Juz 28
Surat Al-Mumtahanah |60:5|
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
robbanaa laa taj'alnaa fitnatal lillażiina kafaruu waghfir lanaa robbanaa, innaka antal-'aziizul-ḥakiim
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami, ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana."
Our Lord, make us not [objects of] torment for the disbelievers and forgive us, our Lord. Indeed, it is You who is the Exalted in Might, the Wise."
("Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi orang-orang kafir) maksudnya janganlah Engkau menjadikan mereka menang atas kami, sehingga nanti mereka menduga,
bahwa mereka berada dalam jalan yang benar, lalu karena itu mereka terfitnah, yakni akal mereka ditujukan untuk mempengaruhi kami. (Dan ampunilah kami Ya Rabb kami.
Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.") Maha Perkasa di dalam kerajaan-Mu lagi Maha Bijaksana perbuatan-Mu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mumtahanah | 60 : 5 |
penjelasan ada di ayat 4
Surat Al-Mumtahanah |60:6|
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
laqod kaana lakum fiihim uswatun ḥasanatul limang kaana yarjulloha wal-yaumal-aakhir, wa may yatawalla fa innalloha huwal-ghoniyyul-ḥamiid
Sungguh, pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) terdapat suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari Kemudian, dan barang siapa berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Kaya, Maha Terpuji.
There has certainly been for you in them an excellent pattern for anyone whose hope is in Allah and the Last Day. And whoever turns away - then indeed, Allah is the Free of need, the Praiseworthy.
(Sesungguhnya telah ada bagi kalian) hai umat Muhammad, menjadi jawab qasam yang keberadaannya diperkirakan (teladan yang baik pada mereka itu,
yaitu bagi orang yang mengharap pahala Allah dan hari akhirat) yakni bagi orang yang takut kepada keduanya; atau bagi orang yang menduga bahwa dirinya akan mendapat pahala dan selamat dari siksa.
(Dan barang siapa yang berpaling) seumpamanya dia mengambil orang-orang kafir sebagai teman setia (maka sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Kaya)
yakni tidak membutuhkan makhluk-Nya (lagi Maha terpuji) di kalangan orang-orang yang taat kepada-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mumtahanah | 60 : 6 |
penjelasan ada di ayat 4
Surat Al-Mumtahanah |60:7|
عَسَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُمْ مِنْهُمْ مَوَدَّةً ۚ وَاللَّهُ قَدِيرٌ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
'asallohu ay yaj'ala bainakum wa bainallażiina 'aadaitum min-hum mawaddah, wallohu qodiirun, wallohu ghofuurur roḥiim
Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang di antara kamu dengan orang-orang yang pernah kamu musuhi di antara mereka. Allah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Perhaps Allah will put, between you and those to whom you have been enemies among them, affection. And Allah is competent, and Allah is Forgiving and Merciful.
(Mudah-mudahan Allah menimbulkan antara kalian dengan orang-orang yang kalian musuhi di antara mereka) yakni di antara orang-orang kafir Mekah, demi taat kepada perintah Allah swt.
(kasih sayang) seumpamanya karena Allah memberikan petunjuk kepada mereka untuk beriman, karenanya mereka lalu menjadi teman-teman setia kalian. (Dan Allah adalah Maha Kuasa)
untuk melakukan hal tersebut, dan ternyata Allah swt. melakukan hal tersebut sesudah penaklukan kota Mekah. (Dan Allah Maha Pengampun)
kepada mereka atas kesalahan-kesalahan mereka di masa lalu sebelum mereka masuk Islam (lagi Maha Penyayang) terhadap mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mumtahanah | 60 : 7 |
Tafsir ayat 7-9
Allah Swt. berfirman kepada hamba-hamba-Nya yang beriman sesudah memerintahkan mereka agar memusuhi orang-orang kafir.
{عَسَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُمْ مِنْهُمْ مَوَدَّةً}
Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. (Al-Mumtahanah: 7) Yakni rasa kasih sayang sesudah kebencian, dan rasa simpati sesudah antipati, dan kerukunan sesudah berpecah belah.
{وَاللَّهُ قَدِيرٌ}
Dan Allah adalah Mahakuasa. (Al-Mumtahanah: 7) Yakni atas semua yang dikehendaki-Nya seperti menyatukan di antara berbagai hal yang bertentangan, berbeda, dan bertolak belakang.
Maka Dia menjadikan hati mereka menjadi rukun sesudah permusuhan dan kekerasan, sehingga jadilah mereka bersatu dan hidup dengan rukun, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya mengenai anugerah yang telah diberikan-Nya
kepada orang-orang Ansar:
{وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا} الْآيَةَ
dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara;
dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. (Ali Imran: 103), hingga akhir ayat. Hal yang sama dikatakan oleh Nabi Saw. melalui sabdanya:
"أَلَمْ أجِدْكُم ضُلالا فَهَدَاكُمُ اللَّهُ بِي، وَكُنْتُمْ مُتَفَرِّقِينَ فألَّفَكُم اللَّهُ بِي؟ "
Bukankah aku menjumpai kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah memberi kalian petunjuk dengan melaluiku, dan dahulu kalian dalam keadaan berpecah belah, lalu Allah merukunkan kalian dengan melaluiku? Dan firman Allah Swt.:
{هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ}
Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin, dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi,
niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Anfal: 62-63) Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"أحبِبْ حَبيبَكَ هَوْنًا مَا، فَعَسَى أَنْ يكونَ بَغيضَكَ يَوْمًا مَا. وأبغِض بغيضَك هَوْنًا مَا، فَعَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْمًا مَا"
Cintailah kekasihmu sedang-sedang saja, karena barangkali dia akan menjadi musuhmu di suatu hari. Dan bencilah musuhmu biasa-biasa saja karena barangkali di suatu hari dia akan menjadi kekasihmu. Seorang penyair telah mengatakan dalam suatu bait syairnya:
وَقَد يجمعُ اللهُ الشَّتِيتَيْنِ بَعْدَ مَا ... يَظُنان كُل الظَّنِّ أَلَّا تَلاقَيا ...
Dan adakalanya Allah menyatukan di antara dua belah pihak, sesudah keduanya mengira dengan dugaan yang kuat bahwa keduanya tidak akan bertemu. Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mumtahanah: 7) Yaitu mengampuni kekufuran orang-orang yang kafir bilamana mereka bertobat dari kekafirannya, lalu kembali ke jalan Allah dan berserah diri kepada-Nya,
dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada semua orang yang bertobat kepada-Nya dari dosa apa pun. Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Sufyan
alias Sakhr ibnu Harb, karena sesungguhnya Rasulullah Saw. mengawini putrinya, maka hal inilah yang menjadi penyebab terjalinnya kasih sayang antara Abu Sufyan dan beliau Saw.
Tetapi pendapat yang dikemukakan oleh Muqatil ini masih perlu diteliti, mengingat Rasulullah Saw. mengawini Ummu Habibah binti Abu Sufyan sebelum penaklukan kota Mekah,
sedangkan Abu Sufyan baru masuk Islam hanyalah sesudah malam penaklukan Mekah, tanpa ada seorang ulama pun yang memperselisihkannya. Pendapat yang lebih baik adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim yang mengatakan
bahwa telah membacakan kepadaku Muhammad ibnu Aziz, telah menceritakan kepadaku Salamah, telah menceritakan kepadaku Aqil, telah menceritakan kepadaku Ibnu Syihab, bahwa Rasulullah Saw.
mengangkat Abu Sufyan alias Sakhr ibnu Harb sebagai 'amil untuk sebagian negeri Yaman. Ketika Rasulullah Saw. wafat, ia datang, dan di tengah jalan bersua dengan Zul Khimar yang murtad. Maka Abu Sufyan memeranginya,
dan dia adalah seorang yang mula-mula berperang melawan orang-orang yang murtad dan berjihad membela agama Islam. Ibnu Syihab mengatakan bahwa Abu Sufyan termasuk orang yang berkenaan dengan turunnya firman Allah Swt.
yang mengatakan: Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. (Al-Mumtahanah: 7), hingga akhir ayat. Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Ibnu Abbas,
bahwa Abu Sufyan pernah berkata, "Wahai Rasulullah, berikanlah kepadaku tiga perkara." Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Abu Sufyan berkata, "Perintahkanlah kepadaku untuk memerangi orang-orang kafir,
sebagaimana aku dahulu memerangi kaum muslim." Nabi Saw. menjawab, "Ya." Abu Sufyan berkata, "Kumohon engkau jadikan Mu'awiyah sebagai juru tulismu." Nabi Saw. menjawab, "Ya." Abu Sufyan berkata,
"Aku mempunyai anak perempuan yang merupakan wanita Arab yang paling cantik dan paling baik, yaitu Ummu Habibah binti Abu Sufyan. Sekarang kunikahkan engkau dengannya," hingga akhir hadis. Firman Allah Swt.:
{لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ}
Allah tiada melarang kamu terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. (Al-Mumtahanah: 8) Yakni mereka tidak membantu (orang-orang) untuk memerangi dan mengusirmu.
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa Allah tidak melarang kamu menjalin hubungan baik dengan orang-orang kafir yang tidak memerangimu karena agama, seperti kaum wanita dan orang-orang lemah dari mereka.
{أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}
untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Al-Mumtahanah: 8)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ الْمُنْذِرِ، عَنْ أَسْمَاءَ -هِيَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا-قَالَتْ: قَدَمت أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ قُرَيْشٍ إِذْ عَاهَدُوا، فأتيتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمِّي قَدِمَتْ وَهِيَ رَاغِبَةٌ، أَفَأَصِلُهَا؟ قَالَ: "نَعَمْ، صِلِي أُمَّكَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari Fatimah bintil Munzir, dari Asma binti Abu Bakar r.a. yang menceritakan, "Ibuku datang,
sedangkan dia masih dalam keadaan musyrik di masa terjadinya perjanjian perdamaian dengan orang-orang Quraisy. Maka aku datang kepada Nabi Saw. dan bertanya, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku datang,
ingin berhubungan dengan diriku, bolehkah aku berhubungan dengannya?' Nabi Saw. bersabda, "Ya, bersilaturahmilah kepada ibumu'." Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan pula hadis ini.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Arim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnuSabit, telah menceritakan kepada kami Amir ibnu Abdullah ibnuz Zubair,
dari ayahnya yang mengatakan bahwa Qatilah datang menemui anak perempuannya (yaitu Asma binti Abu Bakar) dengan membawa hadiah-hadiah berupa keju, obat penyamak kulit, dan minyak samin,
sedangkan ibunya masih dalam keadaan musyrik. Maka Asma pada mulanya menolak menerima kedatangan ibunya, dan masuk ke dalam rumahnya, lalu bertanya kepada Aisyah r.a. Maka Allah menurunkan firman-Nya:
Allah tiada melarangmu terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama. (Al-Mumtahanah: 8), hingga akhit ayat. Maka Nabi Saw. memerintahkan kepada Asma agar menerima hadiah ibunya itu dan mempersilakan ibunya masuk
ke dalam rumahnya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui hadis Mus'ab Ibnu Sabit dengan sanad yang sama. Menurut riwayat lain, Imam Ahmad dan Ibnu Jarir,
disebutkan bahwa ibu Asma bernama Qatilah binti Abdul Uzza ibnu Sa'd ibnu Bani Malik ibnu Hasal. Ibnu Abu Hatim menambahkan pula bahwa hal itu terjadi di masa gencatan senjata antara orang-orang Quraisy dan Rasulullah Saw.
Abu Bakar alias Ahmad ibnu Amr ibnu Abdul Khaliq Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah,
telah menceritakan kepada kami Abu Qatadah Al-Adawi, dari keponakan Az-Zuhri, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah dan Asma, bahwa keduanya pernah menceritakan, "Ibu kami datang kepada kami ke Madinah,
sedangkan dia masih dalam keadaan musyrik di masa gencatan senjata yang ada antara Rasulullah Saw. dan orang-orang Quraisy. Maka kami bertanya, 'Wahai Rasulullah sesungguhnya ibu kami datang ke Madinah untuk menemui kami,
bolehkah kami menghubungkan silaturahmi dengannya?' Rasulullah Saw. menjawab, 'Ya, bersilaturahmilah kamu berdua kepadanya'." Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa hadis ini kami tidak mengenalnya diriwayatkan dari Az-Zuhri,
dari Urwah, dari Aisyah kecuali hanya melalui jalur ini. Menurut hemat kami, hadis ini munkar dengan teks yang berbunyi demikian, karena sesungguhnya ibu Siti Aisyah adalah Ummu Ruman, ia seorang muslimah dan ikut berhijrah.
Sedangkan ibunya Asma adalah lainnya, sebagaimana yang disebutkan namanya dalam hadis-hadis sebelumnya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Al-Mumtahanah: 8) Tafsir ayat ini telah disebutkan di dalam surat Al-Hujurat. Dan sehubungan dengan hal ini kami ketengahkan sebuah hadis sahih yang menyebutkan:
"الْمُقْسِطُونَ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الْعَرْشِ، الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ، وَأَهَالِيهِمْ، وَمَا وَلُوا"
Orang-orang yang berlaku adil (kelak) berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya berada di sebelah kanan 'Arasy; (yaitu) orang orang yang berlaku adil dalam keputusan hukum mereka, berlaku adil terhadap keluarga dan apa yang dikuasakan kepada mereka. Firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ}
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. (Al-Mumtahanah: 9)
Yakni sesungguhnya Allah hanya melarang kamu berhubungan dengan mereka yang memusuhimu dan memerangimu serta mengusirmu dan orang-orang yang membantu mereka mengusirmu. Allah Swt.
melarang kamu berteman dengan mereka dan memerintahkan kepada kamu untuk memusuhi mereka. Kemudian Allah Swt. menguatkan ancamannya bagi orang yang tetap mau berteman dengan mereka melalui firman-Nya:
{وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ}
Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al-Mumtahanah: 9) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebagian mereka adalah pemimpin sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin,
maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 51)
Surat Al-Mumtahanah |60:8|
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
laa yan-haakumullohu 'anillażiina lam yuqootiluukum fid-diini wa lam yukhrijuukum min diyaarikum an tabarruuhum wa tuqsithuuu ilaihim, innalloha yuḥibbul-muqsithiin
Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
Allah does not forbid you from those who do not fight you because of religion and do not expel you from your homes - from being righteous toward them and acting justly toward them. Indeed, Allah loves those who act justly.
(Allah tiada melarang kalian terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian) dari kalangan orang-orang kafir (karena agama dan tidak mengusir kalian dari negeri kalian untuk berbuat baik kepada mereka)
lafal an tabarruuhum menjadi badal isytimal dari lafal alladziina (dan berlaku adil) yaitu melakukan peradilan (terhadap mereka) dengan secara adil.
Ayat ini diturunkan sebelum ada perintah untuk berjihad melawan mereka. (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil) yang berlaku adil.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mumtahanah | 60 : 8 |
penjelasan ada di ayat 7
Surat Al-Mumtahanah |60:9|
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
innamaa yan-haakumullohu 'anillażiina qootaluukum fid-diini wa akhrojuukum min diyaarikum wa zhooharuu 'alaaa ikhroojikum an tawallauhum, wa may yatawallahum fa ulaaa`ika humuzh-zhoolimuun
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang yang zalim.
Allah only forbids you from those who fight you because of religion and expel you from your homes and aid in your expulsion - [forbids] that you make allies of them. And whoever makes allies of them, then it is those who are the wrongdoers.
(Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian terhadap orang-orang yang memerangi kalian karena agama dan mengusir kalian dari negeri kalian dan membantu)
yakni menolong orang lain (untuk mengusir kalian untuk menjadikan mereka sebagai kawan kalian) lafal An Tawallauhum menjadi Badal Isytimal dari lafal Al Ladzina,
yakni Dia melarang kalian untuk menjadikan mereka sebagai teman-teman setia kalian. (Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang lalim).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mumtahanah | 60 : 9 |
penjelasan ada di ayat 7
Surat Al-Mumtahanah |60:10|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ ۖ وَآتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۚ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنْفَقُوا ۚ ذَٰلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ ۖ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
yaaa ayyuhallażiina aamanuuu iżaa jaaa`akumul-mu`minaatu muhaajirootin famtaḥinuuhunn, allohu a'lamu bi`iimaanihinna fa in 'alimtumuuhunna mu`minaatin fa laa tarji'uuhunna ilal-kuffaar, laa hunna ḥillul lahum wa laa hum yaḥilluuna lahunn, wa aatuuhum maaa anfaquu, wa laa junaaḥa 'alaikum an tangkiḥuuhunna iżaaa aataitumuuhunna ujuurohunn, wa laa tumsikuu bi'ishomil-kawaafiri was`aluu maaa anfaqtum walyas`aluu maaa anfaquu, żaalikum ḥukmulloh, yaḥkumu bainakum, wallohu 'aliimun ḥakiim
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayarkan kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir, dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan, dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayarkan (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.
O you who have believed, when the believing women come to you as emigrants, examine them. Allah is most knowing as to their faith. And if you know them to be believers, then do not return them to the disbelievers; they are not lawful [wives] for them, nor are they lawful [husbands] for them. But give the disbelievers what they have spent. And there is no blame upon you if you marry them when you have given them their due compensation. And hold not to marriage bonds with disbelieving women, but ask for what you have spent and let them ask for what they have spent. That is the judgement of Allah; He judges between you. And Allah is Knowing and Wise.
(Hai orang-orang yang beriman, apabila datang kepada kalian perempuan-perempuan yang beriman) secara lisannya (untuk berhijrah) dari orang-orang kafir sesudah kalian mengadakan perjanjian perdamaian
dengan orang-orang kafir dalam perjanjian Hudaibiah, yaitu bahwa barang siapa yang datang kepada orang-orang mukmin dari kalangan mereka, maka orang itu harus dikembalikan lagi kepada mereka
(maka hendaklah kalian uji mereka) melalui sumpah, yaitu bahwa sesungguhnya mereka sekali-kali tidak keluar meninggalkan kampung halamannya melainkan karena senang kepada Islam,
bukan karena benci terhadap suami mereka yang kafir, dan bukan pula karena mencintai orang-orang lelaki dari kalangan kaum muslimin. Demikianlah isi sumpah yang dilakukan oleh Nabi saw.
kepada perempuan-perempuan itu (Allah telah mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kalian telah mengetahui, bahwa mereka) yakni kalian menduga melalui sumpah yang telah mereka ucapkan,
bahwa mereka (benar-benar beriman maka janganlah kalian kembalikan mereka) janganlah kalian mengembalikan mereka (kepada orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu
tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada mereka) yakni kembalikanlah kepada orang-orang kafir yang menjadi suami mereka (mahar yang telah mereka bayar) kepada perempuan-perempuan mukmin itu.
(Dan tiada dosa atas kalian mengawini mereka) dengan syarat (apabila kalian bayar kepada mereka maharnya) maskawinnya. (Dan janganlah kalian tetap berpegang) dapat dibaca tumsikuu,
dan tumassikuu yakni dengan memakai tasydid dan tanpa tasydid (pada tali perkawinan dengan perempuan-perempuan kafir) yakni istri-istri kalian yang kafir, karena keislaman kalian telah memutuskannya
dari kalian berikut syarat-syaratnya. Atau perempuan-perempuan yang menyusul atau mengikuti orang-orang musyrik dalam keadaan murtad, karena kemurtadannya telah memutuskan tali perkawinan mereka dengan kalian,
berikut syarat-syaratnya (dan hendaklah kalian minta) hendaklah kalian tuntut (apa yang telah kalian nafkahkan) kepada mereka yaitu mahar-mahar yang telah kalian bayar kepada mereka,
berupa pengembalian dari orang-orang kafir yang mengawini mereka (dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar) kepada perempuan-perempuan yang ikut berhijrah,
sebagaimana penjelasan yang telah lalu yaitu bahwasanya kaum musliminlah yang membayarkannya. (Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kalian)
untuk kalian laksanakan. (Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mumtahanah | 60 : 10 |
Tafsir ayat 10-11
Dalam surat Al-Fath yang lalu telah disebutkan mengenai gencatan senjata Hudaibiyah yang telah ditandatangani oleh Rasulullah Saw. dan orang-orang kafir Quraisy. Di dalam perjanjian tersebut tertuangkan naskah berikut,
yang antara lain tidak boleh datang kepada engkau seseorang dari kalangan kami walaupun dia seagama dengan engkau, melainkan engkau harus mengembalikannya kepada kami. Menurut riwayat lain,
sesungguhnya tidak boleh ada seseorang dari kami datang kepadamu, sekalipun dia berada dalam agamamu, melainkan kamu harus mengembalikannya kepada kami. Demikianlah menurut pendapat Urwah, Ad-Dahhak,
Abdur Rahman ibnu Zaid, Az-Zuhri, Muqatil ibnu Hayyan, dan As-Saddi. Berdasarkan riwayat ini berarti ayat ini men-takhsis sunnah, dan ini merupakan contoh yang terbaik tentang hal tersebut.
Tetapi sebagian ulama Salaf menyebutnya me-mansukh sunnah. Karena sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, bahwa apabila datang kepada mereka wanita-wanita yang berhijrah,
hendaklah terlebih dahulu mereka menguji keimanan wanita-wanita yang baru tiba itu. Jika ternyata wanita-wanita itu mereka ketahui beriman, maka janganlah mereka mengembalikan wanita-wanita yang baru hijrah itu kepada suami-suami mereka
yang masih kafir; wanita-wanita itu tidak halal bagi suami mereka, dan suami mereka tidak halal bagi wanita-wanita itu. Kami telah menyebutkan dalam biografi Abdullah ibnu Ahmad ibnu Jahsy, bagian dari Musnad Kabir-nya,
melalui jalur Abu Bakar ibnu Abu Asim, dari Muhammad ibnu Yahya Az-Zahali, dari Ya'qub ibnu Muhammad, dari Abdul Aziz ibnu Imran, dari Majma' ibnu Ya'qub, dari Hanin ibnu Abu Abanah,
dari Abdullah ibnu Abu Ahmad yang menceritakan bahwa Ummu Kalsum binti Uqbah ibnu Abu Mu'it hijrah ke Madinah, maka kedua saudara lelakinya (yaitu Imarah dan Al-Walid) menyusulnya hingga keduanya sampai kepada Rasulullah Saw.
Maka keduanya berbicara kepada Rasulullah Saw. mengenai Ummu Kalsum dan meminta agar Nabi Saw. mengembalikannya kepada keduanya. Maka Allah Swt. merusak perjanjian yang telah ada di antara Nabi Saw.
dan kaum musyrik dalam pasal yang berkenaan dengan kaum wanita secara khusus. Maka Allah melarang kaum mukmin mengembalikan wanita-wanita yang beriman kepada orang-orang musyrik, dan untuk itu Allah Swt. menurunkan ayat ujian ini.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Qais ibnurRabi', dari Al-Agar ibnusSabbah, dari Khalifah ibnu Husain,
dari AbuNasr Al-Asadi yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya tentang cara Rasulullah Saw. menguji wanita-wanita yang berhijrah itu. Maka Ibnu Abbas menjawab, bahwa Nabi Saw.
menguji mereka dengan pertanyaan 'tiadalah seseorang dari mereka keluar karena benci kepada suami,' lalu disumpah untuk itu. Disumpah pula bahwa hendaknya keluarnya dia bukan karena mau pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Juga disumpah dengan nama Allah bahwa ia keluar bukan untuk mencari dunia. Dan disumpah pula bahwa hendaknya ia keluar bukan karena dorongan apa pun, melainkan hanya karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian Abdullah ibnu Ahmad ibnu Jahsy meriwayatkannya pula melalui jalur lain, dari Al-Agar ibnus Sabbah dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Bazzar melalui jalurnya,
dan disebutkan di dalamnya bahwa yang menyumpah mereka atas perintah Rasulullah Saw. adalah Umar ibnul Khattab. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman,
apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. (Al-Mumtahanah: 10) Disebutkan bahwa ujian mereka ialah disuruh mengucapkan kalimat tasyahud,
yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. (Al-Mumtahanah: 10)
Yakni tanyailah mereka tentang dorongan yang menyebabkan mereka datang ke negeri hijrah. Apabila dorongan kedatangan mereka karena benci kepada suami mereka atau marah kepada suami mereka atau alasan lainnya,
sedangkan mereka tidak beriman, maka kembalikanlah mereka kepada suami-suaminya masing-masing. Ikrimah mengatakan bahwa dikatakan kepada seseorang dari mereka, "Bukankah engkau datang hanyalah karena cinta kepada Allah
dan Rasul-Nya. Bukankah engkau datang karena menyukai seseorang lelaki di antara kami, bukankah engkau datang karena benci terhadap suamimu?" Itulah yang di maksud oleh firman-Nya: maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka.
(Al-Mumtahanah: 10) Qatadah mengatakan bahwa ujian mereka ialah disuruh bersumpah dengan nama Allah, bahwa mereka keluar bukan karena benci terhadap suami mereka, dan mereka datang tiada lain hanyalah karena cinta kepada Islam
dan para pemeluknya serta menaruh perhatian yang besar kepada Islam. Apabila mereka mau mengucapkan sumpah itu, barulah mereka diterima. Firman Allah Swt.:
{فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ}
maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. (Al-Mumtahanah: 10)
Dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa iman itu dapat dilihat secara yakin. Firman Allah Swt.:
{لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ}
Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu, dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. (Al-Mumtahanah: 10) Ayat ini mengandung hukum yang mengharamkan wanita muslimah bagi lelaki musyrik,
pada masa permulaan Islam masih diperbolehkan seorang lelaki musyrik kawin dengan wanita mukminah. Peristiwa ini dialami oleh Abul As ibnur Rabi' (suami putri Nabi Saw. yang bernama Zainab r.a.). Zainab r.a.
adalah wanita muslimah, sedangkan suaminya masih tetap berpegang pada agama kaumnya. Ketika Abul As menjadi tawanan Perang Badar, maka istrinya (Zainab r.a.) mengirimkan tebusan untuk suaminya berupa sebuah kalung
yang dahulunya adalah milik ibunya, Siti Khadijah. Ketika Rasulullah Saw. melihat kalung itu, luluhlah hatinya dan berbalik menjadi sayang. Lalu beliau bersabda kepada kaum muslim: Jika kalian berpendapat akan melepaskan tawanannya demi dia,
maka lakukanlah. Maka mereka menerima tebusan itu, dan Rasulullah Saw. membebaskannya dengan syarat hendaknya Abul As mengirimkan putri beliau ke Madinah. Abul As memenuhi janjinya dengan tepat,
untuk itu ia mengirimkan istrinya kepada Rasulullah Saw. disertai dengan Zaid ibnu Harisah r.a. Sejak Perang Badar usai, Zainab r.a. tinggal di Mekah, hal ini terjadi di tahun kedua Hijriah,
hingga suaminya (yaitu Abul As) masuk Islam pada tahun delapan Hijriah. Maka Rasulullah Saw. mengembalikan putrinya kepadanya atas dasar nikah yang pertama, dan tidak meminta mahar lagi untuk pengembalian itu.
Imah Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw.
mengembalikan putrinya Zainab kepada Abul As. Hijrah yang dilakukan oleh Zainab adalah sebelum suaminya masuk Islam dalam tenggang masa enam tahun, pengembalian tersebut berdasarkan nikah yang pertama dan tidak memerlukan lagi
persaksian ataupun mahar. Hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Abu Daud, Turmuzi, dan Ibnu Majah. Di antara ulama ada yang mengatakan bahwa tenggang masa itu hanyalah dua tahun, dan inilah pendapat yang benar,
karena masuk Islamnya Abul As sesudah kaum muslimat diharamkan bagi kaum musyrik, yakni dua tahun sesudahnya. Imam Turmuzi memberikan komentarnya, bahwa sanad riwayat ini tidak mengandung kelemahan. Tetapi menurutnya,
dia tidak mengenal jalur periwayatan hadis ini, barangkali bersumber dari hafalan Daud ibnul Husain. Imam Turmuzi mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdu ibnu Humaid mengatakan bahwa ia pernah mendengar Yazid ibnu Harun
menceritakan hadis ini dari Ishaq, dan hadis Ibnul Hajjaj (yakni Ibnu Artah), dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah Saw. mengembalikan putrinya kepada Abul As ibnur Rabi' dengan mahar yang baru
dan nikah yang baru. Yazid mengatakan bahwa hadis Ibnu Abbas lebih baik sanadnya, dan yang diberlakukan adalah hadis Amr ibnu Syu'aib. Kemudian kami memberikan komentar, bahwa telah diriwayatkan pula hadis Al-Hajjaj ibnu Artah,
dari Amr ibnu Syu'aib oleh Imam Ahmad, Imam Turmuzi, dan Ibnu Majah. Imam Ahmad menilainya daif, dan imam ahli hadis lainnya turut meriwayatkannya pula; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Jumhur ulama menjawab tentang hadis Ibnu Abbas (yang menyatakan atas dasar nikah yang pertama), bahwa hal tersebut merupakan masalah yang sudah jelas dan mengandung pengertian bahwa Zainab r.a.
masih belum habis idahnya dari Abul As. Mengingat pendapat yang dipegang oleh kebanyakan ulama menyebutkan bahwa manakala idahnya telah habis, sedangkan suaminya masih juga belum masuk Islam,
maka otomatis nikahnya fasakh darinya. Ulama lainnya mengatakan bahwa bahkan apabila idahnya telah habis, maka si istri diperbolehkan memilih: Jika ingin tetap dengan suaminya diperbolehkan dan nikahnya tetap berlangsung (utuh);
dan jika ingin pisah dengan suaminya, maka nikahnya fasakh, lalu ia boleh kawin dengan lelaki lain. Mereka menakwilkan hadis Ibnu Abbas dengan pengertian ini; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:
{وَآتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا}
Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. (Al-Mumtahanah: 10) Yakni kepada para suami wanita-wanita yang berhijrah dari kalangan kaum musyrik. Dengan kata lain,
dapat disebutkan bahwa kembalikanlah kepada mereka mahar yang pernah mereka bayarkan kepada istri-istri mereka. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Az-Zuhri, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Firman Allah Swt.:
{وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ}
Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. (Al-Mumtahanah: 10) Yaitu apabila kamu telah membayar kepada mereka maharnya, maka kamu boleh mengawininya.
