Juz 30

Surat Al-Gasyiyah |88:6|

لَيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيعٍ

laisa lahum tho'aamun illaa min dhorii'

Tidak ada makanan bagi mereka selain dari pohon yang berduri,

For them there will be no food except from a poisonous, thorny plant

Tafsir
Jalalain

(Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri) Dharii' adalah sejenis pohon yang berduri, hewan ternak pun tidak mau memakannya karena duri itu keras lagi kotor.

Alazhar

Pengalaman di dunia ini pun akan dirasakan sampai ke akhirat. Air yang disangka akan melepaskan dahaga itu ternyata adalah timbul dari mata-air yang selalu menggelegak,

sehingga kalau diminum, perutlah yang akan hancur; "Tidaklah ada untuk mereka makanan, kecuali dari duri." (ayat 6), yang menyangkut dalam rongkongan, dikeluarkan kembali susah,

ditelan ke dalam tak mau turun ke perut; "Yang tidak menggemukkan dan tidak mengenyangkan dari kelaparan." (ayat 7).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Gasyiyah |88:7|

لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِي مِنْ جُوعٍ

laa yusminu wa laa yughnii min juu'

yang tidak menggemukkan dan tidak menghilangkan lapar.

Which neither nourishes nor avails against hunger.

Tafsir
Jalalain

(Yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.)

Alazhar

"Yang tidak menggemukkan dan tidak mengenyangkan dari kelaparan." (ayat 7).

Itulah jenisnya azab dan siksaan. Dan itu hanyalah kelanjutan saja dari kesia-siaan selama hidup di dunia.

Di dunia mencari minuman yang kelak akan jadi duri dan makanan yang kelak hanya akan menambah kurus dan sengsara.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Gasyiyah |88:8|

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاعِمَةٌ

wujuuhuy yauma`iżin naa'imah

Pada hari itu banyak (pula) wajah yang berseri-seri,

[Other] faces, that Day, will show pleasure.

Tafsir
Jalalain

(Banyak muka pada hari itu berseri-seri) atau tampak cerah dan cantik.

Alazhar

WAJAH YANG BERSERI-SERI Seketika Saiyidina Abu Bakar Shiddiq telah merasa dekat ajalnya berwasiatlah beliau kepada para sahabat-sahabat Rasulullah yang akan beliau tinggalkan,

supaya mereka mengangkat Saiyidina Umar bin Khattab akan menggantikan jabatan beliau jadi Khalifah.

Setelah orang banyak ridha menerima wasiat itu dan Umar sendiri pun menerimanya pula dengan rasa prihatin,

beliau panggillah orang yang beliau cadangkan jadi penggantinya itu lalu berwasiat khusus pula kepadanya. Setengah dari wasiat itu demikian:

"Hai Umar! Inilah pesan terakhirku kepadamu, di saat langkah kakiku yang terakhir akan meninggalkan dunia ini dan langkah kaki pertama akan menuju bandul akhirat.

"Ingatlah olehmu, hai Umar, bagaimana Allah memberi tuntunan dan peringatan bagi kita dengan perantaraan Rasul-Nya;

tidak ada satu pun rangkaian ancaman kepada kita, melainkan selalu diiringi dengan ayat-ayat yang mengandung janji mulia dan gembira.

Demikian juga sebaliknya, tidak ada ayat-ayat yang dimulai dengan janji gembira,melainkan diiringi dibelakangnya dengan janji ancaman bagi yang durhaka.

Demikian itu ialah supaya kita selalu ada pengharapan kepada Tuhan di samping takut akan azab-Nya, dan selalu takut akan azab-Nya di samping kita menaruh harapan."

Demikianlah yang selalu kita temui dalam rentetan ayat Tuhan, sebagai yang kita dapati Surat Al-Ghasyiyah ini.

Sesudah sejak ayat 1 sampai 7 berisi gambaran kengerian hari kiamat, diulaslah dengan berita gembira untuk orang yang taat kepada Tuhan di masa hidup.

"Beberapa wajah di hari itu akan merasakan nikmat." (ayat 8). Wajah kata mufradnya,

wujuuh kata jama’nya; artinya ialah muka. Dan muka yang dimaksud di sini tentu jiwa atau hati kita.

Karena raut muka menunjukkan takut, ataupun menunjukkan gembira bahagia, adalah gambaran dari perasaan jiwa sendiri.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 8 |

Tafsir ayat 8-16

Setelah menyebutkan keadaan orang-orang yang celaka, lalu diiringi dengan penyebutan keadaan orang-orang yang berbahagia; untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ}


Banyak muka pada hari itu. (Al-Ghasyiyah: 8) Yakni di hari kiamat.


{نَّاعِمَةٌ}


berseri-seri. (Al-Ghasyiyah: 8) Maksudnya, diketahui kehidupannya yang senang melalui wajah mereka, ian sesungguhnya hal itu diperoleh mereka tiada lain berkat usaha mereka di masa lalu. Sufyan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:


{لِسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ}


merasa senang karena usahanya. (Al-Ghasyiyah: 9) Yaitu merasa puas dengan amal perbuatannya di masa lalu. Firman Allah


{فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ}


dalam surga yang tinggi. (Al-Ghasyiyah: 10) Yakni yang tinggi lagi mewah berada di gedung-gedung yang megah dalam keadaan aman sentosa dan sejahtera.


{لَا تَسْمَعُ فِيهَا لاغِيَةً}


tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna. (Al-Ghasyiyah: 11) Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


لَا يَسْمَعُونَ فِيها لَغْواً وَلا تَأْثِيماً إِلَّا قِيلًا سَلاماً سَلاماً


Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi mereka mendengar ucapan salam. (Al-Waqi'ah: 25-26) Adapun firman Allah Swt:


{فِيهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ}


Di dalamnya ada mata air yang mengalir. (Al-Ghasyiyah: 12) Maksudnya, yang mengalir dengan bebas. Ini merupakan ungkapan nakirah dalam konteks isbat, dan makna yang dimaksud

bukanlah satu mata air, melainkan ini adalah isim jinis yang artinya di dalam surga-surga itu terdapat banyak mata air yang mengalir.


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: قُرئ عَلَى الرَّبِيعِ بْنِ سُلَيْمَانَ: حَدَّثَنَا أَسَدُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ ثَوْبَانَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ قُرَّة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ ضَمْرة، عَنْ أَبِي هُرَيرة قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنْهَارُ الْجَنَّةِ تَفْجُرُ مِنْ تَحْتِ تِلَالِ-أَوْ: مِنْ تَحْتِ جِبَالِ-الْمِسْكِ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa dibacakan kepada Ar-Rabi' ibnu Sulaiman, bahwa telah menceritakan kepada kami Asad ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Sauban, dari Ata ibnu Qurrah, dari Abdullah ibnu Damrah,

dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sungai-sungai di surga bersumber dari bawah jurang, atau dari bawah gunung-gunung kesturi. Firman Allah Swt.:


{فِيهَا سُرُرٌ مَرْفُوعَةٌ}


Di dalamnya ada tahta-tahta yang ditinggikan. (Al-Ghasyiyah: 13) Yang tinggi lagi empuk, banyak hamparannya dan tebal-tebal, di atasnya terdapat banyak bidadari yang bermata jeli.

Para ulama mengatakan bahwa apabila kekasih Allah hendak duduk di atas tahta yang tinggi-tinggi itu, maka tahta-tahta itu merendah untuknya.


{وَأَكْوَابٌ مَوْضُوعَةٌ}


dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya). (Al-Ghasyiyah: 14) Yakni gelas-gelas minum yang disediakan bagi para pemiliknya yang hendak minum dengannya.


{وَنَمَارِقُ مَصْفُوفَةٌ}


dan bantal-bantal sandaran yang tersusun. (Al-Ghasyiyah: 15) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bantal-bantal; hal yang sama dikatakan pula oleh Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak,. As-Saddi, As-Sauri dan lain-lainnya. Firman Allah Swt:


{وَزَرَابِيُّ مَبْثُوثَةٌ}


dan permadani-permadani yang terhampar. (Al-Ghasyiyah: 16) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah permadani-permadani. Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak dan selainnya yang bukan hanya seorang.

Makna mabsusah ialah yang digelar di mana-mana bagi orang yang hendak duduk di mana pun yang dikehendakinya. Sehubungan dengan hal ini sebaiknya diketengahkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar ibnu Abu Daud yang mengatakan bahwa:


حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ مُحَمَّدُ بْنُ مُهَاجِرٍ، عَنِ الضَّحَّاكِ الْمُعَافِرِيِّ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوسَى: حَدَّثَنِي كُرَيْب أَنَّهُ سَمِعَ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَا هَلْ مِنْ مُشَمَّر لِلْجَنَّةِ، فَإِنَّ الْجَنَّةَ لَا خَطَر لَهَا، هِيَ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ نُورٌ يَتَلَأْلَأُ وَرَيْحَانَةٌ تَهْتَزُّ، وَقَصْرٌ مَشِيدٌ، وَنَهْرٌ مُطَّرِدٌ، وَثَمَرَةٌ نَضِيجَةٌ وَزَوْجَةٌ حَسْنَاءُ جَمِيلَةٌ، وحُلَل كَثِيرَةٌ، وَمَقَامٌ فِي أَبَدٍ فِي دارٍ سَلِيمَةٍ، وَفَاكِهَةٍ وَخُضْرَةٍ، وَحَبْرَةٍ وَنَعْمَةٍ، فِي مَحَلَّةٍ عَالِيَةٍ بَهِيَّةٍ؟ ". قَالُوا: نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ، نَحْنُ الْمُشَمِّرُونَ لَهَا. قَالَ: " قُولُوا: إِنْ شَاءَ اللَّهُ". قَالَ الْقَوْمُ: إِنْ شَاءَ اللَّهُ.


telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Muhammad ibnu Muhajir, dari Ad-Dahhak Al-Mu'afiri, dari Sulaiman ibnu Musa, telah menceritakan kepadaku Kuraib;

ia pernah mendengar Usamah ibnu Zaid mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ingatlah, adakah orang yang mau berupaya keras meraih surga, karena sesungguhnya surga itu keindahannya tidak tergambarkan.

Surga itu, demi Tuhan Yang memillki Ka'bah, merupakan nur yang berkilauan. keharumannya semerbak menggugah hati, gedung-gedungnya kokoh lagi tinggi-tinggi, sungai-sungainya mengalir, buah-buahnya masak-masak,

istri-istrinya cantik-cantik lagi jelita, pakaian-pakaiannya banyak berlimpah, tempat tinggal yang abadi di negeri yang sejahtera. dipenuhi dengan buah-buahan dan hijau-hijauan, pakaian-pakaian sutra yang mewah

lagi lembut di gedun-gedung yang tinggi lagi megah? Para sahabat berkata, "Benar, wahai Rasulullah, kamilah orang-orang yang berupaya keras untuk meraihnya." Rasulullah Saw. bersabda.”Katakanlah olehmu, 'Insya Allah'.'"

Maka mereka mengucapkan, "Insya Allah' Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini dari Al-Abbas ibnu Usman Ad-Dimasyqi, dari Al-Walid ibnu Muslim ibnu Muhammad ibnu Muhajir dengan sanad yang sama.

Surat Al-Gasyiyah |88:9|

لِسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ

lisa'yihaa roodhiyah

merasa senang karena usahanya (sendiri),

With their effort [they are] satisfied

Tafsir
Jalalain

(Karena usahanya) sewaktu di dunia yaitu karena ketaatannya (mereka merasa senang) di alam akhirat, yaitu sewaktu mereka melihat pahalanya.

Alazhar

Datanglah ayat yang selanjutnya menyatakan sebab timbulnya kegembiraan itu: "Yang lantaran usahanya sendiri, dia merasa sentosa." (ayat 9).

Dengan pernyataan Tuhan demikian, nyatalah bahwa nikmat berganda yang dirasai kelak di akhirat itu tidak lain dari karena melihat bekas usaha,

bekal amal yang diperbuat semasa hidup di dunia dulu. Karena hidupnya yang pendek hanya sebentar semasa di dunia itu telah diisinya untuk bekal yang didapatinya di akhirat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 9 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Gasyiyah |88:10|

فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ

fii jannatin 'aaliyah

(mereka) dalam surga yang tinggi,

In an elevated garden,

Tafsir
Jalalain

(Dalam surga yang tinggi) secara nyata dan dapat mereka rasakan.

Alazhar

Selanjutnya Tuhan mencurai memaparkan apa-apa saja jenis nikmat yang akan dirasakan itu:

"Di dalam syurga yang amat tinggi." (ayat 10). Baik disebut tinggi karena tempatnya,

ataupun tinggi karena yang duduk di sana hanyalah orang-orang yang ditinggikan Allah kedudukannya karena amalnya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 10 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Gasyiyah |88:11|

لَا تَسْمَعُ فِيهَا لَاغِيَةً

laa tasma'u fiihaa laaghiyah

di sana (kamu) tidak mendengar perkataan yang tidak berguna.

Wherein they will hear no unsuitable speech.

Tafsir
Jalalain

(Tidak kamu dengar) dapat dibaca Tasma'u dan Yasma'u, jika Yasma'u artinya tidak dia dengar (di dalamnya perkataan yang tak berguna) tiada seorang yang berkata melantur yang tidak ada gunanya.

Alazhar

"Tidak akan mereka dengar di dalamnya hal-hal yang sia-sia." (ayat 11).Tersunyi dan bersih suatu tempat daripada perkataan-perkataan yang sia-sia, hamun dan maki, gunjing dan gujirak,

melampiaskan rasa dengki dan hasad, membicarakan keburukan orang lain dan memfitnah, adalah salah satu yang menyebabkan dunia ini jadi neraka bagi hidup kita.

Kalau tiap hari yang kita dengar hanya kata-kata yang tak berujung pangkal, jiwa kita rasa tersiksa.Maka dalam syurga itu kelak kata-kata demikian tidak akan kita dengar lagi.

Yang akan kita dengar hanyalah ucapan tasbih dan tahmid, sanjung dan puji kepada Tuhan.

Bersihnya suasana syurga itu dari kata sia-sia, itulah keistimewaan syurga, yang tidak akan didapat dalam dunia ini.

Bandingkanlah itu dengan suasana dalam istana raja-raja yang indah permai, cukup lengkap inang pengasuh,

beti-beti prawara, pembawa panji. Kelihatan di luar istana itu yang gemilang,

namun suasana di dalamnya kerapkali sebagai neraka. Karena di sanalah berlaku segala iri-hati,

fitnah memfitnah, mengambil muka dan rasa takut akan tersingkir dari kedudukan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 11 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Gasyiyah |88:12|

فِيهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ

fiihaa 'ainun jaariyah

Di sana ada mata air yang mengalir.

Within it is a flowing spring.

Tafsir
Jalalain

(Di dalamnya ada mata air yang mengalir) lafal `Ainun sekalipun bentuknya Mufrad tetapi maknanya jamak.

Alazhar

"Di dalamnya ada mata-air yang selalu mengalir." (ayat 12). Mata-air yang selalu mengalir,

atau sungai-sungai yang selalu mengalir, dapatlah menjelaskan dalam ingatan kita betapa subur,

betapa damai, betapa sejuk tempat di sana. Tempat yang tidak mengenal kepanasan musim panas (summer) dan kedinginan musim sejuk (winter) sebagai kita rasakan di dunia ini.

Konon khabarnya, menurut uraian sejarah ahli-ahli arsitektur Arab di zaman jayanya di Andalusia atau Isfahan,

di Damaskus atau di Fez, di Baghdad atau di Cairo, yang menimbulkan ilham bagi ahli-ahli bangunan Arabis

yang terkenal membuat air-mancur di tengah lapangan rumah ialah ayat-ayat semacam ini di dalam Al-Qur'an.

Sehingga betapa pun hebatnya musim panas, namun air memancur (fountain) di tengah pekarangan rumah itu membawakan kesejukan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 12 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Gasyiyah |88:13|

فِيهَا سُرُرٌ مَرْفُوعَةٌ

fiihaa sururum marfuu'ah

Di sana ada dipan-dipan yang ditinggikan,

Within it are couches raised high

Tafsir
Jalalain

(Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan) yaitu tempat kedudukan dan derajatnya ditinggikan.

Alazhar

"Di dalamnya ada tempat-tempat peraduan yang ditinggikan." (ayat 13). Di atas tempat-tempat peraduan itulah mereka duduk berbaring melepas lelah dari kepayahan hidup di waktu di dunia.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 13 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Gasyiyah |88:14|

وَأَكْوَابٌ مَوْضُوعَةٌ

wa akwaabum maudhuu'ah

dan gelas-gelas yang tersedia (di dekatnya),

And cups put in place

Tafsir
Jalalain

(Dan gelas-gelas) yakni tempat-tempat untuk minum tanpa gagang (yang terletak) di setiap tepi mata air yang disediakan untuk peminum-peminumnya.

Alazhar

"Dan piala-piala yang sedia terletak."(ayat 14), sehingga tinggal meminum saja. Kadang-kadang datang pelayan-pelayan remaja mengisi piala itu bila telah habis isinya. (Lihat kembali Surat 76, Al-Insan: 19 Juzu' 29).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 14 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Gasyiyah |88:15|

وَنَمَارِقُ مَصْفُوفَةٌ

wa namaariqu mashfuufah

dan bantal-bantal sandaran yang tersusun,

And cushions lined up

Tafsir
Jalalain

(Dan bantal-bantal) untuk bersandar (yang tersusun) atau dalam keadaan tersusun untuk tempat bersandar.

Alazhar

"Dan bantal-bantal sandaran yang teratur berbaris." (ayat 15).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 15 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Gasyiyah |88:16|

وَزَرَابِيُّ مَبْثُوثَةٌ

wa zaroobiyyu mabṡuuṡah

dan permadani-permadani yang terhampar.

And carpets spread around.

Tafsir
Jalalain

(Dan permadani-permadani) yaitu permadani yang empuk lagi tebal (yang terhampar) dalam keadaan terbentang.

Alazhar

Ini pun suatu penggambaran yang indah dari syurga, diiringi lagi dengan ayat selanjutnya; "Dan permadani hamparan yang selalu terbentang." (ayat 16).

Bantal tersusun, permadani terbentang, piala beredar, peraduan tertinggi, alangkah nikmatnya.

Itulah timbalan perkhabaran tentang siksaan neraka, karena kesia-siaan hidup.Yaitu nikmat syurga karena bekas usaha hidup yang tidak sia-sia di zaman lampau.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 16 |

penjelasan ada di ayat 8

Surat Al-Gasyiyah |88:17|

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ

a fa laa yanzhuruuna ilal-ibili kaifa khuliqot

Maka tidaklah mereka memerhatikan unta, bagaimana diciptakan?

Then do they not look at the camels - how they are created?

Tafsir
Jalalain

(Maka apakah mereka tidak memperhatikan) dengan perhatian yang dibarengi keinginan mengambil pelajaran; yang dimaksud adalah orang-orang kafir Mekah (unta bagaimana dia diciptakan)

Alazhar

RENUNGKANLAH Setelah kita dibawa mengingat keadaan hari akhirat yang pasti akan kita tempuh itu, baik siksaan neraka yang ngeri,

atau nikmat syurga karena amal, kita dibawa kembali ke dalam hidup yang kita hadapi sekarang.Oleh karena yang terlebih dahulu

mendapat seruan Ilahi ini ialah bangsa Arab,disuruhlah mereka memperhatikan alam yang ada di sekeliling mereka.

