Juz 28

Surat At-Tagabun |64:6|

ذَٰلِكَ بِأَنَّهُ كَانَتْ تَأْتِيهِمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالُوا أَبَشَرٌ يَهْدُونَنَا فَكَفَرُوا وَتَوَلَّوْا ۚ وَاسْتَغْنَى اللَّهُ ۚ وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

żaalika bi`annahuu kaanat ta`tiihim rusuluhum bil-bayyinaati fa qooluuu abasyaruy yahduunanaa fa kafaruu wa tawallaw wastaghnalloh, wallohu ghoniyyun ḥamiid

Yang demikian itu karena sesungguhnya ketika rasul-rasul datang kepada mereka membawa keterangan-keterangan, lalu mereka berkata, "Apakah (pantas) manusia yang memberi petunjuk kepada kami?" Lalu mereka ingkar dan berpaling, padahal Allah tidak memerlukan (mereka). Dan Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.

That is because their messengers used to come to them with clear evidences, but they said, "Shall human beings guide us?" and disbelieved and turned away. And Allah dispensed [with them]; and Allah is Free of need and Praiseworthy.

Tafsir
Jalalain

(Yang demikian itu) atau azab di dunia itu (adalah karena sesungguhnya) dhamir yang terdapat dalam lafal annahu adalah dhamir sya'n

(telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata) hujah-hujah yang jelas yang menunjukkan kepada keimanan (lalu mereka berkata, "Apakah manusia)

yang dimaksud adalah jenisnya (yang akan memberi petunjuk kepada kami" Lalu mereka ingkar dan berpaling) dari keimanan (dan Allah tidak memerlukan) keimanan mereka.

(Dan Allah Maha Kaya) dari makhluk-Nya (lagi Maha Terpuji) dalam perbuatan-perbuatan-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 6 |

penjelasan ada di ayat 5

Surat At-Tagabun |64:7|

زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا ۚ قُلْ بَلَىٰ وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ ۚ وَذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

za'amallażiina kafaruuu al lay yub'aṡuu, qul balaa wa robbii latub'aṡunna ṡumma latunabba`unna bimaa 'amiltum, wa żaalika 'alallohi yasiir

Orang-orang yang kafir mengira, bahwa mereka tidak akan dibangkitkan. Katakanlah (Muhammad), "Tidak demikian, demi Tuhanku, kamu pasti dibangkitkan, kemudian diberitakan semua yang telah kamu kerjakan." Dan yang demikian itu mudah bagi Allah.

Those who disbelieve have claimed that they will never be resurrected. Say, "Yes, by my Lord, you will surely be resurrected; then you will surely be informed of what you did. And that, for Allah, is easy."

Tafsir
Jalalain

(Orang-orang yang kafir menduga, bahwa sesungguhnya) mereka. Lafal An di sini adalah bentuk Takhfif dari Anna sedangkan yang menjadi Isimnya tidak disebutkan, yakni sesungguhnya mereka

(sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah, "Memang demi Rabbku, benar-benar kalian akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan." Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 7 |

Tafsir ayat 7-10

Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang kafir, orang-orang musyrik, dan orang-orang yang atheis; mereka mengira bahwa dirinya tidak akan dibangkitkan.


{قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ}


Katakanlah, "Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taghabun: 7)

Yaitu niscaya akan diberitakan kepadamu semua amal perbuatan yang telah kamu lakukan, baik yang besar maupun yang kecil dan baik yang ringan maupun yang berat.


{وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ}


Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (At-Taghabun: 7) Yakni teramat mudah bagi Allah untuk membangkitkan kalian dan membalas amal perbuatan kalian. Hal ini merupakan ayat ketiga yang Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya

untuk mengungkapkannya dengan memakai sumpah atas nama Tuhannya, bahwa sesungguhnya hal itu pasti terjadi dan hari berbangkit itu benar-benar ada. Ayat pertama yang bermakna sama terdapat di dalam surat Yunus melalui firman-Nya:


{وَيَسْتَنْبِئُونَكَ أَحَقٌّ هُوَ قُلْ إِي وَرَبِّي إِنَّهُ لَحَقٌّ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ}


Dan mereka menanyakan kepadamu, "Benarkah (azab yang dijanjikan) itu?" Katakanlah, "Ya, demi Tuhanku, sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (daripadanya).”(Yunus: 53) Ayat yang kedua berada di dalam surat Saba melalui firman-Nya:


وَالثَّانِيَةُ فِي سُورَةِ سَبَأٍ: {وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَأْتِينَا السَّاعَةُ قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتَأْتِيَنَّكُمْ} الْآيَةَ


Dan orang-orang kafir berkata, "Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami.” Katakanlah, "Pasti datang, demi Tuhanku Yang mengetahui yang gaib, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu.” (Saba: 3), hingga akhir ayat. Dan ayat yang ketiga ialah firman-Nya yang terdapat dalam surat ini:


{زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ}


Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah, "Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (At-Taghabun: 7) Kemudian Allah Swt. berfirman:


{فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالنُّورِ الَّذِي أَنزلْنَا}


Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya yang telah Kami turunkan. (At-Taghabun: 8) Yakni Al-Qur'an.


{وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ}


Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (At-Taghabun: 8) Maksudnya, tiada sesuatu pun dari amal perbuatan kalian yang ter­sembunyi bagi-Nya. Firman Allah Swt.:


{يَوْمَ يَجْمَعُكُمْ لِيَوْمِ الْجَمْعِ}


(Ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan (untuk dihisab). (At-Taghabun: 9) Yaitu hari kiamat. Dinamakan demikian karena pada hari itu dihimpunkan oleh Allah Swt.

semua orang yang terdahulu dan yang terkemudian di suatu lapangan, yang suara penyeru terdengar oleh mereka semua dan tiada sesuatu pun yang menghalangi pandangan mereka. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{ذَلِكَ يَوْمٌ مَجْمُوعٌ لَهُ النَّاسُ وَذَلِكَ يَوْمٌ مَشْهُودٌ}


Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan (untuk dihisab), dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk). (Hud: 103) Sama pula dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{قُلْ إِنَّ الأوَّلِينَ وَالآخِرِينَ لَمَجْمُوعُونَ إِلَى مِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ}


Katakanlah, "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian, benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.” (Al-Waqi'ah: 49-50) Adapun firman Allah Swt.:


{ذَلِكَ يَوْمُ التَّغَابُنِ}


itulah hari (waktu itu) ditampakkan kesalahan-kesalahan. (At-Taghabun: 9) Ibnu Abbas mengatakan bahwa Taghabun merupakan salah satu dari nama lain bagi hari kiamat. Demikian itu karena ahli surga membuat ahli neraka merasa iri hati.

Hal yang semisal telah dikatakan oleh Qatadah dan Mujahid. Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa tiada iri hati yang lebih besar daripada saat ahli surga dimasukkan ke dalam surga dan ahli neraka dimasukkan ke dalam neraka.

Yakni saat itulah ahli neraka menyadari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya. Menurut penulis, hal ini ditafsirkan oleh firman-Nya:


{وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ خَالِدِينَ فِيهَا وَبِئْسَ الْمَصِيرُ}


Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal saleh, niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,

mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (At-Taghabun: 9-10) Dalam pembahasan yang lalu telah ditafsirkan hal yang semisal berkali-kali.

Surat At-Tagabun |64:8|

فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالنُّورِ الَّذِي أَنْزَلْنَا ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

fa aaminuu billaahi wa rosuulihii wan-nuurillażiii anzalnaa, wallohu bimaa ta'maluuna khobiir

Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-Qur´an) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.

So believe in Allah and His Messenger and the Qur'an which We have sent down. And Allah is Acquainted with what you do.

Tafsir
Jalalain

(Maka berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan cahaya) yakni Alquran (yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 8 |

penjelasan ada di ayat 7

Surat At-Tagabun |64:9|

يَوْمَ يَجْمَعُكُمْ لِيَوْمِ الْجَمْعِ ۖ ذَٰلِكَ يَوْمُ التَّغَابُنِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

yauma yajma'ukum liyaumil-jam'i żaalika yaumut-taghoobun, wa may yu`mim billaahi wa ya'mal shooliḥay yukaffir 'an-hu sayyi`aatihii wa yudkhil-hu jannaatin tajrii min taḥtihal-an-haaru khoolidiina fiihaaa abadaa, żaalikal-fauzul-'azhiim

(Ingatlah) pada hari (ketika) Allah mengumpulkan kamu pada hari berhimpun, itulah hari pengungkapan kesalahan-kesalahan. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan kebajikan niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.

The Day He will assemble you for the Day of Assembly - that is the Day of Deprivation. And whoever believes in Allah and does righteousness - He will remove from him his misdeeds and admit him to gardens beneath which rivers flow, wherein they will abide forever. That is the great attainment.

Tafsir
Jalalain

Ingatlah (hari yang di waktu itu Allah mengumpulkan kalian pada hari pengumpulan) yakni hari kiamat (itulah hari ditampakkannya kesalahan-kesalahan)

maksudnya orang-orang mukmin pada hari itu memperoleh keuntungan yang besar dari orang-orang kafir, karena orang-orang mukmin mengambil tempat-tempat tinggal dan istri-istri mereka di surga,

seandainya mereka beriman. (Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal saleh niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya)

menurut suatu qiraat lafal yukaffir dan yudkhilhu dibaca nukaffir dan nudkhilhu (ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 9 |

penjelasan ada di ayat 7

Surat At-Tagabun |64:10|

وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ خَالِدِينَ فِيهَا ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

wallażiina kafaruu wa każżabuu bi`aayaatinaaa ulaaa`ika ash-ḥaabun-naari khoolidiina fiihaa, wa bi`sal-mashiir

Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.

But the ones who disbelieved and denied Our verses - those are the companions of the Fire, abiding eternally therein; and wretched is the destination.

Tafsir
Jalalain

(Dan orang-orang yang kafir mendustakan ayat-ayat Kami) yakni Alquran (mereka itulah penghuni-penghuni neraka. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali) yakni neraka itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 10 |

penjelasan ada di ayat 7

Surat At-Tagabun |64:11|

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

maaa ashooba mim mushiibatin illaa bi`iżnillaah, wa may yu`mim billaahi yahdi qolbah, wallohu bikulli syai`in 'aliim

Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah, dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

No disaster strikes except by permission of Allah. And whoever believes in Allah - He will guide his heart. And Allah is Knowing of all things.

Tafsir
Jalalain

(Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah) atau dengan kepastian-Nya. (Dan barang siapa yang beriman kepada Allah) melalui ucapannya,

bahwa musibah itu datang atas kepastian dari-Nya (niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada kalbunya) untuk bersabar di dalam menghadapinya. (Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 11 |

Tafsir ayat 11-13

Allah Swt. menceritakan kembali apa yang telah Dia ceritakan di dalam surat Al-Hadid, yaitu firman-Nya:


{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا}


Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Al-Hadid: 22) Demikian pula hal yang sama disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:


{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ}


Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. (At-Taghabun: 11) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah dengan perintah Allah, yakni dengan kekuasaan dan kehendak-Nya.


{وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}


Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (At-Taghabun: 11)


{وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ}


Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. (At-Taghabun: 11) Yakni mengembalikan segala sesuatunya kepada Allah dan mengatakan:


{إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ}


Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan hanya kepada-Nyalah kami dikembalikan. (Al-Baqarah: 156) Di dalam hadis yang telah disepakati disebutkan sebagai berikut:


"عَجَبًا لِلْمُؤْمِنِ، لَا يَقْضِي اللَّهُ لَهُ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ، إِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاء صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاء شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ"


Sungguh mengagumkan orang mukmin itu, tiadalah Allah memutus­kan suatu keputusan baginya kecuali adalah kebaikan belaka baginya. Jika ia tertimpa kedukaan, maka ia bersabar, dan bersabar itu adalah baik baginya.

Dan jika ia mendapat kesukaan, maka bersyukurlah ia dan bersyukur itu lebih baik baginya. Dan hal itu tidak didapati pada seorang pun kecuali pada diri orang mukmin.


قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبَاح؛ أَنَّهُ سَمِعَ جُنَادَةَ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ يَقُولُ: سَمِعْتُ عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ يَقُولُ: أَنَّ رَجُلًا أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "إِيمَانٌ بِاللَّهِ، وَتَصْدِيقٌ بِهِ، وَجِهَادٌ فِي سَبِيلِهِ". قَالَ: أُرِيدُ أهونَ مِنْ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "لَا تَتَّهِمِ اللَّهَ فِي شَيْءٍ، قَضَى لَكَ بِهِ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Yazid, dari Ali ibnu R'abbah;

ia pernah mendengar Junadah ibnu Abu Umayyah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ubadah ibnus Samit mengatakan, sesungguhnya pernah ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya,

"Amal apakah yang paling utama?" Rasulullah Saw. menjawab: Iman kepada Allah, membenarkan-Nya dan berjihad di jalan-Nya. Lelaki itu bertanya lagi, "Aku bermaksud hal yang lebih ringan daripada semuanya itu, wahai Rasulullah.

" Rasulullah Saw. menjawab: Janganlah kamu berburuk prasangka kepada Allah terhadap sesuatu yang telah ditetapkan-Nya atas dirimu. Para pemilik kitab sunan tiada yang mengetengahkannya. Firman Allah Swt.:


{وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ}


Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul. (At-Taghabun: 12) Ini merupakan perintah untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu dengan mengerjakan syariat agama-Nya, mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya,

serta meninggalkan apa yang dilarang dan diharamkan-Nya. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:


{فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَإِنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلاغُ الْمُبِينُ}


jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (At-Taghabun: 12) Yaitu jika kamu membangkang tidak mau mengamalkannya,

maka sesungguhnya bagi Rasul Kami hanyalah menjalankan apa yang ditugaskan kepadanya, yaitu menyampaikan risalah; dan diwajibkan atas kalian melakukan kewajiban yang dibebankan kepada kalian, yaitu mendengar dan menaatinya.

Az-Zuhri mengatakan bahwa yang dari Allah adalah risalah, dan tugas Rasul ialah menyampaikannya, sedangkan tugas kita ialah mendengar dan menaatinya.

Kemudian Allah Swt. memberitakan bahwa Dia adalah Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ}


(Dialah) Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakal kepada Allah saja. (At-Taghabun: 13) Bagian pertama dari ayat ini merupakan kalimat berita yang memberitakan

tentang keesaan Allah, tetapi makna yang dimaksud ialah kalimat perintah yakni 'esakanlah penyembahan itu hanya bagi-Nya, dan ikhlaskanlah ketaatan itu hanya kepada-Nya,

kemudian bertawakallah kamu kepada-Nya (bagian terakhir dari ayat ini)'. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا}


(Dialah) Tuhan masyriq dan magrib (timur dan barat), tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka jadikanlah Dia sebagai pelindung. (Al-Muzzammil: 9)

Surat At-Tagabun |64:12|

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ ۚ فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَإِنَّمَا عَلَىٰ رَسُولِنَا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ

wa athii'ulloha wa athii'ur-rosuul, fa in tawallaitum fa innamaa 'alaa rosuulinal-balaaghul-mubiin

Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul. Jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanah Allah) dengan terang.

And obey Allah and obey the Messenger; but if you turn away - then upon Our Messenger is only [the duty of] clear notification.

Tafsir
Jalalain

(Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, jika kalian berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul Kami hanyalah menyampaikan, amanat Allah, dengan terang) yakni secara jelas.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 12 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat At-Tagabun |64:13|

اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

allohu laaa ilaaha illaa huw, wa 'alallohi falyatawakkalil-mu`minuun

(Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakal kepada Allah.

Allah - there is no deity except Him. And upon Allah let the believers rely.

Tafsir
Jalalain

(Dialah Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakal kepada Allah saja).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 13 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat At-Tagabun |64:14|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

yaaa ayyuhallażiina aamanuuu inna min azwaajikum wa aulaadikum 'aduwwal lakum faḥżaruuhum, wa in ta'fuu wa tashfaḥuu wa taghfiruu fa innalloha ghofuurur roḥiim

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka, dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

O you who have believed, indeed, among your wives and your children are enemies to you, so beware of them. But if you pardon and overlook and forgive - then indeed, Allah is Forgiving and Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istri kalian dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka berhati-hatilah kalian)

janganlah kalian menaati mereka sehingga menyebabkan kalian ketinggalan tidak mau melakukan perbuatan yang baik, seperti berjihad dan berhijrah. Karena sesungguhnya latar belakang turunnya ayat ini

adalah karena menaatinya (dan jika kalian meaafkan) mereka yang telah memperlambat kalian untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, karena alasan bahwa mereka merasa berat berpisah dengan kalian

(dan tidak memarahi serta mengampuni, mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 14 |

Tafsir ayat 14-18

Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang istri-istri dan anak-anak, bahwa di antara mereka ada yang menjadi musuh suaminya dan orang tuanya. Dikatakan demikian karena di antara mereka ada yang melalaikannya dari amal saleh, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt. yang mengatakan:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ}


Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al-Munafiqun: 9) Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{فَاحْذَرُوهُمْ}


maka berhati-hatilah kamu. (At-Taghabun: 14) Menurut Ibnu Zaid, disebutkan bahwa maka berhati-hatilah terhadap agamamu. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini:


{إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ}


sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. (At-Taghabun: 14) karena mendorong seseorang untuk memutuskan tali persaudaraan atau berbuat suatu maksiat terhadap Tuhannya,

karena cintanya kepada istri dan anak-anaknya terpaksa ia menaatinya dan tidak kuasa menolaknya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalaf As-Saidalani,

telah menceritakan kepada kami Al-Faryabi, telah menceritakan kepada kami Israil, telah menceritakan kepada kami Sammak ibnu Harb, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah ditanya oleh seorang lelaki tentang makna firman-Nya:

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. (At-Taghabun: 14) Bahwa ada sejumlah lelaki yang telah masuk Islam di Mekah;

ketika mereka hendak bergabung dengan Rasulullah Saw. di negeri hijrah, maka istri-istri dan anak-anak mereka tidak mau ditinggalkan. Pada akhirnya setelah mereka datang kepada Rasulullah Saw. (sesudah penaklukan Mekah),

mereka melihat orang-orang telah mendalami agama mereka. Kemudian mereka melampiaskan kemarahannya kepada istri-istri dan anak-anak mereka yang menghalang-halangi mereka untuk hijrah.

Dan ketika mereka hendak menghukum istri-istri dan anak-anak mereka, Allah menurunkan firman-Nya: dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(At-Taghabun: 14) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Muhammad ibnu Yahya Al-Faryabi alias Muhammad ibnu Yusuf dengan sanad yang sama. Hasan mengatakan bahwa hadis ini sahih.

Ibnu Jarir danTabrani meriwayatkan hadis ini melalui Israil dengan sanad yang sama. Telah diriwayatkan pula melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas hal yang semisal, dan hal yang sama dikatakan pula oleh Ikrimah (bekas budak Ibnu Abbas). Firman Allah Swt.:


{إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ}


Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); di sisi Allah-lah pahala yang besar. (At-Taghabun: 15) Allah Swt. berfirman bahwa sesungguhnya harta dan anak-anak itu

merupakan ujian dan cobaan dari Allah bagi makhluk-Nya, agar dapat dijelaskan siapa orang yang taat kepada-Nya dan siapa yang durhaka terhadap-Nya. Firman Allah Swt.:


{وَاللَّهُ عِنْدَهُ}


di sisi Allah-lah. (At-Taghabun: 15) kelak di hari kiamat.


{أَجْرٌ عَظِيمٌ}


pahala yang besar. (At-Taghabun: 15) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:


زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ


Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang.

Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Ali Imran: 14) dan ayat yang berikutnya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنِي حُسَين بْنُ وَاقَدٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيدة، سَمِعْتُ أَبِي بُرَيْدَةَ يَقُولُ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ، فَجَاءَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَلَيْهِمَا قَمِيصَانِ أَحْمَرَانِ يَمْشِيَانِ وَيَعْثُرَانِ، فَنَزَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْمِنْبَرِ فَحَمَلَهُمَا فَوَضَعَهُمَا بَيْنَ يَدَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: "صَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ، إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ، نَظَرْتُ إِلَى هَذَيْنِ الصَّبِيَّيْنِ يَمْشِيَانِ وَيَعْثُرَانِ فَلَمْ أَصْبِرْ حَتَّى قَطَعْتُ حديثي ورفعتهما".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepadaku Husain ibnu Waqid, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Buraidah, bahwa ia pernah mendengar Abu Buraidah mengatakan,

"Dahulu Rasulullah Saw. ketika sedang berkhotbah, datanglah Al-Hasan dan Al-Husain r.a. yang mengenakan baju gamis merah, keduanya berjalan dengan langkah yang tertatih-tatih. Maka Rasulullah Saw.

langsung turun dari mimbarnya dan menggendong keduanya, lalu mendudukkan keduanya di hadapannya, kemudian bersabda: Allah dan Rasul-Nya benar, sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah cobaan.

Aku memandang kedua anak ini yang berjalan dengan langkah yang tertatih-tatih, maka aku tidak sabar lagi hingga terpaksa aku putuskan pembicaraanku dan, menggendong keduanya'.

Ahlus Sunan telah meriwayatkan hadis ini melalui Husain ibnu Waqid dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, sesungguhnya kami mengetahui hadis ini hanya melalui hadisnya (Husain ibnu Waqid).'


وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُرَيج بْنُ النُّعْمَانِ، حَدَّثَنَا هُشَيْم، أَخْبَرَنَا مَجَالِدٌ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، حَدَّثَنَا الْأَشْعَثُ بْنُ قَيْسٍ قَالَ: قَدِمْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَفْدِ كِنْدَةَ، فَقَالَ لِي: "هَلْ لَكَ مِنْ وَلَدٍ؟ " قُلْتُ: غُلَامٌ وُلِدَ لِي فِي مَخرجَي إِلَيْكَ مِنِ ابْنَةِ جَمْدٍ، وَلَوَددْتُ أَنَّ بِمَكَانِهِ: شبَعَ الْقَوْمِ. قَالَ: "لَا تَقُولَنَّ ذَلِكَ، فَإِنَّ فِيهِمْ قُرَّةَ عَيْنٍ، وَأَجْرًا إِذَا قُبِضُوا"، ثُمَّ قَالَ: "وَلَئِنْ قُلْتَ ذَاكَ: إِنَّهُمْ لَمَجْبَنَةٌ مَحْزنة"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnun Nu'man, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya'bi,

telah menceritakan kepada kami Al-Asy'as ibnu Qais yang mengatakan bahwa aku datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dalam delegasi Kindah, lalu beliau Saw. bertanya kepadaku,

"Apakah engkau punya anak?" Aku menjawab, "Ya, seorang putra yang baru dilahirkan untukku dari anak perempuan Hamd sebelum keberangkatanku kepada engkau.

Dan sesungguhnya aku berharap sekiranya kedudukannya diganti dengan kaum yang pemberani." Maka Nabi Saw. bersabda: Jangan sekali-kali kamu katakan demikian,

karena sesungguhnya di antara mereka terdapat penyejuk hati dan pahala yang banyak bila mereka dicabut (nyawanya semasa kecil). Kemudian Nabi Saw. bersabda:

Dan sesungguhnya jika kukatakan memang demikian, sesungguhnya mereka (anak-anak) itu benar-benar merupakan penyebab hati menjadi pengecut dan duka cita. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ بَكْرٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ عِيسَى [بْنِ أَبِي وَائِلٍ] عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْوَلَدُ ثَمَرَةُ الْقُلُوبِ، وَإِنَّهُمْ مَجبنة مَبخلة مَحْزَنَةٌ"


Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Bakar, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Isa, dari Ibnu Abu Laila, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

telah bersabda: Anak itu adalah buah hati, dan sesungguhnya mereka itu penyebab hati menjadi pengecut, sifat menjadi kikir, dan sumber kesedihan. Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa kami tidak mengenal hadis ini kecuali melalui sanad ini.


قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ مَرْثَدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَيَّاشٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنِي ضَمْضَمُ بنُ زُرْعَةَ، عَنْ شُرَيْحِ بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَيْسَ عَدُوُّكَ الَّذِي إِنْ قَتَلْتَهُ كَانَ فَوْزًا لَكَ، وَإِنْ قَتَلَكَ دَخَلْتَ الْجَنَّةَ، وَلَكِنَّ الَّذِي لَعَلَّهُ عَدُوٌّ لَكَ وَلَدُكَ الَّذِي خَرَجَ مِنْ صُلْبِكَ، ثُمَّ أَعْدَى عَدُوٍّ لَكَ مالُك الَّذِي مَلَكَتْ يَمِينُكَ"


Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasim ibnu Marsad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Iyasy, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadakuDamdam ibnu Zur'ah,

dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Abu Malik Al-Asy'ari, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Musuhmu itu bukanlah orang yang jika kamu bunuh, maka kemenangan bagimu; dan jika dia membunuhmu, maka kamu masuk surga.

Tetapi barangkali yang menjadi musuhmu itu adalah anakmu yang keluar dari sulbimu sendiri. Kemudian musuh bebuyutanmu adalah harta yang kamu miliki. Firman Allah Swt.:


{فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ}


Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (At-Taghabun: 16) Yakni menurut batas maksimal kemampuanmu, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"إذا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَائْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَمَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ"


Apabila kuperintahkan kepada kalian suatu perkara, maka kerjakanlah hal itu olehmu menurut kesanggupanmu; dan apa saja yang aku larang kalian mengerjakannya, tinggalkanlah.

Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa sebagaimana yang telah di­riwayatkan oleh Malik dari Zaid ibnu Aslam yang mengatakan bahwa ayat ini merevisi ayat yang ada di dalam surat Ali Imran, yaitu firman-Nya:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Ali Imran: 102)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zur'ah, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepadaku Ata alias Ibnu Dinar,

dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Ali Imran: 102)

Bahwa ketika ayat ini diturunkan, kaum muslim beramal dengan sekuat-kuatnya. Mereka terus-menerus mengerjakan qiyam (salat sunat) hingga tumit kaki mereka bengkak dan kening mereka bernanah.

Maka Allah menurunkan ayat ini untuk meringankan mereka (kaum muslim), yaitu firman-Nya: Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, (At-Taghabun: 16)

Maka ayat ini merevisi pengertian yang terdapat pada ayat yang di atas tadi. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Abul Aliyah, Zaid ibnu Aslam, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Saddi, dan Muqatil ibnu Hayyan. Firman Allah Swt.:


{وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا}


dan dengar serta taatlah. (At-Taghabun: 16) Yaitu jadilah kamu orang-orang yang tunduk patuh kepada apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepadamu,

dan janganlah kamu menyimpang darinya baik ke arah kanan maupun ke arah kiri. Dan janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, janganlah pula kamu ketinggalan dari apa yang diperintahkan oleh-Nya kepadamu.

Dan janganlah kamu mengerjakan apa yang dilarang oleh-Nya kamu mengerjakannya. Firman Allah Swt.:


{وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لأنْفُسِكُمْ}


dan nafkahkanlah nafkah yang baik untukmu. (At-Taghabun: 16) Yakni berinfaklah (belanjakanlah) dari sebagian harta yang Allah rezekikan kepadamu kepada kaum kerabat, orang-orang fakir, orang-orang miskin,

dan orang-orang yang memerlukan bantuan. Dan berbuat baiklah kamu kepada sesama makhluk Allah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, niscaya hal ini lebih baik bagi kalian buat kehidupan dunia dan kehidupan akhiratmu.

