Juz 27
Surat At-Tur |52:21|
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
wallażiina aamanuu wattaba'at-hum żurriyyatuhum bi`iimaanin alḥaqnaa bihim żurriyyatahum wa maaa alatnaahum min 'amalihim min syaii`, kullumri`im bimaa kasaba rohiin
Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.
And those who believed and whose descendants followed them in faith - We will join with them their descendants, and We will not deprive them of anything of their deeds. Every person, for what he earned, is retained.
(Dan orang-orang yang beriman) berkedudukan menjadi Mubtada (dan mereka diikuti) menurut suatu qiraat dibaca Wa-atba'naahum yakni, Kami ikutkan kepada mereka,
Di'athafkan kepada lafal Amanuu (oleh anak cucu mereka) menurut suatu qiraat dibaca Dzurriyyatahum, dalam bentuk Mufrad; artinya oleh keturunan mereka,
baik yang masih kecil maupun yang sudah dewasa (dalam keimanan) maksudnya, diikuti oleh anak cucu mereka keimanannya. Dan yang menjadi Khabarnya ialah
(Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka) ke dalam surga, dengan demikian maka anak cucu mereka memiliki kedudukan yang sama dengan mereka,
sekalipun anak cucu mereka tidak mempunyai amalan sebagaimana mereka. Hal ini dimaksudkan sebagai kehormatan buat bapak-bapak mereka, yang karenanya lalu anak cucu mereka dikumpulkan dengan mereka
(dan Kami tidak mengurangi) dapat dibaca Alatnaahum atau Alitnaahum, artinya Kami tidak mengurangi (dari pahala amal mereka) huruf Min di sini adalah Zaidah (barang sedikit pun)
yang ditambahkan kepada amal perbuatan anak-cucu mereka. (Tiap-tiap orang dengan apa yang dikerjakannya) yakni amal baik atau amal buruknya (terikat)
yakni, ia dalam keadaan terikat, bila ia mengerjakan kejahatan diazab dan bila ia mengerjakan kebaikan diberi pahala.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 21 |
Tafsir ayat 21-28
Allah Swt. menceritakan tentang karunia dan pemberian-Nya kepada makhluk-Nya, juga kebaikan-Nya, bahwa orang-orang mukmin itu apabila anak cucu mereka mengikuti mereka dalam hal keimanan,
maka anak cucu mereka itu akan diikutkan kepada mereka dalam kedudukan yang sama, sekalipun anak cucu mereka masih belum mencapai tingkatan amal mereka. Demikian itu agar hati dan pandangan para ayah merasa sejuk
dengan berkumpulnya mereka bersama anak-anak mereka, sehingga mereka dapat bergabung bersama-sama dalam keadaan yang sebaik-baiknya dari segala segi. Yaitu Allah telah melenyapkan kekurangan dari amal
dan menggantinya dengan amal yang sempurna, tanpa mengurangi amal dan kedudukan yang sempurna, mengingat adanya kesamaan di antara mereka. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ}
Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. (At-- Thur: 21) As-Sauri telah meriwayatkan dari Amr ibnu Murrah, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas
yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah benar-benar mengangkat anak cucu orang mukmin menjadi sederajat dengannya, sekalipun amal mereka berada di bawahnya agar dengan keberadaan mereka bersama hatinya
menjadi senang. Kemudian Ibnu Abbas membaca firman-Nya: Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka,
dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. (Ath-Thur: 21) Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Hal yang semisal telah diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir melalui hadis Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah dengan sanad yang sama. Al-Bazzar meriwayatkannya dari Sahl ibnu Bahr, dari Al-Hasan ibnu Hammad Al-Warraq, dari Qais ibnur Rabi', dari Amr ibnu Murrah,
dari Sa’id, dari Ibnu Abbas secara marfu'. Lalu ia mengetengahkannya, kemudian ia mengatakan bahwa As-Sauri meriwayatkan hadis ini dari Amr ibnu Murrah, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas secara mauquf.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Walid ibnu Yazid Al-Bairuni, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sa'id, telah menceritakan kepadaku Syaiban, telah menceritakan kepadaku Lais,
dari Habib ibnu Abu Sabit Al-Asadi, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah Swt: Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan,
Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka. (Ath-Thur: 21) Bahwa mereka adalah keturunan orang mukmin yang mati dalam keadaan beriman. Sekalipun kedudukan ayah dan bapak mereka lebih tinggi daripada mereka,
mereka tetap dihubungkan dengan ayah-ayah mereka, tanpa mengurangi pahala amal ayah-ayah mereka barang sedikit pun.
قَالَ الْحَافِظُ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْحَاقَ التُّسْتَرِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ غَزْوان، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ سَالِمٍ الْأَفْطَسِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ -أَظُنُّهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-قَالَ: "إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ الْجَنَّةَ سَأَلَ عَنْ أَبَوَيْهِ وَزَوْجَتِهِ وَوَلَدِهِ، فَيُقَالُ: إِنَّهُمْ لَمْ يَبْلُغُوا دَرَجَتَكَ. فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، قَدْ عَمِلْتُ لِي وَلَهُمْ. فَيُؤْمَرُ بِإِلْحَاقِهِمْ بِهِ، وَقَرَأَ ابْنُ عَبَّاسٍ {وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ} الْآيَةَ
Al-Hafiz Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ishaq At-Tusturi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Gazwan, telah menceritakan kepada kami Syarik,
dari Salim Al-Aftas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menurutnya Ibnu Abbas pasti dari Nabi Saw. Disebutkan: Apabila seseorang masuk surga, maka ia ditanyai tentang kedua orang tuanya, istrinya, dan anak-anaknya.
Maka dikatakan, "Sesungguhnya mereka masih belum dapat mencapai derajatmu.” Maka ia berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah beramal untuk diriku dan juga untuk mereka, " maka diperintahkan agar mereka dihubungkan
(digabungkan) bersamanya. Setelah itu Ibnu Abbas r.a. membaca firman-Nya: Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan. (Ath-Thur: 21), hingga akhir ayat.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa orang-orang yang anak cucunya beriman, lalu mengerjakan amal ketaatan kepada-Ku, maka Aku akan menghubungkan keturunan mereka dengan mereka
di dalam surga, begitu pula anak-anak kecil mereka. Pendapat ini merujuk kepada tafsir yang pertama, karena pada tafsir yang pertama dijelaskan hal yang lebih gamblang daripada ini. Hal yang sama telah dikatakan
oleh Asy-Sya'bi, Sa'id ibnu Jubair, Ibrahim, Qatadah, Abu Saleh, Ar-Rabi' ibnu Anas, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid; pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
وَقَدْ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا حَمَدُ بْنُ فُضَيْل، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُثْمَانَ، عَنْ زَاذَانَ، عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: سألتْ خَدِيجَةُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَنْ وَلَدَيْنِ مَاتَا لَهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُمَا فِي النَّارِ". فَلَمَّا رَأَى الْكَرَاهَةَ فِي وَجْهِهَا قَالَ: "لَوْ رَأَيْتِ مَكَانَهُمَا لَأَبْغَضْتِهِمَا". قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَوَلَدِي مِنْكَ. قَالَ: " فِي الْجَنَّةِ". قَالَ: ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الْمُؤْمِنِينَ وَأَوْلَادَهُمْ فِي الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الْمُشْرِكِينَ وَأَوْلَادَهُمْ فِي النَّارِ". ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ}
Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Us'man ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, dari Muhammad ibnu Us'man, dari Zazan, dari Ali yang mengatakan bahwa
Khadijah pernah bertanya kepada Nabi Saw. tentang dua orang anaknya yang telah mati di masa Jahiliyah. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Keduanya berada di dalam neraka." Tetapi ketika beliau melihat roman muka yang tidak enak
pada wajah Khadijah r.a., maka beliau bersabda, "Seandainya engkau melihat kedudukan keduanya, niscaya engkau akan marah terhadap keduanya." Khadijah r.a. bertanya, "Lalu bagaimanakah dengan anak-anakku yang darimu?"
Rasulullah Saw. bersabda: (Mereka) berada di dalam surga. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu dan anak-anak mereka berada di dalam surga. Dan sesungguhnya orang-orang musyrik itu
dan anak-anak mereka berada di dalam neraka. Lalu beliau Saw. membacakan firman Allah Swt.: Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan. (Ath-Thur: 21), hingga akhir ayat.
Ini merupakan karunia dari Allah Swt. kepada para anak berkat amal bapak-bapak mereka. Adapun mengenai karunia Allah kepada para bapak berkat doa anak-anak yang saleh, maka dalilnya telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجُود، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، أَنَّى لِي هَذِهِ؟ فَيَقُولُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ"
telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Sesungguhnya Allah benar-benar meninggikan derajat hamba yang saleh di dalam surga, lalu si hamba bertanya, "Ya Tuhanku, dari manakah semuanya ini buatku?” Maka Allah Swt. menjawab, "Berkat permohonan ampun anakmu untukmu.”
Sanad hadis ini sahih, mereka tidak mengetengahkannya dari jalur ini, tetapi mempunyai syahid di dalam kitab Sahih Muslim dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ"
Apabila anak Adam meninggal dunia, terputuslah amal perbuatannya, kecuali tiga hal, yaitu sedekah yang mengalir (pahalanya), atau ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya. Firman Allah Swt.:
{كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ}
Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (Ath-Thur: 21) Setelah menerangkan tentang karunia yang telah diberikannya, yaitu derajat keturunan ditinggikan sampai mencapai derajat para bapak,
tanpa amal kebaikan yang mengharuskannya. Maka Allah menceritakan perihal keadilan-Nya, yaitu bahwa Dia tidak menghukum seseorang karena dosa orang lain. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ}
Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (Ath-Thur: 21) Yakni tergantung kepada amal perbuatannya sendiri, tidak menanggung dosa orang lain, baik bapaknya sendiri ataupun anaknya sendiri. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ إِلا أَصْحَابَ الْيَمِينِ فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ عَنِ الْمُجْرِمِينَ}
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam surga, mereka tanya-menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa. (Al-Muddatstsir: 38-41) Adapun firman Allah Swt.:
{وَأَمْدَدْنَاهُمْ بِفَاكِهَةٍ وَلَحْمٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ}
Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini. (Ath-Thur: 22) Maksudnya, Kami beri mereka tambahan nikmat berupa buah-buahan dan daging dari segala jenis yang enak-enak dan disukai. Firman Allah Swt.:
{يَتَنَازَعُونَ فِيهَا كَأْسًا}
Di dalam surga mereka saling memperebutkan piala (gelas). (Ath-Thur: 23) Yakni mereka saling memberi minuman khamr, menurut Ad-Dahhak.
{لَا لَغْوٌ فِيهَا وَلا تَأْثِيمٌ}
yang isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tiada pula perbuatan dosa. (Ath-Thur: 23) Mereka tidak mengeluarkan kata-kata yang tidak berguna setelah meminumnya, yakni tidak mengigau,
tidak pula berkata kotor (jorok) sebagaimana yang dialami oleh para peminum (khamr) di dunia. Ibnu Abbas mengatakan bahwa al-lagwu artinya kata-kata yang batil, dan al-ismu artinya perkataan yang dusta.
Mujahid mengatakan bahwa mereka tidak saling mencaci dan tidak pula saling berbuat dosa. Qatadah mengatakan bahwa hal tersebut selalu disertai oleh setan ketika di dunia, maka Allah Swt. menyucikan khamr akhirat
dari kekotoran khamr dunia dan penyakitnya seperti yang telah disebutkan. Untuk itu khamr akhirat dibersihkan dari pengaruh negatif akibat meminumnya, seperti kepala pusing, perut mual, dan akal sehat tertutup. Allah Swt.
menyebutkan pula bahwa khamr akhirat tidak merangsang mereka untuk mengeluarkan kata-kata kotor, kata-kata yang tiada gunanya, serta kata-kata yang tidak karuan. Dan Allah Swt. menceritakan bahwa
khamr akhirat di surga baik rupanya serta wangi aroma dan pengaruhnya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{بَيْضَاءَ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ لَا فِيهَا غَوْلٌ وَلا هُمْ عَنْهَا يُنزفُونَ}
(Warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang minum. Tidak ada dalam khamr itu alkohol dan mereka tiada mabuk karenanya. (Ash-Shaffat: 46-47)
{لَا يُصَدَّعُونَ عَنْهَا وَلا يُنزفُونَ}
mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk. (Al-Waqi'ah: 19) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{يَتَنَازَعُونَ فِيهَا كَأْسًا لَا لَغْوٌ فِيهَا وَلا تَأْثِيمٌ}
Di dalam surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tiada pula perbuatan dosa. (Ath-Thur: 23) Adapun firman Allah Swt.:
{وَيَطُوفُ عَلَيْهِمْ غِلْمَانٌ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ لُؤْلُؤٌ مَكْنُونٌ}
Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan. (Ath-Thur: 24) Ini menceritakan tentang pelayan dan pembantu-pembantu mereka di dalam surga nanti,
bahwa rupa mereka bagaikan mutiara yang tua lagi tersimpan dalam hal keindahan, wibawa, dan kebersihan serta keindahan pakaian yang dikenakan mereka. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَيَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ إِذَا رَأَيْتَهُمْ حَسِبْتَهُمْ لُؤْلُؤًا مَنْثُورًا
Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka mutiara yang bertaburan. (Al-Insan: 19) Adapun firman Allah Swt.:
{وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ}
Dan sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain saling bertanya. (Ath-Thur: 25) Maksudnya, sebagian dari mereka berbincang-bincang dan mengobrol dengan sebagian yang lain menceritakan tentang amal perbuatan
dan keadaan mereka ketika di dunia. Perihalnya sama dengan obrolan yang dilakukan oleh para peminum sebagian dari mereka kepada sebagian yang lainnya di dunia ini apabila minuman telah mempengaruhi mereka,
yaitu obrolan tentang apa yang pernah mereka alami.
{قَالُوا إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِي أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ}
Mereka berkata, "Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab)." (Ath-Thur: 26) Yakni kami dahulu di dunia ketika hidup di tengah-tengah keluarga kami selalu dicekam oleh rasa takut kepada Tuhan kami, takut terhadap siksa dan azab-Nya.
{فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَانَا عَذَابَ السَّمُومِ}
Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. (Ath-Thur: 27) Yaitu kemudian Allah memberikan karunia-Nya kepada kami dan menyelamatkan kami dari apa yang kami takuti.
{إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلُ نَدْعُوهُ}
Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. (Ath-Thur: 28) Yakni berendah diri memohon kepada-Nya. Maka Dia memperkenankan bagi kami dan memberi kami apa yang kami minta.
{إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيمُ}
Sesungguhnya Dialah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang. (Ath-Thur: 28) Sehubungan dengan hal ini ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab musnadnya. Disebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Dinar, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Sabih, dari Al-Hasan, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Apabila ahli surga telah memasuki surga, mereka merasa rindu kepada teman-teman mereka, maka datanglah (kepadanya) singgasana temannya itu hingga berhadapan dengan singgasananya. Lalu keduanya berbincang-bincang
seraya bersandar di singgasananya masing-masing. Keduanya membicarakan masa lalu mereka ketika di dunia; salah seorangnya berkata kepada temannya, "Hai Fulan, tahukah kamu hari apakah Allah memberikan ampunan kepada kita?
Yaitu di hari ketika berada di tempat anu, lalu kita berdoa kepada Allah (memohon ampun), maka Dia memberi ampun bagi kita.”Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa kami tidak mengenal hadis ini diriwayatkan kecuali melalui sanad ini.
Menurut hemat saya (Ibnu Kasir), Sa'id ibnu Dinar Ad-Dimasyqi menurut Abu Hatim orangnya tidak dikenal, dan mengenai syekhnya (gurunya) —yaitu Ar-Rabi' ibnu Sabih— dipertanyakan bukan hanya oleh seorang ulama ditinjau
dari segi hafalannya, tetapi dia adalah seorang yang saleh lagi siqah. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abdullah Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Al-A'masy, dari Abud Duha,
dari Masruq, dari Aisyah, bahwa ia membaca firman-Nya: Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dialah Yang melimpahkan kebaikan
lagi Maha Penyayang. (Ath-Thur: 27-28) Lalu ia berdoa, '"Ya Allah, berilah kami anugerah (karunia), dan peliharalah kami dari azab neraka. Sesungguhnya Engkau Maha Pelimpah kebaikan lagi Maha Penyayang." Ditanyakan kepada Al-A'masy,
"Apakah ia mengucapkannya dalam salat?" Al-A'masy menjawab, "Ya."
Surat At-Tur |52:22|
وَأَمْدَدْنَاهُمْ بِفَاكِهَةٍ وَلَحْمٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ
wa amdadnaahum bifaakihatiw wa laḥmim mimmaa yasytahuun
Dan Kami berikan kepada mereka tambahan berupa buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini.
And We will provide them with fruit and meat from whatever they desire.
(Dan Kami beri mereka) Kami tambahkan kepada mereka dari waktu ke waktu yang lain (dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka inginkan) sekalipun mereka tidak menjelaskan permintaannya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 22 |
penjelasan ada di ayat 21
Surat At-Tur |52:23|
يَتَنَازَعُونَ فِيهَا كَأْسًا لَا لَغْوٌ فِيهَا وَلَا تَأْثِيمٌ
yatanaaza'uuna fiihaa ka`sal laa laghwun fiihaa wa laa ta`ṡiim
(Di dalam surga itu) mereka saling mengulurkan gelas yang isinya tidak (menimbulkan) ucapan yang tidak berfaedah ataupun perbuatan dosa.
They will exchange with one another a cup [of wine] wherein [results] no ill speech or commission of sin.
(Mereka saling memperebutkan) mereka saling beri (di dalamnya) dalam surga (piala) yang berisikan khamar (yang isinya tidak menimbulkan kata-kata yang tidak berfaedah)
di antara mereka disebabkan karena meminumnya (dan tiada pula perbuatan dosa) yang menimpa mereka disebabkan meminumnya, berbeda dengan khamar di dunia.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 23 |
penjelasan ada di ayat 21
Surat At-Tur |52:24|
وَيَطُوفُ عَلَيْهِمْ غِلْمَانٌ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ لُؤْلُؤٌ مَكْنُونٌ
wa yathuufu 'alaihim ghilmaanul lahum ka`annahum lu`lu`um maknuun
Dan di sekitar mereka ada anak-anak muda yang berkeliling untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan.
There will circulate among them [servant] boys [especially] for them, as if they were pearls well-protected.
(Dan berkeliling di sekitar mereka) sebagai pelayan-pelayan (anak-anak muda) yang semuanya orang-orang merdeka (untuk meladeni mereka seakan-akan mereka itu)
kecakapan dan kelembutannya (mutiara yang tersimpan) artinya mereka itu bagaikan mutiara yang disimpan di dalam laut;
karena sesungguhnya mutiara yang tersimpan di dalam laut itu jauh lebih indah daripada mutiara-mutiara yang berada di tempat lainnya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 24 |
penjelasan ada di ayat 21
Surat At-Tur |52:25|
وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ
wa aqbala ba'dhuhum 'alaa ba'dhiy yatasaaa`aluun
Dan sebagian mereka berhadap-hadapan satu sama lain saling bertegur sapa.
