Juz 27

Surat Al-Waqiah |56:27|

وَأَصْحَابُ الْيَمِينِ مَا أَصْحَابُ الْيَمِينِ

wa ash-ḥaabul-yamiini maaa ash-ḥaabul-yamiin

Dan golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu.

The companions of the right - what are the companions of the right?

Tafsir
Jalalain

(Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 27 |

Tafsir ayat 27-40

Setelah Allah Swt. sebutkan perihal orang-orang yang terdahulu dan pahala yang mereka terima, yaitu orang-orang yang didekatkan kepada-Nya. berikutnya Allah Swt. menyebutkan perihal Ashabul yamin (golongan kanan),

mereka adalah orang-orang yang berbakti (takwa). Menurut Maimun ibnu Mahra'n, kedudukan golongan kanan berada di bawah kedudukan orang-orang yang didekatkan kepada-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَأَصْحَابُ الْيَمِينِ مَا أَصْحَابُ الْيَمِينِ}


Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. (Al-Waqi'ah:27) Maksudnya, siapakah golongan kanan itu dan keadaan mereka, serta bagaimanakah tempat kembali mereka? Kemudian ditafsirkan oleh firman selanjutnya:


{فِي سِدْرٍ مَخْضُودٍ}


Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri. (Al-Waqi'ah: 28) Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, Abul Ahwas, Qisainah ibnu Zuhair, As-Safar ibnu Qais. Al-Hasan, Qatadah, Abdullah ibnu Kasir, As-Saddi, dan Abu Hirzah serta lain-lainnya

mengatakan bahwa pohon tersebut tidak ada durinya. Dan menurut Ibnu Abbas adalah pohon bidara yang dipenuhi dengan buahnya, ini menurut riwayat Ikrimah dan Mujahid. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Qatadah,

bahwa kami selalu membicarakannya, bahwa pohon bidara tersebut rindang buahnya dan tidak berduri (berbeda dengan pohon bidara yang ada di bumi). Makna lahiriahnya menunjukkan bahwa kalau pohon bidara di dunia penuh

dengan duri dan sedikit buahnya, tetapi di akhirat sebaliknya, tidak berduri dan banyak buahnya yang membuat pohonnya terasa berat dengan buah-buah yang dikeluarkannya.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ سَلْمَانَ النَّجَّادُ. حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدٍ هُوَ الْبَغَوِيُّ، حَدَّثَنِي حَمْزَةُ بْنُ عَبَّاسٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، أَخْبَرَنَا صَفْوَانُ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ سُلَيْمِ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ: كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُونَ: إِنَّ اللَّهَ لَيَنْفَعُنَا بِالْأَعْرَابِ وَمَسَائِلِهِمْ؛ قَالَ: أَقْبَلَ أَعْرَابِيٌّ يَوْمًا فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ذَكَرَ اللَّهُ فِي الْجَنَّةِ شَجَرَةً تُؤْذِي صَاحِبَهَا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَمَا هِيَ؟ ". قَالَ: السِّدر، فَإِنَّ لَهُ شَوْكًا مُوذِيًا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ: {فِي سِدْرٍ مَخْضُودٍ} ، خَضَد اللَّهُ شَوْكَهُ، فَجَعَلَ مَكَانَ كُلِّ شَوْكَةٍ ثَمَرَةً، فَإِنَّهَا لَتُنْبِتُ ثَمَرًا تَفَتَّق الثمرةُ مِنْهَا عَنِ اثْنَيْنِ وَسَبْعِينَ لَوْنًا مِنْ طَعَامٍ، مَا فِيهَا لَوْنٌ يُشْبِهُ الْآخَرَ"


Al-Hafiz Abu Bakar alias Ahmad ibnu Salman An-Najjar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Amr, dari Sulaim ibnu Amir yang mengatakan bahwa dahulu para sahabat Rasulullah Saw. mengatakan,

"Sesungguhnya Allah benar-benar memberikan manfaat kepada kita dengan kebiasaan orang-orang badui dan permasalahannya." Pada suatu hari datanglah seorang Arab Badui, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, Allah Swt.

telah menyebutkan bahwa di dalam surga terdapat sebuah pohon, yang dapat menyakiti pemiliknya." Maka Rasulullah Saw. balik bertanya, "Pohon apakah yang dimaksud?" Orang Badui menjawab, "Pohon bidara, sesungguhnya

pohon bidara itu banyak durinya lagi menyakitkan." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Bukankah Allah Swt. telah berfirman, "Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri" (Al-Waqi'ah: 28). Allah telah melenyapkan semua durinya

dan menggantikan setiap durinya dengan buah, maka sesungguhnya pohon bidara surga itu menghasilkan banyak buah; tiap buah darinya menghasilkan tujuh puluh dua rasa buah yang tiada suatu rasa pun yang mirip dengan yang lainnya. Jalur lain.


قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُصَفَّى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُبَارَكِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ، حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنِي حَبِيبُ بْنُ عُبَيْدٍ، عَنْ عُتْبة بن عبد السلمي قَالَ: كُنْتُ جَالِسًا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَسْمَعُكَ تَذْكُرُ فِي الْجَنَّةِ شَجَرَةً لَا أَعْلَمَ شَجَرَةً أَكْثَرَ شَوْكًا مِنْهَا؟ يَعْنِي: الطَّلْحَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ يَجْعَلُ مَكَانَ كُلِّ شَوْكَةٍ مِنْهَا ثَمَرَةً مِثْلَ خُصْوَة التَّيْسِ الْمَلْبُودِ، فِيهَا سَبْعُونَ لَوْنًا مِنَ الطَّعَامِ، لَا يُشْبِهُ لَوْنٌ آخَرَ"


Abu Bakar ibnu Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musaffa, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Mubarak, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Hamzah, telah menceritakan kepadaku

Saur ibnu Yazid, telah mencerita-kan kepadaku Habib ibnu Ubaid, dari Atabah ibnu Abdus Salma yang menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba datanglah seorang Badui, lalu berkata,

"Wahai Rasulullah, aku pernah mendengar engkau menceritakan tentang surga, bahwa di dalamnya terdapat suatu pohon yang sepengetahuanku pohon itu paling banyak durinya," maksudnya pohon bidara. Maka Rasulullah Saw.

menjawab: Sesungguhnya Allah telah menggantikan tiap duri itu dengan buah seperti pelir kambing gunung yang gemuk, pada tiap buah terdapat tujuh puluh macam rasa yang satu sama lainnya tidak serupa (tidak sama rasanya). firman Allah Swt.:


{وَطَلْحٍ مَنْضُودٍ}


dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya). (Al-Waqi'ah: 29) Talh, nama sebuah pohon besar yang banyak didapat di tanah Hijaz termasuk kelompok pohon 'idah. Bentuk tunggalnya talhah, pohon ini terkenal banyak durinya.

Ibnu Jarir mendendangkan sebuah syair yang biasa diucapkan oleh para penyair Badui untuk memberi semangat kepada unta-untanya agar berjalan cepat:


بَشَّرَهَا دَليلها وَقَالَا ... غَدًا تَرينَ الطَّلحَ والجبَالا ...


Penunjuk jalan menyampaikan berita gembira kepadanya dengan mengatakan, "Besok kamu akan melihat banyak pohon talh dan gunung-gunung.” Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

yang bersusun-susun (buahnya). (Al-Waqi'ah: 29) Yakni buahnya bersusun-susun. Ia mengingatkan hal ini kepada orang-orang Quraisy karena mereka merasa kagum dengan pohon yang besar yang rindang naungannya

seperti pohon talh dan pohon bidara. As-Saddi mengatakan bahwa mandud artinya berantai. Ibnu Abbas mengatakan bahwa pohon talh tersebut mirip dengan pohon talh yang ada di dunia, tetapi buahnya lebih manis daripada madu.

Al-Jauhari mengatakan bahwa talh menurut istilah bahasa sama dengan tala'. Menurut hemat kami. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui Al-Hasan ibnu Sa'd, dari seorang syekh, dari Hamdan yang mengatakan bahwa

ia pernah mendengar Ali r.a. mengatakan sehubungan dengan dialek yang menyebutkan bahwa talhin mandud artinya sama dengan tal'un mandul. Berdasarkan pengertian ini berarti kalimat ini merupakan sifat dari pohon bidara tersebut.

Seakan-akan sifat dari pohon bidara itu telah dilenyapkan semua durinya dan bahwa mayangnya bersusun-susun, yakni banyak buahnya: hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan

kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Idris, dari Ja'far ibnu Iyas, dari Abu Nadrah. dari Abu Sa’id sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya).

(Al-Waqi'ah: 29) Bahwa pohon tersebut adalah pohon pisang. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah diriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas. Abu Hurairah. Al-Hasan, Ikrimah Qisamah ibnu Zuhair, Qatadah, dan Abu Hirzah.

Hal yang semisal telah dikatakan oleh Mujahid dan Ibnu Zaid. Disebutkan bahwa penduduk Yaman menamakan pisang dengan sebutan talh, tetapi Ibnu Jarir tidak meriwayatkan pendapat lainnya kecuali hanya pendapat ini. Firman Allah Swt.:


{وَظِلٍّ مَمْدُودٍ}


dan naungan yang terbentang luas. (Al-Waqi'ah: 30)


قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -يبلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-قَالَ: "إِنَّ فِي الْجَنَّةِ شَجَرَةً يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِي ظِلِّهَا مِائَةَ عَامٍ لَا يَقْطَعُهَا، اقرؤوا إِنْ شِئْتُمْ: {وَظِلٍّ مَمْدُودٍ}


Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abuz Zanad. dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah yang menyampaikannya dari Nabi Saw.

yang telah bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon, bila seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun, ia masih belum menempuhnya. Bacalah oleh kalian jika kalian suka akan firman-Nya,

"Dan naungan yang terbentang luas.” (Al-Waqi'ah: 30) Imam Muslim meriwayatkan hadis ini melalui Al-A'raj dengan sanad yang sama.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُرَيج، حَدَّثَنَا فُلَيح، عَنْ هِلَالِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي عَمْرة، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ فِي الْجَنَّةِ شَجَرَةً يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِي ظلها مائة سنة، اقرؤوا إن شئتم: {وَظِلٍّ مَمْدُودٍ}


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah menceritakan kepada kami Falih, dari Hilal ibnu Ali, dari Abdur Rahman ibnu Abu Umrah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

telah bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon, seorang pengendara memerlukan waktu seratus tahun untuk menempuh naungannya. Bacalah oleh kalian jika kalian suka akan firman-Nya,

"Dan naungan yang terbentang luas.” (Al-Waqi'ah: 30) Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui hadis Al-A'raj dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari,

dari Muhammad ibnu Sufyan, dari Falih dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar. dari Hammam ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah.

Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Hammad ibnu Salamah, dari Muhammad ibnu Ziad, dari Abu Hurairah dan Al-Lais ibnu Sa'd, dari Sa'id Al-Maqbari, dari ayahnya, dari Abu Hurairah; sedangkan Auf meriwayatkannya dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah dengan sanad yang sama.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ وَحَجَّاجٌ قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، سَمِعْتُ أَبَا الضَّحَّاكِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي هُرَيرة، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "إِنَّ فِي الْجَنَّةِ شَجَرَةً يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِي ظِلِّهَا سَبْعِينَ، أَوْ مِائَةَ سَنَةٍ، هِيَ شَجَرَةُ الْخُلْدِ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far dan Hajjaj. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia pernah mendengar Ad-Dahhak menceritakan hadis berikut

dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw.. bahwa beliau Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya memerlukan waktu tujuh puluh atau seratus tahun. Pohon itu adalah pohon Khuldi.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَانٍ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ قَالَ: "فِي الْجَنَّةِ شَجَرَةٌ يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِي ظلها مائة عام ما يقطعها، واقرؤوا إِنْ شِئْتُمْ: {وَظِلٍّ مَمْدُودٍ}


Ibnu Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw.

yang telah bersabda: Di dalam surga terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun masih belum menempuh (seluruhnya). Bacalah oleh kalian jika kalian sukafirman Allah Swt.

berikut, "Dan naungan yang terbentang luas.” (Al-Waqi'ah:30) Sanad hadis berpredikat jayyid, tetapi mereka (Ahlus Sunan) tidak mengetengahkannya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

dari Abu Kuraib, dari Abdah dan Abdur Rahim serta Bukhari, semuanya dari Muhammad ibnu Amr dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Abdur Rahim ibnu Sulaiman dengan sanad yang sama.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, dari Ziad maula Bani Makhzum.

dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa sesungguhnya di dalam surga benar-benar terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara memerlukan waktu seratus tahun untuk menempuh naungannya.

Bacalah oleh kalian jika kalian suka akan firman-Nya: dan naungan yang terbentang luas. (Al-Waqi'ah: 30) Maka sampailah hal ini kepada Ka'b, lalu Ka'b berkata, "Demi Tuhan yang telah menurunkan Taurat kepada Musa dan Al-Qur'an

kepada Muhammad, dia benar. Seandainya seorang lelaki mengendarai unta hiqqah atau jaz'ah, lalu mengelilingi bagian atas (naungan) pohon itu, niscaya masih belum dapat mengelilinginya karena keburu pikun (tua renta).

Sesungguhnya Allah telah menanamnya sendiri dengan tangan-Nya dan telah meniupkan ke dalamnya sebagian dari roh (ciptaan)-Nya. Dan sesungguhnya naungannya untuk orang-orang yang ada di balik tembok surga,

dan tidak ada sebuah sungai pun di dalam surga melainkan bersumber dari akar pohon tersebut."


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِنْهَال الضَّرِيرُ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيع، عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي عَرُوبَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: {وَظِلٍّ مَمْدُودٍ} ، قَالَ: "فِي الْجَنَّةِ شَجَرَةٌ يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِي ظِلِّهَا مِائَةَ عَامٍ لَا يَقْطَعُهَا"

Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Minhal yang tuna netra, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnuZurai', dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah. dari Anas, dari Nabi Saw.

sehubungan dengan makna firman-Nya: dan naungan yang terbentang luas. (Al-Waqi'ah: 30) Maka Nabi Saw. bersabda: Di dalam surga terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun

masih belum dapat menempuhnya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Rauh ibnu Abdul Mu'in, dari Yazid ibnu Zurai'. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Imran ibnu Daud Al-Qattan,

dari Qatadah dengan sanad yang sama. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Ma'mar dan Abu Hilal, dari Qatadah dengan sanad yang sama. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan melalui hadis Abu Sa'id dan Sahl ibnu Sa'id, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:


"إِنَّ فِي الْجَنَّةِ شَجَرَةً يَسِيرُ الرَّاكِبُ الْجَوَادَ المُضَمَّر السَّرِيعَ مِائَةَ عَامٍ مَا يَقْطَعُهَا"


Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun masih belum dapat menempuhnya.

Hadis ini telah terbukti dari Rasulullah Saw., bahkan mencapai predikat mutawatir yang dipastikan kesahihannya di kalangan para imam ahli hadis dan kritik sanad,

karena jalur-jalurnya beraneka ragam dan sanadnya kuat serta para perawinya berpredikat siqah. Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar,

telah menceritakan kepada kami Abu Husain yang mengatakan bahwa kami berada di salah satu pintu gerbang di suatu tempat, saat itu kami bersama Abu Saleh dan Syaqiq Ad-Dabbi. Abu Saleh mengatakan,

telah menceritakan kepadanya Abu Hurairah, bahwa sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya memerlukan waktu tujuh puluh tahun. Lalu Abu Saleh bertanya,

"Apakah Abu Hurairah berdusta?" Maka Syaqiq menjawab.” Aku tidak mendustakan Abu Hurairah, tetapi aku mendustakan engkau." Maka peristiwa tersebut dirasakan oleh para qurra sangat berat.

Menurut hemat kami, sesungguhnya batillah orang yang mendustakan hadis ini mengingat kesahihannya telah terbuktikan dan predikat rafa'-nya sampai kepada Rasulullah Saw. sudah jelas.

قَالَ التِّرْمِذِيُّ:حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ الفُرَات القَزَّاز، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا فِي الْجَنَّةِ شَجَرَةٌ إِلَّا سَاقُهَا مِنْ ذَهَبٍ".


Imam Turmuzi mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ziad ibnul Hasan ibnul Furat Al-Qazzaz, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Abu Hazim,

dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada suatu pohonpun di dalam surga, melainkan batangnya dari emas Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Abur Rabi', telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Aqdi, dari Zam'ah ibnu Saleh, dari Salamah ibnu Wahram, dari Ikrimah,

dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa naungan yang membentang luas ialah sebuah pohon di dalam surga yang naungannya bila dikelilingi oleh seorang pengendara memerlukan waktu seratus tahun.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa ahli surga—yaitu ahli surga yang berada di tempat-tempat yang tinggi— keluar menuju pohon itu; begitu pula penduduk surga lainnya, lalu mereka berkumpul di bawah naungannya sambil berbincang-bincang.

Ibnu Abbas melanjutkan, bahwa sebagian di antara mereka teringat akan hiburan musik di dunia dan menginginkannya. Maka Allah mengirimkan angin dari surga dan menerpa pohon itu,

lalu dari suara dedaunannya timbullah semua irama musik di dunia. Asar ini garib, tetapi sanadnya jayyid, kuat lagi baik. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,

telah menceritakan kepada kami Ibnu Yaman, telah men¬ceritakan kepada kami Abu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimnn sehubungan dengan makna firman-Nya: dan naungan yang terbentang luas.

(Al-Waqi'ah: 30) bahwa untuk menempuhnya sama dengan perjalanan tujuh puluh ribu tahun. Hal yang semisal diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Bandar, dari Ibnu Mahdi, dari Sufyan dengan lafaz yang semisal.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran, dari Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun sehubungan dengan makna firman-Nya,

"Dan naungan yang terbentang luas," maka ia mengatakan sama dengan jarak perjalanan lima ratus ribu tahun. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Walid At-Tayalisi,

telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Nafi', dafi Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan naungan yang terbentang luas. (Al-Waqi'ah: 30) Bahwa di dalam surga terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun masih belum dapat menempuhnya.


