Juz 30

Surat An-Naba |78:1|

عَمَّ يَتَسَاءَلُونَ

'amma yatasaaa`aluun

Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?

About what are they asking one another?

Tafsir
Jalalain

(Tentang apakah) mengenai apakah (mereka saling bertanya-tanya) yakni orang-orang Quraisy sebagian di antara mereka bertanya-tanya kepada sebagian yang lainnya.

Alazhar

Alhamdulillah, syukur kita yang sebesar –besarnya kepada Allah,tuhan yang mahakuasa. Shalawat dan salam semoga Allah curahkan kepada nabi-Nya, junjungan kita muhammad putra abdullah,

serta sahabat sahabatnya yang telah berjuang disamping beliau dengan setia menegakkan cita cita kenabian; demikian pula bagi seluruh ahli dan keluarga beliau.

Ini adalah tafsir al-Azhar juz yang ke-30. Bersyukurlah kita kepada Allah karena 37surah yang terakhir dalam susunan 114 surah AL-QUR'AN, yang sanggup kita menghafalnya dan kerapkali kita membacanya didalam shalat;

syukur alhamdulillah karena 37surah bacaan kita sehari hari ini telah dapat kita hidangkan tafsirnya, sejak surah an-naas, yaitu surah 114. Pada surah-surah yang pendek ini terdapat ilmu pengetahuan yang mendalam dan jitu.

banyak sekali pengajaran terkandung di dalamnya untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan kita. Dengan kata kata pendek dan tegas, mengenai sasaran sasaran penting sebagaimana yang selalu didapat pada surah-surah makkiyyah,

kita dapat mengambil pengetahuan yang banyak di dalamnya. Dan memanglah didalam juz 30(atau juz amma) ini hanya tiga surah saja yang di diturunkan di madinah, yaitu surah al-Bayyinah, surah al-Maa'uun, dan surah an-Nashr; adapun yang selebihnya,34surah,

para ulama-ulama ahli tafsir dan Asbabun Nuzul cenderung mengatakan semua turun di mekah. Maka terasalah oleh kita suasana surah-surah yang turun di mekah itu ketika membacanya;

penuh tantangan (tahaddi) kepada orang yang kafir musyrik dan ingkar. Surah al-Ashr, surah al-Kautsar, dan surah al-Ikhlaash adalah amat pendek-pendek, namun isinya sangat lugas dan dalam.

Demikian juga surah al-Falaq dan an-Naas, pendek juga; namun isinya meliputi kehidupan manusia di tengah-tengah alam. Tinggi dari itu sedikit ialah surah al-Fill dan surah Quraisy.

Sedang surah yang di turunkan di madinah, yang mengandung kata-kata pendek hanya dua saja, surah an-Nashr dan al-Maa'uun. Dan surah madinah yang paling panjang ialah surah al-Baqarah yang mengandung dua juz ditambah seperempat.

Sekali lagi kita bersyukur kepada Allah SWT karena surah surah yang 37 banyaknya, terkandung di dalam juz 30, yang mengandung berbagai urusan; urusan kehidupan, hari kiamat,

tolong-menolong sesama manusia, pemeliharaan anak yatim, menyantuni fakir miskin, bahkan sampai kepada semangat menghadapi perang dengan kuda yang tangkas berlari pun, disuruh menjadi perhatian kita.

Kelak di satu ketika dibayangkanlah perjalanan kafilah di musim panas ke Thaif dan musim dingin ke negeri syam, yang dengan sendirinya menimbulkan semangat berusaha.

Di dekat itu dibayangkan betapa Allah mempertahankan rumah-Nya yang suci dari pada makar jahat musuh-musuh-Nya dekat penutup kita di tuntun dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah yang terkandung di dalam dua surah, yaitu surah al-Ikhlaash dan surah al-Kaafiruun.

Dan di penutunya sekali, kita disuruh kepada Allah yang maha esa daripada segala bahaya yang ada di alam keliling kita, dan dari bahaya jin dan manusia pula,

yaitu di surah al-Falaq dan an-Naas. Bersyukurlah kita berkali-kali kepada Allah bila surah-surah ini dapat kita baca dengan fasih, selanjutnya dapat kita hafalkan

sehingga dapat menjadi bacaan di tiap tiap shalat;mana yang kita anggap patut dibaca di saat itu, dan dapat kita pahamkan isinya. Akhirnya dapat kita amalkan, sehinggga ridhalah Allah kepada kita. Amin.

Karena dengan surah yang pendek pendek tetapi mengandung berbagai ragam pengetahuan hidup dan bekal menghadapi akhirat ini, batin kita menjadi kaya dan iman kita bertambah teguh.Alhamdulillah.

Tentang apakah mereka tanya bertanya?" (ayat 1). Atau, soal apakah yang mereka pertengkarkan atau persoalkan di antara sesama mereka? Mengapa mereka jadi bertengkar tidak berkesudahan?

Yang mereka tanya-bertanyakan, yang mereka persoalkan, menjadi buah tutur di mana mereka berkumpul sesama mereka, yaitu kaum Quraisy itu, ialah: "tentang satu berita besar!" (ayat 2).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 1 |

Tafsir ayat 1-16

Allah Swt. berfirman, mengingkari orang-orang musyrik karena mereka saling bertanya tentang hari kiamat dengan rasa tidak percaya akan kejadiannya.


{عَمَّ يَتَسَاءَلُونَ عَنِ النَّبَإِ الْعَظِيمِ}


Tentang apakah mereka saling bertanya? Tentang berita yang besar. (An-Naba: 1-2) Yakni apakah yang dipertanyakan mereka? Tentang hari kiamat, yaitu berita yang besar, yakni berita yang amat besar,

amat mengerikan lagi amat mengejutkan. Qatadah dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan berita besar ini ialah kebangkitan sesudah mati.

Mujahid mengatakannya Al-Qur'an, tetapi yang jelas adalah pendapat yang pertama, karena dalam firman berikutnya disebutkan:


{الَّذِي هُمْ فِيهِ مُخْتَلِفُونَ}


yang mereka perselisihkan tentang ini. (An-Naba: 3) Manusia dalam hal ini ada dua macam, ada yang beriman kepadanya dan ada yang kafir.

Kemudian Allah Swt. dalam firman berikutnya mengancam orang-orang yang ingkar dengan adanya hari kiamat.


{كَلا سَيَعْلَمُونَ ثُمَّ كَلا سَيَعْلَمُونَ}


Sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui, kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui. (An-Naba: 4-5) Ini merupakan peringatan yang tegas dan ancaman yang keras.

Kemudian Allah menjelaskan tentang kekuasaan-Nya yang besar melalui ciptaan-Nya terhadap segala sesuatu yang besar lagi menakjubkan,

yang semuanya itu menunjukkan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu yang dikehendaki-Nya, termasuk masalah hari berbangkit dan lain-lainnya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{أَلَمْ نَجْعَلِ الأرْضَ مِهَادًا}


Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? (An-Naba: 6) Maksudnya, telah dihamparkan-Nya dan dijadikan-Nya layak untuk dihuni oleh makhluk-Nya, lagi tetap, tenang, dan kokoh.


{وَالْجِبَالَ أَوْتَادًا}


dan gunung-gunung sebagai pasak? (An-Naba: 7) Dia menjadikan pada bumi pasak-pasak untuk menstabilkan dan mengokohkannya serta memantapkannya

sehingga bumi menjadi tenang dan tidak mengguncangkan orang-orang dan makhluk yang ada di atasnya. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{وَخَلَقْنَاكُمْ أَزْوَاجًا}


dan Kami jadikan kalian berpasang-pasangan. (An-Naba: 8) Yaitu dari jenis laki-laki dan perempuan, masing-masing dapat bersenang-senang dengan lawan jenisnya, dan karenanya maka berkembanglah keturunan mereka. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt:


وَمِنْ آياتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْواجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْها وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً


Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. (Ar-Rum:21) Adapun firman Allah Swt.:


{وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا}


dan Kami jadikan tidur kalian untuk istirahat. (An-Naba: 9) yakni istirahat dari gerak agar tubuh kalian menjadi segar kembali setelah banyak melakukan

aktivitas dalam rangka mencari upaya penghidupan di sepanjang siang hari. Hal seperti ini telah diterangkan di dalam tafsir surat Al-Furqan.


{وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا}


dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. (An-Naba: 10) yang menutupi semua manusia dengan kegelapannya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَاللَّيْلِ إِذا يَغْشاها


dan malam apabila menutupinya. (Asy-Syams: 4) Dan ucapan seorang penyair yang mengatakan dalam salah satu bait syairnya,


فَلَمَّا لَبِسْنَ اللَّيْلَ أَوْ حِينَ نَصَّبَتْ ... لَهُ مِنْ خَذَا آذَانِهَا وَهْوَ جَانِحُ


"Dan manakala malam mulai menggelarkan kain penutupnya, maka seluruh semesta menjadi gelap."Qatadah telah mengatakan sehubungan

dengan makna firman-Nya: dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. (An-Naba: 10) Maksudnya, ketenangan.


{وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا}


dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan. (An-Naba: 11) Kami menjadikannya terang benderang agar manusia dapat melakukan aktivitasnya untuk mencari upaya penghidupan dengan bekerja, berniaga, dan melakukan urusan lainnya. Firman Allah Swt:


{وَبَنَيْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعًا شِدَادًا}


dan Kami bangun di atas kalian tujuh buah (langit) yang kokoh. (An-Naba: 12) Yaitu tujuh lapis langit dengan segala keluasannya, ketinggiannya, kekokohannya,

dan kerapiannya serta hiasannya yang dipenuhi dengan bintang-bintang, baik yang tetap maupun yang beredar. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:


{وَجَعَلْنَا سِرَاجًا وَهَّاجًا}


dan Kami jadikan pelita yang amat terang. (An-Naba: 13) Yakni matahari yang menerangi semesta alam, yang cahayanya menerangi seluruh penduduk bumi. Firman Allah Swt.:


{وَأَنزلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا}


dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah. (An-Naba: 14) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-mu'sirat ialah angin. Ibnu Abu Hatim mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abu Daud Al-Hafari, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

dan Kami turunkan dari awan. (An-Naba: 14) Bahwa makna yang dimaksud ialah dari angin. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Qatadah, Muqatil, Al-Kalabi, Zaid ibnu Aslam,

dan putranya (yaitu Abdur Rahman), semuanya mengatakan bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan mu'sirat ialah angin. Dikatakan demikian karena anginlah yang meniup awan yang mengandung air,

hingga awan itu menurunkan kandungan airnya dan terjadilah hujan. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, "Al-mu'sirat,"

bahwa makna yang dimaksud ialah awan yang mengandung air hujan. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Abul Aliyah, Ad-Dahhak, Al-Hasan, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Sauri, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir.

Al-Farra mengatakan bahwa mu’sirat ialah awan yang mengandung air dan masih belum diturunkan, sebagaimana yang dikatakan terhadap seorang wanita yang mu’sir artinya 'bilamana masa haidny tiba,

sedangkan sebelum itu ia tidak pernah haid'. Diriwayatkan pula dari Al-Hasan dan Qatadah, bahwa minal mu’sirat artinya dari langit, tetapi pendapat ini garib.

Dan yang jelas adalah pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan mu’sirat ialah awan yang mengandung air, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّياحَ فَتُثِيرُ سَحاباً فَيَبْسُطُهُ فِي السَّماءِ كَيْفَ يَشاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفاً فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ


Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya,

dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya. (Ar-Rum: 48) Adapun firman Allah Swt.:


{مَاءً ثَجَّاجًا}


air yang banyak tercurah. (An-Naba: 14) Mujahid, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa sajjajan artinya tercurah. As-Sauri mengatakan berturut-turut.

Ibnu Zaid mengatakan banyak. Ibnu Jarir mengatakan bahwa tidak diketahui dalam pembicaraan orang Arab untuk menggambarkan hal yang banyak memakai kata as-sajj,

melainkan menunjukkan pengertian curahan yang berturut-turut. Termasuk ke dalam pengertian ini sabda Nabi Saw. yang mengatakan:


"أفضلُ الْحَجِّ الْعَجُّ وَالثَّجُّ"


Haji yang paling afdal ialah yang banyak debunya dan banyak mengalirkan darah kurban. Yakni mengalirkan darah hewan kurban. Menurut hemat saya,

demikian pula dalam hadis wanita yang mustahadah (keputihan) saat Rasulullah Saw. bersabda, kepadanya,


"أَنْعَتُ لَكِ الكُرسُفَ"


"Aku anjurkan kamu memakai penyumbat dari katun." Maka wanita itu menjawab, "Wahai Rasulullah, darah itu lebih banyak daripada yang engkau perkirakan, sesungguhnya ia mengalir dengan sederas-derasnya."

Hal ini menunjukkan adanya penggunaan kata as-sajj untuk menunjukkan pengertian curahan yang berturut-turut lagi banyak; hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:


{لِنُخْرِجَ بِهِ حَبًّا وَنَبَاتًا وَجَنَّاتٍ أَلْفَافًا}


supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat? (An-Naba: 15-16) Yaitu agar melalui air yang banyak, baik, bermanfaat,

lagi mengandung berkah ini Kami tumbuhkan biji-bijian untuk manusia dan hewan, dan Kami tumbuhkan pula sayur-sayuran yang dapat dimakan secara mentah,

Kami tumbuhkan pula taman-taman dan kebun-kebun yang menghasilkan berbagai macam buah-buahan yang beraneka ragam rasa dan baunya, yang adakalanya kesemuanya itu dapat dijumpai dalam satu kawasan tanah.

Karena itulah maka disebutkan alfafan, yang menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya artinya lebat. Hal ini berarti sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَفِي الْأَرْضِ قِطَعٌ مُتَجاوِراتٌ وَجَنَّاتٌ مِنْ أَعْنابٍ وَزَرْعٌ وَنَخِيلٌ صِنْوانٌ وَغَيْرُ صِنْوانٍ يُسْقى بِماءٍ واحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَها عَلى بَعْضٍ فِي الْأُكُلِ إِنَّ فِي ذلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ


Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanam-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama.

Kami melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Ar-Ra'd: 4)

Surat An-Naba |78:2|

عَنِ النَّبَإِ الْعَظِيمِ

'anin-naba`il-'azhiim

Tentang berita yang besar (hari Berbangkit),

About the great news -

Tafsir
Jalalain

(Tentang berita yang besar) ayat ini merupakan penjelasan bagi sesuatu yang dipertanyakan mereka itu. Sedangkan Istifham atau kata tanya pada ayat yang pertama tadi mengandung makna yang mengagungkannya.

Hal yang dimaksud adalah Alquran yang disampaikan oleh Nabi saw. yang di dalamnya terkandung berita mengenai adanya hari berbangkit dan hal-hal lainnya.

Alazhar

Tentang satu berita besar!" (ayat 2). Adalah satu berita besar bagi kaum Quraisy itu ketika Muhammad SAW .,anak Abdullah, yang mereka kenal sejak dari masa kecilnya

sampai masa remajanya, lalu meningkat dewasa,sehingga berusia lebih dari empat puluh tahun. Dia telah mengeluarkan suatu pendirian yang berbeda sama sekali dari yang mereka harapkan.

Dia mengaku dirinya mendapat wahyu dari Allah. Dia mengaku Malaikat Jibril telah datang diutus Allah menemuinya buat menyampaikan wahyu itu.

Dan wahyu-wahyu yang disampaikannya itu sangatlah menggoncangkan masyarakat. Dia melarang menyembah berhala yang selama ini menjadi dasar agama kaumnya.

Dan dia pun mengatakan pula bahwa di belakang hari nanti , yaitu setelah kita mati, kita semuanya ini akan hidup kembali dalam alam lain yang bernama alam Akhirat. Di sana akan diperhitungkan amalan manusia.

Dosa yang tidak akan diampuni, kalau tidak taubat betul-betul, ialah dosa mempersekutukan Allah dengan sesembahan sesembahan yang lain.

