Juz 23
Surat Sad |38:7|
مَا سَمِعْنَا بِهَٰذَا فِي الْمِلَّةِ الْآخِرَةِ إِنْ هَٰذَا إِلَّا اخْتِلَاقٌ
maa sami'naa bihaażaa fil-millatil-aakhiroti in haażaaa illakhtilaaq
Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir, ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan,
We have not heard of this in the latest religion. This is not but a fabrication.
(Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir) maksudnya, agama Nabi Isa. (Tiada lain) tidak lain (ini hanyalah dusta yang diada-adakan) hal yang dibuat-buat saja.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 7 |
penjelasan ada di ayat 4
Surat Sad |38:8|
أَأُنْزِلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ مِنْ بَيْنِنَا ۚ بَلْ هُمْ فِي شَكٍّ مِنْ ذِكْرِي ۖ بَلْ لَمَّا يَذُوقُوا عَذَابِ
a unzila 'alaihiż-żikru mim baininaa, bal hum fii syakkim min żikrii, bal lammaa yażuuquu 'ażaab
mengapa Al-Qur´an itu diturunkan kepada dia di antara kita?" Sebenarnya mereka ragu-ragu terhadap Al-Qur´an-Ku, tetapi mereka belum merasakan azab(-Ku).
Has the message been revealed to him out of [all of] us?" Rather, they are in doubt about My message. Rather, they have not yet tasted My punishment.
(Mengapa telah diturunkan) dapat dibaca Tahqiq dapat pula dibaca Tas-hil (kepadanya) kepada Muhammad (peringatan) yakni kitab Alquran (di antara kita)
bukan diturunkan kepada orang yang tertua di antara kita atau orang yang paling terhormat di antara kita. Maksudnya, mengapa Alquran itu tidak diturunkan kepada orang yang paling tua
atau orang yang paling terhormat di antara mereka. Lalu Allah berfirman, ("Sebenarnya mereka ragu terhadap Alquran-Ku) atau ragu terhadap wahyu-Ku, yaitu Alquran,
karena mereka mendustakan rasul yang mendatangkannya (dan sebenarnya belumlah) artinya, belum lagi (mereka merasakan azab-Ku") seandainya mereka telah merasakannya niscaya mereka mau beriman kepada Nabi saw.
tentang apa yang disampaikan olehnya dari sisi-Ku. Akan tetapi pada saat itu, yakni saat mereka merasakan azab-Ku, tidak ada gunanya lagi iman.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 8 |
penjelasan ada di ayat 4
Surat Sad |38:9|
أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَحْمَةِ رَبِّكَ الْعَزِيزِ الْوَهَّابِ
am 'indahum khozaaa`inu roḥmati robbikal-'aziizil wahhaab
Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat Tuhanmu Yang Maha Perkasa, Maha Pemberi?
Or do they have the depositories of the mercy of your Lord, the Exalted in Might, the Bestower?
(Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat Rabbmu Yang Maha Perkasa) yakni Maha Menang (lagi Maha Pemberi)
termasuk derajat kenabian dan hal-hal lainnya, karenanya mereka dapat memberikannya kepada siapa yang mereka kehendaki.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 9 |
penjelasan ada di ayat 4
Surat Sad |38:10|
أَمْ لَهُمْ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۖ فَلْيَرْتَقُوا فِي الْأَسْبَابِ
am lahum mulkus-samaawaati wal-ardhi wa maa bainahumaa, falyartaquu fil-asbaab
Atau apakah mereka mempunyai kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya? (Jika ada), maka biarlah mereka menaiki tangga-tangga (ke langit).
Or is theirs the dominion of the heavens and the earth and what is between them? Then let them ascend through [any] ways of access.
(Atau apakah bagi mereka kerajaan langit dan bumi dan yang ada di antara keduanya) jika mereka menduga hal tersebut (maka hendaklah mereka menaiki tangga-tangga)
yang dapat mengantarkan mereka ke langit, lalu mereka mengambil wahyu dan mendatangkannya, kemudian mereka memberikannya secara khusus
kepada orang-orang yang mereka kehendaki. Istifham atau kata tanya pada kedua tempat itu mengandung makna ingkar.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 10 |
penjelasan ada di ayat 4
Surat Sad |38:11|
جُنْدٌ مَا هُنَالِكَ مَهْزُومٌ مِنَ الْأَحْزَابِ
jundum maa hunaalika mahzuumum minal-aḥzaab
(Mereka itu) kelompok besar bala tentara yang berada di sana yang akan dikalahkan.
[They are but] soldiers [who will be] defeated there among the companies [of disbelievers].
(Suatu tentara) maksudnya, suatu pasukan yang hina (di sana) yang telah mendustakanmu (pasti dikalahkan) menjadi sifat bagi lafal Jundun, sekalipun mereka terdiri
(dari golongan-golongan yang bersekutu) lafal ayat ini menjadi sifat pula bagi lafal Jundun. Yakni suatu pasukan yang sama dengan pasukan-pasukan yang berserikat sebelum kamu yang memerangi para nabi.
Pasukan-pasukan dahulu itu dapat dikalahkan dan dibinasakan, maka demikian pula mereka yang bersekutu untuk menghancurkanmu akan Kami binasakan pula.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 11 |
penjelasan ada di ayat 4
Surat Sad |38:12|
كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَعَادٌ وَفِرْعَوْنُ ذُو الْأَوْتَادِ
każżabat qoblahum qoumu nuuḥiw wa 'aaduw wa fir'aunu żul-autaad
Sebelum mereka itu, kaum Nuh, ´Aad, dan Fir´aun yang mempunyai bala tentara yang banyak, juga telah mendustakan (rasul-rasul),
The people of Noah denied before them, and [the tribe of] 'Aad and Pharaoh, the owner of stakes,
(Telah mendustakan pula sebelum mereka itu kaum Nuh) lafal Qaum dianggap sebagai muannats karena ditinjau dari segi maknanya (Ad dan Firaun yang mempunyai patok yang banyak)
disebutkan bahwa Firaun selalu mematok atau memasung setiap orang yang menentangnya, lalu kedua kaki dan tangan orang yang menentangnya itu diikatkan pada empat patok, kemudian disiksa. Oleh karenanya ia dijuluki sebagai Dzul Autaad.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 12 |
Tafsir ayat 12-17
Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal umat-umat terdahulu dan apa yang telah menimpa mereka berupa azab, pembalasan, dan siksaan, karena mereka menentang para rasul dan mendustakan nabi-nabi Allah. Kisah-kisah mereka telah dijelaskan secara panjang lebar di berbagai tempat. Firman Allah Swt.:
{أُولَئِكَ الأحْزَابُ}
Mereka itulah golongan-golongan yang bersekutu (menentang rasul-rasul). (Shad: 13) Yakni mereka lebih banyak bilangannya daripada kalian (orang-orang Quraisy) dan lebih kuat serta lebih banyak harta dan anak-anaknya,
tetapi semuanya itu tidak dapat menolak mereka (menyelamatkan mereka) dari azab Allah barang sedikit pun, ketika datang kepada mereka azab Allah. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
{إِنْ كُلٌّ إِلا كَذَّبَ الرُّسُلَ فَحَقَّ عِقَابِ}
Semua mereka itu tidak lain hanyalah mendustakan rasul-rasul, maka pastilah (bagi mereka) azab-Ku (Shad: 14) Penyebab yang membinasakan mereka ialah karena mendustakan para rasul. Maka hendaklah waspada
orang-orang yang diajak bicara oleh ayat ini, yakni janganlah mereka berbuat hal yang serupa. Firman Allah Swt.:
{وَمَا يَنْظُرُ هَؤُلاءِ إِلا صَيْحَةً وَاحِدَةً مَا لَهَا مِنْ فَوَاقٍ}
Tidaklah yang mereka tunggu melainkan hanya satu teriakan saja yang tidak ada baginya saat berselang. (Shad: 15) Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, makna yang dimaksud ialah tiada masa tangguh bagi mereka
melainkan saat (detik-detik) datangnya kiamat menimpa mereka dengan sekonyong-konyong, karena sesungguhnya semua pertandanya telah ada. Dengan kata lain, hari kiamat itu telah dekat masanya.
Dan teriakan yang dimaksud adalah tiupan yang mengejutkan, Allah memerintahkan kepada Malaikat Israfil agar memperpanjang tiupan yang pertama ini, sehingga tiada seorang pun dari kalangan penduduk langit dan bumi,
melainkan terkejut terkecuali orang-orang yang dikecualikan oleh Allah Swt. Firman Allah Swt. mengutip ucapan mereka:
{وَقَالُوا رَبَّنَا عَجِّلْ لَنَا قِطَّنَا قَبْلَ يَوْمِ الْحِسَابِ}
Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, cepatkanlah untuk kami azab yang diperuntukkan bagi kami sebelum hari berhisab " (Shad: 16) Hal ini merupakan ungkapan rasa tidak percaya kaum musyrik tehadap azab yang dijanjikan oleh Allah
buat mereka, karenanya mereka meminta agar siksaan itu disegerakan bagi mereka. Lafaz qittun artinya ketetapan, menurut pendapat yang lain artinya bagian. Ibnu Abbas r.a., Mujahid, Ad-Dahhak, Al-Hasan, dan lain-lainnya
yang bukan hanya seorang menyebutkan bahwa mereka meminta agar azab disegerakan bagi mereka. Qatadah menambahkan, bahwa semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya.
{اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Ya Allah, jika betul (Al-Qur’an) ini dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah azab yang pedih. (Al-Anfal: 32) Menurut pendapat lain, mereka memita agar bagian dari surga
disegerakan buat mereka, jika surga itu memang ada, agar mereka dapat merasakannya di dunia. Sesungguhnya hal ini diungkapkan oleh mereka hanyalah sebagai reaksi dari ketidakpercayaan mereka terhadapnya,
dan bahwa itu mustahil terjadi. Ibnu Jarir mengatakan bahwa mereka meminta agar kebaikan atau keburukan yang berhak mereka terima disegerakan di dunia ini. Pendapat yang dikemukakannya cukup baik, dan berkisar
pada pengertian inilah apa yang diikatakan oleh Ad-Dahhak dan Ismail ibnu Abu Khalid. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Mengingat ucapan yang dikeluarkan oleh kaum musyrik ini mengandung cemoohan
dan ungkapan rasa tidak percaya, maka Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya agar bersabar dalam menghadapi gangguan mereka yang menyakitkan itu, dan memberi kabar gembira kepadanya
bahwa dengan kesabarannya itu iaakan mendapat kesudahan yang baik, pertolongan dari Allah, dan kemenangan.
Surat Sad |38:13|
وَثَمُودُ وَقَوْمُ لُوطٍ وَأَصْحَابُ الْأَيْكَةِ ۚ أُولَٰئِكَ الْأَحْزَابُ
wa ṡamuudu wa qoumu luuthiw wa ash-ḥaabul-aikah, ulaaa`ikal-aḥzaab
dan (begitu juga) Samud, kaum Lut, dan penduduk Aikah. Mereka itulah golongan-golongan yang bersekutu (menentang rasul-rasul).
And [the tribe of] Thamud and the people of Lot and the companions of the thicket. Those are the companies.
(Dan Tsamud, kaum Luth dan penduduk Aikah) yakni penduduk kota Al-Ghidhah, mereka adalah kaum Nabi Syuaib a.s. (Mereka itulah golongan-golongan yang bersekutu menentang rasul-rasul).
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 13 |
penjelasan ada di ayat 12
Surat Sad |38:14|
إِنْ كُلٌّ إِلَّا كَذَّبَ الرُّسُلَ فَحَقَّ عِقَابِ
ing kullun illaa każżabar-rusula fa ḥaqqo 'iqoob
Semua mereka itu mendustakan rasul-rasul, maka pantas mereka merasakan azab-Ku.
Each of them denied the messengers, so My penalty was justified.
(Tidak lain) tiada lain (semuanya) artinya masing-masing dari golongan-golongan yang bersekutu itu (hanyalah mendustakan rasul-rasul) karena mereka telah mendustakan salah seorang dari rasul-rasul itu,
ini berarti sama saja dengan mendustakan semua rasul-rasul, karena sesungguhnya seruan dan ajaran mereka satu, yaitu menyeru kepada ajaran tauhid (maka pastilah) wajiblah bagi mereka (azab-Ku).
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 14 |
penjelasan ada di ayat 12
Surat Sad |38:15|
وَمَا يَنْظُرُ هَٰؤُلَاءِ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً مَا لَهَا مِنْ فَوَاقٍ
wa maa yanzhuru haaa`ulaaa`i illaa shoiḥataw waaḥidatam maa lahaa min fawaaq
Dan sebenarnya yang mereka tunggu adalah satu teriakan saja, yang tidak ada selanya.
And these [disbelievers] await not but one blast [of the Horn]; for it there will be no delay.
(Tiadalah yang ditunggu-tunggu) yang dinantikan (oleh mereka) oleh orang-orang kafir Mekah. (melainkan hanya satu teriakan) yaitu tiupan sangkakala untuk kiamat yang saat itu mereka ditimpa oleh azab
(yang tidak ada bagi mereka saat berselang) maksudnya, sesudah itu tidak akan ada saat hidup kembali seperti di dunia. Lafal Fawaaqin dapat pula dibaca Fuwaaqin.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 15 |
penjelasan ada di ayat 12
Surat Sad |38:16|
وَقَالُوا رَبَّنَا عَجِّلْ لَنَا قِطَّنَا قَبْلَ يَوْمِ الْحِسَابِ
wa qooluu robbanaa 'ajjil lanaa qiththonaa qobla yaumil-ḥisaab
Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, segerakanlah azab yang diperuntukkan bagi kami sebelum hari Perhitungan."
And they say, "Our Lord, hasten for us our share [of the punishment] before the Day of Account"
(Dan mereka berkata) sewaktu Allah menurunkan firman-Nya, "Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya..." (Q.S. Al-Haqqah, 19)
("Ya Rabb kami! Segerakanlah untuk kami catatan amal kami) yakni kitab catatan amal kami (sebelum hari berhisab") mereka mengatakan hal ini dengan nada yang sinis dan mengejek.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 16 |
penjelasan ada di ayat 12
Surat Sad |38:17|
اصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ
ishbir 'alaa maa yaquuluuna ważkur 'abdanaa daawuuda żal-aiid, innahuuu awwaab
Bersabarlah atas apa yang mereka katakan, dan ingatlah akan hamba Kami Dawud yang mempunyai kekuatan, sungguh dia sangat taat (kepada Allah).
Be patient over what they say and remember Our servant, David, the possessor of strength; indeed, he was one who repeatedly turned back [to Allah].
Allah swt. berfirman, ("Bersabarlah atas segala apa yang mereka katakan; ingatlah hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan) dalam beribadah;
tersebutlah bahwa dia sepanjang tahun selalu berpuasa sehari dan berbuka sehari; bangun pada tengah malam untuk melakukan sholat, kemudian tidur selama sepertiga malam
dan seperenam malam harinya lagi ia gunakan untuk sholat (sesungguhnya dia amat taat) yakni selalu mengerjakan hal-hal yang menjadi keridaan Allah swt.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 17 |
Tafsir ayat 17-20
Allah Swt. menceritakan perihal hamba dan rasul-Nya, Daud a.s., bahwa dia telah dianugerahi kekuatan; di sini diungkapkan dengan memakai kata al-aid yang artinya kekuatan dalam masalah ilmu dan amal.
Ibnu Abbas r.a., As-Saddi, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa al-aid artinya kekuatan. Ibnu Zaid sehubungan dengan pengertian ini membacakan firman-Nya:
{وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ}
Dan langit itu kami bangun dengan kekuatan (Kami) dan sesunggguhnya Kami benar-benar berkuasa (Az-Zariyat: 47) Mujahid mengatakan bahwa al-aid artinya kekuatan dalam ketaatan. Qatadah mengatakan bahwa Daud a.s.,
dianugerahi kekuatan dalam mengerjakan ibadah dan memberinya pengetahuan tentang Islam. Telah diceritakan pula kepada kami bahwa Nabi Daud a.s. selalu mengerjakan salat pada sepertiga malamnya, dan puasa setengah tahun.
Hal ini telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui salah satu hadisnya dari Rasulullah Saw. yang menyebutkan bahwa beliau Saw. telah bersabda:
"أَحَبُّ الصَّلَاةِ إِلَى اللَّهِ صَلَاةُ دَاوُدَ وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا وَلَا يَفِرُّ إِذَا لَاقَى"
Salat yang paling disukai Allah ialah salatnya Daud, dan puasa yang paling disukai Allah adalah puasanya Daud. Dia tidur sampai tengah malam, lalu bangun sepertiganya (mengerjakan salat), dan tidur seperenamnya.
Dan dia puasa sehari dan buka sehari, dia tidak pernah lari bila bersua dengan musuh (dalam peperangan) dan ia adalah seorang, yang amat taat kepada Allah. Yang dimaksud dengan awwab ialah selalu taat kepada Allah dalam semua urusan
dan perkaranya: Firman Allah Swt.:
{إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالإشْرَاقِ}
Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi. (Shad: 18) Yakni Allah Swt. menundukkan gunung-gunung bagi Daud di saat matahari terbit dan di penghujung siang hari, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ}
Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud. (Saba: 10) Demikian pula burung-burung ikut bertasbih bersama Daud bila Daud bertasbih, dan menjawab tasbih yang diucapkannya bila burung-burung itu
sedang terbang di atasnya. Lalu apabila mendengar Daud sedang membaca kitab Zabur, maka burung-burung itu berhenti di angkasa, tidak mau pergi, bahkan diam dan ikut bertasbih bersamanya. Gunung-gunung yang tinggi-tinggi pun
membalas tasbihnya dan mengikuti tasbih yang diucapkannya. Ibnu Janr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bisyr, dari Mis'ar, dari Abdul Karim, dari Musa ibnu Abu Kasir,
dari Ibnu Abbas r.a., yang pernah mendengar Ummu Hani' r.a. pernah bercerita, bahwa di hari jatuhnya kota Mekah Rasulullah Saw. mengerjakan salat duha sebanyak delapan rakaat. Maka Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa
ia mengetahui ada saat untuk salat di waktu duha itu, karena Allah Swt. telah berfirman: bertasbih di waktu petang dan pagi (Shad: 18) Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya lagi melalui hadis Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Abul Mutawakkil,
dari Ayyub ibnu Safwan. dari maulanya-yaitu Abdullah ibnul Haris Ibnu Naufal, bahwa sahabat Ibnu Abbas pada mulanya tidak pernah mengerjakan salat duha. Kemudian aku (Abdullah ibnul Haris ibnu Naufal) membawanya masuk
menemui Ummu Hani' r.a., dan aku berkata kepadanya.”Ceritakanlah kepadanya apa yang telah engkau ceritakan kepadaku." Maka Ummu Hani' menceritakan hadis berikut: Pada hari jatuhnya kota Mekah Rasulullah Saw.
masuk ke dalam rumahku, kemudian meminta air sebanyak satu mangkuk besar, lalu memerintahkan agar dibuat penghalang dari kain antara aku dan dia. Maka beliau mandi, lalu mengeringkan tubuhnya di salah satu sudut di rumahku,
sesudah itu beliau salat delapan rakaat. Salat itu adalah salat duha yang berdiri, rukuk, sujud, dan julus (duduk)nya hampir sama lamanya yang satu dengan yang lainnya. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً}
dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul (Shad: 19) Maksudnya, tertahan di udara.
{كُلٌّ لَهُ أَوَّابٌ}
Masing-masingnya amat, taat kepada Allah. (Shad: 19) Artinya, taat kepada Allah Swt. firman Allah Swt,.
{وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ}
Dan Kami kuatkan kerajaannya. (Shad: 20) Yaitu Kami jadikan baginya kerajaan yang sempurna dari semua apa yang diperlukan oleh para raja. Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Daud adalah seorang penduduk dunia
yang paling kuat kekuasaannya. As-Saddi mengatakan bahwa dia selalu dijaga oleh empat ribu orang personel prajurit setiap harinya. Menurut sebagian ulama Salaf, telah sampai kepadanya suatu riwayat yang menyebutkan bahwa
Daud setiap malamnya dijaga oleh tiga puluh tiga ribu pasukan yang sampai tahun mendatang prajurit yang telah berjaga tidak kebagian giliran lagi. Pendapat yang lain menyebutkan empat puluh ribu prajurit yang lengkap dengan senjatanya.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim telah menceritakan melalui riwayat Ulya ibnu Ahmar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas a.s. yang telah mengatakan bahwa pernah terjadi dua orang Bani Israil bersengketa di masa Nabi Daud a.s.,
lalu keduanya melaporkan perkaranya kepada Daud a.s. Salah seorang dari keduanya mengatakan bahwa lawan perkaranya itu telah mencuri seekor sapi miliknya, sedangkan yang tertuduh mengingkarinya. Pihak penuntut
tidak mempuyai saksi yang memperkuat tuduhannya, maka Nabi Daud a.s. menangguhkan keduanya. Pada malam harinya Nabi Daud a.s. bermimpi diperintahkan untuk membunuh si penuntut. Dan pada siang harinya ia memanggil keduanya,
lalu memerintahkan agar pihak penuntut dibunuh, maka si penuntut berkata, "Hai Nabi Allah, mengapa engkau akan menjatuhkan hukuman mati kepadaku, padahal lawanku ini telah merampas sapiku?" Nabi Daud a.s. menjawab,
"Sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan kepadaku untuk menjatuhkan hukuman mati atas dirimu, maka aku harus membunuhmu, tidak ada jalan lain." Pihak penuntut akhirnya berkata, "Demi Allah, hai Nabi Allah, sesungguhnya Allah
telah memerintahkan kepadamu untuk membunuhku karena kasus orang ini yang telah kutuduh". Sesungguhnya aku benar-benar jujur dalam tuduhanku itu, tetapi dahulu aku pernah menculik ayahnya dan membunuhnya
tanpa ada seorang pun yang mengetahui pelakunya." Maka Nabi Daud a.s., memerintahkan agar dia dieksekusi, lalu dihukum matilah ia. Ibnu Abbas a.s. melanjutkan, bahwa sejak saat itu wibawa Nabi Daud a.s. di kalangan Bani Israil
makin kuat dan makin disegani. Hal inilah yang dimaksudkan oleh firman-Nya: Dan Kami kuatkan kerajaannya. (Shad: 20) Adapun firman Allah Swt::
{وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ}
dan Kami berikan kepadanya hikmah. (Shad: 20) Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah pemahaman, akal, dan kepandaian. Di lain kesempatan ia mengatakan kebijaksanaan dan keadilan, dan di lain kesempatan lagi Mujahid
mengatakan akal sehat. Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Kitabullah dan mengikuti apa yang terkandung di dalamnya. As-Saddi mengatakan, yang dimaksud dengan hikmah ialah kenabian. Firman Allah Swt.:
{وَفَصْلَ الْخِطَابِ}
dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan. (Shad: 20) Syuraih Al-Qadi dan Asy-Sya'bi mengatakan, persaksianku sumpah dalam menyelesaikan perselisihan. Qatadah mengatakan dua orang saksi dibebankan atas pihak tertuduh.
