Juz 30

Surat An-Naziat |79:11|

أَإِذَا كُنَّا عِظَامًا نَخِرَةً

a iżaa kunnaa 'izhooman nakhiroh

Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kita telah menjadi tulang-belulang yang hancur?"

Even if we should be decayed bones?

Tafsir
Jalalain

("Apakah apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat) juga akan dihidupkan kembali" Menurut suatu qiraat lafal Nakhiratun dibaca Naahiratun, artinya yang lapuk dan hancur.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 11 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naziat |79:12|

قَالُوا تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ

qooluu tilka iżang karrotun khoosiroh

Mereka berkata, "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan."

They say, "That, then, would be a losing return."

Tafsir
Jalalain

(Mereka berkata, "Hal itu) maksudnya, dihidupkan-Nya kami kembali (kalau begitu) atau seandainya hal itu benar terjadi (adalah pengembalian) suatu pengembalian (yang merugikan") diri kami. Lalu Allah berfirman:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 12 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naziat |79:13|

فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ

fa innamaa hiya zajrotuw waaḥidah

Maka pengembalian itu hanyalah dengan sekali tiupan saja.

Indeed, it will be but one shout,

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah) maksudnya, tiupan yang kedua untuk membangkitkan semua makhluk (dengan tiupan) dengan hardikan (sekali saja) apabila tiupan yang kedua ini telah dilakukan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 13 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naziat |79:14|

فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ

fa iżaa hum bis-saahiroh

Maka seketika itu mereka hidup kembali di bumi (yang baru).

And suddenly they will be [alert] upon the earth's surface.

Tafsir
Jalalain

(Maka dengan serta-merta mereka) yakni semua makhluk (bangun) berada di permukaan bumi dalam keadaan hidup, yang sebelumnya mereka berada di perut bumi dalam keadaan mati.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 14 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat An-Naziat |79:15|

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ مُوسَىٰ

hal ataaka ḥadiiṡu muusaa

Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) kisah Musa?

Has there reached you the story of Moses? -

Tafsir
Jalalain

(Sudahkah sampai kepadamu) hai Muhammad (kisah Musa) lafal ayat ini menjadi Amil bagi lafal berikutnya, yaitu:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 15 |

Tafsir ayat 15-26

Allah Swt. menceritakan kepada Rasul-Nya—Nabi Muhammad Saw.— tentang hamba dan rasul-Nya Musa a.s. Bahwa Dia telah mengutusnya kepada Fir'aun dan Allah mengukuhkannya dengan mukjizat-mukjizat.

Tetapi Fir'aun dengan adanya semua bukti itu tetap pada kekafiran dan tindakan sewenang-wenangnya, hingga Allah mengazabnya dengan azab dari Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa.

Demikian pula akibat yang akan dialami oleh orang-orang yang menentangmu dan mendustakan apa yang engkau sampaikan. Karena itu, maka di akhirat kisah ini disebutkan oleh firman Allah Swt.:


{إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَى}


Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya). (An-Nazi'at: 26) Adapun firman Allah Swt.:


{هَلْ أتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى}


Sudahkah sampai kepadamu (ya Muhammad) berita Musa. (An-Nazi'at: 15) Yakni apakah engkau sudah mendengar kisahnya.


{إِذْ نَادَاهُ رَبُّهُ}


Tatkala Tuhannya memanggilnya. (An-Nazi'at: 16) Yaitu Tuhan berbicara kepadanya dengan melalui seruan.


{بِالْوَادِي الْمُقَدَّسِ}


di lembah suci ialah Lembah Tuwa. (An-Nazi'at: 16) Tuwa adalah nama lembah menurut pendapat yang sahih, seperti yang telah disebutkan dalam tafsir surat Taha. Lalu Allah Swt. berfirman kepadanya:


{اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى}


Pergilah kamu kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. (An-Nazi'at: 17) Yakni bertindak sewenang-wenang, jahat, dan zalim.


{فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى}


Dan katakanlah (kepada Fir'aun), "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)?” (An-Nazi'at: 18) Maksudnya, katakanlah kepadanya bahwa

maukah engkau kuajak untuk menempuh jalan yang akan membawamu untuk dapat menyucikan diri, yakni berserah diri dan taat kepada Allah Swt.


{وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ}


Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu. (An-Nazi'at: 19)Yaitu akan kutunjukkan kepadamu cara menyembah Tuhanmu.


{فَتَخْشَى}


supaya kamu takut kepadanya. (An-Nazi'at: 19) Yakni kelak hatimu akan menjadi tunduk patuh kepada-Nya dan khusyuk, yang sebelumnya hatimu keras, jahat, dan jauh dari kebaikan.


{فَأَرَاهُ الآيَةَ الْكُبْرَى}


Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar. (An-Nazi'at: 20) Musa menampakkan kepadanya selain dari seruan yang benar ini hujah (bukti)

yang kuat dan dalil yang jelas yang membuktikan kebenaran apa yang disampaikannya, bahwa itu adalah dari sisi Allah.


{فَكَذَّبَ وَعَصَى}


Tetapi Fir’aun mendustakan dan mendurhakai. (An-Nazi'at: 21) Fir'aun mendustakan kebenaran itu dan menentang ketaatan yang diperintahkan kepadanya.

Kesimpulannya ialah hati Fir'aun mendustakanya dan batinnya tidak mau menerima apa yang disampaikan oleh Musa, begitu pula lahiriahnya dia tidak mau mengamalkanya.

Padahal dia mengetahui bahwa apa yang disampaikan oleh Musa kepadanya adalah perkara yang hak (benar), tetapi hal ini tidak menunjukkan bahwa dia adalah orang yang beriman kepada Musa.

Karena pengetahuan itu merupakan pekerjaan hati, sedangkan iman itu adalah pengamalannya, yaitu patuh kepada perkara yang hak dan taat kepadanya. Firman Allah Swt.:


{ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَى}


Kemudian dia berpaling seraya berusaha menentang (Musa). (An-Nazi'at: 22) Yakni sebagai reaksinya terhadap perkara yang hak, dia menentangnya dengan kebatilan,

yang hal ini ia realisasikan dengan mengumpulkan para akhli sihir untuk menentang mukjizat yang jelas yang disampaikan oleh Musa a.s.


{فَحَشَرَ فَنَادَى}


Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya), lalu berseru memanggil kaumnya. (An-Nazi'at: 23) Fir'aun menyeru mereka semuanya untuk berkumpul kepadanya.


{فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الأعْلَى}


(Seraya) berkata, "Akulah Tuhan kalian yang paling tinggi.” (An-Nazi'at: 24) Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan bahwa kalimat ini dikatakan oleh Fir'aun setelah selang empat puluh tahun.

Dia mengatakan, "Aku tidak mengetahui adanya tuhan bagi kalian selain dari aku sendiri." Maka disebutkan oleh firman berikutnya:


{فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الآخِرَةِ وَالأولَى}


Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia. (An-Nazi'at: 25) Allah menghukumnya dengan hukuman yang membuatnya menjadi pelajaran bagi orang lain yang membangkang terhadap perkara hak seperti dia di dunia ini.


وَيَوْمَ الْقِيامَةِ بِئْسَ الرِّفْدُ الْمَرْفُودُ


dan (begitu pula) di hari kiamat. Laknat itu seburuk-buruk pemberian yang diberikan. (Hud: 99) Hal yang senada disebutkan dalam firman-Nya:


وَجَعَلْناهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَيَوْمَ الْقِيامَةِ لا يُنْصَرُونَ


Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan di tolong. (Al-Qashash: 41) Hal inilah yang sahih sehubungan dengan makna ayat,

bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya: Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia. (An-Nazi'at: 25) Yaitu azab di dunia dan azab di akhirat nanti.

Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah kalimat yang diucapkan oleh Fir'aun pada yang pertama kali dan kalimatnya pada yang kedua kali.

Menurut pendapat yang lainnya lagi, kekufuran dan kedurhakaannya. Tetapi pendapat yang sahih dan tidak diragukan lagi adalah yang pertama tadi. Firman Allah Swt.:


{إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَى}


Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (An-Nazi'at: 26) Yakni bagi orang yang mau mengambil pelajaran dan menyadarinya.

Surat An-Naziat |79:16|

إِذْ نَادَاهُ رَبُّهُ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى

iż naadaahu robbuhuu bil-waadil-muqoddasi thuwaa

Ketika Tuhan memanggilnya (Musa) di lembah suci yaitu Lembah Tuwa,

When his Lord called to him in the sacred valley of Tuwa,

Tafsir
Jalalain

(Tatkala Rabbnya memanggilnya di lembah suci ialah lembah Thuwa) dapat dibaca dengan memakai Tanwin, yaitu Thuwan, dapat pula dibaca tanpa Tanwin, yaitu Thuwa, artinya nama sebuah lembah. Lalu Rabb berkata kepadanya:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 16 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat An-Naziat |79:17|

اذْهَبْ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ

iż-hab ilaa fir'auna innahuu thoghoo

pergilah engkau kepada Fir´aun! Sesungguhnya dia telah melampaui batas,

"Go to Pharaoh. Indeed, he has transgressed.

