Juz 26
Surat Qaf |50:31|
وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ
wa uzlifatil-jannatu lil-muttaqiina ghoiro ba'iid
Sedangkan surga didekatkan kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tidak jauh (dari mereka).
And Paradise will be brought near to the righteous, not far,
(Dan didekatkanlah surga itu) atau dijadikan dekat (kepada orang-orang yang bertakwa) surga itu didekatkan pada suatu tempat (yang tidak jauh)
dari orang-orang yang bertakwa, sehingga mereka dapat melihatnya dengan jelas, kemudian dikatakan kepada mereka:
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 31 |
penjelasan ada di ayat 30
Surat Qaf |50:32|
هَٰذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ
haażaa maa tuu'aduuna likulli awwaabin ḥafiizh
(Kepada mereka dikatakan), "Inilah nikmat yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang senantiasa bertobat (kepada Allah) dan memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya).
[It will be said], "This is what you were promised - for every returner [to Allah] and keeper [of His covenant]
(Inilah) artinya, pemandangan yang dilihat ini (yang dijanjikan kepada kalian) dapat dibaca Tuu'aduuna atau Yuu'aduuna, kalau dibaca Yuu'aduuna artinya, yang dijanjikan kepada mereka sewaktu mereka di dunia.
Kemudian lafal Al-Muttaqiina tadi dijelaskan melalui firman selanjutnya, yaitu: (kepada setiap hamba yang selalu kembali) yakni kembali kepada jalan ketaatan kepada Allah (lagi memelihara) batasan-batasan-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 32 |
penjelasan ada di ayat 30
Surat Qaf |50:33|
مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَٰنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ
man khosyiyar-roḥmaana bil-ghoibi wa jaaa`a biqolbim muniib
(Yaitu) orang yang takut kepada Allah Yang Maha Pengasih, sekalipun tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat,
Who feared the Most Merciful unseen and came with a heart returning [in repentance].
(Yaitu orang yang takut kepada Yang Maha Pengasih sedangkan Dia tidak kelihatan olehnya) sekalipun ia tidak melihat-Nya (dan dia datang dengan kalbu yang bertobat)
yakni dengan kalbu yang taat kepada-Nya. Dan dikatakan pula kepada orang-orang yang bertakwa:
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 33 |
penjelasan ada di ayat 30
Surat Qaf |50:34|
ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ ۖ ذَٰلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ
udkhuluuhaa bisalaam, żaalika yaumul-khuluud
masuklah ke (dalam surga) dengan aman dan damai. Itulah hari yang abadi."
Enter it in peace. This is the Day of Eternity."
("Masukilah surga itu dengan aman) artinya, dengan perasaan yang aman dari semua hal yang menakutkan. Atau dengan selamat, yakni selamatlah dan masuklah kalian ke dalamnya
(itulah) yaitu hari sewaktu mereka memasuki surga itu (hari kekekalan") artinya hidup abadi di dalam surga.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 34 |
penjelasan ada di ayat 30
Surat Qaf |50:35|
لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ
lahum maa yasyaaa`uuna fiihaa wa ladainaa maziid
Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki, dan pada Kami ada tambahannya.
They will have whatever they wish therein, and with Us is more.
(Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya) yakni sebagai pahala tambahan dari apa yang telah kalian amalkan, dan sebagai tambahan dari apa yang telah kalian minta.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 35 |
penjelasan ada di ayat 30
Surat Qaf |50:36|
وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هُمْ أَشَدُّ مِنْهُمْ بَطْشًا فَنَقَّبُوا فِي الْبِلَادِ هَلْ مِنْ مَحِيصٍ
wa kam ahlaknaa qoblahum ming qornin hum asyaddu min-hum bathsyan fa naqqobuu fil-bilaad, hal mim maḥiish
Dan betapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, (padahal) mereka lebih hebat kekuatannya daripada mereka (umat yang belakangan) ini. Mereka pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah tempat pelarian (dari kebinasaan bagi mereka)?
And how many a generation before them did We destroy who were greater than them in [striking] power and had explored throughout the lands. Is there any place of escape?
(Dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka) sebelum orang-orang kafir Quraisy Kami telah membinasakan banyak umat yang kafir
(yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini) maksudnya umat-umat dahulu itu jauh lebih kuat daripada mereka (maka mereka telah pernah menjelajah) telah mengembara
(di beberapa negeri. Adakah mereka mendapat tempat lari) dari kematian; yang dimaksud adalah mereka yang telah dibinasakan atau lainnya. Maka ternyata mereka tidak dapat menemukan jalan untuk melarikan diri dari kematian.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 36 |
Tafsir ayat 36-40
Firman Allah Swt.:
وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هُمْ أَشَدُّ مِنْهُمْ بَطْشًا
Dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini. (Qaf: 36) Yakni sebelum orang-orang yang mendustakan itu,
padahal mereka lebih banyak jumlahnya dan lebih kuat serta lebih berpengaruh dan telah meramaikan bumi ini dengan keramaian yang lebih banyak daripada apa yang telah dilakukan oleh mereka yang ada di masa Nabi Saw.
Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
فَنَقَّبُوا فِي الْبِلادِ هَلْ مِنْ مَحِيصٍ
maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)? (Qaf: 36) Menurut Ibnu Abbas r.a., makna naqqabu ialah banyak melakukan pembangunan
yang ditinggalkannya. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri. (Qaf: 36) bahwa makna yang dimaksud ialah menjelajahi bumi ini.
Qatadah mengatakan bahwa mereka berjalan menjelajahi beberapa negeri untuk mencari rezeki, barang dagangan, dan mata pencaharian lebih banyak daripada apa yang telah dilakukan oleh kalian.
Dikatakan dalam bahasa Arab terhadap orang yang mengelilingi berbagai negeri dengan sebutan naqqabafil bilad, seperti yang dikatakan oleh Imru'ul Qais dalam salah satu bait syairnya:
لَقَدْ نَقَّبْتُ فِي الْآفَاقِ حَتّى ... رضيتُ من الغَنِيمة بالإيَابِ
Sesungguhnya aku telah menjelajahi semua negeri, hingga pada akhirnya aku merasa puas bila aku kembali (ke negeri asal). Firman Allah Swt.:
{هَلْ مِنْ مَحِيصٍ}
Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)? (Qaf:36) Yakni apakah ada tempat melarikan diri bagi mereka dari keputusan dan takdir Allah, dan apakah semua yang mereka kumpulkan dapat memberi manfaat kepada diri mereka
dan dapat menghindarkan azab Allah dari mereka bila azab Allah datang menimpa mereka, karena mereka telah mendustakan rasul-rasul-Nya. Maka kalian pun sama, tiada jalan melarikan diri bagimu, tiada jalan keluar dan tiada tempat berlindung
bagi kalian. Firman Allah Swt.:
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan. (Qaf: 37) Maksudnya, pelajaran.
{لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ}
bagi orang-orang yang mempunyai hati. (Qaf: 37) Yaitu hati yang hidup dan menyadarinya. Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah akal.
{أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ}
atau yang menggunakan pendengarannya, sedangkan dia menyaksikan. (Qaf: 37) Yakni mendengar kalam dan menghafalnya, memikirkannya serta memahaminya dengan hatinya. Mujahid mengatakan sehubungan dengan
makna firman Allah Swt.: atau yang menggunakan pendengarannya. (Qaf: 37) Artinya, tidak berbicara kepada dirinya sendiri dalam hatinya saat mendengarkannya. Ad-Dahhak mengatakan bahwa orang-orang Arab mengatakan
terhadap orang yang menggunakan pendengarannya, bahwa dia mendengarkan dengan kedua telinganya dan hatinya hadir, tidak alpa dari apa yang di dengarkannya itu. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Sauri dan lain-lainnya
yang bukan hanya seorang. Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوبٍ}
Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikit pun tidak ditimpa keletihan. (Qaf: 38) Di dalam makna ayat ini terkandung pengertian yang menyatakan
adanya hari kemudian, karena Tuhan yang mampu menciptakan langit dan bumi tanpa sedikit pun mengalami keletihan, tentu mampu pula menghidupkan orang-orang yang telah mati (di hari berbangkit nanti).
Orang-orang Yahudi la'natullah, menurut Qatadah, telah mengatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian Dia beristirahat pada hari yang ketujuhnya; hari itu adalah hari Sabtu,
karena itu mereka menamakannya dengan hari istirahat (libur). Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini yang mendustakan perkataan mereka itu.
{وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوبٍ}
dan Kami sedikit pun tidak ditimpa keletihan. (Qaf: 38) Yakni tiada keletihan atau kecapaian yang dialami-Nya dalam hal tersebut, semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ وَلَمْ يَعْيَ بِخَلْقِهِنَّ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى بَلَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya (bahkan) sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Ahqaf: 33)
{لَخَلْقُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ}
Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia. (Al-Mu’min: 57) Dan firman Allah Swt.:
{أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا}
Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit7 Allah telah membangunnya. (An-Nazi'at: 27) Adapun firman Allah Swt.:
{فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ}
Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan (Qaf: 39) Yakni dalam menghadapi orang-orang yang mendustakanmu itu, bersikap sabarlah kamu terhadap mereka dan menghindarlah dari mereka dengan cara yang baik.
{وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ}
dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya). (Qaf: 39) Tersebutlah bahwa dahulu sebelum perjalanan Isra, salat yang difardukan hanya dua waktu, yaitu sebelum matahari terbit
yang tepatnya jatuh pada waktu subuh sekarang, dan sebelum terbenamnya yang tepatnya jatuh pada waktu salat Asar sekarang. Dan qiyamul lail atau salat malam pernah diwajibkan atas Nabi Saw. dan umatnya selama satu tahun,
kemudian di-mansukh hukum wajibnya bagi umatnya (tidak bagi Nabi Saw.) Setelah itu semuanya itu di-mansukh oleh Allah Swt. di malam Isra dan diganti dengan salat lima waktu, yang di antaranya terdapat salat Subuh dan salat Asar,
keduanya dilakukan sebelum matahari terbit dan sebelum tenggelamnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَظَرَ إِلَى الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ فَقَالَ: "أَمَا إِنَّكُمْ سَتُعْرَضُونَ عَلَى رَبِّكُمْ فَتَرَوْنَهُ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ، لَا تُضَامُونَ فِيهِ، فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَلَّا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا، فَافْعَلُوا" ثُمَّ قَرَأَ: {وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ}
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki’, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, dari Qais ibnu Hazim, dari Jarir ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa ketika kami sedang duduk di sisi Nabi Saw.,
lalu beliau memandang ke arah rembulan yang saat itu sedang purnama, kemudian beliau Saw. bersabda: Ingatlah, sesungguhnya kalian kelak akan dihadapkan kepada Tuhan kalian, maka kalian dapat melihat-Nya sebagaimana kalian melihat
rembulan ini, kalian tidak berdesak-desakan melihatnya. Maka jika kalian mampu untuk tidak meninggalkan salat sebelum matahari terbit dan sebelum tenggelamnya, hendaklah kalian mengerjakan (nya). Kemudian Nabi Saw.
