Juz 28

Surat Al-Mujadilah |58:1|

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

qod sami'allohu qoulallatii tujaadiluka fii zaujihaa wa tasytakiii ilallohi wallohu yasma'u taḥaawurokumaa, innalloha samii'um bashiir

Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.

Certainly has Allah heard the speech of the one who argues with you, [O Muhammad], concerning her husband and directs her complaint to Allah. And Allah hears your dialogue; indeed, Allah is Hearing and Seeing.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu) yakni seorang wanita yang melapor kepadamu, hai nabi

(tentang suaminya) yang telah mengucapkan kata-kata zihar kepadanya. Suami wanita itu berkata kepadanya, "Kamu menurutku bagaikan punggung ibuku." Lalu wanita itu menanyakan hal tersebut kepada Nabi saw.,

maka beliau menjawab bahwa dia haram atas suaminya. Hal ini sesuai dengan tradisi yang berlaku di kalangan mereka, bahwa zihar itu akibatnya adalah perpisahan untuk selama-lamanya.

Wanita yang dimaksud bernama Khaulah binti Tsa'labah, sedangkan suaminya bernama Aus bin Shamit (dan mengadukan halnya kepada Allah) yakni tentang keadaannya

yang tidak mempunyai orang tua dan famili yang terdekat, serta keadaan ekonominya yang serba kekurangan, di samping itu ia menanggung beban anak-anaknya yang masih kecil-kecil;

apabila anak-anaknya dibawa oleh suaminya, niscaya mereka akan tersia-sia dan tak terurus lagi keadaannya tetapi apabila anak-anak itu di bawah pemeliharaannya, niscaya mereka akan kelaparan.

(Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua) dialog kamu berdua. (Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat) artinya Maha Mengetahui.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 1 |

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Tamim ibnu Salamah, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan,

"Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya mencakup semua suara, sesungguhnya telah datang kepada Nabi Saw. seorang wanita yang mengajukan gugatan, lalu wanita itu berbicara kepada Nabi Saw.,

sedangkan aku berada di salah satu ruangan di dalam rumah, aku tidak dapat mendengar apa yang dikatakan oleh wanita itu." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sungguh,

Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya. (Al-Mujadilah: 1), hingga akhir ayat. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabut Tauhid-nya secara ta'liq,

dia mengatakan bahwa Al-A'masy telah meriwayatkan dari Tamim ibnu Salamah, dari Urwah, dari Aisyah, lalu disebutkan hal yang sama. Imam Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Abu Hatim,

dan Ibnu Jarir telah mengetengahkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan sanad yang sama. Menurut riwayat Ibnu Abu Hatim dari Al-A'masy, dari Tamim ibnu Salamah, dari Urwah, dari Aisyah,

disebutkan bahwa ia pernah berkata, "Mahasuci Tuhan Yang pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu, sesungguhnya aku benar-benar mendengar suara pembicaraan Khaulah binti Sa'labah, tetapi sebagiannya tidak dapat kudengar,

yaitu saat dia mengadukan perihal suaminya kepada Rasulullah Saw. Dia mengatakan, 'Wahai Rasulullah, suamiku telah makan hartaku dan mengisap masa mudaku, serta kubentangkan perutku untuknya,

hingga manakala usiaku telah menua dan aku tidak dapat beranak lagi, tiba-tiba dia melakukan zihar terhadapku. Ya Allah, aku mengadu kepada Engkau masalah yang menimpaku ini'." Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya,

bahwa sebelum Khaulah bangkit pulang, Jibril turun dengan membawa ayat ini, yaitu: Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya. (Al-Mujadilah: 1)

Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa suami Khaulah adalah Aus ibnus Samit. Ibnu Lahi'ah telah meriwayatkan dari Abul Aswad, dari Urwah ibnus Samit, bahwa Aus adalah seorang lelaki yang emosional.

Tersebutlah bahwa apabila emosinya memuncak, maka ia men-zihar istrinya. Jika emosinya telah reda, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun (terhadap istrinya). Maka istrinya datang menghadap Rasulullah Saw.,

meminta fatwa tentang masalahnya itu dan mengadu kepada Allah Swt. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya,

dan mengadukan (halnya) kepada Allah. (Al-Mujadilah: 1), hingga akhir ayat. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya bahwa pernah ada seorang lelaki yang pemarah, lalu disebutkan seperti hadis di atas.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail alias Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazm yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar

Abu Yazid menceritakan hadis berikut, bahwa pernah ada seorang wanita bersua dengan Umar, wanita itu dikenal dengan nama Khaulah binti Sa'labah, sedangkan Umar saat itu sedang berjalan dengan orang-orang banyak.

Lalu wanita itu meminta agar Umar berhenti. Maka Umar berhenti dan mendekatinya, kemudian mendengar apa yang dikatakannya dengan mendekatkan kepalanya dan meletakkan kedua tangannya ke pundak wanita itu,

hingga wanita itu selesai dari keperluannya, lalu pergi. Maka ada seorang lelaki berkata kepada Umar, "Wahai Amirul Mu’minin, teganya engkau menahan banyak lelaki dari Quraisy demi nenek-nenek ini." Umar menjawab, "Celakalah kamu,

tahukah kamu siapakah wanita ini?" Lelaki itu menjawab, "Tidak." Umar berkata, "Wanita inilah yang pengaduannya didengar oleh Allah dari atas langit yang ketujuh, wanita ini adalah Khaulah binti Sa'labah.

Demi Allah, seandainya dia tidak pergi dariku sampai malam hari, aku tidak akan pergi meninggalkannya hingga ia selesai dari keperluannya; terkecuali bila datang waktu salat,

maka aku kerjakan salatku lebih dahulu kemudian kembali lagi kepadanya, hingga ia menyelesaikan keperluannya dariku." Sanad hadis ini munqati' antara Abu Yazid dan Umar ibnul Khattab. Telah diriwayatkan pula hadis ini melalui jalur lain.

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Munzir ibnu Syazan, telah menceritakan kepada kami Ya'la, telah menceritakan kepada kami Zakaria,

dari Amir yang mengatakan bahwa wanita yang memajukan gugatan tentang suaminya adalah Khaulah bintis Samit, ibunya bernama Mu'azah yang berkenaan dengannya Allah Swt. menurunkan firman-Nya:


{وَلا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا}


Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedangkan mereka sendiri mengingini kesucian. (An-Nur: 33) Yang benar adalah Khaulah binti Sa'labah, istri Aus ibnus Samit.

Surat Al-Mujadilah |58:2|

الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ ۖ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ ۚ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ

allażiina yuzhoohiruuna mingkum min nisaaa`ihim maa hunna ummahaatihim, in ummahaatuhum illal-laaa`ii waladnahum, wa innahum layaquuluuna mungkarom minal-qouli wazuuroo, wa innalloha la'afuwwun ghofuur

Orang-orang di antara kamu yang menzihar istrinya, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) istri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang munkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.

Those who pronounce thihar among you [to separate] from their wives - they are not [consequently] their mothers. Their mothers are none but those who gave birth to them. And indeed, they are saying an objectionable statement and a falsehood. But indeed, Allah is Pardoning and Forgiving.

Tafsir
Jalalain

(Orang-orang yang menzihar) asal kata yazhzhahharuuna adalah yatazhahharuuna, kemudian huruf ta diidgamkan ke dalam huruf zha sehingga jadilah yazhzhahharuuna.

Akan tetapi menurut suatu qiraat dibaca dengan memakai huruf alif di antara huruf zha dan ha, sehingga bacaannya menjadi yazhaaharuuna. Menurut qiraat lainnya dibaca seperti wazan yuqaatiluuna,

yakni menjadi yuzhaahiruuna. Lafal yang sama pada ayat berikutnya berlaku pula ketentuan ini (istrinya di antara kalian, padahal tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita-wanita)

lafal allaaiy dapat dibaca dengan memakai huruf ya dan dapat pula dibaca tanpa ya (yang melahirkan mereka. Sesungguhnya mereka) dengan melakukan zihar itu

(sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta). (Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun) kepada orang yang melakukan zihar dengan pembayaran kifarat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 2 |

Tafsir ayat 2-4

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'd ibnu Ibrahim dan Ya'qub. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq,

telah menceritakan kepadaku Ma'mar ibnu Abdullah ibnu Hanzalah, dari Yusuf ibnu Abdullah ibnu Salam, dari Khuwailah binti Sa'labah yang mengatakan, "Demi Allah, berkenaan dengan diriku dan Aus ibnus Samitlah Allah menurunka

n permulaan surat Al-Mujadilah." Khuwailah melanjutkan kisahnya, "Saat itu aku menjadi istrinya (Aus ibnus Samit), sedangkan dia seorang yang sudah lanjut usia dan perangainya menjadi buruk. Dan pada suatu hari ia masuk menemuiku,

lalu aku mengajukan protes terhadapnya tentang sesuatu, maka dia marah. Akhirnya ia mengatakan, 'Engkau bagiku seperti punggung ibuku.' Setelah itu Aus ibnus Samit keluar dan duduk di tempat perkumpulan kaumnya selama sesaat,

kemudian ia kembali masuk menemuiku. Tiba-tiba berahinya memuncak, dia menginginkan diriku. Maka aku berkata, 'Jangan, demi Tuhan yang jiwa Khuwailah ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya,

jangan kamu bergaul denganku dulu setelah engkau mengucapkan kata-kata itu kepadaku sebelum Allah dan Rasul-Nya memutuskan hukum tentang masalah kita ini sesuai dengan hukum-Nya.' Cegahanku tiada artinya baginya,

dia memelukku dengan paksa. Maka aku membela diri agar lepas dari pelukannya, dan aku dapat mengalahkannya karena tenaganya telah melemah mengingat usianya yang telah lanjut. Kusingkirkan dia dari tubuhku,

kemudian aku keluar dari rumah menuju ke tempat salah seorang tetangga wanitaku. Lalu aku meminjam pakaian darinya dan langsung keluar menuju ke tempat Rasulullah Saw. Setelah sampai di hadapan beliau Saw.,

aku duduk dan menceritakan kepada beliau apa yang telah kualami dengan suamiku, dan aku mengadu kepada beliau tentang perangainya yang buruk." Rasulullah Saw. hanya menjawab, "Hai Khuwailah,

anak pamanmu (suamimu) itu telah lanjut usia, maka bertakwalah kepada Allah terhadapnya." Khuwailah melanjutkan kisahnya, "Demi Allah, belum lagi aku beranjak, maka turunlah ayat Al-Qur'an mengenai diriku, dan Rasulullah Saw.

kelihatan seperti orang yang tertutup (tak sadarkan diri) sebagaimana biasanya bila wahyu sedang turun kepadanya. Setelah wahyu selesai, keadaan beliau kembali seperti semula, lalu bersabda kepadaku, 'Hai Khuwailah,

sesungguhnya Allah telah menurunkan wahyu-Nya berkenaan dengan masalahmu dan suamimu.' Lalu Rasulullah Saw. membacakan kepadaku firman berikut: Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan

kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Al-Mujadilah: 1) sampai dengan firman-Nya:

dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. (Al-Mujadilah: 4) Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadaku, 'Perintahkanlah kepada suamimu untuk memerdekakan seorang budak.' Aku menjawab, 'Wahai Rasulullah,

dia tidak memiliki harta untuk memerdekakan budak.' Rasulullah Saw. bersabda, 'Maka hendaklah ia berpuasa selama dua bulan berturut-turut.' Aku berkata, 'Demi Allah, sesungguhnya dia benar-benar seorang yang sudah lanjut usianya,

dia tidak kuat mengerjakan puasa.' Rasulullah Saw. bersabda: 'Maka hendaklah ia memberi makan enam puluh orang miskin sebanyak satu wasaq kurma.' Aku berkata, 'Demi Allah, ya Rasulullah, dia tidak memiliki makanan sebanyak itu.

' Maka Rasulullah Saw. bersabda, 'Kami akan membantunya dengan satu faraq kurma.' Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, aku pun akan membantunya dengan satu faraq kurma lainnya.' Rasulullah Saw. bersabda, 'Kamu benar dan berbuat baik.

Sekarang pergilah, dan sedekahkanlah kurma ini sebagai kifarat suamimu, kemudian perintahkanlah kepada anak pamanmu itu (suamimu) agar berbuat baik'." Khuwailah melanjutkan kisahnya,

bahwa lalu ia mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Nabi Saw. itu. Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini di dalam Kitabut Thalaq, bagian dari kitab sunannya melalui dua jalur dari Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar dengan sanad yang sama.

Dan di dalam lafaz Imam Abu Daud disebutkan Khuwailah binti Sa'labah. Disebut pula dengan nama Khuwailah binti Malik ibnu Sa'labah, tetapi adakalanya disingkat hingga menjadi Khuwailah;

pada garis besarnya di antara pendapat-pendapat tersebut tidak ada pertentangan, karena satu sama lainnya berdekatan; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Inilah pendapat yang benar sehubungan dengan latar belakang turunnya surat ini. Adapun mengenai hadis Salamah ibnu Sakhr, sama sekali tidak mengandung pengertian yang menunjukkan bahwa ia melatarbelakangi turunnya surat ini,

melainkan suatu kasus yang semakna dengan apa yang diturunkan oleh Allah dalam surat ini, yaitu kifarat memerdekakan budak, atau puasa, atau memberi makan. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun,

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, dari Muhammad ibnu Amr ibnu Ata, dari Sulaiman ibnu Yasar, dari Salamah ibnu Sakhr Al-Ansari yang mengatakan,

"Aku adalah seorang lelaki yang dianugerahi kekuatan bersetubuh melebihi apa yang dipunyai oleh selainku. Manakala bulan Ramadan masuk, maka aku men-zihar istriku hingga lepas bulan Ramadan,

karena takut bila di suatu malam aku tidak dapat menahan berahiku yang akibatnya persetubuhan terus berlanjut sampai siang harinya, sedangkan diriku tidak mampu menghentikannya. Di suatu malam ketika istriku sedang melayaniku,

tiba-tiba bagian yang merangsang dari istriku terbuka, maka aku tidak dapat menguasai diriku lagi dan langsung menggaulinya. Pada pagi harinya aku menemui kaumku dan kuceritakan kepada mereka peristiwa yang kualami itu.

Aku katakan kepada mereka, 'Marilah kita bersama-sama menghadap kepada Nabi Saw., lalu aku akan menceritakan kepadanya perihalku itu.' Mereka menjawab, 'Tidak, demi Allah,

kami tidak mau karena kami khawatir bila akan ada wahyu yang diturunkan berkenaan dengan kita, atau Rasulullah Saw. mengucapkan sesuatu menyangkut perihal kita yang berakibat akan membuat kita malu.

Sebaiknya engkau sendirilah yang menghadap kepada beliau dan engkau lebih bebas untuk mengutarakannya.' Maka aku pun pergi menghadap kepada Nabi Saw., lalu kuceritakan kepada beliau perihal diriku itu, dan beliau Saw.

bersabda kepadaku, 'Kamu benar melakukannya?' Aku menjawab, 'Ya, aku benar melakukannya.' Beliau bertanya lagi, 'Kamu benar melakukannya?' Aku menjawab, 'Ya, aku telah melakukannya.' Beliau Saw. bertanya lagi,

'Kamu benar melakukannya?' Aku menjawab, 'Ya, dan sekarang aku berserah diri kepada hukum Allah Swt. Sanksi apa pun yang harus kuterima, maka aku dengan rela menerimanya.' Rasulullah Saw. bersabda:

'Merdekakanlah seorang budak!' Maka aku memukul bagian belakang leherku dengan tanganku seraya berkata, 'Tidak, demi Tuhan yang mengutusmu dengan hak, aku tidak mempunyai apa pun selain istriku.' Rasulullah Saw. bersabda:

'Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut!' Aku menjawab, 'Wahai Rasulullah, tiada lain apa yang telah menimpa diriku itu melainkan karena puasa.' Rasulullah Saw. bersabda: 'Maka bersedekahlah kamu!' Aku menjawab,

'Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, sesungguhnya kami jalani malam hari kami tadi dalam keadaan lapar, karena kami tidak mempunyai makanan untuk makan malam kami.' Rasulullah Saw. bersabda:

'Pergilah kamu kepada amil zakat orang-orang Bani Zuraiq, dan katakanlah kepadanya bahwa hendaknya dia memberimu zakat. Lalu berikanlah sebagian darinya sebanyak satu wasaq kurma untuk makan enam puluh orang miskin,

kemudian lebihannya adalah untukmu dan orang-orang yang berada dalam tanggunganmu.' Aku pulang kepada kaumku dan kukatakan (kepada mereka), 'Aku menjumpai kesempitan dan pendapat yang buruk pada kalian,

dan kujumpai pada Rasulullah Saw. keluasan dan berkah. Sesungguhnya beliau telah memerintahkan kepadaku untuk mengambil zakat kalian, maka berikanlah zakat itu kepadaku.' Maka mereka memberikan zakatnya kepadaku."

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah, tetapi Imam Turmuzi meriwayatkannya dengan singkat dan ia menilainya hasan. Makna lahiriah konteks hadis ini menunjukkan bahwa peristiwa ini

terjadi sesudah kisah Aus ibnus Samit dan istrinya (Khuwailah binti Sa'labah), sebagaimana yang tersimpulkan dari konteks hadis ini dan hadis yang sebelumnya setelah direnungkan secara mendalam.

Khasif telah meriwayatkan dari Mujahid dan Ibnu Abbas, bahwa lelaki yang mula-mula men-zihar istrinya adalah Aus ibnus Samit, saudara lelaki Ubadah ibnus Samit. Istrinya bernama Khuwailah binti Sa'labah ibnu Malik.

Disebutkan bahwa setelah suaminya men-zihar-nya, ia merasa takut bila zihar itu merupakan suatu talak, lalu ia mendatangi Rasulullah Saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Aus telah men-zihar-ku;

dan sesungguhnya jika kami bercerai, niscaya binasalah kami. Sesungguhnya telah kugelarkan perutku untuknya, dan dengan setia aku menemaninya." Khuwailah mengadukan hal tersebut seraya menangis,

sedangkan wahyu masih belum ada yang menerangkan masalah tersebut. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya,

dan mengadukan (halnya) kepada Allah. (Al-Mujadilah: 1) sampai dengan firman-Nya: dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. (Al-Mujadilah: 4) Maka Rasulullah Saw. memanggil Aus ibnus Samit dan bersabda,

"Mampukah kamu membeli seorang budak untuk kamu merdekakan?" Aus menjawab, "Tidak, demi Allah, ya Rasulullah, aku tidak mempunyai kemampuan untuk itu." Maka Rasulullah Saw. menghimpun dana untuknya hingga cukup

untuk membeli budak, lalu budak yang telah dibeli itu dimerdekakan oleh Rasulullah Saw. untuk kifarat Aus, setelah itu Aus kembali lagi kepada istrinya. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Ibnu Abbas dan kebanyakan ulama berpendapat seperti apa yang telah kami kemukakan di atas; dan hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:


{الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ}


Orang-orang yang men-zihar istrinya di antara kamu. (Al-Mujadilah: 2) Kata zihar berasal dari zahar, artinya punggung, Dahulu di masa Jahiliah apabila seseorang dari mereka men-zihar istrinya, ia mengatakan kepada istrinya,

"Engkau menurutku sama dengan punggung ibuku," yakni punggungnya sama dengan punggung ibunya. Kemudian menurut istilah syara' kata zihar ini bisa saja diberlakukan terhadap anggota tubuh lainnya secara analogi (kias).

Dahulu di masa Jahiliah zihar dianggap sebagai talak, kemudian Allah Swt. memberikan kemurahan bagi umat ini. Dia tidak menjadikannya sebagai talak, dan pelakunya hanya dikenai sanksi membayar kifarat,

berbeda dengan apa yang berlaku di kalangan mereka di masa Jahiliah. Hal yang sama telah dikatakan oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Abu Hamzah, dari Ikrimah,

dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu di masa Jahiliah apabila seorang lelaki berkata kepada istrinya, "Engkau menurutku sama dengan punggung ibuku," maka istrinya itu haram baginya.

Dan orang yang mula-mula men-zihar istrinya di masa Islam adalah Aus. Saat itu istrinya adalah anak perempuan pamannya yang dikenal dengan nama Khuwailah binti Sa'labah. Di suatu hari ia men-zihar istrinya,

lalu ia menyesali perbuatannya, dan berkata, "Menurutku dirimu tiada lain telah haram dariku," dan istrinya mengatakan hal yang sama. Akhirnya Aus berkata kepada istrinya, "Pergilah kepada Rasulullah Saw."

Maka istri Aus datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan ia menjumpai di sisi Rasulullah Saw. terdapat sisir yang beliau gunakan untuk menyisiri rambutnya Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Khuwailah,

Allah tidak memerintahkan sesuatu pun kepada kami sehubungan dengan kasusmu itu " Lalu Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Khuwailah, bergembiralah!" Khuwailah menjawab,

"Semoga kebaikan saja adanya." Maka Rasulullah Saw. membacakan kepadanya firman Allah Swt. yang mengatakan: Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya,

dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. (Al-Mujadilah: 1) sampai dengan firman-Nya: Dan orang-orang yang men-zihar istri mereka,

kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. (Al-Mujadilah: 3) Khuwailah berkata,

"Dari manakah kami mendapatkan budak? Demi Allah, dia tidak mempunyai seseorang selain diriku." Allah Swt. berfirman: Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut. (Al-Mujadilah: 4)

Khuwailah berkata, "Demi Allah, seandainya dia (suaminya) tidak minum sebanyak tiga kali seharinya, niscaya pandangannya hilang (kabur, karena kelaparan)." Allah Swt. berfirman: Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya)

memberi makan enam puluh orang miskin. (Al-Mujadilah: 4) Khuwailah berkata lagi, "Dari manakah kami mendapatkan makanan sebanyak itu, sedangkan makanan kami hanyalah satu kali seharinya?" Maka Rasulullah Saw.

memerintahkan agar diambilkan kurma sebanyak setengah wasaq, yaitu tiga puluh sa', karena satu wasaq sama dengan enam puluh sa'. Lalu beliau Saw. bersabda, "Hendaklah ia memberi enam puluh orang miskin (dengan kurma ini)

setelah itu ia boleh rujuk kembali kepadamu." Sanad hadis ini dinilai baik lagi kuat, tetapi konteksnyagarib. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Abul Aliyah. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Abdur Rahman Al-Harawai, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Asim, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Abul Aliyah yang mengatakan bahwa Khaulah binti Dulaij adalah istri seorang lelaki dari kalangan Ansar

yang matanya telah rabun, miskin, lagi buruk perangainya. Dan tersebutlah bahwa di masa Jahiliah dahulu apabila seorang lelaki hendak menceraikan istrinya, ia mengatakan kepadanya, "Engkau bagiku sama seperti punggung ibuku."

Tersebutlah pula bahwa Khaulah mempunyai seorang anak atau dua orang anak dari suaminya itu. Dan pada suatu hari Khaulah bertengkar dengan suaminya mengenai sesuatu, maka suaminya berkata kepadanya,

"Engkau bagiku sama dengan punggung ibuku." Lalu Khaulah pergi dengan pakaian yang seadanya hingga masuk ke rumah Siti Aisyah r.a., saat itu Rasulullah Saw. sedang berada di rumahnya.

Khaulah menjumpai Aisyah sedang membasuh sebagian dari kepala Rasulullah Saw., lalu Khaulah menghadap kepada beliau dengan ditemani anaknya dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya suamiku matanya sudah rabun, miskin,

tidak punya apa-apa, lagi buruk perangainya. Dan sesungguhnya aku bertengkar dengannya tentang sesuatu, lalu dia marah dan mengatakan, 'Engkau bagiku sama dengan punggung ibuku,' sedangkan dia tidak bermaksud menceraikanku,

dan aku mempunyai seorang atau dua orang anak darinya." Rasulullah Saw. bersabda, "Sepanjang pengetahuanku, tiada lain kamu telah menjadi haram baginya." Khaulah berkata, "Aku mengadukan perihalku kepada Allah

semoga Dia menurunkan wahyu berkenaan dengan masalahku dan ayah dari anak perempuanku ini." Siti Aisyah berputar, lalu membasuh sisi lain dari kepala Rasulullah Saw. Maka Khaulah pun berputar mengikuti Aisyah, dan berkata lagi,

"Wahai Rasulullah, suamiku sudah rabun matanya, miskin, lagi buruk perangainya; aku mempunyai seorang atau dua orang anak darinya, dan sesungguhnya aku bertengkar dengannya mengenai sesuatu hal hingga ia marah, lalu berkata,

'Engkau bagiku sama dengan punggung ibuku,' sedangkan dia tidak bermaksud menceraikanku."Khaulah binti Dulaij berkata, bahwa lalu Rasulullah Saw. mengangkat kepalanya memandang ke arahnya dan bersabda,

"Menurut pengetahuanku engkau ini tiada lain telah haram baginya." Khaulah berkata, "Aku mengadukan (halku ini) kepada Allah, semoga Dia menurunkan pemecahan masalahku dan ayah anak perempuanku ini."

Abul Aliyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Siti Aisyah r.a. melihat roman muka Rasulullah Saw. berubah, maka ia segera berkata kepada Khaulah, "Mundurlah kamu, mundurlah kamu." Maka Khaulah pun menjauh, dan Rasulullah Saw.

ditinggalkan dalam keadaan kesendiriannya selama yang dikehendaki Allah Swt. Setelah wahyu selesai, beliau bertanya, "Hai Aisyah, ke manakah wanita tadi?" Maka Aisyah memanggil Khaulah. Setelah datang, Rasulullah Saw.

bersabda kepadanya, "Sekarang pulanglah kamu dan kembalilah dengan membawa suamimu." Khaulah bergegas pergi, lalu datang lagi dengan membawa suaminya. Ketika Rasulullah Saw. melihat suaminya,

ternyata keadaannya seperti yang digambarkan oleh istrinya, yaitu matanya sudah rabun, miskin, lagi buruk perangainya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang: 'Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya.' (Al-Mujadilah: 1) sampai dengan firman-Nya:

'Dan orang-orang yang men-zihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan.' (Al-Mujadilah: 3) Lalu Nabi Saw. bertanya, "Apakah kamu mempunyai budak untuk kamu merdekakan sebelum kamu kembali

menggauli istrimu?" Suami Khaulah menjawab, "Tidak." Rasulullah Saw. bertanya, "Kuatkah kamu puasa selama dua bulan berturut-turut?" Ia menjawab, "Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak,

sesungguhnya aku jika tidak makan sebanyak dua atau tiga kali hampir saja penglihatanku lenyap." Rasulullah Saw. bertanya, "Mampukah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?" Ia menjawab, "Tidak, kecuali bila engkau membantuku."

Abul Aliyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Rasulullah Saw. membantunya dan bersabda, "Berilah makan enam puluh orang miskin (dengan bantuanku ini)." Abul Aliyah mengatakan bahwa Allah menghindarkan talak

dan menjadikannya (kasus ini) sebagai zihar. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Ibnul Musanna, dari Abdul A'la, dari Daud yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar dari Abul Aliyah, kemudian disebutkan hal yang semisal,

tetapi dengan kisah yang lebih ringkas dari pada konteks di atas. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa dahulu ila dan zihar merupakan talak di masa Jahiliah, lalu Allah Swt. memberikan batas waktu bagi ila selama empat bulan,

dan menetapkan kifarat bagi zihar. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang semisal. Imam Malik telah menyimpulkan bahwa orang kafir tidak termasuk ke dalam pengertian ayat ini, karena ada firman-Nya yang menyebutkan, "Minkum,

"yakni dari kalian. Khitab atau pembicaraan ditujukan hanya kepada kaum mukmin. Tetapi jumhur ulama menyanggahnya dan mengatakan bahwa hal seperti ini dikategorikan ke dalam pengertian prioritas terhadap mayoritas,

sedangkan dalam makna ayat ini tidak ada pengertian yang menunjuk ke arah itu. Jumhur ulama dalam jawabannya terhadap Imam Malik mengambil dalil dari firman Allah Swt. yang menyebutkan: istri mereka. (Al-Mujadilah: 3)

Bahwa budak perempuan tidak ada zihar terhadapnya, dan tidak termasuk ke dalam khitab ayat ini. Dan firman Allah Swt. yang menyebutkan:


{مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلا اللائِي وَلَدْنَهُمْ}


padahal tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. (Al-Mujadilah: 2) Yakni seorang wanita tidaklah menjadi seorang ibu bagi seorang lelaki yang mengatakan kepadanya,

"Engkau bagiku seperti punggung ibuku, atau engkau mirip ibuku, atau engkau seperti ibuku," sesungguhnya ibu lelaki yang bersangkutan hanyalah wanita yang melahirkannya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا}


Dan sesungguhnya mereka benar-benar mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. (Al-Mujadilah: 2) Maksudnya, ucapan yang keji lagi batil.


{وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ}


Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (Al-Mujadilah: 2) Yaitu terhadap apa yang telah kamu kerjakan di masa Jahiliah. Demikian pula halnya kata-kata yang keluar dari lisan tanpa disengaja karena terpeleset lidah,

sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud, bahwa Rasulullah Saw. pernah mendengar seorang lelaki berkata kepada istrinya, "Hai saudaraku." Maka Nabi Saw. bertanya, "Dia saudara perempuan­mu?" Ini merupakan protes,

tetapi kata-kata tersebut tidak menjadikan istrinya sebagai saudara perempuannya hanya dengan kata-kata itu, mengingat dia mengucapkan kata-katanya itu tanpa sengaja. Dan seandainya dia mengeluarkan kata-katanya itu dengan sengaja,

niscaya istrinya itu haram baginya, karena sesungguhnya menurut pendapat yang sahih tidak ada bedanya antara ibu dan wanita lainnya dari kalangan para mahram seperti saudara perempuan, bibi dan ayah, dan bibi dari ibu, dan lain sebagainya yang serupa. Firman Allah Swt.:


{وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا}


Dan orang-orang yang men-zihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan. (Al-Mujadilah: 3) Ulama Salaf dan para imam berbeda pendapat mengenai makna yang dimaksud oleh firman-Nya:

kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan. (Al-Mujadilah: 3) Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan 'kembali' ialah kembali mengulangi kata-kata zihar-nya, tetapi pendapat ini batil.

Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Hazm dan pendapat Daud yang diriwayatkan oleh Abu Umar ibnu Abdul Bar, dari Bukair ibnul Asyaj dan Al-Farra, serta segolongan ulama ilmu kalam (tauhid).

Imam Syafii mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hendaknya si suami tetap memegang istrinya sesudah ia men-zihar--nya selama suatu masa yang memungkinkan baginya dalam masa itu menjatuhkan talaknya,

tetapi dia tidak menjatuhkannya. Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, makna yang dimaksud ialah bila suami yang bersangkutan hendak kembali menyetubuhi istri yang telah di-zihar-nya, atau bertekad akan menyetubuhinya,

maka istrinya itu tidak halal baginya sebelum ia membayar kifarat zihar-nya. Telah diriwayatkan pula dari Malik, bahwa makna yang dimaksud ialah tekad untuk menyetubuhi atau tekad untuk tetap memegangnya sebagai istri.

Dan menurut riwayat lain yang bersumberkan darinya, makna yang dimaksud ialah hendak menyetubuhi. Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bila si suami kembali melakukan zihar lagi sesudah zihar diharamkan

dan hukum Jahiliah mengenainya dihapuskan (yakni zihar sama dengan talak). Maka manakala seorang lelaki men-zihar istrinya, berarti istrinya itu haram baginya,

dan status haramnya itu tidak dapat dihilangkan kecuali dengan membayar kifaratnya. Pendapat ini pulalah yang dianut oleh murid-murid Imam Abu Hanifah dan Al-Lais ibnu Sa'd.

Ibnu Lahi'ah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ata, dari Sa' id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan. (Al-Mujadilah: 3)

Yakni mereka bermaksud akan menyetubuhi istri-istri mereka yang telah mereka haramkan atas diri mereka melalui zihar. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah menyetubuhi kemaluan.

Al-Hasan menilai tidak mengapa melakukan persetubuhan di luar kemaluan sebelum yang bersangkutan membayar kifarat zihar-nya. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

sebelum kedua suami istri itu bercampur. (Al-Mujadilah: 3) Yang dimaksud dengan bercampur ialah nikah (jimak). Hal yang sama telah dikatakan oleh Ata, Az-Zuhri, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan.

Az-Zuhri mengatakan bahwa tidak boleh bagi suami yang telah men-zihar istrinya mencium istri yang di-zihar-nya, tidak boleh pula menyetubuhinya sebelum ia membayar kifarat zihar-nya. Ahlus Sunan telah meriwayatkan melalui hadis Ikrimah, dari Ibnu Abbas:


أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي ظَاهَرْتُ مِنِ امْرَأَتِي فَوَقَعْتُ عَلَيْهَا قَبْلَ أَنْ أُكَفِّرَ. فَقَالَ: "مَا حَمَلَكَ عَلَى ذَلِكَ يَرْحَمُكَ اللَّهُ؟ ". قَالَ: رَأَيْتُ خَلْخَالَهَا فِي ضَوْءِ الْقَمَرِ. قَالَ: "فَلَا تَقْرَبْهَا حَتَّى تَفْعَلَ مَا أَمَرَكَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ"


bahwa seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah men-zihar istriku, lalu aku menyetubuhinya sebelum kubayar kifaratnya." Rasulullah Saw. balik bertanya, "Apakah yang mendorongmu melakukan hal itu?

Semoga Allah merahmatimu." Lelaki itu menjawab, "Aku melihat kemilauan gelang kakinya yang terkena sinar rembulan." Rasulullah Saw. bersabda: Jangan kamu dekati dia sebelum kamu kerjakan apa yang telah diperintahkan Allah Swt. kepadamu.

Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib sahih. Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Ikrimah secara mursal. Menurut Imam Nasai, yang berpredikat mursal-lah yang lebih mendekati kebenaran. Firman Allah Swt.:


{فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ}


maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak. (Al-Mujadilah: 3) Yakni memerdekakan seorang budak secara utuh, sebelum yang bersangkutan menggauli istri yang telah di-zihar-nya.

Dalam ayat ini sebutan raqabah atau budak tidak diikat dengan keimanan, sedangkan di dalam kifarat membunuh diikat dengan keimanan. Maka Imam Syafii rahimahullah menakwilkan kemutlakan dalam ayat ini,

bahwa ia diikat dengan pengertian budak yang ada pada kifarat pembunuhan; mengingat subjeknya sama, yaitu memerdekakan budak. Dan Imam Syafii mendukung pendapatnya ini dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik berikut sanadnya,

dari Mu'awiyah ibnul Hakam As-Sulami sehubungan dengan kisah seorang budak perempuan berkulit hitam. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ"


Merdekakanlah dia, karena sesungguhnya dia adalah wanita yang beriman. Imam Ahmad telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab musnadnya, demikian pula Imam Muslim di dalam kitab sahihnya.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ طَاوُسٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ: إِنِّي تَظَاهَرْتُ مِنِ امْرَأَتِي ثُمَّ وَقَعْتُ عَلَيْهَا قَبْلَ أَنْ أُكَفِّرَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَمْ يَقُلِ اللَّهُ {مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا} قَالَ: أَعْجَبَتْنِي؟ قَالَ: "أَمْسِكْ حَتَّى تُكَفِّرَ"


Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, dari Ismail ibnu Muslim ibnu Yasar, dari Amr ibnu Dinar, dari Tawus,

dari Ibnu Abbas yang menceritakan pernah ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Sesungguhnya aku telah men-zihar istriku dan aku menggaulinya sebelum kubayar kifaratnya." Rasulullah Saw. balik bertanya,

"Bukankah Allah Swt. telah berfirman, 'Sebelum keduanya bercampur'?" Lelaki itu menjawab, "Aku terangsang olehnya." Rasulullah Saw. bersabda: Tahanlah dirimu (dari bersetubuh) hingga kamu membayar kifaratmu.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa tiada suatu riwayat dari Ibnu Abbas yang lebih baik daripada ini; Ismail ibnu Muslim orangnya masih diperbincangkan, tetapi banyak ulama yang mengambil riwayat darinya.

Di dalam hadis ini terkandung hukum fiqih yang menunjukkan bahwa Nabi Saw. tidak memerintahkan kepada lelaki itu kecuali hanya membayar satu kali kifarat. Firman Allah Swt.:


{ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ}


Demikianlah yang diajarkan kepadamu. (Al-Mujadilah: 3) Yakni sebagai peringatan bagimu.


{وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ}


dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujadilah: 3) Yaitu mengetahui semua yang bermaslahat lagi sesuai dengan keadaan kalian. Firman Allah Swt.:


{فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا}


Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. (Al-Mujadilah: 4)

Dalam penjelasan yang lalu telah dikemukakan hadis-hadis yang memerintahkan hal ini secara tertib, sebagaimana telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain mengenai kisah seorang lelaki yang menyetubuhi istrinya dalam bulan Ramadan.


{ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ}


Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul­-Nya. (Al-Mujadilah: 4) Artinya, Kami perintahkan demikian itu agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah Swt.:


وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ}


Dan itulah hukum-hukum Allah. (Al-Mujadilah: 4) Yakni batasan-batasan yang diharamkan-Nya, maka janganlah kamu melanggarnya.


{وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ}


dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. (Al-Mujadilah: 4) Yaitu orang-orang yang tidak beriman dan tidak mau menetapi hukum-hukum syariat ini serta tidak meyakini bahwa mereka akan selamat dari musibah.

Keadaan yang sebenarnya tidaklah seperti apa yang diduga oleh mereka, bahkan bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat nanti.

Surat Al-Mujadilah |58:3|

وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

wallażiina yuzhoohiruuna min nisaaa`ihim ṡumma ya'uuduuna limaa qooluu fa taḥriiru roqobatim ming qobli ay yatamaaassaa, żaalikum tuu'azhuuna bih, wallohu bimaa ta'maluuna khobiir

Dan mereka yang menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.

And those who pronounce thihar from their wives and then [wish to] go back on what they said - then [there must be] the freeing of a slave before they touch one another. That is what you are admonished thereby; and Allah is Acquainted with what you do.

Tafsir
Jalalain

(Dan orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan) tentang zihar ini, seumpama dia bersikap berbeda dengan apa yang telah dikatakannya itu,

yaitu dengan cara tetap memegang istri yang diziharnya. Sedangkan perbuatan ini jelas bertentangan dengan maksud tujuan daripada perkataan zihar,

yaitu menggambarkan istri dengan sifat yang menjadikannya haram bagi dia (maka memerdekakan seorang budak) maksudnya wajib atasnya memerdekakan seorang budak

(sebelum kedua suami istri itu bercampur) bersetubuh. (Demikianlah yang diajarkan kepada kalian, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 3 |

penjelasan ada di ayat 2

Surat Al-Mujadilah |58:4|

فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۖ فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ۚ ذَٰلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۗ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

fa mal lam yajid fa shiyaamu syahroini mutataabi'aini ming qobli ay yatamaaassaa, fa mal lam yastathi' fa ith'aamu sittiina miskiinaa, żaalika litu`minuu billaahi wa rosuulih, wa tilka ḥuduudulloh, wa lil-kaafiriina 'ażaabun aliim

Maka barang siapa tidak dapat (memerdekakan hamba sahaya), maka (dia wajib) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Tetapi barang siapa tidak mampu, maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang yang mengingkarinya akan mendapat azab yang sangat pedih.

