Juz 30

Surat Abasa |80:15|

بِأَيْدِي سَفَرَةٍ

bi`aidii safaroh

di tangan para utusan (malaikat),

[Carried] by the hands of messenger-angels,

Tafsir
Jalalain

(Di tangan para penulis) yakni malaikat-malaikat yang menukilnya dari Lohmahfuz.

Alazhar

"Di tangan utusan-utusan." (ayat 15). Kalimat Safarah kita artikan di sini dengan utusan-utusan, sebab dia adalah kata banyak dari Safiir, yang pokok artinya ialah Utusan Terhormat, Utusan Istimewa.

Oleh sebab itu maka Utusan sebuah negara ke negara lain, yang disebut dalam bahasa asing Ambasador, di dalam bahasa Arab modern pun disebut Safiir.

Dalam bahasa Indonesia kita sebut Duta, atau Duta Besar Istimewa. Maka bahasa yang paling tinggi pulalah yang layak kita berikan kepada malaikat-malaikat pembantu Jibril: "Yang mulia-mulia, yang berbakti." (ayat 16).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 15 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:16|

كِرَامٍ بَرَرَةٍ

kiroomim baroroh

yang mulia lagi berbakti.

Noble and dutiful.

Tafsir
Jalalain

(Yang mulia lagi berbakti) artinya, semuanya taat kepada Allah swt.; mereka itu adalah malaikat-malaikat.

Alazhar

"Yang mulia-mulia, yang berbakti." (ayat 16). Menyampaikan ayat-ayat sabda Tuhan itu kepada manusia "Mushthafa", Pilihan Tuhan itu.Demikianlah sucinya Al-Qur'an.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 16 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Abasa |80:17|

قُتِلَ الْإِنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ

qutilal-insaanu maaa akfaroh

Celakalah manusia! Alangkah kufurnya dia!

Cursed is man; how disbelieving is he.

Tafsir
Jalalain

(Binasalah manusia) maksudnya, terlaknatlah orang kafir itu (alangkah sangat kekafirannya) Istifham atau kata tanya pada ayat ini mengandung makna celaan;

makna yang dimaksud, apakah gerangan yang mendorongnya berlaku kafir

Alazhar

"Celakalah Insan!" (pangkal ayat 17). Satu ungkapan sesalan dari Allah kepada manusia: "Alangkah sangat kufurnya." (ujung ayat 17).

Adakah patut manusia itu masih juga kufur kepada Allah. Masih juga tidak mau menerima kebenaran yang dibawa Rasul. Insan masih saja menyombong: "Daripada apa dia menjadikannya?" (ayat 18).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 17 |

Tafsir ayat 17-32

Allah Swt. mencela orang yang ingkar kepada hari berbangkit dan dihidupkan-Nya kembali manusia di hari kemudian.


(قُتِلَ الإنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ)


Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya. ('Abasa: 17) Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah. Swt: Binasalah manusia. ('Abasa: 17), Yakni terkutuklah manusia.

Hal yang sama dikatakan oleh Abu Malik, bahwa kalimat ini ditujukan kepada manusia yang mendustakan hari berbangkit. Dia banyak berdusta tanpa sandaran,

Bahkan hanya menurut ilusinya yang menganggap hal itu mustahil terjadi, dia tidak mempunyai pengetahuan sama sekali dalam hal ini. Ibnu Juraij mengatakan bahwa firman Allah Swt.:

alangkah amat sangat kekafirannya. ('Abasa: 17) Maksudnya, betapa parah kekafirannya, yakni memakai sigat (ungkapan) ta'ajjub. Tetapi Ibnu Jarir mengatakan, bisa saja ditakwilkan dengan pengertian berikut, bahwa

apakah yang menjadikan manusia itu kafir. Dengan kata lain, apakah yang mendorongnya tidak percaya kepada adanya hari berbangkit. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Al-Bagawi, dari Muqatil dan Al-Kalabi.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: alangkah amat sangat kekafirannya. ('Abasa: 17) Yaitu betapa laknatnya dia. Kemudian Allah Swt. menerangkan kepada manusia tentang bagaimana

Dia menciptakannya dari sesuatu yang hina, dan bahwa Dia mampu untuk mengembalikannya hidup seperti semula sebagaimana saat Dia menciptakannya di permulaan; untuk itu Allah Swt. berfirman:


(مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ * مِنْ نُطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ)


Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah menciptakannya, lalu menentukannya. ('Abasa: 18-19)

Yakni kemudian menentukan ajal, rezeki, dan amalnya, apakah dia termasuk orang yang berbahagia ataukah orang yang celaka.


(ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ)


Kemudian Dia memudahkan jalannya. ('Abasa: 20) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa kemudian Allah memudahkannya keluar dari perut ibunya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Ad-Dahhak,

Abu Saleh, Qatadah, dan As-Saddi, kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir. Mujahid mengatakan bahwa ayat ini semakna dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:


إِنَّا هَدَيْناهُ السَّبِيلَ إِمَّا شاكِراً وَإِمَّا كَفُوراً


Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (Al-Insan: 3)

Artinya, Kami telah menerangkan kepadanya jalan yang lurus, dan Kami telah menjelaskannya kepadanya, dan Kami telah mumudahkan baginya untuk mengamalkannya.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan dan Ibnu Zaid, dan pendapat inilah yang paling kuat; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:


(ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ)


kemudian Dia mematikannya dun memasukkannya ke dalam kubur. ('Abasa: 21) Sesudah Allah menciptakannya dan menghidupkannya di alam wujud ini, lalu dia mematikannya dan menguburkannya, yakni Allah menjadikannya mempunyai kuburan.

Dalam bahasa Arab disebutkan qabartur rajula, dikatakan demikian bila engkau mengurusi penguburannya, dan dikatakan pula aqbarahullah, artinya Allah menjadikannya memiliki kuburan

Dikatakan pula :'adabtu qarnas saur'u artinya aku potong tanduk banteng itu. Dapat pula dikatakan adabahullah, Allah menjadikan tanduknya terpotong. Dikatakan batartu zanabal ba'iri, aku potong ekor unta itu;

dapat pula dikatakan abtarahullah, Allah menjadikan ekor unta itu terputus. Dikatakan tarad-tu fulanan 'anmi, artinya aku mengusir si Fulan dariku. Dikatakan pula atradahullah,

Allah menjadikannya terusir. Salah seorang penyair bernama A'sya mengatakan dalam salah satu bait syairnya:


لَو أسْنَدَتْ مَيتًا إِلَى نَحْرها عَاش، وَلم يُنقَل إلى قَابِر


Seandainya aku sandarkan sesosok jenazah pada dadanya, niscaya ia masih hidup dan tidak jadi dipindahkan ke kuburan. Firman Allah Swt.:


(ثُمَّ إِذَا شَاءَ أَنْشَرَهُ)


kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali. ('Abasa: 22) Yakni membangkitkannya hidup kembali sesudah matinya (di hari kiamat) nanti. dan termasuk ke dalam pengertian ini kata al-ba'su (berbangkit) dan an-nusyur (berkembang biak), seperti dalam firman-Nya:


وَمِنْ آياتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرابٍ ثُمَّ إِذا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ


Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kalian dari tanah, kemudian tiba-tiba kalian (menjadi) manusia yang berkembang biak. (Ar-Rum: 20) Dan firman Allah Swt.:


وَانْظُرْ إِلَى الْعِظامِ كَيْفَ نُنْشِزُها ثُمَّ نَكْسُوها لَحْماً


dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging. (Al-Baqarah: 259)


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أصبغُ بنُ الفَرج، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ: أَنْ دَرَّاجًا أَبَا السَّمْحِ أَخْبَرَهُ، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَأْكُلُ الترابُ كلَّ شَيْءٍ مِنَ الْإِنْسَانِ إِلَّا عَجْبُ ذَنَبه قِيلَ: وَمَا هُوَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "مِثْلُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْهُ يُنْشَئُونَ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan. telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Asbag ibnul Farj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris,

bahwa Darij alias Abus Samah pernah menceritakan kepadanya dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tanah itu memakan semua anggota tubuh manusia kecuali tulang ekornya.

Seseorang bertanya, "Wahai Rasulullah, seperti apakah bentuknya?" Rasulullah Saw. menjawab: Besarnya seperti biji sawi, daripadanyalah kalian akan disusun kembali (menjadi hidup).

Hadis ini telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah tanpa tambahan adanya si penanya. Lafaznya berbunyi seperti berikut:


"كُلُّ ابْنِ آدَمَ يَبْلى إِلَّا عَجْبُ الذَّنَب، مِنْهُ خُلِقَ وَفِيهِ يُركَّب"


Semua anak Adam hancur tubuhnya kecuali tulang ekornya, karena darinya dia diciptakan dan darinya (pula) dia disusun kembali (menjadi hidup). Adapun Firman Allah Swt.:


(كَلا لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ)


sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. ('Abasa: 23) Ibnu Jarir mengatakan bahwa Allah Swt. berfirman, "Kalla," artinya duduk perkaranya tidaklah

seperti apa yang dikatakan oleh manusia yang kafir itu, bahwa dia telah menunaikan hak Allah yang ada pada dirinya dan harta bendanya.


(لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ)


manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. ('Abasa: 23) Allah Swt. berfirman bahwa dia masih belum menunaikan kewajiban yang difardukan oleh Allah Swt. atas dirinya.

Kemudian Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui jalur Ibnu Abu Najih, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. ('Abasa: 23)

Bahwa tiada seorang pun yang ditetapkan dapat menunaikan semua apa yang difardukan atas dirinya. Bagawi telah meriwayatkan hal yang semisal dari Al-Hasan Al-Basri.

Demikianlah yang penulis jumpai dari pendapat ulama terdahulu mengenainya, tiada pendapat lainnya. Tetapi menurut hemat saya, makna yang dimaksud dari firman-Nya hanya Allah-lah yang lebih mengetahui.


(ثُمَّ إِذَا شَاءَ أَنْشَرَهُ)


kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali. ('Abasa: 22)Yakni Dia menghidupkannya kembali.


(كَلا لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ)


tidaklah demikian; Allah masih belum menunaikan apa yang telah ditetapkan-Nya itu. ('Abasa: 23) Yaitu Allah tidak akan melakukannya sekarang sebelum masa yang telah Dia tetapkan (takdirkan)

atas Bani Adam yang akan menjalaninya habis dan Bani Adam dikeluarkan di dunia ini, Sedangkan di pundaknya telah terbebani perintah dari Allah secara takdir. Maka apabila hal yang telah ditetapkan oleh Allah itu habis,

barulah Allah membangkitkan semua makhluk (dari alam kuburnya) dan menghidupkan kembali mereka seperti pada permulaan kejadiannya. Ibnu Abu Hatimtelah meriwayatkan dari Wahb ibnu Munabbih yang mengatakan, Uzair a.s.

pernah berkata bahwa malaikat yang sering datang kepadanya mengatakan bahwa sesungguhnya kubur itu terletak di perut bumi.Dan sesungguhnya bumi itu adalah induk dari semua makhluk.

Maka apabila Allah Swt. telah menciptakan semua yang dikehendaki-Nya, dan kubur yang telah disediakan oleh Allah untuknya telah terpenuhi,maka habislah usia dunia dan matilah semua makhluk yang ada di atasnya, lalu bumi

mengeluarkan semua yang terdapat di dalam perutnya dan semua kuburan mengeluarkan makhluk yang ada di dalamnya. Ini mirip dengan pendapat yang kami kemukakan sehubungan dengan makna ayat ini; akhirnya hanya Allah Swt. sajalah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.


(فَلْيَنْظُرِ الإنْسَانُ إِلَى طَعَامِهِ)


maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. ('Abasa: 24) Ini mengandung penyebutan nikmat Allah dan sekaligus menjadi bukti yang menunjukkan bahwa jasad-jasad ini

setelah menjadi tulang belulang yang hancur dimakan tanah dan bercerai-berai akan dihidupkan kembali. Hal tersebut diutarakan melalui analogi dihidupkan-Nya tetumbuhan dari tanah yang mati. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


(أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا)


Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit). ('Abasa: 25)Yakni Kami turunkan hujan dari langit ke bumi.


(ثُمَّ شَقَقْنَا الأرْضَ شَقًّا)


kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya. ('Abasa: 26) Maksudnya, Kami tempatkan air itu dalam bumi dan masuk melalui celah-celahnya, kemudian meresap ke dalam biji-bijian yang telah disimpan di dalam tanah.

Maka tumbuhlah biji-bijian itu menjadi tetumbuhan yang muncul di permukaan bumi, lalu meninggi.


(فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا * وَعِنَبًا وَقَضْبًا)


lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran. ('Abasa: 27-28) Al-habb artinya biji-bijian, al-inab artinya anggur. sedangkan al-qadb artinya sejenis sayuran yang dimakan oleh ternak dengan mentah-mentah.

Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Qatadah, Ad-Dahhak. dan As-Saddi. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa al-qadb artinya makanan ternak.


(وَزَيْتُونًا)


dan zaitun. ('Abasa: 29)Buah zaitun cukup dikenal dan dapat dijadikan sebagai lauk, begitu pula minyaknya. Bahkan minyaknya dapat digunakan untuk meminyaki tubuh dan juga sebagai bahan bakar penerangan.


(وَنَخْلا)


dan buah kurma. ('Abasa: 29) yang dapat dimakan dalam keadaan gemading, ataupun sudah masak; dapat pula dijadikan sale, dan perasannya dapat dibuat minuman dan cuka.


(وَحَدَائِقَ غُلْبًا)


kebun-kebun (yang) lebat. ('Abasa: 30) Al-Hasan dan Qatadah mengatakan, yang dimaksud dengan gulban ialah pohon kurma yang besar-besar lagi rindang-rindang.

Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah pepohonan yang lebat dan banyak. Ibnu Abbas mengatakan pula bahwa gulban artinya pohon yang dapat dijadikan naungan.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kebun-kebun (yang) lebat. ('Abasa: 30) Yaitu yang tinggi-tinggi. Ikrimah mengatakan bahwa gulban artinya yang besar bagian tengahnya.

Di dalam riwayat lain disebutkan besar lehernya, tidakkah engkau lihat seseorang itu apabila memiliki leher yang besar dan keras disebut dia adalah seorang yang aglab. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Ibnu Jarir mengutip kata-kata Farazdaq dalam salah satu bait syairnya yang menunjukkan bahwa seorang yang berleher gempal dan besar adalah orang yang kuat dan diserupakan dengan harimau. Firman Allah Swt:


(وَفَاكِهَةً وَأَبًّا)


dan buah-buahan dan rumput-rumputan. ('Abasa: 31) Yang dimaksud dengan fakihah ialah semua jenis buah-buahan yang dimakan untuk bersenang-senang.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa fakihah adalah buah yang dimakan dalam keadaan segar, sedangkan al-abb artinya tetumbuhan yang hanya dimakan oleh binatang ternak dan tidak dimakan oleh manusia.

Menurut riwayat lain yang bersumber darinya, disebutkan rerumputan untuk hewan temak. Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair serta Abu Malik mengatakan bahwa al-abb artinya rumput-rumputan.

Diriwayatkan dari Mujahid, Al-Hasan, Qatadah dan ibnu Zaid, bahwa al-abb bagi hewan sama dengan buah-buahan bagi manusia.

Dan diriwayatkan dari Ata, bahwa segala sesuatu yang tumbuh di permukaan tanah disebut al-abb (semua tumbuh-tumbuhan).

Ad-Dahhak mengatakan bahwa segala sesuatu yang ditumbuhkan oleh bumi selain dari buah-buahan disebut al-abb.

Ibnu Idris telah meriwayatkan dari' Asim ibnu Kulaib dari ayahnya dari Ibnu Abbas, bahwa al-abb adalah tumbuh-tumbuhan yang dimakan oleh hewan dan tidak dimakan oleh manusia.

Ibnu Jarir telah meriwayatkan hal ini melalui tiga jalur dari Ibnu Idris. Kemudian ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib dan Abus Sa’ib,

keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Tbnu Idris, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Ibnu Abbas mengatakan al-abb artinya tetumbuhan yang dimakan oleh ternak.

Ini menurut lafaz Abu Kuraib, dan Abus Sa’ib dalam riwayatnya mengatakan bahwa al-abb artinya tetumbuhan yang dimakan oleh manusia dan juga oleh ternak.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-abb ialah rumput dan ilalang. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan Ibnu Zaid serta selain mereka yang bukan hanya seorang.

Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Al-Awwam ibnu Hausyab, dari Ibrahim At-Taimi yang menceritakan bahwa

sahabat Abu Bakar pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: dan buah-buahan serta rumput-rumputan. ('Abasa: 31) Maka Abu Bakar As-Siddiq menjawab,

"Langit siapakah yang menaungiku, dan bumi siapakah yang menjadi tempat berpijakku bila aku mengatakan terhadap Kitabullah hal yang tidak aku ketahui?"

Tetapi asar ini munqati' antara Ibrahim At-Taimi dan Abu Bakar As-Siddiq r.a., yakni ada mata rantai perawi yang terputus di antara keduanya.Menurut'riwayat Ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar,

telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas yang mengatakan bahwa Umar r.a. membaca firman-Nya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. ('Abasa: 1)

Ketika bacaannya sampai pada firman-Nya: dan buah-buahan dan rumput-rumputan. ('Abasa: 31) Lalu ia berkata, "Kami telah mengetahui apa yang dimaksud dengan fakihah (buah-buahan),

tetapi apakah yang dimaksud dengan al-abb?" Ia berkata kepada dirinya sendiri, lalu ia melanjutkan, "Demi usiamu, hai Ibnul Khattab, sesungguhnya ini benar-benar merupakan takalluf

(memaksakan diri, bila kamu tidak mengetahuinya)." Sanad asar ini sahih, bukan hanya seorang ulama telah meriwayatkannya dari Anas dengan sanad yang sama.

Surat Abasa |80:18|

مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ

min ayyi syai`in kholaqoh

Dari apakah Dia (Allah) menciptakannya?

From what substance did He create him?

Tafsir
Jalalain

(Dari apakah Allah menciptakannya) Istifham atau kata tanya di sini mengandung makna Taqrir. Kemudian Allah menjelaskannya melalui firman berikutnya:

Alazhar

"Daripada apa dia menjadikannya?" (ayat 18). Daripada apa Allah menjadikan atau menciptakan manusia?"Dari nuthfah Dia telah menjadikannya." (pangkal ayat 19).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 18 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:19|

مِنْ نُطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ

min nuthfah, kholaqohuu fa qoddaroh

Dari setetes mani, Dia menciptakannya lalu menentukannya.

From a sperm-drop He created him and destined for him;

Tafsir
Jalalain

(Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya) menjadi 'alaqah, kemudian menjadi segumpal daging hingga akhir penciptaannya.