membaca firman Allah Swt.: dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya. (Qaf: 39) Imam Bukhari dan Imam Muslim serta jamaah lainnya telah meriwayatkan hadis ini melalui Ismail dengan sanad
yang sama. Firman Allah Swt.:
{وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ}
Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya. (Qaf: 40) Maksudnya, kerjakanlah salat karena Allah. Semakna dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا}
Dan pada sebagian malam hari salat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79) Adapun firman Allah Swt.:
{وَأَدْبَارَ السُّجُودِ}
dan setiap selesai salat. (Qaf: 40) Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, dari ibnu Abbas r.a., bahwa yang dimaksud adalah membaca tasbih sesudah salat. Hal ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan di dalam kitab Sahihain,
dari Abu Hurairah r.a. yang telah menceritakan bahwa kaum fakir muhajirin datang kepada Rasulullah Saw.. lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, orang-orang yang berharta telah pergi dengan memborong derajat yang tinggi
dan kenikmatan yang abadi." Maka Nabi Saw. balik bertanya, "Apa yang kalian maksudkan?" Mereka mengatakan, "Orang-orang yang hartawan itu salat seperti kami salat, mereka puasa seperti kami puasa; tetapi mereka dapat bersedekah,
sedangkan kami tidak dapat bersedekah; dan mereka dapat memerdekakan budak, sedangkan kami tidak dapat memerdekakan budak." Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"أَفَلَا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا إِذَا فَعَلْتُمُوهُ سَبَقْتُمْ مَنْ بَعْدَكُمْ، وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلَّا مَنْ فَعَلَ مِثْلَ مَا فَعَلْتُمْ؟ تُسَبِّحُونَ وَتُحَمِّدُونَ وَتُكَبِّرُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ". قَالَ: فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ الْأَمْوَالِ بِمَا فَعَلْنَا، فَفَعَلُوا مِثْلَهُ. قَالَ: "ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ"
Maukah kuajarkan kepada kalian suatu amalan yang apabila kalian mengerjakannya, niscaya kalian dapat mendahului orang-orang yang sesudah kalian, dan tiada seorang pun yang lebih utama dari kalian kecuali orang yang mengerjakan
hal yang semisal dengan apa yang kalian kerjakan? Yaitu kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setiap selesai dari salat sebanyak tiga puluh tiga kali (masing-masingnya). Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, saudara-saudara kami
yang hartawan telah mendengar apa yang kami amalkan, maka mereka mengerjakan hal yang semisal dengan amal kami." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Itu adalah karunia Allah, yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Pendapat yang lain menyebutkan bahwa yang dimaksud oleh firman Allah Swt.: dan setiap selesai salat. (Qaf: 40) ialah dua rakaat yang dikerjakan sesudah salat Magrib. Hal ini telah diriwayatkan dari Umar, Ali, dan putranya
(yaitu Al-Hasan, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Abu Umamah), semoga Allah melimpahkan ridaNya kepada mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Asy-Sya'bi, An-Nakha'i, Al-Hasan, Qatadah, dan lain-lainnya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Abdur Rahman, dari Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Asim ibnu Damrah, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. selalu mengerjakan salat dua rakaat setiap usai
dari salat fardunya kecuali sesudah salat Subuh dan salat Asar. Abdur Rahman mengatakan bahwa hal itu dilakukannya setiap kali selesai dari salat fardunya (yakni tanpa kecuali).
Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama, dalam riwayat Imam Nasai ditambahkan Mutarrif dari Abu Ishaq, tetapi sanadnya sama.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ إِسْحَاقَ الْهَمْدَانِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ، عَنْ رِشْدِينَ بْنِ كُرَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: بِتُّ لَيْلَةً عِنْدَ رَسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ، اللَّتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ. ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ فَقَالَ: "يا ابن عَبَّاسٍ، رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الْفَجْرِ إِدْبَارَ النُّجُومِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ إِدْبَارَ السُّجُودِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ishaq Al-Hamdani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari rasyidin ibnu Kuraih, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa
ia pernah menginap di rumah Rasulullah Saw. Maka ia melihat beliau Saw. salat dua rakaat ringan sebelum salat Subuh, lalu keluar menuju ke tempat salat berjamaah dan bersabda: Hai Ibnu Abbas, dua rakaat sebelum salat fajar
adalah sesudah bintang-bintang tenggelam. Dan dua rakaat sesudah 'Magrib adalah sesudah salat (fardu magrib).Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Hisyam Ar-Rifa'i, dari Muhammad ibnu Fudail dengan sanad yang sama,
lalu Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali melalui jalur ini. Menurut hadis Ibnu Abbas r.a., yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, ia menginap di rumah bibinya Siti Maimunah Ummul Mu’minin r.a.
dan pada malam itu ia salat bersama Nabi Saw. sebanyak tiga belas rakaat. Hadis yang sama disebutkan pula di lain kitab Sahihain. Adapun mengenai tambahan ini, maka predikatnya adalah garib, tidak dikenal hanya melalui jalur ini,
dan lagi Rasyidin ibnu Kuraib (salah seorang perawinya) berpredikat daif barangkali hadis yang menyebutkan dua rakaat sebelum salat Subuh tadi termasuk perkataan Ibnu Abbas r.a. dan mauquf 'hanya sampai pada dia.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Surat Qaf |50:37|
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
inna fii żaalika lażikroo limang kaana lahuu qolbun au alqos-sam'a wa huwa syahiid
Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.
Indeed in that is a reminder for whoever has a heart or who listens while he is present [in mind].
(Sesungguhnya pada yang demikian itu) pada hal-hal yang telah disebutkan itu (benar-benar terdapat peringatan) yakni pelajaran (bagi orang yang mempunyai akal)
pikiran (atau yang menggunakan pendengarannya) artinya, mau mendengar nasihat (sedangkan dia menyaksikannya) maksudnya, hatinya hadir.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 37 |
penjelasan ada di ayat 36
Surat Qaf |50:38|
وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوبٍ
wa laqod kholaqnas-samaawaati wal-ardho wa maa bainahumaa fii sittati ayyaamiw wa maa massanaa mil lughuub
Dan sungguh, Kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami tidak merasa letih sedikit pun.
And We did certainly create the heavens and earth and what is between them in six days, and there touched Us no weariness.
(Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam hari) pada permulaannya adalah hari Ahad dan selesai pada hari Jumat
(dan Kami sedikit pun tidak ditimpa keletihan) kepayahan. Ayat ini diturunkan sebagai sanggahan terhadap orang-orang Yahudi yang telah mengatakan bahwa Allah swt.
pada hari Sabtu-Nya beristirahat. Ditiadakannya sifat lebih daripada-Nya karena memang Dia Maha Suci dari sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk-Nya, dan pula karena tiada kesamaan antara Allah dan selain-Nya.
Di dalam ayat lain sehubungan dengan masalah penciptaan ini disebutkan melalui firman-Nya, "Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' Maka terjadilah ia." (Q.S. Yaasin, 82)
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 38 |
penjelasan ada di ayat 36
Surat Qaf |50:39|
فَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ
fashbir 'alaa maa yaquuluuna wa sabbiḥ biḥamdi robbika qobla thuluu'isy-syamsi wa qoblal-ghuruub
Maka bersabarlah engkau (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam.
So be patient, [O Muhammad], over what they say and exalt [Allah] with praise of your Lord before the rising of the sun and before its setting,
(Maka bersabarlah kamu) khithab pada ayat ini ditujukan kepada Nabi saw. (terhadap apa yang mereka katakan) yang dikatakan orang-orang Yahudi dan lainnya yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya
dan yang mendustakan kamu (dan bertasbihlah seraya memuji Rabbmu) yakni sholatlah seraya memuji-Nya (sebelum terbit matahari) yakni sholat Subuh (dan sebelum terbenamnya) yakni sholat Zuhur dan sholat Asar.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 39 |
penjelasan ada di ayat 36
Surat Qaf |50:40|
وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ
wa minal-laili fa sabbiḥ-hu wa adbaaros-sujuud
Dan bertasbihlah kepada-Nya pada malam hari dan setiap selesai sholat.
And [in part] of the night exalt Him and after prostration.
(Dan bertasbihlah kamu di malam hari) artinya lakukanlah kedua sholat pada waktu permulaan malam hari (dan setiap selesai sholat) kalau dibaca Adbaar berarti bentuk jamak dari lafal Duburun,
sedangkan kalau dibaca Idbaar berarti Mashdar dari lafal Adbara. Artinya, lakukanlah sholat tambahan yang disunahkan setiap selesai menjalankan sholat fardu.
Menurut suatu pendapat makna yang dimaksud adalah hakikat dari ucapan tasbih seraya memuji Allah yang dilakukan pada waktu-waktu tersebut.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 40 |
penjelasan ada di ayat 36
Surat Qaf |50:41|
وَاسْتَمِعْ يَوْمَ يُنَادِ الْمُنَادِ مِنْ مَكَانٍ قَرِيبٍ
wastami' yauma yunaadil-munaadi mim makaaning qoriib
Dan dengarkanlah (seruan) pada hari (ketika) penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat.
And listen on the Day when the Caller will call out from a place that is near -
(Dan dengarkanlah) hai orang yang diajak bicara akan seruan-Ku ini (pada hari penyeru menyeru) yakni malaikat Israfil (dari tempat yang dekat) dari langit,
yaitu dari atas Kubbah Shakhr di Baitulmakdis, karena tempat itu yang paling dekat dengan langit. Ia menyerukan kata-kata, "Hai tulang-belulang yang telah hancur dan sendi-sendi yang telah bercerai-berai
dan daging-daging yang telah tercabik-cabik dan rambut-rambut yang telah berantakan! Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian semua untuk berhimpun guna melaksanakan peradilan."
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 41 |
Tafsir ayat 41-45
Firman Allah Swt.:
{وَاسْتَمِعْ} يَا مُحَمَّدُ {يَوْمَ يُنَادِي الْمُنَادِ مِنْ مَكَانٍ قَرِيبٍ}
Dan dengarkanlah (hai Muhammad) (seruan) pada hari penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat. (Qaf: 41) Qatadah mengatakan, Ka'bul Ahbar pernah mengatakan bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada seorang malaikat
untuk berseru dari atas kubah Baitul Maqdis, "Hai tulang-tulang yang telah hancur dan sendi-sendi yang telah terputus-putus, sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan kepada kalian untuk bangkit bergabung guna menjalani peradilan."
{يَوْمَ يَسْمَعُونَ الصَّيْحَةَ بِالْحَقِّ}
(Yaitu) pada hari mereka mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya. (Qaf: 42) Yakni tiupan sangkakala yang benar-benar terjadi yang dahulunya mereka meragukan keberadaannya.
{ذَلِكَ يَوْمُ الْخُرُوجِ}
Itulah hari keluar (dari kubur). (Qaf: 42) Maksudnya, dari kuburnya masing-masing.
{إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي وَنُمِيتُ وَإِلَيْنَا الْمَصِيرُ}
Sesungguhnya Kami menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada Kamilah tempat kembali (semua makhluk). (Qaf: 43) Yakni Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali,
dan mengulangi penciptaan itu lebih mudah bagi-Nya. dan hanya kepada-Nya kembali semua makhluk, lalu Dia akan membalas tiap-tiap makhluk sesuai dengan amal perbuatannya. Jika amalnya baik.
maka balasannya baik; dan jika amal perbuatan buruk, maka balasannya buruk pula. Firman Allah Swt.:
{يَوْمَ تَشَقَّقُ الأرْضُ عَنْهُمْ سِرَاعًا}
(yaitu) pada hari bumi terbelah-belah menampakkan mereka (lalu mereka keluar) dengan cepat. (Qaf. 44) Demikian itu terjadi setelah Allah Swt. menurunkan hujan (nutfah) dari langit yang karenanya semua tubuh makhluk bangun dari kuburnya
masing-masing seperti tumbuhnya bebijian dari dalam tanah karena disirami air. Apabila semua jasad telah sempurna, maka Allah Swt. memerintahkan kepada Malaikat Israfil (untuk meniup sangkakala), lalu ia meniup sangkakala
yang di dalamnya telah disimpan semua roh pada tiap-tiap lubang yang ada di dalamnya. Manakala Malaikat Israfil meniup sangkakala itu, maka keluarlah semua roh yang berhamburan di antara langit dan bumi, lalu Allah Swt. berfirman.
”Demi Keagungan dan Kemuliaan-Ku, setiap roh benar-benar harus kembali ke tubuh yang pernah dihuninya." Maka kembalilah setiap roh kepada tubuhnya masing-masing dan merasuk ke dalamnya seperti halnya racun
yang menyebar pada tubuh manusia yang dipatuknya. Bumi pun terbelah mengeluarkan mereka, lalu mereka bangkit menuju tempat penghisaban dengan cepat dan bersegera menghadap kepada Allah Swt.
{مُهْطِعِينَ إِلَى الدَّاعِ يَقُولُ الْكَافِرُونَ هَذَا يَوْمٌ عَسِرٌ}
mereka datang dengan cepat kepada penyeru itu. Orang-orang kafir berkata.”Ini adalah hari yang berat.” (Al-Qamar: 8) Dalam ayat yang lain disebutkan melalui firman-Nya:
{يَوْمَ يَدْعُوكُمْ فَتَسْتَجِيبُونَ بِحَمْدِهِ وَتَظُنُّونَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا}
yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (Al-Isra: 52)
Di dalam hadis sahih disebutkan melalui riwayat Imam Muslim bersumber dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَنَا أَوَّلُ مَنْ تَنْشَقُّ عَنْهُ الأرض"
adalah orang yang mula-mula bumi terbelah mengeluarkannya. Dan firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ حَشْرٌ عَلَيْنَا يَسِيرٌ}
yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi Kami. (Qaf: 44) Menghimpunkan semua makhluk itu setelah menghidupkan mereka kembali amat mudah bagi Kami. Juga seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَمَا أَمْرُنَا إِلا وَاحِدَةٌ كَلَمْحٍ بِالْبَصَرِ}
Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata. (Al-Qamar: 50)
{مَا خَلْقُكُمْ وَلا بَعْثُكُمْ إِلا كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ}
Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Luqman: 28) Adapun firman Allah Swt.:
{نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ}
Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan. (Qaf: 45) Artinya, pengetahuan Kami meliputi semua yang dikatakan oleh orang-orang musyrik terhadap dirimu, yakni pendustaan mereka terhadapmu,
maka jangan sekali-kali hal itu membuatmu gelisah. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam firman-Nya:
{وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ. وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ}
Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (salat)
dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr: 97-99) Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِجَبَّارٍ}
dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. (Qaf: 45) Maksudnya, kamu bukanlah orang yang memaksa mereka untuk mengikuti petunjuk, itu bukanlah tugasmu.
Mujahid, Qatadah, dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. (Qaf: 45) Yakni janganlah kamu memaksa mereka.
Tetapi pendapat pertamalah yang lebih baik, karena seandainya makna yang dimaksud adalah seperti yang dikatakan oleh mereka (Qatadah, Mujahid, dan Ad-Dahhak), tentulah bunyi ayatnya adalah wala takun jabbaran 'alaihim
(janganlah kamu menjadi orang yang memaksa mereka), melainkan disebutkan: dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. (Qaf: 45) Yaitu engkau bukanlah orang yang dapat memaksa mereka untuk beriman,
sesungguhnya engkau hanyalah juru penyampai. Imam Al-Farra mengatakan bahwa ia pernah mendengar orang-orang Arab mengatakan, "Jabara Fulanun Fulanan 'ala kaza," artinya dia memaksanya.
Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَذَكِّرْ بِالْقُرْآنِ مَنْ يَخَافُ وَعِيدِ}
Maka beri peringatanlah dengan Al-Qur’an orang yang takut kepada ancaman-Ku. (Qaf: 45) Yakni sampaikanlah risalah Tuhanmu, karena sesungguhnya orang yang mau menerima peringatan-Ku hanyalah orang yang bertakwa kepada Allah,
dan takut kepada ancaman-Nya serta mengharapkan janji-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ}
Karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedang Kamilah yang menghisab amalan mereka. (Ar-Ra'd: 40) Firman Allah Swt.:
{فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ}
Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan, Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (Al-Ghasyiyah: 21-22)
{لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ}
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 272) Dan firman Allah Swt.:
{إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ}
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. (Al-Qashash: 56) Karena itulah maka dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِجَبَّارٍ فَذَكِّرْ بِالْقُرْآنِ مَنْ يَخَافُ وَعِيدِ}
dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka beri peringatanlah dengan Al-Qur’an orang yang takut kepada ancaman-Ku. (Qaf: 45)
Tersebutlah bahwa Qatadah selalu berdoa, "Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang yang takut kepada ancaman-Mu dan berharap kepada janji-Mu, wahai Tuhan Yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang."
Surat Qaf |50:42|
يَوْمَ يَسْمَعُونَ الصَّيْحَةَ بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكَ يَوْمُ الْخُرُوجِ
yauma yasma'uunash-shoiḥata bil-ḥaqq, żaalika yaumul-khuruuj
(Yaitu) pada hari (ketika) mereka mendengarkan suara dahsyat dengan sebenarnya. Itulah hari keluar (dari kubur).
The Day they will hear the blast [of the Horn] in truth. That is the Day of Emergence [from the graves].
(Yaitu pada hari) menjadi Badal Isytimal dari lafal Yauma sebelumnya (mereka mendengar) maksudnya, ketika makhluk semuanya mendengar (teriakan dengan sebenar-benarnya)
untuk membangkitkan makhluk semuanya, yaitu tiupan yang kedua dari malaikat Israfil. Dan teriakan ini adakalanya sesudah seruan itu atau sebelumnya (itulah) yakni hari seruan yang semua makhluk mendengarnya
(hari keluar) dari kubur. Dan yang menashabkan lafal Yauma Yunaadi keberadaannya diperkirakan; lengkapnya: Mereka mengetahui akibat dari kedustaan mereka itu, pada hari penyeru menyerukan.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 42 |
penjelasan ada di ayat 41
Surat Qaf |50:43|
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي وَنُمِيتُ وَإِلَيْنَا الْمَصِيرُ
innaa naḥnu nuḥyii wa numiitu wa ilainal-mashiir
Sungguh, Kami yang menghidupkan dan mematikan, dan kepada Kami tempat kembali (semua makhluk).
Indeed, it is We who give life and cause death, and to Us is the destination
(Sesungguhnya Kami menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada Kamilah tempat kembali -semua makhluk-.)
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 43 |
penjelasan ada di ayat 41
Surat Qaf |50:44|
يَوْمَ تَشَقَّقُ الْأَرْضُ عَنْهُمْ سِرَاعًا ۚ ذَٰلِكَ حَشْرٌ عَلَيْنَا يَسِيرٌ
yauma tasyaqqoqul-ardhu 'an-hum siroo'aa, żaalika ḥasyrun 'alainaa yasiir
(Yaitu) pada hari (ketika) bumi terbelah, mereka keluar dengan cepat. Yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi Kami.
On the Day the earth breaks away from them [and they emerge] rapidly; that is a gathering easy for Us.
(Yaitu pada hari) lafal Yauma pada ayat ini menjadi Badal atau pengganti dari lafal Yauma sebelumnya, sedangkan kalimat-kalimat yang menengah-nengahi
di antara keduanya merupakan jumlah I'tiradh atau kalimat sisipan (terbelah-belah) dapat dibaca Tasyaqqaqu atau Tasysyaqqaqu, pada asalnya adalah Tatasyaqqaqu, lalu huruf Ta yang kedua
diidgamkan kepada huruf Syin sehingga menjadi Tasysyaqqaqu (bumi menampakkan mereka dengan cepat) lafal Siraa'an adalah bentuk jamak dari lafal Sarii'un yang artinya cepat;
berkedudukan menjadi Hal atau kata keterangan keadaan bagi lafal yang diperkirakan keberadaannya. Lengkapnya, mereka keluar dengan cepat dari kuburnya masing-masing.
(Yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi Kami) pada ayat ini terdapat Fashl atau pemisah yang memisahkan antara Maushuf dan Shifatnya,
yang menjadi pemisah adalah Muta'alliqnya, hal ini mengandung makna Ikhtishash, dan hal seperti ini tidak mengapa. Demikian ini mengisyaratkan kepada pengertian pengumpulan yang dimaksud,
yaitu menghidupkan kembali makhluk yang telah mati, dan pengumpulan ini dimaksud untuk menghadapkan semua makhluk ke hadapan-Nya guna menjalani hisab.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 44 |
penjelasan ada di ayat 41
Surat Qaf |50:45|
نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ ۖ وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِجَبَّارٍ ۖ فَذَكِّرْ بِالْقُرْآنِ مَنْ يَخَافُ وَعِيدِ
naḥnu a'lamu bimaa yaquuluuna wa maaa anta 'alaihim bijabbaar, fażakkir bil-qur`aani may yakhoofu wa'iid
Kami telah mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan engkau (Muhammad) bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka berilah peringatan dengan Al-Qur´an kepada siapa pun yang takut kepada ancaman-Ku.
We are most knowing of what they say, and you are not over them a tyrant. But remind by the Qur'an whoever fears My threat.
(Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan) yaitu yang dikatakan oleh orang-orang kafir Quraisy (dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa
terhadap mereka yang memaksa mereka untuk beriman, ayat ini diturunkan sebelum ada perintah berjihad. (Maka berilah peringatan dengan Alquran orang yang takut kepada ancaman-Ku) mereka adalah orang-orang mukmin.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 45 |
penjelasan ada di ayat 41
Surat Az-Zariyat |51:1|
وَالذَّارِيَاتِ ذَرْوًا
waż-żaariyaati żarwaa
Demi (angin) yang menerbangkan debu,
By those [winds] scattering [dust] dispersing
(Demi yang menerbangkan debu) yakni angin dan lain-lainnya (dengan sekuat-kuatnya) adalah Mashdar, yang diambil dari kata: Tudzriihi Dzaryan, artinya angin itu menerbangkannya.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 1 |
Tafsir ayat 1-14
Syu'bah ibnul Hajjaj telah meriwayatkan dari Sammak, dari Khalid ibnu Ur'urah bahwa ia pernah mendengar Ali r.a. Syu'bah juga telah meriwayatkan pula dari Al-Qasim ibnu Abu Buzzah, dari Abut Tufail bahwa ia pernah mendengar Ali r.a.
dan telah diriwayatkan pula melalui berbagai alur dari Amirul Mu’minin Ali ibnu Abu Talib r.a. Disebutkan bahwa ia menaiki mimbar di Kufah lalu berkata, "Tidaklah kalian bertanya kepadaku tentang suatu ayat di dalam Kitabullah
dan tidak pula dari sunnah Rasulullah melainkan aku ceritakan kepada kalian tentangnya." Maka berdirilah Ibnul Kawa, lalu bertanya, "Hai Amirul Mu’minin, apakah makna firman Allah Swt.: 'Demi (angin) yang menerbangkan debu
dengan sekuat-kuatnya' (Adz-Dzariyat: 1)?" Maka Ali r.a. menjawab, "Makna yang dimaksud adalah angin." Ibnul Kawa menanyakan tentang makna firman selanjutnya: dan awan yang mengandung hujan. (Adz-Dzariyat: 2) Ali r.a. menjawab,
bahwa yang dimaksud adalah awan. Lalu Ibnul Kawa bertanya lagi tentang makna firman-Nya: dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah. (Adz-Dzariyat: 3) Ali r.a. menjawab, bahwa yang dimaksud adalah kapal-kapal.
