Juz 26
Surat Al-Fath |48:28|
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا
huwallażiii arsala rosuulahuu bil-hudaa wa diinil-ḥaqqi liyuzh-hirohuu 'alad-diini kullih, wa kafaa billaahi syahiidaa
Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.
It is He who sent His Messenger with guidance and the religion of truth to manifest it over all religion. And sufficient is Allah as Witness.
(Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya) agama yang hak itu (terhadap semua agama)
atas agama-agama yang lainnya. (Dan cukuplah Allah sebagai saksi) bahwasanya kamu diutus untuk membawa hal tersebut, sebagaimana yang diungkapkan-Nya pada ayat berikut ini.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fath | 48 : 28 |
penjelasan ada di ayat 27
Surat Al-Fath |48:29|
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
muḥammadur rosuululloh, wallażiina ma'ahuuu asyiddaaa`u 'alal-kuffaari ruḥamaaa`u bainahum taroohum rukka'an sujjaday yabtaghuuna fadhlam minallohi wa ridhwaanan siimaahum fii wujuuhihim min aṡaris-sujuud, żaalika maṡaluhum fit-taurooti wa maṡaluhum fil-injiil, kazar'in akhroja syath`ahuu fa aazarohuu fastaghlazho fastawaa 'alaa suuqihii yu'jibuz-zurrooo'a liyaghiizho bihimul-kuffaar, wa'adallohullażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati min-hum maghfirotaw wa ajron 'azhiimaa
Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya, tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.
Muhammad is the Messenger of Allah; and those with him are forceful against the disbelievers, merciful among themselves. You see them bowing and prostrating [in prayer], seeking bounty from Allah and [His] pleasure. Their mark is on their faces from the trace of prostration. That is their description in the Torah. And their description in the Gospel is as a plant which produces its offshoots and strengthens them so they grow firm and stand upon their stalks, delighting the sowers - so that Allah may enrage by them the disbelievers. Allah has promised those who believe and do righteous deeds among them forgiveness and a great reward.
(Muhammad itu) lafal ayat ini berkedudukan menjadi Mubtada (adalah utusan Allah) menjadi Khabar dari Mubtada (dan orang-orang yang bersama dengan dia)
yakni para sahabatnya yang terdiri dari kaum mukminin. Lafal ayat ini menjadi Mubtada sedangkan Khabarnya ialah (adalah keras) yakni mereka adalah orang-orang yang bersikap keras
(terhadap orang-orang kafir) mereka tidak mengasihaninya (tetapi berkasih sayang sesama mereka) menjadi Khabar yang kedua; yakni mereka saling kasih-mengasihi di antara sesama mukmin
bagaikan kasih orang tua kepada anaknya (kamu lihat mereka) kamu perhatikan mereka (rukuk dan sujud) keduanya merupakan Hal atau kata keterangan keadaan (mencari)
lafal ayat ini merupakan jumlah Isti`naf, yakni mereka melakukan demikian dalam rangka mencari (karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka) ciri-ciri mereka, lafal ayat ini menjadi Mubtada
(tampak pada muka mereka) menjadi Khabar dari Mubtada. Tanda-tanda tersebut berupa nur dan sinar yang putih bersih yang menjadi ciri khas mereka kelak di akhirat,
sebagai pertanda bahwa mereka orang-orang yang gemar bersujud sewaktu di dunia (dari bekas sujud.) Lafal ayat ini berta'alluq kepada lafal yang menjadi Ta'alluq atau gantungan bagi Khabar,
yaitu lafal Kaainatan. Kemudian dii'rabkan sebagai Hal karena mengingat Dhamirnya yang dipindahkan kepada Khabar. (Demikianlah) sifat-sifat yang telah disebutkan tadi
(sifat-sifat mereka) yakni gambaran tentang mereka, kalimat ayat ini menjadi Mubtada (di dalam kitab Taurat) menjadi Khabarnya (dan sifat-sifat mereka dalam kitab Injil)
menjadi Mubtada, sedangkan Khabarnya adalah (yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya) dapat dibaca Syath`ahu atau Syatha`ahu, yakni tunasnya (maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat)
dapat dibaca Fa`aazarahuu atau Fa`azarahu, yakni tunas itu membuat tanaman menjadi kuat (lalu menjadi besarlah dia) membesarlah dia (dan tegak lurus) yakni kuat dan tegak lurus (di atas pokoknya)
lafal Suuq ini adalah bentuk jamak dari lafal Saaqun (tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya) karena keindahannya. Perumpamaan ini merupakan gambaran tentang keadaan para sahabat
karena mereka pada mulanya berjumlah sedikit lagi masih lemah, kemudian jumlah mereka makin bertambah banyak dan bertambah kuat dengan sistem yang sangat rapi
(karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan kekuatan orang-orang mukmin) lafal ayat ini berta'alluq kepada lafal yang tidak disebutkan yang disimpulkan dari kalimat sebelumnya,
yakni mereka diserupakan demikian karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh dari kalangan mereka)
yakni para sahabat; huruf Min di sini menunjukkan makna Bayanul Jinsi atau untuk menjelaskan jenis, bukan untuk menunjukkan makna Tab'idh atau sebagian,
demikian itu karena para sahabat semuanya memiliki sifat-sifat tersebut (ampunan dan pahala yang besar) yakni surga; kedua pahala itu berlaku pula bagi orang-orang sesudah mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam berbagai ayat lainnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fath | 48 : 29 |
Allah Swt. memberitahukan kepada Muhammad Saw. bahwa dia adalah benar utusan-Nya tanpa diragukan lagi. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ}
Muhammad itu adalah utusan Allah. (Al-Fath: 29) Ini merupakan mubtada, sedang khabar-nya termuat di dalam semua sifat yang terpuji lagi baik. Kemudian Allah Swt. memuji para sahabatnya yang bersama dia:
{وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ}
dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (Al-Fath: 29) Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ}
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir. (Al-Maidah: 54)
Inilah sifat orang-orang mukmin, seseorang dari mereka bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi lemah lembut terhadap sesamanya lagi kasih sayang. Dia bersikap pemarah dan bermuka masam di hadapan orang-orang kafir,
tetapi murah senyum dan murah tertawa di hadapan orang-orang mukmin saudara seimannya. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah Swt.:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً}
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan darimu, (At-Taubah: 123) Nabi Saw. telah bersabda:
"مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الواحد، إذا اشتكى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بالحمَّى والسَّهر"
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih sayang dan kecintaan mereka adalah seperti satu tubuh; apabila ada salah satu anggotanya merasa sakit, maka rasa sakitnya itu menjalar ke seluruh tubuh hingga terasa demam dan tidak dapat tidur. Nabi Saw. telah bersabda pula:
"الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا"
Orang mukmin itu sama halnya dengan bangunan-bangunan, yang satu sama lainnya saling menguatkan Hal ini diutarakan oleh Nabi Saw. seraya merancangkan jari jemari kedua tangannya. Kedua hadis ini terdapat di dalam kitab sahih. Firman Allah Swt.:
{تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا}
kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. (Al-Fath: 29) Allah Swt. menyifati mereka sebagai orang-orang yang banyak beramal dan banyak mengerjakan salat yang merupakan amal yang terbaik,
dan Allah menggambarkan bahwa mereka lakukan hal itu dengan tulus ikhlas dan memohon pahala yang berlimpah dari sisi-Nya, yaitu surga yang merupakan karunia dari-Nya. Karunia dari Allah itu adalah rezeki yang berlimpah bagi mereka
dan rida-Nya kepada mereka, yang hal ini jauh lebih banyak daripada nikmat yang pertama, yakni surga. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ}
Dan keridaan Allah adalah lebih besar. (At-Taubah: 72) Adapun firman Allah Swt.:
{سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ}
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (Al-Fath: 29) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa yang dimaksud dengan tanda-tanda ialah tanda yang baik yang ada pada wajah mereka.
Mujahid dan yang lain-lainya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah penampilannya khusyuk dan rendah diri. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Husain Al-Ju'fi, dari Zaidah, dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
(Al-Fath: 29) Bahwa yang dimaksud adalah khusyuk; menurut hemat saya tiada lain yang dimaksud adalah tanda ini yang terdapat di wajah dari bekas sujud. Tetapi ia menyanggah bahwa bisa saja tanda itu terdapat di antara dua mata (kening)
seseorang yang hatinya lebih keras daripada Fir'aun. Lain halnya dengan As-Saddi, ia mengatakan bahwa salat itu dapat memperindah penampilan muka. Sebagian ulama Salaf mengatakan, "Barang siapa yang banyak salatnya di malam hari,
maka wajahnya kelihatan indah di siang hari." Hal ini telah disandarkan oleh Ibnu Majah di dalam kitab sunannya, dari Ismail ibnu Muhammad As-Salihi, dari Sabit, dari Syarik, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ كَثُرَتْ صَلَاتُهُ بِاللَّيْلِ حَسُنَ وَجْهُهُ بِالنَّهَارِ"
Barang siapa yang banyak salatnya di malam hari, maka di siang hari wajahnya tampak indah. Tetapi yang benar hadis ini mauquf. Sebagian ulama mengatakan bahwa sesungguhnya keindahan ini mempunyai cahaya dalam hati
dan kecerahan pada roman muka, keluasan dalam rezeki serta kecintaan di hati orang lain. Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan r.a. mengatakan bahwa tidak sekali-kali seseorang menyembunyikan suatu rahasia, melainkan Allah
menampakkannya melalui roman mukanya dan keterlanjuran lisannya. Dengan kata lain, sesuatu yang terpendam di dalam jiwa tampak kelihatan pada roman muka yang bersangkutan. Seorang mukmin apabila hatinya tulus ikhalas
kepada Allah Swt., maka Allah Swt. memperbaiki penampilan lahiriahnya di mata orang lain, seperti apa yang diriwayatkan dari Umar ibnul Khattab r.a. yang mengatakan bahwa barang siapa yang memperbaiki hatinya,
maka Allah akan memperbaiki penampilan lahiriahnya.
وَقَالَ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ، حدثنا حامد بن آدم المروزي، حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ العَرْزَمي، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْل، عَنْ جُنْدَب بْنِ سُفْيَانَ البَجَلي قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا أَسَرَّ أَحَدٌ سَرِيرَةً إِلَّا أَلْبَسُهُ اللَّهُ رِدَاءَهَا، إِنْ خَيْرًا فَخَيْرٌ، وَإِنْ شَرًّا فَشَرٌّ"،
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Muhammad Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Hamid ibnu Adam Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kam. Al-Fall ibnu Musa,
dari Muhammad ibnu Ubaidillah Al-Arzam dan Salamah ibnu Kahil, dari Jundub ibnu Sufyan Al-Bajali r.a. yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Tidaklah seseorang menyembunyikan suatu rahasia,
melainkan Allah mengenakan kepadanya pakaian (lahiriah) dan rahasianya itu. Jika baik, maka lahiriahnya baik; dan jika buruk, maka lahiriahnya buruk pula. Al-Arzami adalah orang yang matruk (tidak terpakai hadisnya).
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنَا دَرَّاجٍ، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ: "لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ يَعْمَلُ فِي صَخْرَةٍ صَمَّاءَ لَيْسَ لَهَا بَابٌ وَلَا كُوَّةٌ، لَخَرَجَ عَمَلُهُ لِلنَّاسِ كَائِنًا مَا كَانَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Darij, dari Abul Hasam, dari Abu Sa'id r.a., dari Rasulullah Saw.
yang telah bersabda: Seandainya seseorang di antara kalian beramal di dalam sebuah batu besar yang tiada celah pintunya dan tiada pula lubang udaranya, niscaya amalnya itu akan keluar menampakkan diri kepada manusia seperti apa adanya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ [أَيْضًا]: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا زُهَيْر، حَدَّثَنَا قَابُوسُ بْنُ أَبِي ظَبْيَان: أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "إِنَّ الْهَدْيَ الصَّالِحَ، وَالسَّمْتَ الصَّالِحَ، وَالِاقْتِصَادَ جُزْءٌ مِنْ خَمْسَةٍ وَعِشْرِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kam. Oabus ibnu AbuZabyan, bahwa ayahnya telah menceritakan kepadanya dar. Ibnu Abbas r.a.,
dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya petunjuk yang baik, tanda (ciri) yang baik, dan sikap pertengahan merupakan seperdua puluh lima kenabian. Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini dari Abdullah ibnu Muhammad An-Nufaili,
dari Zuhair dengan sanad yang sama. Para sahabat radiyallahu 'anhum niat mereka ikhlas dan amal perbuatan mereka baik, maka setiap orang yang memandang mereka pasti akan terpesona dengan penampilan dan petunjuk
yang mereka kemukakan. Imam Malik mengatakan, telah sampai kepadaku suatu berita yang mengatakan bahwa orang-orang Nasrani, manakala mereka melihat para sahabat yang telah menaklukkan negeri Syam, mereka mengatakan,
"Demi Allah, orang-orang ini (yakni para sahabat) benar-benar lebih baik daripada kaum Hawariyyin (pendukung Nabi Isa) menurut sepengetahuan kami." Dan mereka memang benar dalam penilaiannya, karena sesungguhnya umat Nabi Saw.
ini dimuliakan di dalam kitab-kitab samawi sebelumnya, terlebih lagi sahabat-sahabat Rasulullah Saw. Allah Swt. sendiri telah menuturkan pula perihal mereka di dalam kitab-kitab yang diturunkan oleh-Nya
dan berita-berita yang telah tersebar di masa dahulu. Karena itulah maka Allah Swt. menyebutkan dalam ayat ini melalui firman-Nya:
{ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ}
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat. (Al-Fath: 29) Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ
dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya. (Al-Fath: 29) Yakni demikian pula halnya sahabat-sahabat Rasulullah. Mereka membelanya, membantunya serta menolongnya, dan keadaan mereka bersama Rasulullah Saw. sama dengan tunas beserta tanaman.
{لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ}
karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan (kekuatan) orang-orang mukmin. (Al-Fath: 29) Berdasarkan ayat ini Imam Malik rahimahullah menurut riwayat yang bersumber darinya menyebutkan bahwa kafirlah
orang-orang Rafidah itu karena mereka membenci para sahabat, dan pendapatnya ini disetujui oleh sebagian ulama. Hadis-hadis yang menyebutkan keutamaan para sahabat dan larangan mencela keburukan mereka cukup banyak,
dan sebagai dalil yang menguatkannya cukuplah dengan adanya pujian dari Allah Swt. kepada mereka melalui ayat ini. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ}
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka. (Al-Fath: 29) Huruf min dalam ayat ini adalah kata keterangan jenis, yakni mencakup mereka semua (dan bukan tab'id atau sebagian dari mereka).
{مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا}
ampunan dan pahala yang besar. (Al-Fath: 29) Yakni ampunan bagi dosa-dosa mereka, pahala yang berlimpah, serta rezeki yang mulia. Janji Allah itu pasti dan benar, Dia tidak akan menyalahi janji-Nya dan tidak akan menggantinya.
Barang siapa yang mengikuti jejak para sahabat, maka ia termasuk dari mereka hukumnya. Para sahabat memiliki keutamaan dan kepioniran serta kesempurnaan yang tidak dapat disaingi oleh seorang pun dari umat ini.
Semoga Allah melimpahkan ridaNya kepada mereka dan membuat mereka puas, serta menjadikan surga Firdaus sebagai tempat menetap mereka, dan Allah Swt. telah memenuhinya.
قَالَ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أحدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ"
Imam Muslim di dalam kitab sahihnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah. dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya seseorang dari kalian menginfakkan emas sebesar Bukit Uhud,
tidaklah hal itu dapat menyamai satu mud seseorang dari mereka dan tidak pula separonya.
Surat Al-Hujurat |49:1|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa tuqoddimuu baina yadayillaahi wa rosuulihii wattaqulloh, innalloha samii'un 'aliim
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
O you who have believed, do not put [yourselves] before Allah and His Messenger but fear Allah. Indeed, Allah is Hearing and Knowing.
(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului) berasal dari lafal Qadima yang maknanya sama dengan lafal Taqaddama artinya, janganlah kalian mendahului
baik melalui perkataan atau perbuatan kalian (di hadapan Allah dan Rasul-Nya) yang menyampaikan wahyu dari-Nya, makna yang dimaksud ialah janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya
tanpa izin dari keduanya (dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar) semua perkataan kalian (lagi Maha Mengetahui) semua perbuatan kalian.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan perdebatan antara Abu Bakar r.a., dan sahabat Umar r.a. Mereka berdua melakukan perdebatan di hadapan Nabi saw.
mengenai pengangkatan Aqra' bin Habis atau Qa'qa' bin Ma'bad. Ayat selanjutnya diturunkan berkenaan dengan orang yang mengangkat suaranya keras-keras di hadapan Nabi saw. yaitu firman-Nya:
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 1 |
Tafsir ayat 1-3
Melalui ayat-ayat ini Allah Swt. mengajarkan etika sopan santun kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dalam bergaul dengan Rasulullah Saw. Yaitu hendaknya mereka menghormati, memuliakan, dan mengagungkan beliau Saw. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) Maksudnya, janganlah kalian tergesa-gesa dalam segala sesuatu di hadapannya, yakni janganlah kamu melakukannya sebelum dia,
bahkan hendaknyalah kamu mengikuti kepadanya dalam segala urusan. Dan termasuk ke dalam pengertian umum etika yang diperintahkan Allah ini adalah hadis Mu'az r.a. ketika ia diutus oleh Nabi Saw. ke negeri Yaman.
"بِمَ تَحْكُمُ؟ " قَالَ: بِكِتَابِ اللَّهِ. قَالَ: "فَإِنْ لَمْ تَجِدْ؟ " قَالَ: بِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ. قَالَ: "فَإِنْ لَمْ تَجِدْ؟ " قَالَ: أَجْتَهِدُ رَأْيِي، فَضَرَبَ فِي صَدْرِهِ وَقَالَ: "الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رسولَ رسولِ اللَّهِ، لِمَا يَرْضَى رَسُولُ اللَّهِ".
Nabi Saw. bertanya kepadanya, "Dengan apa engkau putuskan hukum?" Mu'az menjawab, "Dengan Kitabullah" Rasul Saw. bertanya, "Kalau tidak kamu temukan?" Mu'az menjawab, "Dengan sunnah Rasul." Rasul Saw. bertanya,
"Jika tidak kamu temukan." Mu'az menjawab, "Aku akan berijtihad sendiri." Maka Rasul Saw. mengusap dadanya seraya bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah membimbing utusan Rasulullah kepada apa yang diridai oleh Rasulullah.
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hadis ini pula. Kaitannya dengan pembahasan ini ialah Mu'az menangguhkan pendapat dan ijtihadnya sendiri sesudah Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.
Sekiranya dia mendahulukan ijtihadnya sebelum mencari sumber dalil dari keduanya, tentulah dia termasuk orang yang mendahului Allah dan Rasul-Nya. Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.
sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) Yakni janganlah kamu katakan hal yang bertentangan dengan Kitabullah dan sunnah.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa mereka (para sahabat) dilarang berbicara di saat Rasulullah Saw. sedang berbicara. Mujahid mengatakan, "Janganlah kamu meminta fatwa kepada Rasulullah Saw.
tentang suatu perkara, sebelum Allah Swt. menyelesaikannya melalui lisannya." Ad-Dahhak mengatakan, "Janganlah kamu memutuskan suatu urusan yang menyangkut hukum syariat agama kalian sebelum Allah dan Rasul-Nya memutuskannya."
Sufyan As'-Sauri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt: Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) baik dalam ucapan maupun perbuatan. Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) Yaitu janganlah kamu berdoa sebelum imam berdoa. Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa ada beberapa orang
yang mengatakan, "Seandainya saja diturunkan mengenai hal anu dan anu. Seandainya saja hal anu dibenarkan. Maka Allah Swt. tidak menyukai hal tersebut; karena hal tersebut berarti sama dengan mendahului."
{وَاتَّقُوا اللَّهَ}
dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Hujurat: 1) dengan mengerjakan semua apa yang diperintahkan-Nya kepada kalian.
{إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Al-Hujurat: 1) Yakni Dia mendengar semua ucapan kalian dan mengetahui semua niat kalian. Firman Allah Swt.:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2) Ini merupakan etika lainnya yang melaluinya Allah mendidik hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka jangan meninggikan suaranya
di hadapan Nabi Saw. lebih tinggi daripada suaranya. Menurut suatu riwayat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang syekh, yakni Abu Bakar dan Umar. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Busrah ibnu Safwan Al-Lakhami, telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Umar, dari Ibnu Abu Mulaikah yang mengatakan bahwa hampir saja kedua orang yang terbaik binasa (yaitu Abu Bakar dan Umar) karena keduanya
meninggikan suaranya di hadapan Nabi Saw. di saat datang kepada beliau kafilah Bani Tamim. Lalu salah seorang dari keduanya berisyarat kepada Al-Aqra' ibnu Habis r.a. saudara lelaki Bani Mujasyi', sedangkan yang lain berisyarat
kepada lelaki lainnya. Nafi' mengatakan bahwa dia tidak ingat lagi nama lelaki itu. Maka Abu Bakar berkata, "Engkau ini tidak lain kecuali bersikap berbeda denganku." Umar menjawab, "Aku tidak berniat berbeda denganmu."
Maka suara keduanya kuat sekali memperdebatkan hal tersebut, lalu sehubungan dengan peristiwa itu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi,
dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (Al-Hujurat: 2)
Ibnuz Zubair r.a. mengatakan bahwa sesudah turunnya ayat ini Umar r.a. tidak berani lagi angkat bicara di hadapan Rasulullah Saw. melainkan mendengarnya lebih dahulu sampai mengerti. Akan tetapi, Ibnuz Zubair tidak menyebutkan
dari ayahnya tentang Abu Bakar r.a. Hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Muslim. Kemudian Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hajjaj,
dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Abdullah ibnuz Zubair r.a. pernah menceritakan kepadanya bahwa pernah datang iringan kafilah dari Bani Tamim kepada Nabi Saw. Maka Abu Bakar r a berkata,
"Angkatlah Al-Qa'qa' ibnu Ma'bad sebagai pemimpin mereka " Dan Umar r.a. berkata, "Angkatlah Al-Aqra' ibnu Habis sebagai pemimpin mereka." Maka Abu Bakar r.a. berkata, "Tiada lain tujuanmu hanya menentangku." Umar berkata,
"Aku tidak bermaksud menentangmu." Akhirnya keduanya perang mulut hingga suara mereka gaduh di hadapan Nabi Saw. Maka turunlah firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu. mendahului Allah dan Rasul-Nya.
(Al-Hujurat: 1) sampai dengan firman Allah Swt.: Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka. (Al-Hujurat: 5), hingga akhir ayat. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari dalam kitab tafsirnya
secara munfarid dengan sanad yang sama. Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Mansur,
telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Umar, dari Mukhariq, dari Tariq ibnu Syihab, dari Abu Bakar As-Siddiq r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2) Aku (Abu Bakar) berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, aku tidak akan berbicara lagi kepadamu melainkan dengan suara yang rendah (pelan).
Husain ibnu Umar sekalipun predikatnya daif, tetapi hadis ini telah kami kemukakan pula melalui riwayat Abdur Rahman ibnu Auf dan Abu Hurairah r.a. dengan lafaz yang semisal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Abdur Rahman ibnu Auf dan Abu Hurairah pun telah mengatakan hal yang semisal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami
Azar ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Anas, dari Anas ibnu Malik r.a., bahwa Nabi Saw. kehilangan Sabit ibnu Qais r.a. Maka seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah,
saya mengetahui di mana ia berada." Lalu lelaki itu mendatanginya, dan menjumpainya di rumahnya sedang menundukkan kepalanya. Maka lelaki itu bertanya kepadanya, "Mengapa kamu?" Ia menjawab, bahwa dirinya celaka
karena telah meninggikan suaranya di hadapan Nabi Saw. lebih dari suara Nabi Saw. Dan ia beranggapan bahwa amal baiknya telah dihapuskan, maka dia termasuk ahli neraka. Lelaki itu kembali kepada Nabi Saw.
dan menceritakan kepada beliau apa yang dikatakan oleh orang yang dicarinya itu, bahwa dia telah mengatakan anu dan anu. Musa ibnu Anas melanjutkan kisahnya. bahwa lalu felaki itu kembali menemuinya seraya membawa berita gembira
dan Nabi Saw. yang telah bersabda:
"اذْهَبْ إِلَيْهِ فَقُلْ لَهُ: إِنَّكَ لَسْتَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَلَكِنَّكَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ"
Kembalilah kamu kepadanya dan katakanlah kepadanya, "Sesungguhnya engkau bukan ahli neraka, tetapi engkau adalah termasuk ahli surga.” Imam Bukhari meriwayatkannya melalui jalur ini secara tunggal.
Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Hasyim telah menceritakan kepada kami Sulaiman Ibnul Mughirah, dari Sabit, dari Anas Ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman Allah Swt.:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2) sampai dengan firman-Nya: sedangkan kamu tidak menyadari. (Al-Hujurat: 2) Tersebutlah bahwa Sabit ibnu Qais ibnu Syammas
seorang yang memiliki suara yang keras. Maka ia berkata, "Akulah yang sering meninggikan suaraku diatas suara Rasulullah Saw. Maka aku termasuk ahli neraka, Semua amalku dihapus." Lalu ia duduk di tempat tinggal keluarganya
dengan hati yang sedih dan tidak mau keluar lagi. Maka Rasulullah Saw. merasa kehilangan dia, lalu sebagian orang berangkat menemuinya di rumahnya. Mereka berkata kepadanya bahwa Rasulullah Saw. merasa kehilangan dia,
dan mereka menanyakan mengenai penyebabnya. Sabit ibnu Qais menjawab, "Akulah orang yang sering meninggikan suaraku di atas suara Nabi Saw. dan aku sering berkata dengan suara yang keras kepada beliau; maka semua amalku
dihapuskan dan aku termasuk ahli neraka." Lalu mereka kembali kepada Nabi Saw dan menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan olehSabit ibnu Qais. Maka Nabi Saw. bersabda:
"لَا بَلْ هُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ"
Tidak, bahkan dia termasuk penghuni surga. Anas r.a. mengatakan, "Sejak saat itu kami melihatnya berjalan di antara kami, sedangkan kami mengetahui bahwa dia termasuk ahli surga. Ketika Perang Yamamah terjadi,
kami mengalami tekanan dari pihak musuh hingga terpukul mundur. Maka datanglah Sabit ibnu Qais ibnu Syammas dalam keadaan telah memakai kapur barus dan mengenakan kain kafan lalu berkata, "Alangkah buruknya
apa yang dianjurkan oleh teman-teman kalian," Kemudian ia maju ke barisan musuh dan memerangi mereka hingga ia gugur sebagai syuhada, semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepadanya.
Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu malik r.a.
yang mengatakan bahwa setelah ayat berikut diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2), hingga akhir ayat. Sabit r.a.
mengurung diri di dalam rumahnya, dan mengatakan "Aku termasuk ahli neraka," dan ia tidak lagi mau keluar menemui Nabi Saw Maka Nabi Saw. bertanya kepada Sa'd ibnu Mu'az, "Hai Abu Amr ke mana Sabit, apakah dia sakit?" Sa'd r.a.
menjawab, "Dia memang tetanggaku, tetapi aku tidak mengetahui bahwa dia sedang sakit." Lalu Sa'd r.a. mendatanginya dan menceritakan kepadanya perkataan Rasulullah Saw. Maka Sabit r.a. mengatakan, "Ayat ini telah diturunkan,
dan seperti yang telah kamu ketahui bahwa aku adalah orang yang paling tinggi nada suaranya di antara kalian melebihi suara Nabi Saw. Karena itu, aku adalah ahli neraka." Sa'd r.a. menceritakan kepada Nabi Saw.
apa yang dikatakan oleh Sabit itu. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tidak, bahkan dia termasuk ahli surga. Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Ahmad ibnu Sa'id Ad-Darimi, dari Hayyan ibnu Hilal, dari Sulaiman ibnul Mugirah
dengan sanad yang sama- tetapi di dalam riwayat ini tidak disebutkan nama Sa'd ibnu Mu'az r a Telah diriwayatkan pula dari Qatn ibnu Basyir, dari Ja'far ibnu Sulaiman, dari Sabit, dari Anas r.a. hal yang semisal; Imam Muslim menyebutkan
bahwa di dalam riwayatnya ini tidak disebutkan Sa'd ibnu Mu'az r.a. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Hudah ibnu Abdul Ala Al-Asadi, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar
ayahnya bercerita dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan (Al-Hujurat ayat 2), lalu disebutkan hal yang semisal, tetapi tidak disebutkan nama Sa'd ibnu Mu'az. Ditambahkan pula bahwa kami menyaksikannya
berjalan di antara kami dan kami beranggapan bahwa dia termasuk ahli surga. Ketiga jalur periwayatan ini berbeda dengan riwayat Hammad ibnu Salamah yang diriwayatkannya secara munfarid (tunggal) dan yang di dalamnya
disebutkan nama Sa'd ibnu Mu'az r.a. Menurut pendapat yang benar, di saat turunnya ayat ini Sa'd ibnu Mu'ai r.a. tidak ada lagi. Dia telah gugur beberapa hari sesudah perang dengan Bani Quraizah karena luka yang dideritanya,
yaitu pada tahun lima Hijriah. Sedangkan ayat ini diturunkan berkenaan dengan delegasi Bani Tamim. Dan menurut riwayat yang mutawatir, para ulama menyebutkan bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun sembilan Hijriah.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Abu Sabit ibnu Sabit ibnu Qais ibnu Syammas,
telah menceritakan kepadaku pamanku Ismail ibnu Muhammad ibnu Sabit ibnu Qais ibnu Syammas, dari ayahnya yang mengatakan bahwa setelah ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi,
dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras. (Al-Hujurat: 2) Maka Sabit ibnu Qais r.a. duduk di pinggir jalan seraya menangis. Lalu lewatlah kepadanya Asim ibnu Addi, dari Bani Ajlan dan bertanya kepadanya,
"Mengapa engkau menangis, hai Sabit?" Sabit r.a. menjawab, "Ayat inilah yang membuat aku takut, bilamana ia diturunkan berkenaan dengan diriku, karena aku adalah orang yang tinggi suaranya." Asim ibnu Addi r.a.
melanjutkan perjalanannya menemui Rasulullah Saw. Tangisan Sabit semakin menjadi-jadi, lalu ia mendatangi istrinya (Jamilah binti Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul) dan berkata, "Jika aku masuk kamarku, maka gemboklah pintunya
dari luar dengan paku." Maka istrinya melaksanakan apa yang diperintahkan suaminya itu, lalu Sabit berkata, "Aku tidak akan keluar hingga Allah mewafatkan diriku atau Rasulullah Saw. meridaiku."
Asim r.a. datang kepada Rasulullah Saw., lalu menceritakan kepadanya apa yang dialami oleh Sabit. Maka beliau Saw. bersabda, "Pergilah kepadanya dan undanglah dia untuk datang kepadaku." Asim r.a. datang ke tempat ia menemui Sabit,
tetapi ia tidak menjumpainya. Lalu ia datang ke rumah keluarga Sabit, dan ia menjumpainya berada di dalam kamar sedang mengunci dirinya, lalu ia berkata kepadanya bahwa Rasulullah Saw. memanggilnya. Maka Sabit berkata,
"Patahkan saja kuncinya." Lalu keduanya berangkat menuju rumah Nabi Saw. Sesampainya di hadapan Nabi Saw., beliau bertanya kepadanya, "Apakah yang menyebabkan kamu menangis, hai Sabit?" Sabit menjawab,
"Saya orang yang tinggi suaranya, dan saya merasa khawatir bila ayat ini diturunkan berkenaan dengan diri saya," maksudnya adalah firman Allah Swt.: Janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata
kepadanya dengan suara keras. (Al-Hujurat: 2) Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya: Tidakkah kamu puas bila kamu hidup dalam keadaan terpuji, gugur sebagai syuhada, dan masuk ke dalam surga? Lalu Sabit menjawab,
"Aku rela dengan berita gembira dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, dan aku tidak akan meninggikan suaraku lagi selamanya lebih dari suara Rasulullah Saw." Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya
orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. (Al-Hujurat: 3), hingga akhir ayat. Kisah ini telah diriwayatkan bukan hanya oleh seorang
dari kalangan Tabi'in. Allah Swt. telah melarang orang-orang mukmin meninggikan suaranya di hadapan Rasulullah Saw. Telah diriwayatkan pula kepada kami dari Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a. bahwa ia mendengar suara dua orang lelaki
di dalam Masjid Nabawi sedang bertengkar hingga suara keduanya tinggi dan gaduh. Maka datanglah Umar, lalu berkata, "Tahukah kamu berdua, di manakah kamu berada?" Kemudian Umar r.a. bertanya pula, "Dari manakah kamu berdua?"
Keduanya menjawab, "Dari Taif" Maka Umar berkata, "Seandainya kamu berdua dari kalangan penduduk Madinah, tentulah aku pukuli kamu berdua sampai kesakitan." Para ulama mengatakan bahwa makruh meninggikan suara di hadapan
kuburan Nabi Saw. sebagaimana hal tersebut dimakruhkan saat beliau Saw. masih hidup. Karena sesungguhnya beliau Saw. tetap dimuliakan, baik semasa hidupnya maupun sesudah wafatnya untuk selamanya.