قَالَ عَوْفٌ عَنِ الْحَسَنِ: بَلَغَنِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ فِي الْجَنَّةِ لَشَجَرَةً يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِي ظِلِّهَا مِائَةَ عَامٍ لَا يَقْطَعُهَا".


Auf telah meriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa telah sampai kepadanya suatu berita yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya di dalam surga benar-benar terdapat sebuah pohon

yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun masih belum menempuhnya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Syabib telah meriwayatkan dari Ikrimah,

dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa di dalam surga ada sebuah pohon yang tidak ditopang dan dijadikan sebagai naungan, ini menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ad-Dahhak, As-Saddi, dan Abu Hirzah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan naungan yang terbentang luas. (Al-Waqi'ah: 30) Yakni naungan yang tidak pernah terputus,

di dalam surga tiada mentari dan tiada panas, kesegaran udaranya seperti sebelum munculnya fajar. Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa udara surga sedang, sebagaimana udara di antara terbitnya fajar hingga terbitnya matahari. Telah disebutkan pula ayat-ayat yang semakna, seperti firman-Nya:


{وَنُدْخِلُهُمْ ظِلا ظَلِيلا}


dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman. (An-Nisa: 57)


{أُكُلُهَا دَائِمٌ وَظِلُّهَا}


buahnya tak henti-hentinya dan naungannya (demikian pula). (Ar-Ra'd:35) Dan firman Allah Swt.:


{فِي ظِلالٍ وَعُيُونٍ}


berada dalam naungan (yang teduh) dan (di sekitar) mata-mata air. (Al-Mursalat: 41) Dan masih banyak ayat lainnya yang semakna. Firman Allah Swt.:


{وَمَاءٍ مَسْكُوبٍ}


dan air yang tercurah. (Al-Waqi'ah: 31) As-Sauri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah air yang mengalir bukan dari parit, yakni luapannya. Pembahasan mengenai hal ini telah dikemukakan dalam tafsir firman Allah Swt.:


{فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ} الْآيَةَ


di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya. (Muhammad: 15), hingga akhir ayat. Jadi, tidak perlu diulangi lagi dalam tafsir surat ini. Firman Allah Swt.:


{وَفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ. لَا مَقْطُوعَةٍ وَلا مَمْنُوعَةٍ}


dan buah-buahan yang banyak. Yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya. (Al-Waqi’ah: 32-33) Yakni pada mereka terdapat buah-buahan yang banyak lagi beraneka ragam warnanya yang termasuk

di antara apa yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terdetik dalam hati seorang manusia pun. Dalam ayat lain disebutkan sebagai berikut, menggambarkan keadaan mereka dan buah-buahan yang mereka makan:


{كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا}


Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu. mereka mengatakan, "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa. (Al-Baqarah: 25)

Yaitu bentuk dan rupanya satu sama lainnya sama, tetapi rasanya berbeda-beda. Di dalam kitab Sahihain ada hadis yang menceritakan tentang Sidratul Muntaha, yang antara lain disebutkan bahwa ternyata dedaunan¬nya sebesar-besar

telinga gajah, dan buahnya seperti gentong buatan negeri Hajar. Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan pula melalui hadis Malik, dari Zaid, dari Ata ibnu Yasar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa matahari mengalami gerhana,

lalu Rasulullah Saw. melakukan salat gerhana dan orang-orang bermakmum kepadanya. Kemudian disebutkan perihal salat Rasulullah Saw., antara lain mereka bertanya, ''Wahai Rasulullah,

kami melihat engkau mengambil sesuatu di tempat salatmu ini, kemudian kami melihat engkau mundur." Rasulullah Saw. menjawab:


"إِنِّي رَأَيْتُ الْجَنَّةَ، فَتَنَاوَلْتُ مِنْهَا عُنْقُودًا، وَلَوْ أَخَذْتُهُ لَأَكَلْتُمْ مِنْهُ مَا بَقِيَتِ الدُّنْيَا"


Sesungguhnya aku melihat surga, maka aku berusaha untuk memetik setangkai buah anggur darinya. Seandainya aku dapat mengambilnya, niscaya kalian dapat memakannya selama dunia ini masih berputar.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمة، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، حَدَّثَنَا ابْنُ عَقِيلٍ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: بَيْنَا نَحْنُ فِي صَلَاةِ الظُّهْرِ، إِذْ تَقَدَّمُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَقَدَّمْنَا مَعَهُ، ثُمَّ تَنَاوَلَ شَيْئًا لِيَأْخُذَهُ ثُمَّ تَأَخَّرَ، فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ لَهُ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، صنعتَ اليومَ فِي الصَّلَاةِ شَيْئًا مَا كُنْتَ تَصْنَعُهُ؟ قَالَ: "إِنَّهُ عُرِضَتْ علَيَّ الْجَنَّةُ، وَمَا فِيهَا مِنَ الزَّهْرَة والنُّضْرَة، فَتَنَاوَلْتُ مِنْهَا قِطْفًا مِنْ عِنَبٍ لِآتِيَكُمْ بِهِ، فحِيلَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ، وَلَوْ أَتَيْتُكُمْ بِهِ لَأَكَلَ مِنْهُ مِنْ بَيْنِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا يُنْقِصُونَهُ"


Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Abu Uqail,

dari Jabir yang mengatakan bahwa ketika kami sedang melakukan salat Lohor, tiba-tiba Rasulullah Saw. maju, maka kami pun ikut maju bersamanya. Kemudian beliau seakan-akan meraih sesuatu yang hendak dipetiknya,

tetapi beliau mundur kembali. Setelah salat selesai. Ubay ibnu Ka'b bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, di hari ini engkau melakukan dalam salatmu suatu perbuatan yang tidak pernah engkau kerjakan sebelumnya." Maka Rasulullah Saw.

menjawab: Sesungguhnya ditampakkan kepadaku surga dan semua perhiasan dan keindahannya, maka aku bermaksud memetik setangkai buah anggur darinya untuk kalian, tetapi ternyata ada penghalang antara aku dan buah anggur itu.

Sekiranya aku dapat mendatangkannya kepada kalian, tentulah dapat memakannya semua orang yang ada di antara langit dan bumi, sedangkan setangkai buah anggur surga itu tidak berkurang sedikit pun.

Imam Muslim telah meriwayatkan hal yang semisal melalui hadis Abuz Zubairdan Jabir.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ بَحْرٍ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ عَامِرُ بْنُ زَيْدٍ البَكَالي: أَنَّهُ سَمِعَ عُتْبَةَ بْنَ عَبْدِ السُّلَمِيَّ يَقُولُ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَهُ عَنِ الْحَوْضِ وَذَكَرَ الْجَنَّةَ، ثُمَّ قَالَ الْأَعْرَابِيُّ: فِيهَا فَاكِهَةٌ؟ قَالَ: "نَعَمْ، وَفِيهَا شَجَرَةٌ تُدْعَى طُوبَى" فَذَكَرَ شَيْئًا لَا أَدْرِي مَا هُوَ، قَالَ: أَيُّ شَجَرِ أَرْضِنَا تُشْبِهُ؟ قَالَ: "لَيْسَتْ تُشْبِهُ شَيْئًا مِنْ شَجَرِ أَرْضِكَ". فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أتيتَ الشَّامَ؟ " قَالَ: لَا. قَالَ: "تُشْبِهُ شَجَرَةً بِالشَّامِ تُدْعَى الجَوزة، تَنْبُتُ عَلَى سَاقٍ وَاحِدٍ، وَيَنْفَرِشُ أَعْلَاهَا". قَالَ: مَا عِظَمُ أَصْلِهَا؟ قَالَ: "لَوِ ارْتَحَلَتْ جَذعَة مِنْ إِبِلِ أَهْلِكَ مَا أَحَاطَتْ بِأَصْلِهَا حَتَّى تَنْكَسِرَ تَرْقُوَتُهَا هَرَمًا". قَالَ: فِيهَا عِنَبٌ؟ قَالَ: "نَعَمْ". قَالَ: فَمَا عِظَمُ الْعُنْقُودِ؟ قَالَ: "مَسِيرَةُ شَهْرٍ لِلْغُرَابِ الْأَبْقَعِ، وَلَا يَفْتُرُ". قَالَ: فَمَا عظَم الحَبَّة؟ قَالَ: "هَلْ ذَبَحَ أَبُوكَ تَيْسًا مِنْ غَنَمِهِ قَطُّ عَظِيمًا؟ " قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "فَسَلَخَ إِهَابَهُ فَأَعْطَاهُ أُمَّكَ، فَقَالَ: اتَّخِذِي لَنَا مِنْهُ دَلْوًا؟ " قَالَ: نَعَمْ. قَالَ الْأَعْرَابِيُّ: فَإِنَّ تِلْكَ الْحَبَّةَ لَتُشْبِعُنِي وَأَهْلَ بَيْتِي؟ قَالَ: "نَعَمْ وعامَّة عَشِيرَتِكَ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Bahr, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abu Yahya ibnu Abu Kasir, dari Amir ibnu Zaid Al-Bakkali,

bahwa ia mendengar Atabah ibnu Abdus Salma mengatakan bahwa pernah seorang Badui datang kepada Rasulullah Saw. dan menanyakan kepada beliau tentang telaga dan gambaran tentang surga, dan orang Badui itu bertanya pula,

"Apakah di dalam surga terdapat buah-buahan?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, dan di dalam surga terdapat sebuah pohon yang diberi nama tuba." Lalu Rasulullah Saw. menyebutkan sesuatu yang tidak dimengerti oleh lelaki Badui itu,

maka ia bertanya, "Manakah di antara pepohonan tanah kami yang serupa dengannya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tiada suatu pohon negerimu yang mirip dengan pohon surga." Nabi Saw. balik bertanya,

"Sudah pernahkah kamu ke negeri Syam?" Lelaki Badui itu menjawab, "Belum." Nabi Saw. bersabda, "Pohon tuba itu mirip dengan sebuah pohon yang ada di negeri Syam yang dikenal dengan nama pohon al-juzah.

Pohon itu tumbuh pada satu batang, tetapi bagian atasnya rindang." Lelaki badui itu bertanya, "Seberapa besarkah satu tangkai buah darinya?" Nabi Saw. menjawab, "Sama dengan jarak perjalanan yang ditempuh oleh burung gagak

yang berbulu belang selama satu bulan penuh tanpa berhenti." Lelaki Badui itu bertanya, "Seberapakah besar batangnya?" Nabi Saw. menjawab, "Sekiranya engkau larikan seekor unta jaz'ah milik kaummu untuk mengelilingi batang pohon itu.

niscaya masih belum dapat mengelilinginya sampai tenggorokannya terputus karena terlalu tua." Lelaki Badui itu bertanya, "Apakah di dalam surga terdapat pohon anggur?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Lelaki Badui bertanya,

"Seperti apakah besarnya buah anggur surga itu?" Nabi Saw. balik bertanya, "Apakah ayahmu pernah menyembelih pejantan yang paling besar dari ternak kambingnya?" Lelaki Badui menjawab, "Ya."Nabi Saw. bersabda,

"Lalu ia mengulitinya dan memberikan kulitnya kepada ibumu seraya berkata, 'Buatlah timba air dari kulit ini untuk kita'." Lelaki Badui itu mengerti apa yang dimaksud oleh Nabi Saw., lalu ia berkata memberi komentar, "Bila sebesar itu,

berarti satu biji buah anggur benar-benar dapat membuat aku kenyang berikut seluruh ahli baitku." Nabi Saw. bersabda, "Benar, dan juga seluruh handai tolanmu." Firman Allah Swt.:


{لَا مَقْطُوعَةٍ وَلا مَمْنُوعَةٍ}


Yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya. (Al-Waqi'ah: 33) Yakni tidak pernah terputus, baik di musim dingin maupun di musim panas, bahkan buahnya selalu ada selamanya. Manakala mereka menginginkannya,

buah-buahan surga selalu ada dan mereka dapat menjumpainya, tiada suatu buah pun yang menolak terhadap mereka berkat kekuasaan Allah. Qatadah mengatakan bahwa tiada yang mencegah mereka dari memetiknya,

baik itu ranting, duri, ataupun jarak yang jauh. Dalam hadis terdahulu telah disebutkan bahwa apabila seseorang memetik buah, maka saat itu juga dari tempat yang dipetiknya itu muncul lagi buah lain yang baru. Firman Allah Swt.:


{وَفُرُشٍ مَرْفُوعَةٍ}


dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk. (Al-Waqi'ah: 34) Yaitu yang tebal, empuk, lagi lembut. Imam Nasai dan Abu Isa At-Turmuzi mengatakan:


حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا رِشْدِِين بْنِ سَعْدٍ، عَنْ عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، عَنْ دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: {وَفُرُشٍ مَرْفُوعَةٍ} قَالَ: "ارْتِفَاعُهَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، وَمَسِيرَةُ مَا بَيْنَهُمَا خَمْسُمِائَةِ عَامٍ"


telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Rasyidin ibnu Sa’d, dari Umar ibnul Haris, dari Darij, dari Abul Hais'am, dari Abu Sa'id, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya:

dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk. (Al-Waqi'ah: 34) Bahwa ketebalannya sama dengan jarak antara langit dan bumi, dan jarak antara keduanya sama dengan perjalanan lima ratus tahun.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, kami tidak mengenalnya melainkan hanya melalui Rasyidin ibnu Sa'd. Sebagian ahlul 'ilmi mengatakan bahwa makna hadis ini menunjukkan tingginya tingkatan-tingkatan

kasur-kasur tersebut dan jarak antara dua tingkatan sama dengan jarak antara langit dan bumi. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa sesungguhnya tiada yang mengenal ini, melainkan hanya melalui riwayat Rasyidin ibnu Sa'd;

dia adalah seorang dari Mesir yang berpredikat daif. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Abu Ja'far ibnu Jarir, dari Kuraib, dari Rasyidin dengan sanad yang sama. Kemudian Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan pula

hadis ini yang keduanya dari Yunus ibnu Abdul A'la, dari Ibnu Wahb. dari Umar ibnul Haris, lalu disebutkan hal yang semisal. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dariNa'im ibnu Hammad,

dari Ibnu Wahb, dan Ad-Diya telah mengetengahkannya di dalam Sifatul Jannah melalui hadis Harmalah, dari Ibnu Wahb dengan sanad dan lafaz yang semisal. Imam Ahmad meriwayatkannya dari Hasan, dari Musa, dari Ibnu Lahi'ah,

telah menceritakan kepada kami Darij, lalu disebutkan hal yang semisal. Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah.

dari Juwaibir, dari Abu Sahl alias Kasir ibnu Ziad, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk. (Al-Waqi"ah: 34) Bahwa makna yang dimaksud menggambarkan tentang ketinggian kasur seseorang dari ahli surga yang sama dengan jarak perjalanan delapan puluh tahun. Firman Allah Swt.:


{إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً. فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا. عُرُبًا أَتْرَابًا. لأصْحَابِ الْيَمِينِ}


Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya, (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan. (Al-Waqi'ah: 35-38)

Dalam ayat ini damir dialamatkan kepada yang tidak disebutkan; tetapi karena konteks ayat berkaitan dengan kasur-kasur yang menjadi tempat pembaringan para bidadari itu, maka sudah dianggap cukup dengan menyebutkan hal tersebut

sebagai ganti dari mereka. Lalu damir diulangi lagi penyebutannya dengan merujuk kepada mereka, seperti halnya yang ada di dalam firman Allah Swt.:


{إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ. فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّي حَتَّى تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ}


(Ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang pada saat berhenti dan cepat saat berlari pada waktu sore, maka ia berkata, "Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai

mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan.” (Shad: 31 -32) Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama tafsir, lafaz tawarat damir yang ada padanya kembali kepada matahari,

yakni sampai matahari tenggelam (bukan sampai kuda itu hilang dari pandangan). Al-Akhfasy mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari). (Al-Waqi'ah:35)

Kata ganti mereka disebutkan, padahal sebelumnya tidak disebutkan. Menurut Abu Ubaidah, mereka (bidadari-bidadari) itu telah disebutkan dalam firman yang jauh sebelumnya, yaitu:

Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli. laksana mutiara yang tersimpan baik. (Al-Waqi’ah: 22-23) Adapun firman Allah Swt.:


{إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ}


Sesungguhnya Kami menciptakan mereka. (Al-Waqi'ah: 35) Yakni Kami kembalikan lagi mereka dalam penciptaan yang baru yang sebelumnya mereka telah tua renta, lalu menjadi perawan dan berusia muda kembali.

Sesudah mereka tidak perawan lagi, kembali menjadi perawan dan penuh dengan gairah cinta serta disukai oleh suami-suami mereka karena mereka telah berubah rupa menjadi muda, cantik, dan menarik.

Sebagian ulama mengatakan bahwa makna 'urban ialah manja. Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi telah meriwayatkan dari Ar-Raqqasyi, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. (Al-Waqi'ah: 35) Beliau Saw. bersabda:


"نِسَاءٌ عَجَائِزُ كُنّ فِي الدُّنْيَا عُمْشًا رُمْصًا"


Wanita yang dahulunya ketika di dunia telah tua dan matanya telah lamur lagi layu. Imam Turmuzi, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hadis ini, kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib,

Musa dan Yazid keduanya daif. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Adam ibnu Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Syaiban, dari Jabir,

dari Yazid ibnu Murrah, dari Salamah ibnu Yazid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami menciptakan (bidadari-bidadari) dengan langsung. (Al-Waqi'ah: 35) Yakni janda dan perawan yang dahulunya di dunia.


وَقَالَ عَبْدُ بْنُ حُمَيد: حَدَّثَنَا مُصْعَبُ بْنُ الْمِقْدَامِ، حَدَّثَنَا الْمُبَارَكُ بْنُ فَضَالَةَ، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: أَتَتْ عَجُوزٌ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ. فَقَالَ: "يَا أُمَّ فُلَانٍ، إِنَّ الْجَنَّةَ لَا تَدْخُلُهَا عَجُوزٌ". قَالَ: فَوَلَّت تَبْكِي، قَالَ: "أَخْبِرُوهَا أَنَّهَا لَا تَدْخُلُهَا وَهِيَ عَجُوزٌ، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: {إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً. فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا}


Abdu ibnu Humaid mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnul Miqdam, telah menceritakan kepada kami Al-Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan yang menceritakan bahwa pernah ada seorang nenek-nenek berkata,

"Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah semoga Dia memasukkan aku ke dalam surga." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Hai Ummu Fulan, sesungguhnya surga itu tidak akan dimasuki oleh nenek-nenek.