Ibnul Kawa bertanya lagi mengenai firman-Nya: (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan (Az-Zariyaf : 4) Maka Ali r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah malaikat-malaikat yang ditugaskan untuk itu.
Hal yang semisal telah diriwayatkan dalam sebuah hadis yang marfu'. Untuk itu Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Hani', telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Salam Al-Attar,
telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Sabrah, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Sabig At-Tamimi datang kepada Umar ibnul Khattab r.a., lalu bertanya, "Hai Amirul Mu’minin,
ceritakanlah kepadaku tentang makna az-zariyati zarwa." Maka Umar r.a. menjawab, "Itu adalah angin yang bertiup kencang. Seandainya aku tidak mendengar Rasulullah Saw. mengatakannya, tentulah aku tidak akan mengatakannya."
Sabig bertanya, "Maka ceritakanlah kepadaku makna al-mugassimati amra." Umar r.a. menjawab, "Yang dimaksud adalah malaikat-malaikat. Seandainya aku tidak mendengar Rasulullah Saw. mengatakannya,
tentulah aku tidak akan mengatakannya." Sabig At-Tamimi kembali bertanya, "Ceritakanlah kepadaku tentang makna al-jariyati yusra." Maka Umar r.a. menjawab, "Makna yang dimaksud ialah kapal-kapal.
Seandainya aku tidak pernah mendengar Rasulullah Saw. mengatakannya, tentulah aku tidak berani mengatakannya." Kemudian Khalifah Umar memerintahkan agar Sabig dihukum dera. Maka ia didera sebanyak seratus kali,
lalu disekap di dalam sebuah rumah. Setelah sembuh dari luka deranya, ia dipanggil lagi dan dihukum dera lagi, lalu dinaikkan ke atas unta, dan Umar r.a. berkirim surat kepada Abu Musa Al-Asy'ari r.a. yang isinya mengatakan,
"Laranglah orang-orang duduk bersamanya dalam suatu majelis." Sanksi itu terus-menerus diberlakukan atas dirinya. Akhirnya Sabig datang kepada Abu Musa r.a., lalu bersumpah dengan sumpah berat bahwa dia tidak merasa sakit hati
atas apa yang telah dialaminya itu. Maka Abu Musa r.a. berkirim surat kepada Umar r.a. memberitakan hal tersebut. Umar r.a. membalas suratnya itu dengan mengatakan, "Menurut hemat saya, tiadalah dia sekarang melainkan benar
dalam pengakuannya. Maka biarkanlah dia bergaul dengan orang-orang dalam majelis mereka." Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan bahwa Abu Bakar ibnu Abu Sabrah orangnya daif, dan Sa'id ibnu Salam bukan termasuk ahli hadis.
Menurut hemat saya, hadis ini dinilai daif dari segi ke-marfu '-annya, dan yang paling mendekati kepada kebenaran hadis ini mauquf hanya sampai pada Umar r.a. Karena sesungguhnya kisah Sabig ibnu Asal ini cukup terkenal,
dan sesungguhnya Khalifah Umar r.a. memerintahkan agar Sabig didera karena Sabig dalam pertanyaannya itu kelihatan seperti orang yang mengingkarinya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Al-Hafiz Ibnu Asakir telah mengetengahkan kisah ini di dalam biografi Sabig secara panjang lebar. Hal yang sama ditafsirkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya
yang bukan hanya seorang. Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim tidak mengetengahkan riwayat lain kecuali hanya ini. Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan az-zariyat ialah angin yang kencang seperti pendapat yang pertama,
karena yang dimaksud dengan hamilat ialah awan yang juga sama dengan pendapat yang pertama, karena awan mengandung air. Seperti yang dikatakan oleh Zaid ibnu Amr ibnu Nufail, seorang penyair, dalam salah satu bait syairnya:
وَأسْلَمْتُ نَفْسي لمَنْ أسْلَمَتْ ... لَهُ المزْنُ تَحْمِلُ عَذْبا زُلالا
Dan aku berserah diri kepada Tuhan yang berserah diri kepada-Nya awan yang membawa air yang tawar. Adapun jariyat, maka pendapat yang terkenal dari jumhur ulama menyebutkan seperti pendapat di atas,
yaitu kapal-kapal yang berlayar dengan mudah di atas permukaan air. Menurut sebagian dari mereka, yang dimaksud adalah bintang-bintang yang beredar pada garis edarnya masing-masing.
Demikian itu agar ungkapan ini dimaksudkan bertingkat-tingkat dimulai dari yang paling bawah, kemudian berakhir di yang paling atas. Dengan kata lain, angin di atasnya terdapat awan, dan bintang-bintang di atas kesemuanya itu,
dan yang lebih atas lagi ialah para malaikat yang ditugaskan untuk membagi-bagi urusan; mereka turun dengan membawa perintah-perintah Allah, baik yang berupa syariat ataupun yang berupa urusan alam.
Ungkapan ini merupakan qasam atau sumpah dari Allah Swt. yang menunjukkan akan kepastian terjadinya hari kembali (hari kiamat). Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
{إِنَّمَا تُوعَدُونَ لَصَادِقٌ}
sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar. (Adz-Dzariyat: 5) Yakni berita yang benar dan pasti terjadi.
{وَإِنَّ الدِّينَ لَوَاقِعٌ}
dan sesungguhnya (hari) pembalasan itu pasti terjadi. (Adz-Dzariyat: 6) Yang dimaksud dengan ad-din ialah hari pembalasan, bahwa hari tersebut benar-benar akan terjadi dan pasti terjadinya. Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْحُبُكِ}
Demi langit yang mempunyai jalan-jalan. (Adz-Dzariyat: 7) Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah langit yang mempunyai keindahan, kemegahan, dan kerapian. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah,
Sa'id ibnu Jubair, Abu Malik, Abu Saleh, As-Saddi, Qatadah, Atiyyah Al-Aufi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan lain-lainnya. Ad-Dahhak dan Al-Minhal ibnu Amr serta selain keduanya mengatakan bahwa perihalnya sama dengan bergelombang
atau beriaknya air, pasir, dan tanam-tanaman manakala diterpa oleh angin; maka sebagian darinya membentuk alur dengan sebagian yang lain alur demi alur, dan inilah yang dimaksud dengan al-hubuk.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّة، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ أَنَّهُ قَالَ: "إِنَّ مِنْ وَرَائِكُمُ الْكَذَّابَ الْمُضِلَّ، وَإِنَّ رَأْسَهُ مِنْ وَرَائِهِ حُبُك حُبُك" يَعْنِي بِالْحُبُكِ: الْجُعُودَةَ
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abu Qilabah, dari seorang lelaki sahabat Nabi Saw., dari Rasulullah Saw.
yang telah bersabda: Sesungguhnya di belakang kalian akan ada seorang pendusta lagi penyesat, dan sesungguhnya (rambut) kepalanya dari belakang (kelihatan) berombak-ombak. Yakni keriting. Abu Saleh mengatakan, artinya
yang mempunyai ikatan yang erat. Dan menurut Khasif, zatul hubuk artinya yang mempunyai kerapian. Al-Hasan ibnu Abul Hasan Al-Basri mengatakan bahwa yang dimaksud dengan zatul hubuk adalah yang mempunyai ikatan
dengan bintang-bintang. Qatadah telah meriwayatkan dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ma'dan ibnu Abu Talhah, dari Amr Al-Bakkali, dari Abdullah ibnu Amr r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi langit yang mempunyai jalan-jalan.
(Adz-Dzariyat: 7) Yakni langit yang ketujuh, seakan-akan —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— yang dimaksudkan adalah langit yang padanya terdapat bintang-bintang yang tetap (tidak bergerak), yang menurut kebanyakan ulama ahli falak
berada di cakrawala yang kedelapan di atas cakrawala yang ketujuh; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Semua pendapat yang disebutkan di atas merujuk kepada satu hal, yaitu menggambarkan tentang keindahan
dan kemegahannya, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a. bahwa termasuk keindahan langit ialah ketinggiannya, pemandangannya yang transparan, kokoh bangunannya, luas cakrawalanya, lagi kelihatan cantik
dalam kemegahannya dihiasi dengan bintang-bintang yang tetap dan yang beredar, serta dihiasi dengan matahari, rembulan, dan bintang-bintang yang bercahaya gemerlapan. Firman Allah Swt.:
{إِنَّكُمْ لَفِي قَوْلٍ مُخْتَلِفٍ}
sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat. (Adz-Dzariyat: 8) Yaitu sesungguhnya kalian hai orang-orang musyrik yang mendustakan rasul-rasul- benar-benar dalam keadaan berselisih, kacau,
tidak rukun, dan tidak bersatu. Menurut Qatadah, makna ayat ini ialah bahwa sesungguhnya kalian benar-benar berada dalam kekacauan pendapat antara membenarkan dan mendustakan Al-Qur'an.
{يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ}
dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan. (Adz-Dzariyat: 9) Yakni sesungguhnya yang termakan hanyalah orang yang memang dirinya ditakdirkan sesat. Mengingat yang dikatakan adalah hal yang batil,
dan yang termakan olehnya hanyalah orang yang memang ditakdirkan sesat lagi tidak punya pengertian. Seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
{فَإِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ بِفَاتِنِينَ إِلا مَنْ هُوَ صَالِ الْجَحِيمِ}
Maka sesungguhnya kamu dan apa-apa yang kamu sembah itu, sekali-kali tidak dapat menyesatkan (seseorang) terhadap Allah, kecuali orang-orang yang akan masuk neraka yang menyala-nyala. (Ash-Shaffat: 161-163)
Ibnu Abbas r.a. dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan. (Adz-Dzariyat: 9) Yakni disesatkan darinya orang yang disesatkan.