Yang paling dekat dari hidup mereka waktu itu ialah unta. Maka datanglah ayat: "Apakah mereka tidak memandang kepada unta, bagaimana dia telah dijadikan." (ayat 17).

Unta adalah binatang yang paling dekat kepada hidup orang Arab dari zaman ke zaman, sejak tanah itu didiami manusia.

Itulah binatang serba-guna. Binatang pengangkut dalam perjalanan yang jauh.

Binatang peluku sawah ataupun penimba air dari sumur yang dalam. Binatang yang juga jadi makanan mereka.

Bulunya pun dapat dicukur untuk dijadikan benang pakaian. Dagingnya bisa dimakan, susunya bisa diperas dan diminum.

Badan binatang itu besar, kekuatannya luar biasa dan tahan menempuh panas terik di padang pasir luas itu.

Tahan lapar dan tahan haus. Di samping itu makanannya pun tidak sukar. Rumput-rumput padang pasir yang tidak akan dapat dimakan binatang lain,

bagi unta itulah makanannya biasa, walaupun berduri. Dan sangat patuhnya kepada manusia; disuruh berhenti, dia berhenti. Disuruh duduk dia duduk,

disuruh berdiri dia pun tegak. Kadang-kadang bertambah malam hari, bertambag gontai dan tetap dia berjalan,

mengangguk-angguk dengan tenangnya dalam perjalanan jauh di padang pasir itu.

Kadang-kadang mereka berjalan berkalifah dari Selatan ke Utara, dari Yaman menuju Syam,

melalui Hejaz, ataupun Nejd. Di waktu malam yang jadi pedoman ialah bintang di langit.

Karena langit di suasana padang pasir itu jarang sekali diliputi awan di waktu malam. Maka janganlah mereka tersesat menuju negeri jauh di bawah naungan bintang-bintang itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 17 |

Tafsir ayat 17-26

Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk memperhatikan makhluk-makhluk-Nya yang menunjukkan akan kekuasaan dan kebesaran-Nya.


{أَفَلا يَنْظُرُونَ إِلَى الإبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ}


Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? (Al-Ghasyiyah: 17) Karena sesungguhnya unta itu hewan yang menakjubkan dan bentuknya aneh. Ia sangat kuat dan keras, tetapi sekalipun demikian ia

jinak untuk angkutan yang berat dan tunduk pada penuntun (pengendali) yang lemah. Dagingnya dapat dimakan, bulunya dapat dimanfaatkan, dan air susunya dapat diminum. Disebutkan unta secara khusus karena kebanyakan

orang-orang Arab memakai unta sebagai hewan kendaraan. Disebutkan bahwa Syuraih Al-Qadi pernah mengatakan, "Marilah kita keluar untuk melihat unta bagaimana ia diciptakan, dan bagaimana langit ditinggikan.

Yakni bagaimana Allah Swt. meninggikannya dari bumi dengan ketinggian yang tak terperikan ini," sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


أَفَلَمْ يَنْظُرُوا إِلَى السَّماءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْناها وَزَيَّنَّاها وَما لَها مِنْ فُرُوجٍ


Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun? (Qaf: 6) Adapun firman Allah Swt:


{وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ}


Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (Al-Ghasyiyah: 19) Yakni dijadikan tegak dan berdiri kokoh untuk menjadi penyeimbang agar bumi diam dan tidak mengguncangkan para penduduknya,

kemudian Allah Swt. menjadikan padanya banyak manfaat dan bahan-bahan mineral yang terkandung di dalamnya.


{وَإِلَى الأرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ}


Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (Al-Ghasyiyah: 20) Yaitu dihamparkan, digelarkan, dan dijadikan sebagai tempat yang layak untuk dihuni. Dan seorang Badui (kampung) dengan kecerdikan akalnya dapat menyimpulkan

melalui pemandangan yang disaksikan oleh mata kepalanya sendiri, yaitu unta kendaraannya, langit yang ada di atasnya, gunung-gunung yang terpampang di hadapannya, dan bumi yang menjadi tempat berpijaknya,

bahwa terciptanya semuanya itu berkat kekuasaan Penciptanya. Dia tiada lain adalah Tuhan Yang Mahabesar, Yang Maha Pencipta, Yang Menguasai, dan Yang mengatur semuanya. Dan bahwa tiada Tuhan yang

berhak disembah selain Dia. Demikian pula Damam mengucapkan sumpahnya setelah mengajukan beberapa pertanyaan kepada Rasulullah Saw., sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:


حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كُنَّا نُهِينَا أَنْ نَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ، فَكَانَ يُعْجِبُنَا أَنْ يَجِيءَ الرَّجُلُ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ الْعَاقِلُ فَيَسْأَلُهُ وَنَحْنُ نَسْمَعُ، فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّهُ أَتَانَا رسولُك فزعَم لَنَا أَنَّكَ تَزعُم أَنَّ اللَّهَ أَرْسَلَكَ. قَالَ: "صَدَقَ". قَالَ: فَمَنْ خَلَقَ السَّمَاءَ؟ قَالَ: "اللَّهُ". قَالَ: فَمَنْ خَلَقَ الْأَرْضَ؟ قَالَ: "اللَّهُ". قَالَ: فَمَنْ نَصَبَ هَذِهِ الْجِبَالَ وَجَعَلَ فِيهَا مَا جَعَلَ؟ قَالَ: "اللَّهُ". قَالَ: فَبِالَّذِي خَلَقَ السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَنَصَبَ هَذِهِ الْجِبَالَ، آللهُ أَرْسَلَكَ؟ قَالَ: "نَعَمْ". قَالَ: وَزَعَمَ رسولُك أَنَّ عَلَيْنَا خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِنَا وَلَيْلَتِنَا. قَالَ: "صَدَقَ". قَالَ: فَبِالَّذِي أَرْسَلَكَ، آللَّهُ أَمَرَكَ بِهَذَا؟ قَالَ: "نَعَمْ". قَالَ: وَزَعَمَ رَسُولُكَ أَنَّ عَلَيْنَا زَكَاةً فِي أَمْوَالِنَا؟ قَالَ: "صَدَقَ". قَالَ: فَبِالَّذِي أَرْسَلَكَ، آللَّهُ أَمَرَكَ بِهَذَا؟. قَالَ: "نَعَمْ". قَالَ: وَزَعَمَ رَسُولُكَ أَنَّ عَلَيْنَا حَجّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا. قَالَ: "صَدَقَ". قَالَ: ثُمَّ وَلَّى فَقَالَ: وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَا أَزِيدُ عَلَيْهِنَّ وَلَا أَنْقُصُ مِنْهُنَّ شَيْئًا. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ صَدَقَ ليدخُلَنّ الْجَنَّةَ".


telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah dan Sabit, dari Anas yang telah mengatakan bahwa dahulu kami dilarang mengajukan pertanyaan

mengenai sesuatu masalah kepada Rasulullah Saw. Maka kala itu kami sangat senang bila datang seorang lelaki Badui yang cerdas, lalu menanyakan kepada Rasulullah Saw. beberapa masalah, maka kami mendengarkannya.

Kemudian datanglah seorang lelaki Badui, lalu bertanya, "Wahai Muhammad, sesungguhnya telah datang kepada kami utusanmu dan mengatakan kepada kami bahwa sesungguhnya engkau adalah utusan Allah?"

Nabi Saw. menjawab "Benar." Maka lelaki Badui itu bertanya, "Lalu siapakah yang menciptakan langit?" Nabi Saw. menjawab, "Allah." Lelaki itu bertanya, "Siapakah yang menciptakan bumi?" Nabi Saw. menjawab, "Allah."

Lelaki itu bertanya, "Siapakah yang memancangkan gunung-gunung ini dan yang menciptakan segala sesuatu yang ada padanya?" Nabi Saw. menjawab, "Allah." Lelaki Badui itu bertanya, "Maka demi Tuhan Yang telah

menciptakan langit, bumi, dan Yang telah memancangkan gunung-gunung ini, apakah benar Allah telah mengutusmu?" Nabi Saw. menjawab, "Benar." Lelaki itu bertanya, "Utusanmu mengira bahwa diwajibkan atas kami

mengerjakan salat lima waktu setiap harinya?" Nabi Saw. Menjawab, ”Benar." Lelaki itu bertanya, "Maka demi Tuhan Yang telah mengutusmu, apakah Allah telah memerintahkan demikian kepadamu?" Nabi Saw. menjawab, "Ya."

Lelaki itu bertanya, "Dan utusanmu mengira bahwa kami diwajibkan membayar zakat harta benda kami?" Nabi Saw. manjawab, "Benar." Lelaki itu bertanya, "Maka demi Tuhan Yang telah mengutusmu, apakah Allah yang

memerintahkan demikian kepadamu?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Lelaki Badui itu bertanya, "Dan utusanmu mengira bahwa diwajibkan atas kami berhaji ke Baitullah bagi yang mampu mengadakan perjalanannya?"

Nabi Saw. menjawab, "Benar." Kemudian lelaki Badui itu pergi dan berkata, "Demi Tuhan Yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak akan menambahi sesuatu pun dari hal tersebut dan tidak pula

menguranginya barang sedikit pun." Maka Nabi Saw. bersabda: Jika dia benar, niscaya dia masuk surga. Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini dari Amr An-Naqid, dari Abun Nadr alias Hasyim ibnul Qasim dengan sanad yang sama,

dan Imam Bukhari memberinya komentar. Imam Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sulaiman ibnul Mugirah dengan sanad yang sama. Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Abu Daud, Imam Nasai,

dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini melalui Al-Lais ibnu Sa'd, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Syarik ibnu Abdullah ibnu Abu Namir, dari Anas dengan sanad yang sama secara panjang lebar. Dan di akhir hadisnya disebutkan

bahwa telah menceritakannya kepadaku Dammam ibnu Sa’labah saudara lelaki Bani Sa'id ibnu Bakr. Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far

telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. sering menceritakan tentang seorang wanita yang hidup di masa Jahiliah yang berada di atas sebuah bukit

bersama anak laki-lakinya sedang menggembalakan ternak kambing. Maka anaknya bertanya "Hai Ibu, siapakah yang telah menciptakan engkau?" Ibunya menjawab, "Allah." Ia bertanya, "Siapakah yang menciptakan ayahku?"

Si ibu menjawab, "Allah." Ia bertanya, "Siapakah yang menciptakan diriku?" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan langit?" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan

bumi?" Si ibu menjawab, "Allah." Ia bertanya, "Siapakah yang menciptakan gunung?" Si ibu menjawab, "Allah." Ia bertanya, "Siapakah yang menciptakan kambing ini?" Si ibu menjawab, "Allah." Maka si anak berkata,

"Sesungguhnya aku benar-benar mendengar Allah mempunyai kedudukan yang penting di atas segalanya," lalu ia menjatuhkan dirinya dari atas gunung itu sehingga tubuhnya hancur. Ibnu Umar mengatakan, "Rasulullah Saw

sering menceritakan kisah ini kepada kami." Ibnu Dinar mengatakan bahwa Abdullah ibnu Umar sering menceritakan kisah ini kepada kami. Tetapi di dalam sanad hadis ini terdapat kelemahan.

Abdullah ibnu Ja'far yang disebutkan dalam sanad hadis ini adalah Al-Madini, seorang yang dinilai lemah oleh putranya sendiri (yaitu Imam Ali ibnul Madini) dan juga oleh yang lainnya Firman Allah Swt.:


{فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ. لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ}


Maka berilah peringatan. karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (Al-Ghasyiyah. 21-22)

Hai Muhammad, berilah manusia peringatan dengan apa yang engkau diutus kepada mereka untuk menyampaikannya. Dalam ayat lain disebutkan:


فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ


sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka. (Ar-Ra'd: 40) Karena itulah maka disebutkan dalam surat ini oleh firman-Nya:


{لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ}


Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (Al-Ghasyiyah: 22) Ibnu Abbas dan Mujahid serta selain keduanya mengatakan bahwa makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: وَما أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِجَبَّارٍ


dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. (Qaf: 45) Yakni kamu bukanlah orang yang dapat menciptakan iman di dalam hati mereka. Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna ayat ialah kamu bukanlah seorang yang dapat memaksakan mereka untuk beriman.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَإِذَا قَالُوهَا عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ". ثُمَّ قَرَأَ: {فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ}


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Sufyan, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka

mau mengucapkan, "Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah.” Maka apabila mereka mau mengucapkannya, berarti mereka memelihara darah dan hartanya dariku, kecuali berdasarkan alasan yang hak,

sedangkan hisab (perhitungan) mereka ada pada Allah Swt. Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.

Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (Al-Ghasyiyah: 21-22) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam Kitabul Iman dan Imam Turmuzi serta Imam Nasai di dalam kitab tafsir dari kitab sunan masing-masing dari keduanya,

melalui Sufyan ibnu Sa'id As-Sauri dengan sanad yang sama dan dengan tambahan penyebutan ayat. Dan hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Abu Hurairah tanpa tambahan penyebutan ayat. Firman Allah Swt.:


{إِلا مَنْ تَوَلَّى وَكَفَرَ}


tetapi orang yang berpaling dan kafir. (Al-Ghasyiyah: 23) Yaitu berpaling, tidak mau mengamalkan rukun-rukunnya; kafir hatinya dan juga lisannya terhadap perkara yang hak. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


فَلا صَدَّقَ وَلا صَلَّى وَلكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى


Dia tidak mau membenarkan (Rasul dan AL-Qur'an) dan tidak man mengerjakan salat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran). (Al-Qiyamah: 31-32) Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:


{فَيُعَذِّبُهُ اللَّهُ الْعَذَابَ الأكْبَرَ}


maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar. (Al-Ghasyiyah: 24)


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ، عَنِ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ خَالِدٍ أَنَّ أَبَا أُمَامَةَ الْبَاهِلِيَّ مَرَّ عَلَى خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ مُعَاوِيَةَ، فَسَأَلَهُ عَنْ أَلْيَنِ كَلِمَةٍ سَمِعَهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "أَلَا كُلُّكُمْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ، إِلَّا مَنْ شَرَد عَلَى اللَّهِ شَراد الْبَعِيرِ عَلَى أَهْلِهِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Ali ibnu Khalid,bahwa Abu Umamah Al-Bahili bersua dengan

Khalid ibnu Yazid ibnu Mu'awiyah; maka Khalid bertanya kepadanya tentang kalimat yang paling lembut yang pernah ia dengar dari Rasulullah Saw. Abu Umamah menjawab, bahwa ia pernah mendengar

Rasulullah Saw. bersabda: Ingatlah, kamu semuanya masuk surga kecuali orang yang membangkang terhadap Allah, seperti unta yang membangkang terhadap pemiliknya.

Imam Ahmad mengetengahkan hadis ini secara tunggal.Dan Ali ibnu Khalid ini disebutkan oleh Ibnu Abu Hatim menerima hadis ini dari ayahnya (yakni Khalid ibnu Mu'awiyah).

Dan Ibnu Abu Hatim tidak menambahkan selain dari apa yang telah ada di sini, yaitu diriwayatkan dari Abu Umamah dan Khalid ibnu Mu'awiyah oleh Sa'id ibnu Abu Hilal. Firman Allah Swt.:


{إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ}


Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka. (Al-Ghasyiyah: 25) Yakni kembali dan berpulangnya mereka.


{ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ}


kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka. (Al-Ghasyiyah: 26) Kami akan melakukan perhitungan terhadap amal perbuatan yang telah mereka kerjakan,

dan Kami akan membalaskannyakepada mereka; jika amalnya baik, maka balasannya baik; dan jika amalnya buruk, maka balasannya buruk pula.

Surat Al-Gasyiyah |88:18|

وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ

wa ilas-samaaa`i kaifa rufi'at

Dan langit, bagaimana ditinggikan?

And at the sky - how it is raised?

Tafsir
Jalalain

(Dan langit, bagaimanakah ia ditinggikan)

Alazhar

Lalu datanglah ayat seterusnya:"Dan kepada langit, bagaimana dia telah diangkatkan." (ayat 18). Atau ditinggikan ke atas. Dalam mengiringkan atau mengendarai unta sambil berjalan malam itu,

selalulah mereka ditudungi langit. Dan terasalah hubungan diri mereka dengan langit yang tinggi itu, sebab ada bintangnya.

Umpama bintang-bintang itu tidak menghiasi langit, niscaya sesatlah jalan mereka.

(Lihat Surat 16, An-Nahl: 16, Juzu' 14). Maka setelah memandang langit dan bintang-bintangnya itu disuruhlah pula memperhatikan

bagaimana langit itu diangkatkan ke atas, dihiasi indah. Sebagai unta tadi pula, siapa yang mengangkatkan itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 18 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Al-Gasyiyah |88:19|

وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ

wa ilal-jibaali kaifa nushibat

Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan?

And at the mountains - how they are erected?

Tafsir
Jalalain

(Dan gunung-gunung, bagaimana ia dipancangkan)

Alazhar

"Dan kepada gunung-gunung, bagaimana dia telah dipancangkan."(ayat 19).Biasa perjalanan kafilah dilakukan malam hari dan berhenti kelak pagi hari sepenggalah matahari naik, sebelum terik panas.

Biasanya berlindunglah mereka ke kaki gunung-gunung batu terjal yang keras, terjadi dari batu granit itu

. Di sana mereka berhenti menunggu matahari condong ke Barat dan panas mulai menurun.

Dapatlah dikatakan kalau tidaklah ada gunung-gunung tempat berlindung kepanasan itu,

yang kadang-kadang mempunyai gua-gua tempat berteduh, akan sengsaralah mereka kena tekanan cahaya matahari.

Maka disuruh pulalah mereka memandang kembali, bagaimana gunung itu dijadikan pancang atau pasak dari bumi ini.

Alangkah hebat dan dahsyatnya muka bumi ini disapu angin, jika tidak ada gunung menjadi pancang penyanggah deru angin.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 19 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Al-Gasyiyah |88:20|

وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

wa ilal-ardhi kaifa suthiḥat

Dan bumi bagaimana dihamparkan?

And at the earth - how it is spread out?

Tafsir
Jalalain

(Dan bumi bagaimana ia dihamparkan) maksudnya dijadikan sehingga terhampar. Melalui hal-hal tersebutlah mereka mengambil kesimpulan tentang kekuasaan Allah swt. dan keesaan-Nya.

Pembahasan ini dimulai dengan menyebut unta, karena unta adalah binatang ternak yang paling mereka kenal daripada yang lain-lainnya.

Firman Allah "Suthihat" jelas menunjukkan bahwa bumi itu rata bentuknya. Pendapat inilah yang dianut oleh para ulama Syara'.

Jadi bentuk bumi bukanlah bulat seperti bola sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli ilmu konstruksi. Masalah ini sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan salah satu rukun syariat.

