Juz 29

Surat Al-Muddassir |74:47|

حَتَّىٰ أَتَانَا الْيَقِينُ

ḥattaaa ataanal-yaqiin

sampai datang kepada kami kematian."

Until there came to us the certainty."

Tafsir
Jalalain

(Hingga datang kepada kami kematian") ajal kami.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muddassir | 74 : 47 |

penjelasan ada di ayat 38

Surat Al-Muddassir |74:48|

فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ

fa maa tanfa'uhum syafaa'atusy-syaafi'iin

Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat (pertolongan) dari orang-orang yang memberikan syafaat.

So there will not benefit them the intercession of [any] intercessors.

Tafsir
Jalalain

(Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberi syafaat) baik dari kalangan malaikat, para nabi atau pun orang-orang saleh. Makna yang dimaksud ialah bahwa tiada syafaat bagi mereka.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muddassir | 74 : 48 |

penjelasan ada di ayat 38

Surat Al-Muddassir |74:49|

فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِينَ

fa maa lahum 'anit-tażkiroti mu'ridhiin

Lalu mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?

Then what is [the matter] with them that they are, from the reminder, turning away

Tafsir
Jalalain

(Maka mengapa) berkedudukan menjadi Mubtada (mereka) menjadi Khabar dari Mubtada, berta'alluq kepada lafal yang tidak disebutkan yang Dhamirnya dipindahkan kepadanya (berpaling dari peringatan)

lafal Mu'ridhiina menjadi Haal atau kata keterangan keadaan dari Dhamir Lahum. Makna yang dimaksud, apakah gerangan sesuatu yang terjadi pada diri mereka sehingga mereka berpaling dari peringatan

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muddassir | 74 : 49 |

penjelasan ada di ayat 38

Surat Al-Muddassir |74:50|

كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُسْتَنْفِرَةٌ

ka`annahum ḥumurum mustanfiroh

Seakan-akan mereka keledai liar yang lari terkejut,

As if they were alarmed donkeys

Tafsir
Jalalain

(Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut) keledai-keledai liar yang larat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muddassir | 74 : 50 |

penjelasan ada di ayat 38

Surat Al-Muddassir |74:51|

فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍ

farrot ming qoswaroh

lari dari singa.

Fleeing from a lion?

Tafsir
Jalalain

(Lari dari singa) lari sekencang-kencangnya karena menghindar dan menyelamatkan diri dari singa.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muddassir | 74 : 51 |

penjelasan ada di ayat 38

Surat Al-Muddassir |74:52|

بَلْ يُرِيدُ كُلُّ امْرِئٍ مِنْهُمْ أَنْ يُؤْتَىٰ صُحُفًا مُنَشَّرَةً

bal yuriidu kullumri`im min-hum ay yu`taa shuḥufam munasysyaroh

Bahkan setiap orang dari mereka ingin agar diberikan kepadanya lembaran-lembaran (kitab) yang terbuka.

Rather, every person among them desires that he would be given scriptures spread about.

Tafsir
Jalalain

(Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka) dari Allah swt. disebabkan mengikuti Nabi saw.

Sebagaimana yang telah mereka katakan, bahwa tidak sekali-kali kami beriman kepadamu sebelum kamu menurunkan kepada kami sebuah kitab yang kami baca.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muddassir | 74 : 52 |

penjelasan ada di ayat 38

Surat Al-Muddassir |74:53|

كَلَّا ۖ بَلْ لَا يَخَافُونَ الْآخِرَةَ

kallaa, bal laa yakhoofuunal-aakhiroh

Tidak! Sebenarnya mereka tidak takut kepada akhirat.

No! But they do not fear the Hereafter.

Tafsir
Jalalain

(Sekali-kali tidak) lafal ini merupakan sanggahan terhadap apa yang mereka kehendaki itu. (Sebenarnya mereka tidak takut kepada negeri akhirat) kepada azabnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muddassir | 74 : 53 |

penjelasan ada di ayat 38

Surat Al-Muddassir |74:54|

كَلَّا إِنَّهُ تَذْكِرَةٌ

kallaaa innahuu tażkiroh

Tidak! Sesungguhnya (Al-Qur´an) itu benar-benar suatu peringatan.

No! Indeed, the Qur'an is a reminder

Tafsir
Jalalain

(Ingatlah) Kallaa di sini menunjukkan makna Istiftah atau kata pembukaan (sesungguhnya dia itu) Alquran itu (adalah peringatan) nasihat dan pelajaran.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muddassir | 74 : 54 |

penjelasan ada di ayat 38

Surat Al-Muddassir |74:55|

فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ

fa man syaaa`a żakaroh

Maka barang siapa menghendaki, tentu dia mengambil pelajaran darinya.

Then whoever wills will remember it.

Tafsir
Jalalain

(Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya) niscaya dia membacanya kemudian mengambil pelajaran daripadanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muddassir | 74 : 55 |

penjelasan ada di ayat 38

Surat Al-Muddassir |74:56|

وَمَا يَذْكُرُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ هُوَ أَهْلُ التَّقْوَىٰ وَأَهْلُ الْمَغْفِرَةِ

wa maa yażkuruuna illaaa ay yasyaaa`alloh, huwa ahlut-taqwaa wa ahlul-maghfiroh

Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya (Al-Qur´an) kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dialah Tuhan yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun.

And they will not remember except that Allah wills. He is worthy of fear and adequate for [granting] forgiveness.

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya) dapat dibaca Yadzkuruuna dan Tadzkuruuna (kecuali bila Allah menghendakinya. Dia adalah Tuhan Yang patut kita bertakwa kepada-Nya)

Dia adalah yang harus ditakwai (dan berhak memberi ampun) seumpamanya Dia memberikan ampunan-Nya kepada orang-orang yang bertakwa kepada-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Muddassir | 74 : 56 |

penjelasan ada di ayat 38

Surat Al-Qiyamah |75:1|

لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ

laaa uqsimu biyaumil-qiyaamah

Aku bersumpah dengan hari Kiamat,

I swear by the Day of Resurrection

Tafsir
Jalalain

(Aku bersumpah dengan hari kiamat) huruf Laa di sini adalah huruf Zaidah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 1 |

Tafsir ayat 1-15

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan berkali-kali bahwa objek sumpah itu apabila merupakan hal yang dinafikan (lawan bicara), maka diperbolehkan mendatangkan la sebelum lafaz qasam dengan maksud untuk menguatkan penafian.

Sedangkan yang menjadi objek qasam-nya ialah mengukuhkan adanya hari berbangkit, dan menyanggah apa yang diduga oleh hamba-hamba Allah yang tidak bodoh yang meniadakan hari berbangkit. Oleh karena itulah maka disebutkan:


{لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ وَلا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ}


Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 1-2) Al-Hasan mengatakan bahwa Allah bersumpah dengan menyebut hari kiamat,

dan tidak bersumpah dengan jiwa yang menyesali (dirinya sendiri). Qatadah mengatakan bahwa tidak demikian, bahkan Allah bersumpah dengan menyebut keduanya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Al-Hasan dan Al-A'raj, bahwa keduanya membacanya dengan bacaan lauqsimu biyaumil qiyamah, tanpa memakai alif sesudah lam. Hal ini memperkuat pendapat Al-Hasan,

karena sumpah dengan menyebut hari kiamat diperkuat dengan lam, sedangkan terhadap jiwa yang amat menyesali tidak memakai lam melainkan la, yang artinya dinafikan. Tetapi menurut pendapat yang benar,

Allah Swt. bersumpah dengan menyebut keduanya, sebagaimana yang dikatakan oleh Qatadah —yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas— dan Sa'id ibnu Jubair, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir. Mengenai hari kiamat,

telah dikenal tetapi jiwa yang amat menyesali, maka menurut Qurrah ibnu Khalid dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna ayat ini, "Sesungguhnya orang mukmin itu, demi Allah,

menurut penilaian kami tiada lain amat menyesali dirinya sendiri dan mencelanya, 'Aku tidak bermaksud dengan kalimatku, aku tidak bermaksud dengan makananku, dan aku tidak bermaksud dengan bisikan jiwaku,'

yakni hal-hal yang berdosa. Tetapi sesungguhnya orang yang pendurhaka melaju terus dalam kedurhakaannya setapak demi setapak tanpa menyesali dirinya sendiri."