Maka nenek-nenek itu pergi seraya menangis. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Beritahukanlah kepadanya bahwa dia tidak dapat memasukinya dalam keadaan nenek-nenek. Sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman,

"Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan ciptaan yang baru, maka Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.” Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di dalam Asy-Syama-il melalui Abdu ibnu Humaid.


قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ سَهْلٍ الدِّمْيَاطِيُّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ هَاشِمٍ الْبَيْرُوتِيُّ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَبِي كَرِيمَةَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أُمِّهِ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَخْبِرْنِي عَنْ قَوْلِ اللَّهِ: {وَحُورٌ عِينٌ} [الْوَاقِعَةِ: 22] ، قَالَ: "حُورٌ: بِيضٌ، عِينٌ: ضِخَامُ الْعُيُونِ، شُفْر الْحَوْرَاءِ بِمَنْزِلَةِ جَنَاحِ النَّسْرِ". قُلْتُ: أَخْبِرْنِي عَنْ قَوْلِهِ: {كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ} [الْوَاقِعَةِ: 23] ، قَالَ: "صَفَاؤُهُنَّ صفاءُ الدَّرِّ الَّذِي فِي الْأَصْدَافِ، الَّذِي لَمْ تَمَسّه الْأَيْدِي". قُلْتُ: أَخْبِرْنِي عَنْ قَوْلِهِ: {فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ} [الرَّحْمَنِ:70] . قَالَ: "خَيّراتُ الْأَخْلَاقِ، حِسان الْوُجُوهِ". قُلْتُ: أَخْبِرْنِي عَنْ قَوْلِهِ: {كَأَنَّهُنَّ بَيْضٌ مَكْنُونٌ} [الصَّافَّاتِ: 49] ، قَالَ: "رِقَّتُهُنَّ كَرِقَّةِ الْجِلْدِ الَّذِي رَأَيْتَ فِي دَاخِلِ الْبَيْضَةِ مِمَّا يَلِي الْقِشْرَ، وَهُوَ: الغِرْقئُ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَخْبِرْنِي عَنْ قَوْلِهِ: {عُرُبًا أَتْرَابًا} . قَالَ: "هُنَّ اللَّوَاتِي قُبِضْنَ فِي دَارِ الدُّنْيَا عَجَائِزَ رُمْصًا شُمطًا، خَلَقَهُنَّ اللَّهُ بَعْدَ الْكِبَرِ، فَجَعَلَهُنَّ عَذَارَى عُرُبًا مُتَعَشِّقَاتٍ مُحَبَّبَاتٍ، أَتْرَابًا عَلَى مِيلَادٍ وَاحِدٍ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، نِسَاءُ الدُّنْيَا أَفْضَلُ أَمِ الْحُورُ الْعِينِ؟ قَالَ: "بَلْ نِسَاءُ الدُّنْيَا أَفْضَلُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، كَفَضْلِ الظِّهَارَةِ عَلَى الْبِطَانَةِ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَبِمَ ذَاكَ؟ قَالَ: "بِصَلَاتِهِنَّ وَصِيَامِهِنَّ وَعِبَادَتِهِنَّ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، أَلْبَسَ اللَّهُ وُجُوهَهُنَّ النُّورَ، وَأَجْسَادَهُنَّ الْحَرِيرَ، بِيضُ الْأَلْوَانِ، خُضْرُ الثِّيَابِ، صُفْرُ الْحُلِيِّ، مَجَامِرُهُنَّ الدُّرّ، وَأَمْشَاطُهُنَّ الذَّهَبُ، يَقُلْنَ: نَحْنُ الْخَالِدَاتُ فَلَا نَمُوتُ أَبَدًا، وَنَحْنُ النَّاعِمَاتُ فَلَا نَبْأَسُ أَبَدًا، وَنَحْنُ الْمُقِيمَاتُ فَلَا نَظْعَنُ أَبَدًا، أَلَا وَنَحْنُ الرَّاضِيَاتُ فَلَا نَسْخَطُ أَبَدًا، طُوبَى لِمَنْ كُنَّا لَهُ وَكَانَ لَنَا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الْمَرْأَةُ مِنَّا تَتَزَوَّجُ زَوْجَيْنِ وَالثَّلَاثَةَ وَالْأَرْبَعَةَ، ثُمَّ تَمُوتُ فَتَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَيَدْخُلُونَ مَعَهَا، مَنْ يَكُونُ زَوْجَهَا؟ قَالَ: "يَا أُمَّ سَلَمَةَ، إِنَّهَا تُخَيَّر فَتَخْتَارُ أَحْسَنَهُمْ خُلُقًا، فَتَقُولُ: يَا رَبِّ، إِنَّ هَذَا كَانَ أَحْسَنَ خُلُقًا مَعِي فَزَوِّجْنِيهِ، يَا أُمَّ سَلَمَةَ ذَهَبَ حُسْنُ الْخُلُقِ بِخَيْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ"


Abul Qasim Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bakar ibnu Sahl Ad-Dimyati, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hasyim Al-Bairuni, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abu Karimah,

dari Hisyam ibnu Hassan, dari Al-Hasan, dari ibunya, dari Ummu Salamah yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepadaku tentang makna firman-Nya:

'Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli' (Al-Waqi'ah:22)." Maka Rasulullah Saw. menjawab: "Berkulit putih, bermata jeli, lagi berbulu mata lentik seperti sayap burung elang.” Ia (Ummu Salamah) bertanya kembali,

"Sebutkanlah kepadaku makna firman Allah Swt.: 'laksana mutiara yang tersimpan baik' (Al-Waqi'ah: 23)." Nabi Saw. menjawab: "Beningnya seperti mutiara yang berada dalam kerangnya lagi belum pernah tersentuh oleh tangan.

” Ia bertanya, "Ceritakanlah kepadaku tentang makna firman-Nya: Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik' (Ar-Rahman: 70)." Maka beliau Saw. menjawab:

"Akhlaknya baik-baik dan rupanya cantik-cantik.” Ia bertanya kembali, "Ceritakanlah kepadaku tentang makna firman Allah Swt.: 'Seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik' (Ash-Shaffat: 49).

" Nabi Saw. menjawab: "Kelembutan kulit bidadari-bidadari itu sama dengan kulit air telur yang kamu lihat berada di balik kulit luarnya.” Ia bertanya kembali tentang makna firman-Nya: penuh cinta lagi sebaya umurnya. (Al-Waqi'ah: 37)

Nabi Saw. menjawab: Mereka itu adalah wanita-wanita yang ketika di dunia meninggal dalam keadaan nenek-nenek, matanya lamur dan sudah peot. Lalu Allah menciptakan mereka kembali sesudah mereka tua menjadi perawan,

penuh gairah cinta lagi dicintai, sedangkan usia mereka sebaya (muda-muda). Aku (Ummu Salamah) bertanya, "Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama antara wanita dunia dan bidadari?" Rasulullah Saw. menjawab: Tidak,

wanita dunialah yang lebih utama daripada bidadari yang bermata jeli, seperti keutamaan bagian luar atas bagian dalam. Aku bertanya, "Mengapa demikian?" Beliau Saw. menjawab: "Berkat salat, puasa dan ibadah mereka kepada Allah Swt.

Allah memakaikan nur pada wajah mereka, dan pada tubuh mereka kain sutra yang putih dan pakaian mereka hijau dengan perhiasan berwarna kuning. Pedupaan mereka terbuat dari mutiara, dan sisir mereka dari emas.

Mereka mengatakan. Kami adalah wanita-wanita yang kekal dan tidak akan mati selama-lamanya, kami adalah wanita-wanita yang hidup senang, maka kami tidak akan sengsara selama-lamanya.

Kami adalah wanita-wanita yang selalu berada di tempat, maka kami tidak akan bepergian selama-lamanya; dan kami adalah wanita-wanita yang hidup dengan puas, maka kami tidak akan marah selama-lamanya.

Beruntunglah bagi orang yang kami adalah istri-istrinya dan dia menjadi suami kami.” Aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, seseorang dari kami mengalami kawin dengan dua orang atau tiga atau empat orang lelaki,

kemudian ia mati dan masuk surga, dan bekas suami-suaminya pun masuk surga pula bersamanya, maka siapakah di antara mereka yang menjadi suami kekalnya?" Rasulullah Saw. menjawab: hai Ummu Salamah,

sesungguhnya dia disuruh memilih mana dari mereka yang paling baik akhlaknya. Maka ia akan berkala.”Ya Tuhanku, sesungguhnya orang ini adalah orang yang paling baik akhlaknya bersamaku, maka kawinkanlah aku dengan dia.

” Hai Ummu Salamah, akhlak yang baik itu membawa kebaikan dunia dan akhirat. Di dalam hadis tentang sangkakala yang cukup panjang lagi terkenal disebutkan bahwa Rasulullah Saw.

memberikan syafaat kepada semua orang-orang mukmin agar mereka dimasukkan ke dalam surga. Maka Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku telah mengizinkanmu untuk memberi syafaat,

dan Aku izinkan bagi mereka untuk memasukinya." Dan tersebutlah bahwa Rasulullah Saw. sehubungan dengan hal ini bersabda:


"وَالَّذِي بَعَثَنِي بِالْحَقِّ، مَا أَنْتُمْ فِي الدُّنْيَا بِأَعْرَفَ بِأَزْوَاجِكُمْ وَمَسَاكِنِكُمْ من أهل الجنة بأزواجهم ومساكنهم، فَيَدْخُلُ الرَّجُلُ مِنْهُمْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً، سَبْعِينَ مِمَّا يُنْشِئُ اللَّهُ، وَثِنْتَيْنِ مَنْ وَلَدِ آدَمَ لَهُمَا فَضْلٌ عَلَى مَنْ أَنْشَأَ اللَّهُ، بِعِبَادَتِهِمَا اللَّهَ فِي الدُّنْيَا، يَدْخُلُ عَلَى الْأُولَى مِنْهُمَا فِي غُرْفَةٍ مِنْ يَاقُوتَةٍ، عَلَى سَرِيرٍ مِنْ ذَهَبٍ مُكَلَّل بِاللُّؤْلُؤِ، عَلَيْهِ سَبْعُونَ زَوْجًا مِنْ سُنْدُس وَإِسْتَبْرَقٍ وَإِنَّهُ لَيَضَعُ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهَا، ثُمَّ يَنْظُرُ إِلَى يَدِهِ مِنْ صَدْرِهَا مِنْ وَرَاءِ ثِيَابِهَا وَجِلْدِهَا وَلَحْمِهَا، وَإِنَّهُ لَيَنْظُرُ إِلَى مُخِّ سَاقِهَا كَمَا يَنْظُرُ أَحَدُكُمْ إِلَى السِّلْكِ فِي قَصَبَةِ الْيَاقُوتِ، كَبِدُهُ لَهَا مِرْآةٌ -يَعْنِي: وَكَبِدُهَا لَهُ مِرْآةٌ-فَبَيْنَمَا هُوَ عِنْدَهَا لَا يَمَلُّهَا وَلَا تَمَلُّهُ، وَلَا يَأْتِيهَا مِنْ مَرَّةٍ إِلَّا وَجَدَهَا عَذْرَاءَ، مَا يَفْتُرُ ذَكَرُه، وَلَا تَشْتَكِي قُبُلها إِلَّا أَنَّهُ لَا مَنِيَّ وَلَا مَنيَّة، فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ نُودِيَ: إِنَّا قَدْ عَرَفْنَا أَنَّكَ لَا تَمَلُّ وَلَا تُمَلُّ، إِلَّا أَنَّ لَكَ أَزْوَاجًا غَيْرَهَا، فَيَخْرُجُ، فَيَأْتِيهِنَّ وَاحِدَةً وَاحِدَةً، كُلَّمَا جَاءَ وَاحِدَةً قَالَتْ: وَاللَّهِ مَا فِي الْجَنَّةِ شَيْءٌ أَحْسَنُ مِنْكَ، وَمَا فِي الْجَنَّةِ شَيْءٌ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْكَ".


Demi Tuhan yang telah mengutusku dengan benar, tidaklah kalian lebih mengetahui terhadap istri-istri dan tempat-tempat tinggal kalian daripada ahli surga terhadap istri-istri dan tempat-tempat tinggal mereka.

Seseorang lelaki dari mereka masuk menemui tujuh puluh dua orang istri dari bidadari yang telah diciptakan oleh Allah, dan.dua orang wanita dari kalangan manusia; keduanya mempunyai keutamaan yang melebihi bidadari

yang diciptakan oleh Allah Swt. secara langsung, berkat ibadah keduanya semasa di dunia. Dan ia masuk menemui salah seorang istri dari wanita dunia di dalam sebuah gedung yang terbuat dari yaqut berada di atas dipan dari emas

yang bertahtakan mutiara. Di atas dipan itu terdapat tujuh puluh macam pakaian yang terbuat dari kain sutra tebal dan tipis. Dan sesungguhnya ia benar-benar meletakkan tangannya di antara kedua tulang belikat istrinya,

lalu ia melihat tangannya dari balik dada istrinya yang terlindung oleh pakaian, kulit dan dagingnya, tetapi ia dapat melihat tangannya dari balik kesemuanya itu. Dan bahkan ia dapat melihat kepada sumsum betisnya

sebagimana seseorang dari kalian dapat melihat seutas benang yang berada di dalam lubang untaian yaqut. Dan hatinya mempunyai cermin, ketika ia sedang berasyik maksyuk dengannya yang kedua belah pihak tidak merasa bosan-bosan,

ia merasa kaget karena tidak sekali-kali ia mendatanginya ternyata menjumpainya dalam keadaan perawan. Penisnya tidak pernah mengendur dan vaginanya tidak pernah merasa sakit,

hanya saja persetubuhan itu tidak mengeluarkan air mani dari kedua belah pihak. Ketika dia dalam keadaan demikian, tiba-tiba terdengar suara memanggil yang mengatakan,

"Sesungguhnya Kami mengetahui kamu tidak pernah merasa bosan darinya dan dia tidak merasa bosan pula darimu, hanya saja kamu masih mempunyai istri-istri lain selain dia."

Maka untuk itu ia keluar dan mendatangi mereka seorang demi seorang, setiap kali ia mendatangi seseorang dari mereka, istri yang didatanginya mengatakan.”Demi Allah,

tiada di dalam surga ini sesuatu pun yang lebih tampan daripada kamu. dan tiada sesuatu pun di dalam surga ini yang lebih aku cintai selain kamu."


قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ: أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، عَنْ دَرَّاج، عَنِ ابْنِ حُجَيرة، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَهُ: أَنَطأ فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ دَحْمًا دَحْمًا، فَإِذَا قَامَ عَنْهَا رَجَعتْ مُطهَّرة بِكْرًا"


Abdullah ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris. dari Darij, dari Abu Hujairah, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw., bahwa Abu Hurairah pernah bertanya, "Apakah kita bersetubuh di dalam surga?"

Maka Rasulullah Saw. menjawab: Ya, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, dengan dorongan yang kuat dan kuat sekali, manakala ia berdiri darinya (lalu mengulanginya), ia menjumpainya dalam keadaan perawan kembali seperti semula.


قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ جَابِرٍ الْفَقِيهُ الْبَغْدَادِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الدَّقِيقُ الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ، عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّلِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ إِذَا جَامَعُوا نِسَاءَهُمْ عُدن أَبْكَارًا"


Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Jabir Al-Faqih Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Malik Ad-Daqiqi Al-Wasiti,

telah menceritakan kepada kami Ma'la ibnu Abdur Rahman Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Asim Al-Ahwal, dari Abul Mutawakkil, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Sesungguhnya ahli surga itu setiap kali menyetubuhi istri-istri mereka, dia menjumpainya dalam keadaan perawan.


وَقَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا عِمْران، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُعْطَى الْمُؤْمِنُ فِي الْجَنَّةِ قُوَّةَ كَذَا وَكَذَا فِي النِّسَاءِ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَيُطِيقُ ذَلِكَ؟ قَالَ: "يُعْطَى قُوَّةَ مِائَةٍ".


Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Imran, dari Qatadah, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Seorang mukmin di dalam surga diberi kekuatan sebanyak anu dan anu

terhadap wanita.” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah dia kuat melakukannya?” Rasulullah Saw. menjawab, ' Dia diberi kekuatan seratus kali lipat.”Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Abu Daud, dan ia mengatakan bahwa hadis ini sahih garib.


وَرَوَى أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ مِنْ حَدِيثِ حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ الْجُعْفِيُّ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ نَصِلُ إِلَى نِسَائِنَا فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ: "إِنَّ الرَّجُلَ لَيَصِلُ فِي الْيَوْمِ إِلَى مِائَةِ عَذْرَاءَ"


Abul Qasim At-Tabrani telah meriwayatkan melalui hadis Husain ibnu Ali Al-Ju'fi, dari Zaidah, dari Hisyam ibnu Hassan, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa pernah ditanyakan kepada Rasulullah Saw.,

"Wahai Rasulullah, apakah kita dapat menyetubuhi istri-istri kita di dalam surga?" Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya seorang lelaki benar-benar setiap harinya dapat menggauli seratus orang perawan.

Al-Hafiz Abu Abdullah Al-Maqdisi mengatakan bahwa hadis ini menurut hemat saya dengan syarat disebutkan di dalam kitab sahih; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:


{عُرُبًا}


penuh cinta. (Al-Waqi'ah: 37) Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah dicintai oleh suami-suami mereka, tidakkah engkau lihat unta yang cepat larinya,

maka bidadari itu sama sepertinya (yakni disukai oleh pemiliknya). Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa al-'urb artinya mencintai suami-suami mereka dan suami-suami mereka mencintai mereka.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdullah ibnu Sarjis. Mujahid, Ikrimah, Abul Aliyah, Yahya ibnu Abu Kasir, Atiyyah, Al-Hasan. Qatadah, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.

Saur ibnu Yazid telah meriwayatkan dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya tentang makna firman-Nya: penuh cinta. (Al-Waqi'ah: 37) Yakni sangat mencintai suaminya.