Alazhar

"Dan kepada bumi, bagaimana dia telah dihamparkan." (ayat 20). Dan perjalanan itu dilakukan di muka bumi, beratap langit, berpasak gunung berkendaraan dan alat pengangkutan unta.

Semuanya terjadi di muka bumi. Maka dengan sendirinya, sebagai renungan terakhir bumi itu untuk kita anak manusia ini hidup.

Disuruh memandang, atau merenungkan. Bukan semata-mata melihat dengan mata,

melainkan membawa apa yang terlihat oleh mata ke dalam alam fikiran dan difikirkan; itulah yang disebut memandang.

Maka berkatalah Zamakhsyari dalam tafsirnya: "Arti ayat-ayat menyuruh memandang ini,

ialah supaya mereka saksikan demikian besar qudrat iradat khaliq pencipta alam ini, yang manusia hanya tinggal memakainya saja.

Kalau semuanya ini sudah dipandang dan direnungkannya, niscaya tidak lagi dia akan mengingkari kekuasaan Allah

untuk membangkitkan kembali manusia pada hari nanti, yang dinamai Hari Kiamat.

Orang yang baru mencapai seujung kuku ilmu, dan terlalu banyak ditimbulkan keraguan dan kehilangan iman

dalam dadanya karena pengaruh kaum Orientalis dan zending dan missi Kristen,

pernah mengambil ayat ini jadi bukti bahwa Al-Qur'an itu diturunkan hanya buat orang Arab,

sebab di dalamnya tersebut unta. Dan menyangka dengan mengemukakan demikian, mereka telah mengemukakan suatu "ilmiah".

Sedang ayat Al-Qur'an yang menyebut unta (al-ibl) itu dalam Al-Qur'an hanya dua kali.

Yaitu ayat 17 Surat Al-Ghasyiyah ini dan Surat Al-An'am ayat 144. Dan "Jamaal" (unta) dua kali pula,

(An-Nahl; 6 dan Al-A'raf; 39). Dan tidak mereka hendak memperhatikan bahwa laba-laba membuat sarang, lebah membuat madu, keledai memikul beban, nyamuk yang paling kecil,

lalat yang kecil pula, dibuat juga misalnya dalam Al-Qur'an. Padahal bukan kitab suci Al-Qur'an saja yang demikian halnya, yaitu menurut bahasa yang mulai didatangi.

Taurat dan Injil pun begitu pula. Sehingga khabarnya konon, ketika membuat terjemahan Bible ke bahasa Eskimo,

payah mencari terjemahan unta, karena binatang yang ada di sana hanyalah lama, yang tidak ada di bahagian dunia yang lain.

Pandanglah ini semua, perhatikanlah. Agar kian lama akan kian dekatlah kamu kepada Allah dan bertambah dalamlah iman tumbuh dalam hatimu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 20 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Al-Gasyiyah |88:21|

فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ

fa żakkir, innamaaa anta mużakkir

Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan,

So remind, [O Muhammad]; you are only a reminder.

Tafsir
Jalalain

(Maka berilah peringatan) berilah mereka peringatan yang mengingatkan mereka kepada nikmat-nikmat Allah dan bukti-bukti yang menunjukkan keesaan-Nya (karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.)

Alazhar

Sesudah manusia itu sendiri disuruh memandang dan memperhatikan alam kelilingnya

yang begitu rapat dengan kehidupannya sehari-hari kembalilah peringatan kepada Rasulullah SAW

bahwa di samping manusia itu disuruh memperhatikan sendiri, mereka pun wajib diberi pula peringatan.

"Maka peringatkanlah." (pangkal ayat 21). Peringkanlah, selalulah berikan peringatan. Sadarkan fikiran mereka,

bangkitkan perhatian mereka. "Karena sesungguhnya engkau lain tidak adalah seorang pemberi ingat." (ujung ayat 21).

Memberi ingat itulah tugasmu. Untuk itulah engkau aku pilih menjadi utusan-Ku ke dunia ini. Janganlah berhenti dan bekerjalah terus.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 21 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Al-Gasyiyah |88:22|

لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ

lasta 'alaihim bimushoithir

engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,

You are not over them a controller.

Tafsir
Jalalain

(Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka) menurut suatu qiraat lafal Mushaithirin dibaca Musaithirin yakni dengan memakai huruf Sin bukan Shad, artinya menguasai mereka. Ayat ini diturunkan sebelum ada perintah berjihad.

Alazhar

"Bukankah engkau orang yang dapat memaksa atas mereka." (ayat 22). Kewajiban engkau adalah memberikan peringatan. Adapun memasukkan iman ke dalam hati mereka,

bukanlah tugasmu dan tidaklah ada kekuasaanmu. Yang akan memasukkan iman ke dalam hati mereka ialah Allah sendiri.

Dengan ayat ini jelas sekali bahwa Rasul Allah tidak akan memaksa orang beriman.

Dan ayat ini pun berisi pengajaran bagi siapa yang telah menyediakan diri menyambung pekerjaan Rasul;

ajarlah orang banyak! Berilah peringatan pada mereka, dan jangan lekas jengkel atau kecil hati kalau peringatan itu belum segera berhasil.

Ini adalah laksana petani yang memancang tanah luas untuk ditanami. Lalu dia mulai mencangkul.

Tiba-tiba tengah mencangkul itu patah semangatnya setelah dilihatnya bahwa tanah yang akan digarapnya itu masih sangat luas, entah bila akan selesai.

Apakah ayat ini tidak berlawan dengan ayat 9 Surat 87 Al-A'la yang sebelumnya? "Beri peringatanlah, jika pemberian peringatan itu ada manfaatnya."

Tidak berlawan! Karena pada ayat 9 Surat 87 ini yang diberikan tuntunan kepada Nabi SAW ialah cara memberikan peringatan.

Lihatlah yang akan ada faedahnya, artinya tengoklah keadaan medan dan cuaca. Sesuai dengan sabda Nabi sendiri:

"Bercakaplah dengan manusia menurut kadar akal mereka."Janganlah memberikan "kuliah" cara di Universitas tatkala menghadapi orang desa.

Jangan memberikan suatu keterangan yang dangkal kepada orang terpelajar, dan sebagainya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 22 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Al-Gasyiyah |88:23|

إِلَّا مَنْ تَوَلَّىٰ وَكَفَرَ

illaa man tawallaa wa kafar

kecuali (jika ada) orang yang berpaling dan kafir,

However, he who turns away and disbelieves -

Tafsir
Jalalain

(Kecuali) tetapi (orang yang berpaling) dari keimanan (dan kafir) kepada Alquran, artinya ingkar kepadanya.

Alazhar

"Tetapi barangsiapa yang berpaling dan menolak." (ayat 23).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 23 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Al-Gasyiyah |88:24|

فَيُعَذِّبُهُ اللَّهُ الْعَذَابَ الْأَكْبَرَ

fa yu'ażżibuhullohul-'ażaabal-akbar

maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.

Then Allah will punish him with the greatest punishment.

Tafsir
Jalalain

(Maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar) yaitu azab di akhirat dan azab di dunia dengan dibunuh dan ditawan.

Alazhar

"Maka Allahlah yang akan mengazabnya dengan azab yang besar." (ayat 24). Dalam rangkaian ayat dari 21 sampai 24 ini bertambah jelas di mana tugas Rasul dan di mana janji Allah.

Orang-orang yang berpaling tidak mau mendengarkan, dan yang menolak tidak mau menerima kebenaran itu

, Allah sendiri yang akan mengazabnya. Azab yang besar sudah tersedia, sebagaimana telah tersebut di awal Surat di atas tadi.

Biarlah mereka sendiri yang memperhitungkan kecongkakan dan kesombongan mereka di hadapan Allah. Dan engkau, ya Rasul Allah! Hendaklah kerja terus.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 24 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Al-Gasyiyah |88:25|

إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ

inna ilainaaa iyaabahum

Sungguh, kepada Kamilah mereka kembali,

Indeed, to Us is their return.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka) maksudnya mereka akan kembali kepada-Nya sesudah mati.

Alazhar

"Sesungguhnya kepada Kamilah mereka semua akan kembali." (ayat 25). Mereka akan kembali kepada Allah, artinya mereka akan mati.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 25 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Al-Gasyiyah |88:26|

ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ

ṡumma inna 'alainaa ḥisaabahum

kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kamilah membuat perhitungan atas mereka.

Then indeed, upon Us is their account.

Tafsir
Jalalain

(Kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka) atau memberikan balasan kepada mereka, Kami sama sekali tidak akan membiarkan mereka begitu saja, mereka pasti Kami hisab.

Alazhar

Sesudah itu mereka akan dibangkitkan, "Kemudian itu, atas Kamilah perhitungan mereka." (ayat 26).

Artinya, setelah mereka kembali ke hadapan Kami itu, Kamilah yang akan melakukan perhitungan, yang disebut HISAB.

Di waktu itulah kelak akan mereka rasakan sendiri siksaan lantara penolakan itu.

*** Bacaan Surat ini dalam sembahyang:Menurut riwayat Hadis dari Nu'man bin Basyir yang dirawikan oleh Muslim dan Abu Daud dan beberapa ahli Hadis yang lain,

Surat Al-Ghasyiyah ini sepasang dengan Surat Al-A'la (87) sebelumnya, adalah yang kerapkali dibaca Nabi SAW pada sembahyang Jum'at.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Gasyiyah | 88 : 26 |

penjelasan ada di ayat 17

Surat Al-Fajr |89:1|

وَالْفَجْرِ

wal-fajr

Demi fajar,

By the dawn

Tafsir
Jalalain

(Demi fajar) yakni fajar yang terbit setiap hari.

Alazhar

Ayat yang pertama adalah Allah menyuruh perhatikan fajar. Yaitu cahaya matahari yang mulai membayang di sebelah Timur,

kira-kira satu jam lagi lebih kurang sebelum matahari itu sendiri terbit.

Di waktu itulah kita diwajibkan Tuhan mengerjakan sembahyang Subuh, dan habis pula waktu Subuh itu apabila matahari telah terbit. "Demi fajar." (ayat 1).

Saat fajar menyingsing itulah waktu yang amat penting bagi manusia, karena setelah selesai beribadat kepada Tuhan dengan sembahyang Subuh,

mulailah mereka bergerak menghadapi hari yang mulai siang buat mencari rezeki di muka bumi Allah.

Di saat itu pula Allah memberikan modal, sehari semalam penuh untuk hari yang baru, agar diisi dengan ibadat kepada Allah dan amal yang shalih.

Janganlah hendaknya hari itu pergi dengan percuma tidak berisi. Karena masa yang telah lampau tidak dapat diulang lagi.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 1 |

Tafsir ayat 1-14

Al-Fajr merupakan suatu hal yang telah dimaklumi, yaitu subuh, menurut Ali, Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujaliid, dan As-Saddi. Diriwayatkan pula dari Masruq dan Muhammad ibnu Ka'b, bahwa makna yang dimaksud dengan fajr

ialah fajar Hari Raya Idul Ad-ha, yaitu sepuluh malam terakhir.Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah salat yang dikerjakan di saat fajar (salat fajar), sebagaimana yang dikatakan oleh Ikrimah.

Dan menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah seluruh siang hari; ini menurut suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas.Mengenai sepuluh malam, makna yang dimaksud ialah tanggal sepuluh bulan Zul Hijjah; sebagaimana

yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ibnuz Zubair, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf.Di dalam kitab Sahih Bukhari telah disebutkan dari Ibnu Abbas secara marfu':


"مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ" -يَعْنِي عَشَرَ ذِي الْحِجَّةِ -قَالُوا: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: "وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلًا خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، ثُمَّ لَمْ يَرْجِعُ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ"


Tiada suatu hari pun yang amal saleh lebih disukai oleh Allah padanya selain dari hari-hari ini. Yakni sepuluh hari pertama dari bulan Zul Hijjah. Mereka (para sahabat) bertanya, "Dan juga lebih utama daripada berjihad

di jalan Allah?"Rasulullah Saw. menjawab: Dan juga lebih utama daripada berjihad di jalan Allah, terkecuali seseorang yang keluar dengan membawa hartanya untuk berjihad di jalan Allah, kemudian tidak pulang selain dari namanya saja.

Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud adalah sepuluh hari pertama dari bulan Muharam, menurut apa yang diriwayatkan oleh Abu Ja'far Ibnu Jarir, tetapi tidak menisbatkannya kepada siapa pun sumber yang mengatakannya.

Abu Kadinah telah meriwayatkan dari Qabus ibnu Abu Zabyan, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan malam yang sepuluh. (Al-Fajr: 2)

Bahwa yang dimaksud adalah sepuluh malam yang pertama dari bulan Ramadan; tetapi pendapat yang benar adalah yang pertama tadi.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنَا عَيَّاش بْنُ عُقْبَةَ، حَدَّثَنِي خَير بْنُ نُعَيم، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْعَشْرَ عَشْرُ الْأَضْحَى، وَالْوَتْرُ يَوْمُ عَرَفَةَ، وَالشَّفْعُ يَوْمُ النَّحْرِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Iyasy ibnu Uqbah, telah menceritakan kepadaku Khair ibnu Na'im, dari Abuz Zubair. dari Jabir.

Imam Nasai meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Raff dan Abdah ibnu Abdullah, masing-masing dari keduanya dari Zaid ibnul Habbab dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui Zaid ibnul Habbab

dengan sanad yang sama. Semua perawi yang disebutkan dalam sanad ini tidak mempunyai cela; tetapi menurut hemat penulis, predikat marfu' dari matan hadis ini tidak dapat diterima begitu saja; Allah sajalah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah Swt.:


{وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ}


dan yang genap dan yang ganjil. (Al-Fajr: 3) Dalam hadis di atas telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan al-watr ialah hari 'Arafah karena jatuh pada tanggal sembilan Zul Hijjah, dan yang dimaksud dengan

asy-syaf'u ialah Hari Raya Kurban karena ia jatuh pada tanggal sepuluh. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, dan Ad-Dahhak.Pendapat kedua. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan

kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepadaku Uqbah ibnu Khalid, dari Wasil ibnus Sa’ib yang mengatakan bahwa ia telah bertanya kepada Ata tentang makna firman-Nya: dan yang genap dan yang ganjil. (Al-Fajr: 3)

Apakah yang dimaksud adalah salat witir yang biasa kita kerjakan? Ata menjawab, "Bukan, tetapi yang dimaksud dengan asy-syaf'u ialah hari ' Arafah, dan yang dimaksud dengan al-watru adalah Hari Raya Ad-ha."

Pendapat ketiga. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amir ibnu Ibrahim Al-Asbahani, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari An-Nu'man ibnu Abdus Salam, dari Abu Sa'id ibnu Auf

yang menceritakan kepadaku di Mekah, bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnuz Zubair berkhotbah, lalu berdirilah seorang lelaki mengatakan, "Wahai Amirul Mu’minin, terangkanlah kepadaku makna syaf'u dan watru.

Maka Abdullah ibnuz Zubair menjawab, bahwa yang dimaksud dengan asy-syaf'u ialah apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: Barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari,

maka tiada dosa baginya. (Al-Baqarah: 203) Dan yang dimaksud dengan al-watru ialah apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: Dan barang siapa yang ingin menangguhkan

(keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosapula baginya. (Al-Baqarah: 203) Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Murtafi", ia pernah mendengar Ibnuz Zubair mengatakan

bahwa asy-syaf'u adalah pertengahan hari-hari tasyriq, sedangkan al-watru ialah akhir hari-hari tasyriq. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui riwayat Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:


«إِنْ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةٌ إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَهُوَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ»


Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, yakni seratus kurang satu; barang siapa yang menghafalnya, maka ia masuk surga; Dia adalah Esa dan menyukai yang esa. Pendapat keempat.

Al-Hasan Al-Basri dan Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa semua makhluk adalah genap dan ganjil; Allah Swt. bersumpah dengan menyebut makhluk-Nya. Pendapat ini merupakan suatu riwayat yang bersumber dari Mujahid.

Tetapi pendapat terkenal yang bersumber dari Mujahid menyebutkan sebagaimana pendapat yang pertama. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan yang genap dan yang ganjil. (Al-Fajr: 3)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah Esa, sedangkan kamu adalah genap. Dan dikatakan bahwa asy-syaf'u adalah salat Isya (genap rakaatnya), sedangkan salat yang witir (ganjil) adalah salat Magrib. Pendapat kelima.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, dari Abu Yahya, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya:

dan yang genap dan yang ganjil. (Al-Fajr: 3) Bahwa yang dimaksud dengan asy-syaf'u ialah sejodoh, dan yang dimaksud dengan al-watru adalah Allah Swt. Abu Abdullah telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Allah adalah al-watru;

sedangkan makhluk-Nya adalah asy-syaf'u alias genap, yakni laki-laki dan perempuan (jantan dan betina). Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan yang genap dan yang ganjil. (Al-Fajr: 3)

Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah disebut asy-syaf'u (genap), langit dan bumi, daratan dan lautan, jin dan manusia, matahari dan rembulan, demikianlah seterusnya. Mujahid dalam hal ini mengikuti pendapat yang dikatakan oleh mereka sehubungan dengan makna firman-Nya:


وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ


Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. (Adz-Dzariyat: 49)Yakni agar kamu mengetahui bahwa yang menciptakan makhluk yang berpasang-pasangan

adalah Tuhan Yang Maha Esa.Pendapat keenam. Qatadah telah meriwayatkan dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan yang genap dan yang ganjil. (Al-Fajr: 3) Bahwa bilangan itu ada yang genap dan ada yang ganjil.

Pendapat yang ketujuh sehubungan dengan makna ayat ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir melalui jalur Ibnu Juraij. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah diriwayatkan dari Nabi Saw.

suatu hadis yang menguatkan pendapat yang telah kami sebutkan dari Ibnuz Zubair. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Ziyad Al-Qatwani, telah menceritakan kepada kami

Zaid Al-Habbab, telah menceritakan kepadaku Iyasy ibnu Uqbah, telah menceritakan kepadaku Khair ibnu Na' im, dari Abuz Zubair, dari Jabir, bahwa rasulullah Saw. telah bersabda:


«الشَّفْعُ الْيَوْمَانِ وَالْوَتَرُ الْيَوْمُ الثَّالِثُ»


Asy-syaf'u adalah dua hari dan al-watru adalah hari yang ketiganya. Demikianlah hadis ini dikemukakan, yakni dengan lafaz tersebut. tetapi bertentangan dengan lafaz yang telah disebutkan sebelumnya dalam riwayat

Imam Ahmad, Imam Nasai, dan Ibnu Abu Hatim, juga apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir sendiri; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Abul Aliyah dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta selain keduanya mengatakan

bahwa salat itu ada yang rakaatnya genap —seperti empat rakaat dan dua rakaat— ada juga yang ganjil —seperti salat Magrib yang jumlah rakaatnya ada tiga, yang boleh dibilang salat witir di (penghujung) siang hari—.

