Juz 7
Surat Al-Maidah |5:83|
وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَىٰ أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ ۖ يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ
wa iżaa sami'uu maaa unzila ilar-rosuuli tarooo a'yunahum tafiidhu minad-dam'i mimmaa 'arofuu minal-ḥaqq, yaquuluuna robbanaaa aamannaa faktubnaa ma'asy-syaahidiin
Dan apabila mereka mendengarkan apa (Al-Qur´an) yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri), seraya berkata, "Ya Tuhan, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur´an dan kenabian Muhammad).
And when they hear what has been revealed to the Messenger, you see their eyes overflowing with tears because of what they have recognized of the truth. They say, "Our Lord, we have believed, so register us among the witnesses.
(Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul) yaitu sebagian dari Alquran (kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran Alquran yang telah mereka ketahui dari kitab-kitab mereka sendiri,
seraya berkata, "Ya Tuhan kami! Kami telah beriman) kami telah percaya kepada Nabi-Mu dan Kitab-Mu (maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi -atas kebenaran Alquran dan kenabian Nabi Muhammad-.")
orang-orang yang mengakui dirinya beriman kepada keduanya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 83 |
Tafsir ayat 83-86
Selanjutnya Allah menyebutkan sifat mereka yang lain, yaitu taat kepada kebenaran dan mengikutinya serta menyadarinya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنزلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ}
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kalian lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur’an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri). (Al-Maidah: 83)
Yakni melalui apa yang terdapat di dalam kitab mereka menyangkut berita gembira akan datangnya seorang rasul, yaitu Nabi Muhammad Saw.
{يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ}
seraya berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur"an dan kenabian Muhammad Saw.)"{Al-Maidah: 83)Yakni bersama orang-orang yang menjadi saksi
atas kebenarannya dan yang beriman kepadanya.Imam Nasai telah meriwayatkan dari Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Umar ibnu Ali ibnu Miqdam, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Raja Najasyi dan teman-temannya, yaitu firman Allah Swt.: Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan
kebenaran (Al Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi
(atas kebenaran Al-Qur'an dan kenabian Muhammad Saw.) (Al-Maidah: 83)Ibnu Abu Hatim, Ibnu Murdawaih, dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya telah meriwayatkan melalui jalur Sammak, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah Swt.: maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi. (Al-Maidah: 83) Yakni bersama Nabi Muhammad Saw. dan umatnya adalah orang-orang yang menjadi saksi.
Mereka mempersaksikan terhadap Nabi Saw. bahwa Nabi Saw. telah menyampaikan risalahnya, juga mempersaksikan terhadap para rasul, bahwa mereka telah menyampaikan risalah. Kemudian Imam Hakim berkata, "Sanad hadis ini sahih,
tetapi keduanya tidak mengetengahkannya."
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو شُبَيْل عُبَيد اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ وَاقِدٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ الْفَضْلِ، عَنْ عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ نَافِعٍ الضَّبِّيِّ، عَنْ قَتَادَةَ وَجَعْفَرِ بْنِ إِيَاسٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، فِي قَوْلِ اللَّهِ: {وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنزلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ} قَالَ: إِنَّهُمْ كَانُوا كَرَابِينَ -يَعْنِي: فَلَّاحِينَ-قَدِمُوا مَعَ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي طَالِبٍ مِنَ الْحَبَشَةِ، فَلَمَّا قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنَ آمَنُوا وَفَاضَتْ أَعْيُنُهُمْ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَلَعَلَّكُمْ إِذَا رَجَعْتُمْ إِلَى أَرْضِكُمُ انْتَقَلْتُمْ إِلَى دِينِكُمْ". فَقَالُوا: لَنْ نَنْتَقِلَ عَنْ دِينِنَا. فَأَنْزَلَ اللَّهُ ذَلِكَ مِنْ قَوْلِهِمْ.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Syubail (yaitu Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Waqid), telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Fadl,
dari Abdul Jabbar ibnu Nafi' Ad-Dabbi, dari Qatadah dan Ja'far ibnu Iyas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah Swt.: Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad),
kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata. (Al-Maidah: 83) Ibnu Abbas mengatakan, mereka adalah para petani yang tiba bersama Ja'far ibnu Abu Talib dari negeri Habsyah. Ketika Rasulullah Saw. membacakan Al-Qur'an kepada mereka,
lalu mereka beriman, dan air mata mereka bercucuran. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Barangkali apabila kalian kembali ke tanah air kalian, maka kalian akan berpindah ke agama kalian lagi.
Mereka menjawab,"Kami tidak akan pindah dari agama kami sekarang."Perkataan mereka disitir oleh Allah Swt. melalui wahyu yang diturunkan-Nya yaitu:
{وَمَا لَنَا لَا نُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا جَاءَنَا مِنَ الْحَقِّ وَنَطْمَعُ أَنْ يُدْخِلَنَا رَبُّنَا مَعَ الْقَوْمِ الصَّالِحِينَ}
Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh? (Al-Maidah: 84)Golongan orang-orang Nasrani inilah yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنزلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ
Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka, sedangkan mereka berendah hati kepada Allah. (Ali Imran:199), hingga akhir ayat.
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِهِ هُمْ بِهِ يُؤْمِنُونَ * وَإِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ قَالُوا آمَنَّا بِهِ إِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلِهِ مُسْلِمِينَ *
Orang-orang yang telah kami datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelumnya Al-Qur’an, mereka beriman (pula) dengan Al-Qur’an itu. Dan apabila dibacakan (Al-Qur'an itu) kepada mereka, mereka berkata, "Kami beriman kepadanya,
sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkannya."(Al-Qashash: 52-53) sampai dengan firman-Nya:
{لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ}
kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil. (Al-Qashash: 55) Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَأَثَابَهُمُ اللَّهُ بِمَا قَالُوا جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ}
Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. (Al-Maidah: 85)Yakni Allah membalas mereka sebagai pahala atas iman mereka, kepercayaan dan pengakuan mereka kepada perkara yang hak, yaitu berupa:
{جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا}
Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedangkan mereka kekal di dalamnya. (Al-Maidah: 85)Yakni mereka tinggal di dalam surga untuk selamanya, tidak akan pindah dan tidak akan fana.
{وَذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ}
Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan. (Al-Ma’idah: 85)Yakni karena mereka mengikuti perkara yang hak dan taat kepadanya di mana pun perkara yang hak ada dan kapan saja serta dengan siapa pun,
mereka tetap berpegang kepada perkara yang hak.Selanjutnya Allah menceritakan perihal orang-orang yang celaka melalui firman-Nya:
{وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا}
Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami. (Al-Maidah: 86)Yakni ingkar kepada ayat-ayat Allah dan menentangnya.
{أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ}
mereka itulah penghuni neraka. (Al-Maidah: 86) Yakni mereka adalah ahli neraka yang akan masuk ke dalamnya.
Surat Al-Maidah |5:84|
وَمَا لَنَا لَا نُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا جَاءَنَا مِنَ الْحَقِّ وَنَطْمَعُ أَنْ يُدْخِلَنَا رَبُّنَا مَعَ الْقَوْمِ الصَّالِحِينَ
wa maa lanaa laa nu`minu billaahi wa maa jaaa`anaa minal-ḥaqqi wa nathma'u ay yudkhilanaa robbunaa ma'al-qoumish-shooliḥiin
Dan mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang saleh?"
And why should we not believe in Allah and what has come to us of the truth? And we aspire that our Lord will admit us [to Paradise] with the righteous people."
(Dan) mereka mengatakan sehubungan dengan bantahan mereka terhadap orang-orang Yahudi yang mencap mereka masuk Islam (mengapa kami tidak beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami)
yaitu berupa Alquran; artinya tidak ada halangan bagi diri kami untuk beriman selagi memang ada bukti-bukti yang mengharuskan iman (padahal kami sangat ingin) diathafkan/dikaitkan dengan lafal nu'minu
(agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh) orang-orang yang beriman ke dalam surga. Allah melanjutkan firman-Nya:
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 84 |
Penjelasan ada di ayat 83
Surat Al-Maidah |5:85|
فَأَثَابَهُمُ اللَّهُ بِمَا قَالُوا جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ
fa aṡaabahumullohu bimaa qooluu jannaatin tajrii min taḥtihal-an-haaru khoolidiina fiihaa, wa żaalika jazaaa`ul-muḥsiniin
Maka Allah memberi pahala kepada mereka atas perkataan yang telah mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan.
So Allah rewarded them for what they said with gardens [in Paradise] beneath which rivers flow, wherein they abide eternally. And that is the reward of doers of good.
(Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, yaitu surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sedang mereka kekal di dalamnya.Dan itulah balasan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan) yang ikhlas keimanannya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 85 |
Penjelasan ada di ayat 83
Surat Al-Maidah |5:86|
وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
wallażiina kafaruu wa każżabuu bi`aayaatinaaa ulaaa`ika ash-ḥaabul-jaḥiim
Dan orang-orang yang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka.
But those who disbelieved and denied Our signs - they are the companions of Hellfire.
(Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami mereka itulah penghuni neraka.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 86 |
Penjelasan ada di ayat 83
Surat Al-Maidah |5:87|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa tuḥarrimuu thoyyibaati maaa aḥallallohu lakum wa laa ta'taduu, innalloha laa yuḥibbul-mu'tadiin
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
O you who have believed, do not prohibit the good things which Allah has made lawful to you and do not transgress. Indeed, Allah does not like transgressors.
Ayat ini diturunkan tatkala ada suatu kaum dari kalangan para sahabat yang bertekad menetapi puasa dan melakukan sholat di malam harinya; mereka tidak mau mendekati wanita-wanita,
memakai wewangian, memakan daging dan tidur di ranjang/kasur. (Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas.)
janganlah kamu melanggar perintah Allah. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 87 |
Tafsir ayat 87-88
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan segolongan orang dari sahabat Nabi Saw. yang mengatakan, "Kita kebiri diri kita, tinggalkan nasfu syahwat duniawi dan mengembara
di muka bumi seperti yang dilakukan oleh para rahib di masa lalu." Ketika berita tersebut sampai kepada Nabi Saw., maka beliau mengirimkan utusan untuk menanyakan hal tersebut kepada mereka. Mereka menjawab,
"Benar." Maka Nabi Saw. bersabda:
" لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَنَامُ، وَأَنْكِحُ النِّسَاءَ، فَمَنْ أَخَذَ بسُنَّتِي فَهُوَ مِنِّي، وَمَنْ لَمْ يَأْخُذْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي".
Tetapi aku puasa, berbuka, salat, tidur, dan menikahi wanita. Maka barang siapa yang mengamalkan sunnahku (tuntunanku), berarti dia termasuk golonganku; dan barang siapa yang tidak mengamalkan sunnahku,
maka dia bukan termasuk golonganku. (Riwayat Ibnu Abu Hatim)Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, hal yang semisal.Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Siti Aisyah r.a.
bahwa pernah ada segolongan orang dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. bertanya kepada istri-istri Nabi Saw. tentang amal perbuatan Nabi Saw. yang bersifat pribadi. Maka sebagian dari para sahabat itu ada yang menyangkal,
"Kalau aku tidak makan daging." Sebagian yang lain mengatakan, "Aku tidak akan mengawini wanita." Dan sebagian lagi mengatakan, "Aku tidak tidur di atas kasur."Ketika hal itu sampai kepada Nabi Saw., maka beliau bersabda:
"مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَقُولُ أَحَدُهُمْ كَذَا وَكَذَا، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأَنَامُ وَأَقُومُ، وَآكُلُ اللَّحْمَ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي".
Apakah gerangan yang dialami oleh kaum, seseorang dari mereka mengatakan anu dan anu, tetapi aku puasa, berbuka, tidur, bangun, makan daging, dan kawin dengan wanita. Maka barang siapa yang tidak suka dengan sunnah (tuntunan)ku,
maka dia bukan dari golonganku.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Abu Asim Ad-Dahhak ibnu Mukhallad, dari Usman (yakni Ibnu Sa'id),
telah menceritakan kepadaku Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa pernah ada seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku apabila makan daging ini, maka berahiku terhadap wanita memuncak,
dan sesungguhnya aku sekarang mengharamkan daging atas diriku." Maka turunlah firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian. (Al-Maidah: 87)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Jarir, keduanya dari Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Abu Asim An-Nabil dengan sanad yang sama. Menurut Imam Turmuzi hadis ini hasan garib. Telah diriwayatkan
pula melalui jalur lain secara mursal, dan telah diriwayatkan secara mauquf pada Ibnu Abbas.Sufyan As-Sauri dan Waki' mengatakan bahwa Ismail ibnu Abu Khalid telah meriwayatkan dari Qais ibnu Abu Hazim, dari Abdullah ibnu Mas'ud
yang menceritakan, "Kami pernah berperang bersama Nabi Saw., sedangkan kami tidak membawa wanita. Maka kami berkata, 'Sebaiknya kita kebiri saja diri kita.' Tetapi Rasulullah Saw. melarang kami melakukannya dan memberikan rukhsah
(kemurahan) bagi kami untuk mengawini wanita dengan maskawin berupa pakaian dalam jangka waktu yang ditentukan." Kemudian Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian haramkan
apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian. (Al-Maidah: 87), hingga akhir ayat.Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Ismail. Peristiwa ini terjadi sebelum nikah mut’ah diharamkan. Al-A'masy telah
meriwayatkan dari Ibrahim, dari Hammam ibnul Haris, dari Amr ibnu Syurahbil yang menceritakan bahwa Ma'qal ibnu Muqarrin datang kepada Abdullah ibnu Mas'ud, lalu Ma'qal berkata, "Sesungguhnya aku sekarang telah mengharamkan
tempat tidurku (yakni tidak mau tidur di kasur lagi)" Maka Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian. (Al-Maidah: 87),
hingga akhir ayat.As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Abud Duha, dari Masruq yang menceritakan, "Ketika kami sedang berada di rumah Abdullah ibnu Mas'ud, maka disuguhkan kepadanya air susu perahan. Lalu ada seorang lelaki
(dari para hadirin) yang menjauh. Abdullah ibnu Mas'ud berkata kepadanya, "Mendekatlah!” Lelaki itu berkata, 'Sesungguhnya aku telah mengharamkan diriku meminumnya.' Abdullah ibnu Mas'ud berkata, 'Mendekatlah dan minumlah,
dan bayarlah kifarat sumpahmu,' lalu Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian. (Al-Maidah: 87), hingga akhir ayat.
Keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Imam Hakim telah meriwayatkan asar yang terakhir ini di dalam kitab Mustadrak-nya melalui jalur Ishaq ibnu Rahawaih, dari Jarir, dari Mansur dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Hakim
mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Sa'd, bahwa Zaid ibnu Aslam pernah menceritakan kepadanya bahwa Abdullah ibnu Rawwahah kedatangan tamu dari kalangan keluarganya di saat ia sedang berada di rumah Nabi Saw.
Kemudian ia pulang ke rumah dan menjumpai keluarganya masih belum menjamu tamu mereka karena menunggu kedatangannya. Maka ia berkata kepada istrinya, "Engkau tahan tamuku karena aku, makanan ini haram bagiku."
Istrinya mengatakan, "Makanan ini haram bagiku." Tamunya pun mengatakan, "Makanan ini haram bagiku." Ketika Abdullah ibnu Rawwahah melihat reaksi tersebut, maka ia meletakkan tangannya (memungut makanan) dan berkata,
"Makanlah dengan menyebut nama Allah." Lalu Abdullah ibnu Rawwahah pergi menemui Nabi Saw. dan menceritakan apa yang ia alami bersama mereka. Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian. (Al-Maidah: 87)Asar ini berpredikat munqati.Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan kisah Abu Bakar As-Siddiq bersama tamu-tamunya yang isinya serupa
dengan kisah di atas.Berangkat dari makna kisah ini, ada sebagian ulama—seperti Imam Syafii dan lain-lainnya— yang mengatakan bahwa barang siapa mengharamkan suatu makanan atau pakaian atau yang lainnya kecuali wanita,
maka hal itu tidak haram baginya dan tidak ada kifarat atas orang yang bersangkutan (bila melanggarnya), karena Allah Swt. telah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah
halalkan bagi kalian. (Al-Maidah: 87)Demikian pula apabila seseorang mengharamkan daging atas dirinya, seperti yang disebutkan pada hadis di atas, Nabi Saw: tidak memerintahkan kepadanya untuk membayar kifarat.
Ulama lainnya—antara lain Imam Ahmad ibnu Hambal—berpendapat bahwa orang yang mengharamkan sesuatu makanan atau minuman atau pakaian atau yang lainnya diwajibkan membayar kifarat sumpah. Begitu pula apabila seseorang
bersumpah akan meninggalkan sesuatu, maka ia pun dikenakan sanksi begitu ia mengharamkannya atas dirinya, sebagai hukuman atas apa yang telah ditetapkannya. Seperti yang telah difatwakan oleh Ibnu Abbas,
dan seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Tahrim: 1)Kemudian dalam ayat selanjutnya disebutkan:
{قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ}
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpah kalian. (At-Tahrim: 2), hingga akhir ayat.Demikian pula dalam surat ini, setelah disebutkan hukum ini, lalu diiringi dengan ayat yang menerangkan
tentang kifarat sumpah. Maka hal ini menunjukkan bahwa masalah yang sedang kita bahas sama kedudukannya dengan kasus sumpah dalam hal wajib membayar kifarat.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim,
telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij, dari Mujahid yang menceritakan bahwa ada segolongan kaum laki-laki —antara lain Usman ibnu Maz'un dan Abdullah ibnu Amr— bermaksud
melakukan tabattul (membaktikan seluruh hidupnya untuk ibadah) dan mengebiri diri mereka serta memakai pakaian yang kasar. Maka turunlah ayat ini sampai dengan firman-Nya: dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya.
(Al-Maidah: 88)Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ikrimah, bahwa Usman ibnu Maz'un, Ali ibnu Abu Talib, Ibnu Mas'ud, dan Al-Miqdad ibnul Aswad serta Salim maula Abu Huzaifah bersama sahabat lainnya melakukan tabattul,
lalu mereka tinggal di rumahnya masing-masing, memisahkan diri dari istri-istri mereka, memakai pakaian kasar, dan mengharamkan atas diri mereka makanan dan pakaian yang dihalalkan kecuali makanan dan pakaian yang biasa dimakan
dan dipakai oleh para pengembara dari kaum Bani Israil. Mereka pun bertekad mengebiri diri mereka serta sepakat untuk qiyamul lail dan puasa pada siang harinya. Maka turunlah firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian, dan janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-Maidah: 87)Dengan kata lain, janganlah kalian berjalan
bukan pada jalan tuntunan kaum muslim. Yang dimaksud ialah hal-hal yang diharamkan oleh mereka atas diri mereka—yaitu wanita, makanan, dan pakaian—serta apa yang telah mereka sepakati untuk melakukannya, yaitu salat qiyamul lail
sepanjang malam, puasa pada siang harinya, dan tekad mereka untuk mengebiri diri sendiri. Setelah ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka, maka Rasulullah Saw. mengirimkan utusannya untuk memanggil mereka,
lalu beliau Saw. bersabda:
"إِنَّ لِأَنْفُسِكُمْ حَقًّا، وَإِنَّ لِأَعْيُنِكُمْ حَقًّا، صُومُوا وَأَفْطِرُوا، وَصَلُّوا وَنَامُوا، فَلَيْسَ مِنَّا مَنْ تَرَكَ سُنَّتَنَا"
Sesungguhnya kalian mempunyai kewajiban atas diri kalian, dan kalian mempunyai kewajiban atas mata kalian. Berpuasalah dan berbukalah salatlah dan tidurlah maka bukan termasuk golongan kami orang yang meninggalkan sunnah kami.
Mereka berkata, "Ya Allah, kami tunduk dan patuh kepada apa yang telah Engkau turunkan."Kisah ini disebutkan pula oleh bukan hanya seorang dari kalangan tabi'in secara mursal, dan mempunyai bukti yang menguatkannya
di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Siti Aisyah Ummul Mu’minin, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi sehubungan dengan firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian, dan janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-Maidah: 87)Pada awal mulanya terjadi di suatu hari
ketika Rasulullah Saw. sedang duduk dan memberikan peringatan kepada orang-orang yang hadir, kemudian pergi dan tidak melanjutkan perintahnya lagi kepada mereka. Maka segolongan dari sahabat-sahabatnya yang berjumlah
sepuluh orang —antara lain Ali ibnu Abu Talib dan Usman ibnu Maz'un— mengatakan, "Apakah yang akan kita peroleh jika kita tidak melakukan amal perbuatan? Karena sesungguhnya dahulu orang-orang Nasrani mengharamkan atas diri mereka
banyak hal, maka kita pun harus berbuat hal yang sama."Sebagian dari mereka ada yang mengharamkan atas dirinya makan daging, makanan wadak, dan makan pada siang hari; ada yang mengharamkan tidur, ada pula yang mengharamkan
wanita (istri).Tersebutlah bahwa Usman ibnu Maz'un termasuk orang yang mengharamkan wanita atas dirinya. Sejak saat itu dia tidak lagi mendekati istri-istrinya, dan mereka pun tidak berani mendekatinya. Lalu istri Usman ibnu Maz'un datang
kepada Siti Aisyah r.a. Istri Usman ibnu Maz'un dikenal dengan nama panggilan Khaula. Siti Aisyah dan istri Nabi Saw. yang lainnya bertanya kepada Khaula, "Apakah yang engkau alami, hai Khaula, sehingga penampilanmu berubah,
tidak merapikan rambutmu, dan tidak memakai wewangian?" Khaula menjawab, "Bagaimana aku merapikan rambut dan memakai wewangian, sedangkan suamiku tidak menggauliku lagi dan tidak pernah membuka pakaianku
sejak beberapa lama ini.Maka semua istri Nabi Saw. tertawa mendengar jawaban Khaula. Saat itu masuklah Rasulullah Saw., sedangkan mereka dalam keadaan tertawa, maka beliau bertanya, "Apakah yang menyebabkan kalian tertawa?"
Siti Aisyah menjawab, "Wahai Rasulullah, saya bertanya kepada Khaula tentang keadaannya yang berubah. Lalu ia menjawab bahwa suaminya sudah sekian lama tidak pernah lagi membuka pakaiannya (menggaulinya)."Lalu Rasulullah Saw.
mengirimkan utusan untuk memanggil suaminya, dan beliau bersabda, "Hai Usman, ada apa denganmu?" Usman ibnu Maz'un menjawab, "Sesungguhnya aku tidak menggaulinya lagi agar dapat menggunakan seluruh waktuku untuk ibadah."
Lalu ia menceritakan duduk perkaranya kepada Nabi Saw. Usman menyebutkan pula bahwa dirinya telah bertekad untuk mengebiri dirinya. Mendengar pengakuannya itu Rasulullah Saw. bersabda, "Aku bersumpah kepadamu,
kamu harus kembali kepada istrimu dan menggaulinya." Usman ibnu Maz'un menjawab, "Wahai Rasulullah, sekarang aku sedang puasa." Rasulullah Saw. bersabda, "Kamu harus berbuka." Maka Usman berbuka dan menyetubuhi istrinya.
Khaula kembali kepada Siti Aisyah dalam keadaan telah merapikan rambutnya, memakai celak mata dan wewangian. Maka Siti Aisyah tersenyum dan berkata, "Mengapa engkau, hai Khaula?" Khaula menjawab bahwa suaminya telah menggaulinya
kembali kemarin. Dan Rasulullah Saw. bersabda:
"مَا بَالُ أَقْوَامٍ حَرَّموا النِّسَاءَ وَالطَّعَامَ وَالنَّوْمَ؟ أَلَّا إِنِّي أَنَامُ وَأَقُومُ، وَأُفْطِرُ وَأَصُومُ، وَأَنْكِحُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِب عَنِّي فَلَيْسَ مِنِّي".
Apakah gerangan yang telah dilakukan oleh banyak orang; mereka mengharamkan wanita, makanan, dan tidur. Ingatlah, sesungguhnya aku tidur, berbuka, puasa, dan menikahi wanita. Barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku,
maka dia bukan termasuk golonganku.Lalu turunlah firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian, dan janganlah kalian melampaui batas. (Al-Maidah: 87)
Seakan-akan ayat ini mengatakan kepada Usman, "Janganlah kamu mengebiri dirimu, karena sesungguhnya perbuatan itu merupakan perbuatan melampaui batas." Dan Allah memerintahkan kepada mereka agar membayar kifarat sumpahnya.
Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأيْمَانَ}
Allah tidak menghukum kalian disebabkan sumpah-sumpah kalian yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kalian disebabkan sumpah-sumpah yang kalian sengaja. (Al-Maidah: 89)Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Firman Allah Swt.:
{وَلا تَعْتَدُوا}
dan janganlah kalian melampaui batas. (Al-Maidah: 87)Makna yang dimaksud dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam mempersempit diri kalian dengan mengharamkan hal-hal yang diperbolehkan bagi kalian.
Demikianlah menurut pendapat sebagian ulama Salaf. Dapat pula diinterpretasikan: Sebagaimana kalian tidak boleh mengharamkan yang halal, maka jangan pula kalian melampaui batas dalam memakai dan mengkonsumsi yang halal,
melainkan ambillah darinya sesuai dengan keperluan dan kecukupan kalian, janganlah kalian melampaui batas. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt dalam ayat yang lain, yaitu :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا
Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. (Al-A'raf: 31), hingga akhir ayat.
{وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا}
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al-Furqan: 67)Allah Swt. mensyariatkan sikap pertengahan
antara yang berlebihan dan yang kikir dalam bernafkah, yakni tidak boleh melampaui batas, tidak boleh pula menguranginya. Dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ}
janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian, dan janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-Maidah: 87) Kemudian dalam ayat selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا}
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada kalian. (Al-Maidah: 88)Yakni keadaan rezeki itu halal lagi baik.
{وَاتَّقُوا اللَّهَ}
dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Maidah: 88)Yakni dalam semua urusan kalian, ikutilah jalan taat kepada-Nya dan yang diridai-Nya serta tinggalkanlah jalan yang menentang-Nya dan yang durhaka terhadap-Nya.
{الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ}
Yang kalian beriman kepada-Nya. (Al-Maidah: 88)
Surat Al-Maidah |5:88|
وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ
wa kuluu mimmaa rozaqokumullohu ḥalaalan thoyyibaw wattaqullohallażiii antum bihii mu`minuun
Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
And eat of what Allah has provided for you [which is] lawful and good. And fear Allah, in whom you are believers.
(Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah rezekikan kepadamu) sebagai maf`ul/obyek jar dan majrur yang sebelumnya menjadi hal yang berkaitan dengan maf`ul itu,(dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 88 |
Penjelasan ada di ayat 87
Surat Al-Maidah |5:89|
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ ۖ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ۚ ذَٰلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ ۚ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
laa yu`aakhiżukumullohu bil-laghwi fiii aimaanikum wa laakiy yu`aakhiżukum bimaa 'aqqottumul-aimaan, fa kaffaarotuhuuu ith'aamu 'asyaroti masaakiina min ausathi maa tuth'imuuna ahliikum au kiswatuhum au taḥriiru roqobah, fa mal lam yajid fa shiyaamu ṡalaaṡati ayyaam, żaalika kaffaarotu aimaanikum iżaa ḥalaftum, waḥfazhuuu aimaanakum, każaalika yubayyinullohu lakum aayaatihii la'allakum tasykuruun
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian, atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barang siapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu bersyukur (kepada-Nya).
Allah will not impose blame upon you for what is meaningless in your oaths, but He will impose blame upon you for [breaking] what you intended of oaths. So its expiation is the feeding of ten needy people from the average of that which you feed your [own] families or clothing them or the freeing of a slave. But whoever cannot find [or afford it] - then a fast of three days [is required]. That is the expiation for oaths when you have sworn. But guard your oaths. Thus does Allah make clear to you His verses that you may be grateful.
(Allah tidak menghukum kamu disebabkan senda-gurau) yang terjadi (di dalam sumpah-sumpahmu) yaitu sumpah yang dilakukan secara tidak sengaja hanya karena lisan terlanjur mengatakan, seperti ucapan seseorang,
"Tidak demi Allah," dan, "Ya demi Allah." (tetapi Dia menghukum kamu disebabkan apa yang kamu sengaja) dengan dibaca ringan `aqadtum dan dibaca tasydid `aqqadtum, menurut suatu riwayat dibaca `aaqadtum
(dalam sumpah-sumpahmu) mengenai hal itu, yaitu seumpamanya kamu bersumpah dengan sengaja (maka kafaratnya) artinya kafarat sumpah tersebut apabila kamu melanggarnya (memberi makan sepuluh orang miskin)
yang untuk setiap orang sebanyak satu mud (yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan) dari makanan tersebut (kepada keluargamu) artinya kualitas makanan yang paling pertengahan dan yang paling biasa dipakai
bukannya kualitas makanan yang paling tinggi dan juga bukan yang paling rendah (atau memberi kepada mereka pakaian) yaitu sesuatu yang biasa dijadikan sebagai pakaian seperti baju gamis, serban dan kain.
Imam Syafii berpendapat jika memberikannya secara sekaligus kepada seorang miskin saja dianggap kurang sempurna atau tidak memenuhi persyaratan (atau membebaskan) memerdekakan (seorang budak) yang beriman
seperti dalam masalah kafarat membunuh dan kafarat zihar atas dasar memberlakukan yang mutlak dengan hukum yang muqayyad (dan siapa yang tidak menemukan) salah satu di antara yang telah disebutkan
(maka berpuasa selama tiga hari) sebagai ganti kafaratnya; menurut pendapat yang terkuat dalam masalah ini tidak disyaratkan puasa secara berturut-turut, pendapat ini dikatakan oleh Imam Syafii.
(Yang demikian itu) yang telah disebutkan (adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah) kemudian kamu langgar. (Dan jagalah sumpahmu) jangan sampai kamu melanggarnya selagi sumpah itu bukanlah perbuatan kebaikan
atau mendamaikan orang-orang sebagaimana yang telah disebutkan dalam surah Al-Baqarah. (Demikianlah) artinya seperti apa yang telah Allah jelaskan tentang beberapa hal yang telah lalu penuturannya
(Allah menjelaskan kepada kamu tentang ayat-ayat-Nya agar kamu bersyukur) kepada-Nya atas hal itu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 89 |
Penjelasan ada di ayat 87
Dalam pembahasan yang lalu telah diterangkan masalah bermain-main dalam sumpah, yaitu dalam surat Al-Baqarah, sehingga tidak perlu diulangi lagi dalam pembahasan ini. Pada garis besarnya sumpah yang main-main ialah perkataan
seorang lelaki yang menyangkut makna sumpah tanpa disengaja, misalnya, "Tidak, demi Allah.' dan "Benar, demi Allah." Demikianlah menurut mazhab Imam Syafii. Menurut pendapat lain, bermain-main dalam sumpah ialah sumpah seseorang
yang dilakukan dalam omongan yang mengandung seloroh (gurauan); menurut pendapat yang lain dalam masalah maksiat. Menurut pendapat yang lain lagi atas dasar dugaan kuat, pendapat ini dikatakan oleh Abu Hanifah dan Imam Ahmad.
Menurut pendapat yang lainnya adalah sumpah yang dilakukan dalam keadaan marah. Sedangkan menurut pendapat yang lainnya atas dasar lupa. Dan menurut pendapat yang lainnya lagi yaitu sumpah
yang menyangkut masalah meninggalkan makan, minum dan pakaian, serta lain-lainnya yang semisal, dengan berdalilkan firman Allah Swt.:
{لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ}
Janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian. (Al-Maidah: 87)Tetapi pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa sumpah yang main-main ialah yang diutarakan tanpa sengaja, dengan berdalilkan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأيْمَانَ}
Tetapi Dia menghukum kalian disebabkan sumpah-sumpah yang kalian sengaja. (Al-Maidah: 89)Yakni sumpah yang kalian tekadkan dan sengaja kalian lakukan.
فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ
Maka kifarat (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin. (Al-Maidah: 89)Yakni orang-orang yang membutuhkan pertolongan dari kalangan orang-orang miskin dan orang-orang yang tidak dapat menemukan apa yang mencukupi penghidupannya. Firman Allah Swt.:
{مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ}
Yaitu dari makanan (jenis pertengahan) yang biasa kalian berikan kepada keluarga kalian. (Al-Maidah: 89)Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, dan Ikrimah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah dari standar jenis makanan yang biasa kalian
berikan kepada keluarga kalian. Menurut Ata Al-Khurrasani, makna yang dimaksud ialah makanan yang biasa kalian berikan kepada keluarga kalian.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar, dari Hajjaj, dari Abu Ishaq As-Subai'i, dari Al-Haris, dari Ali yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah roti dan air susu, atau roti dan minyak samin.Ibnu Abu Hatim mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la secara qiraat (bacaan), telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Sulaiman (yakni Ibnu Abul Mugirah), dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
sebagian orang ada yang memberi nafkah keluarganya dengan makanan pokok yang berkualitas rendah, ada pula yang memberi makan keluarganya dengan makanan pokok yang berkualitas tinggi. Maka Allah Swt. berfirman:
Yaitu dari makanan (jenis pertengahan) yang biasa kalian berikan kepada keluarga kalian. (Al-Maidah: 89) Yakni berupa roti dan minyak. Abu Sa'id Al-Asyaj mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki’ telah menceritakan kepada kami
Israil, dari Jabir, dari Amir, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Yaitu dari makanan (jenis pertengahan) yang biasa kalian berikan kepada keluarga kalian. (Al-Maidah: 89) Yakni dari jenis pertengahan antara jenis yang biasa
dikonsumsi oleh orang-orang miskin dan oleh orang-orang kaya mereka.Telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Khalaf Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu'aib (yakni Ibnu Syabur),
dan telah menceritakan kepada kami Syaiban ibnu Abdur Rahman At-Tamimi, dari Lais ibnu Abu Sulaim, dari Asim Al-Ahwal, dari seorang lelaki yang dikenal dengan nama Abdur Rahman At-Tamimi, dari Ibnu Umar r.a.
sehubungan dengan firman-Nya: Yaitu dari makanan (pertengahan) yang biasa kalian berikan kepada keluarga kalian. (Al-Maidah: 89) Yakni berupa roti dan daging, atau roti dan samin, atau roti dan susu, atau roti dan minyak,
atau roti dan cuka.Dan telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Harb Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Asim, dari Ibnu Sirin, dari Ibnu Umar sehubungan dengan firman-Nya: Yaitu dari makanan (pertengahan)
yang biasa kalian berikan kepada keluarga kalian. (Al-Maidah: 89) Yakni roti dan samin atau roti dan susu, atau roti dan minyak atau roti dan kurma. Makanan yang paling utama kalian berikan kepada keluarga kalian ialah roti dan daging.
Asar yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Hannad dan Ibnu Waki’ keduanya dari Abu Mu'awiyah. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ubaidah dan Al-Aswad, Syuraih Al-Qadi, Muhammad ibnu Sirin,
Al-Hasan Ad-Dahhak serta Abu Razin, semuanya mengatakan hal yang semisal.Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan pula asar yang sama dari Makhul.Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Yaitu dari makanan (pertengahan) yang biasa kalian berikan kepada keluarga kalian. (Al-Maidah: 89) Bahwa makna yang dimaksud ialah menyangkut sedikit dan banyaknya makanan tersebut. Kemudian para ulama berbeda pendapat
mengenai standar jumlah yang biasa diberikan kepada keluarga. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar, dari Hajjaj, dari Husain Al-Harisi, dari Asy-Sya'bi,
dari Al-Haris, dari Ali r.a. sehubungan dengan firman-Nya: Yaitu dari makanan (pertengahan) yang biasa kalian berikan kepada keluarga kalian. (Al-Maidah: 89) Yakni makanan yang biasa ia berikan untuk makan siang dan makan malam
keluarganya.Al-Hasan dan Muhammad ibnu Sirin mengatakan, orang yang bersangkutan cukup memberi makan sepuluh orang miskin sekali makan, berupa roti dan daging. Al-Hasan menambahkan bahwa jika ia tidak menemukan daging,
maka cukup dengan roti, minyak samin, dan susu; jika ia tidak menemukannya, maka cukup dengan roti, minyak, dan cuka hingga mereka merasa kenyang.Ulama yang lain mengatakan, orang yang bersangkutan memberi makan
setiap orang dari sepuluh orang itu setengah sa jewawut atau buah kurma atau lainnya. Pendapat ini dikatakan oleh Umar, Siti Aisyah, Mujahid, Asy-Sya'bi, Sa'id ibnu Jubair, Ibrahim An-Nakha'i, Maimun IbnuMahran, Abu Malik,
Ad-Dahhak, Al-Hakam, Mak-hul, Abu Qilabah, dan Muqatil ibnu Hayyan. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, jumlah makanan yang diberikan kepada tiap orang ialah setengah sa jewawut atau satu sa makanan jenis lainnya.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnul Hasan As-Saqafi, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnul Hasan ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mu'awiyah,
telah menceritakan kepada kami Ziad ibnu Abdullah ibnut Tufail ibnu Sakhbirah (anak lelaki saudara seibu Siti Aisyah), telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Ya'la, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah membayar kifarat dengan satu sa' buah kurma, dan beliau Saw. memerintahkan kepada orang-orang supaya melakukan hal yang sama. Barang siapa yang tidak menemukan
buah kurma, maka dengan setengah sa' jewawut.Ibnu Majah meriwayatkannya dari Al-Abbas ibnu Yazid, dari Ziyad ibnu Abdullah Al-Bakka, dari Umar ibnu Abdullah ibnu Ya'la As-Saqafi, dari Al-Minhal ibnu Amr dengan sanad yang sama.
Tetapi hadis ini tidak sahih, mengingat keadaan Umar ibnu Abdullah, karena dia telah disepakati akan kedaifannya. Menurut mereka, Umar ibnu Abdullah ini sering minum khamr. Menurut Imam Daruqutni, Umar ibnu Abdullah hadisnya tidak terpakai.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dari Daud (yakni Ibnu Abu Hindun),dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa yang dimaksud ialah
satu mud makanan berupa jewawut—yakni bagi tiap-tiap orang miskin— disertai lauk pauknya.Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Zaid ibnu Sabit, Sa'id ibnul Musayyab, Ata,
Ikrimah, Abusy Sya'sa, Al-Qasim, Salim, Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, Sulaiman ibnu Yasar, Al-Hasan, Muhammad ibnu Sirin, dan Az-Zuhri hal yang semisal. Imam Syafii mengatakan bahwa hal yang diwajibkan dalam kifarat sumpah ialah
satu mud berdasarkan ukuran mud yang dipakai oleh Nabi Saw. untuk tiap orang miskin, tanpa memakai lauk pauk. Imam Syafii mengatakan demikian dengan berdalilkan perintah Nabi Saw. kepada seseorang yang menyetubuhi istrinya
di siang hari Ramadan. Nabi Saw. memerintahkannya untuk memberi makan enam puluh orang miskin dari tempat penyimpanan makanan yang berisikan lima belas sa untuk tiap-tiap orang dari mereka kebagian satu mud.
Di dalam hadis lain hal itu disebutkan dengan jelas. Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ali Ibnul Hasan Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq As-Siraj,
telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Zurarah Al-Kufi, dari Abdullah ibnu Umar Al-Umari, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. menetapkan standar takaran
kifarat sumpah dengan memakai takaran mud pertama, makanan yang ditakarnya berupa gandum.Sanad hadis ini daif karena keadaan An-Nadr ibnu Zurarah ibnu Abdul Akram Az-Zuhali Al-Kufi yang tinggal di Balakh.
Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa dia adalah orang yang tidak dikenal, padahal bukan hanya seorang yang telah mengambil riwayat hadis darinya. Tetapi Ibnu Hibban menyebutnya di antara orang-orang yang siqah.
Ibnu Hibban mengatakan, telah mengambil riwayat darinya Qutaibah ibnu Sa'id banyak hal yang benar. Kemudian gurunya yang bernama Al-Umari orangnya daif pula.Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan bahwa hal yang diwajibkan ialah satu
mud jewawut atau dua mud jenis makanan lainnya. Firman Allah Swt:
{أَوْ كِسْوَتُهُمْ}
atau memberi pakaian kepada mereka. (Al-Maidah: 89)Imam Syafii rahimahullah mengatakan, "Seandainya orang yang bersangkutan menyerahkan kepada tiap-tiap orang dari sepuluh orang miskin itu sesuatu yang dinamakan pakaian,
baik berupa gamis, celana, kain sarung, kain sorban, ataupun kerudung, maka hal itu sudah cukup baginya."Tetapi murid-murid Imam Syafii berbeda pendapat mengenai masalah peci, apakah peci dianggap mencukupi atau tidak;
ada dua pendapat mengenainya di kalangan mereka. Di antara mereka ada yang membolehkannya; karena berdasarkan riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Abu Sa'id Al-Asyaj dan Ammar ibnu Khalid Al-Wasiti, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Malik, dari Muhammad ibnuz Zubair, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya
kepada Imran ibnul Husain mengenai firman-Nya: atau memberi pakaian kepada mereka. (Al-Maidah: 89) Imran ibnul Husain r.a. menjawab, "Seandainya ada suatu delegasi datang kepada amir kalian, lalu amir kalian memakaikan kepada
tiap orang dari mereka sebuah peci, maka tentu kalian akan mengatakan bahwa mereka telah diberi pakaian."Akan tetapi, sanad riwayat ini daif karena keadaan Muhammad ibnuz Zubair.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh
Syekh Abu Hamid Al-Isfirayini dalam masalah khuff (kaos kaki yang terbuat dari kulit), ada dua pendapat mengenainya. Hanya saja pendapat yang benar mengatakan tidak mencukupi. Imam Malik dan Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan
bahwa hal yang diserahkan kepada masing-masing dari mereka harus berupa pakaian yang sah dipakai untuk salat seorang laki-laki atau seorang wanita, masing-masing disesuaikan dengan keperluannya.Al-Aufi telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas, bahwa pakaian itu ialah sebuah baju 'abayah atau baju jas bagi tiap-tiap orang miskin. Mujahid mengatakan bahwa minimalnya adalah sebuah baju, sedangkan maksimalnya menurut kehendak orang yang bersangkutan.
Lais telah meriwayatkan dari Mujahid bahwa dianggap cukup dalam kifarat sumpah segala jenis pakaian, kecuali celana pendek.Al-Hasan, Abu Ja'far Al-Baqir, Ata, Tawus, Ibrahim An-Nakha'i, Hammad ibnu Abu Sulaiman,
dan Abu Malik mengatakan bahwa setiap orang miskin cukup diberi sebuah baju. Dari Ibrahim An-Nakha'i disebutkan pula pakaian yang menutupi, seperti baju jas dan baju luar; tetapi ia beranggapan tidak mencukupi pakaian yang berupa kaos,
baju gamis, dan kain kerudung serta lain-lainnya yang sejenis.Al-Ansari telah meriwayatkan dari Asy'as, dari Ibnu Sirin dan Al-Hasan, bahwa yang mencukupi adalah masing-masing orang diberi satu setel pakaian.As-Sauri telah meriwayatkan
dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa cukup dengan kain sorban yang dililitkan di kepala atau baju 'abayah yang dipakai sebagai baju luar.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad,
telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Asim Al-Ahwal, dari Ibnu Sirin, dari Abu Musa, bahwa ia pernah mengucapkan sumpah atas sesuatu (lalu ia melanggarnya), maka ia memberi pakaian berupa satu setel pakaian<
(untuk tiap orang miskin) buatan Bahrain.
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْمُعَلَّى، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ مُقَاتِلِ بْنِ سُلَيْمَانَ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ، عَنْ أَبِي عِيَاضٍ، عَنْ عَائِشَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: {أَوْ كِسْوَتُهُمْ} قَالَ: "عَبَاءَةٌ لِكُلِّ مِسْكِينٍ".
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Ma'la, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami
Ismail ibnu Ayyasy, dari Muqatil ibnu Sulaiman, dari Abu Usman, dari Abu Iyad, dari Aisyah, dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan firman Allah Swt.: atau memberi pakaian kepada mereka.
(Al-Maidah: 89) Maka Rasulullah Saw.bersabda: Baju 'abayah untuk tiap orang miskin.Hadis ini berpredikat garib. Firman Allah Swt.:
{أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ}
atau memerdekakan seorang budak. (Al-Maidah: 89)Imam Abu Hanifah menyimpulkan makna mutlak dari ayat ini. Untuk itu, ia mengatakan bahwa dianggap cukup memerdekakan budak yang kafir, sebagaimana dianggap cukup
memerdekakan budak yang mukmin.Imam Syafii dan lain-lainnya mengatakan, diharuskan memerdekakan seorang budak yang mukmin. Imam Syafii menyimpulkan ikatan mukmin ini dari kifarat membunuh, karena adanya kesamaan dalam hal
yang mewajibkan memerdekakan budak, sekalipun latar belakangnya berbeda. Disimpulkan pula dari hadis Mu'awiyah ibnul Hakam As-Sulami yang ada di dalam kitab Muwatta Imam Malik, Musnad Imam Syafii, dan Sahih Muslim. Di dalamnya
disebutkan Mu'awiyah terkena suatu sanksi yang mengharuskan dia memerdekakan seorang budak, lalu ia datang kepada Nabi Saw. dengan membawa seorang budak perempuan berkulit hitam, maka Rasulullah Saw. bertanya kepadanya:
"أَيْنَ اللَّهُ؟ " قَالَتْ: فِي السَّمَاءِ. قَالَ: "مَنْ أَنَا؟ " قَالَتْ: رَسُولُ اللَّهِ. قَالَ: "أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ".
"Di manakah Allah?”Ia menjawab, "Di atas.” Nabi Saw. bertanya, 'Siapakah aku ini?" Ia menjawab, "Utusan Allah.” Rasulullah Saw. bersabda, "Merdekakanlah dia, sesungguhnya dia adalah seorang yang mukmin."Demikianlah tiga perkara
dalam masalah kifarat sumpah; mana saja di antaranya yang dilakukan oleh si pelanggar sumpah, dinilai cukup menurut kesepakatan semuanya. Sanksi ini dimulai dengan yang paling mudah, memberi makan lebih mudah daripada memberi pakaian,
sebagaimana memberi pakaian lebih mudah daripada memerdekakan budak. Dalam hal ini sanksi menaik, dari yang mudah sampai yang berat. Dan jika orang yang bersangkutan tidak mampu melakukan salah satu dari ketiga perkara tersebut,
hendaklah ia menebus sumpahnya dengan puasa selama tiga hari, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman yang selanjutnya, yaitu:
{فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ}
Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kifaratnya puasa selama tiga hari. (Al-Maidah: 89)Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair dan Al-Hasan Al-Basri. Mereka mengatakan bahwa barang siapa
yang memiliki tiga dirham, dia harus memberi makan; dan jika ia tidak memilikinya, maka ia harus puasa (sebagai kifarat sumpahnya).Ibnu Jarir menceritakan pendapat sebagian ahli fiqih masanya, bahwa orang yang tidak mempunyai lebihan
dari modal yang dipakainya untuk keperluan penghidupannya diperbolehkan melakukan puasa sebagai kifarat sumpahnya. Orang yang tidak mempunyai lebihan dari modal itu dalam jumlah yang cukup diperbolehkan pula melakukan puasa
untuk membayar kifarat sumpahnya.Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa yang diperbolehkan melakukan puasa itu adalah orang yang tidak mempunyai lebihan dari penghidupan untuk dirinya dan keluarganya pada hari itu
dalam jumlah yang cukup untuk menutupi kifarat sumpahnya.Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah apakah puasa itu wajib dilakukan berturut-turut ataukah hanya sunat, dan dianggap cukupkah melakukannya secara terpisah-pisah?
