Juz 22

Surat Al-Ahzab |33:31|

وَمَنْ يَقْنُتْ مِنْكُنَّ لِلَّهِ وَرَسُولِهِ وَتَعْمَلْ صَالِحًا نُؤْتِهَا أَجْرَهَا مَرَّتَيْنِ وَأَعْتَدْنَا لَهَا رِزْقًا كَرِيمًا

wa may yaqnut mingkunna lillaahi wa rosuulihii wa ta'mal shooliḥan nu`tihaa ajrohaa marrotaini wa a'tadnaa lahaa rizqong kariimaa

Dan barang siapa di antara kamu (istri-istri Nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan kebajikan, niscaya Kami berikan pahala kepadanya dua kali lipat dan Kami sediakan rezeki yang mulia baginya.

And whoever of you devoutly obeys Allah and His Messenger and does righteousness - We will give her her reward twice; and We have prepared for her a noble provision.

Tafsir
Jalalain

(Dan barang siapa yang tetap taat) tetap setia (di antara kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dua kali lipat)

dua kali lipat pahala yang diterima oleh wanita-wanita yang taat selain kalian. Dan menurut suatu qiraat lafal Ta'malu dan Nu'tihaa dibaca Ya'malu dan Yu'tihaa (dan Kami sediakan baginya rezeki yang mulia) di surga sebagai tambahan pahalanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 31 |

Selanjutnya Allah menyebutkan keadilan dan kemurahan-Nya melalui firman-Nya: <>

{وَمَنْ يَقْنُتْ مِنْكُنَّ لِلَّهِ وَرَسُولِهِ}


Dan barang siapa di antara kamu sekalian (istri-istri Nabi) taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 31) Al-qunut artinya taat, yakni taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta tunduk patuh.


{نُؤْتِهَا أَجْرَهَا مَرَّتَيْنِ وَأَعْتَدْنَا لَهَا رِزْقًا كَرِيمًا}


niscaya Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezeki yang mulia. (Al-Ahzab: 31) Yakni di dalam surga nanti, sesungguhnya mereka kelak berada di tempat-tempat kediaman Rasulullah Saw.

di surga yang tertinggi, berada di atas semua tempat semua makhluk di surga. Tempat tersebut dinamakan Al-Wasilah, yang merupakan tempat tertinggi di dalam surga sebagai tempat yang paling dekat dengan 'Arasy.

Surat Al-Ahzab |33:32|

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا

yaa nisaaa`an-nabiyyi lastunna ka`aḥadim minan-nisaaa`i inittaqoitunna fa laa takhdho'na bil-qouli fa yathma'allażii fii qolbihii marodhuw wa qulna qoulam ma'ruufaa

Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah-lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.

O wives of the Prophet, you are not like anyone among women. If you fear Allah, then do not be soft in speech [to men], lest he in whose heart is disease should covet, but speak with appropriate speech.

Tafsir
Jalalain

(Hai istri-istri Nabi! Kamu sekalian tidaklah seperti seseorang) yakni segolongan (di antara wanita yang lain, jika kalian bertakwa) kepada Allah, karena sesungguhnya kalian adalah wanita-wanita yang agung.

(Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara) dengan kaum laki-laki (sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya) yakni perasaan nifaq (dan ucapkanlah perkataan yang baik) dengan tanpa tunduk.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 32 |

Tafsir ayat 32-34

Apa yang disebutkan dalam ayat-ayat ini merupakan etika-etika yang dianjurkan oleh Allah Swt. kepada istri-istri Nabi Saw., sedangkan kaum wanita umatnya mengikut mereka dalam hal ini. Untuk itu Allah Swt. berfirman

kepada istri-istri Nabi Saw., bahwasanya apabila mereka bertakwa kepada Allah Swt. sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh-Nya kepada mereka, maka sesungguhnya tiada seorang wanita pun yang setara dengan mereka

dan tiada seorang wanita pun yang dapat menyusul keutamaan dan kedudukan mereka. Dalam firman selanjutnya Allah Swt. menyebutkan:


{فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ}


Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara. (Al-Ahzab: 32) As-Saddi dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka istri-istri Nabi Saw. tidak boleh bertutur kata dengan nada lemah lembut jika berbicara dengan lelaki. Alasannya disebutkan dalam firman selanjutnya:


{فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ}


sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya. (Al-Ahzab: 32) Yaitu rasa khianat dalam hatinya.


{وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا}


dan ucapkanlah perkataan yang baik. (Al-Ahzab: 32) Ibnu Zaid mengatakan, makna yang dimaksud ialah ucapan yang baik, pantas, lagi tegas. Dengan kata lain, seorang wanita itu bila berbicara dengan lelaki lain hendaknya

tidak memakai nada suara yang lemah lembut. Yakni janganlah seorang wanita berbicara dengan lelaki lain dengan perkataan seperti dia berbicara kepada suaminya sendiri. Firman Allah Swt.:


{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ}


dan hendaklah kamu tetap di rumahmu. (Al-Ahzab: 33) Maksudnya, diamlah kamu di rumahmu dan janganlah keluar rumah kecuali karena suatu keperluan. Termasuk keperluan yang diakui oleh syariat ialah menunaikan salat berjamaah di masjid berikut semua persyaratan¬nya,sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Saw.:


"لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ، وَلْيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلات" وَفِي رِوَايَةٍ: "وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ"


Janganlah kalian melarang hamba-hamba perempuan Allah dari masjid-masjid-Nya, dan hendaklah mereka keluar dalam keadaan berpakaian yang tertutup rapi. Menurut riwayat lain disebutkan: Tetapi rumah-rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدة حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ الْكَلْبِيُّ، رَوْحُ بْنُ الْمُسَيَّبِ ثِقَةٌ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: جِئْنَ النِّسَاءُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِالْفَضْلِ وَالْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى، فَمَا لَنَا عَمَلٌ نُدْرِكُ بِهِ عَمَلَ الْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَعَدَ -أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا -مِنْكُنَّ فِي بَيْتِهَا فَإِنَّهَا تُدْرِكُ عَمَلَ الْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"


Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Mas'adah, telah menceritakan kepada kami Abu Raja Al-Kalbi alias Rauh ibnul Musayyab seorang yang siqah, telah men¬ceritakan kepada kami

Sabit Al-Bannani, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa kaum wanita datang menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, kaum lelaki pergi dengan memborong keutamaan dan pahala berjihad di jalan Allah,

sedangkan kami kaum wanita tidak mempunyai amal yang dapat menandingi amal kaum Mujahidin di jalan Allah." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa di antara kalian (kaum wanita) yang duduk —atau kalimat yang semakna—

di dalam rumahnya, maka sesungguhnya dia dapat memperoleh amal yang sebanding dengan amal kaum Mujahid di jalan Allah. Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui ada seseorang yang meriwayatkan hadis ini

melalui Sabit Al-Bannani selain Rauh ibnul Musayyab, dia adalah seorang lelaki dari kalangan ulama Basrah yang cukup terkenal."


قَالَ الْبَزَّارُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّق، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنِ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ بروْحَة رَبِّهَا وَهِيَ فِي قَعْر بَيْتِهَا".


Al-Bazzar mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Muwarraq, dari Abdul Ahwas,

dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya (tubuh) wanita itu adalah aurat. Maka apabila wanita itu keluar, setan datang menyambutnya. Dan tempat yang paling dekat bagi wanita

kepada rahmat Tuhannya ialah bila ia berada di dalam rumahnya. Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Bandar, dari Amr ibnu Asim dengan sanad dan lafaz yang semisal.

Al-Bazzar telah meriwayatkannya pula berikut sanad seperti sebelumnya —demikian juga Imam Abu Daud— bersumber dari Nabi Saw. yang telah bersabda:


"صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي مَخْدعِها أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا"


Salat wanita di dalam tempat tidurnya lebih baik daripada salatnya di dalam rumahnya, dan salatnya di dalam rumahnya lebih baik daripada salatnya di dalam kamarnya. Sanad hadis ini jayyid (baik). Firman Allah Swt.:


{وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى}


dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (Al-Ahzab: 33) Mujahid mengatakan bahwa dahulu di masa Jahiliah wanita bila keluar berjalan di depan kaum pria, maka itulah yang dinamakan

tingkah laku Jahiliah. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (Al-Ahzab: 33) Yakni bila kalian keluar dari rumah.

Dahulu wanita bila berjalan berlenggak-lenggok dengan langkah yang manja dan memikat, lalu Allah Swt. melarang hal tersebut. Muqatil telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah kamu berhias

dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (Al-Ahzab: 33) At-Tabarruj artinya mengenakan kain kerudung tanpa mengikatnya, kalau diikat dapat menutupi kalung dan anting-antingnya serta lehernya.

Jika tidak diikat, maka semuanya itu dapat kelihatan, yang demikian itulah yang dinamakan tabarruj. Kemudian khitab larangan ini berlaku menyeluruh buat semua kaum wanita mukmin.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Zuhair, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abul Furat, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ahmar,

dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a.Disebutkan bahwa Ibnu Abbas membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (Al-Ahzab: 33)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa munculnya tabarruj adalah di masa antara masa Nabi Nuh dan Nabi Idris, lamanya kurang lebih seribu tahun; itulah permulaannya. Sesungguhnya salah satu dari dua kabilah keturunan Adam

bertempat tinggal di daerah dataran rendah, sedangkan yang lainnya tinggal di daerah perbukitan. Tersebutlah bahwa kaum pria orang-orang yang tinggal di daerah pegunungan terkenal dengan ketampanannya,

sedangkan kaum wanitanya tidak cantik. Lain halnya dengan mereka yang tinggal di daerah perbukitan; kaum prianya bertampang jelek-jelek, sedangkan kaum wanitanya cantik-cantik. Lalu Iblis la'natull'ah mendatangi seorang lelaki

dari kalangan penduduk dataran rendah dalam rupa seorang pelayan, lalu ia menawarkan jasa pelayanan kepadanya, akhirnya si iblis menjadi pelayan lelaki itu. Kemudian iblis membuat suatu alat musik yang semisal dengan apa yang biasa

dipakai oleh para penggembala. Alat tersebut dapat mengeluarkan bunyi-bunyian yang sangat merdu dan belum pernah orang-orang di masa itu mendengarkan suara seindah itu. Ketika suara musik iblis itu sampai terdengar

oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, maka berdatanganlah mereka untuk mendengarkan suara musiknya. Lalu mereka membuat suatu hari raya setiap tahunnya, yang pada hari itu mereka berkumpul.

Pada saat itu kaum wanita mereka menampakkan dirinya kepada kaum prianya dengan memakai perhiasan dan tingkah laku Jahiliah. Begitu pula sebaliknya, kaum pria mereka berhias diri untuk kaum wanitanya pada hari raya itu.

Lalu ada seorang lelaki dari kalangan penduduk daerah pegunungan mendatangi hari raya mereka itu, dan ia melihat kaum wanita daerah dataran rendah cantik-cantik. Ia mem¬beritahukan hal itu kepada teman-temannya

di daerah pegunungan. Akhirnya mereka turun dari gunung dan bergaul dengan wanita daerah dataran rendah. Maka timbullah fahisyah (perbuatan zina) di kalangan mereka. Hal inilah yang dimaksudkan oleh Allah Swt.

dalam firman-Nya: dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (Al-Ahzab: 33) Adapun firman Allah Swt.:


{وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ}


dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 33) Pada mulanya Allah mencegah mereka dari perbuatan yang buruk, kemudian memerintahkan mereka kepada kebaikan seperti mendirikan salat

—yang artinya menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya— dan menunaikan zakat —yang artinya berbuat baik kepada makhluk—.


{وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ}


dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 33) Ini termasuk ke dalam Bab '"Atful 'Aam 'Alal Khas" Firman Allah Swt.:


{إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا}


Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) Teks ayat ini dengan jelas memasukkan istri-istri Nabi Saw. ke dalam pengertian ahlul bait,

karena merekalah yang menjadi latar belakang turunnya ayat ini. Subjek yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat sudah jelas termasuk di dalamnya sebagai suatu hal yang tak dapat dipungkiri lagi, tetapi pengertiannya adakalanya

menyangkut subjek belaka, atau beserta yang lainnya menurut pendapat yang sahih. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Ikrimah, bahwa ia pernah berseru di pasar sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah

bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) bahwa ayat ini secara khusus diturunkan berkenaan dengan istri-istri Nabi Saw.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Harb Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Waqid,

dari Yazid An-Nahwi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait. (Al-Ahzab: 33) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan

dengan istri-istri Nabi Saw. secara khusus.Ikrimah mengatakan, "Barang siapa yang ingin ber-mubahalah (bersumpah) denganku, aku layani. Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan istri-istri Nabi Saw.

dengan pengertian bahwa merekalah yang melatarbelakangi turunnya ayat ini, bukan yang lainnya, maka pendapatnya itu dapat dibenarkan. Tetapi jika makna yang dimaksudnya hanya menyangkut diri mereka tanpa melibatkan lainnya,

maka pendapatnya ini masih perlu diteliti. Karena sesungguhnya banyak hadis yang menyebutkan bahwa makna yang dimaksud dari ayat ini lebih umum daripada apa yang dikatakannya itu." Hadis pertama.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ، أَخْبَرَنَا عَلَيِّ بْنِ زَيْدٍ ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَمُرُّ بِبَابِ فَاطِمَةَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ إِذَا خَرَجَ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرَ يَقُولُ: "الصَّلَاةُ يَا أَهْلَ الْبَيْتِ، {إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا}


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Anas ibnu Malik r.a. yang telah mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw.

selalu melewati pintu rumah Fatimah r.a. selama enam bulan bila keluar menuju masjid untuk menunaikan salat Subuh seraya mengatakan: Salat, hai Ahlul Bait. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu,

hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Imam Turmuzi meriwayatkan melalui Abdu ibnu Humaid, dari Affan dengan sanad yang sama, dan ia mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Hadis lain.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ أَبِي إِسْحَاقَ، أَخْبَرَنِي أَبُو دَاوُدَ، عَنْ أَبِي الْحَمْرَاءِ قَالَ: رَابَطْتُ الْمَدِينَةَ سَبْعَةَ أَشْهُرٍ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم، [قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] إِذَا طَلَعَ الْفَجْرَ، جَاءَ إِلَى بَابِ عَلِيٍّ وَفَاطِمَةَ فَقَالَ: "الصَّلَاةَ الصَّلَاةَ {إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا}


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Abu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Abu Daud, dari Abul Hamra

yang menceritakan bahwa ia pernah ber-murabatah (ikatan dinas jihad) di Madinah selama tujuh bulan di masa Rasulullah Saw. Selama itu ia melihat Rasulullah Saw. apabila fajar subuh menyingsing keluar menuju ke pintu rumah Ali

dan Fatimah r.a., lalu bersabda: Salat, salat, sesungguhnya Allah bermaksud hendak meng¬hilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Abu Daud Al-A'ma adalah Nafi' ibnul Haris, seorang yang dikenal pendusta dalam periwayatan hadis. Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُصْعَبٍ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنَا شَدَّادٌ أَبُو عَمَّارٍ قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ وَعِنْدَهُ قَوْمٌ، فَذَكَرُوا عَلِيًّا، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَلِمَا قَامُوا قَالَ لِي: أَلَا أُخْبِرُكَ بِمَا رَأَيْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ اللَّهَ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قُلْتُ: بَلَى. قَالَ: أَتَيْتُ فَاطِمَةَ أَسْأَلُهَا عَنْ عَلِيٍّ فَقَالَتْ: تَوَجه إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَلَسْتُ أَنْتَظِرُهُ حَتَّى جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَعَهُ عَلِيٌّ وَحَسَنٌ وَحُسَيْنٌ، آخِذٌ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِهِ حَتَّى دَخَلَ، فَأَدْنَى عَلِيًّا وَفَاطِمَةَ وَأَجْلَسَهُمَا بَيْنَ يَدَيْهِ، وَأَجْلَسَ حَسَنًا وَحُسَيْنًا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى فَخِذِهِ، ثُمَّ لفَّ عَلَيْهِمْ ثَوْبَهُ -أَوْ قَالَ: كِسَاءَهُ -ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا} ، اللَّهُمَّ هَؤُلَاءِ أَهْلُ بَيْتِي، وَأَهْلُ بَيْتِي أَحَقُّ"،


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mus'ab, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepada kami Syaddad Abi Ammar yang telah menceritakan bahwa ia masuk ke dalam rumah

Wasilah ibnul Asqa' r.a. yang pada saat itu ia sedang berbicara dengan suatu kaum. Lalu mereka menceritakan perihal Ali r.a. Ternyata mereka mencacinya, lalu ia ikut mencacinya pula mengikuti mereka. Setelah mereka bubar

meninggalkan Wasilah, lalu Wasilah bertanya kepadaku (perawi), "Mengapa engkau ikut mencaci Ali?" Aku menjawab, "Aku lihat mereka mencacinya, maka aku ikut mencacinya bersama mereka."

Wasilah bertanya, "Maukah aku ceritakan kepadamu apa yang pernah kulihat dari Rasulullah Saw.?" Aku menjawab, "Tentu saja aku mau." Wasilah menceritakan pengalamannya, bahwa ia pernah datang kepada Fatimah r.a.

menanyakan sahabat Ali r.a. Fatimah menjawab bahwa Ali sedang pergi menemui Rasulullah Saw. Aku (perawi) menunggunya hingga Rasulullah Saw. datang dengan ditemani oleh Ali, Hasan, dan Husain radiyallahu 'anhum;

masing-masing dari mereka saling berpegangan tangan. Kemudian Rasulullah Saw. masuk dan mendekatkan Ali dan Fatimah, lalu mendudukkan keduanya di hadapannya. Beliau memangku Hasan dan Husain, masing-masing

pada salah satu pahanya. Sesudah itu beliau Saw. melilitkan kain atau jubahnya kepada mereka dan membaca ayat berikut, yaitu firman Allah Swt.: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait,

dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) Lalu beliau Saw. berkata dalam doanya: Ya Allah, mereka ini adalah ahli baitku (keluargaku), dan ahli baitku lebih berhak.

Abu Ja'far ibnu Jarir telah meriwayatkannya dari Abdul Karim ibnu Abu Umair, dari Al-Walid ibnu Muslim, dari Abu Amr Al-Auza'i berikut sanadnya yang semisal, tetapi dalam riwayat ini ditambahkan bahwa Wasilah bertanya,

"Wahai Rasulullah, semoga Allah melimpahkan salawat-Nya kepadamu. Bagaimanakah dengan diriku, apakah termasuk ahli baitmu?" Rasulullah Saw. bersabda:


"وَأَنْتَ مِنْ أَهْلِي"


Dan engkaupun termasuk ahli baitku. Wasilah berkata, "Sesungguhnya hal ini merupakan apa yang selama ini aku dambakan dan kuharap-harapkan."


ثُمَّ رَوَاهُ أَيْضًا عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى بْنِ وَاصِلٍ، عَنِ الْفَضْلِ بْنِ دُكَيْن، عَنْ عَبْدِ السَّلَامِ بْنِ حَرْبٍ، عَنْ كُلْثُومِ الْمُحَارِبِيِّ، عَنْ شَدَّادِ أَبِي عَمَّارٍ قَالَ: إِنِّي لَجَالِسٌ عِنْدَ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ إذ ذكروا عليا فَشَتَمُوهُ، فَلَّمَا قَامُوا قَالَ: اجْلِسْ حَتَّى أُخْبِرُكَ عَنِ الَّذِي شَتَمُوهُ، إِنِّي عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَ عَلِيٌّ وَفَاطِمَةُ وَحَسَنٌ وَحُسَيْنٌ فَأَلْقَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ كِسَاءً لَهُ، ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ هَؤُلَاءِ أَهْلُ بَيْتِي، اللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيرًا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَأَنَا؟ قَالَ: "وَأَنْتَ" قَالَ: فَوَاللَّهِ إِنَّهَا لَأَوْثَقُ عَمَلِي عِنْدِي


Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya pula dari Abdul Ala ibnu Wasil, dari Al-Fadl ibnu Dakin, dari Abdus Salam ibnu Harb, dari Kalsum Al-Muharibi, dari Syaddad ibnu Abu Ammar yang telah menceritakan bahwa pada suatu hari ia duduk

di hadapan Wasilah ibnul Asqa' ketika mereka sedang memperbincangkan sahabat Ali r.a., lalu mereka mencaci Ali. Setelah mereka pergi, Wasilah berkata kepadanya, memerintah¬kannya untuk duduk dan jangan pergi sebelum mendengar

cerita tentang orang (Ali) yang baru saja mereka caci. Wasilah ibnul Asqa' menceritakan, pada suatu hari ia berada di rumah Rasulullah Saw. Tiba-tiba datanglah Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain radiyallahu 'anhum. Lalu Rasulullah Saw.

menutupi mereka dengan kain jubahnya dan berdoa: Ya Allah, mereka ini adalah ahli baitku. Ya Allah, lenyapkanlah dosa-dosa dari mereka dan bersihkanlah diri mereka sebersih-bersihnya. Aku (Wasilah) bertanya, "Wahai Rasulullah,

bagaimanakah denganku?" Rasulullah Saw. bersabda, "Engkau juga (termasuk ahli baitku)" Wasilah ibnul Asqa' mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya hal ini merupakan amal yang paling kujadikan pegangan bagiku." Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ، عَنْ عَطَاءٍ بن أبي رَبَاحٍ، حَدَّثَنِي مِنْ سَمِعَ أُمَّ سَلَمَةَ تَذْكُرُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي بَيْتِهَا، فَأَتَتْهُ فَاطِمَةُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، بِبُرْمَةٍ فِيهَا خَزيرة، فَدَخَلَتْ بِهَا عَلَيْهِ فَقَالَ لَهَا: "ادْعِي زَوْجَكِ وَابْنَيْكِ". قَالَتْ: فَجَاءَ عَلِيٌّ وَحَسَنٌ وَحُسَيْنٌ فَدَخَلُوا عَلَيْهِ، فَجَلَسُوا يَأْكُلُونَ مِنْ تِلْكَ الْخَزِيرَةِ، وَهُوَ عَلَى منامةٍ لَهُ عَلَى دُكَّانٍ تَحْتَهُ كِسَاءٌ خَيْبَرِيٌّ، قَالَتْ: وَأَنَا فِي الْحُجْرَةِ أُصَلِّي، فَأَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، هَذِهِ الْآيَةَ: {إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا} . قَالَتْ: فَأَخَذَ فَضْلَ الْكِسَاءِ فَغَطَّاهُمْ بِهِ، ثُمَّ أَخْرَجَ يَدَهُ فَأَلْوَى بِهَا إِلَى السَّمَاءِ، ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ هَؤُلَاءِ أَهْلُ بَيْتِي وَخَاصَّتِي، فَأَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيرًا"، قَالَتْ: فَأَدْخَلْتُ رَأْسِي الْبَيْتَ، فَقُلْتُ: وَأَنَا مَعَكُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَقَالَ: "إِنَّكِ إِلَى خَيْرٍ، إِنَّكِ إِلَى خَيْرٍ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Ata ibnu Abu Rabah, telah menceritakan kepadaku seseorang yang mendengarnya

dari Ummu Kalsum r.a. saat ia menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. berada di dalam rumahnya, datanglah Fatimah r.a. dengan membawa sebaki makanan, lalu Fatimah langsung masuk menemui Nabi Saw. dengan membawa makanan itu.

Dan Nabi Saw. bersabda, "Panggillah suami dan kedua anakmu." Maka datanglah Ali, Hasan, dan Husain. Mereka langsung masuk menemui Nabi Saw., lalu duduk dan memakan makanan yang ada di dalam baki tersebut.

Saat itu Rasulullah Saw. duduk di atas tempat tidurnya yang beralaskan kain Khaibari. Ummu Salamah mengatakan bahwa saat itu ia sedang berada di dalam kamarnya mengerjakan salat, dan pada saat itu Allah menurunkan firman-Nya:

Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Nabi Saw. mengambil Iebihan

dari kain Khaibarinya itu dan menutupkannya kepada mereka berempat, kemudian beliau mengeluarkan tangannya dan menengadahkannya ke arah langit seraya berdoa: Ya Allah, mereka ini adalah ahli baitku dan keluarga khususku,

maka lenyapkanlah dosa-dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menyembulkan kepalanya dari kamar ke dalam ruangan rumah seraya berkata,

"Apakah aku juga bersama kalian, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya engkau berada dalam kebaikan, sesungguhnya engkau berada dalam kebaikan.

Di dalam sanad hadis ini terdapat seorang perawi yang tidak disebutkan namanya, dia adalah syekh (guru)nya Ata, sedangkan perawi lainnya semuanya berpredikat siqah (tepercaya). Hadis lain.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا مُصْعَبُ بْنُ الْمِقْدَامِ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ زَرْبِيٍّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عن أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: جَاءَتْ فَاطِمَةُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبُرْمَةٍ لَهَا قَدْ صَنَعَتْ فِيهَا عَصيدَة تَحْمِلُهَا عَلَى طَبَقٍ، فَوَضَعَتْهَا بَيْنَ يَدَيْهِ فَقَالَ: "أَيْنَ ابْنُ عَمِّكِ وَابْنَاكِ؟ " فَقَالَتْ: فِي الْبَيْتِ. فَقَالَ: "ادْعِيهِمْ". فَجَاءَتْ إِلَى عَلِيٍّ فَقَالَتْ: أجِبْ رَسُولَ اللَّهِ أَنْتَ وَابْنَاكَ. قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: فَلَمَّا رَآهُمْ مُقْبِلِينَ مدَّ يَدَهُ إِلَى كِسَاءٍ كَانَ عَلَى الْمَنَامَةِ، فَمَدَّهُ وَبَسَطَهُ، وَأَجْلَسَهُمْ عَلَيْهِ، ثُمَّ أَخَذَ بِأَطْرَافِ الْكِسَاءِ الْأَرْبَعَةِ بِشَمَالِهِ، فَضَمَّهُ فَوْقَ رُؤُوسِهِمْ، وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ الْيُمْنَى إِلَى رَبِّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، فَقَالَ: "اللَّهُمَّ، هَؤُلَاءِ أَهْلُ بَيْتِي، فَأَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيرًا".


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnul Miqdam, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Zurbi, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dari Ummu Salamah r.a.

yang menceritakan bahwa Fatimah r.a. datang menemui Rasulullah Saw. dengan membawa kiriman makanan yang diletakkannya di atas sebuah baki, lalu ia meletakkan makanan itu di hadapan Nabi Saw.

Maka beliau Saw. bertanya, "Di manakah anak pamanmu (maksudnya Ali) dan kedua putramu?" Fatimah r.a menjawab, "Di rumah." Nabi Saw. bersabda, "Panggillah mereka." Fatimah datang menjumpai Ali dan berkata,

"Engkau dan kedua putramu dipanggil oleh Rasulullah." Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa ketika Nabi Saw. melihat mereka datang, beliau menggelar kain kisa yang ada di atas peraduannya, lalu mempersilahkan

mereka duduk di atasnya. Setelah itu beliau mengambil keempat ujung kain itu dan menyatukannya di atas kepala mereka. Kain itu dipegangnya dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya ia tengadahkan ke arah langit seraya berdoa:

Ya Allah, mereka ini adalah ahli baitku, maka lenyapkanlah dosa-dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya. Jalur lain.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ حُمَيْدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْقُدُّوسِ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: ذَكَرْنَا عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ عِنْدَ أُمِّ سَلَمَةَ، فَقَالَتْ: فِي بَيْتِي نَزَلَتْ: {إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا} . قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلى بَيْتِي فَقَالَ: "لَا تَأْذَنِي لِأَحَدٍ". فَجَاءَتْ فَاطِمَةُ فِلَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أَحْجُبَهَا عَنْ أَبِيهَا. ثُمَّ جَاءَ الْحَسَنُ فِلَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أَحْجُبَهُ عَنْ أُمِّهِ وَجَدِّهِ، ثُمَّ جَاءَ الْحُسَيْنُ فِلَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أَحْجُبَهُ، ثُمَّ جَاءَ عَلِيٌّ فَلَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أَحْجُبَهُ، فَاجْتَمَعُوا فَجَلّلهم رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكِسَاءٍ كَانَ عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَؤُلَاءِ أَهْلُ بَيْتِي، فَأَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيرًا". فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ حِينَ اجْتَمَعُوا عَلَى الْبِسَاطِ. قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَأَنَا؟ قَالَتْ: فَوَاللَّهِ مَا أَنْعَمَ، وَقَالَ: "إِنَّكِ إِلَى خَيْرٍ"


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdul Quddus, dari Al-A'masy, dari Hakim ibnu Sa'd yang telah menceritakan bahwa kami memperbincangkan perihal

Ali ibnu Abu Talib r.a. di rumah Ummu Salamah r.a. Maka Ummu Salamah berkata bahwa ayat berikut diturunkan di rumahnya, yaitu firman Allah Swt.: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait,

dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah Saw. datang ke rumahnya, lalu bersabda, "Janganlah engkau beri izin seseorang pun masuk menemuiku."

Dan datanglah Fatimah r.a. sehingga aku tidak mampu mencegahnya untuk menemui ayahnya sendiri. Kemudian datang pula Al-Hasan r.a., dan aku tidak mampu mencegahnya untuk menemui kakek dan ibunya. Lalu datanglah Al-Husain,

aku pun tidak mampu menghalang-halanginya untuk menemui kakek dan ibunya. Terakhir datanglah Ali r.a., dan aku tidak mampu menghalang-halanginya untuk masuk. Akhirnya mereka berkumpul bersama Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw.

menghormati mereka dengan mempersilakan mereka duduk di atas hamparan kain kisanya, lalu beliau Saw. berdoa: Mereka ini adalah ahli baitku, maka lenyapkanlah dosa-dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya.

Lalu turunlah ayat ini, yaitu Al-Ahzab ayat 33, saat mereka berkumpul di atas kain yang dihamparkan oleh Nabi Saw. itu. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan diriku?'

Ummu Salamah berkata lagi, "Demi Allah, aku merasa tidak enak." Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya engkau berada dalam kebaikan."Jalur lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا عَوْفٌ، عَنْ أَبِي الْمُعَدِّلِ ، عَنْ عَطِيَّةَ الطُّفَاوِيّ، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ حَدَّثَتْهُ قَالَتْ: بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِي يَوْمًا إِذْ قَالَ الْخَادِمُ: إِنَّ فَاطِمَةَ وَعَلِيًّا بِالسُّدَّةِ قَالَتْ: فَقَالَ لِي: "قُومِي فَتَنَحي عَنْ أَهْلِ بَيْتِي". قَالَتْ: فَقُمْتُ فَتَنَحَّيْتُ فِي الْبَيْتِ قَرِيبًا، فَدَخَلَ عَلِيٌّ وَفَاطِمَةُ، وَمَعَهُمَا الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ، وَهُمَا صَبِيَّانِ صَغِيرَانِ، فَأَخَذَ الصَّبِيَّيْنِ فَوَضَعَهُمَا فِي حِجْرِهِ فقبَّلهما، وَاعْتَنَقَ عَلِيًّا بِإِحْدَى يَدَيْهِ وَفَاطِمَةَ بِالْيَدِ الْأُخْرَى، وقَبَّل فَاطِمَةَ وقَبَّل عَلِيًّا، وَأَغْدَقَ عَلَيْهِمْ خَميصَة سَوْدَاءَ وَقَالَ: "اللَّهُمَّ، إِلَيْكَ لَا إِلَى النَّارِ أَنَا وَأَهْلُ بَيْتِي". قَالَتْ: فَقُلْتُ: وَأَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْكَ. قَالَ: "وَأَنْتِ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Abul Ma'dal, dari Atiyyah At-Tafawi, dari ayahnya yang telah menceritakan, sesungguhnya Ummu Salamah

pernah bercerita kepadanya bahwa ketika Rasulullah Saw. berada di rumahnya pada suatu hari, tiba-tiba pelayan rumah berkata, "Sesungguhnya Fatimah dan Ali berada di depan pintu rumah." Ummu Salamah melanjutkan kisahnya,

bahwa lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Berdirilah kamu dan menjauhlah dari ahli baitku." Maka aku bangkit dan menjauh dengan duduk di suatu sudut di dalam rumahku.

Lalu masuklah Ali, Fatimah, disertai oleh Al-Hasan dan Al-Husain radiyallahu 'anhum yang saat itu keduanya masih kecil-kecil. Maka Nabi Saw. mengambil kedua anak itu, meletakkan keduanya di pangkuannya serta menciuminya.

Nabi Saw. memeluk Ali r.a. dengan salah satu tangannya, sedangkan tangannya yang lain memeluk Fatimah r.a. Nabi Saw. mencium Fatimah dan Ali, kemudian mengerudungi mereka dengan kain berwarna hitam dan berdoa: Ya Allah,

kembalikanlah kepada-Mu bukan ke neraka, aku dan ahli baitku ini. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah denganku?' Nabi Saw. bersabda, "Juga kamu." Jalur lain.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا [الْحَسَنُ بْنُ عَطِيَّةَ، حَدَّثَنَا] فُضَيْلِ بْنِ مَرْزُوقٍ، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ؛ أَنَّ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ فِي بَيْتِهَا: {إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا} قَالَتْ: وَأَنَا جَالِسَةٌ عَلَى بَابِ الْبَيْتِ فَقُلْتُ: يَا رسول اللَّهِ، ألستُ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ؟ فَقَالَ: "إِنَّكِ إِلَى خَيْرٍ، أَنْتِ مِنْ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ" قَالَتْ: وَفِي الْبَيْتِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلِيَّ، وَفَاطِمَةُ، وَالْحَسَنُ، وَالْحُسَيْنُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Marruq, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id, dari Ummu Salamah r.a.

yang telah menceritakan bahwa ayat ini diturunkan di rumahnya, yaitu firman Allah Swt.: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33)

Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa saat itu ia duduk di dekat pintu rumah, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah aku juga termasuk ahli baitmu?" Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya engkau berada dalam kebaikan,

engkau termasuk salah seorang dari istri-istri Nabi Saw. Ummu Salamah menceritakan bahwa di dalam rumah itu terdapat Rasulullah Saw., Ali, Fatimah, Al-Hasan, dan Al-Husain radiyallahu 'anhum. Jalur lain. diriwayatkan

oleh Ibnu Jarir pula melalui Abu Kuraib, dari Waki', dari Abdul Hamid ibnu Bahrain, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ummu Salamah dengan lafaz yang semisal. Jalur lain.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَد، حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ يَعْقُوبَ، حَدَّثَنِي هَاشِمُ بْنِ هَاشِمِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ أَبِي وَقَاصٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ وَهْبِ بْنِ زَمْعَة قَالَ: أَخْبَرَتْنِي أُمُّ سَلَمَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَعَ فَاطِمَةَ وَالْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ، ثُمَّ أَدْخَلَهُمْ تَحْتَ ثَوْبِهِ، ثُمَّ جَأَرَ إِلَى اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ قَالَ: "هَؤُلَاءِ أَهْلُ بَيْتِي". قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَدْخَلَنِي مَعَهُمْ. فَقَالَ: "أَنْتِ مِنْ أَهْلِي"


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Makhlad, telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepadaku

Hasyim ibnu Hasyim ibnu Atabah ibnu Abu Waqqas, dari Abdullah ibnu Wahb ibnu Zam'ah yang mengatakan bahwa Ummu Salamah pernah bercerita kepadanya,

"Sesungguhnya Rasulullah Saw. mengumpulkan Ali, Fatimah, Al-Hasan, dan Al-Husain radiyallahu 'anhum. Lalu memasukkan mereka di bawah kain bajunya, kemudian beliau Saw. berdoa kepada Allah Swt.

Sesudah itu beliau bersabda: 'Mereka inilah ahli baitku'. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia berkata meminta, "Wahai Rasulullah, masukkanlah diriku bersama mereka." Rasulullah Saw. bersabda:

Engkau termasuk salah seorang ahli baitku.

Jalur lain. diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Ahmad ibnu Muhammad At-Tusi, dari Abdur Rahman ibnu Saleh, dari Muhammad ibnu Sulaiman Al-Asbahani, dari Yahya ibnu Ubaid Al-Makki, dari Ata, dari Umar ibnu Abu Salamah, dari ibunya dengan lafaz yang semisal dengan hadis di atas.

Hadis lain.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ عَنْ زَكَرِيَّا، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ شَيْبَةَ، عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ قَالَتْ: قَالَتْ عَائِشَةُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذات غَدَاةٍ، وَعَلَيْهِ مِرْط مُرَحَّل مِنْ شَعْر أَسْوَدَ، فَجَاءَ الْحَسَنُ فَأَدْخَلَهُ مَعَهُ، ثُمَّ جَاءَ الْحُسَيْنُ فَأَدْخَلَهُ مَعَهُ، ثُمَّ جَاءَتْ فَاطِمَةُ فَأَدْخَلَهَا مَعَهُ، ثُمَّ جَاءَ عَلِيٌّ فَأَدْخَلَهُ مَعَهُ، ثُمَّ قَالَ: {إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا}


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bisyr, dari Zakaria, dari Mus'ab ibnu Syaibah, dari Safiyyah binti Syaibah yang menceritakan bahwa Siti Aisyah r.a. pernah bercerita, "Di suatu pagi hari Rasulullah Saw. keluar dengari mengenakan kain mirt berwarna hitam yang terbuat dari bulu domba.

Kemudian datanglah Al-Hasan r.a., maka beliau membawanya masuk, lalu datang pula Al-Husain r.a. dan beliau membawanya masuk. Kemudian datanglah Fatimah r.a., maka beliau membawanya masuk. Lalu datanglah Ali r.a., maka beliau membawanya masuk pula.

Setelah itu beliau membaca firman-Nya: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33)

Imam Muslim meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Muhammad ibnu Bisyr dengan sanad yang sama. Jalur lain.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا سُرَيج بْنُ يُونُسَ أَبُو الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ، عَنِ الْعَوَّامِ -يَعْنِي: ابْنَ حَوْشَب -عَنْ عمٍّ لَهُ قَالَ: دَخَلْتُ مَعَ أَبِي عَلَى عَائِشَةَ، فَسَأَلْتُهَا عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَتْ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: تَسْأَلُنِي عَنْ رَجُلٍ كَانَ مِنْ أَحَبِّ النَّاسِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَتْ تَحْتَهُ ابْنَتُهُ وَأَحَبُّ النَّاسِ إِلَيْهِ؟ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَا عَلِيًّا وَفَاطِمَةَ وَحَسَنًا وَحُسَيْنًا، فَأَلْقَى عَلَيْهِمْ ثَوْبًا فَقَالَ: "اللَّهُمَّ، هَؤُلَاءِ أَهْلُ بَيْتِي، فَأَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيرًا". قَالَتْ: فَدَنَوْتُ مِنْهُ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَأَنَا مِنْ أَهْلِ بَيْتِكَ؟ فَقَالَ: "تَنَحّي، فَإِنَّكِ عَلَى خَيْرٍ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnu Yunus Abul Haris, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid, dari Al-Awwam (yakni Ibnu Hausyab r.a.),

dari salah seorang anak pamannya yang telah menceritakan bahwa ia masuk bersama ayahnya menemui Siti Aisyah r.a., lalu bertanya tentang Ali r.a. kepadanya. Maka Siti Aisyah menjawab, "Engkau bertanya kepadaku

tentang seorang lelaki yang paling disukai oleh Rasulullah Saw. Istrinya adalah putri beliau dan paling dicintai olehnya?." Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa sesungguhnya ia pernah melihat Rasulullah Saw.

mengundang Ali, Fatimah, Al-Hasan, dan Al-Husain radiyallahu 'anhum, lalu beliau menutupi mereka dengan kainnya dan berdoa: Ya Allah, mereka adalah ahli baitku, maka lenyapkanlah dosa-dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka

sebersih-bersihnya. Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia mendekati mereka dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku pun termasuk ahli baitmu." Rasulullah Saw. bersabda: Menjauhlah engkau, sesungguhnya engkau berada dalam kebaikan.Hadis lain.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ يَحْيَى بْنِ زَبّان العَنزيّ، حَدَّثَنَا منْدَل، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِي خَمْسَةٍ: فِيَّ، وَفِي عَلِيٍّ، وَحَسَنٍ، وَحُسَيْنٍ، وَفَاطِمَةَ: {إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا}


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Yahya ibnu Zaban Al-Anazi, telah menceritakan kepada kami Mindal, dari Al-A'masy, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id r.a.

yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ayat ini diturunkan berkenaan dengan lima orang; diriku, Ali, Hasan, Husain, dan Fatimah, yaitu firman Allah Swt.: "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak

menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al-Ahzab: 33) Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan bahwa Fudail ibnu Marzuq meriwayatkannya dari Atiyyah, dari Abu Sa'id,

dari Ummu Salamah r.a. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya secara mauquf melalui hadis Harun ibnu Sa'd Al-Ajali, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id r.a. Hanya Allah¬lah Yang Maha Mengetahui. Hadis lain.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِيُّ، حَدَّثَنَا بُكَيْر بْنُ مِسْمَارٍ قَالَ: سَمِعْتُ عَامِرَ بْنَ سَعْدٍ قَالَ: قَالَ سَعْدٌ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ نَزَلَ عَلَيْهِ الْوَحْيُ، فَأَخَذَ عَلِيًّا وَابْنَيْهِ وَفَاطِمَةَ فَأَدْخَلَهُمْ تَحْتَ ثَوْبِهِ، ثُمَّ قَالَ: "رَبِّ، هَؤُلَاءِ أَهْلِي وَأَهْلُ بَيْتِي"


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami Bukair ibnu Mismar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Amir ibnu Sa'd r.a.

menceritakan bahwa Sa'd r.a. pernah mengatakan, "Ketika diturunkan kepada Rasulullah Saw. suatu wahyu, maka beliau merangkul Ali, Fatimah r.a. dan kedua putranya, lalu memasukkan mereka ke balik baju jubahnya, kemudian berdoa: Ya Tuhanku, mereka inilah keluargaku dan ahli baitku. Hadis lain.


قَالَ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ: حَدَّثَنِي زُهَير بْنُ حَرْبٍ، وشُجاع بْنُ مَخْلَد جَمِيعًا، عَنِ ابْنِ عُلَيَّة -قَالَ زُهَيْرٌ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنِي أَبُو حَيَّان، حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ حَيَّان قَالَ: انْطَلَقْتُ أَنَا وحُصَين بْنُ سَبْرَةَ وَعُمَرُ بْنُ مُسْلِمٍ إِلَى زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، فَلَمَّا جَلَسْنَا إِلَيْهِ قَالَ لَهُ حُصَيْنٌ: لَقَدْ لقيتَ يَا زيدُ خَيْرًا كَثِيرًا [رأيتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وسمعتَ حَدِيثَهُ، وغزوتَ مَعَهُ، وصليتَ خَلْفَهُ، لَقَدْ لَقِيَتْ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا] ؛ حَدّثنا يَا زَيْدُ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم. قال: يا بن أخي، والله لقد كَبرَت سِنِّي، وَقَدِمَ عَهْدِي، ونسيتُ بَعْضَ الَّذِي كنتُ أَعِي مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَا حَدّثتكُم فَاقْبَلُوا، وَمَا لَا فَلَا تُكَلّفونيه. ثُمَّ قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا خَطِيبًا بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا -بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ -فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، وَوَعَظَ وَذَكّر، ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا بَعْدُ، أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبُ، وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثِقْلَيْنِ، وَأَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ، فيه الهدى والنور، فخذوا بكتاب الله واستمسكوا بِهِ". فَحَثّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّب فِيهِ، ثُمَّ قَالَ: "وَأَهْلُ بَيْتِي، أذَكِّركم اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي، أذكِّركم اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي" ثَلَاثًا. فَقَالَ لَهُ حُصَيْنٌ: وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ؟ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ؟ قَالَ: نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، وَلَكِنْ أَهْلَ بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصّدَقة بَعْدَهُ. قَالَ: ومَنْ هم؟ قال هم آل علي، وآل عَقِيل، وَآلُ جَعْفَرٍ، وَآلُ عَبَّاسٍ. قَالَ: كُلُّ هَؤُلَاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ؟ قَالَ: نَعَمْ


Imam Muslim telah mengatakan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepadaku Zuhair ibnu Harb dan Syuja' ibnu Makhlad, dari Ibnu Ulayyah. Zuhair mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim,

telah menceritakan kepadaku Abu Hayyan, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Hibban yang menceritakan bahwa ia dan Husain ibnu. Sirah serta Amr ibnu Salamah berangkat menuju ke rumah Zaid ibnu Arqam r.a.

Setelah mereka duduk di majelisnya, Husain berkata membuka pembicaraan, "Hai Yazid, sesungguhnya engkau telah menjumpai banyak kebaikan, engkau telah melihat Rasulullah dan mendengar hadisnya, berperang bersamanya,

dan salat di belakangnya. Sesungguhnya engkau, hai Zaid, telah menjumpai banyak kebaikan. Ceritakanlah kepada kami, hai Zaid, apa yang telah engkau dengar dari Rasulullah Saw. Zaid ibnu Arqam menjawab, "Hai anak saudaraku,

demi Allah, sesungguhnya usiaku telah lanjut dan masa itu telah berlalu cukup lama sehingga aku lupa akan sebagian dari yang pernah kudengar dari Rasulullah Saw. Maka apa yang kuceritakan kepada kalian, terimalah apa adanya;

dan yang tidak kuceritakan kepada kalian janganlah kalian memaksakan diriku untuk menceritakannya." Kemudian Zaid ibnu Arqam r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. berdiri di antara kami

di suatu tempat yang ada mata airnya yang dikenal dengan nama Khum, terletak di antara Mekkah dan Madinah, lalu beliau berkhotbah. Pada mulanya beliau memanjatkan puja dan puji kepada Allah Swt., lalu memberi nasihat dan peringatan,

sesudah itu beliau bersabda: "Amma ba'du. Ingatlah, hai manusia, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia yang sudah dekat masanya akan kedatangan utusan Tuhanku (maut), lalu aku memperkenan¬kannya. Dan aku akan menitipkan

kepada kalian dua tugas berat; yang pertama adalah Kitabullah, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, maka amalkanlah Kitabullah dan berpegang teguhlah kalian kepadanya. Rasulullah Saw. menekankan agar berpegang teguh

kepada Kitabullah dan menganjurkan mereka untuk mengamalkannya, setelah itu beliau melanjutkan sabdanya: Dan ahli baitku, aku peringatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku, aku peringatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku.

Sebanyak tiga kali. Maka Husain bertanya kepada Zaid ibnu Arqam, "Hai Zaid, siapakah yang termasuk ahli bait Nabi Saw. itu? Bukankah istri-istri beliau termasuk ahli baitnya?" Zaid ibnu Arqam menjawab, "Istri-istri beliau termasuk ahli baitnya,

tetapi yang dimaksud dengan ahli bait yang sesungguhnya ialah orang-orang yang tidak boleh menerima harta zakat sesudah beliau tiada." Husain bertanya, "Lalu siapakah mereka secara jelasnya?" Zaid ibnu Arqam menjawab,

"Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far, dan keluarga Al-Abbas radiyallahu 'anhum.” Husain kembali bertanya menegaskan, "Mereka semua adalah orang-orang yang haram menerima zakat sesudah Nabi Saw. tiada?"

Zaid ibnu Arqam menjawab, "Ya." Kemudian Imam Muslim meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Ar-Rayyan, dari Hassan ibnu Ibrahim, dari Sa'id ibnu Masruq, dari Yazid ibnu Hibban, dari Zaid ibnu Arqam r.a. lalu disebutkan

hal yang semisal dengan hadis di atas. Hanya dalam riwayat ini disebutkan bahwa Husain bertanya kepada Zaid ibnu Arqam, "Bukankah istri-istri beliau termasuk ahli baitnya?" Zaid ibnu Arqam menjawab:


لَا وَايْمُ اللَّهِ، إِنَّ الْمَرْأَةَ تَكُونُ مَعَ الرَّجُلِ الْعَصْرَ مِنَ الدَّهْرِ ثُمَّ يُطَلِّقُهَا فَتَرْجِعُ إِلَى أَبِيهَا وَقَوْمِهَا. أَهْلُ بَيْتِهِ أَصْلُهُ وعَصبَته الَّذِينَ حُرموا الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ


Tidak, demi Allah, sesungguhnya seorang wanita itu di suatu masa menjadi istri seseorang lelaki, kemudian lelaki itu menceraikannya dan ia kembali kepada ayahnya serta kaumnya. Ahli baitnya ialah orang tuanya dan para asabahnya

yang haram menerima zakat sesudah beliau Saw. tiada. Demikianlah menurut riwayat ini, tetapi riwayat yang sebelumnya lebih utama untuk dijadikan sebagai pegangan. Sedangkan riwayat yang kedua ini (yakni yang terakhir)

mengandung pengertian sebagai tafsir makna ahli bait yang disebutkan di dalam sebuah hadis lainnya yang menyatakan bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan keluarga beliau Saw.

adalah orang-orang yang tidak boleh menerima zakat. Atau makna yang dimaksud dengan ahli bait bukanlah terbatas hanya pada istri-istri beliau Saw. saja, bahkan pengertiannya lebih umum daripada itu.

Hipotesis ini juga merupakan pengertian gabungan antara riwayat ini dan riwayat-riwayat sebelumnya, sebagai suatu interpretasi yang paling dapat diandalkan untuk dijadikan rujukan.

Interpretasi ini pun menggabungkan antara pengertian riwayat ini dan nas Al-Qur'an serta hadis-hadis lainnya yang terdahulu, jika memang sanadnya sahih, mengingat pada sebagian sanad-sanadnya masih ada hal-hal yang perlu diteliti kembali.

Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Kemudian termasuk hal yang tidak diragukan lagi bagi orang yang merenungkannya ialah bahwa istri-istri Nabi Saw. sudah jelas termasuk ke dalam makna yang terkandung di dalam firman-Nya:


{إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا}


Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33)

Karena sesungguhnya konteks pembicaraan ayat berkaitan dengan mereka, mengingat sesudahnya disebutkan oleh firman selanjutnya:


{وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ}


Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). (Al-Ahzab: 34) Artinya, ketahuilah apa yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Rasul-Nya di dalam rumah kalian berupa Al-Qur'an dan sunnah.

Demikianlah menurut Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Ingatlah akan nikmat yang telah dikhususkan Allah bagi kalian di antara semua manusia. Yaitu bahwa wahyu ada yang diturunkan di rumah-rumah kalian,

bukan rumah orang lain. Dan Siti Aisyah r.a. As-Siddiqah binti As-Siddiq r.a. adalah istri Nabi Saw. yang paling utama mendapat nikmat ini, paling beruntung, serta paling khusus di antara istri-istri beliau yang lainnya dalam mendapatkan rahmat

yang berlimpah ini.Karena sesungguhnya belum pernah diturunkan kepada Rasulullah Saw. suatu wahyu pun di atas tempat tidur seorang istri selain dari tempat tidur Siti Aisyah r.a., sebagaimana yang pernah disebutkan oleh sabda Nabi Saw.

yang menceritakan hal tersebut. Sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi Saw. belum pernah kawin dengan seorang perawan selain dari Siti Aisyah r.a. dan belum pernah ada seorang lelaki yang tidur bersama Aisyah di tempat tidurnya

selain hanya Rasulullah Saw. Maka sesuailah bila ia secara khusus mendapatkan keistimewaan ini dan memborong sendirian kedudukan yang tinggi ini. Tetapi apabila istri-istri beliau Saw. termasuk ahli baitnya, berarti keluarga beliau sendiri

(yakni kerabat beliau) lebih berhak untuk mendapat julukan ahlul bait. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis terdahulu yang menyebutkan: Dan ahli baitku (kerabatku) lebih berhak.

Hal ini mirip dengan apa yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim, bahwa ketika Rasulullah Saw. ditanya mengenai masjid yang dibangun di atas landasan ketakwaan sejak awal pembangunannya, lalu beliau bersabda:


"هُوَ مَسْجِدِي هَذَا"


Masjid itu adalah masjidku ini. Pengertian hadis di atas sama dengan hadis ini, karena sesungguhnya ayat yang diturunkan berkenaan dengannya adalah menyangkut masjid Quba, sebagaimana yang disebutkan oleh banyak hadis lainnya.

Tetapi jika masjid Quba tersebut didirikan atas landasan takwa sejak awal pembuatannya, maka masjid Rasulullah Saw. di Madinah lebih berhak untuk mendapat julukan tersebut. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Husain ibnu Abdur Rahman, dari Abu Jamilah yang telah mengatakan

bahwa sesungguhnya Al-Hasan ibnu Ali r.a. diangkat menjadi khalifah di saat Khalifah Ali r.a. mati terbunuh. Ketika Al-Hasan sedang salat, tiba-tiba ada seorang lelaki melompatinya dan menusuknya dengan pisau belati.

Husain mengira bahwa ia pernah mendapat berita bahwa orang yang menusuk Al-Hasan itu adalah seorang lelaki dari kalangan Bani Asad. Saat kejadian itu Hasan r.a. sedang sujud dalam salatnya. Mereka mengira bahwa tusukan itu

mengenai salah satu sisi pantatnya sehingga ia sakit karena luka itu selama beberapa bulan. Setelah sembuh Al-Hasan duduk di atas mimbarnya, lalu berkata: "Hai penduduk Irak, bertakwalah kalian kepada Allah terhadap kami,

karena sesungguhnya kami adalah pemimpin kalian dan tamu kalian. Kami adalah ahli bait yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah

Surat Al-Ahzab |33:33|

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

wa qorna fii buyuutikunna wa laa tabarrojna tabarrujal-jaahiliyyatil-uulaa wa aqimnash-sholaata wa aatiinaz-zakaata wa athi'nalloha wa rosuulah, innamaa yuriidullohu liyuż-hiba 'angkumur-rijsa ahlal-baiti wa yuthohhirokum tath-hiiroo

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

And abide in your houses and do not display yourselves as [was] the display of the former times of ignorance. And establish prayer and give zakah and obey Allah and His Messenger. Allah intends only to remove from you the impurity [of sin], O people of the [Prophet's] household, and to purify you with [extensive] purification.

Tafsir
Jalalain

(Dan hendaklah kalian tetap) dapat dibaca Qirna dan Qarna (di rumah kalian) lafal Qarna pada asalnya adalah Aqrarna atau Aqrirna, yang diambil dari kata Qararta atau Qarirta.

Kemudian harakat Ra dipindahkan kepada Qaf, selanjutnya huruf Ra dan hamzah Washalnya dibuang sehingga jadilah, Qarna atau Qirna (dan janganlah kalian berhias)

asalnya berbunyi Tatabarrajna kemudian salah satu huruf Ta dibuang sehingga jadilah Tabarrajna (sebagaimana orang-orang jahiliah yang dahulu) sebagaimana berhiasnya orang-orang sebelum Islam,

yaitu kaum wanita selalu menampakkan kecantikan mereka kepada kaum lelaki. Adapun yang diperbolehkan oleh Islam adalah sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya,

"..dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya." (Q.S. An-Nur, 31). (dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.

Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian) yakni dosa-dosa, hai (ahlul bait) yakni istri-istri Nabi saw. (dan membersihkan kalian) daripada dosa-dosa itu (sebersih-bersihnya.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 33 |

penjelasan ada di ayat 32

Surat Al-Ahzab |33:34|

وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَىٰ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا

ważkurna maa yutlaa fii buyuutikunna min aayaatillaahi wal-ḥikmah, innalloha kaana lathiifan khobiiroo

Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunah Nabimu. Sungguh, Allah Maha Lembut, Maha Mengetahui.

And remember what is recited in your houses of the verses of Allah and wisdom. Indeed, Allah is ever Subtle and Acquainted [with all things].

Tafsir
Jalalain

(Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumah kalian dari ayat-ayat Allah) Alquran (dan hikmah) sunah Nabi. (Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut) terhadap kekasih-kekasih-Nya (lagi Maha Mengetahui) terhadap semua makhluk-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 34 |

penjelasan ada di ayat 32

Surat Al-Ahzab |33:35|

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

innal-muslimiina wal-muslimaati wal-mu`miniina wal-mu`minaati wal-qoonitiina wal-qoonitaati wash-shoodiqiina wash-shoodiqooti wash-shoobiriina wash-shoobirooti wal-khoosyi'iina wal-khoosyi'aati wal-mutashoddiqiina wal-mutashoddiqooti wash-shooo`imiina wash-shooo`imaati wal-ḥaafizhiina furuujahum wal-ḥaafizhooti waż-żaakiriinalloha kaṡiirow waż-żaakirooti a'addallohu lahum maghfirotaw wa ajron 'azhiimaa

Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

Indeed, the Muslim men and Muslim women, the believing men and believing women, the obedient men and obedient women, the truthful men and truthful women, the patient men and patient women, the humble men and humble women, the charitable men and charitable women, the fasting men and fasting women, the men who guard their private parts and the women who do so, and the men who remember Allah often and the women who do so - for them Allah has prepared forgiveness and a great reward.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya) (laki-laki dan perempuan yang benar) dalam keimanannya

(laki-laki dan perempuan yang sabar) di dalam menjalankan ketaatan (laki-laki yang khusyuk) yang merendahkan diri

(dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya)

dari hal-hal yang diharamkan (laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan)

dari perbuatan-perbuatan maksiat yang pernah mereka lakukan (dan pahala yang besar) bagi amal ketaatan mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 35 |

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ، حَدَّثَنَا عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ شَيْبَةَ، سَمِعْتُ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقُولُ: قُلْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا لَنَا لَا نُذْكَرُ فِي الْقُرْآنِ كَمَا يُذْكَرُ الرِّجَالُ؟ قَالَتْ: فَلَمْ يَرعني مِنْهُ ذَاتَ يَوْمٍ إِلَّا وَنِدَاؤُهُ عَلَى الْمِنْبَرِ، قَالَتْ، وَأَنَا أسَرّح شَعْرِي، فَلَفَفْتُ شَعْرِي، ثُمَّ خَرَجْتُ إِلَى حُجْرة مِنْ حُجَر بَيْتِي، فَجَعَلْتُ سَمْعِي عِنْدَ الْجَرِيدِ، فَإِذَا هُوَ يَقُولُ عِنْدَ الْمِنْبَرِ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسَلَّمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ" إِلَى آخِرِ الْآيَةِ


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Hakim, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Syaibah

yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ummu Salamah r.a. (istri Nabi Saw.) menceritakan hadis berikut. Ummu Salamah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi Saw., "Mengapa kami kaum wanita tidak pernah

disebut-sebut di dalam Al-Qur'an sebagaimana kaum pria disebut-sebut di dalamnya?" Ummu Salamah mengatakan bahwa ia tidak mendapat jawaban apa pun dari beliau Saw. terkecuali melalui seruannya di atas mimbar.

Pada suatu hari saat aku sedang menyisir rambut, lalu aku gelungkan rambutku dan keluar dari kamar pribadiku, kemudian kutempelkan telingaku ke bilik. Tiba-tiba kudengar Rasulullah Saw. membacakan ayat berikut di atas mimbarnya,

seraya bersabda: Hai manusia, sesungguhnya Allah telah menurunkan firman-Nya yang mengatakan, "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, " hingga akhir ayat.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dan Ibnu Jarir melalui hadis Abdul Wahid ibnu Ziyad dengan sanad dan lafaz yang semisal. Jalur lain. Imam Nasai telah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Hatim,

telah menceritakan kepada kami Suwaid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Syarik, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Ummu Salamah r.a. yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Nabi Saw.,

"Ya Nabi Allah, mengapa saya selalu mendengar hanya laki-laki saja yang disebutkan di dalam Al-Qur'an, sedangkan kaum wanita tidak pernah disebut-sebut?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan

yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin. (Al-Ahzab: 35), hingga akhir ayat. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya melalui Abu Kuraib, dari Abu Mu'awaiyah, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, bahwa

Yahya ibnu Abdur Rahman ibnu Hatib pernah menceritakan sebuah hadis kepadanya dari Ummu Salamah r.a. yang telah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, mengapa kaum pria

selalu disebut-sebut dalam segala sesuatu, sedangkan kami kaum wanita tidak?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim. (Al-Ahzab: 35), hingga akhir ayat.