Demikian pula salat witir yang dilakukan di akhir tahajud yang terbilang witir malam hari. Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah. dan Imran ibnu Husain sehubungan dengan firman-Nya: dan yang genap

dan yang ganjil. (Al-Fajr: 3) Bahwa yang dimaksud adalah salat-salat fardu, yang antara lain ada yang genap bilangan rakaatnya dan ada pula yang ganjii. Tetapi asar ini munqathi lagi mauquf, lafaznya hanya khusus menyangkut salat fardu.

Sedangkan menurut yang diriwayatkan secara muttasil lagi marfu' sampai kepada Nabi Saw. menyebutkan dengan lafaz yang umum (yakni salat fardu dan juga salat sunat).


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ -هُوَ الطَّيَالِسِيُّ-حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ عِصَامٍ: أَنَّ شَيْخًا حَدَّثَهُ مِنْ أَهْلِ الْبَصْرَةِ، عَنْ عِمْرَانِ بْنِ حُصَيْنٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِل عَنِ الشَّفْعِ وَالْوَتْرِ، فَقَالَ: "هِيَ الصَّلَاةُ، بَعْضُهَا شَفْعٌ، وَبَعْضُهَا وَتْرٌ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Daud At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Hammam. dari Qatadah, dari Imran ibnu Isam, bahwa seorang syekh dari ulama Basrah pernah menceritakan

kepadanya sebuah hadis dari Imran ibnu Husain, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang makna asy-syaf'u dan al-watru. Maka beliau Saw. menjawab: Maksudnya adalah salat, sebagian darinya ada yang genap (rakaatnya)

dan sebagian yang lain ada yang ganjil. Demikianlah yang tertera di dalam kitab musnad. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Bandar, dari Affan dan dari Abu Kuraib alias Ubaidillah ibnu Musa,

keduanya dari Hammam ibnu Yahya, dari Qatadah, dari Imran ibnu Isam, dari seorang syekh, dari Imran ibnu Husain. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Isa alias Imam Turmuzi, dari Amr ibnu Ali, dari Ibnu Mahdi

dan Abu Daud, keduanya dari Hanimam, dari Qatadah, dari Imran ibnu Isam, dari seorang ulama Basrah, dari Imran ibnu Husain dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib,

kami tidak mengenalnya melainkan hanya melalui hadis Qatadah. Dan Khalid ibnu Qais telah meriwayatkannya pula dari Qatadah. Telah diriwayatkan pula dari Imran ibnu Isam, dari Imran ibnu Husain sendiri; hanya Allah-lah

Yang Maha Mengetahui.Menurut hemat penulis, Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya pula, ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami

Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Imran ibnu Isam Ad-Dab"i seorang syekh dari kalangan penduduk Basrah, dari Imran ibnu Husain, dari Nabi Saw., lalu disebutkan hal yang semisal.

Demikianlah yang penulis lihat di dalam kitab tafsirnya, dia menjadikan syekh dari Basrah itu adalah Imran ibnu Isam sendiri.Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, bahwa telah menceritakan kepada kami

Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku Khalid ibnu Qais, dari Qatadah, dari Imran ibnu Isam, dari Imran ibnu Husain, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna asy-syaf'u dan al-watru

Beliau Saw. bersabda: Maksudnya ialah salat, di antaranya ada yang genap dan di antaranya ada yang ganjil (rakaatnya).Dalam riwayat ini tidak disebutkan syekh yang tidak dikenal itu, dan hanya disebutkan

Imran ibnu Isam Ad-Dab'i sendiri, dia adalah Abu linarah Al-Basri Imam masjid Bani Dabi'ah. Dia adalah orang tua dari Abu Jamrah Nasr ibnu Imran Ad-Dab'i. Qatadah dan putranya (yaituAbu Jamrah) dan Al-Musanna

ibnu Sa'id serta Abut Tayyah alias Yazid ibnu Humaid telah mengambil riwayat darinya.Ibnu Hibban menyebutkannya di dalam Kitabus Siqat sebagai salah seorang yang berpredikat siqah, dan Khalifah ibnu Khayyat

menyebutkannya di kalangan para tabi'in dari kalangan penduduk Basrah. Dia adalah seorang yang terhormat, mulia, dan mempunyai kedudukan di sisi Al-Hajjaj ibnu Yusuf. Kemudian Al-Hajjaj membunuhnya di dalam Perang Ar-Rawiyah

pada tahun 82 Hijriah, karena ia bergabung dengan Ibnul Asy'as. Pada Imam Turmuzi tiada lagi hadisnya selain dari hadis ini; tetapi menurut hemat penulis predikat mauquf hadis ini hanya sampai kepada Imran ibnu Husain,

lebih mendekati kepada kebenaran; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Dan Ibnu Jarir tidak memutuskan dengan tegas mana yang dipilihnya di antara pendapat-pendapat tersebut di atas mengenai masalah genap dan ganjil ini. Firman Allah Swt:


{وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ}


dan malam bila berlalu. (Al-Fajr: 4) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah malam hari apabila telah berlalu. Dan Abdullah ibnuz Zubair telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

dan malam bila berlalu. (Al-Fajr: 4) Yakni bilamana berlalu sedikit demi sedikit, atau sebagian demi sebagian.Mujahid, Abul Aliyah, dan Qatadah telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam dan Ibnu Zaid sehubungan dengan makna firman-Nya:

dan malam bila berlalu. (Al-Fajr: 4) Yaitu apabila berjalan. Pendapat ini dapat ditakwilkan sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, yakni telah berlalu. Dapat pula ditakwilkan bahwa makna yang dimaksud dengan berjalan ialah tiba.

Juga dapat dikatakan bahwa takwil ini lebih sesuai, mengingat ia menjadi lawan kata dari firman-Nya: Demi fajar. (Al-Fajr: 1) Karena sesungguhnya makna fajar itu ialah datangnya siang hari dan berlalunya malam hari.

Maka apabila firman Allah Swt.: dan malam bila tiba. (Al-Fajr: 4) ditakwilkan dengan pengertian 'datangnya malam hari', berarti makna yang dimaksud ialah bahwa Allah Swt.

telah bersumpah dengan menyebut datangnya siang hari dan berlalunya malam hari, juga dengan datangnya malam hari dan berlalunya siang hari. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


وَاللَّيْلِ إِذا عَسْعَسَ وَالصُّبْحِ إِذا تَنَفَّسَ


demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. (At-Takwir: 17-18) Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak sehubungan dengan makna firman-Nya:

dan demi malam bila berjalan. (Al-Fajr: 4) Yakni bila berlangsung. Lain pula dengan Ikrimah, ia mengatakan bahwa dan demi malam bila berlalu. (Al-Fajr: 4) Bahwa makna yang dimaksud ialah malam Juma', yaitu malam

Muzdalifah; demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam, telah menceritakan kepada kami Abu Amir,

dari Kasir ibnu Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan malam bila berlalu. (Al-Fajr: 4)

Dikatakan, "Teruskanlah perjalananmu, hai orang yang mengadakan perjalanan di malam hari, dan jangan sekali-kali kamu menginap kecuali di Jam'un." Firman Allah Swt.:


{هَلْ فِي ذَلِكَ قَسَمٌ لِذِي حِجْرٍ}


Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal. (Al-Fajr: 5) Maksudnya, bagi orang yang mempunyai akal dan pemikiran. Sesungguhnya akal dinamakan hijr (pencegah) karena ia mencegah pemiliknya

dari melakukan perbuatan dan mengeluarkan ucapan yang tidak layak baginya. Dan termasuk ke dalam pengertian ini Hijir Baitullah (Hijir Ismail) karena mencegah orang yang melakukan tawaf dari menempel di temboknya yang termasuk rukun Syami.

Termasuk pula ke dalam pengertian ini Hijrul Yamamah (daerah Yamamah yang dilindungi), dan dikatakan, "Hakim telah menahan si Fulan," bila si hakim mencegahnya dari melakukan aktivitasnya.


وَيَقُولُونَ حِجْراً مَحْجُوراً


dan mereka berkata, "Hijran Mahjura," (semoga Allah menghindarkan bahaya ini dari saya). (Al-Furqan: 22) Semuanya itu termasuk dalam satu bab dan mempunyai makna yang berdekatan. Sumpah ini yang menyebutkan waktu-waktu ibadah

dan juga ibadah itu sendiri—seperti haji, salat, dan lain sebagainya—termasuk berbagai jenis dari amal taqarrub yang dijadikan sarana oleh hamba-hamba-Nya yang bertakwa lagi takut kepada-Nya

serta rendah diri kepada-Nya untuk lnendekatkan diri mereka kepada Zat-Nya Yang Mahamulia.Setelah menyebutkan ibadah dan ketaatan mereka, lalu disebutkan oleh firman-Nya:


{أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ}


Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Ad? (Al-Fajr: 6) Mereka adalah orang-orang yang membangkang, angkara murka, sewenang-wenang, pendurhaka terhadap Allah,

mendustakan rasul-rasul-Nya lagi mengingkari kitab-kitab-Nya. Maka Allah menyebutkan bagaimana Dia membinasakan mereka dan menghancurkan mereka serta menjadikan mereka sebagai pelajaran dan kisah-kisah umat yang durhaka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ}


Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Ad? (Yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. (Al-Fajr: 6-7) Mereka adalah kaum 'Ad pertama, yaitu keturunan

dari 'Ad ibnu Iram ibnu ' Aus ibnu Sam ibnu Nuh, menurut Ibnu Ishaq. Mereka adalah kaum yang diutus kepada mereka Nabi Hud a.s., lalu mereka mendustakannya dan menentangnya Maka Allah menyelamatkannya

dari kalangan mereka beserta orang-orang yang beriman bersamanya dari kalangan mereka beserta orang-orang yang beriman bersamanya dari kalangan mereka Dan Allah membinasakan mereka dengan angin yang sangat

dingin lagi sangat kuat, yang terus-menerus menimpa mereka selama tujuh malam delapan siang hari. Maka kamu lihat kaum itu mati semuanya di tempat tinggal mereka seperti batang-batang pohon kurma yang lapuk,

maka apakah kamu masih melihat adanya sisa-sisa dari mereka? Allah Swt. telah menyebutkan kisah mereka di dalam Al-Qur'an bukan hanya pada satu tempat agar dijadikan pelajaran bagi orang-orang mukmin kehancuran yang telah menimpa mereka. Firman Allah Swt.:


{إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ}


(yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. (Al-Fajr: 7) Berkedudukan sebagai 'ataf bayan untuk menambah keterangan perihal identitas mereka, dan firman-Nya:

yang mempunyai bangunan-bangunanyang tinggi. (Al-Fajr: 7) karena mereka menempati kemah-kemah yang terbuat dari bulu, kemudian ditegakkan dengan tiang-tiang yang kuat lagi kokoh.

Mereka terkenal sangat kuat di masanya dan paling besar tubuhnya. Untuk itulah rasul mereka (yaitu Nabi Hud a.s.)mengingatkan mereka akan nikmat tersebut dan memberi petunjuk kepada mereka agar nikmat tersebut

dijadikan sebagai sarana bagi mereka untuk taat kepada Tuhannya yang telah menciptakan mereka. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:


{وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ قَوْمِ نُوحٍ وَزَادَكُمْ فِي الْخَلْقِ بَسْطَةً فَاذْكُرُوا آلاءَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ }


Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh

dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Al-A'raf: 69) Dan firman Allah Swt:


فَأَمَّا عادٌ فَاسْتَكْبَرُوا فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَقالُوا مَنْ أَشَدُّ مِنَّا قُوَّةً أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَهُمْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُمْ قُوَّةً


Adapun kaum 'Ad, maka mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dan berkata, "Siapakah yang lebih besar kekuatannya daripada kami?”

Dan apakah mereka itu tidak memperhatikan bahwa Allah yang menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka? (Fushshilat: 15) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:


{الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلادِ}


yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain. (Al-Fajr: 8) Yakni belum pernah ada suatu kabilah pun yang diciptakan seperti mereka di negeri mana pun, karena mereka memiliki kekuatan yang dahsyat

keras, lagi perawakan mereka besar-besar. Mujahid mengatakan bahwa Iram adalah suatu umat di masa dahulu, yakni kaum 'Ad pertama. Qatadah ibnu Di'amah dan As-Saddi mengatakan bahwa sesungguhnya Iram adalah

ibu kota kerajaan kaum 'Ad. Ini merupakan pendapat yang baik, jayyid, lagi kuat.Mujahid, Qatadah, dan Al-Kalabi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mempunyai bangunan-bangunanyang tinggi. (Al-Fajr: 7)v Mereka adalah suku nomaden dan tidak pernah menetap dalam suatu tempat. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya mereka disebut zatul- 'imad karena perawakan mereka sangat tinggi.

Ibnu Jarir memilih pendapat yang pertama dan menolak pendapat yang kedua, dan ternyata dia benar. Firman Allah Swt.:


{الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلادِ}


yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain. (Al-Fajr: 8) Ibnu Zaid mengatakan bahwa domir yang ada merujuk kepada 'imad karena ketinggiannya yang tidak terperikan, dan ia mengatakan bahwa

mereka telah membangun bangunan-bangunan yang tinggi di atas bukit-bukit pasir, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain. Lain halnya dengan Qatadah dan Ibnu Jarir, keduanya merujukkan damir yang

ada kepada kabilah. Yakni belum pernah ada suatu kabilah pun yang diciptakan seperti mereka di masanya. Pendapat inilah yang benar, sedangkan pendapat Ibnu Zaid dan orang-orang yang mengikutinya lemah Karena seandainya

makna yang dimaksud adalah seperti yang ditakwilkan oleh mereka, tentulah bunyi ayat bukan lam yukhlaq, melainkan lamyu'mal mi'sluha fil bilad. Dan sesungguhnya bunyi ayat adalah seperti berikut: yang belum pernah diciptakan (suatu kabilah pun) seperti mereka di negeri-negeri lain. (Al-Fajr: 8)


قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ كَاتِبُ اللَّيْثِ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَمَّنْ حَدَّثَهُ، عَنِ الْمِقْدَامِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ ذَكَرَ إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ فَقَالَ: "كَانَ الرَّجُلُ مِنْهُمْ يَأْتِي عَلَى صَخْرَةٍ فَيَحْمِلُهَا عَلَى الْحَيِّ فَيُهْلِكُهُمْ"


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh juru tulis Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari orang yang telah menceritakan

hadis ini kepadanya, dari Al-Miqdam, dari Nabi Saw. sehubungan dengan penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. Maka beliau Saw. bersabda: Adalah seseorang dari mereka (kaum 'Ad) dapat

mengangkat sebuah batu yang amat besar (seperti bukit), lalu ia memikulnya dan menimpakannya kepada suatu penduduk desa, maka binasalah mereka. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Abut Tahir, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad, dari Saur ibnu Zaid Ad-Daili yang mengatakan bahwa ia pernah membaca sebuah prasasti kuno

yang bunyinya seperti berikut, "Akulah Syaddad ibnu Ad, akulah yang meninggikan bangunan-bangunan yang tinggi. dan akulah orang yang hastaku sama besarnya dengan tubuh satu orang; dan akulah orang yang

menyimpan perbendaharaan sedalam tujuh hasta, tiada yang dapat mengeluarkannya selain umat Muhammad Saw." Menurut hemat saya, pendapat apa pun dari yang telah disebutkan di atas, baik yang mengatakannya

sebagai bangunan-bangunan tinggi yang mereka bangun, atau menganggapnya sebagai tiang-tiang rumah mereka di daerah pedalaman, ataukah menganggapnya sebagai senjata yang dipakai mereka untuk berperang

atau menggambarkan ketinggian seseorang dari mereka. Semuanya itu pada garis besarnya menunjukkan bahwa mereka adalah suatu umat yang disebutkan di dalam Al-Qur'an bukan hanya pada satu tempat saja yang penyebutan

mereka dibarengi dengan kisah kaum Samud, sebagaimana yang disebutkan dalam surat ini; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Dan mengenai orang yang mengira bahwa firman-Nya: (yaitu) penduduk Iram yang

mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. (Al-Fajr: 7) Bahwa makna yang dimaksud adalah suatu kota yang adakalanya kota Dimasyq seperti apa yang diriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab dan Ikrimah, atau

menganggapnya kota Iskandariah seperti yang diriwayatkan dari Al-Qurazi, atau dianggap kota lainnya. Maka pendapat-pendapat ini masih perlu diteliti kebenarannya; karena bila diartikan demikian, mana mungkin

dapat sesuai dengan firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum Ad (Yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangun an-bangunan yang tinggi. (Al-Fajr: 6-7)

Jika hal itu dijadikan sebagai badal atau 'ataf bayan, maka tidak sealur dengan konteks pembicaraannya. Karena sesungguhnya yang dimaksud dalam topik pembicaraan ayat ini tiada lain memberitakan tentang kebinasaan

suatu kabilah yaitu 'Ad, dan azab yang ditimpakan oleh Allah kepada mereka sebagai pembalasan dari-Nya, tanpa ada seorang pun yang dapat mencegahnya. Dan makna yang dimaksud bukanlah menceritakan perihal suatu kota

atau suatu kawasan. Sesungguhnya kami ingatkan hal ini tiada lain agar jangan ada orang yang terpedaya oleh berbagai macam pendapat yang dikemukakan oleh sebagian ulama tafsir sehubungan dengan ayat ini.

Yang diantaranya ada yang menyebutkan bahwa Iram adalah suatu kota yang memiliki bangunan-bangunan yang tinggi, yang dibangun dengan bata emas dan perak gedung-gedung, rumah-rumah, dan taman-tamannya.

Dan bahwa batu kerikilnya dari intan dan mutiara, sedangkan tanahnya dari kesturi, dan sungai-sungainya mengalir, sedangkan buah-buahannya berjatuhan; rumah-rumahnya tiada berpenghuni, tembok-tembok dan pintu-pintunya

dalam keadaan terbuka, tetapi tiada seorang pun yang ada di dalamnya. Dan bahwa kota tersebut berpindah-pindah; adakalanya di negeri Syam dan adakalanya di negeri Yaman, dan adakalanya berpindah ke negeri Iraq

dan lain sebagainya. Maka sesungguhnya kisah seperti ini termasuk dongengan-dongengan Israiliyat, yang tiada kenyataanya, dan termasuk yang dibuat oleh orang-orang Zindiq dari kalangan mereka, yang sengaja dituangkan

untuk memperdaya akal orang-orang yang bodoh agar mau percaya dengan kisah buatan mereka. As-Sa’labi dan lain-lainnya menyebutkan bahwa pernah ada seorang lelaki Badui yang bernama Abdullah ibnu Qilabah

hidup di masa mu'awiyah. Lelaki Badui itu pergi mencari beberapa ekor untanya yang lepas; ketika ia sedang mencarinya kemana-mana, tersesatlah ia di suatu daerah. Dan tiba-tiba ia menjumpai suatu kota yang besar

dengan tembok-temboknya yang tinggi dan pintu-pintu gerbangnya yang besar. Lalu ia memasukinya dan menjumpai di dalamnya banyak hal yang mendekati, seperti apa yang telah kami sebutkan diatas, yaitu kota emas.