Alazhar

"Dari nuthfah Dia telah menjadikannya." (pangkal ayat 19). Nuthfah ialah segumpalan air yang telah menjadi kental,

gabungan yang keluar dari shulbi ayah dengan yang keluar dari taraib ibu. Dari itu asal mula manusia dijadikan: "Dan Dia mengaturnya." (ujung ayat 19).

Dari sanalah asal kejadian itu, yakni dipertemukan air bapak dengan air ibu, bertemu di dalam rahim ibu, lalu berpadu jadi satu, menjadi satu nuthfah, yang berarti segumpal air.

Setelah 40 hari pula sesudah itu dia pun menjelma menjadi segumpal daging.Hal yang demikian diperingatkan kepada manusia untuk difikirkannya bahwa kekufuran tidaklah patut, tidaklah pantas.

Di ayat pertama dari Surat 76, Al-Insan (Manusia) pun telah diperingatkan bahwa jika direnungkan benar-benar, tidaklah ada arti manusia itu

bilamana dibandingkan dengan alam lain sekelilingnya. (Ingat lagi ayat 27 dari Surat An-Nazi'at (79) yang baru lalu). Maka tidaklah patut manusia kufur.

Tidaklah patut manusia ingkar dari kebesaran Tuhan, kalau manusia mengingat betapa di waktu dahulu dia terkurung

di dalam rahim ibu yang sempit itu dan dipelihara menurut belas kasihan Allah di tempat itu."Kemudian Dia mudahkan jalan keluarnya." (ayat 20).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 19 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:20|

ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ

ṡummas-sabiila yassaroh

Kemudian jalannya dia mudahkan,

Then He eased the way for him;

Tafsir
Jalalain

(Kemudian untuk menempuh jalannya) yakni jalan ia keluar dari perut ibunya (Dia memudahkannya.)

Alazhar

"Kemudian Dia mudahkan jalan keluarnya." (ayat 20). Dimudahkan jalan keluar buat hidup dan datang ke dunia. Dimudahkan pintu keluar dari rahim itu sampai terlancar dan terluncur keluar.

Dimudahkan terus persediaan buat hidup dengan adanya air susu yang disediakan pada ibu di waktu kecil. Dibimbing dengan cinta kasih

sampai mudah tegak sendiri di dalam hidup melalui masa kecil, masa dewasa, masa mencari jodoh teman hidup, masa jadi ayah, masa jadi nenek atau datuk: "Kemudian Dia matikan dia." (pangkal ayat 21).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 20 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:21|

ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ

ṡumma amaatahuu fa aqbaroh

kemudian Dia mematikannya lalu menguburkannya,

Then He causes his death and provides a grave for him.

Tafsir
Jalalain

(Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur) artinya, Dia menjadikannya berada di dalam kubur yang menutupinya.

Alazhar

"Kemudian Dia matikan dia." (pangkal ayat 21). Karena akhir daripada hidup itu pastilah mati. Mustahil ada hidup yang tidak diujung mati,

kecuali bagi Pencipta hidup itu sendiri. "Dan Dia suruh kuburkan." (ujung ayat 21). Tidak dibiarkan tercampak saja tergolek di muka bumi dengan tidak berkubur.

Melainkan selekasnya seputus nyawa, segera diperintahkan Allah kepada manusia yang hidup supaya segera dikuburkan. "Kemudian, apabila dikehendaki-Nya, akan Dia bangkitkan dia." (ayat 22).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 21 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:22|

ثُمَّ إِذَا شَاءَ أَنْشَرَهُ

ṡumma iżaa syaaa`a ansyaroh

kemudian jika Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali.

Then when He wills, He will resurrect him.

Tafsir
Jalalain

(Kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali) menjadi hidup kembali pada hari berbangkit nanti.

Alazhar

"Kemudian, apabila dikehendaki-Nya, akan Dia bangkitkan dia." (ayat 22).Disebut di pangkal ayat apabila Dia kehendaki, insan itu pun akan dibangkitkan kembali. Mengapa apabila Dia kehendaki?

Karena dengan memakai kata-kata apabila (idza) Dia kehendaki, maklumlah kita karena yang demikian itu bergantung kepada kata-kata mataa? Artinya: "Bilakah masa akan dibangkitkan itu?"

Dibangkitkan sudah pasti, tetapi masa apabila akan dibangkitkan, hanya Allah yang Maha Tahu. Itu adalah terserah mutlak kepada kekuasaan Allah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 22 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:23|

كَلَّا لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ

kallaa lammaa yaqdhi maaa amaroh

Sekali-kali jangan (begitu)! Dia (manusia) itu belum melaksanakan apa yang Dia (Allah) perintahkan kepadanya.

No! Man has not yet accomplished what He commanded him.

Tafsir
Jalalain

(Tidaklah demikian) artinya, benarlah (manusia itu belum melaksanakan) belum mengerjakan (apa yang diperintahkan Allah kepadanya) yakni apa yang telah diperintahkan oleh Rabbnya supaya ia mengerjakannya.

Alazhar

"Belum! Sekali-kali belumlah dia menunaikan apa yang Dia perintahkan kepadanya." (ayat 23).Artinya menurut keterangan Ibnu Jarir dalam tafsirnya:

"Belumlah manusia itu menunaikan tugas dan kewajiban yang diperintahkan Tuhan ke atas dirinya sebagaimana mestinya. Masih banyak perintah Allah yang mereka lalaikan. Masih banyak mereka memperturutkan kehendak hawa nafsu."

Terlalu sangat banyak nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Insan dan masih terlalu banyak perintah Ilahi yang dilalaikan oleh manusia.

Jika manusia merasa bahwa dia telah bekerja dengan baik, belumlah seimbang, belumlah dengan sepatutnya jua dan belumlah sewajarnya

Insan mengingat Tuhannya. Artinya masih sangat lalai manusia dari mengingat Tuhan.Sesuailah intisari ayat ini dengan apa yang pernah dikatakan oleh seorang Shufi yang besar,

yaitu Muhammad Abu Madyan: "Janganlah engkau mengharapkan dengan amalan yang engkau kerjakan, engkau akan mendapat ganjaran dari Allah.

Kurnia Allah kepadamu kelak hanyalah belas kasihan saja. Tidak sepadan kecilnya amalanmu dengan besar ganjaran Allah."pada ayat 18 sampai 22

manusia diberi ingat bahwa mereka dijadikan dari air nuthfah; lalu ditakdir dan dijangkakan, ditentukan takaran hidup; sesudah itu mati.

Dan jika datang masanya, jika Allah menghendaki, mereka pun dibangkitkan kembali dari alam kubur itu. Hal itu telah mereka dengar beritanya,

sekarang manusia disuruh melihat dan menyaksikan sendiri bagaimana pertalian hidup-nya dengan bumi tempat dia berdiam ini."Maka cobalah memandang manusia kepada makanannya." (ayat 24).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 23 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:24|

فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ إِلَىٰ طَعَامِهِ

falyanzhuril-insaanu ilaa tho'aamih

Maka hendaklah manusia itu memerhatikan makanannya,

Then let mankind look at his food -

Tafsir
Jalalain

(Maka hendaklah manusia itu memperhatikan) dengan memasang akalnya (kepada makanannya) bagaimanakah makanan itu diciptakan dan diatur untuknya

Alazhar

"Maka cobalah memandang manusia kepada makanannya." (ayat 24). Perhatikanlah dari mana datangnya makanan itu dan bagaimana tingkat-tingkat pertumbuhannya

sehingga makanan itu telah ada saja dalam piring terhidang di hadapannya. Asal mulanya ialah: "Sesungguhnya telah Kami curahkan air securah-curahnya." (ayat 25).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 24 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:25|

أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا

annaa shobabnal-maaa`a shobbaa

Kamilah yang telah mencurahkan air melimpah (dari langit),

How We poured down water in torrents,

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Kami telah mencurahkan air) dari awan (dengan sebenar-benarnya.)

Alazhar

"Sesungguhnya telah Kami curahkan air securah-curahnya." (ayat 25).Asal mulanya ialah bahwa bumi itu kering, maka turunlah hujan.

Hujan lebat sekali yang turun laksana dicurahkan dari langit. Maka bumi yang laksana telah mati itu hidup kembali. "Kemudian Kami lunakkan bumi seluluk-luluknya." (ayat 26).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 25 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:26|

ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا

ṡumma syaqoqnal-ardho syaqqoo

kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya,

Then We broke open the earth, splitting [it with sprouts],

Tafsir
Jalalain

(Kemudian Kami belah bumi) dengan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh dari dalamnya (dengan sebaik-baiknya.)

Alazhar

"Kemudian Kami lunakkan bumi seluluk-luluknya." (ayat 26). Bumi yang tadinya kering dan keras sehingga tidak ada yang dapat tumbuh, dengan turunnya hujan maka lunaklah tanah tadi, menjadi luluk, menjadi lumpur.

Di atas tanah yang telah lunak jadi lumpur atau luluk itulah kelak sesuatu akan dapat ditanamkan: "Maka Kami tumbuhkan padanya benih-benih makanan." (ayat 27)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 26 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:27|

فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا

fa ambatnaa fiihaa ḥabbaa

lalu di sana Kami tumbuhkan biji-bijian,

And caused to grow within it grain

Tafsir
Jalalain

(Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu) seperti biji gandum dan biji jawawut.

Alazhar

"Maka Kami tumbuhkan padanya benih-benih makanan." (ayat 27). Pada negeri-negeri yang makanan pokoknya ialah padi, tafsir ayat ini sangat lekas dapat difahamkan.

Memang sawah itu dilulukkan lebih dahulu baru dapat ditanami benih. Yaitu benih padi, benih gandum, benih kacang dan jagung: "Dan anggur dan sayur-sayuran." (ayat 28).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 27 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:28|

وَعِنَبًا وَقَضْبًا

wa 'inabaw wa qodhbaa

dan anggur dan sayur-sayuran,

And grapes and herbage

Tafsir
Jalalain

(Anggur dan sayur-sayuran) atau sayur-mayur.

Alazhar

"Dan anggur dan sayur-sayuran." (ayat 28). Dengan mensejajarkan anggur sebagai buah-buahan yang dapat dimakan langsung dengan sayur-sayuran lain yang sangat diperlukan vitamin dan kalorinya bagi manusia,

nampaklah bahwa keduanya itu sama pentingnya sebagai zat makanan. "Dan buah zaitun dan korma." (ayat 29).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 28 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:29|

وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا

wa zaituunaw wa nakhlaa

dan zaitun dan pohon kurma,

And olive and palm trees

Tafsir
Jalalain

(Zaitun dan pohon kurma),

Alazhar

"Dan buah zaitun dan korma." (ayat 29). Zaitun selain dapat dimakan, dapat pula diambil minyaknya..

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 29 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:30|

وَحَدَائِقَ غُلْبًا

wa ḥadaaa`iqo ghulbaa

dan kebun-kebun (yang) rindang,

And gardens of dense shrubbery

Tafsir
Jalalain

(dan kebun-kebun yang lebat) yakni kebun-kebun yang banyak pepohonannya.

Alazhar

"Dan kebun-kebun yang subur." (ayat 30). Dengan menyebutkan kebun-kebun yang subur maka tercakuplah di dalamnya buah-buahan yang lain yang sejak zaman dahulu

telah diperkebunkan orang sebagai diceritakan di dalam Surat 34, Saba' ayat 15, sehingga kesuburan tanah menimbulkan syukur kepada Tuhan,

dan kesyukuran, menyebabkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur (negeri yang makmur dan allah yang memberi ampun).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 30 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:31|

وَفَاكِهَةً وَأَبًّا

wa faakihataw wa abbaa

dan buah-buahan serta rerumputan.

And fruit and grass -

Tafsir
Jalalain

(Dan buah-buahan serta rumput-rumputan) yaitu tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan binatang ternak;

tetapi menurut suatu pendapat "Abban" artinya makanan ternak yang berasal dari tangkai atau bulir gandum atau padi dan lain sebagainya yang sejenis.

Alazhar

"Dan buah-buahan dan rumput-rumputan." (ayat 31). "Akan bekal bagi kamu dan bagi ternak-ternak kamu." (ayat 32).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 31 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:32|

مَتَاعًا لَكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ

mataa'al lakum wa li`an'aamikum

(Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu.

[As] enjoyment for you and your grazing livestock.

Tafsir
Jalalain

(Untuk kesenangan) sebagai kesenangan atau untuk menyenangkan, penafsirannya sebagaimana yang telah disebutkan tadi pada surat sebelumnya

(bagi kalian dan bagi binatang-binatang ternak kalian) penafsirannya sama dengan yang terdahulu pada surat sebelumnya.

Alazhar

"Akan bekal bagi kamu dan bagi ternak-ternak kamu." (ayat 32). Artinya berpuluh macam buah-buahan segar yang dapat dimakan oleh manusia;

sejak dari delima, anggur, epal, berjenis pisang, berjenis mangga dan berbagai buah-buahan yang hanya tumbuh di daerah beriklim dingin dan yang tumbuh di daerah beriklim panas;

sebagai pepaya, nanas, rambutan, durian, duku dan langsat dan buah sawo dan lain-lain dan berbagai macam rumput-rumputan pula untuk makanan binatang ternak yang dipelihara oleh manusia tadi.

Pokok pangkal semuanya itu ialah dari air hujan yang dicurahkan Allah dengan lebatnya dari langit sampai tanah jadi luluk, membawa apa yang dinamai bunga tanah.

Maka kalau kita simpulkan di antara kedua peringatan itu, pertama tentang asal usul kejadian manusia dari nuthfah sampai dapat hidup di atas permukaan bumi ini.

Kedua setelah hidup di bumi jaminan untuk melanjutkan hidup itu pun selalu tersedia selama langit masih terkembang dan lautan masih

berombak bergelombang, dan air laut itu akan menguap ke udara menjadi awan, menjadi mega dan mengumpul hujan, lalu hujan, selama itu pula jaminan Allah masih ada atas kehidupan ini.

Setelah demikian halnya mengapalah manusia akan lupa juga kepada Tuhannya? Mengapa juga manusia akan lupa dari mana dia, siapa menjamin hidupnya di sini

dan ke mana dia akan pergi?"Maka (ingatlah) apabila datang suara yang sangat keras itu." (ayat 33).Setelah diperingatkan bagaimana jaminan rezeki yang diberikan Allah

karena tercurahnya air hujan yang menyuburkan bumi, lalu menumbukan tumbuh tumbuhan yang diperlukan buat hidup; pada akhirnya

Allah memberikan peringatan bahwa hidup itu berbatas adanya. Hidup dibatasi oleh mati. Dan sesudah mati ada lagi hidup yang kekal

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 32 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Abasa |80:33|

فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ

fa iżaa jaaa`atish-shoookhkhoh

Maka apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua),

But when there comes the Deafening Blast

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila datang suara yang memekakkan) yakni tiupan sangkakala yang kedua.

Alazhar

"Maka (ingatlah) apabila datang suara yang sangat keras itu." (ayat 33).Di dalam ayat ini disebut Ash-Shakhkhah! Yang berarti suara yang sangat keras.

Saking kerasnya akan pecahlah anak telinga bila suara itu terdengar. Ini adalah salah satu dari nama-nama hari kiamat yang tersebut dalam Al-Qur'an.

Ada disebut Al-Haqqah, atau Al-Qari'ah yang artinya hampir sama: suara sangat keras, suara pekik yang menyeramkan bulu roma,

atau kegoncangan yang tiada terpemanai dahsyatnya, yang masing-masing kelak akan bertemu dalam Suratnya sendiri-sendiri.

Demikian hebatnya hari itu, sehingga: "(Yaitu) pada hari yang setiap orang lari dari saudaranya." (ayat 34)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 33 |

Tafsir ayat 33-42

Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan as-sakhkhah ialah salah satu nama lain dari hari kiamat, Allah memperingatkan dan mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan hari tersebut.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa barangkali ia merupakan nama tiupan sangkakala. Al-Bagawi mengatakan, as-sakhkhah artinya pekikan hari kiamat, dikatakan demikian karena kejadiannya memekakkan telinga sehingga hampir saja menjadikannya tuli.


(يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ * وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ * وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ)


pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. ('Abasa: 34-36)

Yaitu dia melihat mereka, tetapi lari dari mereka dan menjauhinya, karena dahsyatnya huru-hara dan kengerian yang terjadi pada hari itu.

Ikrimah mengatakan bahwa seseorang berdua dengan istrinya, lalu berkata kepadanya, "Hai istriku, suami macam apakah aku ini bagimu?" Si istri menjawab "Engkau adalah sebaik-baik suami."

dan istrinya memujinya dengan pujian yang baik semampunya. Kemudian si suami berkata kepada istrinya, '"Maka sesungguhnya hari ini aku meminta suatu kebaikan darimu dengan suka rela,

barangkali aku dapat selamat dari apa yang engkau saksikan sekarang ini." Si istri menjawab, "Alangkah mudahnya permintaanmu, tetapi aku tidak mampu memberimu sesuatu pun karena aku pun sedang dicekam

oleh rasa takut yang sama seperti yang kamu alami." Dan sesungguhnya seseorang bersua dengan anaknya, lalu ia bergantung kepadanya dan mengatakan,"Hai Anakku, orang tua seperti apakah aku ini bagimu?"

Si anak menjawab dengan mengemukakan pujian kepadanya, lalu ia berkata kepada si anak, "Hai Anakku, sesungguhnya aku sekarang sangat memerlukan bantuan sedikit dari kebaikanmu,

mudah-mudahan dengannya aku dapat selamat dari keadaanku sekarang ini yang engkau Hhat sendiri." Maka si anak menjawab, "Wahai Ayah, betapa ringannya permintaanmu,

tetapi aku sendiri merasa takut dengan ketakutan yang sama seperti yang engkau alami, maka aku tidak mampu memberimu sesuatu pun dari apa yang engkau minta'itu."

Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. ('Abasa: 34-36)

Di dalam hadis sahih yang menceritakan peristiwa syafaat disebutkan bahwa ketika dimintakan kepada tiap-tiap rasul dari ulul 'azmi untuk memohonkan syafaat di hadapan Allah buat semua makhluk,

maka tiap-tiap orang dari mereka mengatakan.”Aku lebih mengutamakan diriku, aku lebih mengutamakan diriku, dan aku tidak memohon kepada Engkau selain keselamatan buat diriku sendiri."

Sehingga Isa putra Maryam sendiri mengatakan,"Aku tidak memohon kepada-Nya hari ini kecuali untuk keselamatan diriku sendiri,dan aku tidak memohon kepada-Nya untuk keselamatan ibuku Maryam yang telah melahirkanku."

Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. ('Abasa: 34-36)

Qatadah mengatakan bahwa pada hari itu yang dipentingkan adalah yang paling dicintai dan paling dekat karena dahsyatnya huru-hara di hari itu.

Yang dalam hal ini tiada yang lebih dicintai dan lebih dekat bagi seseorang kecuali diri masing-masing. Firman Allah Swt.:


(لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ)


Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. ('Abasa: 37) Yakni dia sangat sibuk dengan urusannya sendiri sehingga lupa kepada orang lain.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمَّارِ بْنِ الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ أَبُو زَيْدٍ الْعَبَّادَانِيُّ، عَنْ هِلَالِ بْنِ خَبَّاب، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " تُحْشَرُونَ حُفَاةً عُرَاةً مُشَاةً غُرلا " قَالَ: فَقَالَتْ زوجته: يا رسول الله، أوَ يرى بَعْضُنَا عَوْرَةَ بَعْضٍ؟ قَالَ: " (لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ) أَوْ قَالَ: "مَا أَشْغَلَهُ عَنِ النَّظَرِ".


Ibnu Abu Hatim mengatakan,telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar ibnul Haris Al-Walid ibnu Saleh. telah menceritakan kepada kami Sabit alias Abu Zaid Al-Ubadani, dari Hilal ibnu Khabbab,dari Sa'id ibnu Jubair,

dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kelak kalian akan dihimpunkan (di hari kiamat) dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, jalan kaki lagi dalam keadaan tidak bersunat (berkhitan).

Maka salah seorang istri beliau Saw. ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita dapat melihat (yang lain), atau sebagian dari kita dapat melihat aurat sebagian yang lainnya?"

Maka Rasulullah Saw. menjawab: Tiap-tiap orang dari mereka di hari itu disibukkan dengan urusannya sendiri —atau— sibuk dengan urusannya sendiri hingga tidak sempat memandang (orang lain).

Imam Nasai telah meriwayatkan hadis ini secara tunggal dengan sanad yang sama, dari Abu Daud, dari Arim, dari Sabit ibnu Yazid alias Ibnu Zaid Al-Ahwal Al-Basri salah seorang siqah, dari Hilal ibnu Khabab, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang sama.


وَقَدْ رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ عَنْ عَبْدِ بْنِ حُمَيد، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْفَضْلِ، عَنْ ثَابِتِ بْنِ يزيد، عن هلال ابن خَبَّاب، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "تُحشَرون حُفاة عُرَاة غُرْلا". فَقَالَتِ امْرَأَةٌ: أَيُبْصِرُ-أَوْ: يَرَى-بَعْضُنَا عَوْرَةَ بَعْضٍ؟ قَالَ: "يَا فُلَانَةُ، (لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ)


Imam Turmuzi telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Humaid, dari Muhammad ibnul Fadl, dari Sabit ibnu Zaid, dari Hilal ibnu Khabbab, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

Kelak kalian akaii dihimpunkan (di hari kiamat) dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan tidak berkhitan. Maka seorang wanita bertanya.”Apakah dapat melihat atau memandang sebagian dari kita kepada aurat

sebagian yang lainnya?"' Rasulullah Saw. menjawab: Hai Fulanah, tiap-tiap orang dari mereka di hari itu disibukkan oleh urusannya masing-masing.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini kalau tidak hasan sahih, dan telah diriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur dari ibnu Abbas.


وَقَالَ النَّسَائِيُّ: أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا بَقِيَّة، حَدَّثَنَا الزُّبَيْدِيُّ، أَخْبَرَنِي الزُّهْرِيُّ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُبْعَثُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرلا". فَقَالَتْ عَائِشَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَكَيْفَ بِالْعَوْرَاتِ؟ فَقَالَ: " (لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ)


Imam Nasai mengatakan. telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Usrnan, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Az-Zubaidi, telah menceritakan kepadaku Az-Zuhri, dari Urwah,

dari Aisyah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Manusia dibangkitkan di hari kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, lagi tidak berkhitan. Maka Siti Aisyah r.a. bertanya,

"Wahai Rasulullah, lalu bagaimanakah dengan aurat-aurat kami?" Rasulullah Saw. menjawab: Masing-masing orang dari mereka di hari itu cukup sibuk dengan urusannya sendiri. Imam Nasai meriwayatkan hadis ini secara tunggal dari jalur ini.


ثُمَّ قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَزْهَرُ بْنُ حَاتِمٍ، حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى، عَنْ عائد ابن شُرَيح، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: سَأَلَتْ عَائِشَةُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، إِنِّي سَائِلَتُكَ عَنْ حَدِيثٍ فَتُخْبِرُنِي أنتَ بِهِ. فَقَالَ: "إِنْ كَانَ عِنْدِي مِنْهُ عِلْمٌ". قَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، كَيْفَ يُحشر الرِّجَالُ؟ قَالَ: "حُفَاةً عُرَاةً". ثُمَّ انتظَرتْ سَاعَةً فَقَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، كَيْفَ يُحْشَرُ النِّسَاءُ؟ قَالَ: "كَذَلِكَ حُفَاةً عُرَاةً". قَالَتْ: وَاسَوْأَتَاهُ مِنْ يَوْمِ الْقِيَامَةِ! قَالَ: "وَعَنْ أَيِّ ذَلِكَ تَسْأَلِينَ؟ إِنَّهُ قَدْ نَزَلَ عَلَيَّ آيَةٌ لَا يَضُرُّكِ كَانَ عَلَيْكِ ثِيَابٌ أَوْ لَا يَكُونُ". قَالَتْ: أيةُ آيَةٍ هِيَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ؟ قَالَ: " (لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ)


Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Azar ibnu Hatim, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Musa, dari Aid ibnu Syuraih.

dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Siti Aisyah r.a. bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu,

sesungguhnya aku hendak bertanya kepada engkau tentang suatu hadis, maka aku berharap semoga engkau menceritakannya kepadaku." Rasulullah Saw. menjawab,

"Jika aku mempunyai pengetahuan tentangnya, tentu aku akan menceritakannya kepadamu." Siti Aisyah r.a. bertanya, "Hai Nabi Allah, bagaimanakah keadaan kaum laki-laki ketika dihimpunkan?"

Rasulullah Saw. menjawab: (Mereka dihimpunkan) dalam keadaan tidak beralas kaki lagi telanjang bulat. Siti Aisyah berhenti sejenak, lalu bertanya lagi,"Bagaimanakah keadaan kaum wanita saat dihimpunkan?"

Nabi Saw. menjawab: Sama saja dalam keadaan tidak beralas kaki lagi telanjang. Maka Siti Aisyah berkata, '"Aduhai kedua aurat ini pada hari kiamat nanti!"

Rasulullah Saw. Bersabda: Apakah yang dimaksud dengan pertanyaanmu? Sesungguhnya telah diturunkan kepadaku suatu ayat yang tidak akan membahayakanmu apakah kamu berpakaian ataukah tidak."

Siti Aisyah bertanya,"Ayat yang manakah; hai Nabi Allah, yang engkau maksudkan?" Rasulullah Saw. menjawab:

Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. ('Abasa: 37) Al-Bagawi di dalam kitab tafsirnya mengatakan:


أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الشُّرَيْحِيُّ، أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الثَّعْلَبِيُّ، أَخْبَرَنِي الْحُسَيْنُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي أُوَيْسٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي عَيَّاشٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ سَوْدَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُبْعَثُ النَّاسُ حُفَاةً عُرَاةً غُرلا قَدْ أَلْجَمَهُمُ الْعَرَقُ، وَبَلَغَ شُحُومَ الْآذَانِ". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَاسَوْأَتَاهُ يَنْظُرُ بَعْضُنَا إِلَى بَعْضٍ؟ فَقَالَ: "قَدْ شُغل النَّاسُ، (لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ)


telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim Asy-Syuraihi, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ibrahim As-Sa'labi, telah menceritakan kepadaku Al-Husain ibnu Muhammad ibnu Abdullah,

telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Uwais,telah menceritakan kepada kami

ayahku,dari Muhammad ibnu Abu Iyasy, dari Ata ibnu Yasar, dari Saudah istri Nabi Saw. yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kelak manusia dibangkitkan dalam keadaan tidak beralas kaki,

telanjang, lagi tidak berkhitan, banjir keringat telah mengepung mereka hingga sampai batas telinga mereka. Lalu Saudah bertanya,"Wahai Rasulullah,bagaimanakah dengan kedua aurat,

tentu saja sebagian dari kita melihat sebagian yang lainnya? Rasulullah Saw. menjawab: Manusia sedang sibuk, tiap-tiap orang dari mereka di hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkan dirinya.

Ditinjau dari segi jalurnya hadis ini garib sekali. Dan hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abu Ammar alias Al-Husain ibnu Hurayyis Al-Marwazi, dari Al-Fadl ibnu Musa dengan sanad yang sama.

Akan tetapi, Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa Aiz ibnu Syuraih orangnya daif dan hadisnya mengandung kelemahan. Firman Allah Swt.:


(وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُسْفِرَةٌ * ضَاحِكَةٌ مُسْتَبْشِرَةٌ)


Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria. ('Abasa: 38-39). Yakni manusia dihari itu ada dua golongan, ada yang muka mereka berseri-seri (bercahaya).


(ضَاحِكَةٌ مُسْتَبْشِرَةٌ)


tertawa dan gembira-ria. ('Abasa: 39) Yaitu gembira senang yang telah menguasai hati mereka, yang hal tersebut dapat terlihat melalui roman muka mereka yang berseri-seri; mereka ini adalah golongan ahli surga.


(وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌ * تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ)


dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan. ('Abasa: 40-41) Roman muka mereka tampak kelabu sehingga kelihatannya hitam.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا سَهْلِ بْنِ عُثْمَانَ الْعَسْكَرِيِّ، حَدَّثَنَا أَبُو عَلِيٍّ مُحَمَّدٌ مَوْلَى جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُلْجِمُ الكافرَ العرقُ ثُمَّ تَقَعُ الغُبْرة عَلَى وُجُوهِهِمْ". قَالَ: فَهُوَ قَوْلُهُ: (وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌ)


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Usman Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Abu Ali alias Muhammad maula Ja'far ibnu Muhammad,

dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang kafir dikekang oleh keringatnya, kemudian kegelapan menutupi roman muka mereka.

Kemudian beliau Saw. bersabda, bahwa itulah yang dimaksud oleh firman Allah Swt: dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu. ('Abasa: 40)

Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan ditutup lagi oleh kegelapan. ('Abasa: 41) Yakni warna hitam menutupi roman muka mereka. Firman Allah Swt.:


(أُولَئِكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ)


Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka. ('Abasa: 42) Yaitu orang-orang yang hatinya kafir dan durhaka dalam amal perbuatannya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَلا يَلِدُوا إِلَّا فاجِراً كَفَّاراً


dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat durhaka lagi kafir. (Nuh: 27)

Surat Abasa |80:34|

يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ

yauma yafirrul-mar`u min akhiih

pada hari itu manusia lari dari saudaranya,

On the Day a man will flee from his brother

Tafsir
Jalalain

(Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya.)

Alazhar

"(Yaitu) pada hari yang setiap orang lari dari saudaranya." (ayat 34)."Dan dari ibunya dan dari ayahnya." (ayat 35).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 34 |

penjelasan ada di ayat 33

Surat Abasa |80:35|

وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ

wa ummihii wa abiih

dan dari ibu dan bapaknya,

And his mother and his father

Tafsir
Jalalain

(Dari ibu dan bapaknya.)

Alazhar

"Dan dari ibunya dan dari ayahnya." (ayat 35)."Dan dari isterinya dan anak-anaknya." (ayat 36).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 35 |

penjelasan ada di ayat 33

Surat Abasa |80:36|

وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ

wa shooḥibatihii wa baniih

dan dari istri dan anak-anaknya.

And his wife and his children,

Tafsir
Jalalain

(Dari teman hidupnya) yakni istrinya (dan anak-anaknya) lafal Yauma merupakan Badal dari lafal Idzaa, sebagai Jawabnya disimpulkan dari berikut ini.

Alazhar

"Dan dari isterinya dan anak-anaknya." (ayat 36). Di dalam ketiga ayat ini didahulukan menyebut saudara yang seibu-sebapa atau seibu saja atau sebapa saja,

sebagai orang terdekat. Dan lebih dekat lagi dari itu ialah ibu dan ayah. Tetapi isteri adalah orang yang lebih dekat lagi, teman hidup setiap hari bilamana orang telah dikawinkan

oleh ayah-bundanya dan telah menegakkan rumahtangga sendiri. Kemudian itu, anak kandung lebih dekat lagi daripada isteri,

lebih dekat dari ayah dan bunda dan lebih dekat lagi dari saudara kandung. Sebab anak adalah penyambung turunan diri, laksana darah daging sendiri.

Maka bila tiba saat perhitungan di hari kiamat itu segala saudara, ibu dan ayah, isteri dan anak itu tidak teringat lagi. Bagaimanapun kasih dan rapat kita dengan mereka,

namun di hari perhitungan itu kita tidak akan mengingat mereka lagi, betapa pun karibnya. Sebab masing-masing kita telah menghadapi masalahnya sendiri-sendiri.

Itulah yang dengan tepat dikatakan dalam ayat yang selanjutnya: "Bagi setiap orang dari mereka itu, di hari itu, ada satu perkara yang dihadapinya." (ayat 37).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 36 |

penjelasan ada di ayat 33

Surat Abasa |80:37|

لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ

likullimri`im min-hum yauma`iżin sya`nuy yughniih

Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya.

For every man, that Day, will be a matter adequate for him.

Tafsir
Jalalain

(Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya) yakni keadaan yang membuatnya tidak mengindahkan hal-hal lainnya, atau dengan kata lain setiap orang pada hari itu sibuk dengan urusannya masing-masing.

Alazhar

"Bagi setiap orang dari mereka itu, di hari itu, ada satu perkara yang dihadapinya." (ayat 37).Bagaimana orang akan mengingat anaknya dan isterinya,

ayahnya atau ibunya, saudara kandung atau tirinya, kalau dia sendiri pada di waktu itu sedang terlibat dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya dengan berdusta?

Dan saudara, ayah dan ibu, dan isteri dan anak-anaknya itu pun terlibat pula dalam soal mereka sendiri-sendiri.

Orang lainkah yang akan terkenang, padahal masalah yang dihadapi demikikan beratnya dan keputusan belum jelas?

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 37 |

penjelasan ada di ayat 33

Surat Abasa |80:38|

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُسْفِرَةٌ

wujuuhuy yauma`iżim musfiroh

Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri,

[Some] faces, that Day, will be bright -

Tafsir
Jalalain

(Banyak muka pada hari itu berseri-seri) yakni tampak cerah ceria.

Alazhar

"Beberapa wajah di hari itu berseri-seri." (ayat 38). "Tertawa-tawa, bersukacita." (ayat 39).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 38 |

penjelasan ada di ayat 33

Surat Abasa |80:39|

ضَاحِكَةٌ مُسْتَبْشِرَةٌ

dhooḥikatum mustabsyiroh

tertawa dan gembira ria,

Laughing, rejoicing at good news.

Tafsir
Jalalain

(Tertawa dan gembira) atau bergembira, mereka itu adalah orang-orang yang beriman.

Alazhar

"Tertawa-tawa, bersukacita." (ayat 39).Mengapa wajah mereka berseri-seri? Mengapa mereka tertawa-tawa bersukacita? Tentu saja kegembiraan

itu timbul setelah mendapat keputusan yang baik dari Hakim Yang Maha Tinggi, Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena timbangan amal lebih berat kepada kebajikan;

maka syurgalah tempat yang ditentukan untuknya. Baru di sana kelak akan bertemu dengan saudara, ayahbunda, isteri dan anak kalau memang sama-sama ada amal kebajikan

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 39 |

penjelasan ada di ayat 33

Surat Abasa |80:40|

وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌ

wa wujuuhuy yauma`iżin 'alaihaa ghobaroh

dan pada hari itu ada (pula) wajah-wajah yang tertutup debu (suram),

And [other] faces, that Day, will have upon them dust.

Tafsir
Jalalain

(Dan banyak pula muka pada hari itu tertutup debu) artinya, penuh dengan debu.

Alazhar

"Dan beberapa wajah di hari itu, padanya ada kemuraman." (ayat 40). "Ditekan oleh kegelapan." (ayat 41).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 40 |

penjelasan ada di ayat 33

Surat Abasa |80:41|

تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ

tarhaquhaa qotaroh

tertutup oleh kegelapan (ditimpa kehinaan dan kesusahan).

Blackness will cover them.

Tafsir
Jalalain

(Dan ditutup pula) diselimuti pula (oleh kegelapan) dan kepekatan yang menghitam.

Alazhar

"Ditekan oleh kegelapan." (ayat 41). Mengapa wajah jadi muram dan kegelapan menekan sehingga tak ada cahaya harapan sama sekali?"Mereka itu ialah orang-orang kafir." (pangkal ayat 42).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 41 |

penjelasan ada di ayat 33

Surat Abasa |80:42|

أُولَٰئِكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ

ulaaa`ika humul-kafarotul-fajaroh

Mereka itulah orang-orang kafir yang durhaka.

Those are the disbelievers, the wicked ones.

Tafsir
Jalalain

(Mereka itulah) maksudnya, orang-orang yang keadaannya demikian adalah (orang-orang kafir lagi durhaka) yakni orang-orang yang di dalam dirinya berkumpul kekafiran dan kedurhakaan.

Alazhar

"Mereka itu ialah orang-orang kafir." (pangkal ayat 42). Tidak mau menerima kebenaran, bahkan menolaknya.

"Yang durhaka." (ujung ayat 42). Maka begitulah nasib orang yang kafir dan durhaka, muram suram karena telah salah menempuh jalan sejak semula.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Abasa | 80 : 42 |

penjelasan ada di ayat 33

Surat At-Takwir |81:1|

إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ

iżasy-syamsu kuwwirot

Apabila matahari digulung,

When the sun is wrapped up [in darkness]

Tafsir
Jalalain

(Apabila matahari digulung) dilipat dan sinarnya menjadi lenyap.

Alazhar

APABILA DAN APABILA Ceritera sekarang ini adalah peringatan tentang hari kiamat belaka: "(Ingatlah) apabila matahari telah digulung." (ayat 1). Di sini kita melihat penggambaran keadaan kiamat,

satu keadaan yang berobah sama sekali dari yang biasa. Mula-mula diterangkan bahwa matahari itu telah tergulung.

Tentu banyaklah arti yang dapat kita ambil kata-kata kuwwirat, tergulung atau digulungkan.

