Juz 29

Surat Nuh |71:23|

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

wa qooluu laa tażarunna aalihatakum wa laa tażarunna waddaw wa laa suwaa'aw wa laa yaghuuṡa wa ya'uuqo wa nasroo

Dan mereka berkata, "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula suwwa´, yaghuts, ya´uq dan nasr."

And said, 'Never leave your gods and never leave Wadd or Suwa' or Yaghuth and Ya'uq and Nasr.

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka berkata) kepada orang-orang yang menjadi bawahan mereka ("Jangan sekali-kali kalian meninggalkan tuhan-tuhan sesembahan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan wadd)

dapat dibaca waddan dan wuddan (dan jangan pula suwa', yaghuts, ya'uq dan nasr") nama-nama tersebut adalah nama-nama berhala-berhala mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Nuh | 71 : 23 |

penjelasan ada di ayat 21

Surat Nuh |71:24|

وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا ۖ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا

wa qod adholluu kaṡiiroo, wa laa tazidizh-zhoolimiina illaa dholaalaa

Dan sungguh, mereka telah menyesatkan banyak orang, dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan.

And already they have misled many. And, [my Lord], do not increase the wrongdoers except in error."

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya mereka telah menyesatkan) dengan nama-nama tersebut (kebanyakan manusia) karena mereka telah memerintahkan manusia untuk menyembahnya

(dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kesesatan) ayat ini diathafkan kepada lafal qad adhalluu, yakni merupakan doa Nabi Nuh setelah Allah mewahyukan kepadanya,

bahwasanya sekali-kali tidak ada orang yang mau beriman di antara kaummu, melainkan orang-orang yang telah beriman saja.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Nuh | 71 : 24 |

penjelasan ada di ayat 21

Surat Nuh |71:25|

مِمَّا خَطِيئَاتِهِمْ أُغْرِقُوا فَأُدْخِلُوا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْصَارًا

mimmaa khothiii`aatihim ughriquu fa udkhiluu naaron fa lam yajiduu lahum min duunillaahi anshooroo

Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong selain Allah.

Because of their sins they were drowned and put into the Fire, and they found not for themselves besides Allah [any] helpers.

Tafsir
Jalalain

(Disebabkan) huruf maa di sini adalah huruf shilah atau penghubung (kesalahan-kesalahan mereka) menurut suatu qiraat dibaca khathii'aatihim dengan memakai huruf hamzah sesudah huruf ya

(mereka ditenggelamkan) oleh banjir besar (lalu dimasukkan ke dalam neraka) yaitu mereka diazab sesudah mereka ditenggelamkan di bawah air (maka mereka tidak dapat menemukan selain)

selain daripada (Allah, seseorang pun yang menolong mereka) yang dapat melindungi mereka dari azab.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Nuh | 71 : 25 |

Tafsir ayat 25-28

Firman Allah Swt:


{مِمَّا خَطايَاهُمْ}


Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka. (Nuh: 25) Menurut qiraat lain dibaca khatayahum.


{أُغْرِقُوا}


mereka ditenggelamkan. (Nuh: 25) Yakni karena dosa-dosa mereka yang terlalu banyak dan pembangkangan serta tekad mereka yang tetap pada kekafiran mereka dan menentang rasul mereka.


{أُغْرِقُوا فَأُدْخِلُوا نَارًا}


Mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke dalam neraka. (Nuh: 25) Mereka dipindahkan dari arus air banjir besar ke panasnya api neraka.


{فَلَمْ يَجِدُوا لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْصَارًا}


maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah. (Nuh: 25) Yaitu tiada bagi mereka seorang penolong pun, tiada penyelamat, tiada peiindung bagi mereka dari azab Allah Swt. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman Allah Swt.:


لَا عاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ


Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang. (Hud: 43) Adapun firman Allah Swt.:


{وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الأرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا}


Nuh berkata, "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (Nuh: 26) Maksudnya, janganlah Engkau biarkan di muka bumi ini seorang pun dari mereka

dan jangan pula suatu tempat tinggal pun bagi mereka. Lafaz dayyaran termasuk ungkapan yang mengukuhkan nafi, menurut Ad-Dahhak artinya sebuah tempat tinggal pun (bagi mereka).

As-Saddi mengatakan bahwa ad-dayyar artinya orang yang menghuni rumah. Maka Allah memperkenankan doanya dan membinasakan semua manusia yang ada di muka bumi dari kalangan orang-orang kafir hingga anak Nuh sendiri

yang memisahkan diri dari ayahnya dan bergabung dengan kaumnya dalam kekafiran. Anaknya itu mengatakan seperti yang diceritakan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


سَآوِي إِلى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْماءِ قالَ لَا عاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ وَحالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ


Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah. Nuh berkata, "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang."

Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (Hud: 43)


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: قُرِئَ عَلَى يُونُسَ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي شَبيب بْنُ سَعْدٍ، عَنِ أَبِي الْجَوْزَاءِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ رَحِمَ اللَّهُ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ أَحَدًا، لَرَحِمَ امْرَأَةً، لَمَّا رَأَتِ الْمَاءَ حَمَلَتْ وَلَدَهَا ثُمَّ صَعِدَتِ الْجَبَلَ، فَلَمَّا بَلَغَهَا الْمَاءُ صَعِدَتْ بِهِ مَنْكِبَهَا، فَلَمَّا بَلَغَ الْمَاءُ مَنْكِبَهَا وَضَعَتْ وَلَدَهَا عَلَى رَأْسِهَا، فَلَمَّا بَلَغَ الْمَاءُ رَأْسَهَا رَفَعَتْ وَلَدَهَا بِيَدِهَا. فَلَوْ رَحِمَ اللَّهُ مِنْهُمْ أَحَدًا لِرَحِمِ هَذِهِ الْمَرْأَةَ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Yunus ibnu Abdul A'la membacakan kepadaku bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Syabib ibnu Sa'id, dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas

yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seandainya Allah mengasihani seseorang dari kaum Nuh, tentulah Allah mengasihani seorang wanita yang ketika melihat air bah datang ia menggendong anaknya dan menaiki bukit.

Dan setelah air bah mencapai bukit, ia naikkan anaknya ke pundaknya. Dan ketika air mencapai pundaknya, ia letakkan anaknya di atas kepalanya. Dan ketika air mencapai kepalanya, ia mengangkat anaknya dengan kedua tangannya.

Seandainya Allah mengasihani seseorang dari mereka, tentulah Dia mengasihani wanita ini.Hadis ini garib, tetapi semua perawinya berpredikat tsiqat.Akhirnya Allah Swt. menyelamatkan orang-orang yang ada di dalam

bahtera bersama Nuh a.s., yaitu mereka yang beriman kepadanya, dan Allah telah memerintahkan kepada Nuh a.s. sebelumnya untuk menaikkan mereka ke dalam bahteranya. Firman Allah Swt.:


{إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ}


Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu. (Nuh: 27) Yakni sesungguhnya jika Engkau membiarkan seseorang dari mereka tetap hidup, niscaya dia akan menyesatkan hamba-hamba-Mu yang Engkau ciptakan sesudah mereka.


{وَلا يَلِدُوا إِلا فَاجِرًا كَفَّارًا}


dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. (Nuh: 27) Yaitu durhaka dalam sepak terjangnya lagi kafir hatinya. Demikian itu dikatakan oleh Nuh a.s. atas dasar pengalamannya dengan mereka

dan dia tinggal bersama mereka dalam kurun waktu yang cukup lama, yaitu sembilan ratus lima puluh tahun. Kemudian Nabi Nuh a.s. menutup doanya dengan memohon kepada Allah Swt.:


{رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا}


Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman. (Nuh: 28) Menurut Ad-Dahhak, yang dimaksud dengan rumahku ialah masjidku.

Akan tetapi, tidak mengapa jika ayat ditakwilkan sesuai dengan makna lahiriahnya. Yaitu bahwa dia mendoakan bagi setiap orang yang masuk ke dalam rumahnya dalam keadaan beriman.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا حَيْوَة، أَنْبَأَنَا سَالِمُ بْنُ غَيْلَانَ: أَنَّ الْوَلِيدَ بْنَ قَيْسٍ التُّجِيبِيّ أَخْبَرَهُ: أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ -أَوْ: عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ:-أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا تَصْحَبْ إِلَّا مُؤْمِنًا، وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepada kami Salim ibnu Gailan, bahwa Al-Walid ibnu Qais At-Tajibi

pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Abu Sa'id Al-Khudri atau dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id, bahwa Abu Sa'id pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

Janganlah kamu berteman kecuali dengan orang mukmin, dan janganlah makan makananmu kecuali orang yang bertakwa. Imam Abu Daud dan, Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Abdullah ibnul Mubarak,

dari Haiwah ibnu Syuraih dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa sesungguhnya kami mengenal hadis ini hanya melalui jalur ini saja. Firman Allah Swt.:


{وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ}


dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. (Nuh: 28) Ini merupakan doa untuk segenap orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, yang hal ini mencakup orang yang masih hidup dari kalangan mereka dan juga orang yang sudah mati.

Karena itulah maka disunatkan membaca doa seperti ini karena mengikut kepada jejak Nabi Nuh a.s. dan mengamalkan apa yang disebutkan di dalam asar-asar dan doa-doa yang terkenal lagi dianjurkan oleh syariat. Firman Allah Swt.:


{وَلا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلا تَبَارًا}


Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan. (Nuh: 28) As-Saddi mengatakan bahwa makna tabaran ialah kebinasaan. Sedangkan menurut Mujahid, artinya kerugian, yakni di dunia dan akhirat.

Surat Nuh |71:26|

وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا

wa qoola nuuḥur robbi laa tażar 'alal-ardhi minal-kaafiriina dayyaaroo

Dan Nuh berkata, "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.

And Noah said, "My Lord, do not leave upon the earth from among the disbelievers an inhabitant.

Tafsir
Jalalain

(Nuh berkata, "Ya Rabbku! Janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi) bertempat tinggal, makna yang dimaksud ialah jangan biarkan seorang pun di antara mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Nuh | 71 : 26 |

penjelasan ada di ayat 25

Surat Nuh |71:27|

إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا

innaka in tażar-hum yudhilluu 'ibaadaka wa laa yaliduuu illaa faajirong kaffaaroo

Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu bersyukur.

Indeed, if You leave them, they will mislead Your servants and not beget except [every] wicked one and [confirmed] disbeliever.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir)

lafal faajiran dan kaffaaran berasal dari yafjuru dan yakfuru. Nabi Nuh berdoa demikian setelah ada wahyu mengenai keadaan mereka yang telah disebutkan tadi

yakni, bahwa mereka tidak akan beriman, kecuali hanya orang-orang yang telah beriman kepadanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Nuh | 71 : 27 |

penjelasan ada di ayat 25

Surat Nuh |71:28|

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا

robbighfir lii wa liwaalidayya wa liman dakhola baitiya mu`minaw wa lil-mu`miniina wal-mu`minaat, wa laa tazidizh-zhoolimiina illaa tabaaroo

Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kehancuran."

My Lord, forgive me and my parents and whoever enters my house a believer and the believing men and believing women. And do not increase the wrongdoers except in destruction."

Tafsir
Jalalain

(Ya Rabbku! Ampunilah aku, ibu bapakku) kedua orang tua Nabi Nuh termasuk orang-orang yang beriman (orang yang masuk ke dalam rumahku) atau mesjidku

(dengan beriman, dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan) hingga hari kiamat nanti

(dan janganlah Engkau tambahkan kepada orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.") Atau kehancuran, akhirnya mereka benar-benar dibinasakan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Nuh | 71 : 28 |

penjelasan ada di ayat 25

Surat Al-Jinn |72:1|

قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا

qul uuḥiya ilayya annahustama'a nafarum minal-jinni fa qooluuu innaa sami'naa qur`aanan 'ajabaa

Katakanlah (Muhammad), "Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin telah mendengarkan (bacaan)," lalu mereka berkata, "Kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan (Al-Qur´an),

Say, [O Muhammad], "It has been revealed to me that a group of the jinn listened and said, 'Indeed, we have heard an amazing Qur'an.

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah) hai Muhammad! ("Telah diwahyukan kepadaku) maksudnya aku telah diberitahu oleh Allah melalui wahyu-Nya (bahwasanya) dhamir yang terdapat pada lafal annahu ini adalah dhamir sya'n

(telah mendengarkan) bacaan Alquranku (sekumpulan jin.") yakni jin dari Nashibin; demikian itu terjadi sewaktu Nabi saw. sedang melakukan sholat Subuh di lembah Nakhlah,

yang terletak di tengah-tengah antara Mekah dan Thaif. Jin itulah yang disebutkan di dalam firman-Nya, "Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu." (Q.S. Al-Ahqaf 29) (lalu mereka berkata)

kepada kaum mereka setelah mereka kembali kepada kaumnya: ("Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan) artinya mereka takjub akan kefasihan bahasanya

dan kepadatan makna-makna yang dikandungnya, serta hal-hal lainnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 1 |

Tafsir ayat 1-7

Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menceritakan kepada kaumnya bahwa ada makhluk jin yang mendengarkan bacaan Al-Qur'an-nya, lalu mereka beriman dan membenarkannya serta taat kepadanya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ}


Katakanlah (hai Muhammad), "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur'an), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan

Al-Qur’an yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar." (Al-Jin: 1-2) Yakni memberi petunjuk ke jalan yang lurus dan keberhasilan.


{فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا}


lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami. (Al-Jin: 2) Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


وَإِذْ صَرَفْنا إِلَيْكَ نَفَراً مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ


Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur’an. (Al-Ahqaf: 29) Telah kami sebutkan hadis-hadis yang berkaitan dengan ayat ini dalam tafsir surat Al-Ahqaf, sehingga tidak perlu diulangi lagi di sini.Firman Allah Swt.:


{وَأَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا}


dan bahwasanya Maha tinggi kebesaran Tuhan kami. (Al-Jin: 3) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kebesaran Tuhan kami. (Al-Jin: 3) Yaitu perbuatan, perintah, dan takdir-Nya.

Ad-Dahak telah mengatakan dari Ibnu Abbas bahwa kebesaran Allah adalah tanda-tanda-Nya dan nikmat-nikmat-Nya yang ada pada makhluk-Nya. Dan telah diriwayatkan dari Mujahid dan Ikrimah,

bahwa makna yang dimaksud ialah kebesaran (keagungan) Allah Tuhan kami. Qatadah mengatakan bahwa Mahatinggi kebesaran, keagungan, dan perintah-Nya. As-Saddi mengatakan bahwa Mahatinggi perintah (urusan) Tuhan kami.

Diriwayatkan dari Abu Darda dan Mujahid, serta Ibnu Juraij, bahwa Mahatinggi sebutan-Nya.Sa'id ibnu Jubair telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan bahwasanya Mahatinggi kebesaran Tuhan kami. (Al-Jin: 3)

Yakni Mahatinggi Tuhan kami. Adapun mengenai apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Kufi,

telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa al-jadd ialah kakek. Seandainya jin mengetahui bahwa manusia mempunyai kakek, niscaya mereka tidak akan mengatakan, "Jaddu Rabbina.”

Sanad riwayat ini jayyid, tetapi aku tidak memahami makna kalam ini, barangkali ada sesuatu yang gugur dari perkataannya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:


{مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلا وَلَدًا}


Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak. (Al-Jin: 3) Artinya, Mahatinggi Allah dari beristri dan beranak. Jin mengatakan bahwa Mahasuci Tuhan Yang Mahabesar lagi Mahamulia dari hal tersebut, yaitu dari mempunyai istri dan anak.

Hal ini dikatakan oleh jin ketika mereka masuk Islam dan beriman kepada Al-Qur'an. Kemudian mereka (jin) mengatakan sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:


{وَأَنَّهُ كَانَ يَقُولُ سَفِيهُنَا عَلَى اللَّهِ شَطَطًا}


Dan bahwasanya orang yang kurang akal daripada kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah. (Al-Jin: 4) Mujahid, Ikrimah,

Qatadah, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Orang yang kurang akal daripada kami. (Al-Jin: 4) Mereka bermaksud iblis.