Juwaibir mengatakan bahwa telah sampai kepada kami dari Al-Hasan, bahwa ia mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 2)

Bahwa tiada seorang pun dari penduduk langit maupun penduduk bumi, melainkan menyesali dirinya sendiri di hari kiamat nanti.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku,telah menceritakan

kepada kami Abdullah ibnu Saleh ibnu Muslim, dari Israil, dari Sammak, bahwa ia bertanya kepada Ikrimah tentang makna firman-Nya: dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 2)

Bahwa setiap orang menyesali perbuatan baik atau buruknya, dan ia mengatakan seandainya aku melakukan anu dan anu. Ibnu Jarir meriwayatkan ini dari Abu Kuraib, dari Waki', dari Israil dengan sanad yang sama.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Mu-ammal, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Juraij, dari Al-Hasan ibnu Muslim,

dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 2) Bahwa ia mencela perbuatan baik dan perbuatan buruknya sendiri.

Kemudian ia meriwayatkannya melalui jalur lain dari Sa'id, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang hal ini, lain Ibnu Abbas menjawab, bahwa makna yang dimaksud adalah jiwa yang banyak mencela (dirinya sendiri).

Ali ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah jiwa yang menyesali apa yang telah silam kemudian mencelanya.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas

sehubungan dengan makna al-lawwamah, bahwa makna yang dimaksud ialah jiwa yang tercela. Qatadah mengatakan jiwa yang pendurhaka.Ibnu Jarir mengatakan bahwa semua pendapat di atas saling berdekatan pengertiannya.

Tetapi yang lebih mirip dengan makna lahiriah ayat ialah jiwa yang amat menyesali dirinya atas perbuatan baik dan buruknya, dan menyesali yang telah silam.Firman Allah Swt.:


{أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ}


Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? (Al-Qiyamah: 3) Yaitu di hari kiamat nanti,

apakah dia mengira bahwa Kami tidak mampu mengembalikan tulang belulangnya, lalu menghimpunkannya kembali dari tempat-tempatnya yang berserakan.


{بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ}


Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna. (Al-Qiyamah: 4) Sa'id ibnu Jubair dan AL-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah

kuku atau teracaknya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengemukakan alasannya, bahwa sesungguhnya jika Allah menghendaki,

bisa saja Dia melakukan hal itu di dunia ini. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa firman-Nya: Kami kuasa. (Al-Qiyamah: 4) merupakan kata keterangan keadaan dari firman-Nya "Najma'a.” Makna yang dimaksud ialah apakah

manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan kembali tulang belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami akan mengumpulkannya kembali, dan Kami mampu untuk menyusun kembali jari jemarinya.

Yakni Kekuasaan Kami mampu untuk menghimpunkannya, dan seandainya Kami kehendaki, niscaya Kami membangkitkannya dengan lebih sempurna dari sebelumnya,

maka Kami menjadikan jari jemarinya dalam keadaan rata alias sama panjangnya. Demikianlah pengertian dari pendapat Ibnu Qutaibah dan Az-Zujaj. Firman Allah Swt.:


{بَلْ يُرِيدُ الإنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ}


Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus-menerus. (Al-Qiyamah: 5) Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yakni terus-menerus dalam kedurhakaannya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas

sehubungan dengan makna firman-Nya: hendak membuat maksiat terus-menerus. (Al-Qiyamah: 5) Yakni berangan-angan, seorang manusia berkata pada dirinya, "Aku akan berbuat maksiat, kemudian bertobat sebelum kiamat terjadi."

Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah ingkar kepada perkara hak sebelum hari kiamat. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: hendak membuat maksiat terus-menerus. (Al-Qiyamah: 5)

Maksudnya, berjalan terus ke depan mengikuti hawa nafsunya. Al-Hasan mengatakan bahwa anak Adam tidak akan pernah merasa puas dalam memperturutkan hawa nafsunya kepada perbuatan durhaka terhadap Allah

terus-menerus kecuali orang yang dipelihara oleh Allah dari perbuatan maksiat. Telah diriwayatkan dari Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, dan As-Saddi serta selain mereka yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf,

bahwa makna yang dimaksud menyangkut orang yang menyegerakan perbuatan-perbuatan dosa dan menangguh-nangguhkan tobatnya.Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah orang kafir yang mendustakan hari hisab.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid, dan inilah yang lebih kuat dan lebih sesuai dengan makna yang dimaksud. Oleh karena itu, maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ}


Ia bertanya, "Bilakah hari kiamat itu?” (Al-Qiyamah: 6) Yakni dia menanyakan bilakah hari kiamat itu? Akan tetapi, pertanyaan yang diajukannya itu mengandung nada tidak percaya akan kejadiannya dan mendustakan keberadaannya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَيَقُولُونَ مَتى هذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صادِقِينَ قُلْ لَكُمْ مِيعادُ يَوْمٍ لَا تَسْتَأْخِرُونَ عَنْهُ ساعَةً وَلا تَسْتَقْدِمُونَ


Dan mereka berkata, "Kapankah (datangnya) janji ini, jika kamu adalah orang-orang yang benar?” Katakanlah.”Bagimu ada hari yang telah dijanjikan (hari kiamat)

yang tiada dapat kamu minta mundur darinya barang sesaat pun dan tidak (pula) kamu dapat meminta supaya diajukan." (Saba': 29-30) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ}


Maka apabila mata terbelalak (ketakutan). (Al-Qiyamah: 7) Abu Amr ibnul Ala mengatakan bahwa bariqa artinya terbelalak. Apa yang dikatakannya mirip dengan pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:


لا يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ


sedangkan mata mereka tidak berkedip-kedip. (Ibrahim: 43) Bahkan mata mereka terbelalak karena ngeri menyaksikan pemandangan di hari kiamat, mata mereka terbelalak ke sana kemari tidak menentu karena dicekam

oleh rasa takut yang hebat. Sedangkan ulama lainnya membacanya baraqa, tetapi maknanya berdekatan dengan pendapat yang pertama. Makna yang dimaksud ialah

bahwa pandangan-pandangan mata di hari kiamat terbelalak dan tidak berkedip serta bingung karena dahsyatnya pemandangan yang terjadi di hari kiamat yang sangat mengerikan.Firman Allah Swt.:


{وَخَسَفَ الْقَمَرُ}


dan apabila bulan telah hilang cahayanya. (Al-Qiyamah: 8) Maksudnya, sinarnya lenyap.


{وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ}


dan matahari dan bulan dikumpulkan. (Al-Qiyamah: 9) Mujahid mengatakan bahwa matahari dan bulan digulung. Dan Ibnu Zaid sehubungan dengan tafsir ayat ini membaca firman Allah Swt.: Apabila matahari digulung dan apabila

bintang-bintang berjatuhan. (At-Takwir: 1-2) Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Mas'ud, bahwa dia membacanya dengan bacaan berikut, "Dan dihimpunkan antara matahari dan bulan." Firman Allah Swt.:


{يَقُولُ الإنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ}


pada hari itu manusia berkata, "Ke mana tempat lari?” (Al-Qiyamalv. 10) Apabila manusia melihat huru-hara yang amat dahsyat di hari kiamat terjadi, maka setiap orang menginginkan lari menyelamatkan diri

seraya mengatakan, "Adakah tempat untuk melarikan diri?" Yakni tempat untuk berlindung dari huru-hara itu. Maka dijawab oleh firman selanjutnya:


{كَلا لَا وَزَرَ إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ}


Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung! Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. (Al-Qiyamah: 11-12) Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, dan Sa'id ibnu Jubair serta selain mereka

yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah tiada jalan selamat. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


مَا لَكُمْ مِنْ مَلْجَإٍ يَوْمَئِذٍ وَما لَكُمْ مِنْ نَكِيرٍ


Kamu tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak (pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu). (Asy-Syura: 47) Yakni tiada suatu tempat pun bagimu untuk bersembunyi. Hal yang sama disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:


{لَا وَزَرَ}


Tidak ada tempat berlindung. (Al-Qiyamah: 11) Artinya, tiada tempat untuk bersembunyi bagimu. Karena itu, disebutkan dalam firman berikutnya:


{إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ}


Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. (Al-Qiyamah; 12)Yaitu kamu dikembalikan hanya kepada-Nya. Dalam firman berikutnya disebutkan:


{يُنَبَّأُ الإنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ}


Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. (Al-Qiyamah: 13) Yakni diberitahukan kepadanya semua amal perbuatan yang telah dikerjakannya, baik yang di masa lalu

maupun di masa yang baru, dan baik yang pertama maupun yang terakhir; semuanya tidak ada yang ketinggalan, yang besarnya dan juga yang kecilnya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حاضِراً وَلا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَداً


dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun. (Al-Kahfi: 49) Hal yang sama disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:


{بَلِ الإنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ}


Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 14-15) Yaitu dia menyaksikan sendiri perbuatan dirinya

dan mengetahui apa yang telah dikerjakannya, sekalipun dia beralasan dan mengingkarinya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