Mereka tanya-bertanya, berbisik hilir berbisik mudik, di "Darun-Nadwah" tempat mereka biasa berkumpul, ataupun di sekitar pelataran ka'bah, atau di mana saja.

Inilah yang jadi berita hangat ; soal Al-Quran yang dinamai wahyu, soal Kiamat soal kebencian kepada penyembahan berhala. Itulah semua: "Yang telah mereka perselisihkan padanya." (ayat 3).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:3|

الَّذِي هُمْ فِيهِ مُخْتَلِفُونَ

allażii hum fiihi mukhtalifuun

yang dalam hal itu mereka berselisih.

That over which they are in disagreement.

Tafsir
Jalalain

(Yang mereka perselisihkan tentang ini) orang-orang yang beriman mempercayainya, sedangkan orang-orang kafir mengingkarinya.

Alazhar

"Yang telah mereka perselisihkan padanya." (ayat 3). Niscaya perselisihan itu tidak akan putus-putus. Tanya-bertanya di antara yang satu dengan yang lain tiada akan terhenti, karena mereka hanya akan memperturutkan pertimbangan sendiri.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:4|

كَلَّا سَيَعْلَمُونَ

kallaa saya'lamuun

Tidak! Kelak mereka akan mengetahui,

No! They are going to know.

Tafsir
Jalalain

(Sekali-kali tidak) kata ini merupakan sanggahan yang ditujukan kepada orang-orang kafir tadi (kelak mereka mengetahui) apa yang bakal menimpa mereka sebagai akibat daripada keingkaran mereka kepada Alquran.

Alazhar

"Jangan!" (pangkal ayat 4). Artinya tidaklah ada perlunya dipertengkarkan atau mereka tanya-menanya dalam soal yang besar itu, karena: "Kelak mereka akan tahu." (ujung ayat 4).

Tegasnya kalau mereka bertengkar atau tanya-bertanya dalam persoalan yang besar itu, sehingga keputusan tidak ada, namun akhir kelaknya mereka pasti akan tahu juga,

atau segala yang mereka tanya-bertanyakan itu tidak lama lagi pasti menjadi kenyataan, karena ketentuan yang digariskan oleh Allah, tidak ada tenaga manusia yang dapat 'menahannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:5|

ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُونَ

ṡumma kallaa saya'lamuun

sekali lagi tidak! Kelak mereka akan mengetahui.

Then, no! They are going to know.

Tafsir
Jalalain

(Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui) ayat ini merupakan pengukuh dari ayat sebelumnya; dan pada ayat ini dipakai kata Tsumma untuk memberikan pengertian,

bahwa ancaman yang kedua lebih keras dan lebih berat daripada ancaman yang dikandung pada ayat sebelumnya. Selanjutnya Allah swt.

memberikan isyarat yang menunjukkan tentang kekuasaan-Nya untuk membangkitkan makhluk semuanya; untuk itu Dia berfirman:

Alazhar

"Kemudian itu!" (pangkal ayat 5). Kemudian itu diperingatkanlah untuk kesekian kalinya, "Sekali-kali jangan!" Bertengkar bertanya-tanyaan juga,

karena tidak akan ada faedahnya menggantang asap mengkhayalkan kehendak yang telah tertentu dari Allah dengan hanya meraba-raba dalam kegelapan jahil: "Kelak mereka akan tahu!" (ujung ayat 5).

Segala keragu-raguan yang menimbulkan berbagai macam pertanyaan kian sehari akan kian sirna, sebab al-Quran kian sehari akan kian jelas.

Menurut suatu riwayat yang dibawakan oleh ahli-ahli tafsir, soal yang lebih menjadi perkara yang dipertanyakan di antara mereka, lebih penting dari yang lain ialah perkara dibangkitkan sesudah mati atau, (yaumal ba’ts).

Sebagai tersebut di dalam Surah (Yaa-Siin) ayat 78, pernah ada di antara mereka yang memungut tulang yang telah lapuk dari tanah, lalu bertanya kepada Nabi SAW:

"Siapakah pula yang akan dapat menghidupkan kembali tulang belulang ini padahal dia telah lapuk?" Sampai Nabi disuruh menjawab (ayat 79): "Yang akan menghidupkannya ialah yang menjadikannya pertama kali."Maksudnya Allah Sang pencipta

Kesimpulan dari ayat-ayat ini ialah, pertanyaan pertanyaan yang timbul di antara sesama kaum Quraisy itu kelak akan terjawab dengan sendirinya, karena wahyu akan turun lagi dan keterangan akan bertambah lagi,

dan pembuktian pun akan diperlihatkan. Sebab itu bersedialah buat beriman. Dengan sepuluh ayat, dari ayat 6 sampai 16, terbukalah kepada kita bagaimana caranya Allah mendidik dan membawa manusia

untuk berpikir luas, agar dia jangan hanya terkurung dalam batas batas pikiran sempit, sehingga dia tidak tahu jalan mana yang harus dilaluinya,

supaya dia bertemu dengan jawaban atas soal soal besar yang di tanya-tanyakan itu. Insaflah dimana engkau tegak sekarang, karena kehendak siapa engkau datang ke dalam hidup ini.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:6|

أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ مِهَادًا

a lam naj'alil-ardho mihaadaa

Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan,

Have We not made the earth a resting place?

Tafsir
Jalalain

(Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan) yakni terhampar bagaikan permadani.

Alazhar

"Bukankah telah Kami jadikan bumi itu terbentang?" (ayat 6). "Bumi terbentang" – suatu ungkapan yang sangat Indah dari Allah sendiri. Boleh juga disebut bumi terhampar,

laksana menghamparkan permadani, yang kamu Insan diberi tempat yang luas buat hidup di atas bumi yang dibentangkan itu.

Untuk siapa bumi itu, kalau bukan untuk kamu? Dan segala yang ada di dalamnya pun boleh kamu ambil faedahnya. Maka dalam kata-kata mihaada, yang kita artikan terbentang itu terasalah satu penyelenggaraan dan satu persilahan: ambilah faedahnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:7|

وَالْجِبَالَ أَوْتَادًا

wal-jibaala autaadaa

dan gunung-gunung sebagai pasak?

And the mountains as stakes?

Tafsir
Jalalain

(Dan gunung-gunung sebagai pasak) yang menstabilkan bumi, sebagaimana halnya kemah yang berdiri dengan mantapnya berkat patok-patok yang menyangganya.

Istifham atau kata tanya di sini mengandung makna Taqrir atau menetapkan.

Alazhar

"Dan gunung-gunung (sebagai) pancang-pancang." (ayat 7). Dijelaskanlah pada ayat ini kegunaan gunung. Kalau gunung tak ada, bumi tidak akan selamat dan tidak akan terbentang dengan baik.

Karena angin yang selalu berhembus keras akan membongkar urat dari kayu-kayu yang tumbuh sebagai keperluan hidup itu.

Dengan adanya gunung-gunung sebagai pancang itu, kokohlah hidup manusia. Dan misalnya habislah kayu-kayuan yang tumbuh di lereng gunung,

ketika hujan turun meluncurlah tanah, dan keringlah bumi yang terbentang itu karena tidak ada yang menghalanginya lagi dan terhalanglah hidup, karena erosi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:8|

وَخَلَقْنَاكُمْ أَزْوَاجًا

wa kholaqnaakum azwaajaa

Dan Kami menciptakan kamu berpasang-pasangan,

And We created you in pairs

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami jadikan kalian berpasang-pasangan) yaitu terdiri dari jenis laki-laki dan perempuan.

Alazhar

"Dan telah Kami jadikan kamu berpasang-pasangan." (ayat 8). Berpasang-pasangan, yaitu berjantan berbetina, berlaki-laki berperempuan,

berpositif bernegatif, dengan demikian itulah Allah menciptakan alam ini seluruhnya. Ada berlangit berbumi, ada berawal berakhir,

ada berlahir berbatin, ada berdunia berakhirat dan seterusnya. Maka dengan demikianlah Allah Yang Maha Tunggal menciptakan seluruh yang maujud dalam alam ini berpasang-pasangan. Yang berdiri sendiri hanya Allah!

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 8 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:9|

وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا

wa ja'alnaa naumakum subaataa

dan Kami menjadikan tidurmu untuk istirahat,

And made your sleep [a means for] rest

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami jadikan tidur kalian untuk istirahat) untuk istirahat bagi tubuh kalian.

Alazhar

"Dan telah Kami jadikan tidur kamu untuk berlepas lelah." (ayat 9). Dengan demikian tenang kembali rohanimu dan jasmanimu yang sibuk selalu,

bagi mengumpulkan kekuatan yang baru, sehingga tidur adalah kemestian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 9 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:10|

وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا

wa ja'alnal-laila libaasaa

dan Kami menjadikan malam sebagai pakaian,

And made the night as clothing

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian) sebagai penutup karena kegelapannya.

Alazhar

"Dan telah Kami jadikan malam (sebagai) pakaian." (ayat 10) Menurut Ibnu Jarir Ath-Thabari: "Gelap malam itu meliputi seluruh diri kamu, sehingga walaupun kamu bertelanjang tidak berkain sehelai benang jua,

namun kegelapan malam itu sudah menjadi ganti dari pakaianmu." Dan menurut penafsiran dari Ibnu Jubair dan As-Suddi: "Ketenangan diri karena nyenyak tidur

untuk membangkitkan tenaga baru untuk hari esok, serupa juga dengan mengganti pakaian yang telah kumal dengan yang masih bersih."

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 10 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:11|

وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا

wa ja'alnan-nahaaro ma'aasyaa

dan Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan,

And made the day for livelihood

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan) yaitu waktu untuk mencari penghidupan.

Alazhar

"Dan telah Kami jadikan siang untuk penghidupan." (ayat 11). Setelah tadi malam beristirahat berlepas lelah, pagi-pagi badan dan jiwa menjadi segar.

Setelah terasa segar mulailah bekerja dan bergiat lagi berjalan di atas bumi yang telah terbentang itu mencari perbekalan buat hidup, mencari rezeki,

mencari makan dan minum. Itulah yang dinamai ma'aasya: Penghidupan. Dalam kata-kata susunan lain disebut juga ma'iisyah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 11 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:12|

وَبَنَيْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعًا شِدَادًا

wa banainaa fauqokum sab'an syidaadaa

dan Kami membangun di atas kamu tujuh (langit) yang kokoh,

And constructed above you seven strong [heavens]

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami bina di atas kalian tujuh lapis) maksudnya langit yang berlapis tujuh (yang kokoh) lafal Syidaadan adalah bentuk jamak dari lafal Syadidatun,

artinya sangat kuat lagi sangat rapi yang tidak terpengaruh oleh berlalunya zaman.

Alazhar

“Dan telah Kami bangunkan di arah atas kamu tujuh yang kokoh.” (ayat 12). “Tujuh yang kokoh” ialah langit yang tujuh lapis. Dan kita pun tahu cara pemakaian bahasa Arab,

bahwa kalau disebut kalimat “tujuh” yang dimaksud ialah banyak! Dan semua langit itu dibina oleh Allah dengan kokohnya.ilmu pengetahuan manusia

tentang alam telah membawa kepada keinsafan bahwa memang kukuhlah bangunan angkasa luas itu, yang mungkin telah berjuta- juta tahun lamanya diciptakan oleh dia, yang mahakuasa;

namun cakrawala masih tegak teguh dengan jayanya, berdiri dengan kukuhnya. Beredarlah dalam cakrawala itu berjuta-juta bintang

dan satu di antaranya adalah bumi kita ini, dan kita pun hidup di atas permukaan bumi, di bawah naungan langit.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 12 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:13|

وَجَعَلْنَا سِرَاجًا وَهَّاجًا

wa ja'alnaa siroojaw wahhaajaa

dan Kami menjadikan pelita yang terang-benderang (matahari),

And made [therein] a burning lamp

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami jadikan pelita) yang menerangi (yang amat terang) yang dimaksud adalah matahari.

Alazhar

"Dan telah Kami jadikan suatu pelita yang terang benderang." (ayat 13). Pelita yang terang-benderang itu, yang hanya satu, yaitu Matahari telah memancarkan sinar yang terang-benderang,

sehingga untuk tahu bagaimana sinar terang-benderangnya, bandingkanlah dengan malam hari, ketika matahari itu terbenam, meski telah kita ganti angkasa dengan berjuta-juta pelita (lampu) kita sendiri,

namun berjuta-juta pelita itu belum juga dapat menggantikan sinar terang-benderang matahari yang meliputi alam di siang hari.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 13 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:14|

وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا

wa anzalnaa minal-mu'shirooti maaa`an ṡajjaajaa

dan Kami turunkan dari awan, air hujan yang tercurah dengan hebatnya,

And sent down, from the rain clouds, pouring water

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami turunkan dari awan yang tebal) yaitu awan yang banyak mengandung air dan sudah saatnya menurunkan air yang dikandungnya,

sebagaimana halnya seorang gadis yang sudah masanya untuk berhaid (air yang tercurah) artinya bagaikan air yang dicurahkan.

Alazhar

"Dan telah kami turunkan dari awan air yang bercucuran." (ayat 14). Itulah hujan yang selalu menyirami bumi, air bercucuran ialah hujan yang lebat, yang selalu membagi-bagikan air itu untuk hidup segala yang bernyawa.

Di dalam Surah Al-Anbiya' ayat 30 sudah diterangkan pula bahwa segala yang hidup di atas bumi ini, baik manusia atau binatang, atau tumbuh-tumbuhan sekalipun sangat bergantung kepada air.

Hujanlah cara pembagian air yang paling merata dari Allah, buat mengisi sumur yang hampir kering, buat meneruskan aliran sungai-sungai

dan mengalir terus ke laut, dan dari laut itu air tadi menguap ke udara buat menjadi awan atau mega, berkumpul untuk kembali menjadi hujan, dan turun kembali. Demikianlah terus-menerus.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 14 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:15|

لِنُخْرِجَ بِهِ حَبًّا وَنَبَاتًا

linukhrija bihii ḥabbaw wa nabaataa

untuk Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tanam-tanaman,

That We may bring forth thereby grain and vegetation

Tafsir
Jalalain

(Supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian) seperti biji gandum (dan tumbuh-tumbuhan) seperti buah Tin.

Alazhar

"Karena akan Kami keluarkan dengan dia." (pangkal ayat 15). Yaitu dengan sebab bercucurannya air hujan tersebut keluarlah: "Biji-biji dan tumbuh-tumbuhan." (ujung ayat 15).

Banyaklah macamnya tumbuhan yang berasal dari bijinya. Seperti lada, mentimun, kacang dalam segala jenisnya, jagung dan padi dan sebagainya.

Semuanya itu dari biji atau benih. Sebelum disinggung air dia kelihatan tidak berarti apa-apa. Tetapi setelah dia kena air, timbullah dua helai daun yang tadinya tersimpul menjadi biji itu.

Lain pula halnya dengan berbagai tumbuh-tumbuhan yang lain, yang akan hidup kembali setelah kena air ialah uratnya yang telah kering tadi.

Air menjadikan dia basah, dan basah menghasilkan hidup pada dirinya buat menghisap air lagi yang tersimpan di dalam bumi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 15 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:16|

وَجَنَّاتٍ أَلْفَافًا

wa jannaatin alfaafaa

dan kebun-kebun yang rindang.

And gardens of entwined growth.

Tafsir
Jalalain

(Dan kebun-kebun) atau taman-taman (yang lebat) tumbuh-tumbuhannya; lafal Alfaafan bentuk jamak dari lafal Lafiifun, wazannya sama dengan lafal Syariifun yang bentuk jamaknya adalah Asyraafun.

Alazhar

"Dan kebun-kebun yang subur." (ayat 16). Sudah sejak manusia hidup mengenal bercocok tanam sebagai lanjutan dari hidup berburu di darat dan di air,

kian lama kian teraturlah cara manusia menanam dan kian jelaslah apa yang mereka pandang patut ditanam. Mulanya hanya sekedar mencari apa yang baik untuk dimakan.