Kemudian Allah Swt. melarang orang-orang mukmin berbicara kepadanya dengan suara yang keras sebagaimana seseorang berbicara dengan temannya, bahkan dia harus bersikap tenang, menghormati, dan memuliakannya saat berbicara
kepada beliau Saw. dan tentunya dengan suara yang tidak keras. Karena itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:
{وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ}
dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain. (Al-Hujurat: 2) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
{لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا}
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). (An-Nur: 63) Adapun firman Allah Swt.:
{أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ}
supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (Al-Hujurat: 2) Yakni sesungguhnya Kami melarang kalian meninggikan suara di hadapan Nabi Saw. lebih dari suaranya tiada lain karena dikhawatirkan beliau akan marah,
yang karenanya Allah pun marah disebabkan kemarahannya. Dan karenanya maka dihapuslah amal baik orang yang membuatnya marah, sedangkan dia tidak menyadarinya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis sahih yang menyebutkan:
"إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلقي لَهَا بَالا يُكْتَبُ لَهُ بِهَا الْجَنَّةُ. وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَط اللَّهِ لَا يُلقي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ السموات وَالْأَرْضِ"
Sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang diridai Allah Swt., sedangkan dia tidak menyadarinya, hingga ditetapkan baginya surga karenanya. Dan sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan
suatu kalimat yang dimurkai Allah Swt. tanpa ia sadari, hingga menjerumuskan dirinya ke dalam neraka karenanya, lebih jauh dari jarak antara langit dan bumi. Kemudian Allah Swt. menganjurkan kepada orang-orang mukmin agar merendahkan
suaranya di hadapan Nabi Saw. Allah memberi mereka semangat dan bimbingan serta anjuran kepada mereka untuk melakukannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ الَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى}
Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. (Al-Hujurat: 3)
Yakni diasah untuk bertakwa dan menjadikannya sebagai ahli dan tempat untuk takwa, sehingga takwa benar-benar meresap ke dalam hati sanubarinya.
{لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ}
Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al-Hujurat: 3) Imam Ahmad mengatakan di dalam Kitab Zuhud-nya, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mansur,
dari Mujahid yang mengatakan bahwa ia pernah berkirim surat kepada Khalifah Umar r.a. yang isinya sebagai berikut: "Wahai Amirul Mu’minin, seseorang tidak berselera terhadap maksiat dan tidak mempunyai keinginan untuk melakukannya;
apakah dia lebih utama daripada seseorang yang ingin melakukan maksiat, tetapi dia tidak mengerjakannya?" Maka Khalifah Umar r.a. menjawab, bahwa sesungguhnya orang-orang yang ingin melakukan maksiat,
tetapi mereka tidak mengerjakannya.
{أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ}
mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al-Hujurat: 3)
Surat Al-Hujurat |49:2|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa tarfa'uuu ashwaatakum fauqo shoutin-nabiyyi wa laa taj-haruu lahuu bil-qouli kajahri ba'dhikum liba'dhin an taḥbatho a'maalukum wa antum laa tasy'uruun
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari.
O you who have believed, do not raise your voices above the voice of the Prophet or be loud to him in speech like the loudness of some of you to others, lest your deeds become worthless while you perceive not.
("Hai orang-orang beriman janganlah kalian meninggikan suara kalian) bila kalian berbicara (lebih dari suara Nabi) bila ia berbicara (dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara keras)
bila kalian berbicara dengannya (sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebagian yang lain) tetapi rendahkanlah suara kalian di bawah suaranya
demi untuk menghormati dan mengagungkannya (supaya tidak dihapus pahala amal kalian sedangkan kalian tidak menyadarinya") maksudnya, takutlah kalian akan hal tersebut disebabkan suara kalian
yang tinggi dan keras di hadapannya. Ayat berikutnya diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang merendahkan suaranya di hadapan Nabi saw.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 2 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Al-Hujurat |49:3|
إِنَّ الَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَىٰ ۚ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ
innallażiina yaghudhdhuuna ashwaatahum 'inda rosuulillaahi ulaaa`ikallażiinamtaḥanallohu quluubahum lit-taqwaa, lahum maghfirotuw wa ajrun 'azhiim
Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa. Mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.
Indeed, those who lower their voices before the Messenger of Allah - they are the ones whose hearts Allah has tested for righteousness. For them is forgiveness and great reward.
("Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji) dicoba (hati mereka oleh Allah untuk bertakwa)
artinya, ujian untuk menampakkan ketakwaan mereka. (Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar") yakni surga. Ayat berikutnya diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang datang
di waktu tengah hari kepada Nabi saw. sedangkan Nabi saw. pada saat itu berada di dalam rumahnya, lalu mereka memanggil-manggilnya, yaitu firman-Nya:
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 3 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Al-Hujurat |49:4|
إِنَّ الَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَاءِ الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
innallażiina yunaaduunaka miw warooo`il-ḥujurooti akṡaruhum laa ya'qiluun
Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau (Muhammad) dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.
Indeed, those who call you, [O Muhammad], from behind the chambers - most of them do not use reason.
("Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar) yakni dari luar kamar istri-istrinya. Lafal Hujuraat bentuk jamak dari lafal Hujratun, yang artinya; sepetak tanah
yang dikelilingi oleh tembok atau lainnya, yang digunakan sebagai tempat tinggal. Masing-masing di antara mereka memanggil Nabi saw. dari belakang kamar-kamarnya,
karena mereka tidak mengetahui di kamar manakah Nabi saw. berada. Mereka memanggilnya dengan suara yang biasa dilakukan oleh orang-orang Arab Badui, yaitu dengan suara yang keras dan kasar
(kebanyakan mereka tidak mengerti) tentang apa yang harus mereka kerjakan di dalam menghadapi kedudukanmu yang tinggi, dan sikap penghormatan manakah yang pantas mereka lakukan untukmu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 4 |
Tafsir ayat 4-5
Kemudian Allah Swt. mencela orang-orang yang memanggil Nabi Saw. dari luar kamarnya, yakni kamar istri-istrinya, seperti yang dilakukan oleh kebiasaan orang-orang Arab kampung yang keras lagi kasar wataknya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ}
kebanyakan mereka tidak mengerti. (Al-Hujurat: 4) Kemudian Allah Swt. memberi petunjuk kepada etika sopan santun dalam hal tersebut. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ}
Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka, sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka. (Al-Hujurat: 5) Yakni tentulah hal tersebut mengandung kebaikan dan maslahat bagi mereka di dunia dan akhiratnya. Kemudian Allah Swt. menyeru mereka untuk bertobat dan kembali kepada-Nya:
{وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 5) Menurut riwayat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Aqra' ibnu Habis At-Tamimi r.a. menurut yang diketengahkan bukan hanya oleh seorang.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Uqbah, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Al-Aqra' ibnu Habis r.a.
bahwa ia memanggil Rasulullah Saw., "Hai Muhammad, hai Muhammad!" Menurut riwayat yang lain menyebutkan, "Hai Rasulullah," tetapi Rasulullah Saw. tidak menyahutnya. Maka berkatalah Al-Aqra' ibnu Habis, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya pujianku benar-benar baik dan celaanku benar-benar buruk." Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Itu adalah Allah Swt."Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ammar Al-Husain ibnu Hurayyis Al-Marwazi,
telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Musa, dari Al-Husain ibnu Waqid, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu). (Al-Hujurat: 4)
Seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Hai Muhammad, sesungguhnya pujianku baik dan celaanku buruk." Rasulullah Saw. menjawab, "Itu adalah Allah Swt." Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri
dan Qatadah secara mursal. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Habib ibnu Abu Umrah yang mengatakan bahwa Bisyr ibnu Galib dan Labid ibnu Utarid atau Bisyr ibnu Utarid dan Labid ibnu Galib berada di sisi Al-Hajjaj duduk,
maka Bisyr ibnu Galib berkata kepada Labid ibnu Utarid, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan kaummu Bani Tamim, yaitu firman Allah Swt.: Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu). (Al-Hujurat: 4)
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa lalu ia menceritakan hal tersebut kepada Sa'id ibnu Jubair. Maka Sa'id ibnu Jubair menjawab, bahwa seandainya dia mengetahui kelanjutan dari ayat tersebut, tentulah dia menjawabnya:
Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. (Al-Hujurat: 17) Mereka mengatakan, "Kami masuk Islam dan Bani Asad tidak memerangimu."Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku,
telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali Al-Bahili, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Daud At-Ta'i menceritakan dari Abu Muslim Al-Bajali, dari Zaid ibnu Arqam r.a.
yang mengatakan bahwa beberapa golongan dari orang Badui berkumpul, dan mereka mengatakan, "Marilah kita berangkat menemui lelaki ini. Jika dia memang seorang nabi, maka kita adalah orang yang paling berbahagia karena ada dia;
dan jika dia seorang malaikat, berarti kita dapat hidup dengan sayapnya." Zaid ibnu Arqam melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia datang kepada Rasulullah Saw. dan menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan oleh orang-orang Badui itu.
Selanjutnya orang-orang Badui itu datang ke rumah Nabi Saw., dan mereka memanggil Nabi Saw. yang berada di dalam kamarnya, "Hai Muhammad, hai Muhammad!" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya
orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. (Al-Hujurat: 4) Maka Rasulullah Saw. memegang daun telingaku dan menjewernya seraya bersabda: Sesungguhnya Allah Swt.
telah membenarkan ucapanmu, hai Zaid. Sesungguhnya Allah Swt. telah membenarkan ucapanmu, hai Zaid. Imam Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dari Al-Hasan ibnu Arafah, dari Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman dengan sanad yang sama.
Surat Al-Hujurat |49:5|
وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّىٰ تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
walau annahum shobaruu ḥattaa takhruja ilaihim lakaana khoirol lahum, wallohu ghofuurur roḥiim
Dan sekiranya mereka bersabar sampai engkau keluar menemui mereka, tentu akan lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
And if they had been patient until you [could] come out to them, it would have been better for them. But Allah is Forgiving and Merciful.
(Dan kalau sekiranya mereka bersabar) lafal Annahum berada dalam Mahall Rafa' sebagai Mubtada. Tetapi menurut pendapat lain menjadi Fa'il dari Fi'il yang diperkirakan keberadaannya,
yaitu lafal Tsabata (sampai kamu keluar menemui mereka, sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang")
kepada orang yang bertobat di antara mereka. Ayat berikut ini diturunkan berkenaan dengan Walid bin Uqbah. Ia telah diutus oleh Nabi saw. ke Bani Mushthaliq untuk menarik zakat,
tetapi ia merasa takut terhadap mereka, karena dahulu di masa jahiliah ia bermusuhan dengan mereka. Akhirnya di tengah perjalanan ia kembali lagi seraya melaporkan,
bahwa mereka tidak mau membayar zakat dan bahkan mereka hampir saja membunuhnya. Karena itu hampir saja Nabi saw. bermaksud untuk memerangi mereka,
hanya karena mereka keburu datang menghadap Nabi saw. seraya mengingkari apa yang telah dikatakan oleh Walid mengenai mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 5 |
penjelasan ada di ayat 4
Surat Al-Hujurat |49:6|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
yaaa ayyuhallażiina aamanuuu in jaaa`akum faasiqum binaba`in fa tabayyanuuu an tushiibuu qoumam bijahaalatin fa tushbiḥuu 'alaa maa fa'altum naadimiin
Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.
O you who have believed, if there comes to you a disobedient one with information, investigate, lest you harm a people out of ignorance and become, over what you have done, regretful.
(Hai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita) (maka periksalah oleh kalian) kebenaran beritanya itu, apakah ia benar atau berdusta.
Menurut suatu qiraat dibaca Fatatsabbatuu berasal dari lafal Ats-Tsabaat, artinya telitilah terlebih dahulu kebenarannya (agar kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum)
menjadi Maf'ul dari lafal Fatabayyanuu, yakni dikhawatirkan hal tersebut akan menimpa musibah kepada suatu kaum (tanpa mengetahui keadaannya) menjadi Hal atau kata keterangan keadaan dari Fa'il,
yakni tanpa sepengetahuannya (yang menyebabkan kalian) membuat kalian (atas perbuatan kalian itu) yakni berbuat kekeliruan terhadap kaum tersebut (menyesal) selanjutnya Rasulullah saw.
mengutus Khalid kepada mereka sesudah mereka kembali ke negerinya. Ternyata Khalid tiada menjumpai mereka melainkan hanya ketaatan dan kebaikan belaka, lalu ia menceritakan hal tersebut kepada Nabi saw.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 6 |
Tafsir ayat 6-8
Allah Swt. memerintahkan (kaum mukmin) untuk memeriksa dengan teliti berita dari orang fasik, dan hendaklah mereka bersikap hati-hati dalam menerimanya dan jangan menerimanya dengan begitu saja, yang akibatnya
akan membalikkan kenyataan. Orang yang menerima dengan begitu saja berita darinya, berarti sama dengan mengikuti jejaknya. Sedangkan Allah Swt. telah melarang kaum mukmin mengikuti jalan orang-orang yang rusak.
Berangkat dari pengertian inilah ada sejumlah ulama yang melarang kita menerima berita (riwayat) dari orang yang tidak dikenal, karena barangkali dia adalah orang yang fasik. Tetapi sebagian ulama lainnya mau menerimanya
dengan alasan bahwa kami hanya diperintahkan untuk meneliti kebenaran berita orang fasik, sedangkan orang yang tidak dikenal (majhul) masih belum terbukti kefasikannya karena dia tidak diketahui keadaannya.
Kami telah membahas masalah ini di dalam Kitabul Ilmi bagian dari Syarah Imam Bukhari (karya tulis penulis sendiri). Banyak ulama tafsir yang menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu'it
ketika dia diutus oleh Rasulullah Saw. untuk memungut zakat orang-orang Banil Mustaliq. Hal ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur, dan yang terbaik ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya
melalui riwayat pemimpin orang-orang Banil Mustaliq, yaitu Al-Haris ibnu Abu Dirar, orang tua Siti Juwariyah Ummul Mu’minin r.a. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sabiq,
telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku ayahku, bahwa ia pernah mendengar Al-Haris ibnu Abu Dirar Al-Khuza'i r.a. menceritakan hadis berikut: Aku datang menghadap kepada Rasulullah Saw.
Beliau menyeruku untuk masuk Islam, lalu aku masuk Islam dan menyatakan diri masuk Islam. Beliau Saw. menyeruku untuk zakat, dan aku terima seruan itu dengan penuh keyakinan. Aku berkata, "Wahai Rasulullah,
aku akan kembali kepada mereka dan akan kuseru mereka untuk masuk Islam dan menunaikan zakat. Maka barang siapa yang memenuhi seruanku, aku kumpulkan harta zakatnya; dan engkau, ya Rasulullah, tinggal mengirimkan utusanmu
kepadaku sesudah waktu anu dan anu agar dia membawa harta zakat yang telah kukumpulkan kepadamu." Setelah Al-Haris mengumpulkan zakat dari orang-orang yang memenuhi seruannya dan masa yang telah ia janjikan kepada
Rasulullah Saw. telah tiba untuk mengirimkan zakat kepadanya, ternyata utusan dari Rasulullah Saw. belum juga tiba. Akhirnya Al-Haris mengira bahwa telah terjadi kemarahan Allah dan Rasul-Nya terhadap dirinya. Untuk itu Al-Haris
mengumpulkan semua orang kaya kaumnya, lalu ia berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah menetapkan kepadaku waktu bagi pengiriman utusannya kepadaku untuk mengambil harta zakat yang ada padaku sekarang,
padahal Rasulullah Saw. tidak pernah menyalahi janji, dan aku merasa telah terjadi suatu hal yang membuat Allah dan Rasul-Nya murka. Karena itu, marilah kita berangkat menghadap kepada Rasulullah Saw.
(untuk menyampaikan harta zakat kita sendiri)." Bertepatan dengan itu Rasulullah Saw. mengutus Al-Walid ibnu Uqbah kepada Al-Haris untuk mengambil harta zakat yang telah dikumpulkannya. Ketika Al-Walid sampai di tengah jalan,
tiba-tiba hatinya gentar dan takut, lalu ia kembali kepada Rasulullah Saw. dan melapor kepadanya, "Hai Rasulullah, sesungguhnya Al-Haris tidak mau memberikan zakatnya kepadaku, dan dia akan membunuhku
." Mendengar laporan itu Rasulullah Saw. marah, lalu beliau mengirimkan sejumlah pasukan kepada Al-Haris. Ketika Al-Haris dan teman-temannya sudah dekat dengan kota Madinah, mereka berpapasan dengan pasukan yang dikirim
oleh Rasulullah Saw. itu. Pasukan tersebut melihat kedatangan Al-Haris dan mereka mengatakan, "Itu dia Al-Haris," lalu mereka mengepungnya. Setelah Al-Haris dan teman-temannya terkepung, ia bertanya, "Kepada siapakah kalian dikirim?"
Mereka menjawab, "Kepadamu." Al-Haris bertanya, "Mengapa?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah mengutus Al-Walid ibnu Uqbah kepadamu, lalu ia memberitakan bahwa engkau menolak bayar zakat dan bahkan
akan membunuhnya." Al-Haris menjawab, "Tidak, demi Tuhan yang telah mengutus Muhammad Saw. dengan membawa kebenaran, aku sama sekali tidak pernah melihatnya dan tidak pernah pula kedatangan dia." Ketika Al-Haris masuk menemui
Rasulullah Saw., beliau bertanya, "Apakah engkau menolak bayar zakat dan hendak membunuh utusanku?" Al-Haris menjawab, "Tidak, demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku belum melihatnya
dan tiada seorang utusan pun yang datang kepadaku. Dan tidaklah aku datang melainkan pada saat utusan engkau datang terlambat kepadaku, maka aku merasa takut bila hal ini membuat murka Allah dan Rasul-Nya.
" Al-Haris melanjutkan kisahnya, bahwa lalu turunlah ayat dalam surat Al-Hujurat ini, yaitu: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita. (Al-Hujurat: 6) sampai dengan firman-Nya:
lagi Mahabijaksana. (Al-Hujurat: 8) Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hadis ini dari Al-Munzir ibnu Syazan At-Tammar, dari Muhammad ibnu Sabiq dengan sanad yang sama. Imam Tabrani telah meriwayatkannya pula melalui hadis
Muhammad ibnu Sabiq dengan sanad yang sama, hanya di dalam riwayatnya disebutkan Al-Haris ibnu Siran, tetapi sebenarnya adalah Al-Haris ibnu Dirar, seperti yang disebutkan dalam riwayat di atas.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aun, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Sabit maula Ummu Salamah r.a., dari Ummu Salamah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah mengutus seorang lelaki untuk memungut zakat dari Banil Mustaliq sesudah mereka ditaklukkan dengan jalan perang. Maka kaum Banil Mustaliq mendengar berita tersebut, lalu mereka menyambut kedatangannya
sebagai rasa hormat mereka kepada Rasulullah Saw. Akan tetapi, setan membisikkan kepada utusan Rasulullah Saw. bahwa mereka (orang-orang Banil Mustaliq itu) hendak membunuhnya. Maka lelaki itu kembali kepada Rasulullah Saw.
dan berkata kepadanya, "Sesungguhnya orang-orang Banil Mustaliq tidak mau membayar zakatnya kepadaku." Maka Rasulullah Saw. dan kaum muslim marah mendengar berita itu. Orang-orang Banil Mustaliq mendengar kepulangan
utusan tersebut, maka mereka datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan mereka membentuk saf bermakmum kepada Rasulullah Saw. saat beliau Saw. salat Lohor. Lalu mereka berkata, "Kami berlindung kepada Allah dari murka Allah
dan murka Rasul-Nya, engkau telah mengutus seorang lelaki kepada kami sebagai penarik zakat. Maka kami merasa gembira dan senang dengan berita itu. Tetapi sesampainya di tengah jalan, dia kembali: maka kami merasa takut bila hal itu
merupakan suatu kemurkaan dari Allah dan Rasul-Nya (terhadap kami)." Mereka masih terus berbicara dengan Rasulullah Saw. hingga datanglah Bilal r.a., lalu mengumandangkan azan salat Asar. Ummu Salamah r.a. melanjutkan kisahnya,
bahwa lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum
tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Al-Hujurat: 6) Ibnu Jarir telah meriwayatkan pula melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan ayat ini. Disebutkan
bahwa Rasulullah Saw. mengutus Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu'it kepada orang-orang Banil Mustaliq untuk memungut zakat dari mereka. Dan sesungguhnya mereka ketika mendengar berita itu merasa gembira,
lalu mereka keluar hendak menyambut utusan dari Rasulullah Saw. Tetapi ketika Al-Walid melihat mereka, dalam hatinya ia mengira bahwa mereka hendak membunuhnya, lalu ia kembali kepada Rasulullah Saw. dan berkata,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya Banil Mustaliq tidak mau membayar zakat." Maka Rasulullah Saw. benar-benar marah mendengar laporan itu. Dan ketika kami sedang membicarakan perihal mereka, tiba-tiba datanglah delegasi mereka,
lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah mendapat berita bahwa utusanmu kembali lagi di tengah jalan, maka kami merasa khawatir bila hal yang mengembalikannya itu adalah surat darimu karena kemarahanmu kepada kami,
dan sesungguhnya kami berlindung kepada Allah dari kemurkaanNya dan murka Rasul-Nya." Dan sesungguhnya Nabi Saw. dan kaum muslim telah mengurung mereka dan hampir saja menyerang mereka, tetapi Allah Swt. menurunkan wahyu-Nya
yang membela mereka, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti. (Al-Hujurat: 6), hingga akhir ayat. Mujahid dan Qatadah menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan Al-Walid ibnu Uqbah kepada Banil Mustaliq untuk mengambil harta zakat mereka. Lalu Banil Mustaliq menyambut kedatangannya dengan membawa zakat (yakni berupa ternak), tetapi Al-Walid kembali lagi
dan melaporkan bahwa sesungguhnya Banil Mustaliq telah menghimpun kekuatan untuk memerangi Rasulullah. Menurut riwayat Qatadah, disebutkan bahwa selain itu mereka murtad dari Islam. Maka Rasulullah Saw. mengirimkan
Khalid ibnul Walid r.a. kepada mereka, tetapi beliau Saw. berpesan kepada Khalid agar meneliti dahulu kebenaran berita tersebut dan jangan cepat-cepat mengambil keputusan sebelum cukup buktinya. Khalid berangkat menuju
ke tempat Banil Mustaliq, ia sampai di dekat tempat mereka di malam hari. Maka Khalid mengirimkan mata-matanya untuk melihat keadaan mereka; ketika mata-mata Khalid kembali kepadanya, mereka menceritakan kepadanya bahwa
Banil Mustaliq masih berpegang teguh pada Islam, dan mereka mendengar suara azan di kalangan Banil Mustaliq serta suara salat mereka. Maka pada keesokan harinya Khalid r.a. mendatangai mereka dan melihat hal yang menakjubkan dirinya
di kalangan mereka, lalu ia kembali kepada Rasulullah Saw. dan menceritakan semua apa yang disaksikannya, lalu tidak lama kemudian Allah Swt. menurunkan ayat ini. Qatadah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"التَّبيُّن مِنَ اللَّهِ، والعَجَلَة مِنَ الشَّيْطَانِ".
Hati-hati itu dari Allah dan terburu-buru itu dari setan. Hal yang sama telah disebutkan bukan hanya oleh seorang dari kalangan ulama Salaf, antara lain Ibnu Abu Laila, Yazid ibnu Ruman, Ad-Dahhak, Muqatil ibnu Hayyan,
dan lain-lainnya. Mereka mengatakan sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Walid ibnu Uqbah. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:
{وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ}
Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. (Al-Hujurat: 7) Yakni ketahuilah bahwa di antara kalian terdapat Rasulullah Saw. Maka hormatilah dia, muliakanlah dia, bersopan santunlah kamu dalam menghadapinya,
dan turutilah perintahnya. Karena sesungguhnya dia lebih mengetahui kemaslahatan kalian dan lebih sayang kepada kalian daripada diri kalian sendiri. Dan pendapatnya untuk kalian lebih sempurna daripada pendapat kalian untuk diri kalian sendiri.
Hal yang senada disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ}
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri. (Al-Ahzab: 6) Kemudian Allah Swt. menjelaskan bahwa pendapat mereka sia-sia bila ditinjau dari segi kemaslahatan mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الأمْرِ لَعَنِتُّمْ}
Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan, benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan. (Al-Hujurat: 7) Yakni sekiranya dia menuruti kalian dalam semua apa yang kalian pilih, niscaya hal itu akan mengakibatkan kamu
mengalami kesusahan dan merasa berdosa. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:
{وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ}
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka, tetapi mereka berpaling dari kebanggaan. (Al-Mu’minun: 71) Adapun firman Allah Swt.:
{وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ}
tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu. (Al-Hujurat: 7) Yaitu menjadikan iman itu dicintai oleh hati kalian dan memperindahnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا بَهْز، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مَسْعَدة، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "الْإِسْلَامُ عَلَانِيَةً، وَالْإِيمَانُ فِي الْقَلْبِ" قَالَ: ثُمَّ يُشِيرُ بِيَدِهِ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ يَقُولُ: "التَّقْوَى هَاهُنَا، التَّقْوَى هَاهُنَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz, telah menceritakan kepada kami Ali ibnuMas'adah, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Islam itu terang-terangan dan iman itu di dalam hati. Anas r.a. mengatakan bahwa kemudian Rasulullah Saw. berisyarat ke arah dadanya sebanyak tiga kali, lalu bersabda: Takwa itu (letaknya) di sini, takwa itu (letaknya) di sini.
Firman Allah Swt.:
{وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ}
serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. (Al-Hujurat: 7) Yakni dan Allah menjadikan hatimu membenci kekafiran dan kefasikan yakni dosa-dosa besar, yang dimaksud dengan Al Isyan ialah
semua perbuatan durhaka, ini merupakan kesempurnaan nikmat dari Allah Swt. yang bertingkat-tingkat. Firman Allah Swt.:
{أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ}
Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. (Al-Hujurat: 7) Orang-orang yang mempunyai sifat-sifat ini adalah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, Allah-lah yang telah menganugerahkan hal ini kepada mereka.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْفَزَارِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَيْمَنَ الْمَكِّيُّ، عَنِ ابْنِ رَفَاعَةَ الزُّرَقِيِّ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ أُحُدٍ وَانْكَفَأَ الْمُشْرِكُونَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْتَوُوا حَتَّى أُثْنِيَ عَلَى رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ" فَصَارُوا خَلْفَهُ صُفُوفًا، فَقَالَ: "اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كُلُّهُ. اللَّهُمَّ لَا قَابِضَ لِمَا بَسَطْتَ، وَلَا بَاسِطَ لِمَا قَبَضْتَ، وَلَا هَادِيَ لِمَنْ أَضْلَلْتَ، وَلَا مُضل لِمَنْ هَدَيْتَ. وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ. وَلَا مُقَرِّبَ لِمَا بَاعَدْتَ، وَلَا مُبَاعِدَ لِمَا قَرَّبْتَ. اللَّهُمَّ ابْسُطْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِكَ وَرَحْمَتِكَ وَفَضْلِكَ وَرِزْقِكَ. اللَّهُمَّ، إِنِّي أَسْأَلُكَ النَّعِيمُ الْمُقِيمُ الَّذِي لَا يَحُولُ وَلَا يَزُولُ. اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ النَّعِيمَ يَوْمَ العَيْلَة، وَالْأَمْنَ يَوْمَ الْخَوْفِ. اللَّهُمَّ إِنَّى عَائِذٌ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا أَعْطَيْتَنَا، وَمِنْ شَرٍّ مَا مَنَعْتَنَا. اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْإِيمَانَ وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوبِنَا، وَكَرِّهْ إِلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِينَ. اللَّهُمَّ، تَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ، وَأَحْيِنَا مُسْلِمِينَ، وَأَلْحِقْنَا بِالصَّالِحِينَ، غَيْرَ خَزَايَا وَلَا مَفْتُونِينَ. اللَّهُمَّ، قَاتِلِ الْكَفَرَةَ الَّذِينَ يُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ، وَاجْعَلْ عَلَيْهِمْ رِجْزَكَ وَعَذَابَكَ. اللَّهُمَّ قَاتِلِ الْكَفَرَةَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ، إِلَهَ الْحَقِّ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Aiman Al-Makki, dari Abu Rifa'ah Az-Zurqi, dari ayahnya yang mengatakan bahwa
ketika terjadi Perang Uhud dan pasukan kaum musyrik telah pulang, maka Rasulullah Saw. bersabda: Berbarislah dengan rapi karena aku akan memanjatkan doa kepada Tuhanku. Maka mereka berbaris membentuk saf-saf di belakang beliau,
lalu beliau mengucapkan doa berikut: Ya Allah, bagi-Mu segala puji. Ya Allah, tiada yang dapat menggenggam terhadap apa yang Engkau bukakan, dan tiada yang dapat membuka terhadap apa yang Engkau genggamkan;
dan tiada yang dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang Engkau sesatkan, dan tiada yang dapat menyesatkan orang yang Engkau tunjuki; dan tiada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau cegah, dan tiada yang dapat
mencegah terhadap apa yang Engkau beri; dan tiada yang dapat mendekatkan apa yang Engkau jauhkan, dan tiada yang dapat menjauhkan apa yang Engkau dekatkan. Ya Allah, limpahkanlah kepada kami berkah, rahmat, karunia,
dan rezeki-Mu. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau nikmat yang kekal yang tidak berpindah dan tidak pula lenyap. Ya Allah, aku memohon nikmat kepada Engkau di hari yang sulit, dan keamanan di hari yang menakutkan.
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari keburukan apa yang telah Engkau berikan kepada kami dan dari keburukan apa yang Engkau cegah dari kami. Ya Allah, jadikanlah kami cinta kepada keimanan dan jadikanlah
iman itu indah dalam hati kami; dan jadikanlah kami benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan; dan jadikanlah kami orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. Ya Allah, wafatkanlah kami sebagai orang-orang muslim,
dan hidupkanlah kami sebagai orang-orang muslim, dan himpunkanlah aku dengan orang-orang yang saleh agar tidak kecewa dan tidak pula terfitnah. Ya Allah, perangilah orang-orang kafir yang mendustakan rasul-rasul-Mu
dan mencegah manusia dari jalanMu, dan jadikanlah siksaan dan azab-Mu atas mereka. Ya Allah, Tuhan Yang Hak, perangilah orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab. Imam Nasai meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Al-Yaum WalLailah,
dari Ziad ibnu Ayyub, dari Marwan ibnu Mu'awiyah, dari Abdul Wahid ibnu Aiman, dari Ubaid ibnu Rifa'ah, dari ayahnya dengan sanad yang sama. Di dalam hadis yang marfu' disebutkan:
"مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ، وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ، فَهُوَ مُؤْمِنٌ"
Barang siapa yang gembira karena kebaikannya dan susah karena keburukannya, maka dia adalah orang mukmin. Kemudian Allah Swt. berfirman:
{فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً}
sebagai karunia dan nikmat dari Allah. (Al-Hujurat: 8) Yakni pemberian yang telah diberikan kepada kalian ini merupakan karunia dan nikmat dari-Nya.
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Al-Hujurat: 8) Yaitu Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah dan siapa yang berhak mendapat kesesatan, lagi Dia Mahabijaksana dalam semua ucapan, perbuatan, syariat, dan takdir-Nya.
Surat Al-Hujurat |49:7|
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ ۚ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
wa'lamuuu anna fiikum rosuulalloh, lau yuthii'ukum fii kaṡiirim minal-amri la'anittum wa laakinnalloha ḥabbaba ilaikumul-iimaana wa zayyanahuu fii quluubikum wa karroha ilaikumul-kufro wal-fusuuqo wal-'ishyaan, ulaaa`ika humur-roosyiduun
Dan ketahuilah bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal, pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan, dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,
And know that among you is the Messenger of Allah. If he were to obey you in much of the matter, you would be in difficulty, but Allah has endeared to you the faith and has made it pleasing in your hearts and has made hateful to you disbelief, defiance and disobedience. Those are the [rightly] guided.
(Dan ketahuilah oleh kamu sekalian bahwa di kalangan kalian ada Rasulullah) maka janganlah sekali-kali kalian mengatakan hal-hal yang batil, karena sesungguhnya Allah
akan memberitahukannya seketika itu juga. (Kalau ia menuruti kemauan kalian dalam banyak urusan) yang kalian beritakan tidak sesuai dengan kenyataannya,
oleh karena itu maka hasilnya sesuai dengan apa yang kalian beritakan itu (niscaya kalian akan mendapat dosa) yakni benar-benar kalian mendapat dosa karena hal itu, yaitu dosa memberikan keterangan yang palsu
(tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah) yakni dipandang baik (dalam hati kalian serta menjadikan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan)
pengertian Istidrak yang dikandung oleh lafal Laakin dipandang dari segi makna bukan lafalnya, karena sesungguhnya orang yang cinta kepada keimanan memiliki sifat-sifat berbeda
dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh orang-orang yang telah disebutkan tadi. (Mereka itulah) di dalam ungkapan ini terkandung iltifat dari Mukhathab (orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus) yakni orang-orang yang teguh dalam agamanya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 7 |
penjelasan ada di ayat 6
Surat Al-Hujurat |49:8|
فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
fadhlam minallohi wa ni'mah, wallohu 'aliimun ḥakiim
sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.
[It is] as bounty from Allah and favor. And Allah is Knowing and Wise.
(Sebagai karunia dari Allah) lafal Fadhlan adalah Mashdar yang dinashabkan oleh Fi'ilnya yang keberadaannya diperkirakan sebelumnya, yaitu lafal Afdhala (dan nikmat) dari-Nya.