Ada dua pendapat mengenainya, salah satunya mengatakan tidak wajib berturut-turut. Pendapat ini dinaskan oleh Imam Syafii dalam Kitabul Aiman dan merupakan pendapat Imam Malik, mengingat kemutlakan makna firman-Nya:
{فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ}
maka kifaratnya puasa selama tiga hari. (Al-Maidah: 89)yang artinya dapat diinterpretasikan secara berturut-turut atau secara terpisah-pisah, mengingat tidak ada keterangan yang mengikatnya. Perihalnya sama dengan mengqada puasa Ramadan, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ}
maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Al-Baqarah: 184)Dalam kitab lain —yaitu dalam kitab Al-Umm— Imam Syafii telah menaskan wajib berturut-turut, seperti halnya apa yang dikatakan
oleh mazhab Abu Hanifah dan mazhab Hambali. Karena sesungguhnya telah diriwayatkan dari Ubay ibnu Ka'b dan lain-lainnya, bahwa mereka membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
"فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مُتَتَابِعَاتٍ"
maka kifaratnya puasa selama tiga hari secara berturut-turut.Abu Ja'far Ar-Razi mengatakan dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah,dari Ubay ibnu Ka'b, bahwa dia membaca ayat tersebut dengan bacaan berikut: maka kifaratnya puasa selama tiga hari
secara berturut-turut.Mujahid, Asy-Sya'bi, dan Abu Ishaq telah meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Mas'ud. Ibrahim telah mengatakan dalam qiraah Abdullah ibnu Mas'ud, yaitu: maka kifaratnya puasa selama tiga hari secara berturut-turut.
Al-A'masy mengatakan bahwa murid-murid Abdullah ibnu Mas'ud membacanya seperti bacaan itu.Qiraah ini jika tidak terbuktikan sebagai Qur'an yang mutawatir, maka paling minimal kedudukannya adalah khabar wahid atau tafsir dari sahabat,
dan hal seperti ini sama hukumnya dengan hadis yang berpredikat marfu.
قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ الْأَشْعَرِيُّ، حَدَّثَنَا الْهَيْثَمُ بْنُ خَالِدٍ الْقُرَشِيُّ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ قَيْسٍ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ يَحْيَى، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ آيَةُ الْكَفَّارَاتِ قَالَ حُذَيْفَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، نَحْنُ بِالْخِيَارِ؟ قَالَ: "أَنْتَ بِالْخِيَارِ، إِنْ شِئْتَ أَعْتَقْتَ، وَإِنْ شِئْتَ كَسَوْتَ، وَإِنْ شِئْتَ أَطْعَمْتَ، فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مُتَتَابِعَاتٍ".
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far Al-Asy'ari, telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnu Khalid Al-Qurasyi,
telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Qais, dari Ismail ibnu Yahya, dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ketika ayat kifarat ini diturunkan, Huzaifah bertanya 'Wahai Rasulullah, bukankah kita disuruh memilih
salah satunya?" Maka Rasulullah Saw. menjawab: Engkau boleh memilih: Jika kamu suka memerdekakan budak kamu boleh memerdekakan budak; jika kamu suka memberi pakaian, kamu boleh memberi pakaian; dan jika kamu suka memberi makan,
kamu boleh memberi makan. Dan barang siapa yang tidak sanggup maka kifaratnya puasa selama tiga hari berturut-turut.Tetapi hadis ini garib sekali. Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ }
Yang demikian itu adalah kifarat sumpah-sumpah kalian bila kalian bersumpah. (Al-Maidah: 89)Yakni demikianlah kifarat (menghapus) sumpah menurut syariat.
وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ
Dan jagalah sumpah kalian. (Al-Maidah: 89)Ibnu Jarir mengatakan, makna yang dimaksud ialah janganlah kalian tinggalkan sumpah tanpa membayar kifaratnya.
{كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ}
Demikianlah Allah menerangkan kepada kalian hukum-hukum-Nya. (Al-Maidah: 89)Yakni menjelaskan dan menafsirkannya.
{لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
agar kalian bersyukur (kepada-Nya). (Al-Maidah: 89)
Surat Al-Maidah |5:90|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
yaaa ayyuhallażiina aamanuuu innamal-khomru wal-maisiru wal-anshoobu wal-azlaamu rijsum min 'amalisy-syaithooni fajtanibuuhu la'allakum tufliḥuun
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.
O you who have believed, indeed, intoxicants, gambling, [sacrificing on] stone alters [to other than Allah], and divining arrows are but defilement from the work of Satan, so avoid it that you may be successful.
(Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar) minuman yang memabukkan yang dapat menutupi akal sehat (berjudi) taruhan (berkorban untuk berhala) patung-patung sesembahan
(mengundi nasib dengan anak panah) permainan undian dengan anak panah (adalah perbuatan keji) menjijikkan lagi kotor (termasuk perbuatan setan) yang dihiasi oleh setan.
(Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu) yakni kekejian yang terkandung di dalam perbuatan-perbuatan itu jangan sampai kamu melakukannya (agar kamu mendapat keberuntungan).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 90 |
Tafsir ayat 90-93
Allah Swt. berfirman melarang hamba-hamba-Nya yang beriman meminum khamr dan berjudi. Telah disebutkan dalam sebuah riwayat dari Amirul Mu’minin Ali ibnu Abu Talib r.a., bahwa ia pernah mengatakan catur itu termasuk judi.
Begitu pula menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Isa ibnu Marhum, dari Hatim, dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali r.a.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari Lais, dari Ata, Mujahid, dan Tawus, menurut Sufyan atau dua orang dari mereka; mereka telah mengatakan bahwa segala sesuatu yang memakai
taruhan dinamakan judi, hingga permainan anak-anak yang memakai kelereng.Telah diriwayatkan pula dari Rasyid ibnu Sa'd serta Damrah ibnu Habib hal yang semisal. Mereka mengatakan, "Hingga dadu, kelereng, dan biji juz yang biasa dipakai
permainan oleh anak-anak."Musa ibnu Uqbah telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa maisir adalah judi.Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa maisir adalah judi yang biasa dipakai
untuk taruhan di masa Jahiliah hingga kedatangan Islam. Maka Allah melarang mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk itu.Malik telah meriwayatkan dari Daud ibnul Husain, bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab berkata,
"Dahulu maisir yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliah ialah menukar daging dengan seekor kambing atau dua ekor kambing."Az-Zuhri telah meriwayatkan dari Al-A'raj yang mengatakan bahwa maisir ialah mengundi dengan anak panah
yang taruhannya berupa harta dan buah-buahan.Al-Qasim ibnu Muhammad mengatakan bahwa semua sarana yang melalaikan orang dari mengingati Allah dan salat dinamakan maisir.Semua riwayat yang telah disebutkan di atas diketengahkan
oleh Ibnu Abu Hatim.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ الرَّمَادِيُّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا صَدَقَةُ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي الْعَاتِكَةِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "اجْتَنِبُوا هَذِهِ الكِعَاب الْمَوْسُومَةَ الَّتِي يُزْجَرُ بِهَا زَجْرًا فَإِنَّهَا مِنَ الْمَيْسِرِ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sadaqah, telah menceritakan kepada kami
Usman ibnu Abul Atikah, dari Ali Ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, dari Abu Musa Al-Asy'ari, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Jauhilah oleh kalian dadu-dadu yang bertanda ini, yang dikocok-kocok, karena sesungguhnya
ia termasuk maisir.Hadis ini berpredikat garib. Seakan-akan yang dimaksud dengan dadu tersebut adalah permainan nard (kerambol) yang disebutkan dalam sahih Muslim melalui Buraidah ibnu Hasib Al-Aslami yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
"مَنْ لَعِبَ بالنَّرْدَشير فَكَأَنَّمَا صَبَغ يَدَهُ فِي لَحْمِ خِنْزِيرٍ ودَمه"
Barang siapa yang bermain nardsyir (karambol), maka seakan-akan mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi.Di dalam kitab Muwatta' Imam Malik dan Musnad Imam Ahmad serta Sunan Abu Daud dan Sunan Ibnu Majah disebutkan sebuah hadis melalui Abu Musa Al-Asy'ari yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدِ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ".
Barang siapa yang bermain nard, maka ia telah durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya.Telah diriwayatkan pula secara mauquf dari Abu Musa, bahwa hal tersebut merupakan perkataan Abu Musa sendiri.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا الجُعَيْد، عَنْ مُوسَى بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْخَطْمِيِّ، أَنَّهُ سَمِعَ مُحَمَّدَ بْنَ كَعْبٍ وَهُوَ يَسْأَلُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ يَقُولُ: أَخْبِرْنِي، مَا سَمِعْتَ أَبَاكَ يَقُولُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فقال عَبْدُ الرَّحْمَنِ: سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَثَلُ الَّذِي يَلْعَبُ بِالنَّرْدِ، ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي، مَثَلُ الَّذِي يَتَوَضَّأُ بالقَيْح وَدَمِ الْخِنْزِيرِ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Maki ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Al-Ju'aid, dari Musa ibnu Abdur Rahman Al-Khatmi, bahwa ia pernah mendengar perkataan Muhammad ibnu Ka'b ketika bertanya
kepada Abdur Rahman, "Ceritakanlah kepadaku apa yang telah kamu dengar dari ayahmu dari Rasulullah Saw." Maka Abdur Rahman menjawab bahwa ia pernah mendengar ayahnya mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw.
bersabda: Perumpamaan orang yang bermain nard, kemudian ia bangkit dan melakukan salat, sama halnya dengan orang yang berwudu dengan memakai nanah dan darah babi, lalu ia bangkit dan melakukan salatnya.
Adapun mengenai syatranj (catur), Abdullah ibnu Umar r.a. mengatakan bahwa permainan catur adalah perbuatan yang buruk dan termasuk permainan nard.Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan dari Ali r.a. bahwa permainan catur
termasuk maisir. Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad telah menaskan keharamannya, tetapi Imam Syafii menghukuminya makruh.Mengenai ansab, maka Ibnu Abbas, Mujahid, Ata, Sa'id ibnu Jubair, dan Al-Hasan serta lain-lainnya
yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ansab merupakan tugu-tugu terbuat dari batu yang dijadikan sebagai tempat mereka melakukan kurban di dekatnya (untuk tugu-tugu tersebut).Adapun azlam menurut mereka ialah
anak-anak panah (yang tidak diberi bulu keseimbangan dan tidak diberi ujung), alat ini biasa mereka pakai untuk mengundi nasib. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.Firman Allah Swt.:
{رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ}
adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. (Al-Maidah: 90)Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa rijsun artinya perbuatan yang dimurkai (Allah) dan termasuk perbuatan setan.
Menurut Sa'id ibnu Jubair,arti rijsun ialah dosa. Sedangkan menurut Zaid ibnu Aslam disebutkan bahwa makna rijsun ialah jahat, termasuk perbuatan setan.
{فَاجْتَنِبُوهُ}
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu. (Al-Maidah: 90)Damir yang ada pada lafaz fajtanibuhu kembali merujuk kepada lafaz ar-rijsu, yakni tinggalkanlah perbuatan yang jahat dan keji itu.
{لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}
agar kalian mendapat keberuntungan. (Al-Maidah: 90)Ayat ini mengandung makna targib (anjuran untuk memikat). Kemudian Allah Swt. berfirman:
{إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ}
Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalang-halangi kalian dari mengingati Allah dan salat; maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Al-Maidah: 91)Ayat ini mengandung ancaman dan peringatan.
Surat Al-Maidah |5:91|
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
innamaa yuriidusy-syaithoonu ay yuuqi'a bainakumul-'adaawata wal-baghdhooo`a fil-khomri wal-maisiri wa yashuddakum 'an żikrillaahi wa 'anish-sholaati fa hal antum muntahuun
Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan sholat, maka tidakkah kamu mau berhenti?
Satan only wants to cause between you animosity and hatred through intoxicants and gambling and to avert you from the remembrance of Allah and from prayer. So will you not desist?
(Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi itu) bila kamu melakukan keduanya mengingat dalam keduanya itu terkandung,
kejelekan dan fitnah (dan menghalangi kamu) karena sibuk melakukannya itu (dari mengingat Allah dan sholat) Allah menyebutkan sholat secara khusus sebagai pengagungan terhadap-Nya (maka berhentilah kamu) dari melakukan kedua pekerjaan ini.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 91 |
Penjelasan ada di ayat 90
Surat Al-Maidah |5:92|
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا ۚ فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَىٰ رَسُولِنَا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
wa athii'ulloha wa athii'ur-rosuula waḥżaruu, fa in tawallaitum fa'lamuuu annamaa 'alaa rosuulinal-balaaghul-mubiin
Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat) dengan jelas.
And obey Allah and obey the Messenger and beware. And if you turn away - then know that upon Our Messenger is only [the responsibility for] clear notification.
(Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-Nya dan berhati-hatilah) terhadap perbuatan-perbuatan maksiat. (Jika kamu berpaling) dari ketaatan
(maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan amanat Allah dengan terang) dengan gamblang, kemudian pembalasan kamu oleh Kami.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 92 |
Penjelasan ada di ayat 90
Surat Al-Maidah |5:93|
لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا إِذَا مَا اتَّقَوْا وَآمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ثُمَّ اتَّقَوْا وَآمَنُوا ثُمَّ اتَّقَوْا وَأَحْسَنُوا ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
laisa 'alallażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati junaaḥun fiimaa tho'imuuu iżaa mattaqow wa aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati ṡummattaqow wa aamanuu ṡummattaqow wa aḥsanuu, wallohu yuḥibbul-muḥsiniin
Tidak berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan tentang apa yang mereka makan (dahulu), apabila mereka bertakwa dan beriman, serta mengerjakan kebajikan, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, selanjutnya mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
There is not upon those who believe and do righteousness [any] blame concerning what they have eaten [in the past] if they [now] fear Allah and believe and do righteous deeds, and then fear Allah and believe, and then fear Allah and do good; and Allah loves the doers of good.
(Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu) meminum dan melakukan perjudian sebelum adanya pengharaman
(apabila mereka bertakwa) terhadap perbuatan-perbuatan yang haram (serta beriman dan mengerjakan amal-amalan yang saleh kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman)
mereka terus menetapi pada ketakwaan dan keimanannya (kemudian mereka tetap juga bertakwa dan berbuat kebaikan) dalam beramal. (Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan)
dengan pengertian bahwa Allah akan memberi pahala mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 93 |
Penjelasan ada di ayat 90
Surat Al-Maidah |5:94|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَيَبْلُوَنَّكُمُ اللَّهُ بِشَيْءٍ مِنَ الصَّيْدِ تَنَالُهُ أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ لِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَخَافُهُ بِالْغَيْبِ ۚ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu layabluwannakumullohu bisyai`im minash-shoidi tanaaluhuuu aidiikum wa rimaaḥukum liya'lamallohu may yakhoofuhuu bil-ghoiib, fa mani'tadaa ba'da żaalika fa lahuu 'ażaabun aliim
Wahai orang-orang yang beriman! Allah pasti akan menguji kamu dengan hewan buruan yang dengan mudah kamu peroleh dengan tangan dan tombakmu agar Allah mengetahui siapa yang takut kepada-Nya, meskipun dia tidak melihat-Nya. Barang siapa melampaui batas setelah itu, maka dia akan mendapat azab yang pedih.
O you who have believed, Allah will surely test you through something of the game that your hands and spears [can] reach, that Allah may make evident those who fear Him unseen. And whoever transgresses after that - for him is a painful punishment.
(Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya kamu akan menerima ujian) percobaan dari (Allah dengan sesuatu) yang Ia kirimkan kepadamu
(berupa binatang buruan yang mudah didapat) maksudnya binatang buruan yang kecil-kecil (oleh tangan-tanganmu dan tombak-tombakmu) berupa binatang buruan yang besar-besar.
Peristiwa ini terjadi sewaktu di Hudaibiah sedangkan mereka dalam keadaan berihram; tersebutlah bahwa hewan-hewan liar berada di mana-mana sewaktu mereka dalam perjalanan
(supaya Allah mengetahui) dengan pengetahuan yang jelas (orang yang takut kepada-Nya, biar pun ia tidak dapat melihat-Nya) menjadi hal yang artinya secara gaib ,
tidak bisa melihat-Nya kemudian ia menghindari binatang buruan itu. (Siapa yang melanggar batas sesudah itu) sesudah dilarang menangkap binatang buruan itu kemudian ia bertekad menangkapnya (maka baginya siksaan yang pedih).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 94 |
Tafsir ayat 94-95
Al-Walibi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah Swt.: Sesungguhnya Allah akan menguji kalian dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombak kalian. (Al-Maidah: 94)
Yakni binatang buruan yang lemah dan yang kecil, Allah menguji hamba-hamba-Nya dengan melalui binatang buruan itu dalam ihram mereka; sehingga seandainya mereka suka, mereka dapat menangkapnya dengan tangan mereka.
Maka Allah melarang mereka mendekatinya. Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Yang mudah didapat oleh tangan kalian. (Al-Maidah: 94) Yakni binatang buruan yang kecil dan yang masih baru menetas.
dan oleh tombak kalian. (Al-Maidah: 94) Yakni binatang buruan yang besar.Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan dalam peristiwa umrah Hudaibiyyah. Tersebutlah bahwa saat itu binatang liar, burung-burung,
dan binatang buruan lainnya banyak mereka dapati dalam perjalanan mereka; hal seperti itu belum pernah mereka lihat sebelumnya. Lalu Allah melarang mereka membunuh binatang-binatang buruan, sedang mereka dalam keadaan ihram.
{لِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَخَافُهُ بِالْغَيْبِ}
Supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. (Al-Maidah: 94)Yakni Allah Swt. menguji mereka dengan binatang buruan yang mengelilingi mereka dalam perjalanannya,
mereka dapat saja dengan mudah menangkap binatang-binatang buruan itu dengan tangan dan tombak mereka secara sembunyi-sembunyi ataupun dengan terang-terangan. Dimaksudkan agar tampak siapa yang taat kepada Allah
di antara mereka dalam kesendiriannya atau dalam terang-terangannya. Makna ayat ini sama dengan yang terdapat pada ayat lain, yaitu firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ}
Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak tampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar. (Al-Mulk: 12)Firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ}
Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu. (Al-Maidah: 94)Yakni sesudah pemberitahuan dan peringatan serta pendahuluan ini, menurut As-Saddi dan lain-lainnya.
{فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
maka baginya azab yang pedih. (Al-Maidah: 94) Karena ia melanggar perintah Allah dan syariat-Nya.Kemudian Allah Swt. berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membunuh binatang buruan, ketika kalian sedang ihram. (Al-Maidah: 95)Hal ini merupakan pengharaman dan larangan dari Allah Swt. untuk membunuh dan memakan binatang buruan
dalam keadaan ihram. Dan hal ini tiada lain menyangkut binatang yang boleh dimakan dagingnya, bila ditinjau dari segi maknanya, sekalipun hewan yang dilahirkan dari campuran antara binatang yang halal dimakan dan binatang lainnya.
Mengenai binatang yang tidak boleh dimakan dagingnya dari kalangan hewan darat; menurut Imam Syafii, orang yang sedang ihram diperbolehkan membunuhnya. Lain halnya dengan jumhur ulama, mereka tetap mengharamkannya pula,
dan tiada yang dikecualikan kecuali apa yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui jalur Az-Zuhri, dari Urwah, dari Siti Aisyah Ummul Mu’minin, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"خَمْسُ فَواسِق يُقْتَلْنَ فِي الحِلِّ والحَرَم الغُراب وَالْحِدَأَةُ، والعَقْرب، وَالْفَأْرَةُ، وَالْكَلْبُ العَقُور".
Ada lima hewan jahat yang boleh dibunuh, baik di tanah halal maupun di tanah suci, yaitu burung gagak, burung elang, kalajengking (scorpion), tikus, dan anjing gila.
قَالَ مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "خَمْسٌ مِنَ الدَّوَابِّ لَيْسَ عَلَى الْمُحْرِمِ فِي قَتْلِهِنَّ جُنَاح: الْغُرَابُ، وَالْحِدَأَةُ، وَالْعَقْرَبُ، وَالْفَأْرَةُ، وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ".
Imam Malik telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Ada lima macam hewan yang tiada dosa bagi orang yang sedang ihram membunuhnya, yaitu burung gagak, burung elang, kalajengking,
tikus dan anjing gila.Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkannya pula. Ayyub telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar hal yang semisal; dan Ayyub mengatakan, "Aku bertanya kepada Nafi' mengenai ular,
maka Nafi' menjawab, 'Masalah ular tidak diragukan lagi, dan tiada yang memperselisihkan kebolehan membunuhnya'."Di antara ulama seperti Imam Malik dan Imam Ahmad terdapat orang-orang yang menyamakan dengan anjing gila yaitu serigala,
hewan pemangsa, macan tutul dan harimau, karena hewan-hewan tersebut lebih berbahaya daripada anjing gila.Zaid ibnu Aslam dan Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan bahwa pengertian anjing gila mencakup semua jenis hewan liar pemangsa.
Orang yang mengatakan demikian menyimpulkan dalil dari sebuah riwayat yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. mendoakan kebinasaan terhadap Atabah ibnu Abu Lahab, dalam doanya beliau mengucapkan:
"اللَّهُمَّ سَلِّط عَلَيْهِ كَلْبَكَ بِالشَّامِ"
Ya Allah, kuasakanlah atas dirinya. anjing-Mu yang ada di negeri Syam.Ternyata Atabah dimangsa oleh hewan pemangsa di Zarqa.Jumhur ulama mengatakan, jika seseorang membunuh selain hewan-hewan yang disebutkan dalam hadis,
maka ia harus membayar dendanya, misalnya dia membunuh dubuk, musang, dan berang-berang serta lain-lainnya yang semisal.Imam Malik mengatakan bahwa dikecualikan pula dari hal tersebut anak-anak dari kelima hewan yang disebutkan
dalam nas hadis serta anak-anak hewan pemangsa yang disamakan dengan hewan-hewan tersebut.Imam Syafii mengatakan, orang yang sedang ihram diperbolehkan membunuh semua hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya.
Dalam hal ini tidak ada bedanya antara yang masih kecil dan yang sudah besar. Dan Imam Syafii menilai bahwa 'illat jami'ah yang membolehkannya diperlakukan demikian karena dagingnya tidak boleh dimakan.Imam Abu Hanifah mengatakan,
orang yang sedang ihram boleh membunuh anjing gila dan serigala, mengingat serigala adalah anjing liar. Dan jika seseorang membunuh selain keduanya, maka ia harus menebusnya; kecuali jika hewan yang selain keduanya itu menyerangnya,
maka barulah ia boleh membunuhnya, dan tidak ada kewajiban menebusnya. Hal ini merupakan pendapat Al-Auza'i dan Al-Hasan ibnu Saleh ibnu Huyay. Sedangkan menurut Zufar ibnul Huzail, orang yang bersangkutan tetap dikenakan tebusan,
sekalipun binatang yang selain itu datang menyerangnya.Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan burung gagak (al-gurab) dalam hadis ini ialah burung gagak yang berwarna abqa', yaitu yang pada punggungnya
dan bagian bawah perutnya terdapat bulu yang berwarna putih (belang). Lain halnya dengan burung gagak adra’ yakni yang bulunya berwarna hitam mulus; juga burung asam, yakni burung gagak yang berwarna putih.Hal ini berdasarkan kepada
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nasai:
عَنْ عَمْرِو بْنِ عَلِيٍّ الفَلاس، عَنْ يَحْيَى القَطَّان، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ عَائِشَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "خَمْسٌ يَقْتُلُهُنَّ الْمُحْرِمُ: الْحَيَّةُ، وَالْفَأْرَةُ، وَالْحِدَأَةُ، وَالْغُرَابُ الْأَبْقَعُ، وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ".
dari Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Yahya Al-Qattan. dari Syu'bah, dari Qatadah, dari Sa'id ibnul Musayyab. dari Siti Aisyah. dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Ada lima jenis hewan yang boleh dibunuh oleh orang yang sedang ihram,:
yaitu ular, tikus, burung elang, burung gagak belang, dan anjing gila.Jumhur ulama berpendapat bahwa makna yang dimaksud lebih umum dari itu, karena menurut hadis yang ada di dalam kitab Sahihain disebutkan lafaz al-gurab secara mutlak
tanpa ikatan (al-abqa').Imam Malik rahimahulldh mengatakan bahwa orang yang sedang ihram tidak boleh membunuh burung gagak, kecuali jika burung gagak itu menyerang dan mengganggunya. Sedangkan menurut Mujahid ibnu Jabr
dan segolongan ulama, ia tidak boleh membunuhnya melainkan hanya melemparnya. Dan telah diriwayatkan hal yang semisal dari Ali r.a.
قَدْ رَوَى هُشَيْم: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي نُعْم، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ أَنَّهُ سُئِلَ عَمَّا يَقْتُلُ الْمُحْرِمُ، فَقَالَ: "الْحَيَّةَ، وَالْعَقْرَبَ، والفُوَيْسِقَة، وَيَرْمِي الْغُرَابَ وَلَا يَقْتُلُهُ، وَالْكَلْبَ الْعَقُورَ، وَالْحِدَأَةَ، وَالسَّبُعَ العادي".
Hasyim telah meriwayatkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Abdur Rahman ibnu Abu Nu'm, dari Abu Sa'id, dari Nabi Saw. Beliau pernah ditanya mengenai hewan yang boleh dibunuh oleh orang
yang sedang ihram. Maka beliau Saw. menjawab: Ular, kalajengking, tikus, dan burung gagak tidak boleh dibunuh, tetapi dilempar (diusir); (begitu pula) anjing gila, elang serta hewan pemangsa yang menyerang.Imam Abu Daud
meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Hambal, dan Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Mani', keduanya dari Hasyim. Sedangkan Ibnu Majah dari Abu Kuraib dan Muhammad ibnu Fudail,
keduanya dari Yazid ibnu Abu Ziyad,sedangkan dia orangnya daif. Tetapi menurut Imam Turmuzi, hadis ini berpredikat hasan. Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ}
Barang siapa di antara kalian membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya. (Al-Maidah: 95)Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Ayyub yang menceritakan bahwa ia mendapat berita dari Tawus yang mengatakan, "Orang yang membunuh binatang buruan karena tersalah tidak dijatuhi sanksi,
melainkan yang dijatuhi sanksi ialah orang yang membunuhnya dengan sengaja." Hal ini merupakan mazhab (pendapat) yang aneh, bersumber dari Tawus; dia hanya berpegang kepada lahiriah makna ayat.Mujahid ibnu Jabr mengatakan,
yang dimaksud dengan makna muta'ammid dalam ayat ini ialah orang yang sengaja membunuh binatang buruan, sedangkan dia dalam keadaan lupa terhadap ihram yang sedang di jalaninya. Adapun orang yang sengaja membunuh
binatang buruan, padahal ia ingat akan ihramnya, maka perkaranya lebih berat daripada hanya dikenai sanksi membayar kifarat, dan ihramnya batal. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, bersumber
dari Mujahid ibnu Jabr melalui jalur Ibnu Abu Nujaih, Lais ibnu Salim, dan lain-lainnya. Pendapat ini pun aneh.Adapun menurut jumhur ulama, orang yang sengaja dan orang yang lupa dalam melakukannya sama saja, diwajibkan membayar tebusan
(denda). Az-Zuhri mengatakan bahwa Al-Qur'an menunjukkan kepada orang yang sengaja, sedangkan sunnah menunjukkan kepada orang yang lupa (tidak sengaja). Dengan kata lain,
Al-Qur'an menunjukkan bahwa orang yang sengaja diwajibkan membayar denda, dan bahwa perbuatannya itu berdosa. Hal ini diungkapkan melalui firman Allah Swt.:
{لِيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ}
Supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. (Al-Maidah: 95)Sedangkan yang ditunjukkan oleh sunnah,
yaitu dari keputusan-keputusan Nabi Saw. dan keputusan-keputusan sahabatnya, wajib membayar denda dalam kasus perburuan secara tersalah. Perihalnya sama dengan kewajiban membayar denda dalam kasus sengaja.
Lagi pula membunuh binatang buruan termasuk perbuatan merusak,dan merusak itu dikenai sanksi ganti rugi, baik dalam kasus sengaja ataupun tidak sengaja; tetapi orang yang melakukannya dengan sengaja berdosa, sedangkan orang yang keliru
dimaafkan. Firman Allah Swt.:
{فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ}
maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya. (Al-Maidah: 95)Sebagian dari ulama membacanya dengan idafah, yakni fajazau' misli. Sedangkan yang lainnya membacanya dengan mengatafkannya, yaitu:
{فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ}
maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya. (Al-Maidah: 95)Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu Mas'ud membacanya fajazauhu mislu (dengan memakai damir). Firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ}
maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya. (Al-Maidah: 95)Menurut masing-masing dari dua qiraah di atas terkandung dalil yang dijadikan pegangan oleh pendapat Imam Malik
dan Imam Syafii serta Imam Ahmad dan jumhur ulama, semuanya mengatakan wajib membayar denda berupa binatang ternak yang seimbang dengan binatang yang dibunuh oleh orang yang sedang ihram tersebut, jika binatang itu
ada persamaannya dengan binatang yang jinak. Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah rahimahullah, karena ia hanya mewajibkan harganya saja, baik binatang buruan yang terbunuh itu termasuk binatang yang ada persamaannya
dengan binatang yang jinak ataupun bukan binatang yang mempunyai persamaan. Imam Abu Hanifah mengatakan, orang yang bersangkutan disuruh memilih, ia boleh menyedekahkan harganya, boleh pula harganya dibelikan hadya
(hewan kurban).Tetapi keputusan yang telah ditetapkan oleh para sahabat yang menyatakan denda dibayar dengan binatang yang seimbang merupakan pendapat yang lebih utama untuk diikuti. Mereka memutuskan bahwa
membunuh burung unta dendanya ialah seekor unta, membunuh sapi liar dendanya ialah seekor sapi, membunuh kijang dendanya ialah domba. Peradilan yang ditetapkan oleh para sahabat berikut sandaran-sandaran-nya disebutkan
di dalam kitab-kitab fiqih.Adapun jika binatang buruan bukan termasuk binatang yang ada imbangannya dari binatang yang jinak, maka Ibnu Abbas telah memutuskan dendanya, yaitu membayar harganya, lalu dibawa ke Mekah. Demikianlah
menurut riwayat Imam Baihaqi.Firman Allah Swt.:
{يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ}
menurut putusan dua orang yang adil di antara kalian. (Al-Maidah: 95)Mengenai ketetapan bayar denda dalam kasus binatang yang berstandar atau harganya dalam kasus membunuh binatang buruan yang tidak mempunyai standar
dari binatang yang jinak, diputuskan oleh dua orang yang adil dari kalangan kaum muslim.Para ulama berselisih pendapat sehubungan dengan diri si pelaku perburuan, apakah dia boleh dijadikan sebagai salah seorang dari dua hakim
yang memutuskan sanksi dendanya, ada dua pendapat mengenainya. Salah satunya mengatakan tidak boleh, karena keputusan sanksi terhadap dirinya sendiri perlu dicurigai. Demikianlah menurut mazhab Imam Malik.Pendapat yang kedua
mengatakan boleh, karena mengingat keumuman makna ayat. Pendapat ini merupakan mazhab Imam Syafii dan Imam Ahmad. Pendapat yang pertama beralasan bahwa seorang hakim tidak boleh merangkap menjadi mahkum 'alaih
(yang dijatuhi sanksi) dalam waktu yang sama.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im Al-Fadl ibnu Dakin, telah menceritakan kepada kami Ja'far (yaitu Ibnu Barqan),
dari Maimun ibnu Mahran, bahwa seorang Arab Badui datang kepada Khalifah Abu Bakar, lalu lelaki Badui itu berkata, "Aku telah membunuh binatang buruan, sedangkan aku dalam keadaan berihram. Maka bagaimanakah menurut pendapatmu,
denda apakah yang harus kubayar?" Maka Khalifah Abu Bakar r.a. bertanya kepada Ubay ibnu Ka'b yang sedang duduk di sisinya, "Bagaimanakah kasus ini menurutmu?" Tetapi orang Badui itu menyangkal, "Aku datang kepadamu,
dan kamu adalah khalifah Rasulullah. Aku hanya bertanya kepadamu, tetapi ternyata kamu menanyakan kepada orang lain." Abu Bakar r.a. menjawab, "Apakah yang kamu protes, sedangkan Allah Swt. telah berfirman: maka dendanya ialah
mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kalian. (Al-Maidah: 95) Maka aku bermusyawarah dengan temanku untuk mengambil suatu kesepakatan
mengenai kasusmu itu. Apabila kami telah sepakat atas suatu keputusan, maka barulah kami akan menjatuhkannya kepadamu untuk dilakukan."Sanad asar ini jayyid (baik), tetapi munqati (ada yang terputus) antara Maimun dan As-Siddiq.
Dalam kasus seperti ini barangkali sanksi yang dijatuhkan adalah hewan yang seimbang. Khalifah Abu Bakar As-Siddiq menjelaskan kepada orang Badui itu keputusan hukumnya dengan lemah lembut dan hati-hati, mengingat ia memandang
bahwa orang Badui itu tidak mengerti. Dan sesungguhnya penawar atau obat bagi ketidakmengertian hanyalah diberi pelajaran.Jika orang yang menyangkal dikenal sebagai orang yang berilmu, kasusnya seperti yang disebutkan oleh Ibnu Jarir.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Hannad dan Abu Hisyam Ar-Rifa'i. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' ibnul Jarrah, dari Al-Mas'udi, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Qubaisah ibnu Jabir
yang menceritakan, "Kami berangkat melakukan ibadah haji. Apabila memasuki waktu tengah hari, kami tuntun kendaraan kami dan kami berjalan seraya berbincang-bincang.Pada suatu siang hari ketika kami dalam keadaan seperti itu,
tiba-tiba ada seekor kijang menyeberang di hadapan kami dari sisi kanan ke sisi kiri atau dari sisi kiri ke sisi kanan kami. Maka seorang lelaki di antara kami melemparnya dengan batu, dan ternyata lemparannya itu tepat mengenai bagian perutnya,
lalu lelaki itu menaiki hewan kendaraannya dan meninggalkan kijang itu dalam keadaan mati. Dan kami menganggapnya telah melakukan suatu kesalahan yang besar.Ketika kami tiba di Mekah, aku keluar bersamanya hingga sampai kepada
Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. Lalu lelaki itu menceritakan kepadanya kisah tersebut. Saat itu di sebelah Khalifah Umar terdapat seorang lelaki yang wajahnya putih bersih bagaikan perak, dia adalah Abdur Rahman ibnu Auf.
Lalu Umar menoleh kepadanya dan berbicara dengannya, setelah itu Umar memandang kepada lelaki itu dan bertanya, "Apakah kamu sengaja membunuhnya, ataukah tersalah?' Lelaki itu menjawab, 'Sesungguhnya aku sengaja melemparnya
dengan batu, tetapi aku tidak sengaja membunuhnya' (maksudnya hanya menghardiknya).Khalifah Umar berkata, 'Menurut pendapatku, perbuatan yang kamu lakukan itu merupakan gabungan dari unsur sengaja dan unsur keliru;
maka carilah seekor kambing, kemudian sembelihlah dan sedekahkanlah dagingnya, tetapi biarkanlah kulitnya.'Maka kami bangkit pergi dari Khalifah Umar dan aku (Qubaisah) berkata kepada temanku (si lelaki yang membunuh kijang tersebut),
'Hai kamu, sebaiknya kamu agungkan syiar-syiar Allah, Amirul Mu’minin tidak mengetahui apa yang harus ia fatwakan kepadamu sehingga ia bertanya kepada temannya (yakni Abdur Rahman ibnu Auf). Sekarang pergilah ke untamu,
lalu sembelihlah untamu, maka mudah-mudahan hal itu mencukupimu'."Qubaisah mengatakan bahwa saat itu dirinya dalam keadaan tidak ingat akan ayat dari surat Al-Maidah yang mengatakan: Menurut putusan dua orang yang adil
di antara kalian. (Al-Maidah: 95)Qubaisah melanjutkan, "Dan ternyata ucapanku itu sampai kepada Khalifah Umar. Maka tiada sesuatu yang mengejutkan kami melainkan dia datang dengan membawa cambuk, lalu ia memukul temanku itu
dengan cambuknya seraya berkata, 'Apakah kamu berani membunuh hewan buruan di tanah suci dan meremehkan keputusan hukum yang telah ditetapkan?'Kemudian Khalifah Umar datang kepadaku, maka aku berkata,
'Wahai Amirul Mu’minin, aku tidak akan menghalalkan bagimu hari ini sesuatu pun yang diharamkan bagimu atas diriku.' Maka Khalifah Umar r.a. berkata, 'Hai Qubaisah ibnu Jabir, sesungguhnya aku melihatmu berusia muda, lapang dada,
dan memiliki lisan yang jelas. Dan sesungguhnya dalam diri seorang pemuda itu terdapat sembilan macam akhlak yang baik dan satu akhlak yang buruk, tetapi akhlak yang buruk itu dapat merusak semua akhlak yang baik. Karena itu,
jauhilah olehmu hal-hal yang dapat menggelincirkan seorang pemuda'."Hasyim meriwayatkan kisah ini dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Qubaisah dengan lafaz yang semisal. Ia meriwayatkannya pula dari Husain, dari Asy-Sya'bi,
dari Qubaisah dengan lafaz yang semisal. Dan ia mengetengahkannya secara mursal melalui Umar ibnu Bakar ibnu Abdullah Al-Muzanni dan Muhammad ibnu Sirin dengan lafaz yang semisal.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Mansur, dari Abu Wail, telah menceritakan kepadaku Ibnu Jarir Al-Bajali, bahwa ia pernah membunuh seekor kijang,
sedangkan dia dalam keadaan ihram. Lalu ia menceritakan hal itu kepada Khalifah Umar. Maka Khalifah Umar berkata, "Datangkanlah dua orang lelaki dari kalangan saudara-saudaramu, lalu hendaklah keduanya memutuskan perkaramu itu."
Maka aku (Ibnu Jarir Al-Bajali) datang kepada Abdur Rahman dan Sa'd, lalu keduanya memberikan keputusan terhadap diriku agar membayar denda berupa seekor domba jantan berbulu kelabu.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Mukhariq, dari Tariq yang menceritakan bahwa Arbad menginjak seekor kijang hingga membunuhnya, sedangkan ia dalam keadaan ihram. Lalu Arbad datang kepada
Khalifah Umar untuk meminta keputusan perkaranya. Maka Khalifah Umar berkata kepadanya, "Ikutlah kamu dalam keputusan ini bersamaku (memusyawarahkannya)." Maka keduanya memutuskan denda berupa seekor kambing
yang telah dapat minum dan memakan daun pepohonan. Kemudian Khalifah Umar membacakan firman-Nya: menurut putusan dua orang yang adil di antara kalian. (Al-Maidah: 95)Di dalam asar ini terkandung dalil yang menunjukkan boleh
menjadikan orang yang terlibat sebagai salah satu dari dua orang hakim yang menangani kasusnya. Seperti apa yang telah dikatakan oleh Imam Syafii dan Imam Ahmad.Mereka berselisih pendapat, apakah diperlukan adanya keputusan baru
atas setiap perbuatan pelanggaran yang dilakukan oleh orang yang berihram (yang membunuh binatang buruan)? Karena itu, diwajibkan mengadakan keputusan hukum baru yang dilakukan oleh dua orang yang adil, sekalipun kasus
yang semisal telah dilakukan keputusannya oleh para sahabat; ataukah keputusannya cukup mengikut kepada keputusan sahabat yang terdahulu?Ada dua pendapat mengenainya. Imam Syafii dan Imam Ahmad mengatakan bahwa
dalam menangani kasus yang serupa, keputusan hukumnya mengikut kepada apa yang telah diputuskan oleh para sahabat. Keduanya menganggap bahwa keputusan sahabat itu merupakan syariat yang telah ditetapkan dan tidak boleh
berpaling darinya. Sedangkan kasus-kasus yang keputusannya belum pernah dilakukan oleh para sahabat, maka keputusannya merujuk kepada pendapat dua orang hakim yang adil.Imam Malik dan Imam Abu Hanifah mengatakan,
diwajibkan melakukan keputusan hukum baru terhadap setiap kasus pelanggaran, baik jenis pelanggaran itu hukumnya pernah diputuskan oleh sahabat ataukah belum, karena Allah Swt. telah berfirman: menurut putusan dua orang yang adil
di antara kalian. (Al- Maidah: 95)Firman Allah Swt.:
{هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ}
Sebagai hadya yang dibawa sampai ke Ka’bah. (Al-Maidah: 95)Yakni dibawa sampai ke Tanah Suci, lalu disembelih di sana, dan dagingnya dibagi-bagikan kepada kaum fakir miskin Tanah Suci. Hal ini merupakan suatu perkara yang telah disepakati oleh semuanya. Firman Allah Swt.:
{أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا}
atau (dendanya) membayar kifarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu. (Al-Maidah: 95)Yakni apabila orang yang berihram tersebut tidak menemukan hewan yang seimbang
dengan binatang buruan yang telah dibunuhnya, atau karena memang binatang buruan yang dibunuhnya bukan termasuk binatang yang mempunyai standar perimbangan.Huruf au dalam ayat ini menurut hemat kami bermakna takhyir,
yakni boleh memilih salah satu di antara membayar denda yang seimbang dengan binatang yang dibunuhnya, atau memberi makan, atau puasa, seperti pendapat Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad ibnul Hasan,
dan salah satu dari dua pendapat Imam Syafii serta pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad. Dengan alasan bahwa makna lahiriah huruf au dalam ayat ini menunjukkan makna takhyir.Pendapat lain mengatakan bahwa huruf au dalam ayat ini
menunjukkan makna tartib (berurutan). Sebagai gambarannya ialah hendaklah orang yang bersangkutan beralih kepada nilai. Untuk itu, binatang buruan yang dibunuhnya ditaksir harganya. Demikianlah menurut pendapat
Imam Malik dan Imam Abu Hanifah serta semua muridnya, begitu pula menurut Hammad serta Ibrahim.Imam Syafii mengatakan, harga ternak yang semisal ditaksir seandainya ada, kemudian harganya dibelikan makanan, lalu makanan itu
disedekahkan. Setiap orang miskin mendapat satu mud menurut Imam Syafii, Imam Malik, dan ulama fiqih Hijaz. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya mengatakan, orang yang bersangkutan memberi makan
setiap orang miskin sebanyak dua mud, pendapat inilah yang dikatakan oleh Mujahid. Sedangkan menurut Imam Ahmad adalah satu mud gandum atau dua mud makanan lainnya.Jika orang yang bersangkutan tidak menemukan makanan
—atau kita katakan menurut pendapat yang mengartikan takhyir— maka orang yang bersangkutan melakukan puasa sebagai ganti memberi makanan setiap orang miskin, yaitu setiap orang diganti menjadi puasa sehari. Ibnu Jarir mengatakan,
ulama yang lain mengatakan bahwa orang yang bersangkutan melakukan puasa sehari untuk mengganti setiap sa makanan; perihalnya sama dengan kifarat dalam kasus pelanggaran melakukan pencukuran dan lain-lainnya.
Karena sesungguhnya Nabi Saw. telah memerintahkan Ka'b ibnul Ujrah untuk membagi-bagikan satu faraq makanan di antara enam orang miskin atau puasa tiga hari; satu faraq isinya tiga sa’.Para ulama berselisih pendapat mengenai tempat
pembagian makanan ini. Menurut Imam Syafii, makanan harus dibagikan di Tanah Suci, seperti apa yang dikatakan oleh Ata. Imam Malik mengatakan, makanan dibagikan di tempat orang yang bersangkutan membunuh binatang buruannya,
atau di tempat-tempat yang berdekatan dengan tempat perburuannya itu.Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, jika orang yang bersangkutan ingin membagi-bagikan makanannya di Tanah Suci, ia boleh melakukannya;
dan jika ingin membagi-bagikannya di tempat lain, ia boleh pula melakukannya.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami
Jarir, dari Mansur, dari Al-Hakam, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan binatang buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang
yang adil di antara kalian sebagai hadyayang dibawa sampai ke Ka’bah, atau (dendanya) membayar kifarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu.{Al-Maidah: 95)
Apabila seseorang yang sedang ihram membunuh binatang buruan, maka ia dikenakan sanksi membayar denda berupa hewan ternak (yang sebanding). Jika ia tidak dapat menemukan hewan ternak yang sebanding, maka dipertimbangkan nilai
binatang buruan itu, kemudian dihargakan, dan harganya dibelikan makanan; dan (kalau) puasa, untuk setiap setengah sa' diganti dengan puasa satu hari. Allah Swt. telah berfirman: atau (dendanya) membayar kifarat dengan memberi makan
orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu. (Al-Maidah: 95) Ibnu Abbas mengatakan bahwa sesungguhnya yang dimaksudkan dengan sanksi memberi makan dan puasa ialah apabila orang
yang bersangkutan menemukan makanan, berarti ia telah menemukan pembayaran dendanya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur Jarir.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: Sebagai hadya yang dibawa sampai ke Ka’bah, atau (dendanya) membayar kifarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu. (Al-Maidah: 95)
Apabila seseorang yang sedang ihram membunuh seekor binatang buruan, maka ia dikenakan denda akibat perbuatannya itu. Jika ia membunuh seekor kijang atau yang sejenis dengannya, dendanya ialah seekor kambing yang kemudian
disembelih di Mekah; jika tidak menemukannya, dendanya ialah memberi makan enam orang miskin. Dan jika tidak menemukannya, dendanya ialah melakukan puasa sebanyak tiga hari.Jika ia membunuh kijang jantan atau yang sejenis dengannya,
dendanya ialah seekor sapi betina; jika tidak menemukannya, dendanya memberi makan sepuluh orang miskin; jika tidak menemukannya, maka dendanya ialah berpuasa selama dua puluh hari. Jika ia membunuh seekor burung unta atau keledai
atau zebra atau yang sejenis dengannya, dendanya ialah seekor unta; jika tidak menemukannya, dendanya ialah memberi makan tiga puluh orang miskin; dan jika tidak menemukannya, dendanya ialah melakukan puasa selama satu bulan
(tiga puluh hari). Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir yang menambahkan bahwa makanan diberikan kepada tiap orang sebanyak satu mud yang dapat mengenyangkan mereka.