Mujahid mengatakan: dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan. (Adz-Dzariyat: 9) Yakni dijauhkan darinya orang yang dijauhkan. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa dipalingkan dari Al-Qur'an
orang yang mendustakannya. Firman Allah Swt.:
{قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ}
Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta. (Al-Zariyat: 10) Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kharras ialah orang yang pendusta. Ungkapan ini merupakan tamsil, sama dengan apa yang terdapat di dalam surat Abasa, yaitu:
{قُتِلَ الإنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ}
Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya? ('Abasa: 17) Al-kharrasun adalah orang-orang yang mengatakan bahwa kami tidak akan dibangkitkan, mereka tidak mempercayai adanya hari berbangkit.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta. (Adz-Dzariyat: 10) Artinya, terkutuklah orang-orang yang ragu-ragu.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mu'az r.a. dalam khotbahnya, bahwa binasalah orang-orang yang ragu-ragu. Qatadah mengatakan bahwa kharrasun artinya orang-orang yang lalai dan berprasangka buruk. Firman Allah Swt.:
{الَّذِينَ هُمْ فِي غَمْرَةٍ سَاهُونَ}
(yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan lagi lalai. (Adz-Dzariyat: 11) Ibnu Abbas r.a. dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah orang-orang yang tenggelam dalam kekafiran, keraguan, kelalaian, dan kealpaannya.
{يَسْأَلُونَ أَيَّانَ يَوْمُ الدِّينِ}
mereka bertanya, "Bilakah hari pembalasan itu?” (Adz-Dzariyat: 12) Sesungguhnya mereka menanyakan hal ini hanyalah semata-mata karena ketidakpercayaan mereka dengan adanya hari pembalasan itu. Mereka mendustakannya, mengingkarinya, meragukannya, dan menganggapnya mustahil. Firman Allah Swt.:
{يَوْمَ هُمْ عَلَى النَّارِ يُفْتَنُونَ}
(Hari pembalasan itu ialah) pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (Adz-Dzariyat: 13) Ibnu Abbas, Mujahid, dan Al-Hasan serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna yuftanuna ialah mereka diazab,
sebagaimana emas dibakar dalam api (kemasan). Jamaah lainnya —seperti Mujahid, Ikrimah, Ibrahim An-Nakha'i, Zaid ibnu Aslam, dan Sufyan As-Sauri— mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka dibakar.
{ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ}
(Dikatakan kepada mereka), "Rasakanlah azabmu itu. (Adz-Dzariyat: 14) Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah rasakanlah siksaan yang membakar kalian ini. Sedangkan selain Mujahid mengatakan rasakanlah azab ini.
{هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ}
Inilah azab yang dahulu kamu minta supaya disegerakan. (Adz-Dzariyat: 14) Dikatakan hal ini kepada mereka sebagai kecaman, cemoohan, dan penghinaan terhadap mereka. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Surat Az-Zariyat |51:2|
فَالْحَامِلَاتِ وِقْرًا
fal-ḥaamilaati wiqroo
dan awan yang mengandung (hujan),
And those [clouds] carrying a load [of water]
(Dan demi awan yang mengandung) awan yang membawa air (hujan) yakni beban berupa air hujan, berkedudukan menjadi Maf'ul dari lafal Al Haamiaat.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 2 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Az-Zariyat |51:3|
فَالْجَارِيَاتِ يُسْرًا
fal-jaariyaati yusroo
dan (kapal-kapal) yang berlayar dengan mudah,
And those [ships] sailing with ease
(Dan demi yang berlayar) yakni kapal-kapal yang berlayar di atas permukaan air (dengan mudah) dengan sangat mudahnya. Kalimat ini adalah Mashdar yang berkedudukan menjadi Hal, yakni Muyassaratan.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 3 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Az-Zariyat |51:4|
فَالْمُقَسِّمَاتِ أَمْرًا
fal-muqossimaati amroo
dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan,
And those [angels] apportioning [each] matter,
(Dan demi yang membagi-bagi urusan) demi malaikat-malaikat yang membagi-bagi rezeki, hujan dan lain-lainnya ke berbagai negeri dan kepada semua hamba-hamba Allah.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 4 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Az-Zariyat |51:5|
إِنَّمَا تُوعَدُونَ لَصَادِقٌ
innamaa tuu'aduuna lashoodiq
sungguh, apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar,
Indeed, what you are promised is true.
(Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepada kalian) huruf Maa pada lafal Innamaa adalah Mashdariyah; yakni janji Allah kepada mereka, yaitu tentang hari berbangkit dan lain-lainnya (pasti benar) artinya sungguh merupakan janji yang benar.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 5 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Az-Zariyat |51:6|
وَإِنَّ الدِّينَ لَوَاقِعٌ
wa innad-diina lawaaqi'
dan sungguh, (hari) pembalasan pasti terjadi.
And indeed, the recompense is to occur.
(Dan Sesungguhnya pembalasan itu) yakni pembalasan sesudah hisab (pasti terjadi) pasti akan terjadi.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 6 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Az-Zariyat |51:7|
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْحُبُكِ
was-samaaa`i żaatil-ḥubuk
Demi langit yang mempunyai jalan-jalan,
By the heaven containing pathways,
(Demi langit yang mempunyai jalan-jalan) lafal Al Hubuk adalah bentuk jamak dari Habiikah, sama halnya dengan lafal Thariiqah yang bentuk jamaknya Thuruq, yakni sejak ia diciptakan mempunyai jalan-jalan, sebagaimana jalan di padang pasir.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 7 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Az-Zariyat |51:8|
إِنَّكُمْ لَفِي قَوْلٍ مُخْتَلِفٍ
innakum lafii qoulim mukhtalif
sungguh, kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat,
Indeed, you are in differing speech.
(Sesungguhnya kalian) hai penduduk Mekah terhadap Nabi saw. dan Alquran (benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat) terkadang mengatakannya sebagai penyair,
dan terkadang penyihir, dan terkadang peramal, dan terhadap Alquran terkadang mereka mengatakannya sebagai syair; terkadang sebagai sihir dan terkadang dianggap sebagai ramalan.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 8 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Az-Zariyat |51:9|
يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ
yu`faku 'an-hu man ufik
dipalingkan darinya (Al-Qur´an dan Rasul) orang yang dipalingkan.
Deluded away from the Qur'an is he who is deluded.
(Dipalingkan) dijauhkan (daripadanya) dari Nabi saw. dan Alquran; maksudnya dipalingkan dari beriman kepadanya (orang yang dipalingkan) dari jalan petunjuk, menurut ilmu Allah swt.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 9 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Az-Zariyat |51:10|
قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ
qutilal-khorrooshuun
Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta,
Destroyed are the falsifiers
(Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta) amat terkutuklah orang-orang yang berdusta, yaitu orang-orang yang mempunyai pendapat yang berbeda-beda.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 10 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Az-Zariyat |51:11|
الَّذِينَ هُمْ فِي غَمْرَةٍ سَاهُونَ
allażiina hum fii ghomrotin saahuun
(yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan dan kelalaian,
Who are within a flood [of confusion] and heedless.
(Yaitu -orang-orang yang terbenam di dalam kebodohannya) di dalam kebodohan yang menutupi akal mereka (lagi lalai) akan perkara akhirat.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 11 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Az-Zariyat |51:12|
يَسْأَلُونَ أَيَّانَ يَوْمُ الدِّينِ
yas`aluuna ayyaana yaumud-diin
Mereka bertanya, "Kapankah hari Pembalasan itu?"
They ask, "When is the Day of Recompense?"
(Mereka bertanya) kepada nabi dengan nada memperolok-olokkan, ("Bilakah hari pembalasan") kapan datangnya hari pembalasan itu. Jawaban yang patut buat mereka ialah, "Memang Kiamat pasti datang,
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 12 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Az-Zariyat |51:13|
يَوْمَ هُمْ عَلَى النَّارِ يُفْتَنُونَ
yauma hum 'alan-naari yuftanuun
(Hari Pembalasan itu ialah) pada hari (ketika) mereka diazab di dalam api neraka.
[It is] the Day they will be tormented over the Fire
(Yaitu pada hari ketika mereka di azab di dalam neraka") yakni sewaktu mereka diazab di dalamnya, lalu dikatakan kepada mereka ketika mereka sedang diazab,
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 13 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Az-Zariyat |51:14|
ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ هَٰذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ
żuuquu fitnatakum, haażallażii kuntum bihii tasta'jiluun
(Dikatakan kepada mereka), "Rasakanlah azabmu ini. Inilah azab yang dahulu kamu minta agar disegerakan."
[And will be told], "Taste your torment. This is that for which you were impatient."
("Rasakanlah azab kalian) siksaan kalian. (Inilah) azab (yang dahulu kalian minta supaya disegerakan") di dunia dengan nada mengejek.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 14 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Az-Zariyat |51:15|
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ
innal-muttaqiina fii jannaatiw wa 'uyuun
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan mata air,
Indeed, the righteous will be among gardens and springs,
(Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam surga) di taman-taman surga (dan di mata air-mata air) yang mengalir di dalam surga.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 15 |
Tafsir ayat 15-23
Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal orang-orang yang bertakwa kepada Allah Swt., bahwa sesungguhnya mereka di hari mereka dikembalikan kepada-Nya dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan taman-taman
dan mata air-mata air. Berbeda halnya dengan nasib yang dialami oleh orang-orang yang celaka; mereka mengalami azab, pembalasan, dibakar di dalam neraka, dan dirantai dengan belenggu-belenggu. Firman Allah Swt.:
{آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ}
sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. (Adz-Dzariyat: 16) Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka mengamalkan fardu-fardu yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. atas diri mereka.
{إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ}
Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. (Adz-Dzariyat: 16) Yakni sebelum diperintahkan untuk mengerjakan amal-amal fardu, mereka adalah orang-orang yang berbuat baik dalam amal perbuatannya.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran, dari Sufyan, dari Abu Umar, dari Muslim Al-Batin, dari ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya:
sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. (Adz-Dzariyat: 16) Yakni amal-amal fardu yang telah diwajibkan atas mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia
adalah orang-orang yang berbuat baik. (Adz-Dzariyat: 16) Maksudnya, sebelum ada amal-amal fardu itu mereka juga telah beramal baik. Tetapi sanad riwayat ini tidak sahih sampai kepada Ibnu Abbas.
Usman ibnu Abu Syaibah telah meriwayatkan dari Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Sufyan, dari Abu Umar Al-Bazzar, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a., lalu disebutkan hal yang semisal.
Dan tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir masih perlu diteliti kembali, mengingat firman Allah Swt., "Akhizina" merupakan kata keterangan keadaan dari firman-Nya:
{فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ}
berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air. (Adz-Dzariyat: 15) Maka orang-orang yang bertakwa, di dalam surganya mereka menerima pemberian dari Tuhan mereka berupa kenikmatan dan kegembiraan serta kesenangan. Dan firman Allah Swt.:
{إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ}
Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. (Adz-Dzariyat: 16) Makna ayat ini senada dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الأيَّامِ الْخَالِيَةِ}
(kepada mereka dikatakan), "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.” (Al-Haqqah: 24)
Kemudian Allah Swt. menjelaskan kebaikan amal perbuatan mereka melalui firman-Nya:
{كَانُوا قَلِيلا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ}
Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. (Adz-Dzariyat: 17) Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan i'rab kalimat ayat ini, ada dua pendapat di kalangan mereka mengenainya. Salah satunya menyebutkan bahwa
huruf ma adalah nafiyah, artinya mereka sedikit menjalani malam harinya karena mereka tidak tidur. Ibnu Abbas r.a. telah mengatakan, bahwa tiada suatu malam pun yang mereka lalui, melainkan mereka mengambil sebagian darinya,
walaupun sedikit (untuk mengerjakan salat malam hari). Qatadah telah meriwayatkan dari Mutarrif ibnu Abdullah, bahwa sedikit sekali malam hari yang mereka lalui, melainkan mereka mengerjakan salat padanya,
adakalanya dari permulaannya atau dari tengahnya. Mujahid mengatakan, sedikit sekali mereka tidur malam hari sampai subuh tanpa mereka jalani salat tahajud. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah. Anas ibnu Malik
dan Abul Aliyyah mengatakan bahwa mereka selalu mengerjakan salat (sunat) antara magrib dan isya. Abu Ja'far Al-Baqir mengatakan bahwa mereka tidak tidur sebelum mengerjakan salat 'atamah (isya).