Misalnya dengan dikenal manusia gandum dan padi, lalu manusia pun membuat kebun atau sawah yang lebih teratur, karena akal yang telah lebih cerdas itu didapat ialah setelah banyak pengalaman.

Lama-kelamaan didapati manusia pulalah tumbuh-tumbuhan lain yang bukan saja untuk dimakan, malahan tumbuh-tumbuhan yang pantas ditenun menjadi pakaian.

Maka dikenallah kapas dan kapuk dan idas-rumin dan kulit terap. Akhirnya pandailah manusia berkebun korma, berkebun anggur, berkebun jeruk,

berkebun kelapa dan bersawah dan lain-lain, sampai kita kenal manusia berkebun getah, berkebun nanas buat diambil daunnya jadi serat rami dan benang.

Dari tiga ayat yang bertali ini, ayat 14 sampai ayat 16 kita melihat usaha manusia menyesuaikan dirinya dengan alam pemberian Allah.

Allah menurunkan hujan, manusia mengatur pengairan. Allah mentakdirkan biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, manusia mengatur kebun-kebun dan sawah dan menyusunnya menurut keadaan buminya.

Inilah dia kebudayaan. Sebab itu maka usaha perkebunan disebut juga Kebudayaan: Agriculture. Dan Tanah Sumatera Timur sebelum Perang Dunia Kedua yang penuh dengan perkebunan yang luas-luas itu,

yang rakyatnya di bawah naungan raja-raja dan Sultan-sultan Melayu dinamai dalam bahasa Belanda: Culmurgebied, Daerah Kebudayaan! Dalam ayat 6 sampai 16, diuraikan oleh Allah nikmat-Nya atas manusia dalam alam yang ada di sekelilingnya.

Bahwasanya hidup manusia di alam ini tidaklah dibiarkan terlantar. Sejak dari terhamparnya bumi, terpancangnya gunung gunung kejadian manusia berpasang-pasangan, nyenyak tidur, gelap malam, terang siang,

tujuh langit, pancaran pelita sang surya, dan lebatnya hujan; semuanya itu adalah nikmat bagi manusia selama hiduo di dunia ini, yang kalau manusia sadar akan dirinya,

akan tahulah dia betapa besarnya nikmat itu, sehingga dia dapat hidup nyaman diatas permukaan bumi ini. Dan bahwa hidup manusia kait-berkait dengan alam sekelilingnya.

Tetapi jangan lupa! Yang awal mesti ada akhirnya. Bumi itu tidak akan senantiasa demikian saja. Akhirnya dia pasti hancur, dan yang sudah terang terlebih dahulu berjalan meninggalkan bumi ini ialah manusia sendiri.

Kalau ajal manusia telah ditentukan, ajal bumi pun telah ditentukan pula. Kalau ajalnya datang, satu apa pun tidak ada yang sanggup bertahan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 16 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naba |78:17|

إِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيقَاتًا

inna yaumal-fashli kaana miiqootaa

Sungguh, hari keputusan adalah suatu waktu yang telah ditetapkan,

Indeed, the Day of Judgement is an appointed time -

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya hari keputusan) di antara semua makhluk (adalah suatu waktu yang ditetapkan) waktu yang ditentukan untuk memberi pahala dan menimpakan siksaan.

Alazhar

"Sesungguhnya Hari Keputusan itu adalah satu waktu yang telah ditetapkan." (ayat 17). Hari Keputusan itu ialah Hari Kiamat, dan waktunya telah ditentukan di dalam ketentuan Allah,

tidak dikurangi dan tidak ditambah dan tidak pula ada yang mengetahui bila hal itu akan terjadi, selain dari Allah sendiri.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 17 |

Tafsir ayat 17-30

Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang Hari Keputusan—yaitu hari kiamat— bahwa sesungguhnya hari itu telah ditetapkan waktu yang tertentu bagi kejadiannya, tidak diundurkan, dan tidak dikurangi (dimajukan),

dan tiada seorang pun yang mengetahui tentang ketetapan waktunya secara tertentu melainkan hanya Allah Swt. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَما نُؤَخِّرُهُ إِلَّا لِأَجَلٍ مَعْدُودٍ


Dan Kami tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu tertentu. (Hud: 104) Adapun firman Allah Swt.:


{يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَتَأْتُونَ أَفْوَاجًا}


yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kalian datang berkelompok-kelompok. (An-Naba: 18) Mujahid mengatakan bergelombang-gelombang atau rombongan-rombongan.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah setiap umat datang bersama dengan rasulnya sendiri, semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:


يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُناسٍ بِإِمامِهِمْ


(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya. (Al-Isra: 71) Imam Bukhari sehubungan dengan firman-Nya:

yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kamu datang berkelompok-kelompok. (An-Naba: 18) mengatakan bahwa:


حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "ما بين النفختين أربعون". قَالُوا: أَرْبَعُونَ يَوْمًا؟ قَالَ: "أبيتُ". قَالُوا: أَرْبَعُونَ شَهْرًا؟ قَالَ: "أَبَيْتُ". قَالُوا: أَرْبَعُونَ سَنَةً؟ قَالَ: "أَبَيْتُ". قَالَ: "ثُمَّ يُنزلُ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فينبتُونَ كَمَا ينبتُ البقلُ، لَيْسَ مِنَ الْإِنْسَانِ شيءٌ إِلَّا يَبلَى، إِلَّا عَظْمًا وَاحِدًا، وَهُوَ عَجْبُ الذنَب، وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الخَلْقُ يومَ الْقِيَامَةِ"


telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-Abu’masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"Jarak waktu di antara kedua tiupan adalah empat puluh.” Mereka (para sahabat) bertanya, "Apakah empat puluh hari?” Rasulullah Saw. menjawab, "Aku tidak mau mengatakannya.”

Mereka bertanya, "Apakah empat puluh bulan?" Rasulullah Saw. menjawab, "Aku menolak untuk mengatakannya.” Mereka bertanya lagi, "Apakah empat puluh tahun?”

Rasulullah Saw. menjawab, "Aku menolak untuk mengatakannya.” Lalu Rasulullah Saw. melanjutkan, "Kemudian Allah menurunkan hujan dari langit, maka bermunculanlah mereka sebagaimana tumbuhnya sayur-mayur.

Tiada suatu anggota tubuh pun dari manusia melainkan pasti hancur kecuali satu tulang, yaitu tulang ekornya, maka darinyalah makhluk disusun kembali kelak di hari kiamat.” Firman Allah Swt.:


{وَفُتِحَتِ السَّمَاءُ فَكَانَتْ أَبْوَابًا}


dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu. (An-Naba: 19) Yakni membentuk jalan-jalan atau jalur-jalur untuk turunnya para malaikat.


{وَسُيِّرَتِ الْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَابًا}


dan dijalankanlah gunung-gunung, maka menjadi fatamorganalah ia. (An-Naba: 20) Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:


وَتَرَى الْجِبالَ تَحْسَبُها جامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحابِ


Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (An-Naml: 88) Dan firman-Nya:


وَتَكُونُ الْجِبالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ


dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (Al-Qari'ah: 5) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{فَكَانَتْ سَرَابًا}


maka menjadi falamorganalah ia. (An-Naba: 20)Artinya, terbayang oleh orang yang memandangnya seakan-akan gunung itu adalah sesuatu benda, padahal kenyataannya tidaklah demikian;

sesudah itu gunung-gunung tersebut lenyap sama sekali tanpa bekas, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الْجِبالِ فَقُلْ يَنْسِفُها رَبِّي نَسْفاً فَيَذَرُها قَاعًا صَفْصَفاً لَا تَرى فِيها عِوَجاً وَلا أَمْتاً


Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah, "Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, maka Dia akan menjadikan (bekas)

gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi.” (Thaha: 105-107) Dan firman Allah Swt.:


وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بارِزَةً


Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu datar. (Al-Kahfi: 47) Adapun firman Allah Swt.:


{إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا}


Sesungguhnya neraka Jahanam itu adalah tempat yang telah disediakan. (An-Naba: 21) Yakni tempat yang telah disediakan dan dikhususkan,


{للِطَّاغِينَ}


bagi orang-orang yang melampaui batas. (An-Naba: 22)Mereka adalah para pembangkang, para pendurhaka yang menentang rasul-rasul Allah.


{مَآبًا}


sebagai tempat kembali (mereka). (An-Naba: 22)Yaitu sebagai tempat kembali dan tempat menetap serta tempat mereka berpulang.Al-Hasan dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt:

Sesungguhnya neraka Jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai. (An-Naba: 21) Maksudnya, tiada seorang pun yang akan masuk surga melainkan harus melewati neraka.

Maka jika ia mempunyai jawaz (paspor), selamatlah ia; dan apabila tidak mempunyainya, maka ia ditahan.Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa di atas neraka terdapat tiga buah jembatan. firman Allah Swt.:


{لابِثِينَ فِيهَا أَحْقَابًا}


mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Yakni mereka tinggal di dalam neraka selama berabad-abad, bentuk jamak dari hiqbun, yang artinya suatu masa dari zaman.

Mereka berselisih pendapat tentang kadarnya masa ini. bnu Jarir telah meriwayatkan dari Ibnu Humaid, dari Mahran, dari Sufyan As-Sauri, dari Ammar Ad-Duhni, darr Salim ibnu Abul Ja'd yang mengatakan

bahwa Ali ibnu Abu Talib pernah bertanya sehubungan dengan penanggalan kamariah hijriah, "Apakah yang kalian jumpai dalam Kitabullah tentang makna al-hiqbu? Lalu dijawab, "Kami menjumpainya berarti delapan puluh tahun,

tiap tahun mengandung dua belas bulan, dan tiap bulan mengandung tiga puluh hari, dan setiap hari lamanya sama dengan seribu tahun." Hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, Abdullah ibnu Amr,

Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Amr ibnu Maimun, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Ad-Dahhak.Telah diriwayatkan pula dari Al-Hasan dan As-Saddi, bahwa lamanya tujuh puluh tahun dengan ketentuan yang sama

Telah diriwayatkan dari Abdullah ibnu Amr, bahwa satu hiqbu adalah empat puluh tahun, tiap hari darinya sama lamanya dengan seribu tahun menurut perhitunganmu. Keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Basyir ibnu Ka'b mengatakan, pernah diceritakan kepadanya bahwa satu hiqbu adalah tiga ratus tahun, dua belas bulan pertahunnya, dan setiap tahunnya mengandung tiga ratus enam puluh hari,

dan lama tiap harinya sama dengan seribu tahun. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan,

telah diriwayatkan dari Amr ibnu Ali ibnu Abu Bakar Al-Isfidi, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah Al-Fazzari, dari Ja'far ibnuz Zubair, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah,

dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Bahwa al-hiqbu adalah satu bulannya bulan yang berisikan tiga puluh hari,

dan tahunnya berisikan dua belas bulan, dan satu tahunnya berisikan tiga ratus enam puluh hari; setiap harinya sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu; maka satu hiqbu adalah tiga puluh ribu tahun.

Hadis ini munkar sekali. Al-Qasim dan orang yang meriwayatkan darinya —yaitu Ja'far ibnuz Zubair— kedua-duanya hadisnya tidak terpakai.


قَالَ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِرْدَاس، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ مُسْلِمٍ أَبُو المُعَلَّى قَالَ: سَأَلْتُ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيَّ: هَلْ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ أَحَدٌ؟ فَقَالَ حَدَّثَنِي نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "وَاللَّهِ لَا يُخْرُجُ مِنَ النَّارِ أَحَدٌ حَتَّى يَمْكُثَ فِيهَا أَحْقَابًا".


Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mirdas, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Muslim alias Abul Ala yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Sulaiman At-Taimi,

"Apakah ada seseorang yang dikeluarkan dari neraka?" Maka ia menjawab bahwa telah menceritakan kepadaku Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Demi Allah, tiada seorang pun yang dikeluarkan dari neraka

sebelum tinggal di dalamnya selama berabad-abad.Lalu ia menyebutkan bahwa satu hiqbu ialah delapan puluh tahun lebih setiap tahunnya mengandung tiga ratus enam puluh hari menurut perhitunganmu.

Kemudian Sulaiman ibnu Muslim Al-Basri mengatakan bahwa pendapat inilah yang terkenal.As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23)

Yakni tujuh ratus hiqbu, setiap hiqbu tujuh puluh tahun, setiap tahun tiga ratus enam puluh hari, dan setiap hari sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu.Muqatil ibnu Hayyan telah mengatakan bahwa

sesungguhnya ayat ini telah di-mansukh oleh firman Allah Swt. yang mengatakan: Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain dari azab. (An-Naba: 30)

Khalid ibnu Ma'dan telah mengatakan bahwa ayat ini dan firman Allah Swt.: kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). (Hud: 107) berkenaan dengan ahli tauhid (yang berbuat durhaka); keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa dapat pula ditakwilkan bahwa firman Allah Swt.: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Berkaitan dengan firman-Nya:

mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman. (An-Naba: 24)Kemudian Allah mengadakan lagi bagi mereka sesudahnya azab yang lain yang berbeda dengan azab yang sebelumnya.

Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang sahih mengatakan bahwa azab di neraka itu tiada habis-habisnya, seperti yang dikatakan oleh Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas.

Yang hal ini telah dikatakannya sebelumnya, bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdur Rahim Al-Burqi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Salamah, dari Zuhair,

dari Salim yang mengatakan bahwa aku mendengar Al-Hasan ditanya tentang makna firman Allah Swt.: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23). Lalu Al-Hasan menjawab,

bahwa makna ahqab tiada bilangannya melainkan hanyalah menunjukkan kekal di dalam neraka. Tetapi jika mereka menyebutkan al-hiqbu adalah tujuh puluh tahun, itu berarti setiap hari darinya sama dengan seribu tahun

menurut perhitunganmu.Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23)

Yang dimaksud dengan berabad-abad adalah masa yang tiada habis-habisnya, setiap kali habis satu abad datang lagi abad selanjutnya, tanpa ada batasnya. Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Bahwa tiada seorang pun yang mengetahui bilangan masa tersebut kecuali hanya Allah Swt.

Telah diriwayatkan pula kepada kami bahwa al-hiqbu sama dengan delapan puluh tahun, dan setiap tahunnya mengandung tiga ratus enam puluh hari,

sedangkan setiap harinya sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu. Kedua pendapat diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.Firman Allah Swt.:


{لَا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْدًا وَلا شَرَابًا}


mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman. (An-Naba: 24) Yakni di dalam neraka Jahanam mereka tidak menjumpai hal yang menyejukkan hati mereka,

tidak pula menjumpai minuman yang baik buat pengisi perut mereka. Oleh karena itu, maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{إِلا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا}


selain air yang mendidih dan nanah. (An-Naba: 25) Abul Aliyah mengatakan bahwa ini merupakan lawan kata dari sebelumnya; kesejukan diganti dengan air yang mendidih dan minuman yang enak diganti dengan nanah.

Yang dimaksud dengan hamim ialah air yang panasnya telah mencapai puncak didihnya; dan yang dimaksud dengan gassaq ialah campuran dari nanah, keringat, air mata, dan yang keluar dari luka-luka ahli neraka,

dinginnya tidak terperikan, dan baunya yang busuk tidak tertahankan. Kami telah menerangkan tentang gassaq ini dalam tafsir surat Sad, hingga tidak perlu diulangi lagi.

Semoga Allah melindungi kita dari hal tersebut berkat karunia dan kemurahan-Nya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa suatu pendapat ada yang mengatakan bahwa firman-Nya:

mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya. (An-Naba: 24) Yakni tidak dapat tidur selamanya, seperti yang dikatakan oleh Al-Kindi:


بَرَدَتْ مَرَاشِفُهَا عَلَيَّ فَصَدَّنِي ... عَنْهَا وَعَنْ قُبُلَاتِهَا الْبَرْدُ


Terasa sejuk olehku moncong wadah minumannya, tetapi rasa kantuk yang menyerang diriku menghalangiku dari mereguknya.Yang dimaksud dengan al-bard (dingin) ialah rasa kantuk yang berat.