Syu'bah telah meriwayatkan dari Sammak, dari Ikrimah, bahwa makna yang dimaksud ialah manja kepada suaminya. Al-Ahlaj ibnu Abdullah telah meriwayatkan dari Ikrimah. bahwa makna yang dimaksud ialah manja.

Saleh ibnu Hassan telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Buraidah sehubungan dengan makna firman-Nya: penuh cinta. (Al-Waqi'ah: 37) artinya syakilah menurut dialek penduduk Mekah dan ganjah menurut dialek penduduk Madinah.

Artinya sama, yaitu manja. Menurut Tamim ibnu Hazlam, makna yang dimaksud ialah wanita yang bersikap baik kepada suaminya. Zaid ibnu Aslam dan anaknya (yaitu Abdur Rahman) mengatakan bahwa al-'urb artinya baik dan indah tutur katanya.


وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: ذُكِرَ عَنْ سَهْلِ بْنِ عُثْمَانَ الْعَسْكَرِيِّ: حَدَّثَنَا أَبُو عَلِيٍّ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: {عُرُبًا} قَالَ: "كَلَامُهُنَّ عَرَبِيٌّ".


Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Sahl ibnu Usman Al-Askari. bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Ali, dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: 'Urban artinya pembicaraan mereka memakai bahasa Arab. Adapun firman Allah Swt.:


{أَتْرَابًا}


lagi sebaya umurnya. (Al-Waqi'ah: 37) Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah usia mereka sama tiga puluh tiga tahun. Mujahid mengatakan bahwa al-atrab artinya rata sebaya,

dan menurut riwayat lain yang bersumber darinya semuanya berusia sama. Atiyyah mengatakan sepantar. As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lagi sebaya umurnya. (Al-Waqi'ah: 37)

Yaitu akhlak mereka di antara sesamanya rukun dan damai, tiada permusuhan dan tidak ada rasa dengki atau iri hati di antara sesama mereka. Tidak sebagaimana halnya apa yang terjadi di antara para madu di dunia ini,

yakni saling bermusuhan dan saling bersaing. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Abdullah ibnul Kahf,

dari Al-Hasan dan Muhammad sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: penuh cinta lagi sebaya umurnya. (Al-Waqi'ah: 37) Keduanya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka berusia sebaya dan semuanya hidup dengan rukun dan main bersama-sama.


قَدْ رَوَى أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ، عَنْ أَحْمَدَ بْنِ مَنِيعٍ، عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ فِي الْجَنَّةِ لَمُجْتَمَعًا لِلْحُورِ الْعِينِ، يَرْفَعْنَ أَصْوَاتًا لَمْ تَسْمَعِ الْخَلَائِقُ بِمِثْلِهَا، يَقُلْنَ نَحْنُ الْخَالِدَاتُ فَلَا نبِيد، وَنَحْنُ النَّاعِمَاتُ فَلَا نَبْأَسُ، وَنَحْنُ الرَّاضِيَاتُ فَلَا نَسْخَطُ، طُوبَى لِمَنْ كَانَ لَنَا وكُنَّا لَهُ"


Abu Isa At-Turmuzi telah meriwayatkan dari Ahmad ibnu Mani', dari Abu Mu'awiyah, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari An-Nu'man ibnu Sa'd. dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Sesungguhnya di dalam surga benar-benar terdapat tempat pertemuan bagi para bidadari yang bermatajeli, mereka bernyanyi dengan suara merdu yang oleh semua makhluk belum pernah terdengar suara semerdu suara mereka.

Mereka mengatakan, "Kami wanita-wanita yang kekal dan tidak akan binasa, kami wanita-wanita yang hidup senang dan tidak akan sengsara, kami wanita-wanita yang hidup puas dan tidak akan marah, maka beruntunglah bagi orang yang kami adalah istrinya dan dia adalah suami kami.”

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib.


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمة، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عُمَرَ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ فُلَانِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ، عَنْ بَعْضِ وَلَدِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْحُورَ الْعِينَ لَيُغَنِّينَ فِي الْجَنَّةِ، يَقُلْنَ نَحْنُ خَيِّرات حِسان، خُبِّئنا لأزواج كرام"


Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zi-b, dari Fulan alias Abdullah ibnu Rafi',

dari salah seorang putra Anas ibnu Malik, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya bidadari-bidadari yang bermata jeli itu benar-benar bernyanyi di dalam surga seraya mengatakan,

"Kami adalah wanita-wanita yang baik-baik lagi cantik-cantik yang disimpan untuk suami-suami yang mulia.” Aku berkata kepada Ismail ibnu Umar, bahwa Abul Munzir ini adalah salah seorang yang berpredikat siqat lagi sabat.

Hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Imam Abdur Rahim ibnu Ibrahim yang dijuluki dengan sebutan Dahim, dari Abu Abu Fudaik, dari Ibnu AbuZ'ib, dari Aun ibnul Khattab ibnu Abdullah ibnu Rafi', dari salah seorang anak Anas, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"إِنَّ الْحُورَ الْعِينَ يُغَنِّينَ فِي الْجَنَّةِ: نَحْنُ الْجِوَارُ الْحِسَانُ، خُلِقْنَا لِأَزْوَاجٍ كِرَامٍ"


Sesungguhnya bidadari-bidadari yang bermata jeli itu bernyanyi di dalam surga, "Kami adalah bidadari bermata jeli yang cantik-cantik diciptakan untuk suami-suami yang mulia.” Firman Allah Swt.:


{لأصْحَابِ الْيَمِينِ}


(Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan. (Al-Waqi'ah: 38) Yakni kami diciptakan untuk golongan kanan, atau disimpan untuk golongan kanan, atau dikawinkan untuk golongan kanan. Yang jelas ayat ini berkaitan dengan firman Allah Swt.:


{إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً. فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا. عُرُبًا أَتْرَابًا. لأصْحَابِ الْيَمِينِ}


Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta, lagi sebaya umurnya. (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan. (Al-Waqi'ah: 35-38)

Dengan demikian, berarti artinya ialah Kami ciptakan mereka untuk golongan kanan. Ini menurut alasan yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir. Abu Sulaiman Ad-Darani rahimahullah menurut suatu riwayat yang bersumber darinya menyebutkan

bahwa ia salat di suatu malam, lalu duduk berdoa, sedangkan malam itu cuacanya sangat dingin, hingga ia terpaksa berdoa hanya dengan satu tangan. Lalu rasa kantuk menyerangnya hingga ia tertidur.

Dalam tidurnya ia melihat bidadari yang bermata jeli yang kecantikannya tiada taranya, sedangkan ia mengatakan kepadanya, "Hai Abu Sulaiman, tegakah engkau berdoa kepada Allah hanya dengan satu tangan,

sedangkan aku telah hidup dalam kenikmatan sejak lima ratus tahun yang lalu untukmu." Menurut hemat saya, barangkali firman-Nya: untuk golongan kanan. (Al-Waqi'ah: 38) berkaitan dengan firman-Nya:

lagi sebaya umurnya dengan golongan kanan. (Al-Waqi'ah: 37¬-38) Yakni mereka dan suami-suami mereka dari golongan kanan sebaya usianya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari

dan Imam Muslim melalui hadis Jarir. dari Imarah ibnul Qa'qa', dari Abu Zar'ah, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"أَوَّلُ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَالَّذِينَ يَلُونَهُمْ عَلَى ضَوْءِ أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرّيّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً، لَا يَبُولُونَ وَلَا يَتَغَوَّطُونَ، وَلَا يَتْفُلُونَ وَلَا يَتَمَخَّطُونَ، أَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ وَرَشْحُهُمُ الْمِسْكُ وَمَجَامِرُهُمُ الألُوّة، وأزواجهم الحور العين، أخلاقهم على خَلْق رَجُلٍ وَاحِدٍ، عَلَى صُورَةِ أَبِيهِمْ آدَمَ، سِتُّونَ ذِرَاعًا فِي السَّمَاءِ"


Rombongan yang pertama masuk surga rupa mereka seperti rembulan di malam purnama, dan orang-orang yang sesudah mereka rupanya seperti bintang yang paling kuat cahayanya di langit. Mereka tidak buang air kecil dan air besar,

dan tidak meludah serta tidak pula mengeluarkan ingus. Sisir mereka dari emas dan keringat mereka adalah minyak kesturi, pedupaan mereka adalah getah kayu uluwwah (yang sangat harum baunya),

dan istri-istri mereka adalah bidadari yang bermata jeli. Akhlak mereka sama dengan akhlak satu orang (yakni sama), sedangkan rupa mereka seperti bapak moyang mereka Adam dengan tinggi enam puluh hasta menjulang ke langit.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun dan Affan, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah.


وَرَوَى الطَّبَرَانِيُّ، وَاللَّفْظُ لَهُ، مِنْ حَدِيثِ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ-عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدِ بْنِ جُدْعَان، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَدْخُلُ أهلُ الجنةِ الجنةَ جُردا مُردًا بِيضًا جِعادًا مُكَحَّلين، أَبْنَاءَ ثَلَاثِينَ أَوْ ثَلَاثٍ وَثَلَاثِينَ، وَهُمْ عَلَى خَلْق آدَمَ سِتُّونَ ذِرَاعًا فِي عَرْضِ سَبْعَةِ أَذْرُعٍ"


Imam Tabrani telah meriwayatkan yang lafaz hadis berikut menurut yang ada padanya melalui hadis Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a.

yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ahli surga masuk ke dalam surga dalam keadaan tidak berpakaian, tampan, berkulit putih, berambut keriting, lagi bercelak mata dalam usia tiga puluh tiga tahun,

bentuk mereka seperti bentuk bapak moyang mereka Adam dengan tinggi enam puluh hasta dan ketebalan tubuh tujuh hasta.


وَرَوَى التِّرْمِذِيُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي دَاوُدَ الطَّيَالِسِيِّ، عَنْ عِمَرَانَ الْقَطَّانِ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ شَهْر بْنِ حَوْشب، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ غَنْم، عَنْ مُعَاذ بْنِ جَبَل، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَدْخُلُ أهلُ الجنةِ الجنةَ جُردًا مُردًا مُكَحَّلِينَ أَبْنَاءَ ثَلَاثِينَ، أَوْ ثَلَاثٍ وَثَلَاثِينَ سَنَةً"


Imam Turmuzi meriwayatkan melalui Abu Daud At-Tayalisi, dari Imran Al-Qattan, dari Qatadah dan Syahr ibnu Hausyab, dari Abdur Rahman ibnu Ganam, dari Mu'az ibnu Jabal, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Ahli surga masuk ke dalam surga dalam keadaan tidak berpakaian, dengan penampilan yang tampan lagi bercelak mata semuanya berusia tiga puluh tiga tahun. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.


قَالَ ابْنُ وَهْبٍ: أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ أَنَّ دَرَّاجًا أَبَا السَّمْحِ حَدَّثه عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ مَاتَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ مِنْ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ، يُرَدون بَنِي ثَلَاثٍ وَثَلَاثِينَ فِي الْجَنَّةِ، لَا يَزِيدُونَ عَلَيْهَا أَبَدًا، وَكَذَلِكَ أَهْلُ النَّارِ".


Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris, bahwa Darij alias Abus Saman pernah menceritakan hadis ini dari Abul Hais'am, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Barang siapa yang mati sebagai calon penghuni surga, baik dalam usia masih muda atau sudah tua, semuanya dijadikan berusia tiga puluh tiga tahun di dalam surganya, usia mereka tidak bertambah untuk selama-lamanya;

demikian pula keadaan ahli neraka. Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini dari Suwaid ibnu Nasr, dari Ibnul Mubarak, dari Rasyidin ibnu Sa'd, dari Amr ibnul Haris dengan sanad yang sama.


قَالَ أَبُو بَكْرٍ بْنُ أَبِي الدُّنْيَا: حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ بْنُ هَاشِمٍ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا روَّاد بْنُ الْجَرَّاحِ الْعَسْقَلَانِيُّ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ هَارُونَ بْنِ رِئَابٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَدْخُلُ أهلُ الجنةِ الجنةَ عَلَى طُولِ آدَمَ سِتِّينَ ذِرَاعًا بِذِرَاعِ الْمَلِكِ! عَلَى حُسْن يُوسُفَ، وَعَلَى مِيلَادِ عِيسَى ثَلَاثٍ وَثَلَاثِينَ سَنَةً، وَعَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ، جُرْدٌ مُرْدٌ مُكَحَّلُون"


Abu Bakar ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Hasyim, telah menceritakan kepada kamiSafwan ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Rawwad ibnul Jarrah Al-Asqalani,

telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, dari Harun ibnu Zi'ab, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Ahli surga masuk ke dalam surga dengan tinggi badan seperti Adam.

yaitu enam puluh hasta dengan ukuran hasta malaikat, ketampanannya seperti Yusuf, usianya seperti Isa yaitu tiga puluh tiga tahun, dan bahasanya seperti Muhammad (bahasa Arab), dalam keadaan tidak berpakaian, tidak berjenggot, lagi bercetak mata.


قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ وَعَبَّاسُ بْنُ الْوَلِيدِ قَالَا حَدَّثَنَا عُمَرُ عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، عَنْ هَارُونَ بْنِ رِئَابٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: "يُبعث أَهْلُ الْجَنَّةِ عَلَى صُورَةِ آدَمَ فِي مِيلَادِ ثلاثٍ وَثَلَاثِينَ، جُردًا مُردًا مُكَحَّلِينَ، ثُمَّ يُذْهَبُ بِهِمْ إِلَى شَجَرَةٍ فِي الْجَنَّةِ فَيُكْسَوْنَ مِنْهَا، لَا تَبْلَى ثِيَابُهُمْ، وَلَا يَفْنَى شَبَابُهُمْ"


Abu Bakar ibnu Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalid dan Abbas ibnul Walid. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar, dari Al-Auza'i, dari Harun ibnu Zi'ab,

dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ahli surga dibangkitkan dalam rupa seperti Adam dan usia seperti Isa, yaitu tiga puluh tiga tahun, dalam keadaan tidak berpakaian, tidak berjenggot,

dan bercetak mata. Kemudian mereka diberangkatkan menuju ke sebuah pohon di dalam surga, lalu mereka mengenakan pakaian darinya, pakaian mereka tidak akan rusak dan usia muda mereka tidak akan lenyap. Firman Allah Swt.:


{ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ. وَثُلَّةٌ مِنَ الآخِرِينَ}


(yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian. (Al-Waqi'ah: 39-40) Yakni segolongan dari orang-orang dahulu dan segolongan dari orang-orang terkemudian.


وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الْمُنْذِرُ بْنُ شَاذَانَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكَّارٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدِ بْنِ بَشير، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَين، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ -قَالَ: وَكَانَ بَعْضُهُمْ يَأْخُذُ عَنْ بَعْضٍ-قَالَ: أَكْرَيْنَا ذَاتَ لَيْلَةٍ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ غَدَوْنَا عَلَيْهِ، فَقَالَ: "عُرضت عليَّ الْأَنْبِيَاءُ وَأَتْبَاعُهَا بِأُمَمِهَا، فَيَمُرُّ عَلَيَّ النَّبِيُّ، وَالنَّبِيُّ فِي الْعِصَابَةِ، وَالنَّبِيُّ فِي الثَّلَاثَةِ، وَالنَّبِيُّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ -وَتَلَا قَتَادَةُ هَذِهِ الْآيَةَ: {أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ} [هُودٍ: 78]-قَالَ: حَتَّى مرَّ عليَّ مُوسَى بْنُ عِمْرَانَ فِي كَبْكَبَةٍ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ". قَالَ: "قلتُ: رَبِّي مَنْ هَذَا؟ قَالَ: هَذَا أَخُوكَ مُوسَى بْنُ عِمْرَانَ وَمَنْ مَعَهُ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ". قَالَ: "قُلْتُ: رَبِّ فَأَيْنَ أُمَّتِي؟ قَالَ: انْظُرْ عَنْ يَمِينِكَ فِي الظِّرَابِ. قَالَ: "فَإِذَا وُجُوهُ الرِّجَالِ". قَالَ: "قَالَ: أَرَضِيتَ؟ " قَالَ: قُلْتُ: "قَدْ رَضِيتُ، رَبِّ". قَالَ: انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ عَنْ يَسَارِكَ فَإِذَا وُجُوهُ الرِّجَالِ. قَالَ: أَرَضِيتَ؟ قُلْتُ: "رَضِيتُ، رَبِّ". قَالَ: فَإِنَّ مَعَ هَؤُلَاءِ سَبْعِينَ أَلْفًا، يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ". قَالَ: وَأَنْشَأَ عُكَّاشة بْنُ مُحْصَن مِنْ بَنِي أَسَدٍ -قَالَ سَعِيدٌ: وَكَانَ بَدْريًّا-قَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ. قَالَ: فَقَالَ: "اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ مِنْهُمْ". قَالَ: أَنْشَأَ رَجُلٌ آخَرُ، قال: يا نبي الله، ادع الله أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ. فَقَالَ: "سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ" قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ -فِدَاكُمْ أَبِي وَأُمِّي-أَنْ تَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّبْعِينَ فَافْعَلُوا وَإِلَّا فَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ الظِّرَابِ ، وَإِلَّا فَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ الْأُفُقِ، فَإِنِّي قَدْ رَأَيْتُ نَاسًا كَثِيرًا قَدْ تأشَّبوا حَوْلَهُ". ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا رُبُعَ أَهْلِ الْجَنَّةِ". فَكَبَّرْنَا، ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا ثُلُثَ أَهْلِ الْجَنَّةِ". قَالَ: فَكَبَّرْنَا، قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا نِصْفَ أَهْلِ الْجَنَّةِ". قَالَ: فَكَبَّرْنَا. ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: {ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ. وَثُلَّةٌ مِنَ الآخِرِينَ} قَالَ: فَقُلْنَا بَيْنَنَا: مَنْ هَؤُلَاءِ السَّبْعُونَ أَلْفًا؟ فَقُلْنَا: هُمُ الَّذِينَ وُلِدُوا فِي الْإِسْلَامِ، وَلَمْ يُشْرِكُوا. قَالَ: فَبَلَغَهُ ذَلِكَ فَقَالَ: "بَلْ هُمُ الَّذِينَ لَا يَكْتَوُونَ وَلَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ، وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ".