{شَطَطًا}


yang melampaui batas. (Al-Jin: 4) Menurut As-Saddi, dari Abu Malik, artinya perkataan yang melampaui batas. Menurut Ibnu Zaid, artinya zalim yang besar. Dapat pula ditakwilkan arti firman-Nya, "Safihuna,"

sebagai isim jenis yang pengertiannya mencakup semua orang yang beranggapan bahwa Allah beristri dan beranak. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya:


{وَأَنَّهُ كَانَ يَقُولُ سَفِيهُنَا}


Dan bahwasanya orang yang kurang akal daripada kami dahulu selalu mengatakan. (Al-Jin: 4) Yakni sebelum dia masuk Islam.


{عَلَى اللَّهِ شَطَطًا}


(perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah. (Al-Jin: 4) Maksudnya, kata-kata yang batil dan palsu alias tidak benar. Karena itulah maka dalam firman berikutnya disebutkan:


{وَأَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَنْ تَقُولَ الإنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا}


dan sesungguhnya kami mengira bahwa manusia dan jin sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah. (Al-Jin: 5) Yaitu sebelum ini kami tidak mengira bahwa manusia dan jin bersepakat membuat kedustaan

terhadap Allah Swt. karena mereka menisbatkan kepada-Nya punya anak dan punya istri.Dan setelah kami mendengar Al-Qur'an ini dan kami beriman kepadanya, barulah kami mengetahui bahwa mereka dusta terhadap Allah dalam pengakuan mereka itu. Firman Allah Swt.:


{وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الإنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا}


Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6)

Yakni kami dahulu berpandangan bahwa diri kami lebih utama daripada manusia karena mereka sering meminta perlindungan kepada kami, bila mereka berada di sebuah lembah atau suatu tempat yang mengerikan

seperti di hutan dan tempat-tempat lainnya yang angker. Sebagaimana yang sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab di masa Jahiliah mereka; mereka meminta perlindungan kepada pemimpin jin di tempat mereka beristirahat

agar mereka tidak diganggu olehnya. Perihalnya sama dengan seseorang dari mereka bila memasuki kota musuh mereka di bawah jaminan perlindungan orang besar yang berpengaruh di kota tersebut.

Ketikajin melihat bahwa manusia itu selalu meminta perlindungan kepada mereka karena takut kepada mereka, maka justru jin-jin itu makin membuatnya menjadi lebih takut, lebih ngeri, dan lebih kecut hatinya.

Dimaksudkan agar manusia itu tetap takut kepada mereka dan lebih banyak meminta perlindungan kepada mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya:

maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6) Yaitu makin menambah manusia berdosa, dan jin pun sebaliknya makin bertambah berani kepada manusia. As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur,

dari Ibrahim sehubungan dengan makna firman-Nya: maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6) Artinya, jin makin bertambah berani kepada manusia. As-Saddi mengatakan bahwa dahulu bila

seseorang melakukan perjalanan bersama keluarganya, dan di suatu tempat ia turun istirahat, maka ia mengatakan, "Aku berlindung kepada pemimpin jin lembah ini agar aku jangan diganggu atau hartaku atau anakku atau ternakku."

Qatadah mengatakan bahwa apabila dia meminta perlindungan kepada jin selain dari Allah, maka jin makin menambah gangguannya kepada dia, dan membuatnya makin merasa takut. Ibnu Abu Hatim mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id alias Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Az-Zubair ibnul Kharit,

dari Ikrimah yang mengatakan bahwa dahulu jin takut kepada manusia, sebagaimana sekarang manusia takut kepada jin, atau bahkan lebih parah dari itu. Dan tersebutlah bahwa pada mulanya apabila manusia turun istirahat di

suatu tempat, maka jin yang menghuni tempat ini bubar melarikan diri. Tetapi pemimpin manusia mengatakan, "Kita meminta perlindungan kepada pemimpin jin penghuni lembah ini." Maka jin berkata" Kita lihat manusia takut

kepada kita, sebagaimana kita juga takut kepada mereka." Akhirnya jin mendekati manusia dan menimpakan kepada mereka penyakit kesurupan dan penyakit gila. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya:


{وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الإنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا}


Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6) Yakni dosa.

Abul Aliyah dan Ar-Rabi' serta Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna rahaqa, bahwa artinya takut. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.:

maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6) Rahaqan artinya dosa. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah. Menurut Mujahid, rahaqan artinya kekufuran dan kedurhakaan.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Farwah ibnul Migra Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Malik Al-Muzani, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq,

dari ayahnya, dari Kirdam ibnus Sa-ib Al-Ansari yang mengatakan bahwa ia keluar bersama ayahnya dari Madinah untuk suatu keperluan. Demikian itu terjadi di saat berita Rasulullah Saw. di Mekah tersiar.

Maka malam hari memaksa kami untuk menginap di tempat seorang penggembala ternak kambing. Dan ketika tengah malam tiba, datanglah seekor serigala, lalu membawa lari seekor anak kambing, maka si penggembala

melompat dan berkata, "Hai penghuni lembah ini, tolonglah aku!" Maka terdengariah suara seruan yang tidak kami lihat siapa dia, mengatakan, "Hai Sarhan (nama serigala itu), lepaskanlah anak kambing itu!"

Maka anak kambing itu bergabung kembali dengan kumpulan ternak dengan berlari tanpa mengalami luka apa pun. Dan Allah Swt. menurunkan kepada Rasul-Nya di Mekah ayat berikut, yaitu firman-Nya:

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosadan kesalahan. (Al-Jin: 6)

Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Ubaid ibnu Umair, Mujahid, Abul Aliyah, Al-Hasan, Sa'id ibnu Jubair, dan Ibrahim An-Nakha'i hal yang semisal. Barangkali serigala yang mengambil

anak kambing itu adalah jelmaan jin untuk menakut-nakuti manusia agar manusia takut kepadanya, kemudian ia mengembalikan anak kambing itu ketika manusia meminta tolong dan memohon perlindungan kepadanya,

hingga manusia itu menjadi sesat, dihinakan oleh jin dan mengeluarkannya dari agamanya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:


{وَأَنَّهُمْ ظَنُّوا كَمَا ظَنَنْتُمْ أَنْ لَنْ يَبْعَثَ اللَّهُ أَحَدًا}


Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana persangkaan kamu (orang-orang kafir Mekah), bahwa Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang (rasul)pun. (Al-Jin: 7)

Yakni Allah tidak akan mengutus seorang rasul pun sesudah masa itu. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Al-Kalabi dan Ibnu Jarir.

Surat Al-Jinn |72:2|

يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ ۖ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا

yahdiii ilar-rusydi fa aamannaa bih, wa lan nusyrika birobbinaaa aḥadaa

(yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan menyekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kami,

It guides to the right course, and we have believed in it. And we will never associate with our Lord anyone.

Tafsir
Jalalain

(Yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar) yaitu kepada keimanan dan kebenaran (lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan) sesudah hari ini (seorang pun dengan Rabb kami.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Jinn |72:3|

وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا

wa annahuu ta'aalaa jaddu robbinaa mattakhoża shooḥibataw wa laa waladaa

dan sesungguhnya Maha Tinggi keagungan Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak beranak.

And [it teaches] that exalted is the nobleness of our Lord; He has not taken a wife or a son

Tafsir
Jalalain

(Dan bahwasanya) dhamir yang terdapat pada ayat ini adalah dhamir sya'n, demikian pula pada dua tempat lain sesudahnya (Maha Tinggi Kebesaran Rabb kami)

Maha Suci kebesaran dan keagungan-Nya dari apa-apa yang dinisbatkan kepada-Nya (Dia tidak beristri) tidak mempunyai istri (dan tidak pula beranak.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Jinn |72:4|

وَأَنَّهُ كَانَ يَقُولُ سَفِيهُنَا عَلَى اللَّهِ شَطَطًا

wa annahuu kaana yaquulu safiihunaa 'alallohi syathothoo

Dan sesungguhnya orang yang bodoh di antara kami dahulu selalu mengucapkan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah,

And that our foolish one has been saying about Allah an excessive transgression.

Tafsir
Jalalain

(Dan bahwasanya orang yang kurang akal daripada kami selalu mengatakan) maksudnya orang yang bodoh di antara kami

(perkataan yang melampaui batas terhadap Allah) dusta yang berlebihan, yaitu dengan menyifati Allah punya istri dan anak.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Jinn |72:5|

وَأَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَنْ تَقُولَ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا

wa annaa zhonannaaa al lan taquulal-insu wal-jinnu 'alallohi każibaa

dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jin itu tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah,

And we had thought that mankind and the jinn would never speak about Allah a lie.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya kami mengira, bahwa) huruf an di sini adalah bentuk takhfif dari anna, yakni annahu (manusia dan jin sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah)

yakni menyifati-Nya dengan hal-hal tersebut hingga kami dapat buktikan kedustaan mereka dalam hal itu. Allah berfirman:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Jinn |72:6|

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

wa annahuu kaana rijaalum minal-insi ya'uużuuna birijaalim minal-jinni fa zaaduuhum rohaqoo

dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.

And there were men from mankind who sought refuge in men from the jinn, so they [only] increased them in burden.

Tafsir
Jalalain

(Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan) memohon perlindungan (kepada beberapa laki-laki di antara jin)

di dalam perjalanan mereka sewaktu mereka beristirahat di tempat yang menyeramkan, lalu masing-masing orang mengatakan, aku berlindung kepada penunggu tempat ini v dari gangguan penunggu lainnya yang jahat (maka jin-jin itu menambah bagi mereka) dengan permintaan perlindungannya kepada jin-jin itu (dosa dan kesalahan)

karena mereka mengatakan, bahwa kami telah dilindungi oleh jin anu dan orang anu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Jinn |72:7|

وَأَنَّهُمْ ظَنُّوا كَمَا ظَنَنْتُمْ أَنْ لَنْ يَبْعَثَ اللَّهُ أَحَدًا

wa annahum zhonnuu kamaa zhonantum al lay yab'aṡallohu aḥadaa

Dan sesungguhnya mereka (jin) mengira seperti kamu (orang musyrik Mekah) yang juga mengira bahwa Allah tidak akan membangkitkan kembali siapa pun (pada hari Kiamat).

And they had thought, as you thought, that Allah would never send anyone [as a messenger].

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya mereka) yakni jin-jin itu (menyangka sebagaimana sangkaan kalian) hai manusia (bahwa) bentuk takhfif dari anna, asalnya annahu (Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang pun.") sesudah matinya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Jinn |72:8|

وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيدًا وَشُهُبًا

wa annaa lamasnas-samaaa`a fa wajadnaahaa muli`at ḥarosan syadiidaw wa syuhubaa

Dan sesungguhnya kami (jin) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api,

And we have sought [to reach] the heaven but found it filled with powerful guards and burning flames.

Tafsir
Jalalain

Jin mengatakan: ("Dan sesungguhnya kami telah mencoba menyentuh langit) maksudnya kami telah bermaksud untuk mencuri pendengaran di langit (maka kami menjumpainya penuh dengan penjaga)

para malaikat (yang kuat dan panah-panah api) yakni bintang-bintang yang membakar; hal ini terjadi setelah Nabi saw. diutus menjadi rasul.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 8 |

Tafsir ayat 8-10

Allah Swt. menceritakan tentang keadaan jin ketika Dia mengutus Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw. dan menurunkan kepadanya Al-Qur'an. Dan tersebutlah bahwa di antara pemeliharaan (penjagaan) Allah kepada Al-Qur'an

ialah Dia memenuhi langit dengan penjagaan yang ketat di semua penjuru dan kawasannya, dan semua setan diusir dari tempat-tempat pengintaiannya, yang sebelumnya mereka selalu menduduki pos-posnya di langit.

Agar setan-setan itu tidak mencuri-curi dengar dari Al-Qur'an, yang akibatnya mereka akan menyampaikannya kepada para tukang tenung yang menjadi teman-teman mereka, sehingga perkara Al-Qur'an menjadi samar

dan campur aduk dengan yang lainnya, serta tidak diketahui mana yang benar. Ini merupakan belas kasihan Allah Swt. kepada makhluk-Nya, juga merupakan rahmat dari-Nya kepada hamba-hamba-Nya,

dan sebagai pemeliharaan-Nya terhadap Kitab-Nya yang mulia. Karena itulah maka jin mengatakan, sebagaimana yang diceritakan oleh firman-Nya ;


{وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيدًا وَشُهُبًا وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا}


dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki

beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu),

tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). (Al-Jin: 8-9) Yaitu barang siapa di antara kami yang berani mencoba mencuri-curi dengar sekarang,

niscaya ia akan menjumpai panah berapi yang mengintainya yang tidak akan Iuput dan tidak akan meleset darinya, bahkan pasti akan mengganyangnya dan membinasakannya.


{وَأَنَّا لَا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَنْ فِي الأرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا}


Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka. (Al-Jin: 10)

Yakni kami tidak mengetahui peristiwa apa yang terjadi di langit, apakah keburukan yang dikehendaki bagi penduduk bumi, ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka? Ini merupakan ungkapan etis kaum jin

karena mereka menyandarkan keburukan kepada yang bukan pelakunya, sedangkan kebaikan mereka sandarkan kepada pelakunya, yaitu Allah Swt. Di dalam sebuah hadis sahih diungkapkan:


"وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ"


Keburukan itu bukanlah dinisbatkan kepada Engkau. Sebelum itu memang pernah juga terjadi pelemparan bintang-bintang yang menyala-nyala (meteor), tetapi tidak banyak terjadi, melainkan hanya sesekali saja dan jarang terjadi,

seperti yang disebutkan di dalam hadis Al-Abbas, yang menceritakan bahwa ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba ada bintang yang dilemparkan (di langit) sehingga bintang itu menyala dengan terang.

Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Bagaimanakah pendapat kalian tentang peristiwa ini?" Kami menjawab, "Kami beranggapan bahwa ada seorang yang besar dilahirkan, atau ada orang besar yang meninggal dunia."

Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Bukan demikian, tetapi apabila Allah memutuskan suatu urusan di langit," hingga akhir hadis. Kami telah mengemukakannya dengan lengkap dalam tafsir surat Saba'.

Peristiwa penjagaan langit dengan penjagaan yang ketat itulah yang menggerakkan jin untuk mencari penyebabnya. Lalu mereka menyebar ke arah timur dan arah barat belahan bumi untuk mencari berita penyebabnya.

Akhirnya mereka menjumpai Rasulullah Saw. sedang membaca Al-Qur'an dengan para sahabatnya dalam salat. Maka mereka mengetahui bahwa karena orang inilah langit dijaga ketat,

lalu berimanlah kepadanya jin yang mau beriman, dan jin yang lainnya tetap pada kedurhakaan dan kekafirannya. Hal ini disebutkan di dalam hadis Ibnu Abbas pada tafsir surat Al-Ahqaf, tepatnya pada firman-Nya:


وَإِذْ صَرَفْنا إِلَيْكَ نَفَراً مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ


Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur'an. (Al-Ahqaf: 29), hingga akhir ayat. Dan memang tidak diragukan lagi bahwa ketika peristiwa itu terjadi,

yaitu banyaknya bintang yang menyala di langit dan selalu siap untuk dilemparkan bagi siapa yang akan mendekatinya, hal ini menyebabkan kegemparan di kalangan manusia dan jin; mereka kaget

dan merasa takut dengan peristiwa tersebut. Mereka mengira bahwa alam ini akan hancur, sebagaimana yang dikatakan oleh As-Saddi berikut ini. Bahwa sebelumnya langit tidak dijaga, melainkan bila di bumi terdapat seorang nabi

atau agama Allah akan memperoleh kemenangan. Tersebutlah pula bahwa setan-setan sebelum Nabi Muhammad Saw. diutus mempunyai pos-posnya tersendiri di langit yang terdekat untuk mendengar-dengarkan

berita dari langit menyangkut peristiwa yang akan terjadi di bumi. Dan setelah Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad Saw. sebagai rasul, setan-setan itu dilempari dengan panah-panah berapi di suatu malam,

maka kagetlah penduduk Taif dengan peristiwa tersebut. Mereka mengatakan, "Penduduk langit telah binasa." Mereka mengatakan demikian karena melihat hebatnya api yang menyala di langit dan bintang-bintang meteor

di malam itu simpang siur di langit menjadikan langit terang benderang.Maka mereka memerdekakan budak-budaknya dan melepaskan ternak mereka, lalu Abdu Yalil ibnu Amr ibnu Umair berkata kepada mereka,

"Celakalah kalian, hai orang-orang Taif, tahanlah harta benda kalian. Dan lihatlah dengan baik olehmu tempat-tempat bintang-bintang itu. Jika bintang-bintang itu masih tetap pada tempatnya masing-masing,

berarti penduduk langit tidak binasa. Sesungguhnya kejadian ini tiada Lain karena Ibnu Abu Kabsyah, yakni Nabi Muhammad Saw. Dan jika kalian lihat bintang-bintang tersebut tidak lagi berada di tempatnya masing-masing

berarti penduduk langit telah binasa." Maka mereka memandang langit dengan pandangan yang teliti, dan ternyata mereka melihat bintang-bintang itu masih ada di tempatnya, akhirnya mereka menahan harta mereka dan tidak

dilepaskannya lagi. Setan-setan merasa terkejut dengan peristiwa tersebut di malam itu, maka mereka menghadap kepada iblis pemimpin mereka dan menceritakan kepadanya peristiwa pelemparan yang dialaminya.

