Juz 30

Surat Al-Tatfif |83:25|

يُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍ

yusqouna mir roḥiiqim makhtuum

Mereka diberi minum dari khamar murni (tidak memabukkan) yang (tempatnya) masih dilak (disegel),

They will be given to drink [pure] wine [which was] sealed.

Tafsir
Jalalain

(Mereka diberi minum dari khamar murni) atau khamar yang bersih dari kotoran (yang dilak) tempat-tempatnya dan tidak pernah dibuka selain oleh mereka.

Alazhar

"Mereka diberi minum dengan minuman terpilih, lagi termaterai." (ayat 25). Minuman pilihan yang sumbat botolnya telah dimaterai lebih dahulu,

sebagai alamat bahwa dia belum pernah disentuh oleh tangan yang lain sebelumnya.

Materai ialah cap atau stempel. Dia adalah sebagai alamat daripada barang yang terjaga mutunya. Itulah minuman yang disediakan Allah buat penduduk surga.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Tatfif | 83 : 25 |

penjelasan ada di ayat 18

Surat Al-Tatfif |83:26|

خِتَامُهُ مِسْكٌ ۚ وَفِي ذَٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ

khitaamuhuu misk, wa fii żaalika falyatanaafasil-mutanaafisuun

laknya dari kasturi. Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.

The last of it is musk. So for this let the competitors compete.

Tafsir
Jalalain

(Laknya adalah kesturi) setelah diminum keluar daripadanya bau minyak kesturi (dan untuk meraih yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba) artinya

hendaklah mereka menginginkannya dengan cara bersegera taat kepada Allah swt.

Alazhar

"Materainya itu ialah kasturi."(pangkal ayat 26). Kasturi adalah lambang keharuman.

Kasturi tergantung pada pinggang kijang atau rusa di hutan. Pada musang terdapat juga jebat yang baunya pun harum.

Jebat dan kasturi dikenal harumnya dan sukar mendapatnya; inilah yang dilambangkan atas keharuman dan kewangian minuman syurga.

Sedang sumbat dan materai penyumbat botolnya lagi harum terdiri dari kasturi, betapa lagi isinya;

"Dan pada hal yang demikian itu biarlah berlomba orang-orang yang hendak berlomba."(ujung ayat 26).

Artinya, bahwasanya Allah menganjurkan berlombalah mengejar kedudukan yang muliat tiada taranya ini di akhirat;

mahligai yang tinggi, minuman tersendiri dengan materai kasturi, dan di hadapan mata terbentanglah alam Syurga yang penuh nikmat yang tiadakan putus.

Janganlah berlomba berebut pangkat dengan tindak-menindak, tanduk-menanduk,

tindih-menindih di dunia ini sehingga kadang-kadang untuk mencapai satu martabat, orang tidak keberatan mengurbankan saudaranya yang lain

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Tatfif | 83 : 26 |

penjelasan ada di ayat 18

Surat Al-Tatfif |83:27|

وَمِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيمٍ

wa mizaajuhuu min tasniim

Dan campurannya dari tasnim,

And its mixture is of Tasneem,

Tafsir
Jalalain

(Dan campuran khamar murni itu) yaitu barang yang dicampurkan ke dalamnya (adalah tasnim) makna tasnim ditafsirkan atau dijelaskan oleh firman berikutnya:

Alazhar

"Dan campurannya ialah air yang menurun." (ayat 27). Disebut tasnim, yaitu air yang menurun dari tebing yang tinggi,

laksana serasah atau air mancur yang amat indah, terjun ke bumi, dingin dan sejuk

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Tatfif | 83 : 27 |

penjelasan ada di ayat 18

Surat Al-Tatfif |83:28|

عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ

'ainay yasyrobu bihal-muqorrobuun

(yaitu) mata air yang diminum oleh mereka yang dekat (kepada Allah).

A spring from which those near [to Allah] drink.

Tafsir
Jalalain

(Yaitu mata air) dinashabkan oleh lafal Amdaha yang tidak disebutkan (yang minum daripadanya orang-orang yang didekatkan kepada Allah) atau makna lafal Yasyrabu ini mengandung pengertian Yaltadzdzu;

artinya yang minum dengan lezatnya adalah orang-orang yang didekatkan kepada Allah dari mata air itu.

Alazhar

"(Yaitu) mata-air yang minum daripadanya mereka yang dihampirkan." (ayat 28).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Tatfif | 83 : 28 |

penjelasan ada di ayat 18

Surat Al-Tatfif |83:29|

إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا يَضْحَكُونَ

innallażiina ajromuu kaanuu minallażiina aamanuu yadh-ḥakuun

Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulu menertawakan orang-orang yang beriman.

Indeed, those who committed crimes used to laugh at those who believed.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang berdosa) seperti Abu Jahal dan lain-lainnya (adalah mereka terhadap orang-orang yang beriman) seperti Ammar bin Yasir,

Bilal bin Rabbah dan lain-lainnya (mereka selalu menertawakannya) dan memperolok-olokkannya.

Alazhar

"Sesungguhnya orang-orang yang durhaka itu, adalah mereka menertawakan orang-orang yang beriman." (ayat 29).

Orang yang durhaka itu menertawakan orang-orang yang beriman, sebab si durhaka melihat orang yang beriman itu tidak lepas seleranya,

terkungkung nafsunya, tidak mau berbuat sekehendak hati dalam hidupnya, terlalu banyak yang terlarang

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Tatfif | 83 : 29 |

Tafsir ayat 29-36

Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang yang berdosa, bahwa mereka sewaktii di dunia menertawakan orang-orang mukmin, yakni mengejek dan menghina mereka.

Dan apabila mereka melewati orang-orang mukmin, maka mereka saling berkedip di antara sesamanya sebagai penghinaan dan merendahkan orang-orang mukmin.


{وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ}


Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. (Al-Muthaffifin: 31) Yakni bilamana orang-orang yang berdosa itu kembali ke tempat tinggal mereka, maka mereka kembali

kepada kehidupan yang gembira dan menyenangkan. Dengan kata lain, apa pun yang mereka inginkan, mereka dapat memperolehnya, yakni mereka hidup senang dan kaya. Tetapi sekalipun demikian keadaan mereka,

mereka tidak mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikaii kepada mereka, bahkan sebaliknya mereka sibuk dengan menghina dan mencemoohkan kaum mukmin serta dengki terhadapnya.


{وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلاءِ لَضَالُّون}


Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan, "sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat.” (Al-Muthaffifin:32) karena orang-orang mukmin tidak seagama dengan mereka. Maka Allah Swt. berfirman dalam ayat berikutnya:


{وَمَا أُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِين}


padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mukmin. (Al-Muthaffifin:33) Artinya, orang-orang yang berdosa itu bukanlah sebagai penjaga orang-orang mukmin untuk mengawasi

semua perbuatan dan ucapan mereka, dan mereka tidak pula ditugaskan untuk melakukan hal itu terhadap orang-orang mukmin. Lalu mengapa mereka menyibukkan dirinya dengan orang-orang mukmin dan menjadikan orang-orang mukmin

sebagai sasaran yang ada di hadapan mata mereka? Tungau di seberang jalan kelihatan, tetapi gajah di pelupuk mata tidak kelihatan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


قالَ اخْسَؤُا فِيها وَلا تُكَلِّمُونِ إِنَّهُ كانَ فَرِيقٌ مِنْ عِبادِي يَقُولُونَ رَبَّنا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنا وَارْحَمْنا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ فَاتَّخَذْتُمُوهُمْ سِخْرِيًّا حَتَّى أَنْسَوْكُمْ ذِكْرِي وَكُنْتُمْ مِنْهُمْ تَضْحَكُونَ إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِما صَبَرُوا أَنَّهُمْ هُمُ الْفائِزُونَ


Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kalian berbicara dengan-Ku. Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa (di dunia), "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan

berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang paling baik.” Lalu kalian menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kalian mengejek mereka, menjadikan kalian lupa mengingat Aku dan adalah kalian selalu menertawakan mereka.

Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang. (Al-Mu’minun: 108-111) Karena itulah maka dalam surat ini disebutkan:


{فَالْيَوْمَ}


Maka pada hari ini. (Al-Muthaffifin:34) Maksudnya, di hari kiamat.


{الَّذِينَ آمَنُوا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ}


Orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir. (Al-Muthaffifin:34) sebagai pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa karena mereka sewaktu di dunia menertawakannya.


{عَلَى الأرَائِكِ يَنْظُرُونَ}


mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. (Al-Muthaffifin:35) Yaitu memandang kepada Allah Swt. untuk menyanggah dugaan orang-orang berdosa yang menuduh mereka sebagai orang-orang yang sesat. Di hari itu terbukti

bahwa orang-orang mukmin yang mereka tertawakan tidak sesat, bahkan merekaadalah kekasih-kekasih Allah yangdidekatkan kepada-Nya, dan dapat melihat kepada Tuhan mereka di negeri kehormatan-Nya, yaitu surga. Firman Allah Swt:


{هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ}


Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (Al-Muthaffifin:36) Yakni apakah orang-orang kafir itu telah mendapat balasan dari apa yang pernah mereka lakukan terhadap orang-orang

mukmin sewaktu di dunia, yaitu penghinaan dan cemoohan, ataukah tidak? Sebagai jawabannya ialah mereka telah mendapat pembalasan dari amal perbuatan mereka dengan balasan yang lengkap, setimpal, lagi sempurna.

Surat Al-Tatfif |83:30|

وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ

wa iżaa marruu bihim yataghoomazuun

Dan apabila mereka (orang-orang yang beriman) melintas di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya,

And when they passed by them, they would exchange derisive glances.

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila mereka berlalu) yakni orang-orang yang beriman itu (di hadapan orang-orang yang berdosa, maka orang-orang yang berdosa itu saling mengedipkan matanya)

di antara sesama mereka mengisyaratkan dengan kedipan dan picingan alis mereka kepada orang-orang mukmin yang lewat di hadapan mereka. Isyarat ini untuk memperolok-olokkan mereka yang lewat itu.

Alazhar

"Dan apabila mreka lalu-lintas di hadapan mereka itu, mereka un berkedip-kedipan mata." (ayat 30).

Artinya mencemuh dan memandang hina dan rendah, lalu diisyaratkannya kepada temannya

, baik dengan kedipan mata atau dengan cibiran bibir, atau dengan cubit-cubitan tangan, yang maksudnya tidak lain daripada menghina.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Tatfif | 83 : 30 |

penjelasan ada di ayat 29

Surat Al-Tatfif |83:31|

وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَىٰ أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ

wa iżangqolabuuu ilaaa ahlihimungqolabuu fakihiin

dan apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira ria.

And when they returned to their people, they would return jesting.

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila orang-orang yang berdosa itu kembali) pulang (kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira) menurut suatu qiraat dibaca Faakihiina bukan Fakihiina;

artinya mereka merasa puas karena telah memperolok-olokkan kaum mukmin.

Alazhar

"Dan apabila mereka kembali kepada ahli mereka." (pangkal ayat 31).Yaitu apabila orang-orang yang durhaka itu kembali kepada ahli mereka,

orang-orang yang sefaham dengan mereka atau keluarga-keluarga mereka sendiri yang telah terbiasa memandang rendah orang lain dan jauh dari agama:

"Mereka pun kembali dalam keadaan berolok-olok." (ujung ayat 31).Dengan ketiga ayat ini jelas diterangkan

bagaimana sikap orang-orang yang durhaka itu terhadap orang-orang yang beriman;

sedang berhadapan muka, mereka tertawakan! Sebab mereka merasa bahwa diri mereka lebih kuat! Dan kalau berkumpul dengan sesama mereka,

yang jadi buah cemuh ialah orang yang beriman jua. Dan kalau orang-orang yang durhaka itu telah berkumpul dengan ahlinya,

atau kawan-kawan sefaham, isi pembicaraan tidak lain daripada olok-olok, menghina dan merendahkan orang-orang yang beriman.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Tatfif | 83 : 31 |

penjelasan ada di ayat 29

Surat Al-Tatfif |83:32|

وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَٰؤُلَاءِ لَضَالُّونَ

wa iżaa ro`auhum qooluuu inna haaa`ulaaa`i ladhooolluun

Dan apabila mereka melihat (orang-orang mukmin), mereka mengatakan, "Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang sesat,"

And when they saw them, they would say, "Indeed, those are truly lost."

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila mereka melihatnya) yakni melihat orang-orang yang beriman (mereka mengatakan, "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat") karena mereka telah beriman kepada Muhammad.

Alazhar

"Dan apabila mereka lihat mereka itu, mereka berkata: "Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang sesat." (ayat 32).

Maka kalau kelihatan orang yang beriman, yang telah meleburkan diri ke dalam cita-cita yang besar,

menegakkan "Sabilillah", jalan Tuhan yang lurus, sehingga Mu'min itu mau mengurbankan segala-galanya untuk cita-cita yang mulia itu,

mereka yang durhaka itu menuduh bahwa orang Mu'min itu telah memilih jalan yang sesat, membawa diri kepada kebinasaan

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Tatfif | 83 : 32 |

penjelasan ada di ayat 29

Surat Al-Tatfif |83:33|

وَمَا أُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ

wa maaa ursiluu 'alaihim ḥaafizhiin

padahal (orang-orang yang berdosa itu), mereka tidak diutus sebagai penjaga (orang-orang mukmin).

But they had not been sent as guardians over them.

Tafsir
Jalalain

Allah swt. berfirman (padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim) maksudnya orang-orang kafir itu tidak disuruh (kepada orang-orang yang beriman)

atau kaum mukmin (sebagai penjaga) bagi mereka, atau bagi amal perbuatan mereka, sehingga berhak untuk membenarkan mereka.

Alazhar

"Padahal tidaklah mereka itu diutus kepada mereka untuk menjadi pemelihara." (ayat 33) Artinya, meskipun orang-orang yang durhaka itu menuduh bahwa kaum yang beriman telah tersesat jalannya

karena tidak lagi mengikuti haluan menyembah berhala atau corak kehidupan lain yang tidak sesuai dengan hidup Mu'min,

tdaklah mereka yang kafir itu diutus Tuhan buat menjaga hidup orang Mu'min atau memeliharanya.Baik orang Mu'min itu akan binasa, atau lumat karena didorong oleh keyakinan hidup,

tidaklah ada sangkut-pautnya dengan orang-orang yang kafir durhaka itu; apa perduli mereka!<

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Tatfif | 83 : 33 |

penjelasan ada di ayat 29

Surat Al-Tatfif |83:34|

فَالْيَوْمَ الَّذِينَ آمَنُوا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ

fal-yaumallażiina aamanuu minal-kuffaari yadh-ḥakuun

Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman yang menertawakan orang-orang kafir,

So Today those who believed are laughing at the disbelievers,

Tafsir
Jalalain

(Maka pada hari ini) yakni hari kiamat (orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir.)

Alazhar

"Maka pada hari ini." (pangkal ayat 34). Yaitu hari pembalasan di akhirat atau hari kemenangan cita-cita Muslim di dunia ini,

terbaliklah di hari ini keadaan: "Mereka yang beriman itu pulalah yang menertawakan." (ujung ayat 34).

Genaplah sebagai pepatah, bahwa orang yang durhaka itu tertawa lebih dahulu, menangis kemudian

. Sedang orang yang beriman bersakit-sakit dahulu tertawa kemudian.