Lalu lelaki itu kembali dan menceritakan kepada orang-orang apa yang telah dilihatnya, maka orang-orang beramai-ramai pergi bersama dia menuju ke tempat yang disebutkannya, dan ternyata mereka tidak melihat sesuatu pun

di tempat tersebut.Ibnu Abu Hatim telah menyebutkan kisah mengenai kota Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi ini dengan kisah yang panjang sekali. Dan kisah ini tidak sahih sanadnya. Seandainya memang

sahih sampai kepada lelaki Badui tersebut, maka barangkali lelaki Badui itu membuat-buatnya; atau dia terkena semacam penyakit kejiwaan yang menimbulkan ilusi berbagai macam hal, sehingga ia menganggap

bahwa ilusinya itu suatu kenyataan, padahal hakikatnya tidaklah demikian. Dan faktor inilah yang memastikan tidak sahnya kisah lelaki Badui itu.Hal ini hampir sama dengan apa yang di beritakan oleh kebanyakan orang

yang kurang akalnya, yang tamak kepada keduniawian. Mereka beranggapan bahwa di dalam perut bumi terdapat banyak emas, perak dan berbagai macam permata, yaqut, mutiara, dan keajaiban (teka-teki) yang besar.

Akan tetapi, mereka beranggapan bahwa untuk mencapainya ada banyak hambatan yang harus dilenyapkan terlebih dahulu agar dapat diambil. Karenanya mereka banyak menipu harta orang-orang kaya dan

orang-orang yang lemah lagi kurang akalnya (yang mau membelanjakan hartanya untuk tujuan itu) sehingga mereka yang melakukan praktek demikian, memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Mereka mengilusikan

kepada orang-orang yang mereka perdaya, bahwa biaya itu untuk membeli dupa, ramu-ramuan, dan lain sebagainya yang diada-adakan oleh mereka, padahal kenyataanya hanyalah tipuan belaka.Akan tetapi,

yang pasti memang di dalam tanah banyak terdapat harta-harta yang terpendam, yang dahulunya adalah bekas-bekas peninggalan masa jahiliah dan masa Islam pertama. Maka barang siapa yang berhasil mendapatkannya,

ia dapat memindahkannya. Adapun mengenai harta terpendam seperti apa yang digambarkan oleh dugaan mereka, hal itu hanyalah dusta dan buat-buatan belaka., dan tidak benar sama sekali bahwa hal itu dapat dipindahkan

atau dapat diambil oleh orang yang menemukannya. Hanya Allah-lah yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar.Dan mengenai pendapat Ibnu Jarir yang mengatakan bahwa firman Allah Swt.: (yaitu) penduduk Iram

yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. (Al-Fajr: 7). dapat ditakwilkan sebagai nama suatu kabilah atau suatu negeri (kota) yang dihuni oleh kaum ; Ad, yang karenanya lafaz Iram tidak menerima tamyin.

Pendapat ini masih perlu diteliti, karena makna yang dimaksud oleh konteks cerita hanyalah menceritakan tentang kabilah. untuk itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:


{وَثَمُودَ الَّذِينَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ}


dan kaum Samud yang memotong batu-batu besar di lembah. (Al-Fajr: 9) Yakni mereka memotong batu-batu yang ada di lembah tempat mereka. Ibnu 'Abbas mengatakan bahwa mereka mengukirnya dan melubanginya.

Hal yang sama di katakan oleh Mujahid, Qatadah. Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid. Dan termasuk kedalam pengertian kata ini bila dikatakan mujtabin nimar, artinya bila mereka melubanginya.

Dan dikatakan wajtabassauba bila seseorang membukanya (memotongnya); oleh karena itulah maka kantong dalam bahasa Arab disebut al-jaib. Dan Allah Swt. telah berfirman:


وَتَنْحِتُونَ مِنَ الْجِبالِ بُيُوتاً فارِهِينَ


Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin. (Asy-Syu'ara: 149) Dan Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan kisah ayat ini menyebutkan ucapan seorang penyair:


أَلَا كُلُّ شَيْءٍ مَا خَلَا اللَّهَ بَائِدٌ ... كَمَا بَادَ حَيٌّ مِنْ شَنِيفٍ وَمَارِدِ هُمْ ضَرَبُوا فِي كُلِ صَمَّاءَ صَعْدَةً ... بِأَيْدٍ شِدَادٍ أَيَّدَاتِ السَّوَاعِدِ


Ingatlah segala sesuatu selain Allah pasti lenyap (binasa) sebagaimana telah lenyap suatu kabilah dari Syanif dan Marid. Mereka telah mengukir dan memotong batu-batu gunung dengan tangan-tangan yang keras dan lengan-lengan yang kekar.

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang Arab, dan tempat tinggal mereka adalah di lembah Al-Qura. Kami telah menyebutkan kisah kaum 'Ad secara rinci di dalam tafsir surat Al-A'raf, sehingga tidak perlu diulangi lagi Firman Allah Swt.:


{وَفِرْعَوْنَ ذِي الأوْتَادِ}


dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak. (Al-Fajr: 10) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-autad ialah bala tentaranya yang mendukung dan menguatkan kedudukannya.

Menurut suatu pendapat, Firaun —bila menghukum— mengikat kedua tangan dan kedua kaki si terhukum pada pasak-pasak besi, lalu digantungkan dengannya. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, bahwa dia

mematok tangan dan kaki terhukum pada pasak-pasak, yakni dipasung. Hal yang sama di katakan oleh Sa’id ibnu Jubair dan Al-Hasan dan As-Saddi. As-Saddi menyebutkan bahwa Fir’aun mengikat seorang lelaki

pada tiap-tiap tangan dan kakinya ke pasak-pasak, kemudian menggelindingkan sebuah batu besar ke atas tubuhnya hingga si lelaki terhukum itu hancur karenanya.Qatadah mengatakan, telah sampai suatu kisah kepada kami

bahwa Fir'aun mempunyai mainan berupa pasak-pasak dan tambang-tambang yang di letakkan di dalam suatu tempat yang mempunyai naungan. Sabit Al-Bannani telah meriwayatkan dari Abu Rafi'.bahwa Fir'aun dijuluki Zul Autad

karena dia memasang tempat pasak untuk istrinya yang kedua tangan dan kedua kakinya diikat pada pasak-pasak itu. Lalu diatas punggung istrinya diletakkan sebuah batu penggilingan yang besar, hingga istrinya mati (karena ia beriman kepada Musa a.s). Firman Allah Swt:


{الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلادِ فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ}


Yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lain mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu. (Al-Fajr: 11-12).Yakni angkara murka, angkuh, lagi senang menebarkan kerusakan di muka bumi dan menyakiti orang lain.


{فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ}


karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab. (Al-Fajr: 13). Yaitu Allah menurunkan kepada mereka azab dari langit dan hukuman yang tiada seorang pun dapat menolaknya dari kaum yang durhaka itu. Firman Allah Swt.:


{إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ}


Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. (Al-Fajr: 14). Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mendengar dan melihat, yakni mengawasi semua amal perbuatan makhluk-Nya dan

kelak Dia akan menimpakan balasan-Nya terhadap masing-masing, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Dan kelak Dia akan memberdirikan semua makhluk di hadapan-Nya, lau dia memutuskan hukum-Nya

terhadap mereka dengan adil, dan memberikan pembalasan kepada masing-masing sesuai dengan apa yang berhak diterimanya. Dia Mahasuci dari perbuatan aniaya dan melampaui batas.

Imam Ibnu Abu Hatim dalam hal ini telah mengetengahkan sebuah hadis yang garib sekali dan sanadnya masih perlu di teliti kesahihannya. Untuk itu ia mengatakan:


حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبِي الْحَوَارِيِّ، حَدَّثَنَا يُونُسُ الْحَذَّاءُ، عَنْ أَبِي حَمْزَةَ الْبَيْسَانِيِّ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا مُعَاذُ، إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَدَى الْحَقِّ أَسِيرٌ. يَا مُعَاذُ، إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَسْكُنُ رَوْعُهُ وَلَا يَأْمَنُ اضْطِرَابُهُ حَتَّى يُخَلَّف جِسْرَ جَهَنَّمَ خَلْفَ ظَهْرِهِ. يَا مُعَاذُ، إِنَّ الْمُؤْمِنَ قَيَّدَهُ الْقُرْآنُ عَنْ كَثِيرٍ مِنْ شَهَوَاتِهِ، وَعَنْ أَنْ يَهْلَكَ فِيهَا هُوَ بِإِذْنِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، فَالْقُرْآنُ دَلِيلُهُ، وَالْخَوْفُ مَحَجَّتُهُ، وَالشَّوْقُ مَطِيَّتُهُ، وَالصَّلَاةُ كَهْفُهُ، وَالصَّوْمُ جَنَّتُهُ، وَالصَّدَقَةُ فِكَاكُهُ، وَالصِّدْقُ أَمِيرُهُ، وَالْحَيَاءُ وَزِيرُهُ، وَرَبُّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، مِنْ وَرَاءِ ذَلِكَ كُلِّهِ بِالْمِرْصَادِ"


telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad Ibnu Abul Hawari, telah menceritakan kepada kami Yunus Al Hazza, dari Abu Hamzah Al-Bisani, dari Mu'az ibnu Jabal yang mengatakan

bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hai Mu'az., sesungguhnya orang mukmin itu menjadi tawanan Tuhan yang Hak. hai Mu'az., sesungguhnya orang mukmin itu tidak dapat terbebas dari ketakutannya dan

tidak merasa aman dari kekhawatirannya sebelum ia meninggalkan jembatan Jahanam berada di belakang punggungnya (telah melaluinya dengan selamat). Hai Mu’az., sesungguhnya orang mukmin itu diikat oleh Al-Qur'an

terhadap kebanyakan nafsu syahwatnya dan terhadap hal-hal yang membinasakan dirinya karena terjerumus ke dalamnya dengan seizin Allah Swt. maka Al-Qur’an adalah penunjuk jalannya, takut kepada Allah

adalah alasannya, dan rindu kepada-Nya merupakan kendaraannya, salat adalah gua perlindimgannya, puasa adalah bentengnya, sedekah adalah kebebasannya, dan kejujuran (kebenaran) adalah pemimpinnya

malu adalahpembantunya, dan Allah Swt. dibelakang itu semuanya selalu mengawasinya. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Yunus Al-Hazza dan Abu Hamzah merupakan perawi yang tidak dikenal; Abu Hamzah

meriwayatkan dari Mu’az berpredikat mursal, seandainya hanya dikatakan dari Abu Hamzah saja tentulah baik. Yakni seandainya hadis ini hanyalah semata-mata perkataan Abu Hamzah saja, tentulah baik (karena berarti seadanya

mengingat Abu Hamzah tidak mengalami masa Mu'az ibnu Jabal). Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Saleh, telah menceritakan

kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Safwan ibnu Amr, dari Aifa', dari Ibnu Abdul Kala'i, bahwa Aifa' pernah mendengarnya sedang memberi pelajaran kepada orang banyak, yang antara lain ibnu Abdul Kala'i mengatakan

bahwa sesungguhnya neraka Jahanam itu mempunyai tujuh buah tanggul, sedangkan sirat berada di atas semiianya itu. ia mengatakan bahwa lalu semua makhluk ditahan di tanggul yang pertama. dan dikatakan kepada mereka:


{وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ}


Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya. (Ash-Shaffat: 24) Lalu mereka dihisab tentang salat mereka dan mereka dimintai pertanggung jawaban mengenainya.

Maka binasalah karenanya orang-orang yang binasa dan selamatlah karenanya orang-orang yang selamat. Apabila mereka telah sampai di tanggul yang kedua, maka dihisablah mereka terhadap amanatnya, apakah mereka

menunaikannya dan apakah mereka mengkhianatinya. Maka binasalah orang-orang yang binasa dan selamatlah orang-orang yang ditakdirkan selamat. Dan apabila mereka telah sampai di tanggul yang ketiga,

maka mereka dimintai pertanggung jawaban tentang hubungan persaudaraan, apakah mereka menjalinnya ataukah memutuskannya. Maka binasalah orang-orang yang binasa dan selamatlah orang-orang yang selamat.

Ibnu Abdul Kala'i melanjutkan kisahnya, bahwa rahim (persaudaraan) pada hari itu menjulur ke udara diatas neraka Jahanam seraya berdoa "Ya Allah, barangsiapa yang menghubungkan diriku, maka hubungilah dia.

Dan barangsiapa yang memutuskan aku, maka putuskanlah dia." Ibnu Abdul Kala'i mengatakan bahwa itulah yang dimaksud oleh firman-Nya: Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. (Al-Fajr: 14)

Demikianlah menurut apa yang diketengahkan dari asar ini secara apa adanya, tetapi Ibnu Abu Hatim tidak menyebutkannya secara lengkap.

Surat Al-Fajr |89:2|

وَلَيَالٍ عَشْرٍ

wa layaalin 'asyr

demi malam yang sepuluh,

And [by] ten nights

Tafsir
Jalalain

(Dan malam yang sepuluh) maksudnya tanggal sepuluh bulan Zulhijah.

Alazhar

"Demi malam yang sepuluh." (ayat 2).Menurut suatu riwayat daripada Ibnu Abbas dan Mujahid,

yang dimaksud dengan malam yang sepuluh ialah sejak satu haribulan Dzul Hijjah sampai 10 hari bulannya.

Karena sejak tanggal 1 itu adalah persiapan buat mengerjakan haji.

Hari kedelapan ialah tarwiyah, persiapan berangkat ke Arafah. Hari kesembilan ialah hari wuquf,

yaitu berhenti di padang Arafah, yang menjadi pusat inti dari amalan haji itu. Dan setelah selesai wuquf,

turun lagi ke Mina, dengan singgah dulu ke Muzdalifah berhenti sebentar memilih batu buat melontar Jumrah di Mina itu.

Selesai melontar Jumratul-'Aqabah di pagi hari kesepuluh di Mina itu,

dinamailah hari kesepuluh itu Yaumun-Nahry hari menyembelih kurban.

Dengan demikian pekerjaan haji yang penting telah selesai dikerjakan.

Sehingga pada hari itu juga dapat diselesaikan sekaligus Thawaf Ifadhah dan Sa'I,

sehingga selesai seluruh rukun dan syarat dan wajib haji sehari itu juga.

Pendapat Ibnu Abbas ini dikuatkan oleh sebuah Hadis:"Daripada Ibnu Abbas,

bersabda Nabi SAW: "Tidak ada hari-hari beramal yang shalih yang lebih disukai oleh Allah padanya, melebihi hari ini yaitu 10 Dzul Hijjah."

Tetapi ada juga tafsiran tentang "Malam yang sepuluh" itu. Ibnu Jarir menerangkan dalam tafsirnya ialah 10 haribulan Muharram.

Dan sebuah tafsir lagi dari Ar-Razi, ialah 10 hari yang terakhir dari bulan Ramadhan,

karena Nabi SAW lebih tekun beribadat di malam 10 yang terakhir dari Ramadhan itu,

di seluruh malamnya beliau lebih banyak bangun dan dibangunkannya pula kaum keluarganya.

Dan ada pula riwayat yang mengatakan "Malam yang sepuluh" ialah lima malam di awal bulan

dan lima malam di akhir bulan karena di malam-malam begitu lebih banyak gelap malamnya dari terangnya, karena bulan masih kecil.

Tafsir-tafsir ini boleh dipakai dan dikenal semua; karena rahasia yang sebenarnya adalah pada Yang Empunya Firman sendiri; Allah SWT.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 2 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fajr |89:3|

وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ

wasy-syaf'i wal-watr

demi yang genap dan yang ganjil,

And [by] the even [number] and the odd

Tafsir
Jalalain

(Dan yang genap) atau tidak ganjil (dan yang ganjil) dapat dibaca Al-Watr dan Al-Witr, artinya ganjil.

Alazhar

"Demi genap, demi ganjil."(ayat 3).Segala perhitungan terdiri daripada genap dan ganjil.

Yang ganjil dicukupkan oleh yang genap. Mujahid mengatakan: "Segala makhluk yang dijadikan Allah ini adalah genap;

Ada darat ada laut. Ada jin ada manusia. Ada matahari ada bulan. Ada kufur ada iman.

Ada bahagia ada sengsara. Ada petunjuk ada kesesatan. Ada malam dan ada siang.

Tafsiran dari Mujahid ini dapatlah diperluas lagi; Ada bumi ada langit.

Ada permulaan ada kesudahan. Ada lahir ada batin. Ada laki-laki dan ada perempuan.

Adapun yang tetap ganjil atau tunggal tak ada pasangannya ialah yang Maha Esa,

berdiri sendirinya, yang tiada bersekutu dengan yang lain, yaitu Allah Tuhan kita; – Qul Huwallaahu Ahad! – Katakanlah; Allah itu Esa!

Ibnu Jarir menjelaskan lagi dalam tafsirnya, bahwa Allah telah mengambil seumpah dengan yang genap dan yang ganjil.

Namun Allah sendiri tidaklah menentukan yang mana genap itu dan yang mana ganjil itu. Sebab itu bolehlah kita merenungkan sendiri.

Dan boleh juga kita jadikan peringatan Allah tentang genap dan ganjil ini merenungkan betapa pentingnya hisab, atau hitungan;

sejak dari hitungan biasa sampai kepada mathematik atau wijskunde tertinggi yang selalu menjadi turutan dari yang ganjil dan yang genap,

dan dengan ilmu hitung yang tinggi itu sampailah kita kepada kesimpulan,

bahwa hanya ganjil juga permulaan hitungan, baik dipandang dari segi ilmu hitung,

ataupun dari segi ilmu ukur. Dan pada SATU juga penutupnya. Dari Satu dimulai dengan SATU disudahi

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 3 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fajr |89:4|

وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ

wal-laili iżaa yasr

demi malam apabila berlalu.

And [by] the night when it passes,

Tafsir
Jalalain

(Dan malam bila berlalu) bila datang dan pergi.

Alazhar

"Demi malam apabila dia telah berjalan." (ayat 4). Atau telah berlalu. Samasekali bertali dan bersambung.

Mulanya fajar menyingsing, kemudian matahari pun terbit dan hari pun siang.

Akhirnya matahari tenggelam dan malam pun tiba. Bartambah lama bertambah larut malam.

Akhirnya dia pun berlalu atau berjalan. Berputarlah roda kehidupan kita

dalam putaran bumi mengelilingi matahari atau matahari menerangi cakrawala atas kehendak Tuhan.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 4 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fajr |89:5|

هَلْ فِي ذَٰلِكَ قَسَمٌ لِذِي حِجْرٍ

hal fii żaalika qosamul liżii ḥijr

Adakah pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) bagi orang-orang yang berakal?

Is there [not] in [all] that an oath [sufficient] for one of perception?

Tafsir
Jalalain

(Pada yang demikian itu) yakni sumpah itu (terdapat sumpah bagi orang-orang yang berakal) Jawab dari Qasam tidak disebutkan yakni, sungguh kalian hai orang-orang kafir Mekah akan diazab.

Alazhar

Kemudian datanglah ayat 5 menjadi patri dari alam yang telah dijadikan sumpah peringatan oleh Tuhan itu:.

"Adakah pada yang demikian itu suatu sumpah bagi yang berakal?". (ayat 5).Di dalam ayat ini tersebut hijr, yang diartikan dengan akal.