Jika kamu tidak melakukannya, maka menjadi keburukanlah bagimu dalam kehidupan dunia dan akhiratmu. Firman Allah Swt.:


{وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}


Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. (At-Taghabun: 16) Tafsir ayat ini telah dikemukakan dalam tafsir surat Al-Hasyr, dan telah disebutkan pula hadis-hadis yang berkaitan dengan makna ayat ini, sehingga tidak perlu diulangi lagi. Firman Allah Swt.:


{إِنْ تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ}


Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan (pembalasannya) kepadamu dan mengampuni kamu. (At-Taghabun: 17) Yakni apa pun yang telah kamu infakkan, maka Dia akan mengganti­kannya;

dan apa pun yang kamu sedekahkan, maka Dialah yang akan membalas pahalanya. Hal ini diungkapkan dengan pengertian pinjaman, sama dengan ungkapan yang terdapat di dalam sebuah hadis di dalam kitab Sahihain, bahwa Allah Swt.

berfirman dalam hadis Qudsi-Nya; "Barang siapa yang memberi pinjaman dengan tidak berbuat aniaya dan tidak pula meludeskan harta sendiri," hingga akhir hadis. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya,

bahwa Dia akan melipatgandakan pahalanya bagimu. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah melalui firman-Nya:


{فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً}


maka Allah akan memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. (Al-Baqarah: 245) Adapun firman Allah Swt.:


{وَيَغْفِرْ لَكُمْ}


dan mengampuni kamu. (At-Taghabun: 17) Maksudnya, menghapuskan kesalahan-kesalahanmu. Dalam firman berikutnya disebutkan:


{وَاللَّهُ شَكُورٌ}


Dan Allah Maha Pembalas Jasa. (At-Taghabun: 17) Yakni membalas amal yang sedikit dengan pahala yang banyak.


{حَلِيمٌ}


lagi Maha Penyantun. (At-Taghabun: 17) Yaitu Dia memaaf, mengampuni, menutupi dan menghapuskan dosa-dosa, kesalahan-kesalahan, keburukan-keburukan, dan kealpaan-kealpaan.


{عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}


Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (At-Taghabun: 18) Tafsir ayat ini telah disebutkan sebelumnya berkali-kali. Demikianlah akhir tafsir surat At-Taghabun, hanya milik Allah-lah semua puji-pujian dan semua anugerah.

Surat At-Tagabun |64:15|

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

innamaaa amwaalukum wa aulaadukum fitnah, wallohu 'indahuuu ajrun 'azhiim

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar.

Your wealth and your children are but a trial, and Allah has with Him a great reward.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah cobaan) bagi kalian yang melupakan kalian dari perkara-perkara akhirat (dan di sisi Allah lah pahala yang besar)

maka janganlah kalian lewatkan hal ini, karena kalian sibuk dengan harta benda dan anak-anak kalian.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 15 |

penjelasan ada di ayat 14

Surat At-Tagabun |64:16|

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ ۗ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

fattaqulloha mastatho'tum wasma'uu wa athii'uu wa anfiquu khoirol li`anfusikum, wa may yuuqo syuḥḥa nafsihii fa ulaaa`ika humul-mufliḥuun

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah, dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.

So fear Allah as much as you are able and listen and obey and spend [in the way of Allah]; it is better for your selves. And whoever is protected from the stinginess of his soul - it is those who will be the successful.

Tafsir
Jalalain

(Maka bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian) ayat ini memansukh firman-Nya, "Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya." (Q.S. Ali Imran 102) (dan dengarlah)

apa yang telah diperintahkan kepada kalian, dengan pendengaran yang dibarengi dengan rasa menerima apa yang kalian dengar (serta taatlah) kepada Allah (dan nafkahkanlah)

di jalan ketaatan (nafkah yang baik untuk diri kalian) lafal khairan berkedudukan menjadi khabar dari lafal yakun yang keberadaannya diperkirakan, dan sekaligus menjadi jawab dari amar,

yakni niscaya pahalanya buat diri kalian sendiri. (Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung) orang-orang yang memperoleh keberuntungan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 16 |

penjelasan ada di ayat 14

Surat At-Tagabun |64:17|

إِنْ تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ

in tuqridhulloha qordhon ḥasanay yudhoo'if-hu lakum wa yaghfir lakum, wallohu syakuurun ḥaliim

Jika kamu meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya Dia melipatgandakan (balasan) untukmu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha Penyantun,

If you loan Allah a goodly loan, He will multiply it for you and forgive you. And Allah is Most Appreciative and Forbearing.

Tafsir
Jalalain

(Jika kalian meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik) seumpamanya kalian mengeluarkan sedekah dengan hati yang tulus ikhlas (niscaya Allah melipatgandakannya kepada kalian)

menurut suatu qiraat dibaca yudha``afhu lakum. Dilipatgandakan pembalasannya mulai dari sepuluh kali lipat hingga sampai tujuh ratus kali lipat, dan bahkan lebih dari itu (dan mengampuni kalian)

apa yang dikehendaki-Nya. (Dan Allah Maha Pembalas jasa) artinya selalu memberikan balasan amal ketaatan (lagi Maha Penyantun) dalam siksaan-Nya terhadap perbuatan maksiat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 17 |

penjelasan ada di ayat 14

Surat At-Tagabun |64:18|

عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

'aalimul-ghoibi wasy-syahaadatil-'aziizul-ḥakiim

Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

Knower of the unseen and the witnessed, the Exalted in Might, the Wise.

Tafsir
Jalalain

(Yang Mengetahui yang gaib) yang tersembunyi (dan yang nyata) yang terang-terangan (Yang Maha Perkasa) di dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam perbuatan dan tindakan-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tagabun | 64 : 18 |

penjelasan ada di ayat 14

Surat At-Talaq |65:1|

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرًا

yaaa ayyuhan-nabiyyu iżaa thollaqtumun-nisaaa`a fa tholliquuhunna li'iddatihinna wa aḥshul-'iddah, wattaqulloha robbakum, laa tukhrijuuhunna mim buyuutihinna wa laa yakhrujna illaaa ay ya`tiina bifaaḥisyatim mubayyinah, wa tilka ḥuduudulloh, wa may yata'adda ḥuduudallohi fa qod zholama nafsah, laa tadrii la'allalloha yuḥdiṡu ba'da żaalika amroo

Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu idah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. Itulah hukum-hukum Allah, dan barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali setelah itu Allah mengadakan suatu ketentuan yang baru.

O Prophet, when you [Muslims] divorce women, divorce them for [the commencement of] their waiting period and keep count of the waiting period, and fear Allah, your Lord. Do not turn them out of their [husbands'] houses, nor should they [themselves] leave [during that period] unless they are committing a clear immorality. And those are the limits [set by] Allah. And whoever transgresses the limits of Allah has certainly wronged himself. You know not; perhaps Allah will bring about after that a [different] matter.

Tafsir
Jalalain

(Hai Nabi!) makna yang dimaksud ialah umatnya, pengertian ini disimpulkan dari ayat selanjutnya. Atau makna yang dimaksud ialah, katakanlah kepada mereka

(apabila kalian menceraikan istri-istri kalian) apabila kalian hendak menjatuhkan talak kepada mereka (maka hendaklah kalian ceraikan mereka pada waktu mereka menghadapi idahnya)

yaitu pada permulaan idah, seumpamanya kamu menjatuhkan talak kepadanya sewaktu ia dalam keadaan suci dan kamu belum menggaulinya. Pengertian ini berdasarkan penafsiran dari Rasulullah saw.

sendiri menyangkut masalah ini; demikianlah menurut hadis yang telah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (dan hitunglah waktu idahnya)

artinya jagalah waktu idahnya supaya kalian dapat merujukinya sebelum waktu idah itu habis (serta bertakwalah kepada Allah Rabb kalian) taatlah kalian kepada perintah-Nya dan larangan-Nya.

(Janganlah kalian keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka diizinkan keluar) dari rumahnya sebelum idahnya habis (kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji) yakni zina

(yang terang) dapat dibaca mubayyinah, artinya terang, juga dapat dibaca mubayyanah, artinya dapat dibuktikan. Maka bila ia melakukan hal tersebut dengan dapat dibuktikan atau ia melakukannya secara jelas,

maka ia harus dikeluarkan untuk menjalani hukuman hudud. (Itulah) yakni hal-hal yang telah disebutkan itu (hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah,

maka sesungguhnya dia telah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu) sesudah perceraian itu (sesuatu hal yang baru)

yaitu rujuk kembali dengan istri yang telah dicerainya, jika talak yang dijatuhkannya itu baru sekali atau dua kali.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Talaq | 65 : 1 |

Nabi Saw. diprioritaskan mendapat khitab (perintah) dari ayat ini sebagai penghormatan dan kemuliaan baginya, kemudian menyusul buat umatnya sesudahnya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ}


Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar). (Ath-Thalaq: l) Ibnu Abu Hatim mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sawab ibnu Sa'id Al-Hubari, telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, dari Sa'id, dari Qatadah, dari Anas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah menceraikan Siti Hafsah, lalu Hafsah pulang ke rumah keluarganya. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)

idahnya (yang wajar). (Ath-Thalaq: l) Maka dikatakan kepada Nabi Saw., "Rujukilah dia, karena sesungguhnya dia (Hafsah) adalah seorang wanita yang banyak berpuasa dan banyak salatnya,

dan dia termasuk salah seorang dari istri-istrimu di surga nanti." Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini melalui Ibnu Basysyar, dari Abdul A'la, dari Sa'id, dari Qatadah, lalu ia sebutkan hal yang semisal secara mursal.

Telah diriwayatkan pula melalui berbagai jalur, bahwa Rasulullah Saw. pernah menceraikan Siti Hafsah, kemudian beliau Saw. merujuknya kembali.


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْر، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ وَعُقَيْلٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَخْبَرَنِي سَالِمٌ: أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ أَخْبَرَهُ: أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَةً لَهُ وَهِيَ حَائِضٌ، فَذَكَرَ عمرُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَغَيَّظَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "لِيُرَاجِعْهَا، ثُمَّ يُمْسِكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ، ثُمَّ تَحِيضَ فَتَطْهُرَ، فَإِنْ بَدَا لَهُ أَنْ يُطَلِّقَهَا فَلْيُطَلِّقْهَا طَاهِرًا قَبْلَ أَنْ يَمَسَّهَا، فَتِلْكَ الْعِدَّةُ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ"


Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Aqil, dari Ibnu Syihab,

telah menceritakan kepadaku Salim bahwa Abdullah ibnu Umar pernah menceritakan kepadanya bahwa dirinya pernah menceraikan salah seorang istrinya yang sedang dalam haid. Kemudian Umar r.a. (ayahnya)

menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. marah dan bersabda: Dia harus merujuknya, kemudian memegangnya hingga suci dari haidnya, lalu berhaid lagi dan bersuci,

maka (sesudah itu) bila dia ingin menceraikannya, ia boleh menceraikannya dalam keadaan suci, sebelum dia menggaulinya. Itulah idah yang diperintahkan oleh Allah Swt. (untuk dijalani).

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini. Dia telah meriwayatkannya pula di berbagai tempat (bagian) lain dari kitab sahihnya. Sedangkan Imam Muslim telah meriwayatkannya dengan teks yang berbunyi seperti berikut:


"فَتِلْكَ الْعِدَّةُ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ أَنْ يُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاءُ"


Itulah idah yang diperintahkan oleh Allah untuk dijalani bila menceraikan wanita. Para pemilik kitab hadis dan kitab musnad telah meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur dan dengan lafaz yang beraneka ragam lagi banyak,

yang rinciannya dapat dijumpai di dalam kitab-kitab fiqih yang membahas masalah-masalah hukum. Akan tetapi, lafaz yang paling diperlukan dan paling penting untuk diketengahkan di sini adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim

di dalam kitab sahihnya melalui Ibnu Juraij. Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abuz Zubair, bahwa ia pernah mendengar Abdur Rahman ibnu Aiman maula Izzah bertanya kepada Ibnu Umar, sedangkan Abuz Zubair mendengarnya,

"Bagaimanakah pendapatmu tentang seorang lelaki yang menceraikan istrinya dalam keadaan haid?" Maka Ibnu Umar menjawab bahwa dirinya pernah menceraikan istrinya yang sedang haid di masa Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda:


"لِيُرَاجِعْهَا" فَردَّها، وَقَالَ: "إِذَا طَهُرَتْ فَلْيُطَلِّقْ أَوْ يُمْسِكْ". قَالَ ابْنُ عُمَرَ: وَقَرَأَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ}


Dia harus merujuknya. Maka Ibnu Umar merujuknya. Dan Nabi Saw. bersabda: Jika istrinya telah bersuci, dia boleh menceraikannya atau tetap memegangnya (sebagai istri). Ibnu Umar melanjutkan, bahwa Nabi Saw.

membaca firman-Nya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar). (Ath-Thalaq: 1)

Al-A'masy telah meriwayatkan dari Malik ibnul Haris, dari Abdur Rahman ibnu Zaid, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar).

(Ath-Thalaq: 1) Makna yang dimaksud ialah dalam keadaan suci tanpa disetubuhi. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Ibnu Umar, Ata, Mujahid, Al-Hasan, Ibnu Sirin, Qatadah, Maimun ibnu Mahran, dan Muqatil ibnu Hayyan.

Ini merupakan riwayat yang bersumber dari Ikrimah dan Ad-Dahhak. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)

idahnya (yang wajar). (Ath-Thalaq: 1) Bahwa seseorang tidak boleh menceraikan istrinya yang dalam keadaan haid; tidak boleh pula dalam keadaan suci, sedangkan dia telah menyetubuhinya.

Tetapi hendaknya dia membiarkannya hingga berhaid lagi, lalu bersuci, kemudian ia baru boleh menjatuhkan talaknya sekali. Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka hendaklah kamu ceraikan mereka

pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar). (Ath-Thalaq: 1) Bahwa yang dimaksud dengan idah ialah saat suci dan saat haid. Seseorang diperbolehkan menceraikan istrinya dalam keadaan hamil lagi positif kehamilannya.

Dan ia tidak boleh menceraikannya, sedangkan ia telah menyetubuhinya dan tidak diketahui apakah istrinya dalam keadaan hamil atau tidak. Berangkat dari pengertian ini,

para ulama fiqih menyusun hukum-hukum talak dan mereka membaginya menjadi talak sunnah dan talak bid'ah. Yang dimaksud dengan talak sunnah ialah bila seseorang menceraikan istrinya dalam keadaan suci tanpa menyetubuhinya

atau dalam keadaan hamil yang telah jelas kehamilannya. Dan talak bid'ah ialah bila seseorang menceraikan istrinya dalam keadaan berhaid atau dalam keadaan suci, sedangkan dia telah menyetubuhinya di masa sucinya itu,

dan tidak diketahui apakah istrinya telah hamil atau tidak. Talak yang ketiga ialah talak yang bukan sunnah dan bukan pula bid'ah, yaitu talak yang dijatuhkan terhadap istri yang masih belum balig, wanita yang tidak berhaid,

dan wanita (istri) yang belum disetubuhi. Penjelasan mengenai hal ini secara rinci berikut semua cabang yang berkaitan dengannya di sebutkan di dalam kitab-kitab fiqih; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt:


{وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ}


dan hitunglah waktu idah itu. (Ath-Thalaq: 1) Yakni peliharalah dan ketahuilah permulaan dan batas berakhirnya, agar masa idah tidak memanjang bagi si istri, yang berakibat terhalang dari melakukan perkawinan.


{وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ}


serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. (Ath-Thalaq: 1) Yaitu dalam hal tersebut. Firman Allah Swt.:


{لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلا يَخْرُجْنَ}


Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar. (Ath-Thalaq: 1) Artinya, dalam masa idahnya ia berhak mendapatkan tempat tinggal yang dibebankan kepada pihak suami

selama istrinya masih menjalani idah darinya, si suami tidak boleh mengusirnya dari tempat tinggalnya, dan si istri tidak boleh pula keluar darinya, karena terikat dengan hak suaminya juga. Firman Allah Swt.:


{إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ}


kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. (Ath-Thalaq: 1) Yakni mereka tidak boleh diizinkan keluar dari rumah tempat tinggal mereka terkecuali jika wanita yang bersangkutan melakukan perbuatan keji yang terang

(yakni terbukti perbuatan kejinya). Maka dia baru boleh diusir dari tempat tinggalnya. Yang dimaksud dengan perbuatan fahisyah ialah mencakup perbuatan zina. Ini menurut pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas,

Sa'id ibnul Musayyab, Asy-Sya'bi, Al-Hasan, ibnu Sirin, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Qilabah, Abu Saleh, Ad-Dahhak, Zaid ibnu Aslam, Ata Al-Khurrasani, As-Sadi, Sa'id ibnu Abu Hilal, dan lain-lainnya.

Juga mencakup bilamana wanita yang bersangkutan bersikap membangkang atau bersikap menghina keluarga suami dan menyakiti mereka dengan lisannya dan juga dengan perbuatannya, sebagaimana yang dikatakan oleh Ubay ibnu Ka'b, Ibnu Abbas, Ikrimah, dan ulama Salaf lainnya. Firman Allah Swt.:


{وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ}


Itulah hukum-hukum Allah. (Ath-Thalaq: 1) Yakni hukum-hukum syariat:Nya dan batasan-batasan haram-Nya.


{وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ}


dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah. (Ath-Thalaq: 1) Maksudnya, keluar dan menyimpang darinya ke jalan lain dan tidak mau mengikutinya.


{فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ}


maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. (Ath-Thalaq: 1) dengan perbuatannya itu. Firman Allah Swt.:


{لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا}


Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru. (Ath-Thalaq: 1) Yaitu sesungguhnya Kami biarkan wanita yang diceraikan tetap berada di tempat tinggal suaminya dalam masa idahnya,

karena barangkali si suami menyesali talak yang telah dijatuhkannya, dan Allah menggerakkan hati suami untuk merujuknya. Bila demikian, maka urusannya mudah dan gampang.

Az-Zuhri telah meriwayatkan dari Ubaidillah ibnu Abdullah, dari Fatimah binti Qais sehubungan dengan makna firman-Nya: Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru. (Ath-Thalaq: 1)

Yakni keinginan untuk rujuk. Hal yang semisal telah dikatakan oleh Asy-Sya'bi, Ata, Qatadah, Ad-Dahhak, Muqatil ibnu Hayyan, dan As-Sauri. Berangkat dari pengertian ini ada sejumlah ulama Salaf dan para pendukungnya

—seperti Imam Ahmad rahimahullah— mengatakan bahwa tidak wajib memberikan tempat tinggal bagi wanita yang diceraikan habis-habisan (telah habis talaknya), demikian pula bagi istri yang ditinggal mati oleh suaminya.

Mereka yang berpendapat demikian berpedoman pula kepada hadis Fatimah binti Qais Al-Fihriyyah ketika diceraikan oleh suaminya (yaitu Abu Amr ibnu Hafs) pada talak yang terakhir, yaitu talak yang ketiga.

Saat itu Abu Amr tidak ada di tempat, yaitu berada di negeri Yaman; ia mengirimkan kurirnya untuk menyampaikan talaknya itu, juga bersamaan dengan itu ia mengirimkan kepada kurirnya sejumlah gandum sebagai nafkah untuk istri

yang diceraikannya. Maka istrinya marah karena hanya gandum yang dikirimkan kepadanya. Lalu Abu Amr mengatakan, "Demi Allah, tiada kewajiban atas kami memberi nafkah kepadamu."

Fatimah binti Qais datang menghadap kepada Rasulullah Saw. mengadukan masalahnya, maka Rasulullah Saw. bersabda:


"لَيْسَ لَكِ عَلَيْهِ نَفَقَةٌ".


Engkau tidak punya hak nafkah darinya. Menurut lafaz hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan pula:


وَلَا سُكْنَى


dan (tidak pula) tempat tinggal. Pada mulanya Rasulullah Saw. memerintahkannya untuk menjalani idahnya di rumah Ummu Syarik, kemudian beliau Saw. mencabut perintahnya dan bersabda:


"تِلْكَ امْرَأَةٌ يَغْشَاهَا أَصْحَابِي، اعْتَدِّي عِنْدَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ، فَإِنَّهُ رَجُلٌ أَعْمَى تَضَعِينَ ثِيَابَكِ"


Ummu Syarik adalah seorang wanita yang sering didatangi oleh sahabat-sahabatku, tunaikanlah masa idahmu di rumah Ibnu Ummi Maktum, karena sesungguhnya dia adalah seorang lelaki yang tuna netra,

engkau dapat menanggalkan pakaian (jilbab)mu. dan seterusnya. Imam Ahmad telah meriwayatkan hadis ini melalui jalur lain dengan lafaz yang lain; untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id,

telah menceritakan kepada kami Mujalid, telah menceritakan kepada kami Amir yang mengatakan bahwa aku tiba di Madinah, lalu aku mengunjungi Fatimah binti Qais. Maka dia mencerita­kan kepadaku bahwa suaminya

telah menceraikannya di masa Rasulullah Saw. dan beliau Saw. mengirimkan suaminya bersama suatu pasukan khusus. Fatimah binti Qais melanjutkan kisahnya, bahwa lalu saudara lelaki suaminya berkata kepadaku,

"Keluarlah kamu dari rumah (saudaraku) ini." Maka aku menjawab, "Sesungguhnya aku berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal hingga masa idahku habis." Saudara suamiku berkata, "Tidak." Fatimah binti Qais melanjutkan kisahnya,

bahwa lalu aku menghadap Rasulullah Saw. dan kukatakan kepadanya, "Sesungguhnya si Fulan telah menceraikanku, dan saudara lelakinya mengusirku dari rumah suamiku, dia tidak memberiku tempat tinggal dan nafkah." Maka Rasulullah Saw.

menanyai saudara suaminya, "Mengapa kamu dan anak perempuan keluarga Qais ini?" Ia menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saudaraku telah menceraikannya tiga kali seluruhnya." Fatimah binti Qais melanjutkan, bahwa lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya:


"انْظُرِي يَا بِنْتَ آلِ قَيْسٍ، إِنَّمَا النَّفَقَةُ وَالسُّكْنَى لِلْمَرْأَةِ عَلَى زَوْجِهَا مَا كَانَ لَهُ عَلَيْهَا رَجْعَةٌ، فَإِذَا لَمْ يَكُنْ لَهُ عَلَيْهَا رَجْعَةٌ فَلَا نَفَقَةَ وَلَا سُكْنَى. اخْرُجِي فَانْزِلِي عَلَى فُلَانَةٍ". ثُمَّ قَالَ: "إِنَّهُ يُتحَدّث إِلَيْهَا، انْزِلِي عَلَى ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ، فَإِنَّهُ أَعْمَى لَا يَرَاكِ"


Perhatikanlah, hai anak perempuan keluarga Qais, sesungguhnya nafkah dan tempat tinggal bagi istri dibebankan pada suaminya selama si suami masih punya hak untuk merujuknya. Dan apabila si suami tidak punya hak lagi untuk merujuknya,

maka tiada nafkah dan tiada tempat tinggal lagi. Sekarang keluarlah engkau dan tinggallah di rumah si Fulanah. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda lagi kepadanya: Tinggallah kamu di rumah Ibnu Ummi Maktum,

karena sesungguhnya dia adalah seorang yang tuna netra dan tidak dapat melihatmu. hingga akhir hadis. Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdullah Al-Bazzar At-Tusturi,

telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim As-Sawwaf, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Bakkar, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yazid Al-Bajali, telah menceritakan kepada kami Amir Asy-Sya'bi,

bahwa ia masuk menemui Fatimah binti Qais saudara perempuan Ad-Dahhak ibnu Qais Al-Qurasyi, suaminya bernama Abu Amr ibnu Hafs ibnul Mugirah Al-Makhzumi. Maka Fatimah binti Qais menceritakan bahwa sesungguhnya

Abu Amr ibnu Hafs mengirimkan kurirnya kepadaku untuk menyampaikan talaknya terhadapku, sedangkan ia berada dalam rombongan pasukan yang diberangkatkan ke negeri Yaman.

Maka aku menuntut nafkah dari walinya dan juga tempat tinggal, tetapi mereka (orang-orang yang menjadi walinya) mengatakan, "Dia tidak mengirimkan sesuatu pun kepada kami hal tersebut dan tidak pula memesankannya kepada kami."

Maka aku menemui Rasulullah Saw. dan kukatakan kepadanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Amr ibnu Hafs telah mengirimkan kurirnya kepadaku untuk menceraikanku.

Lalu aku meminta kepada para walinya agar aku diberi tempat tinggal dan nafkah. Tetapi mereka mengatakan, 'Dia tidak mengirimkan apa pun kepada kami mengenai hal tersebut'." Maka Rasulullah Saw. bersabda:


"إِنَّمَا النَّفَقَةُ وَالسُّكْنَى لِلْمَرْأَةِ إِذَا كَانَ لِزَوْجِهَا عَلَيْهَا رَجْعَةٌ، فَإِذَا كَانَتْ لَا تَحِلُّ لَهُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَلَا نَفَقَةَ لَهَا وَلَا سُكْنَى".


Sesungguhnya tempat tinggal dan nafkah itu hanyalah bagi wanita yang suaminya masih mempunyai hak untuk merujuknya. Dan jika wanita tidak halal lagi bagi suaminya sebelum kawin dengan lelaki lain,

maka tiada nafkah baginya dan juga tiada tempat tinggal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Ahmad ibnu Yahya As-Sufi, dari Abu Na'im Al-Fadl ibnu Dakin, dari Sa'id ibnu Yazid Al-Ahmasi Al-Bajali Al-Kufi.

Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa dia adalah seorang syekh (guru) yang sering diambil riwayat hadisnya.