Berdasarkan patokan inilah keputusan dalam perselisihan ditetapkan oleh para nabi dan para rasul sebagai penggantinya, juga oleh orang-orang mukmin dan orang-orang saleh. Dan pegangan keadilan dari umat ini sampai hari kiamat nanti.
Hal yang sama dikatakan oleh Abu Abdur Rahman As-Sulami Mujahid dan As-Saddi mengatakan, makna yang dimaksud ialah tepat dalam memutuskan peradilan dan memahami. Mujahid mengatakan pula bahwa yang dimaksud
dengan khitab ialah kebijaksanaan dalam berbicara dan memutuskan ini mencakup semua pengertian pendapat di atas, dan inilah makna yang dimaksud dan dipilih oleh Ibnu Jarir. ibnu Syabbah An-Namiri. telah menceritakan kepada kami
Ibrahim Ibnul Munzir, telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz ibnu Abu Sabit, dari Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya, dari Bilal ibnu Abu Burdah, dari ayahnya, dari Abu Musa r.a. yang mengatakan bahwa
orang yang mula-mula mengucapkan kalimat 'Amma Ba'du' adalah Daud a.s. Inilah yang dimaksud dengan faslul khitab. Hal yang sama telah dikatakan oleh Asy-Sya'bi, bahwa yang dimaksud dengan faslul khitab ialah ucapan Amma Ba'du.
Surat Sad |38:18|
إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ
innaa sakhkhornal-jibaala ma'ahuu yusabbiḥna bil-'asyiyyi wal-isyrooq
Sungguh, Kamilah yang menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Dawud) pada waktu petang dan pagi,
Indeed, We subjected the mountains [to praise] with him, exalting [Allah] in the [late] afternoon and [after] sunrise.
(Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia di waktu petang) di waktu sholat Isyak (dan pagi) di waktu sholat Duha, yaitu di waktu matahari mencapai sepenggalah.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 18 |
penjelasan ada di ayat 17
(NULL)
Surat Sad |38:19|
وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً ۖ كُلٌّ لَهُ أَوَّابٌ
wath-thoiro maḥsyuuroh, kullul lahuuu awwaab
dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masing sangat taat (kepada Allah).
And the birds were assembled, all with him repeating [praises].
(Dan) Kami tundukkan pula (burung-burung dalam keadaan berkumpul) berkumpul untuk bertasbih bersama dengan dia. (Masing-masing) dari gunung-gunung dan burung-burung itu (amat taat kepada-Nya) taat bertasbih kepada-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 19 |
penjelasan ada di ayat 17
Surat Sad |38:20|
وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ
wa syadadnaa mulkahuu wa aatainaahul-ḥikmata wa fashlal-khithoob
Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan Hikmah kepadanya serta kebijaksanaan dalam memutuskan perkara.
And We strengthened his kingdom and gave him wisdom and discernment in speech.
(Dan Kami kuatkan kerajaannya) Kami kuatkan kerajaannya itu dengan para penjaga dan bala tentara; dan setiap malam mihrab Nabi Daud selalu dijaga oleh tiga puluh ribu pasukan
(dan Kami berikan, kepadanya hikmah) yakni, kenabian dan ketepatan dalam berbagai perkara (dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan") yaitu penjelasan yang memuaskan dalam semua urusan.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 20 |
penjelasan ada di ayat 17
Surat Sad |38:21|
وَهَلْ أَتَاكَ نَبَأُ الْخَصْمِ إِذْ تَسَوَّرُوا الْمِحْرَابَ
wa hal ataaka naba`ul khoshm, iż tasawwarul-miḥroob
Dan apakah telah sampai kepadamu berita orang-orang yang berselisih ketika mereka memanjat dinding mihrab?
And has there come to you the news of the adversaries, when they climbed over the wall of [his] prayer chamber -
(Dan adakah) Istifham atau kata tanya di sini mengandung makna Ta'ajjub dan Tasywiq, atau dengan kata lain mengandung makna yang mendorong dan merangsang pendengar
untuk mendengarkan kalimat-kalimat selanjutnya (sampai kepadamu) hai Muhammad (berita orang-orang yang berperkara ketika mereka memanjat pagar mihrab) yaitu mihrab Nabi Daud, yang dimaksud adalah mesjidnya;
demikian itu terjadi karena mereka dilarang masuk, sebab Nabi Daud sedang beribadah. Akhirnya mereka masuk dengan memanjat pagar mihrabnya. Makna ayat ialah apakah kamu telah mendengar berita dan kisah mereka
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 21 |
Tafsir ayat 21-25
Para ulama tafsir sehubungan dengan ayat ini telah mengetengahkan suatu kisah yang kebanyakan sumbernya berasal dari kisah-kisah Israiliyat, dan tidak ada suatu hadis pun dari Nabi Saw. yang menerangkannya hingga dapat dijadikan
sebagai pegangan. Akan tetapi, Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan masalah ini telah mengetengahkan sebuah hadis yang sanadnya tidak sahih, melalui riwayat Yazid Ar-Raqqasyi dari Anas r.a. Dan Yazid sekalipun ia termasuk orang
yang saleh, tetapi dalam periwayatan hadis predikatnya lemah menurut penilaian para imam ahli hadis. Maka bisikan yang paling utama ialah hanya membatasi diri terhadap kisah ini sebagai bahan bacaan semata, mengenai pengetahuan
yang sebenarnya kita kembalikan kepada Allah Swt. Yang Maha Mengetahui. Karena sesungguhnya Al-Qur'an merupakan hal yang hak, dan apa yang terkandung di dalamnya pun adalah hak. Firman Allah Swt.:
فَفَزِعَ مِنْهُمْ
ia terkejut karena (kedatangan) mereka. (Shad: 22) Disebutkan demikian tiada lain karena saat itu Daud a.s. sedang berada di mihrabnya yang merupakan tempat yang paling dimuliakan di dalam rumahnya;
dan sebelum itu Daud telah memerintahkan kepada para pengawalnya agar tidak mengizinkan seorang pun masuk menemuinya di hari itu. Tanpa sepengetahuannya tiba-tiba ada dua orang yang memanjat tombol menemuinya di mihrab,
yakni keduanya menginginkan agar kasus keduanya tidak diketahui oleh orang lain kecuali hanya Daud a.s. Firman Allah Swt.:
{وَعَزَّنِي فِي الْخِطَابِ}
dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan. (Shad: 23) Yakni aku tidak dapat menandinginya dalam bersilat lidah; dikatakan 'Azza Ya'uzzu artinya mengalahkan. Firman Allah Swt.:
{وَظَنَّ دَاوُدُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ}
Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya. (Shad: 24 ) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r a bahwa makna yang dimaksud ialah Kami mengujinya. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَخَرَّ رَاكِعًا} {وَأَنَابَ}
lalu ia menyungkur sujud dan bertobat. (Shad: 24) Dari kata raki'an yang artinya rukuk dapat ditakwilkan bahwa bisa saja pada awal mulanya Daud rukuk, setelah itu dia sujud. Menurut suatu riwayat, Daud pernah bersujud terus-menerus selama empat puluh pagi hari.
{فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ}
Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. (Shad: 25) Yakni semua amal perbuatan yang telah dilakukannya. Hal ini termasuk ke dalam pengertian kaidah yang mengatakan:
إِنَّ حَسَنَاتِ الْأَبْرَارِ سَيِّئَاتُ الْمُقَرَّبِينَ
Sesungguhnya kebaikan-kebaikan orang-orang yang berbakti itu merupakan keburukan-keburukan orang-orang yang mendekatkan dirinya (Kepada Allah Swt). Para imam berselisih pendapat tentang ayat sajdah yang terdapat
di dalam surat Shad ini, apakah ia termasuk ayat sajdah yang dianjurkan bagi pembacanya melakukan sujud tilawah? Ada dua pendapat mengenainya. Menurut qaul jadid dari mazhab Imam Syafii r.a., ia bukan termasuk ayat sajdah
yang dianjurkan sujud tilawah padanya, melainkan hanyalah sujud syukur. Sebagai dalilnya ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Aliyyah, dari Ayyub,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa ayat sajdah di dalam surat Shad bukan termasuk 'azaimis sujud (sujud tilawah), tetapi ia pernah melihat Rasulullah Saw. melakukan sujud padanya.
Hadis yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai di dalam kitab tafsirnya melalui riwayat Ayyub dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Imam Nasai telah mengatakan pula di dalam kitab tafsirnya sehubungan dengan makna ayat ini:
أَخْبَرَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَسَنِ -هُوَ الْمِقْسَمِيُّ-حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرِو بْنُ ذَرٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أن النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَجَدَ فِي "ص" وَقَالَ: "سَجَدَهَا دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلَامُ تَوْبَةً وَنَسْجُدُهَا شُكْرًا".
telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnul Hasan (yakni Al-Miqsami), telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Muhammad, dari Umar ibnu Zar, dari ayahnya, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa
sesungguhnya Nabi Saw. melakukan sujud dalam surat Shad, lalu beliau Saw. bersabda: Daud a.s. telah melakukan sujud padanya sebagai ungkapan tobat, dan kami melakukan sujud padanya sebagai ungkapan rasa syukur (sujud syukur).
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Nasai secara tunggal, dan semua perawinya berpredikat siqah. Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepadaku guru kami (yaitu Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazi) yang dibacakan hadis ini kepadanya,
sedangkan aku mendengarkannya, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq Al-Madraji, telah menceritakan kepada kami Zahir ibnu Abu Tahir As-Saqafi, telah menceritakan kepada kami Zahir ibnu Abu Tahir Asy-Syahhami,
telah menceritakan kepada kami Abu Sa'd Al-Kanjadarwazi, telah menceritakan kepada kami Al-Hakim Abu Ahmad Muhammad ibnu Muhammad Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas As-Siraj, telah menceritakan kepada kami
Harun ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid ibnu Khunais, dari Al-Hasan ibnu Muhammad ibnu Ubaidillah ibnu Abu Yazid yang mengatakan bahwa Ibnu Juraij pernah berkata kepadanya, "Hai Hasan,
kakekmu (yakni Ubaidillah ibnu Abu Yazid) telah menceritakan kepadaku dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah bermimpi
seakan-akan aku sedang salat di belakang sebuah pohon, lalu aku membaca surat yang di dalamnya ada ayat sajdah dan aku melakukan sujud, maka pohon itu ikut sujud bersama denganku, dan aku mendengarnya mengucapkan doa berikut
dalam sujudnya, yaitu:
اللَّهُمَّ اكْتُبْ لِي بِهَا عِنْدَكَ أَجْرًا وَاجْعَلْهَا لِي عِنْدَكَ ذُخْرًا وَضَعْ عَنِّي بِهَا وِزْرًا وَاقْبَلْهَا مِنِّي كَمَا قَبِلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ دَاوُدَ.
"Ya Allah, catatkanlah suatu pahala bagiku di sisi-Mu, dan jadikanlah sujud ini sebagai simpanan (pahala) di sisi-Mu, dan hapuskanlah karenanya suatu dosa dariku, dan terimalah sujud ini sebagaimana Engkau telah menerimanya
dari hamba-Mu Daud.” Ibnu Abbas r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia melihat Nabi Saw. berdiri dan membaca surat yang ada ayat sajdahnya, kemudian beliau melakukan sujud, dan ia mendengarnya mengucapkan doa
dalam sujudnya itu seperti doa yang dikisahkan oleh lelaki itu tentang apa yang dibaca oleh pohon tersebut. Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini dari Qutaibah, sedangkan Ibnu Majah dari Abu Bakar ibnu Khallad. Keduanya
menerima hadis ini dari Muhammad ibnu Yazid, dari Khunais dengan lafaz yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali melalui jalur ini.
قَالَ الْبُخَارِيُّ عِنْدَ تَفْسِيرِهَا أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبِيدِ الطَّنَافِسِيُّ عَنِ الْعَوَامِّ قَالَ: سَأَلْتُ مُجَاهِدًا عَنْ سَجْدَةِ "ص" فَقَالَ: سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ: مِنْ أين سجدت؟ فقال: أو ما تَقْرَأُ: {وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ دَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ} [الْأَنْعَامِ:84] {أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ} [الْأَنْعَامِ:90] فَكَانَ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلَامُ مِمَّنْ أُمِرَ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَقْتَدِيَ بِهِ فَسَجَدَهَا دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلَامُ فَسَجَدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid At-Tayalisi, dari Al-Awwam yang menceritakan
bahwa ia pernah bertanya kepada Mujahid tentang ayat sajdah yang ada di dalam surat Shad, maka Mujahid menjawab bahwa ia pernah mengatakan kepada Ibnu Abbas r.a. (saat ia melakukan sijud), "Mengapa engkau bersujud?"
Ibnu Abbas menjawab, bahwa apakah engkau tidak pernah membaca firman-Nya: dan kenapa sebagian dari keturunannya (Nuh), yaitu Daud dan Sulaiman. (Al-An'am: 84) Dan firman-Nya: Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk
oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An'am: 90) Dan Daud a.s. termasuk salah seorang yang Nabi kalian Saw. telah memerintahkan kepada kita untuk mengikuti jejaknya. Nabi Daud a.s telah melakukan sujud pada surat Shad,
maka Rasulullah Saw. pun melakukan sujud kepadanya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا حُمَيْدٍ حَدَّثَنَا بَكْرٌ -هُوَ ابْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْمُزَنِيُّ-أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَأَى رُؤْيَا أَنَّهُ يَكْتُبُ "ص" فَلَمَّا بَلَغَ إِلَى الَّتِي يَسْجُدُ بِهَا رَأَى الدَّوَاةَ وَالْقَلَمَ وَكُلَّ شَيْءٍ بِحَضْرَتِهِ انْقَلَبَ سَاجِدًا قَالَ: فَقَصَّهَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَزَلْ يَسْجُدُ بِهَا بَعْدُ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Humaid, telah menceritakan kepada kami Bakar ibnu Abdullah Al-Muzani,
bahwa Abu Sa'id Al-Khudri pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah bermimpi menulis surat Shad. Dan ketikan tulisannya sampai pada ayat sajdah yang ada padanya, maka ia melihat tempat tinta pena dan segala sesuatu yang ada
di hadapannya terbalik bersujud. Lalu ia menceritakan mimpinya itu kepada Nabi Saw.. maka beliau Saw. sesudah mendengar kisah itu selalu melakukan sujud bila membacanya. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara
munfarid (tunggal).
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِي سَرْحٍ عن أبي سعيد الخدري رضي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ "ص" فَلَمَّا بَلَغَ السَّجْدَةَ نَزَلَ فَسَجَدَ وَسَجَدَ النَّاسُ مَعَهُ، فَلَمَّا كَانَ يَوْمٌ آخَرُ قَرَأَهَا فَلَمَّا بَلَغَ السَّجْدَةَ تَشَزّن النَّاسُ لِلسُّجُودِ، فَقَالَ: "إِنَّمَا هِيَ تَوْبَةُ نَبِيٍّ وَلَكِنِّي رَأَيْتُكُمْ تَشَزّنْتُم". فَنَزَلَ وَسَجَدَ وَسَجَدُوا.
Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, dari Sa'id ibnu Abu Hilal
dari Iyad ibnu Abdullah ibnu Sa'd ibnu Abu Sarh, dari Abu Sa'id r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca surat Shad di atas mimbarnya. Ketika bacaan beliau sampai pada ayat sajdah, beliau turun dari mimbarnya dan sujud.
Maka orang-orang pun ikut sujud bersamanya. Pada hari yang lain, beliau Saw. membacanya. Dan ketika sampai pada ayat sajdah. orang-orang bersiap-siap untuk melakukan sujud. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
Sesungguhnya sujud ini merupakan ungkapan tobat seorang nabi, tetapi aku melihat kalian bersiap-siap melakukannya. Maka beliau Saw. turun (dari mimbarnya) dan sujud. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara munfarid,
dan sanadnya dengan syarat ada di dalam kitab sahih. Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآبٍ}
Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. (Shad: 25) Yakni sesungguhnya Daud a.s. kelak di hari kiamat mendapat kedudukan yang dekat dengan Allah Swt.
dan tempat kembali yang baik, yaitu derajat yang tinggi di surga berkat tobatnya dan keadilannya yang sempurna dalam kerajaannya. Seperti yang disebutkan di dalam kitab sahih:
"الْمُقْسِطُونَ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يُقْسِطُونَ فِي أَهْلِيهِمْ وَمَا وُلُّوا"
Orang-orang yang adil berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya (kelak di hari kiamat) berada di sebelah kanan Tuhan Yang Maha Pemurah, dan yang ada di hadapan-Nya itulah sebelah kanan tempat orang-orang yang berlaku adil terhadap keluarganya dan terhadap kepengurusan yang diserahkan (dipercayakan) kepada mereka.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا فُضَيْلٌ عَنْ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَقْرَبَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَإِنَّ أَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَشَدَّهُمْ عَذَابًا إِمَامٌ جَائِرٌ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam. telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Atiyyah, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Sesungguhnya manusia yang paling disukai oleh Allah di hari kiamat nanti dan yang paling dekat kedudukannya dengan Dia adalah pemimpin yang adil. Dan sesungguhnya manusia yang paling dimurkai Allah kelak di hari kiamat
dan paling keras azabnya adalah pemimpin yang zalim. Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Fudail ibnu Marzuq Al-Agar, dari Atiyyah dengan sanad yang sama; Imam Turmuzi mengatakan bahwa ia tidak mengenal hadis ini
dalam keadaan marfu' kecuali melalui jalur ini. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziad, telah menceritakan kepada kami Sayyar.
telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar Malik ibnu Dinar mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami
dan tempat kembali yang baik. (Shad: 25 ) Bahwa kelak di hari kiamat Daud a.s. ditempatkan di kaki Arasy (tiangnya). Kemudian Allah Swt. berfirman, "Pujilah Aku pada hari ini dengan suaramu yang indah lagi merdu itu yang biasa
engkau gunakan untuk memuji-Ku selama di dunia!" Daud menjawab, "Bagaimanakah caranya, sedangkan Engkau telah mencabutnya?" Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku pada hari ini mengembalikannya kepadamu."
Malik ibnu Dinar melanjutkan, bahwa lalu Daud a.s. mengumandangkan suaranya yang membuat semua penduduk surga lupa akan kenikmatan yang sedang dialaminya (karena mendengar kemerduan suara Daud a.s).
Surat Sad |38:22|
إِذْ دَخَلُوا عَلَىٰ دَاوُودَ فَفَزِعَ مِنْهُمْ ۖ قَالُوا لَا تَخَفْ ۖ خَصْمَانِ بَغَىٰ بَعْضُنَا عَلَىٰ بَعْضٍ فَاحْكُمْ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَلَا تُشْطِطْ وَاهْدِنَا إِلَىٰ سَوَاءِ الصِّرَاطِ
iż dakholuu 'alaa daawuuda fa fazi'a min-hum qooluu laa takhof, khoshmaani baghoo ba'dhunaa 'alaa ba'dhin faḥkum bainanaa bil-ḥaqqi wa laa tusythith wahdinaaa ilaa sawaaa`ish-shirooth
Ketika mereka masuk menemui Dawud lalu dia terkejut karena (kedatangan) mereka. Mereka berkata, "Janganlah takut! (Kami) berdua sedang berselisih, sebagian dari kami berbuat zalim kepada yang lain, maka berilah keputusan di antara kami secara adil dan janganlah menyimpang dari kebenaran serta tunjukilah kami ke jalan yang lurus.
When they entered upon David and he was alarmed by them? They said, "Fear not. [We are] two adversaries, one of whom has wronged the other, so judge between us with truth and do not exceed [it] and guide us to the sound path.
(Ketika mereka masuk menemui Daud lalu ia terkejut karena kedatangan mereka. Mereka berkata, "Janganlah kamu merasa takut) kami (adalah dua orang yang bersengketa) menurut suatu pendapat dikatakan,
bahwa yang bersengketa itu adalah dua golongan, demikian itu supaya sesuai dengan dhamir jamak yang sebelumnya. Menurut pendapat yang lain disebutkan bahwa orang yang bersengketa itu dua orang,
sedangkan dhamir jamak diartikan dengannya. Lafal Al-Khashmu dapat diartikan untuk satu orang atau lebih. Kedua orang itu adalah dua malaikat yang menjelma menjadi dua orang yang sedang bersengketa.
Persengketaan yang terjadi di antara keduanya hanyalah sebagai perumpamaan, dimaksud untuk mengingatkan Nabi Daud a.s. atas apa yang telah dilakukannya.
Karena ia mempunyai istri sebanyak sembilan puluh sembilan orang wanita. Tetapi sekalipun demikian ia melamar istri orang lain yang hanya mempunyai seorang istri kemudian ia mengawininya dan menggaulinya
(salah seorang dari kami berbuat zalim kepada yang lain, maka berilah keputusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran) janganlah kamu berlaku berat sebelah
(dan tunjukilah kami) bimbinglah kami (ke jalan yang lurus) yakni keputusan yang pertengahan dan adil.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 22 |
penjelasan ada di ayat 21
Surat Sad |38:23|
إِنَّ هَٰذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فَقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزَّنِي فِي الْخِطَابِ
inna haażaaa akhii, lahuu tis'uw wa tis'uuna na'jataw wa liya na'jatuw waaḥidah, fa qoola akfilniihaa wa 'azzanii fil-khithoob
Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja, lalu dia berkata, "Serahkanlah (kambingmu) itu kepadaku! Dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan."