Jabir Al-Ju'fi telah meriwayatkan dari Amri Asy-Sya'bi dan Ata serta Mujahid sehubungan dengan firman Allah Swt.: atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu. (Al-Maidah: 95) Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya
makanan itu diberikan sebanyak satu mud untuk setiap orang miskin, hanya berlaku bagi orang yang dendanya masih belum mencapai hadyu. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Ibnu Juraij, dari Mujahid; dan Asbat, dari As-Saddi, bahwa makna atau dalam ayat ini menunjukkan pengertian tertib (berurutan).Ata, Ikrimah, dan Mujahid dalam riwayat Ad-Dahhak, Ibrahim An-Nakha' i mengatakan,
makna atau dalam ayat ini menunj ukkan pengertian takhyir. Pendapat ini merupakan riwayat Al-Lais, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, dan hal inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.Firman Allah Swt.:
{لِيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ}
Supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. (Al-Maidah: 95)Yakni kita tetapkan atas si pelanggar untuk membayar kifarat supaya dia merasakan hukuman dari perbuatannya yang melanggar peraturan itu.
{عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ}
Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. (Al-Maidah: 95)Yakni pada masa Jahiliah bagi orang yang berbuat baik dalam Islam dan mengikuti syariat Allah dan tidak melakukan perbuatan maksiat. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ
Dan barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. (Al-Maidah: 95)Yakni barang siapa yang melakukannya sesudah diharamkan dalam Islam dan hukum syariat telah sampai kepadanya.
فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ
niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Mahakuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa. (Al-Maidah: 95)Ibnu Juraij mengatakan, ia pernah bertanya kepada Ata mengenai apa yang dimaksudkan dalam firman-Nya:
Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. (Al-Maidah: 95) Maka Ata menjawab, "Yang dimaksud ialah Allah memaafkan apa yang telah terjadi di masa Jahiliah." Kemudian Ibnu Juraij bertanya lagi kepadanya mengenai makna firman-Nya:
Dan barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. (Al-Maidah: 95) Ata mengatakan, "Barang siapa dalam masa Islam kembali melakukannya, maka Allah akan menyiksanya; selain itu ia dikenakan membayar
kifarat dari perbuatannya." Ibnu Juraij bertanya, "Apakah pengertian kembali ini mempunyai batasan yang kamu ketahui?" Ata menjawab, "Tidak." Ibnu Juraij bertanya, "Kalau demikian, engkau pasti berpandangan bahwa imam diwajibkan
menghukum pelakunya?" Ata menjawab, "Tidak, hal itu merupakan suatu dosa yang dilakukannya antara dia dan Allah Swt., tetapi ia harus membayar dendanya." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.Menurut pendapat lain,
makna yang dimaksud ialah bahwa Allah akan membalas pelakunya, yaitu dengan mengenakan hukuman wajib membayar denda kifarat terhadapnya. Demikianlah menurut Sa'id ibnu Jubair dan Ata.Kemudian kebanyakan ulama Salaf dan Khalaf
mengatakan, "Manakala seseorang yang sedang ihram membunuh binatang buruan, maka ia diwajibkan membayar denda, tidak ada perbedaan antara pelanggaran pertama dengan yang kedua dan ketiganya; dan sekalipun pelanggarannya itu
dilakukan berulang-ulang, baik ia lakukan secara keliru ataupun sengaja, semuanya sama."Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Barang siapa membunuh seekor binatang buruan secara keliru,
sedangkan ia dalam keadaan berihram, maka ia dikenakan sanksi membayar dendanya setiap kali ia membunuhnya. Jika ia membunuh binatang buruan dengan sengaja, maka ia dikenakan sanksi membayar dendanya sekali;
dan jika ia mengulangi lagi perbuatannya, maka Allah akan balas menyiksanya, seperti apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya."Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami
Yahya ibnu Sa'id dan Ibnu Abu Addi, kedua-duanya dari Hisyam (yakni Ibnu Hassan), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan seorang muhrim yang membunuh binatang buruan, bahwa pelakunya dikenakan sanksi membayar denda.
Kemudian jika ia mengulangi lagi perbuatannya, ia tidak dikenakan sanksi membayar denda, tetapi Allah-lah yang akan balas menyiksanya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Syuraih, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair,
Al-Hasan Al-Basri, dan Ibrahim An-Nakha'i. Semuanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat yang pertama.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Yazid Al-Abdi,
telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari Zaid Abul Ma'la, dari Al-Hasan Al-Basri, bahwa seorang lelaki membunuh binatang buruan, lalu ia dimaafkan; kemudian lelaki itu mengulangi lagi perbuatannya,
ia membunuh binatang buruan lagi, maka turunlah api dari langit dan membakar lelaki itu. Hal inilah yang dimaksudkan dengan firman-Nya: Dan barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. (Al-Maidah: 95)
Ibnu Jarir telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah Mahakuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa. (Al-Maidah: 95) Allah Swt. berfirman bahwa Diri-Nya Mahaperkasa dalam kekuasaanNya,
tiada seorang pun yang dapat memaksa-Nya, tiada yang dapat menghalangi pembalasan yang Dia timpakan terhadap orang yang hendak dibalas-Nya, dan tiada seorang pun yang dapat menghalangi siksaan yang hendak Dia kenakan
terhadap orang yang dikehendaki-Nya, karena semuanya adalah makhluk-Nya, dan hanya Dialah yang berhak memerintah; bagi-Nya segala keagungan dan keperkasaan. Firman Allah Swt.:
{ذُو انْتِقَامٍ}
lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa. (Al-Maidah: 95)Yakni Dia berhak menyiksa orang yang durhaka terhadap-Mya, karena perbuatan maksiatnya terhadap Allah Swt.
Surat Al-Maidah |5:95|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ ۚ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَٰلِكَ صِيَامًا لِيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ ۗ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa taqtulush-shoida wa antum ḥurum, wa mang qotalahuu mingkum muta'ammidan fa jazaaa`um miṡlu maa qotala minan-na'ami yaḥkumu bihii żawaa 'adlim mingkum hadyam baalighol-ka'bati au kaffaarotun tho'aamu masaakiina au 'adlu żaalika shiyaamal liyażuuqo wa baala amrih, 'afallohu 'ammaa salaf, wa man 'aada fa yantaqimullohu min-h, wallohu 'aziizun żuntiqoom
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu membunuh hewan buruan, ketika kamu sedang ihram (haji atau umrah). Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan hewan ternak yang sepadan dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadyu yang dibawa ke Ka'bah, atau kafarat (membayar tebusan) dengan memberi makan kepada orang-orang miskin, atau berpuasa, seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, agar dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barang siapa kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Dan Allah Maha Perkasa, memiliki (kekuasaan untuk) menyiksa.
O you who have believed, do not kill game while you are in the state of ihram. And whoever of you kills it intentionally - the penalty is an equivalent from sacrificial animals to what he killed, as judged by two just men among you as an offering [to Allah] delivered to the Ka'bah, or an expiation: the feeding of needy people or the equivalent of that in fasting, that he may taste the consequence of his deed. Allah has pardoned what is past; but whoever returns [to violation], then Allah will take retribution from him. And Allah is Exalted in Might and Owner of Retribution.
(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang berihram) melakukan ihram haji dan ihram umrah.
(Siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya) lafal yang sesudahnya dibaca secara tanwin dan rafa`; artinya ia harus membayar denda yang (sama dengan hewan yang telah dibunuhnya)
artinya hewan yang sama bentuknya; dan di dalam suatu qiraat lafal jazaaun diidhafatkan kepada lafal yang sesudahnya sehingga dibaca wa jazaau mitsli (menurut keputusan)
artinya mengenai perimbangan dua orang lelaki (dua orang yang adil di antara kamu) yang keduanya mempunyai kecerdasan dalam membedakan dan menyesuaikan hal-hal yang serupa.
Ibnu Abbas, Umar dan Ali telah memutuskan denda seekor unta sebagai imbangan buruan seekor burung unta. Kemudian Ibnu Abbas dan Abu Ubaidah telah memutuskan mengganti sapi liar dan keledai liar dengan seekor sapi.
Ibnu Umar dan Ibnu Auf mengganti seekor kijang dengan seekor kambing sebagai kafaratnya, kemudian Ibnu Abbas dan Umar serta selain keduanya telah memutuskan hal yang sama dalam kasus perburuan rusa
sebab ia mirip dengan kambing dalam masalah besarnya (sebagai hadya) sebagai hal dari lafal jazaa (yang dibawa sampai ke Kakbah) artinya kurban itu dibawa sampai ke tanah suci lalu disembelih sesampainya di sana,
lalu dagingnya disedekahkan kepada para penduduknya yang miskin; dan hewan hadya itu tidak boleh disembelih di tempat perburuan terjadi. Lafal balighal ka`bati dibaca nashab karena menjadi sifat dari lafal yang sebelumnya
yaitu hadya, sekalipun ia diidhafatkan karena idhafatnya itu hanya bersifat lafzi. Jadi tidak memberikan pengertian makrifat. Apabila binatang buruan itu sangat sulit untuk ditemukan yang sepadan dengannya,
seperti burung cicit dan belalang, maka pelakunya wajib membayar harganya saja (atau) ia harus membayar (kafarat) yang tidak sepadan sekalipun hewan yang sepadan memang ada,
yaitu (memberi makan orang-orang miskin) berupa makanan pokok yang biasa dimakan oleh penduduk setempat dalam jumlah yang sesuai dengan harga denda untuk dibagikan kepada setiap orang miskin satu mud.
Menurut suatu qiraat dengan mengidhafatkan lafal kaffarah kepada lafal yang sesudahnya dengan pengertian memperjelas (atau) ia harus membayarnya (dengan yang seimbang)
seperti (jumlah itu) dalam bentuk makanan (berupa puasa) yang ia lakukan untuk setiap harinya sebagai ganti dari satu mud makanan, dan jika ia menemukan makanan,
maka yang wajib baginya ialah membayarnya dengan makanan (supaya ia merasakan akibat) yang berat bagi pembalasan (perbuatannya) yang telah ia lakukan.
(Allah telah memaafkan apa yang telah lalu) yaitu dari perbuatan membunuh binatang buruan sewaktu ihram sebelum diharamkan. (Dan siapa yang kembali mengerjakan)nya
(niscaya Allah akan membalasnya. Allah Maha Perkasa) Maha Menang dalam segala perkara-Nya (lagi Yang Mempunyai pembalasan) terhadap orang yang berbuat durhaka kepada-Nya
dan kemudian disamakan dengan membunuh secara sengaja, yaitu membunuh secara kesalahan.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 95 |
Penjelasan ada di ayat 94
Surat Al-Maidah |5:96|
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ ۖ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
uḥilla lakum shoidul-baḥri wa tho'aamuhuu mataa'al lakum wa lis-sayyaaroh, wa ḥurrima 'alaikum shoidul-barri maa dumtum ḥurumaa, wattaqullohallażiii ilaihi tuḥsyaruun
Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan, dan diharamkan atasmu (menangkap) hewan darat, selama kamu sedang ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikumpulkan (kembali).
Lawful to you is game from the sea and its food as provision for you and the travelers, but forbidden to you is game from the land as long as you are in the state of ihram. And fear Allah to whom you will be gathered.
(Dihalalkan bagimu) hai umat manusia sewaktu kamu berada dalam keadaan halal/tidak ihram atau sedang ihram (binatang buruan laut) kamu boleh memakannya.
Binatang buruan laut ialah binatang yang hidupnya hanya di laut/di air, seperti ikan. Berbeda dengan binatang yang terkadang hidup di laut dan terkadang hidup di darat seperti kepiting
(dan makanan yang berasal dari laut) binatang laut yang terdampar dalam keadaan mati (sebagai makanan yang lezat) untuk dinikmati (bagimu) kamu boleh memakannya (dan bagi orang-orang yang bepergian)
orang-orang yang musafir dari kalangan kamu dengan menjadikannya sebagai bekal mereka. (Dan diharamkan atasmu binatang buruan darat) yaitu binatang yang hidup di darat dari jenis binatang yang boleh dimakan,
kamu dilarang memburunya (selagi kamu dalam keadaan ihram) dan jika yang memburunya itu adalah orang yang tidak sedang ihram, maka orang yang sedang ihram diperbolehkan memakannya
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh sunah. (Dan bertakwalah kepada Allah yang hanya kepada-Nya kamu kembali.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 96 |
Tafsir ayat 96-99
Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas dalam suatu riwayat yang bersumber darinya, juga dari Sa'id Ibnul Musayyab serta Sa'id ibnu Jubair dan lain-lainnya sehubungan dengan makna firman Dihalalkan bagi kalian
binatang buruan laut. (Al-Maidah: 96) Yang dimaksud ialah hewan laut yang ditangkap dalam keadaan segar. dan makanan (yang berasal) dari laut. (Al-Maidah: 96) Yakni makanan yang bersumber dari laut untuk dijadikan bekal
dalam keadaan diasin dan telah kering.Ibnu Abbas dalam riwayat terkenal yang bersumber darinya mengatakan, yang dimaksud dengan saiduhu ialah hewan laut yang ditangkap dalam keadaan hidup-hidup. Sedangkan yang dimaksud
dengan ta’amuhu ialah hewan laut yang dicampakkan ke darat oleh laut dalam keadaan telah mati. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Bakar As-Siddiq, Zaid ibnu Sabit, Abdullah ibnu Amr dan Abu Ayyub Al-Ansari radiyalTahu 'anhum,
dan Ikrimah, Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, Ibrahim An-Nakha'i serta Al-Hasan Al-Basri.Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Abu Bakar As-Siddiq yang mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan taamuhu ialah semua yang ada di dalam laut. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mugirah,
dari Sammak yang mengatakan bahwa ia mendapat berita dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Khalifah Abu Bakar berkhotbah kepada orang banyak, antara lain ia membacakan firman-Nya: Dihalalkan bagi kalian binatang buruan laut
dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat untuk kalian. (Al-Maidah: 96) Bahwa yang dimaksud dengan ta'amuhu ialah hewan laut yang dicampakkan oleh laut ke darat.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Mijlaz, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dihalalkan bagi kalian binatang buruan laut dan makanan (yang berasal)
dari laut. (Al-Maidah: 96)Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan ta'amuhu ialah sesuatu dari laut yang tercampakkan ke darat.Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ta’amuhu artinya sesuatu dari laut yang dicampakkan
ke darat dalam keadaan telah mati. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Sa'id ibnul Musayyab mengatakan, ta'amuhu ialah hewan laut yang dicampakkan ke darat dalam keadaan hidup, atau yang terdampar dalam keadaan telah mati.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Nafi',
bahwa Abdur Rahman ibnu Abu Hurairah bertanya kepada Ibnu Umar, "Sesungguhnya laut sering mencampakkan banyak ikan dalam keadaan telah mati, bolehkah kami memakannya?" Ibnu Umar menjawab, "Jangan kalian makan."
Ketika Ibnu Umar kembali kepada keluarganya dan mengambil mushaf, lalu membaca surat Al-Maidah hingga sampai pada firman Allah Swt.: dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagi kalian,
dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan. (Al-Maidah: 96) Maka Ibnu Umar berkata, "Pergilah kamu, dan katakan padanya bahwa ia boleh memakannya, karena sesungguhnya apa yang ditanyakannya itu termasuk makanan
yang berasal dari laut." Hal yang sama dipilih oleh Ibnu Jarir, bahwa yang dimaksud dengan ta'amuhu ialah hewan laut yang mati di dalam laut. Ibnu Jarir mengatakan bahwa hal tersebut telah diriwayatkan oleh hadis, sebagian dari mereka
ada yang meriwayatkannya secara mauquf.
حَدَّثَنَا هَنَّاد بْنُ السُّرِّي قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ} قَالَ: طَعَامُهُ مَا لَفَظَهُ مَيِّتًا".
Telah menceritakan kepada kami Hannad ibnus Sirri yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdah ibnu Sulaiman, dari Muhammad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Dihalalkan bagi kalian binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagi kalian. (Al-Maidah: 96) Lalu Nabi Saw. bersabda: Makanan dari laut ialah sesuatu
yang dicampakkan oleh laut dalam keadaan mati.Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa sebagian dari mereka ada yang me-mauquf-kan hadis ini hanya sampai pada Abu Hurairah. Telah menceritakan kepada kami Hannad,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah sehubungan dengan firman-Nya: Dihalalkan bagi kalian binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut.
(Al-Maidah: 96) Abu Hurairah mengatakan bahwa ta'amuhu ialah binatang laut yang dicampakkan ke darat dalam keadaan telah mati. Firman Allah Swt.:
مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ
Sebagai makanan yang lezat bagi kalian dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan. (Al-Maidah: 96)Yakni sebagai sesuatu yang bermanfaat dan makanan buat kalian, hai orang-orang yang diajak bicara.Firman Allah Swt:
{وَلِلسَّيَّارَةِ}
dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan. (Al-Maidah: 96)Mereka adalah orang-orang yang sedang dalam perjalanannya. Lafaz sayyarah adalah bentuk jamak dari lafaz siyarun. Ikrimah mengatakan bahwa yang dimaksud ialah
orang yang berada di pinggir laut dan dalam perjalanannya.Orang lain selain Ikrimah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan saidul bahri ialah hewan laut yang masih segar bagi orang yang menangkapnya langsung dari laut.
Sedangkan yang dimaksud dengan ta'amuhu ialah hewan laut yang telah mati atau yang ditangkap dari laut, kemudian diasin yang adakalanya dijadikan sebagai bekal oleh orang-orang yang dalam perjalanannya dan orang-orang yang bertempat
tinggal jauh dari pantai. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, As-Saddi, dan lain-lainnya.Jumhur ulama menyimpulkan dalil yang menghalalkan bangkai hewan laut dari ayat ini dan dari hadis yang diriwayatkan
oleh Imam Malik ibnu Anas, dari Ibnu Wahb; dan Ibnu Kaisan dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan sejumlah orang dalam suatu pasukan dengan misi khusus ke arah pantai. Dan Nabi Saw.
mengangkat Abu Ubaidah ibnul Jarrah sebagai pemimpin mereka. Jumlah mereka kurang lebih tiga ratus orang, dan perawi sendiri (yakni Jabir ibnu Abdullah) termasuk salah seorang dari mereka.Kami berangkat, dan ketika kami sampai
di tengah jalan, semua perbekalan yang kami bawa habis. Maka Abu Ubaidah ibnul Jarrah memerintahkan agar semua perbekalan yang tersisa dari pasukan itu dikumpulkan menjadi satu. Jabir ibnu Abdullah berkata, "Saat itu perbekalanku
adalah buah kurma. Sejak itu Abu Ubaidah membagi-bagikan makanan sedikit demi sedikit, sehingga semua perbekalan habis. Yang kami peroleh dari perbekalan itu hanyalah sebiji kurma. Kami benar-benar merasa kepayahan setelah
perbekalan kami habis.""Tidak lama kemudian sampailah kami di tepi pantai, dan tiba-tiba kami menjumpai seekor ikan paus yang besarnya sama dengan sebuah gundukan tanah yang besar. Maka pasukan itu makan daging ikan paus
tersebut selama delapan belas hari. Kemudian Abu Ubaidah memerintahkan agar dua buah tulang iga ikan itu ditegakkan, lalu ia memerintahkan agar seekor unta dilalukan di bawahnya; ternyata unta itu tidak menyentuh kedua tulang iga
yang diberdirikan itu (saking besarnya ikan itu)."Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain, dan mempunyai banyak jalur bersumber dari Jabir ibnu Abdullah.Di dalam kitab Sahih Muslim, melalui riwayat Abuz Zubair, dari Jabir disebutkan,
"Tiba-tiba di pinggir laut terdapat hewan yang besarnya seperti gundukan tanah yang sangat besar. Lalu kami mendatanginya, ternyata hewan tersebut adalah seekor ikan yang dikenal dengan nama ikan paus 'anbar." Abu Ubaidah
mengatakan bahwa hewan ini telah mati. Tetapi akhirnya Abu Ubaidah berkata, "Tidak, kami adalah utusan Rasulullah Saw., sedangkan kalian dalam keadaan darurat. Maka makanlah hewan ini oleh kalian."Jabir melanjutkan kisahnya,
"Kami mengkonsumsi ikan tersebut selama satu bulan, sedangkan jumlah kami seluruhnya ada tiga ratus orang, hingga kami semua gemuk karenanya. Kami mencedok minyak ikan dari kedua mata ikan itu dengan memakai ember besar,
dan dari bagian mata itu kami dapat memotong daging sebesar kepala banteng."Jabir mengatakan bahwa Abu Ubaidah mengambil tiga belas orang lelaki, lalu mendudukkan mereka pada liang kedua mata ikan itu, dan ternyata mereka
semuanya muat di dalamnya. Lalu Abu Ubaidah mengambil salah satu dari tulang iga ikan itu dan menegakkannya, kemudian memerintahkan agar melalukan seekor unta yang paling besar yang ada pada kami di bawahnya,
dan ternyata unta itu dapat melaluinya dari bawahnya. Kami sempat mengambil bekal daging ikan itu dalam jumlah yang ber-wasaq-wasaq (cukup banyak).Selanjutnya Jabir berkata, "Ketika kami tiba di Madinah, kami menghadap kepada
Rasulullah Saw. dan menceritakan kepadanya hal tersebut, maka beliau Saw. bersabda:
"هُوَ رِزْقٌ أَخْرَجَهُ اللَّهُ لَكُمْ، هَلْ مَعَكُمْ مِنْ لَحْمِهِ شَيْءٌ فَتُطْعِمُونَا؟
Ikan itu adalah rezeki yang dikeluarkan oleh Allah bagi kalian, apakah masih ada pada kalian sesuatu dari dagingnya untuk makan kami'?”Jabir melanjutkan kisahnya, "Lalu kami kirimkan kepada Rasulullah Saw. sebagian darinya, dan beliau Saw.
memakannya."Menurut sebagian riwayat Imam Muslim, mereka menemukan ikan paus ini bersama Nabi Saw. Sedangkan menurut sebagian dari mereka, peristiwa tersebut terjadi di waktu yang lain. Dan menurut yang lainnya, peristiwanya
memang satu, tetapi pada mulanya mereka bersama Nabi Saw. Kemudian Nabi Saw. mengirimkan mereka dalam suatu pasukan khusus di bawah pimpinan Abu Ubaidah ibnul Jarrah, lalu mereka menemukan ikan besar itu, sedangkan mereka
berada dalam pasukan khusus di bawah pimpinan Abu Ubaidah.
وَقَالَ مَالِكٌ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيم، عَنْ سَعِيدِ بْنِ سَلَمة -مِنْ آلِ ابْنِ الْأَزْرَقِ: أَنَّ الْمُغِيرَةَ بْنَ أَبِي بُرْدَةَ-وَهُوَ مِنْ بَنِي عَبْدِ الدَّارِ-أَخْبَرَهُ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ، وَنَحْمِلُ مَعَنَا الْقَلِيلَ مِنَ الْمَاءِ، فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا، أَفَنَتَوَضَّأُ بِمَاءِ الْبَحْرِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُوَ الطَّهُور مَاؤُهُ الحِلّ مَيْتَتُهُ".
Malik telah meriwayatkan dari Safwan ibnu Salim, dari Sa'id ibnu Salamah, dari kalangan keluarga Ibnul Azraq, bahwa Al-Mugirah ibnu Abu Burdah dari kalangan Bani Abdud Dar pernah menceritakan kepadanya bahwa ia telah mendengar
Abu Hurairah mengatakan bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami biasa memakai jalan laut, dan kami hanya membawa persediaan air tawar yang sedikit. Jika kami pakai untuk wudu,
niscaya kami nanti akan kehausan. Maka bolehkah kami berwudu dengan memakai air laut?" Maka Rasulullah Saw. menjawab: Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.Hadis ini telah diriwayatkan oleh kedua orang imam —yaitu
Imam Syafii dan Imam Ahmad ibnu Hambal— serta empat orang pemilik kitab Sunan, dan dinilai sahih oleh Imam Bukhari, Imam Turmuzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban serta lain-lainnya. Dan telah diriwayatkan hal yang semisal
dari sejumlah sahabat Nabi Saw., dari Nabi Saw.Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui berbagai jalur dari Hammad ibnu Salamah;
حَدَّثَنَا أَبُو المُهَزّم -هُوَ يَزِيدُ بْنُ سُفْيَانَ-سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجٍّ -أَوْ عُمْرَةٍ-فَاسْتَقْبَلْنَا رِجْل جَراد، فَجَعَلْنَا نَضْرِبُهُنَّ بِعِصِيِّنَا وَسِيَاطِنَا فَنَقْتُلُهُنَّ، فَأُسْقِطَ فِي أَيْدِينَا، فَقُلْنَا: مَا نَصْنَعُ وَنَحْنُ مُحْرِمُونَ؟ فَسَأَلْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "لَا بَأْسَ بِصَيْدِ الْبَحْرِ"
telah menceritakan kepada kami Abul Mihzam (yaitu Yazid ibnu Sufyan), bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah menceritakan hadis berikut: Ketika kami (para sahabat) sedang bersama Rasulullah Saw. dalam ibadah haji atau umrah,
maka kami berpapasan dengan iring-iringan sejumlah besar belalang. Maka kami memukuli belalang-belalang itu dengan tongkat dan cambuk kami, hingga belalang-belalang itu mati berguguran dan jatuh ke tangan kami. Lalu kami berkata,
"Apakah yang akan kita lakukan, sedangkan kita sedang melakukan ihram?" Maka kami bertanya kepada Rasulullah Saw., dan beliau Saw. menjawab, "Tidak mengapa dengan (membunuh) binatang buruan laut."Tetapi Abul Mihzam orangnya daif.
قَالَ ابْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الحَمَّال، حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عُلاثة، عَنْ مُوسَى بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَابِرٍ وَأَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا دَعَا عَلَى الْجَرَادِ قَالَ: "اللَّهُمَّ أهْلك كِبَارَهُ، وَاقْتُلْ صِغَارَهُ، وأفسدْ بَيْضَهُ، وَاقْطَعْ دَابِرَهُ، وَخُذْ بِأَفْوَاهِهِ عَنْ مَعَايِشِنَا وَأَرْزَاقِنَا، إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ". فَقَالَ خَالِدٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ تَدْعُو عَلَى جُنْدٍ مِنْ أَجْنَادِ اللَّهِ بِقَطْعِ دَابِرِهِ؟ فَقَالَ: "إِنَّ الْجَرَادَ نَثْرَة الْحُوتِ فِي الْبَحْرِ". قَالَ هَاشِمٌ: قَالَ زِيَادٌ: فَحَدَّثَنِي مَنْ رَأَى الْحُوتَ يَنْثُرُهُ.
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Abdullah Al-Jamal, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Abdullah, dari Allasah,
dari Musa ibnu Muhammad ibnu Ibrahim, dari ayahnya, dari Jabir dan Anas ibnu Malik, bahwa Nabi Saw. apabila mendoakan kebinasaan belalang mengucapkan seperti berikut: Ya Allah, hancurkanlah yang besarnya,
bunuhlah yang kecilnya, rusaklah telurnya, dan binasakanlah sampai ke akar-akarnya, dan cekallah mulutnya jauh dari penghidupan dan rezeki kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa (Maha Memperkenankan doa).
Lalu Khalid bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau mendoakan kebinasaan sampai ke akar-akarnya bagi salah satu dari balatentara Allah?" Nabi Saw. menjawab: Sesungguhnya belalang itu dikeluarkan
oleh ikan paus dari hidungnya di laut. Hasyim mengatakan, "Ziyad telah mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya seseorang yang pernah melihat ikan paus menyebarkannya." Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara munfarid.
Imam Syafii telah meriwayatkan dari Sa'id, dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ibnu Abbas, bahwa ia mengingkari orang yang berburu belalang di tanah suci.Ayat ini dijadikan hujah oleh sebagian ulama fiqih yang berpendapat bahwa
semua hewan laut boleh dimakan dan tiada sesuatu pun darinya yang dikecualikan. Dalam asar terdahulu yang bersumber dari Abu Bakar As-Siddiq dikatakan bahwa yang dimaksud dengan ta'amuhu ialah semua hewan yang hidup di laut.
Dan ada sebagian dari mereka yang mengecualikan katak, tetapi selainnya diperbolehkan, karena berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud,
dan Imam Nasai melalui riwayat Ibnu Abu Zi-b, dari Sa'id ibnu Khalid, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Abdur Rahman ibnu Usman At-Taimi:
"نهى عن قتل الضفدع".
Bahwa Rasulullah Saw. melarang membunuh katak.Menurut riwayat Imam Nasai, melalui Abdullah ibnu Amr, disebutkan:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الضِّفْدِعِ، وَقَالَ: نَقِيقُها تَسْبِيحٌ.
Rasulullah Saw. telah melarang membunuh katak. Dan beliau Saw. mengatakan bahwa suara katak adalah tasbih (nya).Ulama lainnya mengatakan bahwa hewan buruan laut yang dapat dimakan adalah ikan, sedangkan yang tidak boleh dimakan
ialah katak (laut).Mereka berselisih pendapat mengenai selain keduanya. Menurut suatu pendapat, selain dari itu boleh dimakan; dan menurut pendapat lain, tidak boleh dimakan. Pendapat yang lainnya lagi mengatakan bahwa hewan
yang semisal dari hewan darat dapat dimakan, maka hewan yang semisal dari hewan laut dapat dimakan pula. Dan hewan yang semisal dari hewan laut tidak dapat dimakan, maka hewan yang semisal dari hewan darat tidak dapat dimakan,
maka hewan yang semisal hewan laut tidak dapat dimakan pula. Semua pendapat yang telah disebutkan di atas merupakan keanekaragaman pendapat yang ada di dalam mazhab Imam Syafii rahimahullah.Imam Abu Hanifah rahimahullah
mengatakan, hewan laut yang mati di laut tidak boleh dimakan, sebagaimana tidak boleh dimakan hewan (darat) yang mati di darat, karena berdasarkan keumuman makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
{حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ}
Diharamkan bagi kalian (memakan) bangkai. (Al-Maidah: 3)Dan telah disebutkan di dalam sebuah hadis hal yang semakna dengan pengertian ayat ini.
فَقَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْبَاقِي -هُوَ ابْنُ قَانِعٍ-حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْحَاقَ التُّسْتَرِيّ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى بْنِ أَبِي عُثْمَانَ قَالَا حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ زَيْدٍ الطَّحَّانُ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِياث، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا صِدْتُموه وَهُوَ حَيٌّ فَمَاتَ فَكُلُوهُ، وَمَا أَلْقَى الْبَحْرُ مَيِّتًا طَافِيًا فَلَا تَأْكُلُوهُ".
Untuk itu, Ibnu Murdawaih mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi (yaitu Ibnu Qani'). telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ishaq At-Tusturi dan Abdullah ibnu Musa ibnu Abu Usman; keduanya
mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Yazid At-Tahhan, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, dari Ibnu Abu Zi-b, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda: Hewan yang kalian buru dalam keadaan hidup, lalu mati (dibunuh oleh kalian), maka makanlah hewan itu; dan hewan yang dicampakkan oleh laut dalam keadaan mati terapung, janganlah kalian memakannya.
Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur Ismail ibnu Umayyah dan Yahya ibnu Abu Anisah, dari Abuz Zubair, dari Jabir dengan lafaz yang sama, tetapi hadisnya berpredikat munkar.
Jumhur ulama dari kalangan murid-murid Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad berpegang kepada hadis ikan paus yang telah disebutkan sebelum ini, juga kepada hadis lainnya yang mengatakan:
"هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ"،
Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.Yang telah diketengahkan pula sebelum ini.
وَرَوَى الْإِمَامُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الشَّافِعِيُّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أحِلَّت لَنَا ميتتان ودَمَان، فأما الميتتان فالحوت والجراد، وأما الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطُّحَالُ".
Imam Abu Abdullah Asy-Syafii telah meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Dihalalkan bagi kami dua jenis bangkai dan dua jenis darah.
Dua jenis bangkai itu ialah ikan dan belalang, dan dua jenis darah itu ialah hati dan limpa.Imam Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Daruqutni, dan Imam Baihaqi telah meriwayatkannya pula. Hadis ini mempunyai banyak syawahid (bukti-bukti)yang menguatkannya.
Dan hadis ini telah diriwayatkan pula secara mauquf.Firman Allah Swt.:
{وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا}
dan diharamkan atas kalian (menangkap) binatang buruan darat, selama kalian dalam ihram. (Al-Maidah: 96)Yakni selagi kalian masih dalam ihram diharamkan atas kalian melakukan perburuan terhadap binatang darat.
Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan keharaman perbuatan tersebut. Untuk itu, apabila seseorang yang sedang ihram sengaja melakukan perburuan, berdosalah ia dan dikenakan denda. Atau jika ia melakukannya secara keliru,
maka dia harus membayar dendanya, dan ia diharamkan memakan hasil buruannya; karena binatang buruannya itu bagi dia kedudukannya sama dengan bangkai, demikian pula bagi orang lain dari kalangan orang-orang yang sedang ihram,
juga orang-orang yang bertahallul, menurut Imam Malik dan menurut salah satu dari dua pendapat Imam Syafii. Hal yang sama dikatakan oleh Ata, Al-Qasim, Salim, Abu Yusuf, dan Muhammad ibnul Hasan serta lain-lainnya.Jika si muhrim
yang memburunya memakannya atau memakan sebagian dari binatang buruannya, apakah dia harus membayar denda yang kedua? Ada dua pendapat mengenainya di kalangan para ulama.Pendapat pertama mengatakan harus membayar
denda kedua. Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dari Ata yang mengatakan, "Jika orang muhrim yang bersangkutan sempat menyembelihnya, lalu memakannya, maka dia dikenakan dua kifarat." Pendapat ini dipegang oleh
segolongan ulama.Pendapat kedua mengatakan, tidak ada denda atasnya karena memakan hasil buruannya. Pendapat ini dinaskan oleh Malik ibnu Anas. Abu Umar ibnu Abdul Bar mengatakan bahwa pendapat inilah yang dipegang oleh semua
mazhab ulama fiqih di kota-kota besar dan jumhur ulama. Kemudian Abu Umar menyamakannya dengan masalah "seandainya seseorang menginjak dan menginjak serta menginjak lagi sebelum ia dikenai hukuman had, maka sesungguhnya
yang diwajibkan atasnya ialah dikenai sekali hukuman had.Imam Abu Hanifah mengatakan, si pemakan dikenai harga sejumlah yang dimakannya.Abu Saur mengatakan, "Apabila seorang yang sedang ihram membunuh binatang buruan,
maka ia harus membayar dendanya, dan dihalalkan baginya memakan binatang buruannya itu; hanya saja aku memakruhkannya bagi orang yang membunuhnya," karena ada hadis Rasulullah Saw. yang mengatakan:
"صَيْد البَرِّ لَكُمْ حَلَالٌ، مَا لَمْ تُصِيدوه أَوْ يُصَدْ لَكُمْ"
Binatang buruan darat dihalalkan bagi kalian, sedangkan kalian dalam keadaan berihram, selagi kalian bukan yang memburunya atau bukan diburu untuk kalian.Hadis ini akan dijelaskan kemudian. Kalimat yang mengatakan
'boleh memakannya bagi orang yang membunuhnya' merupakan hal yang garib (aneh).Adapun bagi selain orang yang membunuhnya, masalahnya masih diperselisihkan, dan yang telah kami sebutkan ialah pendapat yang mengatakan tidak boleh.
Sedangkan ulama lainnya mengatakan selain pembunuhnya diperbolehkan memakannya, baik ia sedang ihram ataupun telah bertahallul, karena berdasarkan hadis yang baru disebutkan tadi.Adapun bila seseorang yang telah bertahallul
membunuh binatang buruan, lalu ia menghadiahkannya kepada orang yang berihram, maka sebagian ulama ada yang mengatakan boleh secara mutlak tanpa ada rincian antara perburuan yang dilakukan secara sengaja untuknya atau tidak.
Pendapat ini diriwayatkan oleh Abu Umar ibnu Abdul Bar, dari Umar ibnul Khattab, Abu Hurairah, Az-Zubair ibnul Awwam, Ka'b Al-Anbar, Mujahid dan Ata dalam suatu riwayatnya, dan Sa'id ibnu Jubair. Hal yang sama telah dikatakan
oleh ulama Kufah.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi', telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnul Mufaddal, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah,
bahwa Sa'id ibnul Musayyab pernah menceritakan dari Abu Hurairah bahwa Abu Hurairah pernah ditanya mengenai daging dari hasil buruan yang dilakukan oleh orang yang telah bertahallul, apakah orang yang sedang ihram boleh memakannya?
Maka Abu Hurairah memberikan fatwa boleh memakannya. Kemudian ia menemui Umar ibnul Khattab, lalu menceritakan kepadanya tentang apa yang baru dialaminya, maka Umar ibnul Khattab berkata kepadanya (Abu Hurairah),
"Seandainya kamu memberi mereka fatwa selain dari itu, niscaya aku akan membuat kepalamu terasa sakit (karena dipukul)."Ulama lain mengatakan, orang yang sedang ihram sama sekali tidak boleh memakan hasil buruan. Pendapat ini
melarangnya secara mutlak karena berdasarkan kepada keumuman makna yang terkandung di dalam ayat yang mulia ini.Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Tawus dan Abdul Karim, dari Ibnu Abu Asiah, dari Tawus,
dari Ibnu Abbas, bahwa ia menilai makruh bila orang yang sedang ihram memakan hasil buruan. Dan Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat yang menerangkan tentangnya bersifat mubham (misteri), yakni firman Allah Swt.:
dan diharamkan atas kalian (menangkap) binatang buruan darat, selama kalian dalam ihram. (Al-Maidah: 96)Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepadanya Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ibnu Umar, bahwa dia memakruhkan orang muhrim
(yang sedang ihram) bila memakan daging hasil buruan dalam keadaan bagaimanapun.Ma'mar mengatakan, telah menceritakan kepadanya Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar hal yang semisal. Ibnu Abdul Bar mengatakan bahwa hal yang sama
telah dikatakan oleh Tawus dan Jabir ibnu Zaid.Pendapat inilah yang dikatakan oleh As- Sauri dan Ishaq ibnu Rahawaih dalam suatu riwayatnya.Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ali ibnu Abu Talib. Ibnu Jarir meriwayatkannya
melalui jalur Sa'id ibnu Abu Urubah dari Qatadah, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Ali ibnu Abu Talib memakruhkan bagi orang muhrim (yang sedang ihram) memakan daging hasil buruan dalam keadaan bagaimanapun.
Imam Malik, Syafii, Ahmad ibnu Hambal, Ishaq ibnu Rahawaih dalam suatu riwayat, serta jumhur ulama berpendapat: Jika orang yang telah bertahallul bermaksud melakukan perburuan untuk orang yang berihram, maka orang yang berihram itu
tidak boleh memakannya, karena berdasarkan hadis As-Sa'b ibnu Jusamah; ia pernah menghadiahkan seekor kuda zebra hasil buruannya di Abwa atau Wuddan kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. menolak pemberiannya itu. Tetapi setelah Nabi Saw.
melihat perubahan roman muka As-Sa'b ibnu Jusamah, beliau Saw. bersabda:
"إِنَّا لَمْ نرُدَّه عَلَيْكَ إِلَّا أَنَّا حُرُم"
Sesungguhnya kami tidak sekali-kali mengembalikannya kepadamu melainkan karena kami sedang ihram.Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain dan mempunyai lafaz yang banyak. Jumhur ulama mengatakan, yang tersimpulkan
dari hadis ini ialah "Nabi Saw. menduga bahwa hewan buruan tersebut sengaja diburu hanya untuk Nabi Saw., maka Nabi Saw. menolaknya". Adapun jika perburuan dilakukan bukan untuk orang muhrim yang bersangkutan,
maka ia diperbolehkan memakannya. Karena berdasarkan hadis Abu Qatadah ketika ia berburu seekor kuda zebra, ia dalam keadaan tidak berihram, sedangkan teman-temannya dalam keadaan ihram.
Lalu mereka tidak berani memakannya dan menanyakannya lebih dahulu kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"هَلْ كَانَ مِنْكُمْ أَحَدٌ أَشَارَ إِلَيْهَا، أَوْ أَعَانَ فِي قَتْلِهَا؟ " قَالُوا: لَا. قَالَ: "فَكُلُوا". وَأَكَلَ مِنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
"Apakah ada seseorang dari kalian yang mengisyaratkan kepada binatang buruan ini atau ikut membantu membunuhnya?” Mereka menjawab, ''Tidak.” Nabi Saw. bersabda, "Kalau demikian,
makanlah oleh kalian." Dan Rasulullah Saw.sendiri ikut makan sebagian darinya.Kisah ini disebutkan pula dalam kitab Sahihain dengan lafaz yang banyak.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ قَالَا حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو، عَنِ الْمُطَّلِبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَنْطَب، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -وَقَالَ قُتَيْبَةُ فِي حَدِيثِهِ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-يَقُولُ: "صَيْدُ الْبَرِّ لَكُمْ حَلَالٌ -قَالَ سَعِيدٌ: وَأَنْتُمْ حُرُمٌ-مَا لَمْ تُصِيدوه أَوْ يُصَدْ لَكُمْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Mansur dan Qutaibah ibnu Sa'id, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abdur Rahman, dari Amr ibnu Abu Amr,
dari Al-Muttalib ibnu Abdullah ibnu Hantab, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda; dan menurut Qutaibah dalam hadisnya, perawi pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
Binatang buruan darat dihalalkan bagi kalian —menurut hadis Sa'id disebutkan bahwa sedangkan kalian dalam keadaan ihram—selagi bukan kalian sendiri yang memburunya atau bukan diburu untuk kalian.Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai; semuanya dari Qutaibah. Imam Turmuzi mengatakan, ia belum pernah mengenal bahwa Muttalib pernah mendengar dari Jabir.Imam Muhammad ibnu Idris Asy-Syafii telah meriwayatkannya
melalui jalur Amr ibnu Abu Amr, dari maulanya (yaitu Al-Muttalib), dari Jabir. Kemudian Imam Syafii mengatakan bahwa ini merupakan hadis yang paling baik dan paling tepat yang diriwayatkan dalam bab ini.Imam Malik telah meriwayatkan
dari Abdullah ibnu Abu Bakar, dari Abdullah ibnu Amir ibnu Rabi'ah yang menceritakan bahwa ia pernah melihat Usman ibnu Affan di Al-'Arj dalam keadaan ihram di hari yang panas (musim panas), sedangkan ia menutupi (menaungi) wajahnya
dengan kain urjuwan. Kemudian disuguhkan kepadanya daging hewan hasil buruan, lalu ia berkata kepada teman-temannya, "Makanlah oleh kalian." Mereka berkata, "Mengapa engkau sendiri tidak ikut makan?"
Khalifah Usman menjawab, "Sesungguhnya keadaanku tidaklah seperti kalian, sesungguhnya hewan buruan ini sengaja diburu hanya untukku."
Surat Al-Maidah |5:97|
جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِلنَّاسِ وَالشَّهْرَ الْحَرَامَ وَالْهَدْيَ وَالْقَلَائِدَ ۚ ذَٰلِكَ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
ja'alallohul-ka'batal-baital-ḥarooma qiyaamal lin-naasi wasy-syahrol-ḥarooma wal-hadya wal-qolaaa`id, żaalika lita'lamuuu annalloha ya'lamu maa fis-samaawaati wa maa fil-ardhi wa annalloha bikulli syai`in 'aliim
Allah telah menjadikan Ka'bah, rumah suci tempat manusia berkumpul. Demikian pula bulan haram, hadyu, dan Qala´id. Yang demikian itu agar kamu mengetahui, bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Allah has made the Ka'bah, the Sacred House, standing for the people and [has sanctified] the sacred months and the sacrificial animals and the garlands [by which they are identified]. That is so you may know that Allah knows what is in the heavens and what is in the earth and that Allah is Knowing of all things.
(Allah telah menjadikan Kakbah rumah suci itu) rumah yang disucikan (sebagai pusat kegiatan umat manusia) yang mereka melaksanakan urusan agamanya dengan berhaji kepadanya,
dan mengatur urusan keduniaan mereka dengan mengamankan orang-orang yang masuk ke dalamnya dan menjamin keselamatan mereka, kemudian mendatangkan semua jenis buah-buahan ke dalamnya.
Menurut suatu qiraat dibaca qiyaman tanpa alif panjang yang berakar dari kata qaama tanpa dii'lalkan (dan bulan haram) yang dimaksud adalah bulan-bulan haram seperti Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab
sebagai pusat kegiatan mereka dalam mengamankan lingkungan dan tidak boleh melakukan peperangan dalam bulan-bulan tersebut (dan hadya serta qalaid) sebagai pertanda bagi semua orang.
bahwa kedua jenis hewan kurban itu tidak boleh diganggu dan harus diamankan. (Demikian itu) peraturan yang telah disebutkan itu (agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui
apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) karena sesungguhnya Ia telah menjadikan peraturan tersebut demi kemaslahatan kamu
dan demi untuk menolak mara bahaya dari dirimu sebelum segala sesuatunya terjadi; hal ini jelas menunjukkan pengetahuan Allah yang mencakup semua yang ada dalam alam wujud ini dan semua yang sedang berlangsung.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 97 |
Penjelasan ada di ayat 96
Surat Al-Maidah |5:98|
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ وَأَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
i'lamuuu annalloha syadiidul-'iqoobi wa annalloha ghofuurur roḥiim
Ketahuilah, bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya dan bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Know that Allah is severe in penalty and that Allah is Forgiving and Merciful.
(Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah amat berat siksaan-Nya) terhadap musuh-musuh-Nya (dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Pengampun) terhadap kekasih-kekasih-Nya (lagi Maha Penyayang) terhadap mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 98 |
Penjelasan ada di ayat 96
Surat Al-Maidah |5:99|
مَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ
maa 'alar-rosuuli illal-balaagh, wallohu ya'lamu maa tubduuna wa maa taktumuun
Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan (amanat Allah), dan Allah mengetahui apa yang kamu tampakkan dan apa yang kamu sembunyikan.
Not upon the Messenger is [responsibility] except [for] notification. And Allah knows whatever you reveal and whatever you conceal.
(Kewajiban rasul tidak lain hanyalah menyampaikan) kepadamu (dan Allah mengetahui apa yang kamu tampakkan) amal perbuatan yang kamu lahirkan (dan apa yang kamu sembunyikan)
amal perbuatan yang kamu sembunyikan karena itu Allah membalas kamu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 99 |
Penjelasan ada di ayat 96
Surat Al-Maidah |5:100|
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ ۚ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
qul laa yastawil-khobiiṡu wath-thoyyibu walau a'jabaka kaṡrotul khobiiṡ, fattaqulloha yaaa ulil-albaabi la'allakum tufliḥuun
Katakanlah (Muhammad), "Tidaklah sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat, agar kamu beruntung."
Say, "Not equal are the evil and the good, although the abundance of evil might impress you." So fear Allah, O you of understanding, that you may be successful.
(Katakanlah, "Tidak sama yang buruk) barang yang haram (dengan yang baik) barang yang halal (meskipun membuatmu kagum) membuatmu suka (banyaknya hal yang buruk itu, maka bertakwalah kepada Allah)
tinggalkanlah hal yang buruk itu (hai orang-orang berakal agar kamu mendapat keberuntungan.") agar kamu mendapat kebahagiaan. Kemudian turunlah ayat berikut ini tatkala para sahabat banyak bertanya kepada Rasulullah saw.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 100 |
Tafsir ayat 100-102
Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya:
{قُلْ}
Katakanlah. (Al-Maidah: 100) hai Muhammad,
{لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ}
Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun menarik hatimu. hai manusia, banyaknya yang buruk itu. (Al-Maidah: 100)Dengan kata lain, sedikit perkara halal yang bermanfaat lebih baik daripada banyak perkara haram yang menimbulkan mudarat. Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَا قَلَّ وكَفَى، خَيْرٌ مِمَّا كَثُر وألْهَى".