Surat At-Talaq |65:2|

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

fa iżaa balaghna ajalahunna fa amsikuuhunna bima'ruufin au faariquuhunna bima'ruufiw wa asy-hiduu żawai 'adlim mingkum wa aqiimusy-syahaadata lillaah, żaalikum yuu'azhu bihii mang kaana yu`minu billaahi wal-yaumil-aakhir, wa may yattaqillaaha yaj'al lahuu makhrojaa

Maka apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, maka rujuklah (kembali kepada) mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah pengajaran itu diberikan bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat. Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya,

And when they have [nearly] fulfilled their term, either retain them according to acceptable terms or part with them according to acceptable terms. And bring to witness two just men from among you and establish the testimony for [the acceptance of] Allah. That is instructed to whoever should believe in Allah and the Last day. And whoever fears Allah - He will make for him a way out

Tafsir
Jalalain

(Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya) atau masa idah mereka hampir habis (maka tahanlah mereka) seumpamanya kalian rujuk dengan mereka (dengan baik)

artinya tidak memudaratkan kepada mereka (atau lepaskanlah mereka dengan baik) biarkanlah mereka menyelesaikan idahnya dan janganlah kamu menjatuhkan kemudaratan terhadap mereka melalui rujuk

(dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kalian) dalam masalah rujuk atau talak ini (dan hendaklah kalian tegakkan kesaksian itu karena Allah

) bukan karena demi rang yang dipersaksikan atau bukan karena demi rujuk atau talaknya. (Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar) dari malapetaka di dunia dan di akhirat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Talaq | 65 : 2 |

Tafsir ayat 2-3

Allah Swt. berfirman bahwa apabila wanita-wanita yang menjalani masa idahnya itu hampir menyelesaikan masa idahnya, tetapi masa idahnya masih belum berakhir secara maksimal,

maka pada saat itulah pihak suami adakalanya bertekad untuk kembali memegangnya dan mengembalikan­nya ke dalam ikatan pernikahan serta meneruskan kehidupan rumah tangganya seperti semula,


{بِمَعْرُوفٍ}


dengan baik. (Ath-Thalaq: 2) Yaitu memperbaiki kembali hubungannya dengan istrinya dan menggaulinya dengan cara yang baik. Adakalanya si suami bertekad tetap menceraikan­nya dengan cara yang baik pula,

yakni tanpa memburuk-burukkan istrinya, tanpa mencaci makinya, dan tanpa mengecamnya, bahkan menceraikannya dengan cara yang baik dan penyelesaian yang bagus. Firman Allah Swt.:


{وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ}


dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu. (Ath-Thalaq: 2) Yakni dalam rujuk itu jika kamu bertekad untuk kembali kepadanya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah

dari Imran ibnu Husain, bahwa ia pernah ditanya tentang seorang lelaki yang menceraikan istrinya, kemudian ia menggaulinya, tanpa memakai saksi atas perceraiannya dan juga atas rujuknya itu. Maka Imran ibnu Husain r.a. menjawab,

"Wanita itu diceraikan dengan talak yang bukan talak sunnah dan dirujuk dengan rujuk yang bukan sunnah. Aku bersaksi atas perceraian dan juga rujuknya, tetapi jangan terulang lagi peristiwa ini."

Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ata mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu. (Ath-Thalaq: 2)

Bahwa tidak boleh seseorang melakukan nikah dan talak serta rujuk kecuali dengan memakai dua orang saksi laki-laki yang adil, seperti apa yang diperintahkan oleh Allah Swt. terkecuali karena ada uzur. Firman Allah Swt.:


{ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ}


Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. (Ath-Thalaq: 2) Yakni apa yang telah Kami perintahkan kalian untuk menjalankannya, yaitu menggunakan saksi dan menegakkan persaksian,

tiada lain orang yang mau melakukannya hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan sesungguhnya Allah Swt. mensyariatkan hukum ini bagi orang yang takut terhadap siksa Allah di hari akhirat nanti.

Berangkat dari pengertian inilah maka Imam Syafii menurut salah satu di antara dua pendapatnya mengatakan bahwa persaksian dalam kasus rujuk adalah wajib, sebagaimana diwajibkan pula dalam permulaan per­nikahan.

Ada pula sejumlah ulama yang berpendapat seperti ini, dan ulama yang sependapat dengan pendapat ini mengatakan bahwa sesungguhnya rujuk itu tidak sah kecuali dengan ucapan yang dinyatakan agar dapat dipersaksikan. Firman Allah Swt.:


{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ}


Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3) Maksudnya,

barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam semua apa yang diperintahkan kepadanya dan meninggalkan semua apa yang dilarang baginya, maka Allah akan menjadikan baginyajalan keluar dari urusannya dan memberinya rezeki

dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Yakni dari arah yang tidak terdetik dalam hatinya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepadaku Kahmas ibnul Hasan,

telah menceritakan kepada kami Abus Salil, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah,

niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3), hingga akhir ayat. Kemudian beliau Saw. bersabda:


"يَا أَبَا ذَرٍّ، لَوْ أَنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ أَخَذُوا بِهَا كَفَتْهُمْ". وَقَالَ: فَجَعَلَ يَتْلُوهَا ويُرددها عَلَيَّ حَتَّى نَعَست، ثُمَّ قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، كَيْفَ تَصْنَعُ إِنْ أُخْرِجْتَ مِنَ الْمَدِينَةِ؟. "قُلْتُ: إِلَى السَّعَةِ وَالدَّعَةِ أَنْطَلِقُ، فَأَكُونُ حَمَامَةً مِنْ حَمَامِ مَكَّةَ. قَالَ: "كَيْفَ تَصْنَعُ إِنْ أُخْرِجْتَ مِنْ مَكَّةَ؟ ". قَالَ: قُلْتُ: إِلَى السَّعَةِ وَالدَّعَةِ، وَإِلَى الشَّامِ وَالْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ. قَالَ: "وَكَيْفَ تَصْنَعُ إِنْ أخرجتَ مِنَ الشَّامِ؟ ". قُلْتُ: إِذًا -وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ -أَضَعُ سَيْفِي عَلَى عَاتِقِي. قَالَ: "أَوَخَيْرٌ مِنْ ذَلِكَ؟ ". قُلْتُ: أَوَخَيْرٌ مِنْ ذَلِكَ؟ قَالَ: "تَسْمَعُ وَتُطِيعُ، وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا"


Hai Abu Zar, seandainya semua manusia mengamalkan ayat ini, niscaya mereka akan diberi kecukupan. Abu Zar melanjutkan, bahwa lalu Rasulullah Saw. membaca ayat ini berulang-ulang kepadanya hingga ia merasa mengantuk.

Kemudian beliau Saw. bersabda: Hai Abu Zar, apakah yang akan engkau lakukan bila engkau keluar dari Madinah? Aku menjawab, "Aku akan berangkat menuju kepada keluasan dan ketenangan,

dan aku akan menjadi salah seorang dari pelindung kota Mekah." Rasulullah Saw. bertanya: Apakah yang akan engkau lakukan bila kamu keluar dari kota Mekah? Aku menjawab, "Aku akan berangkat menuju kepada keluasan dan ketenangan,

yaitu ke negeri Syam dan Baitul Maqdis." Rasulullah Saw. bertanya lagi: Apakah yang akan engkau lakukan bila kamu keluar dari negeri Syam? Aku menjawab, "Kalau begitu, demi Tuhan yang telah mengutus engkau dengan hak,

aku akan meletakkan pedangku dari pundakku (yakni berhenti berjihad)." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah ada yang lebih baik dari itu?" Aku balik bertanya, "Apakah ada yang lebih baik dari itu?" Rasulullah Saw. menjawab:

Kamu tunduk patuh (kepada pemimpinmu), sekalipun dia adalah seorang budak Habsyi (hamba sahaya dari negeri Habsyah). Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi,

telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Zakaria, dari Amir, dari Syittir ibnu Syakal yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan bahwa sesungguhnya

ayat yang paling global dalam Al-Qur'an adalah firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 90) Dan ayat yang paling besar mengandung jalan keluar dalam Al-Qur'an adalah firman Allah Swt.:

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2) Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Mahdi ibnu Ja'far,

telah menceritakan kepada kami Al-Wa!id ibnu Muslim, dari Al-Hakam ibnu Mus'ab, dari Muhammad ibnu Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari ayahnya, dari kakeknya (yaitu Abdullah ibnu Abbas) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مَنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمَنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ"


Barang siapa yang memperbanyak bacaan istigfar, maka Allah akan mengadakan baginya dari setiap kesusahan pemecahannya dan dari setiap kesempitan jalan keluar dan Allah memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2)

Bahwa Allah akan menyelamatkannya dari setiap kesusahan di dunia dan akhirat. dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 3)

Ar-Rabi' ibnu Khaisam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2) Maksudnya, jalan keluar dari setiap perkara yang menyempitkannya,

yakni menyusahkannya. Ikrimah mengatakan bahwa barang siapa yang melakukan perceraian sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar.

Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak. Ibnu Mas'ud dan Masruq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.

(Ath-Thalaq: 2) Yakni dia mengetahui bahwa jika Allah menghendaki, niscaya memberi­nya; dan jika Allah tidak menghendaki, niscaya Dia mencegahnya. dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 3) Maksudnya,

dari arah yang tiada diketahuinya. Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2)

Yaitu dari semua kesulitan urusannya dan kesusahan di saat menjelang kematiannya. dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq:3) Yakni sesuai dengan apa yang dicita-citakannya,

tetapi tidak terlintas dalam benaknya akan dapat diraih. As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah. (Ath-Thalaq: 2)

Yakni menjatuhkan talaknya sesuai dengan tuntunan sunnah dan merujuknya dengan tuntunan sunnah. As-Saddi mengatakan bahwa seorang lelaki dari kalangan sahabat Rasulullah Saw.

yang dikenal dengan nama Auf ibnu Malik Al-Asyja'i mempunyai seorang putra yang tertawan di kalangan kaum musyrik. Dan anaknya itu berada di tangan kaum musyrik, sedangkan ayahnya selalu mendatangi Rasulullah Saw.

mengadukan nasib yang dialami oleh putranya itu dan juga tentang kemiskinan yang menimpa dirinya. Dan Rasulullah Saw. selalu menganjurkan kepadanya untuk bersabar menghadapi semua musibah itu dan bersabda kepadanya:

Sesungguhnya Allah akan menjadikan bagimu jalan keluar. Tidak lama kemudian ternyata putranya itu dapat meloloskan diri dari tangan musuh dan melarikan diri, kemudian ia bersua dengan iringan ternak kambing milik musuhnya,

maka ia menggiring ternak kambing itu dan pulang ke rumah ayahnya dengan membawa ternak kambing hasil jarahannya. Lalu diturunkanlah ayat berikut berkenaan dengan peristiwa ini, yaitu firman-Nya:

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3)

Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal secara mursal melalui jalur Salim ibnu Abul Ja'd. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki',

telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibnu Isa, dari Abdullah ibnu Abul Ja'd, dari Sauban yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"إِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصيبُه، وَلَا يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلَّا الدُّعَاءُ، وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمُرِ إِلَّا الْبِرُّ"


Sesungguhnya seseorang hamba benar-benar tersumbat rezekinya disebabkan suatu dosa yang dilakukannya. Dan tiada yang dapat menolak takdir selain doa. Dan tiada yang dapat menambah usia selain dari kebaikan.

Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Malik Al-Asyja'i datang kepada Rasulullah Saw.,

lalu melaporkan kepada beliau bahwa salah seorang anaknya yang bernama Auf ditawan oleh musuh. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya:


"أَرْسِلْ إِلَيْهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ يَأْمُرُكَ أَنْ تُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ".


Sampaikanlah kepadanya, bahwa sesungguhnya Rasulullah menganjurkan kepadamu untuk memperbanyak ucapan, 'Tiada daya (untuk menghindar dari kemaksiatan) dan tiada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah)

kecuali dengan (pertolongan) Allah.” Tersebutlah bahwa kaum musyrik telah mengikat anak Malik itu pada sebuah tiang, lalu tiang itu roboh dan ia dapat melepaskan diri dari ikatannya. Maka ia keluar melarikan diri.

Tiba-tiba ia menjumpai seekor unta milik mereka, maka ia langsung menaikinya dan memacunya. Ketika di tengah jalan ia menjumpai sekumpulan ternak yang banyak jumlahnya milik kaum yang telah menawannya dan yang telah mengikatnya.

Lalu ia menggiring ternak unta itu hingga semua ternak unta lari mengikutinya tanpa ada seekor unta pun yang tertinggal. Tiada yang mengejutkan kedua orang tuanya kecuali seruan anaknya di depan pintu rumah mereka.

Maka ayahnya berkata, "Dia Auf, demi Tuhan yang memiliki Ka'bah." Dan ibunya berkata, "Waduh, hebatnya si Auf, padahal dia telah diikat pada tiang oleh musuhnya."

Lalu keduanya berebutan menuju ke pintu rumah dan juga pelayan keduanya, tiba-tiba mereka melihat Auf telah tiba dengan membawa ternak unta yang memenuhi halaman rumah mereka.

Kemudian Auf menceritakan kepada kedua orang tuanya nasib yang dialaminya dan perihal ternak unta yang dibawanya itu. Maka ayahnya berkata, "Tahanlah sikapmu berdua, aku akan menghadap terlebih dahulu kepada Rasulullah Saw.

untuk menanyakan apa yang harus kita lakukan dengan ternak unta ini." Ayahnya datang menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu menceritakan kepadanya berita tentang Auf anaknya dan ternak unta yang dibawanya. Maka Rasulullah Saw.

bersabda: Berbuatlah sesuka hatimu dengan ternak unta itu, ternak unta itu sekarang telah menjadi milikmu. Lalu turunlah firman Allah Swt. yang mengatakan: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah,

niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3) Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Hatim.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ شَقِيقٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْأَشْعَثِ، حَدَّثَنَا الْفُضَيْلُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَين قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنِ انْقَطَعَ إِلَى اللَّهِ كَفَاهُ اللَّهُ كُلَّ مَئُونة، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ، وَمَنِ انْقَطَعَ إِلَى الدُّنْيَا وكَلَه إِلَيْهَا"


Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Hasan ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Asy'as,

telah menceritakan kepada kami Al-Fudail ibnu Iyad, dari Hisyam ibnul Hasan, dari Imran ibnul Husain yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang menghabiskan seluruh waktunya untuk Allah,

maka Allah akan memberinya kecukupan dari semua biaya dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang menghabiskan seluruh waktunya untuk dunia, maka Allah menjadikan dunia menguasai dirinya. Firman Allah Swt.:


{وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ}


Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (Ath-Thalaq: 3)


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ، حَدَّثَنَا قَيْسِ بْنِ الْحَجَّاجِ، عَنْ حَنَش الصَّنْعَانِيِّ، عَنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّهُ رَكِبَ خَلْفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا غُلَامُ، إِنِّي مُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ، لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ، وَلَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ، لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الْأَقْلَامُ، وَجَفَّتِ الصُّحُفُ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Lais, telah menceritakan kepada kami Qais ibnu Hajjaj, dari Hanasy As-San'ani,

dari Abdullah ibnu Abbas yang telah menceritakan kepadanya bahwa di suatu hari ia pernah dibonceng di belakang Rasulullah Saw., lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: hai para pemuda,

sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: Peliharalah (batasan-batasan) Allah, niscaya Dia akan memeliharamu. Ingatlah selalu Allah, niscaya engkau akan menjumpai-Nya di hadapanmu.

Dan apabila kamu memohon, mohonlah kepada Allah; dan apabila kamu meminta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa umat ini seandainya bersatu untuk memberimu manfaat,

mereka tidak dapat memberimu manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Dan seandainya mereka bersatu untuk menimpakan mudarat terhadap dirimu,

niscaya mereka tidak dapat menimpakan mudarat terhadapmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah akan menimpa dirimu. Qalam telah diangkat (takdir telah ditetapkan)

dan semua lembaran telah kering (telah penuh dengan catatan). Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Lais" ibnu Sa'd dan Ibnu Lahi'ah dengan sanad yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا بَشِيرُ بْنُ سَلْمَانَ، عَنْ سَيَّارٍ أَبِي الْحَكَمِ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ-قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ نَزَلَ بِهِ حَاجَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِالنَّاسِ كَانَ قَمِنًا أَنْ لَا تُسَهَّل حَاجَتُهُ، وَمَنْ أَنْزَلَهَا بِاللَّهِ أَتَاهُ اللَّهُ بِرِزْقٍ عَاجِلٍ، أَوْ بِمَوْتٍ آجِلٍ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Basyir ibnu Sulaiman, dari Sayyar Abul Hakam, dari Tariq ibnu Syihab, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

telah bersabda: Barang siapa yang mempunyai suatu keperluan, lalu ia menyerahkannya kepada manusia, maka dapat dipastikan bahwa keperluannya itu tidak dimudahkan baginya.

Dan barang siapa yang menyerahkan keperluannya kepada Allah Swt., maka Allah akan mendatangkan kepadanya rezeki yang segera atau memberinya kematian yang ditangguhkan (usia yang diperpanjang).

Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya dari Abdur Razzaq, dari Sufyan, dari Basyir, dari Sayyar alias Abu Hamzah. Selanjutnya Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad inilah yang benar,

karena Sayyar Abul Hakam belum pernah meriwayatkan hadis dari Tariq. Firman Allah Swt.:


{إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ}


Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. (Ath-Thalaq: 3) Yakni melaksanakan ketetapan-ketetapan dan hukum-hukum-Nya terhadap makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki dan yang diinginkan-Nya.


{قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا}


Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Ath-Thalaq: 3) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِمِقْدَارٍ}


Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. (Ar-Ra'd: 8)

Surat At-Talaq |65:3|

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

wa yarzuq-hu min ḥaiṡu laa yaḥtasib, wa may yatawakkal 'alallohi fa huwa ḥasbuh, innalloha baalighu amrih, qod ja'alallohu likulli syai`ing qodroo

dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.

And will provide for him from where he does not expect. And whoever relies upon Allah - then He is sufficient for him. Indeed, Allah will accomplish His purpose. Allah has already set for everything a [decreed] extent.

Tafsir
Jalalain

(Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya) dari arah yang belum pernah terbisik dalam kalbunya. (Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah)

dalam semua perkaranya (niscaya Allah akan memberi kecukupan) akan mencukupinya. (Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya) tentang apa yang dikehendaki-Nya.

Menurut suatu qiraat dibaca baalighu amrihi yakni dengan dimudhafkan. (Sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi setiap sesuatu)

seperti hidup penuh dengan kecukupan, dan hidup sengsara (ketentuan) atau waktu-waktu yang ditentukan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Talaq | 65 : 3 |

penjelasan ada di ayat 2

Surat At-Talaq |65:4|

وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

wal-laaa`ii ya`isna minal-maḥiidhi min nisaaa`ikum inirtabtum fa 'iddatuhunna ṡalaaṡatu asy-huriw wal-laaa`ii lam yahidhn, wa ulaatul-aḥmaali ajaluhunna ay yadho'na ḥamlahunn, wa may yattaqillaaha yaj'al lahuu min amrihii yusroo

Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah tiga bulan, dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.

And those who no longer expect menstruation among your women - if you doubt, then their period is three months, and [also for] those who have not menstruated. And for those who are pregnant, their term is until they give birth. And whoever fears Allah - He will make for him of his matter ease.

Tafsir
Jalalain

(Dan perempuan-perempuan) dibaca wallaa'iy dan wallaa'i, dengan memakai hamzah dan ya atau tanpa memakai ya, demikian pula lafal yang sama sesudahnya

(yang putus asa dari haid) lafal al-mahidh di sini bermakna haid (di antara perempuan-perempuan kalian jika kalian ragu-ragu)

tentang masa idahnya (maka idah mereka adalah tiga bulan; dan begitu pula perempuan-perempuan yang tidak haid) karena mengingat mereka masih di bawah umur,

maka idah mereka tiga bulan pula. Kedua kasus ini menyangkut wanita-wanita atau istri-istri yang tidak ditinggal mati oleh suaminya. Adapun istri-istri yang ditinggal mati oleh suaminya,

idah mereka sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya berikut ini, yaitu, "Hendaklah para istri itu menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari." (Q.S. Al-Baqarah 234)

(Dan perempuan-perempuan yang hamil masa idahnya) baik mereka itu karena ditalak atau karena ditinggal mati oleh suaminya, maka batas masa idah mereka ialah

(sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya) baik di dunia maupun di akhirat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Talaq | 65 : 4 |

Tafsir ayat 4-5

Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang idah bagi perempuan yang tidak haid lagi karena faktor usia yang telah lanjut, bahwa idah wanita yang demikian adalah tiga bulan sebagai ganti

dari tiga quru yang ditetapkan atas perempuan yang berhaid, sesuai dengan apa yang telah ditunjukkan oleh surat Al-Baqarah yang menerangkannya. Demikian pula perempuan-perempuan yang belum mencapai usia balig,

idah mereka sama dengan idah wanita-wanita yang tidak haid lagi, yaitu tiga bulan. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:


{وَاللائِي لَمْ يَحِضْنَ}


Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi. (Ath-Thalaq: 4) Adapun firman Allah Swt.:


{إِنِ ارْتَبْتُمْ}


jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya). (Ath-Thalaq: 4) Ada dua pendapat sehubungan dengan makna ayat ini. Pendapat pertama dikatakan oleh sejumlah ulama Salaf, seperti Mujahid, Az-Zuhri, dan Ibnu Zaid,

bahwa makna yang dimaksud ialah jika perempuan-perempuan itu melihat adanya darah, lalu kalian merasa ragu apakah darah itu adalah darah haid ataukah darah istihadah (penyakit keputihan), sedangkan kalian bimbang memutuskannya.

Pendapat yang kedua mengatakan bahwa jika kamu merasa ragu mengenai hukum idah mereka dan kamu tidak mengetahuinya, maka idahnya adalah tiga bulan. Pendapat ini diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dan dipilih oleh Ibnu Jarir.

Pendapat ini lebih jelas pengertiannya dan Ibnu Jarir memperkuat pendapatnya ini dengan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Kuraib dan Abus Sa'id, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris,

telah menceritakan kepadaku Mutarrif, dari Amr ibnu Salim yang mengatakan bahwa Ubay ibnu Ka'b pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada beberapa macam wanita yang tidak disebutkan idahnya

di dalam Kitabullah, yaitu perempuan yang belum balig, perempuan yang telah lanjut usia, dan perempuan yang sedang hamil. Amr ibnu Salim melanjutkan, bahwa lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya), maka idah mereka adalah tiga bulan, dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.

Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (Ath-Thalaq: 4) Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hadis ini dengan konteks yang lebih rinci daripada hadis di atas.

Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah, telah menceritakan kepadaku Jarir, dari Mutarrif, dari Umar ibnu Salim,

dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. bahwa sesungguhnya sejumlah orang dari penduduk Madinah ketika diturunkan surat Al-Baqarah yang menceritakan hukum idah kaum wanita,

mereka mengatakan, "Sesungguhnya masih ada beberapa macam wanita yang tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an, yaitu perempuan yang masih kecil, perempuan yang telah lanjut usia, dan perempuan yang tidak berhaid lagi,

serta perempuan yang sedang hamil." Ubay ibnu Ka'b melanjutkan, bahwa lalu diturunkanlah ayat mengenai sejumlah wanita yang tidak disebutkan itu, yaitu firman-Nya:

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya), maka idah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. (Ath-Thalaq: 4) Adapun firman Allah Swt.:


{وَأُولاتُ الأحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ}


Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (Ath-Thalaq: 4) Allah Swt. berfirman bahwa wanita yang hamil itu masa idahnya ialah sampai melahirkan kandungannya,

sekalipun bersalinnya itu terjadi sesudah talak dijatuhkan atau sesudah ditinggal mati suaminya dalam jarak tenggang waktu yang tidak lama. Ini menurut pendapat jumhur ulama Salaf dan Khalaf,

sebagaimana yang di-nas-kan oleh ayat yang mulia ini dan juga sebagaimana yang dijelaskan oleh sunnah nabawiyah. Tetapi telah diriwayatkan dari Ali dan Ibnu Abbas,

bahwa keduanya berpendapat sehubungan dengan wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, bahwa ia menjalani idahnya berdasarkan salah satu dari dua masa yang lebih lama (panjang) antara melahirkan kandungannya

atau berdasarkan perhitungan bulan, karena berdasarkan ayat ini dan ayat yang ada di dalam surat Al-Baqarah. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami Syaiban,

dari Yahya yang menceritakan bahwa telah menceritakan kepadaku Abu Salamah, bahwa pernah seorang lelaki datang kepada Ibnu Abbas yang saat itu Abu Hurairah r.a. sedang duduk di tempat yang sama.

Maka lelaki itu bertanya, "Berikanlah fatwa kepadaku tentang seorang wanita yang melahirkan bayinya sesudah ditinggal mati suaminya dalam tenggang waktu empat puluh hari." Ibnu Abbas menjawab,

"Wanita itu menjalani idahnya selama masa yang paling panjang di antara kedua masa (jarak melahirkan atau perhitungan bulan yaitu empat bulan sepuluh hari, mana yang paling lama di antara keduanya)."

Maka Abu Salamah mengatakan, "Menurutku masa idahnya adalah seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: 'Danperempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah stimpai mereka melahirkan kandungannya' (Ath-Thalaq: 4)

Maka Abu Hurairah memotong, "Aku sependapat dengan anak saudaraku," yakni sependapat dengan Abu Salamah. Lalu Ibnu Abbas mengirimkan pelayannya (si Karib) kepada Ummu Salamah untuk menanyakan masalah ini kepadanya.

Maka Ummu Salamah menjawab, "Subai'ah Al-Aslami ditinggal mati oleh suaminya yang terbunuh, sedangkan ia dalam keadaan hamil. Dan selang empat puluh hari sesudah kematian suaminya itu Subai'ah melahirkan kandungannya.

Lalu ia dilamar, maka Rasulullah Saw mengawinkannya dengan lelaki lain; di antara mereka yang melamarnya adalah Abus Sanabil." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini secara ringkas.

Tetapi Imam Muslim dan para pemilik kitab hadis lainnya telah meriwayatkannya dengan panjang lebar melalui berbagai jalur lainnya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Usamah,

telah menceritakan kepadaku Hisyam, dari ayahnya, dari Al-Miwar ibnu Makhramah, bahwa Subai'ah Al-Aslamiyah ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan mengandung. Tidak berapa lama—yakni selang beberapa hari kemudian—

ia melahirkan kandungannya, kemudian setelah bersih dari nifasnya ia dilamar. Maka ia meminta izin kepada Rasulullah Saw. untuk menikah. Beliau Saw. mengizinkannya, lalu ia menikah.

Imam Bukhari telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sahihnya, juga Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Subai'ah Al-Aslamiyah.

Seperti yang dikatakan oleh Muslim ibnul Hajjaj, bahwa telah menceritakan kepadaku Abut Tahir, telah menceritakan kepadaku Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Yazid, dari Ibnu Syihab,

telah menceritakan kepadaku Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Atabah, bahwa ayahnya pernah berkirim surat kepada Umar ibnu Abdullah ibnul Arqam Az-Zuhri yang memerintahkan kepadanya agar menemui Subai'ah bintil Haris Al-Aslamiyyah

dan menanyakan kepadanya mengenai hadis yang dialaminya dan apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw. kepadanya saat ia meminta fatwa kepadanya. Maka Umar ibnu Abdullah membalas suratnya yang isinya memberitakan bahwa

Subai'ah telah menceritakan kepadanya bahwa dahulu ia menjadi istri Sa'd ibnu Khaulah, dia adalah salah seorang yang ikut dalam Perang Badar, Lalu Sa'd meninggal dunia di masa haji wada', sedangkan ia dalam keadaan mengandung.

Tidak lama kemudian sepeninggal suaminya, ia melahirkan kandungannya. Setelah habis masa nifasnya, ia merias dirinya dan siap untuk dipinang, lalu Abus Sanabil ibnu Ba'kak masuk menemuinya dan bertanya kepadanya,

"Kulihat engkau sekarang telah merias dirimu, rupanya engkau ingin menikah lagi. Demi Allah, sesungguhnya engkau tidak boleh menikah sebelum menjalani masa idahmu, yaitu empat bulan sepuluh hari."