(Dan Allah Maha Mengetahui) keadaan mereka (lagi Maha Bijaksana) di dalam memberikan nikmat-Nya kepada mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 8 |
penjelasan ada di ayat 6
Surat Al-Hujurat |49:9|
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
wa in thooo`ifataani minal-mu`miniinaqtataluu fa ashliḥuu bainahumaa, fa im baghot iḥdaahumaa 'alal-ukhroo fa qootilullatii tabghii ḥattaa tafiii`a ilaaa amrillaah, fa in faaa`at fa ashliḥuu bainahumaa bil-'adli wa aqsithuu, innalloha yuḥibbul-muqsithiin
Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
And if two factions among the believers should fight, then make settlement between the two. But if one of them oppresses the other, then fight against the one that oppresses until it returns to the ordinance of Allah. And if it returns, then make settlement between them in justice and act justly. Indeed, Allah loves those who act justly.
(Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin) hingga akhir ayat. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu masalah, yaitu bahwa Nabi saw.
pada suatu hari menaiki keledai kendaraannya, lalu ia melewati Ibnu Ubay. Ketika melewatinya tiba-tiba keledai yang dinaikinya itu kencing, lalu Ibnu Ubay menutup hidungnya,
maka berkatalah Ibnu Rawwahah kepadanya, "Demi Allah, sungguh bau kencing keledainya jauh lebih wangi daripada bau minyak kesturimu itu," maka terjadilah antara kaum mereka berdua saling baku hantam dengan tangan,
terompah dan pelepah kurma (berperang) Dhamir yang ada pada ayat ini dijamakkan karena memandang dari segi makna yang dikandung lafal Thaaifataani, karena masing-masing
Thaaifah atau golongan terdiri dari sekelompok orang. Menurut suatu qiraat ada pula yang membacanya Iqtatalataa, yakni hanya memandang dari segi lafal saja
(maka damaikanlah antara keduanya) dan Dhamir pada lafal ini ditatsniyahkan karena memandang dari segi lafal. (Jika berbuat aniaya) atau berbuat melewati batas
(salah satu dari kedua golongan itu terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali) artinya, rujuk kembali
(kepada perintah Allah) kepada jalan yang benar (jika golongan itu telah kembali kepada perintah Allah maka damaikanlah antara keduanya dengan adil) yaitu dengan cara pertengahan
(dan berlaku adillah) bersikap jangan memihaklah. (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 9 |
Tafsir ayat 9-10
Allah Swt. berfirman memerintahkan kaum mukmin agar mendamaikan di antara dua golongan yang berperang satu sama lainnya:
{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا}
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. (Al-Hujurat: 9) Allah menyebutkan mereka sebagai orang-orang mukmin, padahal mereka berperang satu sama lainnya.
Berdasarkan ayat ini Imam Bukhari dan lain-lainnya menyimpulkan bahwa maksiat itu tidak mengeluarkan orang yang bersangkutan dari keimanannya, betapapun besarnya maksiat itu. Tidak seperti yang dikatakan oleh golongan Khawarij
dan para pengikutnya dari kalangan Mu'tazilah dan lain-lainnya (yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar dimasukkan ke dalam neraka untuk selama-lamanya). Hal yang sama telah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui hadis Al-Hasan,
dari Abu Bakrah r.a. yang mengatakan bahwa:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ يَوْمًا وَمَعَهُ عَلَى الْمِنْبَرِ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ، فَجَعَلَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ مَرَّةً وَإِلَى النَّاسِ أُخْرَى وَيَقُولُ: "إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ"
pada suatu hari Rasulullah Saw. berkhotbah di atas mimbarnya, sedangkan beliau membawa Al-Hasan ibnu Ali r.a. Lalu beliau sesekali memandang ke arah cucunya itu, dan pada kesempatan lain memandang ke arah orang-orang,
lalu beliau bersabda: Sesungguhnya anak (cucu)ku ini adalah seorang pemimpin, mudah-mudahan dengan melaluinya Allah mendamaikan di antara dua golongan besar kaum muslim (yang berperang). Ternyata kejadiannya memang persis
seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. sesudah beliau tiada. Allah Swt. melalui Al-Hasan telah mendamaikan antara penduduk Syam dan penduduk Irak sesudah kedua belah pihak terlibat dalam peperangan yang panjang lagi sangat mengerikan.
Firman Allah Swt.:
{فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ}
Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. (Al-Hujurat: 9)
Yakni hingga keduanya kembali taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, serta mau mendengar perkara yang hak dan menaatinya. Seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih, dari Anas r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا نَصَرْتُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ أَنْصُرُهُ ظَالِمًا؟ قَالَ: "تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمَ، فَذَاكَ نَصْرُكَ إِيَّاهُ"
Tolonglah saudaramu, baik dalam keadaan aniaya atau teraniaya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, kalau dia teraniaya, aku pasti menolongnya. Tetapi bagaimana aku menolongnya jika dia aniaya?" Rasulullah Saw. menjawab:
Engkau cegah dia dari perbuatan aniaya, itulah cara engkau menolongnya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Arim, telah menceritakan kepada kami Mu'tamiryang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya
menceritakan bahwa Anas r.a. pernah berkata bahwa pernah dikatakan kepada Nabi Saw., "Sebaiknya engkau datang kepada Abdullah ibnu Ubay ibnu Salut (pemimpin kaum munafik, pent.)." Maka Rasulullah Saw.
berangkat menuju ke tempatnya dan menaiki keledainya, sedangkan orang-orang muslim berjalan kaki mengiringinya. Jalan yang mereka tempuh adalah tanah yang terjal. Setelah Nabi Saw. sampai di tempatnya, maka ia (Abdullah ibnu Ubay)
berkata, "Menjauhlah kamu dariku. Demi Allah, bau keledaimu menggangguku." Maka seorang lelaki dari kalangan Ansar berkata, "Demi Allah, sesungguhnya bau keledai Rasulullah Saw. lebih harum ketimbang baumu."
Maka sebagian kaum Abdullah ibnu Ubay marah, membela pemimpin mereka; masing-masing dari kedua belah pihak mempunyai pendukungnya. Kemudian tersebutlah di antara mereka terjadi perkelahian dengan memakai pelepah kurma,
pukulan tangan, dan terompah. Maka menurut berita yang sampai kepada kami, diturunkanlah ayat berikut berkenaan dengan mereka, yaitu firman Allah Swt.: Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang,
maka damaikanlah antara keduanya. (Al-Hujurat: 9) Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam kitab As-Sulh, dari Musaddad; dan Muslim meriwayatkannya di dalam kitab Al-Magazi, dari Muhammad ibnu Abdul A'la; keduanya
dari Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal. Sa'id ibnu Jubair menceritakan bahwa orang-orang Aus dan orang-orang Khazraj terlibat dalam suatu perkelahian memakai pelepah kurma
dan terompah, maka Allah Swt. menurunkan ayat ini dan memerintahkan kepada Nabi Saw. untuk mendamaikan kedua belah pihak. As-Saddi menyebutkan bahwa dahulu seorang lelaki dari kalangan Ansar yang dikenal dengan nama Imran
mempunyai istri yang dikenal dengan nama Ummu Zaid. Istrinya itu bermaksud mengunjungi orang tuanya, tetapi suaminya melarang dan menyekap istrinya itu di kamar atas dan tidak boleh ada seorang pun dari keluarga istri menjenguknya.
Akhirnya si istri menyuruh seorang suruhannya untuk menemui orang tuanya. Maka kaum si istri datang dan menurunkannya dari kamar atas dengan maksud akan membawanya pergi. Sedangkan suaminya mengetahui hal itu,
lalu ia keluar dan meminta bantuan kepada keluarganya. Akhirnya datanglah saudara-saudara sepupunya untuk menghalang-halangi keluarga si istri agar tidak di bawa oleh kaumnya. Maka terjadilah perkelahian yang cukup seru
di antara kedua belah pihak dengan terompah (sebagai senjatanya), maka turunlah ayat ini berkenaan dengan mereka. Lalu Rasulullah Saw. mengirimkan utusannya kepada mereka dan mendamaikan mereka, akhirnya kedua belah pihak
kembali kepada perintah Allah Swt. Firman Allah Swt.:
{فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}
jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Al-Hujurat: 9)
Berlaku adillah dalam menyelesaikan persengketaan kedua belah pihak,' berkaitan dengan kerugian yang dialami oleh salah satu pihak akibat ulah pihak yang lain, yakni putuskanlah hal itu dengan adil dan bijaksana.
{إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Al-Hujurat: 9)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الْمُقَدِّمِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى، عَنْ مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْمُقْسِطِينَ فِي الدُّنْيَا عَلَى مَنَابِرَ مِنْ لُؤْلُؤٍ بَيْنَ يَدَيِ الرَّحْمَنِ، بِمَا أَقْسَطُوا فِي الدُّنْيَا".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Bakar Al-Maqdami, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri,
dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil di dunia berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya
di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah berkat keadilan mereka sewaktu di dunia. Imam Nasai meriwayatkan hadis ini dari Muhammad ibnul Musanna, dari Abdul A'la dengan sanad yang sama. Sanad hadis ini kuat lagi baik, tetapi para perawinya
dengan syarat Syaikhain.
وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَوْسٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْمُقْسِطُونَ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَلَى يَمِينِ الْعَرْشِ، الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهَالِيهِمْ وَمَا وَلُوا".
Telah menceritakan pula kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Amr ibnu Aus, dari Abdullah ibnu Amr r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Orang-orang yang adil kelak di hari kiamat di sisi Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya di sebelah kanan 'Arasy. Mereka adalah orang-orang yang berlaku adil dalam hukumnya dan terhadap keluarga serta kekuasaan
yang dipercayakan kepada mereka. Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. Firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ}
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. (Al-Hujurat: 10) Yakni semuanya adalah saudara seagama, seperti yang disebutkan oleh Rasulullah Saw. dalam salah satu sabdanya yang mengatakan:
"الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ"
Orang muslim itu adalah saudara muslim lainnya, ia tidak boleh berbuat aniaya terhadapnya dan tidak boleh pula menjerumuskannya. Di dalam hadis sahih disebutkan:
"وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ"
Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama si hamba selalu menolong saudaranya. Di dalam kitab shahih pula disebutkan:
"إِذَا دَعَا الْمُسْلِمُ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ الْمَلَكُ: آمِينَ، وَلَكَ بِمِثْلِهِ"
Apabila seorang muslim berdoa untuk kebaikan saudaranya tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, maka malaikat mengamininya dan mendoakan, "Semoga engkau mendapat hal yang serupa.” Hadis-hadis yang menerangkan hal ini cukup banyak; dan di dalam hadis sahih disebutkan:
"مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوادِّهم وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَوَاصُلِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بالحُمَّى والسَّهَر"
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam persahabatan kasih sayang dan persaudaraannya sama dengan satu tubuh; apabila salah satu anggotanya merasa sakit, maka rasa sakitnya itu menjalar ke seluruh tubuh menimbulkan demam dan tidak dapat tidur (istirahat). Di dalam hadis sahih disebutkan pula:
"الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ، يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا"
Orang mukmin (terhadap mukmin lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lainnya saling kuat-menguatkan. Lalu Rasulullah Saw. merangkumkan jari jemarinya.
قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَجَّاجِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا مُصْعَبُ بْنُ ثَابِتٍ، حَدَّثَنِي أَبُو حَازِمٍ قَالَ: سَمِعْتُ سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ السَّاعِدِيَّ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْمُؤْمِنَ مِنْ أَهْلِ الْإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ، يَأْلَمُ الْمُؤْمِنُ لِأَهْلِ الْإِيمَانِ، كَمَا يَأْلَمُ الْجَسَدُ لِمَا فِي الرَّأْسِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnu Sabit, telah menceritakan kepadaku Abu Hazim yang mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi r.a. menceritakan hadis berikut dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya orang mukmin dari kalangan ahli iman bila dimisalkan sama kedudukannya
dengan kepala dari suatu tubuh; orang mukmin akan merasa sakit karena derita yang dialami oleh ahli iman, sebagaimana tubuh merasa sakit karena derita yang dialami oleh kepala.
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid, sedangkan sanadnya tidak mempunyai cela, yakni dapat diterima. Firman Allah Swt.:
{فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ}
maka damaikanlah antara keduanya. (Al-Hujurat: 10) Yakni di antara kedua golongan yang berperang itu.
{وَاتَّقُوا اللَّهَ}
dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Hujurat: 10) dalam semua urusan kalian.
{لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ}
supaya kamu mendapat rahmat. (Al-Hujurat: 10) Ini merupakan pernyataan dari Allah Swt. yang mengandung kepastian bahwa Dia pasti memberikan rahmat-Nya kepada orang yang bertakwa kepada-Nya.
Surat Al-Hujurat |49:10|
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
innamal-mu`minuuna ikhwatun fa ashliḥuu baina akhowaikum wattaqulloha la'allakum tur-ḥamuun
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.
The believers are but brothers, so make settlement between your brothers. And fear Allah that you may receive mercy.
(Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah saudara) dalam seagama (karena itu damaikanlah antara kedua saudara kalian) apabila mereka berdua bersengketa.
Menurut qiraat yang lain dibaca Ikhwatikum, artinya saudara-saudara kalian (dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapat rahmat.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 10 |
penjelasan ada di ayat 9
Surat Al-Hujurat |49:11|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa yaskhor qoumum ming qoumin 'asaaa ay yakuunuu khoirom min-hum wa laa nisaaa`um min nisaaa`in 'asaaa ay yakunna khoirom min-hunn, wa laa talmizuuu anfusakum wa laa tanaabazuu bil-alqoob, bi`sa lismul-fusuuqu ba'dal-iimaan, wa mal lam yatub fa ulaaa`ika humuzh-zhoolimuun
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
O you who have believed, let not a people ridicule [another] people; perhaps they may be better than them; nor let women ridicule [other] women; perhaps they may be better than them. And do not insult one another and do not call each other by [offensive] nicknames. Wretched is the name of disobedience after [one's] faith. And whoever does not repent - then it is those who are the wrongdoers.
(Hai orang-orang yang beriman, janganlah berolok-olokan) dan seterusnya, ayat ini diturunkan berkenaan dengan delegasi dari Bani Tamim sewaktu mereka mengejek orang-orang muslim yang miskin,
seperti Ammar bin Yasir dan Shuhaib Ar-Rumi. As-Sukhriyah artinya merendahkan dan menghina (suatu kaum) yakni sebagian di antara kalian
(kepada kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-olokkan) di sisi Allah (dan jangan pula wanita-wanita)
di antara kalian mengolok-olokkan (wanita-wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dari wanita-wanita yang mengolok-olokkan dan janganlah kalian mencela diri kalian sendiri)
artinya, janganlah kalian mencela, maka karenanya kalian akan dicela; makna yang dimaksud ialah, janganlah sebagian dari kalian mencela sebagian yang lain
(dan janganlah kalian panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk) yaitu janganlah sebagian di antara kalian memanggil sebagian yang lain dengan nama julukan yang tidak disukainya,
antara lain seperti, hai orang fasik, atau hai orang kafir. (Seburuk-buruk nama) panggilan yang telah disebutkan di atas, yaitu memperolok-olokkan orang lain mencela dan memanggil dengan nama julukan yang buruk
(ialah nama yang buruk sesudah iman) lafal Al-Fusuuq merupakan Badal dari lafal Al-Ismu, karena nama panggilan yang dimaksud memberikan pengertian fasik dan juga karena nama panggilan itu
biasanya diulang-ulang (dan barang siapa yang tidak bertobat) dari perbuatan tersebut (maka mereka itulah orang-orang yang lalim.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 11 |
Allah Swt. melarang menghina orang lain, yakni meremehkan dan mengolok-olok mereka. Seperti yang disebutkan juga dalam hadis sahih dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"الكِبْر بَطَرُ الْحَقِّ وغَمْص النَّاسِ" وَيُرْوَى: "وَغَمْطُ النَّاسِ"
Takabur itu ialah menentang perkara hak dan meremehkan orang lain; menurut riwayat yang lain, dan menghina orang lain. Makna yang dimaksud ialah menghina dan meremehkan mereka. Hal ini diharamkan karena barangkali
orang yang diremehkan lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah dan lebih disukai oleh-Nya daripada orang yang meremehkannya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan)
wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik daripada wanita (yang mengolok-olokkan). (Al-Hujurat: 11) Secara nas larangan ditujukan kepada kaum laki-laki, lalu diiringi dengan larangan yang ditujukan
kepada kaum wanita. Firman Allah Swt.:
{وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ}
dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri. (Al-Hujurat: 11) Makna yang dimaksud ialah janganlah kamu mencela orang lain. Pengumpat dan pencela dari kalangan kaum lelaki adalah orang-orang yang tercela lagi dilaknat, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ}
Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. (Al-Humazah: 1) Al-hamz adalah ungkapan celaan melalui perbuatan, sedangkan al-lamz adalah ungkapan celaan dengan lisan. Seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ}
yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah (Al-Qalam: 11) Yakni meremehkan orang lain dan mencela mereka berbuat melampaui batas terhadap mereka, dan berjalan ke sana kemari menghambur fitnah mengadu domba,
yaitu mencela dengan lisan. Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri. (Al-Hujurat: 11) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ}
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. (An-Nisa: 29) Yakni janganlah sebagian dari kamu membunuh sebagian yang lain. Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan telah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri. (Al-Hujurat: 11) Artinya, janganlah sebagian dari kamu mencela sebagian yang lainnya. Firman Allah Swt.:
{وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ}
dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. (Al-Hujurat: 11) Yakni janganlah kamu memanggil orang lain dengan gelar yang buruk yang tidak enak didengar oleh yang bersangkutan. Imam Ahmad mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Abu Jubairah ibnu Ad-Dahhak yang mengatakan bahwa
berkenaan dengan kami Bani Salamah ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. (Al-Hujurat: 11) Ketika Rasulullah Saw. tiba di Madinah,
tiada seorang pun dari kami melainkan mempunyai dua nama atau tiga nama. Tersebutlah pula apabila beliau memanggil seseorang dari mereka dengan salah satu namanya, mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya dia tidak menyukai nama panggilan itu." Maka turunlah firman-Nya: dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. (Al-Hujurat: 11)
Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini dari Musa ibnu Ismail, dari Wahb, dari Daud dengan sanad yang sama. Firman Allah Swt.:
{بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ}
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. (Al-Hujurat: 11) Seburuk-buruk sifat dan nama ialah yang mengandung kefasikan yaitu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk,
seperti vang biasa dilakukan di zaman Jahiliah bila saling memanggil di antara sesamanya Kemudian sesudah kalian masuk Islam dan berakal, lalu kalian kembali kepada tradisi Jahiliah itu.
{وَمَنْ لَمْ يَتُبْ}
dan barang siapa yang tidak bertobat. (Al-Hujurat: 11) Yakni dari kebiasaan tersebut.
{فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ}
maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al-Hujurat: 11)
Surat Al-Hujurat |49:12|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
yaaa ayyuhallażiina aamanujtanibuu kaṡiirom minazh-zhonni inna ba'dhozh-zhonni iṡmuw wa laa tajassasuu wa laa yaghtab ba'dhukum ba'dhoo, a yuḥibbu aḥadukum ay ya`kula laḥma akhiihi maitan fa karihtumuuh, wattaqulloh, innalloha tawwaabur roḥiim
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.
O you who have believed, avoid much [negative] assumption. Indeed, some assumption is sin. And do not spy or backbite each other. Would one of you like to eat the flesh of his brother when dead? You would detest it. And fear Allah; indeed, Allah is Accepting of repentance and Merciful.
(Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa) artinya, menjerumuskan kepada dosa,
jenis prasangka itu cukup banyak, antara lain ialah berburuk sangka kepada orang mukmin yang selalu berbuat baik. Orang-orang mukmin yang selalu berbuat baik itu cukup banyak,
berbeda keadaannya dengan orang-orang fasik dari kalangan kaum muslimin, maka tiada dosa bila kita berburuk sangka terhadapnya menyangkut masalah keburukan yang tampak dari mereka
(dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain) lafal Tajassasuu pada asalnya adalah Tatajassasuu, lalu salah satu dari kedua huruf Ta dibuang sehingga jadilah Tajassasuu,
artinya janganlah kalian mencari-cari aurat dan keaiban mereka dengan cara menyelidikinya (dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain)
artinya, janganlah kamu mempergunjingkan dia dengan sesuatu yang tidak diakuinya, sekalipun hal itu benar ada padanya. (Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati)
lafal Maytan dapat pula dibaca Mayyitan; maksudnya tentu saja hal ini tidak layak kalian lakukan. (Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya) maksudnya,
mempergunjingkan orang semasa hidupnya sama saja artinya dengan memakan dagingnya sesudah ia mati. Kalian jelas tidak akan menyukainya, oleh karena itu janganlah kalian melakukan hal ini.
(Dan bertakwalah kepada Allah) yakni takutlah akan azab-Nya bila kalian hendak mempergunjingkan orang lain, maka dari itu bertobatlah kalian dari perbuatan ini (sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat)
yakni selalu menerima tobat orang-orang yang bertobat (lagi Maha Penyayang) kepada mereka yang bertobat.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 12 |
Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak berprasangka buruk, yakni mencurigai keluarga dan kaum kerabat serta orang lain dengan tuduhan yang buruk yang bukan pada tempatnya. Karena sesungguhnya
sebagian dari hal tersebut merupakan hal yang murni dosa, untuk itu hendaklah hal tersebut dijauhi secara keseluruhan sebagai tindakan prefentif. Telah diriwayatkan kepada kami dari Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a.,
bahwa ia pernah berkata, "Jangan sekali-kali kamu mempunyai prasangka terhadap suatu kalimat yang keluar dari lisan saudaramu yang mukmin melainkan hanya kebaikan belaka, sedangkan kamu masih mempunyai jalan untuk memahaminya
dengan pemahaman yang baik."
قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ بْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا أَبُو الْقَاسِمِ بْنُ أَبِي ضَمْرَةَ نَصْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ سُلَيْمَانَ الحِمْصي، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي قَيْسٍ النَّضري، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَطُوفُ بِالْكَعْبَةِ وَيَقُولُ: "مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ، مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ. وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ، مَالُهُ وَدَمُهُ، وَأَنْ يُظَنَّ بِهِ إِلَّا خَيْرٌ
Abdullah ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Qasim ibnu Abu Damrah Nasr ibnu Muhammad ibnu Sulaiman Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Abu Qais An-Nadri, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Nabi Saw. sedang tawaf di ka'bah seraya mengucapkan: Alangkah harumnya namamu,
dan alangkah harumnya baumu, dan alangkah besarnya namamu, dan alangkah besarnya kesucianmu. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya kesucian orang mukmin itu lebih besar
di sisi Allah Swt. daripada kesucianmu; harta dan darahnya jangan sampai dituduh yang bukan-bukan melainkan hanya baik belaka. Ibnu Majah meriwayatkannya melalui jalur ini secara munfarid {tunggal).
قَالَ مَالِكٌ، عَنْ أَبِي الزِّناد، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَنَافَسُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا".
Malik r.a. telah meriwayatkan dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kamu mempunyai prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka yang buruk itu
adalah berita yang paling dusta; janganlah kamu saling memata-matai, janganlah kamu saling mencari-cari kesalahan, janganlah kamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu
saling berbuat makar, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Imam Bukhari meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Yusuf, sedangkan Imam Muslim meriwayatkannya dari Yahya ibnu Yahya.
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Al-Atabi, dari Malik dengan sanad yang sama.
قَالَ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَنَسٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَقَاطَعُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا، وَلَا يَحِلُّ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ".
Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian saling memutuskan persaudaraan, janganlah kamu saling menjatuhkan,
janganlah kamu saling membenci, dan janganlah kamu saling mendengki, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.
Imam Muslim dan Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya masing-masing, dan Imam Turmuzi menilainya sahih, melalui riwayat Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.
وَقَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ القِرْمِطي الْعَدَوِيُّ، حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ الْمَدَنِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ قَيْسٍ الْأَنْصَارِيُّ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدٍ بْنِ أَبِي الرِّجَالِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ حَارِثَةَ بْنِ النُّعْمَانِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "ثلاث لازمات لِأُمَّتِي: الطِّيَرَةُ، وَالْحَسَدُ وَسُوءُ الظَّنِّ". فَقَالَ رَجُلٌ: مَا يُذْهِبُهُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِمَّنْ هُنَّ فِيهِ؟ قَالَ: "إِذَا حَسَدْتَ فَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ، وَإِذَا ظَنَنْتَ فَلَا تُحَقِّقْ، وَإِذَا تَطَيَّرْتَ فَأمض "
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Qurmuti Al-Adawi, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Abdul Wahhab Al-Madani, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Qais Al-Ansari,
telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Abur Rijal, dari ayahnya, dari kakeknya Harisah ibnun Nu'man r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ada tiga perkara yang ketiganya memastikan
bagi umatku, yaitu tiyarah, dengki, dan buruk prasangka. Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara melenyapkannya bagi seseorang yang ketiga-tiganya ada pada dirinya?" Rasulullah Saw. menjawab:
Apabila kamu dengki, mohonlah ampunan kepada Allah; dan apabila kamu buruk prasangka, maka janganlah kamu nyatakan; dan apabila kamu mempunyai tiyarah (pertanda kemalangan), maka teruskanlah niatmu.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Zaid r.a. yang menceritakan bahwa sahabat Ibnu Mas'ud r.a.
pernah menerima seorang lelaki yang ditangkap, lalu dihadapkan kepadanya, kemudian dikatakan kepada Ibnu Mas'ud, "Ini adalah si Fulan yang jenggotnya meneteskan khamr (yakni dia baru saja minum khamr)." Maka Ibnu Mas'ud r.a.
menjawab, "Sesungguhnya kami dilarang memata-matai orang lain. Tetapi jika ada bukti yang kelihatan oleh kita, maka kita harus menghukumnya." Ibnu Abu Hatim menjelaskan nama lelaki tersebut di dalam riwayatnya,
dia adalah Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu'it. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Ibrahim ibnu Nasyit Al-Khaulani, dari Ka'b ibnu Alqamah, dari Abul Haisam,
dari Dajin (juru tulis Uqbah) yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Uqbah, "Sesungguhnya kami mempunyai banyak tetangga yang gemar minum khamr, dan aku akan memanggil polisi untuk menangkap mereka."
Uqbah menjawab, "Jangan kamu lakukan itu, tetapi nasihatilah mereka dan ancamlah mereka." Dajin melakukan saran Uqbah, tetapi mereka tidak mau juga berhenti dari minumnya. Akhirnya Dajin datang kepada Uqbah dan berkata kepadanya,
"Sesungguhnya telah kularang mereka mengulangi perbuatannya, tetapi mereka tidak juga mau berhenti. Dan sekarang aku akan memanggil polisi susila untuk menangkap mereka." Maka Uqbah berkata kepada Dajin,
"Janganlah kamu lakukan hal itu. Celakalah kamu, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ مُؤْمِنٍ فَكَأَنَّمَا اسْتَحْيَا مَوْءُودَةً مِنْ قَبْرِهَا".
'Barang siapa yang menutupi aurat orang mukmin, maka seakan-akan (pahalanya) sama dengan orang yang menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup dari kuburnya'.” Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya
melalui hadis Al-Lais ibnu Sa'd dengan sanad dan lafaz yang semisal. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Rasyid ibnu Sa'd, dari Mu'awiyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda:
"إِنَّكَ إِنِ اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ" أَوْ: "كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ"
Sesungguhnya bila kamu menelusuri aurat orang lain, berarti kamu rusak mereka atau kamu hampir buat mereka menjadi rusak. Abu Darda mengatakan suatu kalimat yang ia dengar dari Mu'awiyah r.a dari Rasulullah Saw.; semoga Allah Swt.
menjadikannya bermanfaat. Imam Abu Daud meriwayatkannya secara munfarid, melalui hadis As-Sauri dengan sanad yang sama.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ أَيْضًا: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو الْحَضْرَمِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، حَدَّثَنَا ضَمْضَم بْنُ زُرَعَة، عَنْ شُرَيْح بْنِ عبيد، عن جُبَيْر بْنِ نُفَيْر، وَكَثِيرِ بْنِ مُرَّة، وَعَمْرِو بن الأسود، والمقدام بن معد يكرب ، وَأَبِي أُمَامَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْأَمِيرَ إِذَا ابْتَغَى الرِّيبَةَ في الناس، أَفْسَدَهُمْ"
Abu Daud mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Amr Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy telah menceritakan kepada kami Damdam ibnu Zur'ah, dan Syura.h ibnu Ubaid,
dari Jubair ibnu Nafir, Kasir ibnu Murrah, Amr ibnul Aswad, Al-Miqdam ibnu Ma'di Kariba dan Abu Umamah r.a., dan Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya seorang amir itu apabila mencari-cari kesalahan rakyatnya,
berarti dia membuat mereka rusak. Firman Allah Swt.:
{وَلا تَجَسَّسُوا}
dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. (Al-Hujurat: 12) Yakni sebagian dari kalian terhadap sebagian yang lain. Lafaz tajassus pada galibnya (umumnya) menunjukkan pengertian negatif (buruk), karena itulah mata-mata
dalam bahasa Arabnya disebut jaras. Adapun mengenai lafaz tahassus pada umumnya ditujukan terhadap kebaikan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt. yang menceritakan perihal Nabi Ya'qub
yang telah mengatakan kepada putra-putranya:
{يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ}
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. (Yusuf: 87)
Tetapi adakalanya lafaz ini digunakan untuk pengertian negatif, seperti pengertian yang terdapat di dalam hadis sahih, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا تَجَسَّسُوا، وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا"
Janganlah kalian saling memata-matai dan janganlah pula saling mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah pula saling membenci dan janganlah pula saling menjatuhkan, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Al-Auza'i mengatakan bahwa tajassus ialah mencari-cari kesalahan pihak lain, dan tahassus ialah mencari-cari berita suatu kaum, sedangkan yang bersangkutan tidak mau beritanya itu terdengar atau disadap.
Tadabur artinya menjerumuskan atau menjatuhkan atau membuat makar. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Firman Allah Swt.:
{وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا}
dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. (Al-Hujurat: 12) Ini larangan mempergunjingkan orang lain. Hal ini ditafsirkan oleh Nabi Saw. melalui sabdanya yang mengatakan bahwa gibah ialah:
"ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ". قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: "إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَّهُ".
Kamu gunjingkan saudaramu dengan hal-hal yang tidak disukainya. Lalu ditanyakan, "Bagaimanakah jika apa yang dipergunjingkan itu ada padanya?" Rasulullah Saw. menjawab: Jika apa yang kamu pergunjingkan itu ada padanya,
berarti kamu telah mengumpatnya; dan jika apa yang kamu pergunjingkan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah menghasutnya. Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Qutaibah, dari Ad-Darawardi dengan sanad yang sama,
dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah, dari Al-Ala. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar r.a., Masruq, Qatadah, Abu Ishaq,
dan Mu'awiyah ibnu Qurrah.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُسَدَّد، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ سُفْيَانَ، حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ الْأَقْمَرِ، عَنْ أَبِي حُذَيْفَةَ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قُلْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا! -قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ: تَعْنِي قَصِيرَةً-فَقَالَ: "لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ". قَالَتْ: وَحَكَيْتُ لَهُ إِنْسَانًا، فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا أُحِبُّ أَنِّي حَكَيْتُ إِنْسَانًا، وَإِنَّ لِي كَذَا وَكَذَا".
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Sufyan, bahwa telah menceritakan kepadaku Ali ibnul Aqmar, dari Abu Huzaifah, dari Aisyah r.a.
yang mengatakan bahwa ia pernah mengatakan kepada Nabi Saw. perihal keburukan Safiyyah. Selain Musaddad menyebutkan bahwa Safiyyah itu wanita yang pendek. Maka Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya kamu
telah mengucapkan suatu kalimat (yang berdosa); seandainya kalimat itu dilemparkan ke dalam laut, tentulah dia dapat mencemarinya. Siti Aisyah r.a. menyebutkan bahwa lalu ia menceritakan perihal seseorang kepada Nabi Saw.