Iblis memerintahkan kepada mereka, "Datangkanlah kepadaku dari tiap-tiap kawasan bumi segenggam tanah, aku akan menciumnya." Lalu. iblis menciumnya dan berkata, "Ini gara-gara teman kalian yang ada di Mekah."

Maka iblis mengirimkan tujuh jin dari Nasibin. dan mereka datang ke Mekah, maka mereka menjumpai Nabi Allah sedang berdiri mengerjakan salatnya di Masjidil Haram dalam keadaan membaca Al-Qur'an.

Mereka makin mendekatinya karena ingin mendengarkan bacaan Al-Qur:an, dan hampir saja bagian yang menonjol dari tenggorokan mereka menyentuh Nabi Saw. Kemudian mereka masuk Islam, maka Allah Swt.

menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi-Nya yang menceritakan perihal mereka. Kami telah menerangkan bagian ini secara rinci di permulaan pembahasan kebangkitan Rasul dari kitab kami yang berjudul Kitabus Sirah, dengan keterangan yang panjang lebar.

Surat Al-Jinn |72:9|

وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ ۖ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا

wa annaa kunnaa naq'udu min-haa maqoo'ida lis-sam', fa may yastami'il-aana yajid lahuu syihaabar roshodaa

dan sesungguhnya kami (jin) dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mencuri dengar (berita-beritanya). Tetapi sekarang siapa (mencoba) mencuri dengar (seperti itu) pasti akan menjumpai panah-panah api yang mengintai (untuk membakarnya).

And we used to sit therein in positions for hearing, but whoever listens now will find a burning flame lying in wait for him.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya kami dahulu) sebelum Nabi saw. diutus (dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan) berita-beritanya dan untuk mencurinya.

(Tetapi sekarang barang siapa yang mencoba mendengar-dengarkan, seperti itu, tentu akan menjumpai panah api yang mengintai)

panah-panah api yang terdiri dari meteor-meteor itu telah mengintainya dalam keadaan siap untuk memburunya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 9 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Jinn |72:10|

وَأَنَّا لَا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا

wa annaa laa nadriii asyarrun uriida biman fil-ardhi am arooda bihim robbuhum rosyadaa

Dan sesungguhnya kami (jin) tidak mengetahui (adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan baginya.

And we do not know [therefore] whether evil is intended for those on earth or whether their Lord intends for them a right course.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui apakah keburukan yang dikehendaki) sesudah terjaganya langit dari pencurian pendengaran

(bagi orang yang di bumi ataukah Rabb mereka menghendaki kebaikan bagi mereka) lafal rasyadan artinya khairan, yaitu kebaikan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 10 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Jinn |72:11|

وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُونَ وَمِنَّا دُونَ ذَٰلِكَ ۖ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا

wa annaa minnash-shooliḥuuna wa minnaa duuna żaalik, kunnaa thorooo`iqo qidadaa

Dan sesungguhnya di antara kami (jin) ada yang saleh dan ada (pula) kebalikannya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.

And among us are the righteous, and among us are [others] not so; we were [of] divided ways.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh) sesudah mendengarkan Alquran ini (dan di antara kami ada pula yang tidak demikian halnya) ada kaum yang tidak saleh.

(Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda) terdiri dari golongan yang berbeda-beda; ada yang muslim dan ada pula yang kafir.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 11 |

Tafsir ayat 11-17

Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal jin, bahwa mereka mengatakan tentang diri mereka yang disebutkan oleh firman-Nya:


{وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُونَ وَمِنَّا دُونَ ذَلِكَ}


Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. (Al-Jin: 11) Yakni tidak saleh.


{كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا}


Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda-. (Al-Jin: 11) Maksudnya, berbeda-beda pendapat dan jalannya serta berpecah belah. Ibnu Abbas dan Mujahid serta bukan hanya seorang yang lainnya mengatakan

sehubungan dengan makna firman-Nya: Adalah kami menempuhjalan yang berbeda-beda. (Al-Jin: 11) Yaitu di antara kami ada yang beriman dan ada pula yang kafir. Ahmad ibnu Sulaiman An-Najjad di dalam kitab Amali-nya.

mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Aslam ibnu Sahl Bahasyal, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sulaiman alias Abusy Sya'sa Al-Hadrami guru Imam Muslim, telah menceritakan kepada kami

Abu Mu'awiyah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-A'masy mengatakan bahwa pernah ada jin datang kepada kami, lalu aku bertanya kepadanya, "Makanan apakah yang paling engkau sukai?" Jin itu menjawab,

"Nasi." Maka aku suguhkan kepadanya nasi, dan aku melihat suapan nasi diangkat, tetapi aku tidak melihat sesosok tubuh pun. Dan aku bertanya pula kepadanya, "Apakah di kalangan kalian terdapat aliran-aliran seperti yang ada

pada kami?" Jin itu menjawab, "Ya." Aku bertanya, "Lalu siapakah kalangan Rafidah di antara kalian?" Jin menjawab, "Yang paling terburuk di antara kami."Aku kemukakan sanad asar ini kepada guru kami

Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Muzani, maka ia menjawab bahwa sanad ini sahih sampai kepada Al-A'masy.Al-Hafiz Ibnu Asakir di dalam biografi Al-Abbas ibnu Ahmad Ad-Dimasyqi

menyebutkan bahwa Al-Abbas pernah mendengar jin mendendangkan syair berikut di malam hari ketika ia berada di rumahnya, yaitu sebagai berikut:


قُلوبٌ بَرَاها الْحُبُّ حَتى تعلَّقت ... مَذَاهبُها فِي كُلّ غَرب وشَارقِ ... تَهيم بِحُبِّ اللَّهِ، واللهُ رَبُّها ... مُعَلَّقةٌ بِاللَّهِ دُونَ الخَلائقِ


Hati ini telah dipenuhi oleh rasa cinta sehingga terbelenggu ke mana pun pergi, baik ke arah barat maupun ke arah timur, karena tergila-gila dengan cinta kepada Allah, padahal Allah adalah Tuhannya; hati ini bergantung kepada Allah, bukan kepada makhluk. Firman Allah Swt.:


{وَأَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَنْ نُعجِزَ اللَّهَ فِي الأرْضِ وَلَنْ نُعْجِزَهُ هَرَبًا}


Dan sesungguhnya kami mengetahui, bahwa kami sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di muka bumi, dan sekali-kali tidak (pula) dapat melepaskan diri (dari-Nya) dengan lari. (Al-Jin: 12)

Yakni kami mengetahui bahwa kekuasaan Allah menguasai diri kami dan sesungguhnya kami tidak dapat menyelamatkan diri di bumi ini dari kekuasaan Allah,

sekalipun kami lari dengan sekuat kami. Karena sesungguhnya Dia berkuasa atas kami, tiada seorang pun yang dapat menghalang-halangi-Nya dari kami.


{وَأَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَى آمَنَّا بِهِ}


Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al-Qur'an), kami beriman kepadanya. (Al-Jin: 13) Mereka merasa bangga dengan keimanan mereka,

dan memang hal ini merupakan kebanggaan dan penghormatan yang tinggi serta sifat baik yang dimiliki mereka. Mengenai ucapan mereka yang disebutkan oleh firman berikutnya:


{فَمَنْ يُؤْمِنْ بِرَبِّهِ فَلا يَخَافُ بَخْسًا وَلا رَهَقًا}


Barang siapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 13)

Menurut Ibnu Abbas, Qatadah, dan selain keduanya, dia tidak akan merasa takut pahalanya dikurangi atau dibebankan kepadanya dosa orang lain. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:


فَلا يَخافُ ظُلْماً وَلا هَضْماً


maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya. (Thaha: 112) Firman Allah Swt. menceritakan ucapan jin:


{وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُونَ وَمِنَّا الْقَاسِطُونَ}


Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. (Al-Jin: 14) Yaitu di antara kami ada orang yang taat

dan ada pula orang yang melampaui batasan hak dan menyimpang darinya, yakni durhaka. Lafaz al-qasit berbeda dengan lafaz al-muqsit, karena al-muqsit artinya adil.


{فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُولَئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا}


Barang siapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. (Al-Jin: 14) Maksudnya, mencari jalan keselamatan untuk dirinya.


{وَأَمَّا الْقَاسِطُونَ فَكَانُوا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا}


Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahanam. (Al-Jin: 15) Yakni bahan bakarnya yang menambah nyala api Jahanam. Dan firman Allah Swt. berikutnya:


{وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لأسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ}


Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).

Untuk Kami beri cobaan kepada mereka dengan melaluinya. (Al-Jin: 16-17) Ulama tafisr berbeda pendapat mengenai makna ayat ini, ada dua pendapat di kalangan mereka.

Salah satunya mengatakan, seandainya jin yang menyimpang dari kebenaran itu menempuh jalan Islam dan kembali kepada jalan kebenaran serta tetap menempuhnya.


{لأسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا}


benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak). (Al-Jin: 16) Gadaqan artinya banyak, makna yang dimaksud

ialah memberinya rezeki yang banyak lagi berlimpah. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman Allah Swt. dalam ayat lain, yaitu:


وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقامُوا التَّوْراةَ وَالْإِنْجِيلَ وَما أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ


Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil, dan (Al-Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya,

niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. (Al-Maidah: 66) Dan firman Allah Swt. lainnya:


وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنا عَلَيْهِمْ بَرَكاتٍ مِنَ السَّماءِ وَالْأَرْضِ


Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. (Al-A'raf: 96) Dengan demikian, berarti firman Allah Swt.:


{لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ}


Untuk Kami beri cobaan kepada mereka dengan melaluinya. (Al-Jin: 17) Yakni untuk Kami uji mereka dengannya, sebagaimana yang dikatakan oleh Zaid ibnu Aslam, bahwa demikian itu agar Kami uji dan Kami coba mereka,

siapakah di antara mereka yang tetap pada jalan hidayah, dan siapa di antara mereka yang murtad dan memilih jalan kesesatan? Tafsir ayat menurut orang-orang yang berpendapat demikian. Al-Aufi telah meriwayatkan dari

Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus. (Al-Jin: 16) Artinya, istiqamah dalam ketaatannya. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu. (Al-Jin: 16) Yaitu jalan agama Islam. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Sa'id ibnul Musayyab, Ata, As-Saddi,

dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi. Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu. (Al-Jin: 16) Yakni seandainya mereka semuanya beriman,

niscaya Kami luaskan bagi mereka rezeki Kami di dunia, Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu. (Al-Jin: 16) Maksudnya, jalan kebenaran.

Hal yang sama dikatakan oleh Ad Dahhak, kemudian ia mengemukakan dalil kedua ayat yang telah disebutkan di atas untuk menguatkan pendapatnya; masing-masing dari mereka atau keseluruhannya yang berpendapat demikian

mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Untuk Kami beri cobaan kepada mereka dengan melaluinya. (Al-Jin: 17) Yaitu agar Kami beri cobaan kepada mereka dengan melaluinya. Muqatil mengatakan bahwa

ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Quraisy yang kafir, ketika hujan dicegah dari mereka selama tujuh tahun.Pendapat yang kedua mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:

Dan bahwasanya jikalau mereka tetappada jalan itu. (Al-Jin: 16) Yakni jalan kesesatan. benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar. (Al-Jin: 16) sebagai istidraj dari Kami terhadap mereka, semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:


{فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ}


Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka. Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah

diberikan kepada mereka,Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (Al-An'am: 44) Juga semakna dengan firman-Nya:


أَيَحْسَبُونَ أَنَّما نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مالٍ وَبَنِينَ نُسارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْراتِ بَلْ لَا يَشْعُرُونَ


Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al-Mu’minun: 55-56)

Ini adalah pendapat Abu Mijlaz alias Lahiq ibnu Humaid, karena dia mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Dan bahwasanya jikalau mereka tetap pada jalan itu. (Al-Jin: 16)

Yakni jalan kesesatannya.Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Al-Bagawi meriwayatkannya dari Ar-Rabi' ibnu Anas, Zaid ibnu Aslam, Al-Kalabi, dan Ibnu Kaisan.

Alasan pendapat ini cukup masuk di akal, dan didukung pula oleh adanya firman Allah Swt. Selanjutnya yang mengatakan: Untuk Kami beri cobaan kepada mereka dengan melaluinya. (Al-Jin 17) Adapun firman Allah Swt.:


{وَمَنْ يُعْرِضْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا}


Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya. niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat. (Al-Jin: 17) Yaitu siksaan yang berat, keras, lagi menyakitkan. Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah,

Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: azab yang amat berat. (Al-Jin: 17) Yakni berat tiada henti-hentinya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas,

bahwa Sa'dan adalah nama sebuah gunung di dalam neraka Jahanam. Diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Sa'dan adalah sebuah sumur yang ada di dalam neraka Jahanam.

Surat Al-Jinn |72:12|

وَأَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَنْ نُعْجِزَ اللَّهَ فِي الْأَرْضِ وَلَنْ نُعْجِزَهُ هَرَبًا

wa annaa zhonannaaa al lan nu'jizalloha fil-ardhi wa lan nu'jizahuu harobaa

Dan sesungguhnya kami (jin) telah menduga, bahwa kami tidak akan mampu melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di bumi dan tidak (pula) dapat lari melepaskan diri (dari)-Nya.

And we have become certain that we will never cause failure to Allah upon earth, nor can we escape Him by flight.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya kami yakin, bahwa) huruf an ini adalah bentuk takhfif dari anna, asalnya annahu (kami sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri, dari kekuasaan, Allah di muka bumi,

dan sekali-kali tidak pula dapat melepaskan diri daripada-Nya dengan lari) maksudnya, kami tidak akan dapat menyelamatkan diri daripada-Nya, apakah kami berada di bumi atau kami lari dari bumi menuju ke langit.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 12 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Jinn |72:13|

وَأَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَىٰ آمَنَّا بِهِ ۖ فَمَنْ يُؤْمِنْ بِرَبِّهِ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَلَا رَهَقًا

wa annaa lammaa sami'nal-hudaaa aamannaa bih, fa may yu`mim birobbihii fa laa yakhoofu bakhsaw wa laa rohaqoo

Dan sesungguhnya ketika kami (jin) mendengar petunjuk (Al-Qur´an), kami beriman kepadanya. Maka barang siapa beriman kepada Tuhan, maka tidak perlu ia takut rugi atau berdosa.

And when we heard the guidance, we believed in it. And whoever believes in his Lord will not fear deprivation or burden.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk) yakni Alquran (kami beriman kepadanya. Barang siapa beriman kepada Rabbnya, maka ia tidak usah takut)

sesudah lafal yakhaafu diperkirakan adanya lafal huwa (akan kekurangan) pengurangan pahala kebaikannya (dan tidak pula takut akan dizalimi) diperlakukan secara zalim, yaitu dengan penambahan kesalahan dan dosanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 13 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Jinn |72:14|

وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُونَ وَمِنَّا الْقَاسِطُونَ ۖ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُولَٰئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا

wa annaa minnal-muslimuuna wa minnal-qoosithuun, fa man aslama fa ulaaa`ika taḥarrou rosyadaa

Dan di antara kami ada yang Islam dan ada yang menyimpang dari kebenaran. Siapa yang Islam, maka mereka itu telah memilih jalan yang lurus.