Indeed this, my brother, has ninety-nine ewes, and I have one ewe; so he said, 'Entrust her to me,' and he overpowered me in speech."
(Sesungguhnya saudaraku ini) maksudnya, saudara seagamaku ini (mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing) ini sebagai kata kiasan dari istri
(dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata, 'Serahkanlah kambing itu kepadaku) yakni jadikanlah aku sebagai suaminya (dan dia mengalahkan aku)
atau dia menang atas diriku (dalam perdebatan'") yakni dalam sengketa ini, dan lawannya pun mengalah.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 23 |
penjelasan ada di ayat 21
Surat Sad |38:24|
قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَىٰ نِعَاجِهِ ۖ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ ۗ وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ ۩
qoola laqod zholamaka bisu`aali na'jatika ilaa ni'aajih, wa inna kaṡiirom minal-khulathooo`i layabghii ba'dhuhum 'alaa ba'dhin illallażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati wa qoliilum maa hum, wa zhonna daawuudu annamaa fatannaahu fastaghfaro robbahuu wa khorro rooki'aw wa anaab
Dia (Dawud) berkata, "Sungguh, dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan hanya sedikitlah mereka yang begitu." Dan Dawud menduga bahwa Kami mengujinya, maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat.
[David] said, "He has certainly wronged you in demanding your ewe [in addition] to his ewes. And indeed, many associates oppress one another, except for those who believe and do righteous deeds - and few are they." And David became certain that We had tried him, and he asked forgiveness of his Lord and fell down bowing [in prostration] and turned in repentance [to Allah].
(Daud berkata, "Sesungguhnya dia telah berbuat lalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu) dengan maksud untuk menggabungkannya
(untuk ditambahkan kepada kambingnya. Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu) yakni orang-orang yang terlibat dalam satu perserikatan
(sebagian mereka berbuat lalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini")
huruf Ma di sini untuk mengukuhkan makna sedikit. Lalu kedua malaikat itu naik ke langit dalam keadaan berubah menjadi ujud aslinya seraya berkata,
"Lelaki ini telah memutuskan perkara terhadap dirinya sendiri." Sehingga sadarlah Nabi Daud atas kekeliruannya itu. Lalu Allah berfirman, (Dan Daud yakin) yakni merasa yakin (bahwa Kami mengujinya)
Kami menimpakan ujian kepadanya, berupa cobaan dalam bentuk cinta kepada perempuan itu (maka ia meminta ampun kepada Rabbnya lalu menyungkur rukuk) maksudnya bersujud (dan bertobat.)
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 24 |
penjelasan ada di ayat 21
Surat Sad |38:25|
فَغَفَرْنَا لَهُ ذَٰلِكَ ۖ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَىٰ وَحُسْنَ مَآبٍ
fa ghofarnaa lahuu żaalik, wa inna lahuu 'indanaa lazulfaa wa ḥusna ma`aab
Lalu Kami mengampuni (kesalahannya) itu. Dan sungguh, dia mempunyai kedudukan yang benar-benar dekat di sisi Kami dan tempat kembali yang baik.
So We forgave him that; and indeed, for him is nearness to Us and a good place of return.
(Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami) yakni dengan ditambahkan kebaikan baginya di dunia (dan tempat kembali yang baik) kelak di akhirat.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 25 |
penjelasan ada di ayat 21
Surat Sad |38:26|
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
yaa daawuudu innaa ja'alnaaka kholiifatan fil-ardhi faḥkum bainan-naasi bil-ḥaqqi wa laa tattabi'il-hawaa fa yudhillaka 'an sabiilillaah, innallażiina yadhilluuna 'an sabiilillaahi lahum 'ażaabun syadiidum bimaa nasuu yaumal-ḥisaab
(Allah berfirman), "Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan."
[We said], "O David, indeed We have made you a successor upon the earth, so judge between the people in truth and do not follow [your own] desire, as it will lead you astray from the way of Allah." Indeed, those who go astray from the way of Allah will have a severe punishment for having forgotten the Day of Account.
(Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah penguasa di muka bumi) yaitu sebagai penguasa yang mengatur perkara manusia
(maka berilah keputusan perkara di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu) kemauan hawa nafsu (karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah)
dari bukti-bukti yang menunjukkan keesaan-Nya. (Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah) dari iman kepada Allah (mereka akan mendapat siksa yang berat karena mereka melupakan) artinya,
disebabkan mereka lupa akan (hari perhitungan) hal ini ditunjukkan oleh sikap mereka yang tidak mau beriman, seandainya mereka beriman dengan adanya hari perhitungan itu, niscaya mereka akan beriman kepada Allah sewaktu mereka di dunia.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 26 |
(NULL)
Ini merupakan perintah dari Allah Swt. kepada para penguasa agar mereka memutuskan perkara di antara manusia dengan kebenaran yang diturunkan dari sisi-Nya, dan janganlah mereka menyimpang darinya,
yang berakibat mereka akan sesat dari jalan Allah. Allah Swt. telah mengancam orang-orang yang sesat dari jalan-Nya dan yang melupakan hari perhitungan„yaitu dengan ancaman yang tegas dan azab yang keras.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Janah,
telah menceritakan kepadaku Ibrahim alias Abu Zar'ah yang pandai membaca kitab-kitab terdahulu, bahwa Al-Walid ibnu Abdul Malik pernah bertanya kepadanya, "Apakah khalifah juga mendapat hisab? Kuajukan pertanyaan ini kepadamu
karena kamu telah membaca kitab-kitab terdahulu, juga telah membaca Al-Qur'an serta memahaminya." Aku (Abu Zar'ah) menjawab, "Wahai Amirul Mu-minin, saya hanya berpesan kepadamu, hendaknyalah engkau berdoa
semoga berada di dalam keamanan dari Allah." Kukatakan lagi, "Hai Amirul Mu-minin, apakah engkau lebih mulia bagi Allah ataukah Daud a.s.? Sesungguhnya Allah telah menghimpunkan baginya antara kenabian dan kekhalifahan (kekuasaan),
tetapi sekalipun demikian Allah mengancamnya melalui firman-Nya," sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Qur'an; Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka Bumi, maka berilah keputusan (perkara)
di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Shad: 26) hingga akhir hayat. Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
mereka akan mendapat azab yang berat, karena melupakan hari perhitungan. (Shad: 26) Ini merupakan ungkapan yang mengandung taqdim dan ta-khir, menurut urutannya adalah berbunyi seperti berikut:
لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ يَوْمَ الْحِسَابِ بِمَا نَسُوا.,
yang artinya bagi mereka azab yang berat pada hari perhitungan nanti disebabkan mereka lupa daratan. As-Saddi mengatakan bahwa makna ayat ialah bagi mereka azab yang berat disebabkan mereka meninggalkan amal perbuatan untuk bekal mereka di hari perhitungan. Pendapat yang kedua ini lebih serasi dengan makna lahiriah ayat.
Surat Sad |38:27|
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًا ۚ ذَٰلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ
wa maa kholaqnas-samaaa`a wal-ardho wa maa bainahumaa baathilaa, żaalika zhonnullażiina kafaruu fa wailul lillażiina kafaruu minan-naar
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia. Itu anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang yang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.
And We did not create the heaven and the earth and that between them aimlessly. That is the assumption of those who disbelieve, so woe to those who disbelieve from the Fire.
(Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan batil) dengan main-main. (Yang demikian itu) yakni penciptaan hal tersebut tanpa hikmah
(adalah anggapan orang-orang kafir) dari penduduk Mekah (maka neraka Waillah) Wail adalah nama sebuah lembah di neraka (bagi orang-orang yang kafir karena mereka akan masuk neraka.)
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 27 |
Tafsir ayat 27-29
Allah Swt. menceritakan bahwa tidak sekali-kali Dia menciptakan makhluk-Nya dengan main-main, melainkan Dia ciptakan mereka supaya mereka menyembah-Nya dan mengesakan-Nya. Kemudian Allah akan menghimpun mereka
di hari perhimpunan, maka Dia akan memberi pahala kepada orang yang taat dan mengazab orang yang kafir. Karena itulah, disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلا ذَلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا}
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya secara sia-sia. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir. (Shad: 27)
Yakni orang-orang yang tidak percaya kepada hari berbangkit dan tidak pula kepada hari kembali, melainkan hanya percaya kepada kehidupan di dunia ini saja.
{فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ}
maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (Shad: 27) Maksudnya, celakalah mereka di hari mereka kembali saat mereka dibangkitkan karena akan memasuki neraka yang telah disediakan buat mereka.
Kemudian Allah menjelaskan, bahwa termasuk keadilan dan hikmah-Nya Dia tidak menyamakan antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الأرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ}
Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa
sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? (Shad: 28) Yakni Kami tidak akan melakukan hal seperti itu; mereka tidaklah sama di sisi Allah. Dan apabila demikian, berarti pasti ada negeri lain yang di dalamnya orang yang taat
diberi pahala dan orang yang durhaka mendapat siksaan. Petunjuk ini menuntut akal yang sehat dan fitrah yang lurus untuk menyimpulkan bahwa adanya hari akhirat dan hari pembalasan merupakan suatu kepastian.
Karena sesungguhnya kita sering melihat orang yang zalim lagi melampaui batas makin bertambah harta, anak dan kenikmatannya, serta mati dalam keadaan demikian. Sebaliknya kita sering melihat orang yang taat lagi teraniaya mati
dalam keadaan sengsara dan miskin. Maka sudah merupakan suatu kepastian hal tersebut menuntut kebijaksanaan Tuhan Yang Mahabijaksana, Maha Mengetahui, lagi Maha-adil yang tidak pernah aniaya barang sedikit pun
untuk menegakkan keadilan dengan memenangkan si teraniaya atas orang yang menganiayanya. Apabila hal ini tidak terjadi di dunia ini, berarti di sana ada negeri lain yang padanya dilakukan pembalasan dan keadilan ini,
yaitu negeri akhirat ' Mengingat Al-Qur'an itu memberi petunjuk ke tujuan-tujuan yang benar dan kesimpulan-kesimpulan rasio yang jelas, maka Allah Swt berfirman:
{كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ}
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. (Shad: 29)
Yaitu orang-orang yang berakal, al-albab adalah bentuk jamak dari lub yang artinya akal. Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Demi Allah, bukanlah cara mengambil pelajaran dari Al-Qur'an itu dengan menghafal huruf-hurufnya,
tetapi menyia-nyiakan batasan-batasannya, sehingga seseorang dari mereka (yang tidak mengindahkan batasan-batasannya) mengatakan" Aku telah membaca seluruh Al-Qur'an', tetapi pada dirinya tidak ada ajaran Al-Qur'an
yang disandangnya, baik pada akhlaknya ataupun pada amal perbuatannya."
Surat Sad |38:28|
أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ
am naj'alullażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati kal-mufsidiina fil-ardhi am naj'alul-muttaqiina kal-fujjaar
Pantaskah Kami memperlakukan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi? Atau pantaskah Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang jahat?
Or should we treat those who believe and do righteous deeds like corrupters in the land? Or should We treat those who fear Allah like the wicked?
(Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi
Patutkah pula Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat) Ayat ini diturunkan sewaktu orang-orang kafir Mekah berkata kepada orang-orang yang beriman,
"Sesungguhnya kami kelak di hari kemudian akan diberi seperti apa yang diberikan kepada kalian." Lafal Am di sini untuk menunjukkan makna sanggahan, yakni jelas tidak sama.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 28 |
penjelasan ada di ayat 27
Surat Sad |38:29|
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
kitaabun anzalnaahu ilaika mubaarokul liyaddabbaruuu aayaatihii wa liyatażakkaro ulul-albaab
Kitab (Al-Qur´an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.
[This is] a blessed Book which We have revealed to you, [O Muhammad], that they might reflect upon its verses and that those of understanding would be reminded.
(Ini adalah sebuah Kitab) menjadi Khabar dari Mubtada yang tidak disebutkan, yakni, Ini adalah Kitab (yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan)
asal lafal Yaddabbaruu adalah Yatadabbaruu, kemudian huruf Ta diidghamkan kepada huruf Dal sehingga jadilah Yaddabbaruu (ayat-ayatnya)
maksudnya supaya mereka memperhatikan makna-makna yang terkandung di dalamnya, lalu mereka beriman karenanya (dan supaya mendapat pelajaran) mendapat nasihat (orang-orang yang mempunyai pikiran) yaitu yang berakal.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 29 |
penjelasan ada di ayat 27
Surat Sad |38:30|
وَوَهَبْنَا لِدَاوُودَ سُلَيْمَانَ ۚ نِعْمَ الْعَبْدُ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ
wa wahabnaa lidaawuuda sulaimaan, ni'mal-'abd, innahuuu awwaab
Dan kepada Dawud Kami karuniakan (anak bernama) Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).
And to David We gave Solomon. An excellent servant, indeed he was one repeatedly turning back [to Allah].
(Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman) sebagai anaknya (dia adalah sebaik-baik hamba) maksudnya Sulaiman adalah sebaik-baik hamba. (Sesungguhnya dia amat taat) kepada Rabbnya, selalu bertasbih dan berzikir pada semua waktunya.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 30 |
Tafsir ayat 30-33
Allah Swt menceritakan bahwa Dia telah menganugerahkan anak kepada Daud (yaitu Sulaiman) yang menjadi seorang nabi, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُدَ}
Dan Sulaiman telah mewarisi Daud (An-Naml: 16) Yakni dalam hal kenabian, karena sesungguhnya saat itu Daud mempunyai anak yang banyak selain Sulaiman. Sesungguhnya saat itu Nabi Daud mempunyai seratus orang istri yang semuanya dari wanita merdeka. Firman Allah Swt.:
{نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ}
dia adalah sebaik-baiknya hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Shad: 30 ) Ini merupakan pujian yang ditujukan kepada Sulaiman, bahwa dia adalah seorang yang sangat taat, banyak beribadah dan suka bertobat
kepada Allah Swt. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Khalid, telah menceritkan kepada kami Al-Walid ibnu Jabir, telah menceritakan kepada kami Mak-hul
yang mengatakan bahwa setelah Allah menganugerahkan Sulaiman kepada Daud, Daud berkata kepada anaknya, "Hai Anakku, apakah yang lebih baik itu?" Sulaiman menjawab, "Ketenangan dari Allah dan Iman." Daud bertanya,
"Lalu apakah yang paling buruk itu?" Sulaiman menjawab, "Kafir sesudah iman." Daud bertanya, "Apakah yang paling indah itu?" Sulaiman menjawab, "Ketenangan Allah di antara hamba-hamba-Nya." Daud bertanya.
”Lalu apakah yang paling menyejukkan itu?" Sulaiman menjawab, "Pemaafan dari Allah kepada manusia, dan pemaafan sebagian dari manusia kepada sebagian yang lain." Daud berkata.”Kalau begitu, engkau adalah seorang nabi."
Firman Allah Swt.:
{إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ}
(Ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore. (Shad: 31) Yakni pada saat ditampilkan kuda-kuda yang tenang —tetapi cepat larinya—
di hadapan Sulaiman a.s. yang duduk di atas singgasana kerajaannya. Mujahid mengatakan bahwa Safinat ialah kuda yang bila berdiri di atas ketiga kakinya, sedangkan kaki yang keempatnya hanya menginjakkan ujung teracaknya saja;
inilah ciri khas kuda yang kencang larinya. Hal yang sama telah dikatakan oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar,
telah menceritakan kepada kami Muammal, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari ayahnya (yaitu Sa'id ibnu Masruq), dari Ibrahim At-Taimi sehubungan dengan makna firman-Nya: (Ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda
yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore. (Shad: 31) Bahwa semuanya berjumlah dua puluh ekor kuda yang semuanya memiliki sayap. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, telah menceritakan kepadaku Israil, dari Sa'id Ibnu Masruq,
dari Ibrahim At-Taimi yang mengatakan bahwa kuda yang menyibukkan Sulaiman a.s. (dari mengingat Allah) berjumlah dua puluh ribu ekor. akhirnya Sulaiman a.s. menyembelih semuanya. Riwayat ini lebih mendekati kebenaran:
hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَوْفٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنِي عُمَارة بْنُ غَزيَّة: أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عائشة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ -أَوْ خَيْبَرَ-وَفِي سَهْوَتِهَا سَتْرٌ فَهَبَّتِ الرِّيحُ فَكَشَفَتْ نَاحِيَةَ السَّتْرِ عَنْ بَنَاتٍ لِعَائِشَةَ -لُعَب-فَقَالَ: "مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ؟ " قَالَتْ: بَنَاتِي. وَرَأَى بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهُ جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ فَقَالَ: "مَا هَذَا الَّذِي أَرَى وَسَطَهُنَّ؟ " قَالَتْ: فَرَسٌ. قَالَ: "وَمَا هَذَا الَّذِي عَلَيْهِ؟ " قَالَتْ: جَنَاحَانِ قَالَ: "فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ؟! " قَالَتْ: أَمَا سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ خَيْلٌ لَهَا أَجْنِحَةٌ؟ قَالَتْ: فَضَحِكَ حَتَّى رَأَيْتُ نَوَاجِذَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayub, telah menceritakan kepadaku,
Imarah ibnu Gazyah, bahwa Muhammad ibnu Ibrahim pernah menceritakan kepadanya dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. tiba dari medan Tabuk atau Khaibar,
sedangkan di rak Siti Aisyah terdapat kain penutup. Tiba-tiba ada angin bertiup yang menyibakkan kain penutupnya, maka tampaklah boneka-boneka mainan Siti Aisyah r.a. Nabi Saw. bertanya "Hai Aisyah, apakah ini?"
Aisyah menjawab, "Ini adalah boneka-boneka mainanku," dan Nabi Saw. melihat di antara boneka-boneka itu boneka yang berupa kuda sembrani (kuda bersayap) terbuat dari tanah liat yang dikeringkan." Maka Nabi Saw. bertanya,
"Apakah ini yang kulihat di tengah-tengah semua boneka itu?' Siti Aisyah menjawab, -'Kuda." Nabi Saw. bertanya, "Lalu apakah yang ada di punggungnya?" Siti Aisyah menjawab, "Kedua sayap." Nabi Saw. bersabda,
"Kuda mempuyai dua sayap?" Siti Aisyah r.a, berkata, "Apakah engkau belum pernah mendengar bahwa Sulaiman a.s. dahulu mempunyai kuda yang memiliki sayap?" Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa mendengar jawaban itu Nabi Saw.
tertawa sehingga gigi serinya kelihatan. Firman Allah Swt.:
{فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّي حَتَّى تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ}
Ia berkata.”Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan.” (Shad: 32) Ulama Salaf dan ulama tafsir yang bukan hanya seorang
telah menceritakan bahwa Sulaiman disibukkan oleh penampilan kuda-kuda itu hingga terlewatkan darinya salat Asar. Tetapi yang pasti Nabi Sulaiman tidak meninggalkannya dengan sengaja, melainkan lupa, seperti kesibukan
yang pernah dialami oleh Nabi Saw. pada hari penggalian parit hingga salat Asar terlewatkan olehnya dan baru mengerjakannya sesudah mentari tenggelam. Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui jalur yang cukup banyak,
antara lain dari Jabir r.a.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: جَاءَ عُمَرُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْخَنْدَقِ بَعْدَ مَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ فَجَعَلَ يَسُبُّ كُفَّارَ قُرَيْشٍ، وَيَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَاللَّهِ مَا كِدْتُ أُصَلِّي الْعَصْرَ حَتَّى كَادَتِ الشَّمْسُ تَغْرُبُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَاللَّهِ مَا صَلَّيْتُهَا" فَقَالَ: فَقُمْنَا إِلَى بُطْحَان فَتَوَضَّأَ لِلصَّلَاةِ وَتَوَضَّأْنَا لَهَا فَصَلَّى الْعَصْرَ بَعْدَ مَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا الْمَغْرِبَ
Jabir menceritakan bahwa Umar r.a. datang di hari penggalian parit sesudah matahari tenggelam, maka ia mencaci maki orang-orang kafir Quraisy dan berkata, "Wahai Rasulullah, belum lagi aku mengerjakan salat Asar,
matahari telah tenggelam." Rasulullah Saw. bersabda, "Demi Allah, aku belum mengerjakannya." Maka kami berangkat menuju Bat-han dan Nabi Saw. melakukan wudu untuk salatnya, lalu kami pun berwudu. Maka beliau Saw.
mengerjakan salat Asar setelah matahari tenggelam, sesudahnya beliau langsung mengerjakan salat Magrib. Barangkali menurut syariat Nabi Sulaiman diperbolehkan mengakhirkan salat (dari waktunya) karena uzur perang
(persiapan untuk perang); dan lagi kuda di masanya dimaksudkan untuk sarana berperang. Sejumlah ulama menyatakan bahwa pada mulanya hal tersebut diisyaratkan, kemudian di-mansukh dengan disyariatkannya salat khauf.