اقْرَأْ كِتابَكَ كَفى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيباً


Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu. (Al-Isra: 14) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bahkan manusia itu

menjadi saksi atas dirinya sendiri. (Al-Qiyamah: 14) Pendengarannya, penglihatannya, kedua tangannya, dan kedua kakinya semuanya berbicara, begitu pula anggota tubuh yang lainnya menurut Qatadah

menjadi saksi terhadap dirinya sendiri. Menurut riwayat yang lain, Qatadah mengatakan bahwa apabila engkau berkeinginan, demi Allah, engkau akan melihatnya dalam keadaan melihat semua aib orang lain dari dosa-dosa mereka,

sedangkan dia melupakan dosa-dosanya sendiri. Dikatakan pula bahwa di dalam kitab Injil disebutkan, "Hai anak Adam, engkau melihat tahi mata yang ada di mata saudaramu, sedangkan engkau tidak melihat yang lebih

parah daripada itu di matamu!"Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Yakni sekalipun dia mendebat dalam rangka membela dirinya,

tetapi dia melihat semua kesalahan dan dosa-dosanya itu.Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15)

Yakni betapapun alasan yang dikemukakannya di hari itu. tidak akan diterima darinya. As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Maksudnya,

alasan pembelaan dirinya. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Zaid dan Al-Hasan Al-Basri serta lain-lainnya, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir. Qatadah telah meriwayatkan dari Zurarah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan

makna firman-Nya: meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Bahwa meskipun dia menanggalkan pakaian-pakaiannya. Ad-Dahhak mengatakan bahwa sekalipun dia menanggalkan kain penutupnya;

penduduk Yaman menyebut tirai atau kain penutup dengan sebutan al-mi'zar yang bentuk jamaknya ma'azir. tetapi pendapat yang sahih adalah yang dikatakan oleh Mujahid dan murid-muridnya, semakna dengan firman-Nya:


ثُمَّ لَمْ تَكُنْ فِتْنَتُهُمْ إِلَّا أَنْ قالُوا وَاللَّهِ رَبِّنا مَا كُنَّا مُشْرِكِينَ


Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan.”Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.” (Al-An'am: 23) Dan firman Allah Swt.:


يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعاً فَيَحْلِفُونَ لَهُ كَما يَحْلِفُونَ لَكُمْ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ عَلى شَيْءٍ أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْكاذِبُونَ


(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu; dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya

mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta. (Al-Mujadilah: 18) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Yaitu permintaan maaf. Tidakkah engkau mendengar Allah Swt. telah berfirman: (yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya. (Al-Mu’min: 52);

Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada hari itu. (An-Nahl: 87) Dan firman Allah Swt.: lalu mereka menyerah diri (sambil berkata), "Kami sekali-kali tidak ada mengerjakan sesuatu kejahatan pun.” (An-Nahl: 28)

Juga ucapan mereka yang diceritakan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah. (Al-An'am: 23)

Surat Al-Qiyamah |75:2|

وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

wa laaa uqsimu bin-nafsil-lawwaamah

dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri).

And I swear by the reproaching soul [to the certainty of resurrection].

Tafsir
Jalalain

(Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali) dirinya sendiri sekalipun ia berupaya sekuat tenaga di dalam kebaikan. Jawab Qasam tidak disebutkan; lengkapnya,

Aku bersumpah dengan nama hari kiamat dan dengan nama jiwa yang banyak mencela, bahwa niscaya jiwa itu pasti akan dibangkitkan. Pengertian Jawab ini ditunjukkan oleh firman selanjutnya, yaitu:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:3|

أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ

a yaḥsabul-insaanu allan najma'a 'izhoomah

Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya?

Does man think that We will not assemble his bones?

Tafsir
Jalalain

(Apakah manusia mengira) yakni, orang kafir (bahwa Kami tidak akan mengumpulkan kembali tulang belulangnya) untuk dibangkitkan menjadi hidup kembali.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:4|

بَلَىٰ قَادِرِينَ عَلَىٰ أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ

balaa qoodiriina 'alaaa an nusawwiya banaanah

(Bahkan) Kami mampu menyusun (kembali) jari-jemarinya dengan sempurna.

Yes. [We are] Able [even] to proportion his fingertips.

Tafsir
Jalalain

(Bukan demikian) Kami akan mengumpulkannya kembali (Kami kuasa) di samping mengumpulkan kembali tulang-tulangnya itu (menyusun kembali jari-jemarinya dengan sempurna)

artinya, Kami dapat mengembalikan tulang jari-jemari itu sekalipun bentuknya kecil, maka terlebih lagi tulang-tulang lainnya yang lebih besar daripadanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:5|

بَلْ يُرِيدُ الْإِنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ

bal yuriidul-insaanu liyafjuro amaamah

Tetapi manusia hendak membuat maksiat terus-menerus.

But man desires to continue in sin.

Tafsir
Jalalain

(Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus-menerus) huruf Lam yang ada pada lafal Liyafjura adalah Zaidah, sedangkan lafal Yafjuru dinashabkan oleh An yang diperkirakan keberadaannya.

Yakni dia selalu berbuat dusta (di dalam menghadapinya) di dalam menghadapi hari kiamat. Pengertian ini ditunjukkan oleh firman selanjutnya, yaitu:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:6|

يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ

yas`alu ayyaana yaumul-qiyaamah

Dia bertanya, "Kapankah hari Kiamat itu?"

He asks, "When is the Day of Resurrection?"

Tafsir
Jalalain

(Ia bertanya, "Bilakah) Kapan (hari kiamat itu") pertanyaannya itu mengandung nada mengejek dan mendustakannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:7|

فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ

fa iżaa bariqol-bashor

Maka apabila mata terbelalak (ketakutan),

So when vision is dazzled

Tafsir
Jalalain

(Maka apabila mata terbelalak) dapat dibaca Bariqa dan Baraqa, artinya kaget dan bimbang setelah ia melihat apa yang dahulu selalu ia dustakan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:8|

وَخَسَفَ الْقَمَرُ

wa khosafal-qomar

dan bulan pun telah hilang cahayanya,

And the moon darkens

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila bulan telah hilang cahayanya) yakni menjadi gelap dan lenyap sinarnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 8 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:9|

وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ

wa jumi'asy-syamsu wal-qomar

lalu matahari dan bulan dikumpulkan,

And the sun and the moon are joined,

Tafsir
Jalalain

(Dan matahari dan bulan dikumpulkan) maka kedua-duanya terbit dari arah barat; atau kedua-duanya telah hilang sinarnya, yang demikian itu terjadi pada hari kiamat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 9 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:10|

يَقُولُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ

yaquulul-insaanu yauma`iżin ainal-mafarr

pada hari itu manusia berkata, "Ke mana tempat lari?"

Man will say on that Day, "Where is the [place of] escape?"

Tafsir
Jalalain

(Pada hari itu manusia berkata, "Ke mana tempat lari")

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 10 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:11|

كَلَّا لَا وَزَرَ

kallaa laa wazar

Tidak! Tidak ada tempat berlindung!

No! There is no refuge.

Tafsir
Jalalain

(Sekali-kali tidak) lafal ini menunjukkan kata tolakan terhadap pencarian jalan lari. (Tidak ada tempat berlindung) tidak ada tempat mengungsi yang dapat dijadikan perlindungan baginya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 11 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:12|

إِلَىٰ رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ

ilaa robbika yauma`iżinil-mustaqorr

Hanya kepada Tuhanmu tempat kembali pada hari itu.

To your Lord, that Day, is the [place of] permanence.

Tafsir
Jalalain

(Hanya kepada Rabbmu sajalah pada hari itu tempat kembali) bagi semua makhluk, lalu mereka dihisab dan menerima pembalasan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 12 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:13|

يُنَبَّأُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ

yunabba`ul-insaanu yauma`iżim bimaa qoddama wa akhkhor

Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya.

Man will be informed that Day of what he sent ahead and kept back.

Tafsir
Jalalain

(Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya) yaitu semua amal perbuatannya dari mulai awal hingga akhir, diberitakan kepadanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 13 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:14|

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ

balil-insaanu 'alaa nafsihii bashiiroh

Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri,

Rather, man, against himself, will be a witness,

Tafsir
Jalalain

(Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri) yakni semua anggota tubuhnya memberikan kesaksian terhadap semua amal perbuatannya,

sehingga ia tidak dapat mengingkarinya lagi. Huruf Ha yang ada pada lafal Bashiirah menunjukkan makna Mubalaghah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 14 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:15|

وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُ

walau alqoo ma'aażiiroh

dan meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.

Even if he presents his excuses.

