىٰ بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ
wa laqod jaaa`akum muusaa bil-bayyinaati ṡummattakhożtumul-'ijla mim ba'dihii wa antum zhoolimuun
Dan sungguh, Musa telah datang kepadamu dengan bukti-bukti kebenaran, kemudian kamu mengambil (patung) anak sapi (sebagai sesembahan) setelah (kepergian)nya dan kamu (menjadi) orang-orang zalim.
And Moses had certainly brought you clear proofs. Then you took the calf [in worship] after that, while you were wrongdoers.
(Dan sesungguhnya telah datang kepada kamu sekalian Musa dengan membawa bukti-bukti kebenaran) maksudnya mukjizat seperti tongkat,
tangan dan terbelahnya lautan (kemudian kamu ambil anak sapi) sebagai sembahan (sesudahnya) maksudnya sesudah kepergiannya ke mikat
(bahkan kamu adalah orang-orang yang aniaya.) Karena telah menjadikan anak sapi sebagai sembahan.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 92 |
Penjelasan ada di ayat 91
Surat Al-Baqarah |2:93|
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُوا ۖ قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ ۚ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ إِيمَانُكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
wa iż akhożnaa miiṡaaqokum wa rofa'naa fauqokumuth-thuur, khużuu maaa aatainaakum biquwwatiw wasma'uu, qooluu sami'naa wa 'ashoinaa wa usyribuu fii quluubihimul-'ijla bikufrihim, qul bi`samaa ya`murukum bihiii iimaanukum ing kuntum mu`miniin
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji kamu dan Kami angkat Gunung (Sinai) di atasmu (seraya berfirman), "Pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" Mereka menjawab, "Kami mendengarkan tetapi kami tidak menaati." Dan diresapkanlah ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah patung) anak sapi karena kekafiran mereka. Katakanlah, "Sangat buruk apa yang diperintahkan oleh kepercayaanmu kepadamu jika kamu orang-orang beriman!"
And [recall] when We took your covenant and raised over you the mount, [saying], "Take what We have given you with determination and listen." They said [instead], "We hear and disobey." And their hearts absorbed [the worship of] the calf because of their disbelief. Say, "How wretched is that which your faith enjoins upon you, if you should be believers."
(Dan ketika Kami mengambil ikrar darimu) untuk mengamalkan apa yang terdapat dalam Taurat (dan) sungguh (Kami angkat bukit di atasmu) maksudnya bukit Sinai,
yakni untuk dijatuhkan di atasmu karena kamu menolak untuk berikrar itu, seraya Kami berfirman, ("Peganglah apa yang Kami berikan padamu) maksudnya taatilah dengan serius dan bersungguh-sungguh
(dan dengarkanlah!") Apa yang akan dititahkan kepadamu dengan patuh (Mereka menjawab, "Kami dengar) firman-Mu (tetapi tak hendak kami patuhi.") perintah-Mu itu
(dan diminumkan ke dalam hati mereka anak sapi) artinya diresapkan ke dalam hati mereka itu kecintaan menyembah anak sapi tak ubah bagai meresapnya minuman (karena kekafiran mereka. Katakanlah) kepada mereka,
("Teramat jahatlah apa) maksudnya sesuatu (yang diperintahkan oleh keimananmu) terhadap Taurat itu, yaitu pemujaan anak sapi (jika kamu benar-benar beriman.")
kepadanya sebagai pengakuanmu itu! Maksud ayat, sebenarnya kamu tidak beriman, karena beriman yang sesungguhnya tidak mungkin menyuruh orang untuk menyembah anak sapi.
Yang diceritakan di sini nenek moyang mereka, tetapi yang dituju ialah mereka sendiri seolah-olah Allah berfirman, "Demikian pula halnya kamu tidak beriman pada Taurat,
karena kamu mendustakan Muhammad, padahal keimanan pada kitab suci itu tak mungkin akan berakibat mendustakannya!"
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Baqarah | 2 : 93 |
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kalian dan Kami angkat Bukit (Tursina) di atas kalian (seraya Kami berfirman), "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepada kalian dan dengarkanlah. Mereka menjawab,
"Kami mendengar, tetapi tidak menaati." Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah, "Amat jahat perbuatan yang diperintahkan iman kalian kepada diri kalian
jika betul kalian beriman (kepada Taurat)."Allah Swt. menghitung-hitung kembali terhadap kekeliruan mereka, pelanggaran mereka terhadap janji dan sifat takabur mereka, serta berpalingnya mereka dari Allah Swt.
hingga di suatu saat diangkat Bukit Tursina di atas mereka, akhirnya mereka mau menerima janji itu. Tetapi sesudah itu mereka melanggarnya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا}
Mereka menjawab, "Kami mendengarkan, tetapi tidak menaati" (Al-Baqarah: 93)Tafsir ayat ini dikemukakan jauh sebelum ini. Abdur Razzaq meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan telah diresapkan
ke dalam hati mereka (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. (Al-Baqarah: 93) Qatadah mengatakan bahwa menyembah anak sapi telah meresap ke dalam hati mereka sehingga kecintaan mereka mendalam
terhadap penyembahan tersebut. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abul Aliyah dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عِصَامُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ الْغَسَّانِيُّ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مُحَمَّدٍ الثَّقَفِيِّ، عَنْ بِلَالِ بْنِ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "حُبُّك الشَّيْءَ يُعْمِي ويُصم".