Tetapi dengan persyaratannya, yaitu habisnya masa idah, memakai wali, dan lain sebagainya. Firman Allah Swt.:
{وَلا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ}
Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir. (Al-Mumtahanah: 10) Allah Swt. mengharamkan hamba-hamba-Nya yang mukmin menikahi wanita-wanita musyrik
dan tetap memelihara ikatan perkawinan dengan mereka. Di dalam kitab sahih disebutkan dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Al-Miswar dan Marwan ibnul Hakam, bahwa Rasulullah Saw.
setelah mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan orang-orang kafir Quraisy di Hudaibiyah, maka datanglah kepada Nabi Saw. kaum wanita mereka yang mukminat. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ }
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman. (Al-Mumtahanah: 10) sampai dengan firman-Nya:
{وَلا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ}
Dan janganlah kamu tetap berpegangpada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir. (Al-Mumtahanah: 10) Maka Umar ibnul Khattab di hari itu menceraikan dua orang istrinya; yang salah seorangnya kemudian dinikahi
oleh Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan, sedangkan yang lainnya dinikahi oleh Safwan ibnu Umayyah. Ibnu Saur telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, bahwa ayat ini diturunkan kepada Rasulullah Saw. Saat itu Rasulullah Saw.
berada di bagian bawah Hudaibiyah sedang mengadakan perjanjian perdamaian dengan orang-orang kafir Quraisy. Isi dari perjanjian itu antara lain menyebutkan bahwa barang siapa yang datang kepada Nabi Saw. dari kalangan mereka,
maka Nabi Saw. harus mengembalikannya kepada mereka. Tetapi ketika yang datang adalah kaum wanita yang beriman, maka turunlah ayat ini dan Nabi Saw. diperintahkan oleh Allah agar mengembalikan mahar mereka
kepada suami-suami mereka. Diputuskan pula terhadap kaum musyrik hal yang semisal, yaitu bahwa apabila datang kepada mereka seorang wanita dari kaum muslim, hendaklah mereka mengembalikan maharnya kepada suami wanita itu.
Dan Allah Swt. berfirman:
{وَلا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ}
Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir. (Al-Mumtahanah: 10) Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Ia mengatakan bahwa sesungguhnya Allah memutuskan demikian di antara mereka hanyalah karena mengingat telah adanya perjanjian tersebut antara orang-orang muslim dan orang-orang musyrik.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Az-Zuhri bahwa pada hari turunnya ayat ini Umar r.a. menceraikan Qaribah binti Abu Umayyah ibnul Mugirah yang kemudian dinikahi oleh Mu'awiyah,
dan Ummu Kalsum binti Amr ibnu Jarwal Al-Khuza'iyah ibunya Abdullah ibnu Umar, lalu dikawin oleh Abu Jahm ibnu Huzaifah ibnu Ganim, seorang lelaki dari kalangan kaumnya.
Umar melakukan demikian karena keduanya masih dalam kemusyrikannya. Dan Talhah ibnu Abdullah menceraikan Arwa binti Rabi'ah ibnul Haris ibnu Abdul Muttalib. kemudian ia dikawin oleh Khalid ibnu Sa'id ibnul As sesudahnya.
Firman Allah Swt.:
{وَاسْأَلُوا مَا أَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنْفَقُوا}
dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. (Al-Mumtahanah: 10) Yakni tuntutlah mahar yang telah kamu bayarkan kepada istri-istri kamu
yang pergi kepada orang-orang kafir, jika istri-istrimu itu pergi meninggalkanmu menuju kepada mereka. Dan sebaliknya hendaklah mereka menuntut mahar yang telah mereka bayarkan kepada istri-istri mereka yang berhijrah kepada kaum muslim.
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ}
Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. (Al-Mumtahanah: 10) Yaitu dalam perjanjian perdamaian, dan pengecualian kaum wanita dari perjanjian tersebut. Perintah demikian itu semuanya adalah hukum Allah, yang berdasarkan ketentuan ini Dia menghukumi di antara makhluk-Nya.
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Al-Mumtahanah: 10) Allah Maha Mengetahui tentang kemaslahatan hamba-hamba-Nya, lagi Mahabijaksana dalam mengatur kemaslahatan hamba-hamba-Nya. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
{وَإِنْ فَاتَكُمْ شَيْءٌ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ إِلَى الْكُفَّارِ فَعَاقَبْتُمْ فَآتُوا الَّذِينَ ذَهَبَتْ أَزْوَاجُهُمْ مِثْلَ مَا أَنْفَقُوا}
Dan jika seseorang dari istri-istrimu lari kepada orang-orang kafir, lalu kamu mengalahkan mereka, maka bayarkanlah kepada orang-orang yang lari istrinya itu mahar sebanyak yang telah mereka bayar. (Al-Mumtahanah: 11)
Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa ha! ini berkenaan dengan orang-orang kafir yang tidak terikat dengan kaum muslim dalam suatu perjanjian perdamaian. Yaitu apabila ada seorang wanita dari kalangan kaum muslim pergi
bergabung dengan mereka, sedangkan mereka tidak membayarkan sesuatu pun kepada suami wanita yang lari itu. Maka apabila ada seorang wanita dari kalangan mereka datang kepada kaum muslim,
tidak dibayarkan kepada suaminya mahar yang telah dibelanjakannya, sebelum mereka membayar pula mahar wanita muslim yang melarikan diri itu kepada suaminya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa orang-orang mukmin mengakui hukum Allah ini. Oleh karenanya mereka menunaikan apa yang diperintahkan kepada mereka,
yaitu membayar pembelanjaan yang telah dikeluarkan oleh kaum musyrik kepada istri-istri mereka. Tetapi kaum musyrik menentang hukum itu dan tidak mau mengakui hukum Allah yang menetapkan agar mereka menunaikan
apa yang diwajibkan atas mereka, yaitu menunaikan pembelanjaan kepada kaum muslim yang istrinya lari kepada mereka. Untuk itulah maka Allah Swt. berfirman: Dan jika seseorang dari istri-istrimu lari kepada orang-orang kafir,
lalu kamu mengalahkan mereka, maka bayarkanlah kepada orang orang yang lari istrinya itu mahar sebanyakyang telah mereka bayar. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya kamu beriman. (Al-Mumtahanah: 11)
Untuk itu seandainya sesudah ayat ini diturunkan ada seorang wanita dari kaum muslim lari kepada kaum musyrik, maka kaum mukmin berkewajiban membayarkan kepada suaminya mahar yang telah dibelanjakannya.
Pengembalian ini diambil dari beban yang pernah dibayarkan oleh kaum muslim kepada mereka sebagai tebusan dari istri-istri mereka yang berhijrah ke negeri kaum muslim. Adapun bila masih ada lebihannya, maka dikembalikan kepada mereka.
Yang dimaksud dengan beban ialah mahar yang masih ada di tangan mereka dari kaum muslim sebagai tebusan buat mereka karena mereka telah kehilangan istri-istrinya yang telah beriman dan bergabung dengan kaum muslim di negeri hijrah.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwajika ada seorang wanita istri seorang lelaki dari kalangan kaum Muhajirin bergabung dengan orang-orang kafir, maka Rasulullah Saw.
memerintahkan agar lelaki itu diberi gantinya semisal dengan jumlah mahar yang telah ia belanjakan, dan dananya diambil dari ganimah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid.
{فَعَاقَبْتُم}
lalu kamu mengalahkan mereka. (Al-Mumtahanah: 11) Yakni kamu beroleh ganimah dari Quraisy atau dari lainnya.
{فَآتُوا الَّذِينَ ذَهَبَتْ أَزْوَاجُهُمْ مِثْلَ مَا أَنْفَقُوا}
maka bayarkanlah kepada orang-orang yang lari istrinya itu mahar sebanyakyang telah mereka bayar. (Al-Mumtahanah: 11) Yaitu mahar misilnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Masruq, Ibrahim, Qatadah, Muqatil, Ad-Dahhak,
Sufyan ibnu Husain, dan juga Az-Zuhri. Pendapat ini tidaklah bertentangan dengan pendapat yang pertama. Dengan kata lain, jika dapat direalisasikan pengembaliannya melalui cara yang pertama, maka itulah yang lebih utama;
dan jika tidak, maka diambil dari ganimah yang diperoleh dari tangan kaum kuffar. Dalam hal ini terdapat keluasan dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Surat Al-Mumtahanah |60:11|
وَإِنْ فَاتَكُمْ شَيْءٌ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ إِلَى الْكُفَّارِ فَعَاقَبْتُمْ فَآتُوا الَّذِينَ ذَهَبَتْ أَزْوَاجُهُمْ مِثْلَ مَا أَنْفَقُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ
wa in faatakum syai`um min azwaajikum ilal-kuffaari fa aaqobtum fa aatullażiina żahabat azwaajuhum miṡla maaa anfaquu, wattaqullohallażiii antum bihii mu`minuun
Dan jika ada sesuatu (pengembalian mahar) yang belum kamu selesaikan dari istri-istrimu yang lari kepada orang-orang kafir, lalu kamu dapat mengalahkan mereka maka berikanlah (dari harta rampasan) kepada orang-orang yang istrinya lari itu sebanyak mahar yang telah mereka berikan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah yang kepada-Nya kamu beriman.
And if you have lost any of your wives to the disbelievers and you subsequently obtain [something], then give those whose wives have gone the equivalent of what they had spent. And fear Allah, in whom you are believers.
(Dan jika seseorang dari istri-istri kalian lari) seorang atau lebih di antara istri-istri kalian. Atau sebagian dari mahar mereka luput dari kalian, karena mereka lari (kepada orang-orang kafir)
dalam keadaan murtad (lalu kalian mengalahkan mereka) maksudnya, memerangi mereka kemudian kalian memperoleh ganimah (maka bayarkanlah kepada orang-orang yang istrinya lari itu)
dari ganimah yang kalian peroleh (mahar sebanyak yang telah mereka bayar) karena sebagian dari mahar tersebut tidak sempat mereka terima dari pihak orang-orang kafir.
(Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya kalian beriman) kemudian orang-orang mukmin itu benar-benar mengerjakan apa yang telah diperintahkan kepada mereka,
yaitu memberikan ganti rugi mahar kepada orang-orang kafir, dan juga kepada orang-orang mukmin yang istrinya lari, kemudian hukum ini sesudah itu ditiadakan.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mumtahanah | 60 : 11 |
penjelasan ada di ayat 10
Surat Al-Mumtahanah |60:12|
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَىٰ أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ ۙ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
yaaa ayyuhan-nabiyyu iżaa jaaa`akal-mu`minaatu yubaayi'naka 'alaaa al laa yusyrikna billaahi syai`aw wa laa yasriqna wa laa yazniina wa laa yaqtulna aulaadahunna wa laa ya`tiina bibuhtaaniy yaftariinahuu baina aidiihinna wa arjulihinna wa laa ya'shiinaka fii ma'ruufin fa baayi'hunna wastaghfir lahunnalloh, innalloha ghofuurur roḥiim
Wahai Nabi! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang kepadamu untuk mengadakan bai'at (janji setia), bahwa mereka tidak akan menyekutukan sesuatu apa pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka, dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
O Prophet, when the believing women come to you pledging to you that they will not associate anything with Allah, nor will they steal, nor will they commit unlawful sexual intercourse, nor will they kill their children, nor will they bring forth a slander they have invented between their arms and legs, nor will they disobey you in what is right - then accept their pledge and ask forgiveness for them of Allah. Indeed, Allah is Forgiving and Merciful.
(Hai nabi, apabila datang kepada kamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah,
tidak akan mencuri tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya) sebagaimana yang biasa mereka lakukan di zaman jahiliah, yaitu mengubur hidup-hidup bayi perempuan mereka,
karena takut tercela dan takut jatuh miskin (dan tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka) seumpamanya mereka memungut seorang anak,
kemudian mereka mengaitkan anak itu sebagai hasil hubungannya dengan suami, lalu anak itu dipredikatkan sebagai anak kandungnya sendiri. Karena sesungguhnya seorang ibu itu apabila melahirkan anaknya,
berarti anak itu adalah anak kandungnya sendiri yang keluar dari antara tangan dan kakinya, yakni dari perutnya (dan tidak akan mendurhakaimu dalam) pekerjaan (yang makruf)
pekerjaan yang makruf artinya perbuatan yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah, seperti meninggalkan niahah atau menjerit-jerit seraya menangis, menyobek-nyobek kerah baju,
mengawut-awutkan rambut, dan mencakar-cakar muka, yang semuanya itu dilakukan di kala mereka ditinggal mati oleh suami atau keluarga mereka (maka terimalah janji setia mereka) Nabi saw.
melantik janji setia mereka hanya melalui ucapan saja tanpa bersalaman atau berjabatan tangan dengan seseorang pun di antara mereka
(dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mumtahanah | 60 : 12 |
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami keponakan Ibnu Syihab, dari pamannya yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Urwah,
bahwa Siti Aisyah r.a. istri Nabi Saw. pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. menguji setiap wanita mukmin yang berhijrah kepadanya karena ada ayat ini, yaitu: Hai Nabi,
apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia. (Al-Mumtahanah: 12) sampai dengan firman-Nya: Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mumtahanah: 12)
Urwah mengatakan bahwa Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa barang siapa di antara wanita-wanita yang mukmin itu mengakui persyaratan tersebut. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya:
Aku telah membaiatmu (menerima janji setiamu). hanya dengan ucapan; dan demi Allah tangan beliau sama sekali tidak menyentuh tangan seorang wanita pun dalam baiat itu. Baiat beliau kepada mereka hanyalah melalui sabda beliau Saw.
yang mengatakan: Aku telah membaiatmu atas hal tersebut. Ini menurut lafaz Imam Bukhari. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sufyan,
dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Umaimah binti Raqiqah yang telah menceritakan bahwa ia datang kepada Rasulullah Saw. bersama-sama dengan kaum wanita untuk menyatakan baiat (janji setia) mereka kepadanya. Maka beliau Saw.
menyumpah kami dengan apa yang terkandung di dalam Al-Qur'an, yaitu kami tidak boleh mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, hingga akhir ayat. Lalu beliau Saw. bersabda: Dalam batasan sesuai dengan kemampuan dan kekuatan kalian.
Kami berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih sayang kepada kita daripada diri kita sendiri." Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak menjabat tangan kami (sebagaimana engkau membaiat kaum lelaki)?" Rasulullah Saw. bersabda:
"إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ، إِنَّمَا قَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ كَقَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ"
Sesungguhnya aku tidak mau berjabat tangan dengan wanita (lain), sesungguhnya ucapanku kepada seorang wanita adalah sama dengan ucapanku kepada seratus orang wanita. Sanad hadis ini sahih. Imam Turmuzi, Imam Nasai,
dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hadis ini melalui Sufyan ibnu Uyaynah, juga Imam Nasai melalui hadis As-Sauri dan Malik ibnu Anas, semuanya dari Muhammad ibnul Munkadir dengan sanad yang sama Imam Turmuzi mengatakan
bahwa hadis ini hasan sahih, kami tidak mengenalnya melainkan melalui hadis Muhammad ibnul Munkadir. Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Umaimah,
tetapi ditambahkan bahwa Rasulullah Saw. tidak menjabat tangan seorang wanita pun dari kami. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur Musa ibnu Udbah, dari Muhammad ibnul Munkadir dengan sanad yang sama.
Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui hadis Abu Ja'far Ar-Razi, dari Muhammad ibnul Munkadir, bahwa telah menceritakan kepadaku Umaimah binti Raqiqah saudara perempuan Khadijah alias bibinya Siti Fatimah
secara lisan dan langsung, hingga akhir hadis. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Salit ibnu Ayyub ibnul Hakam ibnu Salim,
dari ibunya (yaitu Salma binti Qais) yang juga merupakan bibi Rasulullah Saw. dan pernah salat bersama beliau Saw. menghadap ke arah dua kiblat. Dia adalah salah seorang wanita dari kalangan Bani Addi ibnun Najjar.
Dia mengatakan, "Aku datang kepada Rasulullah Saw. untuk mengucapkan baiat kepadanya bersama-sama dengan kaum wanita dari Ansar. Rasulullah Saw. dalam baiat itu mensyaratkan kepada kami hendaknya kami tidak mempersekutukan Allah
dengan sesuatu pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak berbuat dusta yang kami ada-adakan antara tangan dan kaki kami, dan tidak mendurhakainya dalam urusan yang baik, lalu Rasulullah Saw. bersabda:
"وَلَا تغشُشْن أَزْوَاجَكُنَّ"
'Dan jangan pula kamu menipu suami-suamimu.' Maka kami terima baiat itu, kemudian kami pergi. Dan aku berkata kepada seorang wanita di antara mereka, 'Kembalilah kamu dan tanyakanlah kepada Rasulullah Saw.
bahwa apakah yang dimaksud dengan menipu suami kami?' Wanita itu kembali dan menanyakan kepadanya makna kalimat itu, lalu beliau Saw. menjawab:
"تَأْخُذُ ماله، فتحابي به غيره"
'Bila kamu ambil hartanya, lalu kamu gunakan untuk mendekatkan dirimu dengan lelaki lain'.”
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ أَبِي الْعَبَّاسِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ حَاطِبٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أُمِّهِ عَائِشَةَ بِنْتِ قُدَامة -يَعْنِي: ابْنَ مَظْعُونٍ-قَالَتْ: أَنَا مَعَ أُمِّي رَائِطَةَ بِنْتِ سُفْيَانَ الْخُزَاعِيَّةِ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَايِعُ النِّسْوَةَ وَيَقُولُ: "أُبَايِعُكُنَّ عَلَى أَنْ لَا تُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَسْرِقْنَ، وَلَا تَزْنِينَ، وَلَا تَقْتُلْنَ أَوْلَادَكُنَّ، وَلَا تَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ تَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيكُنَّ وَأَرْجُلِكُنَّ، وَلَا تَعْصِينَنِي فِي مَعْرُوفٍ". [قَالَتْ: فَأَطْرَقْنَ. فَقَالَ لَهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] قُلن: نَعَمْ فِيمَا اسْتَطَعْتُنَّ". فَكُنّ يَقُلْنَ وَأَقُولُ مَعَهُنَّ، وَأُمِّي تُلقّني: قُولِي أَيْ بُنَيَّةُ، نَعَمْ [فِيمَا استطعتُ]. فَكُنْتُ أَقُولُ كَمَا يَقُلْنَ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abul Abbas, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Usman ibnu Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Hatib, telah menceritakan kepadaku Abu Hatib,
telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ibunya (yaitu Aisyah binti Qudamah ibnu Maz'un) yang telah menceritakan bahwa aku bersama ibuku Ra'itah binti Sufyan Al-Khuza'iyah ikut dengan kaum wanita berbaiat kepada Nabi Saw. Nabi Saw.
bersabda: Aku membaiat kalian dengan syarat janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh anak-anak kalian,
jangan berbuat dusta yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian, dan jangan kalian mendurhakaiku dalam urusan yang baik. Maka kami menjawab, "Ya." Sebatas kemampuan kalian. -Mereka, aku, dan ibuku mengucapkan, "Ya,"
dan ibuku berkata kepadaku, "Hai anak perempuanku, jawablah ya." Maka aku pun mengatakan apa yang dikatakan oleh mereka. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris,
telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Hafsah binti Sirin, dari Ummu Atiyyah yang mengatakan bahwa kami berbaiat kepada Rasulullah Saw. Maka beliau membacakan kepada kami firman Allah Swt.:
bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah. (Al-Mumtahanah: 12) Beliau Saw. juga melarang kami melakukan niyahah. Maka ada seorang wanita yang menggenggamkan tangannya, lalu berkata,
"Si Fulanah telah berjasa kepadaku dan membuatku bahagia, maka aku bermaksud untuk membalas jasanya (dengan niyahah)." Rasulullah Saw. tidak menjawab perkataan wanita itu barang sepatah kata pun,
lalu wanita itu pergi dan kembali lagi, selanjutnya Rasulullah Saw. membaiatnya. Imam Muslim telah meriwayatkan pula hadis ini. Menurut riwayat lain, tiada seorang pun dari mereka yang memenuhinya selain dari wanita itu
dan Ummu Sulaim binti Mulhan. Menurut riwayat Imam Bukhari, dari Ummu Atiyyah, Rasulullah Saw. menyumpah kami saat kami berbaiat kepadanya, bahwa kami tidak boleh melakukan niyahah (menangisi kepergian mayat).
Maka tiada seorang pun dari kami yang memenuhinya selain lima orang wanita, yaitu Ummu Sulaim, Ummul Ala, anak perempuan Abu Sabrah, istrinya Mu'az, dan dua orang wanita lainnya; atau anak perempuan Abu Sabrah,
istrinya Mu'az dan seorang wanita lainnya. Sebelum itu Rasulullah Saw. telah menyumpah kaum wanita dengan baiat ini di hari raya. Seperti apa yang disebutkan oleh Imam Bukhari, bahwa telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Juraij, bahwa Al-Hasan ibnu Muslim pernah menceritakan kepadanya
dariTawus, dari Ibnul Abbas yang mengatakan bahwa ia pernah ikut salat hari raya bersama Rasulullah Saw., Abu Bakar, Umar, dan Usman; semuanya mengerjakan salat Id sebelum khotbah. Sesudah salat, baru khotbah, lalu Nabi Saw.
turun dari mimbarnya seakan-akan kulihat beliau saat menyuruh duduk kaum lelaki dengan tangannya. Kemudian beliau melangkah menguaksaf mereka hingga datang kesaf kaum wanita bersama Bilal. Maka beliau Saw.
membacakan firman Allah Swt.: Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri,
tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka, dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12) hingga akhir ayat.
Kemudian setelah selesai dari itu beliau bertanya, "Maukah kalian berjanji atas semuanya itu?" Maka hanya ada seorang wanita yang menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Sedangkan yang lainnya tidak. Hasan tidak mengetahui siapa wanita itu.
Hasan melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu kaum wanita bersedekah, dan Bilal menggelarkan pakaiannya. Maka mereka melemparkan ke kain Bilal itu apa yang mereka sedekahkan, di antara mereka ada yang melemparkan gelang,
ada pula yang melemparkan cincin emas.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا ابْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ سُليم، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: جَاءَتْ أُمَيْمَةُ بِنْتُ رُقَيْقَةَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُبَايِعُهُ عَلَى الْإِسْلَامِ، فَقَالَ: "أُبَايِعُكِ عَلَى أَلَّا تُشْرِكِي بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَسْرِقِي، وَلَا تَزْنِي، وَلَا تَقْتُلِي وَلَدَكِ، وَلَا تَأْتِي بِبُهْتَانٍ تَفْتَرِينَهُ بَيْنَ يَديك وَرِجْلَيْكِ، وَلَا تَنُوحِي، وَلَا تَبَرَّجِي تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Abbas, dari Sulaiman ibnu Salim, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya,
dari kakeknya yang menceritakan bahwa Umaimah binti Raqiqah datang kepada Rasulullah Saw. untuk berbaiat kepadanya tentang keislamannya. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
Aku membaiatmu dengan syarat janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh anakmu, jangan mendatangkan kedustaan yang kamu ada-adakan antara tangan dan kakimu,
jangan kamu lakukan niyahah, dan janganlah kamu berbuat tabarruj seperti labarrujnya orang-orang Jahiliah masa lalu.
قَالَ الْإِمَامِ أَحْمَدَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ فَقَالَ: "تُبَايِعُونِي عَلَى أَلَّا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَسْرِقُوا، وَلَا تَزْنُوا، وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ -قَرَأَ الْآيَةَ الَّتِي أُخِذَتْ عَلَى النِّسَاءِ {إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ} فَمَنْ وَفَّى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ، وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ بِهِ، فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ، وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَسَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَهُوَ إِلَى اللَّهِ، إِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ، وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Az-Zuhri, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa ketika kami berada di suatu majelis dengan Rasulullah Saw., maka beliau Saw.
bersabda: Kamu harus berbaiat kepadaku bahwa kamu tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, dan tidak akan membunuh anak-anak kamu. Lalu Rasulullah Saw.
membacakan firman-Nya yang berisikan baiat terhadap kaum wanita, yaitu, "Apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman," hingga akhir ayat. Lalu beliau Saw. melanjutkan:
Maka barang siapa di antara kamu yang menunaikannya, pahalanya ada pada Allah. Dan barang siapa yang melanggar sesuatu dari hal tersebut, lalu ia kena hukuman, maka hukuman itu merupakan penghapus dosa baginya.
Dan barang siapa yang melanggar sesuatu dari itu, lalu Allah menutupinya, maka nasibnya terserah Allah; jika Dia berkehendak mengampuninya, tentu Dia mengampuninya; dan jika Dia berkehendak mengazabnya, tentulah Dia mengazabnya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahih masing-masing. Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Marsad ibnu Abdullah Al-Yazni,
dari Abu Abdullah alias Abdur Rahman ibnu Usailah As-Sanabiji, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa aku termasuk di antara dua belas orang lelaki yang menghadiri Al-Aqabah pertama,
lalu kami menyatakan baiat kami kepada Rasulullah Saw. dengan baiat yang sama seperti baiat kaum wanita. Demikian itu terjadi sebelum difardukan atas kami berperang. Yaitu hendaklah kami tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah,
tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, dan tidak mendatangkan kedustaan yang kami ada-adakan antara tangan dan kaki kami, dan kami tidak akan mendurhakainya dalam urusan kebaikan.
Kemudian Rasulullah Saw. bersabda:
"فَإِنْ وَفَيتم فَلَكُمُ الْجَنَّةُ"
Dan jika kalian menunaikannya, maka bagi kalian surga. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula hadis ini. Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. memerintahkan kepada sahabat Umar ibnul Khattab
melalui sabdanya: Katakanlah kepada mereka (kaum wanita), bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. membaiat kalian dengan syarat janganlah kalian mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah. Saat itu Hindun binti Utbah ibnu Rabi'ah
yang telah membelah perut Hamzah menyamarkan dirinya di antara kaum wanita. Hindun berkata kepada dirinya sendiri, "Jika aku berbicara, tentulah Nabi akan mengenalku; dan jika dia mengenalku, pasti membunuhku.
Dan sesungguhnya samaranku ini tiada lain karena takut kepada dia (Rasul Saw.)." Maka kaum wanita yang ada bersama Hindun diam dan tidak mau berbicara. Akhirnya Hindun' yang masih dalam penyamarannya tidak tahan,
lalu ia angkat bicara, "Bagaimana engkau mau menerima sesuatu dari kaum wanita yang jika dilakukan oleh kaum lelaki engkau tidak akan mau menerimanya?" Rasulullah Saw. memandang ke arahnya, lalu berkata kepada Umar:
Katakanlah kepada mereka, bahwa janganlah mereka mencuri. Hindun bertanya, "Demi Allah, sesungguhnya aku telah banyak mengambil dari Abu Sufyan barang-barang yang saya sendiri tidak tahu apakah dia menghalalkannya bagiku
ataukah tidak?" Abu Sufyan (yang ada di tempat itu) menjawab, "Tiada sesuatu pun yang engkau ambil dan telah habis atau masih tersisa, maka semuanya itu halal bagimu." Maka Rasulullah Saw. tersenyum dan mulai mengenal Hindun,
lalu beliau memanggilnya dan Hindun berpegangan kepada tangan Abu Sufyan seraya berlindung kepadanya, dan Rasulullah Saw. bertanya, "Engkau Hindun?" Hindun menjawab, "Semoga Allah memaafkan apa yang telah silam."
Rasulullah Saw. berpaling dari Hindun dan bersabda, "Janganlah mereka berzina," Hindun bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah wanita merdeka melakukan zina?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, demi Allah, wanita merdeka tidak akan berzina."
Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Dan janganlah mereka membunuh anak-anak mereka." Hindun berkata, "Engkau telah membunuh mereka dalam Perang Badar, engkau dan mereka lebih mengenal." Rasulullah Saw. membaca firman-Nya:
dan janganlah mereka berbuat dusta yang mereka ada-adakan di antara tangan dan kaki mereka. (Al-Mumtahanah: 12) Lalu membaca firman seterusnya: dan janganlah mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12)
Ubadah ibnus Samit melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah Saw. melarang pula mereka melakukan niyahah. Dan dahulu orang-orang Jahiliah dalam niyahah (tangisan bela sungkawanya) merobek-robek pakaian mereka, mencakari muka mereka,
dan memotongi (mengguntingi) rambut mereka, serta menyerukan kata-kata kecelakaan dan kebinasaan. Ini merupakan asar yang garib, dan pada sebagiannya terdapat hal-hal yang mungkar; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Karena sesungguhnya Abu Sufyan dan istrinya (Hindun) setelah masuk Islam, Rasulullah Saw. belum pernah bersikap menyembunyikan sesuatu terhadap keduanya, bahkan menampakkan sikap yang jernih lagi tulus kepada keduanya;
demikian pula sebaliknya dari keduanya terhadap Rasulullah Saw. Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan di hari penaklukan kota Mekah. Rasulullah Saw. membaiat kaum lelaki mereka agar bersikap tulus dan jernih,
sedangkan Umar membaiat kaum wanita atas perintah dari Rasulullah Saw. Lalu disebutkan hal yang sama dengan asar di atas, tetapi ditambahkan bahwa ketika Umar mengatakan, "Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian."
Maka Hindun berkata, "Kami telah memelihara mereka sejak kecil; dan ketika dewasa, kalian bunuh mereka." Maka Umar ibnul Khattab tertawa sehingga jatuh tertelentang. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepadaku Ummu Atiyyah binti Sulaiman, telah menceritakan kepadaku pamanku, dari kakekku,
dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Hindun ibnu Utbah datang kepada Rasulullah Saw. untuk menyatakan janji setia kepadanya, lalu Rasulullah Saw. memandang ke arah tangan Hindun dan bersabda:
Pulanglah kamu dan ubahlah tanganmu. Maka Hindun memolesi tangannya dengan pacar, lalu datang kembali. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Aku baiat engkau dengan syarat janganlah engkau persekutukan sesuatu pun dengan Allah.
Maka Hindun berbaiat kepadanya, sedangkan di tangan Hindun terdapat dua gelang emas. Lalu Hindun bertanya kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu dengan dua buah gelang emas yang aku kenakan ini?" Rasulullah Saw. menjawab:
Dua buah bara api dari neraka Jahanam. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa' id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari Husain, dari Amir Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
membaiat kaum wanita, sedangkan di tangan beliau Saw. terdapat sehelai kain untuk menutupi telapak tangannya. Lalu beliau Saw. bersabda: Janganlah kamu membunuh anak-anakmu. Maka ada seorang wanita memotong,
"Engkau telah membunuh ayah-ayah mereka, kemudian engkau wasiatkan kepada kami anak-anak mereka." Maka sesudah peristiwa ini apabila ada kaum wanita yang datang kepadanya, terlebih dahulu beliau Saw.
mengumpulkan mereka dan baru menawarkan kepada mereka baiat tersebut. Apabila mereka telah mengakuinya, maka mereka dipersilakan pulang. Firman Allah Swt.:
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ}
Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia. (Al-Mumtahanah: 12) Yakni barang siapa dari kalangan kaum wanita yang datang kepadamu untuk mengadakan janji setia
dengan persyaratan tersebut, maka baiatlah dia bahwa hendaklah dia tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah dan tidak mencuri harta orang lain. Adapun jika suaminya melalaikan sebagaian dari nafkahnya,
maka wanita yang bersangkutan diperbolehkan memakan sebagian dari harta suaminya dengan cara yang makruf sesuai dengan tradisi bagi wanita yang semisal dengan dia, sekalipun pengambilan itu tanpa sepengetahuan suaminya.