Subai'ah melanjutkan kisahnya, bahwa setelah ia mendengar perkataan Abus Sanabil itu, maka pada petang harinya ia mengemasi pakaiannya dan datang mertghadap kepada Rasulullah Saw.,

lalu menanyakan kepadanya tentang hal tersebut. Maka Rasulullah Saw. memberikan fatwa kepadanya bahwa dia telah halal sejak melahirkan kandungannya, dan menganjurkan kepadanya untuk kawin jika ia menghendakinya.

Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim. Imam Bukhari meriwayatkannya secara ringkas. Kemudian Imam Bukhari sesudah meriwayatkan hadis yang pertama mengetengahkan hadis ini pada tafsir ayat ini.

Abu Sulaiman ibnu Harb dan Abun Nu'man mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan, bahwa aku berada di dalam suatu halqah (pengajian) yang di dalamnya

terdapat Abdur Rahman ibnu Abu Laila; murid-muridnya sangat menghormatinya, lalu ia menyinggung tentang salah satu di antara dua masa idah yang paling terakhir. Maka aku utarakan hadis Subai'ah bintil Haris,

dari Abdullah ibnu Atabah, dan ternyata salah seorang muridnya merasa tidak senang terhadapku. Maka aku tanggap terhadap situasi itu, lalu aku berkata kepadanya,

"Sesungguhnya aku benar-benar berani bila melakukan kedustaan terhadap Abdullah, karena dia berada jauh di kota Kufah." Akhirnya muridnya itu malu, dan berkata, "Tetapi pamannya tidak mengatakan demikian," kilahnya.

Lalu aku menemui Abu Atiyyah alias Malik ibnu Amir, dan kutanyakan kepadanya masalah tersebut, maka ia menceritakan kepadaku hadis Subai'ah. Dan aku bertanya,

"Apakah engkau pernah mendengar dari Abdullah sesuatu hadis mengenai Subai'ah?" Lalu Malik ibnu Amir menjawab, bahwa ketika kami berada di rumah Abdullah, lalu ia berkata,

"Apakah kalian menjadikan baginya sanksi yang memberatkan dan tidak menjadikannya baginya sanksi yang ringan? Bukankah telah diturunkan masa idah yang pendek bagi wanita sesudah diturunkan masa idah yang panjang?"

Yaitu firman-Nya: Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (Ath-Thalaq: 4) Ibnu Jarir telah meriwayatkannya melalui jalur Sufyan ibnu Uyaynah dan Ismail ibnu Aliyyah,

dari Ayyub dengan sanad yang sama, tetapi lebih singkat. Imam Nasai meriwayatkannya di dalam kitab tafsirnya, dari Muhammad ibnu Abdul A'la, dari Khalid ibnul Haris, dari Ibnu Aun, dari Muhammad ibnu Sirin,

lalu disebutkan hal yang semisal. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Zakaria ibnu Yahya ibnu Aban Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far,

telah menceritakan kepadaku Ibnu Syubramah Al-Kufi, dari Ibrahim, dari Alqamah ibnu Qais, bahwa Abdullah ibnu Mas'ud pernah mengatakan bahwa ia berani bersumpah dengan siapa pun bahwa ayat ini, yaitu firman-Nya:

Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (Ath-Thalaq: 4) tidak diturunkan kecuali sesudah ayat yang menerangkan wanita yang ditinggal mati oleh suaminya.

Ibnu Mas'ud melanjutkan bahwa apabila wanita yang hamil dan telah ditinggal mati oleh suaminya itu telah bersalin, maka ia telah halal untuk melakukan pernikahan. Yang dimaksud dengan ayat yang menerangkan wanita yang ditinggal mati

oleh suaminya adalah firman Allah Swt.: Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. (Al-Baqarah: 234)

Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui hadis Sa'id ibnu Abu Maryam dengan sanad yang sama. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mani', telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid,

telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa pernah diceritakan di hadapan Ibnu Mas'ud tentang salah satu dari masa idah yang terakhir,

maka Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa ia berani bersumpah dengan siapa pun atas nama Allah, bahwa sesungguhnya surat Ath-Thalaq ini diturunkan sesudah ayat wanita yang ditinggal mati oleh suaminya yang idahnya empat bulan sepuluh hari

. Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa selesainya masa idah wanita yang hamil ialah bila ia telah bersalin.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti,

telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Abud Duha, dari Masruq yang menceritakan bahwa telah sampai kepada Ibnu Mas'ud bahwa Ali r.a.

mengatakan salah satu dari dua masa idah yang terakhir. Maka Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa dia berani bersumpah demi kebenaran terhadap siapa pun, bahwa sesungguhnya ayat berikut, yaitu firman-Nya:

Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (Ath-Thalaq: 4) diturunkan sesudah surat Al-Baqarah ayat 234.

Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Mu'awiyah, dari Al-A'masy. Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Bakar Al-Maqdami,

telah menceritakan kepadaku Abdul Wahhab As-Saqafi, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr, dari Ubay ibnu Ka'b yang menceritakan bahwa ia bertanya kepada Nabi Saw.

mengenai makna firman-Nya: Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (Ath-Thalaq: 4) Apakah yang dimaksud adalah wanita yang diceraikan tiga kali,

ataukah wanita yang ditinggal mati suaminya? Maka Nabi Saw. menjawab, bahwa keduanya termasuk ke dalam pengertian ayat ini, yakni wanita yang diceraikan tiga kali dan juga yang ditinggal mati oleh suaminya.

Hadis ini garib sekali, bahkan munkar, karena di dalam sanadnya terdapat Al-Musanna ibnus Sabah yang hadisnya sama sekali tidak terpakai. Tetapi Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui sanad lain,

untuk itu ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Daud As-Samani, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Khalid Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Amr ibnu Syu'aib,

dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Ubay ibnu Ka'b, bahwa ketika ayat ini diturunkan Ubay ibnu Ka'b berkata kepada Rasulullah Saw., "Aku tidak mengetahui apakah makna ayat ini musytarakah (persekutuan) ataukah mubhamah (misteri)."

Rasulullah Saw. bertanya, "Ayat yang mana?" Ubay ibnu Ka'b menjawab: waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (Ath-Thalaq: 4) Apakah yang dimaksud adalah wanita yang ditinggal mati suaminya

dan wanita yang ditalak habis-habisan (tiga kali)?" Rasulullah Saw. bersabda, "Ya, seperti itu." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abu Kuraib, dari Musa ibnu Daud, dari Ibnu Lahi'ah dengan sanad yang sama.

Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya pula dari Abu Kuraib, dari Malik ibnu Ismail, dari Ibnu Uyaynah, dari Abdul Karim ibnu Abul Makhariq, bahwa ia pernah menceritakan hadis berikut dari Ubay ibnu Ka'b

yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang makna firman Allah Swt.: Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (Ath-Thalaq: 4)

Maka Rasulullah Saw. menjawab: Batas terakhir idah wanita yang hamil ialah bila ia melahirkan kandungannya. Abdul Karim orangnya daif dan tidak menjumpai masa Ubay. Firman Allah Swt.:


{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا}


Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (Ath-Thalaq: 4) Yakni memudahkan urusannya dan mengadakan baginya penyelesaian dan jalan keluar yang dekat (tidak lama). Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:


{ذَلِكَ أَمْرُ اللَّهِ أَنزلَهُ إِلَيْكُمْ}


Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepadamu. (Ath-Thalaq: 5) Yaitu hukum dan syariat-Nya, Dia telah menurunkannya kepadamu melalui Rasulullah Saw.


{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}


dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya. (Ath-Thalaq: 5)

Maksudnya, menghapuskan darinya semua kesalahannya dan melimpahkan pahala kepadanya, walaupun yang diamalkannya mudah dan sedikit.

Surat At-Talaq |65:5|

ذَٰلِكَ أَمْرُ اللَّهِ أَنْزَلَهُ إِلَيْكُمْ ۚ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

żaalika amrullohi anzalahuuu ilaikum, wa may yattaqillaaha yukaffir 'an-hu sayyi`aatihii wa yu'zhim lahuuu ajroo

Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepadamu, barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.

That is the command of Allah, which He has sent down to you; and whoever fears Allah - He will remove for him his misdeeds and make great for him his reward.

Tafsir
Jalalain

(Itulah) yaitu hal-hal yang menyangkut masalah idah adalah (perintah Allah) atau hukum-Nya (yang diturunkan-Nya kepada kalian; dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah

niscaya Dia akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Talaq | 65 : 5 |

penjelasan ada di ayat 4

Surat At-Talaq |65:6|

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ ۚ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ ۖ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَىٰ

askinuuhunna min ḥaiṡu sakantum miw wujdikum wa laa tudhooorruuhunna litudhoyyiquu 'alaihinn, wa ing kunna ulaati ḥamlin fa anfiquu 'alaihinna ḥattaa yadho'na ḥamlahunn, fa in ardho'na lakum fa aatuuhunna ujuurohunn, wa`tamiruu bainakum bima'ruuf, wa in ta'aasartum fa saturdhi'u lahuuu ukhroo

Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan kandungannya, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik, dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

Lodge them [in a section] of where you dwell out of your means and do not harm them in order to oppress them. And if they should be pregnant, then spend on them until they give birth. And if they breastfeed for you, then give them their payment and confer among yourselves in the acceptable way; but if you are in discord, then there may breastfeed for the father another woman.

Tafsir
Jalalain

(Tempatkanlah mereka) yakni istri-istri yang ditalak itu (pada tempat kalian tinggal) pada sebagian tempat-tempat tinggal kalian (menurut kemampuan kalian)

sesuai dengan kemampuan kalian, lafal ayat ini menjadi athaf bayan atau badal dari lafal yang sebelumnya dengan mengulangi penyebutan huruf jarr-nya/kata depan dan memperkirakan adanya mudhaf.

Yakni pada tempat-tempat tinggal yang kalian mampui, bukannya pada tempat-tempat tinggal yang di bawah itu (dan janganlah kalian menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka)

dengan memberikan kepada mereka tempat-tempat tinggal yang tidak layak, sehingga mereka terpaksa butuh untuk keluar atau membutuhkan nafkah, lalu karena itu maka mereka mengeluarkan biaya sendiri.

(Dan jika mereka itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan bayi kalian)

maksudnya menyusukan anak-anak kalian hasil hubungan dengan mereka (maka berikanlah kepada mereka upahnya) sebagai upah menyusukan (dan bermusyawarahlah di antara kalian)

antara kalian dan mereka (dengan baik) dengan cara yang baik menyangkut hak anak-anak kalian, yaitu melalui permusyawaratan sehingga tercapailah kesepakatan mengenai upah menyusukan

(dan jika kalian menemui kesulitan) artinya kalian enggan untuk menyusukannya; yaitu dari pihak ayah menyangkut masalah upah, sedangkan dari pihak ibu, siapakah yang akan menyusukannya

(maka boleh menyusukan bayinya) maksudnya menyusukan si anak itu semata-mata demi ayahnya (wanita yang lain) dan ibu si anak itu tidak boleh dipaksa untuk menyusukannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Talaq | 65 : 6 |

Tafsir ayat 6-7

Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya apabila seseorang dari mereka menceraikan istrinya, hendaklah ia memberinya tempat tinggal di dalam rumah hingga idahnya habis. Untuk itu disebutkan oleh firman-Nya:


{أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ}


Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal. (Ath-Thalaq: 6) Yakni di tempat kamu berada.


{مِنْ وُجْدِكُمْ}


menurut kemampuanmu. (Ath-Thalaq: 6) Ibnu Abbas, Mujahid, serta ulama lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah menurut kemampuanmu. Hingga Qatadah mengatakan sehubungan dengan masalah ini,

bahwa jika engkau tidak menemukan tempat lain untuknya selain di sebelah rumahmu, maka tempatkanlah ia padanya. Firman Allah Swt.:


{وَلا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ}


dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. (Ath-Thalaq: 6) Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah misalnya pihak suami membuatnya merasa tidak betah

agar si istri memberi imbalan kepada suaminya untuk mengubah suasana, atau agar si istri keluar dari rumahnya dengan suka rela. As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Abud Duha sehubungan dengan makna firman-Nya:

dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka. (Ath-Thalaq: 6) Misalnya si suami menceraikan istrinya; dan apabila idahnya tinggal dua hari, lalu ia merujukinya. Firman Allah Swt.:


{وَإِنْ كُنَّ أُولاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ}


Dan jika mereka (istri-istri yang sudah di talak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin. (Ath-Thalaq:6) Kebanyakan ulama—antara lain Ibnu Abbas dan sejumlah ulama Salaf

serta beberapa golongan ulama Khalaf— mengatakan bahwa ayat ini berkenaan dengan wanita yang ditalak tiga dalam keadaan hamil, maka ia tetap diberi nafkah hingga melahirkan kandungannya.

Mereka mengatakan bahwa dalilnya ialah bahwa wanita yang ditalak raj'i wajib diberi nafkah, baik dalam keadaan hamil atau pun tidak hamil.

Ulama lainnya mengatakan bahwa konteks ayat ini seluruhnya berkaitan dengan masalah wanita-wanita yang ditalak raj'i. Dan sesungguhnya disebutkan dalam nas ayat kewajiban memberi nafkah kepada wanita yang hamil,

sekalipun status talaknya ra 'i tiada lain karena masa kandungan itu cukup lama menurut kebiasaannya. Untuk itu maka diperlukan adanya nas lain yang menyatakan wajib memberi nafkah sampai wanita yang bersangkutan bersalin.

Dimaksudkan agar tidak timbul dugaan bahwa sesungguhnya kewajiban memberi nafkah itu hanyalah sampai batas masa idah. Kemudian para ulama berbeda pendapat sehubungan dengan masalah apakah kewajiban nafkah kepada istri

berkaitan dengan kandungannya ataukah untuk kandungannya semata? Ada dua pendapat yang keduanya di-nas-kan dari Imam Syafii dan lain-lainnya. Kemudian dari masalah ini berkembang berbagai masalah cabang yang disebutkan di dalam kitab-kitab fiqih. Firman Allah Swt.:


{فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ}


kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu. (Ath-Thalaq: 6) Yakni apabila mereka telah bersalin, sedangkan mereka telah diceraikan dengan talak tiga,

maka mereka telah terpisah selamanya dari suaminya begitu idah mereka habis (yaitu melahirkan kandungannya). Dan bagi wanita yang bersangkutan diperbolehkan menyusui anaknya atau menolak untuk menyusuinya,

tetapi sesudah ia memberi air susu pertamanya kepada bayinya yang merupakan kebutuhan si bayi. Dan jika ia mau menyusui bayinya, maka ia berhak untuk mendapatkan upah yang sepadan,

dan ia berhak mengadakan transaksi dengan ayah si bayi atau walinya sesuai dengan apa yang disepakati oleh kedua belah pihak mengenai jumlah upahnya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mw untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya. (Ath-Thalaq: 6) Adapun firman Allah Swt.:


{وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ}


dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik. (Ath-Thalaq: 6) Yaitu hendaklah semua urusan yang ada di antara kalian dimusyawarahkan dengan baik dan bertujuan baik,

tidak merugikan diri sendiri dan tidak pula merugikan pihak lain. Sebagaimana yang disebutkan di dalam surat Al-Baqarah melalui firman-Nya:


{لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ}


Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya. (Al-Baqarah: 233) Firman Allah Swt.:


{وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى}


dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (Ath-Thalaq: 6) Yakni apabila pihak lelaki dan pihak wanita berselisih, misalnya pihak wanita menuntut upah yang banyak dari jasa penyusuannya,

sedangkan pihak laki-laki tidak menyetujuinya, atau pihak laki-laki memberinya upah yang minim dan pihak perempuan tidak menyetujuinya, maka perempuan lain boleh menyusukan anaknya itu.

Tetapi seandainya pihak si ibu bayi rela dengan upah yang sama seperti yang diberikan kepada perempuan lain, maka yang paling berhak menyusui bayi itu adalah ibunya. Firman Allah Swt.:


{لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ}


Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. (Ath-Thalaq: 7) Artinya, hendaklah orang tua si bayi atau walinya memberi nafkah kepada bayinya sesuai dengan kemampuannya.


{وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا مَا آتَاهَا}


Dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. (Ath-Thalaq: 7) Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا}


Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya: (Al-Baqarah: 286) Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Hakkam,

dari Abu Sinan yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab r.a. pernah bertanya mengenai Abu Ubaidah. Maka dikatakan kepadanya, bahwa sesungguhnya Abu Ubaidah mengenakan pakaian yang kasar

dan memakan makanan yang paling sederhana. Maka Khalifah Umar r.a. mengirimkan kepadanya seribu dinar, dan mengatakan kepada kurirnya, "Perhatikanlah apakah yang dilakukan olehnya dengan uang seribu dinar ini

jika dia telah menerimanya." Tidak lama kemudian Abu Ubaidah mengenakan pakaian yang halus dan memakan makanan yang terbaik, lalu kurir itu kembali kepada Umar r.a. dan menceritakan kepadanya perubahan tersebut.

Maka Umar mengatakan bahwa semoga Allah merahmatinya. Dia menakwilkan ayat ini, yaitu firman-Nya: Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.

Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. (At-Thalaq: 7) Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan di dalam kitab Mu'jamui Kabir-nya,

telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Yazid At-Tabrani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Iyasy, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku Damdam ibnu Zur'ah,

dari Syuraih ibnu Ubaid ibnu Abu Malik Al-Asy'ari yang nama aslinya Al-Haris, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"ثَلَاثَةُ نَفَرٍ، كَانَ لِأَحَدِهِمْ عَشَرَةُ دَنَانِيرَ، فَتَصَدَّقَ مِنْهَا بِدِينَارٍ. وَكَانَ لِآخَرَ عَشْرُ أَوَاقٍ، فَتَصَدَّقَ مِنْهَا بِأُوقِيَّةٍ. وَكَانَ لِآخَرَ مِائَةُ أُوقِيَّةٍ، فَتَصَدَّقَ مِنْهَا بِعَشْرِ أَوَاقٍ". فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُمْ فِي الْأَجْرِ سَوَاءٌ، كُلٌّ قَدْ تَصَدَّقَ بِعُشْرِ مَالِهِ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ}


Ada tiga orang yang salah seorang dari mereka memiliki sepuluh dinar, lalu ia menyedekahkan sebagian darinya sebanyak satu dinar. Dan orang yang kedua mempunyai sepuluh auqiyah (emas),

lalu ia menyedekahkan satu auqiyah dari miliknya. Dan orang yang ketiga memiliki seratus auqiyah, lalu ia menyedekahkan sebagiannya sebanyak sepuluh auqiyah. Kemudian Rasulullah Saw.

melanjutkan bahwa mereka sama dalam kadar pahala yang diperolehnya, masing-masing dari mereka telah menyedekahkan sepersepuluh miliknya. Allah Swt. telah berfirman,

"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.” (Ath-Thalaq: 7) Hadis ini garib bila ditinjau dari segi jalurnya. Firman Allah Swt.:


{سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا}


Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (Ath-Thalaq: 7) Ini merupakan janji dari Allah, dan janji Allah itu benar dan tidak akan disalahi-Nya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا}


Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Al-Insyirah: 5-6) Imam Ahmad telah meriwayatkan sebuah hadis sehubungan dengan hal ini yang baik dikemukakan di sini.

Untuk itu dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Abul Hamid ibnu Bahram, telah menceritakan kepada kami Syahr ibnu Hausyab yang mengatakan bahwa Abu Hurairah r.a.

pernah bercerita bahwa di zaman yang silam pernah ada seorang lelaki dan istrinya yang hidup dalam kemiskinan, keduanya tidak mampu menghasilkan apa pun. Dan di suatu hari suaminya datang dari perjalanannya,

lalu masuk ke dalam rumah menemui istrinya, sedangkan perutnya keroncongan dicekam rasa lapar yang berat. Lelaki itu bertanya kepada istrinya, "Apakah engkau mempunyai sesuatu makanan?" Istrinya menjawab, "Ya,

bergembiralah kita telah diberi rezeki oleh Allah." Lalu si suami mendesaknya dan mengatakan, "Celakalah engkau ini, aku menginginkan sesuatu makanan yang ada padamu." Si istri menjawab, "Ya, tunggu sebentar,"

seraya mengharapkan rahmat dari Allah. Dan ketika suaminya menunggu cukup lama, akhirnya ia berkata, "Celakalah kamu ini, sekarang bangkitlah dan ambillah jika engkau memiliki sesuatu, lalu datangkanlah kepadaku,

karena sesungguhnya aku benar-benar sangat lelah dan lapar sekali." Istrinya menjawab, "Baiklah, sekarang aku akan membuka dapurku, jangan kamu terburu-buru." Setelah suaminya diam sesaat dan si istri menunggu suaminya

berbicara lagi kepadanya, si istri berkata kepada dirinya sendiri, "Sebaiknya sekarang aku bangkit untuk melihat dapurku." Lalu ia bangkit dan menuju ke dapurnya,

maka ia melihat ke dapurnya dan merasa terkejut karena penuh dengan paha kambing (yang sedang dipanggang), sedangkan penggilingan tepungnya bergerak sendiri menggiling tepung.

Maka ia bangkit menuju tempat penggilingan tepung itu dan membersihkannya, lalu mengeluarkan kambing panggang yang ada pada dapur pembakarannya. Kemudian Abu Hurairah melanjutkan,

bahwa demi Tuhan yang jiwa Abul Qasim berada di tangan kekuasaan-Nya. Demikianlah yang dimaksud oleh ucapan Muhammad Saw.:


لَوْ أَخَذَتْ مَا فِي رَحييها وَلَمْ تَنْفُضْهَا لَطَحَنَتَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ"


Seandainya wanita itu hanya mengambil adonan yang ada pada penggilingannya dan tidak membersihkannya, niscaya penggilingannya itu akan tetap bekerja menggiling sampai hari kiamat nanti.

Di tempat lain Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Hisyam, dari Muhammad ibnu Sirin,

dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa seorang lelaki masuk menemui keluarganya; dan ketika ia melihat kelaparan yang melanda keluarganya, ia keluar menuju hutan. Ketika istri lelaki itu melihat keadaan demikian,

maka ia bangkit menuju tempat penggilingan tepungnya. Kemudian ia siapkan penggilingan tepung itu, dan ia menuju pula ke tempat perapian dapurnya, lalu menyalakannya. Kemudian ia berdoa, "Ya Allah, berilah kami rezeki."

Lalu ia melihat ke arah pancinya dan ternyata pancinya telah penuh dengan makanan. Kemudian pergi ke arah dapurnya, dan ternyata ia menjumpai perapian dapurnya telah penuh pula dengan roti.

Ketika suaminya datang, langsung bertanya, "Apakah kamu mendapatkan sesuatu makanan sesudah kepergianku?" Istrinya menjawab, "Ya, dari Tuhan kita," seraya berisyarat ke arah penggilingan tepungnya. Kemudian kisah ini diceritakan kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda:

"أَمَا إِنَّهُ لَوْ لَمْ تَرْفَعْهَا، لَمْ تزل تدور إلى يوم القيامة"


Ingatlah, sesungguhnya jika wanita itu tidak mengangkat penggilingannya (yakni membersihkannya), niscaya ia akan tetap berputar sampai hari kiamat.

Surat At-Talaq |65:7|

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

liyunfiq żuu sa'atim min sa'atih, wa mang qudiro 'alaihi rizquhuu falyunfiq mimmaaa aataahulloh, laa yukallifullohu nafsan illaa maaa aataahaa, sayaj'alullohu ba'da 'usriy yusroo

Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.

Let a man of wealth spend from his wealth, and he whose provision is restricted - let him spend from what Allah has given him. Allah does not charge a soul except [according to] what He has given it. Allah will bring about, after hardship, ease.

Tafsir
Jalalain

(Hendaklah memberikan nafkah) kepada istri-istri yang telah ditalak, dan kepada istri-istri yang sedang menyusukan (orang yang mampu menurut kemampuannya. Dan orang yang dibatasi)

disempitkan (rezekinya hendaklah memberi nafkah dari apa yang didatangkan kepadanya) yaitu dari rezeki yang telah diberikan kepadanya (oleh Allah) sesuai dengan kemampuannya.

(Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan)

dan ternyata Allah memberikan kelapangan itu melalui kemenangan-kemenangan yang dialami oleh kaum muslimin.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Talaq | 65 : 7 |

penjelasan ada di ayat 6

Surat At-Talaq |65:8|

وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ عَتَتْ عَنْ أَمْرِ رَبِّهَا وَرُسُلِهِ فَحَاسَبْنَاهَا حِسَابًا شَدِيدًا وَعَذَّبْنَاهَا عَذَابًا نُكْرًا

wa ka`ayyim ming qoryatin 'atat 'an amri robbihaa wa rusulihii fa ḥaasabnaahaa ḥisaaban syadiidaw wa 'ażżabnaahaa 'ażaaban nukroo

Dan betapa banyak (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami buat perhitungan terhadap penduduk negeri itu dengan perhitungan yang ketat, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan (di akhirat).

And how many a city was insolent toward the command of its Lord and His messengers, so We took it to severe account and punished it with a terrible punishment.

Tafsir
Jalalain

(Dan berapalah banyaknya) lafal ka'ayyin huruf kafnya adalah huruf jarr, masuk ke dalam huruf ayy yang bermakna kam. Sudah berapa banyak (negeri)

yakni banyak negeri-negeri (yang mendurhakai) yang penduduknya telah berbuat durhaka (perintah Rabbnya dan rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri-negeri itu)

di akhirat, sekalipun hari akhirat itu belum datang. Diungkapkan dengan memakai fi'il madhi, yaitu haasabnaahaa, karena hal itu pasti terjadi (dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan)

dapat dibaca nukra dan nukura, artinya azab yang mengerikan, yaitu azab neraka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Talaq | 65 : 8 |

Tafsir ayat 8-11

Allah Swt. berfirman, mengancam orang yang menentang perintah-Nya, mendustakan rasul-Nya, dan menempuh jalan yang tidak disyari'atkan oleh-Nya seraya memberitakan terhadapnya tentang apa yang telah menimpa umat-umat terdahulu sebagai akibat dari perbuatan buruk mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ عَتَتْ عَنْ أَمْرِ رَبِّهَا وَرُسُلِهِ}


Dan betapa banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya. (Ath-Thalaq: 8) Yakni membangkang, melampaui batas, dan angkuh, tidak mau mengikuti perintah Allah dan tidak mau mengikuti rasul-rasul-Nya.


{فَحَاسَبْنَاهَا حِسَابًا شَدِيدًا وَعَذَّبْنَاهَا عَذَابًا نُكْرًا}


maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. (Ath-Thalaq: 8) Maksudnya, siksaan yang mengerikan lagi hebat.


{فَذَاقَتْ وَبَالَ أَمْرِهَا}


Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. (Ath-Thalaq: 9) Yaitu akibat dari sikap mereka yang menentang, dan akhirnya mereka menyesali perbuatannya di saat tiada gunanya lagi bagi mereka penyesalan.


{وَكَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهَا خُسْرًا أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا}


dan akibat perbuatan mereka itu adalah kerugian yang besar. Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras. (Ath-Thalaq: 9-10) di negeri akhirat di samping azab di dunia yang menimpa diri mereka. Kemudian Allah Swt. —sesudah menceritakan berita tentang mereka - berfirman:


{فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ}


maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal. (Ath-Thalaq: 10) Yakni yang mempunyai pemahaman yang lurus. Maksudnya, janganlah kalian menjadi orang-orang seperti mereka,

karena akibatnya kalian akan tertimpa azab sebagaimana azab yang menimpa diri mereka, hai orang-orang yang berakal.