Tafsir
Jalalain

("Pergilah kamu kepada Firaun sesungguhnya dia telah melampaui batas) kekafirannya telah melampaui batas.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 17 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat An-Naziat |79:18|

فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَىٰ أَنْ تَزَكَّىٰ

fa qul hal laka ilaaa an tazakkaa

maka katakanlah (kepada Fir´aun), "Adakah keinginanmu untuk membersihkan diri (dari kesesatan),

And say to him, 'Would you [be willing to] purify yourself

Tafsir
Jalalain

(Dan katakanlah, "Adakah keinginan bagimu) artinya, aku mengajakmu (untuk membersihkan diri") dari kemusyrikan, seumpamanya kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.

Menurut suatu qiraat lafal Tazakkaa dibaca Tazzakkaa, yang asalnya adalah Tatazakka, kemudian huruf Ta yang kedua diidgamkan kepada huruf Za, sehingga jadilah Tazzakkaa.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 18 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat An-Naziat |79:19|

وَأَهْدِيَكَ إِلَىٰ رَبِّكَ فَتَخْشَىٰ

wa ahdiyaka ilaa robbika fa takhsyaa

dan engkau akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar engkau takut kepada-Nya?"

And let me guide you to your Lord so you would fear [Him]?'"

Tafsir
Jalalain

("Dan kamu akan kupimpin kepada Rabbmu) maksudnya, aku akan tunjukkan kamu jalan untuk mengetahui-Nya melalui bukti-bukti yang ada (supaya kamu takut kepada-Nya") karena itu lalu kamu takut kepada-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 19 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat An-Naziat |79:20|

فَأَرَاهُ الْآيَةَ الْكُبْرَىٰ

fa aroohul-aayatal-kubroo

Lalu (Musa) memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar.

And he showed him the greatest sign,

Tafsir
Jalalain

(Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar) di antara mukjizat-mukjizat yang dimilikinya, yang ada tujuh macam itu. Mukjizat yang diperlihatkan kepadanya pada saat itu ialah tangan atau tongkatnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 20 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat An-Naziat |79:21|

فَكَذَّبَ وَعَصَىٰ

fa każżaba wa 'ashoo

Tetapi dia (Fir´aun) mendustakan dan mendurhakai.

But Pharaoh denied and disobeyed.

Tafsir
Jalalain

(Tetapi Firaun mendustakan) Nabi Musa (dan mendurhakai) Allah swt.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 21 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat An-Naziat |79:22|

ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَىٰ

ṡumma adbaro yas'aa

Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa).

Then he turned his back, striving.

Tafsir
Jalalain

(Kemudian dia berpaling) dari iman (seraya berjalan) di muka bumi dengan menimbulkan kerusakan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 22 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat An-Naziat |79:23|

فَحَشَرَ فَنَادَىٰ

fa ḥasyaro fa naadaa

Kemudian dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru (memanggil kaumnya).

And he gathered [his people] and called out

Tafsir
Jalalain

(Maka dia mengumpulkan) para ahli sihir dan bala tentaranya (lalu berseru.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 23 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat An-Naziat |79:24|

فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ

fa qoola ana robbukumul-a'laa

(Seraya) berkata, "Akulah tuhanmu yang paling tinggi."

And said, "I am your most exalted lord."

Tafsir
Jalalain

(Seraya berkata, "Akulah tuhan kalian yang paling tinggi") tiada tuhan di atasku.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 24 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat An-Naziat |79:25|

فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الْآخِرَةِ وَالْأُولَىٰ

fa akhożahullohu nakaalal-aakhiroti wal-uulaa

Maka Allah menghukumnya dengan azab di akhirat dan siksaan di dunia.

So Allah seized him in exemplary punishment for the last and the first [transgression].

Tafsir
Jalalain

(Maka Allah membinasakannya) yakni menenggelamkannya hingga binasa (sebagai pembalasan) atau siksaan (atas yang terakhir ini) disebabkan perkataannya yang terakhir tadi (dan yang pertama)

yaitu sebagaimana yang telah disitir oleh firman-Nya, " ...aku tidak mengetahui tuhan bagi kamu sekalian selain aku." (Q.S. Al-Qashash, 38) Jarak antara kedua perkataan yang telah dikatakannya itu empat puluh tahun.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 25 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat An-Naziat |79:26|

إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَىٰ

inna fii żaalika la'ibrotal limay yakhsyaa

Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Allah).

Indeed in that is a warning for whoever would fear [Allah].

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya pada yang demikian itu) hal yang telah disebutkan itu (terdapat pelajaran bagi orang yang takut) kepada Allah swt.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 26 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat An-Naziat |79:27|

أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ ۚ بَنَاهَا

a antum asyaddu kholqon amis-samaaa`, banaahaa

Apakah penciptaan kamu yang lebih hebat ataukah langit yang telah dibangun-Nya?

Are you a more difficult creation or is the heaven? Allah constructed it.

Tafsir
Jalalain

(Apakah kalian) hai orang-orang yang ingkar terhadap adanya hari berbangkit; lafal ayat ini dapat dibaca Tahqiq dan Tas-hil (yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit) yang lebih rumit penciptaannya.

(Allah telah membinanya) lafal ayat ini menjelaskan tentang cara penciptaan langit.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 27 |

Tafsir ayat 27-33

Allah Swt. berfirman, menyanggah orang-orang yang ingkar terhadap adanya hari berbangkit, yaitu hari dihidupkan-Nya kembali semua makhluk sesudah fananya.


{أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ}


yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? (An-Nazi'at: 27) Sebagai jawabannya ialah tidak demikian, langitlah yang lebih sulit penciptaannya daripada kalian. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


لَخَلْقُ السَّماواتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ


Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia. (Al-Mu’min: 57)


أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّماواتِ وَالْأَرْضَ بِقادِرٍ عَلى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ بَلى وَهُوَ الْخَلَّاقُ الْعَلِيمُ


Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? Benar. Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. (Yasin: 81) Adapun firman Allah Swt.:


{بَنَاهَا}


Allah telah membangunnya. (An-Nazi'at: 27) kemudian ditafsirkan atau dijelaskan oleh firman selanjutnya:


{رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا}


Dia meninggikan bangunannya, lalu menyempurnakannya. (An-Nazi'at: 28) Yakni Allah telah menjadikannya tinggi bangunannya, tak terperikan ketinggiannya, lalu semuakawasannyaamat luas dihiasi dengan bintang-bintang di malam yang gelap gulita. Firman Allah Swt.:


{وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا}


dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. (An-Nazi'at: 29) Yaitu Dia menjadikan malam harinya gelap dan siang harinya terang.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna agtasya lailaha artinya menjadikan malamnya gelap gulita. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, dan Jamaah yang cukup banyak jumlahnya.


{وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا}


dan menjadikan siangnya terang benderang. (An-Nazi'at: 29) Artinya, menjadikannya terang. Selanjutnya disebutkan:


{وَالأرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا}


Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. (An-Nazi'at: 30) yang hal ini diperjelas oleh firman berikutnya:


{أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا}


Ia memancarkan darinya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. (An-Nazi'at: 31). Dalam tafsir surat Ha Mim Sajdah telah diterangkan bahwa bumi diciptakan sebelum penciptaan langit,

tetapi bumi baru dihamparkan sesudah langit diciptakan. Dengan kata lain, Allah Swt. baru mengeluarkan semua yang terkandung di dalam bumi dengan kekuasaan-Nya ke Alam wujud (setelah langit diciptakan).

Demikianlah makna ucapan Ibnu Abbas dan yang lainnya yang bukan hanya seorang, kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayakku, telah menceritakan kepada kami

Abdullah ibnu Ja'far Ar-Ruqqi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah (yakni Ibnu Umar), dari Zaid ibnu Abu Anisah, dari Al-Minhal ibnu Amr dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna dahhaha,

bahwa makna yang dimaksud ialah mengeluarkan mata airnya dan tetumbuhannya serta membelahjalan-jalan sungai-sungainya dan menjadikan padanya gunung-gunung, padang pasir, jalan-jalan, dan dataran-dataran tingginya.

Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya: Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. (An-Nazi'at: 30). Hal ini telah dijelaskan keterangannya sebelumnya. Dan mengenai firman Allah Swt:


{وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا}


Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh. (An-Nazi'at: 32) Yakni menetapkannya, mengokohkannya, dan meneguhkannya di tempatnya masing-masing;

dan Dia Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui, lagi maha Pengasih kepada makhluk-Nya dan Maha Penyayang.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا الْعَوَّامُ بْنُ حَوشب، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ الْأَرْضَ جَعَلَتْ تَمِيد، فَخَلَقَ الْجِبَالَ فَأَلْقَاهَا عَلَيْهَا، فَاسْتَقَرَّتْ فَتَعَجَّبَتِ الملائكةُ مِنْ خَلْقِ الْجِبَالِ فَقَالَتْ: يَا رب، فهل من خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْجِبَالِ؟ قَالَ نَعَمْ، الْحَدِيدُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْحَدِيدِ؟ قَالَ: نَعَمْ، النَّارُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ النَّارِ؟ قَالَ: نَعَمْ، الْمَاءُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْمَاءِ؟ قَالَ: نَعَمْ، الرِّيحُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الرِّيحِ؟ قَالَ: نَعَمْ، ابْنُ آدَمَ، يَتَصَدَّقُ بِيَمِينِهِ يُخْفِيهَا مِنْ شَمَالِهِ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Al-Awam ibnu Hausyab, dari Sulaiman ibnu Abu Sulaiman, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

Ketika Allah menciptakan bumi maka bumi berguncang, lalu Allah menciptakan gunung-gunung dan menempatkannya di atas bumi, maka bumi menjadi tenang.

Para malaikat merasa kagum dengan penciptaan gunung-gunung itu, lalu berkata, "Wahai Tuhan kami, apakah ada sesuatu dari makhluk-Mu yang lebih kuat daripada gunung-gunung ini?”

Allah Swt. menjawab, "Ya, ada, yaitu besi.” Para malaikat bertanya "Wahai Tuhan kami, apakah ada sesuatu dari makhluk-Mu yang lebih kuat daripada besi?" Allah menjawab, "Ya, api.”

Para malaikat bertanya, "Wahai Tuhan kami, apakah ada sesuatu dari makhluk-Mu yang lebih kuat dari api?" Allah menjawab, "Ya, air.” Para malaikat bertanya, "Wahai Tuhan kami,

apakah ada sesuatu dari makhluk-Mu yang lebih kuat daripada air?” Allah menjawab, "Ya, angin." Para malaikat bertanya, "Apakah ada sesuatu yang lebih kuat daripada angin di antara makhluk-Mu, wahai Tuhan kami?”

Allah menjawab "Ya. anak Adam yang bersedekah dengan tangan kanannya, lalu ia menyembunyikan dari tangan kirinya.” Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid,

telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Ata, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Ali yang mengatakan bahwa ketika Allah menciptakan bumi, maka bumi berguncang dan berkata,

"Engkau akan menciptakan Adam dan keturunannya di atas permukaanku; mereka akan melemparkan kepadaku kekotorannya dan menyegerakan aku dalam melakukan perbuatan-perbuatan dosa."

Maka Allah memantapkannya dengan gunung-gunung; maka di antaranya ada yang dapat kamu lihat, dan di antaranya lagi ada gunung-gunung yang tidak dapat kamu lihat.

Dan permulaan tenangnya bumi adalah seperti daging unta yang telah disembelih, maka dagingnya kelihatan bergetar, kemudian diam. Tetapi asar ini garib sekali. Firman Allah Swt.:


{مَتَاعًا لَكُمْ وَلأنْعَامِكُمْ}


(semua itu) untuk kesenangan kalian dan untuk binatang-binatang ternak kalian. (An-Nazi'at: 33) Yaitu penghamparan bumi, mata air-mata airnya yang dikeluarkan, semua sumber dayanya dikeluarkan darinya,

sungai-sungainya dialirkan, tanam-tanaman, dan pepohonannya ditumbuhkan dan dikukuhkan dengan gunung-gunung agar bumi menjadi teguh dan tetap, tidak mengguncangkan makhluk yang ada di atasnya semuanya itu

sebagai kesenangan bagi manusia dan semua keperluan mereka dari hewan ternak yang mereka makan dagingnya dan mereka jadikan sebagai kendaraan selama diperlukan oleh mereka di dunia ini, sampai masa yang tertentu.

Surat An-Naziat |79:28|

رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا

rofa'a samkahaa fa sawwaahaa

Dia telah meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya,

He raised its ceiling and proportioned it.

Tafsir
Jalalain

(Dia meninggikan bangunannya) ayat ini menafsirkan pengertian yang terkandung di dalam lafal Banaahaa; artinya, Dia menjadikan bangunannya berada di atas, maksudnya, dalam ketinggian yang sangat.

Tetapi menurut pendapat lain dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan Samkahaa adalah atapnya (lalu menyempurnakannya) yakni, Dia menjadikannya dengan sempurna tanpa cacat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 28 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat An-Naziat |79:29|

وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا

wa aghthosya lailahaa wa akhroja dhuḥaahaa

dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita), dan menjadikan siangnya (terang benderang).

And He darkened its night and extracted its brightness.

Tafsir
Jalalain

(Dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita) membuatnya gelap (dan menjadikan siangnya terang benderang) Dia menampakkan cahaya matahari.

Di dalam ungkapan ini lafal Al-Lail atau malam hari dimudhafkan kepada As-Samaa', karena malam hari merupakan kegelapan baginya.

Dan dimudhafkan pula kepada matahari, karena matahari merupakan cahaya baginya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 29 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat An-Naziat |79:30|

وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَٰلِكَ دَحَاهَا

wal-ardho ba'da żaalika daḥaahaa

Dan setelah itu bumi Dia hamparkan.

And after that He spread the earth.

Tafsir
Jalalain

(Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya) yakni dijadikan-Nya dalam bentuk terhampar, sebenarnya penciptaan bumi itu sebelum penciptaan langit, tetapi masih belum terhamparkan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 30 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat An-Naziat |79:31|

أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا

akhroja min-haa maaa`ahaa wa mar'aahaa

Darinya Dia pancarkan mata air, dan (ditumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.

He extracted from it its water and its pasture,

Tafsir
Jalalain

(Ia memancarkan) berkedudukan menjadi Haal dengan memperkirakan adanya lafal Qad sebelumnya; artinya Ia mengeluarkan (daripadanya mata air)

yakni dengan mengalirkan air dari sumber-sumbernya (dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhannya) yakni, pohon-pohon dan rumput-rumputan yang menjadi makanan ternak,

dan demikian pula tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan pokok manusia, serta buah-buahannya. Dikaitkannya istilah Al-Mar'aa kepada bumi hanyalah merupakan ungkapan Isti'arah,

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 31 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat An-Naziat |79:32|

وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا

wal-jibaala arsaahaa

Dan gunung-gunung Dia pancangkan dengan teguh.

And the mountains He set firmly

Tafsir
Jalalain

(Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh) yakni dipancangkan di atas bumi supaya bumi stabil dan tidak berguncang.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 32 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat An-Naziat |79:33|

مَتَاعًا لَكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ

mataa'al lakum wa li`an'aamikum

(Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu.

As provision for you and your grazing livestock.

Tafsir
Jalalain

(Untuk kesenangan) lafal Mataa'an berkedudukan menjadi Maf'ul Lah bagi lafal yang tidak disebutkan, lengkapnya, Dia melakukan hal tersebut untuk kesenangan.

Atau lafal Mataa'an ini dianggap sebagai Mashdar, artinya memberikan kesenangan (buat kalian dan buat binatang-binatang ternak kalian) lafal An'aam ini adalah jamak dari lafal Na'amun artinya binatang ternak mencakup unta, sapi, dan kambing.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 33 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat An-Naziat |79:34|

فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَىٰ

fa iżaa jaaa`atith-thooommatul-kubroo

Maka apabila malapetaka besar (hari Kiamat) telah datang,

But when there comes the greatest Overwhelming Calamity -

Tafsir
Jalalain

(Maka apabila malapetaka yang sangat besar telah datang) yaitu tiupan sangkakala malaikat Israfil yang kedua.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 34 |

Tafsir ayat 34-46

Firman Allah Swt.:


{فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَى}


Maka apabila malapetaka yang sangat besar telah datang. (An-Nazi'at: 34) Yang dimaksud dengannya adalah hari kiamat. Ibnu Abbas mengatakan bahwa hari kiamat disebut

demikian karena pada hari itu banyak terjadi semua peristiwa yang dahsyat lagi sangat mengerikan, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:


وَالسَّاعَةُ أَدْهى وَأَمَرُّ


dan hari kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit. (Al-Qamar: 46) Adapun firman Allah Swt.:


{يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الإنْسَانُ مَا سَعَى}


Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya. (An-Nazi'at: 35) Yakni pada hari itu manusia teringat semua kebaikan

dan keburukan yang telah dikerjakannya, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرى


dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. (Al-Fajr: 23) Firman Allah Swt.:


{وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَنْ يَرَى}


dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat. (An-Nazi'at: 36) Yaitu neraka ditampakkan, sehingga semua manusia dapat melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri.


{فَأَمَّا مَنْ طَغَى}


Adapun orang yang melampaui batas (An-Nazi'at: 37) Maksudnya, membangkang dan berlaku sewenang-wenang.


{وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا}


dan lebih mengutamakan kehidupan dunia (An-Nazi'at: 38) Yakni lebih memprioritaskannya daripada urusan agama dan bekal di akhiratnya.


{فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى}


maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). (An-Nazi'at: 39) Maka tempat kembalinya adalah neraka Jahim, dan makanannya adalah buah zaqqum, sedangkan minumannya adalah air yang mendidih lagi sangat panas.


{وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى}


Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. (An-Nazi'at: 40) Yaitu takut akan hari ia dihadapkan kepada Allah Swt.

dan takut akan keputusan Allah terhadap dirinya di hari itu, lalu ia menahan hawa nafsunya dan tidak memperturutkannya serta menundukkannya untuk taat kepada Tuhannya.


{فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى}


maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (An-Nazi'at: 41) Yakni sebagai tempat berpulangnya; surga yang luaslah tempat kembalinya. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:


{يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا فِيمَ أَنْتَ مِنْ ذِكْرَاهَا إِلَى رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا}


(Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya? Siapakah kamu (sehingga) dapat menyebutkan (waktunya)?

Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya). (An-Nazi'at: 42-44) Artinya, pengetahuan tentang waktunya bukan dikembalikan kepadamu dan bukan pula

kepada seseorang makhluk, melainkan pengetahuan mengenainya hanyalah ada di tangan Allah Swt. Dialah Yang mengetahui waktunya dengan tepat.


ثَقُلَتْ فِي السَّماواتِ وَالْأَرْضِ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً يَسْئَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْها قُلْ إِنَّما عِلْمُها عِنْدَ اللَّهِ


Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu

benar-benar mengetahuinya. Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah.” (Al-A'raf: 187) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{إِلَى رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا}


Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya). (An-Nazi'at: 44) Karena itulah ketika Jibril a.s. bertanya kepada Rasulullah Saw., maka beliau Saw. menjawabnya dengan perkataan:


"مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ".


Tidaklah orang yang ditanya mengenai waktu kedatangannya lebih mengetahui daripada orang yang menanyakannya.Firman Allah Saw.:


{إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرُ مَنْ يَخْشَاهَا}


Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari berbangkit). (An-Nazi'at: 45) Yakni sesungguhnya Aku mengutusmu Muhammad hanyalah agar engkau memberi peringatan kepada manusia

dan memperingatkan mereka akan pembalasan dan azab Allah. Maka barang siapa yang takut kepada Allah dan takut akan kedudukan Allah dan ancaman-Nya, niscaya ia mengikutimu

dan beruntunglah dia serta beroleh kemenanganlah dia. Dan kerugian serta kekecewaan pasti akan menimpa orang-orang yang menentang dan mendustakanmu. Firman Allah Swt.:


{كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا}


Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. (An-Nazi'at: 46)

Yaitu apabila mereka dibangkitkan dari kuburnya masing-masing, lalu digiring ke padang mahsyar, maka saat itulah mereka merasa amat pendek dan singkatnya masa tinggal mereka di dunia,

sehingga seakan-akan menurut mereka hanya tinggal selama suatu pagi atau suatu sore hari saja.Juwaibir telah meriwayatkan dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.

Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. (An-Nazi'at: 46)Bahwa yang dimaksud dengan sore hari

ialah jarak waktu mulai dari lohor sampai dengan terbenamnya matahari. Sedangkan yang dimaksud dengan pagi hari ialah jarak waktu antara terbitnya matahari sampai dengan pertengahan siang hari.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa ini menggambarkan tentang masa tinggal di dunia menurut pandangan manusia ketika mereka menyaksikan dengan nyata alam akhirat.

Surat An-Naziat |79:35|

يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ مَا سَعَىٰ

yauma yatażakkarul-insaanu maa sa'aa

yaitu pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya,

The Day when man will remember that for which he strove,

Tafsir
Jalalain

(Pada hari ketika manusia teringat) lafal Yauma berkedudukan menjadi Badal daripada lafal Idzaa (akan apa yang telah dikerjakannya) sewaktu ia masih di dunia, apakah itu perbuatan baik atau perbuatan buruk.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 35 |

penjelasan ada di ayat 34

Surat An-Naziat |79:36|

وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَنْ يَرَىٰ

wa burrizatil-jaḥiimu limay yaroo

dan neraka diperlihatkan dengan jelas kepada setiap orang yang melihat.

And Hellfire will be exposed for [all] those who see -

Tafsir
Jalalain

(Dan diperlihatkan dengan jelas) ditampakkan dengan seterang-terangnya (neraka) yakni neraka Jahim yang membakar itu (kepada setiap orang yang melihat) kepada setiap orang yang melihatnya. Jawab dari lafal Idzaa ialah:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 36 |

penjelasan ada di ayat 34

Surat An-Naziat |79:37|

فَأَمَّا مَنْ طَغَىٰ

fa ammaa man thoghoo

Maka adapun orang yang melampaui batas,

So as for he who transgressed

Tafsir
Jalalain

(Adapun orang yang melampaui batas) yakni orang kafir.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 37 |

penjelasan ada di ayat 34

Surat An-Naziat |79:38|

وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا

wa aaṡarol-ḥayaatad-dun-yaa

dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,

And preferred the life of the world,

Tafsir
Jalalain

(Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia) dengan cara selalu mengikuti kemauan hawa nafsunya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 38 |

penjelasan ada di ayat 34

Surat An-Naziat |79:39|

فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَىٰ

fa innal-jaḥiima hiyal-ma`waa

maka sungguh, nerakalah tempat tinggalnya.

Then indeed, Hellfire will be [his] refuge.

Tafsir
Jalalain

(Maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal) bagi dia.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 39 |

penjelasan ada di ayat 34

Surat An-Naziat |79:40|

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ

wa ammaa man khoofa maqooma robbihii wa nahan-nafsa 'anil-hawaa

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya,

But as for he who feared the position of his Lord and prevented the soul from [unlawful] inclination,

Tafsir
Jalalain

(Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya) di kala ia berdiri di hadapan-Nya (dan menahan diri) menahan nafsu amarahnya (dari keinginan hawa nafsunya)

yang menjerumuskan ke dalam kebinasaan disebabkan memperturutkan kemauannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 40 |

penjelasan ada di ayat 34

Surat An-Naziat |79:41|

فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ

fa innal-jannata hiyal-ma`waa

maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya).

Then indeed, Paradise will be [his] refuge.

Tafsir
Jalalain

(Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya) kesimpulan makna yang terkandung di dalam Jawab syarat ini ialah,

bahwasanya orang yang durhaka akan dimasukkan ke dalam neraka, dan orang yang taat akan dimasukkan ke dalam surga.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 41 |

penjelasan ada di ayat 34

Surat An-Naziat |79:42|

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا

yas`aluunaka 'anis-saa'ati ayyaana mursaahaa

Mereka (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Kiamat, "Kapankah terjadinya?"

They ask you, [O Muhammad], about the Hour: when is its arrival?

Tafsir
Jalalain

(Mereka bertanya kepadamu) yakni orang-orang kafir Mekah itu (tentang hari kiamat, kapan terjadinya) kapankah saat terjadinya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 42 |

penjelasan ada di ayat 34

Surat An-Naziat |79:43|

فِيمَ أَنْتَ مِنْ ذِكْرَاهَا

fiima anta min żikroohaa

Untuk apa engkau perlu menyebutkannya (waktunya)?

In what [position] are you that you should mention it?

Tafsir
Jalalain

(Tentang apakah) atau mengenai apakah (hingga kamu dapat menyebutkan waktunya) maksudnya, kamu tidak memiliki ilmu mengenai kejadiannya sehingga kamu dapat menyebutkan waktunya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 43 |

penjelasan ada di ayat 34

Surat An-Naziat |79:44|

إِلَىٰ رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا

ilaa robbika muntahaahaa

Kepada Tuhanmulah (dikembalikan) kesudahannya (ketentuan waktunya).

To your Lord is its finality.

Tafsir
Jalalain

(Kepada Rabbmulah dikembalikan kesudahannya) yaitu mengenai ketentuan waktunya, tiada seseorang pun yang mengetahuinya selain Dia.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 44 |

penjelasan ada di ayat 34

Surat An-Naziat |79:45|

إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرُ مَنْ يَخْشَاهَا

innamaaa anta munżiru may yakhsyaahaa

Engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari Kiamat).

You are only a warner for those who fear it.

Tafsir
Jalalain

(Kamu hanyalah pemberi peringatan), maksudnya sesungguhnya peringatanmu itu hanyalah bermanfaat (bagi siapa yang takut kepadanya) yakni takut kepada hari kiamat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 45 |

penjelasan ada di ayat 34

Surat An-Naziat |79:46|

كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا

ka`annahum yauma yarounahaa lam yalbaṡuuu illaa 'asyiyyatan au dhuḥaahaa

Pada hari ketika mereka melihat hari Kiamat itu (karena suasananya hebat), mereka merasa seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (di dunia) pada waktu sore atau pagi hari.

It will be, on the Day they see it, as though they had not remained [in the world] except for an afternoon or a morning thereof.

Tafsir
Jalalain

(Pada hari mereka melihat hari itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal) di dalam kubur mereka (melainkan sebentar saja di waktu sore atau pagi hari) artinya, pada suatu sore hari atau pada suatu pagi hari.