And among us are Muslims [in submission to Allah], and among us are the unjust. And whoever has become Muslim - those have sought out the right course.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada pula orang-orang yang menyimpang dari kebenaran) yakni melewati batas disebabkan kekafiran mereka.

(Barang siapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan petunjuk) atau menuju ke jalan hidayah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 14 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Jinn |72:15|

وَأَمَّا الْقَاسِطُونَ فَكَانُوا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا

wa ammal-qoosithuuna fa kaanuu lijahannama ḥathobaa

Dan adapun yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi bahan bakar bagi Neraka Jahanam."

But as for the unjust, they will be, for Hell, firewood.'

Tafsir
Jalalain

(Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahanam.") atau sebagai bahan bakarnya.

Dhamir anna dan annahum serta annahu yang terdapat pada dua belas tempat kembali kepada jin. Dan firman-Nya, "Wa innaa minnal muslimuuna wa minnal qaasithuuna," dibaca kasrah huruf hamzahnya,

yaitu innaa berarti merupakan jumlah isti'naf atau kalimat baru. Jika dibaca fathah yaitu menjadi anna berarti kedudukannya disamakan dengan kalimat-kalimat sebelumnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 15 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Jinn |72:16|

وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا

wa al lawistaqoomuu 'alath-thoriiqoti la`asqoinaahum maaa`an ghodaqoo

Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup.

And [Allah revealed] that if they had remained straight on the way, We would have given them abundant provision

Tafsir
Jalalain

Allah swt. berfirman mengenai orang-orang kafir Mekah: (Dan bahwasanya) mereka; adalah bentuk takhfif dari anna, sedangkan isimnya tidak disebutkan, yakni annahum, artinya,

bahwasanya mereka; diathafkan kepada lafal annahus tama`a (jika mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu) yaitu agama Islam

(benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang banyak) dari langit. Demikian itu setelah hujan dihentikan dari mereka selama tujuh tahun.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 16 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Jinn |72:17|

لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَمَنْ يُعْرِضْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا

linaftinahum fiih, wa may yu'ridh 'an żikri robbihii yasluk-hu 'ażaaban sho'adaa

Dengan (cara) itu Kami hendak menguji mereka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang sangat berat.

So We might test them therein. And whoever turns away from the remembrance of his Lord He will put into arduous punishment.

Tafsir
Jalalain

(Untuk Kami beri cobaan kepada mereka) untuk Kami uji mereka (dengan melaluinya) hingga Kami mengetahui bagaimana kesyukuran mereka, dengan pengetahuan yang nyata.

\ (Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan Rabbnya) yakni Alquran (niscaya Kami akan memasukkannya) (ke dalam azab yang amat berat.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 17 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Jinn |72:18|

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

wa annal-masaajida lillaahi fa laa tad'uu ma'allohi aḥadaa

Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk Allah. Maka janganlah kamu menyembah apa pun di dalamnya selain Allah.

And [He revealed] that the masjids are for Allah, so do not invoke with Allah anyone.

Tafsir
Jalalain

(Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu) atau tempat-tempat sholat itu (adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kalian menyembah) di dalamnya (seseorang pun di samping Allah)

seumpamanya kalian berbuat kemusyrikan di dalamnya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani,

yaitu apabila mereka memasuki gereja dan sinagog mereka, maka mereka menyekutukan-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 18 |

Tafsir ayat 18-24

Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar mengesakan-Nya dalam beribadah, tidak menyeru seorang pun selain-Nya dalam ibadahnya itu, dan tidak mempersekutukan Allah dengan siapa pun, seperti yang dikatakan oleh Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya:


{وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا}


Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Dahulu orang-orang Yahudi dan Nasrani

apabila memasuki tempat peribadatan mereka, maka selalu memulainya dengan mempersekutukan Allah. Maka Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk selalu mengesakan-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.

Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Ali ibnul Husain telah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu bintis Saddi, telah menceritakan kepada kami seseorang lelaki yang senama dengannya, dari As-Saddi,

dari Abu Malik atau Abu Saleh. dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa pada hari ayat ini diturunkan, tiada sebuah masjid pun di bumi Allah selain Masjidil Haram dan Masjid Iliya di Baitul Maqdis.Al-A'masy mengatakan bahwa jin berkata,

"Wahai Rasulullah, izinkanlah kami untuk ikut salat bersamamu di masjidmu ini." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah

seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Maka Nabi Saw. bersabda kepada mereka, "Salatlah kalian, tetapi jangan bercampur dengan manusia." Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Mahmud, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya:

Dan Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalanmya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Jin bertanya kepada Nabi Saw.,

"Bagaimana kami dapat mendatangi masjid, sedangkan kami tinggal jauh darimu? Dan bagaimana kami dapat ikut salat bersama engkau, sedangkan kami tinggal jauh darimu?" Maka turunlah firman Allah Swt.:

Dan Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalanmya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Sufyan telah meriwayatkan dari Khasif, dari Ikrimah,

bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan semua masjid. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan anggota-anggota yang dipakai untuk sujud, yakni semuanya itu adalah milik Allah,

maka janganlah digunakan untuk sujud kecuali kepada Allah yang memilikinya.Dan mereka sehubungan dengan pendapat ini telah mengetengahkan

sebuah hadis sahih yang diriwayatkan melalui Abdullah ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


" أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ: عَلَى الْجَبْهَةِ -أَشَارَ بِيَدَيْهِ إِلَى أَنْفِهِ-وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ"


Aku diperintahkan untuk bersujud pada tujuh anggota, yaitu kening —seraya mengisyaratkan ke arah hidungnya—, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan (bagian dalam) jari jemari kedua kaki. Firman Allah Swt.:


{وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا}


Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,

bahwa Allah menceritakan ketika jin-jin itu mendengar Nabi Saw. membaca Al-Qur'an, hampir saja mereka menindihnya karena keinginan mereka yang sangat untuk mendengarkan bacaan Al-Qur'annya.

Mereka berdesak-desakan di antara sesamanya untuk mendekat kepada Nabi Saw., sedangkan Nabi Saw. sendiri tidak mengetahui keberadaan mereka, hingga datanglah kepada beliau Saw.

Malaikat Jibril yang mewahyukan kepadanya firman Allah Swt.: Katakanlah, "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur'an). (Al-Jin: 1) Yakni mereka mendengarkan bacaan Al-Qur'annya.

Ini menurut suatu pendapat yang diriwayatkan dari Az-Zubair ibnu Awwam r.a. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abu Muslim, dari Abu Uwanah,

dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa jin berkata kepada kaumnya: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (salat),

hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Bahwa ketika jin melihat Nabi Saw. sedang mengerjakan salat bersama para sahabatnya, maka mereka ikut rukuk dan sujud bersama beliau Saw.

Mereka sangat kagum dengan ketaatan para sahabat kepada beliau Saw. Lalu mereka berkata kepada kaumnya: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (salat),

hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Ini merupakan pendapat kedua yang juga diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair.Al-Hasan mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw.

bangkit mengucapkan kalimah, "Tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Allah," dan menyeru manusia untuk menyembah Tuhan mereka, hampir saja orang-orang Arab desak-mendesak mengerumuninya.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (salat), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19)

Bahwa manusia dan jin desak-mendesak berebutan untuk memadamkan kalimah ini, tetapi Allah menolak dan tetap menolongnya, melancarkannya dan memenangkannya atas orang-orang yang menentangnya. Ini merupakan

pendapat ketiga yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Sa'id ibnu Jubair serta pendapat Ibnu Zaid, dan dipilih oleh Ibnu Jarir. Pendapat inilah yang lebih kuat, karena dalam ayat yang selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:


{قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا}


Katakanlah, "Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya." (Al-Jin: 20) Yakni Rasul Saw. berkata kepada mereka saat mereka mengganggunya,

menentang dan mendustakannya, serta bersatu padu di antara sesamanya untuk melawan kebenaran yang disampaikannya, dan sepakat untuk memusuhinya:


{إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي}


Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku. (Al-Jin: 20)Yaitu sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku berlindung dan bertawakal kepada-Nya.


{وَلا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا}


dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya. (Al-Jin: 20) Adapun firman Allah Swt.:


{قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلا رَشَدًا}


Katakanlah, "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudaratan pun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan." (Al-Jin: 21) Yakni sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian yang

diberi wahyu kepadaku, juga sebagai seorang hamba dari hamba-hamba Allah. Aku tidak mempunyai kuasa untuk memberi kalian petunjuk dan tidak kuasa pula membuat kalian sesat bahkan hal tersebut berada di tangan kekuasaan Allah Swt. semata.

Kemudian Nabi Saw. menceritakan tentang keadaan dirinya, bahwa tiada seorang pun yang dapat melindunginya dari azab Allah jika ia berbuat durhaka kepada-Nya. Yakni tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan diriku dari azab-Nya.


{وَلَنْ أَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا}


dan sekali-kali aku tiada akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya. (Al-Jin: 22) Mujahid, Qatadah, dan As-Saddi berkata, "Tiada pelindung," Qatadah pun mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya:

Katakanlah, "Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali tiada akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya." (Al-Jin: 22)

Maksudnya, tiada penolong dan tiada pelindung. Menurut pendapat yang lain, tiada penyelamat dan tiada tempat berlindung. Firman Allah Swt.:


{إِلا بَلاغًا مِنَ اللَّهِ وَرِسَالاتِهِ}


Akan tetapi (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. (Al-Jin: 23) Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa ini merupakan pengecualian dari firman-Nya:


{لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلا رَشَدًا}


Katakanlah, "Sesungguhnya aku tidakkuasa mendatangkan sesuatu kemudaratanpun kepadamu dan tidak(pula) sesuatu kemanfaatan.” "(Al-Jin: 21)

Kelanjutannya ialah "Kecuali (aku hanya) menyampaikan (peringatan)." Akan tetapi, dapat pula ditakwilkan sebagai mustasna (pengecualian) dari firman-Nya:


{لَنْ يُجِيرَنِي مِنَ اللَّهِ أَحَدٌ}


sekali-kali tiada seorang pun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah. (Al-Jin: 22) Artinya, tiada seorang pun yang dapat melindungiku dari azab-Nya dan tiada pula yang dapat menyelamatkan diriku kecuali bila

aku menyampaikan risalah yang diamanatkan kepadaku untuk menyampaikannya. Dengan demikian, berarti semakna dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain melalui firman-Nya:


يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَما بَلَّغْتَ رِسالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ


Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti)

kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67) Adapun firman Allah Swt:


{وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا}


Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (Al-Jin: 23)

Yakni aku menyampaikan risalah Allah kepadamu; dan barang siapa yang durhaka kepada-Nya sesudah itu, maka balasan yang akan diterimanya adalah dimasukkan ke dalam neraka Jahanam.


خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا


mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. (Al-Jin: 23) Yaitu tiada jalan selamat bagi mereka darinya dan tiada pula mereka dikeluarkan darinya. Firman Allah Swt.:


{حَتَّى إِذَا رَأَوْا مَا يُوعَدُونَ فَسَيَعْلَمُونَ مَنْ أَضْعَفُ نَاصِرًا وَأَقَلُّ عَدَدًا}


Sehingga apabila mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka, maka mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya. (Al-Jin: 24)

Yakni manakala mereka (manusia dan jin) yang musyrik menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri apa yang pernah diancamkan kepada mereka di hari kiamat.

Maka pada hari itu mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya (kekuatannya), apakah mereka ataukah orang-orang mukmin yang mengesakan Allah?

Dengan kata lain, tidak, bahkan orang-orang musyrik sama sekali tiada penolong bagi mereka, dan mereka lebih sedikit bilangannya dibandingkan dengan bala tentara Allah Swt.

Surat Al-Jinn |72:19|

وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا

wa annahuu lammaa qooma 'abdullohi yad'uuhu kaaduu yakuunuuna 'alaihi libadaa

Dan sesungguhnya ketika hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (melaksanakan sholat), mereka (jin-jin) itu berdesakan mengerumuninya.

And that when the Servant of Allah stood up supplicating Him, they almost became about him a compacted mass."

Tafsir
Jalalain

(Dan bahwasanya) dapat dibaca annahu dan innahu; juga merupakan kalimat baru, sedangkan dhamir yang ada ialah dhamir sya'n (tatkala hamba Allah berdiri) yakni Nabi Muhammad saw.

(menyembah-Nya) beribadah kepada-Nya di lembah Nakhl (hampir saja mereka) yakni jin-jin yang mendengarkan bacaan Alquran itu (desak-mendesak mengerumuninya)

yaitu sebagian di antara mereka menindih sebagian yang lain berjejal-jejal karena keinginan mereka yang sangat untuk mendengarkan bacaan Alquran.v Lafal libadan dapat pula dibaca lubadan; dan merupakan bentuk jamak dari lubdatun.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 19 |

penjelasan ada di ayat 18

Surat Al-Jinn |72:20|

قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا

qul innamaaa ad'uu robbii wa laaa usyriku bihiii aḥadaa

Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya."

Say, [O Muhammad], "I only invoke my Lord and do not associate with Him anyone."

Tafsir
Jalalain

(Berkatalah dia) Nabi Muhammad berkata sebagai jawabannya terhadap orang-orang kafir yang mengatakan kepadanya, kembalilah kamu dari apa yang kamu lakukan sekarang ini.

Akan tetapi menurut qiraat yang lain lafal qaala dibaca qul, artinya katakanlah: ("Sesungguhnya aku hanya menyembah Rabbku) sebagai Tuhanku (dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.")

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 20 |

penjelasan ada di ayat 18

Surat Al-Jinn |72:21|

قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا

qul innii laaa amliku lakum dhorrow wa laa rosyadaa

Katakanlah (Muhammad), "Aku tidak kuasa menolak mudarat maupun mendatangkan kebaikan kepadamu."

Say, "Indeed, I do not possess for you [the power of] harm or right direction."

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah, "Sesungguhnya aku tidak kuasa untuk mendatangkan sesuatu kemudaratan pun kepada kalian) atau keburukan (dan tidak pula sesuatu kemanfaatan.") Atau kebaikan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 21 |

penjelasan ada di ayat 18

Surat Al-Jinn |72:22|

قُلْ إِنِّي لَنْ يُجِيرَنِي مِنَ اللَّهِ أَحَدٌ وَلَنْ أَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا

qul innii lay yujiironii minallohi aḥaduw wa lan ajida min duunihii multaḥadaa

Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah dan aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya.

Say, "Indeed, there will never protect me from Allah anyone [if I should disobey], nor will I find in other than Him a refuge.

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah, "Sesungguhnya aku sekali-kali tiada yang dapat melindungiku dari Allah) dari azab-Nya jika aku mendurhakai-Nya

(seseorang pun, dan sekali-kali aku tiada akan memperoleh selain dari-Nya) atau selain-Nya (tempat untuk berlindung) maksudnya, tempat aku berlindung.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 22 |

penjelasan ada di ayat 18

Surat Al-Jinn |72:23|

إِلَّا بَلَاغًا مِنَ اللَّهِ وَرِسَالَاتِهِ ۚ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا

illaa balaaghom minallohi wa risaalaatih, wa may ya'shillaaha wa rosuulahuu fa inna lahuu naaro jahannama khoolidiina fiihaaa abadaa

(Aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia akan mendapat (azab) Neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya."

But [I have for you] only notification from Allah, and His messages." And whoever disobeys Allah and His Messenger - then indeed, for him is the fire of Hell; they will abide therein forever.

Tafsir
Jalalain

(Akan tetapi, aku hanya, menyampaikan peringatan) makna yang dikandung dalam lafal ini merupakan pengecualian atau istitsna dari maf'ul atau objek yang terdapat di dalam lafal amliku.