{الَّذِينَ آمَنُوا}


(yaitu) orang-orang yang beriman. (Ath-Thalaq: 10) Maksudnya, membenarkan Allah dan rasul-rasul-Nya.


{قَدْ أَنزلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا}


Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu. (Ath-Thalaq: 10) Yaitu Al-Qur'an, semakna dengan zikir yang disebutkan di dalam firman Allah Swt.:


{إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ}


Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr: 9) Adapun firman Allah Swt.:


{رَسُولا يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِ اللَّهِ مُبَيِّنَاتٍ}


(Dan mengutus) seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) kepadamu. (Ath-Thalaq: 11) Sebagian ulama mengatakan,

lafaz Rasulan di-nasab-kan karena dianggap sebagai badal isytimal mengingat Rasulullah yang menyampaikan Al-Qur'an. Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang benar, lafaz Rasul menjadi tafsir dari zikir atau Al-Qur'an. Oleh karena itu Allah Swt. berfirman:


{رَسُولا يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِ اللَّهِ مُبَيِّنَاتٍ}


(Dan mengutus) seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) kepadamu. (Ath-Thalaq: 11) Yakni ayat-ayat Allah yangjelas, terang, lagi gamblang.


{لِيُخْرِجَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ}


supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh dari kegelapan kepada cahaya. (Ath-Thalaq: 11) Seperti halnya firman-Nya:


{كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ}


Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya. (Ibrahim: l) Dan firman-Nya:


{اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ}


Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). (Al-Baqarah: 257) Yakni dari kegelapan kekafiran dan kebodohan menuju kepada cahaya iman dan ilmu.

Sesungguhnya Allah Swt. menyebutkan wahyu yang Dia turunkan dengan nama nur atau cahaya, karena dengan cahaya orang mendapat petunjuk. Sebagaimana Dia menamakannya pula dengan sebutan roh, karena dengannya hati manusia menjadi hidup. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الإيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}


Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu,

tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Asy-Syura: 52) Adapun firman Allah Swt.:


{وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللَّهُ لَهُ رِزْقًا}


Dan barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga­ surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.

Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya. (Ath-Thalaq: 11) Tafsir ayat yang semisal dengan ayat ini telah disebutkan sebelumnya berulang-ulang dan tidak perlu diulangi lagi, segala puji dan anugerah hanyalah milik Allah.

Surat At-Talaq |65:9|

فَذَاقَتْ وَبَالَ أَمْرِهَا وَكَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهَا خُسْرًا

fa żaaqot wa baala amrihaa wa kaana 'aaqibatu amrihaa khusroo

Sehingga mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan akibat perbuatan mereka itu adalah kerugian yang besar.

And it tasted the bad consequence of its affair, and the outcome of its affair was loss.

Tafsir
Jalalain

(Maka mereka merasakan akibat dari perbuatannya) hukuman dari perbuatannya (dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar) kerugian dan kebinasaan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Talaq | 65 : 9 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat At-Talaq |65:10|

أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا ۖ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ الَّذِينَ آمَنُوا ۚ قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا

a'addallohu lahum 'ażaaban syadiidan fattaqulloha yaaa ulil-albaab, allażiina aamanuu qod anzalallohu ilaikum żikroo

Allah menyediakan azab yang keras bagi mereka, maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai akal! (Yaitu) orang-orang yang beriman. Sungguh, Allah telah menurunkan peringatan kepadamu,

Allah has prepared for them a severe punishment; so fear Allah, O you of understanding who have believed. Allah has sent down to you the Qur'an.

Tafsir
Jalalain

(Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras) di sini ancaman tersebut diulangi untuk mengukuhkan makna (maka bertakwalah kepada Allah, hai orang-orang yang mempunyai akal)

pikiran (yaitu orang-orang yang beriman) lafal alladziina aamanuu merupakan sifat bagi munada atau orang-orang yang diseru tadi atau merupakan bayan atau penjelasan baginya.

(Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepada kalian) yakni Alquran.

Surat At-Talaq |65:11|

رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِ اللَّهِ مُبَيِّنَاتٍ لِيُخْرِجَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ قَدْ أَحْسَنَ اللَّهُ لَهُ رِزْقًا

rosuulay yatluu 'alaikum aayaatillaahi mubayyinaatil liyukhrijallażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati minazh-zhulumaati ilan-nuur, wa may yu`mim billaahi wa ya'mal shooliḥay yudkhil-hu jannaatin tajrii min taḥtihal-an-haaru khoolidiina fiihaaa abadaa, qod aḥsanallohu lahuu rizqoo

(dengan mengutus) seorang Rasul yang membacakan ayat-ayat Allah kepadamu yang menerangkan (bermacam-macam hukum), agar Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dari kegelapan kepada cahaya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan kebajikan, niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sungguh, Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya.

[He sent] a Messenger [Muhammad] reciting to you the distinct verses of Allah that He may bring out those who believe and do righteous deeds from darknesses into the light. And whoever believes in Allah and does righteousness - He will admit him into gardens beneath which rivers flow to abide therein forever. Allah will have perfected for him a provision.

Tafsir
Jalalain

(Dan mengutus seorang rasul) yakni Nabi Muhammad saw. Dinashabkan oleh fi'il yang diperkirakan keberadaannya yakni Allah mengutus seorang rasul

(yang membacakan kepada kalian ayat-ayat Allah yang menerangkan) dapat dibaca mubayyanatun, artinya yang menerangkan, juga dapat dibaca mubayyinatun,

artinya yang terang; penafsirannya sebagaimana yang telah lalu (supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh)

sesudah datangnya peringatan atau Alquran dan rasul (dari kegelapan) dari kekafiran yang mereka bergelimang di dalamnya (kepada cahaya) kepada iman yang menegakkan mereka sesudah mereka kafir.

(Dan barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal saleh niscaya Dia akan memasukkannya) menurut suatu qiraat lafal yudkhilhu dibaca nudkhilhu, artinya niscaya Kami akan memasukkannya

(ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya) yaitu rezeki surga yang kenikmatannya tiada henti-hentinya.

Surat At-Talaq |65:12|

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

allohullażii kholaqo sab'a samaawaatiw wa minal-ardhi miṡlahunn, yatanazzalul-amru bainahunna lita'lamuuu annalloha 'alaa kulli syai`ing qodiiruw wa annalloha qod aḥaatho bikulli syai`in 'ilmaa

Allah yang menciptakan tujuh langit dan dari (penciptaan) bumi juga serupa. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.

It is Allah who has created seven heavens and of the earth, the like of them. [His] command descends among them so you may know that Allah is over all things competent and that Allah has encompassed all things in knowledge.

Tafsir
Jalalain

(Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi) tujuh lapis bumi. (Turunlah perintah) wahyu-Nya (di antaranya) di antara langit dan bumi,

malaikat Jibril turun dari langit yang ketujuh hingga ke bumi lapis tujuh (agar kalian mengetahui) lafal lita'lamuu bertaalluq kepada lafal yang tidak disebutkan,

yakni Allah memberi tahu kepada kalian akan hal tersebut, yaitu mengenai masalah penciptaan dan penurunan wahyu-Nya (bahwasanya Allah Maha Kuasa

atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Talaq | 65 : 12 |

Allah Swt. menceritakan tentang kekuasaan-Nya yang sempurna dan pengaruh-Nya yang besar. Dimaksudkan agar hal ini menjadi pendorong bagi umat manusia untuk mengagungkan agama yang lurus yang telah disyariatkan oleh-Nya.


{اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ}


Allah-lah yang menciptakan tujuh langit. (Ath-Thalaq: 12) Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya yang menceritakan tentang Nabi Nuh, bahwa dia berkata kepada kaumnya:


{أَلَمْ تَرَوا كَيْفَ خَلَقَ اللهُ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا}


Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? (Nuh: 15) Dan firman Allah Swt. lainnya, yaitu:


{تُسَبّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ والأرْضُ وَمَن فِيهنَّ}


Langit yang tujuh dan bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. (Al-Isra: 44) Adapun firman Allah Swt.:


{وَمِنَ الأرْضِ مِثْلَهُنَّ}


dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq: 12) Yakni tujuh lapis. Seperti yang dijelaskan di dalam sebuah hadis yang terdapat di dalam kitab Sahihain, yaitu:


"مَنْ ظَلَمَ قيدَ شِبر مِنَ الْأَرْضِ طُوِّقه مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ "


Barang siapa yang merebut tanah orang lain barang sejengkal, maka Allah akan mengalungkannya (pada lehernya) dari tujuh lapis bumi. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan dengan lafaz berikut:


"خُسِف بِهِ إِلَى سَبْعِ أَرَضِينَ "


maka di dibenamkan ke dalamnya sampai tujuh lapis bumi. Jalur-jalur periwayatan dan lafaz-lafaz hadis ini telah diketengahkan, dan para ulama ahli hadis mengatakan bahwa hadis ini terdapat di dalam permulaan kitab Al-Bidayah wan Nihayah,

sebagai sumbernya, yaitu dalam Bab "Penciptaan Bumi." Adapun mengenai pendapat orang yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh lapis adalah tujuh kawasan, maka sesungguhnya pendapatnya itu jauh dari kebenaran

dan tenggelam ke dalam pertentangan serta menyimpang dari Al-Qur'an dan hadis tanpa sandaran. Dalam tafsir surat Al-Hadid, yaitu pada tafsir firman-Nya:


{هُوَ الأوَّلُ والآخِرُ والظَّاهِرُ والْبَاطِنُ}


Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir, dan Yang Batin. (Al-Hadid: 3) telah disebutkan tujuh lapis bumi, dan bahwa jarak di antara masing-masing lapis serta ketebalannya sama dengan jarak perjalanan lima ratus tahun.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Mas'ud dan lain-lainnya. Demikian pula telah disebutkan dalam hadis yang lain, yaitu:


"مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَمَا فِيهِنَّ وَمَا بَيْنَهُنَّ وَالْأَرَضُونَ السَّبْعُ وَمَا فِيهِنَّ وَمَا بَيْنَهُنَّ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ"


Tiadalah tujuh lapis langit dan semua yang ada padanya dan semua yang ada di antara tiap lapisnya, begitu pula tujuh lapis bumi dan semua yang ada padanya serta semua yang ada di antara tiap lapisnya,

(bila dibandingkan) dengan Al-Kursi melainkan seperti sebuah lingkaran kecil (mata uang logam) yang tergeletak dipadang sahara yang luas. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kamj Amr ibnu Ali,

telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim ibnu Muhajir, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq: 12)

Bahwa seandainya aku ceritakan kepada kalian mengenai tafsirnya, tentulah kalian akan mengingkarinya, dan keingkaran kalian itu ialah mendustakan makna ayat ini. Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid,

telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abdullah ibnu Sa'd Al-Qummi Al-Asy'ari, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah Al-Khuza'i, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki bertanya kepada Ibnu Abbas

tentang makna firman-Nya: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq: 12), hingga akhir ayat. Maka Ibnu Abbas menjawab, "Apakah yang menjamin bahwa jika aku ceritakan kepadamu

maka kamu tidak mengingkarinya?" Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Murrrah, dari Abud Duha, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya:

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq: 12) Amr mengatakan bahwa Ibnu Abbas mengatakan, "Pada tiap-tiap lapis bumi terdapat orang yang seperti Nabi Ibrahim

dan yang semisal dengan jumlah makhluk yang ada di atas bumi." Ibnul Musanna mengatakan dalam hadis yang diriwayatkannya, bahwa pada tiap-tiap langit terdapat (orang yang sama seperti Nabi) Ibrahim.

Imam Baihaqi telah meriwayatkan di dalam Kitabul Asma was Sifat asar ini dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang lebih rinci. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafrz,

telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Ganam An-Nakha'i, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Hakim, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Ata ibnus Saib, dari Abud Duha,

dari Ibnu Abbas, bahwa ia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq: 12) Yakni tujuh lapis bumi,

dan pada tiap lapis bumi terdapat seorang nabi seperti nabi kalian, Adam seperti Adam, Nuh seperti Nuh, Ibrahim seperti Ibrahim, dan Isa seperti Isa. Kemudian Imam Baihaqi meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah,

dari Abud Duha, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq: 12) Bahwa pada tiap lapis bumi terdapat nabi seperti Nabi Ibrahim a.s. Selanjutnya

Imam Baihaqi mengatakan bahwa sanad asar ini sampai kepada Ibnu Abbas sahih. Tetapi asar ini syaz sekali, dan aku tidak mengetahui bahwa Abud Duha merupakan salah seorang pengikut Ibnu Abbas; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Imam Abu Bakar Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud Dunia Al-Qurasyi, telah mengatakan di dalam kitabnya yang berjudul At-Tafakkur wal I'tibar bahwa telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Hatim Al-Mada-ini,

telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sulaiman, dari Usman ibnu Abu Dahras yang mengatakan bahwa telah sampai kepadaku suatu berita yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

menjumpai para sahabatnya yang saat itu mereka sedang terdiam, tiada seorang pun yang berkata-kata. Maka beliau Saw. bertanya, "Mengapa kalian tidak berbicara?" Mereka menjawab, "Kami sedang memikirkan makhluk Allah Swt." Maka Nabi Saw. bersabda:


"فَكَذَلِكَ فَافْعَلُوا تَفَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللَّهِ وَلَا تَتَفَكَّرُوا فِيهِ فَإِنَّ بِهَذَا الْمَغْرِبِ أَرْضًا بَيْضَاءَ نُورُهَا سَاحَتُهَا -أَوْ قَالَ سَاحَتُهَا نُورُهَا -مَسِيرَةَ الشَّمْسِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا بِهَا خلقُ اللَّهِ تَعَالَى لَمْ يعصُوا اللَّهَ طَرفة عَيْنٍ قَطُّ "قَالُوا فَأَيْنَ الشَّيْطَانُ عَنْهُمْ؟ قَالَ "مَا يَدْرُونَ خُلِقَ الشَّيْطَانُ أَمْ لَمْ يُخْلَقْ؟ "قَالُوا أَمِنْ وَلَدِ آدَمَ؟ قَالَ "لَا يَدْرُونَ خُلِقَ آدَمُ أَمْ لَمْ يُخْلَقْ؟ "


Memang demikianlah yang harus kamu lakukan. Pikirkanlah olehmu tentang makhluk Allah, dan janganlah kamu pikirkan tentang Allah. Karena sesungguhnya di sebelah barat (magrib) ini terdapat bumi yang putih,

cahayanya putih— atau putihnya karena cahayanya— seluas perjalanan matahari selama empat puluh hari. Padanya terdapat suatu makhluk dari makhluk Allah Swt. Mereka tidak pernah durhaka kepada Allah barang sekejap mata pun.

Mereka bertanya, "Kalau begitu, di manakah tempat setan selain mereka?" Rasulullah Saw. bersabda, "Mereka tidak mengenal apakah setan telah diciptakan ataukah tidak." Mereka bertanya,

"Apakah mereka dari keturunan Adam? Rasulullah Saw. menjawab, "Mereka tidak mengenal apakah Adam diciptakan ataukah tidak." Hadis ini berpredikat mursal, dan munkar sekali.

Dan Usman ibnu Abu Dahras disebutkan oleh Ibnu Abu Hatim di dalam suatu kitabnya, bahwa Usman ibnu Abu Dahras meriwayatkan hadis dari seorang lelaki dari kalangan keluarga Al-Hakam ibnu Abul As,

juga telah meriwayatkan darinya (salah seorang keluarga Al-Hakam ibnu Abul As) Sufyan ibnu Uyaynah, Yahya ibnu Salim At-Ta-ifi, dan Ibnul Mubarak. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya berkata demikian.

Surat At-Tahrim |66:1|

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ ۖ تَبْتَغِي مَرْضَاتَ أَزْوَاجِكَ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

yaaa ayyuhan-nabiyyu lima tuḥarrimu maaa aḥallallohu lak, tabtaghii mardhoota azwaajik, wallohu ghofuurur roḥiim

Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

O Prophet, why do you prohibit [yourself from] what Allah has made lawful for you, seeking the approval of your wives? And Allah is Forgiving and Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Hai nabi! Mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu) mengenai istri budak wanitamu, yakni Mariyah Qibtiah; yaitu sewaktu Nabi saw.

menggaulinya di rumah Hafshah, sedangkan pada waktu itu Siti Hafshah sedang tidak ada di rumah. Lalu datanglah Siti Hafshah, dan ia merasa keberatan dengan adanya hal tersebut yang dilakukan oleh Nabi saw.

di dalam rumahnya dan di tempat tidurnya. Lalu kamu mengatakan, dia (Siti Mariyah) haram atas diriku (kamu mencari) dengan mengharamkannya atas dirimu (keridaan istri-istrimu)

kerelaan mereka terhadap dirimu. (Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) Dia telah mengampunimu atas tindakan pengharamanmu itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tahrim | 66 : 1 |

Tafsir ayat 1-5

Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan asbabun nuzul yang melatarbelakangi penurunan permulaan surat At-Tahrim ini. Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa

Mariyah Al-Qibtiyyah, lalu Rasulullah Saw. mengharamkannya bagi dirinya (yakni tidak akan menggaulinya lagi). Maka turunlah firman Allah Swt.: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan

apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? (At-Tahrim: 1), hingga akhir ayat.Abu Abdur Rahman An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Ibrahim ibnu Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw.

mempunyai seorang budak perempuan yang beliau gauli, lalu Siti Aisyah dan Siti Hafsah terus-menerus dangan gencarnya menghalang-halangi Nabi Saw. untuk tidak mendekatinya lagi hingga pada akhirnya Nabi Saw.

mengharamkan budak itu atas dirinya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1), hingga akhir ayat.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abdur Rahim Al-Burfi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan, telah menceritakan kepadaku Zaid ibnu Aslam,

bahwa Rasulullah Saw. menggauli ibu Ibrahim di rumah salah seorang istri beliau Saw. Maka istri beliau Saw. berkata, "Hai Rasulullah, teganya engkau melakukan itu di rumahku dan di atas ranjangku."

Maka Nabi Saw. mengharamkan ibu Ibrahim itu atas dirinya. Lalu istri beliau Saw. bertanya, "Hai Rasulullah, mengapa engkau haramkan atas dirimu hal yang halal bagimu?" Dan Nabi Saw. bersumpah kepada istrinya itu bahwa dia

tidak akan menggauli budak perempuannya itu lagi. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya atas dirimu? (At-Tahrim: 1)

Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ucapan Nabi Saw., "Engkau haram bagiku," adalah lagwu (tiada artinya). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid, dari ayahnya.


وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا ابْنِ وَهْبٍ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، قَالَ: قُلْ لَهَا: "أَنْتِ عليَّ حَرَامٌ، وواللَّهِ لَا أطؤك".


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam yang mengatakan bahwa Nabi Saw. berkata kepada ibu Ibrahim:

Engkau haram atas diriku. Demi Allah, aku tidak akan menggaulimu. Sufyan As-Sauri dan Ibnu Aliyyah telah meriwayatkan dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

melakukan sumpah ila dan mengharamkan budak perempuannya itu atas dirinya. Lalu beliau Saw. ditegur melalui surat At-Tahrim dan diperintahkan untuk membayar kifarat sumpahnya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir,

dan hal yang semisal telah diriwayatkan dari Qatadah dan lain-lainnya, dari Asy-Sya'bi. Hal yang semisal telah dikatakan pula oleh bukan hanya seorang dari ulama salaf, antara lain Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah,

dan Muqatil ibnu Hayyan. Al-Aufi telah meriwayatkan kisah ini dari Ibnu Abbas secara panjang lebar. Ibnii Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami ayahku,

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Umar ibnul Khattab, "Siapakah kedua wanita itu?"

Umar ibnul Khattab menjawab, "Keduanya adalah Aisyah dan Hafsah." Permulaan kisahnya ialah berkenaan dengan ibu Ibrahim (yaitu Mariyah Al-Ojibtiyyah). Nabi Saw. menggaulinya di rumah Hafsah di hari gilirannya,

maka Hafsah mengetahuinya, lalu berkata, "Hai Nabi Allah, sesungguhnya engkau telah melakukan terhadapku suatu perbuatan yang belum pernah engkau lakukan terhadap seorang pun dari istri-istrimu.

Engkau melakukannya di hari giliranku dan di atas peraduanku." Maka Nabi Saw. menjawab: Puaskah engkau bila aku mengharamkannya atas diriku dan aku tidak akan mendekatinya lagi? Hafsah menjawab, "Baiklah."

Maka Nabi pun mengharamkan dirinya untuk menggauli Mariyah, Nabi Saw. bersabda, "Tetapi jangan kamu ceritakan hal ini kepada siapa pun." Hafsah tidak tahan, akhirnya ia menceritakan kisah itu kepada Aisyah.

Maka Allah Swt. menampakkan (memberitahukan) hal itu kepada Nabi Saw., dan Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu;

kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? (At-Tahrim, 1) hingga beberapa ayat sesudahnya. Maka telah sampai kepada kamu suatu berita yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw.

membayar kifarat sumpahnya dan kembali menggauli budak perempuannya itu. Al-Haisam ibnu Kulaib mengatakan di dalam kitab musnadnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Qilabah alias

Abdul Malik ibnu Muhammad Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar,

dari Umar yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda kepada Hafsah: Janganlah engkau ceritakan kepada siapa pun, dan sesungguhnya ibu Ibrahim haram atas diriku.

Hafsah bertanya, "Apakah engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu?" Nabi Saw. bersabda, "Demi Allah, aku tidak akan mendekatinya lagi." Dan Nabi Saw. tidak mendekatinya lagi sampai

Hafsah menceritakan peristiwa itu kepada Aisyah. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu. (At-Tahrim: 2)

Sanad hadis ini sahih, tetapi tiada seorang pun dari Sittah yang mengetengahkannya. Hadis ini dipilih oleh Al-Hafiz Ad-Diya Al-Maqdisi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Mustakhraj.

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Hisyam Ad-Dustuwa-i yang mengatakan bahwa

Yahya menulis surat kepadanya menceritakan hadis yang ia terima dari Ya’la ibnu Hakim, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan ucapan pengharaman terhadap seorang istri,

bahwa itu merupakan sumpah yang dapat dihapus dengan membayar kifaratnya. Dan Ibnu Abbas membaca firman-Nya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. (Al-Ahzab: 21)

Yakni Rasulullah Saw. pernah mengharamkan budak perempuannya atas dirinya. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1)

sampai dengan firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu. (At-Tahrim: 2) Maka beliau Saw. membayar kifarat sumpahnya, dan menjadikan kata

pengharamannya itu sebagai sumpah yang telah dia hapuskan dengan membayar kifaratnya.Imam Bukhari meriwayatkannya dari Mu'az ibnu Fudalah, dari Hisyam Ad-Dustuwa-i, dari Yahya ibnu Abu Kasir,

dari Abu Hakim alias Ya'la dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dalam kasus pengharaman yang halal ada kifaratnya karena dianggap sebagai sumpah.

Dan Ibnu Abbas membaca firman-Nya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. (Al-Ahzab: 21) Demikianlah menurut riwayat Imam Muslim dari hadis Hisyam Ad-Dustuwa-i

dengan sanad yang sama.Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abdus Samad ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Makhlad (yakni Ibnu Yazid), telah menceritakan kepada kami

Sufyan, dari Salim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ia pernah kedatangan seorang lelaki, lalu lelaki itu bertanya, "Sesungguhnya aku telah mengharamkan istriku atas diriku." Ibnu Abbas

menjawab, "Engkau dusta, dia tidak haram atas dirimu." Kemudian Ibnu Abbas membaca firman Allah Swt.: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1)

Kamu harus membayar kifarat yang terberat, yaitu memerdekakan budak. Imam Nasai meriwayatkannya melalui jalur ini dengan lafaz yang sama.Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Zakaria, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Muslim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1) Bahwa Rasulullah Saw. pernah mengharamkan budak perempuannya atas dirinya. Berangkat dari pengertian ini

maka ada sebagian ulama fiqih yang mengatakan bahwa diwajibkan membayar kifarat bagi seseorang yang mengharamkan budak perempuannya, atau istrinya, atau suatu makanan atau suatu minuman atau suatu pakaian

atau sesuatu yang lain yang diperbolehkan. Ini menurut mazhab Imam Ahmad dan segolongan ulama.Imam Syafii berpendapat bahwa tidak wajib baginya membayar kifarat apa pun kecuali dalam kasus pengharaman

terhadap istri atau budak perempuan, jika yang bersangkutan mengharamkan diri keduanya dengan jelas, atau memutlakkan pengharamannya terhadap keduanya, menurut suatu pendapat di kalangan mazhabnya.

Adapun jika seorang lelaki dalam pengharamannya itu berniat menceraikan istrinya atau memerdekakan budak perempuannya, maka berlakukan hal itu terhadap keduanya.Ibnu Abu Hatim mengatakan,

telah menceritakan kepadaku Abu Abdullah Az-Zahrani, telah menceritakan kepadaku Hafs ibnu Umar Al-Adni, telah menceritakan kepadaku Al-Hakam ibnu Aban, telah menceritakan kepadaku Ikrimah,

dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1)

Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan wanita yang menghibahkan (menyerahkan) dirinya untuk dinikahi oleh Nabi Saw. Tetapi hal ini merupakan pendapat yang garib.

Pendapat yang benar menyatakan bahwa hal ini terjadi berkenaan dengan pengharaman Nabi Saw. terhadap madu (putih), sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini.

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Yusuf, dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ubaid ibnu Umair, dari Aisyah yang mengatakan bahwa dahulu Nabi Saw.

suka minum madu (putih) di rumah Zainab binti Jahsy, lalu tinggal bersamanya di rumahnya. Maka aku (Aisyah) dan Hafsah sepakat untuk melakukan suatu tindakan bahwa kepada siapa pun di antara kami berdua

beliau Saw. masuk, maka hendaklah ia mengatakan kepadanya, "Engkau telah makan magafir (madu putih yang rasanya enak, tetapi baunya tidak enak), karena sesungguhnya aku mencium bau magafir darimu." Maka Nabi Saw. bersabda:


"لَا وَلَكِنِّي كُنْتُ أَشْرَبُ عَسَلًا عِنْدَ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحش، فَلَنْ أَعُودَ لَهُ، وَقَدْ حَلَفْتُ لَا تُخْبِرِي بِذَلِكَ أَحَدًا"، {تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ}


Tidak, tetapi aku baru saja meminum madu biasa di rumah Zainab binti Jahsy, maka aku tidak akan meminumnya lagi; dan sesungguhnya aku telah bersumpah untuk itu,

maka janganlah engkau ceritakan hal ini kepada siapa pun. Maka Allah menurunkan firman-Nya: kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu. (At-Tahrim: 1) Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari

dalam tafsir ayat ini dengan lafaz sebagaimana yang tersebut di atas. Dan di dalam Kitabul Aiman dan Nuzur Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad,

telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa Ata mengira dirinya pernah mendengar Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa ia pernah mendengar Siti Aisyah bercerita bahwa Rasulullah Saw.

dahulu suka tinggal di tempat Zainab binti Jahsy dan minum madu di rumahnya. Maka Aku (Aisyah dan Hafsah) mengadakan kesepakatan bahwa kepada siapa pun di antara kami berdua Nabi Saw.

menggilirnya, hendaklah ia mengatakan kepadanya, "Sesungguhnya aku mencium darimu bau magafir, engkau pasti telah makan magafir.' Lalu Nabi Saw. menggilir salah seorang dari keduanya,

maka istri yang digilirnya mengatakan kepadanya hal tersebut, lalu Nabi Saw. berkata kepadanya: Tidak, bahkan aku hanya minum madu di rumah Zainab binti Jahsy, dan aku tidak akan meminumnya lagi.