Hal ini diperbolehkan karena ada hadis yang menyangkut Hindun ibnu Utbah yang menyebutkan bahwa dia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang lelaki yang pelit,
belum pernah memberi nafkah yang cukup untukku dan untuk anak-anakku, apakah aku berdosa jika kuambil sebagian dari hartanya tanpa sepengetahuan-nya?" Rasulullah Saw. menjawab:
"خُذِي مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِي بَنِيكِ"
Ambillah sebagian dari hartanya dengan cara yang makruf untuk mencukupi kebutuhanmu dan kebutuhan anak-anakmu. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing. Firman Allah Swt.:
{وَلا يَزْنِينَ}
tidak akan berzina. (Al-Mumtahanah: 12) Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا}
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (Al-Isra: 32) Di dalam hadis Samurah disebutkan hukuman zina yaitu azab yang pedih di dalam neraka Jahanam.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa Fatimah binti Utbah datang untuk mengadakan baiat
kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. menyumpahnya dengan firman-Nya: bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina. (Al-Mumtahanah: 12),
hingga akhir ayat. Maka Fatimah meletakkan tangannya di atas kepalanya karena malu, dan Nabi Saw. merasa heran dengan sikapnya. Maka Siti Aisyah berkata, "Berikrarlah, hai wanita. Demi Allah,
kami pun tidak berbaiat kecuali dengan persyaratan tersebut." Lalu wanita itu menjawab, "Kalau begitu, saya setuju." Maka Nabi Saw. membaiatnya dengan ayat tadi. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari Husain, dari Amir Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaiat kaum wanita, sedangkan pada tangan beliau terdapat kain yang digunakannya
untuk menutupi telapak tangannya (saat menyalami wanita yang dibaiatnya). Kemudian beliau Saw. bersabda: Janganlah kamu membunuh anak-anakmu. Seorang wanita memotong,
"Engkau telah bunuh bapak-bapak mereka (dalam Perang Badar), lalu engkau wasiatkan (kepada kami) anak-anak mereka." Sejak saat itu apabila datang wanita untuk menyatakan baiatnya, terlebih dahulu beliau kumpulkan mereka,
lalu menawarkan kepada mereka persyaratan itu. Bila mereka mau mengikrarkannya, barulah mereka diperbolehkan pulang. Firman Allah Swt.:
{وَلا يَقْتُلْنَ أَوْلادَهُنَّ}
tidak akan membunuh anak-anaknya. (Al-Mumtahanah: 12) Hal ini mencakup pengertian membunuh anak sesudah lahir, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh kaum Jahiliah di masa silam;
mereka membunuh anak-anaknya karena takut jatuh miskin. Termasuk pula ke dalam ayat ini membunuh anak selagi masih berupa janin, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang-orang yang bodoh dari kalangan kaum wanita,
ia menjatuhkan dirinya agar kandungannya gugur dan tidak jadi, adakalanya karena tujuan yang fasid (rusak) atau tujuan lainnya. Firman Allah Swt.:
{وَلا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ}
tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka. (Al-Mumtahanah: 12) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah mereka menisbatkan anak-anak mereka
kepada selain ayah-ayah mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil. Pendapat ini diperkuat dengan adanya hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا بن وَهْبٍ، حَدَّثَنَا عَمْرٌو -يَعْنِي: ابْنَ الْحَارِثِ-عَنِ ابْنِ الْهَادِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُونُسَ، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُري، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ويقول حِينَ نَزَلَتْ آيَةُ الْمُلَاعَنَةِ: "أَيُّمَا امْرَأَةٍ أدخَلت عَلَى قَوْمٍ مَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ، فَلَيْسَتْ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ، وَلَنْ يُدْخِلَهَا اللَّهُ جَنّته، وَأَيُّمَا رَجُلٍ جَحَد وَلَدَهُ وَهُوَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ، احْتَجَبَ اللَّهُ مِنْهُ، وَفَضَحَهُ عَلَى رُءُوسِ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ"
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris, dari Ibnul Had, dari Abdullah ibnu Yunus, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah,
bahwa ketika ayat Mula'anah (li'an) diturunkan, ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Siapa pun wanitanya yang memasukkan ke dalam kaum (nya) seseorang yang bukan berasal dari mereka, maka dijauhkanlah dia dari rahmat Allah,
dan Dia tidak akan memasukkannya ke surga. Dan siapa pun lelakinya yang mengingkari anaknya sendiri, padahal dia menyaksikannya, maka Allah menutup diri darinya dan mempermalukannya di depan mata kepala orang-orang yang terdahulu
dan orang-orang yang terkemudian (di hari kiamat nanti). Firman Allah Swt.:
{وَلا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ}
dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12) Yakni dalam perkara makruf yang engkau anjurkan kepada mereka (kaum wanita) dan perkara mungkar yang kamu larang terhadap mereka.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami ayahku yang mengatakan bahwa ia telah mendengar Az-Zubair,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12) Bahwa hal ini merupakan syarat yang dibebankan oleh Allah kepada kaum wanita.
Maimun ibnu Mahran mengatakan bahwa Allah tidak memerintahkan agar nabi-Nya ditaati kecuali hanya dalam hal yang baik, sedangkan yang dimaksud dengan hal yang baik ialah ketaatan.
Ibnu Zaid mengatakan, Allah memerintahkan (kepada manusia) agar menaati Rasul-Nya yang merupakan manusia pilihan Allah dalam hal kebaikan. Dan adakalanya selain Ibnu Zaid mengatakan dari Ibnu Abbas, Anas ibnu Malik,
Salim ibnu Abul Ja'd, dan Abu Saleh serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa di hari itu Nabi Saw. melarang mereka (kaum wanita) melakukan niyahah. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis Ummu Atiyyah
yang di dalamnya disebutkan masalah ini. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan ayat ini,
bahwa pernah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Allah Swt. telah menyumpah mereka untuk tidak melakukan niyahah dan janganlah mereka berbicara dengan kaum lelaki kecuali lelaki yang masih mahramnya. Maka Abdur Rahman ibnu Auf r.a.
bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami sering mempunyai tamu-tamu, sedangkan kami sering meninggalkan istri-istri kami." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Bukan mereka yang aku maksudkan, bukan mereka yang aku maksudkan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa Al-Farra, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, telah menceritakan kepadaku Mubarak,
dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa di antara sumpah yang diambil oleh Nabi Saw. dari kaum wanita ialah janganlah kamu berbicara dengan lelaki kecuali yang ada hubungan mahram denganmu.
Karena sesungguhnya lelaki itu terus-menerus berbicara dengan wanita hingga pada akhirnya dia mengeluarkan mazi di antara kedua pahanya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid,
telah menceritakan kepada kami Harun, dari Amr, dari Asim, dari Ibnu Sirin, dari Ummu Atiyyah Al-Ansariyyah yang menceritakan bahwa di antara kebaikan yang dipersyaratkan kepada kami saat kami mengucapkan baiat
kami kepada Rasulullah Saw. ialah kami tidak diperbolehkan melakukan niyahah. Maka seorang wanita dari kalangan Bani Fulan memotong, "Sesungguhnya Bani Fulan pernah berjasa kepadaku,
maka aku tidak mau berbaiat lebih dahulu sebelum membalas jasa mereka," lalu wanita itu pergi dan membalas jasa mereka, kemudian ia datang lagi dan mengucapkan baiatnya. Ummu Atiyyah melanjutkan kisahnya,
bahwa tiada seorang wanita pun dari mereka yang memenuhi baiat itu kecuali wanita itu dan Ummu Sulaim binti Mulhan ibunya Anas ibnu Malik. Imam Bukhari telah meriwayatkan hadis ini melalui jalur Hafsah binti Sirin dari Ummu Atiyyah
alias Nasibah Al-Ansariyyah r.a. Dan Imam Bukhari telah meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur lain; ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib,
telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Farukh Al-Qattat, telah menceritakan kepadaku Mus'ab ibnu Nuh Al-Ansari yang mengatakan bahwa ia pernah bersua dengan seorang nenek-nenek
yang semasa mudanya telah berbaiat kepada Rasulullah Saw. Nenek-nenek itu menceritakan bahwa ia datang kepada Rasulullah Saw. untuk berbaiat kepadanya, dan di antara persyaratan yang dibebankan kepadanya
ialah ia tidak boleh melakukan niyahah. Maka nenek-nenek itu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada orang-orang yang dahulu pernah membahagiakan diriku saat aku tertimpa musibah kematian.
Dan sesungguhnya mereka sedang tertimpa musibah kematian, maka aku hendak balas membahagiakan mereka." Rasulullah Saw. menjawab: Pergilah dan balaslah mereka. Maka aku pun pergi dan membalas mereka dengan membahagiakan mereka
(melalui niyahah-nya). Kemudian nenek-nenek itu datang lagi dan mengikrarkan baiatnya kepada Rasulullah Saw. Mus'ab mengatakan bahwa itulah yang dimaksud dengan makruf yang disebutkan di dalam firman-Nya:
dan tidak mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Ad-Dabbi,
telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnu Safwan, dari Usaid ibnu Abu Usaid Al-Bazzar, dari seorang wanita yang pernah berbaiat kepada Rasulullah Saw. Ia mengatakan, "Di antara persyaratan yang dibebankan kepada kami oleh Rasulullah Saw.
dalam baiat kami ialah kami tidak boleh mendurhakainya dalam urusan yang baik, yaitu kami tidak boleh mencakari muka kami, tidak boleh menguraikan rambut, tidak boleh merobek-robek baju, dan tidak boleh menyerukan kalimat kebinasaan."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sinan Al-Qazzaz, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Usman alias Abu Ya'qub,
telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Abdur Rahman ibnu Atiyyah, dari neneknya (yaitu Ummu Atiyyah) yang telah menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. tiba, maka beliau Saw. mengumpulkan kaum wanita Ansar dalam sebuah rumah,
kemudian mengundang Umar ibnul Khattab untuk membaiat kami. Maka Umar berdiri di pintu dan mengucapkan salam kepada kami. Kami membalas salamnya, kemudian ia mengatakan, "Aku adalah utusan dari Rasulullah Saw. kepada kalian.
" Maka kami berkata, "Selamat datang dengan utusan Rasulullah." Umar berkata, "Hendaklah kalian berbaiat, bahwa janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Allah, jangan mencuri dan jangan berzina." Kami menjawab, "Ya."
Lalu Umar mengulurkan tangannya dari balik pintu rumah dan kami bergantian menjabat tangannya dari dalam rumah. Kemudian Umar berkata, "Ya Allah, saksikanlah." Ummu Atiyyah melanjutkan, bahwa dalam dua hari raya beliau Saw.
memerintahkan kepada kami agar mengeluarkan wanita-wanita yang berhaid dan juga para gadis, dan tiada kewajiban salat Jumat bagi kami (kaum wanita). Dan beliau Saw. melarang kami mengiringi jenazah.
Ismail mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada neneknya tentang makna firman-Nya: dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12) Maka neneknya menjawab,
bahwa yang dimaksud dengan mendurhakai Rasulullah Saw. ialah melakukan niyahah. Di dalam kitabSahihain disebutkan melalui jalur Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Murrah, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
"لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَب الْخُدُودَ، وشَقَّ الْجُيُوبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ"
Bukanlah termasuk golongan kami orang (wanita) yang memukuli pipi (nya) dan merobek-robek kerah baju (nya) serta menyerukan seruan Jahiliah. Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula melalui Abu Musa, bahwa Rasulullah Saw. berlepas diri dari wanita yang menampari mukanya, memotong rambutnya, dan merobek-robek bajunya.
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا هُدْبَة بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا أَبَانُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ: أَنَّ زَيْدًا حَدَّثَهُ: أَنَّ أَبَا سَلَّامٍ حَدَّثَهُ: أَنَّ أَبَا مَالِكٍ الْأَشْعَرِيَّ حَدَّثَهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لَا يَتْرُكُونَهُنَّ: الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ، وَالطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ، وَالِاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ، وَالنِّيَاحَةُ. وَقَالَ: النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطران وَدِرْعٍ مِنْ جَرَب".
Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hudbah ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Aban ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Kasir,
bahwa Zaid pernah menceritakan kepadanya bahwa Abu Salam pernah menceritakan kepadanya bahwa Abu Malik Al-Asy'ari pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
ada empat perkara di kalangan umatku yang termasuk perkara Jahiliah yang masih belum mereka tinggalkan, yaitu membangga-banggakan kedudukan, mencemoohkan nasab, meminta hujan dengan bintang-bintang,
dan niyahah terhadap mayat. Dan Rasulullah Saw. bersabda: Wanita yang melakukan niyahah apabila tidak bertobat sebelum matinya, maka ia akan diberdirikan pada hari kiamat dengan memakai kain yang terbuat dari ter (aspal)
dan baju kurung dari penyakit kudis. Imam Muslim meriwayatkan hadis ini secara munfarid di dalam kitab sahihnya melalui Aban ibnu Yazid Al-Attar dengan sanad yang sama. Diriwayatkan pula dari Abu Sa'id bahwa Rasulullah Saw.
melaknat wanita yang melakukan niyahah dan wanita yang mendengarkannya. Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki',
dari Yazid maula As-Sahba, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ummu Salamah, dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12)
Bahwa yang dimaksud adalah niyahah. Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dari Abdu ibnu Humaid, dari Abu Na'im, sedangkan Ibnu Majah dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Waki';
keduanya dari Yazid ibnu Abdullah Asy-Syaibani maula Sahba dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.
Surat Al-Mumtahanah |60:13|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ قَدْ يَئِسُوا مِنَ الْآخِرَةِ كَمَا يَئِسَ الْكُفَّارُ مِنْ أَصْحَابِ الْقُبُورِ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa tatawallau qouman ghodhiballohu 'alaihim qod ya`isuu minal-aakhiroti kamaa ya`isal-kuffaaru min ash-ḥaabil-qubuur
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu jadikan orang-orang yang dimurkai Allah sebagai penolongmu, sungguh, mereka telah putus asa terhadap akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur juga berputus asa.
O you who have believed, do not make allies of a people with whom Allah has become angry. They have despaired of [reward in] the Hereafter just as the disbelievers have despaired of [meeting] the inhabitants of the graves.
(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian jadikan penolong kalian kaum yang Allah murka terhadap mereka) yaitu orang-orang Yahudi (sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat)
yakni dari pahala akhirat, padahal mereka meyakini adanya hari akhirat; demikian itu karena mereka ingkar kepada Nabi saw. padahal mereka mengetahui, bahwa Nabi saw.
itu adalah benar (sebagaimana telah berputus asa orang-orang kafir) yang kini berada (dalam kubur) yaitu orang-orang kafir yang telah mati terkubur, telah putus asa dari kebaikan akhirat.
Demikian itu karena di dalam kubur diperlihatkan kepada mereka tempat kedudukan mereka di surga seandainya mereka beriman, sebagaimana diperlihatkan pula kepada mereka tempat kembali yang akan mereka tempati, yaitu neraka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Mumtahanah | 60 : 13 |
Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman berteman dengan orang-orang kafir dalam akhir surat ini, sebagaimana melarang hal yang sama dalam permulaan surat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ}
Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu jadikan orang-orang yang dimurkai Allah sebagai penolongmu. (Al-Mumtahanah: 13) Makna yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani,
serta orang-orang kafir lainnya yang dimurkai dan dilaknat oleh Allah Swt. serta yang berhak diusir dan dijauhkan dari rahmat-Nya. Mengapa kalian memihak mereka dan menjadikan mereka teman-teman dan sahabat karib kalian,
padahal mereka telah berputus asa dari negeri akhirat, yakni dari pahalanya dan nikmatnya menurut hukum Allah Swt. Firman Allah Swt:
{كَمَا يَئِسَ الْكُفَّارُ مِنْ أَصْحَابِ الْقُبُورِ}
sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (Al-Mumtahanah: 13) Ada dua pendapat sehubungan dengan makna ayat ini, salah satunya mengartikan sebagaimana orang-orang kafir yang masih hidup
berputus asa dari kaum kerabat mereka yang telah berada di alam kubur, untuk dapat bersua kembali dengan mereka sesudahnya. Dikatakan demikian karena mereka tidak meyakini adanya hari berbangkit dan tidak pula
dengan hari perhimpunan semua makhluk; harapan mereka telah putus untuk dapat bersua kembali dengan kerabat mereka yang telah tiada, menurut keyakinan mereka. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu jadikan orang-orang yang dimurkai Allah sebagai penolongmu. (Al-Mumtahanah: 13) hingga akhir surat, yakni orang-orang yang telah mati
dari kalangan kaum yang kafir, orang-orang yang hidup dari mereka putus asa untuk dapat berkumpul kembali dengan mereka yang telah mati, atau mereka berkeyakinan bahwa Allah tidak akan membangkitkan mereka lagi.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (Al-Mumtahanah: 13) Bahwa orang-orang kafir yang masih hidup berputus asa
untuk dapat bersua kembali dengan orang-orang yang telah mati dari kalangan mereka. Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah sebagaimana orang-orang kafir berputus asa untuk dapat berkumpul kembali dengan ahli kubur mereka
yang telah mati. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ad-Dahhak, semuanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sebagaimana orang-orang kafir dari kalangan ahli kubur berputus asa
dari semua kebaikan. Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abud Duha, dari Masruq, dari Ibnu Mas'ud r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (Al-Mumtahanah: 13)
Yakni sebagaimana orang kafir ini berputus asa apabila dia telah mati dan telah menyaksikan balasannya yang diperlihatkan kepadanya. Hal inilah yang dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Muqatil, Al-Kalbi, dan Mansur,
kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir rahimahullah.
Surat As-Saff |61:1|
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
sabbaḥa lillaahi maa fis-samaawaati wa maa fil-ardh, wa huwal-'aziizul-ḥakiim
Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
Whatever is in the heavens and whatever is on the earth exalts Allah, and He is the Exalted in Might, the Wise.
(Telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi) yakni semuanya memahasucikan-Nya. Huruf lam yang terdapat pada lafal lillaah adalah huruf zaidah;
dan di sini dipakai lafal maa, karena lebih memprioritaskan yang mayoritas (dan Dialah Yang Maha Perkasa) di dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) di dalam perbuatan-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 1 |
Tafsir ayat 1-4
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan tafsir firman Allah Swt. yang mengawali surat ini dan bukan hanya sekali sehingga tidak perlu diulangi lagi. Yang dimaksud adalah firman Allah Swt.:
"آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّث كَذَبَ، إِذَا وَعَد أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ"
Pertanda orang munafik ada tiga, yaitu apabila berjanji ingkar, apabila berbicara dusta dan apabila dipercaya khianat. Di dalam hadis lain yang juga dalam kitab sahih disebutkan pula:
"أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ وَاحِدَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَة مِنْ نِفَاقٍ حَتَّى يَدَعها"
Ada empat pekerti yang barang siapa menyandang keempat-empatnya, maka dia adalah munafik militan; dan barang siapa yang menyandang salah satunya, berarti dalam dirinya terdapat suatu pekerti orang yang munafik
sampai dia meninggalkannya. Lalu disebutkan yang antara lainnya ialah mengingkari janji. Kami telah menjelaskan dengan rinci kedua hadis ini di dalam permulaan syarah kitab Imam Bukhari.
Untuk itulah maka Allah mengukuhkan pengingkaran-Nya terhadap sikap mereka yang demikian itu melalui firman berikutnya:
{كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ}
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (Ash-Shaff: 3) Imam Ahmad dan Imam Abu Daud telah meriwayatkan melalui Abdullah ibnu Amir ibnu Rabi'ah,
yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. datang kepada keluarganya yang saat itu ia masih anak-anak. Lalu ia pergi untuk bermain-main, tetapi ibunya memanggilnya, "Hai Abdullah, kemarilah, aku akan memberimu sesuatu."
Rasulullah Saw. bertanya kepada ibunya, "Apakah yang hendak engkau berikan kepadanya?" Ibunya menjawab, "Kurma," Rasulullah Saw. bersabda:
"أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تَفْعَلِي كُتِبت عَلَيْكِ كِذْبة"
Ketahuilah, sesungguhnya andaikata engkau tidak memberinya, tentulah akan dicatat atas dirimu sebagai suatu kedustaan. Imam Malik rahimahullah berpendapat bahwa apabila janji itu berkaitan dengan kewajiban terhadap yang dijanjikan,
maka sudah menjadi keharusan penunaiannya. Misalnya ialah seperti seseorang berkata kepada lelaki lain, "Kawinlah kamu, maka aku akan memberikan nafkah sebanyak anu padamu setiap harinya!" Kemudian lelaki yang diperintahnya itu kawin,
maka orang yang berjanji demikian kepadanya diwajibkan memberinya apa yang telah ia janjikan kepadanya selama lelaki itu dalam ikatan perkawinannya. Mengingat masalah ini berkaitan dengan hak Adami dan berlandaskan
pada prinsip mudayaqah. Jumhur ulama berpendapat bahwa masalah tersebut di atas penunaiannya bersifat tidak wajib secara mutlak. Dan mereka menakwilkan makna ayat dengan pengertian bahwa ayat ini diturunkan ketika mereka
mengharapkan jihad difardukan atas diri mereka. Tetapi setelah jihad diwajibkan atas mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka berpaling darinya, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى وَلا تُظْلَمُونَ فَتِيلا أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ}
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tanganmu (dari berperang), laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat!" Ketika mereka diwajibkan berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik)
takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih takut dari itu. Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang)
kepada kami beberapa waktu lagi?" Katakanlah, "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.” Di mana saja kamu berada,
kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 77-78) Dan firman Allah Swt. lainnya yang menyebutkan:
{وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا لَوْلا نزلَتْ سُورَةٌ فَإِذَا أُنزلَتْ سُورَةٌ مُحْكَمَةٌ وَذُكِرَ فِيهَا الْقِتَالُ رَأَيْتَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ نَظَرَ الْمَغْشِيِّ عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ}
Dan orang-orang yang beriman berkata, "Mengapa tiada diturunkan suatu surat?” Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit
dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati. (Muhammad: 20), hingga akhir ayat. .Demikian pula artinya ayat ini menurut apa yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah,
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan. (Ash-Shaff: 2) Dahulu sebelum jihad difardukan,
ada segolongan kaum mukmin yang mengatakan bahwa kami sangat menginginkan sekiranya Allah Swt. menunjukkan kepada kami amal perbuatan yang paling disukai-Nya, maka kami akan mengerjakannya. Maka Allah Swt.
memberitahukan kepada Nabi-Nya, bahwa amal perbuatan yang paling disukai ialah beriman kepada-Nya tanpa keraguan, dan berjihad melawan orang-orang yang mendurhakai-Nya,
yaitu mereka yang menentang keimanan dan tidak mau mengakuinya. Ketika diturunkan perintah berjihad, sebagian dari kaum mukmin tidak senang dengan perintah ini dan terasa berat olehnya.
Untuk itulah maka Allah Swt. berfirman: Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan? (Ash-Shaff: 2) Demikianlah menurut apa yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa orang-orang mukmin mengatakan, "Seandainya kami mengetahui amal yang paling disukai Allah, tentulah kami akan mengerjakannya." Maka Allah memberikan petunjuk kepada mereka
tentang amal yang paling disukai oleh-Nya melalui firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur. (Ash-Shaff: 4) Maka Allah menjelaskan kepada mereka amal tersebut,
lalu mereka diuji dalam Perang Uhud dengan hal tersebut, dan ternyata pada akhirnya mereka lari ke belakang meninggalkan Nabi Saw. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman,
mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? (Ash-Shaff: 2) Allah Swt. berfirman bahwa orang yang paling Aku sukai di antara kamu adalah orang yang berperang di jalan Allah.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah perang; seseorang lelaki mengatakan, "Aku telah berperang," padahal ia tidak ikut perang, dan ia mengatakan, "Aku telah menusukkan tombakku,"
padahal ia tidak menggunakannya. Dan ia mengatakan, "Aku telah memukulkan pedangku," padahal ia tidak menggunakannya. Dan ia mengatakan, "Aku tetap bertahan dalam medan perang," padahal ia tidak bertahan alias melarikan diri.
Qatadah dan Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini diturunkan untuk mencemoohkan suatu kaum yang mengatakan bahwa diri mereka telah berperang, memukulkan pedang mereka dan menusukkan tombak mereka,
serta melakukan hal-hal lainnya, padahal kenyataannya mereka tidak melakukan sesuatu pun dari apa yang telah dikatakannya itu. Ibnu Zaid mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum dari orang-orang munafik.
Mereka menjanjikan kepada kaum muslim bahwa mereka akan membantunya, tetapi ternyata mereka tidak memenuhi apa yang mereka janjikan. Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman Allah Swt.:
mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? (Ash-Shaff: 2) Bahwa yang dimaksud ialah berjihad. Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya:
mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?'(Ash-Shaff: 2) sampai dengan firman Allah Swt.: seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4)
Ayat-ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan segolongan orang-orang Ansar yang antara lain ialah Abdullah ibnu Rawwahah. Mereka mengatakan dalam suatu majelis, "Seandainya kita mengetahui amal yang paling disukai oleh Allah,
niscaya kita akan mengerjakannya, hingga kita mati," maka Allah menurunkan ayat-ayat tersebut berkenaan dengan mereka. Akhirnya Abdullah ibnu Rawwahah berkata, "Aku akan terus-menerus berjihad di jalan Allah hingga titik darah penghabisan.
" Pada akhirnya ia gugur mati syahid dalam medan pertempuran. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Farwah ibnu Abul Migra, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Misar,
dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Abu Harb ibnu Abul Aswad Ad-Daili, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Abu Musa mengundang ahli qurra kota Basrah, maka datanglah kepadanya sebagian dari mereka sebanyak tiga ratus orang,
semuanya hafal Al-Qur'an. Abu Musa berkata, "Kalian adalah ahli qurra kota Basrah dan orang-orang pilihan mereka." Dan Abu Musa mengatakan bahwa dahulu kami sering membaca suatu surat yang kami kelompokkan ke dalam surat-surat
yang diawali dengan tasbih, lalu kami ditakdirkan lupa terhadapnya, hanya aku masih hafal salah satu dari ayatnya yang menyebutkan: Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? (Ash-Shaff: 2)
Maka dibebankanlah ke atas pundak kalian persaksian dan kelak di hari kiamat kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ}
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4)
Hal ini merupakan pemberitaan dari Allah Swt. yang menyatakan kecintaan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Apabila mereka berbaris dengan teratur menghadapi musuh-musuh Allah dalam medan pertempuran,
mereka berperang di jalan Allah melawan orang-orang yang kafir terhadap Allah agar kalimah Allah-lah yang tertinggi dan agama-Nyalah yang menang lagi berada di atas agama-agama lainnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا هُشَيْم، قَالَ مُجالد أَخْبَرَنَا عَنْ أَبِي الودَّاك، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ثَلَاثٌ يَضْحَكُ اللَّهُ إِلَيْهِمُ: الرَّجُلُ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ، وَالْقَوْمُ إِذَا صَفُّوا لِلصَّلَاةِ، وَالْقَوْمُ إِذَا صَفُّوا لِلْقِتَالِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Abul Waddak, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Ada tiga macam orang yang Allah rida kepada mereka, yaitu seorang yang mengerjakan salat malam hari, dan kaum yang apabila salat mereka membentuk barisan dengan teratur,
serta kaum yang apabila dalam medan perang mereka membentuk barisan dengan teratur. Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Mujalid, dari Abul Waddak alias Jabar ibnu Nauf dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im Al-Fadl ibnu Dakin, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad (yakni Ibnu Syaiban),
telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abdullah ibnusy Syikhkhir yang mengatakan bahwa Mutharrif pernah mengatakan bahwa pernah sampai kepadanya sebuah hadis dari Abu Zar sehingga ia ingin bersua secara langsung dengannya.
Lalu ia menemuinya dan bertanya, "Hai Abu Zar, pernah sampai kepadaku sebuah hadis darimu, maka aku ingin sekali bersua denganmu." Abu Zar menjawab, "Ayahmu milik Allah, sekarang engkau telah bersua denganku,
maka kemukakanlah maksudmu!" Aku berkata, "Pernah sampai kepadaku suatu hadis darimu bahwa engkau pernah mengatakan Rasulullah Saw. telah menceritakan kepada kalian (para sahabat) bahwa Allah murka terhadap tiga macam orang
dan menyukai tiga macam orang lainnya." Abu Zar menjawab, "Benar, janganlah engkau mempunyai prasangka bahwa aku berdusta terhadap kekasihku (Nabi Saw.)." Aku bertanya, "Maka siapakah tiga macam orang yang disukai oleh Allah itu?"
Abu Zar menjawab, bahwa seorang lelaki yang berperang di jalan Allah, ia keluar berjihad dengan mengharapkan rida Allah dan pahala-Nya, lalu berhadapan dengan musuh. Dan kamu akan menjumpai hal yang membenarkannya di dalam Kitabullah.
Kemudian Abu Zar membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4)
Kemudian disebutkan hal yang selanjutnya hingga akhir hadis. Demikianlah hadis ini diketengahkan melalui jalur ini dengan teks seperti yang disebutkan di atas, tetapi yang dikemukakan di atas adalah ringkasannya.
Imam Turmuzi dan Imam Nasai telah mengetengahkannya melalui hadis Syu'bah, dari Mansur ibnul Mu'tamir, dari Rib'i ibnu Hirasy, dari Zaid Ibnu Zabyan, dari Abu Zar dengan teks yang lebih panjang daripada hadis di atas lagi lebih lengkap.
Kami telah mengetengahkannya di tempat yang lain. Diriwayatkan dari Ka'bul Ahbar. Ia mengatakan bahwa Allah Swt. berfirman berkenaan dengan berita gembira kedatangan Nabi Muhammad Saw., "Hamba-Ku yang bertawakal lagi terpilih, bukanlah orang yang keras, bukan pula orang yang kasar, serta bukan pula orang yang bersuara gaduh di pasar-pasar; dan dia tidak membalas keburukan dengan keburukan lainnya, tetapi dia memaaf dan mengampuni. Kelahirannya di Mekah, dan tempat hijrahnya ialah di Tabah (Madinah); kerajaannya di negeri Syam. Umatnya adalah orang-orang yang banyak memuji Allah, mereka memuji Allah dalam keadaan apa pun. Dan pada setiap rumah mereka terdengar suara dengungan seperti dengungan lebah di udara di waktu sahur (karena membaca Al-Qur'an). Mereka membasuh anggota-anggota tubuhnya (berwudu) dan gemar mengenakan kain separo badan mereka; saf mereka dalam pertempuran sama dengan saf mereka dalam salat." Kemudian Ka'bul Ahbar membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4) Mereka adalah kaum yang selalu memperhatikan matahari (untuk waktu salat mereka),
mereka selalu mengerjakan salat di mana pun waktu salat mereka jumpai sekalipun mereka berada di atas punggung hewan kendaraan. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur. (Ash-Shaff: 4) Bahwa Rasulullah Saw.
tidak sekali-kali berperang melawan musuh melainkan terlebih dahulu mengatur barisan pasukannya membentuk saf, dan ini merupakan strategi yang diajarkan oleh Allah Swt. kepada orang-orang mukmin. Dan firman Allah Swt.:
seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4) Yaitu sebagian darinya menempel dengan sebagian lainnya dalam saf peperangan. Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa sebagiannya menempel ketat
dengan sebagian yang lain. Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4) Yakni kokoh dan tidak rapuh,
sebagiannya menempel ketat dengan sebagian yang lain dalam barisan safnya. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4)
Tidakkah Anda melihat para pekerja bangunan? Mereka tidak suka bila bangunan yang dikerjakannya acak-acakan. Demikian pula Allah Swt. tidak suka bila perintah-Nya diacak-acak.
Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kaum mukmin untuk berbaris dengan rapi dalam peperangan mereka dan juga dalam salat mereka, maka peganglah oleh kalian perintah Allah Swt. ini,
karena sesungguhnya perintah ini akan menjadi pemelihara diri bagi orang yang mengamalkannya. Semua pendapat di atas di kemukakan oleh Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Amr As-Sukuni,
telah menceritakan kepada kamj Baqiyyah ibnul Walid, dari Abu Bakar ibnu Abu Maryam, dari Yahya ibnu Jabir At-Ta'ir, dari Abu Bahriyyah yang mengatakan bahwa dahulu mereka tidak suka berperang dengan mengendarai kuda
dan mereka lebih suka berperang dengan jalan kaki karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur,
seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4) Dan tersebutlah bahwa Abu Bahriyyah sering mengatakan, "Apabila kalian melihatku menoleh dalam safku, maka pukullah daguku."
Surat As-Saff |61:2|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu lima taquuluuna maa laa taf'aluun
Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
O you who have believed, why do you say what you do not do?
(Hai orang-orang yang beriman mengapa kalian mengatakan) sewaktu kalian meminta berjihad (apa yang tidak kalian perbuat) karena ternyata kalian mengalami kekalahan atau mundur dalam perang Uhud.
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 2 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat As-Saff |61:3|
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
kaburo maqtan 'indallohi an taquuluu maa laa taf'aluun
(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
Great is hatred in the sight of Allah that you say what you do not do.
(Amat besar) yakni besar sekali (kebencian) lafal maqtan berfungsi menjadi tamyiz (di sisi Allah bahwa kalian mengatakan) lafal an taquuluu menjadi fa'il dari lafal kabura (apa-apa yang tiada kalian kerjakan).
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 3 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat As-Saff |61:4|
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
innalloha yuḥibbullażiina yuqootiluuna fii sabiilihii shoffang ka`annahum bun-yaanum marshuush
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.
Indeed, Allah loves those who fight in His cause in a row as though they are a [single] structure joined firmly.
(Sesungguhnya Allah menyukai) artinya selalu menolong dan memuliakan (orang-orang yang berperang di jalannya dalam barisan yang teratur) lafal shaffan merupakan hal atau kata keterangan keadaan,
yakni dalam keadaan berbaris rapi (seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh) yakni sebagian di antara mereka menempel rapat dengan sebagian yang lain lagi kokoh.
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 4 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat As-Saff |61:5|
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ لِمَ تُؤْذُونَنِي وَقَدْ تَعْلَمُونَ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ ۖ فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
wa iż qoola muusaa liqoumihii yaa qoumi lima tu`żuunanii wa qot ta'lamuuna annii rosuulullohi ilaikum, fa lammaa zaaghuuu azaaghollaahu quluubahum, wallohu laa yahdil-qoumal-faasiqiin
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku! Mengapa kamu menyakitiku, padahal kamu sungguh mengetahui bahwa sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu?" Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.
And [mention, O Muhammad], when Moses said to his people, "O my people, why do you harm me while you certainly know that I am the messenger of Allah to you?" And when they deviated, Allah caused their hearts to deviate. And Allah does not guide the defiantly disobedient people.
(Dan) ingatlah (ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku! Mengapa kalian menyakitiku) mereka mengatakan bahwa Nabi Musa itu orang yang besar buah pelirnya atau berpenyakit burut,
padahal kenyataannya tidaklah demikian, dan mereka pun mendustakannya (padahal sesungguhnya) lafal qad di sini menunjukkan makna tahqiq (kalian mengetahui, bahwa aku adalah utusan Allah kepada kalian.")
Kalimat wa qad ta`lamuuna dan seterusnya berkedudukan menjadi hal atau kata keterangan keadaan. Dan seorang yang menjadi rasul itu seharusnya kalian hormati. (Maka tatkala mereka berpaling)
maksudnya menyimpang dari kebenaran, karena mereka telah menyakitinya (Allah memalingkan hati mereka) dari jalan petunjuk, sesuai dengan apa yang telah ditetapkan-Nya di zaman azali
(dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik) yakni orang-orang yang kafir, menurut ilmu dan pengetahuan-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 5 |
Tafsir ayat 5-6
Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal hamba-Nya, utusan-Nya, yang pernah diajak bicara langsung oleh-Nya, yaitu Musa ibnu Imran a.s. Bahwa Musa pernah berkata kepada kaumnya, yang disitir oleh firman-Nya:
{لِمَ تُؤْذُونَنِي وَقَدْ تَعْلَمُونَ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ}
mengapa kamu menyakitiku, sedangkan kamu mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu? (Ash-Shaff: 5) Maksudnya, mengapa kamu menyakitiku, padahal kamu mengetahui kejujuranku dalam menyampaikan risalah Allah
kepadamu. Dalam hal ini terkandung hiburan bagi Rasulullah Saw. dalam menanggung apa yang ditimpakan oleh kaum kuffar terhadap dirinya, dari kalangan kaumnya dan kaum kuffar lainnya.
Sekaligus mengandung perintah untuk bersabar dalam menghadapinya. Karena itulah beliau Saw. dalam salah satu sabdanya mengatakan:
"رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى مُوسَى: لَقَدْ أُوذِيَ بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ"
Semoga Allah merahmati Musa, sesungguhnya dia telah disakiti lebih dari ini dan dia tetap bersabar. Dalam ayat ini terkandung pula makna larangan bagi kaum mukmin menyakiti Nabi Saw. atau mendiskreditkannya, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ آذَوْا مُوسَى فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab: 69) Adapun firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ}
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. (Ash-Shaff: 5) Yakni ketika mereka menyimpang dari jalan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya,
maka Allah memalingkan hati mereka dari hidayah dan menempatkan di hati mereka keraguan, kebimbangan, dan kehinaan. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ}
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. (Al-An'am: 110) Dan firman Allah Swt.:
{وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا}
Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukanjalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatanyang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. (An-Nisa: 115) Karena itulah maka disebutkan dalam surat ini oleh firman-Nya:
{وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ}
dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (Ash-Shaff: 5) Adapun firman Allah Swt.:
{وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ}
Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul
yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” (Ash-Shaff: 6) Yakni kitab Taurat telah menyampaikan berita gembira kedatanganku, dan akulah orangnya yang diberitakan oleh Taurat itu,
dan aku menyampaikan berita gembira akan kedatangan rasul yang sesudahku, dia adalah Rasul yang Ummy Arabiy Makki bernama Ahmad alias Muhammad. Isa a.s. adalah penutup nabi-nabi Bani Israil,
dia berada di tengah-tengah kaum Bani Israil menyampaikan berita gembira akan kedatangan Muhammad, yaitu Ahmad sebagai penutup para nabi dan para rasul. Tiada rasul dan nabi lagi sesudahnya.
Alangkah baiknya apa yang diketengahkan oleh Imam Bukhari, yaitu bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، حَدَّثَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ: أَخْبَرَنِي مُحَمَّدِ بْنِ جُبَير بْنِ مُطعم، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ لِي أَسْمَاءٌ: أَنَا مُحَمَّدٌ، وَأَنَا أَحْمَدُ، وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يَمحُو اللَّهُ بِهِ الْكُفْرَ، وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمِي، وَأَنَا الْعَاقِبُ".
telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Jubair ibnu Mut'im,
dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya aku mempunyai banyak nama, akulah Muhammad, akulah Ahmad, akulah Penghapus yang melaluiku A llah menghapus kekufuran,
dan akulah Penggiring yang semua umat manusia digiring di atas kakiku, dan akulah Penggiring. Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Az-Zuhri dengan sanad dan lafaz yang semisal.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرّة، عَنْ أَبِي عُبَيدة، عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ: سَمَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَفسه أسماءً، منها ما حفظنا فقال: "أَنَا مُحَمَّدٌ، وَأَنَا أَحْمَدُ، وَالْحَاشِرُ، وَالْمُقَفِّي، وَنَبِيُّ الرَّحْمَةِ، وَالتَّوْبَةِ، وَالْمَلْحَمَةِ".
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah, dari Abu Musa yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menyebutkan nama-nama lain bagi dirinya.
Di antaranya ada yang kami hafal, yaitu: Akulah Muhammad, akulah Ahmad, akulah orang yang menggiring, akulah yang diikuti, nabi rahmat, nabi tobat, dan nabi Malhamah (peperangan).
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Al-A'masy;dari Amr ibnu Murrah dengan sanad yang sama. Allah Swt. telah berfirman:
{الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ}
(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummiyang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka. (Al-A'raf: 157), hingga akhir ayat. Dan firman Allah Swt.:
{وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ}
Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu,
niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.”Allah berfirman, "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab, "Kami mengakui.” Allah berfirman,
"Kalau begitu, saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.” (Ali Imran: 81) Ibnu Abbas mengatakan bahwa tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi melainkan mengambil janji darinya,
bahwa sesungguhnya jika Muhammad diutus sedang dia masih hidup, maka dia benar-benar akan mengikutinya. Dan mengambil janji pula bahwa hendaknya dia mengambil janji dari umatnya, bahwajika Muhammad diutus,
sedangkan mereka masih hidup, benar-benar mereka akan mengikutinya dan menolongnya.
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزيد، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ، عَنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَخْبِرْنَا عَنْ نَفْسِكَ. قَالَ: "دَعْوَةُ أَبِي إِبْرَاهِيمَ، وبُشْرَى عِيسَى، وَرَأَتْ أُمِّي حِينَ حَمَلَتْ بِي كَأَنَّهُ خَرَجَ مِنْهَا نُورٌ أَضَاءَتْ لَهُ قُصُورُ بُصْرَى مِنْ أَرْضِ الشَّامِ"
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Saur ibnu Yazid, dari Khalid ibnu Ma'dan, dari sahabat-sahabat Rasulullah Saw., bahwa mereka pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami tentang dirimu."
Rasulullah Saw. menjawab: Aku adalah doa ayahku Ibrahim, dan berita gembira yang disampaikan Isa. Ibuku ketika mengandungku melihat seakan-akan dari tubuhnya keluar nur (cahaya) yang dapat menerangi semua gedung kota Basrah
yang ada di negeri Syam. Sanad hadis ini jayyid (baik), dan telah diriwayatkan pula hal yang sama melalui jalur-jalur lain yang menguatkannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ سُوَيد الْكَلْبِيِّ، عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى بْنِ هِلَالٍ السُّلَمِيِّ، عَنِ العِرْباض بْنِ سَارِيَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي عِنْدَ اللَّهِ لَخَاتَمُ النَّبِيِّينَ، وَإِنَّ آدَمَ لمنجَدلٌ فِي طِينَتِهِ، وَسَأُنْبِئُكُمْ بِأَوَّلِ ذَلِكَ دَعْوة أَبِي إِبْرَاهِيمَ، وَبِشَارَةُ عِيسَى بِي، وَرُؤْيَا أُمِّي الَّتِي رَأَتْ، وَكَذَلِكَ أُمَّهَاتُ النَّبِيِّينَ يَرَين"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnuSaleh, dari Sa'id ibnu Suwaid Al-Kalbi, dari Abdul A'la ibnu Hilal As-Sulami,
dari Al-Irbad ibnu Sariyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya aku di sisi Allah (telah tercatat) benar-benar sebagai penutup para nabi,
dan sesungguhnya Adam masih benar-benar berupa tanah liatnya (saat itu). Dan aku akan menceritakan kepada kalian permulaan dari hal tersebut yaitu doa ayahku Ibrahim, berita gembira Isa mengenai kedatanganku,
dan mimpi yang dilihat oleh ibuku, dan hal yang sama dialami pula oleh para ibu nabi-nabi lain. Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Al-Farj ibnu Fudalah,
telah menceritakan kepada kami Luqman ibnu Amir yang mengatakan bahwa aku mendengar Abu Umamah mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah mula-mulanya perkaramu?"Nabi Saw. menjawab:
Doa ayahku Ibrahim, berita gembira Isa, dan ibuku melihat dalam mimpinya bahwa keluar dari tubuhnya cahaya yang menerangi gedung-gedung negeri Syam. Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa,
ia pernah mendengar Khadij saudara lelaki Zuhair ibnu Mu'awiyah menceritakan hadis berikut dari Abu Ishaq, dari Abdullah ibnu Atabah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
mengirimkan kami kepada Raja Najasyi (Negus). Jumlah kami waktu itu kurang lebih delapan puluh orang, di antaranya Abdullah ibnu Mas'ud, Ja'far, Abdullah ibnu Rawwahah, Usman ibnu Maz'un, dan Abu Musa.
Maka kami datang menghadap kepada Raja Najasyi. Kemudian orang-orang Quraisy mengirimkan Amr ibnul As dan Imarah ibnul Walid dengan membawa hadiah untuk Raja Najasyi. Ketika keduanya telah masuk ke istana Raja Najasyi,
lalu keduanya bersujud kepadanya dan segera mengambil tempat di sebelah kanan dan sebelah kirinya. Kemudian keduanya mengatakan kepada Raja Najasyi, "Sesungguhnya ada serombongan orang dari kalangan anak-anak paman kami
yang tinggal di negerimu, mereka membenci kami dan juga membenci agama kami." Raja Najasyi bertanya, "Di manakah mereka?" Keduanya menjawab, "Mereka telah berada di negerimu, maka undanglah mereka,"
lalu Raja Najasyi mengundang mereka. Ja'far berkata, "Akulah yang akan menjadi juru bicara kalian pada hari ini," mereka mengikutinya, dan Ja'far hanya mengucapkan salam kepada Raja Najasyi, ia tidak bersujud.
Maka mereka bertanya kepadanya, "Mengapa kamu tidak bersujud kepada sang raja?" Ja'far menjawab, "Sesungguhnya kami tidak akan sujud selain kepada Allah Swt." Raja Najasyi bertanya, "Bagaimanakah ajaran agamamu?" Ja'far menjawab,
"Sesungguhnya Allah telah mengutus Rasul-Nya kepada kami, maka dia memerintahkan kepada kami untuk tidak bersujud kepada seorang pun kecuali kepada Allah Swt. Dan dia memerintahkan kepada kami untuk salat dan menunaikan zakat.
" Maka Amr ibnul As berkata, "Sesungguhnya mereka mempunyai pandangan yang berbeda dengan engkau tentang Isa putra Maryam." Raja Najasyi bertanya, "Bagaimanakah menurut kalian tentang Isa putra Maryam dan ibunya?"
Ja'far menjawab, "Kami akan mengatakan seperti apa yang difirmankan oleh Allah Swt. bahwa dia adalah (yang diciptakan oleh) kalimah Allah (perintah-Nya) dan (dengan tiupan) roh dari-Nya yang disampaikan-Nya kepada seorang perawan
yang suci yang belum pernah disentuh oleh seorang manusia pun dan belum pernah beranak."Maka Raja Najasyi memungut sebuah kayu dari tanah, kemudian berkata, "Hai orang-orang Habsyah dan para pendeta serta para rahib, demi Allah,
apa yang dikatakan oleh mereka tidaklah melampaui apa yang dikatakan oleh kita mengenainya. Selamat datang untukmu dan orang-orang yang datang bersamamu dari sisinya. Aku bersaksi bahwa dia (Nabi Saw.) adalah utusan Allah,
dan bahwa dialah orang yang kami jumpai beritanya dalam kitab Injil, dan dialah orangnya yang diberitakan oleh Isa putra Maryam. Sekarang tinggallah kalian di mana pun kalian sukai di negeri ini. Demi Allah,
seandainya aku bukan dalam keadaan seperti sekarang sebagai raja, niscaya aku akan datang kepadanya dan aku rela menjadi pelayannya yang membawa terompahnya dan mengambilkan air wudunya."
Kemudian Raja Najasyi memerintahkan agar hadiah yang dibawa oleh kedua utusan Quraisy itu dikembalikan, maka hadiah itu dikembalikan kepada keduanya. Selanjutnya Ibnu Mas'ud bersegera menyusul Rasulullah Saw.
ke Madinah untuk ikut dalam Perang Badar. Dan Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa Nabi Saw. memohonkan ampunan bagi Raja Najasyi ketika beliau mendengar berita kewafatannya. Kisah ini telah diriwayatkan oleh Ja'far r.a.
dan Ummu Salamah r.a., dan pembahasannya didapat di dalam kitab Sirah. Tujuan pengetengahan kisah ini ialah bahwa para nabi itu terus-menerus menyebutkan sifat Nabi Muhammad Saw. dan menceritakannya kepada umatnya
masing-masing yang dituangkan dalam kitab-kitab mereka, lalu memerintahkan kepada umatnya masing-masing agar mengikutinya, menolongnya, dan mendukungnya jika Nabi Muhammad diutus.
Dan permulaan dari tenarnya hal ini di kalangan penduduk bumi diutarakan oleh Nabi Ibrahim a.s. kekasih Allah dan bapak para nabi, ketika ia berdoa untuk penduduk Mekah, bahwasanya semoga Allah mengutus seorang rasul
di kalangan mereka dari kalangan mereka sendiri. Hal yang sama diberitakan pula melalui lisan Isa Putra Maryam. Untuk itulah ketika para sahabat bertanya, "Ceritakanlah kepada kami permulaan perkaramu, yakni di bumi ini."
Maka Nabi Saw. menjawab:
"دَعْوَةُ أَبِي إِبْرَاهِيمَ، وَبِشَارَةُ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ، وَرُؤْيَا أُمِّي الَّتِي رَأَتْ"
Doa ayahku Nabi Ibrahim, dan berita gembira yang disampaikan oleh Isa Putra Maryam, serta mimpi yang pernah dilihat oleh ibuku (saat mengandungku).
Yakni seorang rasul yang akan muncul dari kalangan penduduk Mekah sesudah masa Ibrahim a.s. yang kemunculannya diawali dengan tanda-tanda kenabian. Oleh karena itulah maka Nabi Saw. menyebutkan Nabi Ibrahim a.s.
Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ}
Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, "Ini adalah sihir yang nyata." (Ash-Shaff: 6) Ibnu Juraij dan Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Maka tatkala datang kepada mereka rasul itu. (Ash-Shaff: 6) Yaitu Ahmad (Muhammad) yang telah diberitakan sejak masa-masa terdahulu dan telah dikenal sebutannya di kalangan umat-umat terdahulu.
Maka ketika dia telah diangkat menjadi rasul dan datang dengan membawa bukti-bukti yang nyata, berkatalah orang-orang kafir dan orang-orang yang menentangnya: Ini adalah sihir yang nyata. (Ash-Shaff: 6)
Surat As-Saff |61:6|
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ ۖ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَٰذَا سِحْرٌ مُبِينٌ
wa iż qoola 'iisabnu maryama yaa baniii isrooo`iila innii rosuulullohi ilaikum mushoddiqol limaa baina yadayya minat-taurooti wa mubasysyirom birosuuliy ya`tii mim ba'dismuhuuu aḥmad, fa lammaa jaaa`ahum bil-bayyinaati qooluu haażaa siḥrum mubiin
Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, "Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Namun ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, "Ini adalah sihir yang nyata."
And [mention] when Jesus, the son of Mary, said, "O children of Israel, indeed I am the messenger of Allah to you confirming what came before me of the Torah and bringing good tidings of a messenger to come after me, whose name is Ahmad." But when he came to them with clear evidences, they said, "This is obvious magic."
(Dan) ingatlah (ketika Isa putra Maryam berkata, "Hai Bani Israel!) di sini Nabi Isa tidak mengatakan hai kaumku, karena sesungguhnya dia tidak mempunyai kerabat di kalangan mereka
(Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian, membenarkan kitab sebelumku) kitab yang diturunkan sebelumku
(yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan datangnya seorang rasul yang akan datang sesudahku, namanya Ahmad.") Allah berfirman: (Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka)
yakni Ahmad alias Muhammad kepada orang-orang kafir (dengan membawa bukti-bukti yang nyata) yakni ayat-ayat dan tanda-tanda (mereka berkata, "Ini)
maksudnya, apa yang didatangkannya itu (adalah sihir) menurut suatu qiraat lafal sihrun dibaca saahirun artinya orang yang datang ini adalah penyihir (yang nyata") yang jelas.
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 6 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat As-Saff |61:7|
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَىٰ إِلَى الْإِسْلَامِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
wa man azhlamu mim maniftaroo 'alallohil-każiba wa huwa yud'aaa ilal-islaam, wallohu laa yahdil-qoumazh-zhoolimiin
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah padahal dia diajak kepada (agama) Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
And who is more unjust than one who invents about Allah untruth while he is being invited to Islam. And Allah does not guide the wrongdoing people.
(Dan siapakah) artinya tiada seseorang pun (yang lebih zalim) maksudnya lebih besar kezalimannya (daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah)
yakni dengan cara menisbatkan adanya sekutu bagi-Nya, menyebutkan-Nya bahwa Dia mempunyai anak dan mengatakan ayat-ayat-Nya sebagai sihir
(sedangkan dia diajak kepada agama Islam Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim) kepada orang-orang yang kafir.
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 7 |
Tafsir ayat 7-9
Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الإسْلامِ}
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah, sedangkan dia diajak kepada agama Islam? (Ash-Shaff: 7) Yakni tiada seorang pun yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan
terhadap Allah dan mengadakan bagi-Nya tandingan-tandingan dan sekutu-sekutu, padahal dia diajak kepada agama tauhid dan memurnikan ketaatan hanya kepada Allah Swt. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
{وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ}
Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Ash-Shaff: 7) Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
{يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ}
Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka. (Ash-Shaff: 8) Maksudnya, mereka berupaya menolak perkara yang hak dengan perkara yang batil.
Perumpamaan mereka dalam hal ini sama dengan seseorang yang ingin memadamkan sinar mentari dengan mulutnya. Maka sebagaimana hal ini mustahil, begitu pula memadamkan cahaya (agama) Allah merupakan hal yang mustahil pula.
Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:
{وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ}
dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya, meskipun orang-orang kafir benci. Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama,
meskipun orang-orang musyrik benci. (Ash-Shaff: 8-9) Mengenai tafsir kedua ayat ini telah dikemukakan dalam tafsir surat At-Taubah dengan keterangan yang cukup.
Surat As-Saff |61:8|
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
yuriiduuna liyuthfi`uu nuurollaahi bi`afwaahihim, wallohu mutimmu nuurihii walau karihal-kaafiruun
Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.
They want to extinguish the light of Allah with their mouths, but Allah will perfect His light, although the disbelievers dislike it.
(Mereka hendak memadamkan) lafal liyuthfi'uu dinashabkan oleh an yang keberadaannya diperkirakan, sedangkan huruf lam-nya adalah zaidah (cahaya Allah)
yakni syariat dan bukti-bukti-Nya (dengan mulut mereka) melalui ucapan-ucapan mereka bahwa Alquran itu adalah sihir, syair dan ramalan atau tenungan (dan Allah tetap menyempurnakan)
artinya memenangkan atau menampakkan (cahaya-Nya) menurut suatu qiraat dibaca mutimmu nuurihi dengan dimudhafkan (meskipun orang-orang kafir benci) akan hal tersebut.
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 8 |
penjelasan ada di ayat 7
Surat As-Saff |61:9|
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
huwallażiii arsala rosuulahuu bil-hudaa wa diinil-ḥaqqi liyuzh-hirohuu 'alad-diini kullihii walau karihal-musyrikuun
Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik membencinya.
It is He who sent His Messenger with guidance and the religion of truth to manifest it over all religion, although those who associate others with Allah dislike it.
(Dialah Yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya) maksudnya menjadikannya berada di (atas segala agama-agama)
yakni di atas semua agama yang bertentangan dengannya (meskipun orang-orang musyrik benci) akan hal tersebut.
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 9 |
penjelasan ada di ayat 7
Surat As-Saff |61:10|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu hal adullukum 'alaa tijaarotin tunjiikum min 'ażaabin aliim
Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?
O you who have believed, shall I guide you to a transaction that will save you from a painful punishment?
(Hai orang-orang yang beriman, sukakah kalian Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian) dapat dibaca tunjiikum dan tunajjiikum,
yakni tanpa memakai tasydid dan dengan memakainya (dari azab yang pedih) yang menyakitkan; mereka seolah-olah menjawab, mengiyakan. Lalu Allah melanjutkan firman-Nya:
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 10 |
Tafsir ayat 10-13
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis Abdullah ibnu Salam bahwa para sahabat berkeinginan untuk menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang amal perbuatan yang paling disukai oleh Allah Swt. untuk mereka kerjakan. Maka Allah menurunkan surat ini, yang antara lain ialah firman Allah Swt.:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ}
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Ash-Shaff: 10)
Kemudian perniagaan yang besar lagi tidak akan mengalami kerugian dan dapat menghantarkan untuk meraih tujuan dan melenyapkan semua halangan ditafsirkan oleh firman Allah Swt. berikutnya:
{تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ}
(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya. (Ash-Shaff: 11)
Yakni lebih baik bagimu daripada perniagaan dunia, bersusah payah untuknya dan menyibukkan diri hanya dengan perniagaan dunia semata. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:
{يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ}
niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu. (Ash-Shaff: 12) Jika kamu mengerjakan apa yang Kuperintahkan kepadamu dan apa yang telah Kutunjukkan kepadamu, niscaya Aku akan mengampuni semua kesalahan kamu
dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang penuh dengan tempat-tempat tinggal yang baik-baik serta derajat-derajat yang tinggi. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ}
dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. (Ash-Shaff: 12) Selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا}
Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai. (Ash-Shaff: 13) Maksudnya, dan Aku tambahkan kepada kalian selain dari itu hal yang kamu sukai, yaitu:
{نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ}
pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). (Ash-Shaff: 13) Yaitu apabila kamu berperang di jalan Allah dan menolong agama-Nya, maka Allah akan menjamin menolongmu dan menjadikanmu menang. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ}
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (Muhammad: 7)
{وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ}
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Hajj: 40) Adapun firman Allah Swt.:
{وَفَتْحٌ قَرِيبٌ}
dan kemenangan yang dekat. (Ash-Shaff: 13) Yakni dekat waktunya dan segera kejadiannya. Tambahan ini merupakan kebaikan dunia yang disambung dengan nikmat di hari akhirat bagi orang-orang yang taat kepada Allah, Rasul-Nya, serta menolong Allah dan agama-Nya. Karena itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya:
{وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ}
Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. (Ash-Shaff: 13)
Surat As-Saff |61:11|
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
tu`minuuna billaahi wa rosuulihii wa tujaahiduuna fii sabiilillaahi bi`amwaalikum wa anfusikum, żaalikum khoirul lakum ing kuntum ta'lamuun
(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui,
[It is that] you believe in Allah and His Messenger and strive in the cause of Allah with your wealth and your lives. That is best for you, if you should know.
(Yaitu kalian beriman) artinya kalian tetap beriman (kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Itulah yang lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui)
bahwasanya hal ini lebih baik bagi kalian, maka kerjakanlah.
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 11 |
penjelasan ada di ayat 10
Surat As-Saff |61:12|
يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
yaghfir lakum żunuubakum wa yudkhilkum jannaatin tajrii min taḥtihal-an-haaru wa masaakina thoyyibatan fii jannaati 'adn, żaalikal-fauzul-'azhiim
niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam Surga ´Aadn. Itulah kemenangan yang agung,
He will forgive for you your sins and admit you to gardens beneath which rivers flow and pleasant dwellings in gardens of perpetual residence. That is the great attainment.
(Niscaya Allah akan mengampuni) menjadi jawab dari syarat yang diperkirakan keberadaannya; lengkapnya, jika kalian mengerjakannya, niscaya Dia akan mengampuni
(dosa-dosa kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan memasukkan kalian ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga Adn)
sebagai tempat menetap. (Itulah keberuntungan yang besar).
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 12 |
penjelasan ada di ayat 10
Surat As-Saff |61:13|
وَأُخْرَىٰ تُحِبُّونَهَا ۖ نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
wa ukhroo tuḥibbuunahaa, nashrum minallohi wa fat-ḥung qoriib, wa basysyiril-mu`miniin
dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin.
And [you will obtain] another [favor] that you love - victory from Allah and an imminent conquest; and give good tidings to the believers.
(Dan) Dia memberikan kepada kalian nikmat (yang lain yang kalian sukai, yaitu pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat waktunya.
Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman) yaitu berita tentang mendapat pertolongan dan kemenangan.
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 13 |
penjelasan ada di ayat 10
Surat As-Saff |61:14|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ ۖ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ ۖ فَآمَنَتْ طَائِفَةٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَتْ طَائِفَةٌ ۖ فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَىٰ عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu kuunuuu anshoorollaahi kamaa qoola 'iisabnu maryama lil-ḥawaariyyiina man anshooriii ilalloh, qoolal-ḥawaariyyuuna naḥnu anshoorullohi fa aamanat thooo`ifatum mim baniii isrooo`iila wa kafarot thooo`ifah, fa ayyadnallażiina aamanuu 'alaa 'aduwwihim fa ashbaḥuu zhoohiriin
Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikutnya yang setia itu berkata, "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah," lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir, lalu Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, sehingga mereka menjadi orang-orang yang menang.
O you who have believed, be supporters of Allah, as when Jesus, the son of Mary, said to the disciples, "Who are my supporters for Allah?" The disciples said, "We are supporters of Allah." And a faction of the Children of Israel believed and a faction disbelieved. So We supported those who believed against their enemy, and they became dominant.
(Hai orang-orang yang beriman jadilah kalian penolong-penolong Allah) yakni agama-Nya; menurut suatu qiraat dibaca anshaarallah, artinya dengan dimudhafkan (sebagaimana telah dikatakan)
dan seterusnya; makna yang dimaksud ialah sebagaimana yang telah dikatakan oleh kaum Hawariyyun. Pengertian ini disimpulkan dari ayat selanjutnya, yaitu
(oleh Isa putra Maryam kepada pengikut-pengikutnya yang setia, "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk menegakkan agama Allah")
di antara orang-orang yang bersamaku. (Pengikut-pengikut yang setia itu berkata, "Kami-lah penolong-penolong agama Allah") penolong-penolong atau Hawariyyun adalah teman-teman pilihan Nabi Isa,
mereka adalah orang-orang yang paling pertama dan paling dahulu beriman kepada Nabi Isa, dan jumlah mereka ada dua belas orang laki-laki.
Lafal Hawariyyun ini diambil dari asal kata al-hur yang artinya putih cemerlang. Akan tetapi menurut suatu pendapat yang lain dikatakan, adalah terdiri dari orang-orang yang pendek
dan pakaian mereka dicelup dengan warna putih (lalu segolongan dari Bani Israel beriman) kepada Nabi Isa, dan mereka mengatakan, bahwa Nabi Isa itu adalah hamba Allah yang kemudian diangkat naik ke langit
(dan segolongan yang lain kafir) karena mereka telah mengatakan, bahwasanya Nabi Isa itu adalah anak Allah, yang kemudian diangkat ke langit ke sisi-Nya.
Akhirnya kedua golongan tersebut berperang (maka Kami berikan kekuatan) Kami jadikan kuat (orang-orang yang beriman) di antara dua golongan tersebut (terhadap musuh-musuh mereka)
yakni golongan yang kafir (lalu mereka menjadi orang-orang yang menang) memperoleh kemenangan atas golongan yang kafir.