Makna digulung ialah bila tugasnya telah habis dan dia tidak memancarkan cahaya lagi, sehingga dunia ini menjadi gelap-gulita dan kacaubalau.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 1 |

Tafsir ayat 1-14

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Apabila matahari digulung. (At-Takwir: 1) Maksudnya, menjadi gelap tidak bercahaya lagi.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa apabila matahari telah lenyap. Mujahid mengatakan surut dan lenyap. Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak.

Qatadah mengatakan bahwa cahayanya lenyap.

Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna takwir ialah digulung. Ar-Rabi' ibnu Khaisam mengatakan, kuwwirat artinya dilemparkan.

Abu Saleh mengatakan bahwa kuwwirat artinya dilemparkan atau dijatuhkan, dan menurut riwayat lain darinya disebutkan dijungkirkan.Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah dijatuhkan ke bumi.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang benar menurut pandangan kami mengenai makna takwir ialah menghimpun sebagian darinya dengan sebagian yang lain alias menggulungnya.

Termasuk ke dalam pengertian ini dikatakan takwirul 'imamah yang artinya menghimpun sebagian pakaian dengan sebagian yang lainnya alias menggulungnya.

Makna firman Allah Swt.: digulung. (At-Takwir: 1) Artinya, menggabungkan sebagian darinya dengan sebagian yang lain, lalu dilemparkan. Apabila dilakukan demikian terhadap matahari, maka lenyaplah cahayanya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj dan Amr ibnu Abdullah Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Mujalid, dari seorang syekh, dari Bajulah,

dari Ibnu Abhas sehubungan dengan makna izasy syamsu kuwwirat, bahwa kelak di hari kiamat Allah menggulung matahari, bulan, dan bintang-bintang di laut, lalu Allah mengirimkan angin dabur dan membakarnya dengan api. Hal yang sama dikatakan oleh Amir Asy-Sya'bi.


ثُمَّ قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ:حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ، حَدَّثَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ ابْنِ يَزِيدَ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ، عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قَالَ فِي قَوْلِ اللَّهِ: {إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ} قَالَ: "كُوِّرَتْ فِي جَهَنَّمَ"


Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Ibnu Yazid ibnu Abu Maryam, dari ayahnya,

bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: Apabila matahari digulung. (At-Takwir: 1) lalu beliau Saw. menjelaskan: Matahari digulung di dalam neraka Jahanam.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَيَّان، حَدَّثَنَا دُرُسْتُ بْنُ زِيَادٍ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ الرَّقَاشِيُّ، حَدَّثَنَا أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ثَوْرَانِ عَقِيرَانِ فِي النَّارِ"


Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Muhammad ibnu Hibban, telah menceritakan kepada kami Darasat ibnu Ziyad,

telah menceritakan kepada kami Yazid Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepada kami Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Matahari dan bulan adalah dua ekor banteng yang (akan) disembelih kedua-duanya di dalam neraka.

Hadis ini daif karena Yazid Ar-Raqqasyi orangnya daif. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab sahih tanpa adanya tambahan ini.


ثُمَّ قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُسَدَّد، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ الْمُخْتَارِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ الداناجُ، حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ يُكَوَّرَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"


Kemudian Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnul Mukhtar, telah menceritakan kepada kami Abdullah Ad-Danaj,

telah menceritakan kepadaku Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Matahari dan bulan digulung kelak di hari kiamat.

Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini secara munfarid dan inilah lafaznya, dan sesungguhnya dia mengetengahkan hadis ini hanya dalam Kitab "Permulaan Kejadian",

padahal yang lebih pantas hadis ini diketengahkan dalam tafsir ayat ini atau paling tidak diulangi di sini, sebagaimana kebiasaan Imam Bukhari dalam membahas masalah-masalah yang semisal.

Al-Bazzar telah meriwayatkannya dengan penyajian yang baik, untuk itu ia mengatakan bahwa:


حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ زِيَادٍ الْبَغْدَادِيُّ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ الْمُخْتَارِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ الدَّانَاجِ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ خَالِدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْقَسْرِيَّ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ-مَسْجِدِ الْكُوفَةِ، وَجَاءَ الْحَسَنُ فَجَلَسَ إِلَيْهِ فَحدّث قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ نُورَانِ فِي النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ". فَقَالَ الْحَسَنُ: وَمَا ذَنْبُهُمَا؟ فَقَالَ: أُحَدِّثُكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَقُولُ: أَحْسَبُهُ قَالَ: وَمَا ذَنْبُهُمَا.


telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ziyad Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnul Mukhtar, dari Abdullah Ad-Danaj

yangmengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Salamah ibnu Abdur Rahman ibnu Khalid ibnu Abdullah Al-Qisri di masjid ini —yaitu masjid Kufah— dan saat itu Al-Hasan datang, lalu duduk bersamanya, maka ia menceritakan

bahwa Abu Hurairah pernah menceritakan kepada kami bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ekor banteng di dalam neraka yang keduanya disembelih kelak di hari kiamat.

Kemudian Al-Hasan bertanya, "Apakah dosa keduanya?" Abdullah Ad-Danaj bertanya, "Apakah Abu Hurairah menceritakannya kepadamu dari Rasulullah Saw., sedangkan engkau katakan,

'Menurutku Al-Hasan bertanya, apakah dosa keduanya,?" Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa Abu Salamah belum pernah meriwayatkan dari Abu Hurairah melainkan hanya melalui jalur ini.

Dan Abdullah ibnuDanaj belum pernah meriwayatkan dari Abu Salamah selain dari hadis ini. Firman Allah Swt.:


{وَإِذَا النُّجُومُ انْكَدَرَتْ}


dan apabila bintang-bintang berjatuhan. (At-Takwir: 2)Yakni jatuh berserakan, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:


وَإِذَا الْكَواكِبُ انْتَثَرَتْ


dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan. (Al-Infithar: 2)Asal kata inkadarat adalah inkidar yang artinya berjatuhan, Ar-Rabi' ibnu Anas telah meriwayatkan dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa ada enam pertanda sebelum hari kiamat.

Yaitu ketika manusia sedang berada di pasar-pasar mereka, tiba-tiba cahaya matahari lenyap. Dan ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba bintang-bintang jatuh berserakan.

Dan ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba gunung-gunung jatuh ke permukaan bumi (yang datar), lalu bergerak dan menimbulkan gempa yang hebat dan terjadilah huru-hara,

maka jin merasa kaget dan berdatangan kepada manusia, begitu pula sebaliknya manusia berdatangan kepada jin karena kaget. Hewan-hewan ternak, burung-burung,

dan hewan-hewan liar sebagian darinya bercampur baur dengan yang lainnya menjadi satu karena terkejut dengan peristiwa itu. dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. (At-Takwir: 5)Yakni bercampur aduk menjadi satu.

dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan). (At-Takwir: 4) Yaitu diabaikan oleh para pemiliknya (karena mereka panik menyaksikan huru-hara hari kiamat itu). dan apabila lautan dipanaskan. (At-Takwir: 6)

Ubay ibnu Ka'b melanjutkan bahwa jin berkata kepada manusia, "Biarlah kami yang akan mencari tahu untuk kalian." Jin berangkat menuju laut, tiba-tiba lautan telah berubah menjadi api yang menyala-nyala.

Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba bumi retak dengan keretakan yang menembus sampai tujuh lapis bumi dan juga sampai ke langit yang ketujuh di bagian atasnya.

Dan ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah angin menimpa mereka dan mematikan mereka semuanya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir

lengkap dengan lafaznya; juga Ibnu Abu Hatim, tetapi hanya sebagiannya saja.Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ar-Rabi' ibnu Khaisam, Al-Hasan Al-Basri, Abu Saleh, Hammad ibnu Abu Sulaiman, dan Ad-Dahhak

sehubungan dengan makna firman-Nya: dan apabila bintang-bintang berjatuhan. (At-Takwir: 2) Maksudnya jatuh berserakan. Ali ibnu Abu Talhah telah menwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

dan apabila bintang-bintang berjatuhan. (At-Takwir: 2) Yakni berubah. Yazid ibnu Abu Maryam telah meriwayatkan dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan apabila bintang-bintang berjatuhan. (At-Takwir: 2) SelanjutnyaNabi Saw. bersabda:


"انْكَدَرَتْ فِي جَهَنَّمَ، وَكُلُّ مَنْ عَبَدَ مَنْ دُونِ اللَّهِ فَهُوَ فِي جَهَنَّمَ، إِلَّا مَا كَانَ مِنْ عِيسَى وَأُمِّهِ، وَلَوْ رَضِيَا أَنْ يُعبَدا لَدَخَلَاهَا"


Bintang-bintang itu berjatuhan ke dalam neraka Jahanam bersama-sama dengan semua yang disembah selain Allah, semuanya dimasukkan ke dalam neraka Jahanam, terkecuali apa yang dilakukan terhadap Isa dan ibunya.

Seandainya keduanya rela menjadi sembahan selain Allah, niscaya keduanya dimasukkan pula ke dalamnya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dengan sanad yang seperti di atas. Firman Allah Swt.:


{وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ}


dan apabila gunung-gunung dihancurkan. (At-Takwir: 3)Yaitu lenyap dari tempatnya masing-masing dan meledak sehingga bumi bekas tempat berpijaknya menjadi rata dan datar. Firman Allah Swt.:


{وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ}


dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan). (At-Takwir: 4) Ikrimah dan Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah unta-unta yang sedang bunting,

Mujahid mengatakan, unta-unta yang sangat berharga bagi pemiliknya itu diabaikan dan tidak dipedulikan lagi. Ubay ibnu Ka'b dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa para pemiliknya mengabaikannya.

Ar-Rabi' ibnu Khaisam mengatakan bahwa unta-unta itu tidak diperah air susunya, melainkan dibiarkan dan diacuhkan oleh para pemiliknya. Ad-Dahhak mengatakan, unta-unta itu dibiarkan tanpa ada yang menggembala.

Makna yang dimaksud dari semua pendapat di atas berdekatan. Kesimpulannya ialah bahwa al-'isyar ialah unta-unta betina pilihan yang sedang hamil dalam masa sepuluh bulan; bentuk tunggalnya disebut 'usyara.

Dan unta ini masih tetap disebut demikian sampai melahirkan anaknya. Demikian itu karena manusia cukup disibukkan oleh urusannya sendiri hingga melupakannya dan tidak lagi memelihara dan memanfaatkannya lagi,

padahal sebelumnya unta-unta tersebut merupakan harta mereka yang palingberharga. Hal ini tiada lain karena mereka sedang mengalami peristiwa yang dahsyat lagi sangat menakutkan, yaitu menghadapi kejadian-kejadian

yang mengawali hari kiamat. Menurut pendapat lain. hal itu terjadi di hari kiamat sendiri; para pemilik unta-unta itu melihatnya, tetapi tiada jalan bagi mereka kepadanya. Menurut pendapat yang lainnya.

al-'isyar artinya awan yang terhenti di antara langit dan bumi tidak dapat bergerak karena dunia sudah rusak. Dan menurut pendapat yang lainnya lagi, makna yang dimaksud adalah tanah yang diukur dengan puluhan hasta,

yakni tanah yang mahal harganya. Dan menurut pendapat yang lain, yang dimaksud ialah rumah-rumah yang dahulunya ramai dengan para penghuninya, kemudian hari itu menjadi kosong semuanya karena semua penghuninya telah pergi (mati).

Semua pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Abdullah Al-Qurtubi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Tazkirah. Kemudian dia menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah

unta-unta yang sedang bunting, dan ia menisbatkannya kepada kebanyakan ulama. Menurut hemat penulis, memang tidak dikenal ada pendapat lain yang bersumber dari ulama Salaf dan para imam selain dari pendapat ini.Firman Allah Swt:


{وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ}


dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. (At-Takwir: 5)Yakni dihimpunkan menjadi satu, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَما مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلا طائِرٍ يَطِيرُ بِجَناحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثالُكُمْ مَا فَرَّطْنا فِي الْكِتابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ


Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kalian. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (Al-An'am: 38)


Ibnu Abbas mengatakan bahwa semua hewan dikumpulkan hingga lalat. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi' ibnu Khaisam dan As-Saddi

serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Hal yang sama dikatakan juga oleh Qatadah dalam tafsir ayat ini, bahwa sesungguhnya Allah menghimpunkan semua hewan,

kemudian Allah memutuskan terhadapnya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Ikrimah mengatakan bahwa dihimpunkan-Nya hewan-hewan maksudnya semuanya dimatikan.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Muslim At-Tusi, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnul Awam, telah menceritakan kepada kami Husain,

dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. (At-Takwir: 5) Bahwa penghimpunan semua binatang ialah dengan mematikannya,

dan penghimpunan segala sesuatu mengandung makna mematikannya kecuali jin dan manusia, karena kedua jenis makhluk ini akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat.

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari ayahnya, dari Abu Ya'la, dari Ar-Rabi' ibnu Khaisam sehubungan dengan makna firman Allah Swt.

dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. (At-Takwir: 5) Bahwa perintah Allah telah datang kepadanya. Sufyan mengatakan, ayahnya pernah mengatakan bahwa ia pernah menceritakan hal ini kepada Ikrimah.

Maka Ikrimah mengatakan bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hasyr ialah mematikannya.Dan dalam keterangan yang lalu telah disebutkan dari Ubay ibnu Ka'b, bahwa dia telah mengatakan

sehubungan dengan makna firman-Nya: dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. (At-Takwir: 5)Bahwa makna yang dimaksud ialah bercampur baur menjadi satu.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang paling utama ialah apa yang dikatakan oleh orang yang mengatakan bahwa husyirat artinya dihimpunkan. Allah Swt. telah berfirman:


وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً


dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. (Shad: 19)Yakni terhimpunkan. Firman Allah Swt.:


{وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ}


dan apabila lautan dipanaskan (At-Takwir: 6) Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, dari Daud, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Ali r.a.

bertanya kepada seorang lelaki Yahudi,"Di manakah neraka Jahanam itu?'" Lelaki itu menjawab, "Di laut." Kemudian Ali berkata, bahwa menurutnya lelaki Yahudi itu benar dalam jawabannya,karena Allah Swt.

telah berfirman: dan laut yang di dalam tanahnya ada api. (at-Tur: 6) Dan firman-Nya: dan apabila lautan dipanaskan (At-Takwir: 6)Ibnu Abbas dan selainnya yang bukan hanya seorang telah mengatakan

bahwa Allah mengirimkan angin dabur ke laut. Maka laut menjadi mendidih karenanya, kemudian berubah menjadi api yang menyala-nyala dengan hebatnya. Hal ini telah diterangkan sebelumnya pada tafsir firman Allah Swt.:

dan laut yang di dalam tanahnya ada api. {At-Tur: 6) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnul Junaid, telah menceritakan kepada kami Abu Tahir,

telah menceritakan kepadaku Abdul Jabbar ibnu Sulaiman alias Abu Sulaiman An-Naffat seorang syekh yang mirip dengan Malik ibnu Anas, dari Mu'awiyah ibnu Sa'id yang mengatakan bahwa laut ini mengandung berkah,

yakni Laut Rum (sekarang Laut Tengah), ia berada di pertengahan bumi, dan semua sungai bermuarakepadanya, juga lautan-lautan yang besar. Sedangkan bagian bawahnya terdapat

sumur-sumur yang ditutup dengan tembaga. Maka apabila hari kiamat tiba, laut ini menjadi lautan api. Akan tetapi. asar ini garib lagi aneh. Di dalam Sunan Abu Daud disebutkan:


"لَا يَرْكَبُ الْبَحْرَ إِلَّا حَاجٌّ أَوْ مُعْتَمِرٌ أَوْ غَازٍ، فَإِنَّ تَحْتَ الْبَحْرِ نَارًا، وَتَحْتَ النَّارِ بَحْرًا" الْحَدِيثَ


Tidaklah laut ditempuh kecuali oleh orang yang pergi berhaji, atau umrah atau berperang. Dan sesungguhnya di bawah laut terdapat api, dan di bawah api terdapat laut lainnya. hingga akhir hadis,

yang pembahasannya telah dikemukakan dalam tafsir surat Fathir. Mujahid dan Al-Hasan ibnu Muslim mengatakan, sujjirat artinya dinyalakan menjadi api. Al-Hasan mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah

dikeringkan atau menjadi kering. Ad-Dahhak dan Qatadah mengatakan bahwa airnya menjadi surut, lalu lenyap, hingga tiada setetes air pun yang tersisa padanya.

Ad-Dahhak mengatakan pula bahwa makna sujjirat ialah diledakkan.As-Saddi mengatakan, yang dimaksud ialah dibuka dan diubah. Ar-Rabi' ibnu Khaisam mengatakan bahwa makna sujjirat ialah diluapkan.Firman Allah Swt:


{وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ}


dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7)Yaitu dihimpunkanlah segala sesuatu dengan yang sejenisnya. Semakna dengan yang di sebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْواجَهُمْ


(Kepada malaikat diperintahkan).”Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka.” (Ash-Shaffat: 22)


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ الْبَزَّارُ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ أَبِي ثَوْرٍ، عَنْ سمَاك، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ} قَالَ: الضُّرَبَاءُ، كُلُّ رَجُلٍ مَعَ كُلِّ قَوْمٍ كَانُوا يَعْمَلُونَ عَمَلَهُ"، وَذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ: {وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا ثَلاثَةً فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ} [الْوَاقِعَةِ: 7 -10] ، قَالَ: هُمُ الضُّرَبَاءُ


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnus Sabah Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Abu Saur, dari Sammak,

dari An-Nu'man ibnu Basyir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7) Lalu beliau Saw. bersabda,

bahwa yang dimaksud adalah teman-teman sejawat; setiap lelaki dikumpulkan dengan kaum yang mempunyai amal yang sama dengannya. Demikian itu karena Allah Swt. telah berfirman:dan kamu menjadi tiga golongan.

Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga). (Al-Waqi'ah: 7-10)

Mereka adalah bergolong-golongan, masing-masing orang dihimpunkan bersama dengan golongannya yang seamalan dengannya.Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui jalur-jalur lain dari Sammak ibnu Harb,

dari An-Nu'man ibnu Basyir, bahwa Umar ibnul Khattab berkhotbah kepada orang-orang, lalu ia membaca firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7)

Lalu ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mempertemukan di sini ialah masing-masing orang dihimpunkan bersama golongannya yang seamalan dengan dia.

Menurut riwayat yang lain, makna yang dimaksud ialah dua orang yang sama amalannya, maka kedua-duanya dimasukkan ke dalam surga berkat amalannya ataukah keduanya di masukkan ke dalam neraka,

sesuai dengan amalnya masing-masing.Menurut riwayat lain dari An-Nu’man, disebutkan bahwa Umar r.a. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7)

aka Umar menjawab bahwa orang yang saleh dibarengkan dengan orang yang saleh lainnya; dan orang yang jahat dibarengkan dengan orang yang jahat lainnya, yakni di dalam neraka. Itulah yang dimaksud dengan makna 'mempertemukan' dalam ayat ini.