Maka turunlah firman Allah Swt.: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1) sampai dengan firman-Nya: Jika kamu berdua bertobat kepada Allah,

maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) (At-Tahrim: 4) Kamu berdua ini ditujukan kepada Aisyah dan Hafsah. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia

kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah) suatu peristiwa (At-Tahnm: 3) ' Ini karena ada sabda Nabi Saw. yang mengatakan: Tidak, aku telah minum madu. Ibrahim ibnu Musa, dari Hisyam,

mengatakan bahwa sabda Nabi Saw tersebut ialah: Dan aku tidak akan mengulanginya lagi; sesungguhnya aku telah bersumpah (untuk tidak mengulanginya lagi), maka janganlah engkau ceritakan kepada siapa pun.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabut Talaq dengan sanad yang sama dan lafaz yang mirip dengan hadis di atas. Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa magafir mirip dengan getah

yang terdapat pada batang kayu, getah ini rasanya manis. Bila dikatakan agfarar ramsu artinya batang kayu itu mengeluarkan getahnya. Bentuk tunggalnya ialah magfur, ada juga yang mengatakan magafir.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Jauhari, bahwa adakalanya getah yang dimaksud berasal dari pohon aysr, sammam, salam, dan talh. Al-Jauhari mengatakan bahwa ar-rimsi adalah sejenis semak yang sering

dimakan oleh ternak unta. Al-Jauhari mengatakan bahwa 'urfut adalah nama sebuah pohon dari jenis pohon 'udah yang biasa mengeluarkan getah putih yang disebut magfur.

Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Talaq, bagian dari kitab sahihnya, dari Muhammad ibnu Hatim, dari Hajjaj ibnu Muhammad, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ata,

dari Ubaid ibnu Umair, dari Aisyah dengan sanad yang sama, sedangkan lafaznya sama dengan apa yang diketengahkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabul Aiman wan Nuzur.

Kemudian Imam Bukhari mengatakan di dalam Kitabut Talaq-nya, bahwa telah menceritakan kepada kami Farwah ibnu Abul Migra, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Misar, dari Hisyam ibnu Urwah,

dari ayahnya, dari Aisyah yang mengatakan bahwa dahulu Rasulullah Saw. menyukai manisan dan madu. Tersebutlah pula bahwa apabila beliau selesai dari salat Asarnya selalu mampir di rumah istri-istri beliau,

lalu mendekati salah seorang dari mereka. Dan beliau masuk ke dalam rumah Siti Hafsah binti Umar, lalu tinggal di dalam rumahnya dalam waktu yang lebih lama dari istri-istri lainnya.

Hal ini menimbulkan kecemburuan pada istri beliau yang lainnya. Kemudian Aisyah r.a. menanyakan hal tersebut, maka dijawab bahwa Hafsah menerima hadiah dari kaumnya berupa semangkuk madu,

maka Hafsah memberikan sebagian darinya sebagai sajian minuman. Aku (Aisyah) berkata, "Ingatlah, demi Allah, kami benar-benar akan membuat tipu daya terhadapnya (Nabi)."

Kemudian kukatakan kepada Saudah binti Zam'ah, "Sesungguhnya Nabi Saw. akan mendekatimu. Dan bila beliau mendekatimu, katakanlah kepadanya bahwa engkau telah minum magafir.

Maka pasti beliau akan menjawabmu, 'Tidak.' Bila demikian, maka katakanlah kepada beliau, 'Lalu bau apakah ini?' Dan beliau pasti akan mengatakan kepadamu, 'Hafsah telah memberiku minuman madu.'

Maka jawablah olehmu, 'Rupanya lebahnya telah mengisap getah kayu 'urfut,' dan aku pun akan mengatakan hal yang sama kepada beliau. Dan engkau juga, hai Safiyyah, katakanlah kepada beliau kalimat yang sama."

Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, Saudah mengatakan bahwa demi Allah tidak lama kemudian Rasulullah Saw. muncul di depan pintu rumahnya, maka dengan serta merta aku hendak mengatakan apa yang diajarkan

olehku kepadanya karena dia merasa takut kepadaku. Dan ketika Rasulullah Saw. mendekatinya, Saudah langsung bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau telah makan magafir?" Rasulullah Saw. menjawab,

"Tidak." Saudah bertanya lagi, "Lalu bau apakah ini yang aku cium darimu?" Maka Nabi Saw. berterus terang kepadanya, "Hafsah telah memberiku minuman madu." Saudah berkata, "

Kalau begitu, berarti lebahnya telah mengisap sari getah pohon 'urfut (yang menghasilkan magafir)!" Ketika Nabi Saw. datang kepada giliranku, maka kukatakan kepadanya hal yang sama.

Dan ketika sampai di rumah Safiyyah, maka Safiyyah pun mengatakan hal yang sama.Kemudian di lain hari ketika Nabi Saw. mendatangi Hafsah, Hafsah menawarkan kepadanya, "Maukah engkau kusuguhkan minuman madu?"

Nabi Saw. menjawab, "Aku tidak memerlukannya lagi." Lalu Saudah berkata, "Demi Allah, beliau pasti telah mengharamkannya atas dirinya." Maka aku katakan kepadanya, "Diamlah kamu!"

Demikianlah menurut lafaz Imam Bukhari.Imam Muslim telah meriwayatkannya dari Suwaid ibnu Sa'id, dari Ali ibnu Mis-har dengan sanad yang sama, juga dari Abu Kuraib, Harun ibnu Abdullah,

dan Al-Hasan ibnu Bisyr; ketiganya dari Abu Usamah Hammad ibnu Usamah, dari Hisyam ibnu Urwah dengan sanad yang sama. Dan dalam riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

adalah seorang yang merasa sangat tidak enak (tidak suka) bila dari dirinya tercium bau yang tidak enak. Yang dimaksud dengan bau yang tidak enak ialah bau yang busuk. Karena itulah mereka mengatakan,

"Engkau telah makan magafir" mengingat bau magafir tidak enak. Dan ketika Nabi Saw. menjawab, "Tidak, aku hanya minum madu." Mereka (istri-istri beliau) menjawab, "Barangkali lebahnya mengisap getah pohon 'urfut,"

yang getahnya menghasilkan magafir. Karena itulah maka baunya terasa di madu yang diminumnya.Al-Jauhari mengatakan bahwa jarasatin nahlu al-'urfuta

artinya lebah itu mengisap sari getah 'urfut. Karena itulah maka lebah disebut pula dengan istilah jawaris. Seorang penyair mengatakan:


تَظَلّ عَلَى الثَّمْرَاء مِنها جَوَارسُ ...


Lebah-lebah itu mengerumuni salah satu dari pohon-pohon yang berbuah.Dikatakan sami'tu jarasat tairi artinya aku telah mendengar suara patukannya pada sesuatu yang dimakannya. Di dalam sebuah hadis disebutkan:


"فَيَسْمَعُونَ جَرْشَ طَيْرِ الْجَنَّةِ"


Maka mereka mendengar suara patukan burung surga. Al-Asmu'i mengatakan bahwa ia berada di majelis pengajian Syu'bah, lalu ia mengatakan, "Maka mereka mendengar suara patukan burung surga,"

kata al-jaras diungkapkannya dengan jarasy memakai syin. Maka aku mengatakan jaras, lalu ia menoleh ke arahku dan berkata, "Turutilah apa katanya, karena sesungguhnya dia lebih mengetahui hal ini daripada aku."

Tujuan mengungkapkan riwayat ini untuk menjelaskan bahwa berdasarkan riwayat ini istri yang memberi Nabi Saw. madu adalah Hafsah. Hal ini diriwayatkan melalui jalur Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya,

dari bibinya (yaitu Siti Aisyah). Tetapi menurut hadis yang diriwayatkan melalui jalur Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ubaid ibnu Umair, dari Aisyah, disebutkan bahwa istri yang memberi minum madu itu adalah

Siti Zainab binti Jahsy. Dan sesungguhnya sesudah itu Aisyah dan Hafsah mengadakan kesepakatan untuk memprotes Nabi Saw. atas perlakuannya itu; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Adakalanya dikatakan bahwa kedua peristiwa ini terjadi, dan tidak mustahil pula bila memang benar terjadi. Tetapi bila dikatakan bahwa keduanya merupakan peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat ini,

masalahnya masih perlu diteliti lagi; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa kedua istri yang melakukan protes itu adalah Aisyah dan Hafsah adalah hadis yang diriwayatkan oleh

Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepadaku Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Abu Saur,

dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa sudah lama ia ingin menanyakan kepada Umar r.a. tentang dua orang wanita dari kalangan istri-istri Nabi Saw. yang disebutkan di dalam firman-Nya:

Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan). (At-Tahrim: 4) Hingga ketika Umar mengerjakan haji dan aku ikut haji bersamanya.

Di tengah perjalanan Umar menepi, lalu aku pun menepi pula bersamanya dengan membawa wadah air, kemudian Umar membuang air besar. Setelah itu Umar datang kepadaku, maka kutuangkan kepadanya air,

dan Umar berwudu dengannya. Lalu kutanyakan kepadanya, "Wahai Amirul Mu’minin, siapakah dua orang wanita dari istri-istri Nabi Saw. yang disebutkan di dalam firman Allah Swt.:

Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) (At-Tahrim: 4)?" Maka Umar berkata, "Pertanyaanmu aneh, hai Ibnu Abbas."

Az-Zuhri memberi komentar, bahwa demi Allah, Umar tidak suka dengan pertanyaan itu, (sebab anaknya sendiri —yaitu Hafsah— terlibat), sedangkan ia tidak boleh menyembunyikannya (bila ada yang bertanya).

Akhirnya Umar menjawab, "Aisyah dan Hafsah." Kemudian Umar melanjutkan kisahnya dengan panjang lebar, "Dahulu kami orang-orang Quraisy adalah suatu kaum yang tidak memberi kesempatan

kepada wanita untuk berperan. Dan ketika kami tiba di Madinah, kami jumpai suatu kaum yang kaum wanita mereka mempunyai peran. Akhirnya kaum wanita kami setelah bergaul dengan kaum wanita mereka belajar dari mereka."

Umar melanjutkan kisahnya bahwa tempat tinggalnya berada di perkampungan Bani Umayyah ibnu Zaid, yaitu di tempat yang tinggi. Umar melanjutkan bahwa pada suatu hari ia marah terhadap istrinya,

tetapi tiba-tiba istrinya itu melawannya sehingga Umar kaget melihat sikapnya yang demikian, ia tidak menyukai sifat tersebut. Istrinya menjawab, "Mengapa engkau merasa kaget bila aku berani melawanmu.

Demi Allah, sesungguhnya istri-istri Rasulullah Saw. sendiri berani melawan beliau, bahkan salah seorang dari mereka berani tidak berbicara dengan beliau hari ini sampai malam harinya."

Umar melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia pergi dan masuk ke dalam tempat Hafsah (putrinya), lalu bertanya kepadanya, "Apakah engkau telah berani menentang Rasulullah?" Hafsah menjawab, "Ya."

Umar berkata, "Apakah benar ada seseorang dari kalian yang mendiamkan beliau hari ini sampai malam harinya?" Hafsah menjawab, "Ya." Umar berkata, "Sungguh telah kecewa dan merugilah orangyang

berani berbuat demikian dari kalian terhadapnya. Apakah dia dapat menyelamatkan dirinya bila Allah murka terhadap dirinya karena murka Rasulullah? Sudah dapat dipastikan dia akan binasa.

Dan kamu janganlah sekali-kali berani memprotes Rasulullah Saw. dan jangan pula kamu meminta sesuatu darinya, tetapi mintalah kamu kepadaku dari hartaku menurut apa yang kamu sukai.

Dan jangan sekali-kali kamu teperdaya oleh madumu yang lebih cantik serta lebih dicintai oleh Rasulullah Saw. daripada kamu (maksudnya Aisyah)." Umar melanjutkan kisahnya,

"Dahulu aku mempunyai seorang tetangga dari kalangan Ansar, dan kami biasa siiih berganti turun menemui Rasulullah Saw. Di suatu hari gilirannya dan di hari yang lain giliranku.

Maka tetangga¬ku itu menyampaikan kepadaku tentang berita wahyu dan hal penting lainnya, begitu pula yang kulakukan kepadanya bila tiba giliranku."Umar melanjutkan kisahnya,

bahwa kami mendapat berita bahwa orang-orang Gassan sedang mempersiapkan pasukan berkuda untuk menyerang kami, berita ini menjadi topik pembicaraan yang hangat di kalangan kami.

Kemudian di suatu hari tiba giliran temanku itu untuk turun, kemudian di waktu isya ia datang dan langsung mengetuk pintu rumahku seraya memanggilku. Maka aku keluar menemuinya, dan ia langsung berkata

"Telah terjadi peristiwa yang besar." Aku bertanya memotongnya, "Apakah pasukan Gassan telah datang?" Lelaki Ansar tetangganya menjawab, "Bukan, tetapi peristiwanya lebih besar dan lebih panjang daripada itu.

Rasulullah Saw. telah menceraikan istri-istrinya." Umar melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia berkata kepada dirinya sendiri bahwa Hafsah benar-benar telah kecewa dan merugi.

Aku telah menduga kuat bahwa peristiwa ini pasti terjadi. Dan setelah ia menyelesaikan salat Subuhnya, lalu ia langsung turun dan menuju ke rumah Hafsah, kemudian masuk menemuinya yang saat itu Hafsah

dijumpainya sedang menangis. Umar bertanya, "Apakah Rasulullah telah menceraikanmu?" Hafsah menjawab, "Tidak tahu, tetapi beliau sedang menyendiri di ruangan itu."

Maka aku (Umar) menemui pelayan beliau Saw. yang berkulit hitam dan kukatakan kepadanya, "Mintakanlah izin kepadanya buat Umar." Pelayan itu masuk untuk meminta izin, kemudian ia keluar lagi dan menemuiku,

lalu berkata, "Aku telah menyebutkan namamu, tetapi beliau hanya diam." Maka aku pergi hingga sampai di mimbar. Ternyata di dekat mimbar terdapat sekumpulan orang-orang yang sedang duduk,

sebagian dari mereka ada yang menangis. Maka aku duduk sebentar di tempat itu, kemudian aku tidak tahan lagi karena penasaranku, maka kudatangi lagi pelayan itu dan kukatakan kepadanya,

"Mintakanlah izin masuk buat Umar." Maka pelayan itu masuk, kemudian keluar lagi dan mengatakan, "Aku telah menyebutkan namamu, tetapi beliau hanya diam saja." Maka aku keluar lagi dan menuju ke mimbar,

kemudian rasa penasaranku kembali mendorongku dengan dorongan yang kuat. Akhirnya kudatangi lagi pelayan itu dan kukatakan kepadanya, "Mintakanlah izin masuk buat Umar." Pelayan itu masuk,

kemudian kembali lagi kepadaku dan mengatakan, "Aku telah sebutkan namamu, tetapi beliau masih diam saja." Akhirnya aku berpaling untuk pergi, tetapi tidak lama kemudian si pelayan itu memanggilku dan mengatakan,

"Masuklah, beliau telah mengizinkanmu untuk menemuinya." Aku masuk dan mengucapkan salam penghormatan kepada Rasulullah Saw. dan kujumpai beliau sedang bersandar pada tumpukan pasir yang beralaskan tikar.

Imam Ahmad mengatakan bahwa menurut apa yang diceritakan kepada kami oleh Ya'qub dalam hadis Saleh, tumpukan pasir yang diberi alas tikar, sedangkan anyaman tikar telah membekas pada lambung beliau Saw.

Maka kutanyakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah, apakah engkau telah menceraikan istri-istrimu?" Rasulullah Saw. mengangkat kepalanya memandang ke arahku seraya menjawab,

"Tidak." Aku berkata, "Allah Mahabesar. Wahai Rasulullah, sebagaimana yang engkau ketahui bahwa kita ini orang-orang Quraisy adalah suatu kaum yang tidak memberikan peran kepada wanita.

Tetapi ketika kita tiba di Madinah, kita menjumpai .suatu kaum yang kaum wanita mereka mempunyai peran di kalangan mereka. Maka kaum wanita kita langsung belajar dari kaum wanita mereka.

Dan di suatu hari aku marah terhadap istriku, tetapi tiba-tiba dia berani menjawabku, maka aku tidak suka dengan sikapnya itu. Tetapi ia berkata, "Mengapa engkau tidak suka dengan sikapku ini?

Demi Allah, sesungguhnya istri-istri Nabi Saw. sendiri berani menentang beliau dan ada salah seorang dari mereka yang berani mendiamkannya hari ini sampai dengan malam harinya."

Maka kukatakan kepadanya, "Sesungguhnya telah merugi dan kecewalah wanita yang berani berbuat demikian. Apakah seseorang dari kalian dapat menyelamatkan dirinya bila Allah murka karena murka Rasulullah Saw.

Dia pasti akan binasa." Rasulullah Saw. tersenyum mendengar ceritaku, lalu aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah menemui Hafsah dan telah kukatakan kepadanya, 'Jangan sekali-kali kamu terpengaruh

oleh madumu yang lebih cantik dan lebih dicintai oleh Rasulullah Saw. daripadamu'." Rasulullah Saw. tersenyum lagi. Maka aku berkata kepadanya, "Aku merasa rindu kepada engkau, wahai Rasulullah."

Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Maka aku duduk dan kutengadahkan pandanganku ke atas rumah. Demi Allah, aku tidak melihat sesuatu pun di dalam rumah beliau sesuatu yang menarik pandanganku

kecuali aku merasa segan dengan kedudukan beliau Saw. Lalu aku berkata, "Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah semoga Allah memberikan keluasan kepada umatmu.

Karena sesungguhnya Dia telah memberi keluagan kepada orang-orang Persia dan orang-orang Romawi, padahal mereka tidak menyembah Allah." Maka beliau Saw. bangkit dan duduk dengan tegak, lalu bersabda:


"أفي شك أنت يا بن الْخَطَّابِ؟ أُولَئِكَ قَوْمٌ عُجِّلَتْ لَهُمْ طَيِّبَاتُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا"


Hai Ibnul Khattab, apakah engkau berada dalam keraguan ? Mereka adalah suatu kaum yang disegerakan kepada mereka kebaikan-kebaikannya dalam kehidupan dunia ini. Maka aku berkata,

"Mohonkanlah ampunan kepada Allah bagiku, ya Rasulullah." Tersebutlah bahwa beliau Saw. telah bersumpah tidak akan menggauli istri-istri beliau selama satu bulan, karena kemarahan beliau terhadap mereka,

hingga Allah Swt. menegurnya. Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai telah meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama.

Syaikhain (Bukhari dan Muslim) telah meriwayatkannya melalui hadis Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ia tinggal selama satu tahun (di Madinah)

dengan tujuan akan menanyakan kepada Umar ibnul Khattab tentang makna suatu ayat yang ia tidak mampu menanyakannya secara langsung karena segan kepadanya (Umar).TJingga Umar berangkat untuk menunaikan ibadah haji,

dan Ibnu Abbas pun ikut berangkat bersamanya. Ketika kami berada dalam perjalanan pulang ke Madinah, di tengah jalan Umar turun di sebuah pohon Arak untuk menunaikan hajatnya. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya

bahwa lalu aku berdiri menunggunya sampai menyelesaikan hajatnya. Setelah selesai, aku berjalan bersamanya, maka kutanyakan kepadanya, "Wahai Amirul Mu’minin siapakah dua orang wanita yang membangkang terhadap Nabi?"

Berikut ini menurut lafaz Imam Bukhari dan Imam Muslim, bahwa siapakah kedua wanita yang disebutkan dalam firman-Nya: dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi. (At-Tahrim: 4)

Umar menjawab, "Aisyah dan Hafsah," kemudian disebutkan hingga akhir hadis dengan panjang lebar, dan sebagian dari mereka ada yang meringkasnya. Imam Muslim mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku

Zuhair ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Yunus Al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar,'dari Sammak ibnul Walid Abu Zamil, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abbas,

telah menceritakan kepadaku Umar ibnul Khattab yang mengatakanbahwa ketika Nabi Allah memisahkan diri dari istri-istrinya, aku masuk ke dalam masjid, tiba-tiba kulihat orang-orang sedang diam

menundukkan pandangan mereka, lalu mereka berkata bahwa Rasulullah telah menceraikan istri-istrinya. Demikian itu terjadi sebelum ada perintah untuk berhijab. Maka aku berkata pada diriku sendiri,

"Aku benar-benar akan memberitahukan (masalah hijab itu) kepada beliau hari ini." Kemudian disebutkan dalam hadis ini kisah masuknya Umar menemui Aisyah dan Hafsah serta nasihat Umar kepada keduanya.

Kemudian dilanjutkan bahwa aku (Umar) masuk dan aku bersua dengan Rabah (pelayan Rasulullah Saw.) sedang berdiri di depan pintu ruangan tamu. Maka aku panggil dia dan kukatakan kepadanya,

"Hai Rabah, mintakanlah izin masuk kepada Rasulullah Saw. untukku." Lalu disebutkan kisah seperti yang^erdapat pada hadis sebelumnya. Hingga sampai pada perkataan Umar yang mengatakan,

"Wahai Rasulullah, apakah yang memberatkanmu tentang urusan istri-istrimu itu. Jika engkau ceraikan mereka, maka sesungguhnya Allah bersamamu, dan juga para malaikat-Nya, Jibril, Mikail, aku sendiri, Abu Bakar,

dan semua orang mukmin bersamamu." Setiap kalimat yang kukatakan selalu berharap semoga Allah menurunkan wahyu yang membenarkan perkataanku. Pada akhirnya turunlah ayat ini,

yaitu ayat Takhyir: Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu. (At-Tahrim: 5)

Dan firman-Nya: dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik;

dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. (At-Tahrim: 4) Maka kukatakan kepada beliau, "Apakah engkau telah menceraikan mereka?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak."

Maka aku berdiri di pintu masjid, dan aku serukan dengan sekuat suaraku bahwa Nabi Saw. tidak menceraikan istri-istrinya. Dan turunlah pula ayat ini, yaitu firman-Nya:


{وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الأمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ}


Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka,

tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). (An-Nisa: 83) Maka aku adalah orang yang mengulas berita peristiwa tersebut.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Muqatil ibnu Hayyan, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.


{وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ}


dan orang-orang mukmin yang baik. (At-Tahrim: 4) Yakni Abu Bakar dan Umar; Al-Hasan Al-Basri menambahkan, juga Usman. Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna

firman-Nya: dan orang-orang mukmin yang baik. (At-Tahrim: 4) Bahwa yang dimaksud adalah Ali ibnu Abu Talib.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain,

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far ibnu Muhammad ibnul Husain yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku

seorang lelaki yang berpredikat siqah, ia me-rafa'-kannya sampai kepada Ali r.a. bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: dan orang-orang mukmin yang baik. (At-Tahrim: 4)

Bahwa orang itu adalah Ali ibnu Abu Talib. Sanad hadis ini daif, dan dinilai munkar sekali.Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Hasyim,

dari Humaid, dari Anas yang mengatakan bahwa Umar telah mengatakan bahwa istri-istri Nabi Saw. berkumpul dalam kasus kecemburuan mereka terhadap beliau Saw.

Maka kukatakan kepada mereka, "Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu.” Maka turunlah ayat ini.

Dan dalam pembahasan yang terdahulu telah disebutkan bahwa Umar acapkali bersesuaian dengan wahyu dalam berbagai tempat (kejadian); antara lain ialah turunnya ayat hijab, lalu mengenai para tawanan

Perang Badar, dan yang lainnya ialah ucapan Umar sehubungan dengan maqam Ibrahim, "Sebaiknya engkau jadikan sebagian dari maqam Ibrahim tempat salat," lalu turunlah firman Allah Swt.:

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Ansari,

telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas, bahwa Umar ibnul Khattab pernah mengatakan bahwa telah sampai kepadanya suatu berita yang terjadi di antara Ummahatul Mu’minin dan Nabi Saw.

Maka ia menasihati mereka seorang demi seorang. Umar mengatakan kepada mereka, "Sungguh kamu harus menghentikan sikap kamu terhadap Rasulullah Saw. yang demikian, atau benar-benar Allah akan memberikan ganti

kepadanya dengan istri-istri lain yang lebih baik daripada kamu." Hingga sampailah Umar kepada Ummahatul Mu’minin yang terakhir, tetapi ia disanggahnya dengan ucapan, "Hai Umar, ingatlah,

Rasulullah Saw. sendiri tidak menasihati istri-istrinya terlebih kamu." Akhirnya Umar diam, dan turunlah firman-Nya: Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya

dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan. (At-Tahrim: 5)

Wanita yang menyanggah Umar dalam riwayat ini saat Umar menasihatinya adalah Ummu Salamah r.a. Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari. Imam Tabrani mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnuNa-ilah Al-Asbahani, telah menceritakan kepada kami Ismail Al-Bajali, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Abu Sinan, dari Ad-Dahhak,

dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah). (At-Tahrim: 3)

Bahwa Hafsah memasuki rumahnya untuk menemui Nabi Saw. dan ia menjumpai Nabi Saw. sedang menggauli Mariyah. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Jangan kamu ceritakan kepada Aisyah,

maka aku akan memberimu suatu berita gembira. Sesungguhnya ayahmu akan menjadi khalifah sesudah Abu Bakar jika aku telah tiada. Maka Hafsah pergi dan menceritakan kejadian itu kepada Aisyah.

Maka Aisyah r.a. bertanya kepada Rasulullah Saw., Siapakah yang memberitahu¬mu hal itu (kekhalifahan Umar sesudah Abu Bakar)?" Nabi Saw. menjawab: Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah

Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (At-Tahrim: 3) Aisyah r.a. berkata, "Aku tidak mau memandangmu sebelum engkau mengharamkan Mariyah atas dirimu," akhirnya beliau Saw.

mengharam¬kannya atas dirinya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan. (At-Tahrim: 1), hingga ayat berikutnya.

Akan tetapi, hadis ini ditinjau dari segi sanadnya perlu diteliti kembali karena telah jelas dari apa yang telah kami kemukakan mengenai tafsir ayat-ayat ini.Firman Allah Swt.:


{مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ}


yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadat. (At-Tahrim: 5) Maknanya sudah jelas dan tidak perlu diterangkan lagi.