Maka Nabi Saw. bersabda: Aku Tidak Suka bila aku menceritakan perihal seseorang, lalu aku mendapatkan anu dan anu (yakni dosa). Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Yahya Al-Qattan, Abdur Rahman ibnu Mahdi,
dari Waki'. Ketiga-tiganya dari Sufyan As-Sauri, dari Ali ibnul Aqmar, dari Abu Huzaifah Salamah ibnu Suhaib Al-Arhabi, dari Aisyah r.a. dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي الشَّوَارِبِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ الشَّيْبَانِيُّ، حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ الْمُخَارِقِ ؛ أَنَّ امْرَأَةً دَخَلَتْ عَلَى عَائِشَةَ، فَلَمَّا قَامَتْ لِتَخْرُجَ أَشَارَتْ عائشة بيدها إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -أَيْ: إِنَّهَا قَصِيرَةٌ-فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اغْتَبْتِيهَا"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Asy-Syaibani, telah menceritakan kepada kami
Hassan ibnul Mukhariq, bahwa pernah seorang wanita menemui Siti Aisyah r.a. di dalam rumahnya. Ketika wanita itu berdiri dan bangkit hendak keluar, Siti Aisyah r.a. berisyarat kepada Nabi Saw. dengan tangannya yang menunjukkan bahwa
wanita itu pendek. Maka Nabi Saw. bersabda: Engkau telah mengumpatnya. Gibah atau mengumpat adalah perbuatan yang haram menurut kesepakatan semua ulama, tiada pengecualian kecuali hanya terhadap hal-hal yang telah diyakini
kemaslahatannya, seperti dalam hal jarh dan ta'dil (yakni istilah ilmu mustalahul hadis yang menerangkan tentang predikat para perawi seorang demi seorang) serta dalam masalah nasihat. Seperti sabda Nabi Saw. ketika ada seorang lelaki
pendurhaka meminta izin masuk menemuinya. Maka bersabdalah beliau:
"ائْذَنُوا لَهُ، بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ"
Izinkanlah dia masuk, dia adalah seburuk-buruk saudara satu kabilah. Juga seperti sabda Nabi Saw. kepada Fatimah binti Qais r.a. yang dilamar oleh Mu'awiyah dan Abdul Jahm. Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya memberinya nasihat:
"أَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ ، وَأَمَّا أَبُو الْجَهْمِ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ"
Adapun Mu'awiyah, maka dia adalah seorang yang miskin, sedangkan Abul Jahm adalah seorang yang tidak pernah menurunkan tongkatnya dari pundaknya (yakni suka memukul istrinya). Hal-hal lainnya yang bertujuan semisal
diperbolehkan pula. Sedangkan yang selain dari itu tetap diharamkan dengan sangat, dan ada peringatan yang keras terhadap pelakunya. Karena itulah maka Allah Swt. menyerupakan pelakunya sebagaimana memakan daging manusia
yang telah mati. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ}
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (Al-Hujurat: 12) Yakni sebagaimana kamu tidak menyukai hal tersebut secara naluri,
maka bencilah perbuatan tersebut demi perintah syara', karena sesungguhnya hukuman yang sebenarnya jauh lebih keras daripada yang digambarkan. Ungkapan seperti ayat di atas hanyalah untuk menimbulkan rasa antipati
terhadap perbuatan tersebut dan sebagai peringatan agar tidak dikerjakan. Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. sehubungan dengan seseorang yang mencabut kembali hibahnya:
"كَالْكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ"
seperti anjing yang muntah, lalu memakan kembali muntahannya. Dan sebelum itu beliau Saw. telah bersabda:
"لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ"
Tiada bagi kami perumpamaan yang buruk. Telah disebutkan di dalam kitab-kitab sahih, hasan, dan musnad melalui berbagai jalur, bahwa Rasulullah Saw. dalam haji wada'nya mengatakan dalam khitbah-nya:
"إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا"
Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian diharamkan atas kalian sebagaimana kesucian hari, bulan, dan negeri kalian ini.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا وَاصِلُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، حَدَّثَنَا أَسْبَاطُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حرام: ماله وعرضه ودمه، حسب امرىء مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ".
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Wasil ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Asbath ibnu Muhammad, dari Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Diharamkan atas orang muslim harta, kehormatan, dan darah orang muslim lainnya. Cukuplah keburukan bagi seseorang bila ia menghina saudara semuslimnya.
Imam Turmuzi telah meriwayatkan pula hadis ini dari Ubaid ibnu Asbat ibnu Muhammad, dari ayahnya dengan sanad yang sama; dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ ، حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "يا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قلبه، لا تغتابوا المسلمين، ولا تتبعوا عوراتهم، فَإِنَّهُ مَنْ يَتْبَعْ عَوْرَاتِهِمْ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ".
Telah menceritakan pula kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Abdullah ibnu Khadij,
dari Abu Burdah Al-Balawi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hai orang-orang yang iman dengan lisannya, tetapi iman masih belum meresap ke dalam kalbunya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim,
dan jangan pula kalian menelusuri aurat mereka. Karena barang siapa yang menelusuri aurat mereka, maka Allah akan balas menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang ditelusuri auratnya oleh Allah, maka Allah akan mempermalukannya
di dalam rumahnya. Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara tunggal. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula melalui Al-Barra ibnu Azib; untuk itu Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan di dalam kitab musnadnya:
دَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ دِينَارٍ، حَدَّثَنَا مُصْعَبُ بْنُ سَلَّامٍ، عَنْ حَمْزَةَ بْنِ حبيب الزيات، عن أبي إسحاق السَّبِيعي ، عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حتى أَسْمَعَ الْعَوَاتِقَ فِي بُيُوتِهَا -أَوْ قَالَ: فِي خُدُورِهَا-فَقَالَ: "يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ، لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ، وَلَا تَتَبَّعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ يَتْبَعْ عَوْرَةَ أَخِيهِ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي جَوْفِ بَيْتِهِ"
telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Dinar, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnu Salam, dari Hamzah ibnu Habib Az-Zayyat, dari Abu Ishaq As-Subai'i, dari Al-Barra ibnu Azib r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
berkhotbah kepada kami sehingga suara beliau terdengar oleh kaum wanita yang ada di dalam kemahnya atau di dalam rumahnya masing-masing. Beliau Saw. bersabda: Hai orang-orang yang beriman dengan lisannya,
janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan jangan pula menelusuri aurat mereka. Karena sesungguhnya barang siapa yang menelusuri aurat saudaranya, maka Allah akan membalas menelusuri auratnya.
Dan barang siapa yang auratnya ditelusuri oleh Allah, maka Dia akan mempermalukannya di dalam rumahnya. Jalur lain dari Ibnu Umar r.a. Abu Bakar alias Ahmad ibnu Ibrahim Al-Ismaili mengatakan:
أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نَاجِيَةَ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَكْثَمَ، حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى الشَّيْبَانِيُّ، عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ وَاقِدٍ، عَنْ أَوْفَى بْنِ دَلْهَم، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الإيمانُ إِلَى قَلْبِهِ، لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ، وَلَا تَتَبَّعُوا عَوْرَاتِهِمْ؛ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَاتِ الْمُسْلِمِينَ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ". قَالَ: وَنَظَرَ ابْنُ عُمَرَ يَوْمًا إِلَى الْكَعْبَةِ فَقَالَ: مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَلَلْمُؤْمِنُ أعظمُ حُرْمَةً عِنْدَ اللَّهِ مِنْكِ
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Najiyah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Aksam, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Musa Asy-Syaibani, dari Al-Husain ibnu Waqid, dari Aufa ibnu Dalham,
dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hai orang-orang yang beriman dengan lisannya, tetapi iman masih belum meresap ke dalam hatinya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim,
dan jangan pula menelusuri aurat mereka (mencari-cari kesalahan mereka). Karena sesungguhnya barang siapa yang gemar menelusuri aurat orang-orang muslim, maka Allah akan menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang auratnya
telah ditelusuri oleh Allah, maka Allah akan mempermalukannya, sekalipun ia berada di dalam tandunya. Dan pada suatu hari Ibnu Umar memandang ke arah Ka'bah, lalu berkata, "Alangkah besarnya engkau dan alangkah besarnya
kehormatanmu, tetapi sesungguhnya orang mukmin itu lebih besar kehormatannya daripada engkau di sisi Allah."
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: وَحَدَّثَنَا حَيْوَة بْنُ شُرَيْح، حَدَّثَنَا بَقِيَّة، عَنِ ابْنُ ثَوْبَانَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ مَكْحُولٍ، عَنْ وَقَّاصِ بْنِ رَبِيعَةَ، عَنِ الْمُسْتَوْرِدِ؛ أَنَّهُ حَدَّثَهُ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ أَكَلَ بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أُكْلَةً فَإِنَّ اللَّهَ يُطْعِمُهُ مِثْلَهَا فِي جَهَنَّمَ ، وَمِنْ كُسى ثَوْبًا بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَكْسُوهُ مِثْلَهُ فِي جَهَنَّمَ. وَمَنْ قَامَ بِرَجُلٍ مَقَامَ سمعةٍ وَرِيَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَقُومُ بِهِ مَقَامَ سُمْعَةٍ وَرِيَاءٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syiraih, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, dari Ibnu Sauban,dari ayahnya, dari Mak-hul, dari Waqqas ibnu Rabi'ah,
dari Al-Miswar yang menceritakan kepadanya bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang memakan (daging) seorang muslim (yakni menggunjingnya) sekali makan (gunjing), maka sesungguhnya Allah
akan memberinya makanan yang semisal di dalam neraka Jahanam. Dan barang siapa yang memakaikan suatu pakaian terhadap seorang muslim (yakni menghalalkan kehormatannya), maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian
yang semisal di dalam neraka Jahanam. Dan barang siapa yang berdiri karena ria dan pamer terhadap seseorang, maka Allah akan memberdirikannya di tempat pamer dan ria kelak di hari kiamat.
Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid.
وَحَدَّثَنَا ابْنُ مُصَفَّى، حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ وَأَبُو الْمُغِيرَةِ قَالَا حَدَّثَنَا صَفْوَانُ، حَدَّثَنِي رَاشِدُ بْنُ سَعْدٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ جُبَيْرٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَمَّا عُرِج بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ، يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ، قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرَائِيلُ ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ، وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ".
Telah menceritakan pula kepada kami Ibnu Musaffa, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah dan Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepadaku Rasyid ibnu Sa'd dan Abdur Rahman ibnu Jubair,
dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Mengapa mereka memakan daging orang lain (menggunjing orang lain) dan menjatuhkan kehormatan orang-orang lain?
Imam Abu Daud meriwayatkannya secara munfarid. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abul Mugirah Abdul Quddus ibnul Hajjaj Asy-Syami dengan sanad yang sama. Ibnu Abu Hatim mengatakan,
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Abu Abdus Samad ibnu Abdul Aziz Al-Ummi, telah menceritakan kepada kami Abu Harun Al-Abdi,
dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa kami pernah berkata, "Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami apa yang telah engkau lihat dalam perjalanan Isra (malam)mu." Maka di antara jawaban beliau Saw.
menyebutkan bahwa: kemudian aku dibawa menuju ke tempat sejumlah makhluk Allah yang banyak terdiri dari kaum laki-laki dan wanita. Mereka diserahkan kepada para malaikat yang berupa kaum laki-laki yang dengan sengaja
mencomot daging lambung seseorang dari mereka sekali comot sebesar terompah, kemudian mereka jejalkan daging itu ke mulut seseorang lainnya dari mereka. Lalu dikatakan kepadanya, "Makanlah ini sebagaimana dahulu kamu makan,"
sedangkan ia menjumpai daging itu adalah bangkai. Jibril mengatakan, "Hai Muhammad, tentu saja itu menjijikannya, tetapi dipaksakan kepadanya untuk memakannya." Aku bertanya, "Hai Jabrail, siapakah mereka itu?" Jibril menjawab,
"Mereka adalah orang-orang yang suka menggunjing dan mencela serta mengadu domba orang-orang lain." Lalu dikatakan, "Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya." Dan orang tersebut tidak suka memakannya (tetapi dipaksakan kepadanya). Demikianlah hadis secara ringkasnya, sedangkan secara panjang lebarnya telah kami kemukakan pada permulaan
tafsir surat Al-Isra.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ، عَنْ يَزِيدَ، عَنْ أَنَسٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ النَّاسَ أَنْ يَصُومُوا يَوْمًا وَلَا يَفْطُرَنَّ أحدٌ حَتَّى آذَنَ لَهُ. فَصَامَ النَّاسُ، فَلَمَّا أَمْسَوْا جَعَلَ الرَّجُلُ يَجِيءُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُ: ظَلِلْتُ مُنْذُ الْيَوْمِ صَائِمًا، فَائْذَنْ لِي. فَأُفْطِرُ فَيَأْذَنُ لَهُ، وَيَجِيءُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ ذَلِكَ، فَيَأْذَنُ لَهُ، حَتَّى جَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ فَتَاتَيْنِ مِنْ أَهْلِكَ ظَلَّتَا مُنْذُ الْيَوْمِ صَائِمَتَيْنِ، فَائْذَنْ لَهُمَا فَلْيفطرا فَأَعْرَضَ عَنْهُ، ثُمَّ أَعَادَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا صَامَتَا، وَكَيْفَ صَامَ مَنْ ظَلَّ يَأْكُلُ لُحُومَ النَّاسِ؟ اذْهَبْ، فَمُرْهُمَا إِنْ كَانَتَا صَائِمَتَيْنِ أَنْ يَسْتَقْيِئَا". فَفَعَلَتَا، فَقَاءَتْ كُلُّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا عَلَقةً علقَةً فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ مَاتَتَا وَهُمَا فِيهِمَا لَأَكَلَتْهُمَا النَّارُ"
Abu Daud At-Tayasili mengatakan di dalam kitab musnadnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi', dari Yazid, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. pernah memerintahkan kepada orang-orang untuk melakukan puasa satu hari,
dan tidak boleh ada seorang pun yang berbuka sebelum diizinkan baginya berbuka. Maka orang-orang pun melakukan puasa. Ketika petang harinya seseorang datan'g kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, Ya Rasulullah SAW,
telah sejak pagi hari saya puasa, maka izinkanlah bagiku untuk berbuka, kemudian dia diizinkan untuk berbuka. Dan datang lagi lelaki lainnya yang juga meminta izin untuk berbuka, lalu diizinkan baginya berbuka.
Kemudian datanglah seorang lelaki melaporkan, "Wahai Rasulullah ada dua orang wanita dari kalangan keluargamu (istri-istrimu) sejak pagi melakukan puasa, maka berilah izin kepada keduanya untuk berbuka. Tetapi Rasulullah Saw.
berpaling darinya, lalu lelaki itu mengulang, lagi laporannya. Akhirnya Rasulullah Saw. bersabda: Keduanya tidak puasa, bagaimanakah dikatakan berpuasa seseorang yang terus-menerus memakan daging orang lain.
Pergilah dan katakan pada keduanya, bahwa jika keduanya puasa hendaklah keduanya muntah.” Lalu keduanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi Saw. Ketika keduanya muntah, ternyata keduanya mengeluarkan darah kental.
lelaki itu datang kepada Nabi Saw. dan melaporkan apa yang telah terjadi, maka Nabi Saw. bersabda: Seandainya keduanya mati, sedangkan kedua darah kental itu masih ada dalam rongga perut keduanya, tentulah keduanya
akan dibakar oleh api neraka. Sanad hadis ini daif, sedangkan matang garib.
وَقَدْ رَوَاهُ الْحَافِظُ الْبَيْهَقِيُّ مِنْ حَدِيثِ يَزِيدَ بْنِ هَارُونَ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ رَجُلًا يُحَدِّثُ فِي مَجْلِسِ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِي عَنْ عُبَيْدٍ -مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ -أَنَّ امْرَأَتَيْنِ صَامَتَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَّ رَجُلًا أَتَى رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ هَاهُنَا امْرَأَتَيْنِ صَامَتَا، وَإِنَّهُمَا كَادَتَا تَمُوتَانِ مِنَ الْعَطَشِ -أرَاهُ قَالَ: بِالْهَاجِرَةِ-فَأَعْرَضَ عَنْهُ -أَوْ: سَكَتَ عَنْهُ-فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، إِنَّهُمَا -وَاللَّهِ قَدْ مَاتَتَا أَوْ كَادَتَا تَمُوتَانِ. فَقَالَ: ادْعُهُمَا. فَجَاءَتَا، قال: فجيء بِقَدَحٍ -أَوْ عُسّ-فَقَالَ لِإِحْدَاهُمَا: " قِيئِي" فَقَاءَتْ مِنْ قَيْحٍ وَدَمٍ وَصَدِيدٍ حَتَّى قَاءَتْ نِصْفَ الْقَدَحِ. ثُمَّ قَالَ لِلْأُخْرَى: قِيئِي فَقَاءَتْ قَيْحًا وَدَمًا وَصَدِيدًا وَلَحْمًا وَدَمًا عَبِيطًا وَغَيْرَهُ حَتَّى مَلَأَتِ الْقَدَحَ. فَقَالَ: إِنَّ هَاتَيْنِ صَامَتَا عَمَّا أَحَلَّ اللَّهُ لَهُمَا، وَأَفْطَرَتَا عَلَى مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا، جَلَسَتْ إِحْدَاهُمَا إِلَى الْأُخْرَى فَجَعَلَتَا تَأْكُلَانِ لُحُومَ النَّاسِ.
Telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Al-Baihaqi melalui, hadis Yazid ibnu Harun menceritakan kepada kami Sulaiman At-Taimi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki bercerita di Majelis Abu usman An-Nahdi,
dari Ubaid maula Rasulullah Saw. Bahwa di masa Rasulullah Saw. pernah ada dua orang wanita puasa, lalu seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw. melaporkan, "Wahai Rasulullah, di sini ada dua orang wanita yang puasa,
tetapi keduanya hampir saja mati karena kehausan," perawi mengatakan bahwa ia merasa yakin penyebabnya adalah karena teriknya matahari di tengah hari. Rasulullah Saw. berpaling darinya atau diam tidak menjawab.
Lelaki itu kembali berkata, "Wahai Nabi Allah, demi Allah, sesungguhnya keduanya sekarat atau hampir saja sekarat." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Panggillah keduanya," lalu keduanya datang. Maka didatangkanlah sebuah wadah
atau mangkuk, dan Nabi Saw. berkata kepada salah seorang wanita itu, "Muntahlah!" Wanita itu mengeluarkan muntahan darah dan nanah sehingga memenuhi separo wadah itu. Kemudian Nabi Saw. berkata kepada wanita lainnya,
"Muntahlah!" Lalu wanita itu memuntahkan nanah, darah, muntahan darah kental, dan lainnya hingga wadah itu penuh. Kemudian Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi keduanya,
tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah atas keduanya; salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya memakan daging orang lain (menggunjingnya). Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dari Yazid ibnu Harun dan Ibnu Abu Addi, keduanya dari Salman ibnu Sauban At-Taimi dengan sanad yang semisal dan lafaz yang sama atau semisal. Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui hadis Musaddad,
dari Yahya Al-Qattan, dari Usman ibnu Giyas, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki yang menurutku dia berada di majelis Abu Usman, dari Sa'd maula Rasulullah Saw., bahwa mereka diperintahkan untuk puasa,
lalu di tengah hari datanglah seorang lelaki dan berkata, "Wahai Rasulullah, Fulanah dan Fulanah telah payah sekali," tetapi Nabi Saw. berpaling darinya; hal ini berlangsung sebanyak dua atau tiga kali. Pada akhirnya Rasulullah Saw. bersabda,
"Panggilah keduanya." Maka Nabi Saw. datang membawa panci atau wadah, dan berkata kepada salah seorang dari kedua wanita itu, "Muntahlah." Wanita itu memuntahkan daging, darah kental, dan muntahan. Lalu Nabi Saw.
berkata kepada wanita yang lainnya, "Muntahlah." Maka wanita itu memuntahkan hal yang sama. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi keduanya,
tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah bagi keduanya. Salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya terus-menerus memakan daging orang lain (menggunjingnya) hingga perut keduanya penuh
dengan nanah. Imam Baihaqi mengatakan bahwa demikianlah bunyi teks yang diriwayatkan dari Sa'd. Tetapi yang pertama (yaitu Ubaid) adalah yang paling sahih.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ الضَّحَّاكِ بْنِ مَخْلَد، حَدَّثَنَا أَبِي أَبُو عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْج، أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ ابْنِ عَمّ لِأَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ مَاعِزًا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ -قَالَهَا أَرْبَعًا-فَلَمَّا كَانَ فِي الْخَامِسَةِ قَالَ: "زَنَيْتَ"؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "وَتَدْرِي مَا الزِّنَا؟ " قَالَ: نَعَمْ، أَتَيْتُ مِنْهَا حَرَامًا مَا يَأْتِي الرَّجُلُ مِنَ امْرَأَتِهِ حَلَالًا. قَالَ: "مَا تُرِيدُ إِلَى هَذَا الْقَوْلِ؟ " قَالَ: أُرِيدُ أَنْ تُطَهِّرَنِي. قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَدْخَلْتَ ذَلِكَ مِنْكَ فِي ذَلِكَ مِنْهَا كَمَا يَغِيبُ المِيل فِي الْمُكْحُلَةِ والرِّشاء فِي الْبِئْرِ؟ ". قَالَ: نَعَمْ، يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: فَأَمَرَ بِرَجْمِهِ فَرُجِمَ، فَسَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلَيْنِ يَقُولُ أَحَدَهُمَا لِصَاحِبِهِ: أَلَمْ تَرَ إِلَى هَذَا الَّذِي سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَلَمْ تَدَعْهُ نَفْسُهُ حَتَّى رُجمَ رَجْمَ الْكَلْبِ. ثُمَّ سَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى مَرّ بِجِيفَةِ حِمَارٍ فَقَالَ: أَيْنَ فُلَانٌ وَفُلَانٌ؟ انْزِلَا فَكُلَا مِنْ جِيفَةِ هَذَا الْحِمَارِ" قَالَا غَفَرَ اللَّهُ لَكَ يَا رَسُولَ، اللَّهِ وَهَلْ يُؤكل هَذَا؟ قَالَ: "فَمَا نِلْتُمَا مِنْ أَخِيكُمَا آنفا أشد أكلا من، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّهُ الْآنَ لَفِي أَنْهَارِ الْجَنَّةِ يَنْغَمِسُ فِيهَا"
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnud Dahhak ibnu Makhlad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij,
telah menceritakan kepadaku Abuz Zubair, dari salah seorang anak Abu Hurairah, bahwa Ma'iz datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina." Rasulullah Saw. berpaling darinya hingga Ma'iz
mengulangi ucapannya sebanyak empat kali, dan pada yang kelima kalinya Rasulullah Saw. balik bertanya, "Kamu benar telah zina?" Ma'iz menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bertanya, "Tahukah kamu apakah zina itu?" Ma'iz menjawab, "Ya,
aku lakukan terhadapnya perbuatan yang haram, sebagaimana layaknya seorang suami mendatangi istrinya yang halal." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah yang engkau maksudkan dengan pengakuanmu ini?" Ma'iz menjawab,
"Aku bermaksud agar engkau menyucikan diriku (dari dosa zina)." Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah engkau memasukkan itumu ke dalam itunya dia, sebagaimana batang celak dimasukkan ke dalam wadah celak dan sebagaiman
a timba dimasukkan ke dalam sumur?" Ma'iz menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar Ma'iz dihukum rajam, lalu Ma'iz dirajam. Kemudian Nabi Saw. mendengar dua orang lelaki berkata.
Salah seorang darinya berkata kepada yang lain (temannya), "Tidakkah engkau saksikan orang yang telah ditutupi oleh Allah, tetapi dia tidak membiarkan dirinya hingga harus dirajam seperti anjing dirajam?" Kemudian Nabi Saw.
berjalan hingga melalui bangkai keledai, lalu beliau Saw. bersabda, "Dimanakah si Fulan dan si Fulan? Suruhlah keduanya turun dan memakan bangkai keledai ini." Keduanya menjawab, "Semoga Allah mengampunimu, ya Rasulullah,
apakah bangkai ini dapat dimakan?" Nabi Saw. menjawab: Apa yang kamu berdua katakan tentang saudaramu tadi jauh lebih menjijikkan daripada bangkai keledai ini rasanya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaanNya,
sesungguhnya dia sekarang benar-benar berada di sungai-sungai surga menyelam di dalamnya. Sanad hadis sahih
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا وَاصِلٌ -مَوْلَى ابْنِ عُيَيْنَةَ-حَدَّثَنِي خَالِدُ بْنُ عُرْفُطَة، عَنْ طَلْحَةَ بْنِ نَافِعٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَارْتَفَعَتْ رِيحُ جِيفَةٍ مُنْتِنَةٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتَدْرُونَ مَا هَذِهِ الرِّيحُ؟ هَذِهِ رِيحُ الَّذِينَ يَغْتَابُونَ الْمُؤْمِنِينَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepadaku Wasil maula Ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepadaku Khalid ibnu Urfutah, dari Talhah ibnu Nafi', dari Jabir ibnu Abdullah r.a.
yang menceritakan bahwa ketika kami bersama Nabi Saw., lalu terciumlah oleh kami bau bangkai yang sangat busuk. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tahukah kalian, bau apakah ini? Ini adalah bau orang-orang yang suka menggunjing orang lain.
Jalur lain.
قَالَ عَبْدُ بْنُ حُميد فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْأَشْعَثِ، حَدَّثَنَا الفُضيل بْنُ عِيَاضٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ -وَهُوَ طَلْحَةُ بْنُ نَافِعٍ-عَنْ جَابِرٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَهَاجَتْ رِيحُ مُنْتِنَةٌ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ نَفَرًا مِنَ الْمُنَافِقِينَ اغْتَابُوا نَاسًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَلِذَلِكَ بُعِثَتْ هَذِهِ الرِّيحُ" وَرُبَّمَا قَالَ: "فَلِذَلِكَ هَاجَتْ هَذِهِ الرِّيحُ"
Abdu ibnu Humaid mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Asy'as, telah menceritakan kepada kami Al-Fudail ibnu Iyad, dari Sulaiman ibnu Abu Sufyan alias Talhah ibnu Nafi',
dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa ketika kami bersama Nabi Saw. dalam suatu perjalanan, tiba-tiba terciumlah bau yang sangat busuk. Maka Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya sejumlah orang-orang munafik
telah menggunjing seseorang dari kaum muslim, maka hal tersebutlah yang menimbulkan bau yang sangat busuk ini. Dan barangkali beliau Saw. bersabda: Karena itulah maka tercium bau yang sangat busuk ini.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12) Ia merasa yakin bahwa Salman r.a. ketika berjalan bersama
dua orang sahabat Nabi Saw. dalam suatu perjalanan sebagai pelayan keduanya dan meringankan beban keduanya dengan imbalan mendapat makan dari keduanya. Pada suatu hari ketika semua orang telah berangkat,
sedangkan Salman tidak ikut berangkat bersama mereka melainkan tertidur, lalu kedua temannya itu menggunjingnya. Kemudian keduanya mencari Salman, tetapi tidak menemukannya. Akhirnya kedua teman Salman membuat kemah
dan keduanya mengatakan seraya menggerutu, "Tiada yang dikehendaki oleh Salman atau budak ini selain dari yang enaknya saja, yaitu datang tinggal makan dan kemah sudah dipasang." Ketika Salman datang,
keduanya mengutus Salman kepada Rasulullah Saw. untuk meminta lauk pauk. Maka Salman pun berangkat hingga datang kepada Rasulullah Saw. seraya membawa wadah lauk pauk. Lalu Salman berkata, "Wahai Rasulullah,
teman-temanku telah menyuruhku untuk meminta lauk pauk kepada engkau, jika engkau mempunyainya." Rasulullah Saw. bersabda: Apakah yang dilakukan oleh teman-temanmu dengan lauk pauk, bukankah mereka telah memperoleh
lauk pauk? Maka Salman kembali kepada kedua temannya dan menceritakan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah Saw. Kemudian keduanya berangkat hingga sampai ke tempat Rasulullah Saw., lalu berkata,
"Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, kami belum makan sejak pertama kali kami istirahat." Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kamu berdua telah mendapat lauk pauk dari Salman karena gunjinganmu (terhadapnya).
Lalu turunlah firman Allah Swt.: Sukakah seseorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12) Sesungguhnya Salman saat itu sedang tidur. Al-Hafiz Ad-Diya Al-Maqdisi telah meriwayatkan
di dalam kitab Al-Mukhtar-nya melalui jalur Hassan ibnu Hilal, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas ibnu Malik r.a. yang telah menceritakan bahwa dahulu sebagian orang-orang Arab biasa melayani sebagian yang lainnya
dalam perjalanan. Dan tersebutlah Abu Bakar dan Umar r.a. membawa serta seorang lelaki yang melayani keduanya. Lalu keduanya tidur dan bangun, tetapi ternyata lelaki itu tidak menyediakan makanan untuk mereka berdua,
lalu keduanya mengatakan bahwa sesungguhnya orang ini (yakni pelayan keduanya) suka tidur. Dan keduanya membangunkan pelayannya itu dan mengatakan kepadanya, "Pergilah kepada Rasulullah Saw. dan katakan kepada beliau
bahwa Abu Bakar dan Umar mengirimkan salam untuknya dan keduanya meminta lauk pauk dari beliau." Ketika pelayan itu sampai di tempat Nabi Saw., maka beliau Saw. bersabda, "Sesungguhnya mereka berdua telah beroleh lauk pauk."
Maka Abu Bakar dan Umar datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan bertanya, "Wahai Rasulullah, lauk pauk apakah yang telah kami peroleh?" Maka Rasulullah Saw. menjawab: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman
kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku melihat dagingnya (pesuruhmu itu) berada di dalam lambungmu. Keduanya berkata, "Wahai Rasulullah, mohonkanlah ampunan bagi kami." Rasulullah Saw. bersabda: Perintahkanlah kepada lelaki itu (pelayanmu)
untuk memohonkan ampun bagi kamu berdua.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ عَمِّهِ مُوسَى بْنِ يَسار، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَكَلَ مِنْ لَحْمِ أَخِيهِ فِي الدُّنْيَا، قُرِّب لَهُ لَحْمُهُ فِي الْآخِرَةِ، فَيُقَالُ لَهُ: كُلْهُ مَيْتًا كَمَا أَكَلْتَهُ حَيًّا. قَالَ: فَيَأْكُلُهُ ويَكْلَح وَيَصِيحُ".
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Maslamah, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Pamannya Musa ibnu Yasar, dari Abu Hurairah r.a.
yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw.' pernah bersabda: Barang siapa yang memakan daging saudaranya sewaktu di dunia (yakni menggunjingnya), maka disuguhkan kepadanya daging saudaranya itu kelak di akhirat,
lalu dikatakan kepadanya, -Makanlah ini dalam keadaan mati sebagaimana engkau memakannya dalam keadaan hidup.” Abu Hurairah mengatakan, bahwa lalu dia memakannya, sekalipun dengan rasa jijik seraya menjerit. Hadis ini garib sekali.
Firman Allah Swt.:
{وَاتَّقُوا اللَّهَ}
Dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Hujurat: 12) dengan mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah kepada kalian dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya, maka merasalah diri kalian berada dalam pengawasan-Nya dan takutlah kalian kepada-Nya.
{إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ}
Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 12) Yakni Maha Penerima tobat terhadap orang yang mau bertobat kepada-Nya, lagi Maha Penyayang kepada orang yang kembali ke jalan-Nya
dan percaya kepada-Nya. Jumhur ulama mengatakan bahwa cara bertobat dari menggunjing orang lain ialah hendaknya yang bersangkutan bertekad untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya. Akan tetapi, apakah disyaratkan menyesali
perbuatannya yang telah lalu itu? Masalahnya masih diperselisihkan. Dan hendaknya pelakunya meminta maaf kepada orang yang digunjingnya. Ulama lainnya mengatakan bahwa tidak disyaratkan meminta maaf dari orang yang digunjingnya,
karena apabila dia memberitahu kepadanya apa yang telah ia lakukan terhadapnya, barangkali hatinya lebih sakit daripada seandainya tidak diberi tahu. Dan cara yang terbaik ialah hendaknya pelakunya membersihkan
nama orang yang digunjingnya di tempat yang tadinya dia mencelanya dan berbalik memujinya. Dan hendaknya ia membela orang yang pernah digunj ingnya itu dengan segala kemampuan sebagai pelunasan dari apa yang dilakukan terhadapnya
sebelum itu.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَجَّاجِ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُلَيْمَانَ؛ أَنَّ إِسْمَاعِيلَ بْنَ يَحْيَى المعَافِريّ أَخْبَرَهُ أَنَّ سَهْلَ بْنَ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ الجُهَنِيّ أَخْبَرَهُ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ حَمَى مُؤْمِنًا مِنْ مُنَافِقٍ يَعِيبُهُ، بَعَثَ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا يَحْمِي لَحْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ. وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِشَيْءٍ يُرِيدُ شَيْنَهُ، حَبَسَهُ اللَّهُ عَلَى جِسْرِ جَهَنَّمَ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayyub, dari Abdullah ibnu Sulaiman,
bahwa Ismail ibnu Yahya Al-Mu'afiri pernah menceritakan kepadanya bahwa Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas Al-Juhani telah menceritakan kepadanya dari ayahnya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang membela seorang mukmin
dari orang munafik yang menggunjingnya, maka Allah mengirimkan malaikat kepadanya untuk melindungi dagingnya kelak di hari kiamat dari api neraka Jahanam. Dan barang siapa yang menuduh seorang mukmin dengan tuduhan
yang ia maksudkan mencacinya, maka Allah menahannya di jembatan neraka Jahanam hingga ia mencabut kembali apa yang dituduhkannya itu. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud melalui hadis Abdullah ibnul Mubarak
dengan sanad dan lafaz yang semisal.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ أَيْضًا: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ الصَّبَّاحِ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ، أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ: حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ سُلَيْمٍ؛ أَنَّهُ سَمِعَ إِسْمَاعِيلَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ، وَأَبَا طَلْحَةَ بْنَ سَهْلٍ الْأَنْصَارِيُّ يَقُولَانِ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ما من امرىء يَخْذُلُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ تُنْتَهَكُ فِيهِ حُرْمَتُهُ وَيُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ، إِلَّا خَذَلَهُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ يُحِبُّ فِيهَا نُصْرَتَهُ. وَمَا مِنَ امْرِئٍ يَنْصُرُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ يُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ، وَيُنْتَهَكُ فِيهِ مِنْ حُرْمَتِهِ (5) ، إِلَّا نَصَرَهُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ يُحِبُّ فِيهَا نُصْرَتَهُ".