Di antara mereka ada pula yang berpendapat bahwa hal tersebut diperbolehkan di saat perang sedang berkecamuk, beradu senjata dan kontak tubuh dengan musuh sehingga salat tidak mungkin dapat dilaksanakan,
dan rukuk tidak dapat dilakukan, serta sujud pun tidak dapat. Hal ini telah dilakukan oleh para sahabat saat mereka menaklukkan Tustur. Riwayat ini dinukil dari Mak-hul, dan Al-Auaz'i serta selain keduanya. Akan tetapi,
pendapat yeng pertamalah yang lebih mendekati kebenaran, karena dalam ayat berikutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{رُدُّوهَا عَلَيَّ فَطَفِقَ مَسْحًا بِالسُّوقِ وَالأعْنَاقِ}
(Ia Berkata), "Bawalah semua kuda itu kembali kepadaku!" Lalu ia menebas kaki dan leher kuda itu. (Shad: 33) Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Tidak," Sulaiman berkata, "Demi Allah, janganlah engkau melalaikanku dari menyembah Tuhanku,
sekarang engkau harus menerima pembalasannya?" Kemudian Sulaiman memerintahkan agar kuda-kuda itu ditangkap, lalu disembelih. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah. As-Saddi mengatakan bahwa Sulaiman menebas batang leher
dan pergelangan kaki kuda-kuda itu. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi Sulaiman mengusap-usap leher dan kaki kuda itu. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengatakan,
tidaklah mungkin Sulaiman a.s. menyiksa hewan dengan menyembelihnya, yang berarti dia telah memusnahkan sebagian dari hartanya tanpa penyebab. Hanya karena alasan harta tersebut dia lalai dari salatnya karena keasyikan
memandangnya, sedangkan kuda itu tidak mempunyai dosa. Pendapat yang diperkuat oleh Ibnu Jarir ini masih perlu diteliti kebenarannya, karena barangkali hal seperti itu diperbolehkan menurut syariat mereka,
terlebih lagi jika marah yang diakibatkannya adalah demi karena Allah Swt. disebabkan kuda tersebut menjadi penyebab dia lupa dari salatnya hingga waktu salat habis. Oleh karena itulah setelah Nabi Suliman a.s.
membebaskan dirinya dari kuda-kuda itu, maka Allah Swt. menggantinya dengan kendaraan yang jauh lebih baik daripada kuda-kuda itu. Yaitu angin yang dapat membawanya pergi ke mana pun yang dia perintahkan,
yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan satu bulan; dan perjalanannya di waktu petang hari sama dengan perjalanan satu bulan. Hal ini jelas jauh lebih baik dari kuda.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ هِلَالٍ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ وَأَبِي الدَّهْمَاءِ -وَكَانَا يُكْثِرَانِ السَّفَرَ نَحْوَ الْبَيْتِ-قَالَا أَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ، فَقَالَ الْبَدَوِيُّ: أَخَذَ بِيَدِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فجعل يُعَلِّمُنِي مِمَّا عَلَّمَهُ اللَّهُ تَعَالَى وَقَالَ: "إِنَّكَ لَا تَدَعُ شَيْئًا اتِّقَاءَ اللَّهِ -عَزَّ وَجَلَّ-إِلَّا أَعْطَاكَ اللَّهُ خَيْرًا مِنْهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah, dari Humaid ibnu Hilal, dari Abu Qatadah dan Abud Dahma yang keduanya sering melakukan perjalanan ke Baitullah.
Keduanya mengatakan bahwa kami mendatangi seorang lelaki Badui, lalu lelaki Badui itu berkata kepada kami bahwa Rasulullah Saw. pernah memegang tangannya, kemudian mengajarinya apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya.
Lalu beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya kamu tidak sekali-kali meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah, melainkan Allah Swt. akan memberimu (sebagai gantinya) hal yang lebih baik dari itu.
Surat Sad |38:31|
إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ
iż 'uridho 'alaihi bil-'asyiyyish-shoofinaatul-jiyaad
(Ingatlah) ketika pada suatu sore dipertunjukkan kepadanya (kuda-kuda) yang jinak, (tetapi) sangat cepat larinya,
[Mention] when there were exhibited before him in the afternoon the poised [standing] racehorses.
(Ingatlah ketika dipertunjukkan kepadanya di waktu sore) yakni sesudah matahari tergelincir (kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti) lafal Ash-Shaafinaat adalah bentuk jamak dari lafal Shaafinah,
artinya kuda yang kalau berhenti berdiri pada tiga kaki, sedangkan kaki yang keempatnya berdiri pada ujung teracaknya atau berjinjit. Lafal ini berasal dari kata Shafana Yashfinu Shufuunan
(dan cepat pada waktu berlari) lafal Al-Jiyaad adalah bentuk jamak dari lafal Jawaadun, artinya kuda balap. Maksud ayat, bahwa kuda-kuda itu bila berhenti tenang, dan bila berlari sangat cepat.
Tersebutlah bahwa Nabi Sulaiman memiliki seribu ekor kuda, kuda-kuda itu ditampilkan di hadapannya setelah ia selesai melakukan sholat Zuhur, karena ia bermaksud untuk berjihad dengan memakai kuda
sebagai kendaraannya untuk melawan musuh. Sewaktu penampilan kuda baru sampai sembilan ratus ekor ternyata waktu Magrib telah tiba, sedangkan ia belum melakukan sholat asar. Hal ini membuatnya berduka cita.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 31 |
penjelasan ada di ayat 30
Surat Sad |38:32|
فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّي حَتَّىٰ تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ
fa qoola inniii aḥbabtu ḥubbal-khoiri 'an żikri robbii, ḥattaa tawaarot bil-ḥijaab
maka dia berkata, "Sesungguhnya aku menyukai segala yang baik (kuda), yang membuat aku tersibukkan dari ingat akan (kekuasaan) Tuhanku, sampai matahari terbenam."
And he said, "Indeed, I gave preference to the love of good [things] over the remembrance of my Lord until the sun disappeared into the curtain [of darkness]."
(Maka ia berkata, "Sesungguhnya aku menyukai) artinya, mempunyai maksud (bersenang-senang terhadap barang yang baik) yakni kuda (hingga aku lupa untuk berzikir kepada Rabbku)
lupa melakukan sholat asar (sehingga tertutuplah) matahari (dari pandangan mata.") artinya sehingga matahari itu tenggelam dan tidak kelihatan lagi.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 32 |
penjelasan ada di ayat 30
Surat Sad |38:33|
رُدُّوهَا عَلَيَّ ۖ فَطَفِقَ مَسْحًا بِالسُّوقِ وَالْأَعْنَاقِ
rudduuhaa 'alayy, fa thofiqo mas-ḥam bis-suuqi wal-a'naaq
"Bawalah semua kuda itu kembali kepadaku." Lalu dia mengusap-usap kaki dan leher kuda itu.
[He said], "Return them to me," and set about striking [their] legs and necks.
(Ia berkata, "Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku") yaitu kuda-kuda yang ditampilkan tadi kemudian mereka membawanya kepada Nabi Sulaiman (lalu ia membabat kuda-kuda itu)
dengan pedangnya (pada kaki-kakinya) lafal As-Suuq ini adalah bentuk jamak dari lafal Saaqun (dan pada lehernya) artinya Nabi Sulaiman menyembelih semua kuda-kuda itu kemudian memotong kakinya
sebagai kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Karena kuda-kuda itu ternyata membuatnya lalai dari sholat; kemudian ia menyedekahkan daging-dagingnya.
Akhirnya Allah menggantikan kudanya dengan kendaraan yang jauh lebih baik dan lebih cepat larinya, yaitu kendaraan angin; angin dapat diperintah untuk bertiup dengan membawanya ke mana saja yang ia kehendaki.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 33 |
penjelasan ada di ayat 30
Surat Sad |38:34|
وَلَقَدْ فَتَنَّا سُلَيْمَانَ وَأَلْقَيْنَا عَلَىٰ كُرْسِيِّهِ جَسَدًا ثُمَّ أَنَابَ
wa laqod fatannaa sulaimaana wa alqoinaa 'alaa kursiyyihii jasadan ṡumma anaab
Dan sungguh, Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian dia bertobat.
And We certainly tried Solomon and placed on his throne a body; then he returned.
(Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman) Kami telah mencobanya dengan suatu ujian, yaitu kerajaannya dirampas oleh orang lain. Demikian itu,
karena ia pernah menikahi seorang perempuan yang ia sukai, hanya perempuan itu termasuk orang yang menyembah berhala, tanpa sepengetahuan Nabi Sulaiman.
Dan tersebutlah bahwa kebesarannya itu terletak pada cincinnya kemudian pada suatu hari ketika ia bermaksud untuk pergi ke kamar mandi, ia melepaskan cincinnya itu.
Lalu ia menitipkannya kepada salah seorang dari istrinya yang bernama Aminah, sebagaimana biasanya. Setelah ia pergi tiba-tiba datanglah makhluk jin yang menyerupai Nabi Sulaiman,
kemudian jin itu mengambil cincin itu dari Aminah dan langsung memakainya (dan Kami dudukkan pada singgasananya sesosok jasad) yaitu jin tersebut, yang bernama Shakhr atau jin lainnya,
kemudian jin itu menduduki singgasana Nabi Sulaiman. Ketika itu juga ia dikelilingi burung-burung dan lain-lainnya. Lalu muncullah Nabi Sulaiman dalam bentuk yang tidak seperti biasanya, yakni tanpa pakaian kebesaran,
ia melihat bahwa di singgasananya telah duduk seseorang. Kemudian ia berkata kepada orang-orang yang ada di situ, "Aku adalah Sulaiman." Akan tetapi orang-orang mengingkarinya
(kemudian ia kembali) yakni kembali dapat merebut kebesarannya setelah selang beberapa hari; yaitu setelah ia berhasil merebut cincin kebesarannya, lalu memakainya dan duduk di atas singgasananya kembali.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 34 |
Tafsir ayat 34-40
Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ فَتَنَّا سُلَيْمَانَ}
Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman. (Shad: 34) Yakni Kami telah mengujinya dengan mencabut kerajaan dari tangannya.
{وَأَلْقَيْنَا عَلَى كُرْسِيِّهِ جَسَدًا}
dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit). (Shad: 34) Ibnu Abbas r.a. Mujahid, Sa'id ibnu Jubair Al-Hasan, dan Qatadah serta lain-lainnya menyebutkan sehubungan
dengan makna ayat ini, yaitu: Dan Kami jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh (yang mirip dengan dia). Mereka menyebutkan bahwa sosok tubuh itu adalah setan yang merupakan dirinya dengan Nabi Sulaiman.
{ثُمَّ أَنَابَ}
Kemudian ia bertobat. (Shad: 34) Mereka menyebutkan bahwa makna anaba ialah kembali, yakni kemudian kerajaan, pengaruh, dan wibawanya kembali kepada Sulaiman seperti semula. Ibnu Jarir meyebutkan bahwa
nama setan (Jin) tersebut adalah Sakhr, demikianlah menurut Ibnu Abbas dan Qatadah. Menurut pendapat lain nama setan itu adalah Asif, kata Mujahid. Menurut pendapat yang lainnya lagi adalah Asruwa, yang juga kata Mujahid.
Menurut As-Saddi, nama setan itu adalah Habyaq. Dalam menyebutkan kisah kejadian ini sebagian dari mereka ada yang menceritakannya secara panjang lebar, dan sebagian yang lain menceritakannya secara ringkas.
Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah yang telah menceritakan bahwa Sulaiman diperintahkan untuk membangun Baitul Maqdis. Maka dikatakan kepadanya, "Bangunlah ia, tetapi jangan sampai terdengar suara besi beradu."
Nabi Sulaiman a.s berusaha untuk melakukannya, tetapi tidak mampu (karena harus tanpa suara). Kemudian dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya ada yang mampu melakukannya. Dia adalah setan yang bertempat tinggal di laut,
dikenal dengan nama Sakhr, jin yang jahat." Maka Sulaiman a.s. mencarinya, dan tersebutlah bahwa di tepi laut tersebut terdapat sebuah mata air yang biasa didatangi oleh jin Sakhr untuk minum darinya seminggu-sekali.
Lalu Nabi Sulaiman mengeringkan airnya dan menggantinya dengan khamr. Dan pada hari minumnya, jin Sakhr datang. Ternyata ia menjumpainya telah menjadi khamr, maka ia berkata, "Sesungguhnya airmu ini adalah minuman yang baik,
hanya saja engkau akan membuat orang yang penyabar menjadi mabuk dan membuat orang yang bodoh makin bertambah bodoh." Setelah minum Sakhr pulang, dan kembali lagi kepadanya setelah merasa kehausan yang sangat. Ia berkata,
"Sesungguhnya engkau adalah minuman yang baik, tetapi engkau dapat menjadikan orang yang penyabar mabuk dan menambahkan kebodohan kepada orang yang bodoh." Lalu Sakhr meminumnya lagi hingga pengaruh khamr
menguasai akalnya. Kemudian diperlihatkan kepadanya cincin Sulaiman, atau cincin itu ditempelkan di antara kedua tulang belikatnya, hingga Sakhr lumpuh dan tunduk. Disebutkan bahwa letak kesaktian Nabi Sulaiman berada pada cincinnya.
Lalu Sakhr dibawa menghadap kepada Nabi Sulaiman a.s, dan Nabi Sulaiman berkata, "Sesungguhnya kami telah diperintahkan untuk membangun rumah ini (Baitul Maqdis), dan dikatakan kepada kami bahwa dalam membangunnya
tidak boleh ada suara besi." Maka Sakhr mendatangkan telur burung hudhud, lalu meletakkannya di dalam sebuah kotak kaca yang tertutup rapat. Ketika induk burung hudhud itu datang, ia hanya bisa berputar di sekitar peti kaca tersebut;
ia dapat melihat telurnya, tetapi tidak dapat mendekatinya. Maka burung hudhud itu pergi dan datang lagi dengan membawa intan, lalu ia mengeratkan intan itu pada kotak kaca dan pecahlah kacanya hingga ia bisa mengerami telurnya.
Maka Nabi Sulaiman mengambil intan dan menjadikannya sebagai alat untuk memotong batu-batuan. Nabi Sulaiman a.s. apabila hendak memasuki kamar kecil atau kamar mandi tidak membawa serta cincinnya itu. Pada suatu hari ia pergi
ke tempat mandi, sedangkan setan itu (yakni Sakhr) ikut bersamanya; peristiwa ini terjadi seusai Nabi Sulaiman menggauli salah seorang istrinya. Sebelum Sulaiman a.s. memasuki kamar mandinya, terlebih dahulu ia menitipkan cincinnya itu
kepada Sakhr. Tetapi setelah Sakhr menerimanya, ia melemparkannya ke laut dan cincin itu ditelan oleh ikan. Maka kesaktian Nabi Sulaiman hilang. Kemudian Sakhr menyerupakan dirinya dengan Suliaman; ia datang ke kerajaannya,
lalu duduk di atas singgasananya. Sejak saat itu Sakhr menguasai seluruh kerajaan milik Nabi Sulaiman, kecuali istri-istri Nabi Sulaiman. Sakhr menjalankan roda pemerintahan dan memutuskan peradilan di antara mereka,
tetapi mereka memprotes banyak hal yang telah diputuskannya, hingga mereka mengatakan, "Sesungguhnya Nabi Allah mendapat cobaan." Di antara mereka terdapat seorang lelaki yang diserupakan oleh mereka mempunyai kekuatan
yang mirip dengan sahabat Umar ibnul Khattab. Lelaki itu berkata, "Demi Allah, sungguh aku akan mencobanya." Ia bertanya, "Hai Nabi Allah, dia mengira bahwa yang duduk di atas singgasana itu adalah Nabi Sulaiman,
bagaimanakah jika salah seorang dari kami mengalami jinabah di suatu malam yang dingin, lalu ia meninggalkan mandi jinabah dengan sengaja hingga matahari terbit, apakah menurut pendapatmu ia tidak berdosa? Sakhr
yang menyerupai dirinya dengan Nabi Sulaiman menjawab, "Tidak." Ketika Sakhr dalam keadaan demikian selama empat puluh hari, tiba-tiba Nabi Sulaiman menemukan cincinnya di dalam perut seekor ikan. Lalu ia datang; tiada jin
dan tiada pula burung yang bersua dengannya melainkan bersujud hormat kepadanya, hingga sampailah ia ke kerajaannya tempat mereka berada.
{وَأَلْقَيْنَا عَلَى كُرْسِيِّهِ جَسَدًا}
dan Kami jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh. (Shad: 34) Tubuh tersebut tiada lain kecualijin Sakhr yang jahat itu. As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman.
(Shad: 34) Yakni Kami uji dia, dengan cara seperti yang disebutkan firman berikutnya: dan Kami jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh. (Shad: 34) Bahwa dia adalah setan yang didudukkan di atas singgasananya
selama empat puluh hari. Disebutkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. mempunyai seratus orang istri dan di antaranya ada seorang istri yang dikenal dengan nama Jaradah, yang paling dicintainya dan paling dipercayai olehnya
di antara semua istri-istrinya. Tersebutlah apabila Sulaiman hendak melakukan sesuatu yang mengakibatkan dirinya berjinabah atau hendak membuang hajatnya, terlebih dahulu ia menanggalkan cincinnya; maka tiada seorang pun
yang dipercaya olehnya selain dari Jaradah istri tersayangnya itu. Ia menitipkan cincinnya itu kepadanya di suatu hari, lalu ia masuk ke tempat buang air. Tidak lama kemudian muncullah setan yang menyerupakan diri seperti dia,
lalu setan itu berkata, "Kemarikanlah cincinku!" Jaradah menyerahkan cincin tersebut kepadanya. Selanjutnya setan itu datang ke kerajaan Nabi Sulaiman, lalu duduk di atas tempat duduk Nabi Sulaiman.
Sesudah itu Nabi Sulaiman a.s. keluar dari tempat buang airnya lalu meminta kepada istrinya (Jaradah) untuk menyerahkan cincinnya itu. Maka istinya menjawab.”Bukankah engkau telah mengambilnya tadi?" Nabi Sulaiman a.s.
berkata, "Belum." Sejak saat itu Nabi Sulaiman pergi, seakan-akan seperti layang-layang yang putus tanpa tujuan sedangkan setan itu tinggal selama empat puluh hari memerintah kerajaannya dan memutuskan perkara di antara manusia.
Orang-orang mengingkari keputusan-keputusan hukumnya, maka Ahli Qurra Bani Israil berkumpul bersama ulamanya, setelah itu mereka mendatangi istri-istri Nabi Sulaiman dan mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya kami mengingkari
sepak terjang orang ini. Jika memang Nabi Sulaiman telah kehilangan akal sehatnya, maka kami tidak mau menerima semua keputusannya." Mendengar berita itu semua istri Nabi Sulaiman menangis. Mereka pergi mendatangi Sulaiman
dengan jalan kaki. Setelah sampai di hadapannya, mereka memandangnya dengan pandangan yang teliti, kemudian mereka membuka kitab Taurat dan membacanya. Maka dengan serta merta setan itu terpental ke udara dan jatuh
di halaman istana, sedangkan cincin Sulaiman berada di tangannya. Kemudian ia terbang jauh dan pergi ke laut, tetapi cincin tersebut terjatuh darinya, jatuh ke laut, lalu dimakan oleh seekor ikan yang ada di laut.
Sulaiman datang dalam keadaan tertanggalkan darinya kebesaran seorang raja ke tepi laut, hingga sampailah ia pada salah seorang penangkap ikan di laut tersebut. Ia dalam keadaan sangat lapar, maka ia meminta ikan kepada
para penangkap ikan itu. Ia berkata kepada mereka, "Sesungguhnya aku adalah Sulaiman," maka sebagian dari mereka bangkit dan memukulnya dengan tongkat hingga Sulaiman terluka pada kepalanya. Sulaiman bersabar
dan mencuci lukanya itu di tepi pantai dengan air laut. Para nelayan yang ada mencela perbuatan teman mereka yang memukul Sulaiman, dan mereka berkata kepadanya, "Buruk sekali perlakuanmu itu dengan memukul dia."
Orang yang memukulnya menjawab.”Dia mengira bahwa dirinya adalah Sulaiman." Akhirnya mereka memberinya dua ekor ikan yang tidak terpakai oleh mereka. Sulaiman tidak mengindahkan lagi luka akibat pukulan,
ia bangkit menuju ke tepi pantai, lalu membelah perut kedua ikan itu dan mencucinya. Ternyata ia menjumpai cincinnya berada di dalam perut salah satu dari kedua ekor ikan pemberian itu.
Ia segera memungutnya dan mengenakannya, maka dengan serta merta Allah mengembalikan kepadanya wibawanya sebagai seorang raja dan juga kesaktiannya. Burung-burung pun berdatangan hingga mengelilinginya,
Melihat kejadian itu barulah kaum yang ada di pantai itu merasa yakin bahwa dia adalah Sulaiman a.s. Maka orang-orang berdatangan kepadanya seraya meminta maaf kepadanya atas apa yang telah mereka lakukan terhadapnya.
Sulaiman a.s. menjawab, "Aku tidak memuji kalian atas permintaan maaf kalian, tidak pula aku mencela apa yang telah kalian lakukan terhadapku, karena sesungguhnya peristiwa tersebut merupakan suatu perkara yang telah terjadi."
Sulaiman a.s. berangkat hingga datang ke kerajaannya, lalu ia memerintahkan agar setan tersebut ditangkap. Setelah setan itu ditangkap, ia menjatuhkan hukuman terhadapnya, maka ia memasukkannya ke dalam sebuah peti besi
yang dikuncinya rapat-rapat dan dilak dengan cap dari cincinnya. Kemudian ia memerintahkan agar peti itu dilemparkan ke dalam laut, dan setan tersebut akan tetap berada di dalam peti itu hingga hari kiamat nanti.
Disebutkan bahwa nama setan itu adalah Habyaq. As-Saddi melanjutkan kisahnya, bahwa telah ditundukkan bagi Sulaiman angin, yang sebelum itu tidak ditundukkan terhadapnya. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi. (Shad: 35) Ibnu Abu Najib telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya:
dan Kami jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh. (Shad: 34) Yaitu setan yang dikenal dengan nama Asif. Sulaiman a.s. berkata kepadanya, "Bagaimanakah caranya kamu menguji manusia?" Asif berkata,
"Perlihatkanlah kepadaku cincinmu, nanti aku akan menceritakannya kepadamu!" Ketika Nabi Sulaiman memberikan cincin itu kepadanya, maka ia (Asif) melemparnya ke laut. Setelah itn Sulaiman a.s. pergi mengembara, kerajaannya
(kesaktiannya) telah lenyap dari tangannya, sedangkan si Asif duduk di atas singgasananya. Tetapi Allah Swt. mencegahnya dari istri-istri Nabi Sulaiman; maka dia tidak dapat mendekati mereka, dan tidak sekali-kali mereka mendekatinya,
mereka langsung merasa benci terhadapnya. Sejak itu Nabi Sulaiman a.s. makannya dari meminta-minta. Dia meminta makan dan mengatakan, "Tahukan kalian, siapakah aku ini? Berilah aku makan, aku adalah Sulaiman,"
tetapi mereka mendustakannya (tidak percaya kepadanya). Hinggga pada suatu hari ada seorang wanita yang memberinya seekor ikan, lalu Sulaiman membelah perutnya dan ternyata ia menjumpai cincinnya berada di dalam perut ikan itu.