And he who does not find [a slave] - then a fast for two months consecutively before they touch one another; and he who is unable - then the feeding of sixty poor persons. That is for you to believe [completely] in Allah and His Messenger; and those are the limits [set by] Allah. And for the disbelievers is a painful punishment.

Tafsir
Jalalain

(Maka barang siapa yang tidak mendapatkan) budak (maka wajib atasnya berpuasa dua bulan berturut-turut, sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak mampu)

melakukan puasa (memberi makan enam puluh orang miskin) diwajibkan atasnya, yakni sebelum keduanya bercampur kembali sebagai suami istri; untuk tiap-tiap orang miskin

satu mudd makanan pokok negeri orang yang bersangkutan. Kesimpulan hukum ini berdasarkan pemahaman menyamakan pengertian yang mutlak dengan yang muqayyad.

(Demikianlah) keringanan ini dengan memakai kifarat (supaya kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah) yakni hukum-hukum tersebut (batasan-batasan Allah, dan bagi orang-orang yang ingkar)

kepada batasan-batasan atau hukum-hukum Allah itu (azab yang sangat pedih) atau siksaan yang amat menyakitkan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 4 |

penjelasan ada di ayat 2

Surat Al-Mujadilah |58:5|

إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ كُبِتُوا كَمَا كُبِتَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۚ وَقَدْ أَنْزَلْنَا آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ ۚ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ

innallażiina yuḥaaadduunalloha wa rosuulahuu kubituu kamaa kubitallażiina ming qoblihim wa qod anzalnaaa aayaatim bayyinaat, wa lil-kaafiriina 'ażaabum muhiin

Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan sebagaimana kehinaan yang telah didapat oleh orang-orang sebelum mereka. Dan sungguh, Kami telah menurunkan bukti-bukti yang nyata. Dan bagi orang-orang yang mengingkarinya akan mendapat azab yang menghinakan.

Indeed, those who oppose Allah and His Messenger are abased as those before them were abased. And We have certainly sent down verses of clear evidence. And for the disbelievers is a humiliating punishment.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang menentang) orang-orang yang melawan (Allah dan Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan) mereka pasti akan memperoleh kehinaan

(sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan) karena mereka menentang rasul-rasul mereka. (Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang jelas)

yang menunjukkan kebenaran Rasul. (Dan bagi orang-orang yang kafir) yang ingkar kepada ayat-ayat itu (ada azab yang menghinakan) yaitu siksaan yang membuat mereka hina.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 5 |

Tafsir ayat 5-7

Allah Swt. menceritakan tentang orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya serta mengingkari syariat-Nya.


{كُبِتُوا كَمَا كُبِتَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ}


pasti mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka mendapat kehinaan. (Al-Mujadilah: 5) Yakni mereka dihina, dilaknat, dan direndahkan, sebagaimana yang telah dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka sebelum mereka.


{وَقَدْ أَنزلْنَا آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ}


Sungguh Kami telah menurunkan bukti-bukti yang nyata. (Al-Mujadilah: 5) Yaitu yang jelas lagi gamblang; tiada yang mengingkari dan tiada yang menentangnya kecuali hanya orang yang kafir, pendurhaka, lagi sombong.


{وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ}


Dan bagi orang-orang kafir ada siksa yang menghinakan. (Al-Mujadilah: 5) sebagai pembalasan dari kesombongan mereka yang tidak mau mengikuti syariat Allah dan tidak mau tunduk patuh kepada-Nya. Kemudian Allah Swt. berfirman dalam ayat berikutnya:


{يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا}


Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya. (Al-Mujadilah: 6) Maksudnya, hari kiamat. Pada hari itu Allah menghimpunkan semua orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian di suatu lapangan yang amat luas.


{فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا}


lalu diberitakannya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. (Al-Mujadilah: 6) Yakni Allah memberitahukan kepada mereka semua amal perbuatan mereka, yang baik dan yang buruknya.


{أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ}


Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. (Al-Mujadilah: 6) Allah telah mencatat dan menghimpunnya terhadap mereka, sedangkan mereka sendiri telah lupa terhadap apa yang mereka kerjakan di masa lalu.


{وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ}


Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Mujadilah: 6) Artinya, tiada sesuatu pun yang gaib dari-Nya dan tiada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya, serta tiada sesuatu pun yang terlupakan oleh-Nya. Kemudian Allah Swt.

menceritakan tentang ilmu-Nya yang meliputi semua makhluk, bahwa Dia Maha Periksa terhadap mereka, Maha Mendengar semua ucapan mereka, lagi Maha Melihat tempat mereka di mana pun mereka berada dan kapan pun mereka berada. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلاثَةٍ}


Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang. (Al-Mujadilah: 7) Yakni tiga orang yang berbisik-bisik membicarakan suatu rahasia.


{إِلا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلا خَمْسَةٍ إِلا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلا أَكْثَرَ إِلا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا}


melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak,

melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. (Al-Mujadilah: 7) Dia Maha Melihat kepada mereka, mendengar semua pembicaraan mereka, rahasia mereka dan bisik-bisik mereka di antara sesamanya.

Dan selain dari itu para malaikat yang telah ditugaskan oleh-Nya mencatat semua yang mereka rahasiakan, walaupun Allah mengetahuinya dan mendengarnya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ وَأَنَّ اللَّهَ عَلامُ الْغُيُوبِ}


Tidakkah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang gaib? (At-Taubah: 78) Dan firman Allah Swt.:


{أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ}


Apakah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka. (Az-Zukhruf: 80)

Karena itulah maka diriwayatkan oleh sejumlah ulama yang menyatakan adanya ijma' (kesepakatan) sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah kebersamaan ilmu Allah Swt.,

dan ini memang tidak diragukan lagi kebenarannya; tetapi pendengaran-Nya juga bersama-sama ilmu-Nya meliput mereka, dan penglihatan-Nya menembus mereka. Maka Allah Swt. selalu melihat makhluk-Nya,

tiada sesuatu pun dari urusan mereka yang tersembunyi dari-Nya. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:


{ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}


Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Mujadilah: 7)

Imam Ahmad mengatakan bahwa ayat ini dimulai dengan menyebut pengetahuan Allah dan diakhiri pula dengan pengetahuan-Nya.

Surat Al-Mujadilah |58:6|

يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا ۚ أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

yauma yab'aṡuhumullohu jamii'an fa yunabbi`uhum bimaa 'amiluu, aḥshoohullohu wa nasuuh, wallohu 'alaa kulli syai`in syahiid

Pada hari itu mereka semuanya dibangkitkan Allah, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah menghitungnya (semua amal perbuatan itu), meskipun mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.

On the Day when Allah will resurrect them all and inform them of what they did. Allah had enumerated it, while they forgot it; and Allah is, over all things, Witness.

Tafsir
Jalalain

(Pada hari ketika mereka semuanya dibangkitkan Allah lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah menghitung amal perbuatan itu,

padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 6 |

penjelasan ada di ayat 5

Surat Al-Mujadilah |58:7|

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۖ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَىٰ ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَىٰ مِنْ ذَٰلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ۖ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

a lam taro annalloha ya'lamu maa fis-samaawaati wa maa fil-ardh, maa yakuunu min najwaa ṡalaaṡatin illaa huwa roobi'uhum wa laa khomsatin illaa huwa saadisuhum wa laaa adnaa min żaalika wa laaa akṡaro illaa huwa ma'ahum aina maa kaanuu, ṡumma yunabbi`uhum bimaa 'amiluu yaumal-qiyaamah, innalloha bikulli syai`in 'aliim

Tidakkah engkau perhatikan, bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tidak ada lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tidak ada yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia pasti ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari Kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Have you not considered that Allah knows what is in the heavens and what is on the earth? There is in no private conversation three but that He is the fourth of them, nor are there five but that He is the sixth of them - and no less than that and no more except that He is with them [in knowledge] wherever they are. Then He will inform them of what they did, on the Day of Resurrection. Indeed Allah is, of all things, Knowing.

Tafsir
Jalalain

(Tidakkah kamu perhatikan) tidakkah kamu ketahui (bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang,

melainkan Dialah yang keempatnya) yakni melalui ilmu-Nya. (Dan tiada pembicaraan antara lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tiada pula pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu

atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 7 |

penjelasan ada di ayat 5

Surat Al-Mujadilah |58:8|

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نُهُوا عَنِ النَّجْوَىٰ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَيَتَنَاجَوْنَ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَتِ الرَّسُولِ وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ وَيَقُولُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ لَوْلَا يُعَذِّبُنَا اللَّهُ بِمَا نَقُولُ ۚ حَسْبُهُمْ جَهَنَّمُ يَصْلَوْنَهَا ۖ فَبِئْسَ الْمَصِيرُ

a lam taro ilallażiina nuhuu 'anin-najwaa ṡumma ya'uuduuna limaa nuhuu 'an-hu wa yatanaajauna bil-iṡmi wal-'udwaani wa ma'shiyatir-rosuuli wa iżaa jaaa`uuka ḥayyauka bimaa lam yuḥayyika bihillaahu wa yaquuluuna fiii anfusihim lau laa yu'ażżibunallohu bimaa naquul, ḥasbuhum jahannam, yashlaunahaa, fa bi`sal-mashiir

Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan, dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu (Muhammad), mereka mengucapkan salam dengan cara yang bukan seperti yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri, "Mengapa Allah tidak menyiksa kita atas apa yang kita katakan itu?" Cukuplah bagi mereka Neraka Jahanam yang akan mereka masuki. Maka neraka itu seburuk-buruk tempat kembali.

Have you not considered those who were forbidden from private conversation, then they return to that which they were forbidden and converse among themselves about sin and aggression and disobedience to the Messenger? And when they come to you, they greet you with that [word] by which Allah does not greet you and say among themselves, "Why does Allah not punish us for what we say?" Sufficient for them is Hell, which they will [enter to] burn, and wretched is the destination.

Tafsir
Jalalain

(Apakah tidak kamu perhatikan) apakah tidak kamu lihat (orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia,

kemudian mereka kembali mengerjakan larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada rasul)

mereka adalah orang-orang Yahudi; Nabi saw. telah melarang mereka dari pembicaraan rahasia yang dahulu sering mereka lakukan.

Pembicaraan rahasia mereka itu dalam rangka merencanakan tindakan sabotase terhadap kaum mukminin, dimaksud supaya mereka dapat menanamkan keraguan dalam hati kaum mukminin.

(Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu) hai nabi (dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu)

yaitu perkataan mereka, "As-Sammu 'alaika," yakni kematian atasmu. (Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri, "Mengapa tidak) kenapa tidak

(diturunkan azab atas kami oleh Allah disebabkan apa yang kita katakan itu") Yakni salam penghinaan yang kami katakan itu, kalau begitu dia bukanlah seorang nabi, sekalipun dia adalah nabi.

(Cukuplah bagi mereka neraka Jahanam yang akan mereka masuki Dan seburuk-buruk tempat kembali itu) adalah neraka Jahanam.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 8 |

Tafsir ayat 8-10

Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah tiada kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu.

(Al-Mujadilah: 8) Bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang Yahudi; hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil dan Ibnu Hayyan. Disebutkan bahwa dahulu antara Nabi Saw.

dan orang-orang Yahudi telah diadakan perjanjian perdamaian. Dan tersebutlah bahwa mereka apabila melihat seseorang dari sahabat Nabi Saw. lewat di hadapan mereka, maka mereka duduk dan saling berbisik-bisik di antara sesama mereka,

hingga orang mukmin itu mengira bahwa mereka berbisik untuk merencanakan suatu makar guna membunuhnya, atau merencanakan suatu hal yang tidak disukai oleh orang mukmin itu.

Apabila orang mukmin itu melihat mereka berbuat demikian, maka dia merasa takut kepada mereka, akhirnya dia tidak jadi melewati mereka. Maka Nabi Saw. melarang mereka mengadakan pembicaraan rahasia;

tetapi mereka membandel dan kembali melakukan perbuatannya, maka barulah Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Apakah tiada kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu. (Al-Mujadilah: 8)


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ الْحِزَامِيُّ، حَدَّثَنِي سُفْيَانُ بْنُ حَمْزَةَ، عَنْ كَثِيرٍ عَنْ زَيْدٍ، عَنْ رُبَيح بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: كُنَّا نَتَنَاوَبُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، نَبِيتُ عِنْدَهُ؛ يطرُقه مِنَ اللَّيْلِ أَمْرٌ وَتَبْدُو لَهُ حَاجَةٌ. فَلَمَّا كَانَتْ ذَاتُ لَيْلَةٍ كَثُر أَهْلُ النَّوْبِ وَالْمُحْتَسِبُونَ حَتَّى كُنَّا أَنْدِيَةً نَتَحَدَّثُ، فَخَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "مَا هَذَا النَّجْوَى؟ أَلَمْ تُنْهَوا عَنِ النَّجْوَى؟ ". قُلْنَا: تُبْنَا إِلَى اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا كنا في ذكر المسيح، فَرقا مِنْهُ. فَقَالَ: "أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنْهُ؟ ". قُلْنَا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "الشِّرْكُ الْخَفِيُّ، أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يَعْمَلُ لِمَكَانِ رَجُلٍ".


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Munzir Al-Hizami, telah menceritakan kepadaku Sufyan ibnu Hamzah, dari Kasir, dari Zaid,

dari Rabih ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Sa'id Al-Khudri, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa dahulu kami bergiliran menjaga Rasulullah Saw. dan menginap di dekat rumah beliau,

karena bila ada suatu urusan di malam hari menyangkut beliau atau beliau memerlukan suatu kebutuhan. Di suatu malam orang-orang yang berjaga dengan suka rela semakin banyak jumlahnya,

hingga kami membentuk kelompok-kelompok dan kami pun asyik berbincang-bincang di antara kami. Maka keluarlah Rasulullah Saw. dan bertanya, "Rahasia apakah yang kalian bicarakan,

bukankah kalian dilarang melakukan pembicaraan rahasia?" Kami menjawab, "Kami bertobat kepada Allah. Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami sedang membicarakan tentang Al-Masih (Dajjal) karena kami takut kepadanya."

Nabi Saw. bersabda; "Maukah aku beritakan kepada kalian tentang sesuatu hal yang paling aku khawatirkan akan menimpa kalian?" Kami menjawab, "Tentu saja kami mau, wahai Rasulullah." Maka beliau Saw. bersabda:

Syirik yang tersembunyi, yaitu bila seseorang bangkit beramal karena kedudukan seseorang lainnya. Sanad hadis garib dan di dalamnya terdapat sebagian perawi yang berpredikat dai/.Firman Allah Swt.:


{وَيَتَنَاجَوْنَ بِالإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَتِ الرَّسُولِ}


dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. (Al-Mujadilah: 8) Mereka membicarakan perbuatan dosa di antara sesama mereka yang khusus hanya menyangkut diri mereka.


وَالْعُدْوَانُ


dan permusuhan. (Al-Mujadilah: 8) Yakni yang berkaitan dengan orang lain, dan termasuk ke dalam pengertian ini ialah perbuatan durhaka kepada Rasul dan menentangnya. Mereka bertekad untuk mengerjakannya dan saling memerintahkan di antara sesama mereka untuk itu. Firman Allah Swt.:


{وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ}


Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. (Al-Mujadilah: 8) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, dari Al-A'masy, dari Masruq, dari Aisyah yang mengatakan bahwa pernah orang-orang Yahudi masuk menemui Rasulullah Saw., lalu mereka mengucapkan,

"Ass'amu 'alaika (semoga kebinasaan menimpa dirimu), hai Abul Qasim." Maka Aisyah menjawab, "Wa 'alaikumus s'am (semoga kamulah yang tertimpa kebinasaan)." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Aisyah,

sesungguhnya Allah tidak menyukai kata-kata yang keji dan perbuatan yang keji." Aisyah r.a. berkata, "Tidakkah engkau mendengar apa yang mereka katakan? Mereka mengatakan, 'Ass'amu 'alaika'" Rasulullah Saw. balik bertanya,

"Tidakkah engkau mendengar apa yang kukatakan kepada mereka? Aku katakan kepada mereka, 'Wa'alaikum' (semoga kamulah yang demikian itu)." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan apabila mereka datang kepadamu,

mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. (Al-Mujadilah: 8) Menurut riwayat yang lain, Aisyah berkata kepada mereka, "Semoga kalianlah yang tertimpa kebinasaan, celaan, dan laknat," dan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:


"إِنَّهُ يُسْتَجَابُ لَنَا فِيهِمْ، وَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ فِينَا"


Sesungguhnya diperkenankanlah bagi kita terhadap mereka, dan tidak diperkenankanlah bagi mereka terhadap kita. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid,

telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, dari Anas ibnu Malik, bahwa ketika Rasulullah Saw. sedang duduk bersama sahabat-sahabatnya, tiba-tiba datanglah seorang Yahudi kepada mereka, lalu mengucapkan salam kepada mereka,

dan mereka menjawab salamnya. Maka Nabi Allah Swt. bertanya, "Tahukah kalian, apa yang telah dikatakan olehnya?" Mereka menjawab, "Itu salam, wahai Rasulullah." Rasulullah Saw. bersabda, "Tidak, bahkan dia mengatakan,

'Samun 'alaikum, 'yakni mereka mengharapkan kebinasaan bagi agama kalian. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Jawablah dia dengan yang serupa." Maka mereka menjawabnya, dan Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah kamu telah mengatakan, 'Samun 'alaikum?' Lelaki Yahudi itu menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bersabda:


"إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَقُولُوا: عَلَيْكَ"


Apabila ada Ahli Kitab yang mengucapkan salam kepadamu, maka jawablah olehmu dengan kalimat '"Alaika". Artinya, semoga kamulah yang tertimpa apa yang kamu katakan itu.

Asal hadis Anas diketengahkan di dalam kitab sahih. Hadis ini di dalam kitab sahih diriwayatkan melalui Aisyah r.a. dengan lafaz yang semisal. Firman Allah Swt.:


{وَيَقُولُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ لَوْلا يُعَذِّبُنَا اللَّهُ بِمَا نَقُولُ}


Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri, "Mengapa Allah tiada menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” (Al-Mujadilah: 8) Yakni apa yang mereka lakukan dan yang mereka katakan itu berupa melipat kata-kata

dan memberikan prakira kepada lawan bicara seakan-akan kata-kata itu adalah salam. Padahal sesungguhnya kata-kata itu sebenarnya merupakan cacian. Selain dari itu mereka mengatakan dalam dirinya sendiri bahwa seandainya orang ini

(maksudnya Nabi Saw.) adalah seorang nabi, niscaya Allah akan mengazab kami karena perkataan yang kami tujukan terhadapnya yang batinnya mengandung cacian. Allah Maha Mengetahui apa yang kita sembunyikan (rahasiakan);

sekiranya dia benar seorang nabi, pastilah dalam waktu dekat Allah akan menyegerakan siksaan-Nya di dunia ini atas diri kita. Maka Allah Swt. menjawab ucapan mereka itu melalui firman-Nya:


{حَسْبُهُمْ جَهَنَّمُ}


Cukuplah bagi mereka neraka Jahanam. (Al-Mujadilah: 8) Maksudnya, neraka Jahanam, sudah cukup untuk mereka di hari kemudian.


{يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمَصِيرُ}


yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (Al-Mujadilah: 8) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Hammad,

bahwa Ata ibnus Sa'ib telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa dahulu orang-orang Yahudi sering mengucapkan kata-kata samun 'alaika' kepada Rasulullah.

Dan mereka berkata dalam dirinya sendiri bahwa mengapa Allah tidak menyiksa kami karena perkataan yang kami ucapkan? Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan apabila mereka datang kepadamu,

mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah kepadamu. Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri, "Mengapa Allah tiada menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?”

Cukuplah bagi mereka neraka Jahanam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (Al-Mujadilah: 8) Sanadnya cukup baik, tetapi mereka tidak mengetengahkannya.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah.

(Al-Mujadilah: 8) Bahwa dahulu orang-orang munafik apabila memberi salam kepada Rasulullah Saw., mereka mengatakan, "Samun 'alaika.” Maka Allah Swt. berfirman: Cukuplah bagi mereka neraka Jahanam yang akan mereka masuki.

Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (Al-Mujadilah: 8) Kemudian dalam firman berikutnya Allah Swt. mendidik hamba-hamba-Nya yang beriman agar janganlah mereka menjadi seperti orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَنَاجَيْتُمْ فَلا تَتَنَاجَوْا بِالإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَتِ الرَّسُولِ}


Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. (Al-Mujadilah: 9)

Yakni sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengerti dari kalangan kaum kuffar Ahli Kitab, dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dalam kesesatannya dari kalangan orang-orang munafik.


{وَتَنَاجَوْا بِالْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ}


Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan. (Al-Mujadilah: 9) Yaitu lalu Dia memberitahukan kepada kalian semua amal perbuatan dan ucapan kalian, Allah telah mencatatnya atas kalian dan akan membalaskannya terhadap kalian.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا بَهْزُ وَعَفَّانُ قَالَا أَخْبَرَنَا هَمَّامٌ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ مُحْرِز قَالَ: كُنْتُ آخِذًا بِيَدِ ابْنِ عُمَرَ، إِذْ عَرَضَ لَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: كَيْفَ سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي النَّجْوَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ اللَّهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفه وَيَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ، وَيُقَرِّرُهُ بِذُنُوبِهِ، وَيَقُولُ لَهُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ حَتَّى إِذَا قَرّره بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنْ قَدْ هَلَكَ، قَالَ: فَإِنِّي قَدْ سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ. ثُمَّ يُعْطَى كتابَ حَسَنَاتِهِ، وَأَمَّا الْكُفَّارُ وَالْمُنَافِقُونَ فَيَقُولُ الْأَشْهَادِ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ، أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz dan Affan, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Safwan ibnu Muharriz yang mengatakan bahwa

aku sedang memegang tangan Ibnu Umar saat ada seorang lelaki menghadap jalannya, lalu lelaki itu bertanya, "Apakah yang pernah engkau dengar dari Rasulullah Saw. tentang pembicaraan rahasia kelak di hari kiamat?"

Ibnu Umar menjawab, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah mendekat kepada seorang mukmin, lalu meletakkan naungan-Nya kepada orang mukmin itu dan menutupinya dari penglihatan manusia.

Lalu Allah memeriksa semua dosanya dan berfirman kepadanya, "Tahukah kamu dosa anu? Tahukah kamu dosa anu? Tahukah kamu dosa anu?” Dan manakala semua dosanya telah disebutkan dan diakuinya serta dia merasa dalam dirinya

bahwa pastilah dirinya akan binasa, maka Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku telah menutupi dosa-dosamu ketika di dunia, dan Aku mengampuninya bagimu di hari ini.” Kemudian diberikanlah kepadanya kitab catatan amal-amal kebaikannya.

Dan adapun orang-orang kafir dan orang-orang munafik, maka para saksi mengatakan, "Mereka adalah orang-orang yang mendustakan Tuhan mereka. Ingatlah, laknat Allah menimpa orang-orang yang zalim.”

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahih masing-masing melalui Qatadah. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ}


Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedangkan pembicaraan itu tiadalah memberi mudarat sedikit pun kepada mereka,

kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendak­nya orang-orang yang beriman bertawakal. (Al-Mujadilah: 10) Yakni sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah pembicaraan yang dilakukan dengan bisik-bisik yang tujuannya ialah untuk membuat hati orang mukmin tidak enak, bahwa dirinya sedang dalam bahaya.


{مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا}


adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita. (Al-Mujadilah: 10) Yaitu sesungguhnya pembicaraan rahasia ini yang dilakukan oleh mereka (orang-orang munafik) tiada lain akibat dari bisikan setan yang diembuskan kepada mereka dan membuat mereka menganggap baik perbuatan itu.


{لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا}


supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita. (Al-Mujadilah: 10) Yakni agar hati mereka menjadi gelisah dan tidak enak, padahal kenyataannya hal tersebut sama sekali tidak membahayakan mereka kecuali dengan seizin Allah.

Dan barang siapa yang merasa sedang menghadapi sesuatu dari itu, hendaklah ia meminta perlindungan kepada Allah dan bertawakallah kepada-Nya; maka sesungguhnya pembicaraan rahasia itu

tidak akan membahayakan dirinya dengan seizin Allah. Telah disebutkan pula di dalam sunnah adanya larangan berbisik-bisik ini, karena hal tersebut menyakiti hati orang mukmin. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad, bahwa:


حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ قَالَا حَدَّثَنَا الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً فَلَا يتناجَينَّ اثْنَانِ دُونَ صَاحِبِهِمَا، فَإِنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُهُ".


telah menceritakan kepada kami Waki dan Abu Mu'awiyah. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Wa-il, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

Apabila kamu bertiga, janganlah dua orang (darimu) berbisik-bisik tanpa melibatkan teman keduanya, karena sesungguhnya hal itu akan membuatnya berduka cita. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Al-A'masy dengan sanad yang sama.


قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا كنتم ثلاثة فلا يتناجى اثْنَانِ دُونَ الثَّالِثِ إِلَّا بِإِذْنِهِ؛ فَإِنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُهُ".


Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila kamu bertiga,

maka janganlah dua orang darimu melakukan pembicaraan rahasia tanpa melibatkan teman yang satunya lagi, terkecuali dengan seizinnya, karena sesungguhnya hal itu akan membuatnya berduka cita.

Imam Muslim mengetengahkan hadis ini secara munfarid, dari Abur Rabi' dan Abu Kamil; keduanya dari Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub dengan sanad yang sama.

Surat Al-Mujadilah |58:9|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَنَاجَيْتُمْ فَلَا تَتَنَاجَوْا بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَتِ الرَّسُولِ وَتَنَاجَوْا بِالْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

yaaa ayyuhallażiina aamanuuu iżaa tanaajaitum fa laa tatanaajau bil-iṡmi wal-'udwaani wa ma'shiyatir-rosuuli wa tanaajau bil-birri wat-taqwaa, wattaqullohallażiii ilaihi tuḥsyaruun

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan perbuatan dosa, permusuhan, dan durhaka kepada Rasul. Tetapi bicarakanlah tentang perbuatan kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikumpulkan kembali.

O you who have believed, when you converse privately, do not converse about sin and aggression and disobedience to the Messenger but converse about righteousness and piety. And fear Allah, to whom you will be gathered.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kalian membicarakan tentang berbuat dosa,

permusuhan dan durhaka kepada rasul. Dan bicarakanlah tentang berbuat kebaikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kalian akan dikembalikan).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 9 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Mujadilah |58:10|

إِنَّمَا النَّجْوَىٰ مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

innaman-najwaa minasy-syaithooni liyaḥzunallażiina aamanuu wa laisa bidhooorrihim syai`an illaa bi`iżnillaah, wa 'alallohi falyatawakkalil-mu`minuun

Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu termasuk (perbuatan) setan, agar orang-orang yang beriman itu bersedih hati, sedang (pembicaraan) itu tidaklah memberi bencana sedikit pun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah. Dan kepada Allah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal.

Private conversation is only from Satan that he may grieve those who have believed, but he will not harm them at all except by permission of Allah. And upon Allah let the believers rely.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu) yakni yang membicarakan berbuat dosa dan yang sejenisnya (adalah dari setan) melalui bujuk rayuannya

(supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedangkan tiadalah) pembicaraan itu (dapat memberikan mudarat kepada mereka barang sedikit pun kecuali dengan izin Allah)

atas kehendak-Nya (dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 10 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Mujadilah |58:11|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

yaaa ayyuhallażiina aamanuuu iżaa qiila lakum tafassaḥuu fil-majaalisi fafsaḥuu yafsaḥillaahu lakum, wa iżaa qiilansyuzuu fansyuzuu yarfa'illaahullażiina aamanuu mingkum wallażiina uutul-'ilma darojaat, wallohu bimaa ta'maluuna khobiir

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.

O you who have believed, when you are told, "Space yourselves" in assemblies, then make space; Allah will make space for you. And when you are told, "Arise," then arise; Allah will raise those who have believed among you and those who were given knowledge, by degrees. And Allah is Acquainted with what you do.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kalian, "Berlapang-lapanglah) berluas-luaslah (dalam majelis") yaitu majelis tempat Nabi saw. berada, dan majelis zikir

sehingga orang-orang yang datang kepada kalian dapat tempat duduk. Menurut suatu qiraat lafal al-majaalis dibaca al-majlis dalam bentuk mufrad

(maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian) di surga nanti. (Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kalian") untuk melakukan sholat dan hal-hal lainnya

yang termasuk amal-amal kebaikan (maka berdirilah) menurut qiraat lainnya kedua-duanya dibaca fansyuzuu dengan memakai harakat damah pada huruf Syinnya

(niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian) karena ketaatannya dalam hal tersebut (dan) Dia meninggikan pula

(orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat) di surga nanti. (Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 11 |

Allah Swt. berfirman untuk mendidik hamba-hamba-Nya yang beriman seraya memerintahkan kepada mereka agar sebagian dari mereka bersikap baik kepada sebagian yang lain dalam majelis-majelis pertemuan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ}


Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, "Berlapang-lapanglah dalam majelis, " (Al-Mujadilah: 11) Menurut qiraat lain, ada yang membacanya al-majlis; yakni dalam bentuk tunggal, bukan jamak.


{فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ}


maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. (Al-Mujadilah: 11) Demikian itu karena pembalasan disesuaikan dengan jenis amal perbuatan. Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis sahih:


"مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ"


Barang siapa yang membangun sebuah masjid karena Allah, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga. Dan di dalam hadis yang lain disebutkan:


"وَمَنْ يَسَّر عَلَى مُعْسِر يَسَّر اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، [وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ] وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ"


Barang siapa yang memberikan kemudahan kepada orang yang sedang kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama si hamba menolong saudaranya. Masih banyak hadis lainnya yang serupa. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:


{فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ}


maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. (Al-Mujadilah: 11) Qatadah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan majelis zikir. Demikian itu karena apabila mereka melihat ada seseorang dari mereka

yang baru datang, mereka tidak memberikan kelapangan untuk tempat duduknya di hadapan Rasulullah Saw. Maka Allah memerintahkan kepada mereka agar sebagian dari mereka memberikan kelapangan tempat duduk

untuk sebagian yang lainnya. Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan pada hari Jumat, sedangkan Rasulullah Saw. pada hari itu berada di suffah (serambi masjid); dan di tempat itu penuh sesak dengan manusia.

Tersebutlah pula bahwa kebiasaan Rasulullah Saw. ialah memuliakan orang-orang yang ikut dalam Perang Badar, baik dari kalangan Muhajirin maupun dari kalangan Ansar. Kemudian saat itu datanglah sejumlah orang dari kalangan

ahli Perang Badar, sedangkan orang-orang selain mereka telah menempati tempat duduk mereka di dekat Rasulullah Saw. Maka mereka yang baru datang berdiri menghadap kepada Rasulullah dan berkata,

"Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada engkau, hai Nabi Allah, dan juga keberkahan-Nya." Lalu Nabi Saw. menjawab salam mereka. Setelah itu mereka mengucapkan salam pula kepada kaum yang telah hadir,

dan kaum yang hadir pun menjawab salam mereka. Maka mereka hanya dapat berdiri saja menunggu diberikan keluasan bagi mereka untuk duduk di majelis itu. Nabi Saw. mengetahui penyebab yang membuat mereka tetap berdiri,

karena tidak diberikan keluasan bagi mereka di majelis itu. Melihat hal itu Nabi Saw. merasa tidak enak, maka beliau bersabda kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya dari kalangan Muhajirin dan Ansar yang bukan dari kalangan Ahli Badar,

"Hai Fulan, berdirilah kamu. Juga kamu, hai Fulan." Dan Nabi Saw. mempersilakan duduk beberapa orang yang tadinya hanya berdiri di hadapannya dari kalangan Muhajirin dan Ansar Ahli Badar.

Perlakuan itu membuat tidak senang orang-orang yang disuruh bangkit dari tempat duduknya, dan Nabi Saw. mengetahui keadaan ini dari roman muka mereka yang disuruh beranjak dari tempat duduknya.

Maka orang-orang munafik memberikan tanggapan mereka, "Bukankah kalian menganggap teman kalian ini berlaku adil di antara sesama manusia? Demi Allah, kami memandangnya tidak adil terhadap mereka.

Sesungguhnya suatu kaum telah mengambil tempat duduk mereka di dekat nabi mereka karena mereka suka berada di dekat nabinya. Tetapi nabi mereka menyuruh mereka beranjak dari tempat duduknya,

dan mempersilakan duduk di tempat mereka orang-orang yang datang terlambat." Maka telah sampai kepada kami suatu berita bahwa Rasulullah Saw. bersabda:


"رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا فَسَح لِأَخِيهِ"


Semoga Allah mengasihani seseorang yang memberikan keluasan tempat duduk bagi saudaranya. Maka sejak itu mereka bergegas meluaskan tempat duduk buat saudara mereka, dan turunlah ayat ini di hari Jumat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، وَالشَّافِعِيُّ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يُقِيمُ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَجْلِسِهِ فَيَجْلِسَ فِيهِ، وَلَكِنْ تَفَسَّحُوا وتَوسَّعوا".


Imam Ahmad dan Imam Syafii mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah seseorang menyuruh berdiri orang lain dari majelisnya,

lalu ia duduk menggantikannya, tetapi lapangkanlah dan luaskanlah tempat duduk kalian. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Nafi' dengan sanad yang sama.


قَالَ الشَّافِعِيُّ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْمَجِيدِ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ: قَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ. أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يُقِيمَنَّ أحدُكم أَخَاهُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَلَكِنْ لِيَقُلْ: افْسَحُوا"


Imam Syafii mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Majid, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa Sulaiman ibnu Musa telah meriwayatkan dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

Jangan sekali-kali seseorang di antara-kamu mengusir saudaranya (dari tempat duduknya) di hari Jumat, tetapi hendaklah ia mengatakan, "Lapangkanlah tempat duduk kalian!" Hadis ini dengan syarat kitab sunan, tetapi mereka tidak mengetengahkannya.


وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا فُلَيْح، عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ [أَبِي] صَعْصَعة، عَنْ يَعْقُوبَ بْنِ أَبِي يَعْقُوبَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يُقِمِ الرجلُ الرجلَ مِنْ مَجْلِسِهِ ثُمَّ يَجْلِسْ فِيهِ، وَلَكِنِ افْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Umar dan telah menceritakan kepada kami Falih, dari Ayyub, dari Abdur Rahman ibnu Sa'sa'ah, dari Ya'qub ibnu Abu Ya'qub, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw.

yang telah bersabda: Janganlah seseorang mengusir saudaranya dari tempat duduknya, kemudian ia duduk di tempatnya, tetapi (katakanlah), "Berlapang-lapanglah kalian, semoga Allah memberikan kelapangan bagi kalian.”


وَرَوَاهُ أَيْضًا عَنْ سُرَيج بْنِ يُونُسَ، وَيُونُسَ بْنِ مُحَمَّدٍ الْمُؤَدِّبِ، عَنْ فُلَيْح، بِهِ. وَلَفْظُهُ: "لَا يَقُومُ الرجلُ لِلرَّجُلِ مِنْ مَجْلِسِهِ، وَلَكِنِ افْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ"


Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Syuraih ibnu Yunus dan Yunus ibnu Muhammad Al-Mu'addib, dari Falih dengan sanad yang sama, sedangkan teksnya berbunyi seperti berikut:

Janganlah seseorang mengusir orang lain dari tempat duduknya, tetapi (hendaklah ia mengatakan), "Berlapang-lapanglah kalian, semoga Allah memberikan kelapangan bagi kalian.” "

Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid (sendirian) Ulama ahli fiqih berbeda pendapat sehubungan dengan kebolehan berdiri karena menghormati seseorang yang datang. Ada beberapa pendapat di kalangan mereka;

di antaranya ada yang memberikan rukhsah (kemurahan) dalam hal tersebut karena berlandaskan kepada dalil hadis yang mengatakan:


"قُومُوا إِلَى سَيِّدِكُمْ"


Berdirilah kamu untuk menghormat pemimpinmu! Di antara mereka ada pula yang melarangnya karena berdalilkan hadis Nabi Saw. lainnya yang mengatakan:


"مَنْ أحَبَّ أَنْ يَتَمثَّلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتبوَّأ مَقْعَدَه مِنَ النَّارِ"


Barang siapa yang merasa senang bila orang-orang berdiri untuk menghormati dirinya, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk mengambil tempat duduknya di neraka. Dan di antara mereka ada yang menanggapi masalah ini secara rinci.

Untuk itu ia mengatakan bahwa hal tersebut diperbolehkan bila baru tiba dari suatu perjalanan, sedangkan si hakim (penguasa) yang baru datang berada di dalam daerah kekuasaannya.

Hal ini telah ditunjukkan oleh hadis yang menceritakan kisah Sa'd ibnu Mu'az, karena sesungguhnya ketika Nabi Saw. memanggilnya untuk menjadi hakim terhadap orang-orang Bani Quraizah, dan Nabi Saw. melihatnya tiba, maka beliau Saw.

bersabda kepada kaum muslim (pasukan kaum muslim): Berdirilah kalian untuk menghormat pemimpin kalian! Hal ini tiada lain hanyalah agar keputusannya nanti dihormati dan ditaati; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Adapun bila hal tersebut dijadikan sebagai tradisi, maka hal itu merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang 'Ajam. Karena di dalam kitab-kitab sunnah telah disebutkan bahwa tiada seorang pun yang lebih disukai oleh mereka

selain dari Rasulullah Saw. Dan Rasulullah Saw. apabila datang kepada mereka, mereka tidak berdiri untuknya, mengingat mereka mengetahui bahwa beliau tidak menyukai cara tersebut.

Di dalam hadis yang diriwayatkan di dalam kitab-kitab sunnah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. belum pernah duduk di tempat yang paling ujung dari suatu majelis, tetapi beliau selalu duduk di tengah-tengah majelis itu.

Sedangkan para sahabat duduk di dekatnya sesuai dengan tingkatan mereka. Maka Abu Bakar As-Siddiq r.a. duduk di sebelah kanannya, Umar r.a. di sebelah kirinya, sedangkan yang di depan beliau sering kalinya adalah Usman

dan Ali karena keduanya termasuk juru tulis wahyu. Dan Nabi sendirilah yang memerintahkan keduanya untuk hal tersebut, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Imam Muslim melalui hadis Al-A'masy, dari Imarah ibnu Umair, dari Ma'mar, dari Abu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"لِيَليني منكم أولوا الْأَحْلَامِ والنُّهَى، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ"


Hendaklah orang-orang yang memiliki budi dan akal yang duduk mendampingiku, kemudian orang-orang yang sesudah mereka, kemudian orang-orang yang sesudah mereka.

Hal ini tiada lain dimaksudkan agar mereka dapat memahami dari beliau apa yang beliau sabdakan. Karena itulah maka beliau Saw. memerintahkan kepada mereka yang duduk di dekatnya untuk bangkit

dan agar duduk di tempat mereka orang-orang Ahli Badar yang baru tiba. Hal ini adakalanya karena mereka kurang menghargai kedudukan Ahli Badar, atau agar Ahli Badar yang baru tiba itu dapat menerima bagian mereka dari ilmu

sebagaimana yang telah diterima oleh orang-orang yang sebelum mereka, atau barangkali untuk mengajarkan kepada mereka bahwa orang-orang yang memiliki keutamaan itu (Ahli Badar) harus diprioritaskan berada di depan (dekat dengan Nabi Saw.)