Demikianlah menurut penuturan Ibnu Jarir, tetapi dia tidak menisbatkan syair ini kepada siapa pun. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui jalur As-Saddi,

dari Murrah At-Tayyib; dan ia telah menukilnya pula dari Mujahid. Al-Bagawi telah meriwayatkannya pula dari Abu Ubaidah dan Al-Kisa-i. Firman Allah Swt.:


{جَزَاءً وِفَاقًا}


sebagai pembalasan yang setimpal. (An-Naba: 26) Yaitu siksaan yang sedang mereka alami ini merupakan hasil dari amal perbuatan mereka yang rusak selama mereka berada di dunia.

Demikianlah menurut Mujahid dan Qatadah serta selain keduanya yang bukan hanya seorang. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:


{إِنَّهُمْ كَانُوا لَا يَرْجُونَ حِسَابًا}


Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab. (An-Naba: 27) Yakni mereka sama sekali tidak percaya bahwa di alam akhirat ada kehidupan lain

yang mereka akan mendapati balasan amal perbuatannya dan menjalani hisab (perhitungan)nya.


{وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا كِذَّابًا}


dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya. (An-Naba: 28) Dahulu mereka mendustakan hujah-hujah Allah dan bukti-bukti kebenaran-Nya terhadap makhluk-Nya,

yang Dia turunkan kepada para rasul-Nya, tetapi mereka menyambutnya dengan kedustaan dan keingkaran.Firman Allah Swt:


{كِذَّابًا}


dengan kedustaan yang sesungguh-sungguhnya. (An-Naba: 28)Yaitu takziban (dengan sesungguh-sungguhnya), ini merupakan bentuk masdar yang bukan berasal dari fi'il (kata kerja)nya.

Ulama Nahwu mengatakan bahwa pernah ada seorang Arab Badui meminta fatwa dari Al-Farra sehubungan dengan tahalhil di Marwah, "Apakah memotong rambut yang lebih engkau sukai

ataukah mencukurnya pendek-pendek?" Yakni dengan memakai ungkapan al-qissar (sewazan dengan kizzaba). Dan sebagian dari mereka mengucapkan dalam salah satu bait syairnya,


لَقَد طالَ مَا ثَبَّطتنِي عَن صَحَابَتِي ... وَعَنْ حِوَجٍ قَضَاؤُهَا مِن شفَائيا ...


"Sesungguhnya telah lama masa yang menghambat dia dari menemaniku dan dari menunaikan keperluannya yang banyak disebabkan keadaanku yang sengsara." Firman Allah Swt.:


{وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ كِتَابًا}


Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. (An-Naba: 29) Sesungguhnya Kami mengetahui amal perbuatan semua hamba dan Kami telah mencatatkannya atas mereka,

maka Kami akan membalaskannya terhadap mereka; jika baik, maka balasannya baik; danjika buruk, maka balasannya buruk.Firman Allah Swt:


{فَذُوقُوا فَلَنْ نزيدَكُمْ إِلا عَذَابًا}


Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain dari azab. (An-Naba: 30)Yakni dikatakan kepada penduduk neraka, "Rasakanlah akibat dari perbuatanmu,

maka Kami tidak akan menambahkan kepada kalian selain azab yang beraneka ragam." Qatadah telah meriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Azdi, dari Abdullah ibnu Amr ibnul Asyang mengatakan bahwa

tiada suatu ayat pun yang lebih keras bagi ahli neraka selain dari firman-Nya: Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain dari azab. (An-Naba: 30)

Bahwa mereka berada dalam tambahan azab selama-lamanya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muhammad ibnu Mus'ab As-Suri, telah menceritakan kepada kami

Khalid ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Jusr ibnu Farqad, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Barzah Al-Aslami

tentang ayat yang paling keras di dalam Kitabullah atas ahli neraka. Maka ia menjawab, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. membaca firman-Nya:

Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain dari azab. (An-Naba: 30) Lalu beliau Saw. bersabda:


"هَلَكَ الْقَوْمُ بِمَعَاصِيهِمُ اللَّهَ عَزّ وَجَلَّ"


Binasalah kaum itu disebabkan perbuatan-perbuatan durhaka mereka kepada Allah Swt.Jusr ibnu Farqad hadisnya lemah sama sekali.

Surat An-Naba |78:18|

يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَتَأْتُونَ أَفْوَاجًا

yauma yunfakhu fish-shuuri fa ta`tuuna afwaajaa

(yaitu) pada hari (ketika) sangkakala ditiup, lalu kamu datang berbondong-bondong,

The Day the Horn is blown and you will come forth in multitudes

Tafsir
Jalalain

(Yaitu hari ditiup sangkakala) menjadi Badal dari lafal Yaumal Fashl; atau merupakan Bayan daripadanya;

yang meniupnya adalah malaikat Israfil (lalu kalian datang) dari kuburan kalian menuju ke Mauqif atau tempat penantian (berkelompok-kelompok) secara bergelombang yang masing-masing gelombang berbeda dari gelombang yang lainnya.

Alazhar

"(Yaitu) hari yang akan ditiup padanya serunai sangkakala." (pangkal ayat 8). Bertemulah kita beberapa ayat di dalam Al-Qur'an tentang serunai sangkakala,

atau terompet atau nafiri atau apa yang dinamai tetuang yang bila ditiup akan kedengaran melengking keras suaranya. Serunai itulah pemberitahuan bahwa Hari Keputusan itu telah mulai datang:

"Maka akan datanglah kamu berduyun-duyun." (ujung ayat 18). Dengan demikian jelaslah bahwa tiupan serunai pertama itu adalah panggilan untuk berkumpul, sehingga datanglah manusia berduyun-duyun, rombongan demi rombongan.

Tentang tiupan serunai sangkakala itu Syaikh Muhammad Abduh menulis "Tiupan dalam tafsirnya: Tiupan pada serunai tersebut adalah suatu ibarat bagaimana Allah membangunkan manusia

daripada mautnya di hari kiamat itu kelak, yang dapat diambil perumpamaan yang cepat ialah tiupan bunyi terompet, sebagaimana tersebut pada ayat 68 Surat 39, Az-Zumar,

demi mendengar bunyi terompet itu mereka pun bangunlah lalu memandang ke sana ke mari dalam kehidupan yang baru. Dan kita pun wajiblah percaya

bahwa meniup serunai itu memang akan kejadian, dengan tidak perlu kita kaji pula bagaimana cara penghembusan atau peniupan itu dan apa barangnya."

Datanglah manusia berduyun-duyun berbondong-bondong ke tempat berkumpul yang dinamai mahsyar itu, tempat memperhitungkan amal dan usaha semasa hidup. Keadaan pada masa peniupan serunai sangkakala itu sudah lain.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 18 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat An-Naba |78:19|

وَفُتِحَتِ السَّمَاءُ فَكَانَتْ أَبْوَابًا

wa futiḥatis-samaaa`u fa kaanat abwaabaa

dan langit pun dibukalah, maka terdapatlah beberapa pintu,

And the heaven is opened and will become gateways

Tafsir
Jalalain

(Dan dibukalah langit) dapat dibaca Futtihat dan Futihat, artinya langit terbelah karena para malaikat turun (maka terdapatlah beberapa pintu) yakni langit itu membentuk beberapa pintu.

Alazhar

"Dan akan dibukakan langit, maka jadilah dia beberapa pintu." (ayat 19). Dalam keadaan ilmu manusia yang seperti sekarang ini belumlah kita dapat mengetahui bagaimana keadaan langit yang akan terbuka itu.

Sebab yang kita lihat pada langit di malam hari hanyalah bintang-bintang yang berserak-serak berjuta-juta banyaknya. Yang kita tahu langit yang kadang-kadang kita namai ruang angkasa itu amat luas atau tinggi,

tidak ada batasnya. Kononnya, bila manusia berangkat dari titik tempat tegaknya sekarang ini, (misalnya di rumah saya di Kebayoran),

lalu berangkat secepat cahaya mengedari "kolong" langit ini, 12 juta tahun baru sampai kembali ke tempat tegak semula tadi. apakah ini yang bernama langit pertama?

Dan apakah ini yang akan terbuka, lalu terjadi beberapa pintu ? ataukah bintang bintang yang banyak itu gugur dan terkisar dari tempat jalannya semula,

sehingga langit ketirisan? Atau bolong? Sehingga hilanglah daya tarik yang menimbulkan keseimbangan dalam perjalanan alam ini?

Lalu semua jadi kocar kacir dan hancur luluh?wallahu a'lam! Yang sudah terang, kalau langit sudah dibuka dan beberapa pintu sudah terjadi, maka perjalanan falak sudah berubah sama sekali, dan tentu itulah yang bernama permulaan kiamat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 19 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat An-Naba |78:20|

وَسُيِّرَتِ الْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَابًا

wa suyyirotil-jibaalu fa kaanat saroobaa

dan gunung-gunung pun dijalankan sehingga menjadi fatamorgana.

And the mountains are removed and will be [but] a mirage.

Tafsir
Jalalain

(Dan dijalankanlah gunung-gunung) maksudnya, lenyap dari tempat-tempatnya (maka menjadi fatamorganalah ia) menjadi debu yang beterbangan,

atau dengan kata lain gunung-gunung itu menjadi sangat ringan jalannya bagaikan debu yang diterbangkan.

Alazhar

"Dan akan dihapuskan gunung-gunung, maka jadilah dia sarab belaka." (ayat 20). Tadi pada ayat 7 sudah dijelaskan bahwa gunung-gunung itu dijadikan oleh Allah menjadi pasak bumi, atau tiang-tiang peneguh, pemantap,

sehingga manusia dapat hidup dengan tenteram. Kalau gunung-gunung tidak ada, bahaya besarlah yang akan menimpa. Manusia tidak akan dapat hidup di muka bumi lagi.

Sebab tidak ada lagi yang akan mendinding angin berhembus keras. Ingat sajalah betapa kerasnya angin di laut ketika kita berlayar. Sebab tidak ada yang menghambat angin itu.

Dan gunung-gunung di tanah yang subur dapat menahan erosi, yaitu mengalirnya bunga tanah di bawah hujan sehingga tanah menjadi kering.

Maka diterangkanlah dalam ayat 20 ini, bahwasanya setelah serunai sangkakala itu ditiup, gunung-gunung pun menjadi hapus. Lantaran itu maka muka bumi menjadi rata, tak bergunung-gunung lagi.

Sudah pasti manusia tidak dapat hidup lagi dalam bumi yang tidak bergunung! Yang ada hanyalah padang belantara belaka. Yang kelihatan oleh mata tidak gunung lagi,

melainkan sarab yang disebut orang dalam bahasa asing fatamorgana, yaitu bayang-bayang dari panas yang sangat teriknya, menyerupai air yang sedang tergenang dan sangat jernih.

Sehingga apabila kita haus, kita menyangka sesampai kita di tempat itu kita akan bertemu air. Padahal setelah datang ke sana, setetes air pun tidak akan ditemui.

Itulah sarab. Dan itulah yang telah diperumpamakan Allah atas orang-orang yang haus akan kebahagiaan jiwa, padahal tidak menurut tuntunan yang diberikan Allah, berjalan tengah kehausan di padang pasir, sebagai tersebut di dalam Surat 24 An-Nur, ayat 39.

Maka pada waktu itu langit tempat bernaung telah tembus dan berlobang-lobang menjadi banyak pintu. Gunung-gunung tempat berlindung dari dahsyatnya angin telah rata dengan tanah,

sehingga pengharapan sudah menjadi fatamorgana belaka; disangka air, rupanya hanya pasir! Pada ayat 17 sampai 20 diterangkan permulaan atau sebagai pendahuluan dari hari kiamat itu.

Hari kiamat artinya hari berbangkit; dinamai juga hari keputusan. Karena pada waktu itu ialah Allah akan memutusan perkara tiap-tiap makhluk-Nya;

yang baik dan yang buruk. Maka mulai ayat 21 sampai 30, diterangkanlah akibat yang akan diterima oleh hamba Allah yang durhaka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 20 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat An-Naba |78:21|

إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا

inna jahannama kaanat mirshoodaa

Sungguh, (Neraka) Jahanam itu (sebagai) tempat mengintai (bagi penjaga yang mengawasi isi neraka),

Indeed, Hell has been lying in wait

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya neraka Jahanam itu padanya ada tempat pengintaian) artinya, selalu mengintai atau ada tempat pengintaian.

Alazhar

"Sesungguhnya neraka jahannam itu selalu mengawasi." (ayat 21). Atau selalu menunggu dan memperlihatkan orang-orang yang kufur yang akan dilemparkan ke dalamnya.

Lalu pada ayat selanjutnya diterangkanlah lebih tegas siapa yang akan masuk ke dalam itu: "Bagi orang-orang yang durhaka, adalah dia tempat kembali." (ayat 22).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 21 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat An-Naba |78:22|

لِلطَّاغِينَ مَآبًا

lith-thooghiina ma`aabaa

menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas.

For the transgressors, a place of return,

Tafsir
Jalalain

(Bagi orang-orang yang melampaui batas) karena itu mereka tidak akan dapat menyelamatkan diri daripadanya (sebagai tempat kembali) bagi mereka, karena mereka akan dimasukkan ke dalamnya.

Alazhar

"Bagi orang-orang yang durhaka, adalah dia tempat kembali." (ayat 22). Thaghiin kita artikan saja secara ringkas dengan orang-orang yang durhaka,

meskipun isi makna mungkin lebih jauh dari itu. Sebab kata Thaghiin itu adalah satu sumber (mashdar) dengan thaghut, yang berarti orang atau barang yang dipuja-puja dan diagung-agungkan sehingga karena itu dia sombong dan berlaku sesuka hati.

Sebab itu pula diktator atau orang yang bersimaharajalela karena kekuasaan dinamai juga Thaghiyah. Lantaran itu dapatlah difahamkan bahwa orang yang Thaghiin,

yang akan masuk ke dalam neraka jahannam itu ialah orang yang hanya memperturutkan kemauan sendiri, tidak mau menuruti aturan Allah, dan Rasul-Nya Orang beriman memakai Kitab Allah menjadi pedoman hidup,

namun orang yang Thaghiin itu Kitab dia ialah genggaman tinjunya. Ibarat orang bermain bola di tanah lapang menurut aturan-aturan yang tertentu,

namun bagi dia peraturan itu tidak perlu, yang perlu ialah bola itu masuk, walaupun dengan dihantarkan ke muka gawang dengan pistol di tangan kanan dan bola itu di tangan kirinya.

Seluruh manusia mengatakan kemasukan bola cara demikian tidak sah, namun dia sendiri mengatakan sah, sebab dihantarkannya sendiri dengan pistol!

Orang yang semacam itulah yang dalam bahasa Arab disebut Thaghiin. Maka orang yang tidak peduli peraturan Allah dan Rasul, hanya menuruti peraturan buatannya sendiri, orang semacam itulah yang tempat kembalinya neraka jahannam.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 22 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat An-Naba |78:23|

لَابِثِينَ فِيهَا أَحْقَابًا

laabiṡiina fiihaaa aḥqoobaa

Mereka tinggal di sana dalam masa yang lama,

In which they will remain for ages [unending].

Tafsir
Jalalain

(Mereka tinggal) lafal Laabitsiina adalah Haal bagi lafal yang tidak disebutkan, yakni telah dipastikan penempatan mereka (di dalamnya berabad-abad) yakni untuk selama-lamanya tanpa ada batasnya; lafal Ahqaaban bentuk jamak dari lafal Huqban.

Alazhar

"Akan tinggal mereka di sana beberapa huqub lamanya." (ayat 23). Dalam ayat 60 daripada Surat 18 (Al-Kahfi) ada dituliskan bahwa Nabi Musa mau berjalan kaki, walaupun sampai satu huqub;

dia tidak akan berhenti sebelum bertemu dengan guru yang dicarinya itu, (tengok dalam Juzu' 15). Maka terdapatlah arti satu huqub menurut orang Arab ialah sekira 80 (delapan puluh) tahun.