Mereka pulalah di waktu itu yang akan mentertawakan orang yang kafir itu, atau tertawa gembira menerima nikmat yang telah dijanjikan Tuhan

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Tatfif | 83 : 34 |

penjelasan ada di ayat 29

Surat Al-Tatfif |83:35|

عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ

'alal-arooo`iki yanzhuruun

mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan.

On adorned couches, observing.

Tafsir
Jalalain

(Mereka duduk di atas dipan-dipan) di surga (sambil memandang) dari tempat tinggal mereka kepada orang-orang kafir yang sedang diazab;

maka orang-orang yang beriman itu menertawakan mereka sebagaimana mereka menertawakannya ketika mereka berada di dunia.

Alazhar

"Dari mahligai mereka memandang." (ayat 35). Duduklah orang-orang yang beriman itu di atas mahligai ketinggian

memandang nikmat sekeliling dan memandang pula akibat buruk untuk orang yang durhaka tadi

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Tatfif | 83 : 35 |

penjelasan ada di ayat 29

Surat Al-Tatfif |83:36|

هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

hal ṡuwwibal-kuffaaru maa kaanuu yaf'aluun

Apakah orang-orang kafir itu diberi balasan (hukuman) terhadap apa yang telah mereka perbuat?

Have the disbelievers [not] been rewarded [this Day] for what they used to do?

Tafsir
Jalalain

(Apakah telah diberi ganjaran) atau telah diberi pembalasan (orang-orang kafir itu sesuai dengan apa yang dahulu mereka kerjakan) jawabnya, "Ya", atau, "Tentu saja."

Alazhar

"Bukankah tidak dibalasi orang-orang yang kafir itu, kecuali menurut apa yang telah mereka kerjakan?" (ayat 36). Bukankah itu sudah adil?

Bukankah akibat dari permulaan langkah yang buruk, tidak lain ialah buruk pula?Dan itu adalah wajar

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Tatfif | 83 : 36 |

penjelasan ada di ayat 29

Surat Al-Insyiqaq |84:1|

إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ

iżas-samaaa`unsyaqqot

Apabila langit terbelah,

When the sky has split [open]

Tafsir
Jalalain

(Apabila langit terbelah)

Alazhar

al-insyiqo.pdf

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 1 |

Tafsir ayat 1-15

Firman Allah Swt:


{إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ}


Apabila langit terbelah. (Al-Insyiqaq: 1) Yang demikian itu terjadi pada hari kiamat.


{وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا}


dan patuh kepada Tuhannya. (Al-Insyiqaq: 2) Yakni tunduk dan patuh kepada perintah Tuhannya yang memerintahkan kepadanya untuk terbelah. Yang demikian itu terjadi pada hari kiamat.


{وَحُقَّتْ} dan sudah semestinya langit itu patuh. (Al-Insyiqaq: 2) Sudah seharusnya langit patuh kepada perintah-Nya, karena Dia Mahabesar, tidak dapat dicegah dan

tidak dapat dihalangi apa yang dikehendaki-Nya, bahkan Dia mengalahkan segala sesuatu, dan segala sesuatu tunduk patuh kepada-Nya. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:


{وَإِذَا الأرْضُ مُدَّتْ}


dan apabila bumi diratakan. (Al-Insyiqaq: 3) Yakni digelarkan, dihamparkan, dan diluaskan.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا ابْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، حَدَّثَنَا ابْنُ ثَوْرٍ، عَنْ مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا كَانَ يومُ الْقِيَامَةِ مَدَّ اللَّهُ الْأَرْضَ مَدَّ الْأَدِيمِ حَتَّى لَا يَكُونَ لِبَشَرٍ مِنَ النَّاسِ إِلَّا مَوْضِعَ قَدَمَيْهِ، فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُدْعَى، وَجِبْرِيلُ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ، وَاللَّهِ مَا رَآهُ قَبْلَهَا، فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، إِنَّ هَذَا أَخْبَرَنِي أَنَّكَ أَرْسَلْتَهُ إِلَيَّ؟ فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: صَدَقَ. ثُمَّ أُشَفَّعُ فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، عِبَادُكَ عَبَدُوكَ فِي أَطْرَافِ الْأَرْضِ. قَالَ: وَهُوَ الْمَقَامُ الْمَحْمُودُ"


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ali ibnul Husain, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Apabila hari kiamat terjadi,

Allah menghamparkan bumi menjadi rata seperti selembar kulit dihamparkan, sehingga tiada tempat lagi bagi seorang manusia kecuali hanya tempat bagi kedua telapakkakinya (karena semua makhluk pada hari itu telah dibangkitkan).

Maka aku adalah orang yang mula-mula dipanggil, sedangkan Jibril berada di sebelah kanan Tuhan Yang Maha Pemurah. Demi Allah, aku belum pernah melihat-Nya sebelum itu, dan aku berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya

malaikat ini (Jibril) telah memberitakan kepadaku bahwa Engkau telah mengutusnya kepadaku.” Allah Swt. berfirman, "Dia benar.” Kemudian aku memohon syafaat dan aku katakan, "Ya Tuhanku, tolonglah hamba-hamba-Mu

yang menyembah-Mu di berbagai penjuru bumi.”Ali ibnul Husain menjelaskan, bahwa itulah yang dimaksud dengan Al-Maqamul Mahmud (kedudukan yang terpuji). Firman Allah Swt.


{وَأَلْقَتْ مَا فِيهَا وَتَخَلَّتْ}


dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong. (Al-Insyiqaq: 4)Bumi mengeluarkan semua mayat yang ada di dalam perutnya sehingga bumi kosong dari mereka; menurut Mujahid, Sa'id, dan Qatadah.


{وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ}


dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh. (Al-Insyiqaq: 5) Penjelasannya sama dengan ayat yang kedua di atas. Firman Allah Swt.:


{يَا أَيُّهَا الإنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا}


Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemuinya. (Al-Insyiqaq: 6) Yaitu sesungguhnya kamu telah berupaya dan beramal untuk menuju Tuhanmu

dengan sebenar-benarnya, kemudian sesungguhnya kamu bakal menjumpai balasannya—apakah baik atau buruk— sesuai dengan amal perbuatanmu. Pengertian ini diperkuat dengan adanya sebuah hadis

yang diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Al-Hasan ibnu Abu Ja'far, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"قَالَ جِبْرِيلُ: يَا مُحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحَبِبْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُلَاقِيهِ"


Jibril berkata, "Hai Muhammad, hiduplah kamu sesukamu, maka sesungguhnya kamu bakal mati. Dan sukailah apa yang engkau inginkan, maka sesungguhnya engkau akan meninggalkannya. Dan beramallah sesukamu,

maka sesungguhnya kamu akan menjumpai (balasan)nya.” Tetapi di antara ulama ada yang mengembalikan damir yang terdapat pada firman-Nya, "Famulaqiyah" kepada Rabbika, yang artinya: maka kamu akan menjumpai Tuhanmu,

lalu Dia akan membalas semua amal perbuatanmu dan memberimu imbalan atas jerih payahmu. Dengan demikian, berarti kedua pendapat saling berkaitan. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna

firman-Nya:Hai Manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu. (Al-Insyiqaq: 6) Yakni engkau pasti beramal dan akan menghadap kepada Allah dengan membawa amalmu yang baik

atau yang buruk. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu (Al-Insyiqaq: 6) Sesungguhnya jerih

payahmu, hai anak Adam, benar-benar lemah. Maka barang siapa yang menginginkan jerih payahnya dicurahkan untuk ketaatan kepada Allah, hendaklah ia melakukannya, dan tiada kekuatan baginya untuk mengerjakan ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا}


Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah. (Al-Insyiqaq: 7-8) Yaitu perhitungan yang mudah, tiada kesulitan.

Dengan kata lain, tidak dilakukan secara detail semua amal perbuatannya, karena sesungguhnya orang yang diperiksa dengan pemeriksaan yang teliti dan ketat pasti akan binasa.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، أَخْبَرَنَا أَيُّوبُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكة، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ نُوِقش الْحِسَابَ عُذِّب". قَالَتْ: فَقُلْتُ: أَلَيْسَ قَالَ اللَّهُ: {فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا} ؟ ، قَالَ: "لَيْسَ ذَاكَ بِالْحِسَابِ وَلَكِنَّ ذَلِكَ العَرْض، مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عُذِّبَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abdullah ibnu Abu Mulaikah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Barang siapa yang diperiksa dengan teliti dalam hisab, berarti ia disiksa. Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman: 'maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah' (Al-Insyiqaq: 8)."

Maka Rasulullah Saw. menjawab: Hal itu bukanlah pemeriksaan, tetapi pemeriksaan yang sebenarnya ialah orang yang diteliti dalam pemeriksaannya di hari kiamat, maka ia pasti disiksa.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasai, dan Ibnu Jarir melalui hadis Ayyub As-Sukhtiyani dengan sanad yang sama.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا رَوحُ بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الخَرَاز، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكة، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أنه لَيْسَ أَحَدٌ يُحَاسَبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مُعَذَّبًا". فَقُلْتُ: أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ: {فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا} ؟ ، قَالَ: "ذَاكَ الْعَرْضُ، إِنَّهُ مَنْ نُوِقش الْحِسَابَ عُذب"، وَقَالَ بِيَدِهِ عَلَى إِصْبَعِهِ كَأَنَّهُ يَنكُتُ.


Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu 'Ubadah, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Khazzaz, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Aisyah r.a.

yang berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya tiada seorang pun yang dihisab pada hari kiamat melainkan disiksa. Lalu aku (Aisyah) bertanya, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman:

'maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah' (Al-Insyiqaq: 8)." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Hal itu hanyalah pemeriksaan biasa, sesungguhnya orang yang diteliti dalam pemeriksaannya, pasti ia disiksa.

Lalu Nabi Saw. mengisyaratkan dengan jari telunjuknya seakan-akan seperti sedang menotok. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula dari Amr ibnu Ali, dari Ibnu Abu Addi, dari Abu Yunus Al-Qusyairi, dari Ibnu Abu Mulaikah,

dari Al-Qasim, dari Aisyah, lalu disebutkan hadis yang semisal. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui jalur Abu Yunus Al-Qusyairi yang nama aslinya Hatim ibnu Abu Sagirah dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir mengatakan,

telah menceritakan pula kepada kami Nasr ibnu Ali Al-Jahdami, telah menceritakan kepada kami Muslim, dari Al-Harisy ibnul Khirrit saudara lelaki Az-Zubair, dari Ibnu Abu Mulaikah,dari Aisyah yang mengatakan bahwa

barang siapa yang dihisab dengan teliti, berarti dia disiksa. Ibnu Abu Mulaikah mengatakan bahwa kemudian Aisyah mengatakan bahwa sesungguhnya pemeriksaan yang ringan itu tiada lain hanyalah dihadapkan kepada Allah dan Allah berhadap-hadapan dengan mereka.


قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ حَمْزَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سمعتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي بَعْضِ صَلَاتِهِ: "اللَّهُمَّ حَاسِبْنِي حِسَابًا يَسِيرًا". فَلَمَّا انْصَرَفَ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْحِسَابُ الْيَسِيرُ؟ قَالَ: "أَنْ يَنْظُرَ فِي كِتَابِهِ فَيَتَجَاوَزُ لَهُ عَنْهُ، إِنَّهُ مَنْ نُوِقش الحسابَ يَا عائشةُ يَوْمَئِذٍ هَلَكَ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Abdul Wahid ibnu Hamzah ibnu Abdullah ibnuz Zubair,

dari Abbad ibnu Abdullah ibnuz Zubair, dari Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. dalam salah satu salatnya mengucapkan doa berikut: Ya Allah, hisablah diriku dengan hisab yang mudah.

Setelah beliau selesai dari salatnya, aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan hisab yang mudah?" Rasulullah Saw. menjawab: Ia melihat kepada kitab catatan amal perbuatannya, lalu Allah memaafkan

kesalahan yang tercatat di dalamnya. Hai Aisyah, sesungguhnya orang yang diteliti dalam hisabnya di hari itu pasti binasa. Hadis ini sahih, tetapi dengan syarat Muslim. Firman Allah Swt:


{وَيَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُورًا}


dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. (Al-Insyiqaq: 9) Yakni kemudian dia kembali kepada keluarganya di dalam surga. Demikianlah menurut Qatadah dan Ad-Dahhak,

bahwa masruran artinya gembira dan senang karena pahala yang diberikan oleh Allah Swt. Imam Tabrani telah meriwayatkan dari Sauban maula Rasulullah Saw., bahwa beliau pernah bersabda,


إِنَّكُمْ تَعْمَلُونَ أَعْمَالًا لَا تُعْرَفُ، وَيُوشِكُ الْعَازِبُ أَنْ يَثُوبَ إِلَى أَهْلِهِ، فَمَسْرُورٌ ومكظوم


"Sesungguhnya kalian mengerjakan banyak amal perbuatan yang tidak kamu kenali, dan tidak berapa lama kemudian orang yang bersangkutan kembali kepada keluarganya, adakalanya dalam keadaan gembira atau dalam keadaan bermuram durja." Firman Allah Swt.


{وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ}


Adapun orang yang diberikan kitabnya dari arah belakangnya. (Al-Insyiqaq: 10) Yaitu dengan tangan kirinya dari arah belakang, dengan menjulurkan tangan kirinya ke arah belakang, lalu menerima kitabnya.


{فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا}


maka dia akan berteriak, "Celakalah aku." (Al-Insyiqaq: 11) Artinya, merugi dan binasa.


{وَيَصْلَى سَعِيرًا إِنَّهُ كَانَ فِي أَهْلِهِ مَسْرُورًا}


Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Sesungguh dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). (Al-Insyiqaq: 12-13)

Yakni bergembira ria, tidak memikirkan akibat dari amal perbuatannya, dan tidak takut kepada hari kemudian. Maka Allah menghukum kegembiraan yang sebentar itu dengan kesedihan yang panjang.


{إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَنْ يَحُورَ}


Sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (Al-Insyiqaq: 14)Maksudnya, dia meyakini bahwa tidak akan kembali kepada Allah dan Allah tidak akan menghidupkannya kembali sesudah matinya.

Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Qatadah, dan selain keduanya. Al-hur artinya kembali. Maka Allah menyanggah keyakinan mereka itu melalui firman berikutnya:


{بَلَى إِنَّ رَبَّهُ كَانَ بِهِ بَصِيرًا}


(Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya. (Al-Insyiqaq: 15) Yaitu tidak demikian, sebenarnya Allah akan mengembalikannya menjadi hidup seperti kejadian semula

dan Allah akan membalas semua amal perbuatannya yang baik dan yang buruknya. Karena sesungguhnya Dia Maha Melihat dia, yakni Maha Mengetahui lagi Maha Mengenalnya.