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam telah menceritakan kepada kami Al-Lais, telah menceritakan kepadakuVahya ibnu Sahm,
dia pernah mendengar Ismail ibnu Basyir mengatakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah dan Abu Talhah ibnu Sahl Al-Ansanrimengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: tidaklah seseorang menghina seorang muslim
di suatu tempat yang menyebabkan kehormatannya dilecehkan dan harga dirinya direndahkan, melainkan Allah Swt. akan balas menghinanya di tempat-tempat yang ia sangat memerlukan pertolongan-Nya.
Dan tidaklah seseorang membela seorang muslim di suatu tempat yang menyebabkan harga diri dan kehormatannya direndahkan, melainkan Allah akan menolongnya di tempat-tempat yang ia sangat memerlukan pertolongan-Nya.
Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal)
Surat Al-Hujurat |49:13|
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
yaaa ayyuhan-naasu innaa kholaqnaakum min żakariw wa unṡaa wa ja'alnaakum syu'uubaw wa qobaaa`ila lita'aarofuu, inna akromakum 'indallohi atqookum, innalloha 'aliimun khobiir
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.
O mankind, indeed We have created you from male and female and made you peoples and tribes that you may know one another. Indeed, the most noble of you in the sight of Allah is the most righteous of you. Indeed, Allah is Knowing and Acquainted.
(Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan) yakni dari Adam dan Hawa (dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa)
lafal Syu'uuban adalah bentuk jamak dari lafal Sya'bun, yang artinya tingkatan nasab keturunan yang paling tinggi (dan bersuku-suku) kedudukan suku berada di bawah bangsa,
setelah suku atau kabilah disebut Imarah, lalu Bathn, sesudah Bathn adalah Fakhdz dan yang paling bawah adalah Fashilah. Contohnya ialah Khuzaimah adalah nama suatu bangsa,
Kinanah adalah nama suatu kabilah atau suku, Quraisy adalah nama suatu Imarah, Qushay adalah nama suatu Bathn, Hasyim adalah nama suatu Fakhdz, dan Al-Abbas adalah nama suatu Fashilah
(supaya kalian saling kenal-mengenal) lafal Ta'aarafuu asalnya adalah Tata'aarafuu, kemudian salah satu dari kedua huruf Ta dibuang sehingga jadilah Ta'aarafuu;
maksudnya supaya sebagian dari kalian saling mengenal sebagian yang lain bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau keturunan, karena sesungguhnya kebanggaan itu hanya dinilai dari segi ketakwaan.
(Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) tentang kalian (lagi Maha Mengenal) apa yang tersimpan di dalam batin kalian.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 13 |
Allah Swt. menceritakan kepada manusia bahwa Dia telah menciptakan mereka dari diri yang satu dan darinya Allah menciptakan istrinya, yaitu Adam dan Hawa, kemudian Dia menjadikan mereka berbangsa-bangsa.
Pengertian bangsa dalam bahasa Arab adalah sya 'bun yang artinya lebih besar daripada kabilah, sesudah kabilah terdapat tingkatan-tingkatan lainnya yang lebih kecil seperti fasa-il (puak), 'asya-ir (Bani), 'ama-ir, Afkhad, dan lain sebagainya.
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan syu'ub ialah kabilah-kabilah yang non-Arab. Sedangkan yang dimaksud dengan kabilah-kabilah ialah khusus untuk bangsa Arab, seperti halnya kabilah Bani Israil disebut Asbat.
Keterangan mengenai hal ini telah kami jabarkan dalam mukadimah terpisah yang sengaja kami himpun di dalam kitab Al-Asybah karya Abu Umar ibnu Abdul Bar, juga dalam mukadimah kitab yang berjudul
Al-Qasdu wal Umam fi Ma'rifati Ansabil Arab wal 'Ajam. Pada garis besarnya semua manusia bila ditinjau dari unsur kejadiannya —yaitu tanah liat— sampai dengan Adam dan Hawa a.s. sama saja. Sesungguhnya perbedaan keutamaan
di antara mereka karena perkara agama, yaitu ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah sesudah melarang perbuatan menggunjing dan menghina orang lain, Allah Swt. berfirman mengingatkan mereka,
bahwa mereka adalah manusia yang mempunyai martabat yang sama:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا}
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (Al-Hujurat: 13)
Agar mereka saling mengenal di antara sesamanya, masing-masing dinisbatkan kepada kabilah (suku atau bangsa)nya. Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: supaya kamu saling kenal-mengenal. (Al-Hujurat: 13)
Seperti disebutkan si Fulan bin Fulan dari kabilah anu atau bangsa anu. Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa orang-orang Himyar menisbatkan dirinya kepada sukunya masing-masing, dan orang-orang Arab Hijaz menisbatkan dirinya
kepada kabilahnya masing-masing.
قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عِيسَى الثَّقَفِيِّ، عَنْ يَزِيدَ -مَوْلَى الْمُنْبَعِثِ-عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ؛ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ، مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ، مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ".
Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, dari Abdul Malik ibnu Isa As-Saqafi, dari Yazid Mula Al-Munba'is, dari Abu Hurairah r.a.,
dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Pelajarilah nasab-nasab kalian untuk mempererat silaturahmi (hubungan keluarga) kalian, karena sesungguhnya silaturahmi itu menanamkan rasa cinta kepada kekeluargaan, memperbanyak harta,
dan memperpanjang usia. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, ia tidak mengenalnya melainkan hanya melalui jalur ini. Firman Allah Swt.:
{إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ}
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. (Al-Hujurat: 13) Yakni sesungguhnya kalian berbeda-beda dalam keutamaan di sisi Allah hanyalah dengan ketakwaan,
bukan karena keturunan dan kedudukan. Sehubungan dengan hal ini banyak hadis Rasulullah Saw. yang menerangkannya.
قَالَ الْبُخَارِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ، حَدَّثَنَا عَبْدَةُ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ أَكْرَمُ؟ قَالَ: "أَكْرَمُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ" قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَأَكْرَمُ النَّاسِ يُوسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ، ابْنُ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ خَلِيلِ اللَّهِ". قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَعَنْ مَعَادِنِ الْعَرَبِ تَسْأَلُونِي؟ " قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: "فَخِيَارُكُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُكُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقِهُوا"
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salam, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Ubaidillah, dari Sa'id ibnu Abu Sa'id r.a., dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah ditanya mengenai orang yang paling mulia, siapakah dia sesungguhnya? Maka Rasulullah Saw. menjawab: Orang yang paling mulia di antara mereka di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Mereka mengatakan,
"Bukan itu yang kami maksudkan." Rasulullah Saw. bersabda: Orang yang paling mulia ialah Yusuf Nabi Allah, putra Nabi Allah dan juga cucu Nabi Allah, yaitu kekasih Allah. Mereka mengatakan, "Bukan itu yang kami maksudkan."
Rasulullah Saw. balik bertanya, "Kamu maksudkan adalah tentang kemuliaan yang ada di kalangan orang-orang Arab?" Mereka menjawab, "Ya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Orang-orang yang terhormat dari kalian di masa Jahiliah
adalah juga orang-orang yang terhormat dari kalian di masa Islam jika mereka mendalami agamanya. Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini bukan hanya pada satu tempat melainkan melalui berbagai jalur dari Abdah ibnu Sulaiman.
Imam Nasai meriwayatkannya di datem kitab tafsir, dari Ubaidah ibnu Umar Al-Umari dengan sanad yang sama. Hadis lain.
قَالَ مُسْلِمٌ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ، حَدَّثَنَا كَثِير بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا جَعْفَرِ بْنِ بُرْقَانَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ".
Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr An-Naqid, telah menceritakan kepada kami Kasir ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Barqan, dari Yazid ibnul Asam, dari Abu Hurairah r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian dan harta kalian, tetapi Dia memandang kepada hati dan amal perbuatan kalian.
Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini dari Ahmad ibnu Sinan, dari Kasir ibnu Hisyam dengan sanad yang sama. Hadis lain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ أَبِي هِلَالٍ، عَنْ بَكْرٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ: "انْظُرْ، فَإِنَّكَ لَسْتَ بِخَيْرٍ مِنْ أَحْمَرَ وَلَا أَسْوَدَ إِلَّا أَنْ تَفْضُلَهُ بِتَقْوَى
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Abu Hilal, dari Bakar, dari Abu Zarr.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi Saw. pernah bersabda kepadanya: Perhatikanlah,
sesungguhnya kebaikanmu bukan karena kamu dari kulit merah dan tidak pula dari kulit hitam, melainkan kamu beroleh keutamaan karena takwa kepada Allah. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid. Hadis lain.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ عَبْدُ الْوَارِثِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْعَسْكَرِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرِو بْنِ جَبَلة، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ حُنَيْنٍ الطَّائِيُّ، سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ حَبِيبِ بْنِ خِرَاش العَصَرِيّ، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ: أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: الْمُسْلِمُونَ إِخْوَةٌ، لَا فَضْلَ لِأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ إِلَّا بِالتَّقْوَى
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah Abdul Waris ibnu Ibrahim Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Amr Ibnu Jabalah, telah menceritakan kepada kami
Ubaid ibnu Hunain At-Ta'i bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Habib ibnu Khirasy Al-Asri menceritakan hadis berikut dari ayahnya yang pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Orang-orang muslim itu bersaudara,
tiada keutamaan bagi seseorang atas lainnya kecuali dengan takwa. Hadis lain.
قَالَ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الْكُوفِيُّ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا قَيْسٌ -يَعْنِي ابْنَ الرَّبِيعِ-عَنْ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَة، عَنِ الْمُسْتَظِلِّ بْنِ حُصَيْنٍ، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّكُمْ بَنُو آدَمَ. وَآدَمُ خُلِقَ مِنْ تُرَابٍ، وَلَيَنْتَهِيَنَّ قَوْمٌ يَفْخَرُونَ بِآبَائِهِمْ، أَوْ لَيَكُونُنَّ أَهْوَنَ عَلَى اللَّهِ مِنَ الجِعْلان".
Al-Bazzar telah mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Qais (yakni Ibnur Rabi'),
dari Syabib ibnu Urqudah, dari Al-Mustazil ibnu Husain, dari Huzaifah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kamu sekalian adalah anak-anak Adam, dan Adam diciptakan dari tanah;
untuk itu hendaklah suatu kaum tidak lagi membangga-banggakan orang-orang tuanya, atau benar-benar mereka lebih rendah dari serangga tanah menurut Allah Swt.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa kami tidak mengenalnya bersumberkan dari Huzaifah kecuali melalui jalur ini. Hadis lain.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الرَّبِيعِ بْنِ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا أَسَدُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا الْقَطَّانُ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عمر قَالَ: طَافَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ عَلَى نَاقَتِهِ القَصْواء يَسْتَلِمُ الْأَرْكَانَ بِمِحْجَنٍ فِي يَدِهِ، فَمَا وَجَدَ لَهَا مُنَاخًا فِي الْمَسْجِدِ حَتَّى نَزَلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَيْدِي الرِّجَالِ، فَخَرَجَ بِهَا إِلَى بَطْنِ الْمَسِيلِ فَأُنِيخَتْ. ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَهُمْ عَلَى رَاحِلَتِهِ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ ثُمَّ قَالَ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّية الْجَاهِلِيَّةِ وَتُعَظُّمَهَا بِآبَائِهَا، فَالنَّاسُ رَجُلَانِ: رَجُلٌ بَرٌّ تَقِيٌّ كَرِيمٌ عَلَى اللَّهِ، وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ هَيِّنٌ عَلَى اللَّهِ. إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ} ثُمَّ قَالَ: "أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Asad ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami
Musa ibnu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa di hari penaklukkan kota Mekah Rasulullah Saw. melakukan tawaf di Baitullah dengan mengendarai untanya yang bernama Qaswa,
beliau mengusap rukun dengan tongkat yang dipegangnya. Maka beliau tidak menemukan ruangan bagi unta Qaswa di dalam Masjidil Haram itu (karena penuh sesak dengan orang-orang). Akhirnya beliau turun dari untanya
dan menyerahkan untanya kepada seseorang yang membawanya ke luar masjid, lalu mengistirahatkannya di lembah tempat sa'i. Kemudian Rasulullah Saw. berkhotbah kepada mereka di atas unta kendaraannya itu,
yang dimulainya dengan membaca hamdalah dan memuji-Nya dengan pujian yang pantas untuk-Nya. Setelah itu beliau bersabda: Hai manusia, sesungguhnya Allah Swt. telah melenyapkan dari kalian keaiban masa Jahiliah
dan tradisinya yang selalu membangga-banggakan orang-orang tua. Manusia itu hanya ada dua macam, yaitu orang yang berbakti, bertakwa, lagi mulia di sisi Allah Swt.; dan orang yang durhaka, celaka, lagi hina menurut Allah Swt.
Kemudian Nabi Saw. membaca firman Allah Swt.: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat: 13) Setelah itu beliau Saw.
mengucapkan istigfar seperti berikut: Aku akhiri ucapan ini seraya memohon ampun kepada Allah untuk diriku dan kalian. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdu ibnu Humaid, dan Abu Asim Ad Dahhak, dari Makhlad,
dari Musa ibnu Ubaidah dengan sanad yang sama. Hadis lain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبَاحٍ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَنْسَابَكُمْ هَذِهِ لَيْسَتْ بِمِسَبَّةٍ عَلَى أَحَدٍ، كُلُّكُمْ بنو آدم طَفَّ الصاع لم يملؤه، لَيْسَ لِأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ فَضْلٌ إِلَّا بِدِينٍ وَتَقْوًى، وَكَفَى بِالرَّجُلِ أَنْ يَكُونَ بَذِيّا بَخِيلًا فَاحِشًا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kam, Ibnu Lahi’ah, dari Al-Haris ibnu Yazid, dari Ali ibnu Rabah, dari Uqbah ibnu Amr ra yang mengatakan bahwa sesungguhnya
Rasulullah Saw. pernah bersabda. Sesungguhnya nasab kalian ini bukanlah (sarana) untuk merendahkan siapa pun. Kamu sekalian adalah anak-anak Adam yang mempunyai martabat yang sama tiada bagi seseorang keutamaan atas yang lainnya
kecuali dengan agama dan takwa. Cukuplah (keburukan) bagi seseorang bila dia menjadi orang yang tercela, kikir, lagi buruk kata-katanya. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Yunus, dari Ibnu Wahb dari Ibnu Lahi'ah dengan sanad yang sama,
yang bunyi teksnya seperti berikut:
"النَّاسُ لِآدَمَ وَحَوَّاءَ، طَفَّ الصَّاعُ لَمْ يَمْلَئُوه، إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْأَلُكُمْ عَنْ أَحِسَابِكُمْ وَلَا عَنْ أَنْسَابِكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عند الله أتقاكم".
Manusia itu berasal dari Adam dan Hawa mempunyai martabat yang sama. Sesungguhnya Allah tidak menanyai kedudukan kalian dan tidak pula nasab kalian di hari kiamat nanti. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian
di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Tetapi teks hadis ini tidak terdapat di dalam keenam kitab Sittah melalui jalur ini. Hadis lain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ سِمَاك، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمِيرة زَوْجِ دُرَّةَ ابْنَةِ أَبِي لَهَبٍ، عَنْ دُرَّةَ بِنْتِ أَبِي لَهَبٍ قَالَتْ: قَامَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ؟ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَيْرُ النَّاسِ أَقْرَؤُهُمْ، وَأَتْقَاهُمْ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَآمَرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ، وَأَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Sammak, dari Abdullah ibnu Umrah (suami Durrah binti Abu Lahab),' dari Durrah binti Abu Lahab
yang menceritakan bahwa seorang lelaki berdiri, lalu berjalan menuju kepada Nabi Saw. Saat itu beliau berada di atas mimbar, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling baik itu?" Rasulullah Saw. menjawab:
Sebaik-baik manusia ialah yang paling pandai membaca Al-Qur'an, paling bertakwa kepada Allah Swt., paling gencar memerintahkan kepada kebajikan dan paling tekun melarang perbuatan mungkar, serta paling gemar bersilaturahmi. Hadis lain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَسْوَدِ، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: مَا أَعْجَبَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْءٌ مِنَ الدُّنْيَا، وَلَا أَعْجَبَهُ أَحَدٌ قَطُّ، إِلَّا ذُو تُقًى
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan. telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Abul Aswad, dari Al-Qasim ibnu Muhammad, dari Aisyah r.a. yang mengatakan:
Tiada sesuatu pun dari duniawi ini yang dikagumi oleh Rasulullah Saw. dan tiada seorang pun yang dikagumi oleh beliau kecuali orang yang mempunyai ketakwaan. Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid. Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ}
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat: 13) Yakni Dia Maha Mengetahui kalian dan Maha Mengenal semua urusan kalian, maka Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya
dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya, merahmati siapa yang dikehendaki-Nya dan mengazab siapa yang dikehendaki-Nya, serta mengutamakan siapa yang dikehendaki-Nya atas siapa yang dikehendakinya.
Dia Mahabijaksana, Maha Mengetahui, lagi Maha Mengenal dalam semuanya itu. Ada sebagian ulama yang dengan berdasarkan ayat yang mulia ini berpendapat bahwa kafa'ah (sepadan) dalam masalah nikah bukan merupakan syarat,
dan tiada syarat dalam pernikahan kecuali hanya agama, karena firman Allah Swt.:
{إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ}
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. (Al-Hujurat: 13) Sedangkan sebagian ulama lainnya berpegangan kepada dalil-dalil lain yang keterangannya secara rinci disebutkan
di dalam kitab-kitab fiqih, kami telah mengutarakan sebagian darinya di dalam Kitabul Ahkam. Imam Tabrani telah meriwayatkan dari Abdur Rahman, bahwa ia telah mendengar seorang lelaki dari kalangan Bani Hasyim mengatakan,
"Aku adalah orang yang paling utama terhadap Rasulullah Saw." Maka orang lain mengatakan, "Aku lebih utama terhadapnya daripadamu, karena aku memiliki hubungan dengannya."
Surat Al-Hujurat |49:14|
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
qoolatil-a'roobu aamannaa, qul lam tu`minuu wa laaking quuluuu aslamnaa wa lammaa yadkhulil-iimaanu fii quluubikum, wa in tuthii'ulloha wa rosuulahuu laa yalitkum min a'maalikum syai`aa, innalloha ghofuurur roḥiim
Orang-orang Arab Badui berkata, "Kami telah beriman." Katakanlah (kepada mereka), "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah "Kami telah tunduk (Islam)," karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
The bedouins say, "We have believed." Say, "You have not [yet] believed; but say [instead], 'We have submitted,' for faith has not yet entered your hearts. And if you obey Allah and His Messenger, He will not deprive you from your deeds of anything. Indeed, Allah is Forgiving and Merciful."
(Orang-orang Arab Badui itu berkata,) yang dimaksud adalah segolongan dari kalangan Bani Asad ("Kami telah beriman") yakni hati kami telah beriman. (Katakanlah) kepada mereka,
("Kalian belum beriman, tetapi katakanlah, 'Kami telah berserah diri,'") artinya, kami telah tunduk secara lahiriah (karena masih belumlah) yakni masih belum lagi (iman masuk ke dalam hati kalian)
sampai sekarang hanya saja hal itu baru merupakan dugaan bagi kalian (dan jika kalian taat kepada Allah dan Rasul-Nya) yakni dengan cara beriman yang sesungguhnya dan taat dalam segala hal
(Dia tidak akan mengurangi) Dia tidak akan mengurangkan (amal-amal kalian) yakni pahala amal-amal kalian (barang sedikit pun; sesungguhnya Allah Maha Pengampun) kepada orang-orang mukmin (lagi Maha Penyayang") kepada mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 14 |
Tafsir ayat 14-18
Allah Swt. berfirman, mengingkari orang-orang Arab Badui yang baru saja masuk Islam, lalu mereka mengiklankan dirinya beriman, padahal iman masih belum meresap ke dalam hati mereka.
{قَالَتِ الأعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الإيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ}
Orang-orang Arab Badui itu berkata, "Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka), "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, 'Kami telah tunduk,' karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.” (Al-Hujurat: 14)
Dari makna ayat ini dapat disimpulkan bahwa iman itu pengertiannya lebih khusus daripada Islam, seperti yang dikatakan oleh mazhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. Pengertian ini diperkuat dengan adanya hadis Jibril a.s.
ketika ia bertanya (kepada Nabi Saw.) tentang Islam, kemudian iman, dan terakhir tentang ihsan. Dalam pertanyaannya itu ia memulai dari yang umum, kemudian kepada yang khusus, lalu kepada yang lebih khusus lagi.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَامِرُ بْنُ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: أَعْطَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رِجَالًا وَلَمْ يُعْطِ رَجُلًا مِنْهُمْ شَيْئًا، فَقَالَ سَعْدٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَعْطَيْتَ فُلَانًا وَفُلَانًا وَلَمْ تُعط فُلَانًا شَيْئًا، وَهُوَ مُؤْمِنٌ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَوْ مُسْلِمٌ" حَتَّى أَعَادَهَا سَعْدٌ ثَلَاثًا، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "أَوْ مُسْلِمٌ" ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي لَأُعْطِي رِجَالًا وَأَدَعُ من هو أحب إليّ منهم فلم أعطيه شَيْئًا؛ مَخَافَةَ أَنْ يُكَبُّوا فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Amir ibnu Sa'd ibnu Waqqas, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
memberi bagian kepada banyak laki-laki, tetapi tidak memberi seseorang dari mereka barang sedikit pun. Maka Sa'd ibnu Abu Waqqas r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, engkau telah memberi Fulan dan Fulan,
tetapi engkau tidak memberi si Fulan barang sedikit pun, padahal dia seorang mukmin?" Maka Rasulullah Saw. balik bertanya, "Bukankah dia seorang muslim?" Sa'd mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali,
dan selalu dijawab oleh Nabi Saw. dengan pertanyaan, "Bukankah dia seorang muslim?" Kemudian Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya aku benar-benar memberi bagian kepada banyak laki-laki dan aku tinggalkan seseorang yang lebih aku sukai
daripada mereka (yang kuberi bagian) tanpa memberinya sesuatu pun, karena aku merasa khawatir bila kelak Allah akan menyeret mereka ke dalam neraka dengan muka di bawah. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini
melalui Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Dalam hadis ini Nabi Saw. membedakan antara orang mukmin dan orang muslim; hal ini menunjukkan bahwa pengertian iman itu lebih khusus daripada Islam. Kami telah menerangkan hal ini berikut
dalil-dalilnya dalam syarah Imam Bukhari Kitabul Iman. Hadis di atas menunjukkan pula bahwa lelaki yang tidak diberi bagian itu adalah seorang muslim, bukan seorang munafik, dan Nabi Saw. tidak memberinya sesuatu bagian pun
karena beliau percaya dengan keislaman dan keimanannya yang telah meresap ke dalam hatinya. Hal ini menunjukkan pula bahwa orang-orang Arab Badui yang disebutkan dalam ayat ini bukan pula orang-orang munafik;
mereka adalah orang-orang muslim, tetapi iman masih belum meresap ke dalam hati mereka. Ketika mereka mengakui bahwa dirinya telah mencapai suatu tingkatan yang pada hakikatnya mereka masih belum mencapainya,
maka diberi-Nyalah mereka pelajaran etika. Pengertian inilah yang dimaksudkan oleh Ibnu Abbas r.a., Ibrahim An-Nakha'i, dan Qatadah, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir. Sesungguhnya kami kemukakan pendapat ini untuk menyanggah
apa yang telah dikatakan oleh Imam Bukhari rahimahullah yang berpendapat bahwa orang-orang Arab Badui itu adalah orang-orang munafik yang mengaku-aku dirinya beriman, padahal kenyataannya tidaklah demikian.
Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, dan Ibnu Zaid, bahwa mereka telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi katakanlah, 'Kami telah tunduk.' (Al-Hujurat: 14) Yakni kami tunduk
dan patuh karena takut dibunuh atau ditawan. Mujahid mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Bani Asad ibnu Khuzaimah. Qatadah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum
yang mengakui dirinya berjasa kepada Rasulullah Saw. karena mereka mau beriman. Tetapi pendapat yang sahih adalah pendapat yang pertama yang mengatakan bahwa mereka adalah suatu kaum yang mendakwakan dirinya
menduduki tingkatan iman, padahal iman masih belum meresap ke dalam hati mereka. Maka mereka diberi pelajaran etika dan diberi tahu bahwa sesungguhnya tingkatan iman yang sebenarnya masih belum mereka capai.
Sekiranya mereka itu orang-orang munafik, tentulah mereka dikatakan dengan nada yang keras dan dipermalukan, seperti penuturan perihal orang-orang munafik dalam surat At-Taubah. Dan sesungguhnya hal ini dikatakan kepada mereka
hanyalah semata-mata untuk mendidik mereka, yaitu firman-Nya:
{قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الإيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ}
Katakanlah (kepada mereka), "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, 'Kami telah tunduk, ' karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.” (Al-Hujurat: 14) Yaitu kalian masih belum mencapai hakikat iman, kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا }
jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia tiada mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu. (Al-Hujurat: 14) Dia tidak akan mengurangi pahala amalanmu barang sedikit pun, semakna dengan apa yang disebutkan dalam firman-Nya:
{وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ}
dan Kami tidak mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. (Ath-Thur: 21) Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 14) Yakni kepada orang yang bertobat dan kembali kepada (jalan)-Nya. Firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang beriman. (Al-Hujurat: 15) Yaitu yang sempurna iman mereka.
{الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا}
hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu. (Al-Hujurat: 15) Maksudnya, tidak ragu dan tidak bimbang dalam keimanannya. Bahkan teguh dalam suatu pendirian, yaitu membenarkan dengan setulus-tulusnya.
{وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ}
dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. (Al-Hujurat: 15) Mereka korbankan diri dan harta benda mereka yang disayang untuk ketaatan kepada Allah dan rida-Nya.
{أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ}
mereka itulah orang-orang yang benar. (Al-Hujurat: 15) Yakni dalam ucapannya yang mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang beriman, tidak sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang-orang Arab Badui yang iman mereka masih belum meresap kecuali hanya sebatas lahiriah saja.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ غَيْلَانَ، حَدَّثَنَا رِشْدين، حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، عَنْ أَبِي السَّمْحِ، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْمُؤْمِنُونَ فِي الدُّنْيَا عَلَى ثَلَاثَةِ أَجْزَاءٍ: [الَّذِينَ] آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ. وَالَّذِي يَأْمَنُهُ النَّاسُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ. ثُمَّ الَّذِي إِذَا أَشْرَفَ عَلَى طَمَعٍ تَرَكَهُ لِلَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Rasyidin, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris, dari Abus Samah, dari Abul Hais'am, dari Abu Sa'id r.a.
yang mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi Saw. telah bersabda: Orang-orang mukmin di dunia ini ada tiga macam, yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad
dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah; dan orang (mukmin) yang dipercayai oleh orang lain terhadap harta dan jiwa mereka; dan orang (mukmin) yang apabila mempunyai rasa tamak (terhadap sesuatu), maka ia meninggalkannya
karena Allah Swt. Firman Allah Swt.:
{قُلْ أَتُعَلِّمُونَ اللَّهَ بِدِينِكُمْ}
Katakanlah (kepada mereka), "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu)?” (Al-Hujurat: 16) Maksudnya, apakah kalian akan memberitahukan kepada-Nya apa yang tersimpan di dalam hati kalian.
{وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ}
padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. (Al-Hujurat: 16) Yakni tiada sesuatu pun yang sebesar zarrah di bumi atau di langit, tiada pula yang lebih kecil dari itu, dan tiada pula yang lebih besar tersembunyi dari pengetahuan Allah.
{وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}
dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Hujurat: 16) Kemudian Allah Swt. berfirman:
{يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا}
Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka (Al-Hujuraf 17) Kalimat ini ditujukan kepada orang-orang Arab Badui (pedalaman) yang merasa berjasa karena keislaman mereka dan keikutsertaan mereka dalam menolong Rasulullah Saw. Maka Allah Swt. berfirman menyanggah mereka:
{قُلْ لَا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلامَكُمْ}
Katakanlah, "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu.” (Al-Hujurat: 17) karena sesungguhnya hal itu manfaatnya kembali kepada dirimu sendiri, Allah-lah yang sebenarnya memberi nikmat kepada kalian karena Dialah yang menunjukkan kalian kepada Islam.
{بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلإيمَانِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ}
sebenarnya Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan, jika kamu adalah orang-orang yang benar. (Al-Hujurat: 17) Yakni benar dalam pengakuanmu tentang hal tersebut, sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Saw. kepada orang-orang Ansar di hari Perang Hunain:
"يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، أَلَمْ أَجِدْكُمْ ضُلَّالًا فَهَدَاكُمُ اللَّهُ بِي؟ وَكُنْتُمْ مُتَفَرِّقِينَ فَأَلَّفَكُمُ اللَّهُ بِي؟ وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمُ اللَّهُ بِي؟ " كُلَّمَا قَالَ شَيْئًا قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمَنُّ
Hai golongan orang-orang Ansar, bukankah aku jumpai kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian melaluiku? Dan kalian dalam keadaan berpecah belah, lalu Allah mempersatukan kalian dengan melaluiku?
Dan kalian dalam keadaan miskin, kemudian Allah menjadikan kalian berkecukupan melaluiku? Setiap kalimat yang diucapkan oleh Nabi Saw. dijawab oleh mereka dengan ucapan, "Hanya kepada Allah dan Rasul-Nya kami beriman."
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأُمَوِيُّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ أَبِي عَوْنٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا] قَالَ: جَاءَتْ بَنُو أَسَدٍ إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَسْلَمْنَا وَقَاتَلَتْكَ الْعَرَبُ، ولم تقاتلك، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ فِقْهَهُمْ قَلِيلٌ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْطِقُ عَلَى أَلْسِنَتِهِمْ". وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا قُلْ لَا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلامَكُمْ بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلإيمَانِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ}
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'id Al-Jauhari, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Umawi, dari Muhammad ibnu Qais, dari Abu Aun, dari Sa' id ibnu Jubair,
dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa Bani Asad datang kepada Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, kami telah Islam. Orang-orang Arab Badui memerangimu, tetapi kami tidak memerangimu."
Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya pengetahuan mereka minim, dan sesungguhnya setan telah memutarbalikkan lisan mereka." Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu
dengan keislaman mereka. Katakanlah, "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan
jika kamu adalah orang-orang yang benar.” (Al-Hujurat: 17) Kemudian Al-Hafiz Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengenal hadis ini diriwayatkan melainkan hanya melalui jalur ini, dan kami tidak mengetahui
Abu Aun alias Muhammad ibnu Ubaidillah meriwayatkan dari Sa' id ibnu Jubair kecuali dalam hadis ini. Kemudian Allah Swt. mengulangi pemberitaan-Nya, bahwa Dia mengetahui semua makhluk dan melihat semua amal perbuatan mereka.
Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hujurat: 18) Demikianlah akhir dari tafsir surat Al-Hujurat.
Surat Al-Hujurat |49:15|
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
innamal-mu`minuunallażiina aamanuu billaahi wa rosuulihii ṡumma lam yartaabuu wa jaahaduu bi`amwaalihim wa anfusihim fii sabiilillaah, ulaaa`ika humush-shoodiquun
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.
The believers are only the ones who have believed in Allah and His Messenger and then doubt not but strive with their properties and their lives in the cause of Allah. It is those who are the truthful.
(Sesungguhnya orang-orang yang beriman) yakni orang-orang yang benar-benar beriman, sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya
(hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu) dalam keimanannya (dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah)
mereka benar-benar berjihad berkat kesungguhan iman mereka (mereka itulah orang-orang yang benar) dalam keimanan mereka, bukan seperti orang-orang yang mengatakan,
"Kami telah beriman", sedangkan dalam diri mereka yang dijumpai hanya ketundukan belaka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 15 |
penjelasan ada di ayat 14
Surat Al-Hujurat |49:16|
قُلْ أَتُعَلِّمُونَ اللَّهَ بِدِينِكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
qul a tu'allimuunalloha bidiinikum, wallohu ya'lamu maa fis-samaawaati wa maa fil-ardh, wallohu bikulli syai`in 'aliim
Katakanlah (kepada mereka), "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Say, "Would you acquaint Allah with your religion while Allah knows whatever is in the heavens and whatever is on the earth, and Allah is Knowing of all things?"
(Katakanlah) kepada mereka ("Apakah kalian akan memberitahukan kepada Allah tentang agama kalian) lafal Tu'allimuuna berasal dari 'Allama yang artinya Sya'ara atau memberitahukan.
Maksudnya, apakah kalian melalui perkataan kalian, 'Kami telah beriman', hendak memberitahukan kepada Allah tentang keyakinan kalian (padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Mengetahui segala sesuatu.")
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 16 |
penjelasan ada di ayat 14
Surat Al-Hujurat |49:17|
يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا ۖ قُلْ لَا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلَامَكُمْ ۖ بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلْإِيمَانِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
yamunnuuna 'alaika an aslamuu, qul laa tamunnuu 'alayya islaamakum, balillaahu yamunnu 'alaikum an hadaakum lil-iimaani ing kuntum shoodiqiin
Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, "Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar."
They consider it a favor to you that they have accepted Islam. Say, "Do not consider your Islam a favor to me. Rather, Allah has conferred favor upon you that He has guided you to the faith, if you should be truthful."
(Mereka telah merasa memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka) tanpa melalui perang, berbeda dengan orang-orang selain mereka yang masuk Islam setelah melalui peperangan terlebih dahulu.