Tafsir
Jalalain

(Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya) lafal Ma'aadziir bentuk jamak dari lafal Ma'dzirah, akan tetapi tidak menurut cara yang beraturan. Makna ayat,

seandainya dia mengemukakan semua alasannya, niscaya alasan-alasannya itu tidak akan diterima. Allah berfirman kepada Nabi-Nya:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 15 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Qiyamah |75:16|

لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ

laa tuḥarrik bihii lisaanaka lita'jala bih

Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca Al-Qur´an) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.

Move not your tongue with it, [O Muhammad], to hasten with recitation of the Qur'an.

Tafsir
Jalalain

(Janganlah kamu gerakkan untuk membacanya) membaca Alquran, sebelum malaikat Jibril selesai daripadanya (lisanmu karena hendak cepat-cepat menguasainya) karena kamu merasa khawatir bacaannya tidak dapat kamu kuasai.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 16 |

Tafsir ayat 16-25

Ini merupakan pengajaran dari Allah Swt. kepada Rasul-Nya tentang bagaimana dia harus menerima wahyu dari malaikat yang ditugaskan-Nya. Karena sesungguhnya beliau selalu tergesa-gesa menerimanya dan

mendahului malaikat dalam membacanya. Maka Allah Swt. memerintahkan kepadanya bahwa apabila malaikat datang membawa wahyu kepadanya, hendaklah ia mendengarkannya terlebih dahulu sampai malaikat itu

menyelesaikan penyampaiannya, dan Allah-lah yang akan menjaminnya untuk dapat menghimpunkannya di dalam dadanya dan memudahkan baginya dalam menyampaikannya sesuai dengan apa yang ia terima dari malaikat.

Dan hendaknyalah ia biarkan malaikat menerangkan, menafsirkan, dan menjelaskannya terlebih dahulu. Maka keadaan pertama ialah menghimpunkan wahyu di dalam dada beliau,

keadaan kedua cara membacanya, dan keadaan ketiga mengenai tafsir dan penjelasannya. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:


{لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ}


Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah: 16) Makna yang dimaksud ialah menguasai wahyu Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَلا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْماً


dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah, "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”(Thaha: 114) Kemudian Allah Swt. berfirman:


{إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ}


Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya. (Al-Qiyamah: 17) Yakni menghimpunkannya di dalam dadamu.


{وَقُرْآنَهُ}


dan membacanya. (Al-Qiyamah: 17) Maksudnya, membuatmu pandai membacanya.


{فَإِذَا قَرَأْنَاهُ}


Apabila Kami telah selesai membacakannya. (Al-Qiyamah: 18) Yaitu apabila malaikat telah membacakannya kepadamu dari Allah Swt.


{فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ}


maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah: 18) Yakni dengarkanlah terlebih dahulu, kemudian bacalah ia sebagaimana yang telah diajarkannya kepadamu.


{ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ}


Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19)Yaitu sesudah engkau hafal dan engkau baca, maka Kami akan menjelaskan dan menerangkannya kepadamu serta memberimu ilham mengenai

maknanya sesuai dengan apa yang Kami kehendaki dan Kami tentukan. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Abu Uwwanah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu Jubair,

dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pada asal mulanya merasa berat bila sedang menerima wahyu, dan beliau menggerakkan kedua bibirnya (mengikuti bacaan malaikat). Sa'id ibnu Jubair melanjutkan kisahnya,

bahwa lalu Ibnu Abbas berkata kepadanya, "Dan aku menggerakkan pula kedua bibirku sebagaimana Rasulullah Saw. menggerakkan kedua bibirnya." Musa ibnu Abu Aisyah mengatakan bahwa Sa'id berkata kepadanya,

"Aku menggerakkan kedua bibirku sebagaimana Ibnu Abbas menggerakkan kedua bibirnya." Setelah itu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak

cepat-cepat (menguasai)nya Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (Al-Qiyamah: 16-17) Yakni menghimpunkannya di dalam dadamu,

kemudian kamu dapat membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah: 18) Maksudnya, dengarkanlah terlebih dahulu dengan penuh perhatian dan diamlah.

Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19) Sesudah itu apabila Jibril berangkat, maka Nabi Saw. membacanya seperti apa yang dibacakan oleh Jibril kepadanya.

Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan hal ini melalui berbagai jalur dari Musa ibnu Abu Aisyah dengan sanad yang sama. Menurut lafaz Imam Bukhari, disebutkan bahwa apabila Jibril datang,

beliau menundukkan kepalanya; dan apabila Jibril telah pergi, maka beliau membacanya seperti apa yang telah dijanjikan oleh Allah Swt. kepadanya.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,

telah menceritakan kepada kami Abu Yahya At-Taimi, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

apabila wahyu diturunkan kepadanya, maka beliau mengalami keadaan yang berat karenanya. Dan apabila wahyu sedang diturunkan kepadanya, hal itu dapat diketahui melalui gerakan kedua bibirnya.

Kedua bibir beliau kelihatan bergerak sejak awal penurunan wahyu karena khawatir bagian permulaan wahyunya terlupakan sebelum bagian yang terakhirnya selesai. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

Janganlah kamu gerakkan lidahmu unluk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah: 16) Hal yang sama telah dikatakan oleh Asy-Sya'bi, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, Mujahid,

dan Ad-Dahhak serta selain merekayang bukan hanya seorang, bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan hal tersebut. Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas

sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah; 16)

Bahwa beliau tidak pernah berhenti dari membaca Al-Qur'an karena takut dijadikan melupakannya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur'an karena hendak

cepat-cepat (menguasai)nya Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya. (Al-Qiyamah: 16-17) Yakni Kamilah yang akan menghimpunkannya untukmu. dan membacanya. (Al-Qiyamah: 17)

Yaitu Kamilah yang akan menjadikan kamu dapat membacanya hingga kamu tidak akan melupakannya. Ibnu Abbas dan Atiyyah Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19)Yakni menjelaskan apa-apa yang dihalalkannya dan apa-apa yang diharamkannya. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah.Firman Allah Swt.:


{كَلا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَتَذَرُونَ الآخِرَةَ}


Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan (kehidupan) akhirat. (Al-Qiyamah: 20-21) Sesungguhnya yang mendorong mereka mendustakan hari kiamat,

menentang wahyu kebenaran dan Al-Qur'an yang mulia yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya tiada lain karena tujuan mereka hanyalah kehidupan dunia yang segera dan mereka sama sekali melupakan kehidupan akhirat. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ}


Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. (Al-Qiyamah: 22) Berakar dari kata an-nadarah artinya cerah, berseri, dan riang gembira.


{إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}


Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23) Yakni melihat Tuhannya dengan terang-terangan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab sahihnya:


«إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ عَيَانًا»


Sesungguhnya kamu kelak akan melihat Tuhanmu dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya mengenai masalah melihatnya kaum mukmin kepada Allah Swt. di negeri akhirat (di surga) telah dikuatkan oleh adanya hadis-hadis sahih

yang diriwayatkan melalui berbagai jalur yang mutawatir, yang telah dinukil oleh para imam ahli hadis, sehingga tidak mungkin ditolak atau dicegah lagi kebenarannya.Hadis yang bersumber dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah yang

keduanya ada di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa sejumlah orang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita dapat melihat Tuhan kita di hari kiamat nanti?" Rasulullah Saw. balik bertanya:


«هَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ لَيْسَ دُونَهُمَا سَحَابٌ؟» قَالُوا: لَا، قَالَ: «فَإِنَّكُمْ تَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَذَلِكَ»


"Apakah kamu berdesak-desakan saat melihat matahari dan bulan di hari yang tak berawan?” Mereka menjawab, "Tidak.” Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian seperti itu."