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ عُمَارة بْنِ عُمَيْرٍ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلَاةِ وَيَقُولُ: "اسْتَوُوا وَلَا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ، لِيَلِيَنِي مِنْكُمْ أُولُو الْأَحْلَامِ والنُّهى، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ".


Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Waki', dari Al-A'masy, dari Imarah ibnu.Umair Al-Laisi, dari Ma'mar, dari Abu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah mengusap pundak-pundak kami sebelum salat seraya bersabda: Luruskanlah saf kalian, janganlah kalian acak-acakan karena menyebabkan hati kalian akan bertentangan.

Hendaklah yang berada di dekatku dari kalian adalah orang-orang yang memiliki budi dan akal, kemudian orang-orang yang sesudah mereka, kemudian orang-orang yang sesudah mereka.

Abu Mas'ud mengatakan, bahwa keadaan kalian sekarang lebih parah pertentangannya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan para pemilik kitab sunnah—kecuali Imam Turmuzi— melalui berbagai jalur

dari Al-A'masy dengan sanad yang sama. Apabila hal ini dianjurkan oleh Nabi Saw. kepada mereka dalam salat, yaitu hendaknya orang-orang yang berakal dan ulamalah yang berada di dekat Nabi Saw., maka terlebih lagi bila hal tersebut di luar salat.


وَرَوَى أَبُو دَاوُدَ مِنْ حَدِيثِ مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ أَبِي الزَّاهِرِيَّةِ، عَنْ كَثِيرِ بْنِ مُرَّةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَقِيمُوا الصُّفُوفَ، وحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ، وسُدّوا الْخَلَلَ، ولِينُوا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ، وَلَا تَذَروا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ، وَمَنْ وَصَل صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ، وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ الله"


Imam Abu Daud telah meriwayatkan melalui hadis Mu'awiyah ibnu Saleh, dari AbuzZahiriyah, dari Kasir ibnu Murrah, dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Luruskanlah semua saf,

sejajarkanlah pundak-pundak (mu), tutuplah semua kekosongan (saf), dan lunakkanlah tangan terhadap saudara-saudaramu, dan janganlah kamu biarkan kekosongan (safjmu ditempati oleh setan.

Barang siapa yang menghubungkan safnya, maka Allah akan berhubungan dengannya; dan barang siapa yang memutuskan saf maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya.

Karena itulah maka Ubay ibnu Ka'b yang terbilang pemimpin Ahli Qurra, apabila sampai di saf yang pertama, maka dia mencabut seseorang darinya yang orang itu termasuk salah seorang dari orang-orang yang berakal lemah,

lalu ia masuk ke dalam saf pertama menggantikannya. Ia lakukan demikian karena berpegang kepada hadis berikut yang mengatakan:


"لِيَلِيَنِي مِنْكُمْ أُولُو الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى".


Hendaklah mengiringiku dari kalian orang-orang yang berbudi dan berakal. Lain halnya dengan sikap Abdullah ibnu Umar, ia tidak mau duduk di tempat seseorang yang bangkit darinya untuk dia karena mengamalkan hadis

yang telah disebutkan di atas yang diketengahkan melalui riwayatnya sendiri. Untuk itu sudah dianggap cukup keterangan mengenai masalah ini dan semua contoh yang berkaitan dengan makna ayat ini.

Karena sesungguhnya pembahasannya yang panjang lebar memerlukan tempat tersendiri, bukan dalam kitab tafsir ini. Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ketika kami (para sahabat) sedang duduk bersama Rasulullah Saw.,

tiba-tiba datanglah tiga orang. Salah seorang dari mereka menjumpai kekosongan dalam halqah, maka ia masuk dan duduk padanya. Sedangkan yang lain hanya duduk di belakang orang-orang, dan orang yang ketiga pergi lagi. Maka Rasulullah Saw. bersabda:


"ألا أنبئكم بِخَبَرِ الثَّلَاثَةِ، أَمَّا الْأَوَّلُ فَآوَى إِلَى اللَّهِ فَآوَاهُ اللَّهُ، وَأَمَّا الثَّانِي فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ، وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ"


Ingatlah, aku akan menceritakan kepada kalian tentang orang yang terbaik di antara tiga orang itu. Adapun orang yang pertama, dia berlindung kepada Allah, maka Allah pun memberikan tempat baginya. Sedangkan orang yang kedua,

ia merasa malu, maka Allah merasa malu kepadanya. Dan adapun orang yang ketiga, dia berpaling, maka Allah berpaling darinya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَتَّاب بْنُ زِيَادٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَ اثْنَيْنِ إِلَّا بِإِذْنِهِمَا"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Attab ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Usamah ibnu Zaid, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr,

bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak diperbolehkan bagi seseorang memisahkan di antara dua orang (dalam suatu majelis), melainkan dengan seizin keduanya.

Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Usamah ibnu Zaid Al-Laisi dengan sanad yang sama, dan Imam Turmuzi menilainya hasan.

Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, Al-Hasan Al-Basri dan selain keduanya, bahwa mereka mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Apabila dikatakan kepadamu, "Berlapang-lapanglah dalam majelis, "

maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. (Al-Mujadilah: 11) Yakni dalam majelis peperangan. Mereka mengatakan bahwa makna firman-Nya: Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu, " maka berdirilah.

(Al-Mujadilah: 11) Maksudnya, berdirilah untuk perang. Lain halnya dengan Qatadah, ia mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu, " maka berdirilah. (Al-Mujadilah: 11)

Yaitu apabila kamu diundang untuk kebaikan, maka datanglah. Muqatil mengatakan bahwa apabila kamu diundang untuk salat, maka bersegeralah kamu kepadanya.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa dahulu mereka (para sahabat) apabila berada di hadapan Nabi Saw. di rumahnya, dan masa bubar telah tiba,

maka masing-masing dari mereka menginginkan agar dirinyalah orang yang paling akhir bubarnya dari sisi beliau. Dan adakalanya Nabi Saw. merasa keberatan dengan keadaan tersebut karena barangkali Nabi Saw.

mempunyai keperluan lain. Untuk itulah maka mereka diperintahkan agar pergi bila telah tiba saat bubar majelis. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا}


Dan jika dikatakan kepadamu, "Kembali (saja)lah, " maka hendaklah kamu kembali. (An-Nur: 28) Firman Allah Swt.:


{يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ}


niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujadilah: 11)

Yakni janganlah kamu mempunyai anggapan bahwa apabila seseorang dari kalian memberikan kelapangan untuk tempat duduk saudaranya yang baru tiba, atau dia disuruh bangkit dari tempat duduknya untuk saudaranya itu,

hal itu mengurangi haknya (merendahkannya). Tidak, bahkan hal itu merupakan suatu derajat ketinggian baginya di sisi Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala itu untuknya,

bahkan Dia akan memberikan balasan pahalanya di dunia dan akhirat. Karena sesungguhnya barang siapa yang berendah diri terhadap perintah Allah, niscaya Allah akan meninggikan kedudukannya dan mengharumkan namanya.

Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujadilah: 11) Yaitu Maha Mengetahui siapa yang berhak untuk mendapatkannya dan siapa yang tidak berhak mendapatkannya.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kamil, telah menceritakan kepada kami Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab, dari Abut Tufail alias Amir ibnu Wasilah,

bahwa Nafi' ibnu Abdul Haris bersua dengan Umar r.a. di Asfan, dan sebelumnya Umar telah mengangkatnya menjadi amilnya di Mekah. Maka Umar bertanya kepadanya,

"Siapakah yang menggantikanmu untuk memerintah ahli lembah itu (yakni Mekah)?" Nafi' menjawab, "Aku angkat sebagai penggantiku terhadap mereka Ibnu Abza —seseorang dari bekas budak kami—." Umar bertanya,

"Engkau angkat sebagai penggantimu untuk mengurus mereka seorang bekas budak?" Nafi' menjawab, "Wahai Amirul Mu’minin, sesungguhnya dia adalah seorang pembaca Kitabullah (ahli qiraat lagi hafal Al-Qur'an)

dan alim mengenai ilmu faraid serta ahli dalam sejarah." Maka Umar r.a. berkata dengan nada menyetujui, bahwa tidakkah kami ingat bahwa Nabimu telah bersabda:


"إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ قَوْمًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ"


Sesungguhnya Allah meninggikan derajat suatu kaum berkat Kitab (Al-Qur'an) ini dan merendahkan kaum lainnya karenanya. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui berbagai jalur dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama.

Telah diriwayatkan pula melalui berbagai jalur dari Umar hal yang semisal. Kami (penulis) telah menyebutkan tentang keutamaan ilmu dan para pemiliknya serta hadis-hadis yang menerangkan tentangnya secara rinci di dalam Syarah Kitabul 'Ilmi dari Sahih Bukhari.

Surat Al-Mujadilah |58:12|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُولَ فَقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَةً ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ لَكُمْ وَأَطْهَرُ ۚ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

yaaa ayyuhallażiina aamanuuu iżaa naajaitumur-rosuula fa qoddimuu baina yadai najwaakum shodaqoh, żaalika khoirul lakum wa ath-har, fa il lam tajiduu fa innalloha ghofuurur roḥiim

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih. Tetapi jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

O you who have believed, when you [wish to] privately consult the Messenger, present before your consultation a charity. That is better for you and purer. But if you find not [the means] - then indeed, Allah is Forgiving and Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian mengadakan pembicaraan khusus dengan rasul) yakni kalian bermaksud untuk melakukannya dengan dia

(hendaklah kalian mengeluarkan sebelum pembicaraan kalian itu) sebelum pembicaraan khusus itu diadakan (sedekah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kalian dan lebih bersih)

artinya lebih membersihkan dosa-dosa kalian (jika kalian tidak menemukan) apa yang kalian sedekahkan (maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun)

terhadap pembicaraan khusus yang akan kalian lakukan itu (lagi Maha Penyayang) terhadap kalian. Makna yang dimaksud, tiada dosa bagi kalian untuk melakukan pembicaraan khusus itu sekalipun tanpa sedekah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 12 |

Tafsir ayat 12-13

Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, bahwa apabila seseorang dari mereka hendak melakukan pembicaraan khusus dengan Rasulullah Saw.,

hendaklah ia terlebih dahulu mengeluarkan sedekah sebelumnya untuk membersihkan dan menyucikan dirinya serta mempersiapkan diri agar menjadi orang yang layak untuk mendapat perhatian khusus. Allah Swt. telah berfirman:


{ذَلِكَ خَيْرٌ لَكُمْ وَأَطْهَرُ}


Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih. (Al-Mujadilah: 12) Kemudian Allah Swt. berfirman:


{فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا}


jika kamu tiada memperoleh (yang akan disedekahkan). (Al-Mujadilah: 12) Yaitu terkecuali orang yang tidak mampu bersedekah karena ia miskin.


{فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}


maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mujadilah: 12) Maka tiada yang diperintahkan untuk itu kecuali hanya orang yang mampu melakukannya. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:


{أَأَشْفَقْتُمْ أَنْ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَاتٍ}


Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? (Al-Mujadilah: 13) Yakni apakah kamu takut bila hukum ini tetap diberlakukan atas kamu, yaitu wajib mengeluarkan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul?


{فَإِذْ لَمْ تَفْعَلُوا وَتَابَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}


Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi tobat kepadamu, maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujadilah: 13)

Maka di-mansukh-lah kewajiban hal tersebut atas mereka dengan turunnya ayat ini. Menurut suatu pendapat, sebelum ayat di atas di-mansukh tiada seorang pun yang mengamalkannya selain Ali ibnu Abu Talib r.a.

Dia menyedekahkan satu dinar, lalu mengadakan pembicaraan khusus dengan Nabi Saw. Ali r.a. menanyakan kepada Nabi Saw. tentang sepuluh perkara, setelah itu diturunkanlah ayat rukhsah.

Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ali r.a. pernah mengatakan bahwa ada suatu ayat di dalam Al-Qur'an, tiada seorang pun yang mengamalkannya sebelumku dan tiada seorang pun yang mengamalkannya sesudahku.

Dahulu saya pernah mempunyai uang satu dinar, lalu aku tukar dengan sepuluh dirham. Maka apabila aku ingin berbicara secara khusus dengan Rasulullah Saw., kusedekahkan satu dirham sebelumnya, lalu ayat ini di-mansukh,

dan tiada seorang pun yang mengamalkannya sebelumku, dan tidak akan ada seorang pun yang mengamalkannya sesudahku. Kemudian Ali r.a. membaca firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman,

apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluar­kan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. (Al-Mujadilah: 12), hingga akhir ayat.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran, dari Sufyan, dari Usman ibnul Mugirah, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ali ibnu Alqamah Al-Anmari, dari Ali r.a.

yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda, "Bagaimanakah pendapatmu dengan satu dinar?" Ali menjawab, "Mereka tidak akan mampu." Nabi Saw. bersabda, "Kalau setengah dinar?" Ali menjawab,

"Mereka tidak akan mampu." Nabi Saw. bersabda, "Jadi, berapakah menurutmu?" Ali menjawab, "Emas seberat biji sawi."Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya kamu benar-benar kikir." Ali berkata, bahwa setelah itu turunlah firman-Nya:

Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? (Al-Mujadilah: 13) Ali mengatakan bahwa karena berkat akulah maka umat ini diberi keringanan oleh Allah.

Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Sufyan ibnu Waki', dari Yahya ibnu Adam, dari Ubaidillah Al-Asyja'i, dari Sufyan As-Sauri, dari Usman ibnul Mugirah As-Saqafi, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ali ibnu Alqamah Al-Anmari,

dari Ali ibnu Abu Talib r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul,

hendaklah kamu mengeluar­kan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. (Al-Mujadilah: 12), hingga akhir ayat. Maka Nabi Saw. bertanya kepadaku, "Bagaimana pendapatmu dengan satu dinar?" Ali menjawab,

"Mereka tidak akan mampu sebanyak itu," lalu disebutkan hal yang semisal dengan hadis di atas. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui jalur ini.

Kemudian Imam Turmuzi berkata, bahwa makna sya'irah ialah emas seberat biji sawi. Abu Ya'la meriwayatkan hadis ini dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Yahya ibnu Adam dengan sanad yang sama.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul,

hendaklah kamu mengeluar­kan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. (Al-Mujadilah: 12) sampai dengan firman-Nya: maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mujadilah: 12)

Bahwa dahulu kaum muslim apabila hendak mengadakan pembicaraan khusus dengan Nabi Saw., terlebih dahulu mereka mengeluarkan sedekah. Tetapi setelah turun ayat mengenai zakat, maka otomatis ayat ini di-mansukh.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. (Al-Mujadilah: 12)

Demikian itu karena kaum muslim banyak bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang berbagai masalah sehingga hal tersebut memberatkan beliau. Maka Allah berkehendak untuk memberikan keringanan kepada Nabi­Nya;

untuk itu diturunkan-Nyalah ayat ini, dan setelah itu kebanyakan kaum muslim menjadi takut dan menahan diri untuk tidak banyak bertanya. Sesudah itu Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi tobat kepadamu,

maka dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. (Al-Mujadilah: 13) Maka Allah Swt. memberikan keluasan kepada mereka dan tidak menyempitkan mereka. Ikrimah dan Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:

hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. (Al-Mujadilah: 12) Ayat ini di-mansukh oleh firman selanjutnya, yaitu: Apakah kamu takut (akan menjadi miskin)

karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? (Al-Mujadilah: 13), hingga akhir ayat. Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah dan Muqatil ibnu Hayyan,

bahwa banyak orang yang bertanya kepada Rasulullah Saw. sehingga menghujani beliau Saw. dengan pertanyaan-pertanyaan yang banyak; maka Allah menghentikan mereka dengan ayat ini.

Dan tersebutlah bahwa apabila seseorang dari mereka mempunyai suatu keperluan dengan Nabi Saw., maka dia masih belum dapat menunaikannya sebelum mengeluarkan sedekah. Hal ini dirasakan memberatkan mereka,

maka Allah menurunkan kemurahan sesudah itu melalui firman-Nya: jika kamu tiada memperoleh (yang akan disedekahkan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mujadilah: 12)

Ma'mar telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu.

(Al-Mujadilah: 12) Bahwa ayat ini telah di-mansukh, masa berlakunya hanyalah sesaat dari siang hari setelah penurunannya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar,

dari Ayyub, dari Mujahid, bahwa Ali r.a. telah mengatakan, "Tiada seorang pun yang mengamalkan ayat ini selain aku, lalu segera di-mansukh" Menurutku Ali mengatakan pula bahwa tiadalah ayat ini berlaku, melainkan hanya sesaat dari siang hari.

Surat Al-Mujadilah |58:13|

أَأَشْفَقْتُمْ أَنْ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَاتٍ ۚ فَإِذْ لَمْ تَفْعَلُوا وَتَابَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

a asyfaqtum an tuqoddimuu baina yadai najwaakum shodaqoot, fa iż lam taf'aluu wa taaballohu 'alaikum fa aqiimush-sholaata wa aatuz-zakaata wa athii'ulloha wa rosuulah, wallohu khobiirum bimaa ta'maluun

Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengan Rasul? Tetapi jika kamu tidak melakukannya dan Allah telah memberi ampun kepadamu, maka laksanakanlah sholat, dan tunaikanlah zakat serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya! Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.

Have you feared to present before your consultation charities? Then when you do not and Allah has forgiven you, then [at least] establish prayer and give zakah and obey Allah and His Messenger. And Allah is Acquainted with what you do.

Tafsir
Jalalain

(Apakah kalian takut) dapat dibaca tahqiq dan tashil, artinya merasa takut dari (karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan rasul) karena takut menjadi miskin.

(Maka jika kalian tiada memperbuatnya) artinya tidak memberikan sedekah (dan Allah telah memberi tobat kepada kalian) maksudnya Dia telah membebaskan kalian dari sedekah itu

(maka dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya) yakni terus-meneruslah kalian melakukan hal-hal tersebut (dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 13 |

penjelasan ada di ayat 12

Surat Al-Mujadilah |58:14|

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ تَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مَا هُمْ مِنْكُمْ وَلَا مِنْهُمْ وَيَحْلِفُونَ عَلَى الْكَذِبِ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

a lam taro ilallażiina tawallau qouman ghodhiballohu 'alaihim, maa hum mingkum wa laa min-hum wa yaḥlifuuna 'alal-każibi wa hum ya'lamuun

Tidakkah engkau perhatikan orang-orang (munafik) yang menjadikan suatu kaum yang telah dimurkai Allah sebagai sahabat? Orang-orang itu bukan dari (kaum) kamu dan bukan dari (kaum) mereka. Dan mereka bersumpah atas kebohongan, sedang mereka mengetahuinya. [...]

Have you not considered those who make allies of a people with whom Allah has become angry? They are neither of you nor of them, and they swear to untruth while they know [they are lying].

Tafsir
Jalalain

(Tidakkah kamu perhatikan) tidakkah kamu melihat (orang-orang yang menjadikan teman) mereka adalah kaum munafik (suatu kaum) yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi

(yang dimurkai Allah Orang-orang itu bukan) yakni orang-orang munafik itu bukan (dari golongan kalian) orang-orang mukmin (dan bukan pula dari golongan mereka)

bukan dari kalangan orang-orang Yahudi akan tetapi mereka adalah orang-orang yang bermuka dua. (Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan)

yakni perkataan mereka bahwa sesungguhnya mereka adalah orang-orang beriman (sedang mereka mengetahui) bahwa dalam hal ini mereka berdusta belaka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 14 |

Tafsir ayat 14-19

Allah Swt. berfirman, mengingkari orang-orang munafik karena mereka membantu orang-orang kafir dalam batinnya, padahal dalam waktu yang sama mereka tidak bersama;sama dengan orang-orang kafir,

juga tidak bersama-sama dengan kaum mukmin. Sebagaimana yang diterangkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


{مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لَا إِلَى هَؤُلاءِ وَلا إِلَى هَؤُلاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلا}


Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman dan kafir); tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barang siapa yang disesatkan Allah,

maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. (An-Nisa: 143) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ تَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ}


Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? (Al-Mujadilah: 14) Yakni orang-orang Yahudi yang munafik bersekongkol dan memihak kepada mereka dalam batinnya. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:


{مَا هُمْ مِنْكُمْ وَلا مِنْهُمْ}


Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. (Al-Mujadilah: 14) Artinya, orang-orang munafik itu pada hakikatnya bukan dari kalangan kamu, hai orang-orang mukmin;

bukan pula dari kalangan orang-orang yang di pihak oleh mereka, yakni orang-orang Yahudi. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:


{وَيَحْلِفُونَ عَلَى الْكَذِبِ وَهُمْ يَعْلَمُونَ}


Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedangkan mereka mengetahui. (Al-Mujadilah: 14) Orang-orang munafik itu bersumpah dengan dusta, sedangkan mereka mengetahui bahwa sumpah yang mereka lakukan itu dusta belaka,

yang dikenal dengan yaminul gamus. Hal ini merupakan kebiasaan mereka yang terkutuk, na'uzu billah. Karena sesungguhnya apabila bersua dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, "Kami beriman."

Dan apabila datang kepada Rasul, mereka bersumpah kepadanya dengan nama Allah bahwa diri mereka beriman. Padahal mereka mengetahui dalam dirinya bahwa sumpah yang mereka lakukan itu hanyalah dusta belaka,

karena mereka tidak meyakini kebenaran dari apa yang mereka katakan, sekalipun secara lahiriahnya dibenarkan. Karena itulah maka Allah menyaksikan kedustaan sumpah dan persaksian mereka terhadap hal tersebut. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}


Allah telah menyediakan bagi mereka azab yang sangat keras, sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. (Al-Mujadilah: 15) Yakni sebagai balasan dari perbuatan mereka itu,

Allah telah menyiapkan azab yang pedih karena mereka berpihak kepada orang-orang kafir, menolong mereka, dan memusuhi serta menipu orang-orang mukmin. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:


{اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ}


Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka halangi (manusia) dari jalan Allah. (Al-Mujadilah: 16) Yaitu mereka melahirkan keimanan, padahal di dalam batin mereka memendam kekufuran.

Mereka menutupi keadaan mereka yang sebenarnya dengan sumpah-sumpah dusta, sehingga kebanyakan orang yang tidak mengetahui keadaan mereka mengira bahwa mereka benar. Akhirnya teperdayalah ia,

dan dengan demikain maka berhasillah cara mereka dalam menghalangi sebagian manusia dari jalan Allah.


{فَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ}


karena itu. mereka mendapat azab yang menghinakan. (Al-Mujadilah: 16) Yakni sebagai balasan dari penghinaan mereka kepada Allah karena mereka menyebut-Nya dalam sumpah-sumpah dusta mereka. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا}


Harta benda dan anak-anak mereka tiada berguna sedikit pun (untuk menolong) mereka dari azab Allah. (Al-Mujadilah: 17) Maksudnya, hal tersebut yang mereka miliki sama sekali tidak dapat menolak azab dan pembalasan Allah dari mereka apabila pembalasan itu datang menimpa diri mereka.


{أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}


Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Al-Mujadilah: 17) Dalam firman selanjutnya disebutkan:


{يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا}


(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah. (Al-Mujadilah: 18) Yakni Allah menghimpunkan mereka semuanya di hari kiamat tanpa ada seorang pun yang tertinggal.


{فَيَحْلِفُونَ لَهُ كَمَا يَحْلِفُونَ لَكُمْ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ عَلَى شَيْءٍ}


lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu; dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh suatu (manfaat). (Al-Mujadilah: 18)

Mereka bersumpah kepada Allah Swt. bahwasanya diri mereka benar berada pada jalan petunjuk dan istiqamah, sebagaimana sumpah mereka kepada manusia ketika di dunia. Karena sesungguhnya barang siapa yang hidup

dengan berpegangan pada sesuatu, maka matinya pun ia berpegang pada sesuatu itu; begitu pula saat ia dibangkitkan. Mereka mengira bahwa hal tersebut dapat memberi manfaat bagi mereka di sisi Allah,

sebagaimana dapat memberi manfaat bagi mereka di mata manusia. Mereka hanya berpegang kepada hal-hal yang lahiriah. Karena itulah dafam firman berikutnya disebutkan:


{وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ عَلَى شَيْءٍ}


dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh suatu (manfaat). (Al-Mujadilah: 18) Yakni sumpah mereka yang demikian itu kepada Tuhan mereka dapat memberi suatu manfaat bagi diri mereka. Maka dalam firman berikutnya dugaan mereka itu dibantah oleh firman-Nya:


{أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُونَ}


Ketahuilah, bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta. (Al-Mujadilah: 18) Kalimat berita ini menguatkan bahwa mereka benar-benar dusta dalam sumpahnya itu. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku,

telah menceritakan kepada kami Ibnu Nafil, telah menceritakan kepada kami Zuhair, dari Sammak ibnu Harb, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair, bahwa Ibnu Abbas pernah bercerita kepadanya bahwa Nabi Saw.

ketika berada di bawah naungan salah satu dari rumahnya, yang saat itu di hadapan beliau Saw. terdapat beberapa orang muslim, sedangkan bayangan rumah telah surut dari mereka, maka Nabi Saw. bersabda:

Sesungguhnya akan datang kepada kamu seorang manusia yang melihat dengan kedua mata setan. Maka apabila dia datang kepadamu, janganlah kamu berbicara dengannya. Tidak lama kemudian datanglah seorang lelaki yang bermata biru,

lalu Rasulullah Saw. memanggilnya dan mengajaknya bicara seraya bertanya, "Mengapa kamu mencaci aku dan juga si Fulan dan si Fulan," dengan menyebut nama beberapa orang lainnya.

Lalu lelaki itu pergi dan memanggil mereka yang disebutkan namanya oleh Nabi Saw., kemudian mereka datang dan bersumpah kepada Nabi Saw. serta meminta maaf kepadanya. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu; dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh suatu (manfaat). Ketahuilah,

bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta. (Al-Mujadilah: 18) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad melalui dua jalur dari Sammak dengan sanad yang sama.

Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Muhammad ibnul Musanna, dari Gundar, dari Syu'bah, dari Sammak dengan sanad dan lafaz yang semisal. Ibnu Jarir telah mengetengahkannya pula melalui hadis Sufyan As-Sauri,

dari Sammak dengan lafaz yang semisal, sanadnya jayyid, tetapi mereka (Ahlus Sunan) tidak ada yang mengetengahkannya. Keadaan mereka sama dengan apa yang diceritakan oleh Allah Swt. mengenai perihal orang-orang musyrik melalui firman-Nya:


{ثُمَّ لَمْ تَكُنْ فِتْنَتُهُمْ إِلا أَنْ قَالُوا وَاللَّهِ رَبِّنَا مَا كُنَّا مُشْرِكِينَ انْظُرْ كَيْفَ كَذَبُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ}


Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan, "Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.” Lihatlah bagaimana mereka telah berdusta terhadap diri mereka sendiri dan hilanglah dari mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka ada-adakan. (Al-An'am: 23-24) Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:


{اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ}


Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah. (Al-Mujadilah: 19) Yakni hati mereka telah dikuasai oleh setan hingga setan membuat mereka lupa daratan dari mengingat Allah Swt.,

dan memang demikianlah yang dilakukan oleh setan terhadap orang yang telah dikuasainya. Karena itulah Imam Abu Daud mengatakan:


حدثنا أحمد ابن يُونُسَ، حَدَّثَنَا زَائِدَةُ، حَدَّثَنَا السَّائِبُ بْنُ حُبَيش، عَنْ مَعْدان بْنِ أَبِي طَلْحَةَ اليَعْمُري، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْو، لَا تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدِ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ، فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ".


telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Zaidah, telah menceritakan kepada kami As-Sa-ib ibnu Hubaisy, dari Ma'dan ibnu AbuTalhah Al-Ya'muri,

dari Abu Darda yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tidak ada tiga orang dalam suatu kampung dan tidak pula dalam suatu daerah pedalaman bila tidak ditegakkan salat di kalangan mereka,

melainkan setan telah menguasai diri mereka. Maka berpegang teguhlah kepada jamaah, karena sesungguhnya serigala iiu hanya memangsa kambing yang jauh (menyendiri).

Zaidah mengatakan bahwa As-Sa-ib menafsirkan kata jamaah di sini dengan pengertian salat berjamaah. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:


{أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ}


mereka itulah golongan setan. (Al-Mujadilah: 19) Yaitu orang-orang yang telah dikuasai oleh setan hingga setan membuat mereka lupa mengingat Allah Swt. Lalu dalam firman selanjutnya disebutkan:


{أَلا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ}


Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan yang merugi. (Al-Mujadilah: 19)

Surat Al-Mujadilah |58:15|

أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا ۖ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

a'addallohu lahum 'ażaaban syadiidaa, innahum saaa`a maa kaanuu ya'maluun

Allah telah menyediakan azab yang sangat keras bagi mereka. Sungguh, betapa buruknya apa yang telah mereka kerjakan.

Allah has prepared for them a severe punishment. Indeed, it was evil that they were doing.

Tafsir
Jalalain

(Allah telah menyediakan bagi mereka azab yang sangat keras, sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan) dari perbuatan-perbuatan maksiat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 15 |

penjelasan ada di ayat 14

Surat Al-Mujadilah |58:16|

اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

ittakhożuuu aimaanahum junnatan fa shodduu 'an sabiilillaahi fa lahum 'ażaabum muhiin

Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, maka bagi mereka azab yang menghinakan.

They took their [false] oaths as a cover, so they averted [people] from the way of Allah, and for them is a humiliating punishment.

Tafsir
Jalalain

(Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai) untuk melindungi jiwa dan harta mereka (lalu mereka halangi) dengan sumpah mereka itu orang-orang mukmin

(dari jalan Allah) untuk berjihad melawan mereka yang musuh dalam selimut itu, dengan cara membunuh mereka dan merampas harta benda mereka

(karena itu mereka mendapat azab yang menghinakan) siksaan yang membuat mereka hina.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 16 |

penjelasan ada di ayat 14

Surat Al-Mujadilah |58:17|

لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ۚ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

lan tughniya 'an-hum amwaaluhum wa laaa aulaaduhum minallohi syai`aa, ulaaa`ika ash-ḥaabun-naar, hum fiihaa khooliduun

Harta benda dan anak-anak mereka tidak berguna sedikit pun (untuk menolong) mereka dari azab Allah. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Never will their wealth or their children avail them against Allah at all. Those are the companions of the Fire; they will abide therein eternally

Tafsir
Jalalain

(Harta benda dan anak-anak mereka tiada berguna untuk menolong mereka dari Allah) dari azab-Nya (barang sedikit pun) yakni tiada berguna sama sekali. (Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 17 |

penjelasan ada di ayat 14

Surat Al-Mujadilah |58:18|

يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا فَيَحْلِفُونَ لَهُ كَمَا يَحْلِفُونَ لَكُمْ ۖ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ عَلَىٰ شَيْءٍ ۚ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُونَ

yauma yab'aṡuhumullohu jamii'an fa yaḥlifuuna lahuu kamaa yaḥlifuuna lakum wa yaḥsabuuna annahum 'alaa syaii`, alaaa innahum humul-kaażibuun

(Ingatlah) pada hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu, dan mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat). Ketahuilah, bahwa mereka orang-orang pendusta.

On the Day Allah will resurrect them all, and they will swear to Him as they swear to you and think that they are [standing] on something. Unquestionably, it is they who are the liars.

Tafsir
Jalalain

Ingatlah (hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu mereka bersumpah kepada-Nya) bahwasanya mereka adalah orang-orang yang beriman

(sebagaimana mereka bersumpah kepada kalian; dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh sesuatu)

manfaat dari sumpah mereka di akhirat itu sebagaimana sumpah mereka di dunia. (Ketahuilah, bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 18 |

penjelasan ada di ayat 14

Surat Al-Mujadilah |58:19|

اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ

istaḥważa 'alaihimusy-syaithoonu fa ansaahum żikrollaah, ulaaa`ika ḥizbusy-syaithoon, alaaa inna ḥizbasy-syaithooni humul-khoosiruun

Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah, mereka itulah golongan setan. Ketahuilah, bahwa golongan setan itulah golongan yang rugi.

Satan has overcome them and made them forget the remembrance of Allah. Those are the party of Satan. Unquestionably, the party of Satan - they will be the losers.

Tafsir
Jalalain

(Telah berkuasa) maksudnya telah berhasil mempengaruhi (atas mereka setan) karena ternyata mereka menaatinya (lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan setan)

yakni pengikut-pengikutnya. (Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan yang merugi).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 19 |

penjelasan ada di ayat 14

Surat Al-Mujadilah |58:20|

إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَٰئِكَ فِي الْأَذَلِّينَ

innallażiina yuḥaaadduunalloha wa rosuulahuuu ulaaa`ika fil-ażalliin

Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina.

Indeed, the ones who oppose Allah and His Messenger - those will be among the most humbled.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang menentang) melawan (Allah dan Rasul-Nya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina) yang dikalahkan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 20 |

Tafsr ayat 20-22

Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal orang-orang kafir yang menentang lagi ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka adalah orang-orang yang berada di suatu garis, sedangkan syariat berada di garis yang lainnya.

Yakni mereka menjauhi perkara yang hak lagi menentangnya; mereka berada di suatu lembah, sedangkan petunjuk berada di lembah yang lain, alias tidak ada titik temu di antara keduanya.


{أُولَئِكَ فِي الأذَلِّينَ}


mereka termasuk orang-orang yang sangat hina. (Al-Mujadilah: 20) Yakni orang-orang yang celaka yang dijauhkan dari kebenaran, lagi terhina di dunia dan akhirat.


{كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي}


Allah telah menetapkan, "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang." (Al-Mujadilah: 21) Yaitu telah diputuskan dan ditetapkan di dalam Kitab-Nya yang terdahulu (Lauh Mahfuz) dan takdir-Nya yang tidak dapat ditentang,

tidak dapat dihalang-halangi dan tidak dapat diganti, bahwa kemenangan itu hanyalah bagi-Nya, Kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hamba-hamba-Nya yang beriman, baik di dunia maupun di akhirat.


إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ


sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (Hud: 49) Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:


{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأشْهَادُ يَوْمَ لَا يَنْفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ}


Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya

dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk. (Al-Mu’min: 51-52) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ}


Allah telah menetapkan, "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.” Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Mujadilah: 21) Yakni Tuhan Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa telah menetapkan bahwa

Dialah yang menang atas musuh-musuh-Nya. Dan ini merupakan takdir yang pasti dan perkara yang telah diputuskan tidak dapat diubah lagi, dan bahwa kesudahan yang baik serta kemenangan hanyalah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman di dunia dan akhirat. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:


{لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ}


Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak,

atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. (Al-Mujadilah: 22) Yaitu mereka tidak akan mau berteman akrab dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,

sekalipun orang-orang tersebut adalah kaum kerabatnya sendiri. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ}


Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat)

memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. (Ali Imran: 28), hingga akhir ayat. Dan firman Allah Swt.:


{قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ}


Katakanlah, "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum kerabat, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai

adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At-Taubah:24)

Sa'id ibnu Abdul Aziz dan lain-lainnya telah mengatakan bahwa ayat ini, yaitu firman-Nya: Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. (Al-Mujadilah: 22), hingga akhir ayat.

diturunkan berkenaan dengan Abu Ubaidah alias Amir ibnu Abdullah ibnul Jarrah ketika membunuh ayahnya dalam Perang Badar. Karena itulah maka Umar ibnul Khattab r.a. ketika mengangkat anggota musyawarahnya

yang diserahkan kepada enam orang sahabat, setelah Abu Ubaidah meninggal dunia, ia mengatakan, "Seandainya Abu Ubaidah masih hidup, tentulah aku akan mengangkatnya sebagai anggota musyawarahku."

Menurut pendapat yang lain, firman-Nya: sekalipun orang-orang itu bapak-bapak mereka. (Al-Mujadilah: 22) diturunkan berkenaan dengan Abu Ubaidah yang membunuh ayahnya (yang musyrik) dalam Perang Badar.

atau (sekalipun mereka adalah) anak-anak (nya). (Al-Mujadilah: 22) diturunkan berkenaan dengan sahabat Abu Bakar As-Siddiq, yang pada hari itu (Perang Badar) hampir saja membunuh anaknya (yang saat itu masih musyrik),

yaitu Abdur Rahman. atau (sekalipun mereka adalah) saudara-saudara (nya). (Al-Mujadilah: 22) diturunkan berkenaan dengan Mus'ab ibnu Umair. Dia telah membunuh saudara kandungnya yang bernama Ubaid ibnu Umair

dalam perang tersebut. atau (sekalipun mereka adalah) keluarga (nya). (Al-Mujadilah: 22) diturunkan berkenaan dengan Umar yang dalam Perang Badar itu telah membunuh salah seorang kerabatnya yang musyrik,

juga berkenaan dengan Hamzah, Ali, dan Ubaidah ibnul Haris; masing-masing dari mereka telah membunuh Atabah, Syaibah, dan Al-Walid ibnu Atabah dalam perang tersebut. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Menurut hemat saya, dapat dimasukkan ke dalam pengertian ini hadis berikut yang menceritakan saat Rasulullah Saw. bermusyawarah dengan kaum muslim sehubungan dengan para tawanan Perang Badar.

Maka As-Siddiq berpendapat menerima tebusan pembebasan dari mereka, yang kelak dana tersebut dapat dijadikan sebagai kekuatan bagi pihak kaum muslim.

Dan pula mengingat mereka yang menjadi tawanan itu terdiri dari saudara-saudara sepupu dan handai tolan, dengan harapan mudah-mudahan Allah Swt. memberi petunjuk kepada mereka di masa mendatang. Lain halnya dengan Umar,

ia mengatakan, "Wahai Rasulullah, menurut hemat saya, bolehkah engkau memberikan kekuasaan kepadaku terhadap si Fulan salah seorang kerabatku, maka aku akan membunuhnya, dan engkau berikan kekuasaan kepada Ali terhadap Aqil,

dan engkau berikan kekuasaan kepada Fulan terhadap si Fulan, agar Allah mengetahui dengan nyata bahwa dalam hati kami tidak ada rasa kasih sayang kepada orang-orang musyrik," hingga akhir kisah. Firman Allah Swt.:


{أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ}


Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. (Al-Mujadilah: 22) Yakni orang yang mempunyai sifat tidak mau berkasih sayang

dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun mereka adalah ayahnya sendiri atau saudaranya sendiri, maka dia termasuk orang yang di dalam hatinya telah ditanamkan keimanan oleh Allah Swt.

Yakni dia telah ditetapkan oleh Allah Swt. termasuk orang yang berbahagia, dan Allah menjadikan hatinya kuat dengan kebahagiaan itu dan imannya telah menghiasi kalbu sanubarinya.

As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka. (Al-Mujadilah: 22) Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka.

Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. (Al-Mujadilah: 22) Yaitu Allah menguatkan mereka. Firman Allah Swt.:


{وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ}


Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan)-Nya (Al-Mujadilah: 22) Ayat yang bernada demikian telah sering ditafsirkan sebelumnya, sedangkan mengenai makna firman-Nya:


{رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ}


Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan)-iVya. (Al-Mujadilah: 22) Ini mengandung rahasia yang sangat indah, mengingat mereka membenci kaum kerabat dan handai tolan demi membela agama Allah.