Surat Al-Insyiqaq |84:2|

وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ

wa ażinat lirobbihaa wa ḥuqqot

dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh,

And has responded to its Lord and was obligated [to do so]

Tafsir
Jalalain

(Dan patuh) artinya mendengar dan tunduk mau membelah dirinya (kepada Rabbnya, dan sudah semestinya langit itu patuh) langit itu harus patuh dan taat kepada-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:3|

وَإِذَا الْأَرْضُ مُدَّتْ

wa iżal-ardhu muddat

dan apabila bumi diratakan,

And when the earth has been extended

Tafsir
Jalalain

(Dan apabila bumi diperlebar) diperluas sebagaimana kulit yang direntangkan, sehingga lenyaplah semua bangunan dan gunung yang ada pada permukaannya. Dengan kata lain, apabila bumi diratakan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:4|

وَأَلْقَتْ مَا فِيهَا وَتَخَلَّتْ

wa alqot maa fiihaa wa takhollat

dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong,

And has cast out that within it and relinquished [it]

Tafsir
Jalalain

(Dan dilemparkan apa yang ada di dalamnya) yakni orang-orang mati yang berada di dalam perutnya dicampakkan ke permukaannya (dan menjadi kosong) artinya tiada sesuatu pun yang tertinggal di dalamnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:5|

وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ

wa ażinat lirobbihaa wa ḥuqqot

dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh.

And has responded to its Lord and was obligated [to do so] -

Tafsir
Jalalain

(Dan patuh) tunduk dan taat dalam hal tersebut (kepada Rabbnya dan sudah semestinya bumi itu patuh) hal tersebut terjadi pada hari kiamat.

Jawab dari lafal Idzaa dan lafal-lafal yang di'athafkan kepadanya tidak disebutkan, tetapi pengertiannya diisyaratkan oleh firman selanjutnya, yaitu, "Semua manusia akan menjumpai amal perbuatannya masing-masing."

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:6|

يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ

yaaa ayyuhal-insaanu innaka kaadiḥun ilaa robbika kad-ḥan fa mulaaqiih

Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemui-Nya.

O mankind, indeed you are laboring toward your Lord with [great] exertion and will meet it.

Tafsir
Jalalain

(Hai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja) telah beramal dengan sekuat tenagamu (hingga) menemui (Rabbmu) yakni mati (dengan sungguh-sungguh, maka pasti kalian akan menemuinya) yakni,

menemui amal perbuatanmu yang telah disebutkan tadi pada hari kiamat nanti, baik amal kebaikan atau pun amal keburukan, semuanya pasti kamu jumpai.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:7|

فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ

fa ammaa man uutiya kitaabahuu biyamiinih

Maka adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah kanannya,

Then as for he who is given his record in his right hand,

Tafsir
Jalalain

(Adapun orang yang diberikan kitabnya) yakni kitab catatan amalnya (dari sebelah kanannya) dia adalah orang yang beriman.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:8|

فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا

fa saufa yuḥaasabu ḥisaabay yasiiroo

maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah,

He will be judged with an easy account

Tafsir
Jalalain

(Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah) yaitu pada hari ditampakkan kepadanya amal perbuatannya,

sebagaimana yang telah disebutkan di dalam salah satu hadis sahih yang antara lain dikatakan, "Barang siapa yang diinterogasi di dalam penghisabannya, niscaya dia bakal binasa atau celaka."

Kemudian setelah kepada orang mukmin itu ditampakkan amal perbuatannya, lalu Allah memaafkannya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 8 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:9|

وَيَنْقَلِبُ إِلَىٰ أَهْلِهِ مَسْرُورًا

wa yangqolibu ilaaa ahlihii masruuroo

dan dia akan kembali kepada keluarganya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.

And return to his people in happiness.

Tafsir
Jalalain

(Dan dia akan kembali kepada kaumnya) di dalam surga (dengan gembira) karena mendapatkan ampunan-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 9 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:10|

وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ

wa ammaa man uutiya kitaabahuu warooo`a zhohrih

Dan adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah belakang,

But as for he who is given his record behind his back,

Tafsir
Jalalain

(Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang punggungnya) dia adalah orang kafir; tangan kanannya diikat dengan belenggu dijadikan satu dengan kepala,

kemudian tangan kirinya ditekuk ke belakang berada di punggungnya, maka dengan tangan kirinya itulah ia mengambil kitab catatan amalnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 10 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:11|

فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا

fa saufa yad'uu ṡubuuroo

maka dia akan berteriak, "Celakalah aku!"

He will cry out for destruction

Tafsir
Jalalain

(Maka dia akan berteriak) yakni sewaktu dia melihat apa yang tercatat di dalam kitab amalnya ("Celakalah aku") ia berseru meratapi kebinasaannya, dengan ucapannya, "Celakalah aku."

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 11 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:12|

وَيَصْلَىٰ سَعِيرًا

wa yashlaa sa'iiroo

Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

And [enter to] burn in a Blaze.

Tafsir
Jalalain

(Dan dia akan masuk ke dalam neraka Sa'iir) yakni neraka yang apinya sangat besar. Menurut suatu qiraat lafal Yashlaa dibaca Yushallaa.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 12 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:13|

إِنَّهُ كَانَ فِي أَهْلِهِ مَسْرُورًا

innahuu kaana fiii ahlihii masruuroo

Sungguh, dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan keluarganya (yang sama-sama kafir).

Indeed, he had [once] been among his people in happiness;

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya dia dahulu di kalangan kaumnya) maksudnya kaum kerabatnya sewaktu di dunia (selalu bergembira) yakni sombong karena selalu mengikuti hawa nafsunya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 13 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:14|

إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَنْ يَحُورَ

innahuu zhonna al lay yaḥuur

Sesungguhnya dia mengira bahwa dia tidak akan kembali (kepada Tuhannya).

Indeed, he had thought he would never return [to Allah].

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya dia menyangka bahwa dia) lafal An di sini adalah bentuk Takhfif dari Anna, sedangkan Isimnya tidak disebutkan, lengkapnya Annahuu;

artinya bahwasanya dia (sekali-kali tidak akan kembali) tidak akan kembali kepada Rabbnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 14 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:15|

بَلَىٰ إِنَّ رَبَّهُ كَانَ بِهِ بَصِيرًا

balaaa inna robbahuu kaana bihii bashiiroo

Tidak demikian, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya.

But yes! Indeed, his Lord was ever of him, Seeing.

Tafsir
Jalalain

(Yang benar) dia akan dikembalikan kepada-Nya (sesungguhnya Rabbnya selalu melihatnya) artinya mengetahui bahwa dia akan kembali kepada-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 15 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Insyiqaq |84:16|

فَلَا أُقْسِمُ بِالشَّفَقِ

fa laaa uqsimu bisy-syafaq

Maka Aku bersumpah demi cahaya merah pada waktu senja,

So I swear by the twilight glow

Tafsir
Jalalain

(Maka sesungguhnya aku bersumpah) huruf Laa di sini adalah huruf Zaidah (dengan cahaya merah di waktu senja) yakni dengan nama mega merah yang berada di ufuk barat sesudah matahari terbenam.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 16 |

Tafsir ayat 16-25

Telah diriwayatkan dari Ali, Ibnu Abbas, Ubadah ibnusSamit, Abu Hurairah, Syaddad ibnu Aus, Ibnu Umar, Muhammad ibnu Ali ibnul Husain, Mak-hul, Bakr ibnu Abdullah Al-Muzani, Bukair ibnul Asyaj, Malik, Ibnu Abu Zaib

dan Abdul Aziz ibnu Abu Salamah Al-Majisyun, bahwa mereka telah mengatakan asy-syafaq artinya mega yang berwarna merah. Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar ibnu Khaisam, dari Ibnu Labibah,

dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa asy-syafaq artinya cahaya putih, juga berarti merahnya warna cakrawala yang adakalanya hal ini terjadi sebelum mentari terbit —seperti yang dikatakan Mujahid— dan adakalanya

sesudah tenggelamnya matahari, sebagaimana yang dikenal di kalangan ahli bahasa.Al-Khalil ibnu Ahmad mengatakan bahwa asy-syafaq artinya cahaya merah yang terjadi mulai dari tenggelamnya mentari sampai waktu isya.

Apabila cahaya merah itu lenyap, maka dikatakan gabasy syafaqu, artinya telah lenyap cahaya merah itu. Al-Jauhari mengatakan bahwa asy-syafaq adalah sisa cahaya mentari yang berwarna merah pada permulaan malam sampai waktu

malam dekat isya. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, bahwa asy-syafaq adalah warna merah yang ada antara waktu magrib sampai dengan waktu isya, Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Abdullah Ibnu Amr, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:


"وَقْتُ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ"


Waktu magrib itu selama mega merah belum tenggelam (belum lenyap). Semuanya itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan asy-syafaq adalah seperti yang dikatakan oleh Al-Jauhari dan Al-Khalil.

Tetapi menurut riwayat yang sahih dari Mujahid, disebutkan bahwa ia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja. (Al-Insyiqaq: 16),

Bahwa makna yang dimaksud adalah seluruh siang hari. Dan menurut riwayat lain yang juga bersumber darinya, asy-syafaq adalah matahari. Keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Dan sesungguhnya hal yang mendorong Mujahid

mengatakan demikian tiada lain karena ia membandingkan dengan firman-Nya: dan dengan malam dan apa yang diselubunginya. (Al-Insyiqaq: 17) Yakni dia bermaksud menggabungkan keduanya, seakan-akan menurutnya

Allah bersumpah dengan menyebut cahaya dan kegelapan. Ibnu Jarir mengatakan bahwa Allah bersumpah dengan menyebut siang hari yang pergi dan malam hari yang datang. Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya menyebut asy-syafaq

sebagai nama merah dan putih, dan mereka mengatakan bahwa lafaz asy-syafaq termasuk lafaz yang mempunyai dua makna yang bertentangan. Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan

makna firman-Nya, "Wama wasaq" bahwa makna yang dimaksud ialah 'dan apa yang dihimpunkannya'. Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'dan bintang-bintang dan hewan-hewan yang dihimpunkannya

Ibnu Abbas berkata demikian dengan berdalilkan ucapan seorang penyair yang mengatakan dalam suatu bait syairnya, "Dalam keadaan terhimpunkan seandainya mereka menemukan penggembalanya."

Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan dengan malam dan apa yang diselubunginya. (Al-Insyiqaq: 17)

Yaitu apa yang dihimpunkannya karena kegelapannya; apabila malam hari tiba, maka semua makhluk berpulang ke tempat tinggalnya masing-masing. Firman Allah Swt:


{وَالْقَمَرِ إِذَا اتَّسَقَ}


dan dengan bulan apabila jadi purnama. (Al-Insyiqaq: 18) apabila kelihatan bundar, menurut Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Masruq, Abu Saleh, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid.


{وَالْقَمَرِ إِذَا اتَّسَقَ}


dan dengan bulan apabila jadi purnama. (Al-Insyiqaq: 18) Maksudnya, apabila sempurna bulatnya. Al-Hasan mengatakan, apabila bulat penuh. Qatadah mengatakan, apabila bundar. Makna pendapat mereka menyimpulkan

apabila bulan itu sempurna cahayanya, yaitu malam purnama, yang hal ini dijadikan sebagai lawan kata dari malam yang apabila gelap gulita. Firman Allah Swt.:


{لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ}


sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19)Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnun Nadr, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan

kepada kami Abu Bisyr, dari Mujahid yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19)

Yakni keadaan demi keadaan. Lalu Ibnu Abbas mengatakan bahwa demikianlah (menurut) Nabi kalian. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan lafaz yang sama. Dan ini mengandung takwil bahwa Ibnu

Abbas menyandarkan tafsir ini kepada Nabi Saw., seakan-akan dia mengatakan bahwa aku telah mendengarnya dari Nabi kalian. Dengan demikian, berarti lafaz nabiyyukum di-rafa'-kan menjadi fa'il dari lafaz Qala;

dan inilah penjelasan yang lebih terang; hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui, seperti juga yang dikatakan oleh sahabat Anas, "Tiada suatu tahun pun datang melainkan tahun yang berikutnya lebih buruk darinya,

aku telah mendengarnya dari Nabi kalian."Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Mujahid,

bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Bahwa menurut Nabi kalian artinya 'keadaan demi keadaan';

demikianlah bunyi teks riwayat Ibnu Jarir. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat demi tingkat. (Al-Insyiqaq: 19) Yaitu keadaan demi keadaan atau fase

demi fase. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Murrah, At-Tayyib, Mujahid, Al-Hasan, Ad-Dahhak, Masruq, dan Abu Saleh. Dapat pula ditakwilkan bahwa yang dimaksud oleh firman-Nya: sesungguhnya

kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).(Al-Insyiqaq: 19) Yakni keadaan demi keadaan. Lalu disebutkan bahwa orang yang dimaksud adalah Nabi kalian sendiri.Dengan demikian,berarti lafaz nabiyyukum

di-rafa '-kan dengan ketentuan bahwa haza dan nabiyyukum merupakan mubtada dan khabar; hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui. Barangkali hal inilah yang segera tertangkap ke dalam pengertian kebanyakan

para perawi, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Daud At-Tayalisi dan Gundar, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna

firman Allah Swt.: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yang dimaksud dengan lawan bicara adalah Muhammad Saw. Dan hal ini diperkuat dengan adanya qiraat Umar,

Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, dan sebagian besar ulama Mekah dan Kufah dengan bacaan latarkabanna dengan memakai harakat fathah pada ta dan ba-nya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id

Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Ismail, dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).(Al-Insyiqaq: 19)Bahwa makna yg

dimaksud ialah 'hai Muhammad, engkau akan menaiki langit demi langit'. Hal yang sama telah diriwayatkan dari IbnuMas'ud, Masruq, dan Abul Aliyah: tingkat demi tingkat. (Al-Insyiqaq: 19) Artinya, langit demi langit.

Menurut hemat penulis, mereka bermaksud dengannya ialah malam Isra. Abu Ishaq dan As-Saddi telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat demi tingkat (Al-Insyiqaq: 19)

Yakni kedudukan demi kedudukan. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, tetapi ditambahkan urusan demi urusan dan keadaan demi keadaan. Tetapi As-Saddi sendiri telah mengatakan sehubungandengan firman-Nya:

sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yaitu amal perbuatan orang-orang terdahulu kedudukan demi kedudukan. Menurut hemat penulis, dapat dikatakan bahwa seakan-akan As-Saddi bermaksud dengan makna hadis sahih yang mengatakan:


"لَتَرْكَبُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَذْو القُذَّة بالقُذَّة، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحر ضَبِّ لَدَخَلْتُمُوهُ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: "فَمَنْ؟ " وَهَذَا مُحْتَمَلٌ.


Sesungguhnya kalian akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kalian setapak demi setapak; seandainya mereka memasuki Liang biyawak, tentulah kalian pun memasukinya. Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah,

mereka adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani." Rasulullah Saw. bersabda, "Lalu siapa lagi (kalau bukan mereka)?" Maksudnya dalam hal berpecah belah menjadi beberapa golongan. Dan pengertian ini

dapat juga dijadikan sebagai takwil ayat. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sadaqah, telah menceritakan

kepada kami Ibnu Jabir, bahwa ia pernah mendengar Makhul mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19), Bahwa setiap dua puluh

tahun kalian membuat suatu perkara yang belum pernah kalian alami. Al-A'masy mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim, bahwa Abdullah telah mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.:

sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Yakni langit itu terbelah, kemudian kelihatan memerah, dan selanjutnya berubah dari suatu warna ke warna yang lain.

As-Sauri telah meriwayatkan dari Qais ibnu Wahb, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat demi tingkat. (Al-Insyiqaq: 19) Bahwa langit itu sesekali kelihatan seperti kilapan minyak

dan sesekali terbelah. Al-Bazzar telah meriwayatkan melalui Jabir Al-Ju'fi, dari Asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).