Sesuatu yang sedikit tetapi mencukupi adalah lebih baik daripada sesuatu yang banyak tetapi melalaikan.
قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ البَغَوِيُّ فِي مُعْجَمِهِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ زُهَيْر، حَدَّثَنَا الحَوْطِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ شُعَيْبٍ، حَدَّثَنَا مُعان بْنُ رِفاعة، عَنْ أَبِي عَبْدِ الْمَلِكِ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أمامة أَنَّهُ أَخْبَرَهُ عَنْ ثَعْلَبَةَ بْنِ حَاطِبٍ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَرْزُقَنِي مَالًا. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَلِيلٌ تُؤَدِّي شُكْرَهُ خَيْرٌ مِنْ كَثِيرٍ لَا تُطِيقُهُ".
Abul Qasim Al-Bagawi mengatakan di dalam kitab Mujam-nya bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Zuhair, telah menceritakan kepada kami Al-Huti, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu'aib,
telah menceritakan kepada kami Ma'an ibnu Rifa'ah, dari Abu Abdul Malik Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, bahwa Sa'labah ibni Hatib Al-Ansari pernah memohon, "Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah
semoga Dia memberiku rezeki harta yang berlimpah." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sedikit rezeki yang kamu dapat mensyukurinya lebih baik daripada banyak rezeki tetapi kamu tidak mampu mensyukurinya.
{فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ}
maka bertakwalah kepada Allah, hai orang-orang yang berakal (Al-Maidah: 100)Yakni hai orang-orang yang berakal sehat lagi lurus, jauhilah hal-hal yang haram, tinggalkanlah hal-hal yang haram itu, dan terimalah hal-hal yang halal dan cukuplah dengannya.
{لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}
agar kalian mendapat keberuntungan. (Al-Maidah: 100)Yakni di dunia dan akhirat.Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101)Di dalam ayat ini terkandung pelajaran etika dari Allah
kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin. Allah melarang mereka menanyakan banyak hal yang tiada berfaedah bagi mereka dalam mempertanyakan dan menyelidikinya. Karena sesungguhnya jika perkara-perkara yang dipertanyakan itu
ditampakkan kepada mereka, barangkali hal itu akan menjelekkan diri mereka dan dirasakan amat berat oleh mereka mendengarnya. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا يُبْلغني أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ شَيْئًا، إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَخْرُجَ إِلَيْكُمْ وَأَنَا سَلِيمُ الصَّدْرِ".
Semoga jangan ada seseorang menyampaikan kepadaku perihal sesuatu masalah dari orang lain, sesungguhnya aku suka bila aku menemui kalian dalam keadaan dada yang lapang.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُنْذِر بْنُ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْجَارُودِيُّ، حَدَّثَنَا أبي، حدثنا شعبة، عن مُوسَى بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: خَطَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطبة مَا سَمِعْتُ مِثْلَهَا قَطُّ، قَالَ "لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا" قَالَ: فَغَطَّى أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وُجُوهَهُمْ لَهُمْ حَنِينٌ. فَقَالَ رَجُلٌ: مَنْ أَبِي؟ قَالَ: "فَلَانٌ"، فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ}
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Munzir ibnul Walid ibnu Abdur Rahman Al-Jarudi, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Musa ibnu Anas,
dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengemukakan suatu khotbah yang belum pernah kudengar hal yang semisal dengannya. Dalam khotbahnya itu antara lain beliau Saw. bersabda:
Sekiranya kalian mengetahui seperti apa yang aku ketahui, niscaya kalian benar-benar sedikit tertawa dan benar-benar akan banyak menangis. Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu para sahabat Rasulullah Saw.
menutupi wajahnya masing-masing, setelah itu terdengar suara isakan mereka. Kemudian ada seseorang lelaki berkata, 'Siapakah ayahku?' Maka Nabi Saw. menjawab, 'Si Fulan." Lalu turunlah firman-Nya: Janganlah kalian menanyakan
(kepada nabi kalian) banyak hal. (Al-Maidah: 101).An-Nadr dan Rauh ibnu Ubadah telah meriwayatkannya melalui Syu'bah. Imam Bukhari telah meriwayatkannya bukan pada bab ini, begitu pula Imam Muslim, Imam Ahmad, Imam Turmuzi,
dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Syu'bah ibnul Hajjaj dengan lafaz yang sama.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا بِشْر، حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ فِي قَوْلِهِ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ} الْآيَةَ، قَالَ: فَحَدَّثَنَا أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حَدَّثَهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم سألوه حَتَّى أَحْفَوْهُ بِالْمَسْأَلَةِ، فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ ذَاتَ يَوْمٍ فَصَعِدَ الْمِنْبَرَ، فَقَالَ: "لَا تَسْأَلُوا الْيَوْمَ عَنْ شَيْءٍ إِلَّا بَيَّنْتُهُ لَكُمْ". فَأَشْفَقَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَكُونَ بَيْنَ يَدَيْ أَمْرٍ قَدْ حَضَر، فَجَعَلْتُ لَا أَلْتَفِتُ يَمِينًا وَلَا شِمَالًا إِلَّا وَجَدْتُ كُلًّا لَافًّا رَأْسَهُ فِي ثَوْبِهِ يَبْكِي، فَأَنْشَأَ رَجُلٌ كَانَ يُلاحي فَيُدْعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ، فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، مَنْ أَبِي؟ قَالَ: "أَبُوكَ حُذَافَةُ". قَالَ: ثُمَّ قَامَ عُمَرُ -أَوْ قَالَ: فَأَنْشَأَ عُمَرُ-فَقَالَ: رَضِينَا بِاللَّهِ رِبَّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا عَائِذًا بِاللَّهِ -أَوْ قَالَ: أَعُوذُ بِاللَّهِ-مِنْ شَرِّ الْفِتَنِ قَالَ: وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لم أَرَ فِي الْخَيْرِ وَالشَّرِّ كَالْيَوْمِ قَطُّ، صُوِّرَتْ لِيَ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ حَتَّى رَأَيْتُهُمَا دُونَ الْحَائِطِ".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, sehubungan dengan firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101), hingga akhir ayat. Bahwa telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Malik,
para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. hingga beliau dihujani oleh pertanyaan mereka. Lalu Rasulullah Saw. keluar menemui mereka di suatu hari, kemudian menaiki mimbarnya dan bersabda: Tidak sekali-kali kalian menanyakan
kepadaku tentang sesuatu pada hari ini, melainkan aku pasti menjelaskannya kepada kalian. Maka semua sahabat Rasulullah Saw. merasa takut kalau-kalau Rasulullah Saw. sedang menghadapi suatu perkara yang mengkhawatirkan.
Maka tidak sekali-kali aku tolehkan wajahku ke arah kanan dan kiriku, melainkan kujumpai semua orang menutupi wajahnya dengan kain bajunya seraya menangis. Kemudian seseorang lelaki terlibat dalam suatu persengketaan,
lalu dia diseru bukan dengan nama ayahnya, maka ia bertanya, "Wahai Nabi Allah, siapakah sebenarnya ayahku itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ayahmu adalah Huzafah." Kemudian Umar bangkit dan mengatakan,
"Kami rela Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami, dan Muhammad sebagai utusan Allah," seraya berlindung kepada Allah. Atau Umar mengatakan, "Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan fitnah-fitnah."
Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Rasulullah Saw. bersabda: Aku sama sekali belum pernah melihat suatu hal dalam kebaikan dan keburukan seperti hari ini, telah ditampakkan kepadaku surga dan neraka hingga aku melihat
keduanya tergambarkan di arah tembok ini.Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui jalur Sa'id. Dan Ma'mar meriwayatkannya dari Az-Zuhri, dari Anas dengan lafaz yang semisal atau mendekatinya. Az-Zuhri mengatakan
bahwa Ummu Abdullah ibnu Huzafah mengatakan, "Aku belum pernah melihat seorang anak yang lebih menyakitkan orang tuanya selain kamu. Apakah kamu percaya bila ibumu telah melakukan suatu perbuatan seperti apa yang biasa dilakukan
oleh orang-orang Jahiliah, lalu kamu mempermalukannya di mata umum?" Maka Abdullah ibnu Huzafah berkata, "Demi Allah, seandainya Rasulullah Saw. menisbatkan diriku dengan seorang budak berkulit hitam, niscaya aku mau menerimanya."
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنَا الْحَارِثُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ، حَدَّثَنَا قَيْس، عَنْ أَبِي حَصِين، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ غَضْبَانُ مُحْمَارٌّ وَجْهُهُ حَتَّى جَلَسَ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ: أَيْنَ أَبِي ؟ فَقَالَ: "فِي النَّارِ" فَقَامَ آخَرُ فَقَالَ: مَنْ أَبِي؟ فَقَالَ: "أَبُوكَ حُذَافَةُ"، فَقَامَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقَالَ: رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، إِنَّا يَا رَسُولَ اللَّهِ حَدِيثو عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ وشرْك، وَاللَّهُ أَعْلَمُ مَنْ آبَاؤُنَا. قَالَ: فَسَكَنَ غَضَبُهُ، وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ}
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Qais, dari Abu Husain, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. keluar dalam keadaan marah sehingga wajahnya kelihatan memerah, lalu beliau duduk di mimbar. Dan berdirilah seorang lelaki, lalu bertanya, "Di manakah ayahku?" Nabi Saw. menjawab, "Di dalam neraka."
Lalu berdiri pula lelaki lain dan berkata, "Siapakah ayahku?" Nabi Saw. bersabda, "Ayahmu Huzafah." Kemudian berdirilah Umar —atau Umar bangkit— dan berkata, "Kami rela Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami,
Nabi Muhammad Saw. nabi kami, dan Al-Qur’an sebagai imam kami. Sesungguhnya kami, wahai Rasulullah, masih baru meninggalkan masa Jahiliah dan kemusyrikan, dan Allah-lah yang lebih mengetahui siapakah bapak-bapak kami.
" Maka redalah kemarahan Nabi Saw., lalu turun firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101),
hingga akhir ayat.Sanad hadis ini jayyid (baik), dan kisah ini diketengahkan secara mursal oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, antara lain Asbat, dari As-Saddi.
عن السُّدِّي أنه قال في قوله: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ} قَالَ: غَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا مِنَ الْأَيَّامِ، فَقَامَ خَطِيبًا فَقَالَ: "سَلُونِي، فَإِنَّكُمْ لَا تَسْأَلُونِي عَنْ شَيْءٍ إِلَّا أَنْبَأَتُكُمْ بِهِ". فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ، مِنْ بَنِي سَهْمٍ، يُقَالُ لَهُ: عَبْدُ اللَّهِ بْنُ حُذَافة، وَكَانَ يُطْعَن فِيهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ أَبِي؟ فَقَالَ: "أَبُوكَ فَلَانٌ"، فَدَعَاهُ لِأَبِيهِ، فَقَامَ إِلَيْهِ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقَبَّلَ رِجْلَهُ، وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِكَ نَبِيًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، فَاعْفُ عَنَّا عَفَا اللَّهُ عَنْكَ، فَلَمْ يَزَلْ بِهِ حَتَّى رَضِيَ، فَيَوْمَئِذٍ قَالَ: "الْوَلَدُ للفِرَاش وللعاهرِ الحَجَر".
Disebutkan bahwa As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian.
(Al-Maidah: 101) Bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. marah, lalu berdiri dan berkhotbah, antara lain beliau Saw. bersabda: Bertanyalah kalian kepadaku, maka sesungguhnya tidak sekali-kali kalian menanyakan sesuatu kepadaku
melainkan aku akan memberitahukannya kepada kalian. Maka majulah seorang lelaki Quraisy dari kalangan Bani’ Sahm yang dikenal dengan nama Abdullah ibnu Huzafah yang diragukan nasabnya. Ia bertanya, "Wahai Rasulullah,
siapakah ayahku yang sebenarnya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ayahmu adalah si Fulan," lalu Nabi Saw. memanggilnya dengan sebutan ayahnya. Maka Umar ibnul Khattab maju ke hadapan Nabi Saw., lalu mencium kaki Nabi Saw.
dan berkata, "Wahai Rasulullah, kami rela Allah sebagai Tuhan kami, engkau sebagai nabi kami, Islam sebagai agama kami, dan Al-Qur'an sebagai imam kami; maka maafkanlah kami, semoga Allah pun memaafkanmu." Umar terus-menerus
melakukan demikian hingga marah Rasulullah Saw. reda. Dan pada hari itu juga Rasulullah Saw. bersabda: Anak itu adalah milik firasy (ayah) dan bagi lelaki pezina tiada hak (pada anaknya).Kemudian Imam Bukhari mengatakan:
حَدَّثَنَا الفَضْل بْنُ سَهْل، حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْر، حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمَة، حَدَّثَنَا أَبُو الجُويرية، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ قَوْمٌ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتِهْزَاءً، فَيَقُولُ الرَّجُلُ: مَنْ أَبِي؟ وَيَقُولُ الرَّجُلُ تَضل ناقتُه: أَيْنَ نَاقَتِي؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِمْ هَذِهِ الْآيَةَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ} حَتَّى فَرَغَ مِنَ الْآيَةِ كُلِّهَا.
telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah, telah menceritakan kepada kami Abul Juwairiyah, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa
pernah ada segolongan kaum yang bertanya kepada Rasulullah Saw. dengan memperolok-olokkannya. Seseorang lelaki bertanya, "Siapakah ayahku?" Lelaki lainnya bertanya pula, "Untaku hilang, di manakah untaku?" Maka Allah Swt.
menurunkan ayat ini berkenaan dengan mereka: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101), hingga akhir ayat.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ وَرْدَان الْأَسَدِيُّ، حَدَّثَنَا عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ الْأَعْلَى، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي البَخْتَريّ -وَهُوَ سَعِيدُ بْنُ فَيْرُوزَ-عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا} [آلِ عِمْرَانَ: 97] قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ،كُلَّ عَامٍ؟ فَسَكَتَ. فَقَالُوا: أَفِي كُلِّ عَامٍ؟ فَسَكَتَ، قَالَ: ثُمَّ قَالُوا: أَفِي كُلِّ عَامٍ؟ فَقَالَ: "لَا وَلَوْ قُلْتُ: نَعَمْ لَوَجَبَتْ"، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ} إِلَى آخَرِ الْآيَةِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Wardan Al-Asadi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul A'la, dari ayahnya, dari Abul Bukhturi (yaitu Sa'id ibnu Fairuz), dari Ali yang menceritakan
bahwa ketika ayat ini diturunkan, yakni firman-Nya: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah (Ali Imran: 97) Lalu mereka bertanya, "Wahai Rasulullah,
apakah untuk setiap tahun?" Rasulullah Saw. diam, tidak menjawab. Mereka bertanya lagi, "Apakah untuk setiap tahun?" Rasulullah Saw. tetap diam. Kemudian mereka bertanya lagi, "Apakah untuk setiap tahun?" Rasulullah Saw.
baru menjawab: Tidak, dan seandainya kukatakan ya, niscaya menjadi wajib; dan seandainya diwajibkan (tiap tahunnya), niscaya kalian tidak akan mampu. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101), hingga akhir ayat.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Majah
melalui jalur Mansur ibnu Wardan dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan, bila ditinjau dari segi ini hadis berpredikat garib. Dan Imam Turmuzi pernah mendengar Imam Bukhari mengatakan bahwa Abul Bukhturi
tidak menjumpai masa Ali r.a.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُسْلِمٍ الهَجَرِيّ، عَنْ أَبِي عِيَاضٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ" فَقَالَ رَجُلٌ: أَفِي كُلِّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَأَعْرَضَ عَنْهُ، حَتَّى عَادَ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، فَقَالَ: "مَنِ السَّائِلُ؟ " فَقَالَ: فُلَانٌ. فَقَالَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ قُلْتُ: نَعَمْ لوَجَبَتْ، وَلَوْ وَجَبَتْ عَلَيْكُمْ مَا أَطَقْتُمُوهُ، وَلَوْ تَرَكْتُمُوهُ لَكَفَرْتُمْ"، فَأَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ} حَتَّى خَتَمَ الْآيَةَ.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim ibnu Sulaiman, dari Ibrahim ibnu Muslim Al-Hijri, dari Ibnu Iyad, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda: Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian ibadah haji. Lalu seseorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah untuk tiap tahun?" Rasulullah Saw. berpaling darinya, hingga lelaki itu mengulangi pertanyaannya
dua atau tiga kali. Lalu Rasulullah Saw. bertanya, "Siapakah tadi yang bertanya?" Lalu dijawab bahwa yang bertanya adalah si Fulan. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaanNya,
seandainya kukatakan ya, niscaya diwajibkan; dan sekiranya diwajibkan atas kalian (tiap tahunnya), maka kalian tidak akan kuat melakukannya; dan jika kalian meninggalkannya, niscaya kalian menjadi orang kafir. Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101), hingga akhir ayat.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui jalur Al-Husain ibnu Waqid, dari Muhammad ibnu Ziyad, dari Abu Hurairah; dalam riwayat ini disebutkan bahwa lelaki yang bertanya itu adalah Mihsan Al-Asadi. Sedangkan menurut riwayat lain
yang juga melalui jalur ini, lelaki itu adalah Ukasyah ibnu Mihsan; riwayat yang terakhir ini lebih mendekati kebenaran. Tetapi Ibrahim ibnu Muslim Al-Hijri orangnya daif.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنِي زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبَانٍ الْمِصْرِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو زَيْدٍ عَبْدُ الرحمن ابن أَبِي الْغَمْرِ، حَدَّثَنَا أَبُو مُطِيعٍ مُعَاوِيَةُ بْنُ يَحْيَى، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو، حَدَّثَنِي سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ الْبَاهِلِيَّ يَقُولُ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي النَّاسِ فَقَالَ: "كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْحَجُّ". فَقَامَ رَجُلٌ مِنَ الْأَعْرَابِ فَقَالَ: أَفِي كُلِّ عَامٍ؟ قَالَ: فَغَلقَ كَلَامُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَسْكَتَ وَاسْتَغْضَبَ، وَمَكَثَ طَوِيلًا ثُمَّ تَكَلَّمَ فَقَالَ: "مَنِ السَّائِلُ؟ " فَقَالَ الْأَعْرَابِيُّ: أَنَا ذَا، فَقَالَ: "وَيْحَكَ، مَاذَا يُؤَمِّنُكَ أَنْ أَقُولَ: نَعَمْ، وَاللَّهِ لَوْ قَلَتُ: نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَوْ وَجَبَتْ لَكَفَرْتُمْ، أَلَا إِنَّهُ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ أَئِمَّةُ الحَرَج، وَاللَّهِ لَوْ أَنِّي أَحْلَلْتُ لَكُمْ جَمِيعَ مَا فِي الْأَرْضِ، وَحَرَّمْتُ عَلَيْكُمْ مِنْهَا مَوْضِعَ خُفٍّ، لَوَقَعْتُمْ فِيهِ" قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ عِنْدَ ذَلِكَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ} إِلَى آخَرِ الْآيَةِ.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Zakaria ibnu Yahya ibnu Aban Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Abu Zaid Abdul Aziz Abul Gamr, telah menceritakan kepada kami Ibnu Muti' Mu'awiyah ibnu Yahya,
dari Safwan ibnu Amr; telah menceritakan kepadaku Salim ibnu Amir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Umamah Al-Bahili menceritakan hadis berikut: Bahwa Rasulullah Saw. berdiri di hadapan orang banyak, lalu bersabda,
"Telah diwajibkan atas kalian melakukan ibadah haji." Lalu berdirilah seseorang lelaki Badui dan bertanya, "Apakah untuk setiap tahun?" Suara lelaki Badui itu lebih keras daripada suara Rasulullah Saw.; cukup lama Rasulullah Saw.
diam saja dalam keadaan marah. Kemudian bersabda, "Siapakah orang yang bertanya tadi?" Lelaki Badui itu menjawab, "Saya." Rasulullah Saw. bersabda, "Celakalah kamu! Apakah yang menjadi kepercayaanmu jika kukatakan ya? Demi Allah,
seandainya kukatakan ya, niscaya diwajibkan (tiap tahunnya); dan seandainya diwajibkan, niscaya kalian kafir (ingkar). Ingatlah, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian ialah karena dosa-dosa besar. Demi Allah,
seandainya aku halalkan bagi kalian semua apa yang ada di bumi dan aku haramkan atas kalian sebagian darinya sebesar tempat khuf, niscaya kalian akan terjerumus ke dalamnya." Maka pada saat itu Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101), hingga akhir ayat.Tetapi di dalam sanadnya terkandung kedaifan
(kelemahan). Lahiriah makna ayat menunjukkan larangan menanyakan berbagai hal yang bila dijelaskan jawabannya akan membuat buruk si penanya. Hal yang lebih utama menghadapi hal-hal seperti itu ialah berpaling darinya
dan membiarkannya, yakni jangan menanyakannya. Alangkah baiknya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang menyebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا حَجَّاج قَالَ: سَمِعْتُ إِسْرَائِيلَ بْنَ يُونُسَ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ أَبِي هِشَامٍ مَوْلَى الْهَمْدَانِيِّ، عَنْ زَيْدِ بْنِ زَائِدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: "لَا يُبَلِّغْنِي أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ شَيْئًا؛ فَإِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَخْرُجَ إِلَيْكُمْ وَأَنَا سَلِيمُ الصَّدْرِ"
telah menceritakan kepada kami Hajjaj; ia pernah mendengar Israil ibnu Yunus menceritakan dari Al-Walid ibnu Abu Hasyim maula Al-Hamdani, dari Zaid ibnu Za-id, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda kepada para sahabatnya: Jangan ada seseorang menyampaikan sesuatu kepadaku dari orang lain, karena sesungguhnya aku suka bila keluar menemui kalian, sedangkan aku dalam keadaan berhati lapang.
Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi telah meriwayatkannya melalui hadis Israil. Abu Daud mengatakan dari Al-Walid, sedangkan Imam Turmuzi mengatakan dari Israil, dari As-Saddi,
dari Al-Walid ibnu Abu Hasyim dengan lafaz yang sama.Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa bila ditinjau dari segi ini, hadis berpredikat garib. Firman Allah Swt:
{وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنزلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ}
dan jika kalian menanyakannya di waktu Al-Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepada kalian. (Al-Maidah: 101)Yakni jika kalian menanyakan hal-hal tersebut yang kalian dilarang
menanyakannya di saat wahyu diturunkan kepada Rasulullah Saw., niscaya akan dijelaskan kepada kalian. Dan hal itu sangat mudah bagi Allah.Kemudian Allah Swt. berfirman:
{عَفَا اللَّهُ عَنْهَا}
Allah memaafkan (kalian) tentang hal-hal itu. (Al-Maidah: 101) Yakni hal-hal yang kalian lakukan sebelum itu.
{وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ}
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (Al-Maidah: 101) Menurut pendapat lain, firman Allah Swt.:
{وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنزلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ}
dan jika kalian menanyakannya di waktu Al-Qur'an sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepada kalian. (Al-Maidah: 101)Maknanya ialah "Janganlah kalian menanyakan hal-hal yang kalian sengaja memulai mengajukannya,
karena barangkali akan diturunkan wahyu disebabkan pertanyaan kalian itu yang di dalamnya terkandung peraturan yang memberatkan dan menyempitkan kalian". Di dalam sebuah hadis telah disebutkan:
"أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرّم فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ"
Orang muslim yang paling besar dosanya ialah seseorang yang menanyakan sesuatu yang tidak diharamkan, lalu menjadi diharamkan karena pertanyaannya itu.Tetapi jika diturunkan wahyu Al-Qur'an
mengenainya secara global, lalu kalian menanyakan penjelasannya, niscaya saat itu akan dijelaskan kepada kalian karena kalian sangat memerlukannya.
{عَفَا اللَّهُ عَنْهَا}
Allah memaafkan (kalian) tentang hal-hal itu.(Al-Maidah: 101)Yakni hal-hal yang tidak disebutkan Allah di dalam kitab-Nya, maka hal tersebut termasuk yang dimaafkan. Karena itu, diamlah kalian sebagaimana Nabi Saw. diam terhadapnya. Di dalam hadis sahih disebutkan dari Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"ذَرُونِي مَا تُرِكْتُم؛ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ".
Biarkanlah aku dengan apa yang kutinggalkan untuk kalian, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa hanyalah karena mereka banyak bertanya dan sering bolak-balik kepada nabi-nabi mereka (yakni banyak merujuk). Di dalam hadis sahih yang lain disebutkan pula:
إِنَّ اللَّهَ فَرَضَ فَرَائِضَ فَلَا تُضيِّعُوها، وحَدَّ حُدُودًا فَلَا تَعْتَدُوهَا، وحَرَّم أَشْيَاءَ فَلَا تَنْتَهِكُوهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً بِكُمْ غَيْرَ نِسْيان فَلَا تَسْأَلُوا عَنْهَا".
Sesungguhnya Allah Swt. telah menetapkan hal-hal yang fardu, maka janganlah kalian menyia-nyiakannya; dan Dia telah menetapkan batasan-batasan, maka janganlah kalian melampauinya; dan Dia telah mengharamkan banyak hal,
maka janganlah kalian melanggarnya. Dan Dia telah mendiamkan (tidak menjelaskan) banyak hal karena kasihan kepada kalian bukan karena lupa, maka janganlah kalian menanyakannya.Kemudian Allah Swt. berfirman:
{قَدْ سَأَلَهَا قَوْمٌ مِنْ قَبْلِكُمْ ثُمَّ أَصْبَحُوا بِهَا كَافِرِينَ}
Sesungguhnya telah ada segolongan manusia sebelum kalian menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada nabi mereka), kemudian mereka tidak percaya kepadanya. (Al-Maidah: 102)Yakni masalah-masalah yang dilarang itu pernah ditanyakan
oleh segolongan kaum dari kalangan orang-orang sebelum kalian, lalu pertanyaan mereka dijawab, tetapi mereka tidak mempercayainya; karena itu mereka menjadi kafir, yakni ingkar kepadanya. Dengan kata lain, dijelaskan kepada mereka
apa yang mereka pertanyakan, tetapi pada akhirnya mereka tidak mengambil manfaat dari jawaban itu, karena pertanyaan yang mereka ajukan bukan untuk meminta petunjuk, melainkan pertanyaan yang mengandung ejekan
dan keingkaran mereka.Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Rasulullah Saw. menyerukan kepada orang-orang pengumuman berikut. Untuk itu beliau bersabda:
يَا قَوْمِ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْحَجُّ". فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي أَسَدٍ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفِي كُلِّ عَامٍ؟ فأغْضبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَضَبًا شَدِيدًا فَقَالَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ قُلْتُ: نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَوْ وَجَبَتْ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وإذًا لَكَفَرْتُمْ، فَاتْرُكُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَافْعَلُوا، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَانْتَهُوا عَنْهُ". فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ}
Hai kaum, telah diwajibkan atas kalian ibadah haji. Lalu ada seseorang lelaki dari kalangan Bani Asad berkata, "Wahai Rasulullah, apakah untuk setiap tahun?" Mendengar pertanyaan itu Rasulullah Saw. sangat marah, lalu beliau bersabda:
Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaannya, seandainya kukatakan ya, niscaya diwajibkan; dan seandainya diwajibkan, niscaya kalian tidak akan mampu, dan kalau demikian kalian menjadi kafir.
Maka biarkanlah aku dengan apa yang aku tinggalkan untuk kalian; apabila aku memerintahkan kalian untuk melakukan sesuatu, maka kerjakanlah. Dan apabila aku larang kalian dari sesuatu, maka berhentilah kalian dari (melakukan)nya.
Lalu turunlah ayat ini.Allah melarang mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan semisal dengan apa yang pernah diminta oleh orang-orang Nasrani (kepada nabi mereka), yaitu mengenai Maidah (hidangan dari langit); kemudian pada akhirnya
mereka ingkar kepadanya (yakni tidak mensyukurinya). Maka Allah melarang hal tersebut dan berfirman, "Janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diturunkan wahyu Al-Qur'an mengenainya akhirnya memberatkan
kalian dan kalian akan menjadi susah karenanya. Tetapi sebaiknya kalian sabar menunggu, karena apabila diturunkan lagi wahyu Al-Qur’an, niscaya akan dijelaskan kepada kalian semua hal yang masih dipertanyakan kalian itu.
" Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan
kepada kalian niscaya menyusahkan kalian; dan jika kalian menanyakannya di waktu Al-Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepada kalian. (Al-Maidah: 101) Ibnu Abbas mengatakan bahwa ketika ayat mengenai ibadah haji diturunkan,
Nabi Saw. mempermaklumatkan kepada orang-orang melalui sabdanya:
"يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللَّهَ قَدْ كَتَبَ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا". فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَعَامًا وَاحِدًا أَمْ كُلَّ عَامٍ؟ فَقَالَ: "لَا بَلْ عَامًا وَاحِدًا، وَلَوْ قُلْتُ: كُلَّ عَامٍ لَوَجَبَتْ، وَلَوْ وَجَبَتْ لَكَفَرْتُمْ". ثُمَّ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ} إِلَى قَوْلِهِ: {ثُمَّ أَصْبَحُوا بِهَا كَافِرِينَ}
Hai manusia, sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kalian melakukan ibadah haji. Maka berhajilah kalian! Lalu mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hanya sekali ataukah setiap tahun?" Rasulullah Saw.
menjawab melalui sabdanya: Tidak, tetapi hanya sekali. Seandainya kukatakan setiap tahun, niscaya diwajibkan; dan seandainya diwajibkan, niscaya kalian mengingkarinya. Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) banyak hal. (Al-Maidah: 101) sampai dengan firman-Nya: Kemudian mereka tidak percaya kepadanya. (Al-Maidah: 102)Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Khasif telah meriwayatkan dari Mujahid dan Ibnu Abbas mengenai firman Allah Swt. yang mengatakan: Janganlah kalian menanyakan (kepada nabi kalian) banyak hal (Al-Maidah: 101) Bahwa yang dimaksud ialah mengenai bahirah,
wasilah, saibah, dan ham. Ibnu Abbas mengatakan, "Tidakkah kamu melihat bahwa sesudahnya Allah berfirman: Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahirah '(Al-Maidah: 103)." dan tidak disebutkan hal-hal lainnya.
Menurut Ikrimah, sesungguhnya mereka pada mulanya menanyakan tentang berbagai ayat, lalu mereka dilarang mengajukannya, dan disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya telah ada segolongan manusia sebelum kalian menanyakan
hal-hal yang serupa itu (kepada nabi mereka), kemudian mereka tidak percaya kepadanya. (Al-Maidah: 102)Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Yang dimaksud dengan "ayat-ayat" oleh Ikrimah ialah mukjizat-mukjizat,
seperti yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy yang meminta" kepada Nabi Saw. agar beliau mengalirkan sungai-sungai buat mereka dan menjadikan Bukit Safa sebagai emas (mengubahnya menjadi emas) buat mereka,
dan permintaan lainnya. Seperti yang pernah diminta oleh orang-orang Yahudi agar diturunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit, padahal Allah Swt. telah berfirman:
{وَمَا مَنَعَنَا أَنْ نُرْسِلَ بِالآيَاتِ إِلا أَنْ كَذَّبَ بِهَا الأوَّلُونَ وَآتَيْنَا ثَمُودَ النَّاقَةَ مُبْصِرَةً فَظَلَمُوا بِهَا وَمَا نُرْسِلُ بِالآيَاتِ إِلا تَخْوِيفًا}
Dan sekali-kali tidak ada yang menghalang-halangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada
Samud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti. (Al-Isra: 59)
{وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ جَاءَتْهُمْ آيَةٌ لَيُؤْمِنُنَّ بِهَا قُلْ إِنَّمَا الآيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ وَمَا يُشْعِرُكُمْ أَنَّهَا إِذَا جَاءَتْ لَا يُؤْمِنُونَ. وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ. وَلَوْ أَنَّنَا نزلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ}
Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mukjizat, pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah, "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada
di sisi Allah.”Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman. Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya
(Al-Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan
(pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-An'am: 109-111)
Surat Al-Maidah |5:101|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa tas`aluu 'an asy-yaaa`a in tubda lakum tasu`kum, wa in tas`aluu 'an-haa ḥiina yunazzalul-qur`aanu tubda lakum, 'afallohu 'an-haa, wallohu ghofuurun ḥaliim
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, (justru) menyusahkan kamu. Jika kamu menanyakannya ketika Al-Qur´an sedang diturunkan, (niscaya) akan diterangkan kepadamu. Allah telah memaafkan (kamu) tentang hal itu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun.
O you who have believed, do not ask about things which, if they are shown to you, will distress you. But if you ask about them while the Qur'an is being revealed, they will be shown to you. Allah has pardoned that which is past; and Allah is Forgiving and Forbearing.
(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan) dijelaskan (kepadamu, niscaya menyusahkan kamu) karena di dalamnya mengandung kemudaratan
(dan jika kamu menanyakannya di waktu Alquran itu sedang diturunkan) artinya di masa Nabi saw. masih hidup (niscaya akan diterangkan kepadamu)
makna ayat: apabila kamu bertanya tentang macam-macam masalah sewaktu Nabi saw. masih ada niscaya akan turun ayat-ayat Alquran yang menjelaskannya dan jika ayat-ayat Alquran telah turun,
niscaya isinya akan menjelek-jelekkan kamu sendiri oleh karena janganlah kamu banyak bertanya tentang hal-hal itu; sesungguhnya (Allah telah memaafkan kamu tentang hal-hal itu) sebelum kamu meminta maaf kepada-Nya,
maka dari itu janganlah kamu mengulanginya. (Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 101 |
Penjelasan ada di ayat 100
Surat Al-Maidah |5:102|
قَدْ سَأَلَهَا قَوْمٌ مِنْ قَبْلِكُمْ ثُمَّ أَصْبَحُوا بِهَا كَافِرِينَ
qod sa`alahaa qoumum ming qoblikum ṡumma ashbaḥuu bihaa kaafiriin
Sesungguhnya sebelum kamu telah ada segolongan manusia yang menanyakan hal-hal serupa itu (kepada nabi mereka), kemudian mereka menjadi kafir.
A people asked such [questions] before you; then they became thereby disbelievers.
(Sesungguhnya telah menanyakan hal itu) artinya hal-hal serupa itu (suatu kaum sebelum kamu) kepada nabi-nabi mereka, maka mereka diberi penjelasan tentang hukum-hukumnya (kemudian jadilah mereka)
mereka menjadi (tidak percaya kepadanya) karena mereka tidak mengamalkannya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 102 |
Penjelasan ada di ayat 100
Surat Al-Maidah |5:103|
مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ بَحِيرَةٍ وَلَا سَائِبَةٍ وَلَا وَصِيلَةٍ وَلَا حَامٍ ۙ وَلَٰكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ ۖ وَأَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
maa ja'alallohu mim baḥiirotiw wa laa saaa`ibatiw wa laa washiilatiw wa laa haamiw wa laakinnallażiina kafaruu yaftaruuna 'alallohil-każib, wa akṡaruhum laa ya'qiluun
Allah tidak pernah mensyariatkan adanya Bahirah, Sa'ibah, Washilah, dan Ham. Tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti.
Allah has not appointed [such innovations as] bahirah or sa'ibah or wasilah or ham. But those who disbelieve invent falsehood about Allah, and most of them do not reason.
(Tidak sekali-kali menjadikan) mensyariatkan (Allah akan adanya bahirah, saibah, wasilah dan ham) sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang jahiliah.
Telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Said bin Musayyab yang telah mengatakan bahwa bahirah ialah unta betina yang air susunya dihadiahkan untuk berhala-berhala,
maka tidak ada seorang pun yang berani memerah air susunya. Saibah ialah unta betina yang mereka lepaskan begitu saja dibiarkan demi untuk berhala-berhala mereka, maka unta tersebut tidak boleh dibebani sesuatu pun.
Wasilah ialah unta betina yang sewaktu melahirkan anak unta pertama kalinya betina setelah ia beranak lagi secara kembar yang kedua-duanya betina; induk unta itu dibiarkan terlepas bebas jika anak-anaknya itu tidak ada,
yang jantan yang memisahkan antara kedua anaknya itu. Hal ini mereka lakukan demi berhala-berhala mereka. Dan ham ialah unta pejantan yang dipekerjakan dalam masa yang telah ditentukan,
dan jika masanya telah habis lalu mereka membiarkannya bebas demi untuk mendekatkan diri kepada berhala-berhala sesembahan mereka. Selain dari itu mereka membebaskannya dari segala muatan dan beban
hingga ia tidak lagi disuruh membawa apa pun dan nama lain dari jenis unta itu ialah hami. (Akan tetapi orang-orang kafir selalu membuat kedustaan terhadap Allah) dalam hal tersebut kemudian
mereka mengaitkannya kepada Allah (dan kebanyakan mereka tidak mengerti) bahwa perkara tersebut merupakan kedustaan karena mereka dalam hal ini hanyalah mengikuti apa yang biasa dilakukan oleh nenek moyang mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 103 |
Tafsir ayat 103-104
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسان، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ المسيَّب قَالَ: "الْبَحِيرَةُ": الَّتِي يُمْنَعُ دَرُّهَا لِلطَّوَاغِيتِ، فَلَا يَحْلبها أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ. وَ"السَّائِبَةُ": كَانُوا يسيبونَها لِآلِهَتِهِمْ، لَا يُحْمَلُ عَلَيْهَا شَيْءٌ -قَالَ: وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ عمْرَو بْنَ عَامِرٍ الْخُزَاعِيَّ يجُرّ قُصْبَه فِي النَّارِ، كَانَ أَوَّلَ مَنْ سَيَّبَ السَّوَائِبَ"-و"الْوَصِيلَةُ": النَّاقَةُ الْبِكْرُ، تُبَكّر فِي أَوَّلِ نِتَاجِ الْإِبِلِ، ثُمَّ تُثَنّي بَعْدُ بِأُنْثَى، وَكَانُوا يُسَيِّبُونَهَا لِطَوَاغِيتِهِمْ، إِنْ وَصَلَتْ إحْدَاهما بِالْأُخْرَى لَيْسَ بَيْنَهُمَا ذكَر. و"الْحَامُ": فَحْلُ الْإِبِلِ يَضربُ الضرّابَ الْمَعْدُودَ، فَإِذَا قَضَى ضِرَابَهُ وَدَعُوه لِلطَّوَاغِيتِ، وَأَعْفَوْهُ عَنِ الحَمْل، فَلَمْ يُحْمَل عَلَيْهِ شَيْءٌ، وسَمّوه الْحَامِيَ.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, dari Saleh ibnu Kaisan, dari Ibnu Syihab, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa
al-bahirah ialah unta betina yang air susunya tidak boleh diperah oleh seorang pun karena dikhususkan hanya untuk berhala mereka saja. Saibah ialah ternak unta yang dibiarkan bebas demi berhala-berhala mereka,
dan tidak boleh ada seorang pun yang mempekerjakannya serta memuatinya dengan sesuatu pun. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku melihat Amr ibnu Amir Al-Khuza'i menyeret isi perutnya di neraka,
dia adalah orang yang mula-mula mengadakan peraturan hewan saibah. - Kembali ke perkataan Sayid Al-Mussayab; Al-wasilah ialah unta betina yang dilahirkan oleh induknya sebagai anak pertama, kemudian anak keduanya betina pula.
Mereka menjadikannya sebagai unta saibah, dibiarkan bebas untuk berhala-berhala mereka, jika antara anak yang pertama dan yang kedua tidak diselingi dengan jenis jantan. Sedangkan ham ialah unta pejantan yang berhasil menghamili
beberapa ekor unta betina dalam jumlah yang tertentu. Apabila telah mencapai bilangan yang ditargetkan, maka mereka membiarkannya hidup bebas dan membebaskannya dari semua pekerjaan, tidak lagi dibebani sesuatu pun,
dan mereka menamakannya unta Kami.Begitu pula menurut riwayat Imam Muslim dan Imam Nasai melalui hadis Ibrahim ibnu Sa'd dengan lafaz yang sama.Imam Bukhari mengatakan, Abul Yaman pernah mengatakan kepadanya
bahwa telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'id menceritakan hal tersebut. Sa'id mengatakan, Abu Hurairah telah meriwayatkan dari Nabi Saw. hal yang semisal.
Ibnul Had telah meriwayatkannya dari ibnu Syihab, dari Sa'id, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. Imam Hakim mengatakan, Imam Bukhari bermaksud bahwa Yazid ibnu Abdullah ibnul Had meriwayatkannya dari Abdul Wahhab ibnu Bukht,
dari Az-Zuhri. Demikianlah menurut apa yang diceritakan oleh guru kami —Abul Hajjaj Al-Mazi— di dalam kitab Al-Atraf-nya. Abul Hajjaj diam, tidak memberikan komentarnya.Sehubungan dengan apa yang dikatakan oleh Imam Hakim,
ada hal yang masih perlu dipertimbangkan, karena sesungguhnya Imam Ahmad dan Abu Ja'far ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Lais ibnu Sa'id, dari Ibnul Had, dari Az-Zuhri sendiri.
ثُمَّ قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي يَعْقُوبَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الكِرْماني، حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا يُونُسُ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَة؛ أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ جَهَنَّم يَحْطِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا، وَرَأَيْتُ عَمْرًا يَجُرُّ قُصْبه، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ سَيَّبَ السَّوَائِبَ".
Kemudian Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Ya'qub Abu Abdullah Al-Kirmani, telah menceritakan kepada kami Hassan ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada
kami Yunus, dari Az-Zuhri, dari Urwah, bahwa Siti Aisyah r.a. pernah mengatakan Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku telah melihat neraka Jahanam, sebagian darinya menghantam sebagian yang lain;
dan aku melihat Amr menyeret isi perutnya,dia adalah orang yang mula-mula mengadakan hewan saibah.Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حدثنا هَنَّاد، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَير، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لِأَكْثَمَ بْنِ الجَوْن: "يَا أَكْثَمُ، رَأَيْتُ عَمْرو بْنَ لُحَيّ بْنِ قَمعَةَ بْنِ خِنْدف يَجُرُّ قُصْبه فِي النَّارِ، فَمَا رَأَيْتُ رَجُلًا أَشْبَهَ بِرَجُلٍ مِنْكَ بِهِ، وَلَا بِهِ مِنْكَ". فَقَالَ أَكْثَمُ: تَخْشَى أَنْ يَضُرَّنِي شَبَهُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا إِنَّكَ مُؤْمِنٌ وَهُوَ كَافِرٌ، إِنَّهُ أَوَّلُ مَنْ غَيّر دِينَ إِبْرَاهِيمَ، وَبَحَّرَ الْبَحِيرَةَ، وَسَيَّبَ السَّائِبَةَ، وَحَمَى الْحَامِيَ".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ibrahim ibnul Haris,
dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda kepada Aksam ibnul Jun: Hai Aksam, aku melihat Amr ibnu Luhay ibnu Qum'ah ibnu Khandaf menyeret isi perutnya di neraka.
Dan aku tidak pernah melihat seorang lelaki yang lebih serupa dengannya selain kamu; dia pun mirip sekali dengan kamu. Aksam berkata, "Apakah engkau khawatir aku tertimpa mudarat karena serupa dengan dia, wahai Rasulullah?"
Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, karena sesungguhnya engkau adalah orang mukmin, sedangkan dia adalah orang kafir. Sesungguhnya dia adalah orang yang mula-mula mengubah agama Nabi Ibrahim, dan mengadakan hewan bahirah,
hewan saibah, dan hewan ham.Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Hannad, dari Abdah, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang serupa atau semisal dengannya.
Tetapi kedua jalur ini tidak ada di dalam kitab-kitab hadis.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مُجَمِّع، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ الهَجَري، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "إن أَوَّلَ مَنْ سَيَّب السَّوَائِبَ، وَعَبَدَ الْأَصْنَامَ، أَبُو خُزَاعَةَ عَمْرُو بْنُ عَامِرٍ، وَإِنِّي رَأَيْتُهُ يَجُرُّ أَمْعَاءَهُ فِي النَّارِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Majma', telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya
orang yang mula-mula membiarkan hewan saibah dan menyembah berhala ialah Abu Khuza'ah, yaitu Amr ibnu Amir; dan sesungguhnya aku melihatnya sedang menyeret isi perutnya di dalam neraka.Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad
secara munfarid dari segi ini.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَنْبَأَنَا مَعْمَر، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي لَأَعْرِفُ أَوَّلَ مَنْ سَيَّبَ السَّوَائِبَ، وَأَوَّلَ مَنْ غَيَّرَ دِينَ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ". قَالُوا: مَنْ هُوَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "عَمْرُو بْنُ لُحَيّ أَخُو بَنِي كَعْبٍ، لَقَدْ رَأَيْتُهُ يَجُرُّ قُصْبه فِي النَّارِ، يُؤذي رِيحُهُ أَهْلَ النَّارِ. وَإِنِّي لَأَعْرِفُ أَوَّلَ مَنْ بَحَّرَ الْبَحَائِرَ". قَالُوا: مَنْ هُوَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "رَجُلٌ مِنْ بَنِي مُدْلج، كَانَتْ لَهُ نَاقَتَانِ، فَجَدَعَ آذَانَهُمَا، وَحَرَّمَ أَلْبَانَهُمَا، ثُمَّ شَرِبَ أَلْبَانَهُمَا بَعْدَ ذَلِكَ، فَلَقَدْ رَأَيْتُهُ فِي النَّارِ وَهُمَا يَعَضَّانِهِ بِأَفْوَاهِهِمَا وَيَخْبِطَانِهِ بِأَخْفَافِهِمَا".