Maka kembalilah kepadanya kebesaran kerajaan dan kesaktiannya, sedangkan Asif kabur, lalu masuk ke dalam laut. Semuanya itu bersumber dari kisah israiliyat, tetapi tiada seorang pun yang mengingkari apa yang dikatakan
oleh Ibnu Abu Hatim berikut: Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, Usman ibnu Abu Syaibah, dan Ali ibnu Muhammad; ketiganya mengatakan bahwa
telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
dan Kami jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh (yang mirip degannya), kemudian ia kembali (merebut kerajaannya). (Shad: 34) Bahwa ketika Nabi Sulaiman hendak memasuki kamar kecil, ia menyerahkan cincinnya itu kepada Jaradah,
salah seorang istrinya yang paling dicintainya. Tiba-tiba datanglah setan yang menyerupai dirinya dengan Sulaiman, lalu berkata kepada Jaradah, "Berikanlah cincinku kepadaku," maka Jaradah menyerahkan cincin itu kepadanya.
Setelah setan itu mengenakan cincin tersebut, tunduklah kepadanya semua manusia, jin, dan setan. Ketika Sulaiman keluar dari kamar kecilnya, berkatalah ia kepada istrinya, "Kemarikanlah cincinku!" Jaradah menjawab,
"Bukankah tadi telah kuberikan kepada Sulaiman?" Sulaiman a.s. berkata, "Akulah Sulaiman." Jaradah menjawab, "Kamu dusta, bukan Sulaiman." Sejak saat itu tidak sekali-kali ia mendatangi seseorang dan mengatakan kepadanya.
”Akulah Sulaiman," melainkan orang itu mendustakannya, hingga anak-anak kecil melemparinya dengan batu. Ketika Sulaiman menyaksikan kenyataan ini, maka sadarlah ia bahwa ini merupakan perintah (ujian) dari Allah Swt.
Sedangkan setan itu bangkit dan memutuskan perkata di antara manusia (rakyat kerajaan Nabi Sulaiman). Dan ketika Allah menghendaki akan mengembalikan kerajaan kepada Sulaiman a.s, Allah menanamkan rasa ingkar dan benci
terhadap setan yang menyerupakan dirinya dengan rupa Sulaiman itu. Maka orang-orang mengirimkan utusan untuk menghadap kepada istri-istri Nabi Sulaiman. Para utusan mengatakan kepada mereka, "Apakah kalian menyaksikan sesuatu
yang aneh pada diri Sulaiman?" Mereka menjawab, "Ya, sesungguhnya dia sekarang selalu mendatangi kami di saat kami sedang haid, padahal sebelum itu dia tidak pernah melakukannya." Ketika setan melihat bahwa perihal dirinya
akan diketahui dan kedoknya akan terbuka, mereka menulis sebuah kitab yang di dalamnya terkandung sihir dan kekufuran, lalu mereka pendam di bawah singgasananya. Setelah itu mereka gali dan berpura-pura menemukannya,
dan mereka membacakannya kepada orang-orang. Akhirnya mereka mengatakan, "Dengan cara inikah Sulaiman menguasai manusia dan mengalahkan mereka?" Kemudian semua orang mengingkari Sulaiman dan mereka
tetap bersikap mengingkarinya. Selanjutnya setan itu melemparkan cincin Sulaiman ke dalam laut. Setelah dilemparkan, cincin itu ditelan oleh ikan. Tersebutlah bahwa Nabi Sulaiman (sesudah peristiwa itu) bekerja sebagai kuli di sebuah pantai.
Maka datanglah seorang lelaki membeli ikan-ikan di pantai itu dari jenis ikan yang menelan cincin Sulaiman, dari ikan yang menelan cincin itu pun ada pada kelompoknya tersebut. Lelaki itu memanggil Sulaiman dan berkata kepadanya.
”Maukah engkau pikul ikan-ikan ini?" Sulaiman menjawab, "Ya." Sulaiman bertanya, "Berapa upahnya?" Lelaki itu menjawab, "Saya bayar dengan ikan jenis ini yang kamu pikul nanti." Nabi Sulaiman a.s. setuju, lalu ia memikul ikan-ikan itu
dan pergi membawanya ke rumah laki-laki itu. Setelah sampai di pintu rumah lelaki itu, maka si lelaki itu memberinya upah berupa ikan yang ternyata di dalamnya terdapat cincinnya. Nabi Sulaiman menerimanya, lalu membelah ikan itu.
Tiba-tiba ia menjumpai cincinnya berada di dalam perut ikan tersebut, maka ia pungut dan memakainya. Setelah ia memakai cincinnya itu, maka tunduklah kepadanya semua manusia, jin, dan setan; keadaannya kembali seperti semula,
sedangkan setan yang merebut kedudukannya lari ke sebuah pulau di tengah laut. Nabi Sulaiman a.s. mengirimkan utusan untuk mengejar dan menangkap setan yang sangat jahat itu. Maka mereka mengejarnya, tetapi mereka
tidak mampu menangkapnya, pada akhirnya setan itu dijumpai sedang tidur. Kemudian mereka membangun di atasnya sebuah bangunan tertutup dari timah. Ketika setan itu bangun, ia kaget dan melompat, tetapi tidak sekail-kali ia melompat
di bagian mana pun dari bangunan itu melainkan timah itu melentur dan membelitnya. Akhirnya mereka dapat menangkapnya dan mengikatnya, lalu membawanya ke hadapan Nabi Sulaiman a.s. Maka Nabi Sulaiman memerintahkan
agar dibuatkan untuknya keramik yang diberi lubang, kemudian setan itu dimasukkan ke dalamnya dan disumbat dengan penutup dari tembaga. Setelah itu ia memerintahkan agar keramik itu dilemparkan ke laut. Yang demikian itu
disebutkan di dalam firman Allah Swt.: Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman, dan Kami jadikan di atas kursinya sesosok tubuh (mirip dengan dia), kemudian ia kembali (dapat merebutnya). (Shad: 34) Yang dimaksud
dengan sosok tubuh itu adalah setan yang telah menguasai kursinya. Sanad riwayat ini kuat sampai kepada Ibnu Abbas. Akan tetapi, lahiriahnya menunjukkan bahwa sesungguhnya Ibnu Abbas menerimanya jika sanadnya sahih,
dari kalangan Ahli Kitab. Perlu diketahui bahwa di antara Ahli Kitab ada sebagian orang yang tidak meyakini kenabian Nabi Sulaiman a.s. Dengan kata lain, mereka mendustakannya. Karena itu, dalam konteks kisah ini terdapat
hal-hal yang mungkar, dan yang paling parah ialah disebutkannya istri-istri Nabi Sulaiman a.s. (yang dapat disetubuhi oleh setan itu di masa haidnya). Karena sesungguhnya menurut riwayat yang terkenal dari Mujahid dan para imam
ulama Salaf lainnya yang bukan hanya seorang, setan atau jin itu tidak dapat menguasai istri-istri Nabi Sulaiman, bahkan Allah Swt. telah menjaga mereka dari setan itu untuk memelihata kehormatan dan kemuliaan Sulaiman a.s.
Kisah ini telah diriwayatkan secara pajang lebar bersumber dari sejumlah ulama Salaf, seperti Sa'id ibnul Musayyab, Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya. Semuanya itu dinukil dari kisah-kisah Ahli Kitab, hanya Allah sajalah Yang Maha Mengetahui.
Yahya ibnu Abu Arubah Asy-Syaibani mengatakan bahwa Sulaiman menemukan kembali cincinnya di Asqalan, lalu ia berjalan dengan mengenakan kain saja menuju Baitul Maqdis sebagai ungkapan rasa tawadu'nya (rendah dirinya)
kepada Allah Swt. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari Ka'bul Ahbar mengenai gambaran tentang singgasana Nabi Sulaiman a.s. yang kisahnya menakjubkan. Ibnu Abu Hatim mengatakan,
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh juru tulis Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Abu Ishaq Al-Masri, dari Ka'bul Ahbar. Disebutkan bahwa setelah Ka'bul Ahbar selesai dari kisah kaum Iram
yang mempunyai tiang-tiang yang tinggi, Mu'awiyah berkata kepadanya, "Hai Abu Ishaq, ceritakanlah kepadaku tentang singgasana Nabi Sulaiman ibnu Nabi Daud a.s. dan gambaran tentangnya, Terbuat dari apakah ia?"
Ka'bul Ahbar menjawab, bahwa singgasana Nabi Sulaiman terbuat dari gading gajah yang bertahtakan mutiara, yaqut, zabarjad, dan intan. Nabi Sulaiman telah membuat tangga untuk naik ke singgasananya itu, yang antara lain dihiasi
dengan intan, yaqut dan zabarjad. Selanjutnya Nabi Sulaiman memerintahkan agar di sebelah kanan dan kiri kursi (singgasana)nya dihiasi dengan pohon kurma dari emas yang pelepah daunnya terbuat dari yaqut, zabarjad dan mutiara.
Sedangkan di atas pohon kurma yang di sebelah kanan singgasananya dibuat patung burung merak dari emas, dan di atas pohon kurma yang ada di sebelah kirinya dibuat burung garuda dari emas yang posisinya berhadapan
dengan burung merak. Kemudian di sebelah kanan tangga naik ke singgasananya dibuat pohon sanubar dari emas, sedangkan di sebelah kiri tangga dibuat dua buah patung singa dari emas, yang di atas kepala masing-masing dibuat
sebuah tiang terbuat dari zabarjad. Selanjutnya di sebelah kanan dan kiri singgasananya dibuat dua pohon anggur yang menaungi singgasana sedangkan buah-buahnya terbuat dari intan dan yaqut merah. Di bagian atas tangga
singgasana dibuat dua buah patung singa yang besar terbuat dari emas yang berongga, dan di dalam rongganya diisi dengan minyak misik dan minyak ambar (yang sangat harum baunya) Apabila Nabi Sulaiman hendak menaiki singgasananya,
maka singa besar itu berputar sesaat, lalu diam seraya menyemprotkan parfum yang ada di dalam rongganya ke sekitar singgasananya. Kemudian diletakkan dua buah mimbar yang terbuat dari emas, yang satu untuk wakilnya,
sedangkan yang lain untuk para pemimpin pendeta Bani Israil di masa itu. Setelah itu diletakkan pula di hadapan singgasananya tujuh puluh mimbar yang semuanya terbuat dari emas, untuk tempat duduk para kadi, para ulama,
dan orang-orang terhormat Bani Israil. Di belakang semua mimbar itu terdapat pula tiga puluh lima mimbar terbuat dari emas, tiada seorang pun yang duduk di atasnya. Apabila Nabi Sulaiman hendak naik untuk duduk di atas singgasananya,
maka ia menginjakkan kakinya di atas tangga naik bagian bawah maka berputarlah singgasananya bersama apa yang ada di sekitarnya patung singa merentangkan kaki kanannya, sedangkan burung garuda mengembangkan sayap kirinya.
Apabila Nabi Sulaiman menginjakkan kakinya ke tangga yang kedua, maka patung singa itu merentangkan tangan kirinya, dan burung garuda merentangkan sayap kanannya. Apabila Nabi Sulaiman telah menaiki tangga ketiganya,
lalu duduk di atas singgasananya, maka patung burung garuda itu bergerak mengambil mahkota Nabi Sulaiman a.s., lalu meletakkannya di atas kepala Nabi Sulaiman. Dan apabila mahkota telah di letakkan di atas kepalanya,
maka berputarlah singgasananya berikut semua yang ada padanya sebagaimana berputarnya kincir dengan putaran yang cepat. Mu'awiyah berkata, "Lalu apakah yang menggerakkannya dapat berputar, hai Abu Ishak
(nama julukan Ka'bul Ahbar)?" Ka'bul Ahbar menjawab, bahwa yang menggerakkannya adalah naga emas yang ada pada singgasananya. Naga itu merupakan suatu karya yang hebat dan buah tangan jin Sakhr.
Apabila tombol yang berupa naga itu diputar, maka berputarlah semua patung singa, patung garuda, dan patung merak yang berada di bawah singgasananya, sedangkan yang ada di atas tidak. Dan apabila tombol ditekan lagi,
maka berhentilah semua patung itu dan berputarnya, sedangkan kepala mereka tertunduk berada di atas kepala Nabi Sulaiman a s. yang telah duduk di atas singgasananya. Kemudian patung-patung itu menyemprotkan semua parfum
yang ada di dalam rongganya ke atas kepala Nabi Sulaiman a.s. Kemudian burung merpati emas yang bertengger di atas tiang yang terbuat dari mutiara mengambil kitab Taurat, lalu meletakkannya di tangan Nabi Sulaiman a.s.
Maka Nabi Sulaiman a.s. membacakannya kepada orang-orang. Kemudian Ka'bul Ahbar menceritakan kisah selanjutnya sampai akhir Kisah, tetapi kisah ini aneh sekali.
{قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ}
Ia berkata, "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudah-ku; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (Shad: 35) Sebagian ulama tafsir mengatakan
bahwa makna ayat ini ialah kerajaan yang tidak layak bagi seseorang merebutnya dariku sesudahku, seperti yang pernah terjadi dalam kasus setan jahat yang menguasai singgasananya itu. Dan bukan berarti Nabi Sulaiman
menghalang-halangi orang-orangyang sesudahnya untuk mempunyai hal yang serupa dengan miliknya. Akan tetapi, pendapat yang sahih mengatakan bahwa Nabi Sulaiman a.s. memohon kepada Allah suatu kerajaan yang tidak dimiliki
oleh seorang manusia pun sesudahnya. Pengertian inilah yang terbaca dari makna lahiriah konteks ayat, dan pengertian ini pulalah yang disebutkan di dalam hadis-hadis sahih melalui berbagai jalur dari Rasulullah Saw.
قَالَ الْبُخَارِيُّ عِنْدَ تَفْسِيرِ هَذِهِ الْآيَةِ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا رَوْحٌ وَمُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ عِفْرِيتًا مِنَ الْجِنِّ تَفَلَّت عَلَيَّ الْبَارِحَةَ -أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا-لِيَقْطَعَ عَلَيَّ الصَّلَاةَ فَأَمْكَنَنِي اللَّهُ مِنْهُ وَأَرَدْتُ أَنْ أَرْبِطَهُ إِلَى سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تُصبحوا وَتَنْظُرُوا إِلَيْهِ كُلُّكُمْ فَذَكَرْتُ قَوْلَ أَخِي سُلَيْمَانَ: {رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي} قَالَ رَوْحٌ: فَرَدَّهُ خَاسِئًا
Imam Bukhari sehubungan dengan tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Rauh dan Muhammad ibnu Ja'far, dari Syu'bah, dari Muhammad ibnu Ziad,
dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya pernah ada Ifrit dari jin yang menampakkan dirinya kepadaku tadi malam —atau ungkapan yang semisal— untuk memutuskan salat yang sedang kukerjakan.
Maka Allah Swt. memberikan kekuasaan kepadaku terhadapnya, dan aku berniat akan mengikatnya di salah satu tiang masjid hingga pagi hari, lalu kalian semua dapat melihatnya. Tetapi aku teringat akan ucapan saudaraku Sulaiman a.s.
yang telah mengatakan, "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku.” ( Shad: 35). Rauh mengatakan bahwa lalu Nabi Saw. melepaskannya kembali
dalam keadaan terhina. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Nasai melalui Syu'bah dengan sanad yang sama.
قَالَ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ المُرَادي حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ حَدَّثَنِي رَبِيعَةَ بْنِ يَزيد عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فَسَمِعْنَاهُ يَقُولُ: "أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْكَ". ثُمَّ قَالَ: "أَلْعَنُكَ بِلَعْنَةِ اللَّهِ" -ثَلَاثًا-وَبَسَطَ يَدَه كَأَنَّهُ يَتَنَاوَلُ شَيْئًا فَلَمَّا فَرَغَ مِنَ الصَّلَاةِ قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ سَمِعْنَاكَ تَقُولُ فِي الصَّلَاةِ شَيْئًا لَمْ نَسْمَعْكَ تَقُولُهُ قَبْلَ ذَلِكَ وَرَأَيْنَاكَ بَسَطَتْ يَدَكَ؟ قَالَ: "إِنَّ عَدُوَّ اللَّهِ إِبْلِيسَ جَاءَ بِشِهَابٍ مِنْ نَارٍ لِيَجْعَلَهُ فِي وَجْهِي فَقُلْتُ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْكَ -ثَلَاثَ مَرَّاتٍ-ثُمَّ قُلْتُ: أَلْعَنُكَ بِلَعْنَةِ اللَّهِ التَّامَّةِ. فَلَمْ يَسْتَأْخِرْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ أَرَدْتُ أخْذَه وَاللَّهِ لَوْلَا دَعْوَةُ أَخِينَا سُلَيْمَانَ لَأَصْبَحَ مُوثَقًا يَلْعَبُ بِهِ صِبْيَانُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ"
Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah Al-Muradi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, dari Mu'awiyah ibnu Saleh, telah menceritakan kepadaku
Rabi'ah ibnu Yazid, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. berdiri mengerjakan salatnya, lalu kami dengar beliau mengucapkan: Aku berlindung kepada Allah dari godaanmu
—kemudian beliau mengucapkan pula— aku laknat engkau dengan laknat Allah. sebanyak tiga kali seraya mengulurkan tangannya seakan-akan seperti seseorang yang akan menangkap sesuatu. Setelah selesai dari salatnya,
kami bertanya "Wahai Rasulullah, kami mendengar engkau mengucapkan sesuatu dalam salatmu yang belum pernah kami dengar engkau mengucapkannya sebelum itu, dan kami lihat engkau mengulurkan tanganmu?" Maka Rasulullah Saw.
menjawab: Sesungguhnya iblis musuh Allah, datang dengan membawa obor api yang akan dia sundutkan ke mukaku, maka aku berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari godaanmu," sebanyak tiga kali. Kemudian kukatakan pula,
"Aku laknat engkau dengan laknat Allah yang sempurna, " sebanyak tiga kali pula, tetapi ia tidak mau mundur. Kemudian aku bermaksud untuk menangkapnya, tetapi demi Allah, seandainya tidak ada doa saudara kami Sulaiman, tentulah ia telah
terikat di pagi harinya, dapat dijadikan main-mainan oleh anak-anak Madinah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَدَّثَنَا مَيْسَرَةُ بْنُ مَعْبَدٍ حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدٍ حَاجِبُ سُلَيْمَانَ قَالَ: رَأَيْتُ عَطَاءَ بْنَ يَزِيدَ اللَّيْثِيَّ قَائِمًا يُصَلِّي، فَذَهَبْتُ أَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ فَرَدَّنِي ثُمَّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ يُصَلِّي صَلَاةَ الصُّبْحِ وَهُوَ خَلْفُهُ فَقَرَأَ فَالْتَبَسَتْ عَلَيْهِ الْقِرَاءَةُ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ صِلَاتِهِ قَالَ: "لَوْ رَأَيْتُمُونِي وَإِبْلِيسَ فَأَهْوَيْتُ بِيَدِي فَمَا زِلْتُ أَخْنُقُهُ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ لُعَابِهِ بَيْنَ أُصْبُعَيَّ هَاتَيْنِ -الْإِبْهَامِ وَالَّتِي تَلِيهَا-وَلَوْلَا دَعْوَةُ أَخِي سُلَيْمَانَ لَأَصْبَحَ مَرْبُوطًا بِسَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ، يَتَلَاعَبُ بِهِ صِبْيَانُ الْمَدِينَةِ فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَلَّا يَحُولَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ أَحَدٌ فَلْيَفْعَلْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Maisarah ibnu Ma'bad, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaid pengawal Sulaiman yang telah mengatakan bahwa
ia melihat Ata ibnu Yazid Al-Laisi sedang berdiri mengerjakan salatnya lalu ia bermaksud untuk lewat di hadapannya, maka Ata menolakku. Seusai salatnya Ata mengatakan, telah menceritakan kepadanya Abu Sa'id Al-Khudri r.a.
bahwa Rasulullah Saw. berdiri mengerjakan salat Subuh, sedangkan Abu Sa'id bermakmum di belakang beliau Saw. Dan Rasulullah Saw. membaca Al-Qur'an, lalu mengalami gangguan dalam bacaannya itu. Setelah usai dari salatnya,
beliau. Saw. bersabda: Seandainya kalian melihatku dan iblis (tentulah kalian akan menyaksikan pemandangan yang hebat), aku serang dia dengan tanganku dan aku masih terus-menerus mencekik lehernya sehingga aku merasakan air liurnya
yang sejuk mengenai kedua jariku ini —jari telunjuk dan jari penengah- Seandainya tidak ada doa dari saudaraku Sulaiman, tentulah sampai pagi hari ia dalam keadaan terikat di salah satu tiang masjid dan dapat dijadikan mainan
oleh anak-anak Madinah. Maka barang siapa di antara kalian yang mampu agar jangan ada seorang pun yang menghalang-halangi antara dia dan arah kiblat, hendaklah ia melakukan (hal yang serupa). Imam Abu Daud telah meriwayatkan
sebagian darinya, yaitu:
"مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَلَّا يَحُولَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ أَحَدٌ فَلْيَفْعَلْ
Barang siapa di antara kalian yang mampu agar jangan ada seorang pun yang menghalang-halangi antara dia dan arah kiblat, hendaklah ia melakukannya. Ia meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Abu Sarih, dari Abu Ahmad Az-Zubairi dengan sanad yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْفَزَارِيُّ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي رَبِيعَةُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ الدَّيْلَمِيِّ قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، وَهُوَ فِي حَائِطٍ لَهُ بِالطَّائِفِ يُقَالُ لَهُ: "الْوَهْطُ"، وَهُوَ مُخَاصر فَتًى مِنْ قُرَيْشٍ يُزَنّ بشُرْب الْخَمْرِ، فَقُلْتُ: بَلَغَنِي عَنْكَ حَدِيثٌ أَنَّهُ "مِنْ شَرِبِ شَرْبَةَ خَمْر لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ -عَزَّ وَجَلَّ-لَهُ تَوبَةً أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، وَإِنَّ الشَّقِيَّ مَنْ شَقِيَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ وَإِنَّهُ مَنْ أَتَى بَيْتَ الْمَقْدِسِ لا يَنْهَزه إلا الصلاة فيه، خرج مِنْ خَطِيئَتِهِ مِثْلَ يَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ، فَلَمَّا سَمِعَ الْفَتَى ذَكْرَ الْخَمْرِ اجْتَذَبَ يَدَهُ مِنْ يَدِهِ ثُمَّ انْطَلَقَ. فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو إِنِّي لَا أُحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَقُولَ عَلَيّ مَا لَمْ أَقُلْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ شَرِبَ مِنَ الْخَمْرِ شَرْبَةً لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَإِنْ عَادَ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ. فَإِنْ عَادَ -قَالَ فَلَا أَدْرِي فِي الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ-فَإِنْ عَادَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يَسْقِيَهُ مِنْ رَدْغَة الْخَبَالِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ" قَالَ: وَسَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ خَلْقَهُ فِي ظُلْمَةٍ ثُمَّ أَلْقَى عَلَيْهِمْ مِنْ نُورِهِ فَمَنْ أَصَابَهُ مِنْ نُورِهِ يَوْمَئِذٍ اهْتَدَى وَمَنْ أَخْطَأَهُ ضَلَّ فَلِذَلِكَ أَقُولُ جَفَّ الْقَلَمُ عَلَى عِلْمِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ" وَسَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ سُلَيْمَانَ سَأَلَ اللَّهَ تَعَالَى ثَلَاثًا فَأَعْطَاهُ اثْنَتَيْنِ وَنَحْنُ نَرْجُو أَنْ تَكُونَ لَنَا الثَّالِثَةُ: سَأَلَهُ حُكْمًا يُصَادِفُ حُكْمَهُ فَأَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَسَأَلَهُ مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ فَأَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَسَأَلَهُ أَيُّمَا رَجُلٍ خَرَجَ مَنْ بَيْتِهِ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ خَرَجَ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ فَنَحْنُ نَرْجُو أَنْ يَكُونَ اللَّهُ تَعَالَى قَدْ أَعْطَانَا إِيَّاهَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku
Rabi'ah ibnu Yazid ibnu Abdullah Ad-Dailami yang menceritakan bahwa ia masuk menemui Abdullah ibnu Amr r.a. yang saat itu sedang berada di sebuah kebun miliknya di Taif, yang dikenal dengan nama Al-Waht,
dalam rangka mengepung (mengejar) seorang pemuda Quraisy yang telah berzina dan meminum khamr. Ia (Rabi'ah ibnu Yazid ibnu Abdullah Ad-Dailami) mengatakan kepada Abdullah ibnu Amr r.a. bahwa telah sampai kepadanya
suatu hadis bersumber dari dia yang menyebutkan: Barang siapa yang meminum seteguh khamr, Allah tidak akan menerima tobatnya selama empat puluh hari. Dan sesungguhnya orang yang celaka itu telah ditakdirkan celaka sejak ia berada
di dalam perut ibunya. Dan bahwa barang siapa yang menziarahi Baitul Maqdis dengan tujuan tiada lain kecuali hanya melakukan salat di dalamnya, terbebaslah ia dari kesalahannya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.