Sekarang dalam ayat ini bertemu kata jamak' daripada huquban, yaitu ahqaba. Artinya akan menderitalah orang yang durhaka itu terpendam dalam neraka jahannam berkali-kali delapan puluh tahun

(bukan sekali saja) atau sebagai ditafsirkan oleh Al-Qurthubi: "Kinayatun 'anit ta'bidd" sebagai kata ungkapan dari kekekalan. Bila telah masuk,payah akan keluar lagi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 23 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat An-Naba |78:24|

لَا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْدًا وَلَا شَرَابًا

laa yażuuquuna fiihaa bardaw wa laa syaroobaa

mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman,

They will not taste therein [any] coolness or drink

Tafsir
Jalalain

(Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya) mereka tidak pernah merasakan tidur di dalamnya (dan tidak pula mendapat minuman) minuman yang lezat.

Alazhar

"Tidak mereka akan merasakan dingin di sana." (pangkal ayat 24). Artinya ialah panas selalu, tidak sekali jua merasakan dingin: "Dan tidak ada minuman." (ujung ayat 24).

Artinya bahwa segala minuman yang akan dapat menghilangkan dahaga tidaklah akan diberikan di sana: "Kecuali air mendidih dan air luka (nanah)." (ayat 25).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 24 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat An-Naba |78:25|

إِلَّا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا

illaa ḥamiimaw wa ghossaaqoo

selain air yang mendidih dan nanah,

Except scalding water and [foul] purulence -

Tafsir
Jalalain

(Kecuali) atau selain (air yang mendidih) yaitu air yang panasnya tak terperikan (dan nanah) dapat dibaca Ghasaaqan dan Ghassaaqan artinya nanah yang keluar dari tubuh penghuni-penghuni neraka; mereka diperbolehkan untuk meminumnya.

Alazhar

"Kecuali air mendidih dan air luka (nanah)." (ayat 25). Tentu haus tidak akan lepas kalau yang disuruh minum ialah air mendidih, air yang menggelegak, yang akan menghanguskan perut.

Dan nanah atau air bekas luka dalam, sebangsa mala yang mengalir dari tubuh mayat yang terlambat dikuburkan, itu pun bukan melepaskan haus melainkan menambah azab.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 25 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat An-Naba |78:26|

جَزَاءً وِفَاقًا

jazaaa`aw wifaaqoo

sebagai pembalasan yang setimpal.

An appropriate recompense.

Tafsir
Jalalain

(Sebagai pembalasan yang setimpal) atau sesuai dengan amal perbuatan mereka, karena tiada suatu dosa pun yang lebih besar daripada kekafiran, dan tiada azab yang lebih besar daripada azab neraka.

Alazhar

"Suatu balasan yang setimpal." (ayat 26). Artinya bahwasanya azab siksaan yang demikian pedihnya dan dahsyatnya adalah setimpal belaka dengan dosa yang telah dibuat selama hidup di dunia. Dosa karena melanggar apa yang ditentukan Allah.

Yang disuruh tidak dikerjakan, yang dilarang tidak dihentikan. Sehingga jalan mengelak daripada siksaan yang demikian itu, di akhirat tidak ada lagi.

Kalau hendak mengelakkannya, maka kesempatan hanyalah ada selama ada di dunia ini juga. Kalau bukan dengan maksud agar hamba Allah dari sekarang jua mengelakkan azab yang seperti itu,

tidaklah ada perlunya Allah menerangkannya di dalam wahyu dari sekarang. Karena pada hakikatnya lebih mudahlah di waktu hidup di dunia ini mengelak dari dosa, daripada setelah di akhirat mengelakkan dari neraka.

Pada ayat yang selanjutnya diterangkan mengapa azab sebesar itu? Dan mengapa dikatakan siksaan yang demikian adalah azab yang setimpal?

Allah menjelaskan: "Karena sesungguhnya mereka tidak mengharap kepada perhitungan." (ayat 27).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 26 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat An-Naba |78:27|

إِنَّهُمْ كَانُوا لَا يَرْجُونَ حِسَابًا

innahum kaanuu laa yarjuuna ḥisaabaa

Sesungguhnya dahulu mereka tidak pernah mengharapkan perhitungan,

Indeed, they were not expecting an account

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya mereka tidak mengharapkan) artinya, mereka tidak takut (kepada hisab) karena mereka ingkar kepada adanya hari berbangkit.

Alazhar

"Karena sesungguhnya mereka tidak mengharap kepada perhitungan." (ayat 27). Mereka tidak mempunyai harapan buat hari depan.

Mereka tidak percaya bahwa segala amalan baik ataupun buruk di dunia ini kelak akan diperhitungkan di hadapan mahkamah Ilahi. Oleh sebab itu kalau mereka berbuat baik,

bukanlah karena mereka mengharapkan mendapat ganjaran pahala dari Allah, dan kalau mereka berbuat jahat tidaklah mereka percaya bahwa

kejahatannya itu diketahui oleh Allah dan akan diberi siksaan setimpal. Habislah dunia hingga ini, tidak ada sambungannya lagi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 27 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat An-Naba |78:28|

وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا كِذَّابًا

wa każżabuu bi`aayaatinaa kiżżaabaa

dan mereka benar-benar mendustakan ayat-ayat Kami.

And denied Our verses with [emphatic] denial.

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami) mendustakan Alquran (dengan sesungguh-sungguhnya) maksudnya, dengan kedustaan yang sesungguhnya.

Alazhar

"Dan mereka dustakan ayat-ayat Kami, sebenar-benar mendusta." (ayat 28). Kalau disebut kata ja'a aayaatina, artinya bukanlah satu ayat, melainkan banyak ayat-ayat.

Dalam bahasa kita menjadi ayat-ayat Kami. Ayat ada yang berarti tanda kebesaran Allah, seumpama gerhana matahari, atau anak lahir ke dunia kembar empat dan lain-lainnya. Itu adalah ayat Allah,

yaitu tanda bahwa Allah Maha Kuasa. Maka si Thaghiin itu tidak mau percaya kepada Allah, padahal tandanya sudah kelihatan. Atau ada orang kaya raya tiba-tiba jatuh miskin,

atau orang berpangkat sangat tinggi, tiba-tiba jatuh tersungkur dari jabatannya; itu pun ayat Allah. Namun si Thaghiin itu tidak juga mau insaf. Dan ayat pun boleh diartikan perintah Allah yang disampaikan oleh rasul-rasul Allah,

sejak daripada nuh sampai kepada muhammad saw.,si thaghiin tidak juga mau peduli.dan Al-Qur'an pun tersusun dari 6.236 ayat, itu puun tidak dipercayainya! Sama sekali ayat-ayat Allah itu didustakannya,

atau dengan munafiknya; percaya mulutnya, hatinya tidak.ini sama sekali adalah mendustakan. Sebenar-benar mendustakan. "Padahal tiap-tiap sesuatunya telah Kami kumpulkan di dalam kitab." (ayat 29).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 28 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat An-Naba |78:29|

وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ كِتَابًا

wa kulla syai`in aḥshoinaahu kitaabaa

Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu Kitab (buku catatan amalan manusia).

But all things We have enumerated in writing.

Tafsir
Jalalain

(Dan segala sesuatu) dari amal-amal perbuatan (telah Kami hitung) telah Kami catat (dalam suatu kitab) yaitu dalam catatan-catatan di Lohmahfuz

supaya Kami memberikan balasan kepadanya, antara lain karena kedustaan mereka terhadap Alquran.

Alazhar

"Padahal tiap-tiap sesuatunya telah Kami kumpulkan di dalam kitab." (ayat 29). Ayat ini boleh diartikan dua: Pertama, tidaklah patut mereka

mendustakan, kerana semuanya telah tertulis dengan jelas. Atau tidak patut mereka mendustakan, karena akal mereka yang murni atau yang dinamai fitrah

tidak akan menolak kebenaran dari Allah itu. Hati nurani manusia tidak dapat menolak ayat-ayat Allah itu, karena dia telah terkumpul dalam kitab. Yaitu kitab-kitab suci yang dibawa Nabi-nabi,

atau kitab pada alam terbuka ini, sebagaimana telah diuraikan dalam ayat-ayat 6 sampai ayat 16 di atas tadi. Kedua maknanya ialah bahwa manusia tidak akan dapat mengelakkan diri daripada perhitungan Allah yang sangat teliti di akhirat kelak.

Sebab segala sesuatu yang telah dikerjakan oleh manusia, buruknya dan baiknya, semua sudah tertulis di dalam kitab di sisi Allah. Ada malaikat-malaikat yang mulia,

yang disebut kiraaman kaatibiin (lihat Surat 82, Al-Infithaar, 11) yang selalu menuliskan segala sesuatu yang telah diamalkan oleh manusia, sehingga mereka tidak memungkirinya lagi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 29 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat An-Naba |78:30|

فَذُوقُوا فَلَنْ نَزِيدَكُمْ إِلَّا عَذَابًا

fa żuuquu fa lan naziidakum illaa 'ażaabaa

Maka karena itu rasakanlah! Maka tidak ada yang akan Kami tambahkan kepadamu selain azab.

"So taste [the penalty], and never will We increase you except in torment."

Tafsir
Jalalain

(Karena itu rasakanlah) artinya, lalu dikatakan kepada mereka sewaktu azab menimpa mereka, "Rasakanlah pembalasan kalian ini."

(Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain daripada azab) di samping azab yang kalian rasakan sekarang.

Alazhar

"Sekarang rasakanlah!" (pangkal ayat 30). Yaitu bila datang Hari Pembalasan (Yaumal Jazaa') itu. Di saat itu kelak tidaklah akan dapat manusia berlepas diri lagi:

"Maka tidaklah akan Kami tambahkan lagi, melainkan azab siksaan jua." (ujung ayat 30). Artinya, bahwa sesampai di dalam neraka jahannam itu janganlah mengharap azab akan dikurangi,

melainkan sebaliknyalah yang akan terjadi, yaitu penambahan azab, berlipat-lipat ganda, dan terus-menerus.

Ada orang yang dengan semena-mena mencoba menggoncangkan kepercayaan Islam dengan menyebutkan bahwa ayat-ayat yang seperti ini adalah membuktikan bahwa Allah yang digambarkan oleh orang Islam itu kejam!

Seorang Islam yang tidak mengerti serangan teratur yang tengah dilakukan oleh pemeluk agama lain kepada Islam untuk menggoncang Iman kaum Muslimin, tidak dapat membantah tuduhan tersebut,

lalu merasa pula kalau-kalau Allah itu kejam. Padahal ayat-ayat seperti ini sangat memberikan bukti bahwa Allah tidak kejam! Kalau kejam semata-mata kejam,

tidaklah akan diperingatkannya kepada hamba-hamba-Nya dengan perantaraan Nabi-nabi-Nya, agar hamba-hamba-Nya ingat keadaan azab itu,

supaya si hamba menjauhkan diri daripadanya. Karena selama hidup di dunia inilah saat-saat yang semudah-mudahnya untuk mengelakkan azab siksaan yang pedih itu,

dengan cara mengikuti pimpinan yang disampaikan Allah dan dibawakan oleh Rasul-rasul. Padahal sebelum azab neraka di Akhirat,

kerapkali manusia telah menerima panjar (DP) azab ketika di dunia ini juga. Misalnya azab karena kusut fikiran, kacau akal, tergoncang urat saraf dan sakit jiwa,

yang semuanya itu berasal daripada sebab pelanggaran garis-garis yang telah ditentukan oleh Allah selalu Al-Quraan mengadakan timbalan di antara ancaman dan bujukan, atau siksaan dengan karunia.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 30 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat An-Naba |78:31|

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا

inna lil-muttaqiina mafaazaa

Sungguh, orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan,

Indeed, for the righteous is attainment -

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan) maksudnya, mendapat tempat kemenangan di surga.

Alazhar

"Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa ada tempat kemenangan." (ayat 31). Ketakwaan, artinya usaha selalu memelihara hubungan yang baik dan mesra dengan Allah,

sehingga hidup di dunia diatur dengan melaksanakan perintah Ilahi yang tidak berat itu dan menjauhi apa yang dilarang, menyebabkan selamat perjalanan hidup itu sampai kepada akhir umur.

Di akhirat kelak telah disediakan baginya Mafaza: tempat berdiam dari orang-orang yang telah menang dalam menegakkan kebenaran. Tempat kemenangan itu ialah, "Taman-taman dan anggur-anggur." (ayat 32)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 31 |

Tafsir ayat 31-36

Allah Swt. berfirman, menceritakan keadaan orang-orang yang berbahagia dan pahala apa yang telah disediakan oleh Allah Swt. bagi mereka berupa kehormatan dan kenikmatan yang abadi; untuk itu Allah Swt. berfirman:


{إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا}


Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan. (An-Naba: 31) Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak mengatakan, makna mafazan ialah tempat untuk berekreasi.

Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa mereka beroleh kemenangan, maka mereka selamat dari neraka. Tetapi pendapat yang jelas dalam hal ini adalah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, karena dalam firman berikutnya disebutkan:


{حَدَائِقَ}


(yaitu) kebun-kebun. (An-Naba: 32) Maksudnya, taman-taman yang dipenuhi dengan pohon-pohon kurma dan lain-lainnya.


{وَأَعْنَابًا وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا}


dan buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya. (An-Naba: 32-33) Yaitu bidadari-bidadari yang sebaya usianya. Ibnu Abbas dan Mujahid serta selain keduanya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa

makna kawa'ib ialah nawahid, yakni bidadari-bidadari yang dadanya montok lagi kencang tidak bergayut, karena mereka masih gadis Iagi berusia remaja semuanya, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam surat Al-Waqi'ah.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّشْتَكِيُّ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ رَبِّ بْنِ تَيْمٍ الْيَشْكُرِيِّ، حَدَّثَنَا عَطِيَّةُ بْنُ سُلَيْمَانَ أَبُو الْغَيْثِ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْقَاسِمِ بْنِ أَبِي الْقَاسِمِ الدِّمَشْقِيِّ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ: أَنَّهُ سَمِعَهُ يُحَدِّثُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "إِنَّ قُمُص أَهْلِ الْجَنَّةِ لِتَبْدُوَ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ، وَإِنَّ السَّحَابَةَ لَتَمُرُّ بِهِمْ فَتُنَادِيهِمْ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ، مَاذَا تُرِيدُونَ أَنْ أُمْطِرَكُمْ؟ حَتَّى إِنَّهَا لَتُمْطِرُهُمُ الْكَوَاعِبَ الْأَتْرَابَ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad ibnu Abdur Rahman Ad-Dustuki, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Abu Sufyan alias Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Tayyim,

telah menceritakan kepada kami Atiyyah ibnu Sulaiman alias Abul Gais, dari Abu Abdur Rahman Al-Qasim ibnu Abul Qasim Ad-Dimasyqi, dari Abu Umamah,

bahwa ia pernah mendengarnya menceritakan hadis berikut dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya baju-baju gamis ahli surga benar-benar menampilkan keridaan Allah (kepada mereka),

dan sesungguhnya awan benar-benar melewati mereka, lalu berseru kepada mereka, "Hai Ahli Surga, apakah yang ingin aku turunkan kepada kalian?”

Sehingga sesungguhnya awan surga itu benar-benar menghujani mereka dengan gadis-gadis remaja yang sebaya usianya.Allah Swt. berfirman:


{وَكَأْسًا دِهَاقًا}


dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). (An-Naba: 34) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang penuh-penuh lagi berturut-turut.