Tafsir Ibnu Katsir | As-Saff | 61 : 14 |
Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, bahwa hendaklah mereka menjadi penolong-penolong agama Allah dalam semua keadaan mereka dengan lisan, perbuatan,
serta dengan mengurbankan jiwa dan harta benda mereka. Dan hendaklah mereka memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana kaum Hawariyyin memenuhi seruan Isa ketika ia berkata:
{مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ}
Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah? (Ash-Shaff: 14) Yakni siapakah yang akan menolongku dalam menyampaikan seruan untuk menyembah Allah Swt.?
{قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ}
Pengikut-pengikut yang setia itu menjawab, "Kamilah penolong penolong agama Allah, " (Ash-Shaff: 14) Kaum Hawariyyin adalah pengikut setia Nabi Isa a.s. Yakni kamilah orang-orang yang akan menolongmu dalam menyampaikan
apa yang engkau diutus untuknya, dan kami akan mendukungmu dalam hal tersebut. Karena itulah maka Nabi Isa mengutus mereka guna menyeru manusia di negeri Syam dan di kalangan orang-orang Bani Israil dan orang-orang Yunani.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Rasulullah Saw. di musim-musim haji:
"مَنْ رَجُلٌ يُؤويني حَتَّى أُبَلِّغَ رِسَالَةَ رَبِّي، فَإِنَّ قُرَيْشًا قَدْ مَنَعُونِي أَنْ أُبَلِّغَ رِسَالَةَ رَبِّي"
Siapakah orangnya yang mau memberiku tempat hingga aku dapat menyampaikan risalah Tuhanku, karena sesungguhnya orang-orang Quraisy telah mencegahku untuk dapat menyampaikan risalah Tuhanku.
Hingga pada akhirnya Allah Swt. menetapkan baginya orang-orang Aus dan orang-orang Khazraj dari kalangan penduduk Madinah. Maka mereka membaiatnya, menolongnya, dan mengikat janji setia dengannya,
bahwa mereka bersedia membelanya dari gangguan orang-orang berkulit hitam dan orang-orang berkulit merah jika dia berhijrah kepada mereka. Dan ketika beliau Saw. berhijrah kepada mereka dengan para sahabatnya,
mereka memenuhi apa yang telah mereka janjikan kepada Allah Swt. melalui Rasul-Nya. Karena itulah maka Allah dan Rasul-Nya menamai mereka dengan sebutan kaum Ansar, dan akhirnya nama tersebut menjadi gelar bagi mereka,
semoga Allah melimpahkan rida-Nya bagi mereka dan membuat mereka puas. Firman Allah Swt.:
{فَآمَنَتْ طَائِفَةٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَتْ طَائِفَةٌ}
lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir. (Ash-Shaff: 14) Yaitu setelah Isa putra Maryam a.s. menyampaikan risalah Tuhannya kepada kaumnya, dan ia mendapat dukungan dari orang-orang yang mendukungnya,
yaitu dari kalangan kaum Hawariyyin; maka segolongan dari Bani Israil ada yang mendapat hidayah dari apa yang disampaikannya kepada mereka. Dan segolongan yang lainnya sesat, lalu menyimpang dari apa yang disampaikannya kepada mereka,
bahkan mereka mengingkari kenabiannya dan menuduh dia dan ibunya dengan tuduhan-tuduhan yang tidak senonoh. Mereka adalah orang-orang Yahudi, semoga laknat Allah terus-menerus ditimpakan kepada mereka sampai hari kiamat.
Ada pula segolongan dari para pengikutnya yang berpendapat ekstrem hingga mereka meninggikannya lebih dari apa yang diberikan oleh Allah kepadanya, yaitu kenabian; dan mereka menjadi berpecah belah
terdiri dari berbagai macam aliran dan sekte. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa Isa adalah anak Allah, ada yang mengatakan bahwa dia adalah salah satu dari yang tiga, yaitu tuhan ayah, tuhan anak, dan Ruhul Qudus.
Ada pula yang mengatakan bahwa Isa itu tuhan. Rincian mengenai hal ini telah diterangkan di dalam tafsir surat An-Nisa. Firman Allah Swt.:
{فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ}
maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka. (Ash-Shaff: 14) Yakni Kami berikan pertolongan kepada mereka dalam menghadapi orang-orang yang memusuhi mereka dari kalangan sekte-sekte Nasrani.
{فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ}
lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (Ash-Shaff: 14) atas musuh-musuh mereka, yang demikian itu terealisasikan bagi mereka setelah diutusnya Nabi Muhammad Saw.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Abu Ja'far ibnu Jarir rahimahullah. Dia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abus Sa-ib, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr,
dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa ketika Allah Swt. hendak mengangkat Isa ke langit, terlebih dahulu Isa menemui sahabat-sahabatnya yang semuanya berada di dalam rumah yang sama;
jumlah mereka ada dua belas orang. Saat itu Nabi Isa baru keluar dari mata air yang ada di dalam rumah itu, sedangkan dari rambut kepalanya masih menetes air bekas mandinya. Maka Isa berkata,
"Sesungguhnya di antara kalian akan ada orang yang kafir kepadaku sebanyak dua belas kali sesudah ia beriman kepadaku." Selanjutnya Isa a.s. bertanya, "Siapakah yang rela mau menjadi orang yang mirip denganku,
lalu ia akan dibunuh sebagai penggantiku, maka kelak dia akan mendapatkan derajat pahala yang sama denganku?" Lalu berdirilah seorang pemuda yang paling muda usianya di antara mereka, "Aku bersedia." Tetapi Nabi Isa menjawab,
"Duduklah kamu!" Kemudian Isa a.s. mengulangi perkataannya kepada mereka. Maka pemuda itu bangkit lagi dan berkata, "Aku bersedia." Tetapi Isa a.s. berkata, "Duduklah kamu!" Kemudian Isa a.s. mengulangi perkataannya kepada mereka,
dan ternyata pemuda itu berdiri kembali dan berkata, "Aku bersedia." Akhirnya Isa a.s. berkata, "Baiklah, engkaulah orangnya." Maka dijadikanlah dia mirip dengan Isa, sedangkan Isa a.s.
sesudah itu diangkat ke langit dari atap rumah itu (sebuah lubang yang ada di atas rumah itu). Kemudian datanglah orang-orang Yahudi yang mengejarnya, lalu. mereka menangkap orang yang serupa Isa itu dan membunuhnya serta menyalibnya.
Sebagian dari mereka kafir kepada Isa sebanyak dua belas kali sesudah mereka beriman kepadanya. Pada akhirnya mereka berpecah belah menjadi tiga golongan; suatu golongan mengatakan,
"Tadi tuhan bersama kita selama masa yang dikehendaki-Nya, kemudian ia naik ke langit," mereka adalah golongan Ya'qubiyah. Golongan yang lain mengatakan, "Tadi anak Allah ada bersama kita selama masa yang dikehendaki-Nya,
kemudian Dia mengangkatnya ke sisi-Nya," mereka adalah golongan Nasturiyah. Dan golongan yang terakhir mengatakan, "Tadi hamba Allah dan Rasul-Nya ada bersama kita selama masa yang dikehendaki Allah,
kemudian Allah mengangkatnya ke sisi-Nya," mereka adalah orang-orang yang Islam. Maka kedua golongan yang kafir itu memerangi golongan yang muslim dan membunuhi mereka, dan Islam sejak saat itu tidak disebut-sebut lagi hingga Allah Swt.
mengutus Nabi Muhammad Saw. lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir. (Ash-Shaff: 14) Yakni segolongan dari kaum Bani Israil di masa Isa ada yang kafir, dan segolongan yang lainnya ada yang beriman.
maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (Ash-Shaff: 14) Yaitu dengan kemenangan Nabi Muhammad Saw.
dan agamanya atas agama orang-orang kafir. Demikianlah bunyi teks riwayat ini di dalam kitab tafsirnya (Ibnu Jarir) dalam tafsir ayat yang mulia ini. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dalam tafsir ayat ini
di dalam kitab sunannya, dari Abu Kuraib, dari Muhammad ibnul Ala, dari Abu Muawiyah dengan lafaz yang sama. Maka umat Nabi Muhammad Saw. masih tetap membela perkara yang hak hingga datanglah perintah Allah,
sedangkan mereka dalam keadaan demikian, dan hingga orang-orang yang terakhir dari mereka memerangi Dajjal bersama-sama dengan Al-Masih Isa putra Maryam a.s., sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis-hadis sahih.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Demikianlah akhir dari tafsir surat Ash-Shaff, segala puji dan karunia adalah milik Allah.
Surat Al-Jumuah |62:1|
يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
yusabbiḥu lillaahi maa fis-samaawaati wa maa fil-ardhil-malikil-qudduusil-'aziizil-ḥakiim
Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah. Maha Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
Whatever is in the heavens and whatever is on the earth is exalting Allah, the Sovereign, the Pure, the Exalted in Might, the Wise.
(Telah bertasbih kepada Allah) telah memahasucikan-Nya; huruf lam yang terdapat pada lafal lillaahi adalah huruf zaidah (apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi)
pemakaian lafal maa di sini karena memprioritaskan yang mayoritas (Raja, Yang Maha Suci) yakni Maha Suci dari sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya
(Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana) di dalam kerajaan dan dalam perbuatan-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jumuah | 62 : 1 |
Tafsir ayat 1-4
Allah Swt. memberitahukan bahwa bertasbih kepada-Nya semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi, yakni semua makhluk yang ada pada keduanya, baik yang berakal maupun yang tidak berakal. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ}
Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. (Al-Isra: 44) Kemudian Allah Swt. berfirman:
{الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ}
Raja, Mahasuci. (Al-Jumu'ah: 1) Dia adalah Yang memiliki langit dan bumi dan Yang Mengatur keduanya dengan hukum-Nya, dan Dia Mahasuci dari semua kekurangan lagi menyandang semua sifat yang sempurna.
{الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}
Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Jumu'ah: 1) Kedua lafaz ini telah sering ditafsirkan sebelumnya. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
{هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ}
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka. (Al-Jumu'ah: 2) Yang dimaksud dengan kaum yang buta huruf adalah bangsa Arab di masa itu,
seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman Allah Swt. yang menyebutkan:
{وَقُلْ لِلَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالأمِّيِّينَ أَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُوا فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ}
Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi, "Apakah kamu (mau) masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling,
maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Ali Imran: 20) Penyebutan kaum yang ummi secara khusus bukan berarti menafikan selain mereka,
tetapi anugerah ini terasa oleh mereka lebih menyentuh dan lebih banyak berkahnya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain:
{وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ}
Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan (yang besar) bagimu dan bagi kaummu. (Az-Zukhruf: 44)
Artinya, Al-Qur'an pun merupakan peringatan bagi selain mereka yang dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi mereka. Demikian pula yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lainnya:
{وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأقْرَبِينَ}
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Asy-Syu'ara:214) Ayat ini dan lain-lainnya yang semakna tidaklah bertentangan dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا}
Katakanlah, "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.”(Al-A'raf: 158)
{لأنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ}
supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya). (Al-An'am: 19) Dan firman Allah Swt. menceritakan tentang Al-Qur'an, yaitu:
{وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ}
Dan barang siapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur’an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya. (Hud: 17)
Masih banyak ayat lainnya yang menunjukkan keumuman misi risalah Rasulullah Saw. yang mencakup semua makhluk dengan berbagai macam warna kulit dan bangsanya.
Kami telah membahas tafsir hal ini dalam tafsir surat Al-An'am berikut ayat-ayat dan hadis-hadis sahih yang menguatkannya. Ayat ini merupakan ijabah dari Allah terhadap kekasihnya (Ibrahim) ketika dia berdoa untuk penduduk Mekah,
bahwa semoga Allah mengutus di kalangan mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya dan menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Hikmah.
Maka Allah mengutusnya kepada mereka di masa kesenjangan tiada rasul dan padamnya cahaya hidayah, sehingga masa tersebut sangat membutuhkan adanya seorang rasul. Allah Swt. saat itu murka terhadap semua penduduk bumi,
baik yang Arab maupun yang non Arab, kecuali sisa-sisa dari kaum Ahli Kitab, yang jumlah mereka sedikit sekali, mereka dari kalangan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa yang dibawa oleh Isa putra Maryam a.s.
Karena itulah maka Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:
{هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan aya-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah.
Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesalan yang nyata. (Al-Jumu'ah: 2) Demikian itu karena orang-orang Arab di masa lalu berpegangan kepada agama Nabi Ibrahim kekasih Allah.
Lalu lama-kelamaan mereka mengubahnya, menggantinya, membalikkannya, dan menentangnya. Yaitu dengan mengganti ajaran tauhid dengan kemusyrikan, keyakinan dengan keraguan,
dan mereka mengada-adakan banyak perbuatan bid'ah yang tidak diizinkan oleh Allah. Demikian pula halnya Ahlul Kitab, mereka telah mengganti kitab-kitab suci mereka dan mengubah serta menyelewengkannya
dengan takwil-takwil yang mereka buat-buat. Maka sesudah itu Allah mengutus Nabi Muhammad Saw. dengan membawa syariat yang besar, sempurna, lagi mencakup semua makhluk.
Di dalamnya terkandung hidayah dan penjelasan bagi apa yang diperlukan oleh mereka menyangkut urusan kehidupan dunia mereka dan kehidupan di hari kemudian,
dan seruan bagi mereka kepada hal-hal yang mendekatkan diri mereka kepada surga dan rida Allah, serta mengandung larangan terhadap hal-hal yang mendekatkan mereka kepada neraka dan kemurkaan Allah Swt. Syari'at yang dibawanya
merupakan hakim yang memutuskan semua perkara yang syubhat, keraguan, dan kebimbangan dalam masalah yang pokok dan masalah yang cabang. Dan di dalamnya terkandung kebaikan-kebaikan yang dihimpunkan oleh Allah Swt.
dari apa yang pernah dilakukan oleh umat-umat terdahulu, dan Allah Swt. telah menganugerahkan di dalamnya apa yang belum pernah Dia berikan kepada seorang pun dari umat-umat terdahulu dan Dia tidak akan memberikannya
kepada seorang pun dari kalangan orang-orang yang terkemudian. Maka semoga salawat dan salamNya terlimpahkan kepadanya untuk selama-lamanya sampai hari pembalasan nanti. Firman Allah Swt.:
{وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}
dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Jumu'ah: 3)
Imam Abu Abdullah Al-Bukhari rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Bilal, dari Saur, dari Abul Gais, dari Abu Hurairah r.a.
yang mengatakan, "Ketika kami sedang duduk di hadapan Nabi Saw., maka diturunkanlah kepadanya surat Al-Jumu'ah." (Dan ketika bacaan beliau Saw. sampai pada firman-Nya:
dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. (Al-Jumu'ah: 3) Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah yang dimaksud dengan mereka?" Rasulullah Saw.
tidak segera menjawab mereka hingga mereka mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali, sedangkan saat itu di kalangan kami terdapat Salman Al-Farisi. Lalu Rasulullah Saw. meletakkan tangannya ke (pundak) Salman Al-Farisi,
kemudian bersabda:
"لَوْ كَانَ الْإِيمَانُ عِنْدَ الثُّرَيَّا لَنَالَهُ رِجَالٌ -أَوْ: رَجُلٌ-مِنْ هَؤُلَاءِ".
Seandainya iman itu berada jauh di bintang Surayya, tentulah akan diraih oleh banyak orang lelaki, atau seorang lelaki, dari kalangan mereka (yakni kaumnya Salman)
Imam Muslim, Imam Turmuzi, Imam Nasai, Imam Ibnu Abu Hatim, dan Imam Ibnu Jarir telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Saur ibnu Yazid Ad-Daili, dari Salim Abul Gais, dari Abu Hurairah dengan sanad yang sama.
Di dalam hadis ini menunjukkan bahwa surat ini adalah Madaniyyah dan menunjukkan keumuman misi risalah Rasulullah Saw. ke seluruh manusia, karena dia menafsirkan firman-Nya:
{وَآخَرِينَ مِنْهُمْ}
dan (juga) kepada kaum yang lainnya dari mereka. (Al-Jumu'ah: 3) Yakni di negeri Persia, karena itulah maka Nabi Saw. mengirimkan surat-suratnya kepada penduduk negeri Persia, Romawi,
dan umat-umat lainnya dalam rangka menyeru mereka untuk menyembah Allah Swt. dan mengikuti apa yang disampaikan olehnya. Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ}
dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. (Al-Jumu'ah: 3) Bahwa mereka adalah orang-orang 'Ajam (non-Arab) dan semua orang yang membenarkan Nabi Saw. dari kalangan selain bangsa Arab.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْعَلَاءِ الزُّبَيْدِيُّ (1) حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عِيسَى بْنُ مُوسَى، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ فِي أَصْلَابِ أَصْلَابِ أَصْلَابِ رِجَالٍ [مِنْ أَصْحَابِي رِجَالًا] وَنِسَاءً مِنْ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ" ثُمَّ قَرَأَ: {وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ} يَعْنِي: بَقِيَّةٌ مَنْ بَقِيَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Ala Az-Zubaidi, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami
Abu Muhammad Isa ibnu Musa, dari Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya di dalam sulbi, sulbi, sulbi kaum lelaki dan kaum wanita dari kalangan umatku
terdapat orang-orang yang kelak akan masuk surga tanpa hisab. Kemudian Nabi Saw. membaca firman-Nya: dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. (Al-Jumu'ah: 3)
Yaitu sisa-sisa dari kalangan umat Nabi Muhammad Saw. di kemudian hari. Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}
Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Jumu'ah: 3) Yakni Tuhan Yang mempunyai keperkasaan dan kebijaksanaan dalam syariat dan ketentuan-Nya. Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ}
Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu'ah: 4) Makna yang dimaksud ialah pemberian yang dianugerahkan Allah kepada Muhammad Saw.
berupa kenabian yang besar dan apa yang diberikan oleh Allah secara khusus kepada umatnya, yaitu diutus-Nya Nabi Muhammad Saw. kepada mereka.
Surat Al-Jumuah |62:2|
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
huwallażii ba'aṡa fil-ummiyyiina rosuulam min-hum yatluu 'alaihim aayaatihii wa yuzakkiihim wa yu'allimuhumul-kitaaba wal-ḥikmata wa ing kaanuu ming qoblu lafii dholaalim mubiin
Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata,
It is He who has sent among the unlettered a Messenger from themselves reciting to them His verses and purifying them and teaching them the Book and wisdom - although they were before in clear error -
(Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf) yaitu bangsa Arab; lafal ummiy artinya orang yang tidak dapat menulis dan membaca kitab (seorang rasul di antara mereka)
yaitu Nabi Muhammad saw. (yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya) yakni Alquran (menyucikan mereka) membersihkan mereka dari kemusyrikan (dan mengajarkan kepada mereka Kitab)
Alquran (dan hikmah) yaitu hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, atau hadis. (Dan sesungguhnya) lafal in di sini adalah bentuk takhfif dari inna, sedangkan isimnya tidak disebutkan selengkapnya;
dan sesungguhnya (mereka adalah sebelumnya) sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw. (benar-benar dalam kesesatan yang nyata) artinya jelas sesatnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jumuah | 62 : 2 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Al-Jumuah |62:3|
وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
wa aakhoriina min-hum lammaa yal-ḥaquu bihim, wa huwal-'aziizul-ḥakiim
dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana,
And [to] others of them who have not yet joined them. And He is the Exalted in Might, the Wise.
(Dan juga kepada kaum yang lain) lafal ini diathafkan kepada lafal al-ummiyyiina, yakni orang-orang yang ada (dari mereka) yaitu orang-orang yang datang kemudian dari mereka,
artinya sesudah mereka (tiadalah) (dapat menyusul para pendahulunya) yakni dalam hal kepeloporan dan keutamaannya. (Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana)
di dalam kerajaan-Nya dan dalam perbuatan-Nya. Yang dimaksud dengan kaum yang lain ini adalah para tabiin; disebutkannya para sahabat secara khusus pada ayat sebelumnya merupakan dalil
yang cukup untuk membuktikan keutamaan para sahabat karena mereka dapat bertemu langsung dengan Nabi saw. yang diutus kepada mereka.
Keutamaan mereka jauh lebih besar daripada orang-orang yang datang kemudian sesudah mereka di antara orang-orang yang Nabi pun diutus kepada mereka,
dan mereka beriman kepadanya baik dari jenis manusia maupun dari jenis jin hingga hari kiamat. Karena sesungguhnya setiap generasi itu jauh lebih baik daripada generasi penerusnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jumuah | 62 : 3 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Al-Jumuah |62:4|
ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
żaalika fadhlullohi yu`tiihi may yasyaaa`, wallohu żul-fadhlil-'azhiim
demikianlah karunia Allah, yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memiliki karunia yang besar.
That is the bounty of Allah, which He gives to whom He wills, and Allah is the possessor of great bounty.
(Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya) yaitu kepada Nabi dan orang-orang yang disebutkan bersamanya (dan Allah mempunyai karunia yang besar).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jumuah | 62 : 4 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Al-Jumuah |62:5|
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا ۚ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
maṡalullażiina ḥummilut-tauroota ṡumma lam yaḥmiluuhaa kamaṡalil-ḥimaari yaḥmilu asfaaroo, bi`sa maṡalul-qoumillażiina każżabuu bi`aayaatillaah, wallohu laa yahdil-qoumazh-zhoolimiin
Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
The example of those who were entrusted with the Torah and then did not take it on is like that of a donkey who carries volumes [of books]. Wretched is the example of the people who deny the signs of Allah. And Allah does not guide the wrongdoing people.
(Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya kitab Taurat) mereka yang dibebani untuk mengamalkannya (kemudian mereka tidak memikulnya)
tidak mengamalkannya, antara lain, mereka tidak beriman kepada perkara yang menyangkut sifat-sifat Nabi saw. sebagai nabi yang akan datang padahal telah terkandung di dalamnya. Mereka itu
(adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab) yang dimaksud dengan sifir-sifir adalah kitab-kitab, dalam arti kata keledai itu tidak dapat memanfaatkannya.
(Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah) yang membenarkan Nabi saw. Sedangkan subjek yang dicelanya tidak disebutkan, lengkapnya,
seburuk-buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah adalah perumpamaan ini. (Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang lalim) yaitu kaum yang kafir.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jumuah | 62 : 5 |
Tafsir ayat 5-8
Allah Swt. berfirman, mencela orang-orang Yahudi yang telah diberi kitab Taurat dan telah Dia bebankan kepada mereka kitab Taurat itu untuk diamalkan. Kemudian mereka tidak mengamalkannya,
perumpamaan mereka dalam hal ini sama dengan keledai yang dipikulkan di atas punggungnya kitab-kitab yangtebal. Makna yang dimaksud ialah keledai itu tidak dapat memahami kitab-kitab yang dipikulnya dan tidak mengetahui
apa yang terkandung di dalamnya, karena keledai hanya bisa memikulnya saja tanpa dapat membedakan muatan apa yang dibawanya. Demikian pula halnya dengan mereka yang telah diberi Al-Kitab,
mereka hanya dapat menghafalnya secara harfiyah, tetapi tidak memahaminya dan tidak pula rfiengamalkan pesan-pesan dan perintah-perintah serta larangan-larangan yang terkandung di dalamnya.
Bahkan mereka menakwilkannya dengan takwilan yang menyimpang dan menggantinya dengan yang lain. Keadaan mereka jauh lebih buruk daripada keledai, karena keledai adalah hewan yang tidak berakal,
sedangkan mereka adalah makhluk yang berakal, tetapi tidak menggunakannya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain:
{أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ}
Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebihsesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A'raf: 179) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ}
Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (Al-Jumu'ah: 5)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَير، عَنْ مُجَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ، فَهُوَ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا، وَالَّذِي يَقُولُ لَهُ "أنصت"، ليس له جمعة"
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang berbicara pada hari Jumat,
padahal imam sedang berkhotbah, maka perumpamaannya sama dengan keledai yang memikul kitab-kitab yang tebal. Dan orang yang berkata kepadanya, "Diamlah!" Maka tiada (pahala) Jumat baginya.
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
{قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ}
Katakanlah, "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan orang-orang yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar.”
(Al-Jumu'ah: 6) Yakni jika kalian mendakwakan bahwa diri kalian berada dalam petunjuk, dan bahwa Muhammad Saw. dan para sahabatnya berada dalam kesesatan, maka doakanlah kematian bagi golongan yang sesat di antara kedua golongan itu,
jika kamu memang orang-orang yang benar dalam pengakuanmu itu. Dan dalam firman berikutnya Allah Swt. menjawab:
{وَلا يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ}
Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. (Al-Jumu'ah: 7)
Yaitu disebabkan kekafiran, perbuatan aniaya, dan perbuatan durhaka yang mereka kerjakan untuk diri mereka sendiri.
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ}
Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim. (Al-Jumu'ah: 7) Dalam pembahasan yang lalu —dalam tafsir surat Al-Baqarah— telah kami jelaskan tentang mubahalah yang diajukan terhadap orang-orang Yahudi, yaitu melalui firman-Nya:
{قُلْ إِنْ كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الآخِرَةُ عِنْدَ اللَّهِ خَالِصَةً مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ}
Katakanlah, "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar.”
Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya.
Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling tamak kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih tamak lagi) daripada orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun,
padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah: 94-96) Telah kami bahas dan kami jelaskan pula dalam tafsir ayat di atas,
bahwa makna yang dimaksud ialah mereka diminta untuk melakukan sumpah dengan musuh mereka bahwa siapa yang sesat dari mereka semoga ditimpa oleh laknat Allah; apakah diri mereka ataukah musuh mereka.
Sebagaimana telah disebutkan pula dalam pembahasan mubahalah terhadap orang-orang Nasrani dalam surat Ali Imran melalui firman-Nya:
{فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ}
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan) kamu, maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu,
diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (Ali Imran: 61) Dan mubahalah terhadap orang-orang musyrik dalam surat Maryam
melalui firman Allah Swt.:
{قُلْ مَنْ كَانَ فِي الضَّلالَةِ فَلْيَمْدُدْ لَهُ الرَّحْمَنُ مَدًّا}
Katakanlah, "Barang siapa yang berada di dalam kesesalan, maka biarlah Tuhan yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya." (Maryam: 75)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ يَزِيدَ الرَّقِّيُّ أَبُو يَزِيدَ، حَدَّثَنَا فُرَاتٌ، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ بْنِ مَالِكٍ الْجَزَرِيِّ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ أَبُو جَهْلٍ لَعَنَهُ اللَّهُ: إِنْ رأيتُ مُحَمَّدًا عِنْدَ الْكَعْبَةِ لآتينَّه حَتَّى أَطَأَ عَلَى عُنُقه. قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ فَعَلَ لأخذَته الْمَلَائِكَةُ عِيَانًا، وَلَوْ أَنَّ الْيَهُودَ تَمَنَّوا الْمَوْتَ لَمَاتُوا وَرَأَوْا مَقَاعِدَهُمْ مِنَ النَّارِ. وَلَوْ خَرَجَ الَّذِينَ يُباهلون رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَرَجَعُوا لَا يَجِدُونَ مَالًا وَلَا أَهْلًا.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Yazid Az-Zurqi, telah menceritakan kepada kami Abu Yazid, telah menceritakan kepada kami Furat, dari Abdul Karim ibnu Malik Al-Jazari, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Abu Jahal la'natullah pernah mengatakan bahwa sesungguhnya jika ia melihat Muhammad di dekat Ka'bah, maka ia benar-benar akan mendatanginya dan menginjak lehernya (bila Muhammad) sedang salat.
Maka Rasulullah Saw. bersabda: Seandainya dia benar-benar melakukannya, niscaya malaikat akan menyambarnya secara terang-terangan. Dan seandainya orang-orang Yahudi mau mengharapkan kematian (diri mereka),
niscaya mereka semuanya mati, lalu mereka akan melihat tempat kediaman mereka di neraka. Dan seandainya orang-orang yang ber-mubahalah dengan Rasulullah Saw. mau keluar (untuk ber-mubahalah),
tentulah mereka kembali ke tempat mereka tanpa menemukan lagi baik keluarga maupun harta benda mereka. Imam Bukhari, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Abdul Karim.
Imam Bukhari mengatakan bahwa diikuti pula oleh Amr ibnu Khalid, dari Ubaidillah ibnu Amr dari Abdul Karim. Imam Nasai telah meriwayatkannya pula dari Abdur Rahman ibnu Abdullah Al-Halabi, dari Ubaidillah ibnu Amr Ar-Ruqqi dengan sanad
yang sama dan lebih sempurna. Firman Allah Swt.:
{قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata,
lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”(Al-Jumu'ah: 8) Semakna dengan firman Allah Swt. yang disebutkan di dalam surat An-Nisa, yaitu:
{أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ}
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 78) Di dalam kitab Mu jam Imam Tabrani disebutkan melalui hadis Mu'az Muhammad ibnu Muhammad Al-Hudali, dari Yunus, dari Al-Hasan, dari Samurah secara marfu':
"مَثَلُ الَّذِي يَفِرُّ مِنَ الْمَوْتِ كَمَثَلِ الثَّعْلَبِ تَطْلُبُهُ الْأَرْضُ بِدَيْنٍ، فَجَاءَ يَسْعَى حَتَّى إِذَا أَعْيَا وَانْبَهَرَ دَخَلَ جُحْرَهُ، فَقَالَتْ لَهُ الْأَرْضُ: يَا ثَعْلَبُ دَيْنِي. فَخَرَجَ لَهُ حُصَاص، فَلَمْ يَزَلْ كذلك حتى تقطعت عنقه، فمات".
Perumpamaan orang yang lari dari kematian sama dengan musang yang dikejar oleh bumi karena suatu utang, maka musang itu melarikan diri dengan cepatnya; hingga manakala ia kecapaian dan napasnya tersengal-sengal,
lalu ia masuk ke dalam liangnya. Dan bumi pun berkata kepadanya, "Hai musang, mana utangku, " lalu musang itu keluar melarikan diri dengan cepatnya karena ditagih utang, dan ia terus-menerus dalam keadaan demikian hingga pada akhirnya
ia kehabisan napas dan mati.
Surat Al-Jumuah |62:6|
قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
qul yaaa ayyuhallażiina haaduuu in za'amtum annakum auliyaaa`u lillaahi min duunin-naasi fa tamannawul-mauta ing kuntum shoodiqiin
Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang Yahudi! Jika kamu mengira bahwa kamulah kekasih Allah, bukan orang-orang yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu orang yang benar."
Say, "O you who are Jews, if you claim that you are allies of Allah, excluding the [other] people, then wish for death, if you should be truthful."
(Katakanlah, "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi! Jika kalian mendakwakan bahwa sesungguhnya kalian sajalah kekasih-kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain,
maka harapkanlah kematian kalian, jika kalian adalah orang-orang yang benar") kedua Syarat yang ada pada ayat ini, yakni lafal in za'amtum dan lafal in kuntum bertaalluq atau bergantung
kepada lafal tamannau dalam arti kata bahwa syarat yang pertama menjadi qaid atau pengertian yang mengikat bagi syarat yang kedua. Artinya, jika kalian benar-benar di dalam dugaan kalian
yang menganggap bahwa kalian adalah kekasih-kekasih Allah. Dan merupakan suatu kelaziman bagi kekasih Allah itu selalu mementingkan kehidupan di akhirat,
dan permulaan jalan untuk menuju ke akhirat itu adalah mati; karena itu harapkanlah kematian itu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jumuah | 62 : 6 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat Al-Jumuah |62:7|
وَلَا يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ
wa laa yatamannaunahuuu abadam bimaa qoddamat aidiihim, wallohu 'aliimum bizh-zhoolimiin
Dan mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim.