Menurut riwayat yang lainnya lagi dari An-Nu'man, Umar ibnul Khattab pernah bertanya kepada orang-orang bahwa bagaimanakah menurut kalian tafsir firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7) Mereka diam.

Maka Umar berkata, "Tetapi aku mengetahuinya, yaitu seorang lelaki dikawinkan dengan wanita yang sepadan amalannya dengan dia di dalam surga; dan lelaki lainnya dikawinkan dengan yang seamalan dengannya dari kalangan ahli neraka."

Kemudian Umar membaca firman-Nya: (Kepada malaikat diperintahkan), "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka." (Ash-Shaffat: 22).

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7) Bahwa demikian itu terjadi ketika manusia terdiri menjadi tiga golongan.

Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman Allah Swt: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7) Bahwa orang-orang yang sepadan amal perbuatannya

dihimpunkan menjadi satu dengan sesamanya. Hal yang sama dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Khaisam, Al-Hasan, dan Qatadah serta dipilih oleh Ibnu Jarir; dan inilah pendapat yang sahih.

Pendapat lain sehubungan dengan makna firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnul Junaid,

lelah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy'as ibnu Sarar, dari Ja'far, dari Sa'id ibnu Jubair,

dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa lembah yang berada di dekat pangkal Arasy mengalirkan air di antara kedua pekikan, jarak di antara kedua pekikan adalah empat puluh tahun.

Maka tumbuhlah karena air itu semua makhluk yang telah hancur berantakan, baik manusia, burung-burung, ataupun hewan-hewan yang melata. Seandainya ada seseorang yang melewati tempat mereka sebelum itu dan telah mengenal

daerah tersebut, niscaya dia benar-benar mengetahui mereka baru muncul dari dalam bumi. Kemudian roh-roh merasuki tubuhnya masing-masing, maka bertemulah keduanya.

Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7)Hal yang sama dikatakan oleh Abul Aliyah, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair,Asy-Sya'bi, dan jugaAl-Hasan Al-Basri

sehubungan dengan makna ayat ini: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7) Yakni dipertemukan dengan tubuhnya masing-masing. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah orang-orang

mukmin dikawinkan dengan bidadari-bidadari, sedangkan orang-orang kafir dikawinkan dengan setan-setan. Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh Al-Qurtubi di dalam kitab At-Tazkirah-nya. Firman Allah Swt.:


{وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ}


apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh. (At-Takwir: 8-9) Demikianlah menurut qiraat jumhur ulama, yakni su’ilat dan al-mau’udah artinya bayi-bayi

yang sewaktu masa Jahiliah dikubur hidup-hidup oleh orang-orang tua mereka karena malu mempunyai anak perempuan. Maka kelak di hari kiamat bayi-bayi itu ditanya, atas dosa apakah mereka dibunuh,

’ dimaksudkan sebagai ancaman terhadap para pelakunya. Karena sesungguhnya apabila orang yang teraniaya ditanya, maka terlebih lagi beratnya hukuman yang dikenakan terhadap pelaku aniaya.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup-ditanya. (At-Takwir: 8) Yakni bertanya,

dengan memakai bentuk aktif, yaitu sa'alat. Hal yang sama dikatakan oleh Abud Duha, yaitu sa'alat yang artinya menuntut balas kematiannya.

Diriwayatkan dari As-Saddi dan Qatadah hal yang semisal. Banyak hadis yang menerangkan tentang bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ini.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ، حَدَّثَنِي أَبُو الْأَسْوَدِ-وَهُوَ: مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ نَوْفَلٍ-عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، عَنْ جُدَامة بَنْتِ وَهْبٍ-أُخْتِ عُكَّاشَةَ-قَالَتْ حضرتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَاسٍ وَهُوَ يَقُولُ: " لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَنْهَى عَنِ الغيلَة، فَنَظَرْتُ فِي الرُّومِ وَفَارِسَ فَإِذَا هُمْ يُغيلُونَ أَوْلَادَهُمْ، وَلَا يَضُرُّ أَوْلَادَهُمْ ذَلِكَ شَيْئًا". ثُمَّ سَأَلُوهُ عَنِ الْعَزْلِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " ذَلِكَ الْوَأْدُ الْخَفِيُّ، وَهُوَ الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepadaku Abul Aswad alias Muhammad ibnu Abdur Rahman

ibnu Naufal dari Urwah, dari Aisyah, dari Juzamah binti Wahb saudara perempuan Ukasyah yang mengatakan bahwa ia menghadiri majelis Rasullullah Saw. yang saat itu berada di kalangan banyak orang, dan beliau bersabda:

Sesungguhnya aku telah berniat akan melarang gilah, maka aku melihat orang-orang- Romawi dan orang-orang Persia, ternyata mereka melakukan gilah terhadap anak-anak mereka, dan hal tersebut tidak membahayakan anak-anak mereka. -

Gilah ialah menyusui di waktu mengandung (pent.).- Kemudian mereka bertanya tentang 'azl (melakukan orgasme di luar Liang ovum untuk mencegah kehamilan). Maka Rasulullah Saw. bersabda:

Itu sama dengan perbuatan mengubur anak secara tersembunyi,dan kelak anak perempuan yang dikubur hidup-hidup akan ditanya.Imam Muslim meriwayatkannya melalui Abu Abdur Rahman Al-Muqri. dari Abdullah

ibnu Yazid, dari Sa'id ibnu Abu Ayyub.Ibnu Majah telah meriwayatkannya pula dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Yahya ibnu Ishaq As-Sulaihini, dari Yahya ibnu Ayyub.

Imam Muslim telah meriwayatkannya pula dan juga Abu Daud, Turmuzi, danNasai melalui hadis Malik ibnu Anas; ketiga-tiganya dari Abul Aswad dengan sanad yang sama.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدي، عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ يَزِيدَ الجُعْفي قَالَ: انطلقتُ أَنَا وَأَخِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمَّنَا مُلَيْكَةَ كَانَتْ تَصل الرَّحِمَ وَتُقِرِّي الضَّيْفَ، وَتَفْعَلُ [وَتَفْعَلُ] هَلَكَتْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَهَلْ ذَلِكَ نَافِعُهَا شَيْئًا؟ قَالَ: "لَا". قُلْنَا: فَإِنَّهَا كَانَتْ وَأَدَتْ أُخْتًا لَنَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَهَلْ ذَلِكَ نافعُها شَيْئًا؟ قَالَ: "الوائدةُ والموءودةُ فِي النَّارِ، إِلَّا أَنْ يدركَ الوائدةَ الإسلامُ، فَيَعْفُوَ اللَّهُ عَنْهَا"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kapada kami Ibnu 'Adiy, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Salamah ibnu,Yazid Al-Ju'fi yang mengatakan bahwa aku dan saudaraku berangkat

menemui Rasulullah, lalu kami bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu kami yang bernama Mulaikah, dia adalah seorang wanita yang gemar bersilaturahmi dan menghormati tamu, juga melakukan hal-hal lainnya.

Dia telah meninggal dunia di masa Jahiliah, maka apakah amal perbuatan kebaikannya itu dapat memberikan sesuatu manfaat bagi dirinya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak."

Kami bertanya, "Sesungguhnya dia dahulu pernah mengubur hidup-hidup saudara perempuan kami yang baru lahir di masa Jahiliah, apakah hal itu dapat memberi sesuatu manfaat baginya?"

(Kalau tidak salah, si penanya dan saudaranya itu baru saja masuk Islam dan belum mengetahui Islam secara mendalam)." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Wanita yang mengubur anak perempuannya hidup-hidupdan anak perempuan yang dikuburnya hidup-hidup

kedua-duanya dimasukkan ke dalam neraka, terkecuali jika perempuan yang menguburnya menemui masa Islam (lalu masuk Islam), maka Allah memaafkan perbuatannya.Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui Daud ibnu Abu Hindun dengan sanad yang sama.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَانٍ الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ عَلْقَمَةَ وَأَبِي الْأَحْوَصِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْوَائِدَةُ وَالْمَوْءُودَةُ فِي النَّارِ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq dari Alqamah dan Abul Ahwas, dari

Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Wanita yang mengubur anak perempuannya hidup-hidup dan anak perempuan yang dikuburnya kedua-duanya di dalam neraka.


قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ الْأَزْرَقُ، أَخْبَرَنَا عَوْفٌ، حَدَّثَتْنِي حَسْنَاءُ ابْنَةُ مُعَاوِيَةَ الصُّرَيمية، عَنْ عَمِّهَا قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ: "النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ وَالشَّهِيدُ فِي الْجَنَّةِ وَالْمَوْلُودُ فِي الْجَنَّةِ وَالْمَوْءُودَةُ فِي الْجَنَّةِ"


Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ishaq Al-Azraq, telah menceritakan kepada kami Auf, telah menceritakan kepadaku Khansa binti Mu'awiyah As-Sarimiyyah, dari pamannya yang telah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.,

"Wahai Rasulullah, siapa sajakah orang yang masuk surga itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Nabi masuk surga, orang yang mati syahid masuk surga, bayi laki-laki masuk surga, dan bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup masuk surga.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا قُرَّةُ قَالَ: سَمِعْتُ الْحَسَنَ يَقُولُ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ: "الْمَوْءُودَةُ فِي الْجَنَّةِ".


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Qurrah, bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan mengatakan bahwa pernah ditanyakan kepada Rasulullah Saw.

tentang siapa saja orang yang masuk surga? menjawab: Bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup masuk surga.Hadis ini mursal dan termasuk di antara hadis-hadis mursal Al-Hasan di antara ahli hadis ada yang mau menerimanya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Abdullah Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar Al-Adani, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Aban,

dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, anak-anak kaum musyrik berada di dalam surga; maka barang siapa yang mengira bahwa mereka di dalam neraka, sesungguhnya dia dusta.

Allah Swt. telah berfirman: apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh. (At-Takwir: 8-9)Ibnu Abbas mengatakan bahwa mau’udah ialah bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup.


قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ سمَاك بْنُ حَرْبٍ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي قَوْلِهِ: {وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ [بأَيّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ]} ، قَالَ: جَاءَ قَيْسُ بْنُ عَاصِمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي وَأَدْتُ بَنَاتٍ لِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ: "أَعْتِقْ عَنْ كُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ رَقَبَةً". قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي صَاحِبُ إِبِلٍ؟ قَالَ: "فَانْحَرْ عَنْ كُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ بَدَنَةً".


Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak ibnu Harb, dari An-Nu'man ibnu Basyir, dari Umar ibnul Khattab sehubungan dengan makna firman-Nya:

apabila bayi-bayi perempuan yang dikiibur hidup-hidup ditanya. (At-Takwir: 8) Bahwa Qais ibnu Asim datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah,

sesungguhnya aku pernah mengubur hidup-hidup beberapa bayi perempuanku di masa Jahiliah." Rasulullah Saw. menjawab: Merdekakanlah seorang budak untuk tiap anak perempuan yang engkau kubur hidup-hidup itu.

Qais ibnu Asim berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah pemilik ternak unta." Rasulullah Saw. menjawab: Sembelihlah seekor unta budnah untuk setiap orang dari mereka

Al-Hafiz Abu Bakar Al-qazzar mengatakan Bahwa Abdur Razzaq dalam sanad hadis ini masih diperselisihkan, karena sesungguhnya dia tidak mencatat hadis ini melainkan dari

Al-Husain ibnu Mahdi, lalu dari Israil. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan pula hadis ini, untuk itu ia mengatakan bahwa:


أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الظَّهْرَانِيُّ -فِيمَا كَتَبَ إِلَيَّ-قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ فَذَكَرَهُ بِإِسْنَادِهِ مِثْلَهُ، إِلَّا أَنَّهُ قَالَ: "وَأَدْتُ ثَمَانِ بَنَاتٍ لِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ". وَقَالَ فِي آخِرِهِ: "فَأَهْدِ إِنْ شِئْتَ عَنْ كُلِّ وَاحِدَةٍ بَدَنَةً"


telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Az-Zahrani melalui surat yang ditujukannya kepadaku, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, lalu disebutkan hadis yang semisal dengan sanad yang sama, hanya saja

dalam riwayat ini disebutkan bahwa Qais ibnu Asim mengatakan, "Aku telah mengubur hidup-hidup delapan bayi perempuanku di masa Jahiliah." Maka Rasulullah Saw.menjawab di akhir kalimatnya:

Sembelihlah jika engkau suka seekor unta budnah untuk tiap bayi yang telah engkau kubur hidup-hidup itu.


ثُمَّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَجَاءٍ، حَدَّثَنَا قَيْسُ بْنُ الرَّبِيعِ، عَنِ الْأَغَرِّ بْنِ الصَّبَّاحِ، عَنْ خَلِيفَةَ بْنِ حُصَين قَالَ: قَدِمَ قَيْسُ بْنُ عَاصِمٍ عَلَى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي وأدتُ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ ابْنَةً لِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ-أَوْ: ثَلَاثَ عَشْرَةَ-قَالَ:" أَعْتِقْ عَدَدَهُنَّ نَسِما". قَالَ: فَأَعْتَقَ عَدَدَهُنَّ نَسَمًا، فَلَمَّا كَانَ فِي الْعَامِ الْمُقْبِلِ جَاءَ بِمِائَةِ نَاقَةٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذِهِ صَدَقَةُ قُومِي عَلَى أَثَرِ مَا صَنَعْتُ بِالْمُسْلِمِينَ. قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ: فَكُنَّا نُرِيحُهَا، وَنُسَمِّيهَا الْقَيْسِيَّةُ


Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja', telah menceritakan kepada kami Qais ibnur Rabi', dari Al-Agar ibnus Sabah, dari Khalifah ibnu Husain

yang mengatakan bahwa Qais ibnu Asim datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah mengubur hidup-hidup dua belas orang bayi perempuanku di masa Jahiliah,"

atau tiga belas bayi perempuannya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Merdekakanlah budak sebanyak bilangan mereka. Lalu Asim ibnu Qais memerdekakan budak-budak

sebanyak bilangan anak-anak perempuannya yang telah ia kubur hidup-hidup di masa Jahiliah. Ketika tahun berikutnya, ia tiba lagi dengan membawa seratus ekor unta, lalu berkata, "Wahai Rasulullah,

inilah sedekah kaumku sebagai kompensasi dari apa yang telah aku lakukan terhadap kaum muslim." Ali ibnu Abu Thalib mengatakan, "Kami merasa senang dengan ternak unta itu dan kami menamainya Qaisiyyah." Firman Allah Swt.:


{وَإِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ}


dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka. (At-Takwir: 10) Ad-Dahhak mengatakan bahwa setiap orang diberi catatan amal perbuatannya, apakah dari sebelah kanannya ataukah dari sebelah kirinya

menurut amal perbuatan masing-masing. Qatadah mengatakan, "Hai anak Adam, engkaulah yang akan memenuhinya dengan catatan amal perbuatanmu, kemudian ditutup, lalu dibeberkan terhadapmu di hari kiamat nanti.

Maka sekarang hendaklah setiap orang merenungkan catatan apakah yang akan dimasukkannya ke dalam lembaran amal perbuatannya itu?"Firman Allah Swt.


{وَإِذَا السَّمَاءُ كُشِطَتْ}


dan apabila langit dilenyapkan. (At-Takwir: 11) Mujahid mengatakan bahwa langit ditarik. As-Saddi mengatakan bahwa langit dibuka. Ad-Dahhak mengatakan bahwa langit disingkapkan, lalu lenyap.Firman Allah Swt.:


{وَإِذَا الْجَحِيمُ سُعِّرَتْ}


dan apabila neraka Jahim dinyalakan. (At-Takwir: 12) As-Saddi mengatakan bahwa neraka Jahim dipanaskan.Qatadah mengatakan dinyalakan, dan ia mengatakan bahwa sesungguhnya yang membuat neraka Jahim menyala tiada lain karena murka Allah terhadap dosa-dosa Bani Adam. Firman Allah Swt.:


{وَإِذَا الْجَنَّةُ أُزْلِفَتْ}


dan apabila surga didekatkan. (At-Takwir: 13) Ad-Dahhak, Abu Malik, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Khaisam menyebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah surga didekatkan kepada para calon penghuninya.

Firman Allah Swt.:


{عَلِمَتْ نَفْسٌ مَا أَحْضَرَتْ}


maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya. (At-Takwir: 14) Dan inilah jawab dari qasam (sumpah) yang telah disebutkan di atas, yakni apabila semua peristiwa tersebut terjadi,

maka saat itulah tiap-tiap diri mengetahui apa yang telah dikerjakannya,karena semuanya telah ditampilkan di hadapannya, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَراً وَما عَمِلَتْ مِنْ سُوءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَها وَبَيْنَهُ أَمَداً بَعِيداً


Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan yang dilakukan(nya) dihadapkan (di mukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh. (Ali Imran: 30) Dan firman Allah Swt.:


يُنَبَّؤُا الْإِنْسانُ يَوْمَئِذٍ بِما قَدَّمَ وَأَخَّرَ


Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. (Al-Qiyamah:13) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku,

telah menceritakan kepada kami Abdah, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mutarrif, dari Zaid ibnu Aslam,

dari ayahnya yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Apabila matahari digulung. (At-Takwir: 1) Ketika sampai pada firman-Nya: maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya. (At-Takwir: 14)

Maka berkatalah Umar, bahwa karena hal inilah maka qasam dilakukan. Atau dengan kata lain, ayat terakhir inilah yang menjadi subjek sumpah.

Surat At-Takwir |81:2|

وَإِذَا النُّجُومُ انْكَدَرَتْ

wa iżan-nujuumungkadarot

dan apabila bintang-bintang berjatuhan,

And when the stars fall, dispersing,

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila bintang-bintang berjatuhan) menukik berjatuhan ke bumi.

Alazhar

"Dan apabila bintang-bintang telah gugur." (ayat 2). Menurut sebuah tafsir yang dirawikan oleh Adh-Dhahhak,

diterimanya dari Ibnu Abbas, akan kejadian bintang-bintang itu gugur dan tempatnya karena bintang-bintang itu laksana kindil-kindil (pelita)

yang tergantung di antara langit dan bumi, diberi rantai dengan Nur, atau cahaya. Dan rantai cahaya itu terpegang di tangan malaikat-malaikat yang terjadi dari Nur pula. Kata riwayat itu,

bila tiupan serunai sangkakala yang pertama telah kedengaran, matilah segala yang bernyawa,

baik di bumi ataupun di semua langit, dan malaikat-malaikat itu pun turut mati sehingga terlepaslah rantai itu dari tangannya,

maka bintang-bintang itu tidak terkendali lagi, sehingga terpentanglah dia ke mana saja.