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Zaid ibnu Aslam yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui orang yang mula-mula membiarkan hewan
saibah dan orang yang mula-mula mengubah agama Nabi Ibrahim as. Mereka bertanya, "Siapakah dia, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab: Amr ibnu Luhay, saudara Bani Ka'b. Sesungguhnya aku melihat dia sedang menyeret
isi perutnya di neraka, baunya menyakitkan semua penghuni neraka. Dan sesungguhnya aku benar-benar mengetahui orang yang mula-mula membiarkan hewan bahirah. Mereka bertanya, "Siapakah dia, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw.
bersabda: Seorang lelaki dari kalangan Bani Mudlaj, dia mempunyai dua ekor unta, lalu ia membelah telinga kedua untanya dan mengharamkan air susunya, kemudian ia meminum air susunya sesudah itu. Dan sesungguhnya aku melihat dia
di dalam neraka, sedangkan kedua untanya itu menggigiti dia dengan mulutnya dan menginjak-injak dia dengan teracaknya.Amr yang disebutkan dalam hadis ini ialah Ibnu Luhay ibnu Qum'ah, salah seorang pemimpin Khuza'ah
yang mengurus Baitullah sesudah dosa yang mereka perbuat itu. Dia adalah orang yang mula-mula mengubah agama Nabi Ibrahim Al-Khalil, lalu ia memasukkan berhala-berhala ke tanah Hijaz dan menyerukan kepada para penggembala ternak
untuk menyembah berhala-berhala itu serta mendekatkan diri kepadanya. Dia pulalah yang mensyariatkan peraturan-peraturan Jahiliah dalam masalah ternak dan lain-lainnya, seperti apa yang disebutkan oleh Allah di dalam surat Al-An'am
melalui firman-Nya:
{وَجَعَلُوا لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالأنْعَامِ نَصِيبًا}
Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah (Al-An'am: 136), hingga beberapa ayat berikutnya.Adapun mengenai al-bahirah, Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas r.a., bahwa bahirah ialah unta betina yang telah berhasil melahirkan lima ekor anaknya, lalu mereka melihat anak yang kelima itu; jika jantan, maka mereka menyembelihnya dan memakannya, tetapi hanya kaum laki-laki
yang boleh memakannya, sedangkan kaum wanita tidak boleh. Dan apabila anak yang kelima itu betina, maka mereka membelah telinganya, lalu mereka katakan, "Ini adalah hewan bahirah"As-Saddi dan lain-lainnya telah menceritakan hal
yang mendekati riwayat Ibnu Abbas.Adapun saibah, menurut Mujahid ialah ternak kambing yang pengertiannya sama dengan hewan bahirah pada ternak unta tadi. Hanya saja yang dimaksud dengan saibah ialah seekor kambing betina
yang berhasil melahirkan enam ekor anaknya yang semuanya betina.Kemudian apabila anak yang ketujuhnya lahir dan ternyata jantan, baik tunggal ataupun kembar, maka mereka menyembelihnya, lalu dimakan oleh kaum laki-laki,
sedangkan kaum wanita tidak boleh memakannya.Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa saibah ialah unta betina yang berhasil melahirkan sepuluh ekor anak yang semuanya betina, tanpa ada jenis jantannya. Maka ia dibiarkan hidup
bebas dan tidak boleh dinaiki, bulunya tidak boleh dipotong, dan air susunya tidak boleh diperah kecuali untuk menjamu tamu.Abu Rauq mengatakan, saibah terjadi apabila seorang lelaki mengadakan suatu perjalanan dan keperluannya
dikabulkan, maka ia menjadikan dari harta benda miliknya yang berupa ternak unta seekor unta betina atau ternak lainnya sebagai hewan saibah. Hewan itu dijadikannya untuk berhala, dan anak yang lahir darinya dipersembahkan
untuk berhala pula.As-Saddi mengatakan, seorang lelaki dari kalangan mereka (orang-orang Jahiliah) apabila keperluannya terkabul atau disembuhkan dari sakitnya atau hartanya bertambah banyak, maka ia menjadikan seekor ternak miliknya
sebagai hewan saibah untuk berhala sesembahannya. Dan barang siapa yang berani mengganggunya akan dikenakan hukuman dunia.Adapun wasilah, menurut Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, ialah seekor kambing betina
yang telah melahirkan tujuh ekor anak kambing. Mereka melihat kepada anak kambing yang ketujuh; jika anaknya itu jenis jantan dan dalam keadaan mati, boleh diberikan kepada kaum laki-laki dan wanita. Tetapi jika anaknya yang ketujuh itu
adalah betina, maka mereka membiarkannya hidup. Jika anaknya kembar, terdiri atas jenis jantan dan betina, maka mereka membiarkan keduanya hidup; dan mereka mengatakan bahwa yang jantan diselamatkan oleh yang betina, karena itu
diharamkan bagi mereka. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab sehubungan dengan makna firman-Nya:
dan (tidak pula mensyariatkan) wasilah. (Al-Maidah: 103) Sa'id ibnul Musayyab mengatakan bahwa al-wasilah ialah unta betina yang anak pertamanya jenis betina, kemudian anak keduanya betina lagi; maka anak yang kedua ini
dinamakan wasilah. Menurut mereka, anak kedua ini berhubungan langsung dengan anak pertama yang kedua-duanya betina, tanpa diselingi jenis jantan. Maka mereka membelah telinga anak yang kedua ini untuk berhala mereka.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan dari Imam Malik ibnu Anas rahimahullah.Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, kambing wasilah ialah apabila seekor kambing betina melahirkan sepuluh anak yang semuanya jenis betina dalam lima kali
kelahiran karena setiap kelahiran kembar, pada tiap-tiap kelahiran dijadikan wasilah dan dibiarkan hidup bebas. Bila ia telah besar dan beranak, baik anaknya jenis jantan ataupun betina, maka diberikan kepada kaum lelaki saja,
sedangkan kaum wanita tidak boleh.Tetapi jika anak yang dilahirkannya mati, maka kaum wanita dan kaum lelaki boleh memperolehnya.Mengenai hewan ham, menurut Al-Aufi —dari Ibnu Abbas— apabila seorang lelaki mengawinkan hewan
pejantannya sebanyak sepuluh kali, maka pejantan itu dinamakan ham, dan mereka membiarkannya hidup bebas tanpa diganggu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Rauq dan Qatadah.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas, bahwa ham ialah unta pejantan. Apabila anak dari unta pejantan itu mempunyai anak lagi, mereka mengatakan bahwa cucunya itu telah memelihara punggungnya, dan mereka tidak berani membebaninya dengan muatan
apa pun pada punggungnya, tidak berani memotong bulunya, dan tidak melarangnya mendatangi tempat penggembalaan yang terlarang dan tempat minumnya, sekalipun tempat minumnya itu bukan milik tuannya.Ibnu Wahb mengatakan,
ia pernah mendengar Malik mengatakan bahwa ham ialah unta pejantan yang telah berhasil menghamili unta-unta betina dalam bilangan tertentu. Apabila telah berhasil menghamili sejumlah unta betina yang telah ditargetkan hitungannya,
maka mereka menandainya dengan bulu merak, lalu mereka membiarkannya hidup bebas.Menurut pendapat lain sehubungan dengan tafsir ayat ini disebutkan hal yang berbeda.Sehubungan dengan hal ini telah disebutkan di dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui jalur Abu Ishaq As-Subai'i, dari Abul Ahwas Al-Jusyami, dari ayahnya —Malik ibnu Nadlah—yang menceritakan:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي خَلْقان مِنَ الثِّيَابِ، فَقَالَ لِي: "هَلْ لَكَ مِنْ مَالٍ؟ " قُلْتُ نَعَمْ. قَالَ: "مِنْ أَيِّ الْمَالِ؟ " قَالَ: فَقُلْتُ: مِنْ كُلِّ الْمَالِ، مِنَ الْإِبِلِ وَالْغَنَمِ وَالْخَيْلِ وَالرَّقِيقِ. قَالَ: "فَإِذَا آتَاكَ اللَّهُ مَالًا فلْيُرَ عَلَيْكَ". ثُمَّ قَالَ: "تُنْتِجُ إِبِلُكَ وَافِيَةً آذَانُهَا؟ " قَالَ: قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: "وَهَلْ تُنْتِجُ الْإِبِلُ إِلَّا كَذَلِكَ؟ " قَالَ: "فَلَعَلَّكَ تَأْخُذُ الْمُوسَى فَتَقْطَعُ آذَانَ طَائِفَةٍ مِنْهَا وَتَقُولُ: هَذِهِ بَحِيرٌ، وَتَشُقُّ آذَانَ طَائِفَةٍ مِنْهَا، وَتَقُولُ: هَذِهِ حَرَمٌ؟ " قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: "فَلَا تَفْعَلْ، إِنَّ كُلَّ مَا آتَاكَ اللَّهُ لَكَ حِلٌّ"، ثُمَّ قَالَ: {مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ بَحِيرَةٍ وَلا سَائِبَةٍ وَلا وَصِيلَةٍ وَلا حَامٍ} أَمَّا الْبَحِيرَةُ: فَهِيَ الَّتِي يَجْدَعُونَ آذَانَهَا، فَلَا تَنْتَفِعُ امْرَأَتُهُ وَلَا بَنَاتُهُ وَلَا أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ بِصُوفِهَا وَلَا أَوْبَارِهَا وَلَا أَشْعَارِهَا وَلَا أَلْبَانِهَا، فَإِذَا مَاتَتِ اشْتَرَكُوا فِيهَا. وَأَمَّا السَّائِبَةُ: فَهِيَ الَّتِي يُسَيِّبُونَ لِآلِهَتِهِمْ، وَيَذْهَبُونَ إِلَى آلِهَتِهِمْ فَيُسَيِّبُونَهَا، وَأَمَّا الْوَصِيلَةُ: فَالشَّاةُ تَلِدُ سِتَّةَ أَبْطُنٍ، فَإِذَا وَلَدَتِ السَّابِعَ جُدِعَتْ وَقُطِعَ قَرْنُهَا، فَيَقُولُونَ: قَدْ وَصَلَتْ، فَلَا يَذْبَحُونَهَا وَلَا تُضْرَبُ وَلَا تُمْنَعُ مَهْمَا وَرَدَتْ عَلَى حَوْضٍ.
bahwa ia pernah datang kepada Nabi Saw. dengan memakai dua lapis pakaian yang telah lama. Lalu Nabi Saw. bertanya kepadanya, "Apakah kamu mempunyai harta?" Ia menjawab, "Ya." Nabi Saw. bertanya lagi,
"Berupa apakah hartamu itu?" Ia menjawab, "Berupa segala macam harta, ada ternak unta dan ternak kambing, kuda serta budak." Nabi Saw. bersabda, "Apabila Allah memberimu harta, lalu harta itu bertambah banyak di tanganmu.
" Kemudian Nabi Saw. bertanya, "Apakah keturunan dari ternak untamu itu bertelinga lengkap?" Ia menjawab, "Tentu saja, dan memang hanya itulah yang dilahirkan oleh ternak untaku." Nabi Saw. bersabda, "Barangkali kamu mengambil pisau,
lalu kamu belah telinga sebagian darinya lalu kamu katakan ini bahirah, kemudian kamu belah lagi telinga sebagian yang lainnya, lalu kamu katakan ini haram." Ia menjawab, "Ya." Nabi SAW bersabda: Jangan kamu lakukan itu,
sesungguhnya semua yang diberikan oleh Allah kepadamu adalah halal. Kemudian Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahirah, saibah, wasilah, dan ham. (Al-Maidah: 103).
Adapun al-bahirah ialah unta betina yang mereka belah telinganya, kemudian istri mereka, anak-anak perempuan mereka, dan keluarga mereka tidak boleh mencukur bulunya dan tidak boleh memerah susunya.
Tetapi apabila hewan bahirah ini mati, mereka boleh memanfaatkannya bersama-sama. Saibah ialah hewan yang mereka biarkan hidup bebas demi berhala-berhala mereka. Mereka berangkat menuju tempat berhala-berhala mereka
dengan membawa ternak saibah, lalu mereka membiarkannya hidup bebas. Wasilah ialah kambing betina yang telah berhasil melahirkan enam ekor anak kambing, dan apabila ia melahirkan lagi anak kambing yang ketujuh,
mereka membelah telinganya dan memotong tanduknya, lalu mereka katakan bahwa kambing ini telah berjasa. Maka mereka tidak menyembelihnya, tidak memukulnya, dan tidak berani mencegahnya pergi ke tempat minum mana pun.
Demikianlah penafsiran dari kata-kata tersebut disisipkan ke dalam hadis.Dan telah diriwayatkan melalui jalur lain dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas Auf ibnu Malik, bahwa keterangan tersebut termasuk kata-kata Auf ibnu Malik. Pendapat inilah
yang mirip kepada kebenaran. Hadis mengenai hal ini telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abuz Za'ra Amr ibnu Amr, dari pamannya Abul Ahwas (yaitu Auf ibnu Malik ibnu Nadlah),
dari ayahnya dengan lafaz yang sama, tetapi di dalam riwayat ini tidak disebutkan penjelasan (tafsir) dari kata-kata tersebut.Firman Allah Swt.:
{وَلَكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لا يَعْقِلُونَ}
Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti. (Al-Maidah: 103)Yakni Allah Swt. sama sekali tidak pernah mensyariatkan hal ini, dan hal ini bukan merupakan amal taqarrub
untuk mendekatkan diri kepadaNya, melainkan orang-orang musyrik sendirilah yang membuat-buat peraturan tersebut, lalu mereka menjadikannya sebagai syariat buat mereka dan sebagai amal taqarrub mereka untuk mendekatkan
diri kepada-Nya.Apa yang mereka buat-buat itu tidak membawa hasil yang bermanfaat bagi diri mereka. Yang mereka petik hanyalah bencana bagi mereka sendiri.
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنزلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا}
Apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul, " mereka menjawab, "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.” (Al-Maidah: 104)Yakni apabila mereka
diseru untuk mengikuti agama Allah, syariat-Nya, dan hal-hal yang diwajibkan-Nya serta meninggalkan hal-hal yang diharamkan-Nya, maka mereka menjawab, "Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya," yakni peraturan-peraturan dan tradisi yang biasa dilakukan oleh nenek moyang mereka. Allah Swt. berfirman:
{أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا}
Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa. (Al-Maidah: 104)Yakni tidak mengerti perkara yang hak, tidak mengetahuinya, tidak pula mendapat petunjuk
mengenainya. Maka bagaimanakah mereka akan mengikuti nenek moyang mereka, sedangkan keadaan nenek moyang mereka demikian? Mereka hanyalah mengikuti orang-orang yang lebih bodoh daripada mereka dan lebih sesat jalannya.
Surat Al-Maidah |5:104|
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَىٰ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۚ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
wa iżaa qiila lahum ta'aalau ilaa maaa anzalallohu wa ilar-rosuuli qooluu ḥasbunaa maa wajadnaa 'alaihi aabaaa`anaa, a walau kaana aabaaa`uhum laa ya'lamuuna syai`aw wa laa yahtaduun
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul." Mereka menjawab, "Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya)." Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?
And when it is said to them, "Come to what Allah has revealed and to the Messenger," they say, "Sufficient for us is that upon which we found our fathers." Even though their fathers knew nothing, nor were they guided?
(Apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah mengikuti apa yang telah diturunkan Allah dan mengikuti rasul!") artinya kepada hikmah yang menjelaskan tentang penghalalan apa yang kamu haramkan .
(Mereka menjawab, "Cukuplah untuk kami) kami cukup puas dengan (apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.") yaitu berupa agama dan syariat.
Allah selanjutnya berfirman: (Apakah) mereka cukup puas dengan hal itu (sekalipun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak pula mendapat petunjuk) ke jalan yang benar.
Kata tanya/istifham di sini menunjukkan makna ingkar.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 104 |
Penjelasan ada di ayat 103
Surat Al-Maidah |5:105|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ ۖ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu 'alaikum anfusakum, laa yadhurrukum man dholla iżahtadaitum, ilallohi marji'ukum jamii'an fa yunabbi`ukum bimaa kuntum ta'maluun
Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu, (karena) orang yang sesat itu tidak akan membahayakanmu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu semua akan kembali, kemudian Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [...]
O you who have believed, upon you is [responsibility for] yourselves. Those who have gone astray will not harm you when you have been guided. To Allah is you return all together; then He will inform you of what you used to do.
(Hai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu) peliharalah dirimu dan berbuatlah kamu untuk memperbaikinya (tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.)
Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan makna tidak akan membahayakan kamu orang-orang yang sesat ialah golongan Ahlul Kitab. Menurut pendapat lainnya, yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang selain Ahlul Kitab,
pendapat ini berlandaskan pada hadisnya Abu Tsa'labah Al-Khusyani. Dalam hadisnya Al-Khusyani mengatakan, "Aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang makna ayat ini; kemudian beliau menjawab,
'Saling perintah-memerintahkanlah kamu sekalian kepada kebaikan, dan saling cegah-mencegahlah kamu sekalian tentang kemungkaran, hingga jika kamu melihat orang yang bakhil (pelit) ditaati;
hawa nafsu mulai diikuti; keduniawian paling dipentingkan; dan orang-orang yang berakal mulai merasa kagum dengan akalnya sendiri, maka peliharalah dirimu.'" Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Hakim dan lain-lainnya
(hanya kepada Allahlah kamu semuanya kembali, kemudian Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan) kemudian Dia akan membalas kamu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 105 |
Penjelasan ada di ayat 103
Allah berfirman, memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar mereka memperbaiki diri dan mengerjakan kebaikan dengan segala kemampuan dan kekuatan yang mereka miliki. Allah memerintahkan agar mereka berbuat demikian
seraya memberitahukan kepada mereka bahwa 'barang siapa yang memperbaiki urusannya, maka tidak dapat membahayakannya kerusakan yang menimpa diri orang lain, baik dia sebagai kerabatnya ataupun orang yang jauh darinya'.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa Allah berfirman, "Apabila seseorang hamba taat kepada-Ku dalam apa yang Kuperintahkan kepadanya —yaitu perkara halal— dan apa yang Aku larang
dia darinya —yaitu perkara haram—, maka tidak akan membahayakannya kesesatan yang dialami oleh orang lain sesudahnya, bilamana ia terus-menerus mengerjakan semua hal yang Aku perintahkan kepadanya.
" Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Walibi, dari Ibnu Abbas. Demikian pula yang dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan.Firman Allah Swt.:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ}
Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian. (Al-Maidah: 105)Lafaz anfusakum dinasabkan karena mengandung makna igra yakni anjuran.
{لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
Tiadalah orang yang sesat itu akan memberikan mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk Hanya kepada Allah kalian kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.
(Al-Maidah: 105)Yakni Allah akan membalas setiap orang yang beramal sesuai dengan amal perbuatannya. Jika amal perbuatannya baik, maka balasannya baik; dan jika amal perbuatannya buruk, balasannya buruk pula.
Ayat ini sama sekali tidak mengandung pengertian yang membolehkan meninggalkan amar ma'ruf dan nahi munkar. Dengan kata lain, amar ma'ruf dan nahi munkar tetap dilaksanakan jika pelaksanaannya memungkinkan.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا زُهَيْر -يَعْنِي ابْنَ مُعَاوِيَةَ-حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ، حَدَّثَنَا قَيْس قَالَ: قَامَ أَبُو بَكْرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، وَقَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ تَقْرَؤُونَ هَذِهِ الْآيَةَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ} إِلَى آخَرِ الْآيَةِ، وَإِنَّكُمْ تَضَعُونَهَا عَلَى غَيْرِ مَوْضِعِهَا، وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْمُنْكَرَ وَلَا يُغَيِّرُونَهُ أَوْشَكَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، أَنْ يَعُمَّهُمْ بعِقَابه". قَالَ: وَسَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ يَقُولُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِيَّاكُمْ والكَذِب، فَإِنَّ الْكَذِبَ مُجَانِبُ الْإِيمَانَ.
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Zuhair (yakni Ibnu Muawiyah), telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid,
telah menceritakan kepada kami Qais, bahwa Khalifah Abu Bakar berkhotbah; ia memulainya dengan memanjatkan puja dan puji serta syukur kepada Allah, kemudian menyerukan kepada orang-orang, "Hai manusia, sesungguhnya
kalian membaca ayat ini," yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk (Al-Maidah: 105) Tetapi kalian
menempatkan pengertiannya bukan pada tempat yang sebenarnya. Dan sesungguhnya aku (Abu Bakar r.a.) pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya manusia itu apabila melihat perkara munkar; lalu mereka
tidak mencegahnya, maka dalam waktu yang dekat Allah Swt. akan menurunkan siksa-Nya kepada mereka semua. Qais mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Bakar r.a. berkata, "Hai manusia, hindarilah oleh kalian perbuatan dusta,
karena sesungguhnya dusta itu bertentangan dengan iman."Asar ini telah diriwayatkan oleh Ashabus Sunan yang empat dan Ibnu Hibban di dalam kitab Sahih-nya serta lain-lainnya melalui berbagai jalur yang cukup banyak dari sejumlah
perawi yang banyak melalui Ismail ibnu Abu Khalid dengan lafaz yang sama secara muttasil lagi marfu. Di antara mereka ada yang meriwayatkannya dari Ismail ibnu Abu Khalid secara mauquf hanya sampai pada Abu Bakar r.a.
Tetapi Imam Daruqutni dan lain-lainnya men-tarjih predikat marfu-nya, dan kami telah menyebutkan semua jalurnya. Pembahasan mengenainya cukup panjang lebar disebutkan di dalam musnad Abu Bakar As-Siddiq.
قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَعْقُوبَ الطَالَقَاني، وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، حَدَّثَنَا عُتْبَةُ بْنُ أَبِي حَكِيمٍ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ جَارِيَةَ اللَّخْمِيُّ، عَنْ أَبِي أُمَيَّةَ الشَّعْباني قَالَ: أَتَيْتُ أَبَا ثَعْلَبَةَ الخُشَنِي فَقُلْتُ لَهُ: كَيْفَ تَصْنَعُ فِي هَذِهِ الْآيَةِ؟ فَقَالَ: أيَّة آيَةٍ؟ قُلْتُ: قَوْلُهُ [تَعَالَى] {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ} فَقَالَ: أَمَا وَاللَّهِ لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْهَا خَبِيرًا، سألتُ عَنْهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "بَلِ ائْتَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ، وَتَنَاهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ، حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحّا مُطاعًا، وهَوًى مُتَّبعًا، وَدُنْيَا مُؤْثَرة، وإعجابَ كُلِّ ذِي رَأْيٍ بِرَأْيهِ، فَعَلَيْكَ بِخَاصَّةِ نَفْسِكَ، وَدَعِ الْعَوَامَّ، فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامًا الصَّبْرُ فِيهِنَّ مِثْلُ القَبْضِ عَلَى الجَمْرِ، لِلْعَامِلِ فِيهِنَّ مثلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ كَعَمَلِكُمْ" -قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ: وَزَادَ غَيْرُ عُتْبَةَ: قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَجْرُ خَمْسِينَ رَجُلًا مِنْهُمْ أَوْ مِنَّا؟ قَالَ: "بَلْ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْكُمْ".
Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Ya'qub At-Taliqani, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Atabah ibnu Abu Hakim, telah menceritakan kepada kami
Amr ibnu Jariyah Al-Lakhami, dari Abu Umayyah Asy-Sya'bani yang mengatakan bahwa ia pernah datang kepada Abu Sa'labah Al-Khusyani, lalu bertanya kepadanya, "Bagaimanakah sikapmu terhadap ayat ini (Al-Maidah: 105)?"
Abu Sa'labah bertanya, "Ayat apakah yang kamu maksudkan?" Ia menjawab, "Yang kumaksud adalah firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian
apabila kalian telah mendapat petunjuk' (Al-Maidah: 105)." Abu Sa'labah menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya kamu menanyakannya kepada orang yang mengetahuinya. Aku pernah menanyakannya kepada Rasulullah Saw.,
maka beliau Saw. bersabda: 'Tidak, tetapi tetaplah ber-amar ma’ruf dan bernahi munkar hingga kamu melihat sifat kikir ditaati, hawa nafsu diikuti, duniawi dipentingkan (diprioritaskan), dan setiap orang merasa kagum dengan pendapatnya
sendiri, maka (saat itulah) kamu harus memperhatikan dirimu sendiri dan tinggalkanlah orang-orang awam. Karena sesungguhnya di balik itu kalian akan mengalami berbagai macam cobaan, yaitu di hari-hari di mana orang yang bersikap sabar
dalam menjalani masa itu sama dengan seseorang yang menggenggam bara api. Orang yang beramal (kebaikan) di masa itu beroleh pahala semisal dengan pahala lima puluh orang lelaki yang beramal seperti amal kalian".
Abdullah ibnul Mubarak mengatakan bahwa yang lainnya selain Atabah menambahkan seperti berikut: Bahwa ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah pahala lima puluh orang lelaki itu dari kalangan kami ataukah dari kalangan mereka?"
Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, bahkan pahala lima puluh orang dari kalian.Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib sahih.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui jalur Ibnul Mubarak.
Dan Ibnu Majah, Ibnu Jarir serta Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya dari Atabah ibnu Abu Hakim.Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Al-Hasan, bahwa Ibnu Mas'ud r.a. pernah ditanya oleh seorang lelaki
mengenai makna firman-Nya: Jagalah diri kalian, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk (Al-Maidah: 105) Maka Ibnu Mas'ud menjawab, "Sesungguhnya sekarang bukan masanya,
sesungguhnya kalau sekarang masih dapat diterima, tetapi kelak dalam waktu yang dekat akan datang masanya, yaitu di saat kalian melakukan amar ma'ruf, lalu kalian dikerjai dengan cara anu dan anu. Atau amar ma’ruf kalian tidak diterima,
maka saat itulah kalian harus menjaga diri kalian sendiri, dan tidak akan membahayakan kalian orang yang telah sesat."Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian. (Al-Maidah: 105), hingga akhir ayat. Abul Aliyah mengatakan bahwa saat itu mereka sedang duduk di hadapan
Abdullah ibnu Mas'ud, kemudian terjadilah suatu pertengkaran di antara dua orang lelaki yang hadir, hingga masing-masing dari kedua belah pihak bangkit mendamprat lawannya. Maka seorang lelaki dari kalangan orang-orang yang duduk
didekat Ibnu Mas'ud berkata, "Apakah aku harus bangkit untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar terhadap keduanya?" Sedangkan orang lain yang duduk di dekatnya mengatakan, "Jagalah dirimu saja, karena sesungguhnya Allah Swt.
telah berfirman: jagalah diri kalian (Al-Maidah: 105). Ibnu Mas'ud mendengar perkataannya itu, maka ia mengatakan, "Hus, penakwilan seperti itu masih belum tiba masanya. Sesungguhnya Al-Qur'an diturunkan seperti apa adanya;
sebagian darinya terdapat ayat-ayat yang telah berlalu takwilnya sebelum diturunkan, sebagian darinya terdapat ayat-ayat yang telah terjadi takwilnya di masa Rasulullah Saw., sebagian darinya terdapat ayat-ayat yang telah terjadi takwilnya
sesudah masa Nabi Saw. dalam jarak waktu yang tidak lama, sebagian darinya terdapat ayat-ayat yang takwilnya baru ada sesudah hari ini, sebagian darinya terdapat ayat-ayat yang takwilnya nanti di saat hari kiamat,
yaitu yang menceritakan perihal hari kiamat; dan sebagian darinya terdapat ayat-ayat yang takwilnya baru ada pada hari hisab, yaitu ayat-ayat yang menuturkan masalah hisab, surga, dan neraka. Selagi kalbu kalian bersatu dan kecenderungan
kalian sama, keadaan kalian masih belum berpecah belah menjadi banyak golongan, dan sebagian dari kalian tidak menyerang sebagian yang lain, maka ber-amar ma'ruf dan ber-nahi munkar-lah kalian. Tetapi apabila kalbu kalian
dan kecenderungan kalian telah berbeda-beda, kalian telah terbagi-bagi menjadi banyak golongan serta sebagian dari kalian menyerang sebagian yang lain, maka seseorang harus menjaga dirinya masing-masing. Dan bila masa ini tiba,
berarti takwil ayat ini telah terjadi." Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepada kami Syababah ibnu Siwar, telah menceritakan kepada kami
Ar-Rabi' ibnu Sahlh, dari Sufyan ibnu Iqal yang menceritakan bahwa pernah dikatakan kepada Ibnu Umar, "Sebaiknya engkau tetap duduk di masa-masa sekarang ini, jangan ber-amar ma’ruf dan ber-nahi munkar, karena sesungguhnya Allah Swt.
telah berfirman: Jagalah diri kalian; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk' (Al-Maidah: 105)." Maka Ibnu Umar berkata, "Sesungguhnya makna ayat ini
bukan ditujukan kepadaku, tidak pula kepada murid-muridku, karena Rasulullah Saw. telah bersabda: Ingatlah hendaklah orang yang hadir menyampaikannya kepada orang yang tidak hadir. Maka kamilah yang dimaksud dengan
orang-orang yang hadir, dan kalian adalah orang-orang yang absen (karena masih belum ada). Tetapi ayat ini ditujukan kepada kaum-kaum yang datang sesudah kita, yaitu jikalau mereka melakukan amar ma’ruf 'dan nahi munkar tidak diterima."
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far dan Abu Asim; mereka berdua mengatakan, telah menceritakan kepada kami Auf,
dari Siwar ibnu Syabib yang menceritakan bahwa ketika ia berada di hadapan sahabat Ibnu Umar, tiba-tiba ia kedatangan seorang lelaki yang bermata tajam dan berlisan keras, lalu lelaki itu berkata, "Hai Abu Abdur Rahman,
ada enam orang ikut bergabung dengan pasukan, semuanya telah membaca Al-Qur'an dan melakukannya dengan cepat, semuanya ahli dalam ijtihad tanpa mengenal lelah, dan semuanya tidak suka melakukan perbuatan yang rendah melainkan
hanya kebaikan saja yang mereka lakukan. Tetapi sekalipun demikian, sebagian dari mereka mempersaksikan sebagian yang lain melakukan perbuatan yang musyrik." Lalu ada seseorang lelaki dari para hadirin berkata,
"Kerendahan apa lagi yang engkau maksudkan bila sebagian dari mereka mempersaksikan sebagian yang lain melakukan perbuatan yang musyrik. Tiada yang lebih parah daripada itu?" Kemudian lelaki yang bermata tajam itu menjawab,
"Sesungguhnya aku tidak bertanya kepadamu, melainkan aku bertanya kepada guru ini." Lalu ia mengulangi kisah tersebut kepada Abdullah ibnu Umar. Maka barulah Abdullah ibnu Umar menjawab, "Barangkali kamu menduga bahwa aku
akan menyuruhmu untuk pergi memerangi mereka. Tidak, tetapi nasihatilah mereka dan cegahlah mereka. Dan jika mereka tidak menurutimu, maka jagalah dirimu sendiri. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian. (Al-Maidah; 105), hingga akhir ayat."Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadanya Ahmad ibnul Miqdam, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman;
ia pernah mendengar ayahnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Abu Mazin yang menceritakan bahwa ia berangkat menuju ke Madinah di masa Khalifah Usman. Dan ia menjumpai suatu kaum dari kalangan
orang-orang muslim sedang duduk-duduk, lalu seseorang dari mereka membaca firman-Nya: jagalah diri kalian; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian. (Al-Maidah: 105) Lalu kebanyakan dari mereka mengatakan,
"Takwil ayat masih belum ada di masa sekarang ini."Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudalah, dari Mu'awiyah ibnu Saleh,
dari Jubair ibnu Nafir yang mengatakan bahwa ia pernah berada di tengah halqah sahabat-sahabat Rasulullah Saw., dan dia adalah orang yang paling muda di antara kaum yang hadir. Kemudian mereka membicarakan
perihal amar ma’ruf dan nahi munkar. Maka Jubair (perawi) mengatakan, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman di dalam kitab-Nya: Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada
kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk (Al-Maidah: 105) Maka dengan spontan mereka menyerangku dengan kalimat yang sama, 'Kamu memetik suatu ayat dari Al-Qur'an, sedangkan kamu masih belum memahaminya
dan belum mengetahui takwilnya.' Jawaban tersebut membuat aku merasa menyesal akan kata-kata yang telah kulontarkan tadi. Kemudian mereka kembali berbincang-bincang; dan ketika pertemuan mereka akan bubar,
maka mereka berkata (kepadaku), 'Sesungguhnya kamu adalah seorang pemuda yang masih remaja, dan kamu telah memetik sebuah ayat tanpa mengetahui maknanya. Tetapi mudah-mudahan kamu bakal mengalami masa tersebut,
yaitu apabila kamu melihat sifat kikir ditaati, hawa nafsu diikuti, dan setiap orang merasa kagum dengan pendapatnya sendiri; maka jagalah dirimu, niscaya tidak akan membahayakan dirimu kesesatan orang yang sesat apabila kamu
mendapat petunjuk'."Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Damrah ibnu Rabi'ah, bahwa Al-Hasan membaca firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian;
tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk. (Al-Maidah: 105) Maka Al-Hasan berkata, "Segala puji bagi Allah dengan adanya ayat ini, dan segala puji bagi Allah berkat ayat ini.
Tidak sekali-kali seorang mukmin —baik di masa lalu maupun di masa mendatang— melainkan di sisinya akan ada seorang munafik yang membenci amal perbuatannya."Sa'id ibnul Musayyab mengatakan, "Apabila engkau melakukan
amar ma’ruf dan nahi munkar, maka tidak akan memberi mudarat kepadamu kesesatan orang yang sesat apabila kamu telah mendapat petunjuk." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui jalur
Sufyan As-Sauri, dari Abul Umais, dari Abul Bukhturi, dari Huzaifah dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama telah dikatakan bukan hanya oleh seseorang dari kalangan ulama Salaf.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Khalid Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Ka'b sehubungan dengan makna firman-Nya: jagalah diri kalian;
tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk. (Al-Miidah: 105) Bahwa apabila gereja Dimasyq (Damaskus) diruntuhkan, lalu dijadikan masjid, dan kain 'a'sab mulai dipakai,
maka pada saat itulah takwil ayat ini.
Surat Al-Maidah |5:106|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ أَوْ آخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَأَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةُ الْمَوْتِ ۚ تَحْبِسُونَهُمَا مِنْ بَعْدِ الصَّلَاةِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ إِنِ ارْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِي بِهِ ثَمَنًا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۙ وَلَا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللَّهِ إِنَّا إِذًا لَمِنَ الْآثِمِينَ
yaaa ayyuhallażiina aamanuu syahaadatu bainikum iżaa ḥadhoro aḥadakumul-mautu ḥiinal-washiyyatiṡnaani żawaa 'adlim mingkum au aakhorooni min ghoirikum in antum dhorobtum fil-ardhi fa ashoobatkum mushiibatul-mauut, taḥbisuunahumaa mim ba'dish-sholaati fa yuqsimaani billaahi inirtabtum laa nasytarii bihii ṡamanaw walau kaana żaa qurbaa wa laa naktumu syahaadatallohi innaaa iżal laminal-aaṡimiin
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila salah seorang (di antara) kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan (agama) dengan kamu. Jika kamu dalam perjalanan di bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian, hendaklah kamu tahan kedua saksi itu setelah sholat, agar keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu, "Demi Allah kami tidak akan mengambil keuntungan dengan sumpah ini, walaupun dia karib kerabat, dan kami tidak menyembunyikan kesaksian Allah, sesungguhnya jika demikian tentu kami termasuk orang-orang yang berdosa."
O you who have believed, testimony [should be taken] among you when death approaches one of you at the time of bequest - [that of] two just men from among you or two others from outside if you are traveling through the land and the disaster of death should strike you. Detain them after the prayer and let them both swear by Allah if you doubt [their testimony, saying], "We will not exchange our oath for a price, even if he should be a near relative, and we will not withhold the testimony of Allah. Indeed, we would then be of the sinful."
(Hai orang-orang yang beriman! Diperlukan kesaksian di antara kamu apabila salah seorang di antara kamu menghadapi kematian) menghadapi hal-hal yang menyebabkan kepada kematian,
(tatkala ia hendak berwasiat; yaitu oleh dua orang lelaki yang adil di antara kamu) Kalimat syahaadatu bainikum adalah kalimat berita yang bermakna perintah; yang artinya hendaklah disaksikan/liyasyhad.
Mengidhafatkan Lafal syahaadah kepada Lafal baina menunjukkan makna keluasan memilih; kata hiina merupakan badal (kata ganti) dari kata idzaa atau menjadi zharaf bagi kalimat hadhara
(atau oleh dua orang yang berbeda dengan kamu) artinya yang bukan seagama denganmu (jika kamu dalam perjalanan) sedang bepergian (di muka bumi lalu kamu tertimpa bahaya kematian.
Kamu tahan kedua saksi itu) kamu pegang kedua orang itu; kalimat ini menjadi kata sifat dari lafal aakharaani (sesudah kamu sholat) yaitu sholat asar (lalu mereka keduanya bersumpah) mengikrarkan perjanjian,
(dengan atas nama Allah jika kamu ragu-ragu) kamu merasa syakwasangka mengenainya, kemudian keduanya mengatakan: ("Kami tidak akan membeli dengan sumpah itu) atas nama Allah (harga yang sedikit) .
sebagai imbalan berupa materi/duniawi yang kami ambil sebagai penggantinya dengan cara bersumpah atau mengadakan kesaksian dusta demi untuk meraih imbalan itu (walaupun dia) orang yang disumpahi
atau orang yang disaksikan itu adalah (kerabat karib) familinya sendiri (dan tidak pula kami menyembunyikan persaksian Allah) yang kami diperintahkan-Nya untuk melaksanakannya (sesungguhnya kami kalau demikian)
kalau kami menyembunyikannya (termasuk orang-orang yang berdosa.")
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 106 |
Tafsir ayat 106-108
Ayat-ayat yang mulia ini mengandung ketentuan hukum yang jarang kejadiannya. Menurut suatu pendapat, hukum tersebut telah di-mansukh, yaitu menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Hammad ibnu Abu Sulaiman
mengatakan dari Ibrahim bahwa ayat ini di-mansukh.Sedangkan ulama lainnya yang merupakan mayoritas, menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir menyebutkan bahkan ayat ini adalah muhkam; dan barang siapa yang mengatakan di-mansukh, maka
dia harus mengetengahkan buktinya.Firman Allah Swt. yang mengatakan:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ}
Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kalian menghadapi kematian, sedangkan dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang. (Al-Maidah: 106)Lafaz isnani berkedudukan sebagai khabar,
karena sebelumnya terdapat firman Allah Swt., "Syahadatu bainikum" (persaksian di antara kalian dilakukan oleh...) yang berkedudukan sebagai mubtada-nya.Menurut pendapat lain, bentuk lengkap lafaz isnani ialah syahadatus naini,
kemudian mudaf-nya dibuang, lalu mudaf ilaih-nya ditetapkan menggantikan kedudukannya.Menurut pendapat lainnya lagi, konteks pembicaraan menunjukkan adanya kalimat yang tidak disebutkan; bentuk lengkapnya ialah an yasyhadas nani.
Firman Allah Swt.:
{ذَوَا عَدْلٍ}
Yang adil kedua-duanya. (Al-Maidah: 106)berkedudukan sebagai sifat dari lafaz isnani, yaitu hendaknya kedua saksi itu adil kedua-duanya.Firman Allah Swt.:
{مِنْكُمْ}
dari kalangan kalian. (Al-Maidah: 106)Yakni dari kalangan kaum muslim. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh jumhur ulama.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya:
Oleh dua orang yang adil di antara kalian. (Al-Maidah: 106) Bahwa yang dimaksud ialah dari kalangan kaum muslim. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa
telah diriwayatkan dari Ubaidah, Sa'id ibnul Musayyab, Al-Hasan, Mujahid, Yahya ibnu Ya'mur, As-Saddi, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya hal yang semisal.Ibnu Jarir mengatakan bahwa
ulama lainnya mengartikan makna firman-Nya: oleh dua orang yang adil di antara kalian. (Al-Maidah: 106) Makna yang dimaksud ialah dari kalangan keluarga orang yang berwasiat. Hal inilah yang dikatakan oleh suatu pendapat yang diriwayatkan dari
Ikrimah dan Ubaidah serta beberapa orang ulama lainnya. Firman Allah Swt.:
{أَوْ آخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ}
atau dua orang yang berlainan agama dengan kalian. (Al-Maidah: 106)Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami
Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Habib ibnu Abu Amrah, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: atau dua orang yang berlainan agama dengan kalian.
(Al-Maidah: 106) Bahwa yang dimaksud ialah dari kalangan selain kaum muslim, yakni kaum Ahli Kitab.Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ubaidah, Syuraih, Sa'id ibnul Musayyab,
Muhammad ibnu Sirin, Yahya ibnu Ya'mur, Ikrimah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, Ibrahim An-Nakha'i, Qatadah, Abu Mijlaz, As-Saddi, Muqatil ibnu Hayyan, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya.
Menurut riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir, dari Ikrimah dan Ubaidah, sehubungan dengan firman-Nya, "Minkum" (yakni dari kalangan kalian), makna yang dimaksud ialah dari pihak pemberi wasiat. Dengan demikian,
berarti makna yang dimaksud oleh firman-Nya, "Au akharani min gairikum" yakni dari kalangan selain pihak pemberi wasiat. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Al-Hasan Al-Basri dan Az-Zuhri. Firman Allah Swt.:
{إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الأرْضِ}
Jika kalian dalam perjalanan di muka bumi. (Al Maidah: 106)Yakni sedang melakukan perjalanan
{فَأَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةُ الْمَوْتِ}
lalu kalian ditimpa bahaya kematian. (Al-Maidah: 106)Hal tersebut merupakan dua syarat bagi pembolehan mengangkat saksi dari kalangan kafir zimmi, jika saksi dari kalangan orang-orang mukmin tidak didapat;
yaitu hendaknya hal tersebut terjadi dalam perjalanan, dan kedua hendaknya dalam kasus wasiat. Demikianlah menurut keterangan yang dikemukakan oleh Syuraih Al-Qadi.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dan Waki'; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Syuraih, bahwa tidak boleh memakai persaksian orang Yahudi dan Nasrani kecuali
dalam perjalanan. Tidak boleh pula menerimanya dalam perjalanan, kecuali dalam kasus wasiat.Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Kuraib, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Abu Ishaq As-Subai'i yang mengatakan bahwa
Syuraih telah mengatakan hal yang semisal. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Imam Ahmad ibnu Hambal, dan masalah ini termasuk masalah munfarid-nya.. Ketiga imam lainnya berbeda pendapat, mereka mengatakan bahwa
tidak boleh mengangkat kesaksian orang zimmi atas kaum muslim. Tetapi Imam Abu Hanifah membolehkannya selagi dalam batasan di antara sesama mereka yang zimmi.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali,
telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Abul Akhdar, dari Az-Zuhri yang menceritakan bahwa sunnah telah menetapkan bahwa tidak boleh memakai kesaksian orang kafir,
baik di tempat maupun dalam perjalanan; sesungguhnya kesaksian itu hanyalah bagi orang-orang muslim.Ibnu Zaid mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki yang menghadapi kematiannya, sedangkan di dekatnya
tidak ada seorang pun dari kalangan pemeluk agama Islam. Hal ini terjadi di masa permulaan Islam, yaitu di saat mereka berada di tempat musuh dan semua orang dalam keadaan kafir. Orang-orang (kaum muslim) saling mewaris mempergunakan
wasiat. Kemudian hukum wasiat (yakni kefarduannya) dihapuskan dan ditetapkanlah faraid (pembagian waris), dan semua kaum muslim mengamalkannya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, tetapi kesahihan hal ini masih perlu
dipertimbangkan.Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah diperselisihkan makna firman-Nya: Apabila salah seorang dari kalian menghadapi kematian, sedangkan dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil
di antara kalian, atau dua orang yang berlainan agama dengan kalian. (Al-Maidah: 106) Apakah makna yang dimaksud adalah 'berwasiat kepada keduanya' ataukah 'mengangkat keduanya menjadi saksi', ada dua pendapat mengenainya:
Pertama, orang yang bersangkutan memberikan wasiat kepada keduanya, yakni menitipkannya, seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Yazid ibnu Abdullah ibnu Qasit yang menceritakan bahwa sahabat Ibnu Mas'ud r.a.
pernah ditanya mengenai makna ayat ini. Maka ia menjawab, "Seorang lelaki sedang melakukan suatu perjalanan dengan membawa hartanya, kemudian takdir batas umurnya telah berada di ambang pintu. Maka jika ia menemukan dua orang lelaki
dari kaum muslim, ia boleh menyerahkan harta peninggalannya kepada kedua orang lelaki itu, dan penyerahan itu disaksikan oleh dua orang yang adil dari kalangan kaum muslim.”Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim,
tetapi di dalam riwayat ini terdapat inqita'.Kedua, sesungguhnya kedua orang tersebut merupakan dua orang saksi. Pengertian ini sesuai dengan makna lahiriah ayat. Jika tidak ada orang ketiga bersama keduanya, maka kedua orang itu
merangkap sebagai penerima titipan wasiat, juga sebagai saksinya, seperti yang terjadi pada kisah Tamim Ad-Dari dan Addi ibnu Bada yang akan diterangkan kemudian.Ibnu Jarir sulit menanggapi kedua penerima wasiat itu sebagai saksi,
dengan alasan "dia belum pernah mengetahui ada suatu ketentuan hukum yang membolehkan saksi disumpah".Kenyataan tersebut sama sekali tidak bertumpukan dengan ketentuan hukum yang dikandung oleh ayat yang mulia ini,
mengingat ketentuan hukumnya merupakan hukum yang berdiri sendiri. Secara mendasar hukum ini tidak diharuskan berjalan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam semua hukum. Hukum dalam ayat ini bersifat khusus,
dengan kesaksian yang khusus, dan terjadi dalam tempat yang khusus pula- Untuk hal seperti ini dapat dimaafkan semua hal yang tidak dimaafkan pada ketentuan hukum lainnya. Untuk itu apabila terdapat qarinah yang menandai adanya
kecurigaan, maka saksi ini boleh disumpah. Demikianlah menurut pengertian yang ditunjukkan oleh ayat yang mulia ini. Firman Allah Swt.:
{تَحْبِسُونَهُمَا مِنْ بَعْدِ الصَّلاةِ}
Kalian tahan kedua saksi itu sesudah salat (untuk bersumpah). (Al-Maidah: 106)Menurut Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, salat yang dimaksud adalah salat Asar. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Ibrahim An-Nakha'i, Ikrimah,
dan Muhammad ibnu Sirin.Sedangkan menurut Az-Zuhri, salat yang dimaksud ialah salat kaum muslim (tanpa ikatan waktu).As-Saddi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan "salat" dalam ayat ini ialah salat menurut
agamanya masing-masing. Telah diriwayatkan dari Abdur Razzaq, dari Ayyub, dari Ibnu Sirin, dari Ubaidah hal yang semisal; dan hal yang sama telah dikatakan oleh Ibrahim dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Makna yang dimaksud ialah kedua saksi tersebut diberdirikan sesudah salat jamaah yang dilakukan oleh orang banyak di hadapan mereka.
{فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ}
Lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah (Al-Maidah: 106)Yakni keduanya disumpah dengan menyebut nama Allah.
{إِنِ ارْتَبْتُمْ}
Jika kalian ragu-ragu. (Al-Maidah: 106)Yakni jika tampak oleh kalian tanda yang mencurigakan pada keduanya, bahwa keduanya akan berbuat khianat atau melakukan penggelapan. Maka saat itu kalian boleh menyumpah keduanya dengan menyebut nama Allah.
{لَا نَشْتَرِي بِهِ}
(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini. (Al-Maidah: 106)Menurut Muqatil ibnu Hayyan, yang dimaksud ialah tidak menjual sumpahnya.
{ثَمَنًا}
harga yang sedikit (Al-Maidah: 106)Yakni kami tidak akan menukar sumpah ini dengan harga yang sedikit berupa kebendaan yang fana dan pasti lenyap itu.
{وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى}
walaupun dia karib kerabat. (Al-Maidah: 106)Yakni sekalipun orang yang disaksikannya itu adalah karib kerabat sendiri, kami tidak akan memihaknya.