Yakni aku tiada memiliki bagi kalian selain hanya menyampaikan peringatan (dari Allah) yang aku terima dari-Nya (dan risalah-Nya) lafal ini diathafkan kepada lafal balaaghan

dan lafal-lafal yang terdapat di antara mustatsna minhu dan istitsna merupakan jumlah mu`taridhah atau kalimat sisipan yang berfungsi untuk mengukuhkan makna tiada memiliki.

(Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya) dalam hal ketauhidan, lalu ia tidak beriman (maka sesungguhnya baginya neraka Jahanam, mereka kekal) lafal khaalidiina adalah hal atau kata keterangan

keadaan dari dhamir man. Sehubungan dengan lafal lahuu dhamir yang ada padanya adalah untuk menyesuaikan maknanya dengan lafal man.

Lafal khaalidiina ini merupakan hal dari lafal yang tidak disebutkan, lengkapnya mereka memasukinya dalam keadaan pasti kekal (di dalamnya untuk selama-lamanya.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 23 |

penjelasan ada di ayat 18

Surat Al-Jinn |72:24|

حَتَّىٰ إِذَا رَأَوْا مَا يُوعَدُونَ فَسَيَعْلَمُونَ مَنْ أَضْعَفُ نَاصِرًا وَأَقَلُّ عَدَدًا

ḥattaaa iżaa ro`au maa yuu'aduuna fa saya'lamuuna man adh'afu naashirow wa aqollu 'adadaa

Sehingga apabila mereka melihat (azab) yang diancamkan kepadanya, maka mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit jumlahnya.

[The disbelievers continue] until, when they see that which they are promised, then they will know who is weaker in helpers and less in number.

Tafsir
Jalalain

(Sehingga apabila mereka melihat) lafal hattaa di sini mengandung makna ibtidaiyah atau permulaan, dan sekaligus mengandung makna ghayah atau tujuan terakhir dari lafal yang diperkirakan sebelumnya;

lengkapnya, mereka masih tetap berada di dalam kekafirannya sehingga mereka melihat (apa yang diancamkan kepada mereka) yaitu azab (maka mereka akan mengetahui)

manakala azab itu datang menimpa mereka, yaitu dalam perang Badar atau pada hari kiamat nanti (siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya.")

maksudnya pembantu-pembantunya, apakah mereka ataukah orang-orang mukmin; penafsiran ini menurut pendapat yang pertama, yaitu dalam perang Badar. Aku ataukah mereka;

penafsiran ini berdasarkan pendapat yang kedua, yaitu pada hari kiamat nanti. Sebagian di antara mereka, atau di antara orang-orang kafir itu ada yang bertanya,

kapankah datangnya ancaman yang dijanjikan itu Kemudian turunlah firman selanjutnya, yaitu:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 24 |

penjelasan ada di ayat 18

Surat Al-Jinn |72:25|

قُلْ إِنْ أَدْرِي أَقَرِيبٌ مَا تُوعَدُونَ أَمْ يَجْعَلُ لَهُ رَبِّي أَمَدًا

qul in adriii a qoriibum maa tuu'aduuna am yaj'alu lahuu robbiii amadaa

Katakanlah (Muhammad), "Aku tidak mengetahui, apakah azab yang diancamkan kepadamu itu sudah dekat ataukah Tuhanku menetapkan waktunya masih lama."

Say, "I do not know if what you are promised is near or if my Lord will grant for it a [long] period."

Tafsir
Jalalain

(Katakanlah, "Tiadalah) tidaklah (aku mengetahui apa yang diancamkan kepada kalian itu dekat) artinya, apakah azab itu dekat

(ataukah Rabbku menjadikan bagi kedatangannya masa yang panjang) Yang tidak diketahui oleh siapa pun kecuali hanya Dia.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 25 |

Tafsir ayat 25-28

Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk mengatakan kepada manusia bahwa sesungguhnya tiada pengetahuan baginya tentang waktu hari kiamat, tiada seorang pun yang mengetahui apakah kiamat itu sudah dekat waktunya ataukah masih jauh.


{قُلْ إِنْ أَدْرِي أَقَرِيبٌ مَا تُوعَدُونَ أَمْ يَجْعَلُ لَهُ رَبِّي أَمَدًا}


Katakanlah, "Aku tidak mengetahui, apakah azab yang diancamkan kepadamu itu dekat ataukah Tuhanku menjadikan bagi (kedatangan)nya masa yang panjang." (Al-Jin: 25) Yaitu masa yang masih panjang.

Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa hadis yang banyak beredar di kalangan orang-orang bodoh yaitu yang menyebutkan bahwa Nabi Saw. tidak dikebumikan di bawah tanah merupakan hadis yang dusta,

tidak ada asalnya, dan tidak kami lihat pada sesuatu pun dari kitab-kitab hadis yang menyebutnya. Bahkan beliau pernah ditanya tentang saat hari kiamat, maka beliau tidak menjawab. Dan ketika Jibril menampakkan diri kepadanya

dalam rupa seorang Badui,lalu di antara pertanyaan yang diajukannya menyebutkan, "Ceritakanlah kepadaku, hai Muhammad, tentang hari kiamat." Maka Nabi Saw. menjawab:


"مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ"


Tidaklah orang yang ditanya mengenainya lebih mengetahui daripada orang yang bertanya. Dan ketika ada seorang Badui bertanya kepadanya dengan suara yang lantang, "Hai Muhammad, bilakah kiamat terjadi?" Maka Nabi Saw. menjawab:


"وَيْحَكَ. إِنَّهَا كَائِنَةٌ، فَمَا أَعْدَدْتَ لَهَا؟


Celakalah kamu, lalu apakah yang telah engkau persiapkan untuknya, sesungguhnya ia (hari kiamat) pasti akan terjadi. Lalu lelaki Badui itu menjawab, "Adapun mengenai diriku, sesungguhnya aku belum dapat

mempersiapkan untuk menyambutnya dengan banyak salat, tidak pula dengan banyak puasa, tetapi aku cinta kepada Allah dan Rasul-Nya." Maka Rasulullah Saw. bersabda:


"فَأَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ"


Maka engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai. Anas mengatakan bahwa maka kaum muslim amat gembira dengan hadis ini, tiada sesuatu pun yang lebih menggembirakan mereka selain hadis ini.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُصفَى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حِمْيَرَ حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَا بَنِي آدَمَ، إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ فَعُدُّوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ الْمَوْتَى، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّمَا تُوعَدُونَ لِآتٍ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mada, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jubair, telah menceritakan kepadaku

Abu Bakar ibnu Abu Maryam, dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a,, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Hai manusia, jika kamu berakal, buatlah persiapan unluk dirimu dalam menghadapi kematian.

Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya,sesungguhnya apa yang diancamkan kepadamu benar-benar pasti terjadi (yakni hari kiamat). Abu Daud di dalam akhir Kitabul Malahim mengatakan:


حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ سُهَيْلٍ، حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنِي مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَير، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي ثَعلبة الخُشني قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَنْ يُعْجِزَ اللَّهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ من نصف يوم"


telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku

Mu'awiyah ibnuSaleh,dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari ayahnya, dari Abu Sa'labah Al-Khusyani yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Tiada yang menghalangi Allah untnk menghisab umat ini selama setengah hari. Abu Daud meriwayatkannya secara munfarid. Kemudian Abu Daud mengatakan:


حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ. حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنِي صَفْوَانُ، عَنْ شُرَيح بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَلَّا تَعْجَزَ أُمَّتِي عِنْدَ رَبِّهَا أَنْ يُؤَخِّرَهُمْ نِصْفَ يَوْمٍ". قِيلَ لِسَعْدٍ: وَكَمْ نِصْفُ يَوْمٍ؟ قَالَ: خَمْسُمِائَةِ عَامٍ


telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepadaku Safwan, dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Sa' id ibnu Abu Waqqas, dari Nabi Saw.

bahwa beliau Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya aku benar-benar berharap semoga tiada yang menghalangi umat ini di hadapan Tuhan mereka, jangan sampai Dia menangguhkan (hisab) mereka (lebih) dari setengah hari.

Lalu ditanyakan kepada Sa'd, "Berapa lamakah setengah hari di sisi Tuhan?" Sa'd menjawab, "Lima ratus tahun." Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud secara munfarid.' Firman Allah Swt.:


{عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ}


(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu, kecuali kepada rasul yang diridai-Nya. (Al-Jin: 26-27) Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِما شاءَ


dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 255) Demikian pula disebutkan dalam surat ini bahwa sesungguhnya Dia mengetahui semua yang gaib dan yang nyata,

dan sesungguhnya Dia tidak memperlihatkan sesuatu pun dari ilmu-Nya kepada seseorang dari makhluk-Nya kecuali sebatas apa yang diperlihatkan oleh Dia kepadanya. Karena itu, maka disebutkan dalam firman-Nya:

(Dia adalah Tuhan) Yang Mengelahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu, kecuali kepada rasul yang diridai-Nya. (Al-Jin: 26-27)

Hal ini mencakup utusan dari kalangan manusia dan malaikat. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:


{فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا}


maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (Al-Jin: 27) Yakni Allah memberikan kekhususan kepadanya dengan kawalan para malaikat yang menjaganya atas perintah dari Allah Swt.

Para malaikat itu mengawal dia berikut wahyu Allah yang ada padanya. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{لِيَعْلَمَ أَنْ قَدْ أَبْلَغُوا رِسَالاتِ رَبِّهِمْ وَأَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَأَحْصَى كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا}


Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedangkan (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu per satu. (Al-Jin: 28)

Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan damir yang terdapat di dalam firman-Nya, "Liya 'lama, " yakni kepada siapa merujuk? Menurut suatu pendapat, damir ini kembali kepada Nabi Saw. Ibnu Jarir mengatakan

telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Ja'far, dari Sa' id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib

maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu, kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (Al-Jin: 26-27)

Yakni empat malaikat penjaga yang menemani malaikat Jibril. Supaya dia (rasul) mengetahui. (Al-Jin: 28) Artinya, supaya Muhammad mengetahui. bahwa sesungguhnya utusan-utusan itu telah menyampaikan

risalah-risalah Tuhannya, sedangkan (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu per satu. (Al-Jin: 28) Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal ini melalui hadis

Ya'qub Al-Qummi dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ad-Dahhak, As-Saddi, dan Yazid ibnu Abu Habib. Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna

firman-Nya: Supaya dia mengetahui bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya. (Al-Jin: 28) Bahwa supaya Muhammad Nabi Allah mengetahui bahwa utusan-utusan itu telah

menyampaikan risalah Allah kepadanya dan bahwa para malaikat telah menjaga dan membelanya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir.

Pendapat yang lainnya mengatakan hal yang lain, seperti yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt: Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia

mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (Al-Jin: 27) Yakni para malaikat yang mengawal dan memelihara Nabi Saw. dari gangguan setan, sehingga orang-orang yang Nabi Saw.

diutus kepada mereka jelas atas duduk perkaranya. Demikian itu di saat Rasul Saw. berkata agar orang-orang musyrik mengetahui bahwa para utusan malaikat itu telah menyampaikan kepadanya risalah-risalah Tuhan mereka.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abu Najih, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Supaya dia mengetahui bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya. (Al-Jin: 28)

Mujahid mengatakan bahwa makna ayat ialah supaya orang yang mendustakan rasul-rasul mengetahui bahwa para malaikat itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya.

Akan tetapi, pendapat ini masih perlu diteliti kebenarannya.Al-Bagawi mengatakan bahwa Ya'qub membaca firman-Nya, "Liya 'lama, " menjadi liyu'lima dengan memakai dhammah, artinya supaya

dipermaklumatkan kepada manusia bahwa rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya.Dapat pula ditakwilkan bahwa damir yang ada pada lafaz liya 'lama kembali (merujuk) kepada Allah Swt.

Ini menurut suatu pendapat yang diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi di dalam kitab Zadul Masir. Dengan demikian, makna ayat ialah bahwa Allah memelihara rasul-rasul-Nya

dengan pengawalan para malaikat yang menjaganya agar mereka dapat menunaikan risalah-risalah-Nya, juga memelihara wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada mereka.

Supaya Dia mengetahui (dengan pengetahuan yang nyata) bahwa mereka telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya. Dan ini berarti semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


وَما جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْها إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلى عَقِبَيْهِ


Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikut Rasul dan siapa yang membelot. (Al-Baqarah: 143) Dan semakna dengan firman-Nya:


وَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْمُنافِقِينَ


Dan supaya Allah benar-benar mengetahui (dengan nyata) orang-orang yang beriman, dan supaya Dia benar-benar mengetahui (dengan nyata) orang-orang yang munafik. (Al-'Ankabut: 11)

Dan masih banyak ayat lainnya yang menunjukkan bahwa Allah Swt. mengetahui segala sesuatu sebelum kejadiaiinya dan ini merupakan suatu kepastian. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{وَأَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَأَحْصَى كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا}


sedangkan (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu per satu. (Al-Jin: 28)

Surat Al-Jinn |72:26|

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا

'aalimul-ghoibi fa laa yuzh-hiru 'alaa ghoibihiii aḥadaa

Dia Mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang gaib itu.

[He is] Knower of the unseen, and He does not disclose His [knowledge of the] unseen to anyone

Tafsir
Jalalain

(Dia adalah Tuhan Yang Mengetahui yang gaib) mengetahui semua hal yang gaib di mata hamba-hamba-Nya (maka Dia tidak memperlihatkan) tidak menampakkan (kepada seorang pun tentang yang gaib itu) di antara manusia ini.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 26 |

penjelasan ada di ayat 25

Surat Al-Jinn |72:27|

إِلَّا مَنِ ارْتَضَىٰ مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا

illaa manirtadhoo mir rosuulin fa innahuu yasluku mim baini yadaihi wa min kholfihii roshodaa

Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya.

Except whom He has approved of messengers, and indeed, He sends before each messenger and behind him observers

Tafsir
Jalalain

(Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia) di samping Dia memperhatikan hal yang gaib kepada Rasul-Nya sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya

sebagai mukjizat bagi rasul itu (mengadakan) menjadikan dan memberlakukan (di muka) rasul itu (dan di belakangnya penjaga-penjaga) yang terdiri dari malaikat-malaikat untuk menjaganya,

hingga rasul itu dapat menyampaikan hal tersebut, di antara sejumlah wahyu-wahyu-Nya kepada manusia.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 27 |

penjelasan ada di ayat 25

Surat Al-Jinn |72:28|

لِيَعْلَمَ أَنْ قَدْ أَبْلَغُوا رِسَالَاتِ رَبِّهِمْ وَأَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَأَحْصَىٰ كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا

liya'lama ang qod ablaghuu risaalaati robbihim wa aḥaatho bimaa ladaihim wa aḥshoo kulla syai`in 'adadaa

Agar Dia mengetahui, bahwa rasul-rasul itu sungguh, telah menyampaikan risalah Tuhannya, sedang (ilmu-Nya) meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu per satu.

That he may know that they have conveyed the messages of their Lord; and He has encompassed whatever is with them and has enumerated all things in number.

Tafsir
Jalalain

(Supaya Dia mengetahui) yakni supaya Allah menampakkan (bahwa) adalah bentuk takhfif dari anna. (sesungguhnya mereka itu telah menyampaikan)

yakni rasul-rasul itu (risalah-risalah Rabbnya) di sini dipakai dhamir hum karena memandang segi makna yang terkandung di dalam lafal man (sedangkan, sebenarnya, ilmu-Nya

meliputi apa yang ada pada mereka) diathafkan kepada lafal yang tidak disebutkan, lengkapnya ilmu mengenai hal tersebut telah diliputi oleh ilmu-Nya (dan Dia menghitung segala sesuatu satu per satu.")

lafal `adadan adalah tamyiz yang mengganti kedudukan maf`ulnya, asalnya ialah "ahshaa `adada kulli syai'in," yakni Dia telah menghitung bilangan segala sesuatu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Jinn | 72 : 28 |

penjelasan ada di ayat 25

Surat Al-Muzzammil |73:1|

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ

yaaa ayyuhal-muzzammil

Wahai orang yang berselimut (Muhammad)!