Menurut ikrimah, makna yang dimaksud ialah yang jernih minumannya. Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang penuh (berisi minuman). (An-Naba: 34)

Yakni penuh berisi minuman lagi menyenangkan. Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan berturut-turut. Firman Allah Swt.:


{لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلا كِذَّابًا}


Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta. (An-Naba: 35) Semakna dengan firman-Nya:


لَا لَغْوٌ فِيها وَلا تَأْثِيمٌ


Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa. (Al-Waqi'ah: 25)Yaitu di dalam surga tidak terdapat perkataan yang sia-sia tiada faedahnya,

tidak pula perkataan yang berdosa (yakni dusta), bahkan surga adalah negeri kesejahteraan, dan semua yang ada di dalamnya bebas dari segala bentuk kekurangan. Firman Allah Swt.:


{جَزَاءً مِنْ رَبِّكَ عَطَاءً حِسَابًا}


Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak. (An-Naba: 36) Semua yang telah disebutkan di atas merupakan balasan dari Allah yang diberikan-Nya kepada mereka sebagai karunia, kebaikan, dan rahmat-Nya kepada mereka.


{عَطَاءً حِسَابًا}


dan pemberian yang cukup banyak. (An-Naba: 36) Yakni yang cukup, sesuai, utuh, lagi banyak. Orang Arab mengatakan A'tanifa-ahsabani, yakni dia memberiku dengan pemberian yang cukup banyak.

Dan termasuk ke dalam pengertian ini ucapan Hasbiyallah, yang artinya 'cukuplah Allah sebagai Pelindungku'.

Surat An-Naba |78:32|

حَدَائِقَ وَأَعْنَابًا

ḥadaaa`iqo wa a'naabaa

(yaitu) kebun-kebun dan buah anggur,

Gardens and grapevines

Tafsir
Jalalain

(Yaitu kebun-kebun) lafal ayat ini menjadi Badal dari lafal Mafaazan, atau sebagai penjelasan daripadanya (dan buah anggur) di'athafkan kepada lafal Mafaazan.

Alazhar

"Taman-taman dan anggur-anggur."(ayat 32). Kebun-kebun yang subur, penuh dengan tumbuh-tumbuhan, kembang-kembang berbagai warna

disertai buah-buahan yang lazat citarasanya adalah tempat nikmat itu. Dan di antara buah-buahan yang banyak berbagai ragam, ada satu yang istimewa, yaitu anggur-anggur. Karena anggur itu kecil mungil dan bijinya tidak mengganggu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 32 |

penjelasan ada di ayat 31

Surat An-Naba |78:33|

وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا

wa kawaa'iba atroobaa

gadis-gadis remaja yang sebaya,

And full-breasted [companions] of equal age

Tafsir
Jalalain

(Dan gadis-gadis remaja) yaitu gadis-gadis yang buah dadanya sedang ranum-ranumnya. Lafal Kawaa'ib bentuk jamak dari lafal Kaa'ib (yang sebaya) umurnya, lafal Atraaban bentuk jamak dari lafal Tirbun.

Alazhar

"Dan perawan-perawan muda yang sebaya." (ayat 33). Taman yang indah berwarna-warni, disertai buah-buahan yang lazat citarasanya barulah lebih berarti sebagai tempat orang yang menang dalam perjuangan menantang hawa nafsu dalam hidup di dunia ini,

kalau di dalamnya terdapat pula gadis-gadis perawan muda, yang di dalam bahasa Arab disebut kawa'ib sebagai jamak' dari ka'ib, yang berarti gadis remaja yang susunya masih tegang. Dan mereka banyak,

sebanyak diperlukan, dan usia mereka boleh dikatakan bersamaan belaka. Ditambah lagi: "Dan piala yang melimpah-limpah." (ayat 34).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 33 |

penjelasan ada di ayat 31

Surat An-Naba |78:34|

وَكَأْسًا دِهَاقًا

wa ka`san dihaaqoo

dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman).

And a full cup.

Tafsir
Jalalain

(Dan gelas-gelas yang penuh) berisi khamar; dan di dalam surah Muhammad disebutkan pada salah satu ayat-Nya, "...sungai-sungai dari khamar (arak)." (Q.S. Muhammad, 15)

Alazhar

"Dan piala yang melimpah-limpah." (ayat 34). Oleh sebab itu minuman senantiasa diedarkan dan tidak pernah kekurangan, sehingga seketika mengisikan dan tempatnya ke dalam piala, sampai melimpah karena penuhnya.

Niscaya datang pertanyaan: "Apa di surga ada minuman keras?" "Tentu bukan minuman yang menyebabkan mabuk dan hilang akal sebagai di dunia ini."

Kemudian datang lagi ayat berikutnya yang membedakan suasana syurga dengan suasana dunia ini: "Tidak akan mereka dengar padanya kata-kata yang sia-sia dan tidak pula kata-kata dusta." (ayat 35).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 34 |

penjelasan ada di ayat 31

Surat An-Naba |78:35|

لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلَا كِذَّابًا

laa yasma'uuna fiihaa laghwaw wa laa kiżżaabaa

Di sana mereka tidak mendengar percakapan yang sia-sia maupun (perkataan) dusta.

No ill speech will they hear therein or any falsehood -

Tafsir
Jalalain

(Di dalamnya mereka tidak mendengar) yakni di dalam surga itu sewaktu mereka sedang meminum khamar dan merasakan kelezatan-kelezatan lainnya (perkataan yang sia-sia)

perkataan yang batil (dan tidak pula dusta) jika dibaca Kidzaaban artinya dusta, jika dibaca Kidzdzaaban artinya kedustaan yang dilakukan oleh seseorang kepada yang lainnya,

keadaannya berbeda dengan apa yang terjadi di dunia sewaktu khamar diminum.

Alazhar

"Tidak akan mereka dengar padanya kata-kata yang sia-sia dan tidak pula kata-kata dusta." (ayat 35). Tepat sekali ayat 35 ini sebagai pengiring dari ayat 34 yang menerangkan bahwa di taman-taman dan kebun-kebun yang indah itu dilengkapi

dengan perawan-perawan jelita yang susunya masih padat, perawannya belum rusak, dan mereka banyak dan sebaya semua. Di dalam dunia ini kalau terdapat tempat yang demikian, di sanalah bersarangnya segala nafsu kelamin yang cabul, yang disebut sex.

Jika di dunia ini taman-taman cinta birahi yang kaya dengan segala buah-buahan dan anggur, minuman berbagai rupa, perempuan cantik yang menggiurkan dan menimbulkan nafsu,

barulah meriah bila orang telah mabuk-mabuk. Orang meminum tuak dan segala minuman keras ialah untuk menghilangkan rasa malu di dalam berbuat segala macam kecabulan. Keluarlah di sana segala perkataan kotor dan jijik.

Maka suasana dalam syurga bukanlah demikian halnya. Bila disebutkan gadis-gadis remaja dan perawan-perawan sebaya itu, rasa seni dan keindahanlah yang tergetar, bukan hawa nafsu kelamin.

Karena soal syurga bukanlah semata menghidangkan pemuas kelamin. Karena nafsu kelamin itu apabila telah terlepas sehabis bersetubuh, kepayahan dan kelelahan badanlah yang tinggal.

Lalu menggerutu menyesali tenaga yang habis. Dan apabila diri telah mulai tua dan tenaga mulai hilang, walaupun bagaimana seorang gadis remaja memperlihatkan badannya di muka si tua itu,

syahwat tidak tergerak lagi, sehingga timbullah kegemasan karena ingin "menghidupkan" alat yang telah mati. Di saat demikian timbullah kemarahan dan kemendongkolan perempuan itu, sebab nafsunya tidak dapat dilepaskan oleh si tua.

Lantaran itu sekali-kali tidaklah serupa nikmat kediaman di syurga itu dengan "nikmat" yang dirasakan di dunia sekarang ini.

Orang tua 75 tahun karena dia kaya-raya berbini muda usia 20 tahun di dunia ini sama dengan hidup di neraka! Yang ada dalam syurga adalah kedamaian fikiran, ketenangan dan tenteram,

tidak terdengar kata-kata sia-sia, sebagai banyak terdengar di dunia ini dan tidak pula mendengar kata-kata bohong, yang selalu dipergunakan orang untuk suatu kesenangan dan kemegahan bagi diri sendiri.

Sehingga dapat dikatakan bahwa kesenangan duniawi, barulah didapat jika mau korupsi! Diingatkan sekali lagi, bahwa semuanya ini adalah: "Ganjaran dari Tuhan engkau." (pangkal ayat 36).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 35 |

penjelasan ada di ayat 31

Surat An-Naba |78:36|

جَزَاءً مِنْ رَبِّكَ عَطَاءً حِسَابًا

jazaaa`am mir robbika 'athooo`an ḥisaabaa

Sebagai balasan dan pemberian yang cukup banyak dari Tuhanmu,

[As] reward from your Lord, [a generous] gift [made due by] account,

Tafsir
Jalalain

(Sebagai balasan dari Rabbmu) dari Allah swt. memberikan hal tersebut kepada penghuni-penghuni surga sebagai pembalasan dari-Nya (dan pemberian)

menjadi Badal daripada lafal Jazaa-an (yang cukup banyak) sebagai pembalasan yang banyak; pengertian ini diambil dari perkataan orang-orang Arab: A'thaanii Fa'ahsabanii, arti-Nya,

"Dia memberiku dengan pemberian yang cukup banyak." Atau dengan kata lain bahwa memberikan pemberian yang banyak kepadaku sehingga aku mengatakan, "Cukuplah!"

Alazhar

"Ganjaran dari Tuhan engkau." (pangkal ayat 36). Disebutkan ini agar kita dapat memperbedakannya dengan kepelisiran di dunia, yang sebagian besar bukan karena ganjaran Allah, melainkan ganjaran syaitan,

yang akhirnya bukan nikmat, melainkan niqmat, alangkah jauh beda di antara nikmat dan niqmat: "Pemberian yang cukup tersedia." (ujung ayat 36). Artinya tidak pernah kering, tidak pernah tohor,

seimbang di antara tenaga diri yang diberikan Allah dengan nikmat yang tersedia di luar diri itu. Bukan seperti yang terdapat di dunia tadi,

seumpama kepelesiran yang berganda-lipat, dengan gadis-gadis remaja yang menggiurkan, namun bagi seorang yang usianya telah tua,

hanya menyebabkan tetes air liur saja. Pada ayat 37 Allah menyatakan siapa diri-Nya dan bagaimana luas sifat rububiyah-Nya

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 36 |

penjelasan ada di ayat 31

Surat An-Naba |78:37|

رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الرَّحْمَٰنِ ۖ لَا يَمْلِكُونَ مِنْهُ خِطَابًا

robbis-samaawaati wal-ardhi wa maa bainahumar-roḥmaani laa yamlikuuna min-hu khithoobaa

Tuhan (yang memelihara) langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, Yang Maha Pengasih, mereka tidak mampu berbicara dengan Dia.

[From] the Lord of the heavens and the earth and whatever is between them, the Most Merciful. They possess not from Him [authority for] speech.

Tafsir
Jalalain

(Rabb langit dan bumi) dapat dibaca Rabbis Samaawaati Wal Ardhi dan Rabus Samaawaati Wal Ardhi (dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha Pengasih)

demikian pula lafal Ar-Rahmaan dapat dibaca Ar-Rahmaanu dan Ar-Rahmaani disesuaikan dengan lafal Rabbun tadi.

(Mereka tiada memiliki) yakni makhluk semuanya (di hadapan-Nya) di hadapan Allah swt. (sepatah kata pun) yaitu tiada seseorang pun yang dapat berbicara kepada-Nya karena takut kepada-Nya.

Alazhar

"Tuhan dari sekalian langit." (pangkal ayat 37). As-Samaawaati adalah kata jamak' dari as-Samaa'. As-Samaa' artinya satu langit. As-Samaawaati artinya beberapa langit.

Karena telah tersebut di dalam Al-Qur'an sendiri bahwa langit itu sampai tujuh lapisan, lalu penafsir mengartikan dengan sekalian langit atau beberapa langit.

Begitulah penterjemahan bahasa yang dapat dipakai oleh penafsir ini. Karena pemakaian kata jama' dari baitun yang berarti satu rumah,

jama'nya ialah buyuutun yang berarti banyak rumah. Dalam pemakaian kata sehari-hari bahasa Indonesia dan bahasa Melayu banyak rumah disebut rumah-rumah.

Kitaabun untuk satu buku. Kutubun untuk banyak buku, dalam bahasa kita disebut untuk banyak: buku-buku. Tetapi untuk langit kalau banyak tidak dapat disebut artinya menjadi langit-langit.

Karena langit-langit artinya bukanlah langit yang banyak, melainkan di dalam mulut kita yang sebelah ke atas! Itu sebabnya maka Samaawaati selalu saya artikan sekalian langit. Supaya ahli-ahli terjemah sama maklum adanya.

"Dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya." Artinya, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Tuhan dari semuanya: Dia yang mengatur, Dia yang mentadbirkan perjalanannya.

Dan lagi: "Yang Maha pemurah". Atau diartikan juga Maha Penyayang, yaitu arti yang kita ambil untuk nama Ar-Rahman, "Tidaklah mereka berkuasa berkata-kata kepada-Nya." (ujung ayat 37).

Artinya, akan dirasakanlah betapa hebat Kebesaran dan Keagungan Allah Tuhan Sarwa Sekalian Alam pada hari itu. Meskipun hari itu hari nikmat,

hari orang yang bertakwa akan menerima ganjaran dan karurnia Ilahi, meskipun bagaimana rasa gembira, namun kebesaran Ilahi itu menyebabkan tiada seorang jua pun yang sanggup bercakap;

mulut tertutup semuanya, ditambah lagi oleh rasa terharu setelah menerima nikmat karurnia-Nya yang tiada tepermanai kemuliaan dan ketinggian-Nya itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 37 |

Tafsir ayat 37-40

Allah Swt. menceritakan tentang kebesaran dan keagungan-Nya, bahwa sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang menguasai langit dan bumi serta semua yang ada pada keduanya dan semua yang ada di antara keduanya.

Dan bahwa sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang rahmat-Nya mencakup segala sesuatu. Firman Allah Swt.:


{لَا يَمْلِكُونَ مِنْهُ خِطَابًا}


Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia. (An-Naba: 37) Yakni tiada seorang pun yang mampu memulai berbicara kepada-Nya kecuali dengan seizin-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ


Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.(Al-Baqarah: 255) Semakna pula dengan firman-Nya yang lain, yaitu:


يَوْمَ يَأْتِ لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ


Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya. (Hud: 105) Adapun firman Allah Swt.:


{يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلائِكَةُ صَفًّا لَا يَتَكَلَّمُونَ}


Pada hari ketika roh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata. (An-Naba: 38) Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna

yang dimaksud dengan roh dalam ayat ini; ada beberapa pendapat di kalangan mereka mengenainya. Pertama, menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan roh adalah arwah Bani Adam

(anak-anak Adam). Kedua, mereka adalah anak-anak Adam, menurut Al-Hasan dan Qatadah. Qatadah mengatakan bahwa hal ini merupakan sesuatu yang disembunyikan oleh Ibnu Abbas.

Ketiga, mengatakan bahwa mereka adalah suatu makhluk Allah yang bentuknya seperti Bani Adam, tetapi mereka bukan malaikat dan bukan pula manusia, mereka juga makan dan minum.Demikianlah menurut Ibnu Abbas,

Mujahid, Abu Saleh, dan Al-A'masy. Keempat, menyebutkan bahwa dia adalah Jibril. Ini menurut apa yang dikatakan oleh Asy-Sya'bi, Sa'id ibnu Jubair, dan Ad-Dahhak. Hal ini berdalilkan dengan firman Allah Swt.

yang menyebutkan: dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. (Asy-Syu'ara: 193 — 194).

Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa Ar-Ruh adalah malaikat yang paling mulia dan paling dekat dengan Allah Swt. Serta penyampai wahyu.Kelima, bahwa yang dimaksud dengan Ar-Ruh adalah Al-Qur'an.

Ini menurut Ibnu Zaid, yang berarti semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. (Asy-Syura: 52), hingga akhir ayat.