(Al-Insyiqaq: 19) hai Muhammad, yakni keadaan demi keadaan. Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan oleh Jabir, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas. Sa’id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna

firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Bahwa suatu kaum yang dahulunya ketika di dunia kelihatan rendah, kemudian di akhirat mereka kelihatan menjadi tinggi,

dan kaum lainnya yang ketika di dunia kelihatan hidup terhormat, kemudian di akhirat mereka kelihatan rendah. Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19)

Yaitu tahap demi tahap dari masa menyusu, kemudian masa disapih. dari masa muda menjadi masa tua. Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19)

Yakni keadaan demi keadaan, makmur sesudah sengsara, dan sengsara sesudah makmur; kaya sesudah miskin, dan miskin sesudah kaya; sehat sesudah sakit dan sakit sesudah sehat.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: ذُكِرَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَاهِرٍ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ عَمْرِو بْنِ شَمِر، عَنْ جَابِرٍ-هُوَ الْجُعْفِيُّ-عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ ابْنَ آدَمَ لَفِي غَفْلَةٍ مِمَّا خُلِقَ لَهُ؛ إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَرَادَ خَلْقَهُ قَالَ لِلْمَلِكِ: اكْتُبْ رِزْقَهُ، اكْتُبْ أَجَلَهُ، اكْتُبْ أَثَرَهُ، اكْتُبْ شَقِيًّا أَوْ سَعِيدًا، ثُمَّ يَرْتَفِعُ ذَلِكَ الْمَلَكُ وَيَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكا آخَرَ فَيَحْفَظُهُ حَتَّى يُدْرِكَ، ثُمَّ يَرْتَفِعُ ذَلِكَ الْمَلَكُ، ثُمَّ يُوكِلُ اللَّهُ بِهِ مَلَكَيْنِ يَكْتُبَانِ حَسَنَاتِهِ وَسَيِّئَاتِهِ، فَإِذَا حَضَره الموتُ ارْتَفَعَ ذَانِكَ الْمَلَكَانِ، وَجَاءَهُ مَلَكُ الْمَوْتِ فَقَبَضَ رُوحَهُ، فَإِذَا دَخَلَ قَبْرَهُ رَدَّ الرُّوحَ فِي جَسَدِهِ، ثُمَّ ارْتَفَعَ مَلَكُ الْمَوْتِ، وَجَاءَهُ مَلَكا الْقَبْرِ فَامْتَحَنَاهُ، ثُمَّ يَرْتَفِعَانِ، فَإِذَا قَامَتِ السَّاعَةُ انْحَطَّ عَلَيْهِ مَلَكُ الْحَسَنَاتِ وَمَلَكُ السَّيِّئَاتِ، فَانْتَشَطَا كِتَابًا مَعْقُودًا فِي عُنُقِهِ، ثُمَّ حَضَرَا مَعَهُ: واحدٌ سَائِقًا وَآخَرُ شَهِيدًا"، ثُمَّ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا} [ق:22] قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ} قَالَ: "حَالًا بَعْدَ حَالٍ". ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ قُدَّامَكُمْ لَأَمْرًا عَظِيمًا لَا تَقدرُونه، فَاسْتَعِينُوا بِاللَّهِ الْعَظِيمِ"


Ibnu Abu Hatim menyebutkan dari Abdullah ibnu Zahir, bahwa telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Amr ibnu Syamir, dari Jabir Al-Ju'fi, dari Muhammad ibnu Ali, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa

ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya anak Adam itu benar-benar dalam kelalaian dari kewajiban yang ia ciptakan untuknya. Sesungguhnya Allah Swt. apabila hendak menciptakannya berfirman kepada malaikat,

"Tulislah rezekinya, tulislah ajalnya, tulislah jejaknya, tulislah apakah dia orang yang celaka ataukah orang yang bahagia.” Kemudian malaikat itu naik. Dan Allah mengutus kepadanya malaikat lain yang ditugaskan-Nya

untuk menjaganya hingga ia lahir, kemudian malaikat itu naik. Dan Allah menugaskan kepadanya dua malaikat yang akan mencatat semua kebaikan dan keburukannya, maka apabila ia didatangi oleh ajalnya, kedua malaikat itu naik.

Lalu datanglah kepadanya malaikat maut dan mencabut rohnya. Apabila ia telah dimasukkan ke dalam kuburnya, maka rohnya dikembalikan ke jasadnya, setelah itu malaikat maut naik. Lalu ia didatangi oleh dua malaikat kubur yang mengujinya,

setelah itu keduanya naik. Maka apabila hari kiamat tiba, turunlah kepadanya malaikat pencatat kebaikan dan malaikat pencatat keburukan, lalu keduanya mengambil kitab catatannya masing-masing yang ada pada leher orang yang bersangkutan,

kemudian keduanya hadir bersamanya, yang satu menggiringnya dan yang satu lagi menjadi saksinya. Kemudian Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini" (Qaf: 22).

Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Al-Insyiqaq: 19) Kemudian beliau Saw. bersabda: Keadaan demi keadaan. Kemudian Nabi Saw. bersabda lagi:

Sesungguhnya di hadapan kalian benar-benar terdapat urusan yang besar yang kalian tidak akan mampu menanggulanginya, maka mintalah pertolongan kepada Allah Yang Mahaagung.Hadis ini munkar,

sanadnya terdapat orang-orang yang berpredikat daif, tetapi maknanya sahih; hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui.Kemudian Ibnu Jarir sesudah mengemukakan pendapat semua ulama ahli qurra dan ahli tafsir

sehubungan dengan makna ayat ini mengatakan bahwa takwil yang benar adalah pendapat orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya kamu Muhammad akan melalui keadaan demi keadaan,

dan urusan demi urusan yang berat-berat. Makna yang dimaksud sekalipun Khitab-nya hanya ditujukan kepada Rasulullah Saw., tetapi pengertiannya mencakup semua manusia.

Bahwa mereka di hari kiamat akan mengalami banyak penderitaan karena menghadapi keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwanya yang amat menakutkan. Firman Allah Swt.:


{فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ}


Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud. (Al-Insyiqaq: 20-21) Yakni apakah yang menghalang-halangi mereka untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya

serta hari kemudian, dan mengapa mereka apabila dibacakan kepada mereka Al-Qur'an yang merupakan ayat-ayat dan kalam Allah, lalu mereka tidak mau bersujud menghormati dan mengagungkan-Nya? Firman Allah Swt.:


{بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُكَذِّبُونَ}


bahkan orang-orang kafir itu mendustakan (nya). (Al-Insyiqaq: 22)Yaitu sudah menjadi watak mereka mendustakan kebenaran, mengingkari dan menentangnya.


{وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُوعُونَ}


Padahal Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka). (Al-Insyiqaq: 23)Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hati mereka.


{فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}


Maka beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih. (Al-Insyiqaq: 24)Yakni maka beritakanlah kepada mereka, hai Muhammad, bahwa Allah Swt. telah menyediakan bagi mereka azab yang pedih. Firman Allah Swt.:


{إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ}


Tetapi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. (Al-Insyiqaq: 25) Ini merupakan isti'sna munqati, yakni tetapi orang-orang yang hatinya beriman. dan beramal saleh. (Al-Insyiqaq: 25) dengan seluruh anggota tubuhnya. bagi mereka pahala. (Al-Insyiqaq: 25) Yaitu di hari kemudian di akhirat.


{غَيْرُ مَمْنُونٍ}


yang tidak putus-putusnya. (Al-Insyiqaq: 25) Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah tidak dikurangi. Mujahid dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah tidak terhitung banyaknya.

Kesimpulan dari kedua pendapat menunjuk-kan bahwa pahala yang diterima oleh mereka di negeri akhirat tidak putus-putusnya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


عَطاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ


sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. (Hud: 108)As-Saddi mengatakan bahwa sebagian ulama mengatakan sehubungan dengan makna gairu mamnun ini, bahwa makna yang dimaksud ialah tidak dikurangi.

Sebagian yang lain menyebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah pahala yang tidak dikaruniakan kepada mereka. Tetapi pendapat yang terakhir ini yang berasal dari sebagian ulama banyak disanggah oleh bukan hanya seorang

dari kalangan ulama. Karena sesungguhnya Allah Swt. itu memberikan karunia-Nya kepada ahli surga dalam semua keadaan, saat, dan detik mereka. Dan sesungguhnya mereka dimasukkan ke dalam surga oleh Allah Swt.

hanyalah semata-mata berkat karunia dan rahmat-Nya, bukan karena amal perbuatan yang telah mereka kerjakan. Maka Dia berhak memberikan karunia-Nya kepada mereka selama-lamanya.Dan segala puji hanyalah bagi Allah

semata selama-lamanya. Karena itulah mereka (ahli surga) diberi ilham untuk bertasbih dan bertahmid kepada-Nya, sebagaimana mereka diberi ilham untuk bernapas. Dan akhir doa mereka ialah; Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam .

Surat Al-Insyiqaq |84:17|

وَاللَّيْلِ وَمَا وَسَقَ

wal-laili wa maa wasaq

demi malam dan apa yang diselubunginya,

And [by] the night and what it envelops

Tafsir
Jalalain

(Dan dengan malam dan apa yang diselubunginya) yakni semua yang ditutupinya termasuk segala jenis binatang dan makhluk lainnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 17 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Insyiqaq |84:18|

وَالْقَمَرِ إِذَا اتَّسَقَ

wal-qomari iżattasaq

demi bulan apabila jadi purnama,

And [by] the moon when it becomes full

Tafsir
Jalalain

(Dan dengan bulan apabila jadi purnama) bila bentuknya membulat dan sinarnya tampak penuh, yang demikian itu terjadi di malam-malam yang cerah tak berawan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 18 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Insyiqaq |84:19|

لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ

latarkabunna thobaqon 'an thobaq

sungguh, akan kamu jalani tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).

[That] you will surely experience state after state.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya kalian melalui) hai manusia. Bentuk asal lafal Latarkabunna adalah Latarkabuunanna, kemudian huruf Nun alamat Rafa'nya dibuang karena berturut-turutnya Nun,

demikian pula huruf Wau alamat jamaknya, tetapi bukan karena 'illat bertemunya kedua huruf yang disukunkan, sehingga jadilah Latarkabunna (tingkat demi tingkat) fase demi fase;

yaitu mulai dari mati lalu dihidupkan kembali, kemudian menyaksikan keadaan-keadaan di hari kiamat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 19 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Insyiqaq |84:20|

فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ

fa maa lahum laa yu`minuun

Maka mengapa mereka tidak mau beriman?

So what is [the matter] with them [that] they do not believe,

Tafsir
Jalalain

(Mengapa mereka) yakni orang-orang kafir itu (tidak mau beriman) artinya apakah gerangan yang mencegah mereka hingga tidak mau beriman.

Atau apakah yang menjadi alasan mereka sehingga tidak mau beriman, padahal bukti-bukti yang membimbing mereka untuk beriman sudah ada dan cukup

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 20 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Insyiqaq |84:21|

وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ ۩

wa iżaa quri`a 'alaihimul-qur`aanu laa yasjuduun

Dan apabila Al-Qur´an dibacakan kepada mereka, mereka tidak (mau) bersujud,

And when the Qur'an is recited to them, they do not prostrate [to Allah]?

Tafsir
Jalalain

(Dan) mengapakah mereka (apabila dibacakan kepada mereka Alquran, mereka tidak mau bersujud) atau mengapa mereka tidak mau tunduk,

seumpamanya mereka beriman kepada Alquran, karena mengingat kemukjizatan yang terkandung di dalamnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 21 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Insyiqaq |84:22|

بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُكَذِّبُونَ

balillażiina kafaruu yukażżibuun

bahkan orang-orang kafir itu mendustakan(nya).

But those who have disbelieved deny,

Tafsir
Jalalain

(Bahkan orang-orang kafir itu mendustakan) adanya hari berbangkit dan lain-lainnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 22 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Insyiqaq |84:23|

وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُوعُونَ

wallohu a'lamu bimaa yuu'uun

Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka).

And Allah is most knowing of what they keep within themselves.

Tafsir
Jalalain

(Padahal Allah mengetahui apa yang mereka kumpulkan) di dalam catatan amal perbuatan mereka; yaitu berupa kekafiran, kedustaan dan amal-amal buruk lainnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 23 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Insyiqaq |84:24|

فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

fa basysyir-hum bi'ażaabin aliim

Maka sampaikanlah kepada mereka (ancaman) azab yang pedih,

So give them tidings of a painful punishment,

Tafsir
Jalalain

(Maka beri kabar gembiralah mereka) beritakanlah kepada mereka (dengan azab yang pedih) atau siksaan yang menyakitkan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 24 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Insyiqaq |84:25|

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ

illallażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati lahum ajrun ghoiru mamnuun

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan mendapat pahala yang tidak putus-putusnya.

Except for those who believe and do righteous deeds. For them is a reward uninterrupted.

Tafsir
Jalalain

(Kecuali) tetapi (orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya) yakni pahala mereka tidak akan terputus

dan tidak akan dikurangi serta tidak akan disebut-sebutkan sekalipun sangat banyak dan berlimpah ruah untuk selama-lamanya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Insyiqaq | 84 : 25 |

penjelasan ada di ayat 16

Surat Al-Buruj |85:1|

وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ

was-samaaa`i żaatil-buruuj

Demi langit yang mempunyai gugusan bintang,

By the sky containing great stars

Tafsir
Jalalain

(Demi langit yang mempunyai gugusan bintang) yakni bintang-bintang yang dua belas gugusan, sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam surah Al-Furqaan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Buruj | 85 : 1 |

Tafsir ayat 1-10

Allah Swt. bersumpah dengan menyebut nama langit dan gugusan-gugusannya, yakni bintang-bintangnya yang besar-besar. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tafsir firman-Nya:


تَبارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّماءِ بُرُوجاً وَجَعَلَ فِيها سِراجاً وَقَمَراً مُنِيراً


Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya. (Al-Furqan: 61) Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, dan

As-Saddi mengatakan bahwa Al-Buruj artinya bintang-bintang. Diriwayatkan pula dari Mujahid bahwa Al-Buruj artinya yang ada penjaganya. Yahya ibnu Rafi' mengatakan bahwa Al-Buruj artinya gedung-gedung yang terdapat di langit.