(Katakanlah, "Janganlah kalian merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislaman kalian) lafal Islamakum dinashabkan karena huruf Jarrnya yaitu Ba dicabut darinya,
sebagaimana keberadaan huruf Ba ini diperkirakan pula sebelum An pada permulaan ayat (sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepada kalian
dengan menunjuki kalian kepada keimanan, jika kalian adalah orang-orang yang benar") di dalam perkataan kalian yang menyatakan, "Kami telah beriman."
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 17 |
penjelasan ada di ayat 14
Surat Al-Hujurat |49:18|
إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
innalloha ya'lamu ghoibas-samaawaati wal-ardh, wallohu bashiirum bimaa ta'maluun
Sungguh, Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Indeed, Allah knows the unseen [aspects] of the heavens and the earth. And Allah is Seeing of what you do.
(Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi) yakni apa-apa yang tidak kelihatan pada keduanya. (Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan)
dapat dibaca Ta'maluuna atau Ya'maluuna, kalau dibaca Ya'maluuna artinya, Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. Maksudnya tiada sesuatu pun darinya yang samar bagi-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hujurat | 49 : 18 |
penjelasan ada di ayat 14
Surat Qaf |50:1|
ق ۚ وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ
qooof, wal-qur`aanil-majiid
Qaaf. Demi Al-Qur´an yang mulia.
Qaf. By the honored Qur'an...
(Qaaf) hanya Allah saja yang mengetahui arti dan maksudnya. (Demi Alquran yang sangat agung) artinya, yang sangat mulia, tiadalah orang-orang kafir Mekah beriman kepada Nabi Muhammad saw.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 1 |
Tafsir ayat 1-5
Qaf adalah salah satu dari huruf Hijaiah yang telah disebutkan pada permulaan surat-surat Al-Qur'an, sama halnya dengan Shad, Nun, Alif Lam Mim, Ha Mim, Ta Sin, dan lain sebagainya, menurut Qatadah dan lain-lainnya
yang keterangannya telah kami kemukakan dalam permulaan tafsir surat Al-Baqarah sehingga tidak perlu diulangi lagi. Menurut apa yang diriwayatkan dari sebagian ulama Salaf, Qaf adalah nama sebuah gunung.
Seakan-akan —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— riwayat ini bersumber dari dongengan-dongengan kaum Bani Israil, lalu diambil oleh sebagian orang karena adanya pembolehan mengambil riwayat dari mereka
menyangkut hal-hal yang tidak dapat dibenarkan dan tidak dapat pula didustakan. Menurut hemat saya, hal ini dan yang semisal dengannya termasuk salah satu dari buatan kaum zindiq mereka (Bani Israil) yang sengaja mereka sisipkan
dalam agama mereka untuk mengelabul urusan agama mereka. Sebagaimana telah dilakukan buatan-buatan seperti ini di kalangan umat ini, padahal banyak memiliki ulama yang agung, para ahli hafal hadis, dan para Imam mujtahidin,
yaitu hadis-hadis buatan yang disandarkan kepada Nabi Saw. Padahal masa umat ini dengan nabinya masih belum begitu jauh. Maka terlebih lagi dengan umat Bani Israil yang masanya begitu jauh, sedangkan para ahli hafal kitab
yang kritis sangat minim di kalangan mereka. Dan lagi kebiasaan mereka dalam meminum Khamr dan para ulamanya yang berani mengubah kalimat-kalimat Al-Kitab dari tempat-tempat yang sebenarnya serta berani pula mengganti kitab Allah
dan ayat-ayat-Nya. Sesungguhnya syariat kita memperbolehkan pengambilan riwayat dari mereka (Ahli Kitab) hanyalah sebatas apa yang telah digariskan oleh Nabi Saw. melalui sabdanya:
"وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ، وَلَا حَرَجَ"
Berceritalah dari Bani Israil tidak ada dosa. Yaitu sebatas apa yang diperbolehkan oleh kaidah rasio. Adapun mengenai hal-hal yang irasional dan jelas batil serta dicurigai dusta, maka hal tersebut bukanlah termasuk
ke dalam apa yang diperbolehkan oleh hadis di atas. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Banyak dari kalangan ahli tafsir ulama Salaf dan juga sejumlah besar ulama Khalaf yang meriwayatkan kisah-kisah dari kitab-kitab Ahli Kitab
dalam jumlah yang boleh dikata cukup banyak sehubungan dengan tafsir Al-Qur'anul Karim, padahal yang sebenarnya mereka tidak memerlukan berita-berita dari mereka. Dan ironisnya
Imam Abu Muhammad Abdur Rahman ibnu Abu Hatim Ar-Razi sendiri rahimahullah sehubungan dengan tafsir ayat ini telah mengetengahkan sebuah atsar yang garib. yang sanadnya tidak sahih sampai pada Ibnu Abbas r.a.
Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku yang mengatakan bahwa ia pernah mendapat cerita dari Muhammad ibnu Ismail Al-Makhzumi, bahwa telah menceritakan kepada kami Lais ibnu Abu Salim, dari Mujahid,
dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Allah Swt. telah menciptakan lautan di balik bumi ini yang mengelilinginya, kemudian di balik lautan itu Allah menciptakan sebuah gunung yang diberi nama Gunung Qaf;
langit yang terdekat mengatapinya. Kemudian di balik gunung itu Allah Swt. menciptakan pula bumi sebesar tujuh kali lipat bumi ini. Kemudian Allah Swt. di balik itu menciptakan lautan yang mengelilinginya, lalu Dia di balik itu
menciptakan sebuah gunung yang dinamakan Gunung Qaf, langit yang kedua mengatapinya, hingga hal yang sama diciptakan pada tujuh bumi dan tujuh laut, dan tujuh gunung, serta tujuh langit. Kemudian Ibnu Abbas r.a.
mengatakan bahwa itulah yang dimaksud oleh firman Allah Swt. yang mengatakan: dan laut itu ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudahnya. (Luqman: 27) Sanad atsar ini munqati (ada mata rantai yang terputus).
Yang jelas menurut apa yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah dan Ibnu Abbas ra sehubungan dengan Qaf ini, ia adalah salah satu dan Asma Allah Swt. Dan menurut riwayat dari Mujahid, Qaf adalah salah satu dan huruf Hijaiah
sama halnya dengan firman Allah Swt. lainnya yang mengawal, banyak surat, seperti Shad, Nun, Ha Mim, Ta Sin, Alif Lam Mim dan lain sebagainya. Ini Jelas berbeda jauh sekali dari apa yang dikatakan bersumber dari Ibnu Abbas r.a. di atas.
Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan Qaf ialah Qudiyal Amru Wallahi, yakni 'Demi Allah, urusan itu telah diputuskan . Dan bahwa firman Allah Swt. ini menunjukkan adanya kalimat yang terbuang yang berkaitan dengannya,
semisal dengan apa yang dikatakan oleh seorang penyair:
قلت لها: قفي فقلت: قَافْ ...
Kukatakan kepadanya.”Berhentilah!" Maka dia berkata.”Stop!" Tetapi tafsir seperti ini masih diragukan, karena adanya kalimat yang terbuang hanya dapat ditunjukkan melalui konteks yang menunjuk ke arahnya. Lalu darimanakah pengertian seperti itu dalam huruf Qaf ini? Firman Allah Swt.:
{وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ}
Demi Al-Qur'an yang sangat mulia. (Qaf: 1) Yakni Al-Qur'an yang sangat mulia lagi sangat agung.
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ
yang tidak datang kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (Fushshilat: 42) Para ulama berbeda pendapat
sehubungan dengan jawaban dari sumpah yang disebutkan dalam ayat ini. Menurut Ibnu Jarir dan sebagian ulama Nahwu, jawab qasam-nya adalah firman Allah Swt.:
{قَدْ عَلِمْنَا مَا تَنْقُصُ الأرْضُ مِنْهُمْ وَعِنْدَنَا كِتَابٌ حَفِيظٌ}
Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kami pun ada kitab yang memelihara (mencatat). (Qaf: 4) Tetapi pendapat ini masih diragukan, bahkan sebenarnya
jawab qasam-nya telah terkandung di dalam kalimat sesudahnya, yaitu menetapkan kenabian dan hari kemudian, yakni mengukuhkan dan meyakinkan keberadaannya, sekalipun hal tersebut tidak disebutkan secara teks;
hal seperti ini banyak didapati dalam qasam-qasam yang ada dalam Al-Qur'an, seperti pada pembahasan yang terdahulu dalam firman-Nya:
{ص وَالْقُرْآنِ ذِي الذِّكْرِ بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي عِزَّةٍ وَشِقَاقٍ}
Shad, demi Al-Qur’an yang mempunyai keagungan. Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. (Shad: 1-2) Hal yang sama disebutkan di dalam surat ini melalui firman-Nya:
{ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ بَلْ عَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ فَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا شَيْءٌ عَجِيبٌ}
Qaf. Demi Al-Qur'an yang sangat mulia. (Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir,
"Ini adalah suatu yang amat ajaib.” (Qaf: 1-2) Yakni mereka merasa heran dengan adanya seorang rasul dari kalangan manusia yang diutus kepada mereka. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَى رَجُلٍ مِنْهُمْ أَنْ أَنْذِرِ النَّاسَ}
Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka, "Berilah peringatan kepada manusia.” (Yunus: 2) Yaitu hal ini bukanlah merupakan peristiwa yang mengherankan,
karena sesungguhnya Allah memilih dari kalangan malaikat dan manusia menjadi utusan-Nya. Kemudian Allah Swt. berfirman, menceritakan keheranan mereka tentang adanya hari kembali yang mereka anggap sebagai hal yang mustahil:
{أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا ذَلِكَ رَجْعٌ بَعِيدٌ}
Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah (kami akan kembali lagi)? Itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin. (Qaf: 3) Mereka mengatakan, "Apakah bila kita telah mati dan menjadi tulang belulang
serta semua sendi tulang-tulang kita bercerai-berai, dan kita menjadi tanah, apakah mungkin sesudah itu kita akan dihidupkan kembali seperti semua alam bentuk dan susunan yang sekarang ini seutuhnya?"
{ذَلِكَ رَجْعٌ بَعِيدٌ}
Itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin. (Qaf: 3) Yakni mustahil bisa terjadi. Makna yang dimaksud ialah mereka tidak meyakini adanya hari berbangkit dan beranggapan bahwa itu mustahil. Maka dalam firman selanjutnya Allah Swt. menjawab mereka:
{قَدْ عَلِمْنَا مَا تَنْقُصُ الأرْضُ مِنْهُمْ}
Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka. (Qaf: 4) Artinya, Kami mengetahui apa yang dimakan oleh bumi dari tubuh-tubuh mereka yang telah hancur, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Kami dimanakah tubuh mereka dan menjadi apakah tubuh mereka.
{وَعِنْدَنَا كِتَابٌ حَفِيظٌ}
dan pada sisi Kami pun ada kitab yang memelihara (mencatat) (Qaf: 4) Yakni yang mencatat semuanya itu; ilmu Allah meliputi semuanya dan segala sesuatu telah dicatat di dalam Kitab di sisi-Nya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.
sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka. (Qaf: 4) Yaitu bumi yang memakan daging, kulit dan tulang serta rambut mereka.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya. Kemudian Allah Swt. menjelaskan penyebab kekafiran mereka, keingkaran dan anggapan mustahil mereka terhadap hal yang tidak mustahil. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{بَلْ كَذَّبُوا بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُمْ فَهُمْ فِي أَمْرٍ مَرِيجٍ}
Sebenarnya mereka telah mendustakan kebenaran tatkala kebenaran itu datang kepada mereka, maka mereka berada dalam keadaan kacau balau. (Qaf: 5) Demikianlah keadaan setiap orang yang menyimpang dari kebenaran,
apa pun alasan yang dikatakannya adalah batil belaka sesudah ia menyimpang dari kebenaran. Al-marij artinya pertentangan, kekacauan, kepalsuan, dan kemungkaran, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{إِنَّكُمْ لَفِي قَوْلٍ مُخْتَلِفٍ يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ}
sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat, dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan. (Adz-Dzariyat: 8-9)
Surat Qaf |50:2|
بَلْ عَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ فَقَالَ الْكَافِرُونَ هَٰذَا شَيْءٌ عَجِيبٌ
bal 'ajibuuu an jaaa`ahum munżirum min-hum fa qoolal-kaafiruuna haażaa syai`un 'ajiib
(Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir, "Ini adalah suatu yang sangat ajaib."
But they wonder that there has come to them a warner from among themselves, and the disbelievers say, "This is an amazing thing.
(Bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari kalangan mereka sendiri) yakni seorang rasul yang memperingatkan mereka tentang adanya azab neraka
sesudah hari berbangkit, bila mereka tidak beriman (maka berkatalah orang-orang kafir, "Ini) tentang peringatan itu (adalah suatu hal yang amat ajaib.)
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 2 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Qaf |50:3|
أَإِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا ۖ ذَٰلِكَ رَجْعٌ بَعِيدٌ
a iżaa mitnaa wa kunnaa turoobaa, żaalika roj'um ba'iid
Apakah apabila kami telah mati dan sudah menjadi tanah (akan kembali lagi)? Itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin.
When we have died and have become dust, [we will return to life]? That is a distant return."
(Apakah bila) dapat dibaca Tahqiq, dapat pula dibaca Tas-hil (kami telah mati dan setelah menjadi tanah) kami akan kembali menjadi hidup (itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin") yakni sangat jauh dari kemungkinan.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 3 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Qaf |50:4|
قَدْ عَلِمْنَا مَا تَنْقُصُ الْأَرْضُ مِنْهُمْ ۖ وَعِنْدَنَا كِتَابٌ حَفِيظٌ
qod 'alimnaa maa tangqushul-ardhu min-hum, wa 'indanaa kitaabun ḥafiizh
Sungguh, Kami telah mengetahui apa yang ditelan bumi dari (tubuh) mereka, sebab pada Kami ada Kitab (catatan) yang terpelihara baik.
We know what the earth diminishes of them, and with Us is a retaining record.
(Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi) apa yang telah dimakan olehnya (dari tubuh-tubuh mereka, dan pada sisi Kami ada kitab yang memelihara)
yaitu Lohmahfuz, di dalamnya telah tertera segala sesuatu yang telah dipastikan ketentuannya.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 4 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Qaf |50:5|
بَلْ كَذَّبُوا بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُمْ فَهُمْ فِي أَمْرٍ مَرِيجٍ
bal każżabuu bil-ḥaqqi lammaa jaaa`ahum fa hum fiii amrim mariij
Bahkan mereka telah mendustakan kebenaran ketika (kebenaran itu) datang kepada mereka, maka mereka berada dalam keadaan kacau-balau.
But they denied the truth when it came to them, so they are in a confused condition.
(Sebenarnya mereka telah mendustakan kebenaran) yakni Alquran (tatkala kebenaran itu datang kepada mereka, maka mereka) menanggapi tentang perihal Nabi saw
. dan Alquran (berada dalam keadaan kacau-balau) yakni tidak menentu, terkadang mereka mengatakan, bahwa Nabi adalah penyihir dan Alquran adalah sihir,
terkadang juga mengatakan bahwa dia adalah penyair dan Alquran adalah syairnya, terkadang mereka mengatakan bahwa dia adalah seorang peramal dan Alquran adalah ramalannya.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 5 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Qaf |50:6|
أَفَلَمْ يَنْظُرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَاهَا وَزَيَّنَّاهَا وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوجٍ
a fa lam yanzhuruuu ilas-samaaa`i fauqohum kaifa banainaahaa wa zayyannaahaa wa maa lahaa min furuuj
Maka tidakkah mereka memperhatikan langit yang ada di atas mereka, bagaimana cara Kami membangunnya dan menghiasinya, dan tidak terdapat retak-retak sedikit pun?
Have they not looked at the heaven above them - how We structured it and adorned it and [how] it has no rifts?
(Maka apakah mereka tidak melihat) dengan mata mereka. Padahal mata itu, dipasang untuk mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, yaitu sewaktu mereka ingkar
kepada adanya hari berbangkit (akan langit) yang ada (di atas mereka bagaimana Kami telah membangunnya) tanpa tiang penyangga (dan Kami hiasi dia) dengan bintang-bintang
(dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun) yakni tidak ada celah-celah yang membuatnya cacat.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 6 |
Tafsir ayat 6-11
Allah Swt. mengingatkan hamba-hamba-Nya akan kekuasaan-Nya yang Mahabesar melalui ciptaan-ciptaan-Nya yang lebih besar daripada apa yang mereka herankan dan mereka anggap mustahil terjadi. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{أَفَلَمْ يَنْظُرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَاهَا وَزَيَّنَّاهَا}
Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya. (Qaf: 6) Yakni dengan bintang-bintang yang gemerlapan cahayanya bagaikan pelita-pelita.
{وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوجٍ}
dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun? (Qaf: 6) Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah retak-retak, menurut pendapat yang lain belah-belah, dan pendapat yang lainnya lagi menyebutkan pecah-pecah; semuanya berdekatan. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ. ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ}
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. (Al-Mulk: 3-4)
Yakni pandangan matamu akan kelelahan dalam mencari aib atau kekurangan karena hal tersebut tidak didapat dalam ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Firman Allah Swt.:
{وَالأرْضَ مَدَدْنَاهَا}
Dan Kami hamparkan bumi itu. (Qaf: 7) Artinya, Kami menjadikannya luas terhampar.
{وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ}
dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh. (Qaf 7) agar bumi tidak berguncang mengombang-ambingkan penduduknya, karena sesungguhnya bumi itu menetap di atas aliran air yang mengelilinginya dari segala penjuru.
{وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ}
dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata. (Qaf: 7) Yaitu berupa tanam-tanaman dan pepohonan yang beraneka ragam jenis dan macamnya.
{وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat (akan kebesaran Allah). (Adz-Dzariyat: 49) Firman Allah Swt., "Bahij” artinya indah dipandang mata.
{تَبْصِرَةً وَذِكْرَى لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ}
untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah). (Qaf: 8) Melalui penciptaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang diciptakan Allah Swt. pada keduanya berupa tanda-tanda yang besar
yang membuktikan kekuasaan Allah. Semuanya itu dijadikan sebagai pelajaran, bukti, dan peringatan bagi setiap hamba yang tunduk, patuh, dan takut kepada Allah Swt. Firman Allah Swt.:
{وَنزلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ}
Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon. (Qaf: 9) Yakni taman-taman, kebun-kebun, dan lain sebagainya.
{وَحَبَّ الْحَصِيدِ}
dan biji-biji tanaman yang diketam. (Qaf: 9) Maksudnya, tanaman yang menghasilkan biji-bijian yang dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama.
{وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ}
dan pohon kurma yang tinggi-tinggi. (Qaf: 10) Yaitu yang batangnya tinggi-tinggi. Ibnu Abbas r.a., Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya mengatakan bahwa basiqat artinya tinggi-tinggi.
{لَهَا طَلْعٌ نَضِيدٌ}
yang mempunyai mayang yang bersusun-susun. (Qaf: 10) Yakni bertingkat-tingkat.
{رِزْقًا لِلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا}
untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati. (Qaf: 11) Yang dimaksud dengan tanah yang mati ialah tanah yang tandus; setelah Allah menurunkan air hujan padanya,
maka suburlah tanah itu dan menumbuhkan berbagai macam tetumbuhan yang subur lagi berbunga dan lain sebagainya yang memukaukan pandangan mata keindahannya, padahal sebelum itu tanah tersebut tidak ada tetumbuhannya.
Maka setelah hujan diturunkan kepadanya, menjadi subur dan hijaulah karena tumbuh-tumbuhannya. Demikianlah perumpamaan hari berbangkit sesudah mati, dan demikianlah perumpamaan Allah menghidupkan orang-orang yang telah mati
di hari kemudian nanti. Pemandangan serta bukti yang nyata ini merupakan sebagian dari kekuasaan Allah Swt. Yang Mahabesar, bahkan lebih besar daripada apa yang diingkari oleh orang-orang yang tidak percaya
dengan adanya hari berbangkit. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لَخَلْقُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ}
Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia. (Al-Mu’min: 57)
{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ وَلَمْ يَعْيَ بِخَلْقِهِنَّ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى بَلَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya (bahkan) sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Ahqaf: 33) Dan firman Allah Swt.:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الأرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنزلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Dan sebagian dari tanda-tanda-Nya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Fushshilat: 39)
Surat Qaf |50:7|
وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ
wal-ardho madadnaahaa wa alqoinaa fiihaa rowaasiya wa ambatnaa fiihaa ming kulli zaujim bahiij
Dan bumi yang Kami hamparkan dan Kami pancangkan di atasnya gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan di atasnya tanam-tanaman yang indah,
And the earth - We spread it out and cast therein firmly set mountains and made grow therein [something] of every beautiful kind,
(Dan bumi itu) di'athafkan kepada kedudukan lafal As-samaa' yakni, dan bumi itu bagaimana (Kami hamparkan) Kami jadikan terhampar menurut pandangan mata di atas permukaan air
(dan Kami letakkan padanya gunung-gunung) yang memantapkannya (dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman) segala jenis tumbuh-tumbuhan (yang indah) yang tampak sangat indah dipandang mata karena keindahannya.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 7 |
penjelasan ada di ayat 6
Surat Qaf |50:8|
تَبْصِرَةً وَذِكْرَىٰ لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ
tabshirotaw wa żikroo likulli 'abdim muniib
untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi setiap hamba yang kembali (tunduk kepada Allah).
Giving insight and a reminder for every servant who turns [to Allah].
(Untuk menjadi pelajaran) menjadi maf'ul lah, yakni, Kami lakukan hal tersebut sebagai pemberian pelajaran dari Kami (dan peringatan) untuk dijadikan sebagai peringatan (bagi tiap-tiap hamba yang kembali) untuk taat kepada Kami.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 8 |
penjelasan ada di ayat 6
Surat Qaf |50:9|
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ
wa nazzalnaa minas-samaaa`i maaa`am mubaarokan fa ambatnaa bihii jannaatiw wa ḥabbal-ḥashiid
Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah, lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen,
And We have sent down blessed rain from the sky and made grow thereby gardens and grain from the harvest
(Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkatan) berkah dan manfaatnya (lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon) maksudnya kebun-kebun (dan biji-biji tanaman) yakni ladang-ladang (yang diketam) yang dipanen.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 9 |
penjelasan ada di ayat 6
Surat Qaf |50:10|
وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ نَضِيدٌ
wan-nakhla baasiqootil lahaa thol'un nadhiid
dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun,
And lofty palm trees having fruit arranged in layers -
(Dan pohon-pohon kurma yang tinggi-tinggi) lafal Baasiqaatin ini berkedudukan menjadi Hal bagi lafal yang diperkirakan keberadaannya (yang mempunyai mayang yang bersusun-susun) yaitu sebagian di antaranya bertumpuk di atas sebagian yang lain.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 10 |
penjelasan ada di ayat 6
Surat Qaf |50:11|
رِزْقًا لِلْعِبَادِ ۖ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا ۚ كَذَٰلِكَ الْخُرُوجُ
rizqol lil-'ibaadi wa aḥyainaa bihii baldatam maitaa, każaalikal-khuruuj
(sebagai) rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan (air) itu negeri yang mati (tandus). Seperti itulah terjadinya kebangkitan (dari kubur).
As provision for the servants, and We have given life thereby to a dead land. Thus is the resurrection.
(Untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba) Kami; lafal Rizqan menjadi Maf'ul Lah (dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati) lafal Maytan dapat digunakan untuk Mudzakkar dan Muannats.
(Seperti itulah) dengan cara itulah (terjadinya kebangkitan) dari kubur, maka mengapa kalian mengingkarinya Istifham atau kata tanya mengandung makna Taqrir, makna yang dimaksud adalah bahwa mereka melihat dan mengetahui hal tersebut.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 11 |
penjelasan ada di ayat 6
Surat Qaf |50:12|
كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَأَصْحَابُ الرَّسِّ وَثَمُودُ
każżabat qoblahum qoumu nuuḥiw wa ash-ḥaabur-rossi wa ṡamuud
Sebelum mereka, kaum Nuh, penduduk Rass dan Samud telah mendustakan (rasul-rasul),
The people of Noah denied before them, and the companions of the well and Thamud
(Sebelum mereka telah mendustakan pula kaum Nuh) di-ta`nits-kannya dhamir yang ada pada lafal Kadzdzabat karena memandang makna yang terkandung dalam lafal Qaumun
(dan penduduk Rass) Rass adalah nama sebuah sumur yang di sekitarnya tinggal suatu kaum berikut ternak mereka; mereka menyembah berhala, menurut suatu pendapat nabi mereka
bernama Hanzhalah bin Shafwan; menurut pendapat lainnya bukanlah dia, (dan Tsamud) yaitu kaum Nabi Shaleh.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 12 |
Tafsir ayat 12-15
Allah Swt. mengancam orang-orang kafir Quraisy melalui apa yang telah Dia timpakan kepada orang-orang yang serupa dengan mereka dari kalangan orang-orang yang mendustakan para rasul sebelum mereka,
bahwa Dia telah menimpakan azab yang pedih di dunia atas mereka seperti kaum Nuh. Bukan hanya mereka saja yang tertimpa azab Allah, bahkan seluruh penduduk bumi terkena ulah mereka, karena Allah menenggelamkan semuanya.
Juga azab yang ditimpakan oleh Allah atas penduduk Rass yang kisahnya telah disebutkan di dalam tafsir surat Al-Furqan.
وَثَمُودُ. وَعَادٌ وَفِرْعَوْنُ وَإِخْوَانُ لُوطٍ}
dan kaum Samud, kaum 'Ad, kaum Fir'aun dan kaum Lut. (Qaf: 12-13) Yang dimaksud dengan ikhwan lut ialah umat Nabi Lut yang dia diutus kepada mereka dari kalangan penduduk Sodom dan Al-Gur (Gomorah),
bagaimanakah Allah membenamkan mereka ke dalam bumi dan mengubah tempat tinggal mereka menjadi laut mati yang berbau disebabkan kekafiran dan perbuatan mereka yang melampaui batas serta selalu menentang perkara yang hak.
{وَأَصْحَابُ الأيْكَةِ}
dan penduduk Aikah. (Qaf: 14) mereka adalah kaumnya Nabi Syu'aib a.s.
{وَقَوْمُ تُبَّعٍ}
serta kaum Tubba'. (Qaf: 14) Yaitu di negeri Yaman, yang kisahnya telah kami sebutkan di dalam surat Ad-Dukhan sehingga tidak perlu diulangi lagi.
{كُلٌّ كَذَّبَ الرُّسُلَ}
semuanya telah mendustakan rasul-rasul. (Qaf: 14) Yakni semua umat yang telah disebutkan di atas adalah generasi-generasi yang mendustakan rasul mereka masing-masing; dan barang siapa yang mendustakan seorang rasul,
maka seakan-akan sama saja dengan mendustakan semua rasul, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
{كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ}
Kaum Nuh telah mendustakan para rasul. (Asy-Syu'ara: 105) Padahal sesungguhnya yang datang kepada mereka hanyalah seorang rasul. Tetapi seandainya datang semua rasul kepada mereka, maka mereka akan bersikap sama, yaitu mendustakan semuanya.
{فَحَقَّ وَعِيدِ}
maka sudah semestinya mereka mendapat hukuman yang sudah diancamkan. (Qaf: 14) Yakni sudah seharusnya mereka tertimpa apa yang telah diancamkan oleh Allah kepada mereka akibat kedustaan mereka,
yaitu berupa azab dan pembalasan-Nya. Karena itu, berhati-hatilah orang-orang yang diajak bicara oleh ayat ini, janganlah mereka sampai tertimpa azab yang telah menimpa kaum-kaum terdahulu;
sebab mereka sama dengan umat-umat terdahulu, yakni mendustakan rasul-rasul mereka. Firman Allah Swt.:
{أَفَعَيِينَا بِالْخَلْقِ الأوَّلِ}
Maka apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama? (Qaf:15) Yaitu apakah Kami mereka anggap tidak mampu untuk memulai penciptaan hingga mereka meragukannya.
{بَلْ هُمْ فِي لَبْسٍ مِنْ خَلْقٍ جَدِيدٍ}
Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru. (Qaf: 15) Makna yang dimaksud ialah permulaan penciptaan tidaklah membuat Kami letih, sedangkan mengembalikannya seperti semula
adalah hal yang jauh lebih mudah daripada penciptaan yang pertama kali. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ}
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan) nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah. (Ar-Rum: 27) Dan firman Allah Swt.:
{وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ}
Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya
yang pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk. (Yasin: 78-79) Dalam hadis sahih telah disebutkan:
"يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ، يَقُولُ: لَنْ يُعِيدَنِي كَمَا بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بأهون علي من إعادته"
Allah Swt. berfirman, "Anak Adam menyakiti-Ku, dia mengatakan bahwa Aku tidak akan dapat mengembalikannya (hidup lagi) seperti pada permulaan Aku menciptakannya, padahal permulaan penciptaan itu tidaklah lebih mudah daripada mengembalikannya.”
Surat Qaf |50:13|
وَعَادٌ وَفِرْعَوْنُ وَإِخْوَانُ لُوطٍ
wa 'aaduw wa fir'aunu wa ikhwaanu luuth
dan (demikian juga) kaum ´Aad, kaum Fir´aun, dan kaum Lut,
And 'Aad and Pharaoh and the brothers of Lot
(Dan kaum Ad) kaum Nabi Hud (kaum Firaun dan kaum Luth.)
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 13 |
penjelasan ada di ayat 12
Surat Qaf |50:14|
وَأَصْحَابُ الْأَيْكَةِ وَقَوْمُ تُبَّعٍ ۚ كُلٌّ كَذَّبَ الرُّسُلَ فَحَقَّ وَعِيدِ
wa ash-ḥaabul-aikati wa qoumu tubba', kullung każżabar-rusula fa ḥaqqo wa'iid
dan (juga) penduduk Aikah serta kaum Tubba'. Semuanya telah mendustakan rasul-rasul, maka berlakulah ancaman-Ku (atas mereka).
And the companions of the thicket and the people of Tubba'. All denied the messengers, so My threat was justly fulfilled.
(Dan penduduk Aikah) yakni penduduk Ghaidhah kaum Nabi Syuaib (serta kaum Tubba') Tubba' adalah nama raja di negeri Yaman; ia masuk Islam lalu menyeru kaumnya untuk masuk Islam,
tetapi mereka mendustakannya (masing-masing) dari kaum-kaum yang telah disebutkan tadi (mendustakan rasul-rasul) sebagaimana yang dilakukan oleh kabilah Quraisy
(maka sudah semestinya mereka mendapat ancaman-Ku) artinya sudah semestinya semuanya menerima azab-Ku, maka janganlah kamu susah dengan kekafiran orang-orang Quraisy terhadap dirimu.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 14 |
penjelasan ada di ayat 12
Surat Qaf |50:15|
أَفَعَيِينَا بِالْخَلْقِ الْأَوَّلِ ۚ بَلْ هُمْ فِي لَبْسٍ مِنْ خَلْقٍ جَدِيدٍ
a fa 'ayiinaa bil-kholqil-awwal, bal hum fii labsim min kholqin jadiid
Maka apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama? (Sama sekali tidak), bahkan mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.
Did We fail in the first creation? But they are in confusion over a new creation.
(Maka apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama) maksudnya, Kami tidak merasa letih dengan penciptaan yang pertama itu, demikian pula Kami tidak merasa letih
untuk mengembalikan mereka. (Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu) yakni berada dalam keragu-raguan (tentang penciptaan yang baru) yaitu membangkitkan mereka menjadi hidup kembali pada hari berbangkit nanti.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 15 |
penjelasan ada di ayat 12
Surat Qaf |50:16|
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
wa laqod kholaqnal-insaana wa na'lamu maa tuwaswisu bihii nafsuh, wa naḥnu aqrobu ilaihi min ḥablil-wariid
Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.
And We have already created man and know what his soul whispers to him, and We are closer to him than [his] jugular vein
(Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia sedangkan Kami mengetahui) lafal Na'lamu ini berkedudukan menjadi Hal atau kata keterangan keadaan dan sebelumnya
diperkirakan adanya lafal Nahnu (apa) huruf Maa di sini adalah Mashdariyah (yang dibisikkan) dibicarakan (oleh dia) yakni oleh manusia, huruf Ba di sini adalah Zaidah, atau untuk Ta'diyah
(dalam hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya) maksudnya ilmu Kami (daripada urat lehernya) Idhafah di sini mengandung makna Bayan atau untuk menjelaskan,
dan pengertian yang dimaksud dari lafal Al-Wariid adalah dua urat vital yang terdapat pada bagian belakang leher.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 16 |
Tafsir ayat 16-22
Allah Swt. menceritakan tentang kekuasaan-Nya atas manusia, bahwa Dialah yang menciptakannya, dan pengetahuan-Nya meliputi semua urusannya. Hingga Allah Swt. mengetahui apa yang dibisikkan oleh hati manusia kebaikan dan keburukannya. Di dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِأُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَقُلْ أَوْ تَعْمَلْ"
Sesungguhnya Allah Swt. memaafkan terhadap umatku apa yang dibisikkan oleh hatinya selama dia tidak mengucapkannya atau mengerjakannya. Firman Allah Swt.:
{وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ}
dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Qaf: 16) Yakni malaikat-malaikat Allah Swt. lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya. Dan menurut pendapat ulama yang menakwilkannya dengan pengertian ilmu Allah,
sesungguhnya yang dimaksud hanyalah untuk menghapuskan pengertian dugaan adanya bertempat atau kemanunggalan, karena kedua sifat tersebut merupakan hal yang mustahil bagi Allah Swt. menurut kesepakatan semua ulama,
Mahasuci Allah dari keduanya. Akan tetapi bila ditinjau dari segi teks, ayat tidak menunjukkan ke arah pengertian pengetahuan Allah, karena Allah Swt. tidak mengatakan, "Aku lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya."