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Isam ibnu Khalid, telah menceritakan kepadaku Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Abu Maryam Al-Gassani, dari Khalid ibnu Muhammad As-Saqafi, dari Bilal ibnu Abu Darda,
dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Kecintaanmu kepada sesuatu membuatmu buta dan tuli.Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Abu Daud, dari Haiwah ibnu Syuraih, dari Baqiyyah, dari Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Abu Maiyam
dengan lafaz yang sama. As-Saddi meriwayatkan bahwa Musa a.s. segera menyembelih anak lembu itu dengan pisau besar kemudian mencampakkannya ke laut. Setelah itu, maka tiada suatu laut pun yang mengalir di masa itu
kecuali terjadi sesuatu padanya. Kemudian Musa a.s. berkata kepada mereka, "Minumlah kalian dari airnya!" Maka mereka pun minum. Barang siapa yang cinta kepada anak lembu itu, maka keluarlah emas dari kedua sisi kumisnya.
Yang demikian itu disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi. (Al-Baqarah: 93)Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abi
(ayahku), telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja', telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abi Ishaq, dari Imarah ibnu Umair dan Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa Musa a.s.
menuju ke arah patung anak lembu itu, lalu meletakkan kendi air di atasnya, kemudian ia mendinginkan anak lembu itu dengan air kendi tersebut, sedangkan ia berada di pinggir sungai. Tiada seorang pun yang minum air
tersebut dari kalangan orang-orang yang pernah menyembah anak lembu, melainkan wajahnya menjadi kuning seperti emas.Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan telah diresapkan ke dalam hati
mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi. (Al-Baqarah: 93)Ketika anak lembu itu dibakar, sesudah itu didinginkan dan ditaburkan abunya (ke sungai), maka mereka meminum airnya hingga wajah mereka tampak kuning
seperti wama minyak za'faran.Al-Qurtubi meriwayatkan dari kitab Al-Qusyairi, bahwa tiada seorang pun yang minum air sungai itu dari kalangan orang-orang yang menyembah anak lembu kecuali ia gila.
Kemudian Al-Qurtubi mengatakan, bukan pendapat ini yang dimaksud oleh ayat ini, karena makna yang dimaksud oleh konteks ayat ini ialah bahwa warna kuning tampak pada bibir dan wajah mereka. Sedangkan hal yang termaktub
menceritakan bahwa telah diresapkan ke dalam hati mereka kecintaan menyembah anak lembu, yakni di saat mereka menyembahnya. Kemudian Al-Qurtubi —sehubungan dengan pengertian ini— mengetengahkan syair An-Nabigah
ketika meratapi kepulangan istrinya yang bernama Asmah:
تَغَلْغَلَ حُبُّ عَثْمَةَ فِي فُؤَادِي ... فَبَادِيهِ مَعَ الْخَافِي يَسِيرُ ... تَغَلْغَلَ حَيْثُ لَمْ يَبْلُغْ شَرَابٌ ... وَلَا حَزَنٌ وَلَمْ يَبْلُغْ سُرُورُ ... أَكَادُ إِذَا ذَكَرْتُ الْعَهْدَ مِنْهَا ... أَطِيرُ لَوَ انَّ إِنْسَانًا يَطِيرُ ...
Cinta kepada Asmah telah meresap ke dalam relung hatiku hingga lahir dan batinku hanya tertuju kepadanya. Begitu mendalamnya cintaku kepadanya hingga tiada suatu kesedihan dan tiada suatu kegembiraan pun yang lebih membekas
dalam hatiku selain darinya. Serasa daku ingin terbang bila mengingat nostalgia dengannya, andaikata manusia dapat terbang.
****************
Firman Allah Swt.:
{قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ إِيمَانُكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ}
Katakanlah, "Amat jahat perbuatan yang diperintahkan iman kalian kepada diri kalian jika betul kalian beriman (kepada Taurat)." (Al-Baqarah: 93)Artinya, alangkah jahat perbuatan yang sengaja kalian lakukan di masa lalu
dan masa sekarang, yaitu kalian ingkar kepada tanda-tanda kebesaran Allah, menentang para nabi, dan dengan sengaja kalian ingkar kepada Nabi Muhammad Saw. Hal terakhir ini merupakan dosa kalian yang paling besar
dan paling parah kalian lakukan, mengingat kalian kafir kepada pemungkas para rasul, sedangkan dia adalah penghulu para nabi dan para rasul yang diutus kepada seluruh umat manusia. Bagaimana kalian dapat mendakwakan
bahwa diri kalian beriman, sedangkan kalian telah melakukan semua perbuatan yang buruk itu; antara lain kalian sering melanggar janji terhadap Allah, ingkar kepada ayat-ayat Allah, dan kalian berani menyembah anak sapi selain Allah Swt.?