Al-Minhal ibnu Amr telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi langit yang mempunyai gugusan bintang. (Al-Buruj: l) Yakni bentuk yang baik.Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan

Bahwa makna yang dimaksud ialah manzilah-manzilah matahari dan bulan, yang semuanya ada dua belas buruj; matahari menempuh tiap-tiap manzilah itu selama satu bulan, sedangkan bulan berjalan

pada masing-masing darinya selama dua sepertiga hari, yang berarti dua puluh delapan malam, sedangkan yang dua malamnya bulan bersembunyi. Firman Allah Swt.:


{وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ}


dan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. (Al-Buruj:2-3)Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan maknanya.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو الْغُزِّيُّ حَدَّثَنَا عُبَيد اللَّهِ -يَعْنِي ابْنَ مُوسَى-حَدَّثَنَا مُوسَى بْنِ عُبَيْدَةَ، عَنْ أَيُّوبَ بْنِ خَالِدٍ بْنِ صَفْوَانَ بْنِ أَوْسٍ الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " {وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ} يَوْمِ الْقِيَامَةِ {وَشَاهِدٍ} يَوْمِ الْجُمُعَةِ. وَمَا طَلَعَتْ شَمْسٌ وَلَا غَرَبَتْ عَلَى يَوْمٍ أَفْضَلَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ، وَفِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ فِيهَا خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، وَلَا يَسْتَعِيذُ فِيهَا مِنْ شَرٍّ إِلَّا أَعَاذَهُ، {وَمَشْهُودٍ} يَوْمُ عَرَفَةَ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Amr Al-Gazi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah,

dari Ayyub ibnu Khalid ibnu Safwan ibnu Aus Al-Ansari, dari Abdullah ibnu Rafi', dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Dan hari yang dijanjikan, yaitu hari kiamat, dan yang menyaksikan,

yaitu hari Jumat. Dan tiada suatu hari pun yang mentari terbit dan tenggelam padanya lebih utama daripada hari Jumat; di dalamnya terdapat suatu saat yang tidak sekali-kali seorang hamba yang muslim menjumpainya, lalu

meminta suatu kebaikan padanya, melainkan Allah memberinya hal itu. Dan tidaklah dia meminta perlindungan dari suatu kejahatan padanya melainkan Allah melindunginya. Dan hari yang disaksikan itu adalah hari Arafah.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah melalui berbagai jalur dari Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi, sedangkan dia orangnya daif. Dan hadis ini telah diriwayatkan pula secara mauquf dari Abu Hurairah,

maka riwayat inilah yang lebih mirip kepada kesahihan.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia telah mendengar Ali ibnu Zaid dan

Yunus ibnu Ubaid; keduanya menceritakan hadis. dari Ammar maula Bani Hasyim, dari Abu Hurairah. Adapun meryurut riwayat Ali, maka dia me-rafa'-kannya sampai kepada Nabi Saw., sedangkan Yunus hanya sampai

kepada Abu Hurairah. Disebutkan bahwa Abu Hurairah telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. (Al-Buruj: 3) Bahwa yang menyaksikan adalah

hari Jumat, dan yang disaksikan adalah hari kiamat.Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Yunus, bahwa ia pernah

mendengar Ammar maula Bani Hasyim menceritakan hadis dari Abu Hurairah, bahwa ia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. (Al-Buruj: 3) Bahwa yang menyaksikan

adalah hari Jumat dan yang disaksikan adalah hari 'Arafah, dan yang dijanjikan adalah hari kiamat. Telah diriwayatkan pula dari Abu Hurairah, ia pernah mengatakan bahwa hari yang dijanjikan itu adalah hari kiamat.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan, Qatadah, dan Ibnu Zaid, tetapi aku tidak melihat mereka berselisih pendapat mengenainya; segala puji bagi Allah. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan:


حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَوْفٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَيَّاشٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا ضَمْضَم بْنُ زُرْعَة، عَنْ شُرَيح بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْيَوْمُ الْمَوْعُودُ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، وَإِنَّ الشَّاهِدَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، وَإِنَّ الْمَشْهُودَ يَوْمُ عَرَفَةَ، وَيَوْمُ الْجُمُعَةِ ذَخَرَهُ اللَّهُ لَنَا"


telah menceritakan kepada kamu Muhammad ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Iyasy, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Damdam ibnu Zur'ah, dari Syuraih ibnu Ubaid,

dari Abu Malik Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hari yang dijanjikan ialah hari kiamat, dan sesungguhnya yang menyaksikan ialah hari Jumat,

dan sesungguhnya yang disaksikan ialah hari 'Arafah dan hari Jumat yang sengaja disimpankan oleh Allah untuk kita (umat Muhammad).Kemudian Ibnu Jarir mengatakan:


حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ مُوسَى الرَّازِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْك، عَنِ ابْنِ حَرْمَلَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ المسَيَّب أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ سَيِّدَ الْأَيَّامِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، وَهُوَ الشاهدُ، وَالْمَشْهُودُ يَوْمُ عَرَفَةَ"


telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Musa Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, dari Ibnu Harmalah, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya

penghulu hari itu adalah hari Jumat, yaitu hari yang menyaksikan, sedangkan hari yang disaksikan adalah hari Arafah. Ini merupakan salah satu dari hadis mursal-nya Sa'id ibnul Musayyab. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan

telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Syu'bah, dari Ali ibnu Zaid, dari Yusuf Al-Makki, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa yang menyaksikan adalah Muhammad Saw.

sedangkan yang disaksikan adalah hari kiamat. Kemudian Ibnu Abbas membaca firman-Nya: Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi) nya, dan hari itu adalah suatu hari yang

disaksikan (oleh segala makhluk). (Hud: 103) Telah menceritakan pula kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mugirah, dari Syubak yang mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki bertanya

kepada Al-Hasan ibnu Ali tentang makna firman-Nya: dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. (Al-Buruj:3) Al-Hasan ibnu Ali menjawab, "Apakah engkau pernah bertanya kepada seseorang sebelumku?"

Lelaki itu menjawab, "Ya, aku pernah bertanya kepada Ibnu Umar dan Ibnuz Zubair. Lalu keduanya menjawab, bahwa makna yang dimaksud adalah Hari Raya Kurban dan hari Jumat." Maka Al-Hasan ibnu Ali berkata,

"Bukan, yang menjadi saksi adalah Muhammad Saw." Kemudian Al-Hasan ibnu Ali membaca firman-Nya: Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat

dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (An-Nisa: 41) Dan yang dimaksud dengan yang disaksikan adalah hari kiamat; kemudian Al-Hasan membaca firman-Nya:

Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi) nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk). (Hud: 103) Hal yang sama telah dikatakan oleh

Al-Hasan Al-Basri. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Ibnu Hannalah, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa yang disaksikan adalah hari kiamat. Mujahid, Ikrimah, dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa yang menyaksikan

adalah anak Adam, dan yang disaksikan adalah hari kiamat. Diriwayatkan dari Ikrimah pula bahwa yang menyaksikan adalah Muhammad Saw., dan yang disaksikan adalah hari Jumat. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan

dari Ibnu Abbas, bahwa yang menyaksikan adalah Allah, dan yang disaksikan adalah hari kiamat. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im Al-Fadl

ibnu Dakin, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Yahya Al-Qattat, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. (Al-Buruj:3) Bahwa yang

menyaksikan adalah manusia, sedangkan yang disaksikan adalah hari Jumat; hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid,

telah menceritakan kepada kami Mahran, dari Sufyan, dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. (Al-Buruj: 3)

Yang menyaksikan adalah hari' Arafah, dan yang disaksikan adalah hari kiamat. Hal yang sama diriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, dari Mugirah, dari Ibrahim yang mengatakan bahwa yang dimaksiid adalah

Hari Raya Kurban dan hari Arafah, yakni yang menyaksikan dan yang disaksikan. Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya mengatakan bahwa yang disaksikan adalah hari Jumat; sehubungan dengan hal ini mereka

meriwayatkan sebuah hadis yang diceritakan kepada kami oleh Ahmad ibnu Abdur Rahman, bahwa telah menceritakan kepadaku pamanku (yaitu Abdullah ibnu Wahb),

telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Zaid ibnu Aiman, dari Ubadah ibnu Nasiy, dari Abu Darda yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


"أَكْثِرُوا عليَّ مِنَ الصَّلَاةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَإِنَّهُ يَوْمٌ مَشْهُودٌ، تَشْهَدُهُ الْمَلَائِكَةُ"


Perbanyaklah membaca salawat untukku di hari Jumat', karena sesungguhnya hari Jumat itu adalah hari yang disaksikan oleh para malaikat. Diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa yang menyaksikan adalah Allah.

Kemudian ia membaca firman-Nya: Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (Al-Fath: 28) dan yang disaksikan adalah kita semua; demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Bagawi.

Kebanyakan ulama mengatakan bahwa yang menyaksikan adalah hari Jumat dan yang disaksikan adalah hari 'Arafah. Firman Allah Swt.:


{قُتِلَ أَصْحَابُ الأخْدُودِ}


Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. (Al-Buruj: 4) Yakni terkutuklah para pembuat parit itu. Ukhdud bentuk jamaknya adalah akhadid. yang artinya galian. Hal ini menceritakan perihal suatu kaum yang kafir.

Mereka dengan sengaja menangkap orang-orang mukmin yang ada di kalangan mereka; orang-orang mukmin itu lalu mereka paksa untuk murtad dari agamanya, tetapi orang-orang mukmin menolaknya. Untuk itu kaum

kafir tersebut membuat suatu galian buat orang-orang mukmin yang mereka tangkap itu, kemudian mereka nyalakan di dalamnya api yang besar, dan mereka menyediakan kayu bakar yang cukup untuk membuat api itu tetap bergejolak.

Setelah itu mereka membawa orang-orang mukmin yang mereka tangkap itu ke dekat galian, lalu ditawarkan kepada mereka untuk murtad, tetapi ternyata orang-orang mukmin itu menolak dan tidak mau menerimanya.

Akhirnya orang-orang mukmin itu dilemparkan ke dalam parit yang ada apinya itu. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:


{قُتِلَ أَصْحَابُ الأخْدُودِ النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ}


Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedangkan mereka menyaksikan

apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. (Al-Buruj:4-7) Yaitu mereka menyaksikan apa yang dilakukan terhadap orang-orang mukmin itu. Allah Swt. berfirman:


{وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ}


Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (Al-Buruj: 8) Orang-orang mukmin itu tidak mempunyai salah

terhadap mereka kecuali hanya karena iman mereka kepada Allah Yang Mahaperkasa yang tidak akan tersia-sia orang yang berlindung di bawah naungan-Nya yang sangat kokoh,

lagi Dia Maha Terpuji dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya dan dalam syariat dan takdir-Nya. Sekalipun Dia telah menakdirkan atas hamba-hamba-Nya yang beriman itu berada di tangan kekuasaan orang-orang kafir

yang memberlakukan terhadap mereka seperti apa yang disebutkan di atas,maka Dia tetap Mahaperkasa lagi Maha Terpuji, walaupun penyebab hal itu tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}


Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. (Al-Buruj:9)Termasuk sifat Allah yang sempurna ialah Dia memiliki semua alam langit dan alam bumi berikut apa yang ada di antara keduanya dan juga yang ada di dalam keduanya.


{وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ}


dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Buruj:9)Yakni tiada sesuatu pun yang tidak kelihatan bagi-Nya di langit dan di bumi, dan tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya.Ulama tafsir berbeda pendapat

mengenai orang-orang yang disebutkan dalam kisah ayat ini, siapakah mereka sebenarnya? Disebutkan dari sahabat Ali r.a. bahwa mereka adalah penduduk negeri Persia ketika raja mereka ingin menghalalkan kawin

dengan mahram, lalu ulama mereka menentang kehendak raja itu. Maka dengan sengaja si raja membuat parit dan melemparkan ke dalamnya setiap orang yang menentang keinginannya dari kalangan mereka;

dan akhirnya menghalalkan kawin dengan mahram terus berlangsung sampai sekarang. Menurut riwayat lain yang juga dari Ali, mereka adalah suatu kaum di negeri Yaman. Orang-orang mukmin dari kalangan mereka berperang

dengan orang-orang musyriknya. maka pada mulanya orang-orang mukmin menang atas orang-orang kafir, kemudian selang beberapa masa pertempuran di antara mereka kembali berkobar, dan kali ini orang-orang kafirlah yang menang

atas orang-orang mukmin. Lalu orang-orang kafir membuat parit-parit dan para tawanan kaum mukmin dimasukkan ke dalamnya, kemudian dibakar di dalam parit itu. Diriwayatkan pula dari Ali, bahwa mereka adalah penduduk negeri Habsyah

(Etiopia sekarang).Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar. (Al-Buruj: 4-5)

Bahwa mereka adalah segolongan orang-orang dari kaum Bani Israil yang membuat parit-parit, kemudian dinyalakanlah api di dalam parit itu. Kemudian mereka membawa kaum laki-laki dan wanita yang beriman

ke pinggir parit itu dan mereka dipaksa untuk kafir, tetapi mereka menolak, lalu mereka dimasukkan ke dalamnya. Menurut pendapat ulama, mereka adalah Nabi Danial dan para pengikutnya. Hal yang sama telah

dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim; menurut pendapat yang lainnya lagi menyebutkan selain itu. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami 'Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah

dari Sabit, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Suhaib, bahwa Rasulullah Saw. pernah menceritakan kisah berikut. Dahulu kala di kalangan orang-orang sebelum kamu terdapat seorang raja yang mempunyai

seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir itu telah lanjut usia, ia berkata kepada rajanya, "Sesungguhnya usiaku telah lanjut dan tidak berapa lama lagi ajalku akan tiba, maka berikanlah kepadaku seorang pemuda yang akan

kuajari ilmu sihir." Maka raja menyerahkan kepada tukang sihir itu seorang pemuda untuk diajarinya ilmu sihir. Dan tersebutlah di antara rumah penyihir dan raja terdapat seorang rahib; maka bila si pemuda akan pergi

ke rumah penyihir, terlebih dahulu ia mampir ke rumah si rahib dan mendengarkan perkataannya yang memikat hati si pemuda itu. Tersebutlah pula bahwa apabila si pemuda itu datang ke tempat penyihir,

maka penyihir memukulnya seraya berkata.”'Apakah yang membuatmu datang terlambat?" Dan apabila pemuda itu pulang ke rumah keluarganya, maka mereka memukulnya pula seraya bertanya.”Mengapa kamu pulang

terlambat?"Kemudian si pemuda mengadukan hal tersebut kepada si rahib. Maka rahib memberinya petunjuk, "Apabila tukang sihir itu hendak memukulmu, katakanlah kepadanya bahwa keluargamu yang

membuatmu datang terlambat. Dan apabila keluargamu hendak memukulmu. maka katakanlah kepada mereka bahwa si tukang sihirlah yang membuatmu pulang terlambat.

"Pada suatu hari si pemuda itu mendatangi seekor hewan yang besar lagi mengerikan, hewan itu menghalang-halangi jalan yang dilalui oleh manusia sehingga mereka tidak dapat melewatinya. Maka si pemuda itu berkata,

"Pada hari ini aku akan mengetahui apakah perintah rahib yang lebih disukai oleh Allah ataukah perintah si tukang sihir." Si pemuda memungut sebuah batu dan berdoa, "Ya Allah, jika perintah rahib lebih disukai oleh Engkau

dan lebih Engkau ridai daripada perintah si tukang sihir, maka bunuhlah hewan yang mengerikan ini agar manusia dapat melalui jalannya," lalu ia melemparkan batu itu ke arah hewan tersebut dan mengenainya

sampai mati, maka orang-orangpun dapat melewati jalannya seperti biasa.Pemuda itu menceritakan hal tersebut kepada si rahib, maka si rahib berkata, "Hai anakku, engkau lebih utama daripada aku,

dan sesungguhnya engkau akan mendapat cobaan, maka jika engkau mendapat cobaan, janganlah engkau menunjukkan tempatku berada."Tersebutlah bahwa pemuda itu dapat menyembuhkan penyakit buta, penyakit supak,

dan penyakit-penyakit lainnya yang sulit disembuhkan. Dan tersebutlah bahwa si raja mempunyai teman sekedudukan yang terkena penyakit kebutaan. Ketika teman raja itu mendengar perihal si pemuda yang dapat menyembuhkan

segala penyakit. maka ia datang kepadanya dengan membawa banyak hadiah seraya berkata, "Sembuhkanlah aku dari penyakitku ini. maka aku akan memberimu segala sesuatu yang ada di sini." Si pemuda menjawab,

"Aku bukanlah orang yang dapat menyembuhkan melainkan yang menyembuhkan hanyalah Allah Swt. Maka jika engkau mau beriman kepada-Nya. aku akan mendoakanmu kepada-Nya, dan Dia akan

menyembuhkanmu."Teman raja itu mau beriman, maka si pemuda berdoa kepada Allah, kemudian dengan serta merta teman raja itu sembuh saat itu juga. Lalu teman raja itu datang lagi kepada raja dan duduk bersamanya

sebagaimana biasanya. Si raja merasa kaget dan bertanya, "Hai Fulan, siapakah yang mengembalikan pandangan matamu menjadi seperti sedia kala?" Teman raja menjawab, "Tuhanku." Si raja bertanya, "Apakah itu aku?"