Jalur lain. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid yang mengatakan bahwa Ummu Salamah r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, mengapa kaum pria selalu disebut-sebut,

sedangkan kaum wanita tidak?" Maka Allah menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim. (Al-Ahzab: 35), hingga akhir ayat. Hadis lain.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib,

telah menceritakan kepada kami Sinan ibnu Muzahir Al-Umari, telah menceritakan kepada kami Abu Kadinah Yahya ibnul Muhallab, dari Qabus ibnu Abu Zabyan, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa kaum wanita

pernah bertanya kepada Nabi Saw., "Mengapa lelaki mukmin selalu disebut-sebut, sedangkan wanita mukmin tidak pernah disebut-sebut?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim.

(Al-Ahzab: 35), hingga akhir ayat. Telah menceritakan pula kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah yang menceritakan bahwa kaum wanita masuk menemui istri-istri Nabi Saw.

Maka mereka berkata, "Sesungguhnya Allah telah menyebutkan kalian istri-istri Nabi Saw. di dalam Al-Qur'an, sedangkan kami tidak pernah disebut-sebut, apakah memang pada kami tidak ada sesuatu yang patut untuk disebut-sebut?"

Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim. (Al-Ahzab: 35), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah Swt.:


{إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ}


Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin. (Al-Ahzab: 35) Ayat ini menunjukkan pengertian bahwa iman itu lain dengan Islam, sebab iman pengertiannya lebih khusus daripada Islam, karena ada firman Allah Swt. yang menyebutkan:


{قَالَتِ الأعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الإيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ}


Orang-orang Arab Badui itu berkata, "Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka), "Kalian belum beriman, tetapi katakanlah, 'Kami telah Islam (tunduk),' karena iman itu belum masuk ke dalam hati kalian.” (Al-Hujurat: 14) Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui salah satu hadisnya yang mengatakan:


"لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ"


Tidaklah seseorang berbuat zina, saat melakukannya dia sedang dalam keadaan beriman. Seorang pezina saat sedang mengerjakan zina, iman dicabut dari dalam hatinya; tetapi hal ini tidak memastikannya sebagai seorang yang kafir,

menurut kesepakatan ulama. Dan ini menunjukkan bahwa pengertian iman lebih khusus daripada Islam, seperti yang telah kami tetapkan pada permulaan syarah kitab Imam Bukhari. Firman Swt. Swt.:


{وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ}


Laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya. (Al-Ahzab: 35) Al-qunut artinya ketaatan yang mapan, seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ}


(Apakah kamu, hai orang musyrik, yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? (Az-Zumar: 9)


{وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ}


Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya tunduk hanya kepada-Nya. (Ar-Rum: 26)


{يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ}


Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk. (Ali Imran: 43) Dan firman Allah Swt.:


{وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِين} َ


Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk (penuh ketaatan). (Al- Baqarah: 238) Kesimpulannya ialah sesudah Islam terdapat tingkatan yang lebih tinggi daripadanya, yaitu iman, kemudian baru qunut yang timbul dari manifestasi keduanya.


{وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ}


laki-laki dan perempuan yang benar. (Al-Ahzab: 35) Ini menyangkut pembicaraan (perkataan), karena sesungguhnya benar atau jujur merupakan pekerti yang terpuji. Sebab itulah sebagian para sahabat di masa lalu,

baik di masa Islam maupun di masa Jahiliah, belum pernah sekalipun melakukan perkataan dusta. Benar dalam berkata merupakan pertanda iman pelakunya, sebagaimana dusta merupakan pertanda kemunafikan pelakunya.

Barang siapa yang berkata benar, niscaya selamat. Berpegang teguhlah kalian kepada kebenaran, karena sesungguhnya kebenaran itu menuntun pelakunya kepada .perbuatan kebajikan, dan perbuatan kebajikan itu menuntun pelakunya

kepada surga. Hati-hatilah kalian terhadap kedustaan, karena sesungguhnya dusta itu menuntun pelakunya kepada kedurhakaan, dan sesungguhnya kedurhakaan itu menuntun pelakunya kepada neraka.

Seseorang yang terus-menerus berkata benar dan selalu memihak kepada kebenaran, pada akhirnya ia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang benar (siddiq). Dan seseorang yang terus-menerus berdusta dan selalu memihak

kepada kedustaan, pada akhirnya ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta. Demikianlah kata hadis, dan hadis-hadis lainnya yang menunjukkan makna yang sama cukup banyak.


{وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ}


laki-laki dan perempuan yang sabar. (Al-Ahzab: 35) Ini merupakan watak bagi orang-orang yang berhati teguh dan kuat, yaitu sifat sabar dalam menghadapi segala macam musibah dengan penuh kesadaran bahwa apa yang telah ditakdirkan

pasti terjadi, lalu ia menanggungnya dengan penuh kesabaran dan keteguhan hati. Kesabaran yang sesungguhnya itu hanyalah terletak pada pertama kali tertimpa musibah, kemudian sesudah itu lebih mudah menghadapinya.

Sabar dalam menghadapi tekanan musibah di permulaannya menunjukkan kesabaran dan keteguhan hati watak orang yang bersangkutan.


{وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ}


laki-laki dan perempuan yang khusyuk. (Al-Ahzab: 35) Khusyuk artinya mencakup pengertian tenang, tumaninah, hati-hati, anggun, rendah diri, tahan uji, takut kepada Allah Swt., serta merasa selalu berada di dalam pengawasan Allah Swt. Sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang mengatakan:


"اعْبُدِ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ"


Sembahlah Allah, seakan-akan engkau melihat-Nya. Dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia selalu melihatmu. Firman Allah Swt.:


{وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ}


laki-laki dan perempuan yang bersedekah. (Al-Ahzab: 35) Sedekah artinya memberikan santunan kepada orang lain yang memerlukan bantuan karena mereka adalah orang-orang yang lemah, tidak mempunyai mata pencaharian,

dan tidak pula ada orang yang menjamin mereka. Mereka diberi dari lebihan harta sebagai amal ketaatan kepada Allah Swt. dan berbuat kebajikan kepada semua makhluk-Nya. Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan:


"سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلِّهِ" فَذَكَرَ مِنْهُمْ: "ورجل تصدق بصدقة فَأَخْفَاهَا، حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ"


Ada tujuh macam orang yang mendapat naungan dari Allah pada hari tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya, antara lain ialah seseorang yang mengeluarkan suatu sedekah secara sembunyi-sembunyi,

sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah diinfakkan oleh tangan kanannya. Di dalam hadis lain disebutkan:


وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ، كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ"


Sedekah itu dapat menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api. Hadis-hadis lain yang menganjurkan bersedekah cukup banyak dan memerlukan suatu pembahasan yang tersendiri. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah disebutkan:


«وَالصَّوْمُ زَكَاةُ البدن»


Puasa itu adalah zakat badan. Dengan kata lain, puasa itu membersihkan, menyucikan, dan mensterilkan tubuh dari berbagai macam campuran yang buruk menurut biologis dan hukum syara'. Sa'id ibnu Jubair telah mengatakan bahwa

barang siapa yang puasa bulan Ramadhan dan tiga hari setiap bulannya, maka ia termasuk apa yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: laki-laki dan perempuan yang berpuasa. (Al-Ahzab: 35)

Puasa juga merupakan sarana yang ampuh untuk meredam nafsu birahi, sebagaimana yang disebutkan oleh sabda Rasulullah Saw. yang mengatakan:


«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ»


Hai golongan para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu menanggung biaya, hendaklah ia kawin, karena sesungguhnya dengan kawin pandangan mata lebih terkendali dan kemaluan lebih terpelihara.

Dan barang siapa yang tidak mampu mengadakan biayanya, hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu merupakan peredam baginya. Karena itulah pada firman selanjutnya disebutkan hal yang berkaitan dengannya,

yaitu: laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya. (Al-Ahzab: 35) Yakni memeliharanya dari hal-hal yang diharamkan dan dosa-dosa, terkecuali terhadap hal-hal yang diperbolehkan. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حافِظُونَ إِلَّا عَلى أَزْواجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ فَمَنِ ابْتَغى وَراءَ ذلِكَ فَأُولئِكَ هُمُ العادُونَ


dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al-Mu-minun: 5-7) Adapun firman Allah Swt.:


وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيراً وَالذَّاكِراتِ


laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah. (Al-Ahzab: 35)


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَابِرٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْأَقْمَرِ، عَنِ الأغَرِّ أَبِي مُسْلِمٍ ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: "إِذَا أَيْقَظَ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ مِنَ اللَّيْلِ، فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ، كُتِبَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ مِنَ الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ubaidillah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jabir, dari Ali ibnul Aqmar, dari Al-Agar Abu Muslim,

dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila seorang lelaki membangunkan istrinya di malam hari, lalu keduanya melakukan salat dua rakaat, maka keduanya di malam itu

termasuk laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah. Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayat¬kannya melalui hadis Al-A'masy, dari Al-Agar Abu Muslim, dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْري، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الْعِبَادِ أَفْضَلُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: "الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتُ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمِنَ الْغَازِي فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: "لَوْ ضَرَبَ بِسَيْفِهِ فِي الْكُفَّارِ وَالْمُشْرِكِينَ حَتَّى يَنْكَسِرَ وَيَخْتَضِبَ دَمًا لَكَانَ الذَّاكِرُونَ اللَّهَ أَفْضَلَ مِنْهُ"


Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa

ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang lebih utama derajatnya di sisi Allah kelak pada hari kiamat?" Rasulullah Saw. menjawab: Laki-laki dan perempuan yang banyak berzikir kepada Allah.

Abu Sa'id Al-Khudri r.a. bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, apakah juga lebih utama daripada orang yang berjihad di jalan Allah?" Rasulullah Saw. menjawab: Seandainya seorang mujahid memukulkan pedangnya kepada orang-orang kafir

dan orang-orang musyrik hingga pedangnya patah dan berlumuran darah, tentulah orang-orang yang banyak menyebut nama Allah lebih utama darinya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسِيرُ فِي طَرِيقِ مَكَّةَ، فَأَتَى عَلَى جُمْدان فَقَالَ: "هَذَا جُمْدان، سِيرُوا فَقَدْ سَبَقَ المُفَرّدون". قَالُوا: وَمَا المُفَرّدون ؟ قَالَ: "الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا ". ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ". قَالُوا: وَالْمُقَصِّرِينَ؟ قَالَ: "اللَّهُمَّ، اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ". قَالُوا: وَالْمُقَصِّرِينَ؟ قَالَ: "وَالْمُقَصِّرِينَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Ibrahim, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.

dalam perjalanannya menuju ke Mekah sampai di Jamdan. Ketika sampai di Jamdan beliau bersabda, "Ini adalah Jamdan, teruskanlah perjalanan kalian, sesungguhnya orang-orang yang mengesakan Allah telah mendahului."

Para sahabat bertanya, "Siapakah yang di maksud dengan orang-orang yang mengesakan Allah?" Rasulullah Saw. menjawab: Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah.

Kemudian Nabi Saw. berdoa: Ya Allah, berikanlah ampunan bagi orang-orang yang mencukur rambutnya. Para sahabat berkata, "Doakanlah pula bagi orang-orang yang memotong rambutnya."

Rasulullah Saw. berdoa lagi: Ya Allah, berikanlah ampunan bagi orang-orang yang mencukur rambutnya. Mereka berkata pula, "Doakanlah juga bagi orang-orang yang memotong rambutnya."

Rasulullah Saw. berdoa lagi: dan juga bagi orang-orang yang memotong rambutnya. Ditinjau dari segi jalurnya hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Ahmad. Imam Muslim telah meriwayatkannya pula, tetapi tanpa lafaz yang terakhir.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حُجَيْن بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ زِيَادِ بْنِ أَبِي زِيَادٍ -مَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَيَّاش بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ -أَنَّهُ بَلَغَهُ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ عَمَلًا قَطُّ أَنْجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ". وَقَالَ مُعَاذٌ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وأزكاها عند مليككم، وأرفعها في درجاتكم، وخير لَكُمْ مِنْ تَعَاطِي الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَمِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ غَدًا فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ"؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "ذِكْرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hujain ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abu Salamah, dari Ziyad ibnu Abu Ziyad maula Abdullah ibnu Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah yang menceritakan,

sesungguhnya ia pernah mendapat sebuah hadis yang bersumber dari Mu'az ibnu Jabal r.a. yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak ada amal apa pun yang dilakukan oleh anak Adam yang lebih menjaminnya

selamat dari azab Allah Swt. selain dari zikrullah. Sahabat Mu'az ibnu Jabal r.a. telah menceritakan pula bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Maukah aku ceritakan kepada kalian amal perbuatan kalian yang paling baik dan paling bersih

di sisi Tuhan kalian, dan paling meninggikan derajat kalian serta lebih baik bagi kalian daripada diberi emas dan perak dan lebih baik daripada kalian menjumpai musuh kalian di suatu hari, lalu kalian penggal kepala mereka dan mereka

memenggal kepala kalian?" Para sahabat menjawab, "Tentu saja kami mau, wahai Rasulullah.” Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Yaitu banyak menyebut (nama) Allah."


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا زَبَّان بْنِ فَائِدٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ الجُهَنيّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّ رَجُلًا سَأَلَهُ فَقَالَ: أَيُّ الْمُجَاهِدِينَ أَعْظَمُ أَجْرًا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَقَالَ: "أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ ذِكْرًا". قَالَ: فَأَيُّ الصَّائِمِينَ أَكْثَرُ أَجْرًا؟ قَالَ: "أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ ذِكْرًا". ثُمَّ ذَكَرَ الصَّلَاةَ وَالزَّكَاةَ وَالْحَجَّ وَالصَّدَقَةَ، كُلُّ ذَلِكَ يَقُولُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ ذِكْرًا". فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ لِعُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: ذَهَبَ الذَّاكِرُونَ بِكُلِّ خَيْرٍ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَجَلْ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Zaban ibnu Fayid, dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas Al-Ju'ani, dari ayahnya

yang telah menceritakan hadis berikut, bahwa pernah ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, mujahid yang manakah yang lebih besar pahalanya?"

Rasulullah Saw. menjawab: Orang yang paling banyak menyebut (nama) Allah di antara mereka. Lelaki itu bertanya lagi, "Orang-orang yang berpuasa manakah yang paling banyak pahalanya?"

Rasulullah Saw. menjawab, "Orang yang paling banyak menyebut nama Allah di antara mereka." Kemudian lelaki itu menanyakan pula tentang salat dan zakat, haji serta sedekah, yang semuanya dijawab oleh Rasulullah Saw.

melalui sabdanya: Orang yang paling banyak menyebut (nama) Allah di antara mereka. Maka Abu Bakar r.a. berkata kepada Umar r.a., "Orang-orang yang banyak menyebut nama Allah telah memborong semua kebaikan." Rasulullah Saw.

bersabda menegaskan, "Memang benar"Mengenai hadis-hadis lainnya yang menyangkut masalah ini akan kami kemukakan nanti dalam tafsir firman Allah Swt. yang masih termasuk bagian dari surat ini, yaitu firman-Nya


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا} الْآيَةَ


Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (Al-Ahzab: 41-42) Adapun firman Allah Swt.:


{أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا}


Allah telah menyediakan ampunan dan pahala yang besar untuk mereka. (Al-Ahzab: 35) Ceritakanlah kepada mereka yang telah disebutkan di atas bahwa sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi mereka ampunan dari-Nya atas semua dosa mereka dan juga pahala yang besar, yaitu surga.

Surat Al-Ahzab |33:36|

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

wa maa kaana limu`miniw wa laa mu`minatin iżaa qodhollaahu wa rosuuluhuuu amron ay yakuuna lahumul-khiyarotu min amrihim, wa may ya'shillaaha wa rosuulahuu fa qod dholla dholaalam mubiinaa

Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.

It is not for a believing man or a believing woman, when Allah and His Messenger have decided a matter, that they should [thereafter] have any choice about their affair. And whoever disobeys Allah and His Messenger has certainly strayed into clear error.

Tafsir
Jalalain

(Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada)

Yakuuna dapat dibaca Takuuna (bagi mereka pilihan yang lain) (tentang urusan mereka) yang berbeda dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah bin Jahsy beserta saudara perempuannya yang bernama Zainab; Nabi saw. melamarnya untuk dikawinkan kepada Zaid bin Haritsah,

lalu keduanya tidak menyukai hal tersebut ketika keduanya mengetahui bahwa Nabi melamar saudara perempuannya bukanlah untuk dirinya sendiri,

melainkan untuk anak angkatnya yaitu Zaid bin Haritsah. Akan tetapi setelah turun ayat ini keduanya menjadi rela. (Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya

maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata) nyata sesatnya. Kemudian Nabi mengawinkan Zainab binti Jahsy dengan Zaid.

Akan tetapi sesudah beberapa waktu dalam diri Zaid timbul rasa tidak senang terhadap istrinya itu, lalu ia berkata kepada Nabi saw.

bahwa ia bermaksud untuk menalaknya. Maka Nabi saw. menjawab, "Peganglah istrimu itu di dalam pemeliharaanmu" sebagaimana yang disitir oleh firman selanjutnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 36 |

Al-Aufi telah meriwayatkan dari ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin. (Al-Ahzab: 36), hingga akhir ayat.

Pada mulanya Rasulullah Saw. pergi untuk melamar buat pelayan laki-lakinya yang bernama Zaid ibnu Harisah. Maka beliau masuk ke dalam rumah Zainab binti Jahsy Al-Asadiyyah r.a., dan beliau Saw. langsung melamarnya buat Zaid.

Tetapi Zainab binti Jahsy menjawab, "Aku tidak mau menikah dengannya." Rasulullah Saw. bersabda, "Tidak, bahkan kamu harus menikah dengannya." Zainab binti Jahsy berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau mengatur diriku?"

Ketika keduanya sedang berbincang-bincang mengenai hal tersebut, Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya

telah menetapkan suatu ketetapan. (Al-Ahzab: 36), hingga akhir ayat. Akhirnya Zainab binti Jahsy bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau rela menikahkan dia denganku?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Zainab berkata,

"Kalau demikian, saya tidak akan menentang perintah Rasulullah Saw. Saya rela dinikahkan dengannya." Ibnu Lahi'ah telah meriwayatkan dari Abu Amrah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.

melamar Zainab binti Jahsy untuk Zaid ibnu Harisah r.a., tetapi Zainab menolak dinikahkan dengannya dan mengatakan, "Saya berketurunan lebih baik daripada dia, sedangkan Zainab adalah seorang wanita yang keras.

Lalu Allah menurunkan firman-Nya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin. (Al-Ahzab: 36), hingga akhir ayat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan,

bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Zainab binti Jahsy r.a. ketika dilamar oleh Rasulullah Saw. untuk menjadi istri maulanya yang bernama Zaid ibnu Harisah r.a. Lalu Zainab menolak lamarannya, tetapi pada akhirnya menerima lamaran itu.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ayat ini, diturunkan berkenaan dengan Ummu Kalsum binti Uqbah ibnu Abu Mu'it r.a. Dia adalah seorang wanita yang mula-mula berhijrah, yakni sesudah Perjanjian Hudaibiyyah.

Lalu ia menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda, "Aku terima penyerahan dirinya." Lalu Nabi Saw. mengawinkannya dengan Zaid ibnu Harisah r.a. Yakni —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— kisah ini terjadi

sesudah Zaid ibnu Harisah bercerai dengan Zainab binti Jahsy. Maka Zainab dan saudara lelakinya marah seraya berkata, "Sesungguhnya kami menghendaki diri Rasulullah Saw., tetapi ternyata beliau mengawinkan kami dengan bekas budaknya."

Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan. (Al-Ahzab: 36), hingga akhir ayat.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa telah diturunkan pula suatu perintah yang lebih mencakup artinya ketimbang ayat ini, yaitu firman Allah Swt.: Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada

diri mereka sendiri. (Al-Ahzab: 6) Ayat di atas mengandung pengertian khusus, sedangkan ayat ini mengandung pengertian yang lebih umum.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ ثَابِتٍ البُنَاني، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: خَطَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جُلَيْبيب امْرَأَةً مِنَ الْأَنْصَارِ إِلَى أَبِيهَا، فَقَالَ: حَتَّى أَسْتَأْمِرَ أُمَّهَا. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَنَعَمْ إِذًا. قَالَ: فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ إِلَى امْرَأَتِهِ، [فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهَا] ، فَقَالَتْ: لَاهَا اللَّهُ ذَا ، مَا وَجَدَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا جلَيبيبا، وَقَدْ مَنَعْنَاهَا مِنْ فُلَانٍ وَفُلَانٍ؟ قَالَ: وَالْجَارِيَةُ فِي سِتْرِهَا تَسْمَعُ. قَالَ: فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ يُرِيدُ أَنْ يُخْبِرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ. فَقَالَتِ الْجَارِيَةُ: أَتُرِيدُونَ أَنْ تَرُدّوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْرَهُ؟ إِنْ كَانَ قَدْ رَضِيَهُ لَكُمْ فَأَنْكِحُوهُ. قَالَ: فَكَأَنَّهَا جَلَّت عَنْ أَبَوَيْهَا، وَقَالَا صَدَقْتِ. فَذَهَبَ أَبُوهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنْ كُنْتَ رَضِيتَهُ فَقَدْ رَضِينَاهُ. قَالَ: "فَإِنِّي قَدْ رَضِيتُهُ". قَالَ: فَزَوَّجَهَا، ثُمَّ فَزِعَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ، فَرَكِبَ جُلَيْبيب فَوَجَدُوهُ قَدْ قُتِلَ، وَحَوْلُهُ نَاسٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ قَدْ قَتَلَهُمْ، قَالَ أَنَسٌ: فَلَقَدْ رَأَيْتُهَا [وَإِنَّهَا] لَمِنْ أَنْفَقِ بَيْتٍ بِالْمَدِينَةِ


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Sabit Al-Bannani, dari Anas r.a. yang menceritakan bahwa Nabi Saw. melamar seorang wanita dari kalangan Ansar

kepada ayahnya untuk beliau kawinkan dengan Julaibib. Maka ayah si wanita itu berkata, "Saya akan bermusyawarah dahulu dengan ibunya." Nabi Saw. menjawab, "Kalau begitu, silakan." Maka lelaki itu berangkat menemui istrinya

dan menceritakan kepada istrinya tentang lamaran Nabi Saw. itu. Istrinya berkata, "Tidak, demi Allah, kalau memang Rasulullah Saw. tidak menemukan pasangan lain kecuali Julaibib. Sesungguhnya kita telah menolak lamaran si Fulan bin Fulan

sebelum itu." Tetapi anak perawannya yang ada di balik kain penutup pintu kamarnya mendengar ucapan tersebut. Lalu lelaki itu bermaksud menemui Rasulullah Saw. untuk menceritakan hal tersebut, tetapi si anak perawannya berkata

menghalang-halanginya, "Apakah ayah hendak menolak lamaran yang telah diajukan oleh Rasulullah Saw.? Jika beliau rela si Julaibib sebagai menantu ayah, maka kawinkanlah dia (denganku)."

Ternyata si anak perawan itu menyanggah keinginan kedua orang tuanya. Akhirnya keduanya berkata, "Dia memang benar." Kemudian ayahnya berangkat menemui Rasulullah Saw. dan mengatakan kepadanya,

"Jika engkau rela kepada si Julaibib, maka kami pun demikian pula." Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya aku rida (rela) kepadanya. Maka Rasulullah Saw. mengawinkan anak perawan lelaki itu dengan Julaibib. Sesudah itu

penduduk Madinah mengalami kegemparan karena diserang oleh musuh, maka Julaibib menaiki kudanya (maju melabrak musuh). Ternyata mereka menjumpai jenazah Julaibib ditemukan bersama jenazah sejumlah orang dari kaum musyrik

yang telah dibunuhnya (sebelum ia gugur). Sahabat Anas r.a. mengatakan bahwa sesungguhnya ia melihat bekas istri Julaibib itu benar-benar termasuk wanita yang paling dermawan di Madinah.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ -يَعْنِي: ابْنَ سَلَمَةَ -عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ كِنَانَةَ بْنِ نُعَيْمٍ الْعَدَوِيِّ، عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ أَنَّ جُلَيْبِيبًا كَانَ امْرَأً يَدْخُلُ عَلَى النِّسَاءِ يَمُرّ بِهِنَّ وَيُلَاعِبُهُنَّ، فَقُلْتُ لِامْرَأَتِي: لَا يَدْخُلْنَ الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ جُليبيبُ، فَإِنَّهُ إِنْ دَخَلَ عَلَيْكُمْ لَأَفْعَلَنَّ وَلَأَفْعَلَنَّ. قَالَ: وَكَانَتِ الْأَنْصَارُ إِذَا كَانَ لِأَحَدِهِمْ أَيِّمٌ لَمْ يُزَوِّجْهَا حَتَّى يَعْلَمَ: هَلْ لِنَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا حَاجَةٌ أَمْ لَا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ: "زَوِّجْنِي ابْنَتَكَ". قَالَ: نَعَمْ، وَكَرَامَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ، ونُعْمَة عَيْنٍ. فَقَالَ: إِنِّي لَسْتُ أُرِيدُهَا لِنَفْسِي. قَالَ: فَلِمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قال: لجليبيب. فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أُشَاوِرُ أُمَّهَا. فَأَتَى أُمَّهَا فَقَالَ: رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ ابْنَتَكِ؟ فَقَالَتْ: نَعَمْ ونُعمة عَيْنٍ. فَقَالَ: إِنَّهُ لَيْسَ يَخْطُبُهَا لِنَفْسِهِ، إِنَّمَا يَخْطُبُهَا لِجُلَيْبِيبٍ. فَقَالَتْ: أَجُلَيبيب إِنِيهِ ؟ أَجُلَيْبِيبٌ إنيِه ؟ لَا لَعَمْرُ اللَّهِ لَا تزَوّجُه. فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَقُومَ لِيَأْتِيَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُخْبِرُهُ بِمَا قَالَتْ أُمُّهَا، قَالَتِ الْجَارِيَةُ: مَنْ خَطَبَنِي إِلَيْكُمْ؟ فَأَخْبَرَتْهَا أُمُّهَا. قَالَتْ: أَتَرُدُّونَ على رسول الله صلى الله عليه وسلم أَمْرَهُ؟! ادْفَعُونِي إِلَيْهِ، فَإِنَّهُ لَنْ يُضَيِّعَنِي. فَانْطَلَقَ أَبُوهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: شأنَك بِهَا. فَزَوّجها جُلَيْبِيبًا. قَالَ: فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزَاةٍ لَهُ، فَلَمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْهِ قَالَ لِأَصْحَابِهِ: "هَلْ تَفْقِدُونَ مِنْ أَحَدٍ"؟ قَالُوا: نَفْقِدُ فَلَانًا وَنَفْقِدُ فَلَانًا. قَالَ: "انْظُرُوا هَلْ تَفْقِدُونَ مِنْ أَحَدٍ؟ " قَالُوا: لَا. قَالَ: "لَكِنِّي أَفْقِدُ جُلَيْبِيبًا". قَالَ: "فَاطْلُبُوهُ فِي الْقَتْلَى". فَطَلَبُوهُ فَوَجَدُوهُ إِلَى جَنْبِ سَبْعَةٍ قَدْ قَتَلَهُمْ ثُمَّ قَتَلُوهُ. [قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَا هُوَ ذَا إِلَى جَنْبِ سَبْعَةٍ قَدْ قَتَلَهُمْ ثُمَّ قَتَلُوهُ]. فَأَتَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ عَلَيْهِ، فَقَالَ: قَتَلَ سَبْعَةً [وَقَتَلُوهُ] ، هَذَا مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ. مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، ثُمَّ وَضَعَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى سَاعِدَيْهِ [وَحَفَرَ لَهُ، مَا لَهُ سَرِيرٌ إِلَّا سَاعِدُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ]. ثُمَّ وَضَعَهُ فِي قَبْرِهِ، وَلَمْ يُذْكَرْ أَنَّهُ غَسَلَهُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. قَالَ ثَابِتٌ: فَمَا كَانَ فِي الْأَنْصَارِ أَيِّمٌ أَنْفَقَ مِنْهَا. وَحَدَّثَ إِسْحَاقُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ ثَابِتًا: هَلْ تَعْلَمُ مَا دَعَا لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فقال: "اللَّهُمَّ، صَبَّ عَلَيْهَا [الْخَيْرَ] صَبًّا، وَلَا تَجْعَلْ عَيْشَهَا كَدًّا" كَذَا قَالَ، فَمَا كَانَ فِي الْأَنْصَارِ أَيِّمٌ أَنْفَقَ مِنْهَا.


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad (yakni Ibnu Salamah), dari Sabit, dari Kinanah ibnu Na'im Al-Adawi, dari Abu Barzah Al-Aslami yang menceritakan bahwa Julaibib

adalah seorang lelaki yang dikenal sering menjumpai kaum wanita, melatih mereka, dan bermain-main dengan mereka. Lalu aku berkata kepada istriku, "Jangan sekali-kali kalian memasukkan Julaibib ke dalam rumah kalian.

Karena sesungguhnya jika kamu coba-coba berani memasukkan Julaibib, maka aku akan menghukum kamu." Dan merupakan suatu kebiasaan bagi orang-orang Ansar apabila seseorang dari mereka mempunyai seorang janda,

ia tidak berani mengawinkannya sebelum memberitahukan kepada Nabi Saw., apakah beliau mempunyai keperluan terhadapnya ataukah tidak. Maka Nabi Saw. bersabda kepada seorang lelaki dari kalangan Ansar, "Kawinkanlah aku

dengan anak perempuanmu." Lelaki itu mejawab, "Ya, ini merupakan suatu kehormatan dan kebahagiaan bagiku, wahai Rasulullah." Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku menginginkannya bukan untuk diriku." Lelaki itu bertanya,

"Buat siapakah wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Untuk Julaibib." Lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, saya akan berunding dahulu dengan ibunya." Lelaki itu mendatangi istrinya (ibu anak perempuannya itu),

lalu menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah melamar putrinya. Maka istrinya menjawab, "Baiklah, itu merupakan suatu kebahagiaan." Lelaki itu berkata menjelaskan, "Tetapi beliau melamar putri kita bukan untuk dirinya,

melainkan untuk Julaibib." Istrinya bertanya, "Apakah Julaibib itu anaknya, apakah Julaibib itu anaknya? Tidak, demi usia Allah, kami tidak akan mengawinkannya dengan Julaibib."

Ketika lelaki itu hendak pergi menemui Rasulullah Saw. guna memberitahukan kepadanya hasil musyawarah dia dengan istrinya, tiba-tiba anak perempuannya itu berkata, "Siapakah yang melamarku kepada kalian

sehingga perlu memberitahukannya kepada ibunya?" Perempuan itu melanjutkan perkataannya, "Apakah kalian menolak lamaran Rasulullah Saw.? Sesungguhnya dia tidak akan menyia-nyiakan diriku." Akhirnya ayahnya pergi

menemui Rasulullah Saw. dan berkata kepadanya, "Saya serahkan dia kepadamu, kawinkanlah dia dengan Julaibib." Rasulullah Saw. pergi ke medan perang. Ketika Allah memberikan kemenangan kepadanya, maka beliau bersabda

kepada para sahabatnya, "Apakah kalian merasa kehilangan seseorang? Mereka menjawab, "Kami kehilangan si Fulan dan kami kehilangan si Anu." Rasulullah Saw. kembali bersabda, "Periksalah, apakah kalian kehilangan seseorang."

Mereka menjawab, "Tidak ada lagi." Rasulullah Saw. bersabda, "Akan tetapi, saya kehilangan Julaibib." Rasulullah Saw. bersabda, "Carilah dia di antara orang-orang yang telah gugur!" Maka mereka mencarinya, dan mereka menjumpainya

tergeletak mati di samping jenazah tujuh orang (musuh) yang telah dia bunuh, kemudian mereka (musuh) membunuhnya. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, inilah dia, berada di sebelah jenazah tujuh orang yang pasti dialah

yang telah membunuh mereka, kemudian mereka (musuhnya) membunuhnya." Maka Rasulullah Saw. mendatanginya, lalu berdiri di dekat jenazahnya dan bersabda: Dia telah membunuh tujuh orang dan mereka telah mem¬bunuhnya.

Orang ini termasuk golonganku dan aku termasuk golongannya. sebanyak dua atau tiga kali. Kemudian Rasulullah Saw. meletakkan jenazahnya pada kedua lengannya, lalu menguburkannya. Jenazahnya tidak memakai katil

selain dari kedua lengan Nabi Saw. yang memanggulnya, kemudian diletakkan di dalam kuburnya. Tiada suatu riwayat pun yang menyebutkan bahwa Nabi Saw. memandikannya. Sabit r.a. mengatakan bahwa sesudah itu

tiada seorang janda pun di kalangan orang-orang Ansar yang lebih dermawan daripada janda Julaibib itu. Ishaq ibnu Abdullah Abu Talhah bertanya kepada Sabit, "Apakah engkau mengetahui apa yang telah didoakan oleh Rasulullah Saw.

buat wanita itu?" Sabit menjawab, bahwa Rasulullah Saw. memanjatkan doa berikut buatnya: Ya Allah, curahkanlah kepadanya nikmat-Mu sederas-derasnya, dan janganlah engkau jadikan penghidupannya sengsara.

Doa beliau dikabulkan oleh Allah. Maka tiada seorang janda pun di kalangan Ansar yang lebih dermawan daripada wanita itu. Hal yang sama telah diketengahkan oleh Imam Ahmad secara panjang lebar, dan Imam Muslim serta Imam Nasai

telah mengetengahkan sebagiannya di dalam Kitabul Fada'il dalam kisah terbunuhnya Julaibib. Al-Hafiz Abu Umar ibnu Abdul Bar telah menyebutkan di dalam kitab Al-Isti'ab, bahwa ketika wanita itu berkata di dalam kemahnya,

"Apakah kalian menolak lamaran Rasulullah Saw. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan

suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (Al-Ahzab: 36) Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Amir ibnu Mus'ab, dari Tawus yang telah menceritakan bahwa sesungguhnya

dia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang dua rakaat yang dilakukan sesudah salat Asar. Maka Ibnu Abbas melarangnya (mengerjakannya), dan Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin

dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (Al-Ahzab: 36)

Ayat ini mengandung makna yang umum mencakup semua urusan, yang garis besarnya menyatakan bahwa apabila Allah dan Rasul-Nya memutuskan suatu perkara, maka seorang pun tidak diperkenankan menentangnya,

dan tidak boleh ada pilihan lain atau pendapat lain atau ucapan lain selain dari apa yang telah ditetapkan itu. Dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:


{فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}


Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan

yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65) Di dalam sebuah hadis disebutkan:


"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ"


Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidaklah beriman seseorang di antara kalian sebelum kesenangannya mengikuti apa yang disampaikan olehku.

Karena itulah maka diperingatkan dengan keras bagi orang yang menentang hal ini melalui firman Allah Swt.:


{وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا}


Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. (Al-Ahzab: 36) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}


maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (An-Nur: 63)

Surat Al-Ahzab |33:37|

وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ ۖ فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا ۚ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا

wa iż taquulu lillażiii an'amallohu 'alaihi wa an'amta 'alaihi amsik 'alaika zaujaka wattaqillaaha wa tukhfii fii nafsika mallohu mubdiihi wa takhsyan-naas, wallohu aḥaqqu an takhsyaah, fa lammaa qodhoo zaidum min-haa wathoroo, zawwajnaakahaa likai laa yakuuna 'alal-mu`miniina ḥarojun fiii azwaaji ad'iyaaa`ihim iżaa qodhou min-hunna wathoroo, wa kaana amrullohi maf'uulaa

Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, "Pertahankanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah," sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih berhak engkau takuti. Maka ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya terhadap istrinya. Dan ketetapan Allah itu pasti terjadi.

And [remember, O Muhammad], when you said to the one on whom Allah bestowed favor and you bestowed favor, "Keep your wife and fear Allah," while you concealed within yourself that which Allah is to disclose. And you feared the people, while Allah has more right that you fear Him. So when Zayd had no longer any need for her, We married her to you in order that there not be upon the believers any discomfort concerning the wives of their adopted sons when they no longer have need of them. And ever is the command of Allah accomplished.

Tafsir
Jalalain

(Dan ketika) ingatlah ketika (kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya) yakni nikmat Islam (dan kamu juga telah memberi nikmat kepadanya,)

dengan memerdekakannya, yang dimaksud adalah Zaid bin Haritsah, dahulu pada zaman jahiliah dia adalah tawanan kemudian ia dibeli oleh Rasulullah,

lalu dimerdekakan dan diangkat menjadi anak angkatnya sendiri ("Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah") dalam hal menalaknya

(sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya) akan membeberkannya, yaitu perasaan cinta kepada Zainab binti Jahsy,

dan kamu berharap seandainya Zaid menalaknya, maka kamu akan menikahinya (dan kamu takut kepada manusia) bila mereka mengatakan bahwa dia telah menikahi bekas istri anaknya

(sedangkan Allahlah yang lebih berhak untuk kamu takuti) dalam segala hal dan dalam masalah menikahinya, dan janganlah kamu takuti perkataan manusia.

Kemudian Zaid menalak istrinya dan setelah idahnya habis, Allah swt. berfirman, ("Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya)

yakni kebutuhannya (Kami kawinkan kamu dengan dia) maka Nabi saw. langsung mengawininya tanpa meminta persetujuannya dulu,

kemudian beliau membuat walimah buat kaum Muslimin dengan hidangan roti dan daging yang mengenyangkan mereka (supaya tidak ada keberatan bagi orang Mukmin

untuk mengawini istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu) apa yang telah dipastikan oleh-Nya (pasti terjadi.")

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 37 |

Allah Swt. berfirman menceritakan perihal Nabi-Nya, bahwa dia pernah mengatakan kepada bekas budaknya, yaitu Zaid ibnu Harisah r.a., "Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah." Zaid ibnu Harisah adalah

orang yang telah mendapat limpahan nikmat dari Allah Swt. yang telah menjadikannya masuk Islam dan mengikuti Rasul-Nya.


{وَأَنْعَمْتَ عَلَيْه}


dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya. (Al-Ahzab: 37) Yakni telah memerdekakannya dari perbudakan, sehingga jadilah ia seorang yang terhormat, terkemuka, dan disegani lagi dicintai oleh Nabi Saw.

Dia mendapat julukan nama Al-Hibbu (kecintaan Rasulullah Saw.), dan dikatakan kepada anaknya julukan nama Al-Hibbu ibnul Hibbi, yang artinya orang yang disayangi Rasulullah Saw. putra orang yang disayangi Rasulullah Saw.

Siti Aisyah r.a. pernah mengatakan bahwa tidak sekali-kali Rasulullah Saw. mengirimnya dalam suatu pasukan khusus, melainkan pasti beliau mengangkatnya sebagai komandannya. Dan seandainya Zaid ibnu Harisah hidup sesudah Nabi Saw.,

pastilah Nabi Saw. akan mengangkatnya menjadi khalifah. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Sa'id ibnu Muhammad Al-Warraq dan Muhammad ibnu Ubaid, dari Wa'il ibnu Daud, dari Abdullah Al-Bahi, dari Siti Aisyah r.a.


قَالَ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة (ح) ، وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَر، حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، أَخْبَرَنِي عِمْرَانُ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ ، عَنْ أَبِيهِ: حَدَّثَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ: كُنْتُ فِي الْمَسْجِدِ، فَأَتَانِي الْعَبَّاسُ وَعَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، فَقَالَا يَا أُسَامَةَ، اسْتَأْذِنْ لَنَا على رسول الله صلى الله عليه وسلم. قَالَ: فأتيتُ رسولَ اللَّهِ فَأَخْبَرْتُهُ، فَقُلْتُ: عَلِيٌّ وَالْعَبَّاسُ يَسْتَأْذِنَانِ؟ فَقَالَ: "أَتَدْرِي مَا حَاجَتُهُمَا؟ " قُلْتُ: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ: "لَكِنِّي أَدْرِي"، قَالَ: فَأَذِنَ لَهُمَا. قَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، جِئْنَاكَ لِتُخْبِرَنَا: أيُّ أَهْلِكَ أحبُّ إِلَيْكَ؟ فَقَالَ: "أَحَبُّ أَهْلِي إليَّ فَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ" قَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا نَسْأَلُكَ عَنْ فَاطِمَةَ. قَالَ: "فَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ، الَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتُ عَلَيْهِ"


Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dan telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abu Daud,

telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Abu Salamah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Usamah ibnu Zaid r.a. pernah bercerita kepadanya, bahwa ketika ia berada di dalam masjid

tiba-tiba datang kepadanya Al-Abbas dan Ali ibnu Abu Talib r.a., lalu keduanya bertanya, "Hai Usamah, mintakanlah izin kepada Rasulullah buat kami untuk menemuinya." Usamah menceritakan, bahwa lalu ia masuk dan menemui

Rasulullah Saw. serta menceritakan kepadanya hal tersebut, bahwa Ali dan Al-Abbas meminta izin

untuk masuk. Maka Nabi Saw. betanya, "Tahukah kamu apa keperluan keduanya?"Aku menjawab, "Tidak, ya Rasulullah.

" Rasulullah Saw. bersabda, "Tetapi aku mengetahuinya." Lalu keduanya diizinkan untuk masuk, dan keduanya bertanya, "Wahai Rasulullah, kami datang kepadamu untuk mendapat berita darimu, siapakah di antara keluargamu

yang paling engkau cintai?" Rasulullah Saw. menjawab, "Keluargaku yang paling kucintai adalah Fatimah binti Muhammad." Keduanya berkata, "Ya Rasulullah, kami tidak menanyakan kepadamu tentang Fatimah."

Maka Rasulullah Saw. bersabda: Kalau begitu Usamah ibnu Zaid orang yang telah Allah limpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya. Rasulullah Saw. telah mengawinkannya dengan anak perempuan bibinya,

yaitu Zainab binti Jahsy Al-Asadiyah r.a. Ibunya bernama Umaimah binti Abdul Muttalib. Nabi Saw. memberinya maskawin sepuluh dinar dan enam puluh dirham, lalu kain kerudung, milhafah (kasur), sebuah baju besi,

dan lima puluh mud makanan, dan sepuluh mud kurma. Demikianlah menurut Muqatil ibnuHayyan. Lalu Zainab tinggal bersama suaminya selama satu tahun atau lebih dari setahun, lalu terjadilah pertengkaran di antara keduanya

(Zaid ibnu Harisah dan Zainab binti Jahsy). Maka Zaid datang menghadap kepada Rasulullah Saw. mengadukan perkaranya. Rasulullah Saw. menasihatinya melalui sabdanya:


"أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ، وَاتَّقِ اللَّهَ"


Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah. Disebutkan oleh firman-Nya:


{وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ}


sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedangkan Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. (Al-Ahzab: 37)

Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir dalam bab ini telah menceritakan beberapa asar dari sebagian ulama Salaf radiyallahu 'anhum, tetapi kami lebih suka tidak mengetengahkannya, karena sanadnya tidak sahih.

Imam Ahmad telah meriwayatkan sehubungan dengan bab ini sebuah hadis melalui riwayat Hammad ibnu Zaid, dari Sabit, dari Anas r.a., tetapi di dalam konteksnya terkandung kegariban (keanehan), maka kami tinggalkan pula.

Imam Bukhari telah meriwayatkan pula sebagiannya secara ringkas, Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Ya'la ibnu Mansur, dari Hammad ibnu Zaid,

telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya ayat ini, yaitu firman-Nya: dan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya. (Al-Ahzab: 37)

diturunkan berkenaan dengan peristiwa Zainab binti Jahsy dan Zaid ibnu Harisah r.a. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hasyim ibnu Marzuq,

telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an yang menceritakan bahwa Ali ibnul Husain r.a. pernah bertanya kepadaku tentang apa yang telah dikatakan oleh Al-Hasan mengenai firman Allah Swt.:

dan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya. (Al-Ahzab: 37) Maka kuceritakan kepadanya bahwa Al-Hasan mengatakan, tidak demikian, tetapi Allah Swt. telah memberitahukan kepada Nabi-Nya

sebelum Nabi Saw. mengawininya bahwa kelak Zainab akan menjadi salah seorang istrinya. Ketika Zaid datang kepada Nabi Saw. mengadukan sikap Zainab yang membangkang, maka Nabi Saw. bersabda kepada Zaid: Tahanlah terus istrimu

dan bertakwalah kepada Allah. Maka Allah Swt. berfirman, "Aku telah memberitahukan kepadamu bahwa aku akan mengawinkannya denganmu, dan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya."

Hal yang sama telah diriwayatkan dari As-Saddi, bahwa Al-Hasan mengatakan hal yang sama. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Syahid, telah menceritakan kepadaku Khalid, dari Daud, dari Amir,

dari Aisyah r.a.; ia pernah mengatakan bahwa seandainya Muhammad Saw. menyembunyikan sesuatu dari apa yang diwahyukan kepadanya dari Kitabullah, tentulah ia menyembunyikannya, yaitu: dan kamu menyembunyikan

di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedangkan Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. (Al-Ahzab: 37) Adapun firman Allah Swt.:


{فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا}


Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia. (Al-Ahzab: 37) Al-watar artinya keperluan dan hajat, yakni setelah Zaid selesai dari keperluannya dengan Zainab,

lalu ia menceraikannya, maka Kami kawinkan kamu dengan Zainab. Dan yang mengawinkan Nabi Saw. dengan Zainab adalah Allah Swt. secara langsung. Dengan kata lain, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya dan memerintahkan

kepadanya agar mengawini Zainab tanpa wali, tanpa akad, tanpa mahar, dan tanpa saksi manusia, melainkan semuanya ditangani oleh Allah Swt. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim,

telah menceritakan kepada kami An-Nadr, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah, dari Sabit, dari Anas r.a. yang menceritakan bahwa setelah idah Zainab habis, Rasulullah Saw. bersabda kepada Zaid ibnu Harisah,

"Pergilah kamu dan ceritakanlah kepadanya tentang diriku." Maka Zaid berangkat hingga sampai ke rumah Zainab yang saat itu sedang membuat adonan roti. Ketika aku (Zaid) melihatnya, keadaannya berbeda, sehingga

aku tidak kuasa memandangnya. Lalu aku katakan kepadanya bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. menyebut-nyebutnya. Kemudian aku memalingkan punggungku dan berbicara kepadanya dengan membalikkan tubuh, "Hai Zainab,

bergembiralah, Rasulullah Saw. telah mengutusku untuk menyampaikan kepadamu bahwa beliau menyebut-nyebutmu." Zainab menjawab, "Aku tidak akan melakukan suatu tindakan apa pun sebelum beristikharah kepada Tuhanku."

Zainab bangkit menuju ke masjid, lalu turunlah ayat ini, dan Rasulullah Saw. langsung masuk menemuinya tanpa izin. Sesungguhnya saya menyaksikan peristiwa itu saat saya masuk ke dalam rumah Rasulullah Saw.

Beliau menjamu kami roti dan daging sebagai walimah perkawinannya dengan Zainab. Sesudah itu orang-orang pulang dan masih ada beberapa orang lelaki yang sedang berbincang-bincang sesudah jamuan makanan itu.

Rasulullah Saw. keluar dan aku mengikutinya, lalu Rasulullah Saw. memasuki kamar-kamar istri-istri lainnya satu demi satu seraya bersalam kepada mereka, dan mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah keadaan istri barumu?"

Zaid ibnu Harisah melanjutkan kisahnya, bahwa ia tidak ingat lagi apakah ia telah memberitahukan kepada Nabi Saw. bahwa kaum telah pulang semuanya, ataukah beliau telah mendapat berita tentang itu.

Tetapi beliau langsung masuk ke dalam rumah dan aku hendak ikut masuk pula, tetapi beliau menurunkan kain penutup pintu rumahnya yang menghalang-halangi antara aku dan beliau, lalu turunlah ayat hijab.

Setelah itu Nabi Saw. menyampaikannya kepada kaum melalui nasihat-nasihatnya, yaitu firman Allah Swt.: janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan. (Al-Ahzab: 53), hingga akhir ayat.

Imam Muslim dan Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Sulaiman ibnul Mugirah dengan sanad yang sama. Imam Bukhari rahimahullah telah meriwayatkan melalui sahabat Anas r.a. yang menceritakan bahwa

sesungguhnya Zainab binti Jahsy r.a. merasa berbangga diri atas istri-istri Nabi Saw. yang lainnya dengan mengatakan kepada mereka: Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian, sedangkan aku dinikahkan oleh Allah dari atas langit ketujuh.

Dalam tafsir Surat An-Nur telah kami sebutkan suatu riwayat dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Jahsy yang telah menceritakan bahwa Zainab dan Aisyah saling berbangga diri.

Zainab mengatakan, "Akulah wanita yang dikawinkan melalui wahyu yang diturunkan dari langit." Sedangkan Aisyah r.a. mengatakan, "Akulah istri yang pembersihan namanya diturunkan dari langit." Akhirnya Zainab r.a.

mengakui keunggulan Siti Aisyah r.a. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-Mugirah, dari Asy-Sya’bi yang mengatakan bahwa sesungguhnya Zainab binti Jahsy

pernah berkata kepada Nabi Saw., "Sesungguhnya aku benar-benar diberati olehmu karena tiga perkara; tidak ada seorang wanita pun dari kalangan istri-istrimu yang mempunyai keistimewaan itu, yaitu sesungguhnya kakekku

dan kakekmu adalah sama (yakni Abdul muttalib), dan sesungguhnya aku dikawinkan denganmu oleh Allah Swt. dari langit dan yang menjadi mak comblangnya adalah Jibril a.s. Firman Allah Swt.:


{لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا}


supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. (Al-Ahzab: 37)

Sesungguhnya Kami perbolehkan bagimu mengawininya, tidak lain Kami lakukan hal itu agar tidak ada lagi rasa keberatan bagi orang-orang mukmin dalam mengawini wanita-wanita yang telah diceraikan oleh anak-anak angkat mereka.

Demikian itu karena Rasulullah Saw. di masa sebelum kenabian telah mengangkat Zaid ibnu Harisah sebagai anak angkatnya, sehingga Zaid dikenal sebagai putra Muhammad. Setelah itu Allah memutuskan nisbat atau kaitan ini melalui firman-Nya:


{وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ}


dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). (Al-Ahzab: 4) sampai dengan firman-Nya: Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka;

itulah yang lebih adil pada sisi Allah. (Al-Ahzab: 5) Kemudian ditambahkan kejelasan dan kekukuhannya dengan peristiwa kawinnya Rasulullah Saw. dengan Zainab binti Jahsy r.a. setelah dicerai oleh Zaid ibnu Harisah r.a. anak angkat Rasulullah Saw. karena itulah di dalam ayat At-Tahrim disebutkan oleh firman-Nya:


{وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُم}


(dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu). (An-Nisa: 23) Hal ini tiada lain untuk menghindarkan kesalahpahaman terhadap anak angkat, karena istri anak angkat bukan mahram. Sebab tradisi adopsi anak angkat di kalangan mereka saat itu banyak terjadi. Firman Allah Swt.:


{وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولا}


Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. (Al-Ahzab: 37) Yakni perkara yang telah terjadi ini bersumber dari apa yang telah ditakdirkan dan telah dipastikan oleh Allah, maka tidak dapat dielakkan lagi. Takdir tersebut menyatakan

bahwa Zainab binti Jahsy, menurut pengetahuan Allah Swt. kelak akan menjadi salah seorang dari istri-istri Nabi Saw.

Surat Al-Ahzab |33:38|

مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ ۖ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ ۚ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا

maa kaana 'alan-nabiyyi min ḥarojin fiimaa farodhollaahu lah, sunnatallohi fillażiina kholau ming qobl, wa kaana amrullohi qodarom maqduuroo

Tidak ada keberatan apa pun pada Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunah Allah pada nabi-nabi yang telah terdahulu. Dan ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku,

There is not to be upon the Prophet any discomfort concerning that which Allah has imposed upon him. [This is] the established way of Allah with those [prophets] who have passed on before. And ever is the command of Allah a destiny decreed.

Tafsir
Jalalain

(Tidak ada suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan) yang telah dihalalkan (Allah baginya, sebagai sunah Allah)

lafal Sunatallah dinashabkan setelah huruf Jarnya dicabut (pada orang-orang yang telah berlalu dahulu) dari kalangan para nabi, yaitu bahwasanya tidak ada dosa bagi mereka

dalam hal tersebut sebagai kemurahan bagi mereka dalam masalah nikah. (Dan adalah ketetapan Allah itu) yakni keputusan-Nya (suatu ketetapan yang pasti berlaku) pasti terlaksana.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 38 |

Firman Allah Swt.:


{مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ}


Tidak ada suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Al-Ahzab: 38) Yakni tentang apa yang dihalalkan baginya dan apa yang diperintahkan¬Nya, yaitu mengawini Zainab r.a. yang telah diceraikan oleh anak angkat beliau sendiri (Zaid ibnu Harisah r.a.) Firman Allah Swt.:


{سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ}


(Allah telah menetapkan yang demikian itu) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. (Al-Ahzab: 38) Hal ini merupakan hukum Allah pada nabi-nabi sebelumnya. Allah tidak sekali-kali memerintahkan kepada mereka

untuk melakukan sesuatu yang menyebabkan mereka berdosa karenanya. Ayat ini merupakan sanggahan terhadap sebagian orang dari kalangan orang-orang munafik yarig menduga bahwa martabat Nabi Saw. menjadi berkurang karena mengawini bekas istri anak angkatnya.


{وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا}


Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku. (Al-Ahzab: 38) Maksudnya, itu urusan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. itu pasti terjadi dan tidak akan bisa dielakkan lagi; karena apa yang dikehendaki¬Nya pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi.

Surat Al-Ahzab |33:39|

الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ ۗ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا

allażiina yuballighuuna risaalaatillaahi wa yakhsyaunahuu wa laa yakhsyauna aḥadan illalloh, wa kafaa billaahi ḥasiibaa

(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan tidak merasa takut kepada siapa pun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.

[Allah praises] those who convey the messages of Allah and fear Him and do not fear anyone but Allah. And sufficient is Allah as Accountant.

Tafsir
Jalalain

(Yaitu orang-orang) lafal Al Ladziina menjadi Na'at atau sifat dari lafal Al Ladziina yang sebelumnya (yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya,

dan mereka tiada merasa takut kepada seorang pun selain kepada Allah) mereka tidak takut kepada perkataan manusia dalam hal melaksanakan apa yang telah dihalalkan oleh Allah buat mereka.

(Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan) yakni yang memelihara amal-amal makhluk-Nya dan yang menghisab mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 39 |

Tafsir ayat 39-40

Allah Swt. memuji mereka yang disebutkan dalam firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah. (Al-Ahzab: 39) kepada makhluk-Nya dan menunaikan semua yang dipercayakan kepada mereka.


{وَيَخْشَوْنَهُ}


mereka takut kepada-Nya. (Al-Ahzab: 39) Mereka hanya takut kepada Allah, dan tidak takut kepada seorang pun selain Dia. Oleh karena itu, maka tiada kekuasaan seorang pun yang dapat mencegah mereka dari menyampaikan risalah-risalah Allah Swt.


{وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا}


Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.(Al-Ahzab: 39) Artinya cukuplah Allah sebagai Penolong dan Pembantu. Dan penghulu manusia dalam menjalankan misi kedudukan ini, bahkan dalam semua kedudukan,

adalah Muhammad Rasulullah Saw. Karena sesungguhnya dia telah menunaikan risalah ini dan menyampaikannya kepada semua penduduk belahan timur dan belahan barat, hingga kepada semua Bani Adam.

Allah telah memenangkan kalimah-Nya, agama-Nya, dan syariat¬Nya atas semua agama dan semua syariat. Dan sesungguhnya nabi-nabi sebelumnya hanya diutus kepada kaumnya semata, sedangkan beliau Saw.

diutus untuk semua makhluk, baik yang Arab maupun non-Arab, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:


{قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا}


Katakanlah, "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.” (Al-A'raf: 158) Kemudian tugas penyampaiannya itu diwarisi oleh umatnya sesudah dia tiada. Orang yang paling berjasa dalam hal ini

adalah para sahabatnya radiyallahu 'anhum. Mereka telah menyampaikan darinya sebagaimana apa yang telah dia sampaikan kepada mereka dalam semua perkataan, perbuatan, dan sepak terjangnya di malam dan siang harinya,

dalam perjalanan dan di tempat kediamannya, dan dalam kesembunyian dan keterang-keterangannya. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka dan membalas mereka dengan pahala yang memuaskan mereka.

Kemudian sesudah mereka tugas ini diwarisi pula oleh pengganti mereka secara estafet sampai kepada masa kita sekarang ini. Maka hanya orang-orang yang mendapat petunjuklah yang mengikuti jejak mereka,

dan hanya orang-orang yang mendapat taufiklah yang menempuh jalan mereka. Untuk itu kita memohon kepada Allah Swt. semoga Dia menjadikan kita termasuk orang-orang yang dapat menggantikan mereka. Allah Mahamulia lagi Maha Pemberi Karunia.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْر، أَخْبَرَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة، عَنْ أَبِي البَخْتَري، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا يَحْقِرَنَّ أَحَدُكُمْ نَفْسَهُ أَنْ يَرَى أَمْرَ اللَّهِ فِيهِ مَقَالٌ ثُمَّ لَا يَقُولُهُ، فَيَقُولُ اللَّهُ: مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَقُولَ فِيهِ؟ فَيَقُولُ: رَبِّ، خَشِيتُ النَّاسَ. فَيَقُولُ: فَأَنَا أَحَقُّ أن يخشى "


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Bukhturi, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda: iangan sekali-kali seseorang di antara kalian menghina dirinya sendiri bila ia melihat perintah Allah yang memerlukan pembelaannya, kemudian ia tidak membelanya. Maka Allah akan bertanya, "Apakah yang mencegahmu

untuk tidak membelanya?” Lalu ia mengatakan, "Ya Tuhanku, aku takut kepada manusia.” Maka Allah akan berfirman, "Akulah seharusnya yang lebih ditakuti.” Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Abdur Razzaq, dari As-Sauri,

dari Zaid ibnu Amr ibnu Murrah. Ibnu Majah meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Abdullah ibnu Numair dan Abu Mu'awiyah, keduanya dari Al-A'masy dengan sanad yang sama. Firman Allah Swt.:


{مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ}


Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu. (Al-Ahzab: 40) Sesudah ini dilarang menyebutkan Zaid anak Muhammad. Dengan kata lain, Muhammad Saw. bukan ayah Zaid, sekalipun Nabi Saw.

telah menjadikannya sebagai anak angkatnya. Karena sesungguhnya tidak ada seorang anak lelaki pun bagi-Nabi Saw. yang hidup sampai mencapai usia balig. Sesungguhnya Nabi Saw. mempunyai tiga orang putra dari Siti Khadijah r.a.,

yaitu Al-Qasim, At-Tayyib, dan At-Tahir yang semuanya meninggal dunia ketika masih kecil. Beliau mempunyai putra pula dari Mariyah Al-Qibtiyyah, yaitu Ibrahim; tetapi ia pun meninggal dunia saat dalam usia penyusuan. Nabi Saw.

mempunyai empat orang anak perempuan dari Siti Khadijah, Yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah r.a. Tetapi tiga orang putrinya telah wafat di masa beliau Saw. masih hidup. Sedangkan Fatimah r.a.

adalah yang terakhir hingga ia merasa kehilangan Nabi Saw. saat beliau wafat. Kemudian ia pun wafat pula enam bulan sesudah Nabi Saw. wafat. Firman Allah Swt.:


{وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا}


tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab: 40) Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ}


Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. (Al-An'am: 124) Ayat 40 surat Al-Ahzab ini merupakan nas yang menunjukkan bahwa tidak ada nabi lagi sesudahnya, dan apabila sudah tidak ada nabi lagi,

maka terlebih lagi rasul. Karena kedudukan rasul bersifat lebih khusus daripada kedudukan nabi. Dengan kata lain, setiap rasul pasti nabi, tetapi tidak sebaliknya. Hal ini telah disebutkan oleh banyak hadis mutawatir dari Rasulullah Saw. melalui riwayat sejumlah para sahabat radiyallahu 'anhum.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْأَزْدِيُّ، حَدَّثَنَا زُهَيْر بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنِ الطُّفَيْلِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَثَلِي فِي النَّبِيِّينَ كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى دَارًا فَأَحْسَنَهَا وَأَكْمَلَهَا، وَتَرَكَ فِيهَا مَوْضِعَ لَبنة لَمْ يَضَعها، فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِالْبُنْيَانِ وَيَعْجَبُونَ مِنْهُ، وَيَقُولُونَ: لَوْ تمَّ مَوْضِعُ هَذِهِ اللَّبِنَةِ؟ فَأَنَا فِي النَّبِيِّينَ مَوْضِعُ تِلْكَ اللَّبِنَةِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami. Abu Amir Al-Azdi, telah menceritakan kepada kami Zuhair ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari At-Tufail ibnu Abu Ka'b, dari ayahnya, dari Nabi Saw.

yang telah bersabda: Perumpamaanku di kalangan para nabi sama dengan seorang lelaki yang membangun sebuah gedung, ia melakukan pekerjaannya dengan baik dan sempurna. Tetapi ia membiarkan suatu bagian

yang tidak dirampungkannya. Maka manusia meliput bangunan tersebut dan mereka merasa kagum dengan keindahan bangunan itu seraya berkata, "Andaikata bagian ini dirampungkan pembangunannya (alangkah indahnya bangunan ini).”