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Munzir ibnu Syazan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakkar, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, dari Qatadah. dari Al-Hasan,

dari Imran ibnu Husain, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa dahulu sebagian dari mereka (sahabat) menerima hadis dari sebagian yang lainnya. Disebutkan bahwa pada suatu malam kami dijamu oleh Rasulullah Saw.,

kemudian pada pagi harinya kami kembali kepada beliau Saw., lalu beliau Saw. bersabda: bahwa tadi malam ditampilkan kepada beliau (dalam mimpinya) para nabi dan para pengikutnya berikut semua umatnya masing-masing.

Maka lewatlah di hadapan beliau seorang nabi yang diikuti oleh segolongan manusia, dan nabi yang hanya diikuti oleh tiga orang serta nabi yang tidak diikuti oleh seorang jua pun. Qatadah membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya:

Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal? (Hud: 78) (menceritakan siapa dia yang tidak diikuti oleh seorang pun). Akhirnya lewatlah di hadapan beliau Saw. Musa ibnu Imran bersama sejumlah besar kaum Bani Israil. Nabi Saw.

bertanya, "Ya Tuhanku, siapakah orang ini?" Allah Swt. menjawab, "Ini adalah saudaramu Musa ibnu Imran dan orang-orang yang mengikutinya dari kaum Bani Israil." Aku bertanya.”Lalu manakah umatku?" Allah Swt. berfirman,

"Lihatlah ke arah kananmu gelombang manusia yang banyak itu," dan ternyata mereka itu adalah manusia yang jumlahnya sangat besar. Allah berfirman, "Puaskah kamu?" Aku menjawab, "Aku telah puas, ya Tuhanku." Allah Swt.

kembali berfirman, "Lihatlah ke cakrawala yang ada di sebelah kirimu," tiba-tiba terlihat gelombang manusia yang amat besar jumlahnya. Allah berfirman, "Puaskah kamu?" Aku menjawab, "Aku telah puas, ya Tuhanku." Allah Swt. berfirman,

"Sesungguhnya bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab." Saat itu juga Ukasyah ibnu Mihsan dari Bani Asad —yang menurut Sa'id adalah seorang yang ikut dalam Perang Badar— bangkit, lalu berkata,

"Wahai Nabi Allah, doakanlah kepada Allah, semoga Dia menjadikan diriku termasuk di antara mereka yang tujuh puluh ribu itu." Maka Nabi Saw. berdoa: Ya Allah, jadikanlah dia seorang dari mereka. Kemudian bangkit pula lelaki lainnya dan berkata, "Wahai Nabi Allah, doakanlah kepada Allah, semoga Dia menjadikan diriku termasuk dari mereka." Nabi Saw. menjawab: Kamu telah kedahuluan oleh Ukasyah untuk mendapatkannya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Jika kalian mampu, semoga ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, untuk menjadi orang-orang yang termasuk ke dalam yang tujuh puluh itu, berbuatlah. Jika tidak dapat, jadilah kalian termasuk orang-orang yang ada di sebelah kananku itu. Dan jika tidak dapat, hendaklah kalian menjadi orang-orang yang ada di cakrawala sebelah kiriku. Karena sesungguhnya aku telah melihat banyak orang yang keadaan mereka digabungkan." Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah seperempat ahli surga. Lalu kami bertakbir, kemudian beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah sepertiga ahli surga. Maka kami bertakbir, dan beliau Saw. bersabda lagi: Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah separo ahli surga. Maka kami bertakbir lagi. Kemudian Rasulullah Saw.

membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan besar dari orang-orang yang kemudian. (Al-Waqi’ah: 39-40); Ibnu Mas'ud melanjutkan kisahnya,

bahwa lalu kami saling bertanya di antara sesama kami (para sahabat) menanyakan tentang siapa sajakah mereka yang termasuk di dalam tujuh puluh ribu orang itu. Akhirnya kami sepakat untuk mengatakan bahwa mereka adalah

orang-orang yang dilahirkan di masa Islam dan tidak mengalami masa kemusyrikan. Ketika hal itu sampai kepada Rasulullah Saw., maka beliau Saw. bersabda: Tidak, mereka adalah orang-orang yang tidak berobat dengan setrika,

tidak meminta ruqyah dan tidak tatayyur (percaya kepada takhayul), dan hanya kepada Tuhan mereka saja mereka bertawakal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui dua jalur lain dari Qatadah dengan sanad

yang semisal dan lafaz yang serupa. Hadis ini mempunyai jalur periwayatan yang banyak selain dari jalur ini di dalam kitab-kitab sahih dan kitab-kitab hadis lainnya.


وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ حُمَيْدٍ، حَدَّثَنَا مِهْرَان، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبَانِ بْنِ أَبِي عَيَّاشٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْر، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: {ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ. وَثُلَّةٌ مِنَ الآخِرِينَ} قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُمَا جَمِيعًا مِنْ أُمَّتِي"


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Aban ibnu Abu Iyasy, dari Sa'id ibnu Jubair.

dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan yang besar dari orang-orang yang kemudian. (Al-Waqi'ah: 39-40) Bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Kedua-duanya dari kalangan umatku.

Surat Al-Waqiah |56:28|

فِي سِدْرٍ مَخْضُودٍ

fii sidrim makhdhuud

(Mereka) berada di antara pohon bidara yang tidak berduri,

[They will be] among lote trees with thorns removed

Tafsir
Jalalain

(Berada di antara pohon bidara) atau dikenal dengan nama pohon Nabaq (yang tidak berduri) tidak ada durinya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 28 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Waqiah |56:29|

وَطَلْحٍ مَنْضُودٍ

wa thol-ḥim mandhuud

dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya),

And [banana] trees layered [with fruit]

Tafsir
Jalalain

(Dan pohon pisang) yang juga dikenal dengan nama pohon muz (yang bersusun-susun) buahnya mulai dari bagian atas hingga bagian bawahnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 29 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Waqiah |56:30|

وَظِلٍّ مَمْدُودٍ

wa zhillim mamduud

dan naungan yang terbentang luas,

And shade extended

Tafsir
Jalalain

(Dan naungan yang terbentang luas) untuk selama-lamanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 30 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Waqiah |56:31|

وَمَاءٍ مَسْكُوبٍ

wa maaa`im maskuub

dan air yang mengalir terus-menerus,

And water poured out

Tafsir
Jalalain

(Dan air yang tercurah) maksudnya air yang mengalir terus selama-lamanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 31 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Waqiah |56:32|

وَفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ

wa faakihating kaṡiiroh

dan buah-buahan yang banyak,

And fruit, abundant [and varied],

Tafsir
Jalalain

(Dan buah-buahan yang banyak).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 32 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Waqiah |56:33|

لَا مَقْطُوعَةٍ وَلَا مَمْنُوعَةٍ

laa maqthuu'atiw wa laa mamnuu'ah

yang tidak berhenti berbuah dan tidak terlarang mengambilnya,

Neither limited [to season] nor forbidden,

Tafsir
Jalalain

(Yang tidak berhenti) buahnya. karena musim-musiman (dan tidak terlarang mengambilnya) artinya, ia boleh diambil tanpa harus membayarnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 33 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Waqiah |56:34|

وَفُرُشٍ مَرْفُوعَةٍ

wa furusyim marfuu'ah

dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.

And [upon] beds raised high.

Tafsir
Jalalain

(Dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk) yang diletakkan di atas dipan-dipan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 34 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Waqiah |56:35|

إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً

innaaa ansya`naahunna insyaaa`aa

Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) secara langsung,

Indeed, We have produced the women of Paradise in a [new] creation

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dengan langsung) maksudnya, bidadari-bidadari yang jelita lagi cantik itu Kami ciptakan tanpa melalui proses kelahiran terlebih dahulu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 35 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Waqiah |56:36|

فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا

fa ja'alnaahunna abkaaroo

lalu Kami jadikan mereka perawan-perawan,

And made them virgins,

Tafsir
Jalalain

(Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan) yakni perawan semuanya; setiap kali suami-suami mereka menggaulinya, para suami itu menjumpai mereka dalam keadaan perawan kembali; dan tidak ada rasa sakit dikala menggaulinya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 36 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Waqiah |56:37|

عُرُبًا أَتْرَابًا

'uruban atroobaa

yang penuh cinta (dan) sebaya umurnya,

Devoted [to their husbands] and of equal age,

Tafsir
Jalalain

(Penuh cinta) dapat dibaca 'Uruban atau 'Urban, bentuk jamak dari lafal 'Aruubun, artinya wanita yang sangat mencintai suaminya dan sangat merindukannya (lagi sebaya umurnya) setara umurnya; bentuk jamak dari lafal Turbun.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 37 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Waqiah |56:38|

لِأَصْحَابِ الْيَمِينِ

li`ash-ḥaabil-yamiin

untuk golongan kanan,

For the companions of the right [who are]

Tafsir
Jalalain

(Untuk golongan kanan) menjadi Shilah dari lafal Ansya-naahunna, atau dari lafal Ja'alnaahunna. Yakni Kami ciptakan atau Kami jadikan mereka untuk golongan kanan. Golongan kanan itu adalah,

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 38 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Waqiah |56:39|

ثُلَّةٌ مِنَ الْأَوَّلِينَ

ṡullatum minal-awwaliin

segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,

A company of the former peoples

Tafsir
Jalalain

(segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 39 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Waqiah |56:40|

وَثُلَّةٌ مِنَ الْآخِرِينَ

wa ṡullatum minal-aakhiriin

dan segolongan besar pula dari orang yang kemudian.

And a company of the later peoples.

Tafsir
Jalalain

(Dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 40 |

penjelasan ada di ayat 27

Surat Al-Waqiah |56:41|

وَأَصْحَابُ الشِّمَالِ مَا أَصْحَابُ الشِّمَالِ

wa ash-ḥaabusy-syimaali maaa ash-ḥaabusy-syimaal

Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.

And the companions of the left - what are the companions of the left?

Tafsir
Jalalain

(Dan golongan kiri, alangkah celakanya golongan kiri itu).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 41 |

Tafsir ayat 41-56

Setelah Allah Swt. menyebutkan perihal golongan kanan, lalu mengiringi­nya dengan menyebutkan perihal golongan kiri. Untuk itu Dia berfirman:


{وَأَصْحَابُ الشِّمَالِ مَا أَصْحَابُ الشِّمَالِ}


Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu. (Al-Waqi’ah: 41) Yakni siapa sajakah yang termasuk ke dalam golongan kiri? Lalu dijelaskan dalam ayat berikutnya, menggambarkan keadaan mereka:


{فِي سَمُومٍ وَحَمِيمٍ}


Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air yang mendidih, (Al-Waqi'ah:42) Samum artinya angin yang amat panas, dan hamim artinya air yang sangat panas.


{وَظِلٍّ مِنْ يَحْمُومٍ}


dan dalam naungan asap yang hitam. (Al-Waqi'ah: 43) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah naungan asap yang hitam lagi sangat panas. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Abu Saleh, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{انْطَلِقُوا إِلَى مَا كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ. انْطَلِقُوا إِلَى ظِلٍّ ذِي ثَلاثِ شُعَبٍ. لَا ظَلِيلٍ وَلا يُغْنِي مِنَ اللَّهَبِ. إِنَّهَا تَرْمِي بِشَرَرٍ كَالْقَصْرِ. كَأَنَّهُ جِمَالَةٌ صُفْرٌ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ}


(Dikatakan kepada mereka pada hari kiamat), "Pergilah kamu mendapatkan azab yang dahulunya kamu mendustakannya. Pergilah kamu mendapatkan naungan yang mempunyai liga cabang,

yang tidak melindungi dan tidak pula menolak nyala api neraka.” Sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana. Seolah-olah ia iringan unta yang kuning.

Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. (Al-Mursalat: 29-34) Karena itulah maka dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{وَظِلٍّ مِنْ يَحْمُومٍ}


dan dalam naungan asap yang hitam. (Al-Waqi'ah: 43) Yang dimaksud dengan yahmum ialah asap yang hitam pekat.


{لَا بَارِدٍ وَلا كَرِيمٍ}


Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. (Al-Waqi'ah: 44) Yakni tidak menyejukkan tiupannya dan tidak menyenangkan rasanya, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak menyenangkan.

(Al-Waqi'ah: 44) Yaitu tidak menyenangkan pemandangannya. Ad-Dahhak mengatakan bahwa tiap minuman yang tidak enak rasanya dikatakan minuman yang tidak menyenangkan.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa orang-orang Arab biasa menggunakan kalimat ini secara bergandengan dalam ungkapan nafi, misalnya mereka mengatakan bahwa makanan ini tidak enak dan tidak menyenangkan,

atau daging ini tidak empuk dan tidak enak, atau rumah ini tidak bersih dan tidak menyenangkan. Hal yang semisal diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui dua jalur yang lain dari Qatadah dengan kalimat yang semisal. Kemudian Allah Swt. menyebutkan bahwa mereka berhak mendapatkannya karena:


{إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُتْرَفِينَ}


Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah. (Al-Waqi'ah: 45) Yakni mereka semasa di dunia hidup senang dan bergelimangan dalam kemewahan dan mengejar kesenangan diri mereka tanpa melirik dengan sebelah mata pun kepada apa yang disampaikan kepada mereka oleh para rasul.


{وَكَانُوا يُصِرُّونَ}


Dan mereka terus-menerus. (Al-Waqi'ah: 46) Maksudnya, selalu bersikeras dengan sikapnya dan tidak mau bertobat.


{عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيمِ}


mengerjakan dosa yang besar. (Al-Waqi'ah: 46) Yakni kafir kepada Allah dan menjadikan berhala-berhala dan tandingan-tandingan sebagai tuhan-tuhan selain Allah.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dosa besar dalam ayat ini ialah mempersekutukan Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid. Ikrimah, Ad-Dahhak, Qatadah, dan As-Saddi serta lain-lainnya. Asy-Sya'bi mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sumpah palsu.


{وَكَانُوا يَقُولُونَ أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ. أَوَآبَاؤُنَا الأوَّلُونَ}


Dan mereka selalu mengatakan, "Apakah apabila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan kembali? Apakah bapak-bapak kami yang terdahulu (dibangkitkan pula)?”

(Al-Waqi'ah: 47-48) Mereka mengatakan demikian dengan nada mendustakan dan menganggap mustahil kejadian hari berbangkit. Maka dijawab oleh Allah Swt. melalui firman selanjutnya:


{قُلْ إِنَّ الأوَّلِينَ وَالآخِرِينَ. لَمَجْمُوعُونَ إِلَى مِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ}


Katakanlah, "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal. (Al-Waqi'ah: 49-50)

Artinya, beritakanlah kepada mereka—hai Muhammad— bahwa orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian dari Bani Adam kelak akan dikumpulkan di Padang Mahsyar pada hari kiamat nanti;

tiada seorang pun dari mereka yang ketinggalan. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:


{ذَلِكَ يَوْمٌ مَجْمُوعٌ لَهُ النَّاسُ وَذَلِكَ يَوْمٌ مَشْهُودٌ. وَمَا نُؤَخِّرُهُ إِلا لأجَلٍ مَعْدُودٍ. يَوْمَ يَأْتِ لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلا بِإِذْنِهِ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ}


Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)nya, dan hari itu adalah suatwhari yang disaksikan (oleh segala makhluk). Dan Kami dadulah mengundur­kannya, melainkan sampai waktu yang tertentu.

Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan seizin­nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia. (Hud: 103-105) Karena itulah dalam surat ini disebutkan:


{لَمَجْمُوعُونَ إِلَى مِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ}


benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal. (Al-Waqi'ah: 50) Yakni telah ditetapkan waktunya, tidak dapat dimajukan dan tidak dapat pula diundurkan, juga tidak dapat ditambahi serta tidak dapat dikurangi.


{ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا الضَّالُّونَ الْمُكَذِّبُونَ. لآكِلُونَ مِنْ شَجَرٍ مِنْ زَقُّومٍ. فَمَالِئُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ}


Kemudian sesungguhnya kamu, hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqqum. dan akan memenuhi perutmu dengannya. (Al-Waqi'ah: 51-53)

Demikian itu karena mereka ditangkap, lalu diseret ke dalam neraka dan dipaksa untuk memakan buah zaqqum hingga perut mereka penuh dengannya.


{فَشَارِبُونَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيمِ. فَشَارِبُونَ شُرْبَ الْهِيمِ}


Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum. (Al-Waqi'ah: 54-55) Him artinya unta yang sangat kehausan; bentuk tunggalnya ahyam.

sedangkan bentuk muannas-nya ialah haima; dikatakan pula ha-im dan ha-imah. Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan Ikrimah mengatakan bahwa al-him adalah suatu penyakit yang menghinggapi unta,

akibatnya unta yang dihinggapinya selalu merasa kehausan selamanya hingga ia mati. Maka demikian pula halnya ahli neraka Jahanam, mereka tidak pernah merasa kenyang dari minum air yang panas mendidih itu.

Diriwayatkan dari Khalid ibnu Ma'dan bahwa dia tidak menyukai minum sekali teguk sampai habis tanpa bernapas terlebih dahulu sebanyak tiga kali. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:


{هَذَا نزلُهُمْ يَوْمَ الدِّينِ}


Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan. (Al-Waqi’ah: 56) Apa yang telah disebutkan di atas merupakan sajian untuk mereka di hadapan Tuhannya pada hari mereka menjalani hisab.

Sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya yang menceritakan kebalikannya, yaitu sajian yang diterima oleh orang-orang mukmin, yakni:


{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا}


Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi: 107) Yaitu sebagai penghormatan dan kemuliaan bagi mereka.

Surat Al-Waqiah |56:42|

فِي سَمُومٍ وَحَمِيمٍ

fii samuumiw wa ḥamiim

(Mereka) dalam siksaan angin yang sangat panas dan air yang mendidih,

[They will be] in scorching fire and scalding water

Tafsir
Jalalain

(Dalam angin yang amat panas) yaitu angin panas dari neraka, panas angin itu dapat menembus sampai ke pori-pori (dan air panas yang mendidih) yang panasnya tak terperikan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 42 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:43|

وَظِلٍّ مِنْ يَحْمُومٍ

wa zhillim miy yaḥmuum

dan naungan asap yang hitam,

And a shade of black smoke,

Tafsir
Jalalain

(Dan dalam naungan asap yang hitam) mereka diliputi oleh asap yang sangat hitam.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 43 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:44|

لَا بَارِدٍ وَلَا كَرِيمٍ

laa baaridiw wa laa kariim

tidak sejuk dan tidak menyenangkan.