And they will approach one another, inquiring of each other.
(Dan sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain saling tanya menanya) atau sebagian di antara mereka bertanya kepada sebagian yang lain
tentang apa yang telah mereka kerjakan di dunia, dan tentang pahala yang telah mereka peroleh, dengan maksud untuk bersenang-senang dan mengakui nikmat Allah.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 25 |
penjelasan ada di ayat 21
Surat At-Tur |52:26|
قَالُوا إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِي أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ
qooluuu innaa kunnaa qoblu fiii ahlinaa musyfiqiin
Mereka berkata, "Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab).
They will say, "Indeed, we were previously among our people fearful [of displeasing Allah].
(Mereka berkata) seraya mengisyaratkan kepada penyebab mereka sampai kepada derajat ini, ("Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami) di dunia (kami merasa takut) akan azab Allah.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 26 |
penjelasan ada di ayat 21
Surat At-Tur |52:27|
فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَانَا عَذَابَ السَّمُومِ
fa mannallohu 'alainaa wa waqoonaa 'ażaabas-samuum
Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka.
So Allah conferred favor upon us and protected us from the punishment of the Scorching Fire.
(Maka Allah memberikan karunia kepada kami) berupa ampunan (dan memelihara kami dari azab neraka") dinamakan Samuum karena sakitnya sampai merasuk ke dalam pori-pori. Dan mereka mengisyaratkan pula melalui perkataan mereka,
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 27 |
penjelasan ada di ayat 21
Surat At-Tur |52:28|
إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلُ نَدْعُوهُ ۖ إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيمُ
innaa kunnaa ming qoblu nad'uuh, innahuu huwal-barrur-roḥiim
Sesungguhnya kami menyembah-Nya sejak dahulu. Dialah Yang Maha Melimpahkan kebaikan, Maha Penyayang."
Indeed, we used to supplicate Him before. Indeed, it is He who is the Beneficent, the Merciful."
("Sesungguhnya kami dahulu) sewaktu di dunia (menyeru-Nya) menyembah dan mengesakan-Nya. (Sesungguhnya Dia) kalau dibaca Innahuu dengan dikasrahkan huruf Hamzahnya,
berarti merupakan jumlah Isti'naf atau kalimat permulaan, sekalipun maknanya mengandung 'Illat. Dan bila dibaca Annahuu dengan difatahkan huruf Hamzahnya,
berarti lafalnya menunjukkan makna 'Illat (adalah yang melimpahkan kebaikan) Yang berbuat kebaikan dan menepati janji-Nya (lagi Maha
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 28 |
penjelasan ada di ayat 21
Surat At-Tur |52:29|
فَذَكِّرْ فَمَا أَنْتَ بِنِعْمَتِ رَبِّكَ بِكَاهِنٍ وَلَا مَجْنُونٍ
fa żakkir fa maaa anta bini'mati robbika bikaahiniw wa laa majnuun
Maka peringatkanlah, karena dengan nikmat Tuhanmu engkau (Muhammad) bukanlah seorang tukang tenung dan bukan pula orang gila.
So remind [O Muhammad], for you are not, by the favor of your Lord, a soothsayer or a madman.
(Maka tetaplah memberi peringatan) tetaplah kamu memberi peringatan kepada orang-orang musyrik dan jangan sekali-kali kamu mundur dalam hal ini hanya karena mereka mengatakanmu
sebagai seorang penenung lagi gila (dan kamu disebabkan nikmat Rabbmu bukanlah) karena limpahan nikmat-Nya kepadamu (seorang tukang tenung) menjadi Khabar dari Maa (dan bukan pula seorang gila") lafal ayat ini di'athafkan kepada lafal Kaahinin.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 29 |
Tafsir ayat 29-34
Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menyampaikan risalah-Nya kepada semua hamba-Nya dan memberikan peringatan kepada mereka melalui apa yang diturunkan oleh Allah kepadanya.
Kemudian Allah menafikan tuduhan-tuduhan yang dilancarkan terhadapnya oleh orang-orang pendusta lagi pendurhaka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{فَذَكِّرْ فَمَا أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِكَاهِنٍ وَلا مَجْنُونٍ}
Maka tetaplah memberi peringatan, dan kamu disebabkan nikmat Tuhanmu bukanlah seorang tukang tenung dan bukan pula seorang gila. (Ath-Thur: 29) Yakni berkat karunia Allah, engkau bukanlah seorang tukang tenung,
tidak seperti yang dikatakan oleh orang-orang bodoh dari kalangan orang-orang kafir Quraisy. Tukang tenung ialah orang yang biasa kedatangan jin (kesurupan), lalu mengucapkan kalimat-kalimat yang dicuri-curi dengar olehnya dari langit.
{وَلا مَجْنُونٍ}
dan bukan pula seorang gila. (Ath-Thur: 29) Yang dimaksud dengan 'gila' di sini ialah orang yang berperi laku membabi buta karena terkena sentuhan setan atau kesurupan setan. Kemudian Allah Swt. mengingkari tuduhan yang dilancarkan oleh orang-orang Quraisy terhadap diri Rasul Saw.:
{أَمْ يَقُولُونَ شَاعِرٌ نَتَرَبَّصُ بِهِ رَيْبَ الْمَنُونِ}
Bahkan mereka mengatakan, "Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya.” (Ath-Thur: 30) Yaitu malapetaka yang membawa kepada kematiannya. Mereka mengatakan,
"Kita tunggu dia dan tetap bersikap sabar terhadapnya hingga maut datang menjemputnya, maka kita akan terbebas dari ulahnya dan juga dari urusannya." Untuk itu Allah Swt. berfirman:
قُلْ تَرَبَّصُوا فَإِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُتَرَبِّصِينَ
Katakanlah, "Tunggulah, maka sesungguhnya aku pun termasuk orang yang menunggu (pula) bersama kamu.” (Ath-Thur: 31) Maksudnya, tunggulah oleh kalian dan sesungguhnya aku pun menunggu pula bersama kalian,
dan kelak kalian akan mengetahui siapakah yang akan mendapat kesudahan yang baik dan pertolongan di dunia dan akhirat. Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Abu Najih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas r.a.
{أَمْ تَأْمُرُهُمْ أَحْلامُهُمْ بِهَذَا}
Apakah mereka diperintahkan oleh pikiran-pikiran mereka untuk mengucapkan tuduhan-tuduhan itu. (Ath-Thur: 32) Yakni apakah akal mereka memerintahkan kepada mereka untuk mengucapkan dan melancarkan tuduhan-tuduhan yang batil itu, yang diri mereka sendiri mengetahui bahwa itu adalah dusta dan tidak benar.
{أَمْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُونَ}
ataukah mereka kaum yang melampaui batas? (Ath-Thur: 32) Benar mereka adalah kaum yang melampaui batas, sesat, lagi pengingkar kebenaran; inilah yang mendorong mereka melancarkan tuduhan-tuduhan itu terhadapmu. Firman Allah Swt.:
{أَمْ يَقُولُونَ تَقَوَّلَهُ}
Ataukah mereka mengatakan, "Dia (Muhammad) membuat-buatnya." (Ath-Thur: 33) Yaitu membuat-buat Al-Qur'an dari dirinya sendiri. Maka Allah Swt. berfirman, menyanggah tuduhan mereka:
{بَلْ لَا يُؤْمِنُونَ}
Sebenarnya mereka tidak beriman. (Ath-Thur: 33) Yakni kekafiran merekalah yang mendorong mereka untuk mengucapkan kalimah ini.
{فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ}
Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al-Qur'an itu jika mereka orang-orang yang benar. (Ath-Thur: 34) Jika mereka benar dalam tuduhan yang mereka lancarkan itu, yang mereka buat-buat,
maka hendaknyalah mereka mendatangkan hal yang semisal dengan Al-Qur'an yang dibawa oleh Muhammad Saw. Karena sesungguhnya andaikata mereka dan semua penduduk bumi dari kalangan jin dan manusia berhimpun menjadi satu
untuk membuat hal yang semisal Al-Qur'an, niscaya mereka tidak dapat mendatangkan hal yang semisal. Bahkan mereka tidak akan mampu membuat sepersepuluhnya atau satu surat darinya yang semisal dengannya.
Surat At-Tur |52:30|
أَمْ يَقُولُونَ شَاعِرٌ نَتَرَبَّصُ بِهِ رَيْبَ الْمَنُونِ
am yaquuluuna syaa'irun natarobbashu bihii roibal-manuun
Bahkan mereka berkata, "Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya."
Or do they say [of you], "A poet for whom we await a misfortune of time?"
(Bahkan) lebih dari itu (mereka mengatakan,) "Dia (adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya") malapetaka menimpanya lalu ia binasa sebagaimana nasib yang dialami oleh para penyair lainnya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 30 |
penjelasan ada di ayat 29
Surat At-Tur |52:31|
قُلْ تَرَبَّصُوا فَإِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُتَرَبِّصِينَ
qul tarobbashuu fa innii ma'akum minal-mutarobbishiin
Katakanlah (Muhammad), "Tunggulah! Sesungguhnya aku pun termasuk orang yang sedang menunggu bersama kamu."
Say, "Wait, for indeed I am, with you, among the waiters."
(Katakanlah! "Tunggulah) oleh kalian kebinasaanku (maka sesungguhnya aku pun termasuk orang yang menunggu pula bersama kalian") menunggu kebinasaan kalian;
akhirnya mereka disiksa oleh Allah melalui pedang dalam perang Badar. Makna Tarabbush. adalah menunggu.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 31 |
penjelasan ada di ayat 29
Surat At-Tur |52:32|
أَمْ تَأْمُرُهُمْ أَحْلَامُهُمْ بِهَٰذَا ۚ أَمْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُونَ
am ta`muruhum aḥlaamuhum bihaażaaa am hum qoumun thooghuun
Apakah mereka diperintah oleh pikiran-pikiran mereka untuk mengucapkan (tuduhan-tuduhan) ini ataukah mereka kaum yang melampaui batas?
Or do their minds command them to [say] this, or are they a transgressing people?
(Apakah mereka diperintah oleh pikiran pikiran mereka) oleh akal pikiran mereka (untuk mengucapkan tuduhan-tuduhan itu) yakni perkataan mereka terhadapnya,
bahwa dia adalah seorang tukang sihir, seorang tukang tenung, dan seorang gila. Maksudnya, ialah bahwa pikiran-pikiran mereka tidak memerintahkan mereka untuk melakukan hal tersebut
(bahkan) lebih dari itu (mereka kaum yang melampaui batas) dengan keingkaran dan pembangkangan mereka itu.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 32 |
penjelasan ada di ayat 29
Surat At-Tur |52:33|
أَمْ يَقُولُونَ تَقَوَّلَهُ ۚ بَلْ لَا يُؤْمِنُونَ
am yaquuluuna taqowwalah, bal laa yu`minuun
Ataukah mereka berkata, "Dia (Muhammad) mereka-rekanya." Tidak! Merekalah yang tidak beriman.
Or do they say, "He has made it up"? Rather, they do not believe.
(Ataukah mereka mengatakan, bahwa dia membuat-buatnya) yakni Nabi Muhammad telah membuat-buat Alquran, padahal dia tidak membuat-buatnya
(sebenarnya mereka tidak beriman) karena kesombongan mereka. Jika mereka mengatakan bahwa Muhammad telah membuat-buatnya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 33 |
penjelasan ada di ayat 29
Surat At-Tur |52:34|
فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ
falya`tuu biḥadiiṡim miṡlihiii ing kaanuu shoodiqiin
Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (Al-Qur´an) jika mereka orang-orang yang benar.
Then let them produce a statement like it, if they should be truthful.
(Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat) yang dibuat-buat (yang semisal dengan Alquran itu jika mereka orang-orang yang benar) di dalam tuduhannya itu.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 34 |
penjelasan ada di ayat 29
Surat At-Tur |52:35|
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
am khuliquu min ghoiri syai`in am humul-khooliquun
Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?
Or were they created by nothing, or were they the creators [of themselves]?
(Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun) tanpa ada yang menciptakannya (ataukah mereka yang menciptakan) diri mereka sendiri. Dan tidak masuk akal ada makhluk tanpa pencipta,
dan tiada sesuatu yang Ma'dum yakni yang asalnya tiada, dapat menciptakan yang menciptakannya, yaitu Allah yang Maha Esa. Mereka tetap tidak mau mengesakan-Nya dan tidak mau beriman kepada rasul dan kitab-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 35 |
Tafsir ayat 35-43
Semua pertanyaan yang disebutkan di atas untuk membuktikan bahwa Dialah Tuhan seru sekalian alam dan Dialah Yang Maha Esa. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ}
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? (Ath-Thur: 35) Yakni apakah mereka ada dengan begitu saja tanpa ada yang menciptakan?
Ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Yakni tidaklah demikian keadaannya, bahkan Allah-lah Yang Menciptakan dan yang mengadakan mereka dari tiada. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Az-Zuhri, dari Muhammad ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw.
dalam salat Magribnya membaca surat Ath-Thur; dan ketika sampai pada ayat ini, yaitu firman-Nya: Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?
Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa? (Ath-Thur: 35-37)
Hampir saja hatiku (jantungku) copot. Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain melalui berbagai jalur dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Dan Jubair ibnu Mut'im datang kepada Nabi Saw.
sesudah Perang Badar untuk menebus para tawanan, saat itu ia masih musyrik. Ayat-ayat inilah yang ia dengar dari Nabi Saw. dan menjadi salah satu faktor yang mendorongnya untuk masuk Islam sesudahnya.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{أَمْ خَلَقُوا السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ بَل لَا يُوقِنُونَ}
Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). (Ath-Thur: 36) Yakni apakah mereka yang menciptakan langit dan bumi? Ini merupakan reaksi dari keingkaran mereka
yang mempersekutukan Allah Swt., padahal mereka mengetahui bahwa hanya Dialah semata Yang Menciptakan semuanya, tiada sekutu bagi-Nya. Akan tetapi, ketidakyakinan merekalah yang mendorong mereka tetap pada kemusyrikannya.
{أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُسَيْطِرُونَ}
Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa:' (Ath-Thur: 37) Yaitu apakah mereka yang mengatur kerajaan (dunia) ini dan di tangan kekuasaan mereka terletak semua kunci perbendaharaannya?
{أَمْ هُمُ الْمُسَيْطِرُونَ}
atau merekakah yang berkuasa? (Ath-Thur: 37) Yakni yang menghisab semua makhluk? Sebenarnya tidaklah demikian, bahkan di tangan kekuasaan-Nyalah kerajaan ini, Dialah Yang Merajai, Yang Mengatur, lagi Yang Maha Berbuat terhadap apa yang dikehendakiNya. Firman Allah Swt.:
{أَمْ لَهُمْ سُلَّمٌ يَسْتَمِعُونَ فِيهِ}
Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu. (Ath-Thur: 38) Yakni tangga naik ke alam atas, untuk mendengarkan hal-hal yang gaib?
{فَلْيَأْتِ مُسْتَمِعُهُمْ بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ}
Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata. (Ath-Thur: 38) Maka hendaklah orang yang mendengar dari mereka mendatangkan alasan-alasannya secara jelas
untuk membuktikan kebenaran perbuatan dan ucapan mereka itu. Dengan kata lain, mereka pasti tidak mempunyai jalan ke arah itu karena mereka tidak berada pada jalan yang benar sama sekali, dan tiada dalil bagi mereka.
Kemudian Allah Swt. mengingkari perbuatan mereka yang menisbatkan anak-anak perempuan kepada Allah Swt. dan menganggap para malaikat adalah jenis perempuan; dan mereka memilih laki-laki buat diri mereka,
sedangkan perempuan tidak. Karena apabila disampaikan berita gembira kepada seseorang dari mereka akan kelahiran anak perempuan, maka wajahnya berubah hitam dengan penuh kemarahan.
Tetapi anehnya setelah mereka menganggap para malaikat sebagai anak-anak perempuan Allah, mereka menyembah para malaikat itu di samping Allah. Maka Allah Swt. berfirman:
{أَمْ لَهُ الْبَنَاتُ وَلَكُمُ الْبَنُونَ}
Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak-anak laki-laki? (Ath-Thur: 39) Ini mengandung ancaman yang keras dan peringatan yang pasti lagi kuat.
{أَمْ تَسْأَلُهُمْ أَجْرًا}
Ataukah kamu meminta upah kepada mereka. (Ath-Thur: 40) sebagai imbalan dari penyampaianmu kepada mereka akan risalah Allah Swt. Engkau sama sekali bukanlah orang yang meminta upah dari mereka atas hal tersebut barang sedikit pun.
{فَهُمْ مِنْ مَغْرَمٍ مُثْقَلُونَ}
sehingga mereka dibebani dengan utang? (Ath-Thur: 40) Yakni pada kenyataannya sebaliknya hal sekecil apa pun yang dilakukan oleh Nabi Saw., maka mereka mengecamnya dan hal tersebut dianggap mereka memberatkan mereka.
{أَمْ عِنْدَهُمُ الْغَيْبُ فَهُمْ يَكْتُبُونَ}
Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang gaib, lalu mereka menuliskannya? (Ath-Thur: 41) Duduk perkara yang sebenarnya tidaklah demikian, karena sesungguhnya tiada seorang pun dari penduduk langit dan penduduk bumi yang mengetahui hal-hal yang gaib selain Allah Swt.
{أَمْ يُرِيدُونَ كَيْدًا فَالَّذِينَ كَفَرُوا هُمُ الْمَكِيدُونَ}
Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang-orang yang kafir itu, merekalah yang kena tipu daya. (Ath-Thur: 42) Allah Swt. berfirman bahwa ataukah mereka bermaksud dengan perkataan mereka yang ditujukan terhadap
diri Rasulullah Saw. dan agama yang dibawanya untuk memperdaya manusia, dan mendiskreditkan Rasul beserta para sahabatnya. Maka silakan mereka melancarkan tipu dayanya, karena sesungguhnya akibat dari tipu daya mereka itu
justru akan berbalik menimpa diri mereka sendiri; orang-orang kafirlah yang justru teperdaya.
{أَمْ لَهُمْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ}
Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Ath-Thur: 43) Ini merupakan keingkaran yang keras ditujukan kepada orang-orang musyrik karena mereka menyembah berhala
dan tandingan-tandingan bersama Allah. Kemudian Allah Swt. menyucikan diri-Nya Yang Mahamulia dari apa yang dikatakan dan dibuat-buat oleh orang-orang musyrik itu, untuk itu Allah Swt. berfirman:
{سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ}
Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Ath-Thur: 43)
Surat At-Tur |52:36|
أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۚ بَلْ لَا يُوقِنُونَ
am kholaqus-samaawaati wal-ardh, bal laa yuuqinuun
Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).