Di dalam kitab Sahihain dari Jarir, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. memandang rembulan di malam purnama, lalu bersabda:


«إِنَّكُمْ تَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هذا القمر! فإن استطعتم أن لا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَلَا قَبْلَ غُرُوبِهَا فَافْعَلُوا»


Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu sebagaimana kamu melihat rembulan ini; jika kamu mampu untuk meluangkan waktumu guna mengerjakan salat sebelum matahari terbit dan sebelum tenggelamnya,

maka lakukanlah.Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Musa yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


«جَنَّتَانِ مِنْ ذَهَبٍ آنِيَتُهُمَا وَمَا فِيهِمَا، وَجَنَّتَانِ مِنْ فِضَّةٍ آنِيَتُهُمَا وَمَا فِيهِمَا، وَمَا بَيْنَ الْقَوْمِ وَبَيْنَ أَنْ يَنْظُرُوا إِلَى الله عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا رِدَاءُ الْكِبْرِيَاءِ عَلَى وَجْهِهِ فِي جَنَّةِ عَدْنٍ»


Ada dua surga yang semua wadahnya dan segala isinya dari emas, dan ada pula dua surga yang semua wadahnya dan segala isinya dari perak. sedangkan tiada penghalang antara kaum (penghuni surga) dan kesempatan mereka untuk

melihat Allah Swt, melainkan hanya selendang Keagungan-(Nya) yang menghijab Zat-Nya di dalam surga Adn.Di dalam hadis ifrad Imam Muslim disebutkan melalui Suhaib, dari Nabi Saw. Yang telah bersabda:


«إذا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ- قَالَ- يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا! أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنْجِنَا مِنَ النَّارِ! قَالَ: فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ، فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ وَهِيَ الزِّيَادَةُ»


Apabila ahli surga telah masuk surga—Nabi saw. melanjutkan—Allah Swt. berfirman, "Apakah kamu menginginkan sesuatu tambahan yang Aku akan berikan kepadamu?” Mereka menjawab, "Bukankah Engkau telah menjadikan

wajah kami putih (bercahaya), dan bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?”Nabi Saw, melanjutkan, bahwa lalu Allah membuka tirai hijab-(Nya),

maka tiada sesuatu nikmat pun yang diberikan kepada mereka lebih disukai oleh mereka selain memandang kepada Zat Tuhan mereka; inilah yang dimaksud dengan tambahan.Kemudian Nabi Saw. membaca firman-Nya:


لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنى وَزِيادَةٌ


Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. (Yunus: 26) Di dalam hadis ifrad Imam Muslim disebutkan sebuah hadis dari Jabir yang menyebutkan bahwa Allah Swt.

menampakkan diri-Nya dengan penampilan yang penuh dengan keridaan kepada orang-orang mukmin. Semua hadis di atas menunjukkan bahwa orang-orang mukmin dapat melihat Tuhan mereka

di tempat pemberhentian hari kiamat dan juga di taman-taman surga. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami

Abdul Malik ibnu Abjar, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Fakhitah, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


«إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً لَيَنْظُرُ فِي مُلْكِهِ أَلْفَيْ سَنَةٍ يَرَى أَقْصَاهُ كَمَا يَرَى أَدْنَاهُ، يَنْظُرُ إِلَى أَزْوَاجِهِ وَخَدَمِهِ، وإن أفضلهم منزلة لينظر في وَجْهِ اللَّهِ كُلَّ يَوْمٍ مَرَّتَيْنِ»


Sesungguhnya ahli surga yang paling rendah kedudukannya benar-benar perlu waktu dua ribu tahun untuk melihat semua kerajaannya; bagian yang terjauhnya dapat ia lihat sebagaimana ia melihat bagian yang terdekatnya

ia melihat semua istri dan pelayannya. Dan sesungguhnya ahli surga yang paling utama kedudukannya benar-benar dapat melihat Zat Allah setiap harinya sebanyak dua kali. Imam Turmuzi meriwayatkannyadari

Abdu ibnu Humaid, dari Syababah, dari Israil, dari Nuwayyir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar r.a., lalu disebutkan hal yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa Abdul Malik ibnu Abjar telah meriwayatkan

hadis ini dari Mujahid, dari Ibnu Umar. Demikian pula As-Sauri, dia meriwayatkannya dari Nuwayyir, dari Mujahid, dari Ibnu Umar, tetapi tidak marfu'.Seandainya tidak khawatir akan menjadikan pembahasan bertele-tele,

tentulah kami akan mengemukakan hadis-hadis mengenai hal ini berikut semua jalur periwayatan dan lafaz-lafaznya, baik dari kitab Sahih, kitab Hisan, kitab Masanid, maupun kitab Sunan.

Dan kami hanya dapat mengetengahkannya secara terpisah-pisah di berbagai tempat dalam tafsir ini, dan hanya kepada Allah-lah kita memohon taufik. Masalah ini Alhamdulillah telah menjadi kesepakatan di antara

para sahabat dan para tabi'in serta kaum Salaf dari umat ini (yakni orang-orang mukmin dapat melihat Zat Tuhannya di hari kemudian). Sebagaimana hal ini telah disepakati pula di kalangan para imam Islam dan para ulama

pemberi petunjuk manusia. Mengenai pendapat orang yang menakwilkan lafaz ila dalam ayat ini sebagai bentuk tunggal dari ala yang artinya nikmat-nikmat, seperti yang dikatakan oleh As-Sauri, dari Mansur,

dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23) Bahwa makna yang dimaksud menjadi seperti berikut,

"Orang-orang mukmin di hari itu menunggu pahala dari Tuhan mereka." Ibnu Jarir telah meriwayatkan pendapat ini melalui berbagai jalur dari Mujahid. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abu Saleh.

Maka sesungguhnya pendapat ini jauh panggang dari api. Lalu bagaimanakah jawaban orang yang berpendapat demikian dengan adanya firman Allah Swt. yang mengatakan:


كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ


Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin: 15) Imam Syafii mengatakan bahwa tidaklah orang-orang durhaka dihalangi dari melihat Tuhan mereka,

melainkan karena telah diketahui bahwa orang-orang yang bertakwa dapat melihat Tuhan mereka. Telah banyak pula hadis-hadis dari Rasulullah Saw. secara mutawatir menunjukkan pengertian yang sama dengan

konteks ayat yang mulia, yaitu firman-Nya: Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23) Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Bukhari,

telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Al-Mubarak, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. (Al-Qiyamah: 22)

Yakni tampak indah berseri-seri dan ceria.Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23) Bahwa mereka memandang kepada Khaliq, dan sudah sepantasnya bagi mereka berseri-seri karena melihat kepada Zat Khaliqnya.Firman Allah Swt.:


{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ}


Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram, mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat. (Al-Qiyamah: 24-25) Begitulah penampilan wajah orang-orang durhaka kelak di hari kiamat, bermuram durja.

Qatadah mengatakan tampak kelabu. As-Saddi mengatakan, warna wajah mereka berubah. Ibnu Zaid mengatakan bahwa basirah artinya muram.


{تَظُنُّ أَنْ يُفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ}


mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat. (Al-Qiyamah: 25) Tazunnu di sini bermakna yakin, bukan mengira. Mujahid mengatakan bahwa faqirah artinya kebinasaan.

Qatadah mengatakan keburukan. As-Saddi mengatakan bahwa mereka merasa yakin pasti binasa. Ibnu Zaid mengatakan mereka merasa pasti bahwa dirinya masuk neraka. Hal ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:


يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ


pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. (Ali Imran: 106)


وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُسْفِرَةٌ ضاحِكَةٌ مُسْتَبْشِرَةٌ وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْها غَبَرَةٌ تَرْهَقُها قَتَرَةٌ أُولئِكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ


Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria, dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka. ('Abasa: 38-42) Dan firman Allah Swt.:


وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خاشِعَةٌ عامِلَةٌ ناصِبَةٌ تَصْلى نَارًا حامِيَةً


Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka). (Al-Ghasyiyah: 2-4) sampai dengan firman-Nya:


وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ ناعِمَةٌ لِسَعْيِها راضِيَةٌ فِي جَنَّةٍ عالِيَةٍ


Banyak muka pada hari itu berseri-seri, merasa senang karena usahanya, dalam surga yang tinggi. (Al-Ghasyiyah: 8-10) Dan masih banyak ayat lainnya yang berkonteks sama.

Surat Al-Qiyamah |75:17|

إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ

inna 'alainaa jam'ahuu wa qur`aanah

Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya.

Indeed, upon Us is its collection [in your heart] and [to make possible] its recitation.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya) di dadamu, maksudnya membuat kamu dapat menghafalnya (dan bacaannya) yakni membuatmu pandai membacanya; atau membuat mudah dibaca olehmu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 17 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Qiyamah |75:18|

فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ

fa iżaa qoro`naahu fattabi' qur`aanah

Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.

So when We have recited it [through Gabriel], then follow its recitation.

Tafsir
Jalalain

(Apabila Kami telah selesai membacakannya) kepada kamu melalui bacaan malaikat Jibril (maka ikutilah bacaannya itu) artinya, dengarlah dengan seksama bacaan Jibril kepadamu

terlebih dahulu. Sesungguhnya Nabi saw. setelah itu mendengarkannya terlebih dahulu dengan seksama, kemudian membacanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 18 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Qiyamah |75:19|

ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ

ṡumma inna 'alainaa bayaanah

Kemudian sesungguhnya Kami yang akan menjelaskannya.

Then upon Us is its clarification [to you].

Tafsir
Jalalain

(Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya) dengan memberikan pemahaman mengenainya kepadamu.

Kaitan atau hubungan korelasi antara ayat ini dengan ayat-ayat sebelumnya ialah bahwasanya ayat-ayat sebelumnya itu mengandung makna berpaling dari ayat-ayat Allah.