O you who wraps himself [in clothing],

Tafsir
Jalalain

(Hai orang yang berselimut) yakni Nabi Muhammad. Asal kata al-muzzammil ialah al-mutazammil, kemudian huruf ta diidghamkan kepada huruf za sehingga jadilah al-muzzammil,

artinya, orang yang menyelimuti dirinya dengan pakaian sewaktu wahyu datang kepadanya karena merasa takut akan kehebatan wahyu itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 1 |

Tafsir ayat 1-9

Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk meninggalkan selimut yang menutupi dirinya di malam hari, lalu bangun untuk menunaikan ibadah kepada Tuhannya dengan melakukan qiyamul lail, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


تَتَجافى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفاً وَطَمَعاً وَمِمَّا رَزَقْناهُمْ يُنْفِقُونَ


Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedangkan mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (As-Sajdah: 16)Dan demikianlah Nabi Saw

beliau selalu mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt. kepadanya seperti qiyamul lail. Hal itu hukumnya wajib khusus bagi Nabi Saw. seorang, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نافِلَةً لَكَ عَسى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقاماً مَحْمُوداً


Dan pada sebagian malam hari bersalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)

Dan dalam surat ini dijelaskan kadar waktu yang ia harus jalani untuk melakukan qiyamul lail (salat sunat malam hari). Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلا قَلِيلا}


Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya). (Al-Muzzammil: 1 -2) Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Hai orang yang berselimut. (Al-Muzzammil: 1) Yakni hai orang yang sedang tidur; menurut Qatadah, orang yang berselimut dengan pakaiannya. Ibrahim An-Nakha'i mengatakan bahwa ayat ini diturunkan saat Nabi Saw.

sedang menyelimuti dirinya dengan jubahnya.Syabib ibnu Bisyr telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

Hai orang yang berselimut. (Al-Muzzammil: 1) Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, engkau selimuti Al-Qur'an." Firman Allah Swt.:


{نِصْفَهُ}


(yaitu) seperduanya. (Al-Muzzammil: 3) Merupakan badal atau kata ganti dari al-lail (malam hari), yakni di tengah malamnya.


{أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلا. أَوْ زِدْ عَلَيْهِ}


atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua. (Al-Muzzammil: 3-4) Yaitu Kami perintahkan kamu untuk melakukan salat di tengah malam, lebih sedikit atau kurang sedikit tidak mengapa bagimu dalam hal tersebut. Firman Allah Swt.:


{وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا}


Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. (Al-Muzzammil: 4) Maksudnya, bacalah Al-Qur'an dengan tartil (perlahan-lahan) karena sesungguhnya bacaan seperti ini membantu untuk memahami

dan merenungkan makna yang dibaca, dan memang demikianlah bacaan yang dilakukan oleh Nabi Saw. Sehingga Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa Nabi Saw. bila membaca Al-Qur'an yaitu perlahan-lahan sehingga

bacaan beliau terasa paling Iama dibandingkan dengan orang Lain. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui sahabat Anas r.a., bahwa ia pernah ditanya tentang bacaan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.

Maka ia menjawab, bahwa bacaan Al-Qur'an yang dilakukan oleh beliau panjang. Bila beliau membaca: Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Al-Fatihah: 1)

Maka beliau memanjangkan bismillah, dan memanjangkan Ar-Rahman dan juga memanjangkan bacaan Ar-Rahim. Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ummu Salamah r.a.,

bahwa ia pernah ditanya tentang qiraat Rasulullah Saw. Maka Ummu Salamah menjawab bahwa beliau membaca Al-Qur'an ayat demi ayat yang setiap ayatnya berhenti:


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ


Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segalapuji bagi Allah Tuhan semesta alam, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. (Al-Fatihah: 1-4) Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Daud serta Imam Turmuzi.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ: اقْرَأْ وارْقَ، ورَتِّل كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا، فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Sufyan, dari Asim, dari Zar, dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an,

"Bacalah dengan suara indah dan perlahan-lahan sebagaimana engkan membacanya dengan tartil sewaktu di dunia, karena sesungguhnya kedudukanmu berada di akhir ayat yang kamu baca!"

Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini kalau tidak hasan, sahih.

Dalam pembahasan yang terdahulu pada permulaan tafsir telah disebutkan hadis-hadis yang menunjukkan anjuran membaca Al-Qur'an dengan bacaan tartil dan suara yang indah, seperti hadis berikut:


"زَيِّنوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ"


Hiasilah Al-Qur’an dengan suara kalian!


"لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ"


Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak melagukan bacaan Al-Qur’an.Dan Rasulullah Saw. pernah bersabda setelah mendengar suara Abu Musa Al-Asy'ari membaca Al-Qur'an:


"لَقَدْ أُوتِيَ هذا مزمار مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ"


Sesungguhnya orang ini telah dianugerahi suara yang indah seperti suara seruling keluarga Daud. Maka Abu Musa menjawab, "Seandainya aku mengetahui bahwa engkau mendengarkan bacaanku,

tentulah aku akan melagukannya dengan lagu yang terindah untukmu." Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia telah mengatakan, "Janganlah kamu membacanya dengan bacaan seperti menabur pasir,

jangan pula membacanya dengan bacaan tergesa-gesa seperti membaca puisi (syair). Berhentilah pada hal-hal yang mengagumkan, dan gerakkanlah hati untuk meresapinya, dan janganlah tujuan seseorang dari kamu

hanyalah akhir surat saja." Diriwayatkan oleh Al-Bagawi.Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Murrah;

ia pernah mendengar Abu Wa-il mengatakan, bahwa seseorang datang kepada Ibnu Mas'ud, lalu berkata, "Tadi malam aku telah membaca surat Al-Mufassal (surat-surat yang pendek) dalam satu rakaat."

Maka Ibnu Mas'ud menjawab, "Berarti bacaanmu seperti bacaan terhadap syair (tergesa-gesa). Sesungguhnya aku telah mengetahui surat-surat yang bacaannya digandengkan oleh Rasulullah Saw. di antara surat-surat Al-Mufassal itu."

Lalu Ibnu Mas'ud menyebutkan dua puluh surat dari surat Al-Mufassal, dua surat tiap rakaatnya.Firman Allah Swt.:


{إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلا ثَقِيلا}


Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. (Al-Muzzammil: 5) Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah berat pengamalannya.

Menurut pendapat yang lain, berat saat diturunkannya karena keagungannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Zaid ibnu Sabit-r.a., bahwa pernah diturunkan wahyu kepada Rasulullah Saw.,

sedangkan paha Ibnu Mas'ud berada di bawah paha Rasulullah Saw. Maka terasa tulang pahanya patah karena tertindih oleh Rasul Saw. saking beratnya wahyu yang sedang turun kepadanya.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ الْوَلِيدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ تُحِسُّ بِالْوَحْيِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أسمعُ صَلاصيل، ثُمَّ أسكتُ عِنْدَ ذَلِكَ، فَمَا مِنْ مَرَّةٍ يُوحَى إِلَيَّ إِلَّا ظَنَنْتُ أَنَّ نَفْسِي تَفِيضُ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Amr ibnul Walid, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan

bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi Saw., "Wahai Rasulullah, apakah yang engkau rasakan saat wahyu diturunkan kepadamu?" Rasulullah Saw. menjawab: Saya mendengar suara gemerincingnya lonceng, kemudian aku diam saat itu.

Dan tidak sekali-kali diturunkan wahyu kepadaku melainkan aku mengira bahwa nyawaku sedang dicabut.Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid. Dan dalam permulaan kitab Sahih Bukhari disebutkan:


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُوسُفَ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كيف يَأْتِيكَ الْوَحْيُ؟ فَقَالَ: "أَحْيَانًا يَأْتِينِي فِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ، وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيّ، فَيَفْصِمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيت عَنْهُ مَا قَالَ، وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِيَ الْمَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا يَقُولُ". قَالَتْ عَائِشَةُ: وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْيُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْيَوْمِ الشَّدِيدِ الْبَرْدِ، فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا


dari Abdullah ibnu Yusuf, dari Malik, dari Hisyam, dari ayahnya, dari Aisyah r.a., bahwa Al-Haris ibnu Hisyam pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Bagaimanakah caranya wahyu datang kepadamu?"

Rasulullah Saw. menjawab: Terkadang datang seperti bunyi gemerincingnya lonceng, dan itu adalah wahyu yang paling berat bagiku; setelah wahyu selesai dariku, aku telah hafal semua apa yang disampaikannya.

Dan adakalanya Malaikat (Jibril) merupakan diri sebagai seorang laki-laki kepadaku, lalu berbicara kepadaku dan aku hafal semua apa yang disampaikannya. Siti Aisyah r.a. mengatakan,

sesungguhnya ia menyaksikan wahyu sedang diturunkan kepada Nabi Saw. di hari yang sangat dingin; setelah wahyu selesai darinya, kening Nabi Saw. benar-benar bercucuran keringat. Demikianlah menurut lafaz Imam Bukhari

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa

sesungguhnya wahyu benar-benar diturunkan kepada Rasulullah Saw. saat beliau berada di atas unta kendaraannya, maka unta kendaraan beliau mendekam dengan meletakkan bagian dalam lehernya ke tanah.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, bahwa Nabi Saw.

apabila sedang menerima wahyu dan berada di atas unta kendaraannya, maka unta kendaraannya berhenti dan mendekam, ia tidak dapat bergerak hingga wahyu selesai diturunkan. Hadis ini berpredikat mursal.

yang dimaksud dengan jiran ialah bagian dalam leher unta, artinya unta kendaraannya mendekam dan tidak dapat bergerak karena beratnya wahyu yang sedang diturunkan kepada beliau Saw.

Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa wahyu itu berat dari kedua sisinya, yakni sisi pengamalan dan saat menerimanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam,

bahwa wahyu itu terasa berat saat di dunia, sebagaimana terasa berat pula kelak di hari kiamat dalam timbangan amalnya. Firman Allah Swt:


{إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلا}


Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (Al-Muzzammil: 6) Abu Ishaq telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas,

bahwa nasya-a artinya berdiri menurut bahasa Habsyah, yakni bangun tidur. Umar, Ibnu Abbas, dan Ibnuz Zubair mengatakan bahwa malam hari seluruhnya dinamakan nasyi-ah. Hal yang sama telah dikatakan oleh

Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Dikatakan nasya-a apabila orang yang bersangkutan bangun di waktu sebagian malam hari. Menurut riwayat yang bersumber dari Mujahid, disebutkan sesudah waktu isya

Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Mijlaz, Qatadah, Salim, Abu Hazim, dan Muhammad ibnul Munkadir.Kesimpulan, nasyi-atul lail artinya bagian-bagian waktu dari malam hari, yang keseluruhannya dinamakan nasyi-ah,

juga indentik dengan pengertian saat-saatnya. Makna yang dimaksud ialah bahwa melakukan qiyamul lail atau salat sunat di malam hari lebih khusyuk dan juga melakukan bacaan Al-Qur'an padanya lebih meresap di hati. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya:


{هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلا}


adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (Al-Muzzammil: 6) Yakni lebih berkesan dalam hati dalam menunaikan bacaan Al-Qur'an di saat itu dan lebih meresap dalam hati dalam memahami makn

bacaannya ketimbang dalam salat sunat siang hari. Karena siang hari merupakan waktu beraktivitas bagi manusia, banyak suara gaduh dan kesibukan dalam mencari rezeki penghidupan Al-Hafiz AbuYa'la Al-Mausuli mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'id Al-Jauhari, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, bahwa Anas ibnu Malik r.a. membaca ayat ini dengan bacaan berikut,

"wa aswabu qila." Maka berkatalah seseorang Ielaki kepadanya, "Sesungguhnya kami biasa membacanya dengan wa aqwamu qila." Maka Anas menjawabnya,

bahwa sesungguhnya aswabu, aqwamu, dan ahya-u serta lafaz-lafaz lainnya yang semakna artinya sama. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{إِنَّ لَكَ فِي اَلنَّهَارِ سَبْحًا طَوِيلا}


Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). (Al-Muzzammil: 7) Ibnu Abbas, Ikrimah, dan Ata ibnu Abu Muslim mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah waktu luang dan tidur. Abul Aliyah, Mujahid, Abu Malik, Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Sufyan As-Sauri

mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan sabhan tawilan ialah waktu luang yang panjang. Qatadah mengatakan, artinya waktu luang dan waktu mencari rezeki dan bepergian.

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mempunyai urusan yang panjang (banyak). (Al-Muzzammil: 7) Maksudnya, sunnah yang banyak.Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan

dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). (Al-Muzzammil: 7) Yakni bagi keperluan-keperluanmu, maka gunakanlah malam hari untuk agamamu.

Ia mengatakan bahwa hal ini dikemukakan di saat salat malam hari difardukan. Kemudian Allah Swt. memberikan anugerah kepada hamba-hamba-Nya, lalu Dia memberikan keringanan dengan menghapuskan sebagian besarnya

Lalu ia membaca firman-Nya: bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya). (Al-Muzzammil: 2) Lalu membaca pula firman-Nya: Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu berdiri (salat)

kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam. (Al-Muzzammil: 20) sampai dengan firman-Nya: karena itu bacalah apa yangmudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (Al-Muzzammil: 20) Dan firman Allah Swt.:

Dan pada sebagian malam hari salat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)

Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.Dalil yang menguatkan pendapat Ibnu Zaid ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya,

ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Sa'id alias Ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Zurarah ibnu Aufa, dari Sa'id ibnu Hisyam, bahwa ia menceraikan istrinya,

kemudian berangkat ke Madinah untuk menjual propertinya yang ada di Madinah, lalu menggunakannya untuk keperluan jihad dengan membeli perlengkapan dan senjata untuknya, kemudian ia berjihad melawan

orang-orang Romawi hingga akhir hayatnya. Kemudian ia bersua dengan sejumlah orang dari kaumnya yang menceritakan kepadanya bahwa pernah ada enam orang dari kalangan kaumnya mempunyai keinginan untuk

melakukan hal tersebut di masa Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Bukankah pada diriku terdapat suri teladan yang baik bagi kalian? Rasulullah Saw. melarang mereka melakukan perceraian itu

maka Sa'id ibnu Hisyam menjadikan mereka (sebagian dari kaumnya yang ia jumpai) sebagai saksi saat ia merujuk kembali kepada istrinya. Setelah itu ia kembali kepada kami dan menceritakan kepada kami bahwa ia

pernah datang kepada Ibnu Abbas r.a. untuk menanyakan kepadanya tentang salat witir Rasulullah Saw. Maka Ibnu Abbas berkata, "Maukah aku beritahukan kepadamu tentang penduduk bumi yang paling mengetahui tentang

salat witir yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.?" Sa'id ibnu Hisyam menjawab, "Ya." Ibnu Abbas berkata, "Datanglah kepada Aisyah, dan tanyakanlah kepadanya tentang hal itu, lalu kembalilah kepadaku dan

ceritakanlah kepadaku tentang jawabannya kepadamu!" Sa'id ibnu Hisyam melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menemui Hakim ibnu Aflah dan membawanya pergi ikut menghadap kepada Siti Aisyah.

Tetapi Hakim ibnu Aflah berkata, "Aku segan menghadapnya, karena sesungguhnya aku pernah melarangnya memberikan tanggapan terhadap kedua golongan itu dengan suatu tanggapan yang memihak,

tetapi ia menolak dan tetap memberikan tanggapan dan reaksinya." Maka aku mendesaknya dengan kata-kata yang mengandung sumpah, akhirnya dia mau berangkat bersamaku. Dan kami masuk menemui Siti Aisyah,

lalu ia berkata, "Engkau Hakim?" Ternyata dia mengenalnya dan Hakim menjawab, "Ya." Aisyah bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Hakim menjawab.”Sa'id ibnu Hisyam." Aisyah bertanya, "Ibnu Hisyam yang mana?"

Hakim menjawab, "Ibnu Amir." Lalu Siti Aisyah mendoakan rahmat buatnya dan berkata, "Sebaik-baik orang adalah Amir." Aku bertanya, "Wahai Ummul Mu’minin, ceritakanlah kepadaku tentang akhlak Rasulullah Saw."