Or did they create the heavens and the earth? Rather, they are not certain.
(Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu) tiada seorang pun yang dapat menciptakan keduanya selain Allah Yang Maha Pencipta; maka mengapa tidak menyembah-Nya.
(Sebenarnya mereka tidak meyakini) Allah, karena seandainya mereka beriman kepada-Nya, niscaya mereka pun akan beriman kepada Nabi-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 36 |
penjelasan ada di ayat 35
Surat At-Tur |52:37|
أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُصَيْطِرُونَ
am 'indahum khozaaa`inu robbika am humul-mushoithiruun
Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu ataukah mereka yang berkuasa?
Or have they the depositories [containing the provision] of your Lord? Or are they the controllers [of them]?
(Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabbmu) berupa kenabian, rezeki dan hal-hal lainnya, lalu karenanya mereka dapat memberikannya kepada siapa yang dikehendaki
oleh mereka sesuai dengan apa yang mereka sukai (atau merekakah yang berkuasa) yang mempunyai kekuasaan dan dapat berlaku sewenang-wenang.
Fi'il atau kata kerja dari lafal Mushaythir ini adalah Saythara, maknanya sesinonim dengan lafal Baithara dan Baiqara.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 37 |
penjelasan ada di ayat 35
Surat At-Tur |52:38|
أَمْ لَهُمْ سُلَّمٌ يَسْتَمِعُونَ فِيهِ ۖ فَلْيَأْتِ مُسْتَمِعُهُمْ بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ
am lahum sullamuy yastami'uuna fiih, falya`ti mustami'uhum bisulthoonim mubiin
Atau apakah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka itu datang membawa keterangan yang nyata.
Or have they a stairway [into the heaven] upon which they listen? Then let their listener produce a clear authority.
(Ataukah mereka mempunyai tangga) alat untuk naik ke langit (untuk mendengarkan pada langit itu) perkataan para malaikat sehingga mereka dapat menyaingi nabi,
sesuai dengan pengakuan mereka seandainya mereka mengaku-aku memiliki hal tersebut (Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan)
orang yang mengaku-aku dapat mendengarkan perkataan malaikat-malaikat di langit (suatu keterangan yang nyata) atau hujah yang jelas lagi gamblang. Mengingat adanya keserupaan pada tuduhan ini
dengan tuduhan mereka yang menyatakan, bahwa malaikat-malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah, maka Allah swt. berfirman,
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 38 |
penjelasan ada di ayat 35
Surat At-Tur |52:39|
أَمْ لَهُ الْبَنَاتُ وَلَكُمُ الْبَنُونَ
am lahul-banaatu wa lakumul-banuun
Ataukah (pantas) untuk Dia anak-anak perempuan sedangkan untuk kamu anak-anak laki-laki?
Or has He daughters while you have sons?
("Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan) sesuai dengan tuduhan kalian (dan untuk kalian anak-anak laki-laki) Maha Tinggi Allah dari segala apa yang mereka duga itu.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 39 |
penjelasan ada di ayat 35
Surat At-Tur |52:40|
أَمْ تَسْأَلُهُمْ أَجْرًا فَهُمْ مِنْ مَغْرَمٍ مُثْقَلُونَ
am tas`aluhum ajron fa hum mim maghromim muṡqoluun
Ataukah engkau (Muhammad) meminta imbalan kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan utang?
Or do you, [O Muhammad], ask of them a payment, so they are by debt burdened down?
(Ataukah kalian meminta upah kepada mereka) atas jerih payahmu di dalam menyampaikan agama yang kamu datangkan itu (sehingga mereka oleh utang mereka) oleh tanggungan dalam hal itu (dibebani) karena itu mereka tidak dapat mengembalikannya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 40 |
penjelasan ada di ayat 35
Surat At-Tur |52:41|
أَمْ عِنْدَهُمُ الْغَيْبُ فَهُمْ يَكْتُبُونَ
am 'indahumul-ghoibu fa hum yaktubuun
Ataukah di sisi mereka mempunyai (pengetahuan) tentang yang gaib lalu mereka menuliskannya?
Or have they [knowledge of] the unseen, so they write [it] down?
(Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang gaib) mengetahui hal yang gaib (lalu mereka menuliskannya) sehingga mereka mampu untuk menentang Nabi saw
dalam masalah hari berbangkit dan perkara-perkara akhirat sesuai dengan dugaan mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 41 |
penjelasan ada di ayat 35
Surat At-Tur |52:42|
أَمْ يُرِيدُونَ كَيْدًا ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا هُمُ الْمَكِيدُونَ
am yuriiduuna kaidaa, fallażiina kafaruu humul-makiiduun
Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Tetapi orang-orang yang kafir itu, justru merekalah yang terkena tipu daya.
Or do they intend a plan? But those who disbelieve - they are the object of a plan.
(Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya) terhadap dirimu dengan maksud untuk membinasakan dirimu, sewaktu mereka berkumpul di Darunnadwah.
(Maka orang-orang yang kafir itu merekalah yang kena tipu daya) maksudnya, merekalah yang kalah dan binasa. Allah memelihara nabi dari ulah mereka, kemudian Dia membinasakan mereka dalam perang Badar.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 42 |
penjelasan ada di ayat 35
Surat At-Tur |52:43|
أَمْ لَهُمْ إِلَٰهٌ غَيْرُ اللَّهِ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
am lahum ilaahun ghoirulloh, sub-ḥaanallohi 'ammaa yusyrikuun
Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah? Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan.
Or have they a deity other than Allah? Exalted is Allah above whatever they associate with Him.
(Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan") yakni berhala-berhala yang mereka persekutukan dengan-Nya.
Kata tanya dengan memakai lafal Am pada ayat ini dan ayat-ayat sebelumnya mengandung makna memburuk-burukkan dan mencela perbuatan mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 43 |
penjelasan ada di ayat 35
Surat At-Tur |52:44|
وَإِنْ يَرَوْا كِسْفًا مِنَ السَّمَاءِ سَاقِطًا يَقُولُوا سَحَابٌ مَرْكُومٌ
wa iy yarou kisfam minas-samaaa`i saaqithoy yaquuluu saḥaabum markuum
Dan jika mereka melihat gumpalan-gumpalan awan berjatuhan dari langit, mereka berkata, "Itu adalah awan yang bertumpuk-tumpuk."
And if they were to see a fragment from the sky falling, they would say, "[It is merely] clouds heaped up."
(Jika mereka melihat sebagian) bagian (dari langit yang gugur) menimpa mereka, sebagaimana yang mereka minta, yaitu seperti yang dijelaskan oleh ayat lain melalui firman-Nya,
"Maka jatuhkanlah atas kami gumpalan dari langit." (Q.S. Asy Syu'ara, 187) sebagai azab atas mereka (mereka akan mengatakan,) "Ini (adalah awan yang bertindih-tindih) awan yang tebal yang akan menyegarkan kami dan mereka tidak mau beriman."
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 44 |
Tafsir ayat 44-49
Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang musyrik yang ingkar dan sombong terhadap hal yang dapat diinderawi. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَإِنْ يَرَوْا كِسْفًا مِنَ السَّمَاءِ سَاقِطًا يَقُولُوا}
Jika mereka melihat sebagian dari langit gugur. (Ath-Thur: 44) Yakni terjatuh menimpa mereka sebagai azab atas mereka, tentulah mereka tidak mempercayainya dan tidak membenarkannya, bahkan mereka mengatakan bahwa itu adalah awan yang bertumpang tindih. Ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَلَوْ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَظَلُّوا فِيهِ يَعْرُجُونَ. لَقَالُوا إِنَّمَا سُكِّرَتْ أَبْصَارُنَا بَلْ نَحْنُ قَوْمٌ مَسْحُورُونَ}
Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, "Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir. (Al-Hijr: 14-15) Maka Allah Swt. berfirman:
{فَذَرْهُمْ}
Maka biarkanlah mereka. (Ath-Thur: 45) Artinya, hai Muhammad, biarkanlah mereka.
{حَتَّى يُلاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي فِيهِ يُصْعَقُونَ}
hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan. (Ath-Thur: 45) Yakni pada hari kiamat.
{يَوْمَ لَا يُغْنِي عَنْهُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا}
(yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikit pun tipu daya mereka. (Ath-Thur: 46) Tiada gunanya lagi tipu daya dan makar yang pernah mereka lakukan di dunia, dan tidak pula hal itu dapat membela mereka barang sedikit pun pada hari kiamat.
{وَلا هُمْ يُنْصَرُونَ}
dan mereka tidak ditolong. (Ath-Thur: 46) Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ}
Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain itu. (Ath-Thur: 47) Yakni sebelum itu ketika di dunia. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman Allah Swt.:
{وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الأدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الأكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar). (As-Sajdah:21) Karena itulah maka disebutkan dalam ayat ini oleh firman-Nya:
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}
Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Ath-Thur: 47) Kami azab mereka di dunia dan Kami coba mereka dengan berbagai macam musibah agar mereka kembali ke jalan Allah Swt. dan bertobat. Tetapi mereka tidak memahami
apa yang dimaksudkan oleh Allah Swt. terhadap diri mereka. Bahkan apabila dilenyapkan dari mereka sebagian dari musibah dan cobaan itu, mereka kembali melakukan perbuatan yang justru lebih buruk daripada sebelumnya,
sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang mengatakan:
"إِنَّ الْمُنَافِقَ إِذَا مَرِضَ وَعُوفِيَ مَثَلُهُ فِي ذَلِكَ كَمَثَلِ الْبَعِيرِ، لَا يَدْرِي فِيمَا عَقَلُوهُ وَلَا فِيمَا أَرْسَلُوهُ"
Sesungguhnya orang munafik itu apabila sakit, lalu disembuhkan, maka perumpamaannya dalam hal tersebut sama dengan unta yang juga tidak mengerti mengapa manusia mencocok hidungnya dan mengapa manusia melepaskannya
dengan bebas. Di dalam hadis Qudsi disebutkan bahwa seorang hamba bertanya, "Berapa banyak aku durhaka kepada Engkau, tetapi Engkau tidak menghukumku?" Maka Allah Swt. menjawab, "Hai hamba-Ku, berapa banyak Aku menyehatkanmu,
sedangkan kamu tidak mengetahuinya." Firman Allah Swt.:
{وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا}
Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami. (Ath-Thur: 48) Yakni bersabarlah terhadap gangguan mereka, janganlah engkau hiraukan mereka, karena sesungguhnya
engkau selalu berada pada penglihatan Kami dan berada dalam penjagaan Kami; Allah memelihara kamu dari gangguan manusia. Firman Allah Swt.:
{وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ حِينَ تَقُومُ}
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. (Ath-Thur: 48) Ad-Dahhak mengatakan bahwa yang dimaksud ialah bangun berdiri untuk mengerjakan salat. Kalimat tasbih itu ialah, "Mahasuci Engkau, ya Allah,
dengan memuji kepada Engkau, Mahasuci Asma-Mu dan Mahatinggi Keagungan-Mu, tiada Tuhan selain Engkau." Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya.
Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam kitab sahihnya dari Umar, bahwa ia selalu mengucapkan tasbih ini pada permulaan salatnya. Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunan telah meriwayatkannya dari Abu Sa'id dan lain-lainnya,
dari Nabi Saw., bahwa beliau Saw. selalu mengucapkan tasbih tersebut. Abul Jauza telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. (Ath-Thur: 48)
Yakni dari tidurmu, dari peraduanmu. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, dan pendapat ini dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي عُمَير بْنُ هَانِئٍ، حَدَّثَنِي جُنَادَةُ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ، حَدَّثَنَا عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ تَعَارَّ مِنَ اللَّيْلِ فَقَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، ثُمَّ قَالَ: رَبِّ اغْفِرْ لِي -أَوْ قَالَ: ثُمَّ دَعَا-اسْتُجِيبَ لَهُ، فَإِنْ عَزَمَ فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ صَلَّى تُقِبِّلَتْ صِلَاتُهُ".
telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Umair ibnu Hani", telah menceritakan kepadaku Junadah ibnu Abu Umayyah, telah menceritakan kepada kami
Ubadah ibnus Samit, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang bangun di tengah malam, lalu mengucapkan, "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya,
bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Mahasuci Allah dan segala puji bagi Allah. Dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, Allah Mahabesar,
dan tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah, " kemudian ia mengucapkan, "Ya Tuhanku berilah ampunan bagiku" —atau kemudian ia berdoa— niscaya akan diperkenankan baginya. Dan jika dia bangkit membenahi diri,
lalu berwudu, kemudian salat, maka salatnya diterima. Imam Bukhari mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya, juga para pemilik kitab sunan, melalui hadis Al-Walid ibnu Muslim dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. (Ath-Thur: 48) Yaitu dari setiap majelis.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. (Ath-Thur: 48) Yakni apabila seseorang hendak berdiri dari majelisnya,
dianjurkan mengucapkan doa berikut sebelum meninggalkannya, yaitu: "Mahasuci Engkau, ya Allah dan dengan memuji kepada Engkau." Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami
AbunNadr Ishaq ibnu Ibrahim Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu'aib, telah menceritakan kepadaku Talhah ibnu Amr Al-Hadrami, dari Ata ibnu Abu Rabah, bahwa ia telah menceritakan kepadanya
tentang makna firman Allah Swt.: dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. (Ath-Thur: 48) Yaitu bila engkau berdiri dari setiap majelismu dianjurkan membaca doa ini; dan jika engkau berbuat baik dalam majelismu,
maka makin bertambahlah kebaikanmu; dan jika engkau berbuat selain itu, maka doamu itu merupakan penghapus dosanya.
وَقَدْ قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ فِي جَامِعِهِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٍ، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ الجَزَرِي، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ الْفَقِيرِ؛ أَنَّ جِبْرِيلَ عَلَّمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنَ مَجْلِسِهِ أَنْ يَقُولَ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
Abdur Razzaq telah mengatakan di dalam kitab Jami'-nya, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abdul Karim Al-Jazari, dari Abu Usman Al-Faqir, bahwa Malaikat Jibril mengajari Nabi Saw. doa berikut yang dibaca bila bangkit
meninggalkan majelis, yaitu: Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji kepada-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, aku memohon ampun kepada Engkau dan bertobat kepada Engkau.
Ma'mar mengatakan bahwa ia pernah mendengar ulama lainnya meriwayatkan bahwa doa ini merupakan kifarat (penghapus dosa) majelis, dan predikatnya adalah mursal. Akan tetapi, ada hadis-hadis yang disandarkan melalui berbagai jalur
yang sebagian darinya menguatkan sebagian yang lain mengatakan hal yang senada. Antara lain ialah hadis Ibnu Juraij, dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
مَنْ جَلَسَ فِي مَجْلِسٍ فَكَثُرَ فِيهِ لَغَطُهُ فَقَالَ قَبْلَ أَنْ يَقُومَ مِنْ مَجْلِسِهِ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا كَانَ فِي مَجْلِسِهِ ذَلِكَ".
Barang siapa yang duduk di suatu majelis, lalu banyak suara gaduh padanya, kemudian ia mengucapkan doa berikut saat berdiri akan meninggalkan majelisnya, "Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji kepada-Mu,
aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu dan bertobat kepada-Mu, " melainkan Allah mengampuni apa yang terjadi dalam majelisnya itu.
Imam Turmuzi telah meriwayatkan hadis ini yang lafaznya adalah seperti hadis di atas, juga Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaum walLailah, melalui hadis Ibnu Juraij. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Imam Hakim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab Mustadrak-nya, dan ia mengatakan bahwa sanad hadis ini dengan syarat Muslim, terkecuali Imam Bukhari yang menilainya daif (lemah). Menurut hemat kami, yang menilainya alil
bukan hanya Imam Bukhari, tetapi juga Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Hatim, Abu Zar'ah, dan Ad-Daruqutni serta lain-lainnya. Dan mereka menilainya suatu anggapan yang tidak benar bila hanya disandarkan kepada Ibnu Juraij,
karena Imam Abu Daud telah meriwayatkannya di dalam kitab sunannya melalui jalur selain Ibnu Juraij sampai kepada Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal. Imam Abu Daud telah meriwayatkan hadis ini,
juga Imam Nasai serta Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, tetapi lafaznya berdasarkan apa yang ada pada Imam Abu Daud melalui jalur Al-Hajjaj ibnu Dinar, dari Hasyim, dari Abul Aliyah, dari Abu Barzah Al-Aslami
yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. di usia senjanya apabila hendak meninggalkan majelisnya mengucapkan doa berikut:
"سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ لَتَقُولُ قَوْلًا مَا كُنْتَ تَقُولُهُ فِيمَا مَضَى؟! قَالَ: "كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُونُ فِي الْمَجْلِسِ"
Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji kepada Engkau, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau. Aku memohon ampun kepada Engkau dan bertobat kepada Engkau. Lalu ada seorang lelaki bertanya,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau benar-benar telah mengucapkan suatu doa yang tidak pernah engkau ucapkan sebelumnya di masa lalu." Beliau Saw. menjawab: Sebagai penghapus (dosa) yang terjadi di dalam majelis itu.
Tetapi hal yang semisal telah diriwayatkan pula melalui Abul Aliyah secara mursal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Imam Nasai dan Imam Hakim meriwayatkan hadis yang semisal melalui Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah,
dari Rafi' ibnu Khadij, dari Nabi Saw.. tetapi telah diriwayatkan pula hal yang semisal secara mursal: hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Abu Daud melalui Abdullah ibnu Amr yang telah mengatakan:
"كَلِمَاتُ لَا يَتَكَلَّمُ بِهِنَّ أَحَدٌ فِي مَجْلِسِهِ عِنْدَ قِيَامِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، إِلَّا كُفِّرَ بِهِنَّ عَنْهُ، وَلَا يَقُولُهُنَّ فِي مَجْلِسِ خَيْرٍ وَمَجْلِسِ ذِكْرٍ، إِلَّا خُتِمَ لَهُ بِهِنَّ كَمَا يُخْتَمُ بِالْخَاتَمِ عَلَى الصَّحِيفَةِ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ"
Ada beberapa kalimat (doa) yang tidak sekali-kali dibaca oleh seseorang dalam majelisnya di saat hendak meninggalkan majelisnya sebanyak tiga kali, melainkan dihapuskan darinya apa yang dilakukannya dalam majelis itu
berkat kalimat-kalimat tersebut. Dan tidaklah ia mengucapkannya pada majelis kebaikan dan majelis zikir kecuali dianjurkan ditutup dengannya sebagaimana sepucuk surat yang diakhiri dengan cap, yaitu: "Mahasuci Engkau, ya Allah,
dan dengan memuji kepada Engkau, tiada Tuhan selain Engkau, aku memohon ampun kepada Engkau dan bertobat kepada Engkau., Imam Hakim mengetengahkan hadis ini melalui Ummul Mu’minin Aisyah r.a. yang dinilainya sahih
melalui riwayat Jubair ibnu Mut'im. Dan Abu Bakar Al-Ismaili telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Amirul Mu-rninin Umar ibnul Khattab, yang semuanya dari Nabi Saw. Dan kami telah menerangkan hal ini secara terpisah dengan rinci,
yaitu dengan menyebutkan jalur-jalurnya, lafaz-lafaznya, kelemahan-kelemahannya, serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengannya. Segala puji dan karunia adalah milik Allah Swt. Firman Allah Swt.:
{وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ}
dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari. (Ath-Thur: 49) Yakni berzikirlah dan sembahlah Dia melalui bacaan Al-Qur'an dan salat di tengah malam. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا}
Dan pada sebagian malam hari salat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79) Adapun firman Allah Swt.:
{وَإِدْبَارَ النُّجُومِ}
dan di waktu terbenamnya bintang-bintang (di waktu fajar). (Ath-Thur: 49) Dalam hadis Ibnu Abbas r.a. telah disebutkan bahwa salat yang dimaksud ada dua rakaat yang dikerjakan sebelum salat Subuh, karena sesungguhnya
kedua rakaat tersebut dianjurkan untuk dilakukan seiring dengan terbenamnya bintang-bintang. Ibnu Sailan telah meriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu',
"لَا تَدَعُوهما، وَإِنْ طَرَدَتْكُمُ الْخَيْلُ"
"Janganlah kamu meninggalkan kedua rakaat salat sunat tersebut sekalipun kamu dikejar oleh pasukan berkuda." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.