Ketika pemuda itu mendengar khamr disebut-sebut, maka ia menarik tangannya dari tangan Abdullah ibnu Amr (yang telah menangkapnya), lalu kabur. Dan Abdullah ibnu Amr r.a. mengatakan bahwa sesungguhnya ia tidak memperkenankan
bagi seorang pun untuk mengatakan atas nama dirinya sesuatu yang belum pernah ia katakan, bahwa dirinya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang meminum seteguk khamr. salatnya tidak diterima
selama empat puluh hari. Dan jika ia bertobat, Allah menerima tobatnya. Dan jika dia mengulangi perbuatannya, tidak diterima salatnya selama empat puluh hari. Dan jika ia bertobat, Allah menerima tobatnya. Perawi mengatakan bahwa ia
tidak ingat lagi apakah Abdullah ibnu Amr mengatakan hal ini sebanyak tiga kali ataukah empat kali, lalu ia mengatakan: Dan jika ia kembali lagi kepada perbuatannya, maka sudah menjadi kepastian baginya, Allah Swt. akan memberinya
minuman dari tinatul khabal (keringat ahli neraka) kelak di hari kiamat. Kemudian Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan,
kemudian melemparkan kepada mereka sebagian dari cahaya-Nya. Maka barang siapa yang terkena oleh cahaya-Nyapada hari itu, niscaya mendapat petunjuk. Dan barang siapa yang terlewatkan darinya, niscaya sesat.
Karena itu aku katakan, "Qalam telah kering untuk mengimbangi ilmu Allah Swt.” Abdullah ibnu Amr mengatakan pula bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Sulaiman a.s. pernah memohon kepada Allah Swt.
tiga perkara, maka Allah memberinya dua perkara, dan kami berharap semoga yang ketiga itu diberikan kepada kami. Sulaiman memohon kepada Allah hukum yang sesuai dengan hukum Allah, maka Allah memberinya.
Dan Sulaiman memohon kepada Allah sebuah kerajaan yang tidak patut dimiliki oleh seorang pun sesudahnya, maka Allah memberinya. Dan permintaan yang ketiga ialah Sulaiman memohon kepada Allah bahwa barang siapa yang keluar
dari rumahnya dengan tujuan tiada lain kecuali melakukan salat di masjid ini (Masjidil Aqsa), maka bersihlah dia dari kesalahannya sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya. Dan kami berharap semoga Allah Swt.
memberikan kepada kami permintaan yang ketiga ini. Bagian yang terakhir dari hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Abdullah ibnu Fairuz Ad-Dailami, dari Abdullah ibnu Amr r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ سُلَيْمَانَ لَمَّا بَنَى بَيْتَ الْمَقْدِسِ سَأَلَ رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ خِلَالًا ثَلَاثًا ... " وَذَكَرَهُ
Sesunguhnya Sulaiman a.s. setelah membangun Baitul Maqdis memohon kepada Allah Swt. tiga perkara, (hingga akhir hadis) Telah diriwayatkan pula melalui hadis Rafi' ibnu Umair r.a. dengan sanad dan konteks yang kedua-duanya garib.
فَقَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ قُتَيْبة الْعَسْقَلَانِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَيُّوبَ بْنِ سُوَيْد حَدَّثَنِي أَبِي حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ أَبِي عَبْلَة عَنْ أَبِي الزَّاهِرِيَّةِ عَنْ رَافِعِ بْنِ عُمَيْرٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لِدَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ: ابْنِ لِي بَيْتًا فِي الْأَرْضِ. فَبَنَى دَاوُدُ بَيْتًا لِنَفْسِهِ قَبْلَ الْبَيْتِ الَّذِي أُمِرَ بِهِ فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ: يَا دَاوُدُ نَصَبْتَ بَيْتَكَ قَبْلَ بَيْتِي؟ قَالَ: يَا رَبِّ هَكَذَا قَضَيْتَ مَنْ مَلَكَ اسْتَأْثَرَ ثُمَّ أَخَذَ فِي بِنَاءِ الْمَسْجِدِ فَلَمَّا تَمَّ السُّورَ سَقَطَ ثَلَاثًا فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَقَالَ: يَا دَاوُدُ إِنَّكَ لَا تَصْلُحُ أَنْ تَبْنِيَ لِي بَيْتًا قَالَ: وَلِمَ يَا رَبِّ؟ قَالَ: لِمَا جَرَى عَلَى يَدَيْكَ مِنَ الدِّمَاءِ. قَالَ: يَا رَبِّ أَوْ مَا كَانَ ذَلِكَ فِي هَوَاكَ وَمَحَبَّتِكَ؟ قَالَ: بَلَى وَلَكِنَّهُمْ عِبَادِي وَأَنَا أَرْحَمُهُمْ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِ فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ: لَا تَحْزَنْ فَإِنِّي سَأَقْضِي بِنَاءَهُ عَلَى يَدَيِ ابْنِكَ سُلَيْمَانَ. فَلَمَّا مَاتَ دَاوُدُ أَخْذَ سُلَيْمَانُ فِي بِنَائِهِ فَلَمَّا تَمَّ قَرَّبَ الْقَرَابِينَ وَذَبَحَ الذَّبَائِحَ وَجَمَعَ بَنِي إِسْرَائِيلَ فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ: قَدْ أَرَى سرورَك بِبُنْيَانِ بَيْتِي فَسَلْنِي أُعْطِكَ. قَالَ: أَسْأَلُكَ ثَلَاثَ خِصَالٍ حُكْمًا يُصَادِفُ حُكْمَكَ وَمُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي وَمَنْ أَتَى هَذَا الْبَيْتَ لَا يُرِيدُ إلا الصلاة فيه خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ". قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أما ثِنْتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا وَأَنَا أَرْجُو أَنْ يَكُونَ قَدْ أُعْطِيَ الثَّالِثَةَ"
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan ibnu Qutaibah Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ayyub ibnu Suwaid, telah menceritakan kepadaku ayahku,
telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari Abuz Zahiriyah, dari Rafi' ibnu Umair yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. menceritakan kisah berikut: Allah Swt. berfirman kepada Daud a.s,
"Buatkanlah sebuah rumah (peribadatan) untuk-Ku di bumi. Maka Daud a.s. membangun sebuah rumah ibadah untuk dirinya sebelum membangun bait (rumah ibadah) yang di perintahkan agar ia membangunnya.
Maka Allah menurunkan wahyu kepadanya, "Hai Daud, engkau telah bangun rumah peribadatan untukmu sebelum engkau bangun rumah peribadatan untuk-Ku." Daud menjawab, "Wahai Tuhanku, memang ini menurut naluriku
sebagai seorang raja yang egois." Kemudian Daud membangun masjid yang dimaksud, dan setelah temboknya berdiri ambruk —hal ini terjadi tiga kali— akhirnya Daud mengadu kepada Allah Swt. Maka Allah Swt. berfirman, "Hai Daud,
sesunguhnya kamu tidak layak untuk membangun rumah (peribadatan) untuk-Ku." Daud bertanya', "Mengapa, wahai Tuhanku?" Allah Swt. menjawab, Karena banyak darah yang dialirkan oleh kedua tanganmu." Daud berkata,
"Wahai Tuhanku, bukankah hal itu terjadi demi kecintaan dan kesukaanku kepada Engkau?" Allah Swt. berfirman, "Bukan begitu, tetapi mereka juga adalah hamba-hamba-Ku, Aku kasihan kepada mereka." Maka hal tersebut memberatkan Daud,
lalu Allah Swt. berfirman melalui wahyu-Nya, "Janganlah engkau bersedih hati, karena sesungguhnya Aku telah menetapkan pembangunannya di tangan anak laki-lakimu, yaitu Sulaiman." Setelah Daud a.S. meninggal dunia,
putranya (Sulaiman) membangun masjid tersebut. Setelah pembangunan masjid selesai, Sulaiman menghadiahkan kurban dan menyembelih banyak hewan sembelihan, lalu ia mengumpulkan semua kaum Bani Israil.
Maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Sulaiman, "Aku telah melihat kegembiraanmu dengan selesainya perhbangunan bait-Ku, maka mintalah kepada-Ku, Aku akan memberimu." Sulaiman berkata, "Aku memohon kepada-Mu tiga perkara,
yaitu hukum yang sesuai dengan hukum-Mu, kerajaan yang tidak layak dimiliki oleh seorang pun sesudahku; dan barang siapa yang datang ke masjid ini dengan niat tiada lain kecuali melakukan salat di dalamnya,
maka bersihlah ia dari dosa-dosanya sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Adapun yang dua perkara Sulaiman telah diberinya; dan aku berharap semoga yang ketiga itu diberikan kepadaku.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا عُمَر بْنُ رَاشِدٍ الْيَمَامِيُّ، حَدَّثَنَا إِيَاسُ بْنُ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: مَا سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَا دُعَاءً إِلَّا اسْتَفْتَحَهُ بِـ "سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّي الْأَعْلَى الْعَلِيِّ الْوَهَّابِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Rasyid Al-Yamami, telah menceritakan kepada kami Iyas ibnu Salamah ibnul Akwa, dari ayahnya yang mengatakan
bahwa tidak sekali-kali ia mendengar Rasulullah Saw. berdoa melainkan membukanya dengan bacaan: Mahasuci Allah, Tuhanku Yang Mahatinggi, Yang Maha Tertinggi lagi Maha Pemberi. Abu Ubaidah mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Sabit, dari Ja'far ibnu Barqan, dari Saleh ibnu Mismar yang menceritakan bahwa ketika Nabi Daud a.s. meninggal dunia, Allah menurunkan wahyu kepada putranya (Sulaiman a.s.), "Mintalah kepada-Ku keperluanmu."
Sulaiman menjawab, "Aku memohon kepada-Mu hendaklah Engkau jadikan kalbuku takut kepada Engkau sebagaimana kalbu ayahku. Dan hendaklah Engkau jadikan kalbuku mencintai-Mu sebagaimana kalbu ayahku mencintai-Mu."
Maka Allah Swt. berfirman, "Aku telah mengirimkan utusan kepada hamba-Ku untuk menanyakan keperluannya, dan ternyata keperluannya ialah hendaklah Aku menjadikan kalbunya takut kepada-Ku dan menjadikannya cinta kepada-Ku.
Sungguh Aku benar-benar akan menganugerahkan kepadanya suatu kerajaan yang tidak layak dimiliki oleh seorang pun sesudahnya." Allah Swt. berfirman: Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin berembus dengan baik
menurut perintahnya ke mana saja yang dikehendakinya. (Shad: 36) Dan ayat-ayat yang sesudahnya. Saleh ibnu Mismar mengatakan bahwa lalu Allah memberi Sulaiman segala sesuatu yang Dia berikan kepadanya,
sedangkan di akhirat tiada hisab atas diri Sulaiman terhadap semuanya itu. Hal yang sama telah dikemukakan oleh Abul Qasim ibnu Asakir dalam autobiografi Sulaiman a.s. yang ada di dalam kitab berikutnya.
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa ia pernah mendengar kisah yang menyebutkan bahwa Daud a.s. pernah berdoa, "Ya Tuhanku, jadikanlah bagi Sulaiman sebagaimana yang telah Engkau berikan kepadaku."
Lalu Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Daud," Katakanlah kepada Sulaiman, "Hendaknya dia menjadikan untuk-Ku sebagaimana yang telah engkau lakukan kepada-Ku, maka Aku akan menjadikannya sebagaimana
apa yang telah Kulakukan bagimu." Firman Allah Swt.:
{فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاءً حَيْثُ أَصَابَ}
Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin berembus dengan baik menurut perintahnya ke mana saja yang dikehendakinya. (Shad: 36) Al-Hasan Al-Basri rahimahullah mengatakan bahwa setelah Sulaiman menyembelih semua kuda miliknya
karena marah demi Allah Swt, maka Allah menggantinya dengan sesuatu yang jauh lebih baik dan jauh lebih cepat daripada kuda-kuda itu. Yaitu angin yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan satu bulan, dan perjalanannya
di waktu petang sama dengan perjalanan satu bulan. Firman Allah Swt.:
{حَيْثُ أَصَابَ}
menurut ke mana saja yang di kehendakinya. (Shad: 36) Maksudnya, menurut tujuan yang dikehendaki Sulaiman a.s. ke negeri mana pun. Firman Allah Swt.:
{وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاصٍ}
dan (Kami tundukkan kepadanya) setan-setan semuanya ahli bangunan dan penyelam. (Shad: 37) Yakni di antara setan-setan itu ada yang dipekerjakan membangun bangunan-bangunan raksasa, seperti membuat mihrab-mihrab,
patung-patung, kuali-kuali yang besarnya seperti gunung, dan pekerjaan lainnya yang berat-berat yang tidak mampu dilakukan oleh manusia. Segolongan dari setan-setan itu ada yang dipekerjakan sebagai para penyelam di kedalaman lautan
untuk mengeluarkan apa yang terkandung di dalamnya berupa mutiara-mutiara, permata-permata, dan berbagai macam permata yang tidak dijumpai kecuali di kedalaman laut.
{وَآخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي الأصْفَادِ}
Dan setan yang lain terikat dalam belenggu. (Shad: 39 ) Mereka dibelenggu dan diikat karena membangkang, durhaka dan tidak mau bekerja, atau karena berbuat buruk dalam pekerjaannya dan menimbulkan kerusakan. Firman Allah Swt.:
{هَذَا عَطَاؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
Inilah anugerah Kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungjawaban (Shad:39) Yaitu apa yang telah Kami berikan kepadamu berupa kerajaan yang lengkap dan kekuasaan
yang sempurna, sesuai dengan apa yang kamu minta, maka kamu dapat memberikannya kepada siapa yang kamu kehendaki, dan kamu haramkan ia atas siapa yang kamu kehendaki, tiada hisab bagimu. Dengan kata lain,
apa saja yang kamu lakukan terhadapnya diperbolehkan: putuskanlah menurut yang kamu kehendaki, maka itu adalah yang benar. Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. ketika disuruh memilih antara menjadi seorang
hamba lagi seorang rasul —yang artinya sebagai pelaksana dari apa yang diperintahkan kepadanya, dan sesungguhnya dia hanyalah sebagai pembagi yang membagi-bagikan di antara manusia sesuai dengan apa yang diperintahkan
oleh Allah— dan antara menjadi nabi lagi seorang raja —yang dapat memberi siapa yang disukainya dan dapat mencegah terhadap siapa yang dikehendakinya, tanpa ada pertanggungjawaban dan juga tanpa dosa—, maka Rasulullah Saw.
memilih pilihan yang pertama setelah bermusyawarah dengan Jibril a.s. Jibril mengatakan kepadanya, "Berendah dirilah!" Maka Rasulullah Saw. memilih pilihan pertama. Demikian itu karena pilihan yang pertama lebih tinggi kedudukannya
di sisi Allah Swt. dan lebih tinggi derajatnya kelak di hari kemudian, sekalipun pilihan yang kedua (yaitu kenabian dan kerajaan) termasuk hal yang agung pula di dunia dan akhirat. Karena itulah setelah menyebutkan tentang apa
yang telah Allah berikan kepada Sulaiman a.s. di dunia ini, maka Allah mengingatkan bahwa Sulaiman adalah seorang yang mempunyai bagian yang besar di sisi Allah kelak di hari kiamat. Allah Swt. berfirman:
{وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآبٍ}
Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. (Shad: 40) Yakni di negeri akhirat nanti.
Surat Sad |38:35|
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
qoola robbighfir lii wa hab lii mulkal laa yambaghii li`aḥadim mim ba'dii, innaka antal-wahhaab
Dia berkata, "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Pemberi."
He said, "My Lord, forgive me and grant me a kingdom such as will not belong to anyone after me. Indeed, You are the Bestower."
(Ia berkata, "Ya Rabbku! Ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak patut dimiliki) maksudnya, belum pernah dimiliki (oleh seorang jua pun sesudahku)
artinya, yang tidak layak dimiliki oleh orang selainku. Pengertian ungkapan ini sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya yang lain, yaitu,
'Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah' (Q.S. Al-Jatsiyah, 23) yakni selain Allah (sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.")
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 35 |
penjelasan ada di ayat 34
Surat Sad |38:36|
فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاءً حَيْثُ أَصَابَ
fa sakhkhornaa lahur-riiḥa tajrii bi`amrihii rukhooo`an ḥaiṡu ashoob
Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut perintahnya ke mana saja yang dikehendakinya,
So We subjected to him the wind blowing by his command, gently, wherever he directed,
(Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berembus dengan baik menurut perintahnya) yakni berembus dengan lembut (ke mana saja yang ia kehendaki) sesuai dengan keinginan Nabi Sulaiman.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 36 |
penjelasan ada di ayat 34
Surat Sad |38:37|
وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاصٍ
wasy-syayaathiina kulla bannaaa`iw wa ghowwaash
dan (Kami tundukkan pula kepadanya) setan-setan, semuanya ahli bangunan dan penyelam,
And [also] the devils [of jinn] - every builder and diver
(Dan Kami tundukkan pula kepadanya setan-setan, semuanya ahli bangunan) yakni pandai membuat bangunan-bangunan yang menakjubkan dan aneh
(dan penyelam) ahli menyelam di dalam laut untuk mengambil mutiara-mutiara yang terkandung di dalamnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 37 |
penjelasan ada di ayat 34
Surat Sad |38:38|
وَآخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي الْأَصْفَادِ
wa aakhoriina muqorroniina fil-ashfaad
dan (setan) yang lain yang terikat dalam belenggu.
And others bound together in shackles.
(Dan setan yang lain) setan-setan yang lainnya (yang terikat) dirantai (dalam belenggu) yaitu, tangan mereka masing-masing diikatkan ke kepalanya dengan memakai belenggu.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 38 |
penjelasan ada di ayat 34
Surat Sad |38:39|
هَٰذَا عَطَاؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
haażaa 'athooo`unaa famnun au amsik bighoiri ḥisaab
Inilah anugerah Kami, maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) tanpa perhitungan.
[We said], "This is Our gift, so grant or withhold without account."
Dan Kami berfirman kepada Sulaiman (Inilah anugerah Kami; maka berikanlah) maksudnya, berikanlah sebagian daripadanya kepada orang yang kamu sukai (atau tahanlah)
maksudnya, tidak memberikannya (dengan tiada pertanggungjawaban) tanpa ada hisab bagimu dalam hal ini.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 39 |
penjelasan ada di ayat 34
Surat Sad |38:40|
وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَىٰ وَحُسْنَ مَآبٍ
wa inna lahuu 'indanaa lazulfaa wa ḥusna ma`aab
Dan sungguh, dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik.
And indeed, for him is nearness to Us and a good place of return.
(Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik) penafsiran ayat ini sebagaimana yang telah lalu.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 40 |
penjelasan ada di ayat 34
Surat Sad |38:41|
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ
ważkur 'abdanaaa ayyuub, iż naadaa robbahuuu annii massaniyasy-syaithoonu binushbiw wa 'ażaab
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Tuhannya, "Sesungguhnya aku diganggu setan dengan penderitaan dan bencana."
And remember Our servant Job, when he called to his Lord, "Indeed, Satan has touched me with hardship and torment."
(Dan ingatlah akan hamba Kami Ayub ketika ia menyeru Rabbnya, "Sesungguhnya aku) bahwasanya aku (diganggu oleh setan dengan kepayahan) kemudaratan (dan siksaan") yakni rasa sakit.