Maka perumpamaanku di kalangan para nabi adalah seperti bagian tersebut. Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui Bandar, dari Abu Amir Al-Aqdi dengan sanad yang sama, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

Hadis lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami Al-Mukhtar ibnu Fulful, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Malik r.a.

yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah terputus, maka tidak ada rasul dan tidak pula ada nabi sesudahku. Maka hal tersebut dirasakan amat berat bagi orang-orang,

lalu beliau bersabda, "Tetapi yang masih ada adalah berita-berita yang meng¬gembirakan." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan mubasysyirat (hal-hal yang menggembirakan itu)?" Beliau Saw. menjawab:

Mimpi seorang muslim, hal ini merupakan suatu bagian dari kenabian. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi melalui Al-Hasan ibnu Muhammad Az-Za'farani, dari Affan ibnu Muslim dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih garib karena melalui riwayat Al-Mukhtar ibnuFulful. Hadis lain.


قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا سَليم بْنُ حَيَّان، عَنْ سَعِيدِ بْنِ مِينَاءَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَثَلِي وَمَثَلُ الْأَنْبِيَاءِ كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى دَارًا فَأَكْمَلَهَا وَأَحْسَنَهَا إِلَّا مَوْضِعَ لَبنة، فَكَانَ مَنْ دَخَلَهَا فَنَظَرَ إِلَيْهَا قَالَ: مَا أَحْسَنَهَا إِلَّا مَوْضِعَ هَذِهِ اللَّبِنَةِ! فَأَنَا مَوْضِعُ اللَّبِنَةِ، خُتِمَ بِي الْأَنْبِيَاءُ، عَلَيْهِمُ السَّلَامُ".


Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaim ibnu Hayyan, dari Sa'id ibnu Maina, dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Perumpamaanku dan perumpamaan

para nabi sama dengan seseorang yang membangun sebuah gedung, dia membangun¬nya dengan sempurna dan indah, terkecuali suatu bagian dari¬nya. Maka setiap orang yang masuk ke dalamnya menyaksikan keindahannya mengatakan,

"Alangkah indahnya gedung ini terkecuali bagian ini.” Maka akulah bagian tersebut dan para nabi semuanya ditutup olehku. Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Turmuzi meriwayatkan melalui berbagai jalur dari Salim ibnu Hayyan

dengan sanad yang sama; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini ditinjau dari segi jalurnya sahih garib. Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَثَلِي وَمَثَلُ النَّبِيِّينَ [مِنْ قَبْلِي] كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى دَارًا فَأَتَمَّهَا إِلَّا لَبنَة وَاحِدَةً، فَجِئْتُ أَنَا فَأَتْمَمْتُ تِلْكَ اللَّبِنَةِ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Perumpamaanku dan para nabi lainnya seperti seseorang yang membangun sebuah gedung, dia menyempurnakan bangunan¬nya terkecuali suatu bagian darinya. Maka aku datang, lalu menyempurnakan bagian itu.

Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim secara tunggal melalui Al-A'masy dengan sanad yang sama. Hadis lain.


قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُبَيد الرَّاسِبِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا الطُّفَيْلِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "لا نُبُوَّةَ بَعْدِي إِلَّا الْمُبَشِّرَاتِ". قَالَ: قِيلَ: وَمَا الْمُبَشِّرَاتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الرُّؤْيَا الْحَسَنَةُ -أَوْ قَالَ -الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ."


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Ubaid Ar-Rasibi yang telah mengatakan bahwa

ia pernah mendengar Abut Tufail r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Tiada kenabian sesudahku, kecuali hanya mubasysyirat.”

Ketika ditanyakan "Apakah mubasysyirat itu (berita-berita yang menggembirakan).” Rasulullah Saw. menjawab, "Mimpi yang baik, " atau, "Mimpi yang saleh.” Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ هَمَّام بْنِ مُنَبِّه قَالَ: هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ ابْتَنَى بُيُوتًا فَأَحْسَنَهَا وَأَكْمَلَهَا وَأَجْمَلَهَا، إِلَّا مَوْضِعَ لَبنة مِنْ زَاوِيَةٍ مِنْ زَوَايَاهَا، فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ وَيُعْجِبُهُمُ الْبُنْيَانُ وَيَقُولُونَ: أَلَا وَضَعْتَ هَاهُنَا لَبِنَةً فَيَتِمُّ بُنْيَانُكَ؟! " قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَكُنْتُ أَنَا اللَّبِنَةُ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hamam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa berikut ini adalah hadis yang pernah diceritakan kepada kami

oleh Abu Hurairah r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan para nabi sebelumku bagaikan seorang lelaki yang membangun perumahan, l

alu dia membangunnya dengan sempurna, baik dan indah, terkecuali suatu bagian darinya yang terletak di salah satu sudutnya. Maka orang-orang mengelilingi bangunan itu dan mereka merasa kagum dengan bangunan-bangunannya

seraya berkomentar, "Mengapa tidak diselesaikan bagian ini hingga bangunanmu menjadi sempurna?” Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Akulah yang dimaksud dengan bagian itu.”

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui riwayat Abdur Razzaq. Hadis lain: diriwayatkan pula melalui Abu Hurairah r.a.


قَالَ الْإِمَامُ مُسْلِمٌ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَعَلِيُّ بْنُ حَجَرٍ قَالُوا: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلَ بْنِ جَعْفَرٍ، عَنِ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قال: "فُضلت عَلَى الْأَنْبِيَاءِ بِسِتٍّ: أعْطِيتُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ، ونُصِرْتُ بِالرُّعْبِ، وأحِلَّت لِيَ الْغَنَائِمُ، وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ طَهُورًا وَمَسْجِدًا، وَأُرْسِلْتُ إِلَى الْخَلْقِ كَافَّةً، وختم بي النبيون".


Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayyub, Qutaibah, dan Ali ibnu Hajar. Mereka mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja'far, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a.

yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku dianugerahi keutamaan di atas para nabi dengan enam perkara: Aku dianugerahi jawami'ul kalim, aku diberi pertolongan melalui rasa gentar (yang mencekam hati musuh),

ganimah dihalalkan bagiku, bumi ini dijadikan masjid lagi suci dan mensucikan bagiku, aku diutus kepada semua makhluk, dan para nabi ditutup olehku. Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Ismail ibnu Ja'far, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَثَلِي وَمَثَلُ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي، كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى دَارًا فَأَتَمَّهَا إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ وَاحِدَةٍ، فَجِئْتُ أَنَا فَأَتْمَمْتُ تِلْكَ اللَّبِنَةَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Perumpamaanku

dan perumpamaan para nabi sebelumku bagaikan seorang lelaki yang membangun sebuah gedung, dia membangunnya dengan sempurna terkecuali suatu bagian tempat diletakkannya sebuah bata, lalu aku datang dan menyempurnakan

bagian tersebut. Imam Muslim meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan Abu Kuraib yang keduanya meriwayatkannya melalui Abu Mu'awiyah dengan sanad yang sama. Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ سُويد الْكَلْبِيِّ، عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى بْنِ هِلَالٍ السُّلَمِيِّ، عَنِ العِرْباض بْنِ سَارِيَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي عِنْدَ اللَّهِ لَخَاتَمُ النَّبِيِّينَ وَإِنَّ آدَمَ لمنْجَدِل فِي طِينَتِهِ."


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Suwaid Al-Kalbi, dari Abdul A'la ibnu Hilal As-Sulami,

dari Al-Irbad ibnu Sariyah r.a. yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda kepadanya: Sesungguhnya aku benar-benar telah dicatat di sisi Allah sebagai penutup para nabi, sedangkan Adam benar-benar masih berbentuk tanah liatnya. Hadis lain.


قَالَ الزُّهْرِيُّ: أَخْبَرَنِي مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ، عَنْ أَبِيهِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ لِي أَسْمَاءٌ: أَنَا مُحَمَّدٌ، وَأَنَا أَحْمَدُ، وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يَمْحُو اللَّهُ تَعَالَى بِيَ الْكُفْرَ، وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمِي، وَأَنَا الْعَاقِبُ الَّذِي لَيْسَ بَعْدَهُ نَبِيٌّ."


Az-Zuhri mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya aku mempunyai beberapa nama: Akulah Muhammad,

akulah Ahmad, akulah Al-Mahi yang artinya Allah menghapuskan kekufuran melaluiku, akulah Al-Hasyir yang artinya manusia digiring di bawah kedua telapak kakiku; dan akulah Al-Aqib yang artinya tidak ada nabi lagi sesudahku.

Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih masing-masing.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ هُبَيْرة، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُولُ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا كَالْمُوَدِّعِ، فَقَالَ: "أَنَا مُحَمَّدٌ النَّبِيُّ الْأُمِّيُّ -ثَلَاثًا -وَلَا نَبِيَّ بَعْدِي، أُوتِيتُ فَوَاتِحَ الْكَلِمِ وَجَوَامِعَهُ وَخَوَاتِمَهُ، وَعَلِمْتُ كَمْ خَزَنَةُ النَّارِ وَحَمَلَةُ الْعَرْشِ، وَتُجُوِّزَ بِي، وعُوفيتُ وعُوفيتْ أُمَّتِي؛ فَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا مَا دُمْتُ فِيكُمْ، فَإِذَا ذُهب بِي فَعَلَيْكُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ، أَحِلُّوا حَلَالَهُ، وَحَرِّمُوا حَرَامَهُ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Abdullah ibnu Hubairah, dari Abdur Rahman ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar

Abdullah ibnu Amr menceritakan hadis berikut, bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. keluar menemui kami seakan-akan seperti seseorang yang hendak mengucapkan selamat tinggal, lalu beliau Saw. bersabda:

Akulah Muhammad Nabi yang ummi -sebanyak tiga kali- tidak ada nabi lagi sesudahku; aku dianugerahi semua pembuka, semua gabungan dan semua penutup kalimah-kalimah. Aku mengetahui berapa banyak juru kunci neraka

dan para malaikat pemikul 'Arasy Dan aku dibawa melewati (sirat), aku diselamatkan dan umatku juga diselamatkan. Maka dengarkanlah dan taatilah selagi aku masih berada di antara kalian. Dan apabila aku sudah tiada,

berpegang teguhlah kalian kepada Kitabullah; halalkanlah apa yang dihalalkannya dan haramkanlah apa yang diharamkannya. Imam Ahmad meriwayatkannya secara tunggal. Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula melalui Yahya ibnu Ishaq,

dari Ibnu Lahi'ah, dari Abdullah ibnu Hubairah, dari Abdullah ibnu Syuraih Al-Khaulani, dari Abu Qais maula Amr ibnul 'As, dari Abdullah ibnu Amr r.a., lalu disebutkan hadis yang semisal.

Hadis-hadis lain yang semisal dengan ini cukup banyak. Termasuk rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya ialah Dia mengutus Muhammad Saw. kepada mereka. Kemudian termasuk penghormatan dari-Nya kepada mereka ialah

Dia menutup para nabi dan para rasul dengan Nabi Muhammad Saw., dan Allah telah menyempurnakan agama-Nya yang hanif melalui Nabi Muhammad Saw. Allah Swt. telah memberitakan di dalam Kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya

(yaitu sunnahnya yang mutawatir) bahwa tidak ada nabi lagi sesudahnya. Dinyatakannya hal ini agar mereka mengetahui bahwa barang siapa yang mengaku-ngaku dirinya menyandang gelar ini sesudah ia tiada,

maka dia adalah seorang pendusta, pembual, pemalsu, sesat, dan menyesatkan. Sekalipun orang yang mengaku-ngaku menjadi nabi atau rasul itu dapat mengeluarkan berbagai macam perkara yang bertentangan dengan hukum alam,

atau mendatangkan berbagai macam sihir, sulap, dan magis; maka semuanya itu kesesatan belaka menurut orang-orang yang mempunyai akal. Sebagaimana yang telah diberikan oleh Allah kepada Al-Aswad Al-Anasi dan Musailamah Al-Kazzab

di Yamamah, yaitu berupa berbagai macam keadaan yang merusak dan kata-kata yang dingin, yang semuanya itu diketahui oleh setiap orang yang mempunyai akal sehat dan pandangan hati serta pengertian yang benar,

bahwa keduanya pendusta lagi sesat; semoga Allah melaknat keduanya. Demikian pula halnya setiap orang yang mengaku-ngaku hal tersebut sampai hari kiamat, hingga orang terakhir mereka, yaitu Al-Masihud Dajjal.

Setiap orang dari kalangan para pendusta itu dengan berbagai macam perkara yang diciptakan oleh Allah untuknya, semuanya telah diketahui oleh para ulama dan orang-orang mukmin, bahwa orang yang mendatangkan hal seperti itu

adalah pendusta. Hal ini pun merupakan salah satu dari belas kasihan Allah terhadap makhluk-Nya. Sesungguhnya mereka yang berperilaku demikian pada kenyataannya tidak pernah memerintahkan kepada kebajikan,

tidak pula mencegah perkara yang mungkar, melainkan hanya secara kebetulan saja, atau mereka sengaja melakukannya untuk tujuan-tujuan lain yang tertentu.

Karena itulah maka mereka sangat parah dalam kedustaan dan kedurhakaannya, baik dalam ucapan maupun perbuatannya, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


{هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ تَنزلُ الشَّيَاطِينُ * تَنزلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ}


Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa. (Asy-Syu'ara: 221-222)

Lain halnya dengan keadaan para nabi, karena sesungguhnya mereka sangat prima dalam hal kebajikan, kebenaran, kejujuran, istiqamah, dan keadilan dalam semua ucapan dan perbuatan mereka.

Mereka selalu memerintahkan kepada kebajikan dan melarang kemungkaran, selain itu mereka didukung oleh berbagai macam mukjizat yang gamblang dan bukti-bukti yang sangat jelas yang menunjukkan akan kebenaran mereka.

Semoga salawat dan salam Allah tercurahkan buat mereka selama-lamanya selama masih ada langit dan bumi.

Surat Al-Ahzab |33:40|

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

maa kaana muḥammadun aba aḥadim mir rijaalikum wa laakir rosuulallohi wa khootaman-nabiyyiin, wa kaanallohu bikulli syai`in 'aliimaa

Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Muhammad is not the father of [any] one of your men, but [he is] the Messenger of Allah and last of the prophets. And ever is Allah, of all things, Knowing.

Tafsir
Jalalain

(Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian) dia bukan bapak Zaid, Zaid bukanlah anaknya, maka tidak diharamkan baginya untuk mengawini bekas istri anak angkatnya yaitu Zainab

(tetapi dia) adalah (Rasulullah dan penutup nabi-nabi) artinya tidak akan lahir lagi nabi sesudahnya. Dan menurut suatu qiraat dibaca Khataman Nabiyyiina,

sama dengan alat untuk mencap atau cincin, yang maksudnya sesudah dia para nabi dilak atau ditutup. (Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu)

antara lain Dia mengetahui bahwa tidak akan ada nabi lagi sesudah Nabi Muhammad saw. seumpama Nabi Isa turun nanti, maka ia akan memerintah dengan memakai syariat Nabi Muhammad.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 40 |

penjelasan ada di ayat 39

Surat Al-Ahzab |33:41|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

yaaa ayyuhallażiina aamanużkurulloha żikrong kaṡiiroo

Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya,

O you who have believed, remember Allah with much remembrance

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman! Berzikirlah dengan menyebut nama Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 41 |

Tafsir ayat 41-44

Allah Swt: berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar banyak menyebut nama Tuhan mereka yang telah melimpahkan nikmat kepada mereka berupa berbagai macam nikmat dan beraneka ragam anugerah ,

Karena dalam melaksanakan hal tersebut terdapat pahala yang berlimpah bagi mereka dan tempat kembali yang sangat baik.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن سعيد ، حدثني مولى بن عَيَّاشٍ عَنْ أَبِي بَحرية ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَّا أُنْبِئَكُمْ بِخَيْرِ أعمالكم وأزكاها عند مليككم، وأرفعها في درجاتكم، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِعْطَاءِ الذَّهَبِ والوَرق، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ، وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ؟ " قَالُوا: وَمَا هُوَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "ذِكْرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Abdullah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepadaku maula ibnu Iyasy, dari Abu Bahriyyah, dari Abu Darda r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda: "Maukah aku ceritakan kepada kalian tentang amal perbuatan yang terbaik bagi kalian dan tersuci di sisi Tuhan kalian serta menghantarkan kalian kepada kedudukan yang tertinggi, dan lebih baik bagi kalian

daripada menyedekahkan emas dan perak, serta lebih baik bagi kalian daripada kalian berperang melawan musuh kalian, lalu kalian tebas batang leher mereka dan mereka menebas batang leher kalian?”

Mereka bertanya, 'Wahai Rasulullah, amalan apakah itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Zikrullah (banyak menyebut nama Allah).” Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam ibnu Majah melalui hadis

Abdullah ibnu Sa'id ibnu Abu Hindun, dari Ziad maula ibnu Iyasy, dari Abu Bahriyyah yang nama aslinya Abdullah ibnu Qais Al-Baragimi, dari Abu Darda r.a. Imam Turmuzi mengatakan bahwa sebagian dari para perawi meriwayatkannya

dari Abu Bahriyyah secara mursal. Menurut hemat kami, dalam pembahasan yang lalu hadis ini telah dikemukakan, yaitu dalam tafsir firman Allah Swt.:


{وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ}


Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah. (Al-Ahzab: 35) Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad telah disebutkan hal yang semisal melalui hadis Ziyad ibnu Abu Ziyad maula Abdullah ibnu Iyasy,

bahwa telah sampai kepadanya sebuah hadis dari Mu'az ibnu Jabal r.a., dari Rasulullah Saw., lalu disebutkan hal yang semisal, Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا فَرَجُ بْنُ فَضَالة، عَنْ أَبِي سَعْدٍ الحِمْصي قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: دُعَاءٌ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا أَدَعُهُ: "اللَّهُمَّ، اجْعَلْنِي أُعْظِمُ شُكْرَكَ، وَأَتْبَعُ نَصِيحَتَكَ، وَأُكْثِرُ ذِكْرَكَ، وَأَحْفَظُ وَصِيَّتَكَ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Fudalah, dari Abu Sa'id Al-Himsi yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa

ada sebuah doa yang ia dengar dari Rasulullah Saw., selanjutnya tidak pernah ia tinggalkan, yaitu: Ya Allah, jadikanlah diriku orang yang banyak bersyukur kepada-Mu, dan orang yang paling mengikuti nasihat-Mu,

dan orang yang paling banyak berzikir menyebut nama-Mu, dan orang yang paling memelihara wasiat-Mu. Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui Yahya ibnu Musa, dari Waki', dari Abu Fudalah Al-Fajr ibnu Fudalah, dari Abu Sa'id Al-Himsi,

dari Abu Hurairah r.a. Lalu disebutkan hal yang semisal, dan ia mengatakan bahwa hadis ini garib. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abun Nadr Hasyim ibnul Qasim, dari Farj ibnu Fudalah, dari Abu Sa'id Al-Murri, dari Abu Hurairah r.a., lalu disebutkan hal yang semisal.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِي، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ بُسْر يَقُولُ: جَاءَ أَعُرَابِيَّانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ أَحَدُهُمَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ؟ قَالَ: "مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ". وَقَالَ الْآخَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيْنَا، فَمُرْنِي بِأَمْرٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. قَالَ: "لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا بِذِكْرِ اللَّهِ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Amr ibnu Qais yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Bisyr menceritakan hadis berikut,

bahwa pernah ada dua orang Badui datang menghadap kepada Rasulullah Saw. salah seorangnya bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling baik itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Orang yang panjang usianya

dan baik amal perbuatannya. Lalu orang yang lainnya bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat-syariat Islam itu banyak sekali bagi kami, maka perintahkanlah saya untuk melakukan suatu perkara yang akan saya pegang teguh."

Rasulullah Saw. menjawab: Biarkanlah lisanmu tetap basah karena terus-menerus berzikir menyebut nama Allah Swt. Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah mengetengahkan bagian terakhir dari hadis ini melalui riwayat

Mu'awiyah ibnu Saleh dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُرَيج، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ قَالَ: أَنَّ دَرّاجا أَبَا السَّمْحِ حَدَّثَهُ، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَكْثِرُوا ذِكْرَ اللَّهِ حَتَّى يَقُولُوا: مَجْنُونٌ."


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraij, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Amr ibnul Haris yang menceritakan bahwa Darij alias Abus Samah pernah menceritakan hadis berikut dari Abul Haisam,

dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Berzikirlah menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya hingga mereka mengatakan bahwa (kalian) tergila-gila.


قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكرم العَمِّي، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سُفْيَانَ الجَحْدَرِي، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ أَبِي ثُبَيت الرَّاسِبِيِّ، عَنِ أَبِي الْجَوْزَاءِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا [حَتَّى] يقول الْمُنَافِقُونَ: تُرَاءُونَ."


Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Makram yang tuna netra, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Safin Al-Juhdari,

telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Abu Ja'far, dari Uqbah ibnu Abu Syabib Ar-Rasi, dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Berzikirlah kepada Allah dengan sebenar-benarnya hingga orang-orang munafik mengatakan bahwa sesungguhnya kalian pamer.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ، حَدَّثَنَا شَدَّادٌ أَبُو طَلْحَةَ الرَّاسِبِيُّ، سَمِعْتُ أَبَا الْوَازِعِ جَابِرَ بْنَ عَمْرٍو يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ قَوْمٍ جَلَسُوا مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ فِيهِ، إِلَّا رَأَوْهُ حَسْرَةً يَوْمِ الْقِيَامَةِ."


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Syaddad Abu Talhah Ar-Rasi; ia pernah mendengar Abul Wazi' alias Jabir ibnu Amr menceritakan hadis berikut

dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak sekali-kali suatu kaum duduk di suatu majelis tanpa berzikir menyebut nama Allah padanya, melainkan mereka akan menyaksikan majelis itu

menjadi penyesalan kelak di hari kiamat. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. (Al-Ahzab: 41)

Sesungguhnya Allah Swt. tidak sekali-kali menetapkan suatu kefarduan (kewajiban) atas hamba-hamba-Nya, melainkan menjadikan baginya batasan yang telah dimaklumi, kemudian pelakunya dimaafkan jika sedang uzur, terkecuali zikir.

Karena sesungguhnya Allah Swt. tidak pernah menjadikan baginya batasan yang mengakhirinya, tidak pernah pula memaafkan seseorang yang meninggalkannya, melainkan orang tersebut berada dalam keadaan yang terkalahkan

karena meninggalkannya. Allah Swt. telah berfirman: ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. (An-Nisa: 103) Yakni di malam hari dan di siang hari, di daratan maupun di lautan, dalam perjalanan

maupun di tempat tinggal, dalam keadaan kaya maupun miskin, dalam keadaan sakit maupun sehat, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, dan dalam semua keadaan. Firman Allah Swt.:


{وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا}


Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (Al-Ahzab: 42) Apabila kalian telah melakukan hal tersebut, tentulah Allah akan melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian dan para malaikat-Nya akan memohonkan ampunan bagi kalian.

Hadis-hadis dan ayat-ayat serta asar-asar yang menganjurkan untuk banyak berzikir kepada Allah sebanyak-banyaknya tidak terhitung jumlahnya; dan dalam ayat ini terkandung anjuran untuk memperbanyak berzikir.

Sejumlah ulama telah menulis kitab-kitab yang berisikan tentang zikir-zikir yang diucapkan, baik di malam hari maupun di siang hari, antara lain Imam Nasai dan Al-Ma'mari serta selain keduanya.

Dan termasuk kitab yang paling baik dalam subjek zikir ini ialah karya tulis Syekh Muhyid Din An-Nawawi rahimahullah, yang dikenal dengan judul Al-Azkar. Firman Allah Swt.:


{وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا}


Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (Al-Ahzab: 42) Yaitu di waktu pagi dan petang hari, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ}


Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu zuhur. (Ar-Rum: 17-18) Adapun firman Allah Swt.:


{هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ}


Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu). (Al-Ahzab: 43) Ayat ini menggugah untuk banyak berzikir. Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa Allah Swt. selalu ingat kepada kalian,

maka ingatlah pula kalian kepada-Nya dengan banyak menyebut nama-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ. فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ}


sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kamu

apa yang belum kamu ketahui. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (Al-Baqarah: 151-152) Nabi Saw. pernah bersabda:


"يَقُولُ اللَّهُ: مَنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، ومَنْ ذَكَرَنِي فِي مَلأ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ"


Allah Swt. berfirman, "Barang siapa yang menyebut-Ku di dalam dirinya, maka Aku menyebutnya pula dalam diri-Ku. Dan barang siapa yang menyebut-Ku dalam suatu kumpulan orang, maka Aku menyebutnya pula dalam suatu golongan

yang lebih baik daripada golongannya. Salawat dari Allah Swt. artinya pujian Allah kepada hamba-Nya di kalangan para malaikat. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Abul Aliyah.

Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi ibnu Anas hal yang sama. Selain Anas ibnur Rabi' mengatakan bahwa salawat dari Allah Swt. artinya rahmat-Nya. Akan tetapi, dapat pula dikatakan bahwa di antara kedua pendapat

tersebut tidak ada pertentangan; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Adapun salawat dari malaikat maksudnya mendoakan untuk kebaikan manusia yang bersangkutan dan memohonkan ampunan baginya, semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ وَقِهِمُ السَّيِّئَاتِ}


"(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arasy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan), "Ya Tuhan kami,

rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala. Ya Tuhan kami,

dan masukkanlah mereka ke dalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguh¬nya Engkaulah

Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana, dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. (Al-Mu-min: 7-9) Yakni berkat rahmat Allah kepada kalian, pujian-Nya terhadap kalian, dan doa malaikat bagi kalian, maka kalian dikeluarkan oleh Allah

dari gelapnya kejahilan dan kesesatan menuju kepada terangnya hidayah dan keyakinan. Firman Allah Swt.:


{لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ}


Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (Al-Ahzab: 43) Yaitu di dunia dan di akhirat. Adapun rahmat Allah bagi mereka di dunia berupa petunjuk, Dia telah memberi mereka petunjuk kepada kebenaran,

padahal selain mereka tidak mengetahuinya. Dan Allah menerangi jalan mereka, sedangkan selain mereka sesat dan menyimpang jauh darinya. Orang-orang selain mereka itu adalah para penyeru kekafiran atau perbuatan bid'ah,

juga para pengikut mereka dari kalangan orang-orang yang berlaku sewenang-wenang. Adapun rahmat Allah kepada mereka di akhirat ialah Dia menyelamatkan mereka dari keterkejutan yang besar (huru-hara hari kiamat),

dan Dia memerintahkan kepada para malaikat-Nya agar menyambut mereka dengan menyampaikan berita gembira bahwa mereka beruntung mendapat surga dan diselamatkan dari neraka. Hal ini tiada lain menunjukkan akan kecintaan Allah dan belas kasihan¬Nya kepada mereka.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عَدِيٍّ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ وَصَبِيٍّ فِي الطَّرِيقِ، فَلَمَّا رَأَتْ أُمُّهُ الْقَوْمَ خَشِيَتْ عَلَى وَلَدِهَا أَنْ يُوطَأَ، فَأَقْبَلَتْ تَسْعَى وَتَقُولُ: ابْنَيِ ابْنِي، وَسَعَت فَأَخَذَتْهُ، فَقَالَ الْقَوْمُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا كَانَتْ هَذِهِ لِتُلْقِيَ ابْنَهَا فِي النَّارِ. قَالَ: فَخَفَّضهم رسول الله صلى الله عليه وسلم وقال: "وَلَا اللَّهُ ، لَا يُلْقِي حَبِيبَهُ فِي النَّارِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Humaid, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersama sejumlah sahabatnya bersua dengan seorang anak kecil di tengah jalan.

Ketika ibu si anak kecil itu melihat adanya sejumlah orang dewasa yang akan melewati jalan tersebut, maka timbullah rasa khawatirnya akan keselamatan anaknya; ia khawatir anaknya akan terinjak.

Lalu si ibu segera berlari memburu anaknya seraya berkata, "Hai anakku, hai anakku," lalu ia menggendong anaknya ke pinggir jalan. Maka para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, wanita itu tidak akan mencampakkan anaknya ke dalam api."

Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Rasulullah Saw. menenangkan mereka supaya berjalan agak pelan dan bersabda: Benar tidak, dan Allah tidak akan melemparkan kekasih-Nya ke dalam neraka.

Sanad hadis ini dengan syarat Sahihain, dan tidak ada seorang pun dari pemilik kitab Sittah yang mengetengahkannya. Akan tetapi, di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui Amirul Mu-minin Umar ibnul Khattab r.a.

yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. melihat seorang wanita dari kalangan para tawanan yang menggendong anak kecilnya, lalu menempelkannya pada dadanya dan menyusuinya. Maka Rasulullah Saw. bertanya,


"أَتَرَوْنَ هَذِهِ تُلْقِي وَلَدَهَا فِي النَّارِ وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى ذَلِكَ؟ " قَالُوا: لَا. قَالَ: "فَوَاللَّهِ، لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا"


"Bagaimanakah pendapat kalian, apakah wanita ini tega mencampakkan bayinya ke dalam api, sedangkan ia mampu melakukannya?" Mereka menjawab, "Tidak." Rasulullah Saw. bersabda: Maka Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada wanita ini kepada anaknya. Firman Allah Swt.:


{تَحِيَّتُهُمْ يَوْمَ يَلْقَوْنَهُ سَلامٌ}


Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mukmin itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah, "Salam." (Al-Ahzab: 44) Menurut makna lahiriahnya —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— ialah salam penghormatan bagi mereka

dari Allah pada hari mereka bersua dengan-Nya ialah, "Salam." Yakni pada hari Allah mengucapkan salam kepada mereka, semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{سَلامٌ قَوْلا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ}


(Kepada mereka dikatakan), "Salam," sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang. (Yasin: 58) Qatadah menduga bahwa makna yang dimaksud ialah sebagian dari mereka mengucapkan salam kepada sebagian yang lain

pada hari mereka bersua dengan Allah di hari akhirat, lalu pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Menurut hemat saya, barangkali yang dijadikan pegangan dalil adalah firman Allah Swt. yang menyebutkan:


{دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلامٌ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}


Doa mereka di dalamnya ialah, "Subhanakallahumma" (Mahasuci Engkau, ya Allah) dan salam penghormatan mereka ialah, "Salam.” Dan penutup doa mereka ialah, "Alhamdulillahi Rabbil 'Alamina" (Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam). (Yunus: 10) Adapun firman Allah Swt.:


{وَأَعَدَّ لَهُمْ أَجْرًا كَرِيمًا}


dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka. (Al-Ahzab: 44) Yakni surga dan semua makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, istri-istri, semua kelezatan, dan semua pemandangan yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, serta belum pernah terbayangkan di hati seorang manusia pun.

Surat Al-Ahzab |33:42|

وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

wa sabbiḥuuhu bukrotaw wa ashiilaa

dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.

And exalt Him morning and afternoon.

Tafsir
Jalalain

(Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang) yakni pada permulaan siang dan akhir siang.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 42 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Ahzab |33:43|

هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا

huwallażii yushollii 'alaikum wa malaaa`ikatuhuu liyukhrijakum minazh-zhulumaati ilan-nuur, wa kaana bil-mu`miniina roḥiimaa

Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan para malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), agar Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.

It is He who confers blessing upon you, and His angels [ask Him to do so] that He may bring you out from darknesses into the light. And ever is He, to the believers, Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Dialah Yang memberi rahmat kepada kalian) yang membelaskasihani kalian (dan malaikat-Nya) memohonkan ampunan buat kalian (supaya Dia mengeluarkan kalian

) supaya Dia terus menerus mengeluarkan kalian (dari kegelapan) yakni kekafiran (kepada cahaya) yaitu keimanan. (Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 43 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Ahzab |33:44|

تَحِيَّتُهُمْ يَوْمَ يَلْقَوْنَهُ سَلَامٌ ۚ وَأَعَدَّ لَهُمْ أَجْرًا كَرِيمًا

taḥiyyatuhum yauma yalqounahuu salaam, wa a'adda lahum ajrong kariimaa

Penghormatan mereka (orang-orang mukmin itu) ketika mereka menemui-Nya ialah, "Salam," dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka.

Their greeting the Day they meet Him will be, "Peace." And He has prepared for them a noble reward.

Tafsir
Jalalain

(Salam penghormatan kepada mereka) dari Allah swt. (pada hari mereka menemui-Nya ialah "Salaam") melalui lisan Malaikat (dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka) yaitu surga.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 44 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Ahzab |33:45|

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا

yaaa ayyuhan-nabiyyu innaaa arsalnaaka syaahidaw wa mubasysyirow wa nażiiroo

Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan,

O Prophet, indeed We have sent you as a witness and a bringer of good tidings and a warner.

Tafsir
Jalalain

(Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi) atas orang-orang yang kamu diutus kepada mereka (dan pembawa kabar gembira) bagi orang yang percaya kepadamu, yaitu diberi surga

(dan pemberi peringatan) kepada orang yang mendustakanmu, yaitu akan dimasukkan ke dalam neraka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 45 |

Tafsir ayat 45-48

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Falih ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Hilal ibnu Ali, dari Ata ibnu Yasar yang menceritakan bahwa ia berjumpa

dengan Abdullah ibnu Amr ibnul As, lalu ia berkata kepadanya, "Ceritakanlah kepadaku tentang sifat (ciri khas) Nabi Saw. yang terdapat di dalam kitab Taurat." Abdullah ibnu Amr menjawab, "Baiklah, demi Allah, sesungguhnya

sebagian dari sifat Nabi Saw. yang ada di dalam Al-Qur'an benar-benar disebutkan di dalam kitab Taurat, yaitu sama seperti yang terdapat di dalam firman-Nya: "Hai Nabi, sesungguhnya" Kami mengutusmu untuk jadi saksi,

dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan " (Al-Ahzab: 45) dan sebagai benteng bagi kaum yang ummi. Engkau adalah hamba dan Rasul-Ku. Aku menamaimu Al-Mutawakkil; engkau bukanlah orang yang kasar,

bukan orang yang keras, bukan orang yang suka berbicara keras di pasar-pasar, bukan pula orang yang menolak keburukan dengan keburukan; tetapi memaaf, menyantuni, dan mengampuni.

Allah tidak akan mewafatkannya sebelum Dia menegakkan agama yang bengkok menjadi lurus kembali melaluinya, sampai mereka mau mengatakan, "Tidak ada Tuhan selain Allah." Dengan kalimah ini dia dapat membuka mata yang tertutup,

telinga yang tersumbat dan hati yang terkunci." Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam Kitabul Buyu' melalui Muhammad ibnu Sinan, dari Falih ibnu Sulaiman, dari Hilal ibnu Ali dengan sanad yang sama.

Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam kitab tafsir melalui Abdullah yang menurut suatu pendapat mengatakan Ibnu Raja, sedangkan pendapat lain menyebutnya Ibnu Saleh, dari Abdul Aziz ibnu Abu Salamah, dari Hilal ibnu Ata ibnu Yasar,

dari Abdullah ibnu Amr dengan lafaz yang sama. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Raja, dari Abdul Aziz ibnu Abu Salamah Al-Majisyun dengan sanad yang sama.

Imam Bukhari di dalam Kitabul Buyu' mengatakan bahwa Sa'id telah meriwayatkan dari Hilal, dari Ata, dari Abdullah ibnu Salam r.a. Dan Wahb ibnu Munabbih telah mengatakan bahwa sesungguhnya Allah pernah menurunkan wahyu

kepada salah seorang nabi kaum Bani Israil yang dikenal dengan nama Sya'ya, bahwasanya berdirilah kamu di kalangan kaummu Bani Israil, karena sesungguhnya Aku akan menjadikan lisanmu mengucapkan wahyu-Ku ini:

Aku akan mengutus seorang nabi yang ummi dari kalangan orang-orang ummi. Aku mengutusnya bukan sebagai seorang yang berhati kasar, bukan sebagai orang yang bersikap keras, bukan pula sebagai orang yang suka

mengeluarkan suara keras di pasar-pasar. Seandainya dia lewat di sebelah pelita, tentulah pelita itu tidak padam karena ketenangannya. Dan seandainya dia lewat menginjak kayu bambu (tebu), maka tidak terdengar suara langkahnya. Aku mengutusnya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dia tidak pernah berkata dusta.

Melaluinya Kubukakan mata¬ mata yang buta, telinga-telinga yang tuli, dan hati-hati yang tertutup. Aku arahkan dia kepada semua perkara yang baik, dan Aku anugerahkan kepadanya semua akhlak yang mulia.

Dan Aku jadikan sakinah (ketenangan) sebagai pakaiannya, kebajikan merupakan perlambangnya, kalbunya adalah ketakwaan, ucapannya adalah hikmah, kebenaran dan kesetiaan adalah wataknya, akhlaknya pemaaf

dan suka berlaku kebaikan, syariatnya adalah kebenaran, keadilan adalah sepak terjangnya, pemimpinnya adalah petunjuk, dan Islam adalah agamanya. Ahmad adalah namanya, melaluinya Aku beri petunjuk (manusia) sesudah kesesatan,

dan melaluinya Aku ajarkan kepada manusia pengetahuan sesudah kejahilan. Dan melaluinya Aku tinggikan (derajat manusia) sesudah direndahkan, dan melaluinya Aku perkenalkan sesudah tidak dikenal, dan Aku perbanyak melaluinya

sesudah kekurangan pengikut, dan Aku cukupkan melaluinya sesudah kesengsaraan, dan Aku persatukan melaluinya sesudah berpecah belah, dan Aku persatukan melaluinya umat-umat yang tadinya bercerai-berai dan hati mereka

bertentangan serta kecenderungan mereka berbeda-beda, dan melaluinya pula Aku selamatkan sejumlah umat manusia yang besar dari kebinasaan. Aku jadikan umatnya sebagai umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia;

mereka selalu memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah perkara munkar, seraya mengesakan Allah, beriman kepada-Nya, ikhlas dan membenarkan apa yang telah disampaikan oleh rasul-rasul-Ku yang sebelumnya.

Aku berikan ilham kepada mereka untuk bertasbih, bertahmid, memanjatkan puja dan puji kepada-Ku; bertakbir dan mengesakan-Ku di masjid-masjid, majelis-majelis, tempat-tempat tidur mereka, dan tempat-tempat tinggal mereka.

Mereka mengerjakan salat kepada-Ku dalam keadaan berdiri dan duduk, dan berperang di jalan Allah bersaf-saf dan berkelompok-kelompok. Mereka keluar dari rumah-rumah mereka untuk mencari keridaan-Ku dalam jumlah yang ribuan.

Mereka membersihkan wajahnya dan semua anggota tubuhnya serta mengikat kencang-kencang ikat pinggang mereka; kurban mereka adalah darah mereka. Kitab-kitab mereka berada di dalam dada mereka; mereka di malam hari

bagaikan para rahib, dan bila siang hari bagaikan singa di medan perang. Dan Aku jadikan di kalangan ahli baitnya dan keturunannya orang-orang yang berlomba-lomba mengerjakan kebaikan, para siddiqin, para syuhada,

dan orang-orang yang saleh. Sesudah ia tiada, perannya diganti¬kan oleh umatnya, yang selalu memberi petunjuk kepada kebenaran dan berdasarkan perkara hak mereka memutuskan semua perkara dengan adil.

Aku muliakan orang yang menolong mereka dan Aku kuatkan orang yang mendoakan mereka, dan Aku jadikan kebinasaan bagi orang-orang yang menentang mereka, atau berlaku sewenang-wenang terhadap mereka,

atau bermaksud akan merebut sesuatu yang menjadi milik mereka. Aku jadikan mereka sebagai para pewaris nabi mereka dan yang menyeru umat manusia untuk menyembah Tuhan mereka. Mereka selalu memerintahkan kepada kebaikan

dan mencegah kemungkaran, mengerjakan salat, menunaikan zakat, dan selalu menepati janji mereka. Aku sempurnakan melalui mereka kebaikan yang Kumulai dari orang-orang pertama mereka. Yang demikian itu adalah karunia-Ku;

Aku memberikannya kepada siapa yang Kukehendaki, dan Akulah Tuhan Yang Memiliki kemurahan yang besar. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim melalui Wahb ibnu Munabbih Al-Yamani rahimahullah.


ثُمَّ قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرحمن بن محمد بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ العَرْزَمي، عَنْ شَيْبَان النَّحْوِيِّ، أَخْبَرَنِي قَتَادَةُ، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا} -وَقَدْ كَانَ أَمَرَ عَلِيًّا وَمُعَاذًا أَنْ يَسِيرَا إِلَى الْيَمَنِ -فَقَالَ: "انْطَلِقَا فَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا، وَيَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا، إِنَّهُ قَدْ أُنْزِلَ عَلِيَّ: {يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا}


Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Ubaidillah Al-Arzami,

dari Syaiban An-Nahwi, telah menceritakan kepadaku Qatadah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan, bahwa setelah diturunkan firman-Nya: Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi,

dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. (Al-Ahzab: 45) Sebelumnya Nabi Saw. telah memerintahkan kepada sahabat Ali dan sahabat Mu'az r.a. untuk berangkat ke negeri Yaman. Maka setelah ayat ini diturunkan, beliau Saw.

berpesan kepada keduanya: Berangkatlah kamu berdua, dan bersikap optimislah kamu dan janganlah kamu bersikap antipati; dan bersikap mudahlah kalian dan janganlah kalian bersikap mempersulit. Karena sesungguhnya telah diturunkan

kepadaku firman Allah Swt. : Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan" (Al-Ahzab: 45) Imam Tabrani meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Nasr ibnu Humaid

Al-Bazzar Al-Bagdadi, dari Abdur Rahman ibnu Saleh Al-Azdi, dari Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Ubaidillah Al-Arzami dengan sanad yang semisal. Dan di akhirnya disebutkan bahwa Nabi Saw. bersabda:


"فَإِنَّهُ قَدْ أُنْزِلَ عَلِيَّ: يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا عَلَى أُمَّتِكَ وَمُبَشِّرًا بِالْجَنَّةِ، وَنَذِيرًا مِنَ النَّارِ، وَدَاعِيًا إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ بِإِذْنِهِ، وَسِرَاجًا مُنِيرًا بِالْقُرْآنِ".


Karena sesungguhnya telah diturunkan kepadaku, "Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi atas umatmu dan pembawa kabar gembira surga dan pemberi peringatan dari neraka serta menyeru (manusia)

untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, "dengan seizin-Nya, dan sebagai pembawa pelita yang menerangi melalui Al-Qur'an. Firman Allah Swt.:


{شَاهِدًا}


sebagai saksi. (Al-Ahzab: 45) Yakni yang menyaksikan keesaan Allah dan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, juga sebagai saksi terhadap umat manusia tentang amal perbuatan mereka kelak di hari kiamat,

dan Kami datangkan kamu sebagai saksi atas mereka itu. Perihalnya sama dengan pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا}


agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (Al-Baqarah: 143) Adapun firman Allah Swt.:


{وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا}


dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. (Al-Ahzab: 45) Yaitu menyampaikan berita gembira kepada orang-orang mukmin dengan pahala yang berlimpah, dan pemberi peringatan kepada orang-orang kafir dengan siksaan yang mengerikan. Firman AHah Swt.:


{وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ}


dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya. (Al-Ahzab: 46) Maksudnya menyeru kepada semua makhluk untuk menyembah Tuhan mereka. Hal ini berdasarkan perintah dari Allah yang ditujukan kepadanya untuk menyampaikan hal tersebut.


{وَسِرَاجًا مُنِيرًا}


dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (Al-Ahzab: 46) Yakni kebenaran yang kamu sampaikan sangat jelas dan gamblang perihalnya sama dengan kejelasan dan kegamblangan sinar mentari,

tiada seorang pun yang mengingkarinya kecuali hanya orang yang mem¬bangkang tidak mau tunduk kepada kebenaran. Firman Allah Swt.:


{وَلا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ وَدَعْ أَذَاهُمْ}


Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang munafik itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka. (Al-Ahzab: 48) Artinya, janganlah kamu tunduk kepada mereka, jangan pula kamu dengar apa yang mereka katakan.


{وَدَعْ أَذَاهُمْ}


dan janganlah kamu hiraukan gangguan mereka. (Al-Ahzab: 48) Yakni maafkanlah dan ampunilah mereka, serta pasrahkanlah urusan mereka kepada Allah. Karena sesungguhnya dengan berpasrah diri kepada Allah,

kamu akan mendapat perlindungan dan pertolongan dari¬Nya serta terhindar dari gangguan mereka. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:


{وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا}


dan bertawakallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pelindung. (Al-Ahzab: 48)

Surat Al-Ahzab |33:46|

وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا

wa daa'iyan ilallohi bi`iżnihii wa siroojam muniiroo

dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi.

And one who invites to Allah, by His permission, and an illuminating lamp.

Tafsir
Jalalain

(Dan untuk jadi penyeru kepada Allah) untuk taat kepada-Nya (dengan izin-Nya) dengan perintah-Nya (dan untuk jadi pelita yang menerangi) sebagaimana pelita yang memberi petunjuk ke jalan agama Allah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 46 |

penjelasan ada di ayat 45

Surat Al-Ahzab |33:47|

وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ بِأَنَّ لَهُمْ مِنَ اللَّهِ فَضْلًا كَبِيرًا

wa basysyiril-mu`miniina bi`anna lahum minallohi fadhlang kabiiroo

Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.

And give good tidings to the believers that they will have from Allah great bounty.

Tafsir
Jalalain

(Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang Mukmin, bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah) yaitu surga.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 47 |

penjelasan ada di ayat 45

Surat Al-Ahzab |33:48|

وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ وَدَعْ أَذَاهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ وَكِيلًا

wa laa tuthi'il-kaafiriina wal-munaafiqiina wa da' ażaahum wa tawakkal 'alalloh, wa kafaa billaahi wakiilaa

Dan janganlah engkau (Muhammad) menuruti orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, janganlah engkau hiraukan gangguan mereka dan bertawakallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung.

And do not obey the disbelievers and the hypocrites but do not harm them, and rely upon Allah. And sufficient is Allah as Disposer of affairs.

Tafsir
Jalalain

(Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang munafik itu) dalam hal-hal yang bertentangan dengan syariatmu (dan janganlah kamu hiraukan)

artinya biarkanlah (gangguan mereka) janganlah kamu mengadakan pembalasan terhadap mereka, sampai dengan adanya perintah tentang apa yang harus kamu lakukan terhadap mereka

(dan bertawakallah kepada Allah) Dialah Yang mencukupimu. (Dan cukuplah Allah sebagai Pelindung) maksudnya, serahkanlah semua urusanmu kepada-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 48 |

penjelasan ada di ayat 45

Surat Al-Ahzab |33:49|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا ۖ فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا

yaaa ayyuhallażiina aamanuuu iżaa nakaḥtumul-mu`minaati ṡumma thollaqtumuuhunna ming qobli an tamassuuhunna fa maa lakum 'alaihinna min 'iddatin ta'tadduunahaa, fa matti'uuhunna wa sarriḥuuhunna sarooḥan jamiilaa

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuan-perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa idah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Namun berilah mereka mut‘ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.

O You who have believed, when you marry believing women and then divorce them before you have touched them, then there is not for you any waiting period to count concerning them. So provide for them and give them a gracious release.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman! Apabila kalian menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kalian ceraikan mereka sebelum kalian mencampurinya)

menurut suatu qiraat lafal Tamassuuhunna dibaca Tumaassuuhunna, artinya sebelum kalian menyetubuhi mereka (maka sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagi kalian yang kalian minta menyempurnakannya)

yaitu yang kalian hitung dengan quru' atau bilangan yang lainnya. (Maka berilah mereka mutah) artinya berilah mereka uang mutah sebagai pesangon dengan jumlah yang secukupnya.

Demikian itu apabila pihak lelaki belum mengucapkan jumlah maharnya kepada mereka, apabila ternyata ia telah mengucapkan jumlahnya, maka uang mutah itu

adalah separuh dari mahar yang telah diucapkannya. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas kemudian pendapatnya itu dijadikan pegangan oleh Imam Syafii

(dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya) yaitu dengan tanpa menimbulkan kemudaratan pada dirinya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 49 |

Ayat ini mengandung hukum-hukum yang cukup banyak, antara lain ialah mutlaknya pengertian nikah yang hanya sebatas akad semata. Di dalam Al-Qur'an tidak terdapat suatu ayat pun yang memberikan keterangan tentang definisi nikah

sejelas ayat ini. Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian nikah. Dengan kata lain, apakah hakikat nikah itu terletak pada akad semata, ataukah pada persetubuhan sesudahnya, atau pada kedua-duanya? Ada tiga pendapat

di kalangan para ulama mengenai masalah ini. Dan ungkapan Al-Qur'an tentang pengertian nikah hanyalah berkaitan dengan akad dan persetubuhan sesudahnya, terkecuali dalam ayat ini. Karena sesungguhnya dalam ayat ini

pengertian nikah ditujukan hanya kepada akad semata, seperti pengertian yang terdapat di dalam teks ayat berikut:


{إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ}


apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya (menggaulinya). (Al-Ahzab: 49) Makna ayat menunjukkan boleh menceraikan istri sebelum digauli. Sedangkan firman Allah Swt.:


{الْمُؤْمِنَاتِ}


perempuan-perempuan yang beriman. (Al-Ahzab: 49) Ungkapan ini berdasarkan jumlah mayoritas, karena tidak ada bedanya menurut kaca mata hukum antara wanita yang mukmin dan wanita kitabiyah dalam masalah ini

menurut kesepakatan semuanya. Ibnu Abbas r.a., Sa'id ibnul Musayyab, Al-Hasan Al-Basri, dan Ali ibnul Husain alias Zainul Abidin serta sejumlah ulama Salaf telah menyimpulkan dalil dari ayat ini yang menunjukkan bahwa

talak tidak akan jatuh terkecuali bila didahului oleh nikah, karena Allah Swt. telah berfirman: apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka. (Al-Ahzab: 49)

Maka disebutkan sesudah nikah perihal talak, dan ini menunjukkan bahwa talak tidak sah dan tidak terjatuh bila terjadi sebelum nikah. Hal inilah yang dianut oleh Mazhab Imam Syafii, dan Imam Ahmad serta sejumlah orang

dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf yang cukup banyak. Sedangkan Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa talak yang diikrarkan sebelum nikah, sah hukumnya.

Misalnya seseorang mengatakan, "Jika aku mengawini si Fulanah, maka dia langsung kuceraikan." Maka nasib si Fulanah begitu dinikah olehnya langsung menjadi istri yang diceraikan karena ikrar suaminya sebelum itu.

Akan tetapi, keduanya (Imam Malik dan Imam Abu Hanifah) berbeda pendapat sehubungan dengan masalah bila si lelaki mengatakan bahwa semua wanita yang akan dinikahinya diceraikan.

Menurut Imam Malik, tidak terceraikan selama si lelaki tidak menentukan orangnya. Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa setiap wanita yang akan dinikahinya sesudah ikrarnya itu terceraikan darinya secara otomatis.

Adapun jumhur ulama mengatakan, talak tidak terjadi karena berpegang kepada asar berikut, bahwa Adam maula Khalid telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa apabila seorang lelaki mengatakan,

"Setiap wanita yang akan kunikahi kuceraikan." Maka hal itu tidak dianggap sebagai sesuatu apa pun karena Allah Swt. telah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman,

kemudian kamu ceraikan mereka. (Al-Ahzab: 49), hingga akhir ayat. Telah menceritakan pula kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Matar, dari Al-Hasan ibnu Muslim ibnu Yanaq,

dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah hanya menyebutkan dalam firman-Nya: apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka. (Al-Ahzab: 49)

Tidakkah engkau lihat bahwa talak itu hanyalah terjadi sesudah nikah. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Daud ibnul Hasin, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a.

Masalah ini telah disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"لَا طَلَاقَ لِابْنِ آدَمَ فِيمَا لَا يَمْلِكُ"


Tiada talak bagi anak Adam terhadap apa yang tidak dimilikinya. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan, dan termasuk yang ter hasan

di antara hadis yang diriwayatkan mengenai bab ini. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Ali dan Al-Miswar ibnu Makhramah r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:


"لَا طَلَاقَ قَبْلَ نِكَاحٍ"


Tidak ada talak sebelum nikah. Firman Allah Swt.:


{فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا}


maka sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. (Al-Ahzab: 49) Hal ini merupakan suatu perkara yang telah disepakati di kalangan para ulama, yaitu bahwa seorang wanita

apabila diceraikan sebelum digauli, maka tidak ada idah baginya. Untuk itu si wanita tersebut boleh pergi dan langsung menikah lagi secepatnya dengan siapa pun yang disukainya.

Tidak dikecualikan dari ketetapan ini selain wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, karena sesungguhnya wanita yang ditinggal mati oleh suaminya harus melakukan idahnya selama empat bulan sepuluh hari,

sekalipun suaminya belum menggaulinya. Hal ini pun termasuk masalah yang telah disepakati di kalangan semua ulama. Firman Allah Swt.:


{فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلا}


Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya. (Al-Ahzab: 49) Pengertian mut'ah (uang pesangon) di sini lebih umum daripada batasan separo dari maskawin yang telah disebutkan,

atau lebih umum pula dari mut'ah khusus, jika masih belum disebutkan maskawinnya. Sehubungan dengan separo maskawin, Allah Swt. telah berfirman:


{وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ}


Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu. (Al-Baqarah: 237) Dan sehubungan dengan mut'ah khusus, Allah Swt. telah berfirman:


{لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ}


Tidak ada sesuatu pun (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka.

Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula.), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang yang berbuat kebajikan. (Al-Baqarah: 236)

Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui Sahl ibnu Sa'd dan Abu Usaid r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah mengawini Umaimah binti Syurahbil, tetapi ketika beliau masuk ke kamarnya

dan mengulurkan tangannya kepadanya, kelihatan Umaimah tidak suka. Maka Rasulullah Saw. keluar dan memerintahkan kepada Abu Usaid untuk mengemasi barang-barang Umaimah, lalu beliau memberinya sepasang pakaian

sebagai mut'ahnya. Ali ibnu Abu Talhah mengatakan bahwa jika Nabi Saw. telah menyebutkan mahar kepada Umaimah, maka bagi Umaimah tiada lain separo dari mahar tersebut sebagai pesangonnya.

Dan jika beliau Saw. masih belum menentukan maharnya, maka Umaimah hanya mendapatkan mut'ah yang sesuai dengan kemampuan beliau saat itu; dan itulah yang dinamakan melepaskan dengan cara yang sebaik-baiknya.

Surat Al-Ahzab |33:50|

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللَّاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالَاتِكَ اللَّاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

yaaa ayyuhan-nabiyyu innaaa aḥlalnaa laka azwaajakallaatiii aataita ujuurohunna wa maa malakat yamiinuka mimmaaa afaaa`allohu 'alaika wa banaati 'ammika wa banaati 'ammaatika wa banaati khoolika wa banaati khoolaatikallaatii haajarna ma'ak, wamro`atam mu`minatan iw wahabat nafsahaa lin-nabiyyi in aroodan-nabiyyu ay yastangkiḥahaa khoolishotal laka min duunil-mu`miniin, qod 'alimnaa maa farodhnaa 'alaihim fiii azwaajihim wa maa malakat aimaanuhum likai laa yakuuna 'alaika ḥaroj, wa kaanallohu ghofuuror roḥiimaa

Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu, dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi ingin menikahinya, sebagai kekhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki agar tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

O Prophet, indeed We have made lawful to you your wives to whom you have given their due compensation and those your right hand possesses from what Allah has returned to you [of captives] and the daughters of your paternal uncles and the daughters of your paternal aunts and the daughters of your maternal uncles and the daughters of your maternal aunts who emigrated with you and a believing woman if she gives herself to the Prophet [and] if the Prophet wishes to marry her, [this is] only for you, excluding the [other] believers. We certainly know what We have made obligatory upon them concerning their wives and those their right hands possess, [but this is for you] in order that there will be upon you no discomfort. And ever is Allah Forgiving and Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Hai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagi kamu istri-istrimu yang telah kamu berikan maskawinnya) yakni maharnya (dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang dikaruniakan oleh Allah kepadamu)

dari orang-orang kafir melalui peperangan, yaitu sebagai tawananmu, seperti Shofiah dan Juwairiah (dan demikian pula anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu

, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu) berbeda halnya dengan perempuan-perempuan dari kalangan mereka

yang tidak ikut berhijrah (dan perempuan Mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya) bermaksud untuk menikahinya tanpa memakai maskawin (sebagai pengkhususan bagimu,

bukan untuk semua orang Mukmin) dalam pengertian nikah yang memakai lafal Hibah tanpa maskawin, (Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka) kepada orang-orang Mukmin (

tentang istri-istri mereka) berupa hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan, yaitu hendaknya mereka mempunyai istri tidak lebih dari empat orang wanita dan hendaknya mereka

tidak melakukan perkawinan melainkan harus dengan adanya seorang wali dan saksi-saksi serta maskawin (dan) di dalam (hamba sahaya yang mereka miliki) hamba sahaya perempuan yang dimilikinya melalui jalan p

embelian dan jalan yang lainnya, seumpamanya, hamba sahaya perempuan itu termasuk orang yang dihalalkan bagi pemiliknya, karena ia adalah wanita ahli kitab,

berbeda halnya dengan sahaya wanita yang beragama majusi atau watsani, dan hendaknya sahaya wanita itu melakukan istibra' atau menyucikan rahimnya terlebih dahulu sebelum digauli oleh tuannya

' (supaya tidak) lafal ayat ini berta'alluq pada kalimat sebelumnya (menjadi kesempitan bagimu) dalam masalah pernikahan. (Dan adalah Allah Maha Pengampun) dalam hal-hal yang memang sulit untuk dapat dihindar

i (lagi Maha Penyayang) dengan memberikan keleluasaan dan kemurahan dalam hal ini.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 50 |

Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, bahwa Dia telah menghalalkan baginya istri-istri yang telah dia berikan kepada mereka maskawinnya, yang dalam ayat ini disebutkan dengan istilah ujur yang menurut arti bahasanya ialah upah,

sedangkan makna yang dimaksud ialah maskawin. Demikianlah menurut Qatadah dan ulama lainnya yang bukan hanya seorang. Mahar atau maskawin yang diberikan oleh Nabi Saw. kepada istri-istrinya (yakni kepada tiap orang dari mereka)

adalah sepuluh setengah uqiyah yang harganya ditaksir kurang lebih lima ratus dirham. Terkecuali Ummu Habibah binti Abu Sufyan, karena sesungguhnya maharnya dibayarkan oleh Raja An-Najasyi sebanyak empat ratus dinar.

Kecuali pula Siti Safiyyah binti Huyayyin, karena sesungguhnya Nabi Saw. telah memilihnya di antara para tawanan wanita Khaibar, kemudian beliau Saw. memerdekakannya, dan menjadikan pemerdekaannya sebagai maskawinnya.

Demikian pula halnya Siti Juwairiyah bintil Haris Al-Mustaliqiyah, yakni dari Banil Mustaliq. Nabi Saw. telah melunasi cicilan Kitabahnya terhadap Sabit ibnu Qais ibnu Syammas, lalu beliau Saw. menikahinya. Firman Allah Swt.:


{وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ}


dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu. (Al-Ahzab: 50) Dan Allah membolehkan bagimu mempergundik wanita yang kamu peroleh dari tawanan perang.

Nabi Saw. telah memiliki Safiyyah dan Juwairiyah, lalu memerdekakan keduanya dan mengawini keduanya. Beliau memiliki pula Raihanah binti Syam'un An-Nadriyyah serta Mariyah Al-Qibtiyyah yang menghasilkan seorang putra darinya

bernama Sayyid Ibrahim a.s. Mereka berdua diambil dari hamba sahaya, lalu dijadikan istri. Firman Allah Swt.:


{وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالاتِكَ اللاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ}


dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu.