Pendapat yang kedua menyebutkan bahwa ma adalah masdariyah, yang artinya mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. (Adz-Dzariyat: 17) Mereka jalani salat malam hari dengan keteguhan hati, karenanya mereka tidak tidur di malam hari kecuali hanya sedikit. Mereka mengerjakannya dengan penuh semangat
hingga waktunya memanjang sampai waktu sahur, sehingga bacaan istigfar mereka dilakukan di waktu sahur. Qatadah mengatakan bahwa Al-Ahnaf ibnu Qais telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. (Adz-Dzariyat: 17) Mereka tidak tidur kecuali sedikit. Kemudian Al-Ahnaf mengatakan bahwa dirinya bukan termasuk ahli ayat ini. Al-Hasan Al-Basri mengatakan, Al-Ahnaf ibnu Qais pernah mengatakan
bahwa ia membandingkan amalnya dengan amal penghuni surga, maka ia menjumpai suatu kaum yang berbeda jauh dengannya. Mereka adalah kaum yang amal perbuatan kami tidak dapat mencapai tingkatan amal mereka,
mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan aku (Al-Ahnaf) membandingkan amal perbuatanku dengan amal penghuni neraka, ternyata ia menjumpai mereka adalah kaum yang tiada kebaikan pada diri mereka;
mereka adalah orang-orang yang mendustakan Kitabullah dan rasul-rasul Allah, serta mendustakan adanya hari berbangkit sesudah mati. Dan aku menjumpai orang yang terbaik di antara kami adalah kaum yang mencampur amal saleh
dan amal yang buruk. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa seorang lelaki dari Bani Tamim bertanya kepada Ubay r.a., "Hai Abu Usamah, ada suatu sifat yang tidak dijumpai di kalangan kami, Allah Swt.
telah menyebutkan perihal suatu kaum melalui firman-Nya: 'Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam' (Adz-Dzariyat: 17). Dan kami, demi Allah, sedikit melakukan salat di malam hari." Maka Ubay r.a. menjawab,
"Beruntunglah bagi orang yang tidur bila mengantuk dan bertakwa kepada Allah apabila terbangun."Abdullah ibnu Salam r.a. mengatakan, "Ketika Rasulullah Saw. tiba di Madinah, maka orang-orang bersegera menemuinya,
dan aku termasuk salah seorang yang datang menemuinya. Ketika aku melihat wajahnya, ternyata menurut keyakinanku beliau bukanlah seorang yang pendusta. Dan kalimat yang mula-mula kudengar darinya ialah:
"يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَأَفْشُوا السَّلَامَ، وصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ"
Hai manusia, berilah makan, hubungkanlah tali persaudaraan, sebarkanlah salam, dan salatlah di malam hari pada saat manusia lelap dalam tidurnya, niscaya kalian masuk surga dengan selamat'.”
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنِي حُيَيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلى، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ فِي الْجَنَّةِ غُرَفًا يُرَى ظَاهِرُهَا مِنْ بَاطِنِهَا، وَبَاطِنُهَا مِنْ ظَاهِرِهَا". فَقَالَ أَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ: لِمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "لِمَنْ أَلَانَ الْكَلَامَ، وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ، وَبَاتَ لِلَّهِ قَائِمًا، وَالنَّاسُ نِيَامٌ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Umar r.a.
yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat gedung-gedung yang bagian luarnya dapat dilihat dari bagian dalamnya, dan bagian dalamnya dapat dilihat dari bagian luarnya.
Abu Musa Al-Asy'ari r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, untuk siapakah gedung-gedung itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Untuk orang yang lembut dalam tutur katanya, dan gemar memberi makan (fakir miskin),
serta melakukan salat malam harinya karena Allah di saat manusia lelap dalam tidurnya. Ma'mar mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. (Adz-Dzariyat: 17) Bahwa menurut Az-Zuhri
dan Al-Hasan, keduanya sering menyebutkan bahwa mereka banyak tidur di malam harinya tanpa mengerjakan salat (sunat malam hari). Ibnu Abbas r.a. dan Ibrahim An-Nakha'i mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.:
Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. (Adz-Dzariyat: 17) Yakni mereka tidak tidur. Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik,
mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. (Adz-Dzariyat: 16-17) Kemudian menganggap firman berikutnya sebagai kalimat baru: Di waktu sebagian malam mereka tidak tidur dan di waktu akhir-akhir malam mereka memohon ampun
(kepada Allah). (Adz-Dzariyat: 17-18) Pendapat ini jauh dari kebenaran dan dianggap menyimpang. Firman Allah Swt.:
{وَبِالأسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ}
Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). (Adz-Dzariyat: 18) Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna istigfar di sini adalah salat sunat. Ulama lainnya berpendapat bahwa
mereka mendahulukan salat sunat di malam hari, sedangkan istigfarnya mereka akhirkan sampai waktu sahur. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan yang memohon ampun di waktu sahur. (Ali Imran: 17)
Dan bilamana istigfar itu dilakukan dalam salat, maka lebih utama. Di dalam kitab-kitab sahih disebutkan dari sejumlah sahabat dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ كُلِّ لَيْلَةٍ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَخِيرِ، فَيَقُولُ: هَلْ مِنْ تَائِبٍ فَأَتُوبَ عَلَيْهِ؟ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَيُعْطَى سُؤْلَهُ؟ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ"
Sesungguhnya Allah Swt. turun di setiap malam ke langit yang paling dekat, hingga malam hari tersisa sepertiganya lagi, maka Allah Swt. berfirman, "Apakah ada orang yang bertobat, maka Aku akan menerima tobatnya;
apakah ada orang yang memohon ampun, maka Aku memberi ampun kepadanya; dan apakah ada orang yang meminta, maka Aku akan memberinya apa yang dimintanya?" Hingga fajar terbit (yakni waktu subuh datang).
Banyak ulama tafsir yang mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt. yang menceritakan perkataan Nabi Ya'qub kepada anak-anaknya:
{سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي}
Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. (Yusuf: 98) Bahwa Nabi Ya'qub mengakhirkan bacaan istigfarnya untuk mereka sampai waktu sahur. Firman Allah Swt.:
{وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ}
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Adz-Dzariyat: 19) Setelah Allah Swt. menyifati mereka sebagai orang-orang yang rajin mengerjakan salat malam hari,
lalu menyebutkan sifat terpuji mereka lainnya, yaitu bahwa mereka selalu membayar zakat dan bersedekah serta bersilaturahmi. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ}
Dan pada harta mereka ada hak. (Adz-Dzariyat: 19) Yaitu bagian yang telah mereka pisahkan, sengaja disiapkan untuk diberikan kepada orang yang meminta-minta dan yang tidak mendapat bagian. Adapun pengertian sa'il sudah jelas,
yaitu orang yang mulai meminta-minta dan dia punya hak untuk meminta-minta, seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad dalam riwayatnya yang menyebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا وَكِيع وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ يَعْلَى بْنِ أَبِي يَحْيَى، عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ الْحُسَيْنِ، عَنْ أَبِيهَا الْحُسَيْنِ بْنُ عَلِيٍّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لِلسَّائِلِ حَقٌّ وَإِنْ جَاءَ عَلَى فَرَسٍ".
telah menceritakan kepada kami Waki' dan Abdur Rahman, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mus'ab ibnu Muhammad, dari Ya'la ibnu Abu Yahya, dari Fatimah bintil Husain,
dari ayahnya Al-Husain ibnu Ali r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang yang meminta-minta mempunyai hak, sekalipun ia datang dengan berkendaraan di atas kuda.
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Kemudian Abu Daud menyandarkannya melalui jalur lain, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. Telah diriwayatkan pula melalui hadis Al-Hurmas ibnu Ziad
secara marfu' hal yang semisal. Adapun pengertian orang yang mahrum, maka menurut Ibnu Abbas r.a. dan Mujahid, artinya orang yang beruntung karena tidak mempunyai jatah dari Baitul Mal, tidak mempunyai mata pencaharian,
tidak pula mempunyai keahlian profesi yang dapat dijadikan tulang punggung kehidupannya. Ummul Mu’minin Aisyah r.a. mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Muharif (orang yang tidak mendapat bagian atau tidak beruntung)
ialah orang yang sulit dalam mencari mata pencaharian. Ad-Dahhak mengatakan bahwa orang yang mahrum ialah orang yang tidak sekali-kali mempunyai harta melainkan habis saja, dan itu sudah menjadi takdir Allah baginya.
Abu Qilabah mengatakan bahwa pernah ada banjir melanda Yamamah yang merusak harta seseorang, maka seseorang dari kalangan sahabat mengatakan bahwa orang ini adalah orang yang mahrum.
Ibnu Abbas r.a. mengatakan pula —demikian juga Sa'id ibnul Musayyab, Ibrahim An-Nakha'i, Nafi' maula Ibnu Umar, dan Ata ibnu Abu Rabah— bahwa yang dimaksud dengan orang yang mahrum ialah orang yang tidak mendapat bagian
(tidak beruntung). Qatadah dan Az-Zuhri mengatakan bahwa orang mahrum adalah orang yang tidak pernah meminta sesuatu pun dari orang lain. Az-Zuhri mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَيْسَ الْمِسْكِينُ بالطوَّاف الَّذِي تَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ، وَلَكِنَّ الْمِسْكِينَ الَّذِي لَا يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ، وَلَا يُفطن لَهُ فَيُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ".
Orang yang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling meminta-minta ke sana dan kemari yang pergi setelah diberi sesuap dua suap makanan, atau sebiji dua biji buah kurma. Tetapi orang yang miskin (sesungguhnya)
ialah orang yang tidak mendapatkan kecukupan bagi penghidupannya, dan tidak pula diketahui keadaannya hingga mudah diberi sedekah. Hadis ini telah disandarkan oleh Syaikhain dalam kitab sahih masing-masing melalui jalur lain.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa orang yang miskin adalah orang yang datang, sedangkan ganimah telah habis dibagikan dan tiada yang tersisa lagi untuknya. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku
sebagian teman-teman kami yang mengatakan bahwa kami pernah bersama Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz di tengah jalan ke Mekah, lalu datanglah seekor anjing, maka Umar r.a. memberikan kepadanya sepotong paha kambing yang ia comot
dari kambing panggangnya, dan orang-orang yang bersamanya mengatakan bahwa sesungguhnya anjing itu mahrum. Asy-Sya'bi mengatakan, "Aku benar-benar kepayahan dalam mencari makna yang dimaksud dari lafaz mahrum."