But they will not wish for it, ever, because of what their hands have put forth. And Allah is Knowing of the wrongdoers.
(Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan-tangan mereka sendiri) yaitu berupa kekafiran mereka kepada Nabi saw.
yang hal ini menunjukkan kepada kedustaan mereka terhadap ayat-ayat Allah. (Dan Allah Mengetahui orang-orang yang lalim) yakni orang-orang yang kafir.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jumuah | 62 : 7 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat Al-Jumuah |62:8|
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
qul innal-mautallażii tafirruuna min-hu fa innahuu mulaaqiikum ṡumma turodduuna ilaa 'aalimil-ghoibi wasy-syahaadati fa yunabbi`ukum bimaa kuntum ta'maluun
Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
Say, "Indeed, the death from which you flee - indeed, it will meet you. Then you will be returned to the Knower of the unseen and the witnessed, and He will inform you about what you used to do."
(Katakanlah!, "Sesungguhnya kematian yang kalian lari daripadanya, sesungguhnya kematian itu) huruf fa pada lafal fa-innahu adalah huruf zaidah
(akan menemui kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata) artinya mengetahui pada yang rahasia dan terang-terangan
(lalu Dia beritakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.") maka Dia akan membalasnya kepada kalian.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jumuah | 62 : 8 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat Al-Jumuah |62:9|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
yaaa ayyuhallażiina aamanuuu iżaa nuudiya lish-sholaati miy yaumil-jumu'ati fas'au ilaa żikrillaahi wa żarul baii', żaalikum khoirul lakum ing kuntum ta'lamuun
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan sholat pada hari Jum'at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
O you who have believed, when [the adhan] is called for the prayer on the day of Jumu'ah [Friday], then proceed to the remembrance of Allah and leave trade. That is better for you, if you only knew.
(Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat pada) huruf min di sini bermakna fi, yakni pada (hari Jumat maka bersegeralah kalian) yakni cepat-cepatlah kalian berangkat
(untuk mengingat Allah) yakni sholat (dan tinggalkanlah jual beli) tinggalkanlah transaksi jual beli itu. (Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui) bahwasanya hal ini lebih baik, maka kerjakanlah ia.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jumuah | 62 : 9 |
Tafsir ayat 9-10
Sesungguhnya hari Jumat dinamakan Jumu'ah karena berakar dari kata al-jam'u, mengingat kaum muslim melakukan perkumpulan untuk setiap tujuh harinya sebanyak sekali di dalam masjid-masjid yang besar.
Dan pada hari Jumat semua makhluk telah sempurna diciptakan, dan sesungguhnya hari Jumat itu merupakan hari keenam dari tahun yang Allah menciptakan padanya langit dan bumi. Pada hari Jumat pula Allah menciptakan Adam,
pada hari Jumat Adam dimasukkan ke dalam surga, pada hari Jumat Adam dikeluarkan dari surga, dan pada hari Jumat pula hari kiamat terjadi. Di dalam hari Jumat terdapat suatu saat yang tiada seorang hamba pun yang beriman
dapat menjumpainya, sedangkan ia dalam keadaan memohon kebaikan kepada Allah di dalamnya, melainkan Allah akan mengabulkan apa yang dimintanya. Hal ini telah dibuktikan oleh banyak hadis sahih yang menceritakannya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ، حَدَّثَنَا عَبِيدة بْنُ حُمَيد، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ قَرْثَع الضَّبِّيِّ، حَدَّثَنَا سَلْمَانُ قَالَ: قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا سَلْمَانُ، مَا يَوْمُ الْجُمُعَةِ؟ ". قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَوْمٌ جُمع فِيهِ أَبَوَاكَ -أَوْ أَبُوكُمْ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepada kami Ubaidah ibnu Humaid, dari Mansur, dari Abu Ma'syar, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Qursa' Ad-Dabbi,
telah menceritakan kepada kami Salman, bahwa Abul Qasim Saw. pernah bersabda, "Hai Salman, apakah hari Jumat itu?" Salman menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Maka Rasulullah Saw. bersabda:
Hari Jumat itu adalah hari yang padanya Allah menghimpunkan kedua orang tuamu, atau orang tuamu. Telah diriwayatkan pula dari Abu Hurairah hal yang semisal dengan hadis di atas, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Menurut bahasa orang-orang kuno, hari Jumat disebut pula dengan nama hari 'Arubah. Dan telah terbuktikan bahwa umat-umat sebelum kita telah diperintahkan untuk menghormati hari Jumat, maka mereka memuliakannya.
Tetapi orang-orang Yahudi memilih hari Sabtu yang tidak bertepatan dengan hari penciptaan Adam, sedangkan orang-orang Nasrani memilih hari Ahad yang padanya dimulai penciptaan makhluk. Dan Allah Swt.
memilih bagi umat ini hari Jumat yang padanya Allah telah menyempurnakan penciptaan makhluk-(Nya). Hal ini telah dinyatakan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar,
dari Hammam ibnu Munabih yang mengatakan bahwa berikut ini merupakan hadis yang diriwayatkan kepada kami oleh Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"نَحْنُ الْآخِرُونَ السَّابِقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، بِيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا. ثُمَّ هَذَا يَومُهم الَّذِي فَرض اللَّهُ عَلَيْهِمْ، فَاخْتَلَفُوا فِيهِ، فَهَدَانَا اللَّهُ لَهُ، فَالنَّاسُ لَنَا فِيهِ تَبَعٌ، الْيَهُودُ غَدًا، وَالنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ"
Kita adalah orang-orang yang terakhir, tetapi yang paling terdahulu kelak di hari kiamat, hanya saja mereka diberi kitab sebelum kita. Kemudian sesungguhnya hari (Jumat) ini adalah hari mereka yang telah difardukan oleh Allah atas mereka,
tetapi mereka berselisih pendapat mengenainya. Dan Allah menunjuki kita padanya, maka orang-orang lain mengikut kita padanya; orang-orang Yahudi besok dan orang-orang Nasrani sesudah besok.
Ini menurut lafaz hadis yang ada pada Imam Bukhari. Sedangkan menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim adalah sebagai berikut:
"أَضَلَّ اللَّهُ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا فَكَانَ لِلْيَهُودِ يَوْمُ السَّبْتَ، وَكَانَ لِلنَّصَارَى يَوْمُ الْأَحَدِ. فَجَاءَ اللَّهُ بِنَا فَهَدَانَا اللَّهُ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ، فَجَعَلَ الْجُمُعَةَ وَالسَّبْتَ وَالْأَحَدَ، وَكَذَلِكَ هُمْ تَبَعٌ لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، نَحْنُ الْآخِرُونَ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا، وَالْأَوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الْمَقْضِيُّ بَيْنَهُمْ قَبْلَ الْخَلَائِقِ".
Allah membutakan orang-orang sebelum kita dari hari Jumat, maka bagi orang-orang Yahudi hari Sabtu, dan bagi orang-orang Nasrani hari Ahad. Lalu Allah mendatangkan kita dan menunjuki kita kepada hari Jumat,
dan Allah menjadikan hari Jumat, hari Sabtu, dan hari Ahad (berurutan). Demikian pula kelak di hari kiamat, mereka mengikut kepada kita. Kita adalah orang-orang yang terakhir dari kalangan penduduk dunia,
tetapi yang paling pertama mendapat peradilan-Nya di antara sesamanya kelak di hari kiamat sebelum semua makhluk. Allah Swt. telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk berkumpul guna mengerjakan ibadah kepada-Nya di hari Jumat.
Maka Allah Swt. berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ}
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu untuk mengingat Allah. (Al-Jumu'ah: 9) Yakni tuluskanlah niat kalian, bulatkanlah tekad kalian,
serta pentingkanlah oleh kalian untuk pergi guna menunaikan ibadah kepada-Nya. Pengertian yang dimaksud dengan sa'yu dalam ayat ini bukanlah menurut pengertian bahasanya (yaitu berjalan),
melainkan makna yang dimaksud ialah mementingkan dan merealisasikannya. Seperti makna yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ}
Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan ia adalah ' mukmin. (Al-Isra: 19) Tersebutlah bahwa sahabat Umar ibnul Khattab dan Ibnu Mas'ud r.a.
membaca ayat ini dengan bacaan berikut: Famdu ila zikrillah, yang artinya 'maka bergegas-gegaslah kamu untuk mengingat Allah.' Adapun jalan cepat menuju tempat salat, maka sesungguhnya hal itu dilarang,
sebab ada sebuah hadis di dalam kitab Sahihain yang diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"إِذَا سَمِعْتُمُ الْإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ، وَعَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ وَالْوَقَارُ، وَلَا تُسرِعوا، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا"
Apabila kamu mendengar iqamah, maka berjalanlah kamu menuju ke tempat salat, dan langkahkanlah kakimu dengan tenang dan anggun, dan janganlah kamu melangkahkannya dengan cepat-cepat.
Maka apa saja bagian salat yang kamu jumpai, kerjakanlah dan apa yang terlewatkan olehmu, maka sempurnakanlah. Menurut lafaz Imam Bukhari, dari Abu Qatadah, disebutkan bahwa ketika kami sedang salat bersama Nabi Saw.,
tiba-tiba beliau mendengar suara gemuruh langkah kaum lelaki. Maka setelah salat selesai, beliau Saw. bertanya, "Mengapa kalian?" Mereka menjawab, "Kami datang tergesa-gesa ke tempat salat." Nabi Saw. bersabda:
"فَلَا تَفْعَلُوا، إِذَا أَتَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَامْشُوا وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا"
Jangan kamu ulangi perbuatan itu. Apabila kamu mendatangi tempat salat, maka berjalanlah dan langkahkanlah kakimu dengan tenang. Apa saja bagian salat yang kamu jumpai, kerjakanlah dan apa yang terlewatkan olehmu, sempurnakanlah. Demikianlah menurut apa yang diketengahkan oleh Bukhari dan Muslim.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "إذا أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَلَا تَأْتُوهَا تَسْعَوْنَ، وَلَكِنِ ائْتُوهَا تَمْشُونَ، وَعَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ وَالْوَقَارُ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا".
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Apabila iqamah untuk salat diserukan,
maka janganlah kamu mendatanginya dengan jalan cepat, tetapi datangilah ia dengan jalan biasa dan langkahkanlah kakimu dengan tenang dan anggun. Maka bagian mana pun yang kamujumpai, kerjakanlah;
dan bagian mana pun yang terlewatkan darimu, maka sempurnakanlah.Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Abdur Razzaq pula, dan ia juga mengetengahkannya melalui jalur Yazid ibnu Zurai', dari Ma'mar, dari Az-Zuhri,
dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah dengan sanad yang semisal. Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan, "Ingatlah, demi Allah, makna yang dimaksud bukanlah melangkahkan kaki dengan cepat.
Sesungguhnya mereka telah dilarang mendatangi tempat salat kecuali dengan langkah-langkah yang tenang dan anggun." Ungkapan sa 'yu ini kaitannya adalah dengan hati, niat, dan kekhusyukan.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka bersegeralah kamu untuk mengingat Allah. (Al-Jumu'ah: 9) Yakni berjalan dengan hati dan amalmu,
itulah yang dimaksud dengan pengertian berjalan menuju ke tempat salat. Tersebutlah pula bahwa Qatadah menakwilkan dengan pengertian yang sama dengan firman Allah Swt. berikut, yaitu:
{فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ}
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) untuk berusaha bersama-sama Ibrahim. (Ash-Shaffat: 102) Maksudnya, dapat berjalan bersama-sama Ibrahim. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal, dari Muhammad ibnu Ka'b,
Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya. Disunatkan bagi orang yang mendatangi salat Jumat hendaknya terlebih dahulu mandi sebelumnya, karena telah disebutkan di dalam kitab Sahihain sebuah hadis dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda:
"إِذَا جَاءَ أحدُكم الجمعةَ فَلْيغتسل"
Apabila seseorang dari kamu mendatangi salat Jumat, hendaklah ia mandi terlebih dahulu. Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula melalui Abu Sa'id r.a. bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
غُسلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحتَلِم"
Mandi hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang yang bermimpi mengeluarkan air mani (balig). Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"حَقٌّ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يَغْتَسِلَ فِي كُلِّ سَبْعَةِ أَيَّامٍ، يَغْسِلُ رَأْسَهُ وَجَسَدَهُ".
Hal yang diwajibkan Allah atas tiap-tiap orang muslim ialah mandi setiap tujuh harinya dengan membasuh kepala dan seluruh tubuhnya. Hadis riwayat Imam Muslim. Diriwayatkan pula dari Jabir r.a. bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"على كُلِّ رَجُلٍ مُسْلِمٍ فِي كُلِّ سَبْعَةِ أَيَّامٍ غُسْلُ يَوْمٍ، وَهُوَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ"
Diwajibkan atas setiap lelaki muslim mandi sekali setiap tujuh harinya, yaitu pada hari Jumat. Hadis riwayat Imam Ahmad, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Hibban.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، عَنْ حَسَّانِ بْنِ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ، عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ الثَّقَفِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ غَسَّل وَاغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ، وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ، وَدَنَا مِنَ الْإِمَامِ وَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خطوة أجر سنة، صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Al-Auza'i, dari Hassan ibnu Atiyyah, dari Abul Asy'as As-San'ani,
dari Aus ibnu Aus As-Saqafi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang mencuci dan mandi pada hari Jumat dan berpagi hari,
dan berangkat dengan segera serta jalan kaki tidak berkendaraan, dan mendekati imam, dan mendengarkan serta tidak melakukan hal yang laga (melenyapkan pahala Jumat),
maka baginya untuk tiap langkahnya pahala satu tahun puasa dan qiyam (salat)«ya.Hadis ini mempunyai banyak jalur periwayatan dan banyak lafaznya, dan telah diketengahkan oleh Arba'ah serta dinilai hasan oleh Imam Turmuzi.
Telah diriwayatkan pula dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسلَ الْجَنَابَةِ، ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً، فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتِ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ"
Barang siapa yang mandi pada hari Jumat seperti mandinya untuk jinabah, kemudian berangkat pada saat yang pertama, maka seakan-akan ia mengurbankan seekor unta. Dan barang siapa yang berangkat pada saat yang kedua,
maka seakan-akan ia mengurbankan seekor sapi betina. Dan barang siapa yang berangkat pada saat yang ketiga, maka seakan-akan mengurbankan seekor kambing gibasy yang bertanduk.
Dan barang siapa yang berangkat pada saat yang keempat, maka seakan-akan mengurbankan seekor ayam. Dan barang siapa yang berangkat pada saat yang kelima, maka seakan-akan mengurbankan sebuah telur.
Dan apabila imam muncul, maka para malaikat hadir mendengarkan zikir. Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Disunatkan pula baginya memakai pakaian yang terbaiknya, mengenakan parfum, bersiwak,
membersihkan dirinya, dan bersuci. Di dalam hadis Abu Sa'id yang lalu telah disebutkan:
"غسلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ، والسواكُ، وَأَنْ يَمَس مَنْ طِيبِ أَهْلِهِ".
Mandi pada hari Jumat wajib atas setiap orang yang balig, juga bersiwak dan mengenakan wewangian keluarganya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي يَحْيَى، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: "مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ومَس مِنْ طِيبِ أَهْلِهِ -إِنْ كَانَ عِنْدَهُ-وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ، ثُمَّ خَرَجَ حَتَّى يَأْتِيَ الْمَسْجِدَ فَيَرْكَعَ -إِنْ بَدَا لَهُ-وَلَمْ يُؤذ أَحَدًا، ثُمَّ أَنْصَتَ إِذَا خَرَجَ إِمَامُهُ حَتَّى يُصَلِّيَ، كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ibrahim At-Taimi, dari Imran ibnu Abu Yahya,
dari Abdullah ibnu Ka'b ibnu Malik, dari Ayyub Al-Ansari, bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang mandi pada hari Jumat dan memakai wewangian keluarganya jika mempunyainya,
dan mengenakan pakaian yang terbaiknya, kemudian ia keluar hingga sampai di masjid, lalu melakukan salat (sunat) jika ia menginginkannya, dan tidak mengganggu seorang pun,
kemudian diam dengan penuh perhatian di saat imamnya muncul hingga salat ditunaikan. Maka hal itu menjadi kifarat baginya terhadap dosa-dosa yang ada antara hari itu sampai dengan Jumat berikutnya.
Di dalam kitab Sunan Abu Daud dan Ibnu Majah disebutkan melalui Abdullah ibnu Salam r.a. bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda di atas mimbarnya:
"مَا عَلَى أَحَدِكُمْ لَوِ اشْتَرَى ثَوْبَيْنِ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ سِوَى ثَوْبَيْ مِهْنَته"
Tiada beban bagi seseorang dari kamu seandainya dia telah membeli sepasang pakaian untuk hari Jumatnya selain dari sepasang pakaian untuk kerjanya. Diriwayatkan dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw.
berkhotbah kepada orang-orang pada hari Jumat, lalu beliau melihat mereka mengenakan pakaian nimar (sehari-hari), kemudian beliau Saw. bersabda:
"مَا عَلَى أَحَدِكُمْ إِنْ وَجَدَ سَعَة أَنْ يَتَّخِذَ ثَوْبَيْنِ لَجُمُعَتِهِ، سِوَى ثَوْبَيْ مِهْنَتِهِ".
Tidak dibebankan bagi seseorang dari kamu jika dia mempunyai kaluasan untuk mengambil sepasang pakaian untuk salat Jumatnya selain sepasang pakaian untuk kerjanya. (Riwayat Ibnu Majah) Firman Allah Swt.:
{إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ}
apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat. (Al-Jumu'ah: 9) Yang dimaksud dengan seruan ini adalah seruan kedua yang biasa dilakukan di hadapan Rasulullah Saw. apabila beliau keluar (dari rumahnya) dan duduk di atas mimbarnya,
maka pada saat itulah azan diserukan di hadapannya. Adapun mengenai seruan pertama yang ditambahkan oleh Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan r.a., sesungguhnya hal itu dilakukan mengingat banyaknya orang-orang,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Adam ibnu Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zi'b, dari Az-Zuhri dari As-Sa'ib ibnu Yazid yang mengatakan bahwa
dahulu seruan azan pada hari Jumat mula-mula dilakukan apabila imam telah duduk di atas mimbar di masa Rasulullah Saw., Abu Bakar r.a., dan Umar r.a. Dan ketika masa pemerintahan Usman ibnu Affan r.a.
telah berlangsung beberapa masa dan orang-orang bertambah banyak, maka ditambahkanlah seruan yang kedua di atas Az-Zaura. Yakni diserukan azan di atas semua rumah yang dikenal dengan sebutan Az-Zaura,
yang merupakan rumah yang tertinggi di Madinah pada masa itu berada di dekat masjid. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na' im,
telah menceritakan kepada kami Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Rasyid Al-Mak-hul, dari Mak-hul, bahwa pada mulanya seruan di hari Jumat dilakukan hanya sekali —yaitu di saat imam muncul—
sampai dengan salat diiqamahkan. Seruan itu bila telah diserukan, maka diharamkan melakukan jual beli. Kemudian di masa pemerintahan Khalifah Usman, ia memerintahkan agar dilakukan pula seruan (azan) lainnya,
yaitu sebelum imam muncul hingga semua orang telah terkumpulkan. Dan sesungguhnya yang diperintahkan untuk menghadiri salat Jumat itu hanyalah kaum lelaki yang merdeka, bukan budak dan bukan pula wanita dan anak-anak.
Dan dimaafkan untuk tidak melakukan salat Jumat bagi orang musafir, orang yang sedang sakit, dan orang yang merawat orang sakit, dan lain sebagainya yang termasuk ke dalam uzur yang diterima,
yang pembahasannya secara rinci terdapat di dalam kitab-kitab fiqih. Firman Allah Swt.:
{وَذَرُوا الْبَيْعَ}
dan tinggalkanlah jual beli. (Al-Jumu'ah: 9) Yakni bersegeralah untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah olehmu jual beli, bila salat telah diserukan. Karena itulah maka para ulama sepakat bahwa haram melakukan jual beli sesudah azan kedua.
Tetapi mereka berselisih pendapat mengenai masalah jual beli secara muatah (bayar dan terima tanpa ijab kabul). Ada dua pendapat mengenainya, tetapi menurut makna lahiriah ayat, hal itu tidak sah juga,
sebagaimana yang dijelaskan secara lengkap di tempatnya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:
{ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ}
Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Al-Jumu'ah: 9) Yaitu kamu tinggalkan jual beli dan kamu bergegas untuk mengingat Allah dan salat adalah lebih baik bagimu, yakni bagi kehidupan dunia dan akhiratmu, jika kamu mengetahui. Firman Allah Swt.:
{فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ}
Apabila salat telah ditunaikan. (Al-Jumu'ah: 10) Maksudnya, apabila salat telah diselesaikan.
{فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ}
maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah (Al-Jumu'ah: 10) Setelah mereka dilarang melakukan transaksi sesudah seruan yang memerintahkan mereka untuk berkumpul,
kemudian diizinkanlah bagi mereka sesudah itu untuk bertebaran di muka bumi dalam rangka mencari karunia Allah, seperti apa yang dilakukan oleh Irak ibnu Malik r.a. apabila dia telah selesai dari salat Jumatnya,
maka ia berdiri di pintu masjid, lalu berdoa:
اللَّهُمَّ إِنِّي أجبتُ دعوتَك، وصليتُ فريضتك، وانتشرت كما أمرتني، فَارْزُقْنِي مِنْ فَضْلِكَ، وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Ya Allah, sesungguhnya aku menyukai seruanmu, dan aku telah kerjakan salat yang Engkau fardukan serta aku akan menebar sebagaimana yang telah Engkau perintahkan, maka berilah daku rezeki dari karunia-Mu,
dan Engkau adalah sebaik-baik Pemberi rezeki. Riwayat Imam Ibnu Abu Hatim. Telah diriwayatkan pula dari sebagian ulama Salaf bahwa ia pernah mengatakan, "Barang siapa yang melakukan jual beli pada hari Jumat
sesudah menunaikan salat Jumat, maka Allah Swt. akan memberkahi jual belinya sebanyak tujuh puluh kali, karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ}
'Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah' (Al-Jumu'ah: 10) Adapun firman Allah Swt.:
{وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}
dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. (Al-Jumu'ah: 10) Yakni di saat kamu melakukan transaksi jual beli dan saat menerima dan memberi, banyak-banyaklah kamu mengingat Allah,
dan janganlah kamu disibukkan oleh urusan duniamu hingga kamu melupakan hal yang bermanfaat bagimu di negeri akhirat nanti. Karena itulah maka disebutkan dalam sebuah hadis:
"مَنْ دَخَلَ سُوقًا مِنَ الْأَسْوَاقِ فَقَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ كُتبت لَهُ ألفُ أَلْفِ حَسنة، ومُحي عَنْهُ ألفُ أَلْفِ سَيئة"
Barang siapa yang memasuki sebuah pasar, lalu mengucapkan, "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nyalah semua Kerajaan dan segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, "
maka Allah akan mencatat baginya satu juta kebaikan dan menghapuskan darinya sejuta keburukan (dosa). Mujahid mengatakan bahwa bukanlah seorang hamba termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah
sebelum dia selalu ingat kepada Allah, baik dalam keadaan berdiri, duduk, ataupun berbaring.
Surat Al-Jumuah |62:10|
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
fa iżaa qudhiyatish-sholaatu fantasyiruu fil-ardhi wabtaghuu min fadhlillaahi ważkurulloha kaṡiirol la'allakum tufliḥuun
Apabila sholat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.
And when the prayer has been concluded, disperse within the land and seek from the bounty of Allah, and remember Allah often that you may succeed.
(Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi) perintah ini menunjukkan pengertian ibahah atau boleh (dan carilah) carilah rezeki (karunia Allah, dan ingatlah Allah)
dengan ingatan (sebanyak-banyaknya supaya kalian beruntung) yakni memperoleh keberuntungan. Pada hari Jumat, Nabi saw. berkhutbah akan tetapi tiba-tiba datanglah rombongan kafilah
membawa barang-barang dagangan, lalu dipukullah genderang menyambut kedatangannya sebagaimana biasanya. Maka orang-orang pun berhamburan keluar dari mesjid untuk menemui rombongan itu,
kecuali hanya dua belas orang saja yang masih tetap bersama Nabi saw. lalu turunlah ayat ini.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jumuah | 62 : 10 |
penjelasan ada di ayat 9
Surat Al-Jumuah |62:11|
وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا ۚ قُلْ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ ۚ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
wa iżaa ro`au tijaarotan au lahwaninfadhdhuuu ilaihaa wa tarokuuka qooo`imaa, qul maa 'indallohi khoirum minal-lahwi wa minat-tijaaroh, wallohu khoirur-rooziqiin
Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, "Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan," dan Allah Pemberi Rezeki yang terbaik.
But when they saw a transaction or a diversion, [O Muhammad], they rushed to it and left you standing. Say, "What is with Allah is better than diversion and than a transaction, and Allah is the best of providers."
(Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya) yakni kepada barang dagangan, karena barang dagangan itu merupakan kebutuhan yang mereka perlukan,
berbeda dengan permainan (dan mereka tinggalkan kamu) dalam khotbahmu (dalam keadaan berdiri. Katakanlah, "Apa yang di sisi Allah) berupa pahala (lebih baik)
bagi orang-orang yang beriman (dari permainan dan perniagaan," dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki) bila dikatakan, setiap orang itu memberi rezeki kepada keluarganya,
maka pengertian yang dimaksud ialah dari rezeki Allah swt.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jumuah | 62 : 11 |
(NULL)
Allah Swt. mengecam orang-orang yang bubar meninggalkan khotbah Jumat karena menuju ke tempat perniagaan yang baru tiba di Madinah di masa itu. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا}
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). (Al-Jumu'ah: 11)
Maksudnya, pergi meninggalkanmu yang sedang berkhotbah di atas mimbar. Demikianlah menurut takwil yangdikemukakan oleh paratabi'in yang bukan hanya seorang, yang antara lain ialah Abul Aliyah, Al-Hasan, Zaid ibnu Aslam, dan Qatadah.
Muqatil ibnu Hayyan menduga bahwa barang dagangan tersebut adalah milik Dihyah ibnu Khalifah sebelum dia masuk Islam, dia memakai genderang dalam menjajakan barang dagangannya,
akhirnya mereka bubar menuju ke tempat perniagaan itu dan meninggalkan Rasulullah Saw. yang sedang berkhotbah di atas mimbarnya, terkecuali sebagian kecil dari mereka yang tidak terpengaruh.
Hal ini diperkuat dengan adanya sebuah hadis yang menceritakannya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dari Husain, dari Salim ibnu Abul, Ja'd,
dari Jabir yang mengatakan bahwa iringan kafilah perniagaan datang ke Madinah di saat Rasulullah Saw. sedang berkhotbah, maka orang-orang pun bubar menuju ke arahnya dan yang tersisa hanyalah dua belas orang lelaki
yang tetap di tempatnya. Maka turunlah firman Allah Swt.: Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya. (Al-Jumu'ah: 11)
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis yang sama di dalam kitab sahih masing-masing.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا هُشَيم، عَنْ حُصَين، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ وَأَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَقَدِمَتْ عيرٌ إِلَى الْمَدِينَةِ، فَابْتَدَرَهَا أصحابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، حَتَّى لَمْ يَبْقَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ تَتَابَعْتُمْ حَتَّى لَمْ يَبْقَ مِنْكُمْ أَحَدٌ، لَسَالَ بِكُمُ الْوَادِي نَارًا" وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا} وَقَالَ: كَانَ فِي الِاثْنَيْ عَشَرَ الَّذِينَ ثَبَتُوا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَبُو بَكْرٍ، وَعُمَرُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Husain, dari Salim ibnu Abul Ja'd dan Abu Sufyan, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa
ketika Rasulullah Saw. sedang berkhotbah Jumat, datanglah iringan kafilah ke Madinah. Maka para sahabat bergegas menuju kepadanya, sehingga tiada yang tertinggal bersama Rasulullah Saw. selain dari dua belas orang lelaki.
Maka Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaanNya, seandainya kalian semua terpengaruh hingga tiada seorang pun dari kalian yang tersisa,
niscaya lembah ini akan mengalirkan api membakar kalian semua. Lalu turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu
sedang berdiri (berkhotbah). (Al-Jumu'ah: 11) Jabir ibnu Abdullah melanjutkan, bahwa di antara kedua belas orang yang tetap mendengarkan khotbah Rasulullah Saw. adalah Abu Bakar dan Umar r.a. Di dalam firman Allah Swt.:
{وَتَرَكُوكَ قَائِمًا}
dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). (Al-Jumu'ah: 11) terkandung dalil yang menunjukkan bahwa imam melakukan khotbahnya pada hari Jumat dengan berdiri.
Imam Muslim telah meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya melalui Jabir ibnu Samurah yang telah menceritakan bahwa Nabi Saw. melakukan dua khotbah, dan melakukan duduk di antara keduanya.
Di dalam khotbahnya beliau Saw. membaca Al-Qur'an dan memberikan peringatan kepada manusia. Akan tetapi, perlu diketahui dalam hal ini bahwa menurut suatu pendapat kisah ini terjadi ketika Rasulullah Saw.
mendahulukan salat Jumat atas khotbahnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud di dalam Kitabul Marasil-nya. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Khalid, dari Al-Walid,
telah menceritakan kepadaku Abu Mu'az Bukair ibnu Ma'ruf, bahwa ia pernah mendengar Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa dahulu Rasulullah Saw. melakukan salat Jumatnya sebelum khotbahnya,
sama halnya dengan salat dua hari raya. Dan akhirnya pada suatu hari ketika Nabi Saw. sedang berkhotbah, datanglah seorang lelaki yang masuk ke dalam kumpulan jamaah salat Jumat, lalu ia berkata memberitakan,
bahwa sesungguhnya Dihyah ibnu Khalifah telah tiba dengan membawa barang dagangan. Makna yang dimaksud ialah menganjurkan kepada mereka untuk bubar dan menyambut kafilah tersebut,
sehingga tiada yang tersisa kecuali hanya sejumlah kecil saja dari sahabat Rasulullah Saw. Firman Allah Swt.:
{قُلْ مَا عِنْدَ اللَّهِ}
Katakanlah, “Apa yang di sisi Allah." (Al-Jumu'ah: 11) Yakni berupa pahala di negeri akhirat nanti.
{خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ}
"adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan, " dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki. (Al-Jumu'ah: 11) bagi orang yang bertawakal kepada-Nya dan mencari rezeki tepat pada waktunya. Demikianlah akhir dari tafsir surat Al-Jumu'ah.
Segala puji bagi Allah dan semua karunia dari-Nya, dan hanya kepada-Nya memohon taufik dan pemeliharaan.