(Al-Ahzab: 50), sampai akhir ayat. Ini merupakan hukum yang adil dan pertengahan antara yang ringan dan yang berlebihan, karena sesungguhnya orang-orang Nasrani tidak mau mengawini wanita terkecuali apabila

antara lelaki yang bersangkutan dan wanita yang bersangkutan terdapat jarak pemisah tujuh kakek lebih. Sedangkan orang-orang Yahudi mau mengawini anak perempuan saudara lelaki atau saudara perempuannya.

Lalu datanglah syariat Islam yang sempurna lagi suci merevisi keberlebihan orang-orang Nasrani, lalu membolehkan mengawini anak perempuan paman atau anak perempuan bibi dari pihak bapak, boleh pula mengawini anak perempuan

dari saudara laki-laki atau saudara perempuan ibu. Kemudian Islam mengharamkan keringanan orang-orang Yahudi yang membolehkan mengawini keponakan, karena hal ini merupakan perbuatan yang sangat memalukan lagi menjijikkan. Dan sesungguhnya Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:


{وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالاتِكَ}


dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu.

(Al-Ahzab: 50) dengan memakai ungkapan tunggal pada laki-laki karena kemuliaannya dan memakai bentuk jamak pada perempuan karena kekurangan mereka. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:


{عَنِ الْيَمِينِ وَالشَّمَائِلِ}


ke kanan dan ke kiri. (An-Nahl: 48)


{يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ}


Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). (Al-Baqarah: 257) Dan Firman Allah Swt.:


{وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ}


dan mengadakan gelap dan terang. (Al-An'am: 1) Ayat-ayat lainnya yang sama cukup banyak. Firman Allah Swt.:


{اللاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ}


yang turut hijrah bersama kamu. (Al-Ahzab: 50) Ibnu Abu Hatim rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar ibnul Haris Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa,

telah menceritakan kepada kami Israil, dari As-Saddi, dari Abu Saleh, dari Ummu Hani' yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah melamarnya, tetapi ia keberatan dan beliau Saw. memaafkannya (memahami alasannya).

Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu - yang telah kamu berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan

yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan

dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu. (Al-Ahzab: 50) Ummu Hani' mengatakan bahwa ia tidak memperkenankan Nabi Saw. mengawini dirinya, dan ia bukan termasuk wanita yang hijrah bersamanya dan dia termasuk

orang-orang yang dibebaskan (setelah penaklukan kota Mekah). Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Ubaidillah ibnu Musa dengan sanad yang sama. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Razin dan Qatadah, bahwa sesungguhnya

makna yang dimaksud dengan hijrah ialah hijrah ke Madinah bersama Rasulullah Saw. Menurut riwayat lain yang bersumber dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: yang turut hijrah bersamamu. (Al-Ahzab: 50)

Makna yang dimaksud ialah wanita-wanita yang masuk Islam. Ad-Dahhak mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud membaca ayat ini dengan bacaan berikut:


وَاللَّاتِي هَاجَرْنَ مَعَك


Dan yang turut hijrah bersamamu. Yakni dengan memakai huruf wawu sebelum lafaz al-lati. Firman Allah Swt.:


{وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا}


dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu. (Al-Ahzab: 50), hingga akhir ayat. Hai Nabi, Allah telah menghalalkan bagimu wanita mukmin

yang menyerahkan dirinya kepadamu untuk kamu kawini tanpa maskawin, jika memang kamu menyukainya. Ayat ini mengandung dua syarat yang berurutan sekaligus semakna dengan firman Allah Swt. yang menceritakan perkataan Nabi Nuh a.s. kepada kaumnya, yaitu:


{وَلا يَنْفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَنْصَحَ لَكُمْ إِنْ كَانَ اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ}


Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepadamu, sekiranya Allah hendak menyesat¬kan kamu. (Hud: 34) Dan perkataan Nabi Musa a.s. kepada kaumnya yang dikisahkan oleh firman-Nya:


{يَا قَوْمِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ}


Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri. (Yunus: 84) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا}


dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi. (Al-Ahzab: 50), hingga akhir ayat.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَتْهُ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي قَدْ وَهَبت نَفْسِي لَكَ. فَقَامَتْ قِيَامًا طَوِيلًا فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، زَوّجنيها إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ تُصدقها إِيَّاهُ"؟ فَقَالَ: مَا عِنْدِي إِلَّا إِزَارِي هَذَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنْ أَعْطَيْتَهَا إِزَارَكَ جلستَ لَا إِزَارَ لَكَ، فَالْتَمِسْ شَيْئًا". فَقَالَ: لَا أَجِدُ شَيْئًا. فَقَالَ: "الْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ" فَالْتَمَسَ فَلَمْ يَجِدْ شَيْئًا، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَلْ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ شَيْءٌ؟ " قَالَ: نَعَمْ؛ سُورَةُ كَذَا، وَسُورَةُ كَذَا -لِسُوَرٍ يُسَمِّيهَا -فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Malik, dari Abu Hazim, dari Sahd ibnu Sa'd As-Sa'idi, bahwa Rasulullah Saw. pernah kedatangan seorang wanita, lalu wanita itu berkata,

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku serahkan diriku kepadamu." Maka Rasulullah Saw. tidak menjawabnya dan wanita itu berdiri saja dalam waktu yang cukup lama. Lalu berdirilah seorang laki-laki dan berkata, "Wahai Rasulullah,

kawinkanlah aku dengan dia jika engkau tidak berhajat kepadanya." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah kamu memiliki sesuatu yang akan engkau berikan kepadanya sebagai maskawinnya?" Lelaki itu menjawab,

"Aku tidak memiliki selain dari kainku ini." Rasulullah Saw. bersabda, "Jika kamu berikan kainmu kepadanya, berarti kamu tidak punya kain lagi jika duduk. Maka carilah yang lainnya." Lelaki itu menjawab, "Saya tidak memiliki yang lainnya."

Rasulullah Saw. bersabda: Carilah, sekalipun (maskawin itu) berupa cincin besi. Lelaki itu mencari cincin besi, dan ternyata ia tidak memilikinya. Lalu Nabi Saw. bertanya, "Apakah kamu hafal sesuatu dari Al-Qur'an?" Lelaki itu menjawab,

"Ya, saya hafal surat anu —disebutkan beberapa surat—." Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya: Aku nikahkan dia dengan kamu dengan maskawin hafalan Al-Qur’anmu itu. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Malik.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ ، حَدَّثَنَا مَرْحُومٌ، سَمِعْتُ ثَابِتًا يَقُولُ: كُنْتُ مَعَ أَنَسٍ جَالِسًا وَعِنْدَهُ ابْنَةٌ لَهُ، فَقَالَ أَنَسٌ: جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، هَلْ لَكَ فِيَّ حَاجَةٌ؟ فَقَالَتِ ابْنَتُهُ: مَا كَانَ أَقَلَّ حَيَاءَهَا. فَقَالَ: "هِيَ خَيْرٌ مِنْكِ، رَغِبَتْ فِي النَّبِيِّ، فَعَرَضَتْ عَلَيْهِ نَفْسَهَا".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Marhum, ia pernah mendengar Sabit mengatakan bahwa ketika ia sedang duduk bersama sahabat Anas yang saat itu di hadapannya

terdapat seorang putrinya. Kemudian Anas r.a. bercerita bahwa pernah ada seorang wanita datang kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Wahai Nabi Allah, apakah engkau mempunyai suatu keperluan (kawin)?" Anak perempuan wanita itu berkata,

"Betapa tidak malunya ibu mengemukakan hal itu." Nabi Saw. bersabda: Ibumu lebih baik daripada kamu. Dia mencintai Nabinya, lalu ia menawarkan dirinya (untuk) dikawin oleh Nabi.Imam Bukhari mengetengahkannya

secara tunggal melalui riwayat Marhum ibnu Abdul Aziz, dari Sabit Al-Bannani, dari Anas dengan lafaz yang semisal.


قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَكْرٍ، حَدَّثَنَا سِنان بْنُ رَبِيعَةَ، عَنِ الْحَضْرَمِيِّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَنَّ امْرَأَةً أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ابْنَةٌ لِي كَذَا وَكَذَا. فَذَكَرَتْ مِنْ حُسْنِهَا وَجَمَالِهَا، فَآثَرْتُكَ بِهَا. فَقَالَ: "قَدْ قَبِلْتُهَا".فَلَمْ تَزَلْ تَمْدَحُهَا حَتَّى ذَكَرَتْ أَنَّهَا لَمْ تُصَدِّعْ وَلَمْ تَشْتَك شَيْئًا قَطُّ، فَقَالَ: "لَا حَاجَةَ لِي فِي ابْنَتِكِ".


Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Sinan ibnu Rabi'ah, dari Al-Hadrami, dari Anas ibnu Malik, bahwa pernah ada seorang wanita datang menghadap

kepada Nabi Saw., lalu wanita itu berkata, "Wahai Rasulullah, aku mempunyai seorang anak perempuan yang berciri khas anu dan anu," wanita itu menyebutkan kebaikan akhlaknya dan kecantikannya," karena itu

aku lebih memprioritaskan dia daripada diriku sendiri untuk dikawin olehmu." Rasulullah Saw. menjawab, "Aku terima dia darimu." Wanita itu terus-menerus memuji putrinya, sehingga ia menceritakan bahwa putrinya itu

tidak pernah membangkang dan tidak pernah mengeluh terhadap sesuatu pun. Akhirnya Nabi Saw. bersabda: Aku tidak mempunyai keinginan terhadap anak perempuanmu itu. Para ahli sunnah tidak ada yang mengetengahkan hadis ini.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Abu Muzahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abul Waddah (yakni Muhammad ibnu Muslim), dari Hisyam ibnu Urwah,

dari ayahnya, dari Aisyah yang menceritakan bahwa Khaulah binti Hakim pernah menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw. Ibnu Wahb telah menceritakan dari Sa'id ibnu Abdur Rahman dan Ibnu Abuz Zanad, dari Hisyam ibnu Urwah,

dari ayahnya, bahwa Khaulah binti Hakim ibnul Auqas dari Bani Sujaim adalah salah seorang wanita yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah Saw. untuk dikawin. Menurut riwayat lain yang juga melaluinya dari Sa'id ibnu Abdur Rahman,

dari Hisyam, dari ayahnya, disebutkan bahwa kami sering membicarakan bahwa khaulah binti Hakim termasuk wanita yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah Saw. dan dia adalah seorang wanita yang saleh.

Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa Ummu Sulaim itu barangkali adalah Khaulah binti Hakim, atau barangkali dia adalah wanita lainnya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ka'b dan Umar ibnul Hakam serta Abdullah ibnu Ubaidah.

Mereka mengatakan bahwa Rasulullah Saw. mengawini tiga belas orang wanita; enam prang di antaranya dari kalangan Quraisy, yaitu Khadijah, Aisyah, Hafsah, Ummu Habibah, Saudah, dan Ummu Salamah.

Tiga orang dari Bani Amir ibnu Sa'sa'ah. Serta dua orang dari Bani Hilal ibnu Amir, yaitu Maimunah bintil Haris yang menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw., dan Zainab yang dijuluki Ummul Masakin.

Seorang wanita dari kalangan Bani Bakar ibnu Kilab Al-Quraziyyah, salah seorang wanita yang pada akhirnya lebih memilih duniawi; dan seorang wanita lagi dari kalangan Banil Jun yang menampik Nabi Saw.

Kemudian Zainab binti Jahsy Al-Asadiyyah dan dua orang wanita tawanan, yaitu Safiyyah binti Huyayyin ibnu Akhtab serta Juwairiyah bintil Haris ibnu Amr ibnul Mustaliq Al-Khuza'iyyah.

Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi. (Al-Ahzab: 50)

Dia adalah Maimunah bintil Haris; dalam riwayat ini terdapat inqita' (mata rantai sanad yang terputus) sehingga predikatnya adalah mursal. Menurut pendapat yang terkenal, Zainab yang dijuluki Ummul Masakin (ibu kaum miskin)

adalah Zainab binti Khuzaimah Al-Ansari. Ia meninggal dunia sebagai istri Nabi Saw. dan saat Nabi Saw. masih hidup. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Kami kemukakan hal ini dengan maksud bahwa wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw. itu banyak, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Bukhari, bahwa telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya,

telah menceritakan kepada kami Abu Usamah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah yang mengatakan bahwa ia merasa cemburu kepada wanita-wanita yang menyerahkan

diri mereka kepada Nabi Saw. sehingga kukatakan, "Apakah pantas wanita menyerahkan dirinya?" Dan ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Kamu boleh menangguhkan (menggauli) siapa yang kamu kehendaki di antara mereka

(istri-istrimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai maka tidak ada dosa bagimu. (Al-Ahzab: 51)

Maka aku (Aisyah) mengatakan, "Saya tidak melihat Tuhanmu melainkan selalu tanggap memenuhi kesukaanmu." Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Mansur Al-Ju'fi, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Anbasah ibnul Azhar, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. tidak mempunyai istri seorang wanita pun

dari kalangan wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepada beliau. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Yunus ibnu Bukair, bahwa Nabi Saw. belum pernah menerima seorang wanita pun yang menyerahkan dirinya

kepada beliau, sekalipun hal itu diperbolehkan baginya dan sebagai suatu kekhususan bagi beliau. Demikian itu karena hal tersebut sepenuhnya diserahkan kepada kehendak beliau Saw., sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:

kalau Nabi mau mengawininya. (Al-Ahzab: 50) Maksudnya Jika Nabi Saw. memilih mengawininya. Firman Allah Swt.:


{خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ}


sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. (Al-Ahzab: 50) Ikrimah mengatakan bahwa wanita yang menyerahkan dirinya tidak halal bagi selainmu. Seandainya ada seorang wanita menyerahkan dirinya

kepada seorang lelaki, maka wanita itu tidak halal baginya sebelum si lelaki itu memberikan sesuatu kepadanya sebagai maskawinnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Asy-Sya'bi serta selain keduanya,

bahwa apabila seorang wanita menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki, sesungguhnya manakala lelaki itu menggaulinya (setelah nikah dengannya, pent.) diwajibkan atas lelaki itu membayar mahar misil kepada wanita tersebut,

sebagaimana yang telah diputuskan oleh Rasulullah Saw. dalam kasus perkawinan anak perempuan Wasyiq. Anak perempuan Wasyiq menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki (lalu kawin dengannya), maka Rasulullah Saw.

menetapkan bagi wanita itu mendapat mahar misilnya saat si lelaki atau suaminya itu meninggal dunia. Dalam masalah ini kematian dan jimak sama saja dalam hal ketetapan wajib membayar mahar (maskawin) bagi pihak laki-laki

terhadap wanita yang menyerahkan diri kepadanya untuk dikawini. Ketentuan wajib membayar mahar misil ini hanya berlaku bagi selain Nabi Saw. Adapun Nabi Saw. tidak wajib membayar sesuatu pun dari mahar misil wanita

yang menyerahkan diri kepadanya, seandainya beliau menggaulinya. Dikatakan demikian karena diperbolehkan bagi Nabi Saw. kawin tanpa maskawin, tanpa wali, dan tanpa saksi sebagai kekhususan bagi beliau Saw.,

sebagaimana yang pernah terjadi dalam kisah Zainab binti Jahsy r.a. (karena dikawinkan langsung oleh Allah Swt. dengan beliau Saw.). Karena itulah Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagai pengkhususan bagimu,

bukan untuk semua orang mukmin. (Al-Ahzab: 50) Bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang wanita menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki tanpa wali dan tanpa maskawin selain Nabi Saw. Firman Allah Swt.:


{قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ} Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki. (Al-Ahzab: 50) Ubay ibnu Ka'b, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, serta Ibnu Jarir mengatakan

sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka. (Al-Ahzab: 50) Yakni berkaitan dengan pembatasan bagi mereka yang hanya diperbolehkan

mengawini empat orang wanita merdeka dan berapa orang wanita pun yang mereka kehendaki dari kalangan budak-budak perempuan, juga berkaitan dengan persyaratan adanya wali dan maskawin serta para saksi bagi mereka,

yang hal ini berlaku untuk semua kaum muslim. Tetapi Kami berikan rukhsah (kemurahan) bagimu dalam hal ini, untuk itu Kami tidak mewajibkan atas kamu sesuatu pun dari batasan-batasan dan ikatan-ikatan tersebut.


{لِكَيْلا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}


supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Ahzab: 50)

Surat Al-Ahzab |33:51|

تُرْجِي مَنْ تَشَاءُ مِنْهُنَّ وَتُؤْوِي إِلَيْكَ مَنْ تَشَاءُ ۖ وَمَنِ ابْتَغَيْتَ مِمَّنْ عَزَلْتَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكَ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ تَقَرَّ أَعْيُنُهُنَّ وَلَا يَحْزَنَّ وَيَرْضَيْنَ بِمَا آتَيْتَهُنَّ كُلُّهُنَّ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا فِي قُلُوبِكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَلِيمًا

turjii man tasyaaa`u min-hunna wa tu`wiii ilaika man tasyaaa`, wa manibtaghoita mim man 'azalta fa laa junaaḥa 'alaiik, żaalika adnaaa an taqorro a'yunuhunna wa laa yaḥzanna wa yardhoina bimaaa aataitahunna kulluhunn, wallohu ya'lamu maa fii quluubikum, wa kaanallohu 'aliiman ḥaliimaa

Engkau boleh menangguhkan (menggauli) siapa yang engkau kehendaki di antara mereka (para istrimu) dan (boleh pula) menggauli siapa (di antara mereka) yang engkau kehendaki. Dan siapa yang engkau ingini untuk menggaulinya kembali dari istri-istrimu yang telah engkau sisihkan, maka tidak ada dosa bagimu. Yang demikian itu lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan mereka rela dengan apa yang telah engkau berikan kepada mereka semuanya. Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.

You, [O Muhammad], may put aside whom you will of them or take to yourself whom you will. And any that you desire of those [wives] from whom you had [temporarily] separated - there is no blame upon you [in returning her]. That is more suitable that they should be content and not grieve and that they should be satisfied with what you have given them - all of them. And Allah knows what is in your hearts. And ever is Allah Knowing and Forbearing.

Tafsir
Jalalain

(Kamu boleh menangguhkan) dapat dibaca Turji-u dengan memakai huruf Hamzah pada akhirnya, juga dapat dibaca Turjiy dengan memakai huruf Ya pada akhirnya sebagai ganti dari Hamzah, artinya menangguhkan

(siapa yang kamu kehendaki di antara mereka) yakni istri-istrimu itu dari gilirannya (dan boleh pula kamu menggilir) yaitu mengumpulkan gilirannya (siapa yang kamu kehendaki)

di antara mereka kemudian kamu mendatanginya. (Dan siapa-siapa yang kamu ingini) kamu sukai untuk menggaulinya kembali (dari perempuan yang telah kamu pisahkan)

dari gilirannya (maka tidak ada dosa bagimu) di dalam memintanya dan menggaulinya untukmu. Hal ini disuruh dipilih oleh Nabi sesudah ditentukan bahwa gilir itu wajib baginya.

(Yang demikian itu) yakni boleh memilih itu (lebih dekat) kepada ketenangan hati mereka dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada mereka)

yaitu tentang hal-hal yang telah disebutkan tadi menyangkut masalah boleh memilih di dalam menggilir (tanpa kecuali) lafal ayat ini mengukuhkan makna Fa'il yang terkandung di dalam lafal Yardhaina.

(Dan Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hati kalian) mengenai masalah wanita atau istri dan kecenderungan hatimu kepada sebagian dari mereka.

Dan sesungguhnya Kami menyuruh kamu memilih hanyalah untuk mempermudah kamu di dalam melakukan apa yang kamu kehendaki. (Dan adalah Allah Maha Mengetahui)

tentang makhluk-Nya (lagi Maha Penyantun) mengenai menghukum mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 51 |

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a., bahwa Siti Aisyah r.a.

selalu merasa cemburu terhadap wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah Saw. (untuk dikawini tanpa maskawin). Siti Aisyah mengatakan: "Apakah tidak malu seorang wanita menyerahkan dirinya tanpa maskawin?"

Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Kamu boleh menangguhkan (menggauli) siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (istri-istrimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. (Al-Ahzab: 51), hingga akhir ayat.

Siti Aisyah berkata, "Sesungguhnya aku melihat Tuhanmu selalu tanggap untuk memenuhi kesukaanmu." Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan bahwa Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis Abu Usamah, dari Hisyam ibnu Urwah.

Hal ini menunjukkan bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya: Kamu boleh menangguhkan. (Al-Ahzab: 51) Maksudnya, boleh mengakhirkan. siapa yang kamu kehendaki di antara mereka. (Al-Ahzab: 51)

Yakni di antara wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepadamu. dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. (Al-Ahzab: 51) Kamu boleh menerima wanita yang kamu kehendaki, boleh pula menolak wanita

yang tidak kamu kehendaki di antara wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepadamu itu. Dan terhadap wanita yang telah kamu tolak, kamu masih boleh memilih sesudahnya; jika kamu menginginkannya, kamu boleh kembali kepadanya

dan menggaulinya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu pisahkan, maka tidak ada dosa bagimu. (Al-Ahzab: 51)

Amir Asy-Sya'bi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepadamu). (Al-Ahzab: 51),

sampai akhir ayat. Ada beberapa wanita yang menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw. untuk dikawini. Maka sebagian dari mereka ada yang dikawini oleh beliau, dan sebagian yang lainnya ditangguhkan; mereka tidak kawin lagi sesudahnya,

di antara mereka adalah Ummu Syarik. Ulama lainnya mengatakan bahwa bahkan yang dimaksud dengan firman-Nya: Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka. (Al-Ahzab: 51), hingga akhir ayat.

Yakni di antara istri-istrimu. Tidak ada dosa bagimu bila meniadakan pembagian giliran terhadap mereka; untuk itu kamu boleh mendahulukan (memprioritaskan) istri yang kamu kehendaki dan menangguhkan istri yang lainnya yang kamu kehendaki,

dan kamu boleh menggauli istrimu yang kamu kehendaki, dan membiarkan (yakni tidak menggauli istrimu yang kamu kehendaki). Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, Abu Razin,

dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya. Sekalipun demikian, Nabi Saw. tetap memberlakukan giliran terhadap semua istrinya. Karena itulah ada segolongan ulama dari kalangan mazhab Syafii dan ulama lainnya

yang mengatakan bahwa menggilir istri itu tidak wajib bagi Nabi Saw. Mereka mengatakan demikian dengan berdalilkan ayat ini. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hibban ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami

Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Asim Al-Ahwal, dari Mu'az, dari Aisyah bahwa Rasulullah Saw. selalu meminta izin kepada kami setiap harinya (untuk pindah giliran) setelah diturunkan ayat ini,

yaitu firman-Nya: Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (istri-istrimu) dan (boleh pula) meng¬gauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali

dari perempuan yang telah kamu pisahkan, maka tidak ada dosa bagimu. (Al-Ahzab: 51) Nabi Saw. bersabda kepada Aisyah, "Bagaimanakah menurut pendapatmu?" Siti Aisyah menjawab, "Jika hal itu diserahkan kepadaku,

maka sesungguhnya aku tidak menginginkan engkau, hai Rasulullah, direbut oleh seorang wanita pun." Hadis ini yang bersumber dari Aisyah menunjukkan bahwa makna yang dimaksud ayat ini ialah tidak ada kewajiban menggilir istri.

Sedangkan hadis Aisyah yang pertama menunjukkan kepada pengertian bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw.

Berangkat dari pengertian inilah maka Ibnu Jarir berpendapat bahwa makna ayat bersifat umum mencakup wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw. dan wanita-wanita yang telah menjadi istrinya.

Bahwa Nabi Saw. boleh memilih antara menggilir masing-masing dari mereka atau tidak. Jika beliau menginginkan melakukan penggiliran terhadap mereka, diperbolehkan; dan jika tidak menginginkannya diperbolehkan pula baginya

tidak melakukan giliran. Pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir ini baik lagi kuat, yang di dalamnya telah tergabungkan pengertian semua hadis mengenai masalah ini. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:


{ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ تَقَرَّ أَعْيُنُهُنَّ وَلا يَحْزَنَّ وَيَرْضَيْنَ بِمَا آتَيْتَهُنَّ كُلُّهُنَّ}


Yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada mereka. (Al-Ahzab: 51)

Yakni apabila mereka telah mengetahui bahwa Allah telah menghapuskan dosa darimu dalam hal pembagian giliran. Untuk itu kamu boleh menggilir, boleh pula tidak melakukan giliran jika kamu menyukainya.

Mana saja di antara kedua alternatif itu yang kamu pilih, kamu tidak berdosa. Kemudian walaupun ada kemurahan tersebut, kamu tetap memperlakukan giliran terhadap istri-istrimu dengan kerelaan dirimu sendiri,

bukan sebagai suatu kewajiban yang dibebankan atas dirimu. Maka mereka pasti akan merasa gembira dengan keputusanmu itu, dan mereka akan merasa berterima kasih kepadamu atas perlakuanmu yang adil itu kepada mereka.

Mereka pasti merasa berutang budi kepadamu karena mau menggilir mereka, padahal menggilir mereka bukan merupakan suatu kewajiban bagimu. Kamu menyadari tabiat wanita dan kamu perlakukan mereka dengan adil. Firman Allah Swt.:


{وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا فِي قُلُوبِكُمْ}


Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) di dalam hatimu. (Al-Ahzab: 51) Yakni kecenderunganmu kepada seseorang di antara mereka, bukan kepada semuanya, yang hal ini tidak dapat kamu elakkan.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلابة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْسِمُ بَيْنَ نِسَائِهِ فَيَعْدِلُ، ثُمَّ يَقُولُ: "اللَّهُمَّ هَذَا فِعْلِي فِيمَا أَمْلِكُ، فَلَا تَلُمْنِي فِيمَا تَمْلِكُ وَلَا أملك".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Abdullah ibnu Yazid, dari Aisyah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.

memberlakukan giliran kepada semua istrinya dengan adil, kemudian beliau Saw. bersabda: Ya Allah, inilah perbuatanku terhadap apa yang aku miliki. Maka janganlah Engkau mencelaku terhadap apa yang Engkau miliki,

sedangkan aku tidak memilikinya. Arba'ah telah meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Salamah, dan Imam Abu Daud (salah seorang dari Arabah) menambahkan dalam riwayatnya sesudah sabda Nabi Saw.:


فَلَا تَلُمْنِي فِيمَا تَمْلِكُ وَلَا أَمْلِكُ: يَعْنِي الْقَلْبَ


Maka janganlah Engkau mencelaku terhadap apa yang Engkau miliki, sedangkan aku tidak memilikinya (yakni hati). Makna yang dimaksud ialah kecenderungan hati Nabi Saw. kepada seseorang dari istri-istrinya. Sanad hadis sahih, dan semua perawinya berpredikat siqah. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:


{وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا}


Dan adalah Allah Maha Mengetahui. (Al-Ahzab: 51) Allah Maha Mengetahui semua isi hati dan rahasia yang tersimpan di dalam dada.


{حَلِيمًا}


lagi Maha Penyantun. (Al-Ahzab: 51) Yaitu memaaf dan mengampuninya.

Surat Al-Ahzab |33:52|

لَا يَحِلُّ لَكَ النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ وَلَا أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ إِلَّا مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا

laa yaḥillu lakan-nisaaa`u mim ba'du wa laaa an tabaddala bihinna min azwaajiw walau a'jabaka ḥusnuhunna illaa maa malakat yamiinuk, wa kaanallohu 'alaa kulli syai`ir roqiibaa

Tidak halal bagimu (Muhammad) menikahi perempuan-perempuan (lain) setelah itu, dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang engkau miliki. Dan Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.

Not lawful to you, [O Muhammad], are [any additional] women after [this], nor [is it] for you to exchange them for [other] wives, even if their beauty were to please you, except what your right hand possesses. And ever is Allah, over all things, an Observer.

Tafsir
Jalalain

(Tidak halal) dapat dibaca Tahillu atau Yahillu (bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu) sesudah sembilan orang istri yang telah Aku pilih buatmu

(dan tidak boleh pula mengganti) lafal Tabaddala asalnya adalah Tatabaddala, kemudian salah satu huruf Ta dibuang sehingga jadilah Tabaddala, (mereka dengan istri-istri yang lain)

misalnya kamu menalak mereka atau sebagian dari mereka, kemudian kamu menggantikannya dengan istri yang lain (meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan hamba sahaya yang kamu miliki)

yakni wanita sahaya yang kamu miliki, ia halal bagimu. Dan Nabi saw. sesudah sembilan orang istri itu memiliki Siti Mariah, yang daripadanya lahir Ibrahim, akan tetapi Ibrahim meninggal dunia semasa Nabi saw.

masih hidup. (Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu) Maha Memelihara segala sesuatu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 52 |

Banyak ulama seperti Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, Ibnu Zaid, Ibnu Jarir serta yang lainnya menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan balasan Allah dan rida-Nya kepada istri-istri Nabi Saw.

karena sikap mereka yang baik —yaitu lebih memilih Allah dan Rasul-Nya serta pahala akhirat— saat mereka disuruh memilih oleh Rasulullah Saw., sebagaimana yang kisahnya telah disebutkan dalam ayat sebelum ini.

Setelah mereka memilih Rasulullah Saw., maka sebagai imbalan dari Allah ialah Dia membatasi Nabi Saw. hanya dengan mereka, dan mengharamkan baginya kawin lagi dengan wanita lain, atau menggantikan mereka dengan istri yang lain

selain mereka, sekalipun kecantikan wanita lain itu mempesona hati beliau Saw. Terkecuali budak-budak perempuan dan para tawanan wanita, maka diperbolehkan baginya mengawini mereka. Kemudian Allah Swt.

menghapuskan dosa bagi Nabi Saw. dalam hal ini (kawin lagi dengan wanita lain) dan merevisi hukum ayat ini, serta membolehkannya kawin lagi. Tetapi Nabi Saw. tidak kawin lagi sesudahnya, agar hal ini dianggap sebagai karunia Rasulullah Saw. kepada istri-istrinya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرٍو، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: مَا مَاتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حتى أَحِلَّ اللَّهُ لَهُ النِّسَاءَ


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr, dari Ata, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. belum diwafatkan sebelum Allah menghalalkan baginya kawin lagi dengan wanita lain.

Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad melalui hadis Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ubaid ibnu Umair, dari Aisyah. Imam Turmuzi dan Imam Nasai telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sunannya masing-masing.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdul Malik ibnu Syaibah, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Abu Bakar, telah menceritakan kepadaku

Al-Mugirah ibnu Abdur Rahman Al-Khuza'i, dari Abun Nadr maula Umar ibnu Abdullah, dari Abdullah ibnu Wahb ibnu Zam'ah, dari Ummu Salamah; Sesungguhnya Ummu Salamah pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. belum diwafatkan

sebelum Allah meghalalkan baginya kawin dengan wanita yang disukainya, selain wanita yang ada hubungan mahram dengannya. Demikian itu disebutkan oleh firman Allah Swt.: Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki

di antara mereka. (Al-Ahzab: 51), hingga akhir ayat. Maka ayat ini me-mansukh (merevisi) ayat sesudahnya dalam hal tilawah (bacaan)nya, sebagaimana dua ayat yang membicarakan masalah idah wanita yang ditinggal mati suaminya

dalam surat Al-Baqarah. Ayat yang pertama me-mansukh ayat yang kedua, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Ulama lainnya mengatakan bahwa bahkan makna ayat berikut, yaitu firman-Nya: Tidak halal bagimu

mengawini perempuan-perempuan sesudah itu. (Al-Ahzab: 52) Yakni sesudah dijelaskan kepadamu wanita-wanita yang dihalalkan bagimu di antara wanita-wanita yang telah engkau berikan maskawin mereka,

hamba sahaya perempuan yang kamu miliki, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ayahmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ayahmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, anak-anak perempuan

dari saudara perempuan ibumu, dan wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepadamu, sedangkan wanita lainnya tidak dihalalkan bagimu. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan dari Ubay ibnu Ka'b dan Mujahid menurut suatu riwayat

yang bersumber darinya. Juga menurut Ikrimah, dan Ad-Dahhak dalam suatu riwayatnya, Abu Razin dalam suatu riwayatnya, Abu Saleh, Al-Hasan, Qatadah dalam suatu riwayatnya, dan As-Saddi serta lain-lainnya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, dari Daud ibnu Abu Hindun, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Musa, dari Ziad, dari seorang lelaki kalangan Ansar

yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ubay ibnu Ka'b, "Bagaimanakah menurut pendapatmu sekiranya istri-istri Nabi Saw. meninggal dunia, bolehkah beliau kawin lagi?" Ubay ibnu Ka'b balik bertanya, "Lalu apakah

yang mencegahnya untuk tidak boleh kawin lagi." Ia menjawab, "Karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan: 'Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu' (Al-Ahzab: 52)" Ubay ibnu Ka'b berkata memberikan penjelasan,

bahwa sesungguhnya yang dihalalkan oleh Allah bagi Nabi Saw. hanyalah sejumlah wanita tertentu, yang disebutkan dalam firman-Nya: Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu. (Al-Ahzab: 50)

sampai dengan firrnan-Nya: dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi. (Al-Ahzab: 50) Kemudian dikatakan kepada Nabi Saw.: Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu. (Al-Ahzab: 52)

Abdullah ibnu Ahmad meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Daud dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi telah meriwayatkan melalui Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa Rasulullah Saw. dilarang mengawini berbagai macam wanita,

kecuali wanita-wanita yang mukmin lagi ikut berhijrah, melalui firman Allah Swt.: Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya

menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. (Al-Ahzab: 52) Maka Allah menghalalkan gadis-gadis kalian yang mukmin dan wanita yang mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw.

dan diharamkan bagimu wanita yang beragama selain Islam. Kemudian Allah Swt. berfirman: Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya. (Al-Maidah: 5), hingga akhir ayat.

Adapun firman Allah Swt.: Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan maskawinnya. (Al-Ahzab: 50) sampai dengan firman-Nya: sebagai pengkhususan bagimu,

bukan untuk semua orang mukmin. (Al-Ahzab: 50) dan diharamkan bagimu wanita-wanita yang selain dari itu. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu.

(Al-Ahzab: 52) Yakni sesudah disebutkan kepadamu wanita-wanita yang halal bagimu, baik wanita muslimah atau wanita Yahudi atau wanita Nasrani atau wanita Kafir. Abu Saleh mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu. (Al-Ahzab: 52) Ini merupakan suatu perintah yang melarang Nabi Saw. mengawini wanita Badui dan wanita Arab, tetapi boleh mengawini wanita-wanita lainnya sesudah itu

dari kalangan kaum wanita Tihamah dan wanita-wanita yang dikehendakinya dari kalangan anak-anak perempuan saudara laki-laki ayah, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ayah, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibu,

dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibu. Jika ia menyukainya, boleh mengawini tiga ratus orang wanita. Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak halal bagimu mengawini

perempuan-perempuan sesudah itu. (Al-Ahzab: 52) Yakni sesudah wanita-wanita yang telah disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat-ayat sebelumnya. Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna ayat ini umum mencakup

berbagai macam wanita yang telah disebutkan sebelumnya dan wanita-wanita (istri-istri) yang telah dinikahinya yang jumlahnya ada sembilan orang. Pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir ini cukup baik. Barangkali apa yang dikatakan

oleh Ibnu Jarir ini merupakan gabungan dari semua riwayat yang telah kami kemukakan melaluinya dari sejumlah ulama Salaf. Karena sesungguhnya kebanyakan dari mereka (ulama Salaf) telah meriwayatkan pendapat ini dan pendapat itu,

yang pada hakikatnya tidak bertentangan di antara semuanya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Kemudian Ibnu Jarir mengetengahkan kepada dirinya sendiri sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah menceraikan Siti Hafsah, kemudian merujuknya kembali. Dan beliau pernah berniat akan menceraikan Siti Saudah, pada akhirnya Saudah memberikan hari gilirannya kepada Siti Aisyah. Kenjudian ia menjawab bahwa hal ini

terjadi sebelum firman berikut diturunkan, yaitu: Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu, dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain). (Al-Ahzab: 52), hingga akhir ayat.

Pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini —yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi sebelum ayat ini diturunkan—dinilai benar pula. Tetapi alasan tersebut tidak diperlukan, karena sesungguhnya makna ayat hanya menunjukkan

bahwa Nabi Saw. tidak boleh mengawini wanita lain selain dari istri-istri yang telah ada padanya, dan bahwa Nabi Saw. tidak boleh menggantikan mereka dengan wanita (istri) yang lain. Dan hal ini tidak menunjukkan bahwa Nabi Saw.

tidak pernah menceraikan seseorang dari mereka tanpa menggantikannya dengan yang lain. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Adapun mengenai peristiwa yang dialami oleh Saudah, disebutkan di dalam kitab sahih melalui Siti Aisyah r.a.

yang mengatakan bahwa dialah yang melatarbelakangi turunnya ayat berikut, yaitu firman Allah Swt.: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan

perdamaian yang sebenar-benarnya. (An-Nisa: 128), hingga akhir ayat. Sedangkan mengenai peristiwa yang dialami oleh Hafsah disebutkan oleh Imam Abu Daud, Imam Nasai, Imam Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya

melalui berbagai jalur dari Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Saleh ibnu Saleh ibnu Huyayin, dari Salamah Ibnu Kahil, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah menceraikan Hafsah

(anak perempuan Umar), kemudian beliau merujuknya. Sanad riwayat ini cukup kuat. Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Yunus ibira Bukair, dari Al-A'masy,

dari Abu Saleh, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Umar pernah masuk ke dalam rumah Hafsah yang saat itu sedang menangis. Maka Umar bertanya, "Apakah yang menyebabkan kamu menangis? Apakah barangkali Rasulullah Saw.

menceraikanmu? Sesungguhnya beliau pernah menceraikanmu sekali, lalu merujukmu kembali karena memandang aku. Demi Allah, jika beliau meceraikanmu lagi, aku tidak mau berbicara denganmu selama-lamanya." Para perawi hadis ini harus memenuhi persyaratan sahihain (baru dapat diterima) Firman Allah Swt.:


{وَلا أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ}


dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu. (Al-Ahzab: 52) Melalui ayat ini Allah Swt. melarang Nabi Saw. menambah istri seandainya beliau menceraikan

salah seorang dari mereka, lalu menggantikannya dengan istri yang lain, terkecuali hamba sahaya yang dimilikinya. Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar telah meriwayatkan sebuah hadis yang perlu diketengahkan dalam pembahasan ini karena ada kaitan dengannya.


حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ نَصْرٍ، حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ بْنُ حَرْبٍ، عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ القرَشي، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَار عَنْ أَبِي هُرَيرة، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ البَدلُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ أَنَّ يَقُولَ الرَّجُلُ لِلرَّجُلِ: بَادِلْنِي امْرَأَتَكَ وأبادلُك بِامْرَأَتِي: أَيْ: تَنْزِلُ لِي عَنِ امْرَأَتِكَ، وَأَنْزِلُ لَكَ عَنِ امْرَأَتِي. فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {وَلا أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ} قَالَ: فَدَخَلَ عُيَيْنَةُ بْنُ حِصْنٍ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعِنْدَهُ عَائِشَةُ، فَدَخَلَ بِغَيْرِ إِذْنٍ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَأَيْنَ الِاسْتِئْذَانُ؟ " فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا اسْتَأْذَنْتُ عَلَى رَجُلٍ مِنْ مُضَر مُنْذُ أَدْرَكْتُ. ثُمَّ قَالَ: مَنْ هَذِهِ الحُمَيْراء إِلَى جَنْبِكَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَذِهِ عَائِشَةُ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ". قَالَ: أَفَلَا أَنْزِلُ لَكَ عَنْ أَحْسَنَ الْخَلْقِ ؟ قَالَ: "يَا عُيَيْنَةَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ ذَلِكَ". فَلَمَّا أَنْ خَرَجَ قَالَتْ عَائِشَةُ: مَنْ هَذَا؟ قَالَ: هَذَا أَحْمَقُ مُطَاعٌ، وَإِنَّهُ عَلَى مَا تَرَيْنَ لَسَيِّدُ قَوْمِهِ".


Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Nasr, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Harb, dari Ishaq ibnu Abdullah Al-Qurasyi, dari Zaid ibnu Aslam,

dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa di masa Jahiliah pembarteran istri dapat dilakukan oleh seseorang dengan orang lain. Seorang lelaki mengatakan kepada lelaki yang lain, "Tukarkanlah istrimu dengan istriku,

maka aku rela menukarkan istriku dengan istrimu." Hal ini sering dilakukan di masa Jahiliah; yang seorang menceraikan istrinya, lalu dikawini oleh yang lain. Begitu pula sebaliknya, ia pun menceraikan istrinya, lalu dikawini oleh temannya

yang baru menceraikan istrinya itu. Singkatnya seseorang mengatakan, "Lepaskanlah istrimu untukku, maka aku akan melepaskan istriku untukmu." Maka Allah menurunkan firman-Nya: dan tidak boleh (pula) mengganti mereka

dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu. (Al-Ahzab: 52). Abu Hurairah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa Uyaynah ibnu Hisn Al-Fazzari masuk ke rumah Nabi Saw. untuk menemuinya; saat itu beliau Saw.

sedang bersama Siti Aisyah r.a. Uyaynah masuk tanpa meminta izin terlebih dahulu, maka Rasulullah Saw. menegurnya, "Kamu masuk tidak meminta izin terlebih dahulu?" Uyaynah berkata, "Wahai Rasulullah, saya sejak usia balig

belum pernah meminta izin untuk menemui seseorang dari kalangan Mudar." Kemudian Uyaynah berkata, "Siapakah wanita yang berkulit putih kemerah-merahan yang ada di sampingmu itu?" Rasulullah Saw. menjawab,

"Ini adalah Aisyah Ummul Mu-minin." Uyaynah bertanya, "Maukah engkau menukarnya dengan istriku yang paling cantik?" Rasulullah Saw. menjawab, "Hai Uyaynah, sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal tersebut."

Setelah Uyaynah keluar, Siti Aisyah bertanya, "Siapakah orang tadi?" Rasulullah Saw. menjawab: Dia adalah orang dungu yang ditaati. Sesungguhnya dia, sebagaimana yang kamu lihat dari sikapnya itu, benar-benar menjadi penghulu kaumnya.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa Ishaq ibnu Abdullah lemah sekali dalam periwayatan hadis. Dan sesungguhnya kami sengaja mengetengah¬kan hadis ini karena kami tidak hafal hadis ini melainkan dari jalur ini, dan kami telah menjelaskan cela (kekurangan) yang ada padanya.

Surat Al-Ahzab |33:53|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ ۖ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ ۚ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ۚ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا

yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa tadkhuluu buyuutan-nabiyyi illaaa ay yu`żana lakum ilaa tho'aamin ghoiro naazhiriina inaahu wa laakin iżaa du'iitum fadkhuluu fa iżaa tho'imtum fantasyiruu wa laa musta`nisiina liḥadiiṡ, inna żaalikum kaana yu`żin-nabiyya fa yastaḥyii mingkum wallohu laa yastaḥyii minal-ḥaqq, wa iżaa sa`altumuuhunna mataa'an fas`aluuhunna miw warooo`i ḥijaab, żaalikum ath-haru liquluubikum wa quluubihinn, wa maa kaana lakum an tu`żuu rosuulallohi wa laaa an tangkiḥuuu azwaajahuu mim ba'dihiii abadaa, inna żaalikum kaana 'indallohi 'azhiimaa

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu dipanggil maka masuklah dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mengganggu Nabi sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelahnya (Nabi wafat). Sungguh, yang demikian itu sangat besar (dosanya) di sisi Allah.

O you who have believed, do not enter the houses of the Prophet except when you are permitted for a meal, without awaiting its readiness. But when you are invited, then enter; and when you have eaten, disperse without seeking to remain for conversation. Indeed, that [behavior] was troubling the Prophet, and he is shy of [dismissing] you. But Allah is not shy of the truth. And when you ask [his wives] for something, ask them from behind a partition. That is purer for your hearts and their hearts. And it is not [conceivable or lawful] for you to harm the Messenger of Allah or to marry his wives after him, ever. Indeed, that would be in the sight of Allah an enormity.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kalian diizinkan) memasukinya karena mendapat undangan (untuk makan) kemudian kalian boleh memasukinya

(dengan tidak menunggu-nunggu) tanpa menunggu lagi (waktu masak makanannya) yakni sampai makanan masak terlebih dahulu; Inaa berakar dari kata Anaa Ya-niy

(tetapi jika kalian diundang maka masuklah dan bila kalian selesai makan, keluarlah kalian tanpa) berdiam lagi (asyik memperpanjang percakapan) sebagian dari kalian kepada sebagian yang lain.

(Sesungguhnya yang demikian itu) yakni berdiamnya kalian sesudah makan (akan mengganggu nabi lalu nabi malu kepada kalian) untuk menyuruh kalian keluar (dan Allah tidak malu menerangkan yang hak)

yakni menerangkan supaya kalian keluar; atau dengan kata lain Dia tidak akan mengabaikan penjelasannya. Menurut qiraat yang lain lafal Yastahyi dibaca dengan hanya memakai satu huruf Ya sehingga bacaannya menjadi Yastahiy

. (Apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka) kepada istri-istri Nabi saw. (yakni suatu keperluan, maka mintalah dari belakang tabir) dari belakang hijab. (Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka)

dari perasaan-perasaan yang mencurigakan. (Dan tidak boleh kalian menyakiti hati Rasulullah) dengan sesuatu perbuatan apa pun (dan tidak pula mengawini istri-istrinya sesudah ia wafat selama-lamanya.

Sesungguhnya perbuatan itu di sisi Allah) dosanya (besar).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 53 |

Tafsir ayat 53-54

nilah ayat hijab yang di dalamnya terkandung hukum-hukum dan etika-etika syar’iyyah. Penurunan ayat ini bertepatan dengan perkataan sahabat Umar ibnul Khattab r.a., sebagaimana yang telah disebutkan di dalam kitab sahihain

yang bersumber darinya. Disebutkan bahwa Umar pernah berkata, "Aku bersesuaian dengan Tuhanku dalam tiga perkara, yaitu aku pernah berkata, "Wahai Rasulullah, sekiranya engkau menjadikan maqam Ibrahim sebagai tempat salat,"

lalu Allah menurunkan firman-Nya: Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125), Dan aku pernah berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya istri-istrimu banyak ditemui oleh orang-orang, di antaranya

ada yang bertakwa dan ada yang durhaka (yakni ada yang baik dan ada yang buruk), maka sekiranya engkau buatkan hijab untuk mereka,' lalu turunlah ayat hijab ini. Dan aku pernah berkata kepada istri-istri"Nabi Saw. pada saat mereka

bersekongkol memprotes Nabi Saw. karena terdorong oleh rasa cemburu mereka, 'Jika Nabi menceraikan kalian, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya istri-istri yang lebih"baik daripada kamu.'

Maka turunlah ayat yang menyebutkan hal yang sama," yaitu firman-Nya: Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan mem¬beri ganti kepadanya istri-istri yang lebih baik daripada kamu. ' (At-Tahrim: 5)

Di dalam riwayat Imam Muslim disebutkan pula bahwa Umar mengeluar¬kan pendapatnya sehubungan dengan tawanan Perang Badar, dan masalah ini adalah hal yang keempatnya.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, dari Yahya, dari Humaid, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Umar ibnul Khattab berkata, "Wahai Rasulullah, yang masuk menemuimu

ada orang yang bertakwa dan ada pula yang durhaka, maka sebaiknya enkau perintahkan kepada Ummahatul Mu-minin (semua istrimu) memakai hijab." Maka Allah menurunkan ayat hijab ini. Disebutkan bahwa penurunan ayat ini

bertepatan dengan pagi hari perkawinan Rasulunah Saw. dengan Zainab binti Jahsy yang perkawinannya dilakukan langsung oleh Allah Swt. (melalui wahyu-Nya). Peristiwa ini terjadi pada bulan Zul Qa'dah tahun lima hijriah,

menurut pendapat Qatadah, Al-Waqidi, dan selain keduanya. Tetapi Abu Ubaidah alias Ma'mar ibnul Musanna dan Khalifah ibnu Khayyat mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada tahun tiga hijriah. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepada kami Mu'tamir ibnu Sulaiman yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya mengatakan bahwa

telah menceritakan kepada kami Abu Mijlaz, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan, "Ketika Rasulullah Saw. menikahi Zainab binti Jahsy, beliau mengundang sejumlah orang, lalu menjamu mereka, kemudian mereka bercakap-cakap di majelis itu.

Kemudian kelihatan beliau Saw. hendak bangkit, dan kaum masih duduk-duduk saja. Melihat keadaan itu beliau terus bangkit. Ketika beliau bangkit, sebagian orang bangkit pula, tetapi masih ada tiga orang yang tetap duduk. Nabi Saw.

datang lagi dan hendak masuk (ke kamar pengantin), tetapi ternyata masih ada sejumlah orang yang masih duduk dan belum pergi. Tidak lama kemudian mereka bangkit dan pergi. Lalu Aku (Anas ibnu Malik) menghadap dan menceritakan

kepada Nabi Saw. bahwa kaum telah pergi. Lalu Nabi Saw. bangkit hendak masuk, dan aku pergi mengikutinya. Tetapi tiba-tiba beliau menurunkan hijab antara beliau dan aku, lalu turunlah firman Allah Swt.: 'Hai orang-orang yang beriman,

janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya). Tetapi jika kamu diundang, maka masuklah; dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu'

(Al-Ahzab: 53), hingga akhir ayat." Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula di tempat yang lain, juga Imam Muslim dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Mu'tamir ibnu Sulaiman dengan sanad yang sama.

Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya secara tunggal dengan sanad yang sama melalui hadis Abu Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Anas r.a., lalu disebutkan hal yang semisal.


حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ صُهَيْبٍ، عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ] قَالَ: بُني [عَلَى] النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِزَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ بِخُبْزٍ وَلَحْمٍ، فأرسلْتُ عَلَى الطَّعَامِ دَاعِيًا، فَيَجِيءُ قَوْمٌ فَيَأْكُلُونَ وَيَخْرُجُونَ، ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ فَيَأْكُلُونَ وَيَخْرُجُونَ. فدعوتُ حَتَّى مَا أَجِدُ أَحَدًا أَدْعُوهُ، فَقُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، مَا أَجِدُ أَحَدًا أَدْعُوهُ. قَالَ: "ارْفَعُوا طَعَامَكُمْ"، وَبَقِيَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ يَتَحَدَّثُونَ فِي الْبَيْتِ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْطَلَقَ إِلَى حُجْرَةِ عَائِشَةَ، فَقَالَ: "السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ". قَالَتْ: وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ، كَيْفَ وَجَدْتَ أَهْلَكَ، بَارَكَ اللَّهُ لَكَ؟ فَتَقَرّى حُجَرَ نِسَائِهِ كُلّهن، يَقُولُ لَهُنَّ كَمَا يَقُولُ لِعَائِشَةَ، وَيَقُلْنَ لَهُ كَمَا قَالَتْ عَائِشَةُ. ثُمَّ رَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا رَهْطٌ ثَلَاثَةٌ [فِي الْبَيْتِ] يَتَحَدَّثُونَ. وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَدِيدَ الْحَيَاءِ، فَخَرَجَ مُنْطَلِقًا نَحْوَ حُجْرة عَائِشَةَ، فَمَا أَدْرِي أخبرتُه أَمْ أُخْبِرَ أَنَّ الْقَوْمَ خَرَجُوا؟ فَرَجَعَ حَتَّى إِذَا وَضَعَ رِجْلَهُ فِي أُسْكُفة الْبَابِ دَاخِلَهُ، وَأُخْرَى خَارِجَهُ، أرْخَى السِّتْرَ بيني وبينه، وأنزلت آية الحجاب.


Kemudian Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Suhaib, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan,

bahwa Nabi Saw. ketika kawin dengan Zainab binti Jahsy mengadakan jamuan walimah dari makanan roti dan daging. Lalu aku disuruh untuk mengundang kaum kepada jamuan walimah itu.

Maka datanglah suatu kaum, lalu mereka makan, setelah itu pergi. Kemudian datang pula kaum yang lain, mereka langsung makan, dan sesudahnya mereka keluar.

Aku terus mengundang orang-orang hingga tidak kutemukan lagi seseorang yang kuundang, lalu aku berkata kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, semua orang telah kuundang dan tiada lagi yang tertinggal."

Maka beliau Saw. bersabda: Bereskanlah jamuan kalian. Tetapi masih ada tiga orang yang masih asyik dalam percakapannya di dalam rumah. Maka Nabi Saw. keluar dan menuju ke kamar Siti Aisyah r.a., lalu mengucapkan salam:

Semoga keselamatan, rahmat Allah, dan berkah-Nya terlimpahkan kepada kalian, hai Ahlul Bait. Siti Aisyah menjawab, "Semoga keselamatan dan rahmat Allah terlimpahkan kepadamu. Bagaimanakah engkau jumpai istri barumu, ya Rasulullah?

Semoga Allah memberkatimu." Lalu beliau Saw. mendatangi tiap-tiap kamar istrinya, semuanya menjawab jawaban yang sama seperti yang dikatakan oleh Aisyah, dan mengucapkan kata selamat seperti yang diucapkan oleh Aisyah.

Setelah itu Nabi Saw. kembali, dan ternyata masih ada tiga orang di dalam rumahnya sedang asyik bercakap-cakap. Nabi Saw. adalah seorang yang pemalu, maka beliau berangkat menuju kamar Siti Aisyah.

Aku (Anas) tidak ingat lagi apakah aku memberitahukan kepadanya ataukah beliau telah diberi tahu bahwa semua tamu telah pergi, jelasnya beliau kembali; dan pada saat beliau melangkahkan kakinya di balik pintu bagian dalamnya,

sedangkan kaki yang lainnya masih di luar pintu, tiba-tiba beliau menurunkan kain penutup yang menghalang-halangi antara aku dan beliau. Dan saat itulah diturunkan ayat hijab ini.

Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya dari Ishaq ibnu Mansur, dari Abdullah ibnu Bukair As-Sahmi, dari Humaid, dari Anas dengan lafaz yang semisal. Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa ada dua orang perawi yang meriwayatkannya

melalui jalur ini secara tunggal. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim secara tunggal melalui hadis Sulaiman ibnul Mugirah, dari Sabit, dari Anas.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو الْمُظَفَّرِ، حَدَّثَنَا جَعْفَرِ بْنِ سُلَيْمَانَ، عَنِ الْجَعْدِ -أَبِي عُثْمَانَ اليَشْكُرِي -عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: أَعْرَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبَعْضِ نِسَائِهِ، فَصَنَعَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ حَيْسًا ثُمَّ وَضَعَتْهُ فِي تَوْر، فَقَالَتْ: اذْهَبْ بِهَذَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَقْرِئْهُ مِنِّي السَّلَامَ، وَأَخْبِرْهُ أَنَّ هَذَا مِنَّا لَهُ قَلِيلٌ -قَالَ أَنَسٌ: وَالنَّاسُ يَوْمَئِذٍ فِي جَهد -فَجِئْتُ بِهِ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، بَعَثَتْ بِهَذَا أُمُّ سُلَيم إِلَيْكَ، وَهِيَ تُقْرِئُكَ السَّلَامَ، وَتَقُولُ: أَخْبِرْهُ أَنَّ هَذَا مِنَّا لَهُ قَلِيلٌ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: "ضَعْهُ" فوَضَعته فِي نَاحِيَةِ الْبَيْتِ، ثُمَّ قَالَ: "اذْهَبْ فَادْعُ لِي فُلَانًا وَفُلَانًا". وَسَمَّى رِجَالًا كَثِيرًا، وَقَالَ: "ومَنْ لقيتَ مِنَ [الْمُسْلِمِينَ". فدعوتُ مَنْ قَالَ لِي، ومَنْ لَقِيتُ مِنَ] الْمُسْلِمِينَ، فَجِئْتُ وَالْبَيْتُ والصُّفَّة وَالْحُجْرَةُ مَلأى مِنَ النَّاسِ -فَقُلْتُ: يَا أَبَا عُثْمَانَ، كَمْ كَانُوا؟ فَقَالَ: كَانُوا زُهَاءَ ثَلَاثِمِائَةٍ -قَالَ أَنَسٌ: فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "جِئْ بِهِ". فجئتُ بِهِ إِلَيْهِ، فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ، وَدَعَا وَقَالَ: "مَا شَاءَ اللَّهُ". ثُمَّ قَالَ: "ليتَحَلَّق عَشَرة عَشَرة، وَلْيُسَمُّوا ، وَلْيَأْكُلْ كُلُّ إِنْسَانٍ مِمَّا يَلِيهِ". فَجَعَلُوا يُسَمُّونَ وَيَأْكُلُونَ، حَتَّى أَكَلُوا كُلُّهُمْ. فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ارْفَعْهُ". قَالَ: فجئتُ فَأَخَذْتُ التَّورَ فَمَا أَدْرِي أَهْوَ حِينَ وَضَعْتُ أَكْثَرُ أَمْ حِينَ أَخَذْتُ؟ قَالَ: وَتَخَلَّفَ رِجَالٌ يَتَحَدَّثُونَ فِي بَيْتِ رَسُولِ اللَّهِ، وزَوجُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّتِي دَخَلَ بِهَا مَعَهُمْ مُولّية وَجْهِهَا إِلَى الْحَائِطِ، فَأَطَالُوا الْحَدِيثَ، فَشَقُّوا على رسول الله صلى الله عليه وسلم، وَكَانَ أَشَدَّ النَّاسِ حَيَاءً -وَلَوْ أُعْلِمُوا كَانَ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ عَزِيزًا -فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ فَسَلَّمَ عَلَى حُجَره وَعَلَى نِسَائِهِ، فَلَمَّا رَأَوْهُ قَدْ جَاءَ ظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ ثَقَّلوا عَلَيْهِ، ابْتَدَرُوا الْبَابَ فَخَرَجُوا، وَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَرْخَى السِّتْرَ، وَدَخَلَ الْبَيْتَ وَأَنَا فِي الْحُجْرَةِ، فَمَكَثَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِهِ يَسِيرًا، وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْقُرْآنَ، فَخَرَجَ وَهُوَ يَقْرَأُ هَذِهِ الْآيَةَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا} إِلَى قَوْلِهِ: {بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا} . قَالَ أَنَسٌ: فَقَرَأَهُنَّ عَليّ قَبْلَ النَّاسِ، فَأَنَا أحْدثُ الناس بهن عهدا.


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Muzaffar, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, dari Al-Ja'id Abu Usman Al-Yasykuri, dari Anas ibnu Malik

yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. melakukan malam pertamanya dengan salah seorang istri barunya. Maka Ummu Sulaim membuat hais (makanan), kemudian meletakkannya di sebuah baki, lalu berkata, "Bawalah makanan ini

kepada Rasulullah Saw. dan sampaikanlah salamku kepadanya, serta katakanlah kepadanya bahwa kiriman ini dari kami untuk beliau dengan apa adanya." Anas mengatakan bahwa saat itu orang-orang sedang dalam keadaan paceklik,

lalu aku sampaikan kiriman tersebut dan kukatakan kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, Ummu Sulaim mengirimkan hidangan ini kepadamu, dan dia menyampaikan salamnya untukmu seraya mengatakan bahwa makanan yang apa adanya ini

darinya buat engkau." Rasulullah Saw. melihat kiriman itu, lalu bersabda, "Letakkanlah." Maka makanan itu kuletakkan di salah satu sudut rumah Nabi Saw. Kemudian beliau Saw. bersabda, "Undanglah si Fulan dan si Anu,"

beliau menyebutkan nama beberapa orang lelaki yang jumlahnya cukup banyak, lalu beliau menambahkan, "Dan undang pulalah orang muslim yang kamu jumpai."

Maka aku sampaikan undangan beliau kepada orang-orang yang telah beliau sebutkan namanya, juga setiap orang muslim yang kujumpai. Ketika aku datang, rumah, halaman dan ruangan tamu penuh dengan orang-orang.

Maka aku bertanya, "Hai Abu Usman, berapa orangkah mereka semuanya?" Abu Usman menjawab, "Kurang lebih ada tiga ratus orang." Sahabat Anas melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya,

"Kemarikanlah makanan itu!" Maka aku datangkan makanan itu kepadanya, dan beliau meletakkan tangannya di atas makanan tersebut, lalu berdoa dan bersabda, "Ini adalah kehendak Allah."