Sedangkan pada ayat ini terkandung pengertian bersegera menguasai ayat-ayat Allah dengan cara menghafalnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 19 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Qiyamah |75:20|

كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ

kallaa bal tuḥibbuunal-'aajilah

Tidak! Bahkan kamu mencintai kehidupan dunia,

No! But you love the immediate

Tafsir
Jalalain

(Sekali-kali jangan) lafal Kallaa menunjukkan makna Istiftah, yakni ingatlah (sebenarnya kalian mencintai kehidupan dunia) dapat dibaca Tuhibbuuna dan Yuhibbuuna, kalau dibaca Yuhibbuuna artinya, mereka mencintai kehidupan dunia.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 20 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Qiyamah |75:21|

وَتَذَرُونَ الْآخِرَةَ

wa tażaruunal-aakhiroh

dan mengabaikan (kehidupan) akhirat.

And leave the Hereafter.

Tafsir
Jalalain

(Dan meninggalkan kehidupan akhirat) karena itu mereka tidak beramal untuk menyambut hari akhirat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 21 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Qiyamah |75:22|

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ

wujuuhuy yauma`iżin naadhiroh

Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.

[Some] faces, that Day, will be radiant,

Tafsir
Jalalain

(Wajah-wajah pada hari itu) pada hari kiamat (ada yang berseri-seri) tampak cerah dan bercahaya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 22 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Qiyamah |75:23|

إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

ilaa robbihaa naazhiroh

Memandang Tuhannya.

Looking at their Lord.

Tafsir
Jalalain

(Kepada Rabbnyalah mereka melihat) mereka akan melihat Allah swt. di akhirat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 23 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Qiyamah |75:24|

وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ

wa wujuuhuy yauma`iżim baasiroh

Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram,

And [some] faces, that Day, will be contorted,

Tafsir
Jalalain

(Dan wajah-wajah pada hari itu ada yang muram) tampak gelap dan sangat muram.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 24 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Qiyamah |75:25|

تَظُنُّ أَنْ يُفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ

tazhunnu ay yuf'ala bihaa faaqiroh

mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang sangat dahsyat.

Expecting that there will be done to them [something] backbreaking.

Tafsir
Jalalain

(Mereka yakin) merasa yakin (bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat) bencana yang sangat besar, yang dapat meremukkan tulang-tulang punggung.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 25 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Qiyamah |75:26|

كَلَّا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ

kallaaa iżaa balaghotit-tarooqii

Tidak! Apabila (nyawa) telah sampai ke kerongkongan,

No! When the soul has reached the collar bones

Tafsir
Jalalain

(Sekali-kali jangan) bermakna Alaa, yakni ingatlah. (Apabila telah sampai) napas (pada tenggorokan) atau kerongkongan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 26 |

Tafsir ayat 26-40

Allah Swt. menceritakan keadaan saat meregang nyawa dan hal-hal mengerikan yang terjadi di dalamnya, semoga Allah meneguhkan kita dengan kalimah yangteguh. Untuk itu Allah Swt. Berfirman:


{كَلا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ}


Sekali-kali jangan. Apabila napas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan. (Al-Qiyamah: 26) Jika kita anggap kalla sebagai kata sanggahan, berarti makna ayat ini ialah 'tiadalah engkau,

hai anak Adam, di saat itu dapat mendustakan apa yang telah diberitakan kepadamu, bahkan hal itu dapat "engkau saksikan dengan terang-terangan olehmu sendiri'. Dan jika kita menganggapnya sebagai

suatu pernyataan kebenaran, maka sudah jelas, yakni benar apabila roh telah sampai di kerongkongan, yakni rohmu dicabutdari jasadmu dan sampai di kerongkongan.

Taraqi adalah bentuk jamak dari tarquwah, artinya tulang rawan yang ada antara pangkal sampai ujung leher. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:


فَلَوْلا إِذا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلكِنْ لَا تُبْصِرُونَ فَلَوْلا إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ تَرْجِعُونَها إِنْ كُنْتُمْ صادِقِينَ


Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kami ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)?

Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar? (Al-Waqi'ah: 83-87) Hal yang sama disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:


{كَلا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ}


Sekali-kali jangan Apabila napas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan. (Al-Qiyamah: 26) Hadis yang berkaitan dengan makna ini telah disebutkan di dalam tafsir surat Yasin,

diriwayatkan melalui Bisyr ibnu Hajjaj. At-taraqi adalah bentuk jamak dari tarquwah, artinya sama dengan tenggorokan.


{وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ}


Dan dikatakan (kepadanya), "Siapakah yang dapat menyembuhkan?” (Al-Qiyamah: 27) Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah dukun manakah yang dapat menyembuhkanmu?

Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Qilabah sehubungan dengan makna firman-Nya: dan dikatakan (kepadanya), "Siapakah yang dapat menyembuhkan?” (Al-Qiyamah: 27) Maksudnya,

adakah tabib yang dapat menyembuhkanmu? Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid. ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami

Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnul Musayyab alias Abu Raja Al-Kalabi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Malik, dari Abul Jauza,

dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan dikatakan (kepadanya), "Siapakah yang dapat menyembuhkan?” (Al-Qiyamah: 27) Dikatakan bahwa siapakah yang akan membawa naik rohnya,

apakah malaikat rahmat ataukah malaikat azab? Dengan demikian, berarti ayat ini adalah menceritakan ucapan para malaikat.Disebutkan pula dengan sanad yang sama dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), (Al-Qiyamah: 29) Yakni bertautlah baginya dunia dan akhirat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas:

dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), (Al-Qiyamah: 29) Yaitu akhir hari dunianya bertemu dengan awal hari akhiratnya. sehingga bertemulah keadaan yang sangat berat dengan keadaan sangat berat lainnya terkecuali bagi orang

yang dirahmati oleh Allah Swt. (maka dia melewatinya dengan mudah dan tenang).Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), (Al-Qiyamah: 29)

Artinya, perkara yang besar dengan perkara yang besar lainnya bertemu. Mujahid mengatakan bahwa bencana bertemu dengan bencana lainnya.Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya

dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). (Al-Qiyamah: 29) Bahwa keduanya adalah betismu apabila ditautkan. Menurut riwayat lain yang bersumber darinya, kedua kakinya telah mati dan tidak lagi mampu menahan dirinya,

padahal sebelumnya dia banyak berjalan dengan keduanya.Hal yang sama dikatakan oleh As-Saddi dari Abu Malik. Dan menurut riwayat lainnya lagi yang bersumber dari Al-Hasan, apabila kedua betis itu ditautkan dan dibungkus dalam kain kafan.

Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). (Al-Qiyamah: 29) Terhimpunkan baginya dua perkara, manusia mempersiapkan jenazahnya, dan para malaikat mempersiapkan rohnya. Firman Allah Swt.:


{إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ}


kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau. (Al-Qiyamah: 30)Yakni dikembalikan dan dipulangkan. Demikian itu karena roh dibawa naik ke langit, lalu Allah Swt. berfirman, "Kembalikanlah jasad hamba-Ku ke tanah,

karena sesungguhnya Aku menciptakan mereka dari tanah dan kepadanyalah Aku kembalikan mereka, dan darinyalah Aku keluarkan mereka di waktu yang lain (hari berbangkit)."

Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis Al-Barra yang cukup panjang. Dan sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman:


وَهُوَ الْقاهِرُ فَوْقَ عِبادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّى إِذا جاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُونَ ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلاهُمُ الْحَقِّ أَلا لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحاسِبِينَ


Dan Dialah Yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu,

ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya, Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya.

Ketahuilah, bahwa segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat perhitungan yang paling cepat. (Al-An'am: 61-62) Adapun firman Allah Swt.:


{فَلا صَدَّقَ وَلا صَلَّى وَلَكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى}


Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan salat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran), (Al-Qiyamah: 31-32) Hal ini menceritakan tentang keadaan orang

kafir yang ketika di dunia mendustakan perkara yang hak dan berpaling dari mengamalkannya, maka tiada kebaikan dalam dirinya lahir dan batinnya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:


{فَلا صَدَّقَ وَلا صَلَّى وَلَكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى ثُمَّ ذَهَبَ إِلَى أَهْلِهِ يَتَمَطَّى}


Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan salat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran), kemudian ia pergi kepada ahlinya dengan berlagak (sombong). (Al-Qiyamah: 31-33)

Yaitu dengan langkah yang senang, angkuh, sombong, lagi malas, tiada keinginan dan tiada amal. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ


Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya. mereka kembali dengan gembira. (Al-Muthaffifin: 31) Dan firman Allah Swt.:


إِنَّهُ كانَ فِي أَهْلِهِ مَسْرُوراً إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَنْ يَحُورَ- أَيْ يَرْجِعَ -بَلى إِنَّ رَبَّهُ كانَ بِهِ بَصِيراً


Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). Sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya) (Al-Insyiqaq: 13-14) Yakni tidak akan

dikembalikan kepada Tuhannya.= (Bukan demikian), yang benar sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya. (Al-Insyiqaq: 15) Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas

sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian ia pergi kepada ahlinya dengan berlagak (sombong). (Al-Qiyamah: 33) Artinya, dengan langkah yang angkuh.