Neither cool nor beneficial.

Tafsir
Jalalain

(Tidak sejuk) tidak sebagaimana naungan yang biasanya (dan tidak menyenangkan) tidak baik pemandangannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 44 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:45|

إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَٰلِكَ مُتْرَفِينَ

innahum kaanuu qobla żaalika mutrofiin

Sesungguhnya mereka sebelum itu (dahulu) hidup bermewah-mewah,

Indeed they were, before that, indulging in affluence,

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya mereka sebelum itu) yakni sewaktu-waktu berada di dunia (hidup bermewah-mewah) mereka selalu hidup bersenang-senang dan tidak mau melelahkan diri mereka dalam ketaatan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 45 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:46|

وَكَانُوا يُصِرُّونَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيمِ

wa kaanuu yushirruuna 'alal-ḥinṡil-'azhiim

dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar,

And they used to persist in the great violation,

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka terus menerus mengerjakan dosa) melakukan perbuatan dosa (yang besar) yaitu perbuatan menyekutukan Allah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 46 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:47|

وَكَانُوا يَقُولُونَ أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَإِنَّا لَمَبْعُوثُونَ

wa kaanuu yaquuluuna a iżaa mitnaa wa kunnaa turoobaw wa 'izhooman a innaa lamab'uuṡuun

dan mereka berkata, "Apabila kami sudah mati, menjadi tanah dan tulang-belulang, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali?

And they used to say, "When we die and become dust and bones, are we indeed to be resurrected?

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka selalu mengatakan, "Apabila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan)

kedua huruf Hamzah pada dua tempat dapat dibaca Tahqiq dan dapat pula dibaca Tashil.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 47 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:48|

أَوَآبَاؤُنَا الْأَوَّلُونَ

a wa aabaaa`unal-awwaluun

Apakah nenek moyang kami yang terdahulu (dibangkitkan pula)?"

And our forefathers [as well]?"

Tafsir
Jalalain

(Apakah bapak-bapak kami yang terdahulu dibangkitkan pula") lafal Awa huruf Wawunya dibaca Fat-hah, sedangkan huruf Hamzahnya menunjukkan kata tanya,

Hamzah atau kata tanya pada ayat ini dan pada ayat sebelumnya mengandung arti Istib'ad, artinya jauh dari kemungkinan; ini berdasarkan keyakinan mereka yang tidak mempercayainya.

Tetapi menurut suatu qiraat huruf Wawu dibaca Sukun sehingga bacaannya menjadi Au karena di'athafkan kepada Inna dan Isimnya secara Mahall.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 48 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:49|

قُلْ إِنَّ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ

qul innal-awwaliina wal-aakhiriin

Katakanlah, "(Ya), sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian,

Say, [O Muhammad], "Indeed, the former and the later peoples

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah, "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian,)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 49 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:50|

لَمَجْمُوعُونَ إِلَىٰ مِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ

lamajmuu'uuna ilaa miiqooti yaumim ma'luum

pasti semua akan dikumpulkan pada waktu tertentu, pada hari yang sudah dimaklumi.

Are to be gathered together for the appointment of a known Day."

Tafsir
Jalalain

(benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu) atau waktu yang tertentu (pada hari yang dikenal) yaitu pada hari kiamat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 50 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:51|

ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا الضَّالُّونَ الْمُكَذِّبُونَ

ṡumma innakum ayyuhadh-dhooolluunal-mukażżibuun

Kemudian sesungguhnya kamu, wahai orang-orang yang sesat lagi mendustakan!

Then indeed you, O those astray [who are] deniers,

Tafsir
Jalalain

(Kemudian sesungguhnya kalian, hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan!)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 51 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:52|

لَآكِلُونَ مِنْ شَجَرٍ مِنْ زَقُّومٍ

la`aakiluuna min syajarim min zaqquum

Pasti akan memakan pohon zaqqum,

Will be eating from trees of zaqqum

Tafsir
Jalalain

(Benar-benar akan memakan pohon zaqqum) lafal Min zaqquum menjadi Bayan dari lafal Min Syajarin.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 52 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:53|

فَمَالِئُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ

fa maali`uuna min-hal-buthuun

maka akan penuh perutmu dengannya.

And filling with it your bellies

Tafsir
Jalalain

(Maka kalian akan memenuhi dengannya) dengan pohon zaqqum itu (perut-perut kalian).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 53 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:54|

فَشَارِبُونَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيمِ

fa syaaribuuna 'alaihi minal-ḥamiim

Setelah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.

And drinking on top of it from scalding water

Tafsir
Jalalain

(Sesudah itu kalian minum) yakni sesudah memakan buah pohon zaqqum itu (air yang sangat panas).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 54 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:55|

فَشَارِبُونَ شُرْبَ الْهِيمِ

fa syaaribuuna syurbal-hiim

Maka kamu minum seperti unta (yang sangat haus) minum.

And will drink as the drinking of thirsty camels.

Tafsir
Jalalain

(Maka kalian minum seperti minumnya) dapat dibaca Syarba, atau Syurba, dalam keadaan Nashab karena menjadi Mashdar (unta yang kehausan) maksudnya,

bagaikan unta yang sedang kehausan. Lafal Al Hiim adalah bentuk jamak dari lafal Haiman untuk jenis jantan, dan untuk jenis betina dikatakan Haimaa; wazannya sama dengan lafal 'Athsyaan dan 'Athsyaa.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 55 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:56|

هَٰذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ الدِّينِ

haażaa nuzuluhum yaumad-diin

Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan."

That is their accommodation on the Day of Recompense.

Tafsir
Jalalain

(Itulah hidangan untuk mereka) apa yang disediakan untuk mereka (pada hari pembalasan") yakni di hari kiamat nanti.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 56 |

penjelasan ada di ayat 41

Surat Al-Waqiah |56:57|

نَحْنُ خَلَقْنَاكُمْ فَلَوْلَا تُصَدِّقُونَ

naḥnu kholaqnaakum falau laa tushoddiquun

Kami telah menciptakan kamu, mengapa kamu tidak membenarkan (hari Berbangkit)?

We have created you, so why do you not believe?

Tafsir
Jalalain

(Kami telah menciptakan kalian) dari tiada (maka mengapa tidak) kenapa tidak (kalian membenarkan) atau mempercayai adanya hari berbangkit, karena sesungguhnya Allah

yang mampu menciptakan mereka. Dia mampu pula untuk menghidupkan mereka kembali.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 57 |

Tafsir ayat 57-62

Allah Swt. menetapkan adanya hari kemudian dan menyanggah orang-orang yang mendustakannya dari kalangan ahli kesesatan dan kaum ateis. yaitu mereka yang mengatakan:


{أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ}


Apakah apabila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan kembali? (Al-Waqi'ah:47) Ucapan mereka ini bernada mendustakan dan tidak percaya. Maka Allah Swt. menjawab mereka melalui firman-Nya:


{نَحْنُ خَلَقْنَاكُمْ}


Kami telah menciptakan kamu. (Al-Waqi'ah: 57) Artinya, Kamilah yang menciptakan kalian sejak permulaan, sebelum itu kalian tidak ada, dan bukankah Tuhan Yang mampu menciptakan yang pertama kali mampu untuk mengembalikan, bahkan mengembalikan itu lebih mudah? Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:


{فَلَوْلا تُصَدِّقُونَ}


maka mengapa kamu tidak membenarkan (hari berbangkit)? (Al-Waqi'ah:57) Yakni mengapa kalian tidak percaya dengan adanya hari berbangkit? Kemudian Allah Swt. dalam firman selanjutnya berbalik menanyakan kepada mereka:


{أَفَرَأَيْتُمْ مَا تُمْنُونَ. أَأَنْتُمْ تَخْلُقُونَهُ أَمْ نَحْنُ الْخَالِقُونَ}


Maka terangkanlah kepada-Ku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya? (Al-Waqi'ah: 58-59)

Yaitu kaliankah yang menetapkannya di dalam rahim, lalu menciptakan anak padanya, ataukah Allah yang menciptakan semuanya itu? Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:


{نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ}


Kami telah menentukan kematian di antara kamu. (Al-Waqi'ah: 60) Yakni Kami telah mengatur kematian di antara kalian. Menurut Ad-Dahhak, tidak ada bedanya antara penghuni langit dan bumi, dalam hal ini semuanya mengalami kematian.


{وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ}


dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan. (Al-Waqi'ah: 60) Artinya, tiadalah Kami dapat dikalahkan.


{عَلَى أَنْ نُبَدِّلَ أَمْثَالَكُمْ}


untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu. (Al-Waqi'ah:61) Yaitu untuk mengubah bentuk kalian di hari kiamat nanti.


{وَنُنْشِئَكُمْ فِي مَا لَا تَعْلَمُونَ}


dan menciptakan kamu kelak dalam keadaan yang tidak kamu ketahui. (Al-Waqi'ah: 61) Yakni dengan sifat dan keadaan yang berlainan. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:


{وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْأَةَ الأولَى فَلَوْلا تَذَكَّرُونَ}


Dan sesungguhnya kamu lelah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran? (Al-Waqi'ah: 62) Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa Allah-lah Yang menciptakan kalian dari tiada menjadi ada;

Dia menciptakan kalian dan menjadikan bagi kalian pendengaran, penglihatan, dan hati. Maka mengapa kalian tidak ingat dan tidak menyadari bahwa Tuhan yang mampu menciptakan semuanya itu pada permulaan,

mampu untuk menciptakannya kembali, yakni mengulanginya, bahkan mengulangi itu lebih mudah daripada memulai. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ}


Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27)


{أَوَلا يَذْكُرُ الإنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئًا}


Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedangkan ia tidak ada sama sekali. (Maryam: 67) Dan firman Allah Swt.:


{أَوَلَمْ يَرَ الإنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ. وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ. قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ}


Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata! Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata,

'Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya yang pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk. (Yasin: 77-79) Dan firman Allah Swt. lainnya yang menyebutkan:


{أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى. أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى. ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى. فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأنْثَى. أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى}


Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya,

dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 36-40)

Surat Al-Waqiah |56:58|

أَفَرَأَيْتُمْ مَا تُمْنُونَ

a fa ro`aitum maa tumnuun

Maka adakah kamu perhatikan, tentang (benih manusia) yang kamu pancarkan.

Have you seen that which you emit?

Tafsir
Jalalain

(Maka terangkanlah kepada-Ku nuthfah yang kalian tumpahkan) yakni air mani yang kalian tumpahkan ke dalam rahim wanita.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 58 |

penjelasan ada di ayat 57

Surat Al-Waqiah |56:59|

أَأَنْتُمْ تَخْلُقُونَهُ أَمْ نَحْنُ الْخَالِقُونَ

a antum takhluquunahuuu am naḥnul-khooliquun

Kamukah yang menciptakannya, ataukah Kami penciptanya?

Is it you who creates it, or are We the Creator?

Tafsir
Jalalain

(Kamukah) dapat dibaca Tahqiq dan dapat pula dibaca Tas-hil (yang menciptakannya) yakni air mani itu kemudian menjadi manusia (atau Kami kah yang menciptakannya)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 59 |

penjelasan ada di ayat 57

Surat Al-Waqiah |56:60|

نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ

naḥnu qoddarnaa bainakumul-mauta wa maa naḥnu bimasbuuqiin

Kami telah menentukan kematian masing-masing kamu dan Kami tidak lemah,

We have decreed death among you, and We are not to be outdone

Tafsir
Jalalain

(Kami telah menentukan) dapat dibaca Qaddarnaa atau Qadarnaa (kematian di antara kalian dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan) dibuat tak berdaya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 60 |

penjelasan ada di ayat 57

Surat Al-Waqiah |56:61|

عَلَىٰ أَنْ نُبَدِّلَ أَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِي مَا لَا تَعْلَمُونَ

'alaaa an nubaddila amṡaalakum wa nunsyi`akum fii maa laa ta'lamuun

untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (di dunia) dan membangkitkan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.

In that We will change your likenesses and produce you in that [form] which you do not know.

Tafsir
Jalalain

(Untuk) maksudnya, supaya Kami (menggantikan) menjadikan (orang-orang yang seperti kalian) sebagai pengganti dari kalian (dan menciptakan kalian kelak) di akhirat

(dalam keadaan yang tidak kalian ketahui) maksudnya, dalam bentuk yang belum kalian ketahui, seperti dalam bentuk kera atau babi, umpamanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 61 |

penjelasan ada di ayat 57

Surat Al-Waqiah |56:62|

وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْأَةَ الْأُولَىٰ فَلَوْلَا تَذَكَّرُونَ

wa laqod 'alimtumun-nasy`atal-uulaa falau laa tażakkaruun

Dan sungguh, kamu telah tahu penciptaan yang pertama, mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

And you have already known the first creation, so will you not remember?

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya kalian telah mengetahui penciptaan yang pertama) menurut suatu qiraat lafal An Nasy`ata boleh dibaca An-Nasya`ata

(maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran) lafal Tadzakkaruuna asalnya adalah Tatadzakkaruuna, lalu huruf Ta yang kedua diidgamkan kepada huruf Dzal.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 62 |

penjelasan ada di ayat 57

Surat Al-Waqiah |56:63|

أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ

a fa ro`aitum maa taḥruṡuun

Pernahkah kamu perhatikan benih yang kamu tanam?

And have you seen that [seed] which you sow?

Tafsir
Jalalain

(Maka terangkanlah kepada-Ku tentang yang kalian tanam) yaitu tentang tanah yang kalian bajak lalu kalian semaikan benih-benih di atasnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 63 |

Tafsir ayat 63-74

Firman Allah Swt.:


{أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ}


Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? (Al-Waqi'ah: 63) Yaitu mencangkul tanah, membajaknya, dan menaburkan benih padanya. Singkatnya, bertani atau bercocok tanam.


{أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ}


Kamukah yang menumbuhkannya? (Al-Waqi'ah: 64) Yakni kaliankah yang menumbuhkannya dari tanah?


{أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ}


ataukah Kami yang menumbuhkannya? (Al-Waqi'ah: 64) Tidak, bahkan Kamilah yang menetapkannya di tempatnya dan Kamilah yang menumbuhkannya di dalam tanah.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: وَقَدْ حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ الْوَلِيدِ الْقُرَشِيُّ، حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ أَبِي مُسْلِمٌ الجَرْمي، حَدَّثَنَا مَخْلَدُ بْنُ الْحُسَيْنِ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَقُولَنَّ: زرعتُ، وَلَكِنْ قُلْ: حرثتُ" قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: أَلَمْ تَسْمَعْ إِلَى قَوْلِهِ: {أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ. أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ}


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnul Walid Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Abu Muslim Al-Jurmi, telah menceritakan kepada kami Makhlad ibnul Husain, dari Hisyam, dari Muhammad,

dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jangan sekali-kali kamu katakan, 'aku telah menanam, ' tetapi katakanlah, 'aku telah bertani. Abu Hurairah memberikan komentarnya,

bahwa tidakkah engkau mendengar firman Allah Swt. yang menyebutkan: Maka terangkanlah kepada-Ku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya? (Al-Waqi'ah: 63-64)

Al-Bazzar telah meriwayatkan hadis ini dari Muhammad ibnu Abdur Rahim, dari Muslim Al-Jurmi dengan sanad yang sama. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail,

telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Ata, dari Abu Abdur Rahman yang mengatakan, ''Jangan kamu katakan, 'Kami telah bertanam.' Tetapi katakanlah, 'Kami telah bertani'." Telah diriwayatkan pula dari Hajar Al-Madari,

bahwa ia membaca firman-Nya:Maka terangkanlah kepada-Ku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya. (Al-Waqi'ah: 63-64) dan ayat-ayat lainnya yang semakna. Lalu ia mengatakan, "Tidak, Engkaulah yang melakukan semuanya, ya Tuhanku." Firman Allah Swt.:


{لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا}


Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur. (Al-Waqi'ah: 65) Yakni Kamilah yang menumbuhkannya dengan belas kasihan dan rahmat Kami, dan Kami membiarkannya tumbuh untuk kalian sebagai rahmat dari Kami

buat kalian; dan sekiranya Kami menghendaki, bisa saja Kami jadikan ia kering sebelum masa kemasakan dan musim panennya.


{فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ}


maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi'ah: 65) Kemudian dijelaskan oleh firman selanjutnya:


{إِنَّا لَمُغْرَمُونَ. بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ}


(sambil berkata), "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian, bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.” (Al-Waqi'ah: 66-67) Yaitu sekiranya Kami jadikan apa yang kamu tanam itu kering,

tentulah kamu merasa heran dan tercengang serta berkata macam-macam. Adakalanya kamu mengatakan, "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian." Menurut Mujahid dan Ikrimah disebutkan,

"Sesungguhnya kami benar-benar terlalu optimis dengan harapan kami." Qatadah mengatakan, "Sesungguhnya kami benar-benar tersiksa." Dan adakalanya kalian mengatakan, "Bahkan kami menjadi orang yang tidak menghasilkan apa-apa."

Mujahid mengatakan pula, "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian lagi terhempas ke dalam keburukan," yakni nasib kita sedang mengalami kesialan. Demikian pula yang dikatakan oleh Qatadah,

yakni harta kita telah lenyap dan kita tidak mendapat hasil apa pun. Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa, yakni tidak beruntung.

Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi'ah: 65) Yakni merasa heran terhadap kenyataan yang ada.

Mujahid mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi’ah: 65) Yaitu merasa terkejut dan sedih terhadap musibah yang menimpa tanam-tanaman kalian.

Pengertian ini senada dengan pendapat yang pertama yaitu merasa heran dengan penyebab yang menimbulkan musibah pada harta mereka. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Ikrimah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi’ah: 65) Maksudnya, saling mencela. Al-Hasan, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi'ah: 65) Yakni kalian merasa menyesal, yang adakalanya menyesali biaya yang telah kalian keluarkan, atau menyesali dosa-dosa yang pernah kalian kerjakan.