Teman raja menjawab, "Bukan, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah." Raja bertanya, "Apakah engkau mempunyai tuhan lain selain aku?" Teman raja menjawab, "Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah."

Maka raja terus-menerus menyiksa temannya itu, hingga pada akhirnya teman raja itu menunjukkan kepada si pemuda. Maka pemuda itu dipanggil menghadap kepada raja, dan raja berkata kepadanya,

"Hai anakku, telah sampai kepadaku bahwa ilmu sihirmu mencapai tingkatan dapat menyembuhkan sakit buta, sakit supak, dan segala macam penyakit." Si pemuda menjawab, "Aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun,

sesungguhnya yang menyembuhkan hanyalah Allah Swt." Si raja bertanya, "Dia adalah aku bukan?" Si pemuda menjawab, "Bukan." Raja bertanya, "Apakah engkau mempunyai tuhan selain aku?" Pemuda menjawab,

"Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah."Maka si raja itu pun menyiksa si pemuda dan terus-menerus menginterogasinya hingga pada akhirnya terpaksa si pemuda menunjukkan kepada si rahib, maka si rahib ditangkap dan

dihadapkan kepada raja. Raja berkata kepadanya, "Tinggalkanlah agamamu itu." Si rahib menolak', maka raja meletakkan gergaji di tengah kepalanya dan membelah tubuhnya hingga terbelah.Kemudian si raja

berkata kepada temannya yang tadinya buta itu, "Tinggalkanlah agamamu!" Ia menolak, maka diletakkan pula gergaji di atas kepalanya, lalu tubuhnya dibelah menjadi dua dan jatuh ke tanah. Raja berkata kepada si pemuda,

"Tinggalkanlah agamamu itu." Si pemuda menolak, maka raja menyuruh sejumlah orang untuk membawanya ke atas sebuah gunung, dan berpesan kepada mereka, "Apabila kamu telah mencapai puncaknya,

ancamlah dia. Maka jika dia mau meninggalkan agamanya, biarkanlah. Tetapi jika menolak. lemparkanlah ia dari puncaknya."Maka mereka membawa si pemuda itu. Dan ketika mereka telah sampai di puncak gunung tersebut

bersama si pemuda itu, maka si pemuda berdoa, "Ya Allah, selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki." Maka dengan tiba-tiba bumi mengalami gempa sangat kuat mengguncangkan mereka,

sehingga mereka semuanya terjatuh dari puncak gunung itu.Kemudian si pemuda itu datang kembali kepada raja. Setelah mendapat izin masuk, lalu pemuda itu menemui raja, dan raja bertanya kepadanya,

"Apakah yang telah dilakukan oleh orang-orang yang membawamu?" Si pemuda menjawab, "Allah Swt. telah menyelamatkan aku dari mereka." Lalu raja mengirim sejumlah orang untuk membawa pemuda itu ke laut,

seraya berpesan kepada mereka, "Jika kalian telah sampai di tengah laut, dan ternyata dia mau meninggalkan agamanya, maka biarkanlah dia. Tetapi jika ia tetap membangkang, maka lemparkanlah dia ke laut."

Lalu mereka menempuh jalan laut dengan membawa si pemuda itu. Ketika sampai di tengah laut, si pemuda berdoa, "Ya Allah, selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau sukai."

Maka mereka semua tenggelam ke dalam laut itu.Pemuda itu kembali datang dan menghadap kepada'raja, dan raja bertanya, "Apakah yang telah dilakukan oleh orang-orang yang membawamu?" Pemuda itu menjawab,

"Allah Swt. telah menyelamatkan diriku dari mereka."Kemudian si pemuda itu berkata lagi kepada si raja, "Sesungguhnya engkau tidak akan dapat membunuhku sebelum melakukan apa yang akan kuperintahkan

kepadamu. Jika engkau lakukan apa yang kuperintahkan kepadamu, niscaya engkau dapat membunuhku; dan jika tidak, maka selamanya engkau tidak akan dapat membunuhku." Raja bertanya, "Bagaimanakah caranya?"

Pemuda itu menjawab, "Engkau kumpulkan semua manusia di suatu lapangan, kemudian engkau salib aku di atas balok kayu dan engkau ambil sepucuk anak panah dari wadah anak panahku, kemudian ucapkanlah,

"Dengan menyebut nama Allah, Tuhan si pemuda ini." Maka sesungguhnya jika engkau lakukan hal itu, barulah engkau dapat membunuhku."Raja melakukan apa yang disarankan oleh si pemuda itu dan memasang

anak panah pemuda itu di busurnya, kemudian ia bidikkan ke arah pemuda tersebut dengan mengucapkan, "Dengan menyebut nama Allah, Tuhan si pemuda ini." Maka panah melesat dan mengenai pelipisnya,

lalu si pemuda memegang pelipisnya yang terkena panah itu dan meninggal dunia saat itu juga.Maka semua orang yang hadir berkata, "Kami beriman kepada Allah, Tuhan si pemuda ini." Dan dikatakan kepada raja.

”Sekarang engkau baru menyaksikan apa yang engkau sangat mengkhawatirkannya.Sesungguhnya, demi Allah, kamu telah dikalahkan karena semua orang telah beriman." Raja sangat berang, lalu

ia memerintahkan agar di tengah jalan dibuat galian parit yang cukup dalam dan dinyalakanlah api di dalam parit itu. Lalu raja berkata, "Barang siapa yang mau meninggalkan agamanya, biarkanlah dia. Dan jika tidak ada,

maka masukkanlah mereka semuanya ke dalam parit itu."Tersebutlah bahwa mereka berlari-lari menuju ke parit itu dan saling berdesakan untuk paling dahulu masuk ke dalamnya. Dan datanglah seorang ibu yang

membawa anak laki-laki yang masih disusuinya, maka seakan-akan si ibu enggan untuk menjatuhkan dirinya ke dalam parit yang penuh dengan api itu. Maka bayi yang digendongnya itu berkata.”Hai Ibu,

bersabarlah karena sesungguhnya engkau berada di jalan yang benar."Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim di akhir kitab sahihnya, dari Hudbah ibnu Khalid, dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad

dan lafaz yang semisal.Imam Nasai meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Salman, dari Usman ibnu Hammad ibnu Salamah dan melalui jalur Hammad ibnu Zaid; keduanya dari Sabit dengan sanad yang sama,

tetapi mereka meringkas bagian pertama hadis.Al-Imam Abu Isa At-Turmuzi telah meriwayatkannya dengan predikat yang baik di dalam tafsir surat ini dari Mahmud ibnu Gailan dan Abdu ibnu Humaid

tetapi maknanya sama keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Sabit Al-Bannani, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Suhaib yang mengatakan bahwa

Rasulullah Saw. bila telah salat Asar kelihatan sekan-akan berbisik-bisik, yang menurut istilah sebagian dari mereka, makna yang dimaksud ialah beliau Saw. menggerak-gerakkan kedua bibirnya seakan-akan sedang berbicara.

Maka ditanyakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah, apabila engkau salat Asar kelihatan engkau menggerakkan kedua bibirmu." Rasulullah Saw. menjawab, bahwa dahulu ada seorang nabi yang merasa bangga dengan umatnya,

ia mengatakan, "Siapa yang dapat menandingi mereka?" Maka Allah menurunkan wahyu kepada nabi itu, "Suruhlah mereka untuk memilih apakah Aku yang mengazab mereka ataukah Aku jadikan mereka dikuasai oleh musuhnya?

" Akhirnya mereka memilih lebih suka dihukum oleh Allah Swt. Maka Allah Swt. menguasakan kepada mereka kematian, sehingga matilah dari mereka dalam sehari sebanyak tujuh puluh ribu orang.

Suhaib melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah apabila menceritakan kisah ini, maka beliau mengisahkan pula kisah lainnya yang menyangkut pemuda itu. Rasulullah Saw. bersabda, "Dahulu ada seorang raja yang

mempunyai seorang tukang tenung yang bekerja untuk raja dengan ilmu tenungnya. Maka tukang tenung itu berkata, 'Berikanlah kepadaku seorang pemuda yang pandai atau cerdik dan cerdas, aku akan mengajarkan

kepadanya ilmuku ini."Kemudian kisah ini disebutkan dengan lengkap yang di akhirnya disebutkan bahwa Allah Swt. berfirman: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan)

kayu bakar. (Al-Buruj :4-5) sampai dengan firman-Nya: Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (Al-Buruj:8) Adapun si pemuda itu telah dikebumikan, dan disebutkan bahwa di masa pemerintahan Khalifah Umar r.a.

pemuda itu dikeluarkan dari kuburnya, sedangkan telunjuknya berada di pelipisnya seperti sedia kala saat dia terbunuh. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, dan konteks hadis ini tidak

mengandung keterangan yang jelas yang membuktikan bahwa konteks kisah ini dari perkataan Nabi Saw. Guru kami Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazi telah mengatakan bahwa barangkali lafaz ini dari perkataan Suhaib Ar-Rumi

karena sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan tentang berita-berita kaum Nasrani; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah mengetengahkan kisah ini di dalam kitab sirahnya

dengan konteks yang lain yang berbeda dengan sebelumnya. Untuk itu dia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yazib ibnu Ziyad, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi; telah menceritakan pula kepadaku sebagian ulama

Najran, dari para pemilik kisah. Bahwa dahulu penduduk negeri Najran adalah para penyembah berhala, yaitu ahli syirik. Dan tersebutlah bahwa di salah satu dari kawasan kota Najran yang sangat besar itu lagi memiliki berbagai

bagian kota, dan kepadanyalah dinisbatkan semua penduduk negeri itu, terdapat seorang tukang sihir yang mengajari sihir para pemuda Najran. Ketika Faimun bermukim di Najran —mereka tidak menyebutkan

nama lelaki itu yang disebutkan namanya oleh Ibnu Munabbih, karena mereka hanya mengatakan bahwa Najran kedatangan seorang lelaki— lalu ia membangun sebuah kemah yang terletak di antara Najran dan kota

tempat tinggal si penyihir itu.Maka orang-orang Najran mengirimkan anak-anak mereka untuk belajar kepada ahli sihir itu ilmu sihir yang dikuasainya. Dan tersebutlah bahwa At-Tamir mengirimkan anaknya yang bernama

Abdullah ibnu Tamir bersama-sama dengan anak-anakNajran untuk belajar ilmu sihir kepada si penyihir itu. Tersebutlah bahwa apabila Abdullah melewati penghuni kemah itu, ia merasa kagum dengan apa yang

disaksikannya dari penghuni kemah itu yang banyak ibadah dan salatnya. Maka ia memberanikan diri untuk duduk di dekatnya dan mendengar darinya ajaran-ajarannya, pada akhirnya ia masuk Islam,

mengesakan Allah dan menyembah-Nya. Lalu ia menanyakan kepada penghuni kemah itu tentang syariat-syariat Islam, dan setelah ia pandai tentang syariat-syariat Islam, lalu ia meminta kepadanya untuk diberi Ismul A'zam.

Tersebutlah bahwa lelaki penghuni kemah itu mengetahui Ismul A'zam, tetapi lelaki itu menyembunyikannya dari Abdullah dan menolak untuk mengajarkan Ismul A'zam kepadanya, seraya berkata.”Wahai anak saudaraku,

engkau tidak akan mampu memikulnya dan aku merasa khawatir dengan kelemahanmu darinya."Sedangkan ayah Abdullah (yaitu At-Tamir) hanya mengetahui bahwa anaknya berangkat hanyalah untuk belajar

kepada tukang sihir tersebut.Ketika Abdullah melihat bahwa gurunya tidak mau memberikan Ismul A’zam kepadanya karena takut akan kelemahannya, maka dengan sengaja ia mengambil banyak wadah, lalu ia kumpulkan

dan tiada suatu wadah pun melainkan ia menuliskan padanya tiap isim yang telah diajarkan oleh gurunya. Dan setelah semuanya tertulis, maka ia menyalakan api, kemudian melemparkan wadah-wadah itu

ke dalam api satu per satu. Ketika sampai pada giliran wadah yang tertulis padanya Ismul A'zam (yang belum diketahuinya secara pasti), lalu ia melemparkan wadah itu. Maka tiba-tiba wadah itu terpental dari api

dan keluar dari nyalanya tanpa mengalami suatu kerusakan pun, melainkan tetap utuh.Kemudian ia mengambil wadah tersebut dan membawanya menghadap kepada gurunya, lalu ia berkata kepadanya bahwa dirinya

telah mengetahui Ismul A’zam yang telah dia catat. Maka gurunya bertanya, "Coba sebutkan." Abdullah menjawab, bahwa Ismul A’zam itu adalah demikian dan demikian. Gurunya bertanya, "Bagaimana kamu

mendapatkannya?" Maka Abdullah menceritakan kepada.gurunya apa yang telah ia lakukan. Lalu gurunya berkata, "Wahai anak saudaraku, sesungguhnya engkau telah mendapatkannya, maka tahanlah dirimu, dan saya

merasa yakin engkau tidak akan menyalahgunakannya."Maka jadilah Abdullah ibnu At-Tamir apabila memasuki Najran, tidak sekali-kali dia berdua dengan seseorang yang penyakitan melainkan ia mengatakan kepadanya,

"Hai hamba Allah, maukah engkau mengesakan Allah dan masukke dalam agamaku, aku akan mendoakanmu kepada Allah agar disembuhkan, maka Dia pasti akan menyehatkanmu seperti sediakala?"