Aisyah r.a. baiik bertanya, "Bukankah kamu telah membaca Al-Qur'an?" Aku menjawab, "Benar." Maka Aisyah berkata bahwa akhlak Rasulullah Saw. ialah Al-Qur'an. Kemudian aku hampir saja bangkit untuk minta pamit darinya

tetapi tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk menanyakan kepadanya tentang qiyam (salat malam hari) yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Maka aku bertanya, "Wahai Ummul Mu’minin, ceritakanlah kepadaku tentang

qiyam yang dilakukan oleh Rasulullah Saw." Siti Aisyah balik bertanya, bahwa bukankah engkau telah membaca firman-Nya: Hai orang yang berselimut (Muhammad). (Al-Muzzammil: 1)

Aku menjawab, "Benar, aku telah membacanya." Siti Aisyah mengatakan, bahwa sesungguhnya Allah telah memfardukan qiyamul lail melalui permulaan surat ini. Maka Rasulullah Saw. dan para sahabatnya melakukan

qiyamul lail selama setahun penuh hingga telapak kaki mereka membengkak karena banyak mengerjakan salat. Dan Allah menahan penutup surat itu di langit selama dua belas bulan, kemudian setelah itu Allah menurunkannya

sebagai keringanan buat mereka, sehingga jadilah qiyamul lail sebagai amal yang sunat yang sebelumnya difardukan.Dan aku hampir saja bangkit meminta pamit, kemudian terlintas lagi dalam pikiranku untuk menanyakan

kepadanya tentang salat witir yang dikerjakan oleh Rasulullah Saw. Maka aku bertanya, "Wahai Ummul Mu’minin, ceritakanlah kepadaku tentang salat witir Rasulullah Saw." Siti Aisyah r.a. menjawab, "Kami (istri-istri beliau Saw.)

selalu menyediakan untuk beliau siwak dan air wudunya, dan Allah membangunkannya di waktu yang dikehendaki-Nya dari tengah malam, lalu beliau bersiwak dan mengambil air wudunya. Setelah itu beliau mengerjakan

salat delapan rakaat, tanpa melakukan duduk kecuali pada rakaat yang kedelapannya. Dan di rakaat yang kedelapan beliau duduk berzikir kepada Allah dan berdoa kepada-Nya, lalu bangkit lagi tanpa salam

dan langsung mengerjakan rakaat yang kesembilannya. Setelah rakaat yang kesembilan, barulah beliau duduk dan berzikir kepada Allah semata serta berdoa kepada-Nya, lalu melakukan salam dengan suara yang

dapat didengar oleh kami. Sesudah itu beliau salat dua rakaat lagi sambil duduk sesudah salamnya itu. Maka itulah sebelas rakaat yang dikerjakan oleh beliau Saw., hai Anakku.

Tetapi setelah usia Rasulullah Saw. bertambah tua dan tubuhnya mulai gemuk, maka beliau mengerjakan witirnya tujuh rakaat, kemudian salat dua rakaat lagi sambil duduk setelah salamnya.

Maka itulah sembilan rakaat yang dikerjakannya, hai Anakku.Dan Rasulullah Saw. apabila mengerjakan suatu salat, beliau suka mengerjakannya dengan tetap. Apabila beliau disibukkan karena tertidur atau sedang sakit

hingga salat malam hari tidak dikerjakannya di malam hari, maka beliau mengerjakannya di siang hari sebanyak dua belas rakaat. Dan aku belum pernah melihat Nabi Saw. mengkhatamkan Al-Qur'an seluruhnya dalam semalam

hingga pagi harinya, dan tidak pula puasa sebulan penuh selain dalam bulan Ramadan."Lalu aku kembali kepada Ibnu Abbas dan kuceritakan kepadanya hadis yang diceritakan oleh Aisyah. Maka Ibnu Abbas berkata, "Dia benar,

ketahuilah seandainya aku yang masuk menemuinya, tentulah aku akan menemuinya hingga dapat berbicara berhadap-hadapan dengannya." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad

secara lengkap, dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya telah mengetengahkan hadis ini melalui Qatadah dengan lafaz yang semisal.Jalur lain dari Aisyah r.a. yang semakna dengan hadis ini.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah mencerita-kan kepada kami Zaid ibnul Habbab, dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran;

keduanya meriwayatkan hadis ini, tetapi lafaznya dari Ibnu Waki', dari Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Tahla, dari Abu Saiamah, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa aku pernah

mempersiapkan tikar hamparan untuk tempat salat Rasulullah Saw. di malam hari. Orang-orang (para sahabat) mengintipnya dan mereka berkerumun mendengarkannya. Maka Nabi Saw.

Keluar seperti orang yang sedang marah, padahal beliau sayang kepada mereka. Beliau merasa khawatir bila qiyamul lail difardukan atas mereka, maka beliau bersabda:


«أَيُّهَا النَّاسُ اكْلَفُوا مِنَ الْأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ مِنَ الثَّوَابِ حَتَّى تَمَلُّوا مِنَ الْعَمَلِ وَخَيْرُ الْأَعْمَالِ مَا دِيمَ عَلَيْهِ»


Hai manusia, kerjakanlah dari amal-amal ibadah yang sesuai dengan kamampuan kalian. Karena sesungguhnya Allah tidak pernah merasa bosan dalam memberi pahala,

hingga kalian sendirilah yang bosan dalam beramal. Dan sebaik-baik amal ialah yang paling tetap pengamalannya.Dan turunlah firman Allah Swt.:


{يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلا قَلِيلا نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلا أَوْ زِدْ عَلَيْهِ}


Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. (Al-Muzzammil: 1-4)

Hingga tersebutlah ada seseorang yang terpaksa mengikat dirinya dengan tambang, lalu bergantung padanya (agar tetap dalam keadaan bangun). Mereka jalani masa itu selama delapan bulan, maka Allah melihat keinginan mereka

dalam meraih rida-Nya. Akhirnya Allah mengasihani mereka dan mengembalikan mereka kepada salat fardu saja serta tidak lagi mewajibkan qiyamul lail.Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui jalur

Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi, tetapi dia orangnya daif. Hadis ini di dalam kitab sahih tidak menyebutkan adanya penurunan surat Al-Muzzammil. Konteks hadis ini memberikan pengertian bahwa surat ini seakan-akan

diturunkan di Madinah, padahal kenyataannya tidaklah demikian. Sesungguhnya surat ini tiada lain adalah surat Makkiyyah. Dan teks hadis yang menyebutkan bahwa jarak antara turunnya permulaan surat ini dan akhirnya

memakan waktu delapan bulan. Ini berpredikat garib (aneh), karena sesungguhnya menurut apa yang tertera di dalam hadis riwayat Imam Ahmad sebelum ini telah disebutkan jarak tenggangnya adalah satu tahun.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Mis'ar, dari Sammak Al-Hanafi, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan bahwa pada

permulaan turunnya awal surat Al-Muzzammil, para sahabat melakukan qiyamul lail yang lamanya sama dengan qiyamul lail mereka dalam bulan Ramadan. Dan jarak tenggang waktu antara awal surat Al-Muzzammil

sampai dengan ayat terakhirnya memakan waktu kurang lebih satu tahun. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abu Kuraib, dari Abu Usamah dengan sanad yang sama. As-Sauri dan Muhammad ibnu Bisyr

Al-Abdi telah meriwayatkan dari Mis'ar, dari Sammak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa jarak antara keduanya (permulaan surat dan akhirnya) adalah satu tahun. Ibnu Jarir telah meriwayatkan pula dari Abu Kuraib

dari Waki', dari Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas hal yang semisal.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran,

telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Qa"is ibnu Wahb, dari Abu Abdur Rahman yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Hai orang yang berselimut (Muhammad). (Al-Muzzammil: 1)

Mereka mengerjakan qiyamul lail selama satu tahun sehingga telapak kaki dan betis mereka bengkak, hingga turunlah firman Allah Swt.: karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (Al-Muzzammil: 20)

Maka orang-orang pun (yakni para sahabat) merasa lega dengannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri dan As-Saddi.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah,

te!ah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Umar Al-Qawariri, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Qatadah, dari Zurarah ibnu Aufa, dari Sa'id ibnu Hisyam

yang mengatakan bahwa lalu ia bertanya kepada Aisyah, "Ceritakanlah kepadaku tentang qiyamul lail Rasulullah Saw." Siti Aisyah balik bertanya, "Bukankah engkau telah membaca firman-Nya:

Hai orang yang berselimut (Muhammad). (Al-Muzzammil: 1) Aku menjawab, "Benar, aku telah membacanya." Siti Aisyah r.a. berkata, "Itulah qiyamul lail yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya,

hingga telapak kaki mereka bengkak-bengkak (karena lamanya berdiri dalam salat), sedangkan penutup surat ini ditahan di langit selama enam belas bulan, kemudian baru diturunkan sesudahnya."Ma'mar telah meriwayatkan

dari Qatadah sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya). (Al-Muzzammil: 2) Mereka melakukan qiyamul lail selama kurang lebih satu atau dua tahun

hingga betis dan telapak kaki mereka bengkak-bengkak, lalu Allah menurunkan ayat yang meringankannya sesudah itu di akhir surat.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan

kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Ja'far, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ketika Allah Swt. menurunkan kepada Nabi-Nya firman berikut: Hai orang yang berselimut (Muhammad). (Al-Muzzammil: 1)

Bahwa Nabi Saw. mengerjakan perintah ini selama sepuluh tahun, yaitu qiyamul lail sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Swt. Dan tersebutlah bahwa segolongan dari para sahabat ada yang ikut melakukan

qiyamul lail bersamanya. Maka sesudah masa sepuluh tahun Allah menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (salat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya

dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. (Al-Muzzammil: 20) sampai dengan firman-Nya: dan dirikanlah salat. (Al-Muzzammil: 20) Maka melalui ayat ini Allah memberikan keringanan

kepada mereka setelah sepuluh tahun. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hadis ini dari ayahnya. dari Amr ibnu Rafi', dari Ya'qub Al-Qummi dengan sanad yang sama. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas

sehubungan dengan makna firman-Nya: bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. (Al-Muzzammil: 2-3) Maka hal ini memberatkan kaum mukmin,

kemudian Allah memberikan keringanan kepada mereka dan mengasihi mereka. Untuk itu Allah menurunkan firman-Nya sesudah itu: Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang lain,

mereka berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah. (Al-Muzzammil: 20) sampai dengan firman-Nya: maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an. (Al-Muzzammil: 20)

Maka melalui ayat ini Allah Swt. memberikan keluasan bagi mereka —segala puji bagi Allah— dan Dia tidak mempersulit mereka. Firman Allah Swt.:


{وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلا}


Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (Al-Muzzammil: 8) Yakhi perbanyaklah mengingat-Nya dan curahkanlah seluruh waktumu untuk beribadah kepada-Nya

bila kamu telah selesai dari kesibukanmu dan menyelesaikan urusan duniawimu, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ}


Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (Al-Insyirah: 7) Yaitu apabila kamu telah selesai dari kesibukanmu, maka curahkanlah dirimu untuk mengerjakan

ketaatan kepada-Nya dan beribadah kepada-Nya, agar kamu menjadi orang yang berlapang dada. Ibnu Zaid telah mengatakan hal yang semakna atau mendekatinya. Ibnu Abbas, Mujahid, AbuSaleh, Atiyyah, Ad-Dahhak,

dan As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (Al-Muzzammil: 8) Artinya, ikhlaslah kamu dalam beribadah kepada-Nya. Al-Hasan mengatakan

bahwa bersungguh-sungguhlah kamu dan tekunkanlah dirimu dalam beribadah kepada-Nya. Ibnu Jarir mengatakan, bahwa dikatakan kepada seorang ahli ibadah bahwa dia adalah seorang yang mutabattil (tekun beribadah).

Termasuk ke dalam pengertian ini hadis yang melarang ber-taba'ttul, yakni menghabiskan seluruh usia untuk beribadah dan tidak mau kawin. Firman Allah Swt.:


{رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا}


(Dialah) Tulian masyriq dan magrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai Pelindung. (Al-Muzzammil: 9) Yakni Dialah Yang Memiliki,

Yang Mengatur semua yang di Masyriq dan yang di Magrib, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Maka sebagaimana engkau esakan Dia dalam ibadah,

esakanlah pula Dia dalam bertawakal, dan ambillah Dia sebagai Pelindung. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ


maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. (Hud: 123) Dan firman Allah Swt.:


إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ


Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (Al-Fatihah: 5)

Masih banyak ayat lain yang mengandung perintah mengesakan Allah dalam beribadah dan bertaat, serta berserah diri hanya kepada-Nya.

Surat Al-Muzzammil |73:2|

قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا

qumil-laila illaa qoliilaa

Bangunlah (untuk sholat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil,

Arise [to pray] the night, except for a little -

Tafsir
Jalalain

(Bangunlah di malam hari) maksudnya, sholatlah di malam hari (kecuali sedikit.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Muzzammil |73:3|

نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا

nishfahuuu awingqush min-hu qoliilaa

(yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu,

Half of it - or subtract from it a little

Tafsir
Jalalain

(Yaitu seperduanya) menjadi badal dari lafal qaliilan; pengertian sedikit ini bila dibandingkan dengan keseluruhan waktu malam hari (atau kurangilah daripadanya) dari seperdua itu (sedikit) hingga mencapai sepertiganya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Muzzammil |73:4|

أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا

au zid 'alaihi wa rottilil-qur`aana tartiilaa

atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur´an itu dengan perlahan-lahan.

Or add to it, and recite the Qur'an with measured recitation.

Tafsir
Jalalain

(Atau lebih dari seperdua) hingga mencapai dua pertiganya; pengertian yang terkandung di dalam lafal au menunjukkan makna boleh memilih. (Dan bacalah Alquran itu) mantapkanlah bacaannya (dengan perlahan-lahan.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Muzzammil |73:5|

إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا

innaa sanulqii 'alaika qoulan ṡaqiilaa

Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu.

Indeed, We will cast upon you a heavy word.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan) atau bacaan Alquran (yang berat) yang hebat. Dikatakan berat mengingat kewajiban-kewajiban yang terkandung di dalamnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Muzzammil |73:6|

إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا

inna naasyi`atal-laili hiya asyaddu wath`aw wa aqwamu qiilaa

Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa), dan (bacaan di waktu itu) lebih berkesan.

Indeed, the hours of the night are more effective for concurrence [of heart and tongue] and more suitable for words.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya bangun di waktu malam) maksudnya, melakukan sholat sunah di malam hari sesudah tidur (lebih tepat) untuk khusyuk di dalam memahami bacaan Alquran

(dan bacaan di waktu itu lebih berkesan) lebih jelas dan lebih mantap serta lebih berkesan. [...]

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Muzzammil |73:7|

إِنَّ لَكَ فِي النَّهَارِ سَبْحًا طَوِيلًا

inna laka fin-nahaari sab-ḥan thowiilaa

Sesungguhnya pada siang hari engkau sangat sibuk dengan urusan-urusan yang panjang.

Indeed, for you by day is prolonged occupation.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang) mempunyai banyak kesibukan, sehingga kamu tidak mempunyai cukup waktu untuk banyak membaca Alquran.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Muzzammil |73:8|

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا

ważkurisma robbika wa tabattal ilaihi tabtiilaa

Dan sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh hati.

And remember the name of your Lord and devote yourself to Him with [complete] devotion.

Tafsir
Jalalain

(Sebutlah nama Rabbmu) katakanlah bismillahirrahmanirrahiim di awal bacaan Alquranmu (dan curahkanlah) kerahkanlah dirimu (untuk beribadat kepada-Nya dengan ketekunan yang penuh)

lafal tabtiilan ini adalah mashdar dari lafal batula, sengaja didatangkan demi untuk memelihara fawashil, dan merupakan lafal yang berakar dari lafal tabattul.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 8 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Muzzammil |73:9|

رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلًا

robbul-masyriqi wal-maghribi laaa ilaaha illaa huwa fattakhiż-hu wakiilaa

(Dialah) Tuhan timur dan barat, tidak ada tuhan selain Dia, maka jadikanlah Dia sebagai pelindung.