Qatadah dan Zaid ibnu Aslam mengatakan dengan langkah yang sombong. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:


{أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى ثُمَّ أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى}


Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu, kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu. (Al-Qiyamah: 34-35)

Ini merupakan ancaman yang keras dari Allah Swt., ditujukan kepada orang yang kafir kepada-Nya lagi angkuh dalam berjalan. Dengan kata lain, sudah sepantasnya kamu berjalan demikian,

karena kamu kafir kepada Tuhan yang telah menciptakanmu. Ungkapan seperti ini mengandung nada cemoohan dan ancaman, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ


Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia. (Ad-Dukhan: 49)


كُلُوا وَتَمَتَّعُوا قَلِيلًا إِنَّكُمْ مُجْرِمُونَ


(Dikatakan kepada orang-orang kafir), "Makanlah dan bersenang-senanglah kamu (di dunia dalam waktu) yang pendek: sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang berdosa.” (Al-Mursalat: 46)


فَاعْبُدُوا مَا شِئْتُمْ مِنْ دُونِهِ


Maka sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kamu kehendaki selain Dia. (Az-Zumar: 15) Dan firman-Nya yang lain:


اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ


Perbuatlah apa yang kamu kehendaki! (Fushshilat: 40) Masih banyak lagi ayat lainnya yang semakna. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti,

telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman (yakni Ibnu Mahdi), dari Israil, dari Musa ibnu Abu Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Sa'id ibnu Jubair tentang makna firman-Nya:

Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu, kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir), dan kecelakaanlah bagimu. (Al-Qiyamah: 34-35) Sa'id ibnu Jubair menjawab,

bahwa hai ini dikatakan oleh Nabi Saw. kepada Abu Jahal, kemudian turunlah ayat yang bersesuaian dengannya. Abu Abdur Rahman An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim,

telah menceritakan kepada kami Abun Nu'man, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dan telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sulaiman,

telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang firman-Nya: Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir)

dan kecelakaanlah bagimu, kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir), dan kecelakaanlah bagimu. (Al-Qiyamah: 34-35) Ibnu Abbas menjawab bahwa itu dikatakan oleh Rasulullah Saw. kepada Abu Jahal,

kemudian Allah Swt. menurunkan wahyu yang bersesuaian dengannya.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Khaiid,

telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Ishaq, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir)

dan kecelakaanlah bagimu, kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir), dan kecelakaanlah bagimu. (Al-Qiyamah: 34-35) Ini merupakan ancaman sesudah ancaman lainnya.

Menurut suatu riwayat, Nabi Saw. memegang kerah baju musuh Allah (yaitu Abu Jahal), kemudian berkata kepadanya:Kecelakaanlah bagimu dan kecelakaanlah bagimu,

kemudian kecelakaanlah bagimu dan kecelakaanlah bagimu. Maka musuh Allah alias Abu Jahal menjawab, "Apakah engkau mengancamku, hai Muhammad? Demi Tuhan, kamu tidak akan mampu dan begitu pula

Tuhanmu untuk berbuat sesuatu pun terhadap diriku, karena sesungguhnya aku benar-benar orang yang paling perkasa yang menghuni lembah di antara kedua bukit ini." Firman Allah Swt:


{أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى}


Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? (Al-Qiyamah: 36) As-Saddi mengatakan, makna yang dimaksud ialah apakah manusia mengira bahwa dirinya tidak

dibangkitkan hidup kembali? Menurut Mujahid, Imam Syafii, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, maknanya apakah manusia mengira bahwa dia tidak dikenakan perintah dan larangan?

Tetapi makna lahiriah ayat menunjukkan pengertian umum yang mencakup kedua keadaan tersebut. Dengan kata Lain, dapat disebutkan bahwa tidaklah ia dibiarkan begitu saja di dunia ini tanpa dikenakan perintah dan larangan

dan tidak dibiarkan pula di dalam kuburnya dengan sia-sia tanpa dibangkitkan kembali; bahkan dia dikenai perintah dan larangan di dunia ini, lalu digiring kembali kepada Allah di hari kemudian setelah dibangkitkan.

Makna yang dimaksud ialah menguatkan adanya hari berbangkit dan sekaligus menyanggah pendapat orang yang mengingkarinya dari kalangan orang-orang yang sesat, bodoh, lagi pengingkar kebenaran.

Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan hal yang menunjukkan adanya hari berbangkit itu melalui penciptaan manusia dari permulaannya:


{أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى}


Bukankah dia dahulu setetes mani (nutfah) yang ditumpahkan (ke dalam rahim)? (Al-Qiyamah: 37) Artinya, tidakkah manusia ingat bahwa asal dirinya adalah nutfah yang lemah berupa air mani yang dipancarkan dari sulbi ke dalam rahim.


{ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى}


kemudian nutfah itu menjadi 'alaqah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya. (Al-Qiyamah: 38) Yakni lalu jadilah ia 'alaqah, kemudian diberi bentuk, lalu ditiupkan roh ke dalam tubuhnya sehingga jadilah ia

makhluk lain yang sempurna dan memiliki anggota tubuh yang lengkap, apakah dia laki-laki atau perempuan dengan seizin Allah dan takdirnya. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:


{فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأنْثَى}


lalu Allah menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. (Al-Qiyamah: 39) Lalu disebutkan pula dalam firman berikutnya:


{أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى}


Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40) Yaitu bukankah Tuhan yang menciptakan makhluk yang sempurna ini

dari nutfah yang lemah berkuasa pula untuk mengembalikannya hidup seperti semula ketika Dia menciptakannya? Kekuasaan mengembalikan hidup seperti semula ini adakalanya tersimpulkan

melalui analogi prima bila dikaitkan dengan permuiaan penciptaan, atau adakalanya melalui analogi sepadan. Ada dua pendapat mengenainya, yang tersimpulkan dari makna firman-Nya:


وَهُوَ الَّذِي يَبْدَؤُا الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ


Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikannya (menghidupkannya) kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27)

Tetapi pendapat pertamalah yang lebih terkenal, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam tafsir surat Ar-Rum keterangannya dengan lengkap; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Ibnu Abu Hatim mengatakan,

telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Syababah, dari Syu'bah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari seseorang, bahwa dia berada di atas puncak rumah

membaca Al-Qur'an dengan suara yang keras. Manakala bacaannya sampai pada firman Allah Swt.: Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40)

Maka ia mengucapkan, "Mahasuci Engkau, ya Allah, bukan demikian." Ketika ia ditanya mengenai hal itu, maka ia menjawab bahwa dirinya pernah mendengar Rasulullah Saw. mengucapkan demikian.

Abu Daud rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah,dari Musa ibnu Abu Aisyah

yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki salat di atas rumahnya, dan manakala ia membaca firman-Nya: Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40) Lalu ia berkata,

"Mahasuci Engkau, bukan demikian." Kemudian mereka bertanya kepadanya tentang hal tersebut. Ia menjawab, bahwa dirinya telah mendengar Rasulullah Saw. mengatakannya. Hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh

Imam Abu Daud, dan mengenai nama sahabat yang tidak disebutkan tidak menjadi masalah bagi hadis ini (sebab semua sahabat dinilai adil). Imam Abu Daud mengatakan pula:


حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الزُّهْرِيُّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ أُمَيَّةَ: سَمِعْتُ أَعْرَابِيًّا يَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيرة يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَرَأَ مِنْكُمْ بِالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ فَانْتَهَى إِلَى آخِرِهَا: {أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ} ؟ فَلْيَقُلْ: بَلَى، وَأَنَا عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدَيْنِ. وَمَنْ قَرَأَ: {لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ} فَانْتَهَى إِلَى: {أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى} ؟ فَلْيَقُلْ: بَلَى. وَمَنْ قَرَأَ: {وَالْمُرْسَلات} فَبَلَغَ {فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ} ؟ فَلْيَقُلْ: آمَنَّا بِاللَّهِ".


telah menceritakan kepada kami Abdullah Ibnu Muhammad Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Umayyah; bahwa ia mendengar seorang Badui mengatakan

bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Barang siapa dari kamu membaca surat At-Tin, lalu bacaannya sampai pada firman Allah Swt.: 'Bukankah Allah adalah Hakim

yang seadil-adilnya? ' (At-Tin: 8) Hendaklah ia menjawab: 'Bukan demikian yang sebenarnya, dan aku termasuk orang-orang yang menyaksikan hal tersebut.' Dan barang siapa yang membaca firman-Nya: '

Aku bersumpah dengan hari kiamat (Al-Qiyamah: 1). Lalu bacaannya sampai pada firman-Nya: 'Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?' (Al-Qiyamah: 40)Hendaklah ia mengucapkan,

'Bukan demikian sebenarnya.' Dan barang siapa yang membaca surat Al-Mursalat, lalu bacaannya sampai pada firman Allah Swt.: 'Maka kepada perkataan apakah selain Al-Qur’an ini mereka beriman?' (Al-Mursalat: 50)

Hendaklah iamengucapkan: 'Kami beriman kepada Allah'.”Imam Ahmad meriwayatkan ini dari Sufyan ibnu Uyaynah, dan Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ibnu Abu Umar ibnu Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.