{وَلا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللَّهِ}
dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah (Al-Maidah: 106)Lafaz syahddah di-mudaf-kan kepada lafaz Allah, sebagai penghormatan terhadap kesaksian itu dan sekaligus mengagungkannya.
Tetapi sebagian ulama ada yang membacanya syahadatillah dengan dibaca jar karena dianggap sebagai qasam (sumpah), menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Amir Asy-Sya'bi.
Dan telah diriwayatkan dari sebagian ulama bacaan rafa', yaitu menjadi syahddatullahi. Akan tetapi, qiraah pertama adalah qiraah yang terkenal.
{إِنَّا إِذًا لَمِنَ الآثِمِينَ}
Sesungguhnya kami kalau demikian termasuk orang-orang yang berdosa. (Al-Maidah: 106)Yakni jika kami melakukan sesuatu penyimpangan dalam persaksian ini atau mengganti atau mengubah atau sama sekali menyembunyikannya. Kemudian Allah Swt. berfirman:
{فَإِنْ عُثِرَ عَلَى أَنَّهُمَا اسْتَحَقَّا إِثْمًا}
Jika diketahui bahwa kedua (saksi ini) memperbuat dosa. (Al-Maidah: 107)Yakni jika terbuka dan tampak serta terbukti bahwa kedua saksi wasiat tersebut berbuat khianat atau menggelapkan sebagian dari harta yang dititipkan kepada keduanya, dan barangnya ada pada keduanya.
{فَآخَرَانِ يَقُومَانِ مَقَامَهُمَا مِنَ الَّذِينَ اسْتَحَقَّ عَلَيْهِمُ الأوْلَيَانِ}
Maka dua orang yang lain di antara ahli waris yang berhak yang lebih dekat kepada orang yang meninggal (memajukan tuntutan) untuk menggantikannya. (Al-Maidah: 107)Lafaz al-awlayani menurut qiraah jumhur ulama.
Tetapi telah diriwayatkan dari Ali, Ubay, dan Al-Hasan Al-Basri bahwa mereka membacanya al-awwalani.Imam Hakim telah meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya melalui jalur Ishaq ibnu Muhammad Al-Farawi,
dari Sulaiman ibnu Bilal, dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ubaidillah ibnu Abu Rafi', dari Ali ibnu Abu Talib r.a., bahwa Nabi Saw. membaca ayat ini dengan bacaan berikut: Al-awlayani. Kemudian Imam Hakim mengatakan
bahwa hadis ini sahih dengan syarat Imam Muslim, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.Sebagian yang lain —salah satunya adalah Ibnu Abbas— membacanya al-awlayayni Dan Al-Hasan membacanya al-awwalani.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.Berdasarkan qiraah jumhur ulama, artinya adalah "manakala hal tersebut terbukti melalui berita yang benar yang menunjukkan keduanya telah berkhianat, hendaklah ada dua orang dari kalangan
ahli waris dari tirkah itu bangkit mengajukan tuntutan penggantian. Dan hendaklah ahli waris ini adalah orang yang paling dekat kekerabatannya dan paling berhak mewaris harta tersebut.
{فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ لَشَهَادَتُنَا أَحَقُّ مِنْ شَهَادَتِهِمَا}
Lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah, "Sesungguhnya persaksian kami lebih layak diterima daripada persaksian kedua saksi itu.” (Al-Maidah: 107)Yakni sesungguhnya ucapan kami
yang menuduh keduanya berbuat khianat adalah benar, dan persaksian kami lebih sahih serta lebih kuat daripada persaksian yang diajukan oleh keduanya tadi.
{وَمَا اعْتَدَيْنَا}
dan kami tidak melanggar batas. (Al-Maidah: 107)Yakni dalam ucapan kami yang mengatakan bahwa keduanya telah berbuat khianat.
{إِنَّا إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ}
Sesungguhnya kami kalau demikian termasuk orang-orang yang menganiaya diri sendiri. (Al-Maidah: 107)Yakni sesungguhnya jika kami seperti itu, berarti kami berdusta terhadap keduanya. Hak bersumpah bagi para ahli waris
dan berpegang kepada ucapannya, perihalnya sama dengan para wali si terbunuh yang bersumpah, yaitu apabila tampak adanya penyimpangan dari pihak si pembunuh. Maka mereka yang berhak menuntut darah bersumpah
terhadap si pembunuh, kemudian si pembunuh diserahkan bulat-bulat kepada mereka, seperti yang disebutkan di dalam kitab fiqih, Bab "Qasamah".Di dalam hadis pernah terjadi masalah yang semisal dengan apa yang ditunjukkan oleh
ayat yang mulia ini. Untuk itu, Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah,
dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Abun Nadr, dari Badam (yakni Abu Saleh maula Ummu Hani binti Abu Talib), dari Ibnu Abbas, dari Tamim Ad-Dari sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman,
diperlukan kesaksian di antara kalian apabila seorang dari kalian menghadapi kematian. (Al-Maidah: 106), hingga akhir ayat. Tamim Ad-Dari mengatakan, "Semua orang terbebas dari ayat ini selain aku dan Addi ibnu Bada."
Dahulu ketika masih beragama Nasrani, mereka berdua sering berangkat menuju negeri Syam, yaitu sebelum keduanya masuk Islam. Pada suatu ketika, ketika keduanya tiba di negeri Syam dalam rangka misi dagangnya,
maka bergabunglah dengan keduanya seorang maula dari Bani Sahm yang dikenal dengan nama Badil ibnu Abu Maryam yang juga datang membawa barang dagangannya, antara lain sebuah piala perak yang tujuannya ialah
untuk ia jual kepada seseorang yang berpredikat bangsawan; piala ini merupakan barang yang paling berharga dari semua dagangannya. Kemudian Badil jatuh sakit, maka ia berwasiat kepada keduanya (Tamim dan Addi)
untuk menyampaikan semua barang yang ditinggalkannya kepada keluarganya. Tamim menceritakan, "Setelah Badil meninggal dunia, kami mengambil piala tersebut, lalu kami jual dengan harga seribu dirham. Selanjutnya hasilnya kami bagi dua
antara diriku dan Addi. Dan ketika kami tiba pada keluarganya, kami serahkan semua yang ada pada kami. Tetapi mereka merasa kehilangan piala tersebut. Lalu mereka menanyakannya kepada kami, maka kami jawab bahwa Badil hanya
meninggalkan semua ini dan tidak pernah menyerahkan yang lainnya kepada kami." Tamim melanjutkan kisahnya, bahwa setelah ia masuk Islam sesudah Rasulullah Saw. hijrah ke Madinah, ia menyesali perbuatannya itu dan merasa berdosa
karenanya. Kemudian ia datang kepada keluarga Badil dan menceritakan hal yang sebenarnya serta menyerahkan sejumlah uang yang terpakai olehnya sebanyak lima ratus dirham. Dan ia menceritakan kepada mereka bahwa
yang separonya lagi ada di tangan temannya (yaitu Addi ibnu Bada). Dengan serta merta mereka langsung menuntut Addi, maka Nabi Saw. memerintahkan mereka untuk menyumpahnya dengan menyebut sesuatu yang paling diagungkan
menurut penganut agamanya. Dan Addi pun melakukan sumpahnya, lalu turunlah firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, diperlukan kesaksian di antara kalian. (Al-Maidah: 106) sampai dengan firman-Nya: lalu keduanya bersumpah
dengan nama Allah, "Sesungguhnya persaksian kami lebih layak diterima daripada persaksian kedua saksi itu." (Al-Maidah: 107) Maka berdirilah Amr ibnul As dan seorang lelaki lain dari kalangan mereka, lalu keduanya bersumpah,
setelah itu disitalah uang lima ratus dirham tersebut dari tangan Addi ibnu Bada.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Isa Imam Turmuzi dan Ibnu Jarir, keduanya dari Al-Hasan ibnu Ahmad ibnu Abu Syu'aib Al-Harrani,
dari Muhammad ibnu Salamah, dari Muhammad ibnu Ishaq dengan sanad yang sama. Di dalam riwayat ini disebutkan, "Lalu mereka menghadapkan Addi kepada Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. meminta bukti dari mereka,
tetapi mereka tidak dapat mengemukakannya. Maka Rasulullah Saw. memerintahkan mereka untuk menyumpahnya dengan menyebut nama sesuatu yang paling diagungkan menurut pemeluk agamanya. Akhirnya Addi bersumpah.
" Dan Allah Swt. menurunkan ayat ini sampai dengan firman-Nya: dan (lebih dekat untuk menjadikan mereka) merasa takut akan dikembalikan sumpahnya (kepada ahli waris) sesudah mereka bersumpah. (Al-Maidah: 108) Dan ternyata
Addi tidak berani mengemukakan sumpahnya. Akhirnya berdirilah Amr ibnul As dan lelaki lain, lalu keduanya bersumpah, dan disitalah dari tangan Addi sebanyak lima ratus dirham. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib,
sanadnya tidak sahih; dan Abun Nadr yang Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan hadis ini darinya, menurutku dia adalah Muhammad ibnus Saib Al-Kalbi yang dipanggil dengan nama julukan 'Abun Nadr. Para ahlul ilmi tidak memakai hadisnya,
dia adalah pemilik kitab tafsir. Saya pernah mendengar Muhammad ibnu Ismail mengatakan bahwa nama kinayah Muhammad ibnus Saib Al-Kalbi ialah Abun Nadr. Saya belum pernah mengetahui bahwa Abu Nadr pernah meriwayatkan
dari Abu Saleh maula Ummu Hani'.Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas sesuatu dari hal ini dengan singkat melalui jalur lain. Disebutkan telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam,
dari Ibnu Abu Zaidah, dari Muhammad ibnu Abul Qasim, dari Abdul Malik ibnu Sa'id ibnu Jubair, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa seorang lelaki dari Bani Sahm melakukan suatu perjalanan bersama Tamim Ad-Dari
dan Addi ibnu Bada. Lalu di tengah jalan yang tidak ada seorang muslim pun, orang dari Bani Sahm itu meninggal dunia. Ketika keduanya pulang dengan membawa harta peninggalan teman mereka, maka ahli warisnya merasa kehilangan
sebuah piala perak yang dilapisi dengan emas. Maka Rasulullah Saw. menyumpah keduanya. Ternyata para ahli waris menemukan piala tersebut di Mekah, dan mendapat jawaban dari pemegangnya bahwa ia telah membelinya
dari Tamim dan Addi. Maka dua orang lelaki dari kalangan wali lelaki dari Bani Sahm itu bangkit dan bersumpah dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya persaksian kami lebih layak untuk diterima dan sesungguhnya piala itu adalah milik
ahli warisnya. Sehubungan dengan kisah mereka itu turunlah firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, diperlukan kesaksian di antara kalian. (Al-Maidah: 106), hingga akhir ayat.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud,
dari Al-Hasan ibnu Ali, dari Yahya ibnu Adam dengan lafaz yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Ini merupakan hadis Abu Zaidah dan Muhammad ibnu Abul Qasim Al-Kufi. Menurut suatu pendapat,
hadis yang diriwayatkannya dapat diterima.Kisah ini telah disebutkan secara mursal bukan hanya oleh seorang ulama dari kalangan tabi'in, melainkan banyak, antara lain Ikrimah, Muhammad ibnu Sirin, dan Qatadah.
Dan mereka menyebutkan bahwa penyumpahan tersebut dilakukan sesudah salat Asar.Ibnu Jarirlah yang telah meriwayatkannya. Dan hal yang sama disebutkan secara mursal oleh Mujahid, Al-Hasan, dan Ad-Dahhak. Hal ini jelas menunjukkan
ketenaran dan kesahihan kisah ini di kalangan ulama Salaf.Termasuk salah satu syahid yang membuktikan kesahihan kisah ini ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Abu Ja'far ibnu Jarir. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Ya'qub,
telah menceritakan kepada kami Hasyim yang mengatakan telah menceritakan kepada kami Zakaria, dari Asy-Sya'bi, bahwa pernah ada seorang lelaki dari kalangan kaum muslim merasa usianya tidak lama lagi di perjalanannya.
Ketika maut akan menjemputnya dan ia tidak menemukan seseorang pun dari kalangan kaum muslim untuk menjadi saksi bagi wasiat yang akan dikemukakannya di tempat itu, maka terpaksa ia mengangkat dua orang lelaki dari kalangan Ahli Kitab
sebagai saksi untuk wasiatnya. Asy-Sya'bi melanjutkan kisahnya,"Lalu kedua lelaki Ahli Kitab itu tiba di Kufah, dan keduanya datang menghadap Al-Asy'ari —yakni Abu Musa Al-Asy'ari r.a.—, kemudian menceritakan kepadanya
apa yang telah dialami keduanya dan yang menyebabkan kunjungannya ke Kufah, yaitu karena membawa harta peninggalan si lelaki muslim dan wasiatnya." Abu Musa Al-Asy'ari berkata, "Kasus ini baru sekarang terjadi lagi setelah
pernah terjadi di masa Rasulullah Saw." Kemudian Abu Musa Al-Asy'ari menyumpah keduanya sesudah salat Asar dengan nama Allah, bahwa keduanya tidak khianat, tidak dusta, tidak mengganti, tidak menyembunyikan,
tidak pula mengubahnya. Dan bahwa apa yang disampaikannya itu benar-benar merupakan wasiat si lelaki muslim tersebut secara apa adanya berikut harta peninggalannya. Dan akhirnya Abu Musa Al-Asy'ari menerima sumpah keduanya.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Abu Daud At-Tayalisi, dari Syu'bah, dari Mugirah Al-Azraq, dari Asy-Sya'bi, bahwa Abu Musa memutuskan demikian. Kedua asar ini berpredikat sahih
sampai kepada Abu Musa Al-Asy'ari melalui Asy-Sya'bi.Ucapan Abu Musa Al-Asy'ari bahwa kasus seperti ini belum pernah terjadi sejak apa yang telah terjadi di masa Rasulullah Saw., makna yang dimaksud secara lahiriahnya
—hanya Allah yang lebih mengetahui—-tiada lain ialah kisah Tamim dan Addi ibnu Bada tadi.Mereka menyebutkan bahwa masuk Islamnya Tamim ibnu Aus Ad-Dari r.a. adalah pada tahun sembilan Hijriah. Berdasarkan data ini,
berarti hukum tersebut terjadi di akhir masa. Dengan demikian, berarti orang yang menduga bahwa hukum ini di-mansukh dituntut mengemukakan dalil yang terinci untuk membuktikan kebenaran dugaannya terhadap masalah yang dimaksud.
Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila seseorang dari kalian menghadapi kematian, sedangkan dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu)
disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kalian. (Al-Maidah: 106) Bahwa hal ini berkenaan dengan masalah berwasiat di saat menjelang kematian. Orang yang bersangkutan mengemukakan wasiatnya dan disaksikan.
oleh dua orang saksi lelaki dari kalangan kaum muslim untuk menyaksikan harta dan hal-hal yang diwasiatkannya. Dan hal ini dilakukan bilamana orang yang bersangkutan berada di tempat tinggalnya. atau dua orang yang berlainan agama
dengan kalian. (Al-Maidah: 106) Yakni bilamana orang yang bersangkutan berada dalam perjalanannya. Jika kalian dalam perjalanan di muka bumi, lalu kalian ditimpa bahaya kematian. (Al-Maidah: 106) Yakni bila orang yang bersangkutan
menghadapi kematiannya dalam perjalanan, sedangkan di dekatnya tidak dijumpai seorang muslim pun. Maka ia boleh memanggil dua orang lelaki dari kalangan orang-orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi, lalu berwasiat kepada keduanya
dan menyerahkan (menitipkan) harta peninggalannya, kemudian kedua saksi itu mau menerimanya. Apabila keluarga mayat rela dengan wasiat tersebut dan mengenal kedua saksinya, maka mereka boleh membiarkan saksi-saksi itu.
Tetapi jika keluarga mayat merasa curiga terhadap kedua saksinya, mereka boleh naik banding kepada sultan. Hal inilah yang diungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Kamu tahan kedua saksi itu sesudah salat (untuk bersumpah),
lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama A11ah —jika kalian ragu-ragu— (Al-Maidah: 106)Abdullah ibnu Abbas r.a. mengatakan, "Seakan-akan aku melihat dua orang kafir ketika keduanya datang menghadap
Abu Musa Al-Asy'ari di rumahnya. Lalu Abu Musa membuka lembaran wasiat tersebut, tetapi ahli waris si mayat tidak mempercayai keduanya dan mereka mengancamnya. Maka Abu Musa bermaksud akan menyumpah keduanya
sesudah salat Asar. Lalu aku berkata, 'Sesungguhnya kedua orang ini tidak mempedulikan salat Asar, sebaiknya dia disumpah sesudah melakukan salat menurut agamanya.' Maka kedua lelaki itu disuruh berdiri
sesudah menjalankan sembahyang menurut agamanya, lalu keduanya disuruh bersumpah dengan nama Allah, bahwasanya mereka berdua tidak akan menggantinya (kepercayaan yang diberikan kepadanya) dengan harga yang sedikit
(yakni harta duniawi), walaupun orang yang disaksikannya itu karib kerabatnya. Dan kami tidak akan menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kalau demikian tentulah kami termasuk orang-orang yang berdosa.
Dan bahwasanya teman mereka (yang telah meninggal dunia itu) benar-benar mewasiatkan hal tersebut dan bahwa harta peninggalannya adalah yang diserahkan oleh mereka."Sebelum keduanya mengutarakan sumpahnya,
hendaklah pihak imam berkata kepada keduanya, "Sesungguhnya kamu berdua jika menyembunyikan sesuatu atau kamu berdua berbuat khianat, niscaya aku akan mempermalukanmu di kalangan kaummu, kemudian kamu berdua
tidak boleh menjadi saksi lagi serta aku akan menghukum kamu berdua."Apabila imam telah mengatakan hal tersebut kepada keduanya: Itu lebih dekat untuk (menjadikan para saksi) mengemukakan persaksiannya
menurut apa yang sebenarnya. (Al-Maidah: 108)Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Ibnu Jarir telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain,
telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Mugirah, dari Ibrahim dan Sa'id ibnu Jubair, bahwa keduanya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman,
diperlukan kesaksian di antara kalian. (Al-Maidah: 106), hingga akhir ayat. Bahwa apabila seorang lelaki menghadapi saat ajalnya di dalam perjalanan, hendaklah ia mengangkat dua orang lelaki dari kalangan kaum muslim
untuk menjadi saksinya. Jika ia tidak menemukan dua orang lelaki muslim, maka dapat dipakai dua orang lelaki dari kalangan Ahli Kitab. Apabila kedua saksi itu tiba dengan membawa harta peninggalan si mayat, dan ahli warisnya
menerima kesaksian keduanya, maka ucapan keduanya dapat diterima. Jika ahli waris si mayat mencurigai keduanya, maka keduanya disuruh bersumpah sesudah salat Asar dengan menyebut nama Allah, bahwasanya keduanya
tidak menyembunyikan sesuatu pun, tidak berdusta, tidak berkhianat, tidak pula mengubah wasiat yang disampaikannya.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan tafsir ayat ini, bahwa jika persaksian keduanya
dicurigai, maka keduanya disuruh menyatakan sumpahnya sesudah salat Asar dengan menyebut nama Allah, bahwasanya mereka tidak akan menukar persaksiannya dengan harga yang sedikit.Jika pihak para wali (ahli waris)
si mayat melihat bahwa kedua saksi kafir ini dusta dalam persaksiannya, hendaklah dua orang lelaki dari kalangan ahli waris si mayat berdiri, lalu menyatakan sumpahnya dengan menyebut nama Allah, bahwa persaksian
kedua orang kafir itu dusta, dan mereka tidak menganggapnya. Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya: Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu) memperbuat dosa. (Al-Maidah: 107) Yakni jika ahli waris melihat adanya gelagat
bahwa kedua orang kafir itu dusta dalam persaksiannya. maka dua orang yang lain menggantikan keduanya. (Al-Maidah: 107) Yakni dari kalangan para wali si mayat. Lalu keduanya bersumpah dengan menyebut nama Allah,
bahwa persaksian kedua orang kafir itu batil dan kami tidak menganggapnya. Maka persaksian kedua orang kafir itu ditolak, sedangkan persaksian para wali si mayat diperbolehkan.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi,
dari Ibnu Abbas. Kedua-duanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.Demikianlah hukum itu ditetapkan sesuai dengan makna ayat oleh bukan hanya seorang dari kalangan para tabi'in yang terkemuka dan kalangan ulama Salaf, dan hal inilah yang dipegang
oleh mazhab Imam Ahmad rahimahullah.Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يَأْتُوا بِالشَّهَادَةِ عَلَى وَجْهِهَا}
Itu lebih dekat untuk (menjadikan para saksi) mengemukakan persaksiannya menurut apa yang sebenarnya. (Al-Maidah: 108)Yakni demikianlah cara mempraktekkan hukum ini dengan cara yang lebih memuaskan, yaitu menyumpah kedua saksi
yang zimmi serta menaruh rasa curiga terhadap keduanya. Hal ini lebih dekat untuk menjadikan keduanya mengemukakan persaksian menurut apa yang sebenarnya lagi memuaskan.Firman Allah Swt.:
{أَوْ يَخَافُوا أَنْ تُرَدَّ أَيْمَانٌ بَعْدَ أَيْمَانِهِمْ}
dan (lebih dekat untuk menjadikan mereka) merasa takut akan dikembalikan sumpahnya (kepada ahli waris) sesudah mereka bersumpah. (Al-Maidah: 108)Yakni hal yang mendorong mereka untuk menunaikan persaksian
menurut apa adanya ialah dengan memberatkan sumpah terhadap mereka, yaitu dengan menyebut nama Allah, dan rasa takut akan dipermalukan, di hadapan orang banyak jika sumpahnya dikembalikan kepada ahli waris si mayat,
yang akibatnya merekalah yang bersumpah dan mereka berhak mendapatkan apa yang diakuinya. Karena itulah Allah Swt. berfirman: dan (lebih dekat untuk menjadikan mereka) merasa takut akan dikembalikan sumpahnya (kepada ahli waris)
sesudah mereka bersumpah (Al-Maidah: 108)Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَاتَّقُوا اللَّهَ}
Dan bertakwalah kepada Allah (Al-Maidah: 108) Yakni dalam semua urusan kalian.
{وَاسْمَعُوا}
dan dengarkanlah (perintah-Nya). (Al-Maidah: 108)Yakni taatilah perintah-Nya.
{وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ}
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Al-Maidah: 108)Yakni orang-orang yang keluar dari jalan ketaatan kepada-Nya dan menyimpang dari syariat-Nya.
Surat Al-Maidah |5:107|
فَإِنْ عُثِرَ عَلَىٰ أَنَّهُمَا اسْتَحَقَّا إِثْمًا فَآخَرَانِ يَقُومَانِ مَقَامَهُمَا مِنَ الَّذِينَ اسْتَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْأَوْلَيَانِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ لَشَهَادَتُنَا أَحَقُّ مِنْ شَهَادَتِهِمَا وَمَا اعْتَدَيْنَا إِنَّا إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ
fa in 'uṡiro 'alaaa annahumastaḥaqqooo iṡman fa aakhorooni yaquumaani maqoomahumaa minallażiinastaḥaqqo 'alaihimul-aulayaani fa yuqsimaani billaahi lasyahaadatunaaa aḥaqqu min syahaadatihimaa wa ma'tadainaaa innaaa iżal laminazh-zhoolimiin
Jika terbukti kedua saksi itu berbuat dosa, maka dua orang yang lain menggantikan kedudukannya, yaitu di antara ahli waris yang berhak dan lebih dekat kepada orang yang mati, lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah, "Sungguh, kesaksian kami lebih layak diterima daripada kesaksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas. Sesungguhnya jika kami berbuat demikian tentu kami termasuk orang-orang zalim."
But if it is found that those two were guilty of perjury, let two others stand in their place [who are] foremost [in claim] from those who have a lawful right. And let them swear by Allah, "Our testimony is truer than their testimony, and we have not transgressed. Indeed, we would then be of the wrongdoers."
(Jika diketahui) terbukti sesudah keduanya bersumpah (bahwa kedua saksi itu melakukan dosa) artinya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dosa, seperti berkhianat atau berdusta dalam kesaksiannya;
hal ini diperkuat dengan adanya bukti bahwa keduanya hanya mengaku telah membeli barang yang diwasiatkan itu dari si mayat atau mereka mengaku bahwa si mayat telah mewasiatkan untuk mereka
(maka dua orang yang lain mengganti kedudukan mereka berdua) untuk mengajukan tuntutan kepada mereka berdua (dari orang-orang yang berhak) menerima wasiat; mereka ialah para ahli waris dari si mayat,
kemudian keduanya diganti (yang keduanya lebih dekat) kepada orang yang mati; artinya dua orang yang kekerabatannya dekat dengan si mayat. Di dalam suatu qiraat dibaca al-awwaliin, jamak dari kata awwal
sebagai sifat atau badal dari kata alladziina (kemudian keduanya melakukan sumpah dengan nama Allah) mengenai khianat yang dilakukan oleh kedua saksi pertama, lalu mengucapkan: ("Sesungguhnya persaksian kami)
sumpah kami ini (lebih berhak) lebih diakui (daripada persaksian kedua saksi itu) sumpah keduanya (dan kami tidak melanggar batas) melewati garis-garis kebenaran dalam sumpah
(sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa.") Makna ayat secara ringkasnya ialah: Hendaklah orang yang sedang menghadapi kematian mempersaksikan wasiatnya itu di hadapan dua orang saksi.
Atau ia berwasiat kepada dua orang yang seagama atau berlainan agama jika kamu jauh dari ahli warismu oleh karena kamu sedang mengadakan perjalanan atau karena ada keperluan lainnya.
Apabila para ahli waris merasa ragu terhadap kejujuran kedua saksi itu, maka mereka diperbolehkan mengajukan tuntutan terhadap kedua saksi itu, bahwa mereka berdua telah berkhianat dengan mengambil sesuatu dari wasiat itu.
Atau kedua saksi itu memberikan wasiat si mayat kepada orang lain yang mereka duga bahwa si mayat berwasiat kepada mereka untuk orang itu, kemudian hendaknya kedua saksi itu bersumpah untuk membela dirinya.
Jika sang hakim melihat tanda-tanda kedustaan kedua orang saksi itu, maka hendaknya kesaksian mereka berdua ditolak dengan sumpah para ahli waris si mayat yang terdekat yang membuktikan kedustaan mereka
dan membenarkan apa yang didakwakan oleh para ahli waris itu. Hukum yang menetapkan hak orang-orang yang diberi wasiat telah dinasakh oleh kesaksian para saksi dari ahli waris,
demikian pula kesaksian orang-orang yang bukan seagama dinasakh olehnya. Penuturan sholat asar di sini hanyalah untuk memperberat sanksi; dan pengkhususan penyebutan dua orang saksi dari kalangan ahli waris terdekat
si mayat adalah karena melihat kekhususan peristiwa yang menyangkut turunnya ayat ini. Mengenai peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat ini ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
bahwa seorang lelaki dari kalangan Bani Sahm keluar bersama Tamim Ad-Dariy dan Addiy bin Badda yang keduanya adalah pemeluk agama Nasrani.
Kemudian dalam perjalanan Sahmiy -lelaki dari Bani Sahm itu- meninggal di tanah suatu kaum yang penduduknya tidak ada seorang muslim pun.
Tatkala keduanya tiba di Madinah seraya membawa harta harta peninggalan Sahmiy, para ahli warisnya merasa kehilangan sebuah piala yang terbuat dari perak dilapisi dengan emas milik pribadi Sahmiy.
Maka permasalahan kedua saksi itu dilaporkan kepada Nabi saw., kemudian turunlah ayat pertama. Nabi saw. menyumpah kedua saksi itu, kemudian ternyata piala itu ditemukan, lalu mereka berkata,
"Kami telah membelinya dari Tamim dan Addiy." Setelah itu turun pula ayat yang kedua lalu dua orang lelaki dari kalangan keluarga Sahmiy berdiri mengucapkan sumpahnya.
Di dalam riwayat Tirmizi disebutkan, bahwa Amr bin Ash dan seorang lelaki dari kalangan mereka bangkit kemudian mengucapkan sumpah mengingat Amr bin Ash lebih dekat kepadanya.
Di dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Sahmiy dalam perjalanannya itu mengalami sakit keras, lalu ia berwasiat kepada kedua temannya itu agar keduanya menyampaikan harta peninggalannya kepada keluarga yang akan mewarisinya.
Tatkala Sahmiy meninggal dunia kedua orang temannya itu mengambil piala tersebut kemudian mereka menyerahkan sisanya kepada ahli warisnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 107 |
Penjelasan ada di ayat 106
Surat Al-Maidah |5:108|
ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يَأْتُوا بِالشَّهَادَةِ عَلَىٰ وَجْهِهَا أَوْ يَخَافُوا أَنْ تُرَدَّ أَيْمَانٌ بَعْدَ أَيْمَانِهِمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاسْمَعُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
żaalika adnaaa ay ya`tuu bisy-syahaadati 'alaa waj-hihaaa au yakhoofuuu an turodda aimaanum ba'da aimaanihim, wattaqulloha wasma'uu, wallohu laa yahdil-qoumal-faasiqiin
Dengan cara itu mereka lebih patut memberikan kesaksiannya menurut yang sebenarnya, dan mereka merasa takut akan dikembalikan sumpahnya (kepada ahli waris) setelah mereka bersumpah. Bertakwalah kepada Allah dan dengarkanlah (perintah-Nya). Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
That is more likely that they will give testimony according to its [true] objective, or [at least] they would fear that [other] oaths might be taken after their oaths. And fear Allah and listen; and Allah does not guide the defiantly disobedient people.
(Hal itu) hukum yang telah disebutkan itu, yaitu yang menyangkut perpindahan sumpah kepada para ahli waris (lebih dekat) lebih mendekati untuk (menjadikan mereka mau mengemukakan) .
artinya para saksi itu atau orang-orang yang diwasiatkan (persaksiannya menurut apa yang sebenarnya) yang mendorong mereka untuk mengemukakan persaksian tanpa diubah-ubah dan juga tanpa khianat
(atau) lebih dekat untuk menjadikan mereka (merasa takut akan dikembalikan sumpahnya sesudah mereka bersumpah) kepada para ahli waris yang mengajukan tuntutan,
maka ahli waris si mayat melakukan sumpah yang menyatakan khianat mereka dan kedustaan yang mereka lakukan yang akibatnya mereka akan ditelanjangi kejelekannya
hingga mereka harus mengganti kerugian kepada ahli waris mayat, oleh karena itu janganlah kamu berdusta. (Dan bertakwalah kamu kepada Allah) dengan cara meninggalkan perbuatan khianat dan dusta
(dan dengarkanlah olehmu) dengan pendengaran yang insaf akan hal-hal yang kamu diperintahkan melakukannya (dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik)
orang-orang yang keluar dari garis ketaatan terhadap-Nya atau orang-orang yang menyimpang dari jalan yang baik.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 108 |
Penjelasan ada di ayat 106
Surat Al-Maidah |5:109|
يَوْمَ يَجْمَعُ اللَّهُ الرُّسُلَ فَيَقُولُ مَاذَا أُجِبْتُمْ ۖ قَالُوا لَا عِلْمَ لَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
yauma yajma'ullohur-rusula fa yaquulu maażaaa ujibtum, qooluu laa 'ilma lanaa, innaka anta 'allaamul-ghuyuub
(Ingatlah) pada hari ketika Allah mengumpulkan para rasul, lalu Dia bertanya (kepada mereka), "Apa jawaban (kaummu) terhadap (seruan)mu?" Mereka (para rasul) menjawab, "Kami tidak tahu (tentang itu). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib."
[Be warned of] the Day when Allah will assemble the messengers and say, "What was the response you received?" They will say, "We have no knowledge. Indeed, it is You who is Knower of the unseen"
Ingatlah! (hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul) yaitu pada hari kiamat (lalu Allah bertanya) kepada mereka dengan nada mencela yang ditujukan kepada kaum mereka
(Apa) yang (jawaban kaummu terhadap seruanmu) tatkala kamu mengajak mereka kepada ketauhidan (Para rasul menjawab, "Tidak ada pengetahuan kami) tentang hal itu
(sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib.") apa-apa yang tidak bisa dijangkau oleh pengetahuan hamba-hamba-Nya dan gaib di mata mereka oleh sebab kengerian yang mereka hadapi
pada saat hari kiamat yang membuat mereka kaget. Kemudian para rasul itu menjadi saksi terhadap umat mereka masing-masing tatkala umat mereka diam seribu bahasa.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 109 |
Ayat ini mengandung berita tentang khitab Allah kepada para rasulNya kelak di hari kiamat mengenai jawaban yang mereka terima dari umatnya masing-masing yang mereka diutus kepadanya oleh Allah Swt. Seperti halnya makna yang terdapat di dalam ayat lain:
{فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ}
Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka, dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami). (Al-A'raf: 6)
{فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu. (Al-Hijr: 92-93)Ucapan para rasul yang disitir oleh firman-Nya:
{لَا عِلْمَ لَنَا}
Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu). (Al-Maidah: 109)Mujahid, Al-Hasan Al-Basri, dan As-Saddi mengatakan, "Sesungguhnya mereka (para rasul) mengatakan demikian karena pengaruh kengerian hari tersebut yakni hari kiamat.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari As-Sauri, dari Al-A'masy, dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: (Ingatlah) Hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), "Apa jawaban kaum kalian terhadap
(seruan) kalian?” (Al-Maidah: 109) Maka para rasul merasa terkejut, lalu mereka menjawab: Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu). (Al-Maidah: 109).Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Hakkam. telah menceritakan kepada kami Anbasah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang syekh berkata bahwa
ia pernah mendengar Al-Hasan Al-Basri berkata sehubungan dengan makna firman-Nya: (Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul (Al-Maidah: 109), hingga akhir ayat. Bahwa hal ini terjadi di hari yang sangat mengerikan lagi
sangat menakutkan, yaitu hari kiamat.Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi sehubungan dengan firman Allah Swt.: (Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul lalu Allah bertanya (kepada mereka),
"Apa jawaban kaum kalian terhadap (seruan) kalian?” Para rasul menjawab, "Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu)." (Al-Maidah: 109) Demikian itu karena mereka berada di suatu tempat yang membuat akal mereka bingung dan terkejut.
Karena itulah ketika mereka ditanya, maka mereka menjawab: Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu). (Al-Maidah: 109) Setelah itu mereka menempati tempat yang lain, lalu mereka mengemukakan persaksiannya terhadap kaumnya
masing-masing. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj,
dari Ibnu Juraij sehubungan dengan firman-Nya: (Ingatlah) Hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), "Apa jawaban kaum kalian terhadap (seruan) kalian?” (Al-Maidah: 109) Yakni
"Apakah yang dikerjakan mereka sesudah kalian, dan apakah yang mereka buat-buat sepeninggal kalian?" Mereka (para rasul) menjawab: Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu); sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui
perkara yang gaib. (Al-Maidah: 109)Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: (Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka),
"Apa jawaban kaum kalian terhadap (seruan) kalian?” Para rasul menjawab, "Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu); sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib.” (Al-Maidah: 109) Mereka (para rasul)
berkata kepada Tuhannya, "Tidak ada pengetahuan bagi kami kecuali pengetahuan yang Engkau lebih mengetahuinya daripada kami." Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir, kemudian ia memilih penafsiran ini di antara ketiga penafsiran
yang ada mengenainya.Tidak diragukan lagi pendapat yang terakhir ini merupakan pendapat yang baik, mengingat penafsirannya mengandung makna yang etis (sopan) terhadap Allah Swt. Dengan kata lain, tiada pengetahuan bagi kami
bila dibandingkan dengan pengetahuan-Mu yang meliputi segala sesuatu, sekalipun kami menjawab dan mengetahui siapa yang memenuhi seruan kami. Tetapi di antara mereka terdapat orang-orang yang kami hanya dapat mengetahui
lahiriahnya saja, sedangkan mengenai batiniahnya tiada pengetahuan bagi kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu lagi Mahaperiksa terhadap segala sesuatu. Ilmu kami bila dibandingkan dengan ilmu-Mu
sama dengan tidak berilmu.
{أَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ}
sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib. (Al-Maidah: 109)
Surat Al-Maidah |5:110|
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ وَعَلَىٰ وَالِدَتِكَ إِذْ أَيَّدْتُكَ بِرُوحِ الْقُدُسِ تُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلًا ۖ وَإِذْ عَلَّمْتُكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ ۖ وَإِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ بِإِذْنِي فَتَنْفُخُ فِيهَا فَتَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِي ۖ وَتُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ بِإِذْنِي ۖ وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَىٰ بِإِذْنِي ۖ وَإِذْ كَفَفْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَنْكَ إِذْ جِئْتَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ إِنْ هَٰذَا إِلَّا سِحْرٌ مُبِينٌ
iż qoolallohu yaa 'iisabna maryamażkur ni'matii 'alaika wa 'alaa waalidatik, iż ayyattuka biruuḥil-qudus, tukallimun-naasa fil-mahdi wa kahlaa, wa iż 'allamtukal-kitaaba wal-ḥikmata wat-tauroota wal-injiil, wa iż takhluqu minath-thiini kahai`atith-thoiri bi`iżnii fa tanfukhu fiihaa fa takuunu thoirom bi`iżnii wa tubri`ul-akmaha wal-abrosho bi`iżnii, wa iż tukhrijul-mautaa bi`iżnii, wa iż kafaftu baniii isrooo`iila 'angka iż ji`tahum bil-bayyinaati fa qoolallażiina kafaruu min-hum in haażaaa illaa siḥrum mubiin
Dan ingatlah, ketika Allah berfirman, "Wahai Isa putra Maryam! Ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu sewaktu Aku menguatkanmu dengan Ruhulqudus. Engkau dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan setelah dewasa. Dan ingatlah ketika Aku mengajarkan menulis kepadamu, (juga) Hikmah, Taurat, dan Injil. Dan ingatlah ketika engkau membentuk dari tanah berupa burung dengan seizin-Ku, kemudian engkau meniupnya, laIu menjadi seekor burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan ingatlah, ketika engkau menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan orang yang berpenyakit kusta dengan seizin-Ku. Dan ingatlah ketika engkau mengeluarkan orang mati (dari kubur menjadi hidup) dengan seizin-Ku. Dan ingatIah ketika Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuhmu) di kala engkau mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata, "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata."
[The Day] when Allah will say, "O Jesus, Son of Mary, remember My favor upon you and upon your mother when I supported you with the Pure Spirit and you spoke to the people in the cradle and in maturity; and [remember] when I taught you writing and wisdom and the Torah and the Gospel; and when you designed from clay [what was] like the form of a bird with My permission, then you breathed into it, and it became a bird with My permission; and you healed the blind and the leper with My permission; and when you brought forth the dead with My permission; and when I restrained the Children of Israel from [killing] you when you came to them with clear proofs and those who disbelieved among them said, "This is not but obvious magic."
Ingatlah! (ketika Allah mengatakan, "Hai Isa putra Maryam! Ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu) syukurilah nikmat-Ku itu (di waktu Aku mendukung kamu) menguatkan kamu (dengan ruhul kudus)malaikat Jibril
(kamu dapat berbicara dengan manusia) menjadi hal bagi kaaf atau dhamir mukhathab yang terdapat dalam kalimat ayyadtuka (sewaktu dalam buaian) masih dalam keadaan bayi (dan sesudah dewasa)
kalimat ini memberikan pengertian bahwa ia (Nabi Isa) akan turun ke bumi sebelum hari kiamat sebab sebelum ia mencapai usia tua telah diangkat terlebih dahulu ke langit
sebagaimana penjelasan yang telah dikemukakan dalam surah Ali Imran. (Dan ingatlah di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil dan ingat pula di waktu kamu membuat suatu bentuk dari tanah yang berupa)
seperti gambaran (burung) huruf kaaf dalam kalimat kahaiah adalah bermakna isim yang artinya seperti dan kedudukan i`rabnya menjadi maf`ul atau objek
(dengan seizin-Ku kemudian kamu meniup padanya lalu bentuk itu menjadi burung yang sebenarnya seizin-Ku) dengan kehendak-Ku.
(Dan ingatlah waktu kamu menyembuhkan orang yang buta dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan ingatlah di waktu kamu mengeluarkan orang-orang mati)
dari kuburan-kuburan mereka dalam keadaan hidup (dengan seizin-Ku, dan ingatlah di waktu Aku menghalangi Bani Israel dari kamu) sewaktu mereka bersengaja hendak membunuhmu
(di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata) yakni mukjizat-mukjizat (lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata, 'Tidak) tidak lain (hal ini) yang engkau datangkan melainkan sihir yang nyata')
dan menurut qiraat dibaca saahirun/tukang sihir, yang dimaksud ialah Nabi Isa.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 110 |
Tafsir ayat 110-111
Allah Swt. menyebutkan anugerah yang telah diberikan-Nya kepada hamba dan rasul-Nya, yakni Nabi Isa putra Maryam a.s., dalam bentuk berbagai mukjizat yang jelas dan hal-hal yang bertentangan dengan kebiasaan (hukum alam). Untuk itu Allah Swt. berfirman:
اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ
ingatlah nikmat-Ku kepadamu. (Al-Maidah: 110)Yakni Aku ciptakan kamu dari ibumu tanpa ayah, dan Aku jadikan kamu sebagai tanda yang menunjukkan akan kekuasaan-Ku terhadap segala sesuatu dengan penguasaan yang mutlak.
{وَعَلى وَالِدَتِكَ}
dan kepada ibumu. (Al-Maidah: 110)Karena Aku jadikan dirimu sebagai bukti bagi ibumu yang menunjukkan kebersihan dirinya dari apa yang dituduhkan oleh orang-orang yang zalim. Mereka menuduhnya telah berbuat fahisyah (zina).
{إِذْ أَيَّدْتُكَ بِرُوحِ الْقُدُسِ}
di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. (Al-Maidah: 110)Yang dimaksud dengan "ruhul qudus" ialah Malaikat Jibril a.s. Dan Kami jadikan kamu seorang nabi yang menyeru (manusia) menyembah Allah di waktu kamu masih kecil
dan sesudah kamu dewasa. Aku jadikan kamu dapat berbicara selagi kamu masih dalam buaian, lalu kamu bersaksi menyatakan kebersihan diri ibumu dari setiap cela dan aib, dan kamu mengakui sebagai hamba-Ku, dan kamu beritakan
(kepada manusia) tentang risalah yang Aku berikan kepadamu, yaitu kamu menyeru mereka untuk menyembah-Ku. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{تُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلا}
Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa. (Al-Maidah: 110)Yakni kamu menyeru manusia untuk menyembah Allah Swt. sejak kamu masih anak-anak (bayi) dan sesudah dewasa.
Pengertian "berbicara" dalam ayat ini mengandung pengertian berseru, mengingat pembicaraannya dengan manusia setelah ia dewasa bukan merupakan hal yang aneh.Firman Allah Swt.:
{وَإِذْ عَلَّمْتُكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ}
dan (ingatlah) ketika Aku mengajar kamu menulis dan hikmah. (Al-Maidah: 110)Yakni diajarkan menulis dan diberi pemahaman.
{وَالتَّوْرَاةَ}
dan Taurat. (Al-Maidah: 110)Yakni kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa ibnu Imran yang dijuluki sebagai Kalamullah (orang yang pernah diajak berbicara langsung oleh Allah Swt.). Adakalanya lafaz Taurat disebutkan di dalam hadis, tetapi makna yang dimaksud lebih umum daripada itu.Firman Allah:
{وَإِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ بِإِذْنِي}
dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku. (Al-Maidah: 110)Yakni kamu bentuk dan kamu gambarkan tanah liat itu berupa seekor burung atas perintah-Ku.
فَتَنْفُخُ فِيهَا فَتَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِي
Kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. (Al-Maidah: 110)Yakni lalu kamu tiup boneka yang telah kamu bentuk itu dengan seizin-Ku,
maka bentuk itu menjadi burung sungguhan yang hidup dan dapat terbang dengan seizin Allah dan merupakan ciptaan-Nya (melalui tangan Nabi Isa).Firman Allah Swt.:
{وَتُبْرِئُ الأكْمَهَ وَالأبْرَصَ بِإِذْنِي}
Dan (ingatlah) waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak kelahiran dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku. (Al-Maidah: 110)Hal ini telah diterangkan di dalam tafsir surat Ali Imran dengan penjelasan yang sudah cukup hingga tidak perlu diulangi lagi dalam surat ini Firman Allah Swt.:
{وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَى بِإِذْنِي}
dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku. (Al-Maidah: 110)Yakni kamu panggil mereka dan mereka dapat bangkit dari kuburnya dengan seizin Allah dan dengan kekuasaan
serta kehendak dan keinginanNya.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Talhah (yakni. Ibnu Musarrif),
dari Abu Bisyr, dari Abul Huzail yang mengatakan bahwa Nabi Isa a.s. apabila hendak menghidupkan orang yang telah mati, terlebih dahulu salat dua rakaat; pada rakaat pertama membaca surat Al-Mulk, sedangkan pada rakaat kedua
membaca surat As-Sajdah. Setelah salat dua rakaat, ia memanjatkan puja dan puji serta syukur kepada Allah, kemudian berdoa dengan menyebutkan tujuh nama, yaitu: "Wahai Yang Mahadahulu, wahai Yang Mahasamar,
wahai Yang Mahaabadi, wahai Yang Maha Esa, wahai Yang Mahaganjil, wahai Yang Mahatunggal, wahai yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu."Apabila tertimpa suatu musibah, ia berdoa dengan menyebut tujuh nama lainnya,
yaitu: "Wahai Yang Hidup Kekal, wahai Yang terus-menerus mengurus makhluk, wahai Allah, wahai Tuhan Yang Maha Pemurah, wahai Tuhan Yang Mahaagung, wahai Tuhan Yang mempunyai kebesaran, wahai Tuhan Yang mempunyai
kemuliaan, wahai Cahaya langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya, Tuhan 'Arasy yang besar, wahai Tuhanku." Ini merupakan asar yang sangat besar, yakni doa yang sangat mustajab.Firman Allah Swt.:
{وَإِذْ كَفَفْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَنْكَ إِذْ جِئْتَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ إِنْ هَذَا إِلا سِحْرٌ مُبِينٌ}
dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata,
"Ini tidak lain kecuali sihir yang nyata." (Al-Maidah: 110)Yakni ingatlah akan nikmat-Ku kepadamu ketika Aku menghalang-halangi mereka melampiaskan niat jahatnya kepadamu. Yaitu ketika kamu datang kepada mereka dengan membawa
bukti-bukti dan hujjah-hujjah yang jelas yang membuktikan kenabian dan kerasulanmu dari Allah kepada mereka. Lalu mereka mendustakanmu dan menuduhmu sebagai seorang penyihir. Dan mereka berupaya untuk membunuh dan menyalibmu,
maka Aku selamatkan kamu dari mereka dan Aku angkat kamu kepada-Ku serta Aku bersihkan kamu dari kekotoran mereka dan Aku lindungi kamu dari kejahatan mereka.Hal ini menunjukkan bahwa anugerah ini diberikan oleh Allah kepada
Nabi Isa sesudah ia diangkat ke langit, atau anugerah ini diberikan kepadanya pada hari kiamat. Lalu diungkapkan memakai sigat fi’il madi yang mengandung makna kepastian akan kejadiannya. Berita ini termasuk hal-hal gaib yang diperlihatkan
oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw.Firman Allah Swt.:
{وَإِذْ أَوْحَيْتُ إِلَى الْحَوَارِيِّينَ أَنْ آمِنُوا بِي وَبِرَسُولِي}
Dan (ingatlah) ketika Aku ilhamkan kepada kaum Hawariyyin, "Berimanlah kalian kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.” (Al-Maidah: 11)Hal ini pun termasuk anugerah Allah kepada Nabi Isa, yaitu Allah menjadikan baginya sahabat-sahabat
dan penolong-penolong yang setia kepadanya.Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan istilah "wahyu" dalam ayat ini ialah wahyu yang berupa ilham, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ}
Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa, "Susukanlah dia.” (Al-Qashash:7)Hal ini jelas menunjukkan bahwa makna yang dimaksud adalah ilham, tanpa ada yang memperselisihkannya. Sama pula dengan pengertian pada ayat lain, yaitu firman Allah Swt.:
{وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ. ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلا}
Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu
yang telah dimudahkan (bagimu)." (An-Nahl: 68-69), hingga akhir ayat.Demikianlah menurut pendapat sebagian ulama salaf sehubungan dengan firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Aku ilhamkan kepada kaum Hawariyyin, "Berimanlah kalian
kepada-Ku dan kepada rasul-Ku." Mereka menjawab, "Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada semanmu)." (Al-Maidah: 111)Yakni mereka (kaum Hawariyyin)
diberi ilham hal tersebut, lalu mereka mengamalkan semua apa yang diilhamkan kepada mereka. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Allah Swt. mengilhamkan hal tersebut kepada mereka. Sedangkan menurut As-Saddi, Allah memasukkan hal
tersebut ke dalam kalbu mereka.Dapat pula diinterpretasikan bahwa makna yang dimaksud ialah, "Ketika Aku wahyukan kepada mereka melalui kamu, lalu kamu seru mereka untuk beriman kepada Allah dan rasul-Nya,
maka dengan serta merta mereka menyambut dan menerima seruanmu, lalu mereka tunduk dan mengikutimu." Kemudian mereka mengatakan:
{آمَنَّا وَاشْهَدْ بِأَنَّنَا مُسْلِمُونَ}
Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu). (Al-Maidah: 111)
Surat Al-Maidah |5:111|
وَإِذْ أَوْحَيْتُ إِلَى الْحَوَارِيِّينَ أَنْ آمِنُوا بِي وَبِرَسُولِي قَالُوا آمَنَّا وَاشْهَدْ بِأَنَّنَا مُسْلِمُونَ
wa iż auḥaitu ilal-ḥawaariyyiina an aaminuu bii wa birosuulii, qooluuu aamannaa wasy-had bi`annanaa muslimuun
Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut-pengikut Isa yang setia, "Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku." Mereka menjawab, "Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai Rasul) bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslim)."