Maka Allah memberikan gantinya kepada mereka dengan rida-Nya kepada mereka, dan Allah Swt. membuat mereka puas dengan apa yang Dia berikan kepada mereka berupa nikmat yang kekal, keberuntungan yang besar, dan keutamaan yang melimpah. Firman Allah Swt.:


{أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}


Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (Al-Mujadilah: 22) Yakni mereka yang bersifat demikian itu adalah golongan Allah, yaitu hamba-hamba-Nya yang dimuliakan oleh-Nya. Firman Allah Swt.:


{أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}


Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (Al-Mujadilah: 22) Ayat ini mengandung isyarat yang menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang beruntung, berbahagia,

dan mendapat pertolongan Allah di dunia dan akhirat. Dan ini merupakan kebalikan dari orang-orang lain yang dimasukkan ke dalam golongan setan. Kemudian disebutkan oleh firman-Nya: Ketahuilah,

bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan yang merugi. (Al-Mujadilah: 19) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Humaid Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Anbasah,

dari seorang lelaki yang adakalanya ia sebutkan namanya. Dia mengatakan bahwa orang tersebut adalah Abdul Hamid ibnu Sulaiman yang tidak sempat tertulis di dalam kitabku,

dari Az-Zayyal ibnu Abbad yang telah menceritakan bahwa Abu Hazim Al-A'raj berkirim surat kepada Az-Zuhri yang isinya mengatakan, "Ketahuilah, sesungguhnya kedudukan itu ada dua macam,

yaitu ada kedudukan yang diberikan oleh Allah Swt. melalui kekasih-kekasih-Nya kepada kekasih-kekasih-Nya. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang sebutannya tidak terkenal, begitu pula pribadinya.

Sesungguhnya telah disebutkan sifat mereka oleh lisan Rasulullah Saw. melalui sabdanya yang mengatakan:


إن اللَّهَ يُحِبُّ الْأَخْفِيَاءَ الْأَتْقِيَاءَ الْأَبْرِيَاءَ، الَّذِينَ إِذَا غَابُوا لَمْ يُفتَقَدوا، وَإِذَا حَضَرُوا لَمْ يُدْعَوا، قُلُوبُهُمْ مَصَابِيحُ الْهُدَى، يَخْرُجُونَ مِنْ كُلِّ فِتْنَةٍ سَوْدَاءَ مُظْلِمَةٍ"


'Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang tidak dikenal, bertakwa lagi bersih dirinya, yaitu orang-orang yang apabila tidak ada orang-orang lain tidak merasa kehilangan mereka; dan apabila mereka ada,

tiada yang mengundang mereka. Hati mereka adalah pelita petunjuk, mereka dapat keluar dari tiap-tiap fitnah yang hitam lagi gelap. 'Mereka itulah kekasih-kekasih Allah Swt. yang disebutkan oleh firman-Nya:

'Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung' (Al-Mujadilah: 22)."


قَالَ نُعَيم بْنُ حَمّاد: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ ثَوْرٍ، عَنْ يُونُسَ، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ، لَا تَجْعَلْ لِفَاجِرٍ وَلَا لِفَاسِقٍ عِنْدِي يَدًا وَلَا نِعْمَةً، فَإِنِّي وَجَدْتُ فِيمَا أَوْحَيْتَهُ إِلَيَّ: {لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ}


Na'im ibnu Hammad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saur, dari Yunus, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ya Allah,

janganlah Engkau jadikan peran dan jasa bagi pendurhaka dan orang yang fasik di sisiku, karena sesungguhnya aku telah menjumpai di antara wahyu yang telah Engkau turunkan kepadaku,

"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya" (Al-Mujadilah: 22).

Sufyan mengatakan, para ulama berpendapat bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang yang menggauli sultan. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Abu Ahmad Al-Askari.

Surat Al-Mujadilah |58:21|

كَتَبَ اللَّهُ لَأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي ۚ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ

kataballohu la`aghlibanna ana wa rusulii, innalloha qowiyyun 'aziiz

Allah telah menetapkan, "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang." Sungguh, Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.

Allah has written, "I will surely overcome, I and My messengers." Indeed, Allah is Powerful and Exalted in Might.

Tafsir
Jalalain

(Allah telah menetapkan) di Lohmahfuz, atau Allah telah memastikan: ("Aku dan Rasul-Ku pasti menang.") Dalam berhujah atau berdebat atau menggunakan senjata. (Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 21 |

penjelasan ada di ayat 20

Surat Al-Mujadilah |58:22|

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

laa tajidu qoumay yu`minuuna billaahi wal-yaumil-aakhiri yuwaaadduuna man ḥaaaddalloha wa rosuulahuu walau kaanuuu aabaaa`ahum au abnaaa`ahum au ikhwaanahum au 'asyiirotahum, ulaaa`ika kataba fii quluubihimul-iimaana wa ayyadahum biruuḥim min-h, wa yudkhiluhum jannaatin tajrii min taḥtihal-an-haaru khoolidiina fiihaa, rodhiyallohu 'an-hum wa rodhuu 'an-h, ulaaa`ika ḥizbulloh, alaaa inna ḥizballohi humul-mufliḥuun

Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya, atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari Dia. Lalu dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.

You will not find a people who believe in Allah and the Last Day having affection for those who oppose Allah and His Messenger, even if they were their fathers or their sons or their brothers or their kindred. Those - He has decreed within their hearts faith and supported them with spirit from Him. And We will admit them to gardens beneath which rivers flow, wherein they abide eternally. Allah is pleased with them, and they are pleased with Him - those are the party of Allah. Unquestionably, the party of Allah - they are the successful.

Tafsir
Jalalain

(Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang) artinya berteman

(dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu) yakni orang-orang yang menentang itu (bapak-bapak mereka)

yakni bapak-bapak orang-orang yang beriman (atau anak-anak mereka, atau saudara-saudara mereka, atau pun keluarga mereka) bahkan orang-orang yang beriman itu pasti memusuhi mereka

dan memerangi mereka demi keimanannya, sebagaimana yang dialami oleh sebagian para sahabat. (Mereka itulah) orang-orang yang tidak mau berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya

(yang Allah telah menanamkan) yakni meneguhkan (keimanan dalam kalbu mereka dan menguatkan mereka dengan cahaya) yakni nur (dari-Nya) dari Allah swt.

(Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka) karena ketaatan mereka kepada-Nya

(dan mereka pun merasa puas terhadap-Nya) atas pahala. (Mereka itulah golongan Allah) artinya yang mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

(Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung) yang memperoleh keberuntungan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mujadilah | 58 : 22 |

penjelasan ada di ayat 20

Surat Al-Hasyr |59:1|

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

sabbaḥa lillaahi maa fis-samaawaati wa maa fil-ardh, wa huwal-'aziizul-ḥakiim

Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

Whatever is in the heavens and whatever is on the earth exalts Allah, and He is the Exalted in Might, the Wise.

Tafsir
Jalalain

(Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi) semuanya memahasucikan-Nya. Huruf lam pada lafal lillaahi adalah zaidah; ungkapan dengan memakai lafal maa,

karena lebih memprioritaskan makhluk yang tidak berakal yang jumlahnya lebih banyak (dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana) di dalam kerajaan-Nya dan dalam perbuatan-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 1 |

Tafsir ayat 1-5

Allah Swt. menceritakan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan bumi bertasbih mengagungkan-Nya, bersujud kepada-Nya, dan mengesakan-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ}


Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. (Al-Isra: 44) Adapun firman Allah Swt.:


{وَهُوَ الْعَزِيزُ}


dan Dialah Yang Mahaperkasa. (Al-Hasyr: 1) Yakni Zat Allah Mahaperkasa.


{الْحَكِيمُ}


lagi Mahabijaksana. (Al-Hasyr: 1) dalam takdir dan syariat-Nya. Firman Allah Swt.:


{هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ}


Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab. (Al-Hasyr: 2) Yakni orang-orang Yahudi Bani Nadir, menurut Ibnu Abbas, Mujahid, dan Az-Zuhri serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Dahulu Rasulullah Saw. ketika tibadi Madinah mengadakan perjanjian perdamaian dengan mereka, dan beliau Saw. memberikan janji dan jaminan kepada mereka bahwa beliau tidak akan memerangi mereka dan mereka tidak boleh

memerangi beliau. Kemudian mereka merusak perjanjian yang telah disepakati antara mereka dan Nabi Saw. Maka Allah Swt. menimpakan pembalasan-Nya kepada mereka yang tidak dapat ditolak,

dan Allah menurunkan kepada mereka ketetapan-Nya yang tidak dapat dihalang-halangi. Maka Nabi Saw. mengusir mereka dari benteng-benteng mereka yang kuat, padahal kaum muslim tidak menginginkan apa yang ada di dalamnya.

Mereka mengira bahwa benteng-benteng mereka dapat melindungi mereka dari pembalasan Allah; ternyata benteng-benteng mereka itu sama sekali tiada gunanya bagi pembalasan Allah,

dan mereka ditimpa oleh pembalasan Allah yang tidak mereka duga-duga sebelumnya. Rasulullah Saw. memberangkatkan dan mengusir mereka dari Madinah, dan ada segolongan dari mereka yang berangkat menuju Azri'at,

bagian dari dataran tinggi negeri Syam yang merupakan tanah mahsyar dan tanah dihimpunkannya orang-orang yang dibangkitkan dari kuburnya. Segolongan dari mereka ada yang pergi ke tanah Khaibar, dan Rasulullah Saw.

mengusir mereka dari tempat tinggalnya dengan syarat bahwa mereka boleh membawa apa yang kuat dibawa oleh unta kendaraan mereka. Untuk itu mereka terlebih dahulu merusak semua barang yang terdapat di dalam rumah-rumah mereka yang tidak dapat mereka bawa dengan cara membakarnya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:


{يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الأبْصَارِ}


Mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. (Al-Hasyr: 2)

Yakni renungkanlah akibat yang dialami oleh orang-orang yang menentang perintah Allah dan menentang Rasul-Nya, serta mendustakan Kitab-Nya, bagaimana Allah menimpakan pembalasan-Nya kepada mereka,

yang membuat mereka terhina di dunia ini disertai dengan azab yang pedih yang telah disediakan oleh Allah Swt. di hari kemudian (hari akhirat). Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Daud dan Sufyan,

telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abdur Rahman ibnu Ka'b ibnu Malik, dari seseorang sahabat Nabi Saw.,

bahwa orang-orang kafir Quraisy pernah berkirim surat kepada Ibnu Ubay ibnu Salul dan orang-orang yang bersamanya dari kalangan penyembah berhala dari kabilah Aus dan Khazraj, sedangkan Rasulullah Saw.

saat itu berada di Madinah sebelum kejadian Perang Badar. Isi surat itu menyatakan, "Sesungguhnya kamu mendekatkan diri kamu kepada musuh kami (maksudnya Nabi Saw.), padahal kami telah bersumpah untuk memeranginya.

Kalau begitu kami akan mengusir kamu atau kami akan mengerahkan semua bala tentara kami, hingga kami akan bunuh semua prajurit kalian dan akan kami tawan semua kaum wanita kalian."

Ketika surat tersebut sampai kepada Abdullah ibnu Ubay dan para pengikutnya dari kalangan penyembah berhala, maka mereka bersepakat untuk memerangi Nabi Saw. Dan ketika berita itu sampai kepada Nabi Saw.,

maka beliau menjumpai mereka dan berkata kepada mereka, "Sesungguhnya telah sampai kepada kalian ancaman orang-orang Quraisy yang berlebihan itu. Padahal di balik itu tipu muslihat mereka hanyalah untuk mencari-cari alasan

buat memerangi kalian, mereka pada hakikatnya ingin memerangi anak-anak kalian dan saudara-saudara kalian." Setelah mereka mendengar perkataan Nabi Saw., maka mereka pun bubar dan mengurungkan niatnya.

Berita itu sampai kepada orang-orang Quraisy. Dan sesudah Perang Badar, orang-orang Quraisy kembali menulis surat kepada orang-orang Yahudi Madinah, yang isinya mengatakan, "Sesungguhnya kalian adalah para pemilik kebun

dan benteng-benteng, dan sesungguhnya kalian harus memerangi teman kami (yakni Nabi Saw.) atau kami akan melakukan anu dan anu terhadap kalian, dan tiada sesuatu pun yang akan menghalang-halangi kami dari gelang-gelang kaki kaum

wanita kalian." Ketika berita surat mereka itu sampai kepada Nabi Saw., ternyata orang-orang Bani Nadir termakan oleh isi surat itu dan bertekad untuk merusak perjanjian mereka dengan Nabi Saw.

Lalu mereka mengirimkan utusannya kepada Nabi Saw. dengan membawa pesan, "Keluarlah kamu bersama tiga puluh orang lelaki dari sahabat-sahabatmu, maka akan keluar pula dari kami tiga puluh orang pendeta,

dan kita akan bertemu di pertengahan jalan. Biarkanlah mereka mendengar darimu; jika mereka membenarkan kamu dan beriman kepadamu, maka kami pun akan beriman kepadamu."

Pada keesokan harinya Rasulullah Saw. berangkat menemui mereka dengan membawa sejumlah besar pasukannya, lalu beliau mengepung mereka dan berkata kepada mereka:


"إِنَّكُمْ وَاللَّهِ لَا تَأْمَنُوا عِنْدِي إِلَّا بِعَهْدٍ تُعَاهِدُونِي عَلَيْهِ"


Sesungguhnya kalian, demi Allah, jangan dulu menyatakan beriman di hadapanku kecuali setelah mengemukakan suatu janji yang kalian pegang teguh terhadapku. Ternyata mereka tidak mau memberikan janji itu kepada Nabi Saw.

Maka Nabi Saw. memerangi mereka di hari itu juga. Kemudian pada keesokan harinya Nabi Saw. berangkat dengan pasukannya menuju ke tempat Bani Quraizah, dan beliau membiarkan Bani Nadir,

lalu beliau menyeru mereka untuk menyatakan perjanjian mereka kepada Nabi Saw. hingga akhirnya mereka mau mengemukakannya. Nabi Saw. meninggalkan mereka, kemudian langsung menuju ke tempat Bani Nadir dengan pasukannya,

dan beliau memerangi mereka hingga akhirnya mereka mau menerima untuk diusir. Bani Nadir akhirnya diusir, dan mereka membawa apa yang dapat mereka bawa melalui unta-unta kendaraan mereka dari barang-barang mereka

dan pintu-pintu rumah-rumah mereka berikut semua kayu (kusen-kusen)nya. Tersebutlah pula bahwa kebun kurma milik Bani Nadir khusus untuk Rasulullah Saw. Allah telah memberikannya khusus untuk beliau. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَمَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْهُمْ فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلا رِكَابٍ}


Dan apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun. (Al-Hasyr: 6)

Kalau menurut kami, singkatnya tanpa melalui peperangan. Kemudian Nabi Saw. memberikan sebagian besarnya kepada kaum Muhajirin yang dibagikan di antara mereka,

dan sebagian darinya beliau bagikan kepada dua orang lelaki Ansar yang miskin, dan beliau tidak memberi orang-orang Ansar dari bagian itu selain keduanya. Sedangkan sisanya masih tetap sebagai sedekah Rasulullah Saw.

yang berada di tangan anak-anak Fatimah. Untuk itu marilah kita sebutkan secara ringkas kisah peperangan Bani Nadir ini, dan hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan.

Latar belakang terjadinya perang ini menurut keterangan yang diketengahkan oleh para penulis kitab Al-Magazi dan Sirah disebutkan bahwa ketika sejumlah sahabat terbunuh di sumur Ma'unah

—yang jumlah mereka ada tujuh puluh orang sahabat Rasulullah Saw.—ternyata seseorang dari mereka ada yang lolos, yaitu Amr ibnu Umayyah Ad-Dimri. Dan ketika ia dalam perjalanan pulangnya ke Madinah,

dia membunuh dua orang lelaki dari kalangan Bani Amir, padahal kedua orang tersebut telah mengikat perjanjian perdamaian dengan Rasulullah Saw. dan perjanjian keamanan; hal tersebut tidak diketahui oleh Amr.

Ketika Amr kembali ke Madinah, ia menceritakan hal itu kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda:


"لَقَدْ قَتَلْتَ رَجُلَيْنِ، لأدينَّهما"


Sesungguhnya engkau telah membunuh dua orang lelaki, aku benar-benar harus membayar diatnya. Dan tersebutlah bahwa antara Bani Nadir dan Bani Amir telah terikat suatu pakta pertahanan bersama dan perjanjian perdamaian.

Maka Rasulullah Saw. keluar menuju ke tempat Bani Nadir dengan tujuan untuk meminta bantuan kepada mereka sehubungan dengan diat kedua lelaki tersebut.Tersebutlah pula bahwa tempat tinggal Bani Nadir berada di luar kota Madinah

sejauh beberapa mil sebelah timurnya. Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar di dalam kitab Sirah-nya menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. keluar menuju ke tempat Bani Nadir untuk meminta bantuan dari mereka sehubungan

dengan diat kedua lelaki yang telah dibunuh oleh Amr ibnu Umayyah Ad-Dimri, demi melindungi hak keduanya yang telah mengadakan perjanjian perdamaian dengan beliau. Demikianlah menurut apa yang telah diceritakan kepadaku

oleh Yazid ibnu Ruman. Dan tersebutlah di antara Bani Nadir dan Bani Amir telah diadakan perjanjian pakta pertahanan bersama. Ketika Rasulullah Saw. datang kepada mereka dan meminta bantuan kepada mereka sehubungan

dengan diat kedua lelaki itu, mereka (Bani Nadir) berkata, "Baiklah, hai Abul Qasim, kami akan membantumu sesuai dengan permintaan yang engkau ajukan kepada kami." Kemudian sebagian dari mereka berbicara secara khusus

dengan sebagian lainnya. Mereka mengatakan, "Sesungguhnya kalian tidak akan menjumpai lelaki ini bersikap seperti sekarang ini seterusnya —saat itu Rasulullah Saw. berada di sebelah tembok dari salah satu rumah-rumah mereka—.

Maka siapakah dari kalian yang mau naik ke atas rumah itu, lalu menimpakan batu besar kepadanya dari atas rumah agar kita terbebas dari dia?" Akhirnya seseorang dari mereka yang dikenal dengan nama Amr ibnu Jahhasy ibnu Ka'b

bersedia melakukan tugas itu, lalu ia mengatakan, "Aku bersedia melakukannya." Maka naiklah ia ke atas rumah itu untuk menjatuhkan batu besar kepada Nabi Saw. dari atasnya sesuai dengan permintaan mereka.

Saat itu Rasulullah Saw. ditemani oleh beberapa orang dari sahabatnya, antara lain Abu Bakar, Umar, dan Ali. Maka datanglah berita dari langit kepada Rasulullah Saw. yang menceritakan perihal makar yang akali dilakukan oleh kaum Bani Nadir.

Akhirnya beliau Saw. bangkit dan pulang ke Madinah. Ketika mereka (Bani Nadir) merasa kehilangan Rasulullah Saw. dan sahabat-sahabatnya, mereka bangkit mencarinya, lalu mereka bersua dengan seorang lelaki yang baru tiba dari Madinah.

Mereka menanyai lelaki itu tentang Nabi Saw., lalu lelaki itu menjawab, "Aku melihatnya sedang memasuki kota Madinah." Para sahabat lainnya yang ada di Madinah melihat kedatangan Rasulullah Saw. Mereka datang menyambutnya,

lalu Rasulullah Saw. menceritakan kepada mereka tentang pengkhianatan yang telah direncanakan oleh orang-orang Yahudi Bani Nadir. Selanjutnya Rasulullah Saw. memerintahkan kepada mereka untuk bersiap-siap guna memerangi Bani Nadir.

Kemudian Rasulullah Saw. berangkat bersama pasukannya hingga sampai di tempat Bani Nadir, lalu orang-orang Bani Nadir berlindung di dalam benteng-benteng mereka. Maka Rasulullah Saw.

memerintahkan kepada pasukan kaum muslim untuk menebangi pohon kurma milik mereka dan membakarnya. Akhirnya mereka berseru, "Hai Muhammad, bukankah engkau telah melarang perbuatan kerusakan di muka bumi,

dan engkau mencela para pelakunya? Lalu mengapa pohon-pohon kurma itu ditebangi dan dibakari?" Tersebutlah bahwa segolongan orang dari Bani Auf ibnul Khazraj —antara lain Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, Wadi'ah,

Malik ibnu Abu Qauqal, Suwaid, dan Dais—telah mengirimkan mata-matanya kepada Bani Nadir dengan membawa pesan, "Bertahanlah kalian dan janganlah menyerah, karena sesungguhnya kami tidak akan membiarkan kalian.

Jika kalian diperangi, maka kami akan berperang bersama kalian membela kalian; dan jika kalian keluar, maka kami akan ikut keluar bersama kalian." Lalu mereka menunggu-nunggu saat tersebut untuk memberikan bantuan,

tetapi mereka tidak melakukannya karena hati mereka telah dicekam oleh rasa gentar dan takut (kepada Rasulullah Saw. dan pasukan kaum muslim). Akhirnya mereka meminta kepada Rasulullah Saw.

untuk tidak mengalirkan darah mereka (Bani Nadir) dan membiarkan mereka diusir, serta membiarkan mereka membawa sebagian dari hartanya yang dapat dibawa oleh unta kendaraan mereka kecuali kebun-kebun kurma mereka.

Permintaan mereka disetujui. Akhirnya Bani Nadir membawa harta mereka yang dapat dibawa oleh unta kendaraan mereka. Tersebutlah bahwa seseorang dari mereka merobohkan rumahnya dan mengambil pintu rumahnya,

lalu menaruhnya di atas punggung untanya, kemudian ia pergi dengan membawanya. Mereka keluar menuju ke Khaibar, dan sebagian dari mereka ada yang menuju ke negeri Syam; mereka membiarkan harta mereka untuk Rasulullah Saw.

Maka harta mereka itu khusus untuk Rasulullah Saw. yang beliau tasaruf-kan menurut apa yang dikehendakinya. Maka Rasulullah Saw. membagi-bagikan harta itu kepada kaum Muhajir pertama,

sedangkan orang-orang Ansar —tidak terkecuali Sahl ibnu Hanif dan Abu Dujanah ibnu Samak ibnu Kharsyah, yang konon keduanya fakir— maka Rasulullah Saw. memberikan bagian kepada keduanya.

Disebutkan bahwa tiada yang mau masuk Islam dari kalangan Bani Nadir selain dua orang lelaki, yaitu Yamin ibnu Amr ibnu Ka'b (pamannya Amr ibnu Jahhasy) dan Abu Sa'd ibnu Wahb. Karena keduanya masuk Islam,

maka harta milik keduanya tidak diganggu dan tetap dimiliki keduanya. Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku salah seorang keluarga Yamin, bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Yamin:

Tidakkah kamu perhatikan apa yang dilakukan oleh anak pamanmu dan rencana makar yang akan dia lancarkan terhadap diriku? Maka Yamin ibnu Amr memberi hadiah kepada seorang lelaki dengan syarat harus terlebih dahulu

membunuh Amr ibnu Jahsy, dan ternyata menurut dugaan mereka lelaki itu berhasil membunuhnya. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa surat Al-Hasyr seluruhnya diturunkan di tempat Bani Nadir. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Yunus ibnu Bukair, dari Ibnu Ishaq dengan lafaz yang semisal dengan hadis di atas. Firman Allah Swt.:


{هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ}


Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab. (Al-Hasyr: 2) Yakni orang-orang Bani Nadir.


{مِنْ دِيَارِهِمْ لأوَّلِ الْحَشْرِ}


dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama kali. (Al-Hasyr: 2)


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي سَعْدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: مَنْ شَكَّ فِي أن أرض المحشر هاهنا -يَعْنِي الشَّامَ فَلْيَتْل هَذِهِ الْآيَةَ: {هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لأوَّلِ الْحَشْرِ} قَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اخْرُجُوا". قَالُوا: إِلَى أَيْنَ؟ قَالَ: "إِلَى أَرْضِ الْمَحْشَرِ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Sa'd, dari Ikrimah,

dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa barang siapa yang merasa ragu bahwa tanah mahsyar adalah di sini, yakni negeri Syam, hendaklah ia membaca firman-Nya: Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab

dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama kali. (Al-Hasyr: 2) Rasulullah Saw. berkata kepada mereka, "Keluarlah kalian." Mereka menjawab, "Ke mana kami harus pergi?" Nabi Saw. bersabda, "Ke tanah mahsyar."


وَحَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنْ عَوْفٍ، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: لَمَّا أَجْلَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَنِي النَّضِيرِ، قَالَ: "هَذَا أَوَّلُ الْحَشْرِ، وَأَنَا عَلَى الْأَثَرِ".


Telah menceritakan pula kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Auf, dari Al-Hasan, bahwa ketika Rasulullah Saw. mengusir Bani Nadir, beliau bersabda:

Ini adalah permulaan hasyr (penggiringan) dan aku berikutnya (nanti di hari kemudian). Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dari Bandar, dari Ibnu Abu Addi, dari Auf, dari Al-Hasan dengan sanad yang sama.

(Dapat disimpulkan bahwa makna hasyr ada dua, yaitu pengusiran dan penggiringan, pent). Firman Allah Swt.:


{مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا}


Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan keluar. (Al-Hasyr: 2) Yakni di masa kalian mengepung dan memblokir mereka, yang memakan waktu enam hari, mengingat benteng-benteng tempat mereka berlindung sangat kuat lagi kokoh. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا}


dan mereka pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. (Al-Hasyr: 2)

Yaitu hukuman Allah datang menimpa mereka yang sebelumnya mereka tidak menduga-duganya. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{قَدْ مَكَرَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَأَتَى اللَّهُ بُنْيَانَهُمْ مِنَ الْقَوَاعِدِ فَخَرَّ عَلَيْهِمُ السَّقْفُ مِنْ فَوْقِهِمْ وَأَتَاهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ}


Sesungguhnya orang-orang yang .sebelum mereka telah mengadakan makar, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas,

dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari. (An-Nahl: 26) Adapun firman Allah Swt.:


{وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ}


Dan Allah mencampakkan rasa gentar ke dalam hati mereka. (Al-Hasyr: 2) Yakni takut, gentar, dan kaget. Bagaimana tidak terjadi demikian atas diri mereka karena mereka dikepung oleh Nabi Saw.

yang diberi pertolongan oleh Allah melalui rasa takut dan gentar yang mencekam hati musuh-musuhnya sejauh perjalanan satu bulan. Firman Allah Swt.:


{يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ}


mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. (Al-Hasyr: 2) Tafsir ayat ini telah disebutkan oleh Ibnu Ishaq,

yang artinya ialah membongkar bagian yang terbaik dari rumah mereka (seperti atap dan pintu-pintunya), lalu mereka bawa di atas unta kendaraan mereka.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Urwah ibnuz Zubair dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

memerangi mereka; dan apabila beliau berhasil menguasai suatu benteng atau rumah, maka tembok-temboknya dirobohkan agar tempat menjadi luas untuk kancah peperangan.

Tersebutlah pula bahwa orang-orang Yahudi Bani Nadir apabila naik ke suatu tempat atau terpukul mundur ke pintu atau rumah, maka mereka melubanginya dari belakang mereka,

kemudian menjadikannya sebagai benteng tempat mereka berlindung dengan menutupnya kembali. Allah Swt. berfirman:


{فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الأبْصَارِ}


Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. (Al-Hasyr: 2) Adapun firman Allah Swt.:


{وَلَوْلا أَنْ كَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَلاءَ لَعَذَّبَهُمْ فِي الدُّنْيَا}


Dan jikalau tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, benar-benar Allah mengazab mereka di dunia. (Al-Hasyr: 3) Yakni seandainya Allah tidak menetapkan bagi mereka pengusiran itu,

yang mengakibatkan mereka terusir meninggalkan kampung halaman dan harta benda mereka, tentulah bagi mereka di sisi Allah ada azab lainnya, misalnya dibunuh dan ditawan dan lain sebagainya.

Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Az-Zuhri dari Urwah, As-Saddi, dan Ibnu Zaid. Karena sesungguhnya Allah telah memastikan atas mereka bahwa Dia akan mengazab mereka di dunia ini di samping azab

yang telah disediakan bagi mereka di hari akhirat, yaitu dimasukkan ke dalam neraka Jahanam. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh juru tulis Al-Lais,

telah menceritakan kepadaku Al-Lais, dari Aqil, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa kemudian meletuslah perang Bani Nadir.

Bani Nadir adalah segolongan orang-orang Yahudi; perang ini meletus setelah enam bulan Perang Badar. Rumah mereka berada di suatu kawasan pinggiran kota Madinah, lalu Rasulullah Saw.

mengepung mereka hingga memaksa mereka memilih bersedia diusir dan hendaknya mereka diperbolehkan membawa harta benda dan barang-barang yang dapat dibawa oleh unta mereka, terkecuali senjata-senjata mereka. Maka Rasulullah Saw.

mengusir mereka ke arah negeri Syam. Mengenai pengusiran ini telah disebutkan di dalam berbagai ayat dari kitab Taurat dan telah ditetapkan atas diri mereka. Dan Bani Nadir ini merupakan keturunan Bani Israil yang belum pernah mengalami

pengusiran, sebelum Rasulullah Saw. menguasai mereka. Berkenaan dengan merekalah ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan di bumi. (Al-Hasyr: 1) sampai dengan firman-Nya:

dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kapada orang-orang fasik. (Al-Hasyr: 5) Ikrimah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-jala ialah pembunuhan, dan menurut riwayat lain yang bersumberkan darinya disebutkan pelenyapan.

Qatadah mengatakan bahwa al-jala artinya keluarnya manusia dari suatu negeri ke negeri lain. Ad-Dahhak mengatakan bahwa Rasulullah Saw. mengusir mereka ke negeri Syam dan memberikan kepada setiap tiga orang dari mereka seekor unta

dan air minumnya; inilah pengertian al-jala. Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Kamil Al-Qadi,

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'id Al-Aufi, telah menceritakan kepadaku ayahku dari pamanku, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi Saw.

mengepung mereka (Bani Nadir) hingga keadaan mereka benar-benar sangat kritis. Akhirnya mereka memberikan kepada Nabi Saw. apa yang beliau kehendaki dari mereka, dan Nabi Saw.

mengadakan perjanjian dengan mereka bahwa beliau Saw. bersedia melindungi darah mereka, tetapi mereka harus keluar dari kampung halaman mereka dan dari tanah tempat tinggal mereka menuju ke tempat yang ditetapkan olehnya

kepada mereka. Yaitu ke Azri'at di negeri Syam, dan Nabi Saw. memberikan kepada tiap-tiap tiga orang dari mereka seekor unta dan bekal air minum. Pengertian al-jala ialah mengusir mereka dari tanah mereka ke tanah yang lain (negeri lain).

Telah diriwayatkan pula olehnya melalui hadis Ya'qub ibnu Muhammad Az-Zuhri, dari Ibrahim ibnu Ja'far, dari Mahmud ibnu Maslamah, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Muhammad ibnu Maslamah, bahwa Rasulullah Saw.

mengutusnya kepada Bani Nadir untuk menyampaikan pesannya kepada mereka bahwa mereka diberi masa tangguh selama tiga hari untuk pergi dari tanah mereka. Firman Allah Swt.:


{وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابُ النَّارِ}


Dan bagi mereka di akhirat azab neraka. (Al-Hasyr: 3) Yakni sebagai kepastian yang harus dan tidak boleh tidak bagi mereka. Firman Allah Swt.:


{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ}


Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hasyr: 4) Sesungguhnya Allah Swt. memberlakukan hal tersebut kepada mereka dan menguasakan mereka kepada Rasul-Nya

dan hamba-hamba-Nya yang beriman tiada lain karena mereka menentang Allah dan Rasul-Nya, serta mendustakan apa yang diturunkan oleh Allah kepada rasul-rasul-Nya yang terdahulu yang memberitakan kedatangan Nabi Muhammad Saw.,

sedangkan mereka mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:


{وَمَنْ يُشَاقِّ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ}


Barang siapa menentang Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 4) Adapun firman Allah Swt,:


{مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِينَ}


Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu "biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah;

dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik. (Al-Hasyr: 5) Al-lin adalah sejenis kurma yang buahnya unggul. Abu Ubaidah mengatakan bahwa al-lin artinya pohon kurma yang buahnya tidak seperti kurma biasa

yang rendah mutunya. Kebanyakan ulama tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-lin ialah segala jenis kurma selain kurma yang rendah mutunya.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah semua jenis kurma, dan menurut yang ia nukil dari Mujahid menyebutkan bahwa termasuk ke dalam kurma lin ialah kurma Buwairah.

Demikian itu karena ketika Rasulullah Saw. mengepung mereka, beliau memerintahkan kepada pasukan kaum muslim untuk menebangi pohon kurma milik mereka sebagai penghinaan buat mereka dan sekaligus menakut-nakuti

dan menjatuhkan mental mereka. Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Ruman, Qatadah, dan Muqatil Ibnu Hayyan yang mengatakan bahwa lalu orang-orang Bani Nadir mengirimkan utusannya

untuk mengatakan kepada Rasulullah Saw., "Sesungguhnya engkau adalah orang yang melarang menimbulkan kerusakan, lalu mengapa engkau memerintahkan agar pohon-pohon kurma kami ditebangi?" Lalu Allah Swt.

menurunkan ayat yang mulia ini yang artinya 'apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma milik musuhmu atau yang kamu biarkan tumbuh, maka semuanya itu dengan seizin Allah dan berdasarkan kehendak, takdir, dan rida-Nya.'

Dan dalam penebangan ini terkandung pukulan terhadap musuh dan penghinaan terhadap mereka agar mereka menyerah dan tunduk. Mujahid mengatakan bahwa sebagian Muhajirin melarang sebagian lainnya dari menebangi pohon kurma,

dan mereka mengatakan bahwa sesungguhnya pohon-pohon kurma itu adalah ganimah kaum muslim, lalu turunlah ayat Al-Qur'an yang membenarkan pendapat orang yang melarang menebangnya dan membebaskan orang-orang

yang menebanginya dari dosa. Yang kesimpulannya ialah bahwa sesungguhnya menebangi dan membiarkannya hanyalah semata-mata dengan seizin Allah. Telah diriwayatkan pula secara marfu' hal yang semisal.

Untuk itu Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnu Affan, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Giyas, telah menceritakan kepada kami Habib ibnu Abu Umar, dari Sa'id ibnu Jubair,

dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah;

dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik. (Al-Hasyr: 5) Ia mengatakan bahwa kaum muslim memaksa mereka untuk turun dari benteng-benteng mereka,

untuk itu maka mereka menebangi pohon-pohon kurma milik orang-orang kafir itu. Dan terjadilah rasa berdosa dalam hati pasukan kaum muslim akibat perbuatannya itu. Maka mereka mengatakan,

"Kita telah menebangi sebagian dan membiarkan sebagian yang lainnya. Maka marilah kita bertanya kepada Rasulullah Saw., apakah kita mendapat pahala karena menebanginya,

dan apakah kita mendapat dosa karena membiarkan sebagiannya?" Maka Allah menurunkan firman-Nya: Apa saja yang kamu tebangi dari pohon kurma (milik orang-orang kafir). (Al-Hasyr: 5)

Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Hafe dari Ibnu Juraij, dari Sulaiman ibnu Musa, dari Jabir, dari Abuz Zubair,

dari Jabir yang mengatakan bahwa diperbolehkan bagi mereka (pasukan kaum muslim) menebangi pohon kurma milik Bani Nadir. Setelah itu mereka dilarang menebanginya. Maka mereka datang kepada Nabi Saw. dan bertanya,

"Wahai Rasulullah, apakah kami mendapat dosa karena menebangi pohon kurma, atau apakah kamu mendapat dosa karena membiarkan sebagiannya?" Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah. (Al-Hasyr: 5)

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Musa ibnu Uqbah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw.

menebangi pohon kurma milik Bani Nadir dan membakarnya. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui riwayat Musa ibnu Uqbah dengan lafaz yang semisal.

Menurut lafaz Imam Bukhari yang diriwayatkannya melalui jalur Abdur Razzaq, dari Ibnu Juraij, dari Musa ibnu Uqbah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, disebutkan bahwa aku termasuk orang-orang yang memerangi Bani Nadir dan Bani Quraizah,

maka Bani Nadir diusir dan Bani Quraizah dibiarkan bersama orang-orangnya, tetapi pada akhirnya Bani Quraizah diperangi juga dan aku ikut memeranginya. Maka prajurit-prajurit mereka sebagiannya ditawan dan sebagian lainnya dibunuh;

sedangkan kaum wanita mereka, anak-anak mereka, dan harta benda mereka dibagi-bagikan di kalangan pasukan kaum muslim sebagai jarahan perang, terkecuali sebagian dari mereka yang bergabung dengan Nabi Saw.

Mereka masuk Islam, dan Nabi Saw. memberikan jaminan keamanan kepada mereka. Semua orang Yahudi di Madinah diusir, terdiri dari Bani Qainuqa' kabilahnya Abdullah ibnu Salam, dan Yahudi Bani Harisah, serta semua Yahudi Madinah lainnya.

Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan pula melalui Qutaibah, dari Al-Lais ibnu Sa'd, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. membakar pohon kurma milik Bani Nadir dan menebanginya, yaitu pohon kurma Buwairah. Maka Allah Swt.

menurunkan firman-Nya: Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah;

dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik. (Al-Hasyr: 5) Imam Bukhari rahimahullah telah mengetengahkan melalui riwayat Juwairiyah binti Asma, dari Nafi', dari Ibnu Umar r.a., bahwa Rasulullah Saw.

membakar kurma milik Bani Nadir dan menebanginya, yaitu kurma Buwairah. Dan sehubungan dengan peristiwa ini Hassan ibnu Sabit mengabadikannya melalui bait-bait syairnya yang mengatakan:


وَهَان عَلى سَراة بَنِي لُؤيّ ... حَريق بالبُوَيَرة مُسْتَطيرُّ ...


Dianggap ringan bagi orang-orang Bani Lu-ay melakukan pembakaran di Buwairah yang terkenal itu. Kemudian dijawab oleh Abu Sufyan ibnul Haris melalui syairnya yang mengatakan:


أدَام اللهُ ذلكَ مِنْ صَنيع ... وَحَرّق فِي نَوَاحيها السَّعير ... سَتَعلم أيُّنا منْها بِنزهٍ ... وَتَعْلُمُ أيّ أرْضينَا نَضِيرُ ...


Semoga Allah mengekalkan peristiwa itu, yaitu pembakaran yang dilakukan di sekitarnya dengan api yang sangat besar. Kelak akan Anda ketahui di mana lagi kita akan mendapatkan tempat untuk berwisata,

dan akan Anda ketahui di manakah bagian dari negeri kita yang akan mengalami kelaparan. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari, tetapi Ibnu Ishaq tidak menyebutnya.