{سَائِحَاتٍ}


yang berpuasa. (At-Tahrim: 5) Menurut Abu Hurairah, Aisyah, Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ata, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Abu Abdur Rahman As-Sulami, Abu Malik, Ibrahim An-Nakha'i,

Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Saddi, dan lain-lainnya disebutkan ahli puasa. Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan sebuah hadis marfu'

sehubungan dengan makna lafaz ini dalam tafsir firman-Nya, "Assaihun, " tepatnya dalam tafsir surat At-Taubah, lafaz hadis tersebut berbunyi sebagai berikut:


"سياحةُ هَذِهِ الْأُمَّةِ الصيامُ".


Siyahah umat ini adalah puasa. Lain pula dengan Zaid ibnu Aslam dan putranya. Keduanya mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah wanita-wanita yang berhijrah.

Lalu Abdur Rahman membaca firman-Nya: yang melawat. (At-Taubah: 112) Yakni yang berhijrah. Akan tetapi, pendapat pertamalah yang paling utama. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:


{ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا}


yang janda dan yang perawan. (At-Tahrim: 5) Maksudnya, di antara mereka ada yang janda dan ada pula yang perawan, agar penganekaragaman ini lebih menambah dorongan selera dan lebih menyenangkan hati beliau.

Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: yang janda dan yang perawan. (At-Tahrim: 5) Abul Qasim At-Tabrani mengatakan di dalam kitab Mu’jamul Kabir¬nya, telah menceritakan kepada kami

Abu Bakar ibnu Sadaqah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muhammad ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Umayyah, telah menceritakan kepada kami Abdul Quddus,

dari Saleh ibnu Hayyan, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya sehubungan dengan makna firman-Nya: yang janda dan yang perawan. (At-Tahrim: 5) Bahwa Allah telah menjanjikan kepada Nabi-Nya melalui ayat ini,

Dia akan mengawinkannya dengan Asiah bekas istri Fir'aun yang janda, dan yang perawan adalah Maryam binti Imran. Al-Hafiz Ibnu Asakir dalam biografi Maryam a.s. telah meriwayatkan melalui jalur

Suwaid ibnu Sa'id telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saleh ibnu Umar, dari Ad-Dahhak dan Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Jibril datang kepada Rasulullah Saw., lalu lewatlah Khadijah.

Maka Jibril berkata, "Sesungguhnya Allah menitipkan salam buatnya, dan menyampaikan berita gembira kepadanya dengan sebuah gedung di dalam surga yang jauh dari keramaian,

tiada kericuhan dan tiada kegaduhan padanya, gedung itu terbuat dari mutiara yang dilubangi. Terletak di antara gedung milik Maryam binti Imran dan gedung milik Asiah binti Muzahim."

Dan dari hadis Abu Bakar Al-Huzali, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas disebutkan bahwa Nabi Saw. masuk (menemui) Khadijah yang saat itu sedang menjelang kematiannya, lalu beliau Saw. bersabda:


"يَا خَدِيجَةُ، إِذَا لَقِيتِ ضَرَائِرَكِ فَأَقْرِئِيهِنَّ مِنِّي السَّلَامَ". فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهَلْ تَزَوَّجْتَ قَبْلِي؟ قَالَ: "لَا"، وَلَكِنَّ اللَّهَ زَوَّجَنِي مَرْيَمَ بِنْتَ عِمْرَانَ، وَآسِيَةَ امْرَأَةَ فِرْعَوْنَ، وَكُلْثُمَ أُخْتَ مُوسَى".


"Hai Khadijah, apabila engkau bersua dengan madu-madumu, maka sampaikanlah kepada mereka salam dariku.” Khadijah bertanya, , "Apakah engkau pernah kawin sebelum denganku, wahai Rasulullah?”

Rasulullah Saw. menjawab, "Belum, tetapi Allah telah mengawinkan aku dengan Maryam binti Imran dan Asiah istri Fir'aun serta Kalsum saudara perempuan Musa.”Hadis ini daif.


قَالَ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَرْعَرَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ النُّورِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أُعْلِمتُ أَنَّ اللَّهَ زَوَّجَنِي فِي الْجَنَّةِ مَرْيَمَ بِنْتَ عِمْرَانَ، وَكُلْثُمَ أُخْتَ مُوسَى، وَآسِيَةَ امْرَأَةَ فِرْعَوْنَ". فَقُلْتُ: هَنِيئًا لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ


Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ur'urah, telah menceritakan kepada kami Abdun Nur ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Syu'aib. dari Abu Umamah yang mengatakan

bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku telah diberi tahu bahwa Allah akan mengawinkanku di surga dengan Maryam binti Imran, Kalsum saudara perempuan Musa, dan Asiah bekas istri Fir'aun.

Maka aku berkata, "Kuucapkan selamat kepada engkau, wahai Rasulullah." Hadis ini lemah pula, dan telah diriwayatkan pula secara mursal dari Ibnu Abu Daud.

Surat At-Tahrim |66:2|

قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ ۚ وَاللَّهُ مَوْلَاكُمْ ۖ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

qod farodhollaahu lakum taḥillata aimaanikum, wallohu maulaakum, wa huwal-'aliimul-ḥakiim

Sungguh, Allah telah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari sumpahmu, dan Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.

Allah has already ordained for you [Muslims] the dissolution of your oaths. And Allah is your protector, and He is the Knowing, the Wise.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Allah telah mewajibkan) telah mensyariatkan (kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpah kalian) artinya kalian melepaskan diri dari sumpah yang telah kalian

katakan dengan cara membayar kifarat sebagaimana yang telah disebutkan di dalam surat Al-Maidah. Dan termasuk di antara sumpah-sumpah itu ialah mengharamkan budak wanita. Apakah Nabi saw.

membayar kifarat Muqatil mengatakan, bahwa Nabi saw. telah memerdekakan seorang budak sebagai kifaratnya yang telah mengharamkan Siti Mariyah atas dirinya. Akan tetapi Hasan mengatakan, bahwa Nabi saw.

tidak membayar kifarat, karena sesungguhnya ia telah mendapat ampunan dari Allah (dan Allah adalah Pelindung kalian) yang menolong kalian (dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tahrim | 66 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Tahrim |66:3|

وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَىٰ بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ ۖ فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هَٰذَا ۖ قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ

wa iż asarron-nabiyyu ilaa ba'dhi azwaajihii ḥadiiṡaa, fa lammaa nabba`at bihii wa azh-harohullohu 'alaihi 'arrofa ba'dhohuu wa a'rodho 'am ba'dh, fa lammaa nabba`ahaa bihii qoolat man amba`aka haażaa, qoola nabba`aniyal-'aliimul-khobiir

Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafshah). Lalu dia menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan peristiwa itu kepadanya (Nabi), lalu (Nabi) memberitahukan (kepada Hafshah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain. Maka ketika dia (Nabi) memberitahukan pembicaraan itu kepadanya (Hafshah), dia bertanya, "Siapa yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab, "Yang memberitahukan kepadaku adalah Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Teliti."

And [remember] when the Prophet confided to one of his wives a statement; and when she informed [another] of it and Allah showed it to him, he made known part of it and ignored a part. And when he informed her about it, she said, "Who told you this?" He said, "I was informed by the Knowing, the Acquainted."

Tafsir
Jalalain

(Dan) ingatlah (ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya) yakni kepada Siti Hafshah (suatu pembicaraan)

tentang mengharamkan Siti Mariyah atas dirinya, kemudian Nabi saw. berkata kepada Siti Hafshah, "Jangan sekali-kali kamu membuka rahasia ini." (Maka tatkala menceritakan peristiwa itu)

kepada Siti Aisyah, ia menduga bahwa hal ini tidak dosa (dan Allah memberitahukan hal itu) Dia membukanya (kepadanya) yakni kepada Nabi Muhammad

tentang pembicaraan Siti Hafshah kepada Siti Aisyah itu (lalu dia memberitahukan sebagiannya) kepada Siti Hafshah (dan menyembunyikan sebagian yang lain)

sebagai kemurahan dari dirinya terhadap dia. (Maka tatkala dia, Muhammad, memberitahukan pembicaraan itu, lalu Hafshah bertanya, "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu" Nabi menjawab,

"Telah diberitahukan kepadaku oleh Yang Maha Mengetahui lagi Maha Waspada") yakni Allah swt.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tahrim | 66 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Tahrim |66:4|

إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا ۖ وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذَٰلِكَ ظَهِيرٌ

in tatuubaaa ilallohi fa qod shoghot quluubukumaa, wa in tazhooharoo 'alaihi fa innalloha huwa maulaahu wa jibriilu wa shooliḥul-mu`miniin, wal-malaaa`ikatu ba'da żaalika zhohiir

Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sungguh, hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebenaran), dan jika kamu berdua saling bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sungguh, Allah menjadi pelindungnya dan (juga) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik, dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya.

If you two [wives] repent to Allah, [it is best], for your hearts have deviated. But if you cooperate against him - then indeed Allah is his protector, and Gabriel and the righteous of the believers and the angels, moreover, are [his] assistants.

Tafsir
Jalalain

(Jika kamu berdua bertobat) yakni Siti Hafshah dan Siti Aisyah (kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong) cenderung untuk diharamkannya Siti Mariyah, artinya,

kamu berdua merahasiakan hal tersebut dalam hati kamu, padahal Nabi saw. tidak menyukai hal tersebut, dan hal ini adalah suatu perbuatan yang berdosa.

Jawab Syarat dari kalimat ini tidak disebutkan, yakni jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka tobat kamu diterima. Diungkapkan dengan memakai lafal quluubun dalam bentuk jamak

sebagai pengganti dari lafal qalbaini, hal ini tiada lain karena dirasakan amat berat mengucapkan dua isim tatsniah yang digabungkan dalam satu lafal (dan jika kamu berdua saling bantu-membantu)

lafal tazhaahara artinya bantu-membantu. Menurut qiraat yang lain dibaca tazhzhaharaa bentuk asalnya adalah Tatazhaaharaa, kemudian huruf ta yang kedua diidgamkan ke dalam huruf zha sehingga jadilah

tazhzhaaharaa (terhadapnya) terhadap Nabi saw. dalam melakukan hal-hal yang tidak disukainya, yakni membuat susah Nabi saw. (maka sesungguhnya Allah adalah)

lafal huwa ini merupakan dhamir fashl (Pelindungnya) maksudnya, yang menolongnya (dan begitu pula Jibril dan orang-orang mukmin yang saleh) seperti Abu Bakar dan Umar r.a. Lafal ini diathafkan secara mahall

kepada isimnya inna, yakni begitu pula mereka akan menjadi penolongnya (dan selain dari itu malaikat-malaikat) yaitu sesudah pertolongan Allah dan orang-orang yang telah disebutkan tadi (adalah penolongnya pula)

maksudnya mereka semua menjadi penolong Nabi terhadap kamu berdua.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tahrim | 66 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Tahrim |66:5|

عَسَىٰ رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا

'asaa robbuhuuu in thollaqokunna ay yubdilahuuu azwaajan khoirom mingkunna muslimaatim mu`minaating qoonitaatin taaa`ibaatin 'aabidaatin saaa`iḥaatin ṡayyibaatiw wa abkaaroo

Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang beribadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.

Perhaps his Lord, if he divorced you [all], would substitute for him wives better than you - submitting [to Allah], believing, devoutly obedient, repentant, worshipping, and traveling - [ones] previously married and virgins.

Tafsir
Jalalain

(Jika Nabi menceraikan kalian, boleh jadi Rabbnya) maksudnya, jika nabi menceraikan istri-istrinya (akan memberi ganti kepadanya) dapat dibaca yubdilahu dan yubaddilahu

(dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian) lafal azwaajan ini menjadi khabar dari lafal 'asaa sedangkan jumlah an yubdilahu dan seterusnya menjadi jawab syarath.

Di sini tidak ada badal karena apa yang disebutkan pada syarat tidak terjadi, yakni perceraian itu tidak pernah terjadi (yang patuh) artinya mengakui Islam (yang beriman)

yakni ikhlas hatinya kepada Islam (yang taat) mereka taat (yang bertobat, rajin beribadat, rajin berpuasa) yakni gemar melakukan puasa atau yang berhijrah (yang janda dan yang perawan)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tahrim | 66 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Tahrim |66:6|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

yaaa ayyuhallażiina aamanuu quuu anfusakum wa ahliikum naarow wa quuduhan-naasu wal-ḥijaarotu 'alaihaa malaaa`ikatun ghilaazhun syidaadul laa ya'shuunalloha maaa amarohum wa yaf'aluuna maa yu`maruun

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

O you who have believed, protect yourselves and your families from a Fire whose fuel is people and stones, over which are [appointed] angels, harsh and severe; they do not disobey Allah in what He commands them but do what they are commanded.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri kalian dan keluarga kalian) dengan mengarahkan mereka kepada jalan ketaatan kepada Allah

(dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia) orang-orang kafir (dan batu) seperti berhala-berhala yang mereka sembah adalah sebagian dari bahan bakar neraka itu.

Atau dengan kata lain api neraka itu sangat panas, sehingga hal-hal tersebut dapat terbakar. Berbeda halnya dengan api di dunia, karena api di dunia dinyalakan dengan kayu dan lain-lainnya

(penjaganya malaikat-malaikat) yakni, juru kunci neraka itu adalah malaikat-malaikat yang jumlahnya ada sembilan belas malaikat, sebagaimana yang akan diterangkan nanti dalam surat Al-Muddatstsir

(yang kasar) lafal ghilaazhun ini diambil dari asal kata ghilazhul qalbi, yakni kasar hatinya (yang keras) sangat keras hantamannya

(mereka tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang telah diperintahkan-Nya kepada mereka) lafal maa amarahum berkedudukan sebagai badal dari lafal Allah.

Atau dengan kata lain, malaikat-malaikat penjaga neraka itu tidak pernah mendurhakai perintah Allah (dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan)

lafaz ayat ini berkedudukan menjadi badal dari lafal yang sebelumnya. Dalam ayat ini terkandung ancaman bagi orang-orang mukmin supaya jangan murtad;

dan juga ayat ini merupakan ancaman pula bagi orang-orang munafik yaitu, mereka yang mengaku beriman dengan lisannya tetapi hati mereka masih tetap kafir.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tahrim | 66 : 6 |

Tafsir ayat 6-8

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari seorang lelaki, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (At-Tahrim: 6) Makna yang dimaksud

ialah didiklah mereka dan ajarilah mereka. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (At-Tahrim: 6)

Yakni amalkanlah ketaatan kepada Allah dan hindarilah perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah, serta perintahkanlah kepada keluargamu untuk berzikir, niscaya Allah akan menyelamatkan kamu dari api neraka.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (At-Tahrim: 6) Yaitu bertakwalah kamu kepada Allah dan perintahkanlah kepada keluargamu

untuk bertakwa kepada Allah.Qatadah mengatakan bahwa engkau perintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan engkau cegah mereka dari perbuatan durhaka terhadap¬Nya. Dan hendaklah engkau tegakkan

terhadap mereka perintah Allah dan engkau anjurkan mereka untuk mengerjakannya serta engkau bantu mereka untuk mengamalkannya. Dan apabila engkau melihat di kalangan mereka terdapat suatu

perbuatan maksiat terhadap Allah, maka engkau harus cegah mereka darinya dan engkau larang mereka melakukannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Muqatil,

bahwa sudah merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim mengajarkan kepada keluarganya—baik dari kalangan kerabatnya ataupun budak-budaknya — hal-hal yang difardukan oleh Allah dan mengajarkan

kepada mereka hal-hal yang dilarang oleh Allah yang harus mereka jauhi.Semakna dengan ayat ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud,

dan Imam Turmuzi melalui hadis Abdul Malik ibnur Rabi' ibnu Sabrah, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ، فَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا"


Perintahkanlah kepada anak untuk mengerjakan salat bila usianya mencapai tujuh tahun; dan apabila usianya mencapai sepuluh tahun, maka pukullah dia karena meninggalkannya.Ini menurut lafaz Abu Daud.

Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Imam Abu Daud telah meriwayatkan pula melalui hadis Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Rasulullah Saw. hal yang semisal.

Ulama fiqih mengatakan bahwa hal yang sama diberlakukan terhadap anak dalam masalah puasa, agar hal tersebut menjadi latihan baginya dalam ibadah, dan bila ia sampai pada usia balig

sudah terbiasa untuk mengerjakan ibadah, ketaatan, dan menjauhi maksiat serta meninggalkan perkara yang mungkar.Firman Allah Swt.:


{وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ}


yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (At-Tahrim: 6) Waqud artinya bahan bakarnya yang dimasukkan ke dalamnya, yaitu tubuh-tubuh anak Adam.


{وَالْحِجَارَةُ}


dan batu. (At-Tahrim: 6) Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan batu adalah berhala-berhala yang dahulunya dijadikan sesembahan, karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan:


{إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ}


Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah umpan Jahanam. (Al-Anbiya: 98) Ibnu Mas'ud, Mujahid, Abu Ja'far Al-Baqir, dan As-Saddi mengatakan bahwa batu yang dimaksud adalah batu kibrit (fosfor).

Mujahid mengatakan bahwa batu itu lebih busuk baunya daripada bangkai. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal ini, dia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami

Abdur Rahman ibnu Sinan Al-Minqari, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz (yakni Ibnu Abu Daud) yang mengatakan bahwa telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat ini, yaitu firman-Nya:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (At-Tahrim: 6) sedangkan di hadapan beliau terdapat para sahabatnya

yang di antara mereka terdapat seorang yang sudah lanjut usianya, lalu orang tua itu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah batu Jahanam sama dengan batu dunia?"Nabi Saw. menjawab:


"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَصَخرة مِنْ صَخْرِ جَهَنَّمَ أعظمُ مِنْ جبَال الدُّنْيَا كُلِّهَا".


Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya sebuah batu Jahanam lebih besar daripada semua gunung yang ada di dunia. Lalu orang tua itu jatuh pingsan karena mendengarnya,

maka Nabi Saw. meletakkan tangannya di jantung orang tua itu dan ternyata masih berdegup, berarti dia masih hidup. Maka beliau Saw. menyerunya (menyadarkannya) seraya bersabda,

"Hai orang tua, katakanlah, 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah'." Maka orang tua itu membacanya sepuluh kali, dan Nabi Saw. menyampaikan berita gembira masuk surga kepadanya.

Maka para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah di antara kita?" Rasulullah Saw. mengiakan dan beliau membaca firman-Nya:


{ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ}


Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan takut kepada ancaman-Ku. (Ibrahim: 14) Hadis ini mursal lagi garib. Firman Allah Swt.:


{عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ}


penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras. (At-Tahrim: 6) Yakni watak mereka kasar dan telah dicabut dari hati mereka rasa belas kasihan terhadap orang-orang yang kafir kepada Allah.

Merekajuga keras, yakni bentuk rupa mereka sangat keras, bengis, dan berpenampilan sangat mengerikan. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku,

telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Hakam ibnu Aban, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa apabila

permulaan ahli neraka sampai ke neraka, maka mereka menjumpai pada pintunya empat ratus ribu malaikat penjaganya, yang muka mereka tampak hitam dan taring mereka kelihatan hitam legam.

Allah telah mencabut dari hati mereka rasa kasih sayang; tiada kasih sayang dalam hati seorang pun dari mereka barang sebesar zarrah pun. Seandainya diterbangkan seekor burung dari pundak seseorang dari mereka

selama dua bulan terus-menerus, maka masih belum mencapai pundak yang lainnya. Kemudian di pintu itu mereka menjumpai sembilan belas malaikat lainnya, yang lebar dada seseorang dari mereka sama dengan perjalanan

tujuh puluh musim gugur. Kemudian mereka dijerumuskan dari satu pintu ke pintu lainnya selama lima ratus tahun, dan pada tiap-tiap pintu neraka Jahanam mereka menjumpai

hal yang semisal dengan apa yang telah mereka jumpai pada pintu pertama, hingga akhirnya sampailah mereka ke dasar neraka. Firman Allah Swt.:


{لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ}


yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan¬Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6) Maksudnya, apa pun yang diperintahkan oleh Allah kepada mereka,

maka mereka segera mengerjakannya tanpa terlambat barang sekejap pun, dan mereka memiliki kemampuan untuk mengerjakannya: tugas apa pun yang dibebankan kepada mereka,

mereka tidak mempunyai kelemahan. Itulah Malaikat Zabaniyah atau juru siksa, semoga Allah melindungi kita dari mereka. Firman Allah Swt.:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}


Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan. (At-Tahrim: 7)

Yaitu dikatakan kepada orang-orang kafir kelak di hari kiamat, bahwa janganlah kalian mengemukakan alasan, karena sesungguhnya tidak akan diterima hal itu dari kalian,

dan tidaklah kalian dibalasi melainkan menurut apa yang telah kalian perbuat. Dan sesungguhnya pada hari ini kalian hanya dibalasi menurut amal perbuatan kalian. Dalam firman selanjutnya disebutkan:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا}


Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. (At-Tahrim: 8) Yakni tobat yang sebenar-benarnya lagi pasti, maka akan terhapuslah semua kesalahan yang terdahulu.

Dan tobat yang sebenarnya dapat merapikan diri pelakunya dan menyegarkannya kembali serta menjadi benteng bagi dirinya dari mengerjakan perbuatan-perbuatan yang rendah.Ibnu Jarir mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak ibnu Harb, bahwa ia pernah mendengar An-Nu'man ibnu Basyir

mengatakan dalam khotbahnya bahwa ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab r.a. membaca firman-Nya Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. (At-Tahrim: 8)

Lalu Umar mengatakan bahwa seseorang melakukan perbuatan dosa, kemudian tidak mengulanginya lagi. As-Sauri telah meriwayatkan dari Sammak, dari An-Nu'man, dari Umar yang mengatakan bahwa

tobat nasuha ialah bila seseorang bertobat dari perbuatan dosa, kemudian tidak mengulanginya lagi, atau tidak berkeinginan mengulanginya lagi. Abul Ahwas dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Sammak,

dari An-Nu'man, bahwa Umar pernah ditanya tentang tobat nasuha. Maka Umar menjawab, "Tobat yang nasuha ialah bila seseorang bertobat dari perbuatan buruk,

kemudian tidak mengulanginya lagi selama-lamanya."Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya:

dengan tobat yang semurni-murninya. (At-Tahrim: 8) Bahwa seseorang bertobat (dari perbuatan dosanya), kemudian tidak mengulanginya lagi.Hal ini telah diriwayatkan secara marfu';


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمُ الهَجَري، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "التَّوْبَةُ مِنَ الذَّنْبِ أَنْ يَتُوبَ مِنْهُ، ثُمَّ لَا يَعُودُ فِيهِ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, dari Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Tobat dari dosa ialah bila seseorang bertobat darinya, kemudian tidak mengulanginya lagi.Hadis diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Ahmad melalui jalur Ibrahim ibnu Muslim Al-Hijri,

sedangkan dia orangnya daif, dan riwayat yang mauquf lebih sahih predikatnya, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.Karena itu, para ulama mengatakan bahwa tobat yang murni ialah bila seseorang menghentikan

dirinya dari perbuatan dosa di saat itu juga, kemudian ia menyesali apa yang telah dilakukannya di masa lalu, dan bertekad di masa mendatang ia tidak akan mengerjakan hal itu lagi.

Kemudian jika hak yang dilanggarnya berkaitan dengan hak Adami, maka ia diharuskan mengembalikannya dengan cara yang berlaku.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Abdul Karim

telah menceritakan kepadaku Ziad ibnu Abu Maryam, dari Abdullah ibnu Mugaffal yang mengatakan bahwa ia masuk bersama ayahnya ke rumah Abdullah ibnu Mas'ud. Kemudian ia bertanya,

"Apakah engkau pernah mendengar Nabi Saw. bersabda bahwa penyesalan itu adalah tobat?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Ya." Di lain kesempatan ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar beliau Saw. bersabda:


"النَّدَمُ تَوْبَةٌ".


Penyesalan adalah tobat. Demikianlah menurut riwayat Imam Ibnu Majah dari Hisyam ibnu Ammar, dari Sufyan ibnu Uyainah, dari Abdul Karim alias Ibnu Malik Al-Jazari dengan sanad yang sama.Ibnu Abu Hatim

mengatakan telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepadaku Al-Walid ibnu Bukair Abu Janab, dari Abdullah ibnu Muhammad Al-Abdi, dari Abu Sinan Al-Basri, dari Abu Qilabah,

dari Zur ibnu Hubaisy, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa pernah dikatakan kepada kami (para sahabat) banyak hal yang akan terjadi di penghujung umat ini di saat kiamat telah dekat.

Antara lain lelaki menyetubuhi istrinya atau budak perempuannya pada liang anusnya. Yang demikian itu termasuk perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, juga dimurkai oleh Allah dan Rasul-Nya.

Antara lain lelaki mengawini sesamajenisnya, yang demikian itu merupakan perbuatan yang diharamkan dan dimurkai oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan antara lain ialah perempuan mengawini sesamajenisnya,

padahal yang demikian itu merupakan perbuatan yang dimurkai dan diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Mereka tidak diterima salatnya selama masih tetap melakukan perbuatannya yang terkutuk itu,

sampai mereka bertobat kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Zur mengatakan bahwa lalu ia bertanya kepada Ubay ibnu Ka'b, "Apakah yang dimaksud dengan tobat yang semurni-murninya?"

Maka Ubay ibnu Ka'b menjawab, bahwa ia pernah menanyakan hal itu kepada Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. menjawab:


"هُوَ النَّدَمُ عَلَى الذَّنْبِ حينَ يَفرطُ مِنْكَ، فتستغفرُ اللَّهَ بِنَدَامَتِكَ مِنْهُ عِنْدَ الْحَاضِرِ، ثُمَّ لَا تَعُودُ إِلَيْهِ أَبَدًا"


Penyesalan atas perbuatan dosa manakala kamu telah mengerjakannya, lalu kamu memohon ampunan kepada Allah dengan penyesalanmu itu di waktu seketika,

kemudian kamu bertekad untuk tidak mengulanginya lagi selama-lamanya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali,

telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abu Amr ibnul Ala; ia pernah mendengar Al-Hasan mengatakan bahwa tobat yang semurni-murninya ialah bila kamu berbalik

membenci dosa sebagaimana kamu menyukainya sebelum itu, lalu kamu memohon ampun kepada Allah bila kamu teringat kepadanya. Apabila seseorang telah bertekad untuk tobat

dan meneguhkan pendiriannya pada tobatnya, maka sesungguhnya tobatnya itu dapat menghapus semua dosa yang sebelumnya. Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis sahih, yaitu:


"الْإِسْلَامُ يَجُب مَا قَبْلَهُ، وَالتَّوْبَةُ تَجُبُّ مَا قَبْلَهَا"


Islam menghapuskan semua dosa yang sebelumnya, dan tobat menghapuskan dosa yang sebelumnya. Apakah syarat tobat yang semurni-murninya itu mempunyai pengertian keberlangsungan dalam keadaan demikian sampai mati,

sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis dan asar, kemudian tidak mengulanginya lagi untuk selama-lamanya? Ataukah cukup hanya dengan tekad bahwa ia tidak akan memikirkan masa lalunya,

hingga manakala ia terjerumus lagi ke dalam perbuatan dosa sesudah tobatnya itu, maka hal tersebut tidak mempengaruhi penghapusan dosa yang telah dilakukannya? Sebab makna umum yang terkandung di dalam sabda

Nabi Saw. mengatakan: Tobat dapat menghapuskan dosa yang sebelumnya.Bagi pendapat yang pertama, dalil yang menguatkannya disebutkan di dalam kitab sahih pula, yaitu:


"مَن أحسنَ فِي الْإِسْلَامِ لَمْ يُؤاخَذ بِمَا عَمِلَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَمَنْ أَسَاءَ فِي الْإِسْلَامِ أُخِذَ بِالْأَوَّلِ وَالْآخِرِ"


Barang siapa yang berbuat baik dalam Islam, maka ia tidak akan dihukum karena apa yang telah dilakukannya di masa Jahiliah. Dan barang siapa yang berbuat buruk dalam masa Islamnya,

maka ia dihukum karena perbuatan buruk di masa awal dan akhirnya. Untuk itu apabila hal ini dalam Islam lebih kuat daripada tobat, maka terlebih lagi dalam masalah tobat; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.Firman Allah Swt.:


{عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ}


mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (At-Tahrim: 8) Kalau lafaz 'asa yang artinya mudah-mudahan bila dari Allah berarti suatu kepastian.


{يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ}


pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia. (At-Tahrim: 8) Yakni Allah tidak mengecewakan mereka yang bersama dengan Nabi di hari kiamat.


{نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ}


sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka. (At-Tahrim: 8) Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tafsir surat Al-Hadid.


{يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}


sambil mereka mengatakan, "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (At-Tahrim: 8)

Mujahid, Ad-Dahhak, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya mengatakan bahwa inilah perkataan orang-orang mukmin ketika mereka melihat di hari kiamat cahaya orang-orang munafik padam.


وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ الطَالَقَانِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ حَسَّانَ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي كِنَانَةَ قَالَ: صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفَتْحِ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: "اللَّهُمَّ، لَا تُخْزِنِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ishaq At-Taliqani, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Yahya ibnu Hassan, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Kinanah

yang mengatakan bahwa ia pernah salat di belakang Rasulullah Saw. pada hari penaklukan Mekah, lalu ia mendengar beliau Saw. membaca doa berikut, yaitu: Ya Allah, janganlah Engkau hinakan aku pada hari kiamat.


قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ الْمَرْوَزِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ الْمَرْوَزِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، أَخْبَرَنَا ابْنِ لَهِيعة، حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا ذَرٍّ وَأَبَا الدَّرْدَاءِ قَالَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أنا أَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ فِي السُّجُودِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ بِرَفْعِ رَأْسِهِ، فأنظرُ بَيْنَ يَدَيّ فَأَعْرِفُ أُمَّتِي مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ، وَأَنْظُرُ عَنْ يَمِينِي فَأَعْرِفُ أُمَّتِي مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ، وَأَنْظُرُ عَنْ شِمَالِي فَأَعْرِفُ أُمَّتِي مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ تَعْرِفُ أُمَّتَكَ مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ. قَالَ: "غُرٌّ مُحجلون مِنْ آثَارِ الطُّهور وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ مِنَ الْأُمَمِ كَذَلِكَ غَيْرُهُمْ، وَأَعْرِفُهُمْ أَنَّهُمْ يؤتَون كُتُبَهُمْ بِأَيْمَانِهِمْ، وَأَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ، وَأَعْرِفُهُمْ بِنُورِهِمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ"


Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muqatil Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahi'ah,

telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abu Habib, dari Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir, bahwa ia pernah mendengar Abu Zar dan Abud Darda mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

Aku adalah orangyang mula-mula diberi izin baginya untuk bersujud di hari kiamat, dan orang yang mula-mula diberi izin untuk mengangkat kepalanya, lalu aku memandang ke arah depanku,

maka aku mengenal umatku di antara umat-umat lainnya. Dan aku melihat ke arah kananku, maka aku mengenal umatku di antara umat-umat lainnya. Dan aku memandang ke arah kiriku,

maka aku mengenal umatku di antara umat-umat lainnya. Maka ada seorang lelaki yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah engkau mengenal umatmu di antara umat-umat lainnya?" Rasulullah Saw. menjawab:

Anggota tubuh mereka kelihatan bercahaya kemilauan karena bekas air wudu, dan hal itu tidak dimiliki oleh seorang pun dari kalangan umat lain yang selain mereka Dan aku mengenal mereka karena kitab-kitab catatan amal

perbuatan mereka diberikan dari arah kanannya. Dan aku mengenal mereka melalui tanda yang ada pada kening mereka dari bekas sujudnya. Dan aku mengenal mereka karena nur (cahaya) nya bersinar di hadapan mereka.

Surat At-Tahrim |66:7|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ ۖ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

yaaa ayyuhallażiina kafaruu laa ta'tażirul-yauum, innamaa tujzauna maa kuntum ta'maluun

Wahai orang-orang kafir! Janganlah kamu mengemukakan alasan pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang telah kamu kerjakan.

O you who have disbelieved, make no excuses that Day. You will only be recompensed for what you used to do.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang kafir, janganlah kalian mengemukakan uzur pada hari ini) ucapan ini dikatakan kepada mereka sewaktu mereka dimasukkan ke dalam neraka;

dikatakan demikian karena uzur atau alasan itu tiada gunanya. (Sesungguhnya kalian hanya diberi balasan menurut apa yang kalian kerjakan) sebagai balasannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tahrim | 66 : 7 |

penjelasan ada di ayat 6

Surat At-Tahrim |66:8|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ ۖ نُورُهُمْ يَسْعَىٰ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

yaaa ayyuhallażiina aamanuu tuubuuu ilallohi taubatan nashuuḥaa, 'asaa robbukum ay yukaffiro 'angkum sayyi`aatikum wa yudkhilakum jannaatin tajrii min taḥtihal-an-haaru yauma laa yukhzillaahun-nabiyya wallażiina aamanuu ma'ah, nuuruhum yas'aa baina aidiihim wa bi`aimaanihim yaquuluuna robbanaaa atmim lanaa nuuronaa waghfir lanaa, innaka 'alaa kulli syai`ing qodiir

Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka berkata, "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami, sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."

O you who have believed, repent to Allah with sincere repentance. Perhaps your Lord will remove from you your misdeeds and admit you into gardens beneath which rivers flow [on] the Day when Allah will not disgrace the Prophet and those who believed with him. Their light will proceed before them and on their right; they will say, "Our Lord, perfect for us our light and forgive us. Indeed, You are over all things competent."

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya) dapat dibaca nashuuhaa dan nushuuhaa, artinya tobat yang sebenar-benarnya,

bertobat tidak akan mengulangi dosa lagi, dan menyesali apa yang telah dikerjakannya (mudah-mudahan Rabb kalian) lafal 'asaa ini mengandung makna tarajji,

yakni sesuatu yang dapat diharapkan akan terjadi (akan menutupi kesalahan-kesalahan kalian, dan memasukkan kalian ke dalam surga-surga) yakni taman-taman surga

(yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan) Allah tidak akan memasukkan ke dalam neraka (Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dia;

sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan mereka) maksudnya, di depan mereka terang benderang oleh cahayanya (dan) cahaya itu pun memancar pula (di sebelah kanan mereka. Mereka berkata)

lafal yaquuluuna merupakan jumlah isti'naf atau kalimat baru: ("Ya Rabb kami! Sempurnakanlah bagi kami cahaya kami) hingga sampai ke surga, sedangkan orang-orang munafik cahaya mereka padam

(dan ampunilah kami) wahai Rabb kami (sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.").

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tahrim | 66 : 8 |

penjelasan ada di ayat 6

Surat At-Tahrim |66:9|

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

yaaa ayyuhan-nabiyyu jaahidil-kuffaaro wal-munaafiqiina waghluzh 'alaihim, wa ma`waahum jahannam, wa bi`sal-mashiir

Wahai Nabi! Perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keras lah terhadap mereka. Tempat mereka adalah Neraka Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.

O Prophet, strive against the disbelievers and the hypocrites and be harsh upon them. And their refuge is Hell, and wretched is the destination.

Tafsir
Jalalain

(Hai Nabi! Perangilah orang-orang kafir) dengan memakai senjata (dan orang-orang munafik) dengan memakai lisan dan hujah (dan bersikap keraslah terhadap mereka)

dengan berbicara keras dan membenci mereka. (Tempat mereka adalah neraka Jahanam, dan seburuk-buruk tempat kembali itu) adalah neraka Jahanam.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tahrim | 66 : 9 |

Tafsir ayat 9-10

Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk berjihad melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik.

Terhadap orang-orang kafir dengan memakai senjata dan perang, dan terhadap orang-orang munafik dengan menegakkan hukum-hukum Allah atas mereka.


{وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ}


dan bersikap keraslah terhadap mereka. (At-Tahrim: 9) Yaitu di dunia ini.


{وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ}


Tempat mereka adalah neraka Jahanam, dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (At-Tahrim: 9) Maksudnya, di negeri akhirat.Kemudian Allah Swt. berfirman:


{ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ كَفَرُوا}


Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir. (At-Tahrim: 10) Yakni dalam pergaulan mereka dengan kaum muslim —begitu pula sebaliknya— bahwa hal tersebut tidak membawa manfaat apa pun bagi mereka

dan tidak dapat membela mereka di hadapan Allah, jika iman tidak meresap ke dalam hati mereka. Kemudian Allah Swt. menyebutkan perumpamaan itu melalui firman berikutnya:


{اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ}


seperti istri Nuh dan istri Lut. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami. (At-Tahrim: 10) Yaitu dua orang nabi lagi rasul yang selalu menemani keduanya

dan menjadi teman hidup keduanya di siang dan malam hari. Keduanya teman semakan, teman seketiduran, dan teman sepergaulan, sebagaimana layaknya pergaulan antara suami dan istri.


{فَخَانَتَاهُمَا}


lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. (At-Tahrim: 10) Maksudnya, dalam hal keimanan; keduanya tidak seiman dengan suaminya masing-masing, dan tidak membenarkan pula kerasulan keduanya.

Maka semuanya itu tidak dapat memberi manfaat apa pun bagi keduanya dan tidak dapat pula menyelamatkan keduanya dari hal-hal yang harus dihindari. Karena itu, maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا}


maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah. (At-Tahrim: 10) karena keduanya kafir.


{وَقِيلَ}


dan dikatakan. (At-Tahrim: 10) kepada kedua wanita itu.


{ادْخُلا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ}


Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka). (At-Tahrim: 10) Adapun firman Allah Swt.:


{فَخَانَتَاهُمَا}


lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. (At-Tahrim: 10) Makna yang dimaksud bukanlah keduanya berbuat serong, melainkan berkhianat dalam masalah agama dan iman;

karena sesungguhnya semua istri nabi di-ma'sum dari perbuatan yang keji (zina), mengingat kehormatan para nabi yang menjadi suami mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tafsir surat An-Nur.

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sulaiman ibnu Qarm, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. (At-Tahrim: 10) Bahwa keduanya tidak berbuat serong (zina). Adapun pengkhianatan yang dilakukan oleh istri Nuh ialah karena dia memberitahukan (kepada kaumnya)

bahwa Nuh gila. Sedangkan pengkhianatan yang dilakukan oleh istri Lut ialah karena dia memberi tahu kaumnya akan tamu-tamu lelaki suaminya.Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa

pengkhianatan yang dilakukan oleh kedua istri tersebut karena keduanya tidak seagama dengan suaminya masing-masing. Istrinya Nuh selalu mengintip rahasia Nuh; apabila ada seseorang dari kaumnya yang beriman,

maka istrinya memberitahukan hal itu kepada orang-orang yang bertindak sewenang-wenang dari kalangan kaumnya. Dan istrinya Lut, apabila Lut kedatangan seorang tamu lelaki,

maka ia memberitahukan kepada penduduk kota yang senang dengan perbuatan keji (sodomi).Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa tiada seorang wanita pun dari istri seorang nabi yang berbuat

serong (zina), melainkan pengkhianatan yang dilakukannya hanyalah dalam masalah agama. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.

Ayat yang mulia ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama untuk men-daif-kan hadis yang ditemukan di kalangan banyak ulama yang mengatakan:


مَنْ أَكَلَ مَعَ مَغْفُورٍ لَهُ غُفِرَ لَهُ


Barang siapa yang makan bersama orang yang telah diberi ampunan, maka diberikan ampunan baginya. Hadis ini tidak ada pokok sumbernya, dan sesungguhnya hal ini hanyalah diriwayatkan dari sebagian

orang-orang saleh yang menyebutkan bahwa ia pernah melihat Nabi Saw. dalam mimpinya, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau telah mengatakan bahwa barang siapa yang makan bersama-sama

dengan orang yang diberi ampunan, maka diberikan ampunan baginya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, tetapi sekarang aku mengatakannya."

Surat At-Tahrim |66:10|

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ ۖ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

dhoroballohu maṡalal lillażiina kafarumro`ata nuuḥiw wamro`ata luuth, kaanataa taḥta 'abdaini min 'ibaadinaa shooliḥaini fa khoonataahumaa fa lam yughniyaa 'an-humaa minallohi syai`aw wa qiiladkhulan-naaro ma'ad-daakhiliin

Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh, dan istri Lut. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, tetapi kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah, dan dikatakan (kepada kedua istri itu), "Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)."

Allah presents an example of those who disbelieved: the wife of Noah and the wife of Lot. They were under two of Our righteous servants but betrayed them, so those prophets did not avail them from Allah at all, and it was said, "Enter the Fire with those who enter."

Tafsir
Jalalain

(Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami;

lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya) dalam masalah agama, karena ternyata keduanya kafir dan adalah istri Nabi Nuh yang dikenal dengan nama Wahilah telah berkata kepada kaumnya,

"Sesungguhnya Nuh ini adalah orang gila." Sedangkan istri Nabi Luth yang dikenal dengan nama Wailah, memberikan petunjuk kepada kaumnya tentang tamu-tamunya,

yaitu bahwa jika tamu-tamu itu tinggal di rumahnya, maka ia akan memberi tanda kepada mereka dengan api di waktu malam dan kalau siang hari dengan memakai asap

(maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu) yaitu Nabi Nuh dan Nabi Luth tidak bisa menolong (mereka berdua dari Allah) dari azab-Nya (barang sedikit pun; dan dikatakan)

kepada kedua istri itu ("Masuklah kamu berdua ke dalam neraka bersama orang-orang yang memasukinya") yaitu bersama orang-orang kafir dari kalangan kaum Nabi Nuh dan kaum Nabi Luth.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tahrim | 66 : 10 |

penjelasan ada di ayat 9

Surat At-Tahrim |66:11|

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

wa dhoroballohu maṡalal lillażiina aamanumro`ata fir'auun, iż qoolat robbibni lii 'indaka baitan fil-jannati wa najjinii min fir'auna wa 'amalihii wa najjinii minal-qoumizh-zhoolimiin

Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir´aun, ketika dia berkata, "Ya Tuhanku, bangunkan lah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir´aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim,"

And Allah presents an example of those who believed: the wife of Pharaoh, when she said, "My Lord, build for me near You a house in Paradise and save me from Pharaoh and his deeds and save me from the wrongdoing people."

Tafsir
Jalalain

(Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman) istri Firaun itu beriman kepada Nabi Musa, ia bernama Asiah. Lalu Firaun menyiksanya dengan cara mengikat kedua tangan dan kedua kakinya,

lalu di dadanya diletakkan kincir yang besar, kemudian dihadapkan kepada sinar matahari yang terik. Bilamana orang yang diperintahkan oleh Firaun untuk menjaganya pergi maka,

malaikat menaunginya dari sengatan sinar matahari (ketika ia berkata) sewaktu dalam keadaan disiksa ("Ya Rabbku! Bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga)

maka Allah menampakkan rumahnya yang di surga itu, hingga ia dapat melihatnya, maka siksaan yang dialaminya itu terasa ringan baginya setelah melihat pahalanya

(dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya) dari siksaannya terhadap diriku (dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim.")

yakni pemeluk agama Firaun. Setelah itu lalu Allah mencabut rohnya. Menurut Ibnu Kaisan, bahwa Siti Asiah diangkat ke surga dalam keadaan hidup, dan ia makan dan minum di dalam surga.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tahrim | 66 : 11 |

Tafsir ayat 11-12

Ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk kaum mukmin bahwa tiada membahayakan mereka pergaulan mereka dengan orang-orang kafir, jika mereka mempunyai keperluan dengan orang-orang kafir, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:


{لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً}


Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah

kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. (Ali Imran: 28) Qatadah mengatakan bahwa Fir'aun adalah orangyang paling melampaui batas dari kalangan penduduk bumi dan paling kafir

di antara mereka. Tetapi demi Allah, kekafiran suaminya itu tidak membahayakan istrinya karena ia selalu taat kepada Tuhannya, agar mereka mengetahui bahwa Allah Swt. adalah Hakim Yang Mahaadil,

dia tidak menghukum seseorang melainkan karena dosanya sendiri. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Hafs Al-Aili, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far,

dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Usman An-Nahdi, dari Salman yang menceritakan bahwa istri Fir'aun disiksa di bawah terik matahari; apabila Fir'aun beranjak meninggalkannya,maka para malaikat menaunginya

dengan sayap mereka, dan tersebutlah bahwa dalam siksaan yang dialaminya itu ia dapat melihat rumahnya di dalam surga. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Ubaid ibnu Muhammad Al-Muharibi,

dari Asbat ibnu Muhammad, dari Sulaiman At-Taimi dengan sanad yang sama. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah,

dari Hisyam Ad-Dustuwa-i, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Abu Buzah yang mengatakan bahwa istri Fir'aun bertanya, "Siapakah yang menang (dalam pertandingan itu)?"

Maka dikatakan kepadanya, "Yang menang adalah Musa dan Harun." Lalu ia berkata, "Aku beriman kepada Tuhannya Musa dan Harun." Maka Fir'aun memerintahkan agar istrinya itu ditangkap seraya berpesan

kepada para prajuritnya, "Carilah batu besar oleh kalian yang kalian jumpai. Jika dia tetap pada pendapatnya, lemparkanlah batu besar itu kepadanya. Dan jika dia mencabut kembali ucapannya,

maka dia tetap menjadi istriku." Ketika mereka mendatanginya, ia mengarahkan pandangannya ke langit dan dapat melihat calon tempat tinggalnya di surga, maka ia tetap teguh memegang pendapatnya.

Kemudian roh di cabut dari jasadnya dan meninggal dengan tenang, lalu batu besar itu ditimpakan di atas tubuhnya yang sudah tidak bernyawa lagi.Firman Allah Swt. yang menyitir ucapan istri Fir'aun:


{رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ}


Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga. (At-Tahrim: 11) Menurut para ulama, istri Fir'aun memilih tetangga sebelum memilih rumah. Hal yang semakna telah disebutkan dalam suatu hadis yang berpredikat marfu'.


{وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ}


dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya. (At-Tahrim: 11) Yakni bebaskanlah aku darinya, karena sesungguhnya aku berlepas diri kepada Engkau dari semua perbuatannya.


{وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}


dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim. (At-Tahrim: 11) Wanita ini bernama Asiah binti Muzahim r.a. Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah yang mengatakan bahwa

imannya istri Fir'aun melalui iman istri bendahara Fir'aun. Kisahnya bermula ketika istri bendahara duduk menyisiri rambut anak perempuan Fir'aun, lalu sisir yang digunakannya itu terjatuh, dan ia berkata,

"Celakalah orang yang kafir kepada Allah." Maka anak perempuan Fir'aun bertanya kepadanya, "Apakah engkau punya Tuhan selain ayahku?" Istri bendahara menjawab, "Tuhanku, Tuhan ayahmu dan

Tuhan segala sesuatu adalah Allah." Maka anak perempuan Fir'aun menamparnya dan memukulnya, lalu ia melaporkan hal itu kepada ayahnya. Fir'aun memerintahkan agar istri bendahara ditangkap,

lalu ia menanyainya, "Apakah engkau menyembah Tuhan lain selain aku?" Istri bendahara menjawab, "Ya. Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan segala sesuatu adalah Allah, dan hanya kepada-Nya aku menyembah."

Lalu Fir'aun menyiksanya dengan mengikat kedua tangan dan kedua" kakinya pada pasak-pasak dan melepaskan ular-ular berbisa untuk mengerumuninya. Istri bendahara dalam keadaan demikian hingga pada suatu hari

Fir'aun datang dan berkata, "Apakah kamu mau menghentikan keyakinanmu itu?" Tetapi istri bendahara itu justru menjawab, "Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan segala sesuatu adalah Allah."

Fir'aun berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku akan menyembelih anak laki-lakimu yang terbesar di hadapanmu jika kamu tidak mau melakukan apa yang kuperintahkan." Ia menjawab, "

Laksanakanlah apa yang ingin engkau putuskan." Akhirnya Fir'aun menyembelih anak laki-lakinya di hadapannya; dan sesungguhnya roh anak laki-lakinya menyampaikan berita gembira kepadanya dan mengatakan,

"Hai Ibu, bergembiralah, sesungguhnya bagimu di sisi Allah ada pahala anu dan anu." Akhirnya ia tetap bersabar dan teguh dalam menghadapi siksaan itu. Di hari yang lain Fir'aun datang,

lalu mengatakan hal yang sama seperti sebelumnya, maka ia menjawabnya dengan kata-kata yang sama. Kemudian Fir'aun menyembelih lagi putranya yang lain di hadapannya.

Dan roh putranya itu menyampaikan berita gembira pula kepada ibunya seraya berkata, "Hai Ibu, bersabarlah, karena sesungguhnya bagimu di sisi Allah ada pahala yang besar sekali."

Ternyata istri Fir'aun mendengar pembicaraan roh kedua putra istri bendahara itu, akhirnya ia beriman. Lalu Allah mencabut nyawa istri bendahara Fir'aun itu dan menampakkan pahala dan kedudukannya serta kemuliaannya

di sisi Allah di mata istrinya Fir'aun, sehingga keimanan istri Fir'aun bertambah kuat dan begitu pula keyakinannya.Lalu Allah menampakkan keimanan istri Fir'aun kepada suaminya,

maka Fir'aun berkata kepada para pemimpin kaumnya, "Bagaimanakah pengetahuan kalian tentang Asiah binti Muzahim?" Ternyata mereka memujinya. Maka Fir'aun berkata kepada mereka,

"Sesungguhnya dia sekarang menyembah selainku." Mereka berkata kepada Fir'aun, "Kalau begitu, bunuh saja dia." Maka dibuatkanlah untuknya empat buah pasak, kemudian kedua tangan dan kaki Asiah diikatkan

pada masing-masing pasak, lalu Asiah berdoa kepada Allah yang disitir oleh firman-Nya: Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga. (At-Tahrim: 11) Fir'aun datang menyaksikan ucapannya itu,

lalu Asiah tertawa ketika menyaksikan rumahnya di surga. Maka Fir'aun berkata, "Tidakkah kalian heran dengan kegilaannya ini. Sesungguhnya kita menyiksanya, sedangkan dia tertawa."

Maka Allah mencabut nyawa Asiah dan menempatkannya di dalam surga, semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepadanya.Firman Allah Swt.:


{وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا}


dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya. (At-Tahrim: 12) Yakni memelihara dan menjaga kehormatannya. Al-ihsan artinya memelihara kesucian dirinya dan kehormatannya.


{فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا}


maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami. (At-Tahrim: 12) Yaitu melalui Malaikat Jibril, karena sesungguhnya Allah mengutus Jibril kepadanya dalam rupa seorang manusia yang sempurna,

dan memerintahkan kepada Jibril agar meniupkan ke dalam baju kurungnya sekali tiup dengan mulutnya. Maka tiupan itu turun ke bawah

dan memasuki farjinya, lalu terjadilah kehamilan karenanya, yaitu mengandung Isa a.s. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ}


maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya. (At-Tahrim: 12) yakni beriman kepada takdir dan syariat-Nya.


{وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ}


dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat. (At-Tahrim: 12)


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ أَبِي الْفُرَاتِ، عَنْ عِلْباء، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: خَطّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْأَرْضِ أَرْبَعَةَ خُطُوطٍ، وَقَالَ: "أَتُدْرُونَ مَا هَذَا؟ " قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَفْضَلُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ: خَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ، وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ، وَمَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ، وَآسِيَةُ بِنْتُ مُزَاحِمٍ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abul Furat, dari Alba, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

membuat suatu garis di tanah sebanyak empat garis, lalu bertanya, "Tahukah kalian apakah ini?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah Saw. bersabda:

(ini menggambarkan) wanita-wanita ahli surga yang paling utama. (yaitu) Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiah binti Muzahim bekas istri Fir’aun.

Telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah, dari Murrah Al-Hamdani, dari Abu Musa Al-Asy'ari, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:


"كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ، وَمَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ، وَخَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيلد، وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيد عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ"


Banyak dari kaum lelaki yang mencapai kesempurnaan, tetapi tiada yang mencapai kesempurnaan dari kaum wanita selain Asiah binti Muzahim bekas istri Fir’aun, Maryam binti Imran, dan Khadijah binti Khuwalid.

Dan sesungguhnya keutamaan Aisyah di atas kaum wanita sama dengan keutamaan makanan Sarid di atas makanan lainnya. Kami telah menyebutkan jalur-jalur hadis-hadis ini berikut lafaz-lafaznya,

dan telah kami bahas pula mengenainya dalam kisah Isa putra Maryam a.s. dalam kitab kami yang berjudul Al-Bidayah wan Niyahah; segala puji dan anugerah adalah milik Allah.

Telah kami sebutkan pula berita yang disebutkan di dalam hadis yang menyatakan bahwa Maryam dan Asiah binti Muzahim kelak akan menjadi istri-istri Nabi Saw. di dalam surga, yaitu pada tafsir firman-Nya:


{ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا}


yang janda dan yang perawan. (At-Tahrim: 5)

Surat At-Tahrim |66:12|

وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ

wa maryamabnata 'imroonallatiii aḥshonat farjahaa fa nafakhnaa fiihi mir ruuḥinaa wa shoddaqot bikalimaati robbihaa wa kutubihii wa kaanat minal-qoonitiin

dan Maryam putri 'Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya, dan dia termasuk orang-orang yang taat.

And [the example of] Mary, the daughter of 'Imran, who guarded her chastity, so We blew into [her garment] through Our angel, and she believed in the words of her Lord and His scriptures and was of the devoutly obedient.

Tafsir
Jalalain

(Dan Maryam) lafal ini diathafkan kepada lafaz imra'atu fir`auna (putri Imran yang memelihara kehormatannya) menjaga kehormatannya (maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh Kami)

yakni malaikat Jibril, ia meniupkan ke dalam kerah bajunya roh ciptaan Allah berdasarkan perintah dari Allah, hingga tiupan itu masuk ke dalam kemaluannya, lalu setelah itu Maryam mengandung Isa

(dan dia membenarkan kalimat-kalimat Rabbnya) yakni syariat-syariat-Nya (dan Kitab-kitab-Nya) yang telah diturunkan (dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat) termasuk golongan orang-orang yang taat kepada Allah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Tahrim | 66 : 12 |

penjelasan ada di ayat 11