And [remember] when I inspired to the disciples, "Believe in Me and in My messenger Jesus." They said, "We have believed, so bear witness that indeed we are Muslims [in submission to Allah]."
(Dan ingatlah ketika Aku ilhamkan kepada para pengikut Nabi Isa yang setia) Aku perintahkan mereka melalui lisannya (hendaknya) (kamu beriman kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.") yaitu Nabi Isa
(Mereka menjawab, "Kami telah beriman) kepada Allah dan rasul-Nya (dan saksikanlah, wahai rasul, bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri kepada seruanmu.")
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 111 |
Penjelasan ada di ayat 110
Surat Al-Maidah |5:112|
إِذْ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ هَلْ يَسْتَطِيعُ رَبُّكَ أَنْ يُنَزِّلَ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ ۖ قَالَ اتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
iż qoolal-ḥawaariyyuuna yaa 'iisabna maryama hal yastathii'u robbuka ay yunazzila 'alainaa maaa`idatam minas-samaaa`, qoolattaqulloha ing kuntum mu`miniin
(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa yang setia berkata, "Wahai Isa putra Maryam! Bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?" Isa menjawab, "Bertakwalah kepada Allah jika kamu orang-orang beriman."
[And remember] when the disciples said, "O Jesus, Son of Mary, can your Lord send down to us a table [spread with food] from the heaven? [Jesus] said," Fear Allah, if you should be believers."
Ingatlah (Ketika pengikut-pengikut Isa berkata, "Hai Isa putra Maryam! Sanggupkah) artinya bisakah (Tuhanmu) menurut satu qiraat dibaca tastathii'u kemudian lafal yang sesudahnya dibaca nashab/rabbaka,
yang artinya apakah engkau bisa meminta kepada-Nya (menurunkan hidangan dari langit kepada kami" Menjawab) kepada mereka Isa ("Bertakwalah kepada Allah) di dalam meminta bukti-bukti itu/mukjizat-mukjizat
(jika betul-betul kamu orang yang beriman.")
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 112 |
Tafsir ayat 112-115
Inilah kisah maidah atau hidangan yang nama surat ini dikaitkan dengannya, karena itu disebut "surat Al-Maidah". Hidangan ini merupakan salah satu dari anugerah Allah yang diberikan kepada hamba dan rasul-Nya, yaitu Isa a.s.
ketika Dia memperkenankan doanya yang memohon agar diturunkan hidangan dari langit. Maka Allah Swt. menurunkannya sebagai mukjizat yang cemerlang dan hujjah yang nyata.Sebagian para imam ada yang menyebutkan bahwa
kisah hidangan ini tidak disebutkan di dalam kitab Injil, dan orang-orang Nasrani tidak mengetahuinya kecuali melalui kaum muslim.Firman Allah Swt.:
{إِذْ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ}
(Ingatlah) ketika kaum Hawariyyin berkata. (Al-Maidah: 112) Hawariyyin adalah pengikut Nabi Isa a.s.
{يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ هَلْ يَسْتَطِيعُ رَبُّكَ}
Hai Isa putra Maryam, sanggupkah Tuhanmu. (Al-Maidah: 112)Demikianlah menurut qiraah kebanyakan ulama, dan ulama lainnya ada yang membacanya seperti bacaan berikut:
"هَلْ تَسْتَطيع رَبَّك"
Dapatkah kamu memohon kepada Tuhanmu. Yakni sanggupkah kamu meminta kepada Tuhanmu.
{أَنْ يُنزلَ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ}
menurunkan hidangan dari langit kepada kami. (Al-Maidah: 112)Hidangan ini merupakan piring-piring besar yang berisikan makanan. Sebagian ulama mengatakan, sesungguhnya mereka meminta hidangan ini karena mereka sangat
memerlukannya dan karena kemiskinan mereka. Lalu mereka meminta kepada nabinya agar menurunkan hidangan dari langit setiap harinya untuk makanan mereka hingga mereka kuat menjalankan ibadahnya.
{اتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ}
Isa menjawab, "Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kalian orang yang beriman.” (Al-Maidah: 112)Al-Masih a.s. menjawab permintaan mereka dengan perkataan, "Bertakwalah kalian kepada Allah, dan janganlah kalian meminta yang ini,
karena barangkali hal tersebut merupakan cobaan bagi kalian. Tetapi bertawakallah kalian kepada Allah dalam mencari rezeki, jika kalian memang orang-orang yang beriman."
{قَالُوا نُرِيدُ أَنْ نَأْكُلَ مِنْهَا}
Mereka berkata.”Kami ingin memakan hidangan itu.” (Al-Maidah: 113)Yakni kami perlu memakan hidangan itu.
{وَتَطْمَئِنَّ قُلُوبُنَا}
dan supaya tenteram kalbu kami. (Al-Maidah: 113)Apabila kami menyaksikan turunnya hidangan itu sebagai rezeki buat kami dari langit.
{وَنَعْلَمَ أَنْ قَدْ صَدَقْتَنَا}
dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami. (Al-Maidah: 113)Yakni agar iman kami kepadamu makin bertambah, dan makin bertambah pula pengetahuan kami kepada kerasulanmu.
{وَنَكُونَ عَلَيْهَا مِنَ الشَّاهِدِينَ}
dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu. (Al-Maidah: 113)Yakni kami akan menyaksikan bahwa hidangan itu merupakan tanda dari sisi Allah dan petunjuk serta hujjah yang menyatakan kenabianmu dan kebenaran apa yang kamu sampaikan.
{قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنزلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا لأوَّلِنَا وَآخِرِنَا}
Isa putra Maryam berdoa, "Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami.”
(Al-Maidah: 114)Menurut As-Saddi makna ayat adalah, "Kami akan menjadikan hari turunnya hidangan itu sebagai hari raya yang kami hormati dan juga dihormati oleh orang-orang sesudah kami." Menurut As-Sauri, makna yang dimaksud ialah
suatu hari yang kami akan melakukan salat padanya (sebagai rasa syukur kami atas nikmat itu).Qatadah mengatakan bahwa mereka bermaksud hari raya itu akan dirayakan oleh keturunan mereka sesudah mereka. Dari Salman Al-Farisi
disebutkan bahwa sebagai pelajaran buat kami dan buat orang-orang sesudah kami. Sedangkan menurut pendapat yang lain, sebagai kecukupan untuk orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian.
{وَآيَةً مِنْكَ}
dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau. (Al-Maidah: 114)Yakni sebagai bukti yang menunjukkan akan kekuasaan-Mu terhadap segala sesuatu, dan sebagai bukti yang menunjukkan terkabulnya doaku oleh-Mu, hingga mereka percaya kepadaku dalam semua apa yang kusampaikan kepada mereka dari-Mu.
{وَارْزُقْنَا}
beri rezekilah kami. (Al-Maidah: 114)Yakni dari sisi-Mu. Yang dimaksud ialah rezeki yang mudah diperoleh tanpa susah payah.
{وَأَنْتَ خَيرُ الرَّازِقِينَ. قَالَ اللَّهُ إِنِّي مُنزلُهَا عَلَيْكُمْ فَمَنْ يَكْفُرْ بَعْدُ مِنْكُمْ}
Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling Utama.” Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepada kalian, barang siapa yang kafir di antara kalian sesudah (turun hidangan itu)."(Al-Maidah: 114-115)Yakni barang siapa yang mendustakannya dari kalangan umatmu, hai Isa, dan ia mengingkarinya:
{فَإِنِّي أُعَذِّبُهُ عَذَابًا لَا أُعَذِّبُهُ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ}
maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia. (Al-Maidah: 115)Yakni umat manusia yang sezaman dengan kalian. Pengertiannya sama dengan apa yang terdapat di dalam ayat lain:
{وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ}
dan pada hari kiamat (dikatakan kepada malaikat), "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” (Al-Mu’min: 46)Dan sama dengan firman-Nya:
{إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ}
Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145)Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Auf Al-A'rabi, dari Abul Mugirah Al-Qawwas, dari Abdullah ibnu Amr
yang mengatakan bahwa manusia yang paling keras azabnya kelak di hari kiamat ada tiga macam, yaitu orang-orang munafik, orang-orang yang kafir dari kalangan mereka yang menerima hidangan dari langit,
dan Fir'aun beserta para pendukungnya.
Surat Al-Maidah |5:113|
قَالُوا نُرِيدُ أَنْ نَأْكُلَ مِنْهَا وَتَطْمَئِنَّ قُلُوبُنَا وَنَعْلَمَ أَنْ قَدْ صَدَقْتَنَا وَنَكُونَ عَلَيْهَا مِنَ الشَّاهِدِينَ
qooluu nuriidu an na`kula min-haa wa tathma`inna quluubunaa wa na'lama ang qod shodaqtanaa wa nakuuna 'alaihaa minasy-syaahidiin
Mereka berkata, "Kami ingin memakan hidangan itu agar tenteram hati kami dan agar kami yakin bahwa engkau telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan (hidangan itu)."
They said, "We wish to eat from it and let our hearts be reassured and know that you have been truthful to us and be among its witnesses."
(Mereka berkata, "Kami menginginkan) dengan permintaan ini agar (agar bisa memakan hidangan itu dan supaya menjadi tenteram) menjadi tenang/mantap (hati kami) semakin bertambah yakin
(dan supaya kami mengetahui) kami makin bertambah pengetahuan (bahwa) an mukhaffafah; artinya bahwa sesungguhnya (kamu telah berkata benar kepada kami) dalam pengakuanmu menjadi nabi
(dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.")
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 113 |
Penjelasan ada di ayat 112
Surat Al-Maidah |5:114|
قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنْزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا لِأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِنْكَ ۖ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
qoola 'iisabnu maryamallohumma robbanaaa anzil 'alainaa maaa`idatam minas-samaaa`i takuunu lanaa 'iidal li`awwalinaa wa aakhirinaa wa aayatam mingka warzuqnaa wa anta khoirur-rooziqiin
Isa putra Maryam berdoa, "Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang sekarang bersama kami ataupun yang datang setelah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau, berilah kami rezeki, dan Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki."
Said Jesus, the son of Mary, "O Allah, our Lord, send down to us a table [spread with food] from the heaven to be for us a festival for the first of us and the last of us and a sign from You. And provide for us, and You are the best of providers."
(Isa Putra Maryam berdoa, "Ya Tuhan kami! Turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit yang hal itu bagi kami) artinya pada hari turunnya hidangan itu (menjadi hari raya) yang kami hormati dan kami muliakan
(bagi orang-orang sezaman dengan kami) kalimat ini menjadi badal/kalimat pengganti bagi lafal lanaa, yang juga disertai pula dengan huruf jarnya (dan bagi orang-orang yang datang sesudah kami)
orang-orang yang akan datang sesudah kami (dan menjadi tanda kekuasaan Engkau) yang menunjukkan akan kekuasaan-Mu dan kenabianku (berilah kami rezeki) dengan hidangan tersebut (dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling Utama.")
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 114 |
Penjelasan ada di ayat 112
Surat Al-Maidah |5:115|
قَالَ اللَّهُ إِنِّي مُنَزِّلُهَا عَلَيْكُمْ ۖ فَمَنْ يَكْفُرْ بَعْدُ مِنْكُمْ فَإِنِّي أُعَذِّبُهُ عَذَابًا لَا أُعَذِّبُهُ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ
qoolallohu innii munazziluhaa 'alaikum, fa may yakfur ba'du mingkum fa inniii u'ażżibuhuu 'ażaabal laaa u'ażżibuhuuu aḥadam minal-'aalamiin
Allah berfirman, "Sungguh, Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, tetapi barang siapa kafir di antaramu setelah (turun hidangan) itu, maka sungguh, Aku akan mengazabnya dengan azab yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia (seluruh alam)."
Allah said, "Indeed, I will sent it down to you, but whoever disbelieves afterwards from among you - then indeed will I punish him with a punishment by which I have not punished anyone among the worlds."
(Allah berfirman) mengabulkan doanya ("Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu) boleh dibaca takhfif/munziluhaa dan boleh pula dibaca tasydid/munazziluhaa (kepadamu; siapa yang kafir sesudah)
artinya sesudah diturunkannya hidangan itu (di antara kamu, maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seseorang pun di antara umat manusia.")
kemudian turunlah malaikat-malaikat seraya membawa hidangan dari langit berupa tujuh buah roti dan tujuh macam lauk-pauk. Kemudian mereka memakan sebagian darinya hingga semuanya merasa kenyang.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abbas dalam hadisnya sehubungan dengan kisah mengenai turunnya hidangan dari langit ini. Hadisnya itu mengatakan, bahwa hidangan itu berupa roti dan daging,
kemudian mereka diperintahkan agar jangan berkhianat dan juga jangan menyimpannya hingga keesokan harinya. Akan tetapi mereka berkhianat dan menyimpan sebagian hidangan itu, akhirnya mereka dikutuk menjadi kera-kera dan babi-babi.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 115 |
Penjelasan ada di ayat 112
Surat Al-Maidah |5:116|
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ ۖ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ ۚ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ ۚ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
wa iż qoolallohu yaa 'iisabna maryama a anta qulta lin-naasittakhiżuunii wa ummiya ilaahaini min duunillaah, qoola sub-ḥaanaka maa yakuunu liii an aquula maa laisa lii biḥaqq, ing kuntu qultuhuu fa qod 'alimtah, ta'lamu maa fii nafsii wa laaa a'lamu maa fii nafsik, innaka anta 'allaamul-ghuyuub
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Wahai Isa putra Maryam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua Tuhan selain Allah?" (Isa) menjawab, "Maha Suci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.
And [beware the Day] when Allah will say, "O Jesus, Son of Mary, did you say to the people, 'Take me and my mother as deities besides Allah?'" He will say, "Exalted are You! It was not for me to say that to which I have no right. If I had said it, You would have known it. You know what is within myself, and I do not know what is within Yourself. Indeed, it is You who is Knower of the unseen.
(Dan) ingatlah (ketika berfirman) artinya akan berfirman (Allah) kepada Isa di hari kiamat sebagai penghinaan terhadap kaumnya ("Hai Isa putra Maryam! Adakah kamu mengatakan kepada manusia,
'Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah' Ia menjawab) Isa menjawab seraya gemetar ('Maha Suci Engkau) aku menyucikan-Mu dari apa-apa yang tidak layak bagi-Mu seperti sekutu dan lain-lainnya
(tidaklah patut) tidak pantas (bagiku mengatakan apa yang bukan hakku mengatakannya) bihaqqin menjadi khabar dari laisa sedangkan kata lii adalah untuk penjelas/tabyin
(jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa) yang aku sembunyikan (pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau)
artinya apa-apa yang Engkau sembunyikan di antara pengetahuan-pengetahuan Engkau (Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 116 |
Tafsir ayat 116-118
Hal ini pun termasuk khitab Allah yang ditujukan kepada hamba dan rasul-Nya —yaitu Isa putra Maryam— seraya berfirman kepadanya di hari kiamat di hadapan orang-orang yang menjadikan dia dan ibunya sebagai dua tuhan selain Allah, yaitu:
يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ
Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah"? (Al-Maidah: 116)Di balik kalimat ini terkandung ancaman yang ditujukan kepada orang-orang Nasrani, sekaligus
sebagai celaan dan kecaman terhadap mereka di hadapan semua para saksi di hari kiamat. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Qatadah dan yang lainnya. Pengertian ini disimpulkan oleh Qatadah melalui firman selanjutnya:
{هَذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ}
Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. (Al-Maidah: 119)As-Saddi mengatakan, khitab dan jawaban ini terjadi di dunia. Pendapat ini dibenarkan oleh Ibnu Jarir.
Ia mengatakan bahwa hal ini terjadi ketika Allah mengangkatnya ke langit. Imam Ibnu Jarir mengemukakan alasannya untuk memperkuat pendapat tersebut melalui dua segi, yaitu: Pertama, pembicaraan dalam ayat ini memakai bentuk madi
(masa lalu). Kedua, firman Allah Swt. menyebutkan: Jika Engkau menyiksa mereka. (Al-Maidah: 118); dan jika Engkau mengampuni mereka. (Al-Maidah: 118)Tetapi kedua alasan tersebut masih perlu dipertimbangkan, mengingat madi menunjukkan
pengertian bahwa kejadiannya merupakan suatu kepastian yang telah ditetapkan.
{إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ}
Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau. (Al-Maidah: 118), hingga akhir ayat.Ini merupakan ungkapan pembersihan diri Nabi Isa a.s. terhadap perbuatan mereka dan menyerahkan
perkara mereka kepada kehendak Allah Swt. Ungkapan dengan bentuk syarat ini tidak memberikan pengertian kepastian akan kejadiannya, seperti juga yang terdapat di dalam ayat-ayat lain yang semisal. Tetapi pendapat yang dikatakan
oleh Qatadah dan lain-lainnya adalah pendapat yang paling kuat, yaitu yang menyatakan bahwa hal tersebut terjadi pada hari kiamat, dengan makna yang menunjukkan sebagai ancaman kepada orang-orang Nasrani dan kecaman serta
celaan bagi mereka di hadapan para saksi di hari tersebut. Pengertian ini telah diriwayatkan oleh sebuah hadis yang berpredikat marfu yaitu diriwayatkan oleh Al-Hafiz Ibnu Asakir di dalam pembahasan autobiografi Abu Abdullah,
maula Umar ibnu Abdul Aziz yang dinilai siqah.
سَمِعْتُ أَبَا بُرْدَةَ يُحَدِّثُ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ أَبِيهِ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ دُعِيَ بِالْأَنْبِيَاءِ وَأُمَمِهِمْ، ثُمَّ يُدْعَى بِعِيسَى فَيُذَكِّرُهُ اللَّهُ نِعْمَتَهُ عَلَيْهِ، فيقِر بِهَا، فيقولُ: {يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ وَعَلى وَالِدَتِكَ} الْآيَةَ [الْمَائِدَةِ: 110] ثُمَّ يَقُولُ: {أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ} ؟ فَيُنْكِرُ أَنْ يَكُونَ قَالَ ذَلِكَ، فَيُؤْتَى بِالنَّصَارَى فَيُسْأَلُونَ، فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، هُوَ أَمَرَنَا بِذَلِكَ، قَالَ: فَيُطَوَّلُ شَعْرُ عِيسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَيَأْخُذُ كُلُّ مَلَكٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ بِشَعْرَةٍ مِنْ شَعْرِ رَأْسِهِ وَجَسَدِهِ. فَيُجَاثِيهِمْ بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، مِقْدَارَ أَلْفِ عَامٍ، حَتَّى تُرْفَعَ عَلَيْهِمُ الْحُجَّةُ، وَيُرْفَعَ لَهُمُ الصَّلِيبُ، وَيُنْطَلَقَ بِهِمْ إِلَى النَّارِ"،
Disebutkan bahwa ia pernah mendengar Abu Burdah menceritakan hadis kepada Umar ibnu Abdul Aziz, dari ayahnya (yaitu Abu Musa Al-Asy'ari) yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, "Apabila hari kiamat tiba,
maka para nabi dipanggil bersama dengan umatnya masing-masing. Kemudian dipanggillah Nabi Isa, lalu Allah mengingatkannya akan nikmat-nikmat yang telah Dia karuniakan kepadanya, dan Nabi Isa mengakuinya." Allah Swt. berfirman:
Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu. (Al-Maidah: 110), hingga akhir ayat. Kemudian Allah Swt. berfirman: Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, "Jadikanlah aku dan ibuku
dua orang tuhan selain Allah"? (Al-Maidah: 116) Isa a.s. mengingkari, bahwa dia tidak mengatakan hal tersebut. Kemudian didatangkanlah orang-orang Nasrani, lalu mereka ditanya. Maka mereka mengatakan, "Ya,
dialah yang mengajarkan hal tersebut kepada kami." Maka rambut Nabi Isa a.s. menjadi memanjang, sehingga setiap malaikat memegang sehelai rambut kepala dan rambut tubuhnya (karena merinding ketakutan).
Lalu mereka didudukkan di hadapan Allah Swt. dalam jarak seribu tahun perjalanan, hingga hujjah (alasan) mereka ditolak dan diangkatkan bagi mereka salib, kemudian mereka digiring ke dalam neraka.Hadis ini berpredikat garib lagi 'aziz.
Firman Allah Swt.:
{سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ}
Mahasuci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). (Al-Maidah: 116)Menurut Ibnu Abu Hatim, jawaban ini merupakan jawaban yang sempurna, mengandung etika yang tinggi. Ia mengatakan,
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr, dari Tawus, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Nabi Isa mengemukakan hujjahnya,
dan Allah Swt. menerimanya, yaitu dalam firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah'?” (Al-Maidah: 116)
Abu Hurairah menceritakan dari Nabi Saw., bahwa setelah itu Allah mengajarkan hujjah itu kepada Isa. Mahasuci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya).
(Al-Maidah: 116), hingga akhir ayat.Hal ini telah diriwayatkan pula oleh As-Sauri, dari Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari Tawus dengan lafaz yang semisal.Firman Allah Swt.:
{إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ}
Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahui. (Al-Maidah: 116)Yakni jika hal ini pernah aku lakukan, maka sesungguhnya Engkau telah mengetahuinya, wahai Tuhanku. Karena sesungguhnya
tidak ada sesuatu pun dari apa yang kukatakan samar bagi-Mu. Aku tidak pernah mengatakan hal itu, tidak pernah berniat untuk mengatakannya, tidak pula pernah terdetik dalam hatiku. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan:
{تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ * مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ}
Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka
kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya. (Al-Maidah: 116-117)Yakni yang diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikannya kepada mereka.
{أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ}
Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian! (Al-Maidah: 117)Yakni tidak sekali-kali aku seru mereka melainkan kepada apa yang Engkau perintahkan kepadaku untuk menyampaikannya kepada mereka,
yaitu: Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian. (Al-Maidah: 117) Yakni itulah yang aku katakan kepada mereka.Firman Allah Swt:
{وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ}
dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. (Al-Maidah: 117)Yakni aku dapat menyaksikan semua amal perbuatan mereka selama aku berada bersama-sama mereka.
{فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ}
Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. (Al-Maidah: 117)
قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا شُعْبَة قَالَ: انْطَلَقْتُ أَنَا وَسُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ إِلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ النُّعْمَانِ فَأَمْلَاهُ عَلَى سُفْيَانَ وَأَنَا مَعَهُ، فَلَمَّا قَامَ انْتَسَخْتُ مِنْ سُفْيَانَ، فَحَدَّثَنَا قَالَ: سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ يُحَدِّثُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَوْعِظَةٍ، فَقَالَ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ مَحْشُورُونَ إِلَى اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، حُفَاةً عُرَاةً غُرْلا كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ، وَإِنَّ أَوَّلَ الْخَلَائِقِ يُكْسى إِبْرَاهِيمُ، أَلَا وَإِنَّهُ يُجَاءُ بِرِجَالٍ مِنْ أُمَّتِي فَيُؤْخَذُ بِهِمْ ذَاتَ الشِّمَالِ فَأَقُولُ: أَصْحَابِي. فَيُقَالُ: إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ. فَأَقُولُ كَمَا قَالَ الْعَبْدُ الصَّالِحُ: {وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ * إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ} فَيُقَالُ: إِنَّ هَؤُلَاءِ لَمْ يَزَالُوا مُرْتَدِّينَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ مُنْذُ فَارَقْتَهُمْ".
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia pergi bersama Sufyan As-Sauri menuju tempat Al-Mugirah ibnun Nu'man, lalu Al-Mugirah mengimlakan kepada Sufyan yang ditemani olehku.
Setelah Al-Mugirah pergi, aku menyalinnya dari Sufyan. Ternyata di dalamnya disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan hadis berikut dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. berdiri di hadapan kami untuk mengemukakan suatu petuah dan nasihat. Beliau bersabda: Hai manusia, sesungguhnya kalian kelak akan dihimpunkan oleh Allah Swt. dalam keadaan tidak beralas kaki,
telanjang lagi belum dikhitan. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. (Al-Anbiya: 104) Dan sesungguhnya manusia yang mula-mula diberi pakaian kelak di hari kiamat ialah Nabi Ibrahim.
Ingatlah, sesungguhnya kelak akan didatangkan banyak orang laki-laki dari kalangan umatku, lalu mereka digiring ke sebelah kiri, maka aku berkata, "Sahabat-sahabatku! " Tetapi dijawab, "Sesungguhnya
kamu tidak mengetahui apa yang dibuat-buat oleh mereka sesudahmu.” Maka aku katakan seperti apa yang dikatakan oleh seorang hamba yang saleh, yaitu: Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka.
Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau;
dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Maidah: 117-118) Maka dikatakan, "Sesungguhnya mereka terus-menerus dalam keadaan mundur ke belakang mereka
sejak engkau berpisah dengan mereka."Imam Bukhari telah meriwayatkannya ketika membahas tafsir ayat ini, dari Abul Walid, dari Syu'bah; dan dari Ibnu Kasir, dari Sufyan As-Sauri. Kedua-duanya dari
Al-Mugirah ibnu Nu'man dengan lafaz yang sama.Firman Allah Swt.:
{إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}
Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau; dan jika Engkau mengampunimereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Maidah: 118)
Kalimat ini mengandung makna mengembalikan segala sesuatunya kepada kehendak Allah Swt., karena sesungguhnya Allah Maha Memperbuat segala sesuatu yang dikehendaki-Nya; Dia tidak ada yang mempertanyakan
apa yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka akan dimintai pertanggungjawabannya. Kalimat ini pun merupakan pembersihan diri terhadap perbuatan orang-orang Nasrani yang berani berdusta kepada Allah dan rasul-Nya
serta berani menjadikan bagi Allah tandingan dan istri serta anak. Mahatinggi Allah dari apa yang mereka katakan itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.Ayat ini mempunyai makna yang sangat penting dan merupakan suatu berita
yang menakjubkan. Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Nabi Saw. membacanya di malam hari hingga subuh, yakni dengan mengulang-ulang bacaan ayat ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْل، حَدَّثَنِي فُليَت الْعَامِرِيُّ، عَنْ جَسْرة الْعَامِرِيَّةِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-لَيْلَةً فَقَرَأَ بِآيَةٍ حَتَّى أَصْبَحَ، يَرْكَعُ بِهَا وَيَسْجُدُ بِهَا: {إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ} فَلَمَّا أَصْبَحَ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا زِلْتَ تَقْرَأُ هَذِهِ الْآيَةَ حَتَّى أَصْبَحْتَ تَرْكَعُ بِهَا وَتَسْجُدُ بِهَا؟ قَالَ: "إِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، الشَّفَاعَةَ لِأُمَّتِي، فَأَعْطَانِيهَا، وَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لِمَنْ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepadaku Fulait Al-Amiri, dari Jisrah Al-Amiriyah, dari Abu Zar r.a. yang menceritakan bahwa di suatu malam Nabi Saw. melakukan salat,
lalu beliau membaca sebuah ayat yang hingga subuh beliau tetap membacanya dalam rukuk dan sujudnya, yaitu firman-Nya: Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau;
dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Maidah: 118) Ketika waktu subuh Abu Hurairah bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau terus-menerus membaca ayat ini
hingga subuh, sedangkan engkau tetap membacanya dalam rukuk dan sujudmu?" Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya aku memohon kepada Tuhanku akan syafaat bagi umatku, maka Dia memberikannya kepadaku;
dan syafaat itu dapat diperoleh —Insya Allah— oleh orang yang tidak pernah mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun (dari kalangan umatku).Jalur lain dan konteks lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا يَحْيَى، حَدَّثَنَا قُدَامة بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَتْنِي جَسْرة بِنْتُ دَجَاجَةَ: أَنَّهَا انْطَلَقَتْ مُعْتَمِرَةً، فَانْتَهَتْ إِلَى الرَّبَذَةِ، فَسَمِعَتْ أَبَا ذَرٍّ يَقُولُ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنَ اللَّيَالِي فِي صَلَاةِ الْعِشَاءِ، فَصَلَّى بِالْقَوْمِ، ثُمَّ تَخَلَّفَ أَصْحَابٌ لَهُ يُصَلُّونَ، فَلَمَّا رَأَى قِيَامَهُمْ وَتَخَلُّفَهُمُ انْصَرَفَ إِلَى رَحْلِهِ، فَلَمَّا رَأَى الْقَوْمَ قَدْ أَخْلَوُا الْمَكَانَ رَجَعَ إِلَى مَكَانِهِ فَصَلَّى، فَجِئْتُ فَقُمْتُ خَلْفَهُ، فَأَوْمَأَ إليَّ بِيَمِينِهِ، فَقُمْتُ عَنْ يَمِينِهِ. ثُمَّ جَاءَ ابْنُ مَسْعُودٍ فَقَامَ خَلْفِي وَخَلْفَهُ، فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ بِشَمَالِهِ، فَقَامَ عَنْ شِمَالِهِ، فَقُمْنَا ثَلَاثَتُنَا يُصَلِّي كُلُّ وَاحِدٍ مِنَّا بِنَفْسِهِ، وَيَتْلُو مِنَ الْقُرْآنِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَتْلُوَ. وَقَامَ بِآيَةٍ مِنَ الْقُرْآنِ يُرَدِّدُهَا حَتَّى صَلَّى الْغَدَاةَ. فَلَمَّا أَصْبَحْنَا أَوْمَأْتُ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ: أَنْ سَلْهُ مَا أَرَادَ إِلَى مَا صَنَعَ الْبَارِحَةَ؟ فَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ بِيَدِهِ: لَا أَسْأَلُهُ عَنْ شَيْءٍ حَتَّى يُحَدِّثَ إِلَيَّ، فَقُلْتُ: بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، قُمْتَ بِآيَةٍ مِنَ الْقُرْآنِ وَمَعَكَ الْقُرْآنُ، لَوْ فَعَلَ هَذَا بَعْضُنَا لَوَجَدْنَا عَلَيْهِ، قَالَ: "دَعَوْتُ لِأُمَّتِي". قُلْتُ: فَمَاذَا أَجِبْتَ؟ -أَوْ مَاذَا رُدَّ عَلَيْكَ؟ -قَالَ: "أُجِبْتُ بِالَّذِي لَوِ اطَّلَعَ عَلَيْهِ كَثِيرٌ مِنْهُمْ طلْعة تَرَكُوا الصَّلَاةَ". قُلْتُ: أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟ قَالَ: "بَلَى". فانطلقتُ مُعْنقًا قَرِيبًا مِنْ قَذْفة بِحَجَرٍ. فَقَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ إِنْ تَبْعَثْ إِلَى النَّاسِ بِهَذَا نَكَلوا عَنِ الْعِبَادَةِ. فَنَادَاهُ أَنِ ارْجِعْ فَرَجَعَ، وَتِلْكَ الْآيَةُ: {إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Qudamah ibnu Abdullah, telah menceritakan kepadaku Jisrah binti Dajjajah, bahwa ia berangkat menunaikan ibadah umrahnya.
Ketika sampai di Ar-Rabzah, ia mendengar Abu Zar menceritakan hadis berikut, bahwa di suatu malam Rasulullah Saw. bangkit untuk melakukan salat Isya, maka beliau salat bersama kaum. Setelah itu banyak orang dari kalangan sahabat
beliau mundur untuk melakukan salat (sunat). Ketika Nabi Saw. melihat mereka melakukan salat setelah mundur dari tempat itu, maka Nabi Saw. pergi ke tempat kemahnya. Setelah Nabi Saw. melihat bahwa kaum telah mengosongkan tempat itu,
maka beliau Saw. kembali ke tempatnya semula, lalu melakukan salat (sunat). Kemudian aku (Abu Zar) datang dan berdiri di belakang beliau, maka beliau berisyarat kepadaku dengan tangan kanannya, maka aku berdiri di sebelah kanan beliau
Kemudian datanglah Ibnu Mas'ud yang langsung berdiri di belakangku dan di belakang beliau, tetapi Nabi Saw. berisyarat kepadanya dengan tangan kirinya, maka Ibnu Mas'ud berdiri di sebelah kiri beliau. Maka kami bertiga berdiri
melakukan salat, masing-masing melakukan salat sendirian, dan kami membaca sebagian dari Al-Qur'an sebanyak apa yang dikehendaki oleh Allah. Sedangkan Nabi Saw. hanya membaca sebuah ayat Al-Qur'an
yang beliau ulang-ulang bacaannya hingga sampai di penghujung malam. Setelah kami menunaikan salat Subuh, aku berisyarat kepada Abdullah ibnu Mas'ud, meminta kepadanya untuk menanyakan apa yang telah diperbuat oleh Nabi Saw.
tadi malam. Maka Ibnu Mas'ud menjawab dengan isyarat tangannya, bahwa dia tidak mau menanyakan sesuatu pun kepada Nabi Saw. hingga Nabi Saw. sendirilah yang akan memberitahukannya kepada dia. Maka aku (Abu Zar) bertanya,
"Demi ayah dan ibuku, engkau telah membaca suatu ayat dari Al-Qur’an, padahal Al-Qur’an seluruhnya telah ada padamu. Seandainya hal itu dilakukan oleh seseorang dari kalangan kami, niscaya kami akan menjumpainya
(mudah melakukannya)." Nabi Saw. bersabda, "Aku berdoa untuk umatku." Aku bertanya, "Lalu apakah yang engkau peroleh atau apakah jawaban-Nya kepadamu?" Rasulullah Saw. bersabda: Aku mendapat jawaban (dari Allah)
yang seandainya hal ini diperlihatkan kepada kebanyakan dari mereka sekali lihat, niscaya mereka akan meninggalkan salat. Aku bertanya, "Bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?" Nabi Saw. bersabda,
"Tentu saja boleh." Maka aku pergi seraya merunduk sejauh lemparan sebuah batu (untuk mengumumkan kepada orang-orang). Tetapi Umar berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya jika engkau menyuruh orang ini
untuk menyampaikannya kepada orang banyak, niscaya mereka akan enggan melakukan ibadah." Maka Nabi Saw. memanggilku kembali, lalu aku kembali (tidak jadi mengumumkannya). Ayat tersebut adalah firman Allah Swt.:
Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau; dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Maidah: 118).
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْب، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، أَنَّ بَكْرَ بْنَ سَوَادَةَ حَدَّثَهُ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ؛ أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَلَا قَوْلَ عِيسَى: {إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ} فَرَفَعَ يَدَيْهِ فَقَالَ: "اللَّهُمَّ أُمَّتِي". وَبَكَى، فَقَالَ اللَّهُ: يَا جِبْرِيلُ، اذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ -وَرَبُّكَ أَعْلَمُ-فَاسْأَلْهُ: مَا يُبْكِيهِ؟ فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ، فَسَأَلَهُ، فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا قَالَ، فَقَالَ اللَّهُ: يَا جِبْرِيلُ، اذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ فَقُلْ: إِنَّا سَنُرْضِيكَ فِي أُمَّتِكَ وَلَا نَسُوؤُكَ.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris; Bakr ibnu Sawwadah pernah menceritakan kepadanya hadis
berikut dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Abdullalh ibnu Amr ibnul As, bahwa Nabi Saw. membaca perkataan Nabi Isa yang disebutkan oleh firman-Nya: Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka
adalah hamba-hamba Engkau; dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Maidah: 118) Lalu beliau mengangkat kedua tangannya dan berdoa, "Ya Allah,
selamatkanlah umatku," kemudian beliau menangis. Maka Allah berfirman, "Hai Jibril, pergilah kepada Muhammad —dan Tuhanmu lebih mengetahui— dan tanyakanlah kepadanya apa yang menyebabkan dia menangis."
Malaikat Jibril datang menemui Nabi Saw. dan bertanya kepadanya. Maka Rasulullah Saw. menceritakan apa yang telah diucapkannya, sedangkan Allah lebih mengetahui. Allah berfirman, "Hai Jibril, pergilah kepada Muhammad
dan katakanlah (kepadanya) bahwa sesungguhnya Kami akan membuatnya rela tentang nasib umatnya, dan Kami tidak akan membuatnya bersedih hati."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَة، حَدَّثَنَا ابْنُ هُبَيْرة أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا تَمِيمٍ الجَيْشاني يَقُولُ: حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ، سَمِعْتُ حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ: غَابَ عَنَّا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَلَمْ يَخْرُجْ، حَتَّى ظَنَّنَا أَنْ لَنْ يَخْرُجَ، فَلَمَّا خَرَجَ سَجَدَ سَجْدَةً ظَنَنَّا أَنَّ نَفْسه قَدْ قُبِضَتْ فِيهَا، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ قَالَ: "إِنَّ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، اسْتَشَارَنِي فِي أُمَّتِي: مَاذَا أَفْعَلُ بِهِمْ؟ فَقُلْتُ: مَا شِئْتَ أَيْ رَبِّ هُمْ خَلْقُكَ وَعِبَادُكَ. فَاسْتَشَارَنِي الثَّانِيَةَ، فَقُلْتُ لَهُ كَذَلِكَ، فَقَالَ: لَا أُخْزِيكَ فِي أُمَّتِكَ يَا مُحَمَّدُ، وَبَشَّرَنِي أَنَّ أَوَّلَ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي مَعِي سَبْعُونَ أَلْفًا، مَعَ كُلِّ أَلْفٍ سَبْعُونَ أَلْفًا، لَيْسَ عَلَيْهِمْ حِسَابٌ، ثُمَّ أَرْسَلَ إِلَيَّ فَقَالَ: ادْعُ تُجب، وَسَلْ تُعْطَ". فَقُلْتُ لِرَسُولِهِ: أَوَمُعْطٍي رَبِّي سُؤْلِي؟ قَالَ: مَا أَرْسَلَنِي إِلَيْكَ إِلَّا لِيُعْطِيَكَ، وَلَقَدْ أَعْطَانِي رَبِّي وَلَا فَخْرَ، وَغَفَرَ لِي مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِي وَمَا تَأَخَّرَ، وَأَنَا أَمْشِي حَيًّا صَحِيحًا، وَأَعْطَانِي أَلَّا تَجُوعَ أُمَّتِي وَلَا تُغْلَبَ، وَأَعْطَانِي الْكَوْثَرَ، وَهُوَ نَهْرٌ فِي الْجَنَّةِ يَسِيلُ فِي حَوْضِي، وَأَعْطَانِي الْعِزَّ وَالنَّصْرَ وَالرُّعْبَ يَسْعَى بَيْنَ يَدَيْ أُمَّتِي شَهْرًا، وَأَعْطَانِي أَنِّي أَوَّلُ الْأَنْبِيَاءِ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ، وَطَيَّبَ لِي وَلِأُمَّتِي الْغَنِيمَةَ، وَأَحَلَّ لَنَا كَثِيرًا مِمَّا شُدد عَلَى مَنْ قَبْلَنَا، وَلَمْ يَجْعَلْ عَلَيْنَا فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Hubairah; ia pernah mendengar Abu Tamim Al-Jaisyani mengatakan bahwa
telah menceritakan kepadanya Sa'id ibnu Musayyab; ia pernah mendengar Huzaifah ibnul Yaman menceritakan hadis berikut; Pada suatu hari Rasulullah Saw. tidak menampakkan dirinya kepada kami. Beliau tidak keluar,
hingga kami menduga bahwa beliau Saw. tidak akan keluar hari itu. Dan ketika beliau keluar, maka beliau langsung melakukan sujud sekali sujud (dalam waktu yang cukup lama) sehingga kami menduga bahwa roh beliau
dicabut dalam sujudnya itu. Setelah mengangkat kepalanya (dari sujud), beliau bersabda: Sesungguhnya Tuhanku telah meminta pendapatku sehubungan dengan umatku, yakni apakah yang akan dilakukan-Nya terhadap mereka?
Maka aku menjawab, "Ya Tuhanku, terserah kepada-Mu, mereka adalah makhluk dan hamba-hamba-Mu.” Allah meminta pendapatku kedua kalinya, dan aku katakan kepada-Nya hal yang sama. Maka Allah berfirman kepadaku,
"Aku tidak akan mengecewakanmu sehubungan dengan umatmu, hai Muhammad.” Dan Allah memberi kabar gembira kepadaku bahwa orang yang mula-mula masuk surga dari kalangan umatku bersama-sama denganku adalah
tujuh puluh ribu orang, dan setiap seribu orang (dari mereka) ditemani oleh tujuh puluh ribu orang, mereka semuanya tidak terkena hisab. Kemudian Allah mengirimkan utusan kepadaku untuk menyampaikan firman-Nya, "Berdoalah,
niscaya kamu diperkenankan; dan mintalah, niscaya diberi.” Maka kukatakan kepada utusanNya (yakni Malaikat Jibril), "Apakah Tuhanku akan memberi permintaanku?” Ia menjawab, "Tidak sekali-kali Dia mengutusku kepadamu
melainkan untuk memberimu.” Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku —tanpa membanggakan diri— dan telah memberikan ampunan bagiku atas semua dosaku yang terdahulu dan yang kemudian, sedangkan aku masih berjalan
dalam keadaan hidup dan sehat. Dan Dia memberiku, bahwa umatku tidak akan kelaparan dan tidak akan terkalahkan. Dia memberiku Al-Kausar, yaitu sebuah sungai di dalam surga yang mengalir ke telagaku. Dia memberiku kejayaan,
pertolongan, dan rasa takut berjalan di hadapan umatku dalam jarak perjalanan satu bulan (mencekam musuh-musuhku). Dia memberiku, bahwa aku adalah nabi yang mula-mula masuk surga. Dan Dia menghalalkan bagiku dan bagi umatku
ganimah (rampasan perang), serta Dia telah menghalalkan bagi kami banyak hal yang dilarang keras atas umat-umat sebelumku, dan Dia tidak menjadikan bagi kami dalam agama suatu kesempitan pun.
Surat Al-Maidah |5:117|
مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۚ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ ۖ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنْتَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
maa qultu lahum illaa maaa amartanii bihiii ani'budulloha robbii wa robbakum, wa kuntu 'alaihim syahiidam maa dumtu fiihim, fa lammaa tawaffaitanii kunta antar-roqiiba 'alaihim, wa anta 'alaa kulli syai`in syahiid
Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (yaitu), "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu," dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di tengah-tengah mereka. Maka setelah Engkau mengangkatku ke langit, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkaulah Yang Maha Menyaksikan segala sesuatu.
I said not to them except what You commanded me - to worship Allah, my Lord and your Lord. And I was a witness over them as long as I was among them; but when You took me up, You were the Observer over them, and You are, over all things, Witness.
(Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau perintahkan kepadaku untuk mengatakannya) yaitu: ('Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka)
sebagai pengawas yang mencegah mereka dari apa yang mereka katakan itu (selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku) Engkau telah mengambilku dengan cara mengangkatku ke langit
(Engkaulah yang menguasai mereka) yang memelihara amal perbuatan mereka. (Sesungguhnya Engkau atas segala sesuatu) termasuk perkataanku kepada mereka
dan perkataan mereka sesudahku dan lain-lainnya (Maha Menyaksikan) Maha Waspada dan Maha Mengetahui tentang hal itu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 117 |
Penjelasan ada di ayat 116
Surat Al-Maidah |5:118|
إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
in tu'ażżib-hum fa innahum 'ibaaduk, wa in taghfir lahum fa innaka antal-'aziizul-ḥakiim
Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana."
If You should punish them - indeed they are Your servants; but if You forgive them - indeed it is You who is the Exalted in Might, the Wise.
(Jika Engkau menyiksa mereka) artinya orang-orang yang melakukan kekafiran di antara mereka (maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau) Engkau adalah Yang Menguasai mereka;
Engkaulah yang berhak memperlakukan mereka menurut apa yang Engkau kehendaki, tak ada yang bisa menghalang-halangi Engkau (dan jika Engkau mengampuni mereka)
artinya mengampuni orang-orang yang beriman di antara mereka (maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa) Yang Maha Menang perkara-Nya (lagi Maha Bijaksana'") dalam perbuatan-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 118 |
Penjelasan ada di ayat 116
Surat Al-Maidah |5:119|
قَالَ اللَّهُ هَٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ ۚ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
qoolallohu haażaa yaumu yanfa'ush-shoodiqiina shidquhum, lahum jannaatun tajrii min taḥtihal-an-haaru khoolidiina fiihaaa abadaa, rodhiyallohu 'an-hum wa rodhuu 'an-h, żaalikal-fauzul-'azhiim
Allah berfirman, "Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung."