Muhammad ibnu Ishaq menceritakan ucapan Ka'b ibnu Malik yang 'menceritakan tentang pengusiran Bani Nadir dan terbunuhnya Ibnul Asyraf dalam bait-bait syair berikut:


لَقَد خَزيت بغَدْرَتِها الحُبُور ... كَذَاكَ الدهرُ ذُو صَرْف يَدُورُ ... وَذَلك أنَّهم كفَرُوا بِرَبّ ... عَظيم أمرُهُ أمرٌ كَبِيرُ ... وقَد أُوتُوا مَعًا فَهمًا وَعِلْمًا ... وَجَاءهُمُ مِنَ اللَّهِ النَّذيرُ ... نَذير صَادق أَدَّى كِتَابًا ... وَآيَاتٍ مُبَيَّنَةً تُنيرُ ... فَقَالَ مَا أَتَيْتَ بِأَمِرِ صِدْقٍ ... وَأَنْتَ بِمُنْكَرٍ مِنَّا جَديرُ ... فَقَالَ: بَلى لَقَدْ أديتُ حَقًّا ... يُصَدّقني بِهِ الفَهم الخَبيرُ ... فَمن يَتْبعه يُهدَ لِكُل رُشُد ... وَمَن يَكفُر بِهِ يُجزَ الكَفُورُ ... فَلَمَّا أْشربُوا غَدْرًا وكُفْرًا ... وَجَدّ بِهِمْ عَنِ الحَقّ النَفورُ ... أرَى اللَّهُ النَّبِيَّ بِرَأي صدْق ... وكانَ اللَّهُ يَحكُم لَا يَجُورُ ... فَأيَّدَهُ وَسَلَّطَه عَلَيهم ... وكانَ نَصيرهُ نعْم النَّصيرُ ... فَغُودرَ منْهمُو كَعب صَرِيعًا ... فَذَلَّتْ بعدَ مَصْرَعة النَّضيرُ ... عَلى الكَفَّين ثمَّ وقَدْ عَلَتْهُ ... بِأَيِدِينَا مُشَهَّرة ذكُورُ ... بأمْر مُحَمَّد إِذْ دَس لَيلا ... إلى كَعب أخَا كَعب يَسيرُ ... فَمَا كَرَه فَأنزلَه بِمَكْر ... وَمحمودُ أخُو ثقَة جَسُورُ ... فَتلْك بَنُو النَّضير بِدَارِ سَوء ... أبَارَهُمُ بِمَا اجْتَرَمُوا المُبيرُ ... غَداة أتاهُمُ فِي الزّحْف رَهوًا ... رَسُولُ اللَّهِ وَهّوَ بِهِمْ بَصيرُ ... وَغَسَّانُ الحماةُ مُوازرُوه ... عَلَى الْأَعْدَاءِ وَهْوَ لَهُمْ وَزيرُ ... فَقَالَ: السْلم ويحكمُ فَصَدّوا ... وَحَالفَ أمْرَهَم كَذبٌ وَزُورُ ... فَذَاقُوا غِبَّ أمْرهُمُ دَبَالا ... لكُلّ ثَلاثَة منهُم بَعيرُ ... وَأجلوا عَامدين لقَينُقَاع ... وَغُودرَ مِنْهُم نَخْل ودُورُ


Para pendeta Yahudi itu benar-benar telah terhina karena pengkhianatan yang dilakukannya. Memang demikianlah masa berputar, membolak-balikkan para penghuninya. Demikian itu karena mereka ingkar kepada Tuhan Yang Mahabesar,

yang perintah-Nya adalah suatu perkara yang agung. Padahal mereka telah diberi pemahaman dan ilmu sekaligus, dan telah datang kepada mereka pembawa peringatan dari Allah. Pemberi peringatan yang benar,

dia telah membawa Kitab dan ayat-ayat yang menjelaskan lagi memberi penerangan. Tetapi mereka mengatakan, "Apa yang engkau sampaikan itu bukanlah perintah yang benar, dan engkau lebih layak untuk diingkari di kalangan kami.”

Dia menjawab, "Tidak, sesungguhnya aku telah menyampaikan kebenaran,' yang hanya dibenarkan oleh orang yang mempunyai pemahaman lagi berwawasan luas.”Maka barang siapa yang mengikutinya,

niscaya ia mendapat petunjuk untuk menempuh semua perkara yang benar. Dan barang siapa yang mengingkarinya, niscaya ia dibatasi dengan kesesalan. Manakala pengkhianatan dan kekufuran telah mendarah daging dalam diri mereka,

dan perlawanan mereka terhadap perkara yang hak telah memuncak. Maka Allah memperlihatkan kepada Nabi-Nya keputusan yang benar, dan adalah Allah pemberi hukum yang tidak lalim (melampaui batas).

Lalu Allah memberikan dukungan kepadanya dan menguasa­kan mereka kepadanya, dan orang yang ditolong oleh-Nya adalah sebaik-baik orang yang mendapat pertolongan. Akhirnya seseorang dari mereka —yaitu Ka'b mati—

terbunuh sehingga kalahlah Bani Nadir dengan terbunuhnya dia. Nasib mereka berada di tangan (kaum muslim), juga mereka telah dikalahkan oleh pasukan kaum muslim yang telah termasyhur keberaniannya.

Berkat perintah Muhammad, ketika di suatu malam Ka 'b ditugaskan untuk membunuh Ka'bul Asyraf dengan menyelinap ke tempatnya. Lalu ditipunya dia dan terjebaklah dia ke dalam perangkap,

dan juga berperan dalam hal ini saudara yang tepercaya lagi pemberani, yaitu Mahmud. Itulah Bani Nadir di perkampungannya yang buruk, yang kini telah binasa disebabkan ulah para perusak (dari kalangan mereka sendiri).

Yaitu di pagi hari ketika datang pasukan yang bergerak di siang hari dipimpin oleh Rasulullah, dia telah membaca tipu daya mereka. Dan orang-orang Gassan yang pemberani, membelanya dalam menghadapi semua musuh,

dan beliau pun sebaliknya membantu mereka. Maka dikatakanlah, "Perdamaian, " lalu diadakanlah keputusan dan perang dihentikan. Tetapi pada akhirnya perkara mereka hanyalah kedustaan dan pembangkangan.

Akhirnya mereka merasakan akibat dari perbuatannya yang merupakan petaka besar bagi mereka; maka bagi tiap tiga orang dari mereka hanya diberi seekor unta. Mereka diusir dengan tujuan Qainuqa',

sedangkan pohon kurma dan rumah-rumah mereka dimusnahkan. Ibnu Ishaq sehubungan dengan peristiwa ini telah mengetengahkan banyak syair yang mencatatnya. Di dalamnya terkandung etika-etika, pelajaran-pelajaran,

dan hikmah-hikmah yang rincian kisahnya kami tinggalkan karena sudah cukup dengan apa yang telah kami kemukakan di atas secara ringkas. Abu Ishaq mengatakan bahwa perang Bani Nadir terjadi sesudah perang Uhud

dan sesudah peristiwa sumur Ma'unah. Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Urwah, bahwa perang Bani Nadir terjadi sesudah Perang Badar enam bulan berikutnya.

Surat Al-Hasyr |59:2|

هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِأَوَّلِ الْحَشْرِ ۚ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا ۖ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا ۖ وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ ۚ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ

huwallażiii akhrojallażiina kafaruu min ahlil-kitaabi min diyaarihim li`awwalil-ḥasyr, maa zhonantum ay yakhrujuu wa zhonnuuu annahum maani'atuhum ḥushuunuhum minallohi fa ataahumullohu min ḥaiṡu lam yaḥtasibuu wa qożafa fii quluubihimur-ru'ba yukhribuuna buyuutahum bi`aidiihim wa aidil-mu`miniina fa'tabiruu yaaa ulil-abshoor

Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung halamannya pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin, benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah, maka Allah mendatangkan (siksaan) kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah menanamkan rasa takut ke dalam hati mereka, sehingga mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangannya sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan!

It is He who expelled the ones who disbelieved among the People of the Scripture from their homes at the first gathering. You did not think they would leave, and they thought that their fortresses would protect them from Allah; but [the decree of] Allah came upon them from where they had not expected, and He cast terror into their hearts [so] they destroyed their houses by their [own] hands and the hands of the believers. So take warning, O people of vision.

Tafsir
Jalalain

(Dialah Yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab) mereka adalah Bani Nadhir yang terdiri dari orang-orang Yahudi (dari kampung mereka) dari tempat-tempat tinggal mereka di Madinah

(pada saat pengusiran pertama) yaitu sewaktu mereka diusir ke negeri Syam, dan terakhir mereka diusir ke tanah Khaibar oleh Khalifah Umar semasa ia menjabat sebagai khalifah. (Kalian tidak mengira)

hai orang-orang mukmin (bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin, bahwa dapat mencegah mereka) lafal maani'atuhum adalah khabar dari anna (benteng-benteng mereka)

menjadi fa'il dari lafal maani'atuhum; dan dengan keberadaannya maka lengkaplah pengertian khabar (dari Allah) yakni dari azab-Nya

(maka Allah mendatangkan kepada mereka) hukuman dan azab-Nya (dari arah yang tidak mereka sangka-sangka) yakni dari pihak kaum mukminin yang hal ini tidak masuk ke dalam perhitungan mereka.

(Dan Allah melemparkan) maksudnya menanamkan (rasa takut ke dalam hati mereka) dapat dibaca ar-ru'ba atau ar-ru'uba, artinya rasa takut mati,

karena pemimpin mereka bernama Ka'b bin Asyraf telah terbunuh mati (mereka memusnahkan) dapat dibaca yukharribuuna, dan kalau dibaca yukhribuuna berarti berasal dari lafal akhraba,

artinya merusak (rumah-rumah mereka) untuk mengambil barang-barang yang dianggap berharga oleh mereka berupa kayu-kayu dan lain-lainnya

(dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah hal itu untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Hasyr |59:3|

وَلَوْلَا أَنْ كَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَلَاءَ لَعَذَّبَهُمْ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابُ النَّارِ

walau laaa ang kataballohu 'alaihimul-jalaaa`a la'ażżabahum fid-dun-yaa, wa lahum fil-aakhiroti 'ażaabun-naar

Dan sekiranya tidak karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, pasti Allah mengazab mereka di dunia. Dan di akhirat mereka akan mendapat azab neraka.

And if not that Allah had decreed for them evacuation, He would have punished them in [this] world, and for them in the Hereafter is the punishment of the Fire.

Tafsir
Jalalain

(Dan jika tidaklah karena Allah telah menetapkan) telah memastikan (pengusiran terhadap mereka) yakni dikeluarkan dari kampung halamannya

(benar-benar Allah mengazab mereka di dunia) dengan dibunuh dan ditawan, sebagaimana yang telah dilakukan-Nya terhadap orang-orang Yahudi Bani Quraizhah. (Dan bagi mereka di akhirat azab neraka).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Hasyr |59:4|

ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۖ وَمَنْ يُشَاقِّ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

żaalika bi`annahum syaaaqqulloha wa rosuulahuu wa may yusyaaaqqillaaha fa innalloha syadiidul-'iqoob

Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa menentang Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.

That is because they opposed Allah and His Messenger. And whoever opposes Allah - then indeed, Allah is severe in penalty.

Tafsir
Jalalain

(Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka telah menentang) telah melawan (Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa menentang Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya) terhadap dia.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Hasyr |59:5|

مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَىٰ أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِينَ

maa qotho'tum mil liinatin au taroktumuuhaa qooo`imatan 'alaaa ushuulihaa fa bi`iżnillaahi wa liyukhziyal-faasiqiin

Apa yang kamu tebang di antara pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (itu terjadi) dengan izin Allah, dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.

Whatever you have cut down of [their] palm trees or left standing on their trunks - it was by permission of Allah and so He would disgrace the defiantly disobedient.

Tafsir
Jalalain

(Apa saja yang kalian tebang) hai orang-orang muslim (dari pohon kurma) milik orang kafir (atau yang kalian biarkan tumbuh berdiri di atas pokoknya, maka semua itu adalah dengan izin Allah)

yakni Allah swt. menyerahkannya kepada kalian (dan karena Dia hendak memberikan kehinaan) dengan mengizinkan kalian menebangnya (kepada orang-orang fasik) yakni orang-orang Yahudi,

karena mereka telah menentang, bahwa menebang pohon yang berbuah itu adalah pengrusakan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Hasyr |59:6|

وَمَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْهُمْ فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلَا رِكَابٍ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُ عَلَىٰ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

wa maaa afaaa`allohu 'alaa rosuulihii min-hum fa maaa aujaftum 'alaihi min khoiliw wa laa rikaabiw wa laakinnalloha yusallithu rusulahuu 'alaa may yasyaaa`, wallohu 'alaa kulli syai`ing qodiir

Dan harta rampasan fai' dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya, kamu tidak memerlukan kuda atau unta untuk mendapatkannya, tetapi Allah memberikan kekuasaan kepada rasul-rasul-Nya terhadap siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

And what Allah restored [of property] to His Messenger from them - you did not spur for it [in an expedition] any horses or camels, but Allah gives His messengers power over whom He wills, and Allah is over all things competent.

Tafsir
Jalalain

(Dan apa saja harta difaikan) harta yang diberikan (oleh Allah kepada Rasul-Nya dari harta benda mereka, maka kalian tidak mengerahkan) tidak melarikan hai kaum muslimin (untuk mendapatkannya)

huruf min di sini adalah huruf zaidah (seekor kuda pun dan tidak pula seekor unta pun) yang dimaksud dengan lafal rikabin adalah unta kendaraan.

Makna yang dimaksud ialah bahwa untuk mendapatkan harta fai itu kalian tidak susah payah lagi (tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya

terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) maka tidak ada hak lagi bagi kalian dalam harta fai itu; itu khusus hanya untuk Nabi saw.

dan untuk orang-orang yang akan disebutkan pada ayat selanjutnya, yaitu terdiri dari empat golongan, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah dalam pembagiannya.

Maka bagi setiap golongan di antara mereka mendapatkan seperlimanya, dan bagi Nabi saw. sendiri adalah sisanya, artinya sama juga dengan seperlima. Nabi saw.

boleh memberlakukan bagiannya itu sesuai dengan apa yang disukainya, untuk itu maka beliau memberikan sebagian daripadanya

kepada orang-orang Muhajirin dan tiga orang dari kalangan sahabat Ansar karena mengingat kefakiran mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 6 |

Tafsir ayat 6-7

Allah Swt. berfirman, menjelaskan apa arti fai, sifat dan hukumnya. Harta fai ialah harta yang diambil dari orang-orang kafir tanpa melalui proses peperangan, tanpa mengerahkan seekor kuda dan seekor unta pun,

seperti harta yang diperoleh dari Bani Nadir. Karena sesungguhnya harta itu diperoleh tanpa mengerahkan seekor kuda dan seekor unta pun, yakni dalam memperolehnya tidak melalui jalan peperangan dengan musuh,

baik perang tanding maupun perang campuh. Bahkan mereka menyerah tanpa syarat berkat rasa takut yang dicampakkan oleh Allah Swt. ke dalam hati mereka hingga mereka takut kepada Rasulullah Saw. Maka Allah Swt.

memberikan harta mereka kepada Rasul-Nya sebagai harta fai, karena itulah maka beliau membelanjakannya menurut apa yang disukainya. Akan tetapi, Rasulullah Saw.

mengembalikan harta itu kepada kaum muslim dan membelanjakannya ke jalan-jalan kebaikan dan kebajikan, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat-ayat berikut. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَمَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْهُمْ}


Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka. (Al-Hasyr: 6) Yakni dari Bani Nadir.


{فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلا رِكَابٍ}


maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun. (Al-Hasyr: 6) Yang dimaksud dengan rikab ialah unta kendaraan.


{وَلَكِنَّ اللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}


tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Hasyr: 6)

Dia Mahakuasa, tidak terkalahkan dan tidak ada yang dapat menghalang-halangi-Nya, bahkan Dia Maha Mengalahkan segala sesuatu. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:


{مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى}


Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota. (Al-Hasyr: 7) Yaitu kota-kota yang telah ditaklukkan, maka hukumnya sama dengan harta benda orang-orang Bani Nadir. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya:


{فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ}


maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan. (Al-Hasyr: 7), hingga akhir ayat. juga akhir ayat yang sesudahnya, itulah pengalokasian dana harta fai.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr dan Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Malik ibnu Aus ibnul Hadsan, dari Umar r.a. yang mengatakan bahwa dahulu harta Bani Nadir termasuk harta fai yang diberikan

oleh Allah kepada Rasul-Nya, yaitu harta yang dihasilkan oleh kaum muslim tanpa mengerahkan seekor kuda pun dan juga tanpa mengerahkan seekor unta pun untuk menghasilkannya. Maka harta fai itu secara bulat untuk Rasulullah Saw.,

dan tersebutlah bahwa beliau Saw. membelanjakan sebagian darinya untuk nafkah per tahun keluarganya. Dan pada kesempatan yang lain Umar r.a. mengatakan untuk keperluan hidup per tahun keluarganya. Sedangkan sisanya beliau Saw.

belanjakan untuk keperluan peralatan dan senjata di jalan Allah Swt. Demikianlah menurut apa yang diketengahkan oleh Imam Ahmad dalam bab ini secara ringkas. Dan Jamaah pun telah mengetengahkannya di dalam kitabnya

masing-masing kecuali Ibnu Majah, dengan melalui hadis Sufyan ibnu Amr ibnu Dinar, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama, dan kami telah meriwayatkannya secara panjang lebar.

Abu Daud rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali dan Muhammad ibnu Yahya ibnu Faris dengan makna yang sama. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Umar Az-Zahrani,

telah menceritakan kepadaku Malik ibnu Anas, dari Ibnu Syihab, dari Malik ibnu Aus yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab r.a. mengundangku ketika matahari telah meninggi,

lalu aku datang kepadanya dan kujumpai dia sedang duduk di atas dipannya yang bagian bawahnya langsung tanah (tanpa alas). Ketika aku masuk kepadanya, dia langsung berbicara, "Hai Malik,

sesungguhnya telah jatuh miskin beberapa keluarga dari kaummu, sedangkan aku telah memerintahkan agar dipersiapkan sesuatu untuk mereka, maka bagikanlah olehmu kepada mereka." Aku menjawab,

"Sebaiknya engkau perintahkan selainku untuk mengerjakannya." Umar berkata, "Ambillah." Lalu Malik datang lagi dan memohon seraya berkata, "Wahai Amirul Mu’minin, apakah engkau mengizinkan masuk kepada Usman ibnu Affan,

Abdur Rahman ibnu Auf, Az-Zubair ibnul Awwam, dan Sa'd ibnu Abu Waqqas?" Umar menjawab, "Ya." Maka mereka diizinkan untuk masuk, lalu mereka pun masuk. Kemudian Malik kembali lagi kepada Umar dan berkata seraya memohon,

"Hai Amirul Mu’minin, izinkanlah Al-Abbas dan Ali untuk masuk." Umar menjawab, "Ya." Lalu keduanya diberi izin untuk masuk. Setelah keduanya masuk, Al-Abbas berkata, "Hai Amirul Mu’minin, putuskanlah antara aku dan orang ini,"

yakni Ali. Sebagian hadirin berkata, "Benar, hai Amirul Mu’minin, putuskanlah di antara keduanya dan kasihanilah keduanya." Malik ibnu Aus mengatakan bahwa seingat dia keduanya pun mengajukan mereka yang hadir. Maka Umar berkata,

"Sabarlah." Kemudian Umar menghadap kepada rombongan itu (Usman, Sa'd, Abdur Rahman, dan Az-Zubair) dan berkata kepada mereka, "Aku memohon kepada kalian dengan nama Allah yang dengan seizin-Nya langit dan bumi ini ditegakkan.

Tahukah kalian bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: 'Kami (para nabi) tidak diwaris, dan apa yang kami tinggalkan adalah sedekah'.” Mereka menjawab, "Benar." Kemudian Umar menghadap kepada Ali dan Al-Abbas,

lalu berkata kepada keduanya, "Aku memohon kepadamu berdua dengan nama Allah yang dengan seizin-Nya langit dan bumi ini ditegakkan, tahukah kamu berdua bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: 'Kami (para nabi) tidak diwaris,

dan apa yang kami tinggalkan adalah sedekah'.” Keduanya menjawab, "Benar." Lalu Umar berkata, bahwa sesungguhnya Allah Swt. telah memberikan suatu bagian khusus untuk Rasul-Nya,

yang belum pernah Dia berikan sekhusus itu kepada seorang manusia pun. Allah Swt. telah berfirman: Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka,

maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya.

Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu (Al-Hasyr: 6) Allah Swt. juga telah memberikan kepada Rasul-Nya harta Bani Nadir. Maka demi Allah, aku tidak akan memonopolinya sendirian tanpa kalian dan tidak pula aku meraihnya tanpa kalian.

Dan dahulu Rasulullah Saw. mengambil sebagiannya untuk nafkah satu tahunnya atau nafkah beliau sendiri dan keluarganya selama satu tahun, sedangkan sisanya beliau jadikan sebagaimana harta lainnya (yang tidak khusus).

Kemudian Umar menghadap kepada rombongan itu dan bertanya, "Aku mau bertanya kepada kalian demi nama Allah yang dengan seizin-Nya langit dan bumi ditegakkan, tahukah kalian hal tersebut?" Mereka menjawab, "Ya.

" Kemudian Umar menghadap kepada Ali dan Al-Abbas, lalu berkata kepada keduanya, "Aku bertanya kepada kamu berdua demi Allah yang dengan seizin-Nya langit dan bumi ditegakkan, tahukah kalian hal tersebut?"

Keduanya menjawab, "Ya." Umar melanjutkan, "Ketika Rasulullah Saw. wafat, Abu Bakar berkata, 'Aku adalah pengganti Rasulullah Saw.," lalu kamu dan dia datang menghadap kepada Abu Bakar.

Kamu (Al-Abbas) menuntut hak warismu dari keponakanmu, dan dia menuntut warisan istrinya dari ayahnya. Lalu Abu Bakar r.a. mengatakan kepadamu berdua bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: 'Kami (para nabi) tidak diwaris,

apa yang kami tinggalkan adalah sedekah. ' Allah mengetahui bahwa Abu Bakar adalah orang yang jujur, berbakti, pandai, lagi mengikuti kebenaran. Maka harta itu diurus oleh Abu Bakar. Dan setelah Abu Bakar meninggal dunia,

akulah yang menjadi pengganti Rasulullah dan juga pengganti Abu Bakar. Kemudian aku urusharta itu selama masa yang dikehendaki Allah agar aku mengurusnya. Lalu datanglah kamu dan dia, sedangkan urusan kamu berdua sama,

kemudian kamu berdua memintanya dariku. Maka kukatakan bahwa jika kamu kehendaki, aku bersedia menyerahkannya kepadamu berdua, tetapi dengan syarat hendaknya kamu berdua bersumpah kepada Allah bahwa kamu

akan mengurusnya sesuai dengan apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. terhadapnya. Kamu boleh mengambilnya dariku dengan syarat tersebut, kemudian kamu berdua datang kepadaku agar aku memutuskan di antara kamu

berdua dengan keputusan selain dari apa yang telah digariskan oleh Rasulullah Saw. Demi Allah, aku tidak akan memutuskan di antara kamu berdua dengan keputusan yang lain dari itu hingga hari kiamat.

Bilamana kamu berdua tidak mampu mengurusnya, maka kembalikan saja ia kepadaku." Mereka (jamaah) mengeluarkan hadis ini melalui Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Arim

dan Affan. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar yang telah mendengar ayahnya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Malik, dari Rasulullah Saw.

Anas mengatakan bahwa dahulu seseorang menyerahkan kepada Nabi Saw. sebagian dari hartanya yang berupa kebun kurma atau lainnya selama masa yang dikehendaki Allah,

hingga Allah menaklukkan Quraizah dan Bani Nadir untuk Nabi Saw. Anas melanjutkan, bahwa setelah itu Nabi Saw. menyerahkan kebun kurma itu kepada pemiliknya. Anas melanjutkan lagi,

bahwa sesungguhnya keluargaku memerintahkan kepadaku agar mendatangi Nabi Saw. dan meminta kembali apa yang telah diserahkan oleh keluargaku kepada Nabi Saw. atau sebagian darinya, padahal Nabi Saw.

telah memberikannya kepada Ummu Aiman, atau menurut apa yang dikehendaki Allah. Lalu aku . memintanya kembali, dan Nabi Saw. menyerahkannya kepadaku. Tetapi Ummu Aiman datang dan mengalungkan kain selendangnya ke leherku

seraya berkata, "Tidak, demi Allah yang tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Dia, beliau tidak boleh memberikannya kepadamu karena beliau telah memberikannya kepadaku," atau dengan ungkapan lain yang semisal. Maka Nabi Saw.

bersabda melerai, "Engkau akan kuganti dengan kebun kurma anu dan anu." Ummu Aiman berkata, "Tidak, demi Allah." Nabi Saw. bersabda, "Engkau akan kuganti dengan anu dan anu." Dan Ummu Aiman menjawab, "Demi Allah, jangan."

Nabi Saw. kembali bersabda, "Engkau akan kuganti dengan anu dan anu." Tetapi Ummu Aiman menjawab, "Demi Allah, kamu tidak boleh begitu." Nabi Saw. bersabda, "Kamu akan kuganti dengan anu dan anu,"

tetapi Ummu Aiman tetap menolak. Akhirnya Nabi Saw. memberikan gantinya. Seingatku beliau bersabda, "Dan bagimu sepuluh kali lipatnya, atau kurang lebihnya sepuluh kali lipatnya, sebagai gantinya."

Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Ma'mar dengan sanad yang sama. Dan semua masarif yang disebutkan dalam ayat ini adalah masarif'yang sama seperti yang disebutkan dalam masalah

khumusul gana'im yang telah kami terangkan dalam tafsir surat Al-Anfal, sehingga tidak perlu diulangi lagi. Firman Allah Swt.:


{كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ}


supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. (Al-Hasyr: 7) Yaitu Kami jadikan masarif ini bagi harta fai agar harta itu tidak dipegang oleh orang-orang yang kaya saja yang pada akhirnya mereka

membelanjakannya menurut kemauan nafsu syahwat dan menurut pendapat mereka sendiri, sedangkan orang-orang fakir dilupakan dan tidak diberi sedikit pun dari harta itu. Firman Allah Swt.:


{وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا}


Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (Al-Hasyr: 7) Yakni apa pun yang diperintahkan oleh Rasul kepada kalian, maka kerjakanlah;

dan apa pun yang dilarang olehnya, maka tinggalkanlah. Karena sesungguhnya yang diperintahkan oleh Rasul itu hanyalah kebaikan belaka, dan sesungguhnya yang dilarang olehnya hanyalah keburukan belaka.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, dari Al-Hasan Al-Aufi, dari Yahya ibnul Jazzar,

dari Masruq yang mengatakan bahwa pernah ada seorang wanita datang kepada Ibnu Mas'ud, lalu berkata, "Telah sampai kepadaku bahwa engkau melarang wanita yang bertato dan yang menyambung rambutnya,

apakah itu berdasarkan sesuatu yang kamu jumpai dari Kitabullah ataukah dari Rasulullah Saw.?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Benar ada sesuatu yang aku jumpai di dalam Kitabullah dan juga dari Rasulullah Saw. yang melarangnya."

Wanita itu bertanya kembali, "Demi Allah, sesungguhnya aku telah, membaca semua yang ada di dalam mushaf, ternyata aku tidak menemukan apa yang engkau katakan itu di dalamnya." Ibnu Mas'ud r.a. menjawab,

"Apakah kamu tidak menjumpai di dalam ayat berikut? Yaitu firman-Nya: 'Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka terimalah dia; dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah' (Al-Hasyr: 7)?" Wanita itu menjawab,

"Benar aku menjumpainya." Ibnu Mas'ud berkata, bahwa sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah Saw. melarang wanita menyambung rambutnya, bertato, dan mencukur alisnya. Wanita itu berkata,

"Barangkali hal itu terdapat pada wanita dari keluargamu." Ibnu Mas'ud berkata, "Masuklah dan lihatlah sendiri." Lalu wanita itu masuk dan melihat-lihat, lalu tidak lama kemudian ia keluar seraya berkata,

"Aku tidak melihat apa pun yang dilarang." Ibnu Mas'ud berkata kepada wanita itu, "Apakah kamu tidak hafal wasiat seorang hamba yang saleh, yang disebutkan oleh firman-Nya:

'Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang' (Hud: 88)?" Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mansur,

dari Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Allah melaknat wanita yang menato dan yang minta ditato, wanita yang mencukur bulu alisnya, dan wanita yang mengubah ciptaan Allah untuk kecantikan.

Ketika hal itu terdengar oleh seorang wanita dari kalangan Bani Asad yang dikenal dengan nama Ummu Ya'qub, maka Ummu Ya'qub datang menemui Ibnu Mas'ud dan berkata, "Telah sampai kepadaku bahwa engkau mengatakan anu dan anu."

Ibnu Mas'ud menjawab, "Mengapa aku tidak melaknat orang yang telah dilaknat oleh Rasulullah Saw. dan juga oleh Kitabullah?" Wanita itu bertanya, "Sesungguhnya aku telah membaca semua yang terkandung di antara kedua sampulnya,

dan ternyata aku tidak menemukannya." Ibnu Mas'ud mengatakan, "Jika engkau benar-benar membacanya, niscaya engkau akan menjumpainya. Aku telah membacanya, yaitu firman Allah Swt.: 'Apayang diberikan oleh Rasul kepadamu,

maka terimalah dia; dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah' (Al-Hasyr: 7)" Wanita itu berkata, "Memang benar." Ibnu Mas'ud berkata, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah melarang perbuatan tersebut." Wanita itu berkata,

"Sesungguhnya aku mempunyai dugaan kuat bahwa hal tersebut dikerjakan oleh keluargamu." Ibnu Mas'ud menjawab, "Pergilah dan lihatlah sendiri." Wanita itu pergi, dan ternyata tidak menemukan apa yang ia tuduhkan itu barang sedikit pun.

Akhirnya ia kembali dan berkata, "Aku tidak melihat sesuatu pun." Ibnu Mas'ud berkata, "Seandainya hal itu ada, tentulah tidak akan kami biarkan dia hidup bersama kami." Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini

melalui Sufyan As-Sauri. Di dalam kitabSahihain telah disebutkan pula melalui Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَائْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَمَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ".


Apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu, maka kerjakanlah ia menurut kemampuan kalian; dan apa yang aku larang kalian mengerjakannya, maka tinggalkanlah ia.

Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Hayyan, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Umar dan Ibnu Abbas,

bahwa keduanya menyaksikan Rasulullah Saw. melarang minuman perasan yang dibuat dari duba, hantam, naqir dan muzaffat. Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu,

maka terimalah dia; dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (Al-Hasyr: 7) Adapun firman Allah Swt.:


{وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ}


dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7) Yakni bertakwalah kamu kepadanya dengan mengerjakan perintah-penntah-Nyadan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Karena sesungguhnya Dia amat keras hukuman-Nya terhadap orang yang durhaka kepada-Nya menentang perintah-Nya, membangkang terhadap-Nya, dan mengerjakan apa yang dilarang oleh-Nya.

Surat Al-Hasyr |59:7|

مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

maaa afaaa`allohu 'alaa rosuulihii min ahlil-quroo fa lillaahi wa lir-rosuuli wa liżil-qurbaa wal-yataamaa wal-masaakiini wabnis-sabiili kai laa yakuuna duulatam bainal-aghniyaaa`i mingkum, wa maaa aataakumur-rosuulu fa khużuuhu wa maa nahaakum 'an-hu fantahuu, wattaqulloh, innalloha syadiidul-'iqoob

Harta rampasan fai' yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.

And what Allah restored to His Messenger from the people of the towns - it is for Allah and for the Messenger and for [his] near relatives and orphans and the [stranded] traveler - so that it will not be a perpetual distribution among the rich from among you. And whatever the Messenger has given you - take; and what he has forbidden you - refrain from. And fear Allah; indeed, Allah is severe in penalty.

Tafsir
Jalalain

(Apa saja harta rampasan atau fai yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota) seperti tanah Shafra, lembah Al-Qura dan tanah Yanbu'

(maka adalah untuk Allah) Dia memerintahkannya sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya (untuk Rasul, orang-orang yang mempunyai) atau memiliki (hubungan kekerabatan)

yaitu kaum kerabat Nabi dari kalangan Bani Hasyim dan Bani Mutthalib (anak-anak yatim) yaitu anak-anak kaum muslimin yang bapak-bapak mereka telah meninggal dunia sedangkan mereka dalam keadaan fakir

(orang-orang miskin) yaitu orang-orang muslim yang serba kekurangan (dan orang-orang yang dalam perjalanan) yakni orang-orang muslim yang mengadakan perjalanan lalu terhenti

di tengah jalan karena kehabisan bekal. Yakni harta fai itu adalah hak Nabi saw. beserta empat golongan orang-orang tadi, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah swt. dalam pembagiannya,

yaitu bagi masing-masing golongan yang empat tadi seperlimanya dan sisanya untuk Nabi saw. (supaya janganlah) lafal kay di sini bermakna lam, dan sesudah kay diperkirakan adanya lafal an

(harta fai itu) yakni harta rampasan itu, dengan adanya pembagian ini (hanya beredar) atau berpindah-pindah (di antara orang-orang kaya saja di antara kalian. Apa yang telah diberikan kepada kalian)

yakni bagian yang telah diberikan kepada kalian (oleh Rasul) berupa bagian harta fa-i dan harta-harta lainnya (maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah;

dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 7 |

penjelasan ada di ayat 6

Surat Al-Hasyr |59:8|

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

lil-fuqorooo`il-muhaajiriinallażiina ukhrijuu min diyaarihim wa amwaalihim yabtaghuuna fadhlam minallohi wa ridhwaanaw wa yanshuruunalloha wa rosuulah, ulaaa`ika humush-shoodiquun

(Harta rampasan itu juga) untuk orang-orang fakir yang berhijrah yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridaan(-Nya) dan (demi) menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.

For the poor emigrants who were expelled from their homes and their properties, seeking bounty from Allah and [His] approval and supporting Allah and His Messenger, [there is also a share]. Those are the truthful.

Tafsir
Jalalain

(Terhadap orang-orang fakir) bertaalluq kepada lafal yang tidak disebutkan, lengkapnya: Takjublah kalian terhadap orang-orang fakir

(yang berhijrah, yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka karena mencari karunia dari Allah dan keridaan-Nya dan mereka menolong agama, Allah dan Rasul-Nya.

Mereka itulah orang-orang yang benar) dalam keimanannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 8 |

Tafsir ayat 8-10

Allah Swt. berfirman, menceritakan keadaan orang-orang fakir yang berhak untuk mendapatkan harta fai, bahwa mereka adalah:


{الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا}


Muhajirin yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan-(Nya). (Al-Hasyr: 8) Yakni mereka tinggalkan kampung halaman mereka dan menentang kaum mereka demi meraih rida Allah dan ampunan-Nya.


{وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ}


dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. (Al-Hasyr: 8) Yaitu merekalah orang-orang yang ucapan mereka bersesuaian dengan perbuatannya, mereka adalah para pemimpin kaum Muhajirin.

Kemudian Allah Swt. memuji sikap orang-orang Ansar dan menjelaskan keutamaan, kemuliaan, dan kehormatan yang ada pada diri mereka, serta ketulusan mereka dalam mementingkan nasib Muhajirin hingga kepentingan untuk diri mereka sendiri dikesampingkan, padahal mereka sangat memerlukannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالإيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ}


Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin). (Al-Hasyr: 9) Yakni mereka telah menempati negeri hijrah sebelum kaum Muhajirin tiba,

dan sebagian besar dari mereka telah beriman. Umar mengatakan, "Aku berwasiat kepada khalifah sesudahku agar memperhatikan kaum Muhajirin yang pertama, hendaknya hak mereka tetap diberikan kepada mereka dan kehormatan mereka

tetap dipelihara. Aku juga berwasiat agar orang-orang Ansar diperlakukan dengan baik, yaitu mereka yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum kedatangan mereka (Muhajirin).

Hendaklah orang-orang yang baik dari mereka diterima, dan orang-orang yang berbuat buruk dari mereka dimaafkan." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini. Firman Allah Swt.:


{يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ}


mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. (Al-Hasyr: 9) Artinya, termasuk kemuliaan dan kehormatan diri mereka ialah mereka menyukai orang-orang Muhajirin dan menyantuni mereka dengan harta bendanya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ الْمُهَاجِرُونَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا رَأَيْنَا مِثْلَ قَوْمٍ قَدِمْنَا عَلَيْهِمْ أَحْسَنَ مُوَاسَاةً فِي قَلِيلٍ وَلَا أَحْسَنَ بَذْلًا فِي كَثِيرٍ، لَقَدْ كَفَونا المَؤنة، وَأَشْرَكُونَا فِي الْمُهَنَّإِ، حَتَّى لَقَدْ خَشِينَا أَنْ يَذْهَبُوا بِالْأَجْرِ كُلِّهِ! قَالَ: "لَا مَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِمْ ودَعَوتُمُ اللَّهَ لَهُمْ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas yang mengatakan bahwa orang-orang Muhajirin berkata, "Wahai Rasulullah,

kami belum pernah melihat hal yang semisal dengan kaum yang kami datang berhijrah kepada mereka. Yakni dalam hal memberi santunan kepada kami, orang-orang yang hidup sederhana dari mereka tidak segan menyantuni kami,

dan orang yang hartawan dari mereka sangat banyak dalam memberi kami. Sesungguhnya mereka telah menjamin semua kebutuhan kami dan bersekutu dengan kami dalam kesenangan,

hingga kami merasa khawatir bila mereka memborong semua pahala." Maka Nabi Saw. menjawab: Tidak, selama kamu memuji mereka dan mendoakan bagi mereka kepada Allah. Aku belum pernah melihat hadis ini di dalam semua kitab hadis yang diriwayatkan melalui jalur ini.


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حِينَ خَرَجَ مَعَهُ إِلَى الْوَلِيدِ قَالَ: دَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَنْصَارَ أَنْ يُقطع لَهُمُ الْبَحْرَيْنِ، قَالُوا: لَا إِلَّا أَنْ تُقطع لِإِخْوَانِنَا مِنَ الْمُهَاجِرِينَ مِثْلَهَا. قَالَ: "إِمَّا لَا فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي، فَإِنَّهُ سَيُصِيبُكُمْ [بَعْدِي] أَثَرَةٌ"


Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Yahya ibnu Sa'id. Ia mendengar Anas ibnu Malik saat berangkat bersamanya menuju ke tempat Al-Walid

mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah memanggil orang-orang Ansar dengan maksud akan memberikan bagian kepada mereka tanah Bahrain. Tetapi mereka menjawab, "Tidak,

terkecuali jika engkau berikan hal yang sama kepada saudara-saudara kami dari kaum Muhaj irin." Nabi Saw. bersabda: Jika tidak mau, maka bersabarlah sampai kamu menjumpaiku,

dan sesungguhnya kelak kalian akan ditimpa oleh penyakit mementingkan diri sendiri. Imam Bukhari meriwayatkan nadis ini secara munfarid melalui jalur ini. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi',

telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa orang-orang Ansar pernah berkata,

"Bagikanlah antara kami dan saudara-saudara kami (kaum Muhajirin) kebun kurma (kami)." Nabi Saw. menjawab, "Jangan." Kaum Muhajirin berkata, "Maukah kalian menutupi semua pembiayaannya dan kami akan menggarapnya

dengan imbalan bagi hasil dari buahnya?" Orang-orang Ansar menjawab, "Kami dengar dan kami taati syarat itu." Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini secara munfarid tanpa Imam Muslim. Firman Allah Swt.:


{وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا}


Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). (Al-Hasyr: 9) Yakni mereka tidak mempunyai rasa iri dalam hati mereka terhadap keutamaan yang telah diberikan

oleh Allah kepada kaum Muhajirin berupa kedudukan, kemulian, dan prioritas dalam sebutan dan urutan. Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka. (Al-Hasyr: 9) Yaitu rasa dengki dan iri hati.