Nabi Ayub menisbatkan atau mengaitkan hal tersebut kepada setan, sekalipun pada kenyataannya segala sesuatu itu berasal dari Allah swt. Dimaksud sebagai sopan santun Nabi Ayub terhadap Allah.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 41 |
Tafsir ayat 41-44
Allah Swt. menceritakan perihal hamba dan Rasul-Nya Ayyub a.s. dan cobaan yang ditimpakan oleh Allah terhadap dirinya berupa penyakit yang mengenai seluruh tubuhnya dan musibah yang menimpa harta dan anak-anaknya,
sehingga tiada suatu pori-pori pun dari tubuhnya yang selamat dari penyakit tersebut kecuali hanya kalbunya. Dan tiada sesuatu pun yang tersisa dari harta bendanya untuk dapat dijadikan sebagai penolong dalam masa sakitnya
dan musibah yang menimpa dirinya, selain hanya istrinya yang masih tetap mencintainya berkat keimanannya kepada Allah dan rasul-Nya. Istrinya itu bekerja pada orang lain sebagai pelayan, dan hasil kerjanya itu ia belanjakan
untuk makan dirinya dan suaminya (yakni Nabi Ayyub). Istrinya bekerja demikian selama delapan belas tahun. Sebelum musibah menimpa, Nabi Ayyub hidup dengan harta yang berlimpah, banyak anak, serta memiliki banyak tanah
dan bangunan yang luas. Maka semuanya itu dicabut dari tangannya oleh Allah Swt. sehingga nasib melemparkannya hidup di tempat pembuangan sampah di kotanya, selama delapan belas tahun. Semua orang —baik yang tadinya
dekat ataupun jauh— tidak mau mendekatinya, selain istrinya. Istrinya tidak pernah meninggalkannya pagi dan petang, kecuali bila bekerja pada orang lain, tetapi segera kembali kepadanya dalam waktu yang tidak lama.
Setelah masa cobaan itu telah lama berlangsung, masa puncak cobaanpun telah dilaluinya serta sudah ditakdirkan habis waktunya sesuai dengan masa yang telah ditetapkan di sisi-Nya, maka Nabi Ayyub berdoa memohon
kepada Tuhan semesta alam, Tuhan semua rasul, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ}
(Ya Tuhanku) sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. (Al-Anbiya: 83) Dan di dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub
ketika ia menyeru Tuhannya, "Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” (Shad: 41) Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah penyakit yang menimpa tubuhnya dan tersiksa karena kehilangan harta benda
dan anak-anaknya. Maka setelah itu Allah Yang Maha Pelimpah rahmat mengabulkan doanya, kemudian Allah memerintahkan kepada Ayyub untuk bangkit dari tempat duduknya, lalu menghentakkan kakinya ke bumi.
Nabi Ayyub melakukan apa yang diperintahkan kepadanya, maka Allah Swt. menyumberkan mata air dari bekas injakan kakinya itu. Dan Allah memerintahkan kepadanya agar mandi dengan air dari mata air itu, maka lenyaplah semua penyakit
yang ada pada tubuhnya, dan tubuhnya kembali sehat seperti semula. Lalu Allah memerintahkan kepadanya untuk menginjakkan kakinya sekali lagi ke bumi di tempat lain, maka Allah menyumberkan mata air lainnya dan memerintahkan
kepada Ayyub untuk minum dari air tersebut. Setelah minum air itu, maka lenyaplah semua penyakit yang ada di dalam perutnya dan menjadi sehatlah ia lahir dan batinnya seperti sedia kala. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ}
(Allah berfirman), "Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (Shad: 42)
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ جَمِيعًا: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي نَافِعُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ عُقَيْلٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ أَيُّوبَ عَلَيْهِ السَّلَامُ لَبِثَ بِهِ بَلَاؤُهُ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ سَنَةً فَرَفَضَهُ الْقَرِيبُ وَالْبَعِيدُ إِلَّا رَجُلَيْنِ كَانَا مِنْ أَخَصِّ إِخْوَانِهِ بِهِ كَانَا يَغْدُوَانِ إِلَيْهِ وَيَرُوحَانِ فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: تَعَلَّمْ -وَاللَّهِ-لَقَدْ أَذْنَبَ أَيُّوبُ ذَنْبًا مَا أَذْنَبَهُ أَحَدٌ مِنَ الْعَالَمِينَ. قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ: وَمَا ذَاكَ؟ قَالَ: مِنْ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ سَنَةً لَمْ يَرْحَمْهُ اللَّهُ، فيكشفَ مَا بِهِ فَلَمَّا رَاحَا إِلَيْهِ لَمْ يَصْبِرِ الرَّجُلُ حَتَّى ذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ. فَقَالَ أَيُّوبُ: لَا أَدْرِي مَا تَقُولُ غَيْرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ أَنِّي كُنْتُ أَمُرُّ عَلَى الرَّجُلَيْنِ يَتَنَازَعَانِ فَيَذْكُرَانِ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ، فَأَرْجِعُ إِلَى بَيْتِي فَأُكَفِّرُ عَنْهُمَا، كَرَاهِيَةَ أَنْ يَذْكُرَا اللَّهَ إِلَّا فِي حَقٍّ. قَالَ: وَكَانَ يَخْرُجُ إِلَى حَاجَتِهِ فَإِذَا قَضَاهَا أَمْسَكَتِ امْرَأَتُهُ بِيَدِهِ حَتَّى يَبْلُغَ فَلَمَّا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ أَبْطَأَ عَلَيْهَا وَأَوْحَى اللَّهُ تَعَالَى إِلَى أَيُّوبَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، أَنِ {ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ} فَاسْتَبْطَأَتْهُ فَتَلَقَّتْهُ تَنْظُرُ فَأَقْبَلَ عَلَيْهَا قَدْ أَذْهَبَ اللَّهُ مَا بِهِ مِنَ الْبَلَاءِ وَهُوَ عَلَى أَحْسَنِ مَا كَانَ. فَلَمَّا رَأَتْهُ قَالَتْ: أَيْ بَارَكَ اللَّهُ فِيكَ هَلْ رَأَيْتَ نَبِيَّ اللَّهِ هَذَا الْمُبْتَلَى. فَوَاللَّهِ عَلَى ذَلِكَ مَا رَأَيْتُ رَجُلًا أَشْبَهَ بِهِ مِنْكَ إِذْ كَانَ صَحِيحًا. قَالَ: فَإِنِّي أَنَا هُوَ. قَالَ: وَكَانَ لَهُ أَنْدَرَانِ أَنْدَرُ لِلْقَمْحِ وَأَنْدَرُ لِلشَّعِيرِ فَبَعَثَ اللَّهُ سَحَابَتَيْنِ فَلَمَّا كَانَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى أَنْدَرِ الْقَمْحِ أَفْرَغَتْ فِيهِ الذَّهَبَ حَتَّى فَاضَ وَأَفْرَغَتِ الْأُخْرَى فِي أَنْدَرِ الشَّعِيرِ حَتَّى فَاضَ.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Yazid, dari Aqil, dari Ibnu Syihab, dari Anas ibnu Malik r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bercerita: sesungguhnya Nabi Allah Ayyub a.s. menjalani masa cobaannya selama delapan belas tahun. Semua orang menolaknya, baik yang dekat maupun yang jauh, terkecuali
dua orang lelaki yang sejak semula merupakan teman terdekatnya. Keduanya biasa mengunjunginya di setiap pagi dan petang hari. Salah seorang dari keduanya berkata kepada temannya, "Tahukah kamu, demi Allah, sesungguhnya Ayyub
telah melakukan suatu dosa yang belum pernah dilakukan oleh seorang manusia pun." Teman bicaranya bertanya, "Dosa apakah itu?" Ia menjawab, "Selama delapan belas tahun ia tidak dikasihani oleh Allah Swt. dan tidak dibebaskan
dari cobaan yang menimpanya." Ketika keduanya mengunjungi Ayyub, maka salah seorang temannya itu tidak dapat menahan rasa keingintahuannya, lalu ia menceritakan hal itu kepada Ayyub. Maka Ayyub a.s. berkata,
"Saya tidak mengerti apa yang kamu bicarakan itu, hanya saja Allah Swt. mengetahui bahwa sesungguhnya dahulu aku bersua dengan dua orang lelaki yang sedang bersengketa, lalu keduanya menyebut-nyebut nama Allah Swt.
(dalam sumpahnya). Maka aku pulang ke rumahku, lalu membayar kifarat untuk kedua orang itu karena tidak suka nama Allah Swt. disebut-sebut dalam perkara yang hak (benar)." Disebutkan bahwa Nabi Ayyub apabila menunaikan
hajatnya (buang air) selalu dituntun oleh istrinya; dan apabila telah selesai, istrinya kembali menuntunnya ke tempat ia berada. Pada suatu hari istrinya datang terlambat, maka Allah menurunkan wahyu kepada Ayyub a.s.:
Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. (Shad: 42) Ketika istrinya tiba di tempat Nabi Ayyub. ia mencari-cari suaminya sedangkan Ayyub a.s. menghampirinya dalam keadaan telah pulih
seperti sediakala karena Allah telah melenyapkan semua penyakitnya. Ketika menyaksikan kedatangannya, istrinya bertanya, "Semoga Allah memberkatimu, apakah engkau melihat Nabi Allah yang sedang mengalami cobaan
yang tadi ada di sini? Maka demi Allah Yang Mahakuasa atas segalanya, aku belum pernah melihat lelaki yang lebih mirip dengan suamiku itu di masa ia masih sehat." Nabi Ayyub menjawab, "Sesungguhnya aku sendirilah Ayyub itu."
Disebutkan bahwa Nabi Ayyub mempunyai dua buah peti, yang satu untuk wadah gabah gandum, dan yang satunya lagi untuk wadah gabah jewawut. Maka Allah Swt. mengirimkan dua kumpulan awan; ketika salah satunya
telah berada di atas wadah gabah gandum, awan tersebut menuangkan emas yang dikandungnya ke dalam wadah itu hingga luber. Awan yang lainnya menuangkan emas pula ke dalam wadah gabah jewawut hingga luber.
Demikianlah menurut lafaz riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَر عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّه قَالَ: هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَيْنَمَا أَيُّوبُ يَغْتَسِلُ عُرْيَانًا خَرَّ عَلَيْهِ جَرَادٌ مِنْ ذَهَبٍ فَجَعَلَ أَيُّوبُ يَحْثُو فِي ثَوْبِهِ فَنَادَاهُ رَبُّهُ يَا أَيُّوبُ أَلَمْ أَكُنْ أَغْنَيْتُكَ عَمَّا تَرَى؟ قَالَ: بَلَى يَا رَبِّ وَلَكِنْ لَا غِنَى بِي عَنْ بَرَكَتِكَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa berikut ini adalah apa yang telah di ceritakan oleh Abu Hurairah r.a.,
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika Ayyub sedang mandi telanjang, berjatuhanlah kepadanya belalang-belalang emas, maka Ayyub a.s. mengambilnya dan memasukkannya ke dalam pakaiannya.
Maka Tuhannya berfirman menyerunya, "Hai Ayyub, bukankah Aku telah memberimu kecukupan hingga kamu tidak memerlukan apa yang kamu saksikan itu?” Ayyub a.s. menjawab, "Memang benar, ya Tuhanku,
tetapi aku masih belum merasa cukup dengan berkah dari-Mu. Imam Bukhari mengetengahkannya secara tunggal melalui hadis Abdur Razzaq dengan sanad yang sama. Karena itulah disebutkan dengan firman-Nya:
{وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنَّا وَذِكْرَى لأولِي الألْبَابِ}
Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. (Shad: 43)
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa Allah menghidupkan kembali anak-anak Nabi Ayyub yang telah mati dan menambahkan kepadanya anak-anak yang sejumlah dengan itu. Firman Allah Swt.:
{رَحْمَةً مِنَّا}
sebagai rahmat dari Kami. (Shad: 43) berkat kesabarannya, keteguhan hatinya, ketaatannya, rendah dirinya, dan ketenangannya.
{وَذِكْرَى لأولِي الألْبَابِ}
dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. (Shad:43) agar mereka mengetahui bahwa buah dari kesabaran itu ialah keselamatan, jalan keluar, dan kesejahteraan. Firman Allah Swt.:
{وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِهِ وَلا تَحْنَثْ}
Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. (Shad: 44) Demikian itu karena Ayyub a.s. marah kepada istrinya, merasa tidak enak disebabkan suatu perbuatan
yang telah dilakukan istrinya. Menurut suatu pendapat, istri Nabi Ayyub telah menjual rambut kepangannya, lalu menukarnya dengan roti untuk makan Nabi Ayyub. Maka Nabi Ayyub mencela perbuatan istrinya itu, bahkan sampai bersumpah
bahwa jika Allah memberinya kesembuhan, ia benar-benar akan memukul istrinya dengan seratus kali dera pukulan. Menurut pendapat yang lainnya lagi, penyebabnya ialah selain itu. Setelah Allah Swt. menyembuhkannya
dan menjadikannya sehat seperti sediakala, maka tidaklah pantas jika istrinya yang telah berjasa memberikan pelayanan dan kasih sayang serta kebaikan kepadanya dibalas dengan pukulan. Akhirnya Allah memberikan petunjuk
melalui wahyu-Nya yang menganjurkan kepada Ayyub untuk mengambil lidi sebanyak seratus buah yang semuanya di jadikan satu, lalu dipukulkan kepada istrinya sekali pukul. Dengan demikian, berarti Ayyub telah memenuhi sumpahnya
dan tidak melanggarnya serta menunaikan nazarnya itu. Hal ini adalah merupakan jalan keluar dan pemecahan masalah bagi orang yang bertakwa kepada Allah dan taat kepadanya. Untuk itulah disebutkan dalam firman berikut:
{إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ}
Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Shad: 44) Allah Swt. memuji dan menyanjung hamba-Nya ini bahwa dia adalah:
{نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ}
sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Shad: 44) Yakni banyak kembali dan mengadu kepada Allah Swt. Hal yang semisal disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ}
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah vang tiada disangka-sangkanya. (At-Talaq: 2-3) Kebanyakan ulama fiqih menyimpulkan dalil
dari ayat yang mulia ini dalam memecahkan masalah-masalah sumpah dan masalah lainnya. Mereka mengambilnya sesuai dengan makna yang tersurat padanya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Surat Sad |38:42|
ارْكُضْ بِرِجْلِكَ ۖ هَٰذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ
urkudh birijlik, haażaa mughtasalum baariduw wa syaroob
(Allah berfirman), "Hentakkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum."
[So he was told], "Strike [the ground] with your foot; this is a [spring for] a cool bath and drink."
Dikatakan kepada Ayub ("Hantamkanlah) maksudnya hentakkanlah (kakimu) ke bumi, lalu ia menghantamkannya, setelah itu tiba-tiba mengalirlah mata air dari bekas hentakan kakinya.
Kemudian dikatakan pula kepadanya (inilah air untuk mandi) artinya, mandilah kamu dengan air ini (yang dingin, dan untuk minum") minumlah kamu daripadanya.
Segeralah Nabi Ayub mandi dan minum dan hilanglah semua penyakit yang ada di dalam dan di luar tubuhnya.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 42 |
penjelasan ada di ayat 41
Surat Sad |38:43|
وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنَّا وَذِكْرَىٰ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
wa wahabnaa lahuuu ahlahuu wa miṡlahum ma'ahum roḥmatam minnaa wa żikroo li`ulil-albaab
Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan Kami lipat gandakan jumlah mereka, sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang berpikiran sehat.
And We granted him his family and a like [number] with them as mercy from Us and a reminder for those of understanding.
(Dan Kami anugerahi dia dengan mengumpulkan kembali keluarganya dan Kami tambahkan kepada mereka sebanyak mereka) maksudnya, Allah menghidupkan kembali anak-anaknya yang telah mati itu,
dan menambah pula kepadanya anak lain sejumlah anak yang telah mati itu (sebagai rahmat) sebagai nikmat dan karunia (dari Kami dan pelajaran) nasihat (bagi orang-orang yang mempunyai pikiran) yaitu bagi orang-orang yang berakal.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 43 |
penjelasan ada di ayat 41
Surat Sad |38:44|
وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِهِ وَلَا تَحْنَثْ ۗ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا ۚ نِعْمَ الْعَبْدُ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ
wa khuż biyadika dhighṡan fadhrib bihii wa laa taḥnaṡ, innaa wajadnaahu shoobiroo, ni'mal-'abd, innahuuu awwaab
Dan ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).
[We said], "And take in your hand a bunch [of grass] and strike with it and do not break your oath." Indeed, We found him patient, an excellent servant. Indeed, he was one repeatedly turning back [to Allah].
(Dan ambillah dengan tanganmu seikat rumput) yakni seikat rumput lalang atau seikat ranting-ranting (maka pukullah dengan itu) istrimu, karena Nabi Ayub pernah bersumpah,
bahwa ia sungguh akan memukul istrinya sebanyak seratus kali deraan, karena pada suatu hari ia pernah tidak menuruti perintahnya (dan janganlah kamu melanggar sumpah)
dengan tidak memukulnya, lalu Nabi Ayub mengambil seratus tangkai kayu Idzkhir atau kayu lainnya, lalu ia memukulkannya sekali pukul kepada istrinya.
(Sesungguhnya Kami dapati dia seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba) adalah Nabi Ayub. (Sesungguhnya dia amat taat) kepada Allah swt.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 44 |
penjelasan ada di ayat 41
Surat Sad |38:45|
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ
ważkur 'ibaadanaaa ibroohiima wa is-ḥaaqo wa ya'quuba ulil-aidii wal-abshoor
Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak, dan Yaqub yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar dan ilmu-ilmu (yang tinggi).
And remember Our servants, Abraham, Isaac and Jacob - those of strength and [religious] vision.
(Dan ingatlah hamba-hamba Kami; Ibrahim, Ishak dan Yakub yang mempunyai kekuatan) dalam hal beribadah (dan pandangan) yang tajam dalam masalah agama.
Menurut suatu qiraat lafal 'Ibaadanaa dibaca 'Abdanaa dalam bentuk Mufrad, sedangkan lafal Ibrahiim merupakan Athaf Bayan baginya, dan lafal-lafal yang sesudahnya diathafkan kepada lafal 'Abdanaa.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 45 |
Tafsir ayat 45-49
Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang keutamaan-keutamaan hamba-hamba-Nya yang menjadi rasul dan para nabi yang ahli ibadah:
{وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الأيْدِي وَالأبْصَارِ}
Dan ingatlah hamba- hamba Kami: Ibrahim, Ishaq, dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. (Shad: 45) Yakni amal saleh, ilmu yang bermanfaat, serta kekuatan dalam mengerjakan ibadah,
juga mempunyai pandangan yang tajam. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: orang-orang yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar (Shad:45) Maksudnya,
yang mempunyai kekuatan hingga mampu mengerjakan perbuatan-perbuatan yang besar. dan ilmu-ilmu yang tinggi. (Shad: 45) Yaitu pengetahuan tentang agama. Mujahid mengatakan ulil aidi artinya kekuatan
dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah, dan ulil absar artinya memiliki kesabaran dalam kebenaran. As-Saddi mengatakan bahwa mereka diberi kekuatan dalam ibadah dan pandangan yang terang dalam agama. Firman Allah Swt.:
{إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ}
Sesungguhnya Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi, yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. (Shad: 46) Mujahid mengatakan bahwa Kami jadikan mereka beramal
untuk akhirat mereka tiada yang lain. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi, yaitu mereka selalu ingat akan negeri akhirat dan selalu beramal untuk menyambutnya. Hal yang sama dikatakan pula oleh-Ata Al-Khurrasani.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah negeri surga. Allah Swt. berfirman, "Kami menganugerahkan kepada mereka surga karena mereka selalu mengingatnya." Tetapi di dalam riwayat yang lain disebutkan
bahwa Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa zikrad dar ialah tempat kesudahan yang baik. Qatadah mengatakan, mereka selalu memperingatkan manusia kepada negeri akhirat dan menganjurkan kepada mereka untuk beramal
buat bekali negeri akhirat. Ibnu Zaid mengatakan bahwa dijadikan khusus bagi mereka suatu balasan yang paling utama di negeri akhirat. Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الأخْيَارِ}
Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik. (Shad: 47) Yakni benar-benar termasuk orang-orang yang terpilih lagi terdekat, maka mereka adalah orang-orang pilihan yang terpilih. Firman Allah Swt.:
{وَاذْكُرْ إِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ وَكُلٌّ مِنَ الأخْيَارِ}
Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa, dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik. (Shad: 48) Mengenai pembahasan dan kisah tentang mereka telah disebutkan secara rinci di dalam tafsir surah Al-Anbiya, sehingga tidak perlu lagi diulangi di sini. Firman Allah Swt.:
{هَذَا ذِكْرٌ}
Ini adalah kehormatan (bagi mereka). (Shad: 49) Artinya, bagian ini merupakan peringatan bagi orang yang mau mengambil pelajaran darinya. Menurut As-Saddi, yang dimaksud dengan ini ialah Al-Qur'an.
Surat Sad |38:46|
إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ
innaaa akhlashnaahum bikhoolishotin żikrod-daar
Sungguh, Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan) akhlak yang tinggi kepadanya yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.
Indeed, We chose them for an exclusive quality: remembrance of the home [of the Hereafter].
(Sesungguhnya Kami telah menyucikan mereka dengan menganugerahkan kepada mereka akhlak yang tinggi) yaitu (selalu mengingatkan manusia kepada negeri akhirat)
atau alam akhirat; maksudnya mengingatkan manusia kepada hari akhirat dan menganjurkan mereka untuk beramal baik sebagai bekal untuk menghadapinya.
Menurut suatu qiraat dibaca Bikhaalishati Dzikrad Daar yaitu dengan dimudhafkan untuk menunjukkan makna Bayan, atau keterangan.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 46 |
penjelasan ada di ayat 45
Surat Sad |38:47|
وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِ
wa innahum 'indanaa laminal-mushthofainal-akhyaar
Dan sungguh, di sisi Kami mereka termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.
And indeed they are, to Us, among the chosen and outstanding.
(Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan) yakni orang-orang yang terpilih (yang paling baik) lafal Al-Akhyaar ini adalah bentuk jamak dari lafal Khayyirun, artinya paling baik.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 47 |
penjelasan ada di ayat 45
Surat Sad |38:48|
وَاذْكُرْ إِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ ۖ وَكُلٌّ مِنَ الْأَخْيَارِ
ważkur ismaa'iila walyasa'a wa żal-kifl, wa kullum minal-akhyaar
Dan ingatlah Ismail, Ilyasa', dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik.
And remember Ishmael, Elisha and Dhul-Kifl, and all are among the outstanding.
(Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa') Ilyasa' adalah Yasu', dia seorang nabi; Huruf Alif dan lamnya adalah Zaidah atau tambahan (dan Zulkifli) yang masih diperselisihkan kenabiannya.
Menurut suatu pendapat dikatakan, bahwa ia pernah menjamin seratus orang nabi yang berlindung kepadanya untuk menghindari pembunuhan. (Semuanya)
artinya, masing-masing dari kesemuanya (termasuk orang-orang yang paling baik) lafal Al-Akhyaar adalah bentuk jamak dari lafal Khayyirun, artinya orang yang paling baik.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 48 |
penjelasan ada di ayat 45
Surat Sad |38:49|
هَٰذَا ذِكْرٌ ۚ وَإِنَّ لِلْمُتَّقِينَ لَحُسْنَ مَآبٍ
haażaa żikr, wa inna lil-muttaqiina laḥusna ma`aab
Ini adalah kehormatan (bagi mereka). Dan sungguh, bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) tempat kembali yang terbaik,
This is a reminder. And indeed, for the righteous is a good place of return
(Ini adalah kehormatan) bagi mereka, yaitu mendapat pujian yang baik di sini. (Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa) antara lain adalah termasuk mereka (benar-benar disediakan tempat kembali yang baik) nanti di akhirat.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 49 |
Tafsir ayat 49-54
Allah Swt. menceritakan perihal hamba-hamba-Nya yang mukmin yang berbahagia, bahwa bagi mereka di negeri akhirat benar-benar terdapat tempat kembali yang terbaik. Kemudian ditafsirkan oleh firman berikutnya, yaitu:
{ جَنَّاتِ عَدْنٍ مُفَتَّحَةً لَهُمُ الْأَبْوَابُ}
surga 'Adn yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka. (Shad: 50) Yakni surga sebagai tempat kediaman mereka: huruf alif dan lam pada lafaz al-abwab bermakna idafah. seakan-akan disebutkan bahwa dibukakan pintu-pintunya bagi mereka.
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa manakala mereka hendak memasuki surga, maka semua pintunya dibukakan bagi mereka (sehingga mereka dapat memilih dari pintu mana saja mereka memasukinya diperbolehkan).
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ ثَوَابٍ الهَبَّاري حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْر، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُسْلِمٍ -يَعْنِي: ابْنَ هُرْمُزَ-عَنِ ابْنِ سَابِطٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "إِنَّ فِي الْجَنَّةِ قَصْرًا يُقَالُ لَهُ: "عَدْنٌ" حَوْلَهُ الْبُرُوجُ وَالْمُرُوجُ لَهُ خَمْسَةُ آلَافِ بَابٍ عِنْدَ كُلِّ بَابٍ خَمْسَةُ آلَافِ حبَرَة لَا يَدْخُلُهُ -أَوْ: لَا يَسْكُنُهُ-إِلَّا نَبِيٌّ أَوْ صِدِّيقٌ أَوْ شَهِيدٌ أَوْ إِمَامٌ عَدْلٌ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sawab Al-Hubari, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muslim (yakni Ibnu Hurmuz),
dari Ibnu Sabit, dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah gedung yang dikenal dengan nama Adn, disekitarnya terdapat banyak menara
dan banyak kebun; semua pintunya berjumlah lima ribu buah, dan di setiap pintunya terdapat lima ribu hibarah (pakaian), tiada yang memasukinya atau menghuninya kecuali hanya seorang nabi atau seorang siddiq atau seorang syahid
atau seorang imam yang adil. Banyak hadis yang menyebutkan tentang pintu-pintu surga yang berjumlah delapan buah diriwayatkan melalui berbagai jalur. Firman Allah Swt.:
{مُتَّكِئِينَ فِيهَا}
di dalamnya mereka bertelekan (di atas dipan-dipan). (Shad: 51) Menurut suatu pendapat, mereka duduk bersila di atas pelaminan yang berkain kelambu.
يَدْعُونَ فِيهَا بِفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ}
sambil meminta buah-buahan yang banyak disurga itu. (Shad: 51) Buah apa pun yang mereka minta, maka mereka akan memperolehnya dalam keadaan masih, segar sesuai dengan permintaan mereka.
{وَشَرَابٍ}
dan minuman. (Shad: 51) Yakni berbagai macam minuman yang mereka ingini langsung di datangkan oleh pelayan-pelayan surga.
{بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ}
dengan membawa gelas, cerek, dan sloki berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, (Al-Waqi'ah: 18) Adapun firman Allah Swt.:
{وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ}
Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya. (Shad: 52) Yakni hanya mau memandang kepada suami-suami mereka saja, dan tidak mau menolehkan pandangan mereka kepada lelaki yang bukan suami mereka.
{أَتْرَابٌ}
dan sebaya umurnya. (Shad: 52 ) Maksudnya, sama usia dan umurnya. Demikianlah menurut tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas r.a. Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Ka'b, dan As-Saddi,.
{هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِيَوْمِ الْحِسَابِ}
Inilah apa yang dijanjikan kepadamu pada hari berhisab. (Shad: 53 ) Yaitu apa yang telah disebutkan di atas mengenai gambaran tentang surga, itulah yang dijanjikan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa.
Mereka akan dimasukkan ke dalamnya setelah dibangkitkan dari kubur mereka dan setelah mereka diselamatkan dari neraka. Kemudian Allah menceritakan bahwa Surga itu tiada habis-habisnya, dan tiada kefanaan kepadanya,
serta tidak akan hilang. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ هَذَا لَرِزْقُنَا مَا لَهُ مِنْ نَفَادٍ}
Sesungguhnya ini adalah benar-benar rezeki dari Kami yang tiada habis-habisnya. (Shad: 54) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ}
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. (An-Nahl: 96)
{عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ}
sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. (Hud: 108) Dan firman Allah Swt.:
{لَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ}
bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (Fushilat 8, Al-Insyiqaq: 25) Yakni tiada putus-putusnya. Sama pula dengan firman-Nya:
{أُكُلُهَا دَائِمٌ وَظِلُّهَا تِلْكَ عُقْبَى الَّذِينَ اتَّقَوْا وَعُقْبَى الْكَافِرِينَ النَّارُ}
buahnya tiada henti-hentinya, sedangkan naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedangkan tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (Ar-Ra'd: 35) Dan ayat-ayat lainnya yang semakna masih banyak.
Surat Sad |38:50|
جَنَّاتِ عَدْنٍ مُفَتَّحَةً لَهُمُ الْأَبْوَابُ
jannaati 'adnim mufattaḥatal lahumul-abwaab
(yaitu) Surga ´Aadn yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka,
Gardens of perpetual residence, whose doors will be opened to them.
(Yaitu surga Adn) menjadi Badal atau 'Athaf Bayan bagi lafal Lahusna Ma-aab (yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka) artinya, pintu-pintu surga itu terbuka lebar-lebar buat mereka.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 50 |
penjelasan ada di ayat 49
Surat Sad |38:51|
مُتَّكِئِينَ فِيهَا يَدْعُونَ فِيهَا بِفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ وَشَرَابٍ
muttaki`iina fiihaa yad'uuna fiihaa bifaakihating kaṡiirotiw wa syaroob
di dalamnya mereka bersandar (di atas dipan-dipan) sambil meminta buah-buahan yang banyak dan minuman (di surga itu).
Reclining within them, they will call therein for abundant fruit and drink.
(Di dalamnya mereka bertelekan) di atas dipan-dipan (sambil meminta buah-buahan yang banyak dan minuman di surga itu.)
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 51 |
penjelasan ada di ayat 49
Surat Sad |38:52|
وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ أَتْرَابٌ
wa 'indahum qooshirootuth-thorfi atroob
Dan di samping mereka (ada bidadari-bidadari) yang redup pandangannya dan sebaya umurnya.
And with them will be women limiting [their] glances and of equal age.
(Dan pada sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya) yakni mereka hanya memandang kepada suaminya dan menundukkan pandangan mata dari yang lainnya
(dan sebaya umurnya) umur mereka sebaya, yaitu sekitar tiga puluh tiga tahunan. Lafal Atraabun adalah bentuk jamak dari lafal Turbun.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 52 |
penjelasan ada di ayat 49
Surat Sad |38:53|
هَٰذَا مَا تُوعَدُونَ لِيَوْمِ الْحِسَابِ
haażaa maa tuu'aduuna liyaumil-ḥisaab
Inilah apa yang dijanjikan kepadamu pada hari Perhitungan.
This is what you, [the righteous], are promised for the Day of Account.
(Inilah) hal-hal yang telah disebutkan itu (apa yang dijanjikan kepada kalian) dapat dibaca Yuu'aduuna atau Tuu'aduuna, kalau dibaca Tuu'aduna berarti Iltifat (pada hari berhisab) pada saat hari berhisab.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 53 |
penjelasan ada di ayat 49
Surat Sad |38:54|
إِنَّ هَٰذَا لَرِزْقُنَا مَا لَهُ مِنْ نَفَادٍ
inna haażaa larizqunaa maa lahuu min nafaad
Sungguh, inilah rezeki dari Kami yang tidak ada habis-habisnya.
Indeed, this is Our provision; for it there is no depletion.
(Sesungguhnya ini adalah benar-benar rezeki dari Kami yang tiada habis-habisnya) yang tak putus-putusnya; jumlah ayat ini menjadi Haal dari lafal Larizqunaa, atau sebagai Khabar kedua dari Inna, artinya selama-lamanya.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 54 |
penjelasan ada di ayat 49
Surat Sad |38:55|
هَٰذَا ۚ وَإِنَّ لِلطَّاغِينَ لَشَرَّ مَآبٍ
haażaa, wa inna lith-thooghiina lasyarro ma`aab
Beginilah (keadaan mereka). Dan sungguh, bagi orang-orang yang durhaka pasti (disediakan) tempat kembali yang buruk,
This [is so]. But indeed, for the transgressors is an evil place of return -
(Beginilah) keadaan yang dialami oleh orang-orang yang beriman. (Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka) kalimat ayat ini merupakan jumlah Isti'naf atau kalimat baru (benar-benar disediakan tempat kembali yang paling buruk.)
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 55 |
Tafsir ayat 55-64
Setelah menyebutkan nasib orang-orang yang berbahagia, lalu Allah Swt. mengiringinya dengan sebutan tentang keadaan orang-orang yang celaka, tempat kembali mereka di hari kemudian, serta hisab yang dijalani oleh mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{هَذَا وَإِنَّ لِلطَّاغِينَ}
Beginilah (keadaan mereka). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka. (Shad: 55) Yaitu mereka yang menyimpang dari jalan ketaatan kepada Allah Swt. lagi menentang Rasulullah Saw.
{لَشَرَّ مَآبٍ}
benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk. (Shad: 55) Yakni tempat kembali yang buruk. Lalu ditafsirkan oleh firman berikutnya:
{جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا}
(yaitu) neraka Jahanam, yang mereka masuk ke dalamnya. (Shad: 56) Artinya, kelak mereka dimasukkan ke dalamnya dan api neraka menutupi mereka dari semua penjuru.
{فَبِئْسَ الْمِهَادُ. هَذَا فَلْيَذُوقُوهُ حَمِيمٌ وَغَسَّاقٌ}
maka amat buruklah Jahanam itu sebagai tempat tinggal. Inilah (azab neraka). Biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin. (Shad: 56-57)
Adapun hamim adalah air yang sangat panas, sedangkan gassaq adalah lawan katanya, yakni air yang sangat dingin yang karena dinginnya yang sangat hingga menjadi sangat menyakitkan. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَآخَرُ مِنْ شَكْلِهِ أَزْوَاجٌ}
Dan azab yang lain yang serupa itu berbagai macam. (Shad: 58) Yakni masih banyak lagi siksaan lainnya yang berpasang-pasangan dengan lawannya, lalu ditimpakan kepada mereka sebagian azabnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة حَدَّثَنَا دَرّاج عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "لَوْ أَنَّ دَلْوًا مِنْ غَسَّاق يُهَرَاقُ فِي الدُّنْيَا لأنتن أهل الدنيا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id r.a, dari Rasulullah Saw.
yang telah bersabda: Seandainya setimba gassaq ditumpahkan ke dunia, niscaya seluruh penduduk dunia berbau busuk karenanya. Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Suwaid ibnu Nasir, dari Ibnul Mubarak, dari Rasyidin ibnu Sa'd.
dari Amr ibnul Haris, dari Darij dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa ia tidak mengenal hadis ini kecuali melalui hadis Rasyidin. Demikianlah menurutnya, tetapi ternyata ada yang diriwayatkan
bukan melalui hadis Rasyidin seperti yang telah disebutkan di atas. Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dari Yunus ibnu Abdul A'la, dari Ibnu Wahb dari Amr ibnul Haris dengan sanad yang sama. Ka'bul Ahbar mengatakan bahwa
gassaq adalah suatu mata air yang ada di dalam neraka Jahanam, mengalir kepadanya racun dari setiap ular dan kalajengking neraka serta binatang lainnya yang berbisa, lalu membentuk menjadi rawa (genangan).
Maka didatangkanlah anak Adam (yang durhaka), lalu dicelupkan di dalamnya sekali celup; dan ia keluar darinya, sedangkan semua kulit dan dagingnya telah terkelupas dari tulangnya. Daging dan kulitnya bergantung pada kedua siku
dan kedua tumit kakinya, lalu ia menyeret semua dagingnya yang menggantung itu seperti seseorang menyeret bajunya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: Dan azab yang lain yang serupa itu berbagai macam. (Shad: 58) Yakni berbagai macam azab dan siksaan. Ulama lainnya mengatakan bahwa antara lain siksaan itu seperti dingin yang sangat,
angin yang amat panas, minuman air yang sangat panas, dan makan buah zakum, pendakian yang terjal, dan jurang yang amat dalam, serta siksaan lainnya yang berlawanan. Semuanya itu merupakan siksaan yang ditimpakan kepada mereka
dengan penuh kehinaan. Firman Allah Swt.:
{هَذَا فَوْجٌ مُقْتَحِمٌ مَعَكُمْ لَا مَرْحَبًا بِهِمْ إِنَّهُمْ صَالُوا النَّارِ}
(Dikatakan kepada mereka), "Ini adalah suatu rombongan (pengikut-pengikutmu) yang masuk berdesak-desakkan bersama kamu (ke neraka)." (Berkata pemimpin-pemimpin mereka yang durhaka).”Tiadalah ucapan selamat datang
kepada mereka, karena sesungguhnya mereka akan masuk neraka, " (Shad: 59) Ini merupakan berita dari Allah Swt. yang menceritakan tentang percakapan antara sesama penduduk neraka. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{كُلَّمَا دَخَلَتْ أُمَّةٌ لَعَنَتْ أُخْتَهَا}
Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia mengutuk kawannya (yang menyesatkannya). (Al-A'raf: 38) Yakni sebagai pengganti ucapan penghormatan mereka saling melaknat dan saling mencaci maki sebagian dari mereka
dengan sebagian yang lainnya. Segolongan yang masuk sebelum golongan yang lain —apabila golongan yang sesudahnya itu mulai masuk ke dalam neraka bersama para malaikat zabaniah— mengatakan:
{هَذَا فَوْجٌ مُقْتَحِمٌ لَا مَرْحَبًا بِهِمْ إِنَّهُمْ صَالُوا النَّارِ}
Ini adalah suatu rombongan yang masuk bersama kamu berdesak-desak (ke neraka). Tiadalah ucapan selamat datang bagi mereka karena sesungguhnya mereka akan masuk neraka. (Shad: 59) Karena mereka memang ahli neraka Jahanam.
{قَالُوا بَلْ أَنْتُمْ لَا مَرْحَبًا بِكُمْ}
Pengikut-pengikut mereka menjawab, "Sebenarnya kamulah. Tiada ucapan selamat datang bagimu. (Shad: 60) Maka berkatalah kepada mereka orang-orang yang baru masuk itu.
{بَلْ أَنْتُمْ لَا مَرْحَبًا بِكُمْ أَنْتُمْ قَدَّمْتُمُوهُ لَنَا}
Sebenarnya kamulah. Tiada ucapan selamat datang bagimu, karena kamulah yang menjerumuskan kami ke dalam azab. (Shad: 60) Yakni kalianlah yang menyebabkan kami masuk ke tempat kembali seperti ini.
{فَبِئْسَ الْقَرَارُ}
maka amat buruklah Jahanam itu sebagai tempat menetap. (Shad: 60) Artinya, seburuk-buruk tempat menetap ialah neraka Jahanam.
{قَالُوا رَبَّنَا مَنْ قَدَّمَ لَنَا هَذَا فَزِدْهُ عَذَابًا ضِعْفًا فِي النَّارِ}
Mereka berkata (lagi), "Ya Tuhan kami; barang siapa yang menjerumuskan kami ke dalam azab ini, maka tambahkanlah azab kepadanya dengan berlipat ganda di dalam neraka.” (Shad: 61) Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:
{قَالَتْ أُخْرَاهُمْ لأولاهُمْ رَبَّنَا هَؤُلاءِ أَضَلُّونَا فَآتِهِمْ عَذَابًا ضِعْفًا مِنَ النَّارِ قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَكِنْ لَا تَعْلَمُونَ}
berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu, "Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka.”
Allah berfirman, "Masing-masing mendapat (siksaan), yang berlipat ganda, tetapi kamu tidak mengetahui.” (Al-A'raf: 38) Yaitu masing-masing dari kalian mendapat siksaan yang setimpal.
{وَقَالُوا مَا لَنَا لَا نَرَى رِجَالا كُنَّا نَعُدُّهُمْ مِنَ الأشْرَارِ أَتَّخَذْنَاهُمْ سِخْرِيًّا أَمْ زَاغَتْ عَنْهُمُ الأبْصَارُ}
Dan (orang-orang durhaka) berkata, "Mengapa kami tidak melihat orang-orang yang dahulu (di dunia) kami anggap sebagai orang-orang yang jahat (hina). Apakah kami dahulu menjadikan mereka olok-olokan, ataukah karena mata kami
tidak melihat mereka?” (Shad: 62-63) Hal ini menceritakan keadaan orang-orang kafir di neraka, bahwa mereka merasa kehilangan banyak orang yang dahulunya mereka kira dalam keadaan sesat. Yang mereka maksudkan sebenarnya
adalah orang-orang mukmin, yang menurut dugaan mereka dinilai sesat. Untuk itu mereka mengatakan, "Mengapa kami tidak melihat mereka bersama kami di neraka ini?" Menurut Mujahid, ini adalah ucapan Abu Jahal. Ia mengatakan,
"Mengapa saya tidak melihat Bilal, Amar, Suhaib, dan si Fulan dan si Anu." Sebenarnya ini adalah tamsil belaka, karena sesungguhnya semua orang kafir mengalami keadaan seperti ini; mereka mempunyai dugaan bahwa orang-orang mukmin
masuk neraka. Setelah orang-orang kafir itu dimasukkan ke dalam neraka, maka mereka kehilangan orang-orang mukmin dan tidak melihatnya. Untuk itu mereka mengatakan:
{مَا لَنَا لَا نَرَى رِجَالا كُنَّا نَعُدُّهُمْ مِنَ الأشْرَارِ أَتَّخَذْنَاهُمْ سِخْرِيًّا أَمْ زَاغَتْ عَنْهُمُ الأبْصَارُ}
Mengapa kami tidak melihat orang-orang yang dahulu (di dunia) kami anggap sebagai orang-orang yang jahat (hina). Apakah kami dahulu menjadikan mereka olok-olokan? (Shad: 62-63) Yakni semasa berada di dunia.
{أَمْ زَاغَتْ عَنْهُمُ الأبْصَارُ}
ataukah karena mata kami tidak melihat mereka? (Shad: 63) Mereka bertanya kepada diri sendiri tentang hal yang mereka anggap mustahil; mereka mengatakan atau barangkali orang-orang mukmin itu ada bersama kami di neraka Jahanam,
tetapi kami tidak melihat mereka di sini. Maka pada saat itu mereka baru mengetahui bahwa orang-orang mukmin berada di atas kedudukan yang tinggi, sebagaimana yang disebutkan kisahnya oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{وَنَادَى أَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابَ النَّارِ أَنْ قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا فَهَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا قَالُوا نَعَمْ فَأَذَّنَ مُؤَذِّنٌ بَيْنَهُمْ أَنْ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ}
Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan), "Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami.
Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?” Mereka (penduduk neraka) menjawab.”Betul.” Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan
di antara kedua golongan itu.”Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim.” (Al-A'raf: 44) sampai dengan firman-Nya:
ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمْ وَلا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ
(Kepada orang-orang mukmin itu dikatakan), "Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadapmu dan tidak (pula) kamu bersedih hati.” (Al-A'raf: 49) Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّ ذَلِكَ لَحَقٌّ تَخَاصُمُ أَهْلِ النَّارِ}
Sesungguhnya yang demikian itu pasti terjadi, (yaitu) pertengkaran penghuni neraka. (Shad: 64) Yakni sesungguhnya peristiwa ini yang Kami beritakan kepadamu, hai Muhammad, menyangkut pertengkaran ahli neraka
sebagian dan mereka dengan sebagian yang lainnya, dan saling laknat di antara sesama mereka adalah berita yang benar dan tiada keraguan atau kebimbangan padanya, yakni pasti terjadi.
Surat Sad |38:56|
جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمِهَادُ
jahannam, yashlaunahaa, fa bi`sal-mihaad
(yaitu) Neraka Jahanam yang mereka masuki, maka itulah seburuk-buruk tempat tinggal.
Hell, which they will [enter to] burn, and wretched is the resting place.
(Yaitu neraka Jahanam, yang mereka masuk ke dalamnya) mereka dimasukkan ke dalamnya (maka amat buruklah Jahanam itu sebagai tempat tinggal) artinya, hamparan yang paling buruk.
Tafsir Ibnu Katsir | Sad | 38 : 56 |
penjelasan ada di ayat 55