Imam Kisa'i mengatakan bahwa tafakkaha termasuk lafaz yang mempunyai dua arti yang satu sama lainnya bertentangan. Orang-orang Arab mengatakan, "Tafakkahtu" artinya aku senang, dan tafakkahtu bisa juga diartikan aku sedih. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:


{أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ. أَأَنْتُمْ أَنزلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ}


Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan. (Al-Waqi'ah: 68-69) Yang dimaksud dengan al-muzn ialah awan, menurut Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.


{أَمْ نَحْنُ الْمُنزلُونَ}


ataukah Kami yang menurunkannya? (Al-Waqi’ah: 69) Yakni bahkan Kamilah yang menurunkannya.


{لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا}


Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin. (Al-Waqi'ah: 70) Maksudnya, menjadi asin lagi pahit, tidak layak untuk diminum dan tidak layak untuk pengairan tanaman.


{فَلَوْلا تَشْكُرُونَ}


maka mengapakah kamu tidak bersyukur? (Al-Waqi'ah: 70) Yakni mengapa kalian tidak mensyukuri nikmat Allah kepada kalian karena Dia telah menurunkannya kepada kalian tawar dan enak diminum?


{لَكُمْ مِنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ. يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ}


untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun,

kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. (An-Nahl: 10-11)


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ مُرَّةَ، حَدَّثَنَا فُضَيل بْنُ مَرْزُوقٍ، عَنْ جَابِرٍ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّهُ إِذَا شَرِبَ الْمَاءَ قَالَ: "الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي سَقَانَا عَذْبًا فُرَاتًا بِرَحْمَتِهِ، وَلَمْ يَجْعَلْهُ مِلْحًا أُجَاجًا بِذُنُوبِنَا"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id ibnu Murrah, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Marzuq, dari Jabir, dari Abu Ja'far, dari Nabi Saw.,

bahwa beliau apabila usai dari minumnya membaca doa berikut: Segala puji bagi Allah Yang telah memberi kami minum air yang tawar lagi menyegarkan berkat rahmat-Nya, dan tidak menjadikannya asin lagi pahit karena dosa-dosa kami. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:


{أَفَرَأَيْتُمُ النَّارَ الَّتِي تُورُونَ}


Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan. (Al-Waqi'ah:71) Yaitu dengan menggosok-gosokkan kayu yang kamu ambil dari dahan pohon sebagai pemantik api hingga kalian dapat mengeluarkan api.


{أَأَنْتُمْ أَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا أَمْ نَحْنُ الْمُنْشِئُونَ}

Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kami yang menjadikannya? (Al-Waqi'ah: 72) Yakni bahkan Kamilah yang menjadikannya mengandung api; bagi orang Arab di masa lampau ada dua jenis kayu untuk keperluan ini,

yaitu kayu Al-Marakh dan kayu Al-'Ifar. Apabila dari masing-masing ranting keduanya diambil satu batang yang masih hijau, lalu satu dengan yang lainnya digosokkan, maka dari gesekan keduanya keluarlah percikan api. Firman Allah Swt.:


{نَحْنُ جَعَلْنَاهَا تَذْكِرَةً}


Kami menjadikan api itu untuk peringatan. (Al-Waqi'ah: 73) Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah untuk mengingatkan manusia akan api yang maha besar, yaitu api neraka. Qatadah mengatakan, telah diriwayatkan kepada kami bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"يَا قَوْمِ، نَارُكُمْ هَذِهِ الَّتِي تُوقِدُونَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ كَانَتْ لَكَافِيَةٌ! قَالَ: "قَدْ ضُربت بِالْمَاءِ ضَرْبَتَيْنِ -أَوْ: مَرَّتَيْنِ-حَتَّى يَسْتَنْفِعَ بها بنو آدم ويدنوا منها"


Hai kaumku, api kalian ini yang kalian nyalakan merupakan satu bagian dari tujuh puluh bagian api neraka Jahanam. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya sebagian kecil darinya saja sudah mencukupi."

Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya (pada mulanya) api itu dicelup sebanyak dua kali di laut agar dapat dimanfaatkan oleh manusia dan manusia dapat mendekat kepadanya.

Hadis yang di-mursal-kan oleh Qatadah ini telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya. Untuk itu ia mengatakan:


حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي الزِّناد، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ نَارَكُمْ هَذِهِ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ، وَضُرِبَتْ بِالْبَحْرِ مَرَّتَيْنِ، وَلَوْلَا ذَلِكَ مَا جَعَلَ اللَّهُ فِيهَا مَنْفَعَةً لِأَحَدٍ"


telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah. dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya api kalian ini merupakan sepertujuh puluh dari api neraka Jahanam,

lalu dicelup ke dalam laut sebanyak dua kali. Seandainya tidak dicelup terlebih dahulu, niscaya Allah tidak menjadikan manfaat pada api itu bagi seorang pun.


قَالَ الْإِمَامُ مَالِكٌ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "نَارُ بَنِي آدَمَ الَّتِي يُوقِدُونَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ". فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ كَانَتْ لَكَافِيَةٌ فَقَالَ: "إِنَّهَا فُضِّلَتْ عَلَيْهَا بِتِسْعَةٍ وَسِتِّينَ جُزْءًا".


Imam Malik telah meriwayatkan dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Api yang digunakan oleh anak Adam merupakan sepertujuh puluh bagian dari api neraka Jahanam.

\Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah itu sudah mencukupi?" Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya api neraka Jahanam itu mempunyai kelebihan atas api dunia sebanyak enam puluh sembilan kali lipatnya.

Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini melalui Malik, dan Imam Muslim meriwayatkannya melalui Abuz Zanad.


وَرَوَاهُ مُسْلِمٌ، مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَر، عَنْ هَمَّامٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، بِهِ. وَفِي لَفْظٍ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ فُضِّلَت عَلَيْهَا بِتِسْعَةٍ وَسِتِّينَ جُزْءًا كُلُّهُنَّ مِثْلُ حَرِّهَا".


Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a. dengan lafaz yang sama, dan menurut lafaz yang lain disebutkan seperti berikut:

Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya api neraka Jahanam itu melebihi api dunia sebanyak enam puluh sembilan kali lipatnya, yang masing-masing bagian panasnya sama.


وَقَالَ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرٍو الْخَلَّالُ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ الْحِزَامِيُّ، حَدَّثَنَا مَعْن بْنُ عِيسَى الْقَزَّازُ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ عَمِّهِ أَبِي السُّهَيْلِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتُدْرُونَ مَا مَثَلُ نَارِكُمْ هَذِهِ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ؟ لَهِيَ أَشَدُّ سَوَادًا مِنْ [دُخَانِ] نَارِكُمْ هَذِهِ بِسَبْعِينَ ضِعْفًا"


Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr Al-Khallal, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Munzir Al-Hizami, telah menceritakan kepada kami Ma'an ibnu Isa Al-Qazzaz, dari Malik,

dari pamannya (yaitu Abu Sahl), dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tahukah kamu, seperti apakah perumpamaan neraka Jahanam itu dibandingkan dengan api kalian ini?

Sesungguhnya api neraka itu jauh lebih hitam (panas) daripada api kalian sebanyak tujuh puluh kali lipatnya. Ad-Diya Al-Maqdisi mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh Abu Mus'ab, dari Malik tanpa me-rafa'-kannya. Riwayat ini menurut hemat saya dengan syarat sahih. Firman Allah Swt.:


{وَمَتَاعًا لِلْمُقْوِينَ}


dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. (Al-Waqi'ah: 73) Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, dan An-Nadr ibnu Arabi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan muqwin ialah Musafirin, pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa termasuk ke dalam pengertian ini ucapan mereka (orang Arab), uAqwatud dara," artinya aku tinggalkan rumah, yakni bila dia bepergian dan meninggalkan keluarganya.

Menurut ulama lainnya, makna yang dimaksud ialah orang-orang yang berada di tengah hutan dan jauh dari keramaian. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa kata al-muqwi dalam ayat ini artinya orang yang lapar.

Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. (Al-Waqi'ah: 73) Yakni bagi orang yang ada di tempat dan orang yang musafir

untuk memasak makanan yang diperlukan memakai api memasaknya. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Sufyan, dari Jabir Al-Ju'fi, dari Mujahid. Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya,

"Al-Muqwin," yakni bagi siapa saja yang memanfaatkannya. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah. dan tafsir ini bersifat lebih umum daripada tafsir lainnya.

Karena sesungguhnya baik orang yang ada di tempat maupun orang yang sedang musafir, baik yang kaya maupun yang miskin, semuanya memerlukan api untuk keperluan memasak, berdiang,

dan penerangan serta keperluan lainnya yang cukup banyak. Kemudian termasuk belas kasihan Allah Swt. kepada makhluk-Nya yaitu Dia telah menyimpan api dalam batu-batu pemantik dan besi murni hingga seorang yang musafir

dapat membawanya di dalam barang bawaannya dan dapat dikantongi pada kantong bajunya. Apabila suatu waktu dia memerlukannya di dalam rumahnya, maka ia tinggal mengeluarkan alat tersebut (pemantik api),

lalu menyalakannya dan menggunakannya untuk keperluan masak, berdiang, dan memanggang daging serta menjadikannya sebagai penerangan dan dapat pula digunakan untuk keperluan lainnya.

Karena itulah maka disebutkan dalam ayat ini secara khusus, yaitu orang-orang yang musafir, sekalipun maknanya bersifat umum mencakup semua orang, baik yang berada di tempat maupun yang berada dalam perjalanannya,

mengingat orang musafir lebih memerlukannya. Pengertian ini telah ditunjukkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Daud melalui Abu Khaddasy alias Hibban ibnu Zaid Asy-Syar ubi Asy-Syami, dari seorang Muhajirin berasal dari kabilah Qarn, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ: النَّارِ وَالْكَلَأِ وَالْمَاءِ"


Orang-orang muslim itu bersekutu dalam tiga perkara, yaitu api, penggembalaan, dan air. Ibnu Majah telah meriwayatkan dengan sanad yang jayyid dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"ثلاثٌ لَا يُمْنَعْنَ: الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ"


Ada tiga perkara yang tidak boleh dimonopoli, yaitu air, penggembalaan, dan api. Ibnu Majah telah meriwayatkannya pula melalui hadis Ibnu Abbas secara marfu' dengan lafaz yang semisal, tetapi ada tambahannya, yaitu 'dan harganya'.

Akan tetapi, di dalam sanadnya terdapat Abdullah ibnu Khaddasy ibnu Hausyab. Dia orangnya daif hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:


{فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ}

Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar. (Al-Waqi'ah: 74) Yakni yang dengan kekuasaan-Nya Dia telah menciptakan segala sesuatu yang beraneka ragam lagi kontradiksi. Air yang tawar, enak diminum,

lagi sejuk menyegarkan; seandainya Allah menghendaki, bisa saja Dia menjadi­kannya berasa asin lagi pahit, tak enak diminum seperti halnya air laut. Dan Dia menciptakan api yang panasnya membakar, lalu Dia menjadikan hal tersebut

maslahat bagi hamba-hamba-Nya dan manfaat bagi kehidupan duniawi mereka, yang sekaligus mengandung peringatan bagi mereka di hari kemudian, yaitu hari mereka dikembalikan kepada-Nya.

Surat Al-Waqiah |56:64|

أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ

a antum tazro'uunahuuu am naḥnuz-zaari'uun

Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkan?

Is it you who makes it grow, or are We the grower?

Tafsir
Jalalain

(Kaliankah yang menumbuhkannya) suatu pertanyaan, apakah kalian yang telah menumbuhkannya (ataukah Kami yang menumbuhkannya)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 64 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Waqiah |56:65|

لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ

lau nasyaaa`u laja'alnaahu huthooman fa zholtum tafakkahuun

Sekiranya Kami kehendaki, niscaya Kami hancurkan sampai lumat, maka kamu akan heran tercengang,

If We willed, We could make it [dry] debris, and you would remain in wonder,

Tafsir
Jalalain

(Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering lagi keropos) maksudnya, tumbuhan yang kalian tanam itu menjadi kering tak ada biji dan isinya

(maka jadilah kalian) pada asalnya lafal Zhaltum adalah Zhaliltum, lalu huruf Lam yang berharakat dibuang demi untuk meringankan bunyi sehingga jadilah Zhaltum,

yakni jadilah kalian pada keesokan harinya (heran tercengang) keheranan karena melihat hal tersebut. Lafal Tafakkahuuna asalnya Tatafakkahuuna, lalu salah satu dari kedua huruf Ta dibuang sehingga menjadi Tafakkahuuna.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 65 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Waqiah |56:66|

إِنَّا لَمُغْرَمُونَ

innaa lamughromuun

(sambil berkata), "Sungguh, kami benar-benar menderita kerugian,

[Saying], "Indeed, we are [now] in debt;

Tafsir
Jalalain

(-Seraya mengatakan-, "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian,) biaya yang telah kami tanamkan buat tanaman kami.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 66 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Waqiah |56:67|

بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ

bal naḥnu mahruumuun

bahkan kami tidak mendapat hasil apa pun."

Rather, we have been deprived."

Tafsir
Jalalain

(Bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa") kami tidak mendapatkan rezeki apa-apa.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 67 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Waqiah |56:68|

أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ

a fa ro`aitumul-maaa`allażii tasyrobuun

Pernahkah kamu memperhatikan air yang kamu minum?

And have you seen the water that you drink?

Tafsir
Jalalain

(Maka terangkanlah kepada-Ku tentang air yang kalian minum.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 68 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Waqiah |56:69|

أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ

a antum anzaltumuuhu minal-muzni am naḥnul-munziluun

Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?

Is it you who brought it down from the clouds, or is it We who bring it down?

Tafsir
Jalalain

(Kaliankah yang menurunkannya dari awan) lafal Muzni adalah bentuk jamak dari lafal Muznatun, artinya awan yang membawa air hujan (ataukah Kami yang menurunkannya).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 69 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Waqiah |56:70|

لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ

lau nasyaaa`u ja'alnaahu ujaajan falau laa tasykuruun

Sekiranya Kami menghendaki, niscaya Kami menjadikannya asin, mengapa kamu tidak bersyukur?

If We willed, We could make it bitter, so why are you not grateful?

Tafsir
Jalalain

(Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin) berasa asin hingga tidak dapat diminum (maka mengapa tidak) kenapa tidak (kalian bersyukur

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 70 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Waqiah |56:71|

أَفَرَأَيْتُمُ النَّارَ الَّتِي تُورُونَ

a fa ro`aitumun-naarollatii tuuruun

Maka pernahkah kamu memperhatikan tentang api yang kamu nyalakan (dengan kayu)?

And have you seen the fire that you ignite?

Tafsir
Jalalain

(Maka terangkanlah kepada-Ku tentang api yang kalian nyalakan) yang kalian keluarkan dari gosokan-gosokan kayu yang hijau.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 71 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Waqiah |56:72|

أَأَنْتُمْ أَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا أَمْ نَحْنُ الْمُنْشِئُونَ

a antum ansya`tum syajarotahaaa am naḥnul-munsyi`uun

Kamukah yang menumbuhkan kayu itu ataukah Kami yang menumbuhkan?

Is it you who produced its tree, or are We the producer?

Tafsir
Jalalain

(Kaliankah yang menjadikan kayu itu) yang dimaksud adalah pohon Marakh dan pohon 'Affar yang kayunya dapat dijadikan sebagai pemantik api (atau Kamikah yang menjadikannya).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 72 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Waqiah |56:73|

نَحْنُ جَعَلْنَاهَا تَذْكِرَةً وَمَتَاعًا لِلْمُقْوِينَ

naḥnu ja'alnaahaa tażkirotaw wa mataa'al lil-muqwiin

Kami menjadikannya (api itu) untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir.

We have made it a reminder and provision for the travelers,

Tafsir
Jalalain

(Kami menjadikan api itu untuk peringatan) yakni mengingatkan tentang neraka Jahanam (dan sebagai bekal) dalam perjalanan (bagi orang-orang yang mengadakan perjalanan)

diambil dari lafal Aqwal Qaumu, yakni kaum itu kini berada di padang pasir yang tandus, tiada tumbuh-tumbuhan dan air padanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 73 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Waqiah |56:74|

فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ

fa sabbiḥ bismi robbikal-'azhiim

Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar.

So exalt the name of your Lord, the Most Great.

Tafsir
Jalalain

(Maka bertasbihlah) artinya, Maha Sucikanlah (dengan menyebut nama) huruf Ba di sini adalah Zaidah (Rabbmu Yang Maha Besar) yakni Allah Yang Maha Besar.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 74 |

penjelasan ada di ayat 63

Surat Al-Waqiah |56:75|

فَلَا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ

fa laaa uqsimu bimawaaqi'in-nujuum

Lalu Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.

Then I swear by the setting of the stars,

Tafsir
Jalalain

(Maka Aku bersumpah) huruf Laa di sini adalah Zaidah (dengan nama tempat-tempat terbenamnya bintang-bintang) tempat-tempat bintang-bintang tenggelam.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 75 |

Tafsir ayat 75-82

Juwaibir telah meriwayatkan dari Ad-Dahhak, bahwa sesungguhnya Allah Swt. tidak sekali-kali bersumpah dengan menyebut nama sesuatu dari makhluk-Nya, melainkan hal ini hanyalah sebagai pembukaan belaka yang digunakan oleh-Nya

untuk membuka kalam-Nya. Tetapi pendapat ini lemah, dan yang dikatakan oleh jumhur ulama menyebutkan bahwa ungkapan ini memang sumpah dari Allah Swt. Dia bersumpah dengan menyebut nama apa pun yang dikehendaki-Nya

dari makhluk-Nya, yang hal ini menunjukkan kebesaran dari nama makhluk yang disebu.t-Nya. Kemudian sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa huruf la di sini merupakan zaidah.

Maka makna yang dimaksud ialah "Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui Sa'id ibnu Jubair,

dan yang menjadi objek sumpah ialah firman-Nya: sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia. (Al-Waqi'ah: 77) Ulama lainnya mengatakan bahwa la di sini bukanlah zaidah yang tidak bermakna,

bahkan ia didatangkan pada permulaan qasam (sumpah), apabila objek sumpahnya dinafikan, seperti perkataan Siti Aisyah r.a..”Tidak, demi Allah, tangan Rasulullah Saw. sama sekali belum pernah menyentuh tangan wanita lain."