Dan sehubungan dengan hadis ini ada yang diriwayatkan dari sebagian murid Imam Ahmad yang mengatakan bahwa kedua rakaat itu wajib, tetapi riwayat tersebut daif, karena ada hadis yang mengatakan:
"خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ". قَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا ؟ قَالَ: "لَا إِلَّا أَنَّ تَطَوَّعَ"
"Salat lima waktu untuk sehari semalamnya.” Ditanyakan, "Apakah ada salat lain yang diwajibkan atas diriku?” Nabi Saw. menjawab, "Tidak ada, terkecuali jika engkau mengerjakan salat tambahan (sunat)." Telah dibuktikan
melalui kitab Sahihain, dari Siti Aisyah r.a. suatu hadis yang menyebutkan bahwa Aisyah r.a. pernah mengatakan, "Tiada suatu salat sunat pun yang lebih giat dilakukan oleh Rasulullah Saw. selain dari salat sunat subuh."
Di dalam hadis Imam Muslim disebutkan:
"رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا"
Dua rakaat (sunat subuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.
Surat At-Tur |52:45|
فَذَرْهُمْ حَتَّىٰ يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي فِيهِ يُصْعَقُونَ
fażar-hum ḥattaa yulaaquu yaumahumullażii fiihi yush'aquun
Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka, pada hari itu mereka dibinasakan,
So leave them until they meet their Day in which they will be struck insensible -
(Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan) yaitu mati semuanya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 45 |
penjelasan ada di ayat 44
Surat At-Tur |52:46|
يَوْمَ لَا يُغْنِي عَنْهُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ
yauma laa yughnii 'an-hum kaiduhum syai`aw wa laa hum yunshoruun
(yaitu) pada hari (ketika) tipu daya mereka tidak berguna sedikit pun bagi mereka dan mereka tidak akan diberi pertolongan.
The Day their plan will not avail them at all, nor will they be helped.
(Yaitu hari ketika tidak berguna) menjadi Badal dari lafal Yaumahum (bagi mereka sedikit pun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong) tidak diselamatkan dari azab di akhirat.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 46 |
penjelasan ada di ayat 44
Surat At-Tur |52:47|
وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَٰلِكَ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
wa inna lillażiina zholamuu 'ażaaban duuna żaalika wa laakinna akṡarohum laa ya'lamuun
Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang zalim masih ada azab selain itu. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
And indeed, for those who have wronged is a punishment before that, but most of them do not know.
(Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang lalim) disebabkan kekafiran mereka (ada azab selain daripada itu) di dunia, sebelum kematian mereka;
maka mereka disiksa oleh kelaparan dan kekeringan selama tujuh tahun, serta oleh pembunuhan dalam perang Badar. (Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui) bahwasanya azab itu akan menimpa mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 47 |
penjelasan ada di ayat 44
Surat At-Tur |52:48|
وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا ۖ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ حِينَ تَقُومُ
washbir liḥukmi robbika fa innaka bi`a'yuninaa wa sabbiḥ biḥamdi robbika ḥiina taquum
Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika engkau bangun,
And be patient, [O Muhammad], for the decision of your Lord, for indeed, you are in Our eyes. And exalt [Allah] with praise of your Lord when you arise.
(Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Rabbmu) yaitu dengan ditangguhkannya mereka dan janganlah dadamu merasa sempit karenanya
(maka sesungguhnya kamu berada dalam pengawasan-Ku) yaitu selalu dalam lindungan dan pengawasan-Ku (dan bertasbihlah) seraya (memuji Rabbmu) yaitu katakanlah,
'Subhaanallah Wa Bihamdihii' (ketika kamu bangun berdiri) dari tidurmu atau dari tempat majelismu.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 48 |
penjelasan ada di ayat 44
Surat At-Tur |52:49|
وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَإِدْبَارَ النُّجُومِ
wa minal-laili fa sabbiḥ-hu wa idbaaron-nujuum
dan pada sebagian malam bertasbihlah kepada-Nya dan (juga) pada waktu terbenamnya bintang-bintang (pada waktu fajar).
And in a part of the night exalt Him and after [the setting of] the stars.
(Dan pada beberapa saat di malam hari bertasbih pulalah) pengertian bertasbih di sini adalah tasbih hakiki yaitu membaca, 'Subhaanallaah Wa bihamdihii'
(dan di waktu terbenam bintang-bintang) lafal Idbaar adalah bentuk Mashdar, yakni setelah bintang-bintang itu terbenam maka bertasbih pulalah kamu. Atau lakukanlah sholat Isya'ain yaitu Magrib dan Isya,
pada pengertian yang pertama, dan pada pengertian yang kedua adalah sholat fajar; menurut pendapat lain sholat Subuh.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tur | 52 : 49 |
penjelasan ada di ayat 44
Surat An-Najm |53:1|
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَىٰ
wan-najmi iżaa hawaa
Demi bintang ketika terbenam,
By the star when it descends,
(Demi bintang) yaitu bintang Tsurayya (ketika terbenam) sewaktu terbenam.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 1 |
Tafsir ayat 1-4
Asy-Sya'bi dan lain-lainnya menyebutkan bahwa Pencipta boleh saja bersumpah dengan menyebut nama makhluk-Nya yang dikehendaki-Nya, tetapi bagi makhluk tidak boleh bersumpah
dengan menyebut nama selain Tuhan Yang Maha Pencipta (Allah Swt.), menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna firman-Nya:
{وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى}
Demi bintang ketika terbenam. (An-Najm: 1) Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa yang dimaksud dengan bintang di sini adalah bintang surayya, yakni apabila terbenam bersamaan dengan munculnya fajar.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Sufyan As-Sauri, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir. As-Saddi mengatakan bahwa bintang yang dimaksud adalah bintang zahrah (venus). Lain pula dengan Ad-Dahhak,
ia mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Demi bintang ketika terbenam. (An-Najm: 1) Yakni apabila dilemparkan ke arah setan-setan; pendapat ini mempunyai alasannya yang tersendiri.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: Demi bintang ketika terbenam. (An-Najm: 1) Yaitu Al-Qur'an pada saat diturunkan. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{فَلا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ. وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ. إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ. فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ. لَا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ. تَنزيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui, sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia,
pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuz), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam. (Al-Waqi'ah: 75-80) Adapun firman Allah Swt.:
{مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى}
kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. (An-Najm: 2) Inilah jawab dari sumpah di atas, yaitu kesaksian terhadap Rasul Saw. bahwa beliau adalah orang yang berada pada jalan yang lurus,
mengikuti kebenaran dan bukanlah orang yang sesat. Yang dimaksud dengan orang yang sesat ialah orang yang menempuh jalan menyimpang tanpa pengetahuan. Dan orang yang keliru ialah orang yang mengetahui kebenaran,
tetapi dengan sengaja menyimpang darinya. Maka Allah Swt. membersihkan Rasul-Nya dan syariat-Nya dari kemiripan yang biasa dilakukan oleh ahli kesesatan seperti kaum Nasrani dan golongan-golongan orang-orang Yahudi,
yang mengetahui sesuatu, tetapi menyembunyikannya dan mengerjakan hal yang bertentangan dengannya. Bahkan salawat dan salam Allah terlimpahkan kepadanya, dan apa yang diamanatkan oleh Allah Swt.
kepadanya berupa syariat yang agung merupakan syariat yang benar-benar lurus, pertengahan, dan tepat. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى}
dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. (An-Najm: 3) Yakni apa yang diucapkannya itu bukanlah keluar dari hawa nafsunya dan bukan pula karena dilatarbelakangi tujuan.
{إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى}
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (An-Najm: 4) Yaitu sesungguhnya yang diucapkannya itu hanyalah semata-mata berdasarkan wahyu yang diperintahkan kepadanya untuk ia sampaikan
kepada manusia dengan sempurna dan apa adanya tanpa penambahan atau pengurangan. Sehubungan dengan hal ini Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا حَرِيز بْنُ عُثْمَانَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَيْسَرَة، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ؛ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَةِ رَجُلٍ لَيْسَ بِنَبِيٍّ مثلُ الْحَيَّيْنِ -أَوْ: مِثْلُ أَحَدِ الْحَيَّيْنِ-: رَبِيعة ومُضَر". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رسول الله، أو ما رَبِيعَةُ مِنْ مُضَرَ؟ قَالَ: "إِنَّمَا أَقُولُ مَا أَقُولُ"
telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Us'man ibnu Abdur Rahman ibnu Maisarah, dari Abu Umamah, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"Sesungguhnya dimasukkan ke dalam surga berkat syafaat seorang lelaki yang bukan nabi sebanyak orang yang semisal dengan dua kabilah —atau salah satu dari dua kabilah— yaitu Rabi'ah dan Mudar.”
Maka ada seorang lelaki yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah Rabi'ah itu berasal dari Mudar?” Rasulullah Saw. menjawab, "Aku hanya mengatakan apa yang harus kukatakan.”
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ عُبَيد اللَّهِ بْنِ الْأَخْنَسِ، أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَك، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعْهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ، فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ فَقَالُوا: إِنَّكَ تَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ، وَرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ، يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ. فأمسكتُ عَنِ الْكِتَابِ، فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "اكْتُبْ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا خَرَجَ مِنِّي إِلَّا حَقٌّ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Ubaidillah ibnul Akhnas, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Abdullah, dari Yusuf ibnu Mahik, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa
ia mencatat semua yang pernah ia dengar dari Rasulullah Saw. dengan maksud untuk menghafalkannya. Kemudian orang-orang Quraisy melarangku berbuat demikian. Mereka mengatakan, "Sesungguhnya kamu mencatat
semua yang kamu dengar dari Rasulullah Saw., padahal Rasulullah Saw. adalah seorang manusia yang juga berbicara di saat emosinya." Maka aku menahan diri dari menulis, kemudian aku ceritakan hal itu kepada Rasulullah Saw.
Beliau Saw. bersabda: Teruskanlah tulisanmu, maka demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, tiadalah yang keluar dari lisanku melainkan hanya hak (benar) belaka.
Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini melalui Musaddad dan Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, keduanya dari Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan dengan sanad yang sama.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنِ ابْنِ عَجْلان، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيرة، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّهُ الَّذِي مِنْ عِنْدِ اللَّهِ، فَهُوَ الَّذِي لَا شَكّ فِيهِ".
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur. telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Ibnu Ajian, dari Zaid ibnu Aslum,
dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Apa yang kusampaikan kepada kalian dari sisi Allah itulah hal yang tiada keraguan padanya. Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui hadis ini diriwayatkan
kecuali hanya melalui sanad ini."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ، عَنْ مُحَمَّدٍ، عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أنه قَالَ: "لَا أَقُولُ إِلَّا حَقًّا". قَالَ بَعْضُ أَصْحَابِهِ: فَإِنَّكَ تُدَاعِبُنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "إني لا أقول إلا حقا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Muhammad ibnu Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"Tiadalah yang kuucapkan melainkan benar belaka.” Sebagian sahabat bertanya.”Sesungguhnya engkau adakalanya berseloroh dengan kami, wahai Rasulullah.” Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku tidak pernah mengucapkan kecuali
kebenaran belaka.”
Surat An-Najm |53:2|
مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَىٰ
maa dholla shooḥibukum wa maa ghowaa
kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak (pula) keliru,
Your companion [Muhammad] has not strayed, nor has he erred,
(Kawanmu tidak sesat) artinya, Nabi Muhammad saw. tidak sesat dari jalan petunjuk (dan tidak pula keliru) tidak pula salah, yang dimaksud adalah dia tidak bodoh tentang akidah yang rusak.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 2 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat An-Najm |53:3|
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ
wa maa yanthiqu 'anil-hawaa
dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur´an) menurut keinginannya.
Nor does he speak from [his own] inclination.
(Dan tiadalah apa yang diucapkannya itu) apa yang disampaikannya kepada kalian (menurut kemauan hawa nafsunya) menurut kehendaknya sendiri.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 3 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat An-Najm |53:4|
إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
in huwa illaa waḥyuy yuuḥaa
Tidak lain (Al-Qur´an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),
It is not but a revelation revealed,
(Tiada lain) tidak lain (ucapannya itu hanyalah wahyu yang diwahyukan) kepadanya.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 4 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat An-Najm |53:5|
عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَىٰ
'allamahuu syadiidul-quwaa
yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat,
Taught to him by one intense in strength -
(Yang diajarkan kepadanya) oleh malaikat (yang sangat kuat).
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 5 |
Tafsir ayat 5-18
Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw. Bahwa Jibril telah mengajarkan kepadanya apa yang harus ia sampaikan kepada manusia.
{شَدِيدُ الْقُوَى}
yang sangat kuat. (An-Najm: 5) Yakni malaikat yang sangat kuat, yaitu Malaikat Jibril a.s. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ. ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ. مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ}
Sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. (At-Takwir: 19-21) Dan di dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:
{ذُو مِرَّةٍ}
Yang mempunyai akal yang cerdas. (An-Najm: 6) Yaitu yang mempunyai kekuatan, menurut Mujahid, Al-Hasan, dan Ibnu Zaid. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang mempunyai penampilan yang bagus.
Qatadah mengatakan yang mempunyai bentuk yang tinggi lagi bagus. Pada hakikatnya tiada pertentangan di antara kedua pendapat di atas karena sesungguhnya Jibril a.s. itu mempunyai penampilan yang baik,
mempunyai kekuatan yang hebat. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan melalui Ibnu Umar dan Abu Hurairah r.a. dengan sanad yang sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لغنيٍّ، وَلَا لِذِي مِرَّةٍ سَوِيّ"
Sedekah (zakat) itu tidak halal bagi orang yang berkecukupan dan tidak halal (pula) bagi orang yang mempunyai kekuatan yang sempurna. Firman Allah Swt.:
{فَاسْتَوَى}
dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. (An-Najm: 6) Yang dimaksud ialah Jibril a.s. menurut Al-Hasan, Mujahid, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi. (An-Najm: 7) Yakni Jibril bertengger di ufuk yang tinggi, menurut Ikrimah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Ikrimah mengatakan bahwa ufuk atau cakrawala yang tertinggi adalah
tempat yang datang darinya cahaya subuh. Mujahid mengatakan tempat terbitnya matahari. Qatadah mengatakan tempat yang darinya siang datang. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Zaid dan lain-lainnya
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Masraf ibnu Amr Al-Yami Abul Qasim, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Talhah ibnu Masraf,
telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Al-Walid ibnu Qais, dari Ishaq ibnu Abul Kahtalah, yang tiada diragukan lagi ia menerimanya dari Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. tidak melihat rupa asli Malaikat Jibril kecuali sebanyak dua kali.
Dan pertama kalinya beliau Saw. meminta Jibril untuk memperlihatkan rupa aslinya kepada beliau, maka ternyata rupa asli Jibril a.s. menutupi semua cakrawala. Dan yang kedua kalinya di saat beliau Saw. naik bersamanya,
hal inilah yang disebutkan oleh firman-Nya: sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi. (An-Najm: 7) Ibnu Jarir sehubungan dengan ayat ini mengemukakan suatu pendapat yang tidak pernah dikatakan oleh seorang pun selain dia,
yang kesimpulannya menyebutkan bahwa malaikat yang sangat kuat lagi mempunyai akal yang cerdas ini, dia bersama-sama dengan Nabi Muhammad Saw. bertengger di ufuk cakrawala bersama-sama, yaitu dalam malam Isra.
Demikianlah bunyi teks pendapat Ibnu Jarir, tetapi tiada seorang ulama pun yang setuju dengan pendapatnya ini. Selanjutnya Ibnu Jarir mengemukakan alasan pendapatnya ditinjau dari segi bahasa Arab. Dia mengatakan bahwa ayat ini
mempunyai makna yang sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{أَئِذَا كُنَّا تُرَابًا وَآبَاؤُنَا}
Apakah setelah kita menjadi tanah dan (begitu pula) bapak-bapak kita. (An-Naml: 67) Lafaz al-aba di-ataf-kan kepada damir yang terkandung di dalam kunna tanpa menampakkan nahnu. Begitu pula halnya dengan ayat ini
disebutkan oleh firman-Nya, "Fastawa, wahuwa," maka Jibril dan dia bertengger di cakrawala yang tertinggi. Ibnu Jarir mengatakan bahwa Imam Al-Farra telah meriwayatkan dari sebagian orang Arab Badui yang telah mengatakan
dalam suatu bait syairnya:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ النبعَ يَصْلُبُ عُودُه ... وَلَا يَسْتَوي والخرْوعُ المُتَقصِّفُ
Tidakkah kamu lihat bahwa kayu naba' (untuk busur) kuat lagi liat batangnya, tetapi tidak sama dengan kayu khuru' yang mudah patah. Alasan yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir dari segi bahasa cukup membantunya,
tetapi tidak dapat membantunya bila ditinjau dari segi konteksnya. Karena sesungguhnya penglihatan Nabi Saw. terhadap bentuk asli Malaikat Jibril bukan terjadi di malam Isra, melainkan sebelumnya. Yaitu saat Rasulullah Saw.
sedang berada di bumi (bukan di langit), lalu Jibril turun menemuinya, lalu mendekatinya hingga berada dekat sekali dengannya, sedangkan ia dalam rupa aslinya seperti pada saat diciptakan oleh Allah Swt.,
yaitu mempunyai enam ratus sayap. Kemudian Nabi Saw. melihatnya lagi di lain waktu di dekat Sidratil Muntaha, yaitu di malam Isra. Penglihatan pertama terjadi, pada masa permulaan beliau Saw. diangkat menjadi utusan,
yaitu pada saat pertama kalinya Malaikat Jibril datang menemuinya, lalu Allah Swt. mewahyukan kepadanya permulaan surat Al-'Alaq, setelah itu wahyu mengalami fatrah (kesenjangan), yang di masa-masa itu acapkali Nabi Saw.
pergi ke puncak bukit untuk menjatuhkan diri dari atas. Tetapi setiap kali beliau Saw. hendak menjatuhkan dirinya, Jibril memanggilnya dari angkasa, "Hai Muhammad, engkau adalah utusan Allah, dan aku Malaikat Jibril!"