Dan yang Dia katakan hanyalah: dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Qaf: 16) Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt. dalam ayat lain sehubungan dengan orang yang sedang meregang nyawanya:
{وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لَا تُبْصِرُونَ}
dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat. (Al-Waqi'ah: 85) Yaitu malaikat-malaikat-Nya. Dan sebagaimana pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ}
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr: 9) Para malaikatlah yang turun membawa wahyu Al-Qur'an dengan seizin Allah Swt. Demikian pula para malaikatlah
yang lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya berkat kekuasaan Allah Swt. yang diberikan kepada mereka untuk hal tersebut. Maka malaikat itu mempunyai jalan masuk ke dalam manusia sebagaimana setan pun
mempunyai jalan masuk ke dalam manusia melalui aliran darahnya, seperti yang telah diberitakan oleh Nabi Saw. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ}
(yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya (Qaf: 17) Yakni dua malaikat yang ditugaskan oleh Allah Swt. untuk mencatat amal perbuatan manusia.
{عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ}
yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. (Qaf: 17) Artinya, keduanya selalu mengawasi.
{مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ}
Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Qaf: 18) Yaitu tiada suatu kalimat pun yang dikatakannya, melainkan ada malaikat yang selalu mengawasinya
dan mencatatnya; tiada suatu kalimat pun yang tertinggal, dan tiada suatu gerakan pun yang tidak tercatat olehnya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ كِرَامًا كَاتِبِينَ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ}
Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Infithar: 10-12)
Para ulama berselisih pendapat mengenai masalah pekerjaan malaikat ini, apakah ia mencatat semua kalimat yang diucapkan. Al-Hasan dan Qatadah mengiakan. Atau yang dicatatnya hanyalah hal-hal yang ada kaitannya
dengan pahala dan siksaan, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas; ada dua pendapat mengenai masalah ini. Tetapi makna lahiriah ayat berpihak kepada pendapat yang pertama, mengingat keumuman makna yang terkandung
di dalam firman-Nya: Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Qaf: 18)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَلْقَمَةَ اللَّيْثِيُّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ عَلْقَمَةَ، عَنْ بِلَالِ بْنِ الْحَارِثِ الْمُزَنِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ تَعَالَى مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ، يَكْتُبُ اللَّهُ لَهُ بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ. وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ، يَكْتُبُ اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا (سَخَطَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ". قَالَ: فَكَانَ عَلْقَمَةُ يَقُولُ: كَمْ مِنْ كَلَامٍ قَدْ مَنَعَنِيهِ حَدِيثُ بِلَالِ بْنِ الْحَارِثِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnu Alqamah Al-Lais'i, dari ayahnya, dari kakeknya Alqamah, dari Bilal ibnul Haris Al-Muzani r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang diridai oleh Allah Swt. tanpa diduganya dapat menghantarkan kepada kedudukan yang diraihnya
hingga Allah mencatatkan baginya keridaan dari-Nya untuk dia, berkat kalimat itu hingga hari ia menghadap kepada-Nya. Dan sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang membuat Allah Swt.
murka tanpa diduganya dapat menjerumuskan dirinya ke dalam kemurkaan-Nya, hingga Allah Swt. mencatatkan kemurkaan-Nya terhadap dia disebabkan kalimat itu hingga hari ia menghadap kepada-Nya.
Tersebutlah pula bahwa Alqamah pernah mengatakan berapa banyak kata-kata yang hendak diungkapkannya, tetapi ia tahan karena adanya hadis Bilal ibnul Haris tersebut. Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan
hadis ini melalui Muhammad ibnu Amr dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih, dan mempunyai syahid dalam kitab sahih. Al-Ahnaf ibnu Qais mengatakan bahwa malaikat sebelah kanan tugasnya
mencatat kebaikan, dan dia adalah kepercayaan malaikat yang sebelah kiri. Apabila hamba yang bersangkutan melakukan suatu dosa, malaikat yang di sebelah kanan berkata, "Tahan dulu," jika dia memohon ampun kepada Allah,
maka malaikat sebelah kanan melarangnya mencatat. Tetapi jika hamba yang bersangkutan tidak memohon ampun, maka malaikat sebelah kiri mencatatnya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. (Qaf: 17) Lalu ia mengatakan, "Hai anak Adam, lembaran catatan telah dibuka untukmu
dan telah ditugaskan kepadamu dua malaikat yang mulia; salah satunya berada di sebelah kananmu dan yang lain berada di sebelah kirimu. Malaikat yang ada di sebelah kananmu bertugas mencatat semua amal baikmu,
dan yang di sebelah kirimu bertugas mencatat dosa-dosamu. Maka beramallah menurut kehendakmu, sedikit atau banyak; apabila kamu telah mati, lembaran itu ditutup, lalu dibebankan di lehermu
bersama sama denganmu di dalam kubur, hingga kamu keluar dari kubur dengan membawanya di hari kiamat nanti." Hal inilah yang dimaksud oleh firman-Nya:
{وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا}
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka,
"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (Al-Isra: 13-14) Kemudian Al-Hasan mengatakan, "Demi Allah, benar-benar adil, orang yang menyerahkan perhitungan kepada diri yang bersangkutan."
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan firman Allah Swt.: Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Qaf: 18)
Bahwa semua yang diucapkan oleh hamba Allah berupa kebaikan atau keburukan dicatat, hingga benar-benar dicatat ucapannya yang mengatakan, "Aku telah makan dan minum, aku telah pergi dan aku baru datang,
dan aku telah melihat anu," dan lain sebagainya. Apabila hari Kamis, maka ucapan dan amal perbuatannya itu ditampilkan di hadapannya, lalu ia mengakuinya, apakah itu yang baik ataupun yang buruk, sedangkan selain dari itu tidak dianggap.
Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya:
{يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ}
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh Manfuz). (Ar-Ra'd: 39) Telah diriwayatkan dari Imam Ahmad, bahwa ia merintih di saat sakitnya,
lalu disampaikan kepadanya berita dari Tawus yang mengatakan bahwa malaikat pencatat amal perbuatan menulis segala sesuatu hingga rintihan. Maka sejak saat itu Imam Ahmad tidak merintih lagi sampai ia meninggal dunia, rahimahullah.
Firman Allah Swt.:
{وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ}
Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya. (Qaf: 19) Allah Swt. berfirman, "Hai manusia, datanglah sakaratul maut dengan sebenarnya." Yakni Aku tampakkan kepadamu dengan meyakinkan apa yang selama ini kamu meragukannya.
{ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ}
Itulah yang kamu selalu lari darinya. (Qaf: 19) Maksudnya, inilah kematian yang selama ini kamu lari darinya. Ia datang menjemputmu, maka tiada jalan lari dan tiada jalan selamat bagimu untuk menghindarinya. Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai lawan bicara yang dimaksud oleh ayat ini, yaitu firman-Nya:
{وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ}
Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya. (Qaf: 19) Menurut pendapat yang sahih, orang yang diajak bicara oleh ayat ini adalah manusia itu sendiri. Menurut pendapat yang lain,
dia adalah orang kafir, dan pendapat yang lainnya mengatakan selain itu. Abu Bakar ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ziad Sablan, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Abbad,
dari Muhammad ibnu Amr ibnu Alqamah, dari ayahnya, dari kakeknya Alqamah ibnu Waqqas yang menceritakan bahwa Aisyah r.a. pernah mengatakan bahwa ia menjenguk ayahnya yang sedang menghadapi kematiannya,
saat itu ia duduk di dekat kepala ayahnya. Dan suatu ketika Abu Bakar pingsan, maka Aisyah r.a. mengucapkan suatu bait syair: Hai orang yang air matanya selalu ditahan-tahan, sesungguhnya sesekali pasti ia akan tercurahkan
(tanpa bisa ditahan). Maka Abu Bakar r.a. sadar dari pingsannya dan mengangkat kepalanya seraya mengatakan, "Hai putriku, bukan demikian, melainkan ucapkanlah firman Allah Swt.: Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.
Itulah yang kamu selalu lari darinya.' (Qaf: 19).”Telah menceritakan pula kepada kami Khalaf ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Abu Syihab Al-Khayyat, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Al-Bahi yang mengatakan bahwa
ketika Abu Bakar r.a. sakit keras, Aisyah r.a. datang menjenguknya, lalu mengutip bait syair berikut: Demi usiamu, tiadalah kekayaan dapat memberi manfaat kepada seseorang bila di suatu hari sakaratul maut datang menjemputnya
dan membuat dadanya sesak. Maka Abu Bakar r.a. membuka penutup wajahnya dan mengatakan, "Bukan demikian, tetapi ucapkanlah firman Allah Swt.: Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.
Itulah yang kamu selalu lari darinya.' (Qaf: 19).”Asar ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur yang cukup banyak dalam sirah Abu Bakar As-Siddiq r.a. pada kisah menjelang kewafatannya.
Di dalam hadis sahih dari Nabi Saw. disebutkan bahwa ketika beliau Saw. mengalami sakaratul maut, maka beliau mengusap keringat dari wajahnya, kemudian bersabda:
"سُبْحَانَ اللَّهِ! إِنَّ لِلْمَوْتِ لَسَكَرَاتٍ".
Mahasuci Allah, sesungguhnya kematian itu benar-benar mempunyai sakarat. Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ}
Itulah yang kamu selalu lari darinya. (Qaf: 19) Ada dua pendapat mengenai takwilnya. Pertama mengatakan bahwa huruf ma dalam ayat ini adalah mausulah, yang artinya ialah yang kamu selalu lari darinya dan menjauh darinya,
kini telah datang menjemput dirimu. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa huruf ma di sini adalah nafiyah, yakni inilah hal yang kamu tidak dapat melarikan diri darinya dan tidak dapat pula mengelak darinya.
Imam Tabrani mengatakan di dalam kitab Mu’jamui Kabir-nya,
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ الصَّائِغُ الْمَكِّيُّ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ الْحُدَيُّ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ مُحَمَّدٍ الهُذَلي، عَنْ يُونُسَ بْنِ عُبَيْدٍ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنِ سَمُرة قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَثَلُ الَّذِي يَفِرُّ مِنَ الْمَوْتِ مَثَلُ الثَّعْلَبِ، تَطْلُبُهُ الْأَرْضُ بدَيْن، فَجَاءَ يَسْعَى حَتَّى إِذَا أَعْيَى وَأَسْهَرَ دَخَلَ جُحْرَهُ، فَقَالَتْ لَهُ الْأَرْضُ: يَا ثَعْلَبُ، دَيْنِي. فَخَرَجَ وَلَهُ حِصَاصٌ، فَلَمْ يَزَلْ كَذَلِكَ حَتَّى تَقَطَّعَتْ عُنُقُهُ وَمَاتَ"
telah menceritakan kepada kami Mu'ammal ibnu Ali As-Sa'ig Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Hafs, dari Ibnu Umar Al-Haddi, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Muhammad Al-Huzali, dari Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan,
dari Samurah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Perumpamaan orang yang lari dari kematian sama dengan musang yang dituntut oleh bumi untuk membayar utang, maka musang itu keluar berusaha;
dan manakala telah lelah dan kecapaian, ia masuk ke dalam liangnya. Lalu bumi berkata kepadanya, "hai musang, bayarlah piutangku!" Maka musang keluar dengan nafas yang terengah-engah, ia terus berusaha dalam keadaan demikian
hingga urat lehernya terputus dan matilah ia. Adapun firman Allah Swt.:
{وَنُفِخَ فِي الصُّورِ ذَلِكَ يَوْمُ الْوَعِيدِ}
Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman. (Qaf: 20) Dalam pembahasan yang lalu telah diterangkan hadis mengenai tiupan sangkakala, kegemparan, kematian, dan berbangkit, yang semuanya itu terjadi pada hari kiamat. Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"كَيْفَ أَنْعَمُ وَصَاحِبُ الْقَرْنِ قَدِ الْتَقَمَ الْقَرْنَ وَحَنَى جَبْهَتَهُ، وَانْتَظَرَ أَنْ يُؤْذَنَ لَهُ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ نَقُولُ؟ قَالَ: "قُولُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ". فَقَالَ الْقَوْمُ: حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الوكيل.
Bagaimana aku merasa senang, sedangkan pemegang sangkakala telah menempelkan sangkakalanya di mulutnya. Keningnya berkerut menunggu diperintahkan untuk meniupnya. Para sahabat bertanya,
"Wahai Rasulullah, apakah yang harus kami ucapkan?" Rasulullah Saw. menjawab: Ucapkanlah oleh kalian, "Hasbunallahu wani'mal wakil" (Cukuplah Allah Penolong kami, Dia adalah sebaik-baik pelindung).
Maka para sahabat pun mengucapkan, "Hasbunallahu wani'mal wakil.”
{وَجَاءَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَعَهَا سَائِقٌ وَشَهِيدٌ}
Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat, penggiring dan seorang malaikat penyaksi. (Qaf: 21) Yakni malaikat yang menggiringnya ke padang mahsyar dan malaikat yang menjadi saksi terhadap semua amal perbuatan
yang telah dilakukannya. Demikianlah makna lahiriah ayat dan dipilih oleh Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan melalui Ismail ibnu Abu Khalid, dari Yahya ibnu Rafi' maula Saqif yang mengatakan bahwa Usman ibnu Affan r.a. berkhotbah,
lalu membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat, penggiring dan seorang malaikat penyaksi. (Qaf: 21) Lalu Usman r.a. mengatakan bahwa malaikat penggiring yang menggiringnya
menghadap kepada Allah dan malaikat penyaksi yang menyaksikan semua amal perbuatannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, dan Ibnu Zaid. Mutarrif telah meriwayatkan dari Abu Ja'far maula Asyja',
dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa yang menggiringnya adalah malaikat, sedangkan yang menjadi saksinya adalah amal perbuatannya. Hal yang semisal telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan As-Saddi.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa yang menggiring adalah malaikat, sedangkan yang menjadi saksi adalah dirinya sendiri; ia bersaksi terhadap dirinya sendiri. Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan tiga pendapat sehubungan dengan makna yang dimaksud oleh firman Allah Swt.:
{لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ}
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan darimu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. (Qaf: 22)
Siapakah lawan bicara yang dimaksud dalam ayat ini. Salah satunya mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang kafir, ini menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah dari Ibnu Abbas r.a.
Hal yang sama dikatakan oleh Ad- Dahhak ibnu Muzahim dan Saleh ibnu Kaisan. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa lawan bicara yang dimaksud adalah semua orang, baik yang bertakwa maupun yang durhaka;
karena sesungguhnya negeri akhirat itu bila dibandingkan dengan dunia sama dengan melek (bangun), sedangkan negeri dunia sama dengan tidur. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, dia menukilnya
dari Husain ibnu Abdullah ibnu Ubaidillah, dari Abdullah ibnu Abbas r.a. Pendapat yang ketiga menyebutkan bahwa lawan bicaranya adalah Nabi Saw. Pendapat ini dikatakan oleh Zaid ibnu Aslam dan anaknya.
Makna ayat menurut pendapat keduanya adalah seperti berikut: Sesungguhnya sebelumnya kami dalam keadaan lalai dari Al-Qur'an ini, yaitu sebelum ia diturunkan kepadamu, lalu Kami bukakan darimu penutup yang menutupi dirimu
dengan menurunkan Al-Qur'an kepadamu, maka sekarang penglihatanmu menjadi sangat tajam. Akan tetapi, makna lahiriah ayat yang tersimpulkan dari konteksnya berbeda dengan pengertian tersebut, bahkan lawan bicara
yang dimaksud adalah manusia itu sendiri. Makna yang dimaksud oleh firman-Nya:
{لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا}
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini. (Qaf: 22) Yakni dari hari ini alias hari kiamat.
{فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ}
maka Kami singkapkan terhadapmu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari ini amat tajam. (Qaf: 22) Yaitu amat kuat karena tiap-tiap orang di hari kiamat mempunyai penglihatan yangtajam;
sehingga orang-orang kafir ketika di dunia, maka di hari kiamat mereka berada pada jalan yang lurus, tetapi hal itu tidak dapat memberi manfaat sedikit pun bagi diri mereka (karena alam akhirat adalah bukan alam ujian,
melainkan alam pembalasan). Dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{أَسْمِعْ بِهِمْ وَأَبْصِرْ يَوْمَ يَأْتُونَنَا}
Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami. (Maryam: 38) Dan firman Allah Swt.:
{وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ}
Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.” (As-Sajdah: 12)
Surat Qaf |50:17|
إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ
iż yatalaqqol-mutalaqqiyaani 'anil-yamiini wa 'anisy-syimaali qo'iid
(lngatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya), yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri.
When the two receivers receive, seated on the right and on the left.
(Ingatlah ketika) lafal Idz di sini dinashabkan oleh lafal Udzkur yang keberadaannya diperkirakan (mencatat) yakni menulis (dua malaikat pencatat amal)
artinya, yang diserahi tugas oleh Allah untuk mencatat amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia (yang satu berada di sebelah kanan dan yang lain berada di sebelah kiri) manusia
(dalam keadaan duduk) yakni keduanya duduk, lafal Qa'iid ini adalah Mubtada dan Khabarnya adalah lafal sebelumnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 17 |
penjelasan ada di ayat 16
Surat Qaf |50:18|
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
maa yalfizhu ming qoulin illaa ladaihi roqiibun 'atiid
Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).
Man does not utter any word except that with him is an observer prepared [to record].
(Tiada suatu ucapan pun yang dikatakan melainkan ada malaikat pengawas) yakni malaikat pencatat amal (yang selalu hadir) selalu berada di sisinya; lafal Raqiib dan 'Atiid ini keduanya mengandung makna Mutsanna.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 18 |
penjelasan ada di ayat 16
Surat Qaf |50:19|
وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ۖ ذَٰلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ
wa jaaa`at sakrotul-mauti bil-ḥaqq, żaalika maa kunta min-hu taḥiid
Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu hindari.
And the intoxication of death will bring the truth; that is what you were trying to avoid.
(Dan datanglah sakaratul maut) yakni kesusahan dan rasa sakit yang memuncak menjelang maut (dengan membawa kebenaran) yakni perkara akhirat, hingga orang yang ingkar kepada hari akhirat
dapat melihatnya secara nyata, hal ini termasuk pula hal yang menyakitkan. (Itulah) kematian itu (hal yang kamu tidak dapat menghindar darinya) yakni tidak dapat melarikan diri darinya.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 19 |
penjelasan ada di ayat 16
Surat Qaf |50:20|
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ ۚ ذَٰلِكَ يَوْمُ الْوَعِيدِ
wa nufikho fish-shuur, żaalika yaumul-wa'iid
Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari yang diancamkan.
And the Horn will be blown. That is the Day of [carrying out] the threat.
(Dan ditiuplah sangkakala) untuk membangkitkan manusia. (Itulah) yakni hari peniupan itu (hari terlaksananya ancaman) bagi orang-orang kafir, yaitu mereka akan mengalami siksaan.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 20 |
penjelasan ada di ayat 16
Surat Qaf |50:21|
وَجَاءَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَعَهَا سَائِقٌ وَشَهِيدٌ
wa jaaa`at kullu nafsim ma'ahaa saaa`iquw wa syahiid
Setiap orang akan datang bersama (malaikat) penggiring dan (malaikat) saksi.
And every soul will come, with it a driver and a witness.
(Dan datanglah) pada hari itu (tiap-tiap diri) ke tempat mereka dikumpulkan yaitu padang Mahsyar (bersama dengan dia penggiringnya) yaitu malaikat yang menggiringnya ke padang Mahsyar
(dan pemberi saksi) yang akan memberikan kesaksian tentang semua amal perbuatannya, yaitu tangan dan kakinya serta anggota-anggota tubuhnya yang lain. Kemudian pada saat itu dikatakan kepada orang yang kafir:
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 21 |
penjelasan ada di ayat 16
Surat Qaf |50:22|
لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَٰذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ
laqod kunta fii ghoflatim min haażaa fa kasyafnaa 'angka ghithooo`aka fa bashorukal-yauma ḥadiid
Sungguh, kamu dahulu lalai tentang (peristiwa) ini, maka Kami singkapkan tutup (yang menutupi) matamu, sehingga penglihatanmu pada hari ini sangat tajam.
[It will be said], "You were certainly in unmindfulness of this, and We have removed from you your cover, so your sight, this Day, is sharp."
("Sesungguhnya kamu) sewaktu di dunia (berada dalam keadaan lalai dari hal ini) yang sekarang menimpa kamu (maka Kami singkapkan daripadamu tutupmu)
maksudnya, Kami lenyapkan kelalaianmu dengan apa yang kamu saksikan sekarang ini (maka penglihatanmu pada hari ini tajam") yakni menjadi terang dan dapat melihat apa yang kamu ingkari sewaktu di dunia.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 22 |
penjelasan ada di ayat 16
Surat Qaf |50:23|
وَقَالَ قَرِينُهُ هَٰذَا مَا لَدَيَّ عَتِيدٌ
wa qoola qoriinuhuu haażaa maa ladayya 'atiid
Dan (malaikat) yang menyertainya berkata, "Inilah (catatan perbuatan) yang ada padaku."
And his companion, [the angel], will say, "This [record] is what is with me, prepared."
(Dan yang menyertai dia berkata,) yakni malaikat yang diserahi tugas mencatat amal perbuatannya: ("Inilah apa) yakni catatan amalmu (yang ada pada sisiku") yakni catatan amalmu yang ada padaku. Lalu dikatakan kepada malaikat Malik:
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 23 |
Tafsir ayat 23-29
Allah Swt. menceritakan tentang malaikat yang ditugaskan-Nya untuk mencatat amal perbuatannya, bahwa malaikat itu kelak di hari kiamat akan menjadi saksi atas segala perbuatannya.
{هَذَا مَا لَدَيَّ عَتِيدٌ}
Inilah (catatan amalnya) yang tersedia pada sisiku. (Qaf: 23) Yakni telah tersedia dan tercatat tanpa tambahan dan tanpa pula pengurangan. Mujahid mengatakan bahwa ini merupakan perkataan malaikat yang menggiring manusia,
ia mengatakan, "Inilah anak Adam yang Engkau tugaskan aku untuk mengawasinya, kini kuhadapkan kepada Engkau." Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa kalimat ini diucapkan oleh malaikat penggiring
dan juga malaikat penyaksi. Pendapat Ibnu Jarir cukup beralasan dan kuat. Maka pada saat itulah Allah Swt. memutuskan hukum terhadap makhluk-Nya dengan adil, maka Allah Swt. berfirman:
{أَلْقِيَا فِي جَهَنَّمَ كُلَّ كَفَّارٍ عَنِيدٍ}
Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala. (Qaf: 24) Ulama Nahwu berbeda pendapat sehubungan dengan makna firman Allah Swt., uAlqiya." Sebagian dari mereka mengatakan bahwa
kalimat ini menurut dialek sebagian orang Arab yang biasa ber-khitab dengan memakai tasniyah, sedangkan yang dituju adalah mufrad (tunggal), seperti yang diriwayatkan dari Al-Hajjaj, bahwa ia pernah mengatakan,
"Hai algojoku, penggallah lehernya!" Dan di antara dalil yang digunakan oleh Ibnu Jarir dalam memperkuat pendapatnya ialah perkataan seorang penyair yang mengatakan:
فإن تزجراني -يا ابن عَفَّانَ-أَنْزَجِرْ ... وَإِنْ تَتْرُكَانِي أَحْمِ عِرْضًا مُمَنَّعًا
Jika engkau melarangku, hai Ibnu Affan, maka aku menahan diri. Tetapi jika engkau membiarkanku, maka aku akan membela kehormatanku dengan kekuatan yang dapat mempertahankan diri. Menurut pendapat yang lain,
huruf alifnya merupakan pergantian dari nun taukid, tetapi pendapat ini jauh dari kebenaran, karena sesungguhnya hal seperti ini hanya digunakan saat waqaf. Makna lahiriah lafaz ini ditujukan kepada malaikat penggiring dan malaikat penyaksi.
Malaikat penggiringlah yang menghadirkannya ke tempat penghisaban; dan setelah malaikat penyaksi mengemukakan persaksian terhadapnya, lalu Allah Swt. memerintahkan kepada keduanya agar mencampakkannya ke dalam neraka Jahanam,
dan Jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.
{أَلْقِيَا فِي جَهَنَّمَ كُلَّ كَفَّارٍ عَنِيدٍ}
Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala. (Qaf: 24) Yakni sangat kafir dan mendustakan kebenaran, sedangkan 'anid artinya mengingkari kebenaran dan menentangnya dengan kebatilan, padahal dia mengetahui.
{مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ}
yang sangat enggan melakukan kebajikan. (Qaf: 25) Maksudnya, tidak mau menunaikan kewajiban4^ewajiban yang ada padanya, tidak berbakti, tidak mau bersilahturahmi dan tidak mau pula bersedekah. Mu'tadin, yakni melanggar batas
dalam membelanjakannya dan juga dalam mempergunakannya hingga melampaui garis yang ditentukan. Qatadah mengatakan bahwa makna mu'tadin ialah orang yang melampaui batas dalam perjalanan dan urusannya.
{مُرِيبٍ}
lagi ragu-ragu. (Qaf : 25) Yakni ragu dalam urusannya dan mencurigakan orang yang melihat urusannya.
{الَّذِي جَعَلَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ}
yang menyembah sembahan yang lain beserta Allah. (Qaf: 26) Yaitu mempersekutukan Allah dan menyembah selain Allah di samping Dia.
{فَأَلْقِيَاهُ فِي الْعَذَابِ الشَّدِيدِ}
maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat. (Qaf: 26) Dalam hadis terdahulu telah disebutkan bahwa leher neraka muncul di hadapan semua makhluk, lalu berseru dengan suara yang dapat didengar oleh semua makhluk,
"Sesungguhnya aku diperintahkan untuk membakar tiga macam orang, yaitu setiap orang yang sewenang-wenang lagi keras kepala, orang yang menyembah tuhan lain beserta Allah, dan para pembuat patung (berhala),"
lalu neraka Jahanam membelit mereka.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ -هُوَ ابْنُ هِشَامٍ-حَدَّثَنَا شَيْبَانُ، عَنْ فِراس عَنْ عَطِيَّةَ ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "يَخْرُجُ عُنُقٌ مِنَ النَّارِ يَتَكَلَّمُ، يَقُولُ: وُكِّلْتُ الْيَوْمَ بِثَلَاثَةٍ: بِكُلِّ جَبَّارٍ، وَمَنْ جَعَلَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ. فَتَنْطَوِي عَلَيْهِمْ، فَتَقْذِفُهُمْ فِي غَمَرَاتِ جَهَنَّمَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Syaiban, dari Firas, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Kelak akan muncul leher dari neraka yang dapat berbicara, lalu mengatakan, "Pada hari ini akau diperintahkan untuk menangkap tiga macam orang, yaitu tiap-tiap orang yang belaku sewenang-wenang lagi keras kepala,
orang yang menjadikan tuhan lain beserta Allah, dan orang yang membunuh seseorang bukan karena dia telah membunuh seseorang.” Maka leher neraka itu membelit mereka dan mencampakkan mereka ke dalam luapan api neraka Jahanam.
Firman Allah Swt.:
{قَالَ قَرِينُهُ}
Yang menyertai dia berkata (pula). (Qaf: 27) Ibnu Abbas r.a., Mujahid, Qatadah, dan lain-lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan qarin ialah setan yang ditugaskan menemaninya.
{رَبَّنَا مَا أَطْغَيْتُهُ}
Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya. (Qaf: 27) Yakni Allah menceritakan tentang manusia yang berada di hari kiamat dalam keadaan kafir. Setan yang selalu menemaninya mengatakan:
{رَبَّنَا مَا أَطْغَيْتُهُ وَلَكِنْ كَانَ فِي ضَلالٍ بَعِيدٍ}
Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh. (Qaf: 27) Yaitu bahkan dia sendirilah yang sesat dan menerima yang batil serta menentang kebenaran. Hal yang semisal telah disebutkan melalui ayat lain, yaitu:
{وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الأمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِي عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِي مِنْ قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan, "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku
terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu, lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh sebab itu, janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali
tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (Ibrahim: 22)
Adapun firman Allah Swt.:
{قَالَ لَا تَخْتَصِمُوا لَدَيَّ}
Allah berfirman, "Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku " (Qaf: 28) Allah Swt. berfirman demikian kepada manusia dan teman jinnya, karena keduanya bertengkar di hadapan-Nya. Manusia itu berkata, "Ya Tuhanku,
orang ini telah menyesatkan aku dari peringatan-Mu sesudah ia datang kepadaku." Dan setan atau qarin-nya berkata:
{رَبَّنَا مَا أَطْغَيْتُهُ وَلَكِنْ كَانَ فِي ضَلالٍ بَعِيدٍ}
Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh. (Qaf: 27) Yakni sesat dari jalan yang hak, maka Tuhan berfirman kepada keduanya:
{لَا تَخْتَصِمُوا لَدَيَّ وَقَدْ قَدَّمْتُ إِلَيْكُمْ بِالْوَعِيدِ}
Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku, padahal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan ancaman kepadamu. (Qaf: 28) Artinya, Aku telah memberikan kesempatan kepada kalian melalui lisan rasul-rasul-Ku,
dan Aku telah menurunkan kitab-kitab serta menegakkan terhadap kalian semua alasan, keterangan, dan bukti-bukti.
{مَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ}
Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah. (Qaf: 29) Mujahid mengatakan, makna yang dimaksud ialah Aku telah memutuskan apa yang Kukehendaki.
{وَمَا أَنَا بِظَلامٍ لِلْعَبِيدِ}
dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku. (Qaf: 29) Yakni Aku tidak mengazab seseorang karena dosa orang lain, melainkan tidaklah Aku mengazab seseorang kecuali karena dosanya sendiri sesudah tegaknya hujah terhadapnya, yakni sesudah tegaknya alasan Allah Swt. terhadapnya.
Surat Qaf |50:24|
أَلْقِيَا فِي جَهَنَّمَ كُلَّ كَفَّارٍ عَنِيدٍ
alqiyaa fii jahannama kulla kaffaarin 'aniid
(Allah berfirman), "Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam Neraka Jahanam, semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala,
[Allah will say], "Throw into Hell every obstinate disbeliever,
("Lemparkanlah olehmu ke dalam neraka Jahanam) maksudnya, lemparkanlah, atau cepat lemparkan. Menurut bacaan atau qiraat Imam Al-Hasan lafal Alqiyaa dibaca Alqiyan.
Jadi asal kata lafal Alqiyaa adalah Alqiyan, kemudian huruf Nun Taukidnya diganti menjadi Alif sehingga jadilah Alqiyaa (semua orang yang ingkar dan keras kepala) maksudnya, membangkang terhadap perkara yang hak.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 24 |
penjelasan ada di ayat 23
Surat Qaf |50:25|
مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ مُرِيبٍ
mannaa'il lil-khoiri mu'tadim muriib
yang sangat enggan melakukan kebajikan, melampaui batas, dan bersikap ragu-ragu,
Preventer of good, aggressor, and doubter,
(Yang sangat menghalangi kebaikan) seperti perkara zakat (melanggar batas) yakni suka berbuat zalim (lagi ragu-ragu) ragu dalam agamanya.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 25 |
penjelasan ada di ayat 23
Surat Qaf |50:26|
الَّذِي جَعَلَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ فَأَلْقِيَاهُ فِي الْعَذَابِ الشَّدِيدِ
allażii ja'ala ma'allohi ilaahan aakhoro fa alqiyaahu fil-'ażaabisy-syadiid
yang menyekutukan Allah dengan tuhan lain, maka lemparkanlah dia ke dalam azab yang keras."
Who made [as equal] with Allah another deity; then throw him into the severe punishment."
(Yang menjadikan tuhan lain di samping Allah) lafal ayat ini berkedudukan menjadi Mubtada yang mengandung makna Syarat, sedangkan Khabarnya ialah:
(maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang keras") penafsiran lafal ayat ini sama dengan ayat yang semisal dengannya di atas tadi.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 26 |
penjelasan ada di ayat 23
Surat Qaf |50:27|
قَالَ قَرِينُهُ رَبَّنَا مَا أَطْغَيْتُهُ وَلَٰكِنْ كَانَ فِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ
qoola qoriinuhuu robbanaa maaa athghoituhuu wa laaking kaana fii dholaalim ba'iid
(Setan) yang menyertainya berkata (pula), "Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dia sendiri yang berada dalam kesesatan yang jauh."
His [devil] companion will say, "Our Lord, I did not make him transgress, but he [himself] was in extreme error."
(Yang menyertai dia berkata) yakni setannya mengatakan: ("Ya Rabb kami! Aku tidak menyesatkannya) kami tidak membuatnya sesat (tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh")
lalu kami mengajaknya dan ternyata ia memenuhi ajakanku. Sedangkan dia menjawab, "Setanlah yang menyesatkan aku", yaitu melalui ajakannya.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 27 |
penjelasan ada di ayat 23
Surat Qaf |50:28|
قَالَ لَا تَخْتَصِمُوا لَدَيَّ وَقَدْ قَدَّمْتُ إِلَيْكُمْ بِالْوَعِيدِ
qoola laa takhtashimuu ladayya wa qod qoddamtu ilaikum bil-wa'iid
(Allah) berfirman, "Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku, dan sungguh, dahulu Aku telah memberikan ancaman kepadamu.