Di sini dianggap sah mengidhafahkan lafal Adh-Dhuhaa kepada lafal Al-'Asyiyyah, disebabkan di antara keduanya terdapat kaitan yang amat erat, sebab kedua-duanya merupakan permulaan dan penghujung suatu hari, dan Idhafah di sini dianggap baik karena kedua kalimatnya terpisah

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | An-Naziat | 79 : 46 |

penjelasan ada di ayat 34

Surat Abasa |80:1|

عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ

'abasa wa tawallaaa

Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling,

The Prophet frowned and turned away

Tafsir
Jalalain

(Dia telah bermuka masam) yakni Nabi Muhammad telah bermuka masam (dan berpaling) yaitu memalingkan mukanya karena,

Alazhar

Menurut sebuah riwayat yang disampaikan oleh Ibnu jarir ath-thabari, demikian juga riwayat dari Ibnu abba, ''sedang Rasulullah menghadapi beberapa orang terkemuka Quraisy, yaitu Utbah bin Rabi'ah, Abu Jahal,.

dan Abbas bin Abdul Munthalib, dengan maksud memberi keterangan kepada mereka tentang hakikat Islam, agar mereka sudi beriman; di waktu itu masuklah seorang laki laki buta, yang di kenal namanya dengan Abdullah bin Ummi Maktum.

Dia masuk ke dalam majelis dengan lengan meraba raba. Sejenak Rasulullah terhenti bicara, orang buta itu memohon kepada Nabi agar di ajarkan kepadanya beberapa ayat Al-Qur'an.

Mungkin oleh karena terganggu sedang menghadapi pemuka pemuka itu, kelihatanlah wajah beliau masam menerima permintaan Ibnu Ummi Maktum itu, sehingga perkataan orang itu itu seakan akan tidak beliau dengarkan,

dan beliau terus juga menghadapi pemuka-pemuka Quraisy tersebut. Setelah selesai semuanya itu dan beliau akan mulai kembali kepada keluarganya,

turunlah ayat ini, dia bermuka masam dan berpaling.'' Setelah ayat itu turun sadarlah Rasulullah saw. Akan kekhilafannya. Beliau segera hadapi Ibnu Ummi Maktum dan beliau perkenankan apa yang dia minta,

dan dia pun sejak itu menjadi salah seorang yang sangat di sayangi oleh Rasulullah saw.. di mana saja bertemu Ibnu Ummi Maktum beliau menunjukkan muka jernih berseri kepadanya,

dan kadang kadang beliau katakan,'' Hai orang yang telah menjadi sebab satu kumpulan ayat turun dari langit kepadaku.'' Ibnu Katsir pun meriwayatkan bahwa bukan saja Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang membawakan riwayat ini,

bahkan ada pula riwayat Urwah bin Zubair, mujahid, abu malik dan Qatadah, adh-dhahhak, ibnu zaid, dan lain lain bahwa yamg bermuka masam itu memang Rasulullah saw.

Sendiri dan orang buta itu memang Ibnu Ummi Maktum ibnu ummi maktum adalah seorang sahabat Rasulullah yang terkenal. Satu-satunya orang buta yang turut hijrah bersama para sahabat ke Madinah.

Satu-satunya orang buta yang dua tiga kali ditangkat Rasulullah saw. Menjadi wakilnya menjadi imam di madinah ketika beliau berpergian keluar kota untuk waktu agak lama.

Ibu dari Ibnu Ummi Maktum adalah saudara kandung dari ibu yang melahirkan siti khadijah, istri Rasulullah saw..

dan setelah di madinah, beliau pun menjadi salah seorang muadzin yang di angkat Rasulullah saw. Di samping Bilal. "Dia bermuka masam dan berpaling." (ayat 1). "Lantaran datang kepadanya orang buta itu." (ayat 2).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 1 |

Tafsir ayat 1-16

Bukan hanya seorang dari ulama tafsir menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. di suatu hari sedang berbicara dengan salah seorang pembesar Quraisy, yang beliau sangat menginginkan dia masuk Islam.

Ketika beliau Saw. sedang berbicara dengan suara yang perlahan dengan orang Quraisy itu, tiba-tiba datanglah Ibnu Ummi Maktum, salah seorang yang telah masuk Islam sejak lama.

Kemudian Ibnu Ummi Maktum bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang sesuatu dengan pertanyaan yang mendesak. Dan Nabi Saw. saat itu sangat menginginkan

Andaikata Ibnu Ummi Maktum diam dan tidak mengganggunya, agar beliau dapat berbicara dengan tamunya

yang dari Quraisy itu karena beliau sangat menginginkannya mendapat hidayah.

Untuk itulah maka beliau bermuka masam terhadap Ibnu Ummi Maktum dan memalingkan wajah beliau darinya serta hanya melayani tamunya yang dari Quraisy itu. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:


(عَبَسَ وَتَوَلَّى * أَنْ جَاءَهُ الأعْمَى * وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى)


Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). ('Abasa: 1-3) Yakni menginginkan agar dirinya suci dan bersih dari segala dosa.


(أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَى)


atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? ('Abasa: 4)

Yaitu memperoleh pelajaran untuk dirinya sehingga ia menahan dirinya dari hal-hal yang diharamkan.


(أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى * فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّى)


Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. ('Abasa: 5-6) Adapun orang yang serba cukup, maka kamu melayaninya dengan harapan dia mendapat petunjuk darimu.


(وَمَا عَلَيْكَ أَلا يَزَّكَّى)


Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). ('Abasa: 7) Artinya, kamu tidak akan bertanggungjawab mengenainya bila dia tidak mau membersihkan dirinya (beriman).


(وَأَمَّا مَنْ جَاءَكَ يَسْعَى * وَهُوَ يَخْشَى)


Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut (kepada Allah). (‘Abasa: 8-9)

Yakni dengan sengaja datang kepadamu untuk mendapat petunjuk dari pengarahanmu kepadanya.


(فَأَنْتَ عَنْهُ تَلَهَّى)


maka kamu mengabaikannya. ('Abasa: 10) Maksudnya, kamu acuhkan dia. Dan setelah kejadian ini Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya

untuk tidak boleh mengkhususkan peringatan terhadap seseorang secara tertentu, melainkan harus menyamakan di antara semuanya.

Dalam hal ini tidak dibedakan antara orang yang mulia dan orang yang lemah, orang yang miskin dan orang yang kaya, orang merdeka dan budak belian, laki-laki dan wanita, serta anak-anak dan orang dewasa.

Kemudian Allah-lah yang akan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus, keputusan yang ditetapkan-Nya penuh dengan kebijaksanaan dan mempunyai alasan yang sangat kuat.

Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq,

telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, dari Anas r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. ('Abasa: 1)

Ibnu Ummi Maktum datang kepada Nabi Saw. yang saat itu sedang berbicara dengan Ubay ibnu Khalaf, maka beliau Saw. berpaling dari Ibnu Ummi Maktum,

lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. ('Abasa: 1-2) Maka sesudah peristiwa itu Nabi Saw. selalu menghormatinya.

Qatadah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa ia melihat Ibnu Ummi Maktum dalam perang Qadisiyah, memakai baju besi, sedangkan di tangannya terpegang bendera berwarna hitam.

Abu Ya'la dan Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yahya Al-Umawi, telah menceritakan kepadaku ayahku yang mengatakan bahwa berikut ini adalah hadis yang diceritakan kepada kami dari

Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ayat ini, yaitu firman-Nya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. (‘Abasa: 1)

diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum yang tuna netra. Dia datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Berilah aku petunjuk." Sedangkan saat itu di hadapan Rasulullah Saw.

terdapat seorang lelaki dari kalangan pembesar kaum musyrik. Maka Rasulullah Saw. berpaling dari Ibnu Ummi Maktum dan melayani lelaki musyrik itu seraya bersabda,"Bagaimanakah pendapatmu tentang apa yang aku katakan ini,

apakah berkesan?" Lelaki itu menjawab, "Tidak". Maka berkenaan dengan peristiwa inilah ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya:

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. ('Abasa: 1)

Imam Turmuzi telah meriwayatkan hadis ini dari Sa'id ibnu Yahya Al-Umawi dengan sanad yang semisal; kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa sebagian dari mereka ada yang meriwayatkan dari Hisyam ibnu Urwah,

dari ayahnya yang mengatakan bahwa surat 'Abasa diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum, tetapi dalam sanad ini tidak disebutkan dari Aisyah.

Menurut hemat saya, memang demikianlah yang terdapat di dalam kitab Muwatta. Kemudian Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim juga telah meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi,

dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. ('Abasa: 1-2)

Bahwa ketika Rasulullah Saw. sedang berbicara secara tertutup dengan Atabah ibnu Rabi'ah, Abu Jahal ibnu Hisyam, dan Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib, yang sebelumnya Nabi Saw.

sering berbicara dengan mereka dan sangat menginginkan mereka beriman. Lalu tiba-tiba datanglah seorang lelaki tuna netra bernama Ibnu Ummi Maktum dengan jalan kaki, saat itu Nabi Saw.

sedang serius berbicara dengan mereka. Lalu Abdullah ibnu Ummi Maktum meminta agar diajari suatu ayat dari Al-Qur'an dan berkata, "Wahai Rasulullah, ajarilah aku dengan apa yang telah Allah ajarkan kepadamu."