Sebab arti asal dari kalimat hijr itu ialah penghambat. Dan akal adalah yang selalu menghambat manusia

akan berlaku semau-maunya saja dalam alam ini. Al-‘Aql artinya yang asal ialah ikatan.

Ayat 5 ini bersifat pertanyaan, yang dapat diuraikan; "Apakah kamu perhatikan semuanya itu wahai orang yang mempunyai akal budi?

Adakah kamu perhatikan fajar menyingsing, malam sepuluh,
Adakah kamu perhatikan semuanya itu, untuk melihat betapa besarnya kuasa Tuhanmu dan betapa pula hidup dirimu dalam lindungan Tuhan yang Esa itu"

Maka dapatlah disimpulkan bahwa sumpah-sumpah Ilahi dengan memakai makhluk yang Ia jadikan itu, adalah merangsang akal manusia agar berfikir.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 5 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fajr |89:6|

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ

a lam taro kaifa fa'ala robbuka bi'aad

Tidakkah engkau (Muhammad) memerhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) `Ad?,

Have you not considered how your Lord dealt with 'Aad -

Tafsir
Jalalain

(Apakah kamu tidak memperhatikan) artinya tidak mengetahui hai Muhammad (bagaimana Rabbmu berbuat terhadap kaum 'Ad.)

Alazhar

COBA PERHATIKAN! "Apakah tidak engkau perhatikan bagaimana perbuatan Tuhanmu dengan kaum 'Aad?" (ayat 6).

Ayat ini bersifat pertanyaan Tuhan kepada Rasul-Nya, memperingatkan betapa hebatnya azab dan kutuk Tuhan terhadap kaum 'Aad,

salah satu kabilah Arab zaman purbakala yang telah punah. Di dalam ayat-ayat dan Surat-surat yang lain,

baik yang dahulu dari Surat ini atau yang kemudian daripadanya telah diterangkan bahwa kepada mereka Nabi Hud telah diutus oleh Allah.

Diterangkanlah pada ayat sambungannya betapa keadaan kaum 'Aad itu;

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 6 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fajr |89:7|

إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ

iroma żaatil-'imaad

(yaitu) penduduk Iram (ibukota kaum `Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi,

[With] Iram - who had lofty pillars,

Tafsir
Jalalain

(Yaitu penduduk Iram) Iram adalah nama kaum 'Ad dahulu; lafal Iram dapat dianggap sebagai 'Athaf Bayan atau Badal tidak menerima Tanwin karena 'Illat 'Alamiyah dan Mu'annats (yang mempunyai tubuh-tubuh yang tinggi)

atau mereka adalah orang-orang yang tinggi tubuhnya, tersebutlah yang paling tinggi di antara mereka mencapai empat ratus hasta.

Alazhar

"(Yaitu) Iram yang empunya kemegahan." (ayat 7). Karena mereka adalah satu kaum yang besar, kuat lagi gagah.

Di dalam Surat Al-A'raf (Surat 7; 69) diterangkan bahwa sesudah zaman Nuh,

kaum 'Aad itulah kaum yang paling gagah dan kuat-kuat dan tinggi besar badan mereka, sihat tubuhnya.

Dan disebutkan dalam Surat 41, Fushshilat ayat 15, bahwa karena merasa diri telah mencapai puncak kemegahan,

mereka pun berlaku sewenang-wenang di muka bumi. "Yang belum pernah diadakan bandingannya di negeri-negeri itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 7 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fajr |89:8|

الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلَادِ

allatii lam yukhlaq miṡluhaa fil-bilaad

yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain,

The likes of whom had never been created in the land?

Tafsir
Jalalain

(Yang belum pernah diciptakan sepertinya di negeri-negeri lain) dalam hal kekuatan dan keperkasaannya.

Alazhar

. "Yang belum pernah diadakan bandingannya di negeri-negeri itu" (ayat 8). Mereka merasa merekalah yang paling kuat, paling gagah,

paling kaya dan paling ditakuti di zaman itu Al-'Imaad yang kita artikan kemegahan,

berarti juga tonggak-tonggak tengah khemah yang besar-besar dan teguh seketika kaum 'Aad itu datang menjarah dan menaklukkan negeri dan kabilah lain.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 8 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fajr |89:9|

وَثَمُودَ الَّذِينَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ

wa ṡamuudallażiina jaabush-shokhro bil-waad

dan (terhadap) kaum Samud yang memotong batu-batu besar di lembah,

And [with] Thamud, who carved out the rocks in the valley?

Tafsir
Jalalain

(Dan kaum Tsamud yang memotong) yang memahat (batu-batu besar) lafal Ash-Shakhr adalah bentuk jamak dari lafal Shakhrah;

kemudian batu-batu besar yang mereka lubangi itu dijadikan sebagai rumah tempat tinggal mereka (di lembah) yakni Wadil Qura namanya.

Alazhar

"Dan kaum Tsamud yang mengangkat batu gunung ke lembah itu." (ayat 9).Kaum Tsamud kabilah Arab purbakala juga, yang telah punah.

Diutus Tuhan kepada mereka Nabi Shalih. Mereka pun kaya dan megah; saking kaya dan megahnya,

mereka sanggup menakik batu-batu gunung buat mendirikan rumah-rumah yang besar dan megah.

Bahkan di dalam Surat 15, Al-Hijr, ayat 82 diterangkan pula bahwa mereka pahat gunung-gunung

dan di sana mereka dirikan rumah-rumah yang jadi tempat mereka istirahat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 9 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fajr |89:10|

وَفِرْعَوْنَ ذِي الْأَوْتَادِ

wa fir'auna żil-autaad

dan (terhadap) Fir´aun yang mempunyai pasak-pasak (bangunan yang besar),

And [with] Pharaoh, owner of the stakes? -

Tafsir
Jalalain

(Dan Firaun yang mempunyai pasak-pasak) ia dikenal dengan julukan tersebut, bila menyiksa seseorang ia membuat empat pasak, kemudian kedua tangan dan kedua kaki orang yang disiksanya itu diikatkan pada masing-masing pasak.

Alazhar

"Dan Fir'aun yang mempunyai bangunan-bangunan teguh." (ayat 10). Sampai kepada zaman kita sekarang ini masih dapat kita lihat

bekas-bekas bangunan-bangunan yang didirikan oleh Fir'aun-fir'aun Mesir yang telah lalu berabad-abad itu.

Baik di tanah rendah Mesir atau di Mesir Ulu, sebagai Luxor di Asouan ataupun Pyramide di tepi kota Cairo sekarang.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 10 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fajr |89:11|

الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلَادِ

allażiina thoghou fil-bilaad

yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri,

[All of] whom oppressed within the lands

Tafsir
Jalalain

(Yang berbuat sewenang-wenang) maksudnya Firaun dan bala tentaranya berbuat angkara murka (dalam negeri.)

Alazhar

"Yang berbuat sewenang-wenang di negeri-negeri itu." (ayat 11). Berbuat sesuka hatinya,

sampai mengaku diri menjadi Tuhan yang maha kuasa pula di atas dunia ini, rakyat ditindasnya,

hukum berlaku menurut kehendaknya, tidak siapa yang berani menyanggah, karena menyanggah artinya mati.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 11 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fajr |89:12|

فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ

fa akṡaruu fiihal-fasaad

lalu mereka banyak berbuat kerusakan dalam negeri itu,

And increased therein the corruption.

Tafsir
Jalalain

(Lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu) dengan melakukan pembunuhan dan kelaliman lainnya.

Alazhar

. "Maka mereka perbanyaklah di dalamnya kerusakan." (ayat 12).Dalam ayat ini dapatlah kita menemui suatu rahasia pembangunan

yang akan kita jadikan i'tibar di zaman kita ini. Yaitu, baik kaum 'Aad, atau kaum Tsamud, Fir'aun-fir'aun di Mesir di zaman dahulu itu telah membangun.

Malahan ada yang sanggup mendirikan rumah-rumah indah dengan memahat gunung,rupanya kepandaian insinyur dan arsitek telah ada waktu itu.

Sampai sekrarang kita lihat bekas bangunan Fir'aun yang telah beribu tahun yang sangat menakjubkan.

Tetapi untuk membangunkan batu dan bata, pyramide dan patung,

tetapi yang mereka runtuhkan ialah budi; Keadilan mereka tukar dengan kezaliman.

Kebenaran mereka tukar dengan kebatilan. Sehingga segala pembangunan lahir itu tegak di atas

kehancuran nilai perikemanusiaan.Betapa jadinya?Datanglah hukum yang pasti dari Allah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 12 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fajr |89:13|

فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ

fa shobba 'alaihim robbuka sautho 'ażaab

karena itu Tuhanmu menimpakan cemeti azab kepada mereka,

So your Lord poured upon them a scourge of punishment.

Tafsir
Jalalain

(Karena itu Rabbmu menimpakan kepada mereka cemeti) sejenis (azab.)

Alazhar

"Maka dicurahkanlah oleh Tuhanmu kepada mereka cambuk siksaan." (ayat 13).Binasa kaum itu semuanya;

Kaum 'Aad dibinasakan dengan angin punting beliung yang menghancurkan negeri mereka dahsyat pasir,

dan kaum Tsamud dibinasakan dengan pekikan yang dahsyat memecahkan anak telinga,

sehingga habis mati semuanya. Dan Fir'aun-fir'aun yang berkuasa itu, terutama Fir'aun yang didatangi Musa,

tenggelam dalam lautan Qulzum seketika mengejar Musa. Di akhir langgam susunan ayat ini bertemulah firman Allah.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 13 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fajr |89:14|

إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ

inna robbaka labil-mirshood

sungguh, Tuhanmu benar-benar mengawasi.

Indeed, your Lord is in observation.

Tafsir
Jalalain

(Sesungguhnya Rabbmu benar-benar mengawasi) semua amal perbuatan hamba-hamba-Nya, maka tiada sesuatu pun yang terlewat dari-Nya di antara amal-amal perbuatan itu, supaya Dia membalasnya kepada mereka.

Alazhar

"Sesungguhnya Tuhanmu tetap di tempat pengawasan." (ayat 14). Artinya, selama manusia masih bergiat dan hidup dalam alam dunia ini,

di muka bumi ini, namun kezaliman, kebatilan, kemegahan yang menimbulkan sombong dan angkuh,

tidaklah lepas dari pengawasan Allah. Satu waktu Dia akan memukulkan azab-Nya pula, sebagaimana telah dipukulkan-Nya ummat yang telah terdahulu itu.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 14 |

penjelasan ada di ayat 1

Surat Al-Fajr |89:15|

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ

fa ammal-insaanu iżaa mabtalaahu robbuhuu fa akromahuu wa na''amahuu fa yaquulu robbiii akroman

Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata, "Tuhanku telah memuliakanku."

And as for man, when his Lord tries him and [thus] is generous to him and favors him, he says, "My Lord has honored me."

Tafsir
Jalalain

(Adapun manusia) yakni orang kafir (apabila dia diuji) dikenakan ujian (oleh Rabbnya lalu dimuliakan-Nya) dengan harta benda dan lain-lainnya (dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, "Rabbku telah memuliakanku.")

Alazhar

KALAU IMAN TIDAK ADA Pada kedua ayat ini digambarkan jiwa manusia bila Iman tidak ada; "Maka adapun manusia itu",

apabila diberi percobaan akan dia oleh Tuhannya, yaitu diberi-Nya dia kemuliaan dan diberi-Nya dia nikmat." (pangkal ayat 15).

Diberi dia kekayaan atau pangkat tinggi, disegani orang dan mendapat kedudukan yang tertonjol dalam masyarakat;

yang di dalam ayat itu disebutkan bahwa semuanya itu adalah cobaan; "Maka berkatalah dia:

"Tuhanku telah memuliakan daku." (ujung ayat 15). Mulailah dia mendabik dada,

membanggakan diri, bahwa Tuhan telah memuliakan dia. Dia masih menyebut nama Tuhan,

tetapi bukan dari rasa Iman. Sehingga kalau kiranya datang orang minta tolong kepadanya,

orang itu akan diusirnya, karena merasa bahwa dirinya telah diistimewakan Tuhan

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 15 |

Tafsir ayat 15-20

Allah Swt. berfirman, mengingkari sifat manusia yang apabila Allah meluaskan baginya dalam hal rezeki untuk mengujinya melalui rezeki itu, maka ia menganggap bahwa hal itu merupakan kemuliaan dari Allah Swt.

untuk dirinya. Padahal kenyataanya tidaklah demikian, bahkan sebenarnya hal itu merupakan ujian dan cobaan, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:


أَيَحْسَبُونَ أَنَّما نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مالٍ وَبَنِينَ نُسارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْراتِ بَلْ لَا يَشْعُرُونَ


Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al-Mu’minun: 55-56)

Demikian pula sebaliknya Allah menguji dan mencobanya dengan kesempitan rezeki, dia mengira bahwa hal itu merupakan penghinaan dari Allah Swt. kepadanya. Maka disanggah oleh firman-Nya:


{كَلا}


Sekali-kali tidak (demikian). (Al-Fajr: 17) Yakni sebenarnya tidaklah seperti yang diduganya baik dalam keadaan mendapat kesukaan maupun dalam keadaan mendapat kedukaan;karena sesungguhnya Allah memberi

harta kepada siapa yang disukai-Nya dan juga kepada orang yang tidak disukai-Nya, dan Dia menyempitkan rezeki terhadap orang yang disukai-Nya dan juga terhadap orang yang tidak disukai-Nya.

Dan sesungguhnya pokok pangkal permasalahan dalam hal ini bergantung kepada ketaatan yang bersangkutan kepada Allah Swt. dalam dua keadaan tersebut.

Apabila ia diberi kekayaan, hendaknya ia bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya itu; dan apabila mendapat kemiskinan, hendaknya ia bersabar dan tetap menjalankan ketaatan kepada Allah Swt.Firman Allah Swt.:


{بَل لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ}


Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim. (Al-Fajr: i 7) Di dalam ayat ini terkandung makna perintah untuk memuliakan anak yatim, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh

Abdullah ibnul Mubarak, dari Sa'id ibnu Ayyub, dari Yahya ibnu Sulaiman, dari Yazid ibnu Abu Gayyas., dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:


«خَيْرُ بَيْتٍ فِي الْمُسْلِمِينَ بَيْتٌ فِيهِ يَتِيمٌ يُحْسَنُ إِلَيْهِ، وَشَرُّ بَيْتٍ فِي الْمُسْلِمِينَ بَيْتٌ فِيهِ يَتِيمٌ يُسَاءُ إِلَيْهِ- ثُمَّ قَالَ بِأُصْبُعِهِ- أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا»


Sebaik-baik rumah dikalangan kaum muslim adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan baik, dan seburuk-buruk rumah di kalangan kaum muslim adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim

yang di perlakukan dengan buruk. Kemudian Nabi Saw. berisyarat dengan kedua jari tangannya, lalu bersabda: Aku dan orang yang menjamin anak yatim berada di dalam surga seperti ini.


قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ بْنِ سُفْيَانَ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ -يَعْنِي ابْنَ أَبِي حَازِمٍ-حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ سَهْلٍ -يَعْنِي ابْنَ سَعْدٍ-أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ" وَقَرَنَ بَيْنَ إصبعيه: الوسطى والتي تلي الإبهام


Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnus Sabah ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada Kami Abdul Aziz (yakni Ibnu Abu Hazim), telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Sahl (yakni Ibnu Sa'id)

bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku dan orang yang menjamin anak yatim seperti kedua jari ini di dalam surga. Yakni berdekatan, seraya mengisyaratkan kedua jarinya, yaitu telunjuk dan jari tengahnya.


{وَلا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ}


dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. (Al-Fajr:18) Yaitu tidak memerintahkan orang lain untuk memberi santunan kepada orang-orang fakir dan miskin dan sebagian dari mereka tidak menganjurkan hal ini kepada sebagian yang lainnya.


{وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلا لَمًّا}


dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur-adukan (yang halal dan yang haram). (Al-Fajr: 19). Yang dimaksud dengan turas ialah harta warisan, yakni memakannya tanpa mempedulikan dari arah mana dihasilkannya, baik dari cara halal maupun cara haram.


{وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا}


dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. (Al-Fajr: 20) Yakni kecintaan yang banyak; sebagian ulama mengartikannya kecintaan yang berlebihan.

Surat Al-Fajr |89:16|

وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ

wa ammaaa iżaa mabtalaahu fa qodaro 'alaihi rizqohuu fa yaquulu robbiii ahaanan

Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, "Tuhanku telah menghinaku."

But when He tries him and restricts his provision, he says, "My Lord has humiliated me."

Tafsir
Jalalain

(Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu Dia membatasi) atau menyempitkan (rezekinya, maka dia berkata, "Rabbku menghinaku.")

Alazhar

"Dan adapun apabila Tuhannya memberikan percobaan kepadanya, yaitu dijangkakan-Nya rezekinya." (pangkal ayat 16).

Dijangkakan, atau diagakkan, atau dibatasi; dapat hanya sekedar penahan jangan mati saja.

Kehidupan miskin, dapat sekedar akan dimakan, dan itu pun payah; "Maka dia berkata: "Tuhanku telah menghinakan daku." (ujung ayat 16).

Di dalam ayat ini bertemu sekali lagi bahwa kemiskinan itu pun cobaan Tuhan juga. Kaya percobaan, miskin pun percobaan.

Dalam Surat 21, Al-Anbiya' ayat 35 ada tersebut:"Tiap-tiap diri akan merasakan mati,

dan Kami timpakan kepada kamu kejahatan dan kebaikan sebagai ujian; dan kepada Kamilah kamu semua akan kembali."

Buruk dan baik semuanya adalah ujian. Kaya atau miskin pun ujian. Kalau Allah memberikan anugerah kekayaan berlimpah-ruah,

tetapi alat penyambut kekayaan itu tidak ada, yaitu Iman; maka kekayaan yang melimpah-ruah itu akan membawa diri si kaya ke dalam kesengsaraan rohani.

Harta yang banyak itu akan jadi alat baginya menimbun-nimbun dosa.

Sebaliknya orang miskin, hidup hanya sekedar akan dimakan.Kalau alat penyambut kemiskinan itu tidak ada, yaitu Iman;

maka kemiskinan itu pun akan membawanya menjadi kafir! Asal perutnya berisi, tidak peduli lagi mana yang halal dan mana yang haram.

Oleh sebab itu dapatlah kita lihat di kota-kota besar sebagai Jakarta dan kota-kota lain;

ada orang yang mengendarai mobilnya dengan sombong, dengan kaki tidak berjejak di tanah,

tidak tahu dia ke mana rezeki yang banyak itu hendak dibelanjakannya.

Lalu dia pun lewat di atas jembatan. Di bawah jembatan tadi kelihatan orang-orag yang tidak ada rumah tempat tinggalnya lagi,

tidur dengan enaknya siang hari. Karena jika hari telah malam,yang laki-laki pergi menggarong dan yang perempuan pergi menjual diri.

Namun nilai di sisi Tuhan di antara yang berbangga berpongah di atas mobil mengkilap itu sama saja dengan yang tidur di bawah jembatan.