Maka orang yang dijumpainya itu menjawab, "Ya," dan ia pun mengesakan Allah dan masuk Islam, maka Abdullah berdoa untuk kesembuhannya, sehingga tiada seorang pun dari penduduk negeri Najran yang

penyakitan melainkan dia datangi, dan menaati perintahnya, lalu ia mendoakannya hingga sembuh.Pada akhirnya perihal Abdullah ibnut Tamir sampai kepada raja negeri Najran,

lalu raja mengundangnya dan berkata kepadanya, "Engkau telah merusak rakyat negeriku dan menentang agamaku, yaitu agama nenek moyangku. Maka sungguh aku akan mencingcangmu." Abdullah menjawab,

"Engkau tidak akan mampu melakukannya."Kemudian RajaNajran mengirimkan Abdullah ke atas sebuah bukit yang tinggi sekali, lalu dijatuhkan dari atasnya dengan kepala di bawah. Maka jatuhlah Abdullah

dari atasnya, tetapi tidak apa-apa. Lalu raja mengirimnya ke sebuah perairan di Najran yang berpusar, tiada suatu makhluk hidup pun yang dilemparkan ke dalamnya melainkan pasti mati. Maka Abdullah dilemparkan

ke dalamnya, dan ternyata ia dapat keluar dari perairan itu dalam keadaan sehat wal afiat dan segar bugar.Setelah Abdullah dapat mengalahkan segala upaya RajaNajran itu, maka Abdullah berkata kepadanya,

"Sesungguhnya engkau, demi Allah, tidak akan mampu membunuhku sebelum engkau beriman kepada apa yang aku imani dan mengesakan Allah. Maka sesudah itu sesungguhnya jika engkau hendak meneruskan niatmu,

kamu dapat menguasaiku dan membunuhku.*'Pada akhirnya si raja mau beriman dan mengesakan Allah serta mengucapkan kalimat persaksian seperti apa yang dikatakan oleh Abdullah ibnut Tamir.Kemudian si raja

memukulnya dengan tongkat yang ada di tangannya pada bagian kepalanya dan sempat melukainya, tetapi tidak besar. Dari pukulan itu meninggal dunialah Abdullah ibnut Tamir. Dan raja itu mati pula di tempatnya

sedangkan seluruh penduduk negeri Najran telah memeluk agama Abdullah ibnut Tamir. Tersebutlah bahwa Abdullah ibnut Tamir berada dalam agama yang disampaikan oleh Isa putra Maryam a.s., yaitu berpegangan

kepada kitab Injil dan hukumnya. Kemudian para pemeluk agamanya tertimpa oleh musibah-musibah yang menguji mereka; oleh karena itulah maka asal agama Nasrani itu dari Najran.Ibnu Ishaq mengatakan bahwa

demikianlah menurut hadis Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan sebagian ulama Najran, dari Abdullah ibnut Tamir; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui kebenarannya.Kemudian dilanjutkan bahwa Zu Nuwas

membawa bala tentaranya menuju ke Najran dan menyeru penduduknya untuk memeluk agama Yahudi, dan memberikan kepada mereka pilihan antara memeluk agama Yahudi atau dibunuh. Ternyata mereka lebih

memilih untuk dibunuh, maka Zu Nuwas membuat galian parit dan di dalam parit dinyalakan api yang besar. Lalu mereka dimasukkan ke dalamnya, yang sebelumnya mereka dibunuh dengan pedang dan dicincang,

sehingga terbunuhlah dari mereka kurang lebih sebanyak dua puluh ribu orang.Berkenaan dengan kisah Zu Nuwas dan bala tentaranya inilah Allah Swt. menurutkan firman-Nya kepada Rasul-Nya: Binasa dan terkutuklah

orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.

Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha

Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Buruj :4-9) Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab sirahnya, bahwa orang yang membunuh dan membantai mereka yang dimasukkan ke

dalam parit yang berapi itu adalah Zu Nuwas, yang nama aslinya ialah Zur'ah. Dan di masa pemerintahannya ia dipanggil dengan sebutan Yusuf, dia adalah Ibnu Bayan alias As'ad ibnu Abu Kuraib. Dan dia adalah salah

seorang Tubba' yang memerangi Madinah dan memberi kain kelambu kepada Ka'bah, serta membawa dua orang ulama Yahudi Madinah yang menjadi teman dekatnya. Tersebutlah bahwa dialah yang membawa agama

Yahudi ke negeyi Yaman sehingga ada sebagian dari negeri Yaman yang beragama Yahudi. Demikianlah menurut apa yang diterangkan oleh Ibnu Ishaq dengan panjang lebar. Zu Nuwas dalam sehari membunuh

dua puluh ribu orang dengan memasukkan mereka ke dalam parit-parit berapi. Dan tiada seorang pun dari mereka yang selamat kecuali seorang lelaki yang dikenal dengan nama Daus Zu Sa'laban. Dia sempat melarikan

diri dengan berkuda dan mereka mengejarnya, tetapi tidak dapat menangkapnya. Kemudian Daus pergi menemui kaisar raja negeri Syam meminta suaka padanya. Selanjutnya kaisar berkirim surat kepada

Najasyi raja negeri Habsyah (Etiopia) untuk bertindak (karena lebih dekat). maka Raja Najasyi mengirimkan pasukan besar yang terdiri dari orang-orang Nasrani negeri Habsyah yang dipimpin oleh Aryat dan Abrahah,

maka pasukan ini menyelamatkan negeri Yaman dari cengkeraman orang-orang yang beragama Yahudi. Sedangkan Zu Nuwas sendiri melarikan diri melalui jalan laut, dan di laut ia tenggelam. Kemudian negeri Yaman

dikuasai oleh orang-orang Nasrani Habsyah selama tujuh puluh tahun, kemudian negeri Yaman diselamatkan oleh Saif ibnu Zu Yazin Al-Himyari dari tangan orang-orang Nasrani Habsyah. Hal ini terjadi ketika

Saif bergabung dengan Kisra, Raja Persia. Maka Raja Persia mengirimnya bersama-sama dengan orang-orang yang dipenjara yang jumlah mereka kurang lebih tujuh ratus orang. Lalu Saif menaklukkan negeri Yaman

dengan bala tentaranya, lalu dia sendiri pulang ke Himyar. Dan kami akan mengetengahkan sekelumit kisahnya, insya Allah dalam tafsir firman-Nya.: Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak

terhadap tentara bergajah. (Al-Fil: l).Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki

dari kalangan penduduk Najran di masa pemerintahan Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. menggali sebuah reruntuhan peninggalan zaman dahulu di negeri Najran untuk suatu keperluannya. Maka ia mejumpai

Abdullah ibnut Tamir berada di dalam sebuah kuburan yang ia dikebumikan di dalamnya dalam keadaan duduk dan memegangkan tangannya pada bekas luka pukulan di kepalanya. Apabila ia mengangkat tangan

Abdullah ibnut Tamir, maka keluarlah dari lukanya darah yang mengalir; dan apabila dilepaskan, maka lukanya itu kembali tertutup dan tidak mengalirkan darah lagi. Di tangan Abdullah ibnut Tamir (yakni jenazahnya)

terdapat sebuah cincin yang bertuliskan sebuah prasasti yang artinya, "Tuhanku Allah."Kemudian lelaki itu berkirim surat kepada Khalifah Umar ibnul Khattab untuk meminta saran dan pendapatnya tentang apa yang

harus ia lakukan terhadap jenazah Abdullah ibnut Tamir itu. Maka Khalifah Umar membalas suratnya seraya memerintahkan, "Tetapkanlah dia di tempat semula dan kembalikanlah kepadanya apa yang dijumpai ada bersamanya,"

maka mereka melakukan perintah itu. Abu Bakar alias Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud Dunia rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bilal Al-Asy'ari, telah menceritakan kepada kami

Ibrahim ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Ja'far ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepadaku salah seorang ahlul'ilmi, bahwa ketika Abu Musa menaklukkan Asbahan, ia menjumpai suatu tembok dari tembok

yang mengelilingi kota itu telah runtuh. Maka ia membangunnya kembali tetapi ternyata runtuh lagi; kemudian ia bangun lagi, dan ternyata runtuh lagi. Kemudian dikatakan kepadanya bahwa sesungguhnya

di bawah fondasi tembok itu terdapat makam seorang lelaki yang saleh. Maka digalilah fondasinya, dan ternyata ia menjumpai jenazah-seorang lelaki yang sedang berdiri dengan membawa sebilah pedang yang termaktub

di dalam pedangnya tulisan yang berbunyi, "Aku adalah Al-Haris ibnu Madad, akulah yang membela orang-orang yang dimasukkan ke dalam parit." Akhirnya Abu Musa mengeluarkan jenazah itu dan membangun

tembok tersebut, maka ternyata tembok itu berdiri dengan kokohnya dan tidak runtuh lagi. Menurutku jenazah tersebut adalah Al-Haris ibnu Madad ibnu Amr ibnu Madad Al-Jurhumi; salah seorang Raja Jurhum.

Raja-raja Jurhumlah yang mengurus Ka'bah sesudah anak-anak Sabit ibnu Ismail ibnu Ibrahim. Dan keturunan Al-Haris ini (yaitu Amr ibnul Haris ibnu Madad) adalah Raja Jurhum terakhir di Mekah sebelum mereka diusir

oleh Khuza'ah dan memindahkan mereka ke negeri Yaman. Dialah orang yang mengatakan dalam syairnya yang dikutip oleh Ibnu Hisyam, bahwa berikut ini adalah bait syair yang mula-mula dikatakan oleh orang-orang Arab, yaitu .


كَأَنْ لَمْ يَكُنْ بَيْنَ الْحَجُونِ إِلَى الصَّفَا ... أَنِيسٌ وَلَمْ يَسْمُرْ بِمَكَّةَ سَامِرُ بَلَى نَحْنُ كُنَّا أَهْلَهَا فَأَبَادَنَا ... صُرُوفُ اللَّيَالِي وَالْجُدُودُ الْعَوَاثِرُ


Seakan-akan antara Hujun dan Safa tidak ada lagi keramaian, dan di Mekah tidak ada lagi orang-orang yang begadang malam hari.

Tidak demikian, sebenarnya kami adalah penduduk aslinya, kami telah dibinasakan oleh pergantian malam (zaman) dan kejadian-kejadian yang menimbulkan mala petaka.

Hal ini menunjukkan bahwa kisah ini terjadi di masa dahulu sesudah zaman Nabi Ismail a.s. dalam jarak masa kurang lebih lima ratus tahun. Sedangkan apa yang diketengahkan oleh Ibnu Ishaq memberikan pengertian

bahwa kisah ini terjadi di masa fatrah (kekosongan kenabian) antara masa Nabi Isa dan Nabi Muhammad Saw., tetapi pendapat yang kedua ini lebih mendekati kebenaran; hanya Allah sajalah Yang Maha Mengetahui.Dapat pula

dihipotesiskan bahwa peristiwa ini banyak terjadi di berbagai kawasan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim. bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman,

telah menceritakan kepada kami Safwan, dari Abdur Rahman ibnu Jubair yang mengatakan bahwa peristiwa parit terjadi di negeri Yaman di masa Tubba', dan di Konstantinopel terjadi di masa Kaisar Konstantinopel, yaitu ketika

kaum Nasrani dipaksa untuk berpaling dari kiblat mereka, yaitu agama Al-Masih dan ajaran tauhid. Maka kaisar membuat dapur besar, lalu orang-orang Nasrani yang berpegangan kepada agama Al-Masih dan ajaran tauhid

dilemparkan ke dalamnya yang dipenuhi dengan api yang bergejolak. Dan di negeri Irak peristiwa ini terjadi di negeri Babilonia yang rajanya bernama Bukhtanasar. Dia membuat patung dan memerintahkan kepada

semua rakyatnya untuk bersujud menyembah patung itu. Tetapi Nabi Danial dan kedua sahabatnya yang bernama Ezria dan Misyail menolak, maka dibuatkan bagi mereka tungku api yang besar, lalu dilemparkan

ke dalam tungku itu kayu bakar dan api sehingga apinya besar sekali. Kemudian kedua sahabat Danial dilemparkan ke dalam tungku api itu. Maka Allah Swt. menjadikan tungku api itu terasa sejuk oleh keduanya

dan menjadi keselamatan; Allah menyelamatkan keduanya dan sebaliknya orang-orang yang tadinya berbuat aniaya terhadap Danial dimasukkan ke dalam tungku api itu, mereka terdiri dari sembilan golongan

yang semuanya mati terbakar oleh api. Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi sehubungan dengan firman Allah Swt: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. (Al-Buruj:4) Bahwa parit itu di masa lalu ada tiga,

yaitu di Irak, di Syam, dan di Yaman. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Diriwayatkan dari Muqatil bahwa peristiwa parit itu ada tiga, yaitu di Najran di negeri Yaman, yang l

ainnya di negeri Syam, dan yang terakhir di Persia, mereka dibakar dengan api dalam parit-parit tersebut. Pelakunya yang di negeri Syam adalah Antonius dan orang-orang Romawi; dan yang di negeri Persia adalah Bukhtanasar,

sedangkan yang di negeri Arab (yaitu negeri Yaman) adalah Yusuf alias Zu Nuwas. Adapun mengenai yang terjadi di negeri Persia dan negeri Syam, maka Allah Swt. tidak menyebutkannya di dalam Al-Qur'an, dan hanya

menyebutkan apa yang terjadi di Najran saja. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ad-Dusytuki, telah menceritakan kepada

kami Abdullah ibnu Abu Ja'far, dari ayahnya, dari Ar-Rabi' ibnu Anas sehubungan dengan makna firman-Nya: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. (Al-Buruj:4) Kami telah mendengar bahwa

mereka adalah suatu kaum yang ada di masa fatrah. Ketika mereka melihat fitnah dan kejahatan yang melanda manusia di masa mereka yang membuat mereka menjadi bergolong-golongan, dan masing-masing

golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya sendiri, maka mereka memisahkan diri ke sebuah kampung, lalu mereka di dalam kampung itu menegakkan ibadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan

hanya kepada-Nya, mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat. Demikianlah yang mereka lakukan selama beberapa waktu hingga perihal mereka terdengar oleh seorang raja yang angkara murka dan

sewenang-wenang. Maka terjadilah peristiwa yang menimpa mereka, yang bermula raja memanggil mereka dan memerintahkan kepada mereka untuk menyembah berhala-berhala yang disembah oleh raja dan

orang-orangnya. Orang-orang yang beriman itu menolak dan mengatakan, "Kami tidak mau menyembah selain hanya kepada Allah semesta, tiada sekutu bagi-Nya."Raja berkata kepada mereka, "Jika kamu tidak mau

menyembah sembahan-sembahan ini yang kami puja-puja, maka sesungguhnya aku akan membunuh kamu semuanya' Mereka tetap menolak kehendak rajanya, maka raja itu membuat parit-parit yang di dalamnya

dinyalakan api. Kemudian si raja berkata kepada para prajuritnya, "Perintahkanlah mereka supaya berdiri di pinggir parit itu dan suruhlah mereka memilih antara masuk ke dalam parit itu atau mau menyembah

berhala-berhala kita." Orang-orang yang beriman itu menjawab, "Parit ini lebih kami sukai daripada menuruti kehendakmu." Sedangkan di antara mereka terdapat kaum wanita dan anak-anak, maka anak-anak mereka merasa

takut dengan api itu. Lalu orang-orang tua mereka berkata kepada mereka, "Hai anak-anakku, tiada api lagi sesudah hari ini." Maka mereka memasukkan dirinya ke dalam parit itu yang penuh dengan api, dan arwah mereka

telah dicabut sebelum tubuh mereka tersentuh oleh panasnya api. Setelah itu api yang ada dalam parit itu keluar dari tempatnya dan mengamuk mengepung orang-orang yang sewenang-wenang tersebut dan Allah Swt.

membakar mereka dengan api itu. Berkenaan dengan kisah inilah Allah Swt. menyebutkannyadi dalam firman-Nya: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar,

ketika mereka duduk di sekitarnya, sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang

mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Buruj : 4-9) Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Ammar, dari Abdullah ibnu Abu Ja'far dengan sanad dan lafaz yang semisal. Firman Allah Swt.:


{إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ}


Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan. (Al-Buruj: 10) Yakni yang membakar mereka, menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, serta Ibnu Abza.


{ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا}


kemudian mereka tidak bertobat. (Al-Buruj: 10) Yaitu tidak mau menghentikan perbuatannya yang sewenang-wenang itu dan tidak menyesali apa yang telah mereka lakukan.


{فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ}


maka bagi mereka azab Jahanam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar. (Al-Buruj: 10) Demikian itu karena pembalasan disesuaikan dengan jenis perbuatan (pelanggaran)nya.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa perhatikanlah olehmu kemuliaan dan kemurahan ini, mereka telah membunuh kekasih-kekasih-Nya. Walaupun demikian, Dia menyeru mereka untuk bertobat dan meraih ampunan-Nya.