Rasulullah Saw. berpaling dan bermuka masam terhadapnya serta tidak melayaninya, bahkan beliau kembali melayani mereka. Setelah Rasulullah Saw. selesai dari pembicaraan tertutupnya

dan hendak pulang ke rumah keluarganya, maka Allah Swt. menahan sebagian dari pandangan beliau dan menjadikan kepada beliau tertunduk, lalu turunlah kepadanya firman Allah Swt. yang menegur sikapnya itu:

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran,

lalu pengajaran itu memberikan manfaat kepadanya? ('Abasa: 1-4) Maka setelah diturunkan kepada Rasulullah Saw. ayat-ayat tersebut, beliau selalu menghormatinya dan selalu berbicara dengannya dan menanyakan kepadanya,

"Apakah keperluanmu? Apakah engkau ingin sesuatu?" Dan apabila Ibnu Ummi maktum pergi darinya, beliau Saw. bertanya, "Apakah engkau mempunyai sesuatu keperluan?" Demikian itu setelah Allah Swt.

menurunkan firman-Nya. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). ('Abasa: 5-7) . Hadis ini garib dan munkar, sanadnya juga masih diperbincangkan dan diragukan.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ الرَّمَادِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، حَدَّثَنَا يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ: قَالَ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عمر: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: "إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى تَسْمَعُوا أَذَانَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ". وَهُوَ الْأَعْمَى الَّذِي أَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِ: (عَبَسَ وَتَوَلَّى * أَنْ جَاءَهُ الأعْمَى) وَكَانَ يُؤَذِّنُ مَعَ بِلَالٍ. قَالَ سَالِمٌ: وَكَانَ رَجُلا ضريرَ الْبَصَرِ، فَلَمْ يَكْ يُؤَذِّنُ حَتَّى يَقُولَ لَهُ النَّاسُ-حِينَ يَنْظُرُونَ إِلَى بُزُوغِ الْفَجْرِ-: أذَّن


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Yunus,

dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa Salim ibnu Abdullah telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Sesungguhnya Bilal azan di malam hari, maka makan dan minumlah kamu hingga kamu mendengar seruan azan Ibnu Ummi Maktum. Dia adalah seorang tuna netra yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. ('Abasa: 1-2) Tersebutlah pula bahwa dia menjadi juru azan bersama Bilal.

Salim melanjutkan, bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah seorang tuna netra, maka dia belum menyerukan suara azannya sebelum orang-orang berkata kepadanya saat mereka melihat cahaya fajar subuh, "Azanlah!"

Hal yang sama telah disebutkan oleh Urwah ibnuz Zubair, Mujahid, Abu Malik, Qatadah, Ad-Dahhak, Ibnu Zaid, dan selain mereka yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf,

bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum. Menurut pendapat yang terkenal, nama aslinya adalah Abdullah, dan menurut pendapat yang lainnya yaitu Amr; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt:


(كَلا إِنَّهَا تَذْكِرَةٌ)


Sekali-kali jangan (demikian, Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan. ('Abasa: 11) Artinya, surat ini atau perintah menyamakan semua orang dalam menyampaikan pengetahuan,

tidak dibedakan antara orang yang terhormat dan orang biasa dari kalangan mereka yang menginginkannya. Qatadah dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Sekali-kali jangan (demikian). Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan. ('Abasa: 11) Yakni Al-Qur'an itu.


(فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ)


maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya. ('Abasa: 12) Maksudnya, barang siapa yang menghendaki, ia dapat mengingat Allah Swt. dalam semua urusannya.

Dapat pula ditakwilkan bahwa damir yang ada merujuk kepada wahyu karena konteks pembicaraan berkaitan dengannya. Firman Allah Swt.:


(فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ * مَرْفُوعَةٍ مُطَهَّرَةٍ)


di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan. ('Abasa: 13-14) Yaitu surat ini atau pelajaran ini, kedua-duanya saling berkaitan, bahkan Al-Qur'an seluruhnya.


(فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ)


di dalam kitab-kitab yang dimuliakan. ('Abasa: 13) Yakni diagungkan dan dimuliakan.


(مَرْفُوعَةٍ)


yang ditinggikan ('Abasa: 14) Artinya, mempunyai kedudukan yang tinggi.


(مُطَهَّرَةٍ)


lagi disucikan ('Abasa: 14) Yaitu disucikan dari hal yang kotor, penambahan, dan pengurangan. Firman Allah Swt:


(بِأَيْدِي سَفَرَةٍ)


di tangan para penulis. ('Abasa: 15) Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid, yang dimaksud adalah para malaikat. Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa mereka adalah para sahabat Nabi Saw.

Qatadah mengatakan mereka adalah para ahli qurra. Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa safarah dengan bahasa Nabtiyyah, kalau bahasa Arabnya berarti para ahli qurra.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang sahih ialah yang mengatakan bahwa safarah adalah para malaikat yang menghubungkan antara Allah Swt. dengan makhluk-Nya.

Dan termasuk ke dalam pengertian ini dikatakan safir, yang artinya orang yang menghubungkan di antara kedua belah pihak yang bersangkutan untuk tujuan perdamaian dan kebaikan.

Hal yang sama dikatakan oleh salah seorang penyair dalam salah satu bait syairnya:


وَمَا أَدَعُ السِّفَارَةَ بَيْنَ قَوْمِي ... وَمَا أَمْشِي بِغِشٍّ إِنْ مَشَيْتُ


Aku belum pernah mengabaikan perantara (juru runding) di antara kaumku, dan aku belum pernah berjalan (ke sana kemari) untuk tujuan menipu.

Imam Bukhari mengatakan bahwa safarah adalah para malaikat yang menjadi duta perdamaian di antara mereka.

Di sini malaikat yang menurunkan wahyu Allah Swt. dan menyampaikannya kepada rasul yang bersangkutan diserupakan dengan duta yang mendamaikan di antara kaum yangberselisih. Firman Allah Swt.:


(كِرَامٍ بَرَرَةٍ)


yang mulia lagi berbakti. ('Abasa: 16) Yakni rupa mereka mulia, baik lagi terhormat, dan akhlak serta sepak terjang mereka berbakti, suci dan sempurna. Maka berangkat dari pengertian ini orang yang hafal Al-Qur'an

dianjurkan berada dalam jalan yang lurus dan benar dalam semua perbuatan dan ucapannya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ زُرَارة بْنِ أَوْفَى، عَنِ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَهُوَ مَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ، وَالَّذِي يَقْرَؤُهُ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Qatadah, dari Zurarah ibnu Aufa, dari Sa'd ibnu Hisyam, dari ayahnya,

dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang yang membaca Al-Qur'an, sedangkan dia pandai membacanya (kelak akan dihimpunkan)

bersama-sama dengan para malaikat safarah yang mulia lagi berbakti. Adapun orang yang membacanya, sedangkan dia melakukannya dengan berat, baginya dua pahala.

Jamaah mengetengahkan hadis ini melalui jalur Qatadah dengan sanad yang sama.

Surat Abasa |80:2|

أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ

an jaaa`ahul-a'maa

karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum).

Because there came to him the blind man, [interrupting].

Tafsir
Jalalain

(telah datang seorang buta kepadanya) yaitu Abdullah bin Umi Maktum. Nabi saw. tidak melayaninya karena pada saat itu ia sedang sibuk menghadapi orang-orang yang diharapkan untuk dapat masuk Islam,

mereka terdiri dari orang-orang terhormat kabilah Quraisy, dan ia sangat menginginkan mereka masuk Islam. Sedangkan orang yang buta itu atau Abdullah bin Umi Maktum tidak mengetahui kesibukan Nabi saw. pada waktu itu, karena ia buta. Maka Abdullah bin Umi Maktum langsung menghadap dan berseru, "Ajarkanlah kepadaku apa-apa yang telah Allah ajarkan kepadamu." Akan tetapi Nabi saw.

pergi berpaling darinya menuju ke rumah, maka turunlah wahyu yang menegur sikapnya itu, yaitu sebagaimana yang disebutkan dalam surat ini.

Nabi saw. setelah itu, apabila datang Abdullah bin Umi Maktum berkunjung kepadanya, beliau selalu mengatakan, "Selamat datang orang yang menyebabkan Rabbku menegurku karenanya," lalu beliau menghamparkan kain serbannya sebagai tempat duduk Abdullah bin Umi Maktum.

Alazhar

"Lantaran datang kepadanya orang buta itu." (ayat 2)."Padahal adakah yang engkau tahu, boleh jadi dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa)." (ayat 3).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:3|

وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ

wa maa yudriika la'allahuu yazzakkaaa

Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa),

But what would make you perceive, [O Muhammad], that perhaps he might be purified

Tafsir
Jalalain

(Tahukah kamu) artinya, mengertikah kamu (barangkali ia ingin membersihkan dirinya) dari dosa-dosa setelah mendengar dari kamu;

lafal Yazzakkaa bentuk asalnya adalah Yatazakkaa, kemudian huruf Ta diidgamkan kepada huruf Za sehingga jadilah Yazzakkaa.