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa orang yang mahrum adalah orang yang tidak memiliki harta lagi karena sesuatu penyebab, semua hartanya telah lenyap. Baik hal itu karena dia tidak mampu mencari mata pencaharian
atau karena hartanya telah ludes disebabkan musibah atau faktor lainnya. As-Sauri telah meriwayatkan dari Qais ibnu Muslim, dari Al-Hasan ibnu Muhammad yang menceritakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw.
pernah mengirimkan suatu pasukan, lalu mereka mendapat ganimah, maka datanglah kepada Nabi Saw. suatu kaum yang tidak menyaksikan pembagian ganimah itu. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan pada harta-harta mereka
ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Adz-Dzariyat: 19) Hal ini menunjukkan bahwa ayat ini adalah Madaniyah, padahal kenyataannya tidaklah demikian: ia Makkiyyah yang juga mencakup
peristiwa yang akan terjadi sesudahnya. Firman Allah Swt.:
{وَفِي الأرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ}
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. (Adz-Dzariyat: 20) Yakni di bumi banyak terdapat tanda-tanda yang menunjukkan kebesaran penciptanya dan kekuasaan-Nya yang mengagumkan.
Yaitu melalui apa yang telah disebar oleh-Nya di bumi ini berupa berbagai macam tetumbuhan dan hewan-hewan, serta bumi yang menghampar, gunung-gunung, hutan belukar, sungai-sungai, beraneka ragam warna kulit manusia
dan bahasa mereka. Juga pembawaan yang telah diciptakan di dalam diri manusia berupa berbagai kehendak dan kekuatan, serta perbedaan yang ada pada mereka dalam hal akal, pemahaman, gerakan, kebahagiaan,
dan kecelakaan. Pada susunan tubuh mereka banyak pula mengandung hikmah karena Allah telah meletakkan tiap-tiap anggota tubuh pada mereka di tempat-tempat yang tepat dan diperlukan. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلا تُبْصِرُونَ}
dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (Adz-Dzariyat: 21) Qatadah mengatakan bahwa barang siapa yang memikirkan penciptaan dirinya, niscaya dia akan mengetahui bahwa
sesungguhnya dirinya dan sendi-sendi tulang-tulangnya diciptakan hanyalah untuk beribadah. Kemudian disebutkan oleh firman-Nya:
{وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ}
Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu. (Adz-Dzariyat: 22) Yakni hujan.
{وَمَا تُوعَدُونَ}
dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. (Adz-Dzariyat: 22) Yaitu surga. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a. dan Mujahid serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Sufyan As-Sauri mengatakan
bahwa Wasil Al-Ahdab membaca ayat berikut, yaitu firman Allah Swt.: Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. (Adz-Dzariyat: 22) Lalu Wasil Al-Ahdab berkata,
"Mengapa kalau rezekiku berada di langit, lalu aku mencarinya di bumi?" Maka ia memasuki sebuah tanah kosong dan tinggal padanya selama tiga hari tanpa menjumpai suatu makanan pun. Dan pada hari yang ketiganya,
tiba-tiba ia menjumpai sekeranjang buah kurma. Tersebutlah pula bahwa dia mempunyai seorang saudara laki-laki yang lebih baik niatnya daripada dia, lalu saudaranya itu ikut masuk bersamanya di tanah kosong itu,
sehingga keranjang kurmanya ada dua. Demikianlah kehidupan keduanya terus-menerus hingga keduanya dipisahkan oleh kematian. Firman Allah Swt.:
{فَوَرَبِّ السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنَّهُ لَحَقٌّ مِثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنْطِقُونَ}
Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan. (Adz-Dzariyat: 23) Allah Swt. bersumpah dengan menyebut Zat-Nya sendiri Yang Mahamulia,
bahwa apa yang Dia janjikan kepada mereka menyangkut perkara hari kiamat, hari berbangkit, dan hari pembalasan pasti akan terjadi dan merupakan perkara yang hak yang tidak diragukan lagi. Karena itu, janganlah kalian ragu-ragu,
sebagaimana kamu tidak ragu bahwa manusia itu dapat berbicara.Tersebutlah bahwa sahabat Mu'az ibnu Jabal r.a. apabila berbicara mengenai sesuatu, ia mengatakan kepada lawan bicaranya bahwa sesungguhnya
apa yang diceritakannya itu benar, sebagaimana kebenaran keberadaanmu di sini. Musaddad telah meriwayatkan dari Ibnu Abu Addi, dari Auf, dari Al-Hasan Al-Basri yang mengatakan bahwa telah sampai kepadanya
suatu berita yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"قَاتَلَ اللَّهُ أَقْوَامًا أَقْسَمَ لَهُمْ رَبُّهُمْ ثُمَّ لَمْ يُصَدِّقُوا".
Semoga Allah melaknat kaum-kaum yang Tuhan mereka bersumpah terhadap mereka, kemudian mereka masih juga tidak membenarkannya. Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dari Bandar, dari Ibnu Abu Addi, dari Auf, dari Al-Hasan, lalu disebutkan hal yang semisal secara mursal (hanya sampai pada tabi'in, yaitu Al-Hasan sendiri).
Surat Az-Zariyat |51:16|
آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ
aakhiżiina maaa aataahum robbuhum, innahum kaanuu qobla żaalika muḥsiniin
mereka mengambil apa yang diberikan Tuhan kepada mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang berbuat baik,
Accepting what their Lord has given them. Indeed, they were before that doers of good.
(Sambil mengambil) menjadi Hal dari Dhamir yang terkandung di dalam Khabarnya Inna (apa yang didatangkan kepada mereka) apa yang diberikan kepada mereka
(oleh Rabb mereka) yaitu berupa pahala-pahala. (Sesungguhnya mereka sebelum itu) sebelum mereka masuk surga (adalah orang-orang yang berbuat baik) di dunia.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 16 |
penjelasan ada di ayat 15
Surat Az-Zariyat |51:17|
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ
kaanuu qoliilam minal-laili maa yahja'uun
mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam,
They used to sleep but little of the night,
(Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam) lafal Yahja'uuna artinya mereka tidur, dan lafal Maa adalah Zaidah, sedangkan lafal Yahja'uuna adalah Khabar dari Kaana,
dan lafal Qaliilan adalah Zharaf. Yakni, mereka tidur di malam hari hanya sedikit, karena kebanyakan dipakai untuk sholat.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 17 |
penjelasan ada di ayat 15
Surat Az-Zariyat |51:18|
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
wa bil-as-ḥaari hum yastaghfiruun
dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah).
And in the hours before dawn they would ask forgiveness,
(Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun) mereka berdoa dengan mengucapkan, "Allaahumaghfir Lanaa", Ya Allah ampunilah kami.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 18 |
penjelasan ada di ayat 15
Surat Az-Zariyat |51:19|
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
wa fiii amwaalihim ḥaqqul lis-saaa`ili wal-maḥruum
Dan pada harta benda mereka ada hak orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta.
And from their properties was [given] the right of the [needy] petitioner and the deprived.
(Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta-minta) karena ia memelihara dirinya dari perbuatan itu.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 19 |
penjelasan ada di ayat 15
Surat Az-Zariyat |51:20|
وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ
wa fil-ardhi aayaatul lil-muuqiniin
Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin,
And on the earth are signs for the certain [in faith]
(Dan di bumi itu) yakni gunung-gunung, tanahnya, lautan, pohon-pohonan, buah-buahan, dan tumbuh-tumbuhannya serta lain-lainnya (terdapat tanda-tanda) yang menunjukkan akan kekuasaan Allah swt. dan keesaan-Nya (bagi orang-orang yang yakin).
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 20 |
penjelasan ada di ayat 15
Surat Az-Zariyat |51:21|
وَفِي أَنْفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
wa fiii anfusikum, a fa laa tubshiruun
dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
And in yourselves. Then will you not see?
(Dan juga pada diri kalian sendiri) terdapat pula tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan dan keesaan-Nya, yaitu mulai dari permulaan penciptaan kalian hingga akhirnya,
dan di dalam susunan penciptaan kalian terkandung pula keajaiban-keajaiban. (Maka apakah kalian tidak memperhatikan) akan hal tersebut yang karena itu lalu kalian dapat menyimpulkan akan Penciptanya dan kekuasaan-Nya yang Maha Besar.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 21 |
penjelasan ada di ayat 15
Surat Az-Zariyat |51:22|
وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ
wa fis-samaaa`i rizqukum wa maa tuu'aduun
Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu.
And in the heaven is your provision and whatever you are promised.
(Dan di langit terdapat rezeki kalian) yaitu hujan yang menyebabkan tumbuhnya tumbuh-tumbuhan sebagai rezeki (dan terdapat pula apa yang dijanjikan kepada kalian)
yakni tempat kembali, pahala, dan siksaan. Catatan mengenai hal tersebut terdapat di langit.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 22 |
penjelasan ada di ayat 15
Surat Az-Zariyat |51:23|
فَوَرَبِّ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّهُ لَحَقٌّ مِثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنْطِقُونَ
fa wa robbis-samaaa`i wal-ardhi innahuu laḥaqqum miṡla maaa annakum tanthiquun
Maka demi Tuhan langit dan bumi, sungguh, apa yang dijanjikan itu pasti terjadi seperti apa yang kamu ucapkan.
Then by the Lord of the heaven and earth, indeed, it is truth - just as [sure as] it is that you are speaking.
(Maka demi Rabb langit dan bumi, sesungguhnya ia) yakni apa yang dijanjikan kepada kalian (adalah benar seperti perkataan yang kalian ucapkan) di-rafa-kannya lafal Mitslu karena menjadi sifat,
sedangkan huruf Maa yang sesudahnya adalah Zaidah. Bila dibaca Mitsla maka tulisannya disatukan dengan Maa. Maknanya, kenyataannya seperti perkataan yang kalian ucapkan,
yakni pengetahuan mengenai hal itu sudah dimaklumi oleh kalian, dan hal itu justru timbul dari diri kalian sendiri.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 23 |
penjelasan ada di ayat 15
Surat Az-Zariyat |51:24|
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ
hal ataaka ḥadiiṡu dhoifi ibroohiimal-mukromiin
Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan?
Has there reached you the story of the honored guests of Abraham? -
(Sudahkah sampai kepadamu) khithab ini ditujukan kepada Nabi saw. (cerita tamu Ibrahim yang dimuliakan) mereka adalah malaikat-malaikat yang jumlahnya ada dua belas atau sepuluh atau tiga malaikat; di antara mereka terdapat malaikat Jibril.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 24 |
Tafsir ayat 24-30
Kisah ini telah disebutkan di dalam surat Hud dan juga surat Al-Hijr. Maka firman Allah Swt.:
{هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ}
Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Adz-Dzariyat: 24) Yakni tamu-tamu yang kedatangannya harus dihormati.
Imam Ahmad dan sejumlah ulama mengatakan bahwa wajib menjamu tamu. Sunnah pun menganjurkan hal yang sama, semakna dengan makna lahiriah ayat Firman Allah Swt.:
{قَالُوا سَلامًا قَالَ سَلامٌ}
lalu mereka mengucapkan, "Salaman." Ibrahim menjawab, "Saldmun.” (Adz-Dzariyat: 25) Rafa' lebih kuat dan lebih kukuh daripada nasab, maka menjawab dengan memakai rafa' lebih utama daripada memulainya. Karena itulah maka disebutkan dalam firman-Nya:
{وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا}
Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86) Ternyata Al-Khalil (Nabi Ibrahim) memilih yang terbaik. Firman Allah Swt. menyitir kata-kata Nabi Ibrahim a.s.:
{قَوْمٌ مُنْكَرُونَ}
(kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. (Adz-Dzariyat: 25) Demikian itu karena Malaikat Jibril, Malaikat Mikail, dan Malaikat Israfil datang menemui Nabi Ibrahim dalam rupa para pemuda yang tampan-tampan disertai
dengan wibawa yang sangat kuat. Karena itulah maka Ibrahim berkata: (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. (Adz-Dzariyat: 25) Firman Allah Swt.:
{فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ}
Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya. (Adz-Dzariyat: 26) Yakni surut mundur dengan diam-diam secara cepat.
{فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ}
kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar). (Adz-Dzariyat: 26) Yaitu dari ternak pilihannya yang merupakan hartanya (di masa itu). Sedangkan di dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya dengan ungkapan berikut:
{فَمَا لَبِثَ أَنْ جَاءَ بِعِجْلٍ حَنِيذٍ}
maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. (Hud: 69) Yakni yang dibakar di atas bara api, alias sapi muda guling.
{فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ}
lalu dihidangkannya kepada mereka. (Adz-Dzariyat: 27) Maksudnya, disuguhkan kepada mereka untuk disantap.
{قَالَ أَلا تَأْكُلُونَ}
Ibrahim berkata.”Silakan kamu makan.” (Adz-Dzariyat: 27) Ungkapan mempersilakan dan menawarkan dengan cara yang baik. Ayat ini mengandung etika menjamu tamu. Ibrahim menyuguhkan makanan tanpa sepengetahuan
tamu-tamunya itu dengan cepat dan tidak menawarkannya lebih dahulu kepada mereka, misalnya, "Mau makan apa?" Melainkan Ibrahim a.s. datang dengan cepat dan tersembunyi menyuguhkan makanannya yang paling enak dari hartanya
yang paling berharga, yaitu sapi muda yang gemuk empuk dagingnya dalam keadaan telah dipanggang, lalu Ibrahim tidak meletakkannya terlebih dahulu, lalu baru mengatakan, "Kemarilah menyantap suguhan ini,"
melainkan ia meletakkannya langsung ke hadapan tamu-tamunya, dan tidak memberatkan tamu-tamunya itu, melainkan mengatakan kepada mereka: Silakan kamu makan. (Adz-Dzariyat: 27) Yakni dengan ungkapan tawaran dan memohon
dengan lemah lembut, semisal dengan perkataan orang-orang di masa kini, "Sudilah kiranya engkau berbuat baik dan bersedekah." Firman Allah Swt.:
{فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً}
(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. (Adz-Dzariyat: 28) Karena hal tersebut tidak mungkin dengan adanya makanan yang terenak dan paling lezat,
para tetamunya itu tidak mau menyantapnya, bahkan memegangnya pun tidak. Seperti kisah yang disebutkan dalam surat lain melalui firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا رَأَى أَيْدِيَهُمْ لَا تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لَا تَخَفْ إِنَّا أُرْسِلْنَا إِلَى قَوْمِ لُوطٍ وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ}
Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut terhadap mereka. Malaikat itu berkata, "Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat)
yang diutus kepada kaum Lut.” Dan istrinya berdiri (di balik tirai), lalu dia tersenyum. (Hud: 70-71) Yaitu merasa gembira dengan akan dibinasakannya mereka (kaum Lut) karena mereka membangkang dan bersikap ingkar terhadap Allah Swt.
Maka pada saat itu juga para malaikat tersebut menyampaikan berita gembira kepada istri Ibrahim akan kelahiran Ishaq dan di belakang Ishaq akan lahir Ya'qub (sebagai cucunya).
{قَالَتْ يَا وَيْلَتَى أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ}
Istrinya berkata, "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.”
Para malaikat itu berkata, "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah. (Hud: 72-73)
Karena itulah maka disebutkan dalam surat ini oleh firman-Nya:
{وَبَشَّرُوهُ بِغُلامٍ عَلِيمٍ}
dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq). (Adz-Dzariyat: 28) Kabar gembira buat Ibrahim berarti sama juga kabar gembira bagi istrinya, karena anak tersebut adalah milik keduanya dan lahir akibat hubungan keduanya. Maka keduanya mendapat berita gembira ini. Firman Allah Swt.:
{فَأَقْبَلَتِ امْرَأَتُهُ فِي صَرَّةٍ}
Kemudian istrinya datang memekik (tercengang). (Adz-Dzariyat: 29) Yaitu memekik tercengang bercampur gembira. Ibnu Abbas r.a.. Mujahid, Ikrimah, Abu Saleh, Ad-Dahhak, Zaid ibnu Aslam, As-Sauri, dan As-Saddi mengatakan bahwa pekikan tersebut adalah ucapannya: Sungguh mengherankan. (Hud: 72) Firman Allah Swt.:
{فَصَكَّتْ وَجْهَهَا}
lalu menepuk mukanya sendiri. (Adz-Dzariyat: 29) Yakni memukulkan telapak tangannya ke keningnya, menurut Mujahid dan Ibnu Sabit. Menurut Ibnu Abbas r.a., istri Ibrahim setelah mendengar berita gembira itu
menamparkan tangannya ke mukanya karena merasa heran sebagaimana wanita merasa heran terhadap suatu peristiwa yang aneh.
{وَقَالَتْ عَجُوزٌ عَقِيمٌ}
seraya berkata, "(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul.” (Adz-Dzariyat: 29) Maksudnya, mana mungkin aku dapat melahirkan anak, sedangkan aku adalah seorang perempuan tua; terlebih lagi di waktu muda aku pun mandul, tidak punya anak?
{قَالُوا كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكِ إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ}
Mereka berkata, "Demikianlah Tuhanmu menfirmankan.” Sesungguhnya Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (Adz-Dzariyat: 30) Yakni Dia Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat kemuliaan dari-Nya lagi Mahabijaksana dalam semua firman dan perbuatan-Nya.
Surat Az-Zariyat |51:25|
إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلَامًا ۖ قَالَ سَلَامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُونَ
iż dakholuu 'alaihi fa qooluu salaamaa, qoola salaam, qoumum mungkaruun
(Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan, "Salaman (Salam)" Ibrahim menjawab, "Salamun (salam)". (Mereka itu) orang-orang yang belum dikenalnya.
When they entered upon him and said, "[We greet you with] peace." He answered, "[And upon you] peace, [you are] a people unknown.
(Ketika) lafal Idz di sini berkedudukan menjadi Zharaf bagi lafal Hadiitsu Dhaifi Ibraahiima (mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan, "Salaaman") tamu-tamu itu mengucapkan perkataan tersebut.
(Ibrahim menjawab, "Salaamun") menjawab dengan ucapan yang sama (mereka adalah orang-orang yang tidak dikenal) maksudnya, kami tidak mengenal mereka, Nabi Ibrahim mengatakan ucapan ini di dalam hatinya.
Kalimat ini berkedudukan menjadi Khabar dari Mubtada yang keberadaannya diperkirakan, yaitu lafal Haa`ulaa`i yang artinya mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 25 |
penjelasan ada di ayat 24
Surat Az-Zariyat |51:26|
فَرَاغَ إِلَىٰ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ
fa roogho ilaaa ahlihii fa jaaa`a bi'ijlin samiin
Maka diam-diam dia (Ibrahim) pergi menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar),
Then he went to his family and came with a fat [roasted] calf
(Maka dia pergi) yakni ia beranjak dari situ (menemui keluarganya) dengan diam-diam (kemudian dibawanya daging anak sapi yang gemuk). Di dalam surah Hud telah disebutkan pula melalui firman-Nya,
"...dengan membawa daging anak sapi yang dipanggang." (Q.S. Hud, 69) yakni daging anak sapi gemuk itu sudah dipanggang.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 26 |
penjelasan ada di ayat 24
Surat Az-Zariyat |51:27|
فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ
fa qorrobahuuu ilaihim, qoola alaa ta`kuluun
lalu dihidangkannya kepada mereka (tetapi mereka tidak mau makan). Ibrahim berkata, "Mengapa tidak kamu makan."
And placed it near them; he said, "Will you not eat?"
(Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata, "Silakan kalian makan") Nabi Ibrahim mempersilakan mereka untuk makan, tetapi mereka tidak mau memakannya.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 27 |
penjelasan ada di ayat 24
Surat Az-Zariyat |51:28|
فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً ۖ قَالُوا لَا تَخَفْ ۖ وَبَشَّرُوهُ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ
fa aujasa min-hum khiifah, qooluu laa takhof, wa basysyaruuhu bighulaamin 'aliim
Maka dia (Ibrahim) merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata, "Janganlah kamu takut," dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq).
And he felt from them apprehension. They said, "Fear not," and gave him good tidings of a learned boy.
(Maka Ibrahim memendam) di dalam hatinya (rasa takut terhadap mereka. Mereka berkata, "Janganlah kamu takut") sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Rabbmu
(dan mereka memberi kabar gembira dengan kelahiran seorang anak yang alim) yakni anak yang mempunyai ilmu banyak yaitu, Nabi Ishak sebagaimana yang telah disebutkan di dalam surah Hud.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 28 |
penjelasan ada di ayat 24
Surat Az-Zariyat |51:29|
فَأَقْبَلَتِ امْرَأَتُهُ فِي صَرَّةٍ فَصَكَّتْ وَجْهَهَا وَقَالَتْ عَجُوزٌ عَقِيمٌ
fa aqbalatimro`atuhuu fii shorrotin fa shokkat waj-hahaa wa qoolat 'ajuuzun 'aqiim
Kemudian istrinya datang memekik (tercengang) lalu menepuk wajahnya sendiri seraya berkata, "(Aku ini) seorang perempuan tua yang mandul."
And his wife approached with a cry [of alarm] and struck her face and said, "[I am] a barren old woman!"
(Kemudian istrinya datang) yakni Siti Sarah (seraya memekik) karena tercengang, berkedudukan menjadi Hal; yakni Siti Sarah datang seraya memekik karena kaget
(lalu menepuk mukanya sendiri) menampar mukanya sendiri (seraya berkata, "Aku adalah seorang perempuan tua yang mandul") yang tidak dapat melahirkan anak sama sekali,
pada saat itu umur Sarah mencapai sembilan puluh sembilan tahun, sedangkan Nabi Ibrahim seratus tahun; atau umur Nabi Ibrahim pada saat itu seratus dua puluh tahun, sedangkan umur Siti Sarah sembilan puluh tahun.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 29 |
penjelasan ada di ayat 24
Surat Az-Zariyat |51:30|
قَالُوا كَذَٰلِكِ قَالَ رَبُّكِ ۖ إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ
qooluu każaaliki qoola robbuk, innahuu huwal-ḥakiimul-'aliim
Mereka berkata, "Demikianlah Tuhanmu berfirman. Sungguh, Dialah Yang Maha Bijaksana, Maha Mengetahui."
They said, "Thus has said your Lord; indeed, He is the Wise, the Knowing."
(Mereka berkata, "Demikianlah) sebagaimana perkataan kami tentang berita gembira ini (Rabbmu memfirmankan". Sesungguhnya Dialah Yang Maha Bijaksana) di dalam perbuatan-Nya (lagi Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | Az-Zariyat | 51 : 30 |
penjelasan ada di ayat 24