Kemudian bersabda: Hendaklah tiap sepuluh orang membuat suatu lingkaran dan hendaklah mereka membaca bismillah, dan hendaklah setiap orang memakan makanan yang ada didekatnya. Lalu mereka membaca basmalah

dan makan hingga semuanya merasa kenyang. Setelah itu Rasulullah Saw. bersabda kepadaku, "Angkatlah hidangan itu!" Anas r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia mengambil baki yang berisikan makanan itu, dan ia melihat isinya,

tetapi ia tidak ingat lagi apakah saat ia meletakkan hidangan itu lebih banyak ataukah saat mengambilnya lebih banyak (maksudnya makanan tersebut kelihatannya masih utuh seperti semula).

Anas r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa ada beberapa orang lelaki yang masih asyik dalam percakapannya di dalam rumah Rasulullah Saw., sedangkan istri Rasulullah Saw. yang baru dinikahi itu ada bersama mereka,

memalingkan wajahnya ke arah tembok. Ternyata mereka memperpanjang percakapannya. Hal itu membuat Rasulullah Saw. keberatan, tetapi beliau tidak mau menegur mereka karena beliau adalah orang yang sangat pemalu.

Seandainya diberi tahu, pastilah mereka merasa tidak enak karena sedang asyik dalam obrolannya. Maka Rasulullah Saw. pergi dan menemui tiap-tiap istrinya di kamar¬nya masing-masing, kepada tiap orang dari mereka beliau mengucapkan salam.

Ketika para hadirin yang masih ada melihat Rasulullah Saw. tiba, mereka baru sadar bahwa diri mereka merepotkan Rsulullah Saw. Karena itu, mereka segera bangkit menuju pintu, lalu keluar.

Rasulullah Saw. datang, lalu menutupkan kain pintu dan masuk ke dalam kamar, sedangkan aku (Anas) berada di ruang tamunya. Rasulullah Saw. tinggal di dalam kamarnya sesaat yang tidak lama,

dan Allah menurunkan wahyu Al-Qur'an kepadanya. Setelah itu beliau keluar dari kamar dan membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi. (Al-Ahzab: 53),

hingga akhir ayat. Sahabat Anas mengatakan bahwa Nabi Saw. terlebih dahulu membacakan ayat-ayat tersebut kepadaku sebelum orang lain, lalu aku menceritakannya kepada orang-orang selama suatu masa.

Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai telah meriwayat¬kannya melalui Qutaibah, dari Ja'far ibnu Sulaiman dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

Imam Bukhari meriwayatkannya secara ta'liq di dalam Kitabun Nikah. Ia mengatakan bahwa Ibrahim ibnu Tuhman telah meriwayatkan hadis ini dari Al-Ja'd alias Abu Usman, dari Anas, lalu disebutkan hal yang semisal.

Imam Muslim meriwayatkannya pula dari Muhammad ibnu Rafi', dari Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Al-Jahd dengan sanad yang sama. Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan hadis ini melalui Syarik, dari Bayan ibnu Bisyr,

dari Anas dengan lafaz yang semisal. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya pula melalui hadis Abu Nadrah Al-Abdi, dari Anas ibnu Malik dengan lafaz yang semisal, tetapi mereka tidak ada yang mengetengahkannya melalui jalur ini.

Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Amr ibnu Sa'id dan hadis Az-Zuhri, dari Anas dengan lafaz yang semisal. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz dan Hasyim ibnul Qasim. Keduanya mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah, dari Sabitt, dari Anas yang mengatakan bahwa setelah idah Zainab habis, Rasulullah Saw. bersabda kepada Zaid (bekas suaminya): Pergilah kamu kepadanya,

dan ceritakanlah kepadanya bahwa aku menyebut-nyebutnya. Zaid berangkat hingga sampai ke rumah Zainab, saat itu Zainab sedang membuat adonan roti. Ketika aku melihatnya, terasa dadaku keberatan memandangnya.

Lalu disebutkan hadis selanjutnya seperti yang telah dikemukakan jauh sebelum ini, pada tafsir firman-Nya: Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya). (Al-Ahzab: 37)

Pada akhir riwayat ini ditambahkan pula bahwa lalu Nabi Saw. menasihati orang-orang dengan nasihat yang biasa beliau utarakan kepada mereka. Hasyim dalam hadisnya mengatakan (menyitir firman Allah Swt.): Janganlah kamu

memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan. (Al-Ahzab: 53), hingga akhir ayat. Imam Muslim dan Imam Nasai telah mengetengahkannya melalui hadis Ja'far ibnu Sulaiman dengan sanad yang sama.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Abdur Rahman anak saudaranya Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku pamanku Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Az-Zuhri, dari Urwah,

dari Aisyah yang mengatakan bahwa istri-istri Nabi Saw. apabila membuang hajat besarnya di malam hari keluar menuju ke Manasi', yaitu tanah lapang yang luas. Dan Umar r.a. selalu berkata kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah,

pakailah hijab buat istri-istrimu," tetapi Rasulullah Saw. tidak mengindahkannya. Lalu Saudah binti Zam'ah (istri Rasulullah Saw.) keluar untuk membuang hajat besarnya. Dia adalah seorang wanita yang berperawakan tinggi,

maka Umar menyerunya dengan suara yang keras, "Kami telah mengenalmu, hai Saudah." Umar melakukan demikian karena keinginannya yang sangat agar diturunkan wahyu mengenai hijab. Siti Aisyah melanjutkan kisahnya,

bahwa lalu Allah Swt. menurunkan ayat hijab. Demikianlah menurut riwayat ini secara apa adanya. Tetapi menurut pendapat yang terkenal, peristiwa ini terjadi sesudah turunnya ayat hijab, sebagaimana yang telah diriwayatkan

oleh Imam Ahmad, Imam Bukhari, dan Imam Muslim melalui hadis Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang menceritakan:


خَرَجَتْ سَوْدَةُ بَعْدَمَا ضُرِبَ الْحِجَابُ لِحَاجَتِهَا، وَكَانَتِ امْرَأَةً جَسيمَةً لَا تخفَى عَلَى مَنْ يَعْرِفُهَا، فَرَآهَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقَالَ: يَا سَوْدَةُ، أَمَا وَاللَّهِ مَا تَخْفَين عَلَيْنَا، فَانْظُرِي كَيْفَ تَخْرُجِينَ؟ قَالَتْ: فَانْكَفَأْتُ رَاجِعَةً، ورسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِي، وَإِنَّهُ لَيَتَعَشَّى، وَفِي يَدِهِ عَرْق، فَدَخَلَتْ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي خَرَجْتُ لِبَعْضِ حَاجَتِي، فَقَالَ لِي عُمَرُ كَذَا وَكَذَا. قَالَتْ: فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ، ثُمَّ رُفعَ عَنْهُ وَإِنَّ العَرْق فِي يَدِهِ، مَا وَضَعَهُ. فَقَالَ: "إِنَّهُ قَدْ أذنَ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَاجَتِكُنَّ".


bahwa Saudah keluar untuk suatu keperluannya sesudah diturunkan ayat hijab. Saudah adalah seorang wanita yang berperawakan besar lagi tinggi, tidak samar lagi bagi orang yang mengenalnya.

Lalu Saudah kelihatan oleh Umar ibnul Khattab, maka Umar berkata, "Hai Saudah, ingatlah, demi Allah, engkau tidak samar lagi bagi kami. Karena itu, perhatikanlah dahulu di sekitarmu sebelum kamu keluar."

Maka Saudah kembali lagi ke rumah, saat itu Rasulullah Saw. sedang makan malam dan sedang memegang daging paha di tangannya. Saudh masuk, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya keluar untuk suatu keperluan,

lalu Umar mengatakan anu dan anu." Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Allah Swt. menurunkan wahyu kepada Nabi Saw. Setelah wahyu selesai dan tangan Nabi Saw. masih keringatan karena beratnya wahyu,

beliau bersabda: Sesungguhnya telah diizinkan bagi kalian (kaum wanita) untuk keluar guna keperluan kalian. Lafaz hadis ini menurut apa yang ada pada Imam Bukhari. Firman Allah Swt.:


{لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ}


Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi. (Al-Ahzab: 53) Melalui ayat ini Allah Swt. melarang orang-orang mukmin masuk ke dalam rumah-rumah Nabi Saw. tanpa izin, tidak sebagaimana biasanya yang mereka lakukan di masa Jahiliah

dan masa permulaan Islam di mana mereka masuk ke rumah-rumah mereka tanpa izin. Maka Allah merasa cemburu dengan umat ini, lalu Dia memerintahkan mereka agar meminta izin terlebih dahulu bila mau masuk ke rumah orang.

Hal ini pun merupakan suatu penghormatan dari Allah Swt. terhadap umat ini. Untuk itulah maka Rasulullah Saw. bersabda:


"إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ"


Jangan sekali-kali kalian masuk menemui wanita. hingga akhir hadis. Kemudian dikecualikan dari hal tersebut melalui firman-Nya:


{إِلا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ}


kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya). (Al-Ahzab: 53) Mujahid dan Qatadah serta selain keduanya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah tidak menunggu-nunggu

masaknya makanan itu. Dengan kata lain, janganlah kalian mengintai-intai makanan bila sedang dimasak; sehingga manakala makanan itu hampir masak, lalu kalian masuk ke rumah (yang mempunyai hajat).

Hal ini termasuk perbuatan yang tidak disukai oleh Allah Swt. dan dicela-Nya. Ayat ini mengandung dalil yang mengharamkan sikap slamit (jawa, mengharamkan sesuatu dari orang lain, pent.) yang menurut orang Arab disebut

dengan istilah daifan. Sehubungan dengan topik ini Al-Khatib Al-Bagdadi telah menulis sebuah kitab tersendiri yang membahas tercelanya sifat ini, lalu dikemukakan pula sebagian dari kisah-kisah mereka yang berperangai demikian; hal itu tidak akan dibahas di sini. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا}


tetapi jika kamu diundang, maka masuklah; dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu. (Al-Ahzab: 53) Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيجب، عُرسًا كَانَ أَوْ غَيْرَهُ"


Apabila seseorang di antara kalian mengundang saudaranya untuk suatu jamuan, hendaklah orang yang diundang me¬menuhinya, baik undangan pernikahan ataupun undangan lainnya. Asal hadis ini terdapat di dalam kitab Sahihain. Di dalam kitab sahih disebutkan pula sebuah hadis dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:


"لَوْ دُعيت إِلَى ذِرَاعٍ لَأَجَبْتُ، وَلَوْ أُهْدِيَ إليَّ كُرَاع لَقَبِلْتُ، فَإِذَا فَرَغتم مِنَ الَّذِي دُعيتم إِلَيْهِ فَخَفِّفُوا عَنْ أَهْلِ الْمَنْزِلِ، وَانْتَشَرُوا فِي الْأَرْضِ"


Seandainya aku diundang untuk makan kaki kambing, pastilah aku akan memenuhinya. Dan seandainya aku dikirimi masakan kikil kambing, tentulah aku terima. Maka apabila kalian telah selesai dari menyantap jamuan,

janganlah kalian merepotkan pemilik rumah, dan segeralah kalian keluar (dari rumahnya). Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{وَلا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ}


tanpa asyik memperpanjang percakapan. (Al-Ahzab: 53) Sebagaimana yang dilakukan oleh ketiga orang yang disebutkan oleh hadis di atas, mereka asyik dengan obrolannya sehingga memberatkan Rasulullah Saw. yang saat itu menjadi pengantin. Allah Swt. telah berfirman menceritakannya:


{إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ}


Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi, lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar). (Al-Ahzab: 53) Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah sesungguhnya masuk kalian ke dalam rumah Nabi Saw.

tanpa izin adalah sikap yang memberatkannya dan membuatnya terganggu. Tetapi beliau Saw. merasa berat untuk menyuruh mereka keluar, sebab Nabi Saw. adalah seorang yang pemalu, hingga pada akhirnya Allah Swt. menurunkan ayat yang melarang hal tersebut. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya:


{وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ}


dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. (Al-Ahzab: 53) Karena itulah maka Allah Swt. melarang kalian bersikap demikian dan memperingatkan kalian supaya jangan mengganggu Nabi lagi. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:


{وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ}


Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Al-Ahzab: 53) Yakni sebagaimana Allah melarang kalian masuk menemui istri-istri Nabi, maka dilarang pula kalian memandang mereka

dalam keadaan bagaimanapun, sekalipun bagi seseorang di antara kalian ada keperluan yang hendak diambilnya dari mereka. Dia tidak boleh memandangnya, tidak boleh pula meminta suatu keperluan kepada mereka melainkan dari balik hijab.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mis'ar, dari Musa ibnu Abu Kasir, dari Mujahid, dari Aisyah

yang menceritakan bahwa pada suatu hari ia makan hais bersama Nabi Saw. di dalam sebuah mangkuk besar, lalu lewatlah Umar. Maka Nabi Saw. mengundangnya untuk makan bersama, dan Umar pun makan bersama kami.

Jari Umar bersentuhan dengan jariku (Aisyah), maka Umar berkata, "Alangkah baiknya, atau aduh, seandainya Nabi Saw. ditaati oleh kalian, niscaya tiada suatu mata pun yang melihat kalian (istri-istri Nabi Saw.)."

Maka turunlah firman-Nya: Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. (Al-Ahzab: 53) Yakni apa yang telah Kuperintahkan kepada kalian dan apa yang telah Kusyariatkan kepada kalian tentang berhijab adalah lebih suci dan lebih baik bagi kalian. Firman Allah Swt.:


{وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا}


Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya sesudah ia wafat selama-lamanya. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. (Al-Ahzab: 53)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Hammad, telah menceritakan kepada kami Mahran, dari Sufyan ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah,

dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah. (Al-Ahzab: 53) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki yang berniat akan mengawini bekas istri Nabi Saw.

bila beliau Saw. sudah tiada. Seorang lelaki bertanya kepada Sufyan, "Apakah dia adalah Aisyah?" Sufyan menjawab, "Mereka telah menceritakan hal tersebut." Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan

dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Telah meriwayatkan pula berikut sanadnya dari As-Saddi, bahwa lelaki yang berniat demikian adalah Talhah ibnu Abdullah r.a. hingga turunlah wahyu yang mengingatkannya bahwa hal itu diharamkan.

Karena itulah para ulama telah sepakat bahwa setelah Rasulullah Saw. wafat, maka istri-istrinya haram dikawini oleh orang lain karena mereka bukan saja sebagai istri-istri beliau di dunia ini, tetapi juga di akhirat, mereka juga adalah

Ummahatul Mu-minin alias ibu-ibu semua kaum mukmin, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Para ulama berselisih pendapat sehubungan dengan masalah seorang lelaki yang sempat kawin dan menggaulinya, lalu menceraikannya

semasa Rasulullah Saw. masih hidup. Maka apakah wanita itu halal bagi lelaki lain untuk dikawininya? Ada dua pendapat sehubungan dengan masalah ini. Permasalahan keduanya timbul dari pertanyaan, bahwa apakah hal ini termasuk

ke dalam pengertian umum firman-Nya: sesudah ia wafat. (Al-Ahzab: 53) Ataukah tidak? Adapun mengenai masalah seseorang yang mengawininya (yakni bekas istri Nabi Saw.), lalu ia menceraikannya sebelum menggaulinya,

maka kami tidak mengetahui apakah dia halal atau tidak bagi orang lain. Bila keadaannya demikian, masalahnya masih diperselisihkan. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahab, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Amir, bahwa Nabi Saw. wafat,

sedangkan Qailah bintil Asy'as (yakni Ibnu Qais) berada dalam kepemilikan Nabi Saw. sebagai hamba sahayanya. Sesudah itu Qailah dikawini oleh Ikrimah ibnu Abu Jahal, maka peristiwa ini sangat memberatkan hati Abu Bakar.

Lalu Umar mengemukakan pendapatnya kepada Abu Bakar, "Hai Khalifah Rasulullah, sesungguhnya dia (Qailah) bukan termasuk salah seorang istri Nabi Saw. Sesungguhnya Rasulullah Saw. tidak pernah memilihnya, tidak pula menghijabnya

(memakaikan hijab padanya). Allah telah melepaskan dia dari Nabi Saw. karena dia pernah murtad mengikut kepada kaumnya." Amir melanjutkan kisahnya, bahwa setelah mendengar saran dari sahabat Umar itu barulah hati Abu Bakar r.a.

merasa tenang. Allah Swt. menganggap hal itu termasuk dosa besar dan mem¬peringatkan serta mengancam pelakunya melalui firman-Nya:


{إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا}


Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. (Al-Ahzab: 53) Kemudian Allah Swt. berfirman:


{إِنْ تُبْدُوا شَيْئًا أَوْ تُخْفُوهُ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا}


Jika kamu melahirkan sesuatu atau menyembunyikannya, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab: 54) Maksudnya, betapapun hati sanubari kalian menyimpan sesuatu dan menyembunyikan rahasia,

maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Karena sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pengetahuan Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{يَعْلَمُ خَائِنَةَ الأعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ}


Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. (Al-Mu-min: 19)

Surat Al-Ahzab |33:54|

إِنْ تُبْدُوا شَيْئًا أَوْ تُخْفُوهُ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

in tubduu syai`an au tukhfuuhu fa innalloha kaana bikulli syai`in 'aliimaa

Jika kamu menyatakan sesuatu atau menyembunyikannya, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Whether you reveal a thing or conceal it, indeed Allah is ever, of all things, Knowing.

Tafsir
Jalalain

(Jika kalian melahirkan sesuatu atau menyembunyikannya) keinginan untuk menikahi mereka sesudah Nabi saw. wafat (maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu) Dia kelak akan membalasnya kepada kalian.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 54 |

penjelasan ada di ayat 53

Surat Al-Ahzab |33:55|

لَا جُنَاحَ عَلَيْهِنَّ فِي آبَائِهِنَّ وَلَا أَبْنَائِهِنَّ وَلَا إِخْوَانِهِنَّ وَلَا أَبْنَاءِ إِخْوَانِهِنَّ وَلَا أَبْنَاءِ أَخَوَاتِهِنَّ وَلَا نِسَائِهِنَّ وَلَا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ ۗ وَاتَّقِينَ اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدًا

laa junaaḥa 'alaihinna fiii aabaaa`ihinna wa laaa abnaaa`ihinna wa laaa ikhwaanihinna wa laaa abnaaa`i ikhwaanihinna wa laaa abnaaa`i akhowaatihinna wa laa nisaaa`ihinna wa laa maa malakat aimaanuhunn, wattaqiinalloh, innalloha kaana 'alaa kulli syai`in syahiidaa

Tidak ada dosa atas istri-istri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka, anak laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara perempuan mereka, perempuan-perempuan mereka (yang beriman) dan hamba sahaya yang mereka miliki, dan bertakwalah kamu (istri-istri Nabi) kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.

There is no blame upon women concerning their fathers or their sons or their brothers or their brothers' sons or their sisters' sons or their women or those their right hands possess. And fear Allah. Indeed Allah is ever, over all things, Witness.

Tafsir
Jalalain

(Tidak ada dosa atas istri-istri Nabi terhadap bapak-bapak mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka,

anak laki-laki dari saudara mereka yang perempuan, perempuan-perempuan) yang beriman (dan hamba sahaya yang mereka miliki) yakni hamba sahaya laki-laki dan perempuan,

untuk melihat dan bercakap dengan mereka tanpa memakai hijab (dan bertakwalah kalian kepada Allah) dalam hal-hal yang diperintahkan-Nya kepada kalian.

(Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu) tidak ada sesuatu pun yang samar dari pengetahuan-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 55 |

Setelah Allah Swt. memerintahkan kepada kaum wanita agar memakai hijab bila menemui laki-laki lain yang bukan mahram, lalu Dia menjelaskan bahwa orang-orang yang disebutkan dalam ayat di atas adalah kaum kerabat mereka

yang tidak usah mereka memakai tabir bila berhadapan dengan mereka, sebagaimana pengecualian yang disebutkan di dalam surat An-Nur melalui firman-Nya:


{وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ}


dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka,

atau putra-putra saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara-saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki-yang tidak mempunyai keinginan

(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. (An-Nur: 31) Di dalam ayat ini terdapat penambahan yang tidak disebutkan oleh ayat di atas, dan ayat ini telah diterangkan tafsirnya sehingga

tidak perlu diulangi lagi di sini. Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa mengapa paman dari pihak ayah dan pihak ibu tidak disebutkan dalam kedua ayat di atas? Maka Ikrimah dan Asy-Sya'bi menjawab, "Keduanya tidak disebutkan

karena barangkali keduanya nanti akan menceritakan kecantikannya kepada anak-anak laki-laki masing-masing." Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami

Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Asy-Sya'bi dan Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada dosa atas istri-istri Nabi (untuk berjumpa tanpa hijab)

dengan bapak-bapak mereka. (Al-Ahzab: 55), hingga akhir ayat. Daud bertanya, "Mengapa paman dari pihak ayah dan ibu tidak disebutkan dalam ayat ini?" Ikrimah menjawab, "Karena keduanya pasti menceritakan kecantikannya

kepada anak lelakinya masing-masing. Dan menanggalkan kain kerudung di hadapan paman dari pihak ayah dan dari pihak ibu hukumnya makruh." Firman Allah Swt.:


{وَلا نِسَائِهِنَّ}


perempuan-perempuan yang beriman. (Al-Ahzab: 55) Artinya, boleh tidak memakai hijab bila bersua dengan wanita-wanita yang beriman. Firman Allah Swt.:


{وَلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ}


dan hamba sahaya yang mereka miliki. (Al-Ahzab: 55) Yakni budak-budak perempuan dan budak-budak laki-laki yang mereka miliki, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya dalam pembahasan ayat-ayat lain yang semakna.

Tetapi menurut Sa'id ibnul Musayyab, makna yang dimaksud oleh hadis mengenai hal ini hanyalah berarti budak-budak perempuan saja. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. firman-Nya:


{وَاتَّقِينَ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدًا}


dan bertakwalah kamu (hai istri-istri Nabi) kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Ahzab: 55) Yaitu hendaklah mereka takut kepada Allah, baik dalam keadaan sepi maupun dalam keadaan ramai;

karena sesungguhnya Dia Maha Menyaksikan segala sesuatu, tiada sesuatu pun yang samar bagi-Nya. Maka hendaklah mereka selalu merasa berada di bawah pengawasan¬Nya.

Surat Al-Ahzab |33:56|

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

innalloha wa malaaa`ikatahuu yusholluuna 'alan-nabiyy, yaaa ayyuhallażiina aamanuu sholluu 'alaihi wa sallimuu tasliimaa

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.

Indeed, Allah confers blessing upon the Prophet, and His angels [ask Him to do so]. O you who have believed, ask [Allah to confer] blessing upon him and ask [Allah to grant him] peace.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi) untuk Nabi Muhammad saw. (Hai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya)

yaitu katakanlah oleh kalian, "Allaahumma Shalli 'Alaa Sayyidinaa Muhammad Wa Sallim", artinya, "Ya Allah! Limpahkanlah salawat dan Salam-Mu kepada junjungan kami Nabi Muhammad."

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 56 |

Imam Bukhari mengatakan, Abul Aliyah telah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan salawat dari Allah ialah pujian-Nya kepada Nabi Saw. di kalangan para malaikat, dan salawat dari para malaikat ialah doa mereka untuknya.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yusalluna ialah memberikan keberkahan. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara ta'liq (memakai komentar) yang bersumber dari keduanya (Abul Aliyah dan Ibnu Abbas).

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah. Hal yang sama telah diriwayatkan pula dari Ar-Rabi'. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan hal yang sama dari Ibnu Abbas. Kedua riwayat

yang terakhir diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim. Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah diriwayatkan dari Sufyan As-Sauri dan lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ahlul 'ilmi; mereka mengatakan bahwa salawat

dari Allah adalah rahmat-Nya, dan salawat dari para malaikat adalah permohonan ampun bagi yang bersangkutan. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Waki',

dari Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah yang mengatakan bahwa ia merasa yakin bahwa Al-A'masy meriwayatkannya dari Ata ibnu Abu Rabah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya

bersalawat untuk Nabi. (Al-Ahzab: 56) Bahwa salawat dari Allah Swt. ialah firman-Nya, "Mahasuci lagi Mahakudus, rahmat-Ku mendahului azab-Ku." Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah Allah Swt. memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya

tentang kedudukan hamba dan Nabi-Nya di kalangan makhluk-Nya yang tertinggi (para malaikat), bahwa Dia memujinya di kalangan para malaikat yang terdekat dengan-Nya, dan bahwa para malaikat pun ikut bersalawat untuknya

Kemudian Allah Swt. memerintahkan kepada penghuni alam bawah (bumi) untuk bersalawat dan bersalam untuk Nabi Saw. Dengan demikian, maka terhimpunkanlah baginya pujian dari kalangan penduduk alam atas dan alam bawah.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy'as ibnu Ishaq, dari Ja'far ibnul Mugirah,

dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa salah seorang nabi kaum Bani Israil berkata kepada Musa a.s., "Apakah Tuhanmu pernah mengucapkan salawat?" Maka Tuhan menyeru Musa, "Hai Musa, mereka menanyakan kepadamu,

apakah Tuhanmu pernah mengucapkan salawat? Katakanlah, 'Ya.' Aku selalu bersalawat dan juga para malaikat-Ku buat para nabi dan para rasul¬Ku." Dan Allah Swt. menurunkan kepada Nabi-Nya firman berikut: Sesungguhnya Allah

dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab: 56)

Dalam ayat lain disebutkan bahwa Allah pun bersalawat buat hamba-hamba-Nya yang beriman melalui firman-Nya:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا. هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا}


Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu). (Al-Ahzab: 41-43)


{وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ. الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ. أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ}


Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya. (Al-Baqarah: 155-157), hingga akhir ayat. Di dalam sebuah hadis disebutkan:


"إِنَّ اللَّهَ وملائكته يصلون على ميامِن الصفوف"


Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya melimpahkan rahmat dan berkah kepada saf-saf barisan yang ada di sebelah kanan (imam). Dan di dalam hadis yang lain disebutkan:


"اللَّهُمَّ، صَلِّ عَلَى آلِ أَبِي أَوْفَى"


Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan berkah kepada keluarga Abu Aufa. Rasulullah Saw. pernah mendoakan istri Jabir yang telah meminta kepada beliau agar beliau mendoakan buat dirinya dan suaminya, yaitu:


"صَلَّى اللَّهُ عَلَيْكَ، وَعَلَى زَوْجِكَ


Semoga Allah melimpahkan berkah dan rahmat kepadamu, juga kepada suamimu. Dan banyak hadis mutawatir dari Rasulullah Saw. yang menganjurkan orang-orang mukmin agar banyak membaca salawat untuknya.

Mengenai tata cara bersalawat untuk Nabi Saw., berikut ini akan kami kemukakan sebagian darinya -insya Allah- sesuai dengan apa yang mudah kami raih, dan hanya kepada Allah-lah kami memohon pertolongan.


قَالَ الْبُخَارِيُّ -عِنْدَ تَفْسِيرِ هَذِهِ الْآيَةِ -: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ مِسْعَر، عَنِ الْحَكَمِ، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَة قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمَّا السَّلَامُ عَلَيْكَ فَقد عَرَفْنَاهُ، فَكَيْفَ الصَّلَاةُ؟ فَقَالَ: "قُولُوا: اللَّهُمَّ، صِلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، [كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ، بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ] كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ"


Imam Bukhari di dalam tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Mis'ar, dari Al-Hakam, dari Ibnu Abu Laila, dari Ka'b ibnu Ujrah

yang menceritakan bahwa pernah ditanyakan kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, adapun cara mengucapkan salam penghormatan kepadamu kami sudah mengetahuinya. Maka bagaimanakah cara bersalawat untukmu?" Rasulullah Saw.

menjawab: Ucapkanlah, Ya Allah, limpahkanlah salawat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana telah Engkau limpahkan salawat kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahaagung. Ya Allah,

limpahkanlah berkah kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana telah Engkau limpahkan berkah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahaagung (Mulia).


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ، عَنِ الْحَكَمِ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ أَبِي لَيْلَى قَالَ: لَقِيَنِي كَعْبُ بْنُ عُجْرَةَ فَقَالَ: أَلَا أَهْدِي لَكَ هَدِيَّةً؟ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ عَلِمْنَا -أَوْ: عَرَفْنَا -كَيْفَ السَّلَامُ، عَلَيْكَ، فَكَيْفَ الصَّلَاةُ؟ قَالَ: "قُولُوا: اللَّهُمَّ، صِلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى [آلِ] إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ، بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ على آل إبراهيم، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Hakam yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abu Laila menceritakan hadis berikut,

bahwa ia bersua dengan Ka'b ibnu Ujrah, lalu Ka'b mengatakan, "Maukah aku beri kamu suatu hadiah?, (yakni suatu hadis)? Yaitu bahwa Rasulullah Saw. keluar menemui kami, lalu kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami

telah mengetahui atau mengenal bagaimana caranya mengucapkan salam kepadamu, maka bagaimanakah cara bersalawat untukmu?" Rasulullah Saw. menjawab: "Ucapkanlah: Ya Allah, limpahkanlah salawat kepada Muhammad dan keluarganya,

sebagaimana telah Engkau limpahkan salawat kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia. Ya Allah, limpahkanlah berkah kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana telah Engkau limpahkan berkah

kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.” Hadis ini telah diketengahkan pula oleh Jamaah di dalam kitab mereka masing-masing melalui berbagai jalur dari Al-Hakam (yakni Ibnu Uyaynah).

Imam Bukhari menambahkan dan juga dari Abdullah ibnu Isa, keduanya menerima hadis ini dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, kemudian Imam Bukhari menyebutkan mereka (para perawinya)


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ، حَدَّثَنَا هُشَيْم بْنُ بُشَير، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ، حَدَّثَنَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَة قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا} . قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ عَلِمْنَا السَّلَامَ فَكَيْفَ الصَّلَاةُ عَلَيْكَ؟ قَالَ: "قُولُوا: اللَّهُمَّ صِلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ. إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ". وَكَانَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي لَيْلَى يَقُولُ: وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ.


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Basyir, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abu Laila,

dari Ka'b ibnu Ujrah yang mengatakan, bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi

dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab: 56) Lalu kami bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah mengetahui bagaimana cara mengucapkan salam penghormatan kepadamu. Maka bagaimanakah caranya

mengucapkan salawat untukmu?" Rasulullah Saw. menjawab: Ucapkanlah, "Ya Allah, limpahkanlah salawat buat Muhammad dan keluarganya, sebagaimana telah Engkau limpahkan salawat buat Ibrahim dan keluarganya.

Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia. Dan limpahkanlah berkah buat Muhammad dan keluarganya sebagaimana telah Engkau limpahkan berkah buat Ibrahim dan keluarganya. Sesungguh¬nya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.

” Dan Abdur Rahman ibnu Abu Laila mengatakan, "Dan semoga dilimpahkan pula kepada kami disertakan dengan mereka." Imam Turmuzi telah meriwayatkannya dengan tambahan ini. Mengenai ucapan para sahabat yang mengatakan,

"Adapun mengucapkan salam penghormatan kepadamu, maka hal itu telah kami ketahui." Dimaksudkan adalah salam yang terdapat di dalam tasyahhud, yang pernah diajarkan oleh Nabi Saw. kepada mereka,

sebagaimana beliau mengajari mereka suatu surat dari Al-Qur'an. Di dalam tasyahhud itu terdapat kalimah yang mengatakan,


"السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ".


"Semoga keselamatan terlimpahkan kepadamu, wahai Nabi, dan juga rahmat serta berkah dari Allah." Hadis lain.


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنِ ابْنُ الْهَادِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَبَّابٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا السَّلَامُ فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ: قَالَ: "قُولُوا: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكَتْ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ". [وَفِي رِوَايَةٍ]: قَالَ أَبُو صَالِحٍ، عَنِ اللَّيْثِ: "عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ على آلِ إِبْرَاهِيمَ".


Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Ibnul Had, dari Abdullah ibnu Khabbab, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa kami (para sahabat)

pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, mengenai salam untukmu sudah kami maklumi, tetapi bagaimanakah cara mengucapkan salawat untukmu?" Nabi Saw. menjawab: Katakanlah, "Ya Allah limpahkanlah salawat buat Muhammad,

hamba dan Rasul-Mu, sebagaimana telah Engkau limpahkan salawat buat keluarga Ibrahim. Dan limpahkanlah berkah untuk Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah limpahkan berkah buat keluarga Ibrahim.

Menurut Abu Saleh yang bersumber dari Al-Lais disebutkan, "Buat Muhammad dan keluarganya, sebagaimana telah Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan keluarganya."


حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمْزَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي حَازِمٍ والدّرَاوَرْدي، عَنْ يَزِيدَ -يَعْنِي: ابْنَ الْهَادِ -قَالَ: "كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ".


Telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Hamzah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Hazm dan Ad-Darawardi, dari Yazid (yakni Ibnul Had) yang mengatakan, "Sebagaimana Engkau limpahkan salawat buat Ibrahim.

Dan limpahkan¬lah berkah buat Muhammad dan juga buat keluarganya, sebagaimana telah Engkau limpahkan berkah buat Ibrahim dan keluarganya." Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah telah mengetengahkannya melalui hadis Ibnul Had dengan sanad yang sama. Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: قَرَأْتُ عَلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ: مَالِكٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيم أَنَّهُ قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو حُمَيْدٍ السَّاعِدِيُّ أَنَّهُمْ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ؟ قَالَ: "قُولُوا: اللَّهُمَّ" صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى [آلِ] إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ".


Imam Ahmad mengatakan bahwa ia pernah mengaji kepada Abdurrahman Malik, dari Abdullah ibnu Abu Bakar, dari ayahnya, dari Amr ibnu Salim yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Abu Humaid As-Sa'idi, bahwa mereka (para sahabat) pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya mengucapkan salawat untukmu?"

Rasulullah Saw. menjawab: Ucapkanlah, "Ya Allah, limpahkanlah salawat untuk Muhammad dan semua istrinya serta keturunannya, sebagaimana telah Engkau limpahkan salawat buat Ibrahim, dan limpahkanlah berkah buat Muhammad dan semua istrinya serta keturunannya, sebagaimana Engkau telah limpahkan berkah buat keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.”

Hadis lain.


قَالَ مُسْلِمٌ: حَدَّثَنَا يَحْيَى التَّمِيمِيُّ قَالَ: قَرَأَتْ عَلَى مَالِكٍ، عَنْ نُعَيم بْنِ عَبْدِ اللَّهِ المُجمَّر، أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ الْأَنْصَارِيُّ -قَالَ: وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ هُوَ الَّذِي كَانَ أُرِيَ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ -أَخْبَرَهُ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ -قَالَ: أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَنَحْنُ فِي مَجْلِسِ سَعْدِ بْنِ عُبَادة، فَقَالَ لَهُ بَشير بْنُ سَعْدٍ: أَمَرَنَا اللَّهُ أَنْ نُصَلِّيَ عَلَيْكَ [يَا رَسُولَ اللَّهِ] ، فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ؟ قَالَ: فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى تَمَنَّيْنَا أَنَّهُ لَمْ يَسْأَلْهُ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قُولُوا: اللَّهُمَّ صِلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكَتْ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَالسَّلَامُ كَمَا قَدْ عَلِمْتُمْ".


Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yahya At-Tamimi yang mengatakan bahwa ia pernah mengaji, kepada Malik ibnu Na'im ibnu Abdullah Al-Mujammir, telah menceritakan kepadaku

Muhammad ibnu Abdullah ibnu Zaid Al-Ansari, (dia adalah orang yang memimpikan azan salat) bahwa Ibnu Mas'ud pernah bercerita kepadanya, "Rasulullah Saw. datang menemui kami yang saat itu sedang berada di majelis Sa'd ibnu Ubadah.

Maka bertanyalah kepadanya Basyir ibnu Sa'd, "Wahai Rasulullah, Allah telah memerintahkan kepada kami untuk bersalawat buatmu, maka bagaimanakah caranya mengucapkan salawat buatmu?" Rasulullah Saw. diam sehingga kami menyesal

mengapa dia bertanya demikian kepadanya. Tidak lama kemudian Rasulullah Saw. menjawab: "Ucapkanlah: Ya Allah, limpahkanlah salawat untuk Muhammad dan juga untuk keluarganya, sebagaimana telah Engkau limpahkan salawat

buat keluarga Ibrahim. Dan limpahkanlah berkah buat Muhammad dan keluarganya sebagaimana telah Engkau limpahkan berkah buat keluarga Ibrahim di kalangan umat manusia. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.

' Sedangkan mengenai ucapan salam penghormatan adalah sebagaimana yang telah kalian ketahui itu.” Imam Abu Daud, Imam Turmuzi dan Imam Nasai serta Imam Ibnu Jarir telah mengetengahkannya melalui hadis Malik

dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Nasai, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya telah meriwayatkan melalui hadis

Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnu Ibrahim At-Taimi, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Zaid ibnu Abdu Rabbih, dari Abu Mas'ud Al-Badri, disebutkan bahwa para sahabat pernah bertanya, "Wahai Rasulullah,

adapun salam buatmu kami telah mengetahuinya, tetapi bagaimanakah cara bersalawat untukmu dalam salat kami?" Rasulullah Saw. menjawab:


"قُولُوا: اللَّهُمَّ، صَل عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ... "


Katakanlah, "Ya Allah, limpahkanlah salawat untuk Muhammad dan keluarganya.” Lalu disebutkan kalimat yang selanjutnya. Imam Syafii rahimahullah telah meriwayatkan hal yang semisal di dalam kitab musnadnya melalui Abu Hurairah.

Berangkat dari riwayat ini Imam Syafii rahimahullah berpendapat bahwa diwajibkan atas orang yang salat mengucapkan salawat untuk Nabi Saw. dalam tasyahhud terakhirnya. Jika ditinggalkan, maka salatnya tidak sah. Akan tetapi,

sebagian ulama mutaakhkhirin dari kalangan mazhab Imam Malik dan lain-lainnya mengecam pendapat Imam Syafii ini yang mensyaratkan bacaan salawat dalam salat. Mereka yang menyanggahnya menduga bahwa Imam Syafii sendirilah

yang mempunyai pendapat demikian. Abu Ja'far At-Tabari, At-Tahawi, Al-Khattabi dan lain-lainnya menurut apa yang dinukil oleh Al-Qadi dari mereka telah menyatakan adanya kesepakatan yang bertentangan dengan pendapat

Imam Syafii tersebut. Akan tetapi, orang yang melakukan sanggahan terhadap Imam Syafii ini benar-benar tidak beralasan dalam pengakuannya yang menyatakan adanya kesepakatan yang bertentangan dengan pendapat Imam Syafii.

Keadaannya tidak ubahnya seperti seseorang yang menilai sesuatu yang berada jauh dari jangkauan pengetahuannya. Karena sesungguhnya kami telah meriwayatkan hal yang menunjukkan bahwa membaca salawat untuk Rasulullah Saw.

di dalam salat hukumnya wajib dan kita diperintahkan untuk melakukannya, sebagaimana yang dimengerti dari makna lahiriah ayat, lalu ditafsirkan oleh hadis ini yang bersumberkan dari sejumlah sahabat, antara lain Ibnu Mas'ud,

Abu Mas'ud Al-Badri, dan Jabir ibnu Abdullah. Juga dari kalangan tabi'in, antara lain Asy-Sya'bi, Abu Ja'far Al-Baqir, dan Muqatil ibnu Hayyan. Lalu pendapat ini dijadikan pegangan oleh Imam Syafii, dalam masalah ini tidak ada perbedaan

pendapat antara Imam Syafii dan murid-muridnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Imam Ahmad di penghujung usianya menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Abu Zar'ah Ad-Dimasyqi bersumber darinya.

Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Ishaq ibnu Rahawaih, juga oleh Al-Faqih Imam Muhammad ibnu Ibrahim yang dikenal dengan julukan Ibnul Mawwaz Al-Maliki.

Sehingga ada sebagian ulama mazhab Hambali yang mengatakan bahwa wajib membaca salawat di dalam salat, seperti apa yang diajarkan oleh Nabi Saw. kepada para sahabatnya ketika mereka menanyakan kepadanya

cara membaca salawat untuknya. Sehingga ada sebagian dari teman-teman kami yang mewajibkan membaca salawat untuk keluarga Nabi Saw. menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Al-Bandaniji dan Salim Ar-Razi serta muridnya

yang bernama Nasr ibnu Ibrahim Al-Maqdisi, dan hal yang sama telah dinukil oleh Imam Haramain serta muridnya yang bernama Al-Gazali sebagai suatu pendapat dari Imam Syafii.

Sebenarnya pendapat di atas yang mengatakan bahwa jumhur ulama berbeda pendapat dengan Imam Syafii dan mereka meriwayatkan adanya kesepakatan yang bertentangan dengan pendapat ini, hal ini merupakan suatu alasan.

Sedangkan pendapat yang mengatakan wajib adalah berpegangan kepada makna lahiriah hadis; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Yang dimaksud dengan pendapat Imam Syafii yang mengatakan bahwa membaca salawat untuk Nabi Saw. dalam salat wajib adalah menurut pendapat ulama Salaf dan ulama Khalaf, sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya.

Oleh karena itu, tidak ada yang namanya kesepakatan yang berbeda dengan pendapatnya dalam masalah ini, baik di masa dahulu ataupun di masa sekarang; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Di antara dalil yang memperkuat pendapat Imam Syafii ialah hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi di dalam kitab sahihnya; juga Imam Nasai, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya masing-masing:


مِنْ رِوَايَةِ حَيْوة بْنِ شُرَيْح الْمِصْرِيِّ، عَنْ أبي هانئ حميد بن هَانِئٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَالِكٍ أَبِي عَلِيٍّ الجَنْبي ، عَنْ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا يَدْعُو فِي صَلَاتِهِ، لَمْ يُمَجِّدِ اللَّهَ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "عَجل هَذَا". ثُمَّ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ وَلِغَيْرِهِ: "إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ ثُمَّ ليدعُ [بَعْدُ] بِمَا شَاءَ"


melalui riwayat Haiwah ibnu Syuraih Al-Masri, dari Abu Hani' Humaid ibnu Hani' alias Amr ibnu Malik Abu Ali Al-Husaini, dari Fudalah ibnu Ubaid r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mendengar seorang lelaki berdoa

di dalam salatnya tanpa mengagungkan Allah, juga tanpa membaca salawat untuk Nabi Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Orang ini tergesa-gesa." Kemudian Rasulullah Saw. memanggilnya, lalu bersabda kepadanya

atau kepada orang lain (yang disuruhnya untuk memanggilnya): Apabila seseorang di antara kalian berdoa, hendaklah ia memulainya dengan mengagungkan Allah dan memuji-Nya, lalu bacalah salawat untuk Nabi,

kemudian sesudahnya hendaklah ia memanjatkan doa yang disukainya. Hal yang sama telah disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah:


مِنْ رِوَايَةِ عَبْدُ الْمُهَيْمِنِ بْنُ عَبَّاسِ بْنِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَا وُضُوءَ لَهُ، وَلَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ، وَلَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ، وَلَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يُحِبَّ الْأَنْصَارَ


melalui Abdul Muhaimin ibnu Abbas ibnu Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Rasulullah Saw. yang telah besabda: Tiada salat bagi orang yang tidak berwudu, tiada wudu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah padanya,

tiada salat bagi orang yang tidak membaca salawat untuk Nabi, dan tiada salat bagi orang yang tidak mencintai sahabat Ansar. Akan tetapi, Abdul Muhaimin yang ada dalam sanad hadis ini orangnya matruk (tidak terpakai hadisnya).

Imam Tabrani telah meriwayatkannya melalui saudaranya (saudara Abdul Muhaimin) yang bernama Ubay ibnu Abbas, tetapi masih diragukan keabsahannya, mengingat yang dikenal hanyalah melalui riwayat Abdul Muhaimin; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ أَبِي دَاوُدَ الْأَعْمَى، عَنْ بُرَيدة قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ عَلِمْنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ عَلَيْكَ، فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ؟ قَالَ: "قُولُوا: اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتِكَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا جَعَلْتَهَا عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Ismail, dari Abu Daud Al-A'ma, dari Buraidah yang menceritakan bahwa kami (para sahabat) pernah bertanya, "Wahai Rasulullah,

kami telah mengetahui cara mengucapkan salam penghormatan kepadamu, maka bagaimanakah caranya bersalawat untukmu?" Rasulullah Saw. menjawab: Ucapkanlah, "Ya Allah, curahkanlah salawat, rahmat, dan berkah-Mu

kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana yang telah Engkau curahkan kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.” Abu Daud Al-A'ma namanya adalah Nafi' ibnul Haris,

dia orangnya berpredikat matruk. Hadis lainnya berpredikat mauquf, kami telah meriwayatkannya melalui jalur Sa'id ibnu Mansur, Yazid ibnu Harun, dan Zaid ibnul Habbab, ketiga-tiganya dari Nuh ibnu Qais, bahwa telah menceritakan kepada kami

Salamah Al-Kindi, bahwa sahabat Ali r.a. sering mengajarkan doa berikut kepada orang-orang, "Ya Allah, Yang menghamparkan semua yang rata, Yang menciptakan langit-langit yang tinggi, dan Yang menundukkan semua hati menurut fitrahnya

ada yang celaka dan ada yang bahagia. Jadikanlah salawat-salawat-Mu yang mulia, berkah-berkah-Mu yang terus berkembang, dan kasih sayang-Mu yang sangat lembut kepada Muhammad, hamba dan Rasul-Mu yang dapat membuka semua

yang terkunci, yang menjadi penutup bagi nabi-nabi yang sebelumnya, yang mengumumkan kebenaran dengan cara yang benar, dan yang mengikis habis bala tentara kebatilan.

Dia telah mengemban perintah¬Mu dengan penuh ketaatan kepada-Mu, melangkah maju menuju jalan rida-Mu dengan pantang mundur dan tidak pernah lemah, tetapi penuh dengan keteguhan hati. Dia menghafal semua wahyu-Mu

dan memelihara janji-Mu seraya terus melangkah melaksanakan perintah-Mu sehingga sampailah tanda-tanda kekuasaan Allah dapat dilihat oleh orang yang mendapat hidayah.

Melaluinya hati manusia yang beriman mendapat petunjuk sesudah terbenam ke dalam fitnah dan dosa, dan dia telah membuat cemerlang semua rambu yang menuju ke jalan hidayah. Dialah yang menerangkan dengan jelas

semua hukum-hukum agama dan yang menjadikan Islam bercahaya. Dia adalah kepercayaan-Mu yang tepercaya, bendahara ilmu-Mu yang tersimpan, saksi-Mu kelak di hari pembalasan, yang memohonkan nikmat kepada-Mu, dan Rasul-Mu

yang membawa kebenaran sebagai rahmat dari-Mu. Ya Allah, luaskanlah baginya tempat di surga' Adn-Mii, berikanlah kepadanya balasan kebaikan yang berlipat ganda sebagai karunia dari-Mu, dengan balasan yang menyenangkannya

dan tidak membuatnya bersedih hati, yaitu dari balasan pahala-Mu yang berlimpah. Ya Allah, tinggikanlah bangunannya di atas bangunan manusia, dan muliakanlah kedudukan dan tempatnya di sisi¬Mu.

Sempurnakanlah baginya cahayanya, dan berilah dia imbalan sebagai seseorang yang telah Engkau angkat menjadi rasul-Mu orang yang diterima persaksiannya, diridai ucapannya, mempunyai lisan yang adil, rencana yang memisahkan

(antara hak dan batil), dan sebagai hujah dan bukti yang besar." Hal ini sudah dikenal sebagai perkataan sahabat Ali r.a. dalam bacaan salawatnya untuk Nabi Saw. Akan tetapi, Ibnu Qutaibah telah membicarakannya

di dalam kitab Musykilul hadis-nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abul Husain Ahmad ibnu Faris Al-Lugawi di dalam kitabnya yang ia himpun membahas keutamaan membaca salawat untuk Nabi Saw., hanya saja di dalam sanadnya

terdapat hal yang masih diragukan. Guru kami Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazi telah mengatakan bahwa Salamah Al-Kindi adalah seorang yang tidak dikenal dan dia tidak menjumpai masa sahabat Ali. Demikianlah menurutnya.

Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani telah meriwayatkan asar ini dari Muhammad ibnu Al-As Sa'ig, dari Sa'id ibnu Mansur, bahwa telah menceritakan kepada kami Nuh ibnu Qais, dari Salamah Al-Kindi yang mengatakan bahwa dahulu Ali r.a.

mengajarkan kepada kami suatu bacaan salawat untuk Nabi Saw. yang bunyinya, "Ya Allah, Yang menghamparkan semua yang datar," hingga akhir asar. Hadis lain. Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ziad ibnu Abdullah,

telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, dari Aun ibnu Abdullah, dari Abu Fakhitah, dari Al-Aswad ibnu Yazid, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan, "Apabila kalian membaca salawat untuk Rasulullah Saw.,

maka bacalah salawat yang baik untuknya. Karena sesungguhnya kalian tidak mengetahui, barangkali salawat kalian itu disampaikan kepadanya." Mereka berkata kepada Ibnu Mas'ud, "Ajarilah kami." Maka Ibnu Mas'ud berkata,

"Ucapkanlah oleh kalian, 'Ya Allah, limpahkanlah salawat, rahmat dan berkah-Mu kepada junjungan para rasul, pemimpin orang-orang yang bertakwa, penutup para nabi, yaitu Muhammad, hamba dan rasul-Mu, Imam kebaikan,

pemimpin kebaikan, dan rasul pembawa rahmat. Ya Allah, berikanlah kepadanya kedudukan yang terpuji yang diingini oleh orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian. Ya Allah, limpahkanlah salawat kepada Muhammad,

dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan salawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia."

Riwayat ini berpredikat mauquf, yakni hanya sampai kepada Ibnu Mas'ud. Ismail Al-Qadi telah meriwayatkan hal yang hampir sama dengan asar ini dari Abdullah ibnu Amr atau dari Umar. Perawi ragu, karenanya memakai kata 'atau'.Hadis lain.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا مَالِكُ بن إسماعيل، حدثنا أبو إِسْرَائِيلَ، عَنْ يُونُسَ بْنِ خَبَّاب قَالَ: خَطَبْنَا بِفَارِسَ فَقَالَ: {إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا} ، فَقَالَ: أَنْبَأَنِي مَنْ سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ: هَكَذَا أُنْزِلَ. فَقُلْنَا -أَوْ: قَالُوا -يَا رَسُولَ اللَّهِ، عَلمنا السَّلَامَ عَلَيْكَ، فَكَيْفَ الصَّلَاةُ عَلَيْكَ؟ فَقَالَ: "اللَّهُمَّ، صِلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَارْحَمْ مُحَمَّدًا وَآلَ مُحَمَّدٍ، كَمَا رَحِمْتَ آلَ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، [وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ]


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Abu Israil, dari Yunus ibnu Khabbab yang menceritakan bahwa

Yunus ibnu Khabbab berkhotbah kepada kami di negeri Persia dengan membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi

dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab: 56) Lalu ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku seseorang yang pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan bahwa demikianlah ayat ini diturunkan, lalu kami (para sahabat)

atau mereka (para sahabat) berkata, "Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui bagaimana cara mengucapkan salam penghormatan untukmu, maka bagaimanakah cara bersalawat untukmu?"

Rasulullah Saw. menjawab: Ya Allah, limpahkanlah salawat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana telah Engkau limpahkan salawat kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.

Dan rahmatilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana telah Engkau rahmati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia. Dan limpahkanlah berkah kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana

telah Engkau limpahkan berkah kepada Ibrahim: Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia. Hadis ini dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat bahwa diperbolehkan memohonkan rahmat buat Nabi Saw.

seperti yang dikatakan oleh jumhur ulama, dan diperkuat oleh hadis orang Arab Badui yang mengatakan dalam doanya, "Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau rahmati seseorang pun bersama kami." Maka Rasulullah Saw. bersabda:


"لَقَدْ حَجَرْتَ وَاسِعًا".


Sesungguhnya kamu telah membatasi hal yang luas. Al-Qadi Iyad telah meriwayatkan dari kebanyakan ulama mazhab Maliki, bahwa memohonkan rahmat buat Nabi Saw. tidak diperbolehkan. Dan Al-Qadi mengatakan bahwa

tetapi Abu Muhammad ibnu Abu Zaid (salah seorang ulama mazhab Maliki) membolehkannya. Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا صَلَّى عَلَيَّ، فَلْيُقِلَّ عَبْدٌ مِنْ ذَلِكَ أَوْ لِيُكْثِرْ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Asim ibnu Ubaidillah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amir ibnu Rabi'ah

menceritakan hadis berikut dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Barang siapa yang mengucapkan salawat untukku sekali, maka para malaikat terus-menerus memohonkan ampunan buatnya

selama ia masih membaca salawat. Karena itu, hendaklah seseorang hamba membaca salawat, baik banyak ataupun sedikit. Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah dengan sanad yang sama.Hadis lain.


قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا بُنْدَار، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدِ بْنِ عَثْمَةَ، حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ يَعْقُوبَ الزَّمْعِيّ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ كَيْسَان؛ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ شَدَّادٍ أَخْبَرَهُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً".


Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bandar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalid ibnu Asmah, telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Ya'qub Az-Zam'i, telah menceritakan kepadaku

Abdullah ibnu Kaisan, bahwa Abdullah ibnu Syaddad pernah menceritakan kepadanya dari Abdullah ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang yang paling berhak mendapat syafaatku kelak di hari kiamat

adalah orang yang paling banyak membaca salawat untukku. Imam Turmuzi meriwayatkannya secara tunggal, kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Hadis lain.


قَالَ إِسْمَاعِيلُ الْقَاضِي: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ يَعْقُوبَ بْنِ زَيْدِ بْنِ طَلْحَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتَانِي آتٍ مِنْ رَبِّي فَقَالَ لِي: مَا مِنْ عبد يصلي عليك صلاة إلا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا". فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا أَجْعَلُ نِصْفَ دُعَائِي لَكَ؟ قَالَ: "إِنْ شِئْتَ". قَالَ: أَلَا أَجْعَلُ ثُلُثَيْ دُعَائِي لَكَ؟ قَالَ: "إِنْ شِئْتَ". قَالَ: أَلَا أَجْعَلُ دُعَائِي لَكَ كُلَّهُ؟ قَالَ: "إِذَنْ يَكْفِيكَ اللَّهُ هَمَّ الدِّينَا وَهَمَّ الْآخِرَةِ".


Ismail Al-Qadi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali Ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ya'qub ibnu Zaid ibnu Talhah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Telah datang kepadaku utusan dari Tuhanku, lalu mengatakan kepadaku bahwa tidaklah seorang hamba membaca salawat untukku sekali melainkan Allah membalasnya sepuluh kali untuknya.

Lalu berdirilah seorang lelaki dan bertanya, "Wahai Rasulullah, bolehkah aku jadikan separo doaku untukmu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Terserah kamu." Lelaki itu bertanya lagi, "Bolehkah saya menjadikan dua pertiga doaku untukmu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Terserah kamu."

Lelaki itu bertanya lagi, "Bolehkan aku jadikan seluruh doaku untukmu?" Rasulullah Saw. bersabda: Kalau begitu, Allah akan menghindarkanmu dari kesusahan di dunia dan kesusahan di akhirat.

Seorang syekh di Mekah yang dikenal dengan nama Mani' mengatakan kepada Sufyan (yakni bertanya kepada Sufyan) tentang sanad hadis ini dari siapa ia menerimanya. Maka Sufyan menjawab,-"Tidak tahu."

Hadis lain.


قَالَ إِسْمَاعِيلُ الْقَاضِي: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سَلام الْعَطَّارُ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ -يَعْنِي: الثَّوْرِيِّ -عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنِ الطُّفَيْلِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ فَيَقُولُ: "جَاءَتِ الرَّاجِفَةُ، تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ، جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ". قَالَ أُبَيٌّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ، أَفَأَجْعَلُ لَكَ ثُلُثَ صَلَاتِي؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الشَّطْرُ". قَالَ: أَفَأَجْعَلُ لَكَ شَطْرَ صَلَاتِي؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الثُّلُثَانِ". قَالَ أَفَأَجْعَلُ لَكَ صَلَاتِي كُلَّهَا؟ قَالَ: "إِذَنْ يَغْفِرُ اللَّهُ ذَنْبَكَ كُلَّهُ"


Ismail Al-Qadi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Salam Al-Attar, telah menceritakan kepada kami Sufyan As-Sauri, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari At-Tufail ibnu Ubay ibnu Ka'b,

dari ayahnya yang menceritakan, bahwa Rasulullah Saw. keluar di tengah malam, lalu bersabda, "Tiupan yang meng¬guncangkan alam pasti datang diiringi dengan tiupan lainnya yang mengguncangkan, maut menimpa semuanya

(yakni hari kiamat dan hari berbangkit)." Maka Ubay bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya selalu berdoa di sebagian malam hari. Bolehkah aku jadikan sepertiga doaku untukmu?" Rasulullah Saw. bersabda, "Separonya."

Ubay bertanya lagi, "Bolehkah kujadikan separo doaku untukmu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Dua pertiganya." Ubay bertanya lagi, "Bolehkan saya jadikan semua doaku untukmu?" Rasulullah Saw. menjawab: Kalau begitu,

Allah akan mengampuni semua dosamu. Imam Turmuzi telah meriwayatkan hal yang semisal. Untuk itu ia mengatakan,


حَدَّثَنَا هَنّاد، حَدَّثَنَا قَبِيصة، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيل، عَنِ الطُّفَيْلِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَهَبَ ثُلُثَا اللَّيْلِ قَامَ فَقَالَ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، اذْكُرُوا اللَّهَ، اذْكُرُوا اللَّهَ، جَاءَتِ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ، جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ، جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ". قَالَ أُبَيٌّ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أُكْثِرُ الصَّلَاةَ عَلَيْكَ، فَكَمْ أَجْعَلُ لَكَ مِنْ صَلَاتِي؟ قَالَ: "مَا شِئْتَ". قُلْتُ: الرُّبْعُ؟ قَالَ: "مَا شِئْتَ، فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ". قُلْتُ: فَالنِّصْفُ؟ قَالَ: "مَا شِئْتَ، فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ". قُلْتُ: فَالثُّلْثَيْنِ؟ قَالَ: "مَا شِئْتَ، فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ". قُلْتُ: أَجْعَلُ لَكَ صَلَاتِي كُلَّهَا؟ قَالَ: "إِذَنْ تُكْفَى هَمَّكَ، وَيُغْفَرُ لَكَ ذَنْبُكَ".


telah menceritakan kepada kami Hannad, telah men¬ceritakan kepada kami Qubaisah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari At-Tufail ibnu Ubay ibnu Ka'b, dari ayahnya yang mengatakan

bahwa Rasulullah Saw. apabila telah berlalu dua pertiga malam hari, beliau bangun, lalu bersabda: Hai manusia, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, tiupan pertama yang mengguncangkan

alam pasti akan datang dan diiringi oleh tiupan kedua yang mengguncangkan; maut datang dengan segala sesuatunya, maut datang dengan segala sesuatunya. Maka Ubay bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya

saya banyak membaca salawat untukmu, maka berapa banyakkah salawat yang harus kubaca untukmu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Sesukamu." Ubay bertanya, Bagaimanakah dengan seperempat dari doaku?" Rasulullah Saw. menjawab,

"Sesukamu. Tetapi jika engkau tambahkan, lebih baik bagimu." Ubay bertanya, "Bagaimana dengan separonya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Sesukamu. Tetapi jika engkau tambahkan, lebih baik bagimu." Ubay bertanya, "Bagaimanakah

dengan dua pertiganya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Sesukamu. Tetapi jika engkau tambahkan, lebih baik bagimu." Ubay berkata, "Aku akan menjadikan semua doaku dengan membaca salawat untukmu." Rasulullah Saw. bersabda:

Kalau demikian, engkau akan terhindar dari kesusahanmu dan semua dosamu diampuni. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.


وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيل، عَنِ الطُّفَيْلِ بْنِ أُبَيٍّ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ جعلتُ صَلَاتِي كُلَّهَا عَلَيْكَ؟ قَالَ: "إِذَنْ يَكْفِيكَ اللَّهُ مَا أهَمَّك مِنْ دُنْيَاكَ وَآخِرَتَكَ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari At-Tufail ibnu Ubay, dari ayahnya yang menceritakan bahwa seorang lelaki bertanya

kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu jika kujadikan semua doaku untukmu?" Rasulullah Saw. menjawab: Kalau demikian, Allah akan menghindarkan dirimu dari kesusahan dunia dan akhiratmu. Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ مَنْصُورُ بْنُ سَلَمَةَ الْخُزَاعِيُّ، وَيُونُسُ -هُوَ ابْنُ مُحَمَّدٍ -قَالَا حَدَّثَنَا لَيْثٌ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْهَادِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ أَبِي الْحُوَيْرِثِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاتَّبَعْتُهُ حَتَّى دَخَلَ نَخْلًا فَسَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ، حَتَّى خِفْتُ -أَوْ: خَشِيتُ -أَنْ يَكُونَ اللَّهُ قَدْ تَوَفَّاهُ أَوْ قَبَضَهُ. قَالَ: فَجِئْتُ أَنْظُرُ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: "مَا لَكَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ؟ " قَالَ: فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ: "إِنَّ جِبْرِيلَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، قَالَ لِي: أَلَا أُبَشِّرُكَ؟ إِنَّ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، يَقُولُ: مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ صَلِيْتُ عَلَيْهِ، ومَنْ سَلَّمَ عَلَيْكَ سلمتُ عَلَيْهِ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah Mansur ibnu Salamah Al-Khuza'i dan Yunus ibnu Muhammad. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Yazid ibnul Had,

dari Amr ibnu Abu Umar, dari Abul Huwairis, dari Muhammad ibnu Jabir ibnu Mut'im, dari Abdur Rahman ibnu Auf yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. keluar, lalu aku mengikutinya hingga beliau memasuki sebuah kebun kurma,

kemudian beliau sujud dalam waktu yang lama sehingga aku merasa khawatir atau merasa takut bila beliau telah diwafatkan oleh Allah Swt. Abdur Rahman ibnu Auf melanjutkan kisahnya, bahwa lalu aku mendekatinya dan memeriksanya,

tiba-tiba beliau mengangkat kepalanya dan bertanya, "Mengapa kamu, hai Abdur Rahman?" Maka kuceritakan kepada beliau tentang kekhawatiran diriku, lalu beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Jibril a.s. telah mengatakan kepadaku,

"Ingatlah, aku akan menyampaikan berita gembira kepadamu, bahwa sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman, 'Barang siapa yang mengucapkan salawat untukmu, Aku akan membalas salawatnya. Dan barang siapa yang mengucapkan salam untukmu, Aku akan membalas salamnya.” Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ، حَدَّثَنَا عمرو بن أبي عمرو، من عَبْدِ الْوَاحِدِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَوَجَّهُ نَحْوَ صَدَقَتِهِ، فَدَخَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ، فخر ساجدا، فأطال السُّجُودَ، حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّ اللَّهَ قَدْ قَبَضَ نَفْسَهُ فِيهَا، فَدَنَوْتُ مِنْهُ ثُمَّ جَلَسْتُ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: "مَنْ هَذَا؟ " فَقُلْتُ: عَبْدُ الرَّحْمَنِ. قَالَ: "مَا شَأْنُكَ؟ " قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، سَجَدْتَ سَجْدَةً خَشِيتُ أَنْ [يَكُونَ] اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، قَبَضَ نَفْسَكَ فِيهَا. فَقَالَ: "إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي فَبَشَّرَنِي أَنَّ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، يَقُولُ لَكَ: مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ صَلِّيْتُ عَلَيْهِ، وَمَنْ سَلَّمَ عَلَيْكَ سَلَّمْتُ عَلَيْهِ -فسجدتُ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، شُكْرًا"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Bilal, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Amr, dari Abdul Wahid ibnu Muhammad ibnu Abdur

Rahman ibnu Auf, dari Abdur Rahman ibnu Auf yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bangkit, lalu menuju ke arah kebun kurma hasil zakat, kemudian beliau masuk ke dalamnya dan menghadap ke arah kiblat, lalu bersujud.

Beliau melakukan sujudnya dalam waktu yang cukup lama, sehingga aku menduga bahwa Allah Swt. telah mencabut nyawanya dalam sujud itu. Aku mendekatinya dan duduk di dekatnya, maka beliau mengangkat kepalanya (dari sujudnya)

dan bersabda, "Siapakah orang ini?" Aku menjawab, "Abdur Rahman." Nabi Saw. bertanya, "Ada perlu apa?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, engkau telah melakukan sujud cukup lama dan saya merasa khawatir bila Allah mencabut nyawamu

dalam sujudmu itu." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Jibril telah datang kepadaku dan menyampaikan berita gembira kepadaku, bahwa Allah Swt. telah berfirman ditujukan kepadaku, "Barang siapa yang mengucapkan salawat

untukku, maka Dia akan mencurahkan rahmat dan berkah¬Nya kepadanya. Dan barang siapa yang mengucapkan salam penghormatan kepadaku, maka Dia akan membalasnya, " karena itulah aku bersujud kepada Allah Swt.

sebagai ungkapan rasa syukur (ku kepada-Nya). Ismail ibnu Ishaq Al-Qadi telah meriwayatkannya di dalam kitabnya, dari Yahya ibnu Abdul Hamid, dari Ad-Darawardi, dari Amr ibnu Abdul Wahid, dari ayahnya, dari Abdur Rahman ibnu Auf

dengan sanad yang sama. Ia telah meriwayatkannya pula melalui jalur lain bersumber dari Abdur Rahman. Hadis lain.


قَالَ [الْحَافِظُ] أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ بْنِ بَحير بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُعَاوِيَةَ بْنِ بَحِيرِ بْنِ رَيْسَانَ، [حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ الرَّبِيعِ بْنِ طَارِقَةَ] ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، عَنِ الْحَكَمِ بْنِ عُتَيْبَةَ ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ النَّخَعي، عَنِ الْأُسُودِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَاجَةٍ فَلَمْ يَجِدْ أَحَدًا يَتْبَعُهُ، فَفَزِعَ عُمَرُ، فَأَتَاهُ بِمطْهَرة مِنْ خَلْفِهِ، فَوَجَدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاجِدًا فِي مَشربة ، فَتَنَحَّى عَنْهُ مِنْ خَلْفِهِ حَتَّى رَفَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأْسَهُ، فَقَالَ: "أَحْسَنْتَ يَا عُمَرُ حِينَ وَجَدْتَنِي سَاجِدًا فَتَنَحَّيْتَ عَنِّي، إِنْ جِبْرِيلَ أَتَانِي فَقَالَ: مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ مِنْ أُمَّتِكَ وَاحِدَةً، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ ، وَرَفَعَهُ عَشْرَ دَرَجَاتٍ"


Abdul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahim ibnu Bujair ibnu Abdullah ibnu Mu'awiyah ibnu Bujair ibnu Rayyan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayyub, telah menceritakan

kepadaku Ubaidillah ibnu Umar, dari Al-Hakam ibnu Utaibah, dari Ibrahim An-Nakha'i, dari Al-Aswad ibnu Yazid, dari Umar ibnul Khattab r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. keluar untuk menunaikan hajatnya dan beliau

tidak menjumpai seorang pun untuk menemaninya. Ketika Umar melihatnya tak berteman, terkejutlah ia, lalu dengan segera Umar mengambil air untuk bersucinya dan menyusulnya dari belakang. Umar menjumpai Nabi Saw.

sedang sujud di dekat sebuah sumur, maka Umar mengambil jarak dari arah belakangnya dan tidak mendekat hingga Nabi Saw. mengangkat kepalanya. Lalu Nabi Saw. bersabda: Tindakanmu baik, hai Umar. Ketika kamu menjumpai diriku

sedang sujud, kamu agak menjauh dariku. Sesungguhnya Jibril telah datang kepadaku dan mengatakan, "Barang siapa yang mengucapkan salawat untukku dari kalangan umatku sebanyak sekali, maka Allah membalasnya

dengan sepuluh kali salawat dan meninggikan derajatnya sepuluh kali.” Al-Hafiz Ad-Diya Al-Maqdisi telah memilih hadis ini di dalam kitabnya yang berjudul Al-Mustakhraj 'Alas Sahihain. Ismail Al-Qadi telah meriwayatkannya dari Al-Qa'nabi,

dari Salamah ibnu Wardan, dari Anas, dari Umar dengan lafaz yang semisal. Ia telah meriwayatkannya pula dari Ya'qub ibnu Humaid, dari Anas ibnu Iyad, dari Salamah ibnu Wardan, dari Malik ibnu Aus ibnul Hadsan, dari Umar ibnu Khattab dengan lafaz yang semisal. Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ مَوْلَى الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم جَاءَ ذَاتَ يَوْمٍ، وَالسُّرُورُ يُرَى فِي وَجْهِهِ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا لَنَرَى السُّرُورَ فِي وَجْهِكَ. فَقَالَ: "إِنَّهُ أَتَانِي الْمَلَكُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَمَا يُرْضِيكَ أَنَّ رَبَّكَ، عَزَّ وَجَلَّ، يَقُولُ: إِنَّهُ لَا يُصَلِّي عَلَيْكَ أَحَدٌ من أمتك إِلَّا صلَّيت عَلَيْهِ عَشْرًا، وَلَا يُسَلِّمُ عَلَيْكَ أَحَدٌ مِنْ أُمَّتِكَ إِلَّا سَلَّمْتُ عَلَيْهِ عَشْرًا؟ قَالَ: بَلَى".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kamil, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit ibnu Sulaiman maula Al-Hasan ibnu Ali, dari Abdullah ibnu Abu Talhah, dari ayahnya yang meceritakan

bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. datang dengan wajah yang tampak berseri-seri karena gembira. Maka mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami melihat pertanda kegembiraan di wajahmu."

Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya telah datang kepadaku malaikat yang mengatakan, "Hai Muhammad, tidakkah kamu rela bila Tuhanmu berfirman, bahwa sesungguhnya tidak ada seorang pun dari umatmu

yang membaca salawat untukmu melainkan Dia membalasnya dengan sepuluh kali lipatnya. Dan tidak ada seorang pun dari umatmu yang mengucapkan salam penghormatan kepadamu melainkan Dia membalasnya dengan sepuluh kali salam

penghormatan?" Maka aku berkata, "Tentu saja rela.” Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama. Ismail Al-Qadi telah meriwayatkannya dari Ismail ibnu Abu Uwais, dari saudaranya,

dari Sulaiman ibnu Bilal, dari Ubaidillah ibnu Umar, dari Sabit, dari Anas, dari AbuTalhah dengan lafaz yang semisal. Jalur lain.


قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُرَيْج ، حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَر، عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ كَعْبِ بْنِ عُجْرَة، عَنْ أَبِي طَلْحَةَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا طَيِّبَ النَّفْسِ، يُرى فِي وَجْهِهِ الْبَشَرُ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَصْبَحْتُ الْيَوْمَ طَيِّبَ النَّفْسِ، يُرى فِي وَجْهِكَ الْبِشْرُ؟ قَالَ: "أَجَلْ، أَتَانِي آتٍ مِنْ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، فَقَالَ: مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ مِنْ أُمَّتِكَ صَلَاةً، كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ، وَمَحَا عَنْهُ عَشْرَ سَيِّئَاتٍ، وَرَفَعَ لَهُ عَشْرَ دَرَجَاتٍ، وَرَدَّ عَلَيْهِ مِثْلَهَا"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Ishaq ibnu Ka'b ibnu Ujrah, dari Abu Talhah Al-Ansari yang menceritakan bahwa pada suatu pagi hari Rasulullah Saw.

kelihatan cerah dan wajahnya menunjukkan rasa gembira, maka para sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, pagi hari ini engkau kelihatan cerah dan wajahmu tampak gembira."

Rasulullah Saw. menjawab: Benar, telah datang kepadaku utusan dari Tuhanku yang mengatakan, "Barang siapa yang membaca salawat untukmu dari kalangan umatmu sekali salawat, maka Allah mencatatkan baginya sepuluh kebaikan,

dan menghapuskan darinya sepuluh keburukan, dan meninggikan kedudukannya sepuluh derajat (tingkatan), dan membalasnya dengan salawat yang semisal.”

Sanad riwayat ini pun terbilang jayyid, tetapi mereka tidak ada yang mengetengahkannya. Hadis lain. Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai telah meriwayatkan:


مِنْ حَدِيثِ إِسْمَاعِيلَ بْنِ جَعْفَرٍ، عَنِ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِيهِ؛ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ صَلَّى عَلَيّ وَاحِدَةً، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا".


melalui hadis Ismail ibnu Ja'far, dari Al-Ala ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang besalawat untukku sekali,

maka Allah akan membalasnya dengan sepuluh kali salawat untuknya. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Dalam bab yang sama telah diriwayatkan sebuah hadis dari Abdur Rahman ibnu Auf, Amir ibnu Rabi'ah, Ammat, Abu Talhah, Anas, dan Ubay ibnu Ka'b.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ كَعْبٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "صَلُّوا عَلَيَّ؛ فَإِنَّهَا زَكَاةٌ لَكُمْ. وَسَلُوا اللَّهَ لِيَ الْوَسِيلَةَ؛ فَإِنَّهَا دَرَجَةٌ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ، لَا يَنَالُهَا إِلَّا رَجُلٌ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Lais, dari Ka'b, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Bacalah salawat untukku,

karena sesungguhnya salawat itu adalah pencuci (dosa) bagi kalian, dan mohonkanlah al-wasilah kepada Allah untukku, karena sesungguhnya al-wasilah itu merupakan suatu kedudukan yang tertinggi di surga dan tidak diberikan kecuali

hanya kepada seseorang, dan aku berharap semoga orang itu adalah aku sendiri. Imam Ahmad meriwayatkannya secara tunggal. Dan Al-Bazzar meriwayatkannya melalui jalur Mujahid, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang semisal.


فَقَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ البَكَّالي، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ عُلَيَّة، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "صَلُّوا عَلَيَّ؛ فَإِنَّهَا زَكَاةٌ لَكُمْ، وَسَلُوا اللَّهَ لِيَ الدَّرَجَةَ الْوَسِيلَةَ مِنَ الْجَنَّةِ" فَسَأَلْنَاهُ -أَوْ: أَخْبَرَنَا -فَقَالَ: "هِيَ دَرَجَةٌ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ، وَهِيَ لِرَجُلٍ، وَأَنَا أَرْجُو أَنْ أَكُونَ ذَلِكَ الرَّجُلُ".


Untuk itu Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq Al-Bakkali, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Aliyyah, dari Lais, dari Mujahid,

dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Bacalah salawat untukku, karena sesungguhnya salawat untukku merupakan pencuci (dosa) bagi kalian, dan mohon¬kanlah kedudukan al-wasilah di surga untukku

kepada Allah. Lalu kami bertanya, atau beliau Saw. menceritakan kepada kami melalui sabdanya: Al-wasilah adalah suatu kedudukan yang tertinggi di surga, dan diperuntukkan hanya bagi seorang lelaki, dan aku berharap semoga lelaki itu

adalah diriku. Akan tetapi, di dalam sanad hadis ini terdapat perawi yang masih diragukan predikatnya.Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، [عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ هُبَيْرَةَ]، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَرِيجٍ الْخَوْلَانِيِّ، سَمِعْتُ أَبَا قَيْسٍ -مَوْلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ -سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُولُ: مَنْ صَلَّى عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةً، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَمَلَائِكَتُهُ بِهَا سَبْعِينَ صَلَاةً، فَلْيُقِلَّ عَبْدٌ مِنْ ذَلِكَ أَوْ لِيُكْثِرْ. وَسَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُولُ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا كَالْمُوَدِّعِ فَقَالَ: "أَنَا مُحَمَّدٌ النَّبِيُّ الْأُمِّيُّ -قَالَهُ ثَلَاثُ مَرَّاتٍ -وَلَا نَبِيَّ بَعْدِي، أُوتِيتُ فَوَاتِحَ الْكَلَامِ وَخَوَاتِمَهُ وَجَوَامِعَهُ، وعَلمتُ كَمْ خَزَنَةُ النَّارِ وَحَمَلَةُ الْعَرْشِ، وَتُجُوِّزَ بِي، عُوفيت وَعُوفِيَتْ أُمَّتِي، فَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا مَا دُمْتُ فِيكُمْ، فَإِذَا ذُهِب بِي فَعَلَيْكُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ، أَحِلُّوا حَلَالَهُ، وَحَرِّمُوا حَرَامَهُ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Abdur Rahman ibnu Barih Al-Khaulani; ia pernah mendengar Abu Qais maula Amr ibnul As mengatakan bahwa

ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr mengatakan, "Barang siapa yang membaca salawat untuk Rasulullah Saw. sekali, maka Allah dan para malaikat-Nya membalasnya dengan tujuh puluh kali salawat untuknya.

Karena itu, hendaklah seseorang hamba rajin membaca salawat, baik banyak ataupun sedikit." Amr ibnul As telah mengatakan pula bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Aier mengatakan, "Pada suatu hari Rasulullah Saw.

keluar menemui kami (para sahabat) seakan-akan sikap beliau seperti orang yang mengucapkan selamat jalan, lalu beliau Saw. bersabda: 'Akulah Muhammad nabi yang ummi —sebanyak tiga kali - dan tidak ada nabi lagi sesudahku.

Aku telah dianugerahi semua pembuka kalam, penutup, dan semua gabungannya. Dan aku mengetahui berapa jumlah malaikat penjaga neraka dan malaikat-malaikat pemikul 'Arasy. Aku dibawa melalui sirat dan umatku diselamatkan.

Maka tunduk dan patuhlah kalian kepadaku selama aku berada di antara kalian. Dan apabila aku telah tiada, hendaklah kalian berpegang kepada Kitabullah; halalkanlah semua yang dihalalkannya, dan haramkanlah semua yang diharamkannya '. Hadis lain.


قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمة الْخُرَاسَانِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم: "من ذُكرت عِنْدَهُ فَلْيصلّ عَلَيَّ، ومَنْ صَلَّى عَلَيَّ مَرَّةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا".


Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah Al-Khurrasani, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Barang siapa yang disebutkan namaku di hadapannya, maka hendaklah ia membaca salawat untukku. Dan barang siapa membaca sekali salawat untukku, maka Allah membalasnya dengan sepuluh kali lipat.

Imam Nasai meriwayatkannya di dalam Kitabul Yaum wal Lailah-nya melalui hadis Abu Daud At-Tayalisi, dari Abu Salamah alias Al-Mugirah ibnu Muslim Al-Khurrasani, dari Abu Ishaq alias Amr ibnu Abdullah As-Subai'i, dari Anas dengan sanad yang sama.Hadis lain diriwayatkan melalui sahabat Anas.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَمْرٍو -يَعْنِي: يُونُسَ بْنَ أَبِي إِسْحَاقَ -عَنْ بُرَيد بْنِ أَبِي مَرْيَمَ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحطَّ عَنْهُ عَشْرَ خَطِيئَاتٍ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Amr, dari Yunus ibnu Abu Ishaq, dari Yazid ibnu Abu Maryam, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda: Barang siapa yang membaca salawat untukku sekali, maka Allah membalasnya dengan sepuluh kali salawat dan menghapuskan darinya sepuluh kesalahan. Hadis lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو وَأَبُو سَعِيدٍ [قَالَا]: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ، عَنْ عِمَارَةَ بْنِ غَزِيَّة ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحُسَيْنِ، عَنْ أَبِيهِ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْبَخِيلُ مَنْ ذُكرت عِنْدَهُ، ثُمَّ لَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ". وَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ: "فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Amr dan Abu Sa'id, (keduanya) telah menceritakan kepada kami Sulaiman Ibnu Bilal, dari Imarah ibnu Gazyah, dari Abdullah ibnul Husain,

dari ayahnya Ali ibnul Husain, dari Al-Husain, bahwa Rasulullah Saw. pernah besabda: Orang kikir tulen ialah seseorang yang disebutkan namaku di hadapannya, lalu ia tidak membaca Salawat untukku. Menurut riwayat Abu Sa'id disebutkan,

"Dan tidak membaca salawat untukku." Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Sulaiman ibnu Bilal. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib sahih. Di antara para perawi ada yang menjadikannya

termasuk ke dalam musnad Al-Husain ibnu Ali, dan di antara mereka ada yang memasuk¬kannya ke dalam musnad Imam Ali sendiri. Hadis lain.


قَالَ إِسْمَاعِيلُ الْقَاضِي: حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهال، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ مَعْبَدِ بْنِ هِلَالٍ العَنزي، حَدَّثَنَا رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ دِمَشْقَ، عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أبي ذر، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَبْخَلَ النَّاسِ مَنْ ذُكرت عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ"


Ismail Al-Qadi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ma'bad ibnu Bilal Al-Anazi, telah menceritakan kepada kami seorang lelaki dari kalangan ulama Dimasyq,

dari Auf ibnu Malik, dari Abu Zar r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya orang yang paling kikir ialah orang yang disebutkan namaku di hadapannya, lalu ia tidak membaca salawat untukku. Hadis lain bepredikat mursal.


قَالَ إِسْمَاعِيلُ: وَحَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرب، حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ، سَمِعْتُ الْحَسَنَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الْبُخْلِ أَنْ أذْكر عِنْدَهُ فَلَا يُصَلِّي عَلَيَّ"


Ismail mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Cukuplah kekikiran bagi seseorang bila aku disebutkan di hadapannya, lalu ia tidak membaca salawat untukku. Hadis lain.


قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ، حَدَّثَنَا رِبْعي بْنُ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ المَقْبُرِي، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَغِمَ أَنف رِجْلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ. [وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ شَهْرُ رَمَضَانَ، ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ]، وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ".


Imam Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Rib'i ibnu Ibrahim, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari Sa'id ibnu Abu Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah

yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Celakalah seseorang yang disebutkan namaku di hadapannya, lalu ia tidak membaca salawat untukku. Celakalah seseorang yang memasuki bulan Ramadan,

kemudian bulan Ramadan berlalu sebelum dia mendapat ampunan. Dan celakalah seseorang yang menjumpai kedua orang tuanya memasuki usia lanjut, kemudian keduanya tidak dijadikan olehnya sebagai penyebab yang menghantarkannya

masuk ke surga. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Menurut hemat kami, Imam Bukhari telah meriwayatkannya di dalam Kitabul Adab, dari Muhammad ibnu Ubaidillah. Ia mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Hazm, dari Kasir ibnu Zaid, dari Al-Walid ibnu Rabah, dari Abu Hurairah secara marfu' dengan sanad yang semisal. Kami telah meriwayatkannya pula melalui hadis Muhammad ibnu Amr,

dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah dengan sanad yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa dalam bab yang sama telah diriwayatkan sebuah hadis dari Jabir dan Anas.

Dan menurut kami juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ka'b ibnu Ujrah, yang jalur-jalurnya telah kami sebutkan di dalam permulaan Kitabus Siyam pada tafsir firman-Nya:


{إمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا}


Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu. (Al-Isra: 23) Hadis ini dan hadis sebelumnya merupakan dalil yang menunjukkan wajib membaca salawat untuk Nabi Saw.,

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dan ini merupakan pendapat sejumlah ulama, antara lain At-Tahawi dan Al-Hulaimi, lalu diperkuat dengan hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah:


حَدَّثَنَا جبُارة بْنُ المغَلِّس، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "مَنْ نَسِيَ الصَّلَاةَ عَلَيَّ خَطئ طَرِيقَ الْجَنَّةِ"


yang menyebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Jubarah ibnul Mugallas, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Dinar, dari Jabir ibnu Zaid,

dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang lupa membaca salawat untukku, berarti ia menyimpang dari jalan ke surga.

Junadah orangnya daif. Akan tetapi, Ismail Al-Qadi telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Abu Ja'far alias Muhammad ibnu Ali Al-Baqir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"مَنْ نَسِيَ الصَّلَاةَ عَلَيَّ خَطئ طَرِيقَ الْجَنَّةِ".


Barang siapa yang lupa membaca salawat untukku, berarti ia telah menyimpang dari jalan surga. Hadis ini mursal yang diperkuat dengan hadis yang sebelumnya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Ulama lainnya berpendapat bahwa dalam suatu majelis diwajibkan membaca salawat untuk Nabi Saw. sekali, kemudian yang selanjutnya tidak diwajibkan lagi melainkan hanya sunat.

Demikianlah menurut apa yang dinukil oleh Imam Turmuzi dari sebagian di antara mereka, dan diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan olehnya.


حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ صَالِحٍ -مولى التَّوْءَمة -عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ فِيهِ، وَلَمْ يُصَلُّوا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةٌ، فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ، وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ".


Yaitu bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Saleh maula At-Tau'amah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw.

yang telah bersabda: Tidaklah suatu kaum duduk di suatu mejelis tanpa menyebut nama Allah padanya dan juga tanpa mengucapkan salawat untuk nabi mereka melainkan majelis itu akan menjadi penyesalan bagi mereka di hari kiamat.

Jika Allah menghendaki untuk mengazab mereka, Dia akan mengazab mereka; dan jika Dia menghendaki memberikan ampunan kepada mereka, Dia akan memberikan ampunan kepada mereka.

Imam Turmuzi meriwayatkannya secara tunggal melalui jalur ini. Imam Ahmad meriwayatkannya dari Hajjaj dan Yazid ibnu Harun, keduanya dari Ibnu Abu Zi'b, dari Saleh maula At-Tau'amah, dari Abu Hurairah secara marfu' dengan lafaz

yang semisal. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. melalui berbagai jalur. Ismail Al-Qadi telah meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah,

dari Sulaiman ibnu Zakwan, dari Abu Sa'id yang mengatakan, "Tidaklah suatu kaum duduk di majelis, lalu mereka bangkit darinya tanpa membaca salawat untuk Nabi Saw. melainkan majelis itu akan menjadi penyesalan bagi mereka kelak

di hari kiamat. Dan jika mereka masuk surga, niscaya mereka tidak dapat melihat pahalanya." Telah diriwayatkan pula dari sebagian ulama yang mengatakan bahwa sesungguhnya kewajiban membaca salawat untuk Nabi Saw.

adalah sekali seumur hidup, karena mengamalkan ayat ini. Kemudian hukumnya sunat untuk kelanjutannya.

Pendapat inilah yang didukung oleh Al-Qadi Iyad sesudah meriwayatkan tentang adanya kesepakatan yang bertentangan dengannya. Lalu Qadi Iyad mengulas bahwa kesepakatan tersebut barangkali berkaitan dengan yang lebih dari satu kali.

Dan hal yang diwajibkan adalah sekali, misalnya dalam persaksian yang menyatakan kenabiannya. Sedangkan untuk kelanjutannya adalah sunat dan dianjurkan serta termasuk hal-hal yang disunatkan dan syiar dari pemeluk Islam.

Menurut hemat kami (Ibnu Kasir) pendapat yang didukung oleh Al-Qadi Iyad ini aneh, karena sesungguhnya telah ada perintah yang menganjurkan untuk membaca salawat untuk Nabi Saw. di berbagai waktu dan kesempatan.

Antara lain ada yang wajib, ada pula yang sunat, sebagaimana yang akan kami jelaskan berikut ini. Dan antara lain ialah dianjurkan sesudah azan salat karena berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.


حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا حَيْوَةُ، حَدَّثَنَا كَعْبُ بْنُ عَلْقَمَةَ، أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ الرَّحْمَنَ بْنَ جُبَيْرٍ يَقُولُ: أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ يَقُولُ: أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِذَا سَمِعْتُمْ مُؤَذِّنًا فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ؛ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَليَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا لِيَ الْوَسِيلَةَ، فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ، فَمَنْ سَأَلَ لِيَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشَّفَاعَةُ".


Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepada kami Ka'b ibnu Alqamah; ia pernah mendengar Abdur Rahman, ibnu Jubair mengatakan

bahwa sesungguhnya dia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr ibnul As mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Apabila kalian mendengar suara muazzin, maka ucapkanlah seperti apa yang diserukannya,

kemudian bacalah salawat untukku. Karena sesungguhnya barang siapa yang membaca salawat untukku, maka Allah akan membalasnya dengan sepuluh kali lipat. Kemudian mohonkanlah kepada Allah al-wasilah untukku,

karena sesungguhnya al-wasilah itu ada/ah suatu kedudukan di surga yang tidak diberikan melainkan hanya kepada seseorang dari hamba-hamba Allah. Dan aku berharap semoga orang tersebut adalah aku sendiri.

Barang siapa yang memohonkan wasilah buatku, maka dia akan mendapat syafaat. Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai telah meriwayatkannya melalu hadis Ka'b ibnu Alqamah. Jalur lain.


قَالَ إِسْمَاعِيلُ الْقَاضِي: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، عَنْ أبي بَكْرٍ الجُشَمي، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ سَأَلَ اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ، حَقَّتْ عَلَيْهِ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ"


Ismail Al-Qadi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, dari Abu Bakar Al-Jusyami, dari Safwan ibnu Salim, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan

bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang memohon kepada Allah al-wasilah untukku, maka wajib baginya mendapat syafaat dariku kelak di hari kiamat. Hadis lain.


قَالَ إِسْمَاعِيلُ الْقَاضِي: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ كَعْبٍ -هُوَ كَعْبُ الْأَحْبَارِ -عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "صَلُّوا عَليَّ، فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ عَلَيَّ زَكَاةٌ لَكُمْ، وَسَلُوا اللَّهَ لِيَ الْوَسِيلَةَ". قَالَ: فَإِمَّا حَدّثنا وَإِمَّا سَألناه، فَقَالَ: "الْوَسِيلَةُ أَعْلَى دَرَجَةٍ فِي الْجَنَّةِ، لَا يَنَالُهَا إِلَّا رَجُلٌ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ ذَلِكَ الرَّجُلَ".


Ismail Al-Qadi telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Zaid, dari Lais, dari Ka'b Al-Ahbar, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda: Bacalah salawat untukku, karena sesungguhnya salawat kalian untukku dapat menyucikan (dosa) kalian, dan mohonkanlah kepada Allah al-wasilah untukku. Hadis berikutnya adakalanya beliau Saw.

sendiri yang menceritakannya kepada kami, adakalanya-kami yang menanyakannya, yaitu sabda beliau yang mengatakan: Al-wasilah adalah kedudukan yang tertinggi di surga yang tidak dapat diraih kecuali hanya oleh seseorang saja,

dan aku berharap semoga orang itu adalah aku. Kemudian Ismail Al-Qadi meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Abu Bakar, dari Mu'tamir, dari Lais ibnu Abu Salim dengan sanad yang sama. Hal yang sama disebutkan oleh hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.


حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ سَوَادَةَ، عَنْ زِيَادِ بْنِ نُعَيْمٍ، عَنْ وَفاء الْحَضْرَمِيِّ، عَنْ رُوَيْفع بْنِ ثَابِتٍ الْأَنْصَارِيِّ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "مَنْ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَقَالَ: اللَّهُمَّ، أَنْزِلْهُ الْمَقْعَدَ الْمُقَرَّبَ عِنْدَكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِي".


Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Bakar ibnu Saudah, dari Ziad ibnu Na'im, dari Warqa Al-Hadrami dan Ruwaifi' ibnu Sabit Al-Ansari,

bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa mengucapkan salawat untuk Muhammad dan mengucapkan doa, "Ya Allah, tempatkanlah dia pada kedudukan yang terdekat di sisi-Mu kelak di hari kiamat," maka wajiblah baginya

syafaat dariku. Sanad hadis ini dapat diterima, tetapi mereka tidak mengetengahkannya.Ada suatu asar yang hasan diriwayatkan oleh Ismail Al-Qadi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan,

telah menceritakan kepadaku Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya yang mengatakan, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan dalam doanya, "Ya Allah, terimalah syafaat kubra Muhammad dan tinggikanlah lagi derajatnya

yang tinggi itu, dan berikanlah kepadanya apa yang dimintanya kelak di akhirat dan juga di dunia, sebagaimana telah Engkau berikan kepada Ibrahim dan Musa 'alaihimas salam." Sanad asar ini jayyid, kuat sahih.

Dianjurkan lagi membaca salawat saat hendak memasuki masjid dan saat keluar darinya, karena berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.


حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا لَيْثُ بْنُ أَبِي سُلَيْمٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَسَنِ ، عَنْ أُمِّهِ فَاطِمَةَ بِنْتِ الْحُسَيْنِ، عَنْ جَدَّتِهِ [فَاطِمَةُ] بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلَّمَ وَقَالَ: "اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي، وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ". وَإِذَا خَرَجَ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي، وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ فَضْلِكَ"


Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Lais ibnu Abu Salim, dari Abdullah ibnul Hasan, dari ibunya Fatimah bintil Husain, dari neneknya Fatimah binti Rasulullah

yang menceritakan bahwa Rasulullah apabila memasuki masjid mengucapkan salawat dan salam untuk dirinya sendiri, kemudian berdoa: Ya Allah, ampunilah semua dosa-dosaku dan bukakanlah bagiku semua pintu rahmat-Mu.

Dan apabila keluar dari masjid, beliau mengucapkan salawat dan salam untuk dirinya, kemudian berdoa: Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, dan bukakanlah bagiku semua pintu kemurahan-Mu.

Ismail Al-Qadi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul Hamid, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Amr At-Tamimi, dari Sulaiman Ad-Dabbi, dari Ali ibnu Husain yang menceritakan bahwa Ali ibnu Abu Talib r.a.

pernah berkata, "Apabila kalian melalui masjid, maka bacalah salawat untuk Nabi Saw." Adapun mengenai membaca salawat untuk Nabi Saw. dalam salat telah kami sebutkan keterangannya, yaitu dilakukan dalam tasyahhud terakhir,

juga keterangan mengenai ulama yang berpendapat demikian, seperti Imam Syafii dan Imam Ahmad. Adapun mengenai tasyahhud pertama, tiada suatu pendapat pun yang mengatakannya wajib. Tetapi apakah disunatkan,

ada dua pendapat mengenainya di kalangan mazhab Imam Syafii. Hal yang juga dianjurkan membaca salawat padanya ialah dalam salat jenazah, karena menurut ketetapan sunat disebutkan hendaknya orang yang salat jenazah

membaca surat Al-Fatihah setelah takbir pertamanya. Dalam takbir yang kedua membaca salawat untuk Nabi Saw. Dan dalam takbir yang ketiga mendoakan mayat, sedangkan pada takbir yang keempat hendaknya diucapkan doa berikut,

"Ya Allah, janganlah Engkau halangi kami dari pahalanya dan janganlah Engkau fitnah (menguji) kami sesudahnya." Imam Syafii rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mutarrif ibnu Mazin, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri,

telah menceritakan kepadaku Abu Umamah ibnu Sahl ibnu Hanif, bahwa ia telah menerima hadis berikut dari seorang sahabat Nabi Saw. yang menceritakan bahwa salat jenazah menurut ketentuan sunnah ialah hendaknya

imam melakukan takbir pertamanya, kemudian membaca surat Al-Fatihah sesudahnya dengan suara yang perlahan dan hanya didengar oleh sendiri. Kemudian membaca salawat untuk Nabi Saw., lalu mendoakan mayat dengan ikhlas.

Perlu diketahui bahwa dalam semua takbir (selain setelah takbir pertama) tidak dilakukan bacaan Al-Qur'an apa pun, kemudian mengucapkan salam dengan suara perlahan yang hanya dapat didengar sendiri.

Imam Nasai telah meriwayatkan hal yang semisal dari Abu Umamah yang menyebutkan bahwa menurut tuntunan sunnah dalam salat jenazah ialah, lalu disebutkan hal yang semisal. Abu Umamah adalah salah seorang sahabat dan hadisnya

dihukumi marfu' menurut pendapat yang sahih. Ismail Al-Qadi telah meriwayatkannya dari Muhammad ibnul Musanna, dari Abdul A'la, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abu Umamah ibnu Sahl, dari Sahl, dari Sa'id ibnul Musayyab

yang mengatakan bahwa menurut tuntunan sunnah dalam salat jenazah ialah, lalu disebutkan hal yang semisal. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui Abu Hurairah, Ibnu Umar, dan Asy Sya'bi.

Dianjurkan pula mengucapkan salawat untuk Nabi Saw. dalam salat hari raya, Ismail Al-Qadi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hisyam Ad-Dustuwa'i,

telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Abu Sulaiman, dari Ibrahim, dari AIqamah, bahwa Ibnu Mas'ud dan Abu Musa serta Huzaifah dijumpai oleh Al-Walid ibnu Uqbah di suatu hari sebelum hari raya, lalu Al-Walid bertanya kepada mereka,

"Sesungguhnya hari raya sudah dekat, maka bagaimanakah cara melakukan salat hari raya itu?" Abdullah ibnu Mas'ud menjawab, bahwa engkau memulainya dengan takbiratul ihram untuk pembuka salat, lalu kamu memuji Tuhanmu

dan membaca salawat untuk Nabi, dan berdoa, lalu bertakbir lagi, selanjutnya kamu lakukan hal yang sama. Kemudian kamu takbir lagi dan kamu lakukan hal yang sama seperti sebelumnya, lalu kamu takbir lagi dan melakukan hal yang sama,

kemudian baru kamu membaca (Al-Qur'an, yakni Al-Fatihah dan surat lainnya), kemudian kamu takbir dan rukuk. Setelah kamu berdiri dan membaca Al-Qur'an serta memuji Tuhanmu dan membaca salawat untuk Nabi Saw.

Kemudian kamu berdoa dan bertakbir lagi, lalu kamu lakukan hal yang sama, setelah itu kamu rukuk. Maka Huzaifah dan Abu Musa berkata, "Abu Abdur Rahman benar." Sanad hadis ini sahih.

Disunatkan pula membaca salawat dalam penutup doa. Imam Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Syamil, dari Abu Qurrah Al-Asadi,

dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Umar ibnul Khattab yang telah mengatakan, bahwa doa itu dihentikan di antara langit dan bumi, tiada sesuatu pun dari doa itu yang dapat naik sebelum dibacakan salawat untuk nabimu.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ayyub ibnu Musa, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Umar ibnul Khattab. Mu'az ibnul Haris telah meriwayatkannya dari Abu Qurran, dari Sa’id ibnul Musayyab, dari Umar secara marfu'.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Razin ibnu Mu'awiyah di dalam kitabnya secara marfu' dari Nabi Saw. yang telah bersabda:


"الدُّعَاءُ مَوْقُوفٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، لَا يَصْعَدُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيَّ، فَلَا تَجْعَلُونِي كَغُمَر الرَّاكِبِ، صَلُّوا عَلَيَّ أَوَّلَ الدُّعَاءِ وَأَوْسَطَهُ وَآخِرَهُ"


Doa itu dihentikan di antara langit dan bumi, tidak dapat naik sebelum dibacakan salawat untukku, maka janganlah kalian jadikan diriku bagaikan wadah air seorang pengendara (yakni habis manis sepah dibuang); bacalah salawat untukku

di permulaan doa, di akhirnya, dan juga di tengah-tengahnya Tambahan ini hanyalah diriwayatkan melalui Jabir ibnu Abdullah yang ada di dalam kitab Musnad Imam Abdu ibnu Humaid Al-Kasysyi, karena dia telah mengatakan dalam hadisnya bahwa:


حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ عَوْنٍ، أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيدة، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ جَابِرٌ: قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَجْعَلُونِي كَقَدَحِ الرَّاكِبِ، إِذَا عَلَّقَ تَعَالِيقَهُ أَخَذَ قَدَحَهُ فَمَلَأَهُ مِنَ الْمَاءِ، فَإِنْ كَانَ لَهُ حَاجَةً فِي الْوُضُوءِ تَوَضَّأَ، وَإِنْ كَانَ لَهُ حَاجَةً فِي الشُّرْبِ شَرِبَ وَإِلَّا أَهْرَاقَ مَا فِيهِ، اجْعَلُونِي فِي أَوَّلِ الدُّعَاءِ، وَفِي، وَسَطِ الدُّعَاءِ، وَفِي آخِرِ الدُّعَاءِ".


telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Ibrahim, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Jabir pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda kepada kami (para sahabat): Janganlah kalian jadikan diriku seperti wadah air pengendara, yaitu apabila gantungannya telah dicantolkan, maka wadahnya diambil, lalu dipenuhi dengan air. Jika pemiliknya mempunyai keperluan

untuk wudu, maka ia wudu darinya, dan jika mempunyai keperluan untuk minum, maka ia minum dari airnya. Dan jika tidak mempunyai keperluan lagi, maka airnya ditumpahkan (dibuang). Jadikanlah diriku (bacalah salawat untukku)

pada permulaan doa, pertengahannya, dan di akhirnya. Hadis ini garib, dan Musa ibnu Ubaidah orangnya daif dalam periwayatan hadis.

Dan termasuk hal yang paling disunahkan membaca salawat ialah dalam doa qunut, karena berdasarkan apa yang.telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunan, juga Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Imam Hakim melalui hadis Abul Jauza:


عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: علَّمَني رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولَهُنَّ فِي الْوَتْرِ: "اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هديت، وعافني فيمن عافيت، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِّي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لَا يَذِلّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ [رَبَّنَا] وَتَعَالَيْتَ"


dari Al-Hasan ibnu Ali r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengajarkan kepadanya doa yang dibaca dalam salat witir, yaitu: Ya Allah, berilah aku petunjuk bersama-sama dengan orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk,

maafkanlah aku bersama-sama dengan orang-orang yang telah Engkau beri maaf tolonglah aku bersama-sama dengan orang-orang yang telah Engkau beri pertolongan, dan berkatilah aku dalam pemberian-Mu,

dan peliharalah aku dari takdir buruk yang telah Engkau tetapkan, karena sesungguhnya Engkau adalah Tuhan Yang memutuskan dan tiada seorang pun yang mempunyai keputusan terhadap-Mu. Sesungguhnya tidak akan terhina

orang yang Engkau tolong, dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Mahasuci Engkau, ya Tuhan kami, dan Mahatinggi Engkau.


وَزَادَ النَّسَائِيُّ فِي سُنَنِهِ بَعْدَ هَذَا: وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ.


Imam Nasai di dalam kitab sunannya menambahkan sesudah doa tersebut bacaan, "Dan semoga Allah melimpahkan salawat kepada Muhammad." Termasuk pula hal yang disunahkan membaca salawat ialah pada hari dan malam Jumat, dianjurkan banyak-banyak membaca salawat padanya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ الجَعْفِي، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ، عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ الثَّقَفِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "من أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ قُبِضَ، وَفِيهِ النَّفْخَةُ، وَفِيهِ الصَّعْقَةُ، فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ فِيهِ، فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ تُعْرَضُ عَلَيْكَ صَلَاتُنَا وَقَدْ أرمتْ؟ -يَعْنِي: وَقَدْ بَلِيتَ -قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Ali Al-Jufri, dari Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, dari Abul Asy'as As-San'ani, dari Aus ibnu Aus As-Saqafi r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda: Termasuk hari yang mulia bagi kalian ialah hari Jumat, karena Adam diciptakan pada hari Jumat dan diwafatkan pada hari Jumat pula. Tiupan sangkakala terjadi pada hari Jumat, dan hari kiamat pun terjadi pada hari Jumat.

Maka perbanyaklah oleh kalian membaca salawat untukku (pada hari Jumat), karena sesungguhnya bacaan salawat kalian untukku ditampakkan kepadaku. Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, begaimanakah salawat kami

ditampakkan kepadamu, sedangkan engkau telah menjadi tulang belulang yang hancur?" Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada tanah memakan jasad para Nabi.

Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalu hadis Husain ibnu Ali Al-Ju'fi, dan hadis ini dinilai sahih oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ad-Daruqutni, dan Imam Nawawi di dalam kitab Al-Azkar-nya. Hadis lain.


قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ بْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ سَوَّاد الْمِصْرِيُّ ، حَدَّثَنَا عَبْدِ اللَّهِ بْنِ وَهْبٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَيْمَنَ ، عَنْ عُبَادة بْنِ نُسَيّ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَكْثِرُوا الصَّلَاةَ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ؛ فَإِنَّهُ مَشْهُودٌ تَشْهَدُهُ الْمَلَائِكَةُ. وَإِنَّ أَحَدًا لَا يُصَلِّي عَلَيَّ إِلَّا عُرضت عَلَيّ صَلَاتُهُ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا". قَالَ: قُلْتُ: وَبَعْدَ الْمَوْتِ؟ قَالَ: " [وَبَعْدَ الْمَوْتِ] ، إِنِ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ" [فَنَبِيُّ اللَّهِ حَيٌّ يُرْزَقُ]


Abu Abdullah alias Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Sawad Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, dari Amr ibnul Haris, dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Zaid ibnu Aiman,

dari Ubadah ibnu Nissi, dari Abu Darda yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Perbanyaklah membaca salawat untukku pada hari Jumat, karena sesungguhnya hari Jumat itu adalah hari yang disaksikan,

para malaikat menyaksikannya. Dan tidak sekali-kali seseorang membaca salawat untukku pada hari Jumat melainkan salawatnya itu ditampilkan kepadaku sehingga ia selesai dari bacaan salawatnya.

Abu Darda bertanya, "Sekalipun sesudah engkau tiada?" Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bumi memakan jasad para nabi. Nabi Allah tetap dalam keadaan hidup lagi diberi rezeki.

Hadis ini bila ditinjau dari segi jalurnya terdapat mata rantai sanad yang terputus antara Ubadah ibnu Nissi dan Abu Darda, karena sesungguhnya Ubadah tidak menjumpai masa Abu Darda. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Imam Baihaqi telah meriwayatkan melalui hadis Abu Umamah dan Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. tentang adanya perintah yang menganjurkan agar banyak membaca salawat untuk Nabi Saw. pada malam hari dan siang hari Jumat,

tetapi di dalam sanadnya terdapat kelemahan. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Dan telah diriwayatkan secara mursal dari Al-Hasan Al-Basri;


فَقَالَ إِسْمَاعِيلُ الْقَاضِي: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ، سَمِعْتُ الْحَسَنَ -هُوَ الْبَصْرِيُّ -يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَأْكُلُ الْأَرْضُ جَسَدَ مَنْ كَلّمه رُوحُ الْقُدُسِ"


untuk itu Ismail Al-Qadi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazm; ia pernah mendengar Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda: Bumi tidak akan memakan jasad orang-orang yang pernah diajak bicara oleh Ruhul Quds (Malaikat Jibril). Hadis berpredikat hasan mursal, menurut Imam Nawawi di dalam kitab Al-Azkar-nya.


قَالَ الشَّافِعِيُّ: أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، أَخْبَرَنَا صَفْوَانُ بْنُ سُلَيْمٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةُ الْجُمُعَةِ، فَأَكْثِرُوا الصَّلَاةَ عَلَيَّ".


Al-Qadi dan Imam Syafii mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Salim, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Apabila datang hari dan malam Jumat,

perbanyaklah membaca salawat untukku. Hadis ini berpredikat mursal. Diwajibkan pula bagi seorang khatib membaca salawat untuk Nabi Saw. dalam khotbah Jumatnya (yakni pada kedua khotbahnya)

Kedua khotbah tidak sah tanpa dibacakan salawat di dalamnya, sebab membaca salawat dalam khotbah merupakan ibadah. Dan menyebut nama Allah dalam khotbah merupakan syarat sahnya, begitu pula menyebut Rasulullah Saw.

di dalam khotbah; perihalnya sama dengan dalam azan dan salat. Demikianlah menurut mazhab Imam Syafii dan Imam Ahmad. Termasuk juga hal yang dianjurkan membaca salawat dan salam padanya ialah saat berziarah ke kuburan Nabi Saw.


قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْفٍ -هُوَ مُحَمَّدٌ -حَدَّثَنَا الْمُقْرِيُّ، حَدَّثَنَا حَيْوَة، عَنْ أَبِي صَخْرٍ حُمَيْدِ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قُسَيْطٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلَّا رَدّ اللَّهُ عَلَيَّ رُوحِي، حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ".


Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Auf alias Muhammad, telah menceritakan kepada kami Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah, dari Abu Sakhr alias Humaid ibnu Ziad, dari Yazid ibnu Abdullah ibnu Qasit,

dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidaklah seseorang di antara kalian mengucapkan salam penghormatan kepadaku melainkan Allah mengembalikan rohku hingga aku menjawab salamnya.

Imam Abu Daud meriwayatkannya secara munfarid (tunggal), dan dinilai sahih oleh Imam Nawawi di dalam kitab Al-Azkar-nya.


ثُمَّ قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ قَالَ: قَرَأتُ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نَافِعٍ، أَخْبَرَنِي ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِي، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا، وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا، وَصَلُّوا عَلَيَّ، فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُمَا كُنْتُمْ".


Selanjutnya Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh yang mengatakan bahwa ia pernah mengaji kepada Abdullah ibnu Nafi yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Zi'b,

dari Sa'id Al-Muqri, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan, dan janganlah kalian jadikan (pada) kuburanku seperti hari raya,

dan bacalah salawat untukku, karena sesungguhnya bacaan salawat kalian sampai kepadaku di mana pun kalian berada. Hadis ini diriwayatkan secara munfarid pula oleh Imam Abu Daud.

Dan Imam Ahmad meriwayatkannya dari Syuraih, dari Abdullah ibnu Nafi', dan jalur inilah yang terkenal, juga dinilai sahih oleh Imam Nawawi. Telah diriwayatkan pula melalui jalur lain secara muttasil.

Al-Qadi Ismail ibnu Ishaq di dalam kitab Fadlus Salati 'Alan Nabi (Keutamaan Membaca Salawat untuk Nabi Saw.) mengatakan:


حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْس، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي طَالِبٍ [عَمَّنْ أَخْبَرَهُ] مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ: أَنَّ رَجُلًا كان يأتي كل غَدَاةٍ فَيَزُورُ قَبْرَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيُصَلِّي عَلَيْهِ، وَيَصْنَعُ مِنْ ذَلِكَ مَا اشْتُهِرَ عَلَيْهِ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، فَقَالَ لَهُ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ: مَا يَحْمِلُكَ عَلَى هَذَا؟ قَالَ: أُحِبُّ السَّلَامَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ لَهُ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ: هَلْ لَكَ أَنْ أُحَدِّثَكَ حَدِيثًا عَنْ أَبِي؟ قَالَ: نَعَمْ. فَقَالَ لَهُ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ: أَخْبَرَنِي أَبِي، عَنْ جَدِّي أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "لا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا، وَلَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا، وَصَلُوا عَلَيَّ وَسَلِّمُوا حَيْثُمَا كُنْتُمْ فَتَبْلُغُنِي صَلَاتُكُمْ وَسَلَامُكُمْ".


telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Uwais, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Ali ibnu Abdullah ibnu Ja'far ibnu Abu Talib, dari seorang ahli baitnya yang telah menceritakan kepadanya

hadis ini dari Ali ibnul Husain ibnu Ali, bahwa pernah ada seorang lelaki setiap pagi menziarahi kuburan Nabi Saw. dan mengucap¬ kan salawat untuk Nabi Saw. serta melakukan kebiasaan yang dilakukan oleh Ali ibnul Husain.

Maka Ali ibnul Husain bertanya kepadanya, "Apakah yang mendorongmu berbuat demikian?" Lelaki itu menjawab, "Saya suka mengucapkan salam kepada Nabi Saw." Ali Ibnul Husain bertanya, "Maukah kuceritakan kepadamu

suatu hadis dari ayahku?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Maka Ali Ibnul Husain mengatakan kepadanya bahwa ayahnya pernah bercerita kepadanya dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Janganlah kalian menjadikan kuburanku seperti hari raya, dan jangan pula kalian jadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan. Bacalah salawat dan salam untukku di mana pun kalian berada, pastilah salawat dan salam kalian sampai kepadaku.

Di dalam sanad hadis ini terdapat seorang perawi yang misteri dan tidak disebutkan namanya. Tetapi telah diriwayatkan hadis ini secara mursal melalui jalur lain, disebutkan oleh Abdur Razzaq di dalam kitab Musannaf-nya:


عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنِ ابْنِ عَجْلَانَ، عَنْ رَجُلٍ -يُقَالُ لَهُ: سُهَيْلٌ -عَنِ الْحَسَنِ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ؛ أَنَّهُ رَأَى قَوْمًا عِنْدَ الْقَبْرِ فَنَهَاهُمْ، وَقَالَ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لا تَتَّخِذُوا قَبْرِي عِيدًا، وَلَا تَتَّخِذُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا، وَصَلُّوا عَلَيَّ حَيْثُمَا كُنْتُمْ؛ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي"


dari As-Sauri, dari Ibnu Ajlan, dari seorang lelaki yang dikenal dengan nama Suhail, dari Al-Hasan ibnul Husain ibnu Ali yang menceritakan bahwa ia melihat suatu kaum di dekat kuburan Nabi, lalu ia melarang mereka dan mengatakan

bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian menjadikan kuburanku seperti hari raya, dan janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan, dan bacalah salawat untukku di mana pun kalian berada,

karena sesungguhnya salawat kalian itu pasti sampai kepadaku. Barangkali Ali ibnul Husain melarang mereka karena mereka bersikap kurang sopan, sebab mereka mengangkat suaranya melampaui batas etika yang baik,

karena itulah maka Ali ibnul Husain melarang mereka. Telah diriwayatkan pula bahwa ia melihat seorang lelaki yang selalu datang ke kuburan Nabi Saw. setiap harinya, maka Ali ibnul Husain berkata, "Hai kamu, kedudukanmu

dan kedudukan seseorang yang ada di Andalusia bagi Nabi Saw. adalah sama saja." Dengan kata lain, semua salawat yang dibacakan untuk Nabi Saw. pasti sampai selamanya hingga hari kiamat.


قَالَ الطَّبَرَانِيُّ فِي مُعْجَمِهِ الْكَبِيرِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ رِشْدين الْمِصْرِيُّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنِي حُمَيْدُ بْنُ أَبِي زَيْنَبَ، عَنْ حَسَنِ بْنِ حَسَنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "صَلُّوا عَلَيَّ حَيْثُمَا كُنْتُمْ، فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي"


Imam Tabrani mengatakan dalam kitab Mu'jamul Kabir-nya, bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Rasyidin Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami

Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepadaku Humaid ibnu Abu Zainab, dari Hasan ibnu Hasan ibnu Ali ibnu Abu Talib, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Bacalah salawat untukku di mana pun kalian berada, karena sesungguhnya salawat kalian pasti sampai kepadaku.


ثُمَّ قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ حِمْدَانَ الْأَصْبَهَانِيُّ، حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ عَبْدِ الْحَمِيدِ الطَّحَّانُ، أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ شَيْبَانَ، عَنِ الْحَكَمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَطَّافٍ، عَنْ أُمِّ أُنَيْسٍ بِنْتِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ أَبِيهَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَرَأَيْتَ قَوْلَ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ: {إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِي} ؟ " فَقَالَ: "إِنَّ هَذَا هُوَ الْمَكْتُومُ، وَلَوْلَا أَنَّكُمْ سَأَلْتُمُونِي عَنْهُ لَمَا أَخْبَرْتُكُمْ، إِنِ اللَّهَ وَكَّلَ بِي مَلِكَيْنِ لَا أُذْكَرُ عِنْدَ عَبْدٍ مُسْلِمٍ فَيُصَلِّي عَلَيَّ إلا قال ذانك الملكان: "غفر الله لك". وَقَالَ اللَّهُ وَمَلَائِكَتُهُ جَوَابًا لَذَيْنِكَ الْمَلِكَيْنِ: "آمِينَ". وَلَا يُصَلِّي أَحَدٌ إِلَّا قَالَ ذَانِكَ الْمَلَكَانِ: "غَفَرَ اللَّهُ لَكَ". وَيَقُولُ اللَّهُ وَمَلَائِكَتُهُ جَوَابًا لِذَيْنِكَ الْمَلِكَيْنِ: "آمِينَ".


Kemudian Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Hamdan Al-Asbahani, telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnu Abdul Hamid At-Tahhan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun

ibnu Abu Syaiban, dari Al-Hakam ibnu Abdullah ibnu Khattab, dari Ummu Unais bintil Hasan ibnu Ali, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang makna firman-Nya:Sesungguhnya

Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. (Al-Ahzab: 56), hingga akhir ayat. Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Hal itu termasuk perkara yang dirahasiakan. Seandainya kalian tidak menanyakannya kepadaku,

tentulah aku tidak akan menceritakannya kepada kalian. Sesungguhnya Allah Swt. telah menugaskan dua malaikat kepadaku, tidak sekali-kali namaku disebutkan di hadapan seorang hamba yang muslim, lalu ia mengucapkan salawat untukku,

melainkan kedua malaikat itu mendoakannya, 'Semoga Allah memberikan ampunan bagimu.' Dan Allah serta para malaikat-Nya menjawab doa kedua malaikat itu dengan ucapan, 'Amin.' Dan tidak sekali-kali seseorang membaca salawat untukku,

melainkan kedua malaikat itu mengucapkan, 'Semoga Allah memberikan ampunan bagimu,' lalu Allah dan para malaikat-Nya menjawab kedua malaikat itu dengan ucapan, 'Amin.' Hadis ini garib sekali, dan penyandaran ucapan ini kepada Nabi Saw. dinilai sangat lemah.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ السَّائِبِ، عَنْ زَاذَانَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ، يُبَلِّغُونِي مِنْ أُمَّتِي السَّلَامَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari Abdullah ibnus Sa'ib, dari Zazan, dari Abdullah ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat-malaikat

yang mengembara di muka bumi dengan tugas menyampaikan salam penghormatan dari umatku kepadaku. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai melalui hadis Sufyan As-Sauri dan Sulaiman ibnu Mahran Al-A'masy,

keduanya dari Abdullah ibnus Sa'ib dengan sanad yang sama. Adapun mengenai hadis lainnya yang mengatakan:


"مَنْ صَلَّى عَلَيّ عِنْدَ قَبْرِي سَمِعْتُهُ، ومَنْ صَلَّى عَلَيَّ مِنْ بَعِيدٍ بُلغته"


Barang siapa yang mengucapkan salawat untukku di dekat kuburanku, aku dapat mendengarnya; dan barang siapa yang mengucapkan salawat untukku dari jauh, maka disampaikan kepadaku.

Di dalam sanadnya terdapat hal yang masih diragukan, diriwayatkan melalui Muhammad ibnu Marwan alias As-Sadiyyus Sagir, sedangkan dia orangnya berpredikat matruk, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh- dari Abu Hurairah secara marfu'.

Teman-teman kami mengatakan bahwa orang yang ihram apabila selesai dari tugas ihramnya disunatkan membaca salawat untuk Nabi Saw. Karena berdasarkan riwayat Imam Syafii dan Daruqutni, dari Saleh ibnu Muhammad ibnu Zaidah,

dari Al-Qasim ibnu Muhammad ibnu Abu Bakar As-Siddiq yang mengatakan bahwa seseorang apabila telah selesai dari talbiyahnya dianjurkan mengucapkan salawat untuk Nabi Saw. dalam semua keadaan.

Ismail Al-Qadi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Arim ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Zakaria, dari Asy-Sya'bi, dari Wahb ibnul Ajda' yang mengatakan,

bahwa ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab r.a. mengatakan, "Apabila kalian tiba, maka lakukanlah tawaf di Baitullah tujuh kali dan salatlah di maqam Ibrahim dua rakaat. Kemudian datangilah Safa dan berdiri di atasnya

hingga melihat Baitullah, lalu bertakbirlah sebanyak tujuh kali di antara bacaan pujian, sanjungan kepada Allah dan salawat untuk Nabi Saw. serta doa untuk diri sendiri. Dan pada Bukit Marwah hendaklah dilakukan hal yang semisal.

" Sanad asar ini Jayyid, baik, lagi kuat. Mereka mengatakan bahwa disunatkan membaca salawat untuk Nabi Saw. disertai dengan zikrullah saat menyembelih kurban. Mereka mengatakan demikian berdasarkan takwil dari firman-Nya:


{وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَك}


Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu. (Alam Nasyrah: 4) Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa makna ayat ialah Allah Swt. berfirman, "Aku tidak sebutkan nama-Ku melainkan Aku sebut pula namamu bersama-Ku,"

tetapi jumhur ulama berpendapat berbeda. Jumhur ulama mengatakan bahwa hal tersebut adalah suatu keadaan yang menuntut disebutkan nama Allah sendirian, seperti halnya ketika akan makan, masuk rumah, bersetubuh,

dan lain sebagainya yang tidak ada keterangan dari sunnah yang menganjurkan membaca salawat untuk Nabi Saw. padanya. Hadis lain.