Maka tenanglah hati beliau Saw., tidak gelisah lagi. Tetapi ketika masa itu cukup lama, maka Nabi Saw. kembali hendak melakukan tindakan tersebut, hingga pada akhirnya Jibril a.s. menampakkan dirinya kepada beliau,
yang saat itu beliau sedang berada di Abtah. Jibril menampakkan rupa aslinya sejak ia diciptakan oleh Allah, yaitu mempunyai enam ratus buah sayap. Rupa aslinya itu menutupi semua cakrawala langit karena besarnya yang tak terperikan.
Lalu Jibril mendekatinya dan mewahyukan kepadanya apa yang diperintahkan oleh Allah Swt. kepadanya. Maka sejak saat itu Nabi Saw. mengetahui besarnya malaikat yang membawakan wahyu kepadanya,
juga mengetahui tentang keagungan dan ketinggian kedudukan malaikat itu di sisi Penciptanya yang telah mengangkat dia sebagai rasul. Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab musnadnya
yang menyebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ شَبِيب، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا الْحَارِثُ بْنُ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الجَوْني، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَيْنَا أَنَا قَاعِدٌ إِذْ جَاءَ جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فوَكَز بَيْنَ كَتِفِي، فَقُمْتُ إِلَى شَجَرَةٍ فِيهَا كَوَكْرَي الطَّيْرِ، فَقَعَدَ فِي أَحَدِهِمَا وَقَعَدْتُ فِي الْآخَرِ. فَسَمَت وَارْتَفَعَتْ حَتَّى سَدّت الْخَافِقَيْنِ وَأَنَا أُقَلِّبُ طَرْفِي، وَلَوْ شِئْتُ أَنَّ أَمَسَّ السَّمَاءَ لَمَسِسْتُ، فَالْتَفَتَ إِلَيَّ جِبْرِيلُ كَأَنَّهُ حلْس لاطٍ، فعرفتُ فَضْلَ علْمه بِاللَّهِ عَلَيَّ. وفُتِح لِي بابٌ مِنْ أَبْوَابِ السَّمَاءِ وَرَأَيْتُ النُّورَ الْأَعْظَمَ، وَإِذَا دُونَ الْحِجَابِ رَفْرَفَةُ الدُّرِّ وَالْيَاقُوتِ. وَأُوحِيَ إِلَيَّ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يُوحِيَ".
telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Ubaid, dari Abu Imran Al-Juni, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika aku sedang duduk, tiba-tiba Jibril a.s. datang dan mencolek punggungku, maka aku berdiri dan menuju ke sebuah pohon yang padanya terdapat sesuatu seperti dua buah sarang burung.
Maka Jibril duduk pada salah satunya dan aku duduk pada yang lainnya. Lalu pohon itu meninggi dan menjulang ke langit hingga menutupi kedua ufuk (timur dan barat), sedangkan aku membolak-balikkan pandanganku (ke atas dan ke bawah).
Dan seandainya aku mau memegang langit, tentulah hal itu bisa kulakukan jika kuinginkan. Dan aku menoleh ke arah Malaikat Jibril, ternyata dia menjadi seakan-akan seperti selembar kain yang terjuntai, maka aku mengetahui
keutamaan pengetahuannya tentang Allah yang melebihiku. Lalu Jibril membukakan untukku salah satu dari pintu langit, dan aku melihat nur yang terbesar. Tiba-tiba di balik hijab terdapat atap mutiara dan yaqut.
Dan Allah mewahyukan kepadaku apa yang dikehendaki-Nya untuk diwahyukan kepadaku. Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa tiada yang meriwayatkannya selain Al-Haris ibnu Ubaid, dia adalah seorang lelaki yang terkenal
dari kalangan ulama Basrah. Menurut hemat kami, nama julukan Al-Haris ibnu Ubaid adalah Abu Qudamah Al-Iyadi. Imam Muslim telah mengetengahkan hadisnya di dalam kitab sahihnya, hanya saja Ibnu Mu'in menilainya lemah;
ia mengatakan bahwa Al-Haris ibnu Ubaid bukanlah seorang perawi yang dapat dipakai (yakni lemah). Sedangkan Imam Ahmad mengatakan, hadisnya berpredikat mudtarib. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan, hadis ini boleh dicatat
tetapi tidak boleh dijadikan hujan. Ibnu Hibban mengatakan bahwa wahm-nya (kelemahannya) terlalu banyak, karena itu hadisnya tidak boleh dipakai sebagai hujah bila sendirian. Hadis ini merupakan salah satu dari hadis-hadis garib
yang diriwayatkannya; karena di dalamnya terdapat hal yang mungkar dan lafaz yang garib serta konteks yang aneh. Barangkali hadis ini termasuk hadis yang menceritakan mimpi Nabi Saw., hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Asim, dari Abu Wa-il, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah melihat Malaikat Jibril dalam rupa aslinya,
yang memiliki enam ratus sayap. Tiap-tiap sayap darinya memenuhi ufuk; dari sayapnya berjatuhan beraneka warna permata-permata dan yaqut yang hanya Allah sendirilah Yang Mengetahui keindahan dan banyaknya.
imam Ahmad meriwayatkan asar ini secara tunggal. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Idris ibnu Munabbih, dari Wahb ibnu Munabbih,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah meminta kepada Jibril agar menampakkan rupa aslinya kepada beliau. Maka Jibril berkata, "Berdoalah kepada Allah." Maka Nabi Saw. berdoa memohon hal tersebut kepada Allah,
lalu kelihatan oleh Nabi Saw. bayangan hitam dari arah timur, ternyata itu adalah ujud asli Malaikat Jibril yang kian lama kian menaik dan menyebar (menutupi ufuk langit). Ketika Nabi Saw. melihat ujud aslinya secara penuh,
maka beliau Saw. pingsan, lalu Jibril mendatanginya dan menghapus busa (air ludah) yang ada pada mulut beliau Saw. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid. Ibnu Asakir di dalam biografi Atabah ibnu Abu Lahab
telah menceritakan hadis ini melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Us'man ibnu Urwah ibriuz Zubair, dari ayahnya Hannad ibnul Aswad yang mengatakan bahwa Abu Lahab dan anaknya telah bersiap-siap untuk berangkat ke negeri Syam,
aku pun (perawi) bersiap-siap pula untuk pergi bersama keduanya. Anak Abu Lahab (yaitu Atabah) berkata, "Demi Allah, aku benar-benar akan pergi menemui Muhammad dan aku akan membuat dia merasa sakit hati
karena aku akan menghina Tuhannya." Atabah pergi hingga sampai kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Hai Muhammad, dia kafir terhadap malaikat yang mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak)
dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)." Maka Nabi Saw. berdoa: Ya Allah, serahkanlah dia kepada salah seekor dari anjing-anjing (singa-singa)-Mu. Kemudian Atabah pergi meninggalkan Nabi Saw. dan menemui ayahnya (Abu Lahab).
Abu Lahab bertanya, "Hai anakku, apakah yang telah engkau katakan kepadanya?" Atabah menceritakan apa yang telah dia katakan kepada Nabi Saw. Abu Lahab bertanya, "Lalu apakah yang dia katakan kepadamu (jawabannya kepadamu)?"
Atabah menyitir doa Nabi Saw., "Ya Allah, serahkanlah dia kepada salah seekor dari singa-singaMu." Abu Lahab berkata, "Hai anakku, demi Allah, aku tidak dapat menjamin keamanan bagi dirimu dari doanya." Maka kami berangkat.
Ketika sampai di Abrah, kami turun istirahat. Abrah terletak di sebuah bendungan, lalu kami turun (berkemah) di dekat kuil seorang pendeta.
Dan pendeta yang ada di kuil itu bertanya, "Hai orang-orang Arab,
apakah yang mendorong kalian berkemah di negeri ini? Karena sesungguhnya di negeri ini banyak terdapat singa-singa yang hidup bebas bagaikan ternak kambing." Lalu Abu Lahab berkata kepada kami, "'Sesungguhnya kalian telah mengetahui
bahwa aku adalah seorang yang sudah lanjut usia, dan sesungguhnya lelaki ini (yakni Nabi Saw) telah mendoakan terhadap anakku suatu doa yang, demi Allah, aku tidak dapat menjamin keselamatannya dari doa yang ditujukan terhadapnya.
Maka kumpulkanlah barang-barang kalian di kuil ini, lalu gelarkanlah hamparan di atasnya buat anakku, kemudian berkemahlah kalian di sekitar kuil ini." Maka kami melakukan apa yang diperintahkan Abu Lahab, lalu datanglah seekor singa
yang langsung mengendus wajah kami. Ketika singa itu tidak menemukan apa yang dikehendakinya, maka ia mundur mengambil ancang-ancang untuk melompat, kemudian singa itu melompat ke atas barang-barang. Sesampainya di atas,
singa mencium wajah anak Abu Lahab, lalu menyerangnya dan mencabik-cabik mukanya. Setelah peristiwa itu Abu Lahab berkata, "Sesungguhnya aku mengetahui bahwa dia tidak dapat selamat dari doa Muhammad." Firman Allah Swt.:
{فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى}
maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9) Yakni maka Jibril mendekat kepada Muhammad ketika turun menemuinya di bumi, hingga jarak antara dia dan Muhammad Saw.
sama dengan dua ujung busur panah bila dibentangkan. Demikianlah menurut Mujahid dan Qatadah. Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah jarak antara tali busur panah dengan busurnya. Firman Allah Swt.:
{أَوْ أَدْنَى}
atau lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9) Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan bahwa ungkapan ini menurut istilah bahasa digunakan untuk menguatkan subjek berita, tetapi bukan menunjukkan hal yang lebih daripadanya. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً}
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. (Al-Baqarah: 74) Yakni hatinya itu menjadi sekeras batu (tidak lunak), atau bahkan lebih keras lagi daripadanya. Hal yang senada disebutkan dalam ayat lainnya lagi melalui firman-Nya:
{يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً}
mereka takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat daripada itu takutnya. (An-Nisa: 77) Dan firman Allah Swt.:
{وَأَرْسَلْنَاهُ إِلَى مِائَةِ أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ}
Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. (Ash-Shaffat: 147) Yakni jumlah mereka tidak kurang dari seratus ribu orang, bahkan sesungguhnya jumlah mereka adalah seratus ribu orang atau lebih.
Ini merupakan pengukuhan dari jumlah subjek berita, bukan menunjukkan pengertian ragu atau bimbang, karena hal tersebut mustahil dalam masalah ini. Demikian pula pengertian surat ini, yaitu:
{فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى}
maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9) Apa yang telah kami katakan —bahwa orang yang mendekat kepada Nabi Saw. ini sedekat itu adalah Jibril a.s.—
berdasarkan pendapat Aisyah, Ibnu Mas'ud, Abu Zar, dan Abu Hurairah, seperti yang akan kami kemukakan hadis-hadis mereka sesudah ini. Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam kitab sahihnya dari Ibnu Abbas.
Dia telah mengatakan bahwa Muhammad Saw. melihat Tuhannya dengan pandangan hatinya sebanyak dua kali, dan ia menganggap bahwa apa yang disebutkan dalam ayat ini merupakan salah satunya.
Di dalam hadis Syarik ibnu Abu Namir, dari Anas r.a. sehubungan dengan kisah Isra, disebutkan bahwa kemudian mendekatlah Tuhan Yang Mahaperkasa, Tuhan Yang Mahaagung, dan bertambah dekat lagi. Karena itu,
banyak ulama yang membicarakan makna hadis ini, dan mereka menyebutkan banyak hal yang garib mengenainya. Tetapi jika memang benar, maka takwil kejadiannya adalah di lain waktu dan merupakan kisah yang lain,
bukan tafsir dari ayat ini. Karena sesungguhnya kejadian yang disebutkan dalam ayat ini adalah ketika Rasulullah Saw. berada di bumi di malam Isra. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
{وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى}
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm: 13-14) Kisah dalam ayat ini di malam Isra, sedangkan yang pertama terjadi di bumi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Asy-Syaibani,
telah menceritakan kepada kami Zurr ibnu Hubaisy yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud telah meriwayatkan sehubungan dengan firman-Nya: maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).
(An-Najm: 9) bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"رَأَيْتُ جِبْرِيلَ لَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ"
Aku telah melihat Malaikat Jibril yang memiliki enam ratus sayap. Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Abul Aswad, dari Urwah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa awal kejadian yang dialami
oleh Rasulullah Saw. ialah beliau melihat Jibril dalam mimpinya di Ajyad. Kemudian beliau Saw. keluar untuk suatu keperluan, maka Jibril menyerunya, "Hai Muhammad, hai Muhammad!" Nabi Saw. menoleh ke arah kanan dan kiri sebanyak tiga kali,
ternyata ia tidak menjumpai seorang manusia pun. Lalu beliau menengadahkan pandangannya ke langit, tiba-tiba ia melihat Jibril a.s. yang melipat salah satu kakinya ke yang lainnya berada di ufuk langit. Jibril berseru,
"Hai Muhammad!" Nabi Saw. berkata, "Jibril," sedangkan Jibril berusaha menenangkannya, tetapi Nabi Saw. lari ketakutan dan bergabung dengan banyak orang, setelah itu ia melihat ke atas lagi dan ternyata tidak melihatnya lagi.
Lalu keluar dari kumpulan orang-orang, dan kembali memandang ke langit. Ternyata ia melihatnya kembali, maka Nabi Saw. bergabung lagi dengan orang banyak dan tidak lagi ia melihat sesuatu pun.
Tetapi bila ia keluar dari kumpulan orang-orang, maka ia melihatnya kembali. Hal inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah Swt.: Demi bintang ketika terbenam. (An-Najm: 1) sampai dengan firman-Nya: Kemudian dia mendekat,
lalu bertambah dekat lagi. (An-Najm: 8) Yakni Jibril a.s. mendekat kepada Nabi Muhammad Saw. maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi. (An-Najm: 9)
Mereka mengatakan bahwa al-qab adalah separo jari, sebagian dari mereka mengatakan bahwa al-qab adalah dua hasta alias sama dengan dua ujung busur panah. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir
dan Ibnu Abu Hatim melalui hadis Ibnu Wahb. Dalam hadis Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Jabir disebutkan hal yang menguatkannya. Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Talq ibnu Ganam, dari Zaidah, dari Asy-Syaibani
yang mengatakan bahwa aku pernah bertanya kepada Zurr tentang firman Allah Swt.: maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu ia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad)
apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 9-10) Lalu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah, bahwa Muhammad Saw. melihat Jibril dalam rupa aslinya memiliki enam ratus buah sayap.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Bazr Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdur Rahman ibnu Yazid,
dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. (An-Najm: 11) Bahwa Rasulullah Saw. telah melihat rupa asli Malaikat Jibril yang menyandang dua lapis pakaian rafraf,
tubuhnya memenuhi cakrawala yang ada antara langit dan bumi. Berdasarkan pengertian di atas, berarti firman Allah Swt.:
{فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى}
Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 10) artinya 'lalu Jibril menyampaikan wahyu kepada hamba Allah Muhammad Saw. apa yang telah diwahyukan Allah kepadanya'.
Atau 'lalu Allah mewahyukan kepada hamba-Nya Muhammad apa yang Dia wahyukan kepadanya melalui Malaikat Jibril'. Kedua makna ini dibenarkan. Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya:
Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 10) bahwa Allah menurunkan wahyu kepadanya firman Allah Swt.: Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim. (Adh-Dhuha: 6)
sampai dengan firman-Nya: Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)ww. (Alam Nasyrah: 4) Sedangkan menurut lainnya, yang diwahyukan Allah kepadanya adalah bahwa surga itu diharamkan atas para nabi sebelum kamu memasukinya,
juga diharamkan atas semua umat sebelum umatmu memasukinya. Firman Allah Swt.:
{مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى. أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى}
Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? (An-Najm: 11-12) Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ziad ibnu Husain, dari Abul Aliyah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. (An-Najm: 11) dan firman Allah Swt.: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13)
Bahwa Muhammad Saw. telah melihat Jibril dalam rupa aslinya sebanyak dua kali. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Sammak dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Saleh dan As-Saddi serta selain keduanya,
bahwa Nabi Saw. melihat Jibril dengan pandangan hatinya sebanyak dua kali. Tetapi Ibnu Mas'ud r.a. dan lain-lainnya berpendapat berbeda menurut riwayat yang bersumber darinya, bahwa dia memutlakkan penglihatan tersebut
(yakni tidak mengikatnya dengan pandangan mata hati). Tetapi pendapatnya ini masih dapat ditakwilkan (diikat) dengan pengertian yang membatasinya. Dan mengenai riwayat yang menyebutkan dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan
bahwa Nabi Saw. melihatnya dengan indra matanya, maka sesungguhnya predikat riwayat ini garib, karena tiada suatu riwayat sahih pun mengenainya bersumber dari para sahabat. Dan mengenai pendapat Al-Bagawi di dalam kitab tafsirnya
yang mengatakan bahwa segolongan ulama berpendapat bahwa Nabi Saw. melihat Jibril dengan pandangan matanya, maka ini adalah perkataan Anas dan Al-Hasan serta Ikrimah; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnul Minhal ibnuSafwan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Kasir Al-Anbari, dari Salamah ibnu Ja'far, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa Muhammad Saw. telah melihat Tuhannya. Aku (Ikrimah) bertanya, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman: 'Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat
segala penglihatan itu' (Al-An'am: 103)?" Maka Ibnu Abbas menjawab, "Celaka kamu, hal itu manakala Allah menampilkan Zat-Nya berikut nur-Nya yang menghijabi-Nya. Dan sesungguhnya dia telah melihat-Nya sebanyak dua kali."
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa riwayat ini hasan garib. Imam Turmuzi mengatakan pula. telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi
yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas menjumpai Ka'b di Arafah, lalu menanyakan kepadanya sesuatu masalah. Maka Ka'b bertakbir sehingga suaranya menggema, dan Ibnu Abbas berkata, "Kami adalah Bani Hasyim." Ka'b menjawab,
"Sesungguhnya Allah telah membagi penglihatan dan Kalam-Nya di antara Muhammad dan Musa. Maka Allah Swt. berbicara kepada Musa sebanyak dua kali dan Muhammad telah melihat-Nya sebanyak dua kali." Masruq mengatakan bahwa
ia menjumpai Aisyah r.a., lalu bertanya kepadanya, "Apakah Muhammad telah melihat Tuhannya?" Aisyah r.a. menjawab, "Sesungguhnya engkau telah mengucapkan sesuatu yang membuat bulu kudukku berdiri karenanya.