[He is] the Lord of the East and the West; there is no deity except Him, so take Him as Disposer of [your] affairs.

Tafsir
Jalalain

Dialah (Rabb masyriq dan magrib, tiada Tuhan melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung) artinya serahkanlah semua urusan-urusanmu di bawah perlindungan-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 9 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Muzzammil |73:10|

وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا

washbir 'alaa maa yaquuluuna wahjur-hum hajron jamiilaa

Dan bersabarlah (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.

And be patient over what they say and avoid them with gracious avoidance.

Tafsir
Jalalain

(Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan) bersabarlah kamu di dalam menghadapi gangguan orang-orang kafir Mekah

(dan jauhilah mereka dengan cara yang baik) tanpa keluh-kesah; ayat ini diturunkan sebelum ada perintah memerangi mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 10 |

Tafsir ayat 10-18

Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk bersabar terhadap ucapan orang-orang yang mendustakannya dari kalangan orang-orang yang kurang akalnya dari kaumnya,

dan hendaklah dia menjauhi mereka dengan cara yang baik, yaitu dengan cara yang tidak tercela. Kemudian Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya yang isinya mengandung ancaman terhadap orang-orang kafir

dari kalangan kaumnya, dan Dia adalah Tuhan Yang Mahabesar, tiada sesuatu pun yang dapat bertahan terhadap murka-Nya:


{وَذَرْنِي وَالْمُكَذِّبِينَ أُولِي النَّعْمَةِ}


Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan. (Al-Muzzammil: 11) Yakni biarkanlah Aku saja yang akan bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu,

padahal mereka adalah orang-orang yang hidup mewah dan mempunyai harta yang banyak. Seharusnya mereka lebih taat ketimbang orang lain, mengingat mereka mempunyai semua sarananya dan dapat menunaikan hak-hak yang tidak dimiliki oleh selain mereka.


{وَمَهِّلْهُمْ قَلِيلا}


dan beri tangguhlah mereka barang sebentar. (Al-Muzzammil: 11) Yakni barang sedikit waktu. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


نُمَتِّعُهُمْ قَلِيلًا ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ إِلى عَذابٍ غَلِيظٍ


Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras. (Luqman: 24) Karena itulah disebutkan dalam surat ini oleh firman-Nya:


{إِنَّ لَدَيْنَا أَنْكَالا}


Karena Sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat. (Al-Muzzammil: 12) Yang dimaksud dengan ankalan ialah belenggu-belenggu, menurut Ibnu Abbas, Ikrimah,Tawus, Muhammad ibnu Ka'b,

Abdullah ibnu Buraidah, Abu Imran Al-Juni, Abu Mijiaz, Ad-Dahhak, Hammad ibnu Abu Sulaiman, Qatadah, As-Saddi, Ibnul Mubarak, dan As-Sauri serta selain mereka.


{وَجَحِيمًا}


dan neraka yang bernyala-nyala. (Al-Muzzammil: 12) Yaitu yang apinya menyala-nyala dengan hebatnya.


{وَطَعَامًا ذَا غُصَّةٍ}


dan makanan yang menyumbat di tenggorokan. (Al-Muzzammil: 13) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah makanan yang tertahan di tenggorokan, tidak dapat masuk, dan tidak dapat pula keluar.


{وَعَذَابًا أَلِيمًا يَوْمَ تَرْجُفُ الأرْضُ وَالْجِبَالُ}


dan azab yang pedih. Pada hari bumi dan gunung-gunung berguncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang beterbangan. (Al-Muzzammil: 13-14) Bumi dan gunung-gunung mengalami

gempa yang amat dahsyat sehingga jadilah gunung-gunung itu seperti tumpukan-tumpukan pasir, yang sebelumnya berupa batu-batu besar. Setelah itu gunung-gunung itu diledakkan dengan ledakan yang sedahsyat-dahsyatnya,

sehingga tiada sesuatu pun darinya melainkan lenyap. Lalu bumi menjadi datar sama sekali, tidak ada sedikit pun padanya tempat yang tinggi dan tidak pula tempat yang rendah; semuanya rata, tiada bukit dan tiada lembah.

Kemudian Allah Swt. berfirman, ditujukan kepada kaum kafir Quraisy, tetapi makna yang dimaksud terhadap seluruh manusia:


{إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُولا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ}


Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang rasul, yang menjadi saksi terhadapmu. (Al-Muzzammil: 15)Yakni terhadap amal perbuatanmu.


{كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَى فِرْعَوْنَ رَسُولا فَعَصَى فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيلا}


sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang rasul kepada Fir’aun. Maka Fir’aun mendurhakai rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat. (Al-Muzzammil: 15-16) Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah,

As-Saddi, dan As-Sauri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dengan siksaan yang berat. (Al-Muzzammil: 16) Maksudnya, siksaan yang keras.Maka hati-hatilah kamu, jangan mendustakan rasul ini yang

akibatnya kamu akan ditimpa azab seperti azab yang menimpa Fir'aun, yang telah disiksa oleh Allah dengan siksaan dari Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa. Allah Swt. telah berfirman:


فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكالَ الْآخِرَةِ وَالْأُولى


Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia. (An-Nazi'at:25) Dan kalian lebih utama untuk mendapat kebinasaan dan kehancuran bila mendustakan rasul kalian, karena rasul kalian adalah

rasul yang paling mulia dan lebih besar daripada Musa ibnu Imran. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Mujahid. Firman Allah Swt.:


{فَكَيْفَ تَتَّقُونَ إِنْ كَفَرْتُمْ يَوْمًا يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيبًا}


Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban. (Al-Muzzammil: 17) Dapat ditakwilkan bahwa lafaz yauman merupakan ma'mul dari lafaz tattaqima,

seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari qiraat Ibnu Mas'ud, yang artinya "maka bagimanakah kamu takut, hai manusia, akan dapat memelihara dirimu jika tetap kafir kepada Allah dan mendustakan-Nya dalam

menghadapi hari yang dapat menjadikan anak-anak beruban?" Dapat pula ditakwilkan sebagai ma'mul dari lafaz kafartum. Atas dasar makna yang pertama, arti ayat ialah "maka bagaimanakah kamu akan

mendapat keamanan dari hari yang kegemparannya sangat dahsyat itu jika kamu tetap kafir?". Dan menurut makna yang kedua, artinya "maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir

dan ingkar kepada hari kiamat?". Keduanya baik, tetapi yang lebih utama adalah pendapat yang pertama; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Maka firman Allah Swt.:


{يَوْمًا يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيبًا}


kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban. (Al-Muzzammil: 17) Yakni karena kegemparan, keguncangan, dan huru-hara yang terjadi di hari itu sangat dahsyat.

Yang demikian itu terjadi di saat Allah berfirman kepada Nabi Adam, "Kirimkanlah orang-orang yang akan dimasukkan ke dalam neraka !" Adam bertanya, "Berapakah jumlahnya?"

Allah Swt. berfirman, "Dari tiap seribu orang sebanyak sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang dimasukkan ke dalam neraka, sedangkan yang seorang ke dalam surga."


قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ الْعَلَّافُ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ، حَدَّثَنَا نَافِعُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عَطَاءٍ الْخُرَاسَانِيُّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ: {يَوْمًا يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيبًا} قَالَ: "ذَلِكَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، وَذَلِكَ يَوْمَ يَقُولُ اللَّهُ لِآدَمَ: قُمْ فَابْعَثْ مِنْ ذُرِّيَّتِكَ بَعَثًا إِلَى النَّارِ. قَالَ: مِنْ كَمْ يَا رَبِّ؟ قَالَ: مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعُمِائَةٍ وَتِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ، وَيَنْجُو وَاحِدٌ". فَاشْتَدَّ ذَلِكَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ، وَعَرَفَ ذَلِكَ رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم قَالَ حِينَ أَبْصَرَ ذَلِكَ فِي وُجُوهِهِمْ: "إِنَّ بَنِي آدَمَ كَثِيرٌ، وَإِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِنْ وَلَدِ آدَمَ، وَإِنَّهُ لَا يَمُوتُ مِنْهُمْ رَجُلٌ حَتَّى يَرِثَهُ لِصُلْبِهِ أَلْفُ رَجُلٍ. فَفِيهِمْ وَفِي أَشْبَاهِهِمْ جُنَّةٌ لَكُمْ".


Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ay'yub Al-Allaf, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Yazid telah menceritakan kepada kami

Usman ibnu Ata Al-Khurrasani, dari ayahnya, dari Ikrimah, dari ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban. (Al-Muzzammil: 17)

Lalu beliau Saw. bersabda: Demikian itn terjadi di hari kiamat, yaitu hari yang padanya Allah berfirman kepada Adam, "Bangkitlah dan kirimkanlah dari keturunanmu orang-orang yang akan dimasukkan ke dalam neraka !"

Adam bertanya, "Dari berapakah jumlah mereka, Ya Tuhanku?" Allah Swt. berfirman, "Dari seliap seribu orang sebanyak sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang, sedangkan yang seorangnya selamat." Maka hal itu

terasa berat di kalangan kaum muslim, dan Rasulullah Saw. dapat membaca mereka, lalu beliau Saw. melanjutkan sabdanya pada saat melihat rasa keberatan ini di wajah mereka: Sesungguhnya keturunan Adam itu

banyak sekali, dan sesungguhnya Ya-juj dan Ma-juj termasuk keturunan Adam, dan sesungguhnya tidaklah mati seseorang dari mereka sebelum menebarkan dari sulbinya seribu orang anak. Maka kiriman ke neraka itu adalah mereka

dan orang-orang yang serupa dengan mereka, sedangkan surga untuk kalian. Hadis ini garib, dan telah disebutkan keterangan mengenai hadis-hadis ini dalam permulaan tafsir surat Al-Hajj. Firman Allah Swt.:


{السَّمَاءُ مُنْفَطِرٌ بِهِ}


Langit (pun) menjadi pecah belah pada hari itu karena Allah. (Al-Muzzammil: 18) Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa hal itu terjadi karena kedahsyatan dan kegemparan yang terjadi pada hari kiamat.

Di antara ulama tafsir adapula yang merujukkan damir kepada Allah, yakni karena perintah-Nya. Pendapat ini diriwayatkan dari Mujahid dan Ibnu Abbas, tetapi diniiai kurang kuat. mengingat dalam konteks yang sebelumnya tidak disebut-sebut nama Allah. Firman Allah Swt.:


{كَانَ وَعْدُهُ مَفْعُولا}


Adalah janji-Nya itu pasti terlaksana. (Al-Muzzammil: 18) Artinya, janji Allah yang menyatakan akan terjadinya hari kiamat itu pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan iagi.

Surat Al-Muzzammil |73:11|

وَذَرْنِي وَالْمُكَذِّبِينَ أُولِي النَّعْمَةِ وَمَهِّلْهُمْ قَلِيلًا

wa żarnii wal-mukażżibiina ulin-na'mati wa mahhil-hum qoliilaa

Dan biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang-orang yang mendustakan, yang memiliki segala kenikmatan hidup, dan berilah mereka penangguhan sebentar.

And leave Me with [the matter of] the deniers, those of ease [in life], and allow them respite a little.

Tafsir
Jalalain

(Dan biarkanlah Aku) maksudnya biar Aku saja yang bertindak (terhadap orang-orang yang mendustakan itu) lafal al-mukadzdzibiin diathafkan kepada maf`ul atau kepada maf'ul ma`ah.

Maknanya Akulah yang akan bertindak terhadap mereka; mereka adalah pemimpin-pemimpin kaum Quraisy (orang-orang yang mempunyai kemewahan) kemewahan hidup (dan beri tangguhlah mereka barang sebentar)

dalam jangka waktu yang tidak lama, dan ternyata selang beberapa waktu kemudian, akhirnya mereka mati terbunuh dalam perang Badar.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 11 |

penjelasan ada di ayat 10

Surat Al-Muzzammil |73:12|

إِنَّ لَدَيْنَا أَنْكَالًا وَجَحِيمًا

inna ladainaaa angkaalaw wa jaḥiimaa

Sungguh, di sisi Kami ada belenggu-belenggu (yang berat) dan neraka yang menyala-nyala,

Indeed, with Us [for them] are shackles and burning fire

Tafsir
Jalalain

(Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu) merupakan bentuk jamak dari lafal niklun, artinya belenggu-belenggu yang berat (dan neraka Jahim) yaitu neraka yang apinya sangat membakar.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 12 |

penjelasan ada di ayat 10

Surat Al-Muzzammil |73:13|

وَطَعَامًا ذَا غُصَّةٍ وَعَذَابًا أَلِيمًا

wa tho'aaman żaa ghushshotiw wa 'ażaaban aliimaa

dan (ada) makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang pedih.

And food that chokes and a painful punishment -

Tafsir
Jalalain

(Dan makanan yang menyumbat di kerongkongan) mengganjal di kerongkongan, itu adalah buah pohon zaqum atau buah pohon dhari' atau buah pohon ghislin atau berupa duri api,

apabila dimakan tidak dapat dikeluarkan dan pula tidak dapat masuk ke dalam perut (dan azab yang pedih) di samping azab yang telah disebutkan tadi, hal ini disediakan bagi orang-orang yang mendustakan Nabi saw.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 13 |

penjelasan ada di ayat 10

Surat Al-Muzzammil |73:14|

يَوْمَ تَرْجُفُ الْأَرْضُ وَالْجِبَالُ وَكَانَتِ الْجِبَالُ كَثِيبًا مَهِيلًا

yauma tarjuful-ardhu wal-jibaalu wa kaanatil-jibaalu kaṡiibam mahiilaa

(Ingatlah) pada hari (ketika) bumi dan gunung-gunung berguncang keras, dan menjadilah gunung-gunung itu seperti onggokan pasir yang dicurahkan.

On the Day the earth and the mountains will convulse and the mountains will become a heap of sand pouring down.

Tafsir
Jalalain

(Pada hari berguncang) karena gempa yang dahsyat (bumi dan gunung-gunung, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan) tumpukan-tumpukan pasir (yang beterbangan)

menjadi debu yang beterbangan yang pada sebelumnya kokoh bersatu. Lafal mahiilan berasal dari lafal haala, yahiilu; bentuk asalnya adalah mahyuulun,

kemudian karena mengingat harakat dhammah dianggap berat atas huruf ya, maka dipindahkan kepada huruf ha, sehingga jadilah mahuwylun. Kemudian huruf wawu dibuang

karena mengingat kedudukannya yang zaidah, sehingga jadilah mahuylun, selanjutnya harakat damah diganti menjadi kasrah untuk menyesuaikannya dengan huruf ya, sehingga jadilah mahiilun.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 14 |

penjelasan ada di ayat 10

Surat Al-Muzzammil |73:15|

إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُولًا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ رَسُولًا

innaaa arsalnaaa ilaikum rosuulan syaahidan 'alaikum kamaaa arsalnaaa ilaa fir'auna rosuulaa

Sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul (Muhammad) kepada kamu, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus seorang rasul kepada Fir`aun.

Indeed, We have sent to you a Messenger as a witness upon you just as We sent to Pharaoh a messenger.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kalian) hai penduduk Mekah (seorang rasul) yakni Nabi Muhammad saw. (yang menjadi saksi terhadap kalian)

kelak di hari kiamat, tentang kedurhakaan-kedurhakaan yang telah kalian kerjakan (sebagaimana Kami telah mengutus, dahulu, seorang rasul kepada Firaun) yakni Nabi Musa a.s.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 15 |

penjelasan ada di ayat 10

Surat Al-Muzzammil |73:16|

فَعَصَىٰ فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيلًا

fa 'ashoo fir'aunur-rosuula fa akhożnaahu akhżaw wabiilaa

Namun Fir`aun mendurhakai rasul itu, maka Kami siksa dia dengan siksaan yang berat.

But Pharaoh disobeyed the messenger, so We seized him with a ruinous seizure.

Tafsir
Jalalain

(Maka Firaun mendurhakai rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat) atau azab yang keras.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muzzammil | 73 : 16 |

penjelasan ada di ayat 10