قَالَ إِسْمَاعِيلُ الْقَاضِي: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الْمُقَدِّمِيُّ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ هَارُونَ، عَنْ مُوسَى بْنِ عُبَيْدَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ ثَابِتٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "صَلُّوا عَلَى أَنْبِيَاءِ اللَّهِ وَرُسُلِهِ؛ فَإِنَّ اللَّهَ بَعَثَهُمْ كَمَا بَعَثَنِي".


Ismail Al-Qadi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Bakar Al-Miqdami, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Harun, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Sabit, dari Abu Hurairah,

bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ucapkanlah salawat untuk para nabi Allah dan para rasul¬nya, karena sesungguhnya Allah membangkitkan mereka sebagaimana Dia membangkitkanku.

Di dalam sanadnya terdapat dua orang perawi yang daif, yaitu Amr ibnu Harun dan gurunya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Abdur Razzaq telah meriwayatkannya dari As-Sauri, dari Musa ibnu Ubaidah Az-Zubaidi

dengan sanad yang sama. Hal lainnya yang disunatkan membaca salawat untuk Nabi Saw. ialah di saat telinga mengiang, jika hadis mengenainya memang sahih. Imam Abu Bakar alias Muhammad ibnu Ishaq ibnu Khuzaimah telah meriwayatkan di dalam kitab sahihnya:


حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا مَعْمَر بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِيهِ مُحَمَّدٍ ، عَنْ أَبِيهِ أَبِي رَافِعٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "إذا طَنَّتْ أُذُنُ أَحَدِكُمْ فَلْيَذْكُرْنِي وَلْيُصَلِّ عَلَيَّ، وَلْيَقُل: ذَكَر اللَّهُ مَن ذَكَرَنِي بِخَيْرٍ".


bahwa telah menceritakan kepada kami Ziad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Ma'mar ibnu Muhammad ibnu Ubaidillah, dari Ali ibnu Abu Rafi', dari ayahnya (yaitu Abu Rafi') yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Apabila telinga seseorang di antara kalian mengiang, hendaklah ia mengingatku dan membaca salawat untukku, lalu hendaklah ia mengucapkan doa, "Semoga Allah menyebutkan dengan sebutan yang baik terhadap orang yang mengingatku.”

Sanad hadis garib dan keabsahannya masih diragukan, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Para penulis menilai sunat mengulang-ulang tulisan salawat untuk Nabi Saw. saat menulis kitab. Sehubungan dengan hal ini ada sebuah hadis

yang diriwayatkan melalui Kadih ibnu Rahmah, dari Nahsyal, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ، لَمْ تَزَلِ الصَّلَاةُ جَارِيَةً لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ"


Barang siapa yang menulis salawat untukku dalam sebuah kitab, maka pahala salawat terus mengalir kepadanya selama namaku masih tertera di dalam kitabnya itu. Hadis ini tidak sahih dipandang dari berbagai segi yang cukup banyak,

dan telah diriwayatkan pula hal yang semisal melalui Abu Hurairah, tetapi predikatnya tidak sahih pula. Al-Hafiz Abu Abdullah Az-Zahabi (guru kami) mengatakan bahwa menurutnya barangkali hadis ini maudu' (buatan).

Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Abu Bakar dan Ibnu Abbas, tetapi tiada satu pun darinya yang sahih; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Al-Khatib Al-Bagdadi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Jami’ Liadabir Rawi Was Sami'

mengatakan, bahwa ia melihat pada tulisan Imam Ahmad ibnu Hambal rahimahullah banyak mencatat nama Nabi Saw. tanpa mencatat salawat untuknya. Dan Al-Khatib Al-Bagdadi mengatakan, telah sampai kepadanya suatu berita

yang menyebutkan bahwa Imam Ahmad membacakan salawat untuk Nabi Saw. hanya dengan lisannya saja, tanpa menulisnya. Adapun mengenai salawat untuk selain para nabi, maka jika disebutkan dengan mengikut sebagaimana

yang telah disebutkan dalam hadis di atas, hukumnya boleh menurut kesepakatan ulama, seperti ucapan, "Ya Allah, limpahkanlah salawat untuk Nabi Muhammad, keluarganya, istri-istrinya, dan keturunannya."

Akan tetapi, perbedaan pendapat hanya dalam masalah apabila selain nabi itu disendirikan, lalu diucapkan salawat untuk mereka. Maka sebagian orang ada yang membolehkannya dengan berdalilkan firman-Nya:


{هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ}


Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu). (Al-Ahzab: 43)


{أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ}


Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya. (Al-Baqarah: 157) Dan firman-Nya:


{خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ}


Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan bersalawatlah (mendoakan) untuk mereka. (At-Taubah: 103)

Dan hadis Abdullah ibnu Abu Aufa yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. apabila kedatangan suatu kaum yang membawa zakat mereka ke hadapannya, beliau selalu mendoakan mereka:


"اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِمْ"


Ya Allah, limpahkanlah salawat (rahmat) kepada mereka. Kemudian datanglah Abu Aufa membawa zakatnya, maka beliau Saw. berdoa:


"اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ أَبِي أَوْفَى"


Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada keluarga Abu Aufa. Diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing. Dan hadis lainnya yang diriwayatkan melalui Jabir, bahwa pernah ada seorang wanita memohon, "Wahai Rasulullah, bersalawatlah (mendoalah) untuk diriku dan suamiku." Maka Rasulullah Saw. berdoa:


"صَلَّى اللَّهُ عليكِ وَعَلَى زَوْجِكِ"


Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu dan juga suamimu. Jumhur ulama mengatakan bahwa tidak boleh menyendirikan salawat untuk selain para nabi, karena salawat merupakan perlambang khusus yang hanya dimiliki oleh para nabi

jika nama mereka disebutkan. Oleh karena itu, tidak boleh disamakan dengan mereka orang-orang yang selain mereka. Untuk itu tidak boleh dikatakan Abu Bakar Saw. atau Ali Saw., sekalipun secara makna dibenarkan.

Sebagaimana tidak boleh pula dikatakan Muhammad 'Azza Wajalla, sekalipun pada kenyataannya nabi adalah seorang yang mulia lagi agung, karena hal ini merupakan perlambang khusus bagi sebutan Allah Swt.

Mereka menakwilkan adanya hal tersebut —baik dalam Al-Qur'an maupun dalam sunnah— dengan pengertian mendoakan untuk mereka, bukan salawat yang sesungguhnya. Karena itulah maka tidak dapat mengukuhkan

sebagai perlambang keluarga Abu Aufa, tidak pula bagi Jabir dan istrinya. Pendapat ini merupakan jalan keluar yang paling baik. Ulama lainnya mengatakan bahwa hal tersebut tidak boleh karena salawat buat selain para nabi bisa dijadikan

sebagai perlambang bagi para oportunitis, sebab dengan seenaknya mereka bersalawat untuk orang-orang yang mereka sanjungi. Untuk itu perbuatan mereka tidak boleh diikuti. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Kemudian ulama yang melarangnya berbeda pendapat, apakah hukumnya termasuk haram atau makruh tanzih atau bertentangan dengan hal yang lebih utama? Ada tiga pendapat di kalangan mereka mengenainya diriwayatkan

oleh Syekh Abu Zakaria An-Nawawi di dalam Kitabul Azkamya. Selanjutnya Imam Nawawi mengatakan bahwa menurut pendapat yang benar dan dipegang oleh sebagian besar ulama, bersalawat kepada selain Nabi secara sendirian

hukumnya makruh tanzih, karena hal ini dapat dijadikan perlambang bagi ahli bid'ah, sedangkan kita telah dilarang memakai perlambang mereka. Dan hukum makruh itu ditujukan terhadap sesuatu yang ada larangan tertentu mengenainya.

Teman-teman kami mengatakan bahwa pendapat yang dapat dijadikan pegangan dalam masalah ini menyebutkan bahwa sesungguhnya salawat telah menjadi istilah yang khusus di kalangan ulama Salaf untuk dipakai buat para nabi.

Sebagaimana ucapan kita 'Azza Wajalla khusus hanya bagi Allah Swt. semata. Untuk itu sebagaimana tidak boleh dikatakan Muhammad 'azza wajalla, sekalipun pada kenyataannya dia adalah seorang yang mulia lagi agung,

tidak boleh pula dikatakan Abu Bakar atau Ali Saw. Demikianlah bunyi pendapat ini secara harfiyah. Selanjutnya Imam Nawawi mengatakan bahwa adapun mengenai salam, maka Syekh Abu Muhammad Al-Juwaini dari kalangan teman-teman kami

mengatakan bahwa hukum salam sama dengan salawat. Untuk itu tidak boleh digunakan terhadap orang yang gaib, tidak boleh pula memakainya buat selain para nabi secara sendirian. Karenanya tidak boleh dikatakan Ali 'Alaihis Salam, dalam hal ini sama saja antara orang yang masih hidup dan orang yang sudah mati.

Adapun mengenai orang yang hadir (lawan bicara), maka boleh digunakan kata salam untuknya. Untuk itu dapat dikatakan Salamun 'Alaika, Salamun 'Alaikum atau As-Salamu 'Alaika atau As-Salamu 'Alaikum.

Hal ini telah disepakati oleh semuanya. Demikianlah menurut pendapat Imam Nawawi. Menurut hemat kami, hal yang semisal telah banyak dipakai dalam ungkapan sejumlah para penukil kitab, yaitu menyebutkan sahabat Ali dengan doa tersendiri.

Misalnya dikatakan Ali 'alaihis salam atau karramallahu wajhahu, sedangkan sahabat lainnya tidak. Hal ini sekalipun maknanya dibenarkan, tetapi sebaiknya di antara para sahabat disamakan dalam hal tersebut tanpa beda,

mengingat hal ini termasuk ungkapan penghormatan dari memuliakan, maka Syaikhain (Abu Bakar dan Umar) serta Usman radiyallahu 'anhum lebih utama untuk mendapat gelar tersebut. Ismail Al-Qadi mengatakan, telah menceritakan

kepada kami Abdullah ibnu Abdul Wahid, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziad, telah menceritakan kepadaku Usman ibnu Hakim ibnu Ubadah ibnu Hanif, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa

tidak boleh mengucapkan salawat untuk seseorang kecuali untuk Nabi Saw., tetapi bagi kaum muslim dan muslimat hanyalah memohon ampunan buat mereka. Ismail Al-Qadi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami

Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Ali, dari Ja'far ibnu Barqan yang mengatakan bahwa Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz rahimahullah pernah berkirim surat yang isinya seperti berikut: "Amma ba'du.

Sesungguhnya ada sebagian orang yang mencari keuntungan duniawi dengan amal akhirat. Dan sesungguhnya sejumlah orang dari para pendongeng telah membuat tradisi baru, yaitu mengucap¬kan salawat buat para khalifah mereka

dan para amir mereka sebagaimana salawat mereka untuk Nabi Saw. untuk itu apabila suratku ini sampai ke tanganmu, perintahkanlah kepada mereka untuk membatasi salawat mereka hanya bagi para nabi, sedangkan bagi kaum muslim

secara umum hanyalah doa biasa saja, dan mereka boleh mendoa apa saja selain dari itu." ini merupakan asar yang baik. Ismail Al-Qadi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Asad, telah menceritakan kepada kami

Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepadaku Khalid ibnu Yazid, dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Nabih ibnu Wahb, bahwa Ka'b ketika masuk menemui Siti Aisyah r.a.

orang-orang sedang membicarakan tentang Rasulullah Saw. Maka Ka'b mengatakan, "Tiada suatu fajar pun yang terbit melainkan ada tujuh puluh ribu malaikat yang turun, lalu mengelilingi kuburan Nabi Saw. seraya mengepakkan sayap mereka,

membaca salawat buat Nabi Saw. di malam hari sebanyak tujuh puluh ribu dan di siang hari sebanyak tujuh puluh ribu pula. Hingga manakala bumi terbelah mengeluarkannya (hari berbangkit), maka beliau Saw. keluar dengan diiringi

oleh tujuh puluh ribu malaikat yang mengawalnya. Imam Nawawi mengatakan, "Apabila seseorang hendak mengucap¬kan salawat untuk Nabi Saw., hendaklah ia menggabungkan antara salawat dan salam buatnya.

Janganlah ia membatasi hanya dengan salah satunya saja. Untuk itu tidak boleh dikatakan Sallallahu 'Alaihi atau 'Alaihis Salam, melainkan keduanya digabungkan." Apa yang dikatakan oleh Imam Nawawi ini disimpulkan dari makna ayat ini yang mengatakan:


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}


Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab: 56) Hal yang lebih utama ialah hendaklah disebutkan pula salamnya, yakni Sallallahu 'Alaihi Wasallam.

Surat Al-Ahzab |33:57|

إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا

innallażiina yu`żuunalloha wa rosuulahuu la'anahumullohu fid-dun-yaa wal-aakhiroti wa a'adda lahum 'ażaabam muhiinaa

Sesungguhnya (terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi mereka.

Indeed, those who abuse Allah and His Messenger - Allah has cursed them in this world and the Hereafter and prepared for them a humiliating punishment.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya) mereka adalah orang-orang kafir, mereka mensifati Allah dengan sifat-sifat yang Dia Maha Suci daripadanya,

yaitu mempunyai anak dan mempunyai sekutu, kemudian mereka mendustakan rasul-Nya. (Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat) yakni menjauhkannya dari rahmat-Nya

(dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan) siksaan yang menghinakan yaitu neraka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 57 |

Tafsir ayat 57-58

Allah Swt. memperingatkan dan mengancam orang yang menyakiti Allah dengan menentang perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-larangan-Nya serta tiada henti-hentinya melakukan hal tersebut, juga menyakiti Rasul-Nya

dengan mencelanya atau merendahkan martabatnya. Na'uzu billahi min zalik. Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 57)

Ayat ini diturunkan berkenaan dengan para pembuat patung. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah:


عَنْ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ المسيَّب، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَقُولُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ، يَسُبّ الدَّهْرَ، وَأَنَا الدَّهْرُ، أُقَلِّبُ لَيْلَهُ وَنَهَارَهُ"


dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah Swt. telah berfirman, "Anak Adam menyakiti Aku; dia mencaci masa, padahal Akulah yang menciptakan masa.

Aku bolak-balikkan malam dan siang harinya (secara silih berganti).” Makna yang dimaksud ialah bahwa dahulu orang-orang Jahiliah selalu mengatakan, "Celakalah masa itu, karena telah menimpakan kepada kami anu dan anu."

Mereka menyandarkan perbuatan-perbuatan Allah kepada masa dan mencacinya, padahal sesungguhnya yang melakukan semua itu hanyalah Allah Swt. Setelah Islam datang, maka tradisi tersebut dilarang. Demikianlah

menurut apa yang telah ditetapkan oleh Imam Syafii Abu Ubaidah dan selain keduanya dari kalangan ulama. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya

orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 57) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang mendiskreditkan Nabi Saw. karena mengawini Safiyyah binti Huyayin ibnu Akhtab.

Makna lahiriah ayat menunjukkan pengertian yang umum mencakup semua orang yang menyakiti Nabi Saw. dengan sesuatu hal. Dan barang siapa yang menyakiti Nabi Saw., berarti telah menyakiti Allah.

Sebagaimana orang yang taat kepada Rasulullah Saw., berarti taat kepada Allah Swt. Seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad:


حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ عَبيدة بْنِ أَبِي رَائِطَةَ الْحَذَّاءِ التَّمِيمِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ [بْنِ زِيَادٍ] ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُغَفَّلِ الْمُزَنِيِّ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي، لَا تَتَّخِذُوهُمْ غَرَضا بَعْدِي، فَمِنْ أَحَبَّهُمْ فَبِحُبِّي أَحَبَّهُمْ، وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِي أَبْغَضَهُمْ، وَمَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذَانِي، وَمِنْ آذَانِي فَقَدْ آذَى اللَّهَ، وَمَنْ آذَى اللَّهَ يُوشِكُ أَنْ يَأْخُذَهُ".


telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, dari Ubaidah ibnu Abu Ra'itah Al-Hazza Al-Mujasyi'i, dari Abdur Rahman ibnu Ziad, dari Abdullah ibnul Mugaffal Al-Muzani yang mengatakan,

bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah sehubungan dengan sahabat-sahabatku; janganlah kamu jadikan mereka bahan celaan sesudahku. Barang siapa yang menyukai mereka,

maka dengan tulus aku pun mencintainya. Dan barang siapa yang membenci mereka, maka dengan murka aku pun membencinya. Barang siapa yang menyakiti mereka, maka sungguh ia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang menyakitiku,

berarti ia menyakiti Allah. Dan barang siapa yang menyakiti Allah, maka dalam waktu yang dekat Allah akan mengazabnya. Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Ubaidah ibnu Abu Ra'itah, dari Abdur Rahman ibnu Ziad,

dari Abdullah ibnul Mugaffal dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengetahuinya melainkan melalui jalur ini; Firman Allah Swt.:


{وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا}


Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat. (Al-Ahzab: 58) Yakni mereka melancarkan tuduhan buruk terhadap orang-orang mukmin dan mukminat

yang pada hakikatnya bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka itu, padahal orang-orang mukmin dan mukminat tidak tahu menahu dan tidak pernah melakukannya.


{فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا}


maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (Al-Ahzab: 58) Yakni merupakan suatu kedustaan yang besar bila mempergunjingkan orang-orang mukmin dan mukminat dengan sesuatu hal

yang tidak pernah mereka lakukan, yang tujuannya ialah mencela dan mendiskreditkan mereka. Orang-orang yang paling banyak terkena ancaman ini adalah orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kaum Rafidah.

Kaum Rafidah adalah orang-orang yang mendiskreditkan para sahabat dan mencela mereka, padahal Allah Swt. sendiri telah membersihkan mereka dari hal tersebut. Orang-orang tersebut telah menyifati para sahabat

dengan hal-hal yang bertentangan dengan apa yang diberitakan oleh Allah Swt. tentang mereka. Allah Swt. telah memberitakan bahwa Dia telah rida kepada kaum Muhajirin dan kaum Ansar serta memuji sikap mereka.

Akan tetapi, sebaliknya orang-orang yang jahil lagi bodoh itu mencela para sahabat, mendiskreditkan mereka, serta mempergunjingkan mereka dengan hal-hal yang para sahabat tidak pernah melakukannya salama-lamanya.

Pada hakikatnya mereka sendirilah yang terbalik akal sehatnya karena mencela orang yang terpuji dan memuji orang yang tercela.


قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا القَعْنَبِيّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ -يَعْنِي: ابْنَ مُحَمَّدٍ -عَنْ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّهُ قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْغِيبَةُ؟ قَالَ: "ذكرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ". قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: "إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَّه".


Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qa’nabi, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muhammad, dari Al-A'la, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa pernah ditanyakan kepada Rasulullah, "Apakah gibah itu,

wahai Rasulullah? Rasulullah Saw. menjawab: "Bila kamu menyebut-nyebut saudaramu dengan hal-hal yang tidak disukainya.” Ditanyakan lagi, "Bagaimanakah pendapatmu, jika pada saudaraku itu terdapat apa yang kukatakan?"

Rasulullah Saw. menjawab, "Jika pada saudaramu itu terdapat apa yang kamu katakan, berarti kamu telah mengumpatnya. Dan bila pada saudaramu itu tidak terdapat apa yang kamu katakan, berarti kamu telah melancarkan tuduhan dusta

terhadapnya.” Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Qutaibah, dari Ad-Darawardi, kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ هِشَامٍ، عَنْ عَمَّارِ بْنِ أَنَسٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَة، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: "أيُّ الرِّبَا أَرْبَى عِنْدَ اللَّهِ؟ " قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "أَرْبَى الرِّبَا عِنْدَ اللَّهِ استحلالُ عِرْضِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ"، ثُمَّ قَرَأَ: {وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا}


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Ammar ibnu Anas, dari Ibnu Abu Mulaikah,

dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada para sahabatnya: "Riba apakah yang paling parah di sisi Allah?” Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw. bersabda,

"Riba yang paling berat di sisi Allah ialah menghalalkan kehormatan seorang muslim.” Kemudian Nabi Saw. membacakan firman Allah Swt.: Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan

yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (Al-Ahzab: 58)

Surat Al-Ahzab |33:58|

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

wallażiina yu`żuunal-mu`miniina wal-mu`minaati bighoiri maktasabuu faqodiḥtamaluu buhtaanaw wa iṡmam mubiinaa

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.

And those who harm believing men and believing women for [something] other than what they have earned have certainly born upon themselves a slander and manifest sin.

Tafsir
Jalalain

(Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat) yaitu menuduh mereka mengerjakan hal-hal yang tidak mereka lakukan

(maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan) melancarkan tuduhan bohong (dan dosa yang nyata) yakni perbuatan yang nyata dosanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 58 |

penjelasan ada di ayat 57

Surat Al-Ahzab |33:59|

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

yaaa ayyuhan-nabiyyu qul li`azwaajika wa banaatika wa nisaaa`il-mu`miniina yudniina 'alaihinna min jalaabiibihinn, żaalika adnaaa ay yu'rofna fa laa yu`żaiin, wa kaanallohu ghofuuror roḥiimaa

Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

O Prophet, tell your wives and your daughters and the women of the believers to bring down over themselves [part] of their outer garments. That is more suitable that they will be known and not be abused. And ever is Allah Forgiving and Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka")

lafal Jalaabiib adalah bentuk jamak dari lafal Jilbaab, yaitu kain yang dipakai oleh seorang wanita untuk menutupi seluruh tubuhnya.

Maksudnya hendaknya mereka mengulurkan sebagian daripada kain jilbabnya itu untuk menutupi muka mereka, jika mereka hendak keluar karena suatu keperluan,

kecuali hanya bagian yang cukup untuk satu mata. (Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah) lebih gampang (untuk dikenal) bahwasanya mereka adalah wanita-wanita yang merdeka

(karena itu mereka tidak diganggu) maksudnya tidak ada orang yang berani mengganggunya, berbeda halnya dengan hamba sahaya wanita, mereka tidak diperintahkan untuk menutupi mukanya

, sehingga orang-orang munafik selalu mengganggu mereka. (Dan adalah Allah Maha Pengampun) terhadap hal-hal yang telah lalu pada kaum wanita Mukmin yang merdeka, yaitu tidak menutupi wajah mereka

(lagi Maha Penyayang) kepada mereka jika mereka mau menutupinya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 59 |

Tafsir ayat 59-62

Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya agar memerintahkan kepada kaum wanita yang beriman, khususnya istri-istri beliau dan anak-anak perempuannya —mengingat kemuliaan yang mereka miliki sebagai ahli bait Rasulullah Saw.

— hendaknyalah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka agar mereka berbeda dengan kaum wanita Jahiliah dan budak-budak wanita. Jilbab artinya kain yang dipakai di atas kerudung, menurut apa yang dikatakan

oleh Ibnu Mas'ud, Ubaidah, Qatadah, Al-Hasan Al-Basri, Ibrahim An-Nakha'i, dan Ata Al-Khurrasani serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Dan kalau sekarang sama kedudukannya dengan kain sarung.

Al-Jauhari mengatakan bahwa jilbab adalah kain penutup. Seorang wanita Huzail mengatakan dalam bait syairnya ketika menangisi seseorang yang terbunuh:


تَمْشي النُّسور إِلَيْهِ وَهْيَ لاهيةٌ ... مَشْيَ العَذَارى عَلَيْهِنَّ الجَلابيبُ


Burung-burung elang berjalan menuju ke arahnya dengan langkah-langkah yang acuh, sebagaimana jalannya para perawan yang memakai kain jilbab. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah memerintahkan

kepada kaum wanita yang beriman apabila mereka keluar rumah untuk suatu keperluan, hendaklah mereka menutupi wajah mereka dimulai dari kepala mereka dengan kain jilbab dan hanya diperbolehkan menampakkan sebelah matanya saja.

Muhammad ibnu Sirin mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ubaidah As-Salmani tentang makna firman Allah Swt.: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (Al-Ahzab: 59)

Maka Ubaidah As-Salmani menutupi wajah dan mukanya, serta menampakkan mata kirinya (yakni memperagakannya). Ikrimah mengatakan, hendaknya seorang wanita menutupi bagian lehernya yang kelihatan dengan menurunkan jilbabnya

untuk menutupinya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Az-Zahrani tentang catatan yang dikirim oleh Abdur Razzaq kepadanya, bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Khaisam,

dari Safiyyah binti Syaibah, dari Ummu Salamah yang menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (Al-Ahzab: 59)

Maka kaum wanita Ansar keluar seakan-akan di atas kepala masing-masing dari mereka ada burung gagaknya karena sikap mereka yang tenang, sedangkan mereka memakai pakaian yang berwarna hitam.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh, telah menceritakan kepadaku Al-Lais, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Yazid yang mengatakan

bahwa ia pernah bertanya kepada Az-Zuhri, " Apakah budak perempuan diharuskan memakai kerudung, baik dia telah bersuami atau pun belum?" Az-Zuhri menjawab, "Jika ia telah kawin diharuskan memakai kerudung,

dan dilarang baginya memakai jilbab, karena makruh baginya menyerupakan diri dengan wanita-wanita merdeka yang memelihara kehormatannya." Allah Swt. telah berfirman:


{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ}


Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (Al-Ahzab: 59) Telah diriwayatkan dari Sufyan As-Sauri.

Ia pernah mengatakan bahwa tidak mengapa melihat perhiasan kaum wanita kafir zimmi. Dan sesungguhnya hal tersebut dilarang hanyalah karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah, bukan karena mereka wanita yang terhormat. Sufyan mengatakan demikian dengan berdalilkan firman Allah Swt.:


{وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ}


dan istri-istri orang mukmin. (Al-Ahzab: 59) Firman Allah Swt.:


{ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ}


Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. (Al-Ahzab: 59) Yakni apabila mereka melakukan hal tersebut, maka mereka dapat dikenal sebagai wanita-wanita yang merdeka, bukan budak,

bukan pula wanita tuna susila. As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya

ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. (Al-Ahzab: 59) Bahwa dahulu kaum lelaki yang fasik dari kalangan penduduk Madinah gemar keluar di malam hari

bilamana hari telah gelap. Mereka gentayangan di jalan-jalan Madinah dan suka mengganggu wanita yang keluar malam. Saat itu rumah penduduk Madinah kecil-kecil. Bila hari telah malam, kaum wanita yang hendak menunaikan hajatnya keluar,

dan hal ini dijadikan kesempatan oleh orang-orang fasik untuk mengganggunya. Tetapi apabila mereka melihat wanita yang keluar itu memakai jilbab, maka mereka berkata kepada teman-temannya, "Ini adalah wanita merdeka,

jangan kalian ganggu." Dan apabila mereka melihat wanita yang tidak memakai jilbab, maka mereka berkata, "Ini adalah budak," lalu mereka mengganggunya. Mujahid mengatakan bahwa makna ayat ialah hendaklah mereka memakai jilbab

agar dikenal bahwa mereka adalah wanita-wanita merdeka, sehingga tidak ada seorang fasik pun yang mengganggunya atau melakukan perbuatan yang tidak senonoh terhadapnya. Firman Allah Swt.:


{وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}


Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Ahzab: 59) Yakni terhadap dosa-dosa yang telah lalu di masa Jahiliah, mengingat mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang etika ini. Kemudian Allah Swt. berfirman,

mengancam orang-orang munafik, yaitu mereka yang menampakkan keimanannya, sedangkan di dalam batin mereka menyimpan kekufuran:


{وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ}


orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya. (Al-Ahzab: 60) Menurut Ikrimah dan lain-lainnya, yang dimaksud dengan mereka di sini adalah para pezina.


{وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ}


dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah. (Al-Ahzab: 60) Yaitu orang-orang yang mengatakan kepada Nabi dan kaum muslim, bahwa musuh dalam jumlah yang sangat besar akan datang menyerang dan sebentar lagi

akan terjadi perang dahsyat, padahal berita itu dusta dan buat-buatan belaka. Jika mereka tidak mau berhenti dari melakukan perbuatan-perbuatan tersebut (mengganggu Nabi Saw. dan menyakitinya) dan tidak mau kembali ke jalan yang benar,


{لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ}


niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka. (Al-Ahzab: 60) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah Kami benar-benar akan menjadikanmu berkuasa atas mereka.

Menurut Qatadah, sesungguhnya Kami akan perintahkan kamu untuk memerangi mereka. As-Saddi mengatakan bahwa sesungguhnya Kami memberikan pelajaran kepada mereka melaluimu.


{ثُمَّ لَا يُجَاوِرُونَكَ فِيهَا} أَيْ: فِي الْمَدِينَةِ {إِلا قَلِيلا * مَلْعُونِينَ}


kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terlaknat. (Al-Ahzab: 60-61) Lafaz mal’unina berkedudukan menjadi hal atau kata keterangan keadaan bagi mereka.

Yakni masa tinggal mereka di Madinah sebentar lagi karena dalam waktu yang dekat mereka akan diusir darinya dalam keadaan terlaknat, yaitu dijauhkan dari rahmat Allah.


{أَيْنَمَا ثُقِفُوا أُخِذُوا}


Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap. (Al-Ahzab-61) Maksudnya, dimanapun mereka ditemukan, mereka ditangkap karena hina dan jumlah mereka sedikit.


{وَقُتِّلُوا تَقْتِيلا}


dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya. (Al-Ahzab: 61) Kemudian Allah Swt. berfirman:


{سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ}


Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu). (Al-Ahzab: 62) Demikianlah ketetapan Allah terhadap orang-orang munafik. Apabila mereka tetap bersikeras dengan kemunafikan dan kekafirannya

serta tidak mau menghentikan perbuatannya, lalu kembali ke jalan yang benar, orang-orang yang beriman akan menguasai mereka dan mengalahkan mereka.


{وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلا}


dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah. (Al-Ahzab: 62) Yakni ketetapan Allah dalam hal ini tidak dapat diganti dan tidak pula dapat diubah.

Surat Al-Ahzab |33:60|

لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لَا يُجَاوِرُونَكَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا

la`il lam yantahil-munaafiquuna wallażiina fii quluubihim marodhuw wal-murjifuuna fil-madiinati lanughriyannaka bihim ṡumma laa yujaawiruunaka fiihaaa illaa qoliilaa

Sungguh, jika orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya, dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah tidak berhenti (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan engkau (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak lagi menjadi tetanggamu (di Madinah) kecuali sebentar,

If the hypocrites and those in whose hearts is disease and those who spread rumors in al-Madinah do not cease, We will surely incite you against them; then they will not remain your neighbors therein except for a little.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya jika) huruf Lam bermaksud Qasam (tidak berhenti orang-orang munafik) dari kemunafikan mereka (orang-orang yang berpenyakit dalam hati mereka)

disebabkan telah melakukan perbuatan zina (dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah) terhadap orang-orang Mukmin melalui perkataan mereka,

bahwa musuh telah siap menyerang kalian berikut pasukan kalian; apakah mereka akan menang atau kalah kami tidak mengetahui (niscaya Kami gerakkan kamu untuk memerangi mereka)

maksudnya Kami membuatmu berkuasa atas mereka (kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu) tidak hidup berdampingan lagi denganmu (di Madinah melainkan dalam waktu sebentar) setelah itu mereka diusir daripadanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 60 |

penjelasan ada di ayat 59

Surat Al-Ahzab |33:61|

مَلْعُونِينَ ۖ أَيْنَمَا ثُقِفُوا أُخِذُوا وَقُتِّلُوا تَقْتِيلًا

mal'uuniina ainamaa ṡuqifuuu ukhiżuu wa quttiluu taqtiilaa

dalam keadaan terlaknat. Di mana saja mereka dijumpai, mereka akan ditangkap dan dibunuh tanpa ampun.

Accursed wherever they are found, [being] seized and massacred completely.

Tafsir
Jalalain

(dalam keadaan terlaknat) dalam keadaan dijauhkan dari rahmat Allah. (Di mana saja mereka dijumpai) ditemui (mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya) yakni keputusan tentang nasib mereka ini berdasarkan perintah dari-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 61 |

penjelasan ada di ayat 59

Surat Al-Ahzab |33:62|

سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ ۖ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا

sunnatallohi fillażiina kholau ming qobl, wa lan tajida lisunnatillaahi tabdiilaa

Sebagai sunnah Allah yang (berlaku juga) bagi orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan engkau tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah.

[This is] the established way of Allah with those who passed on before; and you will not find in the way of Allah any change.

Tafsir
Jalalain

(Sebagai sunah Allah) yakni Allah telah menetapkan hal tersebut sebagai sunah-Nya (yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu) atas umat-umat yang dahulu,

yaitu atas orang-orang munafik yang selalu menyebarkan rasa takut ke dalam hati orang-orang yang beriman (dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunah Allah) sebagai pengganti dari-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 62 |

penjelasan ada di ayat 59

Surat Al-Ahzab |33:63|

يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا

yas`alukan-naasu 'anis-saa'ah, qul innamaa 'ilmuhaa 'indalloh, wa maa yudriika la'allas-saa'ata takuunu qoriibaa

Manusia bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Kiamat. Katakanlah, "Ilmu tentang hari Kiamat itu hanya di sisi Allah." Dan tahukah engkau, boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat waktunya.

People ask you concerning the Hour. Say," Knowledge of it is only with Allah. And what may make you perceive? Perhaps the Hour is near."

Tafsir
Jalalain

(Manusia bertanya kepadamu) yakni penduduk Mekah (tentang hari kiamat) kapankah akan terjadi. (Katakanlah! "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu hanya di sisi Allah". Dan tahukah kamu)

maksudnya kamu tiada mengetahui kapan ia akan terjadi (boleh jadi hari kiamat itu waktunya) yakni terjadinya (sudah dekat).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 63 |

Tafsir ayat 63-68

Allah Swt. berfirman, memberitakan kepada Rasul-Nya bahwa jika ada orang yang bertanya tentang hari kiamat, hendaklah ia katakan kepadanya, "Aku tidak mengetahui tentang hari kiamat, kapan terjadinya."

Kemudian Allah Swt. memberi petunjuk kepadanya bahwa hendaknya ia mengembalikan pengetahuan tentang hari kiamat itu kepada Allah Swt. sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-A'raf yang merupakan surat Makkiyyah,

sedangkan surat Al-Ahzab ini adalah Madaniyyah. Hal ini menunjukkan bahwa keadaannya tetap sama, yaitu mengembalikan pengetahuan mengenainya kepada Tuhan yang akan menjadikannya. Hanya saja dalam surat ini disebutkan bahwa hari kiamat itu sudah dekat, yaitu melalui firman-Nya:


{وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا}


Dan tahukah kamu (hai Muhammad); boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya. (Al-Ahzab: 63) Sama halnya dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَر}


Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. (Al-Qamar: 1)


{اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُون}


Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya). (Al-Anbiya: 1) Dan firman Allah Swt.:


{أَتَى أَمْرُ اللَّهِ فَلا تَسْتَعْجِلُوهُ}


Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang) nya. (An-Nahl: 1) Kemudian Allah Swt. berfirman:


{إِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْكَافِرِينَ}


Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir. (Al-Ahzab: 64) Yakni menjauhkan mereka dari rahmat-Nya.


{وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيرًا}


dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka). (Al-Ahzab: 64) Maksudnya, di negeri akhirat nanti.


{خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا}


mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (Al-Ahzab: 65) Mereka tinggal di dalam neraka terus menerus, tiada jalan keluar bagi mereka darinya, dan mereka tidak bisa lenyap darinya untuk selama-lamanya.


{لَا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا}


mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong. (Al-Ahzab: 65) Yaitu tiada seorang pun yang dapat menolong mereka, dan tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan mereka dari azab yang selamanya menimpa mereka. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:


{يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولا}


Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, "Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” (Al-Ahzab: 66) Mereka diseret dengan muka di bawah ke dalam neraka,

lalu tubuh mereka dibolak-balikkan di dalam neraka. Dalam keadaan demikian mereka menyesali perbuatannya selama di dunia seraya mengungkapkan penyesalannya, "Aduhai, sekiranya dahulu di dunia kami termasuk orang-orang

yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya." Sebagaimana yang diceritakan oleh Allah keadaan mereka sewaktu berada di Padang Mahsyar, melalui firman-Nya:


{وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلا. يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلانًا خَلِيلا * لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلإنْسَانِ خَذُولا}


Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, "Aduhai, kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.” Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu)

tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an telah datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong manusia. (Al-Furqan: 27-29) Dan firman Allah Swt.:


{رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ}


Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. (Al-Hijr: 2) Demikianlah Allah menceritakan keadaan mereka yang sangat tersiksa itu sehingga

mereka sangat menyesali perbuatannya, bahwa seandainya saja dahulu di dunia mereka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Akan tetapi, nasi telah menjadi bubur.


{وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلا}


Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” (Al-Ahzab: 67)

Tawus mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sadat ialah orang-orang yang terpandang dan orang-orang yang besar, yakni para cendikiawan mereka. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Dengan kata lain, mereka mengatakan bahwa kami mengikuti para pemimpin dan pembesar kami, yakni para tetua kami; dan kami menentang para rasul dengan keyakinan bahwa pemimpin kami berada dalam jalan petunjuk, dan sekarang ternyata mereka bukan berada dalam jalan petunjuk.


{رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ}


Ya Tuhan kami, berilah kepada mereka azab dua kali lipat. (Al-Ahzab: 68) disebabkan kekafiran mereka dan juga mereka telah menyesatkan kami.


{وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا}


dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar. (Al-Ahzab: 68) Sebagian ahli qiraat ada yang membaca kabiran, ada pula yang membacanya kasiran. Keduanya mempunyai makna yang berdekatan; kablran artinya besar,

sedangkan kasiran artinya banyak. Sebagaimana pengertian yang terdapat di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Amr, bahwa Abu Bakar pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, ajarilah aku suatu doa yang akan kubaca di dalam salatku." Rasulullah Saw. menjawab:


"قُلِ: اللَّهُمَّ، إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ".


Katakanlah, "Ya Allah, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri dengan penganiayaan yang banyak, dan tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Maka berilah ampunan bagiku dengan ampunan dari sisi-Mu,

dan rahmatilah daku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih masing-masing.

Telah diriwayatkan pula dengan ungkapan kabiran (yang artinya banyak), keduanya dibenarkan. Sebagian ulama menyunatkan hendaknya orang yang berdoa menggabungkan kedua lafaz ini dalam doanya.

Tetapi pendapat ini masih diragukan kebenarannya, bahkan yang lebih utama ialah hendaknya sekali diucapkan dengan kasiran dan pada kesempatan lain diucapkan kabiran.

Sebagaimana si pembaca diperbolehkan memilih salah satu dari keduanya, mana saja yang dibacanya itu adalah baik, dan tidak ada alasan baginya untuk menggabungkan keduanya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Darrar ibnu Sard, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hasyim,

dari Ubaidillah ibnu Abu Rafi', dari ayahnya sehubungan dengan perumpamaan yang dibuat oleh seseorang yang berada di pihak Ali r.a. Dia adalah Al-Hajjaj ibnu Amr ibnu Gazyah, orang yang menyerukan kalimat berikut saat pertempuran,

"Hai golongan orang-orang Ansar, apakah kalian hendak mengatakan kepada Tuhan kita saat kita bersua dengan-Nya: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami,

lalu mereka menyesat¬kan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, berilah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (Al-Ahzab: 67-68)

Surat Al-Ahzab |33:64|

إِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْكَافِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيرًا

innalloha la'anal-kaafiriina wa a'adda lahum sa'iiroo

Sungguh, Allah melaknat orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka),

Indeed, Allah has cursed the disbelievers and prepared for them a Blaze.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir) yakni menjauhkan mereka dari rahmat-Nya (dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala) yaitu neraka yang keras apinya tempat mereka dimasukkan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 64 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Ahzab |33:65|

خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ لَا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

khoolidiina fiihaaa abadaa, laa yajiduuna waliyyaw wa laa nashiiroo

mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, mereka tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong.

Abiding therein forever, they will not find a protector or a helper.

Tafsir
Jalalain

(Mereka kekal) dipastikan kekekalan mereka (di dalamnya selama-lamanya, mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun) yang memelihara mereka dari neraka (dan tidak pula seorang penolong) yang dapat mencegah neraka daripada mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 65 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Ahzab |33:66|

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا

yauma tuqollabu wujuuhuhum fin-naari yaquuluuna yaa laitanaaa atho'nalloha wa atho'nar-rosuulaa

Pada hari (ketika) wajah mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, "Wahai, kiranya dahulu kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul."

The Day their faces will be turned about in the Fire, they will say, "How we wish we had obeyed Allah and obeyed the Messenger."

Tafsir
Jalalain

(Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, "Aduhai!) lafal Yaa menunjukkan makna Tanbih atau memohon perhatian (andai kata kami taat kepada Allah dan taat pula kepada Rasul.")

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 66 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Ahzab |33:67|

وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا

wa qooluu robbanaaa innaaa atho'naa saadatanaa wa kubarooo`anaa fa adholluunas-sabiilaa

Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).

And they will say, "Our Lord, indeed we obeyed our masters and our dignitaries, and they led us astray from the [right] way.

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka berkata) yakni para pengikut dari kalangan mereka, ("Ya Rabb kami! Sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin kami) menurut suatu qiraat dibaca Saadatanaa,

dalam bentuk Jam'ul Jam'i (dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan petunjuk) dari jalan hidayah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 67 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Ahzab |33:68|

رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا

robbanaaa aatihim dhi'faini minal-'ażaabi wal'an-hum la'nang kabiiroo

Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar."

Our Lord, give them double the punishment and curse them with a great curse."

Tafsir
Jalalain

(Ya Rabb kami! Timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat) daripada azab yang kami terima (dan kutuklah mereka) azablah mereka terus (dengan kutukan yang banyak.")

bilangannya; dan menurut Qiraat lain lafal Kabiiran dibaca Katsiiran yang artinya kutukan yang besar.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 68 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Ahzab |33:69|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ آذَوْا مُوسَىٰ فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا ۚ وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا

yaaa ayyuhallażiina aamanuu laa takuunuu kallażiina aażau muusaa fa barro`ahullohu mimmaa qooluu, wa kaana 'indallohi wajiihaa

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu seperti orang-orang yang menyakiti Musa, maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka lontarkan. Dan dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah.

O you who have believed, be not like those who abused Moses; then Allah cleared him of what they said. And he, in the sight of Allah, was distinguished.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menjadi) bersama Nabi kalian (seperti orang-orang yang menyakiti Musa) seperti perkataan mereka kepada Nabi Musa,

"Sesungguhnya tidak ada yang mencegahnya untuk mandi bersama kita melainkan karena pelirnya burut (maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan)

yaitu pada suatu hari Nabi Musa ketika hendak mandi meletakkan pakaiannya pada sebuah batu, kemudian batu itu membawa lari pakaiannya, dan berhenti di tengah-tengah segolongan kaum Bani Israel.

Lalu Nabi Musa mengejarnya dan dapat menyusulnya, segera ia mengambil pakaiannya untuk menutupi dirinya. Pada saat itu orang-orang melihatnya dalam keadaan telanjang, ternyata pelir Nabi Musa tidak burut.

(Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah."). Di antara perlakuan yang menyakitkan Nabi saw. ialah pada suatu hari ia membagi-bagi ganimah,

kemudian ada seorang lelaki berkata, "Ini adalah pembagian yang tidak berdasarkan keridaan Allah swt." Maka pada saat itu wajah Nabi saw. merah padam mendengar perkataan itu, lalu beliau segera bersabda,

"Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Musa, sesungguhnya dia telah disakiti lebih dari ini tetapi dia tetap bersabar." Demikianlah menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 69 |

(NULL)

Imam Bukhari sehubungan dengan tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Al-Hasan

dan Muhammad serta Khallas, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Sesungguhnya Musa adalah seorang lelaki yang pemalu."

Karena itu disebutkan oleh firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan.

Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab: 69) Demikianlah hadis ini diungkapkan dalam bab tersebut secara ringkas sekali. Tetapi Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula dalam kisah-kisah

para nabi dengan sanad yang sama dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"إِنَّ مُوسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، كَانَ رَجُلًا حَيِيا سِتِّيرا، لَا يُرَى مِنْ جِلْدِهِ شَيء اسْتِحْيَاءً مِنْهُ، فَآذَاهُ مَنْ آذَاهُ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ، فَقَالُوا: مَا يَتَسَتَّرُ هَذَا التَّسَتُّرَ إِلَّا مِنْ عَيْبٍ بِجِلْدِهِ، إِمَّا بَرَصٌ وَإِمَّا أدْرَة وَإِمَّا آفَةٌ، وَإِنَّ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، أَرَادَ أَنْ يُبرئَه مِمَّا قَالُوا لِمُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَخَلَا يَوْمًا وَحْدَهُ، فَخَلَعَ ثِيَابَهُ عَلَى حَجَرٍ، ثُمَّ اغْتَسَلَ، فلمَّا فَرَغَ أَقْبَلَ إِلَى ثِيَابِهِ لِيَأْخُذَهَا، وَإِنَّ الْحَجَرَ عَدَا بِثَوْبِهِ، فَأَخَذَ مُوسَى عَصَاهُ وَطَلَبَ الْحَجَرَ، فَجَعَلَ يَقُولُ: ثُوبِي حَجَر، ثُوبِي حَجَر، حَتَّى انْتَهَى إِلَى مَلَأٍ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ، فَرَأَوْهُ عُريانا أَحْسَنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، وَأَبْرَأَهُ مِمَّا يَقُولُونَ، وَقَامَ الْحَجَرُ، فَأَخَذَ ثوبَه فَلَبِسَهُ، وطَفقَ بِالْحَجَرِ ضَرْبًا بِعَصَاهُ، فَوَاللَّهِ إِنَّ بِالْحَجَرِ لَنَدبًا مِنْ أَثَرِ ضَرْبِهِ ثَلَاثًا أَوْ أَرْبَعًا أَوْ خَمْسًا -قَالَ: فَذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ آذَوْا مُوسَى فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا}


Sesungguhnya Musa a.s. adalah seorang lelaki yang pemalu lagi selalu berpakaian tertutup sehingga tiada suatu bagian pun dari kulitnya yang kelihatan karena malu kepada Allah Swt. Lalu ada sebagian dari kaum Bani Israil yang menyakitinya,

mereka mengatakan bahwa tidak sekali-kali Musa memakai pakaian yang rapat hingga menutupi seluruh tubuhnya melainkan karena mempunyai penyakit pada kulitnya, barangkali supak, atau burut (hernia), atau penyakit kulit lainnya.

Dan sesungguhnya Allah hendak membersihkannya dari apa yang dituduhkan oleh mereka terhadap dirinya. Maka pada suatu hari Musa sendirian, lalu melepaskan semua pakaiannya di atas sebuah batu, kemudian ia mandi.

Setelah selesai mandi, Musa menuju ke arah batu itu untuk mengambil pakaiannya. Tetapi batu itu berlari membawa pakaiannya, maka Musa mengambil tongkatnya dan mengejar batu itu seraya berkata, "Hai batu,

kembalikan pakaianku- Hai batu, kembalikan pakaianku.” Hingga sampailah Musa di hadapan sekumpulan orang Bani Israil, dan mereka melihat Musa dalam keadaan telanjang bulat sebagai seorang yang bertubuh sempurna tiada cacat

atau penyakitnya. Allah Swt. telah membersihkannya dari apa yang dikatakan oleh mereka. Dan batu itu diam, lalu Musa mengambil pakaiannya dan mengenakannya, setelah itu Musa memukul batu itu dengan tongkatnya. Demi Allah,

sesungguhnya pada batu itu benar-benar terdapat tiga atau empat atau lima tapak akibat bekas pukulan tersebut. Kemudian Abu Hurairah berkata bahwa itulah yang dimaksud dengan firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman,

janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab: 69)

Konteks hadis ini baik lagi panjang dan termasuk hadis-hadis yang hanya diriwayatkan oleh Bukhari sendiri tanpa Muslim.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رُوحٌ، حَدَّثَنَا عَوْفٌ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -وَخِلَاسٌ، وَمُحَمَّدٌ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ آذَوْا مُوسَى فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا} قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ مُوسَى كَانَ رَجُلًا حَيِيا ستِّيرا، لَا يَكَادُ يُرَى مِنْ جِلْدِهِ شَيء اسْتِحْيَاءً مِنْهُ"


Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Auf dari Al-Hasan dari Nabi Saw. dan juga dari Khallas dan Muhammad dari Abu Hurairah dari Nabi Saw.

sehubungan dengan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan.

Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab: 69) Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda pula: Sesungguhnya Musa adalah seorang lelaki yang pemalu

lagi pakaiannya menutupi seluruh tubuhnya, hampir kulitnya tidak terlihat barang sedikit pun karena malu kepada Allah Swt. Hadis selanjutnya seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari cukup panjang. Imam Bukhari

telah meriwayatkannya pula melalui Rauh, dari Auf, bersumber dari Abu Hurairah dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya melalui hadis As-Sauri, dari Jabir Al-Ju'fi, dari Amir Asy-Sya'bi, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw.

dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui hadis Sulaiman ibnu Mahran Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair dan Abdullah ibnul Haris, dari Ibnu Abbas sehubungan

dengan makna firman-Nya: Janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa. (Al-Ahzab: 69) Ibnu Abbas mengatakan bahwa kaum Musa berkata kepada Musa, "Sesungguhnya engkau adalah orang yang burut (hernia).

" Dan pada suatu hari Musa keluar untuk mandi, lalu ia meletakkan pakaiannya di atas sebuah batu besar. Tetapi tiba-tiba batu besar itu lari membawa pakaian Musa. Maka Musa mengejarnya dalam keadaan telanjang bulat,

hingga sampai di suatu majelis kaum Bani Israil. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa lalu kaumnya melihatnya bukan sebagai orang yang mempunyai penyakit burut (hernia). Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya:

maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. (Al-Ahzab: 69) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ حَاتِمٍ وَأَحْمَدُ بْنُ الْمُعَلَّى الْآدَمِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "كَانَ مُوسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، رَجُلًا حَيِيا، وَإِنَّهُ أَتَى -أَحْسَبُهُ قَالَ: الْمَاءَ -لِيَغْتَسِلَ، فَوَضَعَ ثِيَابَهُ عَلَى صَخْرَةٍ، وَكَانَ لَا يَكَادُ تَبْدُو عَوْرَتُهُ، فَقَالَ بَنُو إِسْرَائِيلَ: إِنَّ مُوسَى آدَرُ -أَوْ: بِهِ آفَةٌ، يَعْنُونَ: أَنَّهُ لَا يضع ثيابه - فَاحْتَمَلَتِ الصَّخْرَةُ ثِيَابَهُ حَتَّى صَارَتْ بِحِذَاءِ مَجَالِسِ بَنِي إِسْرَائِيلَ، فَنَظَرُوا إِلَى مُوسَى كَأَحْسَنِ الرِّجَالِ، أَوْ كَمَا قَالَ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ: {فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا}


Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Hatim dan Ahmad ibnul Ma'la Al-Adami. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami

Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Abas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Musa a.s. adalah seorang yang pemalu, dan sesungguhnya Musa mendatangi —yang menurut perawi tempat air— untuk mandi,

lalu ia meletakkan pakaiannya di atas sebuah batu besar. Musa adalah seorang yang hampir tidak pernah menampakkan auratnya. Maka kaum Bani Israil berkata, "Sesungguhnya Musa adalah seorang yang burut atau penyakitan,"

dengan maksud karena Musa tidak pernah menanggalkan pakaiannya. Maka batu besar itu membawa lari pakaiannya hingga sampai di suatu tempat yang berdekatan dengan majelis kaum Bani Israil.

Lalu mereka melihat Musa sebagai seorang lelaki yang bertubuh sempurna. Yang demikian itulah apa yang dimaksud oleh firman Allah Swt.: maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan.

Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab: 69) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan

kepada kami Abbad ibnul Awam, dari Sufyan ibnu Husain, dari Al-Hakam, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan

yang mereka katakan. (Al-Ahzab: 69) Ali r.a. telah mengatakan bahwa Musa dan Harun mendaki suatu bukit, dan ternyata Harun meninggal dunia. Maka kaum Bani Israil berkata kepada Musa, "Engkaulah yang membunuhnya.

Dia adalah orang yang lebih lembut kepada kami ketimbang kamu, dan lebih pemalu." Mereka menyakiti Musa dengan tuduhan tersebut. Maka Allah memerintahkan kepada para malaikat untuk membawa jenazah Harun,

lalu para malaikat pembawa jenazah Harun itu berlalu di hadapan majelis-majelis kaum Bani Israil dan menceritakan perihal kematian Harun. Maka tiada seorang pun yang mengetahui tempat kuburannya kecuali burung pemakan daging,

yang tuli lagi tidak dapat bersuara. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ali ibnu Musa At-Tusi, dari Abbad ibnul Awwam dengan sanad yang sama. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa bisa jadi yang dimaksud

dengan gangguan yang menyakitkan Musa adalah peristiwa ini. Bisa jadi pula yang dimaksud adalah peristiwa yang pertama tadi, tetapi pada garis besarnya tiada yang lebih utama daripada apa yang disebutkan oleh firman Allah Swt.

Menurut hemat saya, dapat pula ditakwilkan bahwa kedua peristiwa tersebut merupakan makna yang dimaksud, dan juga peristiwa lainnya yang bermotif sama. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ شَقيق، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَسَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ قَسْمًا، فَقَالَ رَجُلٌ مَنَّ الْأَنْصَارِ: إِنَّ هَذِهِ الْقِسْمَةَ مَا أُرِيدَ بِهَا وَجْهَ اللَّهِ. قَالَ: فَقُلْتُ: يَا عَدُوَّ اللَّهِ، أَمَا لَأُخْبِرَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا قُلْتَ. قَالَ: فَذَكَرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فاحمرَّ وَجْهُهُ، ثُمَّ قَالَ: "رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى مُوسَى، فَقَدْ أُوذِيَ بِأَكْثَرِ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Syaqiq, dari Abdullah yang menceritakan bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. melakukan pembagian

(harta ganimah), maka ada seorang lelaki dari kalangan Ansar yang mengatakan, "Sesungguhnya pembagian ini bukan berlatar belakang karena Allah."

Maka Abdullah ibnu Mas'ud berkata, "Hai musuh Allah, camkanlah, sesungguhnya aku benar-benar akan menceritakan apa yang kamu katakan itu kepada Rasulullah." Lalu Ibnu Mas'ud menceritakan hal itu kepada Nabi Saw.

Maka wajah beliau Saw. berubah menjadi merah (karena marah), kemudian beliau bersabda: Semoga rahmat Allah untuk Musa, sesungguhnya dia pernah disakiti lebih dari ini, tetapi ia bersabar.

Diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Sulaiman ibnu Mahran Al-A'masy dengan sanad yang sama.

Jalur lain.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، سَمِعْتُ إِسْرَائِيلَ بْنَ يُونُسَ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ أَبِي هَاشِمٍ -مَوْلَى الْهَمْدَانِيِّ، عَنْ زَيْدِ بْنِ زَائِدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: "لَا يبلِّغني أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِي عَنْ أَحَدٍ شَيْئًا، فَإِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَخْرُجَ إِلَيْكُمْ وَأَنَا [سَلِيمُ الصَّدْرِ] ". فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مالٌ فَقَسَمَهُ، قَالَ: فَمَرَرْتُ بِرَجُلَيْنِ وَأَحَدُهُمَا يَقُولُ لِصَاحِبِهِ: وَاللَّهِ مَا أَرَادَ مُحَمَّدٌ بِقِسْمَتِهِ وَجْهَ الله ولا الدار الآخرة. قال: فَتَثَبَّتُ حَتَّى سَمِعْتُ مَا قَالَا ثُمَّ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقلت: يا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ قُلْتَ لَنَا: "لَا يُبَلِّغُنِي أَحَدٌ عَنْ أَصْحَابِي شَيْئًا"، وَإِنِّي مَرَرْتُ بِفُلَانٍ وَفُلَانٍ، وَهُمَا يَقُولَانِ كَذَا وَكَذَا. فَاحْمَرَّ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وشَقَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: "دَعْنَا مِنْكَ، لَقَدْ أُوذِيَ موسى بأكثر من هذا، فصبر"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, ia pernah mendengar Israil ibnu Yunus dari Al-Walid ibnu Abu Hisyam maula Hamdan, dari Zaid ibnu Za-id, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

bersabda kepada para sahabatnya: Semoga tidak ada seorang pun yang menyampaikan suatu berita yang tidak enak kepadaku dari seseorang di antara sahabat-sahabatku, karena sesungguhnya aku menginginkan keluar dari kalian,

sedangkan hatiku dalam keadaan lega. Kemudian datanglah kepada Rasulullah Saw. harta fai, lalu beliau membagi-bagikannya. Abdullah ibnu Mas'ud melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia lewat di dekat dua orang lelaki yang salah seorangnya

berkata kepada temannya, "Demi Allah, Muhammad tidak menghendaki rida Allah dengan pembagiannya ini, tidak pula pahala akhirat (maksudnya tidak adil dalam pembagiannya)."

Ibnu Mas'ud melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia mendekati keduanya agar mendengar lebih jelas apa yang dikatakan keduanya. Setelah itu Ibnu Mas'ud datang menghadap kepada Rasulullah Saw.

dan mengatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau pernah bersabda kepada kami, bahwa semoga tidak ada seorang pun yang menyampaikan kepadamu suatu berita tidak enak dari seseorang.

Sesungguhnya engkau menginginkan agar keluar dari mereka dalam keadaan berhati lega. Dan sesungguhnya tadi saya berlalu di dekat si Fulan dan si Anu yang keduanya sedang mempergunjingkan engkau."

Maka merahlah wajah Rasulullah Saw. dan kelihatan beliau merasa tidak enak mendengar berita itu, kemudian beliau bersabda: Saya tidak pedulikan beritamu itu, sesungguhnya Musa pernah disakiti dengan yang lebih parah dari itu, dan dia tetap bersabar. Imam Abu Daud telah meriwayatkannya di dalam Kitabul Adab,


عَنْ مُحَمَّدِ [بْنِ يَحْيَى الذُّهْلي، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ الْفِرْيَابِيِّ، عَنْ إِسْرَائِيلَ عَنِ الْوَلِيدِ] بْنِ أَبِي هَاشِمٍ بِهِ مُخْتَصَرًا: "لَا يُبَلِّغُنِي أَحَدٌ [مِنْ أَصْحَابِي] عَنْ أَحَدٍ شَيْئًا؛ إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَخْرُجَ إِلَيْكُمْ وَأَنَا سَلِيمُ الصَّدْرِ"


dari Muhammad ibnu Yahya Az-Zuhali, dari Muhammad ibnu Yusuf Al-Faryabi, dari Israil, dari Al-Walid ibnu Abu Hisyam dengan sanad yang sama secara ringkas: Semoga tidak ada seorang pun yang menyampaikan kepadaku suatu berita

yang tidak enak dari seseorang. Sesungguhnya aku menginginkan keluar dari kalian, sedangkan hatiku dalam keadaan lega. Hal yang sama telah diriwayatkah oleh Imam Turmuzi di dalam Munaqib, dari Az-Zuhali, hanya disebutkan

dalam riwayatnya Zaid ibnu Zaidah. Imam Turmuzi telah meriwayatkannya pula dari Muhammad ibnu Ismail, dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Ubaidillah ibnu Musa dan Husain ibnu Muhammad.

Keduanya dari Israil, dari As-Saddi, dari Al-Walid ibnu Abu Hisyam dengan sanad yang sama secara ringkas pula, dan di dalam sanadnya ditambahkan As-Saddi. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib bila ditinjau dari segi jalurnya. Firman Allah Swt.:


{وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا}


Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah, (Al-Ahzab: 69) Yakni dia berkedudukan terhormat di sisi Allah Swt. Menurut Al-Hasan Al-Basri, makna yang dimaksud ialah bahwa Musa adalah

orang yang selalu dikabulkan doanya di sisi Allah. Selain Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa tidaklah Musa memohon sesuatu kepada Allah melainkan Allah memperkenankannya. Tetapi Allah tidak mengizinkannya untuk dapat melihat Zat-Nya

karena hal itu sudah menjadi kehendak Allah Swt. sebagian ulama mengatakan bahwa termasuk kedudukannya yang terhormat di sisi Allah ialah dia pernah memohon kepada Allah agar saudaranya Harun diangkat menjadi rasul bersamanya, lalu Allah mengabulkan permintaannya. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:


{وَوَهَبْنَا لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ هَارُونَ نَبِيًّا}


Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami; yaitu saudaranya Harun menjadi seorang nabi. (Maryam: 53)

Surat Al-Ahzab |33:70|

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

yaaa ayyuhallażiina aamanuttaqulloha wa quuluu qoulan sadiidaa

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar,

O you who have believed, fear Allah and speak words of appropriate justice.