Aku mengatakan kepadanya, "Bagaimana dengan ayat ini,' lalu aku membaca firman Allah Swt.: 'Sesungguhnya dia (Muhammad) telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya yang paling besar ' (An-Najm: 18)." Siti Aisyah r.a. menjawab,
"Di manakah pengertianmu? Sesungguhnya dia itu adalah Jibril, lalu siapakah yang memberitakan kepadamu bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, atau dia telah menyembunyikan sesuatu yang diperintahkan agar disampaikan
atau mengetahui lima perkara yang disebutkan di dalam firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat' (Luqman: 34). Maka sesungguhnya dia telah berdusta besar terhadap Allah,
tetapi sebenarnya Muhammad hanya melihat Jibril. Dan beliau tidak melihatnya dalam rupa aslinya, melainkan hanya dua kali. Sekali di Sidratil Muntaha dan yang lainnya di Ajyad. Saat itu Jibril menampilkan rupa aslinya dengan enam ratus buah
sayapnya hingga memenuhi cakrawala langit." Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Qatadah,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Apakah kalian heran bila predikat khullah (kekasih Allah) bagi Ibrahim, dan kalam (diajak bicara) bagi Musa, dan ru-yah (melihat Allah) bagi Muhammad Saw."
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Abu Zar yang telah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.,
هَلْ رأيتَ رَبَّكَ؟ فَقَالَ: "نورٌ أَنَّى أَرَاهُ". وَفِي رِوَايَةٍ: "رَأَيْتُ نُورًا"
"Apakah engkau melihat Tuhanmu?" Maka beliau Saw. menjawab: Hanya nur (cahaya) yang kulihat, lalu mana mungkin aku dapat melihat-Nya. Menurut riwayat lain, jawaban Rasulullah Saw. adalah: Aku (hanya) melihat cahaya.
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ، عَنْ مُوسَى بْنِ عُبيدةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، رَأَيْتَ رَبَّكَ؟ قَالَ: "رَأَيْتُهُ بِفُؤَادِي مَرَّتَيْنِ" ثُمَّ قَرَأَ: {مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa para sahabat pernah bertanya,
"Wahai Rasulullah, apakah Engkau pernah melihat Tuhanmu?" Maka beliau Saw. menjawab: Aku melihat-Nya dengan pandangan hatiku sebanyak dua kali. Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya:
Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. (An-Najm: 11)
وَرَوَاهُ ابنُ جَرِيرٍ، عَنِ ابْنِ حُمَيد، عَنْ مِهْرَان، عَنْ مُوسَى بْنِ عُبَيْدَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ؟ قَالَ: "لَمْ أَرَهُ بِعَيْنِي، وَرَأَيْتُهُ بِفُؤَادِي مَرَّتَيْنِ" ثُمَّ تَلَا {ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى
Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dari Ibnu Humaid, dari Mahran, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ka'b, dari sebagian sahabat Nabi Saw. yang menceritakan bahwa kami bertanya, "Wahai Rasulullah Saw.,
apakah engkau pernah melihat Tuhanmu?" Rasulullah Saw. menjawab: Aku tidak melihat-Nya dengan mataku, tetapi aku melihat-Nya dengan mata hatiku sebanyak dua kali. Kemudian beliau Saw. membaca firman-Nya:
Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat (lagi). (An-Najm: 8) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Ansari,
telah menceritakan kepadaku Abbad ibnu Mansur yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ikrimah tentang makna firman-Nya: Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. (An-Najm: 11) Maka Ikrimah menjawab,
"Apakah engkau ingin agar aku menceritakan kepadamu bahwa beliau Saw. pernah melihat-Nya?" Aku menjawab, "Ya." Ikrimah berkata, "Benar, beliau telah melihat-Nya, kemudian melihat-Nya lagi." Abbad ibnu Mansur mengatakan
bahwa lalu ia bertanya kepada Al-Hasan tentang masalah ini. Maka Al-Hasan menjawab, bahwa Nabi Saw. pernah melihat Keagungan, Kebesaran, dan Kemuliaan-Nya.
وَحَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُجَاهِدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبُو خَلَدَةَ، عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ قَالَ: سُئِل رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ؟ قَالَ: "رَأَيْتُ نَهْرًا، وَرَأَيْتُ وَرَاءَ النَّهْرِ حِجَابًا، وَرَأَيْتُ وَرَاءَ الْحِجَابِ نُورًا لَمْ أَرَ غَيْرَ"
Telah menceritakan pula kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mujahid, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Aqdi, telah menceritakan kepada kami Abu Khaldah,
dari Abul Aliyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya, "Apakah engkau pernah melihat Tuhanmu?" Nabi Saw. menjawab: Aku melihat sungai, dan aku melihat di balik sungai ada hijab,
dan aku melihat di balik hijab ada nur (cahaya); aku tidak melihat selain itu. Hadis ini garib sekali.
رَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Qatadah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Aku telah melihat Tuhanku. Maka sesungguhnya hadis ini sanadnya dengan syarat sahih, tetapi hadis ini merupakan ringkasan dari hadis Manam (mimpi Nabi Saw.), seperti yang juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad;
disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلابة عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قال: "أَتَانِي رَبِّي اللَّيْلَةَ فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ -أَحْسَبُهُ يَعْنِي فِي النَّوْمِ-فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَتَدْرِي فِيمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى؟ " قَالَ: "قُلْتُ: لَا. فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَها بَيْنَ ثَدْيَيَّ -أَوْ قَالَ: نَحْرِي-فَعَلِمْتُ مَا في السموات وَمَا فِي الْأَرْضِ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى؟ " قَالَ: "قُلْتُ: نَعَمْ، يَخْتَصِمُونَ فِي الْكَفَّارَاتِ وَالدَّرَجَاتِ". قَالَ: "وَمَا الْكَفَّارَاتُ وَالدَّرَجَاتُ؟ " قَالَ: "قُلْتُ: الْمُكْثُ فِي الْمَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ، وَالْمَشْيُ عَلَى الْأَقْدَامِ إِلَى الجُمُعات، وَإِبْلَاغُ الْوُضُوءِ فِي الْمَكَارِهِ، مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ وَمَاتَ بِخَيْرٍ، وَكَانَ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ. وَقَالَ: قُلْ يَا مُحَمَّدُ إِذَا صَلَّيْتَ: اللَّهُمَّ، إِنِّي أَسْأَلُكَ الْخَيِّرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ، وَحُبَّ الْمَسَاكِينِ، وَإِذَا أَرَدْتَ بِعِبَادِكَ فِتْنَةً أَنْ تَقْبِضَنِي إِلَيْكَ غَيْرَ مَفْتُونٍ". قَالَ: "وَالدَّرَجَاتُ بَذْلُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ، وَالصَّلَاةُ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسِ نِيَامٌ"
telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Ayyub dari Abu Qilabah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: bahwa Tuhannya datang kepadanya dalam penampilan yang terbaik
—yakni dalam mimpinya—. Lalu Tuhan berfirman, "Hai Muhammad, tahukah kamu mengapa mala'ul a’la (para malaikat penghuni langit) berselisih?" Aku (Nabi Saw.) menjawab, "Tidak." Lalu Allah meletakkan tangan -Nya di antara
kedua tulang belikatku, hingga aku merasakan kesejukannya menembus sampai kepada kedua susuku, atau leherku, maka sejak itu aku mengetahui semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. Kemudian Allah Swt. berfirman,
"Hai Muhammad, tahukah kamu, apakah yang diperselisihkan oleh al-mala'ul a'la? Aku menjawab, "Ya, mereka berselisih tentang kifarat-kifarat dan derajat-derajat." Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, apakah kifarat itu?" Aku menjawab,
"Diam di masjid seusai menunaikan tiap-tiap salat (fardu), berjalan melangkahkan kaki menuju ke tempat-tempat salat berjamaah, dan menyempurnakan wudu di saat-saat yang tidak disukai. Barang siapa yang mengerjakan hal tersebut,
niscaya hidup dengan baik dan mati dengan baik, sedangkan mengenai dosa-dosanya (diampuni hingga) seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya." Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, apabila engkau salat, ucapkanlah doa ini, 'Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon kepada Engkau kekuatan untuk mengerjakan amal-amal kebaikan dan menghindari kemungkaran-kemungkaran dan menyukai orang-orang miskin. Dan apabila Engkau hendak menimpakan cobaan
kepada hamba-hamba-Mu, cabutlah aku kembali ke sisi-Mu dalam keadaan tidak terkena cobaan'." Nabi Saw. bersabda, "Dan derajat-derajat itu ialah memberi makan (kaum fakir miskin), menyebarkan salam, dan mengerjakan salat
di malam hari di saat manusia tenggelam dalam tidurnya." Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mu'az dalam tafsir surat Sad. Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini melalui jalur lain dari Ibnu Abbas dengan teks yang berbeda dan disertai tambahan
yang garib. Untuk itu Ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ عِيسَى التَّمِيمِيُّ، حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ عُمَر بْنِ سَيَّار، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَرْبِي، عَنْ عُمَرَ بْنِ سُلَيْمَانَ ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ رَبِّي فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ فَقَالَ لِي: يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى؟ فَقُلْتُ: لَا يَا رَبِّ. فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ فَوَجَدْتُ بَرْدَها بَيْنَ ثدييّ، فعلمت ما في السموات وَالْأَرْضِ، فَقُلْتُ: يَا رَبِّ، فِي الدَّرَجَاتِ وَالْكَفَّارَاتِ، وَنَقْلِ الْأَقْدَامِ إِلَى الجُمُعات، وَانْتِظَارِ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ. فَقُلْتُ: يَا رَبِّ إِنَّكَ اتَّخَذْتَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وكلمتَ مُوسَى تَكْلِيمًا، وَفَعَلْتَ وَفَعَلْتَ، فَقَالَ: أَلَمْ أَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ؟ أَلَمْ أَضَعْ عَنْكَ وِزْرَك؟ أَلَمْ أَفْعَلْ بِكَ؟ أَلَمْ أَفْعَلْ؟ قَالَ: "فَأَفْضَى إِلَيَّ بِأَشْيَاءَ لَمْ يُؤْذَنْ لِي أَنْ أُحَدِّثَكُمُوهَا" قَالَ: "فَذَاكَ قَوْلُهُ فِي كِتَابِهِ: {ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى. فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى. فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى. مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى} ، فَجَعَلَ نُورَ بَصَرِي فِي فُؤَادِي، فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ بِفُؤَادِي".
telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Isa At-Tamimi, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Umar Ibnu Sayyar, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Sa'id ibnu Zurabi, dari Umar ibnu Sulaiman, dari Ata,
dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda, "Aku pernah melihat Tuhanku dalam penampilan yang terbaik, lalu Dia berfirman kepadaku, 'Hai Muhammad, tahukah kamu apakah yang diperselisihkan oleh al-mala'ul a'la?
Aku menjawab, 'Tidak, wahai Tuhanku,' lalu Dia meletakkan tangan -Nya di antara kedua tulang belikatku, maka aku merasakan kesejukannya menembus sampai ke susuku (dadaku), dan aku mengetahui semua yang terjadi di langit
dan yang di bumi. Lalu aku berkata, 'Ya Tuhanku, mereka berselisih tentang derajat-derajat dan kifarat-kifarat; melangkahkan kaki menuju ke salat Jumat, dan menunggu datangnya waktu salat lain sesudah menunaikan salat.'
Aku berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai khalil (kekasih)-Mu, dan Engkau telah berbicara langsung kepada Musa, dan Engkau telah melakukan anu dan anu.' Maka Allah Swt. menjawab,
'Bukankah Aku telah melapangkan dadamu, bukankah Aku telah menghapus semua dosamu, dan bukankah Aku telah melakukan anu untukmu dan bukankah Aku telah melakukan anu untukmu?' Lalu Allah Swt. membukakan bagiku banyak hal
yang Dia tidak memberi izin kepadaku menceritakannya kepada kalian." Ibnu Abbas mengatakan bahwa itulah yang dimaksud oleh firman Allah Swt. dalam Kitab-Nya yang mengatakan: Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi,
maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.
(An-Najm: 8-11) Maka Dia menjadikan cahaya penglihatanku ke dalam hatiku, dan aku melihat-Nya dengan hatiku. Tetapi hadis ini daif. Al-Hafiz ibnu Asakir telah meriwayatkan berikut sanadnya sampai kepada Hubar ibnul Aswad r.a.,
bahwa Atabah ibnu Abu Lahab ketika berangkat menuju negeri Syam dalam misi dagangnya, sebelumnya ia mengatakan kepada penduduk Mekah, "Ketahuilah, bahwa aku tidak percaya dengan malaikat yang mendekat,
lalu bertambah dekat lagi." Kemudian perkataannya itu sampai terdengar oleh Rasulullah Saw., maka beliau bersabda, "Allah akan melepaskan salah seekor dari singa-singaNya untuk menyerangnya." Hubar mengatakan bahwa
ia ada bersama kafilah yang menuju ke negeri Syam itu, lalu kami beristirahat di suatu tempat yang terkenal banyak singanya. Hubar menceritakan bahwa ia benar-benar melihat ada seekor singa yang datang, kemudian
singa itu mengendus kepala tiap-tiap orang dari kaum seorang demi seorang, hingga sampailah pada Atabah, lalu ia langsung menyambar kepalanya di antara mereka. Ibnu Ishaq dan lain-lainnya menyebutkan di dalam kitab Sirah,
bahwa peristiwa itu terjadi di Az-Zarqa, dan menurut pendapat yang lain di As-Surrah. Disebutkan bahwa malam itu Atabah dicekam oleh rasa takut, lalu mereka menempatkan Atabah di tengah-tengah di antara mereka;
mereka tidur di sekelilingnya. Lalu datanglah seekor singa dan mengaum, kemudian melangkahi mereka semua menuju ke tempat Atabah dan langsung menyambar kepalanya. Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى}
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (An-Najm: 13-15)
Ini terjadi yang kedua kalinya bagi Rasulullah Saw. saat melihat Jibril a.s. dalam rupa aslinya seperti yang diciptakan oleh Allah Swt., dan hal itu terjadi di malam Isra. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan
hadis-hadis mengenai perjalanan isra Nabi Saw. lengkap dengan semua jalur periwayatannya dan semua lafaznya, yaitu dalam surat Al-Isra hingga tidak perlu diulang lagi. Telah disebutkan pula bahwa Ibnu Abbas r.a.
mengukuhkan penglihatan ini terjadi di malam Isra dan memperkuat pendapatnya itu dengan dalil ayat ini, lalu pendapatnya diikuti oleh sejumlah ulama Salaf dan Khalaf. Tetapi ada sebagian sahabat dan tabi'in
yang tidak sependapat dengannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَة، عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْش، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ فِي هَذِهِ الْآيَةِ: {وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى} ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ جِبْرِيلَ وَلَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ، يَنْتَثِرُ مِنْ رِيشِهِ التَّهَاوِيلُ: الدُّرُّ وَالْيَاقُوتُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Asim ibnu Bandalah, dari Zurr ibnu Jaisy, dari Ibnu Mas'ud r.a.
sehubungan dengan makna ayat ini: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm: 13-14) Bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Aku melihat Jibril (dalam rupa aslinya), ia memiliki enam ratus sayap, dari bulu-bulu sayapnya bertebaran beraneka warna mutiara dan yaqut. Sanad hadis ini jayyid (baik) lagi kuat.
قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ جَامِعِ بْنِ أَبِي رَاشِدٍ، عَنْ أَبِي وائل، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِبْرِيلَ فِي صُورَتِهِ وَلَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ، كُلُّ جَنَاحٍ مِنْهَا قَدْ سَدَّ الْأُفُقَ: يَسْقُطُ مِنْ جَنَاحِهِ مِنَ التَّهَاوِيلِ وَالدُّرِّ وَالْيَاقُوتِ مَا اللَّهُ بِهِ عَلِيمٌ"
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Jami' ibnu Abu Rasyid, dari Abu Wa-il, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
telah melihat rupa asli Malaikat Jibril dengan enam ratus sayapnya, masing-masing sayap besarnya menutupi cakrawala langit, dan berjatuhan dari sayapnya beraneka ragam mutiara dan yaqut yang hanya Allah sendirilah
yang mengetahui keindahan dan banyaknya. Sanad hadis ini hasan.
قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الحُبَاب، حَدَّثَنِي حُسَيْنٌ، حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ بَهْدَلَة قَالَ: سَمِعْتُ شَقِيق بْنَ سَلَمَةَ يَقُولُ: سَمِعْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ قَالَ: رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ جِبْرِيلَ عَلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى وَلَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ" سَأَلْتُ عَاصِمًا عَنِ الْأَجْنِحَةِ فَأَبَى أَنْ يُخْبِرَنِي. قَالَ: فَأَخْبَرَنِي بَعْضُ أَصْحَابِهِ أَنَّ الْجَنَاحَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepadaku Husain, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Bahdalah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Syaqiq ibnu Salamah menceritakan hadis berikut dari Ibnu Mas'ud r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: pernah melihat Jibril dalam rupa aslinya di Sidratil Muntaha dan dia mempunyai enam ratus buah sayap.
Dan aku menanyakan kepada Asim tentang sayap-sayap itu, tetapi Asim tidak mau menceritakannya kepadaku. Tetapi salah seorang dari muridnya mengatakan kepadaku bahwa sebuah sayapnya sama besarnya
dengan jarak antara timur dan barat. Sanad riwayat ini pun kuat pula.
قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ، حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ بَهْدَلَة ،حَدَّثَنِي شَقِيقٌ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتَانِي جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فِي خُضر مُعَلَّقٍ بِهِ الدُّرُّ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Bahdalah, telah menceritakan kepadaku Syaqiq ibnu Salamah
yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Jibril a.s. datang kepadaku dengan mengenakan pakaian yang bertaburan penuh dengan mutiara.
Sanad hadis ini jayyid pula. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Ismail, telah menceritakan kepada kami Amir yang mengatakan bahwa Masruq datang kepada Aisyah r.a., lalu bertanya,
"Wahai Ummul Mu’minin, apakah Muhammad Saw. telah melihat Tuhannya?" Aisyah menjawab, "Subhanallah, sesungguhnya bulu kudukku berdiri mendengar pertanyaanmu itu, lalu di manakah akalmu dari tiga perkara
yang barang siapa mengatakannya, maka sesungguhnya dia telah berdusta. Yaitu orang yang mengatakan kepadamu bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sesungguhnya dia telah berdusta." Kemudian Aisyah r.a.
membaca firman Allah Swt.: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu. (Al-An'am: 103) Dan firman Allah Swt.: Dan tiada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata
dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir. (Asy-Syura: 51) Dan barang siapa yang mengatakan kepadamu bahwa dirinya mengetahui apa yang akan terjadi besok, maka sesungguhnya dia telah berdusta.