Allah will say, "This is the Day when the truthful will benefit from their truthfulness." For them are gardens [in Paradise] beneath which rivers flow, wherein they will abide forever, Allah being pleased with them, and they with Him. That is the great attainment.
(Allah berfirman, "Ini adalah) artinya hari kiamat (suatu hari yang bermanfaat orang-orang yang benar) sewaktu di dunia seperti Nabi Isa (kebenaran mereka) sebab hari itu adalah hari pembalasan
(bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya; Allah rida terhadap mereka) oleh sebab ketaatan terhadap-Nya (dan mereka pun rida terhadap-Nya)
dengan pahala-Nya (Itulah keberuntungan yang besar.") dan orang-orang pendusta sewaktu hidup di dunia, tidak akan bisa bermanfaat kejujuran mereka pada hari itu seperti orang-orang kafir,
yaitu tatkala mereka mulai percaya dan iman sewaktu mereka melihat azab Allah.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Maidah | 5 : 119 |
Allah Swt. berfirman menjawab hamba dan rasul-Nya—yaitu Isa putra Maryam a.s.— setelah Isa mengemukakan kepada-Nya pembersihan dirinya terhadap perbuatan orang-orang Nasrani yang musyrik lagi dusta
terhadap Allah dan rasul-Nya; dan setelah Nabi Isa mengembalikan urusan mereka kepada kehendak Tuhannya, saat itu juga Allah Swt. berfirman:
{هَذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ}
Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. (Al-Maidah: 119)Menurut Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang ahli tauhid ketauhidan mereka.
{لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا}
Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (Al-Maidah: 119)Yakni mereka tetap tinggal di dalamnya, tidak akan pindah dan tidak akan pergi darinya. Allah telah rida terhadap mereka, dan mereka rida kepada-Nya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ}
Dan keridaan Allah adalah lebih besar. (At-Taubah: 72)Berikut ini disebutkan sebuah hadis yang berkaitan dengan ayat ini. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dalam tafsir ayat ini sebuah hadis melalui Anas. Untuk itu, Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الأشَجُّ، حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ لَيْث، عَنْ عُثْمَانَ -يَعْنِي ابْنَ عُمَيْر أَبُو الْيَقْظَانِ -عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ثُمَّ يَتَجَلَّى لهم الرب تَعَالَى فَيَقُولُ: سَلُونِي سَلُونِي أُعْطِكُمْ". قَالَ: "فَيَسْأَلُونَهُ الرِّضَا، فَيَقُولُ: رِضَايَ أُحِلُّكُمْ دَارِي، وَأَنَالُكُمْ كَرَامَتِي، فَسَلُونِي أُعْطِكُمْ. فَيَسْأَلُونَهُ الرِّضَا"، قَالَ: "فَيُشْهِدُهُمْ أَنَّهُ قَدْ رَضِيَ عَنْهُمْ".
telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, dari Lais, dari Usman (yakni Ibnu Umair), telah menceritakan kepada kami Al-Yaqzan, dari Anas secara marfu bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda sehubungan dengan hal ini, "Kemudian Allah Swt. menampilkan diri kepada mereka dan berfirman, 'Mintalah kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian.' Lalu mereka meminta rida Allah, maka Allah berfirman, 'Rida-Ku ialah Kutempatkan
kalian di rumah-Ku (yakni surga), dan Aku hormati kalian. Maka mintalah kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian.' Maka mereka meminta rida-Nya, lalu bersaksi di hadapan mereka bahwa Dia telah rida kepada mereka."Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ}
Itulah keberuntungan yang paling besar. (Al-Maidah: 119)Yakni itulah keberuntungan yang paling besar, tiada suatu keberuntungan pun yang lebih besar daripada itu, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{لِمِثْلِ هَذَا فَلْيَعْمَلِ الْعَامِلُونَ}
Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja. (Ash-Shaffat: 61)
{وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ}
dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. (Al-Muthaffifin: 26)Mengenai firman Allah Swt.:
{لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا فِيهِنَّ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Maidah: 120)Yakni Dialah Yang menciptakan segala sesuatu, Yang memilikinya, Yang mengatur semua
yang ada padanya, Yang berkuasa atasnya; semuanya adalah milik Allah dan di bawah perintah, kekuasaan, dan kehendak-Nya. Maka tiada yang menyaingi-Nya, tiada pembantu, tiada tandingan, tiada yang memperanakkan-Nya,
tidak beranak, tidak beristri, tiada tuhan selain Dia, tiada pula Rabb selain Dia.Ibnu Wahb mengatakan, ia pernah mendengar Huyay ibnu Abdullah menceritakan dari Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa
surat Al-Maidah ini merupakan surat yang paling akhir diturunkan.
Surat Al-Maidah |5:120|
لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا فِيهِنَّ ۚ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
lillaahi mulkus-samaawaati wal-ardhi wa maa fiihinn, wa huwa 'alaa kulli syai`ing qodiir
Milik Allah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
To Allah belongs the dominion of the heavens and the earth and whatever is within them. And He is over all things competent.
(Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi) tempat-tempat penyimpanan hujan, semua tumbuhan, semua rezeki dan lain-lainnya (dan apa yang ada di dalamnya) dipergunakan kata maa,
karena kebanyakan makhluk Allah itu terdiri dari yang tidak berakal (dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu) di antara kekuasaan-Nya itu ialah memberi pahala kepada orang yang berbuat benar,dan menyiksa orang yang berbuat dusta.
Surat Al-Anam |6:1|
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ۖ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ
al-ḥamdu lillaahillażii kholaqos-samaawaati wal-ardho wa ja'alazh-zhulumaati wan-nuur, ṡummallażiina kafaruu birobbihim ya'diluun
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan terang, namun demikian orang-orang kafir masih mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu.
[All] praise is [due] to Allah, who created the heavens and the earth and made the darkness and the light. Then those who disbelieve equate [others] with their Lord.
(Segala puji) yaitu ungkapan tentang sifat yang baik lagi tetap (bagi Allah) apakah yang dimaksud dengan pemberitaan dalam bentuk ini sebagai ungkapan rasa iman terhadap-Nya ataukah hanya sebagai panjatan puji kepada-Nya
atau memang untuk maksud keduanya Memang mengandung beberapa hipotesis akan tetapi hipotesis yang paling banyak faedahnya ialah yang ketiga, demikianlah menurut pendapat Syekh di dalam surah Al-Kahfi
(Yang telah menciptakan langit dan bumi) Allah menyebutkan keduanya secara khusus mengingat keduanya adalah makhluk ciptaan Allah yang paling besar di mata orang-orang yang menyaksikannya
(dan mengadakan) menjadikan (gelap dan terang) artinya setiap yang gelap dan terang; pengungkapan kata gelap dengan bentuk jamak sedangkan untuk terang tidak karena gelap itu mempunyai banyak penyebabnya.
Hal ini merupakan sebagian dari bukti-bukti keesaan-Nya (namun orang-orang yang kafir) sekalipun dengan adanya bukti ini (terhadap Tuhan mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan-Nya) mereka menyamakan selain Allah dalam hal ibadah.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anam | 6 : 1 |
Tafsir ayat 1-3
Allah Swt. berfirman memuji diri-Nya sendiri Yang Mahamulia, karena Dia telah menciptakan langit dan bumi sebagai suatu pernyataan yang ditujukan kepada hamba-hamba-Nya, juga karena Dia telah menjadikan gelap dan terang
untuk kemanfaatan hamba-hamba-Nya, yaitu di malam hari dan di siang hari mereka.Lafaz zulumat diungkapkan dalam bentuk jamak, sedangkan lafaz nur diungkapkan dalam bentuk tunggal, karena cahaya lebih mulia daripada gelap.
Perihalnya sama dengan yang disebutkan di dalam firman Allah Swt.:
{عَنِ الْيَمِينِ وَالشَّمَائِلِ}
Ke kanan dan ke kiri. (An-Nahl: 48) Sama seperti yang disebutkan di akhir surat ini melalui firman-Nya:
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus. - maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya (Al-An'am: 153) Kemudian Allah Swt. berfirman:
{ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ}
namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka. (Al-An'am: 1)Yakni sekalipun demikian ada juga sebagian dari hamba-hamba-Nya yang kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu bagi-Nya,
serta menjadikan baginya istri dan anak. Mahatinggi Allah dari semuanya itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.Firman Allah Swt.:
{هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ طِينٍ}
Dialah yang menciptakan kalian dari tanah (Al-An'am: 2)Yakni bapak mereka semua, yaitu Nabi Adam; dialah asal mereka, dan darinya mereka keluar, lalu menyebar ke timur dan barat.Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ قَضَى أَجَلا وَأَجَلٌ مُسَمًّى عِنْدَهُ}
Sesudah itu ditentukan-Nya ajal, dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan yang ada pada sisi-Nya. (Al-An'am: 2)Sa’id ibnu Jubair telah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan ajal pertama adalah mati,
sedangkan yang kedua dimaksudkan ialah ketentuan untuk berbangkit di akhirat.Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Zaid ibnu Aslam, Atiyyah, As-Saddi,
dan Muqatil ibnu Hayyan serta lain-lainnya. Menurut pendapat Al-Hasan Al-Basri dalam suatu riwayat yang bersumber darinya sehubungan dengan makna firman-Nya: sesudah itu ditentukan-Nya ajal (Al-An'am: 2)
Bahwa yang dimaksud ialah 'masa antara sejak ia diciptakan sampai meninggal dunia'. Sedangkan firman-Nya: dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan yang ada pada sisi-Nya. (Al-An'am: 2) Yakni antara dia meninggal dunia
sampai ia dibangkitkan. Pendapat ini sama dengan pendapat sebelumnya. Penentuan ajal yang pertama bersifat khusus, yakni menyangkut usia setiap manusia; sedangkan penentuan ajal kedua bersifat umum,
yakni menyangkut usia dunia seluruhnya; kemudian habislah usia dunia, lalu lenyap dan kembali ke alam akhirat.Dari Ibnu Abbas dan Mujahid disebutkan sehubungan dengan firman-Nya: sesudah itu ditentukan-Nya ajal. (Al-An’am: 2)
Yakni usia dunia. dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan yang ada di sisi-Nya. (Al-An'am: 2) Yakni usia seseorang sampai saat kematiannya. Seakan-akan takwil ini berpangkal kepada pengertian yang terkandung pada ayat berikutnya
yang menyebutkan:
وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ
Dan Dialah yang menidurkan kalian di malam hari. Dan Dia mengetahui apa yang kalian kerjakan pada siang hari. (Al-An'am: 60), hingga akhir ayat.Atiyyah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
sesudah itu ditentukan-Nya ajal. (Al-An'am: 2) Yakni tidur. Di dalam tidur roh seseorang dimatikan, kemudian kembali lagi kepadanya saat ia terbangun dari tidurnya. dan ada lagi suatu ajal yang ketentuannya ada di sisi-Nya. (Al-An'am: 2)Yakni batas
usia seorang manusia. Tetapi pendapat ini berpredikat garib. Makna firman-Nya:
{عِنْدَهُ}
ada di sisi-Nya. (Al-An'am: 2)Dengan kata lain, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah. Perihalnya sama dengan makna dalam firman-Nya:
{إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلا هُوَ}
Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. (Al-A'raf: 187)Sama pula dengan pengertian yang terdapat di dalam ayat lainnya:
{يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا فِيمَ أَنْتَ مِنْ ذِكْرَاهَا إِلَى رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا}
Mereka (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya? Siapakah kamu (maka) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya). (An-Nazi'at: 4244)Mengenai firman Allah Swt.:
{ثُمَّ أَنْتُمْ تَمْتَرُونَ}
Kemudian kalian masih ragu-ragu. (Al-An'am: 2)Menurut As-Saddi dan lain-lainnya, makna yang dimaksud ialah 'kemudian kalian meragukan tentang hari kiamat'. Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَفِي الأرْضِ يَعْلَمُ سِرَّكُمْ وَجَهْرَكُمْ وَيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُونَ}
Dan Dialah Allah (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian lahirkan, dan mengetahui (pula) apa yang kalian usahakan. (Al-An'am: 3)Para ulama tafsir berbeda pendapat
dalam menafsirkan ayat ini menjadi berbagai pendapat sesudah mereka sepakat mengingkari pendapat golongan Jahmiyah pertama, yaitu yang mengatakan hal-hal yang Allah Swt. Mahatinggi dari ucapan mereka dengan ketinggian
yang setinggi-tingginya. Mereka menginterpretasikan ayat ini dengan pengertian bahwa Allah berada di semua tempat.Pendapat yang paling sahih mengatakan bahwa Dialah yang diseru di langit dan di bumi, yakni Tuhan yang disembah
dan ditauhidkan. Semua makhluk yang di langit dan di bumi mengakui-Nya sebagai Tuhan, mereka semuanya menyembah kepada-Nya dengan rasa harap dan takut, kecuali orang yang kafir dari kalangan jin dan manusia. Takwil seperti ini semisal dengan
makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَهٌ وَفِي الأرْضِ إِلَهٌ}
Dan Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi (Az-Zukhruf: 84)Yakni Dialah Tuhan semua makhluk yang di langit dan Tuhan semua makhluk yang di bumi. Dengan demikian, berarti firman Allah Swt.:
{يَعْلَمُ سِرَّكُمْ وَجَهْرَكُمْ}
Dia mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian lahirkan. (Al-An'am: 3)berkedudukan sebagai kalimat berita atau keterangan keadaan.Pendapat kedua mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'Dia adalah Allah
Yang mengetahui semua yang di langit dan semua yang di bumi, yakni semua yang tersembunyi dan semua yang kelihatan'. Berdasarkan takwil ini, berarti lafaz ya'lamu (mengetahui) berkaitan dengan firman-Nya:
{فِي السَّمَاوَاتِ وَفِي الأرْضِ}
di langit dan di bumi (Al-An'am: 3)Penjabarannya ialah bahwa Dialah Allah Yang mengetahui rahasia kalian dan lahiriah kalian, baik yang di langit maupun yang di bumi, dan Dia mengetahui semua apa yang kalian usahakan. Pendapat ketiga mengatakan bahwa firman Allah Swt.:
{وَهُوَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ}
Dan Dialah Allah (yang disembah) di langit. (Al-An'am: 3)diwaqafkan (dihentikan bacaannya) secara sempurna. Kemudian dimulai dengan berita baru, yaitu firman-Nya:
{وَفِي الأرْضِ يَعْلَمُ سِرَّكُمْ وَجَهْرَكُمْ وَيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُونَ}
Dan Dia di bumi mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian lahirkan. (Al-An'am: 3)Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Dan firman-Nya:
{وَيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُونَ}
dan mengetahui (pula) apa yang kalian usahakan. (Al-An'am: 3)Yakni mengetahui semua amal perbuatan kalian, yang baik dan yang buruknya.
Surat Al-Anam |6:2|
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ طِينٍ ثُمَّ قَضَىٰ أَجَلًا ۖ وَأَجَلٌ مُسَمًّى عِنْدَهُ ۖ ثُمَّ أَنْتُمْ تَمْتَرُونَ
huwallażii kholaqokum min thiinin ṡumma qodhooo ajalaa, wa ajalum musamman 'indahuu ṡumma antum tamtaruun
Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal (kematianmu), dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya. Namun demikian kamu masih meragukannya.
It is He who created you from clay and then decreed a term and a specified time [known] to Him; then [still] you are in dispute.
(Dialah Yang menciptakanmu dari tanah) dengan diciptakan-Nya ayah kamu Adam dari tanah (sesudah itu ditentukan-Nya ajal) bagi kamu, setelah sampai pada ajal itu kamu akan mati
(dan ajal lain yang ditentukan) ditetapkan (di sisi-Nya) untuk membangkitkan kamu dari kematian (kemudian kamu) hai orang-orang kafir (masih tidak percaya tentang berbangkit itu)
kamu masih meragukan tentang adanya hari berbangkit padahal sebelumnya kamu telah mengetahui, bahwa Dialah yang mulai menciptakanmu. Dan siapa yang mampu menciptakan berarti
Dia lebih mampu untuk mengembalikan ke asalnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anam | 6 : 2 |
Penjelasan ada di ayat 1
Surat Al-Anam |6:3|
وَهُوَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَفِي الْأَرْضِ ۖ يَعْلَمُ سِرَّكُمْ وَجَهْرَكُمْ وَيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُونَ
wa huwallohu fis-samaawaati wa fil-ardh, ya'lamu sirrokum wa jahrokum wa ya'lamu maa taksibuun
Dan Dialah Allah (yang disembah), di langit atau pun di bumi, Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan dan mengetahui (pula) apa yang kamu kerjakan.
And He is Allah, [the only deity] in the heavens and the earth. He knows your secret and what you make public, and He knows that which you earn.
(Dan Dialah Allah) yang berhak untuk disembah dan dipuja (baik di langit maupun di bumi, Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan) hal-hal yang kamu sembunyikan
dan hal-hal yang kamu tampakkan di antara kamu sekalian (dan mengetahui pula apa yang kamu usahakan) perkara baik dan perkara buruk yang kamu ketahui.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anam | 6 : 3 |
Penjelasan ada di ayat 1
Surat Al-Anam |6:4|
وَمَا تَأْتِيهِمْ مِنْ آيَةٍ مِنْ آيَاتِ رَبِّهِمْ إِلَّا كَانُوا عَنْهَا مُعْرِضِينَ
wa maa ta`tiihim min aayatim min aayaati robbihim illaa kaanuu 'an-haa mu'ridhiin
Dan setiap ayat dari ayat-ayat Tuhan yang sampai kepada mereka (orang kafir), semuanya selalu diingkarinya.
And no sign comes to them from the signs of their Lord except that they turn away therefrom.
(Dan tidak ada yang sampai kepada mereka) artinya penduduk Mekah (berupa) huruf min adalah tambahan/zaidah (suatu ayat dari ayat-ayat Tuhan mereka) dari Alquran (melainkan mereka selalu berpaling daripadanya.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anam | 6 : 4 |
Tafsir ayat 4-6
Allah berfirman menceritakan perihal orang-orang musyrik yang mendustakan Allah dan ingkar kepada-Nya, bahwa mereka itu apabila kedatangan suatu ayat, yakni tanda dan mukjizat serta hujjah yang menunjukkan akan keesaan Allah
dan kebenaran rasul-rasul-Nya yang mulia, sesungguhnya dengan serta merta mereka berpaling darinya; mereka tidak memandangnya dengan sebelah mata pun dan sama sekali tidak mempedulikannya. Untuk itulah Allah Swt. berfirman:
{فَقَدْ كَذَّبُوا بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُمْ فَسَوْفَ يَأْتِيهِمْ أَنْبَاءُ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ}
Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang hak (Al-Qur'an) tatkala sampai kepada mereka, maka kelak akan sampai kepada mereka (kenyataan dari) berita-berita yang selalu merekaperolok-olokkan. (Al-An'am: 5)Hal ini mengandung
ancaman dan peringatan yang keras terhadap perbuatan mereka yang mendustakan perkara yang hak, bahwa pasti akan sampai kepada mereka berita apa yang mereka dustakan itu, dan mereka pasti akan menjumpai akibatnya
serta pasti akan merasakan akibat kedustaannya itu.Kemudian Allah Swt. berfirman menasihati mereka seraya memperingatkan mereka akan datangnya azab dan pembalasan di dunia yang menimpa mereka, seperti halnya
apa yang telah menimpa orang-orang dari kalangan umat-umat terdahulu yang perbuatannya serupa dengan perbuatan mereka. Padahal mereka lebih kuat, lebih banyak jumlahnya,
serta lebih banyak harta benda dan anak-anaknya, juga lebih berkuasa serta lebih tinggi kebudayaannya ketimbang mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ مَكَّنَّاهُمْ فِي الأرْضِ مَا لَمْ نُمَكِّنْ لَكُمْ}
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami
berikan kepada kalian. (Al-An'am: 6)Yakni mereka lebih banyak memiliki harta benda, anak-anak, bangunan-bangunan, kedudukan yang kuat, pengaruh yang luas, dan bala tentara. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَأَرْسَلْنَا السَّمَاءَ عَلَيْهِمْ مِدْرَارًا}
dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka. (Al-An'am: 6)Yang dimaksud dengan midraran ialah hujan yang diturunkan kepada mereka secara berangsur-angsur.
{وَجَعَلْنَا الأنْهَارَ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمْ}
dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka. (Al-An'am: 6)Yakni Kami perbanyak turunnya hujan atas mereka dan sumber-sumber air sebagai istidraj dan memuaskan mereka.
{فَأَهْلَكْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ}
Kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri. (Al-An'am: 6)Yakni disebabkan dosa-dosa dan kejahatan-kejahatan yang mereka perbuat.
{وَأَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قَرْنًا آخَرِينَ}
dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. ( Al-An' am: 6)Yakni setelah generasi yang pertama dilenyapkan dan kami jadikan mereka sebagai bagian dari sejarah.
{وَأَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قَرْنًا آخَرِينَ}
dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. ( Al-An' am: 6)Yakni generasi lain untuk Kami uji lagi, ternyata generasi yang baru ini melakukan amal perbuatan yang serupa dengan pendahulu mereka; akhirnya mereka
dibinasakan pula, sama seperti para pendahulunya. Karena itu, hati-hatilah kalian, hai orang-orang yang diajak bicara, jangan sampai menimpa kalian apa yang pernah menimpa mereka. Tiadalah kalian menurut Allah lebih kuat daripada mereka
. Dan Rasul yang kalian dustakan itu adalah lebih mulia bagi Allah ketimbang rasul mereka. Karena itu, kalian adalah orang-orang yang lebih utama untuk mendapat azab dan penyegeraan siksaan ketimbang mereka,
seandainya saja tidak ada kelunakan dan kebaikan-Nya.
Surat Al-Anam |6:5|
فَقَدْ كَذَّبُوا بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُمْ ۖ فَسَوْفَ يَأْتِيهِمْ أَنْبَاءُ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
fa qod każżabuu bil-ḥaqqi lammaa jaaa`ahum, fa saufa ya`tiihim ambaaa`u maa kaanuu bihii yastahzi`uun
Sungguh, mereka telah mendustakan kebenaran (Al-Qur´an) ketika sampai kepada mereka, maka kelak akan sampai kepada mereka (kenyataan dari) berita-berita yang selalu mereka perolok-olokkan.
For they had denied the truth when it came to them, but there is going to reach them the news of what they used to ridicule.
(Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang hak) yakni Alquran (tatkala sampai kepada mereka maka akan sampai kepada mereka berita-berita) akibat-akibat (yang selalu mereka perolok-olokkan.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anam | 6 : 5 |
Penjelasan ada di ayat 4
Surat Al-Anam |6:6|
أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ مَا لَمْ نُمَكِّنْ لَكُمْ وَأَرْسَلْنَا السَّمَاءَ عَلَيْهِمْ مِدْرَارًا وَجَعَلْنَا الْأَنْهَارَ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمْ فَأَهْلَكْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَأَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قَرْنًا آخَرِينَ
a lam yarou kam ahlaknaa ming qoblihim ming qornim makkannaahum fil-ardhi maa lam numakkil lakum wa arsalnas-samaaa`a 'alaihim midroorow wa ja'alnal-an-haaro tajrii min taḥtihim fa ahlaknaahum biżunuubihim wa ansya`naa mim ba'dihim qornan aakhoriin
Tidakkah mereka memperhatikan berapa banyak generasi sebelum mereka yang telah Kami binasakan, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukannya di bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu. Kami curahkan hujan yang lebat untuk mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa-dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan generasi yang lain setelah generasi mereka.
Have they not seen how many generations We destroyed before them which We had established upon the earth as We have not established you? And We sent [rain from] the sky upon them in showers and made rivers flow beneath them; then We destroyed them for their sins and brought forth after them a generation of others.
(Apakah mereka tidak memperhatikan) dalam perjalanan-perjalanan mereka menuju ke negeri Syam dan negeri-negeri lainnya (berapa banyak) kalimat khabariah atau bukan kata tanya yang artinya
betapa banyaknya (generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka) umat-umat yang terdahulu (padahal mereka telah Kami teguhkan) Kami berikan kedudukan (di muka bumi) melalui kekuatan dan kekuasaannya
(yaitu keteguhan yang belum pernah Kami menganugerahkan) Kami berikan (kepadamu) dalam Lafal ini terkandung pengertian iltifat/peralihan dari orang ketiga ke orang kedua yang maksudnya
ditujukan kepada orang ketiga (dan Kami curahkan) hujan (atas mereka dengan derasnya) tahap demi tahap (dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka) di bawah rumah-rumah tempat tinggal mereka
(kemudian Kami binasakan mereka karena dosa-dosa mereka sendiri) oleh sebab kedustaan mereka terhadap para nabi (dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.)
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anam | 6 : 6 |
Penjelasan ada di ayat 4
Surat Al-Anam |6:7|
وَلَوْ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ كِتَابًا فِي قِرْطَاسٍ فَلَمَسُوهُ بِأَيْدِيهِمْ لَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَٰذَا إِلَّا سِحْرٌ مُبِينٌ
walau nazzalnaa 'alaika kitaaban fii qirthoosin fa lamasuuhu bi`aidiihim laqoolallażiina kafaruuu in haażaaa illaa siḥrum mubiin
Dan sekiranya Kami turunkan kepadamu (Muhammad) tulisan di atas kertas, sehingga mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, niscaya orang-orang kafir itu akan berkata, “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata."
And even if We had sent down to you, [O Muhammad], a written scripture on a page and they touched it with their hands, the disbelievers would say, "This is not but obvious magic."
(Dan kalau Kami turunkan kepadamu sebuah kitab) yang tertulis (di atas kertas) yang tipis seperti apa yang mereka minta (lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka) lebih akurat
daripada seandainya mereka hanya menyaksikan saja sebab cara ini jelas lebih menghapuskan rasa ragu (tentulah orang-orang kafir itu mengatakan, "Tiada) tidak lain
(hal ini adalah sihir yang nyata.") sebagai ungkapan rasa ketidakpercayaan dan keingkaran mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anam | 6 : 7 |
Tafsir ayat 7-11
Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal kaum musyrik dan keingkaran serta kesombongan mereka terhadap perkara yang hak, dan sikap menantang mereka terhadap perkara yang hak.
{وَلَوْ نزلْنَا عَلَيْكَ كِتَابًا فِي قِرْطَاسٍ فَلَمَسُوهُ بِأَيْدِيهِمْ}
Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri. (Al-An'am: 7)Yakni mereka melihat turunnya kitab itu dengan mata kepala mereka sendiri, lalu mereka memegangnya.
{لَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلا سِحْرٌ مُبِينٌ}
tentulah orang-orang yang kafir itu berkata, "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.” (Al-An'am: 7)Hal ini semakna dengan apa yang diberitakan oleh Allah Swt. tentang kesombongan mereka terhadap hal-hal yang kongkret, yaitu melalui firman-Nya:
{وَلَوْ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَظَلُّوا فِيهِ يَعْرُجُونَ * لَقَالُوا إِنَّمَا سُكِّرَتْ أَبْصَارُنَا بَلْ نَحْنُ قَوْمٌ مَسْحُورُونَ}
Danjika seandainya Kami membutuhkan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, "Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir.” (Al-Hijr: 14-15)Dan sama dengan yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَإِنْ يَرَوْا كِسْفًا مِنَ السَّمَاءِ سَاقِطًا يَقُولُوا سَحَابٌ مَرْكُومٌ}
Jika mereka melihat sebagian dari langit gugur, mereka akan mengatakan, "Itu adalah awan yang bertindih-tindih.” (At-Tur: 44)Firman Allah Swt.:
{وَقَالُوا لَوْلا أُنزلَ عَلَيْهِ مَلَكٌ}
Dan mereka berkata, "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) malaikat?” (Al-An'am: 8)Yakni sebagai juru pemberi peringatan bersamanya. Maka Allah menjawab melalui firman-Nya:
{وَلَوْ أَنزلْنَا مَلَكًا لَقُضِيَ الأمْرُ ثُمَّ لَا يُنْظَرُونَ}
Dan kalau Kami turunkan (kepadanya) malaikat, tentu selesailah urusan itu, kemudian mereka tidak diberi tangguh (sedikit pun). (Al-An'am: 8)Yakni seandainya diturunkan malaikat kepadanya untuk mereka, niscaya akan datang kepada mereka azab dari Allah, seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya yang lain:
{مَا نُنزلُ الْمَلائِكَةَ إِلا بِالْحَقِّ وَمَا كَانُوا إِذًا مُنْظَرِينَ}
Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh. (Al-Hijr: 8)Juga seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
يَوْمَ يَرَوْنَ الْمَلائِكَةَ لَا بُشْرَى يَوْمَئِذٍ لِلْمُجْرِمِينَ
Pada hari mereka melihat malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa. (Al-Furqan: 22), hingga akhir ayat.Mengenai firman Allah Swt.:
{وَلَوْ جَعَلْنَاهُ مَلَكًا لَجَعَلْنَاهُ رَجُلا وَلَلَبَسْنَا عَلَيْهِمْ مَا يَلْبِسُونَ}
Dan kalau Kami jadikan rasul itu seorang malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa seorang laki-laki; dan (kalau Kami jadikan dia berupa seorang laki-laki), tentulah Kami meragu-ragukan atas mereka apa yang mereka ragu-ragukan
atas diri mereka sendiri (Al-An'im: 9)Yakni seandainya Kami turunkan bersama dengan rasul manusia seorang rasul malaikat. Dengan kata lain, seandainya Kami kirimkan kepada manusia seorang rasul dari malaikat,
niscaya dia berupa seorang laki-laki agar mereka dapat berkomunikasi dengannya dan mengambil manfaat darinya. Dan seandainya memang demikian, niscaya perkaranya akan meragukan mereka,
sebagaimana mereka pun ragu terhadap diri mereka sendiri dalam menerima rasul manusia. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{قُلْ لَوْ كَانَ فِي الأرْضِ مَلائِكَةٌ يَمْشُونَ مُطْمَئِنِّينَ لَنزلْنَا عَلَيْهِمْ مِنَ السَّمَاءِ مَلَكًا رَسُولا}
Katakanlah, "Kalau sekiranya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai penghuni di bumi, niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka seorang malaikat menjadi rasul " (Al-Isra: 95) Maka merupakan rahmat Allah Swt.
kepada makhluk-Nya. Dia mengutus kepada setiap jenis makhluk, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, agar dia dapat menyeru mereka dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengambil manfaat darinya dalam berkomunikasi dan
bertanya jawab. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain:
{لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ}
Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah dan membersihkan
(jiwa) mereka. (Ali Imran: 164), hingga akhir ayat.Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa seandainya datang kepada mereka seorang malaikat, maka tidaklah dia mendatangi mereka
melainkan dalam bentuk (rupa) seorang laki-laki. Karena sesungguhnya mereka tidak akan dapat melihat malaikat dalam bentuk aslinya, mengingat malaikat diciptakan dari nur (cahaya).
{وَلَلَبَسْنَا عَلَيْهِمْ مَا يَلْبِسُونَ}
Apa yang mereka ragukan atas diri mereka sendiri. (Al-An'am: 9)Yakni niscaya Kami membingung-bingungkan atas mereka apa yang mereka bingung-bingungkan atas diri mereka sendiri. Menurut Al-Walibi, makna ayat ialah dan tentulah Kami meragu-ragukan atas mereka.Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ}
Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan (azab) olok-olokan mereka. (Al-An'am: 10)Makna ayat ini mengandung hiburan
yang ditujukan kepada Nabi Saw. dalam menghadapi reaksi kaumnya yang mendustakannya. Juga mengandung janji baginya dan bagi orang-orang yang beriman kepadanya, bahwa akan diperoleh kemenangan akibat yang baik di dunia dan akhirat.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ}
Katakanlah, "Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu!" (Al-An'am: 11)Yakni pikirkanlah oleh kalian sendiri dan lihatlah apa yang telah ditimpakan oleh Allah terhadap
generasi-generasi terdahulu, yaitu mereka yang mendustakan rasul-rasul-Nya dan mengingkarinya. Mereka ditimpa oleh azab, pembalasan, dan siksaan di dunia, di samping azab pedih yang telah menunggu mereka di hari kemudian. Dan bagaimanakah
kami selamatkan rasul-rasul Kami beserta hamba-hamba Kami yang mukmin.
Surat Al-Anam |6:8|
وَقَالُوا لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ مَلَكٌ ۖ وَلَوْ أَنْزَلْنَا مَلَكًا لَقُضِيَ الْأَمْرُ ثُمَّ لَا يُنْظَرُونَ
wa qooluu lau laaa unzila 'alaihi malak, walau anzalnaa malakal laqudhiyal-amru ṡumma laa yunzhoruun
Dan mereka berkata, "Mengapa tidak diturunkan malaikat kepadanya (Muhammad)?" Jika Kami turunkan malaikat (kepadanya), tentu selesailah urusan itu, tetapi mereka tidak diberi penangguhan (sedikit pun).
And they say, "Why was there not sent down to him an angel?" But if We had sent down an angel, the matter would have been decided; then they would not be reprieved.
(Dan mereka berkata, "Mengapa tidak) kenapa tidak (diturunkan kepadanya) kepada Nabi Muhammad saw. (seorang malaikat") yang membenarkannya (dan kalau Kami turunkan kepadanya seorang malaikat)
sebagaimana yang telah mereka minta, niscaya mereka tidak akan beriman (tentu selesailah urusan itu) dengan binasanya mereka (kemudian mereka tidak ditangguhkan)
tidak diberi kesempatan untuk bertobat atau minta ampunan, seperti yang telah dilakukan oleh Allah terhadap orang-orang sebelum mereka, yaitu di kala permintaan mereka dikabulkan, kemudian mereka tidak juga mau beriman.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anam | 6 : 8 |
Penjelasan ada di ayat 7
Surat Al-Anam |6:9|
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ مَلَكًا لَجَعَلْنَاهُ رَجُلًا وَلَلَبَسْنَا عَلَيْهِمْ مَا يَلْبِسُونَ
walau ja'alnaahu malakal laja'alnaahu rojulaw wa lalabasnaa 'alaihim maa yalbisuun
Dan sekiranya rasul itu Kami jadikan (dari) malaikat, pastilah Kami jadikan dia (berwujud) laki-laki, dan (dengan demikian) pasti Kami akan menjadikan mereka tetap ragu sebagaimana kini mereka ragu.
And if We had made him an angel, We would have made him [appear as] a man, and We would have covered them with that in which they cover themselves.
(Dan kalau Kami jadikan rasul itu) yang diutus untuk mereka (seorang malaikat, tentulah Kami jadikan dia) artinya malaikat itu berupa (seorang laki-laki) artinya berbentuk seorang laki-laki supaya mereka bisa melihatnya,
sebab manusia itu tidak akan kuat untuk melihat malaikat (dan) seandainya Kami menurunkannya lalu menjadikannya sebagai seorang laki-laki (niscaya akan Kami serupakan) Kami miripkan
(atas mereka apa yang membuat mereka ragu) terhadap diri mereka, sebab mereka pasti mengatakan bahwa malaikat ini tidak lain kecuali seorang manusia seperti kamu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anam | 6 : 9 |
Penjelasan ada di ayat 7
Surat Al-Anam |6:10|
وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
wa laqodistuhzi`a birusulim ming qoblika fa ḥaaqo billażiina sakhiruu min-hum maa kaanuu bihii yastahzi`uun
Dan sungguh, beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) telah diperolok-olokkan sehingga turunlah azab kepada orang-orang yang mencemoohkan itu sebagai balasan olok-olokan mereka.
And already were messengers ridiculed before you, but those who mocked them were enveloped by that which they used to ridicule.
(Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu) ungkapan ini mengandung makna yang menghibur hati Nabi saw.
(maka datanglah) turunlah (kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka sebagai akibat dari apa yang mereka perolok-olokkan) yang berupa azab;
demikian pula siksaan itu akan menimpa orang-orang yang memperolok-olokkan kamu.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anam | 6 : 10 |
Penjelasan ada di ayat 7
Surat Al-Anam |6:11|
قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
qul siiruu fil-ardhi ṡummanzhuruu kaifa kaana 'aaqibatul-mukażżibiin
Katakanlah (Muhammad), "Jelajahilah bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu."
Say, "Travel through the land; then observe how was the end of the deniers."
(Katakanlah) kepada mereka ("Berjalanlah di muka bumi kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan.") rasul-rasul itu; yaitu kebinasaan mereka karena tertimpa azab,
supaya orang-orang yang memperolok-olokkanmu itu mengambil pelajaran darinya.
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anam | 6 : 11 |
Penjelasan ada di ayat 7
Surat Al-Anam |6:12|
قُلْ لِمَنْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ قُلْ لِلَّهِ ۚ كَتَبَ عَلَىٰ نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ ۚ لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ ۚ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
qul limam maa fis-samaawaati wal-ardh, qul lillaah, kataba 'alaa nafsihir-roḥmah, layajma'annakum ilaa yaumil-qiyaamati laa roiba fiih, allażiina khosiruuu anfusahum fa hum laa yu`minuun
Katakanlah (Muhammad), "Milik siapakah apa yang di langit dan di bumi?" Katakanlah, "Milik Allah." Dia telah menetapkan (sifat) kasih sayang pada diri-Nya. Dia sungguh akan mengumpulkan kamu pada hari Kiamat yang tidak diragukan lagi. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman.
Say, "To whom belongs whatever is in the heavens and earth?" Say, "To Allah." He has decreed upon Himself mercy. He will surely assemble you for the Day of Resurrection, about which there is no doubt. Those who will lose themselves [that Day] do not believe.
(Katakanlah, "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi" Katakanlah, "Kepunyaan Allah.") jika mereka tidak mengatakannya dan tidak ada jawaban lain kecuali itu.
(Dia telah memastikan) telah menetapkan (atas diri-Nya kasih sayang) sebagai kemurahan dari-Nya. Ungkapan ini mengandung seruan yang lembut untuk mengajak mereka agar beriman
(Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat) untuk membalas kamu atas perbuatan-perbuatan kamu (tidak ada keraguan) kebimbangan (terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya)
karena mereka menjerumuskan dirinya ke dalam siksaan. Alladziina adalah mubtada sedangkan khabarnya ialah (mereka itu tidak beriman).
Tafsir Ibnu Katsir | Al-Anam | 6 : 12 |
Tafsir ayat 12-16
Allah Swt. memberitahukan bahwa diri-Nyalah yang memiliki langit dan bumi serta semua makhluk yang ada pada keduanya, dan bahwa Dia telah menetapkan kasih sayang atas diri-Nya Yang Mahasuci. Seperti yang telah disebutkan
di dalam kitab Sahihain melalui jalur Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ لَمَّا خَلَقَ الخَلْق كَتَبَ كِتَابًا عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ، إِنَّ رَحْمَتِي تَغْلِبُ غَضَبِي"
Sesimgguhnya Allah, setelah selesai menciptakan makhluk, maka Dia menulis di dalam kitab yang ada di sisi-Nya di atas 'Arasy, "Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku.”Firman Allah Swt:
{لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ}
Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kalian pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. (Al-An'am: 12)Huruf lam yang terdapat pada lafaz layajma'annakum merupakan pendahuluan dari qasam (sumpah).
Allah bersumpah dengan menyebut nama diri-Nya Yang Mahamulia, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menghimpun semua hamba-Nya di waktu tertentu pada hari yang dikenal. Yaitu hari kiamat yang tiada keraguan padanya,
yakni yang keberadaannya tidak diragukan lagi di kalangan hamba-hamba-Nya yang mukmin. Adapun hamba-hamba Allah yang ingkar dan mendustakannya, mereka tenggelam ke dalam keraguannya tentang kejadian hari tersebut.
قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه عِنْدَ تَفْسِيرِ هَذِهِ الْآيَةِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عُقْبَة، حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا مِحْصَن بْنُ عقْبَة الْيَمَانِيُّ، عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ شَبِيب، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حَاضِرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْوُقُوفِ بَيْنَ يَدَيْ رَبِّ الْعَالَمِينَ، هَلْ فِيهِ مَاءٌ؟ قَالَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بيَدِه، إِنَّ فِيهِ لَمَاءً، إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَيَرِدُونِ حِياضَ الْأَنْبِيَاءِ، ويَبْعَثُ اللَّهُ تَعَالَى سَبْعِينَ أَلْفَ مَلَكٍ فِي أَيْدِيهِمْ عِصِيّ مِنْ نَارٍ، يَذُودون الْكُفَّارَ عَنْ حِيَاضِ الْأَنْبِيَاءِ".
Ibnu Murdawaih mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Ahmad ibnu Uqbah, telah menceritakan kepada kami
Abbas ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhsan ibnu Atabah Al-Yamani, dari Az-Zubair ibnu Syabib, dari Usman ibnu Hadir, dari Ibnu Abbas yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai wuquf di hadapan Tuhan semesta alam, "Apakah di tempat itu terdapat air?" Maka Rasulullah Saw. menjawab: Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan kekuasaan-Nya, sesungguhnya
di tempat itu benar-benar ada air. Dan sesungguhnya kekasih-kekasih Allah benar-benar mendatangi telaga-telaga para nabi. Dan Allah memerintahkan kepada tujuh puluh ribu malaikat yang di tangan mereka tergenggam tongkat-tongkat
dari api untuk mengusir orang-orang kafir dari telaga-telaga para nabi itu.Hadis ini berpredikat garib. Menurut yang ada pada Imam Turmuzi disebutkan seperti berikut:
"إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوْضًا، وَإِنَّهُمْ يَتَبَاهَوْنَ أَيُّهُمْ أَكْثَرُ وَارِدَةً، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ وَارِدَةً
Sesungguhnya setiap nabi itu mempunyai telaga, dan aku berharap telaga milikku adalah yang paling banyak didatangi mereka.Firman Allah Swt.:
{الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ}
Orang-orang yang merugikan dirinya. (Al-An'am: 12) Yakni kelak di hari kiamat.
{فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ}
Mereka itu tidak beriman. (Al-An'am: 12)Yakni mereka tidak percaya dengan adanya hari kembali dan mereka tidak takut akan adanya pembalasan yang keras di hari itu. Kemudian berfirman:
{وَلَهُ مَا سَكَنَ فِي اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ}
Dan kepunyaan-Nyalah segala yang ada pada malam dan siang hari. (Al-An'am: 13)Dengan kata lain, semua makhluk hidup yang ada di langit dan di bumi adalah hamba-hamba Allah dan makhluk-Nya; semuanya berada di bawah kekuasaan, pengaturan, dan pengendalian-Nya, tidak ada Tuhan selain Dia.
{وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}
Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 13)Yakni Maha Mendengar semua ucapan hamba-hamba-Nya, lagi Maha Mengetahui semua gerakan, semua yang terpendam di dalam kalbu mereka,
dan semua yang mereka rahasiakan.Kemudian Allah Swt. berfirman kepada hamba dan Rasul-Nya —yaitu Nabi Muhammad Saw.—yang diutusnya dengan membawa ajaran tauhid yang agung dan syariat yang lurus.Allah memerintahkannya untuk
menyeru manusia ke jalan Allah yang lurus. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Katakanlah "Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi?” (Al-An'am: 14)Ayat ini semakna dengan firman-Nya:
{قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ}
Katakanlah, "Maka apakah kalian menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?” (Az-Zumar: 64)Makna yang dimaksudi ialah 'aku tidak akan menjadikan pelindung selain Allah semata,
tiada sekutu bagi-Nya, karena sesungguhnya Dialah Yang menciptakan langit dan bumi dan yang mengadakan keduanya tanpa contoh lebih dahulu'.
{وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ}
Padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan. (Al-An'am: 14)Yakni Dialah Yang memberi rezeki kepada makhluk-Nya, padahal Dia tidak memerlukan mereka, karena Allah Swt. telah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Az-Zariyat: 56)Sebagian ulama ada yang membaca ayat ini dengan bacaan berikut, yaitu:
{وَهُوَ يُطْعِمُ وَلَا يَطْعَمُ}
Padahal Dia memberi makan dan tidak pernah makan.Yakni Dia tidak pernah makan.
وَفِي حَدِيثِ سُهَيْل بْنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: دَعَا رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ مِنْ أَهْلِ قُبَاءٍ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَانْطَلَقْنَا مَعَهُ، فَلَمَّا طَعِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَسَلَ يديه قال: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي يُطعِم وَلَا يَطْعَم، ومَنَّ عَلَيْنَا فَهَدَانَا، وَأَطْعَمَنَا وسَقانا وَكُلَّ بَلاء حَسَن أَبَلَانَا، الْحَمْدُ لِلَّهِ غَيْرِ مُودّع وَلَا مكافَأ وَلَا مَكْفُورٍ وَلَا مُسْتَغْنًى عَنْهُ، الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا مِنَ الطَّعَامِ، وَسَقَانَا مِنَ الشَّرَابِ، وَكَسَانَا مِنَ الْعُرْيِ، وَهَدَانَا مِنَ الضَّلَالِ، وبَصَّرنا مِنَ العَمَى، وفَضَّلنا عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلًا الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ"
Di dalam hadis Suhail ibnu Abu Saleh dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a., disebutkan bahwa pernah seorang Ansar dari kalangan penduduk Quba mengundang Nabi Saw. ke suatu jamuan makan yang dibuatnya,
maka kami berangkat bersama Nabi Saw. untuk memenuhi undangannya. Setelah Nabi Saw. selesai makan dan mencuci kedua tangannya, maka Nabi Saw. membaca doa berikut: Segala puji bagi Allah Yang telah memberi makan
dan tidak pernah makan, telah memberikan anugerah kepada kami hingga kami mendapat petunjuk, telah memberi kami makan dan minum, dan telah memberi kami pakaian hingga tidak telanjang, dan semua ujian baik yang Dia timpakan
kepada kami. Segala puji bagi Allah dengan tidak meninggalkan Tuhanku, tidak merasa cukup, tidak ingkar, dan tidak dapat lepas dari-Nya. Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan memberi kami minum,
memberi kami pakaian hingga tidak telanjang, memberi kami petunjuk dari kesesatan, memberi kami penglihatan dari kebutaan, dan mengutamakan kami di atas kebanyakan makhluk yang telah diciptakan-Nya dengan keutamaan yang sesungguhnya;
segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.Firman Allah Swt.:
{قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ}
Katakanlah, "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya aku menjadi orang yang pertama sekali berserah diri (kepada Allah)." (Al-An'am: 14)Yakni dari kalangan umat ini.
{قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ}
dan jangan sekali-kali kalian termasuk golongan orang-orang musyrik. Katakanlah, "Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar, jika aku mendurhakai Tuhanku.” (Al-An'am: 14-15)Yakni kelak di hari kiamat.
{مَنْ يُصْرَفْ عَنْهُ}
Barang siapa dijauhkan azab darinya. (Al-An'am: 16) Yakni azab dipalingkan atau dijauhkan darinya.
{يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمَهُ}
pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberikan rahmat kepadanya. (Al-An'am: 16)Yakni berkat rahmat Allah kepadanya.
{وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْمُبِينُ}
Dan itulah keberuntungan yang nyata. (Al-An'am: 16) Ayat ini semakna dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
{فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ}
Barang siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. (Ali Imran: 185)Yang dimaksud dengan istilah al-fauz ialah memperoleh keuntungan dan tidak rugi.