Keenam, mengatakan bahwa Ar-Ruh adalah malaikat yang besarnya sama dengan seluruh makhluk bila digabungkan menjadi satu. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

Pada hari ketika Ruh berdiri. (An-Naba: 38), Bahwa makna yang dimaksud dengan Ruh ialah malaikat yang paling besar tubuhnya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Khalaf Al-Asqalani,

telah menceritakan kepada kami Rawwad ibnul Jarrah, dari Abu Hamzah, dari Asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Ar-Ruh berada di langit yang keempat,

dia lebih besar daripada semua langit, semua gunung, dan semua malaikat; setiap harinya ia bertasbih kepada Allah sebanyak dua belas ribu kali tasbih.

Dan dari setiap tasbih yang dibacanya Allah menciptakan malaikat yang kelak di hari kiamat akan datang membentuk satu saf tersendiri. Pendapat ini garib sekali.


قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عرْس الْمِصْرِيُّ، حَدَّثَنَا وَهْبُ [اللَّهِ بْنُ رِزْقٍ أَبُو هُرَيْرَةَ، حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ بَكْرٍ]، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي عَطَاءٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ لِلَّهِ مَلَكًا لَوْ قِيلَ لَهُ: الْتَقِمِ السَّمَاوَاتِ السَّبْعَ وَالْأَرَضِينَ بِلَقْمَةٍ وَاحِدَةٍ، لَفَعَلَ، تَسْبِيحُهُ: سُبْحَانَكَ حَيْثُ كُنْتَ"


Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Aus Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Wahbullah ibnu Rauq ibnu Hubairah, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Bakr

telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Ata, dari Abdullah ibnu Abbas, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah mempunyai seorang malaikat

seandainya diperintahkan, "Telanlah tujuh langit dan bumi sekali telan!" Tentulah malaikat itu dapat melakukannya, dan bacaan tasbihnya ialah, "Mahasuci Engkau di mana pun Engkau berada.”

Tetapi hadis ini garib sekali, mengenai predikat marfu'-nya masih perlu diteliti. Barang kali hadis ini mauquf hanya sampai pada Ibnu Abbas saja, yang berarti bersumber dari apa yang diterimanya dari berita-berita Israiliyat;

hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.Ibnu Jarir tidak berani memutuskan dengan salah satu dari pendapat-pendapat tersebut. Tetapi menurut hemat saya, pendapat yang lebih mendekati kepada kebenaran —

hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui— ialah yang mengatakan Ruh adalah Bani Adam alias manusia.Firman Allah Swt.:


{إِلا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ}


kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah. (An-Naba: 38)Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ


Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya. (Hud: 105)Dan sebagaimana yang disebutkan dalam hadis sahih:


"وَلَا يَتَكَلَّمُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا الرُّسُلُ".


Dan tiada yang berbicara di hari itu kecuali hanya para rasul. Adapun firman Allah Swt.:


{وَقَالَ صَوَابًا}


dan ia mengucapkan kata yang benar. (An-Naba: 38)Yakni perkataan yang hak, dan termasuk perkataan yang hak ialah kalimah

"Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah." Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Abu Saleh dan Ikrimah. Firman Allah Swt:


{ذَلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّ}


Itulah hari yang pasti terjadi. (An-Naba: 39) Artinya, pasti terjadinya dan tidak terelakkan lagi.


{فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ مَآبًا}


Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. (An-Naba: 39)Yaitu jalan untuk kembali yang menghantarkan dia kepada-Nya dan yang akan ditempuhnya untuk sampai kepada-Nya. Firman Allah Swt.:


{إِنَّا أَنْذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيبًا}


Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepada kalian (hai orang kafir) siksa yang dekat. (An-Naba: 40) Maksudnya, pada hari kiamat nanti.

Dikatakan demikian karena kepastian kejadiannya telah dekat, dan sesuatu yang pasti terjadi itu tidak dapat dielakkan lagi.


{يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ}


pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya. (An-Naba: 40) Yakni ditampilkan di hadapannya semua amal perbuatannya,

yang baiknya dan yang buruknya, yang terdahulu dan yang terkemudian. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَوَجَدُوا ما عَمِلُوا حاضِراً


dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). (Al-Kahfi: 49)Dan firman Allah Swt.:


يُنَبَّؤُا الْإِنْسانُ يَوْمَئِذٍ بِما قَدَّمَ وَأَخَّرَ


Pada hari itu diberikan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. (Al-Qiyamah: 13)Adapun firman Allah Swt.:


{وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ تُرَابًا}


dan orang kafir berkata, "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.” (An-Naba: 40) Orang kafir di hari itu berkhayal seandainya dirinya sewaktu di dunia berupa tanah dan bukan makhluk serta tidak

dikeluarkan ke alam wujud. Demikian itu terjadi ketika dia menyaksikan azab Allah terpampang di hadapannya dan ia melihat semua amal perbuatannya yang telah dicatat oleh para malaikat juru tulis amal perbuatan,

yang semuanya mulia lagi bertakwa. Semua amal perbuatannya penuh dengan kerusakan dan dosa-dosa.Menurut pendapat lain, sesungguhnya orang kafir itu berkhayal demikian hanyalah setelah ia menyaksikan peradilan Allah Swt.

saat menghukumi antara hewan-hewan terhadap kejadian-kejadian yang telah dilakukannya ketika di dunia dengan sesamanya. Maka Allah memutuskan perkara di antara mereka dengan hukum-Nya yang Maha-adil yang tidak aniaya,

sehingga kambing yang tidak bertanduk disuruh membalas terhadap kambing yang bertanduk yang dahulu sewaktu di dunia pernah menanduknya. Apabila peradilan telah dilakukan terhadap mereka,

Allah Swt. berfirman kepada mereka, "Jadilah kamu tanah!" Maka semuanya kembali menjadi tanah. Dan saat itulah orang kafir berkata, sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:

Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah. (An-Naba: 40)Yaitu menjadi hewan, lalu dikembalikan menjadi tanah. Hal yang semakna telah disebutkan di dalam hadis sangkakala yang terkenal,

sebagaimana telah disebutkan pula dalam asar-asar yang bersumber dari Abu Hurairah, dan Abdullah ibnu Amr serta selain keduanya.

Surat An-Naba |78:38|

يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلَائِكَةُ صَفًّا ۖ لَا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَٰنُ وَقَالَ صَوَابًا

yauma yaquumur-ruuḥu wal-malaaa`ikatu shoffal laa yatakallamuuna illaa man ażina lahur-roḥmaanu wa qoola showaabaa

Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan dia hanya mengatakan yang benar.

The Day that the Spirit and the angels will stand in rows, they will not speak except for one whom the Most Merciful permits, and he will say what is correct.

Tafsir
Jalalain

(Pada hari itu) lafal Yauma merupakan Zharaf bagi lafal Laa Yamlikuuna (ketika ruh berdiri) yakni malaikat Jibril atau bala tentara Allah SWT.

(dan para malaikat dengan bershaf-shaf) lafal Shaffan menjadi Haal artinya dalam keadaan berbaris bershaf-shaf (mereka tidak berkata-kata) yakni makhluk semuanya

(kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pengasih) untuk berbicara (dan ia mengucapkan) perkataan (yang benar)

mereka terdiri dari orang-orang yang beriman dan para Malaikat, seumpamanya mereka memberikan syafaat kepada orang-orang yang diridai oleh-Nya untuk mendapatkan syafaat.

Alazhar

"Di hari yang akan berdiri Roh dan Malaikat berbaris-baris." (pangkal ayat 38). Menurut tafsir dari Ibnu Jarir At-Thabari yang dikatakan ROH dalam ayat ini ialah Malaikat Jibril sendirinya,

yang disebutkan juga Ruhul-Qudus dan Ruhul-Amin. Disebut dia terlebih dahulu lalu diikuti dengan menyebut malaikat yang banyak, semuanya berbaris-baris menyatakan tunduk kepada Allah:

"Tidak ada yang bercakap-cakap, kecuali barangsiapa yang diizinkan kepadanya oleh Yang Maha Pemurah." Demikian hebatnya, di ayat 37 orang yang bertakwa tak berani bercakap,

sekarang di ayat 38 Roh atau Jibril dan Malaikat yang banyak pun diam semua; Kebesaran Ilahi menyebabkan mulut terkunci,

padahal nama Tuhan yang disebut waktu itu ialah "A-Rahman", Yang Maha Pemurah, Yang Maha Penyayang, "Sedang dia adalah berkata yang benar." (ujung ayat 38).

Setengah ahli tafsir mengatakan bahwa yang akan dikatakan Roh atau Malaikat itu ialah permohonan syafaat bagi hamba Allah, bilamana Dia berkenan mengizinkan.

Untuk menghilangkan keraguan dalam hati orang yang imannya baru saja akan tumbuh, datanglah ayat yang selanjutnya: "Yang demikian itulah hari yang benar." (pangkal ayat 39).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 38 |

penjelasan ada di ayat 37

Surat An-Naba |78:39|

ذَٰلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّ ۖ فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَىٰ رَبِّهِ مَآبًا

żaalikal-yaumul-ḥaqq, fa man syaaa`attakhoża ilaa robbihii ma`aabaa

Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.

That is the True Day; so he who wills may take to his Lord a [way of] return.

Tafsir
Jalalain

(Itulah hari yang pasti terjadi) hari yang pasti kejadiannya, yaitu hari kiamat. (Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Rabbnya) yakni,

kembali kepada Allah dengan mengerjakan ketaatan kepada-Nya, supaya ia selamat dari azab-Nya pada hari kiamat itu.

Alazhar

"Yang demikian itulah hari yang benar." (pangkal ayat 39). Al-Yaumul Haqq: Hari Benar! Hari yang tidak usah diragukan lagi, sebagaimana hidup itu sendiri adalah Benar dan kenyataan,

dan maut pun adalah benar dan kenyataan, dan janji-janji Allah semuanya adalah benar dan kenyataan. Semua tak usah diragukan lagi. Dia mesti kita tempuh, dan kita mesti sampai ke sana.

Kalau kebenaran hidup telah kita lalui, kita pun melalui kebenaran maut, yang tidak diragukan lagi padanya. Setelah itu akan sampailah ke hari itu,

yang hari serunai sangkakala ditiup, dan kita semuanya pun berkumpul ke sana buat diperhitungkan. Tak ada jalan lain buat mengelak. "Maka barangsiapa yang mau, dipilihnyalah kepada Tuhannya jalan kembali." (ujung ayat 39).

Karena sudah pasti akan ke sana juga apakah lagi sikap yang akan diambil? Kalau memang ada kemauan, karena tempoh masih ada,

yaitu hidup di dunia ini, tempuhlah jalan itu dengan berani, itu Jalan Allah! Atau jalan kembali kepada Allah. Karena pada hakikatnya,

semua makhluk atau semua Anak Adam adalah datang ke dunia ini atas kehendak Allah dan akan pulang kepada-Nya dengan panggilan-Nya jua.

Cuma ada manusia yang lupa, dan lalai dan lengah, sehingga waktunya habis dengan kealpaan. Dan dengan ayat ini kita disadarkan dengan halus oleh Tuhan

"Barangsiapa yang mau marilah kembali ke jalan Tuhan! Tuhan masih menerima kedatangankembali hamba-Nya yang lengah dan alpa itu.

Kerjakanlah shalat karna, dalam shalat di tiap rakaat bacalah Al-Fatihah, yang terkandung di dalamnya permohonan kepada Allah agar kita ditunjuki jalan yang lurus: "Ihdinash Shiraathal Mustaqiim."

Dan apabila jalan itu sudah didapat, jangan dilepaskan lagi, jangan membelok lagi kepada yang lain, sebab "garis lurus ialah jarak yang paling dekat di antara dua titik."

Dan ingatlah pula bahwasanya Allah pun selalu memanggil kita supaya kembali kepada-Nya: "Pulanglah! Kembalilah kepada Tuhanmu, wahai nafsu, wahai jiwa yang telah mencapai ketenteramannya.

" Allah ingin sekali agar kamu datang berkumpul bersama hamba-hamba Allah yang sama-sama kembali, dan Allah ingin sekali agar semua hamba-Nya

kembali ke dalam syurga yang telah disediakan-Nya. Sebagai tersebut pada ayat yang terakhir dari Surat 89, Surat Al-Fajr

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 39 |

penjelasan ada di ayat 37

Surat An-Naba |78:40|

إِنَّا أَنْذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيبًا يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ تُرَابًا

innaaa anżarnaakum 'ażaabang qoriibay yauma yanzhurul-mar`u maa qoddamat yadaahu wa yaquulul-kaafiru yaa laitanii kuntu turoobaa

Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (orang kafir) azab yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya, dan orang kafir berkata, "Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah."

Indeed, We have warned you of a near punishment on the Day when a man will observe what his hands have put forth and the disbeliever will say, "Oh, I wish that I were dust!"

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepada kalian) hai orang-orang kafir Mekah (siksa yang dekat) yakni siksa pada hari kiamat yang akan datang nanti;

dan setiap sesuatu yang akan datang itu berarti masa terjadinya sudah dekat (pada hari) menjadi Zharaf dari lafal 'Adzaaban berikut sifatnya

yakni berikut lafal Qariiban (manusia melihat) setiap manusia melihat (apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya) yakni perbuatan baik dan perbuatan buruk yang telah dikerjakannya semasa di dunia

(dan orang kafir berkata, "Alangkah baiknya) huruf Ya di sini bermakna Tanbih (sekiranya aku dahulu adalah tanah") maka aku tidak akan disiksa.

Ia mengatakan demikian sewaktu Allah berfirman kepada binatang-binatang semuanya sesudah Dia melakukan hukum kisas sebagian dari mereka terhadap sebagian yang lain: "Jadilah kamu sekalian tanah!"

Alazhar

"Sesungguhnya telah kami ancam kamu sekalian, dengan azab yang telah dekat." (pangkal ayat 40). Artinya, sebelum menghadapi hari Perhitungan atau Hari Kiamat itu, ada hari yang lebih dekat lagi,

pasti kamu temui dalam masa yang tidak lama lagi. Hari itu ialah hari bercerai dengan dunia fana ini, hari Malaikat Maut mengambil nyawamu:

"Di hari yang seseorang akan memandang apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya." Setelah nyawa bercerai dengan badan, maka lepaslah nyawa itu daripada sangkarnya dan bebaslah dia dari selubung hidup fana ini.

Maka mulailah kelihatan jelas buruknya dan baiknya, bekas perbuatan tangan sendiri, semuanya kelihatan. Berbesar hati melihat bekas yang baik, bermuram durja melihat catatan yang buruk;

manusia mungkin lupa namun dalam catatan Allah, setitik pun tiada yang hilang dan sebaris pun tiada yang lupa: "Dan akan berkata orang yang kafir

." Yaitu orang yang di kala hidupnya hanya menolak mentah-mentah seruan Rasul, dia melihat daftar dosa yang dia kerjakan: "Alangkah baiknya kalau dahulu aku hanya tanah saja." (ujung ayat 40).

Timbullah sesal dan keluhan, pada saat sesal dan keluh tidak ada gunanya lagi: "Kalau aku dahulunya hanya tanah saja, kalau aku dahulunya tidak sampai menjadi manusia,

tidak tercatat dalam daftar kehidupan, tidaklah akan begini tekanan yang aku rasakan di padang mahsyar.'' Sesal yang tak ada gunanya

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naba | 78 : 40 |

penjelasan ada di ayat 37

Surat An-Naziat |79:1|

وَالنَّازِعَاتِ غَرْقًا

wan-naazi'aati ghorqoo

Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras.

By those [angels] who extract with violence

Tafsir
Jalalain

(Demi yang mencabut nyawa) atau demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa orang-orang kafir (dengan keras) atau mencabutnya dengan kasar.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 1 |

Tafsir ayat 1-14

Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Masruq, Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh, dan Abud Dulia serta As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. (An-Nazi'at: 1)

Yakni para malaikat saat mencabut arwah Bani Adam. Maka di antara mereka ada yang mencabut rohnya dengan sulit, akhirnya ia'mencabutnya dengan paksa; dan di antara mereka ada yang mencabutnya dengan mudah

seakan-akan melolos sesuatu yang mudah, dan inilah yang dimaksud oleh firman-Nya: dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut. (An-Nazi'at: 2)Demikianlah menurut Ibnu Abbas.

Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna an-nazi'at, bahwa yang dimaksud adalah arwah orang-orang kafir yang dicabut dengan paksa, kemudian dibenamkan di dalam neraka;

demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. (An-Nazi'at: 1)

Bahwa makna yang dimaksud ialah kematian. Al-Hasan Al-Basri mengatakan —juga Qatadah— sehubungan dengan makna firman-Nya.: Demi (malaikat-malaikat) yo«g mencabut (nyawa) dengan keras,

dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut. (An-Nazi'at: 1-2) Bahwa makna yang dimaksud ialah bintang-bintang.Ata ibnu Abu Rabah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "An-Nazi'at"

dan "an-nasyitat" bahwa makna yang dimaksud ialah busur yang dipakai dalam peperangan. Tetapi pendapat yang sahih adalah yang pertama dan dikatakan oleh kebanyakan ulama. Adapun mengenai firman-Nya:


{وَالسَّابِحَاتِ سَبْحًا}


dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat. (An-Nazi'at: 3)Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah para malaikat. Telah diriwayatkan pula dari Ali, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair,

Abu Saleh hal yang semisal. Dan telah diriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat. (An-Nazi'at: 3) Yakni maut alias kematian,

Qatadah mengatakan bintang-bintang, Ata ibnu Abu Rabah mengatakan perahu (kapal-kapal laut). Firman Allah Swt.:


{فَالسَّابِقَاتِ سَبْقًا}


dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang. (An-Nazi'at: 4) Telah diriwayatkan dari Ali, Masruq, Mujahid, dan Abu Saleh serta Al-Hasan Al-Basri, bahwa makna yang dimaksud ialah para malaikat;

Al-Hasan mengatakan bahwa para malaikat lebih dahulu beriman dan membenarkan Allah Swt. Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah kematian;

Qatadah mengatakan bintang-bintang, sedangkan Ata mengatakan kuda yang dipakai untuk berjihad di jalan Allah Swt. Firman Allah Swt.:


{فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا}


dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan dunia. (An-Nazi'at: 5) Mujahid, Ata, Abu Saleh, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi ibnu Anas, dan As-Saddi mengatakan para malaikat.

Al-Hasan menambahkan, yaitu para malaikat yang mengatur urusan dunia dari langit, yakni dengan perintah dari Tuhannya, dan mereka tidak membuat-buatnya dalam urusan ini.

Tetapi sikap Ibnu Jarir tidak memutuskan dengan salah satu dari pendapat-pendapat yang telah disebutkan di atas, melainkan hanya dia meriwayatkan sehubungan dengan makna mudabbirati amran,

bahwa makna yang dimaksud adalah para malaikat. Kemudian ia tidak menguatkan pendapat ini dan tidak pula menyanggahnya. Firman Allah Swt.:


{يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ}


(Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. (An-Nazi'at: 6-7)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa keduanya adalah tiupan sangkakala, yaitu tiupan yang pertama dan tiupan yang kedua. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Telah diriwayatkan dari Mujahid bahwa adapun tiupan yang pertama disebutkan oleh firman-Nya: (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam. (An-Nazi'at: 6)

Maka semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Pada hari bumi dan gunung-gunung berguncangan. (Al-Muzzammil: 14) Sedangkan tiupan yang kedua dinamakan radifah,

semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. (Al-Haqqah: 14)


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنِ الطُّفَيْلِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "جَاءَتِ الرَّاجِفَةُ، تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ، جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ جَعَلْتُ صَلَاتَيْ كُلَّهَا عَلَيْكَ؟ قَالَ: "إِذًا يَكْفِيكَ اللَّهُ مَا أهَمَّك مِنْ دُنْيَاكَ وَآخِرَتَكَ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari AbutTufail ibnu Ubay Ka'b,

dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiupan pertama yang mengguncangkan dilakukan, lalu diiringi dengan tiupan yang kedua, maka datanglah maut berikut segala sesuatunya.

Maka seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu jika aku jadikan semua salawatku untukmu?" Rasulullah Saw. menjawab: Kalau begitu, Allah akan menghindarkanmu dari semua kesusahan dunia dan akhiratmu.

Imam Turmuzi, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Sufyan As-Sauri berikut dengan sanad yang sama.

Lafaz Imam Turmuzi dan Ibnu Abu Hatim menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. apabila telah berlalu dua pertiga malam, beliau berdiri, lalu bersabda:


" يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا اللَّهَ جَاءَتِ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ"


Hai manusia, ingallah kepada Allah, tiupan pertama yang mengguncangkan (akan) datang yang diiringi dengan tiupan yang kedua, maka datanglah maut berikut segala sesuatunya.Firman Allah Swt:


{قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ}


Hati manusia pada waktu itu sangat takut. (An-Nazi'at: 8) Ibnu Abbas mengatakan bahwa wajifah artinya takut. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Qatadah.


{أَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ}


pandangannya tunduk. (An-Nazi'at: 9) Yakni pandangan mata orang-orang yang mengalaminya tunduk. Sesungguhnya kata kerja di sini dikaitkan dengan pandangan mata, mengingat ia menunjukkan gejala kejiwaan yang dialami oleh pelakunya.

Makna yang dimaksud ialah mereka tampak hina dan rendah karena menyaksikan huru-hara yang mengerikan lagi sangat menakutkan di hari (kiamat) itu.Firman Allah Swt.:


{يَقُولُونَ أَئِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِي الْحَافِرَةِ}


(Orang-orang kafir) berkata, "Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan yang semula?” (An-Nazi'at: 10) Yaitu orang-orang musyrik Quraisy dan orang-orang yang

sependapat dengan mereka yang mengingkari adanya hari berbangkit dan tidak percaya bahwa mereka akan dihidupkan kembali sesudah mereka dimasukkan ke dalam Liang kuburnya.

Demikianlah menurut Mujahid. Mereka tidak percaya bahwa mereka akan dihidupkan kembali, padahal tubuh mereka telah hancur dan

tulang belulang mereka sudah berantakan.Karena itulah mereka mengatakan, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:


{أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا نَخِرَةً}


Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat? (An-Nazi'at: 11) Qiraat lain ada yang membacanya Ibnu Abbas,

Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sudah lapuk. Menurut Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah tulang yang lapuk dan rapuh serta angin dapat masuk ke dalam rongga-rongganya.


{قَالُوا تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ}


Mereka berkata, "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan.” (An-Nazi'at: 12) Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Malik, As-Saddi, dan Qatadah,

bahwa yang dimaksud dengan al-hafirah ialah kehidupan sesudah mati. Ibnu Zaid mengatakan bahwa al-hafirah ialah neraka, dan betapa banyaknya nama neraka itu; neraka disebut pula dengan nama

Jahim, Saqar, Jahanam, Hawiyah, Hafirah, Laza, dan Hutamah. Adapun mengenai ucapan mereka yang disebutkan oleh firman-Nya: Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan. (An-Nazi'at: 12)

Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa orang-orang musyrik Quraisy mengatakan, "Sesungguhnya jika Allah menghidupkan kami kembali sesudah kami mati, berarti kami benar-benar merugi." Maka Allah Swt. berfirman:


{فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ}


Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 13-14) Yakni sesungguhnya kebangkitan itu hanyalah merupakan

suatu perintah dari Allah yang tidak perlu ada pengulangan atau pengukuhan. Maka begitu Allah memerintahkannya, dengan serta merta semua manusia hidup kembali dan berdiri serta melihat.

Allah tinggal memerintahkan kepada Malaikat Israfil untuk meniup sangkakala, maka ditiuplah olehnya tiupan berbangkit (untuk menghidupkan semua makhluk),

lalu dengan tiba-tiba seketika itu juga semua orang yang terdahulu dan yang terkemudian hidup kembali berdiri di hadapan Allah Swt. seraya melihat. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:


يَوْمَ يَدْعُوكُمْ فَتَسْتَجِيبُونَ بِحَمْدِهِ وَتَظُنُّونَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا


yaitu pada hari Dia memanggil kalian, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (Al-Isra: 52)


وَما أَمْرُنا إِلَّا واحِدَةٌ كَلَمْحٍ بِالْبَصَرِ


Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata. (Al-Qamar: 50) Dan firman Allah Swt.:


وَما أَمْرُ السَّاعَةِ إِلَّا كَلَمْحِ الْبَصَرِ أَوْ هُوَ أَقْرَبُ


Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). (An-Nahl: 77) Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja. (An-Nazi'at: 13) Yakni sekali teriakan. Ibrahim At-Taimi mengatakan bahwa Allah Swt.

sangat murka terhadap makhluk-Nya saat Dia menghidupkan mereka kembali. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah teriakan kemurkaan.

Abu Malik dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna zajratun wahidah ialah tiupan yang terakhir. Firman Allah Swt.:


{فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ}


maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 14) Ibnu Abbas mengatakan bahwa as-sahirah artinya bumi seluruhnya. Hal yang sama dikatakan oleh Sa’id ibnu Jubair, Qatadah,

dan Abu Saleh. Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa as-sahirah artinya permukaan bumi. Mujahid mengatakan bahwa pada mulanya mereka berada di perut bumi lalu dikeluarkan di pemiukaannya.

Mujahid mengatakan pula bahwa as-sahirah artinya tempat yang datar lagi rata. As-Sauri mengatakan, as-sahirah artinya negeri Syam. Usman ibnu Abul Atikah mengatakan bahwa as-sahirah artinya tanah Baitul Maqdis,

Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa as-sahirah adalah sebuah gunung yang berada di sebelah Baitul Maqdis. Qatadah mengatakan bahwa as-sahirah artinya Jahanam. Semua pendapat tersebut garib,

tetapi pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa as-sahirah artinya permukaan bumi.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Husain, telah menceritakan kepada kami

Hirzu ibnul Mubarak seorang syekh yang saleh, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnu Sabit, dari Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi sehubungan dengan firman-Nya:

maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 14) Bahwa yang dimaksud adalah bumi yang berwarna putih tanahnya seperti adonan roti yang bersih Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan

sehubungan dengan firman-Nya: maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 14) Yang dimaksud dengan bumi di sini adalah seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:


يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّماواتُ وَبَرَزُوا لِلَّهِ الْواحِدِ الْقَهَّارِ


(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semua (di padang mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. (Ibrahim: 48)


وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الْجِبالِ فَقُلْ يَنْسِفُها رَبِّي نَسْفاً فَيَذَرُها قَاعًا صَفْصَفاً لَا تَرى فِيها عِوَجاً وَلا أَمْتاً


Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah, "Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, maka

Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi.” (Thaha: 105-107) Dan firman Allah Swt:


وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بارِزَةً


Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu datar. (Al-Kahfi:47) Bumi yang tadinya menjadi tempat gunung-gunung ditampakkan menjadi tanah yang datar.

Bumi tersebut bukanlah seperti bumi kita sekarang, melainkan bumi lain yang belum pernah dikerjakan suatu dosa pun di atas permukaannya dan belum pernah dialirkan setetes darah pun padanya.

Surat An-Naziat |79:2|

وَالنَّاشِطَاتِ نَشْطًا

wan-naasyithooti nasythoo

Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut.

And [by] those who remove with ease

Tafsir
Jalalain

(Dan demi yang mencabut nyawa dengan lemah lembut) maksudnya, demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa orang-orang mukmin secara pelan-pelan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naziat |79:3|

وَالسَّابِحَاتِ سَبْحًا

was-saabiḥaati sab-ḥaa

Demi (malaikat) yang turun dari langit dengan cepat,

And [by] those who glide [as if] swimming

Tafsir
Jalalain

(Dan demi yang turun dari langit dengan cepat) yakni demi malaikat-malaikat yang melayang turun dari langit dengan membawa perintah-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naziat |79:4|

فَالسَّابِقَاتِ سَبْقًا

fas-saabiqooti sabqoo

dan (malaikat) yang mendahului dengan kencang,

And those who race each other in a race

Tafsir
Jalalain

(Dan demi yang mendahului dengan kencang) yaitu malaikat-malaikat yang mendahului dengan kencang membawa arwah orang-orang yang beriman ke surga.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naziat |79:5|

فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا

fal-mudabbirooti amroo

dan (malaikat) yang mengatur urusan (dunia).

And those who arrange [each] matter,

Tafsir
Jalalain

(Dan yang mengatur urusan) dunia, yaitu malaikat-malaikat yang mengatur urusan dunia. Dengan kata lain, demi malaikat-malaikat yang turun untuk mengaturnya.

Jawab daripada semua qasam yang telah disebutkan di atas tidak disebutkan, lengkapnya, benar-benar kalian, hai penduduk Mekah yang kafir, akan dibangkitkan. Jawab inilah yang menjadi Amil terhadap ayat berikutnya yaitu:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naziat |79:6|

يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ

yauma tarjufur-roojifah

(Sungguh, kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam,

On the Day the blast [of the Horn] will convulse [creation],

Tafsir
Jalalain

(Pada hari ketika terjadinya guncangan yang hebat) yakni tiupan pertama malaikat Israfil yang mengguncangkan segala sesuatu dengan hebatnya.

Kemudian pengertian ini diungkapkan ke dalam bentuk kejadian yang timbul dari tiupan tersebut.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naziat |79:7|

تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ

tatba'uhar-roodifah

(tiupan pertama) itu diiringi oleh tiupan kedua.

There will follow it the subsequent [one].

Tafsir
Jalalain

(Kemudian ia diiringi dengan yang mengikutinya) dengan tiupan yang kedua dari malaikat Israfil; jarak di antara kedua tiupan itu empat puluh tahun;

dan jumlah ayat ini berkedudukan menjadi Haal atau kata keterangan keadaan daripada lafal Ar-Raajifah.

Dan lafal Al-Yauma dapat mencakup kedua tiupan tersebut, karena itu maka kedudukan Zharafnya dianggap sah.

Tiupan yang kedua ini untuk membangkitkan semua makhluk yang mati menjadi hidup kembali, maka setelah tiupan yang kedua, mereka bangkit hidup kembali.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naziat |79:8|

قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ

quluubuy yauma`iżiw waajifah

Hati manusia pada waktu itu merasa sangat takut,

Hearts, that Day, will tremble,

Tafsir
Jalalain

(Hati manusia pada waktu itu sangat takut) amat takut dan cemas.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 8 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naziat |79:9|

أَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ

abshooruhaa khoosyi'ah

pandangannya tunduk.

Their eyes humbled.

Tafsir
Jalalain

(Pandangannya tunduk) yakni hina karena kedahsyatan apa yang disaksikannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 9 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naziat |79:10|

يَقُولُونَ أَإِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِي الْحَافِرَةِ

yaquuluuna a innaa lamarduuduuna fil-ḥaafiroh

(Orang-orang kafir) berkata, "Apakah kita benar-benar akan dikembalikan kepada kehidupan yang semula?

They are [presently] saying, "Will we indeed be returned to [our] former state [of life]?

Tafsir
Jalalain

(Mereka berkata) yakni orang-orang kafir yang mempunyai hati dan pandangan itu mengatakan dengan nada yang memperolok-olokkan karena ingkar

dan tidak percaya terhadap adanya hari berbangkit ("Apakah sesungguhnya kami) dapat dibaca secara Tahqiq dan Tas-hil,

demikian pula lafal berikutnya yang sama (benar-benar dikembalikan kepada kehidupan yang semula") maksudnya, apakah kami sesudah mati akan dikembalikan menjadi hidup seperti semula.

Lafal Al-Haafirah menunjukkan makna permulaan sesuatu, antara lain dikatakan: Raja'a Fulaanun Fii Haafiratihi, artinya, si Polan kembali lagi ke arah dia datang.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 10 |

penjelasan ada di ayat 1