{مِمَّا أُوتُوا}


terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin). (Al-Hasyr: 9) Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah terhadap apa yang telah diberikan kepada saudara-saudara mereka dari kaum Muhajirin.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid. Di antara dalil yang menunjukkan makna ini ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:


حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كُنَّا جُلوسًا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "يَطَّلِعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ". فَطَلَعَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ تَنظُف لِحْيَتُهُ مِنْ وُضُوئِهِ، قَدْ تَعَلَّق نَعْلَيْهِ بِيَدِهِ الشِّمَالِ، فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَ ذَلِكَ، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ مِثْلَ الْمَرَّةِ الْأُولَى. فَلَمَّا كَانَ الْيَوْمُ الثَّالِثُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَ مَقَالَتِهِ أيضًا، فطلع ذَلِكَ الرَّجُلُ عَلَى مِثْلِ حَالَتِهِ الْأُولَى فَلَمَّا قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبِعَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، فَقَالَ: إِنِّي لَاحَيْتُ أَبِي فَأَقْسَمْتُ أَلَّا أَدْخُلَ عَلَيْهِ ثَلَاثًا، فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تُؤْوِيَنِي إِلَيْكَ حَتَّى تَمْضِيَ فعلتُ. قَالَ: نَعَمْ. قَالَ أَنَسٌ: فَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُحَدِّثُ أَنَّهُ بَاتَ مَعَهُ تِلْكَ الثَّلَاثَ اللَّيَالِي فَلَمْ يَرَهُ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ شَيْئًا، غَيْرَ أَنَّهُ إِذَا تَعارّ تَقَلَّبَ عَلَى فِرَاشِهِ، ذَكَرَ اللَّهَ وَكَبَّرَ، حَتَّى يَقُومَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: غَيْرَ أَنِّي لَمْ أَسْمَعْهُ يَقُولُ إِلَّا خَيْرًا، فَلَمَّا مَضَتِ الثَّلَاثُ لَيَالٍ وَكِدْتُ أَنْ أَحْتَقِرَ عَمَلَهُ، قُلْتُ: يَا عَبْدَ اللَّهِ، لَمْ يَكُنْ بَيْنِي وَبَيْنَ أَبِي غَضَب وَلَا هَجْر وَلَكِنْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَكَ ثَلَاثَ مرَار يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ". فَطَلَعْتَ أَنْتَ الثَّلَاثَ الْمِرَارَ فَأَرَدْتُ أَنْ آوِيَ إِلَيْكَ لِأَنْظُرَ مَا عملكَ فَأَقْتَدِيَ بِهِ، فَلَمْ أَرَكَ تَعْمَلُ كَثِيرَ عَمَلٍ، فَمَا الَّذِي بَلَغَ بِكَ مَا قَالَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ. فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لَا أجدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشّا، وَلَا أحسدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ، وَهِيَ الَّتِي لَا تُطَاقُ


telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Anas, bahwa ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah Saw., lalu beliau Saw. bersabda:

Sekarang akan muncul kepada kalian seorang lelaki calon penghuni surga. Maka muncullah seorang lelaki dari kalangan Ansar yang jenggotnya masih meneteskan air bekas air wudunya,

dia menjinjing kedua terompahnya dengan tangan kirinya. Pada keesokan harinya Rasulullah Saw. mengucapkan kata-kata yang sama. Lalu muncullah lelaki itu seperti pada yang pertama kali.

Dan pada hari yang ketiganya Rasulullah Saw. mengucapkan kata-kata yang sama lagi, lalu muncullah lelaki itu dalam keadaan seperti pada yang pertama kali. Ketika Rasulullah Saw. bangkit,

maka lelaki itu diikuti oleh Abdullah ibnu Amr ibnul As, lalu ia berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku telah bertengkar dengan ayahku, maka aku bersumpah tidak akan pulang kepadanya selama tiga hari.

Jika engkau sudi, bolehkah aku menginap di rumahmu, maka aku akan merasa senang sekali." Lelaki itu menjawab, "Silakan." Anas melanjutkan kisahnya, bahwa Abdullah telah menceritakan kepadanya bahwa ia menginap di rumah lelaki Ansar itu

selama tiga malam, dan dia tidak melihatnya bangun malam untuk mengerjakan sesuatu dari salat sunat, hanya saja bila ia berbalik di tempat peraduannya di tengah malam, ia berzikir kepada Allah dan mengucapkan takbir,

hingga ia bangun dari peraduannya untuk mengerjakan salat fajar (subuh). Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa hanya saja ia tidak mendengarnya mengatakan sesuatu kecuali hanya kebaikan belaka.

Dan setelah tiga malam berlalu dan hampir saja aku memandang remeh amal perbuatannya, maka aku berterus terang kepadanya, "Hai hamba Allah, sebenarnya tidak ada pertengkaran antara aku dan ayahku

dan tidak ada pula saling mendiamkan dengannya, tetapi aku telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda kepada kami sebanyak tiga kali: Sekarang akan muncul kepada kalian seorang lelaki calon penghuni surga. Ketika kulihat,

ternyata engkau sebanyak tiga kali. Maka aku bermaksud untuk menginap di rumahmu guna menyaksikan apa yang engkau perbuat, lalu aku akan menirunya. Tetapi ternyata aku tidak melihatmu melakukan amal yang istimewa,

lalu apakah yang menyebabkan engkau sampai kepada kedudukan seperti apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw.?" Lelaki itu menjawab, "Tiada yang kulakukan selain dari apa yang telah engkau lihat sendiri." Ketika aku pergi darinya,

ia memanggilku dan berkata, "Tiada lain amal itu kecuali seperti yang engkau lihat, hanya saja dalam hatiku tidak terdapat rasa iri terhadap seorang pun dari kaum muslim dan tidak pula rasa dengki terhadap seorang pun

atas kebaikan yang telah diberikan oleh Allah kepadanya." Abdullah ibnu Amr berkata, "Rupanya amal itulah yang menghantarkan dirimu mencapai tingkatan itu, amal tersebut sulit untuk dilakukan dan amatlah berat."

Imam Nasai meriwayatkannya di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah, dari Suwaid ibnu Nasr, dari Ibnul Mubarak, dari Ma'mar dengan sanad yang sama. Sanad ini sahih dengan syarat Sahihain,

tetapi Aqil dan lain-lainnya telah meriwayatkannya dari Az-Zuhri, dari seorang lelaki, dari Anas. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). (Al-Hasyr: 9) Yakni terhadap apa yang telah diberikan kepada kaum Muhajirin.

Abdur Rahman mengatakan bahwa ada sebagian orang yang memperbincangkan harta Bani Nadir yang orang-orang Ansar tidak diberi bagian darinya. Maka Allah Swt. menghukum mereka karena ucapannya yang demikian itu. Maka Allah Swt.

berfirman: Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun,

tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Hasyr: 6); Abdur Rahman melanjutkan, bahwa Rasulullah Saw. bersabda (kepada kaum Ansar):

Sesungguhnya saudara-saudara kalian ini (kaum Muhajirin) telah meninggalkan harta benda dan anak-anak mereka, lalu mereka keluar (berhijrah) kepada kalian. Orang-orang Ansar menjawab, "Kalau begitu, harta kami,

kami rela berbagi dengan mereka." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Bagaimanakah kalau dengan cara selain itu?" Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Mereka (kaum Muhajirin)

adalah kaum yang tidak mengetahui pertanian, bagaimanakah kalau kalian menjamin mereka saja dengan cara bagi hasil buah-buahan dengan mereka?" Orang-orang Ansar menjawab, "Kami setuju, wahai Rasulullah." Firman Allah Swt.:


{وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ}


dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). (Al-Hasyr: 9) Yang dimaksud dengan khasasah ialah keperluan.

Yakni mereka lebih mementingkan kebutuhan orang lain daripada kebutuhan diri mereka sendiri; mereka memulainya dengan kebutuhan orang lain sebelum diri mereka, padahal mereka sendiri membutuhkannya. Di dalam kitab sahih telah disebutkan dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:


" أفضلُ الصَّدَقَةِ جَهدُ الْمُقِلِّ"


Sedekah yang palingutama ialahjerih payah dari orang yang minim. Yaitu dari orang yang memerlukannya. Kedudukan ini lebih tinggi dari pada kedudukan orang yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:


{وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ}


Dan mereka memberikan makanan yang disukainya. (Al-Insan: 8) Dan firman Allah Swt.:


{وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ}


dan memberikan harta yang dicintainya. (Al-Baqarah: 177) Karena sesungguhnya mereka menyedekahkan apa yang mereka sendiri menyukainya, tetapi adakalanya mereka tidak memerlukannya dan tidak mempunyai kebutuhan darurat

terhadapnya. Sedangkan mereka (golongan yang pertama) mengesampingkan kebutuhan mereka, padahal mereka dalam keadaan memerlukannya dan membutuhkan apa yang mereka sedekahkan.

Dan termasuk ke dalam kedudukan ini ialah apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar As-Siddiq r.a. karena dia telah menyedekahkan semua harta bendanya, hingga Rasulullah Saw. bertanya kepadanya,

"Lalu apa yang engkau sisakan buat keluargamu?" Abu Bakar r.a. menjawab, "Aku sisakan bagi mereka Allah dan Rasul-Nya." Demikian pula halnya air minum yang ditawarkan kepada Ikrimah dan teman-temannya pada Perang Yarmuk;

masing-masing dari mereka memerintahkan agar diberikan kepada temannya, padahal Ikrimah sendiri dalam keadaan luka berat dan sangat memerlukan air minum, lalu temannya menyerahkan air itu kepada orang yang ketiga,

dan belum sampai air itu ke tangan orang yang ketiga. Akhirnya mereka mati semua dan tiada seorang pun dari mereka yang meminum air itu. Semoga Allah meridai mereka dan membuat mereka puas dengan balasan pahala-Nya.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim ibnu Kasir, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Gazwan,

telah menceritakan kepada kami Abu Hazim Al-Asyja'i, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, aku lapar." Maka Rasulullah Saw.

menyuruh seseorang ke rumah istri-istri beliau, dan ternyata tidak dijumpai makanan apa pun pada mereka. Maka Nabi Saw. bersabda, "Adakah seseorang yang mau menjamu orang ini malam ini, semoga Allah merahmatinya?"

Maka berdirilah seorang lelaki dari kalangan Ansar seraya berkata, "Akulah yang akan menjamunya, wahai Rasulullah." Kemudian lelaki itu pulang ke rumah keluarganya dan berkata kepada istrinya, "Orang ini adalah tamu Rasulullah Saw.,

maka jangan engkau simpan apa pun untuknya." Istrinya menjawab, "Demi Allah, aku tidak mempunyai makanan apa pun selain makanan untuk anak-anak." Suaminya berkata, "Jika anak-anak ingin makan malam, tidurkanlah mereka,

lalu kemarilah dan matikanlah lampu, biarlah kita menahan lapar untuk malam ini." Istrinya melakukan apa yang diperintahkan suaminya itu. Kemudian pada pagi harinya lelaki itu menemui Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda:


"لَقَدْ عَجِبَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ -أَوْ: ضَحِكَ-مِنْ فُلَانٍ وَفُلَانَةٍ"


Sesungguhnya Allah merasa kagum atau rida dengan apa yang telah dilakukan oleh si Fulan dan si Fulanah. Dan Allah Swt. menurunkan firman-Nya: dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri.

Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). (Al-Hasyr: 9) Demikian pula Imam Bukhari meriwayatkannya dalam tempat lain, juga Imam Muslim, Imam Turmuzi,

dan Imam Nasai melalui jalur Fudail ibnu Gazwan dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal. Di dalam riwayat Imam Muslim disebutkan nama orang Ansar tersebut, yaitu Abu Talhah r.a. Firman Allah Swt.:


{وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}


Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr: 9) Yakni barang siapa yang terbebas dari sifat kikir, maka sesungguhnya dia telah beruntung dan berhasil.


قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا دَاوُدُ بْنُ قَيْسٍ الْفَرَّاءُ، عَنْ عُبَيد اللَّهِ بْنِ مِقْسَم، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِيَّاكُمْ وَالظُّلْمَ، فَإِنَّ الظُّلم ظلماتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُحَّ، فَإِنَّ الشّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ واستَحلُّوا مَحَارِمَهُمْ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Qais Al-Farra, dari Ubaidillah ibnu Miqsam, dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

Jauhilah perbuatan aniaya, kerena sesungguhnya perbuatan aniaya itu adalah kegelapan kelak di hari kiamat; dan takutlah kalian terhadap sifat kikir, karena sesungguhnya sifat kikir itu telah membinasakan orang-orang terdahulu sebelum kalian.

Karena sifat kikir mendorong mereka untuk mengalirkan darah mereka dan menghalalkan kehormatan mereka. Imam Muslim mengetengahkan hadis ini secara munfarid, maka dia meriwayatkannya dari Al-Qa'nabi, dari Daud ibnu Qais dengan sanad yang sama. '


قَالَ الْأَعْمَشُ وَشُعْبَةُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ زُهَيْرِ بْنِ الْأَقْمَرِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اتَّقُوا الظُّلْم؛ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الفُحْش، فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفُحْشَ وَلَا التَّفَحُّشَ، وَإِيَّاكُمْ والشُّحَّ؛ فَإِنَّهُ أهلكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، أَمَرَهُمْ بِالظُّلْمِ فَظَلَمُوا، وَأَمَرَهُمْ بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوا، وَأَمَرَهُمْ بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا".


Al-A'masy dan Syu'bah telah meriwayatkan dari Amr ibnu Murrah, dari Abdullah ibnul Haris, dari Zuhair ibnul Aqmar, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Hindarilah oleh kalian perbuatan aniaya,

karena sesungguhnya perbuatan aniaya itu merupakan kegelapan di hari kiamat. Dan takutlah kalian terhadap perbuatan keji, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai kata-kata yang keji dan tidak pula perbuatan yang keji (kotor).

Jauhilah oleh kalian sifat kikir, karena sesungguhnya sifat kikir itu telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian. Sifat kikir mendorong mereka berbuat aniaya, maka mereka berbuat aniaya;

dan mendorong mereka untuk berbuat kedurhakaan, maka mereka berbuat kedurhakaan; dan mendorong mereka untuk memutuskan silaturahmi, maka mereka memutuskan pertalian silaturahmi.'

Imam Ahmad dan Imam Abu Daud telah meriwayatkannya melalui jalur Syu'bah, sedangkan Imam Nasai meriwayatkannya melalui jalur Al-A'masy. Keduanya (Syu'bah dan Al-A'masy) dari Amr ibnu Murrah dengan sanad yang sama.


قَالَ اللَّيْثُ، عَنْ يَزِيدَ [بْنِ الْهَادِ] عَنْ سُهَيل بْنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ أَبِي يَزِيدَ، عَنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ اللِّجْلَاجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "لَا يَجْتَمِعُ غُبَارٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ودخانُ جَهَنَّمَ فِي جَوْفِ عَبْدٍ أَبَدًا، وَلَا يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَالْإِيمَانُ فِي قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا"


Al-Lais telah meriwayatkan dari Yazid ibnul Had, dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari Safwan ibnu Abu Yazid, dari Al-Qa'qa' ibnul Jallah, dari Abu Hurairah, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

Tidak dapat terkumpul di dalam perut seorang hamba selamanya antara debu di jalan Allah dan asap neraka Jahanam. Dan tidak dapat terkumpul pula antara sifat kikir dan iman dalam hati seorang hamba selama-lamanya.

Ibnu Abu Hatirri mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdah ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi,

dari Jami' ibnu Syaddad, dari Al-Aswad ibnu Hilal yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang kepada Abdullah, lalu berkata, "Hai Abu Abdur Rahman, sesungguhnya aku takut bila diriku binasa." Abdullah bertanya,

"Apakah yang kamu takutkan?" Lelaki itu menjawab bahwa ia telah membaca firman Allah Swt. yang menyebutkan: Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr: 9)

Sedangkan aku adalah orang yang kikir, hampir saja aku tidak pernah mengeluarkan sesuatu dari tanganku. Maka Abdullah menjawab, "Bukan itu yang dimaksud dengan kikir yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam Al-Qur'an.

Sesungguhnya kikir yang dimaksud oleh Allah Swt. dalam Al-Qur'an itu tiada lain bila engkau memakan harta saudaramu secara aniaya. Tetapi yang itu adalah sifat kikir, dan seburuk-buruk sifat adalah kikir."

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Tariq ibnu Abdur Rahman, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Abul Hayyaj Al-Asadi yang mengatakan bahwa ketika ia sedang tawaf di Baitullah, ia melihat seorang lelaki mengucapkan doa, "Ya Allah,

peliharalah diriku dari kekikiran diriku." Hanya itu doa yang dibacanya, tidak lebih. Lalu aku bertanya kepadanya, "Mengapa demikian?" Ia menjawab, "Jika aku dipelihara dari kekikiran diriku, berarti aku tidak akan mencuri, tidak berzina,

dan tidak berbuat macam-macam dosa." Dan ternyata lelaki itu adalah sahabat Abdur Rahman ibnu Auf r.a. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا إسماعيل ابن عَيّاش، حَدَّثَنَا مُجَمع بْنُ جَارِيَةَ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ عَمِّهِ يَزِيدَ بْنِ جَارِيَةَ، عَنْ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "بَريء مِنَ الشُّحِّ مَن أَدَّى الزَّكَاةَ، وقَرَى الضَّيْفَ، وَأَعْطَى فِي النَّائِبَةِ"


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy,

telah menceritakan kepada kami Majma' ibnu Jariyah Al-Ansari, dari pamannya Yazid ibnu Jariyah, dari Anas ibnu Malik, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Telah disembuhkan dari kekikiran orang yang menunaikan zakatnya, menjamu tamunya, dan memberi derma kepada yang terkena musibah. Firman Allah Swt.:


{وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ}


Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami,

dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 10)

Mereka adalah golongan yang ketiga dari kaum fakir mereka yang berhak mendapat bagian dari harta fai. Pertama, adalah golongan Muhajirin. Kedua, golongan Ansar. Dan ketiga, adalah orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ}


Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. (At-Taubah: 100)

Orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik adalah orang-orang yang mengikuti jejak mereka yang baik dan sifat-sifat mereka yang terpuji, serta menyeru (orang lain) mengikuti jejak mereka,

baik secara diam-diam maupun terang-terangan. Karena itulah maka disebutkan dalam ayat ini oleh firman-Nya:


{وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ}


Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa. (Al-Hasyr: 10) Yaitu selalu mendoakan.


{رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا}


Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami. (Al-Hasyr: 10) Yakni rasa dengki dan kebencian.


{لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ}


terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (Al-Hasyr: 10) Alangkah baiknya apa yang disimpulkan oleh Imam Malik rahimahullah dari ayat yang mulia ini,

bahwa kaum Rafidah yang selalu mencaci para sahabat. Mereka tidak punya hak dari harta fai ini, karena mereka tidak termasuk orang-orang yang bersifat seperti apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam rangka memuji mereka melalui firman-Nya:


{رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ}


Ya Tuhan kami. beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami,

sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (Al-Hasyr: 10) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Abdur Rahman Al-Masruqi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bisyr,

telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim ibnu Muhajir, dari ayahnya, dari Aisyah; ia telah mengatakan bahwa mereka (orang-orang Rafidah) diperintahkan untuk memohonkan ampunan bagi para sahabat yang terdahulu,

tetapi sebaliknya justru mereka mencacinya. Kemudian Aisyah r.a. membaca firman-Nya: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami,

beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami. (Al-Hasyr: 10), hingga akhit ayat.


قَالَ إِسْمَاعِيلُ بْنُ عُلَية، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: أُمِرْتُمْ بِالِاسْتِغْفَارِ لِأَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَبَبْتُمُوهُمْ. سمعتُ نَبِيَّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا تَذْهَبُ هَذِهِ الْأُمَّةُ حَتَّى يَلْعَنَ آخِرُهَا أَوَّلَهَا".


Ismail ibnu Aliyyah telah meriwayatkan dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Masruq, dari Aisyah yang mengatakan, "Kalian diperintahkan untuk memohonkan ampunan bagi sahabat-sahabat Muhammad Saw.,

tetapi kalian justru mencaci maki mereka. Aku telah mendengar Nabi kalian bersabda: 'Umat ini tidak akan lenyap sebelum orang-orang yang terkemudian dari mereka melaknat orang-orang yang terdahulunya'.”

Al-Bagawi telah meriwayatkan hadis ini. Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ayyub,

dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa Umar membaca firman-Nya: Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun

dan (tidak pula) seekor unta pun. (Al-Hasyr: 6) Az-Zuhri melanjutkan, bahwa lalu Umar r.a. mengatakan bahwa yang ini khusus untuk Rasulullah Saw. Dan kampung-kampung Arinah serta lain-lainnya termasuk di antara harta fai yang diberikan

Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk kota-kota. Maka harta-harta fai itu adalah untuk Allah, Rasul-Nya, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan,

serta untuk orang-orang fakir Muhajirin yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka, dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin),

dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar). Maka ayat-ayat ini mencakup semua orang, hingga tiada seorang muslim pun melainkan baginya ada hak dari harta fai ini.

Menurut Ayyub, mempunyai bagian terkecuali sebagian dari orang-orang yang kamu miliki, yaitu para budak. Demikianlah menurut riwayat Abu Daud, tetapi dalam sanadnya terdapat inqita' (mata rantai yang tidak berhubungan).

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul A' la, telah menceritakan kepada kami AbuSaur, dari Ma'mar, dari Ayyub, dari Ikrimah ibnu Khalid, dari Malik ibnu Aus ibnul Hadsan yang mengatakan bahwa Umar r.a.

membaca firman-Nya: Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin. (At-Taubah: 60) sampai dengan firman-Nya: Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 60)

Kemudian Umar mengatakan bahwa ini adalah untuk mereka. Lalu ia membaca firman-Nya: Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang,

maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul. (Al-Anfal: 41), hingga akhir ayat. Kemudian Umar mengatakan bahwa ini untuk mereka, lalu ia membaca firman-Nya:

Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul. (Al-Hasyr: 7) sampai dengan firman-Nya: (juga) bagi para fuqara. (Al-Hasyr: 8),

hingga akhir ayat. Kemudian dilanjutkan dengan firman-Nya: Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin). (Al-Hasyr: 9), hingga akhir ayat. .

Lalu dilanjutkan dengan firman-Nya: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar). (Al-Hasyr: 10), hingga akhir ayat. Kemudian Umar mengatakan bahwa semuanya ini mencakup kaum muslim secara umum,

tiada seorang pun dari mereka melainkan mempunyai hak padanya. Lalu Umar mengatakan bahwa seandainya ia masih hidup, sungguh seorang penggembala yang sedang berada di Himyar di bawah sebuah pohon Sarwu akan kedatangan bagiannya dari harta itu tanpa harus memeras keringat dahinya untuk mendapatkannya.

Surat Al-Hasyr |59:9|

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

wallażiina tabawwa`ud-daaro wal-iimaana ming qoblihim yuḥibbuuna man haajaro ilaihim wa laa yajiduuna fii shuduurihim ḥaajatam mimmaaa uutuu wa yu`ṡiruuna 'alaaa anfusihim walau kaana bihim khoshooshoh, wa may yuuqo syuḥḥa nafsihii fa ulaaa`ika humul-mufliḥuun

Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.

And [also for] those who were settled in al-Madinah and [adopted] the faith before them. They love those who emigrated to them and find not any want in their breasts of what the emigrants were given but give [them] preference over themselves, even though they are in privation. And whoever is protected from the stinginess of his soul - it is those who will be the successful.

Tafsir
Jalalain

(Dan orang-orang yang telah menempati kota) Madinah (dan telah beriman) yang dimaksud adalah sahabat-sahabat Anshar

(sebelum kedatangan mereka, Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka)

artinya mereka tidak iri hati (terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka) yakni apa yang telah diberikan oleh Nabi saw. kepada mereka berupa harta rampasan dari Bani Nadhir,

yang memang harta itu khusus buat kaum Muhajirin (dan mereka mengutamakan, orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri sekalipun mereka dalam kesusahan)

yakni mereka memerlukan apa yang mereka relakan kepada orang-orang Muhajirin. (Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya) dari ketamakannya terhadap harta benda (mereka itulah orang-orang yang beruntung).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 9 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Hasyr |59:10|

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

wallażiina jaaa`uu mim ba'dihim yaquuluuna robbanaghfir lanaa wa li`ikhwaaninallażiina sabaquunaa bil-iimaani wa laa taj'al fii quluubinaa ghillal lillażiina aamanuu robbanaaa innaka ro`uufur roḥiim

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang."

And [there is a share for] those who came after them, saying, "Our Lord, forgive us and our brothers who preceded us in faith and put not in our hearts [any] resentment toward those who have believed. Our Lord, indeed You are Kind and Merciful."

Tafsir
Jalalain

(Dan orang-orang yang datang sesudah mereka) yakni sesudah kaum Muhajirin dan kaum Ansar hingga hari kiamat nanti

(mereka berdoa, "Ya Rabb kami! Beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami)

yakni rasa dengki (terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.")

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 10 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Hasyr |59:11|

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

a lam taro ilallażiina naafaquu yaquuluuna li`ikhwaanihimullażiina kafaruu min ahlil-kitaabi la`in ukhrijtum lanakhrujanna ma'akum wa laa nuthii'u fiikum aḥadan abadaw wa ing quutiltum lananshuronnakum, wallohu yasy-hadu innahum lakaażibuun

Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudaranya yang kafir di antara Ahli Kitab, "Sungguh, jika kamu diusir niscaya kami pun akan keluar bersama kamu, dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun demi kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantumu." Dan Allah menyaksikan, bahwa mereka benar-benar pendusta.

Have you not considered those who practice hypocrisy, saying to their brothers who have disbelieved among the People of the Scripture, "If you are expelled, we will surely leave with you, and we will not obey, in regard to you, anyone - ever; and if you are fought, we will surely aid you." But Allah testifies that they are liars.

Tafsir
Jalalain

(Apakah kamu tiada memperhatikan) tiada melihat (orang-orang yang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab)

yaitu kepada Bani Nadhir dan saudara-saudara mereka yang kafir: ("Sesungguhnya jika) huruf lam di sini menunjukkan makna qasam dan demikian pula

pada tempat-tempat lainnya yang semuanya ada di empat tempat (kalian diusir) dari Madinah (niscaya kami pun akan keluar bersama kalian, dan kami tidak akan patuh untuk menghinakan kalian)

yakni untuk menjadikan kalian terhina (kepada siapa pun selama-lamanya, dan jika kalian diperangi) dari lafal wa in terbuang huruf lam yang menunjukkan makna permulaan (pasti kami akan membantu kalian.

" Dan Allah menyaksikan, bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 11 |

Tafsir ayat 11-17

Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang munafik —seperti Abdullah ibnu Ubay dan teman-temannya— ketika mereka mengirimkan utusannya kepada orang-orang Bani Nadir untuk menjanjikan kepada mereka akan dukungan dan pertolongannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لإخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ}


Apakah kamu tiada memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara Ahli Kitab, "Sesungguhnya jika kamu diusir, niscaya kami pun akan keluar bersama kamu;

dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun untuk (menyusahkan) kamu; dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu.” (Al-Hasyr: 11) Maka dijawab oleh Allah Swt. melalui firman berikutnya:


{وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}


Dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. (Al-Hasyr: 11) Yakni benar-benar pendusta dalam janji mereka. Ini dikatakan oleh mereka barangkali karena hanya sebagai basa-basi saja karena

sudah sejak semula mereka berniat tidak akan memenuhinya. Atau barangkali mereka merasa bahwa apa yang mereka katakan itu tidak mampu mereka lakukan. Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya:


{وَلَئِنْ قُوتِلُوا لَا يَنْصُرُونَهُمْ}


dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tiada akan menolongnya. (Al-Hasyr: 12) Maksudnya, mereka tidak mau berperang bersama orang-orang Bani Nadir.


{وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ}


sesungguhnya jika mereka menolongnya. (Al-Hasyr: 12) Yaitu mereka membantu orang-orang Bani Nadir dan berperang bersamanya.


{لَيُوَلُّنَّ الأدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ}


niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang, kemudian mereka tiada akan mendapat pertolongan. (Al-Hasyr: 12) Hal ini mengandung berita gembira tersendiri (bagi kaum Muslim). Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:


{لأنْتُمْ أَشَدُّ رَهْبَةً فِي صُدُورِهِمْ مِنَ اللَّهِ}


Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada Allah. (Al-Hasyr: 13) Rasa takut mereka kepada kalian lebih besar daripada ketakutan mereka kepada Allah. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً}


tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih takut lagi dari pada itu. (An-Nisa: 77) Maka dari itu, disebutkan oleh firman-Nya:


{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ}


Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (Al-Hasyr: 13) Selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:


{لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلا فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ}


Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. (Al-Hasyr: 14) Yakni karena sifat pengecut dan penakutnya,

mereka tidak mampu menghadapi pasukan kaum muslim dengan perang tanding atau berhadap-hadapan, melainkan adakalanya dari balik benteng-benteng atau di balik tembok dalam keadaan terkepung sehingga mereka terpaksa harus membela dirinya. Kemudian disebutkan oleh firman-Nya:


{بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ}


Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. (Al-Hasyr: 14) Yaitu permusuhan di antara sesama mereka sangat keras, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ}


dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. (Al-An'am: 65) Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى}


Kamu kira mereka itu bersatu, sedangkan hati mereka berpecah belah. (Al-Hasyr: 14) Yakni kamu lihat mereka seakan-akan bersatu dan rukun, padahal kenyataannya mereka bertentangan di antara sesamanya dan berpecah belah. Menurut Ibrahim An-Nakha'i, makna yang dimaksud adalah kaum Ahli Kitab dan kaum munafik.


{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ}


Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (Al-Hasyr: 14) Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:


{كَمَثَلِ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ قَرِيبًا ذَاقُوا وَبَالَ أَمْرِهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}


(Mereka adalah) seperti orang-orang Yahudi yang belum lama sebelum mereka telah merasai akibat buruk dari perbuatan mereka dan bagi mereka azab yang pedih. (Al-Hasyr: 15)

Mujahid, As-Saddi, dan Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seperti apa yang dialami oleh orang-orang Quraisy dalam Perang Badar.

Ibnu Abbas mengatakan seperti orang-orang yang sebelum mereka, yakni orang-orang Yahudi Bani Qainuqa'. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan Muhammad ibnu Ishaq.

Pendapat inilah yang lebih mendekati kebenaran karena orang-orang Yahudi Bani Qainuqa' telah diusir oleh Rasulullah Saw. sebelum itu. Firman Allah Swt.:


{كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلإنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ}


(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia, "Kafirlah kamu, " Maka tatkala manusia itu telah kafir, ia berkata, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu.” (Al-Hasyr: 16)

Yakni perumpamaan orang-orang Yahudi yang terbujuk oleh janji pertolongan dari sebagian orang-orang munafik, dan ucapan orang-orang munafik kepada mereka, "Jika kamu diperangi, maka kami akan membantumu."

Kemudian setelah peristiwanya terjadi dan dijumpai mereka telah dikepung dan diperangi, maka orang-orang munafik itu berlepas diri dari mereka dan menyerahkan mereka kepada kehancuran.

Perumpamaan mereka dalam hal ini sama dengan setan ketika merayu manusia —semoga Allah melindungi kita dari godaannya—, "Kafirlah kamu." Maka tatkala manusia itu terpengaruh oleh rayuannya dan mau kafir, berlepas dirilah setan darinya dan berbalik mencelanya, lalu berkata:


{إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ}


Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Hasyr: 16) Sehubungan dengan hal ini ada sebagian ulama yang mengetengahkan kisah yang dialami oleh sebagian ahli ibadah Bani Israil sebagai contoh

dari perumpamaan dalam ayat ini, tetapi bukan berarti sebagai makna yang dimaksud semata dari misal ini, bahkan menyangkut pula berbagai misal yang serupa lainnya.

Untuk itu Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khallad ibnu Aslam, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Syamil, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq;

ia pernah mendengar Abdullah ibnu Nahik mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ali r.a. bercerita seperti berikut: Di masa lalu pernah ada seorang rahib yang beribadah selama enam puluh tahun.

Lalu setan bermaksud untuk menggodanya, tetapi tidak berhasil. Maka setan mendekati seorang wanita dan membuat wanita itu menjadi gila, sedangkan wanita itu mempunyai banyak saudara laki-laki.

Kemudian setan berkata kepada saudara-saudara lelaki perempuan itu, "Pergilah kamu kepada pendeta ini, dialah yang akan mengobatinya." Ali r.a. melanjutkan kisahnya,

bahwa lalu mereka datang dengan membawa saudara perempuan mereka yang gila itu kepada si rahib. Maka si rahib mengobatinya dan merawatnya di dalam rumahnya.

Dan pada suatu hari ketika si rahib sedang sendirian bersama pasiennya, tiba-tiba ia terpesona dengan kecantikannya, akhirnya ia menggaulinya hingga mengandung.

Maka untuk menutupi rasa malunya ia terpaksa membunuhnya, tidak lama kemudian saudara-saudaranya datang. Maka setan berkata kepada si rahib, "Aku adalah temanmu, kamu telah membuatku susah,

akulah yang melakukan semua ini kepadamu. Maka taatilah aku, niscaya aku dapat menyelamatkanmu dari perbuatanmu itu. Sekarang bersujudlah kepadaku!" Akhirnya si rahib mau bersujud. Setelah bersujud kepada setan,

maka setan berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam." Ali r.a. melanjutkan, bahwa yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya:

(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia, "Kafirlah kamu!" Maka tatkala manusia itu telah kafir, ia berkata, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya

aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam.”(Al-Hasyr: 16) Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Ibrahim Al-Mas'udi, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Al-A'masy,

dari Imarah, dari Abdur Rahman ibnu Yazid, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. sehubungan dengan ayat ini: (Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia, "Kafirlah kamu!"

Maka tatkala manusia itu telah kafir, ia berkata, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam.”(Al-Hasyr: 16) -

Dahulu pernah ada seorang wanita penggembala ternak kambing, ia mempunyai empat saudara laki-laki, dan bila malam tiba wanita penggembala itu menginap di biara seorang rahib.

Rahib turun dari biaranya dan berbuat lacur (mesum) dengan wanita penggembala itu, yang lama-kelamaan hamil. Lalu setan mendatanginya dan berkata kepadanya, "Bunuh saja wanita ini dan langsung kamu kubur,

karena sesungguhnya kamu adalah seorang lelaki yang dipercaya dan perkataanmu didengar." Akhirnya si rahib membunuh wanita itu, lalu mengebumikannya. Di lain waktu setan mendatangi semua saudara lelaki wanita itu dalam mimpinya

dan mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya si rahib penunggu biara itu telah berbuat mesum dengan saudara perempuanmu; dan setelah saudara perempuanmu hamil, si rahib itu membunuhnya dan menguburnya di tempat anu."

Pada keesokan harinya seseorang dari mereka mengatakan, "Demi Allah, tadi malam aku bermimpi sesuatu yang saya sendiri tidak tahu apakah aku harus menceritakannya kepada kalian ataukah tidak." Mereka menjawab, "Tidak,

bahkan kamu harus menceritakannya kepada kami." Lalu ia menceritakan mimpinya itu kepada mereka. Yang lain berkata, "Demi Allah, aku pun telah bermimpi sama dengan itu." Yang lainnya lagi berkata, "Aku pun bermimpi sama dengan itu."

Mereka berkata, "Demi Allah, ini adalah sesuatu yang tiada lain pasti kejadiannya." Lalu mereka berangkat dan bersiap-siap untuk mengadukan perkara si rahib itu kepada raja mereka.

Mereka mendatangi rahib itu dan menurunkannya dari biaranya, lalu membawanya pergi. Di tengah jalan, setan menemui rahib itu dan berkata kepadanya, "Sesungguhnya akulah yang menjerumuskan dirimu ke dalam perkara ini,

dan tidak ada yang dapat menyelamatkan dirimu dari perkara ini selain aku. Maka sekarang bersujudlah kamu kepadaku sekali saja, aku akan menyelamatkan dirimu dari kesulitanmu ini." Akhirnya si rahib itu mau bersujud kepadanya.

Setelah mereka mendatangkan rahib itu kepada raja mereka, setan berlepas diri darinya. Akhirnya si rahib ditangkap, lalu dihukum mati. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Tawus, dan Muqatil ibnu Hayyan.

Dan menurut riwayat yang terkenal di kalangan banyak ulama, rahib ini bernama Barsisa; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Kisah ini berbeda dengan kisah Juraij si ahli ibadah,

karena Juraij dituduh oleh seorang wanita yang mengakui bahwa dirinya dihamili oleh Juraij, dan bahwa kandungannya adalah hasil hubungannya dengan Juraij. Kemudian kasusnya dilaporkan kepada penguasa setempat,

maka Juraij dipecat dan diturunkan dari biara tempat ibadahnya, sedangkan biaranya dirusak. Juraij hanya dapat berkata, "Mengapa kalian ini?" Mereka berkata, "Hai musuh Allah, engkau telah berbuat mesum dengan wanita ini!"

Juraij menjawab, "Bersabarlah kalian." Kemudian ia mengambil bayi wanita itu yang masih merah, lalu bertanya kepadanya, "Hai bayi, siapakah sebenarnya ayahmu?" Maka dengan serta merta bayi yang masih merah itu menjawab,

"Ayahku adalah penggembala." Wanita itu telah menyerahkan dirinya kepada si penggembala, akhirnya dari hasil hubungannya ia mengandung (lalu melemparkan tuduhannya kepada si Juraij). Ketika Bani Israil menyaksikan kebenaran ini,

maka mereka semuanya menghormati Juraij dengan penghormatan yang berlebihan. Dan mereka mengatakan, "Kami akan membangun kembali biaramu dari emas." Juraij menjawab, "Jangan, tetapi kembalikanlah seperti semula, yaitu dengan tanah liat." Firman Allah Swt.:


{فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا}


Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. (Al-Hasyr: 17)

Yakni akibat perkara dari yang memerintahkan kepada kekafiran dan yang melakukannya serta tempat kembali keduanya adalah neraka Jahanam, keduanya kekal di dalamnya.


{وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ}


Demikianlah balasan orang-orang yang zalim. (Al-Hasyr: 17) Yaitu balasan yang diterima oleh tiap-tiap orang yang zalim.

Surat Al-Hasyr |59:12|

لَئِنْ أُخْرِجُوا لَا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا لَا يَنْصُرُونَهُمْ وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ

la`in ukhrijuu laa yakhrujuuna ma'ahum, wa la`ing quutiluu laa yanshuruunahum, wa la`in nashoruuhum layuwallunnal-adbaaro ṡumma laa yunshoruun

Sungguh, jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan jika mereka diperangi, mereka (juga) tidak akan menolongnya, dan kalaupun mereka menolongnya pastilah mereka akan berpaling lari ke belakang, kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan.