Surat Al-Munafiqun |63:1|
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
iżaa jaaa`akal munaafiquuna qooluu nasy-hadu innaka larosuululloh, wallohu ya'lamu innaka larosuuluh, wallohu yasy-hadu innal-munaafiqiina lakaażibuun
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata, "Kami mengakui, bahwa engkau adalah rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar rasul-Nya, dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.
When the hypocrites come to you, [O Muhammad], they say, "We testify that you are the Messenger of Allah." And Allah knows that you are His Messenger, and Allah testifies that the hypocrites are liars.
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata, "Kami mengakui, bahwa engkau adalah rasul Allah.
" Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Munafiqun | 63 : 1 |
Tafsir ayat 1-4
Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang munafik, bahwa mereka hanya mengakui Islam dengan mulutnya saja, bila datang kepada Nabi Saw. Adapun di dalam batin mereka adalah kebalikannya dan tidaklah seperti apa yang dilahirkan oleh mereka. Untuk itulah maka Allah Swt. berfirman:
{إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ}
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." (Al-Munafiqun: 1) Yakni apabila mereka datang kepadamu dan menghadapimu dengan pengakuan tersebut,
serta menampakkan hal itu kepadamu, kenyataannya tidaklah seperti apa yang mereka katakan. Karena itulah maka dalam ayat ini diletakkan kalimat sisipan yang memberitahukan bahwa sesungguhnya Nabi Saw. adalah utusan Allah, yaitu:
{اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ}
Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya. (Al-Munafiqun: 1) Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
{وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ}
dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (Al-Munafiqun: 1) Yaitu dalam pemberitaan mereka, sekalipun pada lahiriahnya mereka menampakkan hal yang sungguhan,
karena sesungguhnya mereka tidak meyakini kebenaran dari apa yang mereka ucapkan dan tidak pula membenarkannya dalam hati mereka. Karena itulah maka mereka didustakan berdasarkan keyakinan yang tersimpan dalam hati mereka.
Firman Allah Swt.:
{اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ}
Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. (Al-Munafiqun: 2) Artinya, mereka melindungi diri mereka dengan sumpah yang palsu lagi berdosa agar lawan bicara mereka
percaya kepada apa yang .mereka katakan, dan teperdayalah oleh mereka orang-orang yang tidak mengetahui hakikat perkara mereka, sehingga menyangka mereka sebagai orang-orang Islam.
Adakalanya mereka dijadikan panutan dalam perbuatannya, dan ucapannya dibenarkan, padahal sesungguhnya keadaan mereka dalam batinnya sama sekali tidak memperhatikan kepentingan Islam dan para pemeluknya.
Dengan demikian, maka sikap mereka yang demikian itu menimpakan kemudaratan yang besar kepada kebanyakan orang. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman Allah Swt.:
{فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. (Al-Munafiqun: 2) Karena itulah maka Ad-Dahhak ibnu Muzahim membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
"اتَّخَذُوا إيمَانَهُمْ جُنَّةً"
Mereka itu menjadikan iman mereka sebagai perisai. (Al-Munafiqun: 2) dengan membaca aimanahum menjadi Imanahum, yakni pembenaran yang mereka lahirkan dijadikan oleh mereka sebagai perisai untuk melindungi diri agar jangan dibunuh. Tetapi jumhur ulama membacanya aimanahum bentuk jamak dari yamin. Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ}
Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi), lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti. (Al-Munafiqun: 3)
Yakni sesungguhnya ditetapkan atas mereka kemunafikan tiada lain karena mereka menanggalkan keimanan mereka dan mengenakan kembali kekufurannya dan mengganti hidayah dengan kesesatan.
{فَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ}
lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti. (Al-Munafiqun: 3) .Artinya, petunjuk tidak akan dapat sampai ke dalam hati mereka, dan tiada kebaikan yang dapat menggugahnya, maka hati mereka tidak dapat mengerti dan tidak dapat memperoleh hidayah. Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ}
Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. (Al-Munafiqun: 4) Mereka memiliki penampilan yang baik-baik, pandai berbicara, dan berlisan fasih.
Apabila perkataan mereka didengar, maka pendengarnya akan terpesona oleh perkataan mereka yang berparamasastra. Padahal kenyataannya hati mereka sangat lemah, rapuh, mudah sok, penakut, dan pengecut.
Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
{يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ}
Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. (Al-Munafiqun: 4) Yakni manakala terjadi suatu peristiwa atau suatu kejadian atau hal yang menakutkan, maka mereka berkeyakinan bahwa hal itu
akan menimpa diri mereka, hal ini disebabkan hati mereka yang pengecut lagi penakut. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:
{أَشِحَّةً عَلَيْكُمْ فَإِذَا جَاءَ الْخَوْفُ رَأَيْتَهُمْ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَالَّذِي يُغْشَى عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ فَإِذَا ذَهَبَ الْخَوْفُ سَلَقُوكُمْ بِأَلْسِنَةٍ حِدَادٍ أَشِحَّةً عَلَى الْخَيْرِ أُولَئِكَ لَمْ يُؤْمِنُوا فَأَحْبَطَ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا}
Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati; dan apabila ketakutan telah hilang,
mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedangkan mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Al-Ahzab: 19)
Mereka adalah orang-orang yang berpenampilan saja, tetapi dalamnya kosong sama sekali. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
{هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ}
Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)? (Al-Munafiqun: 4) Yaitu bagaimanakah mereka sampai dipalingkan dari petunjuk kepada kesesatan?
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ قُدَامة الجُمَحي، عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ بَكْرِ (2) بْنِ أَبِي الْفُرَاتِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ. عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ لِلْمُنَافِقِينَ عَلَامَاتٍ يُعْرَفُونَ بِهَا: تَحِيَّتُهُمْ لَعْنَةٌ، وَطَعَامُهُمْ نُهبَة، وَغَنِيمَتُهُمْ غُلُولٌ، وَلَا يَقَرَبُونَ الْمَسَاجِدَ إِلَّا هُجْرا وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا دُبْرا، مُسْتَكْبِرِينَ لَا يألَفون وَلَا يُؤلَفون، خُشُبٌ بِاللَّيْلِ، صُخُب بِالنَّهَارِ". وقال يزيد مَرةً: سُخُبٌ بالنهار
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Qudamah Al-Jumahi, dari Ishaq ibnu Bukair ibnu Abul Furat, dari Sa'id ibnu Sa'id Al-Maqbari, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a.,
bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya orang-orang munafik itu mempunyai ciri-ciri khas yang dapat diketahui, yaitu salam penghormatan mereka berupa laknat, makanan mereka adalah hasil rampokan,
dan ganimah mereka adalah hasil penggelapan (korupsi). Mereka tidak mendekati masjid-masjid melainkan menjauhinya, dan mereka tidak mendatangi salat kecuali paling belakang. Mereka bersikap sombong,
tidak bersikap rukun dan tidak pula bersikap simpatik. Mereka di malam hari bagaikan kayu (yang tersandar) dan di siang hari gaduh. Menurut Yazid ibnu Murrah, mereka di siang hari sangat ribut.
Surat Al-Munafiqun |63:2|
اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
ittakhożuuu aimaanahum junnatan fa shodduu 'an sabiilillaah, innahum saaa`a maa kaanuu ya'maluun
Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Sungguh, betapa buruknya apa yang telah mereka kerjakan.
They have taken their oaths as a cover, so they averted [people] from the way of Allah. Indeed, it was evil that they were doing.
(Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai) maksudnya untuk melindungi harta benda mereka dan jiwa mereka (lalu mereka menghalangi) melalui sumpah itu (jalan Allah)
artinya mereka menghalangi manusia untuk berjihad melawan mereka. (Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Munafiqun | 63 : 2 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Al-Munafiqun |63:3|
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ
żaalika bi`annahum aamanuu ṡumma kafaruu fa thubi'a 'alaa quluubihim fa hum laa yafqohuun
Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir, maka hati mereka dikunci, sehingga mereka tidak dapat mengerti.
That is because they believed, and then they disbelieved; so their hearts were sealed over, and they do not understand.
(Yang demikian itu) yakni pekerjaan mereka yang buruk itu (adalah karena sesungguhnya mereka telah beriman) mulutnya (kemudian menjadi kafir) hatinya.
Artinya, mereka masih tetap dalam kekafirannya, (lalu dikunci matilah) dikuncilah (hati mereka) dengan kekafiran (karena itu mereka tidak dapat mengerti) tentang iman yang sesungguhnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Munafiqun | 63 : 3 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Al-Munafiqun |63:4|
وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ ۖ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ ۖ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ ۖ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ ۚ هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ ۚ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ۖ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
wa iżaa ro`aitahum tu'jibuka ajsaamuhum, wa iy yaquuluu tasma' liqoulihim, ka`annahum khusyubum musannadah, yaḥsabuuna kulla shoiḥatin 'alaihim, humul-'aduwwu faḥżar-hum, qootalahumullohu annaa yu`fakuun
Dan apabila engkau melihat mereka, tubuh mereka mengagumkanmu. Dan jika mereka berkata, engkau mendengarkan tutur katanya. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa setiap teriakan ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka, semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari kebenaran)?
And when you see them, their forms please you, and if they speak, you listen to their speech. [They are] as if they were pieces of wood propped up - they think that every shout is against them. They are the enemy, so beware of them. May Allah destroy them; how are they deluded?
(Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum) karena keindahan dan kebagusannya. (Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka)
karena kefasihan tutur katanya. (Mereka adalah seakan-akan) karena tubuhnya yang besar akan tetapi pikirannya kosong tidak dapat memahami (kayu) dapat dibaca khusyubun dan khusybun (yang tersandar)
artinya bagaikan kayu yang tersandar ke tembok. (Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan keras) teriakan sebagaimana seruan di dalam kemiliteran, atau bagaikan seruan orang yang mencari barang yang hilang
(ditujukan kepada mereka) demikian itu karena hati mereka sudah memendam rasa kecut dan takut terhadap hal-hal yang akan menimpa mereka yang memperbolehkan darah mereka dialirkan.
(Mereka itulah musuh yang sebenarnya, maka waspadalah terhadap mereka) karena sesungguhnya mereka pasti membeberkan rahasia kamu kepada orang-orang kafir
(semoga Allah membinasakan mereka) menghancurkan mereka. (Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan) dari iman, padahal bukti-buktinya sudah cukup jelas.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Munafiqun | 63 : 4 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat Al-Munafiqun |63:5|
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ لَوَّوْا رُءُوسَهُمْ وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ
wa iżaa qiila lahum ta'aalau yastaghfir lakum rosuulullohi lawwau ru`uusahum wa ro`aitahum yashudduuna wa hum mustakbiruun
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah (beriman), agar Rasulullah memohonkan ampunan bagimu," mereka membuang muka dan engkau lihat mereka berpaling dengan menyombongkan diri.
And when it is said to them, "Come, the Messenger of Allah will ask forgiveness for you," they turn their heads aside and you see them evading while they are arrogant.
(Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah) seraya memberi maaf (supaya Rasulullah memberikan ampunan bagi kalian," mereka membuang) lafal lawwau dapat dibaca dengan memakai tasydid,
dapat pula dibaca tanpa memakainya sehingga menjadi lawau, artinya memalingkan (muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling) dari hal tersebut (sedangkan mereka menyombongkan diri).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Munafiqun | 63 : 5 |
Tafsir ayat 5-8
Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal orang-orang munafik —semoga laknat Allah tertimpakan kepada mereka— bahwa mereka itu:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ لَوَّوْا رُءُوسَهُمْ}
apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, " mereka membuang muka mereka. (Al-Munafiqun: 5)
Yakni mereka menghalang-halangi dan berpaling dari apa yang dikatakan kepada mereka dengan perasaan sombong dan menghina. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
{وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ}
dan kamu lihat mereka berpaling, sedangkan mereka menyombongkan diri. (Al-Munafiqun: 5) Kemudian mereka diberi pembalasan atas sikapnya itu. Maka Allah Swt. berfirman:
{سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ}
Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka; sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Al-Munafiqun: 6)
Sama halnya dengan apa yang disebutkan di dalam surat At-Taubah yang telah diterangkan jauh sebelum ini dan juga telah disebutkan pula padanya hadis-hadis yang diriwayatkan mengenainya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar Al-Adani yang mengatakan bahwa Sufyan telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
mereka membuang muka mereka. (Al-Munafiqun: 5) Ibnu Abu Umar mengatakan bahwa Sufyan memalingkan mukanya ke arah kanan seraya melirikkan pandangan matanya dengan pandangan yang sinis,
lalu berkata bahwa seperti inilah sikap mereka. Telah disebutkan dari bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, bahwa konteks semua ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul,
seperti yang akan kami terangkan berikut ini. Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan di dalam kitab As-Sirah-nya, bahwa ketika Rasulullah Saw. tiba di Madinah sekembalinya dari Perang Uhud. Sedangkan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul,
menurut keterangan yang kuperoleh dari Ibnu Syihab Az-Zuhri, merupakan seorang yang mempunyai kedudukan di kalangan kaumnya. Setiap orang mengakui kedudukannya yang terhormat; dia dihormati di kalangan kaumnya. ApabilaNabi Saw.
duduk dalam khotbahnya di hari Jumat, maka Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul berdiri, lalu mengatakan, "Hai manusia, ini adalah utusan Allah berada di antara kalian, Allah telah memuliakan kalian dengan melaluinya dan menjadikan kalian berjaya
karenanya. Untuk itu maka tolonglah dia, dukunglah dia, dan tunduk patuhlah kalian kepadanya." Setelah itu ia duduk kembali. Ketika dia melakukan apa yang dilakukannya dalam Perang Uhud, yakni dia kembali ke Madinah
dengan sepertiga pasukan, lalu pasukan kaum muslim kembali, maka berdirilah ia dan melakukan kebiasaan yang sebelumnya. Maka kaum muslim memegangi bajunya dari semua sisinya, dan mereka mengatakan, "Duduklah, hai musuh Allah,
kamu tidak pantas melakukan hal ini setelah apa yang engkau lakukan dalam Perang Uhud." Lalu ia keluar dengan melangkahi leher banyak orang seraya berkata, "Demi Allah, seakan-akan aku mengatakan ucapan yang tidak pantas,
padahal aku berdiri untuk memperkuat urusannya." Di dekat pintu masjid ia bersua dengan sejumlah orang Ansar. Mereka mengatakan, "Celakalah kamu, mengapa kamu ini?" Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul menjawab,
"Aku berdiri untuk mendukung urusannya, lalu sejumlah orang dari sahabatnya menarikku dan bersikap kasar terhadapku, seakan-akan aku mengatakan hal yang tidak pantas, padahal sebenarnya aku bermaksud untuk mendukungnya.
" Mereka berkata, "Celakalah kamu ini, sekarang kembalilah kamu kepada Rasulullah Saw., beliau akan memohonkan ampunan bagimu." Ibnu Salul menjawab, "Demi Allah, aku tidak ingin dia memohonkan ampunan bagiku."
Qatadah dan As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul. Demikian itu karena ada seorang pemuda dari kalangan kerabatnya melapor kepada Rasulullah Saw.
dan menceritakan kepada beliau tentang kata-kata yang dikeluarkan oleh Ibnu Salul mengenai diri Rasulullah Saw., yakni mencaci maki beliau Saw. Maka Rasulullah Saw. memanggilnya, tetapi ternyata dia bersumpah dengan menyebut nama Allah
bahwa dirinya tidak mengatakannya dan berlepas diri dari hal tersebut. Akhirnya orang-orang Ansar mendatangi pemuda tersebut dan mencacinya serta mengisolirnya. Lalu Allah menurunkan firman-Nya mengenai peristiwa ini,
sebagaimana yang kalian dengar. Kemudian dikatakan kepada musuh Allah itu, "Sebaiknya kamu datang menghadap kepada Rasulullah Saw.," tetapi dia memalingkan mukanya,
dengan maksud bahwa dia tidak melakukan apa yang dituduhkan kepadanya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi' Az-Zahrani,
telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Rasulullah Saw. apabila turun istirahat di suatu tempat tidak pernah meninggalkannya sebelum melakukan salat padanya.
Dan ketika Perang Tabuk, ada suatu berita yang sampai kepada beliau, bahwa Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul mengatakan, "Benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya (Madinah)." Maka Rasulullah Saw.
langsung kembali ke Madinah sebelum siang hari berakhir (tanpa salat terlebih dahulu). Lalu dikatakan kepada Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, "Datanglah kamu kepada Nabi Saw. agar beliau memohonkan ampunan bagimu,"
dan Allah menurunkan firman-Nya: Apabila orang-orang munafik datang kepadamu. (Al-Munafiqun: 1) sampai dengan firman-Nya: Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu,
" mereka membuang muka mereka. (Al-Munafiqun: 5) Sanad hadis ini sahih sampai kepada Sa'id ibnu Jubair. Tetapi perkataannya bahwa sesungguhnya hal tersebut terjadi dalam Perang Tabuk, masih perlu diteliti kembali.
Bahkan kalimat tersebut tidaklah tepat, karena sesungguhnya Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul bukan termasuk orang yang keluar menuju medan Tabuk, bahkan dia kembali ke Madinah bersama sekelompok pasukan.
Dan sesungguhnya menurut pendapat yang terkenal di kalangan para pemilik kitab Magazi dan Sirah, peristiwa ini terjadi dalam Perang Al-Muraisi', yaitu perang melawan Banil Mustaliq. Yunus ibnu Bukair telah meriwayatkan dari Ibnu Ishaq,
bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban dan Abdullah ibnu Abu Bakar dan Asim ibnu Umar ibnu Qatadah dalam kisah Banil Mustaliq, bahwa ketika Rasulullah Saw. berada di tempat Banil Mustaliq,
Jahjah ibnu Sa'id Al-Gifari seorang pekerja Umar ibnul Khattab berkelahi dengan Sinan ibnu Yazid, karena memperebutkan air. Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban,
bahwa keduanya berdesakan untuk memperebutkan air dari suatu mata air, lalu keduanya berkelahi. Akhirnya Sinan berkata, "Hai orang-orang Ansar," sedangkan Al-Jahjah berkata, "Hai orang-orang Muhajir."
Saat itu Zaid ibnu Arqam dan segolongan kaum Ansar berada bersama Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul. Ketika Abdullah ibnu Ubay mendengar hal tersebut, maka ia memberikan komentarnya,
"Sesungguhnya mereka telah berani mengadakan pemberontakan di negeri kita. Demi Allah, perumpamaan kita dan sempalan orang-orang Quraisy ini (yakni Muhajirin) sama dengan peribahasa yang mengatakan 'gemukkanlah anjingmu,
maka ia akan memakanmu'. Demi Allah, sungguh jika kita kembali ke Madinah, orang-orang yang kuat benar-benar akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya." Kemudian dia menghadap kepada orang-orang yang ada di dekatnya
dari kalangan kaumnya, lalu berkata kepada mereka, "Inilah akibat dari perbuatan kalian, kalian telah mengizinkan mereka menempati negeri kalian, dan kalian telah merelakan harta kalian berbagi dengan mereka. Ingatlah, demi Allah,
sekiranya kalian menghindari mereka, niscaya mereka akan berpindah dari kalian menuju ke negeri lain."Kemudian perkataan Abdullah ibnu Ubay itu terdengar oleh Zaid ibnu Arqam r.a., maka ia melaporkannya kepada Rasulullah Saw.
yang pada saat itu Zaid ibnu Arqam masih berusia remaja. Ketika ia sampai kepada Rasulullah Saw., di sisi beliau terdapat Umar ibnul Khattab r.a., lalu ia menceritakan kepada beliau apa yang telah dikatakan oleh Abdullah ibnu Ubay tadi.
Maka Umar r.a. berkata, "Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepada Abbad ibnu Bisyar agar memenggal kepala Ibnu Salul." Rasulullah Saw. menjawab: Hai Umar, bagaimanakah jawabanmu apabila orang-orang mengatakan bahwa
Muhammad telah membunuh temannya sendiri. Tidak, tetapi serukanlah, hai Umar, kepada orang-orang untuk segera berangkat (pulang). Ketika hal itu sampai kepada Abdullah ibnu Ubay, maka ia mendatangi Rasulullah Saw.
dan meminta maaf kepadanya serta bersumpah bahwa dia tidak mengatakannya, yakni tidak mengatakan seperti apa yang dilaporkan oleh Zaid ibnu Arqam. Sedangkan Abdullah ibnu Ubay adalah seorang lelaki yang mempunyai kedudukan
yang tinggi di kalangan kaumnya, maka mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah, barangkali anak remaja ini (yakni Zaid ibnu Arqam) hanya berilusi dan masih belum dapat menangkap pembicaraan yang dikatakan oleh seorang yang telah dewasa.
" Tetapi Rasulullah Saw. pergi di tengah hari, yaitu di saat yang pada kebiasaannya beliau tidak pernah memerintahkan untuk berangkat. Lalu Usaid ibnu Hudair r.a. datang menjumpai beliau Saw.
dan mengucapkan salam penghormatan kenabian kepada beliau Saw. Kemudian Usaid berkata, "Demi Allah, engkau memerintahkan berangkat di saat yang tidak disukai dan yang belum pernah* engkau lakukan sebelumnya."
Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tidakkah engkau mendengar apa yang telah dikatakan oleh temanmu. Ibnu Ubay. Dia mengira bahwa apabila aku sampai di Madinah, maka orang yang kuat akan mengusir orang yang lemah daripadanya.
Usaid ibnu Hudair r.a. berkata, "Wahai Rasulullah, engkaulah orang yang kuat dan dia adalah orang yang hina (kalah)." Kemudian Usaid berkata pula, "Wahai Rasulullah, kasihanilah dia. Demi Allah, sesungguhnya ketika Allah mendatangkan engkau,
sesungguhnya kami benar-benar telah menguntai manikam guna memahkotainya (menjadi pemimpin kami). Dan sesungguhnya dia memandang bahwa engkau telah merebut kerajaan itu dari tangannya." Kemudian Rasulullah Saw.
membawa pasukan kaum muslim berjalan hingga petang hari dan dilanjutkan pada malam harinya hingga pada pagi hari dan matahari meninggi hingga panasnya mulai terasa. Setelah itu beliau Saw. memerintahkan kepada pasukan kaum muslim
untuk turun istirahat,aguna mengalihkan perhatian mereka dari topik pembicaraan yang sedang menghangat di kalangan mereka. Maka begitu orang-orang menyentuh tanah, mereka langsung tidur karena kecapaian,
dan di tempat itulah diturunkan surat Al-Munafiqun. Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Ishaq,
telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Dinar bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan,
"Ketika kami bersama Rasulullah Saw. dalam suatu peperangan, maka ada seorang lelaki dari kalangan Muhajirin mendorong seorang lelaki dari kalangan Ansar (karena memperebutkan sesuatu). Maka orang Ansar mengatakan,
'Hai orang-orang Ansar!' Sedangkan orang Muhajirin mengatakan, 'Hai orang-orang Muhajirin!' Yakni meminta bantuan kepada temannya masing-masing. Maka Rasulullah Saw. bersabda: 'Mengapa seruan jahiliah itu muncul lagi?Tinggalkanlah
oleh kalian, karena sesungguhnya seruan jahiliah itu sudah usang (busuk)'." Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul berkata, "Ternyata mereka melakukan seruan jahiliah itu. Demi Allah, sesungguhnya jika kita kembali ke Madinah,
benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya."Jabir melanjutkan bahwa jumlah orang-orang Ansar di Madinah jauh lebih banyak daripada orang-orang Muhajirin di saat Rasulullah Saw.
baru tiba di Madinah, kemudian lama-kelamaan sesudah itu jumlah kaum Muhajirin bertambah banyak. Maka Umar berkata, "Biarkanlah aku memenggal batang leher si munafik ini." Tetapi Rasulullah Saw. bersabda:
Biarkanlah dia, agar orang-orang tidak membicarakan bahwa Muhammad membunuh temannya sendiri. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini dari Husain ibnu Muhammad Al-Marwazi, dari Sufyan ibnu Uyaynah.
Imam Bukhari meriwayatkannya pula dari Al-Humaidi, Imam Muslim meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan lain-lainnya, dari Sufyan dengan sanad dan lafaz yang semisal.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Hakam, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi,
dari Zaid ibnu Arqam yang mengatakan bahwa aku bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Tabuk, maka Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul mengatakan, "Sesungguhnya jika kita kembali ke Madinah,
benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang yang lemah daripadanya." Zaid ibnu Arqam melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menceritakan hal itu kepada Nabi Saw Maka Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul bersumpah
bahwa dirinya tidak mengatakan hal tersebut. Akhirnya kaum Zaid ibnu Arqam mencela dirinya, dan mereka mengatakan, "Apakah tujuanmu dengan hal tersebut? Zaid ibnu Arqam pergi, lalu tidur dalam keadaan bersedih hati.
Tidak lama kemudian Rasulullah Saw. memanggilku dan bersabda kepadaku: Sesungguhnya Allah telah menurunkan wahyu yang memaafkanmu dan membenarkanmu. Zaid ibnu Arqam mengatakan bahwa ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya:
Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Ansar), "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).”(Al-Munafiqun: 7)
Sampai dengan firman-Nya: Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya. (Al-Munafiqun: 8) Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini dalam tafsir ayat ini
melalui Adam ibnu Abu Iyas, dari Syu'bah. Kemudian ia mengatakan bahwa Ibnu Abu Zaidah telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Amr, dari Ibnu Abu Laila, dari Zaid, dari Nabi Saw. Dan Imam Turmuzi serta Imam Nasai meriwayatkan hadis ini
sehubungan dengan tafsir ayat ini melalui hadis Syu'bah dengan sanad yang sama. Jalur lain dari Zaid ibnu Arqam. Imam Ahmad rahimahullah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam dan Yahya ibnu Abu Bukair.
Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, bahwa ia pernah mendengar Zaid ibnu Arqam. Dan Abu Bukair telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Arqam. Disebutkan bahwa aku (Zaid ibnu Arqam)
berangkat bersama pamanku di suatu peperangan, lalu aku mendengar Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul mengatakan kepada teman-temannya, "Janganlah kamu membelanjakan hartamu kepada orang-orang yang ada di sisi Rasulullah Saw.
Dan sesungguhnya j ika kita kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya." Kemudian aku ceritakan hal itu kepada pamanku, dan pamanku melaporkannya kepada Rasulullah Saw.
Maka Rasulullah Saw. memanggilku dan aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Lalu Rasulullah Saw. memanggil Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul dan teman-temannya, tetapi mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tidak mengatakannya.
Akhirnya Rasulullah Saw. tidak mempercayaiku dan membenarkan Ibnu Ubay, maka hal itu merupakan suatu pukulan yang berat bagiku yang tidak pernah kualami sebelumnya, hingga aku terpaksa menetap di dalam rumah, dan pamanku berkata,
"Tiada yang engkau hasilkan selain dari ketidakpercayaan Rasulullah Saw. kepadamu dan kemarahan beliau kepadamu." Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Apabila orang-orang munafik datang kepadamu. (Al-Munafiqun: 1)
hingga akhir surat, lalu Rasulullah Saw. memanggilku dan membacakan surat Al-Munafiqun kepadaku, kemudian beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah telah membenarkanmu. Kemudian Imam Ahmad mengatakan pula,
telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, bahwa ia pernah mendengar Zaid ibnu Arqam mengatakan bahwa kami berangkat bersama Rasulullah Saw.
dalam suatu perjalanan, dan dalam perjalanan itu orang-orang mengalami keadaan yang genting. Maka Abdullah ibnu Ubay berkata kepada teman-temannya, "Janganlah kamu membelanjakan harta kepada orang-orang yang ada di sisi Rasulullah
supaya mereka bubar meninggalkannya." Dan Ibnu Ubay mengatakan pula, bahwa sesungguhnya jika kita kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya.
Maka aku datang kepada Nabi Saw. dan menceritakan hal itu kepadanya, lalu beliau memanggil Abdullah ibnu Ubay dan menanyainya, tetapi Abdullah ibnu Ubay menyangkalnya dengan sumpah yang sekuatnya bahwa dia tidak mengatakan hal itu.
Dan mereka berkata, "Si Zaid itu dusta, wahai Rasulullah." Maka hatiku berduka cita karena ucapan mereka itu, dan Allah Swt. menurunkan wahyu yang membenarkan diriku, yaitu: Apabila orang-orang munafik datang kepadamu. (Al-Munafiqun: 1)
Kemudian Rasulullah Saw. memanggil mereka untuk memintakan ampunan kepada Allah bagi mereka, tetapi mereka memalingkan mukanya (menolak). Firman Allah Swt.:
{كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ}
Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. (Al-Munafiqun: 4) Bahwa mereka adalah orang-orang yang berpenampilan sangat baik. Pendapat ini telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Nasai melalui hadis Zuhair.
Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula, begitu juga Imam Turmuzi melalui hadis Israil, keduanya dari Abu Ishaq alias Amr ibnu Abdullah As-Subai'i Al-Hamdani Al-Kufi, dari Zaid dengan sanad yang sama.
Jalur lain dari Zaid. Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, dari As-Saddi, dari Abu Sa'd Al-Azdi,
bahwa telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Arqam yang mengatakan bahwa kami ikut bersama Rasulullah Saw. dalam suatu peperangan. Bersama kami terdapat sejumlah orang Arab Badui, kami berebutan mengambil air dari mata air,
dan orang-orang Badui itu mendahului kami menuju air mata air tersebut. Salah seorang dari Arab Badui itu mendahului teman-temannya untuk membuat kolam dan memenuhinya dengan air, serta menambak sekeliling kolam dengan batu,
lalu memasang kuda-kuda untuk tempat timba di atasnya sambil menunggu kedatangan teman-temannya. Kemudian datanglah seorang lelaki dari kalangan Ansar ke tempat lelaki Badui itu, dan orang Ansar itu langsung menundukkan tali kendali
unta kendaraannya dengan maksud agar untanya dapat minum dari air kolam tersebut. Akan tetapi, lelaki Badui itu menolaknya. Maka orang Ansar itu merasa jengkel, lalu ia membedah salah satu batu penahan kolam itu hingga airnya mengalir ke luar.
Maka orang Badui itu mengangkat batang kayu miliknya dan memukulkannya ke kepala orang Ansar itu hingga membuatnya berdarah dan luka. Kemudian lelaki Ansar itu mendatangi Abdulllah ibnu Ubay dan menceritakan hal tersebut kepadanya,
sedangkan dia adalah salah seorang dari teman Abdullah ibnu Ubay. Maka Abdullah ibnu Ubay marah dan berkata, "Janganlah kamu membelanjakan hartamu kepada orang-orang yang ada di sisi Rasulullah Saw.
supaya mereka bubar meninggalkannya," Yang dia maksudkan adalah orang-orang Badui yang membantu Rasulullah Saw. Merekalah yang menyediakan makanan buat Rasulullah Saw. Abdullah ibnu Ubay berkata kepada teman-temannya,
bahwa apabila mereka bubar dari sisi Rasulullah, maka datanglah kalian kepada Muhammad dengan membawa makanan, agar dia dan sahabat-sahabatnya makan. Kemudian Abdullah ibnu Ubay mengatakan pula,
bahwa sesungguhnya jika kamu kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang yang lemah daripadanya. Zaid ibnu Arqam mengatakan bahwa saat itu ia membonceng pamannya.