Keduanya tidak ada alas Iman dalam hatinya untuk menerima percobaan rezeki melimpah atau rezeki terbatas.

Di dalam ayat-ayat ini diuraikan "penyakit" jiwa manusia bilamana tidak ada Iman. Yang mereka pentingkan hanya diri sendiri. Dia tidak mempunyai rasa belas-kasihan;

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 16 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat Al-Fajr |89:17|

كَلَّا ۖ بَلْ لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ

kallaa bal laa tukrimuunal-yatiim

Sekali-kali tidak! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim,

No! But you do not honor the orphan

Tafsir
Jalalain

(Sekali-kali tidak) kalimat ini merupakan hardikan, bahwa perkara yang sebenarnya tidaklah demikian, maksud dimuliakan itu dengan diberi kekayaan, dan dihina itu dengan diberi kemiskinan.

Sesungguhnya seseorang itu menjadi mulia karena ketaatannya, dan menjadi terhina karena kemaksiatannya.

Orang-orang kafir Mekah tidak memperhatikan hal ini (sebenarnya kalian tidak memuliakan anak yatim) artinya kalian tidak pernah berbuat baik kepada anak-anak yatim,

padahal kalian kaya atau kalian tidak memberikan harta waris yang menjadi hak anak-anak yatim.

Alazhar

"penyakit" "Tidak sekali-kali! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim." (ayat 17).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 17 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat Al-Fajr |89:18|

وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ

wa laa tahaaadhdhuuna 'alaa tho'aamil-miskiin

dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin,

And you do not encourage one another to feed the poor.

Tafsir
Jalalain

(Dan kalian tidak mengajak) diri kalian atau orang lain (memberi makan) (orang miskin.)

Alazhar

Di dalam ayat-ayat ini diuraikan "penyakit" jiwa manusia bilamana tidak ada Iman. Yang mereka pentingkan hanya diri sendiri.

Dia tidak mempunyai rasa belas-kasihan; "Tidak sekali-kali! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim." (ayat 17).

"Tidak sekali-kali maksudnya ialah bantahan pembelaan diri setengah orang,

bahwa mereka kalau kaya akan banyak berbuat baik. Kalau miskin akan sabar menderita.

Samasekali itu adalah "omong kosong". Sebab sifat-sifat yang baik,

kelakuan yang terpuji tidaklah akan subur dalam jiwa kalau Iman tidak ada. Kalau dia telah kaya,

dia tidak lagi akan merasa belas-kasihan kepada anak yatim. Sebab dia hanya memikirkan dirinya,

tidak memikirkan orang lain. Sebab dia tidak pernah memikirkan bagaimana kalau dia sendiri mati,

dan anaknya tinggal kecil-kecil. "Dan kamu tidak ajak-mengajak atas memberi makan orang miskin." (ayat 18).

Di dalam dua ayat ini bertemu dua kalimat penting, yang timbul dari hasil Iman.

Pertama ialah memuliakan anak yatim. Memuliakan adalah lawan dari menghinakan,

yaitu menganggapnya rendah, hanya separuh manusia, sebab tidak ada lagi orang yang mengasuhnya.

Atau diasuh juga anak yatim itu tetapi direndahkannya, dipandang sebagai budak belian saja. Ini bukanlah perangai orang Mu'min.

Kedua ialah kalimat ajak-mengajak. Dalam kalimat ini terdapat pikulan bersama,

bukan pikulan sendiri. "Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing."

Seorang Ulama Besar, Ibnu Hazm Al-Andalusi pernah menyatakan bahwa jika terdapat seseorang mati tidak makan pada satu qaryah (kampung),

maka yang bertanggung jawab ialah orang sekampung itu.

Dalam hukum Islam seluruh isi kampung diwajibkan membayar diyat atas kematian si miskin itu.

Karena memberi makan fakir-miskin adalah kewajiban mereka bersama. Si miskin berhak menerima bahagian dari zakat.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 18 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat Al-Fajr |89:19|

وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلًا لَمًّا

wa ta`kuluunat-turooṡa aklal lammaa

sedangkan kamu memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang haram),

And you consume inheritance, devouring [it] altogether,

Tafsir
Jalalain

(Dan kalian memakan harta pusaka) harta peninggalan (dengan cara mencampur-aduk) tanpa segan-segan lagi,

maksudnya kalian mencampur-baurkan harta warisan bagian wanita dan anak-anak dengan bagian kalian;

atau kalian mencampur-baurkan harta warisan mereka dengan harta kalian sendiri.

Alazhar

"Dan kamu makan harta warisan orang; makan sampai licin." (ayat 19).

Ini pun rentetan dari dada yang kosong dari iman dan petunjuk itu. Dada yang penuh dengan kufur.

Mereka terima harta warisan dari saudaranya yang telah wafat,

lalu dimakannya sendiri dengan lahapnya, sampai licin tandas; sedang waris yang berhak,

baik isterinya atau anak-anaknya yang masih kecil, tidak mendapat.

Inilah yang banyak kejadian pada bangsa Arab di zaman Jahiliyah

. Kadang-kadang janda dari si mati, atau yatim anak perempuan yang masih gadis,

dijadikan sebagai "waris" pula, diambil alih kekuasaan oleh laki-laki yang dewasa

, yang mengakui dirinya kepala waris. Bersama-sama dengan harta si mati orang-orang yang dalam kesedihan itu diboyong

semua ke rumah yang menyambut waris. Untuk dikuasai hartanya dan dikuasai dirinya.

Kadang-kadang ditahan-tahannya akan kawin lagi, karena merugikan bagi si pemboyong waris itu.

Setelah hijrah ke Madinah, Agama Islam mengatur pembahagian warisan (faraidh) dan perempuan mendapat hak pula sebagai laki-laki.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 19 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat Al-Fajr |89:20|

وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا

wa tuḥibbuunal-maala ḥubban jammaa

dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.

And you love wealth with immense love.

Tafsir
Jalalain

(Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan) sehingga kalian merasa sayang untuk menafkahkannya di jalan kebaikan.

Menurut suatu qiraat pada keempat Fi'il tadi, yaitu Laa Tukrimuuna, Laa Tahaadhdhuuna, Ta'kuluuna, dan Tuhibbuuna, dibaca Laa Yukrimuuna, Laa Yahaadhdhuuna, Ya'kuluuna, dan Yuhibbuuna. Makna ayat-ayat di atas berdasarkan bacaan pertama.

Alazhar

"Dan kamu suka sekali-kali akan harta, kesukaan sampai keji." (ayat 20). Di mana saja pintunya, akan kamu hantam pintu itu sampai terbuka

, kalau di dalamnya ada harta. Halal dan haram tak perduli. Menipu dan mengecoh tak dihitung.

Menjual negeri dan bangsa pun kamu mau, asal dapat duit. Menjual rahasia negara pun kamu tidak keberatan,

asal uang masuk. Malah membuka perusahaan yang penuh dengan dosa;

sebagai perusahaan pelacuran perempuan, membuka rumah perjudian,

menjual barang-barang yang merusak budi pekerti manusia, bahkan apa saja,

kamu tidak keberatan asal hartamu bertambah.Inilah celakanya kalau hidup tidak ada tuntunan Iman.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 20 |

penjelasan ada di ayat 15

Surat Al-Fajr |89:21|

كَلَّا إِذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكًّا دَكًّا

kallaaa iżaa dukkatil-ardhu dakkan dakkaa

Sekali-kali tidak! Apabila bumi diguncangkan berturut-turut (berbenturan),

No! When the earth has been leveled - pounded and crushed -

Tafsir
Jalalain

(Jangan berbuat demikian) lafal Kallaa ini adalah kalimat cegahan supaya jangan melakukan hal-hal tersebut.

(Apabila bumi diguncangkan berturut-turut) artinya secara terus-menerus sehingga hancur musnahlah semua bangunan-bangunan yang ada di permukaannya.

Alazhar

INSAFILAH "Tidak sekali-kali!" (pangkal ayat 21). Samasekali sombong congkakmu di dunia itu, sikap penghinaanmu terhadap anak yatim,

engganmu bersama-sama membantu makanan fakir-miski,

kecurangan dan lahap seleramu memulut segala harta warisan sehingga yang berhak tak mendapat apa-apa lagi,

sampai kepada loba tamakmu akan harta, sehingga dengan jalan yang keji dan nista kamu pun suka,

asal harta itu kamu dapat, semuanya itu tidaklah akan menyelamatkan dirimu.

Itu hanya laba sebentar dalam dunia. Tidak, sekali-kali tidak! Janganlah kamu harapkan itu semua akan menolongmu.

Bahkan akan datang masanya; "Apabila kelak bumi ini dihancurkan, sehancur-hancurnya." (ujung ayat 21).

Sehingga bumi itu akan jadi datar pun runtuh menjadi debu atau laksana saraab (fatamorgana), (lihat kembali ayat 20, Surat 78, An-Naba').

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 21 |

Tafsir ayat 21-30

Allah Swt. menceritakan peristiwayang terjadi pada hari kiamat, yaitu huru-hara yang amat besar. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{كَلا}


Jangan (berbuat demikian). (Al-Fajr: 21)Yakni benar.


{إِذَا دُكَّتِ الأرْضُ دَكًّا دَكًّا}


Apabila bumi diguncangkan berturut-turut. (Al-Fajr: 21) Maksudnya, telah diratakan sehingga menjadi rata tanpa ada gunung-gunung, dan semua makhluk dibangkitkan dari kubur mereka untuk menghadap kepada Tuhannya.


{وَجَاءَ رَبُّكَ}


dan datanglah Tuhanmu. (Al-Fajr: 22) Yakni untuk memutuskan peradilan dengan hukum-Nya di antara makhluk-Nya. Demikian itu terjadi setelah mereka memohon syafaat kepada Allah Swt. melalui penghulu anak Adam

secara mutlak, yaitu Nabi Muhammad Saw. sebelumnya mereka meminta hal ini kepada para rasul dari kalangan ulul 'azmi seorang demi seorang, tetapi masing-masing dari mereka hanya menjawab,

"Aku bukanlah orang yang berhak untuk mendapatkannya." hingga sampailah giliran mereka untuk meminta kepada Nabi Muhammad Saw. Maka beliau bersabda:


«أَنَا لَهَا أَنَا لَهَا»


Akulah yang akan memintakannya, akulah yang akan memintakannya. Maka pergilah Nabi Muhammad Saw. dan meminta syafaat kepada Allah Swt. untuk segera datang guna memutuskan peradilan. Dan Allah Swt.

memberinya syafaat dengan meluluskan permintaanya; peristiwa ini merupakan permulaan dari berbagai syafaat berikutnya. Inilah yang disebutkan dengan maqamul mahmud (kedudukan yang terpuji). sebagaimana yang telah

dijelaskan dalam tafsir surat Al-lsra. Lalu datanglah Allah Swt. untuk memutuskan peradilan sebagaimana yang dikehendaki-Nya, sedangkan para malaikat datang di hadapan-Nya bersaf-saf Firman Allah Swt.:


{وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ}


dan pada hari itu diperlihatkan neraka jahanam, (Al-Fajr: 23) Imam Muslim ibnul Hajjaj telah mengatakan di dalam kitab sahihnya, bahwa:


حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ الْعَلَاءِ بْنِ خَالِدٍ الْكَاهِلِيِّ، عَنْ شَقِيقٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ-قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُؤْتَى بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لَهَا سَبْعُونَ أَلْفَ زِمَامٍ، مَعَ كُلِّ زِمَامٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَك يَجُرُّونَهَا".


telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hafs ibnu Gayyas., telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Abul Ala ibnu Khalid Al-Kahili, dari Syaqiq, dari Abdullah Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

pernah bersabda: Neraka Jahanam pada hari itu di datangkan dengan tujuh puluh ribu kendali yang masing-masing kendali dipegang oleh tujuh puluh ribu malaikat yang menariknya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh

Imam Turmuzi dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Ad-Darimi, dari Umar ibnu hafs dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi telah meriwayatkannya pula dari Abdu ibnu Humaid, dari Abu Amir, dari Sufyan As-Sauri,

dari Al-Aia ibnu Khalid, dari Syaqiq ibnu Salamah alias Abu Wa-il, dari Abdullah ibnu Mas'ud dan disebutkan hanya sebagai perkataan Ibnu Mas'ud dan tidak me-rafa'-kannya sampai kepada Nabi Saw.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Al-Hasan ibnu Arafah, dari Marwan ibnu Mu'awiyah Al-Fazzari, dari Al-Ala ibnu Khalid. dari Syaqiq, dari Abdullah sebagai perkataan Abdullah. Firman Allah Swt.


{يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الإنْسَانُ}


dan pada hari itu ingatlah manusia. (Al-Fajr: 23) Yakni teringat akan semua amal perbuatannya di masa lalu, baik yang telah lama maupun yang baru.


{وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى}


akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. (Al-Fajr: 23) Maksudnya tiada manfaatnya lagi baginya mengingat itu.


{يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي}


Dia mengatakan, "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” (Al-Fajr: 24) Yaitu dia menyesali perbuatan-perbuatan durhaka yang telah dikerjakannya di masa lalu jika dia orang

yang durhaka, Dan dia berharap seandainya dia dahulu menambah amal ketaatan jika dia adalah orang yang taat di masa lalunya. Imam Ahmad sehubungan dengan hal ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami

Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Saur ibnu Yazid, dari Khalid ibnu Ma'dan, dari Jubair ibnu Nafir, dari Muhammad ibnu Umrah salah seorang sahabat

Rasulullah Saw. yang mengatakan bahwa seandainya seseorang hamba sejak dilahirkan selalu hidup dalam amal ketaatan kepada Tuhannya sampai dia mati, niscaya di hari kiamat dia menganggap kecil amal perbuatannya,

dan niscaya dia menginginkan seandainya dia dikembalikan ke dunia untuk melakukan ketaatan yang sama, agar pahalanya bertambah. Firman Allah Swt.:


{فَيَوْمَئِذٍ لَا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ}


Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya. (Al-Fajr: 25) Yakni tiada seorang pun yang lebih keras siksaannya terhadap orang yang durhaka kepadanya pada hari itu selain Allah Swt. terhadap orang yang durhaka kepada-Nya.


{وَلا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ}


dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatannya. (Al-Fajr: 26) Artinya tiada seorang pun yang lebih keras ikatannya dan pukulannya daripada ikatan dan pukulan Malaikat Zabaniyah (juru siksa) terhadap orang-orang yang kafir

kepada Tuhan mereka. Hal ini hanyalah menyangkut orang-orang yang berdosa dan orang-orang yang aniaya. Adapun apa yang dialami oleh jiwa yang suci lagi tenang yang selalu tetap tunduk patuh kepada kebenaran, maka dikatakan kepadanya:


{يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ}


Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu. (Al-Fajr: 27-28) Yaitu ke sisi-Nya, ke pahala-Nya, dan kepada apa yang telah disediakan oleh-Nya bagi hamba-hamba-Nya di dalam surga-Nya.


{رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً}


dengan hati yang puas lagi diridai. (Al-Fajr:28) Yakni hati yang puas karena mendapat rida dari Allah Swt.


{فَادْخُلِي فِي عِبَادِي}


Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. (Al-Fajr: 29) Maksudnya, ke dalam golongan mereka yang diridai.


{وَادْخُلِي جَنَّتِي}


dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr: 30) Hal ini dikatakan kepada yang bersangkutan manakala dia menjelang ajalnya dan juga disaat hari kiamat. Sebagaimana para malaikat menyampaikan kepadanya berita gembira

ini di saat ia menjelang ajalnya dan di saat ia dibangkitkan dari kuburnya. Kemudian ulama tafsir berbeda pendapat tentang siapa yang melatar belakangi turunnya ayat ini. Maka menurut riwayat Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas

ayat ini diturunkan berkenaan dengan sahabat Usman ibnu Affan. Dan menurut riwayat yang bersumberkan dari Buraidah ibnul Hasib, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Hamzah ibnu Abdul Muttalib r.a.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari ibnu Abbas, bahwa dikatakan kepada arwah yang tenang di hari kiamat: Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu. (Al-fajr: 27-28) Maksudnya kepada temanmu masing-masing

yakni badannya masing-masing yang telah dihuninya ketika di dunia. dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. (Al-Fajr: 28) Diriwayatkan pula darinya bahwa dia membaca ayat ini dengan bacaan berikut:

Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr: 29-30) Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan Al-Kalbi, dan pendapat ini dipilih oleh ibnu Jarir, tetapi pendapat ini garib.

Dan pendapat yang paling jelas (kuat) adalah yang pertama karena ada firman Allah Swt. yang menyebutkan:


ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلاهُمُ الْحَقِّ


kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. (Al-An'am: 62) Dan firman Allah Swt.:


وَأَنَّ مَرَدَّنا إِلَى اللَّهِ


Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah. (Al-Mu’min: 43) Yakni kembali kepada hukum-Nya dan berdiri di hadapan-Nya.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan

kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman ibnu Abdullah Ad-Dusytuki. telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy'as., dari Ja'far, dari Said ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai jiwa yang tenang,

kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai -Nya. (Al-Fajr: 27-28) Bahwa ayat ini diturunkan ketika Abu Bakar r.a. sedang duduk dihadapan Nabi Saw., lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, alangkah baiknya hal ini." Maka Rasulullah Saw. menjawab:


«أَمَا إِنَّهُ سَيُقَالُ لَكَ هَذَا»


Ingatlah, sesungguhnya hal itu akan dikatakan kepadamu. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Yaman, dari Asy'as dari Sa'id ibnu Jubair

yang mengatakan bahwa ia membaca firman Allah Swt. berikut ini di hadapan nabi Saw.: Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmn dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. (Al-Fajr: 27-28) Maka Abu Bakar r.a. berkata, bahwa sesungguhnya hal itu benar-benar baik. Maka nabi Saw. bersabda kepadanya:


«أَمَا إِنَّ الْمَلَكَ سَيَقُولُ لَكَ هَذَا عِنْدَ الْمَوْتِ»


Ingatlah sesungguhnya malaikat akan mengatakan hal itu kepadamu di saat (engkau) meninggal Hal yang sama telah diriwayatkan oleh ibnu Jarir dari Abu Kuraib, dari ibnu Yaman dengan sanad yang sama.

Dan hadis ini bepredikat mursal lagi hasan. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Syuja' Al-Jazari,

dari Salim Al-Aftas, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ketika Ibnu Abbas meninggal dunia di Taif, datanglah suatu makhluk yang terbang yang tidak pernah terlihat sebelumnya berbentuk seperti Ibnu Abbas .