If they are expelled, they will not leave with them, and if they are fought, they will not aid them. And [even] if they should aid them, they will surely turn their backs; then [thereafter] they will not be aided.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tiada akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya;

sesungguhnya jika mereka menolongnya) artinya mereka datang untuk menolong dan membantunya (niscaya mereka akan berpaling ke belakang)

jawab qasam yang keberadaannya diperkirakan sudah memberikan pengertian yang cukup, tanpa harus menyebut jawab syarat pada kelima tempat tadi

(kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan) yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 12 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Hasyr |59:13|

لَأَنْتُمْ أَشَدُّ رَهْبَةً فِي صُدُورِهِمْ مِنَ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ

la`antum asyaddu rohbatan fii shuduurihim minalloh, żaalika bi`annahum qoumul laa yafqohuun

Sesungguhnya dalam hati mereka, kamu (Muslimin) lebih ditakuti daripada Allah. Yang demikian itu karena mereka orang-orang yang tidak mengerti.

You [believers] are more fearful within their breasts than Allah. That is because they are a people who do not understand.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya kalian lebih ditakuti) lebih disegani (dalam hati mereka) dalam hati orang-orang munafik itu (daripada Allah) karena siksaan-Nya yang ditangguhkan.

(Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tiada mengerti.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 13 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Hasyr |59:14|

لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ ۚ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ ۚ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ

laa yuqootiluunakum jamii'an illaa fii qurom muḥashshonatin au miw warooo`i judur, ba`suhum bainahum syadiid, taḥsabuhum jamii'aw wa quluubuhum syattaa, żaalika bi`annahum qoumul laa ya'qiluun

Mereka tidak akan memerangi kamu (secara) bersama-sama, kecuali di negeri-negeri yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu padahal hati mereka terpecah belah. Yang demikian itu karena mereka orang-orang yang tidak mengerti.

They will not fight you all except within fortified cities or from behind walls. Their violence among themselves is severe. You think they are together, but their hearts are diverse. That is because they are a people who do not reason.

Tafsir
Jalalain

(Mereka tidak akan memerangi kalian) yakni orang-orang Yahudi itu (dalam keadaan bersatu padu) maksudnya, secara serentak (kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok)

yang tinggi. Menurut suatu qiraat lafal judurin dibaca jidaarin. (Permusuhan) peperangan (di antara sesama mereka sangat hebat. Kalian kira mereka itu bersatu sedangkan hati mereka berpecah belah)

berbeda-beda, bertentangan dengan apa yang diduga. (Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 14 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Hasyr |59:15|

كَمَثَلِ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ قَرِيبًا ۖ ذَاقُوا وَبَالَ أَمْرِهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

kamaṡalillażiina ming qoblihim qoriiban żaaquu wa baala amrihim, wa lahum 'ażaabun aliim

(Mereka) seperti orang-orang yang sebelum mereka (Yahudi) belum lama berselang, telah merasakan akibat buruk (terusir) disebabkan perbuatan mereka sendiri. Dan mereka akan mendapat azab yang pedih.

[Theirs is] like the example of those shortly before them: they tasted the bad consequence of their affair, and they will have a painful punishment.

Tafsir
Jalalain

Perumpamaan mereka dalam hal tidak mau beriman (seperti orang-orang yang belum lama sebelum mereka) yakni sebagaimana orang-orang musyrik yang terlibat dalam perang Badar

(yang telah merasai akibat buruk dari perbuatan mereka) sebagai hukuman-Nya di dunia, yaitu mereka mati terbunuh dan hukuman-hukuman yang lainnya yang mereka rasakan

(dan bagi mereka azab yang pedih) siksaan yang menyakitkan kelak di akhirat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 15 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Hasyr |59:16|

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ

kamaṡalisy-syaithooni iż qoola lil-insaanikfur, fa lammaa kafaro qoola innii bariii`um mingka inniii akhoofulloha robbal-'aalamiin

(Bujukan orang-orang munafik itu) seperti (bujukan) setan ketika ia berkata kepada manusia, "Kafirlah kamu!" Kemudian ketika manusia itu menjadi kafir ia berkata, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam."

[The hypocrites are] like the example of Satan when he says to man, "Disbelieve." But when he disbelieves, he says, "Indeed, I am disassociated from you. Indeed, I fear Allah, Lord of the worlds."

Tafsir
Jalalain

Dan juga perumpamaan mereka dalam hal mendengar dari orang-orang munafik, tetapi orang-orang munafik itu tidak mau mengikuti jejak mereka sesudahnya

\ (seperti halnya setan; ia berkata kepada manusia, "Kafirlah kamu," maka tatkala manusia itu telah kafir, ia berkata, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam.")

Padahal ia dusta dan hanya ria belaka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 16 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Hasyr |59:17|

فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ

fa kaana 'aaqibatahumaaa annahumaa fin-naari khoolidaini fiihaa, wa żaalika jazaaa`uzh-zhoolimiin

Maka kesudahan bagi keduanya, bahwa keduanya masuk ke dalam neraka, kekal di dalamnya. Demikianlah balasan bagi orang-orang zalim.

So the outcome for both of them is that they will be in the Fire, abiding eternally therein. And that is the recompense of the wrong-doers.

Tafsir
Jalalain

(Maka adalah sesudah keduanya) yakni orang yang sesat dan orang yang disesatkan. Menurut suatu qiraat lafal 'aaqibatahumaa dibaca 'aaqibatuhumaa

dengan memakai harakat damah di atas huruf ta, hal ini berarti sebagai isim dari lafal kaana (bahwa sesungguhnya keduanya masuk ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya.

Demikianlah balasan orang-orang yang lalim) orang-orang yang kafir.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 17 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Hasyr |59:18|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

yaaa ayyuhallażiina aamanuttaqulloha waltanzhur nafsum maa qoddamat lighod, wattaqulloh, innalloha khobiirum bimaa ta'maluun

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.

O you who have believed, fear Allah. And let every soul look to what it has put forth for tomorrow - and fear Allah. Indeed, Allah is Acquainted with what you do.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok)

yakni untuk menghadapi hari kiamat (dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 18 |

Tafsir ayat 18-20

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Aun ibnu Abu Juhaifah, dari Al-Munzir ibnu Jarir,

dari ayahnya yang mengatakan bahwa ketika kami bersama Rasulullah Saw. di suatu pagi hari, tiba-tiba datanglah kepada Rasulullah Saw. suatu kaum yang tidak beralas kaki dan tidak berbaju.

Mereka hanya mengenakan jubah atau kain 'abaya, masing-masing dari mereka menyandang pedang. Sebagian besar dari mereka berasal dari Mudar, bahkan seluruhnya dari Mudar. Maka berubahlah wajah Rasulullah Saw.

melihat keadaan mereka yang mengenaskan karena kefakiran mereka. Kemudian Rasulullah Saw. masuk dan keluar, lalu memerintahkan kepada Bilal agar diserukan azan dan didirikan salat. Lalu Rasulullah Saw. salat. Seusai salat,

beliau berkhotbah dan membacakan firman-Nya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu. (An-Nisa: 1), hingga akhir ayat. Beliau membaca pula firman Allah Swt.

dalam surat Al-Hasyr, yaitu: dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). (Al-Hasyr: 18) Hendaklah seseorang bersedekah dengan uang dinarnya, dengan uang dirhamnya,

dengan sa' jewawutnya, dengan sa' buah kurmanya. Hingga Nabi Saw. bersabda, bahwa sekalipun dengan separo biji kurma. Maka datanglah seorang lelaki dari kalangan Ansar dengan membawa kantong yang telapak tangannya hampir

tidak mampu menggenggamnya, bahkan memang tidak dapat menggenggamnya. Kemudian orang-orang lain mengikuti jejaknya hingga aku (perawi) melihat dua tumpukan makanan dan baju. Dan kulihat wajah Rasulullah Saw. berseri, seakan-akan berkilauan cemerlang, lalu beliau Saw. bersabda:


"مَن سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنقُص مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُها وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ".


Barang siapa yang memprakarsai perbuatan yang baik dalam Islam, maka baginya pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti jejaknya sesudahnya tanpa mengurangi sesuatu pun dari pahala mereka.

Dan barang siapa yang memprakarsai perbuatan yang buruk dalam Islam, maka dia mendapat dosanya dan dosa orang-orang yang mengikuti jejaknya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka barang sedikitpun.

Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini secara munfarid melalui hadis Syu'bah berikut sanad yang semisal. Firman Allah Swt.:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ}


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah. (Al-Hasyr: 18) Perintah untuk bertakwa kepada Allah Swt. yang pengertiannya mencakup mengerjakan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya. Firman Allah Swt.:


{وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ}


dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), (Al-Hasyr: 18) Yakni hitung-hitunglah diri kalian sebelum kalian dimintai pertanggung jawaban,

dan perhatikanlah apa yang kamu tabung buat diri kalian berupa amal-amal saleh untuk bekal hari kalian dikembalikan, yaitu hari dihadapkan kalian kepada Tuhan kalian.


{وَاتَّقُوا اللَّهَ}


dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Hasyr: 18) mengukuhkan kalimat perintah takwa yang sebelumnya.


{إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}


sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Hasyr: 18) Artinya, ketahuilah oleh kalian bahwa Allah mengetahui semua amal perbuatan dan keadaan kalian,

tiada sesuatu pun dari kalian yang tersembunyi bagi-Nya dan tiada sesuatu pun —baik yang besar maupun yang kecil— dari urusan mereka yang luput dari pengetahuan-Nya. Firman Allah Swt.:


{وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ}


Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. (Al-Hasyr: 19) Yaitu janganlah kamu lupa dari mengingat Allah,

yang akhirnya kamu akan lupa kepada amal saleh yang bermanfaat bagi diri kalian di hari kemudian, karena sesungguhnya pembalasan itu disesuaikan dengan jenis perbuatannya. Maka disebutkanlah dalam firman berikutnya:


{أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ}


Mereka itulah orang-orang yang fasik. (Al-Hasyr: 19) Yakni orang-orang yang keluar dari jalan ketaatan kepada Allah, yang akan binasa di hari kiamat lagi merugi di hari mereka dikembalikan. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ}


Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al-Munafiqun: 9)

Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Wahhab Ibnu Najdah Al-Huti, telah menceritakan kepada kami Al-Mugirah, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Usman,

dari Na'im ibnu Namihah yang mengatakan bahwa di antara isi khotbah yang diucapkan oleh Abu Bakar As-Siddiq r.a. adalah seperti berikut, bahwa tidakkah kalian ketahui bahwa kalian berpagi hari dan bersore hari sampai dengan batas waktu

yang telah ditentukan? Maka barang siapa yang mampu menghabiskan waktunya untuk beramal karena Allah Swt., hendaklah ia mengerjakannya. Dan kalian tidak akan dapat meraih hal itu kecuali dengan pertolongan Allah Swt.

Sesungguhnya ada suatu kaum yang menghabiskan waktu (usia) mereka untuk selain diri mereka. Maka Allah melarang kalian menjadi orang seperti mereka. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah,

lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. (Al-Hasyr: 19) Manakah teman-teman kalian yang kalian kenal? Mereka telah menunaikan amal perbuatan mereka di masa lalu. Akhirnya mereka menerima balasannya,

ada yang berbahagia dan ada yang celaka. Di manakah orang-orang yang sewenang-wenang yang terdahulu yang telah menghuni kota-kota besar yang mereka bentengi dengan tembok-tembok yang tinggi,

kini mereka telah berada di bawah batu dan sumur. Dan ini adalah Kitabullah yang keajaibannya tidak pernah lenyap, maka ambillah penerangan darinya untuk menghadapi hari yang gelap. Dan ambillah penerangan dari sinar dan keterangannya.

Sesungguhnya Allah telah memuji Zakaria dan ahli baitnya melalui firman-Nya: Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami

dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami. (Al-Anbiya: 90) Tiada kebaikan pada ucapan yang tidak dimaksudkan untuk mendapat rida Allah, dan tiada kebaikan pada harta yang tidak dibelanjakan

kepada jalan Allah. Dan tiada kebaikan pada orang yang sifat jahilnya mengalah­kan sifat penyantunnya. Dan tiada kebaikan pada orang yang takut kepada celaan orang yang mencela dalam membela agama Allah.

Sanad asar ini jayyid dan semua perawinya siqah. dan gurunya Jarir ibnu Usman adalah Na'im ibnu Namihah, sepanjang pengetahuan saya tiada yang mempertentangkannya dan tiada pula yang mengukuhkannya,

hanya saja Abu Daud As-Sijistani telah memutuskan bahwa semua guru Jarir adalah orang-orang yang berpredikat siqah. Dan Khotbah ini telah diriwayatkan melalui jalur-jalur lain yang menguatkannya; hanya Allah-Iah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:


{لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ}


Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga. (Al-Hasyr: 20) Yakni antara mereka dan mereka tidaklah sama menurut hukum Allah Swt. kelak di hari kiamat, semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ}


Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh,

yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu. (Al-Jatsiyah: 21)


{وَمَا يَسْتَوِي الأعْمَى وَالْبَصِيرُ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَلا الْمُسِيءُ}


Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidaklah (pula sama) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh dengan orang-orang yang durhaka. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran. (Al-Mu’min: 58) Dan firman Allah Swt.:


{أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الأرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ}


Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa

sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? (Shad: 28) Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah memuliakan orang-orang yang berbakti dan menghina orang-orang yang durhaka. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ}


penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr: 20) Yaitu orang-orang yang selamat dan terbebas dari azab Allah Swt.

Surat Al-Hasyr |59:19|

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

wa laa takuunuu kallażiina nasulloha fa ansaahum anfusahum, ulaaa`ika humul-faasiquun

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.

And be not like those who forgot Allah, so He made them forget themselves. Those are the defiantly disobedient.

Tafsir
Jalalain

(Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah) maksudnya tidak mau taat kepada-Nya (lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri)

untuk melakukan perbuatan ketaatan dan perbuatan baik. (Mereka itulah orang-orang yang fasik).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 19 |

penjelasan ada di ayat 18

Surat Al-Hasyr |59:20|

لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ ۚ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ

laa yastawiii ash-ḥaabun-naari wa ash-ḥaabul-jannah, ash-ḥaabul-jannati humul-faaa`izuun

Tidak sama para penghuni neraka dengan para penghuni surga, para penghuni surga itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.

Not equal are the companions of the Fire and the companions of Paradise. The companions of Paradise - they are the attainers [of success].

Tafsir
Jalalain

(Tidak sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 20 |

penjelasan ada di ayat 18

Surat Al-Hasyr |59:21|

لَوْ أَنْزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۚ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

lau anzalnaa haażal-qur`aana 'alaa jabalil laro`aitahuu khoosyi'am mutashoddi'am min khosy-yatillaah, wa tilkal-amṡaalu nadhribuhaa lin-naasi la'allahum yatafakkaruun

Sekiranya Kami turunkan Al-Qur´an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir.

If We had sent down this Qur'an upon a mountain, you would have seen it humbled and coming apart from fear of Allah. And these examples We present to the people that perhaps they will give thought.

Tafsir
Jalalain

(Kalau sekiranya Kami menurunkan Alquran ini kepada sebuah gunung) lalu dijadikan-Nya pada gunung tersebut akal sebagaimana manusia

(pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah) terbelah-belah (disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu)

yang telah disebutkan di atas tadi (Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir) yang karenanya lalu mereka beriman.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 21 |

Tafsir ayat 21-24

Allah Swt. berfirman, menyebutkan keagungan Al-Qur'an seraya menjelaskan tingginya kedudukan Al-Qur'an, dan bahwa sudah selayaknya bila hati menjadi lunak dan khusuk serta taat saat mendengarnya, mengingat di dalamnya terkandung janji yang benar dan ancaman yang pasti.


{لَوْ أَنزلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ}


Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. (Al-Hasyr: 21)

Yakni apabila gunung yang begitu keras dan perkasa dapat memahami Al-Qur'an ini dan merenungkan makna yang terkandung di dalamnya, niscaya ia tunduk dan terpecah belah karena takut kepada Allah Swt.

Lalu bagaimana dengan kamu, hai manusia, bila hati kamu tidak lunak dan tunduk serta bergetar karena takut kepada Allah Swt. Padahal kamu telah memahami dari Allah akan perkaranya dan telah kamu pahami Kitab-Nya. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ}


Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir. (Al-Hasyr: 21) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah. (Al-Hasyr: 21), hingga akhit ayat. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah berfirman,

"Seandainya Aku turunkan Al-Qur'an ini kepada gunung untuk dipikulnya, niscaya akan terpecah belahlah dan tunduk karena beratnya Al-Qur'an dan karena takut kepada Allah."

Maka Allah memerintahkan kepada manusia apabila diturunkan kepada mereka Al-Qur'an, hendaklah mereka menerimanya dengan takut yang sangat (kepada Allah) dan tunduk. Kemudian Allah Swt. berfirman:

Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir. (Al-Hasyr: 21) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Qatadah dan Ibnu Jarir.

Di dalam hadis mutawatir telah disebutkan bahwa ketika dibuatkan untuk Rasulullah sebuah mimbar, dan sebelumnya bila Nabi Saw. berkhotbah selalu berdiri di sebelah salah satu dari batang pohon kurma yang menjadi tiang-tiang masjid.

Maka setelah mimbar diletakkan pada yang pertama kali, lalu Nabi Saw. datang untuk berkhotbah, maka beliau melewati batang kurma itu menuju ke mimbarnya, dan saat itu batang kurma tersebut menangis dan merintih sebagaimana anak-anak

merintih karena rindu kepada zikir dan wahyu yang biasa ia dengar di sisinya, maka Nabi Saw. mendiamkannya. Menurut sebagian riwayat hadis ini, disebutkan bahwa Al-Hasan Al-Basri sesudah mengetengahkan hadis ini mengatakan,

\"Kalian seharusnya lebih merindukan Rasulullah Saw. ketimbang batang kurma itu." Demikianlah bunyi ayat yang mulia ini, bahwa apabila gunung-gunung yang merupakan benda mati, seandainya ia mendengar Kalamullah dan memahaminya,

niscaya tunduklah ia dan berpecah belahlah ia karena takut kepada Allah. Maka bagaimanakah dengan kalian (manusia), padahal kalian telah mendengarnya dan memahaminya? Dalam ayat lain telah disebutkan melalui firman-Nya:


{وَلَوْ أَنَّ قُرْآنًا سُيِّرَتْ بِهِ الْجِبَالُ أَوْ قُطِّعَتْ بِهِ الأرْضُ أَوْ كُلِّمَ بِهِ الْمَوْتَى} الْآيَةَ


Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat diguncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah kitab itu adalah Al-Qur'an).

(Ar-Ra'd: 31), hingga akhir ayat. Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan bahwa tentu Al-Qur'an itulah dia. Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lain:


{وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الأنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ}


Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai darinya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. (Al-Baqarah: 74) Kemudian Allah Swt. berfirman:


{هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ}


Dialah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Al-Hasyr: 22)

Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia adalah Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia, maka tiada Rabb selain Dia dan tiada Tuhan bagi semua alam wujud selain Dia. Semua yang disembah selain Dia adalah batil.

Dan bahwa Dia Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Yakni Dia mengetahui semua makhluk yang dapat disaksikan oleh kita dan semua makhluk yang gaib dari kita. Tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya di bumi dan di langit,

baik yang besar maupun yang kecil, dan baik yang dimuliakan maupun yang hina, hingga semut-semut kecil di dalam kegelapan. Firman Allah Swt.:


{هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ}


Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Al-Hasyr: 22) Dalam permulaan kitab tafsir ini telah disebutkan keterangan mengenainya dan tidak perlu diulangi lagi. Kesimpulannya ialah bahwa Allah adalah Tuhan Yang mempunyai rahmat

yang luas lagi mencakup semua makhluk, Dia adalah Yang Maha Pemurah di dunia dan akhirat, dan Maha Penyayang pada keduanya. Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lain:


{وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ}


dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. (Al-A'raf: 156)


{كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ}


Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. (Al-An'anv 54) Dan firman Allah Swt. lainnya yang menyebutkan:


{قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ}


Katakanlah, "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baikdaripada apa yang mereka kumpulkan.”(Yunus: 58) Kemudian Allah Swt. berfirman:


{هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ}


Dialah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja. (Al-Hasyr: 23) Yakni Raja bagi segala sesuatu yang mengatur segala sesuatu tanpa ada yang menghalangi-Nya dan juga tanpa ada yang menyaingi-Nya. Firman Allah Swt.:


{الْقُدُّوسُ}


Yang Mahasuci. (Al-Hasyr: 23) Menurut Wahb ibnu Munabbih, artinya suci. Menurut Mujahid dan Qatadah, artinya Yang Memberkati. Menurut Ibnu Juraij, disebutkan demikian karena para malaikat yang mulia menyucikan-Nya.


{السَّلامُ}


Yang Mahasejahtera. (Al-Hasyr: 23) Yaitu Mahasejahtera dari segala bentuk cela dan kekurangan, karena kesempurnaan zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Firman Allah Swt.:


{الْمُؤْمِنُ}


Yang Mengaruniakan keamanan. (Al-Hasyr: 23) Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah makhluk-Nya merasa aman dari mendapat perlakuan aniaya oleh-Nya. Qatadah mengatakan,

makhluknya merasa aman dengan adanya firman-Nya yang menyatakan bahwa Dia Mahahak (benar). Menurut Ibnu Zaid, hamba-hamba-Nya yang beriman membenarkan keimanan mereka kepada-Nya. Firman Allah Swt.:


{الْمُهَيْمِنُ}


Yang Maha Memelihara. (Al-Hasyr: 23) Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Dia Maha Menyaksikan semua makhluk-Nya tentang amal perbuatan mereka.

Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa Dia Maha Mengawasi mereka. Semakna dengan yang disebutkan di dalam firman-Nya:


{وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ}


Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Mujadilah: 6; Al Buruj: 9)


وَاللَّهُ شَهِيدٌ عَلَى مَا تَعْمَلُونَ


padahal Allah Maha Menyaksikan apa yang kamu kerjakan. (Ali Imran: 98) Dan firman Allah Swt.:


{أَفَمَنْ هُوَ قَائِمٌ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ}


Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)? (Ar-Ra'd: 33), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah Swt.:


{الْعَزِيزُ}


Yang Mahaperkasa. (Al-Hasyr: 23) Yakni Yang Menang atas segala sesuatu dan mengalahkannya. Dia mengalahkan segala sesuatu, maka tiada sesuatu pun yang dapat mencapai Zat-Nya karena keperkasaan, keagungan, kekuasaan, dan kebesaran-Nya. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:


{الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ}


Yang Mahakuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan. (Al-Hasyr: 23) Yaitu Yang tidak pantas bersifat kuasa selain Dia dan tidak pantas bersifat agung selain Dia karena keagungan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam sebuah hadis sahih (hadis Qudsi) yang mengatakan:


"العَظَمة إِزَارِي، وَالْكِبْرِيَاءُ رِدَائِي، فَمَنْ نَازَعَنِي وَاحِدًا مِنْهُمَا عَذَّبته".


Kebesaran adalah (bagaikan) kain-Ku dan Keagungan adalah (bagaikan) selendang-Ku; maka barang siapa yang menyaingi-Ku pada salah satu dari keduanya, niscaya Kuazab dia.

Qatadah mengatakan bahwa makna al-jabbar ialah Tuhan Yang menundukkan makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Ibnu Jarir mengatakan, al-jabbar artinya Tuhan Yang memperbaiki urusan-urusan makhluk-Nya.

Yang mengatur mereka sesuai dengan apa yang menjadi kemaslahatan bagi mereka. Qatadah mengatakan bahwa al-mutakabbir artinya Yang Maha Agung dari semua keburukan. Allah Swt. berfirman:


{سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ}


Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Al-Hasyr: 23) Adapun firman Allah Swt.:


{هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ}


Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk rupa. (Al-Hasyr: 24) Menciptakan artinya merencanakan, dan mengadakan artinya merealisasikan apa yang telah direncanakan dan ditetapkan ke alam wujud dan alam nyata.

Tiada seorang pun yang merencanakan sesuatu dapat melaksanakan dan merealisasikannya selain hanya Allah Swt. Seorang penyair memuji orang lain melalui bait syairnya:


وَلَأَنْتَ تَفري مَا خَلَقت ... وبعضُ الْقَوْمِ يَخلُق ثُمَّ لَا يَفْري ...


Sesungguhnya engkau adalah orang yang mampu merealisasikan apa yang engkau rencanakan, padahal sebagian kaum mampu membuat rencana, tetapi tidak dapat merealisasikannya.

Yakni hanya Engkaulah yang mampu merealisasikan apa yang telah Engkau rencanakan. Lain halnya dengan selain Engkau, ia tidak akan mampu merealisasikan apa yang dikehendakinya. Hanya Engkaulah Yang Menciptakan,

Yang Merencanakan, Yang Membuat, dan Yang Mengadakan. Termasuk ke dalam pengertian kalimat ini bila dikatakan pejagal hewan telah memotong hewan, lalu merampungkannya, yakni memotong-motong sembelihannya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Firman Allah Swt.:


{الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ}


Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk rupa. (Al-Hasyr: 24) Yaitu Yang apabila Dia menghendaki sesuatu tinggal mengatakan kepadanya, "Jadilah kamu," maka jadilah dia sesuai dengan gambaran yang dikehendaki dan rupa yang dipilih-Nya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ}


dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu. (Al-Infithar: 8) Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:


{الْمُصَوِّرُ}


Yang Membentuk rupa. (Al-Hasyr: 24) Yakni Yang melaksanakan apa yang ingin direalisasikan-Nya menurut gambaran yang dikehendaki-Nya. Firman Allah Swt.:


{لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى}


Yang mempunyai nama-nama Yang Paling baik. (Al-Hasyr: 24) Pembicaraan mengenai ayat ini telah disebutkan di dalam tafsir surat Al-A'raf. Dan di sini kami akan mengetengahkan sebuah hadis yang diriwayatkan di dalam hadis Sahihain melalui Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:


"إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا، مِائَةٌ إِلَّا وَاحِدًا، مَنْ أَحْصَاهَا دخل الجنة، وهو وتر يُحِبُّ الْوِتْرَ"


Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, alias seratus kurang satu. Barang siapa yang menghitung-hitungnya, niscaya masuk surga; Dia Witir dan menyukai yang witir.

Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan konteks yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah yang juga melalui Abu Hurairah. Dan tambahan, "Dia Witir dan menyukai yang witir," merupakan lafaz Ibnu Majah. Menurut lafaz Imam Turmuzi disebutkan sebagai berikut:


"هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، الرَّحْمَنُ، الرَّحِيمُ، الْمَلِكُ، الْقُدُّوسُ، السَّلَامُ، الْمُؤْمِنُ، الْمُهَيْمِنُ، الْعَزِيزُ، الْجَبَّارُ، الْمُتَكَبِّرُ، الْخَالِقُ، الْبَارِئُ، الْمُصَوِّرُ، الْغَفَّارُ، الْقَهَّارُ، الْوَهَّابُ، الرَّزَّاقُ، الْفَتَّاحُ، الْعَلِيمُ، الْقَابِضُ، الْبَاسِطُ، الْخَافِضُ، الرَّافِعُ، الْمُعِزُّ، الْمُذِلُّ، السَّمِيعُ، الْبَصِيرُ، الْحَكَمُ، الْعَدْلُ، اللَّطِيفُ، الْخَبِيرُ، الْحَلِيمُ، الْعَظِيمُ، الْغَفُورُ، الشَّكُورُ، الْعَلِيُّ، الْكَبِيرُ، الْحَفِيظُ، الْمَقِيتُ، الْحَسِيبُ، الْجَلِيلُ، الْكَرِيمُ، الرَّقِيبُ، الْمُجِيبُ، الْوَاسِعُ، الْحَكِيمُ، الْوَدُودُ، الْمَجِيدُ، الْبَاعِثُ، الشَّهِيدُ، الْحَقُّ، الْوَكِيلُ، الْقَوِيُّ، الْمَتِينُ، الْوَلِيُّ، الْحَمِيدُ، الْمُحْصِي، الْمُبْدِئُ، الْمُعِيدُ، الْمُحْيِي، الْمُمِيتُ، الْحَيُّ، الْقَيُّومُ، الْوَاجِدُ، الْمَاجِدُ، الْوَاحِدُ، الصَّمَدُ، الْقَادِرُ، الْمُقْتَدِرُ، الْمُقَدِّمُ، الْمُؤَخِّرُ، الْأَوَّلُ، الْآخَرُ، الظاهر، الباطن، الولي، الْمُتَعَالِي، الْبَرُّ، التَّوَّابُ، الْمُنْتَقِمُ، الْعَفُوُّ، الرَّءُوفُ، مَالِكُ الْمُلْكِ، ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ، الْمُقْسِطُ، الْجَامِعُ، الْغَنِيُّ، الْمُغْنِي، الْمَانِعُ، الضَّارُّ، النَّافِعُ، النُّورُ، الْهَادِي، الْبَدِيعُ، الْبَاقِي، الْوَارِثُ، الرَّشِيدُ، الصَّبُورُ".


Dialah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Mahamulia,

Yang Mahaperkasa, Yang Mahabesar, Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk rupa, Yang Maha Pengampun, Yang Maha Mengalahkan, Yang Maha Pemberi karunia, Yang Maha Pemberi rezeki,

Yang Maha Pemberi Keputusan, Yang Maha Mengetahui, Yang Menyempitkan rezeki dan Yang Melapangkan rezeki, Yang Merendahkan dan Yang Meninggikan, Yang Memuliakan dan Yang Menghinakan, Yang Maha Mendengar,

Yang Maha Melihat, Yang Memutuskan, YangMahaadil, Yang Mahalembut, Yang Maha Mengenal, Yang Maha Penyantun, Yang Mahaagung, Yang Maha Pemberi ampunan, Yang Maha Mensyukuri, Yang Mahatinggi, Yang Mahabesar,

Yang Maha Memelihara, Yang Memberi waktu, Yang Maha Menghitung, Yang Mahaagung, Yang Mahamulia, Yang Mengawasi, Yang Memperkenankan, Yang Mahaluas, Yang Mahabijaksana, Yang Maha Mencintai, Yang Maha Pemurah,

Yang Membangkitkan, Yang Maha Menyaksikan, Yang Hak, Yang Melindungi, Yang Mahakuat, Yang Mahakokoh, Yang Menolong, Yang Maha Terpuji, Yang Maha Mencatat, Yang Memulai (penciptaan), Yang Mengembalikan (penciptaan),

Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, Yang Mahahidup, Yang Mengatur makhluk-Nya, Yang Mahakaya, Yang Mahaagung, Yang Maha Esa, Yang Bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Yang Mahakuasa, Yang Berkuasa, Yang Mendahulukan

, Yang Mengakhirkan, Yang Awwal, Yang Akhir, Yang Zahir, Yang Batin, Yang Menolong, Yang Mahatinggi, Yang Melimpahkan kebaikan, Yang Maha Menerima tobat, Yang Membalas, Yang Memaaf, Yang Pengasih, Raja semua raja,

Yang mempunyai Keagungan dan Kemuliaan, Yang Adil, Yang Menghimpun, Yang Kaya, Yang memberi kekayaan, Yang Memberi, Yang mencegah, Yang Menimpakan Mudarat, Yang memberi manfaat, Cahaya (Mahaterang),

Yang Memberi petunjuk, Yang Membuat, Yang Kekal, Yang Mewarisi, Yang Memberi petunjuk, Yang Maha Penyabar. Sedangkan menurut konteks Ibnu Majah ada kelebihan dan kekurangannya, dan ada yang didahulukan dan yang diakhirkan.

Hal ini telah kami sebutkan dengan panjang lebar, lengkap berikut semua jalur periwayatan dan lafaz-lafaznya yang tidak perlu lagi dikemukakan di sini. Firman Allah Swt.:


{يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}


Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. (Al-Hasyr: 24) Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا}


Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isra: 44) Adapun firman Allah Swt.:


{وَهُوَ الْعَزِيزُ}


Dan Dialah Yang Mahaperkasa. (Al-Hasyr: 24) Yakni Zat-Nya tidak dapat dicapai.


{الحَكِيمُ}


lagi Mahabijaksana. (Al-Hasyr: 24) dalam syariat dan ketetapan-Nya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ، حَدَّثَنَا خَالِدٌ -يَعْنِي: ابْنَ طَهْمَان، أبو العلاء الخَفَّاف-حدثنا نافع ابن أَبِي نَافِعٍ، عَنْ مَعقِل بْنِ يَسَارٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "من قَالَ حِينَ يُصْبِحُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ: أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، ثُمَّ قَرَأَ ثَلَاثَ آيَاتٍ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْحَشْرِ، وَكَّل اللَّهُ بِهِ سَبْعِينَ أَلْفَ مَلَكٍ يُصَلُّونَ عَلَيْهِ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ مَاتَ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ مَاتَ شَهِيدًا، وَمَنْ قَالَهَا حِينَ يُمْسِي كَانَ بِتِلْكَ الْمَنْزِلَةِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Khalid (yakni Ibnu Tahman alias Abul Ala Al-Khaffaf), telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Abu Nafi',

dari Ma'qal ibnu Yasar, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa mengucapkan doa ini di waktu pagi hari sebanyak tiga kali, yaitu: "Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan

yang terkutuk, " kemudian membaca pula tiga ayat dari akhir surat Al-Hasyr, maka Allah memerintahkan kepada tujuh puluh ribu malaikat untuk memohonkan ampunan baginya hingga petang hari. Dan jika ia mati di hari itu,

maka ia mati sebagai syahid. Dan barang siapa yang mengucapkannya di kala petang hari, maka ia beroleh kedudukan yang seperti itu.


Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Mahmud ibnu Gailan, dari Abu Ahmad Az-Zubairi dengan sanad yang sama, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali hanya melalui jalur ini.

Surat Al-Hasyr |59:22|

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ ۖ هُوَ الرَّحْمَٰنُ الرَّحِيمُ

huwallohullażii laaa ilaaha illaa huw, 'aalimul-ghoibi wasy-syahaadah, huwar-roḥmaanur-roḥiim

Dialah Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

He is Allah, other than whom there is no deity, Knower of the unseen and the witnessed. He is the Entirely Merciful, the Especially Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 22 |

penjelasan ada di ayat 21

Surat Al-Hasyr |59:23|

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ

huwallohullażii laaa ilaaha illaa huw, al-malikul-qudduusus-salaamul-mu`minul-muhaiminul-'aziizul-jabbaarul-mutakabbir, sub-ḥaanallohi 'ammaa yusyrikuun

Dialah Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Maha Raja Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Menjaga Keamanan, Pemelihara Keselamatan, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. [...]

He is Allah, other than whom there is no deity, the Sovereign, the Pure, the Perfection, the Bestower of Faith, the Overseer, the Exalted in Might, the Compeller, the Superior. Exalted is Allah above whatever they associate with Him.

Tafsir
Jalalain

(Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja Yang Maha Suci) dari semua apa yang tidak layak bagi keagungan dan kebesaran-Nya (Yang Maha Selamat)

artinya Yang Bebas dari segala sifat-sifat kekurangan (Yang Maha Mengamankan) para rasul-rasul-Nya dengan menciptakan mukjizat bagi mereka

(Yang Maha Memelihara) berasal dari lafal haimana-yuhaiminu, dikatakan demikian apabila seseorang selalu mengawasi sesuatu. Makna yang dimaksud ialah,

Dia Maha Menyaksikan amal perbuatan hamba-hamba-Nya (Yang Maha Perkasa) yakni Yang Maha Kuat (Yang Maha Kuasa) untuk memaksa makhluk-Nya supaya menuruti apa yang dikehendaki-Nya

(Yang Maha Agung) dari semua sifat yang tidak layak bagi keagungan-Nya. (Maha Suci Allah) Dia memahasucikan Zat-Nya sendiri melalui ayat ini (dari apa yang mereka persekutukan) dengan-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 23 |

penjelasan ada di ayat 21

Surat Al-Hasyr |59:24|

هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ ۖ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

huwallohul-khooliqul-baari`ul-mushowwiru lahul-asmaaa`ul-ḥusnaa, yusabbiḥu lahuu maa fis-samaawaati wal-ardh, wa huwal-'aziizul-ḥakiim

Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Dia memiliki nama-nama yang indah. Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

He is Allah, the Creator, the Inventor, the Fashioner; to Him belong the best names. Whatever is in the heavens and earth is exalting Him. And He is the Exalted in Might, the Wise.

Tafsir
Jalalain

(Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan) makhluk-Nya dari tiada (Yang membentuk rupa, hanya kepunyaan-Nyalah asma-asma yang paling baik)

yang berjumlah sembilan puluh sembilan, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis. Lafal al-husna adalah bentuk muannats dari lafal al-ahsan.

(Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana) penafsirannya sebagaimana yang telah lalu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Hasyr | 59 : 24 |

penjelasan ada di ayat 21

Surat Al-Mumtahanah |60:1|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ ۙ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي ۚ تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ

yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa tattakhiżuu 'aduwwii wa 'aduwwakum auliyaaa`a tulquuna ilaihim bil-mawaddati wa qod kafaruu bimaa jaaa`akum minal-ḥaqq, yukhrijuunar-rosuula wa iyyaakum an tu`minuu billaahi robbikum, ing kuntum khorojtum jihaadan fii sabiilii wabtighooo`a mardhootii tusirruuna ilaihim bil-mawaddati wa ana a'lamu bimaaa akhfaitum wa maaa a'lantum, wa may yaf'al-hu mingkum fa qod dholla sawaaa`as-sabiil

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang disampaikan kepadamu. Mereka mengusir Rasul dan kamu sendiri karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang, dan Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sungguh, dia telah tersesat dari jalan yang lurus.

O you who have believed, do not take My enemies and your enemies as allies, extending to them affection while they have disbelieved in what came to you of the truth, having driven out the Prophet and yourselves [only] because you believe in Allah, your Lord. If you have come out for jihad in My cause and seeking means to My approval, [take them not as friends]. You confide to them affection, but I am most knowing of what you have concealed and what you have declared. And whoever does it among you has certainly strayed from the soundness of the way.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil musuh-Ku dan musuh kalian) yakni orang-orang kafir Mekah (menjadi teman-teman setia yang kalian sampaikan)

kalian beritakan (kepada mereka) tujuan Nabi saw. yang akan memerangi mereka; Nabi memerintahkan kepada kalian supaya merahasiakannya yaitu sewaktu perang Hunain

(karena rasa kasih sayang) di antara kalian dan mereka. Sehubungan dengan peristiwa ini Hathib bin Abu Balta'ah mengirimkan sepucuk surat kepada orang-orang musyrik,

karena Hathib mempunyai beberapa orang anak dan sanak famili yang musyrik. Akan tetapi Nabi saw. dapat mengambil surah itu dari tangan orang yang diutus olehnya, berkat pemberitahuan dari Allah kepada Nabi saw.

melalui wahyu-Nya. Lalu alasan dan permintaan maaf Hathib diterima oleh Nabi saw. (padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepada kalian)

yakni agama Islam dan Alquran (mereka mengusir Rasul dan mengusir kalian) dari Mekah setelah terlebih dahulu mereka mengganggu kalian supaya kalian keluar dari Mekah (karena kalian beriman)

disebabkan kalian beriman (kepada Allah, Rabb kalian. Jika kalian benar-benar keluar untuk berjihad) untuk melakukan jihad (pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku)

maka janganlah kalian mengambil mereka sebagai teman-teman setia. Jawab syarat ini disimpulkan dari pengertian ayat yang selanjutnya, yaitu:

(Kalian memberitahukan secara rahasia kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan.