Alazhar

"Padahal adakah yang engkau tahu, boleh jadi dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa)." (ayat 3).Dalam ketiga ayat ini ahli-ahli bahasa yang mendalami isi Al-Qur'an merasakan benar-benar betapa mulia dan tinggi

susun bahasa wahyu itu dan Allah terhadap Rasul-Nya. Beliau disadarkan dengan halus supaya jangan sampai bermuka masam kepada orang yang datang bertanya;

hendaklah bermuka manis terus, sehingga orang-orang yang tengah terdidik itu merasa bahwa dirinya dihargai. Pada ayat 1 dan 2 kita melihat bahwa kepada Rasulullah

tidaklah dipakai bahasa berhadapan, misalnya: "Mengapa engkau bermuka masam, mentang-mentang yang datang itu orang buta?"

Dan tidak pula bersifat larangan: "Jangan engkau bermuka masam dan berpaling." Karena dengan susunan kata larangan,

teguran itu menjadi lebih keras. Tidak layak dilakukan kepada orang yang Allah sendiri menghormatinya!Tidak! Allah tidak memakai perkataan yang demikian susunnya kepada Rasul-Nya.

Melainkan dibahasakannya Rasul-Nya sebagai orang ketiga menurut ilmu pemakaian bahasa. Allah tidak mengatakan engkau melainkan dia. Dengan membahasakannya sebagai orang ketiga,

ucapan itu menjadi lebih halus. Apatah lagi dalam hal ini Rasulullah tidaklah membuat suatu kesalahan yang disengaja atau yang mencolok mata.

Apatah lagi Ibnu Ummi Maktum anak saudara perempuan beliau, bukan orang lain bahkan terhitung anak beliau juga.Di ayat 3 barulah Allah menghadapkan firman-Nya terhadap Rasul sebagai orang kedua dengan ucapan engkau atau kamu:

"Padahal, adakah yang memberitahumu, boleh jadi dia akan jadi orang yang suci?" Kita ini pun, walaupun terhadap orang kedua susunannya pun halus.

Memang belum ada orang yang memberitahu lebih dahulu bahwa Ibnu Ummi Maktum itu di belakang hari akan menjadi orang yang sangat penting,

yang benar telah dapat mensucikan dirinya. Allah pun di dalam ayat ini memakai bahasa halus memberitahukan bahwa Ibnu Ummi Maktum itu kelak akan jadi orang yang suci,

dengan membayangkan dalam kata halus bahwa terdahulu belum ada agaknya orang yang mengatakan itu kepada Nabi SAW.

Apakah perbuatan Nabi SAW bermuka masam itu satu kesalahan yang besar, atau satu dosa?Tidak! Ini adalah satu ijtihad dan menurut ijtihad beliau orang-orang

penting pemuka Quraisy itu hendaklah diseru kepada Islam dengan sungguh-sungguh. Kalau orang-orang semacam Utbah bin Rabi'ah, Abu Jahal bin Hisyam dan Abbas bin Abdul Muthalib masuk Islam,

berpuluh di belakang mereka yang akan mengikut. Payah-payah sedikit menghadapi mereka tidak mengapa. Masuknya Ibnu Ummi Maktum ke dalam majlis itu

beliau rasa agak mengganggu yang sedang asyik mengadakan da'wah. Sedang Ibnu Ummi Maktum itu orang yang sudah Islam juga.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:4|

أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَىٰ

au yażżakkaru fa tanfa'ahuż-żikroo

atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya?

Or be reminded and the remembrance would benefit him?

Tafsir
Jalalain

(Atau dia ingin mendapatkan pelajaran) lafal Yadzdzakkaru bentuk asalnya adalah Yatadzakkaru, kemudian huruf Ta diidgamkan kepada huruf Dzal sehingga jadilah Yadzdzakkaru,

artinya mengambil pelajaran dan nasihat (lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya) atau nasihat yang telah didengarnya dari kamu bermanfaat bagi dirinya.

Menurut suatu qiraat lafal Fatanfa'ahu dibaca Fatanfa'uhu, yaitu dibaca Nashab karena menjadi Jawab dari Tarajji atau lafal La'allahuu tadi.

Alazhar

"Atau dia akan ingat, lalu memberi manfaat kepada ingatnya itu?" (ayat 4).Dengan kedua ayat ini Rasulullah SAW diberi ingat oleh Allah bahwa Ibnu Ummi Maktum itu lebih besar harapan akan berkembang lagi

menjadi seorang yang suci, seorang yang bersih hatinya, walaupun dia buta. Karena meskipun mata buta, kalau jiwa bersih, kebutaan tidaklah akan menghambat kemajuan iman seseorang.

Bayangan yang sehalus itu dari Allah terhadap seorang yang cacat pada jasmani dalam keadaan buta, tetapi dapat lebih maju dalam iman,

adalah satu pujian bagi Ibnu Ummi Maktum pada khususnya dan sekalian orang buta pada umumnya. Dan orang pun melihat sejarah gemilang Ibnu Ummi Maktum itu,

sehingga tersebut di dalam sebuah riwayat dari Qatadah, yang diterimanya dari Anas bin Malik, bahwa di zaman pemerintahan Amirul Mu'minin Umar bin Khatab,

Anas melihat dengan matanya sendiri Ibnu Ummi Maktum turut dalam peperangan hebat di Qadisiyah, ketika penaklukan negeri Persia, di bawah pimpinan Sa'ad bin Abu Waqqash.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:5|

أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَىٰ

ammaa manistaghnaa

Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar-pembesar Quraisy),

As for he who thinks himself without need,

Tafsir
Jalalain

(Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup) karena memiliki harta.

Alazhar

"Adapun (terhadap) orang yang merasa diri cukup." (ayat 5). Yaitu orang yang merasa dirinya sudah pintar, tidak perlu diajari lagi, atau yang merasa dirinya kaya

sehingga merasa rendah kalau menerima ajaran dari orang yang dianggapnya miskin, atau merasa dirinya sedang berkuasa sehingga marah kalau mendengar kritik dari rakyat yang dipandangnya rendah: "Maka engkau menghadapkan (perhatian) kepadanya." (ayat 6).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:6|

فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّىٰ

fa anta lahuu tashoddaa

maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya,

To him you give attention.

Tafsir
Jalalain

(Maka kamu melayaninya) atau menerima dan mengajukan tawaranmu; menurut suatu qiraat lafal Tashaddaa dibaca Tashshaddaa yang bentuk asalnya adalah Tatashaddaa,

kemudian huruf Ta kedua diidgamkan kepada huruf Shad, sehingga jadilah Tashshaddaa.

Alazhar

"Maka engkau menghadapkan (perhatian) kepadanya." (ayat 6). Itulah suatu ijtihad yang salah, meskipun maksud baik! Orang-orang yang merasa dirinya telah cukup itu memandang enteng segala nasihat.

Pekerjaan besar, revolusi-revolusi besar, perjuangan-perjuangan yang hebat tidaklah dimulai oleh orang-orang yang merasa cukup. Biasanya orang yang seperti demikian datangnya ialah kemudian sekali, setelah melihat pekerjaan orang telah berhasil.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:7|

وَمَا عَلَيْكَ أَلَّا يَزَّكَّىٰ

wa maa 'alaika allaa yazzakkaa

padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman).

And not upon you [is any blame] if he will not be purified.

Tafsir
Jalalain

(Padahal tidak ada celaan atasmu kalau dia tidak membersihkan diri) yakni orang yang serba berkecukupan itu tidak beriman.

Alazhar

"Padahal, apalah rugimu kalau dia tidak mau suci." (ayat 7). Padahal sebaliknyalah yang akan terjadi, sebab dengan menunggu-nunggu orang-orang seperti itu tempoh akan banyak terbuang.

Karena mereka masuk ke dalam perjuangan lebih dahulu akan memperkajikan, berapa keuntungan benda yang akan didapatnya. Di dalam ayat ini Tuhan telah membayangkan,

bahwa engkau tidaklah akan rugi kalau orang itu tidak mau menempuh jalan kesucian. Yang akan rugi hanya mereka sendiri, karena masih bertahan dalam penyembahan kepada berhala.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:8|

وَأَمَّا مَنْ جَاءَكَ يَسْعَىٰ

wa ammaa man jaaa`aka yas'aa

Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),

But as for he who came to you striving [for knowledge]

Tafsir
Jalalain

(Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera) lafal Yas'aa berkedudukan sebagai Haal atau kata keterangan keadaan bagi Fa'il atau subjek yang terkandung di dalam lafal Jaa-a.