Maka demikian pula halnya di sini, yang berarti bentuk lengkapnya ialah "Tidak, Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang, duduk perkaranya tidaklah seperti dugaan mereka terhadap Al-Qur'an,

bahwa Al-Qur'an itu sihir atau tenung, bahkan Al-Qur'an ini adalah bacaan yang mulia." Ibnu Jarir mengatakan bahwa sebagian ulama bahasa Arab mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Maka Aku bersumpah. (Al-Waqi'ah: 75)

Bahwa urusan ini tidaklah seperti apa yang kalian katakan, kemudian sesudah itu dimulai lagi sumpah, lalu diucapkan Aku bersumpah. Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna firman-Nya: tempat beredarnya bintang-bintang.

(Al-Waqi'ah: 75) Menurut Hakim ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah angsuran turunnya Al-Qur'an, karena sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan sekaligus di malam Lailatul Qadar

dari langit yang tertinggi ke langit yang paling dekat, kemudian baru diturunkan ke bumi secara berangsur-angsur selama bertahun-tahun. Kemudian Ibnu Abbas membaca ayat ini. Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,

bahwa Al-Qur'an diturunkan sekaligus dari sisi Allah —yaitu Lauh Mahfuz— kepada para malaikat pencatat yang mulia di langit yang terdekat. Lalu para malaikat juru tulis menyampaikannya kepada Malaikat Jibril secara berangsur-angsur

dalam dua puluh malam, lalu Malaikat Jibril menurunkannya kepada Muhammad Saw. secara berangsur-angsur pula selama dua puluh tahun. Hal inilah yang dimaksud olah firman-Nya: Maka Aku bersumpah dengan penurunan Al-Qur’an

secara berangsur-angsur. (Al-Waqi'ah: 75) Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, As-Saddi, dan Abu Hirzah. Mujahid mengatakan pula bahwa yang dimaksud dengan mawaqi'in nujum ialah

tempat beredarnya bintang-bintang di langit. Dikatakan bahwa mawaqi' ialah tempat terbitnya bintang-bintang. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah, Al-Hasan, dan inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Diriwayatkan dari Qatadah bahwa makna yang dimaksud ialah tempat beredarnya bintang-bintang. Diriwayatkan pula dari Al-Hasan, bahwa makna yang dimaksud ialah berhamburannya bintang-bintang kelak di hari kiamat.

Ad-Dahhak telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. (Al-Waqi'ah: 75) Yakni bintang-bintang yang dikatakan oleh orang-orang Jahiliah apabila mereka diberi hujan, mereka mengatakan, "Kami diberi hujan oleh bintang anu dan anu." Firman Allah Swt.:


{وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ}


Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui. (Al-Waqi'ah: 76) Sesungguhnya sumpah yang Aku katakan ini benar-benar sumpah yang besar. Seandainya kalian mengetahui kebesarannya, tentulah kalian memuliakan apa yang disebutkan di dalamnya.


{إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ}


sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang mulia. (Al-Waqi'ah:77) Artinya, Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. benar-benar kitab yang besar.


{فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ}


pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuz). (Al-Waqi'ah: 78) Yaitu dimuliakan tersimpan di dalam kitab yang dimuliakan lagi terpelihara dan diagungkan, yaitu Lauh Mahfuz. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Ismail,

telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Hakim ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (Al-Waqi'ah:79)

Yakni Kitab yang ada di langit. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (Al-Waqi'ah: 79) Yaitu para malaikat.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Anas, Mujahid. Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Abusy Sya'sa, Jabir ibnu Zaid. Abu Nuhaik, As-Saddi, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami IbnuSaur, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya:

tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (Al-Waqi'ah: 79) Yakni tidak ada yang menyentuhnya di sisi Allah kecuali hamba-hamba yang disucikan. Adapun di dunia,

maka sesungguhnya Al-Qur'an itu dapat dipegang oleh orang Majusi yang najis dan orang munafik yang kotor. Ibnu Jarir mengatakan bahwa ayat ini menurut qiraat Ibnu Mas'ud disebutkan mayamassuhii illal mutahharun, memakai ma.

Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (Al-Waqi'ah: 79) Bukan kamu orang-orang yang berdosa.

Ibnu Zaid mengatakan bahwa orang-orang Quraisy mempunyai dugaan bahwa Al-Qur'an ini diturunkan oleh setan. Maka Allah menerangkan bahwa Al-Qur'an ini tidak dapat disentuh kecuali oleh hamba-hamba yang disucikan, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{وَمَا تَنزلَتْ بِهِ الشَّيَاطِينُ. وَمَا يَنْبَغِي لَهُمْ وَمَا يَسْتَطِيعُونَ. إِنَّهُمْ عَنِ السَّمْعِ لَمَعْزُولُونَ}


Dan Al-Qur’an itu bukanlah dibawa turun oleh setan-setan. Dan tidaklah patut mereka membawa turun Al-Qur’an itu, dan mereka pun tidak akan kuasa. Sesungguhnya mereka benar-benar dijauhkan dari mendengar Al-Qur’an itu.

(Asy-Syu'ara: 210-212) Pendapat ini cukup baik dan tidak menyimpang dari pendapat-pendapat yang sebelumnya. Al-Farra mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah tidak dapat merasakan makna dan manfaat Al-Qur'an

kecuali orang-orang yang beriman kepadanya. Ulama lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (Al-Waqi'ah: 79) Yakni yang suci dari jinabah dan hadas.

Mereka mengatakan bahwa lafaz ayat merupakan kalimat berita, tetapi makna yang dimaksud ialah perintah. Dan mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Al-Qur'an adalah mushaf, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis

yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. telah melarang bepergian membawa Al-Qur'an ke negeri musuh karena dikhawatirkan Al-Qur'an itu dirampas oleh musuh.

Dan mereka menguatkan pendapatnya dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam kitab Muwatta'-nya dari Abdullah ibnu Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm sehubungan dengan surat yang dikirim oleh Rasulullah Saw.

ditujukan kepada Amr ibnu Hazm, bahwa tidak boleh menyentuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci. Abu Daud telah meriwayatkan di dalam himpunan hadis-hadis mursal-nya melalui Az-Zuhri yang mengatakan bahwa

aku telah membaca lembaran yang ada pada Abdu Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:


"وَلَا يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ"


Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci. Ini merupakan alasan yang baik, telah dibaca oleh Az-Zuhri dan lain-lainnya, dan hal yang semisal dengan pendapat ini dianjurkan untuk dipakai.

Ad-Daruqutni telah mengisnadkannya dari Amr ibnu Hazm dan Abdullah ibnu Amr serta Usman ibnu Abul Asim, tetapi dalam sanad masing-masing dari keduanya perlu diteliti kembali; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:


{تَنزيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ}


Diturunkan dari Tuhan semesta alam. (Al-Waqi'ah: 80) Artinya, Al-Qur'an ini diturunkan dari Allah Tuhan semesta alam, dan bukanlah seperti apa yang disangka oleh mereka bahwa Al-Qur'an adalah sihir, atau tenung atau syair,

bahkan Al-Qur’an itu benar yang tiada keraguan padanya, dan tiadalah di baliknya perkara hak yang bermanfaat. Firman Allah Swt.:


{أَفَبِهَذَا الْحَدِيثِ أَنْتُمْ مُدْهِنُونَ}


Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Qur’an ini? (Al-Waqi'ah:81) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mudhinun artinya mendustakan dan tidak membenarkan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak,

Abu Hirzah, dan As-Saddi. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya,"'Mudhinun," yakni berdiplomasi. Firman Allah Swt.:


{وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ}


kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). (Al-Waqi'ah: 82) Sebagian ulama mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan). (Al-Waqi'ah: 82)

Yakni terima kasihmu ialah dengan mendustakan. Dengan kata lain, dapat disebutkan air susu dibalas dengan air tuba. Telah diriwayatkan pula dari Ali dan Ibnu Abbas, bahwa keduanya membaca ayat ini dengan bacaan berikut:

"Dan kamu ungkapkan rasa syukur kalian dengan mendustakan," seperti yang akan dijelaskan kemudian. Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah diriwayatkan dari Al-Haisam ibnu Addi, bahwa menurut dialek kabilah Azd Syanu-ah bila disebutkan Razaqa Fulanun artinya si Fulan bersyukur.


وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ عَبْدِ الأعلى، عن أبي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ} ، يَقُولُ: "شُكْرَكُمْ {أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ} ، تَقُولُونَ: مُطِرْنَا بِنَوء كَذَا وَكَذَا، بِنَجْمِ كَذَا وَكَذَا"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abdul Ala, dari Abu Abdur Rahman, dari Ali r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

telah bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: Kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan).(Al-Waqi'ah: 82), maksudnya, kamu membalas rezeki yang Allah berikan dengan mendustakan-Nya; kamu katakan,

"Kami telah diberi hujan oleh bintang anu dan oleh bintang anu.”Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Mukhawwil ibnu Ibrahim An-Nahdi dan Ibnu Jarir, dari Muhammad ibnul Musanna,

dari Ubaidillah ibnu Musa dan dari Ya'qub ibnu Ibrahim, dari Yahya ibnu Abu Bukair, ketiga-tiganya dari Israil dengan sanad yang semisal secara marfu'. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Ahmad ibnu Mani',

dari Husain ibnu Muhammad Al-Marwazi dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkannya dari Abdul A' la dan tidak me-rafa'-kannya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair,

dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa tidak sekali-kali suatu kaum diberi hujan melainkan pada pagi harinya sebagian dari mereka ada yang kafir; mereka mengatakan bahwa kami diberi hujan oleh bintang anu dan anu.

Lalu Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). (Al-Waqi'ah: 82) Sanad asar ini sahih sampai kepada Ibnu Abbas.


وَقَالَ مَالِكٌ فِي الْمُوَطَّأِ، عَنْ صَالِحِ بْنِ كيْسَان، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الجُهَنّي أَنَّهُ قَالَ: صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم صلاة الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَةِ فِي أَثَرِ سَمَاءٍ كَانَتْ مِنَ اللَّيْلِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ: "هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ " قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. "قَالَ: أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ، فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوَاكِبِ. وَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالْكَوَاكِبِ".


Malik telah meriwayatkan di dalam kitab Muwatta', dari Saleh ibnu Kaisan, dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Atabah ibnu Mas'ud, dari Zaid ibnu Khalid Al-Juhani yang mengatakan bahwa kami salat Subuh bersama Rasulullah Saw. di Hudaibiyah,

seusai turun hujan di malam harinya. Setelah selesai, beliau membalikkan tubuhnya menghadap kepada kami (para makmum), lalu bertanya, "Tahukah kalian, apakah yang dikatakan oleh Tuhan kalian?" Mereka menjawab,

"Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah Saw. bersabda: Allah berfirman, "Di pagi hari ini ada sebagian hamba-hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan sebagian lainnya kafir. Adapun orang yang mengatakan,

'Kami diberi hujan berkat karunia Allah dan rahmat-Nya, " maka dia adalah orang yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang. Dan adapun orang yang mengatakan, 'Kami diberi hujan oleh bintang anu dan anu,

" maka dia adalah orang yang kafir kepada-Ku dan percaya kepada bintang-bintang.” Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini dan juga Abu Daud dan Nasai semuanya melalui hadis Malik dengan sanad yang sama.


قَالَ مُسْلِمٌ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ، وعَمْرو بْنُ سَوّاد، حَدَّثَنَا عَبْدِ اللَّهِ بْنِ وَهْبٍ، عَنْ عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ؛ أَنَّ أَبَا يُونُسَ حَدَّثه، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ بَرَكَةٍ إِلَّا أَصْبَحَ فَرِيقٌ مِنَ النَّاسِ بِهَا كَافِرِينَ، يَنْزِلُ الْغَيْثُ، فَيَقُولُونَ: بِكَوْكَبِ كَذَا وَكَذَا".


Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah Al-Muradi dan Amr ibnu Sawad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, dari Amr ibnul Haris,

bahwa Abu Yunus pernah menceritakan hadis berikut dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Tidak sekali-kali Allah menurunkan dari langit suatu berkah (hujan).

melainkan pada pagi harinya ada segolongan manusia yang mengingkarinya. Hujan diturunkan dan mereka mengatakan bahwa itu berkat adanya bintang anu dan bintang anu. Imam Muslim meriwayatkan hadis ini secara tunggal melalui jalur ini.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي يُونُسُ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْحَارِثِ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ لَيُصْبِحُ القومَ بِالنِّعْمَةِ أَوْ يُمسيهم بِهَا فَيُصْبِحُ بِهَا قَوْمٌ كَافِرِينَ يَقُولُونَ: مُطِرنا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا".


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnu Ibrahim ibnul Haris At-Taimi, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw.

telah bersabda: Sesungguhnya Allah benar-benar mencurahkan nikmat kepada suatu kaum di pagi hari atau di petang hari, tetapi seusai itu kaum yang kafir (ingkar) kepada nikmat itu mengatakan bahwa kami telah diberi hujan

oleh bintang anu dan bintang anu. Muhammad ibnu Ibrahim mengatakan bahwa lalu ia menuturkan hadis ini kepada Sa'id ibnul Musayyab, maka ia menjawab bahwa kami pun telah mendengarnya dari Abu Hurairah.

Telah menceritakan pula kepadaku seseorang yang menyaksikan Umar ibnul Khattab r.a. melakukan istisqa, ketika ia membaca doa istisqa, ia berpaling ke arah Al-Abbas, lalu bertanya, "Hai Abbas, hai paman Rasulullah,

berapa lama lagikah kemunculan bintang surayya?" Para ulama mengatakan bahwa mereka menduga bahwa bintang surayya itu melintang di ufuk langit sesudah kejatuhannya selama tujuh hari.

Kelanjutan asar di atas menyebutkan bahwa belum lagi tujuh hari berlalu, mereka diberi hujan. Pertanyaan yang diajukan oleh Umar ini mengandung pengertian menanyakan kebiasaan waktu munculnya bintang tersebut yang biasanya

dibarengi dengan turunnya hujan sebagai Sunnatullah. Tetapi bukan berarti bahwa bintang itulah yang menyebabkan turunnya hujan, karena keyakinan seperti ini jelas dilarang.

Dan dalam pembahasan yang terdahulu telah dikemukakan sesuatu hal yang menyangkut hadis-hadis ini dalam tafsir firman Allah Swt.:


{مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلا مُمْسِكَ لَهَا}


Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya. (Fathir: 2)


وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي يُونُسُ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ -أَحْسَبُهُ أَوْ غَيْرِهِ-أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا -وَمُطِرُوا-يَقُولُ: مُطِرنا بِبَعْضِ عَشَانين الْأَسَدِ. فَقَالَ: "كَذَبْتَ! بَلْ هُوَ رِزْقُ اللَّهِ"


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ismail ibnu Umayyah menurut keyakinanku atau lainnya, bahwa Rasulullah Saw.

mendengar seorang lelaki yang baru mendapat hujan di kalangan kaumnya mengatakan, "Kami diberi hujan oleh gugusan bintang Asad (Leo)." Maka Nabi Saw. bersabda menyangkalnya: Kamu dusta, bahkan hujan itu adalah rezeki dari Allah.


ثُمَّ قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي أَبُو صَالِحٍ الصِّرَارِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو جَابِرٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الْأَزْدِيُّ ، حَدَّثَنَا جَعْفَرِ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مُطِر قَوْمٌ مِنْ لَيْلَةٍ إِلَّا أَصْبَحَ قَوْمٌ بِهَا كَافِرِينَ". ثُمَّ قَالَ: " {وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ} ، يَقُولُ قَائِلٌ: مُطِرنا بِنَجْمِ كَذَا وَكَذَا"


Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Saleh As-Sirari, telah menceritakan kepada kami Abu Jabir Muhammad ibnu Abdul Malik Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnuz Zubair, dari Al-Qasim,

dari Abu Umamah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tidaklah suatu kaum diberi hujan di malam harinya melainkan pada pagi harinya kaum itu mengingkarinya. Kemudian Nabi Saw. membaca firman-Nya:

kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). (Al-Waqi'ah: 82) Seseorang dari mereka mengatakan bahwa kami diberi hujan oleh bintang anu dan anu. Menurut hadis yang diriwayatkan dari Abu Sa'id secara marfu' disebutkan:


"لَوْ قُحِطَ النَّاسُ سَبْعَ سِنِينَ ثُمَّ مُطِرُوا لَقَالُوا: مُطِرْنَا بِنَوْءِ المِجْدَح"


Seandainya manusia mengalami paceklik selama tujuh tahun, lalu diberi hujan, tentulah mereka mengatakan bahwa kami diberi hujan oleh bintang mujadda'. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). (Al-Waqi'ah: 82) Yakni ucapan mereka tentang bintang-bintang itu. Mereka mengatakan.”Kami diberi hujan oleh bintang anu dan bintang anu."

Maka demikian pula dijawab, "Katakanlah oleh kalian bahwa hujan itu adalah dari sisi Allah dan rezeki dari-Nya." Hal yang'sama dikatakan oleh Ad-Dahhak dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Qatadah mengatakan bahwa Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa seburuk-buruk apa yang diambil oleh suatu kaum buat diri mereka sendiri ialah tidaklah mereka diberi rezeki berupa Kitabullah, melainkan hanya mendustakannya.

Makna yang dimaksud dari ucapan Al-Hasan ini ialah dan kalian jadikan bagian kalian dari Kitabullah ialah dengan mendustakannya. Karena itulah dalam ayat sebelumnya disebutkan: Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Qur’an ini?

Kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). (Al-Waqi'ah: 81-82)

Surat Al-Waqiah |56:76|

وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ

wa innahuu laqosamul lau ta'lamuuna 'azhiim

Dan sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang besar sekiranya kamu mengetahui,

And indeed, it is an oath - if you could know - [most] great.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya sumpah itu) sumpah dengan memakai namanya ita (adalah sumpah yang besar kalau kalian mengetahui) jika kalian termasuk orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan niscaya kalian mengetahui besarnya sumpah ini.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Waqiah | 56 : 76 |

penjelasan ada di ayat 75