Lalu makhluk yang terbang itu masuk ke dalam katilnya dan tidak pernah kelihatan lagi keluar dari padanya. Dan ketika jenazah Ibnu Abbas diletakkan di dalam liang lahatnya, maka terdengarlah ada yang membaca ayat berikut

di pinggir kuburnya tanpa ada yang mengetahui siapa yang membacanya, yaitu firman-Nya: Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah

hamba-hamba-Kii, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr: 27-30) Imam Tabrani meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Ahmad, dari ayahnya, dari Marwan ibnu Syuja', dari Salim ibnu Ajlan Al-Aftas dengan sanad yang sama,

lalu disebutkan hal yang sama. Al-Hafiz Muhammad ibnul Munzir Al-Harawi yang dikenal dengan Basyukr telah menyebutkan di dalam Kitabul 'Aja'ib berikut sanadnya dari Qabbas ibnu Razin alias Abu Hasyim

yang mengatakan, bahwa ia ditawan di negeri Romawi, lalu Raja Romawi mengumpulkan semua tawanan, dan ia menawarkan agamanya kepada kami, bahwa barangsiapa yang menolak maka akan dipenggal kepalanya

Maka murtadlah ketiga orang dari kalangan mereka, lalu datanglah orang yang ke empat; setelah ditawarkan kepadanya untuk murtad, ia menolak, maka dipenggallah kepalanya, lalu dijatuhkan (dilemparkan) ke sebuah sungai di sana.

Kemudian kepala orang itu pada mulanya tenggelam ke dalam air, tidak lama kemudian muncul mengambang dan ia memandang kepada ketiga orang temannya yang telah murtad itu dan mengatakan kepada mereka,

bahwa hai Fulan, Fulan dan Fulan, dengan menyebutkan nama-nama mereka satu per satu. Lalu ia melanjutkan, bahwa Allah Swt. telah berfirman di dalam kitab-Nya: Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu

dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr: 27-30) Kemudian kepala orang itu tenggelam kembali ke dalam air.

Abu Hasyim melanjutkan kisahnya, bahwa pada saat itu juga hampir semua orang Nasrani masuk Islam, dan singgasana raja terjatuh; dan ketiga orang yang tadinya murtad bertobat, lalu kembali lagi kepada agama Islam.

Abu Hasyim melanjutkan bahwa tidak lama kemudian datanglah tebusan para tawanan pasukan kaum muslim yang dikirim oleh khalifah Abu Ja'far Al-Mansur, sehingga kami pun bebas. Al-Hafiz ibnu Asakir di dalam biografi

Rawwahah binti Abu Amr Al-Auza'i, telah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Habib Al-Muharibi, telah menceritakan kepadaku Abu Umamah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada seorang lelaki:


«قُلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ نَفْسًا بِكَ مُطَمْئِنَةً تُؤْمِنُ بِلِقَائِكَ وَتَرْضَى بِقَضَائِكَ وَتَقْنَعُ بِعَطَائِكَ»


Katakanlah, "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau jiwa yang hanya tenang kepada Engkau, beriman kepada hari bersua dengan Engkau, dan rida dengan keputusan Engkau dan menerima dengan tulus pemberian Engkau.

Kemudian Ibnu Asakir meriwayatkan dari Abu Sulaiman ibnu Wabar, bahwa ia telah mengatakan bahwa hadis Rawwahah ini adalah hadis yang tunggal (seorang budak wanita).

Surat Al-Fajr |89:22|

وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا

wa jaaa`a robbuka wal-malaku shoffan shoffaa

dan datanglah Tuhanmu, dan malaikat berbaris-baris,

And your Lord has come and the angels, rank upon rank,

Tafsir
Jalalain

(Dan datanglah Rabbmu) yakni perintah-Nya (sedangkan malaikat-malaikat) lafal Al-Malak adalah bentuk mufrad dari lafal Al-Malaaikah (berbaris-baris) lafal Shaffan

berkedudukan menjadi Hal atau kata keterangan keadaan yakni, berbaris-baris atau membentuk barisan-barisan yang banyak.

Alazhar

"Dan datang Tuhan engkau." (pangkal ayat 22). Yaitu datang ketentuan dari Tuhan,

bahwasanya segala perkara akan dibuka, segala manusia akan dihisab,

buruk dan baik akan ditimbang. "Sedang malaikat mulai hadir berbaris-baris." (ujung ayat 22).

Ditunjukkanlah di dalam ayat ini bagaimana hebatnya hari itu. "Tuhan datang" – Dan hari itu bukanlah hari dunia ini lagi.

Setengah Ulama tafsir memberikan arti bahwa yang datang itu ialah perintah Tuhan, bukan Tuhan sendiri.

Menulis Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang arti: "Dan datang Tuhan engkau.

" – Kata beliau: "Yakni kedatangan-Nya karena akan memutuskan perkara-perkara di antara hamba-hamba-Nya

. Yang demikian itu ialah setelah semuanya memohonkan syafa'at daripada Tuhannya seluruh Anak Adam,

yaitu Nabi Muhammad SAW, yaitu sesudah mereka itu semua pada mulanya memohonkan pertolongan syafa'at daripada sekalian Rasul-rasul yang terutama,

seorang sesudah seorang; semuanya menjawab mengatakan aku ini tidaklah layak untuk itu,

sehingga sampailah giliran kepada Nabi Muhammad SAW. Lalu beliau berkata:

"Akulah yang akan membela! Akulah yang akan membela!" Maka pergilah Muhammad menghadap Tuhan,

memohonkan Tuhan memutuskan perkara-perkara itu, lalu Tuhan memberikan syafa'at yang dimohonkannya itu.

Itulah permulaan syafa'at dan itulah "maqaaman-mahmuudan" sebagai yang tersebut di dalam Surat Al-Isra' (tengok Juzu' 15).

Maka datanglah Tuhan untuk mengambil keputusan perkara-perkara itu,

sedang malaikat-malaikat pun hadirlah berbaris-baris dengan segala hormatnya di hadapan Tuhan.

Di dalam ayat 38, daripada Surat 78, An-Naba' pun disebutkan bagaimana sikap hormat para malaikat itu di hadapan Tuhan,

tak seorang jua pun yang berani berkata mengangkat lidah sebelum mendapat izin dari Tuhan.

Berkata Az-Zamakhsyari: "Diumpamakan keadaannya dengan kehadiran raja sendiri kepada suatu majlis;

maka timbulah suatu kehebatan dan ketinggian siasat, yang tidak akan didapat kalau yang hadir itu cuma pimpinan tentara atau menteri-menteri saja."

Tidaklah perlu kita perbincangkan terlalu panjang hal yang disebutkan tentang kehadiran Tuhan di dalam Al-Qur'an.

Melainkan wajiblah kita mempercayainya dengan tidak memberikan lagi keterangan lebih terperinci, di dalam alam dunia yang kita hidup sekarang ini.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 22 |

penjelasan ada di ayat 21

Surat Al-Fajr |89:23|

وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ ۚ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّىٰ لَهُ الذِّكْرَىٰ

wa jiii`a yauma`iżim bijahannama yauma`iżiy yatażakkarul-insaanu wa annaa lahuż-żikroo

dan pada hari itu diperlihatkan Neraka Jahanam, pada hari itu sadarlah manusia, tetapi tidak berguna lagi baginya kesadaran itu.

And brought [within view], that Day, is Hell - that Day, man will remember, but what good to him will be the remembrance?

Tafsir
Jalalain

(Dan pada hari itu didatangkan neraka Jahanam) ditarik dengan memakai tujuh puluh ribu kendali, pada tiap-tiap kendali dipegang oleh tujuh puluh ribu malaikat,

neraka Jahanam terdengar gejolak dan gemuruhnya (pada hari itu) menjadi Badal dari lafal Idzaa dan Jawabnya (ingatlah manusia) maksudnya

orang kafir ingat kepada apa yang telah dilalaikannya (akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya) Istifham atau lafal Annaa di sini bermakna Nafi, artinya penyesalannya pada saat itu tidak ada gunanya lagi.

Alazhar

"Dan akan didatangkan pada hari itu neraka jahannam." (pangkal ayat 23).

Oleh karena neraka jahannam itu adalah satu di antara berbagai-bagai makhluk Tuhan Yang Maha Besar Maha Agung,niscaya berkuasalah Tuhan mendatangkan neraka jahannam itu,

dengan alat-alat kekuasaan yang ada pada-Nya. Sehingga segala makhluk dapat melihatnya dengan jelas,

dan orang kafir mengerti sendiri bahwa ke sanalah mereka akan dihalau.

Di dalam Surat 79, An-Nazi'at yang telah lalu, ayat 36 disebutkan bahwa neraka Jahim akan ditonjolkan! "Pada hari itu teringatlah manusia,

padahal apa gunanya peringatan lagi?" (ujung ayat 23). Pada hari itu baru timbul sesal;

padahal apalah gunanya penyesalan lagi; roda hidup tak dapat lagi diputar ke belakang.

Yang dihadapi sekarang adalah hasil kelalaian di zaman lampau.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 23 |

penjelasan ada di ayat 21

Surat Al-Fajr |89:24|

يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي

yaquulu yaa laitanii qoddamtu liḥayaatii

Dia berkata, "Alangkah baiknya sekiranya dahulu aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidupku ini."

He will say, "Oh, I wish I had sent ahead [some good] for my life."

Tafsir
Jalalain

(Dia mengatakan) sewaktu ingat akan kesalahan-kesalahannya ("Alangkah baiknya) huruf Ya di sini bermakna Tanbih (sekiranya aku dahulu mengerjakan)

amal kebaikan dan beriman (untuk hidupku ini") untuk kehidupan yang baik di akhirat, atau sewaktu aku hidup di dunia.

Alazhar

"Dia akan berkata: "Wahai, alangkah baiknya jika aku dari semula telah bersedia untuk penghidupanku ini." (ayat 24).

Itulah satu keluhan penyesalan atas sesuatu yang tidak akan dapat dicapai lagi.

Huruf Laita dalam bahasa Arab disebut Huruf Tamanni, yaitu mengeluh mengharap sesuatu yang tidak akan dapat dicapai lagi.

Karena waktunya telah berlalu. "Kalau aku tahu akan begini nasibku, mengapa tidak sejak dahulu,

waktu di dunia, aku berusaha agar mencapai hidup bahagia di hari ini.

Padahal kalau aku mau mengatur hidup demikian di dunia dahulu, aku akan bisa saja."

Itulah sesalan yang percuma di hari nanti. Dan itu pula sebabnya maka Nabi-nabi disuruh memperingatkan dari sekarang

. Karena perintah-perintah Al-Qur'an adalah untuk dilaksanakan di sini, dan terima pahalanya di akhirat; bukan sebaliknya.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 24 |

penjelasan ada di ayat 21

Surat Al-Fajr |89:25|

فَيَوْمَئِذٍ لَا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ

fa yauma`iżil laa yu'ażżibu 'ażaabahuuu aḥad

Maka pada hari itu tidak ada seorang pun yang mengazab seperti azab-Nya (yang adil),

So on that Day, none will punish [as severely] as His punishment,

Tafsir
Jalalain

(Maka pada hari itu tiada yang mengazab) dibaca Yu'adzdzibu dengan dikasrahkan huruf Dzalnya (seperti azab-Nya) seperti azab Allah (seseorang pun) artinya

Dia tidak menyerahkannya kepada seseorang pun melainkan hanya kepada diri-Nya.

Alazhar

"Maka pada hari itu, tidak ada siapapun akan dapat mengazab seperti azab-Nya." (ayat 25).

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 25 |

penjelasan ada di ayat 21

Surat Al-Fajr |89:26|

وَلَا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ

wa laa yuuṡiqu waṡaaqohuuu aḥad

dan tidak ada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya.

And none will bind [as severely] as His binding [of the evildoers].

Tafsir
Jalalain

(Dan) demikian pula (tiada yang dapat mengikat) dibaca Laa Yuutsiqu (seperti ikatannya, seseorang pun) menurut suatu qiraat lafal

Laa Yu'adzdzibu dan lafal Laa Yuutsiqu dibaca Laa Yu'adzdzabu dan Laa Yuutsaqu dengan demikian maka Dhamir yang dikandung kedua lafal tersebut kembali kepada orang kafir.

Lengkapnya, tiada seseorang pun yang diazab seperti azab yang ditimpakan kepada orang kafir, dan tiada seseorang pun yang diikat seperti ikatan yang dibelenggukan kepada orang kafir.

Alazhar

"Dan tidak siapa pun akan dapat mengikat seperti ikatan-Nya." (ayat 26).Ini adala Azab Tuhan,

buka Azab seorang makhluk bagaimanapun kuat kuasanya. Ikatan belenggu Tuhan,

yang tidak ada satu belenggu pun dalam dunia ini yang akan dapat menandingi belenggu Tuhan itu.

Maka ngeri dan tafakkurlah kita memikirkan hari itu; hari yang benar dan termasuk dalam bahagian terpenting dari Iman kita,

sesudah percaya kepada Allah. Dan terasalah pada kita bahwa tidak ada tempat berlindung

daripada murka Allah, melainkan kepada Allah jua kita berharap.

Dalam suasana yang demikian itu kita bacalah ayat yang seterusnya.

Ayat penutup Surat dan ayat memberikan pengharapan kepada jiwa yang telah mencapai ketenteramannya.

Siapakah yang disebut Nafsul-Muthmainnah?Al-Qur’an sendiri menyebutkan tingkatan yang ditempuh oleh nafsu atau diri manusia.

Pertama Nafsul Ammarah, yang selalu mendorong akan berbuat sesuatu di luar pertimbangan akal yang tenang.

Maka keraplah manusia terjerumus ke dalam lembah kesesatan karena nafsul-ammarah ini. (Lihat Surat 12, Yusuf; ayat 53).

Bilamana langkah telah terdorong, tibalah penyesalan diri atas diri. Itulah yang dinamai Nafsul-Lawwamah.

Itulah yang dalam bahasa kita sehari-hari dinamai "tekanan batin", atau merasa berdosa.

Nafsul-Lawwamah ini dijadikan sumpah kedua oleh Allah, sesudah sumpah pertama tentang ihwal hari kiamat. (Surat 75, Al-Qiyamah ayat 2).

Demikian pentingnya, sampai dijadikan sumpah. Karena bila kita telah sampai kepada Nafsul-Lawwamah, artinya kita telah tiba dipersimpangan jalan;

atau akan menjadi orang yang baik, pengalaman mengajar diri, atau menjadi orang celaka,

karena sesal yang tumbuh tidak dijadikan pengajaran, lalu timbul sikap yang dinamai "keterlanjuran".

Karena pengalaman dari dua tingkat nafsu itu, kita dapat naik mencapai "An-Nafsul-Muthmainnah",

yakni jiwa yang telah mencapai tenang dan tenteram. Jiwa yang telah digembleng oleh pengalaman dan penderitaan.

Jiwa yang telah melalui berbagai jalan berliku, sehingga tidak mengeluh lagi ketika mendaki,

karena di balik pendakian pasti ada penurunan. Dan tidak gembira melonjak lagi ketika menurun,

karena sudah tahu pasti bahwa dibalik penurunan akan bertemu lagi pendakian.

Itulah jiwa yang telah mencapai Iman! Karena telah matang oleh berbagai percobaan.

Jiwa inilah yang mempunyai dua sayap. Sayap pertama adalah syukur ketika mendapat kekayaan, bukan mendabik dada.

Dan sabar ketika rezeki hanya sekedar lepas makan, bukan mengeluh. Yang keduanya telah tersebut dalam ayat 15 dan 16 tadi.

Jiwa inilah yang tenang menerima segala khabar gembira (basyiran)

ataupun khabar yang menakutkan (nadziran).Jiwa inilah yang diseru oleh ayat ini:

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 26 |

penjelasan ada di ayat 21

Surat Al-Fajr |89:27|

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ

yaaa ayyatuhan-nafsul-muthma`innah

Wahai jiwa yang tenang!

[To the righteous it will be said], "O reassured soul,

Tafsir
Jalalain

(Hai jiwa yang tenang) atau yang aman, dimaksud adalah jiwa yang beriman.

Alazhar

"Wahai jiwa yang telah mencapai ketentraman." (ayat 27). Yang telah menyerah penuh dan tawakkal kepada Tuhannya: Telah tenang, karena telah mencapai yakin: terhadap Tuhan.

Berkata Ibnu 'Atha': "Yaitu jiwa yang telah mencapai ma'rifat sehingga tak sabar lagi bercerai dari Tuhannya walau sekejap mata.

" Tuhan itu senantiasa ada dalam ingatannya, sebagai tersebut dalam ayat 38 dari Suray 13, Ar-Ra'ad.

Berkata Hasan Al-Bishri tentang muthmainnah ini: "Apabila Tuhan Allah berkehendak mengambil nyawa hamba-Nya yang beriman,

tenteramlah jiwanya terhadap Allah, dan tenteram pula Allah terhadapnya."

Berkata sahabat Rasulullah SAW 'Amr bin Al-'Ash (Hadis mauquf): "Apabila seorang hamba yang beriman akan meninggal,

diutus Tuhan kepadanya dua orang malaikat, dan dikirim beserta keduanya suatu bingkisan dari dalam syurga.

Lalu kedua malaikat itu menyampaikan katanya: "Keluarlah, wahai jiwa yang telah mencapai keternteramannya, dengan ridha dan diridhai Allah.

Keluarlah kepada Roh dan Raihan. Tuhan senang kepadamu, Tuhan tidak marah kepadamu." Maka keluarlah Roh itu, lebih harum dari kasturi."

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 27 |

penjelasan ada di ayat 21

Surat Al-Fajr |89:28|

ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً

irji'iii ilaa robbiki roodhiyatam mardhiyyah

Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya.

Return to your Lord, well-pleased and pleasing [to Him],

Tafsir
Jalalain

(Kembalilah kepada Rabbmu) perkataan ini diucapkan kepadanya sewaktu ia menjelang mati; yakni kembalilah kamu kepada perintah dan kehendak-Nya (dengan hati yang puas)

akan pahala yang kamu terima (lagi diridai) di sisi Allah maksudnya, semua amal perbuatanmu diridai di sisi-Nya. Jiwa yang beriman itu merasa puas dan diridai;

kedudukan kedua lafal ini menjadi kata keterangan keadaan; kemudian dikatakan kepadanya pada hari kiamat nanti:

Alazhar

"Kembalilah kepada Tuhanmu, dalam keadaan ridha dan diridhai." (ayat 28).

Artinya: setelah payah engkau dalam perjuangan hidup di dunia yang fana,

sekarang pulanglah engkau kembali kepada Tuhanmu, dalam perasaan sangat lega karena ridha; dan Tuhan pun ridha,

karena telah menyaksikan sendiri kepatuhanmu kepada_nya dan tak pernah mengeluh.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 28 |

penjelasan ada di ayat 21

Surat Al-Fajr |89:29|

فَادْخُلِي فِي عِبَادِي

fadkhulii fii 'ibaadii

Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,

And enter among My [righteous] servants

Tafsir
Jalalain

("Maka masuklah ke dalam) jamaah (hamba-hamba-Ku) yang saleh.

Alazhar

"Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku." (ayat 29).

Di sana telah menunggu hamba-hamba-Ku yang lain, yang sama taraf perjuangan hidup mereka dengan kamu;

bersama-sama di tempat yang tinggi dan mulia. Bersama para Nabi,

para Rasul, para shadiqqin dan syuhadaa. "Wa hasuna ulaa-ika rafiiqa"; Itulah semuanya yang sebaik-baik teman.

Ibnu katsir

Tafsir Ibnu Katsir | Al-Fajr | 89 : 29 |

penjelasan ada di ayat 21