Dan barang siapa di antara kalian yang melakukannya) yaitu memberitahukan berita-berita Nabi saw. kepada orang-orang musyrik secara rahasia (maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus)

artinya menyimpang dari jalan hidayah. Lafal as-sawaa menurut pengertian asalnya berarti tengah-tengah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mumtahanah | 60 : 1 |

Tafsir ayat 1-3

Tersebutlah bahwa penyebab turunnya permulaan surat yang mulia ini berkaitan dengan kisah yang dialami oleh Hatib ibnu Abu Balta'ah. Hatib adalah seorang lelaki dari kalangan Muhajirin dan juga termasuk ahli Badar (ikut dalam Perang Badar),

dia mempunyai anak-anak dan juga harta yang ditinggalkannya di Mekah. Dan dia sendiri bukan termasuk salah seorang dari kabilah Quraisy, melainkan dia hanyalah teman sepakta Usman. Ketika Rasulullah Saw.

bertekad akan menaklukkan kota Mekah, karena penduduk Mekah merusak perjanjian yang telah disepakati, maka Nabi Saw. memerintahkan kepada kaum muslim untuk membuat persiapan guna memerangi mereka, dan beliau Saw. berdoa: Ya Allah,

umumkanlah kepada mereka berita kami ini. Maka Hatib dengan sengaja menulis sepucuk surat ditujukan kepada orang-orang Quraisy melalui seorang wanita suruhannya. Tujuannya ialah untuk memberitahukan kepada penduduk Mekah

rencana yang akan dilakukan oleh Rasulullah Saw., yaitu memerangi mereka. Ia lakukan demikian itu agar dirinya mendapat jasa di kalangan mereka. Maka Allah memperlihatkan hal itu kepada Rasulullah Saw. sebagai ijabah dari doanya,

lalu beliau Saw. mengirimkan beberapa orang utusan untuk mengejar wanita tersebut, kemudian surat itu diambil dari tangan si wanita, sebagaimana yang disebutkan kisahnya dalam hadis berikut yang telah disepakati kesahihannya.


قال الإمام أحمد: حدثنا سفيان، عن عَمْرو، أَخْبَرَنِي حَسَن بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، أَخْبَرَنِي عُبَيد اللَّهِ بْنُ أَبِي رَافِعٍ -وَقَالَ مُرَّةُ: إِنَّ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي رَافِعٍ أَخْبَرَهُ: أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيًّا، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَالزُّبَيْرَ وَالْمِقْدَادَ، فَقَالَ: "انْطَلِقُوا حَتَّى تَأْتُوا رَوْضَةَ خَاخٍ، فَإِنَّ بِهَا ظَعِينة مَعَهَا كِتَابٌ، فَخُذُوهُ مِنْهَا". فَانْطَلَقْنَا تَعَادى بِنَا خَيْلُنَا حَتَّى أَتَيْنَا الرَّوْضَةَ، فَإِذَا نَحْنُ بِالظَّعِينَةِ، قُلْنَا: أَخْرِجِي الْكِتَابَ. قَالَتْ: مَا مَعِي كِتَابٌ. قُلْنَا: لَتُخْرِجِنَّ الْكِتَابَ أَوْ لنُلقين الثِّيَابَ. قَالَ: فَأَخْرَجَتِ الْكِتَابَ مِنْ عِقَاصها، فَأَخَذْنَا الْكِتَابَ فَأَتَيْنَا بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِذَا فِيهِ: من حاطب بن أبي بلتعة إِلَى نَاسٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ بِمَكَّةَ، يُخْبِرُهُمْ بِبَعْضِ أَمْرَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا حَاطِبُ، مَا هَذَا؟ ". قَالَ: لَا تَعْجَلْ عَلَيَّ، إِنِّي كُنْتُ امْرَأً مُلصَقًا فِي قُرَيْشٍ، وَلَمْ أَكُنْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ، وَكَانَ مَنْ مَعَكَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ لَهُمْ قَرَابَاتٌ يَحْمُونَ أَهْلِيهِمْ بِمَكَّةَ، فَأَحْبَبْتُ إِذْ فَاتَنِي ذَلِكَ مِنَ النَّسَبِ فِيهِمْ أَنْ أَتَّخِذَ فِيهِمْ يَدًا يَحْمُونَ بِهَا قَرَابَتِي، وَمَا فَعَلْتُ ذَلِكَ كُفْرًا وَلَا ارْتِدَادًا عَنْ ديني ولا رضى بِالْكُفْرِ بَعْدَ الْإِسْلَامِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّهُ صَدَقكم". فَقَالَ عُمَرُ: دَعْنِي أَضْرِبْ عُنُقَ هَذَا الْمُنَافِقِ. فَقَالَ: "إِنَّهُ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا، مَا يُدْرِيكَ لَعَلّ اللَّهَ اطَّلَعَ إِلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ: اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari pamannya, telah menceritakan kepadaku Hasan ibnu Muhammad ibnu Ali, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Rafi'. Murrah mengatakan,

sesungguhnya Ubaidillah ibnu Abu Rafi' menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Ali r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah mengutusnya bersama Az-Zubair dan Al-Miqdad seraya berpesan:

Berangkatlah kalian bertiga menuju ke kebun Khakh, karena sesungguhnya di situ kalian akan berjumpa dengan seorang wanita dalam perjalanan. Ia membawa surat, maka ambillah surat itu darinya.

Maka kami berangkat dengan memacu kuda kami hingga sampailah kami di kebun tersebut. Ternyata di kebun itu kami menjumpai seorang wanita yang sedang dalam perjalanannya. Maka kami perintahkan kepada wanita itu,

"Keluarkanlah surat itu!" Wanita itu berkilah, "Aku tidak membawa surat apa pun." Kami berkata mengancam, "Kamu harus serahkan kitab itu kepada kami atau kamu akan kami telanjangi."

Akhirnya wanita itu mengeluarkan surat tersebut dari gelung rambutnya, maka kami ambil kitab itu dan membawanya kepada Rasulullah Saw. Ternyata isi surat tersebut dari Hatib ibnu Abu Balta'ah,

ditujukan kepada sejumlah orang-orang musyrik di Mekah, memberitahukan kepada mereka rencana yang akan dilakukan oleh Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Hai Hatib, surat apakah ini?" Hatib menjawab,

"Jangan engkau tergesa-gesa mengambil keputusan terhadapku, sesungguhnya aku adalah seorang yang hidup mendompleng kepada orang-orang Quraisy, dan aku bukanlah seseorang dari kalangan mereka sedangkan di antara kaum Muhajirin

yang ada bersama engkau mempunyai kaum kerabat di Mekah yang dapat melindung, keluarganya yang tertinggal. Maka karena aku tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengan mereka,

aku bermaksud menggantinya dengan jasa kepada mereka. Dan tidaklah aku berbuat demikian karena kekafiran, bukan pula karena murtad dari agamaku, serta tidak pula rida dengan kekufuran sesudah aku masuk Islam." Maka Rasulullah Saw.

bersabda: Dia berkata sebenarnya kepada kalian. Umar tidak sabar, ia mengatakan, "Biarkanlah aku memenggal batang leher orang munafik ini." Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya dia telah ikut dalam Perang Badar, dan tahukah kamu,

barangkali Allah menengok ahli Badar, lalu berfirman kepada mereka, "Berbuatlah menurut apa yang kalian kehendaki, sesungguhnya Aku telah memberikan ampunan bagimu."

Hal yang sama telah diketengahkan oleh Jamaah kecuali Ibnu Majah, dari berbagai jalur melalui Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. Imam Bukhari di dalam Kitabul Magazi-nya menambahkan,

bahwa lalu turunlah firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh­Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia. (Al-Mumtahanah: 1)

Dan di dalam kitab tafsirnya ia mengatakan bahwa Amr berkata, bahwa lalu diturunkanlah ayat berikut berkenaan dengannya (Hatib), yaitu firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh­Ku

dan musuhmu menjadi teman-teman setia. (Al-Mumtahanah: 1) Imam Bukhari mengatakan bahwa ia tidak mengetahui apakah ayat ini termasuk bagian dari hadis ataukah Amr yang mengatakannya.

Imam Bukhari mengatakan bahwa Ali ibnul Madini telah menceritakan bahwa pernah ditanyakan kepada Sufyan tentang hal ini, yaitu tentang penurunan firman-Nya: /anganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.

(Al-Mumtahanah: 1) Maka Sufyan menjawab, "Memang demikianlah yang terdapat dalam hadis orang-orang yang aku hafal dari Amr, tanpa meninggalkan satu huruf pun darinya, dan tiada yang meriwayatkannya seperti ini selain diriku.

Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Husain ibnu Abdur Rahman, dari Sa'd ibnu Ubaidah, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Ali yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.

mengutusku bersama Abu Marsad dan Az-Zubair ibnul Awwam, kami bertiga berkuda. Nabi Saw. bersabda, "Berangkatlah kalian hingga sampai di kebun Khakh, karena sesungguhnya di dalam kebun itu terdapat seorang wanita dari kaum musyrik

membawa sebuah surat rahasia dari Hatib ibnu Abu Balta'ah ditujukan kepada orang-orang musyrik. Maka kami menjumpai wanita itu sedang berjalan dengan mengendarai untanya sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Rasulullah Saw.

Maka kami berkata kepadanya, "Di manakah surat itu?" Ia menjawab, "Aku tidak membawa surat apa pun." Lalu kami turunkan dia dan kami geledah dia, ternyata kami tidak menemukan surat tersebut. Kami berkata dalam diri kami,

bahwa mustahil Rasulullah Saw. dusta. Akhirnya kami berkata kepada wanita itu, "Kamu harus mengeluarkan surat itu atau kami telanjangi kamu." Ketika wanita itu melihat bahwa ancaman kami sungguhan,

ia membuka kain kembennya yang terhalang oleh kain kisa-nya, dan ia mengeluarkan surat itu. Kemudian kami bawa surat itu kepada Rasulullah Saw. Maka Umar berkata, "Wahai Rasulullah, dia telah berkhianat kepada Allah,

Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, maka biarkanlah aku memukul (memenggal) batang lehernya." Nabi Saw. menginterogasi Hatib, "Apakah yang mendorongmu berbuat demikian?" Hatib menjawab, "Demi Allah,

tiadalah diriku kecuali orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku bertujuan ingin mempunyai jasa di kalangan kaum itu guna untuk membela keluarga dan harta bendaku. Tiada seorang pun dari sahabatmu,

melainkan dia mempunyai kaum kerabat di sana yang melalui mereka Allah membela keluarga dan harta yang ditinggalkannya." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Dia benar, janganlah kalian berkata kepadanya kecuali yang baik."

Umar berkata, "Sesungguhnya dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukmin. Maka biarkanlah aku memenggal batang lehernya." Lalu Rasulullah Saw. bersabda: "Bukankah dia termasuk ahli Badar?” Rasul Saw. melanjutkan,

bahwa semoga Allah memperhatikan ahli Badar (dengan perhatian yang khusus), lalu berfirman, "Berbuatlah menurut kehendakmu, sesungguhnya Aku telah memastikan surga bagimu.” Atau, "Aku telah memberikan ampunan bagimu

.” Mendengar jawaban Rasulullah Saw., maka berlinanglah air mata Umar, lalu ia berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Demikianlah menurut lafaz Imam Bukhari di dalam Al-Magazi, yaitu Bab "Perang Badar."

Telah diriwayatkan melalui jalur lain dari Ali r.a. Untuk itu disebutkan oleh Ibnu Abu Hatim bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan Al-Hasanjani, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Ya'isy,

telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman Ar-Razi, dari Abu Sinan alias Sa'id ibnu Sinan, dari Amr ibnu Murrah Al-Hamli, dari Abu Ishaq Al-Buhturi At-Ta'i, dari Al-Haris, dari Ali yang mengatakan bahwa ketika Nabi Saw.

hendak menuju ke Mekah, beliau merahasiakan tujuannya ini kepada sebagian dari sahabatnya, yang antara lain ialah Hatib ibnu Abu Balta'ah. Sedangkan yang disebarkan ialah bahwa Nabi Saw. bertujuan ke Khaibar.

Maka Hatib berkirim surat kepada penduduk Mekah yang memberitakan bahwa Rasulullah Saw. hendak menyerang kalian. Maka Rasulullah Saw. diberi tahu (oleh Jibril a.s.), lalu beliau mengutusku dan Abu Marsad,

dan tiada seorang pun dari kami melainkan berkuda. Rasulullah Saw. berpesan kepada kami: Datanglah kamu ke kebun Khakh karena sesungguhnya kamu akan menjumpai padanya seorang wanita yang membawa surat (rahasia),

maka rebutlah surat itu darinya! Kami berangkat hingga kami melihatnya di tempat seperti yang disebutkan oleh Rasulullah Saw., lalu kami berkata kepadanya, "Keluarkanlah surat itu." Ia menjawab, "Kami tidak membawa surat apa pun."

Lalu kami letakkan barang-barangnya dan kami periksa semuanya, ternyata tidak kami jumpai pada barang-barang bawaannya. Lalu Abu Marsad berkata, "Barangkali surat itu ada bersamanya." Aku berkata,

"Memang Rasulullah tidak dusta dan tidak pernah berdusta kepada kami." Akhirnya kami katakan kepada wanita itu, "Keluarkanlah surat itu, atau kalau tidak kami akan menelanjangimu." Wanita itu berkata, "Tidakkah kamu takut kepada Allah,

bukankah kalian orang-orang muslim?" Kami berkata, "Kamu keluarkan surat itu atau kami telanjangi kamu." Amr ibnu Murrah menceritakan bahwa akhirnya wanita itu mengeluarkan surat tersebut dari kain kembennya.

Menurut Habib ibnu Abu Sabit, wanita itu mengeluarkan surat tersebut dari liang vaginanya, lalu kami datangkan surat itu kepada Rasulullah Saw., dan ternyata surat itu dari Hatib ibnu Abu Balta'ah. Maka berdirilah Umar dan mengatakan,

"Wahai Rasulullah, dia telah berkhianat terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka izinkanlah bagiku memukul batang lehernya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mudah-mudahan Allah memperhatikan ahli Badar dengan perhatian yang khusus

dan berfirman, "Berbuatlah menurut apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Aku Maha Melihat terhadap semua yang kamu kerjakan." Maka berlinanganlah air mata Umar dan berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui."

Lalu Rasulullah mengundang Hatib dan bertanya, "Hai Hatib, apakah yang mendorongmu berbuat seperti itu?" Hatib menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang yang mendompleng pada orang-orang Quraisy,

dan aku memiliki harta dan keluarga yang ada di kalangan mereka, sedangkan tiada seorang pun dari sahabatmu melainkan dia mempunyai orang yang membela harta dan keluarganya.

Maka aku menyampaikan informasi itu kepada mereka (agar keluarga dan hartaku yang ada di sana tidak diganggu). Demi Allah, wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya."

Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hatib benar, janganlah kamu berkata mengenai Hatib melainkan hanya kebaikan belaka. Habib ibnu Abu Sabit mengatakan bahwa lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman,

janganlah mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang. (Al-Mumtahanah: 1), hingga akhir ayat.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ibnu Humaid, dari Mahran, dari Abu Sinan berikut sanadnya yang semisal. Para pemilik kitab Magazi was Siyar telah mengetengahkan pula hal ini.

Untuk itu Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan di dalam kitab Sirah-nya, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair, dari Urwah ibnuz Zubair dan lain-lainnya, dari kalangan ulama kita, bahwa ketika Rasulullah Saw.

telah bertekad untuk berangkat menuju ke Mekah, maka Hatib ibnu Abu Balta'ah berkirim surat kepada orang-orang Quraisy, memberitakan kepada mereka tentang kebulatan tekad Rasulullah Saw. untuk berangkat menuju mereka.

Kemudian surat itu ia titipkan kepada seorang wanita, yang menurut Muhammad ibnu Ja'far diduga wanita itu berasal dari Muzayyanah, sedangkan selain dia menduganya bernama Sarah maula Bani Abdul Muttalib.

Kemudian Hatib memberinya hadiah sebagai imbalan menyampaikan surat tersebut kepada orang-orang Quraisy. Lalu wanita itu menyimpan surat tersebut di dalam gelungan rambutnya, lalu berangkat menuju ke Mekah.

Dan datanglah berita dari langit kepada Rasulullah Saw. yang menceritakan tentang apa yang dilakukan oleh Hatib itu. Maka beliau mengutus Ali ibnu AbuTalib dan Az-Zubair ibnul Awwam seraya berpesan kepada keduanya:

Kejarlah olehmu berdua seorang wanita yang membavsa surat Hatib ditujukan kepada orang-orang Ouraisyyang isinya memperingatkan mereka tentang apa yang telah kita sepakati terhadap urusan mereka.

Maka keduanya keluar hingga dapat mengejarnya di Hulaifah, yaitu tempatnya Bani Abu Ahmad. Lalu keduanya menurunkan wanita itu dari untanya dan memeriksa barang bawaannya, tetapi keduanya tidak menemukan surat tersebut.

Ali ibnu Abu Talib berkata kepada wanita itu, "Sesungguhnya aku bersumpah dengan nama Allah, bahwa Rasulullah tidak dusta dan beliau tidak pernah berdusta kepada kami. Sekarang kamu harus mengeluarkan surat itu; atau kalau tidak,

maka kami benar-benar akan membuka pakaianmu." Ketika wanita itu melihat bahwa ancaman Ali sungguhan, maka ia berkata, "Berpalinglah kamu." Maka Ali memalingkan mukanya, dan wanita itu membuka gelungan rambutnya

dan mengeluarkan surat tersebut darinya, selanjutnya surat itu ia serahkan kepada Ali. Kemudian Ali r.a. menyerahkan surat itu kepada Rasulullah Saw., lalu beliau Saw. memanggil Hatib dan bertanya kepadanya, "Hai Hatib,

apakah yang mendorongmu berbuat demikian?" Hatib menjawab, "Wahai Rasulullah, ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar beriman kep

ada Allah dan Rasul-Nya, aku tidak berubah dan tidak pula berganti (agama). Tetapi aku adalah seorang yang tidak memiliki famili dan kerabat di kalangan kaum Quraisy, sedangkan aku mempunyai anak-anak dan keluarga di kalangan mereka,

maka aku bermaksud membuat suatu jasa (budi) kepada mereka." Maka Umar berkata, "Wahai Rasulullah, biarkanlah aku menebas batang lehernya, karena sesungguhnya dia adalah seorang munafik." Rasulullah Saw. bersabda:

Tahukah kamu, hai Umar, barangkali Allah memberikan perhatian yang khusus kepada ahli Badar, lalu Dia berfirman, "Berbuatlah menurut apa yang kamu kehendaki, karena sesungguhnya Aku telah memberikan ampunan bagimu." Lalu Allah Swt.

menurunkan firman-Nya berkenaan dengan kisah Hatib ini, yaitu: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh­Ku dan musuhmu menjadi teman-teman sedayang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad),

karena rasa kasih sayang. (Al-Mumtahanah: 1) sampai dengan firman-Nya: Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang ada bersamanya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka,

"Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.

(Al-Mumtahanah: 4) hingga akhir kisah. Telah diriwayatkan pula oleh Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah hal yang semisal. Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan, bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan

dengan Hatib ibnu Abu Balta'ah, bahwa dia menyuruh Sarah maula Bani Hasyim untuk membawa suratnya, dan ia memberinya hadiah sepuluh dirham. Lalu Rasulullah Saw. mengirimkan Umar ibnul Khattab dan Ali ibnu Abu Talib untuk mengejarnya,

hingga keduanya dapat mengejarnya di Al-Juhfah. Kemudian selanjutnya sama dengan kisah di atas. Telah diriwayatkan pula dari As-Saddi hal yang mendekati kisah di atas. Dan hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Aufi,

dari Ibnu Abbas, Qatadah, dan Mujahid serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan kisah Hatib ibnu Abu Balta'ah. Firman Allah Swt.:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ}


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh­Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang;

padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu. (Al-Mumtahanah: 1) Yakni kaum musyrik dan orang-orang kafir yang selalu memerangi Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin.

Allah memerintahkan agar mereka dimusuhi dan diperangi serta melarang mengambil mereka menjadi kekasih, teman, dan orang-orang yang terdekat. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ}


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain.

Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (Al-Maidah: 51)

Ini mengandung ancaman yang keras dan peringatan yang pasti. Dan Allah Swt. telah berfirman pula dalam ayat yang lainnya:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ}


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu,

dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (Al-Maidah: 57)


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا}


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu). (An-Nisa: 144) Dan firman Allah Swt. lainnya yang menyebutkan:


{لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ}


Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri

dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. (Ali Imran: 28) Karena itulah maka Rasulullah Saw. menerima alasan dan permintaan maaf dari Hatib,

karena sesungguhnya dia melakukan hal itu semata-mata hanyalah sebagai sikap diplomasi dan basa-basinya terhadap orang-orang Quraisy, mengingat dia memiliki harta dan anak-anak di kalangan mereka.

Sehubungan dengan hal ini perlu diketengahkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:


حَدَّثَنَا مُصْعَبُ بْنُ سَلَّامٍ، حَدَّثَنَا الْأَجْلَحُ، عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي مُسْلِمٍ، عَنْ رِبْعَيِ بْنِ حِرَاشٍ، سَمِعْتُ حُذيفة يَقُولُ: ضَرَب لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْثَالًا وَاحِدًا وَثَلَاثَةً وَخَمْسَةً وَسَبْعَةً، وَتِسْعَةً، وَأَحَدَ عَشَرَ -قَالَ: فَضَرَبَ لَنَا مِنْهَا مَثَلًا وَتَرَكَ سَائِرَهَا، قَالَ: "إِنَّ قَوْمًا كَانُوا أَهْلَ ضَعْفٍ وَمَسْكَنَةٍ، قَاتَلَهُمْ أَهْلُ تَجَبُّرٍ وَعَدَاءٍ، فَأَظْهَرَ اللَّهُ أَهْلَ الضَّعْفِ عَلَيْهِمْ، فَعَمَدوا إِلَى عَدُوهم فَاسْتَعْمَلُوهُمْ وَسَلَّطُوهُمْ، فَأَسْخَطُوا اللَّهَ عَلَيْهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ"


telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnu Salam, telah menceritakan kepada kami Al-Ahlaj, dari Qais ibnu Abu Muslim, dari Rib'i ibnu Hirasy, bahwa ia pernah mendengar Huzaifah mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah menceritakan kepada kami berbagai tamsil (perumpamaan), sebanyak sekali, tiga kali, lima kali, tujuh kali, sembilan kali, dan sebelas kali. Lalu beliau Saw. membuatkan bagi kami sebuah tamsil saja darinya,

sedangkan yang lain ditinggalkannya. Beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya pernah ada suatu kaum yang lemah lagi miskin, mereka diperangi oleh orang-orang yang sewenang-wenang dan suka permusuhan,

kemudian Allah memenangkan orang-orang yang lemah atas mereka. Sesudah itu orang-orang yang tadinya lemah itu dengan sengaja berteman dengan musuh mereka dan menjadikan musuh mereka mempunyai jabatan dan kekuasaan

atas diri mereka. Maka Allah murka terhadap kaum yang lemah itu sampai hari mereka bersua dengan-Nya. Firman Allah Swt.:


{يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ}


mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu. (Al-Mumtahanah: 1) Alasan ini dan yang sebelumnya menggugah kaum mukmin untuk memusuhi mereka dan tidak boleh menjadikan mereka teman,

karena mereka telah mengusir Rasul dan para sahabatnya dari kalangan mereka, sebab mereka benci kepada ajaran tauhid dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah semata. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ}


karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. (Al-Mumtahanah: 1) Yakni kamu tidak mempunyai dosa terhadap mereka, melainkan hanya semata-mata karena kamu beriman kepada Allah, Tuhan semesta alam. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ. الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ}


Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (Al-Buruj: 8) Dan firman Allah Swt.:


{الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ}


(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, "Tuhan kami hanyalah Allah.” (Al-Hajj: 40) Adapun firman Allah Swt.:


{إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي}


Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku. (Al-Mumtahanah: 1) Yakni jika niatmu memang demikian, maka janganlah kamu mengambil mereka sebagai teman-teman dekatmu. Dengan kata lain,

dapat disebutkan bahwajika kamu benar keluar hanya untuk berjihad di jalan-Ku dan meraih rida-Ku kepada kalian, maka janganlah kalian berteman dengan musuh-musuh-Ku dan musuh-musuh kalian.

Sesungguhnya mereka telah mengusir kalian dari rumah dan harta benda kalian, karena benci dan tidak suka dengan agama kalian. Firman Allah Swt.:


{تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ}


Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. (Al-Mumtahanah: 1)

Yakni kamu lakukan hal itu, sedangkan Aku mengetahui semua rahasia dan apa yang terkandung di dalam hati serta apa yang dinyatakan.


{وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ إِنْ يَثْقَفُوكُمْ يَكُونُوا لَكُمْ أَعْدَاءً وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُمْ بِالسُّوءِ}


Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka

kepadamu dengan menyakiti (mu). (Al-Mumtahanah: 1-2) Maksudnya, seandainya mereka mempunyai kemampuan untuk mengalahkan kalian, tentulah mereka tidak segan-segan menyakiti kalian dengan ucapan dan tangan mereka.


{وَوَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ}


dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir. (Al-Mumtahanah: 2) Yaitu mereka sangat menginginkan agar kamu tidak memperoleh suatu kebaikan pun. Dengan kata lain, permusuhan mereka kepada kalian telah mendarah daging,

baik lahir maupun batinnya. Maka mengapa kalian berteman dengan orang-orang seperti mereka? Ini pun merupakan alasan lain yang menggugah hati kaum mukmin untuk memusuhi mereka. Firman Allah Swt.:


{لَنْ تَنْفَعَكُمْ أَرْحَامُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَفْصِلُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ}


Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-kali tiada bermanfaat bagimu pada hari kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Mumtahanah: 3)

Yakni kekerabatanmu tidak dapat memberikan manfaat kepadamu di sisi Allah. Apabila Allah menghendaki keburukan bagimu, dan pemberian manfaat mereka (kepadamu) tidak akan sampai kepadamu,

jika kamu membuat mereka puas terhadap apa yang dimurkai oleh Allah Swt. Dan barang siapa yang membiarkan keluarganya dalam kekafiran untuk memuaskan hati mereka, maka sesungguhnya dia kecewa, merugi,

dan lenyap amalnya; dan tiada bermanfaat baginya di sisi Allah hubungan kekerabatannya, siapapun dia adanya, sekalipun dia adalah orang yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan salah seorang nabi.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَيْنَ أَبِي؟ قَالَ: "فِي النَّارِ" فَلَمَّا (1) قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ: "إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Sabit ibnu Anas, bahwa seorang lelaki pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, di manakah ayahku?" Rasulullah Saw. menjawab,

"Di dalam neraka." Ketika lelaki itu pergi, beliau memanggilnya dan bersabda kepadanya, "Sesungguhnya ayahku (pun jika sama seperti ayahmu masuk neraka pula."Hadis riwayat Imam Muslim dan Imam Abu Daud melalui Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama.

Surat Al-Mumtahanah |60:2|

إِنْ يَثْقَفُوكُمْ يَكُونُوا لَكُمْ أَعْدَاءً وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُمْ بِالسُّوءِ وَوَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ

iy yaṡqofuukum yakuunuu lakum a'daaa`aw wa yabsuthuuu ilaikum aidiyahum wa alsinatahum bis-suuu`i wa wadduu lau takfuruun

Jika mereka menangkapmu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu lalu melepaskan tangan dan lidahnya kepadamu untuk menyakiti dan mereka ingin agar kamu (kembali) kafir.

If they gain dominance over you, they would be to you as enemies and extend against you their hands and their tongues with evil, and they wish you would disbelieve.

Tafsir
Jalalain

(Jika mereka menangkap kalian) yakni berhasil menahan kalian (niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagi kalian dan melepaskan tangan mereka kepada kalian)

maksudnya membunuh dan memukuli kalian (dan lisan mereka mengeluarkan kata-kata yang kotor) yakni mencaci maki kalian (dan mereka ingin) mengharapkan (supaya kalian kafir kembali).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mumtahanah | 60 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Mumtahanah |60:3|

لَنْ تَنْفَعَكُمْ أَرْحَامُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ ۚ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَفْصِلُ بَيْنَكُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

lan tanfa'akum ar-ḥaamukum wa laaa aulaadukum, yaumal-qiyaamati yafshilu bainakum, wallohu bimaa ta'maluuna bashiir

Kaum kerabatmu dan anak-anakmu tidak akan bermanfaat bagimu pada hari Kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Never will your relatives or your children benefit you; the Day of Resurrection He will judge between you. And Allah, of what you do, is Seeing.

Tafsir
Jalalain

(Tidak akan bermanfaat bagi kalian karib kerabat kalian) famili-famili kalian (dan anak-anak kalian) yang musyrik, karena kalian memberitahukan berita-berita Nabi secara rahasia kepada mereka;

mereka semuanya sekali-kali tiada bermanfaat bagi diri kalian untuk menolak azab di hari akhirat (pada hari kiamat Dia akan memisahkan) dapat dibaca yafshilu dan yufshalu

(antara kalian) dan antara mereka; karena kalian berada di dalam surga, sedangkan mereka bersama-sama dengan orang-orang kafir di dalam neraka. (Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mumtahanah | 60 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Mumtahanah |60:4|

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ۖ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

qod kaanat lakum uswatun ḥasanatun fiii ibroohiima wallażiina ma'ah, iż qooluu liqoumihim innaa buro`aaa`u mingkum wa mimmaa ta'buduuna min duunillaahi kafarnaa bikum wa badaa bainanaa wa bainakumul-'adaawatu wal-baghdhooo`u abadan ḥattaa tu`minuu billaahi waḥdahuuu illaa qoula ibroohiima li`abiihi la`astaghfironna laka wa maaa amliku laka minallohi min syaii`, robbanaa 'alaika tawakkalnaa wa ilaika anabnaa wa ilaikal-mashiir

Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja," kecuali perkataan Ibrahim kepada ayahnya, "Sungguh, aku akan memohonkan ampunan bagimu, namun aku sama sekali tidak dapat menolak (siksaan) Allah terhadapmu." (Ibrahim berkata), "Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami bertawakal dan hanya kepada Engkau kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali,

There has already been for you an excellent pattern in Abraham and those with him, when they said to their people, "Indeed, we are disassociated from you and from whatever you worship other than Allah. We have denied you, and there has appeared between us and you animosity and hatred forever until you believe in Allah alone" except for the saying of Abraham to his father, "I will surely ask forgiveness for you, but I have not [power to do] for you anything against Allah. Our Lord, upon You we have relied, and to You we have returned, and to You is the destination.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya telah ada suri teladan bagi kalian) lafal uswatun dapat pula dibaca iswatun, artinya teladan atau panutan (yang baik pada Ibrahim) yakni pada diri Nabi Ibrahim,

baik perkataan maupun perbuatannya (dan pada orang-orang yang bersama dia) dari kalangan orang-orang yang beriman (ketika mereka berkata kepada kaum mereka, "Sesungguhnya kami berlepas diri)

lafal bura-aa-u adalah bentuk jamak dari lafal barii'un, wazannya sama dengan lafal zharifun yang jamaknya zhurafaa'u (dari kalian apa yang kalian sembah selain Allah, kami ingkar kepada kekafiran kalian)

kami membenci kekafiran kalian (dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya) lafal wal baghdhaa'u abadan dapat dibaca secara tahqiq dan dapat pula dibaca secara tashil,

yakni mengganti huruf hamzah yang kedua menjadi wau (sampai kalian beriman kepada Allah semata." Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu) perkataan ini merupakan perkataan yang dikecualikan daripada pengertian suri teladan tadi. Maka sekali-kali kalian tidak boleh mengucapkan kata penyesalan seperti itu, seumpamanya kalian memohonkan ampunan buat orang-orang kafir. Dan juga perkataan Nabi Ibrahim berikut ini (dan aku tiada dapat melindungimu dari Allah) dari siksaan dan pahala-Nya (barang sedikit pun.") Nabi Ibrahim mengungkapkan kata-kata ini sebagai kiasan, bahwasanya dia tidak memiliki buatnya selain dari memohonkan ampun. Perkataan ini pun termasuk di antara hal yang dikecualikan untuk tidak boleh diikuti, karena sekalipun pengertian lahiriahnya sebagai ungkapan penyesalan, akan tetapi maksudnya berkaitan dengan pengertian kalimat yang pertama. Pengertian lahiriah kalimat yang kedua ini sama dengan pengertian yang terkandung di dalam firman Allah swt., " Katakanlah! 'Maka siapakah gerangan yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudaratan bagi kamu.'" (Q.S. Al-Fath 11)

Permohonan ampun Nabi Ibrahim buat bapaknya ini sebelum jelas bagi Nabi Ibrahim, bahwa bapaknya itu adalah benar-benar musuh Allah,

sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam surah Al-Bara'ah atau surah At-Taubah. ("Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertobat

\ dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.") Kalimat ini termasuk doa yang selalu diucapkan oleh Al-Khalil atau Nabi Ibrahim dan orang-orang beriman yang bersamanya; yakni, mereka mengucapkan kata-kata tersebut.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mumtahanah | 60 : 4 |

Tafsir ayat 4-6

Allah Swt. berfirman kepada hamba-hamba-Nya yang beriman yang telah Dia perintahkan agar mereka memusuhi orang-orang kafir, memerangi mereka, menjauhi mereka, dan berlepas diri dari mereka.


{قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ}


Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya. (Al-Mumtahanah: 4) Yakni para pengikutnya yang beriman kepadanya.


{إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ}


ketika mereka berkata kepada kaum mereka, "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu.” (Al-Mumtahanah: 4) Maksudnya, kami adalah orang-orang yang berlepas diri dari kalian.


{وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ}


dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu. (Al-Mumtahanah: 4) Yaitu kami ingkari agama dan cara kalian.


{وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا}


dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya. (Al-Mumtahanah: 4) Artinya, telah diperintahkan adanya permusuhan dan kebencian mulai dari sekarang antara kami dan kalian,

selama kalian masih tetap dalam kekafiran kalian. Maka selamanya kami berlepas diri dari kalian dan benci kepada kalian.


{حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ}


sampai kamu beriman kepada Allah saja. (Al-Mumtahanah: 4) Yakni sampai kamu mengesakan Allah dan menyembah-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya; dan kalian tinggalkan semua berhala dan sekutu yang kamu sembah selain Dia. Firman Allah Swt.:


{إِلا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ لأسْتَغْفِرَنَّ لَكَ}


Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu.” (Al-Mumtahanah: 4) Yaitu bagi kamu terdapat suri teladan yang baik pada Ibrahim dan kaumnya yang dapat kalian ikuti,

kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya. Karena sesungguhnya hal itu hanyalah semata-mata karena Ibrahim telah berjanji kepada bapaknya akan memohonkan ampunan baginya kepada Allah. Tetapi setelah jelas bagi Ibrahim bahwa

bapaknya adalah musuh Allah, maka berlepas dirilah ia dari perbuatan bapaknya. Demikian itu karena pada asal mulanya ada sebagian kaum mukmin yang mendoakan bagi bapak-bapak mereka yang telah mati dalam kemusyrikannya.

Dalam doanya itu mereka memohonkan ampunan bagi bapak-bapak mereka, dengan alasan bahwa Nabi Ibrahim pun pernah memohonkan ampunan bagi bapaknya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:


{مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ}


Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman meminta­kan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya

orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu.

Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (At-Taubah: 113-114) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ}


Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya ketika mereka berkata kepada kaum mereka, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu.'' (Al-Mumtahanah: 4) sampai dengan firman-Nya:


{إِلا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ لأسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ}


Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah.” (Al-Mumtahanah: 4)

Yakni dalam hal ini tiada suri teladan bagi kamu, yaitu memohonkan ampunan bagi orang-orang musyrik. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan,

dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Kemudian Allah Swt. menceritakan tentang perkataan Ibrahim dan orang-orang yang bersama dia saat mereka memisahkan diri dari kaumnya dan berlepas diri dari mereka,

lalu mereka berlindung kepada Allah dan memohon kepada-Nya dengan penuh rendah diri. Sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:


{رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ}


Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. (Al-Mumtahanah: 4)

Yakni Kami bertawakal kepada Engkau dalam semua urusan kami, dan kami serahkan kepada Engkau semua urusan kami dan kami berserah diri kepada Engkau dalam semua urusan kami.


{وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ}


dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. (Al-Mumtahanah: 4) Maksudnya, dikembalikan kelak di negeri akhirat.


{رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا}


Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. (Al-Mumtahanah: 5) Mujahid mengatakan bahwa makna ayat ialah janganlah Engkau menyiksa kami melalui tangan mereka,

jangan pula dengan siksaan dari sisi Engkau. Karena pada akhirnya mereka (orang-orang kafir) akan mengatakan, "Seandainya kami berada dalam kebenaran, tentulah kami tidak akan tertimpa siksaan itu."

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak. Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah Engkau biarkan mereka menang atas kami, karena akibatnya mereka akan memfitnah kami,

dan mereka akan berpandangan bahwa sesungguhnya diri mereka menang atas kami hanyalah karena mereka berada dalam kebenaran. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Lain halnya menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah Engkau menjadikan mereka berkuasa atas kami, akibatnya mereka akan memfitnah kami. Firman Allah Swt.:


{وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}


Dan ampunilah kami, ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, hanya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Mumtahanah: 5) Yakni tutupilah dosa-dosa kami dari selain Engkau dan maafkanlah dosa yang antara kami dan Engkau.


{إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ}


Sesungguhnya Engkau, hanya Engkaulah Yang Mahaperkasa. (Al-Mumtahanah: 5) Yaitu yang tidak merasa kecewa orang yang berlindung ke dalam naungan-Mu.


{الْحَكِيم}


lagi Mahabijaksana. (Al-Mumtahanah: 5) dalam semua ucapan, perbuatan, syariat, dan takdir-Nya. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ}


Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. (Al-Mumtahanah: 6)

Mengukuhkan yang sebelumnya dan juga yang dikecualikan dari yang sebelumnya karena teladan yang dikukuhkan di sini adalah sama dengan yang pertama. Dan firman-Nya:


{لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ}


(yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. (Al-Mumtahanah: 6) Hal ini menggugah hati setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian untuk meraih hal tersebut.


{وَمَنْ يَتَوَلَّ}


Dan barang siapa yang berpaling. (Al-Mumtahanah: 6) Yakni dari apa yang diperintahkan oleh Allah.


{فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ}


maka sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji. (Al-Mumtahanah: 6) Semakna dengan firman-Nya:


{إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ}


Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah), maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (Ibrahim: 8) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,

bahwa al-gani artinya Yang Maha Sempurna kekayaan-Nya, Dialah Allah. Sifat ini tidaklah layak kecuali hanya bagi-Nya, tiada yang menyaingi-Nya dan tiada sesuatu pun yang semisal dengan Dia, Mahasuci Allah Yang Maha Esa,

Maha Mengalahkan, Maha Terpuji, lagi Yang dipuji oleh semua makhluk-Nya, yakni Dia terpuji dalam semua ucapan dan perbuatan-Nya, tiada Tuhan selain Dia dan tiada Rabb selain Dia.