Kemudian Aisyah r.a. membaca firman-Nya: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. (Luqman: 34),
hingga akhir ayat. Dan barang siapa yang menceritakan kepadamu bahwa Muhammad telah menyembunyikan sesuatu, maka sesungguhnya dia telah berdusta. Kemudian Aisyah membaca firman-Nya: Hai Rasul, sampaikanlah
apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-Maidah: 67) Akan tetapi, dia hanya melihat Jibril dalam rupanya yang asli sebanyak dua kali. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi,
dari Daud, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq yang mengatakan bahwa ketika ia ada di hadapan Aisyah, ia bertanya bahwa bukankah Allah Swt. telah berfirman: Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. (At-Takwir: 23)
Dan firman Allah Swt.: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13) Maka Siti Aisyah menjawab bahwa dialah orang pertama dari umat ini yang menanyakan hal itu
kepada Rasulullah Saw. Lalu beliau Saw. menjawab: Sesungguhnya dia itu hanyalah Jibril. Nabi Saw. tidak melihat Jibril dalam rupanya yang asli kecuali hanya sebanyak dua kali. Nabi Saw. melihat Jibril a.s. turun dari langit ke bumi,
sedangkan cakrawala yang ada antara langit dan bumi tertutup oleh kebesaran tubuhnya. Begitu pula menurut apa yang telah diketengahkan oleh Bukhari dan Muslim di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Asy-Sya'bi
dengan sanad yang sama. Riwayat Abu Zar, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq
yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Abu Zar, bahwa seandainya dirinya menjumpai Rasulullah Saw., tentulah dia akan bertanya. Abu Zar bertanya, "Pertanyaan apakah yang akan engkau ajukan kepada beliau?"
Aku menjawab, "Apakah dia pernah melihat Tuhannya?" Abu Zar berkata, "Aku telah menanyakan hal itu kepada beliau, lalu beliau Saw. menjawab: 'Sesungguhnya aku telah melihat-Nya berupa nur (cahaya), lalu mana mungkin
aku dapat melihat-Nya'?” Demikianlah menurut bunyi teks yang ada pada Imam Ahmad.Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini melalui dua jalur dengan dua lafaz. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Yazid ibnu Ibrahim, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Abu Zar yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.,
"Apakah engkau pernah melihat Tuhanmu?" Nabi Saw. menjawab: Yang kulihat hanya nur, mana mungkin aku dapat melihat-Nya. Imam Muslim mengatakan pula, telah menceritakan kepada Muhammad ibnu Basysyar,
telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Zar bahwa seandainya ia mengalami
masa Rasulullah Saw., tentulah dia akan menanyakan sesuatu kepada beliau. Maka Abu Zar bertanya, "Apakah yang hendak kamu tanyakan kepada beliau?" Ia menjawab, "Aku akan menanyakan kepada beliau,
apakah beliau pernah melihat Tuhannya?" Abu Zar berkata, "Aku telah menanyakan hal itu kepada beliau, maka beliau menjawab: 'Aku hanya melihat nur (cahaya)'." Al-Khalal telah meriwayatkan suatu pendapat yang menilai hadis ini
mengandung kelemahan, bahwa Imam Ahmad pernah ditanya tentang hadis ini, maka ia menjawab, "Aku masih tetap menganggapnya berpredikat munkar," tetapi aku tidak mengetahui apa alasannya. Ibnu Abu Hatim mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Aun Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Mansur, dari Al-Hakam, dari Ibrahim, dari ayahnya, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Nabi Saw. telah melihat Tuhannya
dengan pandangan hatinya dan tidak melihat-Nya dengan pandangan matanya. Ibnu Khuzaimah berupaya membuktikan bahwa hadis ini munqati' (ada mata rantai perawi yang terputus) antara Abdullah ibnu Syaqiq dan Abu Zar.
Sedangkan Ibnul Juzi' menakwilkan hadis ini dengan pengertian bahwa barangkali Abu Zar menanyakan hal itu kepada Rasulullah Saw. sebelum beliau menjalani Isra. Karena itulah maka Abu Zar r.a. menjawab Abdullah ibnu Syaqiq
dengan jawaban tersebut. Tetapi seandainya Abu Zar menanyakan hal itu kepada Nabi Saw. setelah peristiwa" Isra, niscaya Nabi Saw. akan menjawabnya dengan jawaban positif (ya). Akan tetapi, takwil Ibnul Juzi dinilai lemah
karena sesungguhnya Aisyah r.a. telah menanyakan hal itu sesudah peristiwa Isra. Ternyata jawaban beliau Saw. tidak menguatkan bahwa beliau telah melihat-Nya dengan terang-terangan. Dan mengenai orang yang berpendapat
bahwa Nabi Saw. berbicara kepada Aisyah r.a. disesuaikan dengan kemampuan daya tangkapnya, atau berupaya untuk menyalahkan pendapat Aisyah. Seperti Ibnu Khuzaimah di dalam kitab Tauhid-nya, maka sesungguhnya
dia sendirilah yang keliru, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, dari Mansur, dari Al-Hakam, dari Yazid ibnu Syarik, dari Abu Zar yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah melihat Tuhannya dengan hatinya, bukan dengan pandangan matanya. Telah disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Ali ibnu Misar, dari Abdul Malik ibnu Sulaiman,
dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupa aslinya) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13) Bahwa Nabi Saw.
telah melihat Jibril a.s. Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupa aslinya) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13) Bahwa Rasulullah Saw.
telah melihat Jibril a.s. dalam bentuknya yang asli sebanyak dua kali. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lain-lainnya. Firman Allah Swt.:
{إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى}
(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (An-Najm: 16) Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan hadis-hadis yang menceritakan perjalanan Isra, yang antara lain menyebutkan
bahwa Sidratul Muntaha itu diliputi oleh para malaikat seperti halnya burung-burung gagak (yang menghinggapi sebuah pohon), dan Sidratul Muntaha diliputi oleh nur Tuhan Yang Maha Agung, diliputi pula oleh beraneka warna
yang hakikatnya tidak aku ketahui. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Magul, telah menceritakan kepada kami Az-Zubair ibnu Addi, dari Talhah ibnu Murrah, dari Abdullah (yakni Ibnu Mas'ud)
yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. menjalani Isra, sampailah beliau di Sidratul Muntaha yang ada di langit yang ketujuh. Dari situlah berhenti semua yang naik dari bumi, lalu diambil darinya; dan darinya pula berhenti
segala sesuatu yang turun dari atasnya, lalu diambil darinya. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (An-Najm: 16) Bahwa yang meliputinya itu adalah kupu-kupu emas. Dan Rasulullah Saw.
diberi tiga perkara, yaitu salat lima waktu, ayat-ayat yang terakhir dari surat Al-Baqarah, dan diberi ampunan bagi orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun dari kalangan umatnya, yang semuanya itu
merupakan hal-hal yang pasti. Imam Muslim meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal). Abu Ja’far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi", dari Abul Aliyah, dari Abu Hurairah atau lainnya —Abu Ja'far ragu—yang telah menceritakan
bahwa ketika Rasulullah Saw. menjalani Isra, sampailah beliau di Sidratul Muntaha, lalu dikatakan kepadanya, ''Inilah Sidrah," dan tiba-tiba Sidrah diliputi oleh cahaya Tuhan Yang Maha Pencipta, lalu diliputi pula oleh para malaikat
yang pemandangannya seperti burung-burung gagak yang menghinggapi sebuah pohon. Maka Allah Swt. berbicara kepadanya di tempat itu. Untuk itu Allah Swt. berfirman, "Mintalah!" Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid
sehubungan dengan makna firman-Nya: (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (An-Najm: 16) Bahwa dahan-dahan Sidrah terdiri dari mutiara, yaqut, dan zabarjad. Maka Muhammad Saw.
melihatnya dan melihat Tuhannya dengan mata hatinya.
وَقَالَ ابْنُ زَيْدٍ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ شَيْءٍ رَأَيْتَ يَغْشَى تِلْكَ السِّدْرَةَ؟ قَالَ: "رأيتُ يَغْشَاهَا فَرَاشٌ مِنْ ذَهَبٍ، وَرَأَيْتُ عَلَى كُلِّ وَرَقَةٍ مِنْ وَرَقِهَا مَلَكا قَائِمًا يُسَبِّحُ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ"
Ibnu Zaid mengatakan bahwa pernah ditanyakan, "Wahai Rasulullah, sesuatu apakah yang engkau lihat menutupi Sidrah itu?" Nabi Saw. menjawab: Aku melihat kupu-kupu emas menutupi Sidratil Muntaha,
dan aku melihat pada tiap-tiap daunnya terdapat malaikat yang berdiri seraya bertasbih menyucikan Allah Swt. Firman Allah Swt.:
{مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى}
Penglihatan (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (An-Najm: 17) Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa pandangan mata Nabi Saw. tidak ditolehkan ke arah kanan dan tidak pula ke arah kiri.
{وَمَا طَغَى}
dan tidak (pula) melampauinya. (An-Najm: 17) Yakni melampaui dari apa yang diperintahkan kepadanya; ini merupakan sifat yang agung yang menggambarkan keteguhan hati dan ketaatan, karena sesungguhnya Nabi Saw.
tidak berbuat melainkan berdasarkan apa yang diperintahkan kepadanya, tidak pula pernah meminta lebih dari apa yang diberikan kepadanya. Alangkah baiknya apa yang dikatakan oleh seorang penyair dalam bait syair berikut:
رأَى جَنَّةَ المَأوَى وَمَا فَوْقَها، وَلَو ... رَأى غَيرُهُ مَا قَد رَآه لتَاهَا ...
Dia telah melihat surga tempat tinggal dan alam yang ada di atasnya; seandainya dia melihat hal yang lain dari apa yang telah dilihatnya, tentulah pandangannya akan tersesat. Firman Allah Swt.:
{لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى}
Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya yang paling besar. (An-Najm: 18) Semakna dengan firman-Nya:
{لِنُرِيَكَ مِنْ آيَاتِنَا}
agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. (Al-Isra: 1) yang menunjukkan akan kekuasaan dan kebesaran Kami. Berdasarkan kedua ayat ini sebagian ulama ahli sunnah wal jama'ah mengatakan
bahwa penglihatan d
Surat An-Najm |53:6|
ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَىٰ
żuu mirroh, fastawaa
yang mempunyai keteguhan, maka (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli (rupa yang bagus dan perkasa),
One of soundness. And he rose to [his] true form
(Yang mempunyai kecerdasan) yang mempunyai kekuatan dan keperkasaan, atau yang mempunyai pandangan yang baik, yang dimaksud adalah malaikat Jibril a.s. (maka menetaplah ia) maksudnya, menampakkan diri dengan rupa aslinya.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 6 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat An-Najm |53:7|
وَهُوَ بِالْأُفُقِ الْأَعْلَىٰ
wa huwa bil-ufuqil-a'laa
sedang dia berada di ufuk yang tinggi.
While he was in the higher [part of the] horizon.
(Sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi) berada pada tempat terbitnya matahari dalam bentuk aslinya ketika ia diciptakan. Nabi saw., melihatnya sewaktu berada di gua Hira;
dan ternyata tubuh malaikat Jibril menutupi cakrawala tempat terbitnya matahari hingga sampai ke cakrawala bagian timur. Lalu Nabi saw. pingsan tidak sadarkan diri setelah melihat wujud asli malaikat Jibril itu.
Nabi saw. pernah meminta kepada malaikat Jibril supaya menampakkan wujud aslinya sebagaimana ketika ia diciptakan oleh Allah,
lalu malaikat Jibril menjanjikan akan memenuhi hal tersebut di gua Hira. Setelah itu baru malaikat Jibril turun untuk menemuinya dalam bentuk Bani Adam.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 7 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat An-Najm |53:8|
ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّىٰ
ṡumma danaa fa tadallaa
Kemudian dia mendekat (pada Muhammad), lalu bertambah dekat,
Then he approached and descended
(Kemudian dia mendekat) kepadanya (lalu bertambah dekat) semakin dekat dengannya.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 8 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat An-Najm |53:9|
فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَىٰ
fa kaana qooba qousaini au adnaa
sehingga jaraknya (sekitar) dua busur panah atau lebih dekat (lagi).
And was at a distance of two bow lengths or nearer.
(Maka jadilah dia) padanya (mendekat) dalam jarak (dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi) dari tempatnya yang semula sehingga nabi menjadi sadar kembali dan hilanglah rasa takutnya.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 9 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat An-Najm |53:10|
فَأَوْحَىٰ إِلَىٰ عَبْدِهِ مَا أَوْحَىٰ
fa auḥaaa ilaa 'abdihii maaa auḥaa
Lalu disampaikannya wahyu kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah diwahyukan Allah.
And he revealed to His Servant what he revealed.
(Lalu Dia menyampaikan) yakni Allah swt. (kepada hamba-Nya) yaitu malaikat Jibril (apa yang telah diwahyukan)-Nya kepada malaikat Jibril untuk disampaikan kepada Nabi saw. Di sini yang mewahyukan tidak disebutkan karena mengagungkan kedudukan-Naa.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 10 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat An-Najm |53:11|
مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَىٰ
maa każabal-fu`aadu maa ro`aa
Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.
The heart did not lie [about] what it saw.
(Tiada mendustakan) dapat dibaca Kadzaba atau Kadzdzaba, artinya tiada mengingkari (hati) atau kalbu Nabi saw. (apa yang telah dilihatnya) dengan mata kepalanya sendiri tentang rupa malaikat Jibril.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 11 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat An-Najm |53:12|
أَفَتُمَارُونَهُ عَلَىٰ مَا يَرَىٰ
a fa tumaaruunahuu 'alaa maa yaroo
Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang dilihatnya itu?
So will you dispute with him over what he saw?
(Maka apakah kalian hendak membantahnya) apakah kalian hendak mendebatnya dan mengalahkannya (tentang apa yang telah dilihatnya)
khithab di sini ditujukan kepada orang-orang musyrik yang tidak mempercayai bahwa Nabi saw. melihat malaikat Jibril.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 12 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat An-Najm |53:13|
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَىٰ
wa laqod ro`aahu nazlatan ukhroo
Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
And he certainly saw him in another descent
(Dan sesungguhnya dia telah melihat Jibril itu) dalam rupa yang asli (pada waktu) pada kesempatan (yang lain).
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 13 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat An-Najm |53:14|
عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَىٰ
'inda sidrotil-muntahaa
(yaitu) di Sidratilmuntaha.
At the Lote Tree of the Utmost Boundary -
(Yaitu di Sidratul Muntaha) sewaktu nabi dibawanya Isra ke langit. Sidratul Muntaha adalah nama sebuah pohon Nabaq yang terletak di sebelah kanan Arasy; tiada seorang malaikat pun dan tidak pula yang lainnya dapat melewati tempat itu.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 14 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat An-Najm |53:15|
عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَىٰ
'indahaa jannatul-ma`waa
Di dekatnya ada surga tempat tinggal,
Near it is the Garden of Refuge -
(Di dekatnya ada surga tempat tinggal) tempat tinggal para malaikat dan arwah-arwah para syuhada dan orang-orang yang bertakwa.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 15 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat An-Najm |53:16|
إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَىٰ
iż yaghsyas-sidrota maa yaghsyaa
(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratilmuntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya,
When there covered the Lote Tree that which covered [it].
(Ketika) sewaktu (Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya) yaitu oleh burung-burung dan lain-lainnya. Lafal Idz menjadi Ma'mul dari lafal Ra-aahu.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 16 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat An-Najm |53:17|
مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَىٰ
maa zaaghol-bashoru wa maa thoghoo
penglihatannya (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
The sight [of the Prophet] did not swerve, nor did it transgress [its limit].
(Penglihatannya tidak berpaling) penglihatan Nabi saw. tidak berpaling (dan tidak melampauinya) maksudnya, tidak berpaling dari apa yang dilihatnya dan tidak pula melampaui apa yang dilihatnya pada malam ketika ia diisrakkan.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 17 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat An-Najm |53:18|
لَقَدْ رَأَىٰ مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَىٰ
laqod ro`aa min aayaati robbihil-kubroo
Sungguh, dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar.
He certainly saw of the greatest signs of his Lord.
(Sesungguhnya dia telah melihat) pada malam itu (sebagian tanda-tanda kekuasaan Rabbnya yang paling besar) yang paling agung, dimaksud adalah sebagian dari tanda-tanda itu,
maka dia melihat sebagian dari keajaiban-keajaiban alam malakut, dan Rafraf berwarna hijau menutupi cakrawala langit, dan malaikat Jibril yang memiliki enam ratus sayap.
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 18 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat An-Najm |53:19|
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ
a fa ro`aitumul-laata wal-'uzzaa
Maka apakah patut kamu (orang-orang musyrik) menganggap (berhala) Al-Lata dan Al-`Uzza,
So have you considered al-Lat and al-'Uzza?
(Maka apakah patut kalian menganggap Laata dan Al Uzzaa).
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 19 |
Tafsir ayat 19-26
Allah Swt. mengecam perbuatan orang-orang musyrik karena mereka menyembah berhala-berhala dan sekutu-sekutu Allah yang mereka ada-adakan dan mereka membuat rumah-rumah untuk berhala-berhala itu sebagai tandingan Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ}
Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata. (An-Najm: 19) Al-Lata atau Lata pada mulanya adalah sebuah batu besar yang berwarna putih, lalu dibuat ukiran-ukiran padanya (yakni pahatan-pahatan);
ia adalah sebuah rumah yang terletak di Taif dengan mempunyai kain kelambu dan juga para pelayan yang menjadi juru kuncinya. Di sekitarnya terdapat halaman yang disucikan oleh orang-orang Taif yang terdiri dari Bani Saqif
dan para pengikutnya; mereka merasa berbangga diri dengan memilikinya terhadap orang-orang Arab selain mereka kecuali orang-orang Quraisy. Ibnu Jarir mengatakan bahwa menamakan rumah peribadatan mereka
itu dengan mengambil akar kata dari salah satu asma Allah. Mereka mengatakan Lata dengan maksud bentuk mu'annas dari Allah. Mahatinggi Allah dari ucapan mereka dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Ar-Rabi' ibnu Anas, bahwa mereka membaca Lata dengan men-tasydid-kan huruf ta. Mereka menafsirkannya dengan suatu kisah yang menyebutkan bahwa dahulunya ada seorang lelaki
yang pekerjaannya membuat makanan sawiq untuk para jemaah haji dalam masa Jahiliah. Setelah lelaki itu meninggal dunia, maka mereka melakukan i'tikaf pada kuburannya, lalu lama-kelamaan mereka menyembahnya.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abul Asyhab, telah menceritakan kepada kami Abul Jauza, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya:
Al-Lata dan Uzza. (An-Najm: 19) Bahwa di zaman Jahiliah terdapat seorang lelaki yang pekerjaannya menggiling sawiq untuk makanan jemaah haji. Ibnu Jarir mengatakan, bahwa demikian pula Al-Uzza berakar dari kata Aziz,
pada mulanya merupakan sebuah pohon yang dibuatkan bangunan di sekelilingnya dan juga diberi kain kelambu, terletak di kampung Nakhlah, yaitu sebuah kampung yang terletak di antara Mekah dan Taif, dahulu orang-orang Quraisy
mengagungkan bangunan tersebut, seperti yang dikatakan oleh Abu Sufyan dalam Perang Uhud, "Kami mempunyai Uzza, sedangkan kalian (kaum muslim) tidak mempunyai Uzza." Maka Rasulullah Saw. bersabda, memerintahkan
kepada sahabat-sahabatnya:
"قُولُوا: اللَّهُ مَوْلَانَا، وَلَا مَوْلَى لَكُمْ"
Katakanlah, "Allah adalah Pelindung kami dan tiada pelindung bagi kalian!"