Alazhar

"Dan adapun orang yang datang kepadamu berjalan cepat." (ayat 8). Kadang-kadang datang dari tempat yang jauh-jauh, sengaja hanya hendak mengetahui hakikat ajaran agama, atau berjalan kaki karena miskin tidak mempunyai kendaraan sendiri: "Dan dia pun dalam rasa takut." (ayat 9).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 8 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:9|

وَهُوَ يَخْشَىٰ

wa huwa yakhsyaa

sedang dia takut (kepada Allah),

While he fears [Allah],

Tafsir
Jalalain

(Sedangkan ia takut) kepada Allah swt.; lafal Yakhsyaa menjadi Haal dari fa'il yang terdapat di dalam lafal Yas'aa, yang dimaksud adalah si orang buta itu atau Abdullah bin Umi Maktum.

Alazhar

"Dan dia pun dalam rasa takut." (ayat 9). Yaitu rasa takut kepada Allah, khasyyah! Karena iman mulai tumbuh: "Maka engkau terhadapnya berlengah-lengah." (ayat 10).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 9 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:10|

فَأَنْتَ عَنْهُ تَلَهَّىٰ

fa anta 'an-hu talahhaa

engkau (Muhammad) malah mengabaikannya.

From him you are distracted.

Tafsir
Jalalain

(Maka kamu mengabaikannya) artinya, tiada memperhatikannya sama sekali; lafal Talahhaa asalnya Tatalahhaa, kemudian salah satu dari kedua huruf Ta dibuang, sehingga jadilah Talahhaa.

Alazhar

"Maka engkau terhadapnya berlengah-lengah." (ayat 10).Sejak teguran ini Rasulullah SAW merobah taktiknya yang lama. Lebih-lebih terhadap orang-orang baru yang datang dari kampung-kampung yang jauh,

yang disebut orang Awali, atau orang Badwi atau orang yang disebut A'rab. Malahan sesampai di Madinah pernah si orang kampung

yang belum tahu peradaban itu memancarkan kencingnya di dalam masjid, sehingga sahabat-sahabat Rasulullah SAW marah kepada orang itu. Lalu dengan lemah-lembutnya Rasulullah bersabda: "Jangan dia dimarahi, cari saja air, siram baik-baik."

Maka datanglah satu ukhuwah Islamiah dan satu penghormatan yang baik di kalangan sahabat-sahabat Rasulullah SAW itu, karena teguran halus yang rupanya sudah disengaja Tuhan itu.

Al-Qasyani menulis dalam tafsirnya: "Adalah Nabi SAW itu di dalam haribaan didikan Tuhannya, karena dia adalah kekasih allah. Tiap-tiap timbul dari dirinya

suatu sifat yang akan dapat menutupi cahaya kebenaran (Nurul Haqq), datanglah teguran halus allah. Tepatlah apa yang beliau sendiri pernah mengatakan:

"Aku telah dididik oleh Tuhanku sendiri, maka sangatlah baiknya didikan itu."Tambahan kita, dari cara Allah memberikan teguran itu, demikian halusnya kepada Nabi yang di cintai-Nya, pun adalah suatu adab yang hendaklah kita teladan pula. "Maka engkau terhadapnya berlengah-lengah." (ayat 10).Sejak teguran ini Rasulullah SAW merobah taktiknya yang lama. Lebih-lebih terhadap orang-orang baru yang datang dari kampung-kampung yang jauh,

yang disebut orang Awali, atau orang Badwi atau orang yang disebut A'rab. Malahan sesampai di Madinah pernah si orang kampung

yang belum tahu peradaban itu memancarkan kencingnya di dalam masjid, sehingga sahabat-sahabat Rasulullah SAW marah kepada orang itu. Lalu dengan lemah-lembutnya Rasulullah bersabda: "Jangan dia dimarahi, cari saja air, siram baik-baik."

Maka datanglah satu ukhuwah Islamiah dan satu penghormatan yang baik di kalangan sahabat-sahabat Rasulullah SAW itu, karena teguran halus yang rupanya sudah disengaja Tuhan itu.

Al-Qasyani menulis dalam tafsirnya: "Adalah Nabi SAW itu di dalam haribaan didikan Tuhannya, karena dia adalah kekasih allah. Tiap-tiap timbul dari dirinya

suatu sifat yang akan dapat menutupi cahaya kebenaran (Nurul Haqq), datanglah teguran halus allah. Tepatlah apa yang beliau sendiri pernah mengatakan:

"Aku telah dididik oleh Tuhanku sendiri, maka sangatlah baiknya didikan itu."Tambahan kita, dari cara Allah memberikan teguran itu, demikian halusnya kepada Nabi yang di cintai-Nya, pun adalah suatu adab yang hendaklah kita teladan pula.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 10 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:11|

كَلَّا إِنَّهَا تَذْكِرَةٌ

kallaaa innahaa tażkiroh

Sekali-kali jangan (begitu)! Sungguh, (ajaran-ajaran Allah) itu suatu peringatan,

No! Indeed, these verses are a reminder;

Tafsir
Jalalain

(Sekali-kali jangan) berbuat demikian, yakni janganlah kamu berbuat hal yang serupa lagi. (Sesungguhnya hal ini) maksudnya, surat ini atau ayat-ayat ini (adalah suatu peringatan) suatu pelajaran bagi makhluk semuanya.

Alazhar

"Tidak begitu!" (pangkal ayat 11). Artinya janganlah kamu salah sangka, atau salah tafsir, sehingga kamu menyangka atau menafsirkan bahwa ayat-ayat yang turun ini hanya semata-mata

satu teguran karena Nabi bermuka masam seketika Ibnu Ummi Maktum datang. Soalnya bukan itu! "Sesungguhnya dia itu," yaitu ayat-ayat yang diturunkan allah itu, "adalah peringatan." (ujung ayat 11).

Artinya, bahwasanya ayat-ayat yang turun dari langit, yang kemudiannya tersusun menjadi Surat-surat dan semua Surat-surat itu terkumpul menjadi Al-Qur’anul Karim,

semuanya adalah peringatan ummat manusia dan jin, tidak pandang martabat dan pangkat, kaya dan miskin; semuanya hendaklah menerima peringatan itu."Maka barangsiapa yang mau, ingatlah dia kepadanya." (ayat 12).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 11 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:12|

فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ

fa man syaaa`a żakaroh

maka barang siapa menghendaki, tentulah dia akan memerhatikannya,

So whoever wills may remember it.

Tafsir
Jalalain

(Maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya) atau tentu ia menghafalnya kemudian menjadikannya sebagai nasihat bagi dirinya.

Alazhar

"Maka barangsiapa yang mau, ingatlah dia kepadanya." (ayat 12). Baik yang mau itu orang merdeka seperti Abu Bakar, atau hamba sahaya sebagai Bilal,

atau orang kaya sebagai Abu Sufyan, atau orang miskin dari desa, sebagai Abu Zar; namun martabat mereka di sisi Allah adalah sama. Yaitu sama diterima jika beriman, sama disiksa jika mendurhaka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 12 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:13|

فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ

fii shuḥufim mukarromah

di dalam kitab-kitab yang dimuliakan (di sisi Allah),

[It is recorded] in honored sheets,

Tafsir
Jalalain

(Di dalam kitab-kitab) menjadi Khabar yang kedua, karena sesungguhnya ia dan yang sebelumnya berkedudukan sebagai jumlah Mu'taridhah atau kalimat sisipan (yang dimuliakan) di sisi Allah.

Alazhar

"(Dia) adalah di dalam kitab-kitab yang dimuliakan." (ayat 13). Artinya, sudah lama sebelum ayat-ayat Al-Qur'an itu diturunkan ke dunia ini kepada Nabi Akhir Zaman Muhammad SAW

dia telah tertulis terlebih dahulu di dalam shuhuf yang di dalam tafsir ini kita artikan kitab-kitab. Shuhuf adalah kata banyak dari shahifah. Di dalam sebuah hadis yang dinyatakan bahwa keseratus empat belas Surat itu telah tertulis lengkap dan tertahan di langit pertama,

dan diturunkan ke dunia dengan teratur dalam masa 23 tahun. Dia terletak di waktu itu di tempat yang mulia, dan tidak seorang pun dapat menyentuhnya kecuali malaikat-malaikat yang suci-suci. Sebab itu dikatakan seterusnya: "Yang ditinggikan, yang disucikan." (ayat 14).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 13 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:14|

مَرْفُوعَةٍ مُطَهَّرَةٍ

marfuu'atim muthohharoh

yang ditinggikan (dan) disucikan,

Exalted and purified,

Tafsir
Jalalain

(Yang ditinggikan) di langit (lagi disucikan) dari sentuhan setan.

Alazhar

"Yang ditinggikan, yang disucikan." (ayat 14). Yang ditinggikan, yaitu ditinggikan kehormatannya, tidak sama dengan sembarang kitab. Yang disucikan

dan dibersihkan daripada tambahan dan kekurangan, disuci-bersihkan pula daripada tambahan kata manusia, khusus Kalam Allah semata-mata. "Di tangan utusan-utusan." (ayat 15).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 14 |

penjelasan ada di ayat 1