Syu'bah telah meriwayatkannya dari Ismail ibnu Umayyah yang mengatakan bahwa aku bertanya kepada Ismail, "Siapakah yang menceritakan ini kepadamu?" Ia menjawab, "Seorang lelaki yang jujur, dari Abu Hurairah."


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا بِشْرٌ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، قَوْلُهُ: {أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى} ذُكِر لَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم كَانَ إِذَا قَرَأَهَا قَالَ: "سُبْحَانَكَ وَبَلَى"


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya:

Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40) Telah diceritakan kepada kami, bahwa Rasulullah Saw. apabila membaca ayat ini selalu mengucapkan: Bukan demikian sebenarnya,

Mahasuci Engkau.Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Sufyan,

dari Abu Ishaq, dari Muslim Al-Batin. dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa bacaannya pernah sampai pada firman-Nya: Bukankah (Allah yang berbuat) demikian

"berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40) Lalu Ibnu Abbas mengucapkan, "Mahasuci Engkau, hal yang sebenarnya bukan demikian."

Surat Al-Qiyamah |75:27|

وَقِيلَ مَنْ ۜ رَاقٍ

wa qiila man rooq

dan dikatakan (kepadanya), "Siapa yang dapat menyembuhkan?"

And it is said, "Who will cure [him]?"

Tafsir
Jalalain

(Dan dikatakan) kepadanya oleh yang ada di sekitarnya: ("Siapakah yang dapat mengobati") hingga sembuh.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 27 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Qiyamah |75:28|

وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ

wa zhonna annahul-firooq

Dan dia yakin bahwa itulah waktu perpisahan (dengan dunia),

And the dying one is certain that it is the [time of] separation

Tafsir
Jalalain

(Dan dia yakin) yakni orang yang napasnya telah sampai di tenggorokan itu merasa yakin akan hal tersebut (bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan) yaitu meninggalkan dunia.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 28 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Qiyamah |75:29|

وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ

waltaffatis-saaqu bis-saaq

dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan),

And the leg is wound about the leg,

Tafsir
Jalalain

(Dan bertaut betis dengan betis) betis kanan dan betis kirinya bertaut ketika ia mati. Atau makna yang dimaksud ialah saling bertaut antara sakit berpisah dengan dunia dan sakit menghadapi akhirat di dalam dirinya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 29 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Qiyamah |75:30|

إِلَىٰ رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ

ilaa robbika yauma`iżinil-masaaq

kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau.

To your Lord, that Day, will be the procession.

Tafsir
Jalalain

(Kepada Rabbmulah pada hari itu mereka dihalau) atau kepada-Nyalah mereka digiring; hal ini menunjukkan tentang adanya Amil dalam lafal Idzaa. Lengkapnya,

apabila nyawa telah sampai di tenggorokan, maka ia akan dihalau menuju kepada keputusan Rabbnya. [...]

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 30 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Qiyamah |75:31|

فَلَا صَدَّقَ وَلَا صَلَّىٰ

fa laa shoddaqo wa laa shollaa

Karena dia (dahulu) tidak mau membenarkan (Al-Qur´an dan Rasul) dan tidak mau melaksanakan sholat,

And the disbeliever had not believed, nor had he prayed.

Tafsir
Jalalain

(Dan ia tidak mau membenarkan) yaitu manusia (dan tidak mau mengerjakan sholat) ia tidak mau mempercayai rasul dan tidak pula mau mendirikan sholat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 31 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Qiyamah |75:32|

وَلَٰكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ

wa laaking każżaba wa tawallaa

tetapi justru dia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran),

But [instead], he denied and turned away.

Tafsir
Jalalain

(Tetapi ia mendustakan) Alquran (dan berpaling) dari iman.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 32 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Qiyamah |75:33|

ثُمَّ ذَهَبَ إِلَىٰ أَهْلِهِ يَتَمَطَّىٰ

ṡumma żahaba ilaaa ahlihii yatamaththoo

kemudian dia pergi kepada keluarganya, dengan sombong.

And then he went to his people, swaggering [in pride].

Tafsir
Jalalain

(Kemudian ia pergi kepada ahlinya dengan berlagak) dengan langkah-langkah yang sombong.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 33 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Qiyamah |75:34|

أَوْلَىٰ لَكَ فَأَوْلَىٰ

aulaa laka fa aulaa

Celakalah kamu! Maka celakalah!

Woe to you, and woe!

Tafsir
Jalalain

(Kecelakaanlah bagimu) di dalam ungkapan kalimat ini terkandung Iltifat dari Ghaibah, kalimat ini adalah Isim Fi'il, sedangkan huruf Lamnya menunjukkan makna Tabyin

, artinya: dia menyerahkan kepadamu apa-apa yang tidak kamu sukai (maka kecelakaanlah bagimu) yakni dia lebih utama untuk diprioritaskan olehmu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 34 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Qiyamah |75:35|

ثُمَّ أَوْلَىٰ لَكَ فَأَوْلَىٰ

ṡumma aulaa laka fa aulaa

Sekali lagi, celakalah kamu (manusia)! Maka celakalah!

Then woe to you, and woe!

Tafsir
Jalalain

(Kemudian kecelakaanlah bagimu dan kecelakaanlah bagimu) mengukuhkan makna ayat di atas.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 35 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Qiyamah |75:36|

أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى

a yaḥsabul-insaanu ay yutroka sudaa

Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?

Does man think that he will be left neglected?

Tafsir
Jalalain

(Apakah manusia mengira) menduga (bahwa ia akan dibiarkan begitu saja) tanpa dibebani dengan syariat-syariat; janganlah ia menduga seperti itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 36 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Qiyamah |75:37|

أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَىٰ

a lam yaku nuthfatam mim maniyyiy yumnaa

Bukankah dia mulanya hanya setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim).

Had he not been a sperm from semen emitted?

Tafsir
Jalalain

(Bukankah dia dahulu) sebelum itu (setetes mani yang ditumpahkan) ke dalam rahim; lafal Yumnaa dapat pula dibaca Tumnaa.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 37 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Qiyamah |75:38|

ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّىٰ

ṡumma kaana 'alaqotan fa kholaqo fa sawwaa

Kemudian (mani itu) menjadi sesuatu yang melekat, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya,

Then he was a clinging clot, and [Allah] created [his form] and proportioned [him]

Tafsir
Jalalain

(Kemudian adalah) mani itu (menjadi segumpal darah lalu Allah menciptakannya) dari air mani itu menjadi manusia (dan menyempurnakannya) melengkapinya dengan anggota-anggota tubuh yang diperlukannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 38 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Qiyamah |75:39|

فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَىٰ

fa ja'ala min-huz-zaujainiż-żakaro wal-unṡaa

lalu Dia menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan.

And made of him two mates, the male and the female.

Tafsir
Jalalain

(Lalu Allah menjadikan daripadanya) dari air mani yang telah menjadi segumpal darah, segumpal daging (sepasang) dua jenis (laki-laki dan perempuan) terkadang menjadi satu dan terkadang tersendiri.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 39 |

penjelasan ada di ayat 26

Surat Al-Qiyamah |75:40|

أَلَيْسَ ذَٰلِكَ بِقَادِرٍ عَلَىٰ أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَىٰ

a laisa żaalika biqoodirin 'alaaa ay yuḥyiyal-mautaa

Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?

Is not that [Creator] Able to give life to the dead?

Tafsir
Jalalain

(Bukankah yang berbuat demikian) yang mengerjakan kesemuanya itu (berkuasa pula menghidupkan orang mati) Nabi saw. menjawab, tentu saja dapat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Qiyamah | 75 : 40 |

penjelasan ada di ayat 26