وَرَوَى الْبُخَارِيُّ مِنْ حَدِيثِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ حُمَيد بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ حَلَفَ فَقَالَ فِي حَلِفِهِ: وَاللَّاتِ وَالْعُزَّى، فَلْيَقُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ: تَعَالَ أقَامرْك، فَلْيَتَصَدَّقْ"
Imam Bukhari telah meriwayatkan melalui hadis Az-Zuhri, dari Humaid ibnu Abdur Rahman, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang bersumpah dengan mengatakan,
"Demi Lata dan Uzza, " maka hendaklah ia mengucapkan.”Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.” Dan barang siapa yang berkata kepada temannya, "Kemarilah, mari kita berjudi, " maka hendaklah ia bersedekah.
Pengertian hadis ini ditujukan bagi orang yang lisannya terpeleset tanpa ada kesengajaan karena mereka masih baru meninggalkan masa Jahiliahnya, yang hal tersebut sebelumnya telah terbiasa di kalangan mereka.
قَالَ النَّسَائِيُّ: أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ بَكَّار وَعَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا مَخْلَد، حَدَّثَنَا يُونُسُ، عَنْ أَبِيهِ، حَدَّثَنِي مُصْعَبُ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: حَلَفْتُ بِاللَّاتِ وَالْعُزَّى، فَقَالَ لِي أَصْحَابِي: بِئْسَ مَا قُلْتَ! قُلْتَ هُجْرًا! فَأَتَيْتُ رَسُولَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ سَلَّمَ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: "قُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. وَانْفُثْ عَنْ شِمَالِكَ ثَلَاثًا، وتعوَّذ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، ثُمَّ لَا تَعُدْ"
Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Bakkar dan Abdul Hamid ibnu Muhammad. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Makhlad, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari ayahnya,
telah menceritakan kepadaku Mus'ab ibnu Sa'd ibnu Abu Waqqas, dari ayahnya yang mengatakan, "Aku pernah bersumpah dengan menyebut nama Lata dan Uzza, maka sahabat-sahabatku berkata kepadaku,
'Alangkah buruknya ucapanmu itu.' Aku berkata, 'Tinggalkanlah diriku.' Lalu aku datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan menceritakan hal tersebut kepada beliau." Maka beliau Saw. bersabda: Ucapkanlah,
"Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya Kerajaan, dan bagi-Nya segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” Kemudian bertiuplah ke arah kirimu sebanyak tiga kali
dan mohonlah perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, kemudian janganlah kamu ulangi perbuatanmu itu. Adapun berhala Manat, maka letaknya di Musyallal, yaitu di Qadid yang terletak antara Mekah dan Madinah.
Dahulu orang-orang Khuza'ah, Aus, dan Khazraj di masa Jahiliah mengagung-agungkannya dan bertalbiyah darinya saat hendak menunaikan haji (ziarah) ke Ka'bah. Imam Bukhari telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Aisyah r.a.
Di masa Jahiliah di Jazirah Arabia banyak terdapat berhala-berhala selain dari yang telah disebutkan di atas, semuanya diagung-agungkan oleh orang-orang Arab setara dengan pengagungan mereka kepada Ka'bah.
Hanya ketiga macam berhala inilah yang disebutkan secara nas di dalam Kitabullah karena ketiganya merupakan berhala yang paling terkenal melebihi yang lainnya. Ibnu Ishaq mengatakan di dalam kitab Sirah-nya, bahwa dahulu
di masa Jahiliah orang-orang Arab di samping memiliki Ka'bah, mereka membuat banyak tawagit yang merupakan rumah-rumah peribadatan mereka yang mereka agung-agungkan setara dengan Ka'bah.
Tawagit itu mempunyai para pelayannya tersendiri, juga mempunyai juru kunci tersendiri; mereka menghadiahkan hewan-hewan kurban untuknya sebagaimana mereka menghadiahkan hewan kurban. Mereka juga melakukan tawaf padanya
sebagaimana tawaf mereka kepada Ka'bah, dan melakukan penyembelihan kurban padanya sebagaimana yang mereka lakukan di Ka'bah, padahal mereka mengakui keutamaan Ka'bah atas semua tawagit itu,
karena Ka'bah merupakan rumah yang dibangun oleh Ibrahim a.s. dan menjadi masjidnya. Dahulu di masa Jahiliah orang-orang Quraisy dan Bani Kinanah mempunyai berhala bernama Uzza yang terletak di Nakhlah yang para pelayan
dan juru kuncinya dipegang oleh Bani Syaiban dari kalangan Bani Salim teman sepakta Bani Hasyim. Kemudian Rasulullah Saw. mengutus Khalid ibnul Walid untuk menghancurkan berhala itu, maka Khalid dan pasukannya menghancurkannya.
Peristiwa ini diabadikan melalui perkataan Khalid dalam bait syairnya:
يَا عُزَّ، كُفْرَانَك لَا سُبْحَانَك ... إِنِّي رَأَيْتُ اللَّهَ قَدْ أهَانَك ...
Hai Uzza, aku ingkar kepadamu dan tidak menghormatimu, sesungguhnya aku melihat bahwa Allah telah menghinakanmu. Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Munzir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail,
telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Jami', dari AbutTufail yang mengatakan bahwa setelah Rasulullah Saw. membebaskan kota Mekah, maka beliau Saw. mengutus Khalid ibnul Walid ke Nakhlah; di Nakhlah terdapat berhala Uzza.
Lalu Khalid mendatanginya dan tersebutlah bahwa berhala Uzza terletak di atas tiga buah pohon Samurah. Khalid ibnul Walid menebang ketiga pohon Samurah itu dan menghancurkan berhala yang ada di atasnya.
Setelah itu Khalid ibnul Walid kembali kepada Rasulullah Saw. dan menceritakan semua kepada beliau. Maka beliau Saw. bersabda: Kembalilah kamu, karena sesungguhnya kamu masih belum berbuat sesuatu apa pun.
Maka Khalid kembali lagi ke Nakhlah. Ketika para pelayan Uzza melihat kedatangan Khalid dan pasukannya, maka mereka memasang perangkap untuk menjebak Khalid dan pasukannya seraya berkata, "Hai Uzza, hai Uzza!"
Maka Khalid mendatanginya, dan ternyata yang diseru oleh mereka adalah seorang wanita yang telanjang bulat dengan rambut yang terurai seraya menaburkan pasir di kepalanya. Maka Khalid pun membenamkan pedangnya
ke tubuh wanita itu hingga mati wanita itu. Setelah itu Khalid kembali kepada Rasulullah Saw. dan menceritakan hal tersebut kepadanya, maka barulah Rasulullah Saw. bersabda: Itulah Uzza (yang sebenarnya).
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Lata adalah sesembahan orang-orang Saqif diTaif, sedangkan yang menjadi para pelayan dan juru kuncinya adalah Bani Mu'tib. Rasulullah Saw. mengutus Al-Mugirah ibnu Syu'bah
dan Abu Sufyan ibnu Sakhr ibnu Harb untuk menghancurkannya, maka keduanya menghancurkan berhala Lata itu dan menjadikan masjid di tempatnya sebagai gantinya, yaitu di Taif. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa
berhala Manat adalah milik orang-orang Aus dan Khazraj dan orang-orang yang mengikuti agama mereka dari kalangan penduduk Yas'rib yang berada di pantai ke arah Al-Musyallal, yaitu di Qadid. Maka Rasulullah Saw.
mengutus Abu Sufyan ibnu Harb untuk menghancurkannya; menurut pendapat lain, menyebutkan bahwa yang dikirim oleh Rasulullah Saw. untuk menghancurkannya adalah Ali ibnu Abu Talib.Ibnu Ishaq mengatakan pula bahwa
berhala Zul Khalasah adalah sesembahan orang-orang Daus, Khas'am dan Bajilah, serta orang-orang Arab Badui yang ada bersama mereka di Tabalah. Zul Khalasah dikenal pula di masa Jahiliah dengan nama Ka'bah Yamaniyyah,
sedangkan Ka'bah yang ada di Mekah mereka sebut dengan Ka'bah Syamiyyah. Maka Rasulullah Saw. mengirimkan Jarir ibnu Abdullah Al-Bajali untuk menghancurkannya, dan perintah itu dilaksanakan dengan baik oleh Jarir ibnu Abdullah.
Berhala Qais adalah milik orang-orang Tayyi' dan orang-orang yang ada di sekitar mereka di Gunung Tayyi' yang terletak di antara Salma dan Aja. Ibnu Hisyam mengatakan bahwa sebagian ahlul 'ilmi menceritakan kepadanya
bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan Ali ibnu Abu Talib r.a. untuk menghancurkannya. Dan Ali r.a. berhasil memboyong dua bilah pedang darinya yang diberi nama Rasub dan Mikhzam, lalu Rasulullah Saw. menghadiahkan pedang itu
kepada Ali sehingga kedua pedang itu menjadi miliknya. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa orang-orang Himyar dan penduduk Yaman mempunyai rumah penyembahan berhala diSan'a yang dikenal dengan nama Riyam. Menurut suatu pendapat,
di dalam rumah itu terdapat seekor anjing hitam; dan bahwa dua orang pendeta Yahudi yang pergi bersama Tubba' mengeluarkan anjing hitam itu, lalu membunuhnya dan menghancurkan rumah tersebut.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Rada adalah sebuah rumah penyembahan berhala milik Bani Rabi'ah ibnu Ka'b ibnu Sa'd ibnu Zaid yang pemimpinnya adalah Manat Ibnu Tamim. Al-Mustaugir ibnu Rabi'ah ibnu Ka'b ibnu Sa'd
ketika menghancurkannya di masa Islam mengatakan:
وَلَقَدْ شَدَدْتُ عَلَى رُضَاء شَدّةً ... فَتَرَكْتُها قَفْرًا بِقَاع أسحَمَا ...
Sesungguhnya aku benar-benar telah menghancurkan Rada dengan sehancur-hancurnya, maka kutinggalkan ia menjadi puing-puing dan rata dengan tanah.
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa Al-Mustaugir berusia sangat panjang hingga mencapai tiga ratus tiga puluh tahun. Al-Mustaugirlah orang yang mengatakan bait-bait syair berikut:
وَلَقَد سَئِمْتُ مِنَ الحيَاةِ وَطُولِهَا ... وَعُمّرْتُ منْ عَدَد السّنِينَ مِئِينَا ... مائَةً حَدّتها بَعْدَها مائَتَان لِي ... وَازْدَدْتُ مِنْ عَدَد الشُّهُورِ سِنِينَا ... هَلْ مَا بَقِي إِلَّا كَمَا قَدْ فَاتَنَا ... يَومٌ يَمُرُّ وَلَيلةٌ تَحْدُونَا ...
Sesungguhnya aku telah bosan dengan hidup ini dan masanya yang sangat panjang, aku telah diberi usia beratus-ratus tahun. Seratus tahun telah kujalani dan berikutnya dua ratus tahun; usiaku sama dengan bilangan bulan-bulan
selama satu tahun, yang perharinya menjadi satu tahun. Tiadalah yang tersisa melainkan hanya seperti hari-hari yang telah berlalu, yaitu tinggal menunggu hari dan malam yang akan mengakhiri usiaku. Ibnu Ishaq mengatakan
bahwa Zul Ka'bat adalah berhala milik orang-orang Bakar dan Taglab; keduanya adalah keturunan dari Wa-il dan Iyad, yaitu di Sindad. Sehubungan dengan keberadaan berhala ini A'sya ibnu Qais ibnu Sa'labah mengatakan,
بَيْنَ الخَوَرْنَق والسَّدير وَبَارقٍ ... والبيت ذو الكَعَبَات مِنْ سَنْدَاد
"Di antara Khawarnaq dan Sadir serta Bariq terdapat Bait yang diberi nama Zul Ka'bat, yaitu di Sindad." Karena itulah maka Allah Swt. berfirman:
{أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى}
Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-Uzza dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? (An-Najm: 19-20) Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
{أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى}
Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? (An-Najm: 21) Yakni apakah kalian menganggap bahwa Allah beranak dan anak itu adalah perempuan, sedangkan kalian memilih untuk diri kalian sendiri
anak laki-laki. Seandainya kalian berbagi dengan sesama kalian dengan cara pembagian seperti ini, tentulah pembagian tersebut adalah:
{قِسْمَةٌ ضِيزَى}
suatu pembagian yang tidak adil. (An-Najm: 22) Yaitu pembagian yang tidak jujur dan batil. Lalu mengapa kalian berbagi dengan Tuhan kalian dengan pembagian cara ini; yang sekiranya hal ini dilakukan terhadap sesama kalian,
tentulah merupakan pembagian yang tidak adil dan berat sebelah. Kemudian Allah Swt. berfirman, menyanggah kedustaan dan kebohongan yang mereka buat-buat serta kekafiran, seperti menyembah berhala dan menjadikannya tuhan
yang banyak.
{إِنْ هِيَ إِلا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ}
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya. (An-Najm: 23) Yakni, dari diri kamu sendiri.
{مَا أَنزلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ}
Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. (An-Najm: 23) Artinya, tiada suatu keterangan pun yang memerintahkan mereka berbuat demikian.
{إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأنْفُسُ}
Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka. (An-Najm: 23) Yakni tiada sandaran selain dari prasangka baik mereka terhadap bapak moyang mereka
yang menempuh jalan yang batil itu sebelum mereka; dan jika tidak demikian, berarti mereka hanya menginginkan agar tetap menjadi pemimpin dan mengagung-agungkan bapak moyang mereka yang terdahulu.
{وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى}
dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. (An-Najm: 23) Sesungguhnya Allah telah mengutus kepada mereka rasul-rasul dengan membawa kebenaran yang menerangi dan keterangan yang jelas,
tetapi sekalipun demikian mereka tidak mau mengikuti apa yang disampaikan oleh rasul-rasul Allah itu dan tidak mau pula tunduk kepada-Nya. Firman Allah Swt.:
{أَمْ لِلإنْسَانِ مَا تَمَنَّى}
Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya. (An-Najm: 24) Maksudnya, tidak semua orang yang mengharapkan kebaikan dapat memperolehnya.
{لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ}
(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan bukan (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. (An-Nisa: 123) Yakni tidaklah semua orang yang mengakui bahwa dirinya mendapat petunjuk
sesuai dengan apa yang dikatakannya, tidak pula semua orang yang mengharapkan sesuatu dapat meraihnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، عَنْ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا تَمَنَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَنْظُرْ مَا يَتَمَنَّى، فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي مَا يُكْتَبُ لَهُ مِنْ أُمْنِيَتِهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Umar ibnu Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Apabila seseorang di antara kalian mempunyai cita-cita, hendaklah ia memikirkan terlebih dahulu apa yang dicitakannya, karena sesungguhnya dia tidak mengetahui apa yang akan ditetapkan baginya dari cita-citanya itu. Imam Ahmad
meriwayatkan hadis ini secara munfarid. Firman Allah Swt.:
{فَلِلَّهِ الآخِرَةُ وَالأولَى}
(Tidak), maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. (An-Najm: 25) Yakni sesungguhnya semua urusan itu hanyalah milik Allah, Raja di dunia dan akhirat dan Yang mengatur di dunia dan di akhirat.
Dialah yang atas kehendak-Nya sesuatu menjadi ada dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tiada. Firman Allah Swt.:
{وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى}
Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya). (An-Najm: 26) Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ}
Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. (Al-Baqarah: 255) Dan firman Allah Swt.:
{وَلا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ}
Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu. (Saba': 23) Apabila persyaratan ini ditetapkan terhadap para malaikat yang terdekat (dengan Allah),
maka mengapa kalian orang-orang yang bodoh mengharapkan syafaat dari berhala-berhala dan sekutu-sekutu itu di sisi, Allah Swt., sedangkan Allah Swt. tidak memerintahkan penyembahannya dan tidak pula mengizinkan
meminta syafaat darinya, bahkan Allah Swt. melarang melakukan penyembahan terhadap berhala-berhala dan sekutu-sekutu itu melalui lisan para rasul, juga larangan mengenai hal tersebut telah termaktub di dalam semua kitab-kitab
yang diturunkan-Nya?
Surat An-Najm |53:20|
وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ
wa manaataṡ-ṡaaliṡatal-ukhroo
dan Manat, yang ketiga yang paling kemudian (sebagai anak perempuan Allah).
And Manat, the third - the other one?
(Dan Manat yang ketiga) yang ketiga dari yang telah disebutkan tadi (yang paling terkemudian) berkedudukan sebagai sifat yang mengandung makna celaan.
Ketiganya adalah nama berhala-berhala yang terbuat dari batu. Orang-orang musyrik dahulu menyembahnya, karena mereka menduga, bahwa berhala-berhala itu dapat memberikan syafaat kepada diri mereka di sisi Allah.
Maf'ul pertama bagi lafal Afara`aytum adalah lafal Al Laata dan lafal-lafal yang di'athafkan kepadanya. Sedangkan Maf'ul yang keduanya tidak disebutkan. Makna ayat, "Ceritakanlah kepadaku,
apakah berhala-berhala ini memiliki kemampuan untuk berbuat sesuatu yang karena itu kalian menyembahnya selain Allah Yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal yang telah disebutkan tadi.
" Ketika mereka menduga bahwa malaikat-malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah, sedangkan mereka sendiri tidak menyukai anak-anak perempuan, lalu turunlah firman-Nya berikut ini,
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 20 |
penjelasan ada di ayat 19
Surat An-Najm |53:21|
أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنْثَىٰ
a lakumuż-żakaru wa lahul-unṡaa
Apakah (pantas) untuk kamu yang laki-laki dan untuk-Nya yang perempuan?
Is the male for you and for Him the female?
("Apakah patut untuk kalian anak laki-laki dan untuk Allah -anak perempuan").
Tafsir Ibnu Katsir | An-Najm | 53 : 21 |
penjelasan ada di ayat 19