Ceritera yang demikian sepintas lalu tentu ditolak oleh orang yang tidak percaya kepada yang ghaib. Tetapi apabila disesuaikan dengan penyelidikan ilmu alam yang sejati,

dapatlah kita memahamkannya dipandang dari segi daya tarik-menarik yang mengatur hubungan alam sehingga timbul keseimbangan.

Bila telah goyah yang satu. Niscaya goyahlah pula yang lain, maka berkacaulah perjalanan bintang-bintang.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takwir |81:3|

وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ

wa iżal-jibaalu suyyirot

dan apabila gunung-gunung dihancurkan,

And when the mountains are removed

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila gunung-gunung dihancurkan) dilenyapkan dari muka bumi dan menjadi debu yang beterbangan.

Alazhar

"Dan apabila gunung-gunung telah dihapuskan." (ayat 3). Bumi adalah salah satu daripada bintang-bintang itu.

Kalau berjuta bintang yang lain sudah gugur daripada garis jalannya, tentulah bumi sendiri pun telah masuk dalam kekacauan itu.

Dan gunung-gunung yang ada di bumi pun tudak ada artinya lagi. Dia pun sudah menjadi sama rata dengan bumi.

Di dalam Surat An-Naba’ (Surat 78) yang lalu dibayangkan bahwa gunung-gunung sudah berkeadaan laksana fatamorgana belaka; disangka air padahal bukan air.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takwir |81:4|

وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ

wa iżal-'isyaaru 'uththilat

dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak terurus),

And when full-term she-camels are neglected

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila unta-unta yang bunting) unta-unta yang sedang bunting (ditinggalkan) dibiarkan begitu saja tanpa penggembala atau tanpa diperah susunya, karena mereka disibukkan oleh peristiwa yang dahsyat,

sehingga mereka lupa akan segala-galanya. Sesungguhnya unta yang sedang bunting itu merupakan harta yang paling berharga di kalangan mereka.

Alazhar

"Dan apabila unta-unta bunting telah dibiarkan." (ayat 4). Dengan ayat ini, suasana lebih didekatkan lagi ke dalam masyarakat pada masa ayat mulai diturunkan.

Unta bunting sangatlah manja pada pemeliharaan orang yang empunya. Karena diharapkan pada anaknya yang akan lahir.

Unta bunting adalah mengandung tambahan kekayaan. Bila kiamat telah datang, orang tidak peduli lagi kepada unta bunting yang selama ini dipelihara baik-baik itu.

Gambaran kecil dapat kita lihat pada waktu negeri dalam perang besar dan orang pada mengungsi meninggalkan kampung halamannya, karena melarikan diri dari serbuan musuh. Maka ayam-ayam ternak, kucing,

anjing sampai kepada kambing ternak tidak diperdulikan orang lagi. Semuanya telah tersia-sia, karena orang lari meninggalkan rumahnya,

membawa dan memelihara nyawanya dengan sebungkus pakaian saja. Ini telah kami alami pada permulaan perang ketika Tentara Belanda tidak dapat mempertahankan negeri lagi dari serbuan

tentara Jepang di tahun 1942. Sebab itu maka unta bunting yang dibiarkan tersia-sia adalah lambang dari perasaan gugup dan panik.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takwir |81:5|

وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ

wa iżal-wuḥuusyu ḥusyirot

dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan,

And when the wild beasts are gathered

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan) yakni dikumpulkan sesudah dibangkitkan; dimaksud untuk diadakan pembalasan hukum kisas;

sebagian di antara mereka mengkisas sebagian yang lain, kemudian setelah selesai, menjadi tanah semuanya.

Alazhar

"Dan apabila binatang-binatang buas telah dikumpulkan." (ayat 5). Menurut orang-orang yang berpengalaman dan berpengetahuan tentang keadaan hidup binatang buas di rimba raya, sebagai singa,

gajah, beruang, harimau, kijang, rusa, bison, zirafah, zebra, kambing hutan, orang utan dan lain-lain,

bahwa binatang itu sangatlah tajam perasaannya (intuisi). Bila akan terjadi tanah longsor,

atau huja besar yang akan membawa banjir besar, maka binatang-binatang itu sudah mengerti dengan sendirinya

meskipun manusia belum mengetahui apa yang akan terjadi. Mereka terlebih dahulu akan lari dan lari lagi berbondong,

berboyong, mencari tempat yang mereka rasa lebih aman. Meskipun singa begitu ganas terhadap rusa,

harimau ganas terhadap kambing hutan, serigala buas melihat binatang lain yang jadi buruannya,

namun di saat menghadapi bahaya yang akan menimpa itu, satu dengan yang lain tidak bermusuhan lagi.

Yang buas tidak lagi timbul selera melihat binatang lain yang biasa diburunya.

Maka digambarkanlah di sini bahwa di saat suasana hebat itu binatang-binatang buas itu jadi berkumpul.

Dikumpulkan oleh kedahsyatan hari yang mereka hadapi. "Nasib" telah menyebabkan mereka berkumpul.

Malahan menurut satu tafsir dari Ubai bin Ka'ab: "Binatang buas itu pun menjadi berkumpul dengan manusia.

Bagaimanapun takutnya bertemu dengan manusia selama ini, namun di hari itu mereka jadi mendekati manusia."

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takwir |81:6|

وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ

wa iżal-biḥaaru sujjirot

dan apabila lautan dipanaskan,

And when the seas are filled with flame

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila lautan dinyalakan) lafal ini dapat dibaca Sujjirat, dan Sujirat, artinya dinyalakan sehingga lautan itu menjadi api.

Alazhar

"Dan apabila lautan telah menggelagak." (ayat 6). Menggelagak atau mendidih airnya melimbak keluar saking sangat panasnya,

sehingga menurut satu tafsir dari Adh-Dhahhak dan Mujahid, demikian mendidihnya,

sehingga air di sungai dan danau-danau yang tawar telah dilimbaki oleh air lautan yang mendidih itu.

Ubai bin Ka’ab (salah seorang sahabat Rasulullah SAW) menggambarkan keadaan pada waktu itu demikian: "Adalah enam hari yang hebat sebelum berdiri kiamat itu.

Sedang manusia berhilir mudik di dalam pasar, tiba-tiba padam cahaya matahari dan jelaslah cahaya bintang-bintang;

mereka pun menjadi tercengang dan merasa dahsyat. Sedang mereka terbingung-bingung demikian rupa,

tiba-tiba bintang-bintang itu pun berkisar dari tempatnya dan berjatuhan. Seketika masih terbingung ketakutan,

meluncurlah gunung-gunung merata ke alas bumi; maka bergeraklah bumi, bergoncang dan terbakar,

kemudian menjadi abu semua. Semua menjadi bingung kehilangan akal,

sehingga manusia mencari jin dan jin mencari manusia, dan bercampur-aduklah binatang jinak, binatang liar dan segala serangga dan burung-burung,

menggelombang yang setengah kepada yang setengah; itulah yang dimaksud dengan binatang-binatang buas dikumpulkan.

Lalu berkatalah jin kepada manusia: "Kami akan pergi menyelidiki apa yang terjadi,

tinggallah di sini!" Lalu jin itu pun pergilah menyelami laut. Tetapi mereka segera keluar,

sebab laut sudah menjadi api yang bernyala-nyala," dan seterusnya.

Tentu saja hal ini adalah gambaran terdahulu dari yang akan kejadian kelak kemudian hari yang akan lebih hebat daripada apa yang dilukiskan itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takwir |81:7|

وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ

wa iżan-nufuusu zuwwijat

dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh),

And when the souls are paired

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila ruh-ruh dipertemukan) dengan jasadnya masing-masing.

Alazhar

"Dan apabila diri-diri manusia telah dipasangkan." (ayat 7). Di dalam ayat ini tertulis nufus, kaja jama' dari nafs. Dan nafs itu berarti juga diri manusia.

Yang dikatakan diri manusia itu ialah gabungan di anatara rohnya dengan jasmaninya. Bila dia mati, hilanglah nafsnya itu,

sebab di antara roh dengan jasmani telah berpisah. Kelak kalau kiamat telah datang akan berbunyi serunai sangkakala itu dua kali.

Kali yang pertama mematikan sisa yang masih hidup. Dan kali yang kedua membangkitkan segala yang mati untuk dihidupkan kembali dalam yang lain, yaitu alam akhirat.

Maka dibayangkanlah dalam ayat ini bahwa diri-diri manusia itu, atau nufus itu akan dipasangkan kembali;

Jasmani dipasangkan kembali dengan Rohani, untuk menghadapi hidup yang baru. Yang kita pilih di sini ialah tafsir dari Ikrimah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takwir |81:8|

وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ

wa iżal-mau`uudatu su`ilat

dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya,

And when the girl [who was] buried alive is asked

Tafsir
Jalalain

(Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup) karena takut tercela mempunyai anak perempuan dan takut jatuh miskin (ditanya) untuk menjelek-jelekkan pelakunya.

Alazhar

"Dan apabila anak-anak perempuan yang dikubur hidup-hidup telah diperiksa." (ayat 8). Sebagaimana telah kita maklumi,

dan telah banyak bertemu ayatnya di dalam Al-Qur'an dan telah pula kita uraikan dalam tafsir di juzu'-juzu' yang telah lalu,di zaman jahiliyah orang suka menguburkan anak perempuannya hidup-hidup,

karena berasa malu beroleh anak perempuan, (lihat Juzu' 14, Surat 16, An-Nahl (lebah), ayat 58-59). Maka di hari kiamat kelak ,mereka akan diperiksa.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 8 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takwir |81:9|

بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ

bi`ayyi żambing qutilat

karena dosa apa dia dibunuh?

For what sin she was killed

Tafsir
Jalalain

(Karena dosa apakah dia dibunuh) dibaca Qutilat karena mengisahkan suatu dialog, jawab bayi-bayi perempuan itu; kami dibunuh tanpa dosa.

Alazhar

"Lantaran dosa apa makanya dia dibunuh." (ayat 9). Mereka akan ditanyai gerangan apa sebabnya

maka ayah mereka sampai hati menguburkan mereka kebalik bumi dalam keadaan hidup tentu saja mereka sebagai saksi belaka dari kesalahan perbuatan ayahnya.

Menurut penafsiran Asy-Syihab, makanya pertanyaan dihadapkan kepada yang teraniaya,

yaitu anak perempuan yang dikuburkan hidup-hidup itu sendiri, di hadapan orang yang menganiaya

dan menguburkannya itu ialah supaya lebih terasa berat dan besarnya dosa yang telah diperbuatnya.

Akan terasa sendirilah kepadanya bahwa bukanlah anak yang ditanya itu yang akan dapat menjawab pertanyaan itu

karena bukan dia yang bersalah, melainkan dirinya sebagai pembunuhlah yang mesti dihukum berat.

Menurut Asy-Syihab cara yang seperti ini namanya ialah istidraj, yaitu membawa bicara kepada suatu suasana yang si bersalah merasakan sendiri kesalahannya,

dengan mengaturkan pertanyaan terlebih dahulu kepada yang tidak bersalah. Menurut As-Sayuthi: "Ayat-ayat ini menggambarkan betapa nian berat dosanya menguburkan anak perempuan hidup-hidup itu."

Ad-Darimi meriwayatkan di dalam Masnadnya bahwa pada suatu hari seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah SAW

menceriterakan betapa dahsyat perbuatannya di zaman Jahiliyah. Katanya: "Ya Rasul Allah! Di zaman jahiliyah kami ini penyembah berhala dan tega hati membunuh anak kami.

Aku sendiri mempunyai seorang anak perempuan. Setelah dia mulai gadis kecil, dia gembira dan lucu,

suka sekali bila kupanggil. Suatu hari dia kupanggil, dia pun datang. Aku bawa, dia pun menurut.

Lalu aku bawa kepada sebuah sumur tua kepunyaan kaum kami yang tidak begitu jauh dari kediaman kami.

Lalu aku bawa dia ke pinggir sumur itu akan melihat ke dalamnya. Setelah kepalanya terjulur ke dalam,

terus aku angkat kedua kakinya dan aku lemparkan dia ke dalam. Ketika dia akan aku tinggalkan masih kedengaran dia memanggil-manggil: "Ayah, Ayah!"

Mendengar ceriteranya itu dengan tidak disadari titiklah air mata Rasulullah. Lalu berkatalah salah seorang yang turut duduk dalam majlis itu: "Sudahlah! Engkau telah membuat Rasululllah bersedih hati!"

Lalu Rasulullah SAW bersabda: "Biarkan dia! Dia menceriterakan hal itu ialah karena tekanan batinnya yang mendalam jua." Lalu Rasulullah bersabda pula kepada orang itu: "Lanjutkanlah ceriteramu itu.

" Maka orang itu pun melanjutkan ceriteranya kembali dan Rasulullah SAW pun kembali pula dengan tidak disadari menitikkan air mata lebih banyak dari yang tadi.

Dan orang itu pun kelihatan sekali sedihnya tengah berceritera itu, ternyatalah pada wajahnya penyesalan yang tiada terperikan.

Maka bersabdalah Rasulullah SAW: "Allah telah menghabiskan dosa-dosa zaman jahiliyah itu dengan masukmu

ke dalam Islam. Perbanyaklah amalmu yang baik, moga-moga dosa-dosamu diampuni."

Orang lain pula yang datang kepada Rasulullah mengeluhkan dosa serupa itu di zaman jahiliyah disuruh Rasulullah ganti dengan memerdekakan budak. Karena orang itu kaya.

Ibnu Abbas menceriterakan bahwa di zaman jahiliyah itu ada orang yang segera menggali lobang di sekitar rumahnya kalau isterinya telah menyatakan sakit akan beranak.

Disuruhnya isterinya itu melahirkan anak di muka lobang itu. Kalau ternyata perempuan, langsung lancarkan saja masuk lobang dan segera ditimbuni.

Tetapi ada juga di zaman jahiliyah itu orang yang tidak menyukai dan sangat benci kepada kebiasaan yang sangat buruk itu.

Yang amat terkenal ialah seorang pemuka Bani Tamim bernama Sha'sha'ah bin Najiyah bin 'Iqaal.

Kalau dia tahu ada orang yang bermaksud berbuat begitu dengan anak perempuannya,

diterimanya orang itu dan ditebusnya anak orang itu dengan hartabendanya sendiri. Sehingga tersebutlah di dalam sejarah bahwa sampai beratus gadis-gadis kecil yang beliau tebus,

beliau bayar kepada ayahnya itu, dan anak itu diambilnya anak dan dipeliharanya.

Sehingga seorang penyair Arab ternama, Farazdaq bin Ghalib, cucu keturunan dari Sha'sha'ah ini menjadikan perbuatan neneknya itu

suatu kemegahan bagi kaumnya dan dipujanya dengan syi'ir. Menurut riwayat Abu 'Ubaidah,

seketika kabilah-kabilah Arab berbondong mengirim utusan menghadap Rasulullah menyatakan ketundukkan dan kesetiaan,

maka dalam perutusan Bani Tamim masuklah Sha'sha'ah yang sangat menantang kebiasaan menguburkan anak perempuan itu.

Rasulullah menghormatinya dengan baik dan beliau mengetahui kelebihan orang ini di zaman jahiliyah.

Maka setelah duduk di hadapan beliau, berharaplah Sha'sha'ah agar Rasululullah SAW berkenan memberinya nasihat: "Aushini, ya Rasul Allah, bi abi anta wa ummi!"

Berilah aku nasihat, ya Rasul Allah, demi ayah dan ibuku! Lalu Rasul Allah memberinya nasihat:

"Bersikap baiklah kepada ibu engkau dan ayah engkau, kepada saudara perempuan engkau dan saudara laki-laki engkau,

dan seterusnya kepada yang lain menurut urutan pendekatannya dengan engkau!"Sedikit lagi beri aku nasihat, ya Rasul Allah!" Katanya pula.

Maka bersabdalah beliau: "Jagalah yang di bawah jenggot engkau dan yang di antara kedua kaki engkau." (Artinya jagalah kehormatan!).

Lalu Rasulullah bertanya pula kepadanya: "Cobalah ceriterakan kepadaku apa yang pernah engkau perbuat di zaman jahiliyah itu!"

Lalu Sha'sha'ah memulai berceritera: "Ya Rasul Allah! Aku lihat di waktu itu orang berbondong saja tidak ada tujuan,

dan aku sendiri tidak tahu manakah yang benar. Tetapi hatiku merasa bahwa tidak seorang jua pun menempuh jalan yang betul. Anak perempuan dikuburkan hidup-hidup.

Aku pun yakin dalam hati bahwa perbuatan ini tidak dibolehkan Allah Yang Maha Tinggi.

Maka sekadar tenagaku, aku cobalah mencegah perbuatan itu, lalu aku tebus anak-anak itu jika kulihat orang tuanya telah hendak bertindak."

Setelah Agama Islam datang, dan Nabi Muhammad SAW menunjukkan contoh teladan betapa kasih kepada anak-anak perempuan,

yang beliau tumpahkan kepada Zainab, yang menebus suaminya Abul 'Ash dari tawanan Perang Badar dengan kalung leher ibunya sendiri,

Siti Khadijah dan betapa kemudiannya beliau mendukung cucunya, anak dari Zainab itu ketika di dalam Sakaratil-maut.

Dan betapa pula kasih beliau kepada anaknya Ruqayah dan Ummi Kultsum, yang seketika Ruqayah meninggal sebagi isteri dari Usman bin Affan,

lalu beliau "ganti tikarkan" dengan adiknya Ummi Kultsum itu, sedang Ummi Kultsum pun mati pula tidak betapa lama kemudian,

sampai beliau berkata kepada Usman: "Sayang Usman! Tidak ada lagi anak perempuanku yang akan aku serahkan jadi pengganti yang hilang buatmu!".

Dan betapa pula kasih beliau kepada puterinya Fatimah, yang sampai diraihnya anaknya itu ke dalam pangkuannya tatkala telah dekat beliau menutup mata,

maka semuanya ini menjadikan anggapan masyarakat sahabat-sahabat beliau dan ummatnya seterusnya berbeda kepada anak perempuan, perbedaan siang dengan malam, dengan yang dialami di zaman jahiliyah itu.

Kata Sahibul hikayat, pada suatu hari masuklah sahabat Nabi kita 'Amr bin Al-Ash ke dalam majlis Mu'awiyah bin Abu Sufyan.

Didapatinya beliau sedang duduk dengan anak perempuannya yang masih kecil. Lalu 'Amr bertanya: "Siapa ini, ya Mu'awiyah?

" Mu'awiyah menjawab: "Inilah dia delima hati, kembang permainan mata, wangi-wangian pengobat hidung."