Dan ia mendengar apa yang telah dikatakan oleh Abdullah ibnu Ubay kepada teman-temannya itu, lalu ia menceritakan hal itu kepada pamannya. Maka pamannya berangkat dan menceritakan hal itu kepada Rasulullah Saw., lalu Rasulullah Saw.
memanggil Abdullah ibnu Ubay, tetapi Abdullah ibnu Ubay mengingkari perkataannya dan bersumpah bahwa dia tidak mengatakannya. Rasulullah Saw. membenarkan dia dan mendustakan aku. Pamanku datang, lalu berkata kepadaku,
"Tiada lain yang kamu hasilkan selain kemurkaan Rasulullah Saw. Beliau mendustakanmu dan juga kaum muslim." Hal itu membuat diriku merasa berduka cita yang sangat mendalam dan belum pernah kurasakan hal sesedih itu.
Dan ketika aku sedang berjalan bersama Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan, sedangkan kepalaku masih pusing disebabkan kesusahan itu, tiba-tiba Rasulullah Saw.
datang mendekatiku dan menjewer telingaku seraya tersenyum memandang wajahku. Hal tersebut membuat diriku meledak gembira, dan ingin rasanya kebahagiaan ini kekal dalam kehidupan duniaku.
Kemudian sahabat Abu Bakar menyusulku dan mengatakan, "Apakah yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. kepadamu?" Aku menjawab, "Beliau tidak mengatakan apa pun kepadaku,
hanya beliau menjewer telingaku dan tersenyum seraya memandang wajahku." Maka Abu Bakar berkata, "Bergembiralah kamu." Lalu Umar menyusulku dan menanyaiku, maka kukatakan kepadanya seperti apa yang kukatakan kepada Abu Bakar.
Dan pada pagi harinya Rasulullah Saw. membacakan kepada kami surat Al-Munafiqun. Imam Turmuzi mengetengahkan hadis ini secara munfarid, dan ia mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafrz Imam Baihaqi, dari Al-Hakim, dari Ubaidillah ibnu Musa dengan sanad yang sama. Tetapi dalam riwayatnya disebutkan sesudah kata-kata Zaid ibnu Arqam, bahwa lalu Rasulullah Saw.
membacakan surat Al-Munafiqun kepada kami, yaitu firman-Nya: Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.” (Al-Munafiqun: 1)
sampai dengan firman-Nya: Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Ansar), "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).
”(Al-Munafiqun: 7) hingga firman-Nya: benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya. (Al-Munafiqun: 8) Abdullah ibnu Lahi'ah telah meriwayatkan dari Abul Aswad ibnu Urwah ibnuz Zubair di dalam kitab Al-Magazi,
dan juga Musa ibnu Uqbah di dalam kitab Magazi-nya kisah ini dengan konteks yang sama. Tetapi keduanya menceritakan bahwa yang menyampaikan ucapan Abdullah ibnu Ubay kepada Rasulullah Saw.
adalah Aus ibnu Aqram dari kalangan Banil Haris ibnul Khazraj. Barangkali dia adalah penyampai yang lain, atau kekeliruan dari pihak pendengar (hadis); hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Aziz Al-Aili, telah menceritakan kepadaku Salam, telah menceritakan kepadaku Aqil, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Muslim,
bahwa Urwah ibnuz Zubair dan Umar ibnu Sabit Al-Ansari pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. berangkat ke medan perang Al-Muraisi', yang dalam perang itu Rasulullah Saw.
menghancurkan berhala Manat yang terletak di antara Musyallal dan pantai. Rasulullah Saw. mengirimkan Khalid ibnul Walid, lalu Khalid menghancurkan berhala Manat tersebut.
Dalam perang tersebut yang Rasulullah Saw. ikut di dalamnya, terjadi suatu perselisihan antara dua orang; salah seorangnya dari kalangan Muhajirin, sedangkan yang lainnya dari Bani Bahzyang merupakan teman sepakta orang-orang Ansar.
Ternyata dalam perkelahian itu orang dari Muhajirin dapat mengalahkan orang dari Bani Bahz, maka lelaki yang dari Bani Bahz mengatakan, "Hai orang-orang Ansar, tolonglah aku," maka beberapa orang dari kalangan Ansar membantunya.
Akhirnya lelaki Muhajirin itu berkata pula, "Hai orang-orang Muhajirin, tolonglah aku," maka beberapa orang Muhajirin membantunya, hingga terjadilah perang kecil di antara sekelompok orang-orang Ansar dan orang-orang Muhajirin.
Tetapi pada akhirnya mereka dapat dipisahkan dan bisa dilerai. Kemudian tiap orang munafik atau orang yang ada penyakit dalam hatinya pulang melapor kepada Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, lalu dilaporkan kepadanya,
"Dahulu engkau merupakan harapan dan tempat untuk berlindung bagi kami, tetapi kini engkau tidak dapat membuat mudarat dan tidak pula manfaat. Sesungguhnya para imigran itu telah bersatu menentang kami."
Mereka menyebut kaum Muhajirin dengan istilah pira imigran. Maka Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya jika kita kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya."
Kemudian Malik ibnud Dukhsyun mengatakan (dia adalah salah seorang munafik), "Bukankah telah kukatakan bahwa janganlah kalian membelanjakan harta kepada orang-orang yang ada di sisi Rasulullah, supaya mereka bubar meninggalkannya."
Umar ibnul Khattab mendengar perkataan tersebut, lalu ia datang dengan jalan kaki menghadap kepada Rasulullah Saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, izinkanlah kepadaku terhadap lelaki yang telah menghasut banyak orang ini,
aku akan memenggal batang lehernya." Umar bermaksud Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul. Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah engkau benar akan membunuhnya jika kuperintahkan kepadamu untuk membunuhnya?" Umar menjawab, "Ya,
jika engkau perintahkan kepadaku untuk membunuhnya, niscaya kupenggal kepalanya." Rasulullah Saw. bersabda, "Sekarang duduklah kamu (bersabarlah)." Kemudian datanglah Usaid ibnu Hudair,
salah seorang pemimpin orang Ansar dari kalangan Bani Abdul Asyhal, dan ia menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, izinkanlah kepadaku terhadap lelaki ini yang telah menghasut banyak orang,
aku akan memenggal batang lehernya." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah engkau akan membunuhnya jika aku perintahkan kamu membunuhnya?" Usaid menjawab, "Jika engkau perintahkan aku untuk membunuhnya,
niscaya aku benar-benar akan memenggal batang lehernya dengan pedang ini." Rasulullah Saw. bersabda, "Duduklah kamu." Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda, "Perintahkanlah kepada orang-orang agar segera berangkat."
Maka Rasulullah Saw. berangkat membawa pasukan kaum muslim di tengah hari. Perjalanan itu terus berlanjut sampai malam hari hingga keesokan harinya di saat matahari mulai meninggi,
setelah itu beliau perintahkan kepada orang-orang untuk turun istirahat. Kemudian beliau Saw. membawa mereka berangkat meneruskan perjalanan di siang harinya saat matahari sedang terik-teriknya,
perjalanan ditempuhnya sama dengan masa yang sebelumnya, hingga pagi hari sampai di Madinah. Jarak perjalanan ditempuh dalam waktu tiga hari dari Al-Musyallal. Setelah sampai di Madinah, Rasulullah Saw.
memanggil Umar, lalu bersabda kepadanya, "Hai Umar, apakah engkau akan membunuhnya jika kuperintahkan untuk membunuhnya?" Umar menjawab, "Ya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Demi Allah,
seandainya engkau membunuhnya saat itu, niscaya akan banyak kaum lelaki yang terhina olehmu. Seandainya aku perintahkan pada hari itu untuk membunuhnya, niscaya mereka akan membunuhnya,
maka orang-orang akan membicarakan bahwa aku telah menganiaya sahabat-sahabatku sendiri dan membunuh mereka dalam keadaan tidak berdaya. Dan Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Ansar), "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).”
(Al-Munafiqun: 7) sampai dengan firman-Nya: Mereka berkata, "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah.” (Al-Munafiqun: 8), hingga akhir ayat. Konteks riwayat ini garib (aneh),
tetapi di dalamnya terkandung banyak hal yang berharga berupa informasi yang tidak dijumpai dalam riwayat lainnya. Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Umar ibnu Qatadah,
bahwa anak Abdullah Ibnu Ubay ibnu Salul (yaitu Abdullah) ketika mendengar berita tentang ayahnya, lalu ia datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya telah sampai suatu berita kepadaku bahwa engkau hendak membunuh Abdullah ibnu Ubay karena ucapannya terhadap dirimu. Jika engkau hendak melaksanakannya, maka perintahkanlah kepadaku untuk mengeksekusinya,
dan akulah yang akan membawakan kepalanya ke hadapanmu. Demi Allah, semua orang Khazraj telah mengetahui bahwa tiada seorang pun yang iebih berbakti kepada orang tuanya selain aku.
Sesungguhnya aku merasa khawatir jika engkau perintahkan orang lain untuk mengeksekusinya, maka aku tidak dapat menahan diri melihat pembunuh ayahku berjalan bebas di tengah orang banyak, dan aku membunuhnya,
sehingga kesimpulannya berarti aku membunuh seorang mukmin karena dia membunuh seorang yang kafir, dan akhirnya akan menjerumuskan diriku ke dalam neraka." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Tidak,
bahkan kami berbelaskasihan terhadapnya dan tetap berhubungan baik dengannya selama dia tetap bersama kami. Ikrimah dan Ibnu Zaid serta selain keduanya mengatakan bahwa ketika orang-orang (pasukan kaum muslim) kembali ke Madinah,
maka Abdullah ibnu Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul berdiri di depan pintu gerbang kota Madinah seraya menghunus pedangnya, dan orang-orang pun melewatinya. Tetapi ketika ayahnya (yaitu Abdullah ibnu Ubay) datang,
maka ia berkata kepadanya, "Mundurlah, hai ayah!" Ayahnya bertanya, "Celakalah kamu, mengapa kamu bersikap seperti itu." Abdullah ibnu Abdullah ibnu Ubay berkata, "Demi Allah,
engkau tidak boleh melewati pintu gerbang ini sebelum Rasulullah Saw. mengizinkan dirimu masuk, karena sesungguhnya dialah orang yang menang dan engkau adalah orang yang kalah." Ketika Rasulullah Saw.
datang karena beliau berada di barisan belakang sebagai penggiring pasukan, maka Abdullah ibnu Ubay mengadu kepada beliau tentang perlakuan putranya. Dan Abdullah putranya berkata, "Demi Allah, wahai Rasulullah,
dia tidak boleh masuk sebelum engkau mengizinkannya masuk." Maka Rasulullah Saw. mengizinkannya untuk memasuki Madinah. Dan putranya berkata, "Sekarang Rasulullah telah memberimu izin untuk masuk, maka silakan masuk."
Abu Bakar alias Abdullah ibnuz Zubair Al-Humaidi telah mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Abu Harun Al-Madani,
bahwa Abdullah berkata kepada ayahnya, "Demi Allah, engkau tidak boleh masuk Madinah sebelum engkau katakan bahwa Rasulullah Saw. adalah orang yang kuat dan aku adalah orang yang kalah."
Dan Abdullah datang menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah sampai kepadaku suatu berita yang mengatakan bahwa engkau hendak membunuh ayahku.
Maka demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, aku belum pernah menatap wajah ayahku karena segan kepadanya. Tetapi sesungguhnya jika engkau menghendaki agar aku mendatangkan kepalanya ke hadapanmu,
aku sanggup membawakannya ke hadapanmu (dalam keadaan telah terpenggal). Karena sesungguhnya aku tidak suka melihat orang lain membunuh ayahku."
Surat Al-Munafiqun |63:6|
سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
sawaaa`un 'alaihim astaghfarta lahum am lam tastaghfir lahum, lay yaghfirollaahu lahum, innalloha laa yahdil-qoumal-faasiqiin
Sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) mohonkan ampunan untuk mereka atau tidak engkau mohonkan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka, sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
It is all the same for them whether you ask forgiveness for them or do not ask forgiveness for them; never will Allah forgive them. Indeed, Allah does not guide the defiantly disobedient people.
(Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan bagi mereka) dalam ungkapan kalimat astaghfarta, keberadaan hamzah istifham cukup diwakili oleh hamzah washa
l (atau kamu tidak memintakan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan memberikan ampunan kepada mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Munafiqun | 63 : 6 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat Al-Munafiqun |63:7|
هُمُ الَّذِينَ يَقُولُونَ لَا تُنْفِقُوا عَلَىٰ مَنْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّىٰ يَنْفَضُّوا ۗ وَلِلَّهِ خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَفْقَهُونَ
humullażiina yaquuluuna laa tunfiquu 'alaa man 'inda rosuulillaahi ḥattaa yanfadhdhuu, wa lillaahi khozaaa`inus-samaawaati wal-ardhi wa laakinnal-munaafiqiina laa yafqohuun
Mereka yang berkata (kepada orang-orang Ansar), "Janganlah kamu bersedekah kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah sampai mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)." Padahal milik Allahlah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.
They are the ones who say, "Do not spend on those who are with the Messenger of Allah until they disband." And to Allah belongs the depositories of the heavens and the earth, but the hypocrites do not understand.
(Mereka orang-orang yang mengatakan) kepada teman-teman mereka dari kalangan kaum Ansar: ("Janganlah kalian memberikan perbelanjaan kepada orang-orang yang ada di sisi Rasulullah)
yakni orang-orang Muhajirin (supaya mereka bubar") bercerai-berai dari sisinya. (Padahal kepunyaan Allahlah perbendaharaan langit dan bumi) yakni pemberian rezeki-Nya,
Dia Maha Pemberi rezeki kepada orang-orang Muhajirin dan lain-lainnya (tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Munafiqun | 63 : 7 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat Al-Munafiqun |63:8|
يَقُولُونَ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ ۚ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
yaquuluuna la`ir roja'naaa ilal-madiinati layukhrijannal-a'azzu min-hal-ażall, wa lillaahil-'izzatu wa lirosuulihii wa lil-mu`miniina wa laakinnal-munaafiqiina laa ya'lamuun
Mereka berkata, "Sungguh, jika kita kembali ke Madinah (kembali dari perang Bani Mustalik), pastilah orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari sana." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, Rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui.
They say, "If we return to al-Madinah, the more honored [for power] will surely expel therefrom the more humble." And to Allah belongs [all] honor, and to His Messenger, and to the believers, but the hypocrites do not know.
(Mereka berkata, "Sesungguhnya jika kita telah kembali) yakni kembali dari peperangan Bani Mushthaliq (ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir)
yang dimaksud orang-orang kuat adalah diri mereka sendiri (orang-orang yang lemah daripadanya") yang dimaksud oleh mereka adalah orang-orang mukmin.
(Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah) yakni kemenangan itu milik Allah (bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui) hal tersebut.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Munafiqun | 63 : 8 |
penjelasan ada di ayat 5
Surat Al-Munafiqun |63:9|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa tul-hikum amwaalukum wa laaa aulaadukum 'an żikrillaah, wa may yaf'al żaalika fa ulaaa`ika humul-khoosiruun
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
O you who have believed, let not your wealth and your children divert you from remembrance of Allah. And whoever does that - then those are the losers.
(Hai orang-orang yang beriman, janganlah melalaikan kalian) yakni melupakan kalian (harta-harta kalian dan anak-anak kalian dari mengingat Allah) dari melakukan sholat lima waktu.
(Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Munafiqun | 63 : 9 |
Tafsir ayat 9-11
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk banyak berzikir mengingat-Nya, dan melarang mereka menyibukkan diri dengan harta dan anak-anak sehingga melupakan zikir kepada Allah.
Dan juga Allah memberitahukan kepada mereka bahwa barang siapa yang terlena dengan kesenangan dunia dan perhiasannya hingga melupakan ketaatan kepada Tuhannya dan mengingat-Nya yang merupakan tujuan utama dari penciptaan dirinya,
maka sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang merugi. Yakni merugikan dirinya sendiri dan keluarganya kelak di hari kiamat. Kemudian Allah Swt. menganjurkan mereka untuk berinfak dijalan ketaatan kepada-Nya. Untuk itu Allah berfirman:
{وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ}
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat,
yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh.” (Al-Munafiqun: 10) Setiap orang yang melalaikan kewajiban pasti akan merasa menyesal di saat meregang nyawanya,
dan meminta agar usianya diperpanjang sekalipun hanya sebentar untuk bertobat dan menyusul semua amal yang dilewatkannya. Tetapi alangkah jauhnya, karena nasi telah menjadi bubur, masing-masing orang akan menyesali kelalaiannya.
Adapun terhadap orang-orang kafir, keadaan mereka adalah sebagaimana disebutkan oleh firman-Nya:
{وَأَنْذِرِ النَّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ الْعَذَابُ فَيَقُولُ الَّذِينَ ظَلَمُوا رَبَّنَا أَخِّرْنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ نُجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَ أَوَلَمْ تَكُونُوا أَقْسَمْتُمْ مِنْ قَبْلُ مَا لَكُمْ مِنْ زَوَالٍ}
Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim, "Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikan kami ke dunia) walaupun sebentar,
niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul.” (Kepada mereka dikatakan), "Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?” (Ibrahim: 44) Dan firman Allah Swt.:
{حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ}
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.
” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan. (Al-Mu’minun: 99-100) Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Munafiqun: 11) Yakni tidak memberi tangguh kepada seorang pun
bila telah datang saat ajalnya. Dan Dia mengetahui terhadap orang yang berkata sejujurnya dalam permintaannya dari kalangan orang-orang yang seandainya dikembalikan niscaya akan mengulangi perbuatan jahat yang sebelumnya
Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al-Munafiqun: 11) Abu Isa At-Turmirzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aun,
telah menceritakan kepada kami Abu Janab Al-Kalabi, dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa barang siapa yang mempunyai harta yang cukup untuk menghantarkannya sampai ke tempat suci
guna menunaikan ibadah haji, atau mempunyai harta yang telah wajib dizakati, lalu dia tidak mengerjakannya, niscaya dia akah meminta untuk dikembalikan hidup ke dunia lagi di saat menjelang kematiannya.
Maka ada seorang lelaki yang memotong, "Hai Ibnu Abbas, bertakwalah kepada Allah, karena sesungguhnya orang yang meminta untuk dikembalikan ke dunia itu hanyalah orang-orang kafir." Maka Ibnu Abbas menjawab,
"Aku akan membacakan kepadamu hal yang menerangkannya dari Kitabullah," yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harictmu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barang siapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata,
'' Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh.” (Al-Munafiqun: 9-10) sampai dengan firman-Nya:
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Munafiqun: 11) Lelaki itu bertanya, "Berapakah jumlah harta yang wajib dizakati?" Ibnu Abbas menjawab, "Apabila telah mencapai jumlah dua ratus (dirham) dan selebihnya."
Lelaki itu bertanya, "Lalu apakah yang mewajibkan seseorang harus menunaikan ibadah haji?" Ibnu Abbas menjawab, "Bila telah mempunyai bekal dan kendaraan." Kemudian Imam Turmuzi mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari As-Sauri, dari Yahya ibnu Abu Hayyah alias Abu Janab Al-Kalabi, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw.
dengan sanad yang semisal. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Sufyan ibnu Uyaynah dan lain-lainnya dari Abu Janab Al-Kalabi, dari Ad-Dahhak,
dari Ibnu Abbas dan dikategorikan termasuk perkataan Ibnu Abbas; dan riwayat inilah yang paling sahih. Abu Janab Al-Kalabi dinilai daif. Menurut hemat kami, riwayat Ad-Dahhak dari Ibnu Abbas terdapat inqita'
(mata rantai perawi yang terputus); hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ نُفَيل، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَطَاءٍ، عَنْ مَسْلَمَةَ الْجُهَنِيِّ، عَنْ عَمِّهِ -يَعْنِي أَبَا مَشْجَعَةَ بْنِ رِبْعِي-عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: ذَكَرْنَا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزِّيَادَةَ فِي الْعُمْرِ فَقَالَ: " إِنَّ اللَّهَ لَا يُؤَخِّرُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجْلُهَا، وَإِنَّمَا الزِّيَادَةُ فِي الْعُمْرِ أَنْ يَرْزُقَ اللَّهُ العبدَ ذُرية صَالِحَةً يَدْعُونَ لَهُ، فَيَلْحَقُهُ دُعَاؤُهُمْ فِي قَبْرِهِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Nufail, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ata, dari Maslamah Al-Juhani, dari pamannya (yakni Abu Misyja'ah ibnu Rib'i),
dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa kami membincangkan tentang penambahan usia di hadapan Rasulullah Saw. Maka beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak akan menangguhkan usia seseorang apabila telah tiba saat ajalnya.
Sesungguhnya penambahan usia itu hanyalah bila Allah memberi kepada seseorang hamba keturunan yang saleh yang mendoakan untuknya, maka doa mereka sampai kepadanya di alam kuburnya.
Demikianlah akhir tafsir surat Al-Munafiqun, segala puji dan karunia adalah milik Allah, dan hanya kepada-Nya dimohonkan taufik dan pemeliharaan.
Surat Al-Munafiqun |63:10|
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
wa anfiquu mimmaa rozaqnaakum ming qobli ay ya`tiya aḥadakumul-mautu fa yaquula robbi lau laaa akhkhortaniii ilaaa ajaling qoriibin fa ashshoddaqo wa akum minash-shooliḥiin
Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu, lalu dia berkata (menyesali), "Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh."
And spend [in the way of Allah] from what We have provided you before death approaches one of you and he says, "My Lord, if only You would delay me for a brief term so I would give charity and be among the righteous."
(Dan belanjakanlah) dalam berzakat (sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian; lalu ia berkata, "Ya Rabbku!
Mengapa tidak) lafal laula di sini bermakna halla, yakni kenapa tidak. Atau huruf la dianggap sebagai huruf zaidah dan huruf lau bermakna tamanni, yakni seandainya
(Engkau menangguhkan aku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah) bentuk asli lafal ashshaddaqa adalah atashaddaqa, kemudian huruf ta diidghamkan ke dalam huruf shad
sehingga jadilah ashshaddaqa, yakni supaya aku dapat membayar zakatku (dan aku termasuk orang-orang yang saleh") seumpamanya aku akan menunaikan ibadah haji.
Ibnu Abbas r.a. telah memberikan penafsirannya, bahwa tiada seseorang pun yang melalaikan untuk membayar zakat dan melakukan ibadah haji, melainkan ia meminta supaya kematiannya ditangguhkan di saat ia menjelang ajalnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Munafiqun | 63 : 10 |
penjelasan ada di ayat 9
Surat Al-Munafiqun |63:11|
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا ۚ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
wa lay yu`akhkhirollaahu nafsan iżaa jaaa`a ajaluhaa, wallohu khobiirum bimaa ta'maluun
Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.
But never will Allah delay a soul when its time has come. And Allah is Acquainted with what you do.
(Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan, kematian, seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kalian kerjakan)
lafal ta'maluuna dapat pula dibaca ya'maluuna, sehingga artinya menjadi, yang mereka kerjakan.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Munafiqun | 63 : 11 |
penjelasan ada di ayat 9
Surat At-Tagabun |64:1|
يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۖ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
yusabbiḥu lillaahi maa fis-samaawaati wa maa fil-ardh, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa 'alaa kulli syai`ing qodiir
Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah, milik-Nya semua kerajaan dan bagi-Nya (pula) segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Whatever is in the heavens and whatever is on the earth is exalting Allah. To Him belongs dominion, and to Him belongs [all] praise, and He is over all things competent.
(Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi) artinya, semuanya memahasucikan Dia. Huruf lam pada lafal lillaahi adalah zaidah.
Dan dalam ungkapan ayat ini dipakai huruf maa, hal ini tiada lain karena memprioritaskan yang mayoritas (hanya Allah lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua puji-pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 1 |
Tafsir ayat 1-4
Surat ini merupakan akhir dari surat Musabbihat; dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan bahwa semua makhluk bertasbih menyucikan Tuhan yang telah menciptakan mereka dan yang memiliki mereka. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ}
hanya Allah-lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua puji-pujian. (At-Taghabun: l) Yaitu hanya Dialah Yang mengatur semua makhluk lagi terpuji dalam semua yang diciptakan dan yang ditetapkan-Nya. Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (At-Taghabun: l) Artinya, apa pun yang dikehendaki-Nya pasti ada, tanpa ada yang menolak atau menghalang-halangi-Nya, dan apa saja yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Firman Allah Swt.:
{هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ}
Dialah yang menciptakan kamu, maka di antara kamu ada yang kafir dan ada yang beriman. (At-Taghabun: 2) Yakni Dialah Yang menciptakan kamu dalam gambaran seperti ini karena Dia menghendaki kamu seperti itu,
maka sudah dipastikan adanya orang yang beriman dan orang yang kafir. Dia Maha Melihat siapakah yang berhak mendapat hidayah (petunjuk) dan siapakah yang berhak mendapat kesesatan (dari kamu).
Dia Maha Menyaksikan semua amal perbuatan hamba-hamba-Nya, dan kelak Dia akan mengadakan pembalasan terhadap mereka atas semuanya itu dengan pembalasan yang sempurna. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya:
{وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ}
Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (At-Taghabun: 2) Kemudian Allah Swt. berfirman:
{خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ بِالْحَقِّ}
Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) benar. (At-Taghabun: 3) Yaitu dengan adil dan bijaksana.
{وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ}
Dia membentuk rupamu dan dibaguskan-Nya rupamu itu. (At-Taghabun: 3) Yakni Dia menjadikan indah rupa dan bentukmu, semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الإنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ}
Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang telah menciptakan kamu, lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)ww seimbang,
dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu? (Al-Infithar: 6-8) Dan firman Allah Swt.:
{اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ قَرَارًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ}
Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu, lalu membaguskan rupamu serta memberi rezeki dengan sebagian yang baik-baik. (Al-Mu’min: 64), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah Swt.:
{وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ}
dan hanya kepada-Nyalah kembali (mu). (At-Taghabun: 3) Yakni dipulangkan dan dikembalikan. Kemudian Allah Swt. menceritakan tentang pengetahuan-Nya yang meliputi semua makhluk-Nya yang ada di langit dan di bumi serta semua jiwa. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ}
Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati. (At-Taghabun: 4)
Surat At-Tagabun |64:2|
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
huwallażii kholaqokum fa mingkum kaafiruw wa mingkum mu`min, wallohu bimaa ta'maluuna bashiir
Dialah yang menciptakan kamu, lalu di antara kamu ada yang kafir dan di antara kamu (juga) ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
It is He who created you, and among you is the disbeliever, and among you is the believer. And Allah, of what you do, is Seeing.
(Dialah Yang menciptakan kalian maka di antara kalian ada yang kafir dan di antara kalian ada yang beriman) menurut asal kejadiannya, kemudian Dia mematikan kalian,
lalu Dia menghidupkan kalian dalam keadaan seperti itu. (Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan).
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 2 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat At-Tagabun |64:3|
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ ۖ وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ
kholaqos-samaawaati wal-ardho bil-ḥaqqi wa showwarokum fa aḥsana shuwarokum, wa ilaihil-mashiir
Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar, Dia membentuk rupamu lalu memperbagus rupamu, dan kepada-Nya tempat kembali.
He created the heavens and earth in truth and formed you and perfected your forms; and to Him is the [final] destination.
(Dia menciptakan langit dan bumi dengan, tujuan, yang benar. Dia membentuk rupa kalian dan dibaguskan-Nya rupa kalian itu)
karena Dia telah menjadikan bentuk Bani Adam dalam bentuk yang paling baik dan rupa yang paling bagus (dan hanya kepada-Nyalah kembali).
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 3 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat At-Tagabun |64:4|
يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
ya'lamu maa fis-samaawaati wal-ardhi wa ya'lamu maa tusirruuna wa maa tu'linuun, wallohu 'aliimum biżaatish-shuduur
Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati.
He knows what is within the heavens and earth and knows what you conceal and what you declare. And Allah is Knowing of that within the breasts.
(Dia mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian nyatakan.
Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati) semua rahasia dan keyakinan yang terpendam di dalamnya.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 4 |
penjelasan ada di ayat 1
Surat At-Tagabun |64:5|
أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَبَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ فَذَاقُوا وَبَالَ أَمْرِهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
a lam ya`tikum naba`ullażiina kafaruu ming qoblu fa żaaquu wa baala amrihim wa lahum 'ażaabun aliim
Apakah belum sampai kepadamu (orang-orang kafir) berita orang-orang kafir dahulu? Maka mereka telah merasakan akibat buruk dari perbuatannya dan mereka memperoleh azab yang pedih.
Has there not come to you the news of those who disbelieved before? So they tasted the bad consequence of their affair, and they will have a painful punishment.
(Apakah belum datang kepada kalian) hai orang-orang kafir Mekah (berita) atau cerita (tentang orang-orang kafir dahulu Maka mereka telah merasakan akibat yang buruk dari perbuatan mereka)
yaitu hukuman di dunia sebagai pembalasan dari kekafiran mereka (dan bagi mereka) di akhirat nanti (azab yang pedih) yang menyakitkan.
Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 5 |
Tafsir ayat 5-6
Allah Swt. menceritakan tentang umat-umat terdahulu dan apa yang telah menimpa mereka berupa azab dan pembalasan Allah disebabkan mereka menentang rasul-rasul dan mendustakan perkara yang hak. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَبَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ}
Apakah belum datang kepadamu (hai orang-orang kafir) berita orang-orang kafir dahulu? (At-Taghabun: 5) Yakni kisah mereka dan apa yang telah dialami oleh mereka.
{فَذَاقُوا وَبَالَ أَمْرِهِمْ}
Maka mereka telah merasakan akibat yang buruk dari perbuatan mereka. (At-Taghabun: 5) Maksudnya, balasan yang buruk akibat kedustaan mereka dan amal perbuatan mereka yang jahat. Yaitu berupa hukuman dan kehinaan yang menimpa mereka dalam kehidupan dunia ini.
{وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
dan mereka memperoleh azab yang pedih. (At-Taghabun: 5) Yakni di negeri akhirat nanti di samping azab dunia yang telah menimpa mereka. Kemudian disebutkan penyebabnya melalui firman-Nya:
{ذَلِكَ بِأَنَّهُ كَانَتْ تَأْتِيهِمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ}
Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka (membawa) keterangan-keterangan. (At-Taghabun: 6) Maksudnya, membawa alasan-alasan, dalil-dalil, dan keterangan-keterangan yang jelas.
{فَقَالُوا أَبَشَرٌ يَهْدُونَنَا}
lalu mereka berkata, "Apakah manusia yang akan memberi petunjuk kepada kami?” (At-Taghabun: 6) Yakni mereka menganggap mustahil bila rasul itu dari kalangan manusia, dan petunjuk mereka berada di tangan manusia yang sama seperti mereka.
{فَكَفَرُوا وَتَوَلَّوْا}
lalu mereka ingkar dan berpaling. (At-Taghabun: 6) Yaitu mendustakan perkara yang hak dan membangkang, tidak mau mengamalkannya.
{وَاسْتَغْنَى اللَّهُ}
dan Allah tidak memerlukan (mereka). (At-Taghabun: 6) Yakni tidak membutuhkan keimanan dan pengamalan mereka.
{وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَمِيدٌ}
Dan Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (At-Taghabun: 6)