Surat Al-Buruj |85:2|

وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ

wal-yaumil-mau'uud

dan demi hari yang dijanjikan.

And [by] the promised Day

Tafsir
Jalalain

(Dan demi hari yang dijanjikan) yaitu hari kiamat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Buruj | 85 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Buruj |85:3|

وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ

wa syaahidiw wa masy-huud

Demi yang menyaksikan dan yang disaksikan.

And [by] the witness and what is witnessed,

Tafsir
Jalalain

(Dan demi yang menyaksikan) hari Jumat (dan yang disaksikan) yakni hari Arafah. Demikianlah menurut penafsiran hadis tentang tiga perkara tersebut;

yang pertama adalah hari yang telah dijanjikan, dan yang kedua hari Jumat menyaksikan amal perbuatan yang dikerjakan pada hari itu, serta yang ketiga hari Arafah disaksikan oleh manusia dan para malaikat.

Sedangkan yang menjadi Jawab Qasam kalimat permulaannya tidak disebutkan, yaitu, "Sesungguhnya."

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Buruj | 85 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Buruj |85:4|

قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ

qutila ash-ḥaabul-ukhduud

Binasalah orang-orang yang membuat parit (yaitu para pembesar Najran di Yaman),

Cursed were the companions of the trench

Tafsir
Jalalain

(Telah dibinasakan) telah dilaknat (orang-orang yang memiliki Ukhdud) artinya orang-orang yang menggali parit.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Buruj | 85 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Buruj |85:5|

النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ

an-naari żaatil-waquud

yang berapi (yang mempunyai) kayu bakar,

[Containing] the fire full of fuel,

Tafsir
Jalalain

(Yaitu api) lafal An-Naari berkedudukan sebagai Badal Isytimal dari lafal Al-Ukhduud (yang dinyalakan) dengan kayu bakar.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Buruj | 85 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Buruj |85:6|

إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ

iż hum 'alaihaa qu'uud

ketika mereka duduk di sekitarnya,

When they were sitting near it

Tafsir
Jalalain

(Ketika mereka berada di sekitarnya) yaitu berada di sekitar tepi parit-parit itu seraya di atas kursi-kursi (mereka duduk.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Buruj | 85 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Buruj |85:7|

وَهُمْ عَلَىٰ مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ

wa hum 'alaa maa yaf'aluuna bil-mu`miniina syuhuud

sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang mukmin.

And they, to what they were doing against the believers, were witnesses.

Tafsir
Jalalain

(Sedangkan mereka terhadap apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman) kepada Allah,

menyiksa mereka dengan cara melemparkan mereka ke dalam parit yang penuh dengan api itu, jika mereka tidak mau kembali murtad dari imannya (menyaksikan) artinya hadir menyaksikan penyiksaan itu.

Menurut suatu riwayat, bahwasanya Allah menyelamatkan orang-orang yang beriman yang dilemparkan ke dalam parit berapi itu, yaitu dengan mencabut nyawa mereka terlebih dahulu sebelum mereka jatuh ke dalam api.

Kemudian api itu keluar dari dalam parit dan membakar orang-orang yang berada di sekitarnya, sehingga mereka yang menyaksikan penyiksaan itu mati terbakar.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Buruj | 85 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Buruj |85:8|

وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

wa maa naqomuu min-hum illaaa ay yu`minuu billaahil-'aziizil-ḥamiid

Dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena (orang-orang mukmin itu) beriman kepada Allah yang Maha Perkasa, Maha Terpuji,

And they resented them not except because they believed in Allah, the Exalted in Might, the Praiseworthy,

Tafsir
Jalalain

(Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa) di dalam kerajaan-Nya. (lagi Maha Terpuji) lafal Al-Hamiid bermakna Al-Mahmuud, artinya Maha Terpuji.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Buruj | 85 : 8 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Buruj |85:9|

الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

allażii lahuu mulkus-samaawaati wal-ardh, wallohu 'alaa kulli syai`in syahiid

Yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.

To whom belongs the dominion of the heavens and the earth. And Allah, over all things, is Witness.

Tafsir
Jalalain

(Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu) yakni Dia menyaksikan,

bahwa tiadalah orang-orang kafir itu ingkar kepada orang-orang yang beriman melainkan karena orang-orang yang beriman itu beriman kepada Allah. [...]

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Buruj | 85 : 9 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Buruj |85:10|

إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ

innallażiina fatanul-mu`miniina wal-mu`minaati ṡumma lam yatuubuu fa lahum 'ażaabu jahannama wa lahum 'ażaabul-ḥariiq

Sungguh, orang-orang yang mendatangkan cobaan (bencana, membunuh, menyiksa) kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan lalu mereka tidak bertobat, maka mereka akan mendapat azab Jahanam dan mereka akan mendapat azab (neraka) yang membakar.

Indeed, those who have tortured the believing men and believing women and then have not repented will have the punishment of Hell, and they will have the punishment of the Burning Fire.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan) yaitu dengan cara membakar mereka hidup-hidup

(kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab Jahanam) disebabkan kekafiran mereka (dan bagi mereka azab pembakaran) sebagai pembalasan dari pembakaran mereka terhadap orang-orang yang beriman,

pembalasan itu kelak akan ditimpakan kepada mereka di akhirat. Tetapi menurut suatu pendapat bahwa azab tersebut terjadi di dunia,

umpamanya api tersebut keluar dari paritnya dan langsung mengejar dan membakar mereka, sebagaimana keterangan yang disebutkan di atas.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Buruj | 85 : 10 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Buruj |85:11|

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ

innallażiina aamanuu wa 'amilush-shooliḥaati lahum jannaatun tajrii min taḥtihal-an-haar, żaalikal-fauzul-kabiir

Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan mendapat surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, itulah kemenangan yang agung.

Indeed, those who have believed and done righteous deeds will have gardens beneath which rivers flow. That is the great attainment.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai itulah keberuntungan yang besar.)

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Buruj | 85 : 11 |

Tafsir ayat 11-22

Allah Swt. menceritakan perihal hamba-hamba-Nya yang beriman, bahwa:


{لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ}


bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (Al-Buruj: 11) Berbeda dengan apa yang disediakan-Nya bagi musuh-musuh-Nya, yaitu api yang membakar dan neraka Jahim; karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{ذَلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ}


itulah keberuntungan yang besar. (Al-Buruj: 11) Kemudian Allah Swt. berfirman:


{إِنَّ بَطْشَ رَبِّكَ لَشَدِيدٌ}


Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras. (Al-Buruj: 12) Sesungguhnya azab dan pembalasan Allah terhadap musuh-musuh-Nya yang telah mendustakan rasul-rasul-Nya dan menentang perintah-Nya benar-benar keras, besar. lagi kuat.

Karena sesungguhnya Allah Swt. memiliki kekuatan Yang Mahakokoh, yang segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terjadi menurut apa yang dikehendaki-Nya dalam sekejap atau lebih cepat dari itu. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{إِنَّهُ هُوَ يُبْدِئُ وَيُعِيد}


Sesungguhnya Dialah yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali). (Al-Buruj: 13) Yakni kekuatan dan kekuasaan-Nya

yang sempurna dapat menciptakan makhluk dan menghidupkannya kembali seperti semula. tanpa ada yang dapat menghalang-halangi atau mencegah-Nya.


{وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُود}


Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. (Al-Buruj:14) Dia memberi ampun dosa orang yang bertobat kepada-Nya dan tunduk patuh pada-Nya betapapun besarnya dosa yang bersangkutan. Makna al-wadud menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya ialah Maha Pengasih.


{ذُو الْعَرْشِ}


Yang mempunyai 'Arasy. (Al-Buruj:15) Yaitu yang memiliki 'Arasy yang besar lagi tinggi di atas semua makhluk. Lafaz al-majid ada dua qiraat mengenainya, ada yang membacanya rafa karena

menganggapnya menjadi sifat dari Ar-Rabb; sedangkan bacaan lainnya ialah jar karena menganggapnya menjadi sifat dari 'Arasy. Kedua-duanya dibenarkan.


{فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ}


Mahakuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Buruj:16) Artinya, apa pun yang hendak dilakukan-Nya tiada hambatan bagi keputusan-Nya; dan tiada yang menanyakan apa yang dikerjakan-Nya karena kebesaran,

keperkasaan, kebijaksanaan, dan keadilan-Nya. Sebagaimana yang diriwayatkan kepada kami dari Abu Bakar As-Siddiq r.a. ketika dikatakan kepadanya saat ia menjelang ajalnya, "Apakah tabib telah memeriksamu?"

Abu Bakar menjawab, "Ya." Mereka bertanya, '"Apakah yang dikatakan olehnya?" Abu Bakar menjawab, ''Dia berkata kepadaku ‘Sesungguhnya Aku Mahakuasa berbuat apa yang Kukehendaki'." Firman Allah Swt.:


{هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْجُنُودِ فِرْعَوْنَ وَثَمُودَ}


Sudahkah datang kepadamu berita kaum-kaum penentang, (yaitu kaum) Fira'un dan (kaum) Samud? (Al-Buruj: 17-18) Yakni apakah pernah kamu dengar pembalasan yang ditimpakan oleh Allah kepada mereka dan azab

yang diturunkan-Nya kepada mereka tanpa ada seorang pun yang dapat menolaknya dari mereka? Hal ini merupakan penegasan dari makna yang terkandung di dalam firman-Nya: Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras. (Al-Buruj: 12)

Apabila Dia menghukum orang zalim, maka Dia menghukumnya dengan hukuman yang keras, sebagaimana layaknya hukuman dari Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah

menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun, bahwaNabi Saw. melewati

seorang wanita yang sedang membaca firman-Nya: Sudahkah datang kepadamu berita kaum-kaum penentang? (Al-Buruj: 17) Maka Nabi Saw. bangkit dan mendengarkan seraya bersabda: Ya benar, telah datang kepadaku kisah mereka. Firman Allah Swt.:


{بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي تَكْذِيبٍ}


Sesungguhnya orang-orang kafir selalu mendustakan. (Al-Buruj: 19) Mereka selalu berada dalam keraguan, kebimbangan, kekufuran, dan keingkaran.


{وَاللَّهُ مِنْ وَرَائِهِمْ مُحِيطٌ}


padahal Allah mengepung mereka dari belakang mereka. (Al-Buruj:20) Yakni Dia berkuasa atas mereka lagi mengalahkan, mereka tidak dapat luput dari-Nya dan tidak dapat melarikan diri dari kekuasaan-Nya.


{بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيدٌ}


Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur'an yang mulia. (Al-Buruj:21) Yaitu Al-Qur'an yang agung lagi mulia.


{فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ}


yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuz. (Al-Buruj: 22) Maksudnya, Al-Qur'an itu di kalangan para malaikat terpelihara dari segala bentuk pengurangan, penambahan, perubahan, dan penyimpangan. Ibnu Jarir mengatakan

telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Qurrah ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Harb ibnu Syuraih, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Suhaib

dari Anas ibnu Malik sehubungan dengan makna firman Allah Swt: Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur'an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuz. (Al-Buruj: 21-22) Bahwa sesungguhnya

Lauh Mahfuz yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur’an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuz. (Al-Buruj: 21-22) berada di kening

Malaikat Israfil. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Saleh, bahwa Abul A'bas alias

Abdur Rahman ibnu Salman telah mengatakan, "Tiada sesuatu pun yang telah ditetapkan oleh Allah, baik berupa Al-Qur'an, dan yang sebelumnya dan yang sesudahnya melainkan berada di Lauh Mahfuz (lembaran yang terpelihara)

Dan Lauh Mahfuz ini berada di antara kedua mata Malaikat Israfil, tidak diizinkan baginya melihat kepadanya."Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa sesungguhnya Al-Qur'an yang mulia ini berada di sisi Allah di Lauh Mahfuz,

Dia menurunkan sebagian darinya menurut apa yang dikehendaki-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari kalangan makhluk-Nya.Al-Bagawi telah meriwayatkan melalui jalur Ishaq ibnu Bisyr, bahwa telah menceritakan

kepadaku Muqatil dan Ibnu Juraij, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya di tengah Lauh terdapattulisan, "Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah semata, agama-Nya ialah Islam

dan Muhammad adalah hambadan rasul-Nya. Maka barang siapa yang beriman kepada Allah dan membenarkan janji-Nya serta mengikuti rasul-rasul-Nya. maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga." Ibnu Abbas melanjutkan,

bahwa Lauh adalah lembaran dari mutiara yang putih, panjangnya sama dengan jarak antara bumi dan langit. dan lebarnya sama dengan jarak antara masyriq dan magrib, sedangkan kedua sisinya dari mutiara dan yaqut.

dan sampulnya dari yaqut merah. qalam (pena)nya dari cahaya, dan kalam-Nya telah tertulis di 'Arasy dan pokok-nya berada di pangkuan seorang malaikat. Muqatil mengatakan bahwa Lauh Mahfuz berada di sebelah kanan 'Arasy.


قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا مِنْجَابُ بْنُ الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ لَوْحًا مَحْفُوظًا مِنْ دُرَّة بَيْضَاءَ، صَفَحَاتُهَا مِنْ يَاقُوتَةٍ حَمْرَاءَ، قَلَمه نُورٌ وَكِتَابُهُ نُورٌ، لِلَّهِ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ سِتُّونَ وَثَلَاثُمِائَةُ لَحْظَةٍ، يَخْلُقُ وَيَرْزُقُ، وَيُمِيتُ وَيُحْيِي، ويُعِزُّ ويُذِلُّ، وَيَفْعَلُ مَا يَشَاءُ"


Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Minjab ibnul Haris. telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Yusuf,

telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Abdullah, dari Lais, dari Abdul Malik ibnu Sa'id ibnu Jubair, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas. bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah menciptakan

Lauh Mahfuz dari mutiara yang putih, lembaran-lembarannya dari yaqut merah, dan qalamnya dari nur (cahaya) dan tintanya dari nur pula. Setiap hari Allah memerintahkan kepada Lauh Mahfuz

sebanyak tiga ratus enam puluh perintah untuk menciptakan, memberi rezeki, mematikan, menghidupkan, memuliakan, menghinakan, dan Dia berbuat menurut apa yang dikehendaki-Nya.

Surat Al-Buruj |85:12|

إِنَّ بَطْشَ رَبِّكَ لَشَدِيدٌ

inna bathsya robbika lasyadiid

Sungguh, azab Tuhanmu sangat keras.

Indeed, the vengeance of your Lord is severe.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Azab Rabbmu) terhadap orang-orang kafir (benar-benar keras) sesuai dengan kehendak-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Buruj | 85 : 12 |

penjelasan ada di ayat 11

Surat Al-Buruj |85:13|

إِنَّهُ هُوَ يُبْدِئُ وَيُعِيدُ

innahuu huwa yubdi`u wa yu'iid

Sungguh, Dialah yang memulai penciptaan (makhluk) dan yang menghidupkannya (kembali).

Indeed, it is He who originates [creation] and repeats.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Dialah yang memulai) penciptaan makhluk (dan yang mengembalikan) makhluk menjadi hidup kembali, maka tiada sesuatu pun yang dapat menghalang-halangi apa yang dikehendaki-Nya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Buruj | 85 : 13 |

penjelasan ada di ayat 11