Berkata pula 'Amr: "Jauhkanlah dia!""Mengapa?", tanya Mu'awiyah. Menjawab 'Amr: "Karena dia menyebabkan adanya musuh. Bahaya yang jauh menjadi dekat.

Hidup yang tadinya tenang jadi bergolak. Kebencian yang telah terpendam, tersebab dia timbul kembali.

Maka menjawab Mu'awiyah: "Jangan engkau berkata begitu ya 'Amr! Demi Allah ya 'Amr, apabila badan menderita sakit-sakit,

apabila janazah telah dikelilingi beramai-ramai, atau apabila zaman memburuk nasib,

atau tentara dukacita datang menyerbu bertubi-tubi, tak ada obat hati pelarai demam yang melebihi sejuknya

daripada barutan tangan halusnya anak perempuan. Kau boleh saksikan sendiri 'Amr seorang khaal (saudara laki-laki ibu,

atau mamak menurut bahasa Minangkabau) merasa tenteram dirawat oleh kemenakannya perempuan, dan seorang nenek diobat hari tuanya oleh cucu perempuannya."

Termenung 'Amr bin Al-Ash mendengarkan susunan kata Mu'awiyah itu.

Akhirnya dia berkata: "Tadinya tak ada di muka bumi ini yang paling tidak aku senangi, melainkan merekalah.

Tetapi setelah mendengar katamu itu maka mereka pulalah yang paling aku sayangi di muka bumi ini."

Maka terkenanglah kita akan suatu ceritera lagi, bahwa seketika salah seorang anak perempuannya yang berempat itu, Zainab,

Ruqayah, Ummi Kultsum dan Fatimah Az-Zahraa' masih kecil digendong dipangku oleh Rasulullah SAW.

Lalu ada orang bertanya, bagaimana perasaan beliau ketika itu. Lalu beliau jawab: "Dia adalah kembang yang wangi; kita cium dia. Dan dikurniakan Allah kepada keluarganya."

Maka tepatlah apa yang dikatakan oleh Ustadzul-Imam Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsir Juzu' Ammanya seketika menafsirkan ayat ini:

"Cobalah perhatikan bagaimana kejam dan kesatnya hati orang-orang ini. Sampai hati mereka membunuh anak-anak gadisnya yang tak berdosa, cuma karena takut akan miskin dan menderita malu;

dan semuanya itu bertukar dengan kasih dan sayang, dan sikap yang lemah lembut, setelah orang Arab menerima Islam.

Alangkah besarnya nikmat Islam atas perikemanusiaan seluruhnya dengan hapusnya adat yang sangat buruk dan keji ini.".

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 9 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takwir |81:10|

وَإِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ

wa iżash-shuḥufu nusyirot

Dan apabila lembaran-lembaran (catatan amal) telah dibuka lebar-lebar,

And when the pages are made public

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila catatan-catatan) yakni, catatan-catatan amal perbuatan (dibuka) dapat dibaca Nusyirat dan Nusysyirat; artinya dibuka dan dibeberkan.

Alazhar

"Dan apabila catatan-catatan amal telah dibentangkan." (ayat 10). Catatan amal, yang dinamai dalam ayat ini shuhuf, kata jama' dari shahifah,

artinya ialah gulungan-gulungan kertas yang di sana telah dicatat apa saja yang dikerjakan manusia di dunia ini,

dengan tidak ada satu pun yang ketinggalan. Sebab Malaikat Raqib dan 'Atid, (Surat 50, Qaaf ayat 18), dan malaikat-malaikat penulis yang mulia-mulia (Surat 82, Al-Infithaar ayat 11)

telah menuliskan semua dengan cermat dan jimat sehingga tak dapat mengelakkan diri lagi untuk mengingkari suatu amal-amal perbuatannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 10 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takwir |81:11|

وَإِذَا السَّمَاءُ كُشِطَتْ

wa iżas-samaaa`u kusyithot

dan apabila langit dilenyapkan,

And when the sky is stripped away

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila langit dilenyapkan) yakni dicabut dari tempatnya sebagaimana dicabutnya kulit domba.

Alazhar

"Dan apabila langit telah dicabut." (ayat 11). Langit dicabut, ialah laksana mencabut kulit kambing dari seluruh badannya.

Sebab itu dapat juga dipakai kata-kata lain, yaitu dikupas. Maka dicabut atau dikupas atau direnggutkan langit itu dari tempatnya.

Niscaya dengan sekaligus semuanya terjadi apabila matahari telah digulung dan bintang-bintang telah terlepas dari "rantai" cahaya yang mengikatnya.Betapa Dashyatnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 11 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takwir |81:12|

وَإِذَا الْجَحِيمُ سُعِّرَتْ

wa iżal-jaḥiimu su''irot

dan apabila Neraka Jahim dinyalakan,

And when Hellfire is set ablaze

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila Jahim) yaitu neraka (dinyalakan) apinya dibesarkan; dapat dibaca Su''irat dan Su'irat.

Alazhar

"Dan apabila neraka telah dinyalakan." (ayat 12). Karena telah mulai disediakan untuk menampung manusia-manusia yang akan menerima azab siksaannya.

Menurut Qatadah yang menyalakan api neraka itu pertama ialah dosa-dosa Anak Adam, kedua ialah murka Ilahi

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 12 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takwir |81:13|

وَإِذَا الْجَنَّةُ أُزْلِفَتْ

wa iżal-jannatu uzlifat

dan apabila surga didekatkan,

And when Paradise is brought near,

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila surga didekatkan) didekatkan dan diperlihatkan kepada calon-calon penghuninya supaya mereka masuk ke dalamnya. Jawab dari Idzaa pada awal surat ini beserta lafal-lafal lainnya yang di'athafkan kepadanya ialah:

Alazhar

"Dan apabila syurga telah dihampirkan." (ayat 13). Untuk menunggu menanti kedatangan orang-orang

yang di kala hidupnya telah memenuhi hidup itu dengan takwa serta dengan sabar dan iman melakukan suruhan Tuhan.

Lalu kepayahannya di kala hidup dalam menegakkan kehendak Ilahi itu mendapat balasan yang setimpal, sehingga syurga itu diperdekat kepadanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 13 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takwir |81:14|

عَلِمَتْ نَفْسٌ مَا أَحْضَرَتْ

'alimat nafsum maaa aḥdhorot

setiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya.

A soul will [then] know what it has brought [with it].

Tafsir
Jalalain

(Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui) artinya setiap jiwa akan mengetahui waktu terjadinya hal-hal tersebut, yaitu hari kiamat (apa yang telah dikerjakannya) yaitu perbuatan baik dan perbuatan buruknya.

Alazhar

"Akan tahulah tiap-tiap diri, apa amal yang sudah disediakan." (ayat 14). Pendeknya betapa pun goncang hati tiap-tiap manusia sejak kelihatan matahari digulung, bintang-bintang berguguran,

gunung-gunung terhapus dan lain-lain tanda kiamat itu, namun yang bergoncang tak tentu hadap hanyalah orang yang kufur jua.

Adapun orang yang telah mantap hidupnya karena amalnya yang baik, tidaklah dia akan bimbang,

karena hatinya tidaklah terikat kepada dunia fana ini. Betapa pun besar, hebat dan dahsyat hari itu,

sama sekali itu akan berujung dengan penyelesaian jua dan dia telah menyediakan hidupnya sejak semula buat menghadapi semuanya itu. Bertambah maju sekarang ini pengetahuan manusia tentang alam ini,

bertambah mendekatlah hasil ilmu pengetahuan itu kepada pintu iman. Hasil ilmu pengetahuan telah sampai kepada meyakinkan bahwa suatu waktu kiamat itu pasti akan terjadi.

Sedangkan pengetahuan manusia yang telah sampai kepada mengetahui rahasia yang dahsyat daripada atom

dan betapa besar tenaga yang tersimpan di dalamnya telah menimbulkan rasa takut dan cemas manusia akan terjadinya kiamat.

Padahal tenaga bom-bom nuklir itu barulah di atas bumi ini saja, belum berarti jika dibandingkan dengan tenaga atom yang meliputi alam yang lain.

Lebih dahsyat lagi jika diingat bahwa dengan bom nuklir manusia semuanya bisa mati. Tetapi ada lagi lain kekuatan yang ilmu pengetahuan manusia belum lagi sampai kesana,

yaitu sesuatu tenaga lagi -yang bila dilepaskan oleh Allah- Orang yang mati akan dihidupkan kembali. Itulah rahasia-rahasia kiamat!.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 14 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat At-Takwir |81:15|

فَلَا أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ

fa laaa uqsimu bil-khunnas

Aku bersumpah demi bintang-bintang,

So I swear by the retreating stars -

Tafsir
Jalalain

(Sungguh, Aku bersumpah) huruf Laa di sini adalah huruf Zaidah (dengan bintang-bintang)

Alazhar

SUMPAH Kemuliaan Utusan Allah: Jibril dan Muhammad SAW."Maka bersumpahlah Aku." (pangkal ayat 15).

Tertulis dalam aslinya Falaa uqsimu, yang kalau diartikan secara harfiyah saja ialah: "Maka tidaklah aku hendak bersumpah.

" Padahal yang dimaksud ialah bersumpah. Maka tidaklah ada ahli tafsir sejak zaman sahabat-sahabat Rasulullah

sampai di belakangnya yang mengartikan menurut yang tertulis, melainkan menurut maksud yang tersembunyi,

yaitu Allah bersumpah: "Demi bintang-bintang yang timbul tenggelam." (ujung ayat 15). Bintang-bintang yang timbul tenggelam yang senantiasa kelihatan itu,

yang disebut bintang-bintang keluarga matahari (satelit) yang terbesar ialah lima, yaitu: Zuhal, Musytari, Utharid, Marikh dan Zuhrah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 15 |

Tafsir ayat 15-29

Imam Muslim di dalam kitab sahihnya dan Imam Nasai dalam tafsir ayat ini telah meriwayatkan melalui hadis Mis'ar ibnu Kidam, dari Al-Walid ibnu Sari', dari Amr ibnu Hurayyis

yang mengatakanbahwa ia pernah salat di belakang Nabi Saw., yaitu salat Subuh. Lalu ia mendengar beliau membaca firman-Nya: Sungguh. Aku bersumpah dengan bintang-bintang. yang beredar dan terbenam,

demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. (At-Takwir: 15-18) Imam Nasai telah meriwayatkan dari Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah,

dari Al-Hajjaj ibnu Asim, dari Abul Aswad, dari Amr ibnu Hurayyis dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur As-Sauri, dari Abi Ishaq, dari seorang lelaki,

dari Murad, dari Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16) Ali mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah

bintang-bintang yang tenggelam di saat siang hari dan di malam hari kelihatan. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far,

telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak ibnu Harb yang mendengar dari Khalid ibnu Ur'urah, bahwa ia pernah mendengar Ali ditanya mengenai makna ayat ini, lalu Ali menjawab,

"Makna yang dimaksud ialah bintang-bintang yang tenggelam di siang hari dan kelihatan di malam hari. Telah menceritakan pula kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Israil, dari Sammak,

dari Khalid, dari Ali yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah bintang-bintang. Sanad asar ini jayyid lagi sahih sampai kepada Khalid ibnu Ur'urah As-Sahmi Al-Kufi. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa dia

meriwayatkan dari Ali dan Sammak serta Al-Qasim ibnu Auf Asy-Syaibani mengambil riwayat dari Khalid ibnu Ur'urah; tetapi Abu Hatim Ar-Razi tidak menyebutkan baik jarh-nya.

maupun ta'dil-nya (yakni predikatnya dalam periwayatan hadis); hanya Allah-lah. Yang Maha Mengetahui.Yunus telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Al-Haris, dari Ali, bahwa yang dimaksud adalah bintang-bintang;

demikianlah menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya,

bahwa yang dimaksud adalah bintang-bintang.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Hauzah ibnu Khalifah, telah menceritakan kepada kami Auf,

dari Bakr ibnu Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16)Bahwa makna yang dimaksud ialah bintang-bintang yang gemerlapan

yang beredar ke arah timur.Sebagian imam mengatakan bahwa sesungguhnya bintang-bintang itu dinamakan khunnas mengingat saat terbitnya, kemudian saat beredar di falaknya dinamakan jawarin,

sedangkan di saat tenggelamnya dinamakan kunnas. Ini diambil dari kata-kata orang Arab.”Awazzabyuila kinasihi" Dikatakan demikian apabila menjangan itu masuk ke dalam sarangnya.Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim,

bahwa Abdullah pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang. (Al-Takwir: 15) Bahwa yang dimaksud dengan kunnas ialah sapi liar alias menjangan.

Hal yang sama dikatakan oleh As-Sauri, dari Abi Ishaq, dari Abu Maisarah dari Abdulah sehubungan dengan makna firman-Nya:Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16)

Abdullah bertanya, "Apakah makna yang dimaksud. hai Umar? Menurutku makna yang dimaksud adalah sapi.'" Umar menjawab 'Saya pun berpendapat sama.'" Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Yunus, dari Abu Ishaq' dari ayahnya.

Abu Daud At-Tayalisi telah meriwayatkan dari Ami; dari ayahnya, dari Sa'id ibnu .lubair, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al jawaril kunnasi ialah sapi yang bersembunyi di bawah naungan.

Hal yang sama dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah menjangan. Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa'id. Mujahid, dan Ad-Dahhak.

Abusy Sya'sa alias Jabir ibnu Zaid mengatakan menjangan dan sapi.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim.

telah menceritakan kepada kami Mugirah. dari Ibrahim dan Mujahid, bahwa keduanya saling menalarkan ayat berikut, yaitu firman Allah Swt.: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16)

Ibrahim berkata kepada Mujahid, "Katakanlah pendapatmu sesuai dengan apa yang pernah engkau dengar." Mujahid mengatakan, "Kami pernah mendengar sesuatu tentang maknanya, tetapi orang-orang mengatakan bahwa

makna yang dimaksud adalah bintang-bintang." Ibrahim berkata menegaskan, "Lalu bagaimanakah dengan pendapatmu? Katakanlah sesuai dengan berita yang engkau pernah dengar." Mujahid mengatakan,

"Kami mendengar bahwa makna yang dimaksud darinya adalah sapi liar saat bersembunyi di dalam sarangnya.”Maka Ibrahim berkata, "Kalau begitu, mereka benar-benar telah berdusta terhadapku dalam hal ini. Mereka telah

meriwayatkan dari Ali, bahwa makna yang dimaksud ialah menyembunyikan bagian yang bawah dengan bagian'yang atas dan sebaliknya. Ibnu Jarir bersikap diam sehubungan dengan makna yang dimaksud dari firman-Nya:

bintang-bintang yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16) apakah yang dimaksud adalah bintang-bintang ataukah menjangan alias sapi liar. Dan ia hanya mengatakan bahwa bisa saja kedua-duanya merupakan makna yang dimaksud. Firman Allah Swt:


{وَاللَّيْلِ إِذَا عَسْعَسَ}


demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 17)Sehubungan dengan makna ayat ini ada dua pendapat. Salah satunya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah

saat tibanya malam hari dengan kegelapannya. Mujahid mengatakan, apabila telah gelap. Sa'id ibnu Jubair mengatakan, apabila muncul. Menurut Al-Hasan Al-Basri, artinya apabila malam menutupi manusia.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Atiyyah Al-Aufi. Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 17)

Yakni apabila berpaling; hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, dan Ad-Dahhak. Dan hal yang sama telah dikatakan oleh Zaid ibnu Aslam dan anaknya (yaitu Abdur Rahman),

bahwa firman-Nya: apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 17) Yaitu apabila berpaling dan pergi.Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah,

dari Abul Buhturi; ia pernah mendengar Abu Abdur Rahman As-Sulami mengatakan bahwa Ali r.a. keluar kepada kami ketika salat Subuh diiqamahkan, lalu ia bertanya,"Kemanakah orang-orang yang bertanya tentang witir?"

'demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. ' (At-Takwir: 17-18)?" Hal tersebut (witir) bila dilakukan saat malam hendak meninggalkan

gelapnya adalah lebih baik.Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya: apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 1 7) Maksudnya, apabila berpaling.

Demikian itu karena pada firman selanjutnya disebutkan: dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. (At-Takwir: 18) Yakni mulai terang suasananya. Lalu Ibnu Jarir berpegangan kepada perkataan seorang penyair dalam salah satu bait syairnya yang mengatakan:


حَتَّى إِذَا الصُّبْحُ لَهُ تَنَفَّسَا ... وَانَجَابَ عَنْهَا لَيْلُهَا وَعَسْعَسَا


Hingga apabila subuh mulai menyingsingkan cahayanya yang mengusir kegelapan malam secara berangsur-angsur. Yaitu bila malam pergi. Menurut hemat saya. makna yang dimaksud oleh firman-Nya:

apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 17) Adalah kebalikannya, yaitu apabila malam tiba sekalipun kata ini dapat pula dipakai untuk menunjukkan pengertian pergi, tetapi makna datang dalam ayat ini lebih sesuai.

Seakan-akan Allah bersumpah dengan malam hari dan kegelapannya bila tiba. dan dengan fajar dan sinarnya bila mulai menyingsing. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:


وَاللَّيْلِ إِذا يَغْشى وَالنَّهارِ إِذا تَجَلَّى


Demi malam apabila menutupi (cahaya siang) dan siang apabila terang benderang. (Al-Lail: 1-2)


وَالضُّحى وَاللَّيْلِ إِذا سَجى


Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi. (Adh-Dhuha: 1-2) Dan firman Allah Swt:


فالِقُ الْإِصْباحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَناً


Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat. (Al-An'am: 96) Dan masih banyak ayat lainnya yang semakna. Kebanyakan ulama Usul mengatakan bahwa lafaz 'as'asa dipakai untuk menunjukkan makna

datang atau pergi dan menganggapnya sebagai lafaz yang musytarak (satu lafaz yang mempunyai dua arti yang berlawanan).'Karena itulah maka dapat dibenarkan bila masing-masing dari keduanya dianggap sebagai

makna yang dimaksud. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Ibnu Jarir mengatakan bahwa sebagian ulama yang ahli dalam bahasa Arab menduga bahwa lafaz 'as 'asa

artinya mendekati permulaannya dan mulai gelap. Al-Farra mengatakan bahwa Abul Bilad seorang ahli Nahwu mengutip sebuah bait syair yang mengatakan:


عسعس حتى لو يشا ادَّنَا ... كَانَ لَهُ مِنِ ضَوْئِهِ مَقْبِسُ


Malam telah tiba, hingga manakala dia menghendaki saat mendekat, maka akan terbersit sinar dari cahayanya. Al-Farra mengatakan bahwa mereka mengira bait syair ini adalah buatan semata.Firman Allah Swt:


{وَالصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ}


dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. (At-Takwir: 18) Ad-Dahhak mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah apabila terbit. Qatadah mengatakan, apabila mulai bersinar dan tiba. Sa'id ibnu Jubair

mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah apabila mulai muncul; pendapat ini diriwayatkan dari Ali r.a. Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sinar mentari apabila mulai kelihatan. Firman Allah Swt.:


{إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ}


sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril). (At-Takwir: 19)Yakni sesungguhnya Al-Qur'an yang mulia ini benar-benar disampaikan oleh malaikat yang mulia,

terhormat, berakhlak baik, lagi indah penampilannya; dialah Jibril a.s. Ibnu Abbas, Asy-Sya'bi, Maimun ibnu Mahran, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, Ad-Dahhak,

serta lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mempunyai kekuatan. (At-Takwir: 20) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:


عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوى ذُو مِرَّةٍ


yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, yang mempunyai akal yang cerdas. (An-Najm: 5-6) Yaitu kuat penampilannya lagi kuat pukulan dan perbuatannya.


{عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ}


yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai 'Arasy. (At-Takwir: 20)Dia mempunyai kedudukan dan pangkat yang tinggi di sisi Allah Swt. Abu Saleh telah mengatakan sehubungan dengan

makna firman-Nya: yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy. (At-Takwir: 20) Jibril dapat memasuki tujuh puluh lapis tirai cahaya tanpa izin.


{مُطَاعٍ ثَمَّ}


yang ditaati di sana. (At-Takwir: 21)Yakni dia dipengaruhi, didengar kata-katanya, lagi ditaati di alam malaikat. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang ditaati di sana. (At-Takwir: 21)

Yaitu di alam langit. Dengan kata lain, Jibril bukanlah malaikat biasa, melainkan termasuk pemimpin yang dimuliakan di kalangan para malaikat, yang mempunyai peran besar dan dipilih untuk mengemban tugas yang agung ini, yaitu menjadi duta antara Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah Swt:


{أَمِينٍ}


lagi dipercaya. (At-Takwir: 21)Malaikat Jibril mendapat predikat sebagai kepercayaan Allah dari kalangan para malaikat. Ini merupakan suatu penghargaan yang sangat besar, sekaligus menunjukkan bahwa Allah Swt.

menyucikan hamba dan rasul-Nya dari kalangan malaikat —yaitu Jibril a.s.— sebagaimana Dia menyucikan hamba dan Rasul-Nya dari kalangan manusia, yaitu Nabi Muhammad Saw. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:


{وَمَا صَاحِبُكُمْ بِمَجْنُونٍ}


Dan teman kalian (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. (At-Takwir: 22)Asy-Sya'bi, Maimun ibnu Mahran, dan Abu Saleh, serta orang-orang yangtelah disebutkan di atastelah

mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan teman kalian (Muhammad) itu bukanlah sekali-sekali orang yang gila. (At-Takwir: 22) Bahwa yang dimaksud adalah Nabi Muhammad Saw. Firman Allah Swt.:


{وَلَقَدْ رَآهُ بِالأفُقِ الْمُبِينِ}


Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. (At-Takwir: 23)Yakni sesungguhnya Nabi Muhammad Saw. benar-benar telah melihat Jibril yang datang kepadanya membawa wahyu dari Allah Swt. dalam rupa aslinya lengkap dengan enam ratus sayapnya.


{بِالأفُقِ الْمُبِينِ}


di ufuk yang terang. (At-Takwir: 23)Yaitu dengan jelas dan terang. Ini merupakan penglihatan Nabi Saw. kepadanya yang pertama, yaitu saat beliau berada di Lembah Batha. yang hal ini disebutkan oleh firman-Nya:


وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ يَعْنِي وَلَقَدْ رَأَى مُحَمَّدُ جِبْرِيلَ الَّذِي يَأْتِيهِ بِالرِّسَالَةِ عَنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى الصُّورَةِ الَّتِي خَلَقَهُ اللَّهُ عَلَيْهَا لَهُ سِتُّمِائَةُ جَنَاحٍ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ أَيِ الْبَيِّنُ وَهِيَ الرُّؤْيَةُ الْأَوْلَى الَّتِي كَانَتْ بِالْبَطْحَاءِ وَهِيَ الْمَذْكُورَةُ فِي قَوْلِهِ: عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوى ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوى وَهُوَ بِالْأُفُقِ الْأَعْلى ثُمَّ دَنا فَتَدَلَّى فَكانَ قابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنى فَأَوْحى إِلى عَبْدِهِ مَا أَوْحى


yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli, sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi.

Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad)

apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 5-10)Sebagaimana yang telah disebutkan keterangannya dalam tafsir surat An-Najm berikut dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan dia adalah Malaikat Jibril.

Menurut makna lahiriah ayat, surat ini diturunkan sebelum malam Isra, karena di dalamnya tidak disebutkan kecuali hanya penglihatan ini, yaitu penglihatannya yang pertama.

Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Adapun penglihatan beliau kepada Jibril a.s. pada yang kedua kalinya adalah yang disebutkan di dalam firman-Nya:


وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرى عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهى عِنْدَها جَنَّةُ الْمَأْوى إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشى


Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lalu, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril)

ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (An-Najm: 13-16)Maka hal ini hanya disebutkan di dalam surat An-Najm, dan surat An-Najm telah diturunkan sesudah surat Al-Isra. Firman Allah Swt.:


{وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ}


Dan dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang gaib. (At-Takwir: 24)Artinya, Muhammad bukanlah orang yang disangsikan terhadap apa yang diturunkan Allah kepadanya.

Di antara ulama ada yang membacanya dengan memakai dad bukan za sehingga artinya menjadi bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan apa yang diturunkan Allah kepadanya,

bahkan dia menyampaikannya kepada setiap orang.Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan bahwa za-nin dan da-nin mempunyai makna yang sama, yakni dia bukanlah orang yang pendusta dan bukan pula orang yang pendurhaka;

za-nin orang yang diragukan, dan da-nin orang yang kikir. Qatadah mengatakan bahwa pada mulanya Al-Qur'an merupakan hal yang gaib, lalu Allah menurunkannya kepada

Nabi Muhammad. Maka beliau Saw. tidak kikir terhadap manusia, bahkan beliau menyebarkannya, menyampaikannya, dan memberikannya kepada setiap orang yang menghendakinya.

Hal yang sama dikatakan oleh ikrimah dan Ibnu Zaid serta selain keduanya yang bukan hanya seorang; Ibnu Jarir memilih pendapat yang membacanya dengan qiraat dad yakni danin.

Menurut hemat penulis, kedua pendapat (qiraat) sama-sama mutawatir dalilnya, dan maknanya sahih sebagaimana yang telah disebutkan di atas.Firman Allah Swt.:


{وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ}


Dan Al-Qur'an itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk. (At-Takwir: 25)Yaitu Al-Qur'an ini bukanlah dari perkataan setan yang terkutuk. Dengan kata lain,

setan tidak akan mampu membawanya, dan tidak menghendakinya serta tidak layak Al-Qur'an baginya. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:


وَما هُوَ بِقَوْلِ شَيْطانٍ رَجِيمٍ أَيْ وَمَا هَذَا الْقُرْآنُ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ أَيْ لَا يَقْدِرُ عَلَى حَمْلِهِ وَلَا يُرِيدُهُ وَلَا يَنْبَغِي له كما قال تعالى: وَما تَنَزَّلَتْ بِهِ الشَّياطِينُ وَما يَنْبَغِي لَهُمْ وَما يَسْتَطِيعُونَ إِنَّهُمْ عَنِ السَّمْعِ لَمَعْزُولُونَ


Dan Al-Qur'an itu bukanlah dibawa turun oleh setan-setan. Dan tidaklah patut mereka membawa turun Al-Qur’an itu, dan mereka pun tidak akan kuasa. Sesungguhnya mereka benar-benar dijauhkan dari mendengar Al-Qur'an itu. (Asy-Syu'ara: 210-212)Adapun firman Allah Swt.:


{فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ}


maka ke manakah kalian akan pergi? (At-Takwir: 26)Yakni dipergunakan untuk apa akal kamu bila kamu mendustakan Al-Qur'an ini, padahal Al-Qur'an begitu jelas, terang, dan gamblang bahwa ia benar dari sisi Allah Swt.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakar As-Siddiq r.a. kepada delegasi Bani Hanifah, ketika mereka datang dalam keadaan telah masuk Islam. Lalu Abu Bakar r.a. memerintahkan kepada mereka untuk membacakan sesuatu

dari bacaan Musailamah Al-Kazzab yang sangat kacau lagi melindur itu. Setelah hal itu dibacakan kepada Abu Bakar r.a., maka Abu Bakar r.a. berkata, "Celakalah kalian, ditaruh dimanakah akal sehat kalian? Demi Allah, sesungguhnya

ucapan itu bukanlah datang dari Tuhan."Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka ke manakah kalian akan pergi. (At-Takwir: 26) setelah meninggalkan Kitabullah dan ketaatannya kepada-Nya? Firman Allah Swt.:


{إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ}


Al-Qur'an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam (At-Takwir: 27)Artinya, Al-Qur'an ini merupakan peringatan bagi semua manusia agar mereka menjadi ingat karenanya dan mengambil pelajaran darinya.


{لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ}


(yaitu) bagi siapa di antara kalian yang man menempuh jalan yang lurus. (At-Takwir: 28)Yaitu bagi siapa yang menginginkan petunjuk. hendaklah ia berpegang kepada Al-Qur'an ini, karena sesungguhnya Al-Qur'an merupakan juru selamat dan pemberi petunjuk baginya tiada petunjuk selain dari Al-Qur'an.


{وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}


Dan kalian tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (At-Takwlr: 29)Yakni kehendak untuk itu bukan berada di tangan kalian, melainkan ada di tangan kekuasaan-Nya.

Maka barang siapa yang Dia kehendaki mendapat petunjuk, niscaya ia mendapatkannya: dan barang siapa yang Dia kehendaki sesat, niscaya dia tersesat darinya.Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari

Sa'id ibnu Abdul Azizdari Sulaiman ibnu Musa yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan. yaitu firman Allah Swt.: bagi siapa di antara kalian yang mau menempuh jalan yang lurus. (At-Takwir: 28)

Maka Abu Jahal berkata, "Segala sesuatunya terserah kita. Jika kita mau menempuh jalan yang lurus, tentulah kita akan lurus: dan jika kita menghendaki bukan jalan yang lurus, maka tentulah kita tidak akan lurus.'"

Lalu Allah Swt. menurunkan firman selanjutnya, yaitu: Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (At-Takwir: 29).

Surat At-Takwir |81:16|

الْجَوَارِ الْكُنَّسِ

al-jawaaril-kunnas

yang beredar dan terbenam,

Those that run [their courses] and disappear -

Tafsir
Jalalain

(yang beredar dan yang terbenam) yang dimaksud adalah bintang-bintang yang lima, yaitu: Uranus, Yupiter, Mars, Venus dan Pluto.

Takhnusu artinya kembali beredar pada garis edarnya ke belakang, terlihat bintang-bintang itu berada di akhir garis edarnya, lalu kembali ke belakang yaitu tempat semula.

Lafal Taknisu artinya yang masuk ke dalam kandangnya; maksudnya bintang-bintang tersebut terbenam ke tempat biasa terbenamnya.

Alazhar

"Yang segera beredar." (pangkal ayat 16). Yaitu beredar di sekeliling matahari menurut ukuran putaran tertentu: "Yang terlindung." (ujung ayat 16).

Berlindung di balik penglihatan karena dilindungi oleh cahaya matahari sudah mulai terbenam, baru cahaya bintang-bintang itu kelihatan pula.

Setelah mengambil sumpah dengan bintang-bintang yang beredar di sekeliling matahari

menurut ilmu pengetahuan manusia dan di sekeliling bumi menurut yang kelihatan oleh mata dan lekas dapat difahamkan untuk memberikan pelajaran kejiwaan bagi insan, maka Allah pun meneruskan sumpahnya

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 16 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat At-Takwir |81:17|

وَاللَّيْلِ إِذَا عَسْعَسَ

wal-laili iżaa 'as'as

demi malam apabila telah larut,

And by the night as it closes in

Tafsir
Jalalain

(Dan demi malam apabila hampir meninggalkan gelapnya) maksudnya, hampir berpisah dengan kegelapannya, atau pergi meninggalkan kegelapannya.

Alazhar

"Dan malam tatkala dia telah pergi." (ayat 17).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 17 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat At-Takwir |81:18|

وَالصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ

wash-shub-ḥi iżaa tanaffas

dan demi subuh apabila fajar telah menyingsing,

And by the dawn when it breathes

Tafsir
Jalalain

(Dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing) yakni mulai menampakkan sinarnya hingga menjadi terang-benderang siang hari.

Alazhar

"Dan pagi tatkala dia telah bernafas." (ayat 18). Dibuat Tuhan ungkapan, apabila fajar telah mulai menyingsing dan matahari akan mulai terbit,

beransurlah malam itu pergi; kegelapan bertambah tersima oleh kian naiknya matahari dan pagi pun kian bernafas! Alangkah indahnya ungkapan ini.

Sebab tatkala hari masih gelap-gulita seakan-akan tidak diberi nafas terang benderangnya siang. Namun dengan terbitnya fajar, seakan-akan siang mulai menarik nafasnya buat bangun kembali.

Oleh sebab itu maka peringatan yang tersusun sebagai sumpah itu sangatlah elok pertalian di antara satu dengan yang lain,

yang dimulai dengan peredaran bintang-bintang, sampai kepada gelapnya malam dan bernafasnya pagi yang cerah,

untuk mengimbangi perasaan kita yang tadinya merasa seram mendengar ceritera keadaan tanda-tanda hari akan kiamat.

Dan sesudah menyusun sumpah yang demikian maka Allah pun melanjutkan agak perhatian kita ditujukan kepada inti yang dimaksud yaitu menerangkan dari mana benarkah saluran wahyu Ilahi itu datang.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 18 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat At-Takwir |81:19|

إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ

innahuu laqoulu rosuuling kariim

sesungguhnya (Al-Qur´an) itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril),

[That] indeed, the Qur'an is a word [conveyed by] a noble messenger

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya ia) yakni Alquran itu (benar-benar firman Allah yang dibawa oleh utusan yang mulia) yakni, dimuliakan oleh Allah, dia adalah malaikat Jibril.

Lafal Al-Qaul dimudhafkan kepada lafal Rasuulin karena Al-Qaul atau firman itu dibawa turun olehnya.

Alazhar

"Sesungguhnya dia adalah perkataan dari seorang Utusan Yang Mulia." (ayat 19).Artinya yang membawa wahyu

kepada Muhammad itu ialah seorang Utusan Allah Yang Mulia; itulah Malaikat Jibril 'alaihis-salam.

Dan dilanjutkan lagi pada ayat berikutnya keistimewaan Malaikat Jibril pembawa wahyu itu daripada malaikat-malaikat yang lain

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 19 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat At-Takwir |81:20|

ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ

żii quwwatin 'inda żil-'arsyi makiin

yang memiliki kekuatan, memiliki kedudukan tinggi di sisi (Allah) yang memiliki `Arsy,

[Who is] possessed of power and with the Owner of the Throne, secure [in position],

Tafsir
Jalalain

(Yang mempunyai kekuatan) yang sangat kuat (di sisi Yang mempunyai 'Arasy) yakni Allah swt. (dia mempunyai kedudukan yang tinggi) lafal 'Inda Dzil 'Arsyi berta'alluq kepada lafal ayat ini.

Jelasnya, dia mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah Yang mempunyai Arasy

Alazhar

"Yang empunya kekuatan." (pangkal ayat 20). Saking kuatnya, pekiknya raja dapat menjadi angin penggoncang menghancurkan negeri Tsamud.

Dan negeri Sadum kaum Nabi Luth dapat ditunggang-balikkannya: "Di sisi Yang Empunya Singgasana.

" Yang Empunya Singgasana, atau ‘Arasy ialah Allah sendiri. Maka Malaikat Jibril itu dekatlah kedudukannya di sisi Allah Yang Maha Kuasa, atau dalam ungkapan setiap hari "dekat ke istana"; "Yang kokoh!" (ujung ayat 20).

Demikian kokoh kekuatan Jibril itu di sisi Allah sehingga tidak ada satu kekuatan lain pun yang bisa mengungkit-ngungkitnya. Tidak ada malaikat lain yang dapat menggeser kedudukan yang kokoh itu,

sehingga dialah yang terpilih buat menjadi Utusan Mulia menyampaikan tiap-tiap wahyu kepada para Anbiya' dan Mursalin.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 20 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat At-Takwir |81:21|

مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ

muthoo'in ṡamma amiin

yang di sana (di alam malaikat) ditaati dan dipercaya.

Obeyed there [in the heavens] and trustworthy.

Tafsir
Jalalain

(Yang ditaati di sana) yakni dia ditaati oleh semua malaikat yang di langit (lagi dipercaya) untuk menurunkan wahyu.

Alazhar

"Dipatuhi di sana." (pangkal ayat 21). Yaitu di alam malakut itu, Malaikat Jibril muthaa'in, dipatuhi oleh malaikat yang banyak.

Dia pun disebut Ruhul-Qudus, dia pun disebut Ruhul-Amin, malahan di dalam memelihara Al-Qur'an dalam perbendaharaan Allah,

dia adalah Kepala dari duta-duta Allah yang mulia (Surat 80, 'Abasa ayat 15 dan 16) "Seraya dipercayai." (ujung ayat 21).

Suatu tumpahan kepercayaan daripada Allah sendiri, sampai digelari Ruhul-Amin, Roh yang dipercaya. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW pun bergelar Al-Amin pula.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 21 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat At-Takwir |81:22|

وَمَا صَاحِبُكُمْ بِمَجْنُونٍ

wa maa shooḥibukum bimajnuun

Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah orang gila.

And your companion is not [at all] mad.

Tafsir
Jalalain

(Dan teman kalian itu sekali-kali bukanlah) yakni Nabi Muhammad saw. Di'athafkan kepada lafal Innahuu hingga seterusnya (orang yang gila) sebagaimana yang kalian tuduhkan kepadanya.

Alazhar

"Dan tidaklah kawanmu itu seorang yang gila." (ayat 22).Setelah Allah memujikan siapa Utusan yang Allah kirim

mengantarkan wahyu-Nya kepada Muhammad SAW maka Allah pun memujikan pula siapa Nabi Muhammad SAW sendiri,

bahwa beliau bukanlah seorang yang gila sebagaimana mereka tuduhkan. Bahkan beliau adalah seorang yang sihat wal-'afiat,

mempunyai jiwa raga yang kokoh dan kekar, sehingga sangguplah dia menerima Utusan Jibril itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | At-Takwir | 81 : 22 |

penjelasan ada di ayat 15