[Allah] will say, "Do not dispute before Me, while I had already presented to you the warning.
(Allah berfirman,) Maha Tinggi Dia ("Janganlah kalian bertengkar di hadapan-Ku) maksudnya, tiada gunanya pertengkaran kalian di sini (padahal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan kepada kalian)
sewaktu kalian hidup di dunia (ancaman) akan adanya azab di akhirat jika kalian tidak beriman, dan ini merupakan suatu kepastian yang tidak dapat dihindari lagi.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 28 |
penjelasan ada di ayat 23
Surat Qaf |50:29|
مَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ وَمَا أَنَا بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
maa yubaddalul-qoulu ladayya wa maaa ana bizhollaamil lil-'abiid
Keputusan-Ku tidak dapat diubah, dan Aku tidak menzalimi hamba-hamba-Ku."
The word will not be changed with Me, and never will I be unjust to the servants."
(Tidaklah dapat diganti) diubah (keputusan yang ada di sisi-Ku) mengenai hal tersebut (dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku) yaitu dengan cara Aku mengazab mereka tanpa dosa; l
afal Zhallaamin bermakna seperti lafal Dzuu Zhulmin yaitu menganiaya, demikian itu karena ada firman lainnya yang mengatakan, "Tidak ada yang dianiaya pada hari ini." (Q.S. Al-Mukmin, 17)
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 29 |
penjelasan ada di ayat 23
Surat Qaf |50:30|
يَوْمَ نَقُولُ لِجَهَنَّمَ هَلِ امْتَلَأْتِ وَتَقُولُ هَلْ مِنْ مَزِيدٍ
yauma naquulu lijahannama halimtala`ti wa taquulu hal mim maziid
(lngatlah) pada hari (ketika) Kami bertanya kepada Jahanam "Apakah kamu sudah penuh?" la menjawab, "Masih adakah tambahan?"
On the Day We will say to Hell, "Have you been filled?" and it will say, "Are there some more,"
(Pada hari) lafal ini dinashabkan oleh lafal Zhallaamin (Kami bertanya) dapat dibaca Naquulu atau Yaquulu, kalau dibaca Yaquulu artinya, Allah bertanya
(kepada neraka Jahanam, "Apakah kamu sudah penuh") kata tanya di sini dimaksud mengecek ancaman-Nya yang menyatakan akan memenuhinya.
(Dan dia menjawab, "Masih adakah tambahan") maksudnya, kami tidak memuat melainkan hanya apa yang telah Engkau penuhkan kepada kami. Artinya kami telah penuh.
Tafsir Ibnu Katsir | Qaf | 50 : 30 |
Tafsir ayat 30-35
Allah Swt. berfirman kepada neraka Jahanam (kelak di hari kiamat), "Apakah engkau telah penuh?" Demikian itu karena Allah Swt. telah berjanji kepadanya bahwa Dia akan memenuhinya dengan jin dan manusia.
Dia memerintahkan (para malaikat-Nya) untuk mencampakkan ke dalam neraka orang-orang yang dikehendaki-Nya, sedangkan neraka itu mengatakan, "Masih adakah tambahannya?" Demikianlah menurut makna lahiriah dan konteks ayat ini
dan juga seperti apa yang ditunjukkan oleh banyak hadis.
قَالَ الْبُخَارِيُّ عِنْدَ تَفْسِيرِ هَذِهِ الْآيَةِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي الْأَسْوَدِ، حَدَّثَنَا حَرَمي بْنُ عُمَارة حَدَّثَنَا شُعْبَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُلقَى فِي النَّارِ، وَتَقُولُ: هَلْ مِنْ مَزِيدٍ، حَتَّى يَضَعَ قدمه فيها، فتقول قط قط"
Imam Bukhari pada tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kam, Abdullah ibnu Abul Aswad, telah menceritakan kepada kami Haram, ,bnu [marah, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dan Qatadah,
dari Anas ibnu Malik r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Neraka diisi, sedangkan neraka mengatakan, "Apakah masih ada tambahan?" Hingga akhirnya Tuhan Yang Mahamulia meletakkan telapak kaki-Nya ke dalam neraka
maka barulah neraka mengatakan, "Cukup, cukup.”
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لا تَزَالُ جَهَنَّمُ يَلْقَى فِيهَا وَتَقُولُ: هَلْ مِنْ مَزِيدٍ؟ حَتَّى يَضَعَ رَبُّ الْعِزَّةِ فِيهَا قَدَمَهُ، فَيَنْزَوِي بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ، وَتَقُولُ: قَطُّ قَطُّ، وَعِزَّتِكَ وكَرَمِك وَلَا يَزَالُ فِي الْجَنَّةِ فَضْلٌ حَتَّى يُنْشِئَ اللَّهُ لَهَا خَلْقًا آخَرَ فَيُسْكِنُهُمْ فِي فُضُولِ الْجَنَّةِ"
Imam Ahmad mengatakan' telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab dan Sa'id, dari Qatadah, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Neraka Jahanam masih terus diisi,
sedangkan ia mengatakan Masih adakah tambahannya?" Hingga Tuhan Yang Mahamulia meletakkan telapak kaki-Nya ke dalamnya, maka sebagian dari neraka Jahanam terpisah dari sebagian lainnya seraya mengatakan,
"Cukup, cukup, demi Keagungan dan Kemuliaan-Mu.” Dan di dalam surga masih terus menerus diadakan tambahan, hingga Allah menciptakan baginya ciptaan yang lain, maka Dia menempatkan mereka (ciptaan yang lain itu)
di tempat-tempat yang ditambahkan di dalam surga. Kemudian Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Qatadah dengan lafaz yang semisal. Aban Al-Attardan Sulaiman At-Taimi meriwayatkan hadis ini dari Qatadah dengan lafaz yang semisal.
Hadis lain.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى الْقَطَّانُ، حَدَّثَنَا أَبُو سُفْيَانَ الْحِمْيَرِيُّ سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا عَوْف، عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رَفَعَهُ، وَأَكْثَرُ مَا كَانَ يُوقِفُهُ أَبُو سُفْيَانَ-: "يُقَالُ لِجَهَنَّمَ: هَلِ امْتَلَأْتِ، وَتَقُولُ: هَلْ مِنْ مَزِيدٍ، فَيَضَعُ الرَّبُّ، عَزَّ وَجَلَّ، قَدَمَهُ عَلَيْهَا، فَتَقُولُ: قَطُّ قَطُّ"
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Musa Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Abu Sufyan Al-Himyari alias Sa'id ibnu Yahya ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Muhammad,
dari Abu Hurairah r.a. yang me-rafa'-kan hadis ini (sampai kepada Rasulullah Saw.), tetapi menurut kebanyakannya di-mauquf-kan oleh Abu Sufyan. Bunyi hadisnya adalah seperti berikut: Dikatakan kepada neraka Jahanam,
"Apakah engkau telah penuh?" Jahanam balik bertanya, "Masih adakah tambahannya (bagiku)?" Maka Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi meletakkan telapak kaki-Nya ke dalamnya, akhirnya neraka mengatakan, "Cukup, cukup.”
(yakni berdetak-detak karena kepenuhan). Abu Ayyub dan Hisyam ibnu Hassan telah meriwayatkan hadis ini dari Muhammad ibnu Sirin dengan sanad yang sama. Jalur lain.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تَحَاجَّتِ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ، فَقَالَتِ النَّارُ: أُوثِرْتُ بِالْمُتَكَبِّرِينَ وَالْمُتَجَبِّرِينَ. وَقَالَتِ الْجَنَّةُ: مَا لِي لَا يَدْخُلُنِي إِلَّا ضُعَفَاءُ النَّاسِ وَسَقْطُهُمْ. قَالَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، لِلْجَنَّةِ: أَنْتِ رَحْمَتِي، أَرْحَمُ بِكِ مَنْ أَشَاءُ مِنْ عِبَادِي. وَقَالَ لِلنَّارِ: إِنَّمَا أَنْتِ عَذَابِي، أُعَذِّبُ بك من أشاء من عبادي، ولكل واحدة مِنْكُمَا مِلْؤُهَا، فَأَمَّا النَّارُ فَلَا تَمْتَلِئُ حَتَّى يَضَعَ رِجْلَهُ، فَتَقُولَ: قَطٍ قَطٍ، فَهُنَالِكَ تَمْتَلِئُ وَيَزْوِي بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ وَلَا يَظْلِمُ اللَّهُ مِنْ خَلْقِهِ أَحَدًا، وَأَمَّا الْجَنَّةُ فَإِنَّ اللَّهَ يُنْشِئُ لَهَا خَلْقًا آخَرَ"
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hamman ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Surga dan neraka berdebat. Neraka mengatakan, "Aku dipilih untuk menjadi tempat bagi orang-orang yang sombong dan berlaku sewenang-wenang.” Surga berkata,
"Mengapa tiada yang memasukiku kecuali hanya orang-orang yang lemah dan yang tidak terpandang?” Maka Allah Swt. berfirman kepada surga, "Engkau adalah rahmat-Ku, dengan melalui engkau Aku rnerahmati siapa yang Kukehendaki
di antara hamba-hamba-Ku.” Dan berfirman kepada neraka, "Sesungguhnya engkau hanyalah azab-Ku yang dengan melaluimu Aku mengazab siapa yang Kukehendaki di antara hamba-hamba-Ku, dan bagi masing-masing dari kamu berdua
Akulah yang akan memenuhinya.” Adapun neraka, maka ia masih belum merasa penuh hingga akhirnya Allah Swt. meletakkan telapak kaki-Nya ke dalamnya, maka barulah neraka mengatakan, "Cukup, cukup.” Dan saat itulah neraka
merasa penuh dan sebagian darinya terpisah dengan sebagian yang lain. Allah Swt. tidak akan berbuat aniaya terhadap seorang pun dari makhluk-Nya. Dan adapun mengenai surga, maka Allah Swt. senantiasa menciptakan makhluk yang lain baginya.
Hadis lain.
قَالَ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "احْتَجَّتِ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ، فَقَالَتِ النَّارُ: فيَّ الْجَبَّارُونَ وَالْمُتَكَبِّرُونَ. وَقَالَتِ الْجَنَّةُ: فيَّ ضُعَفَاءُ النَّاسِ وَمَسَاكِينُهُمْ. فَقَضَى بَيْنَهُمَا، فَقَالَ لِلْجَنَّةِ: إِنَّمَا أَنْتِ رَحْمَتِي، أَرْحَمُ بِكِ مَنْ أَشَاءُ مِنْ عِبَادِي. وَقَالَ لِلنَّارِ: إِنَّمَا أنت عذابي، أعذب بك من أَشَاءُ مِنْ عِبَادِي، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْكُمَا مِلْؤُهَا"
Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Surga dan neraka berdebat. Neraka berkata, "Di dalamku terdapat orang-orang yang sewenang-wenang dan orang-orang yang sombong.” Surga mengatakan, "Di dalamku terdapat orang-orang yang lemah
dan orang-orang yang miskin.” Maka Allah Swt memutuskan di antara keduanya, untuk itu Dia berfirman kepada surga, "Sesungguhnya engkau adalah rahmat-Ku, dengan melaluimu Aku rnerahmati siapa yang Kukehendaki
di antara hamba-hamba-Ku.” Dan berfirman kepada neraka, "Sesungguhnya Engkau adalah azab-Ku yang dengan melaluimu Aku mengazab siapa yang Kukehendaki di antara hamba-hamba-Ku, dan bagi masing masing dari kamu
berdua Akulah yang akan memenuhinya.” Imam Muslim meriwayatkan hadis secara tunggal tanpa Imam Bukhari melalui jalur ini; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Imam Ahmad meriwayatkannya melalui jalur lain dari Abu Sa'id r.a.
dengan konteks yang lebih panjang daripada ini. Dia mengatakan:
حَدَّثَنَا حَسَنٌ وَرَوْحٌ قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "افْتَخَرَتِ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ، فَقَالَتِ النَّارُ: يَا رَبِّ، يَدْخُلُنِي الْجَبَابِرَةُ وَالْمُتَكَبِّرُونَ وَالْمُلُوكُ وَالْأَشْرَافُ. وَقَالَتِ الْجَنَّةُ: أَيْ رَبِّ، يَدْخُلُنِي الضُّعَفَاءُ وَالْفُقَرَاءُ وَالْمَسَاكِينُ. فَيَقُولُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، لِلنَّارِ: أَنْتِ عَذَابِي، أُصِيبُ بِكِ مَنْ أَشَاءُ. وَقَالَ لِلْجَنَّةِ: أَنْتِ رَحْمَتِي، وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْكُمَا مِلْؤُهَا، فَيُلْقَى فِي النَّارِ أَهْلُهَا فَتَقُولُ: هَلْ مِنْ مَزِيدٍ؟ قَالَ: وَيُلْقَى فِيهَا وَتَقُولُ: هَلْ مِنْ مَزِيدٍ؟ وَيُلْقَى فِيهَا وَتَقُولُ: هَلْ مِنْ مَزِيدٍ؟ حَتَّى يَأْتِيَهَا عَزَّ وَجَلَّ، فَيَضَعَ قَدَمَهُ عَلَيْهَا، فَتُزْوَى وَتَقُولُ: قَدِنِي، قَدِنِي. وَأَمَّا الْجَنَّةُ فَيَبْقَى فِيهَا مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَبْقَى، فَيُنْشِئُ اللَّهُ لَهَا خَلْقًا مَا يَشَاءُ"
telah menceritakan kepada kami Rauh dan Hasan, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ata ibnus Sa'ib, dari Ubaidillah ibnu Atabah, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Surga dan neraka saling membanggakan diri. Neraka berkata, "Ya Tuhanku, dimasukkan kepadaku orang-orang yang berlaku sewenang-wenang, orang-orang yang sombong, para raja, dan orang-orang yang terhormat.”
Surga mengatakan, "Ya Tuhanku, dimasukkan kepadaku orang-orang yang lemah, orang-orang fakir, dan orang-orang miskin.” Maka Allah Swt. berfirman kepada neraka, "Engkau adalah azab-Ku, dengan melaluimu Aku menimpakannya
kepada siapa yang Kukehendaki.” Dan berfirman kepada surga, "Engkau adalah rahmat-Ku yang memuat segala sesuatu,dan bagi masing-masing darimu berdua Akulah yang akan memenuhinya.” Lalu dilemparkan ke dalam neraka
para penghuninya, dan neraka bertanya, "Masih adakah tambahannya?” Lalu dilemparkan lagi ke dalamnya (penghuni-penghuninya), dan neraka mengatakan, "Masih adakah tambahannya?” Lalu dilemparkan lagi ke dalamnya
dan neraka masih bertanya, "Masih adakah tambahannya?” Pada akhirnya Allah Swt. mendatanginya dan meletakkan telapak kaki-Nya, maka menyurutlah neraka dan mengatakan, "Cukup, cukup.” Adapun surga,
maka ditetapkan di dalamnya segala sesuatu yang dikehendaki olehNya untuk ditetapkan, dan Allah Swt. menciptakan baginya makhluk-makhluk (lain) menurut apa yang dikehendaki-Nya. Hadis lain.
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَم، حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْغَفَّارِ بْنُ الْقَاسِمِ، عَنْ عُدي بْنِ ثَابِتٍ، عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْش، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُعَرِّفُنِي اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، نَفْسَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَسْجُدُ سَجْدَةً يَرْضَى بِهَا عَنِّي، ثُمَّ أَمْدَحُهُ مِدْحَةً يَرْضَى بِهَا عَنِّي، ثُمَّ يُؤْذَنُ لِي فِي الْكَلَامِ، ثُمَّ تَمُرُّ أُمَّتِي عَلَى الصِّرَاطِ -مَضْرُوبٍ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ جَهَنَّمَ-فَيَمُرُّونَ أَسْرَعَ مِنَ الطَّرْفِ وَالسَّهْمِ، وَأَسْرَعَ مِنْ أَجْوَدِ الْخَيْلِ، حَتَّى يَخْرُجَ الرَّجُلُ مِنْهَا يَحْبُو، وَهِيَ الْأَعْمَالُ. وَجَهَنَّمُ تَسْأَلُ الْمَزِيدَ، حَتَّى يَضَعَ فِيهَا قَدَمَهُ، فَيَنْزَوِي بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ وَتَقُولُ: قَطُّ قَطُّ! وَأَنَا عَلَى الْحَوْضِ". قِيلَ: وَمَا الْحَوْضُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّ شَرَابَهُ أَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ، وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، وَأَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ رِيحًا مِنَ الْمِسْكِ. وَآنِيَتُهُ أَكْثَرُ مِنْ عَدَدِ النُّجُومِ، لَا يَشْرَبُ مِنْهُ إِنْسَانٌ فَيَظْمَأُ أَبَدًا، وَلَا يُصْرَفُ فَيَرْوَى أَبَدًا"
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Makram, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Abdul Gaffar ibnul Qasim, dari Addi ibnu Sabit,
dari Zurr ibnu Hubaisy, dari Ubay ibnu Ka'b r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah Swt. memperkenalkan diri-Nya kepadaku pada hari kiamat, maka aku bersujud kepada-Nya dengan sujud
yang membuat-Nya rida kepadaku, kemudian aku memuji-Nya dengan pujian yang menyebabkan Dia rida kepadaku. Kemudian diizinkan bagiku untuk berbicara. Lalu umatku melewati sirat (jembatan) yang dipasang
di antara ke dua sisi neraka Jahanam. Maka mereka melaluinya (ada yang cepatnya) melebihi kedipan mata, ada yang cepatnya seperti anak panah, dan ada yang cepatnya seperti kuda balap yang terbaik,
hingga keluarlah darinya seseorang dengan merangkak; hal itu menurut amal perbuatan (masing-masing). Dan Jahanam meminta tambahan (isi), hingga akhirnya Allah Swt. meletakkan telapak kaki -Nya di dalamnya,
maka menyisihlah sebagian darinya dengan sebagian yang lain seraya berkata, "Cukup, cukup.” Sedangkan saat itu aku berada di haud (telaga)ku. Maka ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah haud itu?" Beliau Saw. menjawab:
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya air telaga itu lebih putih daripada susu warnanya, rasanya lebih manis daripada madu dan lebih sejuk daripada air es serta baunya lebih harum
daripada minyak kesturi. Sedangkan wadah-wadabnya lebih banyak daripada bilangan bintang-bintang. Seseorang yang telah minum darinya tidak akan merasa haus untuk selama-lamanya, dan tidaklah ia selesai dari meminumnya
melainkan merasa segar selama-lamanya. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya Al-Hammami,
dari Nasr Al-Jazzar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada Jahanam, "Apakah kamu sudah penuh?" Dia menjawab,
"Masih adakah tambahan?” (Qaf: 30) Ibnu Abbas mengatakan bahwa neraka Jahanam masih belum merasa penuh. Ia mengatakan, "Masih adakah tempat yang akan ditambahkan kepadaku?" Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, Dia menjawab, "Masih adakah tambahan?" (Qaf: 30) Yakni masih adakah padaku suatu tempat yang kini semuanya telah penuh? Al-Walid ibnu Muslim telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Abu Maryam,
ia pernah mendengar Mujahid mengatakan bahwa masih terus-menerus dimasukkan ke dalam neraka (para penghuninya), hingga neraka neagatakan, "Aku telah penuh," dan mengatakan, "Masih adakah tempat tambahan bagiku?"
Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Menurut mereka, makna firman Allah Swt.: Apakah kamu sudah penuh? (Qaf: 30) hanyalah dikatakan kepadanya sesudah Allah Swt.
meletakkan telapak kaki-Nya di dalamnya, maka menjadi surutlah neraka dan saat itu ia mengatakan, "Masih adakah bagiku suatu tempat untuk ditambahkan kepadaku?" Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.
bahwa yang demikian itu dikatakan manakala tiada suatu tempat pun di dalam neraka yang dapat memuat sebatang jarum (karena semuanya telah penuh terisi), hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:
{وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ}
Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). (Qaf: 31) Qatadah dan Abu Malik serta As-Saddi mengatakan bahwa uzlifat artinya didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa.
{غَيْرَ بَعِيدٍ}
pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). (Qaf: 31) Demikian itu terjadi pada hari kiamat. Dan dikatakan, "gaira ba'id," yang artinya 'tidak jauh' karena sesungguhnya hari kiamat itu pasti terjadi, dan setiap yang akan terjadi pengertiannya adalah dekat masanya.
{هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ}
Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali. (Qaf: 32) Yakni kembali bertobat dan tidak mengulangi dosanya lagi.
{حَفِيظٍ}
lagi memelihara. (Qaf: 32) memelihara janji, tidak pernah merusaknya dan tidak pula menyalahinya. Ubaid ibnu Umair mengatakan Al Awwabul Hafiz orang yang bila duduk di majelis tidak pernah meninggalkannya sebelum membaca istigfar.
{مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ}
(yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, sedangkan Dia tidak kelihatan (olehnya). (Qaf: 33) Yakni orang yang takut kepada Allah Swt. dalam kesendiriannya, meskipun tiada orang yang melihatnya selain Allah Swt. Seperti yang disebutkan dalam sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Dan seorang lelaki yang berzikir kepada Allah sendirian, lalu menangis mengeluarkan air matanya.
{وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ}
dan dia datang dengan hati yang bertobat. (Qaf: 33) Yaitu bersua dengan Allah Swt. di hari kiamat nanti dengan hati yang bertobat, berserah diri, dan tunduk patuh di hadapan-Nya.
{ادْخُلُوهَا بِسَلامٍ}
masukilah surga itu dengan aman. (Qaf: 34) Qatadah mengatakan, artinya yaitu selamatlah kalian dari azab Allah Swt. dan para malaikat memberi salam kepada mereka. Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ}
itulah hari kekekalan. (Qaf: 34) Yakni mereka kekal di dalam surga, dan tidak akan mati selama-lamanya, tidak akan pergi darinya serta tidak mau pindah darinya.. Firman Allah Swt.:
{لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا}
Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki. (Qaf: 35) Maksudnya, apa pun yang mereka minta, maka mereka langsung mendapatkannya. Yaitu berbagai macam kesenangan dan kenikmatan,
manakala mereka memintanya langsung disuguhkan kepada mereka. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah,
dari Yahya ibnu Sa'id, dari Khalid ibnu Ma'dan, dari Kasir ibnu Murrah yang mengatakan bahwa termasuk di antara tambahan nikmat surgawi ialah sekumpulan awan melewati ahli surga, maka awan itu bertanya,
"Apakah yang kalian inginkan agar aku menurunkannya bagi kalian?" Maka tiada sesuatu pun yang mereka minta, melainkan hujan menurunkannya kepada mereka. Kasir mengatakan bahwa sesungguhnya jika Allah Swt.
menjadikan diriku menyaksikan hal tersebut, aku benar-benar akan mengatakan, "Hujanilah kami dengan bidadari-bidadari yang cantik-cantik." Di dalam sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّكَ لَتَشْتَهِي الطَّيْرِ فِي الْجَنَّةِ، فَيَخِرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ مَشْوِيًّا"
Sesungguhnya engkau benar-benar menginginkan burung di dalam surga, maka dengan serta merta burung itu terjatuh di hadapanmu dalam keadaan telah dipanggang.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ عَامِرٍ الْأَحْوَلِ، عَنْ أَبِي الصِّدِّيقِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا اشْتَهَى الْمُؤْمِنُ الْوَلَدَ فِي الْجَنَّةِ، كَانَ حَمْلُهُ وَوَضْعُهُ وسِنّه فِي سَاعَةٍ وَاحِدَةٍ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Amir Al-Ahwal, dari Abu Bakar As-Siddiq r.a.,
dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila orang mukmin menginginkan anak di dalam surga, maka masa mengandung dan masa melahirkan dan usia (yang diinginkannya)
terjadi dalam saat yang sama. Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya dari Bandar, dari Mu'az ibnu Hisyam dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, dan ditambahkan dalam riwayat ini,
"sesuai dengan apa yang diinginkannya." Firman Allah Swt.:
{وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ}
dan pada sisi Kami ada tambahannya. (Qaf: 35) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ}
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. (Yunus: 26) Dalam hadis terdahulu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Suhaib ibnu Sinan Ar-Rumi telah disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan nikmat tambahan ialah memandang kepada Allah Swt., yakni Zat Allah Swt. Al-Bazzar dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui hadis Syarik Al-Qadi, dari Usman ibnu Umair Abul Yaqzan, dari Anas ibnu Malik r.a.
sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan pada sisi Kami ada tambahannya. (Qaf: 35) Bahwa Tuhan Yang Mahaagung lagi Mahamulia menampakkan diri-Nya kepada mereka tiap hari Jumat.
Imam Abu Abdullah Asy-Syafii telah meriwayatkannya secara marfu’ maka ia mengatakan dalam kitab musnadnya, bahwa:
أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ، حَدَّثَنِي أَبُو الْأَزْهَرِ مُعَاوِيَةُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ طَلْحَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: أَتَى جِبْرَائِيلُ بِمِرْآةٍ بَيْضَاءَ فِيهَا نُكْتَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا هَذِهِ؟ " فَقَالَ: هَذِهِ الْجُمُعَةُ، فُضّلتَ بِهَا أَنْتَ وَأُمَّتُكَ، فَالنَّاسُ لَكُمْ فِيهَا تَبَعٌ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى، وَلَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ، وَلَكُمْ فِيهَا سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا مُؤْمِنٌ يَدْعُو اللَّهَ بِخَيْرٍ إِلَّا اسْتُجِيبَ لَهُ، وَهُوَ عِنْدَنَا يَوْمُ الْمَزِيدِ. قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا جِبْرِيلُ، وَمَا يَوْمُ الْمَزِيدِ؟ " قَالَ: إِنْ رَبَّكَ اتَّخَذَ فِي الْفِرْدَوْسِ وَادِيًا أَفْيَحَ فِيهِ كُثُبُ الْمِسْكِ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ أَنْزَلَ اللَّهُ مَا شَاءَ مِنْ مَلَائِكَتِهِ، وَحَوْلَهُ مَنَابِرُ مِنْ نُورٍ، عَلَيْهَا مَقَاعِدُ النَّبِيِّينَ، وَحَفَّ تِلْكَ الْمَنَابِرَ بِمَنَابِرَ مِنْ ذَهَبٍ، مُكَلَّلَةٍ بِالْيَاقُوتِ وَالزَّبَرْجَدِ، عَلَيْهَا الشُّهَدَاءُ وَالصِّدِّيقُونَ فَجَلَسُوا مِنْ وَرَائِهِمْ عَلَى تِلْكَ الْكُثُبِ، فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنَا رَبُّكُمْ، قَدْ صَدَقْتُكُمْ وَعْدِي، فَسَلُونِي أُعْطِكُمْ. فَيَقُولُونَ: رَبَّنَا، نَسْأَلُكَ رِضْوَانَكَ، فَيَقُولُ: قَدْ رَضِيتُ عَنْكُمْ، وَلَكُمْ عَلَيَّ مَا تَمَنَّيْتُمْ، وَلَدَيَّ مَزِيدٌ. فَهُمْ يُحِبُّونَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ لِمَا يُعْطِيهِمْ فِيهِ رَبُّهُمْ مِنَ الْخَيْرِ، وَهُوَ الْيَوْمُ الَّذِي اسْتَوَى فِيهِ رَبُّكُمْ عَلَى الْعَرْشِ، وفيه خلق آدم، وفيه تقوم الساعة"
telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad, telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepadaku Abul Azar alias Mu'awiyah ibnu Ishaq ibnu Talhah, dari Ubaidillah ibnu Umair,
bahwa ia pernah mendengar Anas ibnu Malik r.a. mengatakan bahwa Malaikat Jibril a.s. datang dengan membawa sebuah cermin putih yang padanya terdapat tahi lalat kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bertanya,
"Noktah apakah ini?" Jibril a.s. menjawab, "Ini adalah hari Jumat, yang melaluinya engkau dan umatmu diutamakan. Orang-orang lain mengikut kepada kalian seusainya, yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani.
Dan bagi kalian terdapat kebaikan padanya, dan bagi kalian terdapat suatu saat padanya yang tidak sekali-kali seorang mukmin melaluinya, sedangkan ia dalam keadaan berdoa memohon kebaikan padanya, melainkan diperkenankan baginya
. Dan menurut kami (para malaikat) hari itu adalah hari tambahan." Rasulullah Saw. bertanya, "Hai Jibril, apakah yang dimaksud dengan hari tambahan itu?" Jibril a.s. menjawab, "Sesungguhnya Allah Swt. telah menciptakan di dalam surga Firdaus
sebuah lembah yang luas, padanya terdapat bukit-bukit minyak kesturi. Apabila hari Jumat tiba, Allah menurunkan sejumlah malaikat menurut apa yang dikehendaki-Nya, dan di sekitar bukit kesturi itu terdapat mimbar-mimbar dari cahaya
untuk tempat duduk para nabi. Kemudian terdapat pula mimbar-mimbar lain terbuat dari emas yang dihiasi dengan yaqut dan zabarjad untuk tempat duduk para syuhada dan orang-orang yang siddiq, mereka duduk di belakang para nabi
di atas bukit-bukit kesturi tersebut. Maka Allah Swt. berfirman, "Akulah Tuhan kalian, Aku telah menunaikan janji-Ku kepada kalian. Maka sekarang mintalah kalian kepada-Ku, niscaya akan Kupenuhi." Mereka berkata,
"Wahai Tuhan kami, kami memohon rida-Mu." Allah Swt. berfirman, "Aku telah rida kepada kalian, dan untuk kalian Kuberikan semua yang kalian angan-angankan, dan Kuberikan pula sebagai tambahannya dari sisi-Ku."
Mereka menyukai hari Jumat, mengingat kebaikan yang diberikan kepada mereka dari Tuhan mereka di hari itu. Hari Jumat merupakan hari yang padanya Allah Swt. bersemayam (berkuasa) di atas 'Arasy, pada hari Jumat Adam diciptakan,
dan pada hari Jumat pula hari kiamat terjadi. Demikianlah menurut apa yang diketengahkan oleh Imam Syafii rahimahullah di dalam Kitabul Jumu'ah, bagian dari kitab Al-Umm-nya, dan hadis ini diriwayatkan melalui berbagai jalur
dari Anas ibnu Malik r.a. Ibnu Jarir telah meriwayatkan hadis ini melalui Usman ibnu Umair, dari Anas r.a. dengan lafaz yang lebih panjang daripada ini. Telah disebutkan pula sehubungan dengan hal ini oleh atsar yang cukup panjang bersumber
dari Anas ibnu Malik r.a. secara mauquf tetapi di dalamnya banyak terdapat hal-hal yang garib (aneh-aneh).
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا دَراج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "إِنَّ الرَّجُلَ فِي الْجَنَّةِ لَيَتَّكِئُ فِي الْجَنَّةِ سَبْعِينَ سَنَةً قَبْلَ أَنْ يَتَحَوَّلَ ثُمَّ تَأْتِيهِ امْرَأَةٌ فَتَضْرِبُ عَلَى مَنْكِبِهِ فَيَنْظُرُ وَجْهَهُ فِي خَدِّهَا أَصْفَى مِنَ الْمِرْآةِ، وَإِنَّ أَدْنَى لُؤْلُؤَةٍ عَلَيْهَا تُضِيءُ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ. فَتُسَلِّمُ عَلَيْهِ، فَيَرُدُّ السَّلَامَ، فَيَسْأَلُهَا: مَنْ أَنْتِ؟ فَتَقُولُ: أَنَا مِنَ الْمَزِيدِ. وَإِنَّهُ لَيَكُونُ عَلَيْهَا سَبْعُونَ حُلَّةً، أَدْنَاهَا مِثْلُ النُّعْمَانِ، مِنْ طُوبَى، فَيَنْفُذُهَا بَصَرُهُ حَتَّى يَرَى مُخَّ سَاقِهَا مِنْ وَرَاءِ ذَلِكَ، وَإِنَّ عَلَيْهَا مِنَ التِّيجَانِ، إِنَّ أَدْنَى لُؤْلُؤَةٍ مِنْهَا لَتُضِيءُ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
Sesungguhnya seseorang di dalam surga benar-benar duduk bersandar di dalamnya selama tujuh puluh tahun sebelum beranjak, kemudian datanglah kepadanya seorang wanita yang tingginya sama dengannya,
maka ia memandang ke arah wajahnya dan pipinya lebih jernih daripada cermin, dan sesungguhnya mutiara yang terkecil yang dikenakannya dapat menerangi antara timur dan barat. Lalu wanita itu mengucapkan salam kepadanya,
dan ia menjawab salamnya, lalu lelaki itu menanyainya, "Siapakah engkau?" Wanita itu menjawab, "Aku adalah termasuk tambahan (nikmat surga) itu.” Dan sesungguhnya wanita itu memakai tujuh macam perhiasan, yang paling rendahnya
semisal dengan nu'man yang dari Tuba, maka pandangan matanya dapat menembusnya hingga ia dapat melihat sumsum betisnya di balik perhiasan (pakaian) yang dikenakannya itu. Dan sesungguhnya mahkota yang dikenakan oleh wanita itu,
mutiara yang paling rendah daripadanya, benar-benar dapat menerangi antara timur dan barat. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Wahb, dari Amr ibnul Haris, dari Darij dengan sanad yang sama.