Tafsir
Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar) yakni perkataan yang tidak menyalahi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 70 |

Tafsir ayat 70-71

Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar tetap bertakwa kepada-Nya dan menyembah-Nya dengan penyembahan sebagaimana seseorang yang melihat-Nya, dan hendaklah mereka mengucapkan

perkataan yang benar, yang jujur, tidak bengkok, tidak pula menyimpang. Lalu Allah menjanjikan kepada mereka jika mereka melakukan perintah-perintah-Nya ini, Dia akan memberi mereka pahala dengan memperbaiki amal perbuatan mereka.

Yakni Allah memberi mereka taufik untuk mengerjakan amal-amal yang saleh, dan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang terdahulu. Sedangkan dosa yang akan mereka lakukan di masa mendatang, Allah akan memberi mereka ilham untuk bertobat darinya. Dalam firman selanjutnya Allah Swt. mengatakan:


{وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا}


Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (Al-Ahzab: 71) Demikian itu karena dia dihindarkan dari neraka Jahim dan dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan yang kekal.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْن، حَدَّثَنَا خَالِدٌ، عَنْ لَيْث، عَنْ أَبِي بُرْدَة، عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الظُّهْرِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ أَوْمَأَ إِلَيْنَا بِيَدِهِ فَجَلَسْنَا، فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ آمُرَكُمْ، أَنْ تَتَّقُوا اللَّهَ وَتَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا". ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ آمُرَكُنَّ: أَنْ تَتَّقِينَ اللَّهَ وَتَقُلْنَ قَوْلًا سَدِيدًا"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Khalid, dari Lais, dari Abu Burdah, dari Abu Musa Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa

kami salat Lohor bersama Rasulullah Saw. Setelah selesai dari salatnya beliau berisyarat kepada kami dengan tangannya, lalu kami duduk, dan beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan kepadaku

agar aku memerintahkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan berkata yang benar. Kemudian beliau Saw. mendatangi kelompok kaum wanita, lalu bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan kepadaku agar aku memerintahkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan berkata yang benar.


وَقَالَ ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا فِي كِتَابِ "التَّقْوَى": حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادِ بْنِ مُوسَى، حدثنا عبد الْعَزِيزِ بْنُ عِمْرَانَ الزُّهْرِيُّ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ سَمُرة، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَة، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: مَا قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ إِلَّا سَمِعْتُهُ يَقُولُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا} الْآيَةَ.


Ibnu Abud Dunia telah mengatakan di dalam Kitabut Taqwa, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abbad ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz Imran Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Sabrah,

dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa tidaklah Rasulullah Saw. berdiri di atas mimbar, melainkan ia selalu mendengarnya mengucapkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman,

bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. (Al-Ahzab: 70) Hadis ini garib sekali. Abdur Rahman ibnu Zaid yang tuna netra telah menceritakan dari ayahnya, dari Muhammad ibnu Ka'b,

dari Ibnu Abbas secara mauquf, bahwa barang siapa yang ingin menjadi seorang yang paling mulia, hendaklah ia bertakwa kepada Allah. Ikrimah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perkataan yang benar adalah

kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah'. Selain Ikrimah mengatakan, makna yang dimaksud adalah perkataan yang benar. Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah perkataan yang jujur, sedangkan yang lain mengatakan perkataan yang benar. Semua pendapat dalam hal ini dibenarkan.

Surat Al-Ahzab |33:71|

يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

yushliḥ lakum a'maalakum wa yaghfir lakum żunuubakum, wa may yuthi'illaaha wa rosuulahuu fa qod faaza fauzan 'azhiimaa

niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang agung.

He will [then] amend for you your deeds and forgive you your sins. And whoever obeys Allah and His Messenger has certainly attained a great attainment.

Tafsir
Jalalain

(Niscaya Allah memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian) yakni Dia menerimanya (dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian. Siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya,

maka sesungguhnya ia telah mendapatkan kemenangan yang besar) yaitu dia telah memperoleh apa yang paling didambakannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 71 |

penjelasan ada di ayat 70

Surat Al-Ahzab |33:72|

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

innaa 'arodhnal-amaanata 'alas-samaawaati wal-ardhi wal-jibaali fa abaina ay yaḥmilnahaa wa asyfaqna min-haa wa ḥamalahal-insaan, innahuu kaana zholuuman jahuulaa

Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh,

Indeed, we offered the Trust to the heavens and the earth and the mountains, and they declined to bear it and feared it; but man [undertook to] bear it. Indeed, he was unjust and ignorant.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat) yaitu ibadah sholat dan ibadah-ibadah lainnya, apabila dikerjakan, pelakunya akan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan

, pelakunya akan disiksa (pada langit, bumi dan gunung-gunung) seumpamanya Allah menciptakan pada masing-masing pemahaman dan dapat berbicara

(maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir) yakni merasa takut (akan mengkhianatinya lalu dipikullah amanat itu oleh manusia) oleh Nabi Adam,

sesudah terlebih dahulu ditawarkan kepadanya. (Sesungguhnya manusia itu amat zalim) terhadap dirinya sendiri, disebabkan apa yang telah dipikulnya itu (lagi amat bodoh) tidak mengerti tentang apa yang dipikulnya itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 72 |

Tafsir ayat 72-73

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan amanat adalah ketaatan. Allah menawarkan amanat itu kepada mereka sebelum menawarkannya kepada manusia, tetapi ternyata mereka tidak kuat.

Lalu Allah berfirman kepada Adam, "Sesungguhnya Aku telah menawarkan amanat ini kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi mereka tidak mampu memikulnya.

Apakah kamu mau memikul amanat ini berikut segala akibatnya?" Adam bertanya, "Apa saja konsekuensinya itu, wahai Tuhanku?" Allah Swt. menjawab, "Jika kamu berbuat baik, maka kamu diberi pahala.

Dan jika kamu berbuat buruk, kamu disiksa. Lalu amanat itu diambil oleh Adam. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (Al-Ahzab: 72)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa amanat ini adalah fardu-fardu yang ditawarkan oleh Allah Swt. kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Jika mereka menunaikannya, maka Allah akan memberi mereka pahala;

dan jika mereka menyia-nyiakannya, Allah akan mengazab mereka. Maka mereka tidak suka dan merasa takut memikul tanggung jawab amanat ini tanpa adanya pelanggaran. Tetapi demi menghormati agama Allah, sebaiknya mereka

tidak menerimanya. Kemudian Allah menawarkannya kepada Adam, dan ternyata Adam mau menerimanya berikut segala konsekuensinya. Itulah yang dimaksud oleh firman Allah Swt.: dan dipikullah amanat itu oleh manusia.

Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (Al-Ahzab: 72) Karena tergiur oleh perintah Allah. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far,

telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung,

maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. (Al-Ahzab: 72) Ibnu Abbas mengatakan bahwa lalu amanat itu ditawarkan kepada Adam seraya berfirman, "Ambillah amanat ini berikut

segala konsekuensinya. Jika kamu taat Aku beri kamu ampunan; dan jika kamu durhaka, maka Aku akan mengazabmu." Adam berkata, "Saya terima." Maka dalam waktu yang tidak begitu lama kira-kira antara asar dan malam hari

pada hari itu juga, Adam melakukan pelanggaran (yaitu memakan buah khuldi). Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas hal yang mendekati kisah di atas, tetapi masih diragukan karena adanya mata rantai yang terputus antara

Ad-Dahhak dan Ibnu Abbas. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa sesungguhnya

amanat ini ialah fardu-fardu (kewajiban-kewajiban). Ulama lainnya mengatakan bahwa amanat ialah ketaatan. Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abud Duha, dari Masruq yang mengatakan bahwa Umay ibnu Ka'b pernah mengatakan,

"Termasuk amanat ialah tugas wanita, dia diberi amanat untuk memelihara kehormatannya." Qatadah mengatakan bahwa amanat ialah mengamalkan agama, fardu-fardu, dan hukum-hukum had. Sebagian ulama lainnya mengatakan

bahwa amanat itu adalah mandi jinabah. Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam yang mengatakan bahwa amanat itu ada tiga perkara, yaitu salat, puasa, dan mandi jinabah.

Semua pendapat yang telah disebutkan di atas tidak bertentangan satu sama lainnya, bahkan bersesuaian dan bersumber kepada suatu patokan yang mengatakan bahwa amanat adalah taklif dan menerima semua perintah

serta larangan berikut segala persyaratannya. Yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan mendapat siksa. Lalu amanat ini diterima oleh manusia karena kelemahan, kebodohan, dan kezalimannya,

terkecuali bagi orang yang diberi taufik oleh Allah, dan akhirnya hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami

Abdul Aziz ibnul Mugirah Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Waqid (yakni Abu Umar As-Saffar), bahwa ia pernah mendengar Ma'mar alias Aun ibnu Ma'mar menceritakan asar berikut dari Al-Hasan Al-Basri,

bahwa Al-Hasan Al-Basri membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. (Al-Ahzab: 72)

Allah menawarkannya kepada tujuh lapis langit yang dihiasi dengan bintang-bintang dan para malaikat pemikul 'Arasy, lalu dikatakan kepadanya, "Maukah engkau memikul amanat ini berikut segala konsekuensinya?"

Langit bertanya, "Apakah konsekuensinya?" Maka dikatakan kepadanya, "Jika kamu berbuat baik, maka diberi pahala. Dan jika kamu berbuat buruk, kamu disiksa." Langit menjawab, "Tidak."

Kemudian Allah menawarkan amanat ini kepada tujuh lapis bumi yang keras dan diikat dengan pasak-pasak yang kuat serta diperhalus dengan hamparan-hamparan yang rata. Lalu dikatakan kepadanya, "Maukah kamu memikul amanat ini

berikut segala konsekuensinya?" Bumi bertanya, "Apakah konsekuensinya?''Dikatakan kepadanya, Jika kamu berbuat baik, maka kamu diberi pahala. Dan jika kamu berbuat buruk, kamu disiksa." Bumi menjawab, "Tidak."

Kemudian amanat ini ditawarkan kepada gunung-gunung yang tinggi-tinggi lagi kokoh, keras, dan kuat. Dikatakan kepadanya, "Maukah kamu memikul amanat ini berikut semua konsekuensinya?" Gunung-gunung bertanya,

"Apakah konsekuensinya?" Dikatakan kepadanya, "Jika kamu berbuat baik, kamu diberi pahala; dan jika kamu berbuat buruk, maka disiksa." Gunung-gunung berkata, "Tidak." Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa sesungguhnya Allah Swt.

ketika selesai menciptakan makhluk-Nya, maka Dia mengumpulkan antara manusia, jin, langit, bumi, dan gunung-gunung. Lalu Allah memulai firman-Nya kepada langit.

Ditawarkan kepadanya amanat ini, yakni ketaatan. Allah berfirman, "Maukah kamu memikul amanat ini, tetapi Aku berjanji akan memberikan karunia dan kemuliaan serta pahala di surga?" Langit menjawab, "Ya Tuhanku,

sesungguhnya kami tidak kuat memikul perintah ini dan tidak mampu mengerjakannya, tetapi kami akan selalu taat kepada-Mu." Kemudian amanat itu ditawarkan kepada bumi. Allah berfirman kepada bumi, "Maukah kamu memikul amanat ini

dan mau menerimanya dari-Ku, maka Aku akan memberimu karunia dan kemuliaan di dunia?" Maka bumi mejawab, "Kami tidak mempunyai kesabaran memikul tugas ini dan kami tidak kuat, tetapi kami selalu tunduk patuh kepada-Mu

dan tidak akan mendurhakai-Mu dalam sesuatu pun yang Engkau perintahkan kepada kami." Lalu Allah mendekatkan Adam dan berfirman kepadanya, "Maukah engkau memikul amanat ini dan memeliharanya dengan sebaik-baiknya?"

Maka pada saat itu juga Adam balik bertanya, "Lalu imbalan apakah yang akan kuterima di sisi-Mu?" Allah berfirman, "Hai Adam, jika kamu berbuat baik, taat dan memelihara amanat ini, maka bagimu di sisi-Ku kemuliaan, keutamaan,

dan pahala yang baik di surga. Dan jika engkau durhaka, tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang sebenar-benarnya, dan kamu berlaku buruk terhadapnya, maka sesungguhnya Aku akan mengazab dan menyiksamu

serta memasukkanmu ke dalam neraka." Adam menjawab, "Saya rela, ya Tuhanku." Maka Adam memikulnya. Dan saat itu juga Allah Swt. berfirman, "Aku telah memikulkannya kepadamu." Yang demikian itu adalah firman Allah Swt.:

dan dipikullah amanat itu oleh manusia. (Al-Ahzab: 72). Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Diriwayatkan dari Mujahid. Ia telah mengatakan bahwa amanat ini ditawarkan kepada langit, maka langit menjawab, "Ya Tuhanku,

Engkau telah memikulkan kepada kami bintang-bintang, semua penduduk langit, dan lain-lainnya. Kami tidak menginginkan pahala dan kami tidak mau memikul suatu kewajiban apa pun."

Lalu ditawarkan kepada bumi. Maka bumi menjawab, "Ya Tuhanku, Engkau telah menanamkan semua pohon padaku, dan Engkau alirkan semua sungai padaku serta penduduk bumi dan segala sesuatunya, aku tidak menginginkan pahala

dan aku tidak mau memikul kewajiban lainnya lagi." Hal yang sama dikatakan oleh gunung-gunung. Lalu disebutkan firman-Nya: dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. ( Al-Ahzab: 72)

dalam memikirkan akibat urusannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Juraij, dari Ibnu Asywa' yang mengatakan bahwa ketika Allah menawarkan amanat kepada mereka untuk dipikul mereka, maka semuanya bergetar

mengajukan protes kepada Allah Swt. selama tiga hari tiga malam, lalu mengatakan, "Wahai Tuhan kami, kami tidak kuat mengamalkannya dan kami tidak menginginkan pahala." Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan

kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Zaid ibnu Abuz Zarqa Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam sehubungan

dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. (Al-Ahzab: 72), hingga akhir ayat.

Manusia menjawab, "Saya terima amanat ini dengan penuh kesetiaan." Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menolongmu dalam menjalankannya, sesungguhnya Aku akan menolongmu dengan memberi dua kelopak mata.

Apabila kedua mata itu menyuruhmu untuk melakukan hal yang kubenci, maka pejamkanlah. Dan aku akan menolongmu dengan memberi lisan yang diapit oleh kedua bibir. Apabila lisanmu menyuruhmu untuk melakukan hal yang Kubenci,

maka katupkanlah. Dan Aku akan menolongmu dengan pakaian terhadap kemaluanmu, maka janganlah kamu membukanya untuk hal-hal yang Kubenci." Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Abu Hazim.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, bahwa Ibnu Zaid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan

amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. (Al-Ahzab: 72), hingga akhir ayat. Bahwa sesungguhnya Allah Swt. menawarkan kepada mereka amanat ini, yaitu Dia akan memfardukan kepada mereka agama,

dan menjadikan bagi mereka pahala dan siksaan, serta mempercayakan kepada mereka untuk melaksanakan agama. Maka mereka berkata, "Tidak, kami diciptakan hanya untuk tunduk kepada perintah-Mu, kami tidak menginginkan pahala

dan tidak pula siksaan." Selanjutnya Allah Swt. menawarkan amanat ini kepada Adam, maka Adam menjawab, "Saya terima dengari penuh kesetiaan di atas kepala dan pundak saya, untuk memikulnya."

Ibnu Zaid melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Allah Swt. berfirman kepada manusia, "Mengingat kamu mau memikul amanat ini, maka Aku akan menolongmu, Aku jadikan bagi matamu hijab. Apabila kamu merasa khawatir akan melihat sesuatu

yang tidak halal bagimu, maka turunkanlah hijabmu. Dan aku jadikan bagi lisanmu pintu dan kunci; maka apabila kamu takut, kuncilah lisanmu. Dan Aku jadikan bagi kemaluanmu pakaian, maka janganlah kamu membukanya kecuali terhadap apa yang Kuhalalkan bagimu."


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو السَّكُوني، حَدَّثَنَا بقِيَّة، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ مُوسَى بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنِ الْحَكَمِ بْنِ عُمَيْرٍ -وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إن الْأَمَانَةَ وَالْوَفَاءَ نَزَلَا عَلَى ابْنِ آدَمَ مَعَ الْأَنْبِيَاءِ، فَأُرْسِلُوا بِهِ، فَمِنْهُمْ رَسُولُ اللَّهِ، وَمِنْهُمْ نَبِيٌّ، وَمِنْهُمْ نَبِيٌّ رَسُولٌ، وَنَزَلَ الْقُرْآنُ وَهُوَ كَلَامُ اللَّهِ، وَنَزَلَتِ الْعَرَبِيَّةُ وَالْعَجَمِيَّةُ، فَعَلِمُوا أَمْرَ الْقُرْآنِ وَعَلِمُوا أَمْرَ السُّنَنِ بِأَلْسِنَتِهِمْ، وَلَمْ يَدَعِ اللَّهُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ مِمَّا يَأْتُونَ وَمَا يَجْتَنِبُونَ وَهِيَ الْحُجَجُ عَلَيْهِمْ، إِلَّا بَيَّنَهُ لَهُمْ. فَلَيْسَ أَهْلُ لِسَانٍ إِلَّا وَهُمْ يَعْرِفُونَ الْحَسَنَ وَالْقَبِيحَ، ثُمَّ الْأَمَانَةُ أَوَّلُ شَيْءٍ يُرْفَعُ وَيَبْقَى أَثَرُهَا فِي جُذُورِ قُلُوبِ النَّاسِ، ثُمَّ يُرْفَعُ الْوَفَاءُ وَالْعَهْدُ وَالذِّمَمُ وَتَبْقَى الْكُتُبُ ، فَعَالِمٌ يَعْمَلُ، وَجَاهِلٌ يَعْرِفُهَا وَيُنْكِرُهَا وَلَا يَحْمِلُهَا، حَتَّى وَصَلَ إِلَيَّ وَإِلَى أُمَّتِي، وَلَا يَهْلِكُ عَلَى اللَّهِ إِلَّا هَالَكٌ، وَلَا يُغْفِلُهُ إِلَّا تَارِكٌ. فَالْحَذَرَ أَيُّهَا النَّاسُ، وَإِيَّاكُمْ وَالْوَسْوَاسَ الْخَنَّاسَ، فَإِنَّمَا يَبْلُوكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Amr As-Sukuni, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Ibrahim, dari Musa ibnu Abu Habib, dari Al-Hakam ibnu Umair r.a.,

salah seorang sahabat Nabi Saw. yang telah menceritakan bahwa rasulullah Saw. pernah bersabda, "Sesungguhnya amanat dan kesetiaan itu diturunkan kepada anak Adam melalui para nabi, maka para nabi diutus untuk menyampaikannya.

Di antara mereka ada yang menjadi utusan Allah, dan di antara mereka ada yang menjadi nabi, dan di antara mereka ada yang menjadi nabi dan rasul. Lalu diturunkanlah Al-Qur'an, yaitu Kalamullah. Dan diturunkan pula bahasa 'Ajam

dan bahasa Arab. Maka mereka mengetahui perihal Al-Qur'an dan mengetahui pula perihal sunnah dengan bahasanya masing-masing. Allah tidak membiarkan sesuatu pun dari perintah-Nya yang menyangkut apa yang harus mereka kerjakan

dan apa yang harus mereka jauhi, yang hal ini merupakan hujah atas mereka, melainkan Dia telah menjelaskannya kepada mereka. Maka tiada suatu ahli bahasa mana pun melainkan mereka mengetahui norma-norma kebaikan dan keburukan.

Kemudian amanat adalah sesuatu yang mula-mula diangkat (dihilangkan) dan yang tertinggal adalah bekas-bekasnya yang berada di dalam lubuk hati manusia. Kemudian diangkatlah kesetiaan, perjanjian, serta jaminan,

dan yang tertinggal hanyalah catatan-catatannya. Maka orang yang alim mengamalkannya; dan orang yang jahil mengetahuinya, tetapi mengingkari¬nya serta tidak mau mengerjakannya, hingga sampailah kepadaku dan kepada umatku.

Dan tiada yang binasa kecuali orang yang ditakdirkan binasa oleh Allah, dan tiada yang meninggalkannya melainkan orang yang lalai. Berhati-hatilah, hai manusia, waspadalah kalian terhadap rayuan setan yang selalu menggoda.

Sesungguhnya Allah menguji kalian hanya untuk mengetahui secara nyata siapa yang terbaik amalannya di antara kalian." Hadis ini garib sekali, tetapi ada syahid yang menguatkannya melalui berbagai jalur lain.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ الْعَسْقَلَانِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْمَجِيدِ الْحَنَفِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبُو الْعَوَّامِ الْقَطَّانُ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، وَأَبَانُ بْنُ أَبِي عَيَّاشٍ ، عَنْ خُليَد العَصَري ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَمْسٌ مَنْ جَاءَ بِهِنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ إِيمَانٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ: مَنْ حَافَظَ عَلَى الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ عَلَى وُضُوئِهِنَّ وَرُكُوعِهِنَّ وَسُجُودِهِنَّ وَمَوَاقِيتِهِنَّ، وَأَعْطَى الزَّكَاةَ مِنْ مَالِهِ طَيِّبَ النَّفْسِ بِهَا -وَكَانَ يَقُولُ، وَايْمُ اللَّهِ لَا يَفْعَلُ ذَلِكَ إِلَّا مُؤْمِنٌ -[وَصَامَ رَمَضَانَ، وَحَجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَاعَ إِلَى ذَلِكَ سَبِيلًا] ، وَأَدَّى الْأَمَانَةَ". قَالُوا: يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ، وَمَا أَدَاءُ الْأَمَانَةِ؟ قَالَ: الْغَسْلُ مِنَ الْجَنَابَةِ، فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَأْمَنِ ابْنَ آدَمَ عَلَى شَيْءٍ مِنْ دِينِهِ غَيْرَهُ.


Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalaf Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Abdul Majid Al-Hanafi Abul Awwam Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami

Qatadah dan Aban ibnu Abu Ayyasy, dari Khulaid Al-Asri, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ada lima perkara yang barang siapa datang dengan mem¬bawanya pada hari kiamat disertai dengan iman,

niscaya masuk surga. Yaitu barang siapa yang memelihara salat lima waktu dengan wudunya, rukuknya, sujudnya, dan waktu-waktunya, lalu membayar zakat hartanya dengan hati yang senang —dan Abu Darda mengatakan—

Demi Allah, tiada yang melakukan¬ nya melainkan dia adalah seorang mukmin, berpuasa Ramadan mengerjakan haji di Baitullah apabila mampu mengadakan perjalanan kepadanya, dan menunaikan amanat.

Orang-orang (para tabiin) bertanya, "Hai Abu Darda, apakah yang dimaksud dengan menunaikan amanat itu?" Abu Darda menjawab "Mandi jinabah, karena sesungguhnya Allah Swt. tidak menitipkan suatu amanat pun kepada anak Adam

untuk menjaganya dalam agamanya selain hal itu (kemaluannya)." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud, dari Muhammad ibnu Abdur Rahman Al-Anbari, dari Abu Ali alias Ubaidillah ibnu Abdul Majid Al-Hanafi, dari Abul Awwam alias Imran ibnu Daud Al-Qattan dengan sanad yang sama.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنَا تَمِيمُ بْنُ الْمُنْتَصِرِ، أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ، عَنْ شَرِيكٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ السَّائِبِ، عَنْ زَاذَانَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "الْقَتْلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُكَفِّرُ الذُّنُوبَ كُلَّهَا -أَوْ قَالَ: يُكَفِّرُ كُلَّ شَيْءٍ -إِلَّا الْأَمَانَةَ، يُؤْتَى بِصَاحِبِ الْأَمَانَةِ فَيُقَالُ لَهُ: أدِّ أَمَانَتَكَ. فَيَقُولُ: أَنَّى يَا رَبِّ وَقَدْ ذَهَبَتِ الدُّنْيَا؟ فَيُقَالُ لَهُ: أدِّ أَمَانَتَكَ. فَيَقُولُ: أَنَّى يَا رَبِّ، وَقَدْ ذَهَبَتِ الدُّنْيَا؟ فَيُقَالُ لَهُ: أدِّ أَمَانَتَكَ. فَيَقُولُ: أَنَّى يَا رَبِّ وَقَدْ ذَهَبَتِ الدُّنْيَا؟ فَيَقُولُ: اذْهَبُوا بِهِ إِلَى أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ. فَيُذْهَبُ بِهِ إِلَى الْهَاوِيَةِ، فَيَهْوِي فِيهَا حَتَّى يَنْتَهِيَ إِلَى قَعْرِهَا، فَيَجِدُهَا هُنَالِكَ كَهَيْئَتِهَا، فَيَحْمِلُهَا فَيَضَعُهَا عَلَى عَاتِقِهِ، فَيَصْعَدُ بِهَا إِلَى شَفِيرِ جَهَنَّمَ، حَتَّى إِذَا رَأَى أَنَّهُ قَدْ خَرَجَ زلَّت فَهَوَى فِي أَثَرِهَا أَبَدَ الْآبِدِينَ". وَقَالَ: وَالْأَمَانَةُ فِي الصَّوْمِ، وَالْأَمَانَةُ فِي الْوُضُوءِ، وَالْأَمَانَةُ فِي الْحَدِيثِ، وَأَشَدُّ ذَلِكَ الْوَدَائِعُ. فَلَقِيتُ الْبَرَاءَ فَقُلْتُ: أَلَا تَسْمَعَ إِلَى مَا يَقُولُ أَخُوكَ عَبْدُ اللَّهِ؟ فَقَالَ: صَدَقَ.


Ibnu Jarir telah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Tamim ibnul Muntasir, telah menceritakan kepada kami Ishaq, dari Syarik dan Al-A'masy, dari Abdullah ibnus Sa'ib, dari Zazan, dari Abdullah Ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi Saw.

yang telah bersabda: Gugur di jalan Allah menghapuskan semua dosa —atau— menghapuskan segala sesuatu kecuali amanat. Kelak pemikul amanat didatangkan, lalu dikatakan kepadanya, "Tunaikanlah amanatmu!"

Ia menjawab, "Ya Tuhanku, mana mungkin, karena dunia telah berlalu.” Dikatakan lagi kepadanya, "Tunaikanlah amanatmu!" Ia menjawab, "Ya Tuhanku, mana mungkin, sedang kehidupan dunia telah berlalu.” Dikatakan lagi kepadanya,

"Tunaikanlah amanatmu !" Ia menjawab, "Ya Tuhanku, mana mungkin, sedangkan kehidupan dunia telah berlalu.” Maka Allah Swt. berfirman, "Bawalah dia oleh kalian (para malaikat) ke tempatnya, yaitu di dasar neraka.”

Lalu ia dibawa ke neraka dan dilemparkan ke dalamnya hingga sampai ke dasarnya, maka ia menjumpai amanat itu di sana seperti apa adanya. Lalu ia memikulnya dan meletakkannya di atas pundaknya dan naik dengan memikulnya

ke pinggiran neraka Jahanam. Manakala ia melihat bahwa dirinya akan keluar, maka kakinya tergelincir dan terjatuh lagi ke kedalamannya selama-lamanya. Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan bahwa amanat itu ada pada salat, ada pada puasa,

ada pada wudu, ada pada hadis, dan ada yang paling berat adalah amanat yang berupa titipan. Perawi melanjutkan bahwa lalu ia bersua dengan Al-Barra ibnu Azib r.a., lalu dikatakan kepadanya, "Tidakkah engkau mendengar

apa yang telah dikatakan oleh saudaramu Abdullah?"Al-Barra menjawab, "Dia benar." Syarik mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ayyasy Al-Amiri, dari Zazan, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi Saw.

lalu disebutkan hal yang semisal. Akan tetapi, dalam riwayat ini tidak disebutkan amanat dalam salat. Masing-masing dari hadis di atas sanadnya Jayyid, tetapi para pemilik kitab sunan tidak ada yang mengetengahkan nya.

Hadis lainnya yang berkaitan dengan amanat diriwayatkan oleh Imam Ahmad:


حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدِيثَيْنَ قَدْ رَأَيْتُ أَحَدَهُمَا وَأَنَا أَنْتَظِرُ الْآخَرَ، حَدَّثَنَا "أَنَّ الْأَمَانَةَ نَزَلَتْ فِي جِذْرِ قُلُوبِ الرِّجَالِ، ثُمَّ نَزَلَ الْقُرْآنُ فَعَلِمُوا مِنَ الْقُرْآنِ وَعَلِمُوا مِنَ السُّنَّةِ". ثُمَّ حَدَّثَنَا عَنْ رَفْعِ الْأَمَانَةِ، فَقَالَ: "يَنَامُ الرَّجُلُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ الْأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ، فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ أَثَرِ [الْوَكْتِ، فَتُقْبَضُ الْأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ، فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ أَثَرِ] الْمَجْلِ كَجَمْرٍ دَحْرَجْتُهُ [عَلَى رِجْلِكَ، تَرَاهُ مُنتبرا وَلَيْسَ فِيهِ شَيْءٌ". قَالَ: ثُمَّ أَخَذَ حَصًى فَدَحْرَجَهُ] عَلَى رِجْلِهِ، قَالَ: "فَيُصْبِحُ النَّاسُ يَتَبَايَعُونَ لَا يَكَادُ أَحَدٌ يُؤَدِّي الْأَمَانَةَ، حَتَّى يُقَالَ: إِنْ فِي بَنِي فُلَانٍ رَجُلًا أَمِينًا، حَتَّى يُقَالَ لِلرَّجُلِ: مَا أَجْلَدَهُ وَأَظْرَفَهُ وَأَعْقَلَهُ. وَمَا فِي قَلْبِهِ حَبَّةٌ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ. وَلَقَدْ أَتَى عَلَيَّ زَمَانٌ وَمَا أُبَالِي أَيُّكُمْ بَايَعْتُ، إِنْ كَانَ مُسْلِمًا لَيُرَدَنَّهُ عَلَيَّ دِينُهُ، وَإِنْ كَانَ نَصْرَانِيًّا أَوْ يَهُودِيًّا لَيَرُدُنَّهُ عَلِيَّ سَاعِيهِ، فَأَمَّا الْيَوْمُ فَمَا كُنْتُ أُبَايِعُ مِنْكُمْ إِلَّا فُلَانًا وَفُلَانًا".


telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari Huzaifah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah menceritakan dua buah hadis kepada kami.

Saat beliau menceritakan salah satunya kepada kami, kami menunggu yang lainnya. Beliau Saw. pernah bersabda kepada kami: bahwa amanat itu diturunkan di dalam lubuk hati kaum laki-laki, kemudian diturunkanlah Al-Qur'an,

maka mereka mengetahui Al-Qur'an dan mengetahui pula sunnah. Kemudian Nabi Saw. bersabda kepada kami tentang dilenyapkannya amanat. Beliau Saw. bersabda: bahwa seseorang tidur sekejap, lalu amanat dicabut dari kalbunya,

dan yang tertinggal adalah bekasnya seperti bekas luka bakar. Perihalnya sama dengan bara yang kamu gelindingkan di atas kakimu; kamu lihat seakan-akan berisi, padahal di dalamnya keropos tidak ada isinya.

Perawi mengatakan bahwa kemudian Nabi Saw. mengambil sebuah batu kerikil, lalu digelindingkan di atas kakinya. Huzaifah melanjutkan: bahwa selanjutnya orang-orang saling berbaiat, tetapi hampir tidak ada seorang pun

yang menunaikan amanatnya. Sehingga dikatakan bahwa di kalangan Bani Fulan terdapat seseorang yang dipercaya. Kepada orang tersebut dikatakan bahwa alangkah sabarnya, alangkah bijaknya dan alangkah cerdiknya.

Padahal di dalam hatinya tidak terdapat iman barang sebesar biji sawi pun. Dan sesungguh¬nya telah datang kepadaku suatu zaman yang aku tidak peduli siapa di antara kalian yang kubaiat. Jika dia seorang muslim,

maka dikembalikan kepada agamanya. Dan jika dia seorang Nasrani atau seorang Yahudi, maka dikembalikan kepada para pendukungnya. Adapun hari ini aku tidak membaiat siapa pun di antara kalian selain si Fulan dan si Fulan.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Al-A'masy dengan sanad yang sama.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ الْحَضْرَمِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَرْبَعٌ إِذَا كُنَّ فِيكَ فَلَا عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا: حِفْظ أَمَانَةٍ، وصِدْق حَدِيثٍ، وحُسْن خَلِيقَةٍ، وعِفَّة طُعمة".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Al-Haris ibnu Yazid Al-Hadrami, dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Ada empat perkara, jika keempat-empatnya ada pada diri kamu, maka tidak akan membahayakanmu apa yang terlewatkan olehmu dari duniamu. Yaitu memelihara amanat, berbicara yang benar, berakhlak baik, dan makanan yang halal.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As r.a.


قَالَ الطَّبَرَانِيُّ فِي مُسْنَدِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ: حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ الْعَلَّافُ الْمِصْرِيُّ ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ ابْنِ حُجَيرة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَرْبَعٌ إِذَا كُنَّ فِيكَ فَلَا عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا: حِفْظُ أَمَانَةٍ، وَصِدْقُ حَدِيثٍ، وَحُسْنُ خَلِيقَةٍ، وَعِفَّةُ طُعْمَةٍ".


Imam Tabrani telah mengatakan di dalam kitab musnadnya melalui Abdullah ibnu Umar ibnul Khattab r.a., telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayyub Al-Allaf Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Maryam,

telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Al-Haris ibnu Yazid, dari Ibnu Hujairah, dari Abdullah ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Ada empat perkara yang apabila keempat-empatnya ada pada dirimu, maka tidak membahayakan dirimu perkara duniawi yang terlewatkan darimu. Yaitu memelihara amanat, benar dalam berbicara, berakhlak baik,

dan makanan yang bersih (halal). Di dalam sanad riwayat ini ditambahkan Ibnu Hujairah dan dimasukkan ke dalam musnad Ibnu Umar. Telah disebutkan di dalam asar adanya larangan bersumpah dengan amanat.

Abdullah ibnul Mubarak mengatakan di dalam Kitabuz Zuhd-nya, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq Asy-Syaibani, dari Khannas ibnu Suhaim atau Jalabah ibnu Suhaim yang menceritakan bahwa ia datang bersama

Ziad ibnu Hadir dari Al-Jabiyah, lalu ia menyebutkan dalam percakapannya kalimat, "Tidak, demi amanat." Maka mendadak Ziad menangis dan terus menangis, sehingga ia (perawi) menduga bahwa dirinya telah melakukan suatu dosa besar.

Lalu ia bertanya kepada Ziad, " Apakah engkau tidak suka dengan ucapanku itu?" Ia menjawab, "Ya." Selanjutnya Ziad menceritakan bahwa dahulu Umar ibnul Khattab melarang bersumpah dengan mengatasnamakan amanat

dengan larangan yang keras. Sehubungan dengan hal ini telah disebutkan oleh sebuah hadis yang marfu' diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.


حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُونُسَ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ ثَعْلَبَةَ الطَّائِيُّ، عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم: "من حَلَفَ بِالْأَمَانَةِ فَلَيْسَ مِنَّا"،


Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdullah ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Sa'labah At-Ta'i, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa

Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang bersumpah dengan (menyebut) amanat, maka dia bukan termasuk golonganku. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara munfarid (tunggal). Firman Allah Swt.:


{لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ}


sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan. (Al-Ahzab: 73) Sesungguhnya Allah memikulkan amanat kepada nabi Adam —yang dimaksud dengan amanat ialah

taklif-taklif— hanyalah agar Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. Orang munafik ialah orang yang lahirnya menampakkan iman, sedangkan batinnya memendam kekufuran. Mereka melahirkan keimanan

karena takut kepada orang-orang mukmin, dan memendam kekufuran karena mengikuti jejak para penganutnya.


{وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ}


orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan. ( Al-Ahzab: 73) Mereka adalah orang-orang yang lahir dan batinnya musyrik kepada Allah, yakni mempersekutukan-Nya dengan yang lain dan menentang rasul-rasul-Nya.


{وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ}


dan sehingga Allah menerima tobat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. (Al-Ahzab: 73) Yakni agar Allah merahmati orang-orang yang beriman dari kalangan makhluk-Nya, yaitu mereka yang beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan para rasul-Nya lagi mengamalkan ketaatan kepada-Nya.


{وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}


Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Ahzab: 73)

Surat Al-Ahzab |33:73|

لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

liyu'ażżiballohul-munaafiqiina wal-munaafiqooti wal-musyrikiina wal-musyrikaati wa yatuuballohu 'alal-mu`miniina wal-mu`minaat, wa kaanallohu ghofuuror roḥiimaa

sehingga Allah akan mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan, dan Allah akan menerima tobat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

[It was] so that Allah may punish the hypocrite men and hypocrite women and the men and women who associate others with Him and that Allah may accept repentance from the believing men and believing women. And ever is Allah Forgiving and Merciful.

Tafsir
Jalalain

(Sehingga Allah mengazab) huruf Lam berta'alluq kepada lafal 'Aradhnaa, sebagai akibat dari apa yang telah dipikul oleh Nabi Adam

(orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan) yakni orang-orang yang menyia-nyiakan amanat itu

(dan sehingga Allah menerima tobat orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan) yaitu orang-orang yang menunaikan amanahnya. (Dan adalah Allah Maha Pengampun) kepada orang-orang Mukmin (lagi Maha Penyayang) kepada mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Ahzab | 33 : 73 |

penjelasan ada di ayat 72

Surat Saba |34:1|

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الْآخِرَةِ ۚ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ

al-ḥamdu lillaahillażii lahuu maa fis-samaawaati wa maa fil-ardhi wa lahul-ḥamdu fil`aakhiroh, wa huwal-ḥakiimul-khobiir

Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan segala puji di akhirat bagi Allah. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana, Maha Mengetahui.

[All] praise is [due] to Allah, to whom belongs whatever is in the heavens and whatever is in the earth, and to Him belongs [all] praise in the Hereafter. And He is the Wise, the Acquainted.

Tafsir
Jalalain

(Segala puji bagi Allah) Allah swt. memuji diri-Nya dengan kalimat ini, maksudnya ialah pujian berikut apa yang terkandung di dalamnya yaitu pujian yang bersifat tetap.

Memuji Allah artinya menyanjung-Nya dengan sebutan-sebutan yang baik (yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi) sebagai milik dan makhluk-Nya (dan bagi-Nya pula segala puji di akhirat)

sebagaimana di dunia, yaitu Dia dipuji oleh kekasih-kekasih-Nya bilamana mereka telah berada di dalam surga. (Dan Dialah Yang Maha Bijaksana) di dalam perbuatan-Nya (lagi Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Saba | 34 : 1 |

Tafsir ayat 1-2

Allah Swt. menceritakan perihal diri-Nya Yang Mahamulia, bahwa bagi-Nyalah segala puji yang mutlak di dunia dan di akhirat. Karena Dialah Yang Memberi nikmat dan karunia kepada penduduk dunia dan akhirat,

Yang Memiliki semuanya itu, dan Yang Menguasai kesemuanya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui, firman-Nya.


{وَهُوَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الأولَى وَالآخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ}


Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji didunia dan Akhirat dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70) Karena itulah disebutkan dalam surat ini oleh firman-Nya:


{الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ}


Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi. (Saba: 1) Yakni semuanya adalah milik-Nya dan hamba-hamba-Nya, serta berada di bawah kekuasaan dan pengaturan-Nya. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:


{وَإِنَّ لَنَا لَلآخِرَةَ وَالأولَى}


dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia. (Al-Lail: 13) Kemudian Allah Swt. berfirman:


{وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الآخِرَةِ}


dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. (Saba: 1) Dialah yang berhak disembah selamanya lagi Yang dipuji sepanjang masa. Firman Allah Swt.:


{وَهُوَ الْحَكِيمُ}


Dan Dialah Yang Mahabijaksana. (Saba: 1) dalam semua ucapan, perbuatan, syariat, dan takdir-Nya.


{الْخَبِيرُ}


lagi Maha Mengetahui. (Saba: 1) Tiada sesuatu pun yang tersembunyi lagi samar bagi-Nya, dan tiada sesuatu pun yang gaib (tidak kelihatan) oleh-Nya.Malik telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, bahwa makna yang dimaksud ialah Allah Maha Mengetahui makhluk-Nya lagi Mahabijaksana dalam perintah-Nya. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:


{يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الأرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا}


Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang keluar darinya. (Saba: 2) Dia mengetahui bilangan tetesan air hujan yang tersebar di permukaan bumi, juga mengetahui bilangan biji-bijian yang ditanam di seluruh permukaan bumi, dan mengetahui apa yang bakal keluar darinya bilangannya, caranya, dan spesifikasinya.


{وَمَا يَنزلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا}


apa yang turun dari langit, dan apa yang naik kepadanya. (Saba: 2) Allah mengetahui hujan yang turun dari langit dan rezeki, dan mengetahui pula amal-amal saleh dan lain-lainnya yang naik ke langit.


{وَهُوَ الرَّحِيمُ الْغَفُورُ}


Dan Dialah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun. (Saba: 2) Yakni Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya, maka Dia tidak menyegerakan siksaan-Nya terhadap orang-orang yang durhaka; dan Maha Pengampun terhadap dosa-dosa orang-orang yang mau bertobat kepada-Nya dan bertawakal kepada-Nya.

Surat Saba |34:2|

يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا ۚ وَهُوَ الرَّحِيمُ الْغَفُورُ

ya'lamu maa yaliju fil-ardhi wa maa yakhruju min-haa wa maa yanzilu minas-samaaa`i wa maa ya'ruju fiihaa, wa huwar-roḥiimul-ghofuur

Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit, dan apa yang naik kepadanya. Dan Dialah Yang Maha Penyayang, Maha Pengampun.

He knows what penetrates into the earth and what emerges from it and what descends from the heaven and what ascends therein. And He is the Merciful, the Forgiving.

Tafsir
Jalalain

(Dia mengetahui apa yang masuk) yang meresap (ke dalam bumi) seperti air dan lain-lainnya (dan apa yang keluar daripadanya) seperti tumbuh-tumbuhan dan lain-lainnya

(dan apa yang turun dari langit) berupa rezeki atau hujan dan lain-lainnya (dan apa yang naik) yakni yang terangkat (kepadanya) berupa amal perbuatan dan lain-lainnya.

(Dan Dialah Yang Maha Penyayang) kepada kekasih-kekasih-Nya (lagi Maha Pengampun) kepada mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Saba | 34 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Saba |34:3|

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَأْتِينَا السَّاعَةُ ۖ قُلْ بَلَىٰ وَرَبِّي لَتَأْتِيَنَّكُمْ عَالِمِ الْغَيْبِ ۖ لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَلَا أَصْغَرُ مِنْ ذَٰلِكَ وَلَا أَكْبَرُ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

wa qoolallażiina kafaruu laa ta`tiinas-saa'ah, qul balaa wa robbii lata`tiyannakum 'aalimil-ghoibi laa ya'zubu 'an-hu miṡqoolu żarrotin fis-samaawaati wa laa fil-ardhi wa laaa ashghoru min żaalika wa laaa akbaru illaa fii kitaabim mubiin

Dan orang-orang yang kafir berkata, "Hari Kiamat itu tidak akan datang kepada kami." Katakanlah, "Pasti datang, demi Tuhanku yang mengetahui yang gaib, Kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya sekalipun seberat zarrah baik yang di langit maupun yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar, semuanya (tertulis) dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuz),"

But those who disbelieve say, "The Hour will not come to us." Say, "Yes, by my Lord, it will surely come to you. [Allah is] the Knower of the unseen." Not absent from Him is an atom's weight within the heavens or within the earth or [what is] smaller than that or greater, except that it is in a clear register -

Tafsir
Jalalain

(Dan orang-orang yang kafir berkata, "Hari terakhir itu tidak akan datang kepada kami") yakni hari kiamat. (Katakanlah) kepada mereka,

("Pasti datang, demi Rabbku Yang mengetahui yang gaib, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepada kalian) kalau dibaca 'Aalimil Ghaibi berarti menjadi sifat dari lafal Rabbii.

Kalau dibaca 'Aalimul Ghaibi berarti menjadi Khabar dari Mubtada, sehingga artinya menjadi seperti berikut, Ya, pasti datang, demi Rabbku, hari kiamat itu pasti akan datang kepada kalian;

Dia mengetahui yang gaib. Bacaan yang kedua ini lebih sesuai dengan kalimat yang sesudahnya, yaitu, (tidak ada yang tersembunyi) tiada yang tidak tampak (bagi-Nya seberat) sebesar (zarah pun)

zarah artinya semut yang paling kecil (yang ada di langit dan yang ada di bumi, dan tidak ada pula yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan semuanya tercatat dalam Kitab yang nyata.) Kitab yang jelas, yang dimaksud adalah Lohmahfuz.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Saba | 34 : 3 |

Tafsir ayat 3-6

Ini merupakan salah satu dari ketiga ayat yang tidak ada keempatnya yang melaluinya Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menegaskan dengan memakai sumpah menyebut nama Tuhannya bahwa hari berbangkit itu (hari kiamat)

benar-benar akan terjadi. Di perintahkan demikian pada saat orang-orang kafir dan orang-orang yang ingkar akan hari kiamat mengingkarinya. Salah satu dari ketiga ayat tersebut disebutkan dalam surat Yunus melalui firman-Nya:


{وَيَسْتَنْبِئُونَكَ أَحَقٌّ هُوَ قُلْ إِي وَرَبِّي إِنَّهُ لَحَقٌّ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ}


Dan mereka menanyakan kepadamu, "Benarkah (azab yang dijanjikan) itu? Katakanlah, "Ya, demi Tuhanku, sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (darinya).” (Yunus: 53) Yang kedua adalah ayat dalam surat ini, yaitu firman-Nya:


{وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَأْتِينَا السَّاعَةُ قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتَأْتِيَنَّكُمْ}


Dan orang-orang yang kafir berkata, "Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami.” Katakanlah, "Pasti datang, demi Tuhanku, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu.” (Saba: 3) Dan yang ketiga terdapat di dalam surat At-Tagabun melalui firman-Nya:


{زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ}


Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah, "Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (At-Tagabun: 7) Untuk itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:


{قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتَأْتِيَنَّكُمْ}


Katakanlah, "Pasti datang, demi Tuhanku, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu. (Saba: 3) Kemudian disebutkan sifat Allah Swt. yang mengukuhkan dan memperkuat hal ini. Untuk itu disebutkan dalam firman selanjutnya:


{عَالِمِ الْغَيْبِ لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَوَاتِ وَلا فِي الأرْضِ وَلا أَصْغَرُ مِنْ ذَلِكَ وَلا أَكْبَرُ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}


(Dialah Allah) Yang mengetahui yang gaib. Tidak ada tersembunyi dari-Nya seberat zarrah pun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut di dalam Kitab

yang nyata (Lauh Mahfuz). (Saba: 3) Mujahid dan Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada tersembunyi dari-Nya. (Saba: 3) Yakni tidak ada yang gaib dari-Nya.

Dengan kata lain, semuanya berada di bawah pengetahuan-Nya, maka tiada sesuatu pun yang samar bagi-Nya. Semua tulang itu sekalipun telah bercerai-berai dan lenyap serta tercabik-cabik dagingnya,

Dia mengetahui ke mana perginya tulang-tulang itu dan tercerai-berai ke mana. Dia mampu mengembalikannya sebagaimana Dia menciptakannya pada yang pertama kali. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

Kemudian Allah menjelaskan hikmah-Nya dalam mengembalikan semua tubuh yang telah mati menjadi hidup kembali dan terjadinya hari kiamat, melalui firman-Nya:


{لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ وَالَّذِينَ سَعَوْا فِي آيَاتِنَا مُعَاجِزِينَ}


supaya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Mereka itu adalah orang-orang yang mendapat ampunan dan rezeki yang mulia. Dan orang-orang yang berusaha untuk (menentang)

ayat-ayat Kami dengan anggapan mereka dapat melepaskan diri dari azab (Kami). (Saba: 4-5) Yakni berupaya untuk menghalang-halangi jalan Allah dan mendustakan utusan-utusan-Nya.


{أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مِنْ رِجْزٍ أَلِيمٌ}


mereka itu memperoleh azab, yaitu (jenis) azab yang sangat pedih. (Saba: 5) Maksudnya, supaya Allah memberi nikmat kepada orang-orang yang berbahagia (yaitu kaum mukmin) dan supaya Dia mengazab orang-orang yang celaka (yaitu orang-orang kafir), sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ}


Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr: 20) Dan firman Allah Swt.:


{أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الأرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ}


Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? (Sad: 28) Adapun firman Allah Swt.:


{وَيَرَى الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ الَّذِي أُنزلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ هُوَ الْحَقَّ}


Dan orang-orang yang diberi ilmu (Ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itulah yang benar. (Saba: 6) Ini pun merupakan hikmah lain yang dikaitkan dengan konteks sebelumnya,

yaitu bahwa apabila orang-orang yang beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada para rasul menyaksikan hari kiamat, dan orang-orang yang bertakwa serta orang-orang yang durhaka mendapat balasannya masing-masing

melalui pengetahuan yang mereka peroleh dari kitab-kitab Allah sewaktu di dunia, maka pada saat itu mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri dan 'ainul yakin. Maka pada saat itu mereka mengatakan seperti yang diceritakan oleh firman-Nya:


{لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ}


Sesungguhnya rasul-rasul Tuhan kami telah datang membawa kebenaran. (Al-A'raf: 43) Disebutkan pula oleh firman-Nya:


{هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ}


Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah rasul-rasul-(Nya). (Yasin: 52) Dan firman Allah Swt.:


{لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ فَهَذَا يَوْمُ الْبَعْثِ}


Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu. (Ar-Rum: 56) Adapun firman Allah Swt.:


{وَيَرَى الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ الَّذِي أُنزلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ}


Dan orang-orang yang diberi ilmu (Ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itulah yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (Saba: 6)

Al-'Aziz artinya Yang Mahaperkasa Zat-Nya, yang tidak dapat dikalahkan dan tidak dapat pula dihalang-halangi, bahkan Dia mengalahkan segala sesuatu dan menguasainya, lagi Maha Terpuji dalam semua ucapan, syariat dan takdir-Nya, dan Dia Maha Terpuji dalam semuanya itu.

Surat Saba |34:4|

لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

liyajziyallażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaat, ulaaa`ika lahum maghfirotuw wa rizqung kariim

agar Dia (Allah) memberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).

That He may reward those who believe and do righteous deeds. Those will have forgiveness and noble provision.

Tafsir
Jalalain

(Supaya Allah memberi balasan) pada hari kiamat itu (kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rezeki yang mulia.") rezeki yang baik di surga.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Saba | 34 : 4 |

penjelasan ada di ayat 3

Surat Saba |34:5|

وَالَّذِينَ سَعَوْا فِي آيَاتِنَا مُعَاجِزِينَ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مِنْ رِجْزٍ أَلِيمٌ

wallażiina sa'au fiii aayaatinaa mu'aajiziina ulaaa`ika lahum 'ażaabum mir rijzin aliim

Dan orang-orang yang berusaha untuk (menentang) ayat-ayat Kami dengan anggapan mereka dapat melemahkan (menggagalkan azab Kami), mereka itu akan memperoleh azab, yaitu azab yang sangat pedih.

But those who strive against Our verses [seeking] to cause failure - for them will be a painful punishment of foul nature.

Tafsir
Jalalain

(Dan orang-orang yang berusaha untuk) menentang atau membatalkan (ayat-ayat Kami) yaitu Alquran (dengan anggapan mereka dapat melepaskan diri dari Kami)

dan menurut qiraat yang lain, lafal Mu'aajiziina pada ayat ini dan pada ayat yang lainnya nanti dibaca Mu'jiziina. Maksudnya menganggap Kami tidak mampu mengazab mereka,

atau mereka beranggapan dapat melepaskan diri dari azab Kami, karena mereka mempunyai dugaan, bahwa tidak ada hari berbangkit dan tidak ada azab (mereka itu memperoleh buruknya azab)

azab yang paling buruk (yang pedih) yang menyakitkan, kalau dibaca Aliimin berarti menjadi sifat daripada lafal Rijzin dan kalau dibaca Aliimun berarti menjadi sifat daripada lafal 'Adzaabun.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Saba | 34 : 5 |

penjelasan ada di ayat 3

Surat Saba |34:6|

وَيَرَى الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ الَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

wa yarollażiina uutul-'ilmallażiii unzila ilaika mir robbika huwal-ḥaqqo wa yahdiii ilaa shiroothil-'aziizil-ḥamiid

Dan orang-orang yang diberi ilmu (Ahli Kitab) berpendapat bahwa (wahyu) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu itulah yang benar dan memberi petunjuk (bagi manusia) kepada jalan (Allah) Yang Maha Perkasa, Maha Terpuji.

And those who have been given knowledge see that what is revealed to you from your Lord is the truth, and it guides to the path of the Exalted in Might, the Praiseworthy.

Tafsir
Jalalain

(Dan berpendapat) yakni telah mengetahui (orang-orang yang diberi ilmu) yang dimaksud adalah orang-orang yang beriman dari kalangan ahli kitab,

seperti Abdullah bin Salam dan teman-temannya (bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu) yakni Alquran (itulah) keputusan (yang benar dan menunjuki manusia kepada jalan) tuntunan

(Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji) Allah yang memiliki keperkasaan lagi terpuji.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Saba | 34 : 6 |

penjelasan ada di ayat 3

Surat Saba |34:7|

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا هَلْ نَدُلُّكُمْ عَلَىٰ رَجُلٍ يُنَبِّئُكُمْ إِذَا مُزِّقْتُمْ كُلَّ مُمَزَّقٍ إِنَّكُمْ لَفِي خَلْقٍ جَدِيدٍ

wa qoolallażiina kafaruu hal nadullukum 'alaa rojuliy yunabbi`ukum iżaa muzziqtum kulla mumazzaqin innakum lafii kholqin jadiid

Dan orang-orang kafir berkata (kepada teman-temannya), "Maukah kami tunjukkan kepadamu seorang laki-laki yang memberitakan kepadamu bahwa apabila badanmu telah hancur sehancur-hancurnya, kamu pasti (akan dibangkitkan kembali) dalam ciptaan yang baru.

But those who disbelieve say, "Shall we direct you to a man who will inform you [that] when you have disintegrated in complete disintegration, you will [then] be [recreated] in a new creation?

Tafsir
Jalalain

(Dan orang-orang kafir berkata) sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain dengan nada yang penuh keheranan,

("Maukah kalian kami tunjukkan kepada kalian seorang laki-laki) yang mereka maksud adalah Nabi Muhammad (yang memberitakan kepada kalian) yang membawa berita kepada kalian, bahwasanya

(apabila badan kalian telah hancur) telah berantakan (sehancur-hancurnya) menjadi berkeping-keping (sesungguhnya kalian akan dibangkitkan kembali dalam ciptaan yang baru")

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Saba | 34 : 7 |

Tafsir ayat 7-9

Ini merupakan berita dari Allah Swt. yang menceritakan ketidakpercayaan orang-orang kafir lagi atheis terhadap terjadinya hari kiamat, dan mereka memperolok-olok Rasul Saw. yang menyampaikan berita tersebut, seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya:


{وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا هَلْ نَدُلُّكُمْ عَلَى رَجُلٍ يُنَبِّئُكُمْ إِذَا مُزِّقْتُمْ كُلَّ مُمَزَّقٍ}


Dan orang-orang kafir berkata (kepada teman-temannya), "Maukah kamu kami tunjukkan kepadamu seorang laki-laki yang memberitakan kepadamu, bahwa apabila badanmu telah hancur sehancur-hancurnya.” (Saba: 7) Yakni tubuh kalian telah hancur luluh di dalam bumi dan telah bercerai-berai di dalamnya.


{إِنَّكُمْ} أَيْ: بَعْدَ هَذَا الْحَالِ {لَفِي خَلْقٍ جَدِيدٍ}


sesungguhnya kamu benar-benar (akan dibangkitkan kembali) dalam ciptaan yang baru? (Saba: 7) Sesudah itu kamu akan dihidupkan kembali dan diberi rezeki. Dan dia (Nabi Saw.) menurut mereka yang mengingkari pemberitaannya ini

yang menyatakan adanya hari berbangkit, tidak terlepas dari dua kemungkinan. Adakalanya dia sengaja berbuat kedustaan terhadap Allah, bahwa Allah telah mewahyukan kepadanya berita tersebut. Atau adakalanya dia tidak sengaja,

tetapi akalnya mengalami gangguan sebagaimana gangguan akal yang dialami oleh orang yang cacat mental atau gila. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya bahwa mereka yang ingkar kepada hari berbangkit itu mengatakan:


{أَفْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَمْ بِهِ جِنَّةٌ}


Apakah dia mengada-adakan kebohongan terhadap Allah ataukah ada padanya penyakit gila? (Saba: 8) Maka Allah Swt. berfirman, menyanggah tuduhan mereka itu:


{بَلِ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ فِي الْعَذَابِ وَالضَّلالِ الْبَعِيدِ}


(Tidak), tetapi orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat berada dalam siksaan dan kesesatan yang jauh. (Saba: 8) Yakni duduk perkara yang sebenarnya tidaklah seperti apa yang mereka dugakan

dan tidak pula seperti apa yang mereka tuduhkan. Bahkan Nabi Muhammad Saw. adalah orang yang benar, berbakti, lagi berakal yang datang membawa perkara yang hak; sedangkan yang dusta, bodoh, lagi dungu adalah mereka sendiri.

Yang dimaksud dengan 'azab' dalam ayat ini adalah kekufuran yang menjerumuskan mereka kepada azab Allah Swt. Sedangkan 'sesat yang jauh' maksudnya jauh dari perkara yang benar di dunia ini.

Kemudian Allah Swt. mengingatkan kepada mereka akan kekuasaan¬Nya yang mampu menciptakan langit dan bumi. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{أَفَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ}


Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka? (Saba: 9) Yakni ke mana pun mereka pergi, langit tetap menaungi mereka dan bumi berada di bawah mereka. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:


{وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ. وَالأرْضَ فَرَشْنَاهَا فَنِعْمَ الْمَاهِدُونَ}


Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa. Dan bumi itu Kami hamparkan; maka sebaik-baik yang menghamparkan (adalah Kami). (Az-Zariyat: 47-48)

Abdu ibnu Humaid mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka?

(Saba: 9) Bahwa jika engkau melihat ke arah kanan atau arah kirimu atau memandang ke depanmu atau ke belakangmu, niscaya kamu melihat langit dan bumi. Firman Allah Swt.:


{إِنْ نَشَأْ نَخْسِفْ بِهِمُ الأرْضَ أَوْ نُسْقِطْ عَلَيْهِمْ كِسَفًا مِنَ السَّمَاءِ}


Jika Kami menghendaki, niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau Kami jatuhkan kepada mereka gumpalan dari langit. (Saba: 9) Yakni seandainya Kami menghendaki hal tersebut, tentulah Kami dapat melakukannya

disebabkan kezaliman mereka dan kekuasaan Kami atas mereka. Tetapi Kami sengaja menangguhkan hal tersebut karena sifat penyantun Kami dan sifat pemaaf Kami. Selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:


{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ}


Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Tuhan) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya). (Saba: 9) Menurut Ma'mar dari Qatadah, makna munib ialah bertobat. Sufyan

dari Qatadah mengatakan bahwa al-munib artinya kembali kepada jalan Allah Swt. Dengan kata lain, sesungguhnya seorang hamba yang cerdik pandai lagi banyak mengingat Allah bila memperhatikan penciptaan langit dan bumi

benar-benar dapat menyimpulkan kekuasaan Allah Swt. yang dapat membangkitkan jasad-jasad yang telah mati dan menghidupkan mereka kembali. Karena sesungguhnya Tuhan yang mampu menciptakan langit yang begitu tinggi lagi luas,

dan yang menciptakan bumi yang terhampar luas, benar-benar mampu pula untuk mengembalikan tubuh dan tulang belulang yang telah bercerai-berai menjadi satu, lalu menghidupkannya kembali. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ بَلَى}


Dan Tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? Benar, Dia berkuasa. (Yasin: 81) Dan Firman-Nya:


{لَخَلْقُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ}


Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Al-Mu-min: 57)